Ramuan Ajaib 1
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib Bagian 1
R. L. Stine Ramuan Ajaib (Goosebumps #52) Scan dan Ebook bahasa Inggris: Undead
Terjemah: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
1 Di hari aku belajar bagaimana untuk terbang, aku khawatir tentang Wilson
Schlamme. Aku menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan Wilson. Aku selalu punya
masalah dengan orang itu.
Apa kau tahu mengapa"
Dia pikir dia lebih baik dariku - dan aku tahu dia tidak.
Aku Jack Johnson. Dan aku bukanlah semacam anak yang suka untuk masuk
berkompetisi. Sungguh. Aku tak suka bersaing.
Aku selalu membiarkan ayahku menang catur. Cuma karena itu berarti begitu
banyak baginya untuk menang. Dan aku bahkan membiarkan anjingku Morty
memenangkan pertandingan gulat kami di lantai ruang tamu.
Tapi Wilson tak pernah berhenti menggangguku. Dia selalu harus membuktikan
bahwa dialah yang terbaik dalam segala hal.
Jika aku mengunyah permen karet, ia mencoba untuk meniup gelembung yang
lebih besar. Ketika gelembungku dua kali lebih besar dari punya Wilson,
katanya punyanya lebih bulat!
Jika gelembungku lebih besar dan bulat ia menusukkan jarinya di gelembungku
dan meletuskannya di wajahku.
Dia itu pengganggu, anak itu. Benar-benar pengganggu.
Terutama saat ada Mia Montez.
Mia adalah gadis termanis di SMP Malibu. Tanyalah siapa pun. Semuanya
tentang Mia itu manis. Dia punya mata hijau yang besar dan hidung kecil yang sempurna.
Kupikir hidung Mia adalah hal pertama yang kuperhatikan darinya.
Aku benar-benar mengagumi hidungnya itu. Kurasa itu karena hidungku agak
besar. Dan Mia punya rambut tercantik. Rambut hitam lurus yang pendek. Benar-
benar mengkilap. Rambutku gelap seperti rambut Mia tapi keriting. Terlalu
keriting. Tahu pada apa Mia benar-benar tergila-gila" Hati. Itu masuk akal. Dia lahir di
hari Valentine. Dia memakai kalung hati setiap hari ke sekolah. Dan gelang dengan banyak
anting-anting hati dari perak dan emas.
Di tangan kanannya, dia memakai cincin hati dengan ruby merah. Dan dia
punya anting-anting yang cocok. Dia tampak begitu manis dengan hati-hati itu.
Pokoknya, ketika ada Mia, itulah saat terburuk Wilson! Dia harus pamer di
depannya. Dan ia harus membuktikan bahwa ia lebih baik daripada aku.
Wilson suka berkompetisi. Wilson suka menang.
Jadi pilihan apa yang kumiliki" Aku harus menunjukkan bahwa Wilson salah.
Aku harus membuktikan bahwa aku sebagus dirinya. Aku tak ingin Mia berpikir
aku ini pecundang. *** "Jack, bisa pinjam penghapusmu?" Temanku Ethan Polke menepuk bahuku.
Ethan duduk di belakangku selama waktu bebas di sekolah. Dia tak pernah
punya penghapus. Dia selalu kehilangannya.
"Tentu." Aku berpaling dan menyerahkan penghapus yang baru kubeli kemarin.
Karena dia menghilangkan punyaku yang lama di hari sebelumnya.
Aku toh hampir tak pernah menggunakan penghapusku. Paling tidak saat aku
menggambar pahlawan super.
Aku suka menggambar pahlawan super. Dan aku benar-benar bagus dalam hal
itu. Aku tak pernah harus memperbaiki satu garis pun.
"Hei - itu mengagumkan!" tunjuk Ethan dari atas bahuku pada sketsaku Manusia
Laser Luar Biasa. Manusia Laser Luar Biasa adalah pahlawan super terbaruku. Aku menggambar
pahlawan super setiap hari. Di pagi hari sebelum aku berangkat ke sekolah.
Selama masa bebas. Di malam hari setelah aku menyelesaikan PR-ku. Dan
kemudian, saat aku pergi ke tempat tidur, aku memimpikan mereka.
Suatu hari aku akan jadi seorang seniman buku komik. Aku punya map di
rumah dengan kumpulan gambar pahlawan superku. Falcon Si Pemberani. Si
Anak Bayangan. Mantis Bertopeng. Mereka semua akan jadi terkenal suatu hari
nanti. Aku tahu itu. Aku mempelajari sketsaku Manusia Laser Luar Biasa. Seragamnya benar-benar
keren. Otot-otot besarnya menonjol pada kain celana ketatnya.
Satu aliran petir kuat melintasi dada besarnya. Dua aliran petir lagi berkelok-
kelok turun di kaki berototnya.
Aku menggambar sepasang kacamata hitam misterius untuk menyembunyikan
matanya - sehingga tak seorang pun tahu identitas aslinya. Aku juga belum tahu.
Pertama-tama aku menggambar karakternya - lalu aku membuat ceritanya.
Manusia Laser Luar Biasa yang menahan lengan kuatnya ke atas langit. Aku
mulai menggambar sinar-sinar laser yang lepas dari ujung jarinya. Bel berbunyi
tepat saat aku selesai. Aku melompat dari tempat dudukku. Aku tak dapat menunggu untuk
menunjukkan Manusia Laser Luar Biasa pada Mia. Dia akan
menyukainya! "Hei, Mia!" Aku menahan gambarku padanya. "Mau lihat - "
"Minggir, Jackie." Aku berbalik dan melihat Wilson.
Dia membawa gambar juga. Dia mendorongku keras dari belakang.
Aku jatuh di atas meja Mia. Gambarku terbang dari tanganku dan jatuh ke
lantai. "Trim's, Wilson!" Mia menahan gambar Wilson di tangannya. Ia melontarkan senyum
besar. "Lihat ini, Jack. Lihat apa yang Wilson gambar. "
Aku melirik lewat bahu Mia. Wilson telah menggambar satu tim pahlawan
super. LIMA pahlawan super. Berwarna-warni.
Dalam huruf-huruf gemerlapan di atas ia telah menulis: Pelindung-pelindung
Mia. Cis. "Lihat apa yang Jackie gambar !" Teriak Wilson. Dia menyambar gambarku dari
lantai. "Wilson, jangan panggil aku Jackie!" Ujarku. "Aku mengatakan padamu berjuta
kali, aku benar-benar benci panggilan itu. "
"Maaf. Aku lupa." Wilson nyengir. "Aku tak akan melakukannya lagi - Jackie."
Aku melotot pada Wilson. "Kembalikan gambarku!" bentakku. Aku meraihnya. Tapi Wilson terlalu cepat
bagiku. Ia menyodorkan gambar itu ke wajah Mia.
"Ini Orang Malas Luar biasa!" soraknya.
Mia terkikik atas lelucon bodohnya.
Aku ingin menghilang. "Ini sangat manis, Jack," kata Mia, mengembalikan gambar itu padaku. Lalu ia dan
Wilson memakai tas mereka dan menuju ke luar.
Oke - jadi Mia lebih suka gambar Wilson. Tak masalah, kataku pada diriku
sendiri. Aku memasukkan gambarku ke dalam tasku.
Tunggu saja sampai kita di luar.
Tunggu saja sampai Mia melihat sepeda balap baruku bekecepatan dua puluh
satu (mil per jam) - Silver Streak.
Dia akan menyukainya! Aku berlari keluar tepat untuk melihat Mia memutar-putar sepeda baruku.
"Keren!" Katanya, mencoba untuk melihat bayangannya di setang. "Mungkin aku akan
minta Ibu dan Ayah sepeda seperti ini untuk ulang tahunku. "
Aku tahu Mia akan terkesan.
"Kau tak akan mau sepeda seperti itu untuk ulang tahunmu," cibir Wilson.
"Kau mau ini!" Wilson menunjuk sepeda barunya.
Sepeda barunya sepeda jengki.
"Oh, wow!" Seru Mia. "WOW!"
Perutku jadi mulas. "Aku tak suka sepeda balap kurus itu," Wilson nyengir, menggelengkan kepalanya
padu sepedaku. "Terlalu tipis. Aku suka sepeda ASLI. "
Aku begitu panas! Aku ingin mengambil sepeda jengkinya yang besar dan
menaikinya bolak-balik di atas kepala Wilson.
Sepeda baruku mengagumkan. Tidak tipis sama sekali.
Mengapa semuanya harus jadi kompetisi" Dan mengapa Wilson selalu menang"
Sedikit yang aku tahu saat kami bertiga naik sepeda pulang bahwa kompetisi itu
hanyalah permulaan! 2 "Aku menang!" Teriak Wilson, melompat dari sepedanya. Dia menyandarkan sepedanya
di pohon depan rumahku. Dia
mengayunkan tinjunya di udara. "Silver Snail yang dua." dia mengumumkan saat aku
bersepeda, berkeringat basah kuyup.
(Silver Snail: keong perak, plesetan dari sepeda Jack Silver Streak; kilat
perak) "Balapan yang bagus, teman-teman," kata Mia, mengayuh sepedanya ke arah kami.
Aku ingin bersepeda pulang sekolah di samping Mia.
Tapi Wilson ingin balapan dan Mia pikir itu ide yang keren.
Bukit-bukit Malibu mengagumkan untuk balapan. Anginnya berputar-putar dan
berkeliling. Aku suka mendaki bukit-bukit itu dengan sepedaku, lalu melaju
turun. Dan aku benar-benar bagus di beberapa tikungan yang tajam.
Aku mencengkeram setang sepedaku.
Aku percaya diri. Kecepatanku dua puluh satu (mil per jam).
Kami berlomba. Wilson menang. Aku menyandarkan sepedaku di samping Wilson, mengatur napasku. Morty,
anjing spanielku berwarna coklat, berlari menderap keluar dari halaman
belakang menyambut kami. "Hei, Morty!" Hati-hati di gelang Mia berdenting pelan saat ia menggaruk leher
Morty. Morty menyukai Mia sama seperti aku. Ekornya berkibas-kibas seperti
orang gila. Dia melompat untuk menjilati wajah Mia. Lalu dia mulai
menjilatiku. "Wah. Berikutnya anjing Wilson yang datang. " tunjuk Mia pada rumah Wilson di
seberang jalan . Anjing Labrador Wilson sangat besar berlari dengan
kecepatan penuh ke arah kami.
"Turun, Nak." Wilson tertawa saat anjingnya melompat pada dirinya. Dia hampir
menjatuhkan Wilson. "Terminator DUA KALI besarnya Morty," Wilson membual pada Mia.
"Tapi Morty lebih pintar," aku menyombongkan diri. "Kami mengajari Morty untuk
membawa piring makanannya ke bak cuci ketika dia selesai makan. "
"Itu cukup pintar," kata Mia.
"Kau menyebut itu pintar?" Ejek Wilson. "Kami mengajari Terminator untuk
menjawab telepon saat kami tak ada di rumah. "
"Itu tentunya lebih pintar," kata Mia. "Itu benar-benar pintar. "
"Itu tak begitu pintar," bantahku. "Morty bisa berguling ke atas dan-"
"Oh, Tidaaak!" Kami mendengar jeritan. Mrs Green, tetangga sebelahku, menjulurkan keluar kepalanya dari pintu depan
dan menjerit. Dia menatap ngeri pada tiga pohon di seberang jalan. Pohon-
pohon di depan rumah Wilson.
Olive - kucing baru Mrs Green - duduk di pinggir suatu dahan pohon yang
tinggi. Bulunya berdiri semua. Tubuh kecilnya bergetar. Dia mengeong-ngeong
pelan. "Oh, Olive yang malang!" teriak Mia. "Dia akan jatuh! Seseorang harus
menyelamatkannya! " "Aku akan menyelamatkannya!" Teriakku dan Wilson berbarengan.
Oh, tidak, Kau tak akan menyelamatkannya, Wilson! Pikirku. Kau tak akan
menang kali ini. Dengan kecepatan penuh, aku berlari ke seberang jalan. Sepatu berdebum di
trotoar. Aku yang pertama mencapai pohon itu!
"Dorong aku," perintahku Wilson. Sebelum dia bisa membatah, aku melilitkan
lenganku pada batang pohon dan mengangkat kakiku. Wilson mendorongku.
Aku perlahan-lahan menaiki batang (pohon) itu. Aku memandang ke atas
puncak bukit. Mataku mengikuti jalanannya yang berkelok-kelok turun, turun,
turun. Turun tepat ke pantai. Pantai itu membentang di sepanjang pesisir
bermil-mil. Aku memandang sekilas ke bawah dan tersenyum pada Mia.
"Cepat, Jack!" Teriaknya gugup.
"Jangan khawatir, Mia," kataku. "Aku dalam perjalanan!"
Ya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menyelamatkan Olive. Dan kau tidak,
Wilson. Aku naik lebih tinggi dan lebih tinggi - sampai aku mencapai dahan di mana
Olive duduk. Seluruh tubuhnya menggigil ketakutan. Dia mencicit ketakutan
saat dia melihatku. Aku mengamati dahan pohon itu. Dahan itu sangat ramping.
Aku tak tahu apa dahan itu kuat menahan berat badanku.
"Apa yang kau tunggu, Jackie?" Wilson mengguncang-guncang batang pohon.
"Aku akan naik dan mengambilnya jika kau takut. "
Ha! Tidak, Wilson! Aku merangkak ke atas dahan itu. Sangat perlahan.
Olive merintih. Aku berhenti. Aku maju lagi pelan-pelan.
Olive beringsut menjauh dariku.
Aku berhenti lagi. Olive menatap mataku. Lalu ia mengangkat cakar-cakar depannya untuk
melompat! Di bawah, aku bisa mendengar Mrs Green dan Mia terkesiap.
"Jangan, Olive," pintaku dengan lembut. "Tetap (di sana)."
Aku bergerak lebih dekat - cukup dekat untuk meraihnya sekarang.
Aku perlahan-lahan meraihnya.
Ujung-ujung jariku menyentuh bulu lembutnya.
Lalu lututku tergelincir dari dahan itu. Aku kehilangan keseimbanganku. Aku
meluncur ke kiri. "Tidaaak!" Aku mengeluarkan jeritan melengking saat aku jatuh dari pohon.
3 Aku menjulurkan tangan ke atas. Aku dengan panik mencari-cari dahan pohon.
Dan meleset. Perutku terhuyung-huyung saat aku jatuh ke bawah. Turun.
Aku memejamkan mata erat-erat, siap untuk terbanting turun di atas tanah yang
keras. "Hah?" Sesuatu yang lembut menahanku jatuh.
"Kena kau, Jackie."
Wilson menangkapku dengan tangannya.
Dia menahanku seperti bayi. Bagus. Benar-benar bagus ...
Aku mendengar tepuk tangan. Tepuk tangan Mia.
Lalu Wilson menjatuhkanku di trotoar.
"Aduuuuh!" Kepalaku membentur semen dengan suara gedebuk.
"Apa kau baik-baik saja?" suara Mia terdengar jauh.
"Ya, aku-" aku mulai menjawab, berusaha duduk. Saat itulah aku melihat bahwa Mia
tak menaruh perhatian apapun padaku.
Dia merunduk di atas Wilson, mengamati jarinya yang bengkak jari yang ia
tahan pada Mia. "Aku baik-baik saja," Wilson meyakinkannya. "Jack tak terlalu berat."
"Jangaaan!" Jerit Mrs Green. "Olive- Jangaaan! "
Olive berjuntai di dahan pohon itu dengan satu tangan kecil!
Wilson bergegas menaiki pohon dan merangkak melintasi dahan itu. Pohon itu
mengerang dan berkeriat-keriut di bawah kaki kekarnya itu. Tapi Wilson tak
perduli. Dia tampak begitu yakin pada dirinya sendiri saat ia melintasi cabang yang
lentur itu. Dia meraih Olive dengan satu tangan.
Lalu ia bergoyang-goyang menuruni batang pohon.
"Terima kasih! Terima kasih!" Mrs Green merangkulkan tangannya pada bahu lebar
Wilson dan memeluknya.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahu sempitku terkulai. Aku merasa (sedih) tak karuan.
Dengan membuai Olive yang aman dalam pelukannya, Mrs Green kembali ke
rumahnya. Aku melihatnya berjalan menyeberangi halamannya. Pandanganku beralih ke
halamanku -di mana Morty dan Terminator bergulat di rumput. Terminator
memukul Morty dengan kaki besarnya. Dia membuat Morty terlontar di atas
pagar. Terminator menyerbu melintasi halaman, melompati semak-semak, dan
mencapai Morty sebelum anjing malangku itu mendarat. Terminator
menjatuhkannya di udara dan menerkamnya.
Morty menjerit tak berdaya saat Terminator menjepitnya ke tanah.
"Terminator, hentikan!" Teriakku, menuju ke arah mereka.
"Biarkan mereka sendiri. Mereka hanya bermain-main!" kata Wilson.
Tapi aku berjalan dengan tertatih-tatih menyeberangi halaman untuk
menyelamatkan Morty. "Bahkan anjing Wilson menang setiap saat," gerutuku. "Morty dan aku adalah
pecundang. Benar-benar pecundang. "
"Hei, teman-teman, aku harus pulang!" Mia melompat ke sepedanya. "Jangan lupa
akan pesta ulang tahun di hari Sabtu! "
"Aku akan ke sana!" Kata Wilson padanya. "Dan aku akan membawa Terminator. Dia
punya kejutan untukmu. "
Aku mengerang. "Kau datang ke pestaku, Jack?" Mia tersenyum cerah padaku.
"Yah - mungkin ..." Aku coba memikirkan alasan dengan cepat.
Aku benci pesta. Jangan salah sangka padaku. Aku senang bertemu teman-temanku tapi bukan
dalam pesta. Aku tak pernah benar-benar senang pada pesta terutama jika itu
pesta permainan. Aku benci untuk bermain di pesta permainan. Terutama jika
ada Wilson. "Aku ... eh ... mungkin harus pergi ke suatu tempat dengan orang tuaku, "aku
berbohong. "Kurasa aku telah berjanji akan pergi dengan mereka. Dan waktu itu
aku berjanji pada ayahku, aku akan membantu membersihkan ruang bawah
tanah. " "Kau mengerjakan itu minggu lalu," kata Wilson. "Ingat - aku harus membantumu
menarik tong sampah itu keluar. Itu terlalu berat bagimu. "
"Yah, kami belum selesai," kataku, berpikir cepat. Aku benar-benar pembohong
yang payah. Mia memegang hati emas di lehernya.
"Kau harus datang, Jack. Pesta tak akan dimulai sampai jam enam. Aku benar-benar
ingin kau datang. " "Yah ... Aku akan coba," kataku padanya.
"Bagus, Jack. Sampai jumpa! " Mia melompat ke sepedanya dan mengayuh mendaki
bukit menuju rumahnya. Haruskah aku pergi" tanyaku pada diriku, naik menuju jalan masuk (rumah)ku.
Mia mengatakan dia benar-benar ingin aku datang.
Jadi haruskah aku melupakan betapa aku benci pesta dan datang"
Ya, aku memutuskan. Ya. Mungkin aku akan benar-benar bersenang-senang.
Ya! Jadi ... pada Sabtu malam, aku pergi ke pesta Mia.
Dan tahukah kau pesta itu - pesta itu merusak hidupku selamanya!
4 Rumah Mia dua blok di atas bukit dari rumahku. Rumahnya benar-benar
menonjol di atas jangkungan-jangkungan (kayu-kayu penyangga). Ini agak
berbahaya - terutama saat lumpur-lumpur bergeser. Tapi rumahnya punya pemandangan laut
yang menakjubkan di bawah sana.
Aku melangkah ke pintu depan rumah Mia. Aku merasa benar-benar gugup.
Untuk satu hal, aku tak pernah bertemu Ibu tiri Mia yang baru. Mia
menghabiskan waktu setengah tahun dengan ibu kandungnya di Brentwood.
Dan setengah tahun lainnya di sini di Malibu dengan ayahnya dan ibu tiri
barunya. "Ayo masuk! Senang sekali berjumpa denganmu. Aku Angela Montez, " ibu tiri Mia
menyapaku di pintu. "Semua orang sudah menunggumu!"
"Benarkah?" Tanyaku. "Menunggu saya?"
"Benar!" Seru Mrs Montez.
Ibu tiri Mia punya senyum yang sangat menawan. Aku langsung menyukainya.
Aku mengikutinya ke pintu ruang hiburan Dia melambai Mia di seberang
ruangan. "Mia-lihat siapa yang akhirnya di sini," serunya. "Wilson!"
