Pencarian

Pembunuhan Abc 1

Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie Bagian 1


AGATHA CRISTIE PEMBUNUHAN ABC ABerarti Andover dan nyonya ascher dipukul sampai mati
B,berarti Bexhill dan betty benard mati di cekik
C,berarti Chuston dan sir Carmichael Clarke di temukan terbunuh
Disamping masing masing tubuh korban di letakkan sebuah buku panduan kereta api
ABC terbuka pada halaman yg menunjukkan tempat pembunuhan,Polisi tak
berdaya,Tapi si pembunuh telah membuat kesalahan besar,Dia berani menantang
Hercule poirot untuk membuka kedoknya
Penerbit PT Gramedia Jl Palmerah Selatan 22 Lt.
Jakarta 1027Q ' \ THE ABC MURDI-RS by Agatha Christie " 1935, 1936 by Agatha Christie
PEMBUNUHAN ABC Alihbahasa: Luci Dokubani GM 402 88.269
Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Jl: Palmerah Selatan 22,
Jakarta 10270 Sampul dikeijakan oleh J. Tefon
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia,-anggota IKAPI, Jakarta,
Januari 1988 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mmgutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari Penerbit.
ilustrasi Nasional : katalog dalam terbitan (KDT) CHRIS HE, Agatha
Pembunuhan ABC Agatha Christie ; alihbahasa, Luci Dokubani. Jakarta : ?Gramedia, 1988. 344~nal. ; Nt cm.
Judul asli : The ABC Murders. ISBN 979-403-269-7.
1. Fiksi Inggiis. 1. Judul. II. Dokubani, Luci
823 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
"UNTUK HERCULE POIROT, SEKARANG INI HANYALAH KASUS KRIMINAL YANG ISTIMEWA SAJA."
"Aku mengambil dan memilih. - Sel-sel kecil kelabu ini akan berkarat bila tidak
dilatih. Katakanlah, mon ami, apa pendapatmu mengenai surat ini"
Mr. Hercule Poirot Anda menganggap Anda dapat memecahkan misteri-misteri yang
bahkan terlalu rumit bagi polisi Inggris kami yang dungu, bukan f Mari kita
buktikan, Mr. Clever Poirot, sampai di mana kepintaran Anda. Mungkin bagi Anda
kasus ini tidak terlalu sulit untuk dipecahkan. Berhati-hatilah terhadap apa
yang akan terjadi di Andover pada tanggal 21 bulan ini.
Hormat saya, ABC 5 Aku bertanya apakah menurut dia sesuatu yang hebat akan terjadi sehubungan ?dengan surat itu. Jawabannya benar-benar membuatku kaget. "Suatu perampokan akan
melegakan hatiku, sebab dapat menghilangkan kekuatiranku akan terjadinya sesuatu
yang lebih hebat." "Misalnya?"Pembunuhan" kata Hercule Poirot.
Daftar Isi Kata Pengantar9 1. Surat .11 2. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten
Hastings)21 3. Andover22 4. Nyonya Ascher _32 5. Mary Drower47. Mr. Partridge dan Mr. Riddell73
8 5urat Kedua65 9. Pembunuhan di Pantai Bexhill85
10. Keluarga Barnard98 11. Megan Barnard106 12. Donald Fraser114 13. Pertemuan120 14. Surat Ketiga131 15. Sir Carmichael Clarke141
16. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten
Hastings)155 T77"M"ncatat Waktu160
18. Poirot Berpidato170 19. Lewat Swedia187 20. Lady Clarke193 7 21. Gambaran Mengenai Seorang Pembunuh 2C7
22. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 216
23. Doncaster, Tanggal 11 September 225
24. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 237
25. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 240
26. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 244
27^ Pembunuhan di Doncaster 248
28. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 258
29. Di Scotland Yard 270 30. (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings) 275
31. Hercule Poirot Melontarkan Pertanyaan-pertanyaan 277
32. Dan Menangkap Seekor Rubah 288
33. Alexander Bonaparte Cust 297
34. Poirot Memberi Penjelasan 307
35. Akhirnya... 335 8 KATA PENGANTAR Oleh Kapten Hastings O.B.E.
Dalam kisah ini, saya agak menyimpang dari kebiasaan saya yakni hanya ?menuliskan kejadian-kejadian dan tempat-tempat di mana saya ikut hadir dan
terlibat. Beberapa bab, dalam buku ini, ditulis dengan gaya orang ketiga.
Tapi saya ingin meyakinkan para pembaca, bahwa apa yang tertulis dalam bab-bab
tersebut bsoiP-fcenar terjadi. Jika gaya bahasa sava dalam menceritakan jalan
pikiran dan perasaan orang-orang vang terlibat sedikit berlebihan, maka hal itu
sengaja saya lakukan, meskipun segi ketepatannya tidak saya tinggalkan. Perlu
saya tambahkan, itu semua sudah "diperiksa" kembali oleh kawanku, Hercule
Poirot. Pendek kata, jika hubungan-hubungan pribadi yang timbul sebagai akibat rentetan
pembunuhan ini saya ungkapkan dengan panjang lebar, maka liaT*ritr?" semata-mata
disebabkan karena dalam kasus ini elemen pribadi sama sekali tak dapat
diabaikan. Secara dramatis Hercule Poirot pernah berkata, bahwa roman percintaan
mungkin saja merupakan produk sampingan suatu pembunuhan.
Sedang dalam membongkar misteri ABC. ini, dapat saya katakan bahwa kawini Poirot
menunjukkan kecerdasannya yang luar biasa dan menanganinya dengan cara yang
belum pernah ia lakukan sebelumnya.
10 1 Surat Waktu itu bulan Juni 1935. Aku kembali dari peternakanku di Amerika Selatan
untuk tinggal selama enam bulan di Inggris. Saat-saat yang sulit bagi kami di
sana. Seperti orang lain, kami pun ikut terkena depresi yang melanda dunia. Ada
bermacam urusan yang harus kutangani di Inggris, yang rasanya hanya akan
berhasil baik bila kutangani ?endiri. Istriku tinggal untuk mengurus peternakan.
Takperlu kukatakan bahwa satu hal yang ingin ku.akukan sesampainya di Inggris
adalah mengunjungi sahabat lamaku, Heicule Poirot.
Kutemui dia di tempat tinggalnya yang baru salah satu bentuk flat model
?mutakhir di London. Aku menuduhnya (dan dia mengakui kenyataan itu) memilih
gedung ini semata-mata karena penampilan dan pengaturannya yang geo-metris.
"Tapi benar, Kawan, tempat ini merupakan sebuah bangunan simetris yang paling
menyenangkan" Apakah kau tidak merasakannya?"
Aku berkata bahwa kupikir gedung ini terlalu banyak menimbulkan kesan kotak-
kotak dan sambil menyinggung sebuah lelucon lama aku
11 bertanya, apakah dalam bangunan supermodem ini mereka sanggup membujuk ayam
betina untuk menghasilkan telur persegi. Poirot tertawa lepas.
"Ah, kau masih ingat itu" Wah! Tidak ilmu pengetahuan belum berhasil membujuk ?ayam betina untuk menyukai selera modern, mereka masih saja menghasilkan telur-
telur dengan ukuran dan warna yang berbeda!"
Aku memperhatikan sahabatku dengan pandang sayang. Ia nampak sehat sekali tidak
?sehari pun kelihatan lebih tua dari waktu terakhir aku melihatnya.
^J^Kau dalam keadaan prima, Poirot," kataku. "Sama sekali tak nampak bertambah
tua. Bahkan, kalau mungkin, aku berani mengatakan bahwa ubanmu semakin sedikit
saja dibanding dengan ketika terakhir aku meiihatnru."
Poirot berseri-seri memandangku.
"Dan mengapa itu tidak mungkin" Kenyataannya begitu."
"Maksudmu, rambutmu dapat berubah, dari ubanan jadi hitam, dan bukan
sebaliknya?" "Persis begitu."
"Tapi secara ilmiah itu tidak mungkin!" "Sama sekali tidak."
"Tapi itu sungguh luar biasa. Seakan melawan alam."
"Seperti biasanya, Hastings, kau memiliki pikiran yang bersih, lepas dari
kecurigaan. Tahun-tahun yang berlalu tidak mengubah sifatmu itu!
Kau melihat suatu fakta dan mengungKapKa pemecahannya dalam desah napas yang
sama, tanpa sadar bahwa itulah yang kaulakukan!"
Aku menatapnya penuh tanda tanya.
Tanpa sepatah kata pun ia berjalan ke kamar tidurnya dan kembali dengan sebuah
botol di tangan, lalu memberikannya padaku.
Aku mengambilnya, sesaat tidak mengerti maksudnya.
Di situ tertulis: REVIVIT Untuk mengembalikan warna alamiah rambut Anda. REVIVIT bukan pewarna.
?Tersedia dalam lima nuansa, abu-abu, coklat tua kemerahan, merah keemasan,
coklat, d -hitam. "Poirot," teriakku. "Kau telah mencat rambutmu: -^ijA,
"Ah, kini kau mengerti."
"Jadi itulah sebabnya rambutmu nampak lebih hitam dari waktu terakhir aku
kembali." "Betul." "Astaga," cetusku, setelah pulih dari rasa terkejut. "Kurasa lain kali bila aku
kemari lagi, kau akan memakai kumis palsu atau, apakah kau sudah memakainya
?sekarang?" "*42eiEpt meiengut. Kumisnya merupakan hal yang sangat peka baginya. Ia begitu
bangga akan miliknya yang satu itu. Kata-kataku telah menyinggung perasaannya.?12
13 "Tidak, tentu tidak, mon ami. Aku berdoa semoga hal itu tidak akan pernah
terjadi. Kumis palsu! Quelle horreurl Mengerikan!"
Ia menarik kumisnya dengan keras untuk meyakinkan diriku bahwa kumis itu asli.
*"Wah, ternyata kumismu masih lebat," tukasku.
"N'est-ce-pas" Memang belum pernah di seluruh pelosok London ini aku melihat
?sepasang kumis seperti milikku."
Rapi pula, pikirku dalam hati. Namun aku tak ingin menyinggung perasaan Poirot
dengan mengeluarkan kata-kata tersebut.
Aku bahkan bertanya padanya apakah sesekali ia: masih menjalankan profesinya.
"Aku tahu," kataku, "bahwa kau sebetulnya .sudah pensiun beberapa tahun yang
lalu " " "C'mtvrai. Betul. Untuk menanam-labu manis!" Dan tiba-tiba ada
?pembunuhan dan aku mem-biatkan labu manis itu terkubur dengan sendirinya. Dan
?sejak itu aku tahu benar apa yang akan kaukatakan aku bagaikan primadona yang
? ?dengan mantap menampilkan pertunjukannya yang terakhir! Tapi pertunjukan
terakhir itu terjadi berulang kali, tak terhitung lagi sudah berapa kali!"
Aku terbahak. "Pada kenyataannya memang demikiar. B~t kali-kali aku mengatakan:Tni yang
terakhir, tetapi selalu ada saja yang muncul! Dan kuakui, Kawan, tidak terbersit
sedikit pun dalam pikiranku untuk
14 pensiun. Sel-sel kecil kelabu ini akan berkarat bila tidak dilatih."
"Betul," kataku. "Kau melatihnya dengan tempo sedang-sedang saja."
"Benar. Aku mengambil dan memilih. Untuk Hercule Poirot, sekarang ini hanyalah
kasus kriminal yang istimewa saja."
"Apakah banyak kasus istimewa akhir-akhir ini?"
"Pas mal. Lumayan. Belum lama ini aku nyaris celaka."
"Karena kegagalan?"
"Bukan, bukan." Poirot kelihatan kaget. "Tapi aku aku, Hercule Poirot, hampir
?saja mampus." Aku bersiul.
"Seorang pembunuh kelas kakap!* "Tidak bisa dikatakan kakap karena keteledor-
anfir^^ujar Poiror^Persis begitu-t-teledor. Tapi tak perlu diperbincangkan. Kau
tahu, Hastings, dalam banyak hal aku menganggap kau maskotku."
"Oh, ya?" kataku. "Dalam hal apa?" Poirot tidak langsung menjawab pertanyaanku.
Ia melanjutkan, "Begitu aku mendengar kau akan datang, aku berkata pada diriku
sendiri: Sesuatu akan terjadi. Seperti di masa lalu kita akan i berburu bersama,
kita berdua. Tapi bila demikian, Tir?"i"i*hnya harus istimewa, bukan yang biasa-
biasa saja." Dia menggerakkan tangannya dengan bergairah. "Sesuatu yang
recherce halus lembut...." Dia mengucapkan kata terakhir yang tidak
? ?15 dapat dijelaskan itu dengan gaya yang menegaskan artinva.
"Astaga, Poirot," ujarku. "Siapa pun akan mengira kau sedang memesan makan malam
di Ritz." "Padahal orang tidak mungkin memesan suatu* kejahatan. Ya begitulah." Dia ?mendesah. "Tapi aku percaya pada keberuntungan pada nasib, bila kau mau. Sudah
?nasibmu untuk berjalan di sampingku dan mencegahku melakukan kesalahan yang tak
terampunkan." "Dan menurutmu, kesalahan yang bagaimana yang tak terampunkan itu?"
"Mengabaikan kenyataan."
Aku menyimpan kata-kata ini dalam benakku ta pa mengerti maksudnya.
^ "Dan," kataku-texsenyum,-"apakah kejahatan" istimewa itu sudah muncul?"
"Pas encore. belum. Setidaknya begitu " Ia berhenti sejenak. Kerut
? ? ?kebingungan menghiasi dahinya. Tangannya secara otomatis" melu-'ruskan kembali
benda-benda yang letaknya jadi miring karena tei sentuh tanganku tanpa sengajat,
"Aku tak yakin," katanya pelan. Ada sesuatu yang janggal dalam nada suaranya
"sehingga aku memandangnya heran. Kerut-kerut di dahinya masih terlihat Tiba-
tiba dengan anggukan kecil meyakinkan dia berjalan menyeberangi ruangan menuju
meja berlaci di dekat jendela yang isinya diatur rapi,
16 sehingga dengan mudah dia langsung menemukan berkas surat yang dikehendakinya.
Poirot kembali berdiri di depanku, dengan surat terbuka di tangannya..
?Ia membacanya sendiri sampai tuntas, lalu mengulurkannya padaku.
?"Katakanlah, mon ami," ujarnya. "Apa pendapatmu mengenai hal ini."
Aku mengambilnya, merasa tertarik.
Pada secarik kertas putih cukup tebal, tertulis dengan huruf cetak:
Mr. Hercule Poirot Anda menganggap Anda 'dapat memecahkan misteri-misteri yang
?bahkan terlalu rumit bagi polisi Inggris kami yang dungu, bukan" Mari kita
buktikan, Mr. Clever Poirot, sampai di mana kepintaran Anda. Mungkin bagi Anda
kasus ini tidak terlalu sulit untuk dipecahkan. Berhati-hatilah terhadap apa
yang afed" terjadi di Andover pada tanggal 21 bulan ini.
