Pencarian

Gunung Rahasia 3

Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain Bagian 3


yang terjadi, kita harus menemukan mereka! Mereka harus kita beri tahu
kemungkinan ini!" 16. Perjalanan Aneh dengan Kejutan
Pada waktu Kapten Arnold bicara tadi, mendadak pintu bulat tadi dibuka. Seorang
lelaki bertubuh tinggi dengan rambut merah keluar. Terowongannya gelap, hingga
orang itu tidak melihat bahwa di sana ada empat orang lain. Keempat orang itu
merapat di dinding terowongan. Tepat ketika orang tadi hendak melangkah, dari
arah yang berlawanan terdengar orang berlari-lari. Orangnya mengenakan jubah
yang melambai-lambai. Keduanya bicara dengan suara keras. Lalu mereka berteriak memanggil-manggil.
Mafumu menempelkan diri pada Kapten Arnold, ia berbisik, "Kita lari! Cepat!"
Kapten Arnold segera tahu bahwa orang-orang Gunung Rahasia telah menemukan
mereka minggat. Karenanya, mereka harus cepat-cepat lari dari situ. Tapi, ke
mana" "Ke sungai tadi saja," usul Nyonya Arnold, berbisik. Mereka kembali menyusuri
lorong gelap menuju ke sungai dengan diam-diam. Di belakang mereka terdengar
orang berjalan sambil tak henti-hentinya bicara.
Keempat orang itu langsung menuju pinggir sungai.
"Kita menyeberang ke sebelah sana saja," usul Jack.
Pada saat yang bersamaan, ada sesuatu yang ditemukan Mafumu. Anak hitam itu
berlari-lari ke Jack, memegangi tangannya, lalu berbisik-bisik penuh semangat.
Ditariknya Jack supaya mengikuti dia. Jack menurut, ia segera tahu apa yang
membuat Mafumu begitu bersemangat. Ada perahu kecil. Bentuknya aneh, dicat
bergaris-garis. "Lihat! Kita naiki saja perahu itu lalu mendayung mengikuti aliran sungai!" kata
Jack. "Ada orang datang! Cepat!"
Kelihatannya tak ada tindakan lain yang bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Keempatnya lalu naik ke perahu, berhimpit-himpit. Begitu berada di atas, segera
perahu itu didayung, perahu itu dilengkapi oleh semacam dayung, tetapi ternyata
itu tak mereka perlukan. Perahu aneh yang mereka tumpangi dibawa arus air. ia
meluncur laju mengikuti aliran sungai.
Perjalanannya aneh. Sungainya mengalir menembus perut Gunung Rahasia. Sesekali
ia melewati gua besar yang dindingnya berkilauan oleh fosfor yang dikandungnya.
Kadang-kadang mereka lewat terowongan gelap sempit. Dindingnya bisa mereka
sentuh ketika lewat. Suatu ketika, sungai itu melebar membentuk semacam kolam
luas. Tepinya menyentuh dinding gua tinggi.
Mafumu takut. Dipeganginya Jack kuat-kuat. Anak itu menggumamkan doa-doa aneh
sambil sebelah tangannya memegang kalung gigi buaya yang tergantung di lehernya.
Jack merasa kasihan melihat Mafumu. Tetapi, ia sendiri pun merasa agak takut.
Aliran sungai yang deras segera membawa mereka pergi dari tempat itu. Kadang-
kadang perahu mereka mengenai batu, dan hampir terjungkir. Pernah sekali Nyonya
Arnold terlonjak dari tempat duduknya. Untung Kapten Arnold cepat menariknya
kembali. Kalau tidak, bisa-bisa ia tercebur ke sungai. Keempat orang di atas
perahu itu tak habis-habisnya berpikir kapan dan di mana perjalanan aneh itu
akan berakhir. Ternyata akhirnya sangat tidak diduga-duga. Di suatu tempat aliran sungainya tak
lagi deras. Airnya tak lagi bergelombang. Perahu mereka hampir-hampir berhenti.
Supaya berjalan lagi, Kapten Arnold terpaksa mendayung. Mereka berada di sebuah
terowongan rendah melebar. Tak jauh di depan mereka ada lubang melengkung yang
dilewati cahaya terang. "Kita sampai di suatu tempat," kata Kapten Arnold. "Kembali kita tak bisa. Satu-
satunya pilihan, kita harus maju ke sana! Cahaya apa itu ya?"
Mereka segera tahu! Perahu mereka maju perlahan melintasi terowongan. Tahu-tahu
sungainya melewati sebuah ruangan luas yang indah sekali!
Lantainya terbuat dari batu yang dipoles sampai mengkilap. Dindingnya berhiaskan
gantungan dinding berwarna-warni menyerupai pelangi. Sementara atapnya sangat
tinggi dihiasi batu-batu indah berkilauan. Di atap itu tergantung sebuah lampu
raksasa bercahaya terang sekali. Rupanya cahaya lampu itulah yang mereka lihat
dari kejauhan tadi. Di sana-sini terdapat meja dari batu serta permadani tebal terhampar. Jambangan
bunga besar-besar tampak berdiri menghiasi ruangan dengan bunga aneka warna. Dan
di meja, terlihat guci berisi air minum. Tiga ekor burung kakatua berceloteh di
dalam sangkar keemasan. Di sudut ruangan, lima ekor monyet kecil berkerumun
duduk. Lewat ruangan yang aneh ini, mengalir sebuah dari sekian banyak sungai bawah
tanah. Sungai itu mengalir ke suatu lubang di lereng gunung. Kalau orang tak tahu,
bisa-bisa mereka terlempar dari lubang itu ke sisi gunung.
"Wah, seperti dongeng saja!" ucap Nyonya Arnold kagum. "Apa yang hendak kita
lakukan sekarang" Turun dari perahu lalu memeriksa ruangan aneh ini" Seperti
istana yang dibangun di bawah tanah saja!"
Tak ada seorang pun di ruangan besar yang indah mempesona itu. Yang ada hanyalah
ketiga ekor burung kakatua dan monyet kecil yang berjumlah lima ekor.
Kapten Arnold ragu-ragu. Ia tak yakin apakah sebaiknya mereka turun dari perahu
yang kini maju dengan perlahan-lahan melintasi bagian tengah ruangan aneh itu.
Mendadak terlihat olehnya sesuatu di sungai, tepat di depannya!
Sebuah pintu gerbang emas terbentang dari sisi ke sisi sungai yang sedang mereka
ikuti. Aneh! Perahu mereka takkan bisa terus, kecuali jika pintu gerbang itu bisa
dibuka. Kapten Arnold segera mengambil keputusan. Daripada mendarat di ruangan aneh yang
sedang mereka lewati, lebih baik terus sampai ke pintu gerbang sana. Siapa tahu
pintu gerbang itu bisa dibuka.
Perahu mereka meluncur terus menuju ke pintu gerbang yang berkilau-kilauan.
Ternyata, itu adalah akhir perjalanan mereka! Di pinggir sungai, di dekat pintu
gerbang yang mereka tuju, duduk orang-orang Gunung Rahasia - berderet-deret.
Begitu melihat perahu yang datang, mereka terlonjak - lalu berdiri ke heranan
sambil berteriak-teriak dan menunjuk!
Perahu itu berhenti tepat di muka pintu gerbang.
"Nasib! Kita takkan bisa meloloskan diri lagi," ucap Kapten Arnold. "Mereka
pasti akan segera menangkap kita!"
Benar. Sebentar saja keempatnya sudah diringkus! Perahunya mereka tarik ke tepi.
Beramai-ramai orang-orang itu menarik penumpangnya. Mereka heran sekali melihat
Jack dan Mafumu! "Mereka tak tahu bahwa Jack dan Mafumu ada di sini," kata Kapten Arnold. "Mereka
tahu kita meloloskan diri, sebab tempat kita disekap jadi kosong. Tapi, mereka
sama sekali tak tahu-menahu mengenai kedua anak ini! Wah, kita dibawa kembali ke
ruangan aneh tadi!" Melalui sebuah pintu besar, mereka dibawa ke ruangan yang tadi mereka lewati.
Tetapi kali ini ruangan itu tak lagi kosong! Di sebuah singgasana, duduk seorang
lelaki tinggi berjenggot merah, berkulit kuning. Matanya memandang tajam kepada
empat orang di depannya. "Rupanya dia ketua suku atau raja mereka," ucap Kapten Arnold. "Hi, aku tak suka
melihat tampangnya!"
Di belakang orang itu, berdiri sebarisan lelaki berjenggot merah. Masing-masing
membawa sejenis tombak yang berkilau-kilauan. Mereka mengenakan topi berbentuk
matahari. Sinarnya bergerak-gerak menyilaukan kalau orangnya bergerak. Mafumu benar-benar
ketakutan. Kakinya lemas tak kuat berdiri. Jack terpaksa memegangi anak itu.
Ketika bicara, suara ketua suku itu terdengar keras dan kasar. Hanya Mafumu yang
agak mengerti apa yang diucapkan orang itu. ia menggigil, karena tahu orang-
orang pemuja dewa matahari itu ternyata berniat menjatuhkan beberapa orang lagi
untuk memuaskan dewa mereka. Si ketua suku memberi perintah dengan suara
lantang. Dengan segera pasukan bertombak dari belakangnya maju dan mengelilingi
keempat orang yang berdiri di depan ketua suku.
Mereka digiring melintasi ruangan luas bagus yang ada burung kakatuanya. Mereka
lalu dibawa ke puncak gunung, ke tempat Mike dan lain-lainnya berada! Tetapi,
jalannya tidak sama dengan jalan yang dilalui oleh rombongan yang terdahulu.
Tuan dan Nyonya Arnold serta Jack dan Mafumu dibawa masuk ke sebuah ruangan
kecil - mirip kandang emas. Buatannya bagus sekali.
"Wah, lihat!" kata Jack sambil menunjuk ke atas. "Ada lubang di atap ruangan ini
menuju ke atas!" Ruangan kecil mirip kandang emas tadi ternyata merupakan sejenis lift Melalui
lubang di atapnya, ruangan itu digerakkan naik - bukan oleh mesin, tetapi oleh
orang banyak. Berdesakan, keempat orang tawanan itu ditemani oleh empat orang berjenggot merah
di dalam ruangan tadi. Pintunya ditutup. Salah seorang memberi perintah dengan
suara keras, lalu dua puluh orang bekerja serempak menarik semacam tambang yang
tergantung dari lubang lain lagi di atasnya.
Seperti lift, ruangan itu bergerak naik! Mafumu ketakutan bukan main. ia
berteriak, lalu jatuh ke lantai. Yang lain heran. Tetapi mereka tak menunjukkan
rasa takut. Nyonya Arnold membungkuk, mengelus Mafumu yang malang.
Mereka naik terus ke atas. Kadang-kadang cepat, dan kadang-kadang pula lambat.
Akhirnya mereka sampai ke puncak gunung. Ruangan pengangkut mereka berhenti
tepat di bawah sebuah pintu bulat berkilau-kilauan. Salah seorang segera membuka
selot dan kuncinya, ia lalu menekan sejenis tombol. Mendadak pintu itu terbuka
ke atas. Ruangan pengangkut mereka naik lagi lewat pintu tadi. Sampai di
permukaan tanah, ia berhenti.
Pintu ruangan itu dibuka, semua lalu melangkah ke luar. Kapten Arnold dan
istrinya memandang berkeliling. Mula-mula mereka tak tahu di mana mereka berada
saat itu. Baru beberapa saat kemudian mereka sadar bahwa mereka sudah berada di
puncak Gunung Rahasia! Mereka menahan napas, menyaksikan pemandangan mempesona di situ!
Mereka keluar dari lubang tepat di tengah-tengah pelataran. Jack cepat memeriksa
tempat di sekelilingnya. Siapa tahu saudara-saudaranya ada di sana. Tetapi, tak
seorang pun kelihatan. Padahal mereka ada di sana! Mereka ada di dalam kuil, menikmati buah-buahan
segar yang baru saja diantarkan ke atas. Tubuh mereka diliput selimut tebal,
karena angin di puncak gunung itu dingin bukan main.
Pangeran Paul yang mula-mula melihat keanehan di tengah pelataran. Ada sangkar
emas menyembul dari tengah-tengah lantainya. Pangeran Paul sedang memandang ke
luar lewat pintu kuil yang terbuka. Betapa kagetnya si pangeran melihat ada
pintu terbuka, ia menelan isi mulutnya dengan keheranan sampai terbatuk-batuk.
Cepat Mike memukul-mukul pundak anak itu.
