Pencarian

Menaklukkan Agen Rahasia 1

Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia Bagian 1


LIMA SEKAWAN MENAKLUKKAN AGEN RAHASIA Petualangan baru Lima Sekawan
by Enid Blyton diceritakan oleh Claude Voilier
ilustrasi oleh Jean Sidobre
Edit by : zheraf http://www.zheraf.net Daftar Isi: 1. Berkumpul kembali 2. Anak Misterius 3. Rencana Pesta 4. Siapa itu" 5. Orang Asing 6. Perundingan Rahasia 7. George Berjasa 8. Persiapan Pesta 9. Di Hotel Winter 10. Lima Sekawan Beraksi 11. Rudi Beraksi 12. Saat-saat Tegang 13. Tertipu 14. George Gagal Menelepon
15. Kecelakaan Aneh 16. Ke Jenewa 17. Ke Sarang Musuh 18. Penyergapan Bab I BERKUMPUL KEMBALI "Ah, Tim - aku sudah tidak sabar lagi menunggu," keluh George dengan sikap
gelisah. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengan ketiga sepupuku
itu. Tapi sebentar lagi mereka pasti akan sampai. Setelah itu kita akan bisa
bersama-sama menikmati liburan. Kau senang juga kan, bertemu kembali dengan
mereka?" "Guk!" gonggong Timmy sambil mengibaskan ekor, tanda bahwa ia pun ikut senang.
Timmy sangat menyayangi tuannya, sama seperti kesayangan George padanya. Ke mana
pun anak itu pergi, Timmy selalu ikut.
George bukan anak laki-laki. Ia anak perempuan. Namanya yang asli Georgina -
tapi kalau disapa dengan nama itu, ia pasti takkan mau menjawab. Ia ingin sekali
bisa seperti kedua saudara sepupunya, Julian dan Dick. Potongannya memang mirip
anak laki-laki, dengan rambutnya yang pendek. Ia paling tidak bisa disuruh
tenang. Ada-ada saja yang dilakukannya. Akalnya dan tingkah-lakunya selalu
macam-macam, sampai kadang-kadang sudah bisa dibilang sembrono, atau bahkan
nekat. Tapi hatinya baik. Lagipula ia selalu jujur. Karenanya ia disenangi,
walau sering keras kepala dan tidak suka mengalah.
George itu anak asrama. Jadi selama bersekolah tinggalnya bersama teman-teman
sesama murid di asrama yang termasuk kompleks sekolah. Asramanya itu di kota
lain, yang jauh letaknya. Karena itu George selalu senang apabila sudah saatnya
pulang untuk berlibur. Di Pondok Kirrin ia merasa dirinya merdeka, bisa
berjingkrak-jingkrak dan bersenang-senang sepuas hati. Julian, Dick dan Anne,
ketiga sepupunya, kalau liburan juga selalu datang ke rumah orang tua George
yang terletak di tepi laut. Mereka sudah merencanakan beraneka ragam kegiatan
selama liburan itu. Beberapa waktu yang lampau mereka berempat mendirikan sebuah klub yang diberi
nama "Lima Sekawan", karena Timmy ikut dihitung sebagai anggota. Dalam liburan-
liburan yang lewat mereka sudah berkali-kali berhasil membongkar berbagai
rahasia menarik serta melacak jejak kejahatan yang menegangkan. Di samping itu
mereka gemar berolahraga dan melakukan berbagai permainan yang dilakukan di
tengah alam bebas. "Ah, Tim," desah George sekali lagi sambil menghampiri pintu gerbang pekarangan.
"Mestinya Julian, Dick dan Anne setiap saat akan sampai di sini. Kereta yang
mereka tumpangi sudah tiba kira-kira seperempat jam yang lalu. Lalu mencari
taksi dan dengannya berangkat kemari .. Nah! Kalau aku tidak salah dengar, itu
kan bunyi mobil datang!"
George tidak salah dengar, karena saat itu ada mobil muncul dari balik tikungan.
