Pencarian

Samurai 15

Samurai Karya Takashi Matsuoka Bagian 15


Genji berkata, "Yah, kukira jika salah seorang dari kalian menolak berkuda denganku, itu akan mempermudah segalanya bagi Emily. Tetapi, apakah itu bagus" Bukankah wanita Amerika sangat menghargai kemampuan untuk memilih bagi diri mereka sendiri?" Seperti yang diharapkannya, kata-katanya mengejutkan kedua pria itu. Mereka sekarang menatapnya alih-alih saling membelalak di antara mereka sendiri.
"Bagaimana Emily terlibat dalam hal ini?" tanya Smith.
BUKU KEDUA 22 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Dia adalah pusat keterlibatan kita," sahut Genji. "Aku sebagai temannya, dan Anda berdua sebagat pelamarnya."
Farrington berkata, "Maaf atas bantahan ini, Lord Genji, tetapi aku tidak melihat kaitan antara Emily dan mau atau tidaknya aku atau Tuan Smith berkuda bersama. Kami berdua sama-sama teman Anda, dan kami berdua sama-sama berusaha mendapatkan Emily. Tidak bisa dimengerti bahwa aku dan dia harus saling bergaul lebih dari seperlunya saja."
"Untuk kali ini, Sir, kita sepakat," kata Smith, "dan seperlunya saja itu berarti bahwa kami hanya saling mengucapkan adieu dengan sopan ketika kami mendapati diri kami kebetulan berada di satu tempat yang sama."
Farrington membungkuk dangkal gaya Barat kepada Smith.
Katanya, "Karena kedatangan Anda mendahului aku, Sir, aku tidak akan mengganggu lebih lama lagi perbincangan Anda dengan Lord Genji."
"Sebaliknya," kata Smith, membalas penghormatan dengan cara yang sama kepada saingannya, "karena aku telah mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya, sudah jelas bahwa akulah yang harus mengalah kepada Anda."
"Maaf, aku tidak sependapat, Sir," kata Farrington.
Genji menarik napas. Dia telah kehilangan perhatian mereka sekali lagi. Dia adalah laki-laki yang sabar, tetapi perdebatan tanpa akhir kedua orang itu melampaui batas kesabarannya.
Betapa berbedanya pria Amerika daripada pria Jepang. Kalau saja mereka samurai, mereka sudah berduel berminggu-minggu lalu, dan dilema mereka sudah lama terpecahkan. Namun di sinilah mereka, masih bertukar kata-kata tanpa makna. Tentu saja, tak ada samurai waras yang mau menghabiskan begitu banyak energi sejak awal, hanya untuk memperebutkan seorang wanita, apalagi wanita seperti Emily yang tidak punya gelar, kekayaan, atau hubungan politik apa pun.
Genji berkata, "Kalian boleh berbeda dan mengalah sebanyak kalian mau, selama kalian mau, kapan dan di mana pun kalian mau. Tetapi, aku mohon diri untuk melakukan perjalanan segera. Bolehkah aku menyampaikan kepada Emily penyesalan kalian karena tidak bisa ikut?"
"Maafkan aku, Lord Genji," kata Farrington, "tetapi sepanjang yang kuketahui, Emily tidak di dalam kota sekarang."
"Benar." Smith tertawa. "Ah, sekarang aku tahu rencana Anda, Tuanku. Kita akan berkuda untuk BUKU KEDUA
23 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR menemuinya." Genji membungkuk mengiyakan.
"Dan dalam perjalanan," kata Smith, menatap Farrington, "kami akan menyelesaikan masalah tentang siapa yang memenangi tangan Emily."
Sekali lagi, Genji membungkuk. Itu satu-satunya solusi yang bisa dilihatnya. Emily tidak lebih dekat dengan keputusannya ketimbang enam bulan lalu, ketika dia pertama kali bertemu dengan kedua pria itu. Sudah waktunya dia memilih salah seorang dari mereka dan meninggalkan Jepang sesegera mungkin.
"Apakah kaulupa peringatan Emily?" kata Farrington. "Jika kita terlibat dalam kekerasan apa pun, dia tidak akan berhubungan lagi dengan kita."
"Jika dia tidak ada, bagaimana dia bisa tahu?" sahut Smith.
"Absen permanen salah seorang dari kita akan menyatakan fakta, bukan?"
Smith angkat bahu. "Itu terserah pada yang menang untuk merancang kisah yang meyakinkan."
"Apakah kau menyarankan kita berdusta kepada Emily?"
"Mengapa tidak" Tidak akan menyakitinya."
Farrington berkata, "Dusta adalah dusta. Aku tidak akan melakukannya."
Smith tersenyum. "Tenang saja, Sir, Anda tidak perlu melakukannya."
"Kau juga tidak! Aku menolak ikut terlibat dalam penipuan seperti ini."
Smith tersenyum mengejek. "Betapa bijaknya, Laksamana. Karena pada masa lalu kau tidak ragu-ragu menembak wanita tak berdaya, aku tidak begitu terkejut jika kau mau bersembunyi di belakang kata-kata mereka."
"Anda selalu menuduh kami bersikap tidak logis," kata Genji, sebelum Farrington bisa menjawab. "Jika perilaku Anda sekarang merupakan contoh logika Barat, harus kuakui aku tidak melihatnya. Tuan Smith telah menyatakan apa yang kulihat sebagai solusi yang tepat dan logis."
"Apa yang logis tidak selalu etis," kata Farrington. "Ya, pilihan Emily ditentukan tanpa tindakan lebih jauh pada pihaknya jika salah seorang dari kami menembak mati yang lainnya.
Tetapi, dia sudah mempercayai kami untuk tidak melakukannya. Dengan demikian, etika mengharuskan kami menjaga kepercayaannya. Sekalipun ini tidak sepenuhnya memuaskan.
Aku sangat mencintai Emily. Aku tahu Tuan Smith tidak. Jadi, aku tahu dia tidak dapat BUKU KEDUA
24 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR membahagiakan Emily karena dia tidak bisa memperlakukan Emily sebagaimana dia harus diperlakukan, yaitu dengan cinta. Tetapi, aku khawatir Emily tidak akan melihat ini, dan akan tergoda oleh penampilan luar Tuan Smith. Ketampanannya, kekayaannya, daya tariknya. Secara logika, tentunya, aku harus menerima tantangannya untuk berduel karena aku tidak ragu bahwa aku akan menang. Aku akan menyelamatkan Emily dari ketidakbahagiaan seumur hidup bersama pria yang salah. Tetapi, aku tidak bisa karena aku telah berjanji tidak akan melakukannya. Aku jadi bingung, Sir. Kuakui itu."
Wajah Smith sendiri menjadi semakin merah selagi dia mendengarkan Farrington.
Katanya, "Bagaimana mungkin kaubisa membicarakan isi hatiku" Bagaimana bisa kau menganggap dirimu tahu segalanya tentang perasaanku?"
"Kau tidak sulit diduga," kata Farrington. "Seorang pria yang mau berdusta dengan mudah untuk alasan kebaikan, akan berdusta tanpa kesulitan untuk alasan yang buruk. Dan orang yang suka berdusta bukan suami yang cocok bagi Emily"
"Gentlemen," kata Genji, menyela perdebatan yang tampaknya tidak akan berakhir itu,
"mari kita berangkat. Jika berkuda tidak membawa kita lebih dekat dengan solusi yang bisa diterima bersama, setidaknya perjalanan ini akan membawa kita lebih dekat dengan Emily"
Meskipun Farrington menolak tantangan Smith untuk berduel, Genji yakin jika dia bisa mengikutsertakan kedua pria itu dalam perjalanan ke Mushindo, kekerasan cenderung akan terjadi dan dilema ini akan terpecahkan. Mereka nyaris tidak mampu menahan diri saat berada di dekat satu sama lain selama beberapa menit saja. Bagaimana mungkin mereka akan mampu melalui dua hari bersama" Genji tidak yakin mereka bisa.
Farrington berbaring telentang dan memandang kegelapan di antara bintang-bintang. Dalam perang dia telah melewatkan banyak malam di daratan, berkemah sendiri, langsung di bawah naungan langit. Pada masa-masa itu, dia tidak tahan berlama-lama berada di dalam bangunan apa pun. Barangkali, dia telah melihat terlalu banyak mayat terbakar di reruntuhan kota-kota daerah Selatan yang diblokade dan dibombardir dengan bantuannya. Ketika perang berakhir, demikian juga fobianya. Barangkali, berakhirnya kekerasan telah mengangkat benih-benih ketakutan dari hatinya. Barangkali. Dia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu.
Genji dan Smith beserta rombongan entah di mana di belakangnya. Mereka mungkin bermalam di salah satu pertanian di desa yang telah dilewatinya siang tadi. Dia membayangkan BUKU KEDUA
25 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR kegelisahan Smith karena dia berada jauh di depan mereka. Dia tidak bisa menahan senyumnya. Dia bersedia ikut dalam perjalanan ini asalkan dibiarkan sendiri, terpisah dari Smith. Tentu saja, Smith menolak persyaratan itu dengan keras.
Smith berkata, "Setelah kau tidak terlihat oleh kami, jaminan apa yang kami miliki bahwa kau tidak akan memacu kudamu cepat-cepat untuk mendapatkan keuntungan dengan sampai lebih dahulu?"
Farrington menjawab, "Kaubisa memegang kata-kataku bahwa aku tidak akan melakukannya."
"Kata-katamu?" kata Smith.
"Kata-kata Anda sudah cukup," kata Genji.
Smith berkata, "Lord Genji, setidaknya perintahkanlah Jenderal Hide untuk menemaninya, agar dia tidak ... hmm, apa ya ... mungkin tersesat?"
"Aku sudah pernah ke Mushindo," kata Farrington, "dan jalan ke sana tidak sulit." Kepada Genji dia berkata, "Apakah memudahkan bagi kita untuk bertemu di tanah terbuka tepat di sebelah timur kuil itu?"
"Ya," sahut Genji.
"Sampai nanti kalau begitu," kata Farrington, memberi hormat kepada Genji, dan memacu kudanya. Dia setengah berharap Smith menembaknya dari belakang. Batasnya sangat tipis antara pendusta dan pengecut, dan seorang pengecut akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya. Dia mendengar suara Smith memprotes dengan marah. Namun, tidak ada
tembakan. Bukan hanya untuk menghindari Smith, Farrington ingin melakukan perjalanan sendiri. Dia membutuhkan kesendirian untuk menata pemikirannya, yang sangat kacau-balau. Dia tidak mempunyai keraguan tentang perasaannya terhadap Emily. Dia jatuh cinta kepadanya. Itu seharusnya membuat arah tindakannya jelas, tetapi ternyata tidak karena hampir semua hal lainnya patut dipertanyakan dalam situasi yang jelas jelas langka akan jawaban pasti.
Yang paling meresahkan di antara jutaan ketidakpastian adalah sifat hubungan antara Emily dan Genji. Bahkan, gunjingan pertama yang didengarnya, memiliki konsistensi hanya pada kenyataan-kenyataan yang bisa dilihat. Setiap orang mulai dengan memberitahunya, dengan begitu menggebu-gebu dan penuh semangat, bahwa seorang misionaris cantik bernama Emily Gibson tinggal di istana Lordd Genji, salah seorang panglima perang yang paling gila wanita di BUKU KEDUA
26 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Jepang. Di situ kesepakatan berakhir.
Beberapa spekulasi mulai merebak.
Mereka tanpa malu-malu menghina hukum-hukum Tuhan dan manusia yang melarang
percampuran agama dan rasial.
Mereka adalah orang-orang Kristen yang taat, yang satu penyebar Kristen, satunya lagi pemeluk baru, hidup sebagai biarawati dan pendeta.
Wanita itu adalah pecandu berat opium setan dan lelaki itu, adalah pemasoknya yang tidak bermoral.
Laki-laki itu seorang maniak seks yang telah merayunya untuk mengikuti cara-cara Oriental yang terkenal keji, cara-cara yang telah mengubahnya menjadi budak rendah menyedihkan.
Wanita itu sama sekali bukan misionaris, melainkan agen politik rahasia Prancis, Rusia, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, atau Kepausan, yang berkomplot untuk melawan Shogun atau Kaisar dengan tujuan utama mengalihkan kendali negeri ini ke tangan Prancis, Rusia, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, atau Kepausan.
Laki-laki itu tidak hanya bejat, tetapi juga gila, meyakini dirinya sebagai nabi dan menyusun sebuah rencana, dengan banyak melibatkan wanita yang sesat itu, untuk menjadikan dirinya pemuka agama baru, jabatan yang akan memberinya peluang menggantikan Kaisar, Shogun, Buddha, dan dewa-dewa leluhur Jepang, dan menjadi pemerintah tertinggi sebuah bangsa berisi pemuja-pemuja fanatik terhadap dirinya seorang.
Gosip-gosip fantastis yang telah beredar di antara pelaut dan tentara selama perang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang didengar Farrington dalam seminggu sejak kedatangannya di Edo. Jika fakta tentang seorang wanita Barat yang tinggal di istana seorang bangsawan Timur belum cukup menggoda, spekulasi paling liar lebih jauh didorong oleh skandal yang meliputi sekte Cahaya Firman Sejati, yang mengirim Emily ke Jepang sebagai misionaris. Gereja Firman Sejati telah jatuh tiga tahun sebelumnya karena tuduhan penyimpangan yang begitu ekstrem sehingga sulit dipercaya begitu saja. Bahkan, temuan resmi yang dirahasiakan mengisyaratkan akan adanya penyimpangan dan kejahatan seksualitas yang bisa melengkapi istana Sodom dan Gommorah.
Farrington tidak memercayai gosip-gosip itu, tetapi juga tidak langsung mengabaikannya.
Dia telah belajar selama perang bahwa yang sulit dipercaya terkadang sepenuhnya benar.
Sedikit demi sedikit, tanpa bisa disadari bahkan oleh mereka sendiri, manusia mungkin saja BUKU KEDUA
27 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tenggelam ke tingkat yang lebih brutal ketimbang binatang-binatang buas hutan Afrika.
Makhluk-makhluk liar itu tunduk pada batasan-batasan hukum alam. Manusia yang telah kehilangan kemanusiaan mereka tidak memiliki kebajikan seperti itu
Gosip tentang kecanduan opium menimbulkan keprihatinan paling mendalam. Saat itu, dia belum bertemu atau bahkan melihat Emily Gibson atau bangsawan yang menjadi tuan rumahnya. Jadi, dia tidak tahu apa-apa tentang karakter mereka kecuali dari kabar-kabar yang saling bertentangan. Namun, dia telah mengunjungi Hong Kong dalam tur angkatan laut ke pelabuhan-pelabuhan Timur, dan di sana dia telah menyaksikan sendiri daya rusak obat terlarang itu. Jika Nona Gibson ini sudah kecanduan, tak ada yang tidak akan dilakukannya untuk mendapatkan pasokan. Di dalam sarang opium dan rumah bordil Hong Kong, dia telah melihat wanita dalam pengaruh candu menawarkan kesenangan terlarang kepada siapa pun yang mau membayar harganya. Dia merasa terpukul dan sedih bahwa seorang wanita negaranya, misionaris Kristen pula, bisa tenggelam di kedalaman seperti itu.