"Jangan! Jangan! Lihat! Lihat itu!" kata Pangeran Paul di sela-sela batuknya. Ia
berusaha menunjuk ke luar. Yang lain salah duga. Mereka mengira Paul kebingungan
karena tersedak. Cepat Peggy menggantikan Mike, memukuli punggung anak itu.
Paul melihat sangkar emas menyembul ke luar dari lubang yang pintunya terbuka
tadi. Terlihat olehnya Kapten Arnold dan istrinya, disusul oleh Jack dan Mafumu
keluar. Mereka digiring oleh pasukan penjaga. Paul benar-benar heran. Wajahnya kemerah-
merahan. Ia lalu melompat berdiri.
"Lihat!" teriaknya kepada yang lain. Akhirnya semua melihat. Melihat kedatangan
delapan orang di tengah-tengah pelataran, mereka jadi ribut. Lebih-lebih setelah
Nora dan Peggy melihat ayah dan ibu mereka di antara kedelapan orang itu!
Sambil berteriak dan memekik-mekik, anak-anak berlari menuruni tangga kuil.
Mereka menghambur menyambut kedatangan rombongan yang baru saja keluar dari
sangkar emas tadi. Sebentar saja mereka sudah berada dalam pelukan ayah dan ibu mereka. Ribut benar
suasana ketika itu! Anak-anak berteriak-teriak, menanyakan beribu pertanyaan
kepada Jack, menepuk-nepuk punggung anak itu, dan bahkan memeluk Mafumu. Mafumu
gembira sekali melihat kembali teman-temannya yang lain.
"Kejutan! Ini namanya kejutan!" kata mereka tak habis-habisnya. Tentu saja!
17. Ranni dan Pilescu Lolos
Setelah suasana agak tenang, mereka mencari-cari keempat orang yang mengantarkan
rombongan yang baru datang. Tak seorang pun tinggal di sana. Mereka rupanya
sudah pergi! Diam-diam masuk lagi ke sangkar emas dan turun ke perut gunung!
Kapten Arnold lari ke pintu yang kini telah rata kembali dengan permukaan
pelataran. Dicobanya mencongkel tepi pintu dengan jarinya. Tetapi tak bisa. Pintu itu
dibuat persis sebesar lubang yang mengelilinginya.
"Pasti dikunci dan diselot dari sebelah sana," katanya. "Jadi, tak mungkin kita
lari dari sini. Kau dibawa kemari lewat mana. Mike" Lewat pintu ini juga?"
Mike lalu bercerita tentang tangga tinggi yang beranak tangga mengkilap dan
menuju ke pintu keemasan. Pintunya ia tunjukkan kepada yang baru datang. Tetapi,
betapapun mereka mencoba dorong, pintu itu tak bergerak sedikit pun.
Anak-anak gembira sekali bertemu kembali dengan ayah dan ibu mereka, serta bisa
berkumpul dengan Jack dan Mafumu sekali lagi! Lupalah mereka akan segala
kegelisahan dan kekuatiran yang semula mereka rasakan. Kini mereka sibuk
bercerita. Masing-masing menceritakan pengalamannya.
Lain halnya dengan orang-orang dewasa. Mereka berbincang-bincang serius di
tempat yang terpisah dengan tempat anak-anak.
"Kita harus cari jalan untuk lari dari sini," kata Pilescu. "Orang Gunung
Rahasia buas dan tidak peduli. Mereka berpendapat bahwa dewa matahari marah
kepada mereka. Itu sebabnya mereka berniat mempersembahkan seorang pembantu agar
dewa itu tak marah lagi. Siapa di antara kita yang akan mereka pilih" Ah, aku tak mau memikirkan itu."
"Kita semua dalam keadaan bahaya," kata Kapten Arnold. "Bagaimana kalau kita
tunggu saja sampai ada penjaga datang mengirim makanan" Nah, kalau ia datang,
kita serang saja dia dan kita lolos lewat tangga yang disebut Mike tadi. Bisakah
lolos dengan cara itu, Pilescu?"
"Yah, coba saja," Ranni menyahut ragu. "Aku kuatir takkan ada gunanya. Tapi,
kelihatannya itu cuma satu-satunya cara."
Pada saat itu Jack datang, ia baru saja menunjukkan botol berisi cat yang ia
ambil dari gudang tadi. Rupanya anak itu mencoba mengolesi kulitnya dengan cat
itu. Wajahnya jadi kelihatan aneh - kuning pucat seperti orang Gunung Rahasia!
Ranni dan Pilescu tak tahu bahwa warna kuning itu disebabkan oleh sumba. Mereka
memandang Jack dengan takut.
"Jack! Kenapa kau?" seru Pilescu. "Kau sakit, ya?"
"Ya!" Jack menyahut sambil nyengir. "Mungkin aku kena sakit kuning, Pilescu! Kau
punya obat?" Anak-anak yang lain tak kuat menahan tawa. Mereka berkerumun sambil
cekikikan. Tahulah sekarang Pilescu bahwa anak-anak sedang bercanda. Diperhatikannya wajah
Jack baik-baik. "Wajahmu kausumba kuning," katanya. "Jadi seperti orang Gunung Rahasia!"
"Kalau kausumba wajahmu dengan sumba ini, Pilescu, kau akan lebih mirip lagi
dengan mereka," kata Jack. "Rambut dan jenggotmu sama merahnya dengan rambut dan
jenggot mereka. Bedanya, punyamu asli sedangkan punya mereka dicat!"
Gagasan yang sama muncul di benak Pilescu dan Kapten Arnold pada saat yang
bersamaan. Pilescu merebut botol berisi sumba dari tangan Jack, lalu mengamat-amati. Dengan
jarinya, diambilnya sedikit sumba dari dalam botol, lalu ia oles-oleskan pada
kulit tangannya. Dalam waktu sekejap kulitnya tampak kuning pucat seperti kulit
orang Gunung Rahasia. "Wah, pikiranmu sama dengan pikiranku, Pilescu," ujar Kapten Arnold senang.
"Kalau kaupergunakan sumba itu, kau akan bisa lalu lalang dengan bebas sebagai
orang Gunung Rahasia sendiri! Kau dan Ranni sama-sama punya rambut dan jenggot
merah. Kalau kaucat pula wajahmu dengan sumba kuning ini, pasti mirip sekali
dengan orang Gunung Rahasia.
Mungkin dengan begitu kalian bisa menolong kami semua lari dari sini!"
Semua jadi bersemangat Masing-masing mengemukakan pendapat. Semua berpendapat
bahwa gagasan itu hebat. Akhirnya Kapten Arnold menyuruh mereka tidak berisik,
dan berbicara kepada mereka dengan serius.
"Jangan buang-buang waktu dengan mengobrol," katanya. "Aku punya usul. Sebaiknya
Ranni dan Pilescu segera mewarnai wajah dan kulit mereka dengan sumba itu.
Nanti, kalau penjaga datang membawakan makanan, Ranni dan Pilescu bisa mencoba
ikut keluar dengan penjaga itu. Seandainya Ranni dan Pilescu bisa mencari jalan
kembali ke tempat pesawat kita berada, mereka mungkin bisa cari jalan untuk
menyelamatkan kita semua. Sampai sekarang, itulah satu-satunya cara yang bisa
kubayangkan." "He, di kuil ada beberapa jubah!" kata Mike mengingatkan. "Aku mencoba
mengenakan tadi pagi, tapi kebesaran. Kurasa, ukurannya cocok untuk Ranni dan
Pilescu. Cobalah!" Dengan gembira dan bersemangat, mereka semua menuju ke kuil. Ranni dan Pilescu
mencoba jubahnya. Pas sekali. Jubah lebar itu terlihat janggal dipakai Ranni dan


Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pilescu. Yang lain jadi tertawa geli.
Dengan teliti, Kapten Arnold mengoleskan sumba kuning pada wajah kedua lelaki
Baronia itu. Bukan cuma wajah mereka, tetapi juga leher dan tangannya.
Mengenakan jubah lebar berwarna cerah, dan ditambah rambut dan jenggot yang
merah menyala, keduanya mirip benar dengan orang Gunung Rahasia! Mafumu yang
belum terbiasa akan pengalaman aneh-aneh begitu, mundur ketakutan melihat Ranni
dan Pilescu. Ia tak percaya bahwa kedua orang itu tetap Ranni dan Pilescu.
"Sudah hampir senja. Sebentar lagi mereka pasti datang memuja matahari," kata
Kapten Arnold sambil memandang ke barat. Matahari sudah condong ke sana, dan
sebentar lagi akan tenggelam. "Kurasa, banyak yang akan datang sore ini. Karena
itu gampang kalian bergabung dengan mereka, dan ikut pergi setelah selesai
melakukan upacara." Mereka memutuskan Ranni dan Pilescu akan bersembunyi di balik dua buah pilar
besar dekat pintu dorong keemasan. Jika orang-orang Gunung Rahasia tak menemukan
keduanya, mereka akan ikut turun beramai-ramai. Mungkin, dengan cara itu mereka
bisa meloloskan diri tanpa ketahuan.
Matahari semakin condong ke barat - mendadak terdengar ribut-ribut di balik
pintu dorong. Orang-orang Gunung Rahasia datang sambil menyanyikan lagu pujaan
bagi dewa matahari mereka! Pintunya menggelincir ke samping. Dari tangga di
bawahnya muncul berpuluh-puluh orang Gunung Rahasia. Jenggot mereka yang merah
semakin menyala oleh cahaya matahari sore.
Ketua rombongannya langsung naik ke menara kuil. Yang lain memenuhi pelataran.
Ketika lelaki yang naik ke menara tadi membunyikan lonceng, mereka serentak
bersujud. Bunyi loncengnya sangat nyaring dan bergema. Kira-kira sepuluh menit
lamanya orang-orang itu menyanyikan lagu sedih. Sementara itu Kapten Arnold dan
lain-lainnya melihat semua yang dilakukan orang-orang Gunung Rahasia.
Ranni dan Pilescu masih berdiri di balik pilar. Keduanya menunggu kesempatan
menggabungkan diri. Ketika matahari menghilang, orang-orang di pelataran
serempak berdiri dan mengatur diri dalam beberapa barisan. Hari sudah gelap
ketika itu. Sambil terus bernyanyi, mereka lalu mengikuti pemimpin mereka -
kembali ke pintu dorong yang menuju ke tangga turun, ke perut gunung.
Ranni dan Pilescu menyelinap masuk ke barisan paling belakang! Mereka berusaha
menirukan apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang berjalan di depan.
Mereka melewati pintu, lalu menuruni tangga. Pintunya menggelincir kembali ke
tempatnya semula, dan Ranni serta Pilescu pun hilang dari pemandangan puncak
gunung! "Wah, mereka sudah pergi!" kata Jack, menyelipkan tangannya pada lengan Mike.
"Mereka sudah pergi, Mike! Oh, aku jadi penasaran, ingin tahu bagaimana
kelanjutannya. Mudah-mudahan saja mereka tidak ketahuan!"
Malam itu tak ada yang datang. Kapten Arnold dan yang lainnya masuk ke kuil.
Mereka mencari tempat yang paling terlindung. Angin bertiup kencang siang dan
malam di puncak gunung. Sulit mencari tempat yang tidak kena angin. Nora dan
Peggy tidur dekat Nyonya Arnold. Anak-anak lelaki bersama Kapten Arnold. Mereka
menempati sudut lain yang agak luas. Seperti biasa, Mafumu tidur dekat kaki
Jack. Walaupun udara dingin, malam itu mereka semua tidur nyenyak. Kapten dan Nyonya
Arnold senang bisa berkumpul kembali dengan anak-anak mereka. Mereka berharap
dalam hati, Pilescu dan Ranni berhasil meloloskan diri hingga bisa menyelamatkan
mereka yang masih tertawan.
Dua hari telah berlalu. Belum ada kejadian aneh yang terjadi. Sehari dua kali,
orang-orang Gunung Rahasia datang ke puncak gunung - menyanyikan lagu pujaan dan
berdoa. Sekali pada saat matahari terbit, dan sekali lagi pada saat matahari tenggelam.
Di samping itu, ada penjaga yang datang membawakan makanan. Anehnya, mereka tak
menyadari hilangnya Ranni dan Pilescu. Mungkin karena Kapten Arnold selalu
menyuruh mereka berpencar-pencar pada saat-saat penjaga biasanya datang.
"Dengan begitu, kalau penjaga datang, mereka takkan bisa menghitung jumlah kita
karena kita tersebar di mana-mana," kata Kapten Arnold. "Kecuali, tentu saja,
kalau mereka sengaja mencari satu per-satu dan menghitung."
