Hantu Jeruk Purut 1
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja Bagian 1
?" Yennie Hardiwidjaja Based on Screenplay by Ery Sofid
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com HANTU JERUK PURUT MR. Collection's a HANTU JERUK PURUT Penulis:Yennie Hardiwidjaja
Penulis skenario: Ery Sofid
Penyunting: Agnes P.A. Simamora
Desain sampul: Indika Entertainment
Penata letak: Nanks CHS Penerbit: GagasMedia Jl. Sultan Iskandar Muda No. 100A-B, Lt. 2
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12420
TELP/FAKS (021) 723 8342, 729 2310
EMAIL gagasmedia@cbn.net.id
WEBSITE w.gagasmedia.net Disributor Tunggal: Agromedia Pustaka Bintaro Jaya Sektor IX Jl. Rajawali IV Blok HDX No.3 Tangerang 15226
TELP (021) 754 1644, 74863334
FAKS (021) 74863334 EMAIL agromarketing@cbn.net.id
WEBSITE w.agromedia.net Cetakan pertama, 2006 Hak cipta dilindungi Undang-undang
Hardiwidjaja, Yennie Hantu jeruk purut/Yennie Hardiwidjaja Jakarta:
GagasMedia, 2006 vi+142 hlm; 11,5x19 cm ISBN 979-780-065-2 I. Novel 1. Judul 895 Cetakan kedua, 2006 "Horror"" tanyaku ketika Mas Denny menawari-
ku menulis novel adaptasi film horror. "Hantu
Jeruk Purut"" keningku terasa berdenyut.
Rasanya otakku blank. Tapi horror"
"I love it. Why not""
Ada 2 jenis film yang aku suka. Horror dan kartun.
Alternatif lainnya adalah film-film konspirasi di
mana kecerdasan, kejlimetan plus ending-nya
selalu menonjok wajahku. Atau film dengan
special effect mahadahsyat yang membuatku tak
bisa berhenti melongo. Bahkan, untuk games pun,
horror tetap menjadi jawara!
Horror"! Dari SD aku sudah terbiasa berpetak
umpet dengan mama demi membaca dan
menonton cerita horror. Entah mengapa, sensasi
ngerinya menakjubkan. Aku takut sekaligus
penasaran, walau malamnya aku dicekam suasana
horror. Hiii... iii Sepatah Kata... a Ini adalah novel horror pertamaku. Aku berharap
suatu hari nanti aku akan mengeluarkan novel
horror sendiri, dengan hantu yang selama ini
menggentayangiku. Hantu-hantuku....
Terima kasihku untuk semua yang terlibat dalam
pembuatan novel ini: Untuk Dia, sumber kekuatan yang tidak aku
pahami bagaimana Dia bekerja.
Tomy Hardiwidjaja, yang telah memberiku
waktu untuk membangun mood horror... bebeh....
Jasmine Hardiwijaya, puteri cantikku. Di mana
aku harus segera menanggalkan selimut horror-
ku setiap kali bermain dengannya.
Mama dan Papa tersayang. Orang tua yang luar
biasa untukku. Entah apa jadinya aku tanpamu.
Hennot, adikku yang luar biasa dan serba bisa.
Aku tidak mampu menghitung budi dan
pengorbananmu untukku. Aku sayang kamu!
FX Rudi Gunawan, untuk ilmu dan semangatnya.
Mas Denny Indra; pencetus karirku, Mbak
Windy dan teman-teman GagasMedia (makasib
banyak!). Miranda; ilmu dan keindahan bahasamu
menakjubkan. Ninit Yunita; jadi mami! Eri Sofid
untuk skenarionya J, Pak Shanker dan seluruh
iv teman-teman Indika Ent untuk kesempatan dan
kepercayaannya. Sahabat-sahabat. Judith MS Lubis (sistaku yang
tercinta dan tercantik. Buku kita kapan nih"!), Paula
Meliana (Thank you for a friend like you!), Apong
Tamora (dukungan dan semangatmu bikin aku
terharu. Thank's for every thing, Pong!), Betty (gue
sayang soma elo, Bet! :P), Christina Tirta (hakat elo
luar biasa. Keep writing!)
Terima kasih untuk teman-teman yang telah sudi
mengirimkan email, untuk dukungan, kritik, sa-
ran, dan review atas karya-karyaku.
Juga, untuk kamu J Yang telah sudi memilih,
menarik, membeli, dan membaca buku ini.
Terima kasih tak terhingga.
Salam kasih, Yennie Hardiwidjaja ms_jutek@yahoo.com http://sevenmermaids.blogspot.com/
v KUBURAN. Bayangan pertama yang terlintas
di otak adalah tempat angker. Sebuah tempat
peristirahatan terakhir, di mana jasad-jasad
terbaring, dimakamkan dan lebur menjadi tanah.
Lalu tinggallah nama dan kenangan yang hidup
di benak orang-orang yang mencintainya.
Berakhirlah siklus hidup seorang manusia. Tapi
tidak dengan roh. Jasad hancur, roh abadi. Roh
adalah semangat yang tertinggal dalam raga
seorang manusia. Roh dapat melihat, mendengar,
mengingat peristiwa masa lampau, juga dapat
mengasihi bahkan membenci. Ada roh jahat dan
roh baik, kita tidak dapat memusnahkan salah
satunya. Keduanya saling bersinggungan dan
melengkapi dengan caranya yang magis. Pepatah
kuno mengatakan, jangan mengganggu jika tak
ingin diganggu. Sayangnya, terkadang manusia
sombong dan takabur. Mereka tidak sadar apa
yang mereka lakukan, mereka tidak mempertim-
bangkan dampaknya. Tentu saja, karena jika
1 satu a mereka tahu ..., mereka akan berpikir berkali-
kali.... Semua kuburan memang sama saja, sama-
sama angker. Tapi ada sebuah kuburan yang
legenda angkernya benar-benar mendirikan bulu
kuduk. Bukan sekedar deretan makam, kesunyian
yang mencekam dan hawa dingin yang membuat
perasaan risau ..., tapi lebih dari itu. Ada sesuatu
yang 'hidup'. Bahwa para roh yang menghuni
kuburan itu, 'melihat' dan 'bertindak'. Sebuah
kuburan di daerah Jakarta Selatan, dekat jalan
Ampera yang mengarah ke jalan Pangeran
Antasari adalah daftar kuburan pertama yang
terkenal dengan legenda mistiknya. Kuburan itu,
'hidup'. Kuburan Jeruk Purut Pemandangan sunyi dan suram. Cahaya
bulan mengintip di sela-sela pepohonan, purnama
malam tetap tidak mampu menerangi gelapnya
areal kuburan. Pemakaman umum itu terbalut
kabut dan dikelilingi pepohonan. Hitam dan
mencekam. Sesekali suara burung hantu meng-
iringi malam, memperdengarkan lengkingannya
yang serak, lalu kembali sunyi. Pagar yang
mengelilinginya bengkok dan hampir roboh.
Beberapa potong pagar menjorok ke luar,
2 mengancam dan seolah siap menghunus siapa saja
yang berani mengganggu ketentraman makam.
Besi pagar telah usang dan berkarat dimakan usia.
Deretan nisan-nisan terpancang di atas gundukan
tanah, entah berapa umurnya, Sebagian sudah
lapuk hingga tak lagi bernama. Mereka bercerita,
melihat dan mendengar. Orang-orang enggan melintas di areal
pemakaman ini, terutama pada malam hari.
Banyak cerita angker yang membuat bulu kuduk
berdiri. Juga banyak tragedi yang terjadi di
pekuburan ini. Korban-korban yang mengingkari
adanya dunia lain selain dunia manusia. Pernya-
taannya yang congkak dan sbmbong memaksa
alam lain untuk menunjukkan keberadaannya.
Jangan meremehkan jika tak ingin celaka, pesan
orang-orang tua. Malangnya, pesan kuno terdengar sekuno
tradisinya. Zaman semodern ini, masih percaya
hal-hal gaib. Orang sudah terbang ke bulan kok!
Pesan itu tak selalu didengar. Kadang alam marah,
dan kita hanya bisa berdoa.
* * * Di tepi jalan masuk pemakaman, tiga remaja
mengamati areal pekuburan sambil menyorotkan
senter ke berbagai arah. Nisan-nisan bisu meman-
tulkan bias senter ke berbagai arah, tetap saja
3 sunyi dan gelap. Mereka seharusnya ada di rumah,
mengerjakan tugas sekolah untuk besok hari,
atau sekadar mengejar kelulusan untuk masuk
SMU. Intinya, mereka tidak seharusnya ada di
sini. Tidak di kuburan ini, tidak pada malam ini.
"Jadi ini yang namanya kuburan Jeruk
Purut"" suara Alvin memecah keheningan. Nada-
nya terdengar melecehkan sekaligus kecewa.
"Gak beda ama kuburan yang laennya. Sama-
sama kuburan." "Stt ... tapi kata orang di sekitar sini sering
kejadian hal-hal aneh. Kayak penampakan hantu
kepala buntung," Adam menebarkan pandangan
ke sekeliling kuburan. "Mana" Gak ada apa-apa di sini. Ngibul
kali," sergah Alvin tanpa rasa takut.
Dia terbiasa menjelajahi kuburan, baginya
semua kuburan sama saja. Toh yang mati biarlah
mati. Lebur menjadi tanah. Jasad mati tidak
dapat melek, apalagi bangun dan menakut-nakuti
orang. Icha, gadis remaja yang ikut-ikutan aksi gila
Alvin diam-diam menyesal. Mengutuk dirinya
mengapa dia mau saja mengikuti ajakan Adam.
Ke kuburan" Icha tak gentar. Tapi kuburan Jeruk
Purut" Nanti dulu.... Icha ingat cerita-cerita seram
yang belakangan ini sering didengarnya. Bahkan,
4 sebuah stasiun televisi meliput sumber berita yang
katanya diganggu penghuni kuburan ini. Tak
hanya dua atau tiga orang, dan itu pun menimbul-
kan kehebohan. Icha menggaruk lengannya yang
tak gatal. Seolah-olah nyamuk sendiri enggan
berada dekat-dekat kuburan ini. Katanya lewat
doang... duh! "Udah ah, serem nih ... pulang yuk!" Icha
melirik kanan-kiri. Kegelapan di mana-mana.
Icha merasa tak nyaman. Nisan-nisan laksana
mata yang memandang mereka dengan tatapan
sinis. "Mana kuburan pasturnya"" tanya Alvin
tanpa memedulikan rengekan Icha. Adam meng-
angkat bahu. "Kuburannya udah lama sekali, Om ...,"
gerutu Adam, "mungkin nisannya udah rata sama
tanah, dan tanahnya udah daur ulang seratus kali,"
cerocos Adam asal. "Udah deh, mitos begitu belum tentu bener.
Pulang aja yuk, banyak nyamuk nih...," Icha
merayu. "Payah lu, ngajak-ngajak tapi melempem
begini," dumel Alvin.
"Soal kuburan pastornya sih gue kagak tau,
tapi kalo penampakan hantunya ...gue sering
denger." Adam menebar mata.
"Banyak nyamuk nih...," keluh Icha.
5 "Gue gak berasa ada nyamuk, Cha. Bisa diem
sebentar gak sih"" tegur Adam kesal. "Al, ada
nyali gak lo ngeliat langsung selebritinya Jeruk
Purut"" tantang Adam.
Alvin menoleh, dia tampak tertarik tapi ragu.
"Alah, paling juga boongan lagi. Mana" Kalo
cuman hantu biasa sih mending gak usah deh.
Bosen gue," Alvin berjumawa.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila lu Vin! Ngapain liat yang begituan!"
seru Icha. Suara burung hantu berkumandang.
Terdengar sangat dekat dengan mereka.
"Sabar Cha, sepupu gue ini emang pemberani
tulen. Sekarang kan udah liat kuburannya, biar
dia liat hantunya sekalian. Hantu kepala buntung.
Pernah denger dongg ...," jelas Adam melirik
Alvin, menunggu reaksi. Alvin manggut-manggut
tipis. Menimbang-nimbang.
"Elo sendiri belom pernah lihat, sok ngasih
liat lagi...," gerutu Icha.
"Tenang, gue udah tau caranya. Gampang
banget! Kita cuman kelilingi kuburan ini tujuh
kali, ntar tuh hantu nongol deh!"
"Yang bener lo ...," Alvin mengeryit. "Gila
kali lo." "Gue serius! Gimana" Berani gak" Hantu
kepala buntung Jeruk Purut yang legendaris itu.
6 Ada nyali"!" Adam manggut-manggut belagu.
Seolah-olah dia mampu mengendalikan apa saja.
"Boongan ah! Masa cuman kelilingin
kuburan doang"" Icha mengernyit. Dia berharap
Alvin tak termakan omongan Adam, jadi, mereka
bisa cepat pulang. "Adam suka ngibul, Al. Jangan
didengerin." "Berisik. Kata orang-orang itulah caranya,
udah banyak yang buktiin," kata Adam lagi.
"Boleh dicoba ...," Alvin manggut-manggut.
Egonya tertantang. "Gue gak ikutan!" tolak Icha.
"Penakut amat sih lo! Katanya tomboy ...,"
ledek Adam, "kita buktiin itu cuman mitos. Ayo
"Gue gak mau, Adam! Gue gak tnau ikut-
ikutan yang begituan!" tolak Icha kesal.
"Mesti ganjil, Cha. Please deh... kita udah jauh-
jauh ke sini. Nothings happened. Trust me."
Icha ragu-ragu mengikuti. Dia mematung di
tempat. "Ayolah... gitu aja takut amat lo. Katanya
pemberani.... Ah!" tarik Adam.
Ketiga remaja itu mulai menyusuri pinggir
kuburan. Icha melirik takut-takut. Sesekali senter
menyinari nisan. Bentuknya yang tajam, runcing
dan kusam membuat Icha semakin tak nyaman.
Kali ini, mereka seolah-olah melotot marah. Baru
7 beberapa kali berputar, Icha menyeruak keluar
dari barisan. "Cha! Ke mana lu ...!" teriak Adam gusar.
"OI CHA!!" Alvin mengikuti, teriakannya
bergema. Seolah nisan-nisan ikut memantulkan
gelombang suara keduanya.
"Brengsek! Dasar cewek ...," gerutu Adam,
"yok!" Icha tidak memedulikan panggilan Adam.
Dia terus berlari menjauhi areal pekuburan
menuju arah jalan raya. Mau tak mau, Alvin dan
Adam ikut mengejar Icha. Keduanya menggerutu,
terpaksa keluar dari barisan.
Rumput-rumput setinggi paha. Icha terus
berlari menuju batas pagar pemakaman. Di
belakang, Alvin dan Adam mengejar sambil
berteriak. Icha tak peduli, dia terus berlari.
Begitu menjejak aspal, Icha langsung terbungkuk
dengan napas ngos-ngosan.
"Hhh..hnhhh...," napas Icha berpacu. Peluh
dingin bercucuran. Di depannya, jalanan sepi dan
lengang. Suasana semakin gelap gulita.
"Ngapain sih lo" Hhhh.... Ayo, mesti ganjil,"
ajak Adam balik. "Gak, hh....lu orang aja. Gue gak ikutan!"
"Mesti ganjil, Cha! Kan elu sendiri yang mau
ikutan, gimana sih lo ... hh ...," rayu Adam.
8 "Pokoknya gue gak ikutan! Gue mau pu-
lang!" Icha bersikeras.
"Cha ...," Alvin menengahi, "kita udah sejauh
ini... udah mantapin jauh-jauh hari mau uji men-
tal. Buktiin kalo semua itu cuman bullshit. Kan
elo sendiri yang bilang mau ikutan ...."
"Katanya cuman lewat...!" Icha menyambar.
Napasnya mulai teratur. Adam dan Alvin berpandangan.
"Penakut amat sih lo ...," Adam meremehkan.
Berharap Icha termakan hinaannya.
"Biarin. Gue mau pulang! Pokoknya pulang,
pulang, pulang!!" Adam dan Alvin memandang
tak rela, "Kalo elo berdua gak mau pulang, gue
bisa pulang sendiri! Elo berdua jalan kaki aja
sana! Mana kunci boil"!"
" Ya udah, reseh amat lo!" gerutu Adam kesal,
"dasar cewek penakut emang lo!"
"Mendingan penakut daripada ikut-ikutan
gila kayak elo berdua!" balas Icha.
"Grr.... Ya udah, tungguin gue bentar," Adam
menyeberang jalan. "Mau ke mana lo"" tanya Alvin. Adam
berhenti di tengah jalan, dia berbalik.
"Kencing dulu. Payah! Segitu doang ngeper!"
Adam mengumpat, berbalik lagi.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sorot lampu
berkelebat menerpa Adam. Adam terpaku silau.
9 Raungan mesin bergemuruh, selanjutnya
terdengar suara tabrakan keras. BRAKK!!! Adam
tertabrak, mobil oleng dan mementalkan Adam
beberapa meter ke samping dan... CROSS!!!
Adam tertancap di pagar yang bengkok ke
depan. Yang mengerikan, lehernya lebih dulu
menyentuh ujung pagar bingga mayat Adam
tergantung dengan leher tersangkut. Mobil oleng
dan terbalik, terseret sambil berputar meng-
hantam tubuh Icha dan Alvin. Keduanya terpental
terpisah. BRUKK!! Alvin terpental ke pagar pekuburan, jatuh
terjerembab dengan mata melotot karena tepat
di depan wajahnya sebilah bambu runcing
menonjol dari tanah. Alvin menghela napas
tegang campur lega. Bambu itu hampir
menusuknya tapi... mobil berputar mengbantam
bahu jalan, salah satu roda terlepas dan
menghantam punggung Alvin keras.
CROSS!! Wajah Alvin terbenam dalam tusukan
bambu. Darah segar mengucur. Alvin menggelin-
jang sekarat lalu terdiam dengan mata melotot.
Akibat benturan yang begitu keras, sebuah
kipas mesin copot. Kipas itu melayang cepat dan
merobek leher Icha. Darah muncrat. Icba ter-
kapar dengan leher nyaris putus. Melotot tak
rela. Suara mobil memperdengarkan derum mesin
10 yang perlahan melemah dan akhirnya mati.
Suasana senyap. Dalam sekejap mata tiga korban
mati mengenaskan. Percikan darah di mana-
mana, tercium amis darah yang kental. Setelah
itu, malam kembali menebarkan gelapnya. Sepi,
seolah tak terjadi apa-apa.
Sosok berkepala buntung berdiri tak jauh
dari ketiganya. Di sampingnya berdiri seekor
anjing hitam besar dengan mata merah berkilat.
Sosok itu memerhatikan korban dari kegelapan
malam. Sesaat saja, kemudian menghilang.
* * * 11 dua ANNA Karenina menyeruput kopinya tanpa rasa
nikmat. Matanya tertuju pada headline berita
kematian tiga remaja tragis yang menjadi pokok
berita. Lagi, kuburan Jeruk Purut kembali
menjadi topik hangat. Anna memasang kuping
setajam-tajamnya demi mendengar gunjingan
orang-orang di warung kopi pagi itu. Anna
sengaja datang ke lokasi Jeruk Purut untuk me-
ngais berita tentang kuburan yang melegenda itu.
"Ada yang ngeliat hantu pastor kepala
buntung itu, besoknya langsung sakit," kata salah
seorang. "Masa sih" Alhamdulillah gue ngojek selama
ini gak pernah ada kejadian apa-apa," sahut yang
lain. Anna memasang kuping. Apapun beritanya,
sangat bermanfaat untuk memperkaya tulisan-
nya. Anna Karenina adalah seorang novelis remaja
13 a yang sedang naik daun. Beberapa novel besutan-
nya meledak menjadi novel bestseller, membuat
namanya begitu populer di jagad penulisan novel
percintaan remaja. Ditambah wajahnya yang
cantik dan proporsi tubuh ideal, Anna segera
meroket menjadi selebriti dunia penulisan.
Penulis bestseller yang cantik. Lalu, apa yang
membuat Anna tertarik untuk ganti haluan
menjadi penulis novel horror" Anna adalah
penulis cerdas. Adalah sebuah kepuasan batin
apabila dia dapat terjun dalam berbagai topik
penulisan. Dan Anna suka menantang dirinya
sendiri. 'TIGA REMAJA TEWAS MENGENAS-
KAN DI KUBURAN JERUK PURUT.'
Anna masih memasang kuping. Mereka tak
lagi bergosip, saatnya bagi Anna untuk kembali
mendengungkan apa yang baru saja didengarnya.
Berita duka ini sedang menjadi topik hangat
warga yang bermukim di sekitar pemakaman.
Anna tahu apa yang harus dilakukannya.' Anna
membalik koran, membacanya buru-buru.
Mungkin saja ada yang terlewatkan ....
'Pengemudi mobil raib. Menurut pemiliknya,
mobil itu ditemukan hilang pagi harinya dan
terdampar di depan areal kuburan Jeruk Purut.
14 Sangat aneh, siapa yang bisa mengemudikan
mobil tanpa kunci"' berita di koran.
Aneh. Misteri. Lama Anna termangu.
Kejadian itu sangat aneh. Apa yang bisa menjelas-
kan kejadian itu" Wajahnya yang cantik tampak
tegang seolah berpikir keras. Adakah logika yang
dapat menjelaskan ini semua" Anggaplah ada
sopir, tak mungkin sopirnya menghilang begitu
saja" Mobil terbalik, di mana sopirnya" Tak luka"
Kapan dia loncat dari mobil sebelum mobil
terbalik" Kalaupun terluka" Seberapa jauh dia
dapat pergi" Kening Anna berkerut. Keseriusannya diper-
hatikan ibu penjaga warung.
" Anak-anak sekarang wong edan semua, udah
dibilangin itu tempat angker masih juga dijadiin
main-mainan," pemilik warung membuka per-
cakapan. Anna mendongak, seorang ibu gendut
tersenyum ramah, "Neng ke sini cari berita""
Anna mengangguk. Tangannya merogoh tas,
mengeluarkan sebuah tape recorder dalam posisi
record. "Kuburan itu memang angker, Bu" Katanya
ada pastor berkepala buntung suka berkeliaran"
Apa itu benar"" tanyanya.
"Katanya sih begituu... tapi aku ndak tau.
Wong gak pernah liat. Amit-amit, jangan sampai
15 liat yang begituan. Amit-amit!" Katanya buru-
buru meracik kopi. "Nambah kopinya, Neng""
Anna tersenyum menggeleng. Dia segera
memancing pembicaraan, demi bahan tulisannya.
" Apa benar kuburan itu berhantu""
Si ibu gendut ogah menjawab. Dia melirik
seseorang yang sedang duduk di samping Anna.
Seorang bapak yang sedang asik mengunyah
pisang goreng terakhir. Anna mengikuti
pandangan. "Pak, apa Bapak pernah dengar kabar
burung yang beredar mengenai kuburan Jeruk
Purut"" "Hmm...," si bapak meneguk es teh manisnya
sesaat, "bukan sekadar kabar burung, Dek.
Cerita ini udah dari zaman-zaman Belanda dulu,
tapi Bapak juga ndak tau mana yang bener." Si
bapak meneguk kopinya, lalu melanjutkan,
"Dulu katanya ada yang pernah liat hantu
berkepala buntung itu, abis itu langsung sakit.
Demam tinggi." "Apa Bapak pernah melihatnya""
"Lihat sih belum. Tapi dulu ada tukang ojek
yang suka digangguin. Minta diantar sana-sini
ternyata masuk kuburan sana. Abis itu kesu-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rupan, gak taulah mana yang bener. Semua juga
kata orang, kata orang ...."
"Terima kasih, Pak." Anna segera berlalu.
Dia mencari berita seputar keangkeran kuburan
16 Jeruk Purut. Anna melakukan wawancara
langsung dengan orang-orang yang ditemuinya.
"Jeruk Purut" Gak tau ah. Apaan tuh""
bingung seorang yang dihampiri Anna. Celingak-
celinguk, dia mengangkat bahu.
"Katanya pastor mati dikeroyok trus
kepalanya dipenggal. Tapi gak tau juga, ada yang
bilang pake seragam pastor, ada yang bilang
bukan ... gak tau ah mana yang bener, udah lama
itu...." " Aku gak tau apa-apa. Gak tau ah. Serem!
