Pencarian

Kucing Ditengah Burung Dara 4

Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie Bagian 4


korban dari belakang lalu menghantamnya di bagian belakang kepalanya. Dia jatuh
tertelungkup dan mungkin tak pernah tahu apa yang menghantamnya."
"Sedang apa dia?"
"Mungkin dia sedang berlutut," kata dokter. "Berlutut di depan lemari kecil
ini." Inspektur pergi ke lemari kecil itu dan melihatnya. "Saya rasa nama yang
tercantum di atasnya adalah nama gadis pemilik lemari itu," katanya. "Shaista
?coba saya ingat-ingat itu itu nama gadis Mesir tersebut bukan" Yang Mulia
? ? Putri Shaista." Dia berpaling kepada Adam. "Kelihatannya ada kaitannya, ya"
Tunggu bukankah itu gadis yang mereka laporkan hilang tadi malam?"?"Benar, Pak," kata sersan itu. "Pagi hari sebuah mobil menjemputnya kemari,
disangka mobil itu dikirim oleh pamannya yang menginap di Hotel Claridge di
London. Gadis itu masuk ke mobil tersebut dan berangkat."
"Tak adakah laporan yang masuk?"
"Sampai sekarang belum, Pak. Saya sudah menyebar petugas-petugas. Dan Scotland
Yard ikut campur tangan."
"Suatu cara penculikan yang baik dan sederhana," kata Adam. "Tanpa perkelahian,
tanpa teriakan-teriakan. Mereka hanya perlu tahu bahwa gadis itu menunggu sebuah
mobil untuk menjemputnya, lalu berusaha menyamar sebagai sopir orang-orang kaya
dan sampai di sana sebelum mobil yang sebenarnya tiba. Gadis itu akan masuk saja
ke mobil tanpa 222 berpikir panjang, lalu berangkat. Gadis itu tidak akan merasa curiga sedikit pun
tentang apa yang terjadi atas dirinya."
"Apakah tak ditemukan mobil yang ditinggalkan di suatu tempat?" tanya Kelsey.
"Kami tidak menerima berita tentang itu," kata sersan itu. "Seperti saya
katakan, Scotland Yard juga ikut menangani persoalan ini," sambungnya, "juga
Cabang Khusus." "Itu berarti ada campur tangan yang berbau politik," kata Inspektur. "Menurut
dugaanku, mereka tak akan berhasil membawanya ke luar negeri."
"Ngomong-ngomong, untuk apa sebenarnya mereka menculik gadis itu?" tanya dokter.
"Siapa yang tahu," kata Kelsey murung. "Dia
memang sudah mengatakan bahwa dia takut diculik,
dan saya merasa malu harus mengakui bahwa saya
menyangka dia hanya ingin menonjolkan dirinya >>
saja. "Aku juga menduga begitu waktu kauceritakan hal itu padaku," kata Adam.
"Sulitnya sekarang adalah tak cukup banyak yang kita ketahui," kata Kelsey.
"Terlalu banyak soal-soal yang tak berkaitan." Dia memandang ke sekelilingnya.
"Yah, kelihatannya tak ada lagi yang bisa kulakukan di sini. Lanjutkanlah dengan
hal-hal yang rutin foto-foto, sidik jari, dan sebagainya. Sebaiknya aku pergi
?ke gedung sekolah."
Di sekolah dia diterima oleh Bu Johnson. Wanita itu gemetar, namun bisa
menguasai dirinya. "Mengerikan sekali, Inspektur," katanya. "Dua orang dari guru-guru kami sudah
dibunuh. Bu Chadwick dalam keadaan yang menyedihkan."
223 "Saya ingin bertemu dengannya secepat mungkin."
"Dokter telah memberinya sesuatu dan sekarang dia jauh lebih tenang. Akan saya
antarkankah Anda menemuinya?"
"Ya, satu atau dua menit lagi. Pertama-tama, tolong ceritakan sebisa Anda
mengenai saat terakhir Anda bertemu dengan Bu Vansittart."
"Sepanjang hari ini saya tak bertemu dengannya," kata Bu Johnson. "Saya keluar
sepanjang hari tadi. Sesaat sebelum pukul sebelas tadi saya baru kembali lalu
langsung naik ke kamar saya. Dan saya tidur."
'Tidakkah Anda kebetulan melihat ke luar jendela ke arah Pavilyun Olahraga?"
"Tidak. Tidak. Itu tak terpikir oleh saya. Saya menghabiskan waktu sepanjang
hari tadi bersama adik perempuan saya. Kami sudah lama tidak bertemu dan pikiran
saya penuh dengan berita tentang rumah. Saya mandi, naik ke tempat tidur, lalu
membaca buku, kemudian saya padamkan lampu dan tidur. Saya baru terbangun waktu
Bu Chadwick menyerbu masuk, pucat-pasi seperti kertas dan gemetar."
"Apakah Bu Vansittart tak berada di tempat hari ini?"
"Ada, dia ada di sini. Dia yang sedang bertugas. Bu Bulstrode sedang pergi."
"Siapa-siapa lagi yang ada di sini, maksud saya di antara para ibu guru."
Bu Johnson berpikir sebentar. "Bu Vansittart, Bu Chadwick, guru bahasa Prancis,
Mademoiselle Blanche, Bu Rowan."
"Oh, begitu. Nah, saya rasa sebaiknya sekarang Anda antarkan saya menemui Bu
Chadwick." 224 Bu Chadwick sedang duduk di kursi di kamarnya. Meskipun malam itu hangat,
perapian dihidupkan juga kakinya diselubungi selimut sampai ke lutut. Dia
melihat kepada Inspektur Kelsey dengan wajah yang pucat-pasi.
"Apakah dia sudah meninggal benar-benar meninggal" Apakah tak ada kemungkinan ?bahwa dia bahwa dia masih bisa sadar?"
?Inspektur Kelsey menggelengkan kepalanya perlahan-lahan.
"Mengerikan sekali," kata Bu Chadwick, "padahal Bu Bulstrode tak ada di tempat."
Air matanya bercucuran. "Peristiwa ini akan menghancurkan sekolah," katanya.
"Peristiwa ini akan menghancurkan Meadowbank. Aku tak tahan aku benar-benar tak
?tahan." Kelsey duduk di sampingnya. "Saya mengerti," _ katanya penuh pengertian, "saya
mengerti. Anda tentu terkejut sekali, tapi saya minta supaya Anda tabah/ Bu
Chadwick, dan menceritakan pada saya semuanya yang Anda ketahui. Makin cepat
kita menemukan siapa yang telah melakukannya, akan makin kurang sulitnya dan
makin kurang pula pemberitaan di luar."
"Ya, ya, saya mengerti itu. Begini, sa saya pergi tidur sore-sore karena saya
?pikir akan menyenangkan kalau sekali-sekali tidur sore-sore. Tapi saya tak bisa
tidur. Saya merasa kuatir."
"Kuatir mengenai sekolah?"
"Ya. Juga mengenai Shaista yang belum kembali. Kemudian saya mulai berpikir
tentang Bu Springer, dan apakah apakah pembunuhan atas dirinya akan
?mempengaruhi para orang tua murid, dan apakah mungkin mereka tidak akan mau
mengirim gadis - 225 gadis mereka kemari lagi pada semester yang akan datang. Saya sedih sekali
memikirkan Bu Bulstrode. Maksud saya, dia telah berhasil membangun tempat ini.
Tempat ini merupakan hasil karya yang hebat."
"Saya mengerti. Nah sekarang tolong ceritakan terus Anda kuatir dan Anda tak ?bisa tidur?"
"Ya, saya melakukan segala macam usaha. Lalu saya bangun dan mengambil aspirin
dan setelah mengambilnya saya kebetulan menyingkapkan gorden jendela. Saya tak
tahu mengapa. Saya rasa mungkin karena saya sedang memikirkan Bu Springer. Dan
kemudian saya melihat... saya melihat cahaya."
"Cahaya apa?" "Yah, semacam cahaya yang menari-nari. Maksud saya saya rasa itu tentu lampu
?senter. Cahaya itu sama benar dengan cahaya yang saya lihat bersama Bu Johnson
sebelumnya." "Jadi sama benar, ya?"
"Ya, saya rasa sama, mungkin agak pucat, tapi saya tak yakin." "Ya. Lalu?"
"Lalu," kata Bu Chadwick, suaranya tiba-tiba menjadi nyaring, "saya bertekad
bahwa kali ini saya akan melihat siapa yang ada di sana dan apa yang sedang
mereka lakukan. Jadi saya bangun dan saya kenakan jas dan sepatu, kemudian saya
berlari ke luar rumah." .
"Tidakkah terpikir oleh Anda untuk memanggil seseorang?"
"Tidak. Tak terpikir hal itu oleh saya. Soalnya saya terburu-buru sekali ingin
cepat tiba di sana. Saya takut sekali kalau kalau orang itu siapa pun
?dia sudah pergi." ?226 "Ya. Lanjutkan, Bu Chadwick."
"Jadi saya pergi secepat kemampuan saya. Saya langsung menuju ke pintu dan
sesaat sebelum saya tiba di pintu, saya berjalan dengan berjinjit supaya supaya
?saya bisa melihat ke dalam dan orang tidak mendengar saya datang. Saya tiba di
sana. Pintunya tak tertutup terbuka sedikit, lalu saya dorong sedikit lagi
?supaya lebih terbuka. Saya melihat ke sekeliling ruangan itu dan dan tampaklah
?dia. Dia tertelungkup, meninggal____"
Seluruh tubuhnya mulai gemetar.
"Ya, ya, Bu Chadwick, tak apa-apa. Ngomong-ngomong, di situ terdapat pula alat
pemukul golf. Andakah yang membawanya" Ataukah Bu Vansittart?"
"Sebuah alat pemukul golf?" kata Bu Chadwick ragu. "Saya tak ingat oh, ya, saya
?ingat, saya memungutnya di lorong gedung sekolah. Saya membawanya ke luar kalau-
kalau keadaan mendesak yah, kalau-kalau saya terpaksa menggunakannya. Waktu
?saya melihat Eleanor, saya rasa benda itu lalu saya lemparkan saja. Lalu entah
dengan cara bagaimana saya tiba di gedung sekolah dan menemukan Bu Johnson.
Aduh! Saya tak tahan. Saya tak tahan ini akan merupakan kehancuran
?Meadowbank____" Suara Bu Chadwick melengking menjadi histeris. Bu Johnson datang mendekatinya.
"Menemukan pembunuhan sampai dua kali merupakan tekanan yang terlalu besar bagi
siapa pun juga," kata Bu Johnson. "Lebih-lebih untuk orang seumur dia. Anda
tidak akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi padanya, bukan?"
Inspektur Kelsey menggeleng.
227 Waktu turun ke lantai bawah dilihatnya setumpuk karung pasir tua lengkap dengan
ember-embernya di ceruk yang tersembunyi. Mungkin bekas zaman perang, tapi
pikirannya jadi tak enak mengingat bahwa untuk menghantam Bu Vansittart dengan
pipa karet yang besar tidak diperlukan seseorang yang berpengalaman. Seseorang
dalam bangunan itu, seseorang yang tidak menghendaki risiko bunyi tembakan untuk
kedua kalinya, dan yang mungkin sekali telah membuang pistol yang bisa menjadi
petunjuk setelah pembunuhan yang pertama. Dia mungkin telah memanfaatkan senjata
yang nampaknya tak berbahaya namun mematikan dan bahkan mungkin sempat ?mengembalikannya dengan rapi lagi sesudahnya!
228 16. Teka-teki Pavilyun Olahraga
"Kf palaku rasanya mau pecah, tapi aku pantang menyerah," kata Adam pada dirinya
sendiri. Dia sedang memandangi Bu Bulstrode. Dia belum pernah merasa sekagum ini pada
seorang wanita, pikirnya. Wanita itu duduk dengan sikap dingin dan tenang,
sementara hasil karyanya seumur hidup sedang jatuh berantakan di sekelilingnya.
Telepon berdering terus-menerus memberitahukan bahwa seorang lagi siswi akan
dijemput pulang. Akhirnya Bu Bulstrode mengambil keputusan. Setelah minta diri sebentar dari para
perwira polisi, dipanggilnya Ann Shapland, lalu didiktekannya sebuah
pemberitahuan singkat. Sekolah itu akan ditutup sampai akhir semester. Para
orang tua yang merasa sulit untuk membawa putra-putrinya pulang, dipersilakan
untuk mempercayakan mereka di bawah asuhannya dan pendidikan mereka akan
dilanjutkan. "Kau punya daftar nama para orang tua murid dan alamat mereka, bukan" Juga nomor
telepon mereka?" "Ada, Bu Bulstrode."
"Kalau begitu mulailah dengan menelepon saja. Setelah itu usahakan supaya setiap
orang menerima pemberitahuan yang diketik."
"Baik, Bu Bulstrode."
229 Ketika akan keluar, Ann Shapland berhenti sebentar di dekat pintu.
Wajahnya memerah dan kata-katanya meluncur dengan cepat,
"Maafkan saya, Bu Bulstrode. Ini bukan urusan saya tapi tidakkah sayang kalau
? ?kita terlalu gegabah" Maksud saya setelah panik yang pertama, setelah orang-
?orang punya waktu untuk berpikir mereka pasti tidak akan mau lagi membawa
?pulang putri-putri mereka. Mereka akan lebih banyak menggunakan" akal* sehat
mereka dan mempertimbangkan hal itu lebih baik."
Bu Bulstrode memandangnya dengan tajam.
"Kausangka aku begitu mudah menerima kekalahan?"
Wajah Ann menjadi lebih merah.
"Saya tahu bagi Anda itu tindakan seorang pengecut. Tapi tapi, kalau begitu ? ?baiklah, akan saya jalankan perintah Anda."
"Kau suka berjuang, Nak. Aku senang melihatnya. Tapi kau keliru sekali. Aku tidak menerima kekalahan. Aku sedang bertindak
berdasarkan pengetahuanku mengenai sifat manusia. Desaklah orang-orang untuk
membawa putri-putri mereka pergi, paksakan hal itu pada mereka maka mereka ?tidak akan mau melakukannya. Mereka akan mencari-cari alasan supaya anak-anak
itu tetap di sini. Atau paling-paling mereka akan membawa anak-anak itu pergi
pada semester yang akan datang bila semester itu masih ada," tambahnya dengan
?ketus. Dia memandang Inspektur Kelsey.
"Itu terserah pada Anda," katanya. "Selesaikanlah pembunuhan-pembunuhan
ini tangkaplah siapa ?230 saja yang melakukannya maka kita semua akan selamat."
?Inspektur Kelsey kelihatan tak senang. Katanya, "Kami sedang berusaha keras."
Ann Shapland keluar. "Dia seorang gadis yang cakap," kata Bu Bulstrode. "Lagi pula setia."
Hal itu diucapkannya sebagai suatu tambahan. Dikekangnya dirinya untuk menyerang
lagi. "Apakah Anda sama sekali tak punya bayangan siapa yang telah membunuh dua dari
guru-guru saya di pavilyun Olahraga itu" Seharusnya Anda sudah tahu sekarang.
