Pencarian

Bayangan Bidadari 3

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


melindungimu," kata Yo Kang lirih.
In Hong berdebar hatinya mendengar kata-kata yang
penuh arti ini dan ketika ia memandang, wajahnya
menjadi merah. Sinar mata pemuda itu membuka
semua rahasia hati dan diam-diam In Hong menghela
napas gelisah. Hatinya risau ketika ia membaca
rahasia hati pemuda ini. Ia akui bahwa Yo Kang amat baik terhadapnya, akan
tetapi ia tidak mengira bahwa sejauh itu perasaan
hati pemuda ini terhadapnya. Karena ia maklum
bahwa ia tidak mungkin membalas perasaan ini, dan
karena ia teringat akan percakapan yang ia dengar
antara ayah bunda pemuda ini tentang dia, maka ia
menjadi risau dan kasihan kepada Yo Kang.
"Yo Kang, kau seorang pemuda yang baik, kuharap
saja tidak kaulanjutkan perasaanmu terhadapku, aku
tidak ingin melihat kau menderita," demikian pikir In
Hong sam?bil mencambuk kudanya untuk
menghindari pernyataan Yo Kang tadi.
Betul saja, para penjahat tidak ada yang bernyali
begitu besar untuk mengganggu rombongan ini.
Mereka kenal baik kepada Yo Kang, apalagi disitu
pemuda ini dikawani oleh lima orang kauwsu yang
berkepandaian tinggi. Sungguhpun banyak orang yang mengincar
kecantikan In Hong dan mengincar pula perhiasan
burung Hong dirambutnya, namun siapakah yang
begitu berani mati untuk mengganggu gadis yang
berada dirombongan orang-orang kuat itu" Apalagi,
gagang pedang dipundak In Hong juga merupakan
peringatan kepada mereka bahwa gadis yang berada
di tengah-tengah rombongan sekuat itu tentulah
bukan seorang gadis lemah yang mudah dijadikan
mangsa. Beberapa hari kemudian, sampailah mereka di
perbatasan propinsi Honan yang sedang terancam
bahaya kelaparan. Sudah terlalu lama musim kering
mengganggu daerah ini sehingga bagian yang jauh
dari sungai tidak kebagian air dan para petani tidak
berdaya. Tanam-tanaman pada mati dan kering dan
persediaan bahan makanan sebentar saja habis dan
tidak mencukupi. Orang-orang kaya tentu saja dengan mudah dapat
membeli dari daerah lain dan menyimpan persediaan
yang cukup di dalam gudang mereka, akan tetapi
bagaimana dengan kaum tani yang mengandalkan
pengisi perut dari tanah sen-diri" Banyak orang yang
sudah mati kelaparan, dan banyak pula yang
meninggalkan kampung halaman untuk hidup
men?jadi pengemis di daerah lain, sekadar untuk
mengelak daripada terkaman maut yang merajalela
di daerah sendiri. Lebih hebat lagi, penyakit
bermacam-macam, terutama penyakit panas,
berjangkit di daerah ini sehingga penderitaan rakyat
kecil makin menghebat. "Masih jauhkah tempat itu?" tanya Yo Kang kepada
Cong-piauwsu. Pemuda ini sekarang bersama In Hong
mendahului para kauwsu dan menjalankan kuda di
dekat Cong-piauwsu. "Ini memang daerahnya, akan tetapi dusun itu masih
kira-kira sepuluh lie dari sini," kata Cong-piauwsu.
Berdebar juga hati Yo Kang setelah dekat dengan
tempat yang dituju. Para kauwsu juga sudah bersiap-
siap, menjaga segala kemungkinan.
Ketika mereka memasuki dusun pertama, kuranglebih
enam lie dari tempat yang mereka tuju, mereka
melihat orang-orang dusun yang kurus kering sedang
berkerumun. Jumlah mereka ada tigapuluh orang lebih
dan mereka sedang mengelilingi seorang laki-laki
tinggi besar yang berpakaian compang-camping akan
tetapi bertubuh tegap dan gagah. Laki-laki ini sedang
membagi-bagikan beras kepada mereka dan wajah
laki-laki yang tampan dan gagah ini nampak berseri."
"Sabar dan tenang, saudara-saudara! Tak perlu
berebut dan tak perlu tergesa-gesa. Kalian sudah
cukup mengalami penderitaan dengan sabar, masa
untuk menanti giliran pembagian saja tak dapat
bersabar?" Melihat hal ini, para kauwsu dan juga Yo Kang
menjadi merah mukanya. Mereka berenam, juga
Cong-piauwsu me?ngira bahwa beras itu tentulah
beras mereka yang telah dirampas. Melihat barangnya
dibagi-bagikan kepada orang banyak seperti itu, tentu
saja mereka merasa mendongkol.
Adapun laki-laki gagah itu ketika melihat
serombongan kauwsu ini, menghentikan
pekerjaannya membagi beras, kemndian ia tertawa
bergelak. Suaranya dan suara ketawanya keras dan
nyaring, sikapnya terbuka sekali.
"Ha, ha, kalau tidak salah mereka inilah pemilik-
pemilik gandum yang tempo hari dibagi-bagikan oleh
Wu Wi Thaysu yang baik hati. Eh, apakah kalian
datang untuk menambah sumbanganmu" Mana
kereta-kereta terisi gandum" Kami amat
membutuhkan!" "Sungguh tak tahu malu! Merampas barang orang dan
membagi-bagikan kepada orang lain tanpa seijin
pemiliknya, sungguh tak tahu malu!" kata The Sun
marah. Laki-laki gagah itu lalu memberikan tugasnya
membagi beras kepada seorang dusun, dan ia sendiri
sekali melompat telah berhadapan dengan The Sun
dan kawan-kawannya. Laki-laki ini tadi terhalang oleh banyak orang maka In
Hong tak dapat melihatnya dengan jelas, sekarang ia
dapat melihat seorang laki-laki berusia paling banyak
empatpuluh tahun, berpakaian compang camping dan
bertubuh tegap. Sikapnya gagah sekali, mukanya
tampan dan membayangkan kegagahan yang jarang
dimiliki oleh laki-laki lain. Alisnya tebal dan giginya
putih bersih serta kuat, wajahnya bersifat jantan dan
cara ia bergerak menunjukkan bahwa ilmu silatnya
tinggi sekali. "Jadi kalian merasa penasaran dan datang untuk
merampas kembali barang-barangmu" Ha, ha, ha,
kalian ini seperti sekumpulan babi yang terlalu gemuk,
yang kebingungan karena kehilangan sedikit
makanan. He, babi-babi gemuk, ketahuilah bahwa
makananmu itu telah menghidupkan banyak sekali
orang dusun. Masih penasarankah kau?"
Tentu saja lima orang kauwsu itu marah sekali dimaki
babi gemuk. Tan Koay Kok yang wataknya paling
keras, segera majukan kudanya dan membentak:
"Kau enak saja membuka mulut. Kau memaki kami
babi, kalau begitu kaulah anjing kelaparan yang
bermata buta, menyerang siapa saja untuk mendapat
tulang kering guna mengisi perutmu yang tiada
dasarnya!" Orang itu tersenyum dan menggeleng kepalanya.
Aneh sekali ketika ia tersenyum, In Hong melihat
seperti ada bayangan kedukaan besar sekali dibalik
senyum itu. Diam-diam ia tertarik sekali kepada orang
ini dan memperhatikan. "Sayang sekali bukan demikian, sahabat. Aku juga
seorang yang kebetulan lewat di daerah sengsara ini.
Melihat orang-orang kelaparan, aku lalu mencari beras
untuk menolong mereka."
"Tentu beras kami yang kau bagi-bagikan. Kau tentu
kaki tangan dari Wu Wi Thaysu!"
Laki-laki itu menggeleng kepalanya. "Sungguhpun aku
kagum kepada Wu Wi Thaysu, aku belum ada
kehormatan bertemu dengan dia yang kini sedang
sibuk mengobati orang-orang sakit di bagian lain,
mempergunakan obat dari kereta-keretamu itu. Beras
ini kudapatkan dari orang-orang hartawan yang mau
tidak mau menyumbangkan persediaannya."
"Dimana Wu Wi Thaysu" Kami hendak bertemu
dengan dia!" kata The Kwan.
"Kalian hendak menagih utang" Tak perlu mencari Wu
Wi Thaysu, kalau kalian datang bukan untuk
membawa gandum guna menolong orang-orang
banyak, lebih baik kalian pulang saja, jangan
mengganggu pemandangan mata disini."
"Jahanam busuk, kau kurangajar sekali. Tidak tahukah
dengan siapa kau berhadapan?" membentak Tan Koay
Kok sambil majukan kudanya.
Laki-laki itu tadinya sudah hendak kembali ke tempat
orang banyak, mendengar bentakan ini ia
membalikkan tubuhnya lagi dan matanya menyapu
rombongan itu. Ia hanya memandang sekilas saja
kepada In Hong dan agaknya menganggap tidak ada
gunanya memandang gadis itu.
"Dengan siapa" Tadinya kusangka akan berhadapan
dengan orang Bu-tong-pay yang berjiwa gagah, tidak
tahunya hanya sekumpulan babi gemuk yang banyak
lagak. Kalian mencari Wu Wi Thaysu mau apa" Kalau
hendak mencari ribut, cukup dengan aku saja. Biar
aku mewakili Wu Wi Thaysu menghajar kalian!"
Sebelum Tan Koay Kok turun tangan, Yo Kang sudah
mendahuluinya. Pemuda ini melompat turun dan
menjura kepada orang gagah itu.
"Maafkan kami, saudara yang gagah. Sesungguhnya
kami merasa kagum melihat kau menolong orang-
orang ini, akan tetapi sikapmu benar-benar terlalu
kasar." "Siapa kau?" laki-laki itu membentak.
"Siauwte yang bodoh bernama Yo Kang, dan
sesungguhnya siauwte pemilik barang-barang dalam
kereta yang dirampas oleh Wu Wi Thaysu."
"Jadi kau yang berjuluk Bu-tong Sin-to, anak murid Bu-
tong-pay itu" Hm, seharusnya kau dapat menahan
lidah orang-orangmu."
"Maaf, dengan siapakah kami berhadapan" Saudara
tentu seorang tokoh kangouw, dari golongan
manakah gerangan?" tanya Yo Kang dan diam-diam
In Hong memuji pemuda ini yang sikapnya jauh lebih
baik daripada guru-guru silat tua itu.
"Aku" Ha, ha, aku akulah Bu Jin Ay, tidak ternama
sama sekali. Yo Kang, kau mau apakah datang ke
tempat ini?" In Hong merasa geli dan juga terharu mendengar
orang itu menyebutkan namanya. Mana ada orang
yang bernama Bu Jin Ay (Tidak ada orang yang
menyinta)" Tentu orang itu memakai nama palsu,
pikirnya. Dan pikiran ini membuat ia diam-diam
tersenyum. Cara orang itu memilih nama baik sekali!
Yo Kang juga bukan orang bodoh, dan ia tahu bahwa
orang itu sengaja menyembunyikan nama aselinya.
"Aku hendak bertemu dengan Wu Wi Thaysu minta
penjelasan. Tentang sumbangan, yah, kalau dipikir-
pikir sesungguhnya ada banyak perbedaan antara
minta sumbangan, pinjam, atau merampas! Yang
paling akhir ini, biarpun di kalangan kangouw bisa
disebut tidak pantas!"
Yo Kang mulai bicara dengan nada gemas, karena tadi
ia mendengar orang ini memuji-muji Wu Wi Thaysu
dan mengejek pihaknya. Dihadapan Wu Wi Thaysu,
mungkin pemuda ini tidak berani bicara kasar, akan
tetapi sikap orang ini yang amat berat sebelah benar-
benar memanaskan perutnya dan membuat darah
mudanya menjadi panas. "Benar sekali kata-katamu, anak muda. Memang
sebagai seorang murid Bu-tong-pay, kau patut
mengerti akan hal itu. Akan tetapi kau masih muda
dan masih hijau sehingga kau tidak dapat mengerti
atau menduga bahwa Wu Wi Thaysu bukanlah orang
yang merampas begitu saja. Aku berani bertaruh
bahwa dia tentu lebih dulu minta atau minta tolong,
baru merampas melihat orang-orangmu menolak
permintaannya. Bukankah benar begitu?"
Cong-piauwsu mendengar ini, berobah airmukanya.
Memang harus ia akui bahwa sebelum merampas,
Wu Wi Thaysu telah berkali-kali minta tolong dan
minta pinjam tujuh kereta terisi bahan makanan dan
obat-obatan itu. "Yo-kongcu, marilah kita melanjutkan perjalanan dan
mencari Wu Wi Thaysu. Perlu apa mesti bercekcokan
dengan orang luar?" katanya.
"Benar!" kata Tan Koay Kok yang gemas sekali melihat
orang yang mengaku bernama Bu Jin Ay ini. "Perlu
apa melayani segala jembel dan anjing kelaparan?"
Yo Kang menjura kepada Bu Jin Ay tanpa bicara lagi,
lalu sekali melompat, dari tempat berdirinya ia telah
berada di punggung kudanya, tanpa binatang itu
nampak terkejut. Dengan gerakan ini, Yo Kang
memperlihatkan ilmu ginkang-nya dan kemahirannya
naik kuda. Akan tetapi Bu Jin Ay menghadang di tengah jalan.
"Kalau kalian hendak mencari Wu Wi Thaysu, boleh
asal membawa lagi tujuh kereta gandum. Kalau tidak,
jangan harap akan dapat melanjutkan perjalanan
mengotori daerah yang sudah cukup sengsara ini!"
"Bedebah kotor, kau mau apakah?" Tan Koay Kok
majukan kudanya. "Apakah matamu buta, tidak tahu
bahwa kami berlima yang mengawani Yo-kongcu
adalah Ngo-losu dari See-ciu yang tidak boleh dibuat
main-main" Minggirlah, kalau tidak jangan katakan
bahwa aku Liong-pian (Pian naga) Tan Koay Kok
adalah orang yang suka menghina si lemah!"


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Jin Ay tertawa bergelak sehingga kuda yang
ditunggangi oleh Tan Koay Kok menjadi kaget dan
menggerak-gerakkan kepalanya.
"Ha, ha, ha, badut lucu! Kau sudah berani membuka
mulut, maka kau harus didenda. Kau tidak membawa
apa-apa, akan tetapi kudamu amat gemuk. Penduduk
disini hanya menerima pembagian beras, sekarang
kau mengantarkan kuda gemuk, banyak terima
kasih!" Tan Koay Kok marah sekali dan ia sudah
mengeluarkan pian baja yang lemas dan panjang,
dengan senjata mana ia menyabet dengan hebatnya
ke arah kepala Bu Jin Ay. Tenaga dari Tan Koay Kok
amat besar, maka sabetannya ini mengeluarkan angin
dan kalau kepala orang itu terkena hantaman pian
baja itu, tentu akan hancur berantakan. Akan tetapi
apa yang terjadi" Dengan tangan kosong, orang itu menerima serangan
pian dengan mengibaskan tangannya. Dari samping,
telapak tangan orang itu menghantam ujung pian
sehingga senjata ini menjadi membalik dan
menghantam kepala kuda yang ditunggangi oleh Tan
Koay Kok sendiri. Terdengar suara keras dan kepala
kuda itu pecah terpukul oleh pian, dan binatang itu
roboh terguling! Tan Koay Kok tentu akan ikut roboh pula kalau ia
tidak cepat-cepat melompat ke samping, mukanya
pucat sekali karena ketika pian tadi tersampok, ia
tidak dapat menahan senjata?ya sehingga memukul
kepala kudanya dengan amat keras! Dari sini saja ia
sudah tahu bahwa lweekang dari orang aneh ini
benar-benar hebat dan jauh lebih tinggi daripada
tenaganya sendiri. Bu Jin Ay tertawa senang. Dengan mudahnya, ia
memegang empat kaki-kuda. Kaki depan dipegang
dengan tangan kiri sedangkan kaki belakang dengan
tangan kanan. Ia mengangkat bangkai kuda itu
dengan ringan, melontarkannya ke tengah dusun
didekat orang-orang dusun yang berkumpul menonton
per-tempuran sambil berkata:
"Nah, kalian boleh membagi-bagi daging kuda gemuk
ini!" Orang-orang dusun itu menjadi gembira sekali dan
sebentar saja kuda itu sudah dikuliti orang dan
dagingnya dibagi-bagi. "Kau benar-benar kurangajar!" The Sun membentak
keras sambil mencabut pedangnya. Ilmu pedang dari
The Sun amat lihay dan biarpun di atas kuda, ketika
kudanya maju dan pedangnya berkelebat, sinar yang
terang menuju ke arah tenggorokan Bu Jin Ay.