Para penjaga sama sekali tak mengira ada dua orang tawanan yang hilang! Mana ada
orang yang bisa lolos dari situ" Pintu bulat di pelataran terkunci dan diselot
pula dari bawah. Lewat tangga emas" Tak mungkin! Kalau ada yang lewat situ pasti
ketahuan. Dua hari itu Kapten dan Nyonya Arnold serta anak-anak hidup dengan
tenang. Sayang hal itu tak berlangsung lama. Sangkar emas tiba-tiba muncul lagi di
tengah pelataran! Ketika itu Nyonya Arnold kebetulan sedang berada di dekat
situ. Ia kaget sekali melihat pintunya mendadak terbuka dan dari dalam menyembul
sangkar emas yang beberapa hari yang lalu mengangkut mereka ke sana. Cepat ia
berlari memberi tahu yang lain. Mereka lalu melihat siapa yang datang.
Ternyata yang datang adalah ketua suku! Perawakannya tinggi dan kurus sekali.
Jenggotnya merah menyala, dan jubahnya melambai-lambai seperti air jika ia
berjalan. Kulitnya yang kuning pucat kelihatan keriput Dia sudah tua. Tetapi, semangat
kepemimpinannya masih menyala-nyala. Matanya tajam, seperti mata burung elang.
Si ketua suku memberi perintah dengan suara nyaring. Beberapa orang keluar dari
dalam sangkar emas, mengikuti. Sambil mengumandangkan lagu puji-pujian kepada
dewa matahari, ia berjalan menuju ke kuil. ia berpaling kepada orang-orang yang
mengikutinya dan memberi perintah sekali lagi. Segera orang-orang itu berkerumun
mengelilingi tawanan mereka, dan membawa semuanya ke hadapan si ketua suku.
Ketua suku itu lalu memandangi para tawanan, ia nampak kaget, lalu berpaling
kepada anak buahnya. Jelas terlihat bahwa si ketua suku berpendapat ada tawanan
yang hilang! Dengan suara nyaring ia bertanya. Anak buahnya lalu buru-buru menghitung tawanan
yang ada. Mereka menyuruh orang mencari tawanan lainnya ke seluruh pelosok
puncak gunung sampai ketemu!
"Mereka disuruh mencari Ranni dan Pilescu," bisik Jack. "Pokoknya, tak bakal
mereka temukan di sini!"
Tentu saja tidak, walaupun mereka sudah mencari dengan teliti ke semua tempat
yang ada di situ. Ranni dan Pilescu telah hilang dari sana.
Ketua Suku marah sekali. Matanya menyala-nyala sementara mulutnya terkatup
rapat. Dengan nada suara gusar, ia menegur anak buahnya. Mereka segera membungkuk dan
bersujud di hadapannya. Cuma Mafumu yang mengerti kata-kata yang diucapkan oleh
ketua suku itu. Itu pun hanya sebagian-sebagian.
Dengan agungnya si ketua suku berjalan di depan para tawanan, ia memperhatikan
wajah mereka satu per satu. Seorang pun tak ada yang menunjukkan rasa takut,
kecuali Mafumu. Pertama, karena ia merasa ngeri melihat warna kuning aneh pada kulit orang di
depannya, dan kedua, karena ia mengetahui sesuatu yang tak diketahui oleh yang
lain! Si ketua suku sedang memilih siapa yang akan ia kurbankan kepada dewa matahari!
ia menatap wajah Jack lekat-lekat. Lalu giliran Nora dan Peggy. Dagu Paul ia
dongakkan ke atas, lalu dipandanginya wajah anak itu. Semua merasa tak enak.
Mafumu menunduk. Siapa yang akan dipilih oleh ketua suku itu" Yang jelas, salah
seorang dari mereka akan dikurbankan kepada dewa matahari. Mafumu harus memberi
tahu teman-temannya bahwa si ketua suku sedang memilih orang yang hendak ia
kurbankan! 18. Kurban Ketua suku yang berbadan tinggi itu memegang Pangeran Paul lalu meneriakkan
sesuatu kepada anak buahnya. Segera dua orang maju, menyergap Paul yang
ketakutan. Paul tak tahu apa yang hendak mereka lakukan terhadap dirinya.
Tetapi, ia tak mau menunjukkan perasaan takut.
Walaupun wajahnya agak pucat anak itu berdiri tegak dan anggun sambil memandang
si ketua suku langsung pada matanya. Mike dan yang lain bangga melihat sikap
Paul. Pangeran Baronia itu bersikap seperti anak bangsa Inggris. Bagus!
Paul digiring sendirian. Ia dibawa ke pintu emas yang mendadak menggelincir
sendiri ke samping. Paul di bawa turun. Pintunya menutup lagi. Kapten Arnold
melangkah maju. Beliau marah sekali. "Hendak kalian apakan anak itu?" teriaknya. "Kembalikan!"
Si ketua suku tertawa, lalu membalikkan diri dan pergi, ia melangkah ke menara
kuil dan mulai mendendangkan lagu-lagu pujaan yang panjang sekali.
Mafumu merasa wajib memberi tahu yang lain. Dengan gemetar dan bahasa terbatas,
ia berusaha menjelaskan bahwa Paul akan dijadikan kurban untuk dewa matahari.
Semua mendengarkan dengan heran dan ngeri. Kapten dan Nyonya Arnold berpandang-
pandangan dengan penuh kekuatiran. Beliau tahu bagaimana biadabnya tindakan suku
bangsa sejenis mereka. "Tapi, aku tak tahu bagaimana caranya kita bisa menyelamatkan Paul," ujar Kapten
Arnold akhirnya. Mereka semua duduk-duduk di tempat yang terlindung. Sementara
itu Peggy dan Nora mulai menangis. Kalau orang dewasa pun tak bisa berbuat apa-
apa, tentu masalahnya sudah kelewat gawat!
Mike, Mafumu, dan Jack mengobrol bertiga. Jack tak pernah mau menyerah. Itu
memang sifatnya. Lain dengan Mike. Mike terlalu diliputi kesedihan. Sedangkan
Mafumu - anak itu tak henti-hentinya gemetar ketakutan. Ia mendekatkan diri pada
Jack sedekat-dekatnya, seolah Jack akan melindunginya kalau bahaya mengancam.
Jack jadi jengkel kepada Mafumu. Karena anak itu menempel terus di dekatnya, ia
jadi kepanasan. "Minggir dikit dong!" katanya sambil mendorong Mafumu.
"Kasih saja pensil dan buku notes," usul Mike. "Dia pasti segera mengalihkan
perhatian ke situ. Biasanya Mafumu tertarik melihat benda-benda yang kita
miliki." Jack merogoh saku, mengeluarkan buku notes kecil. Buku itu buku hariannya.
Segala pengalaman yang mereka alami dalam petualangan itu tak pernah lupa ia
tuliskan di dalamnya. Jack memberikan bukunya kepada Mafumu.
"Nih, Mafumu! Bermainlah dengan buku ini di sana," katanya.
Dengan penuh semangat Mafumu menerima buku notes yang disodorkan Jack, ia lalu
sibuk membalik-balik halaman demi halaman notes itu. Jarinya mengelus-elus
halaman yang berisikan tulisan Jack. Mafumu tak mengerti apa-apa. Ia tak bisa
membaca dan menulis. Ketika sampai pada halaman yang terakhir ditulisi Jack, Mafumu jadi keheranan.
Mengapa hanya separuh halaman yang ditulisi" ia mendekati Jack, menunjukkan
halaman yang kosong. Jack mencoba menjelaskan kepada Mafumu.
"Hari ini aku menulis, besok aku menulis, tapi menulisnya menunggu kalau hari
yang bersangkutan sudah lewat," katanya.
"Jack, tanggal berapa sih sekarang?" tanya Mike iseng. "Aku sudah tak tahu lagi
hari apa dan tanggal berapa sekarang ini!"
"Aku tahu. Tiap hari aku menuliskan pengalaman-pengalaman kita," kata Jack. "Ini
hari Rabu - tanggal enam belas. Lihat!"
Mike mengambil buku harian Jack. Dipandangnya lembaran bertanggalkan hari esok.
Mendadak ia berteriak. "He, Jack! Lihat - apa yang akan tertulis di situ besok?"
"Apa?" tanya Jack heran. "Katanya, akan ada gerhana matahari," ujar Mike. "Wah,
bagaimana pemandangannya dari sini, ya?"
"Kita tanya Ayah saja," kata Jack. Keduanya lalu menghampiri Kapten Arnold.
Mafumu mengikuti dengan setia di belakang.
"Ayah! Buku harian Jack mengatakan, besok akan ada gerhana matahari!" ucap Mike.
"Dari sini kelihatan tidak, Yah?"
"Apa sih gerhana matahari itu?" tanya Peggy. "Rasanya aku pernah belajar
mengenai hal itu di sekolah, tetapi lupa lagi bagaimana kejadiannya."
"Ah, itu sih sederhana," sahut Mike. "Bulan lewat tepat di depan matahari hingga
sinarnya tak kelihatan dari bumi untuk beberapa saat. Bulanlah yang menghalangi
sinar matahari. Suasana di bumi jadi aneh, sebab siang-siang tak kelihatan
cahaya matahari." Kapten Arnold terlonjak. Mike kaget sekali, sebab ayahnya mendadak merebut buku
harian dari tangannya. Beliau lalu memperhatikan tulisan yang terdapat di
halaman tanggal tujuh belas.
"Gerhana matahari, pukul 11.43," Kapten Arnold membaca. "Benarkah ini buku
harian untuk tahun ini" Wah, benar! Astaga! Jadi, besok akan ada gerhana
matahari" Hmmm!"
Suara Kapten Arnold begitu riang dan bersemangat. Yang lain jadi tertarik dan
sebentar saja semua sudah berkerumun di sekelilingnya.
"Mengapa, Yah" Mengapa Ayah senang sekali?" tanya Mike. Yang bisa menduga hanya
Nyonya Arnold. Mata beliau pun bersinar-sinar penuh harap.
"Sini! Dengarkan baik-baik, ya!" kata Kapten Arnold. Kapten Arnold berbicara
dengan suara pelan sekali. Walaupun ia tahu bahwa orang-orang Gunung Rahasia tak
ada yang sedang mendengarkan atau mengerti kata-katanya, Kapten Arnold tak mau
ambil risiko. "Mike sudah menjelaskan tadi bahwa gerhana matahari merupakan suatu peristiwa di
mana bulan lewat tepat di depan matahari. Kejadian semacam itu jarang sekali
terjadi. Di Inggris, bulan takkan pernah bisa menutup seluruh matahari. Tetapi,
di Afrika, gerhananya akan merupakan gerhana penuh. Seluruh bagian bumi sebelah
sini akan gelap gulita seperti malam hari!"
Anak-anak mendengarkan dengan keheranan. Aneh!
"Nah, orang-orang Gunung Rahasia adalah golongan pemuja dewa matahari," kata
Kapten Arnold lagi. "Mereka rupanya punya kebiasaan melemparkan manusia yang
hendak mereka kurbankan ke lereng gunung. Hal itu mereka lakukan untuk
menyenangkan dewa matahari -
supaya doa mereka dikabulkan. Aku kuatir Paul akan dijadikan kurban besok. Kalau
kita tak segera bertindak, besok sudah tak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk
menolong anak malang itu. Aku tahu apa yang harus kita perbuat sekarang!"
"Apa?" tanya semua berbarengan.
"Kita suruh saja Mafumu menjelaskan kepada orang-orang Gunung Rahasia, bahwa
matahari akan kubunuh besok jika mereka tak mau mengembalikan Paul kepada kami!"
ujar Kapten Arnold pula. "Apa maksudnya - membunuh matahari?" tanya Nora heran.
"Mereka beranggapan bahwa matahari dibunuh orang pada saat terjadi gerhana!"
Kapten Arnold menjelaskan sambil tersenyum. "Mereka tak tahu bahwa gerhana
disebabkan oleh melintasnya bulan di depan matahari hingga menghalangi sinarnya.
Karena itu mereka akan berpikir, bahwa aku benar-benar telah membunuh matahari
yang mereka puja-puja itu!"
"Wah, betul juga!" teriak Jack. "Mereka pasti melongo. Mungkin kita akan mereka
lepaskan kalau itu kita lakukan."
"Mungkin saja," sahut Kapten Arnold. "Pokoknya, kita lakukan saja sebisanya.
Mudah-mudahan mereka datang kemari seperti biasa berdoa sebelum matahari
tenggelam." Betapa kecewanya mereka. Senja itu tak seorang pun datang ke puncak gunung.