"Angela - itu bukan Wilson. Itu Jack! " jawab Mia.
"Oh. Maaf, Jack." Mrs Montez menepuk bahuku. "Yah, bagaimanapun bersenang-
senanglah." Mia mencengkeram lenganku dan menarikku ke depan.
Ruangan itu penuh sesak dengan anak-anak. Kami berjalan mendorong-dorong
melalui kerumunan itu. Pita-pita merah tergantung di langit-langit. Merah adalah warna favorit Mia.
Aku melihat teman-temanku Ray dan Ethan di keramaian. Mereka membuka
kantong-kantong plastik yang diisi dengan balon-balon merah.
"Hei Jack. Bantu kami meletuskan benda-benda ini, " panggil Ray.
"Oke. Aku segera kesana." Aku suka Ethan dan Ray.
Mereka orang-orang yang baik. Menyenangkan ngobrol dengan mereka.
Aku menyerahkan pada Mia hadiah ulang tahunnya. Aku ingin memberinya
sesuatu yang dia akan benar-benar, benar-benar suka. Aku berjalan-jalan
keliling mal berjam-jam untuk mencari benda yang benar-benar tepat.
"Trim's, Jack. Aku tak sabar untuk membukanya!" Kata Mia, menatap bintang-
bintang merah di kertas pembungkus.
"Lihat! Kertas ini cocok dengan pakaianku!" Mia menunjuk ke bintang-bintang
merah di baju putih dan legging-nya.
(legging: pakaian penutup kaki, biasanya dari lutut sampai pergelangan kaki.)
Mia menyukai kertas pembungkus itu. Itu membuatku merasa cukup baik.
Ray dan Ethan melemparkan beberapa balon ke atas - agak lama- dan kami
mulai meletuskannya. Setelah kami meledakkan sekitar lima puluh balon, kami memukul balon-balon
itu ke udara. Satu demi satu. Benar-benar cepat. Suatu badai balon-balon merah
berputar-putar di atas kepala kami.
Anak-anak jadi liar. Melompat-lompat ke atas. Memukuli balon-balon itu
kembali. "Ke sini, Jack!" Teriak mereka. "Pukul ke sini! "
Ini benar-benar keren. Lalu Wilson berjalan masuk.
"Hei, semuanya. Lihat ini!" Dia menyambar dua balon yang terbang. Dia memutar-
mutar keduanya begitu cepat, tangannya bergerak-gerak jadi kabur.
"Ta-da!" Dia menahan bikinannya di atas kepalanya untuk dilihat semua orang.
Itu adalah sesosok manusia dengan telinga besar, kaki pendek, dan perut gendut.
Itu kelihatan persis seperti guru olahraga kami, Mr Grossman.
"Hei! Itu si Grossman!" teriak salah satu anak.
Semua orang tertawa. "Mengagumkan, Wilson!" Teriak Kara, teman Mia.
"Wilson sangat lucu?" Kata Mia padaku. "Dia bisa melakukan apapun. "
"Ya," kataku, menyelinap kembali ke sudut ruangan. "Dia benar-benar sangat
lucu." "Buat sesuatu yang lain!" Mia bertepuk tangan.
Wilson mengambil beberapa balon dan membuat babi dengan tanduk.
Dan gajah kecil dengan empat kaki belalai.
Dan ayam yang besar. Semua orang jadi tergila-gila pada ayam itu.
Aku hampir lega ketika Mia mengumumkan ini waktunya untuk bermain
Twister. Hampir. (lihat keterangan permainan twister di akhir terjemahan ini)
Aku benci Twister. Aku bilang - aku benci semua pesta permainan.
Semua orang mengosongkan tengah ruangan sehingga Mia bisa mengatur
permainan. Aku bersembunyi jauh mundur ke sudutku. Aku bergerak pelan-pelan
menurunkan diriku ke lantai. Aku melakukannya begitu sehingga tak ada orang
akan memperhatikan aku. "Jackie!" Wilson masuk ke atas tatakan pemainan dan menarikku. "Ini saatnya
untuk melihat apakah kau dapat mengalahkan sang juara! "
Wilson bagus dalam Twister. Tentu saja.
"Eh, Wilson. Aku tak benar-benar merasa suka bermain." Aku bergulat membebaskan
diri dari cengkeramannya. "Aku akan memutar spinner jadi tiap orang lain bisa
bermain." "Tak perlu, Jack." Mulut Wilson melebar jadi cengiran terlebar yang pernah
kulihat. Aku tahu cengiran itu artinya masalah.
Dia menempatkan jari-jarinya di mulutnya dan bersiul melengking. Terminator
meloncat ke dalam ruangan.
"Putar, Nak!" Wilson memerintahkan anjing itu.
Terminator lari berderap ke spinner di atas lantai. Dia mendorongnya keras-
keras dengan hidungnya dan memutarnya.
Semua orang bersorak. "Ayo kita lihat dia membacanya!" Gumamku di bawah napasku.
Mia mendengarku. "Wilson mungkin akan mengajarinya itu minggu depan! " Dia tertawa.
"Tangan kanan merah!" teriak seseorang.
Semua orang masuk ke alas (permainan).
Wilson sampai kesana yang pertama pertama. Tentu saja.
Terminator memutar (spinner).
"Kaki kiri biru." Mia mengumumkan gerakan selanjutnya.
Hanya dua gerakan dan kami semua kacau berantakan.
Posisi Wilson aman. Dia cepat. Dia selalu menemukan tempat termudah untuk
mendarat lebih dahulu. Aku tak secepat itu. Aku harus meregangkan kaki kiriku ke belakang - di atas kepala Ray - untuk
mencapai titik biru. Aku merasa pinggangku sakit sekali.
Tolong, jangan biarkan aku jatuh, aku berdoa. Aku tak ingin jadi yang pertama
keluar. Jika aku jatuh Wilson tak akan pernah membiarkanku melupakan itu.
Telapak tanganku mulai berkeringat.
Tiga anak telah menutupkan kaki mereka di atas lengan kananku. Aku merasa
tanganku tergelincir dari titik merah.
Sikuku melorot. Aku mencoba untuk menjadikannya kaku, tapi sikuku tak mau tetap. Pelan-
pelan melorot lagi. Wilson menjulurkan lehernya untuk melihatku.
"Siku Jack menyentuh." teriaknya.
"Tidak, sikunya tak menyentuh!" Ethan datang membelaku. "Putar, Terminator!"
Terminator memutar (spinner).
Kaki kanan kuning. Kuning. Kuning. Aku mencari lingkaran kuning dengan panik. Aku melihat
satu. Aku mengangkat kakiku ke atas dan melewati punggung Ray.
Dan saat itulah aku mendengar (suara) robekan itu.
Celana pendekku robek terbuka lebar.
Aku membeku. "Petinju super bawah tanah! Kereeen!" Wilson bersorak.
Semua orang tertawa. Aku melirik pada Mia. Kepalanya terayun ke belakang, tertawa seperti maniak.
Wajahku memerah panas. Aku melompat dari permainan dan terhuyung-huyung dari ruangan itu.
"Tunggu, Jack!" Mia mengejarku. "Jangan pergi!"
Tak mungkin aku tetap tinggal.
Tak mungkin. Aku merasa benar-benar dipermalukan.
Mia menangkapku dan menghalangi pintu.
"Tolonglah?" pintanya lembut. "Tolonglah tinggal?"
Bisakah aku mengatakan tidak"
Tentu saja tidak. Mrs Montez memberiku celana pendek kakak Mia untuk dipakai, dan aku
kembali ke ruang hiburan.
Semua orang duduk di suatu meja panjang, makan hot dogs. Aku harus
mengambil satu-satunya kursi yang tersisa - disamping Wilson.
Aku mengangkat hotdog-ku. Aku membuka mulutku untuk menggigit.
"Wah. Tunggu dulu." Wilson mendorong tanganku menjauh dari mulutku. "Kau sebut
itu hotdog?" Dia memegang hotdog-nya disamping hotdog-ku. Hot dog-nya sepanjang satu
kaki. DUA KALI besarnya dari punyaku yang (beukuran) biasa.
Dia mengayunkan kepalanya ke belakang dan melolong. Lalu ia menelan
hotdog itu dalam dua gigitan.
Dia nyengir sedemikian besar, cengiran mengerikan Wilson .
Dia membuatku GILA. Segumpal mustard kotor menempel di ujung mulutnya. Aku ingin menyekanya
melalui wajahnya. Haruskah aku melakukannya" tanyaku pada diriku sendiri. Haruskah aku
memberinya botol mustard"
Sebelum aku bisa bergerak, Mia mengumumkan itu waktunya untuk membuka
kado. Wilson melompat dan menuju ke ruang tamu - di mana kado-kado itu
berada, tertumpuk tinggi. Semua orang mengikuti.
Mia membuka kado Kara pertama kali - ikat rambut terlipat dengan hati merah.
Lalu ia membuka kado Ray, dan sekarang kado Ethan. Potongan-potongan
gambar kupu-kupu lebih dari seribu buah.
Mia meraih kadoku. Aku menahan napas. Dengan hati-hati ia melepas ikatan pita merah itu. Lalu dia merobek kertas
terbuka dan terkesiap. "Ohhh, Jack!" Serunya. "Bagaimana kau tahu
aku ingin yang satu ini?"
Dia mengangkat kado itu pada semua orang untuk melihat. "Ini adalah CD baru dari
grup favoritku - Purple Rose. "
Aku tahu dia akan menyukainya.
"Trim's, Jack!" Dia meletakkan kadoku di
meja di sampingnya. Dia meraih kado yang lain. Sebuah amplop - hanya
amplop. Tak ada hadiah. "Itu punyaku," Wilson membungkuk dan berbisik padaku.
Aku tak percaya Wilson cuma membawakan Mia kartu, aku berpikir saat aku
melihat air matan Mia keluar bergerak turun. Cuma
kartu untuk ulang tahunnya. Hadiah macam apa itu"
Mia menatap ke dalam amplop itu sejenak. Lalu dia menjerit. "Oh, wow! Oh, wow!
Oh, wow! " Dia mengangkat kado Wilson.
Dua tiket. Dua tiket ke konser Purple Rose di Hollywood Bowl bulan depan.
(Hollywood Bowl: amfiteater -gelanggang terbuka- yang dipakai untuk
panggung konser musik, berada di kawasan Hollywood, Los Angeles,
California, Amerika Serikat.)
Kursi barisan depan. "Oh, wow!" Jeritnya lagi. "Ini benar-benar
mengagumkan! " Wilson melemparkan padaku cengiran besar Wilsonnya.
Aku tak tahan lagi. Aku menjerit marah dan berlari keluar rumah.
5 Aku berlari menuruni jalanan dari rumah Mia secepat yang aku bisa.
Berlari menyusuri jalan yang gelap. Sebuah lampu jalanan menuangkan sinar
lemah di atas rumah. Pepohonan dan semak-semak yang muncul di jalanan
seolah-olah meraihku. Aku tak tahu kemana aku akan pergi dan aku tak perduli. Aku benar-benar
harus menjauh dari pesta itu.
"Hentikan, Jack! Kembalilah!" Aku mendengar panggilan Mia.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku melirik ke belakang dan melihat Mia mengejarku.
Ray, Ethan, dan Kara mengejarku juga.
Aku tak mengurangi kecepatan. Aku mengikuti jalanan berliku menuruni bukit.
Aku berlari tepat melewati rumahku dan terus berlari.
"Jack! Kembalilah "teriak Mia.
Aku melirik lagi sekilas ke belakang. Mereka mengejar.
Aku berlari lebih cepat. Melewati beberapa rumah gelap terletak di belakang
bukit, tersembunyi di balik pepohonan.
Aku menambah kecepatan saat jalanan itu berlanjut menikung ke bawah.
Hampir-hampir terbang sekarang. Jari-jari kakiku
tertekan bagian atas sepatu kets saat aku berlari. Aku tak bisa berhenti jika
aku ingin. Aku berlari sampai jalanan mendatar keluar dari bawah bukit - di mana pagar
membentang bermil-mil, memisahkan pantai dari jalan.
Aku melesat menyeberangi jalan dan bergerak cepat melalui pagar.
"Jack! Jack!" suara teman-temanku melayang menuruni lereng bukit, di atas
gemuruh tetap laut di depanku.
Aku menatap ke atas dan ke bawah bentangan pantai itu.
Menatap dari satu rumah ke rumah lainnya. Rumah-rumah itu terletak diluar
bagian pantai yang tinggi, dengan langkah-langkah pasti turun ke pasir. Lampu-
lampu dari rumah-rumah itu membanjiri pasir, membuat pantai terang dan
keperakan. Tak ada tempat untuk bersembunyi.
Tak ada tempat ... Tiba-tiba, sebuah ide terlintas dalam pikiranku.
Rumah Dorsey yang ditinggalkan. Aku bisa bersembunyi di sana.
Rumah Dorsey dimaksudkan untuk menjadi salah satu rumah pantai paling
indah di Malibu. Tapi tak seorang pun tinggal di sana bertahun-tahun. Cuma
bangkai kapal besar tua sekarang. Tempat yang bagus untuk bersembunyi!
"Jack! Kau di mana?" Suara Mia melayang di atas pagar.
Lebih baik cepat-cepat. Sebelum mereka sampai.
Aku berlari menuruni pantai, melewati rumah-rumah dengan kolam renang dan
lapangan tenis. Aku berlari dan berlari- dan akhirnya aku sampai ke rumah
Dorsey. Aku berhenti dan menatap rumah itu. Benar-benar bangkai kapal!
Dua loteng lebar rumah itu punya kajang (kere) panjang yang membentang
sepanjang geladak. Tapi kajang itu telah jatuh dari tiang-tiangnya. Kain terpal
kacau itu tergeletak tertumpuk di geladak, terkepak-kepak dalam angin laut.
Aku melangkah dengan hati-hati. Beberapa papan geladak hilang. Papan-papan
yang lainnya retak dan patah.
Aku melompati sebuah lubang dan berjalan ke pintu. Aku memutar kenop pintu.
Pintu kayu itu telah membengkak karena basah terus menerus. Aku harus
membenturkan bahuku ke pintu untuk membuatnya terbuka. Aku merunduk
dalam-dalam. "Jack! Dimana kau" "Suara Ray berbunyi keras dari samping rumah.
Aku diam-diam menutup pintu di belakangku.
Aroma kayu busuk dan jamur asam menyambutku. Aku memicingkan mata
dalam kegelapan, mencoba untuk mencari tahu ruangan apa yang aku masuki.
Aku berdiri di suatu pintu masuk. Selain itu, di depanku, ada sebuah ruang
tamu. Dua kursi dengan alas duduk yang robek berdiri di salah satu dinding.
Dinding belakang ruangan itu benar-benar terbuat dari kaca. Di luar aku bisa melihat ombak-
ombak laut yang gelap menerjang pantai.
Ke sebelah kirinya adalah dapur. Ke kanan, suatu lorong yang panjang.
Di situlah mungkin kamar tidur-kamar tidur, pikirku, saat aku berjalan perlahan-
lahan ke sana, menyandarkan satu tangan ke dinding yang lembab.
"Jaaack. Jaaack." teriakan teman-temanku melayang melalui jendela-jendela yang
tertutup. Tapi suara mereka memudar sekarang. Menjauh.
Aku berjalan ke kamar tidur. Kosong - kecuali satu kasur tanpa seprai di lantai
Dorseys yang telah ditinggalkan.
Kembali di lorong, aku meraba-raba dinding. Mencoba untuk menemukan
jalanku dalam kegelapan. Aku tersandung maju dan (kakiku) terkait (sesuatu). Atas sesuatu besar. Benda
itu jatuh di lantai dengan dentuman keras.
Aku melompat mundur ketakutan. Lalu membungkuk untuk melihat apa itu.
Cuma papan selancar tua, aku menyadari. Aku mendesah panjang.
Aku bergerak kembali ke pintu masuk. Ke dapur. Lantai kayu berderak-derak di
bawah kakiku. Sorotan sinar bulan merembes melalui jendela yang sangat kotor. Beberapa
mangkuk rusak berbaring di salah satu
meja. Sebuah ember pasir dan sekop anak-anak tergeletak di pojokan lantai.
Aku berdiri di bawah sorotan sinar bulan.
Aku bisa mendengar ombak laut membentur pantai.
Di luar angin mulai menderu-deru. Mendera melalui papan-papan yang rusak
karena cuaca dari rumah tua itu. Kayu-kayu berderak dan mengerang.
Aku mengintip keluar dari jendela dapur dan melihat serumpun kajang jatuh
bergetar dalam angin, seperti hantu yang siap untuk bangkit.
Sesuatu berlari di kakiku.
Aku berteriak terkejut. Seekor tikus" Seekor tikus besar"
Sesuatu yang lebih besar"
Seluruh tubuhku menggigil.
Di malam hari tempat ini benar-benar menyeramkan.
Sudah aman untuk pergi sekarang, kataku pada diriku sendiri. Tak ada lagi
suara-suara. Mereka sudah pergi. Mereka semua mungkin kembali rumah Mia -
memakan kue ulang tahun. Aku bertaruh Wilson (memakan kue) bagian ketiga, pikirku jijik.
Aku tak sabar untuk pulang - ke rumah bagusku yang kering.
Aku berjalan perlahan-lahan melewati dapur yang gelap itu, melewati lantai
yang melengkung. Papan-papan mengerang setiap aku melangkah.
Pintu masuk mulai tampak.
Aku hampir ke sana. Hampir keluar dari rumah dingin yang seram ini.
Aku melangkah lagi dan lantainya pecah.
Papan-papan kayu jatuh ke suatu tempat di bawah - saat aku terjun ke dalam
lubang yang menganga itu.
Tanganku meraih ke sepotong papan lantai yang bergerigi. Kakiku tergantung
di bawahku. "Tolong!" jeritku.
Tapi tak orang yang bisa mendengarku.
Aku mencoba menarik diriku naik . Naik keluar lubang. Papan-papan kayu di
bawah tanganku berderit saat aku berusaha untuk mengangkat diriku naik. Dan
kemudian papan-papan itu pecah. Dan patah. Aku jatuh melalui lubang itu
dengan cepat. Turun. Lurus ke bawah.
6 Ke lubang bawah tanah"
Tidak. Ke ruang bawah tanah. Aku mendarat keras pada tangan dan lututku.
Nyeri menerpa tubuhku. Lalu dengan cepat memudar.
Untungnya, lantai itu lunak dan seperti sepon karena keadaan yang lembab, jadi
aku tak benar-benar terluka.
Aku menarik napas dalam-dalam dan tersedak bau lumut yang pahit. Ih! Aku
bahkan bisa merasakannya di lidahku.
Ini adalah salah Wilson! Wilson selalu membuktikan bahwa dialah yang terbaik.
Tak pernah membiarkanku. Oke, oke. Lupakan Wilson, kataku pada diriku sendiri.
Tenang. Kau harus menemukan jalan keluar dari ruang bawah tanah
menjijikkan ini. Aku berdiri dan mencari tangga, pintu, jendela. Tapi aku tak bisa melihat
sesuatu. Terlalu gelap. Seperti jika suatu selimut hitam tebal telah dilemparkan
di atas segalanya. Sepatuku terbenam dalam lantai yang membusuk saat aku berjalan membabi
buta melalui ruangan. Lututku menabrak sesuatu. Sebuah kursi"
Aku mengulurkan tangan dan menggerak-gerakkan tanganku di atasnya. Ya,
kursi. Bagus. Jika ada kursi di sini, mungkin aku bisa berdiri di atasnya. Naik kembali
ke dapur. Atau memanjat keluar dari jendela ruang bawah tanah.
Aku bergerak perlahan-lahan melalui ruangan. Aku berjalan melalui kubangan
air yang dalam. Air dingin merembes melalui sepatuku.
Aku akan membalasmu untuk ini, Wilson.
Aku tersandung meja dan sesuatu jatuh ke lantai. Aku mendengar kaca pecah.
Dan kemudian aku mendengar percikan.
Hatiku jadi kacau. Hewan lain" Tikus atau tikus besar lainnya"
Aku tak ingin memikirkannya. Pelipisku mulai bergerak-gerak.
Bagaimana aku keluar sini"
Haruskah aku berteriak minta tolong"
Siapa yang akan mendengarku di sini" Tak ada siapa pun.
Dengan kaki gemetar, aku bergerak melalui ruangan.
Tanganku terjulur ke depan. Meraba-raba dalam gelap.
Aku tersandung meja lain. Aku menjalankan tanganku di atasnya. Bukan meja.