Hormat saya, ABC Aku melirik ke sampul surat itu, yang juga ditulis dengan huruf cetak.
"Cap pos W.C.l," kata Poirot, ketika aku ftnemperhatikan cap tersebut. "Nah,
bagaimana pendapatmu?"
"-^Aku^mengangkat bahu, sambil menyerahkan surat itu kembali padanya.
"Kurasa orang gila atau sejenisnya." t "Hanya itu saja yang dapat kauungkapkan?"
17 "Yah, apakah bagimu itu bukan pekerjaan orang gila?"
"Betul, Kawan, betul begitu."
Nada suaranya suram. Aku memandangnya dengan rasa ingin tahu.
"Kau menganggapnya serius, Poirot."
"Orang gila, mon ami, harus dianggap serius. Orang gila amat berbahaya."
"Tentu saja itu betul... aku tidak memperhitungkan segi itu.... Tetapi yang
kumaksud, rasanya seperti sebuah olok-olok tolol. Mungkin orang kebanyakan
minum." "Comment"} Minum" Minum apa?"
"Minum minuman keras, tentu saja. Maksudku orang mabuk."
"Merci, Hastings ungkapan 'mabuk' sudah sering kudengar. Seperti katamu, ?mungkin tidak lebih dari itu...."


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi menurutmu, lebih?" tanyaku, terpukul oleh nada ketidakpuasannya.
Poirot menggelengkan kepalanya ragu, namun ia tidak mengatakan apa-apa.
"Apa yang telah kaulakukan mengenai hal ini?" tanyaku.
"Apa yang dapat dilakukan" Menunjukkannya pada Japp. Dia mempunyai pendapat yang
sama denganmu olok-olok tolol itulah istil^fc "ang dia pakai. Di Scotland Yard
? ?mereka menghadapi hal-hal semacam ini tiap hari. Aku pun telah m endapatkan
bagianku...." "Tapi kau menganggap yang satu ini serius?" Poirot menjawab pelan.
"Ada sesuatu mengenai surat itu, Hastings, t yang tidak kusukai...."
Nada suaranya mengesankanku. "Dugaanmu apa?"
?Ia menggoyangkan kepalanya, mengambil surat itu, dan menyimpannya kembali ke
dalam meja tulis. "Bila kau benar-benar menganggapnya serius, tak dapatkah kau berbuat sesuatu?"
tanyaku. "Seperti biasa, tindakan yang aktif! Tapi, apa yang dapat diperbuat" Polisi
telah melihat surat itu, tapi mereka pun tidak menganggapnya serius. Tidak
terdapat sidik jari pada surat itu. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
kemungkinan siapa penulisnya."
"Y-arrg-sda hanya nalurimu sendiri?"
"Bukan naluri, Hastings. Naluri bukan kata yang tepat. Lebih tepat adalah
pengetahuanku pengalamanku yang mengatakan padaku bahwa ada sesuatu yang
? ?salah dalam surat itu "
?Ia memperlihatkan isyarat tangan, setelah gagal memperoleh kata-kata yang
dikehendakinya, lalu menggoyangkan kepala lagi.
"Mungkin aku terlalu membesar-besarkan persoalan. Apa pun masalahnya, tak ada
lagi yang dapat dilakukan, kecuali menunggu."
"Yah, tanggal 21 adalah hari Jumat. Apabila perampokan besar-besaran terjadi di
sekitar Andover, maka "
?19 18 "Ah, kalau itu bisa dikatakan ringan!"
"Ringan}" Aku melotot. Kata itu terlalu luar biasa untuk dipakai.
"Perampokan bisa jadi merupakan sebuah sensasi, tapi tidak pernah ringan!"
protesku. Poirot menggelengkan kepala bersemangat.
"Kau salah, Kawan. Kau tidak mengerti maksudku. Suatu perampokan akan melegakan
hati, sebab dapat menghilangkan kekuatiranku akan -terjadinya sesuatu yang lebih
hebat." "Misalnya?" "Pembunuhan," tukas Hercule Poirot.
20 2 (Bukan dari Cerita Pribadi Kapten Hastings)
Mr. Alexander Bonaparte cust bangkit darr kursinya dan memandang dengan matanya
yang rabun ke seputar kamar tidur yang kotor itu. Punggungnya kaku setelah
beberapa lama duduk dalam posisi tegak. Seandainya ada orang yang mengintip pada
waktu ia meluruskan tubuhnya^ orang itu akan melihat betapa tingginya dia.
Bongkok tubuhnva serta pandangan matanya vang-*a%ttfi meninggalkan kesan agak
linglung. Sambil berjalan ke arah mantel tua yang tergantung di belakang pintu, dari
sakunya ia mengambil sebungkus rokok murahah serta korek api. Ia menyulut
sebatang rokok, lalu kembali ke meja tempatnya duduk tadi. Ia mengambil buku
panduan kereta api dan mengamatinya, kemudian ia kembali mengamati sebuah daftar
nama yang diketik. Dengan sebuah pena, ia mencoret salah satu nama teratas dalam
daftar tersebut. Hiu^itu hari Kamis, tanggal 20 Juni.?3
"Andover Pada waktu itu aku terkesan pada firasat Poirot mengenai surat kaleng yang
diterimanya, namun kuakui bahwa soal itu telah lenyap dari ingatanku pada waktu
tanggal 21 benar-benar tiba. Aku bani ingat kembali akan hal itu ketika
Inspektur Kepala Japp dari Scotland Yard berkunjung ke rumah Sahabatku.
Inspektur ini adalah kenalan lama kami selama bertahun-tahun, dan ia amat senang
bertemu kembali denganku.
"Wali, tak diduga," serunja, "Bukaak&h. "ri Kapten Hastings, kembali dari
belantara atau apa pun namanya! Seperti masa lalu saja bertemu denganmu di sini
?bersama Monsieur Poirot. Kau nampak sehat pula. Hanya sedikit tipis di kepala,
ya" Memang ke situlah akhirnya kita semua nanti. Aku begitu juga."
Aku mengernyit sekilas. Kukira dengan menata jambutku dengan rapi, menutupi
bagian atas kepalaku, rambut yang dikatakan tipis oleh Japp itu pasti hampir
tidak kentara tipisnya. Ixafnun, Japp memang tidak pernah berpikir panjang bila
mengomentari diriku, oleh karena itu, aku meng-iyakan saja kata-katanya, sambil
mengakui bahwa tak ada di antara kami yang menjadi semakin muda.
- "Kecuali Monsieur Poirot ini," kata Japp. "Bisa jadi iklan menarik untuk minyak
rambut. Tumbuh subur bagai cendawan dan wajahnya semakin berseri. Menjadi pusat
perhatian pula dalam usia tua. Berbaur dengan kejadian-kejadian aktual. Misteri
kereta api, misteri udara, kematian kelas atas oh, ia berada di sini, di sana, ?dan di mana-mana. Tak pernah sedemikian menonjol sejak ia pensiun." Q
"Aku sudah mengatakan pada Hastings bahwa aku seperti primadona yang selalu
menciptakan satu p'enampilan ekstra," ujar Poirot dengan terse-i pyum.
"Jangan heran bila kau akhirnya mencium bau ketnaTianmu sendiri," kata Japp
sambil tertawa lepas. "Wah, itu gagasan bagus. Harus dibukukan."
"Kalau itu, sebaiknya Hastings saja yang melakukannya," tukas Poirot sambil
mengerdip padaku. "Ha, ha! Benar-benar akan jadi lelucon," kata Japp terbahak.
Aku tidak melihat di mana lucunya gagasan tersebTrrp-ttku bahkan menganggap
lelucon itu berselera rendah. Poirot yang malang, ia terus bertahan menanggapi
Japp. Lelucon mengenai kematiannya tentu tidak mengena di hatinya.
23 i 22 Mungkin sikapku menunjukkan perasaanku, oleh karena Japp kemudian membelokkan
pembicaraan. "Sudahkah kau mendengar mengenai surat kaleng Monsieur Poirot?" tanyanya.
"Aku memperlihatkannya pada Hastings dua hari yang lalu," ujar kawanku.
"Oh ya, benar," seruku. "Aku agak lupa. Coba kuingat, tanggal berapa katanya?"
"Tanggal 21," tukas Japp. "Oleh karena itulah aku singgah. Kemarin tanggal 21.
Kutelepon Andover tadi malam, sekadar ingin tahu. Ternyata benar, hanya sebuah
olok-olok. Tak ada apa-apa. Hanva sebuah jendela toko yang pecah anak-anak
?melempar batu dan dua orang mabuk serta beberapa pelanggaran hukum. Jadi,
?sekali ini teman Belgia kita salah arah."
"Aku harus mengakui bahwa kini aku lega," ucap Poirot.
"Kau cemas, bukan?" kata Japp simpatik. "Syukurlah, kami menerima berlusin-lusin
surat semacam itu tiap hari! Penulisnya para penganggur dan orang-orang sinting.
Tak ada maksud apa-apa! Hanya sekadar iseng."
"Sungguh bodoh aku menganggapnya serius," tukas Poirot. "Aku telah mencocokkan
hidungku sendiri di kandang kuda."
"Kau tak dapat membedakan mana y*"g -"eng dan mana yang serius," kata Japp.
"Pardon?" "Ya, itulah. Wah, aku harus pergi. Ada sedikit
24 urusan di tempat lain menadah berlian curian. Aku hanya singgah untuk membuatmu
?lega. Sayang kan, kalau sel-sel kecil kelabu itu dipaksa bekerja sia-sia."
Dengan ucapan itu dan tawa lebar, Japp beranjak pergi.
"Japp tak banyak berubah, bukan?" kata Poirot.
"Dia kelihatan lebih tua," kataku. "Setua musang berjanggut," tambahku, seakan
membalas ucapannya tadi. Poirot terbatuk, lalu berkata,
"Tahukah kau, Hastings, ada satu muslihat kecil penata rambutku amat cerdik. ?Dia menempelkan rambut asli orang di kulit kepala lalu menutupinya dengan rambut
kita bukan wig, kau tahu-bttkan tapi "
? ? ?"Poirot," tukasku geram. "Sekarang dan untuk selamanya, aku tak mau berurusan
dengan penemuan licik penata rambutmu yang jahanam itu. Apa sih yang salah
dengan kepalaku?" "Ah, tidak tak ada yang salah."
?"Kaupikir aku akan jadi botak}"
"Ah, tentu tidak! Tentu tidak!"
"Sudah sewajarnya bukan, bila musim panas di sana membuat rambut sedikit rontok.
Aku akan memtra-r"^Mlang minyak rambut yang bagus."
"Precisement." "Lagi pula, ini bukan urusan si Japp. Dia itu seperti setan liar. Dan selera
humornya rendah. 25 Jenis orang yang akan tertawa melihat kursi ditarik, persis ketika seseorang
akan duduk." "Banyak orang akan tertawa melihat kelakar semacam itu."
"Sama sekali tidak masuk akal."
"Bagi orang yang akan duduk memang tidak masuk akal."
"Yah," kataku, sedikit menahan amarah. (Kuakui baliwa aku mudah tersinggung
kalau tipisnya rambutku dipersoalkan.) "Sayang, surat kaleng itu ternyata tidak
ada apa-apanya." "Aku telah salah duga. Kupikir surat itu agak berbau amis. Ternyata hanya
lelucon belaka. Wah, aku sudah beranjak tua dan mudah curiga seperti anjing
penjaga buta yang menggonggong, walaupun tidak ada apa-apa."
"Bila kau menginginkan bantuanku, kita harus mencari kasus kejahatan yang
istimewa,'* kataku tertawa.
"Ingatkah kau komentarmu beberapa hari yang lalu" Bila kau dapat memesan suatu
kejahatan seperti memesan makan malam, apa yang akan kaupilih?"
Aku larut terbawa gurauannya.
"Tunggu. Kita lihat dulu menunya. Perampokan" Pemalsuan" Kurasa bukan. Terlalu
vegetarian* Harus sebuah pembunuhan pembunuhan berdarah dengan pemenggaliii,
? ?tentu saja." *lianya makan sayur-sayuran saja
26 "Ya, harus. Hors d'oeuvres harus luar biasa."?"Siapa korbannya laki-laki atau perempuan" Kukira laki-laki. Seorang tokoh.
?Jutawan Amerika. Perdana Menteii. Pemilik surat kabar. Tempat terjadinya
kejahatan yah, apa salahnya kalau sebuah perpustakaan tua" Tak ada situasi yang
?lebih cocok lagi. Dan senjatanya bisa tikaman pisau belati yang
?mencurigakan atau senjata tumpul batu pusaka berukir "
? ? ?Poirot mendesah. "Atau, bisa juga," kataku, "dengan racun tapi biasanya itu soal teknisnya saja.
?Atau letusan pistol yang menggema di malam hari. Lalu, harus ada satu atau dua
orang gadis cantik "
?"Berambut pirang," gumam sahabatku.
"Leluconmu itu-itu saja. Salah satu gadis cantik itu tentu saja dicurigai
sebagai tersangka pelaku pembunuhan ada salah paham antara gadis itu. dengan
?teman prianya. Lalu, tentu saja ada beberapa tersangka lainnya seorang wanita,
?agak lebih tua berkulit gelap dan menyeramkan dan seorang teman atau saingan
? ?si korban lalu ada_ sekretaris yang bungkam kuda hitam seita laki-laki kekar
? ? ?dengan sikap kasar juga dua orang pembantu atau penjaga kebun atau semacamnya,
?yang baru dipecat dan detektif tolol yang agak mirip Japp dan yah, kira-kira
? ?begitulah sitOaSmya."
"Itukah gagasanmu tentang kasus kriminal yang istimewa?"
"Agaknya kau tak sependapat denganku."
27 Poirot memandangku dengan iba.
"Kau membuat ringkasan yang tepat yang hampir selalu ditulis dalam cerita-cerita
detektif." "Jadi, apa yang ingin kaupesan}"
Poirot mengatupkan matanya dan bersandar kembali di kursinya. Suara yang keluar
dari bibirnya terdengar datar.
"Sebuah kasus kriminal yang amat sederhana. Kejahatan yang tidak rumit.
Kejahatan dalam suatu kehidupan rumah tangga yang tenang... tidak meletup-
letup amat intime urusan rumah tangga biasa."