Pedang itu telah ditusukkan dan dengan gerak tipu
Liong-teng-thi-cu (Ambil mutiara dikepala naga),
serangan itu amat berbahaya.
"Kau juga iri dan hendak mendermakan kudamu"
Kam-sia (terima kasih), kam-sia?"!," kata Bu Jin Ay.
Secepat kilat ia merendahkan tubuhnya sehingga
ujung pedang lewat di atas kepalanya, kedua
tangannya menangkap kaki depan kuda yang
ditunggangi oleh The Sun dan menariknya ke atas.
Tentu saja tubuh kuda itu menjadi berdiri dan The Sun
tentu akan terlempar ke belakang kalau saja ia tidak
mem-pergunakan kedua kakinya menjepit perut kuda
dan mengerahkan tenaga lweekang pada kedua kaki.
Ia tidak tinggal diam dan dari samping pedangnya
menyambar ke depan untuk menyerang orang yang
memegang kaki depan kudanya. Akan tetapi Bu Jin
Ay sambil tertawa menggerakkan kaki kanan
menendang ke bawah perut kuda, mengenai dada
kuda. http://cerita-silat.mywapblog.com Sian Li Eng Tju. Namaku . . . . . Put Houw Li!
Tiba-tiba orang melihat tubuh The Sun terpental tinggi
di udara dan baiknya orang ini cepat mengatur
keseimbangan tubuhnya sehingga ia dapat jatuh di
atas tanah dalam keadaan berdiri. Mukanya juga
pucat dan peluhnya membasahi muka. Tendangan Bu
Jin Ay pada perut kuda tadi sekaligus melum-puhkan
kedua kaki The Sun, karena tenaga lweekang yang
disalurkan dari kaki ke perut kuda bukan main
hebatnya. Ada pun kuda itu yang terluka isi perutnya,
tewas pada saat itu juga.
Seperti tadi, kuda itupun dilempar oleh Bu Jin Ay ke
arah orang-orang dusun yang cepat menerima dan
mengulitinya! Melihat ini, The Kwan dan Lay Kiat menjadi marah.
Mereka melompat turun dari kuda dan masing-masing
mencabut senjata. The Kwan memegang pedang dan
Lay Kiat memegang golok dan tanpa banyak cakap
mereka menyerbu, menyerang Bu Jin Ay dengan
hebat. Adapun In Hong ketika melihat dua kali gerakan Bu
Jin Ay ketika merampas kuda tadi, dapat menduga
bahwa kepandaian orang ini benar-benar tinggi dan
agaknya kedudukan kakinya seperti ahli silat Siauw-
lim-si. Ia pernah mendengar penuturan yang jelas dari Hek
Moli, bahwa seorang murid Siauw-lim-si kalau belum
tinggi kepandaiannya, dilarang keras meninggalkan
perguruan. Dan gurunya memuji-muji Siauw-lim-si
sehingga Hek Moli sendiri yang sudah berani
mengacau Go-bi-pay dan Kun-lun-pay, masih belum
berani mencoba-coba untuk menguji kepandaian
tokoh-tokoh Siauw-lim-pay yang jarang mau
mencampuri dunia ramai itu.
Menghadapi serangan The Kwan dan Lay Kiat, Bu Jin
Ay tertawa bergelak dan berkata dengan suaranya
yang nyaring: "Yo Kang, kaulihat, orang-orangmu begini tidak punya
guna, bagaimana orang-orang macam ini akan
kauhadapkan dengan Wu Wi Thaysu" Ha, ha, ha!"
Tubuhnya berkelebat kesana sini dan biarpun golok
dan pedang itu menyambar-nyambarnya, tak pernah
dapat mendekatinya. Tiba-tiba terdengar suara keras
dan tahu-tahu pedang dan golok itu saling beradu, lalu
terpental dan melayang ke kanan-kiri.
Lay Kiat dan Thio Kwan melompat mundur dengan
muka berobah merah. Tadi, ketika mereka menyerang
berbareng, entah bagaimana, pergelangan tangan
mereka tertangkap oleh Bu Jin Ay dan sekali
menggerakkan tangan yang memegang pergelangan
tangan kedua lawannya, Bu Jin Ay sudah memaksa
mereka mengadu senjata sendiri, sedemikian
kerasnya sehingga mereka tidak dapat menguasai
tangan dan senjata mereka terlepas. Sebelum lawan
merobohkan mereka, kedua orang yang tahu diri ini
melompat ke belakang. Bu Jin Ay tertawa-tawa dan ia melompat sambil
menggerakkan kaki tangannya. Kuda tunggangan Lay
Kiat kena dipukul kepalanya dan pecahlah kepala itu,
sedangkan kuda tunggangan The Kwan tertendang
dadanya, sehingga bunyi tulang-tulang patah dan
kuda inipun roboh binasa. Bu Jin Ay dengan enaknya
menyeret tubuh dua ekor kuda itu dan
melemparkannya kepada orang-orang dusun yang
kini kebanjiran daging sehingga berlebih-lebihan!
"Indah sekali gerakan Lauw-siang-goat (Mencari
sepasang bulan) itu!" terdengar orang memuji dan
baru saja pu?jian ini habis, tubuh Pouw Cun yang
tadinya masih nongkrong di atas kudanya, tahu-tahu
telah berada di depan Bu Jin Ay!
Bu Jin Ay tercengang mendengar orang mengenal
gerak tipunya ketika menghadapi dua lawannya tadi,
maka ia memandang tajam. Juga In Hong diam-diam
kagum, ternyata dugaannya tidak keliru. Baru melihat
pertama kalinya saja ia tahu bahwa guru silat yang
pendiam dan matanya seperti selalu mengantuk ini
ternyata berpandaian paling tinggi di antara kawan-
kawannya. Dia sendiri yang tidak mengenal ilmu silat
Siauw-lim-pay secara mendalam, tidak dapat
mengenal gerak tipu yang dipergunakan oleh Bu Jin
Ay tadi, sungguhpun ia dapat melihatnya dengan jelas
sekali. "Ha, Yo Kang bocah Bu-tong-pay, ternyata ada juga
pengiringmu yang mempunyai mata tajam!" kata Bu
Jin Ay sambil memperhatikan guru silat yang datang
dan tidak membawa senjata ini.
"Bu Jin Ay sicu benar-benar hebat kepandaiannya. Aku
si tua lemah Pouw Cun yang melihat kelihayanmu,
melupakan kebodohan sendiri dan hendak mencoba-
coba. Biarlah kudaku kudermakan kepada orang-
orang dusun yang tidak kenal kenyang itu," katanya.
Sambil berkata demikian, Pouw Cu tiba-tiba
membungkuk, memegang atau lebih tepat
menyangga perut kudanya dan sekali ia berseru, kuda
itu terlempar ke atas dan jatuh tepat di atas pohon
yang banyak cabangnya sehingga kuda itu tertahan
disitu, meronta-ronta dan meringkik-ringkik ketakutan,
akan tetapi tentu saja tidak berani melompat turun,
apalagi memang ia tergantung sedemikian rupa
sehingga keempat kakinya nyeplos di antara cabang-
cabang! "Orang-orang dusun boleh naik dan menurunkan kuda
itu kalau aku sudah kalah olehmu, sicu," katanya
kepada Bu Jin Ay. Menyaksikan demonstrasi tenaga lweekang yang
hebat ini semua orang dusun meleletkan lidahnya.
Diam-diam Yo Kang juga memuji karena ia tidak
pernah mengira bahwa guru silat pembantunya yang
terkenal pendiam tidak banyak omong ini ternyata
lihay sekali, sungguhpun demonstrasi itu tidak meng-
herankannya. "Aha, Pouw-loenghiong benar-benar kuat sekali!" kata
Bu Jin Ay, "mana bisa siauwte melawannya?" Akan
tetapi biarpun mulutnya bicara demikian, namun
tangan kakinya segera bergerak dan ia memasang
kuda-kuda yang disebut Kwan-kong menarik busur.
Inilah kuda-kuda seorang ahli lweekeh untuk
menghadapi lawan yang memiliki tenaga lweekang
yang tinggi pula. Pouw Cun tersenyum. "Jangan sungkan-sungkan, sicu.
Majulah!" Baru saja kata-katanya habis, tubuhnya
sudah berkelebat maju dan ternyata ginkangnya
hebat juga. Dalam jurus pertama saja, Pouw Cun telah
menyerang dengan dua gerakan sekaligus! Serangan
pertama merupakan totokan dengan jari tangan
kanan ke arah leher, disusul oleh tusukan jari-jari kiri
ke lambung dan kaki kanannya terbang menyusul
menendang lutut lawan! "Bagus, kiranya lo-enghiong dari Hoa-san-pay!" kata
Bu Jin Ay dan cepat pula ia mengelak dari tendangan
dengan menggeser kaki, miringkan kepala untuk
mengelak dari totokan ke arah leher sedangkan
tusukan kelambung dapat di-tangkisnya.
Dua lengan beradu dan Pouw Cun merasa lengannya
sakit dan terpental mundur, sedangkan Bu Jin Ay
seperti tidak merasa sesuatu! Pouw Cun penasaran
sekali dan mendesak terus, akan tetapi Bu Jin Ay
memperlihatkan kegesitan serta tenaga lweekangnya
yang memang masih menang tinggi. Tiap kali ia
menangkis pukulan, Pouw Cun merasa lengannya
sakit dan sebentar saja kedua lengannya telah
merah-merah kulitnya! Setelah membela diri selama duapuluh jurus, tiba-tiba
terdengar Bu Jin Ay berseru "Maafkan, lo-enghiong,
siauwte berlaku kasar!"
Pada saat itu, Pouw Cun mempergunakan gerak tipu
Hoa-san soat-piauw (Salju melayang di Hoa-san),
kedua tangannya bergantian memukul ke depan
dengan gencarnya. Tiba-tiba kedua tangannya
tertahan dan tahu-tahu kedua telapak tangannya
telah menempel pada kedua telapak tangan
lawannya! Pouw Cun hendak menarik tangannya, akan tetapi
ada tenaga dari telapak tangan Bu Jin Ay yang
menyedot tangannya sehingga tangan itu menempel
tak dapat dipisahkan lagi. Pouw Cun tahu bahwa
lawannya hendak mengadu lweekang, maka ia
mengerahkan seluruh tenaga dan ambekan,
mengempos semangatnya dan kedua lengannya
sampai mengeluarkan suara berkeretakan ketika ia
mendorong dengan sekuat tenaga un?tuk
merobohkan lawannya. Namun, tubuh Bu Jin Ay seperti batu karang
kokohnya. Bahkan orang ini masih bisa mengeluarkan
suara ketawa, tanda bahwa adu tenaga ini tidak
memerlukan seluruh tenaganya! Kemudian, setelah
tenaga Pouw Cun dikeluarkan seluruhnya, dengan
mendadak Bu Jin Ay melompat ke samping sambil
menarik tangannya. Tak dapat dicegah lagi, terdorong oleh tenaganya
sendiri, Pouw Cun terhuyung ke depan dan akhirnya
ia terjungkal ke depan. Baiknya sebelum hidungnya
mencium batu yang tentu akan membocorkan
hidungnya Bu Jin Ay mengaitkan kakinya dan sekali
sontek tubuh Pouw Cun tidak jadi roboh, melainkan
berjumpalitan ke atas dan kauwsu ini dapat berdiri
kembali. Mukanya sebentar merah sebentar pucat,
akhirnya ia menghela napas dan berkata:
"Sudahlah, aku orang she Pouw tiada gunanya, perlu
belajar sepuluh tahun lagi untuk dapat


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengimbangimu. Ambillah kuda itu, aku mengaku
kalah." Bu Jin Ay lalu menghampiri pohon dimana kuda itu
masih tertahan. Sekali ia mengayun tangannya,
terdengar suara keras dan pohon itu terkena
dorongannya lalu tumbang bagaikan didorong oleh
gajah. Kuda itu tentu saja ikut jatuh, akan tetapi Bu
Jin Ay menyambar kakinya dan sebelum tubuh kuda
itu terbanting, ia telah mengayun tubuh itu ke atas
sehingga luput daripada kematian. Sambil menuntun
kuda yang gemetaran itu, Bu Jin Ay menghadapi
Pouw Cun dan berkata dengan wajah sungguh-
sungguh: "Pouw-loenghiong, siauwte sungguh kagum
kepadamu dan dengan rela hati siauwte
mengembalikan kuda ini. Harap lo-enghiong sudi
memberi maaf kepada siawtee yang berlaku
kurangajar tadi." In Hong makin kagum kepada orang itu yang
ternyata bukanlah seorang kasar. Ternyata bahwa
sekarang orang ini demikian sopan santun dan
merendah. Ia benar-benar kagum dan menduga
bahwa orang ini bukanlah seorang pendekar biasa.
Makin ingin ia berkenalan dengan pendekar aneh ini.
Akan tetapi, ternyata bahwa biarpun pendiam, Pouw
Cun adalah seorang yang berhati keras dan angkuh.
Sekali ia berjanji, sampai mati ia tidak mau menarik
kembali janjinya. Ia tersenyum pait, lalu menuntun
kuda itu tanpa berkata sesuatu apa. Akan tetapi ia
menuntun kuda itu kedekat orang-orang dusun, lalu
tiba-tiba ia menghantam kepala kudanya sehingga
pecah. "Saudara-saudara yang amat membutuhkan daging
ini, ambillah. Aku sudah berjanji untuk mendermakan
milik yang tidak berharga ini!" Kemudian ia melompat
kembali ke tempat kawan-kawannya.
Bu Jin Ay menarik napas panjang, lalu memandang
kepada Yo Kang dan matanya mengharapkan agar
pemuda ini tahu diri dan suka kembali, pergi dari situ.
"Seorang gagah berani berbuat berani bertanggung
jawab dan tidak akan menyesali perbuatannya itu!"
tiba-tiba terdengar suara yang lemah lembut dan
merdu, oleh orang-orang lain terdengar perlahan saja
akan tetapi pada telinga Bu Jin Ay amat menusuk dan
keras sekali seperti bunyi guntur! "Air yang bersumber
dari Sungai Huang-ho, mengalir kemanapun juga
masih tetap hebat, dan kiranya Siauw-lim-si boleh
diumpamakan Sungai Huang-ho yang besar dan
megah!" Ucapan ini keluar dari mulut In Hong.
Yo Kang dan lima orang kauwsu, juga Cong-piauwsu
memandang kepada In Hong dengan terheran-heran,
sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan
oleh gadis ini dan mengira bahwa In Hong telah
lancang begitu saja, bersikap seakan-akan mengerti
urusan kangouw. Akan tetapi, Bu Jin Ay tiba-tiba memandang dengan
mata memancarkan cahaya aneh dan kagum, juga
tercengang sekali. Ia melangkah maju menghadapi
kuda In Hong, lalu matanya terbelalak dan mulutnya
teranganga. Kedua tangannya bergerak menggosok-gosok
matanya seakan-akan ia tidak percaya akan
pandangan matanya sendiri, kemudian ia
menggeleng-geleng kepala, lakunya seperti orang
gendeng. "Aku mengimpi?"," bisiknya perlahan.