Ditambah lagi dengan peristiwa penculikan itu. Saya menyalahkan diri saya dalam
hal itu. Gadis itu sudah berkata bahwa seseorang ingin menculiknya. Pikir saya,
ya ampun, anak ini ingin supaya dirinya dianggap penting. Sekarang saya
menyadari bahwa ada sesuatu di balik itu. Mungkin seseorang telah menyindirkan
hal itu atau memperingatkannya kita tak tahu entah mana yang benar." Dia
?berhenti lalu melanjutkan lagi, "Apakah Anda tidak mendapatkan berita apa-apa?"
"Belum. Tapi saya rasa Anda tak perlu menguatirkan hal itu. Peristiwa itu telah
diteruskan pada pihak Dinas Intelijen. Cabang Khusus dari Markas Besar
Kepolisian pun sudah pula bertindak. Mereka sudah harus menemukan gadis itu
dalam waktu dua puluh empat jam atau paling lama tiga puluh enam jam. Untungnva
negeri ini terdiri dari sebuah pulau. Semua pelabuhan dan lapangan udara dan
sebagainya sudah dijaga. Dan polisi di setiap daerah pun sudah ditugaskan untuk
berjaga-jaga. Sebenarnya mudah saja untuk menculik seseorang tetapi bagaimana
?231 menyembunyikannya, itu yang menjadi soal. Ah, kita pasti bisa menemukannya
kembali." "Saya harap Anda dapat menemukannya dalam keadaan hidup," kata Bu Bulstrode
dengan tajam. "Agaknya kita berhadapan dengan seseorang yang tidak menghargai
nyawa manusia." "Mereka tidak perlu bersusah-payah menculiknya bila mereka bermaksud untuk
membunuhnya," kata Adam. "Mereka sebenarnya bisa saja melakukannya dengan mudah
di sini." Dia merasa bahwa kata-katanya - yang. terakhir itu tidak tepat. Bu
Bulstrode memandangnya dengan masam.
"Begitulah kelihatannya," katanya datar.
Telepon berdering. Bu Bulstrode mengangkat gagangnya.
"Ya?" Dia mengulurkan gagang telepon itu kepada Inspektur Kelsey. "Untuk Anda."
Adam dan Bu Bulstrode memperhatikan Inspektur Kelsey sementara dia berbicara di
telepon itu. Dia menggeram, menulis satu-dua patah kata dengan kasar dan
akhirnya berkata, "Saya mengerti. Di Alderton Priors. Itu di daerah Wallshire.
Ya, kami akan bekerja sama. Ya, bagus. Kalau begitu saya akan melanjutkan
pekerjaan saya di sini."
Diletakkannya gagang telepon lalu diam sejenak, tenggelam dalam pikirannya.
Kemudian dia mengangkat mukanya.
"Yang Mulia menerima surat tuntutan uang tebusan tadi pagi. Surat itu diketik
dengan mesin tik Corona yang baru. Stempel posnya di Portsmouth. Tapi itu pasti
hanya tipuan saja." "Di mana dan bagaimana?" tanya Adam.
232 "Di persimpangan jalan, dua mil di sebelah utara Alderton Priors. Daerah itu
adalah daerah rawa-rawa yang gersang. Amplop yang berisi uang harus ditaruh di
bawah batu yang ada di balik kotak penangkis serangan udara yang ada di sana
pada pukul dua subuh besok."
"Berapa?" "Dua puluh ribu." Dia menggeleng. "Kedengarannya ini karya amatir saja."
"Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Bu Bulstrode.
Inspektur Kelsey memandang kepadanya. Dia kini merupakan seorang pria yang
berbeda. Dia seakan-akan diselubungi oleh sehelai jubah kedinasan.
"Ini bukan tanggung jawab saya, Bu," katanya. "Kami punya metode-metode kami
sendiri." "Saya harap metode-metode itu membawa hasil," kata Bu Bulstrode.
"Seharusnya mudah saja," kata Adam.


Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena karya amatir?" tanya Bu Bulstrode, mengulangi perkataan yang mereka
gunakan tadi. "Saya ingin tahu..."
Kemudian dia berkata dengan tajam,
"Bagaimana dengan staf saya" Maksud saya yang masih ada sekarang" Bisakah saya
mempercayai mereka atau tidak?"
Waktu melihat Inspektur Kelsey bimbang, dia berkata lagi,
"Anda kuatir bahwa bila Anda mengatakan pada saya siapa yang tak dapat
dipercaya, saya akan menyatakannya dengan sikap saya terhadapnya. Anda keliru.
Saya tidak akan begitu."
"Saya juga berpikir Anda tidak akan begitu," kata Kelsey. "Tapi saya tak boleh
berbuat seenak saya. 233 Namun dilihat secara sepintas, kelihatannya tak ada seorang pun di antara staf
Anda yang mungkin merupakan orang yang sedang kita cari. Artinya sejauh hasil
pemeriksaan kami terhadap mereka. Kami telah menaruh perhatian khusus terhadap
mereka yang masih baru dalam semester ini yaitu Mademoiselle Blanche, Bu ?Springer, dan sekretaris Anda, Nona Shapland. Masa lampau Nona Shapland benar-
benar meyakinkan. Dia putri seorang pensiun-an jenderal, katanya pekerjaannya di
tempat ia bekerja dahulu selalu memuaskan dan bekas majikan-majikannya
memberikan jaminan. Lagi pula dia punya alibi untuk kemarin malam. Waktu Bu
Vansittart terbunuh, Nona Shapland sedang berada befsama seorang pria bernama
Tuan Dennis Rathbone di sebuah kelab malam. Mereka berdua dikenal baik di tempat
itu, dan Tuan Rathbone punya kepribadian yang baik. Masa lampau Mademoiselle
Blanche sudah dicek pula. Dia pernah mengajar di sebuah sekolah di Inggris Utara
dan pada dua buah sekolah di Jerman, dan telah diberi surat-surat keterangan
yang baik sekali. Kata orang dia seorang guru yang jempolan."
"Menurut penilaian kami tidak," dengus Bu Bulstrode.
"Masa lampaunya di Prancis telah dicek pula. Mengenai Bu Springer, nampaknya
tidak begitu meyakinkan. Dia memang telah mendapat pendidikan di tempat yang
dikatakannya, tapi sejak itu ada beberapa masa kosong dalam pekerjaannya yang
tak bisa diterangkan dengan jelas."
"Namun, karena dia telah terbunuh," sambung Inspektur, "dirinya menjadi bersih."
234 "Saya sependapat," kata Bu Bulstrode datar, "bahwa baik Bu Springer maupun Bu
Vansittart harus kita bebaskan dari kecurigaan. Marilah kita berbicara yang
masuk akal. Apakah Mademoiselle Blanche, dengan latar belakangnya yang tak
bernoda itu, tetap merupakan orang yang dicurigai hanya karena dia masih hidup?"
"Mungkin saja dia yang melakukan kedua pembunuhan itu. Dia berada di sini, dalam
gedung ini, kemarin malam," kata Kelsey. "Katanya dia pergi tidur sore-sore dan
langsung tertidur serta tidak mendengar apa-apa sampai tanda bahaya dibunyikan.
Tak ada bukti mengenai keadaan sebaliknya. Kita tak punya tuduhan apa-apa
terhadap dia. Tapi Bu Chadwick mengatakan dengan yakin bahwa dia orang yang
licik." Bu Bulstrode menyatakan dengan isyarat bahwa ia tak sabar dan bahwa ia tak
percaya akan hal itu. "Bu Chadwick selalu beranggapan bahwa guru-guru bahasa Prancis licik. Dia memang
benci pada mereka." Bu Bulstrode memandang Adam. "Bagaimana pendapat Anda}"
"Saya rasa dia suka mengintai," kata Adam perlahan-lahan. "Mungkin itu hanya
suatu rasa ingin tahu yang wajar saja. Mungkin pula sesuatu yang lebih dari itu.
Saya tak bisa memastikan. Menurut penglihatan saya dia bukan seorang pembunuh,
tapi bagaimana kita bisa tahu?"
"Itulah soalnya," kata Kelsey. "Di sini ada seorang pembunuh, seorang pembunuh
berdarah dingin yang telah dua kali membunuh tapi sulit sekali untuk menduga ?bahwa dia adalah salah seorang dari staf guru. Bu Johnson sedang berada bersama
dengan adik perempuannya di Limeston on Sea
235 kemarin malam, lagi pula dia sudah tujuh tahun bekerja bersama Anda. Bu Chadwick
sudah bersama Anda sejak Anda mulai. Bagaimanapun juga, mereka berdua bebas dari
tuduhan atas kematian Bu Springer. Bu Rich sudah setahun bekerja pada Anda dan
kemarin malam sedang menginap di Hotel Alton Grange, yang dua puluh mil jauhnya
dari sini, Bu Blake sedang berada bersama teman-temannya di Littleport, Bu Rowan
sudah setahun bekerja untuk Anda dan mempunyai riwayat hidup yang baik. Mengenai
pelayan-pelayan Anda, terus terang saya tak bisa melihat seorang pun pembunuh di
antara mereka. Apalagi, mereka itu semua orang-orang sini...."
Bu Bulstrode mengangguk dengan senang.
"Saya sependapat sekali dengan pemikiran Anda. Tak banyak lagi yang tinggal,
bukan" Jadi..." dia berhenti sebentar lalu melihat kepada Adam dengan pandangan
menuduh. "Jadi kelihatannya tak bisa lain dari Anda"
? Ternganga mulut Adam karena terkejut.
"Anda berada di tempat," katanya. "Anda bebas datang dan pergi.... Anda punya
kisah yang bagus untuk menjelaskan kehadiran Anda di sini. Latar belakang Anda
pun baik, tapi Anda mungkin seorang pengkhianat."
Kesadaran Adam pulih kembali.
"Sungguh, Bu Bulstrode," katanya dengan rasa kagum, "saya angkat topi untuk
Anda. Anda memikirkan segala-galanyal"
II "Astaga!" seru Nyonya Sutcliffe ketika mereka sedang sarapan. "Henry!"
236 Nyonya Sutcliffe baru saja membuka surat kabar.
Di meja yang besar itu hanya ada dia dan suaminya, karena tamu-tamu mereka yang
menginap di situ selama akhir pekan belum muncul untuk sarapan.
Tuan Sutcliffe, yang telah membuka surat kabarnya pada halaman keuangan dan
sedang asyik membaca tentang kecenderungan-kecenderungan saham yang tak dapat
diramalkan, tidak menyahut.
"HenryV Panggilan yang nyaring itu baru terdengar olehnya. Dia mengangkat wajahnya
dengan terkejut. "Ada apa, Joan?"
"Ada apa" Nih, suatu pembunuhan lagi! Di Meadowbank! Di sekolah Jennifer."
"Apa" Bawa kemari, coba kubacal"
Tanpa mempedulikan pernyataan istrinya bahwa berita itu ada juga dalam surat
kabar yang sedang dibacanya, Tuan Sutcliffe menjangkau ke seberang meja dan
merebut koran itu dari genggaman istrinya.
"Bu Eleanor Vansittart... Pavilyun Olahraga... di tempat yang sama di mana Bu
Springer, guru olahraga itu... hm... hm...."
"Aku rasanya tak bisa percaya!" ratap Nyonya Sutcliffe. "Meadowbank. Sekolah
yang begitu terpilih. Putri-putri bangsawan, anak orang-orang kaya ada di
sana "?Tuan Sutcliffe meremas-remas koran itu lalu melemparkan ke meja.
"Cuma ada satu hal yang harus kita lakukan," katanya. "Kau segera pergi ke sana
dan keluarkan Jennifer dari sana."
"Maksudmu, bawa dia kembali untuk selamanya?"
?"Begitulah maksudku."
237 "Apakah kaupikir tindakan itu tidak terlalu drastis" Padahal Rosamond dulu sudah
begitu baik dan berusaha supaya Jennifer bisa diterima di sekolah itu?"
"Kau tidak akan merupakan satu-satunya ibu yang membawa pergi putrinya!
Meadowbank yang hebat itu akan segera punya banyak tempat kosong."
"Aduh, Henry, begitukah pikiranmu?"
"Ya, begitulah. Ada sesuatu yang sama sekali tak beres di sana. Jemput Jennifer
hari ini juga." "Ya tentu kurasa kau benar. Lalu apa yang akan kita perbuat dengan dia?"? ?"Masukkan saja dia ke sebuah sekolah menengah modern yang tak jauh dari sini. Di
sana tidak akan ada pembunuhan-pembunuhan."
"Ah, Henry, bisa saja ada. Tak ingatkah kau" Di sebuah sekolah di mana seorang
anak laki-laki menembak guru ilmu-ilmu sosialnya. Berita itu tercantum dalam
News Of The World minggu yang lalu."
"Aku bingung, mau jadi apa Inggris ini," keluh Tuan Sutcliffe.
Dengan kesal dilemparkannya serbetnya ke atas meja lalu berjalan ke luar kamar
makan. III Adam sedang sendirian dalam Pavilyun Olahraga.... Tangannya yang cekatan membolak-
balik isi lemari-lemari kecil. Sebenarnya tak mungkin dia akan menemukan sesuatu
kalau polisi sudah gagal, namun bagaimanapun juga kita tak bisa yakin.
Sebagaimana 238 kata Kelsey, teknik kerja setiap departemen berlainan.
Apakah yang menghubungkan bangunan modern yang mahal ini dengan pembunuhan
mendadak dan kejam" Gagasan mengenai kemungkinan adanya pertemuan empat mata
sudah tidak diperhitungkan lagi. Tak seorang pun akan mau mengadakan pertemuan
empat mata untuk kedua kalinya di tempat yang sama, di mana pembunuhan telah
terjadi. Maka kembalilah dia pada pemikiran bahwa ada sesuatu di sini yang
dicari oleh seseorang. Tak mungkin sebuah kotak berisi barang-barang perhiasan.
Hal itu tak mungkin. Tak mungkin ada tempat-tempat rahasia yang tersembunyi,
laci-laci palsu atau kotak alat pertukangan dan sebagainya. Sedangkan isi
lemari-lemari kecil itu sendiri bukan main sederhananya. Masing-masing lemari
ada rahasianya, tetapi rahasia-rahasia itu adalah rahasia kehidupan sekolah.
Foto-foto bintang kesayangan dengan pakaian minim, rokok, dan kadang-kadang
novel tipis murahan. Secara khusus dia kembali ke lemari Shaista. Waktu sedang
membungkuk di situlah, Bu Vansittart terbunuh. Apa yang diharapkan Bu Vansittart
akan bisa ditemukannya di situ" Adakah dia menemukannya" Apakah pembunuhnya
telah merampasnya dari tangannya setelah dia meninggal, lalu menyelinap keluar
dari bangunan itu tepat pada waktunya sehingga tidak ketahuan oleh Bu Chadwick"
Kalau memang demikian, tak ada gunanya lagi mencari di sini. Apa pun benda itu,
kini sudah tak ada lagi. Bunyi langkah-langkah kaki di luar menyadarkannya dari renungannya. Dia bangkit
lalu menyalakan 239 sebatang rokok waktu Julia Upjohn muncul di ambang pintu dengan agak ragu-ragu.