Udah yah!" Anna menggenggam tape recorder hasil
wawancara hari itu. Dia kurang puas dengan hasil-
nya. Anna menghela napas gelisah. Mesti survei
sendiri.... * * * Kuburan Jeruk Purut - malam hari
Anna nekat mendatangi Kuburan Jeruk Purut
pada malam harinya. Anna berharap dengan
melihat lokasi, imajinasinya akan lebih terpacu.
Lagipula, mengunjungi tempat seangker ini akan
membuat mood horror Anna keluar dan meng-
hasilkan tulisan yang benar-benar menakutkan
pembacanya. 17 Anna berjalan perlahan-lahan mengitari
areal kuburan, merekam apa saja yang tampak
olehnya. Malam itu lagi-lagi berkabut. Sepi
mencekam. Tak ada yang aneh. Dalam hati Anna
berharap menemukan sesuatu untuk bahan
tulisannya. Anna menanti harap-harap cemas.
Menunggu dan menunggu. Sunyi.... Hanya sesekali suara burung hantu
memecah keheningan. Anna melirik tnobil yang
diparkirnya tak jauh dari kompleks pemakaman.
Sisa-sisa kecelakaan kemarin malam sudah
dibersihkan. Beberapa police line masih tampak
di TKP. Berita tadi pagi membuat Anna bergidik.
Remaja-remaja malang itu mati mengenaskan dan
tak wajar. Melihat lokasi langsung, membuat
Anna dapat memetakan seperti apa kejadian
tragis kemarin malam. Seorang anak nyangkut
di pagar kuburan, seorang lagi terjerembab
dengan kepala bolong, yang satunya mati dengan
leher robek dan kepala nyaris putus. Gambaran
itu begitu nyata. Anna mengerjapkan matanya.
Bulu kuduknya meremang. Srrtt.... Anna menginjak sesuatu yang
lembek. Anna menunduk mengamati dan segera
terloncat. Bangkai kucing!!
"Ihh...," jijiknya buru-buru mundur.
"AAGGHH!!" terdengar suara desah keras
yang berat di sisi kanan. Anna menoleh. Kosong.
Matanya jelalatan tegang. Desahan itu sangat jelas
18 dan dekat dengannya. Anna yakin mendengarnya.
Suara itu berat dan ... "AAAGGGHHHHH!!!"
Desahan itu terdengar di belakangnya.
Reflek Anna berbalik, handycam dalam posisi
record. Kosong. Anna menebarkan pandangan,
merekam apa yang mampu direkamnya. Bulu
kuduknya semakin meremang. Dia merasa
diawasi. Serasa pohon-pohon hidup dan mem-
punyai mata. Mereka mengawasi Anna penuh
pandangan sinis. Anna merasa tak nyaman, buru-
buru menutup handycam dan setengah berlari
menuju mobil. Bersamaan dengan itu, rumput-rumput di
belakangnya tersibak, seolah-olah sesuatu
mengejarnya dari belakang. Anna panik, sesuatu
bergerak begitu cepat laksana anjing yang berlari.
Jatuh bangun Anna berlari menuju mobil, mem-
buka pintu. "Ah!!" Brak!! Anna masuk, membanting pintu mobil dan
sunyi. Napas Anna berpacu, dia menebarkan
pandangan ke seluruh arah. Rumput-rumput
diam. Anna menarik napas, mungkin hanya
ilusinya. Ilusi.... BRAKK!!! GRRR...GRR.... Sesuatu menabrak mobilnya, mencakar-
cakar. Anna terpekik kaget, buru-buru men-
19 starter mobil dan langsung tancap gas. Peluh
bercucuran. Sesekali Anna melirik ke belakang
lewat kaca spion tengah, suasana gelap. Hanya
lampu mobil Anna menerangi jalan. Anna men-
dengus, apa yang ditemukannya lebih dari
sekadar horror. Lagi-lagi bulu kuduknya meremang. Rasanya
sesuatu mengikutinya. Tapi Anna mendapatkan
inspirasi baru.... 20 * * * Rumah kontrakan Anna Anna tinggal sendiri. Dia mengontrak
sebuah rumah mungil untuk dirinya sendiri. Dulu,
Anna tinggal bersama orang tuanya, tapi Anna
merasa kedua orang tuanya terlalu mencampuri
urusannya. Anna tidak dapat bekerja maksimal
apabila terus direcoki kapan waktu tidur, kapan
waktu makan, waktu bekerja adalah pagi dan
siang hari, dan sederet aturan yang membuat
Anna merasa tidak bebas. Sebagai penulis, Anna merasa nyaman
dengan jam kerja malam hari hingga subuh.
Walaupun siklus hidup Anna sering terbalik, toh
Anna fun-fun saja. Anna menyadari kapan saat
yang nyaman untuk menuangkan inspirasinya
dan kapan dia harus beristirahat. Karena itu,
tinggal sendiri adalah jalan terbaik. Anna
mencintai dunianya. Sejak novel pertamanya
terbit, Anna telah membaktikan seluruh hidupnya
untuk dunia tulis menulis.
Anna menutup pintu mobil. Wajahnya
terlihat lelah, menyetir di kegelapan sepanjang
malam dengan perasaan tegang membuat
syarafnya terkuras. Sepanjang jalan imajinasi liar
bermain di benaknya, memaksanya untuk segera
menuangkan apa yang terpeta di otaknya.
Bup. Pintu mobil tertutup keras. Anna buru-
buru masuk ke dalam rumah. Di pertengahan jalan
langkahnya terhenti. Sesuatu yang tak biasa
dirasakannya. Anna berbalik, menghampiri
mobilnya. Di bawah terangnya lampu jalan, Anna
tercengang melihat apa yang terjadi pada
mobilnya. Setengah tak percaya, Anna berjong-
kok di depan pintu bagian sopir. Tangannya
gemetar meraba bekas cakaran di body mobil.
Jemari lentiknya menelurusi guratan memanjang
yang menggores body mobil. Cakaran itu seperti
cakaran kuku anjing. Seekor anjing yang besar....
Anna ingat apa yang baru saja terjadi. Anna
bergidik, lalu buru-buru masuk ke dalam rumah.
21 Ruang tengah rumah kontrakan Anna
Anna berkutat di laptop, melantai di atas
karpet. Ruang tengah lapang, interior ruangan
minimalis. Tak banyak pajangan. Tapi kumpulan
buku-buku memenuhi rak dan meja kerja. Anna
suka membaca apa saja. Bagus untuk memper-
kaya wacana tulisannya. "Legenda berhantunya kuburan itu masih
menjadi misteri...," Anna menuangkan isi otak.
Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, "tapi
ada sebuah cerita yang menarik untuk disimak,"
Anna semakin antusias. "Cerita duka itu diyakini
sebagai sebab berhantunya kuburan Jeruk
Purut." Anna menarik napas. Sejenak dia melirik tape
recorder hasil risetnya selama ini. Otaknya sedang
memilah-milah data mana yang akan diangkat dan
mana yang dibuang. Sebagian bergerak meng-
gabung-gabungkan cerita. Urat di keningnya
tersamar. Tenggorokan Anna terasa terbakar.
Astaga, aku belum minum sama sekali... pantes ....
Anna segera beranjak menuju dapur.
Mengambil sebotol minuman dingin dari kulkas
dan meneguknya penuh kuasa. Hhhh ... Anna
menutup pintu kulkas dan keluar dapur. Pintu
kulkas bergerak menutup, seyogyanya magnet
22 pintu saling mencium tapi dalam jarak setengah
jengkal, kulkas berhenti. Tanpa diduga, pintu
kulkas kembali terbuka lebar-lebar ....
Anna kembali melantai. Matanya kembali
serius menatap layar laptop, membaca beberapa
baris terakhir ketikannya tadi.
"Lasmi, seorang pelayan kesetiaan pastor
diam-diam menaruh hati pada pastor tapi sang
pastor tidak pernah tahu. Sesungguhnya Lasmi
penuh daya tarik, dia manis dan sangat rajin.
Penampilannya yang bersabaja dengan rambut
terkepang dan kebaya sangat memanjakan mata
memandang. Sayang, bukan pastor yang jatuh
hati padanya. Malam itu, Lasmi membuat roti
gandum kesukaan pastor .... Dalam perjalanan
Lasmi dihadang oleh seorang pemuda yang
cintanya tak pernah kesampaian. Sebut saja Leo
"Mau apa kamu ke sini"! Pergi!" teriak Lasmi.
Imajinasi liar masa lalu bermain di benak Anna.
Menggambarkan peristiwa masa lalu. Hutan lebat,
malam hari, kesunyian yang menusuk jiwa ....
"Leo tidak mengindahkan teriakan Lasmi
yang mengiba-iba ... dia malah mengacungkan
parang yang dibawanya. Melihat parang, nyali
23 ...." Lasmi ciut. Namun dia tetap berusaha mem-
pertahankan dirinya. Lasmi kabur. Terjadi kejar
mengejar. Tak seimbang.... Leo berhasil menarik
dan menyeret Lasmi ke tengah hutan. Malam
gelap, sunyi dan sepi. Anjing hitam menggong-
gong-gonggong, Lasmi ketakutan...." Anna
terlena dalam cerita yang dirangkainya. Matanya
tak lepas dari laptop. "TOLONG... TOLONGG... lepaskan aku!!
Lepaskan!!" Lasmi berusaha melepaskan diri tapi
sia-sia. Leo berhasil menangkapnya, "Biadab
kamu, LEPASKAN!!" Bzzzz Monitor laptop mengalami distorsi.
Anna berhenti mengetik. Dia segera berdiri,
mengecek kabel, mengencangkan kabel power
yang tersambung di monitor. Gak ada yang
salah.... batinnya. Anna kembali duduk. Jari-
jarinya kembali menari. "Dia berusaha memperkosa Lasmi...," Anna
semakin serius. Wajahnya tampak berpikir keras
"Jangan ... kumohon, jangan ...," Lasmi
terbaring di rerumputan. Leo merobek kebaya
Lasmi, berusaha menggumulinya. Melihat tubuh
24 .... mulus terbungkus kebaya compang-camping
semakin mementalkan kemanusiaan Leo.
"Tiba-tiba terdengar suara keras, pastor
datang sambil menjinjing keranjang roti Lasmi.
Ternyata sang pastor sempat mendengar teriakan
minta tolong Lasmi .... Tersirat rasa lega, tapi
hanya sesaat saja...."
"Lepaskan dia!" teriak Pastor.
"JANGAN IKUT CAMPUR!!" teriak Leo
marah. "Aku bilang, lepaskan dia ...," pastor
mengulang. Leo sudah gelap mata, dia mengambil parang
dan menerjang pastor, terjadi perkelahian tak
imbang. Akhirnya, pastor rubuh dalam posisi
berlutut sebelum terjerambab ke tanah. Leo
langsung menyabetkan parangnya...,"
CROSS...!! "... pastor terbunuh dengan kepala
terpenggal...," Anna berhenti. Arwahnya
gentayangan dan menghantui daerah itu yang
sekarang terkenal dengan pemakaman Jeruk
Purut. Anna melirik handycam. Teringat suasana
kuburan yang baru dikunjunginya tadi, dia
menyambung kabel handycam ke laptop.
25 Menunggu formating sesaat dan munculan
tampilan kuburan Jeruk Purut di monitor.
Kamera bergerak mengitari pemakaman. Nisan-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nisan yang terpantok bisu, suasana malam
berkabut. Tiba-tiba layar monitor kembali
mengalami distorsi. Bzzz.... "Bah ... lagi seru nih ...," Anna menggerutu.
"kenapa gak bisa sedikit menyenangkan hatiku
dikala otakku tak mau berhenti bercerita" Duh
Anna kembali mengecek sambungan kabel.
Handycam dalam posisi play, menggambarkan
makam-makam bisu. Sebuah bayangan hitam
melintas melewati sela-sela makam. Sekejap saja,
bagai melayang. Anna masih berkutat dengan sambungan
kabel. Gak ada yang salah ... kenapa sih" Anna
kembali menatap monitor. Bayangan hitam telah
raib. Suasana makam dan lengang, hingga
akhirnya tampak adegan lari-lari menuju mobil.
Anna bergidik. Seketika dia ingat rumput-
rumput yang menyeruak di belakangnya tadi.
Tapi view handycam lurus ke depan, Anna
melenggos kecewa. Coba tadi sempet muterin biar record ke belakang,
mungkin keliatan apa yang tadi.... Bayangan bekas
26 ...." cakaran mobil terlintas. Itu bekas apaan yah"
Kayak bekas cakaran anjing ....
Ringg ... suara handphone Anna memainkan
sebuah lagu. Again, gangguan lagi. Anna cuek,
meletakkan jari-jari di atas keyboard, siap me-
ngetik. Kalau gak ada yang penting, biarin aja
ngomong sendiri.... Handphone masih memainkan
irama lagu hingga terdengar bunyi:
Beep Automatic Answer Loudspeaker on.
"Hallo Mbak Anna... ini Airin...," suara di
seberang. Anna menoleh. Anna buru-buru beranjak
mengambil handphone yang tergeletak di ujung
meja, "Hallo" Oh, Airin" Ya...," Anna terlibat
percakapan serius. Tanpa sadar dia mengambil
kertas dan mengipasi tubuhnya, "besok aku bisa.
Kita ketemuan. Di mana" Okey, di cafe JO'IN
yah. See you." Klik. Sambungan mati. Anna menghela
napas. Dia selalu memasang mode Automatic
Answer apabila sedang bekerja. Malas saja
menerima telpon yang kadang gak penting. Anna
suka terganggu. Kalau begini kan Anna bisa tetap
mengetik. sekaligus mendengarkan suara si
27 penelpon dan mengabaikannya apabila merasa
telpon itu gak penting. Anna mengipasi dirinya. Tanpa sadar dia
sudah banjir keringat. Kok panas amat yah" Anna
meraih remote AC, nothing's wrong ... kok panas
banget" Pfff... mungkin AC-nya mampet ... Tapi
tadi pagi okey-okey aja ... Pfff....
28 * * * tiga SMU Bakti Luhur, pada sebuah pagi
TIDAK ada yang berbeda dari aktivitas setiap
sekolah pada pagi hari. Murid-murid datang,
berkerumun, berbincang, berdandan hingga
menyalin PR sambil menunggu lonceng masuk
berbunyi. Wajah-wajah segar menyambut pagi,
membuat hari semakin berkilau.
Pada sebuah kelas, Airin - seorang remaja
cantik berwajah unik sedang asyik membaca
novel pengarang kesayangannya; Anna Karenina.
Airin sama sekali tak terganggu dengan suasana
kelas yang mulai ramai. "Oi Rin, pagi amat"" sapa salah seorang
teman. Airin mendongak, seorang gadis berambut
sebahu menaruh tas dan tersenyum centil sembari
keluar kelas. Airin melempar senyum manisnya
dan melambai. Gadis itu hilang di balik pintu kelas,
nampaknya dia lebih tertarik pada suasana luar
29 a kelas yang ramai ketimbang dalam kelas yang
sepi. Airin tak menghiraukan kesendiriannya.
Dia sudah terbiasa dengan suasana sepi, seolah-
olah kesepian sudah menjadi bagian hidupnya
sejak dulu kala. Airin berkutat dengan novel percintaan karya
terbaru Anna Karenina. Tenggelam dalam
keindahan roman percintaan yang manis, tetapi
dikemas dengan cerdik. Apa yang membuat
Airin menyukai Anna bukan hanya karena
kecerdasan Anna memadu kata-kata dalam
bercerita, tapi Airin serasa menemukan gaya
penulisan yang sama. Novel Anna telah mem-
berinya begitu banyak inspirasi dalam menulis,
juga membangkitkan semangatnya yang sempat
hilang - untuk menjadi seorang novelis. Menjadi
seorang novelis membuatnya terlepas dari rasa
sepi, karena seorang novelis mempunyai dunia
sendiri. Dunia itu diramaikan dengan kisah
tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Menjadi
seorang novelis, membuat Airin dapat mengeks-
presikan dirinya dan mengubah dunianya yang
pahit menjadi sebuah dunia kisah yang manis
seperti keinginannya. Membaca adalah sebuah
kenikmatan. Menulis adalah sebuah obsesi. Airin
akan menangkap cita-citanya, tak peduli apa pun
yang merintanginya. 30 Valen, remaja sekelas Airin muncul dari balik
pintu dan langsung mengambil tempat duduk di
samping Airin. Valen adalah seorang pria yang
berdaya tarik. Gaya badboy menjadi ciri khasnya,
di samping hidupnya yang serba berkecukupan.
Valen memerhatikan Airin yang cuek dan terus
membaca. Tatapannya penuh makna. Matanya
menelusuri alis mata Airin yang membingkai
wajahnya dengan sempurna. Sepasang mata bulat
yang penuh kehidupan, hidung bangir dan bibir
ranum yang sexy. Valen menahan napas. Seharus-
nya sejak dulu kala gue uber Airin ..., keluhnya
setiap kali mengagumi kecantikan Airin. Airin
sadar diperhatikan, tapi dia cuek saja.
"Kamu gak bosen baca novel terus, Rin""
Valen akhirnya membuka suara. Dia menggeser
tubuh untuk ikut-ikutan membaca nama penulis
di backcover novel. Airin menggeser menjauh,
membuat Valen gemas akan tingkahnya.
"Anna Karenina lagi" Emang satu buku kamu
baca berkali-kali apa""
"Mau dibaca berapa kali kek, bukan urusan
elo," cuek Airin. "Ugh, segitu judesnya ...," Valen tersenyum
merayu, "kalo gitu ntar kita cari buku terbitannya
yang laen yok! Tar pulang kita jalan yah," ajak
Valen penuh harap. 31 "Gak. Ini novel terakhir. Ntar dia mo
ngeluarin novel lagi, tapi belom kelar ...."
"Kalo gitu kita jalan aja ... cari angin."
"Gak bisa, Val," Airin menutup buku,
memandang Valen kesal, "kamu tuh pacarnya
Nadine." "So what" Gue bisa putusin Nadine kalo elu
mau." "Nadine itu temen gue! Elu jangan sesekali
nyakitin dia," ancam Airin. Valen membuang
muka meremehkan. "Elo galak amat sih jadi cewek! Kegalakan
elo inilah yang membuat gue mikir-mikir ...."
"Gue gak perlu bermanis ria buat elo! Udah
keluar aja sana, gue lagi baca, hargai dong!" ketus
Airin. Valen menahan napas.
"Gue udah bilang, gue cuman kasian sama
Nadine. Abis dia ngarepin gue banget .... Elu
kan tau gue sukanya sama elu."
Airin baru mau menyahut ketika melihat
sosok Nadine muncul dengan wajah cerianya dari
balik pintu kelas. "Pada di sini rupanya ...," riangnya.
Melihat Nadine, Valen memasang senyum
manis seolah tak terjadi apa-apa. Raut wajah Airin
telanjur bete. Dia membereskan buku-bukunya
sesaat lalu keluar kelas meninggalkan Valen. Di
depan pintu dia berpapasan dengan Nadine.
32 "Mo ke mana, Rin" Bentar lagi bel, loh," sapa
Nadine. "Cari angin aja. Panas," Airin berusaha
melembutkan suaranya. "Okey deh ... Tha-tha ...."
Airin menghilang di balik pintu. Valen
mendengus kecewa, namun dia sangat pandai
menyimpan raut wajahnya. "Tar pulang ke mall yuk Val...," ajak Nadine.
Dia meletakkan tas dan duduk di tempat Airin
tadi duduk. " Apa sih yang enggak buat kamu ...," timpal
Valen manis. Nadine tersenyum hepi.
* * * Perpustakaan, siang hari Airin sedang membolak-balikkan buku yang
diambilnya sembarang. Dia melamun. Cessa,
salah satu sahabat Airin datang menghampiri
sambil membawa buku baru.
"Rin, ada barang bagus nih! Ini biografi...."
Cessa terdiam melihat wajah Airin yang murung.
Airin membuang muka bete. "Kenapa lu" Oh,
diganggu Valen lagi""
Airin tertunduk tanpa berniat untuk men-
jawab. Cessa menutup buku, batal memperlihat-
kan isi buku kepada Airin.
33 "Elu mau sampe kapan begini terus" Kalo
elu terus-menerus bisu, si Valen bisa makin
berani. Bayangin deh, kalo sampe Nadine tau ...
dia bakalan nuduh elu yang bukan-bukan. Bisa-
bisa elu dianggap ngegangguin Valen yang
kegatelanitu." Airin sadar, Cessa benar. Tapi melihat sikap
'jatuh cinta' Nadine membuatnya tak tega untuk
mengatakan yang sebenarnya. Airin, Cessa, dan
Nadine adalah tiga serangkai. Mereka bersahabat
dari SMP, selalu sekelas dan selalu bersama. Airin
tak sampai hati melihat kebahagiaan Nadine
hancur karenanya. Nadine adalah seorang anak
yang baik, dia rajin walau agak penakut. Berbeda
dengan Cessa yang memiliki kesabaran dan
pengertian yang luar biasa. Sikap Cessa sangat
dewasa. Mungkin karena dia tumbuh dalam gem-
blengan keluarga yang mengharuskan setiap anak
mandiri sebelum saatnya. Sedangkan Airin
sendiri, adalah remaja yang menatap hidup
dengan rasa sinis. Orang tuanya bercerai kala dia
masih sangat kecil. Mamanya memboyong Airin,
membesarkan Airin dalam tekanan kesedihan
berkepanjangan. Ditambah kelabilan emosi sang
ibu, membuat Airin hampir tak dapat bercerita
tentang warna-warni masa remajanya. Airin beda.
Tidak seperti Cessa dan Nadine yang tumbuh
dalam keluarga hangat. Airin selalu kesepian.
34 Airin tertunduk. Otaknya tak sejalan dengan
buku yang sedang ditekuninya.
"Gue gak enak ngomongnya, Ces," keluh
Airin, "di sisi lain gue gerah sama tingkah lakunya
Valen. Cowok kok serakah banget,"
"Makanya elu mesti terus terang sama
Nadine, biar dia yang bilangin Valen. Atau gue
aja yang ngomong ke Nadine"" tawar Cessa.
"Gak perlu. Gue lagi gak minat ngomongin
itu." Airin melirik arlojinya, "mending ngurusin
yang laen daripada ngurusin Valen. Elo jadi ikut
gue"" "Jadi dong ...."
Cafe JO'In, sore harinya Anna duduk termangu di dekat jendela.
Secangkir kopi tersaji di atas meja, mulai
mendingin. Dari balik jendela, Anna mengamati
tingkah laku orang-orang yang lalu lalang di
depannya. Mengamati orang lain memberi
keasyikan tersendiri. Anna dapat menebak
karakter seseorang hanya dari caranya bicara atau
bersikap. Anna menunggu. Airin dan Cessa baru tiba di Cafe. Airin
masuk dan segera mencari-cari. Menemukan apa
35 * * * yang dicarinya, Airin tersenyum lebar. Mereka
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghampiri sebuah bangku.
"Mbak Anna ...," panggil Airin. Anna
menoleh. Tersenyum lebar begitu melihat Airin
datang. "Oh ... Airin. Duduk sini," tawar Anna.
"Makasih. Oh ya, kenalin ini Cessa temen
sekelas. Dia juga suka banget sama karya-karya
Mbak Anna." Anna tersenyum hangat. Cessa
menganggukkan kepalanya, senang hatinya bisa
bertemu penulis idolanya.
"Pesen apa"" tawar Anna memanggil wait-
ress. Anna menatap Airin dan Cessa bergiliran.
"Lemon tea aja deh," kata Airin.
"Iya, lemon tea juga deh," sahut Cessa.
"Lemon tea dua," order Anna pada waitress.
Waitress mencatat pesanan dan segera pergi.
"Udah lama"" tanya Airin antusias.
"Gak juga .... Hm, aku udah baca kiriman
kamu lewat email. Bagus ... teknik penulisan kamu
udah bagus." Airin tersenyum lebar. Cessa meliriknya
bangga. Airin segera mengeluarkan naskah
setebal 80 halaman dan menyerahkannya pada
Anna. Anna membaca judul.
"Bahagia Tanpa Cinta. Hmm .... Ini final
judulnya" Emosional, sinis ...."
