Pencarian

Misteri Jejak Zombie 2

Hardy Boys Misteri Jejak Zombie Bagian 2


rantai ke arah api, sambil dijaga agar roboh ke arah tempat yang belum terbakar.
Sebuah helikopter melayang-layang di atas dan melepaskan gumpalan kabut bahan
kimia pada tempat-tempat yang paling berbahaya.
Para anggota Polisi Negara berbaur dengan para anggota Dinas Pemadam Kebakaran
bahu membahu dengan giat. Akhirnya kedua pemuda itu bertemu dengan orang yang
bertanggungjawab." "Anda Kapten Scott?" tanya Frank.
"Betul. Tetapi aku tak dapat berhenti untuk berbicara. Aku sedang sibuk."
"Kami sukarelawan," kata Frank.
"Nah, itu lain. Laporkan diri kepada pimpinan pemadam di sana itu, pak Bemont.
Ia yang akan memberi tugas kepada kalian."
Komandan Pemadam Kebakaran itu memberikan kepada mereka topi logam dan sekop.
"Gabungkan dirimu pada regu pembuat jalur pengamanan di depan rumah," ia
memerintah. Jalur pengamanan yang lebar ditangani oleh sejumlah tenaga, membersihkan semak-
semak untuk menghadang menjalarnya api.
"Api tak akan mendapatkan umpan bila sampai di jalur pengamanan," pak Bemont
menjelaskan, kalau kita dapat membuatnya tepat pada waktunya. Ayo, bekerjalah
dengan giat!" Kakak beradik itu menggabungkan diri di ujung barisan. Mereka heran, orang yang
ada di samping mereka adalah Lonnie Mindo!
"Aku sedang di tempat indekos ketika polisi menelepon adanya kebakaran," Pemuda
itu menerangkan. "Rolf sedang latihan. Aku lalu menelepon studio dan
meninggalkan pesan untuk Rolf. Kemudian aku bergegas kemari untuk berbuat apa
yang dapat kulakukan."
Sementara mereka berbicara, Rolf tiba. Ia mengucapkan terimakasih kepada Lonnie
atas kecepatan tindakannya ketika berita kebakaran itu tiba. Kemudian ia
berpaling kepada Frank dan Joe.
"Frank dan Joe, terimakasihku termasuk kepada kalian juga," katanya. "Aku hanya
berharap dapat menyelamatkan rumah."
Pak Bemont memasukkan Rolf ke dalam regu pembuat jalur pengamanan, dan kerja
mereka berlanjut dengan penuh kegelisahan.
Seorang anggota pemadam kebakaran, dengan bulldozernya membuat jalur dengan
membongkar dan mendorong semak-semak ke satu sisi.
Dengan demikian orang-orang yang menggunakan sekop, dan kapak dapat memotong
rerumputan. Mereka melemparkan gumpalan rumput tersebut ke sisi, membuat jalur
tanah yang telanjang. Panasnya menyengat, dan kepulan-kepulan asap yang datang dari api menyebabkan
mata para sukarelawan berair mata. Lengan-lengan mereka sakit-sakit, pegal dan
napas membuat mereka tersengal-sengal.
Joe berada di ujung barisan, tepat di depan rumah. Melihat api menyembur dari
tempat yang tidak dilalui bulldozer, ia lari maju dan memukul-mukul api tersebut
dengan punggung sekopnya. Pada saat itu juga bara-bara merah menyala menyembur
dan jatuh di belakangnya, menimbulkan kobaran api. Ia berlari ke tempat terbuka
di antara kedua kebakaran. Tetapi kedua api itu bertemu menjadi satu, dan Joe
terpotong jalannya! Joe terjebak. Teriakan-teriakannya hilang tenggelam dalam deru kobaran api!
Dengan mati-matian ia menghantam semak-semak yang termakan api dengan sekopnya,
namun api malah berkobar tinggi!
Setapak demi setapak api mendorong dia ke arah pohon-pohon yang membara, di mana
ia akan terkurung oleh api yang mengamuk.
Untunglah, Frank mengetahuinya tepat pada waktunya. Ia melemparkan sekopnya,
lalu berlari menuju ke pickup penyembur bahan kimia, lalu melompat naik. Ia
menginjak gas pickup dalam-dalam, dan mobil itu meloncat dan berhenti melintang
di depan Joe. Dengan segala tenaga Frank memutar mulut penyembur bahan kimia, terarah kepada
api yang paling dekat. Dengan demikian ia memotong api, membuat jalan melintas
lingkaran kobaran api. Dengan berteriak lega Joe berlari ke tempat yang aman.
"Engkau tak apa-apa?" tanya kakaknya kuatir.
"Aku merasa seperti telur rebus. Tetapi selain itu aku tak apa-apa. Bagaimana
pun juga, terima-kasih atas semprotanmu. Kau telah menyelamatkan jiwaku."
Seorang anggota pemadam kebakaran mendatangi.
"Bahan kimia itu sebagai cadangan kalau-kalau rumah termakan api," katanya
tegas. "Engkau tidak boleh menggunakannya di sini!" tetapi ia memuji Frank setelah
mendengar peristiwanya. Kemudian kakak beradik itu kembali ke regu pembuat jalur pengamanan.
"Kita membutuhkan tambahan tenaga!" seru seorang petugas.
"Mereka segera datang," jawab komandan pemadam kebakaran. "Itu mereka sudah
datang!" Dua buah truk memasuki daerah mereka, menurunkan serombongan sukarelawan. Frank
dan Joe terlalu sibuk untuk mengetahui para pendatang, sampai mereka mendengar
suara yang mereka kenal. "He, bung-bung Hardy!"
Yang berbicara itu adalah Chet Morton. Ia ditemani oleh Biff, Phil dan Tonny.
Mereka menyalami Frank dan Joe, yang lalu memperkenalkan mereka kepada Rolf dan
Lonnie. "Bagaimana kalian dapat kemari?" tanya Frank.
"Nanti saja kami ceritakan," jawab Biff, karena sementara itu komandan pemadam
kebakaran telah membagi-bagikan topi logam dan sekop, serta memberikan tugas
kepada mereka dalam regu pembuat jalur pengamanan.
Sebuah pesawat kecil terbang di atas, dan sesaat kemudian dua buah payung udara
berwarna merah berkembang. Chet mendorong topinya ke belakang, lalu berseru:
"He, mereka tentu akan segera terpanggang!"
"Tidak, mereka sudah tahu benar apa yang harus mereka lakukan," kata Joe.
"Mereka itulah yang disebut "smoke jumpers", penerjun payung pemadam kebakaran.
Mereka akan mendarat di tempat yang belum dimakan api, dan menjaga agar api
jangan merambat meluas."
"Kukira mereka akan menggunakan bahan peledak," kata Frank.
Payung-payung udara itu lenyap di balik kehijauan daerah yang belum termakan
api. Beberapa saat kemudian terdengar serangkaian ledakan, membuktikan bahwa dugaan
Frank memang benar. Para penerjun itu mendinamit pohon-pohonan yang akan
termakan api. Usaha mereka itu menghentikan menjalarnya api ke arah itu. Sementara itu, api di
depan rumah menjalar melalui tumbuh-tumbuhan sampai ke jalur pengamanan. Setiba
di daerah tanah yang terbuka, api menjadi padam. Air dan bahan kimia memadamkan
bara-bara yang terakhir. Hanya asap dan tumbuh-tumbuhan yang telah menjadi arang
menunjukkan di mana api telah mengamuk.
"Beres sudah," komandan pemadam kebakaran itu berseru. "Api sudah dikuasai. Mari
kita kembalikan alat-alat ini ke Burlington."
Para sukarelawan kembali berdesakan ke dalam truk yang segera berangkat. Para
anggota pemadam kebakaran menggulung pipa-pipa air, membereskan alat-alat mereka
dan naik ke kendaraan. Mobil-mobil pemadam yang besar-besar segera berangkat pula, meninggalkan jejak
bekas roda yang dalam di halaman rumah Rolf.
Setelah itu pickup-pickup pembawa tangki bahan kimia menyusul.
Pak Bemont dan Kapten Scott berunding. Mereka sependapat bahwa daerah itu telah
aman. "Aku akan menyuruh membongkar barikade," kata Kapten Scott, lalu pergi.
Pak Bemont mendekati para pemuda dan memberinya selamat.
"Kalian telah melakukan tugas besar," katanya. "Rolf, rumahmu selamat. Karena
berubahnya arah angin, api telah berubah arah. Mulainya dari hutan sebelah sana,
dan seharusnya akan membakar di sebelah sana itu."
"Bagaimana mulainya?" tanya Frank.
Komandan pemadam kebakaran itu mengernyit.
"Kukira ada orang yang sengaja membakarnya. Kami menemukan beberapa batang korek
api di bawah semak-semak. Rupanya semak-semak itu tak mau menyala, dan si
pembakar itu berpindah ke semak-semak yang kering."
"Orang itu harus dipenjara!" kata Lonnie dengan panas.
"Memang harus dipenjara," kata pak Bemont, "kalau kita dapat menemukannya."
Dengan kata-kata itu ia menuju ke mobilnya lalu pergi.
Kini tinggal Rolf dan teman-temannya. Semuanya telah menjadi hitam karena
jelaga. Mereka luka-luka sedikit, terkena percikan api, dan bilur-bilur serta lelah.
"Mari kita ke dalam dan mandi," Rolf mengundang teman-temannya.
Beberapa menit kemudian, mereka mandi dan membubuhkan antiseptik pada luka-luka
kecil di tangan dan kaki. Kemudian mereka turun menuju ke ruang depan.
"Bagaimana kalau kita makan?" Rolf mengajukan usul.
Chet tersenyum senang dan menepuk-nepuk perutnya.
"Engkau mengucapkan bahasaku, Rolf. Buatlah untukku kue apel, yang besar
sekali!" Teman-teman Chet yang berasal dari Bayport tertawa. Mereka tahu bahwa Chet
memang tukang makan, lebih menggemari makanan daripada apa pun juga.
"Maaf, Chet," kata Rolf sambil tersenyum. "Aku tak mempunyai kue apel. Tetapi
kita dapat mengetahui apa yang ada di dalam kamar tempat makanan. Yang jelas aku
tahu ada coklat di sana."
Chet mengangkat tangannya secara acuh-tak-acuh.
"Tak usah menyebutkan apa-apa," katanya. "Apa pun jadilah bagiku."
Mereka masuk ke dapur dan segera membuat makanan. Setelah itu mereka pindah ke
serambi, memindah-mindahkan kursi di suatu tempat yang bersih lalu duduk untuk
makan. "Phil, ceritakanlah bagaimana kalian sampai datang kemari," Joe meminta. "Kami
kira kalian berkeliling dengan sirkus."
"Kami memang ikut sirkus, Joe. Rombongan kami sedang menuju ke Burlington.
Polisi Negara menghentikan kami dan meminta beberapa sukarelawan untuk membantu
menanggulangi kebakaran hutan."
"Demikianlah, kami kemari dengan sebuah truk," sambung Tony. "Tetapi kita harus
segera kembali." "Kami sendiri akan kembali ke Burlington," kata Rolf. "Tetapi sebelum berangkat,
apakah tidak baik memeriksa makam di bawah tanah dulu" Frank dan Joe yang telah
menemukannya. Aku sudah sangat ingin sekali melihatnya!"
"Makam di bawah tanah?" tanya Biff tak mengerti.
"Di ruangan bawah tanah," kata Joe. "Rupa-rupanya keluarga Rolf belum ada yang
tahu." Setelah mereka selesai makan, lalu bersama-sama turun ke bawah dan menyalakan
lilin. "Memang ada satu dos sekring untuk listrik di sini sebelum kami pindah," kata
Lonnie. "Tetapi sekarang kok tidak ada."
"Pasti ada orang yang mengambilnya, agar kami ada di kegelapan," Joe menggerutu.
Ia menuntun mereka, berjalan satu demi satu melintasi ruang bawah tanah. Lonnie
berjalan paling belakang.
Lilin yang dibawa kedelapan pemuda itu menyebarkan cahaya yang mengerikan di
ruangan, dan satu-satunya suara hanyalah langkah kaki mereka.
Setiba di pintu rahasia, Frank menjelaskan bagaimana cara mengerjakan alat-alat
dari bagian dinding yang dapat berputar. Ia menekan kedua tombol, dan batu-batu
dinding berputar ke dalam.
Lantai pada dasar tembok itu juga ikut bergerak ke arah yang sama, membawa Frank
masuk ke dalam makam. Batu-batu dinding dan lantai yang berputar berhenti
setengah jalan, hingga terbentuk pintu rahasia yang terbuka.
"Ayo masuk," ia mengundang yang lain-lain. "Lihatlah bagaimana si Zombie hidup!"
Joe yang masuk lebih dulu. Jumlah lilin yang semakin banyak menerangi ruangan
itu, dan Frank serta Joe dapat melihat lebih jelas daripada sebelumnya,
bagaimana makam-makam keluarga Carlton dibangun masuk ke dinding yang ada di
depan mereka. Peti mati dari batu itu mengkilat di terang lilin. Sarang laba-
laba bergantungan dari langit-langit, berayun-ayun dihembus angin yang masuk
melalui pintu rahasia. "Tempat yang mengerikan untuk dipilih menjadi tempat makam," kata Tony. Ia
menyingkirkan beberapa sarang laba-laba dari rambutnya.
Chet mengangguk. "Biarlah dihuni oleh si Zombie!"
Ketika mereka melihat ke peti mati, pintu rahasia itu bergerak tanpa bersuara di
belakang mereka. Tak seorang pun mengetahui bahwa mereka sedang akan
terperangkap! 11. TEMAN YANG MENCURIGAKAN
Suara 'duk' yang keras di pintu membuat mereka berpaling membalikkan tubuh.
Pintu yang berputar itu terganjal oleh sebongkah batu, hingga tertahan untuk
menutup. "Kita hampir terjebak di sini!" kata Joe tertahan. "Seperti aku pada waktu
pertama kali kemari."
"Bagaimana batu itu sampai di sana?" tanya Biff ingin tahu. "Ia mengganjal pintu
itu." "Aku yang menggesernya dengan kakiku," Frank mengungkapkan. "Aku tahu batu itu
ada di dekat pintu, karena aku yang meletakkannya di sana. Tetapi apa yang
menyebabkan alat-alat pintu rahasia ini bekerja" Aku tahu betul, bahwa aku telah
menyetelnya dengan betul."
Ia lari ke pintu rahasia dan menariknya hingga terbuka. Lonnie berdiri di luar
dan nampak sangat bingung!
"Engkau yang menekan tombol?" tanya Frank kepadanya.
"Aku tak sengaja menyentuhnya," jawab pemuda itu. "Yaitu ketika aku mengangkat
lilinku agar dapat melihat kalian masuk. Aku tak tahu bahwa ada tombol di situ."
"Tetapi apakah engkau melihat Frank menyetel tombol-tombol itu?" tanya Joe.
"Aku tak dapat melihatnya. Aku berdiri paling belakang, ingat" Tetapi seharusnya
aku tahu bagaimana membukanya lagi kalau pintu ini tertutup."
"Lonnie tentu tak mau sengaja menakut-nakuti kita seperti ini," kata Rolf
membela temannya. "Kalian tentu tak menyangka .."
" "Tentu saja tidak," kata Joe menghibur. Tetapi kecurigaan terhadap Lonnie Mindo
telah meresap ke dalam benaknya.