Namun, dia tidak merasakan kaitan emosional melebihi apa yang wajar dirasakan seorang pria baik-baik ketika mendengar nasib malang seorang wanita. Dunia ini benar-benar kejam.
Dia tidak mungkin bisa meringankan penderitaan setiap orang malang yang kebetulan ditemuinya. Dia telah mendapatkan pelajaran itu berulang-ulang selama perang. Jadi, dia bersimpati, tetapi tak ada niat untuk terlibat secara pribadi.
Lalu, dia melihat wanita itu.
Farrington bertemu Emily Gibson di sebuah resepsi yang diadakan kedutaan untuk mempertemukan masyarakat bisnis Amerika yang semakin besar dengan para bangsawan Jepang berpengaruh. Sentimen antiorang asing menyebabkan kedutaan merasa perlu meng-amankan wilayahnya dengan pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat bersenjata penuh.
"Sayang sekali," Duta Besar berkata kepadanya. "Mereka mengurangi atmosfer keramahan yang kondusif dengan tujuan kita."
"Barangkali tidak, Tuan Duta Besar," sahut Farrington. "Pameran militer kita bisa dipandang sebagai bagian dari perayaan, lebih dari yang kita bayangkan. Tentara Shogun berpatroli di sepanjang jalan menuju kemari, dan setiap panglima perang pasti akan datang disertai resimennya sendiri. Tidak seperti orang-orang Cina, orang-orang Jepang tampaknya menganggap pasukan bersenjata sebagai pemandangan menyenangkan."
"Kita harap saja kau benar," kata Duta Besar. Kemudian, ketika salah seorang panglima BUKU KEDUA
28 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR perang yang diundang datang, dia berkata, "Oh Tuhan. Betapa tak tahu dirinya. Dia membawanya kemari."
"Sir?" "Tamu terhormat itu Lord Genji, anggota dewan eksklusif Shogun yang berpengaruh. Aku pernah menyebutkan namanya padamu."
"Maafkansaya, Tuan. Saya telah mendengar begitu banyak nama Jepang selarna seminggu saya di sini, sulit bagi saya mengingatnya satu per satu. Saya tidak bisa menyatakan bahwa saya ingat apa yang Anda ceritakan tentangnya."
"Kalau begitu, mungkin kauingat misionaris gadungan yang pernah kuceritakan itu" Emily Gibson?"
"Ya, kalau itu saya ingat. Kisah yang begitu menyedihkan dan aneh."
"Dialah wanita yang bersama Lord Genji."
Farrington melihat rambutnya dahulu, jalinan emas mengilap di antara kepala-kepala hitam.
Kemudian, dia menangkap sekilas sosoknya. Tak dinyana, wanita itu mengenakan rok sederhana yang telah ketinggalan zaman setidaknya satu dekade.
"Tak mungkin menghindari mereka," kata Duta Besar. "Kita tidak bisa menanggung risiko menyinggung perasaan Lord Genji." Dia membawa Farrington mendekati tamu yang baru datang.
"Selamat malam, Duta Besar Van Valkenburgh," kata Genji. "Terima kasih atas undangan Anda."
Genji ternyata bukan panglima perang yang garang seperti yang dibayangkan Farrington.
Dia tersenyum dengan spontan. Lebih jauh, penampilannya tidak tampak seperti militer, barangkali bahkan sedikit feminin. Yang paling mengejutkan, dia berbicara dalam bahasa Inggris nyaris tanpa aksen.
"Kedatangan Anda merupakan kehormatan baginya, Lord Genji," kata Duta Besar. Dia membungkuk sopan kepada wanita yang menemani Genji. "Nona Gibson, senang sekali bertemu Anda lagi. Sudah lama kita tidak berjumpa."
"Terima kasih, Tuan," kata Emily.
"Lord Genji, Nona Emily, ini Letnan Robert Farrington, atase angkatan laut yang baru ditugaskan ke sini."
Kata-kata sopan kembali dipertukarkan. Farrington tidak tahu apa yang didengamya dan BUKU KEDUA
29 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR segera lupa apa yang dikatakannya begitu dia selesai mengucapkannya. Apakah matanya pemah menyaksikan kesempurnaan wanita seperti itu sebelumnya" Dia bisa dengan jujur mengatakan, belum pernah. Namun, bukan kecantikannya yang telah memesonanya, atau setidaknya, bukan kecantikannya saja. Dia melihat pada tatapannya yang terbuka dan senyumnya yang ragu-ragu, ada tanda-tanda kesedihan yang tersembunyi jauh di dalam. Segera saja, luka tersembunyi itu, yang entah apa penyebabnya, menyentuh hatinya Sejak saat itu, bahkan sebelum mereka banyak bertukar kata, dia mulai peduli.
Sejak saat itu, dia selalu merenungkan peristiwa itu. Apakah dia akan memedulikan kesejahteraan dan keselamatan wanita itu kalau saja keadaan fisiknya tidak seperti yang dili
hatnya" Bagaimana kalau wanita itu cacat, atau bahkan hanya tidak sedap dipandang" Bagaimana kalau begitu" Akankah nasibnya menjadi begitu penting" Sejujurnya, akankah motivasinya menunjukkan penelitian yang cermat" Apakah perasaan cintanya benar-benar lebih mulia ketimbang sekadar hasrat untuk memiliki apa yang dianggapnya dimiliki oleh saingannya Smith"
Selalu, dia bisa menjawabnya, karena dia tahu kesedihanlah yang telah membuat kecantikan wanita itu begitu menarik hatinya. Dia begitu yakin dengan dirinya untuk berpikir bahwa dia mampu menyembuhkan wanita itu dengan tindakan sederhana, mencintainya dengan setia dan sepenuhnya. Cinta adalah harapan terakhir yang masih dimilikinya. Dia telah kehilangan kepercayaannya pada segala hal lain dalam perang.
Dia berharap Genji menolak permintaannya, tetapi komandan militer itu tidak melakukannya. Sebaliknya, Genji justru mendorongnya sejak semula. Bahkan, pada saat yang sama Genji juga mendorong Charles Smith meskipun pada saat itu Farrington tidak mengetahuinya.
Bagaimanapun, semua tindakan itu menunjukkan dengan jelas bahwa Genji tidak terpikat kepada Emily. Akan tetapi, belum tentu hal itu menunjukkan bahwa hubungan itu mereka sepenuhnya pantas. Setelah Farrington mengenal Emily, dia tahu Emily secara sadar tidak akan melakukan perilaku tak bermoral. Namun, itu tidak berarti Emily tidak bisa dijadikan semacam korban tanpa disadarinya. Genji adalah penguasa Asia dengan kekuasaan mutlak di wilayahnya sendiri dan di antara anggota klannya. Istana dan kastelnya pasti dipenuhi dengan lorong-lorong dan kamar-kamar rahasia, juga tempat-tempat pengintaian. Dia bukan urang Kristen.
Ini jelas bagi Farrington meskipun Emily berkeras bahwa dia telah berhasil membuat Genji beriman. Dalam banyak percakapan pada bulan-buIan terakhir, Genji telah menunjukkan BUKU KEDUA
30 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR dengan jelas bahwa dia adalah pengikut sekte kuno dan rahasia dari Buddhisme yang tidak mengajarkan hukum-hukum moralitas, etika, atau kepantasan, melainkan berfokus pada kebebasan mistis dari hukum-hukum manusia dan Tuhan. Laki-laki seperti itu mampu melakukan apa saja.
Farrington berguling ke samping dan memejamkan mata. Dia seharusnya tidur. Tak ada gunanya menatap malam dan memikirkan kembali apa yang telah dipikirkannya berulang-ulang pada masa lalu. Esok mereka akan sampai di kuil, mereka akan bertemu dengan Emily, dan segalanya akan terselesaikan. Dia yakin masalah ini akan beres seperti yang seharusnya, dalam kemenangannya. Namun, kalaupun Emily memilih Smith, setidaknya dia akan dijauhkan dari Genji. Farrington khawatir Emily lebih memilih Smith ketimbang dia. Pasti begitu karena Emily tidak menunjukkan tanda-tanda cinta kepadanya. Yang diperolehnya hanya kesopanan selayaknya dari seorang lady kepada gentleman kenalannya. Jika Emily tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadapnya, cintanya pasti menjadi milik Smith. Akan tetapi, jika memang demikian, mengapa dia memerlukan waktu begitu lama untuk memberitahukan keputusannya"
Farrington tahu Emily berhati lembut. Barangkali, dia tidak suka menyakiti perasaannya dengan menolaknya dan berharap bahwa suatu saat penolakan itu tidak perlu dilakukannya. Emily tidak mengharapkan duel, tentu saja. Barangkali, Emily hanya berharap bahwa dia akan melihat bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan dan mundur dengan sendirinya sehingga dia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi.
Ada kemungkinan lain, yang terlintas dalam benak Farrington sekarang ketika dia mulai tertidur. Kemungkinan itu begitu menjijikkan sehingga terlupakan olehnya bahkan sebelum dia terbangun keesokan harinya.
"Petugas angkatan laut itu sendirian, lima menit pacuan kuda jauhnya dari Lord Genji dan orang asing yang satu lagi," kata mata-mata Lord Saemon. "Lord Hide dan 24 samurai berkuda bersama Lord Genji."
Dua puluh empat orang. Saemon bertanya-tanya mengapa. Genji selalu melakukan
perjalanan dengan pengawalan minim. Mengapa kali ini dia membawa pasukan yang cukup besar" Perjalanan dari Edo ke Kuil Mushindo tidaklah panjang ataupun berbahaya. Apakah dia mencurigai sesuatu" Tentu saja, apa pun yang dicurigai Genji, dia tak mungkin mencurigai apa yang direncanakan Saemon. Saemon sendiri hanya ditemani sepuluh samurai. Mereka tidak BUKU KEDUA
31 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR begitu diperlukan sebetulnya. Dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun untuk mewujudkan tujuannya. Saemon cukup populer, baik di kalangan samurai antiorang asing maupun mereka yang mendukung kerja sama dengan kekuatan Barat, juga di kalangan mereka yang mendukung ataupun yang menentang Shogun dan Kaisar. Karena itu, dia tidak membutuhkan pasukan pengawal untuk melindunginya. Sepuluh samurai ini dibawanya hanya demi kepantasan.
Seorang bangsawan agung tidak boleh melintasi pedalaman sendirian.
Saemon tahu mengapa Farrington dan Smith tidak berkuda bersama. Sejak keduanya mulai mengincar Emily Gibson, mereka telah menjadi musuh bebuyutan. Ini sangat menggelikan bagi Saemon. Prajurit itu seharusnya berkonsentrasi pada karier militemya dan pengusaha itu pada keuntungan yang lebih besar. Namun di sinilah mereka, membuang-buang waktu yang tak bisa kembali dan energi yang berharga untuk mencari seorang istri, yang bukan hanya tidak memiliki koneksi, tetapi juga dipandang rendah oleh bangsanya sendiri. Sungguh, sulit dimengerti.
"Apakah kau terlihat?"
"Tidak, Tuan. Saya yakin, saya tidak terlihat."
Saemon tergoda untuk menegur mata-matanya, tetapi dia menahan diri. Apa gunanya" Dua ratus tahun keadaan damai telah mengikis kecakapan samurai, sekaligus telah meningkatkan kesombongan mereka. Bagaimana mungkin anak buahnya itu bisa merasa pasti dia tidak terlihat" Dia tidak boleh begitu. Namun, dia tidak ragu menyatakannya. Genji jauh lebih waspada dari yang diperlihatkannya, demikian pula Hide. Mereka berdua termasuk dalarn beberapa gelintir saja samurai masa kini yang telah mengalami pertempuran nyata. Mata-matanya mungkin telah terlihat, tetapi Genji cukup cerdik untuk membiarkan hal itu diketahui.
Saemon berkata, "Mari kita bergabung dengan Lord Genji. Pergilah dahulu ke sana dan mintakan izinnya."
Genji berkata kepada Smith, "Aku tidak tersinggung oleh pergunjingan. Wajar saja kalau pergunjingan itu penuh skandal."
"Aku setuju," kata Smith, "tetapi, wajar juga kalau orang bertanya-tanya apa yang Anda lakukan bersama Emily enam tahun belakangan ini."
"Itu benar," kata Genji. Dia tersenyum, tetapi tidak memperpanjang masalah.
Smith tertawa. "Dan apa yang telah Anda lakukan" Sebagai calon suami Emily, aku merasa BUKU KEDUA
32 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR bukan tidak layak aku menanyakan ini."
Hide menyimak percakapan itu selagi mereka berkuda dengan santai menuju Mushindo, lebih santai ketimbang yang dia inginkan. Mata-mata yang dilihatnya di lembah sebelumnya kemungkinan besar adalah suruhan Saemon. Karena perkiraan akan adanya penyergapan itulah dia telah berkeras membawa 24 orang pengawal.
Genji menepis dugaannya. Katanya, "Saemon tidak akan menyergapku dalam perjalanan ke Mushindo."
"Saya harap, saya seyakin Anda, Tuanku," sahut Hide.
"Seratus orang itu terlalu banyak," kata Genji.
"Tidak kalau Saemon membawa dua ratus," kata Hide.
"Kalau kita mengubah kunjungan biasa menjadi prosesi," kata Genji, "yang akan tercipta dengan seratus orang, kita akan menarik banyak perhatian, meningkatkan bahaya ketimbang mencegahnya."
"Lima puluh kalau begitu," kata Hide, "dipersenjatai dengan senapan."
"Dua puluh lima," kata Genji, "termasuk kau sendiri, dan busur serta panah sudah cukup."
"Dua puluh lima, dengan senapan," kata Hide.
Genji mengembuskan napas tak sabar. "Baiklah, 25 dengan senapan, kalau begitu."
Kini, terbukti sebuah serangan akan terjadi, Hide gembira mereka membawa senapan meskipun dia terpaksa mengalah tentang jumlah pengawal. Dia memandang anak-anak buahnya. Mereka selalu memperhatikannya. Tanpa diberi tahu, mereka bersiap menghadapi serangan. Smith tidak melihat apa-apa. Dia berkuda dengan santai sebagaimana mulanya.