Airin tersenyum malu-malu. Anna membuka
beberapa halaman, membacanya sekilas. Sekilas
36 pengarang tertulis nama Airin Lestari. Anna
tersenyum, gaya bahasa Airin persis dengan gaya
bahasanya. Sulit dipercaya ada pengarang yang
bisa memiliki kemiripan gaya bahasa yang begitu
banyak. Mungkin karena itu yang membuat
karya Airin lebih menonjol dibanding email
karya-karya penulis lainnya.
"Nanti saya bawa ke penerbit. Mestinya gak
ada masalah," gumam Anna puas membuat hati
Airin berbunga-bunga, "kamu serius mau tekunin
nulis"" Airin mengangguk cepat-cepat.
"Jadi novelis tuh keinginanku dari dulu ....
Aku seneng mengubah apa yang gak bisa kita
ubah," suaranya terdengar sedih. Airin memasang
wajah optimis. "Bagus. Kamu akan sukses kalo terus ber-
latih," semangat Anna.
"Mbak Anna katanya lagi nulis novel
supranatural" Kapan selesai"" tanya Airin. "Gak
sabar pengen baca nih! Semua yang dibikin
Mbak Anna pasti bagus!"
"Hampir kelar. Nanti juga kamu tahu sendiri
37 ...." Pembicaraan terhenti, waitress datang
mengantarkan lemon tea, Anna mempersilakan.
"Kenapa gak nulis yang percintaan lagi,
Mbak"" "Lagi pengen nyoba aja. Sedikit bertualang
kan asik ... itung-itung mengurangi kejenuhan,"
jawab Anna santai. "Gimana bisa dapet ide yang bagus-bagus
begitu sih, Mbak"" Cessa ikutan nimbrung,
"berapa lama bikin satu buku" Aku suka banget
ending buku Mbak Anna yang ketiga ... duh ...."
Anna tersenyum. Dia mulai bercerita asal
mula pengembangan kariernya hingga tips
menulis. Airin dan Cessa mendengarkan dengan
antusias. Anna adalah penulis bestseller yang tidak
pelit membagi tips. Karena itu, Airin semakin
mengagumi Anna. 38 * * * ?"ANNA baru tiba di rumah ketika hari sudah
malam. Bincang-bincang dengan Airin dan Cessa
sangat menyenangkan, hingga Anna sendiri lupa
waktu. Melihat Airin, sama dengan melihat
dirinya sendiri ketika baru memulai karier
menulis. Airin persis dirinya. Semangatnya,
imajinasi dan kekuatannya dalam bermain kata-
kata mampu memainkan emosi pembaca. Karena
itu Anna tak ragu untuk menurunkan ilmunya
pada Airin. Dia berani memprediksi Airin akan
menjadi penulis berbakat jika ada kesempatan.
Rumah gelap gulita. Anna menghidupkan
saklar lampu depan lalu beranjak menuju ruang
tengah. Klik. Lampu ruang tengah terang benderang.
Untuk sesaat Anna mengerjap silau, setelah
akhirnya terbelalak melihat kertas-kertas
berserakan di lantai. Anna berputar. Ruangan
acak-acakan. Buku-buku, koran dan catatan
39 a empat tangannya berserakan seolah habis diacak-acak.
Anna buru-buru memeriksa laptop. Laptop dalam
posisi menyala. Anna mengernyit heran. Jendela
dalam keadaan tertutup, jadi..."
"Perasaan tadi udah dimatiin ...."
Windows Word Document terpampang.
Sebuah judul 'Pastor' dalam posisi zoom in
memenuhi layar. Anna segera memperkecil layar
sambil mengecek ketikannya.
"Gak ada yang hilang ... kenapa ya"" Anna
termangu-mangu. Tanpa disadarinya, sebuah bayangan hitam
melintas cepat di belakangnya. Bulu kuduk Anna
terasa merinding. Anna menoleh ke sekeliling.
Kosong. "Mungkin tadi memang lupa matiin laptop.
Ah, udahlah," katanya menghibur diri.
Anna menepis bayangan aneh yang seketika
bercokol di otaknya.. Anna berjongkok me-
munguti kertas-kertas yang bertebaran di lantai.
Ketika tangannya hendak menjumput sebuah
kertas. "AAAAHHH...!!" teriaknya kaget. Sepa-
sang kaki kumal dan pucat dalam posisi melayang
berdiri di depannya. 40 Reflek, Anna langsung beringsut mundur dan
panik. Bruk! Anna terjengkang. Matanya
melotot, bayangan itu hilang. Napas Anna
memburu, sepasang kaki pucat berurat biru itu
benar-benar ada di depannya.
"Hhhh .. hhh .... hh ...," hanya terdengar
desahan napasnya yang ketakutan. Anna
menguatkan dirinya. Tiba-tiba PRANGG ... kaca jendela di
sampingnya meledak. Serpihannya bertaburan
dan mengepung Anna. Anna terpana tanpa
sempat menghindar. Serpihan kaca menghantam
tubuh Anna, sebagian menusuk kornea mata
Anna. "AWWHHH ...." Anna berteriak kesakitan
sambil memegang matanya yang berdarah.
Ruangan menjadi suram. Anna berdiri dan
berusaha meraih apa saja untuk dijadikan
pegangan, tapi sia-sia. Tubuhnya tertabrak
benda-benda di sekelilingnya. Rasa pedih, sakit
dan perih menghujamnya bersamaan. Matanya
terasa terkoyak, membuat wajahnya berlumuran
darah. Dia meraba sebisanya, meniti tembok
menuju kamar. Darah yang membasahi wajahnya
membuatnya semakin sulit melihat. Sia-sia dan
putus asa. Entah di mana letak pintu kamar. Anna
41 terhuyung-huyung lemah, kembali meniti tembok
mencari meja telpon. Sebuah bayangan hitam muncul dari depan
dan menabrak Anna. Anna terpental ke tembok,
kepalanya terlebih dulu membentur tembok,
BUG!! Anna jatuh terjerembap.
"AAAHHH ...," Anna mengerang kesakitan.
Sekarang rasa sakit menyerangnya dari
segala arah. Pandangan buram, matanya semakin
pedih karena terus mengeluarkan darab, matanya
semakin kabur dan kabur, bingga dia melihat
bayangan hitam pekat berdiri di depannya dan
sesuatu terulur, mencakar wajahnya. Anna
menjerit kesakitan. 42 Rumah Airin Airin baru saja pulang dan mengunci pintu
depan. Rumah sepi dan lengang. Rumah mungil
itu hanya ditinggali berdua, Airin dan ibunya.
Teringat sesuatu, Airin kembali murung.
Melewati ruang keluarga, tampak Rona; ibu
Airin duduk di depan kursi goyang dengan
pandangan kosong ke televisi yang telah padam.
Airin berjongkok di dekatnya, menatap sedih.
* * * Rona hampir tak pernah bicara. Dia selalu ter-
paku dan mematung di kursi goyangnya, entah
kenapa. Wajah perempuan separuh baya itu
tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.
Beberapa bagian rambut memutih, kerut
wajahnya menyiratkan duka yang dalam. Sejak
bercerai dari suaminya, Rona terpukul. Dia tak
siap. Tak ada yang siap dengan pengkhianatan
dari orang yang diciritai.
"Ma, mama sudah makan"" tanya Airin. Tak
ada sahutan. Airin menghela napas, "kalau butuh
sesuatu panggil Airin yah. Airin di kamar."
Airin beranjak, ingin rasanya menceritakan
pertemuannya dengan Anna tadi sore. Bahwa
betapa senangnya dia bertemu penulis idola, dan
betapa bersyukurnya Airin bahwa Anna
menyukai naskahnya. Naskah Airin berpeluang
terbit, Airin akan jadi penulis, Ma. Airin meng-
urungkan niatnya, menyimpan ceritanya untuk
dirinya sendiri. Di kamar, Airin menghempas tas ranselnya
sembarang. Kesedihan kembali menggelayuti
hatinya. Aku harus membuat mama bangga, mungkin
itu akan sedikit menghibur hatinya ....
Airin teringat sesuatu. Dia buru-buru menel-
pon Anna, bermaksud untuk mengucapkan
terima kasih atas waktu yang diluangkan Anna
43 sore itu. Mbak Anna udah sampe rumah belum ya"
Hmmm ... aku telpon ke hape aja ah ....
Tutt .. tuttt ... terdengar nada sambung.
Automatic answer. "Hallo ... Mbak Anna ... makasih buat ...
hallo ...," terdengar suara ribut-ribut di seberang.
Airin terpana heran. "Mbak Anna .. hallo ...."
44 Rumah Anna, ruang tengah Anna terbanting. Cakaran entah oleh apa
telah menggores luka yang cukup dalam. Anna
hanya bisa menutup wajahnya yang berdarah.
Terdengar nada ringtone handphone berbunyi.
Anna menoleh ke asal suara, seketika dia sadar
bahwa handphone tergeletak tak jauh darinya.
Anna merayap sebisanya meraib handphone.
~ Automatic Answer - Loudspeaker ~
"Hallo ... Mbak Anna ... makasih buat... hallo
..." terdengar suara Airin di seberang. Kecil tapi
Anna segera tabu suara khas Airin,
"Ai-rinnhhh...," teriaknya.
"Mbak Anna ..hallo...."
"AIRRIINNNHHH ...," teriaknya lagi.
Suaranya semakin serak, sepasang tangan
bergerak meraih lehernya. Anna berontak, dia
* * * menendang-nendang. Bayangan hitam meng-
hempas tubuh Anna. Anna melayang membentur
pintu kamar. Anna bangun, menggenggam
handphone-nya erat-erat dan merayap memasuki
kamar. Kengerian memenuhi segala penjuru
rumah. Anna merasa sesuatu mencengkeram
kakinya dan menaikinya. Anna terus merayap,
hingga mentok membentur tembok. Anna
berbalik, dari pandangannya yang berdarah, dia
melihat sosok wanita berkepang dalam balutan
kebaya tradisional. Matanya mendelik perih.
"Mbak Anna ...," suara loudspeaker telpon.
45 "Mbak Anna, kenapa Mbak" MBAK!!"
Airin berteriak panik. "Terus-in ce-rit-ta-ku ... te-rus-in ... KKhhh
"MBAK ANNA!! MBAK ANNA
KENAPA"! MBAK!!"
Klik! Sambungan terputus.
Airin melotot tegang campur bingung.
Tanpa sadar dia menghempaskan telponnya.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mbak Anna kenapa" Itu bukan lagi action kan" Itu
... suara itu .... Airin bergidik. Dia buru-buru
meraih handphone dan kembali men-dial. Tak ada
* * * sahutan. Pun dicoba nomor rumah, tetap tak ada
sahutan. Airin frustrasi.
Gue harus gimana" Gimana.... Gue ... gue
mesti pergi. Gue mesti pergi ke rumah Mbak
Anna .... Airin segera mengganti bajunya dan
menyambar ranselnya. Melewati ruang keluarga,
dia melibat Rona masih dalam posisi duduk yang
sama. Airin cepat-cepat melintas.
"Airin, mau kemana kamu"" tanya Rona tiba-
tiba. "Airin pergi, Ma, sebentar saja," pamitnya
buru-buru. Rona tetap tanpa ekpresi, melengos seakan
marah pada diri sendiri. Airin menghadang taksi. Setelah memberi-
tahukan alamat, dia segera meluncur ke rumah
Anna. 46 Rumah Anna sepi dan sunyi. Airin mem-
beranikan diri mengetuk pintu. Tak ada sahutan.
Airin memutar handle pintu, ternyata pintu tidak
dikunci. Airin masuk ke ruangan depan, kosong.
Menuju ruang tengah, suasana acak-acakan.
Kertas-kertas berserakan, serpihan kaca dan
* * * ceceran darah di lantai. Airin menegang. Dia
segera mencari Anna. "Mbak Anna ... Mbak!"
Airin memasuki dapur. Kosong. Airin
kembali ke ruang tengah, dan melihat pintu kamar
yang terbuka lebar. Airin segera berlari menuju
kamar tidur. Kamar tidur lebih berantakan lagi.
Sprei awut-awutan. Di sebuah pojok kamar, Anna
terduduk menyender tembok. Wajahnya
berlumuran darah, matanya melotot dengan lidah
menjulur. "Aahh ...," Airin menutup matanya. Ngeri.
Airin mengintip, dia memberanikan diri
mendekati Anna. Memegang pergelangan tangan
Anna dan kembali menjerit.
"Ya Tuhan!!" Airin beringsut mundur. Anna
sudah mati. "Mbak Anna ...," rasa duka
menyelimutinya. "Mbak ... tidak ...."
Anna sudah mati!! "Ya Tuhan, rasanya baru tadi sore ... Mbak
Anna...." Sebuah handphone berlumuran darah ter-
genggam di tangannya. Airin ingat telponnya tadi,
itu adalah pesan terakhir Anna ....
Airin. membuang muka, pandangannya
berhenti pada bekas guntingan klipping yang
47 tertempel di dinding kamar, tentang HANTU
PASTOR KEPALA BUNTUNG JERUK
PURUT. Beberapa sketsa hantu kepala buntung
tertempel di sampingnya. Airin berdiri perlahan.
Napasnya berpacu. Supranatural... pasti ini yang
dimaksud Mbak Anna. Dia menguatkan hatinya.
Wajahnya yang sedih terlihat mengeras. la segera
mencopoti satu per satu kliping dan gambar-
gambar yang tergantung di dinding. Sebuah
guntingan koran dengan foto seorang nenek tua
menjadi klipping terakhir yang dilucutinya.
'NYAI SUKAT, KEDEKATANNYA
DENGAN HANTU KEPALA BUNTUNG
Airin tak lagi konsen. Dia banya melihat
sekilas headline dan segera pergi dengan perasaan
kacau. Melewati ruang tengah, Airin melihat
laptop dalam keadaan hancur. Sebuah flashdisc
tercolok di salah satu port. Tanpa pikir panjang
Airin segera menyambar flashdisc tersebut dan
buru-buru keluar rumah. 48 ....' * * * Rumah Airin, dini hari Butuh waktu lama untuk menenangkan
dirinya yang kacau. Bayangan kematian Anna
menghantui pikirannya. Airin ingat pesan
terakhir Anna, Airin segera menyambar flashdisc
dan mencolokkannya ke port laptop.
New Port ~ Browse - Copy ~ Paste.
Airin sibuk men-transfer isi flashdisc ke dalam
laptop. Seperti dugaan Airin, flashdisc itu berisi
data terakhir ketikan naskah Anna. Airin
membacanya. Perasaan tak enak menjalari
dirinya. "Teruskan ceritaku ...," kata-kata Anna
terbayang. "Supranatural...."
Pasti ini yang dimaksud Mhak Anna. Airin
melirik guntingan klipping yang berserakan di
mejanya. Lagi, terlintas bayangan kematian Anna
yang tak wajar. Airin bergidik. Polisi akan
menemukannya besok.... * * * Airin ada di padang rumput, berlari-lari
ketakutan. Sesekali dia menoleh ke belakang,
sesuatu mengejarnya. "Tolongg ... TOLONG!!" Airin menjerit
sekeras-kerasnya tapi tak ada yang mendengar.
49 Rumput-rumput liar setinggi paha mem-
buatnya susah bergerak. Kaki Airin tersangkut,
dia terjatuh. Airin merayap-rayap berusaha
bangkit, tapi langkahnya tertahan.
Sepasang kaki pucat berurat biru berdiri di
depannya. Airin menengadah, seraut wajah pucat
tertutup rambut dalam balutan kebaya tradisional
menunduk menatapnya. Airin gelagapan, dia
menoleh kanan kiri mencari bantuan tapi wajah
itu seketika telah berjongkok sejajar dengan
wajahnya. Airin merasa napasnya terhenti.
"Jangan menulis apa yang tidak kamu
ketahui," suaranya terdengar berat dan serak.
Airin melotot. Jarak mereka begitu dekat.
Kemudian tubuh itu berdiri, beringsut
mundur, bangkit dan berbalik. Airin melotot,
berteriak sejadi-jadinya karena punggung gadis
itu BOLONG!! "AAAHHHHH!!! AAAHHHH....!!!"
Airin terloncat, terbangun dari tidurnya. Dia
panik, tegang dan keringatan. Airin menoleh kiri
kanan dan menemukan suasana kamar tidurnya.
Airin mengatur napasnya, ngos-ngosan.
Matanya yang menegang perlahan mengendur ...
gue mimpi buruk ..., keluhnya.
50 "Ya Tuhan ...," batinnya hendak mengusap
wajah. Gerakannya terhenti, di tangannya ter-
genggam rumput liar. 51 * * * Taman sekolah, pada suatu siang
AIRIN, Cessa, dan Nadine terlibat percakapan
serius. "Gue gak tau dari mana asal rumput itu. Kok
bisa tiba-tiba ada di tangan gue ...," lemas Airin.
Cessa dan Nadine saling berpandangan.
"Elo stres kali, kecapean," Cessa mengelus
punggung Nadine. "Gak mungkin, Ces. Gue buang tuh rumput
dan elo tau apa selanjutnya" Gue mau pegi minum,
ternyata laptop GUE IDUP!! Padahal semalem
gue yakin banget udah gue matiin."
"Elu lupa kali, Rin ...," lembut Nadine
simpati. "Gak mungkin, gue yakin banget! Kalo gak,
dari mana munculnya tulisan: Jangan menulis
tentang kebohongan!! Dari mana coba" Masa
gue nulis sendiri""
"Mungkin mimpi itu ada artinya ...," gumam
53 a eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
lima MR. Collection's Cessa. Airin dan Nadine mendengarkan, "kita kan
gak tau apa yang kita lakukan itu salah apa
enggak ... yang namanya orang idup .... Begini,
mungkin aja mimpi itu adalah isyarat untuk tidak
melakukan sesuatu." "Apa"" tanya Nadine polos.
" Ya jangan terusin novelnya Mbak Anna,"
sahut Cessa mantap. "Mana mungkin"!" sengit Airin.
"Kan kira-kira begitu. Coba elupikirin deb
Rin, sebelom ini elo gak ada masalah gangguan
mimpi kan"" Airin menggeleng, Cessa
melanjutkan, "makanya gue berkesimpulan
semuanya mulai dari kemarin."
"Ngaco lu. Apapun yang terjadi gue akan
terusin novel itu. Lagian gak ada kaitannya sama
mimpi gue, kali aja ini kebetulan," Airin
bersikeras, kemudian mengendur. "Bayangin
deb, itu amanat Mbak Anna sebelum meninggal
"Segitu kagumnya elu sama diaa ...," ledek
Cessa miris. Senyumnya terlihat pahit, "Padahal
baru kemarin kita ngobrol-ngobrol .... Gue, gue
sedih banget... hiks."
"Kok bisa-bisanya sih ngasih amanat begitu
...," gumam Nadine menerawang, "kok bisa pas
juga elo telpon ya ...."
"Mungkin udah suratan gue ketemu dia.
Mbak Anna memang agak misterius. Gue sering
54 telpon dia beberapa kali, memang kebanyakan
hapenya dijawab dalam automatic answer. Tau
deh buat apa ...," jelas Airin.
"Kalo gue bilang, ada something wrong di novel
ini," Cessa berkesimpulan, "bisa gak elu mikir-
mikir lagi...." Airin menggeleng yakin. "Kuburannya aja elu gak tau kayak apa,
gimana mau ngelanjutin" Apa tadi namanya""
tanya Nadine linglung. "Kuburan Jeruk Purut," jawab Airin.
"Kayaknya pernah denger ... elo tau, Nad""
tanya Cessa pada Nadine. Nadine menggeleng,
"tar gue tanyain sodara gue deh, kayaknya
pernah denger, tapi lupa tentang apaan ...."
"Karena itu, gue akan cari tau sejauh yang
gue bisa. Gue bener-bener mau bantuin Mbak
Anna. Belakangan ini gue sering berhubungan
sama Mbak Anna, gue tau dia tuh antusias banget
nulis novel supranatural ini. Pokoknya niat
banget bikin riset, jalan sampe ke mana gitu ...."
Cessa dan Nadine berpandangan sejenak,
kemudian membuang muka. Keduanya menye-
rah. Airin begitu keras dengan kemauannya.
"Eh, polisi udah tau penyebab kematian
Mbak Anna"" Airin tiba-tiba teringat sesuatu.
"Belum. Kematiannya aneh .... Kayaknya
kasusnya bakalan panjang atau dipetieskan."
55 Sore harinya, Airin dan Nadine menunggu
taksi. Mereka bermaksud pergi ke Pemakaman
Jeruk Purut. Nadine menemani Airin, walaupun
Nadine sendiri penakut, dia tidak mengizinkan
Airin pergi sendiri. "Cessa gak jadi ikutan, Rin. Migren-nya
kambuh lagi," kata Nadine sambil menutup
handphone, dia baru selesai online dengan Cessa,
"tau kenapa tuh anak suka migren ...."
"Biar dia istirahat. Elo serius mau ikut gue"
Kuburan loh, elo biasa takut," Airin
menyakinkan Nadine. "Iya dong! Daripada elo pergi sendiri, ntar
kenapa-napa gimana ... Asal inget masukin nama
gue aja ntar! Terima kasih untuk N-a-d-i-n-e ...,"
cengirnya. Airin tertawa.
Mereka menunggu lagi. Hari semakin sore,
taksi penuh. 56 Airin terdiam. Bayangan kematian Anna
melintas. Airin buru-buru menepisnya. Beberapa
saat kemudian, wajahnya mengeras.
"Gue akan mati-matian menyelesaikan novel
ini ... apapun yang terjadi. Gue barus tau apa
yang menyebabkan kematian Mbak Anna...,"
tekadnya. * * * "Taksinya kok pada penuh sih"" gerutu
Nadine tak sabar, "udah lama mejeng nih, capek.
Bedak gue udah campur debu." Airin celingak-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
celinguk. "Duh, taksi please dong... please bantuin kita."
"Sabar sebentar lagi, semoga ada yang
kosong." Sebuah mobil berhenti di dekat mereka.
Pengemudi menurunkan kaca mobil, ternyata
Valen. Melihat Valen, Nadine sontak
kegirangan. "Valen, Rin!" tunjuknya. Airin mendengus
sebal. "Pada mau kemana gals" Sore-sore begini...
tar diculik loh! Siapa yang gak mau coba ... pada
manis," sapa Valen menatap Airin sekilas.
"Kita mau ke kuburan Jeruk Purut," jawab
Nadine. "Waw! Kebetulan banget! Ayo gue anterin!"
Nadine menyikut Airin, Airin menjuling sebal.
"Sore-sore begini susah cari taksi, pada full.
Mending ikut gue aja sekalian ...," rayu Valen.
"Ayo aja," Nadine membuka pintu mobil
sebelah Valen. Airin mengikuti dengan setengah
hati. "Ngapain elo ke kuburan Jeruk Purut, Val""
"Eh"" heran Valen.
"Katanya tadi kebetulan...."
57 Kuburan Jeruk Purut, malam hari
Nadine dan Airin turun dari mobil Valen
yang berhenti di tepi jalan. Pemandangan
kuburan Jeruk Purut sepi, sunyi mencekam.
Kegelapan berkabut, padahal hari baru
menjelang malam. "Gelap amat... serem Rin," Nadine gemetar.
Dia merapatkan tubuhnya ke Airin. Airin
mengamati serius. "Oi... perlu lampu senter gak"" teriak Valen
dari dalam mobil. "Thanks a lot! Elo memang ahlinya, Val...,"
puji Nadine sambil menyambar lampu senter
pemberian Valen. "Gue ...," Valen membanggakan dirinya.
Puas pada kelengkapan peralatan mobilnya,
Nadine memberikan lampu senter kepada Airin.
58 "Oh, gue kebetulan lewat hehehe .... Ngapain
sih elu orang pake acara ke kuburan segala"
Minta jimat"" kekehnya melirik Airin dari kaca
spion tengah. Airin membuang muka.
"Berisik lu ...," cubit Nadine sayang. Valen
langsung tancap gas. * * * Airin menyorot depan, sorot senter dipantulkan
nisan-nisan makam. Nadine bergidik.
"Baru tau kuburan kalo malem-malem begini
serem amat ya," bisiknya pada Airin.
