Briliance Of Moon 3
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn Bagian 3
tidak meninggal." "Kita akan mempunyai anak lagi," ujarku. "Semuanya perempuan, dan mereka semua
sama cantiknya seperti ibunya." Aku merangkulnya. Malam terasa hangat, namun kulitnya
terasa dingin dan Kaede gemetar.
"Jangan pergi," pintanya.
"Aku hanya pergi seminggu."
Keesokan harinya Miyoshi bersaudara siap-siap berangkat untuk menyampaikan
maksudku pada Arai, dan dua hari lagi aku pergi ke pantai bersama Makoto. Kaede masih
kesal dan kami berpisah dalam keadaan kurang harmonis. Itu perselisihan pertama kami.
Kaede ingin ikut denganku; aku bisa saja membiarkan dia ikut, namun itu tidak kulakukan.
Aku tak tahu berapa lama atau seberapa menderitanya perjalanan ini sebelum aku bisa bertemu
dengannya lagi. Namun tetap saja aku berkuda dengan riang bersama Makoto, Jiro, serta tiga pengawal.
Kami pergi dengan berpakaianakaian biasa agar bisa bergerak dengan leluasa dan tanpa
formalitas. Aku senang bisa meninggalkan kastil untuk beberapa saat, juga senang karena bisa
mengensampingkan kekejaman yang telah kulakukan selama membasmi Tribe. Musim hujan
telah berakhir, kini udara wrasa segar, langit biru cerah. Dalam perjalanan kami melihat
kehidupan penduduk mulai makmur. Ladang dan sawah yang menghijau; musim dingin ini,
setidaknya, tak seorang pun akan kelaparan.
Makoto yang menjadi pendiam dan penyendiri sejak kehadiran Kaede, kini berbincang
tentang berbagai hal yang hanya dibicarakan di antara sahabat karib. Makoto adalah laki-laki
yang paling kupercaya. Aku membuka hatiku untuknya, dan selain Kaede, hanya dia yang tahu
kecemasanku atas serangan kaum Tribe dan juga ketidaksenanganku atas apa yang telah
LIAN HEARN BUKU KETIGA 96 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kulakukan untuk membasmi mereka. Satu-satunya hal yang menyakitkan baginya adalah
cintaku yang begitu dalam pada Kaede. Mungkin dia cemburu, namun dia berusaha
menyembunyikannya; menurutnya tidaklah wajar bagi seorang laki-laki begitu mencintai
istrinya. Dia tidak mengatakan itu, tapi dapat kulihat ketidaksetujuan di wajahnya.
Dia mengasuh Jiro dengan penuh perhatian dan selalui menyempatkan diri untuk
mengajarinya menulis, seni berlatih toya dan tombak. Ternyata Jiro cepat belajar. Nampaknya
dia bertambah tinggi dan bertambah gemuk selama musim panas ini, mungkin karena dia
sudah mulai makan teratur. Sesekali aku sarankan dia kembali pada keluarganya di Kibi untuk
membantu orangtuanya memanen, namun dia memohon agar tetap diijinkan tinggal, dia
bersumpah akan melayaniku atau Makoto selama sisa hidupnya. Dia tipe kebanyakan putra
petani yang ikut serta untuk berperang bersamaku: cerdik, pemberani dan kuat. Kami
mempersenjatai mereka dengan tombak panjang dan memasang perisai dada yang terbuat dari
kulit. Membagi mereka menjadi kelompok-kelompok berjumlah dua puluh orang dan setiap
kelompok memiliki pemimpin. Siapa pun yang memperlihatkan ketangkasan yang sesuai,
kami latih menjadi pemanah. Aku menganggap mereka bagian dari asetku yang paling
berharga. Pada sore hari ketiga kami tiba di pesisir. Pantainya tidak sesuram di sekitar wilayah
Matsue; seperti di penghujung hari saat musim panas, pantainya nampak sangat indah.
Beberapa pulau bertebing curam tiba-tiba muncul dari air laut yang tenang dan berwarna biru
tua, hamper berwarna nila. Angin laut menggulung permukaan air menjadi ombak berbentuk
laksana bilah pedang. Pulau-pulaunya seperti tak berpenghuni, tak ada yang merusak
rimbunnya pepohonan cemara dan cedar.
Di kejauhan, di balik kabut, terlihat pulau Oshima. Puncak gunung berapinya
tersembunyi di balik awan. Di belakangnya, tidak terlihat, terbentang kota Hagi.
"Kurasa itu sarang naganya," ujar Makoto. "Bagaimana kita akan ke sana?"
Dari tebing tempat kuda kami berdiri, jalanan menurun ke teluk kecil di mana ada desa
nelayan"beberapa gubuk, perahu-perahu yang ditambatkan di bebatuan yang hitam dan kuil
untuk menyembah dewa laut.
"Kita bisa naik perahu dari sini," kataku dengan ragu, karena tempatnya nampak tidak
berpenghuni. Api unggun yang digunakan nelayan untuk mendapatkan garam dari air laut
LIAN HEARN BUKU KETIGA 97 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tidak lebih dari tumpukan kayu gelondongan yang hitam gosong.
"Aku belum pernah naik perahu," teriak Jiro, "kecuali untuk menyeberangi sungai!"
"Aku juga belum pernah," gumam Makoto saat kami menarik tali kekang untuk
mengarahkan kuda ke desa.
Penduduk desa sudah melihat kedatangan kami dan hngsung bersembunyi. Saat kami
mendekati kampung itu, mereka mencoba melarikan diri. Keindahan tempat itu ternyata
menipu; aku banyak melihat orang miskin di Tiga Negara, tapi desa ini jauh lebih miskin dan
lebih menyedihkan. Pengawalku berlari mengejar orang yang jatuh tersandung, orang itu
menggendong seorang anak berumur sekitar dua tahun. Pengawalku dapat menangkapnya
dengan mudah. Anaknya meraung-raung sedangkan ayahnya ketakutan.
"Kami tidak bermaksud menyakiti atau mengambil apa pun darimu," ujarku. "Aku
mencari orang yang bisa memanduku ke Oshima."
Orang itu menatapku sekilas, rasa tak percaya nampak di wajahnya. Salah seorang
pengawalku menarik tangannya lebih keras.
"Jawab bila Yang Mulia bertanya padamu!"
"Yang Mulia" Menjadi seorang bangsawan tak akan menyelamatkannya dari Terada.
Kalian tahu kami sebut apa Oshima" Pintu neraka."
"Neraka atau bukan, aku harus ke sana," sahutku. "Dan aku bersedia membayar."
"Apa gunanya uang perak bagi kami?" ujarnya getir. "Jika ada yang tahu aku memiliki
uang perak, mereka akan membunuhku lalu mengambilnya. Aku tetap hidup karena aku tak
punya apa pun yang pantas dicuri. Para bandit sudah menculik istri dan putri-putriku. Putraku
tak bisa mencegah ketika ibunya diculik. Aku merawat lukanya dengan kain compangcamping yang dicelupkan ke air asin. Aku mengunyah ikan dan memberinya makan dari
mulutku sendiri seperti burung laut. Aku tidak bisa meninggalkannya untuk pergi bersama
Anda, pergi menyerahkan diri ke Oshima."
"Kalau begitu cari orang yang bisa mengantarku," ujarku. "Begitu kembali ke Maruyama,
kami akan mengirim pasukan untuk menghancurkan para bandit. Wilayah ini telah menjadi
milik istriku, Shirakawa Kaede. Kami akan membuat daerah ini aman."
"Tidak peduli daerah ini milik siapa, Yang Mulia tak akan pernah kembali dari Oshima."
"Ambil anaknya," perintah Makoto kepada pengawal dengan gusar, sambil berkata pada si
LIAN HEARN BUKU KETIGA 98 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON nelayan, "Anakmu akan mati bila kau membangkang!"
"Ambil saja dia!" pekiknya. "Bunuh dia! Memang seharusnya aku sudah bunuh dia dengan
tanganku sendiri. Lalu bunuh saja aku agar penderitaanku berakhir."
Makoto turun dari kuda untuk mendekati bocah itu. Itocah itu bergelayut di leher
ayahnya seperti monyet sambil menangis.
"Lepaskan mereka," perintahku sambil turun dari kuda, kemudian memberi tali kekang
pada Jiro. "Kita tidak boleh memaksa." Aku mengamati laki-laki itu, berhati-hati agar tatapan
kami tidak bertemu; setelah menatapku, kini dia tak berani melihatku lagi. "Makanan apa
yang kita punya." Jiro membuka tas di pelana dan mengeluarkan kue tizochi dengan rasa buah plum, dan
ikan kering. "Aku ingin bicara denganmu," ujarku pada laki-laki itu. "Maukah kau dan anakmu duduk
makan bersamaku?" Dia menelan air liur dengan susah payah, tatapan matanya tertuju ke makanan. Bocah itu
menciumi ikannya dan menoleh.
Sang ayah mengangguk. "Lepaskan dia," perintahku pada pengawal dan mengambil makanan dari Jiro. Di luar
salah satu gubuk ada perahu yang terbalik. "Kita duduk di sana."
Aku berjalan dan dia mengikutiku hingga ke perahu itu. Aku duduk dan dia berlutut
dekat kakiku, menunduk. Dia menaruh anaknya di atas pasir dan menekan kepala anaknya
agar menunduk juga. Bocah itu sudah berhenti menangis, tapi tetap terisak-isak dengan
kerasnya. Aku mengeluarkan makanan dan menggumamkan doa pertama Hidden pada makanan
itu dengan tetap memperhatikan wajah laki-laki itu.
Bibirnya membentuk kata-kata. Dia tidak mengambil makanannya. Anaknya berusaha
meraih makanan itu, lalu mulai meraung lagi. Ayahnya berkata, "Jika Anda hendak
menjebakku, semoga Sang Rahasia mengampuni Anda." Dia memanjatkan doa yang kedua,
kemudian mengambil makanan itu. Membelahnya menjadi beberapa bagian, lalu menyuapi
anaknya. "Paling tidak anakku bisa merasakan nasi sebelum dia mati."
"Aku tidak berusaha menjebakmu." Aku mengulurkan lagi nasi kepadanya, yang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 99 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dijejalkan ke dalam mulut. "Aku Otori Takeo, pewaris Klan Otori. Tapi aku besar di antara
kaum Hidden dan nama masa kecilku adalah Tomasu."
"Semoga Dia memberkati dan menjaga Anda," ujarnya, sambil mengambil ikan dari
tanganku. "Bagaimana Anda tahu aku orang Hidden?"
"Saat mengatakan kalau seharusnya kau sudah membunuh putramu lalu bunuh diri, kau
terlihat seperti sedang berdoa."
"Aku sering berdoa pada Sang Rahasia untuk mencabut nyawaku. Tapi Anda tahu bahwa
terlarang bagiku untuk bunuh diri atau membunuh."
"Kalian semua di sini kaum Hidden?"
"Ya, secara turun temurun, sejak guru pertama datang dari tanah daratan. Sebelumnya
kami tak teraniaya seperti ini. Perempuan penguasa wilayah ini, yang meninggal tahun lalu,
dulunya melindungi kami. Sejak kematiannya, para bandit dan bajak laut menjadi berani dan
jumlahnya pun semakin banyak. Mereka tahu kalau kami tidak boleh melawan."
Dia membelah sepotong ikan, lalu dia berikan kepada ;inaknya. Sambil menggenggam
potongan ikan, bocah itu menatapku. Pinggiran matanya merah, wajahnya kotor dan tercoreng
bekas air mata. Tiba-tiba dia tersenyum ceria padaku.
"Seperti yang kukatakan, istriku mewarisi daerah ini dari Lady Maruyama. Aku
bersumpah padamu kami akan membersihkan daerah ini dari semua bandit dan mengamankannya untukmu. Aku mengenal putra Terada di Hagi dan aku harus bicara padanya."
`Ada satu orang yang dapat membantu Anda. Dia tidak punya anak, dan kudengar dia
pernah ke Oshima. Akan kucoba untuk mencarinya. Pergilah ke kuil. Para rahib telah lari, jadi
tak ada seorang pun di sana, tapi Anda dapat menggunakan bangunannya. Jika orang itu
bersedia membantu, dia akan datang malam ini. Butuh waktu setengah hari berlayar ke
Oshima dan Anda harus berangkat saat air pasang-pagi atau malam, aku serahkan hal itu
padanya." "Kau tak akan menyesal telah membantuku," kataku.
Untuk pertama kalinya senyum terpancar di wajahnya. "Yang Mulia mungkin akan
menyesal begitu sampai di Oshima."
Aku berdiri dan berjalan menjauh. Aku baru berjalan sejauh sepuluh langkah saat dia
memanggilku, "Tuan! Lord Otori!"
LIAN HEARN BUKU KETIGA 100 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Saat aku menoleh, dia berlari menghampiriku, anaknya berjalan tertatih-tatih di
belakangnya, masih menghisap ikan. Dia berkata dengan canggung, "Anda akan membunuh
lagi?" "Ya," sahutku, "Aku pernah membunuh dan akan membunuh lagi, meskipun aku dikutuk
karena melakukannya."
"Semoga Dia mengampunimu," bisiknya.
Matahari terik berwarna merah terang mulai tenggelam dan membentuk bayangan di
sepanjang bebatuan pantai yang hitam. Burung-burung laut bersahutan dengan suara parau
yang memilukan seakan jiwanya telah hilang. Ombak menarik bebatuan dengan helaan yang
berat. Kuil sudah rusak, kayunya yang lapuk terbalut lumut, dan bentuk bangunannya aneh.
Meskipun malam ini tak berangin dan panasnya menyesakkan dada, tapi deburan ombak tetap
diikuti lengkingan jangkrik dan dengungan nyamuk. Kami membiarkan kuda-kuda makan
rumput di taman yang tak terawat dan minum dari kolam yang kotor. Di kolam itu tidak ada
lagi ikan; seekor katak yang kesepian berkuak dengan sedih dan sesekali terdengar teriakan
burung hantu. Jiro menyalakan api unggun, membakar kayu hijau untuk mengusir serangga, dan makan
sedikit makanan yang kami bawa, menjatah makanan karena sudah jelas di sini tidak ada
makanan. Aku menyuruh pengawal tidur lebih dulu; kami akan bangunkan mereka saat
tengah malam. Aku mendengar suara mereka berbisik-bisik selama beberapa saat, namun tak
lama kemudian napas mereka menjadi teratur.
"Jika orang itu tidak datang, lalu bagaimana?" tanya Makoto.
"Dia akan datang," sahutku.
Jiro terdiam di pinggir api unggun dengan kepala terkantuk-kantuk.
"Berbaringlah," Makoto menyuruhnya, dan saat bocah itu dengan cepatnya tertidur, dia
berkata dengan pelan padaku, "Apa yang kau katakan sehingga nelayan itu mau membantu?"
"Aku memberi makan anaknya," jawabku. "Terkadang itu saja sudah cukup."
"Lebih dari itu. Dia mendengarkan kau bicara seakan kalian bicara dengan bahasa yang
sama." Aku mengangkat bahu. "Kita tunggu apakah orang itu akan muncul."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 101 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Makoto berkata, "Sama seperti gelandangan itu. Dia berani mendekatimu seolah dia
berhak atas sesuatu darimu, dan berbicara denganmu seperti orang yang sederajat. Aku ingin
membunuhnya atas tingkahnya yang menghina di sungai, tapi kau mendengarkannya dan dia
mendengarkanmu." "Jo-An pernah menyelamatkan aku dalam perjalanan ke Terayama."
"Kau bahkan tahu namanya," kata Makoto. "Aku belum pernah mengenal nama satu
gelandangan pun seumur hidupku."
Mataku terasa pedih karena asap api. Aku diam membisu. Belum pernah aku katakan
padanya kalau aku lahir dan besar di kalangan kaum Hidden. Aku pernah ceritakan itu pada
Kaede, tapi tidak pada orang lain.
"Kau pernah bercerita tentang ayahmu," ujar Makoto. "Aku tahu kalau dia memiliki
campuran darah Tribe dan Otori. Tapi kau belum pernah menyebut tentang ibumu. Siapa dia
sebenarnya?" "Ibuku seorang petani dari Mino. Sebuah desa kecil di pegunungan di seberang Inuyama,
di perbatasan Tiga Negara. Tak seorang pun pernah mendengar keberadaan desa itu.
Mungkin itu sebabnya aku memiliki ikatan kuat dengan gelandangan dan nelayan."
Aku berusaha bicara dengan santai. Aku tidak ingin memikirkan tentang ibuku. Aku telah
jauh meninggalkan hidupku dengannya, juga dari kepercayaan yang diajarkan saat aku kecil,
sehingga saat memikirkannya membuat aku merasa tidak nyaman. Aku bukan hanya selamat
di saat semua penduduk desaku mati, tapi aku tidak lagi mempercayai pada ajaran yang
mereka pertahankan sampai mati. Kini aku memiliki tujuan lain"kepentingan lain, kepentingan yang jauh lebih mendesak.
"Dulu" Dia sudah meninggal?"
Dalam kesunyian, taman yang terbengkalai, asap api unggun, desahan air laut, situasi
mulai tegang di antara kami. Dia ingin mengetahui rahasiaku yang paling dalam; aku ingin
membuka hatiku padanya. Di saat ini, di saat yang lainnya tidur nyenyak dan hanya kami
berdua yang masih terjaga di tempat yang menakutkan ini, mungkin hasrat juga merayap
masuk. Aku selalu sadar akan rasa sayangnya padaku; itu sesuatu yang pernah kuandalkan,
layaknya kesetiaan Miyoshi bersaudara, layaknya cintaku pada Kaede. Selalu ada Makoto di
duniaku. Aku membutuhkannya. Hubungan kami mungkin telah berubah sejak dia
LIAN HEARN BUKU KETIGA 102 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menenangkan diriku di Terayama, tapi saat ini aku ingat betapa kesepian dan rapuhnya diriku
setelah kematian Shigeru, aku seakan ingin mencurahkan isi hatiku padanya.
Api hampir padam sehingga aku sulit melihat wajahnya, tapi aku sadar kalau dia sedang
menatapku. Aku ingin tahu apa yang dia curigai.
Aku berkata, "Ibuku orang Hidden. Aku besar dengan keyakinan mereka. Ibuku dan
seluruh keluargaku, sejauh yang kutahu, mati dibunuh Tohan. Shigeru yang selamatkan aku.
Jo-An dan nelayan itu juga orang Hidden. Kami... saling menghargai."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Aku melanjutkan, 'Aku percaya kau tidak akan
mengatakannya pada orang lain."
"Kepala Biara tahu?"
"Dia tidak pernah menyebut soal itu, tapi Shigeru mungkin sudah mengatakan padanya.
Tapi aku tidak lagi menganut ajaran tersebut. Aku telah melanggar semua larangannya,
terutama larangan membunuh."
"Tentu saja tidak akan kukatakan pada orang lain karena dapat merusak reputasimu di
kalangan ksatria. Sebagian besar dari mereka menganggap Iida benar saat melenyapkan kaum
Hidden, dan tidak sedikit yang melakukan hal yang sama. Itu menjelaskan banyak hal tentang
dirimu yang tak aku mengerti."
"Kau, sebagai ksatria dan biarawan, pengikut Sang Pencerah, pasti membenci Hidden."
"Rasa bencinya tidak sebesar kebingungan kami oleh kepercayaan mereka yang misterius.
Aku hanya tahu sedikit tentang mereka dan apa yang aku tahu sekarang mungkin merubah
pandanganku tentang mereka. Kelak, di saat tenang, kita akan diskusikan masalah ini."
Dalam nada bicaranya, aku sadar kalau dia berusaha untuk tetap bersikap rasional, agar
tidak menyakiti hatiku. "Hal penting yang ibuku ajarkan yaitu welas asih," ujarku, "Welas asih dan tidak boleh
berlaku kejam. Namun sejak saat itu, aku diajarkan untuk melenyapkan rasa welas asih dan
juga untuk menjadi kejam."
"Semua itu adalah syarat untuk menjadi penguasa dan juga dalam peperangan," sahutnya.
"Itu adalah jalan nasib yang membimbing kita. Di biara kami juga diajarkan untuk tidak
membunuh, tapi itu hanya dilakukan oleh orang yang sudah tua. Bertarung untuk
mempertahankan diri, untuk membalaskan dendam pemimpin, untuk mewujudkan kedamaian
LIAN HEARN BUKU KETIGA 103 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON serta keadilan bukanlah dosa."
"Itulah yang Shigeru ajarkan kepadaku."
Keheningan melanda, dan saat itu kupikir dia hendak menenangkan diriku. Tiba-tiba aku
merasa ingin sekali berbaring dan dipeluk seseorang. Aku bahkan bergerak sedikit untuk
mendekat padanya, tapi dia justru menjauh. Sambil bangkit berdiri, dia berkata, "Tidurlah.
Aku akan berjaga-jaga sebentar, sebelum membangunkan pengawal untuk berganti jaga."
Aku tetap berada di dekat api unggun untuk mengusir nyamuk, tapi mereka tetap saja
berdengung di sekeliling kepalaku. Gelombang air laut tak henti-hentinya bergemuruh dan
kemudian surut di bebatuan. Aku merasa gelisah dengan apa yang telah kuungkapkan, dengan
diriku yang tanpa kepercayaan dan dengan apa yang akan Makoto pikirkan tentang diriku
sekarang. Layaknya anak kecil, aku ingin sekali dia meyakinkanku kalau hal itu tak akan ada
bedanya. Aku merindukan Kaede. Aku takut akan hilang di sarang naga di Oshima dan tak
akan pernah bertemu dengan istriku lagi.
Akhirnya aku tertidur. Untuk pertama kalinya aku memimpikan ibuku dengan begitu
nyata. Ibuku berdiri di hadapanku, di luar rumah kami di Mino. Bisa kucium aroma masakan
dan mendengar dentingan kapak ketika ayah tiriku memotong kayu bakar. Dalam mimpi itu
aku merasa sangat bahagia dan lega karena ternyata mereka masih hidup. Tapi aku mendengar
suara dan aku merasa ada sesuatu yang merayap di tubuhku. Ibuku menatap ke bawah dengan
pandangan kosong dan kaget. Aku melihat apa yang ibuku perhatikan, dan ternyata tanah di
sekeliling kakiku berwarna hitam oleh segerombolan kepiting dengan capit yang telah terlepas
dari punggungnya. Kemudian mulai terdengar jeritan, suara yang kudengar dari kuil lain, jauh
di masa lalu, seorang laki-laki dicincang prajurit Tohan.
Aku tahu kepiting-kepiting itu akan mencabik-cabik diriku karena aku telah mencabut
capit mereka. Aku terbangun dengan ketakutan, berkeringat. Makoto berlutut di sampingku. `lAda
yang datang," ujarnya. "Dia hanya mau bicara denganmu."
Rasa takut menggelayuti diriku. Aku tak ingin pergi dengan orang asing itu ke Oshima.
Aku ingin segera kembali ke Maruyama, kembali pada Kaede. Berharap bisa mengirim orang
lain yang mungkin akan langsung dibunuh para bajak laut tanpa sempat menyampaikan pesan.
Tapi aku sudah sampai sejauh ini, dan orang yang telah dikirim untuk mengantarku ke
LIAN HEARN BUKU KETIGA 104 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Oshima, ke Terada, sudah datang, aku tak bisa kembali.
Orang itu berlutut di belakang Makoto. Aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas di
malam yang gelap ini. Dia meminta maaf karena tidak bisa datang lebih awal, dia juga mengatakan bahwa kami
belum bisa berangkat karena air laut baru mulai pasang di paruh kedua Waktu Lembu*. Dia
nampak lebih muda dari si nelayan yang mengirimkannya padaku, dan cara bicaranya yang
halus serta lebih berpendidikan membuatku sulit untuk memposisikannya.
Makoto ingin mengirim setidaknya salah satu pengawal untuk menemaniku, tapi
penunjuk jalanku menolak untuk membawa orang lain, seraya mengatakan kalau perahunya
terlalu kecil. Aku menawarkan uang padanya sebelum kami berangkat, namun dia tertawa dan
mengatakan bahwa tak ada gunanya jika diberikan sekarang karena para bajak laut akan segera
merampasnya; dia akan ambil bila kami telah kembali, dan jika kami tidak kernbali, akan ada
orang lain yang mengambilnya.
"Jika Lord Otori tidak kembali, maka tak akan ada pembayaran, yang ada hanyalah
pedang," ujar Makoto serius.
"Tapi jika aku yang mati, maka pewarisku berhak mendapat kompensasinya," sahutnya.
"Itu syaratku."
Aku menyanggupi, mengesampingkan kekhawatiran Makoto. Aku ingin segera berangkat
untuk menyingkirkan rasa takut yang tersisa dari mimpiku tadi. Kudaku, Shun, meringkik
padaku ketika aku pergi bersama orang itu. Aku perintahkan Makoto merawat kudaku itu
seumur hidupnya. Aku membawa Jato dan seperti biasa, aku menyembunyikan senjata rahasia
Tribe di balik pakaianku.
Perahunya dinaikkan hingga ke pasir. Kami tak bicara saat berjalan ke perahu. Aku
membantunya mendorong perahu ke laut lalu melompat masuk. Dia mendorongnya lebih jauh
sebelurn melompat masuk, mendayung dari huritan. Beberapa saat kemudian aku mengambil
alih dayungnya sementara dia menaikkan layar berbentuk persegi kecil yang terbuat dari
jerami. Layarnya tampak bersinar kuning saat diterangi cahaya bulan, dan jimatjimat yang
diikatkan di tiang kapal bergemerincing ditiup angin pantai, bersarnaan dengan arus
gelombang yang membawa kami ke pulau.
Malam bermandikan cahaya rembulan, bulan yang hampir penuh memancarkan sinar
LIAN HEARN BUKU KETIGA 105 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON peraknya di laut yang tenang. Perahu mendendangkan nyanyiannya bersama angin dan
ombak, seperti nyanyian yang pernah kudengar saat naik perahu bersama Furnio di Hagi.
Kenangan itu menghalau rasa takut akibat mimpiku tadi.
Kini bisa kulihat dengan jelas orang yang berdiri di ujung perahu. Wajahnya seperti tidak
asing; tapi kurasa kami belurn pernah bertemu.
"Siapa narnarnu?"
"Ryoma, tuan." "Tidak ada narna lain?"
Dia menggeleng dan kupikir dia tak akan bicara lagi. Dia akan mengantarku ke Oshirna;
dia tidak harus berbincang-bincang denganku. Aku menguap dan menarik jubahku lebih
rapat. Aku berpikir untuk tidur sejenak.
Ryoma berkata, "Jika aku punya nama lain, pastinya sama dengan nama Anda."
Mataku terbelalak dan tanganku langsung memegang Jato karena aku mengira yang dia
maksud adalah Kikutakalau dia seorang pembunuh bayaran. Tapi laki-laki itu tak bergerak
dari buritan kapal dan meneruskan bicaranya dengan tenang meskipun dengan nada getir.
"Menurut hukum, seharusnya aku boleh menyebut diriku Otori, tapi aku tak pernah diakui
oleh ayahku." Riwayatnya adalah cerita yang jamak terjadi. Ibunya pernah menjadi pelayan di Kastil
Hagi, dua puluh tahun lalu atau lebih. Ibunya menarik perhatian Lord Otori yang termuda,
Masahiro. Ketika diketahui hamil, Masahiro lalu mengatakan bahwa ibunya seorang pelacur
dan itu berarti bisa hamil oleh orang lain. Keluarga ibunya tidak punya pilihan kecuali menjual
putrinya ke tempat pelacuran; dia menjadi pelacur sehingga kehilangan semua kesempatan
bagi pengakuan putranya. Masahiro punya banyak putra yang sah dan tidak tertarik dengan
putranya yang lain. "Banyak orang yang mengatakan aku mirip dengannya," ujarnya. Saat itu bintang-bintang
telah meredup dan langit memucat. Hari mulai subuh dengan matahari terbit berwarna merah
menyala, sama merahnya dengan cahaya matahari tenggelam di malam sebelumnya. Aku
sadar, sekarang aku dapat melihatnya dengan jelas, mengapa wajahnya nampak tak asing. Ada
ciri Otori di wajahnya, seperti ayahnya: dagu yang tertarik ke belakang dan mata yang
menakutkan. LIAN HEARN BUKU KETIGA 106 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Memang mirip," ujarku, "Jadi kita saudara sepupu." Aku tidak mengatakan pada Ryoma,
tapi aku ingat dengan jelas suara Masahiro ketika tanpa sengaja aku mendengar orang itu
berkata jika kita harus mengakui semua anak haram kita... Putranya membangkitkan rasa
ingin tahuku; aku juga mengalami hal serupa, namun jalan hidup kami agak berbeda. Aku
diakui oleh kedua belah pihak, sedangkan tak satu pihak pun yang mengakui dia.
"Dan sekarang lihatlah," katanya. `Anda adalah Lord Otori Takeo, diangkat anak oleh
Shigeru dan pewaris sah wilayah kekuasaannya, sedangkan aku tak jauh berbeda dengan
gelandangan." "Kau tahu sedikit tentang riwayatku?"
"Ibuku tahu semua tentang Otori," ujarnya tertawa. "Lagipula, Anda sangat terkenal."
Sikapnya aneh, menyenangkan dan juga terasa akrab. Aku menduga dia dibesarkan
dengan pengharapan yang tidak realistis serta gambaran-gambaran palsu tentang statusnya,
mengatakan tentang kerabatnya, para pemimpin Otori, membuatnya bangga dan tak puas,
tidak bisa menghadapi kenyataan dalam hidupnya.
"Itukah alasannya kau membanRuku?"
"Sebagian. Aku ingin bertemu Anda. Aku pernah bekerja pada keluarga Terada; aku
sering ke Oshima. Orang menyebutnya pintu neraka, tapi aku pernah kesana dan masih
hidup." Bicaranya terdengar seperti membual, tapi saat dia bicara lagi, nadanya seperti
memohon. "Kuharap Anda bisa membalas bantuanku." Dia menatapku. "Anda akan
menyerang Hagi?" Aku tidak ingin bicara banyak padanya, takut kalau dia seorang mata-mata. "Kurasa sudah
jadi rahasia umum kalau ayahmu dan kakaknya mengkhianati Shigeru dan bersekongkol
dengan Iida. Kuanggap merekalah yang bertanggung jawab atas kematiannya."
Dia menyeringai. "Itulah yang kuharapkan. Aku juga ingin balas dendam pada mereka."
"Pada ayahmu sendiri?"
"Aku tak pernah membenci orang sebesar kebencianku padanya," sahutnya. "Keluarga
Terada juga membenci Otori. Jika Anda hendak melawan mereka, mungkin Anda bisa
mendapatkan sekutu di Oshima."
Sepupuku ini bukan orang yang bodoh; dia tahu benar apa tujuanku. "Kau telah
mengantarku, aku berhutang padamu," ujarku. `Aku telah berhutang budi pada banyak orang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 107 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON untuk menuntaskan dendam atas kematian Shigeru, dan bila aku menguasai Hagi kelak, akan
kubayar semua itu." "Beri aku gelar yang sudah sepantasnya aku terima," ujarnya. "Hanya itu keinginanku."