Mereka sama sekali tak mendengar berita mengenai Pangeran Paul. Kapten Arnold
dan istrinya mulai merasa gelisah dan kuatir akan keselamatan Paul. Tetapi
mereka tidak menunjukkan perasaan mereka kepada yang lain.
"Mungkin mereka sedang mencari-cari Ranni dan Pilescu," kata Kapten Arnold.
"Bagaimana kelanjutan kisah mereka, ya" Mudah-mudahan saja mereka bisa
menyelinap ke luar dari gunung ini, mencari bantuan."
Malam pun berlalu. Dingin seperti biasa. Semua tidur beralas dan berselimut
permadani lembut. Anak-anak kehilangan Paul. Sedih hati mereka jika teringat
akan anak itu. Mereka tahu Paul sedang kesepian dan ketakutan walaupun mungkin ia tak mau
menunjukkan perasaannya kepada orang-orang Gunung Rahasia.
Fajar menyingsing. Langit menjadi bersemu merah, dan awan-awan kecil yang
menghiasinya tampak keperakan.
"Wah, dari puncak gunung, langit kelihatannya begitu luas," ujar Mike sambil
memandang berkeliling. "Lihat - tuh, mataharinya muncul."
Anak-anak menyaksikan gerakan perlahan matahari meninggalkan tempat
persembunyiannya - naik ke langit. Mereka betul-betul terpesona melihat keindahannya.
"Pantas kalau matahari dianggap sebagai raja langit!" kata Mike. "Aku bisa
mengerti kalau orang-orang Gunung Rahasia jadi pemuja matahari! Tapi, hm, aku
kehilangan Paul. Di mana dia, ya?" Ternyata tak lama lagi mereka bertemu dengan Paul. Mike melihat tiba-tiba pintu
bulat di tengah pelataran dibuka. Cepat ia memberi tahu yang lain.
"Ada orang datang! Lihat!"
Semua memandang ke tengah pelataran. Sangkar emas naik perlahan-lahan melewati
pintu. Di dalamnya, anak-anak melihat ada si ketua suku, dua orang pengawal, dan
seorang anak kecil berpakaian jubah indah sekali.
"He - itu si Paul! Lihat, pakaiannya!" seru Mike kagum. "Ada apa itu di
kepalanya?"

Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pakaian Paul memang aneh sekali, ia mengenakan semacam jubah emas berkilau-
kilauan. Panjangnya hingga ke lantai. Lengan jubah itu lebar. Menutup seluruh tangan anak
itu. Kepalanya bertopi, bentuk matahari sedang memancarkan sinar. Sinarnya memancar
ke atas. Paul nampak mewah, dan ia berjalan dengan gayanya yang anggun. Paul sudah
mengira bahwa ia akan dijadikan kurban untuk dewa matahari, ia merasa ngeri.
Tetapi, ia ingin menunjukkan kepada Mike dan kawan-kawannya yang lain bahwa ia
bukan anak penakut Sambil berjalan mengikuti si ketua suku, Paul melemparkan
senyum kepada Mike dan yang lain-lain - bibirnya agak gemetar.
"Oh, Paul," ucap Nora.
"Aku bangga melihat sikapnya," kata Mike, suaranya sedikit tersendat Tiba-tiba
saja Kapten Arnold melangkah maju sambil berteriak dengan suara menggelegar.
Semuanya jadi kaget "Berhenti! Kuperintahkan kau berhenti!"
Si ketua suku berhenti berjalan, lalu mendelik kepada Kapten Arnold, ia tidak
mengerti apa yang diucapkan si kapten barusan, tetapi ia tahu maksudnya. Dari
nada suaranya saja sudah ketahuan!
"Kemarilah kau, Mafumu," perintah Kapten Arnold. Si anak kulit hitam maju
perlahan-lahan dengan tubuh gemetar. "Katakan kepada ketua suku itu bahwa kalau
ia berani berbuat sesuatu terhadap diri Paul, matahari akan kubunuh," lanjut
Kapten Arnold. Mafumu tidak mengerti. Jack lalu menjelaskan dengan kata-kata sederhana.
Mafumu mengangguk-angguk. Ia berlutut di hadapan si ketua suku lalu membenturkan
dahinya pada tanah di depannya.
Mafumu menyerukan beberapa kata aneh kepada si ketua suku, lalu sekali lagi
membenturkan dahinya ke tanah. Ketua suku mengerenyitkan dahi sambil memandang
Kapten Arnold, ia lalu mengucapkan kata-kata tajam kepada Mafumu.
"Ketua suku bilang, Kapten tidak bisa membunuh matahari," kata Mafumu. "Katanya,
kalau matahari tinggi, tinggi, tinggi, Paul akan dikirim ke sana."
"Kalau matahari tinggi," ulang Kapten Arnold. "Itu berarti tengah hari -jam dua
belas. Gerhana akan terjadi jam dua belas kurang seperempat. Bagus! Katakan kepadanya
bahwa aku akan membunuh matahari kalau ia tak mau melepaskan kita, Mafumu."
Si ketua suku tertawa gelak-gelak. ia berjalan lagi menuju ke menara kuil. Paul
mengikuti di belakangnya. Semua hanya bisa memandang Kepergian mereka. Anak-anak
berharap gerhana yang diramalkan oleh buku harian Jack benar-benar akan terjadi.
Rasanya agak kurang bisa dipercaya ramalan itu.
19. Matahari Menghilang! Tawanan berkulit putih dilarang masuk ke kuil pagi itu. Ada dua penjaga di pintu
masuknya, melarang siapa pun masuk. Terlihat oleh Mike tubuh kecil si Paul di
puncak menara, bersama si ketua suku yang sibuk mengucapkan berbagai doa kepada
matahari. Sekali Paul melambaikan tangan kepada Mike, dan Mike membalas lambaiannya.
"Kau tak perlu takut, Paul," teriak Mike. "Kami akan menyelamatkan kau!"
Tetapi, angin menyapu teriakan Mike hingga Paul tak mendengar apa pun. Anak itu
masih berdiri tegap dalam jubah keemasan yang ia kenakan. Topinya tegak di
kepala, memancarkan cahaya ke atas.
Matahari semakin tinggi dan cuaca pun bertambah panas. Kapten Arnold dan
rombongannya berusaha mencari tempat yang agak teduh walaupun di situ hampir tak
ada yang bisa dibilang teduh. Angin berhembus kencang di puncak gunung. Meskipun
demikian sinar matahari terasa panas menyengat.
Kira-kira pukul sebelas, pintu gerbang emas dibuka. Dari dalamnya muncul
sebarisan orang-orang Gunung Rahasia. Mereka semuanya mendaki tangga keemasan
sambil menyanyi-nyanyi. Pakaian mereka rata-rata hampir sama dengan yang
dikenakan Paul. Pemandangannya cukup memukau ketika rombongan itu berlompatan
keluar dari pintu gerbang menuju ke pelataran. Kulit wajah mereka lebih kuning
daripada biasa. Lain daripada itu, jenggot mereka terlihat baru dicat lagi.
Warnanya merah segar menyala. Seperti warna api.
Masing-masing mengambil posisi di pelataran, membentuk beberapa deretan. Tak
lama kemudian mereka mulai menari. Tariannya aneh. Mereka menghentak-hentakkan
kaki. Sementara itu jubah mereka yang berkilau-kilauan tampak ikut bergerak-gerak.
Sambil menari, mereka menyanyikan lagu puji-pujian dengan suara melengking
tinggi. "Tari matahari," ujar Kapten Arnold. Semuanya merasa gelisah dan kuatir, tetapi
kagum melihat tarian yang sedang dilakukan para penyembah matahari.
Kapten Arnold melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah setengah dua belas.
Dengan waswas dipandangnya langit. Matahari sudah hampir sampai pada titik
tertinggi. Bulan sama sekali tak kelihatan karena matahari bersinar begitu
menyilaukan. Padahal saat itu bulan sedang berada dalam peredarannya dekat
matahari. Gong besar dibunyikan di kuil. Seorang punggawa kepala suku diberi tugas
membunyikannya. Anak-anak memang tahu bahwa di sana ada gong besar. Tetapi,
sejauh yang mereka lihat, di situ tak ada alat pemukulnya. Saat ini gong itu
dibunyikan. Suaranya menggema kian kemari dipantulkan oleh lembah di bawah
Gunung Rahasia. Mendadak para pemuja matahari yang berada di puncak gunung itu berlutut. Ketua
sukunya menunggu hingga bunyi gong berhenti. Setelah itu ia baru bicara dengan
suara lantang, ia membawa Pangeran Paul maju. Paul menurut, dan kini berdiri di
menara kuil. Jubah yang ia kenakan melambai-lambai dan berkilauan oleh tiupan
angin. "Kapten Arnold, berapa lama lagi gerhana itu mulai?" tanya Jack gelisah, ia
benar-benar takut Paul akan dicelakakan oleh orang-orang Gunung Rahasia sebelum
mereka sempat berbuat apa-apa untuk menolong anak itu. Kapten Arnold melihat jam
tangannya. "Dua menit lagi," sahutnya. "Nah, sekarang aku akan mulai beraksi."
Kapten Arnold berlari cepat memanjat tangga menara kuil. Kedua penjaga yang
berdiri di pintu kuil sangat kaget. Mereka sama sekali tak menduga Kapten
Arnold, akan menerobos masuk ke kuil. Itu sebabnya mereka tak siap. Kapten
Arnold menyelinap masuk dengan gampangnya. Di dalam, ia terus berlari menaiki
tangga. Sebentar saja ia sudah berdiri di dekat si ketua suku dan Paul.
Pada saat itu kejadian yang ditunggu-tunggu pun mulailah. Kapten Arnold
berpaling kepada matahari, lalu meninju-ninju. Sambil begitu, ia berteriak-
teriak kepada matahari! Sebuah pisau ia cabut dari ikat pinggangnya, lalu ia
lemparkan jauh ke atas! Pisau itu melambung tinggi, membentuk kurva, dan jatuh ke lereng gunung!
"Ia membunuh matahari! Ia membunuh matahari!" pekik Mafumu. Ia langsung tahu
mengapa Kapten Arnold mendadak berpolah begitu. Orang-orang Gunung Rahasia
mengerti kata-kata Mafumu. Mereka langsung berdiri ketakutan dan bingung luar
biasa. Punggawa si ketua suku lari hendak menangkap Kapten Arnold. Pada saat itu
terjadilah sesuatu yang aneh.
Sebagian kecil matahari mendadak hilang! Ada bayangan hitam kecil terlihat di
sisi itu. Bulan rupanya sedang mulai lewat di depan matahari hingga bagian matahari yang
tepat dilewatinya seperti hilang.
Melihat itu Mafumu ketakutan sekali, ia menunjuk ke matahari sambil terus
berteriak-teriak ketakutan. "Mataharinya digerogoti! Lihat, lihat!"
Sunyi sepi di puncak Gunung Rahasia. Semua yang ada di situ memandang matahari
di langit sambil menghalangi wajah mereka dengan tangan dan mengintip lewat
sela-sela jari supaya tidak kesilauan. Punggawa yang hendak menangkap Kapten
Arnold ikut-ikut melihat ke atas. Mereka gemetar melihat matahari saat itu.
Bulan lewat lebih ke tengah matahari, hingga bagian yang gelap sekarang lebih
luas. Orang-orang Gunung Rahasia mengeluh ngeri. Mereka tak mengerti apa yang
sebenarnya sedang terjadi.
Padahal, sebetulnya gerhana cuma suatu peristiwa alam yang sederhana. Mereka
mulai percaya bahwa matahari yang mereka puja-puja benar-benar telah dibunuh!
Tak seorang pun di antara mereka menduga bahwa itu cuma disebabkan oleh bulan
yang lewat di muka matahari hingga menghalangi sinar matahari ke bumi untuk
beberapa saat. Mereka menundukkan kepala, lalu mulai mengucapkan serentetan doa yang aneh
kedengarannya. Ketika mereka mengangkat kepala lagi, separuh matahari hilang
dari pemandangan! Saat itu bumi menjadi aneh kelihatannya. Matahari seperti berhenti bersinar dan
suasana menjadi gelap. Hanya sinar lemah yang aneh nampak menerangi bumi.
Burung-burung berhenti berkicau. Monyet-monyet di pohon saling berpegangan,
takut. Lain halnya dengan kodok. Mereka mengira hari telah malam hingga mulai
sibuk mengorek. Anak-anak merasa agak takut juga meskipun mereka tahu apa yang sedang terjadi.
