Pencarian

Samurai 1

Samurai Karya Takashi Matsuoka Bagian 1


SAMURAI KASTEL AWAN BURUNG GEREJA
Created by: syauqy_arr@yahoo.co.id
I. TAHUN BARU PDF by Kang Zusi 1 Januari 1861 1 Bintang Bethlehem Heiko, pura-pura tidur, menata napasnya dalam dan pelan, ot-
otnya rileks tetapi tetap kencang. Bibirnya terkatup tetapi sedikit merekah,
matanya lembut di bawah bulu mata yang tak bergerak, pandangannya
yang tunduk mengarah ke dalam, ke tempat yang damai di titik pusat
dalam dirinya. Dengan indranya dia tahu, bukan merasakan, lelaki di
sampingnya terbangun. Ketika lelaki itu berpaling menatapnya, Heiko berharap dia akan
melihat: Rambutnya: sekelam malam tanpa bintang tergerai di alas tidur sutra
biru. Wajahnya: sepucat salju pada musim semi, bersinar dengan cahaya
yang dicuri dari bulan. Badannya: lekukan-lekukan indah di bawah selimut sutra bersulam
sepasang bangau putih, leher mereka yang saling bertaut memerah dalam
gairah perkawinan, menari dan beradu di tengah udara, dengan latar
belakang pedang kuning keemasan.
Heiko sangat percaya diri dengan malam tanpa bintang. Rambutnya"
yang hitam tebal, dan halus"adalah satu ciri terindah kecantikannya.
Salju pada musim semi mungkin perumpamaan yang terlalu jauh,
bahkan untuk sekedar metafora. Heiko tumbuh di sebuah desa nelayan di
sa Domain. Kesenangan bermain di bawah matahari saat kanak-kanak
tidak bisa sepenuhnya terhapus. Pipinya tetap berbintik meski sedikit.
Sedangkan, salju musim semi tidak berbintik. Namun, tetap ada sinar
bulan yang bisa menutupinya. Lelaki itu bersikeras bahwa Heiko punya
wajah yang bersinar bak rembulan. Lagi pula siapa dirinya, yang berani
menentang dan tidak setuju dengan lelaki itu"
Heiko berharap lelaki itu memandangnya. Heiko adalah seorang yang
anggun, bahkan saat dia benar-benar tidur. Ketika dia menunjukkan
PDF by Kang Zusi kemampuannya berakting, seperti yang dilakukannya saat ini,
pengaruhnya pada kaum lelaki biasanya tidak terelakkan. Apa yang akan
dilakukan pria itu" Apakah dia hanya akan memandang kecantikannya
yang polos" Ataukah dia akan tersenyum, menunduk dan
membangunkannya dengan belaian lembut" Ataukah seperti yang selalu
dilakukannya, lelaki itu akan dengan sabar menunggu mata Heiko
terbangun sendiri secara perlahan"
Terkaan-terkaan seperti itu biasanya tidak mengganggu Heiko saat dia
bersama lelaki lain, bahkan tidak pernah terlintas dalam pikirannya.
Tetapi, lelaki yang satu ini berbeda. Dengannya, Heiko sering
menemukan dirinya larut dalam angan-angan semacam itu. Apakah itu
karena lelaki ini memang lain dari yang lain, Heiko bertanya-tanya,
ataukah karena hanya pada pria inilah dia menyerahkan hatinya"
Genji ternyata tidak melakukan satu pun persangkaan Heiko.
Malahan, dia berdiri dan berjalan menuju jendela yang membuka ke arah
Teluk Edo. Dia berdiri bertelanjang dada di depan jendela itu, dalam
dinginnya fajar, dan memandang apa pun yang sedang dipandangnya
dengan perhatian penuh. Satu dua kali dia menggigil kedinginan, tetapi
tak beranjak untuk menutupi tubuhnya dengan baju. Heiko tahu bahwa
ketika remaja Genji pernah menjalani latihan keras dengan para rahib
Tendai di Puncak Gunung Hiei. Para ahli mistik yang keras itu terkenal
menguasai teknik pembangkitan panas tubuh sehingga mereka mampu
berdiri telanjang di bawah guyuran air terjun sedingin es selama berjam-
jam. Genji sangat bangga pernah menjadi murid mereka. Heiko mendesah
pelan dan bergerak, yang dibuatnya seakan gerak yang wajar dan ringan
dalam tidur, untuk menahan tawa yang hampir meloncat keluar dari
mulutnya. Jelas terlihat bahwa Genji belum menguasai teknik
pembangkitan panas tubuh sebaik yang dia harapkan.
Desahannya, yang sering memperdaya pria, ternyata tidak
mengganggu Genji dari pengamatannya ke arah Teluk Edo. Tanpa
menoleh ke arahnya, Genji mengambil teleskop kuno buatan Portugis,
menariknya hingga panjangnya maskimal, dan memfokuskannya ke teluk.
Heiko pun akhirnya merelakan dirinya untuk merasa kecewa. Dia telah
PDF by Kang Zusi berharap". Apa yang dia harapkan sebenarnya" Harapan, kecil atau
besar, hanyalah sikap yang terlalu memperturutkan keinginan, lain tidak.
Heiko membayangkan Genji yang berdiri di depan jendela tanpa perlu
melihatnya. Genji pasti akan menyadari bahwa sebenarnya Heiko sudah
bangun, jika dia terlalu memaksakan diri untuk melihat apa yang sedang
diamati laki-laki itu. Bahkan, sebenarnya dia tak begitu yakin apa Genji
belum tahu bahwa dia sudah terbangun. Barangkali itulah yang
menjelaskan mengapa tadi Genji mengabaikannya saat terbangun, dan
meng-abaikannya lagi saat dia mendesah. Dia sedang menggoda Haeiko.
Atau, mungkin tidak. Susah ditentukan. Maka, Heiko berhenti bertanya-
tanya dan hanya membayangkan-nya.
Genji agak terlalu cantik untuk seorang pria. Dan caranya membawa
diri yang sangat santai dan tidak bergaya samurai, membuatnya terlihat
sembrono, lemah, bahkan agak feminim. Namun, penampilan luar
memang menipu. Tanpa baju, sungguh terlihat jelas garis-garis ot yang
menandakan keseriusannya dalam menekuni bela diri. Mereka yang
berdisiplin perang biasanya meninggalkan dunia cinta. Heiko merasa
dirinya hangat oleh kenangan, dan dia pun mengeluh tanpa sengaja. Kini,
sangat sulit baginya untuk tetap pura-pura tidur. Maka, Heiko pun
membuka mata. Dia memandang Genji dan melihat figure yang tadi telah
dia bayangkan. Apa pun yang ada di ujung lain teleskop itu pasti sangat
menarik karena benar-benar menguras seluruh perhatian Genji.
Setelah beberapa saat, Heiko berkata dengan suara mengantuk,
"Tuanku, Anda gemetar."
Genji terus memandang ke teluk, tetapi dia tersenyumdan berkata,
"Dusta besar. Aku kebal terhadap dingin."
Heiko beringsut dari ranjang dan mengenakan kimono Genji. Dia
mengenakan kimono itu erat pada tubuhnya, berusaha menghangatkannya
sebisa mungkin sambil duduk berlutut dan mengikat rambutnya dengan
pita sutra. Pelayannya, Sachiko, akan membutuhkan waktu berjam-jam
untuk mengembalikan tatanan rambut geishanya. Namun, untuk saat ini,
ikatan longgar dengan pita sutra itu sudah cukup. Heiko berdiri dan
berjalan menghampiri Genji dengan langkah pendek-pendek agak diseret
seperti kebiasaan wanita terhormat Jepang, kemudian berlutut dan
PDF by Kang Zusi membungkuk saat dia tinggal beberapa langkah dari Genji. Dia
membungkuk untuk beberapa saat, tidak mengharap perhatian darinya,
dan Genji memang tidak memperhatikannya. Lalu, Heiko berdiri, melepas
kimono dalam yang kini terasa hangat dari panas tubuhnya, harum oleh
wangi tubuhnya, dan menyelubungkan kimono itu ke bahu Genji.
Genji hanya menggerutu dan membiarkan kimono itu menyelubunginya. "Ini, lihatlah."
Heiko mengambil teleskop yang diulurkan Genji dan meneneropong
teluk. Kemarin malam, ada enam kapal yang membuang sauh, semuanya
kapal perang dari Rusia, Inggris, dan Amerika. Sekarang, ada kapal
ketujuh, sebuah kapal layar bertiang tiga. Kapal yang baru tiba itu lebih
kecil dibandingkan dengan kapal perang dari angkatan laut asing, juga
tidak mempunyai dayung dan cerobong uap. Di sepanjang dek kapal tidak
terlihat sandaran senjata dan meriam. Meski terlihat kecil dibandingkan
deretan enam kapal perang yang bersandar, kapal layar itu tetap dua kali
lebih besar ketimbang ukuran kapal Jepang. Dari mana datangnya kapal
itu" Barat, dari pelabuhan di Cina" Selatan, dari daerah Hindia" Atau
Timur, dari Amerika"
Heiko berkata, "Kapal saudagar itu belum ada di sana saat kita
berangkat tidur tadi malam."
"Kapal itu memang baru saja membuang sauh."
"Apa itu kapal yang Anda tunggu-tunggu?"
"Mungkin." Heiko membungkuk dan mengembalikan teleskop kepada Genji.
Genji tidak mengatakan kepadanya kapal apa yang dia tungu-tunggu atau
mengapa, dan tentu saja Heiko tidak bertanya. Kemungkinan besar Genji
sendiri tidak tahu jawabannya. Perkiraan Heiko, Genji sedang menunggu
terpenuhinya sebuah ramalan, dan ramalan memang biasanya tidak
terpenuhi. Saat pikirannya terbang ke mana-mana, Heiko tetap
memandang kapal-kapal yang bertambat di teluk. "Kenapa orang-orang
asing itu sangat ribut tadi malam?"
"Mereka sedang merayakan Malam Tahun Baru."
"Malam Tahun Baru masih enam minggu lagi."
PDF by Kang Zusi "Untuk kita ya. Kita baru memasuki bulan-bulan baru setelah
matahari melewati titik balik musim dingin pada tahun ke-15 Kekaisaran
Komei. Tapi, bagi mereka tahun baru telah tiba," Genji berkata dalam
bahasa Inggris, "1 Januari 1861," lalu kembali ke bahasa Jepang. "Waktu
berlalu lebih cepat bagi mereka. Karena itu, mereka jauh lebih maju dari
kita. Lihat saja sekarang, mereka telah merayakan tahun baru, sementara
kita ketinggalan enam minggu." Genji memandang Heiko dan tersenyum.
"Kamu membuatku malu Heiko, apa kamu tidak kedinginan?"
"Saya hanya seorang wanita, Tuanku. Apabila Anda berot maka saya
penuh lemak. Kelemahan itu membuat saya bisa merasa lebih hangat agak
lebih lama." Padahal dalam kenyataannya, Heiko berusaha menggunakan
kemampuannya sekuat tenaga untuk menahan udara dingin.
Menghangatkan kimono dengan badannya, lalu memberikannya kepada
Genji, adalah isyarat yang atraktif. Jika Heiko menggigil kedinginan, dia
terlihat berkorban terlalu banyak untuk kenyamanan Genji sehingga
keindahan isyarat kimononya akan rusak.
Genji memandangi kapal-kapal di teluk lagi. "Mesin uap
menggerakkan mereka, baik pada saat angin bertiup ataupun laut tenang.
Meriam yang dapat menimbulkan kerusakan bermil-mil jauhnya. Senjata
untuk setiap tentara. Selama tiga ratus tahun, kita memperdaya diri sendiri
dengan kebanggaan berlebihan pada pedang, sementara mereka sibuk
berusaha agar lebih efisisen. Bahkan, bahasa mereka pun lebih efisien
sehingga pikiran mereka pun lebih efisien. Sementara kita sangat suka
hal-hal yang disamarkan. Kita terlalu tergantung pada hal-hal yang tersirat
dan tak terucapkan."
"Apa efisiensi demikian penting?" Heiko bertanya.
"Ya dalam perang, dan perang akan terjadi."
"Apa itu ramalan?"
"Bukan, hanya akal sehat. Orang-orang asing itu pergi ke berbagai
penjuru dunia dan mengambil semua yang bisa mereka ambil. Nyawa,
harta, tanah. Mereka merampas tiga perempat dunia ini dari penguasanya
yang sah, menjarah, membunuh, dan memperbudak."
Heiko berkata, "Sungguh berbeda dengan para Bangsawan Agung
kita." PDF by Kang Zusi Genji tertawa pendek. "Menjadi tugas kami para bangsawan untuk
menjamin semua penjarahan, pembunuhan, dan perbudakan dilakukan
hanya oleh kami. Kalau tidak, bagaimana mungkin kami bisa menamai
diri Bangsawan Agung?"
Heiko membungkuk, "Saya merasa aman mengetahui perlindungan
yang demikian besar. Saya akan menyiapkan air mandi Anda, Tuanku."
"Terima kasih."
"Bagi kita saat ini adalah jam anjing. Kalau bagi mereka sekarang jam
berapa?" Genji melihat jam Swiss yang ada di meja. Lalu, katanya dalam
bahasa Inggris, "Sekarang, jam tujuh lebih empat menit."
"Tuanku, apakah Anda memilih mandi pada jam tujuh lebih empat
menit atau pada jam anjing?"
Genji tertawa kembali dengan tawanya yang ringan dan santai, lalu
membungkuk mengakui kecerdikan humor Heiko. Para pencela Genji
menganggap bahwa dia terlalu sering tertawa. Menurut mereka itu adalah
bukti kurangnya keseriusan Genji pada masa yang sulit ini. Mungkin itu
benar. Heiko tidak yakin. Tetapi, dia yakin bahwa dia suka mendengar
Genji tertawa. Heiko membungkuk kembali untuk menghormati bungkukan Genji
tadi, lalu melangkah ke belakang dan berbalik menjauh. Di kamar
kekasihnya, cara jalan Heiko tetap lemah gemulai seakan menghadiri
pesta dalam busana formal di Istana Shogun. Heiko dapat merasakan mata
Genji mengawasinya. "Heiko," panggil Genji, "tunggu sebentar."
Heiko tersenyum. Genji telah mengabaikannya selama dia bisa. Kini,
lelaki itu akan menghampirinya.
Pendeta Zephaniah Cromwell yang saleh, hamba dan pelayan ordo
Cahaya Firman Sejati memandang ke arah kota Edo dari kapalnya.
Pandangannya menyapu sebuah bukit semut pagan yang padat dosa,
tempat dia dikirim untuk menyebarkan firman Tuhan kepada orang-orang
Jepang yang berada dalam kesesatan. Firman Sejati untuk para
penyembah berhala ini telah dirusakkan oleh kaum Kalik Roma dan
Episkopal, yang hanya menggunakan agama sebagai samaran, juga kaum
PDF by Kang Zusi Calvinis dan Lutheran yang tak lain hanyalah para pencari keuntungan
yang bersembunyi di balik nama Tuhan. Para penyimpang tersebut telah
mengalahkan Firman Sejati di Cina. Dan, Pendeta Zephaniah Cromwell
bertekad agar hal yang sama tidak terjadi di Jepang. Dalam perang
penentuan, di Armageddon, para samurai Jepang pasti akan menjadi
prajurit yang kuat jika mereka mau menerima Kristus dan menjadi tentara
Kristen sejati.. tidak takut mati, lahir untuk berperang, mereka adalah
martir yang sempurna. Itu adalah masa depan ideal, apabila memang ada
masa depan untuk Kristur di tanah ini. Saat ini, keadaannya tidak terlihat
menggembirakan. Jepang adalah tanah yang dipenuhi sundal, para
tunasusila, dan pembunuh. Tetapi, tetapi, Pendeta Zephaniah Cromwell
mempunyai Firman Sejati yang akan menyokongnya dan dia akan
menang. Kehendak Tuhan pasti terjadi.