"Pria dan wanita," kata Smith, "akan berperilaku sebagai pria dan wanita sesuai dengan ketentuan alam, bukan dengan aturan yang diciptakan manusia."
"Apakah itu kepercayaan Kristen?" tanya Genji.
"Itu fakta, yang telah kuamati sepanjang hidupku di Kepulauan Hawaii."
"Aku dan Emily selama ini sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing. Dia dengan penyebaran agama Kristen, dan aku dengan krisis politik."
"Selama enam tahun?"
"Justru enam tahun belakangan ini dipenuhi banyak kejadian," kata Genji.
"Tuanku," kata Hide. Dia menderap kudanya di sebelah kuda Genji. Seorang penunggang kuda mendekat dari arah timur.
BUKU KEDUA 33 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Dia adalah pembawa pesan dari Lord Saemon.
"Kedua orang itu tampaknya saling kurang menyukai," kata Saemon menunjuk Farrington dan Smith, yang mengendarai kuda mereka saling bersebelahan dalam kebisuan total dan dengan minat kuat untuk melihat ke arah lain kecuali pesaingnya.
"Mereka mendukung pihak yang berseberangan dalam konflik Amerika akhir-akhir ini,"
sahut Genji. "Aku ingin tahu apakah permusuhan mereka akan berlangsung selama 260 tahun seperti yang dialami Jepang."
"Orang Amerika lebih menatap masa depan ketimbang masa lalu. Kemungkinan besar mereka tidak akan meniru kebodohan kita."
"Itu hanya bisa terjadi jika kedua pihak berusaha keras untuk mencapai kesepakatan," kata Saemon.
"Aku setuju," kata Genji, "dan berharap itulah yang akan terjadi."
"Aku ikut berharap demikian juga," kata Saemon.
Hide melengos untuk menyembunyikan kerutan dahinya. Ejekan tersamar terhadap
kesetiaan leluhur yang berseberangan telah menjengkelkannya. Genji terlalu santai. Meskipun Saemon yang licin berada di tengah-tengah mereka, tidak berarti perkiraan tuannya itu benar bahwa tidak mungkin lagi terjadi serangan. Situasi ini hanya mengubah jenis pengkhianatan yang memang sudah ada sebelutnnya. Sepasang pengawal pribadi Genji masing-masing mengawasi pengawal di kanan-kiri Saemon, Hide sendiri sudah lebih dari siap untuk menebas Saemon pada provokasi pertama.
Saemon berkata, "Aku mengerti di antara mereka juga ada persaingan berkaitan dengan tamu Anda, Nona Gibson."
"Pengetahuan Anda luas, Lord Saemon."
"Tidak juga, Lord Genji. Mereka banyak dibicarakan orang, demikian juga Nona Gibson."
"Dan aku?" Saemon membungkuk. "Tak pelak lagi, ya. Sebagai teman dan sekutu Anda, aku harus menyarankan agar Anda menjauhkan diri dari wanita itu sesegera mungkin. Situasi politik sangat tidak stabil. Dia membuat Anda kehilangan dukungan berharga yang seharusnya Anda dapatkan."
BUKU KEDUA 34 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Hide tidak bisa sepenuhnya menahan tawa sinisnya. Saemon, teman dan sekutu Genji"
Genji berkata, "Ada yang ingin kautambahkan, Hide?"
"Tidak, Tuan. Saya batuk, hanya itu. Saya menghirup debu jalan."
Kepada Saemon, Genji berkata, "Dukungan yang dibatalkan karena kehadiran Nona Gibson adalah dukungan yang tidak bermakna, dan aku tidak menyesali kehilangan itu.
Bagaimanapun dia akan segera bertunangan, dan tak lama lagi akan meninggalkan Jepang."
"Begitukah?" Itu adalah pernyataan yang mengejutkan, dan suatu hal yang Saemon tidak yakin untuk mempercayainya. Dia tahu bahwa Farrington dan Smith tengah bersaing mendapatkan Emily. Dia telah mengasumsikan"dan masih, selalu, sampai muncul bukti lebih kuat ketimbang kata-kata Genji"bahwa semua itu hanyalah permainan untuk memberi keempat orang itu peluang menjalankan rencana rahasia mereka. Dia belum berhasil membongkar rencana itu, tetapi kerahasiaan rencana yang melibatkan banyak orang tidak akan bertahan lama. Itu sebabnya, jika memungkinkan, rencananya hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Dia tidak percaya ada permusuhan nyata di antara kedua pria itu, dan tentang si wanita, hmm..., tak mungkin ada orang yang begitu naif dan buta seperti yang pura-pura ditunjukkannya. Terlalu jelas bagi Saemon bahwa wanita itu sangat terlibat dalam apa yang sedang terjadi, apa pun itu. Wanita itu mungkin seorang agen pemerintah Amerika sendiri. Bagi Amerika, tampaknya Emily adalah satu-satunya orang yang kurang membangkitkan kecurigaan dan istana Genji merupakan tempat terbaik untuk mengumpulkan informasi. Mereka tahu betapa kurang seriusnya perhatian bangsa Jepang kepada wanita. Tak seorang pun"kecuali dirinya"benar-benar tertarik pada kegiatan Emily, yang memberikan segala kesan tidak berbahaya hingga sepenuhnya tidak bermanfaat. (Menurut informannya yang bekerja di dalam rumah tangga Genji, Emily bahkan berhenti menyebarkan agama Kristen yang merupakan pekerjaannya semula, dan sekarang sepenuhnya asyik menerjemahkan sejarah rahasia klan Okumichi ke dalam bahasa Inggris. Bahwa dia bahkan berusaha melakukan tipuan bodoh seperti itu menunjukkan betapa dia telah meremehkan bangsa Jepang. Sejarah yang tidak boleh diungkapkan kecuali kepada keturunan bangsawan tentunya tak akan dibeberkan kepada orang asing dalam bahasa mereka sendiri.) Pada saat yang sama, wanita itu menjadi teman intim seorang bangsawan agung yang berkedudukan penting dalam politik, dan secara bergiliran tinggal di istana sang bangsawan di Edo, ibu kota Shogun, dan kastelnya di Wilayah Akaoka di BUKU KEDUA
35 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Pulau Shikoku sebelah selatan, daerah yang kondusif untuk kegiatan anti-Shogun. Langkah yang sangat pintar. Farrington adalah petugas angkatan laut, Smith seorang saudagar, jadi keduanya mempunyai akses yang mudah terhadap komunikasi luar negeri. Tugas yang mudah bagi Emily untuk menyelipkan pesan kepada keduanya ketika mereka berpura-pura datang untuk berkencan. Apakah Genji terlibat secara aktif" Jika demikian, itu jenis pengkhianatan terburuk. Di India, beberapa bangsawan agung, di sana disebut raja, telah menyerahkan wilayah mereka kepada Inggris dengan berkedok meminta perlindungan. Mungkin Genji melakukan hal yang sama di Jepang dengan Amerika"
"Siapa yang akan dipilih Nona Gibson?" tanya Saemon.
"Dia belum memutuskan," kata Genji.
Dia belum memutuskan! Suatu kecerdikan lagi! Tipuan sempurna untuk menutupi
penundaan tiada akhir. Bagaimana mungkin Saemon tidak mengagumi kepiawaian Genji dalam mengelola setiap aspek persekongkolan yang rumit. Dia seorang perencana kelas satu yang tak terkalahkan. Pantas saja dia dapat mengalahkan ayah Saemon, Lord Kawakami, meskipun ayahnya itu telah berhasil menguasai polisi rahasia Shogun. Dan meskipun Lord Kawakami tampaknya berhasil mengungkapkan rahasia penting Genji, yang mungkin melibatkan geisha yang hilang, Heiko. Dalam hal ini, kalaupun tidak pada hal lain, Saemon mengikuti jejak ayahnya. Apa pun yang telah ditentukan ayahnya, Saemon akan menemukannya pula. Dia mengharapkan laporan dari California dalam beberapa hari ini.
"Sudah bawaan wanita bahwa mereka enggan mengurangi pilihan mereka," kata Saemon,
"bahkan, sering lebih suka tidak memilih sama sekali."
"Terkadang, tampaknya memang begitu."
Samurai yang memimpin rombongan tiba-tiba memacu kudanya ke depan. Seseorang
berlari mendekat dari arah Kuil Mushindo. Dia seorang wanita dengan kepala terkulai sepenuhnya di bahu kanan. Selagi dia berlari ke arah mereka, kepalanya melambung-lambung begitu keras, lehernya tampak terancam patah kapan saja.
Kuil Mushindo "Berhenti menghindar terus seperti orang bodoh," kata Taro. "Gunakan busur kalian, Kau-tembak si idiot yang melempar batu itu. Juga, bocah itu. Kau"bunuh wanita asing itu. Hati-hati jangan sampai keliru mengenai Lady Hanako."
BUKU KEDUA 36 TAKASHI MATSUOKA

Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Baik, Tuan" sahut kedua samurai itu. Panah-panah pertama mereka tidak mengenai sasaran. Semua target mereka bertiarap di antara rerumputan tinggi ketika anak-anak panah beterbangan di atas mereka. Keduanya menyiapkan panah kedua, tetapi tak seorang pun muncul kembali.
"Temukan mereka," kata Taro. Dia dan anak-anak buahnya bergerak maju dengan pedang terhunus. "Tangkap Lady Hanako hidup-hidup. Bunuh yang lainnya." Hanako sendiri mungkin bisa melarikan diri dari mereka. Namun, dia terbebani dengan keharusan untuk melindungi Emily Mereka pasti belum jauh.
Hari itu tidak berangin. Taro memusatkan perhatian pada kerenggangan rerumputan, yang mungkin menunjukkan kehadiran atau pernah dilalui seseorang. Dia juga mengamati per-gerakan pada batang-batang rumput.
Di sana. Kekhawatirannya terhadap Hanako mencegahnya melakukan pembabatan membuta pada
rumput-rumput yang berayun. Dia mendekat dengan hati-hati. Rumpun itu telah merunduk tertindih seseorang yang sudah tidak ada lagi di sana. Sebatang tongkat kecil mencuat ke udara dari sebelah kanan. Mata Taro mengikuti tongkat itu. Sebuah tangan perempuan memegang dan mendorong tongkat itu untuk menggerakkan rerumputan. Bocah kurang ajar itu. Dia menikamkan pedangnya dan luput, ujung pedangnya menusuk tanah. Bocah perempuan itu bergerak dengan kecepatan dan kelincahan seekor tikus lapar.
"Lord Taro!" Anak buahnya telah menemukan Hanako. Dia berdiri di dalam kepungan mereka, bergeser dari sisi ke sisi untuk dapat mengawasi mereka semua sedapat mungkin. Emily tidak kelihatan.
Dia pasti berada di rerumputan di kaki Hanako.
Taro menurunkan pedangnya ketika mendekati Hanako.
"Lady Hanako," katanya, "kami tidak bermaksud buruk. Tolong jangan halangi kami."
"Pengkhianat!" Ketika Hanako menyerang Taro, salah seorang anak buah Taro memburunya dari belakang untuk menangkapnya. Tentu saja, itu yang diinginkan Hanako. Dia berputar dengan cepat dan menebaskan pedangnya. Samurai itu rubuh dalam sekejap, darah menyembur dari urat nadi di lehernya yang terputus. Tanpa berhenti, Hanako memburu samurai berikutnya yang terdekat, mendesaknya mundur.
BUKU KEDUA 37 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Taro hendak melompat ke arahnya, tetapi geraknya terhalang si raksasa idiot itu yang tibatiba bangkit dari rerumputan, berdiri nyaris bersentuhan jari kaki dengannya. Si raksasa itu menghunjamkan batu ke dahinya dengan sekuat-kuatnya. Taro mendengar bunyi derak seperti tulang patah. Seluruh tubuhnya menjadi kebas. Sambil terhuyung-huyung nyaris pingsan dan dibutakan oleh aliran darah dari luka barunya, Taro refleks menyerang balik ketika dilihatnya pantulan sinar matahari pada bilah pedang yang meluncur ke arahnya. Taro menebas seseorang, dia tidak tahu siapa, dan sempoyongan mundur, menghapus darah dari matanya.
Dia mengira guncangan tanah di bawah kakinya adalah pengaruh luka di kepalanya, sampai salah seorang anak buahnya berteriak.
"Lord Saemon!" Benar, dia adalah Saemon, bersama sepasukan samurai, mendekat dengan menderap kuda mereka. Itu hanya berarti rencana mereka telah berhasil. Di suatu tempat di belakangnya dalam perjalanan dari Edo, Saemon telah menyergap Genji dan membunuhnya.
Taro telah mengorbankan kesetiaan pribadinya terhadap prinsip. Untuk melestarikan jalan samurai, dia telah mengkhianati laki-laki yang paling dikagumi dan dihormatinya, dan berkomplot dengan laki-laki yang dibencinya. Taro tidak bisa menahan munculnya perasaan bahwa dia telah mencapai puncak ketololan. Mengorbankan keterikatan historis yang sakral dan nyata untuk sebuah prinsip yang abstrak bukankah ini esensi jalan bangsa asing, yang bagi mereka gagasan jauh lebih berarti ketimbang rakyat dan tradisi" Pemikiran mereka telah menulari setiap orang, termasuk orang-orang yang paling menentang mereka. Bukankah itu berarti bisa dikatakan bahwa mereka telah menaklukkan Jepang" Di mana ada pemikiran, tak urung tindakan mengikuti. Barangkali, Genji bahkan sudah meramalkan ini.
Seorang wanita menjerit di depannya. Raksasa idiot itu menghilang. Di tempatnya berada tadi, berdiri Emily, tangannya membekap mulutnya sendiri, matanya melebar dengan kengerian luar biasa.
Taro melangkah mundur. Saemon sudah di sini. Biarkan dia menyelesaikan pekerjaan kotor ini.
Genji dan Saemon memacu kuda mereka di depan rombongan, dengan Hide tak jauh di belakang mereka. Wanita dengan leher terkulai itu sama sekali tak bisa dipahami. Kehabisan tenaga karena berlari, terintimidasi oleh kehadiran bangsawan agung, suaranya yang sebagian BUKU KEDUA
38 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tercekik karena cacatnya, membuat suara yang keluar dari mulutnya terputus-putus tak keruan.
"Lord"Lady Hanako"Bahaya, bahaya besar"Pengkhianatan"Tolong"Cepat!"
Hide mengamati Saemon dengan cermat selagi mereka berlomba menuju Mushindo.
