Pencarian

Taiko 6

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 6


salahnya jika aku menugaskan dia memimpin sekelompok prajurit terlatih. Sudah sepantasnya aku
menyuruh dia maju ke medan perang dengan dua atau tiga ratus anak buah. Nobunaga tiba-tiba
teringat sebuah bait dari Seni Perang karya Sun Tiu:
Prinsip utama Untuk menang dalam perang Adalah membuat prajurit Mati bahagia.
Nobunaga mengulanginya berkali-kali, tapi ia menyangsikan apakah ia sendiri memiliki kemampuan
itu, yang sama sekali tidak terkait dengan strategi, taktik, maupun wibawa.
"Hari ini tuanku bangun pagi-pagi sekali. Tuanku bisa lihat sendiri apa yang kami lakukan dengan
tembok pertahanan," 25 Pendekar Bloon Hianat Empat Datuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nobunaga menatap kakinya dan melihat Tokichiro yang sedang berlutut dengan kedua tangan
menempel di tanah. "Monyet"*' Tawa Nobunaga meledak. Baru sekarang ia melihat wajah Tokichiro. yang setelah tiga
hari tiga malam tanpa tidur, tampak seolah-olah tertutup plesteran kasar setengah kering. Maunya
merah dan pakaiannya berlcpotan lumpur.
Nobunaga tertawa lagi, tapi segera merasa kasihan pada orang itu dan berkata dengan serius, "Kau
telah melaksanakan tugasmu dengan baik. Kau tentu lelah sekali. Sebaiknya kau tidur sepanjang
hari." "Terima kasih banyak." Tokichiro menikmati pujian itu. Diberiuhu bahwa ia boleh tidur sepanjang
hari, padahal seluruh provinsi tidak memiliki kesempatan beristirahat, merupakan pujian tanpa
tandingan. Tokichiro berkata dalam hati ketika air mata mulai membasahi kelopaknya. Namun,
meski sedang merasakan kepuasan seperti itu, ia berkata dengan hati-hati. "Hamba ada
permintaan, tuanku."
"Apa yang kauinginkan?" "Uang."
"Banyak?" "Tidak, sedikit saja." "Untukmu?"
"Bukan." Tokichiro menunjuk ke arah parit. "Bukan hanya hamba yang mengerjakan ini semua.
Hamba hanya minu uang secukupnya untuk dibagi-bagikan kepada para pekerja yang begitu lelah,
hingga tertidur di tempat."
"Bicaralah dengan bendahara dan ambillah sebanyak yang kauperlukan. Tapi kau pun pantas
menerima imbalan. Berapa upahmu sekarang?"
"Tiga puluh kan." "Hanya itu?"
"Itu sudah lebih dari yang patut hamba peroleh."
"Aku akan menaikkannya menjadi seratus kan, lalu memindahkanmu ke kesatuan tombak. Mulai
hari ini kau akan membawahi tiga puluh prajurit infanteri.
Tokichiro tetap membisu. Dipandang dari segi jabaun, posisi pengawas arang dan kayu bakar serta
posisi pengawas pembangunan dicadangkan bagi samurai berpangkat tinggi. Tapi dalam tubuh
Tokichiro mengalir darah muda, sehingga telah bertahun-tahun ia berharap dapat bertugas aktif
dalam kesatuan pemanah atau penembak. Membawahi tiga puluh prajurit infanteri merupakan
posisi komandan yang paling rendah. Namun tugas ini jauh lebih menyenangkan baginya daripada
tugas dapur atau kandang.
Ia begitu bahagia, sehingga lupa diri sejenak, dan bicara tanpa berpikir panjang dengan mulut yang
tadinya begitu santun. "Pada waktu hamba menyelesaikan pekerjaan ini, ada satu hal yang terus
mengusik pikiran hamba. Sistem pengadaan air di benteng tidaklah memuaskan. Seandainya
benteng dikepung, persediaan air minum takkan memadai, dan dalam malau singkat parit pun akan
mengering, jika terjadi sesuatu, benteng hanya sanggup menahan serangan mendadak. Tapi kalau
26 Pendekar Bloon Hianat Empat Datuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
diserbu oleh pasukan yang..."
Sambil memalingkan wajah ke samping, Nobunaga berlagak tidak mendengarkannya. Namun
Tokichiro tidak mau berhenti di tengah jalan. "Sejak dulu hamba berpendapat bahwa Bukit Komaki
lebih menguntungkan daripada Kiyosu, baik dari segi pengadaan air maupun dari segi penyerangan
dan pertahanan. Hamba mengusulkan agar tuanku pindah dari Kiyosu ke Komaki."
Mendengar saran itu, Nobunaga memelototinya dan menghardik, "Monyet, cukup! Kau mulai lupa
diri! Pergilah tidur sekarang juga!"
"Baik, tuanku." Tokichiro angkat bahu. Aku mendapat pelajaran berharga, katanya dalam hati.
Kegagalan sangat mudah dalam keadaan menguntung-kan. Sebaiknya kita dimarahi kalau hati kita
sedang gembira. Ternyata aku belum cukup pengalaman. Aku terbawa perasaan dan melangkah
terlalu jauh. Aku harus mengakui bahwa aku belum berpengalaman.
Setelah membagi-bagikan uang imbalan kepada para pekerja, ia tetap tidak pulang untuk tidur,
melainkan berjalan-jalan keliling kota seorang diri, sambil geleng-geleng kepala. Dalam hati ia
membayangkan sosok Nene yang tak pernah dilihatnya selama beberapa waktu.
Entah apa yang dikerjakannya belakangan ini" Begitu memikirkan Nene, ia mulai cemas mengenai
nasib sahabatnya yang rela berkorban dan keras kepala, Inuchiyo, yang meninggalkan provinsi dan
menyerahkan cinta Nene kepadanya. Sejak Tokichiro mengabdi pada marga Oda, satu-satunya
orang yang dianggapnya teman adalah Inuchiyo.
Aku yakin dia mampir dulu di rumah Nene. Dalam keadaan terpaksa pergi sebagai ronin, dia takkan
bisa memastikan apakah dia akan melihat Nene lagi. Dia pasti berpesan sesuatu sebelum pergi,
pikir Tokichiro. Sebenarnya saat ini Tokichiro lebih memerlukan tidur daripada cinta maupun
makanan. Tapi ketika teringat pada persahabatan, keberanian, dan kesetiaan Inuchiyo, ia tak bisa
tidur begitu s (http://cerita-silat.mywapblog.com)
27Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:24:13
aja. Laki-laki sejati akan mengenali laki-laki sejati lainnya. Jadi, mengapa Nobunaga tidak segera
menyadari nilai Inuchiyo" Pengkhianatan Yamabuchi Ukon telah diketahui selama beberapa saat,
paling tidak oleh Inuchiyo dan Tokichiro. Ia tak mengerti mengapa Nobunaga tidak menyadarinya,
dan dengan perasaan tak senang ia bertanya-tanya mengapa Inuchiyo, yang mencederai Ukon,
dijatuhi hukuman. Hmm, Tokichiro berkata pada dirinya sendiri, barangkali Inuchiyo memang dihukum, tapi mungkin
juga pengasingannya justru merupakan perwujudan kasih sayang Nobunaga. Waktu aku bicara
tanpa pikir panjang, sambil pasang wajah serba tahu, aku langsung ditegur keras. Harus kuakui
bahwa bicara mengenai pengadaan air dan mengusulkan untuk pindah ke Komaki di hadapan para
pengikut lain memang tidak pada tempatnya, pikir Tokichiro ketika ia berjalan keliling kota. Ia tidak
sakit, tapi secara berkala ia merasa seakan-akan bumi bergerak di bawah kakinya. Dalam keadaan
tak bisa tidur, cahaya matahari musim gugur terasa menyilaukan sekali.
Ketika ia melihat rumah Mataemon di kejauhan, kantuknya mendadak lenyap. Sambil tertawa ia
mempercepat langkahnya. "Nene! Nene!" ia berseru, ia berada di kawasan tempat tinggal para pemanah, bukan daerah
dengan gerbang beratap megah dan rumah-rumah besar, melainkan deretan pondok mungil
dengan pekarangan rapi dan pagar kayu yang menimbulkan perasaan tenteram.
Sudah kebiasaan Tokichiro untuk bicara dengan suara keras, dan ketika ia tiba-tiba melihat sosok
kekasihnya, yang tak dijumpainya selama beberapa waktu, ia melambaikan tangan dan bergegas
tanpa menutup-nutupi perasaannya. Sikapnya begitu mencolok, hingga semua orang di sekitar
tentu bertanya-tanya apa yang terjadi. Nene berbalik. wajahnya yang putih memperlihatkan
keheranan. Cinta seharusnya merupakan rahasia yang ter-
pendam dalam lubuk hati paling dalam. Namun jika seseorang memanggil begitu keras, hingga
semua tetangga membuka jendela, dan ayah-ibu di dalam rumah pun mendengarnya, tidaklah aneh
bila seorang gadis jadi merasa malu. Sejak tadi Nene berdiri di muka gerbang, menatap langit
musim gugur. Tapi, ketika mendengar suara Tokichiro. wajahnya menjadi merah dan ia
bersembunyi dengan rubuh gemetar di balik gerbang.
"Nene! Ini aku, Tokichiro!" Suara Tokichiro semakin lantang, dan ia bergegas mendekat. "Aku minta
maaf karena kurang memperhatikanmu. Aku sibuk sekali dengan tugas-tugasku."
Nene setengah bersembunyi di balik gerbang, tapi karena Tokichiro sudah menyapanya, ia
terpaksa membungkuk dengan anggun. "Kesehatanlah yang harus diutamakan,'' katanya.
"Ayahmu di rumah?" tanya Tokichiro. "Tidak. Ayah sedang pergi."
Daripada mengajak Tokichiro masuk. Nene memilih melangkah keluar.
"Hmm, jika Tuan Mataemon sedang pergi..." Tokichiro segera menyadari bahwa Nene mungkin
1 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
merasa kikuk. "Sebaiknya aku juga pergi saja."
Nene mengangguk, seakan-akan ia pun menganggapnya sebagai pemecahan terbaik.
"Sebetulnya aku datang karena ingin tahu apakah Inuchiyo mampir ke sini."
"Tidak." Nene menggelengkan kepala, tapi wajahnya tersipu-sipu.
"Dia datang ke sini, bukan?" "Tidak."
"Betulkah?" Sambil mengamati capung merah yang beterbangan, Tokichiro termenung sejenak. "Dia tidak
mendatangi rumahmu sama sekali?"
Nene menundukkan kepala, matanya berkaca-kaca. "Inuchiyo memancing kegusaran Yang Mulia
dan meninggalkan Owari. Kau sudah dengar itu?" "Ya."
"Kau mendengarnya dari ayahmu?" Tidak."
"Kalau begitu, siapa yang memberitahumu" Kau tidak perlu menutup-nutupinya. Dia dan aku
bersahabat. Apa pun yang dikatakannya padamu, itu tak jadi masalah. Dia datang ke sini. bukan?"
"Tidak. Aku baru saja mengetahuinya - lewat sepucuk surat."
"Surat?" "Baru saja seseorang melemparkan sesuatu ke pekarangan di depan kamarku. Waktu aku keluar,
aku menemukan sepucuk surat yang membungkus batu kecil. Surat itu berasal dari Tuan Inuchiyo."
Ketika bicara, suaranya terputus-putus. Ia mulai menangis dan berbalik membelakangi Tokichiro.
Selama ini Tokichiro selalu memandangnya sebagai perempuan yang bijak dan cerdas, tapi
sebenarnya Ncnc hanyalah seorang gadis.
Tokichiro telah menemukan segi lain dan ke-indahan dan daya tarik yang terkandung dalam diri
perempuan ini. "Maukah kau memperlihatkan suratnya padaku" Atau lebih baik jika aku tidak
membacanya?" Ketika Tokichiro menanyakannya. Nene mengeluarkan surat itu dari kimono dan
menyerahkannya tanpa ragu-ragu.
Perlahan-lahan Tokichiro membukanya. Tak salah lagi, itu memang tulisan tangan Inuchiyo. Isi
surat itu sederhana saja, tapi bagi Tokichiro surat itu mengungkapkan lebih banyak daripada yang
tertulis. Aku membunuh orang berpangkal, dan hari mi juga aku harus meninggalkan provinsi Yang Mulia
Nobunaga. Pada suatu ketika, aku memberikan nyawa dan nasibku kepada cinta. Tapi, setelah
membahasnya secara terhormat sebagai sesama laki-laki. kami memutuskan bahwa kau lebih
beruntung dengan Kinoshita. Aku pergi dengan mempercayakanmu ke tangannya. Tolong
tunjukkan surat ini kepada Tuan Mataemon, dan harap jangan membebani pikiranmu. Aku tidak
tahu apakah kita akan berjumpa lagi.
Air mata berjatuhan. Nene dan Inuchiyo-kah yang menangis" Tidak. Tokichiro menyadari, air mata
2 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
itu berasal dari matanya sendiri.
*** Narumi telah bersiap-siap menghadapi perang, dan terus mengamari gerak-gerik di Kiyosu. Tapi
menjelang akhir tahun belum juga ada tanda-tanda bahwa Nobunaga akan menyerang.
Rasa bimbang dan curiga mengusik ketenangan kedua Yamabuchi, ayah dan anak. Kesulitan
mereka dirambah lagi dengan hal lain. Mereka bukan saja membelot dari Nobunaga, tapi juga
dipandang dengan sikap bermusuhan oleh bekas sekutu mereka, marga Imagawa di Suruga.
Pada titik inilah desas-desus disebarkan di Narumi. Komandan Benteng Kasadera dikabarkan
bersekongkol dengan Nobunaga. dan akan menyerang Narumi dari belakang.
Kasadera merupakan perwakilan marga Imagawa. Entah atas perintah orang-orang Imagawa, atau
karena bersekongkol dengan Nobunaga, tidaklah mustahil mereka melancarkan serangan.
Desas-desus itu semakin gencar. Di antara para anggota marga Yamabuchi serta pengikut-pengikut
mereka, tanda-tanda panik mulai tampak. Pendapat umum adalah bahwa mereka sebaiknya
mengadakan serangan mendadak ke Kasadera. Ayah dan anak. yang telah bersiap-siap bertahan
di dalam benteng, akhirnya mengambil inisiatif. Dengan menggerakkan pasukan mereka pada
malam hari, mereka berencana menyerbu Benteng Kasadera pada pagi buta.
Akan tetapi desas-desus yang sama juga telah beredar di Kasadera. dan menimbulkan kegelisahan
yang sama pula. Garnisun setempat segera berundak dan mempersiapkan diri menghadapi
serangan. Orang-orang Yamabuchi menyerang, dan dalam waktu singkat keberuntungan berpaling
menentang pasukan yang bertahan. Pasukan Kasadera, tak sanggup menunggu bala bantuan dari
Suruga. Membakar benteng dan binasa dalam pertempuran di tengah kobaran api.
Pasukan Narumi berhasil menduduki benteng yang telah hangus. Kekuatan mereka pun telah
berkurang setengah, akibat banyaknya korban yang berguguran. Tapi mereka terus maju dan
menyerbu reruntuhan yang berasap, sambil mengacungkan pedang, tombak, dan senapan.