Lebih mirip meja kerja. Meja kerja tukang.
Tanganku menyapu ke atasnya. Aku merasakan sebuah palu, sebuah obeng, dan
sebuah lilin! Jari-jariku mengaduk-aduk ke meja kerja itu,
mencari korek api untuk menyalakan lilin itu. Aku meraba-raba seluruh meja
kerja. Tak ada korek. Aku mundur dari meja kerja itu dan sepatuku menggelindingkan sesuatu yang
bulat. Sesuatu yang bulat seperti senter!
Aku mengambilnya. Ya! Sebuah senter!
Jemariku bergetar saat aku meraba-raba mencari saklarnya.
Tolong bekerjalah. Tolong bekerjalah. Tolong bekerjalah.
Aku menyalakannya. Sorot sinar kuning pucat membentang lemah ke dalam kegelapan.
Senter itu redup tapi aku bisa melihat!
"Aku keluar dari sini!" sorakku.
Aku mengarahkan sorotan sinar lemah itu ke depanku. Aku telah jatuh ke dalam
sebuah ruangan kecil. Sarang-sarang laba-laba yang tebal menghiasi dinding-
dinding yang mengelupas. Sebuah mesin cuci berkarat dan pengering pakaian berada di salah satu sudut.
Sebuah meja kayu kecil dan sebuah lampu pecah tergeletak di lantai di
depannya. Aku menggerakkan sinar senter lebih dekat-dan melihat kopor kemping yang
usang. Aku menggerakkan tanganku atas tutupnya. Ih. Kopor itu ditutupi
dengan lapisan tebal jamur bau yang lembab.
Engsel kopor berkarat itu berderit saat aku mengangkat bagian atasnya. Aku
mengarahkan sorotan sinar senterku ke dalam. Tak ada apa pun di situ. Tak ada
kecuali satu buku lama. Aku membaca judul dengan keras "Pelajaran terbang .. "
Aku membolik-balik halaman menguning itu, mencari-cari gambar pesawat
terbang. Aku suka pesawat. Tapi tak ada satu pesawat pun di dalamnya.
Halaman-halaman dipenuhi gambaran kuno manusia-manusia terbang di udara.
Orang-orang dari segala usia, pria-pria dengan jenggot putih, perempuan dalam
gaun panjang, anak-anak lucu, berpakaian (model) lama -semuanya
membumbung tinggi di langit.
Buku tua yang aneh sekali.
Aku membolik-balik halaman lagi sampai aku mendengar percikan lain.
Aku menyapukan senterku di atas lantai dan terkesiap.
"Ohhhhh. Tidaaaak. " Suatu lengkingan kecil keluar dari bibirku.
Aku menggerakkan sinar pucat itu bolak-balik, berharap aku tak melihat apa
yang kulihat. Bahkan dalam cahaya redup, aku bisa melihat dalam tubuh gelap itu, mata-mata
kecil bersinar merah, rahang bergigi terbuka itu.
Tikus-tikus besar! Puluhan tikus. Merayap di lantai. Bergerak padaku.
Aku melompat mundur. Aku ternganga ngeri saat mereka berkumpul masuk .
Kuku-kuku yang tajam berbunyi di lantai. Ekor-ekor kurus mendesir melalui
genangan air kotor saat mereka bergerak cepat ke depan.
Lautan tikus abu-abu. Aku membeku ketakutan. Aku mencengkeram senter erat-erat untuk
menghentikan goncangannya.
Tikus-tikus itu mengertakkan rahangnya. Mereka mulai mendesis.
Suara jelek bergema di dinding yang lembab dari kamar kecil itu.
Puluhan mata merah kecil bersinar kepadaku.
Mendesis makin keras. Lebih keras. Rahang-rahang mengertak.
Ekor-ekor berkibas bolak-balik. Makhluk-makhluk itu bergegas di atas satu
sama lain, bergegas menangkapku.
Lalu satu tikus besar gendut melesat keluar ke depan dari gerobolan itu. Dia
memandangku dengan lapar dengan mata-mata merah yang menyala.
Memperlihatkan taring-taring tajam.
Aku mencoba mundur menjauh. Tapi menabrak dinding.
Tak ada tempat untuk lari.
Tikus besar itu mengeluarkan teriakan melengking. Dia menarik mundur di atas
kaki-kakinya dan melompat ke depan.
7 "Jangaaan!" Jeritku dan mencoba menghindar.
Tikus itu mencakar bagian bawah celana pendekku.
Dia bertahan selama sedetik, mengertakkan giginya. Lalu dia kehilangan
pegangan dan meluncur ke lantai dengan bergedebur basah.
Tikus lain melompat untuk menyerang.
Aku meronta-rontakan kakiku dengan liar dan menendang tikus itu melintasi
ruangan. Mata-mata merah itu menyala padaku. Desisan itu jadi raungan melengking.
Aku memukul tikus-tikus menjauh dengan buku tua itu. Aku mengayunkan
senterku melewati ruangan, dengan panik mencari jalan keluar.
Di sana! Sebuah tangga yang sempit melintasi ruangan!
Aku berlari ke tangga itu. Melangkah ke dalam lautan tikus itu.
Menginjak keras pada mereka - meratakan ekor-ekor kurus mereka.
Cakar-cakar menggores kakiku yang terbuka saat aku berlari.
Dua tikus menempel sepatuku saat aku menyerbu naik tangga.
Aku menendang lepas tikus-tikus. Mendengar tubuh mereka bergedebuk basah
ke lantai. Lalu aku terhuyung-huyung naik. Meluncur dengan cepat ke pintu. Dan keluar.
Keluar ke udara segar. Terengah-engah. Hatiku berdebar-debar. Menyedot
napas berturut-turut di udara asin lautan.
Aku berlari di sepanjang perjalanan pulang. Aku tak berhenti sampai aku datang
ke rumahku. Terengah-engah, aku terjatuh di halaman depan.
Aku menatap ke jendela ruang tamu. Lampu-lampu bersinar melalui tirai-tirai
putih tipis. Aku bisa melihat Ibu dan Ayah di dalamnya.
Aku mulai untuk masuk saat aku menyadari bahwa aku masih mencengkeram
buku itu. Uh-oh. Aku tahu Ibu dan Ayah akan kesal jika mereka tahu aku mengambil
sesuatu yang bukan punyaku. Lebih buruk dari itu, mereka akan mulai
menanyaiku dengan seribu pertanyaan:
Dari mana kau kau dapat buku itu "
Apa yang kau lakukan di rumah yang ditinggalkan itu"
Mengapa kau tak ikut pesta"
Aku tak bisa membiarkan mereka melihatnya, aku memutuskan.
Sepatu basahku berdecit melintasi halaman saat aku berjalan berkeliling mundur
ke garasi. Aku melangkah masuk dengan hati-hati. Kami punya garasi paling kacau di
kota. Ayahku suka mengumpulkan barang-barang. Banyak barang. Kami tak
dapat memasukkan mobil ke dalam garasi lagi. Kami bahkan tak bisa menutup
pintu. Aku berjalan di sekitar bak meludah dokter gigi dan tangga aluminium kolam
renang lama Mrs Green. Aku menyembunyikan buku itu di dalam kasur yang
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
robek, lalu masuk ke rumah.
"Jack, kau kah itu?" panggil Ibu dari dapur.
"Ya," jawabku, berlari naik sebelum ia melihatku. Aku tak ingin menjelaskan
celana pendekku yang basah berlumpur. Celana pendek yang bahkan bukan
punyaku! "Bagaimana pestanya?" kata Ibu.
"Oh. Oke," balasku. "Aku pulang agak awal."
*** "Kami akan kembali malam ini, Jack." Ayah padaku di halaman depan.
Itu adalah pagi berikutnya, Ibu dan Ayah sedang bersiap-siap untuk bepergian
sepanjang hari. Ayah menepuk bahuku. "Ini akan jadi perjalanan kami yang beruntung.
SANGAT BAGUS. Benar-benar SANGAT BAGUS. Aku bisa merasakannya. "
Ayah selalu mengatakan itu. Dia seorang pencari bakat.
Tapi dia tak benar-benar pernah dapat aktor yang sangat bagus. Tak seorangpun
yang terkenal. Cuma beberapa aktor dengan peran-peran kecil. Yang satu
memainkan seorang kondektur kereta api di acara TV. Setiap minggu ia punya kalimat yang
sama. "Semua naik." Itu saja. "Semua naik."
Setiap minggu. Dan dia adalah klien ayah paling terkenal.
Jadi Ayah menghabiskan banyak waktunya untuk mencari yang SANGAT
BAGUS. Aktor yang akan jadi terkenal dan memberi Ayah banyak uang.
Hari ini Ibu dan Ayah berkendaraan ke Anaheim untuk mendengarkan sebuah
grup musik baru. "Kuharap mereka tak gila," kataku pada Ayah. Minggu kemarin ada audisi yang
benar-benar sinting untuk Ayah. Wanita itu memainkan simfoni Beethoven
dengan memukul-mukulkan kepalanya. Setelah
dua not, ia pinsan dan Ayah harus membawanya ke rumah sakit.
"Tidak. Kelompok ini mengirimiku rekaman." mata Ayah berbinar. "Dan suara mereka
benar-benar hebat." Ibu bergegas keluar rumah dan menuju ke mobil.
"Ayo, Ted," serunya pada Ayah. "Kita tak ingin terlambat. Aku meninggalkan makan
malam dalam lemari es untukmu, Jack. Sampai nanti! "
Morty dan aku menyaksikan Ibu dan Ayah berkendaraan pergi. Kami bermain
menangkap Frisbee sampai telepon berdering.
(frisbee: mainan berbentuk cakram yang dilempar ke atas udara)
Itu Mia. "Aku - aku minta maaf aku menghancurkan pestamu," kataku tergagap.
"Tak masalah," jawabnya riang. "Kau tak merusak pestaku sama sekali. Kami semua
kembali dan bersenang-senang. "
"Oh. Oke. Jadi apa yang kau lakukan hari ini " tanyaku. "Mau pergi bermain
sepatu roda ?" Aku suka bermain sepatu roda. Aku bisa berputar membelok tajam dengan satu
kaki. Dan aku meluncur lebih cepat dari semua orang lingkungan sini termasuk
Wilson. "Tentu! Itu sebabnya aku menelpon! " serunya. "Wilson punya sepatu roda baru.
Dengan bola di bawahnya bukan roda. Jauh lebih cepat daripada jenis
yang biasa. " "Oh. Aku baru saja ingat. Aku tak bisa pergi meluncur, "kataku padanya. "Aku
harus tinggal di rumah dan menyiram tanaman."
Mia menutup telepon. Aku melihat keluar jendela ruang tamu. Aku mengamati rumah Wilson di
seberang jalan. Menunggunya keluar dengan sepatu roda barunya, bermerk
bodoh . Beberapa detik kemudian, ia melesat menuruni jalan masuknya dan
menggelinding menuruni blok dalam kabur.
Aku menghela napas panjang dan bergerak keluar.
"Ayo, Morty!" Aku menyambar Frisbee dari
halaman. "Tangkap, Nak!"
Aku melemparkan Frisbee. Morty membiarkannya membumbung tinggi di atas kepalanya.
Dia tak bergerak. Bagus. Sekarang apa"
"Hei! Morty - aku tahu. Ayo kita cari tahu (isi) buku besar yang kubawa
pulang." Morty mengikutiku ke garasi. Aku menyelipkan satu tangan ke dalam kasur dan
menarik buku itu. Aku membawanya ke dapur.
Aku mulai membaca dan terkesiap takjub.
"Morty - aku tak percaya ini!"
8 "Wow! Morty! Aku bisa terbang! "
Morty memiringkan kepalanya yang berbulu padaku.
"Aku tahu ini terdengar aneh, Nak. Tapi itu dikatakan tepat disini!" aku
menunjuk ke halaman yang kubaca. "Manusia bisa terbang! "
Tunggu sebentar. Apa aku gila" Apa aku benar-benar hilang (akal) "
Orang tak bisa terbang. Morty melompat ke kursi dapur. Dia menatap ke bawah buku itu. Pada gambar
seorang gadis muda. Dengan lengan terentang di pinggangnya, ia melayang
melalui udara, rambut pirang panjangnya melambai di belakang.
Morty mendongak padaku. Menatap kembali turun ke halaman itu. Lalu ia
merintih dan berlari dari ruangan.
"Kembali, Morty. Apa kau tak mau belajar terbang" "aku tertawa. "Morty -
Yang Pertama dan Satu-satunya Anjing Terbang! "
Aku berbalik kembali ke buku dan membaca:
"Selama manusia hidup di bumi, mereka telah berkeinginan untuk terbang.
Untuk melayang seperti malaikat. Untuk meluncur seperti kelelawar. Untuk
melambung tinggi seperti burung besar pemangsa.
"Semua itu mimpi. Mimpi tanpa harapan sampai sekarang.
"Rahasia kuno dari penerbangan manusia itu sederhana.
"Anda hanya perlu tiga hal: berani mencoba, suatu imajinasi akan melambung
tinggi , dan mangkuk yang baik. "
Hei! Aku menatap halaman itu. Aku punya hal-hal itu.
Mungkin aku harus mencobanya. Aku tak punya sesuatu lebih baik untuk
dikerjakan hari ini. Aku terus membaca.
Di sana, di halaman berikutnya, buku itu memberitahu dengan terperinci apa
yang perlu kau lakukan untuk terbang.
Buku itu menyajikan beberapa latihan untuk praktek. Dan ramuan ajaib yang
harus kau makan. Pelajari Gerakannya, Makanlah Ramuannya -kata buku itu.
Akhirnya buku itu memberikan suatu nyanyian kuno untuk dilafalkan.
Dan itu saja. Rahasia terbang - ada disini.
Ya, benar. Aku memutar mataku.
Aku mengamati daftar bahan-bahan yang kuperlukan untuk membuat ramuan
itu. Bahan utamanya adalah ragi - "karena ragi itu berkembang."
Hmmm. Ragi memang berkembang. Mungkin ini benar-benar akan bekerja.
Mungkin aku benar-benar bisa belajar terbang.
Jika aku bisa itu akan jadi luar biasa. Aku akan melambung tinggi melalui langit
persis seperti pahlawan superku.
Aku bisa terbang, aku berpikir dengan bermimpi saat aku mencari ragi di
kamar sepen. Sesuatu yang tak bisa Wilson lakukan dalam jutaan tahun.
Dan, aduhai, Mia akan terkesan.
Aku bisa mendengarnya sekarang.
"Oh, wow! Oh, wow! Oh, wow! "dia akan menjerit saat aku terbang ke langit,
meninggalkan Wilson di atas tanah - seperti serangga.
Aku akan melakukannya sekarang juga! Aku akan belajar bagaimana untuk
terbang! Tentu saja aku tahu itu gila. Tapi bagaimana jika itu bekerja" Bagaiman jika itu
benar-benar bekerja"
Aku membalik ke halaman latihan-latihan.
"Langkah Satu," bacaku dengan suara keras. "Pegang tangan Anda lurus ke depan
Anda. Tekuk lutut Anda sedikit. Sekarang lakukan sedikitnya lima puluh
lompatan dalam posisi ini. "
Aku melakukannya. Aku merasa seperti orang dungu, tapi aku melakukannya.
"Langkah Dua. Duduk di atas lantai. Tempatkan kaki kiri Anda ke bahu kanan Anda.
Kemudian angkat tangan kanan Anda dan selipkan ke belakang kepala
Anda. " Hal ini sulit untuk dilakukan. Lebih sulit. Aku menarik kaki kiriku naik sampai
mencapai bahuku. Rasa sakit yang tajam menyerang pinggangku. Tapi tak
menyerah. Aku mengangkat tangan kananku naik, naik, sampai ke dagu - lalu aku
kehilangan keseimbanganku dan berguling telentang!
Aku mencobanya lagi. Kali ini aku berguling ke samping.
Belajar terbang tak semudah yang kupikirkan.
Aku mencoba sekali lagi dan berhasil.
Tapi aku sekarang benar-benar terjebak terpelintir. Kaki kiriku bertengger pada
bahu kananku, dengan jari kakiku macet di telingaku. Kakiku yang lain
menekan belakang kepalaku - mendorong wajahku ke dadaku.
Aku berusaha untuk melepaskan diri.
Aku berhenti berusaha saat aku mendengar seseorang tertawa.
Dan sadar bahwa aku tak sendirian.
9 "Apa ... yang ... kau ... lakukan?"
"Ray, kaukah itu?" Aku mencoba mendongak, tapi tak bisa.
Daguku terbanting keras ke dadaku.
"Ya, ini aku. Ethan juga di sini. Apa yang kau lakukan" "ulangnya.
"Dia pasti berlatih Twister," tebak Ethan.
Mereka berdua tertawa. "Sangat lucu, kawan-kawan," kataku. "Bisakah kalian menarikku lepas"
Kupikir aku terjebak. "
Ray dan Ethan melepaskanku.
"Wah, ini rasanya lebih baik, "kataku, meregangkan keluar lengan dan kakiku.
"Jadi - apa yang kau lakukan?" tanya Etan saat ini.
"Berolahraga," gumamku. "Aku berolahraga. Untuk ... eh ... meningkatkan
permainan tenisku. "
"Wah. Itu latihan yang cukup aneh. "
Alis Ethan melengkung naik.
"Dia tak berlatih untuk tenis!" Seru Ray.
"Dia bahkan tak pernah main tenis!"
"Aku berpikir untuk melakukannya," kataku cepat.
Ray menyipitkan matanya padaku. Dia tak percaya padaku. Tapi dia tak
bertanya lagi. "Mau main basket di taman bermain?" Tanya Ethan.
Aku tak ingin pergi ke mana pun.
Aku ingin tinggal di rumah. Sendirian. Dan melihat apakah aku bisa terbang.
"Tidak, aku harus tinggal di rumah dengan Morty," aku berbohong. "Dia tak merasa
baik. " Morty mendengar namanya (dipanggil) dan menyerbu ke dapur dengan
kecepatan penuh. Dia melompat ke Ray dan menjilati wajahnya.
"Dia terlihat baik-baik saja bagiku," kata Ray, menyipitkan matanya kepadaku
lagi. "Tak masalah. Kita bisa tinggal di sini, " usul Ethan. "Melemparkan bola atau
sesuatu." Ethan melirik ke sekeliling dapur. Matanya jatuh ke buku itu.
"Tidak. Maaf. Aku benar-benar tak bisa ngobrol," kataku, melemparkan buku itu di
tempat sampah. "Aku harus membersihkan
dapur. " Aku berpaling ke meja dan menyekanya dengan spon. Lalu aku mulai mengatur
rempah-rempah di rak rempah-rempah -labelnya menghadap keluar.
"Dan aku harus tetap tinggal di dalam. Untuk menunggu telpon Ibu dan Ayah.
Mereka pergi. Mereka berkata untuk menunggu telepon. "
"Kenapa?" Tanya Ethan. "Apa yang begitu penting?"
"Mereka tak mau memberitahuku. Mereka bilang itu kejutan." aku mengangkat bahu.
"Oke, sampai jumpa nanti-mungkin," kata Ray.
Keduanya menggelengkan kepala saat mereka pergi.
Aku mengeluarkan buku itu dari sampah dan membalik kembali ke halaman
latihan. Aku membaca latihan berikutnya mengepakkan dan melompat. Aku melakukan
itu semua. Sekarang waktunya untuk mengucapkan kata-kata ajaib.
Aku membacanya untuk diriku lebih dulu. Untuk memastikan aku
melakukannya dengan benar. Lalu aku membacanya keras, perlahan-lahan.
Hishram hishmar shah shahrom shom.
Aku naik ke atas kursi dapur dan melompat. Untuk melihat apakah aku merasa
berbeda. Lebih ringan. Melayang.
Aku mendarat dengan bunyi gedebuk keras.
Kurasa aku perlu makan makanan terbang spesial untuk mendapatkan efek
penuh, aku memutuskan. Aku membalik kembali buku itu.
Ini waktunya untuk mulai membuat ramuan.
Dalam lemari dekat kulkas, aku menemukan mangkuk adonan kami yang
bagus. Aku memasukkan semua bahan ke mangkuk itu:
10 kuning telur, 1 sendok makan sirup maple, 2 cangkir tepung terigu, 1/2
cangkir soda, dan 4 sendok makan ragi.
Aku mengaduk-aduk. Suatu gumpalan kuning kental adonan mulai terbentuk.
Aku membalik halaman untuk membaca langkah berikutnya.