Kemudian ia dapat menguasai perasaannya, menjura
kepada In Hong dan berkata:
"Aku Bu Jin Ay benar-benar telah buta mataku. Nona
cilik benar-benar bermata awas. Kau membawa
pedang yang gagangnya demkian indah, terang
pedang pusaka dan siapa yang berani membawa
pedang pusaka, tentu lihay kiam-hoatnya. Nona cilik
turunlah dari kudamu dan cabutlah pedangmu. Aku si
bodoh yang bermata buta mohon pengajaran dari
murid orang pandai."
In Hong merengut. Ia tak senang berkali-kali disebut
"nona cilik." "Kau bicara seperti kakek-kakek bongkok dan pikun!"
bentaknya. "Usiaku sudah sembilanbelas tahun, kau
masih mau membadut mengatakan aku nona cilik?"
Ia tetap di atas kudanya dan tidak mencabut
pedangnya. Bu Jin Ay memandang dan ia tersenyum, matanya
berseri-seri, kelihatannya gembira sekali.
"Maaf, kiranya kau seorang cian-kim-siocia yang
cantik dan gagah. Maafkan aku, dan sekarang, setelah
kau mengeluarkan ucapan, apakah kau juga hendak
mendermakan kudamu?"
"Biarpun orang Siauw-lim-pay, akan mengerti juga
bahwa seorang gagah mempunyai rasa setia kawan.
Kalau lima orang lo-kauwsu sudah mengorbankan
kuda mereka, mengapa aku tidak" Sebaliknya,
merampas kuda tunggangan seorang yang
melakukan perjalanan jauh, hanya untuk memenuhi
selera orang-orang yang sedang kelaparan, benar-
benar tak dapat dikatakan menyenangkan hati."
Mendengar ini, Bu Jin Ay menoleh kepada orang-orang
dusun yang telah mendapat daging kuda sebanyak
itu, lalu berkata: "Hee! Kau dengar kata-kata nona gagah ini" Jangan
habiskan daging-daging itu sekadar memenuhi selera
kalian, akan tetapi keringkanlah agar dapat
dipergunakan di hari-hari berikutnya. Jangan berpesta
pora hari ini untuk kelaparan besok harinya!"
Kemudian ia menghadapi In Hong sambil berkata
"Nona, setelah kau tiba disini dan mengeluarkan kata-
kata, tak dapat tidak kita berdua harus main-main
sebentar!" "Kau turunkan aku dari kuda kalau kau dapat, dan
kau boleh ambil kuda ini kalau kau bisa!"
In Hong menantang tanpa turun dari kudanya, juga
tidak mencabut pedangnya. Sikapnya biasa dan
anehnya wajahnya berseri-seri memandang kepada
Bu Jin Ay, seakan-akan ia tengah bersenda gurau
dengan orang gagah yang aneh itu.
"Begitukah" Kau anak nakal, kaukira aku tidak bisa
melakukan itu" Awas, bersiaplah kau! Jawab Bu Jin
Ay dengan sepasang mata bersinar-sinar dan mulut
tersenyum. Dengan langkah tenang ia lalu
menghampiri In Hong yang masih duduk di atas
punggung kudanya. Akan tetapi, sebelum Bu Jin Ay turun tangan, tiba-tiba
Yo Kang melompat turun dari kudanya dengan golok
di tangan. Ia cepat melompat di depan In Hong dan
menghadang orang aneh itu, melindungi In Hong.
"Harap kau jangan mengganggu adik misanku! Hong-
moy, jangan kau main-main dengan dia yang lihay
dan berbahaya!" Bu Jin Ay memandang tajam kepada Yo Kang: "Aku
dan nona itu mau main-main sebentar, mengapa kau
turut campur" Kau mau apakah?"
Yo Kang sudah maklum akan kelihayan orang aneh
ini, maka ia tidak berani herlaku kasar. Sambil berdiri
tegak di depan kuda In Hong, dan goloknya
dilintangkan di depan dada, ia menjawab:
"Si kuat mengganggu si lemah, itulah bukan
perbuatan seorang hohan (orang gagah). Kalau adik
misanku telah mengeluarkan kata-kata yang tidak
menyenangkan hatimu, biarlah aku Yo Kang yang
menebus dosanya. Kau telah mengalahkan lima orang
pembantuku dan merampas kuda mereka, biarlah kau
sekarang memberi pelajaran padaku dan kalau perlu,
jangan hanya kuda, biar nyawaku aku sediakan
untuk mem?bela nama dan membela adik misanku
ini." Ucapan Yo Kang ini memang gagah dan In Hong
diam-diam merasa terharu. Tak disangkanya bahwa
pemuda yang terlahir dikeluarga kaya itu, ternyata
memiliki kegagahan yang lebih berharga daripada
seluruh harta kakek Yo Tang! Dan yang membuat ia
terharu adalah cinta kasih pemuda ini terhadapnya
yang kini telah dibuktikan dengan perlindungannya
yang dimodali nyawa, sungguhpun Yo Kang tahu
bahwa kepandaian orang aneh itu tinggi sekali.
Bu Jin Ay tertawa bergelak, lalu berkata: "Cinta
membikin orang buta dan gila, akan tetapi tanpa cinta
kasih, hiduppun tidak berguna! Anak muda, kau mau
memamerkan ilmu golokmu" Marilah!" Sambil berkata
demikian, orang aneh ini lalu menyerang, menerjang
maju dengan tangan kanan mencengkeram kepada
Yo Tang dan tangan kiri menyambar ke arah gagang
golok untuk merampasnya. Yo Kang sudah bersiap-siap, maka melihat datangnya
serangan hebat ini, ia cepat melompat ke kiri dan
membabat dengan goloknya ke arah lengan kiri,
kemudian bebatan itu diteruskan dengan tusukan ke
arah lambung lawannya. "Bagus!" Bu Jin Ay berseru keras sekali sehingga kuda
yang ditunggangi In Hong menjadi terkejut dan
gelisah. Terpaksa In Hong menarik kendali kudanya
dan membuat binatang itu melangkah mundur,
menjauhi tempat pertempuran sampai kira-kira dua
tombak dan dari situ ia menonton pertempuran itu
dengan penuh perhatian. Ilmu golok dari Yo Kang adalah ilmugolok dari Bu-
tong-pay aseli. Lima orang guru silat itu biarpun telah
mempelajari ilmu silat bermacam-macam dan sudah
pula mempunyai pengalaman bertempur, namun
dibandingkan dengan Yo Kang, masih kalah.
Hal ini adalah karena biarpun Yo Kang hanya
mempelajari satu macam ilmu silat, namun yang ia
pelajari adalah ilmu silat aseli dari perguruan yang
besar, sehingga ia dapat memetik sarinya dan
ilmugoloknya benar-benar tidak boleh dipandang
rendah. Goloknya berkelebat-kelebat bagaikan seekor
naga mengamuk dan mata golok itu tergetar selalu
sehingga kalau dipandang seperti lebih dari satu golok
yang dipegangnya. Menghadapi ilmugolok aseli dari Bu-tong-pay yang
dimainkan dengan hebatnya oleh Yo Kang, orang
aneh itu nampak terdesak. Namun anehnya, Bu Jin Ay
tidak mau mencabut pedangnya dan hanya
menghadapi golok itu dengan kedua tangan kosong.
Memang ia amat gesit, namun golok ditangan Yo
Kang tentu saja lebih cepat gerakannya daripada
gerakan orang mengelak sehingga golok itu terus
menyambar-nyambar mengancam lawan. Yang
mengagumkan sekali, kadang-kadang kalau ia sudah
kehabisan waktu untuk mengelak, Bu Jin Ay dengan
berani sekali mengibaskan tangan dan jari-jari
tangannya menyentil golok itu sehingga terpental dan
tidak jadi melukainya! In Hong kagum sekali dan ia maklum bahwa Yo Kang
takkan dapat memperoleh kemenangan, bahkan
orang aneh itu sudah berlaku terlalu mengalah
kepadanya. Kalau orang aneh itu mau mengeluarkan
senjatanya, sudah dapat diduga bahwa dalam
beberapa jurus saja Yo Kang akan roboh. Kalau
dilihat-lihat, orang aneh itu seakan-akan hanya
menguji sampai dimana kehebatan ilmu golok Yo
Kang yang memang cukup baik dan patut dipuji.
Akan tetapi, tidak demikian pendapat Yo Kang.
Pemuda ini merasa penasaran dan marah sekali
melihat lawannya hanya menghadapi dengan tangan
kosong. Inilah penghinaan hebat baginya. Belum
pernah selama hidupnya goloknya yang membuat
namanya amat terkenal dengan sebutan Bu-tong Sin-
to (Golok sakti dari Bu-tong-pay) itu dihadapi orang
dalam pertempuran dengan tangan kosong belaka!
Apalagi ia selalu berada dipihak yang mendesak,
hatinya menjadi besar dan timbul nafsunya untuk
mengalahkan atau merobohkan orang aneh ini,
sungguhpun ia tidak mempunyai niat dihati untuk
membunuhnya. Maka setelah tigapuluh jurus lewat
belum juga ia dapat melukai Bu Jin Ay, ia menjadi
penasaran sekali dan memutar goloknya lebih cepat
lagi. Bu Jin Ay agaknya sudah merasa puas. Melihat
gerakan pemuda itu makin mengganas, ia tertawa
bergelak dan berkata: "Yo-kongcu, kau betul-betul
tidak mengecewakan telah mempelajari ilmu golok
dari Bu-tong-pay. Untuk kepandaianmu yang kau
pelajari amat baiknya ini, biarlah aku mengalah dan
tidak jadi mengambil kudamu!"
Sambil berkata demikian, Bu Jin Ay melompat ke
belakang menjauhi Yo Kang. Kata-katanya ini jelas
menyatakan bahwa ia tidak ingin melanjutkan
pertempurannya dengan Yo Kang.
Akan tetapi Yo Kang merasa penasaran dan gemas
sekali. Tidak saja ia belum dapat merobohkan
lawannya, bahkan kata-kata lawannya itu terang
sekali menyatakan bahwa lawan tadi merasa diri
jauh lebih unggul dan sengaja mengalah! Darah
mudanya tidak membiarkan ia sudah begitu saja
sebelum ada keputusan siapa kalah siapa menang,
maka ia menubruk maju dan menyerang lagi dengan
hebatnya. "Aku masih belum kalah!" katanya penasaran.
Marahlah Bu Jin Ay. "Anak muda kepala batu! Jadi kau


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingin sekali roboh olehku" Mudah saja, bocah.
Awaslah pedangku!" Tanpa dapat terlihat oleh Yo
Kang saking cepatnya gerakan tangan Bu Jin Ay, tahu-
tahu tangan kanan orang aneh itu telah memegang
pedang yang tajam dan terdengar suara "Traang!"
yang nyaring sekali ketika golok Yo Kang beradu
dengan pedang. Yo Kang merasa telapak tangannya tergetar hebat
dan hampir saja goloknya terlepas dari pegangan.
Akan tetapi dasar ia masih muda dan berdarah panas,
ia tidak mau mundur dan bagaikan seekor harimau
muda ia menubruk lagi sambil menyerang dengan
goloknya. Bu Jin Ay menangkis lagi dan kali ini setelah
menangkis, pedangnya itu langsung meluncur ke
depan, ke arah muka Yo Kang! Yo Kang yang kena
ditangkis goloknya sehingga mental ke bawah,
berlaku nekad. Ia membiarkan pedang lawan
melayang kemukanya dan sebagai pembalasan, ia
juga menggerakkan goloknya dari bawah menyabet
pinggang lawannya! Gerakan ini cepat dan hebat
sekali sehingga kalau pedang itu mengenai muka Yo
Kang. agaknya goloknyapun akan berhasil membabat
pinggang Bu Jin Ay. "Celaka?"" In Hong mengeluh dalam hatinya. Ia tidak
mengira bahwa Yo Kang begitu bodoh dan nekad
sehingga dalam pertempuran yang tidak berdasarkan
permusuhan itu ia mau mengadu jiwa.
Ia tidak kenal siapa adanya Bu Jin Ay itu, yang baru
dilihatnya sekarang, biarpun ia tertarik dan suka
melihat sikap orang gagah ini, namun orang itu bukan
apa-apa baginya. Sebaliknya, Yo Kang adalah kakak-
misannya, maka betapapun juga, ia harus membantu
Yo Kang, melepaskan pemuda itu dari ancaman maut
yang agaknya sudah tak dapat dielakan lagi.
Sinar hitam meluncur dari tangan gadis ini tanpa ada
orang yang melihatnya. Para kauwsu sedang asik
menonton pertempuran, maka siapakah yang
memperhatikan gadis di atas kudanya itu"
Ketika sinar hitam yang meluncur dari tangan In Hong
itu tiba di tempat pertempuran, dua orang yang
sedang bertempur berseru kaget. Bu Jin Ay kaget
sekali ketika tiba-tiba pedangnya terpental seakan-
akan terbentur oleh sesuatu. Sekelebatan ia melihat
sinar hitam yang aneh sekali namun amat kuatnya.
Sedangkan Yo Kang kaget bukan main karena tiba-
tiba Bu Jin Ay mengangkat kaki menendang goloknya
sehingga golok itu terpental dan terlepas dari
pegangannya! Yo Kang tidak berdaya lagi dan Bu Jin Ay amat marah
melihat ada sinar hitam membentur pedangnya tadi.
Ia tahu bahwa ada orang membantu Yo Kang, orang
yang pandai sekali. Hal ini mendatangkan penasaran
dan marah besar, maka setelah ia berhasil
menendang golok Yo Kang sehingga terlepas, ia lalu
menggerakkan pedang ke arah telinga pemuda itu
untuk memotong telinga sebelah kanan!
Bukan main marah dan ngerinya hati In Hong melihat
gerakan ini. Ia tahu bahwa kalau ia tidak turun
tangan, Yo Kang tentu akan kehilangan telinga
kanannya. Maka, seperti tadi pula, ia mengayun
tangan dan sinar hitam menyambar. Kini bukan hanya
satu, melainkan tiga sekaligus!
Sebetulnya, Bu Jin Ay tidak begitu keji untuk
membuntungi telinga pemuda tampan itu. Ia sengaja
melakukan hal ini untuk memancing keluar orang
yang membantu Yo Kang. Kalau melihat Yo Kang
terancam bahaya, tentu orang itu akan turun tangan
lagi. Pancingannya berhasil, karena kini tiga sinar hitam
menyerangnya, satu ke arah pergelangan tangan
yang memegang pedang, yang datang terdahulu dan
cepat sekali, kedua menyerang ke arah jalan darah
dipundaknya dan ketiga menyerang lambung!
Bu Jin Ay kaget sekali, bukan saja karena hebatnya
serangan sinar hitam ini, akan tetapi lebih kaget
melihat bahwa yang melepas sinar-sinar hitam itu
adalah nona muda yang duduk di atas kuda! Rasa
kaget ini membuat ia termangu dan agak
memperlambat gerakannya. Ia dapat menarik tangan yang memegang pedang
sehingga terluput dari sambaran sinar hitam, dan
karena serangan sinar hitam pada lambung dan
pundak datang berbareng, ia pikir yang menyerang
lambung lebih berbahaya, maka ia menyampoknya
dengan ujung lengan baju kiri dan mencoba untuk
mengelak sinar hitam yang menotok pundak.
Akan tetapi, pada saat ia terancam bahaya, Yo Kang
tidak tinggal diam. Pemuda ini setelah goloknya
terlepas, lalu menggunakan tangan kiri memukul dada
lawannya. "Buk!" Bu Jin Ay terhuyung mundur dan mukanya berobah.