"Adakah sesuatu yang Anda inginkan, Nona?" tanya Adam.
"Aku sebenarnya ingin mengambil raket tenisku."
"Silakan," kata Adam. "Agen polisi itu menyuruh saya tetap di sini," dia
menjelaskan dengan berbohong. "Dia harus kembali sebentar ke pos polisi untuk
sesuatu. Saya disuruhnya menjaga di sini sementara dia pergi."
"Untuk melihat kalau-kalau dia kembali, kurasa ya?" kata Julia.
"Agen polisi itu maksud Anda'"
"Bukan, maksudku pembunuh itu. Biasanya mereka kembali, bukan" Kembali ke tempat
kejadian. Mereka merasa perlu! Itu suatu keharusan."
"Mungkin Anda benar," kata Adam. Dia memandang ke tempat di mana raket-raket
berjajar-jajar berdesakan. "Yang mana kepunyaan Anda?"
"Di bawah penunjuk yang berhuruf U," kata Julia. "Tepat di ujung kanan. Nama
kami ada pada raket itu semua," dijelaskannya, sambil menunjuk ke plester waktu
Adam menyerahkan raketnya.
"Sudah lama dipakai," kata Adam. "Tapi dulu pasti merupakan raket yang baik."
"Bisakah menolong mengambilkan kepunyaan Jennifer Sutcliffe sekalian?" pinta
Julia. "Baru," kata Adam memuji, sambil memberikannya pada Julia.
"Baru sekali," kata Julia. "Baru dikirimi bibinya beberapa hari yang lalu."
"Gadis beruntung dia."
240 "Dia memang pantas punya raket yang baik. Dia pandai sekali main tenis.
Backhand-nyz makin bertambah bagus dalam semester ini." Gadis itu memandang ke
sekelilingnya. "Apakah menurut kau dia akan kembali}"
Beberapa saat lamanya Adam harus memahami pertanyaan itu.
"Oh, pembunuh itu" Tidak, saya rasa tidak akan. Agak berbahaya, bukan?"
"Apakah menurut kau para pembunuh merasa harus kembali?"
"Tidak, kecuali kalau mereka merasa telah meninggalkan sesuatu."
"Maksudmu sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk" Aku ingin menemukan suatu
petunjuk. Apakah polisi sudah menemukan suatu petunjuk?"
"Mereka tak mau menceritakannya pada saya."
"Tentu tidak. Apakah kau suka peristiwa-peristiwa kriminal?"
Gadis itu melihat kepada anak muda tersebut dengan pandangan bertanya. Adam
membalas pandangan itu. Belum terbayang kematangan seorang wanita pada gadis
itu. Dia pasti seumur dengan Shaista, tetapi matanya hanya mengandung pertanyaan
yang menarik hatinya. "Yah saya rasa sampai pada titik tertentu^kita semua tertarik."? ?Julia mengangguk membenarkan.
"Ya, kurasa juga begitu.... Aku bisa mengkhayalkan bermacam-macam
penyelesaian tapi kebanyakan di antaranya terlalu dicari-cari. Namun itu tetap
?menyenangkan." "Anda tak senang pada Bu Vansittart, ya?"
241 "Aku tak pernah terlalu memikirkan dia. Dia tak apa-apa. Hampir sama dengan
Bull Bu Bulstrode tapi tidak pula sama benar. Dia lebih mirip seorang pemain ? ?cadangan di panggung. Aku tidak bermaksud bahwa kematiannya itu menyenangkan.
Aku merasa sedih akan kejadian itu."
Gadis itu keluar sambil membawa kedua buah raket tadi.
Adam tinggal dan tetap memandang ke sekeliling Pavilyun Olahraga itu.
"Apa gerangan yang telah terjadi di sini?" gumamnya sendiri.
IV "Ya, Tuhan," kata Jennifer, dengan membiarkan pukulan bola forehand Julia
berlalu begitu saja. "Itu Mama!"
Kedua gadis itu berpaling memandangi sosok Nyonya Sutcliffe yang kelihatan penuh
semangat, diiringkan oleh Bu Rich. Sebentar saja mereka sudah tiba ke dekat
kedua gadis itu, dan Nyonya Sutcliffe berbicara sambil menggerak-gerakkan
tangannya. "Kurasa ada keributan lagi," kata Jennifer dengan tenang. "Gara-gara pembunuhan
itu. Kau beruntung, Julia, karena ibumu sedang dalam perjalanan naik bis di
daerah Kaukasia." "Masih ada Bibi Isabel."
"Para bibi tidak terlalu peduli."
"Halo, Mama," tambahnya, waktu Nyonya Sutcliffe makin dekat.
"Kau harus mengemasi barang-barangmu, Jennifer. Aku akan membawamu pulang."
"Pulang?" 242 "Ya." "Tapi maksud Mama kan tidak untuk selamanya?" "Ya, untuk selamanya."
"Tapi tak bisa sungguh, Ma. Permainan tenis saya sedang maju-majunya. Saya
?berharap akan dapat memenangkan pertandingan-pertandingan tunggal, dan berdua
dengan Julia saya akan bisa memenangkan yang dobel, meskipun itu belum pasti."
"Kau ikut aku pulang hari ini."
"Mengapa?" "Jangan banyak bertanya."
"Saya rasa karena Bu Springer dan Bu Vansittart telah terbunuh. Tapi tak ada
orang yang membunuh salah seorang siswi. Saya yakin mereka tidak akan mau. Dan
tiga minggu lagi Hari Olahraga. Saya rasa, saya akan bisa memenangkan lompat
jauh dan saya juga punya harapan baik untuk lari gawang."
"Jangan membantah, Jennifer. Kau ikut pulang dengan aku hari ini. Ayahmu yang
memerintahkan." "Tapi, Mama..."
Sambil terus membantah, Jennifer berjalan di sisi ibunya ke arah gedung sekolah.
Tiba-tiba dia memisahkan diri lalu berlari kembali ke lapangan tenis.
"Selamat tinggal, Julia. Kelihatannya Mama tak bisa dibantah lagi. Dan agaknya
ayahku juga. Memuakkan sekali, ya" Selamat tinggal. Aku akan menulis surat
kepadamu." "Aku juga akan menulis surat kepadamu dan menceritakan semuanya yang terjadi."
"Kuharap mereka tidak membunuh Chaddy berikutnya. Aku lebih suka kalau
Mademoiselle Blanche, kau juga, kan?"
243 "Ya. Kita akan senang sekali kalau dia tak ada. Ngomong-ngomong, apakah kaulihat
betapa marahnya Bu Rich?"
"Dia tak mau bicara sepatah pun juga. Dia marah sekali Mama datang menjemputku."
"Mungkin dia akan mencoba menghalanginya. Dia paling suka memaksa, bukan" Tidak
seperti yang lain." "Dia membuatku teringat akan seseorang," kata Jennifer.
"Kurasa dia tak mirip siapa pun. Dia selalu kelihatan lain dari yang lain."
"Oh, ya. Dia selalu lain. Maksudku penampilannya. Tapi orang yang kulihat itu
agak gemuk." "Aku tak bisa membayangkan Bu Rich bertubuh gemuk."
"Jennifer...." panggil Nyonya Sutcliffe.
"Aku benar-benar merasa orang tua maunya mengatur," kata Jennifer dengan marah."
Ribut, ribut terus. Tak ada sudahnya. Aku benar-benar menganggap kau beruntung
karena..." "Aku tahu. Kau sudah mengatakannya tadi. Tapi sekarang ini baik kukatakan
sesuatu padamu, aku ingin agar Mama berada agak dekat, dan tidak berada di bis
di Anatolia."

Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jennifer...." "Saya datang...."
Julia berjalan perlahan-lahan ke arah Pavilyun Olahraga. Langkahnya makin lama
makin lambat dan akhirnya dia berhenti sama sekali. Dia berdiri sambil
mengerutkan alisnya, dia tenggelam dalam pikirannya.
Lonceng makan siang berbunyi, tapi dia hampir tidak mendengarnya. Dia terus
memandangi raket 244 yang sedang dipegangnya, dia melangkah satu-dua tindak lagi di sepanjang jalan
setapak itu, lalu berbalik dan melangkah dengan yakin ke arah gedung sekolah.
Dia masuk melalui pintu depan, yang sebenarnya dilarang, dan dengan demikian dia
bisa menghindarkan pertemuan dengan siswi-siswi yang lain. Lorong gedung sekolah
kosong. Dia berlari naik ke kamar tidurnya yang kecil, memandang sekelilingnya
dengan tergesa-gesa, kemudian sambil mengangkat kasurnya dimasukkannya raket itu
ke bawahnya. Setelah itu cepat-cepat dia melicinkan rambutnya lalu berjalan
dengan tenang menuruni tangga ke ruang makan.
245 17. Gua Aladin Malam itu para siswi masuk ke kamar tidur lebih tenang daripada biasanya. Salah
satu alasannya ialah karena jumlah mereka sudah banyak berkurang. Sekurang-
kurangnya tiga puluh orang sudah pulang. Reaksi para siswi berbeda-beda, sesuai
dengan pembawaan masing-masing. Ada yang kacau, ada yang ribut, dan banyak pula
yang cekikikan, yang sebenarnya untuk menutupi kegugupannya sendiri. Ada pula
beberapa yang hanya diam-diam saja dan merenung.
Julia Upjohn naik dengan tenang dalam rombongan siswi yang pertama. Dia masuk ke
dalam kamarnya lalu menutupnya. Dia masih berdiri mendengarkan bisik-bisik,
suara-suara tawa cekikikan, langkah-langkah kaki, dan ucapan selamat tidur.
Kemudian segalanya diselimuti kesepian atau hampir sepi. Suara-suara samar ?menggema di kejauhan, dan langkah-langkah kaki hilir-mudik ke dan dari kamar
mandi. Pintunya tak punya kunci. Julia menyandarkan sebuah kursi pada pintu itu, dengan
mengganjalkan bagian atasnya pada pegangan pintu. Dengan begitu dia akan tahu
bila ada seseorang yang berniat masuk. Tapi rasanya tak mungkin ada seseorang
yang berniat masuk. Para siswi dilarang keras memasuki kamar temannya, dan satu-
satunya guru yang boleh masuk
246 hanyalah Bu Johnson, bila salah seorang siswi sakit atau merasa dirinya tak
sehat. Julia menuju tempat tidurnya, diangkatnya kasurnya lalu meraba-raba ke bawahnya.
Ditariknya ke luar raket itu lalu berdiri sebentar sambil memeganginya. Dia
telah memutuskan untuk memeriksanya sekarang juga dan tidak akan menundanya
lagi. Cahaya lampu kamarnya yang kelihatan dari celah pintu sebelah bawah akan
menarik perhatian orang, padahal semuanya sudah harus dipadamkan. Sekarang masih
wajar ada cahaya untuk berganti pakaian dan membaca sebentar di tempat tidur
sampai pukul setengah sebelas kalau mau.
Dia masih berdiri menatap raket itu. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang
tersembunyi dalam sebuah raket tenis"
"Tapi pasti ada," kata Julia sendiri. "Pasti ada. Percobaan pencurian di rumah
Jennifer, wanita yang datang dengan kisah bohong tentang sebuah raket baru...."
Hanya Jennifer yang mau mempercayai kata-kata itu, pikir Julia dengan mencemooh.
Padahal sebenarnya itu adalah "lampu baru yang ditukar dengan lampu lama", dan
seperti dalam kisah Aladin, itu berarti bahwa ada sesuatu yang luar biasa pada
raket tenis ini. Jennifer dan julia tak pernah menceritakan pada siapa pun juga
bahwa mereka telah bertukar raket atau sekurang-kurangnya dia sendiri tak
?pernah menceritakannya. Jadi kalau begitu, inilah raket yang dicari-cari orang di Pavilvun Olahraga itu.
Dan terserah padanyalah untuk mencari tahu mengapal Diperiksanya dengan teliti
benda itu. Tak ada sesuatu yang
247 luar biasa kelihatannya. Raket itu cukup baik mutunya, namun agak kurang enak
kalau dipakai, tetapi setelah diganti.senarnya bisa digunakan lagi. Jennifer
mengeluh mengenai keseimbangannya.
Satu-satunya tempat orang bisa menyembunyikan sesuatu pada sebuah raket tenis
adalah pada gagangnya. Orang bisa melubangi gagang itu untuk menjadikannya
tempat menyembunyikan sesuatu, pikirnya. Kedengarannya memang terlalu dicari-
cari, tapi itu mungkin. Dan bila gagang itu sudah dikutik-kutik, itu memang akan
mengganggu keseimbangannya.
Pada gagang raket itu terdapat sebuah bulatan dari kulit yang ada tulisannya
yang sudah pudar. Itu tentu hanya ditempelkan begitu saja. Bagaimana bila itu
dicabut orang" Julia duduk di meja hiasnya dan mengutak-ngutiknya dengan sebuah
pisau lipat, akhirnya dia berhasil mencabut kulit itu. Di dalamnya terdapat
sebilah kayu bulat yang tipis. Kavu itu kelihatannya tidak wajar. Di
sekelilingnya terdapat sambungan. Julia membenamkan pisau lipatnya. Mata pisau
itu terbengkok. Gunting kuku akan lebih baik. Akhirnya dia berhasil mengeluarkan
bilah kayu itu. Kini tampak suatu bahan yang warnanya campuran antara merah dan
biru. Julia mengorek-ngoreknya. Itu rupanya plastik lembek yang bisa dibentuk-
bentuk\ Bahan itu disebut plasticine. Tetapi gagang tenis tak biasanya berisi
plasticine. Bahan itu membungkus sesuatu. Sesuatu yang rasanya seperti
sekumpulan kancing atau batu-batu kerikil.
Dia mengorek plasticine itu terus dengan tekun.
Sesuatu terguling di atas meja kemudian satu lagi. Kemudian menjadi setumpuk.?248
Julia tersandar dan terengah.
Dia hanya bisa menatap saja....
Api berkilauan, merah dan hijau dan biru tua dan putih cerah....
Pada saat itu Julia tumbuh menjadi wanita dewasa. Dia bukan lagi seorang anak.
Dia telah menjadi seorang wanita. Seorang wanita yang melihat batu-batu
permata____ Segala macam angan-angan berputar-putar di kepalanya. Gua Aladin.... Marguerite
dengan kotak permatanya.... (Baru minggu yang lalu mereka diajak ke Covent Garden
untuk mendengarkan kisah Faust).... Permata pembawa mala petaka... berlian pembawa
harapan.... Kisah-kisah cinta dirinya sendiri memakai gaun beludru hitam dengan
?kalung yang berkilauan melingkari lehernya....