"Anda akan memulai petualangan paling menyenangkan di sepanjang sejarah,"
aku membacanya keras-keras. "Anda sendiri akan terbang dengan burung-
burung elang. Anda sendiri akan berlayar ke arah matahari. Apakah Anda siap?"
Aku mengangguk ya. "Anda katakan, ya?"
Aku mengangguk lagi ya. "Anda salah. Anda belum siap. Baliklah halaman. "
Aku membalik halaman - ke halaman terakhir buku itu.
"Kosongkan seperempat pon dari isi amplop itu ke mangkuk. Aduklah rata. "
Amplop! Amplop apa" Sisa halaman itu kosong - kecuali suatu tempat yang kecil akan lem kering.
Aku menjalankan jariku di atas tempat lem itu. Di situlah amplop tadi.
Tapi dimana amplop itu sekarang "
Aku mengguncang-guncang buku itu dengan panik.
Tak ada yang jatuh. "Oh, tidak," erangku. "Tak ada amplop ... amplop ... "
Tunggu! Aku tahu. Aku berlari ke tempat sampah.
Amplop itu di sana! Sebuah amplop hitam kecil. Itu pasti terjatuh saat aku melemparkan buku itu ke
tempat sampah. Aku membuka amplop itu. Mengukur seperempat pon bubuk biru terang itu -
dan menjatuhkannya ke dalam mangkuk.
Aku mengaduk dengan rata.
Gumpalan adonan kuning itu jadi hijau. Lalu jadi berkembang dan
bergelembung. Mulanya gelembung-gelembung kecil muncul dengan ringan di
permukaan. Kemudian gelembung yang lebih besar muncul dari dalam adonan.
Naik ke permukaan. Meledak terbuka dengan suara celepuk keras.
Celepuk. Celepuk. Celepuk.
Ih! Aku berdiri mundur. Adonan mulai berdenyut-denyut - seperti jantung yang berdetak.
Aku menyaksikan dengan ngeri saat adonan itu mulai menggelegak.
Aku menelan ludah. Benda apa di amplop tadi" Mungkin itu sejenis racun!
Lupakan tentang terbang. Aku tak mungkin memakan sampah kotor ini! Aku
memutuskan. Tak mungkin. 10 Aku meraih sisi mangkuk itu untuk membuang adonan itu ke tempat sampah.
Tapi menarik mundur tanganku kembali saat adonan menggelepar ke atas,
dengan sendirinya. Adonan itu menggelapar lagi dan lagi, setiap kali membuat suara mengisap
yang memuakkan.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perutku bergolak. Aku bergerak maju dan telepon berdering.
"Kami sedang dalam perjalanan pulang, Jack." telpon Ayah dari mobil. Dia
terdengar kecewa. "Begitu cepat ?" Tanyaku. "Apa yang terjadi ?"
"Anggota band itu bertengkar hebat. Mereka menelpon kami di dalam mobil.
Mereka mengatakan sebaiknya tak usah susah payah datang ke Anaheim.
Mereka membatalkan permainan." Aku mendengar Ayah mendesah.
"Wah, Yah. Aku tak tahu harus berkata apa. "
"Jangan khawatir, Jack. Aku masih merasa beruntung. Tak tahu mengapa. Tapi aku
pasti beruntung. YANG SANGAT BAGUS akan datang. Aku bisa
merasakannya. Kami berada di jalan bebas hambatan. Mestinya pulang setengah
jam lagi, "katanya. Lalu ia menutup telepon.
Uh. Sebaiknya aku membuang benda ini sebelum mereka pulang, kataku pada
diriku sendiri. Aku berbalik ke meja dapur dan menjerit ngeri. "Morty-jangan! JANGAN! Apa yang
sudah kau lakukan" "
11 "Morty! TURUN!" jeritku.
Morty berdiri di kursi dapur.
Cakar depannya terletak di atas meja.
Kepalanya dicelupkan ke dalam mangkuk adonan saat ia menelan segumpal
besar adonan hijau. "JANGAN, Morty! TURUN! "jeritku lagi.
Morty mengangkat kepalanya.
Dia menjilati mulutnya. Lalu masuk ke dalam mangkuk untuk menggigit lagi.
Aku melompat ke seberang ruangan.
Aku mengintip ke dalam mangkuk itu.
"Oh, Tidaaak!" teriakku. Hampir separuh adonan itu hilang!
"Morty! Apa yang kau lakukan! "Aku menarik kepalanya keluar dari mangkuk.
Morty menatapku - matanya melebar dengan rasa bersalah.
Telinganya terkulai rendah.
Dia merintih pelan. Lalu ia mencelupkan kepalanya kembali ke mangkuk untuk
menggigit lagi. Aku meraupnya dari kursi.
Membawanya ke ruang tamu dan tersentak saat ia melayang keluar dari
tanganku. Aku menatap tak percaya saat Morty melayang melalui ruangan. Kembali ke
dapur. "Morty - kau terbang!" Jeritku.
Ramuan itu bekerja! Aku tak bisa mempercayainya! Anjing cocker spanielku
itu TERBANG! Aku mengikutinya dalam keadaan linglung.
Mengikutinya saat ia melayang di atas meja dapur.
Melihat dengan takjub saat ia terbang keluar ke jendela yang terbuka.
"Morty!" teriakku, tersentak kembali ke alam nyata. "Tunggu!"
Morty menyalak keras lalu melayang naik, naik ke langit.
Aku berlari keluar dan menatap ke atas.
Morty melambung di atas rumah.
Melayang lebih tinggi dan lebih tinggi.
"Morty - jangan! Morty!" jeritku. "Morty - kembali! "
Kakinya meronta-ronta saat ia melayang di atas puncak pohon.
Dia mulai menggonggong, melengking, mendengking keras ngeri.
"Morty! Morty! "
Aku mengamatinya melayang naik, tubuhnya diayun-ayunkan angin, kakinya
bergerak-gerak cepat seakan mencoba untuk mencengkeram sesuatu.
"Oh, Tidaaaak!" Rengekku, menatap tak berdaya.
Aku harus mendapatkannya kembali! Aku harus menyelamatkan Morty!
Tapi bagaimana caranya"
12 Aku tahu bagaimana. Aku tahu bagaimana cara menyelamatkan anjingku. Dan aku tahu aku tak punya
pilihan. Aku berlari ke rumah. Aku mencelupkan tanganku ke dalam mangkuk. Menyambar sepotong besar
dari ramuan menjijikkan itu.
Ih! Aku tak bisa makan ini! RASANYA BEGITU BERLENDIR!
Kau harus memakannya, perintahku pada diriku sendiri. Kau harus
menyelamatkan Morty. Ini satu-satunya cara!
Adonan itu berdenyut-denyut dan menggelegak di telapak tanganku.
Suatu kabut uap tipis naik dari jari-jariku.
"Ohhh," erangku saat aku menjejalkan segenggam penuh benda itu ke dalam mulutku.
Aku mencengkeram tenggorokanku. Aku mulai muntah.
Rasanya asam dan panas. Membakar lidahku.
Aku menelannya. Dan menyambar gumpalan lain.
Mendorongnya ke mulutku. Menelan keras.
Mulut dan lidahku bengkak. Membengkak karena rasa pahit yang mengerikan.
Aku menjejalkan di beberapa gumpalan lagi. Aku harus memastikan aku bisa
terbang seperti Morty. Aku bisa merasakan denyut ramuan itu saat dia meluncur turun di
tenggorokanku. Dengan tercekik, aku berlari kembali ke luar.
Aku menatap ke langit. Morty terbang tinggi di atas pepohonan. Teriakannya melayang turun ke tanah.
Aku bisa melihat kakinya masih menggapai-gapai liar saat ia melayang lebih
tinggi dan lebih tinggi. Dia tampak begitu kecil di atas sana.
Persis suatu titik gelap di langit sekarang.
"Aku datang, Morty!" Aku menangkupkan tangan di sekitar mulutku dan berteriak.
"Jangan khawatir, Nak. Aku akan menyelamatkanmu! "
Aku mengangkat tanganku ke langit.
"AKU AKAN TERBANG!" Teriakku. "TERBANG!"
Aku melompat kuat-kuat. Tak ada yang terjadi. 13 Kecepatan. Itulah. Aku perlu meningkatkan kecepatan.
Aku berlari di halaman belakangku. Aku mengelilinginya tiga kali.
Lebih cepat dan lebih cepat.
Sepatuku merobek rumput. Aku berlari cepat, secepat yang aku bisa.
Wajahku penuh keringat. Aku sudah siap. Aku pasti siap sekarang, pikirku, terengah-engah.
Aku mengangkat tanganku di atas kepalaku.
Aku melompat tinggi. Dan turun. Tak ada apa-apa. "Aku tak bisa!" Rengekku. "Mengapa aku tak bisa-"
Aku tahu! Latihan! Latihan melompat. Pasti itu!
Aku mengulurkan tanganku lurus ke depan.
Lalu aku melompat-lompat di halaman belakang dengan kedua kaki dengan
kecepatan super warp. (Warp: suatu teknologi yang memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi
daripada kecepatan cahaya)
HOP. HOP. HOP. HOP. HOP. HOP. Aku melompat berkeliling halaman belakang seperti kelinci gila.
Ini dia. Aku sudah siap. Aku tahu itu, pikirku, melompat dengan panik.
"Morty! Aku datang! "
Masih melompat, aku menekuk lututku lebih rendah dari diriku sendiri.
Masih melompat, aku mengangkat kedua tanganku di atas kepalaku.
Lalu, dengan satu lompatan kuat, aku meluncurkan diriku sendiri dari tanah.
Dan kembali ke bawah. "Apanya yang salah?" Aku terengah-engah. "Kenapa aku tak bisa terbang seperti
Morty" " Morty! Aku mendongak. Morty melayang di depan awan - suatu titik hitam sekarang.
"Oooh, Morty! Kembali! "teriakku dan suatu rasa mengerikan membanjiri mulutku.
Rasa pahit adonan. Aku bisa merasakannya berdenyut di perutku. Bergolak.
Aku bisa mendengarnya menggelegak di sana.
Menggelegak. Naik melalui dadaku. Ke tenggorokan.
Di dalam mulutku. Aku bersendawa - dan lepas landas!
Kakiku berhembus dari tanah dan aku terlempar tinggi ke udara.
Aku terbang! "Aku tak percaya ini! Aku terbang. Aku benar-benar terbang! Seperti pahlawan
super. " "Waaaaa!" Aku menggerak-gerakkan lengan dan kakiku dengan liar. Aku naik ke atas
dan ke atas - di luar kendali!
Aku melayang di atas rumahku.
Di atas pepohonan. Di atas perbukitan Malibu. Aku bisa melihat lautan biru berkilauan jauh di
bawah. Morty terus melayang naik. Naik dan menjauh dariku.
"Morty, Aku datang!" teriakku.
Mataku terkunci pada Morty. Aku mencoba untuk mengarahkan tubuhku ke
arahnya. "Waaaa!" Aku melakukan jungkir balik di udara. Aku berputar berulang-ulang.
Dan berhenti dengan kepala ke arah bawah dan kakiku terjulur ke atas.
Angin menarikku lebih tinggi. Aku tak bisa memutar badan.
Kakiku masih lurus ke atas. Darah bergegas turun ke kepalaku!
Aku melayang tinggi. Ke atas melalui awan.
Aku terengah-engah. Aku berusaha untuk berputar. Tiba-tiba, aku merasa
pusing. Pahlawan super tak terbang dengan kaki lebih dulu! Aku memarahi diriku
sendiri. Lakukan sesuatu. Aku mengajukan lututku ke dada dan tubuhku berputar.
Ini bekerja. Aku tepat - pinggang ke atas.
Tapi sekarang Morty di belakangku.
Aku berputar di udara - berusaha untuk berbalik, berusaha untuk melihatnya.
Ya! Aku bisa melihat Morty - melayang lebih tinggi.
Aku melayang naik, naik ke arahnya.
Lebih dekat ... lebih dekat.
"Tunggu, Morty," seruku. "Aku hampir sampai!"
Aku merasakan hembusan angin di wajahku.
Dua burung murai membumbung lewat, menukik keluar dari jalanku.
Aku menatap ke bawah. Rumah dan garasiku tampak seperti mainan - begitu
kecil. Rumah Wilson tampak lebih kecil
dari rumahku. Ha! Aku terbang! Aku tak bisa mempercayainya! Aku benar-benar terbang.
Aku melayang naik. Dekat dengan Morty. Dia menatapku, merintih, seluruh
tubuhnya gemetar saat ia melayang.
"Tunggu, Nak." Aku mengulurkan tanganku. Tapi aku tak bisa meraihnya.
Aku melayang mendekat. Aku mencoba untuk menaikkan kecepatan, tapi aku
tak tahu bagaimana (caranya). Yang bisa kulakukan adalah melayang dalam
arus udara. Melayang ke arah arus udara yang membawaku.
Aku meraih anjing itu lagi. Meleset.
Dia melayang dua atau tiga kaki dari sambaranku.
Aku akan kehilangan Morty selamanya! Pikirku.
Angin yang kuat mengangkatku.
Aku terlempar ke atas. Tapi Morty juga.
Aku bisa mendengar rengekan ketakutan saat ia melayang ke arah terik
matahari. Aku melayang lebih dekat ... lebih dekat. Aku mengulurkan tanganku lagi. Aku
hampir bisa menyentuh sekarang. Hampir.
Begitu panas di atas sini. Aku merasa sepertinya aku terbakar.
Morty yang malang. Tubuh kecilnya bergerak kepanasan.
Kepalanya terkulai lemas. Lidahnya melorot keluar.
Dia tak akan bertahan! Aku melayang mendekat. Aku meraihnya lagi ... dan ... DAPAT!
Aku menarik Morty ke dalam pelukanku. Seluruh tubuhnya bergetar. Aku
mendekapnya meringkuk di dadaku dan menatap ke bawah saat aku melayang
tinggi ... lebih tinggi. LEBIH TINGGI. Oh, tidak. Sebuah pikiran menakutkan tiba-tiba mencengkeramku.
Aku benar-benar akan terus melayang lebih tinggi. Dan lebih tinggi. Aku tak
tahu bagaimana (caranya) turun.
14 Aku melayang lebih tinggi.
Pelipisku bergetar kencang.
Dunia di bawahku mulai menyusut lebih kecil dan lebih kecil.
Aku hampir tak bisa melihat rumahku sekarang - seolah-olah rumah itu bisa
muat dalam telapak tanganku. Dalam jarak ini, lautan terbentang seperti karpet
biru. Pantainya adalah pita kuning ramping.
Aku merasa pusing. Sakit.
Morty menatap ke bawah dan merintih.
"Tak apa-apa, Nak," kataku. "Kita akan pulang sekarang. "
Tapi bagaimana" BAGAIMANA.
Aku mengangkat Morty dengan satu tangan. Aku menjulurkan tanganku yang
lain. Menunjuk ke sebelah kananku.
Aku berbelok ke kanan! Hei - tidak buruk! Aku menunjuk ke sebelah kiriku dan terbang ke kiri!
Ini hebat! Aku menunjuk tanganku ke bawah.
Waaa! Aku mulai menukik. Aku mengajukan tanganku ke atas dengan cepat dan membumbung tinggi lurus
ke depan. Jika aku menahan kakiku erat-erat bersamaan, aku menambah kecepatan. Ketika
aku memisahkan keduanya sedikit-Aku memperlambat kecepatan.
Mengagumkan! Aku melayang di langit. Aku mengapung. Meluncur. Melayang.
Membumbung tinggi. Aku bahkan terbang tengkurap!
Aku membiarkan angin lembut mengangkatku naik. Lalu aku menurunkan
tanganku dan menukik turun, lalu naik lagi.
Aku menatap perbukitan di bawah. Rumah-rumah yang berkumpul di
dalamnya. Rumah-rumah tampak seperti membuat titik di perbukitan dengan pola yang
sempurna tepat ke depan pantai.
Aku bisa melihat kolam Mrs Green seukuran
perangko dari atas sini. Perangko biru yang berkilau.
Dan lautan - lautan itu! Aku terbang rendah di atas ombak-ombak, memegang
Morty erat-erat, merasakan dingin, memercik
menyegarkan wajahku. Lalu aku melambung kembali ke perbukitan. Lucu, pikirku. Menatap dunia dari
atas sini seharusnya tampak menyeramkan. Tapi ini tak menyeramkan sama
sekali. Bahkan kenyataannya, ini terasa lebih aman. Lebih tenang. Tak
membingungkan saat kau berada di dalamnya, di bawah sana.
Aku menahan kakiku erat-erat bersamaan dan melambung di atas sekolahku.
"Hei! Morty! Lihat siapa yang ada di tempat bermain! Ada Ray dan Ethan!
Bermain basket. " Aku menukik rendah di balik beberapa pepohonan, lalu terbang menuju rumah.
Aku tak ingin Ray dan Ethan melihatku.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku belum ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku bisa terbang.
Aku pertama-tama ingin menunjukkannya pada Mia. Mia. Tunggu sampai ia
melihat ini, pikirku, membumbung tinggi.
Dan tunggu sampai Wilson melihatku terbang. HA! Ini akan membuatnya tutup
mulut - SELAMANYA! Aku melayang di udara, memimpikan semua hal. Aku yang melakukannya
sekarang -bahwa aku bisa terbang.
Aku menatap ke bawah rumahku.
Dan melihat mobil kami menggelinding ke halaman. "Oh tidak, Morty! Ibu dan Ayah
pulang! " Apa mereka melihatku"
Jika mereka melihat, celakalah aku.
Mereka akan berpikir di atas terlalu berbahaya.
Mereka tak akan membiarkanku terbang.
Tolonglah, tolong - jangan biarkan melihatku! Aku berdoa.
"Hei - lihat di atas sana!" Aku mendengar teriakan Ayah.
15 Aku menukik di belakang garasi.
Aku meletakkan Morty dengan lembut ke tanah.
"Apa yang kau lihat?" Aku mendengar Ibu bertanya pada Ayah.
"Seekor burung di atap garasi," jawab Ayah. "Kupikir itu burung Kondor. "
(Kondor: nama dua spesies Hering Dunia Baru. Mereka adalah burung terbang
darat terbesar di Belahan Barat.)
"Mereka sangat jarang," komentar Ibu, membanting pintu mobil.
Wah! Aku menarik napas lega. Mereka tak melihatku.
"Hei-!" Aku terenyak saat aku menyadari bahwa Morty mulai naik lagi.
"Turun, Nak! Turun!" teriakku. Aku mengikat ujung tali pengikatnya ke satu batu
kecil. Dia berjalan beberapa langkah dengan goyah. Dia tak punya kesulitan apapun
berjalan dengan batu itu. Dan batu itu ukurannya benar-benar pas untuk
membuatnya tetap di tanah. Ia lurus menuju rumah anjingnya.
Aku cepat-cepat ke dapur.
Berantakan sekali. Bekas bubuk ragi dan tepung mengotori lantai dapur. Pecahan kulit telur
tergeletak di dalam genangan tipis kuning telur di atas meja. Dan gumpalan-
gumpalan hijau adonan yang mengerikan melekat di kursi-kursi dapur, di meja -
di mana-mana. Aku bisa mendengar Ibu dan Ayah membuka pintu depan.
Tak ada waktu untuk membersihkan.
Aku menyelipkan amplop hitam kecil ke dalam buku terbang itu. Dan aku
berlari keluar dari pintu belakang dengan buku itu. Aku keluar dengan bergerak
cepat ke garasi dan menyelipkan kembali buku itu ke dalam
lipatan kasur tua itu. "Jack! Kami pulang!" teriak Ayah melalui
rumah. "Kau di manaaaaa?" Aku mendengar Ibu memanggil.
"Hai, Bu! Hai, Yah! "Aku mendadak muncul lewat pintu belakang, ke dalam dapur.
"Wah! Apa yang terjadi di sini?" Ayah menatap ke sekeliling ruangan, dengan mata
terbelalak. Ibu mengendus-endus udara. "Bau mengerikan apa ini?"
"Di dalam sini?" Aku terhenti, mencoba mencari alasan yang baik.
Ibu dan Ayah mengangguk, menatapku. Menunggu penjelasan.
"Oooh, yang kalian maksud ini," kataku, menyapu satu tangan ke udara. "Eh ...
Cuma percobaan ilmiah. Untuk sekolah. Ini tak begitu berhasil. "
*** Aku bangun sangat awal di pagi berikutnya. Aku ingin mencoba terbang lagi.
Sebelum sekolah. Sebelum Ibu dan Ayah bangun.