Wanita itu hampir pasti hanya alat yang dimainkan Saemon untuk mengalihkan perhatian mereka dari dirinya. Hanako dan Emily dijaga Taro, sahabat Hide dan rekan yang paling tepercaya. Pengkhianatan mustahil muncul dari sumber yang lebih mustahil lagi. Begitu mustahilnya sehingga Hide yakin bahwa bahaya itu muncul dari Saemon, seperti yang dicurigainya selama ini, dan bahwa pengkhianatan apa pun yang telah direncanakannya, akan segera terjadi sekarang. Kenyataan bahwa Saemon membawa sedikit pengawal hanya menunjukkan lebih banyak lagi yang bersembunyi di suatu tempat. Ayahnya, Lord Kawakami, telah menyergap Genji di Mushindo dan gagal. Betapa akan memuaskannya bagi si anak untuk membalas kematian ayahnya di tempat yang sama. Genji telah menepiskan peringatan Hide, dan terus maju. Jika Hide tidak bisa melindungi tuannya, setidaknya dia bisa mati bersamanya, dan memastikan bahwa Saemon yang licik tidak akan selamat untuk menikmati
pengkhianatannya. Semua pemikiran itu lenyap dari benak Hide ketika dia keluar dari hutan ke tanah terbuka di samping kuil. Dalam beberapa detik saja, dia melihat hcberapa samurai mengatur posisi mengurung Hatiako, melihat istrinya menewaskan satu samurai, terlihat samurai lain menebasnya, melihat semburan it irrah ke udara, melihat dia jatuh.
"Hanako!" Ketika perhatian Hide teralihkan, Saemon menarik revolver yang disembunyikannya di dalam jaketnya. Hide menangkap gerakan ini dengan ujung matanya, tetapi tidak sebelum Saemon menarik dan menembakkan senjatanya. Dia berbalik untuk menyerang Saemon, tetapi berhenti ketika melihat Genji tidak tertembak. Saemon telah mengarahkan senjatanya pada samurai yang menjatuhkan Hanako dan hendak menyerang Emily. Samurai itu adalah Taro.
Emily duduk di rumput dengan Hanako dalam pelukannya, darah Hanako membasahi
pakaian kedua wanita itu. Matanya terbuka, tetapi memandang kosong, dan telah kehilangan cahaya yang membedakan manusia hidup dengan yang mati. Emily terlalu terpukul oleh kematiannya yang begitu tiba-tiha sehingga tak mampu untuk menutup mata, bahkan terlalu terpukul untuk menerima bahwa satu-satunya sahabatnya telah pergi tanpa sedikit pun meng ucapkan selamat tinggal. Di sampingnya, dia mendengar suara kekanak-kanakan Kimi yang BUKU KEDUA
39 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR semakin keras menyerukan kemenangan.
"Lord Genji sudah tiba! Aku tahu beliau akan datang. Sudah kukatakan itu kepada para pengkhianat, bukan?"
"Kimi," kata Goro. "Kimi, Kimi, Kimi?"
Derap kuda berhenti sangat dekat, dan para pria melompat turun dari sadel. Emily tidak mengangkat kepala. Dia dengan putus asa mencari-cari dalam hati sebuah doa dan menemukan Barang siapa beriman hepada-Nya, dia tidak akan mati, tetapi akan hidup kekal selamanya. Itu bukan doa yang tepat karena Hanako tidak percaya kepada-Nya, melainkan sepanjang dan selama hidupnya mempercayai Amida Buddha, sang pembawa cahaya kasih tanpa batas, dan tidak percaya pada Surga yang dijanjikan oleh Tuhan Sang Penyelamat, melainkan pada Sukhavati, Tanah Murni yang disediakan bagi pengikut Amida. Sekarang, mereka terpisah selamanya, tanpa harapan akan bertemu lagi di kehidupan akhirat karena Surga dan Sukhavati tidak mungkin sama-sama ada, demikian juga Yesus Kristus dan Amida Buddha. Seandainya saja bukan penghujatan, dia akan berharap yang kedualah yang nyata alih-alih yang pertama, karena itu berarti kehidupan abadi di surga bagi Hanako, dan siapa yang lebih layak menerimanya"
Emily tidak pernah mengenal orang lain yang memiliki lebih banyak kebaikan, kemurahan, dan kebajikan tertinggi Kristen ketimbang Hanako.
Genji telah datang. Emily tahu itu karena Kimi dan Goro segera berlutut dan bersujud di tanah. Dia r?erasakan tangan Genji menyentuh lembut bahunya.
"Emily," kata Genji.
Setelah bertahun-tahun dia tinggal di Jepang, kesadarannya akan waktu sudah berubah, sedikit demi sedikit, hampir tidak terasa, sampai tak ada lagi kesamaannya dengan perspektifnya dahulu. Dia tidak lagi berpikir dalam satuan hari, minggu, bulan, dan tahun yang berlalu, tetapi mengikuti momen demi momen saja, yang membayang acak sepanjang kalender masa lalu, terkumpul dalam ingatannya untuk memberinya pencerahan yang mungkin akan berlalu begitu saja jika dia masih menghitung hari. Momen-momen yang terkumpul ini, yang dituainya bagaikan panenan langka dan berharga, membentuk seluruh pengetahuannya tentang seluruh pengetahuannya tentang mereka yang paling dekat dengannya"Heiko, Hanako, dan Genji. Apakah hubungan-hubungan ini nyata atau sepenuhnya khayalan" Heiko tidak lagi dilihatnya lagi sejak enam tahun lalu. Hanako tewas. Dan Genji"-apakah pria itu merasakan sesuatu sebagaimana dugaannya, sesuatu yang setengah ditakutkan dan setengah diharapkan-BUKU KEDUA
40 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR nya" "Emily," kata Genji.
Emily merasakan tangan Genji pada bahunya, dan akhirnya dia mulai menangis. Genji mengangguk kepada Hide.
Hide mengambil tubuh Hanako dari Emily. Dia melakukannya selembut mungkin. Dia pasti sudah cukup lembut karena Emily tampak tidak menyadarinya. Air mata jatuh dari matanya, semua kesedihannya tumpah dalam kebisuan total. Dadanya bergerak naik turun tetapii tak sedikit pun desahan keluar dari bibirnya. Hide merasa sangat bersimpati kepada Emily. Hanako adalah satu-satunya sahabatnya. Kini, dia benar-benar sendiri. Hide menekan dalam-dalam perasaannya sendiri. Dia tidak memikirkan kedua putranya, yang kini kehilangan ibu mereka dalam usia begitu muda. Dia tidak memikirkan dirinya sendiri, yang telah kehilangan seseorang tempat dia mencurahkan rasa takut dan kelemahannya tanpa rasa malu, seseorang yang selalu dapat diandalkan untuk berada di sisinya dalam kesulitan, seseorang yang diharapkannya untuk menjadi pendampingnya hingga ajalnya menjelang. Dia mengambil tubuh Hanako dari Emily dan membungkuk rendah kepada Genji.
"Lord Hide," salah seorang anak buahnya berkata. Suaranya mengandung keprihatinan.
"Apa yang kautatap?" Hide menanggapi dengan kasar. Ini bukan saat yang tepat untuk hanyut dalam emosi. "Apakah Lord Genji dan Lady Emily sudah dijaga dengan baik?"
Samurai itu menegakkan badannya dengan sikap prajurit. "Ya, Lord Hide. Dan beberapa orang mengawasi Saemon dengan waspada."
Hide menggumamkan persetujuannya. "Jika ada pengkhianat yang masih hidup, jangan bunuh mereka. Mereka harus ditanyai."
"Ya, Tuan, saya sudah memerintahkan begitu."
"Lalu" Mengapa kau masih di sini?"
"Saya pikir, barangkali?" Mata samurai itu beralih kepada Hanako.
Hide berkata, "Aku sepenuhnya mampu mengurusi satu mayat. Pergilah."
Anak buahnya membungkuk dan pergi.
Hide menutup mata Hanako. Tubuhnya masih hangat. Meskipun langit tak berawan, hujan mulai turun. Dia mengusap tetesan air dari wajah Hanako. Tangannya begitu kasar, kapalan, dan mengeras oleh kehidupan seorang samurai. Betapa seringnya dia meminta maaf atas kekasapan dirinya. Betapa sering Hanako tertawa, dan menggenggam erat tangannya, sambil BUKU KEDUA
41 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR berkata, "Bagaimana aku bisa lembut seandainya kau tidak kasar, lunak seandainya kau tidak keras?"
Asistennya bergegas kembali ke sisinya. "Lord Taro masih bernapas."
Saemon menatap Taro dengan jijik dan berharap dia mati. Pelurunya tidak langsung menewaskan bekas sekutunya itu. Padahal, kalau Taro mati, rencananya sejauh ini berjalan sempurna. Dengan melibatkan Taro dalam konspirasi, meskipun sebuah konspirasi palsu, dia telah menghilangkan salah seorang bawahan Genji yang paling penting, dan menebarkan bibit-bibit ketidakpuasan dan kecurigaan di tengah klannya. Sudah cukup efektif kalau saja Taro berhasil membunuh Emily, dan Genji kemudian membunuhnya. Namun, ketepatan
kedatangan mereka telah memberi Saemon peluang lain yang lebih baik. Dengan menembak Taro yang tampak hendak menyerang Emily, dia membangkitkan rasa terima kasih Genji, dan barangkali kepercayaan yang lebih besar pula. Sebetulnya, itulah inti rencana Saemon.
Kesalahan ayahnya dengan Heiko adalah mencoba menempatkan seseorang di samping Genji dan memerintahkan orang itu melakukan apa yang perlu dilakukan. Saemon belajar dari kesalahan itu. Satu-satunya orang yang dapat diandalkan sepenuhnya hanyalah dirinya sendiri.
Jadi, harus dirinyalah yang ditempatkannya sedekat mungkin dengan Genji. Kematian Hanako menjadi keuntungan tambahan karena pasti akan meresahkan dan melemahkan suaminya, Hide, tangan kanan Genji yang terkuat. Namun, semua keberhasilannya akan menguap jika Taro bisa bertahan hidup cukup lama untuk mengungkap keterlibatannya.
Hide berlutut di samping Taro.
"Siapa lagi?" katanya.
Untuk sesaat, Saemon mengira mata Taro akan bergerak ke arahnya. Itu saja sudah cukup untuk memvonisnya. Hide, yang sudah mencurigainya, tidak akan menunggu perintah atau izin.
Dia akan langsung menarik pedang dan memenggalnya di tempat. Namun, Taro tidak mengalihkan pandangannya dari Hide. Ketika dia berbicara, yang diucapkannya hanya satu kata.
"Samurai." "Aku samurai," kata Hide. "Kau pengkhianat. Ringankan dosamu. Katakan siapa lainnya."
"Samurai," kata Taro lagi, dan mati.
"Penggal kepalanya," kata Hide kepada anak buahnya. "Tinggalkan badannya untuk dibakar BUKU KEDUA
42 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR petani." Enam tahun lalu, tak jauh dari tempat ini, dia dan Taro bertempur bahu-membahu melawan ratusan samurai anak buah Kawakami si Mata Licik, dan mereka menang. Kini Taro tewas, sebagai pengkhianat, ditembak oleh Saemon putra Kawakami. Perasaan dan akalnya sulit menerima. Ada yang tidak beres.
Saemon berkata, "Aku menyesal kita tidak datang tepat waktu untuk menyelamatkan Lady Hanako."
"Kita tepat waktu untuk menyelamatkan Lady Emily," kata Hide, "dan mengakhiri pengkhianatan. Itu sudah cukup." Dia memberi hormat dan berlalu. Saemon terlibat dalam masalah ini. Dia tahu itu Namun jika Saemon antiorang asing yang fanatik, mengapa dia melindungi Emily" Hide tidak tahu Dia hanya tahu Saemon adalah seorang penyusun rencana yang menyukai kerumitan. Tak pernah dia melakukan sesuatu secara langsung dan terbuka Lord Genji masih dalam bahaya.
Saemon tidak terganggu sedikit pun oleh kecurigaan Hide yang terang-terangan. Sebagai kepala pengawal pribadi seorang bangsawan agung, curiga adalah salah satu tugas utamanya, terutama terhadap teman-teman terdekat tuannya. Dari definisinya saja, sudah jelas pengkhianatan selalu dilakukan oleh mereka yang dipercayai seseorang. Itulah alasan utama Saemon sendiri tidak mempercayai orang lain kecuali dirinya sendiri. Dia memang salah seorang bangsawan agung yang kurang penting, tetapi dia satu-satunya penguasa wilayah yang kebal terhadap pengkhianatan.
Genji berusaha keras menciptakan rekonsiliasi antara Shogun, yang mendukung kerja sama dengan pihak asing, dan Kekaisaran, yang menghendaki pemutusan hubungan segera dan sepenuhnya. Dalam usaha ini, Saemon adalah sekutu rahasia Genji. Dia juga sekutu rahasia Pasukan Kebajikan, yang bertekad fanatis mengusir bangsa asing dan menghancurkan siapa pun yang bekerja sama dengan mereka, baik itu rakyat biasa maupun bangsawan. Tentu saja, kedua gerakan yang saling bertentangan ini tak mungkin sama-sama berhasil. Saemon ingin berada di pihak yang menang, dan dia menghendaki Genji kalah, tak peduli pihak mana pun yang menang. . Jika yang menang adalah Pasukan Kebajikan, Genji akan hancur apa pun yang terjadi. Jika para konsiliator menang, Genji masih bisa dilumpuhkan dalam jangka panjang seandainya dia dinilai para tradisionalis sebagai tokoh utama yang menekan Pasukan Kebajikan.
Ini tidak akan sulit dilakukan, mengingat Genji sudah tidak disukai banyak orang karena tekad BUKU KEDUA
43 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR anehnya untuk menghentikan sanksi terhadap masyarakat buangan.
Saemon adalah seorang yang sabar. Tidak perlu tergesa-gesa. Mereka yang terburu-buru mengejar tujuan biasanya hanya memburu-buru diri mereka ke arah kehancuran.
Genji meninggalkan Emily dalam perawatan dua wanita muda yang tinggal di Mushindo.
Mereka akan membantunya membasuh diri dan mengganti pakaiannya yang ternoda darah.
Ketika dia keluar ke halaman, Farrington dan Smith sudah menunggunya,
"Bagaimana keadaannya?" tanya Farrington.
"Dia tidak terluka," kata Genji, "tetapi, tidak bisa kukatakan dia baik-baik saja. Dia baru saja rnenyaksikan sahabatnya terbunuh di depan matanya."
"Bukankah pembunuh itu salah seorang samurai Anda?" tanya Smith. "Taro namanya, kan?"
"Ya, Taro." Farrington berkata. "Lord Taro adalah komandan kavaleri Anda, bukan?"