Ketika mendekati pulau, dia mengatakan betapa sering dia ke sana, membawa pesan dan
informasi tentang ekspedisi ke tanah daratan atau pengiriman barang seperti perak, sutra dan
barang berharga lainnya antarkota di pesisir.
"Selama ini keluarga Terada hanya bisa mengganggu Otori," ujarnya, "namun bila
bersama Anda, kalian bisa mengalahkan Otori."
Aku tidak menyangkal maupun menyetujui ucapannya, tapi aku berusaha mengubah topik
pembicaraan, menanyakan tentang si nelayan.
"Bila maksud Anda, apakah aku percaya pada ajarannya, tentu jawabannya tidak!"
sahutnya. Ketika tatapan mata kami bertemu, dia tertawa. "Tapi ibuku percaya. Ajaran itu
tersebar luas di kalangan pelacur. Mungkin hal itu menenangkan bagi mereka yang hidupnya
malang. Lagipula, mereka mestinya tahu jika ada yang mempercayai itu, maka semua manusia
sama di balik hiasan-hiasan mereka. Aku tidak percaya pada tuhan mana pun atau kehidupan
selain kehidupan yang ada sekarang. Tak seorang pun akan dihukum setelah mati. Itu
sebabnya aku ingin melihat mereka dihukum sekarang juga."
Sinar mentari membakar habis kabut, dan pulau itu mulai nampak jelas, menyembul dari
permukaan laut, kabut membumbung keluar dari puncaknya. Buih putih ombak menghantam
tebing yang berwarna abu-abu kehitaman. Angin bertiup lebih kencang dan mengantarkan
kami meluncur di atas ombak besar. Gelombang pasang dengan cepat berpacu ke arah pul,ju.
Perutku terasa mual saat kami meluncur cepat di permukaan ombak besar yang berwarna hijau
dan naik ke sisi lain. Aku menatap ke depan, ke arah pulau dengan tebing batunya yang terjal,
dan dua kali aku menghela napas panjang. Aku tak ingin mabuk laut saat menghadapi bajak
laut. Kemudian kami memutari tanjung dan tiba di tempat yang tidak berangin. Ryoma
berteriak kepadaku untuk mengambil alih dayung saat layar perahu berkibar dan melengkung.
Dia melepaskan ikatan dan membiarkan layar itu jatuh, kemudian mendayung melewati
perairan yang lebih tenang ke pelabuhan yang terlindungi.
Pelabuhannya adalah pelabuhan buatan alam yang berada di perairan yang dalam, dengan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 108 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dinding batu dan bendungan pemecah gelombang yang dibangun di sekelilingnya. Hatiku
bersemangat melihat armada kapal laut tertambat di sana, mungkin ada sepuluh atau sebelas
kapal, kokoh, aman dan dalam kondisi yang baik, mampu mengangkut lusinan orang.
Di setiap sudut pelabuhan ada benteng kayu, dan bisa kulihat orang-orang di dalamnya
dari celah untuk menaruh anak panah, panah yang sudah pasti ditujukan ke arahku. Ryoma
melambai dan berteriak, dan dua orang muncul dari benteng yang terdekat. Mereka tidak
membalas lambaiannya, tapi saat berjalan ke arah kami, salah satu di antaranya mengangguk
acuh tak acuh sebagai tanda mereka mengenalnya.
Ketika mendekati sisi dermaga, seseorang berteriak, "Hei, Ryoma, siapa penumpang itu?"
"Lord Otori Takeo," pekik Ryoma dengan nada suara orang penting.
"Benarkah" Kalau begitu dia saudaramu" Kesalahan lain dari ibumu?"
Ryoma menarik perahu ke dermaga dengan cukup terampil, kemudian menahannya agar
tidak bergoyang saat aku melompat naik ke dermaga. Kedua orang tadi masih tertawa
cekikikan. Aku tak ingin memulai keributan, tapi tak akan kubiarkan mereka menghina tanpa
diberi pelajaran. "Aku Otori Takeo," kataku. "Bukan kesalahan siapa-siapa. Aku ke sini untuk berbicara
dengan Terada Fumio dan ayahnya."
"Dan kami berada di sini untuk mencegah orang sepertimu mendekati mereka," ujar
penjaga yang berbadan lebih besar. Rambutnya panjang, jenggotnya tebal, dengan codet di
wajahnya. Dia mengayunkan pedang di depan wajahku sambil menyeringai. Semuanya terlalu
mudah; kesombongan dan kebodohan yang membuat dia mudah tertidur dalam tatapan
Kikuta. Kutatap matanya tanpa berkedip, mulutnya menganga, dan seringainya berubah
menjadi terperangah kaget ketika bola matanya berputar. Badannya yang besar membuat dia
jatuh bak seonggok karung, kepalanya membentur batu.
Penjaga yang satu lagi langsung menyerangku dengan pedang, tapi gerakannya tepat
seperti yang kuharapkan. Aku memisahkan diri menjadi dua sosok lalu menarik Jato. Saat
pedangnya menebas bayangan, kuhantam tangannya, memelintir serta menarik pedangnya
dengan paksa hingga lepas dari genggamannya.
"Sampaikan pada Terada kalau aku datang," kataku.
Ryoma mengencangkan tali perahu lalu berdiri di sisi dermaga. Dia memungut pedang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 109 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON penjaga itu. "Ini Lord Otori, bodoh. Orang yang sering diceritakan itu. Beruntung beliau tidak
langsung membunuhmu."
Penjaga lain berlarian dari benteng. Mereka semua langsung berlutut.
"Maaf, tuan. Aku tidak bermaksud menyerang," si penjaga tergagap, matanya terbelalak
begitu melihat apa yang menurutnya ilmu sihir.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Beruntung suasana hatiku sedang baik," ujarku. "Tapi kau telah menghina sepupuku.
Kurasa kau harus meminta maaf padanya."
Dengan Jato terarah di lehernya, penjaga itu melakukan apa yang kuminta, membuat
Ryoma tersenyum menyeringai dengan rasa puas.
"Bagaimana dengan Teruo?" ujar si penjaga, menunjuk ke arah rekannya yang tidak
sadarkan diri. "Dia tidak terluka. Saat bangun nanti dia akan belajar untuk bersikap lebih sopan.
Sekarang, sampaikan pada Terada Fumio kalau aku datang."
Dua orang dari mereka bergegas pergi, sementara yang lainnya kembali ke benteng. Aku
duduk di dinding dermaga. Seekor kucing jantan dengan warna bulu yang mirip warna
tempurung kura-kura yang tertarik menyaksikan seluruh keributan, mendekat lalu mengendus
orang yang tergeletak, kemudian melompat ke atas dinding di sampingku dan mulai menjilati
bulunya. Itulah kucing tercepat yang pernah kulihat. Para pelaut dikenal sebagai orang yang
mempercayai tahayul; tidak diragukan lagi mereka pasti percaya kalau warna bulu kucing itu
membawa keberuntungan sehingga mereka memanjakan serta memberinya makan dengan
baik. Aku ingin tahu apakah mereka membawa kucing itu dalam pelayarannya.
Aku membelai kucing itu sambil melihat-lihat sekeliling. Di belakang pelabuhan
terbentang sebuah desa kecil, separuh jalan menanjak ke arah bukit di baliknya ada bangunan
kokoh yang terbuat dari kayu, sebagian berupa rumah dan sebagian lagi kastil. Bangunan itu
mestinya memiliki pemandangan pesisir yang indah dan langsung mengarah ke kota Hagi.
Aku tidak tahan untuk tidak mengagumi posisi dan konstruksi tempat ini, kini aku mengerti
mengapa tidak seorang pun mampu memaksa keluar bajak laut dari sarangnya.
Aku melihat para penjaga bergegas berjalan mendaki dan mendengar suara mereka saat
melaporkan pesanku di gerbang rumah kediaman itu. Kemudian aku mendengar suara Fumio
yang agak berat dan lebih dewasa dengan irama yang sama riangnya seperti yang pernah
LIAN HEARN BUKU KETIGA 110 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kuingat. Aku berdiri dan berjalan ke ujung dermaga. Kucing itu melompat lalu mengikutiku. Saat
itu cukup banyak orang bergerombol, bersikap tidak ramah serta curiga. Tanganku tetap di
dekat pedang, dan berharap kehadiran kucing itu bisa meyakinkan mereka. Mereka berdiri
memperhatikanku dengan rasa ingin tahu, sebagian besar dari mereka sama tegangnya
denganku, sementara Ryoma masih saja sibuk memberitahu mereka mengenai jati.diriku. "Ini
Lord Otori Takeo, putra dan pewaris Lord Shigeru. Dia yang membunuh Iida." Sesekali dia
menambahkan, seperti berkata pada dirinya sendiri, "Dia memanggilku sepupu."
Fumio berjalan menuruni bukit. Aku khawatir apakah dia akan menerimaku atau tidak,
tapi ternyata sambutan yang dia berikan sehangat seperti yang kuharapkan. Kami berpelukan
layaknya saudara. Dia nampak lebih tua, berkumis dan tubuhnya lebih kekar sehingga bahunya
tampak berisi-bahkan dia terlihat sama sehatnya dengan kucing tadi-namun wajah yang riang
serta sinar matanya yang lincah tidak berubah.
"Kau datang sendiri?" tanyanya, berdiri agak condong ke belakang dan memperhatikan
diriku. "Orang ini yang mengantarku." Aku menunjuk Ryoma yang berlutut saat Fumio
mendekat. Apa pun yang dia inginkan, dia tahu di mana letak kekuasaan berada. `Aku tidak
bisa berlama-lama; kuharap dia akan mengantarku kembali malam ini."
"Tunggu Lord Otori di sini," perintah Fumio padanya, dan kemudian, saat kami berjalan
menjauh, dia berteriak tanpa menoleh pada para penjaga, "Beri dia makanan."
Dan jangan mengganggunya, ingin aku menambahkan, tapi aku takut itu justru membuat
dia semakin malu. Kuharap mereka memperlakukan dia dengan lebih baik sekarang, tapi aku
meragukannya. Ryoma tipe orang yang memancing cemoohan, dia seperti dikutuk untuk
selalu menjadi korban. "Kurasa kau punya maksud tertentu hingga datang kemari," ujar Fumio, melangkah
mendaki bukit. Dia tidak pernah kehabisan energi dan stamina. "Setelah mandi dan makan,
akan kuajak kau menemui ayahku."
Tidak peduli betapa mendesaknya misiku, daya tarik mandi air panas terasa lebih
memikat. Rumah yang dikelilingi benteng itu dibangun di sekeliling rangkaian kolam yang
airnya berbusa, air yang keluar dari balik bebatuan. Bahkan tanpa penghuninya yang kejam,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 111 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Oshima, pintu neraka, dengan sendirinya memang tempat yang berbahaya. Gunung berapi
mengepulkan asap di atas kami, udaranya beraroma belerang, dan sungai kecil muncul dari
permukaan kolam, dengan bebatuan besar yang terkikis air menyembul seperti mayat yang
telah membatu. Kami membuka baju dan meluncur masuk ke dalam air panas. Belum pernah aku mandi
di air sepanas ini. Kulitku terasa seperti akan terkelupas. Setelah menderita selama beberapa
hari, kini sensasinya tak bisa dilukiskan. Airnya membasuh habis kelelahanku setelah berharihari menunggang kuda dan tidur yang tidak nyenyak, juga perjalanan semalaman di perahu.
Aku tahu semestinya aku tetap waspada-persahabatan masa kecil tidak bisa terlalu diandalkantapi jika sekarang ini ada yang membunuhku, maka aku akan mati dengan bahagia.
Fumio berkata, "Sesekali kami mendengar kabar tentang dirimu. Kau sangat sibuk sejak
terakhir kali kita berjumpa. Aku turut berduka mendengar kematian Lord Shigeru."
"Suatu kehilangan yang sangat besar, bukan hanya bagi diriku, tapi juga bagi klan Otori.
Aku masih mengejar pembunuhnya."
"Bukankah Iida sudah mati?"
"Ya, Iida sudah membayarnya dengan kematian, tapi sebenarnya kedua pemimpin Otori
yang merencanakan kematian Shigeru dengan menyerahkannya pada Iida."
"Kau hendak menghukum mereka" Jika itu maksudmu, kau dapat mengandalkan keluarga
Terada." Aku menceritakan secara singkat tentang pernikahanku dengan Kaede, tentang perjalanan
kami ke Maruyama, dan pasukan yang ada di bawah komando kami.
"Tapi aku harus ke Hagi dan mengambil warisanku karena jika pemimpin Otori tak
menyerahkan secara suka rela, maka aku akan ambil secara paksa. Dan aku lebih memilih cara
itu agar dapat kuhancurkan mereka."
Fumio tersenyum dan menaikkan alisnya. "Kau telah berubah sejak pertama aku
mengenalmu." "Aku terpaksa."
Kami meninggalkan air panas, berpakaian dan makan di salah satu dari banyak ruang di
rumah itu. Ruangan itu seperti gudang harta karun yang terdiri dari berbagai benda berharga
nan indah, mungkin semuanya hasil rampasan dari kapal dagang: ukiran yang terbuat dari
LIAN HEARN BUKU KETIGA 112 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON gading, vas dari batu pualam, kain brokat, mangkuk emas dan perak, serta kulit harimau dan
macan tutul. Belum pernah aku di ruangan seperti itu, begitu banyak benda berharga yang
dipajang, tapi tak satu pun yang memancarkan kekuatan maupun keanggunan yang biasa
ditemukan di kediaman para ksatria.
"Kau boleh lihat-lihat," ujar Fumio saat kami selesai makan. "Aku akan pergi untuk bicara
dengan ayahku. Jika ada barang yang kau mau, ambil saja. Semua itu milik ayahku, tapi itu
tidak berarti baginya."
Aku berterima kasih atas tawarannya, tapi aku tidak bermaksud mengambil apa pun untuk
dibawa pulang. Aku duduk tanpa bersuara menunggunya kembali, santai tapi tetap waspada.
Sambutan Fumio memang penuh dengan keakraban, namun aku tidak tahu apakah keluarga
Terada telah bersekutu dengan pihak lain; aku menyadari kemungkinan mereka telah memiliki
perjanjian dengan Kikuta. Aku mendengarkan dengan seksama, mengira-ngira posisi semua
orang di dalam rumah itu, mencoba mengenal suara-suara, aksen-lama kemudian baru
kusadari jika ini perangkap, maka peluangku untuk lolos sangatlah tipis. Aku datang seorang
diri memasuki sarang naga.
Aku bisa mendengar Terada"sang naga"kini sedang berada di belakang rumah. Aku
mendengar dia memberi perintah, meminta teh, sebuah kipas serta sake. Suaranya berat,
penuh energi seperti suara Fumio, sering berkata lembut dan sering juga kasar, tapi terkadang
dia berbicara dengan jenaka. Tak terlintas di benakku untuk meremehkan Terada Fumifusa.
Dia berhasil keluar dari hierarki keras sistem klan, menentang Otori dan membuat namanya
menjadi salah nama yang paling ditakuti di Negara Tengah.
Akhirnya Fumio kembali untuk menjemputku dan mengajakku ke bagian belakang
rumah, ke ruangan yang nampak seperti sarang burung elang, bertengger tinggi di atas desa
dan pelabuhan, menghadap ke arah Hagi. Dari kejauhan dapat kulihat garis yang tak asing
bagiku terletak di balik kota. Lautnya tenang dan sunyi, bergarisgaris bak kain sutra, berwarna
nila, ombak membentuk rumbai-rumbai keputihan di sekeliling bebatuan. Seekor burung
elang melayang di bawahnya.
Belum pernah aku berada di ruangan seperti ini. Bahkan lantai atas kastil yang paling
tinggi pun tidak setinggi atau seterbuka. Aku ingin tahu apa yang akan terjadi jika badai
musim gugur datang melaju ke pesisir pantai. Bangunannya dinaungi oleh lekukan pulau;
LIAN HEARN BUKU KETIGA 113 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON untuk membangun tempat seperti ini, sama saja dengan menyatakan diri sebagai bangsawan.
Terada duduk di atas kulit harimau yang menghadap ke arah jendela yang terbuka. Di
sampingnya, di atas meja pendek, terdapat peta dan coretan-coretan yang mirip catatan
keberangkatan kapal laut, serta sebuah tabung yang tak mirip seruling bambu. Seorang juru
tulis berlutut di salah satu ujung meja, tinta batu di hadapannya, kuas di tangannya.
Aku membungkuk pada Terada dan menyebut nama serta asal-usulku. Dia balas
menunduk dengan sopan. Bila ada orang yang memegang tampuk kekuasaan di tempat ini, tak
diragukan lagi dialah orangnya.
"Aku banyak mendengar tentangmu dari putraku," ujarnya. "Kau disambut baik di sini."
Dia memberi isyarat agar aku masuk dan duduk di sampingnya. Saat aku melangkah masuk,
juru tulis membungkuk hingga dahinya menyentuh lantai dan tetap bersikap begitu.
"Aku dengar kau mengalahkan salah seorang anak buahku tanpa menyentuhnya sedikit
pun. Bagaimana kau melakukannya?"
"Dia sering melakukan itu pada anjing, saat kami masih kecil dulu," Fumio
menambahkan, sambil duduk bersila di lantai.
"Aku memiliki kemampuan seperti itu," ujarku. "Aku tidak bermaksud melukainya."
"Kemampuan Tribe?" tanya Terada. Tak diragukan lagi kalau dia pasti pernah
memanfaatkan orang Tribe dan tahu benar kemampuan seperti itu.
Aku agak mengangguk. Matanya menyipit dan bibirnya mencibir. "Perlihatkan caramu melakukannya." Dia
mengulurkan tangan dan memukul kepala juru tulis dengan kipasnya. "Lakukan pada orang
ini." "Maaf," ujarku. "Kemampuanku yang rendah ini tidak layak dipertontonkan."
"Unnh," gerutunya, sambil menatapku. "Maksudmu kau tidak bisa melakukannya bila
diminta?" "Lord Terada benar."
Keheningan yang tak nyaman terjadi, kemudian dia tertawa cekikikan. "Fumio telah
memperingatkan kalau aku tak bisa memerintahmu seenaknya. Kau bukan hanya mewarisi
wajah Otori; tapi kau juga mewarisi sifat keras kepala mereka. Baiklah, sihir juga tidak terlalu
berguna untukku"kecuali bila itu semacam senjata yang bisa berguna." Dia mengambil
LIAN HEARN BUKU KETIGA 114 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tabung itu dan menaruhnya di depan salah satu mata dan menutup matanya yang satunya lagi,
"Ini baru namanya sihir." Dia berkata sambil menyodorkan tabung itu kepadaku. "Bagaimana
pendapatmu tentang benda ini?"
"Taruh di depan matamu," ujar Fumio sambil menyeringai.
Aku memegang dengan hati-hati, mencoba mengendusnya dengan diam-diam, aku takut
benda itu telah dibubuhi racun.
Fumio tertawa. "Itu tidak berbahaya!"
Ketika melihat melalui tabung itu, aku tak mampu untuk tidak terperangah. Kota Hagi
yang begitu jauh seakan melompat ke arahku. Aku menjauhkan tabung itu dari mataku dan
kini kota itu terlihat seperti semula, samar-samar dan tidak jelas. Keluarga Terada, ayah dan
anak, keduanya tertawa kecil.
"Benda apa ini?" tanyaku. Benda itu tidak terlihat atau terasa seperti sihir. Benda itu
buatan manusia. "Itu sejenis kaca yang dapat membuat benda-benda terlihat lebih besar dan mendekatkan
jarak yang jauh," sahut Terada.
"Apakah ini berasal dari tanah daratan?"
"Kami mengambilnya dari sebuah kapal tanah daratan dan mereka sudah lama mengenal
benda seperti ini. Tapi kurasa yang satu ini dibuat di negeri yang jauh, negeri orang barbar di
selatan." Dia mencondongkan badan ke depan dan mengambil benda itu dariku, mengintip
melalui tabung itu lagi, lalu tersenyum. "Bayangkan negeri dan orang-orang yang bisa
membuat benda semacam ini. Kita mengira dunia hanya sebatas Delapan Pulau, tapi
terkadang aku pikir kita tidak tahu apa-apa."
"Anak buahku melaporkan ada benda yang bisa membunuh dari jarak yang sangat jauh,
benda itu terbuat dari timah dan api," ujar Fumio. "Kami sedang berusaha mendapatkannya."
Dia menatap keluar jendela, matanya penuh dengan hasrat untuk mencari tahu tentang dunia
selain di delapan pulau. Aku menduga dia menganggap pulau ini ibarat penjara.
Benda aneh yang ada di hadapanku dan juga senjatasenjata yang dibicarakannya
memenuhi benakku dengan semacam firasat. Tingginya ruangan itu, tebing begitu curam
dengan bebatuan di bawahnya, kelelahanku, membuat kepalaku pusing selama beberapa saat.
Aku mencoba menghela napas dalam-dalam dengan tenang, tapi dapat kurasakan keringat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 115 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dingin keluar di dahi dan ketiakku. Aku sudah menduga persekutuanku dengan bajak laut
akan membuat mereka semakin kuat dan juga membuka jalan bagi mengalirnya hal-hal baru
yang akan mengubah masyarakat yang sedang kuperjuangkan. Ruangan hening. Aku
mendengar suara lembut orang-orang yang ada di rumah ini, hentakan sayap elang, gemuruh
laut di kejauhan, dan orang yang berbicara di pelabuhan. Seorang perempuan sedang
bernyanyi pelan sambil menumbuk padi, menyanyikan balada tentang seorang gadis yang jatuh
cinta pada seorang nelayan.
Udara nampak berkilauan seperti air laut di bawah sana, seperti sehelai kerudung sutra
yang secara perlahan disingkap dari kenyataan. Kenji pernah mengatakan, suatu saat semua
orang akan memiliki kemampuan yang saat ini hanya dimiliki Tribe"dan di antara mereka
ada yang memiliki kemampuan seperti diriku. Kami akan segera punah, dan kemampuan kami
akan segera terlupakan, diambil alih oleh keajaiban teknis seperti yang Terada inginkan. Aku
memikirkan peranku dalam membasmi semua kemampuan itu, memikirkan anggota Tribe
yang telah kuhancurkan, dan timbul pclnyesalan. Tapi, aku sadar kalau aku akan tetap
membuat perjanjian dengan Terada. Aku tak akan mundur sekarang. Dan jika tabung melihat
jarak jauh dan senjata-senjata api yang akan membantuku, aku tidak akan ragu sedikit pun
untuk menggunakannya. Ruangan itu tenang. Darahku mengalir lagi. Semua terjadi hanya dalam sekejap. Terada
berkata, "Kurasa kau hendak mengusulkan sesuatu. Aku ingin mendengarnya."
Aku katakan padanya kalau menurutku Hagi hanya bisa ditaklukkan melalui laut. Aku
menguraikan rencanaku untuk mengirim separuh pasukanku sebagai umpan untuk menahan
kekuatan Otori di tepi sungai, sementara separuh pasukan akan diangkut dengan kapal guna
menyerang kastil dari laut. Sebagai imbalannya, aku akan mengembalikan nama baik mereka
dan mempertahankan armada kapal perang di bawah perintah mereka. Begitu kedamaian telah
tercapai, klan akan membiayai ekspedisi ke tanah daratan untuk bertukar pengalaman serta
perdagangan. "Aku tahu kekuatan dan pengaruh keluarga Anda." kataku. 'Aku tidak yakin Anda akan
tinggal di Oshima, di sini, selamanya."
"Memang benar aku ingin kembali ke kampung halamanku," sahut Terada, "Tapi, seperti
yang kau tahu, Otori telah mengambilnya."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 116 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON 'Akan kukembalikan kepadamu," janjiku.
"Nampaknya kau sangat yakin akan berhasil," serunya, mendengus dengan penuh
sukacita. "Rencana ini akan berhasil dengan bantuanmu." "Kapan kau akan menyerang?"
Fumio melihatku sekilas, matanya berbinar.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Secepat mungkin. Kecepatan dan kejutan adalah sebagian dari senjata andalanku."
"Kami menduga badai pertama bisa datang kapan saja," ujar Terada. "Itu sebabnya semua
kapal kami tetap di pelabuhan. Akan tetap begitu selama satu bulan sebelum kami bisa melaut
lagi." "Maka kita akan bergerak begitu badai reda."
"Kau tidak lebih tua dari putraku," ujarnya. "Apa yang membuatmu berpikir kau bisa
memimpin pasukan?" Aku memberi rinci tentang kekuatan, perlengkapan, pangkalan kami di Maruyama, dan
juga peperangan yang kami menangkan. Matanya menyipit dan menggerutu, tidak
mengatakan sepatah kata pun selama beberapa saat. Aku bisa membaca di wajahnya, ekspresi
kehati-hatian dan keinginan untuk balas dendam. Akhirnya dia memukulkan kipasnya ke
meja, membuat juru tulis tersentak. Terada membungkuk sangat rendah padaku dan berkata
dengan lebih formal. "Lord Otori, aku akan membantumu dan aku akan melihatmu
menguasai Hagi. Kami, keluarga Terada, memberikan sumpah setia padamu, dan kapal-kapal
serta pasukan kami siap menerima perintahmu."
Aku berterima kasih padanya dengan penuh haru. Dia menyuruh dibawakan sake dan
kami meminumnya sebagai tanda kesepakatan. Fumio sangat gembira; kelak aku tahu
sebabnya, dia mempunyai alasan lain untuk kembali ke Hagi, setidaknya untuk bertemu lagi
dengan kekasihnya. Kami makan siang bersama, mendiskusikan strategi. Ketika waktu hampir
memasuki paruh kedua di siang itu, Fumio mengajakku ke pelabuhan untuk memperlihatkan
kapal-kapalnya. Ryoma sedang menunggu.di dermaga, kucing jantan yang sama duduk di sampingnya.
Dia menyapa kami secara berlebihan dan mengikutiku sedekat mungkin nyaris seperti
bayanganku, saat kami menaiki kapal yang terdekat dan Fumio membawaku berkeliling untuk
melihatnya. Aku terkesan dengan ukuran dan kapasitas kapalnya, juga cara para bajak laut
LIAN HEARN BUKU KETIGA 117 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON memperkuat kapal dengan dinding dan perisai yang terbuat dari kayu. Kapalnya dilengkapi
layar yang sangat lebar dan dayung yang banyak. Rencana yang semula hanya gagasan yang
samar tiba-tiba langsung menjadi nyata.
Kami menetapkan bahwa Fumio akan mengirim pesan kepada Ryoma begitu cuaca
memungkinkan. Aku dan pasukanku akan bergerak ke utara di bulan purnama berikutnya.
Kapal-kapal akan menjemput kami di kuil Katte Jinja, dan kemudian membawa kami ke
Oshima. Kami akan menyerang kota dan kastil dari sana.
"Menjelajahi Hagi di malam hari-seperti dulu lagi," ujar Fumio menyeringai.
"Rasa terima kasihku tak akan pernah cukup atas bantuanmu. Pasti kau yang memohon
pada ayahmu untuk membantuku."
"Aku tak perlu melakukannya; dia bisa melihat semua keuntungan bila bersekutu
denganmu dan mengakui dirimu sebagai pewaris klan yang sah. Tapi kurasa dia tak akan
setuju bila bukan kau yang kemari, sendirian. Dia terkesan padamu. Dia menyukai
keberanian." Sejak awal aku tahu kalau aku harus datang sendiri, tapi itu justru membebani diriku.
Begitu banyak yang harus dicapai, dan hanya aku yang mampu melakukannya, hanya aku yang
mampu menyatukan semua sekutuku.
Fumio ingin aku tinggal lebih lama lagi, tapi saat ini aku justru sedang bersemangat untuk
kembali ke Maruyama, untuk memulai persiapan, dengan segala upaya untuk mencegah
serangan Arai. Lagipula, aku tak mempercayai cuaca. Udaranya tenang secara tidak wajar dan
langit terselubung awan berwarna biru keabu-abuan, agak menghitam di kaki langit.
Ryoma berkata, "Jika kita berangkat sekarang, kita akan terbantu lagi oleh air pasang."
Fumio dan aku berpelukan di sisi dermaga dan aku menaiki perahu kecil itu. Kami
melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan dan bertolak ke laut, membiarkan gelombang
pasang membawa kami menjauhi pulau.
Ryoma terus menatap langit yang kehitaman dengan gelisah, dan angin mulai bertiup saat
kami belum jauh dari Oshima. Beberapa saat angin bertiup kencang, menghempaskan air
hujan ke wajah. Kami tak bisa bergerak maju menantang angin hanya dengan dayung, dan
layar langsung terenggut saat kami berusaha menaikkannya.
Ryoma berteriak, "Kita harus kembali."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 118 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Aku tidak bisa berdebat meskipun jiwaku terpuruk dalam keputusasaan karena
memikirkan akan lebih terlambat pulang. Dia berusaha memutar balik perahu yang ringkih
dengan dayung. Semakin lama gelombang semakin tinggi, gelombang hijau besar
menghempas, kami seakan jatuh ke jurang yang dalam. Wajah kami sama hijaunya dengan
ombak, dan pada hempasan keempat atau kelima kalinya, kami pun muntah di waktu yang
bersamaan. Bau muntahan nampak sangat lemah bila dibandingkan dengan besarnya ombak
dan angin. Angin topan membawa kami kembali ke arah pelabuhan, dan kami berjuang untuk
mengarahkan perahu ke pintu masuk pelabuhan. Semula kupikir kami tak akan pernah
sampai; kupikir kekuatan badai itu akan membawa kami ke laut terbuka, tapi dengan adanya
tempat bernaung di bagian teduh dari pulau itu menyempatkan kami untuk mengendalikan
perahu di balik bendungan laut. Tapi di tempat itu pun kami belum lepas dari bahaya.
Gelombang di pelabuhan seperti tong air yang mendidih. Perahu kami terpelanting ke arah
dinding, tertarik lagi, dan kemudian terhempas ke dinding dengan hentakan yang membuat
mual. Perahu terbalik; aku sadar kalau sedang berjuang di bawah air, melihat permukaan air di
atasku, dan berusaha berenang mencapai permukaan. Ryoma berada beberapa kaki dariku.
Aku melihat wajahnya, mulutnya terbuka, seolah berteriak minta tolong. Kuraih dan
kucengkram pakaiannya lalu menariknya ke atas. Kami berdua naik ke permukaan. Dengan
terengah-engah Ryoma menghirup udara dan mulai panik, memukul-mukul permukaan air
dengan tangannya, lalu memegang erat leherku sehingga hampir mencekikku. Berat tubuhnya
menarikku tenggelam lagi. Aku tak bisa membebaskan diri dari pegangannya. Aku memang
bisa menahan napas dalam waktu yang lama, namun cepat atau lambat, bahkan dengan
seluruh kemampuan Tribe yang kumiliki, tetap saja aku harus menghirup udara. Jantungku
mulai berdenyut kencang dan paru-paruku terasa sakit. Aku berusaha melepaskan diri dari
cengkramannya, mencoba meraih lehernya agar aku dapat melumpuhkannya, agar kami
berdua bisa keluar dari air. Aku berpikir jernih, dia sepupuku, bukan putraku, jadi tidak bisa
membunuhku. Tapi mungkin saja ramalan itu salah!