Frank juga merasa demikian, tetapi tak mau melanjutkan masalah itu. "Mari kita
angkat tutup peti mati itu. Coba, apakah tempat mesiu serdadu Hesse itu masih
ada di dalamnya," ia menyarankan. Ia lalu menjelaskan, bagaimana mendapatkan
surat ancaman dan mengambilnya, tetapi meninggalkan tempat mesiu itu di dalam.
Biff dan Lonnie mengangkat tutup peti dan semuanya memandang dengan heran.
"Hilang!" seru Joe. "Si Zombie telah kembali dan mengambilnya."
Frank mengangguk. "Sayang kita tak bertemu dengannya."
"Kami juga melihat Zombie," Chet ikut berbicara. "Tetapi aku tak tahu apakah
Zombie yang sama ." " "Di mana?" tanya Frank dengan terkejut. "Di sekitar sini, Chet?"
"Di sirkus. Sebagai pertunjukan tambahan. Yang jadi Zombie orang yang bernama
Bones Arkin. Bagus sekali! Kalian harus melihatnya. Atraksi tambahan yang paling
bagus!" "Selidiki dia," sambung Tony. "Mungkin dialah yang kaucari."
Biff mengangguk. "Arkin dapat menyelinap pergi dari sirkus kalau sedang tidak bertugas. Mungkin
saja ia kemari menakut-nakuti kalian."
"Tetapi ia tentu bukan orang yang membuntuti Rolf ke Bayport," kata Joe
menyanggah. "Waktu itu sirkus belum sampai di sini."
"Mungkin ia mempunyai komplotan," Phil ikut berbicara.
"Mengapa kalian tak bersama kami kembali ke tempat sirkus" Iring-iringan itu
justru sedang di perjalanan. Selain itu kami juga membutuhkan bantuan untuk
misteri sabotase itu. Kami belum mengungkapkan apa-apa."
Semua setuju dengan saran Phil, dan ketika Rolf dan Lonnie kembali ke
Burlington, Frank dan Joe mengikuti truk yang dikemudikan oleh Tony. Tak lama
kemudian terlihat sebuah truk yang besar. Pada sisinya tertulis: BIG TOP CIRCUS.
Iring-iringan itu selebihnya berderet di depannya, pada sisi jalan.
Frank dan Joe berhenti di truk yang berfungsi sebagai kantor, sementara keempat
teman mereka kembali ke tugas masing-masing.
"Kita akan bekerja dari sudut sabotase," usul Frank sebelum masuk. "Itu akan
merupakan kedok yang bagus sementara kita menyelidiki Bones Arkin."
Joe setuju. "Jangan sampai ada orang yang tahu bahwa kita hendak menyelidiki atraksi
Zombie." John Tariski memberi salam ketika mereka memasuki truknya.
Ia mengedip-ngedip cepat di balik kacamatanya yang berbingkai tanduk, sambil


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengarkan tawaran mereka hendak ikut bersama sirkus, dan berusaha membongkar
misteri sabotase. "Bagus! Bagus sekali! Tidak boleh lagi ada kecelakaan-kecelakaan di sirkus
selama berkeliling ini," ia menjawab.
Suaranya yang serak tiba-tiba menusuk perasaan Frank. Apakah suara dia yang
menelepon dulu" pikirnya. Ia dapat saja berbicara dengan suara tinggi kalau ia
mau. Tetapi untuk apa ia sengaja mengundang mereka untuk menyelidiki" Untuk apa
pula ia melakukan sabotase di sirkus"
Dengan keras Frank berkata: "Kami akan menyelidiki di sekitar tempat ini, dan
mencoba mencari petunjuk-petunjuk. Apakah anda dapat mengatur agar kami jangan
dirintangi?" "Sudah tentu. Akan kuusahakan agar kalian dapat masuk di segala penjuru sirkus.
Akan kukatakan kepada pimpinan pentas, Whip McIntyre, Nah, itu dia datang."
McIntyre bertubuh jangkung dan anggun. Ia mengenakan topi hitam tinggi, kemeja
sutra putih, jas merah ungu, celana untuk menunggang kuda berwarna putih dan
sepatu kulit yang tinggi. Ia membawa cambuk yang pendek dan mempunyai kebiasaan
memukul-mukulkan cambuk itu pada sepatu bootnya.
Pak Tariski memperkenalkannya kepada Frank dan Joe, lalu mengatakan: "Mereka ini
menyelidiki kecelakaan-kecelakaan yang telah kita hadapi."
McIntryre tersenyum. "Pak Tariski mengatakan kepadaku, bahwa kalian berdua adalah detektif-detektif
kelas satu," katanya. "Bagus, sebab kita memerlukan tenaga profesional dalam
perkara ini. Dan kami akan merahasiakan, mengapa kalian ada di sini. Hal itu
hanya akan membuat si penjahat menjadi waspada. Kalian membutuhkan selubung. Apa
ya, sebaiknya?" "Katakan saja kami adalah wartawan-wartawan yang akan menulis tentang sirkus
ini," Joe menyarankan. "Tak seorang pun yang akan mencurigai kami."
MacIntyre memukul sepatu bootnya dengan cambuk.
"Itu akal yang bagus. Kalian dapat bergerak ke mana-mana dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, dan tak seorang pun akan curiga. Harap kalian tahu, kami
menghadapi seorang kriminal yang cerdik, karena itu aku akan memberi bantuan
sedapat-dapatnya." Ia berpaling kepada pak Tariski dan menambahkan: "Keempat
pemuda yang kita ambil dari Bayport telah kembali dari bersukarela memadamkan
kebakaran di Hunter's Hollow. Jadi iring-iringan sudah siap untuk melakukan
perjalanan lagi." "Baik. Kalau begitu, katakan kepada para pengemudi agar segera berangkat," pak
Tariski memerintah. "Kita harus mengejar waktu yang hilang."
"Akan kulaksanakan," jawab MacIntyre. "Nah, sampai ketemu lagi, anak-anak muda."
Ia meninggalkan kantor dan mereka mendengar ia berteriak memerintahkan untuk
berangkat. "Kami akan mengikuti iring-iringan," kata Joe kepada pak Tariski. Ia dan Frank
menuju ke mobil mereka dan tak lama kemudian iring-iringan itu mulai bergerak di
jalan menuju Burlington. Sirkus itu merupakan tempat tinggal bagi mereka yang menjadi anggotanya. Semua
perlengkapan selalu dibawa ke mana pun pergi, termasuk tenda besar atau big top
yang menjadi nama sirkus tersebut.
Tentu itu sangat besar karena cukup untuk melingkupi tiga buah arena untuk
pertunjukan yang terus-menerus, dan cukup tinggi bagi para pemain trapeze dan
permainan tali. Pada setiap tikungan jalan, Frank dan Joe dapat melihat seluruh iring-iringan.
Mula-mula truk kantor pak Tariski, dari mana ia membagikan selebaran sebagai
iklan sirkus. Selanjutnya kendaraan-kendaraan yang memuat kandang-kandang harimau, beruang dan
gajah. Ada pula kandang yang dilapis kaca bagi ular, dan menyusul di belakangnya kera-
kera, kuda-kuda bagi para penunggang akrobatik.
Di belakang mereka, yang disusul pula oleh truk-truk peralatan, adalah truk-truk
tempat tinggal para pekerja serta kereta-kereta gandengan tempat tinggal para
pemain. "Ini sebuah kota beroda!" Joe berkata dengan kagum, setelah menghitung jumlah
kendaraan. "Kita dapat memberikan tempat bagi seluruh penduduk Bayport di
kendaraan-kendaraan itu."
"Nanti kita lakukan pada waktu ada pertandingan sepakbola," Frank melawak. "Hal
ini tentu akan memecahkan masalah parkir di stadion!"
Iring-iringan itu berjalan melalui pedesaan Vermont. Pohon-pohon yang memayungi
jalan menyapukan cabang-cabangnya di atap kendaraan-kendaraan, dan daun-daun
berguguran. Burung-burung beterbangan semakin tinggi dan hinggap di pohon-pohon yang tinggi.
Kelinci-kelinci, tupai-tupai dan tikus-tikus pohon berlari-larian mendengar
suara kendaraan yang mendekat.
Ketika iring-iringan itu melewati kota-kota kecil, para penduduk keluar untuk
melihat. Mereka memagari jalan, tertawa-tawa dan berteriak-teriak. Para orangtua
mengangkat anak-anaknya tinggi-tinggi agar dapat melihat para pemain dan
binatang-binatang. Banyak orang yang melambai-lambai kepada Frank dan Joe yang
menutup iring-iringan dengan mobil mereka.
Joe tertawa. "Mereka mengira bahwa kita juga termasuk anggota sirkus, Frank."
"Ya. Sandow si orang kuat dan Leo si penjinak singa!" Frank melucu.
"Aku lebih senang memilih sebagai badut," kata Joe. "Itulah yang kumainkan di
pertunjukan di Bayport belum lama ini. Aku lebih senang memakai celana
gedombrongan serta makeup, daripada bermain dengan singa."
Iring-iringan sampai pada suatu bagian jalan yang sedang dibetulkan, lalu
membelok masuk ke jalan tanah hingga banyak mengepulkan debu.
Tiba-tiba truk terdepan berhenti, hingga yang berada di belakang terpaksa
berhenti pula. Frank dan Joe mendengar teriakan-teriakan dari depan. Orang-orang
menjenguk dari jendela, untuk melihat apa yang sedang terjadi, tetapi rupanya
tak ada yang tahu. Setelah menunggu beberapa menit, Joe berkata: "Mari kita lihat, ada apa
sebenarnya." Ia dan Frank turun dari mobil mereka dan berjalan kaki melewati sepanjang iring-
iringan ke bagian depan. Di sana mereka melihat truk yang membawa kandang singa
dan harimau macet terperosok ke dalam lubang. Salah satu roda belakang nampak
hendak terlepas dari asnya. Di sana mereka melihat apa yang menyebabkan iring-
iringan itu berhenti. "Ada apa?" tanya Frank kepada Tony Prito, pengemudi truk itu.
"Aku terperosok ke dalam lubang, dan salah satu roda hendak lepas," Tony
menggerutu. Pak Tariski nampak bingung. Ia mengedip-ngedipkan matanya dan menggosok-gosokkan
kedua tangannya. "Dasar nasib!" katanya tertahan. "Kita sudah terlambat, lagi. Kita harus segera
berangkat! Biff, Phil dan Chet mengambil alat-alat, dan dengan menggunakan dongkrak
hidrolik berhasil menahan roda. Kemudian mereka menggali di belakang truk.
Akhirnya mereka memberi tanda kepada Tony untuk menjalankan truknya. Tetapi
roda-roda hanya berputar tanpa bergerak maju.
Sesaat kemudian Biff merentangkan tubuhnya dan memanggul sekop di pundaknya.
"Tak ada gunanya. Kita harus menariknya keluar."
MacIntyre berdiri di dekatnya mengawasi. "Menarik sih bukan masalahnya,"
katanya. Ia berpaling ke sebuah truk di tengah-tengah iring-iringan, lalu
berteriak: "Bawalah Leah kemari!"
"Bagaimana seorang yang bernama Leah bisa menarik sebuah truk?" Chet menggumam.
Joe menunjuk ke truk yang mengangkut gajah. "Itulah jawaban pertanyaanmu!"
Pawang gajah menuntun salah seekor binatangnya ke bagian belakang truk
pengangkut singa dan harimau. Kemudian ia memasang dua rantai berat pada kedua
sisi semacam pakaian kuda dari kulit yang melintang di bahu gajah. Setelah
memasang ujung kedua rantai pada truk, pawang itu berteriak: "Maju, Leah!"
Dengan seluruh berat tubuhnya gajah itu bergerak maju. Kedua rantai menjadi
tegang. Dengan berjalan perlahan-lahan gajah itu menarik truk keluar dari lubang. Roda
sudah sampai di tepi lubang berlumpur disertai sorak-sorai para penonton.
Pada saat itu, roda kiri belakang terangkat tinggi ke udara. Rupanya membentur
sebuah batu besar yang tersembunyi di dalam lumpur, dan bersamaan dengan itu
roda kanan belakang semakin dalam terbenam ke dalam lumpur.
"Terus maju, Leah!" seru pawang gajah itu. Gajah menarik dengan seluruh
tenaganya, dan dengan mendadak salah satu rantai putus! Truk berputar ke salah
satu sisi dan miring dengan sudut yang membahayakan seperti hendak terguling.
Goncangan itu menyebabkan pasak pintu belakang dari box truk itu terlepas.
Sebuah pintu terbuka. Demikian pula pintu kandang harimau di dalam box. Dua ekor
harimau melompat keluar ke pintu yang terbuka!
12. PENYELIDIKAN DI SIRKUS
Para penonton menjerit-jerit dan lari menjauhi truk.
"Harimau-harimau itu akan terlepas!" seru MacIntyre. "Tutup pintu box itu!"
Phil memang sudah lari ke depan. Ia mendorong pintu itu hingga tertutup dan
segera memasang pasaknya kembali. Kedua harimau itu menabrak pintu hingga
bergetar. Tetapi pasak itu bertahan terhadap benturan itu.
"Kedua harimau itu masih bebas di dalam box!" teriak MacIntyre. "Kita harus
memasukkannya ke dalam kandangnya kembali!"
Biff mengambil kaleng makanan dari tempat penyimpanannya, merogoh segumpal
daging, lalu melemparkannya melalui jendela box ke dalam kandang harimau.
Kucing-kucing belang itu melompat mengejarnya, dan Biff dapat memasukkan
tangannya ke dalam box, mengunci pintu kandang.
"Bagus!" Phil memuji temannya.
MacIntyre mengangguk-angguk.
"Kalian berdua pantas dipuji atas kecepatan berpikir kalian. Nah, oke! Luruskan
kembali truk itu!" Chet pergi ke truk pembawa alat-alat dan kembali membawa rantai. Ia memasang
ujungnya ke pakaian gajah dan ujung yang satu lagi diikatkan pada truk.
"Leah! Sekali lagi!" seru pawangnya. Gajah melangkah, menarik roda-roda belakang
keluar dari lubang lumpur. Truk itu, setelah melewati batu, berdiri tegak lagi.
Tony memeriksa roda-roda, ternyata tak ada kerusakan. Dengan perasaan lega ia
naik kembali ke truknya, dan iring-iringan itu mulai bergerak, meneruskan
perjalanan menuju ke Burlington. Karena keterlambatan itu, mereka tiba setelah
hari menjadi gelap. Mereka berkemah di tempat terbuka di luar kota.
Pak Tariski memanggil para anggota, berkumpul melingkar.
"Di sinilah kita akan mendirikan tenda besar kita," ia memberitahu. "Pentas
untuk pertunjukan tambahan di sebelah kanan, pintu masuk dan tempat menjual
karcis di luarnya. Paling penting, siapkan semuanya besok pagi-pagi."
Para pekerja dan pemain mulai memasak makanan. Frank dan Joe pergi ke depan dan
menggabungkan diri dengan teman-temannya dari Bayport. Sementara mereka makan
hotdog dan minum air soda di bawah pohon-pohonan sambil merundingkan keadaan
mereka, Frank dan Joe menjelaskan bahwa mereka bertindak seolah-olah sebagai
wartawan. "Roda yang kendor dan rantai yang putus itu tentu bukan kecelakaan," kata Chet.