Airin menyorotkan senter ke segala arah.
Ketika senter disorotkan ke samping, Airin
dikagetkan dengan sesosok wajah yang berdiri
di sampingnya. "Aww ...," Airin terperanjat. Nadine
terloncat dan buru-buru ngumpet di belakang
Airin. Seorang nenek-nenek menyeringai. Fisiknya
kurus kerempeng, kecil, bengkok, wajahnya
penuh keriput dengan rambut panjang putih
beruban. Airin mengendalikan diri.
"Maaf, nek ...," katanya.
Sorot mata nenek begitu tajam, seakan
menelanjangi batin Airin. Pakaiannya lusuh dan
kumal. "Mau apa kalian malam-malam begini"
Jangan main-main di kuburan. Pulang saja, nanti
kalian akan susah. Pulang sekarang," perintahnya.
Suaranya serak seperti nenek sihir.
Nadine semakin bersembunyi, Airin ter-
bengong. "Dengar, ini malam tidak baik. Roh-roh jahat
akan menyantap jiwa kalian, pergi dari sini
59 sekarang juga sebelum jatuh korban lagi,"
perintahnya lagi. Valen keluar dari mobil dan berbaur.
Pandangannya meremehkan. "Apaan sih" Gembel didengerin...," asalnya.
"Val! Sopan sedikit, dia kan orang tua,"
Airin memperingatkan. Valen malah bertingkah,
membuang muka. Valen berjalan menuju
kuburan sekadar melihat-lihat.
"Nek, maafin teman kita yah...," kata Airin.
Nenek itu memandang mereka dengan kesal.
la menggerutu. Setelah itu dengan tertatih-tatih
dia melangkah pergi. Airin dan Nadine segera
menyusul Valen. Nenek terus berjalan, dalam
jarak beberapa meter dia langsung hilang ditutup
kabut. Airin tiba-tiba teringat akan sesuatu, dia
langsung berbalik. Nenek tadi sudah pergi. Airin
terpaku, memorinya bermain mencari-cari data
mana yang hendak dikeluarkan.
"Kayaknya pernah lihat ... di mana ya ...,"
gumamnya. "HOI Rin, ngapain lagi nih"!" teriak Valen
asal. Suaranya bergema terpantul-pantul,
kemudian hilang. 60 Airin kembali bergabung dengan Valen dan
Nadine. Mereka berada di sisi kuburan. Airin
terpaku. "Serem Rin, pulang yok ...," keluh Nadine
melirik kanan kiri. Kuburan lengang dan sepi.
Nadine bergidik. "Rin, pulang yok ...."
"Bentar ah!" cuek Airin menebarkan
pandangan. "Gue mau aja bantuin elu nyari data atau
ngetik, tapi bukan mejeng di kuburan kayak gini
deh ... serem banget Rin ...."
"Gue baca di catetannya Mbak Anna,
katanya kalo kita ngelilingi kuburan ini tujuh
kali, hantu pastor pala buntung itu bakal
nampakin diri. Kita bisa melihatnya dengan mata
telanjang." Valen dan Nadine langsung menoleh, sejurus
kemudian Valen mencibir. "Denger dari mana sih lo cerita begituan.
Gak percaya deh sama yang begituan. Mitos Rin,
Mitos ...," Valen meremehkan.
"Val, mending elo diem deh ...," Airin
mendengus sebal. "Emang bener kok. Tahayul dipercaya.
Orang udah terbang ke mana coba ...."
"Valen!!" seru Airin sebal. Valen melengos.
61 Airin berpikir sejenak, lalu berjalan meyusuri
pinggiran kuburan. Nadine dan Valen keheranan.
"Ngapain lo! OI AIRIN!!" teriak Valen, lagi-
lagi suaranya bergema dan terpantul-pantul.
"Lagi error tuh anak. Ayolah ...," ajak Valen.
"Takut, Val...," keluh Nadine manja.
"Ada Valen. Yok ...."
Nadine mengikuti dengan takut-takut.
Mereka bertiga mengikuti Airin menyusuri
kuburan. Valen sesekali menggerutu. Pijakan
tanah kuburan tidak rata. Tanah becek dan
lembap melumuri sandal Valen, tanah pun nyelip
di sela-sela jari dan telapak kaki.
"Abis deh kaki gue ... sialan!" gerutunya,
sementara Nadine yang ketakutan merapatkan
tubuhnya ke Valen. Mereka menyusul Airin.
"Rin, tujuan kita ke sini tuh cuman pengen
ngenalin lokasi makam, gak sampe sejauh ini...,"
keluh Nadine. Airin tak menyahut. Dia terus menelusuri
pinggir makam. "Udah biarin aja, biarin dia tau kalo semua
itu cuman TA-HA-YUL!" sergah Valen.
Airin tak menanggapi, dia terus melangkah.
Mereka bertiga menyusuri pinggiran kuburan,
beberapa kali putaran dan berhenti pada pinggir
62 jalan di mana mobil Valen terparkir. Airin
kembali mengamati. "Mana hantunya"" Valen melecehkan. Airin
menebarkan pandangan. "Udah dibilang tahayul
63 ...." * * * Di kamarnya, Airin serius membaca hasil
ketikan Anna. Dia menimbang-nimbang gaya
penulisan Anna yang tak jauh beda dengannya.
Seharusnya gak ada kesulitan, yang penting ahu tau
udah sampe mana risetnya Mbak Anna.
Airin mulai mengetik, men-transfer atmosfer
horror yang dirasakannya tadi malam. Pintu
diketuk dari luar, Rona muncul dengan wajah
cerah. "Airin, ada Nadine di luar."
Airin mengernyit. Nadine" Malam-malam
begini" Ada yang ketinggalan apa" Merasa
terganggu, dengan perasaan tak rela Airin
bangkit menuju ruang tamu. Pintu ruang tamu
dalam keadaan terbuka. Airin melongok. Teras
rumah sepi dan tak ada siapa-siapa. Airin
keheranan. Dia menutup pintu dan kembali ke
ruang keluarga. Rona sedang duduk di kursi goyang sambil
menonton acara televisi. Sorot matanya lurus
tanpa ekpresi. "Ngak ada siapa-siapa, Ma""
Airin menatap Rona yang duduk di kursi
goyang membelakanginya. Kursi bergoyang
perlahan, kedua tangan Rona terpangku di perut.
Sebelah tangannya terkepal menggenggam
sesuatu yang disembunyikan di balik lengannya.
"Gak ada siapa-siapa, Ma"" Airin mengulang
menghampiri. Kursi goyang berhenti, Rona berdiri dengan
gerakan kaku laksana robot. Melihat gelagat
aneh ibunya, Airin terhenti.
"Ma"" Rona berbalik, tangannya terbuka. Airin
membelalak melihat pisau dapur berada dalam
genggaman Rona. Sedetik kemudian, Rona
menyerbu Airin dengan pisau dapur terangkat
dan siap dihujamkan, Airin terbelakak.
"MAMA!" teriaknya mengelak.
Rona membentur angin kosong di belakang
Airin. "MA! MAMA! MA!" teriak Airin panik.
Rona kembali berbalik mengejar Airin. Airin
menghindar dan menjatuhkan apa saja untuk
64 memperlambat langkah Rona. Sebuah kursi
yang dijatuhkan Airin membuat Rona terpeleset
dan jatuh terjerembap. Airin buru-buru
memungut guci keramik terdekat dan dihantam-
kan ke kepala Rona. PRAK! Rona tersungkur dengan kepala berdarah.
Airin terpaku. Wajahnya takut dan tegang.
"Mama ... maafin Airin, Ma ... Mamaaa ...,"
Airin menghampiri Rona, mengguncang-gucang
tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Airin menegang, napasnya
menyesak. Di luar dugaan tubuhnya terdorong
keras ke belakang oleh sebuah kekuatan yang
tak terlihat. Airin terbanting sambil mengerang
kesakitan. Baru mau bangkit, sebuah kekuatan
mencengkeram lehernya, mendorongnya rapat
ke dinding dan mengangkatnya. Kaki Airin
menjuntai dengan wajah melotot, tergantung oleh
sebuah kekuatan yang tak dapat dilihatnya.
"Kkahhhh .... KKKhahhhh ...," napasnya
menyesak. Tiba-tiba kekuatan itu melepaskan
cengkeramannya begitu saja, Airin terbanting
dengan sisa napas, terengah-engah lemas.
Ruangan kembali senyap. Hanya ruangan yang
65 berantakan menjadi saksi penyerangan yang
entah oleh siapa. Airin melotot liar. Sambil
merayap, dia menghampiri Rona.
"Ma ...," raihnya.
Kepalanya terasa pusing. Paru-parunya
bergerak memompa udara sebanyak-banyaknya.
Dengan gerak perlahan Airin bangkit, sebuah
bayangan hitam melesat terbang melewati
kepalanya dan menghilang di balik dinding. Airin
terpana. Dia mengerjap-kerjap matanya lalu buru-
buru menghampiri Rona. Airin berjongkok dekat Rona, mencoba
membangunkannya.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"MA! Bangun! Ma!" Airin menguncang-
guncang tubuh Rona. Tiba-tiba kedua mata Rona terbuka,
mendelik lebar, tersentak kaget sambil menarik
napas panjang. Dia bengong, memandang Airin
dengan pandangan linglung....
66 * * * AIRIN baru tiba di sekolah. Dia bergegas
menyusul Cessa dan Nadine yang berjalan di
depannya. Wajahnya tampak pucat dan panik.
Bel sekolah baru saja berbunyi, murid-murid
beranjak masuk kelas. "Nad, elu semalem ke rumah gue"" tanya
Airin mensejajarkan langkah.
"Enggak," jawab Nadine enteng, "mang
napa"" Wajah Airin berubah tegang. Langkahnya
melambat. "Nyokap gue semalem bilang elu dateng. Pas
gue buka pintu gak ada siapa-siapa. Trus nyokap
gue tingkahnya jadi aneh, dia bawa-bawa pisau
kayak mau ngebunuh gue!"
Cessa dan Nadine langsung terhenti.
"Yang bener Rin ...," Cessa setengah gak
percaya, "nyokap elu, Rin..!"
"Iya!! Duh, gue juga gak tau kenapa nyokap
67 a enam MR. Collection's eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
begitu. Abis dia bangun katanya gak inget apa-
apa. Cuman kepalanya terasa sakit soalnya
waktu dia mau nikam gue, gue pukul pake guci."
"HAH!! ELO PUKUL NYOKAP ELU...!"
Nadine terperanjat, "trus napa-napa gak""
"Anehnya dia gak gitu ngerasain, padahal gue
pukul keras-keras. Cuman memar sih ... udah
gue kasih obat memar."
"Jangan-jangan nyokap elu kerasukan ...,"
Cessa melirik tegang, "gue pernah denger yang
namanya kerasukan suka gak inget apa-apa.
Tiba-tiba blank gitu."
"Duh ...," Airin melirik ke koridor, guru-
guru mulai berdatangan dan masuk kelas.
"Ntar deh, gue pusing. Gelap. Masuk yuk
* * * Ruang Praktek Laboratorium, siang
harinya Pelajaran parktek laboratorium baru saja
usai. Beberapa murid keluar ruangan, tinggallah
Airin metnbereskan perangkat laboratorium di
meja. Pikirannya melayang pada kejadian
semalam. Masa mama kesurupan"
68 "Cao Rin ...," pamit salah seorang teman.
"Hooh ...," sahut Airin nelangsa.
Pelajaran hari itu tak ada yang nyangkut di
otaknya. Terngiang kata-kata Cessa, jangan-
jangan mama memang kesurupan....
Airin mengusir hatinya yang galau, dia
menoleh kanan kiri, ruangan sudah sepi. Airin
buru-buru menyimpan peralatan lab. Seolah-
olah ada yang mengawasinya, Airin semakin
gelisah. Tiba-tiba... Puk .... Sepotong tangan menepuk bahunya. Airin
terpekik kaget, segera berpaling.
"VALEN!!" serunya kaget, "ngapain sih lo
... kaget tau!" kesalnya. Valen terkekeh iseng.
"Gue belom liat penampakan apa-apa ...
Elo"" Airin tak menyahut. Dia menaruh perangkat
laboratorium di lemari kaca. Valen mengikuti.
"Elo kenapa sih bete begitu tiap kali ngeliat
gue ...," Valen memerhatikan Airin yang diam
saja, "elo cakep deh kalo marah." Tak ada
sahutan. Valen mulai sebal. Begitu Airin menutup
lemari kaca, Valen langsung merenggut lengan
Airin. "APAAN SIH!" Airin memberontak.
Tenaga Valen tercengkeram kuat di lengannya,
"VALEN!" seru Airin kesal.
69 "Asal elo tau aja ... gue jadian sama Nadine
karena kesian!" "Lepasin, Valen!!" Airin memberontak,
cengkeraman Valen semakin tnembuatnya
kesakitan. "Gue sukanya sama elo, mestinya elo yang
jadi cewek gue dua bulan yang lalu! Tapi elonya
malah gak jelas." "Sakit...." Cessa muncul di depan pintu laboratorium
memergoki keduanya. Melihat Cessa, Valen
melepaskan cengkeraman tangannya dan mem-
buang muka. Berlagak nothing's happened. Airin
mengelus tangannya, wajahnya memerah menahan
marah. "Brengsek bener lo ...," geram Airin berlalu.
Airin menghampiri meja lab, mengambil
buku-buku lalu bergegas keluar ruangan.
Di depan pintu dia berpapasan dengan Cessa,
kemudian melewati Cessa dengan tampang
cemberut. Cessa segera tahu apa yang dilakukan
Valen pada Airin. Cessa bergegas menghampiri
Valen, "Bisa gak sih elo gentle dikit .... Elo jangan
bikin posisi Airin susah dong, Airin sama Nadine
kan temenan!" sengit Cessa.
Valen membuang muka menghindar.
70 "Gak usah sok ikut campur deh," katanya
seraya meninggalkan Cessa.
Cessa hanya bisa menarik napas kesal. Ingin
rasanya dia memberitahu Nadine tapi Airin selalu
melarangnya. Cessa merenggut, ikut-ikutan bete.
* * * 71 AIRIN sedang mengetik di laptop. Kening
berkerut seakan berpikir keras. Di atas kasur,
Nadine dan Cessa duduk sambil membaca
kumpulan kliping koran dan majalah seputar
pemberitaan hantu kepala buntung.
"Rin, ini isinya opini apa pengalaman orang-
orang"" tanya Cessa. Airin menggeleng tanpa
mengalihkan perhatiannya dari laptop. Cessa
memaklumi. "Gue bacain ya, elo sambil kerja aja. Hmm
... umumnya pengemudi atau pejalan kaki yang
kebetulan lewat jalan di kawasan kuburan Jeruk
Purut itu yang melibat penampakan hantu kepala
buntung ...." Cessa melirik Airin. Airin masib dalam posisi
semula. Dia melirik Nadine yang mengangkat
bahunya. Mereka kembali membaca kumpulan
kliping. 73 a tujuh eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
MR. Collection's "Gals yang ini menarik nih ... dengerin yah
...," kata Nadine antusias pada klipping
temuannya, "seorang pemuda terpaksa dirawat
di rumah sakit lantaran stres diteror selama tujuh
hari oleh hantu pastor kepala buntung. Pasalnya,
dia ...," Nadine menelan ludah. Dia melirik Cessa
yang mendengarkan, "Pasalnya ... dia berjalan
mengitari kuburan Jeruk Purut sebanyak tujuh
kali...." Wajah Nadine menyiratkan kepanikan.
"Kita ... kita juga mengitari kuburan itu
sebanyak tujuh kali," katanya gemetar. Cessa
melotot, serempak menoleh ke Airin. Airin
menghentikan ketikannya sejenak.
"Kebetulan aja kali ...," jawab Airin tanpa
menoleh. Nadine menelan ludah.
"Ini ada lanjutannya ...," dia kembali membaca
berkas, "ternyata selain hantu pastor itu, ada lagi
hantu lain yang lebih ... menyerupai sosok
kuntilanak. Kedua arwah penasaran ini terus
bergantian mengganggunya. Jangan-jangan ...
yang gangguin elu selama ini...."
"Udah jangan keburu percaya. Mungkin aja
kebetulan," hibur Cessa.
"Tapi Airin kan udah ngalamin, nyokap elu
kerasukan," bayangan kengerian itu tak mau
pergi dari benak Nadine. Sifat penakutnya
kembali muncul. 74 "Mungkin itu gara-gara hal lain. Elu tau kan
... nyokap gue memang agak aneh ...," terdengar
kesedihan di ujung kalimat, "udah ah, gue cuman
mau selesain novelnya Mbak Anna. Setelah itu
the end." * * * Sore harinya, Nadine dan Cessa berpamitan
pulang. "Thanks banget yah, gue ... oh. Gue panggil
nyokap dulu," Airin menuju kamar Rona.
Kriett... Airin melongok ke dalam kamar tidur Rona.
Tampak Rona sedang berdiri menghadap jendela,
memandang keluar dengan tatapan kosong.
"Ma ... Nadine mau pulang," panggil Airin.
Rona perlahan menoleh dan memandang
mereka tanpa ekspresi. Tampak perban
menutupi cidera kepala di keningnya.
"Permisi, Tante ...," sapa Nadine.
Tak ada sahutan. Airin kembali menutup
pintu kamar dengan rasa kecewa. Nadine
menepuk pundak Airin. "Lo sabar ya Rin ...."
Airin hanya tersenyum sedih tanpa balas
menatap Nadine. * * * 75 Malam itu bulan purnama bersinar kuning
pucat. Sesekali mega menutupi cahayanya yang
lembut. Sinarnya merayap masuk melalui kisi-
kisi jendela kamar Airin.
Airin tidur dengan gelisah. Sesekali dia
membolak-balik tubuhnya, bantalnya ditendang
entah ke mana. "Hhhh .. hh ...," napasnya berpacu.
Airin kembali membalik badan ke samping. Tak
tenang, kembali telentang. Mimpi buruk kembali
menerpanya. "Tidak .. ahh...," Airin menggeleng. "Tidak
Hutan belantara. Kegelapan di mana-mana.
Airin sendirian, ketakutan dan terus berlari. Di
belakangnya seekor anjing hitam besar mengejar-
nya. Airin berteriak sejadi-jadinya meminta
pertolongan, tapi tak ada suara yang keluar dari
mulutnya. Hanya terdengar lolongan anjing yang
semakin dekat mengejarnya. Lolongannya penuh
kemaraban. Sia-sia Airin berteriak. Tiba-tiba Airin
berbenti. Di depannya berdiri sosok seorang
perempuan. Airin tercengang. Dia menoleb kanan
kiri, anjing yang mengejarnya tadi hilang.
"Si-siapa ...," desahnya tanpa suara. Hanya
mulutnya komat-kamit membentuk kata-kata.
76 ...." Tiba-tiba Airin tersadar, rasanya dia tahu siapa
sosok itu namun namanya tertahan di ujung lidah.
Sosok itu kusam, terbalut kebaya. Rambutnya
yang panjang menjuntai di depan tubuhnya. Airin
dapat melihat wajahnya yang pucat diantara
juntaian rambutnya. Matanya melotot dari balik
rambutnya yang acak-acakan. Sorotnya penuh
kemarahan. "Kamu harus berhenti. Kalian tidak tau
apapun kebenaran tentang kami ...," suaranya
terdengar laksana geram. Belum hilang tanyanya, entah dari mana
asalnya muncul hantu kepala buntung yang
berdiri di sisi sosok perempuan itu. Hantu itu
manenteng kepalanya sendiri. Airin bergidik
ngeri. Terlihat otot leher dengan urat leher yang
terpotong begitu jelas. Airin seketika merasa
mual. Seekor anjing berdiri didekatnya. Anjing
yang tadi mengejarnya ....
"Kamu harus berhenti...."
Sosok perempuan itu membalikkan tubuh-
nya, saat itu tampaklah punggungnya berlubang
lebar, memperlihatkan daging dalam yang
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memerah berlumur darah kental. Ratusan ulat dan
belatung mengerubungi lubang itu, darah yang
menghitam menetes menjijikkan. Airin berterik
77 histeris. Suaranya tercekat di kerongkongan, dia
berteriak sejadi-jadinya ....
"AAAAHHHHHHH .... KKHHH ...,"
Airin terloncat dari tidurnya. Dia langsung
meraih sisi ranjang dan menyemburkan muntah
ke lantai. "Hoeekk .... hoekkk ...," Airin memuntah-
kan isi perutnya hingga dia lemas.
Bekas muntahan berceceran di lantai. Airin
kembali terkapar dengan wajah terengah-engah.
Bayangan hantu perempuan berpunggung bolong
terlalu kental di matanya. Gue tau ... gue .. dia
adalah .... Terdengar suara batuk-batuk dari kamar
sebelah. Kamar Rona. Airin segera berhambur
ke kamar sebelah. Di kamar Rona, tampak Rona sedang batuk-
batuk hebat. Rona terduduk di tepi ranjang dan
segera rubuh ke lantai menahan sesuatu yang
berat. "Ma!" seru Airin khawatir, "Mama sakit""
Rona tak menyahut. Dia terus batuk-batuk
hebat. Ekspresinya tampak tersiksa dan
kesakitan. "HUK-HUK-HUK .. HOEKK .. HUK ..
HUKKK...," Rona seakan hendak memuntahkan
78 sesuatu dari dalam mulutnya. Airin segera
mengelus-elus punggung Rona penuh rasa cemas.
"HOEEEKKK ...," sebuah muntahan dahsyat
keluar dari mulut Rona. Menyembur darah kental
bercampur potongan silet. Airin terbelalak kaget
campur jijik dan ngeri. "Ya ampun Ma .... Kenapa ini, Ma""
Mulut Rona belepotan darah. Rona mengam-
bil silet terakhir yang nyangkut di mulutnya,
menggenggamnya gemetar. Silet hitam itu tajam
dan berkilat. Airin melongo. Pandangan Rona
beralih ke Airin. "Ma...Buang Ma...."
Rona menatapnya tajam. Perlahan, wajahnya
memucat, matanya memutih dan urat nadi biru
merayapi wajahnya. "Grrmmmhhh ...," Rona mengerang. Airin
bergerak mundur, kengerian meliputi wajahnya
melihat ekspresi Rona yang menyeramkan.
"Ma, nyebut Ma. Ini Airin ...."
"GGGRRMMHHH ...." Rona bangkit
dengan gerak tubuh terpatah-patah.
Airin beringsut mundur menjauhi Rona.
Rona melangkah dengan terhuyung-huyung
seperti hendak rubuh, mendekati Airin. Airin
semakin merayap mundur. 79 "MA!" seru Airin. Rona terhenti. Airin
menunggu. "AAAHHH ... AHH .. AAHHH"...!!" Rona
menjerit histeris. Ruangan terasa bergetar karena
lengkingan Rona. Airin menunduk dalam-dalam sambil
menutup kedua telinganya. Bersamaan jeritan
Rona yang memenuhi ruangan, kaca-kaca jendela,
kaca lemari pakaian dan cermin serempak
meledak pecah. PRANGGG.... PYARRR.... Serpihan kaca bertaburan ke mana-mana,
memercik ke segala arah. Sebagian mengenai
tubuh Airin yang membungkuk di lantai. Rona
bagai hilang ingatan. Jeritannya terhenti, kedua
tangannya terangkat, jarinya seakan menahan
sebuah kekuatan yang menarik tangannya. Airin
memandangnya dengan mata berair.
"Saya akan lebih keras lagi kalau kamu tetap
keras!" geraman Rona membuat Airin terkesiap.
Airin mendongak, sekilas dia melihat seraut
wajah yang menguasai tubuh Rona.
"Lasmi...," desis Airin di sela-sela bengong-
nya. 80 Tubuh Rona terkulai lemas dan rubuh.
Sesaat menggelepar-gelepar, matanya kosong
menerawang, entah melihat apa. Airin segera
mendekati Rona, berlutut dan mendekapnya
sambil menangis terisak-isak. Bayangan sosok
yang dilihatnya meliputi hatinya.
Tidak salah lagi, Lasmi....