Aku tidalc percaya akan mati tenggelam. Pandanganku mulai samar, kadang hitam dan
dipenuhi sinar putih, dan kepalaku terasa sangat nyeri.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 119 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Aku ditarik menuju kehidupan berikutnya, pikirku, lalu wajahku keluar dari permukaan
air dan menghirup udara dalam-dalam.
Dua anak buah Fumio juga ada di air bersama kami, diikat dengan tali yang ditambatkan
di dermaga. Mereka berenang mendekat, kemudian menarik rambut kami. Mereka menarik
kami ke daratan di atas bebatuan tempat di mana kami muntah lagi, hampir seluruh yang
dimuntahkan adalah air asin. Keadaan Ryoma lebih buruk dariku. Layaknya sebagian besar
pelaut dan nelayan, dia tidak bisa berenang dan sangat takut tenggelam.
Hujan seakan tumpah ruah dari langit, benar-benar melenyapkan garis pantai. Kapalkapal bajak laut berderit saat terombang-ambing oleh ombak. Fumio berlutut di sampingku.
"Jika kau bisa berjalan, kita segera masuk sebelum badai semakin memburuk."
Aku bangkit. Tenggorokanku terasa sakit dan mataku pedih, namun aku tidak terluka.
Jato dan senjataku yang lain masih ada di ikat pinggangku. Tak ada yang dapat kulakukan
dengan cuaca seperti ini, tapi diriku dipenuhi kecemasan.
"Berapa lama badainya akan berlangsung?"
"Kurasa ini bukan badai yang sebenarnya, mungkin hanya badai lokal. Kurasa besok pagi
sudah reda." Tenyata Fumio terlalu optimis. Badai berlangsung selama tiga hari, dan selama dua hari
selanjutnya gelombang laut terlalu besar untuk diarungi perahu Ryoma yang kecil. Lagipula
perahunya perlu diperbaiki, dan itu perlu waktu empat hari setelah hujan reda. Fumio
bermaksud mengantarku dengan menumpang salah satu kapal bajak laut, tapi aku tak ingin
terlihat di atas perahu mereka atau pun bersama mereka, aku takut strategiku akan terlihat
oleh mata-mata. Aku melewati hari-hari dengan gelisah, memikirkan Makoto-apakah dia
akan menunggu, apakah dia akan kembali ke Maruyama, akankah dia meninggalkan aku
karena dia sudah tahu aku orang Hidden" Aku bahkan lebih cemas lagi memikirkan Kaede.
Aku tidak bermaksud berpisah begitu lama darinya.
Fumio dan aku memiliki banyak kesempatan untuk berdiskusi tentang kapal dan navigasi,
bertempur di laut, persenjataan para pelaut, dan sebagainya. Kemana pun aku pergi selalu
diikuti oleh kucing jantan yang sama ingin tahunya seperti diriku, aku memeriksa semua kapal
dan perlengkapan yang mereka miliki dan bahkan lebih terkesan lagi pada kekuatannya. Dan
setiap malam, saat di bawah sana terdengar suara pelaut yang sedang berjudi dan perempuan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 120 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menari dan menyanyi, kami berbincang hingga larut malam dengan ayahnya. Kini aku mulai
lebih menghargai kelihaian dan keberanian laki-laki tua itu, dan aku senang dia akan menjadi
sekutuku. Bulan sudah hampir penuh ketika akhirnya kami berlayar di lautan yang tenang pada sore
menjelang malam untuk memanfaatkan gelombang pasang di malam hari. Ryoma telah pulih
setelah insiden kami tenggelam dan atas permintaanku dia diterima di kediaman Terada pada
malam terakhir dan kami makan bersamanya. Aku tahu dia tersanjung dan senang akan hal
itu. Hembusan angin cukup kencang untuk mengembangkan layar baru yang dibuat bajak laut
untuk kami. Mereka juga memberi jimat baru untuk menggantikan jimat lama yang hilang
saat perahunya rusak, dan juga patung dewa laut kecil. Menurut mereka, kami berada dalam
perlindungan khusus dewa laut. Gemerincing jimat yang tertiup angin mengiringi pelayaran
kami, dan saat kami melaju melewati bagian selatan pulau, dari kejauhan terlihat asap hitam
dan abu mengepul keluar dari kawah gunung. Lereng pulau terselubung kabut. Aku
menatapnya lama, memikirkan tentang penduduk setempat yang menjuluki pulau ini sebagai
pintu neraka. Berangsur-angsur kabutnya makin berkurang hingga akhirnya menghilang,
sampai kabut ungu sore menghampiri kemudian menyembunyikan pulau itu.
Untunglah kami telah melewati separuh perjalanan pulang sebelum malam tiba karena
kabut berubah menjadi awan tebal sehingga keadaan benar-benar gelap. Ryoma berganti-ganti
obrolan tanpa henti dengan keheningan yang lama. Dan yang dapat kulakukan hanyalah
mendengarkan dan bergantian mendayung dengannya. Lama sebelum bentuk samar daratan
muncul di depan kami, aku mendengar perubahan irama nyanyian laut, dan hempasan
gelombang di bebatuan. Kami menepi tepat di tempat kami berangkat sebelumnya, dan Jiro
sedang menunggu di pantai, di dekat api unggun. Dia melompat kegirangan ketika perahu
menyentuh pasir dan memeganginya saat aku turun.
"Lord Otori! Kami sudah putus asa. Makoto hampir saja kembali ke Maruyama untuk
melaporkan bahwa Anda menghilang."
"Kami tertahan badai." Aku lega saat melihat mereka masih di sana, mereka tidak
meninggalkanku. Ryoma kelelahan, tapi dia tak ingin meninggalkan perahunya, dan dia juga tak ingin
LIAN HEARN BUKU KETIGA 121 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tinggal sampai hari siang. Kurasa, terlepas dari bualannya, dia sebenarnya ketakutan; dia ingin
pulang ke rumahnya di waktu gelap agar tak seorang pun tahu darimana dia datang. Aku
perintahkan Jiro kembali ke kuil untuk mengambil uang perak yang telah kami janjikan dan
makanan apa pun yang tersisa. Bila sudah sampai di kastil, kami akan mengirimkan pasukan
untuk membersihkan pesisir pantai dari para bandit. Aku meminta Ryoma menunggu kami
segera setelah cuaca stabil.
Sikapnya menjadi canggung lagi. Kurasa dia menginginkan kepastian janjiku yang tidak
mampu kuberikan. Entah mengapa rasanya aku telah membuat dia kecewa. Mungkin dia
mengharapkan aku langsung mengakuinya secara sah dan mengajaknya ke Maruyama, namun
aku tak ingin terbebani dengan satu tanggungan lagi. Di sisi lain aku tidak mampu
membencinya. Aku mengandalkan dia sebagai pembawa pesan dan aku ingin dia tetap tutup
mulut. Kucoba mengingatkan pentingnya merahasiakan rencana itu, dan mengisyaratkan kalau
masa depannya bergantung pada rencana itu. Dia bersumpah untuk tidak mengatakannya pada
siapa pun, lalu mengambil uang dan makanan dari Jiro dengan ekspresi terima kasih yang
sedalam-dalamnya. Aku berterima kasih padanya dengan hangat-aku sungguh-sungguh
berterima kasih padanyatapi tak dapat menahan diri untuk tidak merasa kalau seorang nelayan
biasa akan lebih mudah dihadapi dan lebih mudah dipercaya.
Makoto sangat lega saat aku kembali dengan selamat. Ditemani Jiro, kami menuruni jalan
kembali dari pantai dan saat kami berjalan ke kuil, aku menceritakan keberhasilan
perjalananku, dia mendengarkan semuanya sementara kecipak bunyi dayung Ryoma lambatlaun menghilang dari pendengaran kami di malam yang gelap ini.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 122 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON MELIHAT kegembiraan dan harapan wajah mereka, saat Takeo pergi ke pesisir dan Miyoshi
bersaudara pergi ke Inuyama, Kaede merasa sakit hati karena ditinggalkan. Hari-hari
selanjutnya dia merasa takut dan cemas. Merindukan kehadiran suaminya lebih dari yang bisa
dibayangkannya; cemburu pada Makoto yang boleh ikut dengan suaminya sementara ia sendiri
tidak boleh; mencemaskan keselamatan tapi juga kesal pada suaminya.
Dia lebih mementingkan balas dendam daripada diriku, pikiran itu sering muncul di
benak Kaede. Apakah dia menikahiku hanya demi mewujudkan keinginannya untuk balas
dendam" Kaede yakin Takeo sangat mencintainya, tapi suaminya itu juga seorang laki-laki,
ksatria, dan bila harus memilih, Kaede tahu kalau Takeo akan lebih memilih untuk balas
dendam. Aku juga akan melakukan hal serupa jika aku laki-laki, katanya pada dirinya sendiri.
Aku bahkan tidak bisa memberinya anak: apa gunanya diriku sebagai perempuan" Mestinya
aku dilahirkan sebagai laki-laki. Dapatkah aku bereinkarnasi menjadi laki-laki"
Kaede tidak mengungkapkan hal ini pada siapa pun karena is tak mempercayai seorang
pun. Sugita dan para tetua yang lain memang sopan, bahkan menyayanginya, namun
nampaknya mereka berusaha menjauh. Kaede lalu menyibukkan diri dengan melihat-lihat
keadaan rumah, berlcuda dengan Amano, dan menyalin catatan yang Takeo titipkan padanya.
Setelah terjadi percobaan pencurian, Kaede merasa perlu membuat salinan catatan itu sebagai
tindakan pencegahan sambil berharap dapat memahami keinginan Takeo melawan Tribe dan
akibat yang ditimbulkan. Kaede merasa terganggu dengan adanya pembantaian dan banyaknya
korban setelah perang Asagawa. Butuh waktu lama untuk membesarkan seseorang, tapi begitu
mudahnya mengakhiri hidupnya. Ia takut akan hukuman di kemudian hari, baik dari mereka
yang masih hidup maupun dari yang sudah mati. Tapi apa lagi yang bisa Takeo lakukan
dengan begitu banyak konspirasi yang bertujuan untuk membunuhnya"
Kaede pun pernah membunuh dan memerintahkan membunuh. Apakah kehilangan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 123 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON anaknya adalah hukumannya" Keinginannya berubah; kini ia tergerak untuk melindungi,
memelihara, dan menciptakan kehidupan, bukan menghancurkannya. Mungkinkah mempertahankan serta memerintah tanpa kekerasan" Kaede menghabiskan waktu dengan
merenungi hal ini. Takeo mengatakan akan kembali dalam seminggu; waktu berlalu, dia belum kembali,,
menimbulkan kecemasan di hati Kaede. Banyak rencana dan keputusan yang mesti diambil
tentang masa depan wilayah ini, tapi para tetua terns mengelak dan semua usul yang is
kemukakan pada Sugita dibalas dengan bungkukan hormat sambil memberi saran untuk
menunggu kedatangan suaminya. Dua kali Kaede memanggil para tetua untuk menghadiri
pertemuan dewan, tapi satu demi satu mereka meminta ijin pulang dengan alasan kurang
sehat. "Luar biasa, semua orang sakit di hari yang sama," ujar Kaede dengan sinis pada Sugita.
"Aku tak tahu kalau Maruyama sangatlah tidak sehat bagi orang tua."
"Bersabarlah, Lady Kaede," sahut Sugita. "Tak ada keputusan yang perlu diambil sebelum
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lord Takeo kembali, dan beliau bisa kembali kapan saja dalam beberapa hari ini. Mungkin
beliau mempunyai perintah mendesak; mereka harus siaga menunggu Takeo. Dan yang perlu
kita lakukan hanyalah menunggu."
Kejengkelan Kaede kian memuncak dengan kenyataan, meskipun ini wilayah kekuasaan
miliknya, semua orang hanya tunduk pada Takeo. Takeo memang suaminya, dan ia pun mesti
patuh; namun Maruyama dan Shirakawa adalah miliknya, mestinya ia dapat bertindak sesuai
keinginannya. Sebagian dirinya masih terguncang karena Takeo memutuskan bersekutu
dengan bajak laut. Sama halnya seperti hubungan Takeo dengan para petani dan gelandangan.
Ada yang tak wajar dalam hubungan semacam itu. Kaede menduga hal itu pasti karena Takeo
lahir dan besar di antara kaum Hidden. Masalah yang Takeo ceritakan membuat ia tertarik
sekaligus jijik. Semua aturan klas Kaede mengajarkan bahwa darahnya lebih murni dari darah
suaminya dan bila dilihat dari keturunannya, derajat Kaede lebih tinggi dari Takeo. Kaede
merasa malu pada dirinya sendiri karena merasa seperti itu dan berusaha menghilangkannya,
namun perasaan itu sangat mengganggunya, dan semakin lama Takeo jauh darinya, perasaan
itu semakin mendesaknya. "Di mana keponakanmu?" tanya Kaede pada Sugita, ingin menghibur diri. "Suruh dia
LIAN HEARN BUKU KETIGA 124 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kemari. Aku ingin melihat orang yang berumur di bawah tiga puluh tahun!"
Hiroshi bisa menjadi teman yang baik karena dia juga kesal tidak diajak oleh Takeo.
Semula anak itu berharap bisa pergi ke Inuyama bersama Kahei dan Gemba.
"Mereka bahkan tidak tahu jalan ke sana," gerutu Hiroshi. "Mestinya aku yang
menunjukkan jalan, tapi aku malah harus tinggal di sini dan belajar dengan pamanku. Jiro saja
boleh ikut dengan Lord Otori."
"Jiro jauh lebih tua darimu," ujar Kaede.
"Hanya beda lima tahun. Dan sebenarnya dialah yang harus belajar. Aku sudah mengenal
jauh lebih banyak dokumen daripada dia."
"Itu karena kau mulai belajar lebih dulu. Jangan pernah menghina orang karena mereka
tidak memiliki kesempatan yang sama sepertimu." Kaede mengamati Hiroshi; perawakannya
agak kecil untuk anak seumurnya, tapi dia kuat dan segalanya serba seimbang; dia akan
menjadi laki-laki tampan. "Usiamu hampir sama dengan adikku," ujar Kaede.
"Wajahnya seperti Anda?"
"Banyak orang bilang begitu, tapi kurasa dia lebih cantik."
"Itu tidak mungkin," sahut Hiroshi cepat, membuat Kaede tertawa. Wajah Hiroshi
bersemu merah. "Semua orang bilang kalau Lady Otori adalah perempuan tercantik di seluruh
penjuru Tiga Negara."
"Apanya yang cantik?" sahut Kaede keras. "Di ibukota, di istana kaisar, banyak sekali
perempuan cantik sehingga membuat para laki-laki menjadi layu saat melihatnya. Mereka
tidak boleh keluar ruangan karena jika mereka keluar, seluruh penghuni istana bisa buta."
"Bagaimana dengan suami mereka?" tanyanya ragu.
"Mereka harus memakai kain penutup mata," Kaede menggoda Hiroshi, kemudian
melempar sehelai kain yang tergeletak di sampingnya ke kepala Hiroshi. Kaede mempermainkan bocah itu selama beberapa saat, kemudian Hiroshi berkelit melepaskan diri.
Kaede melihat Hiroshi jengkel; ia memperlakukan bocah ini seperti anak kecil, sedangkan dia
ingin diperlakukan seperti laki-laki dewasa.
"Anak perempuan memang beruntung, mereka tidak harus belajar," ujarnya.
"Kedua adikku sangat senang belajar, begitu juga aku. Perempuan juga harus belajar baca
tulis seperti halnya laki-laki. Dengan begitu mereka bisa membantu suaminya, seperti aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 125 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON membantu suamiku." "Kebanyakan orang memiliki juru tulis untuk melakukan hal semacam itu, terutama jika
mereka tidak bisa menulis."
"Suamiku bisa menulis," sahut Kaede dengan cepat, "tapi seperti Jiro, dia mulai belajar
saat usianya lebih tua darimu."
Hiroshi nampak ketakutan. "Bukan maksudku hendak menjelek-jelekkan beliau! Lord
Otori pernah menyelamatkanku dan membalaskan dendam atas kematian ayahku. Aku sangat
berutang budi padanya, tapi...."
"Tapi apa?" desak Kaede, cemas karena melihat sekilas tanda ketidaksetiaan.
"Aku hanya mengatakan padamu apa yang orangorang katakan," ujar Hiroshi. "Mereka
mengatakan kalau Lord Otori itu aneh. Beliau bergaul dengan gelandangan; serta mengijinkan
petani ikut bertempur; juga memulai menentang para pedagang tanpa seorang pun tahu
tujuannya. Mereka bilang beliau tidak dibesarkan sebagai ksatria dan mereka ingin tahu
bagaimana beliau dibesarkan."
"Siapa yang mengatakan itu" Penduduk kota?"
"Bukan, orang-orang seperti keluargaku."
"Prajurit Maruyama?"
"Ya, dan ada juga yang mengatakan beliau penyihir."
Kaede tidak terlalu kaget; hal-hal semacam inilah yang membuat ia mencemaskan Takeo;
namun ia gusar karena prajuritnya ternyata tidak setia pada suaminya.
"Mungkin Takeo dibesarkan secara kurang wajar," ujar Kaede, "tapi dia adalah orang
Otori bila dirunut dari keturunan dan pengakuan sebagai anak Lord Shigeru., sama halnya
dengan menjadi suamiku." Kaede akan mencari tahu siapa yang mengatakan itu agar dapat
dibungkam. "Kau harus menjadi mata-mataku," kata Kaede pada Hiroshi. "Laporkan
kepadaku siapa pun yang memperlihatkan tanda-tanda ketidaksetiaan."
Sejak itu Hiroshi datang kepadanya setiap hari, mencurahkan segala yang telah dia amati,
serta mengatakan apa yang dia dengar di kalangan ksatria. Bukan sesuatu yang pasti, hanya
bisik-bisik, terkadang lelucon, mungkin sekadar obrolan tak berguna antara anggota pasukan
yang sedang menganggur. Kaede memutuskan kalau ia tidak akan bertindak apa pun sebelum
Takeo kembali. LIAN HEARN BUKU KETIGA 126 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Udara panas mulai datang, terlalu panas dan pengap mntuk berkuda. Karena tak dapat
mengambil keputusan apa pun sampai Takeo kembali, dan karena setiap hari menunggu,
Kaede menghabiskan waktu dengan berlutut di depan meja tulis berpernis, menyalin catatan
Tribe. Pintu-pintu dibiarkan terbuka agar hembusan angin masuk ke ruangannya, agar
nyanyian serangga yang memekakkan telinga terdengar. Ruangan kesukaan Kaede menghadap
ke kolam dan air terjun; di balik warna-warni tanaman azalea, dia bisa melihat rumah teh
keperakan yang lekang oleh cuaca. Setiap hari Kaede berjanji pada dirinya untuk membuatkan
teh di malam kedatangan Takeo, dan setiap hari pula ia kecewa. Terkadang burung pemakan
ikan mendatangi kolam, dan bulunya yang berwarna biru dan jingga untuk sesaat dapat
menghibur. Sekali waktu pernah seekor burung bangau hinggap di luar beranda, dan Kaede
mengira itu pertanda bahwa suaminya akan datang, tapi tetap saja kekasihnya tak kunjung
datang. Kaede tidak mengijinkan seorang pun melihat apa yang ia tulis karena menyadari
pentingnya catatan itu. Takjub dengan apa yang berhasil Shigeru singkap, dan ingin
mengetahui apakah ada mata-mata Tribe di kastil. Kaede menyembunyikan catatan yang ash
dan salinannya di tempat berbeda setiap hari, dan berusaha sedapat mungkin mengingat
tempatnya. Ia pun menjadi terobsesi dengan gagasan jaringan kerja rahasia, memperhatikan
tanda-tandanya di mana saja, dan tidak mempercayai siapa pun. Luasnya jaringan Tribe
membuat ia ketakutan; ia tak melihat kemungkinan Takeo bisa lolos dari mereka.
Lalu pikiran itu memenuhi benaknya, membayangkan mereka berhasil mengejar
suaminya, dan Takeo tergeletak mati di suatu tempat, dan ia tak akan bertemu dengannya lagi.
Takeo benar, pikirnya. Mereka semua harus dibunuh, mereka harus dibasmi sampai ke akarnya,
karena mereka ingin menghancurkannya. Dan jika mereka menghancurkan Takeo, berarti
mereka juga menghancurkan diriku.
Wajah Shizuka dan Kenji sering muncul di benaknya. Kaede menyesali kepercayaan yang
telah ia berikan pada Shizuka dan ingin tahu sudah berapa banyak kehidupannya yang telah
diungkapkan sahabatnya itu pada anggota Tribe lainnya. Selama ini ia mengira Shizuka dan
Kenji menyayanginya; apakah semua rasa sayang itu hanya pura-pura" Mereka nyaris tewas
bersama di Kastil Inuyama; apakah itu tidak ada artinya" Kaede merasa dikhianati Shizuka,
meskipun ia juga merindukannya serta berharap memiliki orang seperti Shizuka, orang tempat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 127 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON ia mencurahkan isi hatinya.
Kecewa karena menstruasi lagi, Kaede lalu mengurung diri selama seminggu. Bahkan
Hiroshi pun tidak boleh mengunjunginya. Ketika menstruasinya selesai, selesai pula ia
membuat salinan catatan itu, dan ini membuatnya semakin gelisah. Berakhirnya Festival of the
Death membuat Kaede bersedih dan berduka atas orang-orang yang telah tiada. Pekerjaan di
rumah yang ia lakukan selama musim panas telah selesai, dan ruangan-ruangan tampak indah,
namun terasa hampa, seperti tidak berpenghuni. Di suatu pagi, ketika Hiroshi bertanya,
"Mengapa adik perempuan Anda tidak kesini?" tiba-tiba hatinya terdorong untuk berkata,
"Kau mau pergi berkuda denganku untuk iiienjemput mereka?"
Sudah seminggu langit gelap, seolah akan datang badai, namun tiba-tiba cuaca berubah
cerah dan udara pengap agak berkurang. Udara malam lebih dingin dan nampaknya sekarang
adalah waktu yang tepat untuk melakukan perjalanan. Sugita berusaha mencegah, bahkan para
tetua yang tindakan mereka sukar dipahami pun datang satu demi satu untuk menentang
rencananya, tapi Kaede mengacuhkan mereka semua. Shirakawa hanya berjarak dua atau tiga
hari perjalanan. Jika Takeo pulang lebih dulu, dia bisa menyusul. Rencana perjalanan ini bisa
membuatnya tak lagi kesal.
"Kita akan mengirim orang untuk menjemput adikadikmu," ujar Sugita. "Itu gagasan yang
bagus; mestinya sudah kupikirkan itu. Aku yang akan jemput mereka."
"Aku ingin melihat rumahku," sahut Kaede. Gagasan itu memenuhi benaknya, dan Kaede
tak mampu menyingkirkannya. "Aku belum bicara dengan anak buahku sejak aku menikah.
Seharusnya aku sudah pergi bermingguminggu lalu. Aku harus memeriksa wilayahku dan
melihat panen yang sebentar lagi akan tiba."
Kaede tidak mengatakan pada Sugita kalau ia punya alasan lain dalam perjalanan ini, satu
hal yang terpendam di benaknya selama musim panas. Ia ingin ke gua suci Shirakawa,
meminum air sungainya, serta berdoa pada dewi agar dikaruniai seorang anak.
"Aku hanya pergi beberapa hari."
"Kurasa Takeo tidak akan setuju."
"Dia mempercayai penilaianku atas semua hal," sahut Kaede. "Lagipula, bukankah Lady
Maruyama Naomi sering bepergian?"
Karena Sugita terbiasa menerima perintah dari seorang perempuan, Kaede mampu
LIAN HEARN BUKU KETIGA 128 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON mengatasi kekhawatiran Sugita. Kaede memilih Amano untuk pergi bersamanya dan sedikit
anggota pasukan yang telah mendampinginya sejak ia ke Terayama di musim semi. Setelah
mempertimbangkan beberapa hal, Kaede memutuskan untuk tidak mengajak Manami. Dia
ingin pergi cepat, menunggang kuda, tanpa formalitas yang harus ditanggungnya jika pergi
secara terang-terangan. Manami memohon dan merajuk agar diajak, tapi Kaede tetap pada
pendiriannya. Kaede menunggang Raku, dia bahkan menolak untuk membawa tandu. Sebelum pergi ia
telah merencanakan untuk menyembunyikan salinan catatan Tribe di bawah lantai rumah teh,
tapi tanda-tanda ketidaksetiaan masih membuatnya cemas, dan akhirnya dia membatalkan
niatnya. Kaede memutuskan untuk membawa catatan yang asli dan salinannya, sambil
memikirkan tempat menyembunyikannya di rumahnya di Shirakawa. Setelah memohon dan
mengiba, Hiroshi akhirnya diijinkan ikut dan Kaede memintanya berjanji untuk selalu
mengawasi kotak itu selama di perjalanan. Sesaat sebelum berangkat, Kaede mengambil
pedang pemberian Takeo. Amano berhasil membujuk Hiroshi untuk tidak membawa pedang ayahnya, tapi bocah itu
membawa sebilah belati dan panah serta seekor kuda putih kelabu kecil pemarah, yang tidak
henti-hentinya membuat anggota pasukan terhibur dengan tingkahnya. Kuda itu dua kali
berputar-putar dan melompat kesana-kemari, berjalan ke rumah, sampai bocah itu berhasil
mengendalikannya kemudian bergabung bersama pasukan dengan wajah yang membiru karena
marah. "Kuda yang tampan, tapi belum berpengalaman," ujar Amano. "Dan kau membuat dia
tegang. Jangan berpegangan terlalu kuat. Santai saja."
Amano menuntun Hidroshi berkuda di sampingnya; kuda itu mulai tenang dan tidak
membuat masalah lagi. Kaede sangat senang berada di jalan. Seperti yang ia harapkan,
perjalanan itu membuatnya tak lagi memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Anggota
pengawalnya riang gembira dengan harapan bisa pulang untuk bertemu keluarga yang telah
mereka tinggalkan selama berbulanbulan. Hiroshi adalah teman seperjalanan yang baik, sarat
dengan informasi tentang daerah yang mereka lewati.
"Kuharap ayahku mengajariku sebanyak yang diajarkan ayahmu," ujar Kaede, terkesan
dengan semua yang Hiroshi ketahui. "Saat seusiamu, aku menjadi sandera di kastil Noguchi."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 129 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Ayah selalu menyuruhku belajar. Beliau tidak membiarkan aku menyia-nyiakan waktu."
"Hidup itu sangat pendek dan rapuh," ujar Kaede. "Mungkin dia sadar kalau dia tak akan
sempat melihatmu dewasa."
Hiroshi mengangguk dan terus berjalan tanpa mengatakan apa pun selama beberapa saat.
Dia pasti merindukan ayahnya, meskipun dia tidak memperlihatkannya, pikir Kaede merasa
iri dengan cara Hiroshi dididik. Aku akan membesarkan anakku dengan cara yang sama;
perempuan maupun laki-laki akan aku ajarkan segala hal dan mereka akan belajar menjadi kuat.
Di pagi hari ketiga mereka menyeberangi Sungai Shirakawa dan memasuki wilayah
keluarga Kaede. Sungainya dangkal dan mudah diseberangi, airnya yang berbusa memutih
berputar cepat di antara bebatuan. Tak ada palang penghalang di perbatasan; mereka berada di
luar batas daerah yang dikuasai oleh klan-klan besar. Para ksatria di wilayah ini bersekutu
dengan Kumamoto atau Maruyama, namun mereka tidak pindah ke kota kastil, lebih memilih
tinggal dan berocok tanam di tanah mereka sendiri, sehingga dengan sendirinya hanya
membayar pajak dalam jumlah kecil.
"Belum pernah aku pergi hingga ke Shirakawa," ujar Hiroshi saat kuda-kuda
menyeberangi sungai. "Ini jarak terjauh dari Maruyama yang pernah kulewati."
"Kini giliranku yang memandumu," ujar Kaede, dan dengan senang ia menunjukkan
tempat penting di wilayahnya. "Nanti akan kuajak kau ke sumber air sungai ini, ke gua-gua
yang sangat indah, hanya saja, kau tidak boleh ikut masuk."
"Kenapa?" tanya Hiroshi.
"Tempat suci itu hanya untuk perempuan. Laki-laki tidak boleh masuk."
Kaede bersemangat untuk segera tiba di rumahnya. Selama di perjalanan ia mengamati
semua yang dilewati: keadaan tanah, perkembangan panen, kondisi lembu dan anak-anak.
Dibandingkan setahun lalu, sewaktu ia pulang dengan Shizuka, banyak hal yang berkembang,
tapi masih banyak tanda-tanda kemiskinan.
Aku telah mengabaikan mereka, pikir Kaede merasa bersalah. Seharusnya aku pulang lebih
cepat. Ia memikirkan perjalanannya yang penuh gejolak ke Terayama di musim semi: ia
tampak telah berubah, seperti menjadi orang lain, terpesona.
Amano mengirim dua orang berjalan lebih dulu, dan Shoji Kiyoshi, pengawal senior
Shirakawa, sedang menunggu kedatangan Kaede di pintu gerbang. Dia memberi salam pada
LIAN HEARN BUKU KETIGA 130 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede dengan kaget dan juga, sikap dingin, pikir Kaede. Para pelayan perempuan berbaris di
taman, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan kedua adiknya maupun Ayame.
Raku meringkik, memutar kepalanya ke arah istal dan padang rumput tempat dia pernah
berlarian di musim dingin. Amano menghampiri dan membantu Kaede turun dari kuda. Saat
Hiroshi meluncur turun dari kuda putih kelabunya, hewan itu menendang kuda di sebelahnya.
"Di mana adik-adikku?" tanya Kaede, tanpa mempedulikan ucapan salam para pelayan.
Tak ada yang menjawab. Pohon pengusir serangga di pintu gerbang berderik-derik tiada
henti, membuat Kaede semakin jengkel.
"Lady Shirakawa...." Shoji mulai bicara.
Kaede memutar badan agar dapat berhadapan dengan Shoji. "Di mana mereka?"
"Kami diberitahu... kalau kau menyuruh mereka pergi ke tempat Lord Fujiwara."
"Aku tidak pernah mengirimkan perintah semacam itu! Sudah berapa lama mereka di
sana?"
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dua bulan," Shoji melihat sekilas ke arah penunggang kuda dan pelayan. "Kita harus
bicara empat mata." "Ya, segera," Kaede menyetujui.
Seorang pelayan perempuan berlari menghampiri dengan membawa sebaskom air.
"Selamat datang, Lady Shirakawa."
Kaede membasuh kakinya dan melangkah masuk ke beranda. Perasaan tidak nyaman
mulai merayapi sekujur tubuhnya. Kesunyian rumah ini sangat mengerikan. Kaede ingin
mendengar suara Hana dan Ai; baru kini ia sadari betapa ia sangat merindukan mereka.