Semuanya melepaskan teriakan kemenangan. Pada saat itu, sejumlah penunggang kuda dan
prajurit infanteri tiba dari Narumi. Mereka berhasil meloloskan diri dengan lari terpontang-panting.
"Ada apa ini?" tanya Samanosuke dengan heran. "Pasukan Nobunaga bergerak cepat sekali. Entah
bagaimana, dia mengetahui apa yang terjadi di sini, dan tiba-tiba saja dia membanjiri benteng
dengan lebih dari seribu orang. Serangan mereka gencar sekali, dan tak dapat berbuat apa-apa!"
Laki-laki yang cedera itu meneruskan laporannya. terengah-engah menarik napas, dan
mengakhirinya dengan berkata bahwa bukan saja benteng mereka berhasil direbut, tapi putra
Samanosuke pun, Ukon, yang belum sembuh dari luka-lukanya, ditangkap dan dipancung.
Samanosuke, yang baru saja mengumandangkan nyanyian kemenangan, membisu. Daerah sekitar
Benteng Kasadera, yang baru digempur direbutnya, hanya tersisa puing-puing hangus tak
berpenghuni. "Ini kehendak para dewa!" Sambil berseru, ia mengambil pedang dan membelah perutnya. Sungguh
3 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengherankan bahwa ia menyalahkan para dewa. padahal nasibnya ditemukan oleh ulahnya
sendiri. Dalam satu hari Nobunaga berhasil menundukkan Narumi dan Kasadera. Tokichiro menghilang
entah ke mana setelah pekerjaan perbaikan tembok pertahanan selesai, dan tidak terlihat selama
beberapa waktu. Namun, begitu mendapat kabar bahwa Narumi dan Kasadera sudah jatuh di
tangan Owari, ia pun kembali secara diam-diam.
"Kaukah yang menyebarkan desas-desus di kedua belah pihak, sehingga mengakibatkan
perselisihan di antara musuh-musuh kita?" Ketika ditanya. Tokichiro hanya menggelengkan kepala
dan tidak berkata apa-apa.
Sandera Yoshimoto RAKYAT di Provinsi Suruga tidak menyebut ibu kota mereka dengan nama Sumpu. Bagi mereka,
kota itu adalah Tempat Pemerintah, dan bentengnya dikenal sebagai Istana. Para warga, mulai dari
Yoshimoto dan para anggota marga Imagawa sampai ke penduduk kota, yakin bahwa Sumpu
merupakan ibu kota provinsi terbesar di pantai timur. Kotanya diliputi suasana aristokrat, dan
orang-orang biasa pun meniru gaya kota kekaisaran Kyoto.
Dibandingkan Kiyosu, Sumpu merupakan dunia lain. Suasana di jalan-jalannya dan tindak-tanduk
para warga, bahkan kecepatan melangkah orang-orang, dan cara mereka berpandangan dan
berbicara. Para warga Sumpu tampak santai dan penuh percaya diri. Pangkat mereka tercermin
dari kemewahan pakaian yang mereka kenakan, dan jika keluar rumah, mereka menutupi mulut
dengan kipas. Seni musik, tari. dan sastra tumbuh subur. Ketenteraman yang terlihat pada semua
wajah berasal dari suatu mata air ketenangan di masa lampau. Sumpu diberkahi. Jika cuaca
sedang baik, orang bisa melihat Gunung Fuji; jika berkabut, alunan ombak terlihat di pohon-pohon
cemara di Kuil Kiyomidera. Pasukan Imagawa amat dan Mikawa. wilayah kekuasaan marga
Tokugawa hanya merupakan provinsi bawahan.
Dalam tubuhku mengalir darah Tokugawa, tapi aku berada di sini. mnagikut-pcngikutku di Okazaki
terus mempertahankan bentengku. Provinsi pun tetap ada, namun sang Penguasa terpisah dari
para pengikutnya... Siang-malam Tokugawa Ieyasu memikirkan hal-hal ini, tapi ia takkan
membicarakannya secara terbuka, ia merasa iba kepada para pengikutnya. Tapi, ketika
merenungkan keadaannya sendiri, ia bersyukur bahwa ia masih hidup.
Ieyasu baru berusia tujuh belas, tapi ia telah menjadi ayah. Dua tahun setelah upacara akil
balignya, Imagawa Yoshimoto mengatur pernikahan Ieyasu dengan putr? seorang saudaranya.
Putra Ieyasu lahir di musim semi berikutnya, jadi umurnya belum mencapai enam bulan. Ieyasu
sering mendengar tangis bayinya dari ruang tempat mejanya berada. Istrinya belum pulih dari
persalinan dan masih dirawat di ruang bersalin.
Kalau ayah berusia tujuh belas tahun ini mendengar bayinya menangis, ia mendengar suara darah
dagingnya sendiri. Tapi ia jarang menjenguk keluarganya, ia tidak memahami perasaan kasih
sayang terhadap anak-anak yang sering dibicarakan orang lain. Ia mencoba mencari perasaan ini di
4 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
hatinya, dan mendapati perasaan itu bukan hanya cuma sedikit, melainkan benar-benar sangat
tipis. Sadar akan kekurangannya sebagai suami dan ayah, ia merasa kasihan pada istri dan
anaknya. Namun, setiap kali ia merasa demikian, rasa ibanya tidak ditujukan pada keluarganya
sendiri, melainkan kepada para pengikutnya yang jatuh miskin dan terhina di Okazaki.
Setiap kali memaksakan diri untuk memikirkan putranya, ia jadi sedih. Tak lama lagi dia akan
menempuh perjalanan melewati hidup yang getir, dan akan mengalami kemelaratan yang sama
seperti aku. Pada usia lima tahun, Ieyasu dikirim sebagai sandera kepada marga Oda. Ketika mengenang
kesengsaraan yang telah dilaluinya, mau tak mau ia menaruh belas kasihan pada bayinya yang
baru lahir. Kesedihan dan tragedi kehidupan manusia pasti akan dialami juga oleh anaknya. Namun
sekarang ini, dari luar, orang-orang hanya melihat bahwa ia dan keluarganya mendiami rumah yang
tak kalah mewah dari rumah orang-orang lmagawa.
Apa itu" Ieyasu keluar ke teras. Seseorang di luar telah menarik tanaman rambat yang tumbuh di
pohon-pohon di pekarangan, dan memanjat ke atas tembok.
"Siapa itu?" Ieyasu berseru. Kalau orang itu berniat buruk, ia tentu akan kabur. Namun tidak
terdengar suara langkah. Ieyasu mengenakan sandal dan melewati gerbang belakang. Seorang
laki-laki sedang menyembah, seakan-akan telah menanti kedatangan-
nya. Sebuah keranjang anyaman berikut tongkat tergeletak di sampingnya.
"Jinshichi?" "Sudah lama sekali, tuanku."
Empat tahun sebelumnya, ketika ia akhirnya men-
dapat izin dari Yoshimoto. Ieyasu pernah kembali ke Okazaki untuk berziarah ke makam para
leluhurnya. Dalam perjalanan itu salah seorang pengikut, Udono Jinshichi, menghilang. Ieyasu


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terharu ketika melihat keranjang dan tongkat serta sosok Jinshichi yang telah berubah.
"Kau menjadi biksu pengembara."
"Ya, ini penyamaran yang baik untuk berkeliling negeri."
"Kapan kau tiba di sini?"
"Baru saja. Hamba ingin menemui tuanku sebelum berangkat lagi."
"Empat tahun telah berlalu. Aku menerima laporan-laporanmu, tapi karena tidak mendapat kabar
darimu setelah kau berangkat ke Mino, aku menyangka yang terburuk telah terjadi."
"Hamba terperangkap dalam perang saudara di Mino, dan selama beberapa waktu, pengamanan di
pos-pos perbatasan sangat ketat."
"Kau mengunjungi Mino" Waktunya tepat sekali." "Hamba tinggal di Inabayama selama satu tahun.
5 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Seperti tuanku ketahui, benteng Saito Dosan dihancurkan, dan kini Yoshitatsu yang menjadi
penguasa Mino. Setelah keadaan mulai tenang, hamba pindah ke Kyoto dan Echizen, melewati
provinsi-provinsi utara dan melanjutkan perjalanan ke Owari."
"Kau pergi ke Kiyosu?"
"Ya, hamba berada di sana selama beberapa saat." "Berceritalah. Walaupun aku berada di Sumpu,
aku bisa menduga apa pmg akan terjadi di Mino, tapi situasi marga Oda tidak semudah itu
memperkirakan." "Apakah hamba perlu menulis laporan dan menyerahkannya nanti malam?"
"Jangan, jangan secara tertulis." Ieyasu berpaling ke gerbang belakang, tapi rupanya ia masih
memikirkan sesuatu. Jinshichi merupakan mata dan telinga yang menghubungkannya dengan luar. Sejak berusia lima
tahun, Ieyasu tinggal bersama marga Oda, dengan orang-orang Imagawa, berpindah-pindah dalam
pengasingan di provinsi musuh. Sebagai sandera, ia tak pernah mengenal kebebasan, sampai
sekarang pun keadaannya belum berubah. Mata, telinga, dan jiwa seorang sandera tertutup, dan
jika ia tidak berusaha sendiri, tak ada yang menegur maupun memberi semangat padanya.
Walaupun demikian, justru karena terkungkung sejak masa kanak-kanak, Ieyasu menjadi ambisius.
Empat tahun yang lalu, ia mengutus Jinshichi ke provinsi-provinsi lain agar ia dapat mengetahui apa
saja yang terjadi di dunia - suatu tanda awal ambisi Ieyasu yang semakin berkembang. "Kita akan
terlihat di sini, dan kalau kita masuk ke rumah, para pengikutku akan curiga. Kita ke sana saja."
Dengan langkah panjang Ieyasu berjalan menjauhi rumahnya. Tempat kediaman Ieyasu berada di
salah satu daerah paling sepi di Sumpu. Jika berjalan menjauhi tembok luar, dalam waktu singkat
orang sudah sampai ke tepi Sungai Abe. Waktu Ieyasu masih kanak-kanak yang terus digendong
oleh para pengikutnya, ia selalu dibawa ke Sungai Abe kalau ia mengatakan ingin bermain di luar.
Aliran sungai itu tak pernah berhenti, dan tepiannya seakan-akan tak pernah berubah.
Pemandangan ini membawa banyak kenangan bagi Ieyasu.
"Jinshichi, lepaskan tali perahu," ujar Ieyasu sambil melangkah ke sebuah perahu kecil. Pada waktu
Jinshichi menyusulnya dan mendorong galah, perahu itu mengambang menjauhi tepi sungai,
seperti daun bambu terbawa arus. Junjungan dan pengikut berbicara dengan bebas, sadar bahwa
untuk pertama kali mereka terlindung dari pandangan orang. Dalam tempo satu jam, Ieyasu
menyerap seluruh informasi yang dikumpulkan Jinshichi dalam pengembaraannya selama empat
tahun. Namun, selain apa yang dipelajari Jinshichi, masih ada sesuatu yang samar-samar
tersembunyi dalam hati Ieyasu.
"Kalau orang-orang Oda jarang menyerang provinsi lain dalam beberapa tahun terakhir - berbeda
dengan di masa kekuasaan Nobuhide - itu berarti mereka sedang berbenah diri," ujar Ieyasu.
"Tak peduli apakah orang-orang yang menentangnya merupakan kerabat atau pengikut. Nobunaga
mencurahkan perhatiannya secara penuh pada tugas itu. Dia menjatuhkan mereka yang harus
dijatuhkan, dan mengusir mereka yang harus diusir. Dia hampir berhasil membersihkan Kiyosu dari
orang-orang itu." "Nobunaga sempat menjadi bahan tertawaan orang-orang Imagawa. dan menurut kabar burung dia
hanya anak manja yang bodoh."
"Dia sama sekali bukan orang pandir seperti yang dikabarkan orang," kata Jinshichi.
6 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sudah lama aku menduga bahwa cerita itu hanya desas-desus jahat. Tapi kalau Yoshimoto
membicarakan Nobunaga, dia mempercayai segala omong kosong itu, dan dia tidak
menanggapinya sebagai ancaman."
"Semangat tempur orang-orang Owari berbeda sama sekali dibandingkan dengan beberapa tahun
yang lalu." "Siapa saja pengikut andalannya?" tanya Ieyasu. "Hirate Nakatsukasa sudah mati, tapi dia masih
mempunyai sejumlah orang seperti Shibata Katsuie, Hayashi Sado, Ikeda Shonyu, Sakuma
Daigaku, dan Mori Yoshinari. Baru-baru ini seorang laki-laki luar biasa bernama Kinoshita Tokichiro
bergabung dengannya. Orang itu berpangkat rendah, namun entah kenapa namanya sering
menjadi buah bibir para penduduk kota."
"Bagaimana pandangan orang-orang mengenai Nobunaga?"
"Inilah yang paling mengherankan. Pada umumnya seorang penguasa provinsi mencurahkan
perhatiannya untuk memerintah rakyatnya. Dan rakyat selalu tunduk pada junjungannya. Tapi di
Owari keadaannya berbeda."
"Dari segi apa?"
Jinshichi berpikir sejenak. "Entah bagaimana cara mengatakannya" Dia tidak melakukan hal-hal
yang luar biasa, tapi selama ada Nobunaga, rakyat Owari merasa tenang menghadapi masa
depan - dan walau-pun mereka sadar bahwa Owari sebuah provinsi kecil dan miskin dengan
penguasa tak berharta, inilah anehnya, seperti penduduk sebuah provinsi kuat, mereka tidak takut
perang maupun cemas mengenai masa depan mereka."
"Hmm. Kira-kira apa sebabnya?"
"Barangkali karena Nobunaga sendiri. Dia memberitahu mereka apa saja yang terjadi hari ini dan
apa yang akan terjadi besok, dan dia menentukan tujuan yang hendak mereka capai
bersama-sama." Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, tanpa bermaksud berbuat demikian, Jinshichi
membandingkan Nobunaga yang berusia dua puluh lima tahun dengan Ieyasu yang delapan tahun
lebih muda. Dalam beberapa hal, Ieyasu jauh lebih matang daripada Nobunaga - tak ada sifat
kekanak-kanakan tersisa dalam dirinya. Keduanya menjadi dewasa dalam keadaan sulit, tapi
sesungguhnya mereka tak dapat dibandingkan. Pada umur lima tahun Ieyasu telah diserahkan
kepada musuh, dan kekejaman dunia telah menyebabkan hatinya menjadi dingin.
Perahu kecil itu membawa Jinshichi dan Ieyasu ke tengah sungai, dan waktu terus berjalan selama
pembicaraan rahasia mereka. Setelah selesai, Jinshichi membawa mereka kembali ke tepi.
Jinshichi cepat-cepat memikul keranjang dan meraih tongkatnya, ia mohon diri dan berkata.
"Hamba akan menyampaikan pesan tuanku kepada para pengikut. Masih ada lagi, tuanku?"
Ieyasu berdiri di tepi sungai, langsung cemas kalau-kalau mereka akan terlihat. "Tak ada. Pergilah
cepat." Sambil menganggukkan kepala untuk menyuruh Jinshichi berangkai, ia tiba-tiba berkata,
"Beritahu mereka bahwa aku sehat-sehat saja - tak sekali pun aku jatuh sakit." Kemudian ia
7 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berjalan ke rumahnya seorang diri.