? ?- "Bagaimana suatu tindak kejahatan bisa intime}"
"Seandainya," gumam Poirot, "empat orang duduk bermain bridge dan seorang lagi
duduk agak terasing di kursi dekat perapian. Pada waktu^ malam semakin larut,
orang yang duduTT dekat perapian itu ditemukan sudah mati. Satu dari keempat
orang itu, walau agak tolol, telah membunuhnya, dan oleh karena asyik dengan
permainan di tangan, ketiga orang lainnya tidak memperhatikan hal itu. Nah,
itulah kejahatan yang harus kaupecahkan! Siapakah pembunuhnya di antara keempat
?orang itu}" "Wah," kataku. "Kelihatannya tidak menarik!"
Poirot memandangku penuh tuduhan.
"Tidak menarik karena tak disertai ^isai" belati yang dihunjamkan secara
mencurigakan, tak ada surat kaleng, tak ada jamrud yang dicuri vang ternyata
mata patung dewa, tidak ada racun dari
28 negeri Timur yang tak berbekas. Kau memiliki jiwa sensasional, Hastings. Kau
lebih suka satu seri pembunuhan daripada pembunuhan tunggal."
"Kuakui," kataku, "bahwa dalam buku, pembunuhan kedua sering kali membuka tabir
bagi penyelidikan. Apabila pembunuhan terjadi dalam bab satu, dan kau harus
mengikuti alibi setiap orang sampai halaman terakhir, kecuali satu t>rang yah, ?persoalannya jadi membosankan."
.Telepon berdering dan Poirot bangkit untuk menjawabnya.
"Halo," katanya. "Halo. Betul, di sini Hercule Poirot."
Dia mendengarkan satu atau dua menit, lalu kulihat perubahan di wajahnya. -
Jawaban Poirot dalam pembicaraan telepon itu singkat-singkat dan terputus-putus.
M is oui..." "Tentu saja...."
"Baiklah, kami akan datang...." "Tentu...."
"Mungkin, seperti kata Anda...." 4 "Baik, saya akan membawanya. A tout a l'heu-
re sampai nanti kalau begitu."
?Dia meletakkan pesawat telepon itu, lalu menghampiriku.
"Itu tadi Japp yang berbicara, Hastings." ^^k^ya?"
"Dia baru saja kembali dari Yard. Ada berita dari Andover...."
"Andover?" teriakku harap-harap cemas.
29 Poirot berkata perlahan, "Seorang wanita tua bernama Ascher, yang membuka toko kecil serta menjual
tembakau dan surat kabar, ditemukan terbunuh."
Aku merasa agak kecewa. Perasaan ingin tahu yang tadi menggebu dalam diriku
ketika mendengar kata Andover, tiba-tiba hilang begitu saja. Aku mengharapkan
sesuatu yang fantastis -yang istimewa! Pembunuhan seorang wanita tua yang
?membuka toko tembakau kecil terasa agak biadab dan tidak menarik.
Poirot melanjutkan ucapannya, perlahan dan suram,
"Polisi Andover yakin bahwa mereka pasti dapat menangkap si pelaku "
?Untuk kedua kalinya aku merasa kecewa.
"Agaknya wanita itu mempunyai hubungan yang tidak baik lakr itu tukang mabuk dan memperlakukannya dengan kasar. Suaminya bahkan
mengancam akan membunuhnya lebih dari satu kali."
?"Namun demikian," lanjut Poirot, "karena kejadian ini, polisi di sana ingin
meneliti kembali surat kaleng yang kuterima. Kukatakan bahwa kau dan aku akan
segera pergi ke Andover."
Semangatku kembali sedikit. Bagaimana pun juga, semesum-mesumnya kejahatan ini,
tol* tetap merupakan suatu kejahatan, dan sudah lama sekali aku tak berurusan
dengan tindak kejahatan dan para kriminal.
30 Aku hampir tak mendengar kata-kata Poiro pelanjutnya. Namun kata-kata itu
nantinya terngiang kembali dalam pikiranku dengan arti yang lebih jelas.
"Ini baru permulaannya," kata Hercule Poirot.
31 4 Di andover kami ditemui oleh Inspektur Glen, seorang pria dengan postur tubuh
tinggi, rambut pirang, dan senyum yang menyenangkan.
Untuk singkatnya, sebaiknya kuberikan ringkasan kejadian sebenarnya.
Kejahatan tersebut diketahui pertama kalinya oleh seorang polisi bernama Dover
pada pukul 01.00 malam, tanggal 22. Pada waktu meronda, dia mencoba membuka
pintu toko dan mendapati pintu itu tidak terkunci. Dia masuk dan pada mulanva
berpikir bahwa tempat itu -kaseng: Tetapi setelah menyorotkan lampu baterainya
ke balik meja pajangan, dia melihat onggokan tubuh wanita tua itu. Pada waktu
dokter kepolisian tiba di tempat kejadian, diketahui bahwa wanita itu telah


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diserang dengan pukulan keras di bagian belakang kepalanya, kemungkinan pada
saat ia memungut sebungkus rokok dari rak di belakang meja pajangan. Diduga
kematian terjadi kira-kira tujuh atau sembilan jam sebelumnya.
"Tetapi kami berhasil mempersempit per^ "*-ajelas," inspektur itu menerangkan. "Kami menemukan seorang laki-laki "yang
datang untuk membeli tembakau pada pukul
32 17.30. Dan ada lagi pria kedua yang masuk dan melihat toko itu kosong, seperti
dugaannya, pada pukul 18.05. Jadi antara pukul 17.30 sampai 18.05. Sampai saat
ini saya belum menemukan orang yang melihat suaminva si Ascher di sekitar ?tempat ini, tapi, tentu saja, hari masih pagi. Ia erada di Three Crowns pada jam
sembilan malam, sudah agak kebanyakan minum. Bila kami menemukannya, ia akan
ditahan sebagai tersangka. "
"Bukan jenis orang yang menyenangkan,; Inspektur?" tanya Poirot.
"Pribadi yang kurang menyenangkan."
"Ia tidak tinggal bersama istrinya?"
"Tidak, mereka sudah berpisah beberapa tahun yang lalu. Ascher orang Jerman. Ia
pernah bekerja sebagai pelayan restoran, tetapi ia menjadi gemar minum dan
akhirnya menjadi pengangguran. Istrinya bekerja beberapa lama. Terakhir sebagai
tukang masak dan pengurus rumah tangga pada seorang wanita tua bernama Miss
Rose. Ia membiarkan suaminya mengambil sebagian besar gajinya, namun laki-laki
itu selalu mabuk dan datang ke tempat kerjanya untuk membuat onar. Itulah
?sebabnya ia bekerja pada Miss Rose di The Grange, tiga mil jaraknya dari
Andover, di sebuah desa yang terpencil. Suaminya tak begitu mudah rfleiicmrifiya
di sana. Pada waktu Miss Rose meninggal, wanita itu meninggalkan sedikit uang
warisan untuk Nyonya Ascher. Dengan uang itu ia memulai usaha menjual tembakau
dan menjadi' "aman B4c"an Nyonya Ascher agen surat kabar sebuah tempat kecil -hanva tersedia rokok murahan dan sedikit
? ?surat kabar dan barang-barang jualan semacamnya. Cukup untuk keperluannya
?sehari-hari. Ascher kadang-kadang datang mengganggunya dan biasanya ia memberi
uang sedikit supaya laki-laki itu pergi. Biasanya ia memberi lima belas shilling
untuk uang saku selama seminggu."
"Apakah mereka punya anak?" tanya Poirot.
"Tidak. Ada seorang keponakan. Gadis ini bekerja dekat Overton. Seoiang gadis
yang dewasa dan mandiri."
"Dan kata Anda Pak Ascher ini suka mengancam istrinya?"
"Benar. Kalau sedang mabuk sikapnya menakutkan mengutuk dan menyumpah-nyumpah, ?bahwa dia akan memalu kepala istrinya. Nyonya Aschei hidupnya sulk."
"Berapa umur wanita itu?"
"Hampir enam puluh wanita baik-baik dan suka bekerja keras."
?Poirot berkata sedih, "Inspektur, apakah Anda punya dugaan bahwa Pak Ascher-lah pelakunya?"
Inspektur itu mendehem dengan sikap hati-hati.
"Masih terlalu pagi untuk mengatakannya, Tuan Poirot, tetapi saya ingin
menden^i^-iete-rangan Franz Ascher sendiri tentang apa vang dilakukannya kemarin
malam. Mudah-mudahan keterangannya memuaskan bila tidak "
? ?34 * V . Ia lalu diam. "Tak ada yang hilang dari toko?"
"Tidak ada. Uang yang ada di laci tak diganggu. * Tak ada tanda-tanda
perampokan." "Menurut Anda, apakah Pak Ascher yang mabuk datang ke toko, mengganggu istrinya
dan kemudian menghantamnya?"
"Itulah kemungkinan yang terdekat. Namun saya harus mengakui, Tuan, saya ingin
melihat surat kaleng yang Anda terima sekali lagi. Saya kuatir surat itu dikirim
oleh Ascher." Poirot memberikan surat itu dan inspektur itu mengerutkan dahi membacanya.
"Rasanya bukan dari Ascher," katanya pada akhirnya. "Saya tak yakin kalau Ascher
dapat menggunakan istilah polisi Inggris 'kita' pasti T tidak, kecuali bila ia
?mencoba kelihatan licik dan saya tak yakin apakah dia cukup cerdas untuk itu.
?Orang ini sudah bobrok hancur sama sekali. Tangannya yang gemetaran takkan
?dapat menuliskan huruf-huruf sejelas ini. Jenis kertas dan tintanya bagus pula.
Anehnya, surat ini menyebut tanggal 21 bulan ini. Tentu mungkin saja ini hanya
merupakan suatu kebetulan."
"Mungkin saja ya."
?"Tapi saya tidak menyukai kebetulan semacam m ini, Tuan Poirot. Agak terlalu
tepat." "ferrrienibisu satu atau dua menit kerut-kerut di dahinya muncul.
?"ABC. Siapa sih ABC itu" Kita lihat saja apakah Mary Drower (keponakan Ascher)
dapat * 35 membantu kita. Sungguh aneh. Tapi saya berani bertaruh, Franz Ascher-lah penulis
surat ini." "Apakah ada yang Anda ketahui mengenai masa lalu Nyonya Ascher?"
"Ia berasal dari Hampshire. Sudah bekerja sejak ia masih gadis di London. Di ?sanalah ia berjumpa dengan Ascher dan kawin dengannya. Mereka pasti mengalami
masa-masa sulit selama: perang. Sebetulnya ia pernah meninggalkan suaminya pada
tahun 1922, maksudnya untuk selamanya. Pada saat itu mereka tinggal di London.
Lalu ia kembali ke sini untuk menghindar dari suaminya, tapi ternyata laki-laki
itu mencium jejak tempat tinggalnya, mengikutinya ke sini, dan memeras
uangnya " Seorang polisi datang. "Ada apa, Briggs?"
?"Kami telah menangkap Ascher, Pak."
"Baiklah. Bawa diake-sini. Ad" tif~m>?" dia tadi?"
"Bersembunyi di dalam truk, di tepi jalan kereta api."
"Oh ya, bawa dia kemari."
Ternyata kondisi Franz Ascher memang amat menyedihkan dan "kacau". Ia terus
menangis dan berteriak-teriak berganti-ganti. Matanya yang muram memandang
gelisah, ke arah wajah-wajah yang mengelilinginya.
"Apa yang kalian inginkan dariku" Aku - tak melakukan apa-apa. Sungguh memalukan
kalian menyeretku ke sini!" Sikapnya tiba-tiba berubah. "Tidak, tidak, bukan itu
maksudku kalian tak - ?36 kan menyakiti orang tua malang sepertiku tidak akan bersikap kasar. Semua orang
?kejam terhadap Franz tua yang malang. Franz yang malang."
Pak Ascher mulai menangis.
"Cukup, Ascher," kata inspektur itu. "Kau harus bisa menahan diri. Saya belum
menuntutmu apa-apa. Dan kau tidak perlu membuat pernyataan kalau tidak mau.
Sebaliknya, bila kau tidak tersangkut dalam pembunuhan istrimu "
?Ascher memotong perkataannya suaranya semakin melengking.
?"Aku tidak membunuhnya! Aku tidak membunuhnya! Semuanya dusta! Kalian semua babi
Inggris jahanam semuanya memusuhi aku. Aku tidak membunuhnya tidak."
? ?"Kau terlalu banyak mengancam, Ascher."
"Tidak, tidak. Kalian tidak mengerti. Itu hanya kelakar kelakar antara aku dan
?Alice. Ia mengerti."
"Sungguh lucu kelakarmu! Maukah kau menceritakan di mana kau berada semalam,
Ascher?" "Ya, ya akan kuceritakan semuanya. Aku tidak menemui Alice. Aku bersama teman-
?teman sahabat-sahabat akrab. Kami berada di Seven Stars lalu kami pergi ke Red
? ?Dog " ?Ia cepat-cepat meneruskan, kata-katanya tidak Teratur.
-^lick Willows ia berada bersamaku dan si tua Curdie dan George dan Platt,
? ? ? ?serta banyak lagi. Betul-betul aku tidak menemui Alice. Acb Gorr, sungguh aku
tidak berdusta." 37 Suaranya berubah jadi jeritan. Inspektur itu mengangguk pada bawahannya.
"Bawa dia pergi. Ditahan sebagai tersangka."
"Saya tak bisa berpikir lagi," katanya setelah orang tua yang gemetar dan
bicaranya kacau itu dibawa pergi. "Bila tidak ada surat kaleng itu, tentu saya
yakin bahwa dialah pelakunya."
"Bagaimana dengan orang-orang 'yang disebutnya?"
"Kelompok brengsek kata-kata mereka tidak pernah bisa dipercaya. Saya yakin dia?berada bersama mereka sepanjang malam. Sekarang tinggal siapa yang melihatnya di
sekitar toko antara jam setengah enam sampai jam enam sore."
Poirot menggelengkan kepalanya sambil berpikir keras.
"Anda yakin tak ada benda yang diambil dari toko?" -
Inspektur itu mengangkat bahu. "Belum tentu juga. Mungkin satu atau dua bungkus
rokok telah dicuri tapi tak mungkin orang membunuh hanya untuk itu."
?"Dan tak ada sesuatu bagaimana mengadakannya, ya tak ada sesuatu yang mem ri
? ?petunjuk dalam toko itu. Tak adakah vang aneh mencurigakan" "
?"Ada buku panduan kereta api," kata inspektur itu.
"Panduan kereta api?"
"Betul. Dalam keadaan terbuka dan letaknva menelungkup di atas meja pajangan.
Agaknya 38 seseorang mencari jadwal kereta api yang terangkat dari Andover. Mungkin wanita
tua itu., atau bisa jadi seorang pembeli."
"Apakah dia menjual barang seperti itu?" Inspektur itu menggelengkan kepalanya.
"Dia menjual jenis barang rnurahan. Tapi ini barang mahal jenis barang yang
?hanya dijual di Toko Smith atau toko buku besar."