Waktu baru lewat tengah hari. Kaede memerintahkan para pelayan menyiapkan makanan
untuk para pengawal, memberi minum kuda agar siap bila dibutuhkan. Kaede lalu mengajak
Hiroshi ke kamarnya dan menyuruh bocah itu menunggui catatan Tribe saat ia berbicara
dengan Shoji. Kaede memerintahkan para pelayan perempuan menyajikan makanan untuk
Hiroshi. Kemudian ia pergi ke bekas kamar ayahnya dan memerintah seorang pelayan
memanggil Shoji. Sepertinya ada orang yang baru keluar dari kamar itu. Sebuah kuas tergeletak di atas meja
tulis. Pasti Hana terus belajar, bahkan setelah Kaede pergi. Kaede ambil kuas itu lalu
menatapnya dengan jemu saat Shoji mengetuk pintu.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 131 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Shoji masuk dan berlutut di hadapan Kaede, meminta maaf. "Kami tidak tahu kalau itu
bukan keinginanmu. Kelihatannya seperti perintahmu. Lord Fujiwara yang datang dan
berbicara dengan Ai."
Kaede bisa merasakan ketidaktulusan suara orang itu. "Mengapa Lord Fujiwara
mengundang adik-adikku" Apa yang dia inginkan?" Suara Kaede bergetar.
"Kau sering kesana," sahut Shoji.
"Tapi semuanya telah berubah!" seru Kaede. "Lord Otori dan aku sudah menikah di
Terayama. Kini kami tinggal di Maruyama. Kau pasti sudah mendengarnya."
"Kurasa hal itu sulit dipercaya," sahut Shoji. "Karena semua orang mengira kau telah
ditunangkan dengan Lord Fujiwara dan akan menikah dengan beliau."
"Tak pernah ada pertunangan!" sahut Kaede gusar. "Beraninya kau tidak mengakui
pernikahanku!" Kaede melihat rahang Shoji mengeras dan sadar kalau orang itu juga marah. Shoji
membungkuk. "Bagaimana kami bisa percaya?" desis Shoji. "Kami mendengar pernikahanmu
dilakukan tanpa restu, tak seorang pun anggota keluarga yang hadir. Aku senang Lord
Shirakawa telah meninggal. Beliau bunuh diri karena rasa malu akibat ulahmu, tapi setidaknya
beliau tidak harus menanggung malu yang baru terjadi ini?"
Shoji terdiam. Mereka saling berpandangan, Kaede kaget dengan semburan kata-kata
Shoji. Aku harus bunuh dia, pikir Kaede ketakutan. Dia tak boleh menghinaku seperti itu. Tapi
aku membutuhkannya: siapa lagi yang bisa mengurus semuanya di sini untukku" Rasa takut
merasuki dirinya, ketakutan kalau Shoji akan merebut kekuasaannya, memanfaatkan
kemarahan untuk menutupi ambisi dan keserakahannya. Kaede ingin tahu apakah Shoji telah
menguasai pasukan yang ia rekrut bersama Kondo di musim dingin lalu. Kaede berharap
Kondo ada di sini bersamanya, ia merasa lebih bisa mempercayai orang Tribe daripada
pengawal senior ayahnya. Tak seorang pun bisa menolongnya. Sambil berusaha
menyembunyikan rasa takut, Kaede terus menatap Shoji sampai orang tua itu menunduk.
Shoji berhasil menguasai diri kembali, menyeka air ludah dari mulutnya. "Maaf. Aku
telah mengenalmu sejak lahir. Sudah menjadi tugasku untuk mengatakannya, meskipun itu
menyakitkan bagiku."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 132 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Sekali ini aku memaafkanmu," sahut Kaede. "Tapi justru kau yang mempermalukan
ayahku dengan tidak menghormati pewarisnya. Jika kau bicara seperti itu lagi, aku akan
memerintahkanmu untuk bunuh diri."
"Kau hanyalah seorang perempuan," sahutnya, berusaha menenangkan, namun itu justru
semakin membuat Kaede gusar. "Tak seorang pun yang membimbingmu."
"Ada suamiku," sahut Kaede cepat. "Tak ada yang bisa kau maupun Lord Fujiwara
lakukan untuk mengubahnya. Sekarang datangi dia dan katakan kalau adik-adikku harus
segera pulang. Mereka akan ikut denganku ke Maruyama."
Shoji segera pergi. Terguncang serta gelisah, Kaede tidak bisa duduk tenang menunggu
Shoji kembali. Dia memanggil Hiroshi dan mengajaknya berkeliling rumah juga taman,
sementara ia memeriksa semua perbaikan yang telah ia lakukan selama musim gugur. Burung
ibis dengan jambul warna-warni sedang mematuk makanan di tepi sawah dan pekikannya
seperti membentak saat mereka berdua melewati wilayah burung-burung itu. Kemudian Kaede
menyuruh Hiroshi mengambil catatan Tribe, dengan masing-masing membawa satu catatan,
mereka berjalan melewati hulu Sungai Shirakawa, atau Sungai Putih, yang sumber airnya
muncul dari bawah bukit. Kaede tak akan menyimpan catatan itu di tempat yang dapat Shoji
temukan; ia tak akan mempercayakan benda itu pada manusia. la telah memutuskan untuk
menitipkannya pada sang dewi.
Tempat suci itu, seperti biasa, membuat Kaede tenang, namun atmosfir suci dan tidak
lekang waktu lebih mempesonanya ketimbang membangkitkan semangatnya. Di bawah
lengkungan pintu masuk gua, sungai mengalir pelan dan tenang di kolam yang dalam dengan
air yang berwarna kehijauan, tidak sesuai dengan nama sungainya, dan bebatuan kapur
berbentuk melingkar yang memancarkan cahaya layaknya mutiara di keremangan.
Sepasang suami-istri yang mengurus kuil menyambut. Meninggalkan Hiroshi bersama
pelayan laki-laki, Kaede berjalan dengan pelayan perempuan, masing-masing membawa satu
kotak. Lampu dan lilin telah dinyalakan di dalam gua besar, dan bebatuan yang lembab nampak
berkilauan. Raungan sungai menenggelamkan semua suara di sekelilingnya. Mereka
melangkah di bebatuan dengan hati-hati, melewati jamur raksasa, melewati air terjun yang
membeku, melewati tangga-semuanya dibentuk oleh air kapur-hingga mereka tiba di bebatuan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 133 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON yang berbentuk patung dewi dengan air yang menetes layaknya air susu ibu.
Kaede berkata, 'Aku harus memohon pada sang dewi agar melindungi benda berharga ini
untukku. Sampai aku mengambilnya, kedua benda ini harus tetap di sini selamanya bersama
sang dewi." Perempuan tua itu mengangguk dan membungkuk hormat. Di balik batu, dinding guanya
telah dilubangi, sangat tinggi di atas permukaan air sungai. Mereka memanjat ke atas
bebatuan lalu menaruh catatan itu di dalamnya. Di dalam lubang itu Kaede melihat berbagai
benda yang dipersembahkan kepada sang dewi. la ingin tahu cerita apa di balik semua benda
itu dan apa yang terjadi dengan para perempuan yang meletakkan semua benda itu di sana.
Tercium aroma lembab dan kuno. Sebagian dari benda itu mulai membusuk; bahkan ada yang
sudah busuk. Akankah catatan Tribe membusuk di bawah pegunungan ini"
Udara yang dingin dan lembab membuat Kaede menggigil. Letika meletakkan kotak itu,
tiba-tiba tangannya terasa hampa dan ringan. Kaede merasa kalau sang dewi tahu apa yang ia
inginkan-bahwa tangannya yang kosong, rahimnya kosong akan segera terisi.
Kaede berlutut di depan batu dan menangkup air kolam yang alirannya berpusat di bagian
dasar. Airnya terasa selembut susu.
Perempuan tua yang berlutut di belakang Kaede mulai melantunkan doa yang sangat kuno
hingga Kaede tidak mengerti kata-katanya, namun lantunan doa itu merasuk dan berbaur
dengan keinginannya. Patung berbentuk seperti orang itu tak bermata dan tak berwajah, tapi
Kaede seakan dapat merasakan tatapan lembut sang dewi. Ia teringat penampakan dan
perkataan sang dewi dalam mimpinya saat di Terayama: Bersabarlah; dia akan datang padamu.
Kata-kata itu sempat membuat ia bingung, tapi kemudian ia paham kalau sekarang
artinya, dia akan kembali. Tentu saja dia akan pulang. Aku akan bersabar, Kaede bersumpah
lagi. Begitu adik-adikku ada di sini, kami akan segera pergi ke Maruyama. Dan ketika Takeo
pulang, aku akan hamil. Aku telah melakukan ha1 yang benar dengan datang kemari.
Kunjungan ke gua suci membuatnya merasa sangat kuat hingga sore hari ketika ia ziarah
ke makam ayahnya. Hiroshi ikut bersamanya, juga seorang pelayan perempuan, Ayako, yang
membawa sesaji berisi buah dan beras serta dupa yang menyala.
Abu ayah Kaede dimakamkan di antara makam leluhurnya, para pemimpin Shirakawa. Di
bawah naungan pohon cedar yang besar, udara terasa dingin dan suram. Ranting pohon
LIAN HEARN BUKU KETIGA 134 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON berdesis ditiup angin, membawa serta jeritan jangkrik. Selama bertahun-tahun gempa telah
menggeser tiang dan pilar, dan tanahnya terangkat seakan semua mayat di sini berusaha keluar
dari makam. Makam ayahnya masih utuh. Kaede mengambil sesaji dari tangan Ayako kemudian
menaruhnya di depan batu nisan. Menepukkan tangannya serta membungkuk untuk memberi
hormat. Ia takut mendengar atau melihat arwah ayahnya; ia ingin menentramkannya. Ia tak
bisa berpikir tenang tentang kematian ayahnya. Ayahnya memang ingin mati, namun tak
berani bunuh diri. Shizuka dan Kondo telah membunuhnya: apakah itu pembunuhan" Kaede
menyadari andilnya dalam kematian ayahnya, rasa malu yang harus ditanggung ayahnya;
apakah kini roh ayahnya akan menuntut balas"
Kaede mengambil mangkuk berisi dupa dari Ayako dan membiarkan asapnya melayang di
atas makam dan juga di wajah serta tangannya untuk menyucikan dirinya. Kemudian Kaede
meletakkan mangkuk itu dan menepuk tangan lagi sebanyak tiga kali. Angin berhenti
berhembus, jeritan jangkrik tak terdengar lagi dan bumi terasa bergetar pelan di kakinya.
Tanah tempatnya berpijak bergetar. Pohon-pohon bergoyang.
"Gempa!" seru Hiroshi di belakang Kaede ketika Ayako berteriak ketakutan.
Meskipun hanya gempa kecil, dan tak ada gempa susulan, tapi Ayako gugup dan gelisah
selama perjalanan pulang.
"Arwah ayah Anda berbicara pada Anda," gumamnya pada Kaede. "Apa yang
dikatakannya?" "Beliau menyetujui semua yang kulakukan," sahut Kaede dengan keyakinan yang sama
sekali tak ia rasakan. Sebenarnya gempa kecil tadi membuat ia terguncang. Ia takut pada
kemarahan ayahnya, merasakan arwah ayahnya yang sakit hati menghancurkan semua yang
telah ia alami di gua suci, di bawah kaki sang dewi.
"Terpujilah surga," ucap Ayako, lalu bibirnya terkatup rapat dan sepanjang malam terus
menatap Kaede dengan rasa gelisah.
"Oh ya," tanya Kaede pada Ayako saat mereka makan bersama, "Di mana Sunoda,
keponakan Akita?" Pemuda itu datang bersama pamannya musim dingin lalu dan Kaede
jadikan dia sebagai tawanan di rumah Shoji. Kaede merasa kalau ia membutuhkan anak itu
sekarang. LIAN HEARN BUKU KETIGA 135 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Dia pulang ke Inuyama," sahut Ayako.
"Apa" Shoji telah melepaskan sanderaku?" Kaede tak percaya kalau pengkhianatan Shoji
sudah sejauh itu. "Menurut kabar, ayahnya sakit," jelas Ayako.
Kepergian sandera itu semakin mengurangi kekuatan Kaede.
Hari menjelang malam ketika Kaede mendengar suara Shoji di luar. Hiroshi ikut bersama
Amano yang hendak menemui keluarganya dan menginap di sana, dan Kaede sedang menulis
di kamar ayahnya, mempelajari catatan tentang tanah miliknya. la bisa melihat banyak tandatanda salah urus, dan saat tahu Shoji kembali dari rumah Fujiwara sendirian, kemarahan
Kaede memuncak. Ketika Shoji menemui Kaede, Ayako menyajikan teh, tapi Kaede telah kehilangan selera
minum teh. "Di mana adik-adikku?" tanya Kaede.
Shoji meminum tehnya sebelum menjawab. Dia nampak kepanasan serta kelelahan. "Lord
Fujiwara senang kau sudah kembali," sahutnya. "Beliau kirim salam dan meminta Lady Kaede
mampir ke rumahnya besok. Beliau akan mengirim tandu dan seorang pendamping."
"Aku tidak berniat pergi ke rumahnya," bentak Kaede, berusaha agar tetap sabar.
"Kuharap adik-adikku dikembalikan besok agar kami dapat segera ke Maruyama."
"Kurasa adik-adikmu tidak ada di sana," sahut Shoji.
Detak jantung Kaede langsung berhenti. "Di mana mereka?"
"Lord Fujiwara meminta agar Lady Shirakawa jangan panik. Mereka sangat aman dan
beliau akan memberitahu di mana mereka saat Lady mengunjunginya besok."
"Berani benar kau menyampaikan pesan seperti ini kepadaku?" ia merasa suaranya begitu
pelan sehingga ia tidak yakin terdengar oleh Shoji.
Shoji memiringkan kepala. "Aku tidak senang mengatakannya. Tapi begitulah yang Lord
Fujiwara sampaikan; aku tak bisa menentangnya, kurasa begitu juga lady."
"Artinya kedua adikku disandera?" kata Kaede pelan.
Shoji tidak langsung menjawab, dia hanya berkata, "Aku akan mempersiapkan
perjalananmu besok. Bolehkah aku turut menemani"
"Tidak!" pekiknya. "Dan kalau pun harus pergi, aku akan menunggang kuda. Aku tak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 136 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan menunggu tandu darinya. Katakan pada Amano kalau aku akan menunggang kuda abuabuku dan dia harus ikut denganku."
Sejenak Kaede berpikir kalau Shoji akan menentang, tapi orang itu membungkuk hormat,
mematuhi tanpa protes sedikit pun.
Setelah kepergian Shoji, pikiran Kaede kacau-balau. Jika ia tak bisa mempercayai Shoji,
siapa lagi laki-laki di wilayah ini yang bisa dipercaya" Apakah ia akan dijebak" Bahkan
Fujiwara pun pasti tak akan berani melakukannya. Sekarang ia telah menikah. Sejenak Kaede
berpikir untuk secepatnya kembali ke Maruyama; namun setelah dipertimbangkan, ia sadar
kalau Ai dan Hana berada di bawah kekuasaan orang lain.
Jadi beginilah penderitaan yang harus ibuku dan Lady Naomi alami, pikirnya. Aku harus
menemui Fujiwara dan melakukan tawar menawar dengannya demi keselamatan kedua
adikku. Dia pernah menolongku. Sekarang dia tak akan berbalik menentangku.
Di saat berikutnya, Kaede mulai mencemaskan tentang apa yang harus dia lakukan pada
Hiroshi. Perjalanan ini tampak aman; tapi ia tak bisa menahan rasa bersalah karena telah
membawa bocah itu dalam bahaya. Haruskah ia pergi menghadap Lord Fujiwara bersama
Hiroshi atau mengirim anak itu pulang sesegera mungkin"
Kaede bangun pagi-pagi sekali dan menyuruh orang memanggil Amano. Kaede
mengenakan pakaian untuk perjalanan sederhana yang pernah ia pakai ke Fujiwara, meskipun
ia seakan mendengar suara Shizuka: Jangan muncul di hadapan Lord Fujiwara dengan
menunggang kuda layaknya seorang ksatria. Sementara kata hatinya mengatakan agar
perjalanan ini ditunda selama beberapa hari, mengirim pesan dan hadiah, lalu melakukan
perjalanan dengan tandu dan pengawal yang bangsawan itu kirim, berdandan dengan
sempurna, tampil layaknya benda tak bercacat seperti yang bangsawan itu sukai. Shizuka, bahkan Manami, pasti akan menyarankan serupa. Namun ketidaksabaran Kaede tak terbendung
lagi. Ia sadar kalau ia tak akan bisa bertahan dengan hanya menunggu dan berpangku tangan.
Ia akan menemui Lord Fujiwara, mencari tahu keberadaan kedua adiknya dan juga keinginan
bangsawan itu, lalu secepatnya pulang ke Maruyama, kembali pada Takeo.
Ketika Amano kembali, Kaede menyuruh para pelayan pergi agar ia dapat bicara berdua,
lalu secepatnya menjelaskan situasinya.
"Aku harus pergi menemui Lord Fujiwara, tapi jujur aku katakan padamu, aku cemas
LIAN HEARN BUKU KETIGA 137 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON pada maksud bangsawan itu. Kita mungkin harus secepatnya pergi dan secepatnya kembali ke
Maruyama. Bersiaplah untuk itu, dan pastikan pasukan serta kudanya siap."
Mata Amano menyipit. "Pastinya tidak akan ada pertempuran, kan?"
"Entahlah. Aku takut mereka akan menahanku."
"Secara paksa" Tidak mungkin!"
"Sepertinya memang tidak mungkin, tapi aku cemas. Apa tujuan dia membawa pergi
kedua adikku selain untuk memaksaku?"
"Kita harus segera kembali," ujarnya, masih cukup muda untuk tidak gentar pada derajat
bangsawan itu. "Biarkan suami Anda yang bicara pada Lord Fujiwara dengan pedang."
"Aku takut dengan apa yang akan dia lakukan pada adik-adikku. Setidaknya aku harus
tahu di mana mereka berada. Shoji mengatakan bahwa kami tak bisa menentang Fujiwara, dan
kurasa dia memang benar. Aku memang harus pergi dan bicara dengannya. Tapi aku tak akan
masuk ke rumahnya. Jangan biarkan mereka membawaku masuk ke dalam rumahnya."
Amano membungkuk hormat. Kaede melanjutkan, "Haruskah aku menyuruh Hiroshi
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulang" Aku tak ingin mengajaknya; aku menanggung beban atas keselamatannya sekarang."
"Lebih aman bila jumlah kita banyak," sahut Amano. "Dia harus tetap bersama kita.
Lagipula, jika ada masalah, kita bisa minta beberapa pengawal mendampinginya kembali ke
Maruyama. Mereka harus melangkahi mayatku sebelum bisa menyakiti Hiroshi maupun
Anda." Kaede tersenyum, bersyukur atas kesetiaan Amano. "Kalau begitu jangan membuangbuang waktu lagi, mari kita pergi."
Cuaca berubah lagi. Cerahnya langit dan dinginnya udara selama beberapa hari terakhir,
kini terasa menyesakkan napas. Udara terasa lembab dan hening, seakan menjadi pertanda
akan terjadi badai pada akhir musim panas. Kuda-kuda berkeringat dan gelisah, kuda abu-abu
Hiroshi makin gelisah. Kaede ingin memperingatkan Hiroshi tentang kemungkinan bahaya yang menanti, dan
memaksa anak itu untuk berjanji tidak akan ikut ambil bagian dalam pertempuran apa pun;
tapi kudanya terlalu gugup, dan Amano mengatur agar anak itu berkuda di depan bersamanya.
Kaede merasakan keringat mengalir turun di balik pakaiannya. Berharap nantinya tak akan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 138 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tiba dengan wajah memerah dan basah kuyup karena keringat. Kaede sudah mulai setengah
menyesali keputusannya yang terburu-buru. Tapi seperti biasa, menunggang kuda
membuatnya merasa lebih kuat. Sebelumnya ia hanya melakukan perjalanan dengan tandu,
tanpa pernah bisa menikmati pemandangan di balik tirai sutra yang menutupi pandangannya.
Kini ia dapat menyerap indahnya pemandangan, kekayaan ladang dan hutan, pegunungan
yang menjulang di kejauhan.
Jelaslah mengapa Lord Fujiwara tak ingin meninggalkan tempat seindah ini. Sosok
bangsawan itu seakan muncul di depan matanya. Kaede teringat betapa bangsawan itu selalu
mengaguminya, dan ia pun yakin orang itu tak akan menyakitinya. Tapi ia tetap merasa
cemas. Inikah rasanya berjalan menuju pertempuran, pikirnya, hidup tak tampak lebih indah
maupun lebih singkat, direnggut lalu dihempaskan dalam satu helaan napas"
Kaede menaruh tangan di pedang yang ada di sabuknya, berusaha menenangkan diri
dengan merasakan gagang pedang dalam genggamannya.
Mereka hanya beberapa mil dari kediaman Fujiwara ketika melihat debu beterbangan di
depannya, dan dari balik kabut berderap langkah para pemikul tandu dan pasukan berkuda
yang dikirim Lord Fujiawara untuk menjemput. Pemimpin rombongan itu melihat lambang
sunga li perak di pakaian luar Amano dan menarik tali kekang kuda untuk memberi salam.
Tatapan matanya menyapu Kaede dari ujung rambut sampai ke ujung kaki lalu otot lehernya
menegang saat matanya kembali menatap Kaede dengan penuh keheranan.
"Lady Shirakawa," ujarnya terengah-engah, lalu berteriak pada para pemikul tandu,
"Turunkan! Turunkan!"
Mereka menurunkan tandu lalu berlutut di jalan berdebu. Pasukan berkuda turun dari
kudanya dan berdiri menunduk untuk memberi hormat. Mereka terlihat menghormatinya,
tapi Kaede segera melihat kalau jumlah pasukan mereka lebih banyak, dua berbanding satu.
"Aku hendak mengunjungi Yang Mulia," ujar Kaede. Ia mengenali pengawal itu tapi tak
ingat namanya. Dialah yang dulu selalu datang untuk mengawalnya ke tempat Lord Fujiwara.
"Namaku Murita," ujarnya. "Bukankah lebih baik jika Lady Shirakawa naik tandu?"
"Aku naik kuda saja," sahut Kaede singkat. "Kami sudah hampir sampai."
Bibir orang itu terkatup membentuk satu garis tipis. Dia tidak setuju, pikir Kaede, lalu
sekilas melihat Amano dan Hiroshi, yang ada di samping orang itu. Wajah Amano tidak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 139 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyiratkan ekspresi apa pun, namun darah Hiroshi menggelegak di balik kulitnya.
Apakah mereka malu karena perbuatanku" Apakah aku mempermalukan diriku dan
mereka" Kaede meluruskan punggungnya dan menghentak Raku agar maju.
Murita memerintahkan dua anak buahnya berjalan lebih dulu. Ini membuat Kaede
mencemaskan sambutan yang menantinya, tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain terus
berjalan. Kuda pun merasa cemas. Raku berjalan agak ke tepi, telinganya berdiri tegak, sedangkan
kuda tunggangan Hiroshi menggoyang-goyangkan kepala dan menendang-nendang. Jemari
Hiroshi yang memegang tali kekang terlihat memutih saat dia berusaha mengendalikannya.
Ketika tiba di rumah Fujiwara, gerbang telah dibuka dan penjaga bersenjata berdiri di
halaman rumah yang dikelilingi tembok. Amano turun dari kuda dan mendekat untuk
membantu Kaede turun dari punggung Raku.
"Aku tak akan turun sampai Lord Fujiwara keluar," ujar Kaede tegas. "Aku tidak akan
lama." Murita bimbang, tidak ingin menyampaikan pesan seperti itu.
"Katakan padanya aku sudah sampai," desak Kaede.
"Lady Shirakawa." Murita menunduk lalu turun dari tunggangannya. Di saat yang sama,
Mamoru, sang aktor, pelayan Lord Fujiwara, keluar dari rumah kemudian berlutut di hadapan
kuda Kaede. "Selamat datang, lady," ujarnya. "Silakan masuk."
Kaede takut ia tak akan pernah keluar lagi bila masuk. "Mamoru," sahut Kaede pendek,
`Aku tak akan masuk. Aku kemari untuk mencari tahu keberadaan adik-adikku."
Mamoru lalu berdiri dan menghampiri sisi kanan kuda Kaede, melangkah di antara Kaede
dan Amano. Mamoru, yang jarang menatap Kaede secara langsung, mencoba memandang
sekilas ke arah Kaede. "Lady Shirakawa," memulai ucapannya, dan Kaede mendengar sesuatu dalam nada
suaranya. "Naik kembali ke kudamu," ujar Kaede pada Amano yang segera mematuhi perintahnya.
"Kumohon," ujar Mamoru pelan, "sebaiknya Anda menurut. Kumohon. Demi
keselamatan Anda dan juga anak buah Anda, anak itu...."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 140 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Jika Lord Fujiwara tidak keluar untuk bicara padaku dan tidalc mengatakan apa yang
ingin kuketahui, berarti aku talc ada urusan lagi di sini."
Kaede tidak melihat siapa yang memberi perintah. Ia hanya menyadari selama beberapa
saat kalau Mamoru dan Murita saling menatap.
"Pergi!" pekik Kaede pada Amano, dan berusaha membelokkan kepala Raku, tapi Murita
memegang tali kekang Raku. Kaede condong ke depan, menarik pedang dan memaksa Raku
mundur. Raku menggeleng-gelengkan kepala berusaha melepaskan diri dari pegangan Murita
lalu berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki belakang dan menghantam dengan kaki
depannya. Kaede mengayunkan pedang ke arah Murita dan melihat pedangnya mengiris
tangan orang itu. Murita memekik marah sambil menarik pedang. Kaede mengira Murita
akan membunuhnya, tapi ternyata tangan orang itu menyambar kekang Raku lagi, memiting
kepalanya. Kaede merasakan sesuatu menghempas dan menendang di belakangnya: ternyata
kuda Hiroshi yang panik. Mamoru tidak henti-hentinya menarik pakaian Kaede, meneriakkan
namanya, memohon Kaede menyerah. Di atas Mamoru, Kaede melihat Amano menarik
pedang, tapi belum sempat dia menggunakannya, anak panah menembus dadanya. Kaede
melihat mata Amano yang terbelalak, lalu darah mulai keluar bergelembung di tiap tarikan
napasnya, dan dia pun jatuh terjerembab.
"Tidak!" jerit Kaede. Pada saat bersamaan, dengan kemarahan yang tak terbendung lagi,
Murita menikam dada Raku yang tidak terlindung. Kuda itu memekik kesakitan dan
ketakutan, darahnya menyembur. Saat Raku terhuyung dengan kaki berayun dan kepala
menunduk, Murita menangkap dan menyeret Kaede dari punggung Raku. Sekali lagi Kaede
mengayunkan pedang ke Murita, tapi kudanya terjatuh, menariknya ke bawah, sehingga
tebasannya tak bertenaga. Murita menyambar pergelangan tangan Kaede dan dengan sekuat
tenaga memiting hingga pedang terlepas dari tangan Kaede. Tanpa berkata sepatah kata pun,
Murita separuh menyeret, separuh membopong Kaede ke dalam rumah.
"Tolong! Tolong!" teriak Kaede sambil berusaha menengok ke arah pasukannya, namun
serangan yang terjadi dengan begitu cepat dan kejam itu telah membuat mereka semua mati
atau sekarat. "Hiroshi!" pekiknya, mendengar dentuman tapak kaki kuda. Hal terakhir yang
dia lihat sebelum Murita membawanya ke dalam adalah kuda putih kelabu itu meloncatloncat, membawa bocah itu pergi tanpa bisa dikendalikannya. Kejadian itu membuat Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 141 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON agak lega. Murita menggeledah Kaede untuk mencari senjata lain, dan menemukan belati; marah
karena lengannya terluka, membuat Murita bersikap kasar. Mamoru berlari di depan mereka
untuk membuka pintu saat Murita membawa Kaede ke kamar tamu. Saat dibebaskan, Kaede
terjatuh ke lantai, menangis terisak dengan rasa geram dan sedih.
"Raku! Raku!" isaknya, berduka seakan ia telah kehilangan anaknya. Ia menangisi Amano
dan para pengawalnya yang kini dijemput ajal.
Mamoru berlutut di sampingnya, mengoceh, "Maaf, Lady Shirakawa. Anda harus
menyerah. Tak seorang pun akan menyakiti Anda. Percayalah, kami semua sayang dan hormat
pada Anda. Kumohon tenangkan diri Anda."
Ketika Kaede menangis lebih memilukan lagi, Mamoru berkata pada pelayan, "Panggil
tabib Ishida." Tak lama kemudian Kaede menyadari kehadiran sang tabib yang sedang berlutut
didekatnya. Kaede mendongak dan menatap tajam si tabib.
"Lady Shirakawa?" tabib itu mulai bicara, tapi Kaede memotong kalimatnya.
"Namaku Otori. Aku sudah menikah. Kebiadaban apa ini" Jangan biarkan mereka
menahanku di sini. Kau akan meminta mereka untuk agar segera melepasku."
"Aku berharap bisa melakukannya," sahutnya dengan suara pelan. "Tapi kami semua di
sini menggantungkan hidup pada Yang Mulia Lord Fujiwara, bukan atas kehendak kami
sendiri." "Apa yang dia inginkan dariku" Mengapa dia lakukan semua ini" Dia menculik adikadikku, membunuh semua anak buahku!" Air mata berlinang lagi di wajahnya. "Dia tidak
perlu membunuh kudaku." Kaede tersiksa oleh isak tangisnya.
Ishida menyuruh pelayan mengambil ramuan di kamarnya dan juga mengambilkan air
panas. Kemudian dia memeriksa Kaede dengan lemah-lembut. Memeriksa keadaan mata dan
urat nadi Kaede. "Maaf," ujarnya, "tapi aku harus tahu apakah Anda sedang hamil."
"Mengapa kau harus tahu" Itu tidak ada hubungannya denganmu!"
"Yang Mulia hendak menikahi Anda. Beliau merasa telah bertunangan dengan Anda dan
telah mendapat restu kaisar dan Lord Arai."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 142 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Kami tidak pernah bertunangan," isak Kaede. "Aku telah menikah dengan Otori Takeo."
Ishida berkata dengan lembut, "Aku tak dapat membahas hal ini. Nanti Anda akan
bertemu langsung dengan Yang Mulia. Tapi sebagai tabib, aku harus tahu apakah Anda
sedang hamil." "Bagaimana jika aku sedang hamil?"
"Kita harus menyingkirkan janinnya."
Saat tangis Kaede meledak karena sedih, Ishida berkata, "Lord Fujiwara telah memberi
banyak kelonggaran pada Anda. Beliau bisa saja membunuh atas ketidaksetiaan Anda. Beliau
akan memaafkan, lalu menikahi Anda, tapi tak akan memberi namanya untuk anak dari lakilaki lain."