81 * * * Hijaunya Lembah Hijaunya 15 Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi Anjing Setan Baskerville 2
?" Yennie Hardiwidjaja Based on Screenplay by Ery Sofid
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com HANTU JERUK PURUT MR. Collection's a HANTU JERUK PURUT Penulis:Yennie Hardiwidjaja
Penulis skenario: Ery Sofid
Penyunting: Agnes P.A. Simamora
Desain sampul: Indika Entertainment
Penata letak: Nanks CHS Penerbit: GagasMedia Jl. Sultan Iskandar Muda No. 100A-B, Lt. 2
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12420
TELP/FAKS (021) 723 8342, 729 2310
EMAIL gagasmedia@cbn.net.id
WEBSITE w.gagasmedia.net Disributor Tunggal: Agromedia Pustaka Bintaro Jaya Sektor IX Jl. Rajawali IV Blok HDX No.3 Tangerang 15226
TELP (021) 754 1644, 74863334
FAKS (021) 74863334 EMAIL agromarketing@cbn.net.id
WEBSITE w.agromedia.net Cetakan pertama, 2006 Hak cipta dilindungi Undang-undang
Hardiwidjaja, Yennie Hantu jeruk purut/Yennie Hardiwidjaja Jakarta:
GagasMedia, 2006 vi+142 hlm; 11,5x19 cm ISBN 979-780-065-2 I. Novel 1. Judul 895 Cetakan kedua, 2006 "Horror"" tanyaku ketika Mas Denny menawari-
ku menulis novel adaptasi film horror. "Hantu
Jeruk Purut"" keningku terasa berdenyut.
Rasanya otakku blank. Tapi horror"
"I love it. Why not""
Ada 2 jenis film yang aku suka. Horror dan kartun.
Alternatif lainnya adalah film-film konspirasi di
mana kecerdasan, kejlimetan plus ending-nya
selalu menonjok wajahku. Atau film dengan
special effect mahadahsyat yang membuatku tak
bisa berhenti melongo. Bahkan, untuk games pun,
horror tetap menjadi jawara!
Horror"! Dari SD aku sudah terbiasa berpetak
umpet dengan mama demi membaca dan
menonton cerita horror. Entah mengapa, sensasi
ngerinya menakjubkan. Aku takut sekaligus
penasaran, walau malamnya aku dicekam suasana
horror. Hiii... iii Sepatah Kata... a Ini adalah novel horror pertamaku. Aku berharap
suatu hari nanti aku akan mengeluarkan novel
horror sendiri, dengan hantu yang selama ini
menggentayangiku. Hantu-hantuku....
Terima kasihku untuk semua yang terlibat dalam
pembuatan novel ini: Untuk Dia, sumber kekuatan yang tidak aku
pahami bagaimana Dia bekerja.
Tomy Hardiwidjaja, yang telah memberiku
waktu untuk membangun mood horror... bebeh....
Jasmine Hardiwijaya, puteri cantikku. Di mana
aku harus segera menanggalkan selimut horror-
ku setiap kali bermain dengannya.
Mama dan Papa tersayang. Orang tua yang luar
biasa untukku. Entah apa jadinya aku tanpamu.
Hennot, adikku yang luar biasa dan serba bisa.
Aku tidak mampu menghitung budi dan
pengorbananmu untukku. Aku sayang kamu!
FX Rudi Gunawan, untuk ilmu dan semangatnya.
Mas Denny Indra; pencetus karirku, Mbak
Windy dan teman-teman GagasMedia (makasib
banyak!). Miranda; ilmu dan keindahan bahasamu
menakjubkan. Ninit Yunita; jadi mami! Eri Sofid
untuk skenarionya J, Pak Shanker dan seluruh
iv teman-teman Indika Ent untuk kesempatan dan
kepercayaannya. Sahabat-sahabat. Judith MS Lubis (sistaku yang
tercinta dan tercantik. Buku kita kapan nih"!), Paula
Meliana (Thank you for a friend like you!), Apong
Tamora (dukungan dan semangatmu bikin aku
terharu. Thank's for every thing, Pong!), Betty (gue
sayang soma elo, Bet! :P), Christina Tirta (hakat elo
luar biasa. Keep writing!)
Terima kasih untuk teman-teman yang telah sudi
mengirimkan email, untuk dukungan, kritik, sa-
ran, dan review atas karya-karyaku.
Juga, untuk kamu J Yang telah sudi memilih,
menarik, membeli, dan membaca buku ini.
Terima kasih tak terhingga.
Salam kasih, Yennie Hardiwidjaja ms_jutek@yahoo.com http://sevenmermaids.blogspot.com/
v KUBURAN. Bayangan pertama yang terlintas
di otak adalah tempat angker. Sebuah tempat
peristirahatan terakhir, di mana jasad-jasad
terbaring, dimakamkan dan lebur menjadi tanah.
Lalu tinggallah nama dan kenangan yang hidup
di benak orang-orang yang mencintainya.
Berakhirlah siklus hidup seorang manusia. Tapi
tidak dengan roh. Jasad hancur, roh abadi. Roh
adalah semangat yang tertinggal dalam raga
seorang manusia. Roh dapat melihat, mendengar,
mengingat peristiwa masa lampau, juga dapat
mengasihi bahkan membenci. Ada roh jahat dan
roh baik, kita tidak dapat memusnahkan salah
satunya. Keduanya saling bersinggungan dan
melengkapi dengan caranya yang magis. Pepatah
kuno mengatakan, jangan mengganggu jika tak
ingin diganggu. Sayangnya, terkadang manusia
sombong dan takabur. Mereka tidak sadar apa
yang mereka lakukan, mereka tidak mempertim-
bangkan dampaknya. Tentu saja, karena jika
1 satu a mereka tahu ..., mereka akan berpikir berkali-
kali.... Semua kuburan memang sama saja, sama-
sama angker. Tapi ada sebuah kuburan yang
legenda angkernya benar-benar mendirikan bulu
kuduk. Bukan sekedar deretan makam, kesunyian
yang mencekam dan hawa dingin yang membuat
perasaan risau ..., tapi lebih dari itu. Ada sesuatu
yang 'hidup'. Bahwa para roh yang menghuni
kuburan itu, 'melihat' dan 'bertindak'. Sebuah
kuburan di daerah Jakarta Selatan, dekat jalan
Ampera yang mengarah ke jalan Pangeran
Antasari adalah daftar kuburan pertama yang
terkenal dengan legenda mistiknya. Kuburan itu,
'hidup'. Kuburan Jeruk Purut Pemandangan sunyi dan suram. Cahaya
bulan mengintip di sela-sela pepohonan, purnama
malam tetap tidak mampu menerangi gelapnya
areal kuburan. Pemakaman umum itu terbalut
kabut dan dikelilingi pepohonan. Hitam dan
mencekam. Sesekali suara burung hantu meng-
iringi malam, memperdengarkan lengkingannya
yang serak, lalu kembali sunyi. Pagar yang
mengelilinginya bengkok dan hampir roboh.
Beberapa potong pagar menjorok ke luar,
2 mengancam dan seolah siap menghunus siapa saja
yang berani mengganggu ketentraman makam.
Besi pagar telah usang dan berkarat dimakan usia.
Deretan nisan-nisan terpancang di atas gundukan
tanah, entah berapa umurnya, Sebagian sudah
lapuk hingga tak lagi bernama. Mereka bercerita,
melihat dan mendengar. Orang-orang enggan melintas di areal
pemakaman ini, terutama pada malam hari.
Banyak cerita angker yang membuat bulu kuduk
berdiri. Juga banyak tragedi yang terjadi di
pekuburan ini. Korban-korban yang mengingkari
adanya dunia lain selain dunia manusia. Pernya-
taannya yang congkak dan sbmbong memaksa
alam lain untuk menunjukkan keberadaannya.
Jangan meremehkan jika tak ingin celaka, pesan
orang-orang tua. Malangnya, pesan kuno terdengar sekuno
tradisinya. Zaman semodern ini, masih percaya
hal-hal gaib. Orang sudah terbang ke bulan kok!
Pesan itu tak selalu didengar. Kadang alam marah,
dan kita hanya bisa berdoa.
* * * Di tepi jalan masuk pemakaman, tiga remaja
mengamati areal pekuburan sambil menyorotkan
senter ke berbagai arah. Nisan-nisan bisu meman-
tulkan bias senter ke berbagai arah, tetap saja
3 sunyi dan gelap. Mereka seharusnya ada di rumah,
mengerjakan tugas sekolah untuk besok hari,
atau sekadar mengejar kelulusan untuk masuk
SMU. Intinya, mereka tidak seharusnya ada di
sini. Tidak di kuburan ini, tidak pada malam ini.
"Jadi ini yang namanya kuburan Jeruk
Purut"" suara Alvin memecah keheningan. Nada-
nya terdengar melecehkan sekaligus kecewa.
"Gak beda ama kuburan yang laennya. Sama-
sama kuburan." "Stt ... tapi kata orang di sekitar sini sering
kejadian hal-hal aneh. Kayak penampakan hantu
kepala buntung," Adam menebarkan pandangan
ke sekeliling kuburan. "Mana" Gak ada apa-apa di sini. Ngibul
kali," sergah Alvin tanpa rasa takut.
Dia terbiasa menjelajahi kuburan, baginya
semua kuburan sama saja. Toh yang mati biarlah
mati. Lebur menjadi tanah. Jasad mati tidak
dapat melek, apalagi bangun dan menakut-nakuti
orang. Icha, gadis remaja yang ikut-ikutan aksi gila
Alvin diam-diam menyesal. Mengutuk dirinya
mengapa dia mau saja mengikuti ajakan Adam.
Ke kuburan" Icha tak gentar. Tapi kuburan Jeruk
Purut" Nanti dulu.... Icha ingat cerita-cerita seram
yang belakangan ini sering didengarnya. Bahkan,
4 sebuah stasiun televisi meliput sumber berita yang
katanya diganggu penghuni kuburan ini. Tak
hanya dua atau tiga orang, dan itu pun menimbul-
kan kehebohan. Icha menggaruk lengannya yang
tak gatal. Seolah-olah nyamuk sendiri enggan
berada dekat-dekat kuburan ini. Katanya lewat
doang... duh! "Udah ah, serem nih ... pulang yuk!" Icha
melirik kanan-kiri. Kegelapan di mana-mana.
Icha merasa tak nyaman. Nisan-nisan laksana
mata yang memandang mereka dengan tatapan
sinis. "Mana kuburan pasturnya"" tanya Alvin
tanpa memedulikan rengekan Icha. Adam meng-
angkat bahu. "Kuburannya udah lama sekali, Om ...,"
gerutu Adam, "mungkin nisannya udah rata sama
tanah, dan tanahnya udah daur ulang seratus kali,"
cerocos Adam asal. "Udah deh, mitos begitu belum tentu bener.
Pulang aja yuk, banyak nyamuk nih...," Icha
merayu. "Payah lu, ngajak-ngajak tapi melempem
begini," dumel Alvin.
"Soal kuburan pastornya sih gue kagak tau,
tapi kalo penampakan hantunya ...gue sering
denger." Adam menebar mata.
"Banyak nyamuk nih...," keluh Icha.
5 "Gue gak berasa ada nyamuk, Cha. Bisa diem
sebentar gak sih"" tegur Adam kesal. "Al, ada
nyali gak lo ngeliat langsung selebritinya Jeruk
Purut"" tantang Adam.
Alvin menoleh, dia tampak tertarik tapi ragu.
"Alah, paling juga boongan lagi. Mana" Kalo
cuman hantu biasa sih mending gak usah deh.
Bosen gue," Alvin berjumawa.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila lu Vin! Ngapain liat yang begituan!"
seru Icha. Suara burung hantu berkumandang.
Terdengar sangat dekat dengan mereka.
"Sabar Cha, sepupu gue ini emang pemberani
tulen. Sekarang kan udah liat kuburannya, biar
dia liat hantunya sekalian. Hantu kepala buntung.
Pernah denger dongg ...," jelas Adam melirik
Alvin, menunggu reaksi. Alvin manggut-manggut
tipis. Menimbang-nimbang.
"Elo sendiri belom pernah lihat, sok ngasih
liat lagi...," gerutu Icha.
"Tenang, gue udah tau caranya. Gampang
banget! Kita cuman kelilingi kuburan ini tujuh
kali, ntar tuh hantu nongol deh!"
"Yang bener lo ...," Alvin mengeryit. "Gila
kali lo." "Gue serius! Gimana" Berani gak" Hantu
kepala buntung Jeruk Purut yang legendaris itu.
6 Ada nyali"!" Adam manggut-manggut belagu.
Seolah-olah dia mampu mengendalikan apa saja.
"Boongan ah! Masa cuman kelilingin
kuburan doang"" Icha mengernyit. Dia berharap
Alvin tak termakan omongan Adam, jadi, mereka
bisa cepat pulang. "Adam suka ngibul, Al. Jangan
didengerin." "Berisik. Kata orang-orang itulah caranya,
udah banyak yang buktiin," kata Adam lagi.
"Boleh dicoba ...," Alvin manggut-manggut.
Egonya tertantang. "Gue gak ikutan!" tolak Icha.
"Penakut amat sih lo! Katanya tomboy ...,"
ledek Adam, "kita buktiin itu cuman mitos. Ayo
"Gue gak mau, Adam! Gue gak tnau ikut-
ikutan yang begituan!" tolak Icha kesal.
"Mesti ganjil, Cha. Please deh... kita udah jauh-
jauh ke sini. Nothings happened. Trust me."
Icha ragu-ragu mengikuti. Dia mematung di
tempat. "Ayolah... gitu aja takut amat lo. Katanya
pemberani.... Ah!" tarik Adam.
Ketiga remaja itu mulai menyusuri pinggir
kuburan. Icha melirik takut-takut. Sesekali senter
menyinari nisan. Bentuknya yang tajam, runcing
dan kusam membuat Icha semakin tak nyaman.
Kali ini, mereka seolah-olah melotot marah. Baru
7 beberapa kali berputar, Icha menyeruak keluar
dari barisan. "Cha! Ke mana lu ...!" teriak Adam gusar.
"OI CHA!!" Alvin mengikuti, teriakannya
bergema. Seolah nisan-nisan ikut memantulkan
gelombang suara keduanya.
"Brengsek! Dasar cewek ...," gerutu Adam,
"yok!" Icha tidak memedulikan panggilan Adam.
Dia terus berlari menjauhi areal pekuburan
menuju arah jalan raya. Mau tak mau, Alvin dan
Adam ikut mengejar Icha. Keduanya menggerutu,
terpaksa keluar dari barisan.
Rumput-rumput setinggi paha. Icha terus
berlari menuju batas pagar pemakaman. Di
belakang, Alvin dan Adam mengejar sambil
berteriak. Icha tak peduli, dia terus berlari.
Begitu menjejak aspal, Icha langsung terbungkuk
dengan napas ngos-ngosan.
"Hhh..hnhhh...," napas Icha berpacu. Peluh
dingin bercucuran. Di depannya, jalanan sepi dan
lengang. Suasana semakin gelap gulita.
"Ngapain sih lo" Hhhh.... Ayo, mesti ganjil,"
ajak Adam balik. "Gak, hh....lu orang aja. Gue gak ikutan!"
"Mesti ganjil, Cha! Kan elu sendiri yang mau
ikutan, gimana sih lo ... hh ...," rayu Adam.
8 "Pokoknya gue gak ikutan! Gue mau pu-
lang!" Icha bersikeras.
"Cha ...," Alvin menengahi, "kita udah sejauh
ini... udah mantapin jauh-jauh hari mau uji men-
tal. Buktiin kalo semua itu cuman bullshit. Kan
elo sendiri yang bilang mau ikutan ...."
"Katanya cuman lewat...!" Icha menyambar.
Napasnya mulai teratur. Adam dan Alvin berpandangan.
"Penakut amat sih lo ...," Adam meremehkan.
Berharap Icha termakan hinaannya.
"Biarin. Gue mau pulang! Pokoknya pulang,
pulang, pulang!!" Adam dan Alvin memandang
tak rela, "Kalo elo berdua gak mau pulang, gue
bisa pulang sendiri! Elo berdua jalan kaki aja
sana! Mana kunci boil"!"
" Ya udah, reseh amat lo!" gerutu Adam kesal,
"dasar cewek penakut emang lo!"
"Mendingan penakut daripada ikut-ikutan
gila kayak elo berdua!" balas Icha.
"Grr.... Ya udah, tungguin gue bentar," Adam
menyeberang jalan. "Mau ke mana lo"" tanya Alvin. Adam
berhenti di tengah jalan, dia berbalik.
"Kencing dulu. Payah! Segitu doang ngeper!"
Adam mengumpat, berbalik lagi.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sorot lampu
berkelebat menerpa Adam. Adam terpaku silau.
9 Raungan mesin bergemuruh, selanjutnya
terdengar suara tabrakan keras. BRAKK!!! Adam
tertabrak, mobil oleng dan mementalkan Adam
beberapa meter ke samping dan... CROSS!!!
Adam tertancap di pagar yang bengkok ke
depan. Yang mengerikan, lehernya lebih dulu
menyentuh ujung pagar bingga mayat Adam
tergantung dengan leher tersangkut. Mobil oleng
dan terbalik, terseret sambil berputar meng-
hantam tubuh Icha dan Alvin. Keduanya terpental
terpisah. BRUKK!! Alvin terpental ke pagar pekuburan, jatuh
terjerembab dengan mata melotot karena tepat
di depan wajahnya sebilah bambu runcing
menonjol dari tanah. Alvin menghela napas
tegang campur lega. Bambu itu hampir
menusuknya tapi... mobil berputar mengbantam
bahu jalan, salah satu roda terlepas dan
menghantam punggung Alvin keras.
CROSS!! Wajah Alvin terbenam dalam tusukan
bambu. Darah segar mengucur. Alvin menggelin-
jang sekarat lalu terdiam dengan mata melotot.
Akibat benturan yang begitu keras, sebuah
kipas mesin copot. Kipas itu melayang cepat dan
merobek leher Icha. Darah muncrat. Icba ter-
kapar dengan leher nyaris putus. Melotot tak
rela. Suara mobil memperdengarkan derum mesin
10 yang perlahan melemah dan akhirnya mati.
Suasana senyap. Dalam sekejap mata tiga korban
mati mengenaskan. Percikan darah di mana-
mana, tercium amis darah yang kental. Setelah
itu, malam kembali menebarkan gelapnya. Sepi,
seolah tak terjadi apa-apa.
Sosok berkepala buntung berdiri tak jauh
dari ketiganya. Di sampingnya berdiri seekor
anjing hitam besar dengan mata merah berkilat.
Sosok itu memerhatikan korban dari kegelapan
malam. Sesaat saja, kemudian menghilang.
* * * 11 dua ANNA Karenina menyeruput kopinya tanpa rasa
nikmat. Matanya tertuju pada headline berita
kematian tiga remaja tragis yang menjadi pokok
berita. Lagi, kuburan Jeruk Purut kembali
menjadi topik hangat. Anna memasang kuping
setajam-tajamnya demi mendengar gunjingan
orang-orang di warung kopi pagi itu. Anna
sengaja datang ke lokasi Jeruk Purut untuk me-
ngais berita tentang kuburan yang melegenda itu.
"Ada yang ngeliat hantu pastor kepala
buntung itu, besoknya langsung sakit," kata salah
seorang. "Masa sih" Alhamdulillah gue ngojek selama
ini gak pernah ada kejadian apa-apa," sahut yang
lain. Anna memasang kuping. Apapun beritanya,
sangat bermanfaat untuk memperkaya tulisan-
nya. Anna Karenina adalah seorang novelis remaja
13 a yang sedang naik daun. Beberapa novel besutan-
nya meledak menjadi novel bestseller, membuat
namanya begitu populer di jagad penulisan novel
percintaan remaja. Ditambah wajahnya yang
cantik dan proporsi tubuh ideal, Anna segera
meroket menjadi selebriti dunia penulisan.
Penulis bestseller yang cantik. Lalu, apa yang
membuat Anna tertarik untuk ganti haluan
menjadi penulis novel horror" Anna adalah
penulis cerdas. Adalah sebuah kepuasan batin
apabila dia dapat terjun dalam berbagai topik
penulisan. Dan Anna suka menantang dirinya
sendiri. 'TIGA REMAJA TEWAS MENGENAS-
KAN DI KUBURAN JERUK PURUT.'
Anna masih memasang kuping. Mereka tak
lagi bergosip, saatnya bagi Anna untuk kembali
mendengungkan apa yang baru saja didengarnya.
Berita duka ini sedang menjadi topik hangat
warga yang bermukim di sekitar pemakaman.
Anna tahu apa yang harus dilakukannya.' Anna
membalik koran, membacanya buru-buru.
Mungkin saja ada yang terlewatkan ....
'Pengemudi mobil raib. Menurut pemiliknya,
mobil itu ditemukan hilang pagi harinya dan
terdampar di depan areal kuburan Jeruk Purut.
14 Sangat aneh, siapa yang bisa mengemudikan
mobil tanpa kunci"' berita di koran.
Aneh. Misteri. Lama Anna termangu.
Kejadian itu sangat aneh. Apa yang bisa menjelas-
kan kejadian itu" Wajahnya yang cantik tampak
tegang seolah berpikir keras. Adakah logika yang
dapat menjelaskan ini semua" Anggaplah ada
sopir, tak mungkin sopirnya menghilang begitu
saja" Mobil terbalik, di mana sopirnya" Tak luka"
Kapan dia loncat dari mobil sebelum mobil
terbalik" Kalaupun terluka" Seberapa jauh dia
dapat pergi" Kening Anna berkerut. Keseriusannya diper-
hatikan ibu penjaga warung.
" Anak-anak sekarang wong edan semua, udah
dibilangin itu tempat angker masih juga dijadiin
main-mainan," pemilik warung membuka per-
cakapan. Anna mendongak, seorang ibu gendut
tersenyum ramah, "Neng ke sini cari berita""
Anna mengangguk. Tangannya merogoh tas,
mengeluarkan sebuah tape recorder dalam posisi
record. "Kuburan itu memang angker, Bu" Katanya
ada pastor berkepala buntung suka berkeliaran"
Apa itu benar"" tanyanya.
"Katanya sih begituu... tapi aku ndak tau.
Wong gak pernah liat. Amit-amit, jangan sampai
15 liat yang begituan. Amit-amit!" Katanya buru-
buru meracik kopi. "Nambah kopinya, Neng""
Anna tersenyum menggeleng. Dia segera
memancing pembicaraan, demi bahan tulisannya.
" Apa benar kuburan itu berhantu""
Si ibu gendut ogah menjawab. Dia melirik
seseorang yang sedang duduk di samping Anna.
Seorang bapak yang sedang asik mengunyah
pisang goreng terakhir. Anna mengikuti
pandangan. "Pak, apa Bapak pernah dengar kabar
burung yang beredar mengenai kuburan Jeruk
Purut"" "Hmm...," si bapak meneguk es teh manisnya
sesaat, "bukan sekadar kabar burung, Dek.
Cerita ini udah dari zaman-zaman Belanda dulu,
tapi Bapak juga ndak tau mana yang bener." Si
bapak meneguk kopinya, lalu melanjutkan,
"Dulu katanya ada yang pernah liat hantu
berkepala buntung itu, abis itu langsung sakit.
Demam tinggi." "Apa Bapak pernah melihatnya""
"Lihat sih belum. Tapi dulu ada tukang ojek
yang suka digangguin. Minta diantar sana-sini
ternyata masuk kuburan sana. Abis itu kesu-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rupan, gak taulah mana yang bener. Semua juga
kata orang, kata orang ...."
"Terima kasih, Pak." Anna segera berlalu.
Dia mencari berita seputar keangkeran kuburan
16 Jeruk Purut. Anna melakukan wawancara
langsung dengan orang-orang yang ditemuinya.
"Jeruk Purut" Gak tau ah. Apaan tuh""
bingung seorang yang dihampiri Anna. Celingak-
celinguk, dia mengangkat bahu.
"Katanya pastor mati dikeroyok trus
kepalanya dipenggal. Tapi gak tau juga, ada yang
bilang pake seragam pastor, ada yang bilang
bukan ... gak tau ah mana yang bener, udah lama
itu...." " Aku gak tau apa-apa. Gak tau ah. Serem!