Para pelayan istrinya telah mencarinya ke mana-mana, dan ketika mereka melihatnya kembali dari
sungai, salah seorang berkata. "Tuan Putri sedang menunggu, berkali-kali kami disuruh mencari
tuanku. Tuan Putri sangat mencemaskan tuanku."
"Ah, begitukah?" ujar Ieyasu. "Tenangkan dia dan katakan padanya bahwa aku segera datang."
Setelah itu ia pergi ke kamarnya sendiri. Ketika duduk, ia menemukan pengikut lain, Sakakibara
Heishichi, telah menantinya.
"Tuanku habis berjalan-jalan ke tepi sungai?" "Ya... untuk mengisi waktu. Ada apa?" "Seorang kurir
datang." "Dari mana?" Tanpa menjawab, Heishichi menyodorkan sepucuk surat yang dikirim oleh Sessai. Sebelum
membuka sampulnya, dengan penuh hormat Ieyasu menempelkannya ke kening. Sessai adalah
biksu aliran Zen yang bertindak sebagai instruktur militer untuk marga Imagawa. Bagi Ieyasu, ia
merupakan guru, baik dalam hal mempelajari kitab-kitab maupun ilmu bela diri. Suratnya ringkas:
Ceramah rutin untuk Yang Mulia dan tamu-tamunya akan diberikan malam ini. Tuan akan ditunggu
di gierbang Barat Laut Istana.
Hanya itu. Tetapi kata "rutin" merupakan kata sandi yang sangat dikenal Ieyasu. Kata itu
menunjuk-kan bahwa Yoshimoto dan para jendralnya bertemu untuk membahas rencana menuju
ibu kota. "Mana kurirnya?"
"Ia sudah pergi. Apakah tuanku akan pergi ke Istana?"
"Ya." jawab Ieyasu, sibuk dengan pikirannya sendiri. "Hamba menduga tak lama lagi rencana
menuju ibu kota akan diumumkan." Beberapa kali Heishichi sempat mendengarkan rapat penting
dewan perang yang membahas masalah itu. Ia mengamati wajah Ieyasu. Ieyasu menggumamkan
sesuatu, seakan-akan tidak tertarik.
Penilaian orang-orang Imagawa perihal kekuatan Owari dan mengenai Nobunaga sangat berbeda
dari apa yang baru saja dilaporkan Jinshichi. Yoshimoto merencanakan memimpin pasukan besar,
yang merupakan gabungan kekuatan Provinsi Suruga, Totomi. dan Mikawa ke ibu kota, dan mereka
menduga akan mendapat perlawanan di Owari.
"Kalau kita maju dengan pasukan besar, Nobunaga akan menyerah tanpa penumpahan darah."
Pandangan dangkal ini dikemukakan oleh beberapa anggota dewan perang, namun meski
Yoshimoto dan para penasihatnya, termasuk Sessai tidak menganggap Nobunaga demikian
rendah, tak seorang pun dari mereka memandang Owari seserius Ieyasu. Ia pernah mengutarakan
pendapatnya, tapi disambut dengan tawa mengejek. Bagaimanapun, Ieyasu hanyalah seorang
sandera yang masih muda, dan oleh para panglima ia tidak dipandang sebelah mata.
Perlukah aku menyinggung hal ini nanti" Biarpun masalah ini kutekankan...
8 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ieyasu sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri, dengan surat dari Sessai di hadapannya, ketika
seorang dayang tua menyapanya dengan pandangan cemas. Istrinya sedang gundah, kata
perempuan tua itu, dan Ieyasu diminta menjenguknya sejenak saja.
Istri Ieyasu perempuan yang hanya memikirkan diri sendiri. Ia sama sekali tak peduli pada masalah
negara dan situasi suaminya. Tak ada yang mengusik pikirannya selain urusan sehari-hari serta
perhatian suaminya. Dayang tua tadi memahami ini, dan ketika ia melihat Ieyasu masih berbicara
dengan seorang pengikutnya, ia menunggu dengan gelisah sambil membisu, sampai pelayan
perempuan lain menyusul dan berbisik ke telinganya. Si dayang tak punya pilihan. Sekali lagi ia
memotong pembicaraan dan berkata, "Ampun, tuanku... Maafkan hamba atas kelancangan ini, tapi
Tuan Putri sangat rewel." Sambil membungkuk ke arah Ieyasu, ia mendesaknya dengan takut-takut
agar segera menemui istrinya.
Ieyasu sadar bahwa tak ada yang lebih disulitkan oleh situasi ini daripada para pelayan istrinya,
sedangkan ia sendiri laki-laki sabar. "Ah, baiklah." katanya sambil menoleh. Lalu ia berkata pada
Heishichi, "Hmm... lakukan persiapan yang diperlukan, dan beritahu aku kalau sudah waktunya." Ia
berdiri. Kedua perempuan di hadapannya berlari dengan langkah kecil-kecil, ekspresi wajah mereka
seperti orang yang baru saja terselamatkan dari bencana.
Bagian dalam rumahnya berjarak cukup jauh, jadi bukan tanpa alasan jika istrinya sering rindu untuk
bertemu dengannya. Setelah melewati banyak belokan di selasar tengah yang beratap, akhirnya ia
sampai di ruang pribadi istrinya.
Pada hari pernikahan mereka, pakaian si pengantin pria miskin dari Mikawa tak dapat mengimbangi
kemewahan dan kegemerlapan baju Putri Tsukiyama. putri angkat Imagawa Yoshimoto. "Laki-laki
dari Mikawa" - menyandang sebutan itu, Ieyasu menjadi sasaran celaan marga Imagawa. Dan dari
tempat tinggalnya yang terpisah, istri Ieyasu memandang hina para pengikut dari Mikawa, tapi
membanjiri suaminya dengan curahan cinta yang buta dan berpangkal pada diri sendiri, ia juga
lebih tua daripada Ieyasu. Dalam batas-batas kehidupan suami-istri yang hambar, Putri Tsukiyama
menganggap Ieyasu tak lebih dari seorang pemuda penurut yang berutang nyawa pada
orang-orang Imagawa. Setelah melahirkan di musim semi sesudah pernikahan mereka, ia semakin mementingkan diri
sendiri. Setiap hari ia memperlihatkan kekerasan hatinya.
"Oh, kau sudah bangun. Keadaanmu sudah lebih baik?" Ieyasu menatap istrinya, dan sambil bicara,
hendak membuka pintu geser. Pikirnya, jika istrinya melihat keindahan warna-warni dan langit
musim gugur, suasana batinnya akan lebih cerah.
Putri Tsukiyama duduk di ruang tamu dengan ekspresi dingin pada wajahnya yang pucat kelabu, ia
mengerutkan alis sambil berkata, "Biarkan tertutup!"
Ia tidak seberapa cantik, tapi, seperti umumnya para perempuan yang dibesarkan di lingkungan
keluarga kaya, kulitnya berkilau lembut. Disamping itu, baik wajahnya maupun ujung-ujung jarinya
begitu putih, hingga hampir tembus cahaya, mungkin karena ia baru pertama kali melahirkan.
Kedua tangannya terlipat rapi di pangkuan.
"Silakan duduk, tuanku. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Mata dan nada suaranya sedingin
abu. Tapi sikap Ieyasu sama sekali bukan seperti yang diharapkan dari seorang suami
muda - perlakuan lemah lembut terhadap ini lebih panras bagi laki-laki yang telah matang. Atau
9 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mungkin ia mempunyai pandangan tertentu mengenai perempuan, sehingga orang yang
seharusnya paling disayangi justru dinilainya secara objektif.
"Ada apa?" ia bertanya sambil duduk di hadapan istrinya, seperti yang diminta. Namun, semakin
patuh Ieyasu, semakin tak masuk akal sikap yang diperlihatkan istrinya.
"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Apakah tuanku pergi ke luar beberapa saat yang lalu"
Seorang diri, tanpa pelayan?" Matanya mulai berkaca-kaca. Darah mulai naik ke wajahnya yang
masih kurus akibat persalinan. Ieyasu mengetahui keadaan kesehatannya maupun wataknya, dan
ia tersenyum, seolah-olah hendak menghibur bayi.
"Beberapa saat yang lalu" Aku bosan membaca, jadi aku berjalan-jalan menyusuri tepi sungai.
Kapan-kapan kau juga harus ke sana. Warna-warni musim gugur diiringi bunyi serangga - suasana
di tepi sungai sangat menyenangkan pada musim ini."
Putri Tsukiyama tidak mendengarkan. Ia menatap lurus ke arah suaminya, menegurnya tanpa kata,
karena lelah berbohong. Ia duduk tegak dengan sikap tak peduli, tapi tanpa sikap sibuk sendiri
seperti biasanya. "Aneh. Kalau kau pergi untuk mendengarkan suara serangga dan mengagumi
warna-warni musim gugur, mengapa kau harus naik perahu ke tengah sungai dan bersembunyi
begitu lama?" "Aha... ternyata kau mengetahuinya."
"Mungkin aku memang terkungkung di sini, tapi aku tahu segala sesuatu yang kaulakukan."
"Begitukah?" Ieyasu memaksakan senyum, tapi tidak menyinggung pertemuannya dengan
Jinshichi. Walaupun perempuan ini telah menikah dengannya, Ieyasu tak sanggup meyakinkan diri bahwa ia
betul-betul istrinya. Jika pengikut atau kerabat ayah angkatnya berkunjung, Putri Tsukiyama akan
menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya, dan ia pun terlibat surat-menyurat dengan rumah
tangga Yoshimoto. Ieyasu harus lebih berhati-hati terhadap kecerobohan istrinya daripada terhadap
mata-mata Yoshimoto. "Sebenarnya aku menaiki perahu di tepi sungai tanpa pikir panjang. Kusangka aku sanggup
mengemudikan perahu, tapi waktu perahunya terbawa arus, aku tak dapat berbuat apa-apa." Ia
tertawa. "Persis seperti anak kecil. Di mana kau waktu melihatku?"
"Kau bohong. Kau tidak sendirian, bukan?"
"Hmm, beberapa saat kemudian seorang pelayan menyusulku."
"Tidak, tidak. Tak ada alasan untuk mengadakan pertemuan rahasia di dalam perahu dengan
seseorang yang kelihatan seperti pelayan."
"Siapa yang menyampaikan omong kosong ini padamu?"
"Walaupun aku terkurung di sini, masih ada orang setia yang memikirkanku. Kau punya gundik,
bukan" Atau kalau bukan itu, barangkah kau sudah bosan denganku, dan berencana melarikan diri
ke Mikawa. Menurut desas-desus yang beredar, kau telah mem-
10 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
peristri perempuan lain di Okazaki. Kenapa kau menyembunyikannya dariku" Aku tahu kau
menikahi-ku hanya karena takut terhadap marga Imagawa."
Tepat pada waktu tangisnya meledak, Sakakibara Heishichi muncul di ambang pintu. "Tuanku, kuda
tuanku sudah siap. Sudah hampir waktunya.
"Kau mau pergi?" Sebelum Ieyasu sempat menjawab. Putri Tsukiyama mendahuluinya.
"Belakangan ini kau semakin sering keluar pada malam hari, jadi ke mana lagi kau hendak pergi
sekarang?" "Ke Istana." Tanpa mengacuhkan istrinya, Ieyasu mulai berdiri.
Tapi Putri Tsukiyama tidak puas dengan jawaban singkatnya. Kenapa suaminya harus ke Istana
malam-malam begini" Dan apakah ia akan pergi sampai tengah malam, seperti biasanya" Siapa
yang akan menyertainya" Ia mengajukan pertanyaan demi pertanyaan.
Sakakibara Heishichi menunggu majikannya di luar pintu, dan walaupun ia hanya seorang pengikut,
ia mulai tak sabar. Ieyasu, sebaliknya, menenangkan istrinya dengan riang, dan akhirnya berangkat.
Putri Tsukiyama mengabaikan peringatan Ieyasu bahwa ia akan sakit lagi, dan mengantar suaminya
sampai ke pintu. "Pulanglah secepatnya," ia memohon, seluruh cinta dan kesetiaannya tercurah dalam kata-kata itu.
Sambil membisu, Ieyasu berjalan ke gerbang utama. Namun, ketika ia berangkat, disaksikan
bintang- bintang di langit dan diterpa angin sejuk, ia mengusap-usap bulu tengkuk kudanya dan suasana
hatinya berubah sama sekali - suatu bukti bahwa darah muda mengalir dalam tubuhnya. "Heishichi.
Sepertinya kita akan terlambat, bukan?" Ieyasu serunya.
"Tidak. Dalam surat itu tidak tercantum jam tertentu, jadi bagaimana kira bisa terlambat?"
"Bukan itu masalahnya. Meski Sessai sudah tua, dia tak pernah terlambat. Aku akan merasa pedih
jika aku, sebagai anak muda dan seorang sandera, terlambat muncul pada suatu pertemuan
sementara para pengikut senior dan Sessai sudah hadir. Cepatlah," ia berkata, dan memacu
kudanya. Selain seorang tukang kuda dan tiga pelayan. Heishichi-lah satu-satunya pengikut yang menyertai
Ieyasu. Ketika Heishichi berupaya mengimbangi kuda majikannya, ia menitikkan air mata bagi
Ieyasu yang sudah memperlihatkan kesabaran pada istrinya dan kepatuhan pada Istana - artinya,
pada Imagawa Yoshimoto - padahal sikap itu tentu sangat menyakitkan baginya.
Sebagai pengikut, ia telah bersumpah untuk melepaskan junjungannya dari segala belenggu, ia
harus membebaskan Ieyasu dari posisinya sebagai bawahan dan mengembalikannya ke
kedudukan sebagai penguasa Mikawa. Dan bagi Heishichi, setiap hari yang berlalu tanpa mencapai
tujuan merupakan satu hari penuh ketidaksetiaan.
Ia terus berlari, menggigit-gigit bibir sambil berikrar, dengan mata berkaca-kaca.
11 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Selokan pertahanan mulai terlihat. Setelah mereka menyeberangi jembatan, k ada lagi toko-toko


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan rumah rakyat jelata. Diapit oleh pohon-pohon dinding-dinding putih dan gerbang-gerbang
megah kediaman atau kerja orang-orang Imagawa tampak berderet-deret. "Bukankah itu si
Penguasa Mikawa" Tuanku Ieyasu!" Sessai berseru dari bayang-bayang pepohonan.
Hutan pinus yang mengelilingi benteng merupakan lapangan militer di saat perang, tapi di masa
damai jalan-jalan setapaknya yang panjang dan lebar digunakan sebagai tempat berkuda.
Ieyasu segera turun dari kuda, dan membungkuk penuh hormat ke arah Sessai.
"Terima kasih atas kesediaan memenuhi undangan kami, Yang Mulia."
"Pesan-pesan ini selalu datang secara mendadak. Tuan tentu direpotkan sekali."
"Sama sekali tidak." Sessai seorang diri. Kakinya terbungkus sandal tua berukuran sebanding
dengan tubuhnya, Ieyasu mulai berjalan bersamanya, dan sebagai penghormatan pada gurunya,
satu langkah di belakangnya, menyerahkan tali kekang pada Heishichi.