Budi Kesatria 18 Jodoh Rajawali 13 Jejak Tapak Biru Dendam Iblis Seribu Wajah 2
R. L. Stine Ramuan Ajaib (Goosebumps #52) Scan dan Ebook bahasa Inggris: Undead
Terjemah: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
1 Di hari aku belajar bagaimana untuk terbang, aku khawatir tentang Wilson
Schlamme. Aku menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan Wilson. Aku selalu punya
masalah dengan orang itu.
Apa kau tahu mengapa"
Dia pikir dia lebih baik dariku - dan aku tahu dia tidak.
Aku Jack Johnson. Dan aku bukanlah semacam anak yang suka untuk masuk
berkompetisi. Sungguh. Aku tak suka bersaing.
Aku selalu membiarkan ayahku menang catur. Cuma karena itu berarti begitu
banyak baginya untuk menang. Dan aku bahkan membiarkan anjingku Morty
memenangkan pertandingan gulat kami di lantai ruang tamu.
Tapi Wilson tak pernah berhenti menggangguku. Dia selalu harus membuktikan
bahwa dialah yang terbaik dalam segala hal.
Jika aku mengunyah permen karet, ia mencoba untuk meniup gelembung yang
lebih besar. Ketika gelembungku dua kali lebih besar dari punya Wilson,
katanya punyanya lebih bulat!
Jika gelembungku lebih besar dan bulat ia menusukkan jarinya di gelembungku
dan meletuskannya di wajahku.
Dia itu pengganggu, anak itu. Benar-benar pengganggu.
Terutama saat ada Mia Montez.
Mia adalah gadis termanis di SMP Malibu. Tanyalah siapa pun. Semuanya
tentang Mia itu manis. Dia punya mata hijau yang besar dan hidung kecil yang sempurna.
Kupikir hidung Mia adalah hal pertama yang kuperhatikan darinya.
Aku benar-benar mengagumi hidungnya itu. Kurasa itu karena hidungku agak
besar. Dan Mia punya rambut tercantik. Rambut hitam lurus yang pendek. Benar-
benar mengkilap. Rambutku gelap seperti rambut Mia tapi keriting. Terlalu
keriting. Tahu pada apa Mia benar-benar tergila-gila" Hati. Itu masuk akal. Dia lahir di
hari Valentine. Dia memakai kalung hati setiap hari ke sekolah. Dan gelang dengan banyak
anting-anting hati dari perak dan emas.
Di tangan kanannya, dia memakai cincin hati dengan ruby merah. Dan dia
punya anting-anting yang cocok. Dia tampak begitu manis dengan hati-hati itu.
Pokoknya, ketika ada Mia, itulah saat terburuk Wilson! Dia harus pamer di
depannya. Dan ia harus membuktikan bahwa ia lebih baik daripada aku.
Wilson suka berkompetisi. Wilson suka menang.
Jadi pilihan apa yang kumiliki" Aku harus menunjukkan bahwa Wilson salah.
Aku harus membuktikan bahwa aku sebagus dirinya. Aku tak ingin Mia berpikir
aku ini pecundang. *** "Jack, bisa pinjam penghapusmu?" Temanku Ethan Polke menepuk bahuku.
Ethan duduk di belakangku selama waktu bebas di sekolah. Dia tak pernah
punya penghapus. Dia selalu kehilangannya.
"Tentu." Aku berpaling dan menyerahkan penghapus yang baru kubeli kemarin.
Karena dia menghilangkan punyaku yang lama di hari sebelumnya.
Aku toh hampir tak pernah menggunakan penghapusku. Paling tidak saat aku
menggambar pahlawan super.
Aku suka menggambar pahlawan super. Dan aku benar-benar bagus dalam hal
itu. Aku tak pernah harus memperbaiki satu garis pun.
"Hei - itu mengagumkan!" tunjuk Ethan dari atas bahuku pada sketsaku Manusia
Laser Luar Biasa. Manusia Laser Luar Biasa adalah pahlawan super terbaruku. Aku menggambar
pahlawan super setiap hari. Di pagi hari sebelum aku berangkat ke sekolah.
Selama masa bebas. Di malam hari setelah aku menyelesaikan PR-ku. Dan
kemudian, saat aku pergi ke tempat tidur, aku memimpikan mereka.
Suatu hari aku akan jadi seorang seniman buku komik. Aku punya map di
rumah dengan kumpulan gambar pahlawan superku. Falcon Si Pemberani. Si
Anak Bayangan. Mantis Bertopeng. Mereka semua akan jadi terkenal suatu hari
nanti. Aku tahu itu. Aku mempelajari sketsaku Manusia Laser Luar Biasa. Seragamnya benar-benar
keren. Otot-otot besarnya menonjol pada kain celana ketatnya.
Satu aliran petir kuat melintasi dada besarnya. Dua aliran petir lagi berkelok-
kelok turun di kaki berototnya.
Aku menggambar sepasang kacamata hitam misterius untuk menyembunyikan
matanya - sehingga tak seorang pun tahu identitas aslinya. Aku juga belum tahu.
Pertama-tama aku menggambar karakternya - lalu aku membuat ceritanya.
Manusia Laser Luar Biasa yang menahan lengan kuatnya ke atas langit. Aku
mulai menggambar sinar-sinar laser yang lepas dari ujung jarinya. Bel berbunyi
tepat saat aku selesai. Aku melompat dari tempat dudukku. Aku tak dapat menunggu untuk
menunjukkan Manusia Laser Luar Biasa pada Mia. Dia akan
menyukainya! "Hei, Mia!" Aku menahan gambarku padanya. "Mau lihat - "
"Minggir, Jackie." Aku berbalik dan melihat Wilson.
Dia membawa gambar juga. Dia mendorongku keras dari belakang.
Aku jatuh di atas meja Mia. Gambarku terbang dari tanganku dan jatuh ke
lantai. "Trim's, Wilson!" Mia menahan gambar Wilson di tangannya. Ia melontarkan senyum
besar. "Lihat ini, Jack. Lihat apa yang Wilson gambar. "
Aku melirik lewat bahu Mia. Wilson telah menggambar satu tim pahlawan
super. LIMA pahlawan super. Berwarna-warni.
Dalam huruf-huruf gemerlapan di atas ia telah menulis: Pelindung-pelindung
Mia. Cis. "Lihat apa yang Jackie gambar !" Teriak Wilson. Dia menyambar gambarku dari
lantai. "Wilson, jangan panggil aku Jackie!" Ujarku. "Aku mengatakan padamu berjuta
kali, aku benar-benar benci panggilan itu. "
"Maaf. Aku lupa." Wilson nyengir. "Aku tak akan melakukannya lagi - Jackie."
Aku melotot pada Wilson. "Kembalikan gambarku!" bentakku. Aku meraihnya. Tapi Wilson terlalu cepat
bagiku. Ia menyodorkan gambar itu ke wajah Mia.
"Ini Orang Malas Luar biasa!" soraknya.
Mia terkikik atas lelucon bodohnya.
Aku ingin menghilang. "Ini sangat manis, Jack," kata Mia, mengembalikan gambar itu padaku. Lalu ia dan
Wilson memakai tas mereka dan menuju ke luar.
Oke - jadi Mia lebih suka gambar Wilson. Tak masalah, kataku pada diriku
sendiri. Aku memasukkan gambarku ke dalam tasku.
Tunggu saja sampai kita di luar.
Tunggu saja sampai Mia melihat sepeda balap baruku bekecepatan dua puluh
satu (mil per jam) - Silver Streak.
Dia akan menyukainya! Aku berlari keluar tepat untuk melihat Mia memutar-putar sepeda baruku.
"Keren!" Katanya, mencoba untuk melihat bayangannya di setang. "Mungkin aku akan
minta Ibu dan Ayah sepeda seperti ini untuk ulang tahunku. "
Aku tahu Mia akan terkesan.
"Kau tak akan mau sepeda seperti itu untuk ulang tahunmu," cibir Wilson.
"Kau mau ini!" Wilson menunjuk sepeda barunya.
Sepeda barunya sepeda jengki.
"Oh, wow!" Seru Mia. "WOW!"
Perutku jadi mulas. "Aku tak suka sepeda balap kurus itu," Wilson nyengir, menggelengkan kepalanya
padu sepedaku. "Terlalu tipis. Aku suka sepeda ASLI. "
Aku begitu panas! Aku ingin mengambil sepeda jengkinya yang besar dan
menaikinya bolak-balik di atas kepala Wilson.
Sepeda baruku mengagumkan. Tidak tipis sama sekali.
Mengapa semuanya harus jadi kompetisi" Dan mengapa Wilson selalu menang"
Sedikit yang aku tahu saat kami bertiga naik sepeda pulang bahwa kompetisi itu
hanyalah permulaan! 2 "Aku menang!" Teriak Wilson, melompat dari sepedanya. Dia menyandarkan sepedanya
di pohon depan rumahku. Dia
mengayunkan tinjunya di udara. "Silver Snail yang dua." dia mengumumkan saat aku
bersepeda, berkeringat basah kuyup.
(Silver Snail: keong perak, plesetan dari sepeda Jack Silver Streak; kilat
perak) "Balapan yang bagus, teman-teman," kata Mia, mengayuh sepedanya ke arah kami.
Aku ingin bersepeda pulang sekolah di samping Mia.
Tapi Wilson ingin balapan dan Mia pikir itu ide yang keren.
Bukit-bukit Malibu mengagumkan untuk balapan. Anginnya berputar-putar dan
berkeliling. Aku suka mendaki bukit-bukit itu dengan sepedaku, lalu melaju
turun. Dan aku benar-benar bagus di beberapa tikungan yang tajam.
Aku mencengkeram setang sepedaku.
Aku percaya diri. Kecepatanku dua puluh satu (mil per jam).
Kami berlomba. Wilson menang. Aku menyandarkan sepedaku di samping Wilson, mengatur napasku. Morty,
anjing spanielku berwarna coklat, berlari menderap keluar dari halaman
belakang menyambut kami. "Hei, Morty!" Hati-hati di gelang Mia berdenting pelan saat ia menggaruk leher
Morty. Morty menyukai Mia sama seperti aku. Ekornya berkibas-kibas seperti
orang gila. Dia melompat untuk menjilati wajah Mia. Lalu dia mulai
menjilatiku. "Wah. Berikutnya anjing Wilson yang datang. " tunjuk Mia pada rumah Wilson di
seberang jalan . Anjing Labrador Wilson sangat besar berlari dengan
kecepatan penuh ke arah kami.
"Turun, Nak." Wilson tertawa saat anjingnya melompat pada dirinya. Dia hampir
menjatuhkan Wilson. "Terminator DUA KALI besarnya Morty," Wilson membual pada Mia.
"Tapi Morty lebih pintar," aku menyombongkan diri. "Kami mengajari Morty untuk
membawa piring makanannya ke bak cuci ketika dia selesai makan. "
"Itu cukup pintar," kata Mia.
"Kau menyebut itu pintar?" Ejek Wilson. "Kami mengajari Terminator untuk
menjawab telepon saat kami tak ada di rumah. "
"Itu tentunya lebih pintar," kata Mia. "Itu benar-benar pintar. "
"Itu tak begitu pintar," bantahku. "Morty bisa berguling ke atas dan-"
"Oh, Tidaaak!" Kami mendengar jeritan. Mrs Green, tetangga sebelahku, menjulurkan keluar kepalanya dari pintu depan
dan menjerit. Dia menatap ngeri pada tiga pohon di seberang jalan. Pohon-
pohon di depan rumah Wilson.
Olive - kucing baru Mrs Green - duduk di pinggir suatu dahan pohon yang
tinggi. Bulunya berdiri semua. Tubuh kecilnya bergetar. Dia mengeong-ngeong
pelan. "Oh, Olive yang malang!" teriak Mia. "Dia akan jatuh! Seseorang harus
menyelamatkannya! " "Aku akan menyelamatkannya!" Teriakku dan Wilson berbarengan.
Oh, tidak, Kau tak akan menyelamatkannya, Wilson! Pikirku. Kau tak akan
menang kali ini. Dengan kecepatan penuh, aku berlari ke seberang jalan. Sepatu berdebum di
trotoar. Aku yang pertama mencapai pohon itu!
"Dorong aku," perintahku Wilson. Sebelum dia bisa membatah, aku melilitkan
lenganku pada batang pohon dan mengangkat kakiku. Wilson mendorongku.
Aku perlahan-lahan menaiki batang (pohon) itu. Aku memandang ke atas
puncak bukit. Mataku mengikuti jalanannya yang berkelok-kelok turun, turun,
turun. Turun tepat ke pantai. Pantai itu membentang di sepanjang pesisir
bermil-mil. Aku memandang sekilas ke bawah dan tersenyum pada Mia.
"Cepat, Jack!" Teriaknya gugup.
"Jangan khawatir, Mia," kataku. "Aku dalam perjalanan!"
Ya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menyelamatkan Olive. Dan kau tidak,
Wilson. Aku naik lebih tinggi dan lebih tinggi - sampai aku mencapai dahan di mana
Olive duduk. Seluruh tubuhnya menggigil ketakutan. Dia mencicit ketakutan
saat dia melihatku. Aku mengamati dahan pohon itu. Dahan itu sangat ramping.
Aku tak tahu apa dahan itu kuat menahan berat badanku.
"Apa yang kau tunggu, Jackie?" Wilson mengguncang-guncang batang pohon.
"Aku akan naik dan mengambilnya jika kau takut. "
Ha! Tidak, Wilson! Aku merangkak ke atas dahan itu. Sangat perlahan.
Olive merintih. Aku berhenti. Aku maju lagi pelan-pelan.
Olive beringsut menjauh dariku.
Aku berhenti lagi. Olive menatap mataku. Lalu ia mengangkat cakar-cakar depannya untuk
melompat! Di bawah, aku bisa mendengar Mrs Green dan Mia terkesiap.
"Jangan, Olive," pintaku dengan lembut. "Tetap (di sana)."
Aku bergerak lebih dekat - cukup dekat untuk meraihnya sekarang.
Aku perlahan-lahan meraihnya.
Ujung-ujung jariku menyentuh bulu lembutnya.
Lalu lututku tergelincir dari dahan itu. Aku kehilangan keseimbanganku. Aku
meluncur ke kiri. "Tidaaak!" Aku mengeluarkan jeritan melengking saat aku jatuh dari pohon.
3 Aku menjulurkan tangan ke atas. Aku dengan panik mencari-cari dahan pohon.
Dan meleset. Perutku terhuyung-huyung saat aku jatuh ke bawah. Turun.
Aku memejamkan mata erat-erat, siap untuk terbanting turun di atas tanah yang
keras. "Hah?" Sesuatu yang lembut menahanku jatuh.
"Kena kau, Jackie."
Wilson menangkapku dengan tangannya.
Dia menahanku seperti bayi. Bagus. Benar-benar bagus ...
Aku mendengar tepuk tangan. Tepuk tangan Mia.
Lalu Wilson menjatuhkanku di trotoar.
"Aduuuuh!" Kepalaku membentur semen dengan suara gedebuk.
"Apa kau baik-baik saja?" suara Mia terdengar jauh.
"Ya, aku-" aku mulai menjawab, berusaha duduk. Saat itulah aku melihat bahwa Mia
tak menaruh perhatian apapun padaku.
Dia merunduk di atas Wilson, mengamati jarinya yang bengkak jari yang ia
tahan pada Mia. "Aku baik-baik saja," Wilson meyakinkannya. "Jack tak terlalu berat."
"Jangaaan!" Jerit Mrs Green. "Olive- Jangaaan! "
Olive berjuntai di dahan pohon itu dengan satu tangan kecil!
Wilson bergegas menaiki pohon dan merangkak melintasi dahan itu. Pohon itu
mengerang dan berkeriat-keriut di bawah kaki kekarnya itu. Tapi Wilson tak
perduli. Dia tampak begitu yakin pada dirinya sendiri saat ia melintasi cabang yang
lentur itu. Dia meraih Olive dengan satu tangan.
Lalu ia bergoyang-goyang menuruni batang pohon.
"Terima kasih! Terima kasih!" Mrs Green merangkulkan tangannya pada bahu lebar
Wilson dan memeluknya.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahu sempitku terkulai. Aku merasa (sedih) tak karuan.
Dengan membuai Olive yang aman dalam pelukannya, Mrs Green kembali ke
rumahnya. Aku melihatnya berjalan menyeberangi halamannya. Pandanganku beralih ke
halamanku -di mana Morty dan Terminator bergulat di rumput. Terminator
memukul Morty dengan kaki besarnya. Dia membuat Morty terlontar di atas
pagar. Terminator menyerbu melintasi halaman, melompati semak-semak, dan
mencapai Morty sebelum anjing malangku itu mendarat. Terminator
menjatuhkannya di udara dan menerkamnya.
Morty menjerit tak berdaya saat Terminator menjepitnya ke tanah.
"Terminator, hentikan!" Teriakku, menuju ke arah mereka.
"Biarkan mereka sendiri. Mereka hanya bermain-main!" kata Wilson.
Tapi aku berjalan dengan tertatih-tatih menyeberangi halaman untuk
menyelamatkan Morty. "Bahkan anjing Wilson menang setiap saat," gerutuku. "Morty dan aku adalah
pecundang. Benar-benar pecundang. "
"Hei, teman-teman, aku harus pulang!" Mia melompat ke sepedanya. "Jangan lupa
akan pesta ulang tahun di hari Sabtu! "
"Aku akan ke sana!" Kata Wilson padanya. "Dan aku akan membawa Terminator. Dia
punya kejutan untukmu. "
Aku mengerang. "Kau datang ke pestaku, Jack?" Mia tersenyum cerah padaku.
"Yah - mungkin ..." Aku coba memikirkan alasan dengan cepat.
Aku benci pesta. Jangan salah sangka padaku. Aku senang bertemu teman-temanku tapi bukan
dalam pesta. Aku tak pernah benar-benar senang pada pesta terutama jika itu
pesta permainan. Aku benci untuk bermain di pesta permainan. Terutama jika
ada Wilson. "Aku ... eh ... mungkin harus pergi ke suatu tempat dengan orang tuaku, "aku
berbohong. "Kurasa aku telah berjanji akan pergi dengan mereka. Dan waktu itu
aku berjanji pada ayahku, aku akan membantu membersihkan ruang bawah
tanah. " "Kau mengerjakan itu minggu lalu," kata Wilson. "Ingat - aku harus membantumu
menarik tong sampah itu keluar. Itu terlalu berat bagimu. "
"Yah, kami belum selesai," kataku, berpikir cepat. Aku benar-benar pembohong
yang payah. Mia memegang hati emas di lehernya.
"Kau harus datang, Jack. Pesta tak akan dimulai sampai jam enam. Aku benar-benar
ingin kau datang. " "Yah ... Aku akan coba," kataku padanya.
"Bagus, Jack. Sampai jumpa! " Mia melompat ke sepedanya dan mengayuh mendaki
bukit menuju rumahnya. Haruskah aku pergi" tanyaku pada diriku, naik menuju jalan masuk (rumah)ku.
Mia mengatakan dia benar-benar ingin aku datang.
Jadi haruskah aku melupakan betapa aku benci pesta dan datang"
Ya, aku memutuskan. Ya. Mungkin aku akan benar-benar bersenang-senang.
Ya! Jadi ... pada Sabtu malam, aku pergi ke pesta Mia.
Dan tahukah kau pesta itu - pesta itu merusak hidupku selamanya!
4 Rumah Mia dua blok di atas bukit dari rumahku. Rumahnya benar-benar
menonjol di atas jangkungan-jangkungan (kayu-kayu penyangga). Ini agak
berbahaya - terutama saat lumpur-lumpur bergeser. Tapi rumahnya punya pemandangan laut
yang menakjubkan di bawah sana.
Aku melangkah ke pintu depan rumah Mia. Aku merasa benar-benar gugup.
Untuk satu hal, aku tak pernah bertemu Ibu tiri Mia yang baru. Mia
menghabiskan waktu setengah tahun dengan ibu kandungnya di Brentwood.
Dan setengah tahun lainnya di sini di Malibu dengan ayahnya dan ibu tiri
barunya. "Ayo masuk! Senang sekali berjumpa denganmu. Aku Angela Montez, " ibu tiri Mia
menyapaku di pintu. "Semua orang sudah menunggumu!"
"Benarkah?" Tanyaku. "Menunggu saya?"
"Benar!" Seru Mrs Montez.
Ibu tiri Mia punya senyum yang sangat menawan. Aku langsung menyukainya.
Aku mengikutinya ke pintu ruang hiburan Dia melambai Mia di seberang
ruangan. "Mia-lihat siapa yang akhirnya di sini," serunya. "Wilson!"