Mata Poirot bersinar-sinar. Ia mendekat maju. "Panduan kereta api, kata Anda
tadi.'Brad-sha*r atau suatu ABC?"
?Mata inspektur itu kini juga bercahaya. "Ya, Tuhan," katanya. "Panduan itu
memang ABC." M' ' " -i ^ 39 5 Kurasa aku menjadi semakin tertarik pada kasus ini ketika buku panduan kereta
api ABC disebut pertarna kalinya. Sebelumnya aku tidak begitu antusias.
Pembunuhan biadab atas seorang wanita tua di sebuah toko di pinggiran kota ini
mirip dengan kasus-kasus kriminal yang sering dilaporkan di surat-surat kabar.
Oleh karena itu tidak begitu menarik perhatian orang. Secara pribadi aku
menganggap surat kaleng yang menyebut tanggal 21 itu hanyalah suatu kebetulan
belaka. Akan halnya Nyonyar-Aseher, aku merasa akin bahwa ia menjadi korban
?kekejian suaminya yang pemabuk. Namun kini, dengan adanya buku panduan kereta
api (yang begitu populer dengan singkatan ABC, dengan daftar stasiun kereta api
yang diatur menurut abjad) rasa ingin tahuku memuncak. Aku yakin ini tidak
? mungkin kebetulan yang kedua kali.
Kejahatan kotor itu kini dipandang dari sudut yang baru.
Siapakah oknum misterius yang telah membunuh Nyonya Ascher dan yang telah
sengaja meninggalkan buku panduan kereta api"
40 Pada waktu meninggalkan markas kepolisian, tujuan kami selanjutnya adalah kamar
mayat, untuk melihat mayat wanita itu. Perasaan aneh menyelubungiku saat kulihat
wajah tua keriput dengan rambut ditata rapi ke belakang dan sedikit uban di
pelipisnya. Wajah itu begitu damai, amat jauh dari kekerasan.
"Tak diketahui siapa atau apa yang telah menghantamnya," tukas sersan itu.
"Itulah yang dikatakan Dokter Kerr. Saya lega karenanya. Hm... wanita yang malang.
Ia wanita baik-baik."
"Rupanya dulu ia berwajah cantik," kata Poirot.
"Oh, ya?" gumamku meragukan ucapannya.
"Tentu saja, perhatikanlah garis-garis rahangnya, tulang-tulangnya, bentuk
kepalanya." Ia mendesah sambil mengembalikan letak selimut, dan kami meninggalkan kamar
mayat. Setelah itu kami melakukan wawancara singkat dengan dokter polisi.
Dr. Kerr adalah seorang laki-laki setengah baya yang kelihatan ahli di
bidangnya. Dia berbicara cepat dan meyakinkan.
"Tidak diketemukan senjata," ujarnya. "Tak mungkin menentukan jenis alat yang
dipakai. Tongkat yang berat, alat pemukul, karung pasir salah satu dari itu ?bisa digunakan dalam kasus infr*
"Apakah diperlukan tenaga keras untuk menghantamkannya?" Dokter itu memandang
Poirot dengan tajam. 41 Mary Drower "Saya rasa maksud Anda, sanggupkah seorang laki-laki gemetaran berumur tujuh
puluh tahun melakukannya" Tentu saja, mungkin sekali dengan hentakan
?secukupnya pada ujung alat pemukul, orang yang agak lemah pun akan berhasil
melakukannya." "Kalau begitu pembunuhnya bisa juga seorang wanita?"
Gagasan tersebut membuat dokter itu agak terperanjat. *
"Wanita" Wah, tak pernah terbayang dalam pikiran saya untuk menghubungkan wanita
dengan jenis kejahatan semacam ini. Tapi tentu saja itu mungkin- mungkin
?sekali. Hanya, secara psikologis rasanya ini bukan jenis kejahatan yang
dilakukan oleh seorang wanita."
Poirot mengangguk menyj"kan persetujuannya.
"Tepat sekali, tepat sekali. Sepintas lalu, amat tidak mungkin. Namun orang
harus memperhitungkan segala kemungkinan. Tubuhnya tergeletak bagaimana
?posisinya?" Dokter itu memberikan gambaran terinci mengenai posisi korban. Menurut dia,
wanita itu sedang berdiri membelakangi meja pajangan (dan dengan demikian
membelakangi penyerangnya), pada saat pemukul diayunkan. Ia iatuh teri-m bab di
belakang meja pajangan, tersembunyi dari pandangan orang yang secara kebetulan
masuk ke toko. 42 Setelah kami mengucapkan terima Kasi Dr Kerr dan beranjak pergi, Poirot berkata,
"Kaulihat, Hastings, kita telah mendapat satu bukti lagi bahwa Ascher tidak
terlibat. Apabila ia mengganggu istrinya dan mengancamnya, Nyonya Ascher akan
menghadap suaminya di seberang meja pajangan. Sebaliknya, ia membelakangi
penyerangnya jelas bahwa dia sedang mengambil tembakau atau rokok untuk seorang?pembeW."
Aku sedikit bergidik. "Sungguh mengerikan."
Poirot menggelengkan kepalanya dengan muram.
"Pauvre femme wanita yang malang," gumamnya.
?Kemudian ia memandang ke arlojinya.
"Kurasa Overton tidak jauh dari sini. Bagaimana kalau kita ke sana untuk
mengadakan sedikit wawancara dengan keponakan korban?"
"Apakah. kau tak ingin pergi dulu ke toko tempat kejadian berlangsung?"
"Sebaiknya nanti saja. Aku punya alasan khusus."
1* tidak melanjutkan penjelasannya, dan beberapa menit kemudian kami telah
berpacu di jalanan kota London ke arah Overton.
Alamat yang diberikan inspektur tadi merupakan rumah berukuran besar, sekitar
satu mil, di sebuah desa di pinggiran kota London.
43 Dering bel dijawab oleh seorang gadis manis berambut hitam, yang matanya merah
bekas menangis. Poirot berkata lembut, "
"Saya rasa Anda Nona Mary Drower, pelayan kamar di rumah ini?"
"Betul, Tuan. Saya Mary."
"Kalau begitu mungkin saya dapat berbincang-bincang beberapa menit dengan Anda,
bila majikan Anda tidak berkeberatan.ilni mengenai bibi Anda, Nyonya Ascher."
"Majikan saya tidak ada, Tuan. Tapi saya yakin, kalaupun ada, Nyonya tidak akan
keberatan." Gadis itu membukakan pintu sebuah ruang duduk yang*mungil. Kami masuk dan
Poirot, setelah duduk di kursi di samping jendela, memandang wajah Mary Drow,er
dengan tajam. "Anda telah mendengar berita tentang k mat an bibi Anda, kan?"
Gadis itu mengangguk, sekali lagi air mata menetes dari matanya.
"Tadi pagi, Tuan. Polisi ke sini. Oh! Sungguh mengerikan! Bibi yang malang!
Hidupnya selalu susah. Dan sekarang sungguh mengerikan."
? "Polisi tidak meminta Anda kembali ke Andover?"*
"Kata mereka saya harus datang untuk dip*"ik-sa hari Senin nanti, Tuan. Tapi ?saya tak punya tempat menginap di sana saya tak mungkin menginap di toko
?itu sekarang dan karena ? ?44 pembantu rumah-tangga di sini sedang pergi, saya tak ingin lebih menyulitkan
Nyonya." "Apakah Anda sayang pada bibi Anda, Mary?" ujar Poirot lembut.
"Amat sayang, Tuan. Bibi selalu amat baik pada saya. Saya tinggal dengannya di
London waktu saya berumur sebelas tahun, setelah Ibu meninggal. Saya mulai
bekerja pada umur enam belas tahun, tapi biasanya saya pergi ke rumah Bibi bila
saya mendapat libur. Banyak kesulitan yang dialaminya bersama orang Jerman itu.
'Setan Tuaku', itulah sebutan yang biasa dipakainya untuk laki-laki itu. Di mana
saja ia tak pernah membiarkan Bibi tenang. Si Tua yang selalu meminta dan


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merengek." Gadis itu berbicara berapi-api.
"Bibi Anda tak pernah punya pikiran untuk bercerai secara hukum setelah
mengalami masa sulit seperti itu?"
"Yah, Anda kan tahu, Tuan, dia itu suaminya, tak bisa lepas begitu saja."
Kata-katanya sederhana, tetapi diucapkan dengan nada meyakinkan.
"Katakanlah, Mary, ia mengancam bibi Anda, bukan?"
. "Oh ya, Tuan, kata-katanya amat mengerikan. Bahwa dia akan menggorok lehernya,
dan sema-carmvva Mengutuk dan menyumpah pula dalam bahasa Jerman dan Inggris.
?Walaupun begitu, Bibi mengatakan bahwa ia merupakan laki-laki yang gagah dan
tampan waktu Bibi menikah
45 dengannya. Sungguh ngeri, Tuan, bila memikirkan orang bisa begitu berubah."
i "Memang. Lalu, Mary, saya rasa Anda tidak begitu terkejut mengetahui apa yang
terjadi, setelah mendengar ancaman-ancaman itu?"
"Oh, tapi saya kaget juga, Tuan. Anda tahu, Tuan, sedetik pun saya tak pernah
berpikir bahwa ia benar-benar akan melaksanakan ancamannva. Saya pikir itu hanya
sekadar ucapan keji, tanpa maksud apa pun. Dan tampaknya Bibi tidak takut
padanya. Sebab, saya pernah melihatnya menyelinap pergi seperti anjing, dengan
ekor terselip di antara kedua kakinya, apabila Bibi sedang marah padanya. Ia
yang takut pada Bibi, tampaknya."
"Tapi bibi Anda tetap memberinya uang?"
"Yah, dia kan suaminya, Tuan."
"Ya, seperti yang Anda katakan tadi." Poirot berhenti beberapa saat. Lalu
katanya, "Misalnya, walaupun melihat apa yang sudah terjadi, ia tidak membunuh
bibi Anda." "Tidak membunuhnya?" Gadis itu terbelalak.
"Benar. Misalnya orang lain yang membunuhnya.... Kira-kira, tahukah Anda siapa
orangnva?" Gadis itu memandang Poirot dengan p n dan an makin takjub.
"Saya tidak tahu, Tuan. Tapi rasanya tidak demikian, bukan?"
46 "Tak adakah orang yang membuat takut bib Anda?"
Mary menggelengkan kepalanya.
"Bibi tidak" takut pada siapa pun. Lidahnya tajam dan ia berani melawan siapa
saja." "Tak pernahkah Anda mendengarnya menyebut orang vang menaruh dendam padanya."
"Tidak, Tuan." "Pernahkah ia menerima surat kaleng?" "Surat apa, Tuan?"
"Surat tanpa tanda tangan atau hanya ditandatangani oleh ABC atau semacamnya." ?Poirot memandangnya tajam-tajam, tapi jelas kelihatan bahwa gadis itu bingung.
Ia menggelengkan kepala penuh tanda tanya.
"Apakah bibi Anda punya sanak keluarga lain selain Anda?"
"Sekarang tidak, Tuan. Dia merupakan sepuluh bersaudara, tapi hanya tiga yang
berumur panjang. Paman Tom terbunuh dalam peperangan dan Paman Harry pergi ke
Amerika Selatan, dan sejak itu tidak terdengar kabarnya. Dan Ibu, tentu saja
sudah meninggal, tinggal saya sendiri."
"Adakah tabungan bibi Anda" Uang yang disisihkan?" ,
"Ia punya sedikit tabungan di bank, Tuan cukup Lffifik biaya pemakamannya,
?itulah yang selalu dikatakannya. Selain itu, ia hanya punya cukup untuk
keperluan sehaii-hari bersama setan tuanya, begitulali."
?47 Poirot mengangguk sambil berpikir-pikir. Ia berkata, mungkin lebih kepada
dirinya sendiri daripada kepada gadis itu,
"Saat ini masih gelap tak ada petunjuk apabila persoalan makin jelas " Ia
? ? ?bangkit. "Bila saya memerlukan Anda setiap saat, Mary, saya akan mengirim surat
kemari." "Terus terang, Tuan, saya sebaiknya memberitahukan rencana saya pada Anda. Saya
tidak menyukai daerah ini. Saya tinggal di sini karena saya rasa Bibi akan
senang bila saya ada di dekatnya. Namun kini," lagi-lagi air matanya
?mengalir "tak ada gunanya lagi saya tinggal, jadi saya akan pulang ke London.
?Di sana kehidupan lebih cerah bagi seorang gadis."
"Saya harap bila' Anda pergi, Anda bersedia memberikan alamat Anda. Ini kartu
nama saya." Poirot mengulurkarmya padanya. Gadis itu membacanya dengan penuh tanda tanya.
"Jadi Anda tidak ada hubungannya dengan polisi, Tuan?"
"Saya detektif swasta."
Gadis itu berdiri diam, memandanginya beberapa saat sambil membisu. Akhirnya ia
berkata, "Apakah ada sesuatu yang ganjil, Tuan?"?"Benar, Nak. Ada sesuatu yang ganjil terjadi. Mungkin nanti Anda dapat membantu
?s" c "Saya, saya akan melakukan apa saja, Tuan. Itu itu tidak wajar bukan, Tuan,
?terbunuhnya bibi. saya."
48 Cara mengungkapkannya ganjil tapi amat mengharukan.
?Beberapa detik kemudian kami telah meluncur kembali ke Andover.
TAMAN BACAAM lalan ran? ' VOGVAKARTA 49 6 Jalan di mana tragedi itu terjadi merupakan sebuah gang simpang dari jalan taya.
Toko Nyonya Ascher terletak di pertengahan ruas jalan, di sebelah kanan.
Pada waktu kami membelok ke jalan itu Poirot melihat ke arlojinya, dan aku baru
mengerti mengapa ia menunda melihat tempat kejadian perkara hingga saat itu.
Kami sampai di situ tepat pada pukul 17.30. Ia ingin mengalami suasana
terjadinya peristiwa kemarin sedeka: n.ungkin.
Namun, bila itu tujuannya, ia sudah gagal. Jelas saat ini suasana jalanan sama
sekali tidak mirip dengan suasana kemarin. Beberapa toko kecil menyelingi rumah-
rumah pribadi masyarakat kelas rendahan. Kurasa biasanya cukup banyak orang
lalu-lalang di situ kebanyakan orang-orang kelas rendahan dan anak-anak
? ?bermain-main di trotoar atau di jalan.