Anak Rajawali 18 Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari Pukulan Si Kuda Binal 1
tidak meninggal." "Kita akan mempunyai anak lagi," ujarku. "Semuanya perempuan, dan mereka semua
sama cantiknya seperti ibunya." Aku merangkulnya. Malam terasa hangat, namun kulitnya
terasa dingin dan Kaede gemetar.
"Jangan pergi," pintanya.
"Aku hanya pergi seminggu."
Keesokan harinya Miyoshi bersaudara siap-siap berangkat untuk menyampaikan
maksudku pada Arai, dan dua hari lagi aku pergi ke pantai bersama Makoto. Kaede masih
kesal dan kami berpisah dalam keadaan kurang harmonis. Itu perselisihan pertama kami.
Kaede ingin ikut denganku; aku bisa saja membiarkan dia ikut, namun itu tidak kulakukan.
Aku tak tahu berapa lama atau seberapa menderitanya perjalanan ini sebelum aku bisa bertemu
dengannya lagi. Namun tetap saja aku berkuda dengan riang bersama Makoto, Jiro, serta tiga pengawal.
Kami pergi dengan berpakaianakaian biasa agar bisa bergerak dengan leluasa dan tanpa
formalitas. Aku senang bisa meninggalkan kastil untuk beberapa saat, juga senang karena bisa
mengensampingkan kekejaman yang telah kulakukan selama membasmi Tribe. Musim hujan
telah berakhir, kini udara wrasa segar, langit biru cerah. Dalam perjalanan kami melihat
kehidupan penduduk mulai makmur. Ladang dan sawah yang menghijau; musim dingin ini,
setidaknya, tak seorang pun akan kelaparan.
Makoto yang menjadi pendiam dan penyendiri sejak kehadiran Kaede, kini berbincang
tentang berbagai hal yang hanya dibicarakan di antara sahabat karib. Makoto adalah laki-laki
yang paling kupercaya. Aku membuka hatiku untuknya, dan selain Kaede, hanya dia yang tahu
kecemasanku atas serangan kaum Tribe dan juga ketidaksenanganku atas apa yang telah
LIAN HEARN BUKU KETIGA 96 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kulakukan untuk membasmi mereka. Satu-satunya hal yang menyakitkan baginya adalah
cintaku yang begitu dalam pada Kaede. Mungkin dia cemburu, namun dia berusaha
menyembunyikannya; menurutnya tidaklah wajar bagi seorang laki-laki begitu mencintai
istrinya. Dia tidak mengatakan itu, tapi dapat kulihat ketidaksetujuan di wajahnya.
Dia mengasuh Jiro dengan penuh perhatian dan selalui menyempatkan diri untuk
mengajarinya menulis, seni berlatih toya dan tombak. Ternyata Jiro cepat belajar. Nampaknya
dia bertambah tinggi dan bertambah gemuk selama musim panas ini, mungkin karena dia
sudah mulai makan teratur. Sesekali aku sarankan dia kembali pada keluarganya di Kibi untuk
membantu orangtuanya memanen, namun dia memohon agar tetap diijinkan tinggal, dia
bersumpah akan melayaniku atau Makoto selama sisa hidupnya. Dia tipe kebanyakan putra
petani yang ikut serta untuk berperang bersamaku: cerdik, pemberani dan kuat. Kami
mempersenjatai mereka dengan tombak panjang dan memasang perisai dada yang terbuat dari
kulit. Membagi mereka menjadi kelompok-kelompok berjumlah dua puluh orang dan setiap
kelompok memiliki pemimpin. Siapa pun yang memperlihatkan ketangkasan yang sesuai,
kami latih menjadi pemanah. Aku menganggap mereka bagian dari asetku yang paling
berharga. Pada sore hari ketiga kami tiba di pesisir. Pantainya tidak sesuram di sekitar wilayah
Matsue; seperti di penghujung hari saat musim panas, pantainya nampak sangat indah.
Beberapa pulau bertebing curam tiba-tiba muncul dari air laut yang tenang dan berwarna biru
tua, hamper berwarna nila. Angin laut menggulung permukaan air menjadi ombak berbentuk
laksana bilah pedang. Pulau-pulaunya seperti tak berpenghuni, tak ada yang merusak
rimbunnya pepohonan cemara dan cedar.
Di kejauhan, di balik kabut, terlihat pulau Oshima. Puncak gunung berapinya
tersembunyi di balik awan. Di belakangnya, tidak terlihat, terbentang kota Hagi.
"Kurasa itu sarang naganya," ujar Makoto. "Bagaimana kita akan ke sana?"
Dari tebing tempat kuda kami berdiri, jalanan menurun ke teluk kecil di mana ada desa
nelayan"beberapa gubuk, perahu-perahu yang ditambatkan di bebatuan yang hitam dan kuil
untuk menyembah dewa laut.
"Kita bisa naik perahu dari sini," kataku dengan ragu, karena tempatnya nampak tidak
berpenghuni. Api unggun yang digunakan nelayan untuk mendapatkan garam dari air laut
LIAN HEARN BUKU KETIGA 97 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tidak lebih dari tumpukan kayu gelondongan yang hitam gosong.
"Aku belum pernah naik perahu," teriak Jiro, "kecuali untuk menyeberangi sungai!"
"Aku juga belum pernah," gumam Makoto saat kami menarik tali kekang untuk
mengarahkan kuda ke desa.
Penduduk desa sudah melihat kedatangan kami dan hngsung bersembunyi. Saat kami
mendekati kampung itu, mereka mencoba melarikan diri. Keindahan tempat itu ternyata
menipu; aku banyak melihat orang miskin di Tiga Negara, tapi desa ini jauh lebih miskin dan
lebih menyedihkan. Pengawalku berlari mengejar orang yang jatuh tersandung, orang itu
menggendong seorang anak berumur sekitar dua tahun. Pengawalku dapat menangkapnya
dengan mudah. Anaknya meraung-raung sedangkan ayahnya ketakutan.
"Kami tidak bermaksud menyakiti atau mengambil apa pun darimu," ujarku. "Aku
mencari orang yang bisa memanduku ke Oshima."
Orang itu menatapku sekilas, rasa tak percaya nampak di wajahnya. Salah seorang
pengawalku menarik tangannya lebih keras.
"Jawab bila Yang Mulia bertanya padamu!"
"Yang Mulia" Menjadi seorang bangsawan tak akan menyelamatkannya dari Terada.
Kalian tahu kami sebut apa Oshima" Pintu neraka."
"Neraka atau bukan, aku harus ke sana," sahutku. "Dan aku bersedia membayar."
"Apa gunanya uang perak bagi kami?" ujarnya getir. "Jika ada yang tahu aku memiliki
uang perak, mereka akan membunuhku lalu mengambilnya. Aku tetap hidup karena aku tak
punya apa pun yang pantas dicuri. Para bandit sudah menculik istri dan putri-putriku. Putraku
tak bisa mencegah ketika ibunya diculik. Aku merawat lukanya dengan kain compangcamping yang dicelupkan ke air asin. Aku mengunyah ikan dan memberinya makan dari
mulutku sendiri seperti burung laut. Aku tidak bisa meninggalkannya untuk pergi bersama
Anda, pergi menyerahkan diri ke Oshima."
"Kalau begitu cari orang yang bisa mengantarku," ujarku. "Begitu kembali ke Maruyama,
kami akan mengirim pasukan untuk menghancurkan para bandit. Wilayah ini telah menjadi
milik istriku, Shirakawa Kaede. Kami akan membuat daerah ini aman."
"Tidak peduli daerah ini milik siapa, Yang Mulia tak akan pernah kembali dari Oshima."
"Ambil anaknya," perintah Makoto kepada pengawal dengan gusar, sambil berkata pada si
LIAN HEARN BUKU KETIGA 98 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON nelayan, "Anakmu akan mati bila kau membangkang!"
"Ambil saja dia!" pekiknya. "Bunuh dia! Memang seharusnya aku sudah bunuh dia dengan
tanganku sendiri. Lalu bunuh saja aku agar penderitaanku berakhir."
Makoto turun dari kuda untuk mendekati bocah itu. Itocah itu bergelayut di leher
ayahnya seperti monyet sambil menangis.
"Lepaskan mereka," perintahku sambil turun dari kuda, kemudian memberi tali kekang
pada Jiro. "Kita tidak boleh memaksa." Aku mengamati laki-laki itu, berhati-hati agar tatapan
kami tidak bertemu; setelah menatapku, kini dia tak berani melihatku lagi. "Makanan apa
yang kita punya." Jiro membuka tas di pelana dan mengeluarkan kue tizochi dengan rasa buah plum, dan
ikan kering. "Aku ingin bicara denganmu," ujarku pada laki-laki itu. "Maukah kau dan anakmu duduk
makan bersamaku?" Dia menelan air liur dengan susah payah, tatapan matanya tertuju ke makanan. Bocah itu
menciumi ikannya dan menoleh.
Sang ayah mengangguk. "Lepaskan dia," perintahku pada pengawal dan mengambil makanan dari Jiro. Di luar
salah satu gubuk ada perahu yang terbalik. "Kita duduk di sana."
Aku berjalan dan dia mengikutiku hingga ke perahu itu. Aku duduk dan dia berlutut
dekat kakiku, menunduk. Dia menaruh anaknya di atas pasir dan menekan kepala anaknya
agar menunduk juga. Bocah itu sudah berhenti menangis, tapi tetap terisak-isak dengan
kerasnya. Aku mengeluarkan makanan dan menggumamkan doa pertama Hidden pada makanan
itu dengan tetap memperhatikan wajah laki-laki itu.
Bibirnya membentuk kata-kata. Dia tidak mengambil makanannya. Anaknya berusaha
meraih makanan itu, lalu mulai meraung lagi. Ayahnya berkata, "Jika Anda hendak
menjebakku, semoga Sang Rahasia mengampuni Anda." Dia memanjatkan doa yang kedua,
kemudian mengambil makanan itu. Membelahnya menjadi beberapa bagian, lalu menyuapi
anaknya. "Paling tidak anakku bisa merasakan nasi sebelum dia mati."
"Aku tidak berusaha menjebakmu." Aku mengulurkan lagi nasi kepadanya, yang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 99 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dijejalkan ke dalam mulut. "Aku Otori Takeo, pewaris Klan Otori. Tapi aku besar di antara
kaum Hidden dan nama masa kecilku adalah Tomasu."
"Semoga Dia memberkati dan menjaga Anda," ujarnya, sambil mengambil ikan dari
tanganku. "Bagaimana Anda tahu aku orang Hidden?"
"Saat mengatakan kalau seharusnya kau sudah membunuh putramu lalu bunuh diri, kau
terlihat seperti sedang berdoa."
"Aku sering berdoa pada Sang Rahasia untuk mencabut nyawaku. Tapi Anda tahu bahwa
terlarang bagiku untuk bunuh diri atau membunuh."
"Kalian semua di sini kaum Hidden?"
"Ya, secara turun temurun, sejak guru pertama datang dari tanah daratan. Sebelumnya
kami tak teraniaya seperti ini. Perempuan penguasa wilayah ini, yang meninggal tahun lalu,
dulunya melindungi kami. Sejak kematiannya, para bandit dan bajak laut menjadi berani dan
jumlahnya pun semakin banyak. Mereka tahu kalau kami tidak boleh melawan."
Dia membelah sepotong ikan, lalu dia berikan kepada ;inaknya. Sambil menggenggam
potongan ikan, bocah itu menatapku. Pinggiran matanya merah, wajahnya kotor dan tercoreng
bekas air mata. Tiba-tiba dia tersenyum ceria padaku.
"Seperti yang kukatakan, istriku mewarisi daerah ini dari Lady Maruyama. Aku
bersumpah padamu kami akan membersihkan daerah ini dari semua bandit dan mengamankannya untukmu. Aku mengenal putra Terada di Hagi dan aku harus bicara padanya."
`Ada satu orang yang dapat membantu Anda. Dia tidak punya anak, dan kudengar dia
pernah ke Oshima. Akan kucoba untuk mencarinya. Pergilah ke kuil. Para rahib telah lari, jadi
tak ada seorang pun di sana, tapi Anda dapat menggunakan bangunannya. Jika orang itu
bersedia membantu, dia akan datang malam ini. Butuh waktu setengah hari berlayar ke
Oshima dan Anda harus berangkat saat air pasang-pagi atau malam, aku serahkan hal itu
padanya." "Kau tak akan menyesal telah membantuku," kataku.
Untuk pertama kalinya senyum terpancar di wajahnya. "Yang Mulia mungkin akan
menyesal begitu sampai di Oshima."
Aku berdiri dan berjalan menjauh. Aku baru berjalan sejauh sepuluh langkah saat dia
memanggilku, "Tuan! Lord Otori!"
LIAN HEARN BUKU KETIGA 100 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Saat aku menoleh, dia berlari menghampiriku, anaknya berjalan tertatih-tatih di
belakangnya, masih menghisap ikan. Dia berkata dengan canggung, "Anda akan membunuh
lagi?" "Ya," sahutku, "Aku pernah membunuh dan akan membunuh lagi, meskipun aku dikutuk
karena melakukannya."
"Semoga Dia mengampunimu," bisiknya.
Matahari terik berwarna merah terang mulai tenggelam dan membentuk bayangan di
sepanjang bebatuan pantai yang hitam. Burung-burung laut bersahutan dengan suara parau
yang memilukan seakan jiwanya telah hilang. Ombak menarik bebatuan dengan helaan yang
berat. Kuil sudah rusak, kayunya yang lapuk terbalut lumut, dan bentuk bangunannya aneh.
Meskipun malam ini tak berangin dan panasnya menyesakkan dada, tapi deburan ombak tetap
diikuti lengkingan jangkrik dan dengungan nyamuk. Kami membiarkan kuda-kuda makan
rumput di taman yang tak terawat dan minum dari kolam yang kotor. Di kolam itu tidak ada
lagi ikan; seekor katak yang kesepian berkuak dengan sedih dan sesekali terdengar teriakan
burung hantu. Jiro menyalakan api unggun, membakar kayu hijau untuk mengusir serangga, dan makan
sedikit makanan yang kami bawa, menjatah makanan karena sudah jelas di sini tidak ada
makanan. Aku menyuruh pengawal tidur lebih dulu; kami akan bangunkan mereka saat
tengah malam. Aku mendengar suara mereka berbisik-bisik selama beberapa saat, namun tak
lama kemudian napas mereka menjadi teratur.
"Jika orang itu tidak datang, lalu bagaimana?" tanya Makoto.
"Dia akan datang," sahutku.
Jiro terdiam di pinggir api unggun dengan kepala terkantuk-kantuk.
"Berbaringlah," Makoto menyuruhnya, dan saat bocah itu dengan cepatnya tertidur, dia
berkata dengan pelan padaku, "Apa yang kau katakan sehingga nelayan itu mau membantu?"
"Aku memberi makan anaknya," jawabku. "Terkadang itu saja sudah cukup."
"Lebih dari itu. Dia mendengarkan kau bicara seakan kalian bicara dengan bahasa yang
sama." Aku mengangkat bahu. "Kita tunggu apakah orang itu akan muncul."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 101 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Makoto berkata, "Sama seperti gelandangan itu. Dia berani mendekatimu seolah dia
berhak atas sesuatu darimu, dan berbicara denganmu seperti orang yang sederajat. Aku ingin
membunuhnya atas tingkahnya yang menghina di sungai, tapi kau mendengarkannya dan dia
mendengarkanmu." "Jo-An pernah menyelamatkan aku dalam perjalanan ke Terayama."
"Kau bahkan tahu namanya," kata Makoto. "Aku belum pernah mengenal nama satu
gelandangan pun seumur hidupku."
Mataku terasa pedih karena asap api. Aku diam membisu. Belum pernah aku katakan
padanya kalau aku lahir dan besar di kalangan kaum Hidden. Aku pernah ceritakan itu pada
Kaede, tapi tidak pada orang lain.
"Kau pernah bercerita tentang ayahmu," ujar Makoto. "Aku tahu kalau dia memiliki
campuran darah Tribe dan Otori. Tapi kau belum pernah menyebut tentang ibumu. Siapa dia
sebenarnya?" "Ibuku seorang petani dari Mino. Sebuah desa kecil di pegunungan di seberang Inuyama,
di perbatasan Tiga Negara. Tak seorang pun pernah mendengar keberadaan desa itu.
Mungkin itu sebabnya aku memiliki ikatan kuat dengan gelandangan dan nelayan."
Aku berusaha bicara dengan santai. Aku tidak ingin memikirkan tentang ibuku. Aku telah
jauh meninggalkan hidupku dengannya, juga dari kepercayaan yang diajarkan saat aku kecil,
sehingga saat memikirkannya membuat aku merasa tidak nyaman. Aku bukan hanya selamat
di saat semua penduduk desaku mati, tapi aku tidak lagi mempercayai pada ajaran yang
mereka pertahankan sampai mati. Kini aku memiliki tujuan lain"kepentingan lain, kepentingan yang jauh lebih mendesak.
"Dulu" Dia sudah meninggal?"
Dalam kesunyian, taman yang terbengkalai, asap api unggun, desahan air laut, situasi
mulai tegang di antara kami. Dia ingin mengetahui rahasiaku yang paling dalam; aku ingin
membuka hatiku padanya. Di saat ini, di saat yang lainnya tidur nyenyak dan hanya kami
berdua yang masih terjaga di tempat yang menakutkan ini, mungkin hasrat juga merayap
masuk. Aku selalu sadar akan rasa sayangnya padaku; itu sesuatu yang pernah kuandalkan,
layaknya kesetiaan Miyoshi bersaudara, layaknya cintaku pada Kaede. Selalu ada Makoto di
duniaku. Aku membutuhkannya. Hubungan kami mungkin telah berubah sejak dia
LIAN HEARN BUKU KETIGA 102 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menenangkan diriku di Terayama, tapi saat ini aku ingat betapa kesepian dan rapuhnya diriku
setelah kematian Shigeru, aku seakan ingin mencurahkan isi hatiku padanya.
Api hampir padam sehingga aku sulit melihat wajahnya, tapi aku sadar kalau dia sedang
menatapku. Aku ingin tahu apa yang dia curigai.
Aku berkata, "Ibuku orang Hidden. Aku besar dengan keyakinan mereka. Ibuku dan
seluruh keluargaku, sejauh yang kutahu, mati dibunuh Tohan. Shigeru yang selamatkan aku.
Jo-An dan nelayan itu juga orang Hidden. Kami... saling menghargai."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Aku melanjutkan, 'Aku percaya kau tidak akan
mengatakannya pada orang lain."
"Kepala Biara tahu?"
"Dia tidak pernah menyebut soal itu, tapi Shigeru mungkin sudah mengatakan padanya.
Tapi aku tidak lagi menganut ajaran tersebut. Aku telah melanggar semua larangannya,
terutama larangan membunuh."
"Tentu saja tidak akan kukatakan pada orang lain karena dapat merusak reputasimu di
kalangan ksatria. Sebagian besar dari mereka menganggap Iida benar saat melenyapkan kaum
Hidden, dan tidak sedikit yang melakukan hal yang sama. Itu menjelaskan banyak hal tentang
dirimu yang tak aku mengerti."
"Kau, sebagai ksatria dan biarawan, pengikut Sang Pencerah, pasti membenci Hidden."
"Rasa bencinya tidak sebesar kebingungan kami oleh kepercayaan mereka yang misterius.
Aku hanya tahu sedikit tentang mereka dan apa yang aku tahu sekarang mungkin merubah
pandanganku tentang mereka. Kelak, di saat tenang, kita akan diskusikan masalah ini."
Dalam nada bicaranya, aku sadar kalau dia berusaha untuk tetap bersikap rasional, agar
tidak menyakiti hatiku. "Hal penting yang ibuku ajarkan yaitu welas asih," ujarku, "Welas asih dan tidak boleh
berlaku kejam. Namun sejak saat itu, aku diajarkan untuk melenyapkan rasa welas asih dan
juga untuk menjadi kejam."
"Semua itu adalah syarat untuk menjadi penguasa dan juga dalam peperangan," sahutnya.
"Itu adalah jalan nasib yang membimbing kita. Di biara kami juga diajarkan untuk tidak
membunuh, tapi itu hanya dilakukan oleh orang yang sudah tua. Bertarung untuk
mempertahankan diri, untuk membalaskan dendam pemimpin, untuk mewujudkan kedamaian
LIAN HEARN BUKU KETIGA 103 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON serta keadilan bukanlah dosa."
"Itulah yang Shigeru ajarkan kepadaku."
Keheningan melanda, dan saat itu kupikir dia hendak menenangkan diriku. Tiba-tiba aku
merasa ingin sekali berbaring dan dipeluk seseorang. Aku bahkan bergerak sedikit untuk
mendekat padanya, tapi dia justru menjauh. Sambil bangkit berdiri, dia berkata, "Tidurlah.
Aku akan berjaga-jaga sebentar, sebelum membangunkan pengawal untuk berganti jaga."
Aku tetap berada di dekat api unggun untuk mengusir nyamuk, tapi mereka tetap saja
berdengung di sekeliling kepalaku. Gelombang air laut tak henti-hentinya bergemuruh dan
kemudian surut di bebatuan. Aku merasa gelisah dengan apa yang telah kuungkapkan, dengan
diriku yang tanpa kepercayaan dan dengan apa yang akan Makoto pikirkan tentang diriku
sekarang. Layaknya anak kecil, aku ingin sekali dia meyakinkanku kalau hal itu tak akan ada
bedanya. Aku merindukan Kaede. Aku takut akan hilang di sarang naga di Oshima dan tak
akan pernah bertemu dengan istriku lagi.
Akhirnya aku tertidur. Untuk pertama kalinya aku memimpikan ibuku dengan begitu
nyata. Ibuku berdiri di hadapanku, di luar rumah kami di Mino. Bisa kucium aroma masakan
dan mendengar dentingan kapak ketika ayah tiriku memotong kayu bakar. Dalam mimpi itu
aku merasa sangat bahagia dan lega karena ternyata mereka masih hidup. Tapi aku mendengar
suara dan aku merasa ada sesuatu yang merayap di tubuhku. Ibuku menatap ke bawah dengan
pandangan kosong dan kaget. Aku melihat apa yang ibuku perhatikan, dan ternyata tanah di
sekeliling kakiku berwarna hitam oleh segerombolan kepiting dengan capit yang telah terlepas
dari punggungnya. Kemudian mulai terdengar jeritan, suara yang kudengar dari kuil lain, jauh
di masa lalu, seorang laki-laki dicincang prajurit Tohan.
Aku tahu kepiting-kepiting itu akan mencabik-cabik diriku karena aku telah mencabut
capit mereka. Aku terbangun dengan ketakutan, berkeringat. Makoto berlutut di sampingku. `lAda
yang datang," ujarnya. "Dia hanya mau bicara denganmu."
Rasa takut menggelayuti diriku. Aku tak ingin pergi dengan orang asing itu ke Oshima.
Aku ingin segera kembali ke Maruyama, kembali pada Kaede. Berharap bisa mengirim orang
lain yang mungkin akan langsung dibunuh para bajak laut tanpa sempat menyampaikan pesan.
Tapi aku sudah sampai sejauh ini, dan orang yang telah dikirim untuk mengantarku ke
LIAN HEARN BUKU KETIGA 104 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Oshima, ke Terada, sudah datang, aku tak bisa kembali.
Orang itu berlutut di belakang Makoto. Aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas di
malam yang gelap ini. Dia meminta maaf karena tidak bisa datang lebih awal, dia juga mengatakan bahwa kami
belum bisa berangkat karena air laut baru mulai pasang di paruh kedua Waktu Lembu*. Dia
nampak lebih muda dari si nelayan yang mengirimkannya padaku, dan cara bicaranya yang
halus serta lebih berpendidikan membuatku sulit untuk memposisikannya.
Makoto ingin mengirim setidaknya salah satu pengawal untuk menemaniku, tapi
penunjuk jalanku menolak untuk membawa orang lain, seraya mengatakan kalau perahunya
terlalu kecil. Aku menawarkan uang padanya sebelum kami berangkat, namun dia tertawa dan
mengatakan bahwa tak ada gunanya jika diberikan sekarang karena para bajak laut akan segera
merampasnya; dia akan ambil bila kami telah kembali, dan jika kami tidak kernbali, akan ada
orang lain yang mengambilnya.
"Jika Lord Otori tidak kembali, maka tak akan ada pembayaran, yang ada hanyalah
pedang," ujar Makoto serius.
"Tapi jika aku yang mati, maka pewarisku berhak mendapat kompensasinya," sahutnya.
"Itu syaratku."
Aku menyanggupi, mengesampingkan kekhawatiran Makoto. Aku ingin segera berangkat
untuk menyingkirkan rasa takut yang tersisa dari mimpiku tadi. Kudaku, Shun, meringkik
padaku ketika aku pergi bersama orang itu. Aku perintahkan Makoto merawat kudaku itu
seumur hidupnya. Aku membawa Jato dan seperti biasa, aku menyembunyikan senjata rahasia
Tribe di balik pakaianku.
Perahunya dinaikkan hingga ke pasir. Kami tak bicara saat berjalan ke perahu. Aku
membantunya mendorong perahu ke laut lalu melompat masuk. Dia mendorongnya lebih jauh
sebelurn melompat masuk, mendayung dari huritan. Beberapa saat kemudian aku mengambil
alih dayungnya sementara dia menaikkan layar berbentuk persegi kecil yang terbuat dari
jerami. Layarnya tampak bersinar kuning saat diterangi cahaya bulan, dan jimatjimat yang
diikatkan di tiang kapal bergemerincing ditiup angin pantai, bersarnaan dengan arus
gelombang yang membawa kami ke pulau.
Malam bermandikan cahaya rembulan, bulan yang hampir penuh memancarkan sinar
LIAN HEARN BUKU KETIGA 105 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON peraknya di laut yang tenang. Perahu mendendangkan nyanyiannya bersama angin dan
ombak, seperti nyanyian yang pernah kudengar saat naik perahu bersama Furnio di Hagi.
Kenangan itu menghalau rasa takut akibat mimpiku tadi.
Kini bisa kulihat dengan jelas orang yang berdiri di ujung perahu. Wajahnya seperti tidak
asing; tapi kurasa kami belurn pernah bertemu.
"Siapa narnarnu?"
"Ryoma, tuan." "Tidak ada narna lain?"
Dia menggeleng dan kupikir dia tak akan bicara lagi. Dia akan mengantarku ke Oshirna;
dia tidak harus berbincang-bincang denganku. Aku menguap dan menarik jubahku lebih
rapat. Aku berpikir untuk tidur sejenak.
Ryoma berkata, "Jika aku punya nama lain, pastinya sama dengan nama Anda."
Mataku terbelalak dan tanganku langsung memegang Jato karena aku mengira yang dia
maksud adalah Kikutakalau dia seorang pembunuh bayaran. Tapi laki-laki itu tak bergerak
dari buritan kapal dan meneruskan bicaranya dengan tenang meskipun dengan nada getir.
"Menurut hukum, seharusnya aku boleh menyebut diriku Otori, tapi aku tak pernah diakui
oleh ayahku." Riwayatnya adalah cerita yang jamak terjadi. Ibunya pernah menjadi pelayan di Kastil
Hagi, dua puluh tahun lalu atau lebih. Ibunya menarik perhatian Lord Otori yang termuda,
Masahiro. Ketika diketahui hamil, Masahiro lalu mengatakan bahwa ibunya seorang pelacur
dan itu berarti bisa hamil oleh orang lain. Keluarga ibunya tidak punya pilihan kecuali menjual
putrinya ke tempat pelacuran; dia menjadi pelacur sehingga kehilangan semua kesempatan
bagi pengakuan putranya. Masahiro punya banyak putra yang sah dan tidak tertarik dengan
putranya yang lain. "Banyak orang yang mengatakan aku mirip dengannya," ujarnya. Saat itu bintang-bintang
telah meredup dan langit memucat. Hari mulai subuh dengan matahari terbit berwarna merah
menyala, sama merahnya dengan cahaya matahari tenggelam di malam sebelumnya. Aku
sadar, sekarang aku dapat melihatnya dengan jelas, mengapa wajahnya nampak tak asing. Ada
ciri Otori di wajahnya, seperti ayahnya: dagu yang tertarik ke belakang dan mata yang
menakutkan. LIAN HEARN BUKU KETIGA 106 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Memang mirip," ujarku, "Jadi kita saudara sepupu." Aku tidak mengatakan pada Ryoma,
tapi aku ingat dengan jelas suara Masahiro ketika tanpa sengaja aku mendengar orang itu
berkata jika kita harus mengakui semua anak haram kita... Putranya membangkitkan rasa
ingin tahuku; aku juga mengalami hal serupa, namun jalan hidup kami agak berbeda. Aku
diakui oleh kedua belah pihak, sedangkan tak satu pihak pun yang mengakui dia.
"Dan sekarang lihatlah," katanya. `Anda adalah Lord Otori Takeo, diangkat anak oleh
Shigeru dan pewaris sah wilayah kekuasaannya, sedangkan aku tak jauh berbeda dengan
gelandangan." "Kau tahu sedikit tentang riwayatku?"
"Ibuku tahu semua tentang Otori," ujarnya tertawa. "Lagipula, Anda sangat terkenal."
Sikapnya aneh, menyenangkan dan juga terasa akrab. Aku menduga dia dibesarkan
dengan pengharapan yang tidak realistis serta gambaran-gambaran palsu tentang statusnya,
mengatakan tentang kerabatnya, para pemimpin Otori, membuatnya bangga dan tak puas,
tidak bisa menghadapi kenyataan dalam hidupnya.
"Itukah alasannya kau membanRuku?"
"Sebagian. Aku ingin bertemu Anda. Aku pernah bekerja pada keluarga Terada; aku
sering ke Oshima. Orang menyebutnya pintu neraka, tapi aku pernah kesana dan masih
hidup." Bicaranya terdengar seperti membual, tapi saat dia bicara lagi, nadanya seperti
memohon. "Kuharap Anda bisa membalas bantuanku." Dia menatapku. "Anda akan
menyerang Hagi?" Aku tidak ingin bicara banyak padanya, takut kalau dia seorang mata-mata. "Kurasa sudah
jadi rahasia umum kalau ayahmu dan kakaknya mengkhianati Shigeru dan bersekongkol
dengan Iida. Kuanggap merekalah yang bertanggung jawab atas kematiannya."
Dia menyeringai. "Itulah yang kuharapkan. Aku juga ingin balas dendam pada mereka."
"Pada ayahmu sendiri?"
"Aku tak pernah membenci orang sebesar kebencianku padanya," sahutnya. "Keluarga
Terada juga membenci Otori. Jika Anda hendak melawan mereka, mungkin Anda bisa
mendapatkan sekutu di Oshima."
Sepupuku ini bukan orang yang bodoh; dia tahu benar apa tujuanku. "Kau telah
mengantarku, aku berhutang padamu," ujarku. `Aku telah berhutang budi pada banyak orang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 107 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON untuk menuntaskan dendam atas kematian Shigeru, dan bila aku menguasai Hagi kelak, akan
kubayar semua itu." "Beri aku gelar yang sudah sepantasnya aku terima," ujarnya. "Hanya itu keinginanku."