"Selamat pagi, Zephaniah."
Suara wanita yang lembut itu dengan cepat melelehkan kemarahannya
terhadap para penentang Tuhan, dan sebagai gantinyadia merasakan
gairah mengerikan yang mencecar otak dan tubuhnya. Tidak, tidak, dia
tak akan menyerah terhadap bayangan-bayangan jahat itu.
"Selamat pagi, Emily," balasnya. Cromwell berusaha keras
mempertahankan ketenangannya saat berbalik memandang Emily. Emily
Gibson adalah pengikutnya yang paling setia, murid sekaligus
tunangannya. Cromwell berusaha mengusir pikiran tentang tubuh muda
Emily yang segar. Dia berusaha tidak membayangkan apa yang belum dia
lihat dari tubuh Emily. Oh, godaan dan tipuan daging, gairah lapar yang
ditumbulkanya, api kegilaan yang ditimbulkan oleh daging dengan
syahwat membakar. "Mereka yang hanya mencari kesenangan tubuh
semata hanya akan mendapatkan tubuh kosong; tetapi, mereka yang
mencari kepuasan ruhani akan mendapatkan kesenangan ruhani."
Cromwell tidak sadar telah mengucapkan hal itu keras-keras, sampai dia
kembali mendengar suara Emily.
"Amin," kata tunangannya itu.
Pendeta Zephaniah Cromwell merasa seakan dunia berputar
menjauhinya bersama ampunan dan keselamatan yang dijanjikan Yesus
Kristus. Dia harus mengusir semua pikiran tentang tubuh Emily.


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PDF by Kang Zusi Cromwell kembali mengarahkan pandangannya ke Edo. "Tantangan besar
bagi kita. Begitu banyak dosa di pikiran maupun tubuh. Penuh dengan
orang-orang kafir." Emily tersenyum dengan senyumnya yang lembut. "Aku yakin kamu
bisa melakukan tugas ini, Zephaniah. Kamu benar-benar hamba Tuhan
sejati." Rasa malu menjalari Cromwell. Apa yang akan dipikirkan wanita
muda tak berdosa dan penuh percaya diri ini jika dia tahu gairah lapar
yang menyiksa sang pendeta setiap saat dalam kehadirannya. Cromwell
berkata pendek, "Mari kita berdoa bagi orang-orang yang tersesat itu,"
lalu berlutut di dek kapal. Emily dengan patuh berlutut di sampingnya.
Terlalu dekat, terlalu dekat. Dia merasakan panas tubuh Emily, dan meski
dia sudah berusaha keras mengabaikannya, lubang hidungnya tetap
dibanjiri bau tubuh alami seorang wanita muda yang sedang mekar.
" Para pangerannya adalah singa-singa yang mengaum," kata pendeta
Cromwell. " Para hakimnya adalah serigala malam hari; yang memakan
bangkai. Nabi mereka berotak kosong dan licik; pendeta-pendetanya
mencemari biara; mereka telah merusak hukum. Dalam kondisi seperti itu
Tuhan yang Mahaadil tetap menunjukkan rahmat-Nya; setiap pagi, Dia
tetap menyinarkan cahaya-Nya; tetapi orang-orang yang tersesat itu tidak
tahu malu." Mendapatkan kepercayaan diri dari irama doa Firman Sejati
yang sering dia ucapkan, suara Cromwell menguat dan bergetar saat
mengucapkan doa, sehingga di telinganya doa itu terdengar seakan-akan
benar-benar suara Tuhan. "Oleh karena itu, kalian tunggulah Aku, sabda
Tuhan, hingga saat Aku bangkit: karena tujuan-Ku adalah mengumpulkan
bangsa-bangsa di mana Aku mendirikan kerajaan-kerajaan, sebagai sarana
menunjukkan kemarahan dan murka-Ku: dan seluruh bumi aka terbakar
oleh api cemburu-Ku!" Cromwell berhentu untuk menarik napas.
"Amin!" teriaknya.
"Amin," kata Emily dengan suara selembut kidung pengantar tidur.
Di tempat pengamatan laut menara Istana Edo, sebuah teleskop
buatan Belanda sebesar meriam utama kapal perang Inggris terpasang di
atas tripod buatan Perancis yang sangat rumit sehingga mampu
melakukan pengukuran secara sangat tepat. Teleskop itu adalah hadiah
PDF by Kang Zusi dari pemerintah Belanda kepada Shogun kugawa pertama, Ieyasu, sekitar
250 tahun yang lalu. Napoleon mengirimkan tripodnya kepada shogun
kesebelas, Ienari, saat penobatannya sebagai Kaisar Perancis"sebuah
kekaisaran yang hanya bertahan sepuluh tahun.
Saat jam anjing bergeser ke waktu jam babi, mata Kawakami Eichi
mengintip melalui teleskop yang besar itu. Teleskop itu tidak diarahkan
ke ruang angkasa, tetapi diarahkan ke puri-puri para bangsawan agung di
distrik Tsukiji kurang dari lima belas kilometer jauhnya. Tetapi, pikiran
Kawakami justru melayang ke tempat lain. Merenungkan sejarah teleskop
yang digunakannya, Kawakami menyimpulkan bahwa Shogun saat ini,
Iemochi, mungkin adalah keturunan kugawa terakhir yang mampu
memegang kehormatan tertinggi. Pertanyaannya tentu saja adalah siapa
yang akan muncul selanjutnya" Sebagai komandan polisi rahasia Shogun,
Kawakami bertugas melindungi kejayaan rezim kugawa. Sebagai abdi
setia Kaisar, yang saat ini tak mempunyai kekuasaan, tetapi dianugrahi
mandat mutlak para dewa, maka tugas Kawakami adalah melindungi
Negara. Pada masa-masa kejayaan kaisar dahulu, dua tugas ini tak dapat
dipisahkan, tetapi sekarang keadaannya lain. Kesetiaan adalah prinsip
samurai yang paling fundamental. Tanpa kesetiaan, seorang samurai tak
akan berarti apa-apa. Bagi Kawakami, yang telah melihat makna
kesetiaan dari berbagai sudut"apalagi menyelidiki kesetiaan seorang
samurai adalah tugasnya" semakin lama semakin jelas bahwa masa-
masa kesetiaan terhadap seorang tuan akan berakhir. Pada masa
mendatang, kesetiaan harus ditujukan pada sebuah sebab, prinsip,
gagasan, bukan pada seseorang atau klan tertentu. Adanya pikiran
semacam itu pada diri Kawakami merupakan hal yang luar biasa,
sekaligus merupakan tanda kuatnya pengaruh orang-orang asing itu.
Kawakami mengubah fokus teleskop dari puri-puri bangsawan ke
arah teluk. Enam dari tujuh kapal yang membuang sauh adalah kapal
perang. Orang-orang asing. Mereka telah mengubah segalanya. Yang
pertama adalah kedatangan armada Kapal Hitam tujuh tahun lalu, yang
dikomandoi oleh si Amerika yang sombong, Perry. Kemudian, diikuti
dengan perjanjian dengan bangsa-bangsa asing yang mempermalukan
Jepang, karena perjanjian itu memberi hak kepada orang asing untuk
PDF by Kang Zusi masuk ke Jepang tanpa harus tunduk kepada hukum Jepang. Itu sama saja
seperti disiksa dan diperkosa dengan cara yang paling mengerikan, tidak
hanya sekali tetapi berkali-kali. Sementara orang Jepang tetap dituntut
untuk tersenyum, membungkuk, dan mengekspresikan terima kasih.
Tangan Kawakami mengepal seperti sedang menggenggam pedangnya.
Betapa melegakan jika dia bisa membunuh semua orang asing itu. Suatu
hari nanti, pasti. Sayang sekali hal ini bukanlah saat yang tepat. Istana
Edo adalah benteng yang terkuat di seluruh Jepang. Keberadaan istana ini
saja membatu kekuasaan kugawa selama tiga abad karena klan-klan
musuh segan menjajal kekuatan Edo. Namun, satu saja dari kapal-kapal
yang berlabuh di teluk itu bisa membuat benteng Edo yang perkasa
menjadi reruntuhan berdarah hanya dalam beberapa jam. Yah, semua
memang telah berubah, dan mereka yang mampu bertahan dan berhasil
melewatinya juga harus mau berubah. Cara berpikir orang-orang asing itu
ilmiah, logis, dan dingin, membuat mereka mampu menciptakan senjata
yang mengagumkan. Tetntu ada cara untuk menggunakan cara berpikir
mereka tanpa harus menjadi setan berbau pemakan sampah seperti
mereka. "Tuanku," terdengar suara asistennya, Mukai, dari luar pintu.
"Masuk." Dengan berlutut, Mukai menggeser pintu hingga terbuka,
membungkuk, masuk dengan tetap berlutut, menutup pintu dan
mrmbungkuk lagi. "Kapal yang baru datang adalah Bintang Bethlehem.
Dia berlayar dari San Fransisco, di kawasan pantai barat Amerika lima
minggu lalu, dan singgah di Honolulu, Kepulauan Hawaii , sebelum
menuju ke sini. Kapal ini tidak membawa bahan peledak ataupun senjata
api, dan tidak satu pun penumpangnya diketahui menjadi agen pemerintah
asing, ahli militer, ataupun kriminal."
"Semua orang asing adalah kriminal," tukas Kawakami.
"Ya, Tuanku," Mukai menytujui. "Yang saya maksud adalah tidak
satu pun penumpang kapal itu mempunyai catatan kejahatan sejauh yang
kami ketahui." "Itu tidak berarti apa pun. Pemerintah Amerika terkenal tidak bisa
mengatur dan melacak kegiatan warganya. Wajar, mengingat sebagian
PDF by Kang Zusi besar orang Amerika buta huruf. Bagaimana sebuah pemerintahan bisa
membuat catatan tentang kejahatan warga jika setengah dari pencatatnya
tidak bisa membaca dan menulis?"
"Benar sekali."
"Siapa lagi penumpang kapal itu?"
"Tiga misionaris Kristen, dengan lima ratus kitab Injil edisi bahasa
Inggris." Misionaris. Itu membuat Kawakami khawatir. Orang-orang asing itu
sangat galak dan keras dalam hal yang mereka sebut "kebebasan
beragama". Tentu saja ini adalah konsep yang sama sekali tak masuk akal.
Di Jepang, rakyat setiap daerah mengikuti agama yang dianut bangsawan
agung pemimpin mereka. Jika sang bangsawan agung menganut salah
satu sektu Buddha, rakyatnya juga menganut ajaran sekte itu. Jika sang
bangsawan agung menganut Shin, rakyatnya juga Shin. Jika sang
bangsawan agung menganut keduanya, seperti yang sering terjadi,
rakyatnya juga menganut Buddha dan Shin seperti sang tuan. Selain itu,
setiap orang juga boleh menganut agama pilihannya. Agama terkait
dengan wilayah dunia lain, dan Shogun serta para bangsawan agung tidak
peduli dengan dunia yang lain kecuali dunia yang satu ini. Sementara
agama Kristen sangat berbeda. Doktrin agama orang asing ini
mengandung aspek pengkhianatan di dalamnya. Satu Tuhan untuk seluruh
dunia, Tuhan yang lebih tinggi dari dewa-dewa Jepang dan di atas Sang
Anak Dewa, Yang Paling Agung dan Terhormat, Kaisar Komei. Shogun
kugawa pertama, Ieyasu, dengan bijaksana melarang agama Kristen. Dia
mengusir para pendeta asing, menyalib puluhan ribu rakyat yang beralih
memeluk agama Kristen, sehingga lebih dari dua ratus tahun Kristen tak
berhasil masuk Jepang. Kini, agama Kristen secara resmi masih dilarang,
tetapi itu adalah hikum yang tak bisa lagi diterapkan dengan tegas.
Pedang Jepang tidak bisa menandingi senjata orang-orang asing itu. Jadi,
"kebebasan beragama" kini berarti kebebasan untuk menganut dan
mempraktekkan agama sesuai pilihan, dengan mengucilkan orang yang
beragama lain. Kondisi ini selain menimbulkan anarki yang bisa berakibat
buruk, juga bisa menjadi dalih orang-orang asing untuk mengintervensi
dengan alasan melindungi saudara seagama mereka. Kawakami sangat
PDF by Kang Zusi yakin, hal inilah yang sebenarnya menjadi alasan mereka menekankan
"kebebasan beragama"
"Siapa yang akan menerima para misionaris ini?"
"Bangsawan Agung Akaoka."
Kawakami memejamkan matanya, menarik napas panjang, dan
menahan dirinya. Bangsawan Agung Akaoka. Akhir-akhir ini, dia terlalu
sering mendengar nama itu lebih dari yang diinginkannya. Daerah
kekuasannya sebenarnya kecil, jauh, dan tidak penting. Dua pertiga
bangsawan lain mempunyai daerah kekuasaan yang lebih besar. Namun,
seperti sekarang ini, sebagaimana selalu terjadi pada masa-masa tak
menentu, Bangsawan Agung Akaoka memainkan peran penting yang
sangat tidak sesuai dengan posisinya yang sebenarnya. Tidak penting
apakah Bangsawan Agung Akaoka adalah seorang pejuang tua dan
politisi yang penuh muslihat seperti mendiang Lord Kiyori, atau seorang
penggemar seni tak berguna seperti penggantinya yang kekanak-kanakan,
Lord Genji. Gosip yang beredar selama berabad-abad telah berhasil
menaikkan status mereka dari derajat yang seharusnya. Gossip tentang
kemampuan meramal masa depan yang mereka miliki.
"Kita seharusnya menangkapnya ketika terjadi peristiwa pembunuhan
Wali Kaisar." "Pembunuhan itu adalah perbuatan kaum radikal yang anti orang
asing, bukan para simpatisan Kristen," kata Mukai. "Lord Akaoka sama
sekali tak terlibat."
Kawakami mengerutkan dahi. "Kata-katamu mulai terdengar seperti
orang asing." Menyadari kesalahannya, Mukai membungkuk rendah, "Ampun,
Tuanku. Hamba salah bicara."
"Kamu menyebut fakta dan bukti, seakan-akan keduanya lebih
penting daripada apa yang ada di hati manusia."
"Mohon ampun sebesar-besarnya, Tuanku." Wajah Mukai masih
menempel di lantai. "Apa yang dipikirkan seseorang sama pentingnya dengan apa yang
dilakukan, Mukai." "Ya, Tuanku." PDF by Kang Zusi "Jika seseorang, terutama bangsawan, tidak dianggap bertanggung
jawab terhadap apa yang mereka pikirkan, bagaimana peradaban bisa
bertahan terhadap gempuran para barbar?"
"Ya, Tuanku." Mukai mengangkat kepalanya sedikit dan memandang
Kawakami. "Apakah saya harus mengeluarkan perintah penangkapannya?" Kawakami kembali memandang ke arah teleskop. Kini, dia
memfokuskan pandangan ke arah kapal yang disebut Mukai Bintang
Bethlehem. Teleskop buatan Belanda itu memungkinkan Kawakami bisa
melihat seorang pria yang sedang berdiri di dek. Bahkan, untuk ukuran
orang asing, pria itu sangat jelek. Matanya menonjol keluar seakan-akan
kepalanya yang bengkak mengalami tekanan terlalu besar. Wajahnya
penuh dengan garis-garis penderitaan, mulutnya mengerut membentuk
seringai, hidungnya panjang dan bengkok ke satu sisi, bahunya terangkat
dan membungkuk tegang. Seorang wanita muda berdiri di sisinya.
Kulitnya terlihat sangat cerah dan halus, Kawakami yakin itu hanya ilusi
yang disebabkan oleh lengkungan dan kepadatan lensa optic teleskop.
Wanita itu pasti juga buruk dan liar seperti semua orang asing lainnya.
Terlihat sang pria menyatakan sesuatu dan berlutut di dek kapal. Tak
berapa lama, si wanita muda ikut berlutut di sampingnya. Mereka berdua
seperti sedang berdoa dengan cara cara Krsiten.