Dia duduk saja dengan rasa senang dan penuh angan-angan.... Digenggamnya batu-batu
itu dalam tangannya lalu dibiarkannya berjatuhan di antara jari-jarinya bagaikan
lidah api yang mengalir, suatu arus gemerlapan yang memberikan rasa senang
bercampur kagum. Kemudian sesuatu, mungkin suatu bunyi yang halus sekali, menyadarkan dirinya.
Dia lalu berpikir, menggunakan akal sehatnya, untuk menentukan apa yang harus
diperbuatnya. Bunyi yang halus itu telah membuatnya takut. Dirangkumnya batu-
batu permata itu, dibawanya ke wastafel lalu dimasukkannya ke dalam kantung
tempat sepon pembasuh, sepon pembasuh dan sikat kukunya dijejalkannya pula
dengan paksa di atasn** a. Kemudian dia kembali ke raket itu, dimasukkanm a
plasticine ke tempatnya semula, bulatan kayu tadi dijejalkannya juga dan di
atasnya direkatkannya 249 bulatan kulit tadi. Kelihatannya agak menonjol ke atas, tapi dia bisa
mengatasinya dengan menempelkan plester secara terbalik dalam potongan-potongan
kecil, lalu baru menekankan kulit penutupnya di atasnya.
Dia berhasil. Raket itu kelihatan dan terasa seperti semula lagi, beratnya
hampir-hampir tak berubah rasanya. Dipandanginya lagi raket itu lalu
dilemparkannya sembarangan ke kursi.
Dia melihat ke tempat tidurnya, kasurnya terpasang rapi dan siap ditiduri.
Tetapi dia tidak mengganti pakaiannya. Dia duduk memasang telinga. Apakah itu
bunyi langkah orang di luar"
Tanpa disadarinya tiba-tiba dia merasa takut. Dua orang sudah terbunuh. Bila
seseorang tahu apa yang telah ditemukannya, dia pun akan dibunuh pula.
Dalam kamar itu terdapat lemari kecil berlaci-laci yang agak berat, yang terbuat
dan kayu ek. Dia berhasil menyeret lemari itu ke depan pintunya. Sambil berbuat
demikian dia mengharap, alangkah baiknya bila Meadowbank punya kebiasaan untuk
memberikan anak kunci pada setiap pintu. Dia pergi ke jendela, ditutupnya lubang
angin di atas jendela itu lalu dipasangnya selotnya. Di dekat jendela itu tak
ada pohon dan tak ada tanaman rambat. Dia tak yakin kalau ada orang yang bisa
masuk melalui jendela itu, tapi dia tak mau menyerah begitu saja.
Dia melihat ke jamnya yang kecil. Pukul setengah sebelas. Dia menarik napas
panjang lalu memadamkan lampunya. Tak seorang pun boleh tahu bahwa ada sesuatu
yang luar biasa. Disingkapkannya sedikit gorden jendelanya. Bulan sedang purnama
dan dia bisa melihat pintu dengan jelas. Lalu dia duduk di tepi
250 tempat tidurnya. Dia memegang sepatu terberat yang dimilikinya.
"Bila ada seseorang mencoba masuk," pikirnya, "aku akan membuat ribut di dinding
sekuat-kuatnya. Mary King tidur di sebelah dan keributan itu pasti akan
membangunkannya. Aku juga akan berteriak sekuat-kuatnya. Kemudian, bila banyak?orang datang, akan kukatakan bahwa aku telah bermimpi buruk. Semua orang bisa
punya mimpi buruk setelah mengalami segala sesuatu yang terjadi di sini."
Dia duduk saja dan waktu pun berlalu. Lalu didengarnya bunyi langkah-langkah
?kaki perlahan di lorong. Didengarnya langkah itu berhenti di depan pintunya.
Berhenti lama, lalu dilihatnya gagang pintunya bergerak perlahan.
Akan berteriakkah dia" Belum.
Pintu didorong hanya sedikit saja, tetapi tertahan oleh lemari kecil berlaci-
?laci itu. Hal tersebut pasti membuat orang yang berada di luar itu heran
Berhenti lagi, lalu terdengar ketukan, suatu ketukan halus dan perlahan sekali,
di pintu. J ulia menahan napasnya. Berhenti lagi, kemudian ketukan itu terdengar
lagi tapi masih tetap halus.
?"Aku tidur," kata Julia pada dirinya sendiri. "Aku tak mendengar apa-apa."
Siapa yang datang dan mengetuk pintunya di tengah malam" Bila dia adalah
seseorang yang berhak mengetuk, dia tentu akan memanggil, menggoncang-goncang
gagang pintu dan membuat ribut. Tapi orang ini merasa tak boleh membuat
keributan.... Lama Julia duduk saja. Ketukan itu tak terulang, gagangnya diam tak bergerak.
Namun Julia tetap duduk dengan tegang dan waspada.
251 Lama dia duduk begitu. Dia sendiri tak tahu berapa lama kemudian baru dia
tertidur. Lonceng sekolah yang akhirnya membangunkannya, dalam keadaan terbaring
meringkuk tak nyaman di tepi tempat tidurnya hingga tubuhnya terasa kaku.
II Setelah sarapan para siswi naik lagi ke lantai atas untuk memberesi tempat tidur
mereka, kemudian turun kembali untuk berdoa bersama di aula utama, dan akhirnya
berpencar-pencar .ke kelas masing-masing.
Pada kesibukan yang terakhir itulah, waktu para siswi bergegas ke berbagai arah,
Julia masuk ke sebuah kelas lalu keluar melalui sebuah pintu di sebelah lain.
Dia menggabungkan diri dengan suatu kelompok yang bergegas menuju ke belakang
bangunan. Kemudian dia bersembunyi di balik rumpun rhododendron, lalu mengendap-
endap ke tempat-tempat yang tak terlihat dan akhirnya tiba di dekat tembok
halaman. Di sana tumbuh sebatang pohon jeruk yang lebat, yang cabang-cabangnya
hampir menventuh tanah. Dengan mudah Julia memanjat pohon itu, karena memang
sejak kecil dia biasa memanjat. Dia duduk bersembunyi di dahan yang berdaun
lebat sambil sekali-sekali melihat ke arlojinya. Dia yakin bahwa untuk sementara
orang tidak akan merasa kehilangan dia. Keadaan sedang kacau, dua orang guru
sudah terbunuh dan lebih dan separuh siswi telah pulang. Itu berarti bahwa semua
pelajaran harus disusun kembali, jadi tidak akan ada seorang pun yang merasakan
ketidakhadiran Julia 252 Upjohn sampai waktu makan siang, sedang menjelang waktu itu...
Julia melihat ke arlojinya lagi. Dia merangkak dengan mudahnya dari pohon ke
permukaan tembok, dia duduk mengangkangi tembok itu lalu menjatuhkan diri dengan
mulus ke sisi lain. Beberapa ratus meter dari situ ada sebuah halte dan sebuah
bis akan tiba beberapa menit lagi. Bis datang tepat pada waktunya, dan Julia
menyetopnya lalu masuk ke bis itu. Dikeluarkannya sebuah topi laken dari saku
baju katunnya lalu dipasangnya di kepalanya. Rambutnya kini agak kusut. Dia
turun di stasiun lalu naik kereta api ke London.
Dalam kamarnya dia telah meninggalkan sepucuk surat pendek untuk Bu Bulstrode
yang disandarkan di wastafelnya.
Bu Bulstrode yang terhormat,
Saya tidak diculik, tidak pula melarikan diri, jadi janganlah Ibu kuatir. Saya
akan kembali secepat mungkin.
Hormat saya, julia Upjohn
III Di Whitehouse Mansions nomor 228, George, penjaga pintu merangkap pelayan
Hercule Poirot yang tak bercacat, membukakan pintu dan merasa heran melihat
seorang gadis sekolah yang berwajah kotor.
"Bolehkah saya bertemu dengan M. Hercule Poirot?"
253 Agak lama baru George menyahut. Dia menganggap tamu itu tak diharapkan.
"Tuan Poirot tak pernah menerima siapa pun tanpa janji lebih dulu," katanya.
"Saya rasa saya tak punya waktu untuk membuat janji lebih dulu. Saya benar-benar
harus bertemu dengannya sekarang juga. Ini soal mendesak. Mengenai beberapa
pembunuhan dan perampokan dan semacamnya."
"Coba saya tanyakan dulu," kata George, "apakah Tuan Poirot mau bertemu dengan
Anda?" Gadis itu ditinggalkannya di lorong rumah dan dia masuk untuk berbicara dengan
majikannya. "Seorang gadis bangsawan ingin bertemu dengan Anda, Tuan. Katanya mengenai soal
yang mendesak." "Sudah kukatakan," kata Hercule Poirot. "Tak semudah itu aku mengatur waktu."
"Sudah saya katakan itu padanya, Tuan."
"Bagaimana gadis bangsawan itu?"
"Yah, lebih tepat dikatakan bahwa dia masih gadis kecil, Tuan."
"Seorang gadis kecil" Seorang gadis bangsawan" Yang mana yang benar, George"
Keduanya itu tak sama."
"Saya rasa Anda tak mengerti maksud saya, Tuan. Menurut saya, dia masih seorang
gadis kecil masih anak sekolah, maksud saya. Tapi meskipun gaunnya kotor dan ?robek pula, dia sebenarnya seorang gadis bangsawan."
"Suatu istilah sosial. Aku mengerti."
"Dan dia ingin bertemu dengan Anda sehubungan dengan beberapa pembunuhan dan
perampokan." Alis Poirot naik. 254 "Beberapa pembunuhan dan perampokan. Hebat. Persilakan gadis kecil itu atau
?gadis bangsawan itu masuk."
?Julia masuk ke dalam kamar itu dengan berani. Dia berbicara dengan sopan dan
wajar. "Apa kabar, M. Poirot" Saya Julia Upjohn. Saya rasa Anda kenal pada seorang
sahabat karib mama saya, Nyonya Summerhayes. Pada musim panas yang lalu kami
berlibur di tempatnya dan beliau banyak berbicara tentang Anda."
"Nyonya Summerhayes...." Pikiran Poirot melayang kembali ke sebuah desa yang
terletak di bukit. Di puncak bukit itu terletak sebuah rumah. Dia teringat akan
seraut wajah menarik yang berbintik-bintik hitam, sebuah sofa yang pernya sudah
rusak, anjing yang sangat banyak, dan hal-hal lain, baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan.
"Maureen Summerhayes," katanya. "Oh, ya."
"Saya memanggilnya Bibi Maureen, tapi dia sebenarnya bukan bibi saya. Beliau
menceritakan betapa hebatnya Anda dan bahwa Anda telah menyelamatkan seorang
laki-laki yang dipenjarakan karena membunuh. Dan waktu saya tak bisa lagi
berpikir apa yang harus saya lakukan dan siapa yang harus saya datangi, saya
teringat akan Anda."
"Saya merasa dihargai," kata Poirot serius.
Diambilkannya sebuah kursi untuk Julia.
"Nah, sekarang ceritakan pada saya," katanya. "Pelayan saya, George, mengatakan
bahwa Anda ingin minta nasihat saya mengenai perampokan dan beberapa
pembunuhan jadi lebih dari satu pembunuhan?"
?255 "Ya," kata Julia. "Bu Springer dan Bu Vansittart. Dan ada pula penculikan tapi
?saya rasa itu bukan urusan saya."
"Kau membuatku bingung," kata Poirot. "Di mana semua kejadian yang mendebarkan
itu terjadi?" "Di sekolah saya Meadowbank."?"Meadowbank," seru Poirot. "Oh," diulurkannya tangannya ke tempat di mana surat-
surat kabar tersusun rapi di sampingnya. Dibukanya sehelai dan dibacanya sekilas
halaman depannya, lalu dia mengangguk.
"Saya mulai mengerti," katanya. "Nah, sekarang ceritakan, Julia, ceritakan dari
awal." Julia menceritakan semua padanya. Kisahnya agak panjang dan lengkap tapi dia
?menceritakannya dengan jelas dengan sekali-sekali berhenti bila dia harus


Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?mengingat kembali sesuatu yang sudah dilupakannya.
Diakhirinya ceritanya dengan kejadian saat dia memeriksa raket tenis di kamar
tidurnya semalam. "Tahukah Anda, saya pikir kejadian ini sama dengan kisah Aladin yang menukarkan
?lampu baru untuk mendapatkan lampu yang tua dan saya yakin pasti ada sesuatu
?tentang raket tenis itu."
"Apakah memang ada?"
"Ada." Tanpa berpura-pura malu, Julia mengangkat roknya, digulungkannya pula kaki
celana pendek yang dipakainya di balik roknya, hampir sampai ke pahanya, lalu
tampaklah apa yang kelihatannya seperti semacam tapal berwarna abu-abu yang
dilem dengan plester di bagian atas kakinya.
Dilepaskannya kepingan-kepingan plester itu, sambil mengeluarkan suara kesakitan
"Aduh!", lalu 256 dilepaskannya tapal tadi. Kini Poirot melihat bahwa itu adalah sebuah bungkusan
yang terbungkus lagi dalam kantung sepon plastik yang berwarna abu-abu. Julia
membuka bungkusan itu dan tanpa kata-kata peringatan menuangkan setumpuk permata
yang berkilauan ke atas meja.
"Nom d'un nom d'un nom"* seru Poirot setengah berbisik dengan suara yang
mengandung rasa tak percaya.
Dirangkumnya permata-permata itu, lalu dibiarkannya seolah-olah mengalir melalui
jari-jarinya. "Nom d'un nom d'un nom! Semuanya asli. Murni!"
Julia mengangguk. "Saya yakin pasti asli. Kalau tidak, orang tentu tidak akan mau membunuh orang
lain tanpa alasan, bukan" Tapi saya bisa mengerti orang-orang sampai mau
membunuh karena barang-barang ini"
Dan tiba-tiba, seperti yang terjadi semalam, mata seorang wanita dewasa
memandang melalui mata anak kecil itu.
Poirot memandanginya dengan penuh perhatian lalu mengangguk.
"Ya kau mengerti kau merasakan daya tariknya. Di matamu barang-barang ini
? ?bukan lagi sekadar barang mainan yang indah berwarna-warni itu sebenarnya
?sayang." "Ini adalah permataV kata Julia dengan penuh kagum.
"Dan kaukatakan, kau menemukannya dalam raket tenis?"
* "Astaga, astaga!"
257 Julia menyelesaikan ceritanya.
"Sudah semuakah yang kauceritakan sekarang?"
"Saya rasa sudah. Mungkin di sana-sini saya telah menambah-nambah. Saya kadang-
kadang memang suka melebih-lebihkan. Jennifer, sahabat saya itu, sebaliknya.
Hal-hal yang sebenarnya sangat mendebarkan pun jadi terdengar membosankan kalau
dia yang menceritakannya." Dia memandang lagi ke tumpukan yang gemerlapan itu.
"M. Poirot, menurut Anda milik siapakah barang-barang itu sebenarnya?"
"Itu sulit sekali mengatakannya. Yang jelas bukan milikmu maupun milikku.