"Ada orang yang memang mengendorkan baut-baut roda hingga roda itu akan terlepas
demikian membentur lubang. Aku juga yakin, rantai itu telah dikutik-kutik hingga
akan putus demikian mendapat beban. Aku sudah melaporkannya kepada pawang gajah,
tetapi ia tak percaya."
"Barangkali orang menyebabkan semua kecelakaan itulah yang melakukannya pula,"
kata Joe. Frank mengangkat bahu. "Mungkin lebih dari satu orang, Joe. Mungkin ini melibatkan suatu gerombolan.
Bagaimana misalnya dengan pasak dari pintu box dan pintu kandang" Bagaimana bisa
keduanya terbuka pada waktu yang sama?"
"Kukira itu juga merupakan sabotase juga," jawab Phil. "Tak ada kesalahan apa
pun pada pasak pintu box di truk. Hanya kurang benar memasangnya."
"Sama saja halnya dengan pasak di pintu kandang harimau," sambung Biff. "Ada
orang yang sengaja menggesernya hingga mudah terbuka pada saat apa yang
dinamakan kecelakaan itu terjadi."
"Ini tentu perbuatan orang dalam," Joe menegaskan. "Hanya orang yang terlibat
dengan sirkus yang punya kesempatan untuk melakukan sabotase yang demikian
seringnya!" Tiba-tiba, sebatang ranting kering patah terinjak di kegelapan di antara pohon-
pohon! Kemudian terdengar langkah-langkah kaki menerobos semak-semak!
"Ada orang di sana!" bisik Frank. "Ia berusaha mendengarkan omongan kita. Terus
saja berbicara! Akan kutangkap kalau ia mendekat!" Para pemuda itu lalu mulai
berbicara tentang komentar para penonton sirkus tersebut di surat-kabar.
Langkah-langkah itu semakin mendekat dengan hati-hati, dan berhenti di semak-
semak dekat dengan mereka.
Pada saat itu, Frank berdiri dan berkata hendak mengambil sebotol air soda lagi.
Sambil berjalan ke dekat semak seperti hendak melewatinya, tiba-tiba ia
membalikkan tubuh, melompatinya, dan menimpa seseorang yang berjongkok di balik
semak. Kedua orang berguling di tanah. Biff datang membantu Frank, dan bersama-
sama mereka menyeret tangkapan mereka ke tempat terbuka. Orang itu bertubuh
kecil dan kurus berambut hitam.
"Bones Arkin!" seru Chet. "Si Zombie dari sirkus!"
"Mengapa engkau bersembunyi di sana?" tanya Frank. "Engkau membayang-bayangi
kami?" "Aku bukannya bersembunyi dan tak membayangi siapa pun," Akin menyanggah. "Aku
tak dapat tidur, karena itu aku lalu berjalan-jalan ke hutan. Bagaimana aku bisa
tahu kalian sedang berbincang-bincang di bawah pohon" Aku sedang membetulkan
tali sepatuku ketika engkau menerkam!"
Melihat wajah-wajah para pemuda yang kurang yakin, ia lalu berpaling kepada
Frank dan Joe. "He, kalian! Kudengar kalian wartawan yang hendak meliput sirkus ini?"
Frank dan Joe mengangguk dan memperkenalkan diri.
"Kami ingin melihat perananmu," sambung Joe.
"Yang terbagus dari pertunjukan tambahan," Arkin membual. "Membuat penonton
takut!" Frank tertawa. "Kami akan mengungkapkan pendapat kami setelah melihat pawang ular."
"Nah, silakan mewawancarai aku setiap waktu," Arkin menawarkan diri. Ia menguap
dan menggeliat. "Jalan-jalan tadi membuatku mengantuk. Kukira lebih baik aku
tidur saja." Ia ngeloyor pergi ke arah truk tempat tinggalnya.
"Kaukira ia mengatakan yang sesungguhnya?" tanya Biff kepada teman-temannya.
"Itulah yang harus dapat kita ungkap sebelum perkara ini terbongkar," kata Frank
dengan geram. Mereka bubaran setelah itu. Frank dan Joe meminjam karung tidur dari Biff,
penanggung-jawab perlengkapan sirkus, lalu menghamparkannya di tanah dekat mobil
mereka. "Tunggu sebentar," kata Joe. "Rantai yang putus tadi membuat aku curiga. Chet
mengatakan, rantai itu dikikir sampai hampir putus. Kuduga masih ada lagi alat-
alat yang disabotase!"
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," kata Frank. "Mari kita ke truk
pembawa perlengkapan dan memeriksa semuanya sebelum mereka gunakan besok pagi!"
"Sekarang juga?"
"Tentu! Mengapa tidak?"
Mereka berjalan sepanjang deretan truk yang kini sunyi.
Mereka berhenti di truk pengangkut perlengkapan, membuka pintu lalu naik. Frank
merogoh lampu senter detektifnya. Cahayanya menerangi sederetan peti-peti yang
bertuliskan apa isinya, dari besi tapal kuda sampai tiang-tiang tenda dan kabel-
kabel untuk permainan jalan di tali.
Mereka memeriksa peti demi peti.
"Rupanya semuanya beres," Frank menggumam.
Kemudian cahaya senternya menerangi rantai yang tergulung di sudut. Joe
memegangi ujungnya dan meraba tepi-tepinya dengan ibu jarinya.
"Frank, benar sudah dikikir! Salah satu sisi tepinya tajam bagaikan pisau!
Rantai ini tak akan tahan mengangkat kereta anak-anak!"
Pada saat itu sebuah lampu senter besar menyala menerangi bagian dalam truk.
Wajah mereka terkena cahaya hingga terpaksa menutup mata mereka dengan tangan.
"Siapa engkau?" terdengar suara menukas. "Apa yang kaulakukan di sini?"
Itulah suara Whip MacIntyre. Kedua pemuda itu menurunkan tangan mereka dan
MacIntyre mengenali mereka.
"Frank dan Joe Hardy!" serunya. "Kukira inilah sebagian dari penyelidikanmu.
Kalian menemukan sesuatu?"
Kedua pemuda itu berjongkok di ambang pintu truk. Joe menunjukkan ujung rantai
yang putus. "Ini!" jawabnya. "Rantai ini bukannya putus secara kebetulan."


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

MacIntyre memeriksa ujung rantai yang putus.
"Benar," katanya. "Ini sungguh mengerikan. Kuharap saja kalian dapat mengungkap
siapa yang dapat bertanggungjawab dalam hal ini."
Setelah berkata demikian, pimpinan pertunjukan itu pergi dan kedua pemuda
melanjutkan tugas mereka di dalam truk. Mereka menuju ke sudut, di mana ditumpuk
peti-peti yang isinya alat-alat yang lebih besar. Mereka memeriksa semuanya
dengan cermat. "Semua beres kecuali rantai itu," kata Frank. "Mereka juga tak akan
menggunakannya lagi."
Mereka berbalik dari sudut ketika mereka mendengar suara menggeleser dan
mendesis di kegelapan, tepat di belakang mereka.
Suara menggeleser itu semakin dekat. Frank menurunkan cahaya senternya dan
tertahan napasnya. Seekor ular berbisa yang jahat sedang merayap ke arah mereka!
Terpojok di sudut truk oleh peti-peti, kedua pemuda itu tak mendapatkan ruang
untuk menyingkir melewati ular tersebut. Ular itu menatap mereka dengan mata
khas reptilia yang tak berkedip, dan mulai menggulung tubuhnya hendak memagut
Frank yang memegang senter.
Dengan mati-matian Joe meraba-raba peti, berharap menemukan sesuatu yang dapat
digunakan untuk memukul ular.
"Sibukkan dia, Frank," bisik Joe. "Akan kucoba mencari sekop atau tongkat!"
"Tetapi cepat!" kata Frank sambil menggertakkan gigi. "Aku hanya mempunyai
senter untuk mempertahankan diri. Terlalu kecil untuk melawan ular sebesar ini!"
Jari-jari Joe mencengkeram karung kanvas. Ia mengambilnya, membuka mulut karung
itu lalu melangkah maju. Ular boa itu mengangkat lehernya. Mulutnya menganga dan
dengan ganas memagut Frank.
Tetapi secepat kilat Joe mendorong karung itu di antara kedua makhluk. Tenaga
ular itu memagut mendorong sebagian tubuhnya masuk ke karung. Dengan cepat Joe
mengangkat karung ke atas, dan seluruh tubuh ular itu jatuh masuk ke dalam
karung. Joe melintir bagian atas dari karung. Tangannya gemetar, tetapi ia
menghela napas dengan lega.
"Joe! Seharusnya engkau menjadi pawang ular!" kata Frank dengan kagum. "Aku
sungguh tak ingin bertengkar dengan makhluk seperti ini!"
"Barangkali aku lebih cocok ikut dalam pertunjukan tambahan!" Joe tertawa.
Kemudian ia berkata dengan lebih serius: "Bagaimana ular itu bisa masuk kemari?"
"Tentu ada yang memasukkannya," Frank menduga. "Mereka tentu tak akan melepaskan
seekor boa begitu saja di luar kandangnya. Binatang ini telah mencoba menyerang
kita, Joe. Tukang sabotase itu telah mengetahui kehadiran kita! Ia melihat sinar senterku
di dalam truk, lalu menggunakan kesempatan itu untuk membawa ular kemari."
"Tetapi bagaimana ia bisa masuk" Kita temui pawang ular ini besok pagi.
Tanyakan, apakah ia bisa mengatakannya."
Setelah mendapatkan seutas tali, Joe mengikat leher karung itu. Mereka membawa
karung berisi ular itu ke mobil mereka dan meletakkannya di tempat duduk
belakang. Setelah itu mereka masuk ke karung tidur masing-masing dan segera
tidur pulas. Ketika mereka bangun esok paginya, ular itu telah hilang!
Mereka bergegas ke truk yang bertuliskan: REPTILIA, PAWANG ULAR. Seorang wanita
membukakan pintu, pada lehernya melingkar seekor ular boa constrictor kecil.
Kedua pemuda itu secara naluriah mundur. Tetapi pada saat itu pula mereka segera
mengetahui, bahwa ular itu bukanlah ular semalam, yang telah menyerang mereka.
"Eh .anda tentu Reptilia," Joe menggagap.
" "Betul," jawab wanita itu dengan ceria. "Lebih dikenal dengan nama Jill
Morgenstern dari Milwaukee. Tetapi siapa kalian ini" Aku belum pernah melihat
kalian." Kedua pemuda itu memperkenalkan diri sebagai wartawan yang meliput sirkus.
"Apakah kebetulan anda kehilangan sesuatu, tadi malam?" tanya Frank dengan
sembarangan. "Apa misalnya?"
"Misalnya ayah dari temanmu di leher itu," kata Joe. "Seekor boa yang lebih
besar." "Tidak. Tentu saja tidak. Ia masih ada di kandangnya. Ayo, akan kutunjukkan.
Tetapi mengapa kalian menanyakannya?"
Sementara Frank menjelaskan, pawang ular itu membawa mereka ke sebuah peti dari
kaca. Seekor boa yang besar melingkar di dalamnya.
Sebuah tongkat dengan kaitan dan kawat untuk mengangkat ular itu terletak di
samping kandang. "Yang satu ini terlalu ganas untuk pertunjukan," kata wanita itu. "Jadi hanya
kugunakan sebagai pameran saja. Menarik banyak pengunjung untuk pertunjukan
tambahan!" "Apakah dapat seseorang mengambilnya di waktu malam?" tanya Joe. "Tanpa anda
mengetahuinya?" "Lalu mengembalikannya sebelum anda bangun?" sambung Frank.
"Bisa jadi," Reptilia mengaku. "Peti kaca ini selalu ada di luar sini, biarpun
aku sedang tidur di belakang dengan pintu tertutup. Juga sangat mudah mengambil
ular ini dengan kaitan itu. Tetapi untuk apa orang mau melakukannya?"
"Jawablah sendiri," saran Joe.
"Mana aku bisa?" wanita itu menukas. "Apakah engkau menuduh aku melepaskan ular
ini?" "Ah, tidak. Kami tak mempersalahkan siapa pun," kata Joe hendak melunakkan.
Tetapi Reptilia tidak menjadi lunak.
"Aku harus mempersiapkan pertunjukanku. Lebih baik kalian pergi."
Kakak beradik itu pergi ke daerah pusat sirkus. "Boa constrictor yang tadi
itulah yang menyerang kita," kata Frank. "Aku cukup mengamatinya ketika engkau
mendapatkan karung itu. Lukisan di tubuhnya tepat sama. Selain itu, cukup ganas
untuk melakukan tugas yang diharapkan oleh penjahat."
Joe mengangguk, dan membayangkan peristiwa itu dengan teori-teorinya.
"Coba bayangkan. Tukang sabotase itu melihat cahaya sentermu di dalam truk
perlengkapan, cukup dekat untuk mengenali kita. Kemudian ia pergi ke truk
Reptilia dan mengambil ular itu dari kandang kacanya dengan kaitan. Sementara
itu Reptilia sedang tidur. Orang itu mungkin membawa ular itu dengan karung.
Pokoknya, ia menyelinap dan melepaskan ular itu di truk."
Frank mengangguk. "Ia tentu juga mengawasi engkau mengakali ular itu hingga masuk ke dalam karung,
lalu membuntuti kita ke mobil. Kemudian ia mengambil ular itu dan memasukkannya
kembali ke kandang kaca sebelum Reptilia bangun. Tetapi siapa orang itu" Siapa
saja yang sudah tahu siapa kita sebenarnya?"
"Pak Tariski dan MacIntyre," Joe menegaskan. "Direktur dan kepala pertunjukan.
Mungkin juga anggota-anggota lain mengetahui pula dari mencuri dengar percakapan
kita dengan pak Tariski. Bones Arkin, misalnya. Ia jelas-jelas sedang mencuri
dengar dari kita ketika ia kuterkam."
Frank nampak kecewa. "Inilah kesulitannya, Joe! Kita menghadapi terlalu banyak tersangka!"
13. BAHAYA DI TALI TRAPEZE
Seluruh anggota sirkus sudah bangun sekarang. Tenda-tenda dan bilik-bilik mulai
menjulang di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa. Beberapa orang memukul-
mukul tiang-tiang untuk mengikat tali tenda. Yang lain-lain menghamparkan kain
tenda di tanah dan menentukan di mana tiang-tiang harus dipasang. Kandang-
kandang binatang buas disiapkan pada tempat masing-masing. Tiang-tiang, kabel-
kabel dan trapeze tergeletak di suatu sisi, siap dipasang untuk pertunjukan yang
tinggi di udara. Kuda-kuda untuk para akrobat ditambat pada sebatang pohon.
Pak Tariski berjalan berkeliling, meneriakkan kata-kata semangat kerja. "Pertunjukan akan dibuka nanti sore! Siapkan semuanya! Dirikan tenda
besarnya!" Perintah yang terakhir itu ditujukan kepada tenda raksasa yang kini terhampar di
pusat tempat yang terbuka. Enam orang mendongkrak tiang-tiang baja ke dalam
pipa-pipa sendi yang ditanam di tanah. Dua ekor gajah mengambil posisi di ujung
tenda yang berhadapan, dan tali temali tiang baja dipasangkan pada 'pakaian
kuda' gajah-gajah tersebut. Keenam orang, dibantu oleh beberapa orang lagi
membuka lipatan tenda besar hingga sampai di tempat gajah dan ujung yang lain di
sisi yang berhadapan. Setelah diperintahkan untuk berjalan maju yang berlawanan, kedua binatang
raksasa itu menarik tali temali hingga tiang bergerak terangkat ke atas dan kain
kanvas tenda itu dengan sendirinya tertarik ke tempatnya. Tepi-tepi tenda segera
diikatkan pada tiang-tiang piket di bagian luar. Setelah itu para pekerja
menyiapkan bangku-bangku untuk para penonton di kedua sisi. Mereka menentukan
batas-batas ketiga arena pertunjukan, kemudian memasang alat-alat yang akan
digunakan oleh para pemain.