Merasa bersalah terhadap apa yang dia pikirkan telah membuat
Kawakami bereaksi sedikit terlalu keras terhadap adanya tanda-tanda
pengaruh orang asing dalam kata-kata Mukai. Tentu saja tidak perlu ada
penahanan. Akaoka memang bangsawan dengan daerah tak seberapa,
tetapi kesetiaan para samurainya yang fanatik telah menjadi legenda
selama berabad-abad. Usaha penahanan sama saja mengundang
gelombang pembunuhan yang dapat melibatkan para bangsawan agung
lainnya, dan bisa menimbulkan perang saudara yang akhirnya dapat
menjadi kesempatan bagi bangsa asing untuk menginvasi Jepang. Jika
Bangsawan Agung Akaoka harus disingkirkan, harus menggunakan cara
yang tidak langsung. Cara-cara yang sudah mulai direncanakan dan
disiapkan oleh Kawakami. PDF by Kang Zusi "Belum perlu," kata Kawakami. "Biarkan Lord Akaoka bertindak
sesuai keinginannya saat ini, kita tunggu saja siapa yang dapat kita
jaring." Pisl ada di tangan kanannya dan pisau di tangan kirinya, bahkan
sebelum matanya terbuka. Stark terbangun dengan kaget, teriakan
kemarahan berdengung di telinganya. Cahaya pagi samara-samar
merembes ke kabinnya, menimbulkan bayangan samara bergerak-gerak.
Pislnya mengikuti gerakan matanya, saat dia mengamati kabinnya. Tak
seorang pun bersembunyi di kabinnya menunggu kematian. Dia sendirian.
Untuk beberapa saat, Stark berpikir telah mengalami mimpi buruk lagi.
"Karena itu tunggulah Aku, sabda Tuhan, hingga hari Aku
bangkit".." Stark mengenali suara Cromwell datang dari dek di atasnya. Dia
menarik napas dan menurunkan senjatanya. Pendeta itu mulai lagi,
meneriakkan ancaman neraka dengan suara sekuat paru-paru dapat
menahannya. Stark bangun dari ranjangnya. Petinya terbuka, siap untuk pengepakan
terakhir. Dalam beberapa jam, dia akan berada di pantai, di daerah baru.
Stark merasakan kenyamanan berat senjatanya di tangan. Colt Army
kaliber 44 Model Revolver dengan laras sepanjang tiga puluh sentimeter.
Hanya dalam sedetik, Stark dapat menarik senjata seberat satu kilogram
itu dan menembakkannya, tepat mengenai badan orang dalam jarak enam
meter. Rasio keberhasilan tembakannya adalah tiga dari lima tembakan
pertama, disusul dua kali tembakan kedua. Dalam jarak tiga meter, dia
bisa menembak daerah antara dua mata dengan tepat dalam tembakan
pertama, atau menembak dengan tepat mata kanan atau kiri, dengan rasio
keberhasilan dua dari tiga tembakan. Ketiga kalinya, jika orang itu lari,
Stark dapat menembaknya tepat di tulang punggungnya, pas di bawah
leher, dan menerbangkan kepalanya.
Sebenarnya, Stark lebih suka jika dia bisa membawa pisl Colt itu
bersamanya, dalam sabuk senjata terbuka di paha kirinya. Tetapi,
sekarang bukan saatnya memakai senjata di luar baju dengan mencolok,
atau membawa pisau seukuran pedang pendek. Pisau bowie itu kembali
PDF by Kang Zusi masuk sarang dan disimpan dalam peti di antara dua sweter yang dirajut


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mary Anne untuknya. Stark membungkus pislnya dengan handuk tua dan
meletakkannya di samping pisau bowie . Lalu, dia menutupi kedua senjata
itu dengan baju-bajunya yang terlipat dan paling atas dia meletakkan
selusin Injil. Kapal ini masih memiliki beberapa peti besar yang berisi
sekitar lima ratus Injil. Bagaimana orang Jepang bisa membaca Injil versi
Raja James, hanya Tuhan dan Pendeta Cromwell yang tahu. Bagi Stark,
itu tidak menjadi masalah sama sekali. Ketertarikannya pada Injil dimulai
dan diakhiri pada baris kedua Kitab Kejadian. Dan, bumi waktu itu belum
terbentuk, yang ada hanya kehampaan; dan kegelapan meraja di seluruh
semesta. Lagi pula, Stark yakin bahwa dia tidak akan diminta untuk
berkhotbah. Pendeta Cromwel terlalu senang mendengar suaranya sendiri.
Stark punya senjata kedua, pisl saku Smith & Wesson kaliber 32 yang
kecil dan praktis. Pisl itu cukup untuk disembunyikan dibalik jaket dan
cukup ringan untuk disimpan di saku dalam di sebelah kiri rompinya,
tepat di atas pinggang. Untuk menariknya, Stark harus melintangkan
tangannya, masuk ke jaket hingga je saku dalam rompinya. Dia mencoba
beberapa kali, berlatih hingga tubuhnya mengenali gerakan yang harus
dilakukan, sehingga dia mampu menarik pisl itu dengan cepat. Stark tidak
tahu kemampuan pisl kaliber 32 dalam menghentikan seorang musuh, dia
berharap pisl ini lebih baik daripada kaliber 22 yang dia punyai
sebelumnya. Lima peluru dari kaliber 22 bisa mengenai seseorang, tetapi
jika orang itu cukup besar, cukup marah, atau cukup berani, dia akan tetap
bisa melawan. Darah mengalir dari wajah dan dadanya, pisau bowienya
sepanjang 25 sentimeter ganas mengincar perut, dan perlu pukulan keras
pada tulang tengkoraknya dengan gagang pisl yang telah kosong untuk
bisa merobohkannya. Stark memakai jaketnya, mengambil pi dan sarung tangannya, dan
menaiki tangga. Tepat saatdia tiba di dek, Cromwell dan tunangannya,
Emily Gibson, mengucapkan Amin sebagai penutup doa dan berdiri.
"Selamat pagi, Saudara Matthew," sapa Emily. Dia mengenakan pi
bonnet bergaris yang sederhana, mantel dari kain murahan dengan
bantalan katun yang tak beraturan, dan sebuah scarf wol tua melingkari
lehernya untuk menahan dingin. Seberkas rambut emasnya keluar dari pi
PDF by Kang Zusi di dekat telinga kanannya. Emily memasukkan tambut itu kembali ke
pinya, seakan-akan itu adalah kejadian yang memalukan. Seperti
ungkapan dalam Injil. Jangan perlihatkan mutiaramu di hadapan seekor
babi, karena dia akan menginjak-injaknya, lali berbalik dan mengoyak-
ngoyak dirimu. Lucu, Emily membuat Stark teringat pada ungkapan-
ungkapan dalam injil. Mungkin dia memang ditakdirkan menjadi isteri
seorang pendeta. Kerutan khawatir sekejap menghiasi alis Emily sebelum
matanya yang biru kehijauan kembali bercahaya, dan dia pun tersenyum
pada Stark. "Apakah suara doa kami membangunkanmu?"
Stark menjawab, "Apa ada cara lain yang lebih baik untuk
membangunkan orang selain suara yang menyerukan Kata-Kata Tuhan?"
"Amin, Saudara Matthew," kata Cromwell. "Bukankah ada ungkapan,
aku tak akan tidur atau memejamkan mataku sebelum aku menemukan
tempat untuk Tuhan."
"Amin," sahut Stark dan Emiliy berbarengan.
Cromwell dengan agung menunjuk ke arah daratan. "Lihatlah di sana
, Saudara Matthew. Jepang. Empat puluh juta jiwa yang dikutuk dalam
siksaan abadi kecuali jika Tuhan mau mengampuni dan kta berusaha
menolong tanpa pamrih."
Bangunan menutupi daratan sejauh mata Stark memandang. Sebagian
besar adalah bangunan rendah dan kumuh yang tingginya tak lebih dari
tiga tingkat. Kotanya memang luas, tetapi kelihatannya kota itu bisa saja
habis tertiup angina dalam beberapa menit, atau terbakar habis hanya
dengan satu sulutan korek api. Kecuali deretan istana di sepanjang pantai
itu, dan benteng putih tinggi beratap hitam yang berjarak sekitar lima
belas kilometer dari pantai.
"Apakah Anda siap, Saudara Matthew?" Tanya Cromwell.
"Ya, Saudara Zephaniah. Aku siap," jawab Stark.
Sohaku, Kepala Kuil Mushindo, duduk sendirian dalam hojo,
ruangan seluas sembilan meter persegi yang menjadi tempat meditai
pribadi kepala kuil Zen. Dia duduk tak bergerak dalam posisi teratai,
matanya hamper tertutup tal, tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak
merasa. Burung-burung berkejaran di antara pepohonan di luar kuil.
PDF by Kang Zusi Angina sepoi yang datang seiring cahaya matahari mengalir sejuk
melintasi ruangan kuil. Di dapur terdengar suara kuali saling berbenturan
saat para rahib mempersiapkan makanan. Seharusnya, mereka tidak
seribut itu. Sohaku kembali sadar dan menarik napas panjang. Ya,
setidaknya dia berhasil bertahan selama semenit atau dua menit.
Setidaknya, dia mengalami penignkatan. Mengatupkan gigi, menahan
sakit, Sohaku mengangkat kaki kanannya dari atas paha kirinyadengan
dua tangan dan meletakkannyadi lantai di depannnya. Dia bersandar ke
belakang dan mengangkat kaki kirinya dari atas paha kanan lalu
meluruskan kaki kirinya di sebelah kaki kanan. Ah, kenikmatan yang
sangat indah hanya dari meluruskan kaki. Hidup benar-benar sebuah
anugerah sekaligus misteri. Kuali kembali berbenturan di dapur dan
terdengar suara seseorang tertawa. Kedengarannya seperti Taro. Dasar si
bodoh malas yang tak punya aturan.
Dengan tatapan mata dingin, Sohaku berdiri dan melangkah cepat
keluar dari hojo. Dia tidak bergerak dengan langkah rahib Zen yang pelan,
penuh pikiran dan tujuan seperti seharusnya. Sohaku melangkah dengan
agresif tanpa keinginan berhenti atau mundur. Langkah yang biasa dia
gunakan sebelum mengucapkan 250 sumpah rahib, saat dia masih
menjadi samurai Tanaka Hidetada, komandan pasukan kaveleri,
bersumpah menjadi pengikut setia dalam hidup dan mati mengabdi pada
Okumici no kami Kiyori, mendiang Bangsawan Agung Akaoka yang
sebelumnya. "Dasar orang-orang idiot!" desisnya sembari melangkah menuju
dapur. Seiring kedatangannya di dapur, tiga rahib bertubuh besar yang
mengenakan jubah cokelat seragam murid Zen segera berlutut di lantai
dan membungkuk. Kepala gundul mereka menekan lantai. "Kalian pikir
di mana kalian" Apa yang kalian lakukan" Semoga kalian dan leluhur
kalian dikutuk dikutuk menjadi wanita dalam reinkarnasi selanjutnya!"
Tak seorang pun dari ketiga rahib yang bergerak atau bersuara. Mereka
tetap membungkuk serendah mungkin di lantai. Sohaku tahu, ketiganya
tetap akan membungkuk di lantai, hingga dia mengizinkan mereka untuk
mengangkat kepala. Hatinya pun melunak. Lagi pula, sebenarnya
PDF by Kang Zusi ketiganya adalah orang baik. Setia, pemberani, dan patuh. Urusan menjadi
rahib bukanlah hal mudah bagi mereka semua. "Taro."
Taro mengangkat kepalanya sedikit dari lantai dan memandang
Sohaku. "Ya!" "Antarkan sarapan untuk Lord Shigeru."
"Ya!" "Dan hati-hatilah. Aku tak ingin kehilangan seorang lagi, meski orang
itu tak berguna seperti kamu."
Taro tersenyum dan membungkuk lagi. Sohaku tak lagi marah. "Ya!
Saya akan melakukannya dengan segera."
Sohaku pergi tanpa mengucap sepatah kata lagi. Taro dan dua orang
rahib lainnya, Mune dan Yoshi, kembali berdiri.
Mune berkata, "Suasana hati Tuan Hidetada sedang tak enak akhir-
akhir ini." "Kamu maksud Rahib Kepala Kuil Sohaku," kata Taro sembari
menuangkan sup kacang ke mangkuk saji.
Yoshi mendengus, "Tentu saja suasana hatinya tak enak, tak peduli
nama yang dia gunakan. Sepuluh jam meditasi setiap hari. Tidak ada
latihan dengan pedang, mbak, atau subur. Siapa yang tahan dengan
latihan seperti itu tanpa menjadi kesal?"
"Kita adalah samurai klan Okumichi," kata Taro, memong-mong acar
lobak menjadi pongan kecil siap santap, "Adalah tugas kita untuk
mematuhi tuan kita apa pun perintahnya."
"Memang benar," balas Mune, "tetapi bukankah tugas kita juga untuk
melakukannya dengan gembira?"
Yoshi mendengus lagi, tetapi dia mengambil sapu dan mulai menyapu
lantai di dapur. "Ketika seorang pemanah tidak mengenal sasarannya," kata Taro
mengutip Konfusius, "Dia melihat ke dalam dirinya sendiri untuk
mengetahui apa yang salah. Bukan tempat kita untuk mengkritisi atasan
kita." Dia meletakkan sup dan acar di atas nampan bersama semangkuk
kecil nasi. Ketika Taro keluar dapur, Mune mencuci kuali, berhati-hati
agar kuali-kuali itu tidak saling berbenturan.
PDF by Kang Zusi Saat itu adalah pagi musim dingin yang indah. Dingin yang merasuk
lewat jubahnya yang tipis justru menyegarkan Taro. Betapa menyegarkan
berendam di sungai di sisi kuil dan berdiri di bawah guyuran air sedingin
es di air terjunnya yang kecil. Sayang, kesenangan-kesenangan seperti
sekarang terlarang baginya.
Tetapi, dia yakin itu hanya sementara. Meski Bangsawan Agung
Akaoka yang sekarang bukan seorang pejuang seperti mendiang
kakeknya, dia tetap seorang Okumichi. Perang akan terjadi. Dan, itu
terlihat jelas bahkan bagi orang yang sederhana seperti Taro. Dan, setiap
kali perang meletus, pedang samurai Klan Okumichi selalu yang menjadi
yang pertama memerah oleh darah musuh. Taro dan kedua rekannya telah
menunggu sekian lama. Ketika perang meletus, mereka tidak akan
menjadi rahib lagi. Taro melangkah ringan di kerikil yang menghiasi jalan setapak antara
ruang utama dan bagian sayap untuk tempat tinggal. Ketika kerikil itu
basah, jalan itu sangat licin. Ketika kering, kerikil itu berbunyi seperti
tanah longsor setiap kali diinjak. Rahib Kepala Sohaku menjanjikan
keringanan setahun tidak melakukan tugas membersihkan kandang kuda
kepada siapapun yang mampu berjalan melewati kerikil di jalan setapak
itu tanpa mebuat bunyi sama sekali sepanjang sepuluh langkah. Sejauh
ini, Taro merupakan orang yang paling berhasil, tetapi tetap saja
langkahnya masih berbunyi kendati tak sekeras yang lain. Masih perlu
banyak latihan. Dua puluh rahib lain tetap bermeditasi selama tiga puluh menit
sebelum Mune membunyikan bel tanda makan pagi. Eh, hanya sembilan
belas biarawan. Taro lupa tentang Jioji, yang tulang tengkoraknya
kemarin retak karena mendpat tugas yag sekarang akan dilakukannya.
Taro meneruskan langkahnya melewati kebun sampai ke dinding yang
membgatasi halaman kuil. Di dekat dindng ada pondko kecil. Sbeleum
menyatakan kedatangannya, Taro memusatkan konsentrasinya. Dia tidak
ingin bergabung dengan Jioji dalam upacara pembakaran mayat.