Mereka belum pernah melihat gerhana. Apalagi gerhana kali ini adalah gerhana
sempurna. Sinar matahari benar-benar hilang dari bumi. Mafumu ketakutan setengah
mati. Baru kali ini ia merasa begitu takut, ia terbaring di tanah, tubuhnya gemetar dan lemas. Jack berusaha menghibur anak itu.
Ketua suku memandang matahari yang makin lama makin tak kelihatan dengan
perasaan takut dan takjub. Ia pun gemetar. Benarkah orang kulit putih di
depannya itu yang membunuh matahari pujaan mereka" Ah, ia benar-benar tak tahu.
Ia menengadahkan tangan ke matahari sambil berseru seolah menghibur matahari dan
memohon ia bersinar cerah kembali!
Kapten Arnold melipat tangan di depan dada sambil berdiri tegak dengan wajah
serius. Nampaknya ia benar-benar telah menaklukkan matahari.
Hal yang lebih aneh lagi terjadi! Langit jadi hitam legam, dan bintang-bintang
pun muncul. Sinarnya cemerlang menghiasi langit yang gelap.
"Tak perlu takut," ujar Nyonya Arnold kepada anak-anak. Mereka semua kelihatan
sangat takut Tak seorang pun di antara anak-anak itu mengira akan seperti itu
kejadiannya. "Matahari sama sekali tidak kelihatan karena tertutup oleh bulan. Itulah
sebabnya hari seperti malam dan bintang bermunculan. Kalian harus ingat bahwa
sebenarnya siang maupun malam bintang bertaburan di langit Pada siang hari
sinarnya tak kelihatan dari bumi karena terkalahkan oleh sinar matahari yang
begitu terang. Sekarang sinar matahari terhalang bulan hingga sama sekali tak
kelihatan dari bumi. Itulah sebabnya sinar bintang jadi kelihatan."
Setelah masalahnya dijelaskan begitu oleh Nyonya Arnold, anak-anak jadi tak
bingung lagi. Kejadian alam itu nampaknya jadi sederhana. Tetapi, orang-orang
Gunung Rahasia tak mengerti akan hal itu. Mereka ketakutan setengah mati.
Terdengar orang-orang itu berseru dan mengeluh. Berkali-kali mereka menepuk dahi
dan berlutut Di puncak menara kuil suasana juga gelap.
Kapten Arnold memegangi Pangeran Paul yang kaget dan bingung, lalu membisikkan
sesuatu kepadanya. "Turunlah ke pelataran, Paul. Bergabunglah dengan yang lain. Kau takkan dilarang
turun sekarang. Keadaan sudah aman."
Dengan penuh rasa syukur anak itu menuruni tangga, menemui teman-temannya, ia
berjalan dengan meraba-raba karena di mana-mana gelap. Betapa girangnya ketika
terpegang olehnya tangan Mike. Mike langsung memeluk anak itu, dan yang lain
mengerumuni mereka. Paul merasa aneh mengenakan jubah yang terus melambai-
lambai. "Gerhananya terjadi pada saat yang sangat tepat hingga bisa menyelamatkan kau,
Paul," kata Jack. "Kau aman sekarang. Ternyata kau seorang pemberani. Kami bangga
melihat sikapmu selama ini."
Paul merasa senang dipuji demikian. Biasanya teman-temannya sering menertawakan
dan ia dianggap bayi. Sekarang ia merasa jadi pahlawan! Paul berdiri terus dekat
kawan-kawannya sambil menyaksikan gerhana.
Melihat matahari "hilang" sempurna, Kapten Arnold berteriak seolah mengancam
matahari yang telah hilang. Ketua suku berlutut di hadapannya dan memohon belas
kasihan. Saat itu ia telah benar-benar yakin bahwa Kapten Arnold bukan orang
sembarangan, melainkan seseorang yang bisa melakukan mukjizat.
Perlahan-lahan bulan lewat dari depan matahari. Kini sebagian kecil matahari
nampak bersinar lagi. Bintang-bintang menghilang ketika bagian matahari yang
kelihatan jadi semakin luas. Sekarang separuhnya nampak bersinar. Sinarnya aneh
seperti tadi. Orang-orang Gunung Rahasia jadi bertambah keheranan. Mereka heran
melihat matahari mati barusan. Tapi sekarang, sesuatu yang menakjubkan terjadi
sekali lagi. Apa yang sebenarnya terjadi" Mereka tak tahan lagi.
Sambil berteriak-teriak mereka berlari ke tangga emas, lalu turun terbirit-birit
Berkali-kali mereka terpeleset dan jatuh sementara mereka menuruni tangga yang
panjang itu. Kedua penjaga yang berada di kuil pun berlari meninggalkan ketua
suku mereka. Si ketua suku masih berlutut di hadapan Kapten Arnold.
Bulan telah lewat dari depan matahari. Matahari sekarang bersinar lagi seperti
biasanya. Tak ada lagi bayangan hitam padanya. Sinarnya kembali cemerlang,
menerangi seisi alam. Burung-burung terdengar berkicau riang, dan monyet di
pohon ribut berceloteh. Malam hari yang pendek dan datang secara mendadak tadi
telah pergi. Kini alam kembali seperti biasa lagi.
Kapten Arnold melingkarkan tangan pada bahu si ketua suku yang ketakutan, lalu
membimbingnya turun dari menara, ia lalu berteriak memanggil Mafumu.
"Mafumu, katakan kepadanya bahwa ia harus melepaskan kita sekarang. Kalau tidak,
matahari akan kubunuh lagi," kata Kapten Arnold.
Mafumu mengerti. Anak kulit hitam itu merasa lega melihat matahari muncul lagi.
Sekarang anak itu beranggapan bahwa Kapten Arnold orang paling hebat di dunia.
Walaupun telah berkali-kali teman-temannya menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi, Mafumu tak juga hendak percaya atau mengerti. Baginya, Kapten Arnold-
lah yang mematikan dan menghidupkan kembali matahari!
Merasa dirinya jadi orang penting, Mafumu berbicara kepada ketua suku. Ia marah
sekali. Tidak biasanya seorang anak kecil berbicara kepadanya dengan sikap begitu.
Karena itu ketua suku tak mengindahkan kata-kata Mafumu. Si ketua suku
menyingkir dari Kapten Arnold, lalu menuju ke pintu di tengah pelataran yang
masih terbuka. Sangkar emasnya masih ada di situ menunggunya.
"Mafumu, katakan kepadanya bahwa kita akan turun lewat tangga emas. ia harus
menyuruh anak buahnya membiarkan kita keluar dari sini," ujar Kapten Arnold.
Mafumu berteriak menyampaikan hal itu kepada ketua suku. Lelaki itu mengangguk,
lalu masuk ke sangkar emas. Dalam sekejap ia sudah tak kelihatan lagi. Tetapi,
pintu di tengah pelataran ditinggalkan tanpa diselot.
"Yah, semua sudah pergi," kata Mike, tertawa. "Luar biasa! Benar-benar aneh
pengalaman kita ini! Aku sendiri ngeri waktu matahari menghilang dan bintang-
bintang bermunculan. Hm, rasanya kepingin makan deh. Kita ambil beberapa potong kue dari dalam kuil
dulu, yuk - sebelum turun."
"Cepat!" kata Kapten Arnold. "Aku ingin kita segera pergi mumpung bisa."
Anak-anak laki-laki berlari mengambil kue dan buah-buahan. Semuanya itu mereka
bawa ke luar di atas piring ceper. Mereka segera bergabung dengan Kapten dan
Nyonya Arnold serta anak-anak perempuan yang tengah berjalan menuju pintu emas.
Tetapi, ketika mereka sampai ke dekat sana, mendadak pintunya bergerak menutup!
Kapten Arnold berteriak keras sambil lari ke sana.
"Cepat! Mereka hendak mengunci kita lagi!"
Kapten Arnold mencapai pintu keemasan tepat pada saat ia menutup sempurna. Pintu
itu berdiri tinggi, agung, dan mewah di hadapannya - terkunci rapat.
"Mereka menipu kita!" Kapten Arnold berseru marah sambil memukul-mukul pintu di
depannya. Pintu itu tak mempunyai pegangan, selot, atau apa pun yang bisa
dipegang untuk menggerakkannya. Masalahnya sudah jelas! Mereka takkan bisa lolos
lewat pintu keemasan! 20. Burung Raksasa "Kita coba pintu di tengah pelataran!" seru Mike. "Kita bisa lolos lewat situ.
Kalau tak salah tadi pintunya tak ditutup oleh si ketua suku!"
Pontang-panting anak laki-laki lari ke tengah pelataran yang luas. Mereka takut
pintu itu pun sudah tertutup waktu mereka sampai ke sana. Ternyata tidak Keempat
anak laki-laki itu berdiri di tepi lubang berpintu di tengah pelataran, lalu
memandang ke bawah. Tali penggantung sangkar terlihat di sisi-sisi lubang itu.
Sangkarnya sendiri tidak kelihatan. Gelap sekali dalam lubang itu. Makin ke
bawah nampaknya makin menyempit dan akhirnya hilang sama sekali dari
pemandangan, ditelan kegelapan.
"Mana bisa kita lolos lewat sini," ujar Mike. "Bagaimana kalau waktu kita turun
mendadak sangkar emas itu naik?"
"Sangkar emas itu dinaikkan dan diturunkan dengan bantuan tali panjang, bukan?"
kata Nyonya Arnold. "Kukira tali-tali itu pasti masih tergantung di bagian tepi
lubang." "Ya," kata Kapten Arnold menimpali. "Kita cari saja."
Ternyata talinya sudah diputus! Memang ada tali tergantung dari ujung atas
lubang itu, tetapi ketika ditarik kapten Arnold ternyata hanya beberapa meter
saja panjangnya.

Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jadi, tali itu tak ada gunanya!
"Pintu lubang ini sebaiknya kita tutup saja," kata Kapten Arnold akhirnya.
Wajahnya menunjukkan rasa ngeri, juga kecewa. "Berbahaya kalau dibiarkan
terbuka. Siapa tahu kalian terperosok. Yah, kita jadi terkurung lagi!"
"Pasti mereka menertawakan kita di bawah sana!" kata Mike. "Gampang benar mereka
menangkap kita! Kita tak bisa naik tak bisa juga turun - mungkin nasib kita
harus tinggal di sini sampai mati!"
Kapten Arnold merasa tak enak. ia takut orang-orang Gunung Rahasia mendadak
datang beramai-ramai pada tengah malam lalu mencelakakan mereka. Tetapi Kapten
Arnold hanya menceritakan perasaannya itu kepada istrinya, ia tak mau menakut-
nakuti anak-anak, apalagi Peggy dan Nora.
"Pengalaman kita hari ini banyak sekali," kata Kapten Arnold. "Baiknya sekarang
kita masuk ke kuil - makan, lalu beristirahat"
Mereka pun masuk ke kuil. Tak lama kemudian masing-masing sudah sibuk mengunyah
kue dan buah-buahan segar. Nyonya Arnold dan anak-anak lalu berbaring-baring.
Sementara itu Kapten Arnold berjaga. Mereka setuju untuk bergilir menjaga -
Kapten Arnold dan juga Mike serta Jack. Dengan demikian, orang-orang Gunung
Rahasia takkan datang tanpa sepengetahuan mereka.
Sebagaimana biasa, malam datang cepat sekali. Bintang bersinar gemerlapan di
langit hitam. Alam sunyi sepi dan damai di kaki Gunung Rahasia. Kapten Arnold
memeriksa pintu di tengah pelataran, lalu juga pintu keemasan, ia ingin tahu
apakah pintu-pintu itu masih tertutup. Ternyata masih tertutup, dan dari sisi
lainnya tak terdengar suara apa pun.
Malam lewat dengan tenang. Mula-mula Kapten Arnold yang berjaga, lalu digantikan
oleh Mike dan Jack. Tetapi tak ada keanehan yang terjadi. Fajar pun menyingsing,
dan matahari pagi bersinar cerah. Anak-anak bangun, lalu menggeliat. Lapar.
Tetapi tak ada makanan lain selain sisa kue.
"Mudah-mudahan mereka tak membiarkan kita kelaparan," ujar Mike. Ketika itu
Kapten Arnold ikut menyerbu sisa kue yang masih ada di piring. "Kalau sampai
begitu, wah - gawat!" "Petualangan kita kali ini sungguh-sungguh luar biasa," sahut Nora, "tetapi
sangat tidak mengenakkan."