"Angela - itu bukan Wilson. Itu Jack! " jawab Mia.
"Oh. Maaf, Jack." Mrs Montez menepuk bahuku. "Yah, bagaimanapun bersenang-
senanglah." Mia mencengkeram lenganku dan menarikku ke depan.
Ruangan itu penuh sesak dengan anak-anak. Kami berjalan mendorong-dorong
melalui kerumunan itu. Pita-pita merah tergantung di langit-langit. Merah adalah warna favorit Mia.
Aku melihat teman-temanku Ray dan Ethan di keramaian. Mereka membuka
kantong-kantong plastik yang diisi dengan balon-balon merah.
"Hei Jack. Bantu kami meletuskan benda-benda ini, " panggil Ray.
"Oke. Aku segera kesana." Aku suka Ethan dan Ray.
Mereka orang-orang yang baik. Menyenangkan ngobrol dengan mereka.
Aku menyerahkan pada Mia hadiah ulang tahunnya. Aku ingin memberinya
sesuatu yang dia akan benar-benar, benar-benar suka. Aku berjalan-jalan
keliling mal berjam-jam untuk mencari benda yang benar-benar tepat.
"Trim's, Jack. Aku tak sabar untuk membukanya!" Kata Mia, menatap bintang-
bintang merah di kertas pembungkus.
"Lihat! Kertas ini cocok dengan pakaianku!" Mia menunjuk ke bintang-bintang
merah di baju putih dan legging-nya.
(legging: pakaian penutup kaki, biasanya dari lutut sampai pergelangan kaki.)
Mia menyukai kertas pembungkus itu. Itu membuatku merasa cukup baik.
Ray dan Ethan melemparkan beberapa balon ke atas - agak lama- dan kami
mulai meletuskannya. Setelah kami meledakkan sekitar lima puluh balon, kami memukul balon-balon
itu ke udara. Satu demi satu. Benar-benar cepat. Suatu badai balon-balon merah
berputar-putar di atas kepala kami.
Anak-anak jadi liar. Melompat-lompat ke atas. Memukuli balon-balon itu
kembali. "Ke sini, Jack!" Teriak mereka. "Pukul ke sini! "
Ini benar-benar keren. Lalu Wilson berjalan masuk.
"Hei, semuanya. Lihat ini!" Dia menyambar dua balon yang terbang. Dia memutar-
mutar keduanya begitu cepat, tangannya bergerak-gerak jadi kabur.
"Ta-da!" Dia menahan bikinannya di atas kepalanya untuk dilihat semua orang.
Itu adalah sesosok manusia dengan telinga besar, kaki pendek, dan perut gendut.
Itu kelihatan persis seperti guru olahraga kami, Mr Grossman.
"Hei! Itu si Grossman!" teriak salah satu anak.
Semua orang tertawa. "Mengagumkan, Wilson!" Teriak Kara, teman Mia.
"Wilson sangat lucu?" Kata Mia padaku. "Dia bisa melakukan apapun. "
"Ya," kataku, menyelinap kembali ke sudut ruangan. "Dia benar-benar sangat
lucu." "Buat sesuatu yang lain!" Mia bertepuk tangan.
Wilson mengambil beberapa balon dan membuat babi dengan tanduk.
Dan gajah kecil dengan empat kaki belalai.
Dan ayam yang besar. Semua orang jadi tergila-gila pada ayam itu.
Aku hampir lega ketika Mia mengumumkan ini waktunya untuk bermain
Twister. Hampir. (lihat keterangan permainan twister di akhir terjemahan ini)
Aku benci Twister. Aku bilang - aku benci semua pesta permainan.
Semua orang mengosongkan tengah ruangan sehingga Mia bisa mengatur
permainan. Aku bersembunyi jauh mundur ke sudutku. Aku bergerak pelan-pelan
menurunkan diriku ke lantai. Aku melakukannya begitu sehingga tak ada orang
akan memperhatikan aku. "Jackie!" Wilson masuk ke atas tatakan pemainan dan menarikku. "Ini saatnya
untuk melihat apakah kau dapat mengalahkan sang juara! "
Wilson bagus dalam Twister. Tentu saja.
"Eh, Wilson. Aku tak benar-benar merasa suka bermain." Aku bergulat membebaskan
diri dari cengkeramannya. "Aku akan memutar spinner jadi tiap orang lain bisa
bermain." "Tak perlu, Jack." Mulut Wilson melebar jadi cengiran terlebar yang pernah
kulihat. Aku tahu cengiran itu artinya masalah.
Dia menempatkan jari-jarinya di mulutnya dan bersiul melengking. Terminator
meloncat ke dalam ruangan.
"Putar, Nak!" Wilson memerintahkan anjing itu.
Terminator lari berderap ke spinner di atas lantai. Dia mendorongnya keras-
keras dengan hidungnya dan memutarnya.
Semua orang bersorak. "Ayo kita lihat dia membacanya!" Gumamku di bawah napasku.
Mia mendengarku. "Wilson mungkin akan mengajarinya itu minggu depan! " Dia tertawa.
"Tangan kanan merah!" teriak seseorang.
Semua orang masuk ke alas (permainan).
Wilson sampai kesana yang pertama pertama. Tentu saja.
Terminator memutar (spinner).
"Kaki kiri biru." Mia mengumumkan gerakan selanjutnya.
Hanya dua gerakan dan kami semua kacau berantakan.
Posisi Wilson aman. Dia cepat. Dia selalu menemukan tempat termudah untuk
mendarat lebih dahulu. Aku tak secepat itu. Aku harus meregangkan kaki kiriku ke belakang - di atas kepala Ray - untuk
mencapai titik biru. Aku merasa pinggangku sakit sekali.
Tolong, jangan biarkan aku jatuh, aku berdoa. Aku tak ingin jadi yang pertama
keluar. Jika aku jatuh Wilson tak akan pernah membiarkanku melupakan itu.
Telapak tanganku mulai berkeringat.
Tiga anak telah menutupkan kaki mereka di atas lengan kananku. Aku merasa
tanganku tergelincir dari titik merah.
Sikuku melorot. Aku mencoba untuk menjadikannya kaku, tapi sikuku tak mau tetap. Pelan-
pelan melorot lagi. Wilson menjulurkan lehernya untuk melihatku.
"Siku Jack menyentuh." teriaknya.
"Tidak, sikunya tak menyentuh!" Ethan datang membelaku. "Putar, Terminator!"
Terminator memutar (spinner).
Kaki kanan kuning. Kuning. Kuning. Aku mencari lingkaran kuning dengan panik. Aku melihat
satu. Aku mengangkat kakiku ke atas dan melewati punggung Ray.
Dan saat itulah aku mendengar (suara) robekan itu.
Celana pendekku robek terbuka lebar.
Aku membeku. "Petinju super bawah tanah! Kereeen!" Wilson bersorak.
Semua orang tertawa. Aku melirik pada Mia. Kepalanya terayun ke belakang, tertawa seperti maniak.
Wajahku memerah panas. Aku melompat dari permainan dan terhuyung-huyung dari ruangan itu.
"Tunggu, Jack!" Mia mengejarku. "Jangan pergi!"
Tak mungkin aku tetap tinggal.
Tak mungkin. Aku merasa benar-benar dipermalukan.
Mia menangkapku dan menghalangi pintu.
"Tolonglah?" pintanya lembut. "Tolonglah tinggal?"
Bisakah aku mengatakan tidak"
Tentu saja tidak. Mrs Montez memberiku celana pendek kakak Mia untuk dipakai, dan aku
kembali ke ruang hiburan.
Semua orang duduk di suatu meja panjang, makan hot dogs. Aku harus
mengambil satu-satunya kursi yang tersisa - disamping Wilson.
Aku mengangkat hotdog-ku. Aku membuka mulutku untuk menggigit.
"Wah. Tunggu dulu." Wilson mendorong tanganku menjauh dari mulutku. "Kau sebut
itu hotdog?" Dia memegang hotdog-nya disamping hotdog-ku. Hot dog-nya sepanjang satu
kaki. DUA KALI besarnya dari punyaku yang (beukuran) biasa.
Dia mengayunkan kepalanya ke belakang dan melolong. Lalu ia menelan
hotdog itu dalam dua gigitan.
Dia nyengir sedemikian besar, cengiran mengerikan Wilson .
Dia membuatku GILA. Segumpal mustard kotor menempel di ujung mulutnya. Aku ingin menyekanya
melalui wajahnya. Haruskah aku melakukannya" tanyaku pada diriku sendiri. Haruskah aku
memberinya botol mustard"
Sebelum aku bisa bergerak, Mia mengumumkan itu waktunya untuk membuka
kado. Wilson melompat dan menuju ke ruang tamu - di mana kado-kado itu
berada, tertumpuk tinggi. Semua orang mengikuti.
Mia membuka kado Kara pertama kali - ikat rambut terlipat dengan hati merah.
Lalu ia membuka kado Ray, dan sekarang kado Ethan. Potongan-potongan
gambar kupu-kupu lebih dari seribu buah.
Mia meraih kadoku. Aku menahan napas. Dengan hati-hati ia melepas ikatan pita merah itu. Lalu dia merobek kertas
terbuka dan terkesiap. "Ohhh, Jack!" Serunya. "Bagaimana kau tahu
aku ingin yang satu ini?"
Dia mengangkat kado itu pada semua orang untuk melihat. "Ini adalah CD baru dari
grup favoritku - Purple Rose. "
Aku tahu dia akan menyukainya.
"Trim's, Jack!" Dia meletakkan kadoku di
meja di sampingnya. Dia meraih kado yang lain. Sebuah amplop - hanya
amplop. Tak ada hadiah. "Itu punyaku," Wilson membungkuk dan berbisik padaku.
Aku tak percaya Wilson cuma membawakan Mia kartu, aku berpikir saat aku
melihat air matan Mia keluar bergerak turun. Cuma
kartu untuk ulang tahunnya. Hadiah macam apa itu"
Mia menatap ke dalam amplop itu sejenak. Lalu dia menjerit. "Oh, wow! Oh, wow!
Oh, wow! " Dia mengangkat kado Wilson.
Dua tiket. Dua tiket ke konser Purple Rose di Hollywood Bowl bulan depan.
(Hollywood Bowl: amfiteater -gelanggang terbuka- yang dipakai untuk
panggung konser musik, berada di kawasan Hollywood, Los Angeles,
California, Amerika Serikat.)
Kursi barisan depan. "Oh, wow!" Jeritnya lagi. "Ini benar-benar
mengagumkan! " Wilson melemparkan padaku cengiran besar Wilsonnya.
Aku tak tahan lagi. Aku menjerit marah dan berlari keluar rumah.
5 Aku berlari menuruni jalanan dari rumah Mia secepat yang aku bisa.
Berlari menyusuri jalan yang gelap. Sebuah lampu jalanan menuangkan sinar
lemah di atas rumah. Pepohonan dan semak-semak yang muncul di jalanan
seolah-olah meraihku. Aku tak tahu kemana aku akan pergi dan aku tak perduli. Aku benar-benar
harus menjauh dari pesta itu.
"Hentikan, Jack! Kembalilah!" Aku mendengar panggilan Mia.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku melirik ke belakang dan melihat Mia mengejarku.
Ray, Ethan, dan Kara mengejarku juga.
Aku tak mengurangi kecepatan. Aku mengikuti jalanan berliku menuruni bukit.
Aku berlari tepat melewati rumahku dan terus berlari.
"Jack! Kembalilah "teriak Mia.
Aku melirik lagi sekilas ke belakang. Mereka mengejar.
Aku berlari lebih cepat. Melewati beberapa rumah gelap terletak di belakang
bukit, tersembunyi di balik pepohonan.
Aku menambah kecepatan saat jalanan itu berlanjut menikung ke bawah.
Hampir-hampir terbang sekarang. Jari-jari kakiku
tertekan bagian atas sepatu kets saat aku berlari. Aku tak bisa berhenti jika
aku ingin. Aku berlari sampai jalanan mendatar keluar dari bawah bukit - di mana pagar
membentang bermil-mil, memisahkan pantai dari jalan.
Aku melesat menyeberangi jalan dan bergerak cepat melalui pagar.
"Jack! Jack!" suara teman-temanku melayang menuruni lereng bukit, di atas
gemuruh tetap laut di depanku.
Aku menatap ke atas dan ke bawah bentangan pantai itu.
Menatap dari satu rumah ke rumah lainnya. Rumah-rumah itu terletak diluar
bagian pantai yang tinggi, dengan langkah-langkah pasti turun ke pasir. Lampu-
lampu dari rumah-rumah itu membanjiri pasir, membuat pantai terang dan
keperakan. Tak ada tempat untuk bersembunyi.
Tak ada tempat ... Tiba-tiba, sebuah ide terlintas dalam pikiranku.
Rumah Dorsey yang ditinggalkan. Aku bisa bersembunyi di sana.
Rumah Dorsey dimaksudkan untuk menjadi salah satu rumah pantai paling
indah di Malibu. Tapi tak seorang pun tinggal di sana bertahun-tahun. Cuma
bangkai kapal besar tua sekarang. Tempat yang bagus untuk bersembunyi!
"Jack! Kau di mana?" Suara Mia melayang di atas pagar.
Lebih baik cepat-cepat. Sebelum mereka sampai.
Aku berlari menuruni pantai, melewati rumah-rumah dengan kolam renang dan
lapangan tenis. Aku berlari dan berlari- dan akhirnya aku sampai ke rumah
Dorsey. Aku berhenti dan menatap rumah itu. Benar-benar bangkai kapal!
Dua loteng lebar rumah itu punya kajang (kere) panjang yang membentang
sepanjang geladak. Tapi kajang itu telah jatuh dari tiang-tiangnya. Kain terpal
kacau itu tergeletak tertumpuk di geladak, terkepak-kepak dalam angin laut.
Aku melangkah dengan hati-hati. Beberapa papan geladak hilang. Papan-papan
yang lainnya retak dan patah.
Aku melompati sebuah lubang dan berjalan ke pintu. Aku memutar kenop pintu.
Pintu kayu itu telah membengkak karena basah terus menerus. Aku harus
membenturkan bahuku ke pintu untuk membuatnya terbuka. Aku merunduk
dalam-dalam. "Jack! Dimana kau" "Suara Ray berbunyi keras dari samping rumah.
Aku diam-diam menutup pintu di belakangku.
Aroma kayu busuk dan jamur asam menyambutku. Aku memicingkan mata
dalam kegelapan, mencoba untuk mencari tahu ruangan apa yang aku masuki.
Aku berdiri di suatu pintu masuk. Selain itu, di depanku, ada sebuah ruang
tamu. Dua kursi dengan alas duduk yang robek berdiri di salah satu dinding.
Dinding belakang ruangan itu benar-benar terbuat dari kaca. Di luar aku bisa melihat ombak-
ombak laut yang gelap menerjang pantai.
Ke sebelah kirinya adalah dapur. Ke kanan, suatu lorong yang panjang.
Di situlah mungkin kamar tidur-kamar tidur, pikirku, saat aku berjalan perlahan-
lahan ke sana, menyandarkan satu tangan ke dinding yang lembab.
"Jaaack. Jaaack." teriakan teman-temanku melayang melalui jendela-jendela yang
tertutup. Tapi suara mereka memudar sekarang. Menjauh.
Aku berjalan ke kamar tidur. Kosong - kecuali satu kasur tanpa seprai di lantai
Dorseys yang telah ditinggalkan.
Kembali di lorong, aku meraba-raba dinding. Mencoba untuk menemukan
jalanku dalam kegelapan. Aku tersandung maju dan (kakiku) terkait (sesuatu). Atas sesuatu besar. Benda
itu jatuh di lantai dengan dentuman keras.
Aku melompat mundur ketakutan. Lalu membungkuk untuk melihat apa itu.
Cuma papan selancar tua, aku menyadari. Aku mendesah panjang.
Aku bergerak kembali ke pintu masuk. Ke dapur. Lantai kayu berderak-derak di
bawah kakiku. Sorotan sinar bulan merembes melalui jendela yang sangat kotor. Beberapa
mangkuk rusak berbaring di salah satu
meja. Sebuah ember pasir dan sekop anak-anak tergeletak di pojokan lantai.
Aku berdiri di bawah sorotan sinar bulan.
Aku bisa mendengar ombak laut membentur pantai.
Di luar angin mulai menderu-deru. Mendera melalui papan-papan yang rusak
karena cuaca dari rumah tua itu. Kayu-kayu berderak dan mengerang.
Aku mengintip keluar dari jendela dapur dan melihat serumpun kajang jatuh
bergetar dalam angin, seperti hantu yang siap untuk bangkit.
Sesuatu berlari di kakiku.
Aku berteriak terkejut. Seekor tikus" Seekor tikus besar"
Sesuatu yang lebih besar"
Seluruh tubuhku menggigil.
Di malam hari tempat ini benar-benar menyeramkan.
Sudah aman untuk pergi sekarang, kataku pada diriku sendiri. Tak ada lagi
suara-suara. Mereka sudah pergi. Mereka semua mungkin kembali rumah Mia -
memakan kue ulang tahun. Aku bertaruh Wilson (memakan kue) bagian ketiga, pikirku jijik.
Aku tak sabar untuk pulang - ke rumah bagusku yang kering.
Aku berjalan perlahan-lahan melewati dapur yang gelap itu, melewati lantai
yang melengkung. Papan-papan mengerang setiap aku melangkah.
Pintu masuk mulai tampak.
Aku hampir ke sana. Hampir keluar dari rumah dingin yang seram ini.
Aku melangkah lagi dan lantainya pecah.
Papan-papan kayu jatuh ke suatu tempat di bawah - saat aku terjun ke dalam
lubang yang menganga itu.
Tanganku meraih ke sepotong papan lantai yang bergerigi. Kakiku tergantung
di bawahku. "Tolong!" jeritku.
Tapi tak orang yang bisa mendengarku.
Aku mencoba menarik diriku naik . Naik keluar lubang. Papan-papan kayu di
bawah tanganku berderit saat aku berusaha untuk mengangkat diriku naik. Dan
kemudian papan-papan itu pecah. Dan patah. Aku jatuh melalui lubang itu
dengan cepat. Turun. Lurus ke bawah.
6 Ke lubang bawah tanah"
Tidak. Ke ruang bawah tanah. Aku mendarat keras pada tangan dan lututku.
Nyeri menerpa tubuhku. Lalu dengan cepat memudar.
Untungnya, lantai itu lunak dan seperti sepon karena keadaan yang lembab, jadi
aku tak benar-benar terluka.
Aku menarik napas dalam-dalam dan tersedak bau lumut yang pahit. Ih! Aku
bahkan bisa merasakannya di lidahku.
Ini adalah salah Wilson! Wilson selalu membuktikan bahwa dialah yang terbaik.
Tak pernah membiarkanku. Oke, oke. Lupakan Wilson, kataku pada diriku sendiri.
Tenang. Kau harus menemukan jalan keluar dari ruang bawah tanah
menjijikkan ini. Aku berdiri dan mencari tangga, pintu, jendela. Tapi aku tak bisa melihat
sesuatu. Terlalu gelap. Seperti jika suatu selimut hitam tebal telah dilemparkan
di atas segalanya. Sepatuku terbenam dalam lantai yang membusuk saat aku berjalan membabi
buta melalui ruangan. Lututku menabrak sesuatu. Sebuah kursi"
Aku mengulurkan tangan dan menggerak-gerakkan tanganku di atasnya. Ya,
kursi. Bagus. Jika ada kursi di sini, mungkin aku bisa berdiri di atasnya. Naik kembali
ke dapur. Atau memanjat keluar dari jendela ruang bawah tanah.
Aku bergerak perlahan-lahan melalui ruangan. Aku berjalan melalui kubangan
air yang dalam. Air dingin merembes melalui sepatuku.
Aku akan membalasmu untuk ini, Wilson.
Aku tersandung meja dan sesuatu jatuh ke lantai. Aku mendengar kaca pecah.
Dan kemudian aku mendengar percikan.
Hatiku jadi kacau. Hewan lain" Tikus atau tikus besar lainnya"
Aku tak ingin memikirkannya. Pelipisku mulai bergerak-gerak.
Bagaimana aku keluar sini"
Haruskah aku berteriak minta tolong"
Siapa yang akan mendengarku di sini" Tak ada siapa pun.
Dengan kaki gemetar, aku bergerak melalui ruangan.
Tanganku terjulur ke depan. Meraba-raba dalam gelap.
Aku tersandung meja lain. Aku menjalankan tanganku di atasnya. Bukan meja.
Lebih mirip meja kerja. Meja kerja tukang.