"Tuanku," kata Taro dari luar, "hamba Taro. Hamba membawa
sarapan untuk Tuan."
PDF by Kang Zusi "Kita terbang membelah udara dengan kapal-kapal baja," terdengar
suara dari dalam gubuk. "Saat jam macan, kami ada di sini. Wakut jam
babi, kami ada di Hiroshima . Kami terbang membelah udara seperti para
dewa, tapi kami tidak puas. Kami sudah terlambat. Kami berharap datang
lebih awal." "Hamba masuk Tuanku," Taro membuka tangkai kayu yang
mengunci pintu dari luar dan menggeser pintu hingga terbuka. Aroma
kental keringat, koran manusia, dan air seni langsung menyerbu lubang
hidungnya dan membuat perutnya memberontak. Taro berdiri dan
menjauh dari pintu secepat dia bisa tanpa menumpahkan makanan di
nampan. Dengan upaya keras, dia akhirnya mampu menahan desakan
cairan pahit dari perutnya naik ke mulut. Taro tahu dia harus
membersihkan pondok itu sebelum menyajikan sarapan. Itu berarti dia
juga harus membersihkan sang penghuni pondok. Sesuatu yang tak bisa
dia lakukan sendiri. "Di tangan kami ada terompet-terompet kecil. Kami saling berbisik
melalui terompet itu."
"Tuanku, hamba akan segera kembali. Harap tenangkan diri Anda."
Pada kenyataannya, suara itu memang terdengar tenang meski jelas
tanda ketidak-warasan dari kata-kata yang terucap.
"Kami saling mendengar dengan jelas, meski kami terpisah bermil-
mil jauhnya." Taro dengan cepat kembali ke dapur.
"Air, lap," katanya kepada Mune dan Yoshi.
"Demi Buddha Yang Penuh Kasih," kata Yoshi, "jangan bilang kalau
dia telah mengori ruangannya lagi."
Taro berkata singkat, "Buka jubahmu, pakai saja celana dalam. Tidak
ada gunanya mengori jubah kita juga," sembari membuka jubah,
melipatnya rapi dan menaruhnya di rak.
Saat mereka bertiga telah melalui kebun dan bisa melihat gubuk itu,
Taro dengan kaget menyadri bahwa tadi dia lupa menutup pintu gubuk.
Dua temannya langsung berhenti mendadak ketika melihat pintu terbuka.
"Apa kamu tak mengunci pintu saat pergi tadi?" Tanya Mune.
PDF by Kang Zusi "Kita harus mencari bantuan tambahan," Yoshi berkata dengan
gugup. Taro berkata, "Tunggu di sini."
Lalu, dengan penuh kehati-hatian, dia mendekat pintu gubuk. Dia
tidak hanya mem-biarkan pintu terbuka, tetapi karena bau yang sangat
menyengat dia juga lupa untuk melongok ke dalam sebelum mencari
bantuan. Tidak mungkin orang yang mereka jaga bisa membuka semua
ikatan yang memasungnya. Setelah kecelakaan dengan Jioji kemarin,
mereka tidak hanya mengikat tangan dan kaki Lord Shigeru erat-erat,
mereka juga memasungnya dengan empat tali yang diikatkan ke empat
dinding pondok. Shigeru tidak mungkin bergerak lebih dari tiga puluh
sentimeter ke arah mana pun karena keempat tali itu membatasi
geraknya. Namun, tetap saja Taro bertanggung jawab untuk
memastikannya. Aroma busuk masih menguat dari dalam gubuk, tetapi kini Taro
terlalu khawatir sehingga tidak memperdulikannya.
"Tuanku?" Tak ada jawaban dari dalam. Taro dengan cepat melongok ke dalam
dengan hati-hati, berusaha untuk tidak memperlihatkan sikap hendak
menyerang. Empat tali pasungan masih terpasang di dinding, tetapi
Shigeru telah lenyap. Mengendap-endap di dinding luar di sisi pintu, Taro
mengintip ke bagian kanan dalam gubuk, lalu membalik posisinya untuk
mengecek bagian kiri gubuk. Gubuk itu benar-benar kosong.
"Beri tahu Kepala Kuil," kata Taro kepada Yoshi. "Tamu kita telah
meninggalkan kamarnya."
Sementara Yoshi pergi untuk melaporkan hilangnya Shigeru, Taro
dan Mune berdiri berdekatan dan memandang sekeliling dengan gugup.
"Dia bisa saja keluar dari daerah kuil dan kembali ke Akaoka," kata
Mune. "Atau bisa saja sembunyi di manapun. Sebelum sakit, dia adalah
seorang ahli menyamar. Dia bisa saja di lapangan bersama selusin kuda
dan pasukan kavaleri, tetapi kita tak melihatnya."
"Dia tidak membawa kuda atau pasukan kavaleri bersamanya," kata
Taro. PDF by Kang Zusi "Maksudku," tukas Mune, "bukan berarti dia memang membawa
pasukan kavaleri, tetapi dia bisa saja menyamar sebagai pasukan
kavaleri dan kita tetap tidak tahu dia di mana. Apalagi kalau sendirian, dia
akan lebih muda meloloskan diri dari pengawasan kita."
Sayangnya, Taro tidak bisa menjawab karena dua hal. Pertama,
karena dia melihat pandangan Mune yang terkejut dan penuh ketakutan,
bukan ke arah Taro melainkan ke belakang bahunya. Kedua, tiba-tiba
Taro pingsan akibat hantaman batu sekepalan tangan di bagian belakang
kepalanya. Ketika Taro sadar dari pingsan, dia melihat Sohaku sedang merawat
luka Mune, salah satu matanya membengkak hingga menutup. Dengan
satu mata yang lain. Mune memandang jengkel ke arah Taro.


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mune berkata, "Kamu salah. Lord Shigeru masih ada di dalam
gubuk." "Bagaimana mungkin" Aku sudah melihat ke segala arah dan tak
seorang pun di dalam."
"Kamu tidak melihat ke atas," kata Sohaku mengecek perban di
belakang kepala Taro. "Kamu tak akan mati."
"Dia bergantung di dinding di atas pintu," kata Mune. "Dia melompat
keluar saat kamu membelakangi gubuk untuk bicara padaku."
"Benar-benar tak termaafkan, Tuanku," Taro berkata sambil
membungkukkan wajahnya ke tanah serendah mungkin. Namun, Sohaku
mencegahnya. "Tenangkan dirimu," katanya ringan. "Anggap saja ini adalah
pelajaran berharga. Selama dua puluh tahun, Lord Shigeru menjadi kepala
instruktur bela diri di klan kita. Bukan suatu hal memalukan jika kamu
kalah darinya. Tetapi, hal ini juga bukan alasan untuk tidak mengakui
kelalaian. Lain kali, pastikan dia terikat erat sebelum meninggalkan-nya,
dan jangan lupa mengunci pintu.
"Ya, Tuanku." "Angkat kepalamu. Pendarahanmu makin parah dengan menyembah
seperti itu. Dan panggil aku rahib, jangan tuan."
"Ya, Rahib Kepala," Taro lalu bertanya, "Apakah Lord Shigeru telah
ditemukan?" PDF by Kang Zusi "Ya," senyum Sohaku begitu kaku. "Dia ada di ruang senjata."
"Dia punya senjata?"
"Dia seorang samurai," sambung Sohaku, "dan dia ada di ruang
senjata. Bagaimana menurutmu" Tentu dia punya senjata. Bahkan, dia
punya semua senjata dan kita tak punya satu pun kecuali apa yang bisa
kita usahakan." Yoshi datang berlari-lari, masih mengenakan celana dalam, tetapi
sekarang membawa ngkat sepanjang tiga meter yang baru saja dipong dari
rumpun bambu di dekat kuil. "Dia tidak berusaha untuk keluar, Tuan.
Kami telah menghalangi pintu ruang senjata sebisa mungkin dengan
balok dan ng-ng beras. Tetapi, kalau dia memang ingin keluar?"
Sohaku mengangguk. Di dalam ruangan senjata ada tiga ng bubuk
mesiu. Shigeru bisa meledakkan halangan apapun. Bahkan, kalau mau dia
bisa meledakkan seluruh ruangan senjata termasuk dirinya sendiri.
Sohaku bangkit. "Tinggallah di sini," katanya kepada Yoshi. "Rawat teman-temanmu."
Lalu, dia melangkah melewati kebun menuju ruangan senjata. Di sana ,
dia menemukan para rahib lain berjaga di depan pintu, semua membawa
ngkat bambu sepanjang tiga meter. Bukan senjata ideal menghadapi
seorang ahli pedang, yang meski pun kini tak waras, merupakan salah
satu ahli pedang terbaik di negeri ini. Sohaku lega melihat anak buahnya
mengatur posisi dengan baik. Empat orang berjaga di belakang, dan tiga
tim masing-masing terdiri dari lima orang berjaga-jaga di bagian depan.
Jika Shigeru berusaha lari, dia akan muncul dari bagian depan.
Sohaku berjalan ke pintu ruangan senjata yang dihalangi dengan
balok dan ng-ng beras seperti yang dilaporkan Yoshi. Dari dalam
tedengar desis baja membelah udara. Shigeru sedang berlatih, mungkin
dengan dua pedang, satu di setiap tangan. Dia adalah satu dari sedikit ahli
pedang modern yang cukup dan ahli mengikuti gaya dua pedang Musashi
yang legendaris sejak dua ratus tahun lalu. Sohaku membungkuk hormat
di depan pintu dan berkata, "Lord Shigeru. Ini hamba, Tanaka Hidetada,
komandan kavaleri. bolehkah hamba berbicara dengan Anda, Tuanku?"
Sohaku berpikir penggunaan nama lamanya mungkin mengurangi
kebingungan Shigeru. Dia juga berharap nama itu bisa memancing respon
PDF by Kang Zusi Shigeru. Dia dan Shigeru telah menjadi teman seperjuangan selama dua
puluh tahun. "Kau lihat udara," terdengar suara dari dalam. "Lapisan warna-warni
cakrawala, hiasan bagi mentari yang terbenam. Sungguh indah, tak
terbayangkan." Sohaku tidak mengerti makna kata-kata itu. Dia berkata, "Apakah
hamba bisa membantu Anda, Tuanku?"
Jawaban yang terdengar dari dalam hanyalah desis pedang membelah
udara. Perahu panjang itu membelah air menuju jaringan rumit dermaga-
dermaga yang membentuk pelabuhan Edo . Kabut tipis air laut yang naik
dari ombak di haluan menyentuh pipi Emily dengan embun dingin.
Buritan sebuah kapal ngkang Jepang mendekat di samping kapal Bintang
Bethlehem, siap menurunkan muatannya dari kapal ke pantai.
"Di sanalah tujuan kita," kata Cromwell, "istana di dekat pantai.
Pemiliknya menamainya Bangau yang Tenang."
Mattehw Stark berkata, "Terlihat lebih seperti benteng daripada
istana." "Pengamatan yang bagus sekali, Saudara Matthew. Ingatlah baik-baik
ke mana kita pergi. Ke tanah orang-orang kafir yang terkenal sebagai
pembunuh terkeji di dunia. Ada orang yang mempercayakan keselamatan
dirinya pada kereta, ada juga yang mengandalkan kuda; tetapi, kita akan
selalu ingat nama Tuhan."
"Amin," Stark dan Emily menyahut berbarengan.
Emily berusaha agar tidak terlalu terbawa angan-angannya. Takdirnya
menunggu di tanah itu. Ketika takdir itu terjadi, apakah akan sesuai
dengan harapannya" Dia duduk di sebelah tunangannya, Pendeta
Zephaniah Cromwell, berusaha terlihat tenang dan kalem. Emily
mengucap doa dalam hati. Dia membaringkanku di padang rumput
menghijau; Dia membimbingku ke air yang tenang. Dia menyegarkan
jiwaku; Dia membimbingku ke jalan yang benar demi mengagungkan
nama-Nya. Di dalam dadanya, jantung Emily berdegup keras sekali
sehingga dia heran mengapa hanya dia sendiri yang dapat mendengarnya.
PDF by Kang Zusi Dia berpaling ke arah Cromwell dan melihatnya memandangi dirinya.
Pipi dan alis Cromwell seperti biasanya berkerut dalam konsentrasi penuh
yang membuat matanya menonjol, sudut-sudut bibirnya menurun dan
garis-garis wajahnya menjadi lebih dalam. Wajah yang keras dan penuh
pengetahuan itu selalu membuat Emily merasa bahwa Cromwell mampu
melihat langsung ke dalam dirinya yang paling dalam.
"Nama Tuhan adalah menara yang kuat," kata Cromwell. "Mereka
yang beriman berlindung di dalamnya dan pasti mereka akan selamat."
"Amin," kata Emily. Dia mendengar Stark ikut mengamini di
belakangnya. "Tuhan tak akan mengecewakanmu," lanjut Cromwell, suaranya
mengeras, wajahnya memerah, "Dia juga tak akan meninggalkanmu!"
"Amin," sahut Emily dan Stark.
Tangan Cromwell terangkat, seakan-akan ingin menyentuh Emily,
lalu dia berkedip dan menarik pandangannya. Tangannya jatuh ke
pahanya, dan dia melihat ke haluan, ke arah dermaga yang kian mendekat.
Doa-doa keluar dari tenggorokannya dalam bisikan tertahan. "Jangan
takut ataupun cemas: karena Allahlah Tuhanmu dan Dia menyertaimu ke
manapun kau pergi." "Amin," kata Emily.
Sebenarnya, dia lebih takut terhadap apa yang ada di belakangnya
daripada apa yang di depannya. Ketakutan terhadap apa yang akan dia
hadapi telah dikalahkan oleh antisipasi yang telah berubah menjadi
harapan sejak lama. Jepang. Sebuah negeri yang sangat berbeda dengan asalnya,
sebagaimana negeri-negeri yang lain, tetapi h masih merupakan milik
Tuhan. Agama, bahasa, sejarah, seni"Jepang dan Amerika sama sekali
tak punya kesamaan. Emily belum pernah melihat pria atau wanita
Jepang, kecuali di museum fo. Dan Cromwell berkata, orang-orang
Jepang belum pernah melihat orang asing selama hampir tiga ratus tahun.
Akibatnya, kata Cromwell, mereka sangat picik, merasakan dengan hati
yang tertutup akibat keterasingan, mendengar dengan telinga yang tuli
oleh bunyi-bunyian setan, melihat dengan mata yang ditutupi oleh
khayalan para penyembah berhala. Kita dan mereka bisa menatap
PDF by Kang Zusi pemandangan yang sama, tetapi melihat daratan yang sama sekali
berbeda. Bersiap-siaplah, kata Cromwell. Jagalah dirimu dari
kekecewaan. Buang semua hal yang kau anggap sepele selama ini. Dan,
kau akan dimurnikan dari semua kesombongan. Emily sama sekali tak
merasa takut, hanya merasa perlu bersiap-siap. Jepang. Dia telah
memimpikan negeri ini sejak lama. Jika ada tempat kutukan jahanam bisa
tercabut dari dirinya, Jepanglah tempatnya. Biarkan masa lalu menjadi
masa lalu. Itu adalah doa yang paling dia harapkan terkabul.
Dermaga kian mendekat. Emily bisa melihat sekitar dua lusin orang
Jepang berdiri di dermaga, petugas pelabuhan, dan petugas pemerintah.
Dalam beberapa menit, dia akan dapat melihat wajah mereka dan mereka
melihatnya. Ketika mereka memandangnya, apa yang mereka lihat"
Darah Emily mengalir deras dalam pembuluh-pembuluhnya.
2. Orang-Orang Asing Okumichi no kami Genji, Bangsawan Agung Akaoka, memandang
bayangan dirinya di cermin. Dia melihat seorang asing yang dibungkus
berlapis-lapis pakaian antik, lengkap dengan hiasan rambut yang rumit,
sebagian diikat, sebagian disusun, dan sebagian dicukur. Lebih banyak
menanggung beban simbolisme ketimbang dewa suci para petani.