Ketika mendekati pulau, dia mengatakan betapa sering dia ke sana, membawa pesan dan
informasi tentang ekspedisi ke tanah daratan atau pengiriman barang seperti perak, sutra dan
barang berharga lainnya antarkota di pesisir.
"Selama ini keluarga Terada hanya bisa mengganggu Otori," ujarnya, "namun bila
bersama Anda, kalian bisa mengalahkan Otori."
Aku tidak menyangkal maupun menyetujui ucapannya, tapi aku berusaha mengubah topik
pembicaraan, menanyakan tentang si nelayan.
"Bila maksud Anda, apakah aku percaya pada ajarannya, tentu jawabannya tidak!"
sahutnya. Ketika tatapan mata kami bertemu, dia tertawa. "Tapi ibuku percaya. Ajaran itu
tersebar luas di kalangan pelacur. Mungkin hal itu menenangkan bagi mereka yang hidupnya
malang. Lagipula, mereka mestinya tahu jika ada yang mempercayai itu, maka semua manusia
sama di balik hiasan-hiasan mereka. Aku tidak percaya pada tuhan mana pun atau kehidupan
selain kehidupan yang ada sekarang. Tak seorang pun akan dihukum setelah mati. Itu
sebabnya aku ingin melihat mereka dihukum sekarang juga."
Sinar mentari membakar habis kabut, dan pulau itu mulai nampak jelas, menyembul dari
permukaan laut, kabut membumbung keluar dari puncaknya. Buih putih ombak menghantam
tebing yang berwarna abu-abu kehitaman. Angin bertiup lebih kencang dan mengantarkan
kami meluncur di atas ombak besar. Gelombang pasang dengan cepat berpacu ke arah pul,ju.
Perutku terasa mual saat kami meluncur cepat di permukaan ombak besar yang berwarna hijau
dan naik ke sisi lain. Aku menatap ke depan, ke arah pulau dengan tebing batunya yang terjal,
dan dua kali aku menghela napas panjang. Aku tak ingin mabuk laut saat menghadapi bajak
laut. Kemudian kami memutari tanjung dan tiba di tempat yang tidak berangin. Ryoma
berteriak kepadaku untuk mengambil alih dayung saat layar perahu berkibar dan melengkung.
Dia melepaskan ikatan dan membiarkan layar itu jatuh, kemudian mendayung melewati
perairan yang lebih tenang ke pelabuhan yang terlindungi.
Pelabuhannya adalah pelabuhan buatan alam yang berada di perairan yang dalam, dengan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 108 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dinding batu dan bendungan pemecah gelombang yang dibangun di sekelilingnya. Hatiku
bersemangat melihat armada kapal laut tertambat di sana, mungkin ada sepuluh atau sebelas
kapal, kokoh, aman dan dalam kondisi yang baik, mampu mengangkut lusinan orang.
Di setiap sudut pelabuhan ada benteng kayu, dan bisa kulihat orang-orang di dalamnya
dari celah untuk menaruh anak panah, panah yang sudah pasti ditujukan ke arahku. Ryoma
melambai dan berteriak, dan dua orang muncul dari benteng yang terdekat. Mereka tidak
membalas lambaiannya, tapi saat berjalan ke arah kami, salah satu di antaranya mengangguk
acuh tak acuh sebagai tanda mereka mengenalnya.
Ketika mendekati sisi dermaga, seseorang berteriak, "Hei, Ryoma, siapa penumpang itu?"
"Lord Otori Takeo," pekik Ryoma dengan nada suara orang penting.
"Benarkah" Kalau begitu dia saudaramu" Kesalahan lain dari ibumu?"
Ryoma menarik perahu ke dermaga dengan cukup terampil, kemudian menahannya agar
tidak bergoyang saat aku melompat naik ke dermaga. Kedua orang tadi masih tertawa
cekikikan. Aku tak ingin memulai keributan, tapi tak akan kubiarkan mereka menghina tanpa
diberi pelajaran. "Aku Otori Takeo," kataku. "Bukan kesalahan siapa-siapa. Aku ke sini untuk berbicara
dengan Terada Fumio dan ayahnya."
"Dan kami berada di sini untuk mencegah orang sepertimu mendekati mereka," ujar
penjaga yang berbadan lebih besar. Rambutnya panjang, jenggotnya tebal, dengan codet di
wajahnya. Dia mengayunkan pedang di depan wajahku sambil menyeringai. Semuanya terlalu
mudah; kesombongan dan kebodohan yang membuat dia mudah tertidur dalam tatapan
Kikuta. Kutatap matanya tanpa berkedip, mulutnya menganga, dan seringainya berubah
menjadi terperangah kaget ketika bola matanya berputar. Badannya yang besar membuat dia
jatuh bak seonggok karung, kepalanya membentur batu.
Penjaga yang satu lagi langsung menyerangku dengan pedang, tapi gerakannya tepat
seperti yang kuharapkan. Aku memisahkan diri menjadi dua sosok lalu menarik Jato. Saat
pedangnya menebas bayangan, kuhantam tangannya, memelintir serta menarik pedangnya
dengan paksa hingga lepas dari genggamannya.
"Sampaikan pada Terada kalau aku datang," kataku.
Ryoma mengencangkan tali perahu lalu berdiri di sisi dermaga. Dia memungut pedang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 109 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON penjaga itu. "Ini Lord Otori, bodoh. Orang yang sering diceritakan itu. Beruntung beliau tidak
langsung membunuhmu."
Penjaga lain berlarian dari benteng. Mereka semua langsung berlutut.
"Maaf, tuan. Aku tidak bermaksud menyerang," si penjaga tergagap, matanya terbelalak
begitu melihat apa yang menurutnya ilmu sihir.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Beruntung suasana hatiku sedang baik," ujarku. "Tapi kau telah menghina sepupuku.
Kurasa kau harus meminta maaf padanya."
Dengan Jato terarah di lehernya, penjaga itu melakukan apa yang kuminta, membuat
Ryoma tersenyum menyeringai dengan rasa puas.
"Bagaimana dengan Teruo?" ujar si penjaga, menunjuk ke arah rekannya yang tidak
sadarkan diri. "Dia tidak terluka. Saat bangun nanti dia akan belajar untuk bersikap lebih sopan.
Sekarang, sampaikan pada Terada Fumio kalau aku datang."
Dua orang dari mereka bergegas pergi, sementara yang lainnya kembali ke benteng. Aku
duduk di dinding dermaga. Seekor kucing jantan dengan warna bulu yang mirip warna
tempurung kura-kura yang tertarik menyaksikan seluruh keributan, mendekat lalu mengendus
orang yang tergeletak, kemudian melompat ke atas dinding di sampingku dan mulai menjilati
bulunya. Itulah kucing tercepat yang pernah kulihat. Para pelaut dikenal sebagai orang yang
mempercayai tahayul; tidak diragukan lagi mereka pasti percaya kalau warna bulu kucing itu
membawa keberuntungan sehingga mereka memanjakan serta memberinya makan dengan
baik. Aku ingin tahu apakah mereka membawa kucing itu dalam pelayarannya.
Aku membelai kucing itu sambil melihat-lihat sekeliling. Di belakang pelabuhan
terbentang sebuah desa kecil, separuh jalan menanjak ke arah bukit di baliknya ada bangunan
kokoh yang terbuat dari kayu, sebagian berupa rumah dan sebagian lagi kastil. Bangunan itu
mestinya memiliki pemandangan pesisir yang indah dan langsung mengarah ke kota Hagi.
Aku tidak tahan untuk tidak mengagumi posisi dan konstruksi tempat ini, kini aku mengerti
mengapa tidak seorang pun mampu memaksa keluar bajak laut dari sarangnya.
Aku melihat para penjaga bergegas berjalan mendaki dan mendengar suara mereka saat
melaporkan pesanku di gerbang rumah kediaman itu. Kemudian aku mendengar suara Fumio
yang agak berat dan lebih dewasa dengan irama yang sama riangnya seperti yang pernah
LIAN HEARN BUKU KETIGA 110 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kuingat. Aku berdiri dan berjalan ke ujung dermaga. Kucing itu melompat lalu mengikutiku. Saat
itu cukup banyak orang bergerombol, bersikap tidak ramah serta curiga. Tanganku tetap di
dekat pedang, dan berharap kehadiran kucing itu bisa meyakinkan mereka. Mereka berdiri
memperhatikanku dengan rasa ingin tahu, sebagian besar dari mereka sama tegangnya
denganku, sementara Ryoma masih saja sibuk memberitahu mereka mengenai jati.diriku. "Ini
Lord Otori Takeo, putra dan pewaris Lord Shigeru. Dia yang membunuh Iida." Sesekali dia
menambahkan, seperti berkata pada dirinya sendiri, "Dia memanggilku sepupu."
Fumio berjalan menuruni bukit. Aku khawatir apakah dia akan menerimaku atau tidak,
tapi ternyata sambutan yang dia berikan sehangat seperti yang kuharapkan. Kami berpelukan
layaknya saudara. Dia nampak lebih tua, berkumis dan tubuhnya lebih kekar sehingga bahunya
tampak berisi-bahkan dia terlihat sama sehatnya dengan kucing tadi-namun wajah yang riang
serta sinar matanya yang lincah tidak berubah.
"Kau datang sendiri?" tanyanya, berdiri agak condong ke belakang dan memperhatikan
diriku. "Orang ini yang mengantarku." Aku menunjuk Ryoma yang berlutut saat Fumio
mendekat. Apa pun yang dia inginkan, dia tahu di mana letak kekuasaan berada. `Aku tidak
bisa berlama-lama; kuharap dia akan mengantarku kembali malam ini."
"Tunggu Lord Otori di sini," perintah Fumio padanya, dan kemudian, saat kami berjalan
menjauh, dia berteriak tanpa menoleh pada para penjaga, "Beri dia makanan."
Dan jangan mengganggunya, ingin aku menambahkan, tapi aku takut itu justru membuat
dia semakin malu. Kuharap mereka memperlakukan dia dengan lebih baik sekarang, tapi aku
meragukannya. Ryoma tipe orang yang memancing cemoohan, dia seperti dikutuk untuk
selalu menjadi korban. "Kurasa kau punya maksud tertentu hingga datang kemari," ujar Fumio, melangkah
mendaki bukit. Dia tidak pernah kehabisan energi dan stamina. "Setelah mandi dan makan,
akan kuajak kau menemui ayahku."
Tidak peduli betapa mendesaknya misiku, daya tarik mandi air panas terasa lebih
memikat. Rumah yang dikelilingi benteng itu dibangun di sekeliling rangkaian kolam yang
airnya berbusa, air yang keluar dari balik bebatuan. Bahkan tanpa penghuninya yang kejam,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 111 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Oshima, pintu neraka, dengan sendirinya memang tempat yang berbahaya. Gunung berapi
mengepulkan asap di atas kami, udaranya beraroma belerang, dan sungai kecil muncul dari
permukaan kolam, dengan bebatuan besar yang terkikis air menyembul seperti mayat yang
telah membatu. Kami membuka baju dan meluncur masuk ke dalam air panas. Belum pernah aku mandi
di air sepanas ini. Kulitku terasa seperti akan terkelupas. Setelah menderita selama beberapa
hari, kini sensasinya tak bisa dilukiskan. Airnya membasuh habis kelelahanku setelah berharihari menunggang kuda dan tidur yang tidak nyenyak, juga perjalanan semalaman di perahu.
Aku tahu semestinya aku tetap waspada-persahabatan masa kecil tidak bisa terlalu diandalkantapi jika sekarang ini ada yang membunuhku, maka aku akan mati dengan bahagia.
Fumio berkata, "Sesekali kami mendengar kabar tentang dirimu. Kau sangat sibuk sejak
terakhir kali kita berjumpa. Aku turut berduka mendengar kematian Lord Shigeru."
"Suatu kehilangan yang sangat besar, bukan hanya bagi diriku, tapi juga bagi klan Otori.
Aku masih mengejar pembunuhnya."
"Bukankah Iida sudah mati?"
"Ya, Iida sudah membayarnya dengan kematian, tapi sebenarnya kedua pemimpin Otori
yang merencanakan kematian Shigeru dengan menyerahkannya pada Iida."
"Kau hendak menghukum mereka" Jika itu maksudmu, kau dapat mengandalkan keluarga
Terada." Aku menceritakan secara singkat tentang pernikahanku dengan Kaede, tentang perjalanan
kami ke Maruyama, dan pasukan yang ada di bawah komando kami.
"Tapi aku harus ke Hagi dan mengambil warisanku karena jika pemimpin Otori tak
menyerahkan secara suka rela, maka aku akan ambil secara paksa. Dan aku lebih memilih cara
itu agar dapat kuhancurkan mereka."
Fumio tersenyum dan menaikkan alisnya. "Kau telah berubah sejak pertama aku
mengenalmu." "Aku terpaksa."
Kami meninggalkan air panas, berpakaian dan makan di salah satu dari banyak ruang di
rumah itu. Ruangan itu seperti gudang harta karun yang terdiri dari berbagai benda berharga
nan indah, mungkin semuanya hasil rampasan dari kapal dagang: ukiran yang terbuat dari
LIAN HEARN BUKU KETIGA 112 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON gading, vas dari batu pualam, kain brokat, mangkuk emas dan perak, serta kulit harimau dan
macan tutul. Belum pernah aku di ruangan seperti itu, begitu banyak benda berharga yang
dipajang, tapi tak satu pun yang memancarkan kekuatan maupun keanggunan yang biasa
ditemukan di kediaman para ksatria.
"Kau boleh lihat-lihat," ujar Fumio saat kami selesai makan. "Aku akan pergi untuk bicara
dengan ayahku. Jika ada barang yang kau mau, ambil saja. Semua itu milik ayahku, tapi itu
tidak berarti baginya."
Aku berterima kasih atas tawarannya, tapi aku tidak bermaksud mengambil apa pun untuk
dibawa pulang. Aku duduk tanpa bersuara menunggunya kembali, santai tapi tetap waspada.
Sambutan Fumio memang penuh dengan keakraban, namun aku tidak tahu apakah keluarga
Terada telah bersekutu dengan pihak lain; aku menyadari kemungkinan mereka telah memiliki
perjanjian dengan Kikuta. Aku mendengarkan dengan seksama, mengira-ngira posisi semua
orang di dalam rumah itu, mencoba mengenal suara-suara, aksen-lama kemudian baru
kusadari jika ini perangkap, maka peluangku untuk lolos sangatlah tipis. Aku datang seorang
diri memasuki sarang naga.
Aku bisa mendengar Terada"sang naga"kini sedang berada di belakang rumah. Aku
mendengar dia memberi perintah, meminta teh, sebuah kipas serta sake. Suaranya berat,
penuh energi seperti suara Fumio, sering berkata lembut dan sering juga kasar, tapi terkadang
dia berbicara dengan jenaka. Tak terlintas di benakku untuk meremehkan Terada Fumifusa.
Dia berhasil keluar dari hierarki keras sistem klan, menentang Otori dan membuat namanya
menjadi salah nama yang paling ditakuti di Negara Tengah.
Akhirnya Fumio kembali untuk menjemputku dan mengajakku ke bagian belakang
rumah, ke ruangan yang nampak seperti sarang burung elang, bertengger tinggi di atas desa
dan pelabuhan, menghadap ke arah Hagi. Dari kejauhan dapat kulihat garis yang tak asing
bagiku terletak di balik kota. Lautnya tenang dan sunyi, bergarisgaris bak kain sutra, berwarna
nila, ombak membentuk rumbai-rumbai keputihan di sekeliling bebatuan. Seekor burung
elang melayang di bawahnya.
Belum pernah aku berada di ruangan seperti ini. Bahkan lantai atas kastil yang paling
tinggi pun tidak setinggi atau seterbuka. Aku ingin tahu apa yang akan terjadi jika badai
musim gugur datang melaju ke pesisir pantai. Bangunannya dinaungi oleh lekukan pulau;
LIAN HEARN BUKU KETIGA 113 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON untuk membangun tempat seperti ini, sama saja dengan menyatakan diri sebagai bangsawan.
Terada duduk di atas kulit harimau yang menghadap ke arah jendela yang terbuka. Di
sampingnya, di atas meja pendek, terdapat peta dan coretan-coretan yang mirip catatan
keberangkatan kapal laut, serta sebuah tabung yang tak mirip seruling bambu. Seorang juru
tulis berlutut di salah satu ujung meja, tinta batu di hadapannya, kuas di tangannya.
Aku membungkuk pada Terada dan menyebut nama serta asal-usulku. Dia balas
menunduk dengan sopan. Bila ada orang yang memegang tampuk kekuasaan di tempat ini, tak
diragukan lagi dialah orangnya.
"Aku banyak mendengar tentangmu dari putraku," ujarnya. "Kau disambut baik di sini."
Dia memberi isyarat agar aku masuk dan duduk di sampingnya. Saat aku melangkah masuk,
juru tulis membungkuk hingga dahinya menyentuh lantai dan tetap bersikap begitu.
"Aku dengar kau mengalahkan salah seorang anak buahku tanpa menyentuhnya sedikit
pun. Bagaimana kau melakukannya?"
"Dia sering melakukan itu pada anjing, saat kami masih kecil dulu," Fumio
menambahkan, sambil duduk bersila di lantai.
"Aku memiliki kemampuan seperti itu," ujarku. "Aku tidak bermaksud melukainya."
"Kemampuan Tribe?" tanya Terada. Tak diragukan lagi kalau dia pasti pernah
memanfaatkan orang Tribe dan tahu benar kemampuan seperti itu.
Aku agak mengangguk. Matanya menyipit dan bibirnya mencibir. "Perlihatkan caramu melakukannya." Dia
mengulurkan tangan dan memukul kepala juru tulis dengan kipasnya. "Lakukan pada orang
ini." "Maaf," ujarku. "Kemampuanku yang rendah ini tidak layak dipertontonkan."
"Unnh," gerutunya, sambil menatapku. "Maksudmu kau tidak bisa melakukannya bila
diminta?" "Lord Terada benar."
Keheningan yang tak nyaman terjadi, kemudian dia tertawa cekikikan. "Fumio telah
memperingatkan kalau aku tak bisa memerintahmu seenaknya. Kau bukan hanya mewarisi
wajah Otori; tapi kau juga mewarisi sifat keras kepala mereka. Baiklah, sihir juga tidak terlalu
berguna untukku"kecuali bila itu semacam senjata yang bisa berguna." Dia mengambil
LIAN HEARN BUKU KETIGA 114 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tabung itu dan menaruhnya di depan salah satu mata dan menutup matanya yang satunya lagi,
"Ini baru namanya sihir." Dia berkata sambil menyodorkan tabung itu kepadaku. "Bagaimana
pendapatmu tentang benda ini?"
"Taruh di depan matamu," ujar Fumio sambil menyeringai.
Aku memegang dengan hati-hati, mencoba mengendusnya dengan diam-diam, aku takut
benda itu telah dibubuhi racun.
Fumio tertawa. "Itu tidak berbahaya!"
Ketika melihat melalui tabung itu, aku tak mampu untuk tidak terperangah. Kota Hagi
yang begitu jauh seakan melompat ke arahku. Aku menjauhkan tabung itu dari mataku dan
kini kota itu terlihat seperti semula, samar-samar dan tidak jelas. Keluarga Terada, ayah dan
anak, keduanya tertawa kecil.
"Benda apa ini?" tanyaku. Benda itu tidak terlihat atau terasa seperti sihir. Benda itu
buatan manusia. "Itu sejenis kaca yang dapat membuat benda-benda terlihat lebih besar dan mendekatkan
jarak yang jauh," sahut Terada.
"Apakah ini berasal dari tanah daratan?"
"Kami mengambilnya dari sebuah kapal tanah daratan dan mereka sudah lama mengenal
benda seperti ini. Tapi kurasa yang satu ini dibuat di negeri yang jauh, negeri orang barbar di
selatan." Dia mencondongkan badan ke depan dan mengambil benda itu dariku, mengintip
melalui tabung itu lagi, lalu tersenyum. "Bayangkan negeri dan orang-orang yang bisa
membuat benda semacam ini. Kita mengira dunia hanya sebatas Delapan Pulau, tapi
terkadang aku pikir kita tidak tahu apa-apa."
"Anak buahku melaporkan ada benda yang bisa membunuh dari jarak yang sangat jauh,
benda itu terbuat dari timah dan api," ujar Fumio. "Kami sedang berusaha mendapatkannya."
Dia menatap keluar jendela, matanya penuh dengan hasrat untuk mencari tahu tentang dunia
selain di delapan pulau. Aku menduga dia menganggap pulau ini ibarat penjara.
Benda aneh yang ada di hadapanku dan juga senjatasenjata yang dibicarakannya
memenuhi benakku dengan semacam firasat. Tingginya ruangan itu, tebing begitu curam
dengan bebatuan di bawahnya, kelelahanku, membuat kepalaku pusing selama beberapa saat.
Aku mencoba menghela napas dalam-dalam dengan tenang, tapi dapat kurasakan keringat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 115 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON dingin keluar di dahi dan ketiakku. Aku sudah menduga persekutuanku dengan bajak laut
akan membuat mereka semakin kuat dan juga membuka jalan bagi mengalirnya hal-hal baru
yang akan mengubah masyarakat yang sedang kuperjuangkan. Ruangan hening. Aku
mendengar suara lembut orang-orang yang ada di rumah ini, hentakan sayap elang, gemuruh
laut di kejauhan, dan orang yang berbicara di pelabuhan. Seorang perempuan sedang
bernyanyi pelan sambil menumbuk padi, menyanyikan balada tentang seorang gadis yang jatuh
cinta pada seorang nelayan.
Udara nampak berkilauan seperti air laut di bawah sana, seperti sehelai kerudung sutra
yang secara perlahan disingkap dari kenyataan. Kenji pernah mengatakan, suatu saat semua
orang akan memiliki kemampuan yang saat ini hanya dimiliki Tribe"dan di antara mereka
ada yang memiliki kemampuan seperti diriku. Kami akan segera punah, dan kemampuan kami
akan segera terlupakan, diambil alih oleh keajaiban teknis seperti yang Terada inginkan. Aku
memikirkan peranku dalam membasmi semua kemampuan itu, memikirkan anggota Tribe
yang telah kuhancurkan, dan timbul pclnyesalan. Tapi, aku sadar kalau aku akan tetap
membuat perjanjian dengan Terada. Aku tak akan mundur sekarang. Dan jika tabung melihat
jarak jauh dan senjata-senjata api yang akan membantuku, aku tidak akan ragu sedikit pun
untuk menggunakannya. Ruangan itu tenang. Darahku mengalir lagi. Semua terjadi hanya dalam sekejap. Terada
berkata, "Kurasa kau hendak mengusulkan sesuatu. Aku ingin mendengarnya."
Aku katakan padanya kalau menurutku Hagi hanya bisa ditaklukkan melalui laut. Aku
menguraikan rencanaku untuk mengirim separuh pasukanku sebagai umpan untuk menahan
kekuatan Otori di tepi sungai, sementara separuh pasukan akan diangkut dengan kapal guna
menyerang kastil dari laut. Sebagai imbalannya, aku akan mengembalikan nama baik mereka
dan mempertahankan armada kapal perang di bawah perintah mereka. Begitu kedamaian telah
tercapai, klan akan membiayai ekspedisi ke tanah daratan untuk bertukar pengalaman serta
perdagangan. "Aku tahu kekuatan dan pengaruh keluarga Anda." kataku. 'Aku tidak yakin Anda akan
tinggal di Oshima, di sini, selamanya."
"Memang benar aku ingin kembali ke kampung halamanku," sahut Terada, "Tapi, seperti
yang kau tahu, Otori telah mengambilnya."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 116 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON 'Akan kukembalikan kepadamu," janjiku.
"Nampaknya kau sangat yakin akan berhasil," serunya, mendengus dengan penuh
sukacita. "Rencana ini akan berhasil dengan bantuanmu." "Kapan kau akan menyerang?"
Fumio melihatku sekilas, matanya berbinar.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Secepat mungkin. Kecepatan dan kejutan adalah sebagian dari senjata andalanku."
"Kami menduga badai pertama bisa datang kapan saja," ujar Terada. "Itu sebabnya semua
kapal kami tetap di pelabuhan. Akan tetap begitu selama satu bulan sebelum kami bisa melaut
lagi." "Maka kita akan bergerak begitu badai reda."
"Kau tidak lebih tua dari putraku," ujarnya. "Apa yang membuatmu berpikir kau bisa
memimpin pasukan?" Aku memberi rinci tentang kekuatan, perlengkapan, pangkalan kami di Maruyama, dan
juga peperangan yang kami menangkan. Matanya menyipit dan menggerutu, tidak
mengatakan sepatah kata pun selama beberapa saat. Aku bisa membaca di wajahnya, ekspresi
kehati-hatian dan keinginan untuk balas dendam. Akhirnya dia memukulkan kipasnya ke
meja, membuat juru tulis tersentak. Terada membungkuk sangat rendah padaku dan berkata
dengan lebih formal. "Lord Otori, aku akan membantumu dan aku akan melihatmu
menguasai Hagi. Kami, keluarga Terada, memberikan sumpah setia padamu, dan kapal-kapal
serta pasukan kami siap menerima perintahmu."
Aku berterima kasih padanya dengan penuh haru. Dia menyuruh dibawakan sake dan
kami meminumnya sebagai tanda kesepakatan. Fumio sangat gembira; kelak aku tahu
sebabnya, dia mempunyai alasan lain untuk kembali ke Hagi, setidaknya untuk bertemu lagi
dengan kekasihnya. Kami makan siang bersama, mendiskusikan strategi. Ketika waktu hampir
memasuki paruh kedua di siang itu, Fumio mengajakku ke pelabuhan untuk memperlihatkan
kapal-kapalnya. Ryoma sedang menunggu.di dermaga, kucing jantan yang sama duduk di sampingnya.
Dia menyapa kami secara berlebihan dan mengikutiku sedekat mungkin nyaris seperti
bayanganku, saat kami menaiki kapal yang terdekat dan Fumio membawaku berkeliling untuk
melihatnya. Aku terkesan dengan ukuran dan kapasitas kapalnya, juga cara para bajak laut
LIAN HEARN BUKU KETIGA 117 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON memperkuat kapal dengan dinding dan perisai yang terbuat dari kayu. Kapalnya dilengkapi
layar yang sangat lebar dan dayung yang banyak. Rencana yang semula hanya gagasan yang
samar tiba-tiba langsung menjadi nyata.
Kami menetapkan bahwa Fumio akan mengirim pesan kepada Ryoma begitu cuaca
memungkinkan. Aku dan pasukanku akan bergerak ke utara di bulan purnama berikutnya.
Kapal-kapal akan menjemput kami di kuil Katte Jinja, dan kemudian membawa kami ke
Oshima. Kami akan menyerang kota dan kastil dari sana.
"Menjelajahi Hagi di malam hari-seperti dulu lagi," ujar Fumio menyeringai.
"Rasa terima kasihku tak akan pernah cukup atas bantuanmu. Pasti kau yang memohon
pada ayahmu untuk membantuku."
"Aku tak perlu melakukannya; dia bisa melihat semua keuntungan bila bersekutu
denganmu dan mengakui dirimu sebagai pewaris klan yang sah. Tapi kurasa dia tak akan
setuju bila bukan kau yang kemari, sendirian. Dia terkesan padamu. Dia menyukai
keberanian." Sejak awal aku tahu kalau aku harus datang sendiri, tapi itu justru membebani diriku.
Begitu banyak yang harus dicapai, dan hanya aku yang mampu melakukannya, hanya aku yang
mampu menyatukan semua sekutuku.
Fumio ingin aku tinggal lebih lama lagi, tapi saat ini aku justru sedang bersemangat untuk
kembali ke Maruyama, untuk memulai persiapan, dengan segala upaya untuk mencegah
serangan Arai. Lagipula, aku tak mempercayai cuaca. Udaranya tenang secara tidak wajar dan
langit terselubung awan berwarna biru keabu-abuan, agak menghitam di kaki langit.
Ryoma berkata, "Jika kita berangkat sekarang, kita akan terbantu lagi oleh air pasang."
Fumio dan aku berpelukan di sisi dermaga dan aku menaiki perahu kecil itu. Kami
melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan dan bertolak ke laut, membiarkan gelombang
pasang membawa kami menjauhi pulau.
Ryoma terus menatap langit yang kehitaman dengan gelisah, dan angin mulai bertiup saat
kami belum jauh dari Oshima. Beberapa saat angin bertiup kencang, menghempaskan air
hujan ke wajah. Kami tak bisa bergerak maju menantang angin hanya dengan dayung, dan
layar langsung terenggut saat kami berusaha menaikkannya.
Ryoma berteriak, "Kita harus kembali."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 118 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Aku tidak bisa berdebat meskipun jiwaku terpuruk dalam keputusasaan karena
memikirkan akan lebih terlambat pulang. Dia berusaha memutar balik perahu yang ringkih
dengan dayung. Semakin lama gelombang semakin tinggi, gelombang hijau besar
menghempas, kami seakan jatuh ke jurang yang dalam. Wajah kami sama hijaunya dengan
ombak, dan pada hempasan keempat atau kelima kalinya, kami pun muntah di waktu yang
bersamaan. Bau muntahan nampak sangat lemah bila dibandingkan dengan besarnya ombak
dan angin. Angin topan membawa kami kembali ke arah pelabuhan, dan kami berjuang untuk
mengarahkan perahu ke pintu masuk pelabuhan. Semula kupikir kami tak akan pernah
sampai; kupikir kekuatan badai itu akan membawa kami ke laut terbuka, tapi dengan adanya
tempat bernaung di bagian teduh dari pulau itu menyempatkan kami untuk mengendalikan
perahu di balik bendungan laut. Tapi di tempat itu pun kami belum lepas dari bahaya.
Gelombang di pelabuhan seperti tong air yang mendidih. Perahu kami terpelanting ke arah
dinding, tertarik lagi, dan kemudian terhempas ke dinding dengan hentakan yang membuat
mual. Perahu terbalik; aku sadar kalau sedang berjuang di bawah air, melihat permukaan air di
atasku, dan berusaha berenang mencapai permukaan. Ryoma berada beberapa kaki dariku.
Aku melihat wajahnya, mulutnya terbuka, seolah berteriak minta tolong. Kuraih dan
kucengkram pakaiannya lalu menariknya ke atas. Kami berdua naik ke permukaan. Dengan
terengah-engah Ryoma menghirup udara dan mulai panik, memukul-mukul permukaan air
dengan tangannya, lalu memegang erat leherku sehingga hampir mencekikku. Berat tubuhnya
menarikku tenggelam lagi. Aku tak bisa membebaskan diri dari pegangannya. Aku memang
bisa menahan napas dalam waktu yang lama, namun cepat atau lambat, bahkan dengan
seluruh kemampuan Tribe yang kumiliki, tetap saja aku harus menghirup udara. Jantungku
mulai berdenyut kencang dan paru-paruku terasa sakit. Aku berusaha melepaskan diri dari
cengkramannya, mencoba meraih lehernya agar aku dapat melumpuhkannya, agar kami
berdua bisa keluar dari air. Aku berpikir jernih, dia sepupuku, bukan putraku, jadi tidak bisa
membunuhku. Tapi mungkin saja ramalan itu salah!