Ketika mendengarkan gurunya, Ieyasu tiba-tiba dilanda rasa terima kasih yang tak dapai
diungkapkan dengan kata-kata. Takkan ada yang menyangkal bahwa penahanan sebagai sandera
oleh provinsi lain merupakan nasib buruk, tapi ketika merenungkannya, Ieyasu menyadari bahwa
kesempatan untuk belajar dari Sessai justru merupakan suatu keberuntungan.
Sukar sekali menemukan guru yang baik. Seandainya ia tetap di Mikawa, ia takkan pernah
mendapat kesempatan berguru pada Sessai. Jadi. ia takkan pernah menerima pendidikan klasik
dan militer yang dimilikinya sekarang - ataupun latihan Zen yang dianggapnya pelajaran paling
berharga yang ia peroleh dari Sessai.
Mengapa Sessai, seorang biksu aliran Zen, mengabdi pada penguasa marga Imagawa dan
bersedia menjadi penasihat militernya, menjadi tanda tanya bagi provinsi-provinsi lain, dan mereka
menganggapnya agak ganjil. Karena itu ada orang yang menjuluki Sessai "biksu militer" atau "biksu
duniawi", namun seandainya garis keturunannya diteliti, mereka akan menemukan bahwa ia masih
tergolong kerabat Yoshimoto. Meski demikian, Yoshimoto hanya menguasai Suruga. Totomi, dan
Mikawa, sedangkan kemasyhuran Sessai tidak mengenal batas; ia milik seluruh jagat raya.
Tetapi Sessai telah menggunakan bakatnya untuk kepentingan orang-orang Imagawa. Begitu
melihat tanda-tanda bahwa orang-orang Imagawa akan kalah perang melawan marga Hojo, biksu
itu membantu Suruga merundingkan perjanjian damai yang tidak merugikan Yoshimoto. Dan ketika
ia mengatur pernikahan Hojo Ujimasa dengan salah seorang putri Takeda Shingen, sang penguasa
Kai, provinsi kuat di perbatasan utara, serta pernikahan putri Yoshimoto dengan putra Shingen, ia
memperlihatkan kemampu-an politik tinggi dengan mengikat ketiga provinsi itu sebagai sekutu.
Ia bukan biksu yang menyendiri berbekal tongkat dan topi lusuh, ia bukan biksu Zen "murni". Bisa
dikatakan bahwa ia biksu politik, biksu militer, atau bahkan biksu bukan biksu. Apa pun julukan yang
diberikan padanya, keharuman namanya tak terusik.
Sessai selalu berbicara seperlunya, tapi satu hal yang dikatakannya pada Ieyasu di pelataran Kuil
Rinzai terus melekat di kepala Ieyasu. "Bersembunyi di gua. mengembara seorang diri seperti awan
dan air mengalir - bukan itu saja yang membentuk seorang biksu besar. Tujuan seorang biksu
selalu berubah-ubah. Di dunia sekarang, hanya memikirkan pen-cerahanku sendiri dan menjalani
12 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kehidupan seperti orang yang 'mencuri ketenteraman gunung dan padang', dan bersikap
seakan-akan aku membenci dunia, merupakan penerapan ajaran Zen yang terlalu terfokus pada diri
sendiri." Mereka menyeberangi Jembatan Cina dan melewati Gerbang Barat Laut. Sukar dipercaya bahwa
mereka berada di balik tembok sebuah benteng. Rasanya seperti istana sang Shogun dipindahkan
ke sini. Ke arah Atago dan Kiyomizu, puncak Gunung Fuji yang agung tampak samar di
keremangan senja. Lampu-lampu di relung-relung selasar yang membentang sejauh mata
memandang telah dinyalakan. Perempuan-perempuan yang cantik bagaikan putri istana berlalu,
membawa kolo atau botol-botol sake.
"Siapa itu di pekarangan?" Imagawa Yoshimoto menutupi wajahnya yang agak memerah dengan
kipas berbentuk daun ginkgo. Ia baru saja melewati jembatan bulan sabit. Pelayan-pelayan yang
meng-ikutinya pun mengenakan pakaian mewah dan menyandang pedang.
Salah seorang pelayan kembali menyusuri selasar dan bergegas ke pelarangan. Seseorang
menjerit. Bagi telinga Yoshimoto, kedengarannya seperti suara wanita, jadi karena menganggapnya
ganjil, ia berhenti. "Ke mana pelayan tadi?" Yoshimoto bertanya setelah beberapa menit. "Dia belum
kembali. Iyo, coba kaulihat."
Iyo melangkah ke pekarangan. Walaupun disebut pekarangan, kawasan mi demikian luas hingga
seakan-akan membentang sampai ke kaki Gunung Fuji. Bersandar pada sebuah pilar, Yoshimoto
mengetuk-ngetuk kipasnya dan bersenandung seorang diri.
Ia cukup pucat untuk disangka wanita, karena menggunakan dandanan muka berwarna terang.
Usianya empat puluh tahun, dan ia sedang di puncak kejayaannya sebagai laki-laki. Yoshimoto
menikmati dunia dan kemakmurannya. Rambutnya ditata dengan gaya bangsawan, giginya
dihitamkan, dan di bawah hidungnya membentang kumis. Dalam dua tahun terakhir, berat
badannya bertambah, dan karena dilahirkan dengan badan panjang dan kaki pendek, ia kini tampak
sedikit cacat. Tapi pedangnya rang berlapis emas dan pakaiannya yang mewah menyelubunginya
dengan pancaran penuh martabat. Akhirnya seseorang kembali, dan Yoshimoto berhenti
bersenandung. "Kaukah itu, lyo?"
"Bukan, ini Ananda, Ujizane."
Ujizane adalah putra dan pewaris Yoshimoto. dan penampilannya menunjukkan bahwa ia tak
pernah mengenal susah. "Mengapa kau berada di pekarangan menjelang senja?"
"Ananda sedang memukul Chizu, dan waktu Ananda mencabut pedang, dia langsung kabur."
"Chizu" Siapa Chizu?"
"Dia gadis yang mengurus burung-burung Ananda." "Seorang pelayan?"
"Ya." "Apa yang dilakukannya hingga kau terpaksa menghukumnya dengan tanganmu sendiri?"
13 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia menjengkelkan. Dia bertugas memberi makan seekor burung langka yang dikirimkan pada
Ananda dari Kyoto, dan dia membiarkannya lepas." Ujizane berkata dengan sungguh-sungguh. Ia
sangat menyayangi burung hias. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan bangsawan bahwa jika
seseorang menemukan seekor burung langka dan mengirim-
kannya pada Ujizane. Ujizane akan bahagia sekali. Jadi, tanpa perlu mengangkat jari, ia telah
menjadi pemilik koleksi burung dan kandang yang luar biasa. Menurut kabar angin, ia lebih
mementingkan burung daripada nyawa manusia. Ujizane begitu murka, seakan-akan urusannya
merupakan masalah negara yang sangat penting.
Sebagai ayah yang sabar, Yoshimoto hanya menggerutu kecewa ketika menghadapi amarah
konyol yang diperlihatkan putranya. Meski Ujizane pewarisnya, setelah menunjukkan ketololan
seperti ini, para pengikut takkan memandangnya sebelah mata.
"Bodoh!" seru Yoshimoto, berniat mengungkapkan kasih sayangnya yang mendalam. "Ujizane.
berapa usiamu" Upacara akil baligmu sudah lama berlalu. Kau pewaris marga Imagawa. tapi kau
tidak berbuat apa-apa selain menghibur diri dengan memelihara burung. Kenapa kau tidak
melakukan meditasi Zen, atau mempelajari perjanjian-perjanjian militer?"
Dibentak begitu oleh seorang ayah yang hampir tak pernah memarahinya. Ujizane menjadi pucat
dan terdiam. Pada dasarnya, ia menganggap ayahnya mudah ditangani, namun pada usianya
sekarang ia juga sudah dapat mengamati tindak-tanduk ayahnya secara kritis. Kini, daripada
berdebat, ia memilih merengut dan mendongkol. Ini pun dipandang sebagai kelemahan oleh
Yoshimoto. Ia sangat menyayangi putranya yang tolol, dan ia sadar bahwa ia tak pernah memberi
contoh baik bagi Ujizane.
"Cukup. Mulai sekarang kau harus lebih mengekang diri. Bagaimana, Ujizane?"
"Ya." "Kenapa kau kelihatan kecewa?" "Ananda tidak kecewa."
"Hmm, kalau begitu, pergilah! Ini bukan waktunya memelihara burung."
"Baiklah, tapi..."
"Apa yang ingin kaukatakan?"
"Apakah sekarang waktunya untuk minum sake bersama perempuan-perempuan dari Kyoto, serta
menari dan memukul gendang sepanjang sore?"
"Jaga mulutmu!" "Tapi, Ayahanda..."
"Diam!" Yoshimoto berkata sambil melemparkan kipasnya ke arah Ujizane.
"Mestinya kau lebih tahu diri. Bagaimana aku bisa mengangkatmu sebagai pewarisku, kalau kau
tidak memperlihatkan minat pada masalah militer dan tidak mau mempelajari seluk-beluk
pemerintahan dan ekonomi" Ayahmu mendalami Zen ketika masih muda, melalui segala macam
kesulitan, dan mengambil bagian dalam pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Kini aku
14 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
penguasa provinsi kecil ini, tapi suatu hari nanti aku akan memerintah seturuh negeri. Kenapa aku
diberin putra yang begitu kecil hati dan bercita-cita kerdil" Tak ada yang patut kukeluhkan selain
kekecewaanku terhadapmu."
Para pengikut Yoshimoto gemetar ketakutan di selasar. Mereka masing-masing menatap lantai
sambil membisu. Bahkan Ujizane pun menundukkan kepala dan memandang kipas ayahnya yang
tergeletak di kakinya. Pada saat itu seorang samurai masuk dan mengumumkan. "Yang terhormat Tuan Sessai, Tuan
Ieyasu, dan para pengikut senior menanti tuanku di Paviliun Jeruk Mandarin."
Paviliun Jeruk Mandarin didirikan di lereng bukit yang ditumbuhi pohon jeruk mandarin, dan ke
sanalah Yoshimoto mengundang Sessai dan para penasihat lainnya, dengan alasan mengadakan
upacara teh pada malam hari.
"Ah! Begitukah" Semuanya sudah datang" Sebagai tuan rumah, tidak sepatutnya aku terlambat."
Yoshimoto berkata seakan-akan terselamatkan dari konfrontasi dengan putranya, lalu menyusuri
selasar ke arah berlawanan.
Sejak semula upacara minum teh itu hanya tipu muslihat belaka. Namun bayangan menari-nari
yang ditimbulkan oleh cahaya lentera menyelubungi tempat itu dengan suasana anggun, cocok
untuk upacara minum teh pada malam hari. Tapi begitu Yoshimoto masuk dan pintu-pintu ditutup,
para pengawal menerapkan pengawasan yang begitu ketat, sehingga air pun tak dapat menyusup
tanpa diketahui. "Yang Dipertuan Agung." Seorang pengikut mengumumkan kedatangan junjungannya, seakan-akan
mengumumkan kedatangan seorang raja. Di dalam ruangan besar itu, sama seperti di kuil-kuil.
sebuah lentera redup berkelip-kelip. Sessai dan para pengikut senior duduk membentuk barisan,
dengan Tokugawa Ieyasu di ujungnya. Barisan orang itu membungkuk ke arah junjungan mereka.
Pakaian sutra Yoshimoto terdengar berdesir dalam keheningan. Ia mengambil tempat duduk, tanpa
disertai pelayan maupun pembantu. Kedua pembantunya menjaga jarak dua atau tiga meter di
belakangnya. "Maafkan keterlambatanku," Yoshimoto menang-gapi salam para pengikutnya. Kemudian, secara
khusus ia berkata pada Sessai. "Ini tentu merupakan beban bagi Yang Terhormat." Belakangan ini
Yoshimoto selalu menanyakan kesehatan Sessai pada waktu mereka bertemu. Sudah sejak lima
atau enam tahun ini Sessai sering sakit-sakitan, dan dalam bulan-bulan terakhir terlihat jelas bahwa
ia bertambah tua. Sessai telah membimbing, melindungi, dan mengilhami Yoshimoto sejak masa kanak-kanaknya.
Yoshimoto menyadari bahwa ia mencapai kejayaannya berkat keahlian Sessai sebagai negarawan,
serta kemampuannya menyusun rencana. Jadi, mula-mula Yoshimoto merasakan pertambahan
usia Sessai seperti pertambahan usianya sendiri, tapi ketika mengetahui bahwa kekuatan marga
Imagawa tidak berkurang karena tidak mengandalkan Sessai, dan bahwa kekuatannya justru
semakin berkembang, ia mulai percaya bahwa keberhasilannya merupakan akibat dari
kemampuannya sendiri. "Karena aku kini telah dewasa.'' Yoshimoto pernah berkata pada Sessai. "jangan risaukan urusan
pemerintahan provinsi atau urusan militer. Nikmatilah sisa waktumu, dan pusatkanlah pikiranmu
15 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pada penyebaran Jalan Buddha." Jelaslah bahwa ia mulai mengambil jarak terhadap Sessai.
Namun dari sudut pandang Sessai, Yoshimoto menyerupai anak kecil yang terseok-seok, dan ia
merasakan keprihatinan yang sama. Sessai memandang Yoshimoto persis seperti Yoshimoto
memandang putranya, Ujizane. Sessai menganggap Yoshimoto tak dapat diandalkan. Ia tahu
bahwa Yoshimoto merasa kikuk dengan kehadirannya dan telah berupaya menjauhkannya, tapi ia
terus berusaha membantu, baik dalam urusan pemerintahan maupun militer. Sejak awal musim
semi tahun itu, tak satu pun dari kesepuluh pertemuan di Paviliun Jeruk Mandarin yang tidak
diikutinya. Apakah mereka akan bergerak sekarang, atau menunggu sedikit lebih lama" Pertemuan ini akan
menentukannya, dan masa depan seluruh marga Imagawa tergantung pada keputusan yang akan
diambil. Diiringi suara jangkrik, pertemuan yang akan mengubah peta kekuasaan seluruh negeri
berlangsung di bawah pengamanan ketat. Ketika nyanyian serangga tiba-tiba terhenti, para
pengawal langsung mondar-mandir menyusuri semak-semak di luar paviliun.
"Sudahkah kau menyelidiki apa yang kita bicarakan pada penemuan terakhir?" Yoshimoto bertanya
pada salah seorang jendralnya.
Jendral itu merentangkan beberapa dokumen di lantai dan membuka penemuan dengan memberi
penjelasan secara garis besar. Ia telah menyusun laporan mengenai kekuatan militer dan ekonomi
marga Oda. "Mereka dikabarkan sebagai marga kecil, tapi belakangan ini terlihat tanda-tanda
bahwa ekonomi mereka berkembang pesat." Sambil bicara, ia memperlihatkan beberapa diagram
pada Yoshimoto. "Owari dipandang sebagai satu kesatuan, tapi di bagian timur dan selatan ada
beberapa tempat, seperti benteng Iwakura, yang telah bersumpah setia pada tuanku. Disamping itu,
ada sejumlah orang yang walaupun pengikut Oda, diketahui merasa bimbang mengenai kesetiaan
mereka. Jadi, dalam keadaan sekarang, kurang dari setengah, mungkin hanya dua per lima, dari
seluruh Owari yang berada di bawah kekuasaan marga Oda."