Bagi orang lain, juga bagi Yo Kang, dikira bahwa jago
aneh itu terhuyung karena pukulan Yo Kang. Akan
tetapi sesungguhnya, lweekang dari Bu Jin Ay sudah
sedemikian tingginya sehingga pukulan itu hanya
mendatangkan sedikit rasa sakit pada dadanya,
namun tidak mendatangkan luka berat. Yang hebat
adalah serangan sinar hitam itu, karena tadi ketika ia
mengelak, gerakannya kurang cepat dan ujung
pangkal lengan dekat pundak masih terkena sinar
hitam itu dan mendatangkan rasa ngilu dan perih!
Sinar hitam itu adalah kepandaian tunggal dari Hek
Moli yang diturunkan kepada muridnya, yakni senjata
rahasia berupa bubuk pasir hitam yang luar biasa
lihaynya. Sekali mengenai kulit, pasir hitam ini akan
menembus dan meresap ke dalam jaringan darah
dibawah daging! Bu Jin Ay tersenyum pait. Ia memandang kepada Yo
Kang dan berkata: "Aku si bodoh terima kalah!"
Kemudian ia menghadap kepada In Hong sambil
bertanya: "Nona, beritahukan namamu!"
In Hong merasa terkejut dan juga menyesal. Tadi ia
menyerang orang itu karena mengkhawatirkan
keselamatan Yo Kang, akan tetapi melihat cara Bu Jin
Ay menarik tangannya, tahulah ia bahwa sambaran
pedang ke arah telinga Yo Kang hanya gertak belaka,
jadi orang itu tidak sungguh-sungguh hendak
membuntungi telinga Yo Kang.
Ia menyesal sekali karena melihat pasir hitamnya
telah melukai pundak Bu Jin Ay, dan ia maklum
bahwa hal itu amat berbahaya bagi keselamatan
orang gagah yang aneh itu.
"Namaku" Aku?" aku?" sebut saja aku Put Hauw Li
(Anak perempuan tidak berbakti). Aku mempunyai
obat untuk menyembuhkan lukamu?""
Akan tetapi, Bu Jin Ay sudah melompat jauh sekali
dan berlari pergi, terdengar suara ketawanya dan
suaranya lapat-lapat terdengar oleh In Hong,
sungguhpun tidak terdengar oleh orang lain:
"Namanya Put Hauw Li?" sungguh aneh?"
airmukanya sama benar?" kepandaiannya lihay?"
aahh?"" Dan sebentar saja bayangan orang aneh itu
lenyap. Lima orang kauwsu menghampiri Yo Kang dan
dengan muka merah The Sun berkata: "Yo-kongcu,
kepandaianmu tinggi sekali sehingga kau berhasil
dapat mengusirnya. Kami orang-orang tua tidak
berguna, percuma saja mengawanimu."
"Aah, kepandaianku tidak seberapa, The-kauwsu,
hanya orang aneh itu yang berlaku mengalah. Sayang
sekali bahwa ngo-wi yang mencari perkara dengan
dia. Sekarang kuda kita tinggal dua lagi, bagaimana
baiknya?" In Hong majukan kudanya. "Yo-twako, kau mencari
Wu Wi Thaysu bukan untuk bertempur, mengapa
harus mencari kawan" Karena kuda yang masih ada
hanya kudamu dan kudaku, marilah kita berdua saja
mencari tosu itu." "Benar kata Kwee-lihiap," kata Pouw Cun, karena guru
ini setengah dapat menduga akan kelihayan In Hong,
"biarlah kami berlima kembali jalan kaki, hitung-hitung
untuk menebus dosa."
Terpaksa Yo Kang menyetujui hal ini dan ia lalu pergi
bersama In Hong, membalapkan kuda menuju ke
dusun di depan setelah mendapat petunjuk dari Cong-
piauwsu dimana tempatnya dusun yang pernah
mencoba untuk merampas kereta berisi gandum.
http://cerita-silat.mywapblog.com Sian Li Eng Tju Tosu Tua
Go-bi-pay Tosu Tua Go-bi-pay Setelah mengalami pertempuran dengan Bu Jin Ay
yang aneh, Yo Kang tidak berani berlaku sembrono
lagi. Di dusun yang dimaksudkan, ia berlaku ramah-
tamah dan halus, menanyakan kepada mereka
dimana adanya Wu Wi Thaysu, seakan-akan seorang
sahabat hendak mencari orang tua itu.
Ia mendapat keterangan bahwa Wu Wi Thaysu
sedang berada di dusun yang sepuluh lie jauhnya dari
situ, membawa kereta berisi bahan obat untuk
menolong orang-orang yang sedang diamuk penyakit-
penyakit panas, dan kebetulan sekali bahan obat
yang dikirim oleh Yo Kang adalah obat untuk
menyembuhkan penyakit demam panas.
Mereka akhirnya mendapatkan Wu Wi Thaysu sedang
membagi-bagi obat kepada orang-orang dusun sambil
memberi penjelasan cara memasak dan
meminumnya. Melihat kedatangan dua orang muda
ini, tosu yang sudah tua itu lalu mengoperkan
pekerjaannya kepada seorang dusun yang sudah tua
pula, dan ia menyambut Yo Kang.
"Wu Wi Locianpwe, maafkan boanpwe Yo Kang
datang mengganggu pekerjaan locianpwe yang mulia,
membagi-bagi obat kepada orang-orang dusun," kata
Yo Kang. "Ha, Yo-sicu datang-datang menyindir. Memang obat-
obat itu tadinya milikmu yang kurampas dari orang-
orangmu. Kau tentu datang untuk menagih, bukan?"
"Tidak, locianpwe, hanya boanpwe mohon kepada
locianpwe agar suka berjanji bahwa pengiriman-
pengiriman selanjutnya takkan mendapat gangguan."
Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya sehingga
jenggotnya berkibar-kibar. "Tidak bisa, tidak bisa. Pinto
boleh berjanji, akan tetapi bagaimana dengan mereka
yang membutuhkannya?"
Yo Kang mulai tidak senang. "Locianpwe benar-benar
keterlaluan. Boanpwe adalah seorang pedagang,
kalau terus menerus diganggu, bukankah
perdagangan boanpwe bisa bangkrut?"
Mendengar ini, In Hong merasa kecewa. Sedikit
banyak, pemuda ini sudah ketularan watak kakeknya,
menganggap soal untung dan harta benda sebagai
soal terpenting. "Sudahlah, Yo-sicu. Pinto selamanya tidak mau hutang,
kali ini hutang tujuh kereta, tentu akan pinto bayar
pula. Karena pinto tidak beruang, dan tidak punya
apa-apa, maka pinto hendak menukarnya dengan
tujuh petunjuk ilmu silat agar Bu-tong-to-hwat (Ilmu
golok Bu-tong-pay) yang kau pelajari bisa makin
baik." Mendengar ini, Yo Kang merasa girang juga. Memang
pemuda ini setelah mengalami kekalahan dari Bu Jin
Ay yang aneh dan kemudian ia mendapatkan
kemenangan yang aneh pula, ia merasa kecewa.
Kalau tokoh besar Go-bi-pay ini mau mengajarnya
dengan tujuan petunjuk, hal itu baik sekali. Memang
iapun tidak menghendaki pembayaran hutang, karena
bagaimanakah tosu ini dapat membayar harga dari
tujuh kereta barang itu"
"Terima kasih atas kemurahan hati locianpwe,"
katanya. "Nah, cabutlah golokmu. Ingat baik-baik, ambil tujuh
jurus penyerangan ilmu golokmu yang paling lihay
dan pergunakan itu untuk menyerangku!"
Mendengar ini, Yo Kang tertegun. Ia mengira akan
mendapat pelajaran ilmu silat, mengapa ia bahkan
harus menye?rang kakek itu"
"Jangan ragu-ragu, Yo-sicu. Kalau kau sampai berhasil
melukai atau bahkan membunuhku, itu juga
merupakan pembayaran yang baik sekali. Tujuh
kereta bahan makanan dan obat, yang menolong
ratusan nyawa orang, diganti dengan cucuran darah
pinto yang tua bangka atau dengan nyawa pinto
yang sudah bosan dikurung di tubuh bobrok ini,
bukankah itu baik sekali" Sebaliknya kalau golokmu
tidak berhasil, kau akan mendapat tambahan
pelajaran yang amat berguna bagimu kelak."
Akan tetapi Yo Kang tetap saja ragu-ragu, apalagi
kalau ia ingat bahwa In Hong berada disitu. Ia tidak
mau gadis itu akan mencelanya dan menganggapnya
keterlaluan menyerang seorang kakek dengan
goloknya, apalagi mempergunakan jurus-jurus terlihay
dari Bu-tong-to-hwat. Tak terasa lagi ia menoleh
kepada In Hong, seperti minta nasihat.
"Yo-twako, Wu Wi Totiang bermurah hati kepadamu,
mengapa kau ragu-ragu untuk menerimanya" Lekas
serang dia!" kata gadis ini.
Kini Yo Kang mengambil keputusan tetap. Peraturan


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"membayar hutang" ini ditetapkan oleh tosu itu
sendiri, bahkan In Hong juga menyetujui, maka kelak
ia takkan mendapat nama buruk.
"Siaplah, locianpwe, jurus penyerangan pertama
boanpwe lakukan!" katanya dan setelah memutar
golok, ia lalu menyerang dengan gerak tipu See-ceng-
pay-hud (See-ceng sembah Buddha). Inilah jurus
penyerangan yang amat lihay dari Bu-tong-pay dan
kalau lawan tidak berkepandaian tinggi, sukarlah
menghindarkan diri dari serangan golok ini. Sebelum
golok menusuk ke dada, lebih dulu tangan kiri
menyelok ke arah perut lawan untuk mengacaukan
pertahanan dan golok menyusul dengan kecepatan
kilat. Wu Wi Thaysu bergerak lambat sekali, seakan-akan
orang sedang bermain-main. Akan tetapi, ketika golok
itu meluncur ke arah dadanya, ia miringkan tubuh,
menggeser kaki ke kiri dan sekali tangannya
berkelebat ke depan, sambungan siku tangan Yo Kang
yang memegang golok telah kena disentil sehingga
lengan itu gemetar dan goloknya terlepas dari
pegangan! "Ambillah golokmu, Yo-sicu dan lakukan
penyeranganmu yang kedua," kata tosu itu sambil
tersenyum tenang. Muka Yo Kang merah sekali. Ia merasa dipermainkan
oleh tosu ini. Katanya hendak mengajar silat, akan
tetapi ia disuruh menyerang dan kemudian dikalahkan
dalam segebrakan saja, bukankah ia sengaja hendak
mempamerkan kepandaian dan sengaja hendak
menghinanya" Saking malunya ia menjadi marah. Ia mengambil
goloknya dan sambil berseru keras ia melakukan
serangan yang kedua, kini ia menggunakan gerak tipu
Liong-bun-kwa-hi (Dipintu naga tunggang ikan).
Serangan ini bahkan lebih hebat dari pada serangan
pertama. Golok mula-mula diputar merupakan
gulungan sinar bundar lebar di depan tosu itu,
kemudian tiba-tiba tubuh Yo Kang melompat tinggi
dan golok itu dari bawah perutnya ditusukkan ke
depan, ke arah leher tosu itu.
Seperti tadi, Wu Wi Thaysu bergerak perlahan sekali,
akan tetapi setelah serangan tiba, ia cepat
mengangkat kaki, mencokel jalan darah di mata kaki
Yo Kang sehingga tubuh pemuda itu terapung makin
tinggi dan kakinya yang ditowel itu menjadi lumpuh,
dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, goloknya
kembali kena dirampas. Ketika ia turun lagi, kakinya
tidak dapat berdiri lalu jatuh terguling!
Kalau tadi muka Yo Kang hanya merah saja, sekarang
menjadi pucat. Ia hampir menangis saking malu dan
men?dongkolnya. "Totiang, kau terlalu menghinaku?"!" katanya marah
sekali. "Yo-twako, bagaimana sih kau ini" Wu Wi Totiang
telah memberi pelajaran dan petunjuk yang begitu
sempurna, mengapa kau marah" Seranganmu yang
pertama tadi, tangan kirimu terlalu ke depan dan
kalau menjaga siku kanan, bukankah penyerangan itu
baik sekali dan kau takkan kalah" Dalam
penyerangan kedua, seharusnya kau mengangkat
tinggi kakimu sehingga tidak terbentang, kalau begitu,
bukankah Wu Wi Totiang takkan dapat
merobohkanmu?" tiba-tiba In Hong berkata dengan
suara girang. Yo Kang terkejut bukan main. Kini terbukalah
matanya. Benar-benar tosu itu telah memberi
petunjuk yang amat baik! Di dalam kegembiraannya karena baru sekarang ia
tahu akan maksud Wu Wi Thaysu menghadapi
serangan-serangannya dan menjatuhkannya, maka
Yo Kang tidak menaruh perhatian mengapa In Hong
bisa tahu akan hal ini! Yo Kang tidak memperdulikan
lagi betapa ia jatuh bangun, cepat ia maju menyerang
dan mengeluarkan jurus-jurus yang paling berbahaya
dari ilmu goloknya Bu-tong To-hwat.
Namun, tosu tua itu benar-benar lihay sekali. Yo Kang
tidak berani menganggap bahwa ia terpandai dan
ilmu goloknya tidak ada yang dapat melawan, akan
tetapi ia tidak mengira sama sekali bahwa ada orang
yang sanggup menghadapi goloknya hanya dengan
tangan kosong belaka. Lebih hebat lagi, setiap jurus
dari serangannya pasti dihancurkan oleh Wu Wi
Thaysu, diketahui bagian yang lemah dan ia
dirobohkan. Sampai tujuh kali Yo Kang menyerang dengan jurus-
jurus terlihay, dan tujuh kali pula ia tak berdaya,
bahkan pada jurus ketujuh ia terlempar sampai tiga
tombak lebih dan kepalanya benjol-benjol!
Akan tetapi pemuda ini, dengan terpincang-pincang
menghampiri Wu Wi Thaysu dan menjatuhkan diri
berlutut. Ia bukan seorang bodoh dan pada tiap
penyerangan tadi, ia memperhatikan sekali
bagaimana ia sampai roboh. Memang Wu Wi Thaysu
bergerak lambat dan sengaja memberi petunjuk,
sehingga Yo Kang tahu bagian mana dari
penyerangan tadi yang kurang sempurna dan
"terbuka." Dengan pengalaman ini, tujuh jurus ilmu goloknya
yang pilihan menjadi sempurna dan dia dapat
memperbaiki jurus-jurus ini sehingga tidak lagi
terdapat lowongan yang membahayakan dirinya
sendiri. Memang, inilah petunjuk yang jauh lebih
bermanfaat daripada kalau ia menerima pelajaran
ilmu silat lain. "Totiang, teecu menghaturkan banyak terima kasih
atas petunjuk-petunjuk totiang yang amat berharga
tadi," katanya. Akan tetapi Wu Wi Thaysu tidak memperdulikannya,
hanya mengebutkan lengan baju sambil berkata:
"Sudahlah, itu untungmu kalau kau mengerti, akan
tetapi kalau tidak ada nona ini, agaknya kau akan
menderita kerugian besar." Tosu tua itu memandang
kepada In Hong dengan pandang mata curiga. "Tidak
tahu siapakah nona yang begini muda akan tetapi
memiliki mata yang amat awas?"
In Hong tersenyum dan menjura untuk memberi
hormat kepada tosu itu. "Wu Wi Totiang, urusan Yo-twako denganmu telah
beres dan hutang pihutang itu telah dilunaskan.
Memang tadinya aku hanya ikut saja dengan Yo-
twako, akan tetapi setelah bertemu dengan kau
orang tua dari Go-bi-pay, tak dapat tidak aku yang
muda harus mohon sedikit keterangan tentang
seorang tosu kurangajar yang bernama Tek Seng Cu!"