Tanganku menyapu ke atasnya. Aku merasakan sebuah palu, sebuah obeng, dan
sebuah lilin! Jari-jariku mengaduk-aduk ke meja kerja itu,
mencari korek api untuk menyalakan lilin itu. Aku meraba-raba seluruh meja
kerja. Tak ada korek. Aku mundur dari meja kerja itu dan sepatuku menggelindingkan sesuatu yang
bulat. Sesuatu yang bulat seperti senter!
Aku mengambilnya. Ya! Sebuah senter!
Jemariku bergetar saat aku meraba-raba mencari saklarnya.
Tolong bekerjalah. Tolong bekerjalah. Tolong bekerjalah.
Aku menyalakannya. Sorot sinar kuning pucat membentang lemah ke dalam kegelapan.
Senter itu redup tapi aku bisa melihat!
"Aku keluar dari sini!" sorakku.
Aku mengarahkan sorotan sinar lemah itu ke depanku. Aku telah jatuh ke dalam
sebuah ruangan kecil. Sarang-sarang laba-laba yang tebal menghiasi dinding-
dinding yang mengelupas. Sebuah mesin cuci berkarat dan pengering pakaian berada di salah satu sudut.
Sebuah meja kayu kecil dan sebuah lampu pecah tergeletak di lantai di
depannya. Aku menggerakkan sinar senter lebih dekat-dan melihat kopor kemping yang
usang. Aku menggerakkan tanganku atas tutupnya. Ih. Kopor itu ditutupi
dengan lapisan tebal jamur bau yang lembab.
Engsel kopor berkarat itu berderit saat aku mengangkat bagian atasnya. Aku
mengarahkan sorotan sinar senterku ke dalam. Tak ada apa pun di situ. Tak ada
kecuali satu buku lama. Aku membaca judul dengan keras "Pelajaran terbang .. "
Aku membolik-balik halaman menguning itu, mencari-cari gambar pesawat
terbang. Aku suka pesawat. Tapi tak ada satu pesawat pun di dalamnya.
Halaman-halaman dipenuhi gambaran kuno manusia-manusia terbang di udara.
Orang-orang dari segala usia, pria-pria dengan jenggot putih, perempuan dalam
gaun panjang, anak-anak lucu, berpakaian (model) lama -semuanya
membumbung tinggi di langit.
Buku tua yang aneh sekali.
Aku membolik-balik halaman lagi sampai aku mendengar percikan lain.
Aku menyapukan senterku di atas lantai dan terkesiap.
"Ohhhhh. Tidaaaak. " Suatu lengkingan kecil keluar dari bibirku.
Aku menggerakkan sinar pucat itu bolak-balik, berharap aku tak melihat apa
yang kulihat. Bahkan dalam cahaya redup, aku bisa melihat dalam tubuh gelap itu, mata-mata
kecil bersinar merah, rahang bergigi terbuka itu.
Tikus-tikus besar! Puluhan tikus. Merayap di lantai. Bergerak padaku.
Aku melompat mundur. Aku ternganga ngeri saat mereka berkumpul masuk .
Kuku-kuku yang tajam berbunyi di lantai. Ekor-ekor kurus mendesir melalui
genangan air kotor saat mereka bergerak cepat ke depan.
Lautan tikus abu-abu. Aku membeku ketakutan. Aku mencengkeram senter erat-erat untuk
menghentikan goncangannya.
Tikus-tikus itu mengertakkan rahangnya. Mereka mulai mendesis.
Suara jelek bergema di dinding yang lembab dari kamar kecil itu.
Puluhan mata merah kecil bersinar kepadaku.
Mendesis makin keras. Lebih keras. Rahang-rahang mengertak.
Ekor-ekor berkibas bolak-balik. Makhluk-makhluk itu bergegas di atas satu
sama lain, bergegas menangkapku.
Lalu satu tikus besar gendut melesat keluar ke depan dari gerobolan itu. Dia
memandangku dengan lapar dengan mata-mata merah yang menyala.
Memperlihatkan taring-taring tajam.
Aku mencoba mundur menjauh. Tapi menabrak dinding.
Tak ada tempat untuk lari.
Tikus besar itu mengeluarkan teriakan melengking. Dia menarik mundur di atas
kaki-kakinya dan melompat ke depan.
7 "Jangaaan!" Jeritku dan mencoba menghindar.
Tikus itu mencakar bagian bawah celana pendekku.
Dia bertahan selama sedetik, mengertakkan giginya. Lalu dia kehilangan
pegangan dan meluncur ke lantai dengan bergedebur basah.
Tikus lain melompat untuk menyerang.
Aku meronta-rontakan kakiku dengan liar dan menendang tikus itu melintasi
ruangan. Mata-mata merah itu menyala padaku. Desisan itu jadi raungan melengking.
Aku memukul tikus-tikus menjauh dengan buku tua itu. Aku mengayunkan
senterku melewati ruangan, dengan panik mencari jalan keluar.
Di sana! Sebuah tangga yang sempit melintasi ruangan!
Aku berlari ke tangga itu. Melangkah ke dalam lautan tikus itu.
Menginjak keras pada mereka - meratakan ekor-ekor kurus mereka.
Cakar-cakar menggores kakiku yang terbuka saat aku berlari.
Dua tikus menempel sepatuku saat aku menyerbu naik tangga.
Aku menendang lepas tikus-tikus. Mendengar tubuh mereka bergedebuk basah
ke lantai. Lalu aku terhuyung-huyung naik. Meluncur dengan cepat ke pintu. Dan keluar.
Keluar ke udara segar. Terengah-engah. Hatiku berdebar-debar. Menyedot
napas berturut-turut di udara asin lautan.
Aku berlari di sepanjang perjalanan pulang. Aku tak berhenti sampai aku datang
ke rumahku. Terengah-engah, aku terjatuh di halaman depan.
Aku menatap ke jendela ruang tamu. Lampu-lampu bersinar melalui tirai-tirai
putih tipis. Aku bisa melihat Ibu dan Ayah di dalamnya.
Aku mulai untuk masuk saat aku menyadari bahwa aku masih mencengkeram
buku itu. Uh-oh. Aku tahu Ibu dan Ayah akan kesal jika mereka tahu aku mengambil
sesuatu yang bukan punyaku. Lebih buruk dari itu, mereka akan mulai
menanyaiku dengan seribu pertanyaan:
Dari mana kau kau dapat buku itu "
Apa yang kau lakukan di rumah yang ditinggalkan itu"
Mengapa kau tak ikut pesta"
Aku tak bisa membiarkan mereka melihatnya, aku memutuskan.
Sepatu basahku berdecit melintasi halaman saat aku berjalan berkeliling mundur
ke garasi. Aku melangkah masuk dengan hati-hati. Kami punya garasi paling kacau di
kota. Ayahku suka mengumpulkan barang-barang. Banyak barang. Kami tak
dapat memasukkan mobil ke dalam garasi lagi. Kami bahkan tak bisa menutup
pintu. Aku berjalan di sekitar bak meludah dokter gigi dan tangga aluminium kolam
renang lama Mrs Green. Aku menyembunyikan buku itu di dalam kasur yang
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
robek, lalu masuk ke rumah.
"Jack, kau kah itu?" panggil Ibu dari dapur.
"Ya," jawabku, berlari naik sebelum ia melihatku. Aku tak ingin menjelaskan
celana pendekku yang basah berlumpur. Celana pendek yang bahkan bukan
punyaku! "Bagaimana pestanya?" kata Ibu.
"Oh. Oke," balasku. "Aku pulang agak awal."
*** "Kami akan kembali malam ini, Jack." Ayah padaku di halaman depan.
Itu adalah pagi berikutnya, Ibu dan Ayah sedang bersiap-siap untuk bepergian
sepanjang hari. Ayah menepuk bahuku. "Ini akan jadi perjalanan kami yang beruntung.
SANGAT BAGUS. Benar-benar SANGAT BAGUS. Aku bisa merasakannya. "
Ayah selalu mengatakan itu. Dia seorang pencari bakat.
Tapi dia tak benar-benar pernah dapat aktor yang sangat bagus. Tak seorangpun
yang terkenal. Cuma beberapa aktor dengan peran-peran kecil. Yang satu
memainkan seorang kondektur kereta api di acara TV. Setiap minggu ia punya kalimat yang
sama. "Semua naik." Itu saja. "Semua naik."
Setiap minggu. Dan dia adalah klien ayah paling terkenal.
Jadi Ayah menghabiskan banyak waktunya untuk mencari yang SANGAT
BAGUS. Aktor yang akan jadi terkenal dan memberi Ayah banyak uang.
Hari ini Ibu dan Ayah berkendaraan ke Anaheim untuk mendengarkan sebuah
grup musik baru. "Kuharap mereka tak gila," kataku pada Ayah. Minggu kemarin ada audisi yang
benar-benar sinting untuk Ayah. Wanita itu memainkan simfoni Beethoven
dengan memukul-mukulkan kepalanya. Setelah
dua not, ia pinsan dan Ayah harus membawanya ke rumah sakit.
"Tidak. Kelompok ini mengirimiku rekaman." mata Ayah berbinar. "Dan suara mereka
benar-benar hebat." Ibu bergegas keluar rumah dan menuju ke mobil.
"Ayo, Ted," serunya pada Ayah. "Kita tak ingin terlambat. Aku meninggalkan makan
malam dalam lemari es untukmu, Jack. Sampai nanti! "
Morty dan aku menyaksikan Ibu dan Ayah berkendaraan pergi. Kami bermain
menangkap Frisbee sampai telepon berdering.
(frisbee: mainan berbentuk cakram yang dilempar ke atas udara)
Itu Mia. "Aku - aku minta maaf aku menghancurkan pestamu," kataku tergagap.
"Tak masalah," jawabnya riang. "Kau tak merusak pestaku sama sekali. Kami semua
kembali dan bersenang-senang. "
"Oh. Oke. Jadi apa yang kau lakukan hari ini " tanyaku. "Mau pergi bermain
sepatu roda ?" Aku suka bermain sepatu roda. Aku bisa berputar membelok tajam dengan satu
kaki. Dan aku meluncur lebih cepat dari semua orang lingkungan sini termasuk
Wilson. "Tentu! Itu sebabnya aku menelpon! " serunya. "Wilson punya sepatu roda baru.
Dengan bola di bawahnya bukan roda. Jauh lebih cepat daripada jenis
yang biasa. " "Oh. Aku baru saja ingat. Aku tak bisa pergi meluncur, "kataku padanya. "Aku
harus tinggal di rumah dan menyiram tanaman."
Mia menutup telepon. Aku melihat keluar jendela ruang tamu. Aku mengamati rumah Wilson di
seberang jalan. Menunggunya keluar dengan sepatu roda barunya, bermerk
bodoh . Beberapa detik kemudian, ia melesat menuruni jalan masuknya dan
menggelinding menuruni blok dalam kabur.
Aku menghela napas panjang dan bergerak keluar.
"Ayo, Morty!" Aku menyambar Frisbee dari
halaman. "Tangkap, Nak!"
Aku melemparkan Frisbee. Morty membiarkannya membumbung tinggi di atas kepalanya.
Dia tak bergerak. Bagus. Sekarang apa"
"Hei! Morty - aku tahu. Ayo kita cari tahu (isi) buku besar yang kubawa
pulang." Morty mengikutiku ke garasi. Aku menyelipkan satu tangan ke dalam kasur dan
menarik buku itu. Aku membawanya ke dapur.
Aku mulai membaca dan terkesiap takjub.
"Morty - aku tak percaya ini!"
8 "Wow! Morty! Aku bisa terbang! "
Morty memiringkan kepalanya yang berbulu padaku.
"Aku tahu ini terdengar aneh, Nak. Tapi itu dikatakan tepat disini!" aku
menunjuk ke halaman yang kubaca. "Manusia bisa terbang! "
Tunggu sebentar. Apa aku gila" Apa aku benar-benar hilang (akal) "
Orang tak bisa terbang. Morty melompat ke kursi dapur. Dia menatap ke bawah buku itu. Pada gambar
seorang gadis muda. Dengan lengan terentang di pinggangnya, ia melayang
melalui udara, rambut pirang panjangnya melambai di belakang.
Morty mendongak padaku. Menatap kembali turun ke halaman itu. Lalu ia
merintih dan berlari dari ruangan.
"Kembali, Morty. Apa kau tak mau belajar terbang" "aku tertawa. "Morty -
Yang Pertama dan Satu-satunya Anjing Terbang! "
Aku berbalik kembali ke buku dan membaca:
"Selama manusia hidup di bumi, mereka telah berkeinginan untuk terbang.
Untuk melayang seperti malaikat. Untuk meluncur seperti kelelawar. Untuk
melambung tinggi seperti burung besar pemangsa.
"Semua itu mimpi. Mimpi tanpa harapan sampai sekarang.
"Rahasia kuno dari penerbangan manusia itu sederhana.
"Anda hanya perlu tiga hal: berani mencoba, suatu imajinasi akan melambung
tinggi , dan mangkuk yang baik. "
Hei! Aku menatap halaman itu. Aku punya hal-hal itu.
Mungkin aku harus mencobanya. Aku tak punya sesuatu lebih baik untuk
dikerjakan hari ini. Aku terus membaca.
Di sana, di halaman berikutnya, buku itu memberitahu dengan terperinci apa
yang perlu kau lakukan untuk terbang.
Buku itu menyajikan beberapa latihan untuk praktek. Dan ramuan ajaib yang
harus kau makan. Pelajari Gerakannya, Makanlah Ramuannya -kata buku itu.
Akhirnya buku itu memberikan suatu nyanyian kuno untuk dilafalkan.
Dan itu saja. Rahasia terbang - ada disini.
Ya, benar. Aku memutar mataku.
Aku mengamati daftar bahan-bahan yang kuperlukan untuk membuat ramuan
itu. Bahan utamanya adalah ragi - "karena ragi itu berkembang."
Hmmm. Ragi memang berkembang. Mungkin ini benar-benar akan bekerja.
Mungkin aku benar-benar bisa belajar terbang.
Jika aku bisa itu akan jadi luar biasa. Aku akan melambung tinggi melalui langit
persis seperti pahlawan superku.
Aku bisa terbang, aku berpikir dengan bermimpi saat aku mencari ragi di
kamar sepen. Sesuatu yang tak bisa Wilson lakukan dalam jutaan tahun.
Dan, aduhai, Mia akan terkesan.
Aku bisa mendengarnya sekarang.
"Oh, wow! Oh, wow! Oh, wow! "dia akan menjerit saat aku terbang ke langit,
meninggalkan Wilson di atas tanah - seperti serangga.
Aku akan melakukannya sekarang juga! Aku akan belajar bagaimana untuk
terbang! Tentu saja aku tahu itu gila. Tapi bagaimana jika itu bekerja" Bagaiman jika itu
benar-benar bekerja"
Aku membalik ke halaman latihan-latihan.
"Langkah Satu," bacaku dengan suara keras. "Pegang tangan Anda lurus ke depan
Anda. Tekuk lutut Anda sedikit. Sekarang lakukan sedikitnya lima puluh
lompatan dalam posisi ini. "
Aku melakukannya. Aku merasa seperti orang dungu, tapi aku melakukannya.
"Langkah Dua. Duduk di atas lantai. Tempatkan kaki kiri Anda ke bahu kanan Anda.
Kemudian angkat tangan kanan Anda dan selipkan ke belakang kepala
Anda. " Hal ini sulit untuk dilakukan. Lebih sulit. Aku menarik kaki kiriku naik sampai
mencapai bahuku. Rasa sakit yang tajam menyerang pinggangku. Tapi tak
menyerah. Aku mengangkat tangan kananku naik, naik, sampai ke dagu - lalu aku
kehilangan keseimbanganku dan berguling telentang!
Aku mencobanya lagi. Kali ini aku berguling ke samping.
Belajar terbang tak semudah yang kupikirkan.
Aku mencoba sekali lagi dan berhasil.
Tapi aku sekarang benar-benar terjebak terpelintir. Kaki kiriku bertengger pada
bahu kananku, dengan jari kakiku macet di telingaku. Kakiku yang lain
menekan belakang kepalaku - mendorong wajahku ke dadaku.
Aku berusaha untuk melepaskan diri.
Aku berhenti berusaha saat aku mendengar seseorang tertawa.
Dan sadar bahwa aku tak sendirian.
9 "Apa ... yang ... kau ... lakukan?"
"Ray, kaukah itu?" Aku mencoba mendongak, tapi tak bisa.
Daguku terbanting keras ke dadaku.
"Ya, ini aku. Ethan juga di sini. Apa yang kau lakukan" "ulangnya.
"Dia pasti berlatih Twister," tebak Ethan.
Mereka berdua tertawa. "Sangat lucu, kawan-kawan," kataku. "Bisakah kalian menarikku lepas"
Kupikir aku terjebak. "
Ray dan Ethan melepaskanku.
"Wah, ini rasanya lebih baik, "kataku, meregangkan keluar lengan dan kakiku.
"Jadi - apa yang kau lakukan?" tanya Etan saat ini.
"Berolahraga," gumamku. "Aku berolahraga. Untuk ... eh ... meningkatkan
permainan tenisku. "
"Wah. Itu latihan yang cukup aneh. "
Alis Ethan melengkung naik.
"Dia tak berlatih untuk tenis!" Seru Ray.
"Dia bahkan tak pernah main tenis!"
"Aku berpikir untuk melakukannya," kataku cepat.
Ray menyipitkan matanya padaku. Dia tak percaya padaku. Tapi dia tak
bertanya lagi. "Mau main basket di taman bermain?" Tanya Ethan.
Aku tak ingin pergi ke mana pun.
Aku ingin tinggal di rumah. Sendirian. Dan melihat apakah aku bisa terbang.
"Tidak, aku harus tinggal di rumah dengan Morty," aku berbohong. "Dia tak merasa
baik. " Morty mendengar namanya (dipanggil) dan menyerbu ke dapur dengan
kecepatan penuh. Dia melompat ke Ray dan menjilati wajahnya.
"Dia terlihat baik-baik saja bagiku," kata Ray, menyipitkan matanya kepadaku
lagi. "Tak masalah. Kita bisa tinggal di sini, " usul Ethan. "Melemparkan bola atau
sesuatu." Ethan melirik ke sekeliling dapur. Matanya jatuh ke buku itu.
"Tidak. Maaf. Aku benar-benar tak bisa ngobrol," kataku, melemparkan buku itu di
tempat sampah. "Aku harus membersihkan
dapur. " Aku berpaling ke meja dan menyekanya dengan spon. Lalu aku mulai mengatur
rempah-rempah di rak rempah-rempah -labelnya menghadap keluar.
"Dan aku harus tetap tinggal di dalam. Untuk menunggu telpon Ibu dan Ayah.
Mereka pergi. Mereka berkata untuk menunggu telepon. "
"Kenapa?" Tanya Ethan. "Apa yang begitu penting?"
"Mereka tak mau memberitahuku. Mereka bilang itu kejutan." aku mengangkat bahu.
"Oke, sampai jumpa nanti-mungkin," kata Ray.
Keduanya menggelengkan kepala saat mereka pergi.
Aku mengeluarkan buku itu dari sampah dan membalik kembali ke halaman
latihan. Aku membaca latihan berikutnya mengepakkan dan melompat. Aku melakukan
itu semua. Sekarang waktunya untuk mengucapkan kata-kata ajaib.
Aku membacanya untuk diriku lebih dulu. Untuk memastikan aku
melakukannya dengan benar. Lalu aku membacanya keras, perlahan-lahan.
Hishram hishmar shah shahrom shom.
Aku naik ke atas kursi dapur dan melompat. Untuk melihat apakah aku merasa
berbeda. Lebih ringan. Melayang.
Aku mendarat dengan bunyi gedebuk keras.
Kurasa aku perlu makan makanan terbang spesial untuk mendapatkan efek
penuh, aku memutuskan. Aku membalik kembali buku itu.
Ini waktunya untuk mulai membuat ramuan.
Dalam lemari dekat kulkas, aku menemukan mangkuk adonan kami yang
bagus. Aku memasukkan semua bahan ke mangkuk itu:
10 kuning telur, 1 sendok makan sirup maple, 2 cangkir tepung terigu, 1/2
cangkir soda, dan 4 sendok makan ragi.
Aku mengaduk-aduk. Suatu gumpalan kuning kental adonan mulai terbentuk.
Aku membalik halaman untuk membaca langkah berikutnya.
"Anda akan memulai petualangan paling menyenangkan di sepanjang sejarah,"
aku membacanya keras-keras. "Anda sendiri akan terbang dengan burung-
burung elang. Anda sendiri akan berlayar ke arah matahari. Apakah Anda siap?"