"Tuanku," pelayannya yang bertugas membawa pedang berlutut di sisi
Genji. Dia membungkuk sembari menaikkan pedang pendek Genji,
wakizahi, di atas kepalanya, dan mengulurkan pedang itu kepada tuannya.
Ketika Genji telah memasang pedang itu diikat pinggangnya, si pembawa
pedang melakukan prosedur yang sama saat memberikan pedang
panjangnya, katana, senjata utama seorang samurai selama beribu-ribu
tahun. Sebenarnya, untuk kepergiannya yang singkat kali ini, tak
diperlukan membawa sebatang pedang pun, apalagi dua. Tetapi, statusnya
menuntut Genji untuk mengenakan kedua pedang itu.
PDF by Kang Zusi Meskipun sangat rumit dan lengkap, secara keseluruhan penampilan
Genji pada saat yang sama juga sangat konservatif, lebih cocok bagi orang
yang jauh lebih tua ketimbang untuk seorang pemuda berusia 24 tahun. Ini
karena pakaian yang dia kenakan dahulunya merupakan kepunyaan
seorang pria tua, kakeknya, mendiang Lord Kiyori, yang baru saja
meninggal tiga minggu lalu pada usianya yang ke-75. Kimono luar
berwara abu-abu dan hitam tanpa hiasan apa pun, memberikan nuansa
kesiapan perang. Di luarnya lagi, jaket hitam bersayap yang juga tanpa
aksesori, bahkan tanpa lambing klannya, seekor burung gereja yang
menghindari panah dari empat arah.
Tiadanya aksesori yang terakhir ini sungguh tidak menyenangkan
Saiki, pengurus rumah tangga yang diwarisi Genji dari sang kakek.
"Tuanku, apakah ada alasan mengapa anda ingin bepergian secara
sembunyi-sembunyi seperti ini?"
"Sembunyi-sembunyi?" Pertanyaan itu membuat Genji geli. "Aku
akan pergi keluar dalam sebuah prosesi formal dikelilingi oleh sejumlah
samurai, semuanya mengenakan lambang burung gereja dan panah. Apa
kau pikir akan ada orang yang tidak bisa mengenaliku?"
"Tuanku, Anda memberi kesempatan pada musuh untuk berpura-pura
mereka tidak mengenali Anda, sehingga mereka bisa menghina Anda dan
membangkitkan kerusuhan."
"Aku menolak dihina," kata Genji, "dan kau pasti akan mencegah
semua hal yang menjurus pada kerusuhan."
"Mereka tidak akan memberikan kesempatan bagi Anda untuk
menolak," kata Saiki, "dan hamba mungkin tak bisa mencegah."
Genji tersenyum, "Kalau memang kejadiannya seperti itu, aku yakin
kau akan mem-bunuh mereka semua."
Kudo, sang kepala keamanan, membungkuk dan masuk ruangan.
"Tuanku, tamu Anda akan pergi setelah keberangkatan Anda. Apa tidak
sebaiknya dia diikuti?"
"Untuk tujuan apa?" tanya Genji. "Kita tahu di mana dia tinggal."
"Sekedar berjaga-jaga saja," kata Kudo. "Saat Anda tak bersamanya,
mungkin dia menurunkan kewaspadaan. Dan kita bisa mendapatkan
informasi yang berharga tentang-nya."
PDF by Kang Zusi Genji tersenyum. Dia mengenal Heiko kurang dari sebulan, dan dia
tahu bahwa Heiko tak pernah menurunkan kewaspadaannya.
"Kita harus mengikuti saran Kudo," kata Saiki. "Kita belum pernah
menyelidiki latar belakang dan masa lampau wanita itu seperti
seharusnya." Maksud tersirat perkataan Saiki adalah, Genji selama ini
melarang penyelidikan tentang Heiko. "Kita sebaiknya melakukan
beberapa pengawasan terhadapnya."
"Jangan khawatir," kata Genji. "Aku sendiri telah menyelidiki Heiko
dengan menyeluruh, dan tidak menemukan sesuatu yang meragukan."
"Itu bukan jenis penyelidikan yang kita perlukan," kata Saiki dengan
ekspresi masam. Menurutnya, guyonan tentang seks sangat tidak pantas.
Selama 250 tahun kedamaian yang melenakan, banyak klan hancur karena
pemimpinnya mudah menyerah pada godaan nafsu. "Kita sama sekali tak
tahu apa-apa tentang dia. Itu tidak baik."
"Kita tahu, dia adalah geisha paling terkenal di Edo," kata Genji. "Apa
lagi yang harus kita ketahui?" Dia menaikkan tangan untuk memotong
jawaban Saiki. "Aku sendiri secara fisik telah menyelidikinya dari empat
arah waktu dan ruang. Tenanglah, dia sama sekali tak perlu dicurigai."
"Tuanku," kata Saiki, dengan ekspresi mencela, "ini bukan masalah
yang bisa dijadikan lelucon. Nyawa Anda bisa saja dalam bahaya."
"Apa yang membuatmu berpikir aku melucu" Tentu kamu telah
mendengar kabar itu. Aku hanya perlu menyentuh seseorang dan aku tahu
takdir mereka." Genji bisa melihat dari cara Saiki dan Kudo saling
memandang bahwa mereka memang telah mendengar kabar itu. Dengan
satu kali pandangan tak puas ke arah cermin, Genji berbalik dan keluar.
Dua penasihatnya mengikuti, berjalan di lorong rumah hingga ke
halaman luar. Dua lusin samurai menunggu kedatangannya, sebuah joli
dan empat pemabdunya ada di tengah. Semua pelayan berbaris hingga ke
gerbang, siap membungkuk mengantarkan keberangkatannya. Mereka juga
akan menunggunya di sana dan membungkuk lagi saat dia kembali.
Betapa semua ini hanyalah penghamburan energi yang sia-sia. Dia hanya
akan pergi beberapa ratus meter, dan akan kembali hanya dalam beberapa
menit. Namun, protokol kuno dan kaku menuntut bahwa setiap
PDF by Kang Zusi kepergiannya dan kedatangannya harus ditanggapi dengan upacara yang
serius. Genji berpaling kepada Saiki. "Tidak heran Jepang jauh tertinggal dari
negera-negera asing. Mereka punya ilmu dan industri. Mereka
memproduksi meriam, kapal uap, dan rel kereta api. Kebalikannya,
menyedihkan sekali kita punya terlalu banyak upacara kosong seperti ini.
Kita hanya memproduksi bungkukan, berlutut, dan lebih banyak lagi
bungkukan." "Tuanku?" ekspresi Saiki diliputi kebingungan.
"Aku bisa naik seekor kuda dan pergi ke sana sendiri jauh lebih cepat
daripada waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan orang-orang ini."
"Tuanku!" Saiki dan Kudo keduanya jatuh berlutut di lantai. Kata
Saiki, "Hamba mohon, jangan pernah memikirkan hal seperti itu."
Kudo menambahkan, "Anda mempunyai musuh baik dari kalangan
pendukung dan penentang Shogun. Keluar tanpa kawalan sama saja
dengan bunuh diri." Genji memberi isyarat agar mereka berdiri. "Aku bilang aku bisa, aku
tak bilang akan melakukannya." Dia menarik napas panjang dan menuruni
tangga ke arah sandal yang telah disiapkan untuknya. Dia melangkah lima
langkah ke joli (yang telah dinaikkan setinggi satu meter oleh para
pemandu sehingga dia bisa masuk dengan mudah), melepas kedua pedang
(yang semenit lalu baru dia pasang di ikat pinggangnya), menempatkannya
di dalam joli, melepaskan sandal (yang dihormati dengan bungkusan oleh
pelayan pembawa sandal sebelum menempatkannya di tempat sandal di
bawah pintu masuk joli), dan mendudukkan diri di dalam joli. Genji


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang Saiki dan berkata," Kamu lihat apa yang aku maksud dengan
upacara kosong?" Saiki membungkuk, "Tuanku, kebodohan hamba membuat hamba tak
bisa melihatnya. Hamba akan mempelajari masalah ini."
Genji mengeluh putus asa. "Kalau begitu, ayo kita berangkat sebelum
matahari terbenam." "Tuanku bergurau lagi," kata Saiki. "Matahari baru saja terbit." Dia
melangkah ke depan, membungkuk dan menutup pintu joli. Para penandu
berdiri. Dan, prosesi itu mulai bergerak.
PDF by Kang Zusi Dari jendela joli, Genji bisa melihat delapan samurai yang berbaris
dalam barisan ganda. Jika dia melihat ke belakang, dia akan melihat dua
belas samurai lagi. Dua samurai ada di sebelah kiri joli, dan dua lagi
termasuk Saiki, ada di sebelah kanannya. Dua puluh empat orang, dua
puluh delapan jika para penandu dihitung, siap berkorban jiwa untuk
melindungi nyawanya. Pengabdian dramatis seperti itu mengiringi setiap
tindakan seorang bangsawan agung, tak peduli betapa tidak penting dan
sepelenya tindakan sang bangsawan. Tak heran masa lalu Jepang penuh
dengan kucuran darah dan masa depannya penuh dengan bahaya.
Renungan Genji berubah arah ketika dia melihat tatanan rambut yang
rumit dan indah di antara kepala-kepala para pelayan yang membungkuk.
Tatanan itu terbentuk dari rambut indah yang semalam menghiasi
bantalnya seperti kelam malam yang tumpah dari langit. Kimononya
belum pernah dia lihat sebelumnya. Genji tahu, dia mengenakan kimono
itu hanya untuk mengantar kepergiannya. Kimono itu bercorak lusinan
mawar merah jambu di antara buih ombak di laut biru. Mantel luarnya
yang berwarna putih mempunyai corak sama, tetapi tanpa warna tambahan
sama sekali. Mawar putih dengan tiga tekstur sutera yang berbeda di atas
buih laut yang berwarna putih. Sangat menggugah, menantang sekaligus
berbahaya.pola mawar di kimono Heiko berasal dari jenis yang terkadang
disebut sebagai American Beatuy. Samurai antiorang asing yang paling
radikal dari klan reaksioner gampang tersinggung oleh apa yang dianggap
datang dari luar. Dengan kesombongan picik yang membuat mereka
menganggap diri sebagai "Para Penjaga Kebajikan", sangat mungkin salah
seorang dari mereka ingin membunuh Heiko hanya karena mengenakan
kimono bercorak mawar itu. Terhadap serangan seperti itu, pertahanan
Heiko hanyalah keberaniannya, kemasyhurannya, dan kecantikannya yang
mengagumkan. "Stop," kata Genji.
Dengan segera, Saiki meneriakkan perintah. "Berhenti!" Rombongan
samurai yang paling depan telah melewati gerbang dan sekarang berhenti
di jalan. Joli yang dinaiki Genji tepat berada di sebelah dalam gerbang.
Sementara pasukan pengawal lainnya masih ada di halaman, di
belakangnya. Kening Saiki berkerut. "Posisi seperti ini mengundang
PDF by Kang Zusi serangan, Tuanku. Kita tidak bisa berlindung ke dalam gerbang, dan kita
juga tak bisa bergerak bebas di luar."
Genji membuka pintu geser joli. "Aku percaya sepenuhnya pada
kemampuanmu untuk melindungiku setiap saat dan dalam kondisi apa
pun." Heiko masih membungkuk rendah seperti yang lain.
"Nona Mayonaka no Heiko," sapa Genji mengenakan nama lengkap
geishanya. Keseimbangan Tengah Malam.
"Lord Genji," jawab perempuan itu, membungkuk semakin rendah.
Genji heran, bagaimana suara Heiko bisa begitu lembut sekaligus
jernih pada saat yang sama. Sekiranya suara itu selembut yang terdengar,
seharusnya Genji tak bisa men-dengarnya sama sekali. Ilusi yang
menggoda. Semua hal tentang Heiko sangat menggoda.
"Kimono yang sangat mencolok."
Heiko menegakkan tubuhnya, tersenyum, dan sedikit mengembangkan
tangannya. Lengan kimononya sedikit mengembangkan tangannya.
Lengan kimononya yang lebar membuka seperti sayap burung yang akan
terbang. "Hamba tidak mengerti apa maksud Tuanku," katanya. "Warna-
warna ini sangat umum dan klise. Tentu hanya orang sangat bodoh yang
bisa terpancing olehnya. Genji tertawa. Bahkan, Saiki yang keras dan tegas juga tak bisa
menahan tawa, meski dia menyamarkannya dengan batuk. Genji berkata,"
Orang-orang yang sangat bodoh itu justru yang paling mengkhawatirkanku. Tetapi, mungkin kamu benar. Mungkin warna-warna
tradisional itu akan menyamarkan mata mereka dari corak bunga mawar
asing itu." "Asing?" Pandangan mata polos, pura-pura tak tahu membuat mata
Heiko melebar dan kepalanya sedikit miring. "Hamba mendengar bahwa
mawar merah jambu, putih, dan merah, mekar setiap musim semi di kebun
dalam Kastel Awan Burung Gereja yang termasyhur." Dia lalu
menambahkan penuh tekanan, "hamba mendengarnya dari seseorang,
meski hamba belum pernah diundang untuk melihatnya sendiri."
Genji membungkuk, tidak terlalu rendah. Aturan melarang seorang
bangsawan agung membungkuk rendah kepada siapa pun yang statusnya
lebih rendah, yang berarti hamper setiap orang kecuali anggota keluarga
PDF by Kang Zusi kekaisaran di Kyoto dan keluarga Shogun di istana besar yang berada di
bukit tertinggi di Edo. Sambil tersenyum Genji berkata, "Aku yakin
keinginanmu melihat mawar itu akan terpenuhi tak lama lagi."
"Hamba tak begitu yakin," kata Heiko, "tetapi, hamba gembira
mendengar keyakinan Anda. Lagi pula, bukankah kastel itu adalah salah
satu kastel tertua di Jepang?"
"Ya," kata Genji mengikuti permainan Heiko. "Memang benar."
"Lalu, bagaimana mawar-mawar ini dikatakan asing" Tentunya,
bunga yang mekar di sebuah kastel tertua di Jepang pasti asli Jepang
bukan, Lord Genji?" "Jelas aku salah besar mengkhawatirkanmu, Nona Heiko?" kata Genji.
"Pemikiranmu tadi pasti mampu menangkal semua kritik."
Para pelayan masih membungkuk. Di luar gerbang, orang-orang yang
kebetulan lewat dan berlutut karena sang Bangsawan Agung masih
membungkuk, kepala mereka menempel ke tanah. Semua ini dilakukan
lebih karena rasa takut ketimbang rasa hormat. Seorang samurai dengan
mudah membunuh orang biasa yang menurutnya tidak memberikan
penghormatan yang pantas, yang biasanya berarti membungkuk rendah di
tanah hingga para samurai dan tuannya telah lewat. Selama percakapan
Genji dengan Heiko, semua aktivitas di sekitarnya terhenti. Melihat Heiko
membuat Genji melupakan semua hal lainnya. Kini kekurangtanggapannya terhadap situasi di sekitar membuat Genji malu.
Dengan cepat, dia membungkuk sebagai tanda perpisahan dan
mengisyaratkan rombongan maju untuk melanjutkan perjalanan.
"Maju!" perintah Saiki. Saat rombongan mulai bergerak, Saiki
memandang ke arah Kudo yang tinggal di belakang.
Genji melihat Saiki dan Kudo bertukar pandang dan dia tahu apa
maksudnya. Dua orang itu tidak mematuhi perintahnya untuk membiarkan
Heiko. Ketika Heiko pergi, dia akan ditemani pelayannya, dan di
belakangnya secara diam-diam, Kudo, penasihat seniornya yang ahli
dalam pengintaian musuh, akan mengikuti. Tak ada yang bisa dia lakukan
untuk mencegahnya saat ini. Lagi pula, belum ada yang perlu
dikhawatirkan. Belum terjadi peristiwa yang dapat membuatnya khawatir
PDF by Kang Zusi para pengawalnya akan membunuh wanita kesayangannya itu. Situasi
akan segera memburuk, tetapi dia akan memikirkannya nanti.