Berubah muka Wu Wi Thaysu mendengar kata-kata
ini, sedangkan Yo Kang yang sudah bangkit berdiri,
memandang kepada In Hong dengan heran.
"Nona, kau siapakah dan ada urusan apakah kau
dengan Tek Seng Cu?"
In Hong tersenyum dan kini senyumnya mengejek.
"Wu Wi Totiang, salahkah dugaanku kalau aku
katakan bahwa Tek Seng Cu manusia tak tahu diri itu
adalah murid dari Go-bi-pay" Harap totiang tidak
menyembunyikan dia dari aku yang muda dan yang
mengharapkan penjelasan totiang."
"Hong-moy, jangan kau kurang ajar terhadap
locianpwe dari Go-bi-pay!" Yo Kang berseru karena ia
merasa khawatir sekali melihat sikap In Hong. "Wu
Wi Thay-suhu, mohon maaf sebesarnya atas
kelancangan mulut adik misan teecu ini. Dia bernama
Kwee In Hong dan dia?""
"Cukup, Yo-twako. Tak perlu kau mencampuri, ini
bukan urusanmu, melainkan urusanku pribadi dengan
pihak Go-bi-pay," kata In Hong ketus sehingga Yo
Kang terkejut melihat sikap yang baru baginya ini.
Kemudian gadis itu menghadapi Wu Wi Thaysu
kembali dan berkata: "Nah, totiang, kau sudah
mengetahui namaku. Bagaimana, apakah kau sudah
bersedia untuk memberitahu kepadaku, dimana
adanya Tek Seng Cu itu dan apa yang ia lakukan
akhir-akhir ini?" Wu Wi Thaysu menjadi mendongkol juga. Tek Seng
Cu adalah cucu muridnya dan menjadi anak murid
Go-bi-pay. Betapapun juga, urusan dengan Tek Seng
Cu berarti urusan dengan Go-bi-pay dan urusannya
juga, maka mau tidak mau ia harus membelanya.
"Nona, kau masih begini muda akan tetapi sikapnya
keras mendesak, menandakan bahwa kau memiliki
kepandaian dan menyombongkan kepandaianmu itu.
Tek Seng Cu adalah murid Go-bi-pay dan urusan dia
tak perlu diketahui oleh orang luar. Segala sesuatu
yang menyangkut diri seorang murid Go-bi-pay,
adalah urusan kami sendiri dan kami pula yang akan
membereskannya. Orang luar tak perlu tahu!"
Sepasang mata yang indah itu mulai berkilat dan
kalau orang tahu akan kebiasan In Hong, ia akan
mengerti bahwa inilah tanda kemarahan dari gadis
itu. Ia melangkah maju dan berkata, suaranya
menantang: "Wu Wi Totiang, aku yang muda dan bodoh sudah
mendengar bahwa kau adalah tokoh kedua dari Go-
bi-pay, dengan kepandaianmu yang tinggi menjulang
kelangit. Tadipun sudah kusaksikan sendiri
kelihayanmu, maka biarlah aku melupakan dalam
ilmu pukulan darimu. Kalau aku kalah, sudahlah, kau
boleh berbuat apa yang kausuka. Akan tetapi kalau
kau mengalah dan tidak mau menjatuhkan aku,
terpaksa aku mendesak terus dan kau harus
memberitahu kepadaku perihal urusan Tek Seng Cu!"
Inilah kata-kata yang mengandung tantangan. Gadis
yang begini muda berani menantangnya dan bertaruh
kalau ia kalah supaya memberitahu tentang Tek Seng
Cu, alangkah beraninya. "Hong-moy?"! Apakah kau sudah gila?"?"
In Hong menoleh. "Mungkin juga, Yo-twako. Akan
tetapi kunasihatkan agar supaya kau menjauhkan diri
dan menonton saja dari jauh kalau kau tidak ingin
dibikin terjungkir balik oleh Wu Wi Totiang yang
lihay!" Wu Wi Thaysu sudah dapat dibakar hatinya dan ia
mendelik ke arah Yo Kang. "Orang muda, minggirlah
dan jangan ikut-ikut!"
Yo Kang terkejut sekali dan cepat ia menuntun
kudanya dan kuda In Hong, menuju ke sebatang
pohon dimana ia mengikatkan kedua kuda, lalu berdiri
bengong memandang ke arah dua orang yang masih
berdiri berhadapan itu. Hati Yo Kang berdebar dan ia
masih mengira bahwa In Hong terlalu ceroboh dan
berani mati. Apa sih kepandaian gadis itu sehingga
berani bersikap demikian kurangajar terhadap Wu Wi
Thaysu yang tadi telah membuktikan bahwa
kepandaiannya amat tinggi"
"Nona kau benar-benar memiliki keberanian besar
sekali. Siapakah gurumu?"
In Hong tersenyum lagi, senyum yang mengandung
ancaman. "Totiang, biarlah keterangan tentang guruku
inipun kujadikan taruhan. Kalau aku kalah, baru aku
akan memperkenalkan siapa guruku, sebaliknya kalau
kau tak dapat mengalahkan aku, kau harus
memberitahu tentang Tek Seng Cu. Bukankah ini
sudah adil sekali?" "Bagus! Kau majulah, dan jangan anggap aku seorang
tua yang keterlaluan mau melayani seorang muda. Ini
adalah kau sendiri yang mencari dan kau sendiri yang
mendesakku. Agaknya kau terlampau dimanja dan
biarlah hitung-hitung pinto memberi hajaran kepada
seorang gadis manja!"
In Hong tersenyum geli. "Awaslah, totiang, aku yang
muda dan bodoh hendak menyerang lebih dulu," Baru
saja kata-kata ini berhenti, tubuh In Hong sudah
berkelebat maju dan melakukan serangan yang amat
cepat gerakannya. Hek Moli adalah seorang iblis wanita yang ganas dan
ilmu silatnya pun selain aneh, amat ganas sifatnya.
Maka serangan dari In Hong ini tidak berbeda dengan
gurunya, cepat kuat dan ganas sekali.
Tadinya Wu Wi Thaysu sebagai tokoh besar di dunia
persilatan, dan sebagai tokoh kedua dari Go-bi-pay,
tentu saja tidak memandang sebelah mata kepada
gadis yang begini muda, maka ketika In Hong hendak
bergerak maju, ia telah terlanjur berkata:
"Majulah, kalau dalam duapuluh jurus pinto belum
dapat mengalahkan, anggap saja kalah?""
Namun kata-katanya terputus ketika tiba-tiba
bayangan In Hong, berkelebat dan tahu-tahu gadis itu
sudah menyerangnya dengan kecepatan yang tak
tersangka-sangka. Dengan tubuh masih terapung
ketika melompat tadi, In Hong sudah mengirim
tendangan berantai dengan kedua kaki, tangan
kanannya menotok leher, jadi sekaligus, dengan
bertubi-tubi, gadis ini telah mengirim tiga macam
serangan! Bukan-main kagetnya Wu Wi Thaysu. Ia sampai
mengeluarkan seruan kaget dan cepat-cepat ia
melompat ke kiri untuk menghindarkan tendangan
berantai, dan melihat tangan kanan gadis itu dengan
cepat meluncur, mengejar lehernya untuk ditotok, ia
segera mengibaskan ujung lengan bajunya untuk
menangkis.

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kibasan ini adalah ilmu silat tinggi dari Go-bi-pay yang
disebut Siu-te-kiat-ciang (Dibawah tangan baju
memotong tangan) dan lihaynya bukan main. Biarpun
hanya ujung lengan baju, akan tetapi karena
digerakkan dengan tenaga lweekang tingkat tinggi,
cukup kuat untuk mematahkan pergelangan lengan
lawan! Namun, apa yang terjadi" Terdengar suara "brett!" dan
bukan pergelangan lengan kanan In Hong yang
terpukul oleh ujung lengan baju, bahkan gadis itu
cepat sekali menarik tangan kanan dan tangan kirinya
yang sudah siap sedia itu mencengkeram dan
sekaligus ujung lengan baju dari Wu Wi Thaysu robek
dan hancur! "Ganas?" ganas?"!" Tosu ini berseru dengan keringat
membasahi keningnya. Baru dalam gebrakan pertama
saja, dengan susah-payah baru ia dapat
menghindarkan diri dan mengorbankan ujung lengan
bajunya! Kalau tidak mengalami sendiri, tentu ia
takkan percaya. Namun, In Hong yang mendengar bahwa ia akan
dikalahkan dalam duapuluh jurus, sudah menjadi
penasaran dan naik darah, maka ia tidak mau
memberi kesempatan lagi dan terus mendesak
dengan serangan-serangan aneh dan cepat sekali.
Sebaliknya, Wu Wi Thaysu baru terbuka matanya
bahwa yang ia hadapi bukanlah gadis sembarangan
yang ilmu silatnya dapat disamakan dengan Yo Kang,
melainkan seorang lawan yang tangguh sekali, maka
ia tidak berani berlaku sembrono lagi. Dengan penuh
perhatian ia lalu menghadapi In Hong, menggerak-
gerakkan kedua lengan sehingga terdengar bunyi
tulang-tulang berkerotokan.
Inilah tanda bahwa tosu tua ini telah mengerahkan
seluruh tenaga lweekang, membangkitkan tenaga sin-
kang di dalam tubuhnya, yang hanya ia lakukan
apabila menghadapi lawan berat. Sebetulnya, ia
segan sekali harus mengeluarkan kepandaian ini
menghadapi seorang gadis yang begitu muda, namun
gebrakan pertama tadi sudah merupakan pelajaran
pahit baginya bahwa ia sekali-kali tidak boleh
memandang rendah kepada lawan muda ini.
Sebaliknya, dahulu In Hong sudah seringkali
mendengar penuturan gurunya tentang pelbagai
kepandaian istimewa dari cabang-cabang persilatan
yang besar, maka ia sudah tahu bahwa Wu Wi
Thaysu adalah seorang ahli lweekang yang
berbahaya. Ia tahu bagaimana harus menghadapinya,
maka diam-diam iapun mengerahkan khikangnya
untuk menambah keringanan tubuh, kemudian
mengandalkan ginkang yang luar biasa, ia melakukan
penyerangan. Bukan-main hebatnya pertempuran itu. In Hong
menyerang cepat sekali, tubuhnya berkelebat kesana
kemari sedangkan Wu Wi Thaysu berdiri memasang
kuda-kuda yang teguh dan mengandalkan tenaga
lweekangnya yang disalurkan dikedua lengan,
menyampok, menangkis dan memukul apabila
lawannya mendekat. Dilihat dari jauh, seakan-akan
tosu itu adalah seekor harimau dan In Hong seekor
garuda yang menyambar-nyambar dari atas.
Demikiancepat gerakan In Hong sehingga Wu Wi
Thaysu tak pernah berhasil menyentuh tubuh nona itu,
dan sama sekali tidak diberi kesempatan menyerang.
Namun, bagi In Hong juga amat sukar karena hawa
pukulan yang menyambar dari kedua Iengan tosu itu
benar-benar amat dahsyat sehingga tiap kali ia
hampir berhasil menyerang, ia selalu terpental
kembali terdorong oleh hawa pukulan. Baiknya gadis
inipun telah memiliki sin-kang yang lumayan, maka
dorongan hawa lweekang itu tidak mengganggunya,
hanya membuatnya terpental mundur.
Yang bengong adalah Yo Kang. Pemuda ini berdiri
menonton dan tak disadarinya, mulutnya ternganga
dan sepasang matanya melotot tanpa berkedip.
Mimpipun tidak pemuda ini bahwa In Hong dapat
mempunyai kepandaian sehebat itu. Matanya sampai
berkunang-kunang karena ia tidak dapat mengikuti
kecepatan gerak tubuh gadis itu!
Setelah sadar karena merasa matanya pedas, ia
menarik napas berulang-ulang sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya. Mukanya merah sekali kalau ia
teringat betapa ia tidak memandang mata kepada
gadis ini! Duapuluh jurus lewat cepat sekali karena serangan-
serangan In Hong memang dilakukan tanpa berhenti.
Di dalam duapuluh jurus ini, Wu Wi Thaysu hanya
sempat membalas dengan serangan tiga jurus saja,
inipun serangan sambil lalu kare?na ia tidak diberi
kesempatan sama sekali. In Hong tidak mempunyai niat untuk mencelakakan
atau untuk memperhebat pertandingannya dengan
tosu ini. Sepak terjang tosu ini ketika merampas
bahan makan dan obat lalu membagikan kepada
rakyat, telah membuatnya kagum maka ia tidak ingin
bermusuh dengan orang tua ini.
"Wu Wi Totiang, duapuluh jurus telah lewat, masih
harus diteruskankah pertandingan ini?" tanyanya
sambil terus menyerang. Wu Wi Thaysu menjadi merah mukanya dan ia
berseru: "Tahan?"!"
In Hong melompat ke atas, berjungkir balik beberapa
kali kemudian berdiri menghadapi tosu itu dengan
bibir tersenyum dan sama sekali tidak kelihatan lelah.
"Ginkangmu hebat sekali, nona. Murid siapakah kau
sebenarnya?" tanya tosu itu dengan kagum.
"Ingat, totiang. Aku tidak kalah, bukan semestinya
aku bicara tentang guruku, bahkan seharusnya kau
bicara tentang Tek Seng Cu!"
Wu Wi Thaysu tersenyum pahit dan kembali menarik
napas panjang. "Baiklah, baiklah, aku akan
memberitahu kepadamu, akan tetapi setelah aku
mengenal ilmu pedangmu. Kau membawa pedang
yang begitu indah, pasti aku akan melihat kiam-hoat
yang jempol. Kalau dalam sepuluh jurus permainan
pedang aku belum dapat menebak kau murid siapa,
biarlah aku mengaku kalah betul-betul dan akan
menuruti segala permintaanmu!" Sambil berkata
demikian, Wu Wi Thaysu mencabut pedangnya.
Tosu ini hendak berlaku cerdik. Go-bi-pay terkenal
sekali akan ilmu pedangnya yang lihay, dan selain Wu
Wi Thaysu telah menguasai delapan bagian dari Go-bi-
kiam-hoat, iapun terkenal sebagai seorang ahli
pedang yang mengenal hampir semua ilmu pedang di
dunia persilatan. Dengan menantang bermain pedang,
tidak saja ia hendak menebus kekalahannya tadi juga
ia ingin tahu murid siapa adanya gadis aneh ini. Ia
percaya bahwa setelah melihat ilmu pedang gadis ini,
ia akan dapat mengetahui dari cabang mana
datangnya ilmu kepandaian itu. Boleh jadi ia tidak
mengenal ilmu silat tangan kosong, akan tetapi tak
mungkin ia tidak mengenal ilmu pedang.
Tentu saja In Hong yang cerdik maklum pula akan
siasat tosu tua itu, maka ia tersenyum sambil
mencabut pedangnya. "Bukan aku yang mendesak, sebaliknya kau sendiri
yang berjanji, totiang. Terima kasih sebelumnya
bahwa kau hendak menuruti segala permintaanku,
asal saja kau orang tua tidak membohongi aku orang
muda." Kata-kata ini mengandung sindiran. Tadi Wu Wi
Thaysu sudah mengeluarkan kata-kata bahwa kalau
gadis ini mampu menandinginya selama duapuluh
jurus, ia akan menerima kalah, akan tetapi kemudian
ia mengajak bertanding pedang. Hal ini agaknya
dipergunakan oleh In Hong untuk menyindir padanya
dan menyatakan bahwa dia membohong!