Kira-kira pukul sepuluh, pintu besar keemasan menggelincir dan membuka. Dari
bawah muncul rombongan orang-orang Gunung Rahasia. Tetapi, kali ini masing-
masing membawa tombak yang berkilau-kilauan! Mereka hendak berperang - itu sudah
jelas! Kapten Arnold sudah menduga ini akan terjadi, ia cepat menyuruh anak-anak
menyingkir ke sudut. Bergegas ia maju menghadapi ketua suku yang tinggi. Mafumu
diajaknya. Anak itu berdiri di samping Kapten Arnold dan disuruh berbicara
kepada si ketua suku atas nama Kapten Arnold.
Ketua sukunya sedang tak suka diajak bicara, ia pun membawa tombak seperti yang
lain. Dipandangnya Kapten Arnold dengan tajam.
"Katakan kepadanya bahwa matahari mereka akan kubunuh lagi," kata Kapten Arnold
kepada Mafumu. "Ketua suku bilang dia akan bunuh Bapak dulu," kata Mafumu dengan gigi gemeletuk
ketakutan. Nampaknya memang itu maksud kedatangan si ketua suku. ia menghunus
tombaknya kepada Kapten Arnold.
Kapten Arnold membawa senjata api. ia tak berniat menembak si ketua suku. Tapi,
ada baiknya membuat orang itu takut sedikit. Ditariknya pistol dari pinggang,
lalu diletuskannya peluru ke udara. Bunyinya nyaring dan bergema - sangat
mengerikan. Si ketua suku terlonjak kaget dan takut Sementara itu orang-orang
Gunung Rahasia lainnya mulai lari tunggang-langgang sambil berteriak-teriak.
Tetapi, seorang di antara mereka berpikiran agak cerdik dibandingkan yang lain.
ia menghunus tombaknya kepada Kapten Arnold. Senjata tajam yang berkilau-kilauan
itu dilemparkan ke depan, mengenai pistol di tangan Kapten Arnold hingga jatuh
terpelanting. Tak seorang pun berani memungut senjata itu. Kapten Arnold sendiri
tak berani, ia punya alasan yang lain. Pada senjatanya sendiri Kapten Arnold tak
takut-tapi, ia takut oleh tombak-tombak tajam di sekelilingnya!
Si ketua suku berteriak lantang memberi perintah. Mendadak dua belas orang
berlari maju membawa tombak. Mereka menyergap para tawanan. Sepuluh menit
kemudian masing-masing tawanan itu, yang dewasa maupun yang anak-anak, sudah
terikat kuat dengan tali!
"Hendak mereka apakan kita?" Nora bertanya dengan jengkel karena ikatan pada
lengannya terlalu kuat hingga menyakitkan.
Tak seorang pun tahu. Yang jelas, mereka hendak dibawa turun ke perut gunung.
Mereka takkan ditinggalkan lagi di puncak gunung!
"Kurasa, ketua suku takut kita mencederai lagi matahari mereka kalau dibiarkan
di sini," cetus Jack. "Kalau tiba-tiba ada gerhana lagi - wah, asyik! Mereka
pasti kaget setengah mati!"
Ketua suku memberi perintah agar tawanan mereka dibawa menuruni tangga emas.
Tetapi, persis ketika mereka hendak bergerak ke sana, terdengar bunyi aneh!
Mula-mula kedengarannya jauh dan tidak keras - seperti dengung lembut di
kejauhan. Makin lama bunyi itu kedengaran makin keras, dan bergema kian kemari di kawasan
pegunungan. Kini bunyi itu lebih mirip dengan deru ketimbang dengung.
Bunyi menderu itu lewat di atas mereka.
Orang-orang Gunung Rahasia berhenti, mendengarkan. Mata mereka melotot keheran-
heranan. Belum pernah mereka mendengar bunyi aneh begitu. Bunyi apa"
Mula-mula anak-anak pun heran - tetapi tak lama. Jack segera tahu bunyi apa yang
didengarnya, lalu berteriak keras-keras.
"Kapal terbang! Kapal terbang! Dengar bunyinya! ia menuju kemari!"
Kapten Arnold bengong. Beliau tahu itu suara kapal terbang. Tapi, kapal terbang
apa" Pasti - pasti bukan Seriti Putih!
Bunyi menderu itu kedengaran makin dekat Di langit nampak titik hitam terbang
menuju lereng gunung. Benar! Sebuah kapal terbang yang datang.
Orang-orang Gunung Rahasia melihat kapal terbang itu. Mereka berseru kaget
sambil menunjuk-nunjuk. "Mereka bilang apa, Mafumu?" tanya Jack.
"Mereka bilang ada burung besar datang menyanyi r-r-r-r-r!" kata Mafumu. Matanya
yang hitam berkilat-kilat Anak-anak jadi tertawa. Hati mereka berdebar-debar dan
diliputi perasaan tak sabar. Mereka yakin sebentar lagi ada kejadian penting.
Kapal terbang itu makin dekat, dan kelihatan makin besar.
"Seriti Putih-kah itu?" tanya Kapten Arnold. "Aku kenal benar dengan suaranya
yang begitu manis! Rupanya Ranni dan Pilescu berhasil kembali ke tempat kapal
terbang kita, lalu menyiapkan dan menerbangkannya kemari."
"Bisakah Seriti Putih mendarat di sini?" tanya Paul.
"Bisa saja!" sahut Mike. "Lihat saja! Di sini terbentang pelataran halus yang
luas - ini tempat ideal untuk melandasi Oh, mudah-mudahan saja Ranni dan Pilescu
langsung mengenali gunung ini dan menuju kemari!"
Kapal terbang itu datang lebih dekat, ia membumbung tinggi seolah hendak
melewati puncak Gunung Rahasia. Kini orang-orang Gunung Rahasia mulai ketakutan.
Mereka tiarap semua. Kapal terbang itu terbang berputar-putar seolah mencari
sesuatu. Warnanya yang putih berkilau menyilaukan.
"Mau mendarat! Mau mendarat!" pekik Jack sambil melompat-lompat walau tangan dan
kakinya diikat. "Wah, orang-orang Gunung Rahasia dibuat kaget oleh Ranni dan
Pilescu!" Kini pesawat terbang yang putih berkilauan itu berputar makin rendah. Ketika ia
melandas, terdengar bunyi lain yang bergema di kejauhan.
"Wah, kalau itu aku yakin bunyi kapal terbangku!" pekik Pangeran Paul. Wajahnya
merah karena girang dan tak sabar. Ingin ia melepas tali yang mengikat tangan
dan kakinya. "Aku tahu bunyinya!"
Sementara Seriti Putih melandas mulus dan berjalan di pelataran, kapal terbang
yang berikutnya nampak membumbung tinggi seolah mencari ancang-ancang.
"Wah, benar! Itu kapal terbang Paul! Warnanya biru keperakan," seru Peggy. "Ya,
Tuhan - rasanya aku tak percaya ini betul-betul terjadi! Lihat siapa yang di dalam
Seriti Putih! Ranni, Ranni, Ranni!"
Seriti Putih berhenti. Pintu cockpit-nya dibuka dari dalam. Tak lama kemudian
sesosok tubuh tinggi kekar berjenggot merah menyala muncul. Benar - Ranni yang
menerbangkan Seriti Putih!
21. Lolos Ketua suku dan anak buahnya sama-sama heran dan takut mendengar bunyi pesawat
terbang dan melihat kedatangannya. Ketika Seriti Putih menderu tepat di atas
Gunung Rahasia, mereka semua bertiarap ketakutan sambil mendesah seperti orang
kesakitan. "Awas! Nanti terluka kalian oleh pesawat itu!" pekik Mike pada waktu Seriti
Putih mendarat. Orang-orang yang ketakutan itu segera lari pontang-panting ke
tepi pelataran. Untunglah pesawat mendarat mulus tanpa melukai seorang pun. Kapten Arnold dan
istrinya serta anak-anak merasa lega melihat Ranni tersenyum melompat dari
cockpit Anak-anak langsung mendapatkan Ranni, memeluk, dan menghujaninya dengan
berbagai pertanyaan. "Sayang kau tak melihat bagaimana nasibku kemarin!" seru Paul. Ia sekarang
merasa bangga menceritakan kisahnya yang mengerikan. "Aku mengenakan jubah emas
dan topi berbentuk matahari sedang bersinar!"
Kapten Arnold dan istrinya juga menghampiri Ranni. Tetapi, Kapten Arnold
bersikap waspada terhadap orang-orang Gunung Rahasia yang kini berkerumun dengan
tubuh gemetar, menyaksikan kapal terbang.
"Mereka pikir pesawat itu bisa menerkam mereka, barangkali," Jack berkata sambil
nyengir. "Kurasa, sebaiknya kita segera tinggal landas," kata Ranni. "Siapa tahu mereka
mendadak sadar dan membuat situasi jadi sulit buat kita! Kalau pesawat kita
mereka rusakkan, habislah riwayat kita!"
"Ini dia, Pilescu datang bersama pesawat terbangku!" seru Paul riang. Pesawat
terbangnya yang berwarna biru keperakan sementara itu berputar-putar di atas.
Suaranya menderu keras. Seperti tadi, bunyi pesawat Paul pun dipantulkan oleh
gunung-gunung di sekelilingnya, hingga bunyinya semakin hingar-bingar. Pesawat
Paul terbang terus berputar-putar di puncak Gunung Rahasia. Lagi-lagi orang-
orang Gunung Rahasia mengeluh ketakutan dan bertiarap.
Pesawat Paul mendarat semulus Seriti Putih. Rodanya dikeluarkan, dan tak lama
kemudian ia melandas - berlari pelan di atas pelataran. "Benar-benar tempat
mendarat yang bagus sekali tempat ini," komentar Kapten Arnold sambil
menyaksikan pesawat itu mendarat.
"Permukaannya rata, datar, luas, dan berangin!"
Pesawat biru keperakan akhirnya berhenti. Pintu cockpit-nya terbuka sementara
baling-balingnya berhenti berputar. Pilescu melongok ke luar. Ia mengenakan helm
pilot. Ranni tak mengenakan helm semacam itu tadi. Melihat Pilescu kepalanya
jadi besar dan berbentuk rata seperti helm, orang-orang Gunung Rahasia semakin
menjadi-jadi rasa takutnya!
Hampir separuhnya lari pontang-panting ke tangga emas, lalu menghilang ke bawah
sambil berteriak-teriak. Separuh lainnya bersama ketua suku mereka berlutut di
tanah sementara si ketua suku menggumamkan sesuatu.
"Ketua sukunya minta ampun!" ujar Mafumu. Anak berkulit hitam itu merasa senang
dengan segala sesuatu yang barusan terjadi.
"Kalau dia mengira aku hendak melemparkannya ke kaki gunung atau membawanya
pergi dengan pesawat, dugaannya salah," sahut Kapten Arnold. "Saat ini aku sama
sekali tak menghiraukan dia. Ayo - kita cepat-cepat tinggal landas sekarang!
Mumpung ada kesempatan lolos dari bahaya besar!"
"Dan kita punya dua pesawat pula!" kata Mike riang gembira. "Naik yang mana
kita?" "Ranni, Pilescu, Paul, Jack, dan anak-anak perempuan naik kapal terbang si Paul.
Ukurannya lebih besar," kata Kapten Arnold. "Sebaiknya Mike bersama kami.
Kukira, sebaiknya Mafumu pun ikut Kita tak bisa meninggalkannya di sini. Bisa-
bisa ia diperlakukan dengan biadab oleh orang-orang itu!"
Masing-masing naik ke pesawat yang hendak ditumpangi. Prosesnya tak lama.
Pilescu memeriksa pesawatnya, lalu memandang berkeliling.
"Semuanya sudah siap?" tanyanya, ia menoleh sekali lagi. "Mana Paul" Kalau tak
salah, seharusnya ia ikut pesawat ini."
"Tapi dia tidak naik ke sini," ujar Jack. "Mungkin dia naik Seriti Putih. Sudah
lama anak itu kepingin naik Seriti Putih."
"Baiklah kalau begitu," kata Pilescu pula. Ia mulai menarik sebuah instrumen
kapal terbang yang hendak ia kendarai. Tetapi Ranni buru-buru mencegahnya.
"Kita harus yakin dulu Paul ada di Seriti Putih!" katanya. "Bagaimana kalau kita
sampai di Inggris dan baru tahu Paul tidak terbawa?"
Ranni membuka pintu cockpit sekali lagi, lalu melongokkan kepalanya ke luar. Ke
arah Seriti Putih ia berteriak. "Hai, apakah Paul ada di situ?"
"Apa?" tanya Kapten Arnold yang sudah bersiap-siap hendak tinggal landas.