"Begitu," ujar Yoshimoto. "Sepertinya mereka hanya marga kecil, persis seperti yang kita dengar.
Hmm, berapa banyak prajurit yang sanggup mereka kerahkan?"
"Mengingat mereka hanya menguasai dua per lima dari Owari, wilayah mereka mampu
menghasilkan sekitar seratus enam puluh ribu sampai tujuh puluh ribu gantang padi. Dengan
perhitungan bahwa sepuluh ribuu gantang padi cukup untuk sekitar dua ratus lima puluh orang,
walaupun seluruh pasukan Oda dikerahkan, jumlah mereka takkan melebihi empat ribu orang. Dan
jika dikurangi dengan jumlah pengawal di benteng-benteng, hamba meragukan kemampuan
mereka untuk mengumpulkan lebih dari sekitar tiga ribu orang."
Tiba-tiba Yoshimoto tertawa. Kalau tertawa, telah menjadi kebiasaannya untuk mencondongkan
badannya sedikit dan menutupi giginya yang hitam dengan kipas. "Tiga atau empat ribu, katamu"
Hah, itu nyaris tak cukup antuk mendirikan provinsi. Sessai berpendapat bahwa musuh yang harus
diperhatikan saat kita bergerak menuju ibu kota adalah orang-orang Oda, dan kalian semua pun
berulang kali menyinggung marga itu. Karena itulah aku minta agar laporan-laporan ini disusun.
Tapi apa yang akan dilakukan tiga atau empat ribu orang di hadapan pasukanku" Apa sulitnya
menjadikan mereka bulan-bulanan, lalu menghancurkan mereka dengan sekali pukul?"
Sessai tidak mengatakan apa-apa; yang lain pun tetap membisu. Mereka tahu bahwa Yoshimoto
16 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
takkan berubah pikiran. Rencana itu sudah tersusun sejak bertahun-tahun, dan tujuan segala
persiapan militer serta administrasi wilayah marga Imagawa adalah gerakan Yoshimoto ke ibu kota
serta penguasaan seluruh negeri. Waktunya sudah tiba dan Yoshimoto tak sanggup menahan diri
lebih lama lagi. Meski demikian, jika beberapa pertemuan telah diadakan sejak musim mi dengan
maksud mengambil keputusan, sedangkan tujuan belum juga tercapai, itu berarti dalam kelompok
penentu ini terdapat seseorang yang berpendapat bahwa waktunya belum tepat. Suara sumbang ini
milik Sessai. Ia bukan hanya berpendapat bahwa waktunya belum tiba, melainkan juga memberikan
saran agar pembenahan administrasi internal diutamakan dulu. Ia tidak mengkritik ambisi
Yoshimoto untuk menyatukan seluruh negeri, tapi ia juga tidak memberikan persetujuannya.
"Marga Imagawa merupakan marga termasyhur pada masa ini." ia sempat berkala pada Yoshimoto.
"Jika suatu ketika tak ada yang mewarisi kekuasaan sang Shogun, anggota marga Imagawa-lah
yang harus tampil ke depan. Kau harus memelihara cita-cita besar ini, dan mulai sekarang kau
melatih diri agar mampu memerintah seluruh negeri." Sessai sendirilah yang mengajari Yoshimoto
untuk berpandangan luas. Daripada menjadi penguasa sebuah benteng, jadilah penguasa seluruh
provinsi. Daripada jadi pemimpin satu provinsi, jadilah pemimpin seluruh distrik. Daripada
memerintah seluruh distrik, lebih baik memerintah seluruh negeri.
Semua orang memberi nasihat seperti ini. Dan semua anak samurai menghadapi dunia yang kacau
dengan ajaran ini terpatri di kepala. Ini pula yang menjadi fokus latihan yang diberikan Sessai pada
Yoshimoto. Jadi, sejak Sessai bergabung dengan dewan pimpinan Yoshimoto, pasukan marga
Imagawa berkembang pesat. Dengan langkah pasti Yoshimoto meniti tangga menuju kekuasaan
tertinggi. Namun belakangan ini Sessai merasakan pertentangan antara ajaran yang diberikannya
pada Yoshimoto dan perannya sebagai penasihat - ada sesuatu yang membuatnya bimbang
mengenai penyatuan seluruh negeri yang direncanakan Yoshimoto dengan rasa percaya diri yang
semakin kuat. Dia tidak memiliki kemampuan untuk itu, pikir Sessai. Seiring peningkatan rasa percaya diri
Yoshimoio, terutama pada tahun-tahun belakangan ini, pemikiran Sessai jadi semakin konservatif.
Inilah puncaknya. Kemampuan Yoshimoto sebagai penguasa takkan berkembang lagi. Aku harus
berusaha agar dia mau membatalkan niatnya. Inilah sumber kesedihan Sessai. Tapi harapan
bahwa Yoshimoto, yang begitu bangga akan kemajuan duniawinya, tiba-tiba bersedia membatalkan
niat untuk meraih kekuasaan tertinggi amatlah kecil. Keberatan Sessai disambut dengan tawa dan
dipandang sebagai tanda bahwa ia mulai uzur, dan karena itu tidak mendapat tanggapan.
Yoshimoto menganggap seluruh negeri sudah berada dalam genggamannya.
Ini harus diakhiri secepatnya. Sessai tidak lagi mengingatkannya. Malah sebaliknya, dalam setiap
pertemuan ia bersikap teramat hati-hati.
"Kesulitan apa yang mungkin menghadangku jika aku bergerak menuju Kyoto dengan seluruh
kekuatanku serta pasukan gabungan Suruga, Totomi.
dan Mikawa?" Yoshimoto kembali bertanya. Ia merencanakan untuk menempuh perjalanan ke ibu
kota tanpa penumpahan darah, mempelajari kondisi di semua provinsi yang akan dilaluinya, dan
menyiapkan kebijakan diplomasi sejak jauh hari. untuk sedapat mungkin menghindari pertempuran.
Namun pertempuran pertama dalam perjalanan menuju Kyoto bukanlah melawan provinsi-provinsi
kuat seperti Mino atau Omi. Pertempurannya akan berlangsung melawan marga Oda dari Owari.
Mereka tak berarti. Tapi mereka tidak bisa diajak berdamai melalui diplomasi, atau disuap dengan
uang. 17 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka memang musuh yang merepotkan. Dan bukan hanya sekarang atau kemarin. Selama
empat puluh tahun terakhir, marga Oda dan marga Imagawa berperang, iika sebuah benteng
direbut, benteng lain akan jatuh ke tangan lawan, dan jika sebuah kota dibakar, sepuluh desa akan
musnah dilahap api. Bahkan dari zaman ayah Nobunaga dan kakek Yoshimoto pun kedua marga


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu seakan-akan berikrar bahwa mereka akan terus saling menggempur di perbatasan kedua
provinsi. Ketika desas-desus mengenai rencana Yoshimoto sampai ke telinga marga Oda, mereka segera
memutuskan untuk menentukan nasib dalam satu pertempuran besar. Bagi Yoshimoto, orang-orang
Oda merupakan korban ideal untuk pasukannya yang hendak maju ke ibu kota, dan ia terus
mematangkan rencana untuk melawan mereka.
Inilah pertemuan terakhir dewan perang. Sessai, Ieyasu,. dan para pembantunya meninggalkan
istana. Mereka menempuh perjalanan pulang dalam keadaan gelap gulita, tak satu lentera pun
menyala di Sumpu. "Tak ada yang dapat kita lakukan sdain berdoa agar keberuntungan berada di pihak kita." gumam
Sessai. Semakin tua seseorang, bahkan jiwa yang paling gemilang pun kembali kekanak-kanakan.
"Dingin sekali rasanya." Padahal malam itu bukanlah malam yang patut disebut dingin.
Belakangan, ketika orang-orang mengingat keiadian ini, jelas bahwa itulah awal memburuknya
kesehatan si biksu. Itulah malam terakhir kaki Sessai menapak di bumi. Dalam kesunyian musim
gugur. Sessai meninggal dengan tenang, tanpa diketahui.
*** Di tengah-tengah musim dingin tahun itu. pertempuran-pertempuran kecil di sepanjang perbatasan
mendadak berkurang. Namun sesungguhnya ini merupakan masa penggalangan kekuatan untuk
menjalankan rencana yang lebih besar. Tahun berikutnya gandum di ladang-ladang subur di
provinsi-aaovinsi pesisir tumbuh tinggi. Bunga-bunga ceri berguguran, dan wangi daun-daun muda
naik ke langit. Awal musim panas. Dari Sumpu. Yoshimoto memberi perintah kepada pasukannya untuk bergerak
menuju ibu kota. Kemegahan pasukan Imagawa membuat dunia terbelalak kagum. Dan
pengumumannya menyebabkan provinsi-provinsi kecil gemetar ketakutan. Pesannya singkat dan
jelas: Mereka yang menghalangi pasukanku akan dihancurkan. Mereka yang menerimanya dengan
penuh kesopanan akan diperlakukan dengan baik.
Seusai Perayaan Anak-Anak Laki-Laki, Sumpu diserahkan ke tangan pewaris Yoshimoto, Ujizane,
dan pada hari kedua belas di bulan kelima, pasukan utama mulai bergerak, diiringi sorak-sorai
rakyat. Para prajurit gagah, dengan pancaran cemerlang menyaingi matahari, berangkat menuju ibu
kota. Pasukan itu mungkin terdiri atas dua puluh lima ribu atau dua puluh enam ribu orang, tapi
sengaja dikabarkan sebagai pasukan berkekuatan empat puluh ribu orang. Pada hari kelima belas,
barisan terdepan memasuki kota Chiryu. dan mendekati Narumi pada hari ketujuh belas, mereka
membakar desa - di bagian Owari itu. Cuaca terus baik dan hangat. Alur-alur di ladang gandum dan
tanah yang sedang berbunga tampak memutih. Di sana-sini di langit biru terlihat kepulan asap hitam
yang berasal dari yang dibakar. Namun tak satu letusan senapan pun datang dan marga Oda. Para
petani telah diperintahkan untuk mengungsi, dan meninggalkan apa pun bagi pasukan Imagawa
18 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang terus mendesak. "Kalau begini, bisa-bisa benteng di Kiyosu juga dalam keadaan kosong!"
Para perwira dan prajurit Imagawa merasakan baju tempur mereka menjadi beban di tengah
kejemuan di jalan-jalan yang datar dan tenteram.
Di Benteng Kiyosu, lentera-lentera menyala seperti biasa. Namun lentera-lentera itu seakan-akan
dinyalakan untuk menghadapi hantaman badai dahsyat yang akan datang. Pohon-pohon yang
berdiri tak bergerak di pekarangan benteng mengingatkan akan ketenangan di pusat badai. Dan
sampai sekarang belum juga ada petunjuk dari benteng kepada rakyat. Tak ada perintah untuk
mengungsi atau mempersiapkan penahanan, bahkan tak ada pengumuman untuk membangkitkan
semangat. Para pedagang membuka toko seperti biasa. Para pengrajin bekerja seperti biasa. Para
petani pun pergi ke ladang seperti biasa. Tapi lalu lintas di jalan-jalan telah terhenti selama
beberapa hari. Kota agak lebih sepi dan desas-desus merajalela. "Kudengar Imagawa Yoshimoto menuju ke barat
dengan pasukan berkekuatan empat puluh ribu orang."
Setiap kali para warga yang gelisah bertemu, mereka mengira-ngira nasib mereka.
"Tak ada jalan untuk bertahan. Kekuatan kita tak sampai sepersepuluh pasukan Imagawa."
Dan di tengah-tengah suasana serbaragu, mereka melihat para jendral melewati kota, satu per
satu. Beberapa di antara mereka adalah komandan yang meninggalkan benteng untuk kembali ke
wilayah masing-masing, tapi ada juga yang mengambil tempat di benteng.
"Mungkin mereka sedang membahas apakah lebih baik menyerah kepada orang-orang Imagawa.
atau mempertaruhkan nasib marga dengan bertempur." Dugaan rakyat jelata menyangkut hal-hal
yang tak dapat mereka saksikan, namun biasanya tanda-tanda yang tampak tak luput dari
pengamatan mereka. Sebenarnya masalah tersebut sudah beberapa hari menjadi pokok
pembicaraan di benteng. Pada setiap pertemuan, para jendral terbagi dalam dua kutub.
Para pendukung "rencana aman" dan "utamakan marga" berpendapat bahwa sebaiknya mereka
menyerah pada orang-orang Imagawa. Tetapi perbedaan pendapat itu tidak berlangsung lama. Dan
ini karena Nobunaga telah membulatkan tekad.
Satu-satunya alasan ia mengadakan pertemuan dengan para pengikut senior adalah untuk
menyampaikan keputusannya pada mereka, bukan guna membahas rencana pertahanan maupun
kebijaksanaan untuk mengamankan Owari. Setelah mendengar keputusan Nobunaga, banyak
jendral memberi tanggapan positif, dan dengan semangat baru, kembali ke benteng
masing-masing. Kemudian Kiyosu kembali tenteram seperti biasa, dan jumlah prajurit tidak bertambah secara
mencolok. Namun, seperti bisa diduga, malam itu Nobunaga berulang kali dibangunkan agar
membaca pesan yang dibawa oleh kurir-kurir.
Keesokan malamnya, segera setelah menyelesaikan makan malam sederhana, Nobunaga pergi ke
ruang utama untuk membahas situasi militer. Di sana, para jendral yang belum meninggalkan
benteng masih terus mengelilinginya. Semuanya kurang tidur, dan wajah-wajah pucat mereka
19 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memperlihatkan kecerahan hati. Para pengikut yang tidak terlibat langsung dalam pembicaraan
berdesak-desakan di ruang sebelah dan di ruang setelah itu. Orang seperti Tokichiro duduk dalam
ruangan yang terpisah jauh. Dua malam sebelumnya, begitu juga malam kemarin dan malam ini.
mereka cemas dan tak bersuara, seakan-akan menahan napas. Dan pasti tak sedikit orang yang
menatap lentera-lentera dan rekan-rekan mereka, sambil berpikir, "Ini sama saja dengan menjaga
jenazah." Di tengah kegalauan, suara tawa terdengar dari waktu ke waktu. Nobunaga-lah yang tertawa.
Mereka yang duduk di tempat jauh tidak mengetahui apa yang ditertawakan, tapi mereka
mendengarnya berulang-ulang.
Tiba-tiba seorang kurir terdengar berlari menyusun selasar. Shibata Katsuie, yang bertugas
membacakan laporan dari garis depan di hadapan Nobunaga, menjadi pucat sebelum kata-kata
melewati bibirnya. "Tuanku!" "Ada apa?"
"Pesan keempat sejak pagi tadi baru saja tiba dari benteng di Marune."
Nobunaga memindahkan sandaran tangannya ke depan. "Bagaimana?"
"Kelihatannya malam ini pasukan lmagawa akan bergerak ke Kutsukake."