"Kwee-lihiap, aku orang tua bangka mana sudi
membohongimu" Tadi aku memang sudah mengaku
kalah dan tentang Tek Seng Cu, pasti akan
kuceritakan, sungguhpun kau akan kalah dalam
pertandingan pedang ini. Go-bi-pay tidak ada rahasia
busuk, mengapa takut menceritakan" Hanya aku
masih penasaran dan ingin sekali menerka kau ini
murid siapa!" "Kalau begitu, lihatlah ilmu pedangku ini, totiang!" seru
In Hong sambil tertawa. Wu Wi Thaysu melihat sinar terang meluncur cepat. Ia
tidak mengenal pedang pusaka Liong-gan-kiam,
karena setelah mencuri pedang itu dari istana, Hek
Moli tidak pernah mempergunakannya dan
memberikan pedang itu kepada In Hong.
Dengan penuh perhatian Wu Wi Thaysu menghadapi
ilmu pedang dari gadis itu yang juga amat ganas,
cepat dan kuat sekali gerakannya. In Hong tidak takut
bahwa tosu ini akan mengenal ilmu pedangnya,
karena ia tahu bahwa gurunya, yakni Hek Moli, selalu
mempergunakan tongkat sebagai senjata, dan ilmu
tongkat dari gurunya itulah yang digubah menjadi
ilmu pedang untuknya. Biarpun gerakan-gerakannya
sama, namun ilmu tongkat tak dapat disamakan
derigan ilmu pedang dan dengan hati besar gadis ini
lalu mengerahkan kepandaiannya untuk mendesak
Wu Wi Thaysu. Akan tetapi, ia harus mengakui kelihayan tosu ini
dalam ilmu pedangnya. Ilmu pedang Go-bi-pay amat
kuat dalam pertahanannya dan pedang di tangan tosu
itu berputar-putar cepat sekali merupakan tembok
baja yang kuat dan kokoh melindungi tubuhnya
sehingga sukar ditembus oleh pedang di tangan In
Hong. Makin terkejutlah hati Wu Wi Thaysu. Tidak saja ia
belum pernah melihat ilmu pedang yang amat aneh
dan kuat ini, juga untuk mengalahkan gadis ini dalam
permainan pedang saja, agaknya akan memakan
waktu lama sekali baginya. Bukan main indah dan
ganasnya ilmu pedang yang dimainkan oleh nona
Kwee ini sehingga tubuh nona itu lenyap terbungkus
oleh sinar pedang yang berkilauan.
Ia sudah mencoba untuk mendobrak dan membalas
serangan In Hong, namun sia-sia belaka karena ia
kalah cepat. Dan dengan pengerahan tenaga dan
pencurahan perhatian untuk mengalahkan ilmu
pedang gadis ini, ia makin sukar mengenal ilmu
pedang itu. http://cerita-silat.mywapblog.com Sian Li Eng Tju (Tamat). Hukuman Murid Berdosa
Sepuluh jurus lewat amat cepatnya, dan terdengar
tosu itu berkata dengan suara keras:
"Kwee-lihiap, terus terang saja aku belum mengenal
ilmu pedangmu. Aku takkan menarik janji, dan kau
boleh minta apa saja nanti, akan tetapi teruskan
permainanmu sampai sepuluh jurus lagi, kiranya pinto
akan dapat menduga dari siapa kau memperoleh
semua ilmu yang aneh ini!"
In Hong makin gembira. Terdengar ia tertawa nyaring
dan kini ilmu pedangnya makin hebat. Sengaja gadis
ini mengerahkan tenaga dan mengeluarkan jurus-
jurus yang paling lihay dari ilmu pedangnya yang
dinamai Toat-beng-kiam-hoat (Ilmu pedang mencabut
nyawa) oleh gurunya! Tidak saja ia hendak membikin
tosu itu menduga-duga dengan bingung, akan tetapi
juga darah mudanya membuat ia mempunyai
keinginan mengalahkan tosu ini dalam ilmu pedang!
Dalam jurus keduapuluh, In Hong mempergunakan
ilmu pedangnya dengan gerak tipu yang paling lihay,
yakni yang disebut Tho-sim-toat-beng (Mencuri hati
mencabut nyawa). Pedangnya berputar dan
berkelebatan seperti seekor rajawali hendak
menyambar korban, sukar sekali diduga kemana arah
yang hendak dilalui, dan tiba-tiba, tanpa terduga-duga,
pedang ini menyambar dengan tusukan kilat ke arah
hati atau dada kiri lawannya!
Wu Wi Thaysu berseru keras dan cepat ia
menggerakkan pedang melindungi dada, karena
untuk mengelak sudah tidak ada waktu lagi! Dua
pedang bertemu, menempel keras dan tak dapat
dilepaskan lagi. Kalau Wu Wi Thaysu tidak menang
dalam tenaga lweekang, tentu ia tak keburu
melindungi dadanya dan ujung pedang In Hong hanya
terpisah setengah dim saja dari bajunya.
Akan tetapi, berkat tenaga lweekangnya yang masih
lebih kuat daripada In Hong, ia dapat mendorong
gadis itu dan sambil mengerahkan tenaga ia berseru
keras. In Hong terhuyung mundur dan terpental
seakan-akan tertiup angin badai!
Gadis ini pucat, akan tetapi merasa lega bahwa ia
tidak terluka. Kiranya Wu Wi Thaysu memang tidak
bermaksud buruk dan ia tadi hanya mengerahkan
khikang untuk membikin gadis itu terpental. Kalau ia
mau mempergunakan lweekang sekuatnya, pasti In
Hong akan terluka di dalam tubuhnya.
"Siancay, siancay?", ilmu pedangmu benar-benar
hebat, Kwee-lihiap," kata-kata ini memang sejujurnya,
karena ia yang sudah memiliki delapan bagian atau
hampir seluruhnya dari Go-bi-kiam-hoat, dalam
duapuluh jurus tidak dapat mengalahkan ilmu pedang
gadis itu, bahkan hampir saja ia menjadi korban.
Kemenangannya tadi bukan karena ilmu pedang,
melainkan karena ia memiliki tenaga lweekang yang
lebih kuat. Maka ia merasa penasaran dan juga


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kagum sekali, akan tetapi ia sekarang teringat. Yang
dapat menghadapi Go-bi-kiam-hoat dari suhunya yang
tua, yakni Tek Eng Thaysu ketua Go-bi-pay, adalah
Hek Moli, Iblis Wanita hitam itu. Biarpun Hek Moli
mainkan tongkat, namun keganasan dan
kecepatannya hampir sama dengan gerakan gadis ini.
"Kwee-lihiap, kalau kau bukan murid Hek Moli, aku si
tua bangka tidak mampu menerka lagi murid
siapakah kau ini." In Hong menjura. "Wu Wi Thaysu, tebakanmu yang
tepat ini menambah kekagumanku atas ilmu pedang
Go-bi-kiam-hoat yang benar-benar indah dan luar
biasa. Aku terima kalah."
"Kau pandai bersombong dan pandai merendah.
benar-benar kau seperti gurumu. Eh, sekarang aku
harus bayar hutang. Kau hendak bertanya tentang Tek
Seng Cu?" "Benar, totiang," In Hong menjadi gembira dan
menyimpan Liong-gan-kiam.
"Dia sudah tewas!"
In Hong melengak. "Jadi subo yang?""
"Ya benar, mendiang gurumu yang menewaskannya."
"Apa katamu, totiang?" In Hong menjerit.
"Guruku?"?""
"Gurumu juga tewas dalam pertempuran itu."
Tiba-tiba In Hong mencabut pedangnya dan cepat
menusuk dada Wu Wi Thaysu. Tosu ini cepat
menangkis dengan pedang yang masih dipegangnya.
"Sabar, jangan kau tiru keganasan gurumu itu.
Keganasan tanpa perhitungan dan tanpa
dipertimbangkan lebih dulu adalah kesesatan dan
hanya akan membawa kau ke dalam lembah
kehancuran!" In Hong sadar kembali. Memang amat tidak baik
kalau tiba-tiba menyerang atau membunuh orang
tanpa mengetahui persoalannya dengan jelas, hanya
timbul dari persangkaan belaka.
"Guruku tewas" Tentu kalau bukan olehmu, oleh Pek
Eng Thaysu, siapa lagi yang dapat menewaskannya"
Tek Seng Cu manusia sombong itu" Hah, jangan kau
mencoba untuk menyangkal, Wu Wi Thaysu!" Dada
gadis itu berombak, mukanya merah, sepasang
matanya seperti berapi. Wu Wi Thaysu menggeleng kepalanya. "Sayang
bukan! Kalau aku yang menewaskannya, itu tanda
bahwa ilmu silatku mendapat banyak kemajuan.
Padahal semenjak aku kalah olehnya di puncak Go-bi
dahulu, harus ku akui bahwa ilmu silatku banyak
mundur!" "Jadi kalau begitu Pek Eng Thaysu yang menewaskan
guruku?" "Juga bukan, Kwee-lihiap. Suhu sudah terlalu tua
untuk mengurus segala macam persoalan dunia,
mana suhu mau membunuh orang?"
"Wu Wi Thaysu, kau tadi sudah berjanji hendak
memenuhi semua permintaanku. Apakah sekarang
kau hendak memutar balik omongan dan untuk
pertanyaan ini saja kau tidak mau mengaku"
Siapakah yang telah membunuh guruku?"
Pada saat itu, Yo Kang yang semenjak pertandingan
pedang tadi hampir tak berani bernapas, buru-buru
datang menghampiri mereka.
"Adikku In Hong, harap kau bersabar dan berlaku
tenang. Tidak baik mendesak-desak Wu Wi
Locianpwe. In Hong berpaling kepada Yo Kang. "Yo-twako,
urusanmu sudah selesai, dan sekarang aku minta
supaya kau pulang lebih dulu. Aku ada banyak sekali
urusan yang harus kuselesaikan. Harap kau jangan
membantah lagi!" Di dalam kata-kata ini terkandung
suara yang dingin dan ketus sehingga Yo Kang tak
berani membantah. Ia hanya menarik napas panjang,
lalu berkata: "Baiklah, Hong-moy dan tentang mencari ibumu?"" Ia
berhenti karena teringat bahwa kini tidak ada artinya
lagi membantu gadis yang ternyata memiliki
kepandaian jauh lebih lihay daripada kepandaiannya
sendiri itu. "Ah..... orang macam aku ini mempunyai
kegunaan apakah" Biarlah, aku hanya akan mencoba
mendengar-dengar dimana adanya ibumu, Hong-
moy." In Hong terharu juga. Ia tahu akan isihati pemuda ini.
"Bantuanmu masih amat kuperlukan, Yo-twako. Nah,
selamat berpisah dan mudah-mudahan tak lama lagi
kita akan dapat bertemu pula."
Yo Kang memberi hormat kepada Wu Wi Thaysu, lalu
melompat ke atas kudanya dan membalapkan kuda
itu pulang ke See-ciu. Ia benar-benar merasa terpukul
dan malu kepada diri sendiri dan semenjak saat itu, ia
melempar jauh-jauh julukan Bu-tong Sin-to dan
bahkan tidak mau lagi bicara tentang ilmu silat!
Setelah Yo Kang pergi, In Hong berkata lagi kepada
Wu Wi Thaysu: "Bagaimana, totiang, apakah kau
masih tidak mau menolongku" Ingat janjimu tadi.
Pantaskah seorang tokoh kedua dari Go-bi-pay
menarik kembali janjinya" Ingat, aku tidak akan
segan-segan untuk mengabarkan hal ini di dunia
kang-ouw!" Wu Wi Thaysu kewalahan dan menarik napas
panjang dengan sikap duka.
"Baiklah, Kwee-lihiap. Ada orangnya yang tahu betul
akan hal itu, bahkan yang menyaksikan dengan mata
kepala sendiri ketika gurumu tewas. Dia itu adalah
muridku sendiri yang bernama Wi Tek Tosu, guru dari
Tek Seng Cu. Aah, kami harus menanggung seluruh
dosa yang dilakukan oleh Tek Seng Cu. Marilah, mari
kita menemui Wi Tek Tosu yang berada di tempat
tidak jauh dari sini."
Setelah berkata demikian, Wu Wi Thaysu
menggerakkan kedua kaki dan mengibaskan tangan,
maka melesatlah tubuhnya karena ia sudah
mempergunakan ilmu lari cepat. In Hong tidak mau
tertinggal dan cepat mengejar. Dalam hal ilmu lari
cepat, ia tidak kalah lihay oleh tosu tua dari Go-bi-pay
ini maka ia dapat mendampinginya.
Ternyata Wu Wi Thaysu tidak membawanya pergi
jauh, hanya kurang lebih tigapuluh lie dari dusun tadi.
Mereka tiba di sebuah dusun yang sunyi di lereng
gunung kecil dan Wu Wi Thaysu mengajak In Hong
menuju ke sebuah kelenteng bertembok kuning yang
berdiri di lereng itu. "Disinilah tempat pinto untuk sementara waktu kalau
pinto turun dari Go-bi-san," kata tosu itu setelah
mereka berjalan memasuki pekarangan kelenteng. "Di
dalam sebuah kamar di kelenteng ini kau akan
bertemu dengan orang yang telah menyaksikan
sendiri bagaimana gurumu itu tewas. Mari kau ikut
pinto!" Hati In Hong berdebar keras. Suhunya sudah tewas
dan ia akan bertemu dengan orang yang dapat
menceritakannya tentang kematian gurunya itu. Ia
harus membalas dendam dan kalau ia sudah tahu
siapa yang membunuh gurunya, ia takkan berhenti
sebelum dapat membalas sakit hati ini.
Wu Wi Thaysu berhenti di depan sebuah kamar.
Kamar ini kecil saja, paling besar dua meter persegi.
Daun pintunya tertutup dan di antara dua daun pintu
ditempeli kertas biru yang ada tulisannya:
Tempat hukuman murid berdosa.
Kalau pintu itu dibuka, tentu tempelan ini akan rusak
dan robek. Di dekat pintu itu terdapat sebuah jendela
tak berdaun, atau lebih tepat disebut lubang angin
karena tingginya satu kaki dan lebarnya tidak ada
satu kaki. Inipun di tengah-tengahnya masih ada
sebatang rujinya sehingga tak mungkin orang dapat
keluar dari lubang itu tanpa merusaknya.
Karena Wu Wi Thaysu mengajak In Hong berhenti di
depan lubang itu, tampaklah oleh In Hong seorang
tosu setengah tua duduk bersila menghadapi tembok
di dalam kamar itu. Tosu ini duduk bersamadhi di atas
sebuah pembaringan kayu yang kasar, tak bergerak
seperti sebuah arca. In Hong tidak mengenal tosu ini
dan belum pernah melihatnya, maka ia memandang
kepada Wu Wi Thaysu dengan mata bertanya.
"Dia adalah Wi Tek Tosu, muridku, dan guru dari Tek
Seng Cu," katanya perlahan, kemudian, melalui lubang
itu ia berkata kepada tosu yang sedang bersamadhi:
"Wi Tek, nona Kwee In Hong murid Hek Moli sudah
datang dan kau harus menceritakan semua peristiwa
itu sejelasnya kepada Kwee-lihiap."
Tanpa menoleh, tosu itu berkata: "Suhu, teecu sudah
berdosa, sudah melanggar pantangan sucouw, dan
teecu sudah menerima hukuman suhu, bersedia untuk
dikurung disini selama lima tahun. Bahkan teecu rela
andaikata suhu mengurung teecu disini sampai mati.
Akan tetapi, apa perlunya teecu bicara dengan murid
Hek Moli" Teecu sudah kehilangan tiga orang sute,
sudah kehilangan murid, semua gara-gara Hek Moli,
jangan-jangan kalau melihat murid Hek Moli, teecu
akan lupa diri dan melakukan pelanggaran lagi!"
"Wi Tek, pinto sudah berjanji kepada Kwee-lihiap dan
pinto sudah kena dikalahkan dalam pertandingan. Ini
sebuah perintahku dan kau tidak boleh melanggar!"