Sekarang kita harus memutuskan apa yang mesti kita lakukan selanjutnya."
Julia memandanginya dengan penuh harapan.
"Apakah kau menyerahkan persoalan ini ke dalam tanganku" Bagus."
Hercule Poirot menutup matanya.
Tiba-tiba dibukanya kembali matanya dan berkata tegas.
"Agaknya peristiwa ini membuatku tak bisa tinggal diam di kursiku saja, meskipun
itu yang kuinginkan. Harus ada aturan dan metodenya, tapi dalam kisahmu tadi tak
ada aturan dan metode. Itu disebabkan karena banyaknya benang-benang. Tapi
benang-benang itu semua menyatu dan bertemu di satu tempat, Meadowbank. Orang-
orang yang berbeda-beda, yang punya tujuan yang berbeda-beda, dan punya minat
yang berbeda-beda pula semuanya menyatu di Meadowbank. Maka aku pun harus ?pergi ke Meadowbank. Sedang kau sendiri mana ibumu?"
?"Mama sedang pergi ke Anatolia naik bis."
258 "Oh, ibumu pergi ke Anatolia naik bis. line man quait que ca"' Saya mengerti
benar mengapa dia berteman baik dengan Nyonya Summerhayes! Apakah kau senang
waktu berlibur di tempat Nyonya Summerhayes?"
"Oh, ya, saya senang sekali. Dia punya beberapa ekor anjing yang cantik-cantik."
"Anjing-anjing, ya, aku ingat benar."
"Anjing-anjing itu selalu keluar-masuk melalui jendela-jendela seperti dalam
?pertunjukan pantomim saja."
"Kau benar sekali! Lalu bagaimana dengan makanannya" Apakah kau suka juga
makanannya?" "Yah, kadang-kadang sih agak aneh-aneh," Julia mengakui
"Aneh, ya memang benar."
"Tapi Bibi Maureen pandai sekali membuat telur dadar yang enak sekali."
"Telur dadar buatannya memang enak sekali," suara Poirot terdengar senang. Dia
menarik napas panjang. "Kalau begitu Hercule Poirot tak hidup sia-sia," katanya, "akulah yang mengajar
Bibi Maureen-mu membuat telur dadar itu."
Dia mengangkat gagang telepon.
"Sekarang kita akan meyakinkan kepala sekolahmu bahwa kau selamat sekalimemberitahukan kedatanganku ke Meadowbank bersamamu."
"Beliau sudah tahu bahwa saya tak apa-apa. Saya sudah meninggalkan sepucuk surat
pendek yang menyatakan bahwa saya tidak diculik."
"Kelewatan amat! 259 "Biarpun begitu, beliau akan lebih tenang kalau kita meyakinkannya."
Beberapa lama kemudian dia dihubungkan, dan diberi tahu bahwa Bu Bulstrode yang
berbicara. "Oh, Bu Bulstrode" Nama saya Hercule Poirot. Bersama saya di sini ada seorang
siswi Anda, Julia Upjohn. Saya akan segera datang ke sana bersama dia. Dan
tolong bcritahukan kepada polisi yang sedang bertugas menangani perkara ini,
bahwa suatu bungkusan berisi barang-barang yang sangat berharga telah disimpan
di bank dengan aman."
Dia memutuskan pembicaraan lalu melihat kepada Julia.
"Kau mau siropl"
"Sirop apa?" tanya Julia ragu.
"Sirop buah-buahan. Aku punya sirop kismis, sirop frambus, groseille itu sirop ?kismis merah. Kau mau yang mana?"
Julia memutuskan untuk minum sirop kismis merah.
"Tapi bukankah permata-permata itu belum tersimpan di bank?" kata Julia.
"Sebentar lagi. Aku takut kalau ada yang ikut mendengarkan di Meadowbank, atau
tanpa sengaja mendengarkan percakapan tadi, atau diberi tahu. Sebaiknya mereka
menyangka bahwa barang-barang itu sudah ada di bank dan tidak ada padamu lagi.
Untuk mengambil permata-permata dari bank dibutuhkan waktu dan syarat-syarat
tertentu. Dan aku tak suka sesuatu terjadi atas dirimu, Nak. Kuakui bahwa aku
sangat menghargai keberanianmu dan akalmu yang panjang."
Julia merasa senang tapi malu.
260 18. Perundingan Hercule Poirot sudah bersiap-siap untuk menghadapi sikap dan prasangka buruk
yang picik dari seorang ibu kepala sekolah terhadap seorang pria asing yang
sudah berumur, yang memakai sepatu kulit yang lancip ujungnya dan berkumis
besar. Tapi dia heran karena ternyata tidak demikian halnya. Bu Bulstrode
menyambutnya dengan tenang dan sebagaimana mestinya. Poirot juga merasa senang
karena wanita itu ternyata tahu banyak tentang dia.
"Anda baik sekali, M. Poirot," katanya, "untuk segera menelepon dan
menghilangkan rasa kuatir kami. Soalnya tak ada yang tahu bahwa kau tak hadir
pada waktu makan siang, Julia," tambahnya sambil berpaling kepada gadis itu.
"Pagi ini banyak sekali siswi yang dibawa pulang, dan di meja makan terdapat
demikian banyak tempat kosong, hingga saya rasa orang bisa saja kehilangan
separuh dari seluruh siswi tanpa merasa cemas. Keadaannya sekarang sudah tak
wajar," katanya sambil berpaling lagi kepada Poirot. "Dapat saya yakinkan pada
Anda, bahwa kami belum pernah selengah ini. Setelah saya menerima telepon dari
Anda," lanjutnya, "saya pergi ke kamar Julia dan menemukan surat pendek yang
ditinggalkannya." "Saya tak ingin Anda menyangka bahwa saya diculik, Bu Bulstrode," kata Julia.
261 "Itu baik, tapi kurasa, Julia, seharusnya kauberi tahu aku tentang rencanamu
itu." "Saya pikir sebaiknya tidak," kata Julia, lalu tanpa disuruh, ditambahkannya,
"Les oreilles ennemies nous ecoutent."
"Agaknya Mademoiselle Blanche belum cukup memperbaiki ucapanmu," kata Bu
Bulstrode dengan tegas. "Tapi aku tidak mempersalahkan kau, Julia." Dari Julia
dia beralih pandang ke Poirot. "Nah, kalau bisa saya ingin mendengar apa yang
telah terjadi." "Izinkanlah saya lebih dulu," kata Hercule Poirot. Dia berjalan ke seberang
kamar, dibukanya pintu lalu melihat ke luar. Ditutupnya kembali pintu itu dengan
sikap berlebihan. Lalu dia kembali dengan wajah berseri-seri.
"Hanya kita bertiga," katanya dengan misterius. "Kita bisa melanjutkan."
Bu Bulstrode memandang Poirot, lalu melihat ke pintu, kemudian kembali lagi pada
Poirot. Alisnya terangkat. Poirot membalas pandangannya dengan tenang. Bu
Bulstrode mengangguk perlahan-lahan. Kemudian dengan sikap tegas dia berkata,
"Nah, Julia, coba ceritakan semuanya."
Julia langsung memulai kisahnya. Tentang pertukaran raket, tentang wanita yang
misterius itu. Dan akhirnya tentang apa yang ditemukannya dalam raket itu. Bu
Bulstrode menoleh kepada Poirot. Poirot mengangguk perlahan-lahan.
"Mademoiselle Julia telah menceritakan semuanya dengan benar," katanya. "Barang-
barang yang dibawanya kepada saya itu telah saya urus. Sudah disimpan dengan
aman di bank. Oleh karenanya,
*"Musuh selalu memasang telinga."
262 saya rasa Anda tak perlu kuatir akan terjadi suatu peristiwa yang tidak
menyenangkan di sini."
"Saya mengerti," kata Bu Bulstrode. "Ya, saya mengerti...." Beberapa saat lamanya
dia diam, lalu dia berkata, "Apakah menurut Anda tak apa-apa kalau Julia tetap
tinggal di sini" Ataukah akan lebih baik bila dia pergi ke rumah bibinya di
London?" "Aduh, izinkanlah saya tetap tinggal di sini," kata Julia.
"Kalau begitu kau senang di sini?" tanya Bu Bulstrode
"Saya mencintai tempat ini," kata Julia. "Apalagi di sini banyak sekali
kejadian-kejadian yang mendebarkan."
"Itu bukan keadaan yang biasa di Meadowbank," kata Bu Bulstrode datar.
"Saya rasa Julia tidak akan berada dalam bahaya sekarang," kata Hercule Poirot.
Dia memandang lagi ke pintu.
"Saya rasa, saya mengerti," kata Bu Bulstrode.
"Tapi meskipun demikian," kata Poirot, "harus ada batas-batas. Apakah kau
mengerti apa maksudku dengan batas-batas?" tambahnya, sambil memandang Julia.
"Maksud M. Poirot," kata Bu Bulstrode, "bahwa beliau menghendaki agar kau
menutup mulutmu mengenai apa yang telah kautemukan. Jangan bicarakan hal itu
dengan siswi-siswi lain. Bisakah kau menutup mulutmu?"
"Bisa," kata Julia.
"Memang bagus sekali untuk diceritakan pada teman-temanmu," kata Poirot,
"mengenai apa yang telah kautemukan dalam raket tenismu di tengah
263 malam itu. Tapi ada alasan-alasan penting mengapa lebih baik kalau kisah itu
tidak disebarluaskan."
"Saya mengerti," kata Julia.
"Bisakah kau kupercaya, Julia?" kata Bu Bulstrode.
"Ibu bisa percaya pada saya," kata Julia. "Demi Tuhan."
Bu Bulstrode tersenyum. "Kuharap ibumu kembali tak lama lagi," katanya.
"Mama" Oh, saya harap juga begitu."
"Saya dengar dari Inspektur Kelsey," kata Bu Bulstrode, "bahwa mereka sudah
berusaha untuk menghubunginya. Tapi malangnya," tambahnya, "bis-bis di Anatolia
sering kali ditunda tanpa alasan dan tidak selalu berangkat menurut rencana."
"Kalau begitu saya bisa menceritakannya pada Mama, bukan?" tanya Julia.
"Tentu. Nah, Julia, semuanya sudah beres. Sebaiknya kau pergi sekarang."
Julia pergi. Pintu ditutupnya. Bu Bulstrode memandangi Poirot tepat-tepat.
"Saya rasa, saya betul-betul mengerti maksud Anda," katanya. "Tadi Anda dengan
sengaja pura-pura menutup pintu. Padahal sebenarnya dengan sengaja Anda ?membiarkannya terbuka sedikit."
Poirot mengangguk. "Supaya apa yang kita bicarakan didengar orang?"
"Ya, bila ada orang yang ikut mendengarkan. Itu merupakan tindak penyelamatan
bagi anak tersebut berita itu harus tersiar, bahwa apa yang telah ditemukannya
?tersimpan aman di bank, dan tak ada lagi padanya."
264 Bu Bulstrode memandanginya sebentar kemudian dia mengatupkan mulutnya kuat-
?kuat. "Semuanya ini harus berakhir."
II "Maksudnya adalah," kata Kepala Polisi, "supaya kita mencoba mengumpulkan semua
buah pikiran dan informasi. Kami senang Anda menyertai kami, M. Poirot,"
tambahnya. "Inspektur Kelsey ingat benar pada Anda."
"Memang sudah bertahun-tahun yang lalu," kata Inspektur Kelsey. "Waktu itu
Inspektur Kepala Warrender yang harus menyelesaikan perkara itu. Saya masih
seorang sersan yang belum berpengalaman, dan saya tentu tahu diri."
"Pria yang, demi kebaikan bersama, kami namakan Adam Goodman, tentu tak Anda ?kenal, M. Poirot, tapi saya yakin Anda kenal pada eh bosnya. Di Cabang
? ?Khusus," tambahnya.
"Kolonel Pikeaway?" tanya Hercule Poirot sambil merenung.
"Oh, ya, sudah lama saya tak bertemu dengan dia. Apakah dia masih suka mengantuk
seperti dulu?" tanyanya pada Adam.
Adam tertawa. "Saya lihat bahwa Anda benar-benar mengenalnya, M. Poirot. Saya
tak pernah melihatnya benar-benar bangun. Bila dia dalam keadaan bangun, tahulah
saya bahwa saat itu dia sedang tidak memberikan perhatian pada apa yang terjadi.
"Anda benar, Sahabatku. Pengamatan Anda tepat."
265 "Nah," kata Kepala Polisi, "mari sekarang kita membicarakan persoalannya. Saya
tidak akan menonjolkan diri saya atau memaksakan pendapat saya. Saya di sini
adalah untuk mendengarkan apa yang sebenarnya diketahui atau apa sebenarnya
pikiran orang-orang yang menangani perkara itu. Masalah ini rumit dan banyak
sisinya, dan mungkin satu hal harus saya sebutkan pertama-tama. Saya katakan ini
untuk orang-orang dari eh beberapa sumber di kalangan atas sana yang
? ?mewakilkannya pada saya." Dia memandang kepada Poirot. "Dapat kita katakan
begini," katanya, "bahwa seorang gadis cilik seorang anak sekolah datang pada
? ?Anda dengan kisah muluk tentang sesuatu yang ditemukannya dalam gagang sebuah
raket tenis yang sudah dilubangi. Itu tentu pengalaman yang sangat hebat
baginya. Ditemukannya suatu koleksi, katakanlah, batu-batu berwarna, kaca,
imitasi yang baik atau semacamnya atau bahkan juga permata-permata yang tak
? ?begitu berharga, yang sering kali kelihatan sama menariknya dengan aslinya.
Pokoknya, katakanlah sesuatu yang bisa membuat seorang anak senang sekali kalau
menemukannya. Arrak itu bahkan mungkin telah melebih-lebihkan nilainya. Itu
mungkin saja, bukan?" Dia menatap terus Hercule Poirot.
"Menurut saya itu mungkin saja," kata Hercule Poirot.
"Baik," kata Kepala Polisi. "Karena orang yang membawa eh batu-batu berwarna
? ?itu ke negeri ini telah melakukannya tanpa disadari dan diketahuinya, kita tak
ingin mengungkitnya sebagai penyelundupan yang tidak sah.
266 "Kemudian ada lagi persoalan dengan politik luar negeri kita." Dia melanjutkan,
"Sepanjang yang saya dengar, keadaannya saat ini peka sekali. Bila hal itu
?menyangkut soal minyak, deposit mineral, dan semacamnya, maka kita harus
berhubungan dengan kekuasaan pemerintah. Jangan sampai timbul pertanyaan-
pertanyaan yang tak menyenangkan. Kita tak dapat menyembunyikan pembunuhan dari
pers, dan selama ini suatu pembunuhan memang tak pernah disembunyikan dari pers.
Tapi tak ada disebut-sebut hubungannya dengan permata-permata itu. Untuk
sementara ini, biarlah tak usah dulu."
"Saya setuju," kata Poirot. "Kita harus selalu mempertimbangkan kesulitan-
kesulitan internasional."