"Begitukah?" Hanya ini yang dikatakan Nobunaga, sementara matanya menatap kosong ke arah
jendela kecil di atas pintu. Bahkan Nobunaga pun tampak bingung. Meski sejak beberapa saat lalu
orang mengandalkan ketegaran Nobunaga, kini perasaan putus asa menyusup ke hati mereka.
Kutsukake dan Marune berada di wilayah kekuasaan marga Oda. Dan jika garis pertahanan penting
itu telah terputus. Dataran Owan nyaris tanpa pertahanan, dan jalan menuju Benteng Kiyosu tak
terhalang lagi. "Apa yang akan tuanku lakukan?" tanya Katsuie. seakan-akan tak sanggup lagi menahan
kesunyian. "Kami mendengar pasukan Imagawa mungkin berjumlah empat puluh ribu orang.
Kekuatan kita sendiri kurang dari empat ribu orang. Di Benteng Marune paling banyak hanya ada
tujuh ratus orang. Walaupun barisan terdepan Imagawa, pasukan di bawah pimpinan Tokugawa
Ieyasu, hanya berjumlah dua ribu lima ratus orang, Marune tetap menyerupai kapal yang
dipermainkan gelombang."
"Katsuie. Katsuie!"
"Sanggupkah kita mempertahankan Marune dan Washizu sampai fajar..."
"Katsuie! Tulikah kau" Mengapa kau berceloteh tanpa ujung-pangkal" Percuma saja
mengulang-ulangi yang sudah jelas."
"Tapi..." Tepat pada saat Katsuie angkat bicara, ia dipotong oleh suara langkah kurir berikut. Orang
itu bicara dengan gaya sok penting dan ambang pintu ruang sebelah.
"Hamba membawa berita penting dari benteng-benteng di Nakajima dan Zenshoji." Laporan-laporan
dan pasukan di garis depan yang telah bertekad untuk bertempur sampai titik darah penghabisan
selalu bernada menyedihkan, dan kedua laporan yang baru tiba pun bukan perkecualian.
20 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kedua-duanya dimulai dengan. "Ini mungkin pesan terakhir kami untuk Benteng Kiyosu..."
Kedua laporan terakhir dari garis depan berisi serupa. Kedua-duanya menjelaskan susunan
pasukan musuh, dan kedua-duanya meramalkan serangan pada keesokan harinya.
"Ulangi bagian mengenai susunan pasukan musuh." Nobunaga memberi perintah pada Katsuie,
sambil bertopang pada sandaran tangan. Katsuie kembali membacakan bagian itu, bukan hanya
untuk Nobunaga, tapi untuk semua yang sedang duduk berbaris di situ.
"Pasukan musuh yang menuju benteng di Marune: sekitar dua ribu lima ratus orang. Pasukan
musuh yang menuju benteng di Washizu: sekitar dua ribu orang. Pasukan pendamping: tiga ribu
orang. Pasukan ulama yang mengarah ke Kiyosu: sekitar enam ribu orang. Pasukan utama
Imagawa: sekitar lima ribu orang." Sambil terus membaca. Katsuie menambahkan bahwa tidak
terlihat dari angka-angka itu berapa banyak gerombolan musuh yang bergerak sambil menyamar.
Setelah selesai. Katsuie meletakkan gulungan berisi pesan ke hadapan Nobunaga. Semuanya
menatap lentera putih sambil membisu.
Mereka akan bertempur sampai titik darah peng-habisan. Jalan hidup mereka telah ditentukan. Tak
ada tempat untuk debat berkepanjangan. Namun mereka merasa tersiksa, karena mereka hanya
menunggu tanpa berbuat apa-apa. Washizu, Marune, maupun Zenshoji tidak berjarak jauh. Dengan
memacu kuda, tempat-tempat itu bisa dicapai dengan cepat. Pasukan Imagawa hampir terlihat di
depan mereka, empat puluh ribu orang, menerjang bagaikan air bah. Suara mereka hampir
tertangkap oleh telinga. Dari salah satu sudut terdengar suara orang tua yang dilanda kesedihan, "Tuanku sudah
mengambil keputusan jantan, tapi janganlah beranggapan bahwa gugur di medan tempur
merupakan satu-satunya jalan bagi para samurai. Bukankah lebih baik tuanku
mempertimbangkannya kembali" Walaupun dicap pengecut, hamba merasa masih ada tempat
untuk berpikir, untuk menyelamatkan marga dari kemusnahan." Orang itu Hayashi Sado, orang
yang paling lama mengabdi dari antara mereka semua. Bersama Hirate Nakatsukasa, yang
melakukan bunuh diri untuk memperingatkan Nobunaga, ia salah satu dari ketiga pengikut senior
yang oleh Nobuhide. menjelang ajalnya, ditugaskan untuk mengurus Nobunaga. Dan ia
satu-satunya yang masih hidup dari ketiga orang itu. Saran Hayashi diterima baik oleh semua yang
hadir. Dan dalam hati mereka berdoa agar Nobunaga mau mendengarkan kata-kata orang tua itu.
"Jam berapa sekarang?" tanya Nobunaga. mengalihkan pembicaraan.
"Jam Tikus." balas seseorang dari ruang sebelah. Ketika kata-kata bertambah lemah dan malam
semakin larut, semuanya seperti diliputi kemurungan.
Akhirnya Hayashi menyembah, dan dengan kepalanya yang ubanan tertunduk ke lantai, ia bicara
ke arah Nobunaga, "Tuanku, mari kita pertimbangkan sekali lagi. Mari mengadakan perundingan.
Hamba memohon. Kalau tajar tiba, seluruh pasukan dan benteng-benteng kita terancam remuk di
tangan pasukan Imagawa. Kita terancam kekalahan total. Daripada begitu, lebih baik mengadakan
perundingan perdamaian. Ikat mereka dalam perundingan perdamaian sebelum..."
Nobunaga meliriknya. "Hayashi?" "Ya, tuanku."
"Kau sudah tua. Jadi tentu sukar bagimu untuk duduk berlama-lama. Pembicaraan kita sudah
selesai, dan malam telah larut. Pulanglah dan beristirahatlah." "Ini sudah melebihi batas,..." ujar
21 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hayashi sambil berurai air mata. Ia menangis karena mengira akhir marga telah dekat. Ia pun
bersedih karena dianggap orang tua tak berguna. "Jika tuanku telah membulatkan tekad, hamba
takkan mengatakan apa-apa lagi mengenai keinginan tuanku untuk bertempur."
"Jangan!" "Tampaknya keinginan tuanku untuk bertempur tak tergoyahkan lagi."
"Memang begitu."
"Pasukan kita kecil - kurang dari sepersepuluh pasukan musuh. Jika bertempur melawan mereka,
peluang kita kurang dari satu banding seribu, jika kita mengurung diri di dalam benteng, kita masih
sempat menyusun rencana."
"Menyusun rencana?"
"Kalau kita sanggup menahan pasukan Imagawa selama dua minggu atau satu bulan saja, kita bisa
mengutus kurir ke Mino atau Kai untuk minta bantuan. Mengenai strategi lain, di sini cukup banyak
orang yang tahu bagaimana mengganggu musuh."
Nobunaga tertawa begitu keras, hingga gemanya terdengar memantul langit-langit. "Hayashi, itu
strategi untuk keadaan normal. Kaupikir ini normal untuk marga Oda?"
"Pertanyaan tuanku tak memerlukan jawaban." "Walaupun kita memperpanjang hidup selama lima
atau sepuluh hari, yang tak dapat dipertahankan tetap tak dapat dipertahankan. Tapi ada yang
berucap. 'Arah perjalanan nasib tak pernah diketahui.'
"Kalau kupikir-pikir, aku menarik kesimpulan bahwa kita telah mencapai titik terendah
kesengsaraan. Dan kesengsaraan kita sungguh menarik. Dan, tentu saja, juga amat besar. Meski
demikian, mungkin inilah kesempatan seumur hidup yang disediakan nasib bagiku. Andai kata kita
mengurung diri dalam benteng, haruskah kita berdoa agar diberi umur panjang tanpa kehormatan"
Orang dilahirkan untuk mati. Relakanlah hidup kalian untukku. Bersama-sama kita akan maju di
bawah langit biru dan gugur seperti prajurit sejati." Setelah selesai berbicara. Nobunaga langsung
mengubah nada suaranya. "Hmm, kalian semua kelihatan kurang tidur." Senyum tipis muncul di wajahnya. "Hayashi. kau
tidurlah juga. Semuanya perlu tidur. Aku yakin tak seorang pun di antara kita begitu pengecut,
sehingga tak sanggup memejamkan mata."
Setelah kata-kata itu terucap, rasanya tak pantas untuk tidak tidur. Namun sesungguhnya tak
seorang pun dari mereka tidur nyenyak selama dua malam terakhir. Nobunaga satu-satunya
perkecualian. Ia tidur lelap pada malam hari, bahkan sempat tidur sebentar pada siang hari, bukan
di kamar tidurnya, melainkan di mana saja.
Sambil bergumam seakan-akan pasrah, Hayashi membungkuk ke arah junjungannya dan
rekan-rekannya, lalu mengundurkan diri.
Seperti gigi yang dicabut, semua orang berdiri dan pergi satu per satu. Akhirnya tinggal Nobunaga
22 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
di ruang pertemuan yang luas. Ia tampak tenang, seolah-
olah tak ada yang membebani pikirannya. Ketika menoleh ke belakang, ia melihat dua pelayan yang
tidur sambil saling bersandar. Salah satu dan mereka. Tohachiro. baru berusia tiga belas tahun. Ia
adik Maeda lnuchiyo. Nobunaga memanggilnya.
"Tohachiro!" "Tuanku?" Tohachiro duduk tegak, menghapus air liur yang mengalir dari sudut mulutnya dengan
satu tangan. "Kau tidur nyenyak." "Maafkan hamba."
"Bukan, bukan. Aku tidak bermaksud memarahimu. Justru sebaliknya, aku memujimu. Aku pun
akan tidur sejenak. Ambilkan sesuatu untuk bantal."
"Tuanku hendak tidur di sini?"
"Ya. Fajar cepat tiba pada musim ini, jadi sekaranglah waktu yang baik unruk tidur
sebentar-sebentar. Ambilkan kotak di sebelah sana. Biar kupakai itu saja." Nobunaga merebahkan
diri sambil bicara, menopang kepala dengan siku, sampai Tohachiro membawakan kouk yang
diminu. Tubuhnya terasa bagaikan perahu yang mengambang. Tutup kotak itu dihiasi gambar
pinus, bambu, dan pohon prem - lambang-lambang keberuntungan. Sam-bil menyelipkannya ke
bawah kepala. Nobunaga berkata. "Bantal ini akan memberikan mimpi baik." Kemudian, sambil
tertawa-tawa kecil, Nobunaga memejamkan mata, dan akhirnya, ketika si pelayan mematikan
lampu-lampu satu per satu, senyum tipis pada wajahnya menghilang seperti salju yang mencair. Ia
segera terlelap, wajahnya tampak damai di sela-sela bunyi mendengkur Tohachiro merangkak
keluar untuk memberitahu para samurai di ruang jaga. Para pengawal merasa muram, menyangka
bahwa akhirnya telah dekat. Dan yang mutlak, tentu saja, tak ada yang menanti mereka selain
kematian Orang-orang di dalam benteng berhadapan langsung dengan kematian, sementara waktu
sudah melewati tengah malam "Aku tidak keberatan mati. Masalahnya, dengan cara apa kita akan
mati?" Inilah dasar kegelisahan mereka, dan pertanyaan itu tetap berkecamuk dalam dada masing-masing.
Karena itu, di antara mereka masih ada orang-orang yang belum membulatkan tekad.
"Beliau tidak boleh kedinginan." Sai, dayang Nobunaga, berkata, dan menyelimuti Nobunaga
dengan kain penutup tempat tidur. Setelah itu, Nohunaga tidur selama dua jam.
Persediaan minyak di dalam lampu-lampu kini hampir habis, apinya yang nyaris padam
menimbulkan bunyi gemercik. Tiba-tiba Nobunaga mengangkat kepala dan berseru.
"Sai! Sai! Siapa yang ada di sini?"
Panglima Bergigi Hitam 23 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
PINTU kayu bergeser tanpa suara. Penuh hormat Sai membungkuk di hadapan Nobunaga, lalu
menutup pintu perlahan-lahan.
"Tuanku sudah terjaga?" "Jam berapa sekarang?" "Jam Kerbau, tuanku." "Bagus."
"Hamba menunggu perintah tuanku."
"Bawakan baju tempurku dan suruh orang-orang menyiapkan kudaku. Dan buatkan sarapan
untukku." Sai bekerja efisien, dan untuk mengurus kebutuhan-
kebutuhan pribadinya. Nobunaga selalu berpaling padanya. Perempuan itu pasrah pada nasib dan
tidak cerewet. Setelah membangunkan pelayan yang tidur di ruang sebelah, ia memberitahu
samurai yang sedang bertugas jaga agar mengambil kuda Nobunaga, lalu ia membawa masuk
makanan majikannya. Nobunaga meraih sumpit. "Jika fajar tiba, kita telah memasuki hari kesembilan belas di Bulan
Kelima." "Ya, tuanku." "Di seluruh negeri takkan ada yang makan pagi sedini ini. Hmm, lezat sekali. Aku minta semangkuk
lagi. Apa lagi yang ada?"
"Sedikir lumut laut kering dan beberapa buah berangan."


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak mengecewakanku." Dengan riang Nobunaga menghabiskan buburnya dan makan dua
atau tiga buah berangan. "Ah, nikmatnya. Sai, ambilkan rebanaku." Nobunaga sangar menghargai
rebana yang diberi nama Narumigata olehnya. Ia menempelkannya ke bahu dan memukulnya dua
atau tiga kali. "Bunyinya nyaring sekali! Mungkin karena masih pagi sekali, tapi bunyinya lebih jernih
daripada biasanya. Sai, mainkan sepenggal Atsumori agar aku bisa menari."
Dengan patuh Sai mengambil rebana dari tangan Nobunaga dan mulai memainkannya. Di bawah
jemarinya yang luwes, bunyi rebana terdengar jelas dan seluruh benteng seakan-akan bernyanyi:
Bangunlah! Bangunlah! Hidup manusia Hanya lima puluh tahun di bawah langit...
Nobunaga berdiri. Ia mulai melangkah dengan gemulai, dan menembang seiring irama rebana.
Jelas bahwa dunia ini Tak lebih dari mimpi yang sia-sia. Hidup hanya sekali.
Adakah yang tidak akan hancur"
Suaranya lebih bergema dan lantang daripada biasa.
Dan ia menembang seakan-akan hendak menyambut ajal yang telah dekai.
Seorang samurai bergegas menyusuri selasar. Baju tempurnya bergemerin-cing ketika ia berturut di
24 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
lantai kayu. "Kuda tuanku telah siap. Kami menanti perintah tuanku."
Tangan dan kaki Nobunaga berhenti di tengah-tengah tarian. dan ia berpaling kepada orang itu.
"Bukankah kau Iwamuro Nagaro?"