Udah yah!" Anna menggenggam tape recorder hasil
wawancara hari itu. Dia kurang puas dengan hasil-
nya. Anna menghela napas gelisah. Mesti survei
sendiri.... * * * Kuburan Jeruk Purut - malam hari
Anna nekat mendatangi Kuburan Jeruk Purut
pada malam harinya. Anna berharap dengan
melihat lokasi, imajinasinya akan lebih terpacu.
Lagipula, mengunjungi tempat seangker ini akan
membuat mood horror Anna keluar dan meng-
hasilkan tulisan yang benar-benar menakutkan
pembacanya. 17 Anna berjalan perlahan-lahan mengitari
areal kuburan, merekam apa saja yang tampak
olehnya. Malam itu lagi-lagi berkabut. Sepi
mencekam. Tak ada yang aneh. Dalam hati Anna
berharap menemukan sesuatu untuk bahan
tulisannya. Anna menanti harap-harap cemas.
Menunggu dan menunggu. Sunyi.... Hanya sesekali suara burung hantu
memecah keheningan. Anna melirik tnobil yang
diparkirnya tak jauh dari kompleks pemakaman.
Sisa-sisa kecelakaan kemarin malam sudah
dibersihkan. Beberapa police line masih tampak
di TKP. Berita tadi pagi membuat Anna bergidik.
Remaja-remaja malang itu mati mengenaskan dan
tak wajar. Melihat lokasi langsung, membuat
Anna dapat memetakan seperti apa kejadian
tragis kemarin malam. Seorang anak nyangkut
di pagar kuburan, seorang lagi terjerembab
dengan kepala bolong, yang satunya mati dengan
leher robek dan kepala nyaris putus. Gambaran
itu begitu nyata. Anna mengerjapkan matanya.
Bulu kuduknya meremang. Srrtt.... Anna menginjak sesuatu yang
lembek. Anna menunduk mengamati dan segera
terloncat. Bangkai kucing!!
"Ihh...," jijiknya buru-buru mundur.
"AAGGHH!!" terdengar suara desah keras
yang berat di sisi kanan. Anna menoleh. Kosong.
Matanya jelalatan tegang. Desahan itu sangat jelas
18 dan dekat dengannya. Anna yakin mendengarnya.
Suara itu berat dan ... "AAAGGGHHHHH!!!"
Desahan itu terdengar di belakangnya.
Reflek Anna berbalik, handycam dalam posisi
record. Kosong. Anna menebarkan pandangan,
merekam apa yang mampu direkamnya. Bulu
kuduknya semakin meremang. Dia merasa
diawasi. Serasa pohon-pohon hidup dan mem-
punyai mata. Mereka mengawasi Anna penuh
pandangan sinis. Anna merasa tak nyaman, buru-
buru menutup handycam dan setengah berlari
menuju mobil. Bersamaan dengan itu, rumput-rumput di
belakangnya tersibak, seolah-olah sesuatu
mengejarnya dari belakang. Anna panik, sesuatu
bergerak begitu cepat laksana anjing yang berlari.
Jatuh bangun Anna berlari menuju mobil, mem-
buka pintu. "Ah!!" Brak!! Anna masuk, membanting pintu mobil dan
sunyi. Napas Anna berpacu, dia menebarkan
pandangan ke seluruh arah. Rumput-rumput
diam. Anna menarik napas, mungkin hanya
ilusinya. Ilusi.... BRAKK!!! GRRR...GRR.... Sesuatu menabrak mobilnya, mencakar-
cakar. Anna terpekik kaget, buru-buru men-
19 starter mobil dan langsung tancap gas. Peluh
bercucuran. Sesekali Anna melirik ke belakang
lewat kaca spion tengah, suasana gelap. Hanya
lampu mobil Anna menerangi jalan. Anna men-
dengus, apa yang ditemukannya lebih dari
sekadar horror. Lagi-lagi bulu kuduknya meremang. Rasanya
sesuatu mengikutinya. Tapi Anna mendapatkan
inspirasi baru.... 20 * * * Rumah kontrakan Anna Anna tinggal sendiri. Dia mengontrak
sebuah rumah mungil untuk dirinya sendiri. Dulu,
Anna tinggal bersama orang tuanya, tapi Anna
merasa kedua orang tuanya terlalu mencampuri
urusannya. Anna tidak dapat bekerja maksimal
apabila terus direcoki kapan waktu tidur, kapan
waktu makan, waktu bekerja adalah pagi dan
siang hari, dan sederet aturan yang membuat
Anna merasa tidak bebas. Sebagai penulis, Anna merasa nyaman
dengan jam kerja malam hari hingga subuh.
Walaupun siklus hidup Anna sering terbalik, toh
Anna fun-fun saja. Anna menyadari kapan saat
yang nyaman untuk menuangkan inspirasinya
dan kapan dia harus beristirahat. Karena itu,
tinggal sendiri adalah jalan terbaik. Anna
mencintai dunianya. Sejak novel pertamanya
terbit, Anna telah membaktikan seluruh hidupnya
untuk dunia tulis menulis.
Anna menutup pintu mobil. Wajahnya
terlihat lelah, menyetir di kegelapan sepanjang
malam dengan perasaan tegang membuat
syarafnya terkuras. Sepanjang jalan imajinasi liar
bermain di benaknya, memaksanya untuk segera
menuangkan apa yang terpeta di otaknya.
Bup. Pintu mobil tertutup keras. Anna buru-
buru masuk ke dalam rumah. Di pertengahan jalan
langkahnya terhenti. Sesuatu yang tak biasa
dirasakannya. Anna berbalik, menghampiri
mobilnya. Di bawah terangnya lampu jalan, Anna
tercengang melihat apa yang terjadi pada
mobilnya. Setengah tak percaya, Anna berjong-
kok di depan pintu bagian sopir. Tangannya
gemetar meraba bekas cakaran di body mobil.
Jemari lentiknya menelurusi guratan memanjang
yang menggores body mobil. Cakaran itu seperti
cakaran kuku anjing. Seekor anjing yang besar....
Anna ingat apa yang baru saja terjadi. Anna
bergidik, lalu buru-buru masuk ke dalam rumah.
21 Ruang tengah rumah kontrakan Anna
Anna berkutat di laptop, melantai di atas
karpet. Ruang tengah lapang, interior ruangan
minimalis. Tak banyak pajangan. Tapi kumpulan
buku-buku memenuhi rak dan meja kerja. Anna
suka membaca apa saja. Bagus untuk memper-
kaya wacana tulisannya. "Legenda berhantunya kuburan itu masih
menjadi misteri...," Anna menuangkan isi otak.
Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, "tapi
ada sebuah cerita yang menarik untuk disimak,"
Anna semakin antusias. "Cerita duka itu diyakini
sebagai sebab berhantunya kuburan Jeruk
Purut." Anna menarik napas. Sejenak dia melirik tape
recorder hasil risetnya selama ini. Otaknya sedang
memilah-milah data mana yang akan diangkat dan
mana yang dibuang. Sebagian bergerak meng-
gabung-gabungkan cerita. Urat di keningnya
tersamar. Tenggorokan Anna terasa terbakar.
Astaga, aku belum minum sama sekali... pantes ....
Anna segera beranjak menuju dapur.
Mengambil sebotol minuman dingin dari kulkas
dan meneguknya penuh kuasa. Hhhh ... Anna
menutup pintu kulkas dan keluar dapur. Pintu
kulkas bergerak menutup, seyogyanya magnet
22 pintu saling mencium tapi dalam jarak setengah
jengkal, kulkas berhenti. Tanpa diduga, pintu
kulkas kembali terbuka lebar-lebar ....
Anna kembali melantai. Matanya kembali
serius menatap layar laptop, membaca beberapa
baris terakhir ketikannya tadi.
"Lasmi, seorang pelayan kesetiaan pastor
diam-diam menaruh hati pada pastor tapi sang
pastor tidak pernah tahu. Sesungguhnya Lasmi
penuh daya tarik, dia manis dan sangat rajin.
Penampilannya yang bersabaja dengan rambut
terkepang dan kebaya sangat memanjakan mata
memandang. Sayang, bukan pastor yang jatuh
hati padanya. Malam itu, Lasmi membuat roti
gandum kesukaan pastor .... Dalam perjalanan
Lasmi dihadang oleh seorang pemuda yang
cintanya tak pernah kesampaian. Sebut saja Leo
"Mau apa kamu ke sini"! Pergi!" teriak Lasmi.
Imajinasi liar masa lalu bermain di benak Anna.
Menggambarkan peristiwa masa lalu. Hutan lebat,
malam hari, kesunyian yang menusuk jiwa ....
"Leo tidak mengindahkan teriakan Lasmi
yang mengiba-iba ... dia malah mengacungkan
parang yang dibawanya. Melihat parang, nyali
23 ...." Lasmi ciut. Namun dia tetap berusaha mem-
pertahankan dirinya. Lasmi kabur. Terjadi kejar
mengejar. Tak seimbang.... Leo berhasil menarik
dan menyeret Lasmi ke tengah hutan. Malam
gelap, sunyi dan sepi. Anjing hitam menggong-
gong-gonggong, Lasmi ketakutan...." Anna
terlena dalam cerita yang dirangkainya. Matanya
tak lepas dari laptop. "TOLONG... TOLONGG... lepaskan aku!!
Lepaskan!!" Lasmi berusaha melepaskan diri tapi
sia-sia. Leo berhasil menangkapnya, "Biadab
kamu, LEPASKAN!!" Bzzzz Monitor laptop mengalami distorsi.
Anna berhenti mengetik. Dia segera berdiri,
mengecek kabel, mengencangkan kabel power
yang tersambung di monitor. Gak ada yang
salah.... batinnya. Anna kembali duduk. Jari-
jarinya kembali menari. "Dia berusaha memperkosa Lasmi...," Anna
semakin serius. Wajahnya tampak berpikir keras
"Jangan ... kumohon, jangan ...," Lasmi
terbaring di rerumputan. Leo merobek kebaya
Lasmi, berusaha menggumulinya. Melihat tubuh
24 .... mulus terbungkus kebaya compang-camping
semakin mementalkan kemanusiaan Leo.
"Tiba-tiba terdengar suara keras, pastor
datang sambil menjinjing keranjang roti Lasmi.
Ternyata sang pastor sempat mendengar teriakan
minta tolong Lasmi .... Tersirat rasa lega, tapi
hanya sesaat saja...."
"Lepaskan dia!" teriak Pastor.
"JANGAN IKUT CAMPUR!!" teriak Leo
marah. "Aku bilang, lepaskan dia ...," pastor
mengulang. Leo sudah gelap mata, dia mengambil parang
dan menerjang pastor, terjadi perkelahian tak
imbang. Akhirnya, pastor rubuh dalam posisi
berlutut sebelum terjerambab ke tanah. Leo
langsung menyabetkan parangnya...,"
CROSS...!! "... pastor terbunuh dengan kepala
terpenggal...," Anna berhenti. Arwahnya
gentayangan dan menghantui daerah itu yang
sekarang terkenal dengan pemakaman Jeruk
Purut. Anna melirik handycam. Teringat suasana
kuburan yang baru dikunjunginya tadi, dia
menyambung kabel handycam ke laptop.
25 Menunggu formating sesaat dan munculan
tampilan kuburan Jeruk Purut di monitor.
Kamera bergerak mengitari pemakaman. Nisan-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nisan yang terpantok bisu, suasana malam
berkabut. Tiba-tiba layar monitor kembali
mengalami distorsi. Bzzz.... "Bah ... lagi seru nih ...," Anna menggerutu.
"kenapa gak bisa sedikit menyenangkan hatiku
dikala otakku tak mau berhenti bercerita" Duh
Anna kembali mengecek sambungan kabel.
Handycam dalam posisi play, menggambarkan
makam-makam bisu. Sebuah bayangan hitam
melintas melewati sela-sela makam. Sekejap saja,
bagai melayang. Anna masih berkutat dengan sambungan
kabel. Gak ada yang salah ... kenapa sih" Anna
kembali menatap monitor. Bayangan hitam telah
raib. Suasana makam dan lengang, hingga
akhirnya tampak adegan lari-lari menuju mobil.
Anna bergidik. Seketika dia ingat rumput-
rumput yang menyeruak di belakangnya tadi.
Tapi view handycam lurus ke depan, Anna
melenggos kecewa. Coba tadi sempet muterin biar record ke belakang,
mungkin keliatan apa yang tadi.... Bayangan bekas
26 ...." cakaran mobil terlintas. Itu bekas apaan yah"
Kayak bekas cakaran anjing ....
Ringg ... suara handphone Anna memainkan
sebuah lagu. Again, gangguan lagi. Anna cuek,
meletakkan jari-jari di atas keyboard, siap me-
ngetik. Kalau gak ada yang penting, biarin aja
ngomong sendiri.... Handphone masih memainkan
irama lagu hingga terdengar bunyi:
Beep Automatic Answer Loudspeaker on.
"Hallo Mbak Anna... ini Airin...," suara di
seberang. Anna menoleh. Anna buru-buru beranjak
mengambil handphone yang tergeletak di ujung
meja, "Hallo" Oh, Airin" Ya...," Anna terlibat
percakapan serius. Tanpa sadar dia mengambil
kertas dan mengipasi tubuhnya, "besok aku bisa.
Kita ketemuan. Di mana" Okey, di cafe JO'IN
yah. See you." Klik. Sambungan mati. Anna menghela
napas. Dia selalu memasang mode Automatic
Answer apabila sedang bekerja. Malas saja
menerima telpon yang kadang gak penting. Anna
suka terganggu. Kalau begini kan Anna bisa tetap
mengetik. sekaligus mendengarkan suara si
27 penelpon dan mengabaikannya apabila merasa
telpon itu gak penting. Anna mengipasi dirinya. Tanpa sadar dia
sudah banjir keringat. Kok panas amat yah" Anna
meraih remote AC, nothing's wrong ... kok panas
banget" Pfff... mungkin AC-nya mampet ... Tapi
tadi pagi okey-okey aja ... Pfff....
28 * * * tiga SMU Bakti Luhur, pada sebuah pagi
TIDAK ada yang berbeda dari aktivitas setiap
sekolah pada pagi hari. Murid-murid datang,
berkerumun, berbincang, berdandan hingga
menyalin PR sambil menunggu lonceng masuk
berbunyi. Wajah-wajah segar menyambut pagi,
membuat hari semakin berkilau.
Pada sebuah kelas, Airin - seorang remaja
cantik berwajah unik sedang asyik membaca
novel pengarang kesayangannya; Anna Karenina.
Airin sama sekali tak terganggu dengan suasana
kelas yang mulai ramai. "Oi Rin, pagi amat"" sapa salah seorang
teman. Airin mendongak, seorang gadis berambut
sebahu menaruh tas dan tersenyum centil sembari
keluar kelas. Airin melempar senyum manisnya
dan melambai. Gadis itu hilang di balik pintu kelas,
nampaknya dia lebih tertarik pada suasana luar
29 a kelas yang ramai ketimbang dalam kelas yang
sepi. Airin tak menghiraukan kesendiriannya.
Dia sudah terbiasa dengan suasana sepi, seolah-
olah kesepian sudah menjadi bagian hidupnya
sejak dulu kala. Airin berkutat dengan novel percintaan karya
terbaru Anna Karenina. Tenggelam dalam
keindahan roman percintaan yang manis, tetapi
dikemas dengan cerdik. Apa yang membuat
Airin menyukai Anna bukan hanya karena
kecerdasan Anna memadu kata-kata dalam
bercerita, tapi Airin serasa menemukan gaya
penulisan yang sama. Novel Anna telah mem-
berinya begitu banyak inspirasi dalam menulis,
juga membangkitkan semangatnya yang sempat
hilang - untuk menjadi seorang novelis. Menjadi
seorang novelis membuatnya terlepas dari rasa
sepi, karena seorang novelis mempunyai dunia
sendiri. Dunia itu diramaikan dengan kisah
tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Menjadi
seorang novelis, membuat Airin dapat mengeks-
presikan dirinya dan mengubah dunianya yang
pahit menjadi sebuah dunia kisah yang manis
seperti keinginannya. Membaca adalah sebuah
kenikmatan. Menulis adalah sebuah obsesi. Airin
akan menangkap cita-citanya, tak peduli apa pun
yang merintanginya. 30 Valen, remaja sekelas Airin muncul dari balik
pintu dan langsung mengambil tempat duduk di
samping Airin. Valen adalah seorang pria yang
berdaya tarik. Gaya badboy menjadi ciri khasnya,
di samping hidupnya yang serba berkecukupan.
Valen memerhatikan Airin yang cuek dan terus
membaca. Tatapannya penuh makna. Matanya
menelusuri alis mata Airin yang membingkai
wajahnya dengan sempurna. Sepasang mata bulat
yang penuh kehidupan, hidung bangir dan bibir
ranum yang sexy. Valen menahan napas. Seharus-
nya sejak dulu kala gue uber Airin ..., keluhnya
setiap kali mengagumi kecantikan Airin. Airin
sadar diperhatikan, tapi dia cuek saja.
"Kamu gak bosen baca novel terus, Rin""
Valen akhirnya membuka suara. Dia menggeser
tubuh untuk ikut-ikutan membaca nama penulis
di backcover novel. Airin menggeser menjauh,
membuat Valen gemas akan tingkahnya.
"Anna Karenina lagi" Emang satu buku kamu
baca berkali-kali apa""
"Mau dibaca berapa kali kek, bukan urusan
elo," cuek Airin. "Ugh, segitu judesnya ...," Valen tersenyum
merayu, "kalo gitu ntar kita cari buku terbitannya
yang laen yok! Tar pulang kita jalan yah," ajak
Valen penuh harap. 31 "Gak. Ini novel terakhir. Ntar dia mo
ngeluarin novel lagi, tapi belom kelar ...."
"Kalo gitu kita jalan aja ... cari angin."
"Gak bisa, Val," Airin menutup buku,
memandang Valen kesal, "kamu tuh pacarnya
Nadine." "So what" Gue bisa putusin Nadine kalo elu
mau." "Nadine itu temen gue! Elu jangan sesekali
nyakitin dia," ancam Airin. Valen membuang
muka meremehkan. "Elo galak amat sih jadi cewek! Kegalakan
elo inilah yang membuat gue mikir-mikir ...."
"Gue gak perlu bermanis ria buat elo! Udah
keluar aja sana, gue lagi baca, hargai dong!" ketus
Airin. Valen menahan napas.
"Gue udah bilang, gue cuman kasian sama
Nadine. Abis dia ngarepin gue banget .... Elu
kan tau gue sukanya sama elu."
Airin baru mau menyahut ketika melihat
sosok Nadine muncul dengan wajah cerianya dari
balik pintu kelas. "Pada di sini rupanya ...," riangnya.
Melihat Nadine, Valen memasang senyum
manis seolah tak terjadi apa-apa. Raut wajah Airin
telanjur bete. Dia membereskan buku-bukunya
sesaat lalu keluar kelas meninggalkan Valen. Di
depan pintu dia berpapasan dengan Nadine.
32 "Mo ke mana, Rin" Bentar lagi bel, loh," sapa
Nadine. "Cari angin aja. Panas," Airin berusaha
melembutkan suaranya. "Okey deh ... Tha-tha ...."
Airin menghilang di balik pintu. Valen
mendengus kecewa, namun dia sangat pandai
menyimpan raut wajahnya. "Tar pulang ke mall yuk Val...," ajak Nadine.
Dia meletakkan tas dan duduk di tempat Airin
tadi duduk. " Apa sih yang enggak buat kamu ...," timpal
Valen manis. Nadine tersenyum hepi.
* * * Perpustakaan, siang hari Airin sedang membolak-balikkan buku yang
diambilnya sembarang. Dia melamun. Cessa,
salah satu sahabat Airin datang menghampiri
sambil membawa buku baru.
"Rin, ada barang bagus nih! Ini biografi...."
Cessa terdiam melihat wajah Airin yang murung.
Airin membuang muka bete. "Kenapa lu" Oh,
diganggu Valen lagi""
Airin tertunduk tanpa berniat untuk men-
jawab. Cessa menutup buku, batal memperlihat-
kan isi buku kepada Airin.
33 "Elu mau sampe kapan begini terus" Kalo
elu terus-menerus bisu, si Valen bisa makin
berani. Bayangin deh, kalo sampe Nadine tau ...
dia bakalan nuduh elu yang bukan-bukan. Bisa-
bisa elu dianggap ngegangguin Valen yang
kegatelanitu." Airin sadar, Cessa benar. Tapi melihat sikap
'jatuh cinta' Nadine membuatnya tak tega untuk
mengatakan yang sebenarnya. Airin, Cessa, dan
Nadine adalah tiga serangkai. Mereka bersahabat
dari SMP, selalu sekelas dan selalu bersama. Airin
tak sampai hati melihat kebahagiaan Nadine
hancur karenanya. Nadine adalah seorang anak
yang baik, dia rajin walau agak penakut. Berbeda
dengan Cessa yang memiliki kesabaran dan
pengertian yang luar biasa. Sikap Cessa sangat
dewasa. Mungkin karena dia tumbuh dalam gem-
blengan keluarga yang mengharuskan setiap anak
mandiri sebelum saatnya. Sedangkan Airin
sendiri, adalah remaja yang menatap hidup
dengan rasa sinis. Orang tuanya bercerai kala dia
masih sangat kecil. Mamanya memboyong Airin,
membesarkan Airin dalam tekanan kesedihan
berkepanjangan. Ditambah kelabilan emosi sang
ibu, membuat Airin hampir tak dapat bercerita
tentang warna-warni masa remajanya. Airin beda.
Tidak seperti Cessa dan Nadine yang tumbuh
dalam keluarga hangat. Airin selalu kesepian.
34 Airin tertunduk. Otaknya tak sejalan dengan
buku yang sedang ditekuninya.
"Gue gak enak ngomongnya, Ces," keluh
Airin, "di sisi lain gue gerah sama tingkah lakunya
Valen. Cowok kok serakah banget,"
"Makanya elu mesti terus terang sama
Nadine, biar dia yang bilangin Valen. Atau gue
aja yang ngomong ke Nadine"" tawar Cessa.
"Gak perlu. Gue lagi gak minat ngomongin
itu." Airin melirik arlojinya, "mending ngurusin
yang laen daripada ngurusin Valen. Elo jadi ikut
gue"" "Jadi dong ...."
Cafe JO'In, sore harinya Anna duduk termangu di dekat jendela.
Secangkir kopi tersaji di atas meja, mulai
mendingin. Dari balik jendela, Anna mengamati
tingkah laku orang-orang yang lalu lalang di
depannya. Mengamati orang lain memberi
keasyikan tersendiri. Anna dapat menebak
karakter seseorang hanya dari caranya bicara atau
bersikap. Anna menunggu. Airin dan Cessa baru tiba di Cafe. Airin
masuk dan segera mencari-cari. Menemukan apa
35 * * * yang dicarinya, Airin tersenyum lebar. Mereka
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghampiri sebuah bangku.
"Mbak Anna ...," panggil Airin. Anna
menoleh. Tersenyum lebar begitu melihat Airin
datang. "Oh ... Airin. Duduk sini," tawar Anna.
"Makasih. Oh ya, kenalin ini Cessa temen
sekelas. Dia juga suka banget sama karya-karya
Mbak Anna." Anna tersenyum hangat. Cessa
menganggukkan kepalanya, senang hatinya bisa
bertemu penulis idolanya.
"Pesen apa"" tawar Anna memanggil wait-
ress. Anna menatap Airin dan Cessa bergiliran.
"Lemon tea aja deh," kata Airin.
"Iya, lemon tea juga deh," sahut Cessa.
"Lemon tea dua," order Anna pada waitress.
Waitress mencatat pesanan dan segera pergi.
"Udah lama"" tanya Airin antusias.
"Gak juga .... Hm, aku udah baca kiriman
kamu lewat email. Bagus ... teknik penulisan kamu
udah bagus." Airin tersenyum lebar. Cessa meliriknya
bangga. Airin segera mengeluarkan naskah
setebal 80 halaman dan menyerahkannya pada
Anna. Anna membaca judul.
"Bahagia Tanpa Cinta. Hmm .... Ini final
judulnya" Emosional, sinis ...."