"Benar," kata Kepala Polisi. "Rasanya tak salah bila saya berkata bahwa almarhum
penguasa Ramat itu dianggap sahabat negeri kita ini, dan bahwa dia ingin agar
harta kekayaannya yang mungkin ada di negeri ini diselesaikan di sini saja.
Sepanjang pengetahuan saya, tak ada yang tahu mengenai hal itu sekarang. Bila
pemerintah baru di Ramat menuntut kekayaan yang bisa mereka buktikan menjadi
milik mereka, maka sebaiknya kita nyatakan saja bahwa kita tak tahu-menahu
mengenai harta yang dimaksud yang ada di negeri kita ini. Sebab tidak bijaksana
bila kita menolaknya mentah-mentah."
"Dalam hubungan diplomatik tak ada penolakan yang benar-benar terus terang,"


Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Hercule Poirot. "Dalam hal itu kita harus mengatakan bahwa persoalan-itu
akan mendapat perhatian sepenuhnya, tapi bahwa pada saat ini tak ada sesuatu pun
yang diketahui dengan pasti mengenai katakanlah simpanan uang umpamanya yang ? ?mungkin merupakan
267 milik almarhum penguasa Ramat itu. Mungkin masih ada di Ramat, mungkin masih
disimpan oleh sahabat setia almarhum Pangeran Ali Yusuf, mungkin sudah dibawa ke
luar negeri oleh lima atau enam orang, mungkin pula disembunyikan di suatu
tempat di kota Ramat itu sendiri." Dia mengangkat bahunya. "Pokoknya, tak
seorang pun yang tahu."
Kepala Polisi menarik napas dalam-dalam. "Terima kasih," katanya. "Itulah yang
saya maksud. M. Poirot, Anda punya beberapa orang sahabat yang berkedudukan
tinggi di negeri ini. Mereka menaruh kepercayaan besar pada Anda. Secara tak
resmi mereka bahkan mau mempercayakan suatu barang pada Anda bila Anda tak
berkeberatan." "Saya tak berkeberatan," kata Poirot. "Kita sudahi saja pembicaraan mengenai hal
itu. Banyak hal yang lebih serius yang harus kita pertimbangkan, bukan?" Dia
memandang berkeliling kepada orang-orang itu. "Ataukah menurut Anda itu tak
penting" Tapi bagaimanapun juga, apalah artinya tiga perempat juta atau sekitar
jumlah itu dibandingkan dengan nyawa manusia?"
"Anda benar, M. Poirot," kata Kepala Polisi.
"Anda memang selalu benar," kata Inspektur Kelsey. "Yang kita kehendaki sekarang
adalah seorang pembunuh. Kami akan senang mendengar pendapat Anda, M. Poirot."
Tambahnya lagi, "Karena persoalannya terutama berhubungan dengan dugaan-dugaan
saja. Dan dugaan Anda biasanya sama dengan dugaan orang lain, kadang-kadang
bahkan lebih baik. Semuanya ini tak ubahnya seperti benang wol yang kusut saja."
"Perbandingan Anda tepat sekali," kata Poirot, "kita harus mengambil wol yang
kusut itu dan 268 menarik warna yang kita kehendaki, warna si pembunuh. Betulkah begitu?" "Betul."
"Kalau begitu tolong ceritakan pada saya seluruh kejadiannya, bila Anda tidak
merasa bosan harus mengulang-ulang terus apa yang selama ini sudah Anda
ketahui." Dia duduk dengan enak lalu mendengarkan.
Dia mendengarkan Inspektur Kelsey, dan dia mendengarkan Adam Goodman. Dia
mendengarkan kesimpulan singkat yang kemudian dibuat oleh Kepala-Polisi. Sesudah
itu dia bersandar, lalu memejamkan matanya, dan lambat-lambat menganggukkan
kepalanya. "Dua pembunuhan," katanya, "dilakukan di tempat yang sama dan boleh dikatakan
dalam keadaan yang sama. Suatu penculikan. Penculikan seorang gadis yang mungkin
merupakan tokoh utama komplotan itu. Mari kita cari jawabnya dulu, mengapa dia
diculik?" "Saya dapat menyampaikan pada Anda apa yang pernah dikatakannya sendiri pada
saya," kata Inspektur Kelsey.
Dia lalu menceritakannya, dan Poirot mendengarkannya.
"Itu tak masuk akal," keluhnya.
"Begitulah pikiran saya pada saat itu. Jelasnya, saya bahkan berpikir bahwa dia
hanya ingin membuat dirinya penting...."
"Tapi kenyataannya dia memang diculik! Mengapa?"
"Ada yang meminta uang tebusan," kata Kelsey lambat-lambat, "tapi..." dia berhenti
sebentar. 269 "Tapi menurut Anda permintaan uang tebusan itu suatu tipuan saja" Bahwa
permintaan itu diajukan untuk menunjang teori penculikan itu saja?"
"Benar. Janji-janji yang telah dibuat tidak dipenuhi."
"Kalau begitu, Shaista diculik dengan suatu alasan lain. Apa alasan itu?"
"Supaya dia bisa menceritakan di mana eh barang-barang berharga itu ? ?disembunyikan?" tanya Adam ragu-ragu.
Poirot menggeleng. "Anak itu tak tahu di mana barang-barang itu disembunyikan," dia menjelaskan.
"Sekurang-kurangnya hal itu sudah jelas. Tidak, pasti ada sesuatu yang lain...."
Suaranya makin pelan. Dia diam sambil mengerutkan alisnya beberapa lamanya.
Kemudian dia menegakkan duduknya dan mengajukan suatu pertanyaan.
"Lututnya," katanya. "Pernahkah Anda melihat lutut gadis itu?"
Adam menatapnya dengan terkejut.
"Tidak," katanya. "Mengapa saya harus memperhatikan lututnya?"
"Ada banyak alasan mengapa seorang laki-laki memperhatikan lutut seorang gadis,"
kata Poirot dengan tekanan. "Sayang sekali Anda tidak melakukannya."
"Adakah sesuatu yang aneh dengan lututnya" Apakah ada bekas luka" Atau sesuatu
yang lain" Saya tak tahu. Mereka semua hampir selalu mengenakan kaus kaki
panjang, sedang rok mereka panjangnya sampai ke bawah lutut."
270 "Di kolam renang, mungkin?" tanya Poirot dengan penuh harapan.
"Saya tak pernah melihat dia masuk ke kolam renang," kata Adam. "Saya rasa
terlalu dingin untuknya. Dia terbiasa dengan iklim panas. Apa maksud Anda
sebenarnya" Apakah suatu bekas luka" Atau semacamnya?"
"Bukan. Bukan. Bukan itu. Ah sudahlah, sayang sekali."
Dia berpaling kepada Kepala Polisi.
"Izinkanlah saya mengadakan hubungan dengan sahabat lama saya, Kepala Polisi di
Jenewa. Saya rasa dia mungkin bisa membantu kita."
"Mengenai sesuatu yang terjadi waktu gadis itu bersekolah di sana?"
"Ya, mungkin. Apakah Anda izinkan saya" Bagus. Ini hanya gagasan saya saja." Dia
berhenti sebentar lalu berkata lagi, "Ngomong-ngomong, dalam surat-surat kabar
tak ada berita tentang penculikan itu?"
"Emir Ibrahim berkeras sekali meminta supaya tidak diberitakan."
"Tapi saya pernah melihat suatu pernyataan kecil dalam sebuah kolom gosip.
Mengenai seorang siswi asing yang telah meninggalkan sekolah secara mendadak.
Apakah itu awal suatu kisah cinta, tanya pengasuh kolom itu. Dinikmati selagi
masih muda bila mungkin!"
"Itu juga gagasan saya," kata Adam. "Saya rasa itu merupakan jalur yang baik
untuk dipakai." "Mengagumkan. Nah, sekarang kita beralih dari penculikan pada sesuatu yang lebih
serius. Pembunuhan. Dua pembunuhan di Meadowbank."
271 19. Perundingan Dilanjutkan
"Dua pembunuhan di Meadowbank," ulang Poirot sambil merenung.
"Kami telah memberikan fakta-faktanya pada Anda," kata Kelsey. "Bila Anda punya
gagasan..." "Mengapa di Pavilyun Olahraga?" kata Poirot. "Itu pertanyaan Anda, bukan?"
katanya pada Adam. "Nah; sekarang kita sudah punya jawabnya. Karena di dalam
Pavilyun Olahraga itu ada sebuah raket tenis yang berisi permata-permata yang
nilainya tinggi sekali. Seseorang tahu tentang raket itu. Siapa dia" Mungkin Bu
Springer sendiri. Anda semua mengatakan sendiri bahwa sikapnya agak aneh
terhadap Pavilyun Olahraga itu. Dia tak suka orang datang ke situ maksudnya, ?orang yang tak berhak. Agaknva dia curiga akan alasan mereka ke sana. Khususnya
mengenai Mademoiselle Blanche."
"Mademoiselle ^Blanche," kata Kelsey sambil merenung.
Hercule Poirot berkata pada Adam lagi.
"Anda sendiri menganggap sikap Mademoiselle Blanche terhadap Pavilyun Olahraga
itu aneh." "Dia," kata Adam, "dia terlalu banyak memberikan penjelasan. Saya jadi berpikir-
pikir apa maksudnya pergi ke tempat itu, karena dia sesungguhnya tak perlu
menjelaskannya " Poirot mengangguk. 272 "Benar. Itu memang membuat orang berpikir. Tapi yang kita tahu hanyalah bahwa Bu
Springer terbunuh di Pavilyun Olahraga pada pukul satu subuh, pada waktu mana
dia sama sekali tak ada urusan untuk berada di situ."
Dia menoleh kepada Kelsey.
"Di mana Bu Springer sebelum dia datang ke Meadowbank ini?"
"Kami tak tahu," kata Inspektur. "Dia telah meninggalkan tempatnya bekerja,"
kemudian disebutnya nama sebuah sekolah yang terkenal, "musim panas yang lalu.
Kami tak tahu sejak kapan dia bekerja di sana." Kemudian ditambahkannya dengan
datar. "Kami tak punya kesempatan untuk bertanya sebelum dia meninggal. Dia tak
punya keluarga dekat, dan agaknya juga tak punya sahabat dekat."
"Mungkin dia pernah berada di Ramat," kata Poirot merenung.
"Saya dengar ada serombongan guru sekolah yang berada di sana waktu revolusi
meletus," kata Adam.
"Jadi mari kita katakan saja bahwa dia berada di sana, dan bahwa, entah dengan
cara bagaimana, dia tahu tentang raket tenis itu. Mari kita umpamakan bahwa
setelah menunggu sebentar untuk menyesuaikan dirinya di Meadowbank, pada suatu
malam dia keluar ke Pavilyun Olahraga. Dia berhasil mendapatkan raket itu dan
baru saja akan mengeluarkan permata-permata itu dari tempat persembunyiannya
ketika ada..." dia berhenti "ada seseorang mengganggunya. Apakah orang yang ?memang memperhatikannya" Mengikutinya malam itu" Siapa pun dia, dia memiliki
sebuah pistol dan menembaknya tapi tak sempat menguasai permata-permata atau
? ?mengambil raket itu, karena orang-orang yang sudah
273 mendengar bunyi tembakan itu mendekati Pavilyun Olahraga." Dia berhenti.
"Begitukah kejadiannya menurut Anda?" tanya Kepala Polisi.
"Entahlah," kata Poirot. "Itu satu kemungkinan. Kemungkinan yang satu lagi
adalah bahwa orang yang memiliki pistol itu berada di sana lebih dulu, dan
dikejutkan oleh Bu Springer. Seseorang yang memang sudah dicurigai Bu Springer.
Anda sudah menceritakan pada saya, bahwa dia memang wanita yang begitu. Seorang
yang suka mengorek-ngorek rahasia orang lain."
"Lalu wanita yang seorang lagi?" tanya Adam.
Poirot memandanginya. Kemudian perlahan-lahan dialihkannya pandangan kepada
kedua pria yang lain. "Anda tak tahu," katanya. "Dan saya pun tak tahu. Dia bisa seseorang dari luar?"
Suaranya setengah mengandung pertanyaan. Kelsey menggeleng.
"Saya rasa tidak. Kami telah memeriksa seluruh daerah ini dengan cermat. Tentu
saja, terutama, sehubungan dengan orang-orang asing. Ada seorang Nyonya Kolinsky
yang menginap di sekitar sini yang dikenal oleh Adam ini. Tapi dia tak mungkin
?terlibat dalam salah satu pembunuhan itu."
"Kalau begitu kita kembali ke Meadowbank. Dan hanya ada satu metode untuk tiba
pada kebenaran yaitu dengan sistem pengurangan."
?Kelsey mendesah. "Ya," katanya. "Itu cara yang paling tepat. Pembunuhan yang pertama merupakan
lapangan terbuka. Boleh dikatakan siapa pun bisa membunuh
274 Bu Springer. Yang terkecuali adalah Bu Johnson dan Bu Chadwick dan siswi yang
?sakit telinga itu. Tapi untuk pembunuhan yang kedua, kemungkinannya jadi lebih
sempit. Bu Rich, Bu Blake, dan Ann Shapland tak termasuk kemungkinan itu. Bu
Rich sedang menginap di Hotel Morton Marsh, yang dua puluh mil jauhnya dari
sini. Bu Blake berada di Littleport on Sea, sedang Nona Shapland sedang berada
di London di sebuah kelab malam yang bernama Le Nid Sauvage bersama Tuan Dennis
Rathbone." "Dan saya dengar Bu Bulstrode pun tidak berada di tempat, ya?"
Adam tertawa kecil. Inspektur dan Kepala Polisi kelihatan terkejut.
"Bu Bulstrode," kata Inspektur dengan serius, "sedang menginap di tempat Duchess
of Welsham." "Kalau begitu Bu Bulstrode bisa dikecualikan," kata Poirot dengan serius pula.
"Jadi tinggallah apa?"?"Dua orang anggota staf rumah tangga yang menginap di situ, Bu Gibbons dan
seorang gadis yang bernama Doris Hogg. Saya tak bisa mempertimbangkan mereka
dengan serius. Maka tinggallah Bu Rowan dan Mademoiselle Blanche."
"Dan para siswi tentu."
Kelsey kelihatan terkejut.
"Masakan Anda mencurigai mereka?"
"Terus terang tidak. Tapi kita harus yakin."
Kelsey tidak terlalu memperhatikan soal keyakinan. Dia masih terus menjajaki.
"Bu Rowan sudah lebih dari setahun berada di sini. Masa lalunya baik. Kita tak
menemukan sesuatu yang mencurigakan mengenai dia."
275 "Maka tinggallah Mademoiselle Blanche. Di situlah berakhirnya perjalanan kita."
Semuanya diam. "Belum ada buktinya," kata Kelsey. "Surat-surat pengantarnya agaknya cukup
baik." "Memang seharusnya demikian," kata Poirot.