"Ya, tuanku." Iwamuro Nagato mengenakan baju tempur lengkap dan membawa pedang panjangnya. Namun
Nobunaga belum memakai baju tempur, dan malah sedang menari diiringi rebana di rangan
seorang dayang. Nagato tampak kaget, dan dengan sangsi ia menatap berkeliling. Yang
menyampaikan perintah agar menyiapkan kuda untuk menghadapi pertempuran adalah pelayan
Nobunaga sendiri. Semua orang lelah karena kurang tidur, dan si pelayan pun gelisah sekali.
Mungkinkah ada kesalahan" Nagato telah berpakaian dengan terburu-buru, tapi ia menjadi bingung
ketika melihat Nobunaga tampak santai. Biasanya, kalau Nobunaga berkata. "Kuda!" ia akan
menghambur keluar sebelum para pengikutnya sempat bersiap-siap. jadi sudah sepatutnya Nagato
terheran-heran. "Masuklah." ujar Nobunaga, tangannya masih dalam posisi seperti ketika ia berhenti menari.
"Nagato, kau sungguh beruntung. Kau satu-satunya orang yang sempat menyaksikan tarian
perpisahanku dengan dunia ini."
Setelah Nagato memahami maksud junjungannya, ia merasa malu atas kesangsiannya dan
bergeser ke pojok ruangan.
"Bahwa dari sekian banyak pengikut junjungan hamba, hambalah satu-satunya yang menyaksikan
tarian terpenting dalam hidup beliau, sungguh itu berkah yang patut hamba nikmati. Meski
demikian, hamba bermaksud mohon izin untuk menembang menyambut kepergian hamba dari
dunia ini." "Kau bisa menembang" Bagus. Sai, dari awal lagi." Si dayang hanya membisu dan menundukkan
kepala bersama rebana di tangannya. Nagato menyadari bahwa ketika Nobunaga mengatakan
tarian, yang dimaksudnya adalah Atsumori.
Hidup manusia Hanya lima puluh tahun di bawah langit. Jelas bahwa dunia ini Tak lebih dari mimpi
yang sia-sia. Hidup hanya sekali Adakah yang tidak akan hancur"
Ketika Nagato bernyanyi, ia mengenang tahun-tahun pengabdiannya yang dimulai pada waktu
Nobunaga masih kanak-kanak. Menari dan penyanyi menjadi satu dalam jiwa. Air mata Sai tampak
berkilau terkena cahaya lentera yang menerangi wajahnya yang putih, dan ia terus memukul
rebana. Pagi itu ia memainkannya lebih terampil dan lebih bersemangat daripada biasa.
Nobunaga melemparkan kipasnya dan berseru. "Menyongsong kematian!" Ketika mengenakan baju
tempur, ia berkata. "Sai, jika kau mendengar kabar bahwa aku gugur, segeralah bakar benteng ini,
sampai tak ada yang tersisa."
Perempuan ini meletakkan rebana, dan dengan kedua tangan di lantai, ia menjawab. "Baik, tuanku,"
tanpa mengangkat kepala. "Nagato! Bunyikan sangkakala!" Nobunaga menghadap ke benteng dalam, tempat tinggal
putri-putrinya yang elok, lalu ke tanda peringatan para leluhurnya. "Selamat tinggal," ia berkata
25 Pendekar Bloon Anak Langit Dan Pendekar Lugu m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan emosi meluap-luap. Kemudian ia mengencangkan tali helmnya dan bergegas keluar.
Tiupan sangkakala yang memanggil pasukan ke medan laga memecahk
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
26Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:24:18
an keheningan menjelang fajar. Bintang-bintang tampak berkilauan di celah-celah awan.
"Yang Mulia Nobunaga berangkat perang!" Berita itu dibawa oleh seorang pelayan, mengejutkan
para samurai yang berpapasan dengannya.
Para petugas dapur dan orang-orang yang terlalu tua untuk bertempur dan akan menjaga benteng
bergegas ke gerbang untuk mengantar rekan-rekan mereka. Menghitung mereka akan memberikan
gambaran cukup jelas mengenai jumlah laki-laki yang tersisa di Benteng Kiyosu - tak sampai lima
puluh atau empat puluh. Nyatalah bahwa mereka kekurangan orang, baik di dalam benteng maupun
di medan laga. Kuda yang ditunggangi Nobunaga pada hari itu bernama Tsukinowa. Di gerbang, desir daun-daun
muda terdengar mengiringi angin, dan cahaya lentera-lentera berkelip-kelip. Nobunaga melompat
ke aras kuda, ke atas pelana berhiaskan kulit kerang, dan berderap ke gerbang utama.
Rumbai-rumbai pada baju tempur dan pedangnya berkerincing ketika ia memacu kudanya.
Mereka yang tinggal di benteng lupa diri dan bersorak-sorai sambil menyembah. Nobunaga
mengucapkan beberapa kata perpisahan kepada orang-orang tua ini, yang telah mengabdi
kepadanya selama bertahun-tahun. Ia merasa kasihan kepada mereka dan kepada putri-putrinya
yang akan kehilangan benteng serta junjungan. Tanpa menyadarinya, mata Nobunaga
berkaca-kaca. Dalam sekejap Tsukinowa telah berderap keluar benteng, menyambut fajar.
"Tuanku!" "Tuanku!" "Tunggu!"
Junjungan dan pembantu hanya berjumlah enam penunggang kuda. Dan seperti biasa, para
pengikutnya harus bersusah payah agar tidak tertinggal. Nobunaga tidak menoleh ke belakang.
Musuh berada di sebelah timur; sekutu-sekutu mereka pun ada di garis depan, Pada saat mencapai
tempat mereka akan menemui ajal. matahari pasti sudah tinggi di langit. Ketika memacu kudanya,
Nobunaga berkata dalam hati. "Dilihat dari sudut kehidupan abadi, lahir di provinsi ini dan kembali
ke pangkuan ibu pertiwi tak ada artinya.
"Ho!" "Tuanku!" seseorang tiba-tiba memanggil dari persimpangan jalan di kota.
"Yoshinari?" Nobunaga membalas seruan itu. "Ya. tuanku."
"Dan Katsuie?" "Hamba, tuanku."
"Kalian bergerak cepat!" Nobunaga memuji mereka dan bertanya sambil berdiri di sanggurdi,
"berapa kekuatan kalian?"
"Seratus dua puluh penunggang kuda di bawah Mori Yoshinari, dan delapan puluh di bawah
Shibata Katsuie. Jadi semuanya sekitar dua ratus. Kami sengaja menunggu untuk mengawal
tuanku." 1 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di antara para pemanah di bawah Yoshinari terdapat Mataemon. Tokichiro juga ikut bergabung,
memimpin tiga puluh prajurit infanteri.
Nobunaga langsung melihatnya. Ah. Monyet pun ikut. Dari atas kuda. ia mengamati kedua ratus
prajurit yang penuh semangat itu. Inilah pengikut-pcngikutku, ia berujar dalam hati, dan matanya
berbinar-binar. Dibandingkan lautan musuh yang ber-
kekuatan empat puluh ribu orang, pasukannya sendiri tak lebih dari perahu kecil atau segenggam
pasir. Tapi Nobunaga memberanikan diri bertanya, mungkinkah Yoshimato memiliki
pengikut-pengikut seperti ini" Ia bangga, baik sebagai jendral maupun sebagai laki-laki. Kalaupun
mereka akan dikalahkan, orang-orangnya takkan mati sia-sia. Mereka akan meninggalkan jejak di
bumi pada waktu mereka menggali liang kubur sendiri.
"Fajar hampir menyingsing. Mari berangkat!" Nobunaga menunjuk ke depan.
Ketika kudanya berderap menyusuri Jalan Raya Atsuta ke arah timur, kedua ratus prajuritnya
bergerak bagaikan awan. mengaduk-aduk kabur pagi yang mengambang setinggi arap
rumah-rumah di kedua tepi jalan. Tak ada baris-berbaris. Semua orang bergerak sendiri-sendiri.
Biasanya, jika penguasa provinsi berangkat ke medan tempur, rakyat jelata akan menghentikan
segala kegiatan dan memenuhi tepi jalan untuk mengelu-elukan pasukan. Lalu para prajurit akan
lewat sambil berbaris, memperlihatkan panji-panji dan pataka, sementara sang komandan
memamerkan wibawa dan kekuasaannya. Dan mereka menuju medan perang, enam langkah untuk
setiap pukulan genderang, dengan segala kemegahan. Namun Nobunaga sama sekali tidak
memedulikan lagak kosong seperti itu. Begitu cepat ia dan pasukannya bergegas maju, sehingga
mereka tak sempat membentuk barisan yang teratur.
Mereka akan bertempur sampai titik darah peng-habisan. Dengan sikap seolah-olah berseru. "Siapa
pun yang datang, datanglah!" Nobunaga memimpin anak buahnya. Tak ada yang menggeluyur.
Justru sebaliknya, ketika mereka maju, jumlah mereka semakin besar. Karena perintah untuk
mengangkat senjata begitu mendadak, mereka yang tak siap pada waktunya kini bergegas
bergabung dari kiri-kanan, atau menyusul dari belakang.
Bunyi langkah dan suara mereka membangunkan orang-orang yang masih tidur. Sepanjang jalan,
para petani, saudagar, dan pengrajin membuka pintu, dan orang-orang bermata mengantuk
berseru, "Ada pertempuran!"
Belakangan mereka mungkin menebak bahwa orang di depan, yang berderap membelah kabut pagi
adalah junjungan mereka, Oda Nobunaga. Tapi sekarang tak ada yang melihatnya.
"Nagato! Nagato!" Nobunaga berbalik ke pelananya, tapi Nagato tidak kelihatan; ia berada lima
puluh meter di belakang, di tengah-tengah kekacauan. Mereka yang langsung mengikutinya adalah
Katsuie dan Yoshinari, lebih banyak orang bergabung dengan mereka di jalan masuk ke Atsuta.
"Katsuie!" Nobunaga berseru. "Sebentar lagi kita akan mencapai gerbang kuil. Hentikan pasukan di
depannya. Bahkan aku pun takkan berangkai tanpa berdoa." Sejenak kemudian ia tiba di gerbang.
Dengan cekatan ia melompat ke tanah, dan biksu kepala yang telah menunggu, bersama sekitar
dua puluh pcmbantu, bergegas maju dan meraih tali kekang.
"Terima kasih atas sambutan ini. Aku datang untuk mengucapkan doa." Biksu Kepala menunjukkan
jalan. Jalan menuju kuil, yang diapit oleh pohon-pohon cryptomeria, basah karena tetes-tetes
2 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
embun. Biksu Kepala berdiri di samping mata air keramat, dan mempersilakan Nobunaga
menyucikan diri. Nobunaga meraih ciduk bergagang kayu, mencuci tangan, dan berkumur.
Kemudian ia menciduk sekali lagi, dan menghabiskan airnya dengan satu teguk.
"Lihat! Pertanda baik!" Nobunaga mengangkat kepala dan bicara cukup keras agar terdengar oleh
pasukannya, ia menunjuk ke langit. Fajar akhirnya menyingsing, Dahan-dahan sebatang pohon tua
tampak kemerah-merahan karena sinar matahari pagi. dan sekawanan burung gagak menggaok
nyaring. "Gagak-gagak suci!" Para samurai di sekitar Nobunaga memandang arah yang ditunjuk.
Sememara itu, si Biksu Kepala, juga berbaju tempur lengkap, telah naik ke tempat yang sangat
suci. Nobunaga menduduki tikar. Si Biksu membawa aki di atas tatakan kayu. dan menyajikannya di
dalam cawan tembikar tanpa upacara. Nobunaga menghabiskan isi cawan itu. bertepuk tangan
dengan keras, memejamkan mata ketika berdoa, agar hari mereka dapat menjadi cermin yang
memantulkan wujud para dewa.
Pada waktu Nobunaga meninggalkan Kuil Atsuta, pasukannya telah membengkak menjadi hampir
seribu orang; begitu banyak orang datang untuk bergabung. Ia meninggalkan kuil lewat gerbang
selatan, dan menaiki kembali kudanya. Nobunaga mendatangi kuil bagaikan angin badai, tapi kini ia
mengurangi kecepatan. Tubuhnya terayun-ayun ketika ia berkuda menghadap ke samping, dengan
kedua tangan berpegangan pada bagian depan dan belakang pelana.
Fajar telah menyingsing, dan para warga Atsuta. termasuk kaum perempuan dan anak-anak yang
berdiri di muka rumah masing-masing dan di persimpangan untuk menonton, terpanggil oleh bunyi
langkah kuda yang saling berlomba memperebutkan tempat pertama.
Kerika menyadari kehadiran Nobunaga. mereka semua tampak terkejut, lalu berbisik-bisik.
"Betulkah dia hendak maju ke medan tempur?" "Apa aku tidak salah lihat?"
"Peluang mereka kurang dari satu banding sepuluh ribu."
Perjalanan dari Kiyosu ke Atsuta ditempuh Nobunaga tanpa henti, dan kini ia merasa lelah. Sambil
duduk menyamping di atas pelana, dengan tubuh agak condong ke belakang, ia bersenandung
pelan. Ketika pasukannya tiba di persimpangan di perbatasan kota, mereka berhenti mendadak. Asap
hitam tampak mengepul di dua tempat dan arah Marune dan Washizu. Roman muka Nobunaga
sedih. Rupanya kedua benteng itu telah jatuh. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu cepat-cepat
berkata kepada para pengikutnya, "Kita tidak menyusuri jalur pesisir.
Laut sedang pasang, jadi percuma saja kita lewat sana. Kita akan menyusuri jalan pegunungan,
menuju benteng di Tange." Sambil turun dari kuda, ia berkata pada salah seorang pengikutnya,
"Panggil para kepala kampung Atsuta ke sini."
Orang itu menghadap massa yang berkerumun di tepi jalan, dan berseru cukup keras agar
terdengar. Beberapa prajurit ditugaskan mencari kepala kampung. Dalam waktu singkat, dua dari
mereka dibawa ke hadapan Nobunaga.
"Kalian sudah cukup sering melihatku, jadi aku tentu sudah tidak asing bagi kalian. Tapi hari ini
kalian akan menyaksikan pemandangan istimewa: kepala bergigi hitam dan sang Penguasa
3 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Suruga. Kalian belum pernah melihatnya, tapi kalian akan melihatnya hari ini, sebab kalian
dilahirkan di provinsiku, Owari. Pergilah ke tempat yang tinggi dan saksikanlah pertempuran besar
ini. "Berkelilinglah ke Atsuta, dan suruh orang-orang mengumpulkan panji perayaan. Usahakan agar
musuh menyangkanya sebagai panji dan pataka. Ikatkan kain merah, kain putih, dan kain warna
apa saja di dahan-dahan pohon dan di puncak-puncak bukit, dan penuhi langit dengan pita-pita
yang berkibar-kibar. Pahamkah kalian?"
Ketika mereka telah berangkai lagi dan ia menoleh ke belakang beberapa saat kemudian, ia melihat
panji dan pataka tak terhitung banyaknya berkibar-kibar di atas Atsuta. Sepertinya pasukan besar
dari Kiyosu telah tiba di Atsuta dan sedang berkemah di sana.
Panasnya udara menyesakkan napas, lebih panas dibandingkan pada awal kemarau di tahun-tahun
lalu - seperti yang akan dikenang oleh orang-orang tua di kemudian hari. Matahari semakin tinggi
dan kuda-kuda menginjak-injak tanah yang belum tersiram hujan sesama sepuluh han. Seluruh
pasukan berselubung debu.