Frank dan Joe menyediakan diri membantu Biff dan Tony yang termasuk ke dalam
regu pekerja. "Tenda 'big top' sudah siap," kata Biff setelah menyelesaikan arena pusat.
"Tetapi aku harus memeriksa dulu alat-alat untuk pertunjukan."
"Aku juga harus memeriksa kendaraan yang akan mengangkut kandang-kandang dari
truknya," kata Tony. "Jangan sampai mesin mogok bila harimau-harimau itu sudah ada di
atasnya!" Chip MacIntyre mendatangi dan memeriksa arena pusat.
"Bagus," katanya sambil memukulkan cambuknya di sepatu bootnya. Ia melangkah
pergi di antara para pemain yang sedang berlatih. Gadis-gadis penunggang kuda
akrobat berdiri di atas tangan sementara kuda-kuda mereka berlari-lari
mengelilingi tenda. Akrobat-akrobat berlompatan dari papan-papan ayunan ke kursi
di atas tiang tinggi. Seorang pemberani pemain tali berjalan-jalan di atas tali,
menjaga keseimbangannya dengan sebatang galah yang dipeganginya sejajar dengan
tanah. "Tak ada gunanya tinggal di sini," kata Frank kepada Joe. "Kita hanya akan
merintangi gerak mereka saja. Mari kita lihat-lihat di tempat pertunjukan
tambahan. "Chet dan Phil ada di sana," kata Joe. "Kita lihat, apa yang mereka lakukan."
Tempat pertunjukan tambahan berupa sebuah tenda yang lebih kecil, dibagi-bagi
menjadi beberapa bilik untuk berbagai pertunjukan.
Melewati bilik "pemakan pedang" dan "penjilat api", mereka sampai di tempat
Reptilia yang sedang membiarkan boa constrictor kesayangannya melilit lengannya.
Kandang kaca yang berisi boa lainnya yang lebih berbahaya berdiri di atas meja
di depan Reptilia. Pawang ular itu tak menghiraukan ketika mereka lewat.
"Kita bukan orang-orang yang disenangi," kata Frank. "Aku ingin tahu, yang
diperkirakannya mengapa kita kemari."
Joe mengangkat bahu. "Ia mungkin patut disangka, Frank. Bagaimana kita bisa tahu siapa yang mengambil
ularnya di waktu malam" Dia sendiri mungkin yang meletakkannya di dalam truk.
Tak seorang pun yang dapat bergaul dengan ular kecuali pawangnya!"
Frank menarik napas panjang. "Aku mengerti."
Mereka mendapatkan Chet dan Phil di tempat karcis. Phil sedang duduk di kursi
menghitung beberapa gulung karcis, sementara Chet memasang kawat kasa di atas
tungku untuk hot dogs dan hamburger.
Ia tertawa kepada Frank dan Joe.
"Masih terlalu pagi, bung!" katanya. "Aku belum mulai dengan daganganku."
"Jangan kauhabiskan sendiri daganganmu," Joe menggoda.
Chet mengedipkan mata. "Mengapa tidak" Untuk itulah aku mau menerima tugas ini!"
"Eh, tahukah sesuatu tentang Reptilia?" tanya Frank kepada kedua temannya.
Phil menggigil. "Aku tak mau dekat-dekat dengan dia. Apa lagi dengan binatang-
binatang itu di dekatnya. Apanya yang kauperhatikan?"
Frank menjelaskan bagaimana ia dan Joe telah diancam ular boa semalam.
"Ha, jadi Reptilia pantas dicurigai," Phil menyimpulkan. "Meskipun ia tak
bersalah, kuharap saja kita tetap aman terhadap ular-ularnya."
Mereka meninggalkan teman-temannya melakukan tugas mereka. Kedua pemuda itu
kembali melewati tempat pertunjukan tambahan, membelok di sudut, dan meneruskan
di sepanjang bilik-bilik. Tiba-tiba sehelai dinding layar terbuka, dan seorang
serdadu berseragam tentara Hesse muncul mendatangi! Orang itu nampaknya seperti
kesurupan. Wajahnya mengkilat dan putih tidak wajar dan matanya tak pernah
berkedip! Wajahnya tak menunjukkan emosi sama sekali, tetapi kedua tangannya
terjulur kepada mereka! Kedua pemuda itu terlalu terkejut untuk dapat bergerak. Frank bulu kuduknya
berdiri dan Joe merasa punggungnya merinding.
Tangan serdadu yang mengerikan itu menuju ke tenggorokan mereka, kemudian
menepuk mereka di pundak.
"Ada apa, bung?" tanya serdadu Hesse itu. "Kalian tak mengenali aku" Aku Bones
Arkin." Kakak beradik itu menjadi tenang kembali. Mereka tersenyum kecut, karena dibuat
terkejut oleh seorang pemain pertunjukan tambahan.
"Inilah permainan Zombieku," Arkin meneruskan. "Bagus sekali, ya?"
"Ya, bagus sekali!" Joe mengaku. "Engkau mengejutkan aku setengah mati. Dari
mana engkau mendapat pakaian itu?"
"Dari mana engkau mendapat pikiran untuk menjadi Zombie?" sambung Frank.
Arkin tertawa. "Aku selalu berganti peranan di mana-mana. Yang terakhir aku menjadi Vampir. Di
sini, aku memutuskan untuk menjadi Zombie, karena dongengan itu berasal dari
Hunter's Hollow sini."
"Kami memang telah pernah mendengarnya," kata Joe. "Engkau pernah ke Hunter's
Hollow?" Pemain sirkus itu menggeleng.
"Aku tak ingin bertemu dengan Zombie yang sesungguhnya. Eh, aku harus berlatih
untuk pertunjukan nanti." Dengan berkata demikian ia kembali ke biliknya dan
menutup tirai terpalnya. "Apakah ia telah berkata benar?" tanya Frank ingin tahu. "Kulihat seragamnya
lengkap kancing-kancingnya."
"Memang," jawab Joe. "Tetapi ia dapat memasang yang baru, setelah kembali dari
Hunter's Hollow. Kalau ia memang ke sana."
Sesudah makan siang, orang-orang mulai berdatangan di sekitar tempat sirkus.
Mereka antri di loket karcis, di mana Phil menghitung uang yang diterimanya,
memberikan uang kembalian serta karcis.
Chet berdiri di belakang meja dagangannya, berteriak-teriak:
"Kacang! Hamburger!" Ia mengenakan topi koki dan kain celemek putih, serta
membalik-balikkan hotdog dan hamburger dengan garpu panjang di atas panggangan.
Frank dan Joe melangkah seenaknya ke tempatnya dan melihat dia membuka kue rol
dan mengisinya dengan hotdog. Ia memberikannya kepada seorang anak yang segera
memakannya sambil berjalan pergi.
"Chet, engkau pantas menjadi koki," kata Frank dengan tertawa.
"Aku tahu," jawab Chet. "Kukira aku akan segera mendapat pekerjaan di Rumah
Makan Bayport. Setelah ini, aku menjadi profesional.
Frank dan Joe mengikuti orang-orang melewati bilik-bilik pertunjukan tambahan
menuju ke tenda besar. Mereka sampai ketika parade pembukaan sedang dimulai.
Paling depan rombongan pemusik memainkan lagu mars. Disusul oleh MacIntyre yang
berpakaian kegemarannya sambil melambai-lambaikan cemetinya kepada para
penonton. Ikut pula sepasang badut, masing-masing membawa seekor monyet di
pundaknya. Tukang sulap dan akrobat-akrobat menyusul, diikuti oleh seniman-
seniman pemain tali tinggi dan trapeze.
Anak-anak berteriak-teriak kesenangan dan orang-orang dewasa bertepuk tangan
ketika para gadis penunggang kuda masuk. Kemudian menyusul gajah-gajah, beruang-
beruang dan harimau serta singa yang ditarik dalam kandangnya.
Biff dan Phil menggabungkan diri pada Frank dan Joe.
"Aku diwajibkan memeriksa alat trapeze," kata Biff. "MacIntyre mengatakan
kepadaku untuk melakukan hal itu, di waktu luang antara parade pembukaan dan
pertunjukan pertama."
Beberapa menit kemudian ia berjalan melintasi arena ke tangga yang tinggi, lalu
memanjat ke atas sebuah panggung kecil yang sangat tinggi. Sebuah papan trapeze
terikat pda sebuah kaitan di salah satu batang logam yang mencuat dari panggung.
Biff memeriksa peralatan tersebut, dan menghentak keras pada trapese, untuk
memeriksa apakah cukup erat disekrupkan pada talinya.
Tiba-tiba kaitan terlepas dari batang. Trapeze terlepas dari pegangannya dan
berayun-ayun di udara. Karena kehilangan keseimbangan, Biff jatuh dari panggung kecil. Sambil menjerit
ia meluncur ke tanah. 14. BADUT PENYELAMAT Teman-teman sudah ketakutan ketika Biff jatuh berjumpalitan dari panggung kecil,
dan para penonton menjerit-jerit panik.
Dari sudut matanya, Biff melihat trapeze berayun sedikit di atas kepalanya.
Dengan nekat ia meraihnya. Sepersekian detik kemudian tangannya merasa membentur
palang trapeze. Jari-jarinya segera mencengkeram, dan sesaat kemudian trapeze


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu mengayunkan tubuhnya di udara!
Para penonton berdiri, menjerit-jerit. Suara mereka bergema di dalam tenda
raksasa, sementara Biff melayang-layang tinggi di atas kepala mereka. Sampai
pada akhir ayunan, Biff melepaskan pegangannya dan mendarat di panggung
seberang. Ia memegangi pagar untuk memperkuat berdirinya, kemudian dengan perlahan-lahan
memanjat turun. Kedua lututnya gemetar atas pengalamannya yang mengerikan.
Pemuda-pemuda Bayport menahan napas dengan rasa lega, tetapi para penonton
menjadi panas. Mereka melonjak-lonjak, berteriak bahwa sirkus ini terlalu
berbahaya. Sebaiknya tutup saja!
Para anggota polisi berteriak-teriak untuk menenteramkan mereka.
Mac Intyre bergegas ke tengah-tengah arena dan minta agar mereka tenang. Tetapi
suaranya tenggelam oleh para penonton.
Mereka semakin tak terkendali, dan pemimpin pertunjukan terpaksa meninggalkan
arena setelah beberapa menit berusaha memulihkan keadaan.
"Mereka sudah tak terkendali," kata direktur. Ia berkata dengan tegang sambil
berdiri di dekat pintu masuk. "Apa yang harus kita lakukan?"
Tiba-tiba seorang badut mendesak dia ke pinggir dan memasuki arena. Wajahnya
diwarnai merah dan putih, dan matanya dilingkari dengan warna hitam. Ia memakai
topi tinggi yang sudah koyak-koyak, celananya kedodoran. Sepatunya melengkung ke
atas bagian depannya. Di tangannya terdapat sebatang tongkat yang diputar-putarnya, dan di pundaknya
bertengger seekor monyet.
Para penonton menjadi lebih tenang sedikit, melihat badut itu berjalan sambil
meniup pita-pita kertas ke arah penonton. Ia berhenti, lalu bersandar pada
tongkatnya yang segera melengkung. Ia jatuh sambil berteriak, topinya
menggelinding terlepas. Monyet itu mengambilkannya, lalu berlari kembali ke
pundaknya, memasang topi itu di atas kepala si badut.
Para penonton tertawa sambil bertepuk tangan. Banyak penonton yang mulai duduk
kembali, dan badut itu memendekkan tongkatnya seperti teleskop dan membawanya
dengan dikepit. Ia berjalan lagi sambil meniup pita-pita kertas. Si Monyet
melepaskan topi badut itu, lalu melambai-lambaikannya kepada para penonton.
Para penonton bersorak-sorai. Kini hampir semua telah duduk kembali untuk
menonton pertunjukan berikutnya.
Sementara perhatian penonton terpusat kepada badut dengan monyetnya, Biff keluar
dari arena dan kembali kepada teman-temannya dari Bayport. Badut itu melenggang
di seputar arena, lalu ke arah pemuda di sisi lain.
Setelah para pemuda memberi selamat kepada Biff dan ketegangan telah mereda,
Frank menunjuk ke si badut.
"Ia bertindak luar biasa," katanya kagum. "Ia juga mendapat tepukan riuh," kata
Phil pula. "Ia memang berhak untuk itu," Tony menegaskan. "Ia telah mencegah kepanikan!"
"Itulah yang tepat," kata Biff. "Aku sudah ngeri kalau mereka akan membuat onar
ketika aku turun tadi, dan aku juga tak mau mengambil risiko untuk kedua
kalinya!" Badut itu menyelesaikan lenggang-lenggoknya memutari arena. Monyet itu turun
dari pundaknya lalu membungkuk melewati topinya.
Badut itu ikut membungkuk memberi hormat, dan keduanya dengan bergandengan pergi
menuju jalan keluar. Para penonton bersorak-sorak dan minta agar sirkus dilanjutkan.
MacIntyre bergegas ke arena kembali. Dengan suaranya yang keras ia
memperkenalkan para akrobat senam dan beruang-beruang, yaitu pertunjukan yang
akan dilaksanakan di kedua arena pertunjukan tambahan.
Sementara itu, si Badut berhenti di depan para pemuda, yang memberikan selamat
atas penampilannya. Ia melonjak-lonjak sambil tersenyum menyeringai, kemudian
bertanya dengan suara besar parau: "Mana Joe Hardy?"
Para pemuda itu melihat ke sekeliling. Mereka bahkan tak menyadari bahwa Joe
tidak bersama mereka! Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Aku tak tahu di mana dia ?""
Badut itu menari memutari dia.
"Aku ada di sini," kata Joe.
Frank dan teman-temannya membalikkan tubuh, tetapi tak melihat Joe.
"Mana?" mereka bertanya bersama-sama. Senyuman si badut semakin lebar sambil
menunjuk dirinya sendiri. "Inilah Joe!"
"Aku memikirkan bagaimana dapat menghentikan panik," ia menegaskan. "Dan
kupikir, beberapa lelucon adalah yang terbaik. Aku lalu berlari ke kamar pakaian
para pelawak, tetapi mereka tidak ada. Di saat itu pula aku memutuskan untuk
bermain sendiri. Aku mengenakan pakaian dan make up, membawa si monyet yang
kukeluarkan dari kandangnya. Aku sudah melihat cara-caranya pada waktu mereka
berlatih. Yang lain secara improvisasi saja."
Kedua orang badut sirkus mendatangi, mulutnya ternganga melihat Joe yang segera
meminta maaf karena menggunakan perlengkapan mereka.
"Janganlah meminta maaf!" kata salah seorang badut. "Kami sungguh gembira engkau
mau melakukannya. Engkaulah yang memungkinkan pertunjukan ini berlangsung terus,
dan engkau juga telah melakukannya dengan hebat!"