"Ya." "Mengapa dia ingin membunuh Lady Hanako?" kata Smith. Dia mencurigai percintaan yang bertepuk sebelah tangan. Meskipun para samurai ini berpura-pura tidak membutuhkan wanita dan rnenunjukkan disiplin militer yang kukuh, mereka tetap saja laki-laki, dan rentan terhadap nafsu dan kebodohan laki-laki. Dia tidak mengecualikan dirinya dari tuduhan yang tak terucapkan itu. Hasratnya terhadap Emily membelokkannya dari pengejaran terhadap komoditas ternak, tanah, dan perdagangan yang melipatgandakan kekayaannya. Memiliki Emily berarti dia tidak memperoleh apa pun selain kepemilikan itu. Memang tidak rasional. Namun dengan wanita, laki-laki lebih sering tidak rasional ketimbang biasanya.
"Sasaran Taro bukan Hanako," kata Genji. "Dia mencoba membunuh Emily. Hanako menghalanginya."
"Emily?" seru Farrington. "Mengapa Emily?"
"Sentimen antiorang asing sangat kuat," kata Genji. "Sebagian orang kepercayaanku bahkan terpengaruh."
Farrington tidak bisa menerima penjelasan itu. Sejak pembukaanJepang oleh Komodor Perry lebih dari dua belas tahun lalu, telah terjadi banyak serangan dan pembunuhan yang dialami masyarakat Barat. Tak satu pun ditujukan kepada wanita. Sikap kesatria para samurai BUKU KEDUA
44 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR ini membuat tindakan seperti itu justru lebih tercela bagi mereka ketimbang bagi masyarakat Barat. Bahwa seorang samurai dengan gelar bangsawan dan jenderal akan merendahkan diri membantai seorang wanita Barat yang tak berdaya untuk alasan politik sama sekali tidak bisa dimengerti..Dan, Emily bukan wanita Barat biasa, dia mendapatkan dukungan dan perlindungan bangsawan agung yang menjadi atasan Taro sendiri. Alasan Genji sudah cukup mengerikan, tetapi barankali kebenarannya bahkan lebih keji lagi.
Hanya perintah langsung dari tuannya yang akan memaksa Taro melakukan kejahatan begitu hina. Seluruh perjalanan ke Kastel Awan Burung Gereja pasti merupakan bagian dari tipuan yang dirancang untuk membawa Emily kemari, jauh dari pengamatan Barat dan membunuhnya. Tak urung timbul pertanyaan, mengapa Genji menghendaki akhir seperti ini"
Untuk memikirkan kemungkinan penyebabnya saja sudah sangat menjijikkan. Meskipun Emily begitu polos dan lebih lemah dari yang disadarinya di pelbagai tempat kediaman tuan rumahnya yang otoriter itu, kemungkinan Emily telah dijadikan korban tanpa diketahuinya tidak bisa diabaikan. Apakah dia telah terlambat untuk menyelamatkan Emily dari nasib yang lebih buruk daripada kematian" Kalau demikian, apa yang harus dilakukannya sekarang"
"Beberapa pihak di Barat berkeras untuk memandang samurai sebagai kesatria Jepang,"
kata Smith. "Jika yang Anda katakan itu benar, kode kesatriaan Anda tidak seperti yang seharusnya."
Genji membungkuk. "Sulit untuk tidak setuju dengan penilaian Anda."
Kedua wanita yang membantu Emily keluar dari kamar tempatnya beristirahat sekarang.
Mereka membungkuk kepada Genji dan meninggalkan mereka, membawa serta pakaian
berdarah Emily. "Tuan-tuan, bolehkah aku memohon Anda berdua menunggui Emily di sini" Ketika dia cukup pulhi untuk menerima kunjungan, kupikir dia akan merasa tenang dengan kehadiran teman-teman sebangsanya."
"Tentu saja, Tuan," kata Smith.
Farrington membungkuk memberi persetujuan tanpa kata. Pikirannya beralih untuk mengungkap motivasi Genji mengundang Smith dan dirinya kemari. Apakah mereka
dimaksudkan untuk menjadi saksi" Jika demikian, untuk tujuan apa" Untuk bersaksi bahwa Genji telah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Emily meskipun gagal secara tragis"
Keberanian Hanako melindungi sahabatnya telah merusak rencana itu. Apakah itu berarti BUKU KEDUA
45 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR mereka bertiga"Emily, Smith, dan dirinya"sekarang dahm bahaya"
Smith berkata, "Bisakah kita berdamai untuk sementara?"
"Ya, bisa." Farrington mengulurkan tangan dan Smith menyambutnya. "Mari kita konsentrasikan usaha kita untuk meringankan penderitaan Emily." Dia mempertimbangkan apakah dia harus mengutarakan kekhawatiran tentang ancaman bahaya yang rnungkin mereka hadapi. Namun akhimya, dia memutuskan untuk tidak melakukannya. Diperlukan terlalu banyak penjelasan, dan penjelasan akan dengan cepat mengarah pada spekulasi yang sangat meresahkan.
Genji pergi mencari Kimi. Dia menemukannya di kebun bersama Goro, membalik-balik tanah untuk tanaman baru. Selagi bekerja, keduanya bercakap-cakap, tidak dalam artian biasa, tetapi hanya bertukar kata yang berfungsi sebagai penghubung bagi mereka sebagaimana percakapan bagi orang lain, atau sebagaimana nyanyian menyatukan orangorang dalam perayaan.
"Kimi." "Goro." "Kimi." "Goro." Begitu asyiknya mereka bekerja sehingga tidak menyadari kedatangannya.
"Kimi." "Goro." "Kimi," kata Genji.
"Lord Genji," sahut Kimi.
Dia menjatuhkan diri berlutut dan menekankan dahinya di tanah. Goro mengikuti
perbuatannya dengan tepat, kecuali alih-alih menyebut nama Lord Genji, dia menyebutkan namanya.
"Kimi." "Sssshh!" Betapa ajaibnya negeri Jepang ini, sampai-sampai seorang idiot pun berusaha sebaik mungkin untuk berperilaku sebagaimana seharusnya di hadapan seorang bangsawan agung.
Genji tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis.
"Kau dan Goro telah berjasa besar padaku. Aku sangat berterima kasih kepada kalian."
BUKU KEDUA 46 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Karena namanya disebut, Goro mengangkat kepalanya dari tanah cukup tinggi untuk mengintip Genji.
Katanya, "Kimi."
Kimi menjangkau ke samping, dengan kasar meraih kedua tangan Goro, dan
membekapkannya pada mulutnya.
"Jaga tanganmu tetap di situ dan diamlah," kata Kimi. Sambil membungkuk lagi kepada Genji, dia berkata, "Ampun, Tuan Lord. Dia mencoba, tetapi ini sulit untuknya."
"Mudah sekali mengabaikan kekurangan kecil dalam etiket orang yang telah
menyelamatkan jiwa seorang teman."
"Terima kasih, Tuan Lord."
"Aku tahu mengapa dia melakukannya. Kau menyuruhnya berbuat begitu. Tetapi, mengapa kau memutuskan untuk mempertaruhkan jiwamu?"
Kimi tetap bersujud dan diam.
"Ayolah. Aku tidak akan marah apa pun alasanmu."
Dengan ragu Kimi berkata, "Orang-orang bilang Anda bisa melihat masa depan, Tuan Lord."
"Dan kaupercaya mereka?"
Dengan berbisik, Kimi menjawab, "Apakah itu dibolehkan?"
Jepang adalah negeri dengan banyak tingkat untuk segalanya, termasuk kepercayaan.
Sebagaimana rakyat jelata bahkan tidak boleh bermimpi berhadapan dengan Shogun atau Kaisar, kepercayaan tertentu, juga tidak boleh mereka pikirkan. Banyak orang, seperti seluruh penduduk Desa Yamanaka, mengikuti ajaran Honen dan Shinran, yang menjelaskan dalam bahasa sederhana ajaran Buddha dan jalan menuju Sukhavati, Tanah Murni. Bangsawan seperti Genji mengikuti ajaran Pendeta Zen, yang tanpa menggunakan kata-kata menunjukkan jalan melampaui Buddha, jalan yang tidak dapat dipahami oleh petani dan penduduk kota yang sederhana. Barangkali, mempercayai kemampuan Genji melihat masa depan hanya
diperuntukkan bagi samurai dan bangsawan. Kimi mencoba untuk tidak gemetar, tetapi tanpa hasil.
Genji tertawa. Bukan tawa mengejek, atau tawa kejam. Tawanya terdengar sangat riang.
"Kepalamu adalah milikmu sendiri, Kimi. Kaubisa mempercayai apa pun yang ingin kaupercayai. Tetapi kuperingatkan kau, ada hal-hal lebih baik untuk dipercayai ketimbang BUKU KEDUA
47 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR kemampuanku. Melihat masa depan tidak seperti yang orang-orang kira."
Jadi, dia memang mempunyai kemampuan itu! Dia memilikinya seperti yang dikatakan orang-orang. Kimi begitu bersemangat sampai ingin melompat-lompat. Betapa beruntungnya mereka. Dengan segala ketidakpastian di mana-mana, junjungan mereka bisa melihat apa yang akan terjadi. Yah, Lord Genji memang bukan junjungan mereka sebetulnya. Lord Hiromitsulah yang menguasai Wilayah Yamanaka. Namun, Kuil Mushindo merupakan basis pertahanan luar klan Lord Genji turun-temurun selama hampir enam ratus tahun, dan Lord Hiromitsu tunduk kepada Lord Genji dalam segala hal. Jadi, Lord Genji adalah junjungan mereka dalam kenyataannya meskipun bukan dalam nama.
"Terima kasih, Tuan Lord," kata Kimi.
"Kau berterima kasih terlalu dini. Aku belum lagi memberimu hadiah. Dan tidak perlu menyebutku 'tuan' dan 'lord' sekaligus. Salah satu saja sudah cukup."
"Ya, Tuan. Terima kasih, tetapi hadiah itu tidak perlu."
"Bagaimanapun kau akan menerimanya."
"Ya, Tuan. Terima kasih."
"Jadi, kau mau apa?"
"Tuan?" "Hadiahmu. Sudah dikabulkan. Tinggal kausebutkan apa yang kauinginkan."
Sekali lagi, Kimi mulai gemetaran. Sebutkan sendiri hadiahnya! Bagaimana mungkin dia berani melakukannya" Namun, bagaimana dia bisa menolak" Menyebutkan hadiah berarti menunjukkan keserakahan yang pasti dan layak dihukum berat seperti penggal kepala. Siapalah dia berani memanfaatkan dengan tamak kemurahan hati seorang bangsawan agung"
Namun, menolak berarti tidak mematuhi perintahnya, sebuah tindakan pembangkangan lancang yang pantas diganjar kematian"bukan hanya dirinya, melainkan juga seluruh keluarganya, bahkan mungkin seisi desanya.
Bagaimana kalau dia meminta hadiah kecil saja. Hasilnya akan sama saja"kematian!
Meminta terlalu sedikit adalah penghinaan terhadap martabat sang bangsawan. Apakah dia mengira bangsawan agung tidak mampu memberinya imbalan berlimpah"
Getaran tubuhnya begitu keras sehingga nyaris mencekik pernapasannya. Betapa buruknya nasib terlahir sebagai petani. Dan, lebih buruk lagi menjadi petani yang menarik perhatian seorang bangsawan. Apakah petani itu menyenangkan hatinya atau membuatnya marah, BUKU KEDUA
48 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR hasilnya sama saja. Hukuman mati. Dia mulai melafalkan nembutsu dalam hati agar kalau dia dipenggal, Amida Buddha akan membawanya langsung ke Tanah Murni. Dia tidak menyadari doanya tersuarakan sampai Lord Genji berbicara.
" Namu Amida Butsu." Genji mengulangi kata-katanya. "Apakah kau memohon petunjuk Amida Buddha?"
"Lord," hanya itu yang bisa diucapkan Kimi.
"Agaknya kita harus menunggu untuk beberapa waktu. Menurut pengalamanku, dewa-dewa dan Buddha jarang terburu-buru menjawab pengikutnya. Apakah kau taat beragama?"
"Lord." "Tentu saja." kata Genji, "kalau tidak kau tidak akan repot-repot memperbaiki kuil ini."
Lord Genji terdiam begitu lama, Kimi akhimya memberanikan diri mengangkat kepalanya.
Dilihatnya Lord Genji sedang memandang dengan penuh perhatian sayap asrama yang sudah dibangun kembali.
"Boleh aku memberi saran?" kata Genji. "Terimalah penunjukan sebagai Biarawati Kepala tempat peribadatan ini. Aku akan memastikan kau menerima dana yang diperlukan dan para pekerja untuk mempercepat pembangunan. Mulai saat ini, Mushindo akan menjadi biara, bukan lagi kuil."
"Apakah itu pantas, Lord?" Kimi takut membantahnya, tetapi dia juga takut akan kemarahan para pelindung gaib kuil. "Tidakkah diperlukan keputusan Rahib Kepala ordo Mushindo untuk membuat perubahan seperti itu?"
Genji tersenyum. "Akulah Rahib Kepala, jabatan yang kuwarisi dari generasi-generasi terdahulu, hingga pendiri tempat ini. Dan pada mulanya, tempat ini adalah sebuah biara, bukan kuil. Rahib Zengen Tua dahulu membuat perubahan. Dengan ini, aku mengubahnya kembali, Biarawati Kepala."
"Lord, saya tidak tahu apa-apa tentang ajaran Mushindo."
"Aku tidak sepenuhnya yakin apakah ada banyak hal yang patut diketahui. Mushindo sejak dahulu merupakan sekte yang berbeda dan tersembunyi. Ketika Rahib Ketua Tokuken turun gunung, kau boleh berguru kepadanya. Sebelum itu, aku memberimu wewenang untuk mempraktikkan nembutsu, atau apa pun yang dipandang pantas."
"Jika Mushindo menjadi biara," kata Kimi, "apakah nantinya hanya untuk wanita?"
"Ya." Genji memandang Goro. "Ah, aku tahu. Sebuah pondok tukang kebun akan BUKU KEDUA
49 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR dibangun tepat di luar benteng, jadi asistenmu bisa tetap di sini dengan tugas itu."
"Terima kasih, Lord Genji," kata Kimi, beban berat terangkat dari dadanya. Lord Genji pasti bisa membaca pikiran juga di samping melihat masa depan. Sekarang, Goro dan Kimi serta gadis-gadis pelarian lainnya benar-benar memiliki rumah sendiri. Tak seorang pun akan mengganggu mereka sekarang, Mereka dilindungi Bangsawan Agung Akaoka.