Aku tidalc percaya akan mati tenggelam. Pandanganku mulai samar, kadang hitam dan
dipenuhi sinar putih, dan kepalaku terasa sangat nyeri.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 119 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Aku ditarik menuju kehidupan berikutnya, pikirku, lalu wajahku keluar dari permukaan
air dan menghirup udara dalam-dalam.
Dua anak buah Fumio juga ada di air bersama kami, diikat dengan tali yang ditambatkan
di dermaga. Mereka berenang mendekat, kemudian menarik rambut kami. Mereka menarik
kami ke daratan di atas bebatuan tempat di mana kami muntah lagi, hampir seluruh yang
dimuntahkan adalah air asin. Keadaan Ryoma lebih buruk dariku. Layaknya sebagian besar
pelaut dan nelayan, dia tidak bisa berenang dan sangat takut tenggelam.
Hujan seakan tumpah ruah dari langit, benar-benar melenyapkan garis pantai. Kapalkapal bajak laut berderit saat terombang-ambing oleh ombak. Fumio berlutut di sampingku.
"Jika kau bisa berjalan, kita segera masuk sebelum badai semakin memburuk."
Aku bangkit. Tenggorokanku terasa sakit dan mataku pedih, namun aku tidak terluka.
Jato dan senjataku yang lain masih ada di ikat pinggangku. Tak ada yang dapat kulakukan
dengan cuaca seperti ini, tapi diriku dipenuhi kecemasan.
"Berapa lama badainya akan berlangsung?"
"Kurasa ini bukan badai yang sebenarnya, mungkin hanya badai lokal. Kurasa besok pagi
sudah reda." Tenyata Fumio terlalu optimis. Badai berlangsung selama tiga hari, dan selama dua hari
selanjutnya gelombang laut terlalu besar untuk diarungi perahu Ryoma yang kecil. Lagipula
perahunya perlu diperbaiki, dan itu perlu waktu empat hari setelah hujan reda. Fumio
bermaksud mengantarku dengan menumpang salah satu kapal bajak laut, tapi aku tak ingin
terlihat di atas perahu mereka atau pun bersama mereka, aku takut strategiku akan terlihat
oleh mata-mata. Aku melewati hari-hari dengan gelisah, memikirkan Makoto-apakah dia
akan menunggu, apakah dia akan kembali ke Maruyama, akankah dia meninggalkan aku
karena dia sudah tahu aku orang Hidden" Aku bahkan lebih cemas lagi memikirkan Kaede.
Aku tidak bermaksud berpisah begitu lama darinya.
Fumio dan aku memiliki banyak kesempatan untuk berdiskusi tentang kapal dan navigasi,
bertempur di laut, persenjataan para pelaut, dan sebagainya. Kemana pun aku pergi selalu
diikuti oleh kucing jantan yang sama ingin tahunya seperti diriku, aku memeriksa semua kapal
dan perlengkapan yang mereka miliki dan bahkan lebih terkesan lagi pada kekuatannya. Dan
setiap malam, saat di bawah sana terdengar suara pelaut yang sedang berjudi dan perempuan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 120 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menari dan menyanyi, kami berbincang hingga larut malam dengan ayahnya. Kini aku mulai
lebih menghargai kelihaian dan keberanian laki-laki tua itu, dan aku senang dia akan menjadi
sekutuku. Bulan sudah hampir penuh ketika akhirnya kami berlayar di lautan yang tenang pada sore
menjelang malam untuk memanfaatkan gelombang pasang di malam hari. Ryoma telah pulih
setelah insiden kami tenggelam dan atas permintaanku dia diterima di kediaman Terada pada
malam terakhir dan kami makan bersamanya. Aku tahu dia tersanjung dan senang akan hal
itu. Hembusan angin cukup kencang untuk mengembangkan layar baru yang dibuat bajak laut
untuk kami. Mereka juga memberi jimat baru untuk menggantikan jimat lama yang hilang
saat perahunya rusak, dan juga patung dewa laut kecil. Menurut mereka, kami berada dalam
perlindungan khusus dewa laut. Gemerincing jimat yang tertiup angin mengiringi pelayaran
kami, dan saat kami melaju melewati bagian selatan pulau, dari kejauhan terlihat asap hitam
dan abu mengepul keluar dari kawah gunung. Lereng pulau terselubung kabut. Aku
menatapnya lama, memikirkan tentang penduduk setempat yang menjuluki pulau ini sebagai
pintu neraka. Berangsur-angsur kabutnya makin berkurang hingga akhirnya menghilang,
sampai kabut ungu sore menghampiri kemudian menyembunyikan pulau itu.
Untunglah kami telah melewati separuh perjalanan pulang sebelum malam tiba karena
kabut berubah menjadi awan tebal sehingga keadaan benar-benar gelap. Ryoma berganti-ganti
obrolan tanpa henti dengan keheningan yang lama. Dan yang dapat kulakukan hanyalah
mendengarkan dan bergantian mendayung dengannya. Lama sebelum bentuk samar daratan
muncul di depan kami, aku mendengar perubahan irama nyanyian laut, dan hempasan
gelombang di bebatuan. Kami menepi tepat di tempat kami berangkat sebelumnya, dan Jiro
sedang menunggu di pantai, di dekat api unggun. Dia melompat kegirangan ketika perahu
menyentuh pasir dan memeganginya saat aku turun.
"Lord Otori! Kami sudah putus asa. Makoto hampir saja kembali ke Maruyama untuk
melaporkan bahwa Anda menghilang."
"Kami tertahan badai." Aku lega saat melihat mereka masih di sana, mereka tidak
meninggalkanku. Ryoma kelelahan, tapi dia tak ingin meninggalkan perahunya, dan dia juga tak ingin
LIAN HEARN BUKU KETIGA 121 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tinggal sampai hari siang. Kurasa, terlepas dari bualannya, dia sebenarnya ketakutan; dia ingin
pulang ke rumahnya di waktu gelap agar tak seorang pun tahu darimana dia datang. Aku
perintahkan Jiro kembali ke kuil untuk mengambil uang perak yang telah kami janjikan dan
makanan apa pun yang tersisa. Bila sudah sampai di kastil, kami akan mengirimkan pasukan
untuk membersihkan pesisir pantai dari para bandit. Aku meminta Ryoma menunggu kami
segera setelah cuaca stabil.
Sikapnya menjadi canggung lagi. Kurasa dia menginginkan kepastian janjiku yang tidak
mampu kuberikan. Entah mengapa rasanya aku telah membuat dia kecewa. Mungkin dia
mengharapkan aku langsung mengakuinya secara sah dan mengajaknya ke Maruyama, namun
aku tak ingin terbebani dengan satu tanggungan lagi. Di sisi lain aku tidak mampu
membencinya. Aku mengandalkan dia sebagai pembawa pesan dan aku ingin dia tetap tutup
mulut. Kucoba mengingatkan pentingnya merahasiakan rencana itu, dan mengisyaratkan kalau
masa depannya bergantung pada rencana itu. Dia bersumpah untuk tidak mengatakannya pada
siapa pun, lalu mengambil uang dan makanan dari Jiro dengan ekspresi terima kasih yang
sedalam-dalamnya. Aku berterima kasih padanya dengan hangat-aku sungguh-sungguh
berterima kasih padanyatapi tak dapat menahan diri untuk tidak merasa kalau seorang nelayan
biasa akan lebih mudah dihadapi dan lebih mudah dipercaya.
Makoto sangat lega saat aku kembali dengan selamat. Ditemani Jiro, kami menuruni jalan
kembali dari pantai dan saat kami berjalan ke kuil, aku menceritakan keberhasilan
perjalananku, dia mendengarkan semuanya sementara kecipak bunyi dayung Ryoma lambatlaun menghilang dari pendengaran kami di malam yang gelap ini.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 122 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON MELIHAT kegembiraan dan harapan wajah mereka, saat Takeo pergi ke pesisir dan Miyoshi
bersaudara pergi ke Inuyama, Kaede merasa sakit hati karena ditinggalkan. Hari-hari
selanjutnya dia merasa takut dan cemas. Merindukan kehadiran suaminya lebih dari yang bisa
dibayangkannya; cemburu pada Makoto yang boleh ikut dengan suaminya sementara ia sendiri
tidak boleh; mencemaskan keselamatan tapi juga kesal pada suaminya.
Dia lebih mementingkan balas dendam daripada diriku, pikiran itu sering muncul di
benak Kaede. Apakah dia menikahiku hanya demi mewujudkan keinginannya untuk balas
dendam" Kaede yakin Takeo sangat mencintainya, tapi suaminya itu juga seorang laki-laki,
ksatria, dan bila harus memilih, Kaede tahu kalau Takeo akan lebih memilih untuk balas
dendam. Aku juga akan melakukan hal serupa jika aku laki-laki, katanya pada dirinya sendiri.
Aku bahkan tidak bisa memberinya anak: apa gunanya diriku sebagai perempuan" Mestinya
aku dilahirkan sebagai laki-laki. Dapatkah aku bereinkarnasi menjadi laki-laki"
Kaede tidak mengungkapkan hal ini pada siapa pun karena is tak mempercayai seorang
pun. Sugita dan para tetua yang lain memang sopan, bahkan menyayanginya, namun
nampaknya mereka berusaha menjauh. Kaede lalu menyibukkan diri dengan melihat-lihat
keadaan rumah, berlcuda dengan Amano, dan menyalin catatan yang Takeo titipkan padanya.
Setelah terjadi percobaan pencurian, Kaede merasa perlu membuat salinan catatan itu sebagai
tindakan pencegahan sambil berharap dapat memahami keinginan Takeo melawan Tribe dan
akibat yang ditimbulkan. Kaede merasa terganggu dengan adanya pembantaian dan banyaknya
korban setelah perang Asagawa. Butuh waktu lama untuk membesarkan seseorang, tapi begitu
mudahnya mengakhiri hidupnya. Ia takut akan hukuman di kemudian hari, baik dari mereka
yang masih hidup maupun dari yang sudah mati. Tapi apa lagi yang bisa Takeo lakukan
dengan begitu banyak konspirasi yang bertujuan untuk membunuhnya"
Kaede pun pernah membunuh dan memerintahkan membunuh. Apakah kehilangan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 123 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON anaknya adalah hukumannya" Keinginannya berubah; kini ia tergerak untuk melindungi,
memelihara, dan menciptakan kehidupan, bukan menghancurkannya. Mungkinkah mempertahankan serta memerintah tanpa kekerasan" Kaede menghabiskan waktu dengan
merenungi hal ini. Takeo mengatakan akan kembali dalam seminggu; waktu berlalu, dia belum kembali,,
menimbulkan kecemasan di hati Kaede. Banyak rencana dan keputusan yang mesti diambil
tentang masa depan wilayah ini, tapi para tetua terns mengelak dan semua usul yang is
kemukakan pada Sugita dibalas dengan bungkukan hormat sambil memberi saran untuk
menunggu kedatangan suaminya. Dua kali Kaede memanggil para tetua untuk menghadiri
pertemuan dewan, tapi satu demi satu mereka meminta ijin pulang dengan alasan kurang
sehat. "Luar biasa, semua orang sakit di hari yang sama," ujar Kaede dengan sinis pada Sugita.
"Aku tak tahu kalau Maruyama sangatlah tidak sehat bagi orang tua."
"Bersabarlah, Lady Kaede," sahut Sugita. "Tak ada keputusan yang perlu diambil sebelum
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lord Takeo kembali, dan beliau bisa kembali kapan saja dalam beberapa hari ini. Mungkin
beliau mempunyai perintah mendesak; mereka harus siaga menunggu Takeo. Dan yang perlu
kita lakukan hanyalah menunggu."
Kejengkelan Kaede kian memuncak dengan kenyataan, meskipun ini wilayah kekuasaan
miliknya, semua orang hanya tunduk pada Takeo. Takeo memang suaminya, dan ia pun mesti
patuh; namun Maruyama dan Shirakawa adalah miliknya, mestinya ia dapat bertindak sesuai
keinginannya. Sebagian dirinya masih terguncang karena Takeo memutuskan bersekutu
dengan bajak laut. Sama halnya seperti hubungan Takeo dengan para petani dan gelandangan.
Ada yang tak wajar dalam hubungan semacam itu. Kaede menduga hal itu pasti karena Takeo
lahir dan besar di antara kaum Hidden. Masalah yang Takeo ceritakan membuat ia tertarik
sekaligus jijik. Semua aturan klas Kaede mengajarkan bahwa darahnya lebih murni dari darah
suaminya dan bila dilihat dari keturunannya, derajat Kaede lebih tinggi dari Takeo. Kaede
merasa malu pada dirinya sendiri karena merasa seperti itu dan berusaha menghilangkannya,
namun perasaan itu sangat mengganggunya, dan semakin lama Takeo jauh darinya, perasaan
itu semakin mendesaknya. "Di mana keponakanmu?" tanya Kaede pada Sugita, ingin menghibur diri. "Suruh dia
LIAN HEARN BUKU KETIGA 124 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kemari. Aku ingin melihat orang yang berumur di bawah tiga puluh tahun!"
Hiroshi bisa menjadi teman yang baik karena dia juga kesal tidak diajak oleh Takeo.
Semula anak itu berharap bisa pergi ke Inuyama bersama Kahei dan Gemba.
"Mereka bahkan tidak tahu jalan ke sana," gerutu Hiroshi. "Mestinya aku yang
menunjukkan jalan, tapi aku malah harus tinggal di sini dan belajar dengan pamanku. Jiro saja
boleh ikut dengan Lord Otori."
"Jiro jauh lebih tua darimu," ujar Kaede.
"Hanya beda lima tahun. Dan sebenarnya dialah yang harus belajar. Aku sudah mengenal
jauh lebih banyak dokumen daripada dia."
"Itu karena kau mulai belajar lebih dulu. Jangan pernah menghina orang karena mereka
tidak memiliki kesempatan yang sama sepertimu." Kaede mengamati Hiroshi; perawakannya
agak kecil untuk anak seumurnya, tapi dia kuat dan segalanya serba seimbang; dia akan
menjadi laki-laki tampan. "Usiamu hampir sama dengan adikku," ujar Kaede.
"Wajahnya seperti Anda?"
"Banyak orang bilang begitu, tapi kurasa dia lebih cantik."
"Itu tidak mungkin," sahut Hiroshi cepat, membuat Kaede tertawa. Wajah Hiroshi
bersemu merah. "Semua orang bilang kalau Lady Otori adalah perempuan tercantik di seluruh
penjuru Tiga Negara."
"Apanya yang cantik?" sahut Kaede keras. "Di ibukota, di istana kaisar, banyak sekali
perempuan cantik sehingga membuat para laki-laki menjadi layu saat melihatnya. Mereka
tidak boleh keluar ruangan karena jika mereka keluar, seluruh penghuni istana bisa buta."
"Bagaimana dengan suami mereka?" tanyanya ragu.
"Mereka harus memakai kain penutup mata," Kaede menggoda Hiroshi, kemudian
melempar sehelai kain yang tergeletak di sampingnya ke kepala Hiroshi. Kaede mempermainkan bocah itu selama beberapa saat, kemudian Hiroshi berkelit melepaskan diri.
Kaede melihat Hiroshi jengkel; ia memperlakukan bocah ini seperti anak kecil, sedangkan dia
ingin diperlakukan seperti laki-laki dewasa.
"Anak perempuan memang beruntung, mereka tidak harus belajar," ujarnya.
"Kedua adikku sangat senang belajar, begitu juga aku. Perempuan juga harus belajar baca
tulis seperti halnya laki-laki. Dengan begitu mereka bisa membantu suaminya, seperti aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 125 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON membantu suamiku." "Kebanyakan orang memiliki juru tulis untuk melakukan hal semacam itu, terutama jika
mereka tidak bisa menulis."
"Suamiku bisa menulis," sahut Kaede dengan cepat, "tapi seperti Jiro, dia mulai belajar
saat usianya lebih tua darimu."
Hiroshi nampak ketakutan. "Bukan maksudku hendak menjelek-jelekkan beliau! Lord
Otori pernah menyelamatkanku dan membalaskan dendam atas kematian ayahku. Aku sangat
berutang budi padanya, tapi...."
"Tapi apa?" desak Kaede, cemas karena melihat sekilas tanda ketidaksetiaan.
"Aku hanya mengatakan padamu apa yang orangorang katakan," ujar Hiroshi. "Mereka
mengatakan kalau Lord Otori itu aneh. Beliau bergaul dengan gelandangan; serta mengijinkan
petani ikut bertempur; juga memulai menentang para pedagang tanpa seorang pun tahu
tujuannya. Mereka bilang beliau tidak dibesarkan sebagai ksatria dan mereka ingin tahu
bagaimana beliau dibesarkan."
"Siapa yang mengatakan itu" Penduduk kota?"
"Bukan, orang-orang seperti keluargaku."
"Prajurit Maruyama?"
"Ya, dan ada juga yang mengatakan beliau penyihir."
Kaede tidak terlalu kaget; hal-hal semacam inilah yang membuat ia mencemaskan Takeo;
namun ia gusar karena prajuritnya ternyata tidak setia pada suaminya.
"Mungkin Takeo dibesarkan secara kurang wajar," ujar Kaede, "tapi dia adalah orang
Otori bila dirunut dari keturunan dan pengakuan sebagai anak Lord Shigeru., sama halnya
dengan menjadi suamiku." Kaede akan mencari tahu siapa yang mengatakan itu agar dapat
dibungkam. "Kau harus menjadi mata-mataku," kata Kaede pada Hiroshi. "Laporkan
kepadaku siapa pun yang memperlihatkan tanda-tanda ketidaksetiaan."
Sejak itu Hiroshi datang kepadanya setiap hari, mencurahkan segala yang telah dia amati,
serta mengatakan apa yang dia dengar di kalangan ksatria. Bukan sesuatu yang pasti, hanya
bisik-bisik, terkadang lelucon, mungkin sekadar obrolan tak berguna antara anggota pasukan
yang sedang menganggur. Kaede memutuskan kalau ia tidak akan bertindak apa pun sebelum
Takeo kembali. LIAN HEARN BUKU KETIGA 126 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Udara panas mulai datang, terlalu panas dan pengap mntuk berkuda. Karena tak dapat
mengambil keputusan apa pun sampai Takeo kembali, dan karena setiap hari menunggu,
Kaede menghabiskan waktu dengan berlutut di depan meja tulis berpernis, menyalin catatan
Tribe. Pintu-pintu dibiarkan terbuka agar hembusan angin masuk ke ruangannya, agar
nyanyian serangga yang memekakkan telinga terdengar. Ruangan kesukaan Kaede menghadap
ke kolam dan air terjun; di balik warna-warni tanaman azalea, dia bisa melihat rumah teh
keperakan yang lekang oleh cuaca. Setiap hari Kaede berjanji pada dirinya untuk membuatkan
teh di malam kedatangan Takeo, dan setiap hari pula ia kecewa. Terkadang burung pemakan
ikan mendatangi kolam, dan bulunya yang berwarna biru dan jingga untuk sesaat dapat
menghibur. Sekali waktu pernah seekor burung bangau hinggap di luar beranda, dan Kaede
mengira itu pertanda bahwa suaminya akan datang, tapi tetap saja kekasihnya tak kunjung
datang. Kaede tidak mengijinkan seorang pun melihat apa yang ia tulis karena menyadari
pentingnya catatan itu. Takjub dengan apa yang berhasil Shigeru singkap, dan ingin
mengetahui apakah ada mata-mata Tribe di kastil. Kaede menyembunyikan catatan yang ash
dan salinannya di tempat berbeda setiap hari, dan berusaha sedapat mungkin mengingat
tempatnya. Ia pun menjadi terobsesi dengan gagasan jaringan kerja rahasia, memperhatikan
tanda-tandanya di mana saja, dan tidak mempercayai siapa pun. Luasnya jaringan Tribe
membuat ia ketakutan; ia tak melihat kemungkinan Takeo bisa lolos dari mereka.
Lalu pikiran itu memenuhi benaknya, membayangkan mereka berhasil mengejar
suaminya, dan Takeo tergeletak mati di suatu tempat, dan ia tak akan bertemu dengannya lagi.
Takeo benar, pikirnya. Mereka semua harus dibunuh, mereka harus dibasmi sampai ke akarnya,
karena mereka ingin menghancurkannya. Dan jika mereka menghancurkan Takeo, berarti
mereka juga menghancurkan diriku.
Wajah Shizuka dan Kenji sering muncul di benaknya. Kaede menyesali kepercayaan yang
telah ia berikan pada Shizuka dan ingin tahu sudah berapa banyak kehidupannya yang telah
diungkapkan sahabatnya itu pada anggota Tribe lainnya. Selama ini ia mengira Shizuka dan
Kenji menyayanginya; apakah semua rasa sayang itu hanya pura-pura" Mereka nyaris tewas
bersama di Kastil Inuyama; apakah itu tidak ada artinya" Kaede merasa dikhianati Shizuka,
meskipun ia juga merindukannya serta berharap memiliki orang seperti Shizuka, orang tempat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 127 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON ia mencurahkan isi hatinya.
Kecewa karena menstruasi lagi, Kaede lalu mengurung diri selama seminggu. Bahkan
Hiroshi pun tidak boleh mengunjunginya. Ketika menstruasinya selesai, selesai pula ia
membuat salinan catatan itu, dan ini membuatnya semakin gelisah. Berakhirnya Festival of the
Death membuat Kaede bersedih dan berduka atas orang-orang yang telah tiada. Pekerjaan di
rumah yang ia lakukan selama musim panas telah selesai, dan ruangan-ruangan tampak indah,
namun terasa hampa, seperti tidak berpenghuni. Di suatu pagi, ketika Hiroshi bertanya,
"Mengapa adik perempuan Anda tidak kesini?" tiba-tiba hatinya terdorong untuk berkata,
"Kau mau pergi berkuda denganku untuk iiienjemput mereka?"
Sudah seminggu langit gelap, seolah akan datang badai, namun tiba-tiba cuaca berubah
cerah dan udara pengap agak berkurang. Udara malam lebih dingin dan nampaknya sekarang
adalah waktu yang tepat untuk melakukan perjalanan. Sugita berusaha mencegah, bahkan para
tetua yang tindakan mereka sukar dipahami pun datang satu demi satu untuk menentang
rencananya, tapi Kaede mengacuhkan mereka semua. Shirakawa hanya berjarak dua atau tiga
hari perjalanan. Jika Takeo pulang lebih dulu, dia bisa menyusul. Rencana perjalanan ini bisa
membuatnya tak lagi kesal.
"Kita akan mengirim orang untuk menjemput adikadikmu," ujar Sugita. "Itu gagasan yang
bagus; mestinya sudah kupikirkan itu. Aku yang akan jemput mereka."
"Aku ingin melihat rumahku," sahut Kaede. Gagasan itu memenuhi benaknya, dan Kaede
tak mampu menyingkirkannya. "Aku belum bicara dengan anak buahku sejak aku menikah.
Seharusnya aku sudah pergi bermingguminggu lalu. Aku harus memeriksa wilayahku dan
melihat panen yang sebentar lagi akan tiba."
Kaede tidak mengatakan pada Sugita kalau ia punya alasan lain dalam perjalanan ini, satu
hal yang terpendam di benaknya selama musim panas. Ia ingin ke gua suci Shirakawa,
meminum air sungainya, serta berdoa pada dewi agar dikaruniai seorang anak.
"Aku hanya pergi beberapa hari."
"Kurasa Takeo tidak akan setuju."
"Dia mempercayai penilaianku atas semua hal," sahut Kaede. "Lagipula, bukankah Lady
Maruyama Naomi sering bepergian?"
Karena Sugita terbiasa menerima perintah dari seorang perempuan, Kaede mampu
LIAN HEARN BUKU KETIGA 128 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON mengatasi kekhawatiran Sugita. Kaede memilih Amano untuk pergi bersamanya dan sedikit
anggota pasukan yang telah mendampinginya sejak ia ke Terayama di musim semi. Setelah
mempertimbangkan beberapa hal, Kaede memutuskan untuk tidak mengajak Manami. Dia
ingin pergi cepat, menunggang kuda, tanpa formalitas yang harus ditanggungnya jika pergi
secara terang-terangan. Manami memohon dan merajuk agar diajak, tapi Kaede tetap pada
pendiriannya. Kaede menunggang Raku, dia bahkan menolak untuk membawa tandu. Sebelum pergi ia
telah merencanakan untuk menyembunyikan salinan catatan Tribe di bawah lantai rumah teh,
tapi tanda-tanda ketidaksetiaan masih membuatnya cemas, dan akhirnya dia membatalkan
niatnya. Kaede memutuskan untuk membawa catatan yang asli dan salinannya, sambil
memikirkan tempat menyembunyikannya di rumahnya di Shirakawa. Setelah memohon dan
mengiba, Hiroshi akhirnya diijinkan ikut dan Kaede memintanya berjanji untuk selalu
mengawasi kotak itu selama di perjalanan. Sesaat sebelum berangkat, Kaede mengambil
pedang pemberian Takeo. Amano berhasil membujuk Hiroshi untuk tidak membawa pedang ayahnya, tapi bocah itu
membawa sebilah belati dan panah serta seekor kuda putih kelabu kecil pemarah, yang tidak
henti-hentinya membuat anggota pasukan terhibur dengan tingkahnya. Kuda itu dua kali
berputar-putar dan melompat kesana-kemari, berjalan ke rumah, sampai bocah itu berhasil
mengendalikannya kemudian bergabung bersama pasukan dengan wajah yang membiru karena
marah. "Kuda yang tampan, tapi belum berpengalaman," ujar Amano. "Dan kau membuat dia
tegang. Jangan berpegangan terlalu kuat. Santai saja."
Amano menuntun Hidroshi berkuda di sampingnya; kuda itu mulai tenang dan tidak
membuat masalah lagi. Kaede sangat senang berada di jalan. Seperti yang ia harapkan,
perjalanan itu membuatnya tak lagi memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Anggota
pengawalnya riang gembira dengan harapan bisa pulang untuk bertemu keluarga yang telah
mereka tinggalkan selama berbulanbulan. Hiroshi adalah teman seperjalanan yang baik, sarat
dengan informasi tentang daerah yang mereka lewati.
"Kuharap ayahku mengajariku sebanyak yang diajarkan ayahmu," ujar Kaede, terkesan
dengan semua yang Hiroshi ketahui. "Saat seusiamu, aku menjadi sandera di kastil Noguchi."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 129 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Ayah selalu menyuruhku belajar. Beliau tidak membiarkan aku menyia-nyiakan waktu."
"Hidup itu sangat pendek dan rapuh," ujar Kaede. "Mungkin dia sadar kalau dia tak akan
sempat melihatmu dewasa."
Hiroshi mengangguk dan terus berjalan tanpa mengatakan apa pun selama beberapa saat.
Dia pasti merindukan ayahnya, meskipun dia tidak memperlihatkannya, pikir Kaede merasa
iri dengan cara Hiroshi dididik. Aku akan membesarkan anakku dengan cara yang sama;
perempuan maupun laki-laki akan aku ajarkan segala hal dan mereka akan belajar menjadi kuat.
Di pagi hari ketiga mereka menyeberangi Sungai Shirakawa dan memasuki wilayah
keluarga Kaede. Sungainya dangkal dan mudah diseberangi, airnya yang berbusa memutih
berputar cepat di antara bebatuan. Tak ada palang penghalang di perbatasan; mereka berada di
luar batas daerah yang dikuasai oleh klan-klan besar. Para ksatria di wilayah ini bersekutu
dengan Kumamoto atau Maruyama, namun mereka tidak pindah ke kota kastil, lebih memilih
tinggal dan berocok tanam di tanah mereka sendiri, sehingga dengan sendirinya hanya
membayar pajak dalam jumlah kecil.
"Belum pernah aku pergi hingga ke Shirakawa," ujar Hiroshi saat kuda-kuda
menyeberangi sungai. "Ini jarak terjauh dari Maruyama yang pernah kulewati."
"Kini giliranku yang memandumu," ujar Kaede, dan dengan senang ia menunjukkan
tempat penting di wilayahnya. "Nanti akan kuajak kau ke sumber air sungai ini, ke gua-gua
yang sangat indah, hanya saja, kau tidak boleh ikut masuk."
"Kenapa?" tanya Hiroshi.
"Tempat suci itu hanya untuk perempuan. Laki-laki tidak boleh masuk."
Kaede bersemangat untuk segera tiba di rumahnya. Selama di perjalanan ia mengamati
semua yang dilewati: keadaan tanah, perkembangan panen, kondisi lembu dan anak-anak.
Dibandingkan setahun lalu, sewaktu ia pulang dengan Shizuka, banyak hal yang berkembang,
tapi masih banyak tanda-tanda kemiskinan.
Aku telah mengabaikan mereka, pikir Kaede merasa bersalah. Seharusnya aku pulang lebih
cepat. Ia memikirkan perjalanannya yang penuh gejolak ke Terayama di musim semi: ia
tampak telah berubah, seperti menjadi orang lain, terpesona.
Amano mengirim dua orang berjalan lebih dulu, dan Shoji Kiyoshi, pengawal senior
Shirakawa, sedang menunggu kedatangan Kaede di pintu gerbang. Dia memberi salam pada
LIAN HEARN BUKU KETIGA 130 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede dengan kaget dan juga, sikap dingin, pikir Kaede. Para pelayan perempuan berbaris di
taman, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan kedua adiknya maupun Ayame.
Raku meringkik, memutar kepalanya ke arah istal dan padang rumput tempat dia pernah
berlarian di musim dingin. Amano menghampiri dan membantu Kaede turun dari kuda. Saat
Hiroshi meluncur turun dari kuda putih kelabunya, hewan itu menendang kuda di sebelahnya.
"Di mana adik-adikku?" tanya Kaede, tanpa mempedulikan ucapan salam para pelayan.
Tak ada yang menjawab. Pohon pengusir serangga di pintu gerbang berderik-derik tiada
henti, membuat Kaede semakin jengkel.
"Lady Shirakawa...." Shoji mulai bicara.
Kaede memutar badan agar dapat berhadapan dengan Shoji. "Di mana mereka?"
"Kami diberitahu... kalau kau menyuruh mereka pergi ke tempat Lord Fujiwara."
"Aku tidak pernah mengirimkan perintah semacam itu! Sudah berapa lama mereka di
sana?"
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dua bulan," Shoji melihat sekilas ke arah penunggang kuda dan pelayan. "Kita harus
bicara empat mata." "Ya, segera," Kaede menyetujui.
Seorang pelayan perempuan berlari menghampiri dengan membawa sebaskom air.
"Selamat datang, Lady Shirakawa."
Kaede membasuh kakinya dan melangkah masuk ke beranda. Perasaan tidak nyaman
mulai merayapi sekujur tubuhnya. Kesunyian rumah ini sangat mengerikan. Kaede ingin
mendengar suara Hana dan Ai; baru kini ia sadari betapa ia sangat merindukan mereka.