"Kami mengamati engkau dari sisi lain," kata badut yang seorang lagi. "Engkau
sungguh tepat menyentuh para penonton!"
Joe menjadi agak malu karena pujian-pujian itu, lalu beranjak pergi untuk
melepaskan perlengkapan badut dan berganti pakaiannya sendiri.
Pada saat itu para pemain trapeze masuk melalui pintu masuk.
Biff menjelaskan kepada mereka tentang kait yang kendor.
"Ha, karena itulah engkau melakukan lompatan maut itu!" kata pemain wanita.
"Kami sungguh gembira engkau tak apa-apa."
"Kami akan membawa kaitan yang baru dan menyekrupnya dengan kuat," kata
pasangannya. "Kami tak ingin cepat-cepat sampai di tanah, seperti yang hampir saja
kaulakukan!" Mereka mengucapkan terimakasih kepada Biff yang telah mengamankan keadaan alat-
alat trapeze, kemudian pergi untuk menyiapkan diri. Pak Tariski mampir untuk
bercakap-cakap dengan para pemuda sejenak, dan mengatakan hendak berbicara
sedikit dengan badut yang berpikiran cepat untuk menyelamatkan pertunjukan.
"Itu dia datang," kata Frank sambil menunjuk ke Joe yang telah berganti pakaian.
"Joe!" seru pak direktur. "Akalmu sungguh hebat! Dan engkau juga telah berperan
sangat bagus. Dengan senang hati aku mau membayar engkau sebagai badut sekarang
juga!" Joe tertawa. "Sayang aku telah mempunyai pekerjaan, meskipun kami belum memperoleh kemajuan.
Tetapi kecelakaan yang hampir menimpa Biff bukanlah sekedar kecelakaan! Itu
jelas sabotase!" Biff mengangguk. "Baut yang ada pada kaitan itu lepas sekrupnya. Tentu ada orang yang naik ke
sana selama yang lain-lain berlatih."
Wajah pak Tariski menjadi pucat, hingga lingkaran-lingkaran yang hitam di bawah
matanya semakin jelas. "Kecelakaan-kecelakaan ini menjadi semakin berbahaya saja," ia meratap. "Engkau
dapat terbunuh!" Kemudian ia menegakkan tubuhnya, dan berkata dengan tegas:
"Anak-anak muda, kalian harus melipatgandakan usaha kalian untuk menemukan
penjahat yang bertanggungjawab atas semua ini. Kalau tidak, tentu akan terjadi
sesuatu yang mengerikan!"
Sambil berkata demikian ia melangkah pergi.
"Itu lebih mudah dikatakan daripada dikerjakan," kata Joe. "Kita masih juga . .
" Ia terhenti oleh pengatur acara yang mengatakan: "Siapkan singa!"
"Ini tugas kita," kata Phil kepada Biff dan Tony. Ketiga-tiganya lalu beranjak
menuju ke tumpukan sejumlah kerangka-kerangka besi yang berjeruji besi dari atas
sampai ke bawah. Mereka menumpuk kerangka-kerangka itu ke atas gerobak bermotor.
Tony, serta Biff dan Phill di sampingnya, mengendarainya ke arena. Mereka
meletakkan kerangka-kerangka itu ke tanah berbentuk segi empat. Kemudian Tony
mengambil sebuah kunci Inggris dan memutar sekrup-sekrup pada sambungan-
sambungannya. Ketika ia telah selesai, mereka kembali dengan gerobak itu ke pintu masuk.
Pawang singa mengawasi mereka menggandengkan kandang-kandang singa kepada
gerobak tersebut. Tony membawa kandang-kandang itu ke pagar besi, berderet di
depan pintu pagar. Pawang singa menggiring binatang-binatang itu masuk ke pintu, lalu dia sendiri
juga masuk dan mengunci pintu pagar di belakangnya. Ia menggunakan singa,
harimau dan macan tutul pada pertunjukan itu. Sambil melindungi dirinya dengan
sebuah kursi kecil dan membunyikan cambuknya, ia menyuruh binatang-binatang itu
melompat melalui lingkaran besi, berlari-lari memutar, lalu melompat ke bangku
masing-masing. Di bangku-bangku itu mereka mengaum dan menggeram.
Sambil memukul-mukul ke arah kursi, mereka menggigit cambuk pawangnya. Tetapi
mereka selalu mematuhi perintah-perintah pawang. Para penonton bertepuk-tepuk
keras ketika pawang itu membungkuk memberi hormat.
Frank menyentuh Joe. "Memang senang melihatnya, tetapi kita mempunyai tugas. Mari kita selidiki apa
yang terjadi di bagian lain-lain."
"Aku ikut," Chet menawarkan diri. "Aku bebas tugas sampai pertunjukan utama
berakhir." Tempat pertunjukan tambahan berada dalam kegelapan ketika mereka sampai di luar.
Mereka berjalan melewati bilik-bilik yang kosong hingga sampai ke bilik Arkin.
Di sana mereka melihat tulisan yang berbunyi: PAKAIAN GAIB!
"Mari kita lihat," Frank mengusulkan.
Mereka masuk dan berjongkok mengelilingi sebuah peti. Frank mengangkat tutupnya.
Yang pertama-tama mereka lihat adalah pakaian Vampir. Topeng karetnya mempunyai
dua buah taring yang mencuat ke bawah pada kedua sisi mulut.
"Aku tak ingin bertemu orang yang mengenakan perlengkapan ini di kuburan atau di
malam gelap!" kata Chet dengan menggigil.
Frank mengeluarkan pakaian Vampir itu dan meletakkannya di samping peti.
"Bagaimana kalau yang ini?" ia bertanya, memegangi sebuah topeng serigala
siluman yang menyeringai ganas.
Chet menyengir, dan Frank mengeluarkan berikutnya dari dalam peti. Itulah
perlengkapan Zombie. "Tak ada yang menakutkan pada yang ini," kata Chet. "Hanya seperangkat seragam."
"Karena tak beserta topengnya," Joe menjelaskan. "Arkin hanya menggunakan cat
putih di wajahnya." Frank mengernyit. "Aku ingin tahu, apakah Zombie yang ada di Hunter's Hollow itu memakai topeng
atau hanya cat," katanya. "Kita belum pernah demikian dekat dengannya untuk
dapat mengetahuinya."
"Kukira tentu topeng," kata Joe. "Karena jauh lebih mudah melepaskannya dari
pada menghapus cat. Dan Zombie kita itu harus dapat dengan cepat berganti rupa.
Ia tentu tak mau kepergok dengan wajah bercat putih!"
Frank memegangi seragam tentara Hesse dan merogohi saku-sakunya.
"Kosong," katanya. "Tak sebutir pun ada peluru untuk senapan musketnya. Kancing-
kancingnya juga nampaknya tak ada yang pernah terlepas sejak dibuatnya. Tidak,
ini bukan seragam yang kita lihat di Hessian Hotel. Tetapi Arkin mungkin saja
mempunyai seragam lain yang disembunyikan entah di mana."
Ia membalikkan leher baju seragam itu dan terdapat label yang berbunyi: BARTON'S
OF BURLINGTON. "Lebih baik kita tanyakan di Barton's, siapa saja yang telah membeli seragam
begini akhir-akhir ini," kata Frank. Ia mengembalikan pakaian-pakaian itu ke
dalam peti, ketika tiba-tiba mereka mendengar suara di belakang mereka.
"He, sedang mengapa kalian?" suara itu menggeram dari pintu!
15. SARANG SINGA Para pemuda itu melompat bangun dan menghadapi Bones Arkin. Orang itu memegang
sebilah pedang dan mengayun-ayunkannya dengan ganas sambil melangkah masuk.
Dengan kecut para pemuda itu memencar, siap untuk mempertahankan diri. Tetapi
Arkin hanya membuka tutup peti dan memasukkannya pedang itu ke dalamnya.
"Ini termasuk seragam tentara Hesse," ia menjelaskan. "Aku baru saja melatih
diri di belakang ketika kudengar kalian kemari. Mengapa kalian tertarik akan
pakaian-pakaianku?" "Kami .eh " .menyenangi " peran anda," kata Chet. "Karena itu kami kira anda tak berkeberatan kalau kami
melihat-lihat perlengkapan anda."
Arkin nampaknya senang. "Tak apa," katanya. "Lihat saja apa yang kalian senangi."
"Kami sudah melihatnya," kata Frank. "Topeng-topeng itu sungguh hebat. Cukup
untuk menyebabkan para penonton bermimpi buruk!"
Arkin tersenyum mendengar pujian itu. Ketiga pemuda Bayport itu melambaikan
tangan ketika keluar dan meneruskan penyelidikan di sepanjang tempat pertunjukan
tambahan yang telah gelap. Mereka tiba di tempat kendaraan-kendaraan sirkus dan
sampai kepada truk yang mengangkut kucing-kucing besar itu.
"Kandang-kandang semuanya sedang ada di tenda besar," kata Chet dengan mata
bersinar. "Berarti truk ini telah kosong. Tahukah kalian" Aku akan masuk untuk mengetahui
bagaimana rasanya ada di sarang singa!"
Sebelum Frank dan Joe dapat berkata apa pun, Chet mendorong palang pintu dan
membuka pintu truk. Sambil melompat ia naik dan melangkah di lantai yang dialasi
dengan jerami. Sebuah kursi rotan untuk seorang pawang berdiri di dekat dinding. Chet
mengambilnya lalu mengangkatnya. "Tak ada apa-apanya menjadi pawang penjinak
singa," katanya. "Aku dapat menggunakan kursi ini dengan satu tangan. Sekarang
yang kubutuhkan hanya seekor singa saja!"
Jawabannya adalah auman yang keras. Dari sudut yang gelap di sisi lain, seekor
singa bangkit berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pemuda itu. Ekornya
mencambuk-cambuk dengan gugup.
Singa itu mengaum berulang-ulang!
Chet terkejut menahan napas dan menjadi pucat. Matanya menjadi bulat bagaikan
cawan! Terpukau, tangannya tetap kaku memegangi kursi di depannya. Melihat nasib
temannya, Frank dan Joe naik ke truk. Dengan nekat mereka melihat ke sekeliling
mencari senjata untuk mencegah singa menerkam temannya. Tetapi tak ada sesuatu
pun kecuali kursi yang dipegangi Chet.
"Kita tak dapat berbuat sesuatu untuk menolong Chet," Frank mendesis. "Kita
hanya bertangan kosong!"
"Mungkin singa ini tak akan menyerang kita bertiga," kata Joe dengan penuh
harapan. Tetapi suaranya terdengar sumbang.
Tepat pada saat itu, singa itu berhenti di depan kursi. Sambil menyeringai ia
menggigit salah satu kaki kursi. Kemudian ia membaringkan diri, meletakkan
dagunya ke atas kedua cakarnya, menutup mata, lalu tidur! Para pemuda itu
melihat bulu kulitnya kusut dan rambut surinya sangat jarang.
Rambut di ujung ekornya pun sudah hampir habis.
Joe tertawa. "Seekor singa tua!" katanya. "Aku yakin, ia sudah tak dapat melakukan
pertunjukan lagi, karena itu ditinggalkan di sini."
"Bagaimana pun juga janganlah mengambil risiko," Frank memperingatkan. "Lebih
baik kita keluar sebelum ia bangun."
Chet pulih dari pesona, meskipun kedua matanya masih terbelalak. Ia meletakkan
kursinya dengan hati-hati di depan singa itu, lalu melangkah perlahan-lahan
mundur, keluar dari truk. Frank dan Joe mengikuti, dan Joe segera memasang
palang pintu. Chet menyeka peluh dari dahinya dengan punggung tangannya dan menghembuskan
napasnya. "Chet, karirmu sebagai penjinak sudah habis," kata Joe menggoda.
"Lho, aku telah menghentikan singa itu dengan kursiku, bukan?" Chet menantang.
"Itulah yang diperbuat oleh pawang singa!"
Joe meletakkan tangannya pada palang pintu seperti hendak mengangkatnya.
"Kalau begitu, barangkali engkau masih mau melanjutkan perananmu?"
Chet menyisih dengan cepat.
"Ah, jangan. Jangan sekarang. Aku aku perlu sebotol air soda. Tenggorokanku
seperti " kering." Mereka mampir untuk minum, lalu kembali ke tenda besar. Di bawah perintah
MacIntyre, gajah-gajah yang terlatih berkeliling di salah satu arena, sementara


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di arena lain anjing-anjing laut menimang-nimang bola di ujung moncongnya.
Akhirnya pertunjukan berakhir.
Setelah semua penonton keluar dari tenda besar, pemimpin pertunjukan memadamkan
lampu-lampu lalu pergi menuju ke truknya.
Frank dan Joe berunding yang terakhir dengan teman-temannya untuk malam itu.
"Kita telah mendapatkan nol besar. Arkin rupa-rupanya tak perlu dicurigai. Kita
juga tak dapat membuktikan Reptilia dengan sengaja melepaskan ular boa. Yang
kita ketahui ialah, bahwa tukang sabot itu tetap giat seperti semula."
"Eh, mengapa kalian berdua tak kembali ke Hunter's Hollow dulu, untuk mengetahui
barangkali ada sesuatu yang baru di sana?" Biff menyarankan. "Kami akan
mengawasi Arkin dan tetap membuka mata untuk sesuatu yang tidak wajar."
Phil mengangguk. "Kedokmu tak akan bertahan lebih lama lagi," katanya. "Maksudku, berapa lama
wartawan dapat berkeliaran secara sah?"
"Aku memang berpikir demikian," Frank mengaku.
"Mengapa kalian tak memberikan nomor telepon Rolf di rumah tempat indekosnya
kepada kami?" Tony menyarankan pula. "Dengan demikian kami dapat mengirimkan
pesan-pesan, meskipun kami sendiri tak sempat menemui kalian."
"Akal yang bagus," kata Joe, lalu menuliskan nomor telepon itu pada secarik
kertas dan memberikannya kepada Tony. "Kuharap saja akan muncul seseorang yang
meninggalkan petunjuk-petunjuk," sambungnya dengan penuh harapan.
*** Esok berikutnya, kakak beradik itu berkendaraan ke Barton's of Burlington.
Ternyata merupakan toko pakaian yang mengkhususkan diri membuat pakaian-pakaian
untuk sandiwara dan pertunjukan lain.
Ketika Frank bertanya tentang seragam tentara Hesse, petugasnya memeriksa ke
dalam bukunya. "Kita hanya membuat satu perangkat," katanya. "Dipesan oleh Tuan Arkin dari the
Big Top Circus." "Tak banyak artinya," kata Joe ketika mereka keluar dari toko.
"Ini berarti, bahwa Arkin adalah satu-satunya setan itu di daerah ini, atau
Zombie di Hunter's Hollow telah membeli pakaiannya di tempat lain."
"Mari kita cari buku telepon dan menelepon toko-toko yang lain," Joe mengajukan
saran. "Akal bagus." Mereka berhenti di tempat telepon umum dan melihat-lihat di buku telepon.
Ternyata ada dua toko lagi yang mengkhususkan diri membuat pakaian sandiwara,
tetapi mereka tidak pernah menjual pakaian tentara Hesse.
"Jalan buntu lagi," Joe menggerutu. "Apa lagi selanjutnya?"
"Kita temui Rolf."