Wu Wi Thaysu membentak. Wi Tek Tosu memutar tubuhnya dan memandang
kepada In Hong. Ia kelihatan heran sekali melihat
seorang nona begini muda. Betulkah suhunya kalah
oleh nona ini" Benar-benar luar biasa dan hampir tak
mungkin ia percaya. Akan tetapi ia tidak berani
membantah kehendak suhunya, maka dengan muka
merengut dan tanpa menatap wajah In Hong, ia lalu
menuturkan peristiwa pertempuran dengan Hek Moli
secara singkat: "Aku dengan tiga orang suteku, Wi Kong Tosu, Wi Jin
Tosu dan Wi Liang Tosu, dan muridku Tek Seng Cu,
dibantu pula oleh tiga orang tokoh Kun-lun-pay, Cu
Sim San-lojin, Kim Sim San-lojin, dan Sun Sim San-
lojin menantang Hek Moli mengadakan pertandingan
di puncak O-mei-san. Hek Moli datang dan kami
mengeroyoknya. Tiga orang suteku dan muridku
tewas, akan tetapi syukur aku dan tiga San-lojin dari
Kun-lun-pay berhasil membikin mampus iblis wanita
itu. Nah, kau sudah mendengar penuturanku!"
Setelah berkata demikian, Wi Tek Tosu memutar
tubuhnya kembali, mengha-dapi tembok dan
bersamadhi untuk melanjutkan hukumannya!
Sepasang alis In Hong berdiri dan sekali gadis ini
menggerakkan tangan, terdengar suara keras dan ruji
baja dilubang itu telah patah! Ia mencabut pedangnya
dan berseru: "Bagus, kau seorang di antara pembunuh-pembunuh
guruku, kau harus mampus sekarang juga!"
Akan tetapi Wu Wi Thaysu cepat menghadang di
depan jendela itu dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Kwee-lihiap, kau benar-benar tidak adil. Coba kau
berpikir dengan tenang. Peristiwa permusuhan ini
yang menjadi biangkeladi adalah gurumu sendiri.
Kalau gurumu dahulu tidak naik ke Go-bi-pay
mengajak pibu, tentu Tek Seng Cu tidak akan
buntung tangannya, dan muridku ini bersama
saudara-saudaranya tidak akan menaruh hati
dendam. Ketua kami sudah melarang dia mencari
permusuhan, akan tetapi diam-diam ia tidak dapat
memadamkan api dendamnya sehingga ia
menantang Hek Moli. Kemudian akibatnya lebih hebat
lagi, karena kami kehilangan empat orang murid Go-
bi-pay. Biarpun gurumu tewas, akan tetapi empat
orang murid kami juga tewas, dan kau lihat buktinya
sendiri, Wi Tek Tosu sudah kami hukum untuk lima
tahun di kamar ini. Apakah kau masih penasaran"
Bukankah kematian gurumu sudah terbalas lebih dari
cukup?" "Guruku tewas akibat pengeroyokan yang curang dan
licik. Kalau murid-muridmu tidak curang dan
mengeroyoknya, mana bisa guruku tewas" Sungguh
tak tahu malu, tujuh orang mengeroyok seorang
lawan!" In Hong marah sekali, juga berduka
mendengar akan nasib gurunya.
"Kwee-lihiap, gurumu memang berkepandaian tinggi,
sehingga ketua kami barulah dapat mengimbanginya.
Biarpun dikeroyok oleh empat orang murid Go-bi-pay,
mana bisa dia kalah" Buktinya, dibantu oleh tiga
tokoh Kun-lun, masih saja tiga orang murid kami
tewas. Pinto sendiri tidak akan menang dari gurumu,
mana bisa orang seperti muridku ini menewaskan
gurumu" Hanya karena ketiga San-lojin dari Kun-lun-
pay, maka akhirnya gurumu tewas. Pihak Go-bi-pay
sudah menebusnya dengan empat nyawa dan
bahkan seorang dihukum lima tahun, ini sudah lebih
dari cukup. Sebaliknya, pihak Kun-lun-pay, yang tidak
kehilangan seorangpun murid, telah menjatuhkan
gurumu. Maka kalau kau merasa penasaran, mengapa
mencari disini?" Wu Wi Thaysu memang cerdik. Tidak saja kata-
katanya memang beralasan, akan tetapi ia sengaja
hendak mengadu gadis ini dengan pihak Kun-lun-pay.
Ia dapat melihat bahwa gadis ini berwatak ganas
seperti Hek Moli, dan sukarlah menundukkannya
apabila kelak gadis ini menjadi jahat dan ganas.


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya pihak Kun-lun-pay yang memiliki banyak orang
berkepandaian tinggi kiranya dapat mengalahkan
gadis ini. Gurunya sendiri, Pek Eng Thaysu, tidak mau
turun gunung lagi, maka sebaiknya menyuruh gadis
ini menyerbu ke Kun-lun! In Hong dapat menerima alasan ini, maka dengan
gemas ia berkata: "Kalau aku tidak dapat
menewaskan tiga San-lojin Kun-lun-pay yang telah
membunuh guruku, aku bersumpah tidak mau jadi
orang lagi!" Setelah berkata demi?kian, In Hong berkata kepada
Wi Tek Tosu melalui jendela yang sudah rusak itu:
"Aku memandang muka Wu Wi Thaysu dan
mengampunimu. Akupun menghabiskan permusuhan
antara aku dan Go-bi-pay. Harap kau suka katakan
bagaimana selanjutnya dengan jenazah guruku."
Namun Wi Tek Tosu tidak menjawab, diam saja tidak
bergerak sedikitpun. Wu Wi Thaysu tidak enak
melihat ini, karena ia maklum bahwa betapapun juga
di dalam hati Wi Tek Tosu masih terkandung
kebencian terhadap Hek Moli.
"Kwee-lihiap, muridku sudah bercerita kepadaku
bahwa jenazah gurumu itu dikubur baik-baik oleh
pendekar gagah yang bernama Ong Tiang Houw. Kau
tentu kenal padanya, bukan?"
In Hong mencatat nama ini dan merasa berterima
kasih sekali. "Aku sudah mendengar namabesarnya
akan tetapi belum mendapat kehormatan bertemu
muka dengan orangnya. Kelak aku akan mencarinya
dan menghaturkan terima kasih. Nah, selamat tinggal,
totiang." Setelah berkata demikian, In Hong melompat keluar
dari kelenteng itu dan pergi dengan cepat sekali.
Hatinya penuh kemarahan terhadap Kun-lun-pay dan
ia mengambil keputusan untuk menunda usahanya
mencari ibunya, dan hendak langsung menyerbu ke
Kun-lun-pay, membalas dendam gurunya kepada
ketiga Kun-lun San-lojin!
"Y" Kun-lun-pay atau partai persilatan cabang Kun-lun
adalah sebuah di antara lima partai persilatan terbesar
di Tiongkok. Tidak saja terbesar karena banyak
memiliki anak murid, akan tetapi juga besar namanya
karena anak-anak murid keluaran Kun-lun-pay
merupakan jago-jago silat dan pendekar-pendekar
yang disegani. Pegunungan Kun-lun-san yang amat besar, seperti
halnya pegunungan Go-bi-san, menjadi tempat
pelarian para pertapa. Oleh karena letaknya di
Tiongkok Barat, maka selain pertapa-pertapa bangsa
Tiongkok sendiri, banyak juga bangsa-bangsa lain dari
barat yang meyakinkan kehidupan mistik dan memilih
jalan menjadi pertapa, datang ke puncak gunung ini
untuk memilih tempat yang permai, indah, bersih dan
menenangkan hati. Kedatangan para pertapa dari luar inilah yang
menimbulkan pelbagai macam ilmu silat, karena
sudah menjadi kelajiman bahwa para perantau dan
pertapa itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang
tinggi. Memang ilmu silat tak dapat di-pisah-pisahkan
dengan ilmu batin, keduanya merupakan cabang dari
satu sumber, sungguhpun ilmu silat diumpamakan
kembangnya, ilmu batin adalah tangkainya.
Maka tidak heran apabila Kun-lun-pay menurunkan
banyak murid dengan pelbagai macam kepandaian,
ada ahli pedang, ahli golok, ahli tombak, bahkan di
antara anak murid yang sudah pandai terdapat pula
ahli-ahli silat yang mempergunakan senjata-senjata
aneh seperti poan-koan-pit (alat menulis), hud-tim
(kebutan pendeta), ikat pinggang, ujung lengan baju,
senjata roda dan lain-lain. Memang partai persilatan
Kun-lun-pay amat kaya dengan perkembangan ilmu
silatnya. Kun-lun-pay membuka cabang di banyak tempat,
akan tetapi pusat atau sumbernya tetap saja di
puncak sebuah gunung di pegunungan Kun-lun-pay. Di
tempat ini didirikan sebuah kelenteng besar dan
disinilah tinggalnya guru-guru besar dari partai Kun-
lun. Disini pula anak-anak murid yang akan mewakili
dan menjadi pengurus cabang digembleng dengan
ilmu silat dan ilmu batin.
Pada waktu itu, yang menjadi ciang-bun-jin atau
ketua dari Kun-lun-pay adalah Pek Ciang San-lojin,
seorang kakek yang usianya sudah hampir tujuhpuluh
tahun. Sebetulnya dalam urutan, baik usia maupun
tingkat kepandaian, Pek Ciang San-lojin tak dapat
dikatakan paling tinggi. Akan tetapi, pengangkatan
ciang-bun-jin oleh guru besar bukanlah semata-mata
berdasarkan usia dan kepandaian, melainkan sifat dan
watak calon ketua itu. Pek Ciang San-lojin mempunyai watak tegas dan
kebijaksanaan, maka ia terpilih oleh mendiang
gurunya. Masih ada sute (adik seperguruan) dan bebe-
rapa orang suheng (kakak seperguruan) yang biarpun
memiliki kepandaian yang tidak kalah olehnya,
namun hanya menjadi pembantu-pembantu biasa
saja, bahkan di antaranya ada yang memilih tugas
sebagai tukang masak dan tukang kebun!
Akan tetapi oleh karena sifat pekerjaan mereka dan
juga watak mereka amat sederhana dan tidak pernah
memperlihatkan diri di dunia kangouw, mereka yang
tidak menduduki tempat penting ini tentu saja tidak
dikenal orang. Yang terkenal di dunia kangouw pada
waktu itu, selain Pek Ciang San-lojin sendiri, adalah
Kun-lun Sam-lojin (Tiga orangtua Kun-lun), yakni tiga
orang murid Pek Ciang San-lojin, yang bernama Cu
Sim San-lojin, Kim Sim San-lojin, dan Sun Sim San-
lojin. Mereka bertiga ini adalah mereka yang dulu
membantu tokoh-tokoh Go-bi-pay menewaskan Hek
Moli. Mereka juga menduduki tempat penting di Kun-
lun-pay. Cu Sim San-lojin yang memiliki
kebijaksanaan menjadi wakil dari Pek Ciang San-lojin
dan agaknya dia inilah yang menjadi calon ciang-bun-
jin kelak. Kim Sim San-lojin mendapat tugas sebagai kepala
bagian penjaga keamanan karena ia berdisiplin dan
keras, maka dahulu belasan tahun yang lalu ketika
Hek Moli menyerbu ke Kun-lun-pay, dia inilah yang
menghadapinya langsung dan akhirnya kena
dikalahkan oleh Hek Moli.
Sun Sim San-lojin, murid ketiga dari Pek Ciang San-
lojin, orangnya berbakat mengajar, pandai sekali
menerangkan tentang teori persilatan, maka oleh
gurunya ia diangkat menjadi wakilnya dalam
memberi pelajaran kepada semua anak murid Kun-
lun-pay. Dahulu ketika Wi Tek Tosu dari Go-bi-pay datang
minta bantuan untuk mengalahkan Hek Moli, tiga
orang tokoh Kun-lun-pay ini hanya mau pergi setelah
mendapat perkenan dari Pek Ciang San-lojin. Wi Tek
Tosu secara pandai telah menghasut dan
memanaskan hati tokoh-tokoh Kun-lun-pay dengan
menyatakan bahwa Hek Moli amat ganas dan kejam,
merupakan bahaya di dunia kangouw.
Pek Ciang San-lojin memang mempunyai watak yang
tegas dan paling benci akan kejahatan. Mendengar
penuturan Wi Tek Tosu itu, ia lalu memberi ijin kepada
tiga orang muridnya untuk membantu pendeta Go-bi
itu untuk melenyapkan seorang berbahaya dan jahat
seperti Hek Moli. Maka, sekembali mereka dari O-mei-
san, tiga orang tokoh Kun-lun ini tidak
mengkhawatirkan sesuatu dan menganggap bahwa
kematian Hek Moli sudah semestinya sebagai
hukuman atas semua kejahatan dan keganasan yang
telah dilakukannya. Akan tetapi, pada suatu hari, dari bawah gunung yang
dijadikan pusat oleh Kun-lun-pay itu, berkelebat
bayangan yang gesit sekali gerakannya. Bayangan ini
bukan lain adalah In Hong yang sengaja datang ke
Kun-lun untuk menuntut balas atas kematian gurunya.
Kun-lun-pay bukan partai persilatan yang ternama dan
besar kalau gerakan In Hong ini tidak diketahui oleh
para penjaga. Sebelum gadis itu tiba di depan
kelenteng, Kim Sim San-lojin sudah siap-sedia
menyambut kedatangan orang yang mencurigakan
ini! Setelah kelenteng itu kelihatan menjulang tinggi di
dekat puncak, In Hong menahan gerakan kakinya dan
berjalan biasa menghampiri kelenteng itu. Di depan
kelenteng terdapat sebuah pekarangan yang amat
lebar. Dari jauh sudah kelihatan para pendeta sibuk bekerja,
ada yang memikul kayu, ada yang berjalan
membawa keranjang daun obat, ada pula yang
sedang menyapu daun-daun kering membersihkan
pekarangan. Kelihatan tenteram dan damai sehingga
tak enak jugalah hati In Hong.
Namun ia berjalan terus, memasuki pintu gerbang
pekarangan yang luas itu. Betapapun juga, gurunya
telah ditewaskan oleh tiga orang tokoh Kun-lun-pay
yang tinggal di kelenteng itu dan ia harus menuntut
balas! Dengan langkah lebar dan gagah gadis ini maju
terus, tidak perdulikan pandangan mata beberapa
orang tosu yang berada di pekarangan itu. Bahkan ia
tidak perduli kepada seorang tosu tua berkepala
botak yang menyapu daun-daun kering sambil
bernyanyi kecil, diseling ketawa-tawa seperti seorang
yang miring otaknya. Ketika ia tiba di tengah pekarangan, seorang tosu
berjenggot panjang hitam menghadangnya. Tosu ini
memandang tajam, lalu menjura dan berkata:
"Nona, kami tidak pernah menerima tamu wanita dan
tidak seorangpun wanita diperkenankan memasuki
kelenteng. Kalau nona ada keperluan, katakan saja
kepada pinto, nona ini siapa dan ada keperluan
apakah datang di tempat ini?"
Tanpa memberi hormat dan dengan sikap ketus, In
Hong menjawab: "Namaku Put Hauw Li dan aku
datang perlu bertemu dan bicara dengan Pek Ciang
San-lojin." Memang gadis ini ingin bertemu dengan ketua Kun-
lun-pay untuk menegur tentang pengeroyokan atas
diri gurunya. Betapapun juga, gurunya pernah
menuturkan kepadanya bahwa Kun-lun-pay adalah
partai persilatan besar dan kuat, maka dalam urusan
ini tidak baik bersikap sembrono dan lebih baik kalau
langsung berhadapan dengan ketuanya untuk minta
pertanggungan jawabnya. "Suhu sedang bersamadhi dan tidak boleh diganggu.