"Dia suka mengintai," kata Adam. "Tapi suka mengintai belum berarti bukti
pembunuhan." "Tunggu sebentar," kata Kelsey, "ada suatu urusan tentang anak kunci. Dalam
wawancara kami yang pertama dengan dia coba saya lihat ada disebutnya tentang
? ?anak kunci Pavilyun Olahraga yang jatuh dari pintunya lalu dipungutnya, tapi ia
lupa mengembalikannya dia lalu keluar sambil membawa anak kunci itu. Bu
?Springer yang menyuruhnya mengembalikannya."
"Siapa pun yang ingin keluar ke Pavilyun Olahraga pada malam hari dan mencari
raket itu harus memiliki anak kunci untuk bisa masuk," kata Poirot. "Untuk itu
orang perlu membuat tiruan anak kunci tersebut."
"Tapi," kata Adam, "dalam hal itu dia tidak akan menyebutkan peristiwa anak
kunci tersebut pada Anda."
"Bukan begitu soalnya," kata Kelsey. "Bisa saja Springer yang berbicara tentang
kejadian dengan anak kunci itu. Maka dalam hal itu, dia mungkin berpikir
sebaiknya dia menyebutkannya secara sepintas."
"Itu suatu pokok yang harus diingat," kata Poirot. "Tapi itu tidak banyak
membantu kita," kata Kelsey.
Dia memandang Poirot dengan murung. "Agaknya," kata Poirot, "(itu pun bila
penjelasan yang telah diberikan kepada saya benar), ada satu
276 kemungkinan. Saya dengar bahwa ibu Julia Upjohn mengenali seseorang di sini pada
hari pertama semester. Dia terkejut melihat orang itu. Sehubungan dengan itu,
agaknya ada kemungkinan orang itu punya hubungan dengan kegiatan mata-mata luar
negeri. Bila Nyonya Upjohn bisa dengan pasti menunjuk Mademoiselle Blanche
sebagai orang yang dikenalinya, maka saya rasa kita bisa melangkah dengan lebih
yakin." "Itu. lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan," kata Kelsey. "Kami sudah
mencoba menghubungi Nyonya Upjohn, tapi hasilnya membuat kepala pusing saja!
Waktu anak itu mengatakan bahwa ibunya naik bis, maka saya pikir yang dia maksud
adalah suatu tour biasa naik bis, yang semuanya berjalan sesuai dengan jadwal
tertentu, dalam suatu rombongan yang semuanya sudah terdaftar bersama-sama. Tapi
ternyata sama sekali tidak begitu. Rupanya dia naik bis di mana saja, kapan saja
dia ingin! Dia tidak melakukan perjalanan itu melalui agen perjalanan Cook, atau
agen resmi lainnya. Dia hanya berkelana seorang diri. Apa yang bisa kita perbuat
dengan seorang wanita yang demikian" Dia bisa berada di mana saja. Ada banyak
tempat seperti Anatolia!"
"Ya, itu memang menjadi sulit," kata Poirot.
"Padahal banyak agen-agen perjalanan dengan bis yang baik," kata Inspektur
dengan nada tersiksa. "Semuanva membuat perjalanan kita mudah agen itu yang ?menentukan di mana kita akan berhenti, apa yang harus kita lihat, dan dengan
biaya yang mencakup segala-galanya hingga kita tahu betul tujuan kita."
277 "Tapi rupanya perjalanan semacam itu tidak menarik bagi Nyonya Upjohn."
"Dan sementara itu, kita di sini harus memutar otak," Kelsey melanjutkan.
"Pekerjaan kita tertunda. Wanita Prancis itu bisa saja keluar setiap saat bila
dia mau. Kita tak punya apa-apa sebagai alasan untuk menahannya."
Poirot menggeleng. "Dia tidak akan berbuat begitu."
"Mana kita bisa yakin?"
"Saya yakin. Bila kita telah melakukan pembunuhan, kita tidak akan mau melakukan
sesuatu yang luar biasa, yang mungkin akan bisa menarik perhatian orang pada
diri kita. Mademoiselle Blanche akan tetap tinggal di sini dengan tenang sampai
akhir semester ini."
"Saya harap Anda benar."
"Saya yakin bahwa saya benar. Dan ingat pula bahwa orang yang dilihat Nyonya
Upjohn, tidak menyadari bahwa Nyonya Upjohn melihatnya. Bila dia tahu, dia pasti
akan terkejut sekali."
Kelsey mendesah. "Kalau hanya itu saja, kita akan masih harus..." "Masih ada hal-hal lain.
Percakapan umpamanya." "Percakapan?"
"Percakapan sangat besar artinya. Bila seseorang menyembunyikan sesuatu, cepat
atau lambat, dia akan bicara terlalu banyak."
"Membukakan rahasia dirinya, begitu?" Suara Kepala Polisi mengandung nada tak
percaya. "Soalnya tidak semudah itu. Orang selalu menjaga baik-baik apa yang ingin
disembunyikannya. Tapi kadang-kadang dia malahan mengucapkan terlalu banyak
tentang hal-hal lainnya. Dan ada pula


Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

278 manfaat lain dari suatu percakapan. Ada orang-orang yang tak tahu apa-apa, yang
telah mendengar atau melihat sesuatu, tapi tidak menyadari tentang betapa
pentingnya hal yang diketahuinya itu. Oh, saya jadi ingat..."
Dia bangkit. "Maafkan saya sebentar. Saya harus pergi mendapatkan Bu Bulstrode untuk
menanyakan kalau-kalau di sini ada seseorang yang pandai menggambar."
"Menggambar?" "Menggambar." "Ah," kata Adam setelah Poirot keluar. "Tadi lutut gadis yang diributkannya,
sekarang kepandaian menggambari Saya ingin tahu, apa lagi nanti?"
II Bu Bulstrode menjawab pertanyaan-pertanyaan Poirot tanpa memperlihatkan rasa
herannya. "Bu Laurie adalah guru gambar kami. Dia guru tidak tetap," katanya dengan
lancar. "Tapi hari ini dia tak ada. Anda ingin dia menggambarkan apa untuk
Anda?" tambahnya dengan sabar seolah-olah berbicara dengan seorang anak kecil.
"Wajah-wajah," kata Poirot.
"Bu Rich juga pandai membuat sketsa wajah orang. Dia pandai membuat persamaan."
"Itulah yang saya perlukan."
Poirot merasa senang karena Bu Bulstrode tidak menanyakan alasan-alasannya. Dia
hanya meninggalkan ruangan itu kemudian kembali dengan Bu Rich.
279 Setelah diperkenalkan, Poirot bertanya, "Benarkah Anda pandai membuat sketsa
manusia" Dengan cepat" Dengan pensil?" Eileen Rich mengangguk.
"Saya sering melakukannya. Sekadar iseng saja."
"Bagus. Kalau begitu tolong buatkan sketsa almarhum Bu Springer."
"Itu sulit. Saya sebentar sekali mengenalnya. Tapi akan saya coba." Dia
memusatkan pandangannya, lalu mulai menggambar cepat-cepat.
"Bien,"* kata Poirot, sambil mengambilnya dari dia. "Dan sekarang tolong
gambarkan Bu Bulstrode, Bu Rowan, Mademoiselle Blanche, dan oh, ya Adam si ? ?tukang kebun itu."
Eileen Rich melihat kepadanya dengan ragu, kemudian mulai bekerja. Poirot
melihat hasilnya, dan mengangguk tanda menghargai.
"Anda pandai Anda pandai sekali. Hanya begitu sedikit garis-garisnya namun
? ?kemiripan itu tampak nyata. Sekarang saya akan meminta Anda melakukan sesuatu
yang lebih sulit. Berikan umpamanya suatu tata rambut yang berbeda pada Bu
Bulstrode. Ubah bentuk alis matanya."
Eileen menatap kepadanya seolah-olah dia menyangka bahwa laki-laki itu sudah
menjadi gila. "Tidak," kata Poirot, "saya tidak gila. Saya sedang mengadakan suatu eksperimen,
hanya itu saja. Tolong kerjakan seperti yang saya minta."
Beberapa saat kemudian dia berkata, "Nah, ini dia."
"Hebat. Sekarang kerjakan yang sama pula terhadap Mademoiselle Blanche dan Bu
Rowan." * "Bagus." 280 Ketika Eileen sudah selesai, Poirot menjajarkan ketiga sketsa itu.
"Sekarang akan saya perlihatkan sesuatu pada Anda," katanya. "Bu Bulstrode,
meskipun sudah Anda beri perubahan-perubahan masih tetap Bu Bulstrode yang sama.
Tapi lihat pada kedua orang yang lain itu. Karena raut muka mereka samar-samar,
dan karena tidak memiliki kepribadian seperti yang dimiliki Bu Bulstrode, maka
mereka kelihatan hampir seperti orang lain, bukan?"
"Saya mengerti maksud Anda," kata Eileen Rich.
Dia memandangi Poirot waktu pria itu mengamat-amati sketsa-sketsa tersebut
dengan cermat. "Apa yang akan Anda perbuat dengan sketsa-sketsa itu?" tanyanya.
"Menggunakannya," kata Poirot.
281 20. Percakapan "Ah saya tak tahu apa yang harus saya katakan," kata Nyonya Sutcliffe. ?"Sungguh, saya tak tahu harus berkata apa...."
Dia memandang kepada Hercule Poirot dengan rasa tak senang yang tak
disembunyikannya. "Henry sedang tak ada di rumah," katanya.
Maksud ucapan itu sebenarnya kurang jelas, namun Hercule Poirot merasa bahwa dia
tahu apa yang ada dalam pikirannya. Wanita itu merasa bahwa Henry akan bisa
menangani soal-soal seperti itu. Henry sudah berpengalaman dalam perundingan-
perundingan internasional yang begitu banyak. Dia sering terbang ke Timur
Tengah, ke Ghana, dan ke Amerika Selatan serta ke Jenewa, dan bahkan sekali-
sekali, tapi tidak terlalu sering, ke Paris.
"Peristiwa itu sangat menyedihkan sekali," kata Nyonya Sutcliffe. "Saya senang
Jennifer sudah aman berada bersama saya di rumah. Meskipun harus saya katakan,"
ditambahkannya dengan sikap jengkel, "Jennifer selama ini membuat saya jengkel.
Dulu dia ribut-ribut waktu akan dikirim ke Meadowbank. Dia yakin benar bahwa
tidak akan senang di sekolah itu, dan dikatakannya bahwa sekolah itu adalah
sekolah untuk orang-orang yang sombong, dan bukan sekolah yang diinginkannya.
Sekarang dia merajuk 282 sepanjang hari karena saya telah menjemputnya pulang. Benar-benar
menjengkelkan." "Tak bisa dibantah bahwa sekolah itu adalah sekolah yang paling baik," kata
Hercule Poirot. "Banyak orang yang mengatakan bahwa sekolah itu adalah sekolah
yang terbaik di Inggris."
"Itu dulu" kata Nyonya Sutcliffe.
"Dan kelak pun akan begitu lagi," kata Hercule Poirot.
"Begitukah keyakinan Anda?" Nyonya Sutcliffe melihat kepadanya dengan ragu.
Sikap simpatik pria itu perlahan-lahan menembus pertahanannya. Tak ada yang
lebih meringankan beban hidup seorang ibu daripada bila dia diizinkan
mengungkapkan semua kesulitannya serta kekecewaan-kekecewaan dan frustrasi yang
dialaminya dalam menangani anaknya. Rasa sayang sering memaksa orang untuk
mengekang diri dengan berdiam diri. Tetapi terhadap orang asing seperti Hercule
Poirot, Nyonya Sutcliffe merasa bahwa sikap mengekang diri itu tak perlu. Itu
berbeda dengan berbicara terhadap ibu anak yang lain.
"Meadowbank," kata Hercule Poirot, "hanya sedang mengalami masa sulit."
Itulah kata-kata yang terbaik yang terpikir olehnya pada saat itu. Dia merasa
bahwa kata-kata itu tak cukup, dan Nyonya Sutcliffe segera memanfaatkan keadaan
itu. "Lebih dari sekadar masa sulit!" katanya. "Dua kali pembunuhan! Dan seorang
siswi diculik. Kita tentu tak bisa mengirim putri kita ke sekolah di mana guru-
gurunya terus-terusan dibunuh."
Pendapat itu merupakan pandangan yang sangat masuk akaL
283 "Bila ternyata bahwa pembunuhan-pembunuhan itu adalah perbuatan satu orang dan
pelakunya sudah diketahui, maka keadaannya akan berubah, bukan?" kata Poirot.
"Ya saya rasa begitulah," kata Nyonya Sutcliffe ragu-ragu. "Maksud Anda apakah? ?maksud Anda oh, saya tahu, maksud Anda seperti pembunuh terkenal Jack the
?Ripper itu atau yang seorang lagi siapa namanya" Yang ada hubungannya dengan
?Devonshire, Gream" Ya, Neil Cream. Orang yang berkeliaran untuk membunuh wanita-
wanita yang malang. Saya rasa pembunuh yang ini berkeliaran untuk membunuh guru-
guru wanita! Bila orang itu sudah ditangkap dan diamankan di penjara, apalagi
digantung, saya harap, karena orang hanya boleh membunuh satu kali saja,
bukan" seperti juga anjing yang hanya boleh menggigit sepotong tulang saja eh,
? ?saya sedang mengatakan apa tadi" Oh ya, bila dia sudah ditangkap dan diamankan,
maka saya rasa keadaannya akan bisa lain. Tentu tak mungkin banyak orang seperti
itu, bukan?" "Kita tentu berharap begitu," kata Hercule Poirot.
"Tapi bagaimana dengan penculikan itu," kata Nyonya Sutcliffe mengingatkan.
"Anda tak akan mau mengirimkan putri Anda ke sekolah di mana dia mungkin
diculik, bukan?" "Tentu tidak, Nyonya. Saya lihat betapa baiknya Anda memikirkan segala-galanya.
Semua yang Anda katakan selalu benar."
Nyonya Sutcliffe kelihatan agak senang. Sudah agak lama tak ada orang yang
berkata begitu padanya. Henry paling-paling hanya berkata, "Jadi untuk apa
sebenarnya kau ingin mengirimnya bersekolah ke
284 Meadowbank?" Dan Jennifer hanya merajuk dan tak mau menjawab.
"Saya memang telah memikirkannya," katanya. "Sering sekali."
"Kalau begitu saya rasa sebaiknya Anda jangan merasa susah gara-gara penculikan
itu, Nyonya. Entre nous* kalau boleh saya mempercayakan suatu rahasia pada Anda,
mengenai Putri Shaista sebenarnya bukan suatu penculikan orang menduga bahwa ? ?itu adalah suatu roman percintaan...."
"Maksud Anda gadis nakal itu lari begitu saja untuk kawin dengan seseorang?"
"Mulut saya tertutup rapat," kata Hercule Poirot. "Anda tentu maklum bahwa kita
tidak menghendaki skandal. Ini suatu rahasia, entre nous. Saya percaya Anda
tidak akan mengatakan apa-apa."