Tetapi ketika mereka tiba di pondokan Rolf, baik Rolf maupun Lonnie tidak ada.
Frank menelepon studio, tetapi kedua pemuda itu juga tidak berlatih.
"Tak ada gunanya menunggu mereka sampai datang," kata Frank. "Mari kita kembali
ke Hunter's Hollow. Mungkin telah terjadi sesuatu selama kita tinggalkan rumah
Rolf." Mereka berangkat dari Burlington dan membelok ke jalan yang melewati pertanian
pak Noah Williamson. Mereka bertemu pak Williamson bersama isterinya yang sedang
mengendarai mobilnya keluar dari halamannya. Kedua mobil berhenti hampir
bersentuh bumper, dan kedua pemuda lalu turun dan datang menghampiri.
Kali ini petani itu sangat ramah, dan dengan malu-malu meminta maaf atas
penahanan mereka di rumahnya.
"Kami tak menyadari ada polisi gadungan yang menyuruh kami menahan kalian,
sampai polisi memastikannya," ia mengaku.
"Ah, tidak apa-apa," kata Frank. "Jangan pikirkan hal itu."
Kedua pihak tak menyebut mobil yang rusak. Sebaliknya, nyonya Williamson
menjulurkan kepalanya dari jendela dan bertanya: "Ke mana saja kalian kali ini?"
"Kembali ke rumah keluarga Allen," jawab Joe. "Kami masih saja berusaha
menemukan orang yang melakukan kebakaran hutan ...."
"Jangan!" Nyonya itu memotong. "Kami baru saja melewati rumah itu, dan kami
melihat Zombie!" 16. PERMAINAN SUDAH HABIS
Kedua pemuda itu menjadi tegang mendengar berita itu.
"Apakah ia melihat anda?"
"Tidak. Tetapi ia mengintai-intai di hutan sana. Jangan pergi, ia akan berbuat
jahat terhadap kalian."
"Tetapi kami harus ke sana," kata Joe kepadanya. "Jangan kuatir, kami akan
berhati-hati." "Ingat, tak ada yang dapat memberikan lindungan melawan yang gaib!" katanya
sambil menoleh karena suaminya telah menjalankan mobilnya. "Kalian tak dapat
lolos dari si Zombie!"
Peringatan itu membuat kedua pemuda menggigil meskipun mereka tak percaya akan
Zombie. Frank menjalankan mobilnya dan mereka meneruskan perjalanan. Di dekat rumah
keluarga Allen, Joe melihat suatu gerakan yang samar-samar di hutan.
"Tahan, Frank," ia mendesak. "Ada orang di sana. Ia berusaha untuk tidak
diketahui orang." Frank memarkir mobilnya di belakang serumpun pohon-pohonan. Kemudian mereka
menyelinap melalui rumpun itu ke sebuah tikungan di jalan. Di sana mereka
menyeberang dan berjalan ke arah rumah, mengendap-endap di balik pohon-pohon dan
semak-semak. Mereka melihat sekilas warna merah dan biru di kejauhan.
"Seragam tentara Hesse!" bisik Frank. "Ia sedang menyelinap ke arah tempat
terbuka di sana itu."
Kedua pemuda itu mengikuti, mengendap dari lindungan ke lindungan. Mereka sampai
di tanah di balik rumpun rondodendron, ketika sosok tubuh itu menoleh ke
belakang. Dengan menguak ranting-ranting, mereka melihat wajah putih yang
menatap tanpa emosi. "Kuharap saja ia tak mengira kita ada di sini," Joe menggumam. "Sedang mengapa
dia itu?" "Ssst diam!" bisik Frank.
Zombie itu berlutut di dalam semak-semak dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Kemudian korek api menyala. Sesaat kemudian nyala api meretek-retek di ranting-
ranting kering. "Ia sedang membakar!" Joe mendesis, sementara tukang bakar itu berdiri dan lari
ke dalam hutan. Kedua pemuda itu melesat maju. Mereka segera menginjak-injak api yang dengan
cepat menjalar di semak-semak. Usaha itu memakan beberapa menit sampai mereka
yakin telah memadamkan api. Hanya beberapa meter persegi semak-semak yang
hangus. "Ke mana maling cilik itu?" tanya Joe dengan geram sambil menegakkan badannya.
"Kukira ke rumah. Mari kita coba, barangkali kita dapat menangkapnya."
Kedua pemuda detektif itu menyelinap melalui hutan ke halaman depan. Tiba di
tanah terbuka, mereka merangkak melintasinya sampai ke serambi. Kemudian mereka
melompati pagar, membungkuk melewati sebuah jendela sampai ke pintu. Joe
mendorongnya perlahan-lahan dengan ujung jari-jarinya dan pintu itu terbuka.
Tetapi tak ada seorang pun di dalam!
Setelah menunggu beberapa menit, Frank menyelinap masuk ke kamar depan. Melihat
keadaannya kosong, ia memberi isyarat kepada Joe untuk mengikutinya, dan mereka
berjingkat-jingkat ke dapur.
Pintu ruang bawah sedikit terbuka!
Frank menggunakan isyarat-isyarat tangan, memberitahu adiknya bahwa ia mengira
Zombie itu ada di ruangan bawah tanah.
Joe mengangguk, dan mereka menuruni tangga ke kegelapan di bawah.
Tak ada cahaya sedikit pun, dan suara pun tak ada pula. Joe menarik lengan baju
kakaknya ke arah makam di bawah tanah. Mereka telah mengenal tata ruang di sana,
hingga mereka mampu menemukan jalan di kegelapan, menuju ke dinding yang dapat
berputar. Dengan meraba-raba batu dinding Joe mengetahui bahwa pintu di makam sedang
terbuka. Tak ada seorang pun di dalam, karena itu mereka lalu masuk.
Frank menyalakan senter detektifnya. Sambil melindungi sinarnya dengan tangan
agar dirinya tak kelihatan, ia menyinari sekeliling makam. Semuanya masih
seperti ketika mereka tinggalkan.
Dengan hati-hati mereka melangkah ke peti mati. Joe mengangkat tutupnya dan
Frank menyinarkan senternya ke dalamnya. Mereka seperti tercekik!
Rolf Allen tergeletak di dalam peti, pingsan!
"Mungkin dibius," Akhirnya Frank berkata. "Mari kita keluarkan dia, Joe."
Dengan cepat mereka meletakkan tutup itu di lantai di samping peti. Mereka baru
saja hendak mengangkat Rolf ketika di ruangan itu terasa ada cahaya yang redup.
Dengan seketika Frank memadamkan senternya. Ia dan Joe merapatkan tubuhnya ke
dinding. Cahaya di ruangan bawah tanah itu semakin terang mendekat, dan suara langkah
kaki mulai terdengar mendekat. Sesosok tubuh membawa lilin menyala masuk dari
pintu, menggunakan seragam tentara Hesse dan topeng putih!
"Ha, itulah wajah si Zombie!" pikir Frank.
Dengan mengangkat lilinnya tinggi-tinggi, Zombie itu segera melihat bahwa peti
telah terbuka. Ia memutar tubuhnya dan melompat menuju ke pintu rahasia, namun
Frank dan Joe menjegal di tengah lompatannya. Dengan bergedebuk ketiga-tiganya
jatuh di lantai. Lilin padam, dan pergumulan mulai. Tetapi kedua detektif muda
itu segera dapat menguasai musuh mereka. Joe menekan lawannya ke lantai,
sementara Frank menyalakan lampu senternya lagi. Jari-jarinya meraba bagian dagu
dari topeng lalu menariknya terbuka dari kepala.
Zombie itu adalah Lonnie Mindo!
17. PENJELASAN Frank membuka kaos oblongnya, dan mengikat secara darurat kedua pergelangan
tangan Lonnie, hingga Joe tak susah-susah lagi memegangi. Sementara itu kakaknya
pergi ke dapur mencari tali.
Mereka lalu menggeledah saku-saku Lonnie. Mereka menemukan sekotak korek api,
lalu menyalakan lilin yang terjatuh selama pergumulan. Korek api itu bertanda
Hotel Hesse. "Persis seperti yang kautinggalkan pada kebakaran hutan yang pertama, Lonnie,"
kata Frank. "Apa yang kaukatakan itu?" pemuda itu menukas.
"Peringatan si Zombie," Joe mengejek. "Ayo, Lonnie, engkau segera akan ke
penjara." Mereka memaksa Lonnie untuk duduk di sudut, lalu mengangkat Rolf dari dalam
peti. Mereka menggoyang-goyang dan menepuk-nepuk wajahnya hingga menjadi sadar.
Kemudian mereka membawa Rolf dan Lonnie ke atas. Rolf duduk di kursi sampai
peningnya hilang. "Dapatkah kauceritakan apa yang telah terjadi?" tanya Frank kepadanya. "Engkau
sudah merasa enak?" Rolf mengangguk perlahan-lahan.
"Sedikit pusing, tetapi selain itu oke. Kecuali aku tak dapat percaya .."
Suaranya " menghilang ketika ia memandangi Lonnie dengan sedih.
"Rolf, sudah berapa lama engkau mengenal Lonnie?" tanya Joe.
"Aku bertemu dia sewaktu ada rapat kerja para seniman beberapa bulan yang lalu.
Karena ia kekurangan uang, aku mengundangnya untuk tinggal di rumahku. Kami
bergaul dengan baik dan baru-baru ini bersama-sama mendaftarkan diri untuk
kursus musim panas di Burlington. Aku benar-benar menyangka bahwa ia adalah
teman yang baik . . . . "
Mulut Rolf menjadi keras.
"Ia menipu aku selama ini! Ia mengajakku untuk menyelidiki, sebab kalian berdua
tak mungkin akan dapat memecahkan misteri ini. Ia mengatakan sesuatu yang aneh
mengenai Hotel Hesse, dan ketika aku mendesaknya, ia mengira bahwa aku
mencurigai dia." Rolf berhenti sejenak sambil menghela napas.
"Sebenarnya aku tidak curiga, tetapi ketika kami turun ke ruangan makam di bawah
tanah, ia menyekap wajahku dengan kain yang dibasahi dengan kloroform. Sampai di
situlah yang kuingat."
"Kemudian ia keluar lagi untuk membakar hutan," kata Joe. "Untunglah kami dapat
memadamkannya dengan segera."
Pada saat itu Lonnie menyadari bahwa ia tak mempunyai kesempatan lagi. Kepalanya
segera terkulai. Frank melihat perubahan wajah pemuda itu dan mengambil
keuntungan dari keadaan itu.
"Bagaimana engkau dapat mengetahui adanya makam di bawah tanah itu, Lonnie?" ia
bertanya. "Aku menemukannya secara kebetulan," jawab Lonnie. "Di dalamnya aku menemukan
beberapa dokumen. Menurut surat-surat itu, keluarga Carlton membangun makam itu
sebagai makam keluarga. Carlton yang terakhir memasukkan peti itu, tetapi ia
berlayar dari New Bedford dengan kapal pencari ikan paus menuju ke samudra
Pasifik dan tak pernah kembali lagi. Aku mendapat tahu hal itu dari koran kuno
di perpustakaan Burlington, ketika aku berpura-pura melakukan riset tentang
Shakespeare." "Jadi tak seorang pun yang tahu tentang makam di bawah tanah itu," kata Rolf.
"Aku yakin orangtuaku pun tak pernah mendengar tentang hal itu ketika mereka
membeli rumah ini." "Sesuatu yang cocok sekali untuk rencana-rencana Lonnie."
Frank membuat rekonstruksi tentang tindakan kriminal itu. "Rupa-rupanya, ia
menjadi anggota gerombolan penjahat. Pemimpinnya ialah seseorang yang kami sebut
si Suara Tinggi. Dialah yang memerintahkan Lonnie untuk melakukan pembakaran.
Siapa dia itu, Lonnie?"
"Aku tak mau mengatakannya," pemuda itu berteriak. "Ia akan melepaskan aku.
Tunggu saja!" "Eh," sambung Frank. "Lonnie mimpi tentang Zombie tentara Hesse. Ia mengetahui
dongengan itu dan dapat melakukannya karena ia seorang aktor. Lagi pula ia telah
berlatih Julius Caesar di studio di siang hari. Karena ia bermain sebagai Caesar
yang dibunuh dalam babak ketiga, ia dapat pergi, selama sebelum latihan itu
selesai." "Ia dengan mudah dapat kemari dan kembali ke Burlington untuk latihan
hari berikutnya." Joe melanjutkan gagasan Frank. "Dan ia tahu, bahwa Rolf tak
akan mencari dia di pondokan waktu paginya, karena Rolf harus latihan di pagi
hari." Rolf menggeleng seperti hendak mengatakan, bahwa ia tak dapat mengerti bagaimana
temannya yang baik telah mendustainya.
Joe melanjutkan menganalisa kejahatan itu.
"Makam di bawahtanah itu memberikan persembunyian yang baik bagi Lonnie untuk
menyembunyikan seragam Hesse-nya. Ia menyimpannya di dalam peti mati, di mana ia
dapat mengambilnya kalau ia datang ke rumah ini. Ia mengenakannya agar tidak
dikenali, dan untuk menakut-nakuti orang yang mungkin memergokinya. Seperti pak
Williamson, misalnya."
"Betul," kata Frank. "Hendaknya engkau tahu, Rolf, ia hanya berpura-pura
menemukan kancing baju seragam tentara Hesse pada kebakaran yang pertama, untuk
mencoba menakut-nakuti engkau agar mau meninggalkan rumah ini."
"Tetapi sebaiknya aku malah meminta kalian untuk menyelidikinya," kata Rolf.
"Tentu saja ia tak menghendakinya. Aku bisa tahu sekarang, bahwa ia takut bahwa
kalian akan membongkar misteri ini."
Joe mengangguk. "Karena itulah ia membuntutimu ke Bayport, hendak menghalangi engkau untuk
bertemu dengan kami. Ia telah mencuri mobil pak Noah Williamson agar ia tak
dikenali. Ketika kami mengejarnya setelah ia mendorong engkau masuk ke selokan,
ia kembali ke rumah kami dan melihat engkau dari jendela sedang berbicara dengan
kami." "Tepat," kata Frank. "Kemudian ia ngebut mendahului kami ke Vermont dan
meninggalkan seragamnya di Hotel Hesse, yang digunakan oleh para penjahat untuk
menimbun hasil curian mereka."
"Rencana yang hebat!" Joe mengatakan. "Dialah yang bertanggungjawab atas
peringatan-peringatan si Zombie, dan mencoba mengurung kami di dalam makam, Yah,
..semuanya itu!" " "Itu sudah tentu," kata Frank. "Gerombolan itu membawa seragam Zombie bersama-
sama hasil curian mereka dari the Hessian Hotel, ketika kami dapat meloloskan
diri dari mereka. Rolf, aku berani bertaruh, sejak itu Lonnie lalu
menyembunyikan seragam tersebut di bawah hidungmu di tempat pomondokan."
Pandangan bersalah di wajah Lonnie menunjukkan, bahwa kata-kata Frank dan Joe
memang benar. "Nah, akhirnya kita berjumpa juga dengan si Zombie," kata Frank. "Kami juga tahu
beberapa anggota dari gerombolan. Pollard dan Grimm misalnya. Juga Burrows, yang
hanya berpura-pura menjadi pertapa. Lonnie menyuruh kami ke Burrows untuk
menyesatkan kami, sementara ia melakukan pembakaran hutan berikutnya. Tentunya
ia menjadi takut ketika kebakaran itu tak terkendalikan lagi, dan hampir saja


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membakar rumah. Aku yakin, pimpinan gerombolan tentu tak menghendakinya. Ia
mungkin menginginkan rumah itu, tetapi tidak sebagai tumpukan abu."