"Terima kasih kembali, Biarawati Kepala," kata Genji, menekuk lututnya dan membungkuk rendah kepadanya, seakan-akan dia biarawati sejati. "Ingatlah untuk merujuk kitab-kitab suci dan menemukan nama kependetaan yang cocok untuk dirimu. Ketika seseorang memasuki Jalan Buddha, dia harus dilahirkan kembali."
"Baik, Lord. Akan saya laksanakan."
"Bagus." Kimi terus membungkuk untuk waktu yang lama. Ketika dia bangkit, Lord Genji sudah pergi. Dalam kegembiraannya, dia telah lupa memberi tahu Lord Genji tentang perkamen itu.
Dua minggu lalu, ketika sedang mengumpulkan peluru di lapangan di luar benteng, secara kebetulan dia menemukan batu besar yang terlepas dari tempatnya. Batu itu satu dari empat batu yang membentuk fondasi sebuah bangunan yang sudah lama lenyap. Perkamen itu ada di bawahnya, dalam sebuah peti berlapis lilin yang telah bertahan terhadap cuaca selama bertahun-tahun, bahkan mungkin berabad-abad. Dia telah membuka peti dan menemukan perkamen itu, tetapi tidak membuka perkamen itu sendiri. Dia ingin tahu, tetapi dia juga buta huruf. Jadi, tak ada gunanya membuka perkamen. Dia bermaksud memberikannya kepada Lady Hanako, tetapi Lady Hanako sudah tiada. Dia tidak bisa memberikannya kepada Lord Genji lebih awal karena ada seorang bangsawan agung lain di sana, yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia ragu untuk menunjukkan apa pun di depannya. Ada sesuatu pada sikapnya, gerakan matanya, caranya tersenyum, yang mengingatkan Kimi pada seekor katak yang bersembunyi di dalam lumpur pada musim hujan, hanya mata mereka saja yang tampak, ketika mereka bersembunyi menunggu serangga.
Sudah terlambat untuk memberikannya kepada Lord Genji sekarang. Dia sudah kembali kepada para samurainya dan mereka akan menanyakan apa maunya menemui Lord Genji.


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mungkin tidak selayaknya dia memberi tahu mereka apa yang ditemukannya. Mungkin benda itu adalah suatu rahasia yang boleh diketahui Lord Genji saja. Jika Lord Taro saja bisa mengkhianatinya, siapa yang tahu tentang samural lain" Kini, dia telah menjadi Biarawati BUKU KEDUA
50 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Kepala, dia harus bertindak bijaksana. Dia akan menunggu saat yang tepat dan memberikan perkamen itu kepada Lord Genji.
Dia mendengar suara-suara teredam di sampingnya. Mulut Goro masih terbekap kedua tangannya sendiri, seperti yang.diperintahkannya tadi.
"Kau boleh menurunkan tanganmu sekarang, Goro."
"Kimi," kata Goro.
"Goro," kata Kimi.
"Kimi." "Goro." "Kimi." 1882, Biara Mushindo "Goro," kata Biarawati Kepala Jintoku.
Matanya terbuka. Dia terjaga dari meditasi, bukan karena mendengar lonceng kuil berbunyi, melainkan karena mendengar dirinya menyuarakan kenangan yang jauh.
Para biarawati lain di bangsal meneruskan meditasi dalam ketenangan dan kesunyian.
Mereka sendiri tahu bahwa menyerahkan diri dalam bimbingan welas asih Buddha akan membuat pengalaman dan emosi yang terpenjara muncul ke permukaan. Kata-kata acak terkadang terlontar spontan dalam meditasi, begitu juga sedu sedan, tawa, dan bahkan dengkuran"yang terakhir ini dari mereka yang telah membiarkan konsentrasi mereka padam.
Kalaupun diperlukan tindakan, pengawas keliling dengan senjata tongkat akan memastikan kesadaran ini kembali difokuskan pada tempatnya.
Biarawati Kepala membungkuk takzim ke arah atar, kemudian kepada teman-teman
sejalan. Dalam hati, dia berterima kasih kepada Buddha dan para dewa penjaga kuil yang telah memberinya kedamaian dalam meditasi yang dirasakannya tadi. Dia meninggalkan bangsal dan melangkah keluar. Malam telah berlalu. Cahaya fajar muncul dari timur. Biarawati Kepala membungkuk dengan rasa syukur mendalam untuk kedatangan hari baru.
Biara Mushindo. Lady Emily menyatakan itu bertahun-tahun lalu, ketika tempat ini masih berupa kuil yang hancur, dan sekali lagi Mushindo kembali menjadi sebuah biara. Betapa cepatnya tahun-tahun berlalu.
Satu tarikan napas dan waktu itu masih lampau. Tarikan napas berikutnya dan waktu sudah BUKU KEDUA
51 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR menjadi kini. Ketika Biarawati Kepala menyeberangi halaman, hujan mulai turun.
Tokyo Makoto Stark duduk di langkan jendela kamarnya dan menggulung rokok. Dia berada di lantai keempat, lantai tertinggi hotel, sebuah bangunan baru yang besar dan kebanyakan tak berpenghuni di Distrik Tsukiji, sebuah daerah yang dikhususkan bag1 orang asing. Dia dapat melihat awan-awan kelabu yang berat menggelayuti pegunungan di tepian barat laut. Daratan Kanto. Jika tebakannya tentang arah benar, tentunya sekarang sedang hujan di Biara Mushindo, dan akan segera hujan pula di Tokyo. Rokok yang digulungnya, diselipkannya di mulut dan dibiarkannya menggantung seperti yang dibayangkannya tergantung pada bibir para jago tembak dalam novel-novel roman yang pernah dibacanya waktu kecil.
Apa yang telah diharapkannya dengan pergi ke Mushindo" Apakah dia mengharapkan sesuatu yang lain daripada yang diperolehnya, yang lebih banyak merupakan kekecewaan dan kebingungan. Mungkin hanya masalah sepele bahwa kisah pertempuran yang dikisahkan ibunya tidak sama dengan yang diceritakan para biarawati di kuil. Namun setiap perbedaan, apa pun itu, kini menjadi semakin penting. Dia telah datang ke Jepang mencari sebuah kebenaran tunggal"asal-usulnya"dan sekarang dia takut bahwa satu kebenaran itu tidak akan mencukupi kebutuhannya.
Dengan rokok masih bertengger di bibirnya, dia meninggalkan hotel dan pergi berjalan jalan menelusuri Distrik Tsukiji. Sulit dipercaya bahwa hanya dua belas tahun yang silam, ketika ibu kota kekaisaran Tokyo masih bernama Edo Shogun, daerah ini merupakan tempat berdirinya istana-istana megah para daimyo"para panglima perang yang memerintah Jepang selama seribu tahun. Istana-istana itu sudah tidak ada lagi, digantikan oleh hotel ini serta pelbagai toko dan bangunan untuk memenuhi kebutuhan orang asing. Atau, demikianlah tujuannya. Orang asing tidak berduyun-duyun tinggal di sini seperti yang tliharapkan pemerintah. Mereka tetap lebih menyukai fasilitas yang lebih lengkap dan masyarakat yang lebih hidup di pelabuhan Yokohama, kira-kira tiga puluh kilometer ke barat. Tsukiji nyaris kosong, sebuah kondisi mengerikan dalam kota yang seharusnya ramai. Petugas polisi di gerbang, berseragam ala Barat, membungkuk kepadanya ketika dia meninggalkan distrik itu.
Kehadiran polisi itu bukan untuk mencegah masuknya orang Jepang biasa ke Tsukiji, BUKU KEDUA
52 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR melainkan untuk mencegah komunikasi bebas di antara orang Jepang umumnya dan penghuni Tsukiji.
Dalam perjalanannya menyeberangi Pasilik, pikiran Makoto pada awalnya sepenuhnya tertuju kepada Genji Okumichi dan masalah perannya sebagai ayah dan pengabaian yang dilakukannya. Meskipun kapal uap dianggap tercepat, perjalanan m;rsih diukur dalam satuan minggu. Kemarahan dan kepahitan cukup untuk menjaga pikiran tunggalnya tetap menyala-nyala. Namun, waktu telah membantunya Demikian pula udara laut yang segar, pergantian antara matahari dan hujan yang membersihkan, kemegahan pemandangan laut dengan cakrawalanya yang tak terputus dan terhalangi, dan ayunan ringan kapal itu sendiri. Dia terkejut mendapati dirinya bertambah optimistis. Tidak tentang reaksi yang diharapkannya dari Genji.
Dia telah menolak Makoto dua puluh tahun lalu, dan terus menolaknya sejak saat itu. Tak ada alasan untuk meyakini kedatangannya saja akan mengubah itu.
Asa yang membesar dalam dirinya berkaitan bukan dengan Genji, melainkan dengan Jepang itu sendiri.
Makoto tidak dapat mengingat kapan dia tidak menikmati keuntungan berlimpah berkat kekayaan dan kekuatan politis keluarganya. Dia tidak pernah lepas dari perlindungan dua pengawal pribadinya yang setia dan pelayanan para pembantu yang penuh perhatian. Dalam setiap lingkungan yang pernah dimasukinya, dia diperlakukan dengan penghormatan tertinggi.
Lingkungan sosialnya hanya terdiri dari inereka yang memiliki latar belakang sama dan tentunya, anak-anak dari staf rumah tangga. Dengan demikian, dia seperti semua orang pilihan yang menghuni kawasan elite di San Francisco. Dan, jumlah mereka tidak banyak. Ketika dia masih kecil, dia menganggap dirinya persis sama dengan mereka. Kenyataan bahwa anggapannya keliru baru jelas setelah dia beranjak remaja, ketika pertemuan yang dihadirinya berubah dengan sendirinya seakan-akan hanya dalam waktu semalam, dari aneka permainan kekanak-kanakan menjadi acara dansa dan persaingan cinta. Menahan diri dan menjaga jarak kini mewarnai hubungannya, terutama dengan teman-teman gadisnya, bahkan mereka yang telah dikenalnya sejak kecil. Dia memahami alasannya tanpa diberi tahu. Bagaimanapun, dia tidak perlu melihat jauh-jauh pada di setiap cermin.
Dia mengira, dia bisa mengabaikannya. Akan tetapi, kesadaran tidak pernah jauh darinya.
Ini menjadi sangat jelas selama petualangannya sebagai Bandit Chinatown yang singkat, menggairahkan, dan pada akhirnya tragis. Dia merasakan kebahagiaan aneh dan mencekam BUKU KEDUA
53 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR setiap kali dia melontarkan makian dalam bahasa Cina, mengancam dengan pisau daging Cina, dan melihat ketakutan di mata mereka yang mengira dia seorang buruh Asia yang kasar, tak bisa ditebak, dan kecanduan opium. Mereka adalah orang-orang yang sama, yang memilih meremehkan keberadaannya karena mereka tidak bisa menerima dia apa adanya. Baiklah.
Kalau begini, biarkan mereka ketakutan terhadap peran yang dimainkannya tanpa pernah tahu bahwa apa yang mereka takutkan sebetulnya tidak ada.
Kepuasan yang muncul dari emosi yang terpilin seperti itu tidak bertahan lama. Campuran mentah antara gurauan dan pembalasan dendam ternyata mempertajam keterasingannya, alihalih memperkecil. Di samping itu, betapapun menghiburnya pengalihan itu bagi dirinya, dia tidak bisa menjadi Bandit Chinatown selamanya. Makoto telah sampai pada kenihilan solusi ketika Matthew Stark membongkar lelucon kriminal itu dan langsung mengakhirinya.
Kehadirannya kemudian di atas kapal uap menuju Jepang sepenuhnya merupakan kebetulan.
Dia berniat pergi ke Meksiko"para gadis di sana sering menganggapnya orang kaya keturunan dan suku asli Amerika serta tidak merendahkan mereka"tetapi Hawaiian Cane baru saja berangkat ketika dia sampai di pelabuhan. Segera angkat kaki adalah lebih penting ketimbang tujuan.
Dalam pelayaran, kengerian menyaksikan banyak kematian di belakangnya kehilangan intensitasnya, dan kemarahan kepada seorang pria yang tak dikenalnya semakin pudar. Dia mulai mengingat-ingat kisah-kisah tentang Jepang yang sepanjang hidup didengarnya dari Matthew Stark, ibunya, pelayan-pelayan rumah tangga, dan tamu-tamu dari Wilayah Akaoka dan Tokyo. Mereka menggambarkan masyarakat yang dibangun di atas tradisi, kesetiaan, dan tatanan kuno, dan yang paling menonjol dari semua itu adalah hierarki yang mengakar dan tak tergoyahkan sehingga setiap orang tahu tempatnya. Dia mulai percaya bahwa jika dia tidak merasa benar-benar betah di California, barangkali karena kota itu memang bukan kampung halamannya yang sebenarnya. Ketika kapal akhirnya berlabuh di Yokohama, harapannya telah bermetamorfosis menjadi penantian.
Apa yang kemudian dia temukan di Tokyo mengingatkannya akan perjalanan yang pernah dilakukannya ke Montana tahun sebelumnya. Karena Matthew Stark, dia telah pergi mengunjungi pertambangan-pertambangan Kanada milik Red Hill Company. Berada di sana, diputuskannya untuk sekalian mengunjungi permukiman suku Sioux dan Cheyenne yang terletak tepat di sebelah selatan perbatasan. Bahaya membuatnya bergairah. Dia telah membaca BUKU KEDUA
54 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR novel-novel Wild West yang mengagung-agungkan jago-jago tembak dan kesatria-kesatria Indian. Pertempuran penghabisan antara pasukan George A. Custer yang berjuluk Last Stand melawan Crazy Horse dan Sitting Bull baru terjadi lima tahun berselang. Jadi, kekecewaannya begitu tajam ketika dia melihat orang-orang Indian berpakaian compang-camping, tanpa senjata, bahkan sakit berkeliaran di sekitar permukiman berdebu. Tak ada poni perang, tak ada cat perang, penutup kepala dengan bulu-bulu. Tak ada kegarangan. Dia tidak bisa membayangkan orang-orang ini telah berhasil menghancurkan Pasukan Kavaleri Ketujuh yang terkenal. Merekakah orang-orang yang belum lama ini membuat seluruh Amerika heboh"
Dia merasakan kekecewaan yang sama di sini. Tak ada gelungan rambut di atas kepala dengan kain penutupnya, tak ada yang bersenjata dua pedang yang khas itu. Satu-satunya pedang adalah golok bergaya Barat dalam sarung di pinggang prajurit militer, yang mengenakan seragam Barat pula. Kebanyakan orang memakai kimono, beberapa di antaranya kimono rumit, terutama di kalangan wanita. Namun, hampir semua orang juga memakai satu atau lebih artikel pakaian Barat, yang paling umum adalah topi, bot, sepatu, ikat pinggang, atau sarung tangan.