Saat ini kerumunan ">adat' tertentu. Mudah sekali menduga rumah yang^MBBT^pa yang kami lihat adalah
kerumunan orang dengan rasa ingin tahu yang besar, memperhatikan tempat
pembunuhan itu terjadi. 50 Hal ini semakin nyata setelah kami mendekat. Di depan sebuah toko kecil yang
terlihat kotor dan semua pintunya tertutup, berdiri seorang polisi muda yang
kelihatan gelisah, dan yang diam-diam mendesak kerumunan orang untuk 'jalan saja
terus ke sana'. Dengan bantuan temannya orang-orang itu mulai bergerak beberapa
?orang dengan enggan dan sambil menggerutu kembali ke kegiatan mereka semula.
Seketika itu juga orang-orang lain muncul menggantikan tempat mereka untuk
melihat tempat pembunuhan itu terjadi.
Poirot berhenti agak jauh dari kerumunan orang. Dari tempat kami berdiri tulisan
yang ditempel di pintu cukup jelas terbaca. Poirot berbisik mengulangnya.
"A. Ascher. Oui, c'est peut-etre la Ya, mungkin "
? ?Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Mari kita masuk, Hastings."
Aku memang sudah siap untuk itu.
Kami menyibakkan kerumunan orang dan menyapa polisi muda itu. Poirot menunjukkan
surat mandat yang diberikan Inspektur tadi. Polisi itu mengangguk dan membuka
pintu supaya kami bisa masuk. Kami masuk diikuti tatapan ingin tahu yang sangat
dari orang-orang yang melihat.
Br-ek4am amat gelap karena semua pintu ditutup. Polisi itu meraba tombol lampu
dan menyalakannya. Lampunya berkekuatan rendah, sehingga ruangan itu masih tetap
suram. 51 Tempat Kejadian Pembunuhan
Aku melihat ke sekelilingku.
Sebuah tempat kecil yang kotor. Beberapa-majalah murahan berserakan, dan juga
beberapa surat kabar kemarin- semuanya diliputi debu hari itu. Di belakang meja?pajangan ada rak-rak berjajar, tingginya sampai ke atap. Di situ tersimpan
tembakau dan bungkusan-bungkusan rokok. Ada juga dua stoples permen pedas yang
'a" murahan dan gula gandum. Sebuah toko kecil sederhana, salah satu di antara
banyak toko semacamnya. Polisi itu menjelaskan mise en scene keadaan di situ dengan aksen Hampshire-nya
?yang pelan. "Di situlah korban ditemukan. Dokter mengatakan wanita itu tidak pernah tahu apa
yang menghantamnya. Mungkin ia sedang meraih sesuatu di salah satu rak."
"Tak ada apa-apa "Tidak, Tuan, tapi ada satu bungkus Players jatuh di sisinya."
Poirot mengangguk. Matanya menyapu ke sekeliling tempat kecil itu, meneliti dan
memperhatikan. "Dan panduan kereta api itu di mana?"
?"Di sini, Tuan." Polisi itu menunjuk ke suatu tempat di atas meja pajangan.
"Buku itu terbuka pada halaman yang menunjuk Andover dan diletakkan menelungkup.
Rupanya laki-iakl-itu sedang mencari kereta api jurusan London. Bila benar
demikian, pasti ia bukan orang Andover. Namun, bisa jadi panduan kereta api itu
milik seseorang yang tak punya hubungan sama sekali dengan si pelaku, ia lupa
membawanya." "Sidik jari?" tanyaku.
Laki-laki itu menggeleng.
"Semua tempat segera diperiksa, Tuan. Tak ada sidik jari."
?"Di meja pajangan tidak ada juga?" tanya
* Poirot. "Terlalu banyak, Tuan! Bercampur-baur dan membingungkan."
"Adakah sidik jari Ascher di antaranya?"
"Terlalu pagi untuk mengatakannya, Tuan."
Poirot mengangguk, kemudian bertanya apakah si korban tinggal di toko itu.
"Ya, Tuan. Anda bisa lewat pintu di belakang itu. Maaf, saya tak dapat mengantar
Anda, saya harus_ tetap di sini "
? Poirot melewati pintu yang dimaksudkan dan aku mengikutinya. Di belakang toko
ada sebuah kamar kecil yang juga berfungsi sebagai dapur rapi dan bersih, ?tetapi suram dan kurang perabotan. Di atas rak ada beberapa foto. Aku mendekat
dan memperhatikannya, Poirot mengikutiku.
Ada tiga foto. Satu foto dengan bingkai
* murahan, merupakan foto gadis yang kami temui tadr-swe^Mary Drower. Jelas
bahwa ia memakai bajunya yang terbaik, rasa percaya diri dan senyum kaku
menghiasi wajahnya, sikap yang sering merusakkan ekspresi fotografi yang diatur,
52 53 sehingga foto yang diambil secara wajar lebih disukai orang.
Foto kedua dengan bingkai yang kelihatan lebih mahal reproduksi artistik yang
?sudah agak kabur dari seorang wanita berumur dengan rambut putih. Kerah tinggi
dari fculu binatang menghiasi lehernya.
Dugaanku itu adalah foto Miss Rose yang telah meninggalkan sedikit warisan pada
Nyonya Ascher untuk memulai usahanya.
Foto ketiga sudah amat tua, sudah kabur dan kuning warnanya. Terlihat seorang
laki-laki dan seorang wanita muda dalam busana yang agak kuno, sedang berdiri
bergandengan tangan. Pada_ lubang kancing laki-laki itu tersemat bunga dan ada
suasana pesta masa silam di latar belakang.
"Kemungkinan foto perkawinan," ujar Poirot. "Perhatikan, Hastings, bukankah
sudah kukatakan padamu, dia dulu wai.ita cantik?"
Dia benar. Walau kelihatan agak aneh dengan tatanan rambut kuno dan busana yang
ganjil, namun hal itu tidak menutupi kecantikan gadis dalam foto itu, yang
memiliki garis-garis wajah bagus dan sikap yang hangat. Aku memperhatikan gambar
lelaki di sampingnya dengan lebih dekat. Sungguh sulit mengenali si kumal Ascher
dalam diri laki-laki muda yang tampan dan berseragam militer itu.
Aku ingat si tua mabuk dan pembual itu, dan wajah wanita yang letih karena
bekerja memban- -54 ting tulang selama hidupnya aku sedikit bergidik membayangkan kekejian sang
?waktu.... Di ruang itu ada sebuah tangga yang menuju ke dua kamar yang terletak di atas.
Salah satunya kosong dan tak berperabotan, yang satu lagi jelas merupakan kamar
tidur si korban. Setelah diadakan pemeriksaan oleh polisi, kamar itu dibiarkan
seperti sediakala. Dua selimut usang di atas tempat tidur-f-sedikit simpanan
baju dalam bertambal di laci resep-resep masakan di laci lainnya sebuah buku
? ?cerita bersampul tipis berjudul The Green Oasis sepasang stocking baru yang
? ?rendah mutunya beberapa perhiasan sederhana patung gembala dari porselen
? ?Dresden yang * sudah retak-retak, serta anjing belang berwarna biru dan
kuning jas hujan hitam dan sweater dari bahan wol tergantung di paku itulah
? ?semua haru almarhum Alke.Aseher
Apabila ada dokumen-dokumen pribadi, polisi pasti sudah mengambilnya.
"Pauvrefemme wanita yang malang," gumam Poirot. "Ayo, Hastings, tak ada gunanya
?kita berada di sini."
Sewaktu kami sekali lagi berada di jalan, ia termangu satu atau dua menit, lalu
menyeberangi jalan. Hampir tepat di seberang toko Nyonya Ascher ada sebuah toko
penjual bahan makanan ~=7Crrk-*oko yang memajang hampir semua persediaan
barangnya di luar dan bukan di dalam.
Poirot memberi instruksi padaku dengan suara lirih. Lalu ia masuk ke toko
seorang diri. Setelah 55* menunggu satu atau dua menit, aku mengikutinya ke dalam. Pada saat itu ia sedang
menawar daun selada. Aku sendiri membeli satu pon strawberry.
Poirot asyik berbicara dengan wanita gemuk yang melayaninya.
"Pembunuhan itu terjadi di seberang toko Anda, bukan" Sungguh mengerikan! Tentu
membuat Anda jadi cemas!"
Wanita gemuk itu jelas kelihatan bosan membicarakan pembunuhan itu. Mungkin
sudah seharian ia berbicara tentang hal itu. Katanya,
"Lebih cemas lagi bila kerumunan orang yang menonton itu tidak bubar. Apa sih
yang meteka lihat" Saya ingin tahu."
"Pasti suasana kemarin amat berbeda," kata Poirot.
"Mungkin Anda bahkan melihat pembunuh itu memasuki tok?" - ^^mgrrya tinggi, ?berkulit putih dan berjenggot, bukan" Orang Rusia, begitu yang saya dengar."
"Apa kata Anda?" Wanita itu menatap tajam. "Orang Rusia kata Anda?"
"Saya dengar polisi sudah menahannya." "Tahukah Anda?" Wanita itu berbicara
dengan tangkas dan berapi-api. "Orang asing."
"Mais oui. Saya pikir mungkin Anda memperhatikannya semalam?"
"Wah, saya tidak punya waktu untuk memperhatikan, dan nyatanya memang demikian.
Petang begitu kami selalu sibuk dan selalu banyak orang yang lalu-lalang,
kembali ke rumah dari tempat
56 kerja mereka. Seorang pria tinggi, berkulit putin, dan berjenggot tidak, saya
?rasa saya tidak melihat orang semacam itu di sekitar sini."
"Maaf, Pak," ujarku pada Poirot. "Saya rasa Anda salah informasi. Saya dengar
orangnya pendek dan berkulit gelap."
Sebuah diskusi menarik segera terjadi antara wanita gemuk itu, suaminya yang
kurus dan pembantu toko yang bersuara parau. Tidak kurang dari empat orang
pendek dan berkulit gelap terlihat, dan pembantu toko yang parau itu melihat
seorang pria tinggi dan berkulit putih, "Tapi ia tidak berjenggot," sesalnya.
Akhirnya pesanan siap dan kami pun meninggalkan toko tanpa meralat bualan kami
itu. "Dan apa maksudmu dengan semua itu, Poirot?" tuntutku mencela.
"Farbleu biar yakin. Aku rrrgirrrrieriaiiralLjn kemungkinan orang asing yang
?terlihat memasuki toko di seberang jalan itu."
"Tak dapatkah kau langsung bertanya demikian tanpa bualan semacam itu?"
?"Tidak, mon ami. Bila aku 'bertanya begitu saja', seperti katamu, aku takkan
mendapat jawaban atas pertanyaanku. Kau sendiri orang Inggris, tetapi rupanya
kau tidak mengerti bagaimana reaksi orang Inggris terhadap pertanyaan^ rangsosg-
Mereka, tak terkecuali, penuh kecurigaan, dan hasilnya mereka lebih banyak
bungkam. Bila aku minta informasi pada orang-orang itu, mereka akan bungkam
seperti tiram. Namun 57 dengan membuat suatu pernyataan (dap yang agak menyimpang serta tidak masuk
akal) maka berlawanan dengan pendapatmu, tiba-tiba mulut mereka akan terbuka
dengan sendirinya. Kita juga tahu, bahwa waktu itu adalah 'jam-jam sibuk'
yaitu, bahwa setiap orang asyik dengan kesibukannya sendiri-sendiri dan banyak?orang yang lalu-lalang di trotoar itu. Pembunuh kita memilih saat yang tepat,
Hastings." Ia berhenti sejenak dan menambahkan dengan nada menyesali,
"Di mana akal sehatmu, Hastings" Telah kukatakan padamu, 'Belilah
sesuatu quelconque, apa saja' tapi kau sengaja memilih strawberry! Airnya


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

? ?telah membasahi tas, dan akan mengotori bajumu."
Dengan cemas aku mendapati ucapan Poirot benar.
Aku segera memberikan strawberry itu pada seorang anak laki-laki kecil yang
tampaknya amat heran dan agak curiga.
Poirot menambahkan daun seladanya, dan membuat anak itu makin bingung.
Ia menerangkan alasannya, sampai aku mengerti.
"Di toko sayuran murahan seharusnya bukan .strawberry. Kecuali yang masih segar
?dipetik, strawberry akan berair. Pisang apel ata"r-bah-kan kol tapi
? ? ?strawberry " ?"Barang pertama yang terpikir olehku," aku menjelaskan alasanku.
58 "Imajinasimu payah," balas Poireft pedas.
Ia berhenti di trotoar. Rumah dan toko di samping toko Nyonya Ascher kosong.
Tanda "Silakan" terpampang di jendela. Di sisi lain ada sebuah rumah dengan
tirai yang kelihatan tipis dan agak kusam.
Poirot menuju ke rumah itu, dan karena tidak ada bel, ia mengetuk pintu dengan
keras. Setelah beberapa saat lamanya, pintu dibuka oleh seorang anak yang amat kumal,
dengan, hidung yang perlu dibersihkan.
"Selamat malam," ujar Poirot. "Apakah ibumu ada?"
"Apa?" tukas anak itu.
Ia memandang kami dengan tidak senang dan penuh curiga.
"Ibumu," kata Poiiot s^^^m
??Setelah dua belas detik, baru anak itu berbalik dan berteriak ke arah tangga,
"Ibu, ada yang mencarimu." Lalu ia menghilang dengan cepat ke dalam-ruang yang
suram itu. Seorang wanita berwajah tirus melongok dari balik jeruji tangga lalu berjalan
menuruni tangga. "Anda cuma membuang-buang waktu " katanya, tetapi Poirot menyela, -j^^?Ia membuka topinya dan membungkuk rforms*^
"Selamat malam, Nyonya. Saya seorang staff Evening Flicker. Saya ingin membujuk
Anda agar menerima uang lima pound untuk sebuah artikel
59 mengenai tetangga Anda, almarhumah Nyonya Ascher."
Kata-kata berangnya terhenti di bibir, wanita itu menuruni tangga sambil
membenahi rambutnya dan merapikan roknya.
"Mari masuk, silakan di sebelah kiri, di sini. Silakan duduk, Pak."
?Ruang kecil itu penuh sesak dengan perabotan besar-besar, tiruan model Jacob,
tetapi kami akhirnya berhasil menempatkan diri pada sebuah sofa yang keras.
"Maafkan saya," ujar wanita itu. "Sungguh saya minta maaf telal berbicara kasar
tadi, tetapi Anda takkan percaya akan kecemasan yang saya alami orang datang
?menjual ini itu, dan sebagainya pembersih lantai, stocking, kantung bunga
? ?lavender, dan barang-barang palsu lainnya dan semuanya begitu masuk akal dan
?sopan-sopan. Tahu dan hafal nama saya pula. Nyonya Fowler ini, itu, dan
sebagainya." Setelah dengan cepat menangkap namanya, Poirot berkata,
"Yah, Nyonya Fowler, saya harap Anda mau melakukan apa yang saya minta."