Airin tersenyum malu-malu. Anna membuka
beberapa halaman, membacanya sekilas. Sekilas
36 pengarang tertulis nama Airin Lestari. Anna
tersenyum, gaya bahasa Airin persis dengan gaya
bahasanya. Sulit dipercaya ada pengarang yang
bisa memiliki kemiripan gaya bahasa yang begitu
banyak. Mungkin karena itu yang membuat
karya Airin lebih menonjol dibanding email
karya-karya penulis lainnya.
"Nanti saya bawa ke penerbit. Mestinya gak
ada masalah," gumam Anna puas membuat hati
Airin berbunga-bunga, "kamu serius mau tekunin
nulis"" Airin mengangguk cepat-cepat.
"Jadi novelis tuh keinginanku dari dulu ....
Aku seneng mengubah apa yang gak bisa kita
ubah," suaranya terdengar sedih. Airin memasang
wajah optimis. "Bagus. Kamu akan sukses kalo terus ber-
latih," semangat Anna.
"Mbak Anna katanya lagi nulis novel
supranatural" Kapan selesai"" tanya Airin. "Gak
sabar pengen baca nih! Semua yang dibikin
Mbak Anna pasti bagus!"
"Hampir kelar. Nanti juga kamu tahu sendiri
37 ...." Pembicaraan terhenti, waitress datang
mengantarkan lemon tea, Anna mempersilakan.
"Kenapa gak nulis yang percintaan lagi,
Mbak"" "Lagi pengen nyoba aja. Sedikit bertualang
kan asik ... itung-itung mengurangi kejenuhan,"
jawab Anna santai. "Gimana bisa dapet ide yang bagus-bagus
begitu sih, Mbak"" Cessa ikutan nimbrung,
"berapa lama bikin satu buku" Aku suka banget
ending buku Mbak Anna yang ketiga ... duh ...."
Anna tersenyum. Dia mulai bercerita asal
mula pengembangan kariernya hingga tips
menulis. Airin dan Cessa mendengarkan dengan
antusias. Anna adalah penulis bestseller yang tidak
pelit membagi tips. Karena itu, Airin semakin
mengagumi Anna. 38 * * * ?"ANNA baru tiba di rumah ketika hari sudah
malam. Bincang-bincang dengan Airin dan Cessa
sangat menyenangkan, hingga Anna sendiri lupa
waktu. Melihat Airin, sama dengan melihat
dirinya sendiri ketika baru memulai karier
menulis. Airin persis dirinya. Semangatnya,
imajinasi dan kekuatannya dalam bermain kata-
kata mampu memainkan emosi pembaca. Karena
itu Anna tak ragu untuk menurunkan ilmunya
pada Airin. Dia berani memprediksi Airin akan
menjadi penulis berbakat jika ada kesempatan.
Rumah gelap gulita. Anna menghidupkan
saklar lampu depan lalu beranjak menuju ruang
tengah. Klik. Lampu ruang tengah terang benderang.
Untuk sesaat Anna mengerjap silau, setelah
akhirnya terbelalak melihat kertas-kertas
berserakan di lantai. Anna berputar. Ruangan
acak-acakan. Buku-buku, koran dan catatan
39 a empat tangannya berserakan seolah habis diacak-acak.
Anna buru-buru memeriksa laptop. Laptop dalam
posisi menyala. Anna mengernyit heran. Jendela
dalam keadaan tertutup, jadi..."
"Perasaan tadi udah dimatiin ...."
Windows Word Document terpampang.
Sebuah judul 'Pastor' dalam posisi zoom in
memenuhi layar. Anna segera memperkecil layar
sambil mengecek ketikannya.
"Gak ada yang hilang ... kenapa ya"" Anna
termangu-mangu. Tanpa disadarinya, sebuah bayangan hitam
melintas cepat di belakangnya. Bulu kuduk Anna
terasa merinding. Anna menoleh ke sekeliling.
Kosong. "Mungkin tadi memang lupa matiin laptop.
Ah, udahlah," katanya menghibur diri.
Anna menepis bayangan aneh yang seketika
bercokol di otaknya.. Anna berjongkok me-
munguti kertas-kertas yang bertebaran di lantai.
Ketika tangannya hendak menjumput sebuah
kertas. "AAAAHHH...!!" teriaknya kaget. Sepa-
sang kaki kumal dan pucat dalam posisi melayang
berdiri di depannya. 40 Reflek, Anna langsung beringsut mundur dan
panik. Bruk! Anna terjengkang. Matanya
melotot, bayangan itu hilang. Napas Anna
memburu, sepasang kaki pucat berurat biru itu
benar-benar ada di depannya.
"Hhhh .. hhh .... hh ...," hanya terdengar
desahan napasnya yang ketakutan. Anna
menguatkan dirinya. Tiba-tiba PRANGG ... kaca jendela di
sampingnya meledak. Serpihannya bertaburan
dan mengepung Anna. Anna terpana tanpa
sempat menghindar. Serpihan kaca menghantam
tubuh Anna, sebagian menusuk kornea mata
Anna. "AWWHHH ...." Anna berteriak kesakitan
sambil memegang matanya yang berdarah.
Ruangan menjadi suram. Anna berdiri dan
berusaha meraih apa saja untuk dijadikan
pegangan, tapi sia-sia. Tubuhnya tertabrak
benda-benda di sekelilingnya. Rasa pedih, sakit
dan perih menghujamnya bersamaan. Matanya
terasa terkoyak, membuat wajahnya berlumuran
darah. Dia meraba sebisanya, meniti tembok
menuju kamar. Darah yang membasahi wajahnya
membuatnya semakin sulit melihat. Sia-sia dan
putus asa. Entah di mana letak pintu kamar. Anna
41 terhuyung-huyung lemah, kembali meniti tembok
mencari meja telpon. Sebuah bayangan hitam muncul dari depan
dan menabrak Anna. Anna terpental ke tembok,
kepalanya terlebih dulu membentur tembok,
BUG!! Anna jatuh terjerembap.
"AAAHHH ...," Anna mengerang kesakitan.
Sekarang rasa sakit menyerangnya dari
segala arah. Pandangan buram, matanya semakin
pedih karena terus mengeluarkan darab, matanya
semakin kabur dan kabur, bingga dia melihat
bayangan hitam pekat berdiri di depannya dan
sesuatu terulur, mencakar wajahnya. Anna
menjerit kesakitan. 42 Rumah Airin Airin baru saja pulang dan mengunci pintu
depan. Rumah sepi dan lengang. Rumah mungil
itu hanya ditinggali berdua, Airin dan ibunya.
Teringat sesuatu, Airin kembali murung.
Melewati ruang keluarga, tampak Rona; ibu
Airin duduk di depan kursi goyang dengan
pandangan kosong ke televisi yang telah padam.
Airin berjongkok di dekatnya, menatap sedih.
* * * Rona hampir tak pernah bicara. Dia selalu ter-
paku dan mematung di kursi goyangnya, entah
kenapa. Wajah perempuan separuh baya itu
tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.
Beberapa bagian rambut memutih, kerut
wajahnya menyiratkan duka yang dalam. Sejak
bercerai dari suaminya, Rona terpukul. Dia tak
siap. Tak ada yang siap dengan pengkhianatan
dari orang yang diciritai.
"Ma, mama sudah makan"" tanya Airin. Tak
ada sahutan. Airin menghela napas, "kalau butuh
sesuatu panggil Airin yah. Airin di kamar."
Airin beranjak, ingin rasanya menceritakan
pertemuannya dengan Anna tadi sore. Bahwa
betapa senangnya dia bertemu penulis idola, dan
betapa bersyukurnya Airin bahwa Anna
menyukai naskahnya. Naskah Airin berpeluang
terbit, Airin akan jadi penulis, Ma. Airin meng-
urungkan niatnya, menyimpan ceritanya untuk
dirinya sendiri. Di kamar, Airin menghempas tas ranselnya
sembarang. Kesedihan kembali menggelayuti
hatinya. Aku harus membuat mama bangga, mungkin
itu akan sedikit menghibur hatinya ....
Airin teringat sesuatu. Dia buru-buru menel-
pon Anna, bermaksud untuk mengucapkan
terima kasih atas waktu yang diluangkan Anna
43 sore itu. Mbak Anna udah sampe rumah belum ya"
Hmmm ... aku telpon ke hape aja ah ....
Tutt .. tuttt ... terdengar nada sambung.
Automatic answer. "Hallo ... Mbak Anna ... makasih buat ...
hallo ...," terdengar suara ribut-ribut di seberang.
Airin terpana heran. "Mbak Anna .. hallo ...."
44 Rumah Anna, ruang tengah Anna terbanting. Cakaran entah oleh apa
telah menggores luka yang cukup dalam. Anna
hanya bisa menutup wajahnya yang berdarah.
Terdengar nada ringtone handphone berbunyi.
Anna menoleh ke asal suara, seketika dia sadar
bahwa handphone tergeletak tak jauh darinya.
Anna merayap sebisanya meraib handphone.
~ Automatic Answer - Loudspeaker ~
"Hallo ... Mbak Anna ... makasih buat... hallo
..." terdengar suara Airin di seberang. Kecil tapi
Anna segera tabu suara khas Airin,
"Ai-rinnhhh...," teriaknya.
"Mbak Anna ..hallo...."
"AIRRIINNNHHH ...," teriaknya lagi.
Suaranya semakin serak, sepasang tangan
bergerak meraih lehernya. Anna berontak, dia
* * * menendang-nendang. Bayangan hitam meng-
hempas tubuh Anna. Anna melayang membentur
pintu kamar. Anna bangun, menggenggam
handphone-nya erat-erat dan merayap memasuki
kamar. Kengerian memenuhi segala penjuru
rumah. Anna merasa sesuatu mencengkeram
kakinya dan menaikinya. Anna terus merayap,
hingga mentok membentur tembok. Anna
berbalik, dari pandangannya yang berdarah, dia
melihat sosok wanita berkepang dalam balutan
kebaya tradisional. Matanya mendelik perih.
"Mbak Anna ...," suara loudspeaker telpon.
45 "Mbak Anna, kenapa Mbak" MBAK!!"
Airin berteriak panik. "Terus-in ce-rit-ta-ku ... te-rus-in ... KKhhh
"MBAK ANNA!! MBAK ANNA
KENAPA"! MBAK!!"
Klik! Sambungan terputus.
Airin melotot tegang campur bingung.
Tanpa sadar dia menghempaskan telponnya.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mbak Anna kenapa" Itu bukan lagi action kan" Itu
... suara itu .... Airin bergidik. Dia buru-buru
meraih handphone dan kembali men-dial. Tak ada
* * * sahutan. Pun dicoba nomor rumah, tetap tak ada
sahutan. Airin frustrasi.
Gue harus gimana" Gimana.... Gue ... gue
mesti pergi. Gue mesti pergi ke rumah Mbak
Anna .... Airin segera mengganti bajunya dan
menyambar ranselnya. Melewati ruang keluarga,
dia melibat Rona masih dalam posisi duduk yang
sama. Airin cepat-cepat melintas.
"Airin, mau kemana kamu"" tanya Rona tiba-
tiba. "Airin pergi, Ma, sebentar saja," pamitnya
buru-buru. Rona tetap tanpa ekpresi, melengos seakan
marah pada diri sendiri. Airin menghadang taksi. Setelah memberi-
tahukan alamat, dia segera meluncur ke rumah
Anna. 46 Rumah Anna sepi dan sunyi. Airin mem-
beranikan diri mengetuk pintu. Tak ada sahutan.
Airin memutar handle pintu, ternyata pintu tidak
dikunci. Airin masuk ke ruangan depan, kosong.
Menuju ruang tengah, suasana acak-acakan.
Kertas-kertas berserakan, serpihan kaca dan
* * * ceceran darah di lantai. Airin menegang. Dia
segera mencari Anna. "Mbak Anna ... Mbak!"
Airin memasuki dapur. Kosong. Airin
kembali ke ruang tengah, dan melihat pintu kamar
yang terbuka lebar. Airin segera berlari menuju
kamar tidur. Kamar tidur lebih berantakan lagi.
Sprei awut-awutan. Di sebuah pojok kamar, Anna
terduduk menyender tembok. Wajahnya
berlumuran darah, matanya melotot dengan lidah
menjulur. "Aahh ...," Airin menutup matanya. Ngeri.
Airin mengintip, dia memberanikan diri
mendekati Anna. Memegang pergelangan tangan
Anna dan kembali menjerit.
"Ya Tuhan!!" Airin beringsut mundur. Anna
sudah mati. "Mbak Anna ...," rasa duka
menyelimutinya. "Mbak ... tidak ...."
Anna sudah mati!! "Ya Tuhan, rasanya baru tadi sore ... Mbak
Anna...." Sebuah handphone berlumuran darah ter-
genggam di tangannya. Airin ingat telponnya tadi,
itu adalah pesan terakhir Anna ....
Airin. membuang muka, pandangannya
berhenti pada bekas guntingan klipping yang
47 tertempel di dinding kamar, tentang HANTU
PASTOR KEPALA BUNTUNG JERUK
PURUT. Beberapa sketsa hantu kepala buntung
tertempel di sampingnya. Airin berdiri perlahan.
Napasnya berpacu. Supranatural... pasti ini yang
dimaksud Mbak Anna. Dia menguatkan hatinya.
Wajahnya yang sedih terlihat mengeras. la segera
mencopoti satu per satu kliping dan gambar-
gambar yang tergantung di dinding. Sebuah
guntingan koran dengan foto seorang nenek tua
menjadi klipping terakhir yang dilucutinya.
'NYAI SUKAT, KEDEKATANNYA
DENGAN HANTU KEPALA BUNTUNG
Airin tak lagi konsen. Dia banya melihat
sekilas headline dan segera pergi dengan perasaan
kacau. Melewati ruang tengah, Airin melihat
laptop dalam keadaan hancur. Sebuah flashdisc
tercolok di salah satu port. Tanpa pikir panjang
Airin segera menyambar flashdisc tersebut dan
buru-buru keluar rumah. 48 ....' * * * Rumah Airin, dini hari Butuh waktu lama untuk menenangkan
dirinya yang kacau. Bayangan kematian Anna
menghantui pikirannya. Airin ingat pesan
terakhir Anna, Airin segera menyambar flashdisc
dan mencolokkannya ke port laptop.
New Port ~ Browse - Copy ~ Paste.
Airin sibuk men-transfer isi flashdisc ke dalam
laptop. Seperti dugaan Airin, flashdisc itu berisi
data terakhir ketikan naskah Anna. Airin
membacanya. Perasaan tak enak menjalari
dirinya. "Teruskan ceritaku ...," kata-kata Anna
terbayang. "Supranatural...."
Pasti ini yang dimaksud Mhak Anna. Airin
melirik guntingan klipping yang berserakan di
mejanya. Lagi, terlintas bayangan kematian Anna
yang tak wajar. Airin bergidik. Polisi akan
menemukannya besok.... * * * Airin ada di padang rumput, berlari-lari
ketakutan. Sesekali dia menoleh ke belakang,
sesuatu mengejarnya. "Tolongg ... TOLONG!!" Airin menjerit
sekeras-kerasnya tapi tak ada yang mendengar.
49 Rumput-rumput liar setinggi paha mem-
buatnya susah bergerak. Kaki Airin tersangkut,
dia terjatuh. Airin merayap-rayap berusaha
bangkit, tapi langkahnya tertahan.
Sepasang kaki pucat berurat biru berdiri di
depannya. Airin menengadah, seraut wajah pucat
tertutup rambut dalam balutan kebaya tradisional
menunduk menatapnya. Airin gelagapan, dia
menoleh kanan kiri mencari bantuan tapi wajah
itu seketika telah berjongkok sejajar dengan
wajahnya. Airin merasa napasnya terhenti.
"Jangan menulis apa yang tidak kamu
ketahui," suaranya terdengar berat dan serak.
Airin melotot. Jarak mereka begitu dekat.
Kemudian tubuh itu berdiri, beringsut
mundur, bangkit dan berbalik. Airin melotot,
berteriak sejadi-jadinya karena punggung gadis
itu BOLONG!! "AAAHHHHH!!! AAAHHHH....!!!"
Airin terloncat, terbangun dari tidurnya. Dia
panik, tegang dan keringatan. Airin menoleh kiri
kanan dan menemukan suasana kamar tidurnya.
Airin mengatur napasnya, ngos-ngosan.
Matanya yang menegang perlahan mengendur ...
gue mimpi buruk ..., keluhnya.
50 "Ya Tuhan ...," batinnya hendak mengusap
wajah. Gerakannya terhenti, di tangannya ter-
genggam rumput liar. 51 * * * Taman sekolah, pada suatu siang
AIRIN, Cessa, dan Nadine terlibat percakapan
serius. "Gue gak tau dari mana asal rumput itu. Kok
bisa tiba-tiba ada di tangan gue ...," lemas Airin.
Cessa dan Nadine saling berpandangan.
"Elo stres kali, kecapean," Cessa mengelus
punggung Nadine. "Gak mungkin, Ces. Gue buang tuh rumput
dan elo tau apa selanjutnya" Gue mau pegi minum,
ternyata laptop GUE IDUP!! Padahal semalem
gue yakin banget udah gue matiin."
"Elu lupa kali, Rin ...," lembut Nadine
simpati. "Gak mungkin, gue yakin banget! Kalo gak,
dari mana munculnya tulisan: Jangan menulis
tentang kebohongan!! Dari mana coba" Masa
gue nulis sendiri""
"Mungkin mimpi itu ada artinya ...," gumam
53 a eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
lima MR. Collection's Cessa. Airin dan Nadine mendengarkan, "kita kan
gak tau apa yang kita lakukan itu salah apa
enggak ... yang namanya orang idup .... Begini,
mungkin aja mimpi itu adalah isyarat untuk tidak
melakukan sesuatu." "Apa"" tanya Nadine polos.
" Ya jangan terusin novelnya Mbak Anna,"
sahut Cessa mantap. "Mana mungkin"!" sengit Airin.
"Kan kira-kira begitu. Coba elupikirin deb
Rin, sebelom ini elo gak ada masalah gangguan
mimpi kan"" Airin menggeleng, Cessa
melanjutkan, "makanya gue berkesimpulan
semuanya mulai dari kemarin."
"Ngaco lu. Apapun yang terjadi gue akan
terusin novel itu. Lagian gak ada kaitannya sama
mimpi gue, kali aja ini kebetulan," Airin
bersikeras, kemudian mengendur. "Bayangin
deb, itu amanat Mbak Anna sebelum meninggal
"Segitu kagumnya elu sama diaa ...," ledek
Cessa miris. Senyumnya terlihat pahit, "Padahal
baru kemarin kita ngobrol-ngobrol .... Gue, gue
sedih banget... hiks."
"Kok bisa-bisanya sih ngasih amanat begitu
...," gumam Nadine menerawang, "kok bisa pas
juga elo telpon ya ...."
"Mungkin udah suratan gue ketemu dia.
Mbak Anna memang agak misterius. Gue sering
54 telpon dia beberapa kali, memang kebanyakan
hapenya dijawab dalam automatic answer. Tau
deh buat apa ...," jelas Airin.
"Kalo gue bilang, ada something wrong di novel
ini," Cessa berkesimpulan, "bisa gak elu mikir-
mikir lagi...." Airin menggeleng yakin. "Kuburannya aja elu gak tau kayak apa,
gimana mau ngelanjutin" Apa tadi namanya""
tanya Nadine linglung. "Kuburan Jeruk Purut," jawab Airin.
"Kayaknya pernah denger ... elo tau, Nad""
tanya Cessa pada Nadine. Nadine menggeleng,
"tar gue tanyain sodara gue deh, kayaknya
pernah denger, tapi lupa tentang apaan ...."
"Karena itu, gue akan cari tau sejauh yang
gue bisa. Gue bener-bener mau bantuin Mbak
Anna. Belakangan ini gue sering berhubungan
sama Mbak Anna, gue tau dia tuh antusias banget
nulis novel supranatural ini. Pokoknya niat
banget bikin riset, jalan sampe ke mana gitu ...."
Cessa dan Nadine berpandangan sejenak,
kemudian membuang muka. Keduanya menye-
rah. Airin begitu keras dengan kemauannya.
"Eh, polisi udah tau penyebab kematian
Mbak Anna"" Airin tiba-tiba teringat sesuatu.
"Belum. Kematiannya aneh .... Kayaknya
kasusnya bakalan panjang atau dipetieskan."
55 Sore harinya, Airin dan Nadine menunggu
taksi. Mereka bermaksud pergi ke Pemakaman
Jeruk Purut. Nadine menemani Airin, walaupun
Nadine sendiri penakut, dia tidak mengizinkan
Airin pergi sendiri. "Cessa gak jadi ikutan, Rin. Migren-nya
kambuh lagi," kata Nadine sambil menutup
handphone, dia baru selesai online dengan Cessa,
"tau kenapa tuh anak suka migren ...."
"Biar dia istirahat. Elo serius mau ikut gue"
Kuburan loh, elo biasa takut," Airin
menyakinkan Nadine. "Iya dong! Daripada elo pergi sendiri, ntar
kenapa-napa gimana ... Asal inget masukin nama
gue aja ntar! Terima kasih untuk N-a-d-i-n-e ...,"
cengirnya. Airin tertawa.
Mereka menunggu lagi. Hari semakin sore,
taksi penuh. 56 Airin terdiam. Bayangan kematian Anna
melintas. Airin buru-buru menepisnya. Beberapa
saat kemudian, wajahnya mengeras.
"Gue akan mati-matian menyelesaikan novel
ini ... apapun yang terjadi. Gue barus tau apa
yang menyebabkan kematian Mbak Anna...,"
tekadnya. * * * "Taksinya kok pada penuh sih"" gerutu
Nadine tak sabar, "udah lama mejeng nih, capek.
Bedak gue udah campur debu." Airin celingak-
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
celinguk. "Duh, taksi please dong... please bantuin kita."
"Sabar sebentar lagi, semoga ada yang
kosong." Sebuah mobil berhenti di dekat mereka.
Pengemudi menurunkan kaca mobil, ternyata
Valen. Melihat Valen, Nadine sontak
kegirangan. "Valen, Rin!" tunjuknya. Airin mendengus
sebal. "Pada mau kemana gals" Sore-sore begini...
tar diculik loh! Siapa yang gak mau coba ... pada
manis," sapa Valen menatap Airin sekilas.
"Kita mau ke kuburan Jeruk Purut," jawab
Nadine. "Waw! Kebetulan banget! Ayo gue anterin!"
Nadine menyikut Airin, Airin menjuling sebal.
"Sore-sore begini susah cari taksi, pada full.
Mending ikut gue aja sekalian ...," rayu Valen.
"Ayo aja," Nadine membuka pintu mobil
sebelah Valen. Airin mengikuti dengan setengah
hati. "Ngapain elo ke kuburan Jeruk Purut, Val""
"Eh"" heran Valen.
"Katanya tadi kebetulan...."
57 Kuburan Jeruk Purut, malam hari
Nadine dan Airin turun dari mobil Valen
yang berhenti di tepi jalan. Pemandangan
kuburan Jeruk Purut sepi, sunyi mencekam.
Kegelapan berkabut, padahal hari baru
menjelang malam. "Gelap amat... serem Rin," Nadine gemetar.
Dia merapatkan tubuhnya ke Airin. Airin
mengamati serius. "Oi... perlu lampu senter gak"" teriak Valen
dari dalam mobil. "Thanks a lot! Elo memang ahlinya, Val...,"
puji Nadine sambil menyambar lampu senter
pemberian Valen. "Gue ...," Valen membanggakan dirinya.
Puas pada kelengkapan peralatan mobilnya,
Nadine memberikan lampu senter kepada Airin.
58 "Oh, gue kebetulan lewat hehehe .... Ngapain
sih elu orang pake acara ke kuburan segala"
Minta jimat"" kekehnya melirik Airin dari kaca
spion tengah. Airin membuang muka.
"Berisik lu ...," cubit Nadine sayang. Valen
langsung tancap gas. * * * Airin menyorot depan, sorot senter dipantulkan
nisan-nisan makam. Nadine bergidik.
"Baru tau kuburan kalo malem-malem begini
serem amat ya," bisiknya pada Airin.
Airin menyorotkan senter ke segala arah.