Lonnie menjadi marah. "Aku yang menyelamatkan rumah itu!" ia menjerit. "Aku tetap tinggal di sana
untuk mengawasi kebakaran itu. Ketika angin berubah arah, aku menelepon polisi
dan Dinas Kebakaran!"
Rolf memandangi dia dengan tenang.
"Engkau juga menelepon aku di studio, berpura-pura engkau sedang berada di rumah
pondokan. Engkau mengatakan juga bahwa akan segera berangkat untuk membantu
memadamkan api." Lonnie mengangkat bahu. "Aku bersembunyi di hutan. Ketika polisi datang, kukatakan kepada mereka bahwa
aku sukarelawan." "Setelah itu engkau mencoba mengurung kami semua di makam," Frank menuduh.
"Untunglah aku menggeser batu itu ke lubang dinding sebelum engkau menekan
tombol rahasia." "Nah, mari kita pergi ke kantor polisi untuk menyerahkan dia," Joe mengusulkan.
Keempat pemuda itu berdiri. Mereka baru saja hendak berangkat ketika telepon
berdering. Frank mengangkatnya. Suara tinggi melengking memerintah: "Datanglah ke Hotel Hesse dalam waktu satu
jam ini! Utusanku akan menunggu engkau di ruangan dansa!"
18. UTUSAN TAK DIKENAL Tiba-tiba Frank mendapat ilham. Ia menirukan suara Lonnie dan berkata: "Aku akan
segera ke sana." Telepon segera diam. Frank melaporkan pembicaraan itu kepada yang lain-lain.
"Si Suara tinggi, pemimpin gerombolan Lonnie," katanya. "Ia mengira Lonnie yang
menerima dan minta agar Lonnie datang ke Hotel Hesse dalam waktu satu jam ini."
Joe menyeringai. "Sayang sekali. Lonnie sedang menuju ke penjara."
"Betul. Mari berangkat." Kakak beradik itu membawa Lonnie ke kantor polisi,
ditunjukkan jalannya oleh Rolf.
Joe menerangkan kepada sersan jaga, bahwa Lonnie yang menyebabkan kebakaran
hutan. Sementara itu Lonnie hanya berdiri dan menatap nanar.
"Ia membakar sebagian hutan kami," Rolf mengadu. "Aku mengajukan tuntutan
terhadap dia." Sersan itu menuliskan pengaduan itu dan Lonnie dibawa pergi.
"Pak, gerombolan itu masih saja menggunakan Hotel Hesse," kata Frank. "Anda
barangkali dapat menangkap pemimpinnya kalau anda mengirimkan pasukan ke sana
sekarang juga." Sersan itu menggeleng. "Kami telah memeriksa tempat itu dan ternyata bersih."
"Karena gerombolan itu telah pergi sebelum anda datang," kata Frank. "Bagaimana
kalau dicoba lagi?" "Maaf, aku tak dapat mengirimkan orang untuk jejak kosong. Kusarankan agar
kalian melupakan saja hotel itu dan pulang."
"Tetapi ada orang yang menelepon ...." Joe hendak mulai mendebat, tetapi
dipotong oleh kakaknya. "Mari," kata Frank, dan pemuda-pemuda itu keluar.
"Kita tak akan berhenti sekarang," kata Frank. "Kita akan memenuhi janji Lonnie
itu." "Bagaimana mungkin?" tanya Rolf ragu-ragu. "Kita pernah berhasil masuk sebelum
ini. Kukira kita dapat mengulangi lagi."
Ketika mereka tiba di hotel, mereka menyembunyikan mobil pada tempat terbuka, di
pinggir jalan. Mereka mengitari di balik pohon-pohonan ke suatu tempat di mana
mereka dapat melihat pintu depan. Tak nampak tanda-tanda kehidupan, dan tak
terlihat pula mobil-mobil di tempat parkir. Gedung itu nampak kosong.
"Tak ada seorang pun," Rolf berbisik.
"Barangkali ada," jawab Joe. "Gerombolan itu menggunakan pintu belakang."
"Kita juga akan menggunakan pintu tersebut," Frank menyatakan. "Kalau utusan itu
seorang diri di ruang dansa, kita dapat mencegatnya."
Dengan cepat mereka membuat rencana. Mereka menyelinap mengitari gedung dan
mendekati pintu belakang, di mana Grimm memberi jalan masuk kepada Frank dan Joe
sebelumnya. Frank menarik Rolf merapat ke dinding di sampingnya, sementara Joe mengetuk
dengan isyarat sandi gerombolan itu pada pintu. Tak terjadi apa-apa.
Joe memegangi tombol dan membuka pintu itu perlahan-lahan, lalu mengintip
melalui celah di antara engsel.
"Tak ada orang di lorong," ia berbisik. "Mari kita masuk."
Frank berjalan di depan, diikuti oleh Rolf dan Joe. Mereka berhenti di tangga
dan mendengar-dengarkan apakah ada suara orang di atas.
Tidak mendengar langkah-langkah kaki di sana, mereka lalu meneruskan berjalan di
sepanjang lorong ke ruangan, di mana mereka dulu melihat para anggota gerombolan
menunggu pesan dari pemimpinnya.
Frank menjulurkan kepalanya dari tepi ambang pintu. Karena tak melihat
seseorang, ia memberi isyarat kepada teman-temannya untuk mengikutinya menuju ke
ruang dansa. Pintunya terbuka, dan mereka melihat seseorang sedang duduk pada kursi yang
disandarkan ke belakang ke dinding. Topinya bertengger di kepala bagian
belakang, kedua kakinya bertumpu pada palang kaki kursi. Ia memutar-mutar kedua
ibu jarinya seperti tak sabar, rupa-rupanya sedang menunggu Lonnie.
Ketika ia merubah letak duduknya hingga sebagian dari wajahnya kelihatan, Frank
dan Joe tertegun. Orang itu adalah Bones Arkin, si Zombie sirkus!
Pada saat itu terdengar suara kendaraan berat berhenti di belakang hotel. Dengan
cepat kedua detektif muda itu mundur masuk ke ruangan di lorong. Dari sana
mereka dapat melihat ruangan dansa.
Pintu belakang terbuka dan langkah-langkah kaki terdengar di lorong serambi.
Seseorang masuk ke ruang dansa: Whip MacIntyre!
"Kukira engkau Lonnie Mindo," Arkin menggerutu.
"Lonnie sedang kemari," jawab MacIntyre. "Ia menerima pesan itu di rumah
keluarga Allen. Anggota-anggota lain sudah menunggu di bus di luar. Kita akan
pergi ke tempat pertemuan yang baru. Untunglah boss tetap mengosongkannya kalau-
kalau ada peristiwa darurat."
"Apakah anak-anak Hardy itu mengetahuinya?" kata Arkin.
MacIntyre tertawa. "Tidak mungkin! Detektif-detektif besar dari Bayport itu bahkan tak mampu
menangkap Lonnie," sambungnya dengan mengejek.
"Tetapi mereka memergoki aku ketika sedang mencuri dengar," Arkin mengingatkan.
MacIntyre memaki. "Itulah ketololanmu, Bones!"
"Ah, aku telah meyakinkan mereka, bahwa aku sedang membetulkan tali sepatu
ketika Frank menyergapku. Aku yakin, mereka tak mencurigai aku sebagai penyebab
kecelakaan-kecelakaan itu. Aku hanya ingin agar Biff Hooper terjun bebas" dari
trapeze itu " setelah kukendorkan kaitannya. Mungkin itu akan menakut-nakuti mereka hingga
mereka pulang." "Engkau betul," MacIntyre menggerutu. "Barangkali itu juga akan mencegah Joe
bermain badut. Dengan peranan kecilnya itu ia telah berhasil mencegah panik yang
sudah akan meledak justru yang kita kehendaki untuk menghancurkan sirkus. Sok
tahu benar anak-anak Hardy itu! Kalau mereka masih saja menimbulkan kesulitan,
kita umpankan saja mereka kepada kucing-kucing besar itu!"
Para pemuda itu mengawasi dengan napas tertahan, berharap mudah-mudahan salah
seorang akan menyebutkan nama pemimpin mereka.
Seperti menjawab pertanyaan hati mereka, MacIntyre menghela napas. "Dan di sini
kita tak tahu sama sekali siapa boss kita yang sebenarnya. Mungkin sekali ia
anggota sirkus kita, atau orang yang sama sekali lain. Tetapi kukira tak ada
bedanya. Perintah-perintahnya ternyata selalu benar. "Ia akan selalu membawa
kita ke arah yang benar."
Kedua orang itu berbincang-bincang tentang keberhasilan mereka merampok untuk
beberapa saat, kemudian MacIntyre melihat arlojinya.
"Aku heran mengapa Lonnie belum juga kemari?"
Arkin ketawa. "Mungkin ia tersangkut ketika akan melepaskan pakaian Zombienya. Ia benar-benar
telah mengecoh anak-anak Hardy dengan pakaiannya itu. Jangan kuatirkan dia. Aku
akan menunggu sampai ia datang, lalu akan mengikuti engkau."
Rolf menjulurkan tubuhnya kepada Frank.
"Kita harus mencegah mereka!" ia mendesak.
Joe menggeleng. "Ada satu bus penuh di luar sana. Kita tak dapat menangani
mereka semua." "Aku akan menyelinap keluar, mencoba apakah dapat mencatat nomor polisi bus
itu," Frank mengusulkan.
Tetapi sebelum ia sempat bergerak, MacIntyre keluar dari ruang dansa, melangkah
lebar-lebar di lorong dan keluar ke pintu belakang.
Sesaat kemudian mesin bus terdengar dihidupkan, Bus itu terdengar berjalan
menuju ke jalan, dan suara itu semakin menghilang.
Sementara itu Arkin tetap menunggu Lonnie di ruang dansa.
Joe menarik lengan Frank dan Rolf agar mendekat.
"Mari kita sergap dia," ia mengusulkan. Mereka keluar dengan mengendap-endap.
Frank dan Joe menempatkan diri di pintu ruang dansa. Tetapi papan lantai ada
yang berderak diinjak Rolf sebelum ia sampai di tempat kedua temannya. Arkin
terlompat, melihat para pemuda itu dan dengan menyumpah ia lari langsung menuju
ke panggung tempat Frank dan Joe bermain musik beberapa hari yang lalu. Ia
membelok masuk ke kamar ganti pakaian dan menutup pintu serta menguncinya dari
dalam. Ketiga pemuda mengejar. Mereka melemparkan tubuh mereka menghantam pintu, tetapi
tak berguna. Mereka kecewa, mendengar Arkin membuka jendela, dan menyadari bahwa
ia sedang memanjat keluar. Mereka kembali ke ruang dansa, lari melalui lorong
lalu keluar dari pintu belakang. Mereka mendengar sebuah mobil semakin kencang
berjalan di jalan. "Ia lolos!" seru Joe kecewa.
19. PENGEJARAN "Ia menuju ke tempat pertemuan rahasia," kata Frank. "Tetapi di mana itu?"
"Siapa yang tahu?" Joe mengangkat bahu.
"Kita tak dapat lagi menanyai dia, itu sudah jelas. Kita tak dapat menangkap dia
sekarang. Tetapi sejak kita menjadi tahu bahwa MacIntyre dan Arkin terlibat
dalam gerakan sabotase atas sirkus, mungkin sekali pak Tariski yang memimpin
gerombolan ini." "Engkau benar!" seru Frank. "Mari kita kembali ke sirkus dan menyelidiki dia.
Kalau memang dia otak gerombolan ini, kita dapat mengakali dia agar mau
mengakuinya, dengan mengatakan bahwa kita telah mengetahui banyak tentang
MacIntyre dan Arkin."
"Apa yang aku tidak mengerti ialah, mengapa orang-orang ini hendak menghancurkan
sirkus mereka?" kata Rolf.
Joe mengangguk. "Memang ini juga tak masuk di akalku."
Ketika mereka tiba di sirkus, mereka bertemu Chet, Biff, Phil dan Tony. Keempat
pemuda itu terkejut heran bahwa mengetahui Lonnie Mindo itulah si Zombie yang
membakar hutan di dekat rumah Rolf.
"Dan kalian mungkin tak akan melihat MacIntyre dan Arkin kembali." kata Frank.
"Mana pak Tariski" Mungkin ia pemimpinnya."
"Kami tak tahu di mana dia," kata Biff. "Kita sedang giat mempersiapkan
pertunjukan berikutnya."
"Yah, paling tidak kita tak usah kuatir akan sabotase lagi," kata Chet. "Frank
dan Joe telah membongkar misteri ini. Sebetulnya aku juga bisa memecahkannya
sendiri," katanya sambil menyeringai, tetapi aku terlalu sibuk!"
"Melatih diri sebagai pawang singa?" Frank menggoda.
"Aku bukan dibayar untuk itu," kata Chet sambil mengangkat bahu. "Kalau aku
memang dibayar untuk itu, aku tentu akan melanjutkannya. Eh, aku jadi teringat
untuk bekerja kembali."
Biff, Phil dan Tony setuju dan kembali ke tugas mereka. Phil mengatur segulung
karcis di meja tempat menjual karcis, sementara Chet membuka kios makanannya dan
menyiapkan panggangan untuk hotdogs dan hamburger. Biff memeriksa perlengkapan
para pemain trapeze dan tali, dan Tony memeriksa gerobak bermotor pengangkut
kandang singa dan harimau.
"Aku harus kembali ke studio," kata Rolf ketika melihat arlojinya. "Kecuali
kalau kalian memerlukan aku di sini ...."
"Ah, tidak. Pergilah," kata Frank kepada temannya. "Kami akan menangani ini."
"Oke. Beritahukan apa yang terjadi." Setelah mengucapkan selamat tinggal, Rolf
pergi ke jalan besar untuk naik bus ke Burlington.
Frank dan Joe berjalan kembali sepanjang iring-iringan, dan berhenti di truk pak
Tariski. Melihat bahwa pintunya terkunci, mereka mengitari kendaraan itu,
mengintip dari jendela. "Ia pergi," kata Joe. "Ia tentu melarikan diri dengan tergesa-gesa."
Frank mengangguk. "Arkin mungkin telah meneleponnya, memperingatkan bahwa kita sedang mengejar
gerombolan mereka. Kukira pak Tariski juga pergi ke tempat pertemuan rahasia
itu." Mereka memeriksa kendaraan-kendaraan yang lain, tetapi tak seorang pun tahu di
mana pak direktur. Ketika mereka sampai di kendaraan Reptilia, Frank tertawa dan berkata: "Aku
setengah takut untuk mengetuk pintunya. Jangan-jangan seekor boa constrictor
yang membukakannya!"
"Kuharap saja lebih ramah dari pada yang kita jumpai dulu!"
Joe tertawa dan mengetuk.
"Siapa itu?" suara wanita bertanya dari dalam.
"Frank dan Joe Hardy," jawab Frank. "Kami ingin berbicara dengan anda."
Pawang ular itu membuka pintu, ular kesayangannya tergantung pada pundaknya.
"Masuklah," ia mengundang. "Aku ada berita bagi kalian."