"Saya tak yakin saya bisa." Uang lima pound itu terlihat memikat di depan mata
Nyonya Fowler. "Saya kenai Nyonya Ascher tentu saja, tapi kalau untuk menulis
sesuatu " ?Poirot segera meyakinkannya. Ia tidak diminta mengerjakan apa pun. Poirot yang
akan meminta keterangan dan menuliskan hasil wawancara itu.
60 Setelah yakin, Nyonya Fowler dengan senang hati mengungkapkan kenangan,
dugaannya, dan semua hal yang ia dengar mengenai Nyonya Ascher.
Nyonya Ascher amat tertutup. Bukan orang yang bisa dikatakan ramah, tetapi itu
karena ia punya banyak masalah. Sungguh kasihan, semua orang tahu. Dan
seharusnya Franz Ascher sudah ditahan bertahun-tahun yang lalu. Bukan karena
Nyonya Ascher takut padanya ia bisa amat beringas bila dibuat marah! Ia murah
?hati, meskipun pendapatannya pas-pasan. Tapi yah, begitulah orang bisa saja
?berbuat nekat. Sudah berkali-kali ia, Nyonya Fowler, memperingatkannya, "Satu
hari nanti laki-laki itu akan melaksanakan ancamannya. Ingatlah kata-kataku."
Kata-kata itu terbukti, bukan" Laki-laki itu telah melakukannya. Dan sebagai
tetangga teiurnai, Nvonya Fowler tak pernah mendengar suara apa pun.
Pada. saat sejenak ia diam, Poirot memotong dengan sebuah pertanyaan.
Apakah Nyonya Ascher pernah menerima surat yang aneh surat tanpa tanda tangan
?yang jelas misalnya dari ABC"
?Sayang, Nyonya Fowler memberi jawaban negatif.
"Saya-tahu apa yang Anda maksudkan mereka menyebutnya surat kaleng kebanyakan
? ?berisi kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan saya tidak tahu, apakah
? Franz Ascher 61 pernah menulis surat semacam itu. Bila betul demikian, Nyonya Ascher tak pernah
menceritakannya pada saya. Apa kata Anda tadi" Buku panduan kereta api, sebuah
ABC" Tidak, saya belum pernah melihat barang itu dan saya yakin bila Nyonya ?Ascher pernah menerimanya, saya pasti tahu. Sungguh mati saya belum pernah
mendengar tentang hal ini. Hanya putri saya Edie yang memberi tahu saya. Tbu,'
katanya 'ada banyak polisi di rumah sebelah.' Saya amat terkejut. 'Yah,' jawab
saya mendengar hai itu, 'memang sebetulnya ia tidak boleh tinggal sendirian di
rumah itu seharusnya keponakannya bisa menemaninya. Laki-laki mabuk bisa
?menjadi serigala,' kata saya. 'Dan menurutku suaminya yang jahanam tidak lebih
dari s"ekor binatang buas. Ibu sudah memperingatkannya,' ujar saya, 'sudah
beberapa kali, dan kini ucapanku menjadi kenyataan. Dia akan berbuat sesuatu,'
kata saya. Dan laki-laki itu benar-benar melakukannya! Anda takkan pernah tahu
apa yang akan dilakukan laki-laki pemabuk, dan pembunuhan itu telah
membuktikannya." Ia mengakhiri ceritanya dengan menghela napas panjang.
"Saya rasa tak ada orang yang melihat Pak Ascher masuk ke toko, bukan?" tukas
Poirot. Nyonya Fowler memperlihatkan sikap-"wnce-mooh.
"Tentu saja ia takkan menampakkan diri," katanya.
62 Ia tidak mau menjelaskan bagaimana caranya Pak Ascher bisa masuk ke toko tanpa
menampakkan diri. Ia membenarkan bahwa tidak ada jalan lewat belakang rumah dan bahwa wajah Pak
Ascher cukup dikenal di daerah itu.
"Tetapi ia takut menghadapi kenyataan dan menyembunyikan dirinya."
Poirot terus membiarkan percakapan berlangsung lebih lama, namun setelah yakin
bahwa Nyonya Fowler sudah mengungkapkan semua vang diketahuinya tidak hanya
sekali, tetapi berulang-ulang kali, ia menghentikan wawancara dengan memberikan
uang yang dijanjikannya. "Sia-sia mengeluarkan uang lima pound bukan, Poirot^' aku memberanikan diri
memberikan komentar setelah sekali lagi kami berada di jalan.
"Sampai tahap ini memang sia-sia." "Kaupikir ia mengetahui lebih banyak 'dari
vang telah diungkapkannya?"
"Kawan, kita berada pada posisi sulit, tidak tabu pertanyaan-pertanyaan apa yang
harus kita tjukan. Kita bagaikan anak-anak yang sedang bermain Cache
Cache petak-umpet dalam gelap. Kita merentangkan tangan dan meraba-raba.
? ?Nyonya Fowler mengatakan pada kita, dia pikir dia tahu dan ia telah melemparkan
?dugaan-dugaan untuk memperkirakan suatu langkah yang tepat! Namun di masa
mendatang mungkin 63 keterangannya berguna. Untuk masa mendatang itulah-aku menginvestasikan uang
lima pound." Aku tak begitu mengerti maksudnya, tetapi saat itu kami bertemu dengan Inspektur
Glen. 64 7 Inspektur glen tampak agak. murung. Kurasa sesore ini ia sibuk menyusun sebuah
daftar lengkap orang-orang yang terlihat memasuki toko tembakau itu. u
"Dan tak ada 01 ang yang melihat seorang pun?" tanya Poirot.
"Oh, ya, ada juga. Mereka melihat tiga orang bertubuh jangkung dengan mimik yang
mencurigakan empat orang bertubuh pendek dengan kumis berwarna gelap dua ? ?berjenggot tiga orang gemuk semuanya orang asiag tkAii semuanya berwajah
? ? ?seram, bila sava harus mempercayai para saksi mata! Saya heran, tak adakah orang
yang melihat sekelompok laki-laki bertopeng membawa pistol di sekitar daerah
ini!" Poirot tersenyum simpatik.
"Apakah ada orang yang mengaku melihat Ascher?"
"Tidak. Dan itu menguntungkannya. Saya baru saja memberi tahu Kepala Polisi
bahwa saya rasa ini" merupakan pekerjaan Scotland Yard. Saya tak yakin apakah
ini memang kasus kriminal lokal." Dengan muram Poirot berkata, "Saya^ setuju
dengan pendapat Anda."
65 Mr. Partridge dan Mr. Riddeil
Ujar inspektur itu, "Tahukah Anda, Monsieur Poirot, sungguh ini perbuatan kotor perbuatan kotor....
?Saya tak menyukainya...."
Kami membuat dua wawancara lagi sebelum kembali ke London.
Yang pertama dengan Mr. James Partridge. Mr. Partridge adalah orang terakhir
yang diketahui melihat Nyonya Ascher masih hidup. Ia membeli sesuatu dari wanita
itu pada pukul 17.30. Mr. Partridge berpostur tubuh kecil, masih bujangan, dan bekerja sebagai
karyawan sebuah bank. Ia memakai kaca mata tanpa gagang, amat kaku, dan wajahnya
tirus. Kata-katanya tegas, tidak bertele-tele. Ia tinggal di sebuah rumah mungil
yang rapi dan ramping, seperti dirinya.
"Mr. eh Poirot," uiarnya, memandang kartu nama yang diberikan oleh sahabatku.
? ?"Dari Inspektur Glen" Apa yang dapat saya bantu, Mr. Poirot?"
"Saya dengar Anda merupakan orang terakhir yang melihat Nyonya Ascher dalam
keadaan hidup, Mr. Partridge."
Mr. Partridge mengatupkan kedua ujung jari tangannya dan menatap Poirot seperti
meneliti selembar cek yang meragukan.
"Itu hal yang belum bisa dipastikan, Mr. Poirot," ujarnya. "Ada banyak orang
ya"s4jrrbe-lanja di toko Nyonya Ascher setelah saya."
"Bila memang demikian, tak ada orang yang melaporkannya."
66 Mr. Partridge batuk. "Banyak orang tidak punya rasa tanggung jawab sosial, Mr. Poirot."
Ia memandang kami melalui kaca matanya dengan mata lebar.
"Betul sekali," gumam Poirot. "Saya dengar Anda datang melapor pada polisi atas
kemauan Anda sendiri?"
"Betul. Segera setelah saya mendengar kejadian yang mengejutkan itu saya pikir
pernyataan saya dapat memljantu, dan oleh sebab itu saya lalu melapor."
"Tindakan yang amat terpuji," kata Poirot dengan sepenuh hati. "Mungkin Anda tak
keberatan mengulang cerita Anda pada kami."
"Dengan senang hati. Saya pulang ke rumah ini tepat jam setengah enam sore."
"Maal, bagaimana Anda mengeralri*" wwuu dengan begitu tepat?"
Mr. Partridge tampak agak kesal karena percakapannya dipotong.
"Jam gereja berdentang. Saya melihat ke arloji saya dan ternyata jam saya
terlambat semenit. Itu persis sebelum saya masuk ke toko Nyonya Ascher."
"Apakah Anda biasa berbelanja di sana?"
"Agak sering juga. Saya singgah dalam perjalanan pulang. Sekali atau dua kali
seminggu saya biasa membeli dua ons John Cotton ringan."
"Apakah Anda kenal Nyonya Ascher" Sesuatu mengenai keadaan atau kehidupan
pribadinya?" 67 "Tidak. Kecuali mengenai barang yang saya beli dan kadang-kadang komentar
mengenai keadaan cuaca, saya tak pernah berbincang-bincang dengannya. "
"Apakah Anda tahu suaminya seorang pemabuk yang sering mengancamnya?"
"Tidak, saya tak tahu apa-apa mengenai dirinya."
"Tapi Anda mengenalnya juga, bukan" Apakah penampilannya terasa tidak seperti
biasanya kemarin malam" Apakah ia kelihatan bingung atau kesal?"
Mr. Partridge berpikir sejenak.
"Pada hemat saya, tampaknya bias"-biasa saja," ujai nya.
Poirot bangkit. 1 s'- ; "*
"Terima kasih atas jawaban Auua untuk perta-nyaah-pmanya*n tadi. Apakal* Anda
punya sebuah ABC di rumah" Saya ingin melihat jadwal kereta api untuk pulang ke
London." "Di rak belakang Anda," kata Mr. Partridge.
Di rak yang disebutkan ada ABC, Bradsbaw, Stock Exchange Year Book, Kelly's
Directory, dan Who's Who, serta denah lokal.
Poirot mengambil ABC itu, berpura-pura melihat jadwal kereta api, kemudian
mengucapkan terima kasih pada Mr. Partridge sambil beranjak
pergi. 1*-^^^ Wawancara kami berikutnya berlangsung dengan Mr. Albert Riddell yang mempunyai
sifat amat berbeda. Mr. Albert Riddell seorang pekerja
68 perbaikan rel kereta api dan pembicaraan kami dilakukan di tengah suara denting
piring dan perkakas makan istri Mr. Riddell yang tampak penggugup, suara
gonggong anjingnya, dan sikap bermusuhan yang amat kentara dari Mr. Riddell
sendiri. Laki-laki ini orangnya tinggi besar dan sikapnya kaku. Wajahnya lebar, dan
matanya yang kecil menatap penuh kecurigaan. Ia sedang menikmati pastel daging
dan mereguk secangkir teh yang amat kental. Ia menatap kami dengan marah dari
balik bibir cangkirnya. "Aku kan sudah mengatakan semuanya!" katanya geram. !")Apa sih urusannya
denganku" Telah kucerit, . semuanya pada polisi jahanam itu, dan kip * " ",rus
mengeluarkan ludah lagi menceritakann5"i"ada dua orang asing."
Poirot melirikf'ke arahku dengarrinirrMk nwu, lalu ujarnya,
"Sebenarnya saya mengerti perasaan Anda, tapi apa Anda juga" Ini soal
pembunuhan, bukan" Orang harus amat sangat berhati-hati."
"Sebaiknya katakan saja pada lelaki itu apa yang ingin diketahuinya darimu,
Bert," ujar istrinya dengan gugup.
"Tutup mulutmu, Bangsat," teriak raksasa itu.
"Saya rasa Anda tak melapor pada polisi atas kemauaii \ndz sendiri." Poirot
berhasil menyelipkan komentarnya dengan jitu.
"Kenapa aku "harus melakukannya" Itu bukan urusanku."
69 "Soal pendapat saja," kata Poirot mengacuhkannya. "Sudah terjadi
pembunuhan polisi ingin tahu siapa saja yang telah pergi ke toko itu . Saya ? ?rasa bagaimana mengatakannya yah-^-sudah sewajarnya bila Anda pergi melapor."
?"Aku sibuk bekerja. Jangan katakan bahwa seharusnya aku melaporkannya segera
walaupun aku sibuk "
?"Tapi kenyataannya polisi mendapatkan nama Anda sebagai orang yang pergi ke toko
Nvonya Ascher, dan mereka telah memeriksamu. Apakah mereka puas dengan laporanmu?"
"Kenapa tidak?" tukas Bert garang.
Poirot hanya mengangkat bahu.
"Apa maumu, Pak" Tak ada yang memusuhiku. Semua orang tahu siapa yang membunuh
wanita tua itu, si biadab suaminya itu."?"lapi ia tidak~rerlihat di jalan itu kemarin, sebaliknya dengan~Anda."
"Apakah kau menuduhku" Kau takkan berhasil. Apa alasanku untuk berbuat semacam
itu" Kaupikir aku mau mencuri sekaleng tembakaunya yang apak" Apa kaupikir aku
seorang pembunuh berdarah dingin seperti sebutan mereka" Kaupikir ?"
?Dia bangkit dari kursinya dengan sikap mengancam. Istrinya berteriak,
"Bert, Bert jangan berkata begitu-Berr=rfhe-reka akan mengira "
? ?"Tenangkan dirimu, Monsieur," ujar Poirot. "Saya hanya menanyakan alasan Anda
untuk 70 melapor. Bila nyatanya Anda menolak, menurut saya yah, agak sedikit aneh."
?"Siapa bilang aku menolak?" Mr. Riddell kembali membenamkan diri ke kursinya.
"Aku tidak berkeberatan."
"Anda masuk ke toko jam enam sore?"
"Betul tepatnya lewat satu atau dua menit. Aku mau beli sebungkus Gold Flake.
?Aku mendorong pintu supaya terbuka "
?"Apakah pintu itu tertutup?"
"Ya. Kupikir mungkin toko tutup. Tapi ternyata tidak. Aku masuk, tak ada seorang
pun di sana. Aku mengetuk-ngetuk meja pajangan dan menunggu sebentar. Tak ada
yang muncul, lalu aku keluar lagi. Begitulah. Terserah kamu, mau percaya atau
tidak." "Kau-tak melihat tubuh wanita itu tergeletak di belakang meja pajangan?"