Banyak wanita membawa payung kecil.
Kombinasi itu benar-benar janggal. Jika dia tidak tahu siapa dirinya, dia tidak akan banyak berbeda dengan mereka di sini. Seluruh negeri ini tampaknya tidak mengenali jati dirinya lagi.
Setidaknya, pakaian mereka menunjukkan hal itu. Jepang yang telah didengarnya sepanjang hidup agaknya tidak nyata, sama dengan Wild West dari novel-novel roman itu.
Makoto mendadak berbalik dan berjalan kembali ke hotel. Genji telah mengganti Istana Bangau yang Tenang dengan yang baru di pinggiran Sungai Tama di luar Tokyo. Dia tidak akan menunda-nunda lagi. Dia menanyakan arah ke sana kepada penerima tamu hotel.
"Istana Lord Genji tidak mudah dimasuki," kata petugas itu, "dan di sana tidak banyak yang bisa dilihat. Mengapa tidak mengunjungi Istana Kekaisaran" Anda tidak bisa masuk, tentu saja, tetapi pemandangan luarnya sangat menakjubkan."
"Lord Genji?" kata Makoto, "Kukira semua wilayah sudah dihapuskan, beserta para penguasanya."
"Wilayah-wilayah memang sudah dihapuskan, tetapi beberapa bangsawan agung telah menjadi Sahabat Kekaisaran, dan masih berhak menggunakan gelar kehormatan itu. Beberapa juga telah ditunjuk menjadi gubernur provinsi untuk bekas wilayah mereka sendiri. Lord Genji, tentu saja, salah seorang dari mereka, karena peran penting yang dimainkannya dalam Restorasi BUKU KEDUA
55 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR yang Mulia Baginda Kaisar."
"Bangsawan Agung sudah tidak ada lagi," kata Makoto, "dan wilayah-wilayah mereka sudah dihapuskan. Tetapi, Lord Genji masih bergelar Bangsawan Agung, dan dia masih menguasai wilayahray;a, tetapi sekarang disebut provinsi."
"Betul," kata petugas itu. "Jepang melakukan modernisasi dengan cepat. Dengan laju seperti ini, kita akan mampu sepenuhnya menyusul bangsa-bangsa asing pada pergantian abad."
"Itu pasti," kata Makoto. "Aku ingin pergi ke istananya bukan untuk melihat-lihat pemandangan, tetapi untuk bertemu dengan Lord Genji."
Petugas itu memandang Makoto dengan ragu. "Itu akan sulit. Lagi pula, dia tidak ada di istana Sungai Tama, tetapi di Kastel Awan Burung Gereja di Provinsi Muroto."
"Provinsi Muroto itu pasti nama baru untuk Wilayah Akaoka."
"Ya." "Kastel Awan Burung Gereja masih disebut Kastel Awan Burung Gereja?"
"Ya." "Betapa leganya," kata Makoto, "mengetahui ada hal-hal yang tidak berubah." "
BUKU KEDUA 56 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel 9 Lord Apel 1867, Kastel Awan Burung Gereja
Smith keluar dari kastel menunggangi
kudanya dengan ligas ringan. Tali kekang tak erat
dipegangnya. Dia tak punya tujuan. Kudanya
membawanya ke pantai dan berhenti, dengan
hidung menghadap ke seberang lautan di sebelah
tenggara, tepat mengarah ke Hawaii. Smith
memperhatikan kebetulan itu, tetapi benaknya
tidak mendarat pada kenangan apa pun tentang tempat asalnya. Pikirannya terlalu sibuk dengan masalah lain yang lebih penting. Setelah beberapa saat, dia kembali menyuruh kudanya bergerak dengan tepukan ringan tumitnya. Kuda itu menjauh dari air, berderap ke pedalaman, menanjak, dan mengendus udara, kemudian berhenti agak tiba-tiba.
Smith juga mencium bau itu. Bau yang asing. Karena tumbuh di daerah tropis yang subur, dia terlatih untuk membedakan pelbagai jenis buah, khususnya mangga, jambu air, dan pepaya yang sangat disukainya. Ini bau buah, tetapi bukan salah satu dari kesukaannya itu.
Smith dapat menyimpulkan itu bukan dari ketajaman hidungnya, melainkan karena melihat hamparan sekitar seratus pohon yang berjejer rapi di lembah kecil di bawah sana. Dipacunya kudanya ke sana agar dapat melihat lebih dekat.
Apel. Dia pernah mencicipi sebuah di Virginia. huah tangan dari perkebunan New England yang dibawa seorang sepupu yang tak pernah dia temui sebelumnya.
"Orang New York menyatakan apel mereka adalah yang terbaik," begitu kata sepupunya itu,
"tetapi kutegaskan bahwa apel Vermont yang paling lezat. Ayo, sepupu Charles. Nikmatilah."
Memang itu yang dilakukan Smith, dan dia berusaha mengerahkan seluruh kesopanannya BUKU KEDUA
1 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel untuk rnempertahankan ekspresi senang di wajah ketika menggigit apel itu. Ini bukan hasil bumi yang lembut, basah, dan lezat seperti buah-buahan Hawaii yang biasa dimakannya.
Sepupunya mengatakan bahwa apel itu manis dan banyak sarinya. Asam adalah gambaran yang lebih akurat untuk rasanya, dan tidak bersari banyak dalam artian sama dengan sari sebuah mangga ranum, tetapi tentu lebih berair jika dibandingkan dengan buah yang diawetkan.
Sekalipun dia berhasil menyembunyikan kekagetannya, Smith tak mampu berpura-pura lagi menunjukkan antusiasmenya.
"Kau terlalu lama berada di daerah tropis tempat para penyembah berhala," kata sepupunya.
"Sebaiknya, kau berkunjung ke tempat William dan Mary, sebelum selera dan penilaianmu mengalami kemerosotan permanen."
Smith kembali ke Hawaii sebelum Natal. Dikatakannya kepada orangtuanya bahwa dia tak tahan musim dingin yang suram dan menusuk tulang di Virginia. Sebenarnya, yang tak dapat ditoleransinya adalah percakapan kosong dan pemikiran tidak logis yang berkepanjangan di kampus. Kakeknyn telah bertahan dan menjadi makmur pada masa pemerintahan Raja Kamehameha yang pertama walaupun agama mereka berbeda. Ayahnya, semoga Tuhan
memberkati jiwanya, telah membantu Kamehameha keempat menjaga integritas kerajaan dari serangan imperialis Eropa. Bagaimana mungkin cucu dan putra laki-laki hebat itu menghabiskan masa mudanya yang berharga di Williamsburg nan jauh hanya untuk berbicara dan berpikir, alih-alih berbuat sesuatu"
Selama berada di sana, Smith telah membaca"setidkanya sebagian besar" Oliver Twist, A Tale Two Cities, dan Great Expectations karena Dickens disebut-sebut sebagai penulis karya bahasa Inggris paling hebat yang masih hidup. Smith berpendapat bahwa karya-karya Dickens menghibur; tetapi dia tidak mengalami perkembangan berarti pada pikiran, selera, atau bahkan kecakapannya menulis surat. Dia pun tidak menganggap pengarang Inggris itu betul-betul pintar. Kehormatan itu diberikan Smith kepada Austen walaupun di depan umum dia tidak dapat mengatakan bahwa wanita telah melampaui pria dalam hal apa pun. Bahkan, dia belum pernah mengaku pernah membaca karyanya kepada orang lain, kecuali Lord Genji.
"Para wanita memahami duel di antara kami lebih baik ketimbang pria," kata Genji waktu itu. "Novelis pertama kami adalah seorang wanita. Aku percaya belum ada pria yang menyamai observasi mengenai masalah itu."
Smith menjawab, "Jepang adalah tempat terakhir yang kuharapkan untuk melihat BUKU KEDUA
2 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel seorang pria memberikan tempat pertama bagi wanita. Bukankah Anda rnemerintah secara absolut dan tanpa bantahan" Bukankah hukum itu adalah kata yang direkayasa pria?"
"Peraturan dan kebajikan itu tidak sama," kata Genji. "Pria memerintah Jepang dengan kebajikan pedang mereka, bukan dengan kebajikan dari kebajikan mereka."
Smith telah membaca"tepatnya, dia telah membaca sekilas"bab-bab utama Decline and Fall karya Gibbon. Sejarah tentang invasi barbar itu menarik, dan invasi Ratu Theodora secara praktis menakutan; wanita bukan untuk diremehkan, jangan pula mengabaikan kekuatan pembalasan dendam mereka. Namun, Smith sama sekali tidak melihat adanya hubungan antara penghancuran Roma dan hidupnya sendiri.
Dia tidak membaca karya Aristoteles atau Plato dalam bahasa Yunani, dan tidak ada keinginan melakukannya. Sebenarnya, kalaupun keinginan itu muncul, kemampuannya dalam bahasa Yunani tidak memadai. Dia pun tidak berkeinginan membaca karya mereka dalam bahasa Inggris. Apakah dia harus berpura-pura seperti orang lain, untuk menjadi semacam orang Amerika-Athena" Dia tak mau mengikuti kebodohan seperti itu.
Malam terakhirnya di kampus, Smith mendengarkan para lulusan bodoh terlibat dalam diskusi penuh potensi tentang Confessions karya De Quencey dan saat itu dan di tempat itu juga dia memutuskan untuk meninggalkan status mahasiswanya yang tak. berguna. Dunia menawarkan, baik peluang mati maupun bahaya dengan berlimpah. Dia tidak akan menyia-nyiakan satu hari lagi pun dengan risiko kehilangan yang pertama atau terlindungi dari yang kedua.
Mengingat hari-hari itu, Smith selalu merasakan emosi yang ganjil antara kelegaan bercampur penyesalan. Setahun lebih sedikit setelah dia tinggalkan, Carolina Selatan mulai memisahkan diri, dan musim panas berikutnya, pasukan Union menjajah Virginia. Jika tetap berada di kampus, dia takkan kehilangan peluang untuk mengabdi pada negara. Begitu kembali ke Hawaii, orangtuanya berkeras melarangnya pergi lagi. Smith satu-satunya anak lelaki di antara lima anak perempuan. Dia tidak hanya mempertaruhkan nyawanya sendiri, tetapi seluruh garis keturunannya. Karena itu, dia tetap tinggal di rumah dan kehilangan petualangan terbesar dalam hidupnya. Dia juga melewatkan pembantaian enam ratus ribu manusia sesamanya, yang mungkin saja satu di antaranya adalah dia seandainya ada di sana. Sungguh ironis sekarang bahwa kalau saja dahulu dia bergabung, dia akan bertempur di bawah bendera yang sama dengan Letnan Farrington. Keluarga Smith berasal dari Georgia, tetapi mereka juga pendukung setia penghapusan budak. Di mata Tuhan, semua umat-Nya adalah se-BUKU KEDUA
3 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel tara. Bagaimana mungkin salah seorang dari mereka memiliki yang lain"
Tentu saja, Smith takkan mengatakan hal ini kepada Farrington. Berpura-pura bertentangan sepenuhnya lebih baik dalam persaingan mereka memperebutkan Emily Gibson. Dan, pemikiran tentang perubahan aneh dalam persaingan itulah yang kini membebani Smith dengan begitu berat.
Perilaku Farrington terhadap Emily berubah, bukan dari sikapnya, melainkan dalam esensinya. Walaupun dia masih mengikuti persaingan, dia tidak lagi sungguh-sungguh mengejar Emily. Ini tidak terlalu jelas bagi orang lain"dan tampaknya tidak akan terlihat"tetapi sangat jelas bagi Smith. Sejak insiden di Kuil Mushindo, kegairahan Farrington sudah menguap.
Mengapa" Salah satu aspek insiden itu tampaknya sangat berpengaruh kepada Farrington. Smith ingat ekspresi kengeriannya ketika Lord Genji menyatakan dengan penuh kepastian bahwa Emilylah, alih-alih istri Jenderal Hide, Hanako, yang menjadi target pembunuhan. Bahwa pembunuh itu adalah salah seorang anak buah Lord Genji yang paling dipercaya tampaknya juga menimbulkan ketidakberdayaan yang besar. Dari gabungan fakta dan dugaan ini, kesimpulan apa yang ditarik Farrington sehingga perasaan cintanya menghilang seketika"
Bukan rasa takut. Smith cukup mengenal karakter Farrington sehingga dapat menepiskan kemungkinan itu meskipun dia sering mengejeknya tentang perang. Jika bukan masalah keberanian, berarti hanya soal kehormatan. Tak ada masalah lain yang serius bagi seorang pria sejati. Dalam situasi lain, Emily yang tidak mempunyai keluarga atau warisan bisa berarti suatu kekurangan, karena Emily akan menjadi mempelai wanita tanpa mas kawin. Ini tidak menjadi soal bagi Smith, tetapi mungkin penting bagi Farrington. Namun karena pelindung Emily seorang bangsawan agung yang pasti akan melimpahi pasangan pengantin dengan hadiah, kekurangan tersebut lebih konseptual ketimbang aktual.
Persoalan kehormatan apa yang begitu jelas bagi Farrington sehingga dia sendiri tak dapat melihatnya"
Jawabannya pasti ada dalam jalan pikiran Farrington.
Sasaran pembunuh itu adalah Emily.
Pembunuhnya adalah Jenderal Taro, komandan pasukan kavaleri Lord Genji yang paling setia sampai saat ini.
Jadi" BUKU KEDUA 4 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel Jadi apa" Smith tidak dapat mengikuti jalan pemikiran Farrington lebih jauh. Kalaupun Emily menjadi sasaran Taro, bagaimana hal itu dapat membuat Farrington mundur" Jika memang berpengaruh, naluri protektifnya, yang menonjol terutama sebagai anggota militer, seharusnya justru muncul ke permukaan.
Pengkhianatan anak buah yang setia seorang panglima perang juga bukan penyebab yang masuk akal. Pembunuhan telah sering terjadi akhir-akhir ini dan para pelakunya sering orang terdekat korban. Arti kesetiaan di Jepang sudah menjadi kabur sampai taraf membahayakan.
Masalah ini membuatnya frustrasi. Mengalahkan Farrington adalah satu hal. Melihatnya mundur secara sukarela adal
ah hal yang sama sekali berbeda. Mereka akan makan siang bersama. Mungkin pengamatan yang saksama akan memberinya titik terang.
Smith membelokkan kudanya kembali ke kastel.