"Tentu tidak," kata Nyonya Sutcliffe. Dia melihat ke surat yang dibawa Poirot
dari Kepala Polisi yang masih ada dalam tangannya. "Saya tidak begitu mengerti
siapa Anda ini, Monsieur eh, Poirot. Apakah Anda seorang yang biasa disebut
?dalam buku-buku. seorang detektif swasta?"
?"Saya seorang konsultan," kata Hercule Poirot dengan sikap anggun.
Mendengar sesuatu yang ada hubungannya dengan Harley Street, Nyonya Sutcliffe
menjadi lebih bersemangat.
"Apa yang ingin Anda bicarakan dengan Jennifer?" tanyanya.
"Saya hanya ingin mendengar kesan-kesannya tentang beberapa hal," kata Poirot.
"Dia anak yang punya daya pengamatan tajam, bukan?"
Di antara kita saja 285 "Sayang saya tak bisa berkata begitu," kata Nyonya Sutcliffe. "Saya sama sekali
tak bisa menggolongkan dia pada anak yang bisa disebut pengamat. Maksud saya,
dia selalu bersikap apa adanya."
"Itu lebih baik daripada mengarang-ngarang sesuatu yang sebenarnya sama sekali
tak pernah terjadi," kata Poirot.
"Oh, Jennifer tidak akan melakukan hal yang semacam itu," kata Nyonya Sutcliffe
penuh keyakinan. Dia bangkit, pergi ke jendela lalu memanggil, "Jennifer."
"Saya harap," katanya pada Poirot, waktu dia kembali lagi, "Anda mau mencoba
menyadarkan Jennifer bahwa ayahnya dan saya hanya melakukan yang terbaik
baginya." Jennifer masuk ke kamar itu dengan wajah merengut dan melihat kepada Hercule
Poirot dengan pandangan penuh curiga.
"Apa kabar?" kata Poirot. "Saya teman lama Julia Upjohn. Dia baru-baru ini ke
London untuk menemui saya."
"Julia pergi ke London?" tanya Jennifer dengan agak terkejut. "Untuk apa?"
"Untuk meminta nasihat saya," kata Hercule Poirot.
Jennifer kelihatan tak percaya.
"Saya bisa memberikan nasihat itu padanya," kata Poirot. "Dia sekarang sudah
kembali ke Meadowbank," tambahnya.
"Jadi Bibi Isabel-nya tak menjemput dia" kata Jennifer, sambil menghunjamkan
pandangan jengkel kepada ibunya.
286 Poirot menoleh kepada Nyonya Sutcliffe, dan entah karena apa, mungkin karena dia
sedang menghitung cucian waktu Poirot tiba dan mungkin pula karena suatu
keharusan yang tak dapat dijelaskan, wanita itu bangkit lalu meninggalkan
ruangan. "Rasanya tak enak," kata Jennifer, "tidak berada di tempat di mana semua
peristiwa itu terjadi. Semua ribut-ribut ini! Sudah saya katakan pada Mama bahwa
tindakan ini bodoh. Karena yang penting, tak seorang pun di antara para siswi
yang terbunuh." "Apakah kau punya pendapat sendiri mengenai pembunuhan-pembunuhan itu?" tanya
Poirot. Jennifer menggeleng. "Mungkinkah seseorang yang miring otaknya?" tanyanya.
Ditambahkannya dengan merenung, "Saya rasa Bu Bulstrode terpaksa mencari guru-
guru baru sekarang."
"Ya, kelihatannya memang begitu," kata Poirot. Dilanjutkannya, "Jennifer, saya
merasa tertarik pada wanita yang datang memberikan raket baru padamu untuk
pengganti yang lama. Ingatkah kau?"
"Saya rasa, saya ingat," kata Jennifer. "Sampai hari ini saya tak pernah tahu
siapa sebenarnya yang mengirimkan benda itu. Sama sekali bukan Bibi Gina."
"Bagaimana rupa wanita itu?" tanya Poirot.
"Wanita yang membawa raket itu?" Jennifer setengah memicingkan matanya, seolah-
olah dia sedang berpikir. "Ah, saya tak tahu. Saya rasa waktu itu dia berpakaian
agak meriah dengan sebuah topi pet kecil. Warnanya biru dan terkulai."
"Begitukah?" kata Poirot. "Tapi yang saya maksud bukan mengenai pakaiannya,
melainkan wajahnya."
287 "Make-up-nya tebal sekali," kata Jennifer agak ragu. "Maksud saya, terlalu tebal
untuk daerah pedesaan, dan rambutnya pirang. Saya rasa dia orang Amerika."
"Pernahkah kau melihatnya sebelumnya?" tanya Poirot.
"Oh, belum," kata Jennifer. "Saya rasa dia tidak tinggal di daerah itu. Katanya
dia datang ke situ untuk suatu acara makan siang atau untuk suatu pesta atau apa
begitu." Poirot memandanginya sambil merenung. Dia merasa tertarik, betapa mudahnya
Jennifer percaya akan semua yang dikatakan orang padanya. Dia berkata dengan
lembut, "Tapi dia mungkin tidak mengatakan yang sebenarnya?"
"Oh," kata Jennifer, "mungkin tidak."
"Yakinkah kau bahwa kau belum pernah melihatnya" Tak mungkinkah dia salah
seorang siswi yang menyamar, umpamanya" Atau salah seorang ibu guru?"
"Menyamar?" Jennifer kelihatan heran.
Poirot meletakkan gambar sketsa Mademoiselle Blanche yang dibuat Eileen Rich di
hadapan Jennifer. "Bukan ini wanitanya, ya?"
Jennifer memandangi gambar itu dengan ragu.
"Kelihatannya agak mirip dia tapi saya rasa bukan dia."?Poirot mengangguk sambil merenung.
Tak ada tanda-tanda bahwa Jennifer mengenali gambar sketsa itu sebagai gambar
Mademoiselle Blanche. "Soalnya," kata Jennifer, "saya tidak memperhatikannya benar-benar. Dia seorang
Amerika dan 288 seorang yang tidak saya kenal, dan kemudian dia menceritakan tentang raket
itu...." Setelah itu jelaslah bagi Poirot, bahwa Jennifer hanya tertarik pada raket
barunya saja. "Oh, begitu," kata Poirot. Lalu katanya lagi, "Pernahkah kau melihat seseorang
di Meadowbank yang pernah kaulihat di Ramat?"
"Di Ramat?" Jennifer berpikir. "Ah, tak pernah saya rasa tak pernah."
?Poirot menangkap keraguan kecil dalam kenyataan itu. "Tapi kau tak yakin,
Jennifer." "Ah," Jennifer menggaruk dahinya dengan air muka sedih, "maksud saya, kita
memang sering melihat seseorang yang mirip dengan seseorang yang lain. Kita tak
bisa ingat dengan pasti seperti siapa mereka itu sebenarnya. Kadang-kadang kita
melihat orang dengan siapa kita sudah pernah bertemu, tapi kita tak ingat siapa
mereka. Dan mereka lalu berkata pada kita, 'Anda tak ingat pada saya,' maka kita
akan merasa tak enak sekali karena kita memang tak ingat. Maksud saya, kita
merasa kenal akan wajah mereka, tapi kita tak ingat nama mereka atau di mana
kita melihat mereka."
"Itu benar sekali," kata Poirot. "Kita memang sering mengalami hal semacam itu."
Dia berhenti sebentar lalu dia lanjutkan, sambil mendesak terus dengan halus,
"Putri Shaista, umpamanya, mungkin kau mengenali dia waktu kau melihatnya,
karena kau pasti pernah melihatnya di Ramat?"
"Oh, apakah dia ada di Ramat waktu itu?"
"Mungkin sekali," kata Poirot. "Bagaimanapun juga, dia adalah anggota keluarga
penguasa di sana. Mungkin kau pernah melihatnya di sana?"
289 "Saya rasa tidak," kata Jennifer sambil mengerutkan alisnya. "Lagi pula dia
tidak akan pergi ke luar dengan wajah terbuka, bukan" Maksud saya, semua kaum
wanita di sana memakai cadar dan semacamnya. Meskipun saya rasa mereka
menanggalkannya bila mereka berada di Paris dan Kairo. Dan di London tentu,"
tambahnya. "Bagaimanapun juga, kau tak merasa pernah melihat seseorang di Meadowbank yang
pernah kaulihat sebelumnya?"
"Tidak, saya yakin tidak. Bagi saya kebanyakan orang hampir serupa dan kita bisa
saja bertemu dengan mereka di mana pun juga. Hanya bila seseorang memiliki wajah
aneh seperti Bu Rich, baru kita perhatikan."
"Apakah kau merasa pernah melihat Bu Rich di suatu tempat sebelumnya?"


Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sama sekali tidak. Pasti orang itu hanya seseorang yang serupa dengan dia saja.
Tapi orang itu jauh lebih gemuk daripada Bu Rich."
"Seseorang yang jauh lebih gemuk?" renung Poirot.
"Kita tak bisa membayangkan Bu Rich itu gemuk," kata Jennifer terkikik. "Dia
begitu kurus kering. Lagi pula Bu Rich tak mungkin berada di Ramat karena dia
sakit selama semester yang lalu."
"Dan siswi-siswi yang lain," kata Poirot, "adakah di antara mereka yang pernah
kaulihat?" "Hanya yang sudah saya kenal saja," kata Jennifer. "Saya memang sudah kenal
beberapa di antaranya. Tak bisa lain karena, Anda pun tahu, saya hanya tiga
minggu berada di sana dan saya belum mengenal benar separuh dari orang-orang di
sana meskipun 290 saya melihatnya. Saya tidak akan dapat mengenali mereka lagi bila saya bertemu
dengan mereka besok."
"Kau harus mengamati sekelilingmu lebih baik lagi," kata Poirot menggurui.
"Kita kan tak bisa memperhatikan segala-galanya," bantah Jennifer. Katanya lagi,
"Bila Meadowbank masih berjalan terus, saya ingin kembali ke sana. Tolonglah
katakan sesuatu pada Mama. Meskipun sebenarnya," sambungnya, "saya rasa Ayahlah
yang menjadi penghalang. Saya benci sekali tinggal di desa ini. Saya sama sekali
tak punya kesempatan untuk meningkatkan permainan tenis saya."
"Yakinlah, saya akan berusaha semampu saya," kata Poirot.
291 21. Mengumpulkan Bahan-bahan
"Aku ingin berbicara denganmu, Eileen," kata Bu Bulstrode.
Eileen Rich mengikuti Bu Bulstrode masuk ke ruang duduk kepala sekolah itu.
Meadowbank terasa asing karena sepinya. Ada kira-kira dua puluh lima orang siswi
yang masih tinggal di sekolah itu. Mereka adalah siswi-siswi yang para orang
tuanva menganggap terlalu sulit untuk menjemputnya, dan ada pula yang orang
tuanya memang tak mau menjemputnya. Sebagaimana yang diharapkan Bu Bulstrode,
orang-orang yang berlomba-lomba menjemput anaknya karena panik telah berkurang
berkat siasatnya sendiri. Telah menjadi harapan umum bahwa menjelang semester
berikutnya segala-galanya sudah akan beres. Mereka merasa bahwa akan lebih
bijaksana bila Bu Bulstrode menutup saja sekolahnya.
Tak seorang pun dari staf pengajar yang meninggalkan sekolah itu. Bu Johnson
mengomel karena terlalu banyak waktu yang luang. -Dia tak suka menganggur. Bu
Chadwick, yang kelihatan jauh lebih tua dan loyo, berjalan saja kian kemari
seperti orang tak sadar. Nampaknya dia jauh lebih terpukul daripada Bu
Bulstrode. Memang, Bu Bulstrode berhasil menguasai diri tanpa kesulitan, dia
tetap kelihatan kokoh, sama sekali tak ada tanda-tanda
292 ketegangan atau kelemahan pada dirinya. Kedua ibu guru yang lebih muda tidak
menolak keadaan santai yang tak terduga itu. Mereka mandi-mandi di kolam renang,
menulis surat panjang-panjang untuk sahabat-sahabat mereka dan sanak saudara dan
minta dikirimi bacaan tentang pelayaran wisata untuk dipelajari dan untuk
diperbandingkan. Ann Shapland juga punya banvak waktu luang dan kelihatannya
tidak membenci keadaan itu. Waktunya dihabiskannya di kebun, ia asyik berkebun
dengan keterampilan yang tak terduga. Bukanlah sesuatu yang aneh bila dia lebih
suka mendapat bimbingan dari Adam daripada Pak Briggs tua dalam pekerjaan itu.
"Ada apa, Bu Bulstrode?" tanya Eileen Rich.
"Sudah agak lama aku ingin berbicara denganmu," kata Bu Bulstrode. "Aku tak tahu
apakah sekolah ini akan berjalan terus atau tidak. Perasaan orang banvak sulit
diperhitungkan .karena perasaan mereka itu semuanva berbeda-beda. Tapi hasilnya
adalah barang siapa punya perasaan paling kuat dia jualah yang akhirnya mengubah
semuanya dan mempengaruhi yang lain. Jadi mungkin Meadowbank akan musnah..."
"Tidak," kata Eileen Rich, memotongnya, "tidak akan musnah." Hampir saja dia
menghentakkan kakinva dan rambutnya pun segera mulai terurai. "Anda tak boleh
membiarkannya musnah," katanya. "Itu akan merupakan suatu dosa suatu ?kejahatan."
"Bicaramu keras sekali," kata Bu Bulstrode.
"Saya memang merasa keras. Begitu banyak persoalan yang sebenarnya sama sekali
tak punya nilai, sedang Meadowbank ini benar-benar patut dihormati. Sejak datang
kemari untuk pertama 293 kalinya saya sudah melihat bahwa sekolah ini adalah sekolah yang patut
dihormati." "Kau seorang pejuang rupanya," kata Bu Bulstrode. "Aku suka pada pejuang, kau
boleh merasa yakin bahwa aku pun tidak akan menyerah dengan mudah. Aku bahkan
juga akan menyukai perjuangan ini. Kau pun tahu, bila segala-galanya terlalu
mudah dan berjalan terlalu lancar, kita akan menjadi aku tak tahu kata yang
?tepat untuk ini cepat puas" Bosan" Semacam campuran dari keduanyalah. Tapi aku
?tidak merasa bosan sekarang serta aku tidak merasa puas diri, dan aku akan
berjuang dengan sekuat tenaga yang ada padaku, dan dengan setiap sen yang ada
padaku juga. Nah, yang akan kukatakan padamu sekarang adalah ini: bila
Meadowbank berjalan terus, maukah kau bekerja atas dasar kerja sama?"
"Saya?" Eileen Rich memandangnya dengan terbelalak. "Saya?"
"Ya, Nak," kata Bu Bulstrode. "Kau."
"Saya tak bisa," kata Eileen Rich. "Tak cukup banyak pengetahuan saya. Saya
terlalu muda. Lagi pula saya tak punya pengalaman dan pengetahuan yang akan Anda
Tusuk Kondai Pusaka 12 Dyah Ratnawulan Karya Kho Ping Hoo Gadis Penyebar Cinta 1
^