Ketika senter disorotkan ke samping, Airin
dikagetkan dengan sesosok wajah yang berdiri
di sampingnya. "Aww ...," Airin terperanjat. Nadine
terloncat dan buru-buru ngumpet di belakang
Airin. Seorang nenek-nenek menyeringai. Fisiknya
kurus kerempeng, kecil, bengkok, wajahnya
penuh keriput dengan rambut panjang putih
beruban. Airin mengendalikan diri.
"Maaf, nek ...," katanya.
Sorot mata nenek begitu tajam, seakan
menelanjangi batin Airin. Pakaiannya lusuh dan
kumal. "Mau apa kalian malam-malam begini"
Jangan main-main di kuburan. Pulang saja, nanti
kalian akan susah. Pulang sekarang," perintahnya.
Suaranya serak seperti nenek sihir.
Nadine semakin bersembunyi, Airin ter-
bengong. "Dengar, ini malam tidak baik. Roh-roh jahat
akan menyantap jiwa kalian, pergi dari sini
59 sekarang juga sebelum jatuh korban lagi,"
perintahnya lagi. Valen keluar dari mobil dan berbaur.
Pandangannya meremehkan. "Apaan sih" Gembel didengerin...," asalnya.
"Val! Sopan sedikit, dia kan orang tua,"
Airin memperingatkan. Valen malah bertingkah,
membuang muka. Valen berjalan menuju
kuburan sekadar melihat-lihat.
"Nek, maafin teman kita yah...," kata Airin.
Nenek itu memandang mereka dengan kesal.
la menggerutu. Setelah itu dengan tertatih-tatih
dia melangkah pergi. Airin dan Nadine segera
menyusul Valen. Nenek terus berjalan, dalam
jarak beberapa meter dia langsung hilang ditutup
kabut. Airin tiba-tiba teringat akan sesuatu, dia
langsung berbalik. Nenek tadi sudah pergi. Airin
terpaku, memorinya bermain mencari-cari data
mana yang hendak dikeluarkan.
"Kayaknya pernah lihat ... di mana ya ...,"
gumamnya. "HOI Rin, ngapain lagi nih"!" teriak Valen
asal. Suaranya bergema terpantul-pantul,
kemudian hilang. 60 Airin kembali bergabung dengan Valen dan
Nadine. Mereka berada di sisi kuburan. Airin
terpaku. "Serem Rin, pulang yok ...," keluh Nadine
melirik kanan kiri. Kuburan lengang dan sepi.
Nadine bergidik. "Rin, pulang yok ...."
"Bentar ah!" cuek Airin menebarkan
pandangan. "Gue mau aja bantuin elu nyari data atau
ngetik, tapi bukan mejeng di kuburan kayak gini
deh ... serem banget Rin ...."
"Gue baca di catetannya Mbak Anna,
katanya kalo kita ngelilingi kuburan ini tujuh
kali, hantu pastor pala buntung itu bakal
nampakin diri. Kita bisa melihatnya dengan mata
telanjang." Valen dan Nadine langsung menoleh, sejurus
kemudian Valen mencibir. "Denger dari mana sih lo cerita begituan.
Gak percaya deh sama yang begituan. Mitos Rin,
Mitos ...," Valen meremehkan.
"Val, mending elo diem deh ...," Airin
mendengus sebal. "Emang bener kok. Tahayul dipercaya.
Orang udah terbang ke mana coba ...."
"Valen!!" seru Airin sebal. Valen melengos.
61 Airin berpikir sejenak, lalu berjalan meyusuri
pinggiran kuburan. Nadine dan Valen keheranan.
"Ngapain lo! OI AIRIN!!" teriak Valen, lagi-
lagi suaranya bergema dan terpantul-pantul.
"Lagi error tuh anak. Ayolah ...," ajak Valen.
"Takut, Val...," keluh Nadine manja.
"Ada Valen. Yok ...."
Nadine mengikuti dengan takut-takut.
Mereka bertiga mengikuti Airin menyusuri
kuburan. Valen sesekali menggerutu. Pijakan
tanah kuburan tidak rata. Tanah becek dan
lembap melumuri sandal Valen, tanah pun nyelip
di sela-sela jari dan telapak kaki.
"Abis deh kaki gue ... sialan!" gerutunya,
sementara Nadine yang ketakutan merapatkan
tubuhnya ke Valen. Mereka menyusul Airin.
"Rin, tujuan kita ke sini tuh cuman pengen
ngenalin lokasi makam, gak sampe sejauh ini...,"
keluh Nadine. Airin tak menyahut. Dia terus menelusuri
pinggir makam. "Udah biarin aja, biarin dia tau kalo semua
itu cuman TA-HA-YUL!" sergah Valen.
Airin tak menanggapi, dia terus melangkah.
Mereka bertiga menyusuri pinggiran kuburan,
beberapa kali putaran dan berhenti pada pinggir
62 jalan di mana mobil Valen terparkir. Airin
kembali mengamati. "Mana hantunya"" Valen melecehkan. Airin
menebarkan pandangan. "Udah dibilang tahayul
63 ...." * * * Di kamarnya, Airin serius membaca hasil
ketikan Anna. Dia menimbang-nimbang gaya
penulisan Anna yang tak jauh beda dengannya.
Seharusnya gak ada kesulitan, yang penting ahu tau
udah sampe mana risetnya Mbak Anna.
Airin mulai mengetik, men-transfer atmosfer
horror yang dirasakannya tadi malam. Pintu
diketuk dari luar, Rona muncul dengan wajah
cerah. "Airin, ada Nadine di luar."
Airin mengernyit. Nadine" Malam-malam
begini" Ada yang ketinggalan apa" Merasa
terganggu, dengan perasaan tak rela Airin
bangkit menuju ruang tamu. Pintu ruang tamu
dalam keadaan terbuka. Airin melongok. Teras
rumah sepi dan tak ada siapa-siapa. Airin
keheranan. Dia menutup pintu dan kembali ke
ruang keluarga. Rona sedang duduk di kursi goyang sambil
menonton acara televisi. Sorot matanya lurus
tanpa ekpresi. "Ngak ada siapa-siapa, Ma""
Airin menatap Rona yang duduk di kursi
goyang membelakanginya. Kursi bergoyang
perlahan, kedua tangan Rona terpangku di perut.
Sebelah tangannya terkepal menggenggam
sesuatu yang disembunyikan di balik lengannya.
"Gak ada siapa-siapa, Ma"" Airin mengulang
menghampiri. Kursi goyang berhenti, Rona berdiri dengan
gerakan kaku laksana robot. Melihat gelagat
aneh ibunya, Airin terhenti.
"Ma"" Rona berbalik, tangannya terbuka. Airin
membelalak melihat pisau dapur berada dalam
genggaman Rona. Sedetik kemudian, Rona
menyerbu Airin dengan pisau dapur terangkat
dan siap dihujamkan, Airin terbelakak.
"MAMA!" teriaknya mengelak.
Rona membentur angin kosong di belakang
Airin. "MA! MAMA! MA!" teriak Airin panik.
Rona kembali berbalik mengejar Airin. Airin
menghindar dan menjatuhkan apa saja untuk
64 memperlambat langkah Rona. Sebuah kursi
yang dijatuhkan Airin membuat Rona terpeleset
dan jatuh terjerembap. Airin buru-buru
memungut guci keramik terdekat dan dihantam-
kan ke kepala Rona. PRAK! Rona tersungkur dengan kepala berdarah.
Airin terpaku. Wajahnya takut dan tegang.
"Mama ... maafin Airin, Ma ... Mamaaa ...,"
Airin menghampiri Rona, mengguncang-gucang
tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Airin menegang, napasnya
menyesak. Di luar dugaan tubuhnya terdorong
keras ke belakang oleh sebuah kekuatan yang
tak terlihat. Airin terbanting sambil mengerang
kesakitan. Baru mau bangkit, sebuah kekuatan
mencengkeram lehernya, mendorongnya rapat
ke dinding dan mengangkatnya. Kaki Airin
menjuntai dengan wajah melotot, tergantung oleh
sebuah kekuatan yang tak dapat dilihatnya.
"Kkahhhh .... KKKhahhhh ...," napasnya
menyesak. Tiba-tiba kekuatan itu melepaskan
cengkeramannya begitu saja, Airin terbanting
dengan sisa napas, terengah-engah lemas.
Ruangan kembali senyap. Hanya ruangan yang
65 berantakan menjadi saksi penyerangan yang
entah oleh siapa. Airin melotot liar. Sambil
merayap, dia menghampiri Rona.
"Ma ...," raihnya.
Kepalanya terasa pusing. Paru-parunya
bergerak memompa udara sebanyak-banyaknya.
Dengan gerak perlahan Airin bangkit, sebuah
bayangan hitam melesat terbang melewati
kepalanya dan menghilang di balik dinding. Airin
terpana. Dia mengerjap-kerjap matanya lalu buru-
buru menghampiri Rona. Airin berjongkok dekat Rona, mencoba
membangunkannya.
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"MA! Bangun! Ma!" Airin menguncang-
guncang tubuh Rona. Tiba-tiba kedua mata Rona terbuka,
mendelik lebar, tersentak kaget sambil menarik
napas panjang. Dia bengong, memandang Airin
dengan pandangan linglung....
66 * * * AIRIN baru tiba di sekolah. Dia bergegas
menyusul Cessa dan Nadine yang berjalan di
depannya. Wajahnya tampak pucat dan panik.
Bel sekolah baru saja berbunyi, murid-murid
beranjak masuk kelas. "Nad, elu semalem ke rumah gue"" tanya
Airin mensejajarkan langkah.
"Enggak," jawab Nadine enteng, "mang
napa"" Wajah Airin berubah tegang. Langkahnya
melambat. "Nyokap gue semalem bilang elu dateng. Pas
gue buka pintu gak ada siapa-siapa. Trus nyokap
gue tingkahnya jadi aneh, dia bawa-bawa pisau
kayak mau ngebunuh gue!"
Cessa dan Nadine langsung terhenti.
"Yang bener Rin ...," Cessa setengah gak
percaya, "nyokap elu, Rin..!"
"Iya!! Duh, gue juga gak tau kenapa nyokap
67 a enam MR. Collection's eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
begitu. Abis dia bangun katanya gak inget apa-
apa. Cuman kepalanya terasa sakit soalnya
waktu dia mau nikam gue, gue pukul pake guci."
"HAH!! ELO PUKUL NYOKAP ELU...!"
Nadine terperanjat, "trus napa-napa gak""
"Anehnya dia gak gitu ngerasain, padahal gue
pukul keras-keras. Cuman memar sih ... udah
gue kasih obat memar."
"Jangan-jangan nyokap elu kerasukan ...,"
Cessa melirik tegang, "gue pernah denger yang
namanya kerasukan suka gak inget apa-apa.
Tiba-tiba blank gitu."
"Duh ...," Airin melirik ke koridor, guru-
guru mulai berdatangan dan masuk kelas.
"Ntar deh, gue pusing. Gelap. Masuk yuk
* * * Ruang Praktek Laboratorium, siang
harinya Pelajaran parktek laboratorium baru saja
usai. Beberapa murid keluar ruangan, tinggallah
Airin metnbereskan perangkat laboratorium di
meja. Pikirannya melayang pada kejadian
semalam. Masa mama kesurupan"
68 "Cao Rin ...," pamit salah seorang teman.
"Hooh ...," sahut Airin nelangsa.
Pelajaran hari itu tak ada yang nyangkut di
otaknya. Terngiang kata-kata Cessa, jangan-
jangan mama memang kesurupan....
Airin mengusir hatinya yang galau, dia
menoleh kanan kiri, ruangan sudah sepi. Airin
buru-buru menyimpan peralatan lab. Seolah-
olah ada yang mengawasinya, Airin semakin
gelisah. Tiba-tiba... Puk .... Sepotong tangan menepuk bahunya. Airin
terpekik kaget, segera berpaling.
"VALEN!!" serunya kaget, "ngapain sih lo
... kaget tau!" kesalnya. Valen terkekeh iseng.
"Gue belom liat penampakan apa-apa ...
Elo"" Airin tak menyahut. Dia menaruh perangkat
laboratorium di lemari kaca. Valen mengikuti.
"Elo kenapa sih bete begitu tiap kali ngeliat
gue ...," Valen memerhatikan Airin yang diam
saja, "elo cakep deh kalo marah." Tak ada
sahutan. Valen mulai sebal. Begitu Airin menutup
lemari kaca, Valen langsung merenggut lengan
Airin. "APAAN SIH!" Airin memberontak.
Tenaga Valen tercengkeram kuat di lengannya,
"VALEN!" seru Airin kesal.
69 "Asal elo tau aja ... gue jadian sama Nadine
karena kesian!" "Lepasin, Valen!!" Airin memberontak,
cengkeraman Valen semakin tnembuatnya
kesakitan. "Gue sukanya sama elo, mestinya elo yang
jadi cewek gue dua bulan yang lalu! Tapi elonya
malah gak jelas." "Sakit...." Cessa muncul di depan pintu laboratorium
memergoki keduanya. Melihat Cessa, Valen
melepaskan cengkeraman tangannya dan mem-
buang muka. Berlagak nothing's happened. Airin
mengelus tangannya, wajahnya memerah menahan
marah. "Brengsek bener lo ...," geram Airin berlalu.
Airin menghampiri meja lab, mengambil
buku-buku lalu bergegas keluar ruangan.
Di depan pintu dia berpapasan dengan Cessa,
kemudian melewati Cessa dengan tampang
cemberut. Cessa segera tahu apa yang dilakukan
Valen pada Airin. Cessa bergegas menghampiri
Valen, "Bisa gak sih elo gentle dikit .... Elo jangan
bikin posisi Airin susah dong, Airin sama Nadine
kan temenan!" sengit Cessa.
Valen membuang muka menghindar.
70 "Gak usah sok ikut campur deh," katanya
seraya meninggalkan Cessa.
Cessa hanya bisa menarik napas kesal. Ingin
rasanya dia memberitahu Nadine tapi Airin selalu
melarangnya. Cessa merenggut, ikut-ikutan bete.
* * * 71 AIRIN sedang mengetik di laptop. Kening
berkerut seakan berpikir keras. Di atas kasur,
Nadine dan Cessa duduk sambil membaca
kumpulan kliping koran dan majalah seputar
pemberitaan hantu kepala buntung.
"Rin, ini isinya opini apa pengalaman orang-
orang"" tanya Cessa. Airin menggeleng tanpa
mengalihkan perhatiannya dari laptop. Cessa
memaklumi. "Gue bacain ya, elo sambil kerja aja. Hmm
... umumnya pengemudi atau pejalan kaki yang
kebetulan lewat jalan di kawasan kuburan Jeruk
Purut itu yang melibat penampakan hantu kepala
buntung ...." Cessa melirik Airin. Airin masib dalam posisi
semula. Dia melirik Nadine yang mengangkat
bahunya. Mereka kembali membaca kumpulan
kliping. 73 a tujuh eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
MR. Collection's "Gals yang ini menarik nih ... dengerin yah
...," kata Nadine antusias pada klipping
temuannya, "seorang pemuda terpaksa dirawat
di rumah sakit lantaran stres diteror selama tujuh
hari oleh hantu pastor kepala buntung. Pasalnya,
dia ...," Nadine menelan ludah. Dia melirik Cessa
yang mendengarkan, "Pasalnya ... dia berjalan
mengitari kuburan Jeruk Purut sebanyak tujuh
kali...." Wajah Nadine menyiratkan kepanikan.
"Kita ... kita juga mengitari kuburan itu
sebanyak tujuh kali," katanya gemetar. Cessa
melotot, serempak menoleh ke Airin. Airin
menghentikan ketikannya sejenak.
"Kebetulan aja kali ...," jawab Airin tanpa
menoleh. Nadine menelan ludah.
"Ini ada lanjutannya ...," dia kembali membaca
berkas, "ternyata selain hantu pastor itu, ada lagi
hantu lain yang lebih ... menyerupai sosok
kuntilanak. Kedua arwah penasaran ini terus
bergantian mengganggunya. Jangan-jangan ...
yang gangguin elu selama ini...."
"Udah jangan keburu percaya. Mungkin aja
kebetulan," hibur Cessa.
"Tapi Airin kan udah ngalamin, nyokap elu
kerasukan," bayangan kengerian itu tak mau
pergi dari benak Nadine. Sifat penakutnya
kembali muncul. 74 "Mungkin itu gara-gara hal lain. Elu tau kan
... nyokap gue memang agak aneh ...," terdengar
kesedihan di ujung kalimat, "udah ah, gue cuman
mau selesain novelnya Mbak Anna. Setelah itu
the end." * * * Sore harinya, Nadine dan Cessa berpamitan
pulang. "Thanks banget yah, gue ... oh. Gue panggil
nyokap dulu," Airin menuju kamar Rona.
Kriett... Airin melongok ke dalam kamar tidur Rona.
Tampak Rona sedang berdiri menghadap jendela,
memandang keluar dengan tatapan kosong.
"Ma ... Nadine mau pulang," panggil Airin.
Rona perlahan menoleh dan memandang
mereka tanpa ekspresi. Tampak perban
menutupi cidera kepala di keningnya.
"Permisi, Tante ...," sapa Nadine.
Tak ada sahutan. Airin kembali menutup
pintu kamar dengan rasa kecewa. Nadine
menepuk pundak Airin. "Lo sabar ya Rin ...."
Airin hanya tersenyum sedih tanpa balas
menatap Nadine. * * * 75 Malam itu bulan purnama bersinar kuning
pucat. Sesekali mega menutupi cahayanya yang
lembut. Sinarnya merayap masuk melalui kisi-
kisi jendela kamar Airin.
Airin tidur dengan gelisah. Sesekali dia
membolak-balik tubuhnya, bantalnya ditendang
entah ke mana. "Hhhh .. hh ...," napasnya berpacu.
Airin kembali membalik badan ke samping. Tak
tenang, kembali telentang. Mimpi buruk kembali
menerpanya. "Tidak .. ahh...," Airin menggeleng. "Tidak
Hutan belantara. Kegelapan di mana-mana.
Airin sendirian, ketakutan dan terus berlari. Di
belakangnya seekor anjing hitam besar mengejar-
nya. Airin berteriak sejadi-jadinya meminta
pertolongan, tapi tak ada suara yang keluar dari
mulutnya. Hanya terdengar lolongan anjing yang
semakin dekat mengejarnya. Lolongannya penuh
kemaraban. Sia-sia Airin berteriak. Tiba-tiba Airin
berbenti. Di depannya berdiri sosok seorang
perempuan. Airin tercengang. Dia menoleb kanan
kiri, anjing yang mengejarnya tadi hilang.
"Si-siapa ...," desahnya tanpa suara. Hanya
mulutnya komat-kamit membentuk kata-kata.
76 ...." Tiba-tiba Airin tersadar, rasanya dia tahu siapa
sosok itu namun namanya tertahan di ujung lidah.
Sosok itu kusam, terbalut kebaya. Rambutnya
yang panjang menjuntai di depan tubuhnya. Airin
dapat melihat wajahnya yang pucat diantara
juntaian rambutnya. Matanya melotot dari balik
rambutnya yang acak-acakan. Sorotnya penuh
kemarahan. "Kamu harus berhenti. Kalian tidak tau
apapun kebenaran tentang kami ...," suaranya
terdengar laksana geram. Belum hilang tanyanya, entah dari mana
asalnya muncul hantu kepala buntung yang
berdiri di sisi sosok perempuan itu. Hantu itu
manenteng kepalanya sendiri. Airin bergidik
ngeri. Terlihat otot leher dengan urat leher yang
terpotong begitu jelas. Airin seketika merasa
mual. Seekor anjing berdiri didekatnya. Anjing
yang tadi mengejarnya ....
"Kamu harus berhenti...."
Sosok perempuan itu membalikkan tubuh-
nya, saat itu tampaklah punggungnya berlubang
lebar, memperlihatkan daging dalam yang
Hantu Jeruk Purut Karya Yennie Hardiwidjaja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memerah berlumur darah kental. Ratusan ulat dan
belatung mengerubungi lubang itu, darah yang
menghitam menetes menjijikkan. Airin berterik
77 histeris. Suaranya tercekat di kerongkongan, dia
berteriak sejadi-jadinya ....
"AAAAHHHHHHH .... KKHHH ...,"
Airin terloncat dari tidurnya. Dia langsung
meraih sisi ranjang dan menyemburkan muntah
ke lantai. "Hoeekk .... hoekkk ...," Airin memuntah-
kan isi perutnya hingga dia lemas.
Bekas muntahan berceceran di lantai. Airin
kembali terkapar dengan wajah terengah-engah.
Bayangan hantu perempuan berpunggung bolong
terlalu kental di matanya. Gue tau ... gue .. dia
adalah .... Terdengar suara batuk-batuk dari kamar
sebelah. Kamar Rona. Airin segera berhambur
ke kamar sebelah. Di kamar Rona, tampak Rona sedang batuk-
batuk hebat. Rona terduduk di tepi ranjang dan
segera rubuh ke lantai menahan sesuatu yang
berat. "Ma!" seru Airin khawatir, "Mama sakit""
Rona tak menyahut. Dia terus batuk-batuk
hebat. Ekspresinya tampak tersiksa dan
kesakitan. "HUK-HUK-HUK .. HOEKK .. HUK ..
HUKKK...," Rona seakan hendak memuntahkan
78 sesuatu dari dalam mulutnya. Airin segera
mengelus-elus punggung Rona penuh rasa cemas.
"HOEEEKKK ...," sebuah muntahan dahsyat
keluar dari mulut Rona. Menyembur darah kental
bercampur potongan silet. Airin terbelalak kaget
campur jijik dan ngeri. "Ya ampun Ma .... Kenapa ini, Ma""
Mulut Rona belepotan darah. Rona mengam-
bil silet terakhir yang nyangkut di mulutnya,
menggenggamnya gemetar. Silet hitam itu tajam
dan berkilat. Airin melongo. Pandangan Rona
beralih ke Airin. "Ma...Buang Ma...."
Rona menatapnya tajam. Perlahan, wajahnya
memucat, matanya memutih dan urat nadi biru
merayapi wajahnya. "Grrmmmhhh ...," Rona mengerang. Airin
bergerak mundur, kengerian meliputi wajahnya
melihat ekspresi Rona yang menyeramkan.
"Ma, nyebut Ma. Ini Airin ...."
"GGGRRMMHHH ...." Rona bangkit
dengan gerak tubuh terpatah-patah.
Airin beringsut mundur menjauhi Rona.
Rona melangkah dengan terhuyung-huyung
seperti hendak rubuh, mendekati Airin. Airin
semakin merayap mundur. 79 "MA!" seru Airin. Rona terhenti. Airin
menunggu. "AAAHHH ... AHH .. AAHHH"...!!" Rona
menjerit histeris. Ruangan terasa bergetar karena
lengkingan Rona. Airin menunduk dalam-dalam sambil
menutup kedua telinganya. Bersamaan jeritan
Rona yang memenuhi ruangan, kaca-kaca jendela,
kaca lemari pakaian dan cermin serempak
meledak pecah. PRANGGG.... PYARRR.... Serpihan kaca bertaburan ke mana-mana,
memercik ke segala arah. Sebagian mengenai
tubuh Airin yang membungkuk di lantai. Rona
bagai hilang ingatan. Jeritannya terhenti, kedua
tangannya terangkat, jarinya seakan menahan
sebuah kekuatan yang menarik tangannya. Airin
memandangnya dengan mata berair.
"Saya akan lebih keras lagi kalau kamu tetap
keras!" geraman Rona membuat Airin terkesiap.
Airin mendongak, sekilas dia melihat seraut
wajah yang menguasai tubuh Rona.
"Lasmi...," desis Airin di sela-sela bengong-
nya. 80 Tubuh Rona terkulai lemas dan rubuh.
Sesaat menggelepar-gelepar, matanya kosong
menerawang, entah melihat apa. Airin segera
mendekati Rona, berlutut dan mendekapnya
sambil menangis terisak-isak. Bayangan sosok
yang dilihatnya meliputi hatinya.
Tidak salah lagi, Lasmi....
81 * * * Hijaunya Lembah Hijaunya 15 Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi Anjing Setan Baskerville 2