Kalau nona ada urusan, harap disampaikan kepada
pinto dan pinto akan melaporkan ke dalam," kata pula
Kim Sim San-lojin dengan suara sabar.
"Tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Suruh Pek
Ciang San-lojin keluar menjumpaiku, atau aku akan
masuk saja langsung menemuinya."
Kim Sim San-lojin mulai marah dan ia memandang
kepada gadis itu dengan kening berkerut.
"Nona, kau dilarang keras memasuki kelenteng. Kalau
kau tidak mau menyampaikan kepada pinto, maaf,
harap kau kembali saja. Belum pernah ada wanita
diperkenankan memasuki kelenteng, itu aturan kami."
In Hong tersenyum mengejek. "Ketika wanita-gagah
Hek Moli datang kesini, apakah dia juga tidak masuk
ke dalam?" Kim Sim San-lojin terkejut mendengar ini, akan tetapi
ia masih dapat menekan perasaannya dan sebagai
seorang pendeta yang banyak pengalaman dan
banyak menghadapi orang-orang bermacam sifat, ia
dapat berlaku tenang dan sabar.
"Biarpun Hek Moli sendiri ketika datang kesini, tidak
diperbolehkan masuk ke dalam," jawabnya.
In Hong menjadi naik darah. Ketika tadi mendengar
bahwa tosu ini menyebut guru kepada Pek Ciang
San-lojin, ia sudah dapat menduga bahwa tosu ini
tentulah seorang di antara Kun-lun Sam-lojin (Tiga
kakek Kun-lun), atau seorang di antara tiga tokoh
Kun-lun yang menewaskan gurunya. Akan tetapi ia
tidak mau turun tangan dulu sebelum bicara dengan
ketua Kun-lun-pay. "Kalau begitu, biarlah aku sekeluarga mematahkan
pantangan itu," katanya dan secepat kilat tubuhnya
berkelebat melewati sebelah tosu itu, hendak berlari
memasuki kelenteng. "Perlahan dulu, nona!" Kim Sim San-lojin
menggerakkan tangan dan ujung lengan bajunya
menyambar dengan totokan ke pundak In Hong
untuk mencegah gadis itu melanjutkan niatnya.
Tosu itu melihat jelas betapa ujung lengan bajunya
mengenai pundak In Hong, akan tetapi bukan main
terkejut dan herannya ketika ia melihat gadis itu
seakan-akan tidak merasai totokannya dan berlari
terus cepat sekali! Memang In Hong sengaja tidak
mau menangkis atau melayani tosu ini karena ia
bermaksud untuk mencari Pek Ciang San-lojin
sebelum bertanding dengan tokoh-tokoh Kun-lun.
Gadis yang cerdik ini tahu bahwa kalau ia menangkis,
tentu ia akan terlibat dalam pertempuran, maka
ketika ia merasa datangnya hawa pukulan, ia dapat
menahan totokan itu. Cepat ia mengerahkan hawa


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lweekang yang disalurkan ke pundak menutupi jalan
darah dan ia berhasil menolak serangan itu.
Pendekar-pendekar Bernasib Sial - Sian li eng tju
http://cerita-silat.mywapblog.com
http://cerita-silat.mywapblog.com
" Sian Li Eng Tju (Tamat) " Tukang
Sapu Kun Lun Pay Tukang Sapu Kun Lun Pay Kim Sim San-lojin tadi tidak mengerahkan seluruh
tenaganya. Pendeta ini walaupun tahu bahwa gadis
yang naik ke gunung dengan mempergunakan ilmu
lari cepat yang luar biasa ini tentu memiliki
kepandaian, namun ia tidak tega untuk menjatuhkan
tangan besi. Dikiranya bahwa totokannya tadi yang
disertai tenaga setengah bagian saja sudah cukup
untuk menghalanginya masuk kelenteng.
Tidak tahunya totokannya seakan-akan tidak terasa
oleh In Hong! Baru ia maklum bahwa gadis yang
demikian mudanya itu ternyata seorang ahli silat yang
pandai. Akan tetapi, gadis itu sudah memasuki kelenteng dan
Kim Sim San-lojin tersenyum. Ia tidak mengejar,
karena malu baginya kalau berkejar-kejaran dengan
seorang demikian muda. Sungguhpun gadis itu
agaknya tidak mengandung maksud baik, namun ia
tidak khawatir. Di dalam kelenteng masih banyak
kawan-kawan yang akan dapat menghalangi gadis
itu. Dengan tenang iapun berjalan memasuki kelenteng,
sedangkan tosu-tosu lain melanjutkan pekerjaan
mereka seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu. Tosu
tua yang botak dan menyapu daun-daun kering tadi,
tertawa-tawa kecil, menghentikan nyanyinya dan
berkata-kata seorang-diri:
"Nona kecil berbakat sekali, sayang terdidik oleh
tangan yang ganas?"" Ia lalu melanjutkan
pekerjaannya. Adapun In Hong, ketika tiba di ruangan depan
kelenteng itu, terheran-heran melihat kelenteng itu
sunyi saja. Yang ada hanya tiga orang tosu setengah
tua yang sedang bersembahyang. Selain ini, tidak ada
siapa-siapa lagi dan keadaannya sunyi mengandung
rahasia. In Hong tidak berani mengganggu tosu-tosu
yang sedang bersembahyang itu, maka ia lalu
berjalan terus masuk ke sebelah dalam.
Ternyata di sebelah dalam kelenteng ini amat besar
dan luas. Kelihatan bangunan-bangunan kecil di sana
sini, lorong-lorong yang lebar sehingga ia menjadi
bingung. Ia tidak tahu dimana adanya Pek Ciang San-
lojin, maka ia lalu memasuk lorong sebelah kiri yang
menuju ke sebuah ruangan terbuka.
Tanpa mengetahui bahwa semua gerak geriknya
diikuti oleh banyak pasang mata, In Hong maju terus.
Ia memasuki ruangan terbuka yang berada di tengah-
tengah. Ruangan ini adalah ruangan tempat belajar
atau berlatih ilmu silat yang disebut lian-bu-thia.
Lebar sekali tempat ini, karena selain dipergunakan
untuk tempat berlatih silat, juga di tempat inilah biasa
diadakan pertemuan antara tosu-tosu dan anak-anak
murid Kun-lun-pay yang banyak jumlahnya. Di tempat
ini, beberapa bulan sekali, ciang-bun-jin dari Kun-lun-
pay, yakni Pek Ciang San-lojin, dihadap oleh puluhan
orang anggauta Kun-lun-pay, memberi pelajaran
tentang ilmu batin dan menguraikan ujar-ujar kuno
dari kitab-kitab agama To.
Ketika In Hong tiba di ruangan ini, keadaan disitu
sunyi belaka, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara
di belakangnya. Ketika ia menengok, ia melihat
seorang tosu tua telah duduk di atas bangku bundar,
bersila dan memegang sebuah kitab sambil
membacanya perlahan-lahan.
In Hong terkejut dan kagum. Tadi ketika masuk ia
tidak melihat kakek ini, akan tetapi bagaimana tiba-
tiba bisa berada disitu" Terang bahwa tosu ini
memiliki ginkang yang sudah tinggi sekali sehingga
gerakannya amat ringan dan cepat. Ia mendengar
tosu itu membaca ayat-ayat dari kitab To Tek Keng
tentang sifat air menurut pandangan filsafat besar Lo
Cu: "Tiada kelembutan melampaui air.
Namun dalam menanggulangi kekerasan
Tiada kekuatan di dunia dapat melebihinya,
Karenanya tiada yang dapat menggantikannya.
Kelemahan mengalahkan kekuatan,
Kelembutan mengalahkan kekerasan.
Namun tiada yang dapat mengetahuinya,
Tiada yang dapat menjalankannya."
Tosu itu hendak melanjutkan bacaannya yang
memang masih ada lanjutannya, akan tetapi ia
dipotong oleh In Hong yang bersajak dengan suara
keras mengejek: "Lidah memang tak bertulang
Mudah saja setiap orang menggoyang,
Tapi, biarpun lidah pendeta suci
Mana bisa mencerminkan isi hati"
Air bersifat lembut, kuat, dan jujur
Mana sama dengan hati tosu-tosu terkebur"
Kalau tidak dikeroyok tosu-tosu ganas
Tak mungkin wanita gagah Hek Moli tewas!"
Ketika berguru kepada Hek Moli, In Hong hanya
sedikit saja mendapat pelajaran ilmu membaca dan
menulis. Akan tetapi gurunya itu pandai sekali
bernyanyi, nyanyian dari Nepal yang dinyanyikan
dalam bahasa Han, dan nyanyian ini terisi yang
bersajak indah. Oleh karena amat tertarik dan suka
sekali akan nyanyian-nyanyian ini, maka In Hong
yang berotak cerdas itu pandai membuat sajak.
Sekarang mendengar ayat-ayat kitab To Tek Keng
yang tidak pernah didengarnya, sekali mendengar
saja maklumlah ia bahwa tosu itu menyindirnya dan
memperingatkannya. Akan tetapi, sebagai balasan,
sekaligus ia dapat mengucapkan sajak yang
membalas sindiran itu, benar-benar gadis ini berotak
cerdik sekali. Ketika tosu itu mendengar sajak ini, ia berdiri dan
tersenyum, lalu menjura kepada In Hong.
"Nona, ketika tadi bertemu dengan suhengku Kim Sim
San-lojin, kepala penjaga, kau menyebut-nyebut
nama Hek Moli. Sekarang, dihadapan pinto, Sun Sim
San-lojin, kaupun kembali menyebut nama Hek Moli.
Kau masih ada hubungan apakah dengan Hek Moli
dan apakah kehendakmu datang disini?"
"Dia adalah guruku, yang telah kalian bunuh dengan
cara amat curang! Mana Pek Ciang San-lojin" Suruh
dia keluar dan mempertanggung jawabkan perbuatan
yang amat rendah dan curang daripada murid-
muridnya!" "Nona, kau mengaku bernama Put Hauw Li (Anak
perem?puan Tidak Berbakti), sungguh sebuah nama
yang tidak harum! Apalagi kalau ditambah dengan
sepak terjangmu ini, sungguh sayang sekali pinto
terpaksa menyatakan bahwa masa -depanmu tidak
begitu terang. Insaflah bahwa disini bukan tempat
dimana kau boleh berbuat sesukamu. Kalau kau ada
urusan, boleh katakan di depan pinto dan akan pinto
pertimbangkan." "Tosu bau! Kaukira aku takut padamu" Kalau aku
menurutkan hawa nafsu dan tidak mengindahkan
Kun-lun-pay, apa kaukira aku perlu bertemu dengan
ciang-bun-jin dari Kun-lun-pay" Tak usah banyak
cakap dan jangan mencoba untuk memanaskan
hatiku, lekas panggil keluar ciang-bun-jin dari
partaimu!" "Nona, pinto disini dan pinto menjadi wakil ciang-bun-
jin Kun-lun-pay!" tiba-tiba terdengar suara yang halus
dan berpengaruh dan tahu-tahu disebelah kiri telah
berdiri seorang tosu lain yang usianya sebaya dengan
pembaca kitab tadi. Kembali In Hong harus mengaku bahwa gerakan tosu
inipun amat ringan dan cepat, maka diam-diam ia
berlaku waspada dan insaf bahwa ia berada di
tempat yang berbahaya, dimana terdapat banyak
sekali lawan yang amat lihay.
"Nona Put Hauw Li, pinto Cu Sim San-lojin mewakili
suhu untuk menanyakan maksud kedatanganmu,"
kata pula tosu ini. In Hong menahan kemarahannya. Sekarang ia sudah
melihat tiga orang tosu yang telah menyebabkan
kematian gurunya, dan sebelum ia menjawab,
seorang tosu berjalan masuk melalui pintu depan
dengan tindakan perlahan. Ketika In Hong melirik,
ternyata bahwa tosu ini adalah Kim Sim San-lojin
yang tadi ia jumpai di luar.
Sekarang lengkaplah tiga orang tosu pembunuh
gurunya! Namun, In Hong masih menahan
kemarahannya dan tidak akan turun tangan sebelum
ia men-dengar jawaban dari ketua Kun-lun-pay, yakni
Pek Ciang San-lojin. "Kalian bertigaah yang bersekongkol dengan pendeta-
pendeta busuk dari Go-bi, yang secara curang telah
menewaskan guruku! Bagaimana aku sudi bercakap-
cakap dengan kalian" Lekas minta keluar gurumu, Pek
Ciang San-lojin, kalau tidak, terpaksa aku akan masuk
dan mencarinya sendiri!"
Sikap In Hong ini membikin marah kepada Cu Sim
San-lojin yang biasanya amat sabar dan ramah.
"Nona, harap kau jangan keterlaluan, jangan
mendesak secara kurangajar. Guruku mana bisa
keluar dari tempat samadhi sebelum waktunya,
apalagi untuk menemui seorang anak kecil seperti
kau" Tidak, nona, lebih baik kau ber-urusan dengan
kami saja, dan segala apa akan beres."
"Kalau aku memaksa masuk, kalian mau apa?"
"Tak mungkin, kami seluruh anak murid Kun-lun-pay
takkan membiarkan kau bertindak sewenang-wenang
dan sesuka hati disini," kata Cu Sim San-lojin dan tiga
kali ia bertepuk tangan, maka dari segala jurusan
muncullah tosu-tosu bermacam bentuk dan usia dan
sebentar saja tempat itu telah penuh oleh tosu yang
jumlahnya tidak kurang dari tujuhpuluh orang!
In Hong yang berhati keras dan tabah sekali, tidak
menjadi gentar, sungguhpun ia tahu bahwa tak
mungkin ia dapat menghadapi sekian banyaknya
lawan yang rata-rata memiliki kepandaian silat tinggi.
"Hm, nama besar Kun-lun-pay tidak tahunya hanya
kesombongan palsu dan kosong belaka. Siapa
orangnya di dunia kangouw mau percaya bahwa
ratusan orang tosu Kun-lun-pay hendak mengeroyok
dan menakut-nakuti seorang gadis yang usianya baru
sembilanbelas tahun?"
Kata-kata ini ia ucapkan dengan suara keras sekali
karena ia sengaja mengerahkan sinkangnya dan ia
sengaja pula melebih-lebihkan dengan menyebut
ratusan orang tosu, padahal sebenarnya iapun tahu
tidak ada begitu banyak. Pada saat itu, terdengar suara halus suara dan lambat
seperti suara seorang anak kecil: "Ada apakah ribut-
ribut ini" Aah, dalam kelenteng pun masih saja pinto
tak dapat mengaso tenteram!"
Cu Sim San-lojin dan kedua sutenya, juga semua tosu
yang berada di lian-bun-thia itu, menjadi kaget sekali
mendengar ini. Mereka semua lalu mengundurkan diri,
berdiri di pinggiran sambil menundukkan kepala
membungkukkan pinggang. Beberapa orang tosu
yang tadi berdiri membelakangi sebuah pintu, cepat-
cepat pergi dari situ dan segera terbuka sebuah jalan.
Didahului oleh suara berketuknya tongkat di lantai,
muncullah seorang tosu yang bertubuh tinggi besar,
berwajah angker berpengaruh, usianya enampuluh
tahun lebih, jubahnya lebar dan kepalanya memakai
topi yang jarang sekali kelihatan dipakai oleh tosu,
sedangkan di punggungnya tergantung sebuah
pedang pendek yang sarungnya indah sekali.
Setelah tiba disitu, tosu tua ini menyapu seluruh yang
hadir dengan sepasang matanya yang tajam. Tak
seorangpun tosu disitu berani bergerak atau
mengangkat kepala. Kemudian pandangan mata tosu
itu melirik ke arah In Hong. Ia nampak tak senang,
Petualangan Sherlock Holmes 2 Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung Duel Jago Jago Persilatan 2
^