"Saiki." "Hamba, Tuanku."
"Kendaraan apa yang disiapkan untuk para tamu kita?"
"Rickshaw, Tuanku."
Genji tidak berkata apa-apa lagi. Rickshaw. Saiki sebenarnya tahu
bahwa para tamu itu akan lebih nyaman menggunakan kereta, dan karena
itulah dia justru memilih rickshaw untuk mereka. Isyarat jelas
ketidaksetujuan dari abdinya ini tidak membuat Genji marah. Dia paham
dilema yang terjadi. Saiki terikat kepadanya karena kehormatan, sejarah, dan tradisi. Tetapi
aturan yang telah dibentuk oleh sejaran dan tradisi, aturan yang menjadi
pegangan kehormatan, saat ini dilanggar tindakan Genji. Orang asing
mengancam urutan status hierarki bangsawan dan pengikut yang menjadi
dasar masyarakat mereka. Ketika para bangsawan lain berusaha keras
mengusir para orang asing itu, tuannya malah berusaha berteman dengan
mereka. Tidak hanya sekedar orang asing tetapi para misionaris, kelompok
yang secara politik paling provokatif dan secara praktis paling tak
bergunadari semua orang asing yang datang ke Jepang.
Di kalangan para pengikutnya, Genji tahu tidak hanya Saiki yang
meragukan keputusannya. Memang dari tiga jenderal yang diwarisi dari
kakeknya"Saiki, Kudo, dan Sohaku"tak seorang pun yang dia yakin
kesetiaannya benar-benar utuh. Kesetiaan itu kini mengalami konflik yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Ketika kesetiaan itu tidak bisa
dikompromikan lagi, apakah ketiganya akan mengikuti Genji atau justru
akan melawannya" Bahkan, dengan kemampuan meramal sebagai pegangan, jalan di
depan tak juga dapat dipastikan.
Selusin pekerja dermaga Jepang yang berpakaian seadanya menunggu
kedatangan tongkang yang mereka tumpangi. Di ujung dermaga, tiga pria
dengan dandanan lebih bagus dan rapi duduk di sebuh meja. Stark melihat
ketiganya memakai dua pedang di ikat pinggangnya. Mereka pasti samurai
PDF by Kang Zusi seperti yang diceritakan Zephaniah Cromweel, kasta prajurit yang
memerintah Jepang. Semua orang Jepang itu menatap kedatangan ekspresi
mereka tanpa ekspresi apa pun.
"Semoga Tuhan di surga mengawasi kalian," kata Kapten
McCain, "karena jelas bahwa Tuhan tidak ada di pantai itu sekarang."
Nahkoda Bintang Bethlehem itu pergi bersama mereka ke pantai untuk
membeli perlengkapan bagi kapalnya. Tidak seperti para penumpangnya,
dia sudah pernah ke Jepang dan pendapatnya tentang Negara itu dan
penduduknya tidaklah bagus.
"Tuhan ada di mana-mana, kata Cromwell, "dan di segala sesuatu. Dia
mengawasi semua tanpa kecuali."
McCain menggerutu. Kata-katanya yang tak jelas itu justru
memperjelas pendapatnya tentang jawaban Cromwell. Dia melangkah ke
dermaga membawa tali tambang tongkang dan memberikannya kepada
salah seorang pekerja yang menunggu. Pekerja itu menerimanya sambil
membungkuk rendah. Tidak ada kata terucap karena McCain tidak dapat
berbahasa Jepang dan tak seorang pun pekerja dermaga di Jepang bisa
berbicara bahasa Inggris.
"Bintang Bethlehem akan berlayar ke Hong Kong besok malam," kata
McCain. "Jika kalian tidak kembali ke kapal saat itu, maka baru enam
minggu lagi kami kembali saat perjalanan pulang ke Hawaii."
"Kalau begitu, kami akan menunggu Anda enam minggu lagi," kata
Cromwell, "untuk mengucapkan selamat jalan. Kami akan tinggal di sini
dan melakukan kerja untuk Tuhan, hingga akhir hayat kami."
McCain menggerutu kembali dan berbalik menuju gudang-gudang di
belakang dermaga. "Pengaturan awal telah dibuat," kata Cromwell kepada Emily dan
Stark. "Izin telah diberikan. Di sini kita hanya formalitas saja. Saudara
Matthew, tolong temani Saudari Emily dan awasi barang-barang kita, aku
akan menemui para petugas Shogun."
"Baiklah, Saudara Zephaniah," kata Stark.
Cromwell mendekat ke meja tempat tiga petugas tadi duduk. Stark
mengulurkan tangannya ke arah Emily yang menyambutnya dan
melangkah dari perahu ke dermaga.
PDF by Kang Zusi Fakta jelas bahwa semua pekerja adalah orang Jepang tidak membuat
Stark merasa nyaman. Orang bisa melakukan tugas karena dia didorong
untuk melakukannya. Bisa juga karena takut jika tak melakukannya. Dan,
mereka juga bisa melakukannya karena dibayar. Salah seorang di antara
mereka bisa saja pembunuh. Stark tak ingin mati secepat dia menginjak
pantai, terhenti sebelum memulai.
"Anda terlihat terkejut melihat penampilan orang Jepang, Saudara
Matthew," kata Emily. "Apakah menurutmu mereka sangat aneh?"
"Sama sekali tidak," kata Stark. "Aku hanya mengagumi efisiensi
mereka. Mereka hanya membutuhkan seperempat dari waktu yang
dibutuhkan para pelaut kita untuk mengeluarkan barang-barang kita dari
tongkang." Ketiganya mengikuti barang-barang mereka ke meja tempat petugas
Shogun duduk. Sementara Cromwell terlibat dalam diskusi agak panas
dengan mereka. "No, no, no," kata Cromwell. "Kamu mengerti" No, no, no."
Petugas di t engah rupa-rupanya menjadi pemimpin mereka. Wajahnya
tetap tanpa ekspresi, tetapi nada suaranya naik saat berkata, "Harus yes,
yes, yes. Mengerti kamu?"
"Mereka memaksa untuk menggeledah barang-barang kita untuk
memastikan tak ada barang selundupan," kata Cromwell. "Hal ini kan
jelas-jelas dilarang dalam perjanjian."
"Kalau tidak yes," kata sang petugas. "Datang ke Jepang no."
"Apa salahnya membiarkan mereka menggeledah?" Tanya Emily.
"Kita kan tidak membawa barang selundupan."
"Bukan itu masalahnya," tukas Cromwell. "Jika kita menurut pada
campur tangan yang tidak jelas ini sekarang, campur tangan mereka tak
akan ada akhirnya. Misi kita akan hancur sebelum dimulai."
Seorang samurai datang berlari-lari ke meja pemeriksaan. Dia
membungkuk kepada kepala petugas dan mengatakan sesuatu dalam
bahasa Jepang. Nada suaranya sangat mendesak. Ketiga petugas pemeriksa
tadi melompat berdiri. Setelah diskusi singkat di antara mereka, kedua
petugas yang lebih junior pergi berlari-lari bersama samurai yang
membawa pesan tadi. PDF by Kang Zusi Pandangan keras kepala menghilang dari wajah sang petugas. Kini, dia
terlihat gelisah dan sangat khawatir. "Silahkan tunggu," katanya dengan
membungkuk, tiba-tiba bersikap sopan.
Sementara itu, para samurai yang sedari tadi rupanya telah disiapkan
berhamburan dari gudang persenjataan pelabuhan ke dermaga. Sebagian
besar membawa senjata api, juga pedang. Stark mengenali senjata api yang
mereka bawa adalah jenis senjata laras panjang kuno. Kuno, tetapi dari
jarak jauh pun tetap mampu membunuh di tangan penembak jitu. Dalam
hal ini, jarak rupanya bukan masalah. Bahkan saat para samurai itu
mengatur diri mereka sesuai barisan, kelompok samurai lain tiba, sekitar
dua lusin, mengenakan baju seragam yang berbeda warna dan pola. Empat
penandu di tengah kelompok itu menandu sebuah joli di pundaknya. Para
samurai yang baru datang itu menuju dermaga dan berhenti kurang dari
lima langkah dari barisan terdepan samurai Shogun. Sikap mereka tidaklah
ramah. "Minggir!" teriak Saiki. "Berani sekali kalian menghalangi jalan
Bangsawan Agung Akaoka."
"Kami tidak mendapat berita bahwa akan ada Bangsawan Agung yang


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudi berkunjung." Saiki mengenali sang pembicara Ishi, Komandan Polisi
Shogun yang gemuk dan sombong. Jika terjadi perkelahian, dialah orang
pertama yang akan dipenggal oleh Saiki. "Karenanya, kami tidak
mempunyai wewenang mengizinkan Bangsawan Agung datang ke
dermaga." "Dasar makhluk tak punya aturan!" Saiki melangkah satu langkah ke
arah Ishi, tangan kanannya siap di gagang pegang. "Rendahkan dirimu
sesuai kedudukanmu."
Tanpa perintah, setengah dari samurai Akaoka mengatur diri dalam
posisi siap perang di sisi komandannya, tangan mereka bersiap di gagang
pedang. Meskipun samurai dengan seragam Shogun berjumlah empat kali
lipat, mereka tidak terorganisasi sebaik samurai Akaoka. Para penembak
ada di belakang. Dari situ, senjata mereka tak bisa ditembakkan tanpa
membahayakan kawan sendiri. Itu jika mereka siap menembak, pada
PDF by Kang Zusi kenyataannya mereka tidak siap. Samurai berpedang di depan juga tak siap
menghadapi konflik. Ketika Saiki melangkah ke depan, mereka mundur
sekan-akan terpukul. "Tuan kami tidak perlu mengatakan apa pun pada tikus-tikus
pelabuhan!" Saiki benar-benar murka. Satu lagi hinaan dari Ishi dan dia
akan memenggalnya tepat di tempat polisi pelabuhan itu berdiri. "Minggir
dari jalan kami atau kami senang hati mengenyahkanmu."
Di dalam joli, Genji mendengar semua yang terjadi dengan perasaan
geli bercampur kesal. Dia datang ke pelabuhan untuk menyambut tamu-
tamunya. Kelihatannya bukan hal yang sulit. Tetapi, akhirnya dia justru
menemukan dirinya hampir terlibat dalam per-tempuran antara hidup dan
mati, hanya untuk mendapatkan akses ke dermaga. Cukup. Dia membuka
pintu joli dengan keras. "Ada masalah apa?"
"Tuanku, mohon jangan memperlihatkan diri." Salah satu
pengawalnya berlutut di samping joli. "Di sekitar sini banyak penembak."
"Omong kosong," kata Genji. "Siapa yang ingin menembakku?" Dia
melangkah keluar. Saat kakinya akan menginjak tanah, pelayannya dengan
cepat menempatkan sandal di bawah kakinya.
Di barisan belakang prajurit Shogun, Kuma, yang menyamar sebagai
salah seorang penembak, melihat Genji keluar ke tempat terbuka. Dia juga
melihat Genji tidak mengenakan lambang keluarganya. Ini adalah
kesempatan yang dia harapkan. Karena Genji tidak mengenakan lambang,
orang dapat mengklaim bahwa Genji adalah seorang penipu yang terlibat
dalam persekongkolan untuk membunuh para misonaris yang baru
mendarat. Tak seorang pun akan percaya pada dalih ini, tetapi memang
dalih ini dibuat bukan untuk dipercayai. Meski demikian, tetap saja itu
akan menjadi dalih yang jitu. Kuma melangkah mundur sehingga tidak
terlihat oleh para prajurit penembak lainnya, mengangkat senapannya, dan
membidik ke tengah-tengah sendi bahu kanan Genji. Seperti yang
diperintahkan, dia hanya akan menyebabkan luka pada Genji, tidak
membunuhnya. PDF by Kang Zusi Saiki berlari untuk menghentikan langkah Genji. "Tuanku, mohon
Anda masuk kembali. Ada sekitar 30 penembak di depan kita, tak lebih
dari sepuluh langkah."
"Ini keterlaluan," Genji tak menghiraukan Saiki dan melangkah hingga
ke depan barisan samurainya. "Siapa yang berwenang di sini?"
Kuma menarik pelatuk. Senapan itu tidak meledak. Kuma memandang senapan di tangannya.
Dia seharusnya lebih berhati-hati saat tergesa-gesa keluar dari gudang
senjata. Rupanya dia mengambil senapan orang lain yang kosong dan
bukannya membawa senapannya sendiri yang sudah diisi.
"Hei kamu, apa yang kamu lakukan?" Kapten pasukan menembak
mendekatinya. "Tak ada yang memerintahkanmu menaikkan senapanmu."
Dia memandang tajam kepada Kuma. "Aku tidak mengenalmu. Siapa
namamu dan kapan kamu ditugaskan ke unit ini?"
Sebelum Kuma bisa menjawab, terdengar suara Ishi, "Lord Genji," dan
kemudian lelaki itu berlutut. Anak buahnya, termasuk Kuma dan kapten
pasukan senapan yang sedang marah, terpaksa harus mengikuti.
"Jadi, kamu mengenaliku?"
"Ya, Lord Genji. Jika hamba tahu Anda akan datang, hamba pasti akan
bersiap-siap menyambut Anda."
"Terima kasih," kata Genji. "Bolehkah aku menyambut tamuku, atau
aku harus mendapatkan izin dulu?"
"Jangan menghalangi Lord Genji," perintah Ishi pada anak buahnya.
Mereka segera minggir ke samping tanpa benar-benar berdiri tegak, lalu
kembali berlutut. "Ampuni hamba, Lord Genji. Hamba tidak bisa
membiarkan anak buah Anda maju tanpa mengetahui Anda bersama
mereka. Saat ini banyak sekali rencana licik, Shogun sangat khawatir ada
rencana licik terhadap orang asing."
"Bodoh!" Saiki masih murka. "Apa kau pikir aku mau merusak nama
baik Tuanku sendiri?"
"Aku yakin Saiki tidak akan melakukan itu," kata Genji. "Bagaimana
menurutmu?" "Sama sekali tidak Lord Genji," kata Ishi, "hamba hanya "."
PDF by Kang Zusi "Nah," kata Genji kepada Saiki, "jadi, semua beres sekarang.
Sekarang, bolehkah kami meneruskan urusan kami?" Dia melangkah ke
dermaga mendekati para misionaris.
Saiki memandang Genji melangkah, hatinya penuh dengan
kekaguman. Dengan ratusan orang yang mungkin membunuhnya dari
belakang, Genji melangkah santai seakan-akan dia sedang berjalan-jalan di
kebun istananya sendiri. Genji masih muda dan mungkin kurang
pengalaman, dan mungkin kurang bisa menilai kondisi politik. Tetapi,
terlihat jelas kekuatan Okumichi di nadinya. Tangan Saiki melepaskan
gagang pedang. Setelah melepaskan pandangan marah kepada Ishi, dia
segera mengikuti tuannya.
Emily tidak menyadari bahwa dia telah menahan napas sampai dia
tersengal-sengal. Beberapa saat sebelumnya, peretempuran berdarah
seakan tak bisa dihindarkan. Kemudian, seseorang keluar dari joli,
mengatakan beberapa patah kata dengan tenang, dan ketegangan langsung
mencair. Emily memandang penuh rasa ingin tahu pada orang itu, yang
kini berjalan menuju mereka.