"Tidak, aku tak suka mengjntip-intip kecuali kalau memang aku berniat
?mencarinya." "Adakah buku panduan kereta api yang Anda hhat?"


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya menelungkup. Jadinya aku menduga, mungkin wanita tua itu mendadak harus
?pergi naik kereta api dan lupa mengunci tokonya."
"Mungkin Anda mengambil buku itu dan mengfca>er letaknya di meja pajangan?"
"Aku tidak menyentuh barang jahanam itu. Aku hanya melakukan apa yang sudah
?kukatakan tadi." 71 "Dan Anda tak melihat orang lain meninggalkan toko itu sebelum Anda sampai di
situ?" "Tidak. Kenapa sih kau mendesakku ?" Poirot bangkit.
?"Tak ada yang mendesak Anda Bon soir, Monsieur. Selamat malam."
?Ia meninggalkan laki-laki yang ternganga itu dan aku mengikutinya.
Di jalan ia melihat ke arlojinya.
"Bila kita cepat, Kawan, mungkin kita bisa mengejar kereta api pukul 19.02. Mari
kita bergegas." 72 8 "Bagaimana?" tuntutku bersemangat.
Kami sedang duduk dalam gerbong kelas satu, tak ada orang lain. Kereta api
ekspres ini baru saja meninggalkan Andover.
"Kejahatan itu," ujar Poirot, "dilakukan oleh seorang lelaki dengan tinggi
sedang, rambut merah, dan mata kiri agak juling. Kaki kanannya agak timpang dan
ada benjolan persis di bawah tulang belikatnya."
"Poirot?" tukasku.
Sejenak aku percaya akan kata-katanya. ^*.u kerdipan mata kawanku membuatku
sadar. "Poirot!" tukasku lagi, kali ini seakan-menuduhnya.
"Monami, apa maumu" Kau menatapku sepeiti pandangan seekor anjing setia, yang
menuntutku untuk mengucapkan pernyataan ala Sherlock Holmes! Yang benar
adalah aku tidak tabu tampang pembunuh itu, atau tempat tinggalnya, atau ?bagaimana cara menangkapnya."
"Kaku saja ia meninggalkan petunjuk," gumamku.
"Betul, petunjuk selalu petunjuk vang menarik perhatianmu. Sayang ia tidak
?mengisap rokok 73 Surat Kedua dan meninggalkan abunya, lalu menginjaknya dengan sepatu yang pakunya berpola
aneh. Tidak ia tidak sembarangan. Tapi sedikitnya, Kawan, kau punya buku
?panduan kereta api ABC. Itulah petunjuk untukmu!"
"Jadi dugaanmu ia tidak sengaja meninggalkannya?"
"Sebaliknya. Ia sengaja meninggalkannya. Sidik jari akan membuktikannya."
"Tapi nyatanya tidak ada sidik jari pada buku itu."
"Itulah maksudku. Bagaimana cuaca kemarin malam" Malam yang hangat di bulan
Juni. Wajarkah bila seseorang berjalan-jalan memakai sarung tangan dalam cuaca
seperti itu" Pasti akan menarik perhatian. Karena tidak diketemukan sidik jari
pada buku ABC itu, maka pasti sudah dihapus dengan saksama. Orang yang tidak
bersalah pasti meninggalkan sidik jari orang yang bersalah tidak. Jadi,
?pembunuh kita sengaja meninggalkannya di sana jadi itulah petunjuknya. Bahwa
?ABC dibeli seseorang dibawa-sese-orang ada kemungkinan begitu."
? ?"Kaupikir kita akan menemukan sesuatu dari segi itu?"
"Terus terang, Hastings, aku tidak begitu berharap. Laki-laki X ini jelas bangga
akan kemampuan dirinya. Tampaknya ia tidak meninggalkan jejak yang dapat segera
ditelusuri." "Jadi buku ABC itu sama sekali tidak menolong."
74 "Tidak, kalau seperti yang kaumaksudkan." "Sama sekali tidak?"
Poirot tidak segera menjawab. Lalu ia berkata perlahan,
"Jawabannya, ya. Di sini kita dihadapkan pada tokoh yang tak kita kenal. Tokoh
yang masih dalam gelap dan memang ingin tetap tinggal dalam gelap. Namun
mengingat hal-hal yang terjadi, mau tidak mau ia takkan mungkin terus-terusan
berdiri di tempat gelap. Di satu sisi kita tidak tahu apa-apa tentang dia di ?sisi lain kita sudah banyak mengenal dirinya. Aku mulai melihat remang-remang
bentuk pribadinya seseorang-dengan tulisan yang jelas dan bagus yang mampu
? ?membeli kertas bermutu tinggi yang amat butuh mengekspresikan kepribadiannya.
?Aku menduga, dia mirip seorang anak yang tidak dipedulikan dan
diabaikan mungkin la tumbuh jadi d*?"u"* dengan rasa rendah diri, dan selalu
?bersikap melawan. Aku melihat ada desakan dalam dirinva untuk menyatakan
?diri untuk memfokuskan perhatian pada dirinya supaya terlihat lebih kuat,
?tetapi kejadian-kejadian serta keadaan telah menghancurkannya, sehingga desakan
itu makin menumpuk, mungkin ia bahkan semakin merasa terhina. Lalu tanpa
disadarinya desakan tadi meledak...."
"TtiTtad" kan dugaan semata," protesku. "Tidak memberimu petunjuk praktis."
"Kau lebijxjsuka yang -praktis-praktis abu rokok dan sepatu bot berpaku!
?Sikapmu selalu 77 begitu. Namun paling tidak kita dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan praktis
pada diri kita sendiri. Mengapa ABC" Mengapa Nyonya Ascher" Mengapa Andover?"
"Kehidupan masa lampau wanita itu cukup sederhana," renungku. "Wawancara dengan
dua .laki-laki itu mengecewakan. Mereka tidak dapat mengungkapkan lebih banyak
daripada yang sudah kita ketahui."
"Terus.terang, aku memang tidak berharap banyak dari wawancara itu. Tapi kita
tidak dapat mengabaikan dua kemungkinan tersangka lain dalam pembunuhan itu."
"Pasti maksudmu bukan "
?"Paling tidak ada kemungkinan pelakunya tinggal di Andover atau di sekitarnya.
Itu kemungkinan jawaban untuk pertanyaan kita 'Mengapa Andover"' Terbukti
adtfTfua oiang yang diketahui pergi ke toko itu pada waktu yang hampir
bersamaan. Bisa jadi satu di antaranya adalah si pembunuh. Dan belum ada bukti
yang menunjukkan bahwa mereka bukan pelakunya."
"Mungkin si brengsek Riddell," tukasku.
"Oh, aku cenderung untuk membebaskan Riddell dari tuduhan. Ia penggugup,
berbicara kasar, dan jelas bukan orang yang tenang."
"Tapi, bukankah itu bahkan menunjukkan "
?"Sifat dasar biasanya berlawanan Sccjra cfiame-tris dengan apa yang ditunjukkan
dalam surat ABC. Sifat-sifat congkak dan penuh percaya diri itulah yang harus
?kita cari." "Seseorang yang menghamburkan seluiuh tenaganya?"
"Mungkin. Namun ada juga yang penggugup dan tidak menonjolkan diri, yang
mempunyai kesombongan dan rasa puas diri yang tersembunyi."
"Kau tidak menganggap Mr. Partridge yang kecil itu ?"?"Tipenya lebih cenderung cocok. Orang tak-dapat berkata lebih dari itu. Ia
bertindak seperti yang akan dilakukan penulis surat itu segera melapor kepada
?polisi menunjukkan diri pada umum menikmati posisinya."
? ?"Sungguhkah kau berpikir ?"
?"Tidak, Hastings. Secara pribadi aku yakin pelakunya bukan orang Andover. Dan
walaupun aku selalu menganggapnya laki-laki, tetapi kita harus mempertimbangkan
kemungkinan bahwa ia seorang wanita."
"Ah... mana mungkin!"
"Aku setuju bahwa melihat cara penyerangannya, kemungkinan pelakunya adalah
laki-laki. Tapi surat kaleng lebih banyak ditulis oleh wanita daripada laki-
laki. Kita harus ingat akan hal itu."
Aku diam sejenak, lalu kataku,
"Apa yang dapat kita lakukan sekarang?"
"Tidak ada." "lak ada?" Jelas aku menunjukkan kekecewaanku.
"Apakah aku tukang sulap" Ahli sihir" Apa vang kaukehendaki harus kulakukan?" .
TAMAN BACAAN r" Dengan mempertimbangkan hal itu, kini sulit bagiku untuk memberikan jawaban.
Akan tetapi aku yakin, sesuatu harus dilakukan dan bahwa kami tidak boleh
menunda-nunda tindakan kami.
Kataku, "Ada ABC dan kertas surat serta sampul suratnya "
? ?"Semua pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan -hal itu..Polisi punya segala cara
untuk melaksanakan pemeriksaan. Bila ada yang dapat ditelusuri dari segi itu,
pasti polisi telah menemukannya."
Dengan penjelasannya itu aku terpaksa harus puas.
Sungguh aneh, karena beberapa hari setelah itu kuperhatikan Poirot segan
membicarakan masalah itu. Bila aku berusaha membuka percakapan mengenai hal itu
la menggerak-gerakkan tangannya, menunjukkan ketidaksabarannya.
Dalam hati, kukira aku bisa menebak sebab-sebab sikapnya itu.
Mengenai pembunuhan Nyonya Ascher, Poirot telah gagal. ABC telah
menantangnya dan ABC menang. Karena terbiasa terus-menerus berhasil sahabatku
?menjadi peka akan kegagalannya begitu pekanya sehingga ia bahkan tidak tahan
?untuk membicarakan hal itu. Mungkin ini tanda kepicikan dalam diri seorang tokoh
dc*3t. Tetapi bahkan yang paling sederhana di antara kita pun dapat jadi besar
kepala karena sukses. Dalam kasus Poirot, proses "besar kepala" ini sudah
berhatian ikuler. "i langsung bertahun-tahun. Tak mengherankan bila akibatnya akhirnya kelihatan
juga. Dengan penuh pengertian aku menerima kelemahan sahabatku dan tidak lagi
menyinggung-nyinggung soal itu. Aku membaca laporan hasil pemeriksaan di surat
kabar. Penjelasannya amat singkat, tidak disebut mengenai surat ABC, dan pelaku
pembunuhan dinyatakan sebagai satu atau beberapa ot ang yang tidak diketahui
identitasnya. Kasus kriminal itu tidak begitu menarik perhatian pers. Tak ada
segi yang istimewa atau spekta Pembunuhan seorang wanita tua di daerah giran
kota segera terabaikan oleh pers, teng( di antara topik-topik yang lebih
sensasio Terus terang, kasus itu juga semakin menghilang dari ingatanku, salah satu
sebabnya kurasa karena aku tak ingin menghubungkan Poirot qg ngan kegagalan.
Namun pada tanggal 25 Juli kasus itu kembali menghangat.
Aku tidak melihat Poirot dalam dua hari terakhir ini karena aku pergi ke
Yorkshire untuk berakhir pekan. Aku tiba kembali hari Senin sore dan surat iru
datang melalui pengiriman pos jam 18.00. Aku ingat, tiba-tiba Poirot menghela
napas pendek sewaktu membuka sampul surat itu.
"Dautfrg juga," katanya.
Aku memandangnya tak mengerti.?"Apa yang datang?"
"Bab kedua kasus ABC."
?79 Untuk semenit aku menatapnya tanpa mengerti. Soal itu sudah benar-benar hilang
dari ingatanku. "Bacalah," ujar Poirot sambil mengulurkan surat itu.
Seperti sebelumnya, surjt itu ditulis pada kertas yang berkualitas bagus.
Mr. Poirot Bagaimana kesan Anda" Itulah permainan perdana saya. Kasus Andover
?betyalan lancar, bukan"
Tetapi sukaria baru saja dimulai. Perhatikanlah apa yang akan terjadi di pantai
Bexhill pada tin-'.al 25.
Kita akan menikmati sukaria bersama!
Salam, ABC "Bagus, bagus, Poirot," teriakku. "Apakah ini tfeerarti setan mi akan mencoba
melakukan satu kejahatan lagi?"
"Tentu saja, Hastings. Apa lagi yang kauharapkan" Apakah kau menganggap kasus
Andover kasus tunggal" Tak ingatkah kau ucapanku, Tni baru permulaannya'?"
"Tapi ini benar-benar mengerikan."
"Ya, benar-benar mengerikan."
"Kita berhadapan dene^r -/embunuh berdarah dingin."
"Betul." Sikap diamnya lebih mengesankanku daripada sikap sok pahlawan. Aku memberikan
surat itu kembali dengan bergidik.
80 Keesokan paginya kami terlibat dalam sidang para tokoh besar. Kepala Kepolisian
Sussex, Asisten Komisaris C.I.D., Inspektur Glen dari Andover, Inspektur Polisi
Carter dari Kepolisian Sussex, Japp, dan seorang inspektur muda bernama Crome,
dan Dr. Thompson, seorang psikiater yang terkenal semua berkumpul bersama. Cap ?pos surat itu dari Hampstead, tetapi menui ut Poirot kenyataan itu tak begitu
penting dalam kasus ini. 1 Kasus itu dibicarakan secara mendalam. Dr. Thompson, seorang pria setengah
baya yang menyenangkan. Walaupun sangat ahli, tapi ia memilih menggunakan bahasa
sederhana, dan menghindari istilah-istilah teknis.
"Hampir tak dapat diragukan lagi,"'ujar Asisten Komisaris, "kedua surat itu
berasal dan tangan yang sama. Keduanya ditulis-oleh ora, yang sama."
"Dan kita bisa menduga bahwa orang itu ber tanggung jawab terhadap pembunuhan di
Andover." "Betul. Kita sekarang mendapat peringatan jelas atas rencana kejahatan kedua
pada tanggal 25 esok di BexhiU, Langkah apa yang dapat kita amhs'" "
? ?Kepala Kepolisian Sussex memandang Inspektur Tofei-nya.
"Bagaimana, Carter?"
Inspektur itu menggelengkan kepalanya dengan wajah muram.
81 "Sulit, Pak. Tak ada petunjuk sedikit pun mengenai kemungkinan siapa korbannya.
Berbicara sejujurnya, langkah apa yang dapat kita ambil?"
"Saya ada usul," gumam Poirot.
Wajah mereka berbalik memandangnya.
"Saya rasa ada kemungkinan calon korban mempunyai nama keluarga yang dimulai
dengan liuruf B." "Wah, boleh jadi," kata Inspektur Polisi, walaupun agak ragu.