Aku mengangguk ya. "Anda katakan, ya?"
Aku mengangguk lagi ya. "Anda salah. Anda belum siap. Baliklah halaman. "
Aku membalik halaman - ke halaman terakhir buku itu.
"Kosongkan seperempat pon dari isi amplop itu ke mangkuk. Aduklah rata. "
Amplop! Amplop apa" Sisa halaman itu kosong - kecuali suatu tempat yang kecil akan lem kering.
Aku menjalankan jariku di atas tempat lem itu. Di situlah amplop tadi.
Tapi dimana amplop itu sekarang "
Aku mengguncang-guncang buku itu dengan panik.
Tak ada yang jatuh. "Oh, tidak," erangku. "Tak ada amplop ... amplop ... "
Tunggu! Aku tahu. Aku berlari ke tempat sampah.
Amplop itu di sana! Sebuah amplop hitam kecil. Itu pasti terjatuh saat aku melemparkan buku itu ke
tempat sampah. Aku membuka amplop itu. Mengukur seperempat pon bubuk biru terang itu -
dan menjatuhkannya ke dalam mangkuk.
Aku mengaduk dengan rata.
Gumpalan adonan kuning itu jadi hijau. Lalu jadi berkembang dan
bergelembung. Mulanya gelembung-gelembung kecil muncul dengan ringan di
permukaan. Kemudian gelembung yang lebih besar muncul dari dalam adonan.
Naik ke permukaan. Meledak terbuka dengan suara celepuk keras.
Celepuk. Celepuk. Celepuk.
Ih! Aku berdiri mundur. Adonan mulai berdenyut-denyut - seperti jantung yang berdetak.
Aku menyaksikan dengan ngeri saat adonan itu mulai menggelegak.
Aku menelan ludah. Benda apa di amplop tadi" Mungkin itu sejenis racun!
Lupakan tentang terbang. Aku tak mungkin memakan sampah kotor ini! Aku
memutuskan. Tak mungkin. 10 Aku meraih sisi mangkuk itu untuk membuang adonan itu ke tempat sampah.
Tapi menarik mundur tanganku kembali saat adonan menggelepar ke atas,
dengan sendirinya. Adonan itu menggelapar lagi dan lagi, setiap kali membuat suara mengisap
yang memuakkan.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perutku bergolak. Aku bergerak maju dan telepon berdering.
"Kami sedang dalam perjalanan pulang, Jack." telpon Ayah dari mobil. Dia
terdengar kecewa. "Begitu cepat ?" Tanyaku. "Apa yang terjadi ?"
"Anggota band itu bertengkar hebat. Mereka menelpon kami di dalam mobil.
Mereka mengatakan sebaiknya tak usah susah payah datang ke Anaheim.
Mereka membatalkan permainan." Aku mendengar Ayah mendesah.
"Wah, Yah. Aku tak tahu harus berkata apa. "
"Jangan khawatir, Jack. Aku masih merasa beruntung. Tak tahu mengapa. Tapi aku
pasti beruntung. YANG SANGAT BAGUS akan datang. Aku bisa
merasakannya. Kami berada di jalan bebas hambatan. Mestinya pulang setengah
jam lagi, "katanya. Lalu ia menutup telepon.
Uh. Sebaiknya aku membuang benda ini sebelum mereka pulang, kataku pada
diriku sendiri. Aku berbalik ke meja dapur dan menjerit ngeri. "Morty-jangan! JANGAN! Apa yang
sudah kau lakukan" "
11 "Morty! TURUN!" jeritku.
Morty berdiri di kursi dapur.
Cakar depannya terletak di atas meja.
Kepalanya dicelupkan ke dalam mangkuk adonan saat ia menelan segumpal
besar adonan hijau. "JANGAN, Morty! TURUN! "jeritku lagi.
Morty mengangkat kepalanya.
Dia menjilati mulutnya. Lalu masuk ke dalam mangkuk untuk menggigit lagi.
Aku melompat ke seberang ruangan.
Aku mengintip ke dalam mangkuk itu.
"Oh, Tidaaak!" teriakku. Hampir separuh adonan itu hilang!
"Morty! Apa yang kau lakukan! "Aku menarik kepalanya keluar dari mangkuk.
Morty menatapku - matanya melebar dengan rasa bersalah.
Telinganya terkulai rendah.
Dia merintih pelan. Lalu ia mencelupkan kepalanya kembali ke mangkuk untuk
menggigit lagi. Aku meraupnya dari kursi.
Membawanya ke ruang tamu dan tersentak saat ia melayang keluar dari
tanganku. Aku menatap tak percaya saat Morty melayang melalui ruangan. Kembali ke
dapur. "Morty - kau terbang!" Jeritku.
Ramuan itu bekerja! Aku tak bisa mempercayainya! Anjing cocker spanielku
itu TERBANG! Aku mengikutinya dalam keadaan linglung.
Mengikutinya saat ia melayang di atas meja dapur.
Melihat dengan takjub saat ia terbang keluar ke jendela yang terbuka.
"Morty!" teriakku, tersentak kembali ke alam nyata. "Tunggu!"
Morty menyalak keras lalu melayang naik, naik ke langit.
Aku berlari keluar dan menatap ke atas.
Morty melambung di atas rumah.
Melayang lebih tinggi dan lebih tinggi.
"Morty - jangan! Morty!" jeritku. "Morty - kembali! "
Kakinya meronta-ronta saat ia melayang di atas puncak pohon.
Dia mulai menggonggong, melengking, mendengking keras ngeri.
"Morty! Morty! "
Aku mengamatinya melayang naik, tubuhnya diayun-ayunkan angin, kakinya
bergerak-gerak cepat seakan mencoba untuk mencengkeram sesuatu.
"Oh, Tidaaaak!" Rengekku, menatap tak berdaya.
Aku harus mendapatkannya kembali! Aku harus menyelamatkan Morty!
Tapi bagaimana caranya"
12 Aku tahu bagaimana. Aku tahu bagaimana cara menyelamatkan anjingku. Dan aku tahu aku tak punya
pilihan. Aku berlari ke rumah. Aku mencelupkan tanganku ke dalam mangkuk. Menyambar sepotong besar
dari ramuan menjijikkan itu.
Ih! Aku tak bisa makan ini! RASANYA BEGITU BERLENDIR!
Kau harus memakannya, perintahku pada diriku sendiri. Kau harus
menyelamatkan Morty. Ini satu-satunya cara!
Adonan itu berdenyut-denyut dan menggelegak di telapak tanganku.
Suatu kabut uap tipis naik dari jari-jariku.
"Ohhh," erangku saat aku menjejalkan segenggam penuh benda itu ke dalam mulutku.
Aku mencengkeram tenggorokanku. Aku mulai muntah.
Rasanya asam dan panas. Membakar lidahku.
Aku menelannya. Dan menyambar gumpalan lain.
Mendorongnya ke mulutku. Menelan keras.
Mulut dan lidahku bengkak. Membengkak karena rasa pahit yang mengerikan.
Aku menjejalkan di beberapa gumpalan lagi. Aku harus memastikan aku bisa
terbang seperti Morty. Aku bisa merasakan denyut ramuan itu saat dia meluncur turun di
tenggorokanku. Dengan tercekik, aku berlari kembali ke luar.
Aku menatap ke langit. Morty terbang tinggi di atas pepohonan. Teriakannya melayang turun ke tanah.
Aku bisa melihat kakinya masih menggapai-gapai liar saat ia melayang lebih
tinggi dan lebih tinggi. Dia tampak begitu kecil di atas sana.
Persis suatu titik gelap di langit sekarang.
"Aku datang, Morty!" Aku menangkupkan tangan di sekitar mulutku dan berteriak.
"Jangan khawatir, Nak. Aku akan menyelamatkanmu! "
Aku mengangkat tanganku ke langit.
"AKU AKAN TERBANG!" Teriakku. "TERBANG!"
Aku melompat kuat-kuat. Tak ada yang terjadi. 13 Kecepatan. Itulah. Aku perlu meningkatkan kecepatan.
Aku berlari di halaman belakangku. Aku mengelilinginya tiga kali.
Lebih cepat dan lebih cepat.
Sepatuku merobek rumput. Aku berlari cepat, secepat yang aku bisa.
Wajahku penuh keringat. Aku sudah siap. Aku pasti siap sekarang, pikirku, terengah-engah.
Aku mengangkat tanganku di atas kepalaku.
Aku melompat tinggi. Dan turun. Tak ada apa-apa. "Aku tak bisa!" Rengekku. "Mengapa aku tak bisa-"
Aku tahu! Latihan! Latihan melompat. Pasti itu!
Aku mengulurkan tanganku lurus ke depan.
Lalu aku melompat-lompat di halaman belakang dengan kedua kaki dengan
kecepatan super warp. (Warp: suatu teknologi yang memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi
daripada kecepatan cahaya)
HOP. HOP. HOP. HOP. HOP. HOP. Aku melompat berkeliling halaman belakang seperti kelinci gila.
Ini dia. Aku sudah siap. Aku tahu itu, pikirku, melompat dengan panik.
"Morty! Aku datang! "
Masih melompat, aku menekuk lututku lebih rendah dari diriku sendiri.
Masih melompat, aku mengangkat kedua tanganku di atas kepalaku.
Lalu, dengan satu lompatan kuat, aku meluncurkan diriku sendiri dari tanah.
Dan kembali ke bawah. "Apanya yang salah?" Aku terengah-engah. "Kenapa aku tak bisa terbang seperti
Morty" " Morty! Aku mendongak. Morty melayang di depan awan - suatu titik hitam sekarang.
"Oooh, Morty! Kembali! "teriakku dan suatu rasa mengerikan membanjiri mulutku.
Rasa pahit adonan. Aku bisa merasakannya berdenyut di perutku. Bergolak.
Aku bisa mendengarnya menggelegak di sana.
Menggelegak. Naik melalui dadaku. Ke tenggorokan.
Di dalam mulutku. Aku bersendawa - dan lepas landas!
Kakiku berhembus dari tanah dan aku terlempar tinggi ke udara.
Aku terbang! "Aku tak percaya ini! Aku terbang. Aku benar-benar terbang! Seperti pahlawan
super. " "Waaaaa!" Aku menggerak-gerakkan lengan dan kakiku dengan liar. Aku naik ke atas
dan ke atas - di luar kendali!
Aku melayang di atas rumahku.
Di atas pepohonan. Di atas perbukitan Malibu. Aku bisa melihat lautan biru berkilauan jauh di
bawah. Morty terus melayang naik. Naik dan menjauh dariku.
"Morty, Aku datang!" teriakku.
Mataku terkunci pada Morty. Aku mencoba untuk mengarahkan tubuhku ke
arahnya. "Waaaa!" Aku melakukan jungkir balik di udara. Aku berputar berulang-ulang.
Dan berhenti dengan kepala ke arah bawah dan kakiku terjulur ke atas.
Angin menarikku lebih tinggi. Aku tak bisa memutar badan.
Kakiku masih lurus ke atas. Darah bergegas turun ke kepalaku!
Aku melayang tinggi. Ke atas melalui awan.
Aku terengah-engah. Aku berusaha untuk berputar. Tiba-tiba, aku merasa
pusing. Pahlawan super tak terbang dengan kaki lebih dulu! Aku memarahi diriku
sendiri. Lakukan sesuatu. Aku mengajukan lututku ke dada dan tubuhku berputar.
Ini bekerja. Aku tepat - pinggang ke atas.
Tapi sekarang Morty di belakangku.
Aku berputar di udara - berusaha untuk berbalik, berusaha untuk melihatnya.
Ya! Aku bisa melihat Morty - melayang lebih tinggi.
Aku melayang naik, naik ke arahnya.
Lebih dekat ... lebih dekat.
"Tunggu, Morty," seruku. "Aku hampir sampai!"
Aku merasakan hembusan angin di wajahku.
Dua burung murai membumbung lewat, menukik keluar dari jalanku.
Aku menatap ke bawah. Rumah dan garasiku tampak seperti mainan - begitu
kecil. Rumah Wilson tampak lebih kecil
dari rumahku. Ha! Aku terbang! Aku tak bisa mempercayainya! Aku benar-benar terbang.
Aku melayang naik. Dekat dengan Morty. Dia menatapku, merintih, seluruh
tubuhnya gemetar saat ia melayang.
"Tunggu, Nak." Aku mengulurkan tanganku. Tapi aku tak bisa meraihnya.
Aku melayang mendekat. Aku mencoba untuk menaikkan kecepatan, tapi aku
tak tahu bagaimana (caranya). Yang bisa kulakukan adalah melayang dalam
arus udara. Melayang ke arah arus udara yang membawaku.
Aku meraih anjing itu lagi. Meleset.
Dia melayang dua atau tiga kaki dari sambaranku.
Aku akan kehilangan Morty selamanya! Pikirku.
Angin yang kuat mengangkatku.
Aku terlempar ke atas. Tapi Morty juga.
Aku bisa mendengar rengekan ketakutan saat ia melayang ke arah terik
matahari. Aku melayang lebih dekat ... lebih dekat. Aku mengulurkan tanganku lagi. Aku
hampir bisa menyentuh sekarang. Hampir.
Begitu panas di atas sini. Aku merasa sepertinya aku terbakar.
Morty yang malang. Tubuh kecilnya bergerak kepanasan.
Kepalanya terkulai lemas. Lidahnya melorot keluar.
Dia tak akan bertahan! Aku melayang mendekat. Aku meraihnya lagi ... dan ... DAPAT!
Aku menarik Morty ke dalam pelukanku. Seluruh tubuhnya bergetar. Aku
mendekapnya meringkuk di dadaku dan menatap ke bawah saat aku melayang
tinggi ... lebih tinggi. LEBIH TINGGI. Oh, tidak. Sebuah pikiran menakutkan tiba-tiba mencengkeramku.
Aku benar-benar akan terus melayang lebih tinggi. Dan lebih tinggi. Aku tak
tahu bagaimana (caranya) turun.
14 Aku melayang lebih tinggi.
Pelipisku bergetar kencang.
Dunia di bawahku mulai menyusut lebih kecil dan lebih kecil.
Aku hampir tak bisa melihat rumahku sekarang - seolah-olah rumah itu bisa
muat dalam telapak tanganku. Dalam jarak ini, lautan terbentang seperti karpet
biru. Pantainya adalah pita kuning ramping.
Aku merasa pusing. Sakit.
Morty menatap ke bawah dan merintih.
"Tak apa-apa, Nak," kataku. "Kita akan pulang sekarang. "
Tapi bagaimana" BAGAIMANA.
Aku mengangkat Morty dengan satu tangan. Aku menjulurkan tanganku yang
lain. Menunjuk ke sebelah kananku.
Aku berbelok ke kanan! Hei - tidak buruk! Aku menunjuk ke sebelah kiriku dan terbang ke kiri!
Ini hebat! Aku menunjuk tanganku ke bawah.
Waaa! Aku mulai menukik. Aku mengajukan tanganku ke atas dengan cepat dan membumbung tinggi lurus
ke depan. Jika aku menahan kakiku erat-erat bersamaan, aku menambah kecepatan. Ketika
aku memisahkan keduanya sedikit-Aku memperlambat kecepatan.
Mengagumkan! Aku melayang di langit. Aku mengapung. Meluncur. Melayang.
Membumbung tinggi. Aku bahkan terbang tengkurap!
Aku membiarkan angin lembut mengangkatku naik. Lalu aku menurunkan
tanganku dan menukik turun, lalu naik lagi.
Aku menatap perbukitan di bawah. Rumah-rumah yang berkumpul di
dalamnya. Rumah-rumah tampak seperti membuat titik di perbukitan dengan pola yang
sempurna tepat ke depan pantai.
Aku bisa melihat kolam Mrs Green seukuran
perangko dari atas sini. Perangko biru yang berkilau.
Dan lautan - lautan itu! Aku terbang rendah di atas ombak-ombak, memegang
Morty erat-erat, merasakan dingin, memercik
menyegarkan wajahku. Lalu aku melambung kembali ke perbukitan. Lucu, pikirku. Menatap dunia dari
atas sini seharusnya tampak menyeramkan. Tapi ini tak menyeramkan sama
sekali. Bahkan kenyataannya, ini terasa lebih aman. Lebih tenang. Tak
membingungkan saat kau berada di dalamnya, di bawah sana.
Aku menahan kakiku erat-erat bersamaan dan melambung di atas sekolahku.
"Hei! Morty! Lihat siapa yang ada di tempat bermain! Ada Ray dan Ethan!
Bermain basket. " Aku menukik rendah di balik beberapa pepohonan, lalu terbang menuju rumah.
Aku tak ingin Ray dan Ethan melihatku.
Goosebumps - 52 Ramuan Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku belum ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku bisa terbang.
Aku pertama-tama ingin menunjukkannya pada Mia. Mia. Tunggu sampai ia
melihat ini, pikirku, membumbung tinggi.
Dan tunggu sampai Wilson melihatku terbang. HA! Ini akan membuatnya tutup
mulut - SELAMANYA! Aku melayang di udara, memimpikan semua hal. Aku yang melakukannya
sekarang -bahwa aku bisa terbang.
Aku menatap ke bawah rumahku.
Dan melihat mobil kami menggelinding ke halaman. "Oh tidak, Morty! Ibu dan Ayah
pulang! " Apa mereka melihatku"
Jika mereka melihat, celakalah aku.
Mereka akan berpikir di atas terlalu berbahaya.
Mereka tak akan membiarkanku terbang.
Tolonglah, tolong - jangan biarkan melihatku! Aku berdoa.
"Hei - lihat di atas sana!" Aku mendengar teriakan Ayah.
15 Aku menukik di belakang garasi.
Aku meletakkan Morty dengan lembut ke tanah.
"Apa yang kau lihat?" Aku mendengar Ibu bertanya pada Ayah.
"Seekor burung di atap garasi," jawab Ayah. "Kupikir itu burung Kondor. "
(Kondor: nama dua spesies Hering Dunia Baru. Mereka adalah burung terbang
darat terbesar di Belahan Barat.)
"Mereka sangat jarang," komentar Ibu, membanting pintu mobil.
Wah! Aku menarik napas lega. Mereka tak melihatku.
"Hei-!" Aku terenyak saat aku menyadari bahwa Morty mulai naik lagi.
"Turun, Nak! Turun!" teriakku. Aku mengikat ujung tali pengikatnya ke satu batu
kecil. Dia berjalan beberapa langkah dengan goyah. Dia tak punya kesulitan apapun
berjalan dengan batu itu. Dan batu itu ukurannya benar-benar pas untuk
membuatnya tetap di tanah. Ia lurus menuju rumah anjingnya.
Aku cepat-cepat ke dapur.
Berantakan sekali. Bekas bubuk ragi dan tepung mengotori lantai dapur. Pecahan kulit telur
tergeletak di dalam genangan tipis kuning telur di atas meja. Dan gumpalan-
gumpalan hijau adonan yang mengerikan melekat di kursi-kursi dapur, di meja -
di mana-mana. Aku bisa mendengar Ibu dan Ayah membuka pintu depan.
Tak ada waktu untuk membersihkan.
Aku menyelipkan amplop hitam kecil ke dalam buku terbang itu. Dan aku
berlari keluar dari pintu belakang dengan buku itu. Aku keluar dengan bergerak
cepat ke garasi dan menyelipkan kembali buku itu ke dalam
lipatan kasur tua itu. "Jack! Kami pulang!" teriak Ayah melalui
rumah. "Kau di manaaaaa?" Aku mendengar Ibu memanggil.
"Hai, Bu! Hai, Yah! "Aku mendadak muncul lewat pintu belakang, ke dalam dapur.
"Wah! Apa yang terjadi di sini?" Ayah menatap ke sekeliling ruangan, dengan mata
terbelalak. Ibu mengendus-endus udara. "Bau mengerikan apa ini?"
"Di dalam sini?" Aku terhenti, mencoba mencari alasan yang baik.
Ibu dan Ayah mengangguk, menatapku. Menunggu penjelasan.
"Oooh, yang kalian maksud ini," kataku, menyapu satu tangan ke udara. "Eh ...
Cuma percobaan ilmiah. Untuk sekolah. Ini tak begitu berhasil. "
*** Aku bangun sangat awal di pagi berikutnya. Aku ingin mencoba terbang lagi.
Sebelum sekolah. Sebelum Ibu dan Ayah bangun.
Budi Kesatria 18 Jodoh Rajawali 13 Jejak Tapak Biru Dendam Iblis Seribu Wajah 2