Dia adalah seorang pria muda dengan penampilan menarik, rambut
hitam legam yang kontras dengan kulitnya yang pucat. Matanya cenderung
memanjang, bukan melebar. Di wajah orang barat, mata itu akan terlihat
aneh dan tidak dan tidak akan mengundang decak kagum. Tetapi, di wajah
ovalnya yang bernuansa Timur, mata itu tampak serasi dengan alisnya
yang runcing, hidungnya yang indah, tulang pipinya yang sedikit tinggi,
dan bentuk bibirnya yang seakan-akan tersenyum. Seperti samurai lainnya,
dia mengenakan jaket dengan bahu panjang seperti sayap yang kaku,
mempunyai tatanan rambut yang rumit dengan beberapa bagian yang
dicukur, dan seperti yang lain, dia juga mengenakan dua pedang di
pinggangnya. Tetapi, meski dia membawa dua pedang, sikapnya sama
sekali tidak garang. Saat dia mendekat, para petugas yang tadi merepotkan Cromwell
berlutut dan membungkuk hingga kepala mereka menyentuh lantai kayu
dermaga. Pria muda itu mengatakan beberapa kata dalam bahasa Jepang.
Mendengar itu, sang petugas langsung berdiri
PDF by Kang Zusi "Genji Lor, come," kata sang petugas yang karena gugup membuat
bahasa Inggrisnya menjadi semakin buruk. "You, he, go, please."
"Lord Genji?" kata Cromwell. Ketika pria muda itu membungkuk
membenarkan, Cromwell mengenalkan dirinya dan rombongan.
"Zephaniah Cromwell, Emily Gibson, Matthew Stark," Tuhan, tolong
kami, Cromwell memohon dalam hati. Anak muda yang terlihat feminim
ini adalah Bangsawan Agung Akaoka, pelindung mereka di tanah liar ini.
Samurai kedua kini mendekat. Samurai ini terlihar lebih dewasa dan
lebih garang penampilannya. Genji mengatakan beberapa kata dengan
pelan. Samurai yang garang itu membungkuk, berbalik dan membuat
isyarat lingkaran dengan tangannya
Genji mengatakan sesuatu kepada sang petugas pelabuhan. Petugas itu
membungkuk kepada Cromwell dan teman-temannya, lalu berkata, "Genji
Lord berkata, welcome Japan."
"Thank you, Lord Genji," balas Cromwell. "Kami sangat senang tiba
di sini." Terdengar suara berisik dari arah ujung yang bersisian dengan daratan.
Tiga kereta kecil beroda dua datang mendekat, tidak ditarik kuda tetapi
ditarik manusia. "Mereka menjalankan perbudakan di sini," kata Stark.
"Dulu aku mengira di sini tidak ada perbudakan," kata Cromwell,
"tetapi rupanya perkiraanku salah."
"Sungguh mengerikan," kata Emily. "Manusia digunakan sebagai
binatang pengangkut."
"Itu sama saja seperti di Negara bagian Amerika yang menjalankan
perbudakan," kata Stark, "dan lebih buruk lagi."
"Tetapi tidak untuk waktu lama, Saudara Matthew," kata Cromwell.
"Stephen Douglas akan menjadi presiden Amerika dan dia berjanji
menghapuskan perbudakan."
"Mungkin saja bukan Douglas, Saudara Zephaniah. Bisa saja yang
terpilih adalah Breckinridge atau Bell, bahkan Lincoln. Pilihan terakhir ini
penuh dengan ketidakpastian."
PDF by Kang Zusi "Kapal berikutnya akan membawa kepastian beritanya. Tetapi, itu
tidak masalah. Siapa pun presidennya, perbudakan telah berakhir di
Negara kita." Genji mendengarkan pembicaraan mereka. Sekali dua kali dia merasa
mengenali kata-kata yang mereka ucapkan. Manusia. Amerika Serikat.
Janji. Dia tidak yakin. Dia telah belajar percakapan bahasa Inggris dari
seorang tutor sejak kecil. Tetapi, mendengar ucapan bahasa Inggris dari
pembicaraan aslinya ternyata lain sama sekali.
Ketiga rickshaw itu berhenti di depan para misionaris. Genji
mengisyaratkan agar mereka naik. Alangkah terkejutnya dia melihat ketiga
misionaris itu menolak keras. Orang yang paling jelek dari ketiganya,
yaitu pemimpin mereka, Cromwell, memberi penjelasan panjang kepada
kepala pelabuhan. "Katanya agama mereka tidak mengizinkan mereka naik rickshaw."
Kepala pelabuhan dengan gugup mengusap keringat di dahinya dengan
sapu tangan. Genji berpaling kepada Saiki. "Kamu tahu tentang hal ini?"
"Tentu tidak, Tuanku. Siapa yang akan berpikir kalau rickshaw ada
kaitannya dengan agama?"
Genji bertanya kepada kepala pelabuhan, "Dengan cara bagaimana
rickshaw menghina agama mereka?"
"Dia menggunakan banyak kata yang saya tidak mengerti," jawab
kepala pelabuhan. "Ampuni hamba, Lord Genji, tetapi tugas saya biasanya
berkaitan dengan kapal barang. Kosa kata saya terbatas pada barang-
barang perdagangan, izin pendaratan, bea cukai, harga, dan sebagainya.
Doktrin agama jauh melampaui pengetahuan hamba."
Genji mengangguk. "Baiklah, kalau begitu mereka akan berjalan.
Naikkan barang-barang ke atas rickshaw. Kita telah membayarnya, jadi
sebaiknya kita menggunakannya." Dia lalu memberi isyarat kepada
misionaris untuk berjalan kaki.
"Bagus," kata Cromwell, "kita telah menang di ronde pertama. Kita
telah membuat tuan rumah memahami kalau kita akan kuat berpegang
pada moralitas Kristen. Kita adalah Hamba Tuhan dan domba-domba-
Nya." PDF by Kang Zusi "Amin," kata Emily dan Stark.
Amin. Itu adalah satu kata yang dikenali Genji. Telinganya sangat sulit
menyesuaikan diri dengan bunyi sebenarnya dari bahas Inggris sehingga
dia ketinggalan doa yang mendahului kata itu.
Saiki mendekat kepadanya, dan berbisik seakan khawatir para
misionaris itu bisa memahami kata-katanya jika mendengarnya. "Tuanku,
kita tidak bisa membiarkan sang wanita berjalan bersama kita."
"Kenapa tidak" Dia kelihatannya sehat-sehat saja."
"Penampilannya yang membuat saya khawatir, bukan kesehatannya.
Apakah Anda sudah memperhatikan wanita itu baik-baik?"
"Terus terang aku menghindarinya. Dia benar-benar tak menarik"
"Itu pernyataan yang terlalu bagus, Tuanku. Dia berpakaian seperti
pemulung, ukuran badannya sebesar binatang angkut, warna kulitnya
jelek, dan anggota tubuh lainnya terlalu besar dan mengerikan."
"Kita hanya berjalan bersamanya kan, tidak menikahinya."
"Olok-olok dapat melukai setajam pisau dan sama fatalnya. Di masa
gonjang-ganjing sekarang ini persekutuan sangat mudah pecah, dan
ketetapan hati lemah. Anda tidak seharusnya mengambil resiko yang tak
perlu." Genji memandang ke arah wanita itu. Kedua pria, Cromwell dan Stark,
menjaganya dengan gagah, seakan-akan wanita itu merupakan lambang
kecantikan yang berharga. Kepura-puraan yang mereka tunjukkan
memang hebat. Tak diragukan lagi wanita itu adalah wanita yang paling
jelek yang pernah dia lihat. Saiki benar. Olok-olok yang mungkin muncul
akibat keberadaannya bisa sangat merusak.
"Tunggu," Mereka kini telah sampai di samping joli. "Bagaimana
kalau dia menggantikanku naik joli saja?"
Saiki merengut. Jika Genji berjalan kaki, tuannya itu akan menjadi
sasaran olok-olok di seluruh Edo. Tidak ada pilihan yang baik, hanya
pilihan yang lebih bisa diterima. Lebih mudah melindungi Genji daripada
hidup dengan olok-olok. "Ya, itu adalah jalan keluar yang bagus."
Saat Genji berbicara dengan pengawalnya, Emily memandang ke
pasukan samurai tuan rumahnya. Mereka semua memandangnya, wajah-
wajah mereka kelihatan tertekan. Dia segera mengalihkan pandangan,
PDF by Kang Zusi jantungnya berdegup keras. Mungkin mereka tidak tertekan karena
kehadirannya, mungkin karena Zephaniah Cromwell atau Matthew Stark,
atau kericuhan kecil yang timbul saat mereka datang tadi. Dia tidak boleh
membiarkan harapannya hancur begitu saja. Emily mengatakan pada
dirinya sendiri, jangan terlalu cepat menyimpulkan. Belum saatnya.
Tetapi, mungkinkah mereka tertekan akibat kehadirannya" Ya, bisa saja.
Bisa saja. Cromwell berkata, "Emily, aku rasa Lord Genji menawarkan agar
kamu bisa naik jolinya."
"Bagaimana aku bisa menerimanya, Zephaniah" Tentu lebih jahat naik
joli yang didukung empat budak daripada naik kereta yang hanya ditarik
satu budak." Cromwell memandang para penandu. "Aku tak yakin mereka budak.
Setiap orang membawa pedang di pinggangnya. Tidak ada budak
bersenjata yang diperbolehkan begitu dekat dengan tuannya."
Emily melihat bahwa memang benar. Para penandu itu bersenjata, dan
mereka membawa diri mereka dengan bangga seperti para samurai.
Mungkin merupakan kehormatan besar menjadi penandu tuan mereka. Dia
juga melihat kalau para penandu itu melihat kepadanya dengan eskpresi
kaget. Meski khawatir, Emily merasa kegembiraan muncul di hatinya saat
ditawari naik joli. "Tetapi, aku tidak akan merasa nyaman Zephaniah, naik
joli sementara kau jalan kaki. Itu tidak pantas."
Genji tersenyum. "Joli rupanya juga terkait dengan masalah agama."
"Ya, Tuanku," jawab Saiki. Tetapi, perhatiannya tertuju pada anak
buahnya. "Kendali-kan diri kalian! Apa yang ada di kepala kalian tampak
jelas di wajah kalian."
Emily tahu samurai yang garang itu mengatakan sesuatu tentangnya
karena semua samurai sekarang menunjukkan ekspresi kosong dan
berusaha tidak melihat ke arahnya.
"Aku tidak setuju dengamu, Emily. Tetapi dalam kondisi tertentu,
lebih baik menurut dengan sikap baik. Kita harus bisa beradaptasi sebaik


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin terhadap tradisi di Negara ini, sejauh tidak melanggar moralitas
kita." PDF by Kang Zusi "Baik kalau menurutmu begitu, Zephaniah." Emily menghormat
kepada Lord Genji dan dengan patuh mendekat ke joli. Tetapi, dia
langsung berhenti. Pintu masuknya sangat kecil. Dia harus menekuk-
nekuk tubuhnya sedemikian rupa untuk masuk dan itu sangat tidak pantas
bagi wanita. Dan di dalam joli, mantelnya yang tebal, rok serta rok
dalamnya yang lebar akan memenuhi seluruh joli. Hampir tidak ada ruang
untuk bernapas. Cromwell berkata, "Biar aku membawa mantelmu Emily. Di dalam
joli kamu tidak akan kedinginan."
Emily merepatkan mantelnya ke dada dengan erat. "Aku lebih suka
memakainya, terima kasih." Mantel adalah satu lapisan yang memisahkan
tubuhnya dengan dunia. Semakin banyak lapisan semakin bagus.
"Dia tidak tahu cara masuknya," kata Saiki. "Kepintarannya ternyata
seburuk penampilannya."
"Bagaimana dia bisa tahu?" tukas Genji. "Dia belum pernah naik joli
sebelumnya." Dia lalu membungkuk sopan ke arah Emily dan mendekat
ke joli. Genji melepas pedangnya dan meletakkannya dalam joli. Lalu, dia
membungkukkan tubuhnya, dan saat masuk ke joli dia berbalik ke depan,
sehingga saat selesai bergerak dia sudah dalam posisi duduk dalam joli.
Untuk keluar, pertama-tama Genji mengeluarkan kakinya, baru seluruh
tubuhnya. Dia memperagakan semua gerakan itu dengan pelan-pelan
sehingga Emily bisa memperhatikan dengan baik. Di luar, Genji kembali
meletakkan pedangnya di pinggang. Setelah demonstrasinya selesai, Genji
membungkuk lagi dan memberi isyarat kepada Emily untuk masuk ke joli.
"Terima kasih, Lord Genji," kata Emily dengan lega. Genji telah
menyelamatkannya sehingga dia tak perlu membuat dirinya menjadi
tontonan. Dia mengikuti contoh Genji dan berhasil masuk joli tanpa
kesulitan. "Hide!" tegur Saiki, "kamu dihukum bertugas di kandang kuda selama
sebulan. Apa ada di antara kalian yang akan membuat lelucon dan ingin
bekerja membersihkan kotoran kuda?" Tidak ada suara dari para samurai.
Para penandu dengan mudah mengangkat joli. Maka, rombongan itu pun
meninggalkan pelabuhan dan masuk ke jalanan Kota Edo.
PDF by Kang Zusi San Fancisco adalah kota terbesar yang pernah dikunjungi Matthew
Stark. Di sana, di rumah misi, dia telah mendengar cerita-cerita tentang
Jepang dari orang-orang yang mengatakan telah pergi ke Jepang dengan
kapal tempur, kapal dagang, dan kapal pencari paus. Mereka menceritakan
tradisi orang Jepang yang aneh, pemandangan kota yang aneh, dan bahkan
makanan yang aneh-aneh. Yang paling fantastik, mereka menceritakan
orangnya, populasi yang jumlahnya jutaan, hanya di ibukota keshogunan,
Edo. Stark mendengar cerita-cerita itu tanpa percaya sepenuhnya. Lagi
pula, mereka yang bercerita itu adalah orang-orang mabuk, tunawisma,
dan pelarian. Tidak ada orang lain yang datang ke rumah misi Firman
Sejati. Tetapi, cerita-cerita tentang Jepang ternyata tidak mengurangi
kekagetannya menghadapi keramaian Edo.
Orang ada di mana-mana. Di jalan, di toko, dan di jendela-jendela
rumah model apartemen yang berjejer di pinggir jalan. Meski masih pagi,
sudah begitu banyak orang yang melakukan aktivitasnya sehingga seakan-
akan mustahil mereka bisa bergerak bebas. Kesibukan manusia memenuhi
mata dan telinganya. "Saudara Matthew, kamu baik-baik saja?"
"Ya, Saudara Zephaniah. Aku terkejut, tetapi aku baik-bak saja."
Mungkin dia tidak baik-baik saja. Stark tumbuh besar di padang-padang
Texas dan Arizona. Rumahnya di sana. Di sanalah tempat dia bisa merasa
nyaman. Dia tidak menyukai kota. Bahkan, San Francisco membuat
dadanya sesak. Dan dibandingkan dengan Edo, San Francisco terlihat
seperti kota hantu. Di depan mereka, orang-orang segera minggir dan tanpa kecuali
berlutut di tanah seperti rumput prairie tertiup angin utara. Seorang pria,
dengan pakaian bagus, didampingi tiga pelayan dan menaiki seekor kuda
putih yang indah, tergesa-gesa turun dan menjatuhkan dirinya ke tanah,
tidak memperdulikan debu dan tanah yang kini menodai pakaian sutranya.
Stark bertanya, "Apa jasa Lord Genji sehingga orang-orang
menghormatinya sedemikian rupa?"
"Karena dia lahir, hanya itu," Cromwell menjelaskan. Mukanya
berkerut kesal tanda tak suka. "Anggota kasta prajurit boleh membunuh
PDF by Kang Zusi siapa pun yang dianggapnya tidak menunjukkan penghormatan kepadanya.
Seorang daimyo, itu adalah bahasa Jepang untuk bangsawan agung seperti
Lord Genji, berhak membunuh seluruh keluarga bahkan seluruh desa,
hanya karena kesalahan seorang individu.