Waktu baru lewat tengah hari. Kaede memerintahkan para pelayan menyiapkan makanan
untuk para pengawal, memberi minum kuda agar siap bila dibutuhkan. Kaede lalu mengajak
Hiroshi ke kamarnya dan menyuruh bocah itu menunggui catatan Tribe saat ia berbicara
dengan Shoji. Kaede memerintahkan para pelayan perempuan menyajikan makanan untuk
Hiroshi. Kemudian ia pergi ke bekas kamar ayahnya dan memerintah seorang pelayan
memanggil Shoji. Sepertinya ada orang yang baru keluar dari kamar itu. Sebuah kuas tergeletak di atas meja
tulis. Pasti Hana terus belajar, bahkan setelah Kaede pergi. Kaede ambil kuas itu lalu
menatapnya dengan jemu saat Shoji mengetuk pintu.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 131 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Shoji masuk dan berlutut di hadapan Kaede, meminta maaf. "Kami tidak tahu kalau itu
bukan keinginanmu. Kelihatannya seperti perintahmu. Lord Fujiwara yang datang dan
berbicara dengan Ai."
Kaede bisa merasakan ketidaktulusan suara orang itu. "Mengapa Lord Fujiwara
mengundang adik-adikku" Apa yang dia inginkan?" Suara Kaede bergetar.
"Kau sering kesana," sahut Shoji.
"Tapi semuanya telah berubah!" seru Kaede. "Lord Otori dan aku sudah menikah di
Terayama. Kini kami tinggal di Maruyama. Kau pasti sudah mendengarnya."
"Kurasa hal itu sulit dipercaya," sahut Shoji. "Karena semua orang mengira kau telah
ditunangkan dengan Lord Fujiwara dan akan menikah dengan beliau."
"Tak pernah ada pertunangan!" sahut Kaede gusar. "Beraninya kau tidak mengakui
pernikahanku!" Kaede melihat rahang Shoji mengeras dan sadar kalau orang itu juga marah. Shoji
membungkuk. "Bagaimana kami bisa percaya?" desis Shoji. "Kami mendengar pernikahanmu
dilakukan tanpa restu, tak seorang pun anggota keluarga yang hadir. Aku senang Lord
Shirakawa telah meninggal. Beliau bunuh diri karena rasa malu akibat ulahmu, tapi setidaknya
beliau tidak harus menanggung malu yang baru terjadi ini?"
Shoji terdiam. Mereka saling berpandangan, Kaede kaget dengan semburan kata-kata
Shoji. Aku harus bunuh dia, pikir Kaede ketakutan. Dia tak boleh menghinaku seperti itu. Tapi
aku membutuhkannya: siapa lagi yang bisa mengurus semuanya di sini untukku" Rasa takut
merasuki dirinya, ketakutan kalau Shoji akan merebut kekuasaannya, memanfaatkan
kemarahan untuk menutupi ambisi dan keserakahannya. Kaede ingin tahu apakah Shoji telah
menguasai pasukan yang ia rekrut bersama Kondo di musim dingin lalu. Kaede berharap
Kondo ada di sini bersamanya, ia merasa lebih bisa mempercayai orang Tribe daripada
pengawal senior ayahnya. Tak seorang pun bisa menolongnya. Sambil berusaha
menyembunyikan rasa takut, Kaede terus menatap Shoji sampai orang tua itu menunduk.
Shoji berhasil menguasai diri kembali, menyeka air ludah dari mulutnya. "Maaf. Aku
telah mengenalmu sejak lahir. Sudah menjadi tugasku untuk mengatakannya, meskipun itu
menyakitkan bagiku."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 132 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Sekali ini aku memaafkanmu," sahut Kaede. "Tapi justru kau yang mempermalukan
ayahku dengan tidak menghormati pewarisnya. Jika kau bicara seperti itu lagi, aku akan
memerintahkanmu untuk bunuh diri."
"Kau hanyalah seorang perempuan," sahutnya, berusaha menenangkan, namun itu justru
semakin membuat Kaede gusar. "Tak seorang pun yang membimbingmu."
"Ada suamiku," sahut Kaede cepat. "Tak ada yang bisa kau maupun Lord Fujiwara
lakukan untuk mengubahnya. Sekarang datangi dia dan katakan kalau adik-adikku harus
segera pulang. Mereka akan ikut denganku ke Maruyama."
Shoji segera pergi. Terguncang serta gelisah, Kaede tidak bisa duduk tenang menunggu
Shoji kembali. Dia memanggil Hiroshi dan mengajaknya berkeliling rumah juga taman,
sementara ia memeriksa semua perbaikan yang telah ia lakukan selama musim gugur. Burung
ibis dengan jambul warna-warni sedang mematuk makanan di tepi sawah dan pekikannya
seperti membentak saat mereka berdua melewati wilayah burung-burung itu. Kemudian Kaede
menyuruh Hiroshi mengambil catatan Tribe, dengan masing-masing membawa satu catatan,
mereka berjalan melewati hulu Sungai Shirakawa, atau Sungai Putih, yang sumber airnya
muncul dari bawah bukit. Kaede tak akan menyimpan catatan itu di tempat yang dapat Shoji
temukan; ia tak akan mempercayakan benda itu pada manusia. la telah memutuskan untuk
menitipkannya pada sang dewi.
Tempat suci itu, seperti biasa, membuat Kaede tenang, namun atmosfir suci dan tidak
lekang waktu lebih mempesonanya ketimbang membangkitkan semangatnya. Di bawah
lengkungan pintu masuk gua, sungai mengalir pelan dan tenang di kolam yang dalam dengan
air yang berwarna kehijauan, tidak sesuai dengan nama sungainya, dan bebatuan kapur
berbentuk melingkar yang memancarkan cahaya layaknya mutiara di keremangan.
Sepasang suami-istri yang mengurus kuil menyambut. Meninggalkan Hiroshi bersama
pelayan laki-laki, Kaede berjalan dengan pelayan perempuan, masing-masing membawa satu
kotak. Lampu dan lilin telah dinyalakan di dalam gua besar, dan bebatuan yang lembab nampak
berkilauan. Raungan sungai menenggelamkan semua suara di sekelilingnya. Mereka
melangkah di bebatuan dengan hati-hati, melewati jamur raksasa, melewati air terjun yang
membeku, melewati tangga-semuanya dibentuk oleh air kapur-hingga mereka tiba di bebatuan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 133 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON yang berbentuk patung dewi dengan air yang menetes layaknya air susu ibu.
Kaede berkata, 'Aku harus memohon pada sang dewi agar melindungi benda berharga ini
untukku. Sampai aku mengambilnya, kedua benda ini harus tetap di sini selamanya bersama
sang dewi." Perempuan tua itu mengangguk dan membungkuk hormat. Di balik batu, dinding guanya
telah dilubangi, sangat tinggi di atas permukaan air sungai. Mereka memanjat ke atas
bebatuan lalu menaruh catatan itu di dalamnya. Di dalam lubang itu Kaede melihat berbagai
benda yang dipersembahkan kepada sang dewi. la ingin tahu cerita apa di balik semua benda
itu dan apa yang terjadi dengan para perempuan yang meletakkan semua benda itu di sana.
Tercium aroma lembab dan kuno. Sebagian dari benda itu mulai membusuk; bahkan ada yang
sudah busuk. Akankah catatan Tribe membusuk di bawah pegunungan ini"
Udara yang dingin dan lembab membuat Kaede menggigil. Letika meletakkan kotak itu,
tiba-tiba tangannya terasa hampa dan ringan. Kaede merasa kalau sang dewi tahu apa yang ia
inginkan-bahwa tangannya yang kosong, rahimnya kosong akan segera terisi.
Kaede berlutut di depan batu dan menangkup air kolam yang alirannya berpusat di bagian
dasar. Airnya terasa selembut susu.
Perempuan tua yang berlutut di belakang Kaede mulai melantunkan doa yang sangat kuno
hingga Kaede tidak mengerti kata-katanya, namun lantunan doa itu merasuk dan berbaur
dengan keinginannya. Patung berbentuk seperti orang itu tak bermata dan tak berwajah, tapi
Kaede seakan dapat merasakan tatapan lembut sang dewi. Ia teringat penampakan dan
perkataan sang dewi dalam mimpinya saat di Terayama: Bersabarlah; dia akan datang padamu.
Kata-kata itu sempat membuat ia bingung, tapi kemudian ia paham kalau sekarang
artinya, dia akan kembali. Tentu saja dia akan pulang. Aku akan bersabar, Kaede bersumpah
lagi. Begitu adik-adikku ada di sini, kami akan segera pergi ke Maruyama. Dan ketika Takeo
pulang, aku akan hamil. Aku telah melakukan ha1 yang benar dengan datang kemari.
Kunjungan ke gua suci membuatnya merasa sangat kuat hingga sore hari ketika ia ziarah
ke makam ayahnya. Hiroshi ikut bersamanya, juga seorang pelayan perempuan, Ayako, yang
membawa sesaji berisi buah dan beras serta dupa yang menyala.
Abu ayah Kaede dimakamkan di antara makam leluhurnya, para pemimpin Shirakawa. Di
bawah naungan pohon cedar yang besar, udara terasa dingin dan suram. Ranting pohon
LIAN HEARN BUKU KETIGA 134 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON berdesis ditiup angin, membawa serta jeritan jangkrik. Selama bertahun-tahun gempa telah
menggeser tiang dan pilar, dan tanahnya terangkat seakan semua mayat di sini berusaha keluar
dari makam. Makam ayahnya masih utuh. Kaede mengambil sesaji dari tangan Ayako kemudian
menaruhnya di depan batu nisan. Menepukkan tangannya serta membungkuk untuk memberi
hormat. Ia takut mendengar atau melihat arwah ayahnya; ia ingin menentramkannya. Ia tak
bisa berpikir tenang tentang kematian ayahnya. Ayahnya memang ingin mati, namun tak
berani bunuh diri. Shizuka dan Kondo telah membunuhnya: apakah itu pembunuhan" Kaede
menyadari andilnya dalam kematian ayahnya, rasa malu yang harus ditanggung ayahnya;
apakah kini roh ayahnya akan menuntut balas"
Kaede mengambil mangkuk berisi dupa dari Ayako dan membiarkan asapnya melayang di
atas makam dan juga di wajah serta tangannya untuk menyucikan dirinya. Kemudian Kaede
meletakkan mangkuk itu dan menepuk tangan lagi sebanyak tiga kali. Angin berhenti
berhembus, jeritan jangkrik tak terdengar lagi dan bumi terasa bergetar pelan di kakinya.
Tanah tempatnya berpijak bergetar. Pohon-pohon bergoyang.
"Gempa!" seru Hiroshi di belakang Kaede ketika Ayako berteriak ketakutan.
Meskipun hanya gempa kecil, dan tak ada gempa susulan, tapi Ayako gugup dan gelisah
selama perjalanan pulang.
"Arwah ayah Anda berbicara pada Anda," gumamnya pada Kaede. "Apa yang
dikatakannya?" "Beliau menyetujui semua yang kulakukan," sahut Kaede dengan keyakinan yang sama
sekali tak ia rasakan. Sebenarnya gempa kecil tadi membuat ia terguncang. Ia takut pada
kemarahan ayahnya, merasakan arwah ayahnya yang sakit hati menghancurkan semua yang
telah ia alami di gua suci, di bawah kaki sang dewi.
"Terpujilah surga," ucap Ayako, lalu bibirnya terkatup rapat dan sepanjang malam terus
menatap Kaede dengan rasa gelisah.
"Oh ya," tanya Kaede pada Ayako saat mereka makan bersama, "Di mana Sunoda,
keponakan Akita?" Pemuda itu datang bersama pamannya musim dingin lalu dan Kaede
jadikan dia sebagai tawanan di rumah Shoji. Kaede merasa kalau ia membutuhkan anak itu
sekarang. LIAN HEARN BUKU KETIGA 135 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Dia pulang ke Inuyama," sahut Ayako.
"Apa" Shoji telah melepaskan sanderaku?" Kaede tak percaya kalau pengkhianatan Shoji
sudah sejauh itu. "Menurut kabar, ayahnya sakit," jelas Ayako.
Kepergian sandera itu semakin mengurangi kekuatan Kaede.
Hari menjelang malam ketika Kaede mendengar suara Shoji di luar. Hiroshi ikut bersama
Amano yang hendak menemui keluarganya dan menginap di sana, dan Kaede sedang menulis
di kamar ayahnya, mempelajari catatan tentang tanah miliknya. la bisa melihat banyak tandatanda salah urus, dan saat tahu Shoji kembali dari rumah Fujiwara sendirian, kemarahan
Kaede memuncak. Ketika Shoji menemui Kaede, Ayako menyajikan teh, tapi Kaede telah kehilangan selera
minum teh. "Di mana adik-adikku?" tanya Kaede.
Shoji meminum tehnya sebelum menjawab. Dia nampak kepanasan serta kelelahan. "Lord
Fujiwara senang kau sudah kembali," sahutnya. "Beliau kirim salam dan meminta Lady Kaede
mampir ke rumahnya besok. Beliau akan mengirim tandu dan seorang pendamping."
"Aku tidak berniat pergi ke rumahnya," bentak Kaede, berusaha agar tetap sabar.
"Kuharap adik-adikku dikembalikan besok agar kami dapat segera ke Maruyama."
"Kurasa adik-adikmu tidak ada di sana," sahut Shoji.
Detak jantung Kaede langsung berhenti. "Di mana mereka?"
"Lord Fujiwara meminta agar Lady Shirakawa jangan panik. Mereka sangat aman dan
beliau akan memberitahu di mana mereka saat Lady mengunjunginya besok."
"Berani benar kau menyampaikan pesan seperti ini kepadaku?" ia merasa suaranya begitu
pelan sehingga ia tidak yakin terdengar oleh Shoji.
Shoji memiringkan kepala. "Aku tidak senang mengatakannya. Tapi begitulah yang Lord
Fujiwara sampaikan; aku tak bisa menentangnya, kurasa begitu juga lady."
"Artinya kedua adikku disandera?" kata Kaede pelan.
Shoji tidak langsung menjawab, dia hanya berkata, "Aku akan mempersiapkan
perjalananmu besok. Bolehkah aku turut menemani"
"Tidak!" pekiknya. "Dan kalau pun harus pergi, aku akan menunggang kuda. Aku tak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 136 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan menunggu tandu darinya. Katakan pada Amano kalau aku akan menunggang kuda abuabuku dan dia harus ikut denganku."
Sejenak Kaede berpikir kalau Shoji akan menentang, tapi orang itu membungkuk hormat,
mematuhi tanpa protes sedikit pun.
Setelah kepergian Shoji, pikiran Kaede kacau-balau. Jika ia tak bisa mempercayai Shoji,
siapa lagi laki-laki di wilayah ini yang bisa dipercaya" Apakah ia akan dijebak" Bahkan
Fujiwara pun pasti tak akan berani melakukannya. Sekarang ia telah menikah. Sejenak Kaede
berpikir untuk secepatnya kembali ke Maruyama; namun setelah dipertimbangkan, ia sadar
kalau Ai dan Hana berada di bawah kekuasaan orang lain.
Jadi beginilah penderitaan yang harus ibuku dan Lady Naomi alami, pikirnya. Aku harus
menemui Fujiwara dan melakukan tawar menawar dengannya demi keselamatan kedua
adikku. Dia pernah menolongku. Sekarang dia tak akan berbalik menentangku.
Di saat berikutnya, Kaede mulai mencemaskan tentang apa yang harus dia lakukan pada
Hiroshi. Perjalanan ini tampak aman; tapi ia tak bisa menahan rasa bersalah karena telah
membawa bocah itu dalam bahaya. Haruskah ia pergi menghadap Lord Fujiwara bersama
Hiroshi atau mengirim anak itu pulang sesegera mungkin"
Kaede bangun pagi-pagi sekali dan menyuruh orang memanggil Amano. Kaede
mengenakan pakaian untuk perjalanan sederhana yang pernah ia pakai ke Fujiwara, meskipun
ia seakan mendengar suara Shizuka: Jangan muncul di hadapan Lord Fujiwara dengan
menunggang kuda layaknya seorang ksatria. Sementara kata hatinya mengatakan agar
perjalanan ini ditunda selama beberapa hari, mengirim pesan dan hadiah, lalu melakukan
perjalanan dengan tandu dan pengawal yang bangsawan itu kirim, berdandan dengan
sempurna, tampil layaknya benda tak bercacat seperti yang bangsawan itu sukai. Shizuka, bahkan Manami, pasti akan menyarankan serupa. Namun ketidaksabaran Kaede tak terbendung
lagi. Ia sadar kalau ia tak akan bisa bertahan dengan hanya menunggu dan berpangku tangan.
Ia akan menemui Lord Fujiwara, mencari tahu keberadaan kedua adiknya dan juga keinginan
bangsawan itu, lalu secepatnya pulang ke Maruyama, kembali pada Takeo.
Ketika Amano kembali, Kaede menyuruh para pelayan pergi agar ia dapat bicara berdua,
lalu secepatnya menjelaskan situasinya.
"Aku harus pergi menemui Lord Fujiwara, tapi jujur aku katakan padamu, aku cemas
LIAN HEARN BUKU KETIGA 137 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON pada maksud bangsawan itu. Kita mungkin harus secepatnya pergi dan secepatnya kembali ke
Maruyama. Bersiaplah untuk itu, dan pastikan pasukan serta kudanya siap."
Mata Amano menyipit. "Pastinya tidak akan ada pertempuran, kan?"
"Entahlah. Aku takut mereka akan menahanku."
"Secara paksa" Tidak mungkin!"
"Sepertinya memang tidak mungkin, tapi aku cemas. Apa tujuan dia membawa pergi
kedua adikku selain untuk memaksaku?"
"Kita harus segera kembali," ujarnya, masih cukup muda untuk tidak gentar pada derajat
bangsawan itu. "Biarkan suami Anda yang bicara pada Lord Fujiwara dengan pedang."
"Aku takut dengan apa yang akan dia lakukan pada adik-adikku. Setidaknya aku harus
tahu di mana mereka berada. Shoji mengatakan bahwa kami tak bisa menentang Fujiwara, dan
kurasa dia memang benar. Aku memang harus pergi dan bicara dengannya. Tapi aku tak akan
masuk ke rumahnya. Jangan biarkan mereka membawaku masuk ke dalam rumahnya."
Amano membungkuk hormat. Kaede melanjutkan, "Haruskah aku menyuruh Hiroshi
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulang" Aku tak ingin mengajaknya; aku menanggung beban atas keselamatannya sekarang."
"Lebih aman bila jumlah kita banyak," sahut Amano. "Dia harus tetap bersama kita.
Lagipula, jika ada masalah, kita bisa minta beberapa pengawal mendampinginya kembali ke
Maruyama. Mereka harus melangkahi mayatku sebelum bisa menyakiti Hiroshi maupun
Anda." Kaede tersenyum, bersyukur atas kesetiaan Amano. "Kalau begitu jangan membuangbuang waktu lagi, mari kita pergi."
Cuaca berubah lagi. Cerahnya langit dan dinginnya udara selama beberapa hari terakhir,
kini terasa menyesakkan napas. Udara terasa lembab dan hening, seakan menjadi pertanda
akan terjadi badai pada akhir musim panas. Kuda-kuda berkeringat dan gelisah, kuda abu-abu
Hiroshi makin gelisah. Kaede ingin memperingatkan Hiroshi tentang kemungkinan bahaya yang menanti, dan
memaksa anak itu untuk berjanji tidak akan ikut ambil bagian dalam pertempuran apa pun;
tapi kudanya terlalu gugup, dan Amano mengatur agar anak itu berkuda di depan bersamanya.
Kaede merasakan keringat mengalir turun di balik pakaiannya. Berharap nantinya tak akan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 138 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tiba dengan wajah memerah dan basah kuyup karena keringat. Kaede sudah mulai setengah
menyesali keputusannya yang terburu-buru. Tapi seperti biasa, menunggang kuda
membuatnya merasa lebih kuat. Sebelumnya ia hanya melakukan perjalanan dengan tandu,
tanpa pernah bisa menikmati pemandangan di balik tirai sutra yang menutupi pandangannya.
Kini ia dapat menyerap indahnya pemandangan, kekayaan ladang dan hutan, pegunungan
yang menjulang di kejauhan.
Jelaslah mengapa Lord Fujiwara tak ingin meninggalkan tempat seindah ini. Sosok
bangsawan itu seakan muncul di depan matanya. Kaede teringat betapa bangsawan itu selalu
mengaguminya, dan ia pun yakin orang itu tak akan menyakitinya. Tapi ia tetap merasa
cemas. Inikah rasanya berjalan menuju pertempuran, pikirnya, hidup tak tampak lebih indah
maupun lebih singkat, direnggut lalu dihempaskan dalam satu helaan napas"
Kaede menaruh tangan di pedang yang ada di sabuknya, berusaha menenangkan diri
dengan merasakan gagang pedang dalam genggamannya.
Mereka hanya beberapa mil dari kediaman Fujiwara ketika melihat debu beterbangan di
depannya, dan dari balik kabut berderap langkah para pemikul tandu dan pasukan berkuda
yang dikirim Lord Fujiawara untuk menjemput. Pemimpin rombongan itu melihat lambang
sunga li perak di pakaian luar Amano dan menarik tali kekang kuda untuk memberi salam.
Tatapan matanya menyapu Kaede dari ujung rambut sampai ke ujung kaki lalu otot lehernya
menegang saat matanya kembali menatap Kaede dengan penuh keheranan.
"Lady Shirakawa," ujarnya terengah-engah, lalu berteriak pada para pemikul tandu,
"Turunkan! Turunkan!"
Mereka menurunkan tandu lalu berlutut di jalan berdebu. Pasukan berkuda turun dari
kudanya dan berdiri menunduk untuk memberi hormat. Mereka terlihat menghormatinya,
tapi Kaede segera melihat kalau jumlah pasukan mereka lebih banyak, dua berbanding satu.
"Aku hendak mengunjungi Yang Mulia," ujar Kaede. Ia mengenali pengawal itu tapi tak
ingat namanya. Dialah yang dulu selalu datang untuk mengawalnya ke tempat Lord Fujiwara.
"Namaku Murita," ujarnya. "Bukankah lebih baik jika Lady Shirakawa naik tandu?"
"Aku naik kuda saja," sahut Kaede singkat. "Kami sudah hampir sampai."
Bibir orang itu terkatup membentuk satu garis tipis. Dia tidak setuju, pikir Kaede, lalu
sekilas melihat Amano dan Hiroshi, yang ada di samping orang itu. Wajah Amano tidak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 139 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyiratkan ekspresi apa pun, namun darah Hiroshi menggelegak di balik kulitnya.
Apakah mereka malu karena perbuatanku" Apakah aku mempermalukan diriku dan
mereka" Kaede meluruskan punggungnya dan menghentak Raku agar maju.
Murita memerintahkan dua anak buahnya berjalan lebih dulu. Ini membuat Kaede
mencemaskan sambutan yang menantinya, tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain terus
berjalan. Kuda pun merasa cemas. Raku berjalan agak ke tepi, telinganya berdiri tegak, sedangkan
kuda tunggangan Hiroshi menggoyang-goyangkan kepala dan menendang-nendang. Jemari
Hiroshi yang memegang tali kekang terlihat memutih saat dia berusaha mengendalikannya.
Ketika tiba di rumah Fujiwara, gerbang telah dibuka dan penjaga bersenjata berdiri di
halaman rumah yang dikelilingi tembok. Amano turun dari kuda dan mendekat untuk
membantu Kaede turun dari punggung Raku.
"Aku tak akan turun sampai Lord Fujiwara keluar," ujar Kaede tegas. "Aku tidak akan
lama." Murita bimbang, tidak ingin menyampaikan pesan seperti itu.
"Katakan padanya aku sudah sampai," desak Kaede.
"Lady Shirakawa." Murita menunduk lalu turun dari tunggangannya. Di saat yang sama,
Mamoru, sang aktor, pelayan Lord Fujiwara, keluar dari rumah kemudian berlutut di hadapan
kuda Kaede. "Selamat datang, lady," ujarnya. "Silakan masuk."
Kaede takut ia tak akan pernah keluar lagi bila masuk. "Mamoru," sahut Kaede pendek,
`Aku tak akan masuk. Aku kemari untuk mencari tahu keberadaan adik-adikku."
Mamoru lalu berdiri dan menghampiri sisi kanan kuda Kaede, melangkah di antara Kaede
dan Amano. Mamoru, yang jarang menatap Kaede secara langsung, mencoba memandang
sekilas ke arah Kaede. "Lady Shirakawa," memulai ucapannya, dan Kaede mendengar sesuatu dalam nada
suaranya. "Naik kembali ke kudamu," ujar Kaede pada Amano yang segera mematuhi perintahnya.
"Kumohon," ujar Mamoru pelan, "sebaiknya Anda menurut. Kumohon. Demi
keselamatan Anda dan juga anak buah Anda, anak itu...."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 140 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Jika Lord Fujiwara tidak keluar untuk bicara padaku dan tidalc mengatakan apa yang
ingin kuketahui, berarti aku talc ada urusan lagi di sini."
Kaede tidak melihat siapa yang memberi perintah. Ia hanya menyadari selama beberapa
saat kalau Mamoru dan Murita saling menatap.
"Pergi!" pekik Kaede pada Amano, dan berusaha membelokkan kepala Raku, tapi Murita
memegang tali kekang Raku. Kaede condong ke depan, menarik pedang dan memaksa Raku
mundur. Raku menggeleng-gelengkan kepala berusaha melepaskan diri dari pegangan Murita
lalu berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki belakang dan menghantam dengan kaki
depannya. Kaede mengayunkan pedang ke arah Murita dan melihat pedangnya mengiris
tangan orang itu. Murita memekik marah sambil menarik pedang. Kaede mengira Murita
akan membunuhnya, tapi ternyata tangan orang itu menyambar kekang Raku lagi, memiting
kepalanya. Kaede merasakan sesuatu menghempas dan menendang di belakangnya: ternyata
kuda Hiroshi yang panik. Mamoru tidak henti-hentinya menarik pakaian Kaede, meneriakkan
namanya, memohon Kaede menyerah. Di atas Mamoru, Kaede melihat Amano menarik
pedang, tapi belum sempat dia menggunakannya, anak panah menembus dadanya. Kaede
melihat mata Amano yang terbelalak, lalu darah mulai keluar bergelembung di tiap tarikan
napasnya, dan dia pun jatuh terjerembab.
"Tidak!" jerit Kaede. Pada saat bersamaan, dengan kemarahan yang tak terbendung lagi,
Murita menikam dada Raku yang tidak terlindung. Kuda itu memekik kesakitan dan
ketakutan, darahnya menyembur. Saat Raku terhuyung dengan kaki berayun dan kepala
menunduk, Murita menangkap dan menyeret Kaede dari punggung Raku. Sekali lagi Kaede
mengayunkan pedang ke Murita, tapi kudanya terjatuh, menariknya ke bawah, sehingga
tebasannya tak bertenaga. Murita menyambar pergelangan tangan Kaede dan dengan sekuat
tenaga memiting hingga pedang terlepas dari tangan Kaede. Tanpa berkata sepatah kata pun,
Murita separuh menyeret, separuh membopong Kaede ke dalam rumah.
"Tolong! Tolong!" teriak Kaede sambil berusaha menengok ke arah pasukannya, namun
serangan yang terjadi dengan begitu cepat dan kejam itu telah membuat mereka semua mati
atau sekarat. "Hiroshi!" pekiknya, mendengar dentuman tapak kaki kuda. Hal terakhir yang
dia lihat sebelum Murita membawanya ke dalam adalah kuda putih kelabu itu meloncatloncat, membawa bocah itu pergi tanpa bisa dikendalikannya. Kejadian itu membuat Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 141 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON agak lega. Murita menggeledah Kaede untuk mencari senjata lain, dan menemukan belati; marah
karena lengannya terluka, membuat Murita bersikap kasar. Mamoru berlari di depan mereka
untuk membuka pintu saat Murita membawa Kaede ke kamar tamu. Saat dibebaskan, Kaede
terjatuh ke lantai, menangis terisak dengan rasa geram dan sedih.
"Raku! Raku!" isaknya, berduka seakan ia telah kehilangan anaknya. Ia menangisi Amano
dan para pengawalnya yang kini dijemput ajal.
Mamoru berlutut di sampingnya, mengoceh, "Maaf, Lady Shirakawa. Anda harus
menyerah. Tak seorang pun akan menyakiti Anda. Percayalah, kami semua sayang dan hormat
pada Anda. Kumohon tenangkan diri Anda."
Ketika Kaede menangis lebih memilukan lagi, Mamoru berkata pada pelayan, "Panggil
tabib Ishida." Tak lama kemudian Kaede menyadari kehadiran sang tabib yang sedang berlutut
didekatnya. Kaede mendongak dan menatap tajam si tabib.
"Lady Shirakawa?" tabib itu mulai bicara, tapi Kaede memotong kalimatnya.
"Namaku Otori. Aku sudah menikah. Kebiadaban apa ini" Jangan biarkan mereka
menahanku di sini. Kau akan meminta mereka untuk agar segera melepasku."
"Aku berharap bisa melakukannya," sahutnya dengan suara pelan. "Tapi kami semua di
sini menggantungkan hidup pada Yang Mulia Lord Fujiwara, bukan atas kehendak kami
sendiri." "Apa yang dia inginkan dariku" Mengapa dia lakukan semua ini" Dia menculik adikadikku, membunuh semua anak buahku!" Air mata berlinang lagi di wajahnya. "Dia tidak
perlu membunuh kudaku." Kaede tersiksa oleh isak tangisnya.
Ishida menyuruh pelayan mengambil ramuan di kamarnya dan juga mengambilkan air
panas. Kemudian dia memeriksa Kaede dengan lemah-lembut. Memeriksa keadaan mata dan
urat nadi Kaede. "Maaf," ujarnya, "tapi aku harus tahu apakah Anda sedang hamil."
"Mengapa kau harus tahu" Itu tidak ada hubungannya denganmu!"
"Yang Mulia hendak menikahi Anda. Beliau merasa telah bertunangan dengan Anda dan
telah mendapat restu kaisar dan Lord Arai."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 142 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Kami tidak pernah bertunangan," isak Kaede. "Aku telah menikah dengan Otori Takeo."
Ishida berkata dengan lembut, "Aku tak dapat membahas hal ini. Nanti Anda akan
bertemu langsung dengan Yang Mulia. Tapi sebagai tabib, aku harus tahu apakah Anda
sedang hamil." "Bagaimana jika aku sedang hamil?"
"Kita harus menyingkirkan janinnya."
Saat tangis Kaede meledak karena sedih, Ishida berkata, "Lord Fujiwara telah memberi
banyak kelonggaran pada Anda. Beliau bisa saja membunuh atas ketidaksetiaan Anda. Beliau
akan memaafkan, lalu menikahi Anda, tapi tak akan memberi namanya untuk anak dari lakilaki lain."
Anak Rajawali 18 Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari Pukulan Si Kuda Binal 1