Hidup atau mati - bersama tali kekang, tangan Nobunaga menggenggam keduanya ketika ia
berderap maju. Dalam pandangan para prajurit. Nobunaga tampak sepetti pembawa maut yang
gagah, atau seperti pemimpin menuju kehidupan yang lebih baik. Tak peduli pandangan mana yang
diambil, maupun bagaimana hasil akhirnya, kepercayaan pada sang pemimpin menguasai seluruh
pasukan ketika mereka mengikutinya tanpa mengeluh.
Menyambut maut! Menyambut maut! Menyambut maut! Di benak Toltichiro pun inilah satu-satunya
pikiran yang berkecamuk. Kalaupun ia tak ingin bergerak maju, karena semua orang di sekitarnya
melangkah serempak, ia seperti ditelan gelombang besar, dan kakinya tak punya kesempatan
berhenti. Walaupun tidak banyak berpengaruh, ia komandan tiga puluh prajurit infanteri. Karena itu
ia tak bisa berkeluh kesah, tak peduli betapa buruk situasi yang mereka hadapi.
Menyambut maut! Menyambut maut!
Upah para prajurit infanteri sedemikian rendah, hanya pas-pasan untuk menghidupi keluarga. Dan
bisikan putus asa dari hati nurani mereka juga menggema dalam diri Tokichiro. Patutkah orang
menyia-nyiakan nyawa seperti ini" Tentunya inilah yang akan terjadi, dan tiba-tiba Tokichiro
menyadari bahwa ia mengabdi kepada jendral yang menggelikan. Harapannya begitu besar ketika
ia pertama-tama mendatangi Nobunaga. dan kini orang itu seakan-akan mengirim
prajurit-prajuritnya - termasuk Tokichiro - ke gerbang kematian. Tokkhiro memikirkan semua hal
yang ingin dikerjakannya di dunia ini. dan membayangkan ibunya di Nakamura.
Inilah yang terlintas dalam pikiran Tokichiro, tapi semuanya muncul dan tenggelam dalam sekejap
saja. Suara langkah seribu pasang kaki dan gemerincing baju tempur seolah-olah berkata, "Mati!
Mati!" Wajah para prajurit terbakar matahari, bersimbah peluh, berselubung debu. Dan meskipun watak
Tokichiro yang riang masih tampak, bahkan dalam situasi segenting ini. hari ini pikirannya sejalan
dengan yang lain. "Bertempur! Sampai mati!"
Para prajurit terus maju, siap mengorbankan nyawa. Ketika melewati bukit demi bukit, mereka
semakin mendekati awan asap hitam yang telah terlihat sebelumnya.
4 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Barisan terdepan baru saja mencapai puncak sebuah bukit ketika seorang laki-laki berlumuran
darah dan terluka parah terhuyung-huyung menghampiri mereka, sambil meneriakkan sesuatu yang
tak dapat mereka pahami. Orang itu pengikut Sakuma Daigaku yang berhasil meloloskan diri dari Marune. Setelah dibawa ke
hadapan Nobunaga. sambil terengah-engah karena lukanya, ia menguasai diri dan memberikan
laporan. Tuanku Sakuma gugur sebagai pahlawan dalam kobaran api yang dinyalakan oleh musuh,
dan Yang Mulia Iio menerima ajal secara gagah dalam pertempuran di Washizu. Hamba malu
karena hamba satu-satunya orang yang masih hidup, tapi hamba meloloskan diri atas perintah
Tuan Sakuma untuk memberitahu Yang Mulia apa yang telah terjadi. Pada waktu melarikan diri,
hamba mendengar teriakan kemenangan musuh, begitu keras, sehingga bumi dan langit ikut
bergetar. Tak ada yang tersisa di Marune dan Washizu selain pasukan musuh."
Setelah mendengar laporan itu. Nobunaga berseru, "Tohachiro." Maeda Tohachiro masih
kanak-kanak, dan karenanya hampir tenggelam dalam kerumunan para prajurit. Ketika Nobunaga
memanggilnya, ia menjawab dengan seruan lantang dan menghampiri Nobunaga dengan semangat
tinggi. "Ya, tuanku?" "Tohachiro, mana tasbihku?"
Tohachiro telah berhati-hati agar tasbih junjungannya tidak terjatuh selama perjalanan. Ia
membungkusnya dengan kain dan mengikatnya pada baju tempur. Kini ia cepat-cepat
melepaskannya dan menyodorkannya ke hadapan Nobunaga. Tasbih itu terbuat dari manik-manik
besar berwarna perak, dan menyebabkan jubah kematian Nobunaga yang ber-warna hijau muda
semakin mencolok. "Ah, menyedihkan sekali. Baik Iio maupun Sakuma telah pergi ke dunia berikut. Sesungguhnya aku
ingin mereka menyaksikan sepak terjangku." Nobunaga duduk tegak di atas pelana dan
merapatkan tangan untuk berdoa.
Asap hitam dari Washizu dan Marune membakar langit bagaikan asap dari api perabuan. Seluruh
pasukan menatapnya sambil membisu. Sejenak Nobunaga memandang ke kejauhan, lalu tiba-tiba
berbalik. memukul pelananya, dan berseru. "Hari ini hari kesembilan belas. Hari ini akan menjadi
hari kematianku, juga kematian kalian. Selama ini kalian menerima upah rendah, dan hari ini kalian


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi takdir sebagai prajurit tanpa pernah menikmati nasib baik. Rupanya inilah yang telah
digariskan bagi pengikut-pengikutku. Tapi mereka yang mengambil langkah berikut bersamaku akan
menyerahkan nyawa padaku. Mereka yang masih berat untuk melepaskan hidup ini boleh pergi
tanpa perlu merasa malu."
Para komandan dan prajurit menjawab serempak. "Tidak! Patutkah junjungan kami gugur seorang
diri?" Nobunaga melanjutkan. "Jadi, kalian rela berkorban nyawa demi orang pandir seperti aku?"
"Tuanku tak perlu bertanya." salah seorang jendral membalas.
Nobunaga memacu kudanya dengan satu pukulan cemeti. "Maju! Pasukan Imagawa berada tepat di
5 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
depan!" Ia melaju di muka pasukannya, tetapi bersembunyi di tengah awan debu yang diterbangkan
oleh pasukan yang bergegas maju. Diselubungi debu. sosok samar penunggang kuda itu tampak
hebat sekali. Jalanan melewati jurang, lalu melewati sebuah edan. Ketika mendekati perbatasan provinsi, tanah
mulai tidak rata. "Itu dia!"
"Tange! Benteng Tange!" para prajurit saling memberi tahu sambil terengah-engah.
Bentang-benteng di Narume dan Washizu sudah jatuh, sehingga mereka pun cemas mengenai
nasib Tange. Kini mata mereka berbinar-binar. Tange masih berdiri tegak, para pejuangnya pun
masih hidup. Nobunaga memacu kudanya memasuki benteng dan berkata pada komandannya. "Percuma saja
kita mempertahankan tempat kecil ini, jadi biarkan saja musuh menguasainya. Harapan pasukan
kita terletak di tempat lain.
Para pejuang Tange bergabung dengan pasukan Nobunaga, dan tanpa istirahat mereka bergegas
ke benteng di Zenshoji. Begitu menyadari kedatangan Nobunaga. pasukan penjaga Zenshoji
melepaskan teriakan. Namun mereka tidak mengelu-elukan kedatangannya, seruan mereka lebih
menyerupai raungan menyedihkan.
"Dia datang!" "Yang Mulia Nobunaga!"
Nobunaga junjungan mereka, tapi tak seorang pun dari mereka mengetahui kemampuannya
sebagai pemimpin pasukan. Sungguh di luar dugaan mereka bahwa Nobunaga sendiri tiba-tiba
mendatangi benteng terpencil tempat mereka sudah pasrah menghadapi ajal. Kini mereka semua
mendapat semangat baru, dan mereka siap mari untuk membela panji-panjinya. Pada saat yang
sama. Sassa Narimasa. yang sudah pergi ke arah Hoshizaki dan menghimpun lebih dari tiga ratus
penunggang kuda, bergabung dengan pasukan Nobunaga.
Nobunaga mengumpulkan para prajurit dan memerintahkan untuk mengadakan perhitungan. Pagi
itu, waktu mereka meninggalkan benteng, junjungan dan pengikut hanya berjumlah enam atau tujuh
orang. Kini jumlah anggou pasukannya mencapai hampir tiga ribu. Dalam pengumuman resmi,
mereka disebut berjumlah paling tidak lima ribu orang. Nobunaga menyadari bahwa inilah segenap
kekuatan yang dapat dihimpun dalam wilayah kekuasaannya, yang mencakup setengah dari
wilayah Owari. Tanpa pasukan penjaga benteng maupun pasukan cadangan, hanya orang-orang
inilah yang dimiliki marga Oda.
Senyum puas tersungging di bibirnya. Keempat puluh ribu oung yang tergabung dalam pasukan
Imagawa kini telah berada dalam jarak panggil. Untuk mempelajari susunan serta semangat juang
mereka, pasukan Oda menyembunyikan panji-panji dan mengamati keadaan dari tepi bukit.
Kesatuan Asano Mataemon berkumpul di lereng utara, agak terpisah dan pasukan utama. Mereka
pemanah, namun pertempuran hari ini takkan melibatkan busur dan panah, sehingga
orang-orangnya membawa tombak. Ketiga puluh prajurit infanteri di bawah Tokichiro juga bersama
mereka, dan ketika si komandan memberi aba-aba istirahat. Tokichiro segera meneruskannya
kepada orang-orangnya sendiri.
6 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka menanggapinya dengan menarik napas dalam-dalam dan menjatuhkan diri ke rumput.
Tokichiro mengusap wajahnya yang bermandikan keringat dengan lap kotor. "Hei! Ada yang bisa
pegang tombakku sejenak?" Para anak buahnya baru saja duduk, tapi salah seorang dari mereka
berseru, "Siap!" lalu berdiri dan meraih tombaknya. Kemudian, ketika Tokichiro mulai melangkah,
orang itu mengikutinya dari belakang.
"Kau tidak perlu ikut.* "Tuan hendak ke mana?"
"Aku tidak butuh bantuan. Aku ingin buang air besar, dan baunya pasti tak sedap. Kembalilah."
Sambil tenawa, ia menghilang di semak-semak, di tepi jalan sempit. Mungkin karena menyangka
Tokichiro hanya bergurau, si bawahan menunggu beberapa saat dan memandang ke arah Tokichiro
menghilang. Tokichiro menuruni lereng selatan, melihat berkeliling sampai menemukan tempat yang cocok. Ia
melepaskan ikat pinggang dan berjongkok. Pasukan mereka berangkat begitu terburu-buru tadi
pagi. sehingga ia nyaris tak sempat mengenakan baju tempur, dan sama sekali tak punya waktu untuk
buang air. Bahkan selama mereka bergegas dari Kiyosu ke Atsuta dan Tange, jika mereka berhenti
di suatu tempat, hal pertama yang dipikirkannya adalah buang air, seperti dalam kehidupan
sehari-hari. Karena itulah sangat melegakan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah di bawah langit
yang biru bersih. Namun di sini pun aturan di medan perang tidak mengizinkan orang bersikap lalai. Acap kali. jika
dua pasukan saling berhadapan, patroli-patroli musuh akan meronda sampai jauh dari perkemahan
mereka, dan kalau mereka menemukan seseorang sedang mengosongkan isi perut, mereka akan
menembaknya demi kesenangan belaka. Jadi, Tokichiro tak bisa tenang benar ketika menatap
langit. Sewaktu memandang ke kaki bukit, ia melihat sungai di bawah berliat-liut mengalir ke laut di
Tanjung Chita. Ia juga melihat jalan yang berkelok-kelok ke arah selatan di tepi timur sungai.
Washizu terletak di daerah perbukitan di sebelah utara jalan, dan mungkin telah dibumihanguskan.
Di ladang-ladang dan desa-desa ia melihat sosok-sosok orang dan kuda yang tampak bagaikan
semut. "Ternyata banyak sekali."
Mungkin karena ia tergabung dalam pasukan provinsi kecil, tapi ketika ia melihat jumlah musuh,
ungkapan klise "seperti awan dan kabut" segera melintas di kepalanya. Dan ketika teringat bahwa
yang dilihatnya hanyalah sebagian pasukan musuh, ia tak heran bahwa Nobunaga sudah bertekad
untuk mati. Tapi bukan, ini bukan sekadar urusan orang lain. Mengosongkan isi perut mungkin hal
terakhir yang dikerjakannya di dunia ini.
Manusia memang aneh. Masih hidupkah aku besok" Sementara merenungkan hal-hal seperti itu, ia
menjadi sadar bahwa seseorang sedang menaiki bukit.
Musuh" Demikian dekat dengan medan pertempuran, reaksi itu muncul secara intuitif, bahkan
hampir merupakan naluri, dan kini ia bertanya-tanya apakah ada pengintai musuh yang hendak
menyusup ke balik markas Nobunaga. Ketika Tokichiro cepat-cepat mengencangkan ikat pinggang
dan bangkit, orang yang sedang mendaki bukit itu tiba-tiba telah berhadapan dengannya, dan
keduanya berdiri berpandangan, seakan-akan telah berjanji hendak bertemu di sini.
7 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kinoshita!" "Inuchiyo!"
"Kenapa kau ada di sini?" "Kenapa kau ada di sini?"
"Aku mendapat kabar bahwa Nobunaga mengerahkan pasukan dan telah bertekad mati dan aku
datang untuk gugur bersamanya."
"Aku gembira kau datang." Penuh haru Tokichiro mengulurkan tangan kepada teman lamanya, dan
mereka bersalaman erat; tak terhitung betapa banyak emosi yang terkandung dalam jabat tangan
mereka. Baju tempur Inuchiyo bagus sekali. Mulai dari bulu-bulunya sampai ke tali pengikat, semuanya baru
dan berkilau-kilau. Sebuah jubah dengan lambang kembang prem terpasang pada punggungnya.
"Kau tampak gagah," ujar Tokichiro dengan kagum. Tiba-tiba ia teringat Nene. yang ditinggalkannya
di Kiyosu. Tapi ia memaksa pikirannya untuk kembali ke Inuchiyo. "Ke mana saja kau selama ini?"
"Aku menunggu saat yang tepat."
"Ketika Nobunaga membuangmu, pernahkah terlintas di benakmu untuk mengabdi kepada marga
lain?" "Tidak, kesetiaanku tak pernah bercabang. Setelah dibuang pun aku merasa hukuman ini
membuatku lebih manusiawi, dan aku berterima kasih karenanya."
Mata Tokichiro berkaca-kaca. Inuchiyo tahu bahwa pertempuran hari ini akan membawa kematian
bagi seluruh marga Oda dan Tokichiro merasa gembira tak tertahankan melihat temannya datang
ke sini karena ingin gugur bersama bekas junjungannya.
"Aku mengerti. Mari, Inuchiyo. Ini pertama kalinya Nobunaga beristirahat sejak kami berangkat.
Pendekar Empat Serangkai 2 Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Pendekar Atap Dunia 1
^