"Kelainan kejiwaan yang berhubungan dengan abjad," ujar Dr. Thompson penuh
perhatian. "Saya hanya mengungkapkan suatu kemungkinan lain tidak. Terpikir oleh saya pada
?saat sava melihat nama Ascher tertulis jelas pada pintu toko wanita malang yang
terbunuh bulan lalu. Pada waktu saya menerima surat yang menyebut Bexhill, saya
lalu berpikir, mungkin korban dan tempat dipilih dengan sistem abjad."
"Mungkin saja," ujar dokter itu. "Sebaliknya, nama Ascher bisa juga hanya suatu
kebetulan bahwa korban kali ini, siapa pun namanva, bisa jadi seorang wanita
?tua yang mempunyai toko. Ingat, kita berurusan dengan orang gila. Sejauh ini ia
tidak memberikan petunjuk apa pun mengenai motifnya."
"Apakah orang gila punya motif, Tuan?" tanva Inspektur Polisi dengan sinis.
"Tentu saja, Bung. Logika pembawa maut adalah salah satu ciri khusus penderita
maniak akut. Seseorang bisa yakin baliwa ia diciptakan untuk
82 tugas membunuh para pendeta atau dokter atau wanita-wanita tua yang mempunyai
? ?toko tembakau dan selalu saja ada alasan-alasan yang sempurna dan masuk akal di
?belakangnya. Kita tidak boleh membiarkan urusan abjad ini merajalela. Bexhill
sesudah Andover, bisa jadi ini hanya suatu kebetulan."
"Paling tidak kita dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan, Carter, dan
mencatat semua nama yang dimulai dengan huruf B, terutama pemilik toko-toko
kecil, juga mengawasi para penjual tembakau dan agen surat kabar sederhana yang
dikelola oleh orang yang tidak mempunyai keluarga. Saya rasa tidak ada lagi yang
dapat kita lakukan kecuali itu. Tentu sebisa mungkin kita akan waspada terhadap
semua orang asing." Inspektur Polisi mendesahkan keluhan.
"Dengan sekolah-sekolah yang dihentikan kegiatannya dan dimulainya liburan"
Orang-oiang pasti akan membanjiri tempat itu minggu ini."
"Kita hams melakukan apa yang bisa kita lajukan," tukas Kepala Polisi pedas.
Kini giliran Inspektur Glen berbicara.
"Saya akan mengawasi siapa saja yang ada hubungannya dengan kasus Ascher. Dua
saksi, Partridge dan Riddell, dan tentunya Ascher sendiri. BITa mereka
menunjukkan tanda-tanda meninggalkan Andover, mereka akan dibuntuti." 1
Pertemuan itu' dibubarkan setelah beberapa usul dan percakapan kecil yang tak
menentu. 83 "Poirot," kataku pada waktu kami berjalan menyusuri sungai, "kejahatan ini tentu
dapat dicegah, bukan?"
Ia memandangku. Wajahnya letih.
"Kesehatan jiwa sebuah kota penuh manusia melawan kegilaan satu orang" Aku
kuatir, Hastings aku amat kuatir. Ingat keberhasilan Jack the Ripper yang ?berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang."
"Sungguh mengerikan," kataku.
"Kegilaan memang mengerikan, Hastings.... Aku kuatir.... Aku amat kuatir..."
84 9 Aku masih ingat saat aku bangun pada pagi hari tanggal 25 Juli. Saat itu kira-
kira pukul 07.30. Poirot berdiri di samping tempat tidurku, perlahan menggoyangkan bahuku.
?Tatapan wajahnya membawaku dari setengah sadar kepada kemampuan untuk berpikir
lagi dengan baik. "Ada apa?" seruku sambil bergegas duduk.


Pembunuhan Abc The A.b.c. Murders Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jawabannya amat sederhana, namun berbagai macam emosi ada di balik ketiga kata
yang diucapkannya. "Sudah terjadi lagi."
"Apa?" teriakku. "Maksudmu tapi hari ini tanggal 25."
?"Kejadiannya semalam atau subuh tadi pagi."
?Setelah aku melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi, dengan
singkat ia mengulangi apa yang baru saja diketahuinya lewat telepon.
"Tubuh seorang gadis muda telah diketemukan di Panca" bexhill. Ia diketahui
beinama Elizabeth Barnard, pelayan restoran salah satu kafetaria, yang tinggal
bersama orang tuanya di sebuah bungalow kecil yang baru dibangun.' Pemeriksaan
85 Pembunuhan di Pantai Bexhill
medis memperkirakan terjadinya kematian antara pukul 23.30 dan 01.00."
"Mereka yakin ini kejahatan vang kita kuaurkan?" tanyaku, sambil cepat-cepat
membersihkan mukaku. "Sebuah ABC yang terbuka pada halaman yang menunjuk Bexhill ditemukan di bawah
tubuh korban." Aku bergidik. "Benar-benar mengerikan!"
"Faites attention, Hastings untuk menarik perhatian. Aku tidak mau tragedi ?kedua terjadi dalam kamarku!"
Aku mengusap darah di daguku dengan kasar.
"Apa rencana kita selanjutnya?" tanyaku.
"Mobil akan menjemput kita sebentar lagi. Aku akan mengambil secangkir kopi
.untukmu ke sini supaya kita tiHaTTterlambat berangkat."
Dua puluh menit kemudian kami sudah berada di dalam mobil polisi yang melesat
menyeberangi Sungai Thames, ke luar kota London.
Bersama kami adalah Inspektur Crome, yang juga hadir dalam pertemuan dua hari
yang lalu, dan yang secara resmi bertugas menangani kasus ini.
Crome merupakan seorang perwira yang amat berbeda dengan Japp. Selain jauh
lebilt-muiia, orangnya pendiam dan lebih ulung. Ia berpendidikan tinggi dan
pengetahuannya amat luas, namun menuiutku agak terlalu puas terhadap diri-86
nya sendiri. Akhir-akhir ini ia mendapat berbagai penghargaan karena berhasil
menangani serangkaian pembunuhan anak-anak, dengan amat sabar mencari jejak si
pelaku yang kini mendekam di Broadmoor.
Ia memang orang yang cocok untuk menangani kasus ini, tetapi kurasa ia sedikit
terlalu sadar akan kemampuannya. Sikapnya terhadap Poirot seperti meremehkan.
Seperti sikap orang muda yang sok tahu, sok pintar.
"Saya telah berbicara panjang-lebar dengan Dokter Thompson," ujarnya. "Ia amat
tertarik pada pembunuhan 'berantai' atau 'berseri' yang merupakan produk
mentalitas orang yang mempunyai kelainan jiwa. Sebagai seorang ahli, tentu ia
dapat mengungkapkan hal-hal yang lebih baik dari sudut pandangan medis." Ia
mendehem. "Sebenarnya kasus terakhir saya^ saya -:A^r -mki* Anda membacanya
? ?atau tidak kasus Mabel Homer, anak sekolah Muswell Hill si pelaku Capper itu
? ?luar biasa. Amat sulit untuk mendak-
* wanya-sebagai pelakunya yang ketiga kalinya pula! Kelihatannya waras seperti
?Anda dan saya. Namun ada beberapa tes jebakan-jebakan dalam wawancara,
?begitulali agak modern tentu saja,
?, yang pada zaman Anda masih belum ada. Sekali Anda dapat membujuk orang untuk
membuka rahast3r*A"da akan berhasil menjeratnya! Ia menyadari bahwa Anda tahu
dan dengan segera " ambruklah pertahanannya. Ia lalu membuka semua rahasianya, tanpa terkecuali."
87 "Kadang-kadang yang begitu juga sudah dilakukan pada zaman saya," ujar Poirot.
Inspektur Crome memandangnya dan menggumamkan, '
"Oh, ya?" Beberapa saat suasana hening di antara kami. Pada waktu melewati Stasiun New
Cross, Crome berkata, "Bila ada yang ingin Anda tanyakan mengenai kasus Bexhill ini, saya persilakan."
"Saya rasa Anda belum mempunyai gambaran mengenai gadis yang meninggal itu?"
"Ia berumur 23 tahun, bekerja sebagai pelayan di Kafetaria Ginger Cat "?"Pas ca. Saya ingin tahu apakah ia cantik?"
?"Kalau mengenai hal itu, saya belum mendapat informasi," ujar Inspektur Crome
dengan sikap tidak senang. Sikapnya seakan mengatakan, "Betul-betul orang-orang
?asing ini! Semuanya sama saja!"
Poirot menatap dengan pandangan nakal.
"Rupanya itu tidak merupakan hal penting bagi Anda" Tetapi pour une femme untuk
?seorang wanita sebenarnya itu hal yang terpenting. Bahkan sering menentukan
?nasibnya." Inspektur Crome kembali berdiam diri.
"Oh, ya?" tanyanya dengan sopan.
Kembali hening. Baru setelah hampir sampai di Sevenoaks, Poirot membuka percakapan lagi.
88 "Apakah Anda mendapat informasi mengenafl bagaimana dan dengan apa gadis itu
dicekik?" Inspektur Crome menjawab singkat.
"Dicekik dengan ikat pinggangnya sendiri berbuat dari bahan rajutan yang kuat
?dan tebal." Mata Poirot terbuka lebar.
"Aha," ujarnya. "Akhirnya kita mendapat satu informasi yang pasti. Hal itu
menunjukkan sesuatu, bukan?"
"Saya belum melihatnya," tukas Inspektur Crome dingin.
Aku merasa tidak sabar dengan sikap inspektur itu dan ketidakmampuannya
menumbuhkan imajinasi. "Hal itu menunjukkan bagaimana sifat si pelaku," ujarku. "Ikat pinggang gadis
itu sendiri. Itu menunjukkan kebiadaban pikirannya."
Poirot melancarkan tatapan yang tak dapai kuduga maksudnya. Dalam tatapan itu
ada kesan tidak sabar yang diungkapkan dengan lucu. Kurasa mungkin itu suatu
peringatan bagiku, tidak boleh terlalu terang-terangan berbicara di depan
inspektur itu. Aku kembali diam. Di Bexhill kami disambut oleh Inspektur Cartel. Bersamanya adalah seorang
inspektur muda dengan wajah yang cerdas dan menyenangkan, bernama-Kelsey. Kelsey
ditugaskan untuk menangani kasus ini bersama Crome.
"Anda perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan Anda sendiri, Crome," ujar
inspektur polisi -f?"r 25 89 itu. "Jadi saya akan menjelaskan garis besarnya dan Anda dapat segera mulai
bekerja." "Terima kasih, Pak," ujar Crome.
"Kami telah mengabarkan kejadian ini pada ayah dan ibunya," kata inspektur itu.
"Meteka benar-benar shock. Saya meninggalkan mereka supaya agak tenang dulu,
sebelum menanyai mereka. Jadi Anda dapat mulai dari situ."
"Ada anggota keluarga lain, bukan?" tanya Poirot.
"Ada seorang saudara perempuan seorang typist di London. Sudah dihubungi. Dan ?ada seorang lelaki muda saya dengar - sebetulnya ia punya kencan dengan gadis
?itu semalam." "Adakah petunjuk dari panduan ABC?" tanya Crome.
"Ada di situ." Inspektur itu mengangguk ke arah meja. "Tak ada sidik jari.
Tertmka pada halaman yang menunjuk Bexhill. Buku baru tampaknya tidak kelihatan
?sering dibuka. Tidak tersedia di sekitar sini. Saya telah mencoba di semua toko
buku yang ada!" "Siapa yang menemukan tubuhnya, Pak?"
"Seorang pecinta bangun pagi dan udara segar, yaitu Kolonel Jerome. Ia keluar
bersama anjingnya pada pukul 06.00. Berjalan di sepanjang tem- . pat itu ke arah
Cooden, lalu terus ke pantai. Anjing itu berlari menjauh dan mengendur .stsaa-
tu. Kolonel memanggilnya. Anjing itu tidak kembali. Kolonel memperhatikan tempat
itu dan merasa ada sesuatu yang aneh. Ia mendekat dan
90 melihatnya. Berbuat seperti yang seharusnya. Tidak menyentuhnya sama sekali dan
menelepon kami saat itu juga."
"Dan saat kematian sekitar tengah malam, semalam?"
"Antara tengah malam dan jam 01.00- itu hampir pasti. Badut pembunuh berdarah
?dingin ini adalah orang yang menepati janjinya. Bila ia mengatakan tanggal 25,
betul-betul tanggal 25 walaupun mungkin cuma selisih waktu beberapa menit."
?Crome mengangguk. "Betul, itulah mentalitasnya. Tidak ada yang lain" Tak ada orang yang melihat
petunjuk yang dapat membantu?"
"Sejauh yang kami ketahui, tidak. Tapi ini masih pagi. Semua orang yang melihat
seorang gadis bergaun putih, berjalan bersama~seorang laki-laki semalam tak lama
lagi akan diminta informasinya, dan saya bayangkan akan ada empat atau lima
-ratus gadis bergaun putih, berjalan bersama seorang lelaki semalam, pasti suatu
pekerjaan yang menyenangkan."
"Baiklah, Pak, sebaiknya saya segera menanganinya," kata Crome. "Ada alamat
kafetaria *dan rumah gadis itu. Sebaiknya saya memeriksa kedua tempat itu.
Kelsey bisa ikut saya."
"DarTMr. Poirot?" tanya inspektur polisi itu.
"Saya akan menemani Anda," ujar Poirot kepada Crome dengan agak membungkukkan
badan. 91 Kupikir Crome agak kesal. Kelsey, yang sudah pernah melihat Poirot sebelumnya,
menyeringai lebar. * Satu hal yang tidak menguntungkan ialah bahwa orang yang baru pertama kali
melihat sahabatku, cenderung menganggapnya remeh.
"Bagaimana dengan ikat pinggang yang mencekiknya?" tanya Crome. "Mr. Poirot
menganggapnya sebagai suatu petunjuk yang berharga. Uaya rasa ia ingin
melihatnya." "Du tout sama sekali tidak," tukas Poirot cepat. "Anda salah mengerti saya."?"Anda takkan mendapat manfaat daripadanya," ujar Carter. "Bukan ikat pinggang
kulit kalau kulit pasti ada sidik jarinya. Hanya terbuat dari rajutan benang
?sutra yang agak tebal ideal untuk nraksud tersebut."
?Aku bergidik. " "Mari," ujar Crome, "sebaiknya kita berangkat."
Kami berangkat dengan segera.
Pertama-tama kami mengunjungi Ginger Cat. Terletak di pantai, kafetaria ini
merupakan tempat minum mungil biasa. Di situ terletak meja-meja kecil dengan
taplak meja kotak-kotak Jingga dan kursi-kursi rotan yang tidak terlalu nyaman
Untuk diduduki, lengkap dengan bantal-bantal berwarna jingga di atasnya. Tempat
Tusuk Kondai Pusaka 17 Dewa Arak 91 Sapu Jagad Memanah Burung Rajawali 33
^