Emily berdiri di jendela paling timur menara tinggi dan melempar pandangan ke Samudra Pasifik. Hari ini samudra selembut ayunan namanya. Paling tidak, di permukaannya. Siapa yang tahu badai dan topan apa yang merobek di kedalamannya" Pulau ini dan juga semua pulau lain di Jepang, tak lebih dari puncak gunung berapi di laut. Gunung itu pasif sekarang, tetapi gempa bumi yang terus-menerus mengguncang dataran tinggi merupakan peringatan keras agar tidak terlena. Stabilitas adalah ilusi. Laut yang damai dapat beralih rupa kapan saja menjadi gelombang besar yang mengerikan, gunung dapat menyemburkan batu cair, bumi di bawah kastel megah ini dapat berguncang dan melesak, dan semua orang dan karya mereka di dalamnya akan jatuh dalam kehancuran. Tak ada yang seperti kelihatannya, tak ada yang dapat dipercayai.
Dari seluruh kebodohan, adakah yang lebih besar ketimbang memercayai keabadian sesuatu"
Tidak, tidak. Apa yang dipikirkannya" Penghujatan. Bukankah dikatakan, Rerumputan layu, dan bunga pun berguguran, tetapi sabda Tuhan abadi selumanya" Ya. begitulah disebutkan.
Amin. Namun, janji itu tidak membuatnya tenang.
Dia telah kehilangan sahabat.
Dia akan meninggalkan pria yang dicintainya,
Tak lama lagi dia akan sendirian. Lebih parah dari sebatang kara. Dia akan hidup dalam BUKU KEDUA
5 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel kebohongan, bertunangan, kemudian menikah dengan pria yang dihormatinya. Tak lebih dari itu, tak peduli mempelai prianya Charles Smith ataupun Robert Farrington. Emily mengingatkan dirinya bahwa tindakannya dimotivasi oleh cinta, oleh tekad untuk membebaskan Genji dari bahaya yang tercipta dari kehadirannya. Namun, kesedihannya tidak berkurang. Alih-alih merasakan kegembiraan dalam pengorbanan, dia hanya merasakan sakit akibat kehilangan. Sungguh egoistis dirinya. Apa yang akan dikatakan Cromwell"
Dia tidak terlalu memikirkan mantan tunangannya itu sejak kematiannya, bahkan tidak sedikit pun dalam tahun-tahun belakangan ini. Tentu dia muncul dalam benaknya sekarang hanya karena kesedihan yang dihadapinya. Apa yang akan dikatakan Cromwell kepadanya jika dia masih hidup" Pasti tentang hukuman dan kutukan untuknya. Hukuman neraka adalah tema ceramah yang paling disenanginya sebagai pendeta.
"Pikirkan orang lain sebelum dirimu sendiri, Emily."
"Ya, Pak," begitu dia biasa menjawab.
"'Pak' adalah panggilan yang terlalu kaku untuk seseorang yang akan menjadi suamimu, Emily. Kau harus memanggilku dengan namaku, seperti yang kulakukan padamu."
"Ya, Zephaniah."
Gerbang lebar itu, dan jalan terhampar itu, menuju kehancuran.
Amin. Emily selalu mengucapkan amin setiap Cromwell selesai mengutip Alkitab. Cromwell sering mengutip Alkitab maka Emily sering mengatakan amin.
Dia yang beriman tidak akan dikutuk.
Amin. Ketika antusiasme Cromwell meningkat, suaranya semakin keras dan dalam, pembuluh darah di dahinya menyembul mengerikan seolah-olah nyaris meledak, dan matanya melebar, menyembul dari rongganya terdorong oleh gairah emosinya.
Kau ular! Kau generasi ular! Bagaimana kau dapat lolos dari hukuman neraka!
Amin! Akan tetapi, Cromwell sudah mati enam tahun lalu. Dia takkan muncul untuk mengungkapkan pertanda tentang hukuman Tuhan atas dirinya. Betapa Emily akan menerimanya kini hanya untuk menyingkirkan pikiran lain yang berbahaya dari harapan dan imajinasinya. Jika tunangannya masih hidup, dia akan menjadi Nyonya Zephaniah Cromwell. Dia takkan berada di BUKU KEDUA
6 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel kastel ini, tidak akan jatuh cinta kepada orang yang salah, tak akan dikutuk menderita, apa pun yang dilakukannya.
Ketakutan telah membawanya ke menara ini, dan pada harapan. Emily telah mengkhayalkan hantu di Kuil Mushindo"atau, lebih tepatnya kini, Biara Mushindo. Dia pasti telah mengkhayalkannya karena jika dia benar-benar melihat apa yang dia kira dilihatnya, perkamen Jembatan Musim Gugur yang telah dibacanya merupakan potret nasibnya. Dia berada di menara ini, tempat yang disebut-sebut paling sering dikunjungi hantu, sebagai tantangan. Jika ada hantu di sana, biarkan dia menunjukkan dirinya. Tak masalah hantu apa karena setan tidak berjenis kelamin. Hanya ilusi kejantanan atau kefemininan. Emily yakin tak ada hantu maka dia tidak mernikirkan apa yang akan dilakukannya jika hantu itu muncul. Tak adanya persiapan"lagi pula, persiapan macam apa yang dapat dilakukannya?"membuatnya takut kini. Dia merasa sedang diawasi, dan ragu-ragu untuk menoleh terlalu cepat, khawatir dia akan melihat apa yang ditakutinya. Namun, setiap kali dia menoleh, tak ada apa pun di sana selain dinding, jendela, pintu, dan altar dengan guci-guci berisi abu leluhur Genji.
Tak ada seorang pun di sana. Jika dia tak bisa melihatnya, hantu itu tak bisa melihatnya pula. Pasti begitu, bukan" Udara dingin membelainya. Sungguh menyebalkan jika dia bisa diawasi tanpa mampu melihat pelakunya. Mungkin bukan ide yang bagus untuk datang kemari. Dia baru saja memutuskan untuk pergi ketika merasa mendengar sesuatu di anak tangga. Mungkin gema langkah kaki sayup-sayup. Langkah kaki siapa" Atau, bisikan lembut angin yang berembus ke puncak menara. Namun, udara di luar sangat tenang. Tak ada angin. Tak ada jalan keluar masuk menara kecuali anak tangga itu.
Emily mundur. Tak mungkin itu"
Dan memang bukan. Charles Smith muncul di ambang pintu.
"Kuharap aku tak mengganggumu," kata Smith.
"Tidak," kata Emily, lebih hangat dari yang dimaksudkannya. "Aku sangat senang melihat-mu, Charles."
"Persiapan sudah selesai. Kita bisa pergi kapan saja."
"Persiapan?" "Untuk piknik."
"Ah, ya." "Jika kau tidak berminat, kita dapat menundanya lain hari."
BUKU KEDUA 7 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel "Oh, tidak, jangan ditunda. Cuacanya sangat cocok untuk berpiknik." Emilylah yang mengajukan ide itu. Smith dan Farrington sama-sama sangat mengkhawatirkan keadaan emosionalnya. Dia merasa harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan kecemasan mereka.
Mereka harus percaya bahwa mereka telah melakukannya untuk Emily, bukan sebaliknya, kalau tidak usahanya takkan ada gunanya. Jadi, dia telah mengakali Smith agar memberikan saran itu.
"Akan kukumpulkan barang-barangku dulu."
Smith melirik sekilas guci-guci di altar. "Tempat yang aneh untuk penelitian, biarpun yang diteliti adalah naskah kuno."
"Perkamen itu ada di sini, tetapi aku tidak sedang meneliti. Aku kemari dengan harapan akan timbul pikiran positif."
"Jika pikiranmu muncul lebih jelas di hadapan sisa-sisa duniawi, mungkin kau lebih cocok hidup di lingkungan biara daripada perkawinan."
"Aku tahu, aku tak mampu menjadi biarawati. Aku takut, aku juga tak mempunyai kualitas penting untuk yang satunya."
"Hanya sedikit orang yang benar-benar cocok dengan kehidupan spiritual total, termasuk mereka yang sudah menjalaninya. Mantan penghuni biara di Monte Casino mengatakan padaku, tempat itu lebih centang-perenang dengan kecemburuan dan politik ketimbang tempat tinggal sebelumnya, yaitu kota Roma."
"Bagaimana kaubisa bertemu orang seluar biasa itu?"
"Aku berkunjung ke Honolulu ketika dia singgah dalam perjalanan ke Tonkin Cina."
"Sebagai misionaris?"
Smith tersenyum dan menggelengkan kepala. "Sebagai pedagang senjata. Dia berkata bahwa dirinya tidak berhasil menyelamatkan jiwanya sendiri di sebuah biara maka sebaiknya dia membantu dengan cara sederhana, jiwa jiwa lain untuk menemukan jalan menuju Sang Pencipta."
Emily mengerutkan kening, sama sekali tidak terhibur. "Ceritamu buruk sekali, Charles.
Kuharap kau tidak mengulanginya lagi."
"Aku takut harus menceritakannya lagi," kata Smith, berpura-pura tampak muram, "karena itu sepenuhnya benar, dan terbukti bermanfaat bagi sebagian orang." Jika wanita cantik ini mempunyai kekurangan itu adalah selera humornya yang terbatas. Justru fakta itu membuat Smith senang, yang dengan hati-hati disembunyikannya.
BUKU KEDUA 8 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel "Aku tidak bisa melihat pesan moral yang baik."
Penolakan Emily masih tampak jelas. Warna yang merona di pipi dan kelopak matanya menerangi kulitnya yang lembut dan seputih salju. Darah yang membayang pada kulitnya yang jernih mengobarkan hasrat Smith dengan tiba-tiba. Pada zaman yang lebih barbar, atau lebih bebas, Smith akan merespons nalurinya tanpa keraguan lalu melangsungkan upacara pernikahan mereka pada waktu yang lebih sesuai. Atau, mungkin dasar pembenaran itu terpikirkan hanya karena belakangan ini dia membaca kembali bab-bab Decline and Fall favoritnya, dua bab yang menyangkut kepemimpinan dan keberanian Attila. Sungguh bebas orang Hun yang barbar itu, dan betapa tidak bebas dirinya dan semua pria beradab lainnya. Peradaban itu sendiri telah menekan naluri dan kekuatan alamiah mereka. Model ideal saat ini adalah pria sejati berjiwa kesatria, bukan Hun. Pada saatsaat seperti sekarang, ketika dia memandang kecantikan Emily yang menawan, yang semakin menggoda karena Emily begitu polos dan tidak bermaksud menggoda, Smith benarbenar menyesali zaman, tempat, dan takdir yang biasanya dia pandang sebagai berkah besar.
Terperangkap dalam reaksi bernafsu tubuhnya sendiri, mata Smith terlalu lama menatap Emily dengan penuh hasrat, yang dibalas pandangan terkejut Emily ketika menyadari hal itu.
Smith berbicara dengan cepat dan mengandalkan kata-katanya untuk menyembunyikan perasaannya.
"Kau tidak melihat moral cerita itu karena kau tidak berada di antara mereka yang membutuhkannya. `Mereka yang sangat membutuhkannya bukanlah tabib, melainkan mereka yang sakit'."
"Amin," kata Emily, tetapi masih menatap Smith penuh keraguan.
Smith berharap keraguan Emily adalah pada penerapan moral yang dikatakanriya tadi, dan bukan pada ekspresi yang ditangkap wanita itu di wajahnya.
Sebuah tenda besar, yang biasanya digunakan oleh para bangsawan pada perburuan untuk sedikit kenyamanan, telah disediakan untuk keperluan piknik Emily. Genji, Smith, Farrington, dan Emily mengendarai kuda mereka dengan santai. Serombongan pelayan mengikuti sambil berjalan membawa barang-barang yang diperlukan.
"Di sana," kata Emily. "Di sana tempat yang cocok." Dia menunjuk padang rumput yang tampak indah tak jauh dari pantai. Tonjolan ke laut dekat Tanjung Muroto melindunginya dari terpaan angin.
BUKU KEDUA

Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

9 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
9. Lord Apel Genji tidak tega mengecewakan Emily dengan memberitahunya di mana mereka berada.
Dia telah cukup menyaksikan pembantaian dan tragedi secara langsung. Dia tak perlu tahu lebih banyak lagi. Bahkan, guncangan karena mengetahui hal itu dapat memundurkan kemajuan pesat yang telah diraihnya beberapa minggu belakangan ini.
Padang rumput ini adalah lokasi pembantaian musuh klan Lord Genji. Kejadiannya sudah berlalu hampir enam ratus tahun silam, tetapi kenangan mengerikan yang tersisa masih muncul sesekali. Lord Genji berharap tak seorang pun"terutama Emily"akan mengalami kejadian seperti itu pada masa kini. Tentu saja, dia tak perlu mengatakan apa pun kepada para pelayan.
Ketika Emily menunjuk padang rumput itu, ekspresi wajah mereka tak menunjukkan apa yang mereka ketahui. Begitu Lord Genji menyetujui pilihannya, mereka segera memeriksa tempat itu tanpa banyak bicara sebelum memasang tenda dan meletakkan perlengkapan untuk makan.
Rasa hormat kepada yang mati akan mendorong mereka pindah ke tempat lain. Bagi Genji, penghormatan kepada yang masih hidup harus diutamakan. Selain itu, dia tidak tahu apakah ada padang rumput, bukit kecil, atau bagian pantai berjarak satu hari perjalanan dari kastelnya yang cocok untuk piknik, yang bukan merupakan lokasi pembunuhan pada masa lalu. Palin tidak tempat satu ini adalah saksi sebuah kemenangan.
"Benar, ini lokasi yang paling indah," kata Smith, ketika mereka menunggu para pelayan menyelesaikan tugas. "Aku terkejut Anda tidak menggunakannya lagi."
"Lord Genji berkasta kesatria," kata Farrington. "Piknik dan hiburan ringan lainnya bukan prioritas utama mereka."
"Sebenarnya waktu luang kami banyak," kata Genji, "tidak ada peperangan di Jepang sejak 250 tahun lalu. Namun, berkat undang-undang pergantian tempat tinggal, kami dipaksa menghabiskan waktu senggang di Edo. Kami menyia-nyiakan banyak waktu di dalam rumah di sana." Dia memandang sekeliling padang rumput dan tersenyum. "Menikmati keindahan alam lagi sungguh menyenangkan."
"Tak ada perang," kata Farrington, "tetapi, kedamaian tidak tercipta pula."
"Sayangnya benar," kata Genji. "Kami mempersenjatai sejuta orang dengan pedang dan membebani mereka dengan kebanggaan berlebihan mengenai sejarah, kehormatan, dan tugas.
Kami menuntut mereka siap membunuh dan mati detik berikutnya. Kemudian, kami
perintahkan mereka untuk diam dan bersikap baik. Sungguh bukan rumusan sempuma untuk keharmonisan."
BUKU KEDUA 10 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI JEMBATAN MUSIM GUGUR
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Hijaunya Lembah Hijaunya 2 Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah Darah Ksatria 3
^