Kedua pemuda itu masuk dan duduk di sofa. Kandang kaca tempat ular yang ganas
itu hampir tersentuh oleh lutut mereka. Ular besar itu mendesis ganas,
melengkungkan lehernya dan memagut kaca dalam usahanya memagut mereka. Reptilia
menunjuknya. "Aku memergoki Bones Arkin mencoba mengeluarkannya," ia memberitahu. "Aku yakin
ia akan merusak penampilanku. Tentu dialah orangnya yang meletakkan ular itu ke
dalam truk perlengkapan ketika kalian ada di sana malam itu."
"Cocok," kata Joe. "Sekarang kami tahu, bahwa Arkin yang telah menyabot sirkus."
"MacIntyre juga bersama dia," sambung Frank. "Malam itu ia melihat kami di dalam
truk perlengkapan. Dialah tentunya yang menyuruh Arkin mengambil ular tersebut
untuk menyerang kami."
Reptilia nampak memandang agak malu.
"Kalau begitu sekarang aku tahu siapa yang harus bertanggungjawab."
"Siapa?" Frank dan Joe bertanya dalam satu suara.
"John Tariski! Aku melihat dia dan MacIntyre berangkat bersama-sama belum lama
ini!" "Tahukah anda ke mana mereka pergi?" tanya Frank.
Reptilia menggeleng. "Tidak. Hanya itu yang dapat kukatakan kepada kalian."
"Yah. Bagaimana pun juga, terimakasih. Anda sangat membantu," kata Frank.
Kemudian ia dan Joe melanjutkan pemeriksaan mereka di sepanjang deretan
kendaraan, sampai mereka tiba di truk kantor. Seseorang berlari dari pintu
depan, membawa sebuah peti bertuliskan: PENERIMAAN KARCIS!
"Bones Arkin!" teriak Frank. "Ia sedang mencuri uang milik sirkus!"
Ketika kedua pemuda lari mengejar, Arkin melompat naik truk yang mengangkut
Leah, si gajah! Ia menghidupkan mesin dan truk itu membelok lebar. Setelah
mengitari tenda besar, Arkin sampai di jalan besar lalu melaju pergi.
"Ayo, kita harus mengikuti dia!" kata Frank terengah-engah dan lari ke mobilnya.
Ia melompat ke belakang kemudi dan beberapa detik kemudian mereka mengejar si
pelarian. Kendaraan yang lebih ringan itu segera memperpendek jarak antara, ketika Leah
berteriak kepada mereka. Jeritannya bergema di seluruh pedesaan.
"Aku punya akal," kata Joe tiba-tiba. "Aku ingat pada tikungan di depan.
Barangkali kita dapat mencegat di sana."
"Akal bagus," kata Frank. Tak lama kemudian mereka sampai di tikungan lebar yang
diingat Joe. Arkin tetap di jalan, tetapi Frank membelok masuk ke lapangan
terbuka dan sambil bergoncang-goncang melintasinya sampai di akhir tikungan.
Kemudian, berhenti di tengah kepulan debu dan menggunakan mobilnya sebagai
penghalang. Dengan cepat mereka keluar dari mobil.
Beberapa detik kemudian truk gajah itu muncul di tikungan.


Hardy Boys Misteri Jejak Zombie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Arkin melihat penghalang itu, ia menginjak pedal rem untuk menghindari
tabrakan. Dengan ban menderit-derit kendaraan berat itu berhenti beberapa langkah dari
mobil. Arkin terkulai pada roda kemudi sambil menghela napas, sementara Leah menjerit-
jerit tak terkendali. Frank membuka pintu truk di sisi sopir. "Arkin," katanya. "Permainanmu sudah
habis!" 20. SIAPA BOS MEREKA"
Hampir bersamaan, Joe menyambar kantong berisi uang dari tempat duduk di samping
Arkin. "Engkau mengakali dirimu sendiri, bung," katanya kepada si penjahat. "Kami kira
engkau tak akan kembali lagi ke sirkus. Tetapi engkau begitu rakus untuk mencuri
uang." "Kami sudah tahu tentang engkau dan MacIntyre," Frank menuduh. "Tetapi bagaimana
kedudukan pak Tariski" Di mana pula tempat pertemuan rahasia itu?"
Arkin memandang marah kepada mereka dan tak mau menjawab. Mereka segera mengikat
tangannya dengan sabuk, kemudian Frank mengendarai truk itu kembali ke tempat
sirkus. Sementara itu adiknya mengikuti dengan mobil mereka.
Ketika mereka sampai di Big Top, Joe menelepon polisi.
Mereka datang untuk membawa Bones Arkin ke penjara.
"Nah, kita telah menangkap satu penjahat," kata Joe. "Tetapi MacIntyre dan
Tariski telah lolos. Siapa tahu di mana mereka!"
Tiba-tiba Frank menepuk dahinya.
"Joe! MacIntyre mengatakan bahwa tempat pertemuan itu sedang kosong. Mungkin itu
adalah kantor kosong yang ada di Burlington! Ingat" kamar nomor 415?"
"Tentu! Mungkin pengawas gedung itu juga anggota gerombolan. Karena itu ia tak
ramah kepada kita!" Mereka segera bermobil ke Burlington. Mereka berhenti di balik blok di mana
gedung itu berdiri, berjalan memotong melalui gang kecil dan sampai pada tangga
kebakaran. Dengan diam-diam mereka memanjat sampai ke lantai empat, dan
meringkuk di bawah jendela dari kamar nomor 415. Mereka perlahan-lahan
menjulurkan kepala hingga dapat mengintip ke dalam.
Benar! Gerombolan itu berkumpul di sana MacIntyre, Pollard, pemimpin orkes Hotel
Hesse; Grimm si penjaga pintu, Burrows pertapa gadungan dan si pengawas gedung.
Yang mengejutkan kedua pemuda, di sana duduk John Tariski, kaki dan tangannya
terikat! Telepon berdering dan kedua pemuda detektif harus membungkuk, karena telepon itu
ada di sudut dekat jendela.
"Jadi pengawas gedung itu berdusta ketika mengatakan bahwa telepon itu tidak
tersambung," pikir Joe.
MacIntyre mendekat dan mengangkat gagang telepon. Sementara itu yang lain-lain
mengerumuninya. Setelah memperkenalkan diri, ia memegangi gagang telepon
sedemikian rupa hingga yang lain-lain dapat ikut mendengarkan. Kedua pemuda itu
juga cukup dekat untuk dapat ikut mendengar.
Suara yang tinggi berkata: "Berkumpullah di kantor luar. Aku segera datang. Kita
akan berangkat." Terdengar suara 'klik' dan telepon diam. MacIntyre meletakkan gagang telepon dan
orang-orang itu keluar ke kantor luar. Grimm melepaskan ikatan kaki pak Tariski
dan mendorongnya untuk mengikuti. Direktur sirkus itu nampak takut dan lelah.
"Mac, apa yang akan kaulakukan?" ia bertanya lemah.
Pemimpin arena itu tersenyum seram. "Tergantung dari boss!"
"Siapakah dia?"
"Aku tak tahu. Kami hanya melakukan apa yang diperintahkannya."
Ketika semua telah menghilang ke kantor luar, kedua pemuda itu hanya dapat
mendengar dengung suara mereka, dan mereka tak dapat melihat apa-apa karena
pintu setengah tertutup. "Mungkin kita dapat membuka jendela lebih jauh ke atas," kata Joe. "Hanya itu
kesempatan untuk bisa masuk."
Joe dan Frank menempelkan tangan mereka di bawah kerangka kayu dari kaca
jendela, lalu mendorongnya perlahan-lahan ke atas.
Jendela itu bergerak dengan mudah sampai ke atas.
Dengan diam-diam Joe mendahului memanjat masuk. Beberapa saat kemudian mereka
berjingkat-jingkat melintasi lantai kantor dan mengintip dari celah pintu. Pada
saat itu terdengar langkah kaki di luar. Pintu terbuka dan Tyrell Tyson
melangkah masuk! MacIntyre ternganga. "Haa, jadi engkaulah bossnya!"
Tyson tersenyum menyeringai. Dengan memijat hidungnya ia menyuarakan suara
tinggi. "Tentu, akulah boss! Aku yang merencanakan segala gerakan kalian di rumah
keluarga Allen dan di sirkus!"
"Engkau telah menyabot perusahaanku!" Pak Tariski menuduh.
"Engkau menyuruh MacIntyre dan Arkin yang melakukannya. Mengapa?"
Tyson menurunkan tangannya dan berkata dalam suara biasa.
"Pembalasan, John, pembalasan. Kita adalah kongsi, ingat" Kemudian engkau
memaksa aku menjual bagianku kepadamu. Aku tak pernah dapat memaafkan hal itu!"
"Tetapi engkau membuat sirkus itu bangkrut dengan rencana-rencanamu yang gila!"
Pak Tariski membantah. "Dan aku juga membayar harga yang cukup!" Ia menggeleng
tak percaya. "Apa yang hendak kaulakukan sekarang?"
Tyson tertawa mengejek. "Menghabisi engkau, begitulah! Karena itu aku menyuruh Mac menipu engkau untuk
datang kemari malam ini. Kita akan berlayar ke Danau Champlain, dan melemparkan
engkau dari dalam perahu. Engkau akan tenggelam sampai di dasar dan tinggal di
sana!" "Ke mana kita pergi, setelah membuang dia?" tanya Burrows kepada Tyson.
"Ke rumah Allen di Hunter's Hollow. Lonnie Mindo telah menelepon aku, katanya ia
telah mengurung Rolf di makam bawah tanah. Kebakaran-kebakaran hutan itu tidak
membuat Rolf takut, karena itu ia akan mati. Orang tuanya tak mau menjual
tanahnya, maka aku menyuruh Lonnie melakukan pembakaran hutan. Ia baru saja
melakukan pembakaran yang terakhir. Di antara lenyapnya Rolf dan kebakaran,
mungkin orang tuanya mau menjual rumah itu kepadaku, kalau mereka telah kembali
dari Eropa. Kalau tetap tidak mau, kita akan mengurung mereka di makam bersama
Rolf. Aku terlanjur menyenangi akan tempat itu.
Letaknya juga cukup terpencil untuk dijadikan markas kita."
"Mengapa kita tidak dapat tetap menggunakan Hotel Hesse?" tanya Pollard. "Hotel
itu sudah memberikan tempat persembunyian yang bagus."
"Ketika aku mengikuti sidang pengadilan, kudengar bahwa hotel itu akan dijual
kepada pemerintah. Pemerintah, akan merobohkannya, untuk membangun jalan raya,"
jawab Tyson. Ia menarik napas panjang, lalu menyambung: "Selain itu, aku memang menginginkan
rumah keluarga Allen itu. Aku sudah menyukainya. Ini adalah .masalah pribadi."
" "Jadi kita akan menimbun barang-barang kita di sana sampai mereka pulang dari
Eropa?" tanya Grimm. "Begitulah. Yaitu, setelah kita dapat melenyapkan anak-anak Hardy itu, dengan
memasang jebakan bagi mereka di sana."
Frank menarik Joe dari pintu.
"Kita harus menangkap penjahat-penjahat ini!" ia mendesak. "Engkau mengawasi
mereka, aku akan menelepon polisi."
Joe mengangguk dan Frank berjingkat ke telepon. Ia memutar nomor kantor polisi
di Burlington, dan dengan setengah berbisik ia menguraikan keadaannya.
"Kami akan segera datang," jawab polisi yang sedang bertugas.
Frank meletakkan gagang telepon dan kedua pemuda itu keluar dari jendela, kalau-
kalau para penjahat itu mencoba meloloskan diri dari situ.
Tiba-tiba terdengar raungan sirene mobil polisi mendatangi.
Mobil-mobil polisi mencuit-cuit berhenti di luar.
"Polisi!" MacIntyre berteriak.
"Ayo kita keluar!" Pollard menjerit.
Para penjahat berlompatan lari ke pintu dan berdesak-desakan di lorong serambi.
Tetapi mereka langsung jatuh ke tangan polisi!
Seorang demi seorang, para penjahat itu diborgol dan digiring keluar.
Tetapi Tyson lari ke belakang, masuk ke kantor bagian dalam dan terus menuju ke
jendela. Ia baru saja hendak memanjat keluar, ketika Frank mendorongnya dengan
kasar kembali ke dalam. "Kami sudah menduga, tentu ada yang akan meloloskan diri dari sini," kata pemuda
detektif itu menjelaskan. "Karena itu kami menghadang di sini."
Ketika Tyson kembali berdiri sambil memaki-maki, Joe dan Frank ikut memanjat
masuk, dan kedua pemuda itu dengan segera dapat menguasai pemimpin gerombolan
penjahat tersebut. Tyson sudah runtuh semangatnya untuk dapat memberikan perlawanan. Kedua pemuda
itu menyerahkannya kepada seorang letnan polisi yang sedang melepaskan direktur
sirkus di kantor luar. "Inilah pemimpin gerombolan itu, yang merencanakan semua perampokan di sekitar
Burlington," kata Frank kepda Letnan. "Dia juga yang bertanggungjawab atas
kebakaran-kebakaran hutan itu."
Dengan singkat ia menjelaskan rencana-rencana para penjahat untuk menduduki
rumah keluarga Allen. "Ia juga berusaha menyabot sirkusku!" kata Pak Tariski. "Aku akan mengajukan
tuntutan terhadap dia untuk tindakan-tindakannya itu."
Letnan itu memborgol tangan Tyson.
"Kami akan membawa mereka semua ke penjara," katanya. "Bersediakah kalian datang
ke kantor polisi untuk membuat laporan?"
"Dengan senang hati," kata Frank.
*** Malam itu, Frank dan Joe menelepon Rolf di rumah pondokannya. Mereka
menceritakan tentang penangkapan Tyson dan kegiatan-kegiatan para penjahat.
"Wah!" seru Rolf. "Tangkapan yang luar biasa! Bung, kalian memang detektif-
detektif yang paling ulung. Aku sungguh gembira kalian dapat datang membantu
aku!" Frank tertawa. "Aku siap setiap saat."
"Sandiwara kami akan dipentaskan dalam minggu ini," kata Rolf. "Maukah kalian
tinggal dulu dan menyaksikan debutku?"
"Sayang sekali kami harus segera pulang," jawab Frank. "Kami masih ada beberapa
rencana yang harus diselesaikan."
"Aaah," seru Rolf dengan kecewa.
"Mungkin lain kali," kata Frank. "Hubungilah kami selalu, dan beritahukan
bagaimana keadaan di sekitar sini."
"Sudah tentu," kata Rolf.
*** Esok paginya, kedua pemuda itu menuju ke tempat sirkus.
Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada pak John Tariski dan teman-teman
mereka yang ingin ikut sirkus selama musim panas.
Ketika mereka menuju ke selatan ke arah Bayport, mereka merenung-renung, apakah
mereka akan menghadapi misteri semacam itu lagi"
Mereka tak menyadari, bahwa tak lama lagi mereka akan terlibat dalam perkara
lain. Joe memandang keluar dari jendela, menarik napas panjang.
"Nah, inilah akhir jalan kita.
"Pembetulan. Inilah akhir jejak kita," kata Frank.
"Apa maksudmu?"
Frank tertawa. "Jejak si Zombie!"
END ==============================
Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com)
Gudang Ebook http://www.zheraf.net
==============================
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Istana Yang Suram 5 Candika Dewi Penyebar Maut V Dendam Si Anak Haram 7
^