"Apakah PAUL ada di situ?" teriak Ranni.
"Tidak," teriak Kapten Arnold setelah memeriksa isi Seriti Putih. "Kan sudah
kukatakan Paul mestinya ikut pesawat kalian. Seriti Putih cuma bisa dinaiki
empat orang." Wajah Ranni pucat Pangeran Paul adalah satu-satunya orang yang paling ia
sayangi. Masa mereka hendak meninggalkan puncak Gunung Rahasia tanpa Pangeran
Paul! Di mana dia" Ranni melompat ke luar dari pesawat terbangnya. Nora memekik memberi tahu.
"Lihat! Itu dia Paul, di kuil!"
Ranni lari ke kuil. Dalam pikirannya, Pangeran Paul sengaja diculik dan hendak
dicelakakan oleh orang-orang Gunung Rahasia. Ia mengeluarkan senjatanya. Dalam
hati Ranni bertekad hendak membuat seluruh penduduk Gunung Rahasia kaget
setengah mati kalau mereka sampai bermaksud menawan Paul lagi!
Ternyata, di kuil cuma ada Paul. ia berada di sudut kuil, sedang sibuk sendiri.
Ranni jadi meluap. "Paul! Sedang apa kau" Hampir saja kami pergi tanpa kau!"
Paul berdiri. Anak itu memegang jubah indah keemasan yang kemarin ia kenakan. Di
bahunya tersampir tutup kepala berbentuk matahari bersinar. Rupanya Paul ingin
membawa benda-benar itu pulang - untuk dipamerkan kepada teman-temannya di
sekolah. Itulah satu-satunya bukti yang bisa ia tunjukkan supaya mereka percaya
bahwa ia benar-benar telah mengalami sesuatu yang luar biasa.
Diam-diam Paul menyelinap - memisahkan diri dari rombongan, ia sengaja tak
mengatakan apa-apa, karena tahu Kapten Arnold pasti melarangnya kembali ke kuil
untuk mengambil benda-benda itu. Sukar benar mengambil jubah dan topinya. Di
samping itu, Paul tak sadar bahwa dalam waktu singkat pesawat hendak lepas
landas. "Hai, Ranni! Aku kemari hendak mengambil pakaian ini," kata Paul. "Kau belum
pernah melihatnya, kan" Coba lihat.."
Betapa kagetnya anak itu ketika Ranni memukulnya, lalu membopongnya bersama
semua pakaian yang ia bawa ke pesawat Melihat ini, beberapa orang Gunung Rahasia
mulai sadar. Mereka mengambil tombak mereka.
Sebuah tombak berkilauan melayang ke sisi kepala Ranni. Untung ia cepat mengelak
dan langsung naik ke tangga pesawat. Sampai di dalam, dilemparkannya Paul ke
kursi. "Pangeran bodoh ini rupanya ke kuil hendak mengambil pakaian kebesarannya!" ujar
Ranni marah, ia begitu takut Hampir saja mereka pergi tanpa pangeran yang ia
sayangi. Paul pun marah, ia duduk tegak di kursinya.
"Kau berani memukulku, Ranni?" teriaknya. "Akan kulaporkan kau kepada ayahku,
raja Baronia. Kau pasti di... di..."
"Hus! Sudahlah diam kau, Paul!" kata Jack. "Kalau kau mengucapkan sepatah kata
lagi, aku yang akan memukulmu! Gara-gara kau, bisa-bisa kita gagal pergi dari
sini. Lihat orang-orang Gunung Rahasia sudah mulai garang lagi!"
Benar saja! Beberapa orang berjalan ke dekat pesawat membawa tombak. Kedua
pesawat terbang sudah dibunyikan mesinnya. Baling-baling keduanya sudah sibuk
berputar. Bunyi mesinnya menderu-deru. Orang-orang Gunung Rahasia jadi ketakutan
lagi. Yang mula-mula tinggal landas adalah Seriti Putih. Dengan mulus dan anggunnya ia
mengangkasa, berputar-putar dua kali, lalu meninggalkan kawasan di atas puncak
Gunung Rahasia. Menyusul, pesawat terbang biru keperakan milik Paul.
Jack memandang ke bawah. Gunung Rahasia kelihatan jauh dan kecil sekali. Orang-
orang di puncaknya kelihatan seperti semut dari atas sini. Wah, mereka pasti
marah dan panik karena tawanan mereka lolos dengan cara itu!
"Alhamdulillah," kata Jack kepada Nora dan Peggy. "Walaupun senang telah melihat
Gunung Rahasia dari dekat sekali, rasanya lebih senang lagi bisa meninggalkan


Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat itu! Jangan bersedih begitu dong, Paul! Bergembiralah! Yang penting, kita sudah
selamat! Hampir saja semuanya jadi berantakan gara-gara kau!"
Pangeran Paul tahu bagaimana caranya orang Inggris minta maaf.
"Maaf," katanya. "Aku tak berpikir sejauh itu. Untung saja aku berhasil membawa
jubah itu. Anak-anak di sekolah pasti iri dan menganggapku anak beruntung! Aku
akan mengenakan pakaian itu dan memamerkannya kepada Bapak Kepala Sekolah."
Yang lain tertawa. Senang dan lega rasanya berada dalam pesawat terbang lagi.
Jack memanggil Ranni. "Ranni! Kau belum menceritakan pengalamanmu dan Pilescu!" katanya. "Bagaimana
cara kalian lolos dari Gunung Rahasia?"
"Tak kami sangka - ternyata gampang sekali," sahut Ranni. ia duduk di samping
Pilescu di cockpit "Mereka tak mencurigai kami. Semua menganggap kami bangsa
mereka sendiri. Lama kami menuruni tangga emas bersama mereka sampai tiba di sebuah gua besar.
Di gua itulah rupanya sebagian besar orang-orang itu tinggal."
"Benar. Aku dan Mafumu pernah melihat gua itu," kata Jack. "Terus bagaimana,
Ranni?" "Kami tak mau masuk ke gua itu dan duduk-duduk dengan mereka di sana, karena
takut diajak bicara," lanjut Ranni. "Jadi, kami menunggu di gang di depan gua
itu sampai ada beberapa orang ke luar membawa tombak. Kami berpikir, mereka
hendak berburu. Jadi kami ikut mereka, berjalan di belakang."
"Asyik amat!" kata Nora. "Mereka tak curiga apa-apa?"
"Sama sekali tidak," kata Ranni. "Kami mengikuti mereka lewat segala macam
lorong gelap, sampai akhirnya berada di ruangan luas semacam balairung. Di situ
ada tangga batu menuju ke pintu masuk yang dihalangi batu. Mereka menggerakkan
pengungkitnya, dan pintunya menggelincir - membuka. Jalan pun terbuka buat
kami." "Kau beruntung," kata Jack. "Alangkah senangnya kalau aku bersama kalian waktu
itu." "Setelah itu baru agak sulit," lanjut Ranni. "Kami mesti cari jalan ke tempat
pesawat, dan tersesat di hutan. Cuma nasib mujur yang membuat kami bisa sampai
ke sana. Walaupun lelah luar biasa, lega rasanya bisa sampai ke pesawat!"
"Cepat sekali kalian membawa pesawat terbangnya ke puncak Gunung Rahasia," seru
Peggy. "Sukar tidak mencari Gunung Rahasia dari atas, Ranni?"
"Sama sekali tidak. Gampang sekali, malah," kata Ranni. "Dari atas, gunung itu
kelihatan kuning. Lain dari itu, puncaknya datar."
"He! Mau apa Seriti Putih?" seru Jack mendadak. "Akan mendarat rupanya!
Betulkah, Ranni?" "Kelihatannya begitu," ujar Ranni. "Ada apa, ya" Wah, mudah-mudahan saja tak ada
kerusakan. Pesawat ini besar, tetapi takkan cukup dinaiki semuanya."
Seriti Putih makin rendah terbangnya. Di bawah ada dataran luas berumput Seriti
Putih menuju ke sana. Dengan mulus pesawat itu mendarat, lalu berhenti.
"Kita harus mendarat juga, melihat ada apa dengan mereka," Ranni berkata dengan
wajah kuatir. Tak lama kemudian pesawat terbang biru keperakan pun terbang
memutar dan perlahan-lahan menuju lapangan rumput tadi. Rodanya dikeluarkan, dan
ia pun mendarat dengan lembut - berhenti setelah berlari beberapa meter di
permukaan rumput Kapten Arnold sudah keluar dari pesawat Ia sedang membantu
Mafumu turun. "Ada apa" Ada yang rusak?" teriak Ranni sambil turun dari cockpit pesawatnya.
"Biar kubantu!"
22. Selamat Tinggal, Mafumu!
Kapten Arnold menoleh, menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak apa-apa," sahutnya. "Aku baru saja ingat bahwa kita tak bisa membawa Mafumu
ke Inggris! Ia akan sedih berjauhan dengan keluarganya. Kaum kerabatnya tinggal
tak jauh dari sini. Lihat, itu dia perkampungan mereka! Kelihatan dari sini! Itu
sebabnya aku mendarat di sini - supaya Mafumu bisa turun."
"Wah, anak-anak di pesawat sana pasti ingin mengucapkan selamat tinggal
kepadanya," ujar Ranni segera. "Mafumu telah menjadi sahabat kita semua. Tanpa bantuannya,
kami takkan bisa menemukan Anda. He, Jack - panggil Paul dan anak-anak perempuan
kemari! Kita akan meninggalkan dia di sini!"
Anak-anak berhamburan turun dari pesawat Mereka hendak mengucapkan selamat
tinggal kepada sahabat mereka - anak kecil manis berkulit hitam. Mereka sayang
kepada Mafumu yang Jenaka. Sebenarnya, mereka tak ingin berpisah dengan anak
itu. "Mengapa kita tidak mengajak Mafumu pulang saja?" tanya Paul. "Di sana kita bisa
memberinya pakaian yang pantas, lagi pula, dia bisa sekolah bersama Mike, Jack,
dan aku!" "Nanti Mafumu sedih terus," kata Ranni. "Lain kali saja kita kemari lagi
mengunjunginya. Siapa tahu kelak dia menjadi ketua suku. Anaknya cerdas dan
pemberani. Aku yakin dia bisa jadi pemimpin yang baik."
"Mudah-mudahan saja pamannya tak sering-sering memukul Mafumu," kata Jack. "Wah,
lihat - orang kampung berlarian kemari. Barangkali karena mereka melihat Mafumu."
Benar saja. Dari desa kecil yang terletak tak jauh dari tempat pendaratan
mereka, berlarian orang-orang kulit hitam - laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
Mereka melihat Mafumu. Walaupun takut akan burung besar yang bunyinya menderu-
deru, mereka merasa bahwa burung itu tidak berbahaya. Buktinya, Mafumu berada di
sana dan tidak apa-apa. Paman Mafumu datang bersama orang-orang itu. Jack bertanya-tanya - mungkinkah
paman Mafumu hendak mencengkeram dan memukuli Mafumu karena telah melarikan
diri" Diliriknya Mafumu, ingin tahu apakah anak itu kelihatan takut. Tetapi
Mafumu tak nampak takut, ia malah berdiri tegap. Terlihat benar bahwa anak itu
merasa bangga akan dirinya sendiri.
Ia punya sahabat orang kulit putih yang baik hati, dan ia telah menolong
sahabat-sahabatnya itu. Hatinya benar-benar bangga-seolah ia raja yang dipertuan
pada saat itu. "Mafumu, terimalah ini sebagai kenang-kenangan," kata Pangeran Paul sambil
menyodorkan pisau lipatnya yang indah - bergagang emas. Mafumu girang bukan
buatan. Sudah sering ia melihat Paul menggunakan pisau itu. Ingin rasanya ia
memegang benda itu. Tetapi, minta izin ia tak berani. Sekarang benda itu
diberikan kepadanya - jadi miliknya! Mafumu hampir tak percaya!
Semua ingin memberi kenang-kenangan buat Mafumu. Nora memberinya kalung manik-
manik berwarna hitam yang langsung dikenakan oleh Mafumu dengan bangga. Peggy
memberikan bros kecil berbentuk hurup P yang terbuat dari perak. Mafumu
menyematkan benda itu di rambutnya yang keriting!
"P bukan inisial yang cocok buat Mafumu, tapi dia toh tak tahu," kata Peggy.
"Kau akan memberi kenang-kenangan apa, Mike?"
Mike selalu membawa tiga gundu di sakunya, ia memberikan ketiganya kepada
Mafumu. Mata anak itu semakin membelalak-kaget dan senang dihujani hadiah!