"Aku benar-benar tak percaya barbarisme semacam itu masih ada di
dunia ini," kata Emily dari dalam joli, kepada Stark dan Cromwell yang
berjalan di sisinya. "Karena itulah kita ada di sini," kata Cromwell. "Allah
menyelamatkan kaum papa dari tebasan pedang, dari mulut mereka, dan
dari tangan penguasa."
Para misionaris itu kembali mengatakan amin. Genji berjalan beberapa
langkah di depan joli. Dia berusaha mendengar dengan seseksama
mungkin, tetapi sekali lagi dia tidak bisa menangkap doa yang diucapkan
para misionaris itu. Rupanya, doa orang Kristen juga bisa sesingkat orang-
orang Buddha aliran Tanah Murni atau orang-orang sekte Teratai Sutra.
Tba-tiba, Saiki menabrakkan dirinya ke Genji dan berteriak, "Bahaya!"
Pada saat yang sama, terdengar suara tembakan.
"Jika kamu punya pertanyaan," kata Kuma, "tanyakan kepada Lord
Kawakami." Kapten pasukan penembak langsung pucat begitu mendengar nama
Kepala Polisi Rahasia Shogun itu. Dia langsung berpaling dan pergi.
Ketika Genji dan Saiki pergi untuk menyambut para misionaris di
dermaga, Kuma kembali ke gudang senjata. Dia mengambil kembali
senjatanya, meletakkannya ke dalam kotak yang dilapisi kain hitam, lalu
menyandangnya di bahu. Dan, dia pun segera pergi.
Kuma tahu hanya ada satu jalan antara pelabuhan dan istana klan
Okumichi di distrik Tsukiji, satu jalan yang cukup besar bagi rombongan
Genji agar bisa lewat dengan leluasa. Dari penyelidikannyadi jalan itu
malam sebelumnya, dia telah memilih sebuah bangunan yang ada di salah
satu belokan jalan, bangunan sempit dua tingkat yang terdesak bangunan-
bangunan lain di kepadatan permukiman Edo. Dia pergi ke sana dan
menaiki atapnya dari belakang. Tak seorang pun melihatnya. Jika ada yang
PDF by Kang Zusi melihatnya, orang itu pasti tak yakin akan apa yang dilihatnya karena
Kuma merayap di dinding seperti laba-laba.
Lokasi itu sangat ideal. Dari sini, Kuma bisa melihat targetnya
mendekat, memper-pendek jarak dan meminimalisasi pengaturan yang
diperlukan. Terlebih lagi, belokan akan membuat rombongan itu
memelankan jalannya sehingga bidikannya semakin mudah. Kuma
mengecek senapannya. Saat ini, dia harus yakin bahwa senapannya terisi.
Waktu mendekati jam tikus ketika Genji dan rombongannya terlihat di
ujung jalan. Orang-orang berhenti dan berlutut saat sang Bangsawan
Agung lewat. Mempermudah tugas Kuma. Dia meletakkan ujugn laras
senapannya di pinggiran atap. Dengan begitu, senjata itu tidak akan
terlihat dari bawah. Pengamat yang paling teliti pun akan susah
menemukannya. Terlihat Genji berjalan santai di antara para pengawalnya
yang berjalan di depan. Kuma membidik kepalanya. Alangkah mudahnya.
Tetapi, saat yang tepat untuk melukai Genji sebenarnya telah lewat. Polisi
pelabuhan yang bodoh, Ishi, telah mengakui identitas Genji. Usaha
pembunuhan Genji sekarang akan langsung mengarahkan tuduhan pada
istana Edo. Kuma mengalihkan sasarannya, membidik dan menembak.
"Tuanku!" "Aku tidak terluka," kata Genji.
Saiki menunjuk ke atap sebuah bangunan. "Di sana! Hide! Shimoda!
Tangkap dia hidup-hidup!"
Para pengawal lainnya dengan pedang terhunus membentuk pagar
betis dan pedang di sekitar Genji. Sementara orang-orang kota telah
menghilang bersembunyi ketika muncul tanda-tanda kekerasan.
"Para misionaris!" teriak Genji. Dia lari mendekat joli. Sebuah peluru
melubangi jendela kanan joli. Posisi pemumpang joli biasanya ada di sisi
kiri, tepat di tengah sasaran peluru. Genji membuka pintu joli, yakin dia
akan melihat wanita asing itu, Emily, berlumur darah dan mati.
Tetapi, dia tidak mati. Berusaha mendapatkan posisi enak di joli yang
sempit, Emily duduk setengah berbaring. Bulu-bulu angsa berhamburan
PDF by Kang Zusi dari bagian depan mantelnya yang terserempet peluru. Hanya itu. Peluru
rupanya hanya melewatinya.
"Tuanku!" Salah satu pengawalnya memanggil dari sisi kiri joli.
Cromwell terbaring di tanah, darah menyembur dari luka di perut bagian
bawah, terkena peluru yang baru saja menembus joli.
"Kita tidak bisa berlama-lama di sini," kata Saiki. "Jalan!"
Para pemandu kembali mengangkat joli. Empat orang mendukung
tubuh Cromwell yang pingsan ke bahu mereka. Dengan pedang terhunus,
mereka berlari cepat ke Istana Tsukiji.
Ketika Heikomeninggalkan istana tak lama setelah keberangkatan Genji
ke pelabuhan, Kudo membuntutinya. Itu adalah tugas yang terlalu penting
untuk diserahkan kepada orang yang kurang pengalaman dan kurang
mampu. Ini bukan karena Kudo sombong. Tetapi, dia memang ahli
membuntuti paling mumpuni dari klan Okumichi. Jadi, ini memang
tugasnya Heiko dan pelayannya berjalan pelan meninggalkan Tsukiji.
Seperti semua wanita dari tempat hiburan Dunia Terapung, dia harus
tinggal di balik gerbang daerah khusus hiburan malam di Yoshiwara. Jika
Heiko memang akan kembali ke sana, dia pasti akan naik perahu sewaan
ke Sungai Sumida. Tetapi, rupanya dia menuju pondoknya di daerah
Ginza, di tepi timur Edo. Tempat tinggal kedua ini sebenarnya tidak sah.
Tetapi, memang banyak kelalaian dalam penerapam aturan di Dunia
Terapung, terutama pada para penghibur yang paling terkenal dan cantik.
Mayonaka no Heiko tak diragukan lagi merupakan penghibur paling
terkenal saat ini. Dia memang yang paling cantik. Sehingga, dia memang
pantas menemani Lord Genji. Kekhawatiran Saiki dan Kudo adalah,
mereka sama sekali tidak tahu apa pun tentang Heiko selain pribadinya
sebagai gheisa, yang tentunya penuh dengan kepura-puraan.
Penyelidikan awalnya, yang terhambat oleh larangan Genji, hanya
menghasilkan informasi bahwa kontrak Heiko dipegang oleh bankir Otani.
Dia terkenal sering mendapat mandat dari orang lain. Biasanya, kombinasi
ancaman dan suap sudah cukup untuk memancing informasi dari Otani.
Tetapi, untuk mengungkap siapa sebenarnya pelindung Heiko, Otani
bersikeras menolak meski sudah diancam dan diiming-imingi suap.
PDF by Kang Zusi Katanya, hidupnya dan keluarganya bergantung pada rahasia yang
disimpannya itu. Meski bisa dikatakan sikap Otani berlebihan, bisa diduga
pelindung Heiko adalah seorang bangsawan agung yang statusnya sama
atau lebih tinggi dari Genji. Di antara para bangsawan yang berhasil
bertahan dari peperangan Sekigahara 260 tahun yang lalu, hanya enam
puluh orang yang benar-benar mempunyai kekuasaan besar. Heiko adalah
teman seorang bangsawan yang berkuasa. Tanpa tahu siapa bangsawan itu,
Genji beresiko terbunuh setiap saat jika dia berduaan dengan Heiko. Kudo
bertekad untuk mengetahui kebenaran. Jika tidak bisa, dia siap membunuh
Heiko untuk berjaga-jaga. Tidak sekarang memang, tetapi pada waktunya
nanti. Perang saudara akan terjadi. Ketidakpastian harus dikurangi untuk
meningkatkan kesempatan klan Okumichi tetap berjaya.
Kudo masih mengawasi saat Heiko kembali berhenti mengobrol
dengan penjaga toko. Bagaimana bisa seseorang yang menuju suatu
tempat bisa berjalan dengan begitu lambat dan santai" Kudo meninggalkan
jalan utama dan memotong lewat gang sempit. Dia akan berjalan
mendahului dan mengawasi Heiko dari depan. Kecurigaan wanita itu akan
lebih terlihat dari depan. Jika Heiko curiga, itu menunjukkan dia memang
punya maksud tertentu, karena seorang geisha tanpa motivasi tersembunyi
pasti tidak akan khawatir dibuntuti.
Dua pria keluar membawa sampah dari belakang toko tepat saat Kudo
berbelok di pojok gang. Mereka melihatnya dan langsung gemetar
ketakutan. Bawaan mereka jatuh ke tanah dan mereka membungkuk
rendah, wajah mereka ditekankan rendah-rendah ke tanah. Mereka
merangkak mundur memberikan jalan untuknya, berusaha keras agar tidak
menarik perhatian. Eta. Wajah Kudo mengerut jijik. Tangannya memegang gagang
pedang. Eta. Eta adalah orang buangan yang nasibnya adalah melakukan
tugas paling kotor dan menjijikkan. Apabila mereka terlihat oleh samurai
seperti Kudo, mereka pasti akan dibunuh. Tetapi, jika dia membunuh
mereka sekarang, pasti akan mengundang keributan dan menarik perhatian
sehingga tujuannya tidak terlaksana. Maka, dia melepaskan pegangannya
pada pedang dan bergegas pergi. Eta. Memikirkan mereka saja
membuatnya merasa kotor. PDF by Kang Zusi Kudo kembali masuk ke jalan utama, seratus langkah ke depan dari
tempat dia melihat Heiko terakhir kali. Heiko masih terlihat di sana,
membuang waktu, mengobrol dengan penjaga toko.
Beberapa wanita yang ribut mengobrol, sesaat menutup Heiko daro
pandangan Kudo. Ketika mereka telah lewat, Heiko maupun pelayannya
menghilang. Kudo lari ke depan toko tempat Heiko mengobrol. Dia tak
ada di sana. Bagaimana ini bisa terjadi" Sesaat lalu, dia sedang mengawasinya.
Tiba-tiba dia hilang. Geisha tak bisa bergerak secepat itu, hanya ninja
yang bisa. Kudo berbalik untuk kembali ke Istana Tsukiji dengan penuh
kekhawatiran, dan hampir bertabrakan dengan Heiko.
"Kudo-sama," kata Heiko. "Kebetulan sekali. Apakah Anda juga
belanja selendang sutra?"
"Tidak, tidak," kata Kudi berusaha mencari penjelasan yang masuk
akal. "Saya akan pergi ke kuil di Hamacho. Memberikan persembahan
bagi leluhur yang tewas dalam perang."
"Betapa mulia," kata Heiko. "Ketertarikan saya pada selendang
sungguh dangkal dan tak berguna jika dibandingkan dengan niat Anda
itu." "Sama sekali tidak Nona Heiko. Bagi Anda, selendang sama
pentingnya dengan pedang bagi seorang samurai. "Kebodohan kata-
katanya membuat Kudo merasa ngeri di dalam hati. Semakin banyak dia
bicara , dia kelihatan semakin bodoh. "Baiklah, saya harus segera pergi."
"Tak bisakah Anda meluangkan waktu untuk minum teh bersama saya,
Kudo-sama?" "Saya akan sangat senang Nona Heiko, tetapi tugas menuntut saya
untuk segera kembali. Saya harus segera bergegas ke kuil dan kembali ke
istana." Dengan satu bungkukan kilat, Kudi bergegas ke barat ke arah
Hamacho. Andai saja dia berkonsentrasi dan tidak berkhayal bahwa Heiko
adalah seorang ninja, dia pasti tak harus berputar seperti ini. Ketika dia
menengok ke belakang, dia melihat Heiko membungkuk kepadanya.
Karena Heiko melihatnya, Kudo harus berjalan cukup jauh sebelum dia
bisa berbelok arah. PDF by Kang Zusi Mengatupkan giginya erat-erat, Kudo diam-diam memarahi
dirinya sendiri sepanjang perjalanan pulang ke Tsukiji.
3. Bangau yang Tenang Cromwell terbangun dari mimpi ke mimpi. Sekarang, wajah
Emily ada di atasnya, rambut keritingnya yang keemasan mendekat ke
arahnya. Kekasihnya itu terlihat ringan tak berbobot, demikian juga dirinya.
Apakah ini mimpi kapal tenggelam" Mereka ada di dalam air. Bintang
Bethlehem karam dan mereka berdua tenggelam. Dia berusaha mencarii
pelampung, tetapi matanya tidak mau meninggalkan Emily.


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bintang Bethlehem baik-baik saja," kata Emiliy. "Sedang membuang
sauh di Teluk Edo." Jadi, dalam mimpi ini Emily bisa membaca pikirannya. Dunia di luar
mimpi akan lebih baik jika semua pikiran seperti buku yang terbuka. Jadi,
orang tidak perlu berpura-pura atau merasa malu. Dosa, pertobatan, dan
keselamatan bisa terjadi pada saat yang sama.
"Istirahatlah, Zephaniah," kata Emily. "Kamu tidak perlu memikirkan
apa-apa." Ya, dia benar. Cromwell berusaha menyentuh rambut Emily, tetapi dia
tidak punya tangan untuk diangkat. Cromwell merasa dirinya semakin
ringan. Bagaimana mungkin itu terjadi jika dia tak berbobot" Pikirannya
melayang. Matanya terpejam dan dia kembali meloncat dari mimpi ke
mimpi. Emily memucat. "Apa dia mati?"
"Dia mengigau," kata Stark.
Mereka membawa Cromwell ke bagian sayap istana yang dikhususkan
untuk tamu. Dia terbaring di ranjang dari kasur tebal yang digelar di lantai.
Seorang pria Jepang paruh baya, yang mereka perkirakan adalah dokter,
memeriksa Cromwell, dan mengoleskan salep berbau tajam ke lukanya, lalu
PDF by Kang Zusi membalutnya. Sebelum pergi, dokter itu memanggil tiga wanita muda ke
dekat ranjang, setelah memberi salep dan perban kepada mereka, dokter itu
memberi instruksi pendek, membungkuk kepada Emily dan Stark, dan
keluar. Para wanita muda tadi mundur ke salah satu ruangan dan menunggu
dengan bersimpuh, diam, dan tenang.
Emily duduk di sebelah kanan Cromwell, di atas bantalan busa seluas
dua setengah meter persegi. Stark duduk di bantalan yang serupa di sisi kiri.
Tidak seorang pun di antara keduanya yang merasa nyaman di lantai.
Mereka tidak terbiasa duduk di lantai seperti kebiasaan tuan rumah. Stark
bisa menekuk kakinya, tetapi dia tidak bisa bertahan lama. Setiap kali, dia
berpindah dari satu posisi ke posisi lain. Sedangkan Emily, roknya yang
panjang dan rok dalamnya yang lebar membuatnya lebih sulit mengatur
posisi dengan enak. Akhirnya, dia duduk miring di satu pinggul dan
menjulurkan kakinya ke sebelah tubuhnya, tetap hati-hati dan berusaha
menutupi kakinya dengan roknya. Dia biasa duduk seperti itu saat piknik
pada waktu kecil dulu, memang tidak pantas untuk di sini, tetapi itulah satu-
satunya posisi yang membuatnya nyaman.
"Kita tak membawa apa-apa selain firman Yesus Kristus," kata Emily.
Dia mengusap keringat dari wajah Cromwell dengan handuk basah yang
dingin. "Kenapa ada yang mau melukai kita?"
Gerhana 4 Pendekar Rajawali Sakti 204 Titah Sang Ratu Api Di Bukit Menoreh 8
^