Giginya yang putih kelihatan cemerlang sementara ia tak henti-hentinya tersenyum
lebar kepada semua orang di sekelilingnya.
Lalu tiba giliran Jack! Jack memberinya sebatang pensil. Pensil itu terbuat dari
perak. Mata pensilnya bisa masuk-keluar kalau ujung belakangnya diputar-putar. Mafumu
mengira benda itu benda ajaib. Betapa girangnya anak itu mempunyai pensil
sehebat itu. Anak itu langsung berlutut, mencium kaki Jack.
"Hus, jangan begitu, Mafumu," kata Jack, merasa tak enak.
Semua tertawa cekikikan menyaksikan adegan itu. Tetapi Mafumu belum mau
melepaskan pahlawan yang ia kagumi. Dipeluknya kedua kaki Jack dengan erat
hingga Jack hampir jatuh karena hilang keseimbangan.
"Hus, sudahlah, Mafumu," ucap Jack lagi. Akhirnya Mafumu berdiri. Matanya
berlinang-linang. ia merasa sedih hendak berpisah dengan Jack. Selain itu, ia
tidak punya apa-apa yang bisa ia berikan kepada Jack untuk kenang-kenangan. Ya,
ia tak punya benda apa pun, kecuali kalung gigi buaya yang dikenakannya! Mafumu
melepaskan kalungnya sambil menggumamkan sesuatu, lalu memberikannya kepada
Jack. "Tidak, Mafumu," kata Jack. "Jangan. Aku tahu bahwa kau percaya kalung ini
menyelamatkanmu dari bahaya dan gangguan roh jahat Pakailah selalu kalungmu itu.
Aku tak mau mengambilnya darimu."
Tetapi Mafumu tak mau menyerah. Akhirnya Jack terpaksa menerima kalung pemberian
Mafumu dan memasukkannya ke dalam saku bajunya. Lehernya terasa tersumbat
sesuatu. Ah, Mafumu - berat juga berpisah denganmu!
Ranni memberi Mafumu sebuah cermin. Pilescu memberinya buku notes yang bisa
ditulisi dengan pensil ajaib pemberian Jack. Kapten Arnold memberi kaca mata
hitam yang selama ini tersimpan di lemari dalam Seriti Putih. Mafumu girang
bukan buatan. Kaca mata itu langsung ia kenakan. Semua orang jadi tertawa
melihat betapa lucu wajah anak itu mengenakan kaca mata.
Nyonya Arnold memberi Mafumu potret semua anak-anaknya. Potret itu selalu di
bawa ke mana-mana, dan tersimpan di dompet penyimpan foto yang terbuat dari
kulit coklat. Wah, kegembiraan Mafumu tak bisa dilukiskan. Anak itu menari-nari
dengan membawa semua hadiah yang ia terima di atas kepalanya. Kaca mata hitam
pemberian Kapten Arnold masih ia kenakan. Semua orang tertawa kegelian.
Penduduk kampung makin lama makin dekat ke tempat mereka. Semuanya nampak heran
melihat Mafumu diberi hadiah sebanyak itu. Mafumu melepaskan kaca matanya, lalu
tertawa lebar kepada teman-temannya.
"Selamat jalan," ucapnya dengan bahasa Inggris. "Selamat jalan. Kapan-kapan sini
lagi. Mafumu sahabatmu." Anak-anak memeluk Mafumu, lalu naik lagi ke pesawat. Setelah orang-orang
berkulit putih berada di dalam pesawat, barulah orang-orang kampung berani
mendekati Mafumu. Paman Mafumu merasa iri. Ia ingin punya kalung manik-manik
pemberian Nora. Mafumu mendelik kepada pamannya. Lalu, dengan gerakan cepat anak
itu mengenakan kaca mata hitamnya dan berteriak-teriak seperti orang kesurupan.
Orang-orang kampung berlarian menjauh sambil memekik-mekik ketakutan. Pamannya
berlari paling cepat. Mafumu mengikuti mereka dengan langkah tegap dan pasti. Ia
merasa dirinya pemimpin para ketua suku saat itu! Pemandangan itulah yang
terakhir dilihat teman-teman Mafumu dari pesawat. Setelah itu pesawat mereka
mengudara. Mafumu menoleh sebentar, melambaikan tangan, ia sedih, tetapi merasa
malu jika saat itu ia menunjukkan perasaannya. Dalam hati ia yakin pamannya
takkan lagi terlalu sering memperlakukan ia dengan seenaknya!
"Sedih berpisah dengan Mafumu," keluh Peggy. "Rasanya anak itu sudah jadi
saudara kita." "Jack mujur mendapat kalung gigi buaya," kata Paul
"Kau juga mujur, Paul - punya jubah indah dan topi matahari," sahut Peggy. "Aku
juga ingin punya yang begitu."
"Jangan kuatir. Kapan saja kau ingin pinjam, akan kupinjami," sahut Paul.
Kedua pesawat terbang mereka melaju mulus dan cepat di angkasa. Nora melihat ke
bawah, ingin tahu apakah mereka masih berada di atas gunung-gunung. Tiba-tiba
saja ia memekik. "He! Kita lewat di atas Gunung Rahasia! Lihat ke luar, cepat! Rupanya tadi kita
terbang ke selatan mengantar Mafumu. Sekarang kita dalam perjalanan ke utara,
pulang!" Semua melihat ke bawah. Benar. Gunung Rahasia kelihatan di bawah sana. Bentuknya
yang ganjil dan warnanya yang aneh membuat gunung itu mudah dibedakan dari
gunung-gunung yang lain. "Gerhana mataharinya asyik, ya?" kata Nora.
"Lebih asyik lagi rupa si Paul waktu berjalan mengenakan jubahnya yang berkilau-
kilauan," cetus Peggy.
"Aku bilang sih, paling asyik waktu kita berdiri di puncak Gunung Rahasia dan
mendengar deru Seriti Putih," kata Jack.
"Senangnya kalau bisa mengulangi petualangan itu lagi," kata Paul. "Kadang-
kadang mengerikan juga situasinya. Tapi justru itu yang bikin menarik dan asyik!
Aku suka mengalami pengalaman seperti itu."
"Mudah-mudahan petualangan yang membahayakan sudah selesai," kata Ranni. "Buatku
pengalaman kita barusan sudah lebih dari cukup! Yang kuingini sekarang, kita
sampai kembali ke Inggris dengan selamat, dan kalian sekolah lagi."
"Sekolah! Wah, aku jadi tak bisa membayangkan kita harus sekolah lagi sehabis
bertualang begini!" seru Paul. "Malas, rasanya. Aku ingin kita terbang lagi
dengan pesawat ini, Ranni."
"Boleh saja kau ingin segala macam, Paul. Tapi, sekolah adalah yang paling bagus
dan aman buatmu," kata Ranni. "Kau kan sudah punya cerita banyak buat teman-
temanmu. Wah, kalau kauceritakan semuanya yang kita alami kepada mereka, bisa-
bisa kau dianggap pahlawan."
"Sungguh?" tanya si pangeran kecil. Matanya bersinar-sinar. "Sebenarnya aku
bukan pahlawan - tapi, kalau orang menganggapku pahlawan, senang juga mungkin."
Pesawat terbang mereka terbang terus dengan mulus. Akhirnya mereka sampai ke
sebuah lapangan terbang luas. Di situ mereka mendarat. Pesawat-pesawat mereka
mengisi bahan bakar. Sementara itu mereka semua makan. Kapten Arnold mengirim
telegram ke Inggris, mengabarkan bahwa mereka selamat. Setelah itu mereka
terbang lagi. Malam itu anak-anak tidur nyenyak. Bertualang memang asyik. Tapi, tenang rasanya
setelah berada di tempat aman lagi. Mereka mulai membayangkan kembali negeri
Inggris serta Dimmy. Wah, sudah tak sabar ingin menceritakan pengalaman mereka
yang mendebarkan itu kepada Dimmy.
Mereka akhirnya sampai ke rumah! Pesawat mereka mendarat di Lapangan Terbang
Croydon. Mereka disambut orang banyak! Wartawan berebut mengambil potret mereka. Orang-
orang yang lain mendekati, ingin menepuk bahu mereka atau berjabat tangan.
Kapten Arnold mengucapkan beberapa patah kata di depan mikrofon, yang isinya
menyatakan mereka akhirnya sampai dengan selamat!
Rombongan yang baru datang itu dibawa oleh dua buah mobil yang sengaja telah
disiapkan. Mereka menuju London, ke tempat Dimmy menunggu mereka. Ribut benar anak-anak
mengobrol. Mereka tertawa-tawa dan merasa bangga. Senang rasanya berada kembali di Inggris.
Lebih senang lagi karena mereka disambut dengan begitu hangat.
Dimmy berdiri di muka pintu, menyambut kedatangan mereka. Anak-anak berebut
turun dari mobil, lalu berlari-lari mendapatkan Dimmy sambil ribut bercerita
dengan suara keras. "Kami dari Afrika!"
"Kami menemukan Gunung Rahasia!"
"Wah, hampir si Paul dijadikan kurban untuk dewa matahari!"
"Waktu terjadi gerhana, orang-orang Gunung Rahasia mengira kami yang membunuh
matahari!" "He! Kalau kaupeluk aku seperti ini, jangan-jangan aku yang jadinya kalian
bunuh!" ujar Dimmy. Matanya berlinang air mata - air mata bahagia, ia merasa
bersyukur bertemu kembali dengan anak-anak. Ketika mereka secara mendadak dan
diam-diam meninggalkannya, Dimmy betul-betul diliputi kekuatiran dan
kegelisahan. Tapi, sekarang itu tak jadi soal lagi. Mereka sudah sampai kembali
ke rumah dengan selamat Sore itu Kapten Arnold pergi, menyiarkan pengalamannya.
Menurut rencana, siaran itu akan diudarakan pukul sembilan lima belas menit -
setelah acara siaran berita. Anak-anak memasang radio, mendengarkan. Asyik
mendengar suara Kapten Arnold menceritakan kembali pengalaman mereka.
Dimmy mendengarkan dengan keheran-heranan. Dari anak-anak telah ia dengar
beberapa kepingan ceritanya, tetapi ketika mendengar ceritanya yang lengkap,
seperti membaca buku cerita saja dia! Bukan main!
Kira-kira setengah jam lamanya Kapten Arnold bercerita di studio. Ketika siaran
itu selesai, Dimmy mematikan radio.
"Yah," ujarnya, "kita bersama-sama telah melewati petualangan yang tak
terlupakan, Anak-anak. Sudah banyak petualangan kita. Tetapi, kurasa inilah yang
paling mengesankan. Sungguhkah hal itu terjadi" Benarkah hal-hal aneh begitu
bisa terjadi pada anak-anak biasa macam kalian?"
"Buktinya bisa!" kata Jack, ia lalu memperlihatkan kalung gigi buaya yang
diberikan kepadanya oleh Mafumu. "Lihat - ini gigi buaya yang pernah hendak
memakan Mafumu. Ayah dan pamannya membunuh buaya itu. Beberapa giginya diambil
dan mereka berikan kepada Mafumu. Mafumu memberikannya kepadaku."
"Sedang apa Mafumu saat ini, ya?" tanya Mike. "Anak itu betul-betul sahabat
sejati. Kalau tidak dibantu Mafumu, belum tentu kita sekarang berada di sini."
"Sebentar lagi pun kalian takkan berada di sini," kata Dimmy. "Ini sudah larut
malam. Kalian sudah waktunya masuk ke kamar dan tidur!"
"Waktu tidur" Ah, aku sampai lupa di dunia ini ada yang "disebut orang waktu


Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidur," keluh Peggy. "Sudah beberapa minggu kami tak pernah tidur di tempat tidur.
Kurasa, mulai sekarang aku takkan pusing dengan waktu tidur lagi."
Terserah - pokoknya aku akan tidur pada waktunya!" sahut Dimmy. "Ayo, yang mau
biskuit dan minum sirup, ikut aku! Yang bandel takkan kuberi!"
Mereka menikmati biskuit dan sirup di kamar, sambil ribut bercerita dan
mengobrol lagi! Akhirnya Dimmy memadamkan lampu dan dengan tegas mengatakan,
"Stop bicara!" Dimmy meninggalkan anak-anak.
Anak-anak pun tidur nyenyak, bermimpi me-ngenai daratan Afrika nun jauh di sana
serta gunung-gunung, teristimewa Gunung Rahasianya!
-TAMAT- Djvu: BBSC ==============================
Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com)
Gudang Ebook http://www.zheraf.net
==============================
Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 19 Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih Menyelamatkan Pesawat Pemalite 1
^