Mobil itu semakin mendekat dan akhirnya berhenti di depan gerbang.
"Nah, datang juga kalian akhirnya!" seru George dengan gembira. "Sekarang Lima
Sekawan sudah lengkap kembali. Hidup liburan!"
Seorang anak laki-laki yang sudah remaja turun dari mobil taksi itu. Tubuhnya
tinggi tegap, sedang rambutnya berwarna pirang. Ia disusul oleh seorang anak
perempuan yang juga berambut pirang tapi berpotongan kecil mungil, serta seorang
anak laki-laki lagi. Julian, Dick dan Anne yang ditunggu-tunggu oleh George
dengan perasaan tidak sabar, akhirnya muncul di Pondok Kirrin!
Sementara Julian membayar sewa taksi, Dick dan Anne bergegas menyongsong sepupu
mereka lalu merangkulnya dengan gembira. Timmy ikut menyambut kedatangan ketiga
anak itu. Ia menggonggong dan melonjak-loniak. Sibuk sekali kelihatannya!
"Asyik, bisa melihat segala-galanya lagi! Pondok Kirrin, pantai dan laut yang
terbentang luas - serta pulaumu, George!" kata Dick dengan gembira.
Dick sebaya dengan George. Tampangnya mirip dengan sepupunya itu, sampai ada
yang mengira mereka berdua anak kembar.
"Bagiku yang paling menyenangkan adalah bahwa kita berempat kini sudah berkumpul
kembali," sela Anne.
"Berlima maksudmu," kata Julian sambil tertawa. "Hati-hati Anne, Timmy jangan
sampai kaulupakan - nanti George mengamuk! - Nah, itu Bibi Fanny dan Paman
Quentin." Ayah dan ibu George, Pak Kirrin serta istrinya, mendatangi anak-anak itu.
"Halo, apa kabar" Bagaimana penjalanan kalian tadi?" kata Bibi Fanny menyapa
sambil tersenyum ramah. "Ayo, kita masuk saja dulu aku sudah menyiapkan makanan
yang enak untuk kalian. Wah, Anne - kau sudah bertambah besar sekarang!"
Paman Quentin tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menepuk bahu ketiga
keponakannya. lalu masuk lagi ke kamar kerjanya.
"Yah, memang begitulah ayahmu itu!" bisik Dick pada George. "Sepanjang hari
kerjanya tidak lain dari menekuni buku dan catatannya saja. Tidak enak, menjadi
ilmuwan!" George hanya mengangkat bahu saja. Tentu saja ia sangat mencintai ayahnya. Ia
juga bangga bahwa ayahnya seorang ilmuwan terkenal. Tapi menurut pendapatnya,
Ayah terlalu serius. Apabila sedang bekerja, Pak Kirrin tidak tahan bising. Padahal ia selalu bekerja
terus. Karenanya anak-anak sebanyak mungkin diminta agar bermain-main di luar
saja, agar Paman Quentin tidak merasa terganggu. Apabila mereka sampai lupa dan
bermain-main dalam rumah, pasti omelan akan datang bertubi-tubi. Dan tentu saja
ditambah pula dengan hukuman yang jelas tidak enak!
Anak-anak makan dan minum dalam suasana riang gembira - bersama Bibi Fanny, tapi
tanpa Paman Quentin yang sudah sibuk kembali dengan pekerjaannya.
Setelah melepaskan lelah sebentar, George mengajak ketiga sepupunya berjalan-
jalan ke daerah sekitar, lalu menuju ke pantai. Sehabis mandi-mandi di teluk,
mereka berlima - karena Timmy tentu saja ikut dengan anak-anak - kembali ke
rumah. Mereka berjalan sambil mengobrol dan tertawa-tawa, menikmati sore pertama
mereka berkumpul lagi. "Bayangkan - mulai saat ini selama dua bulan kita bisa bersama-sama terus," kata
Julian dengan gembira. "Bagiku tidak ada yang bisa mengalahkan keasyikan
berlibur di Kirrin sini. Biar diupahi apa pun, takkan ada yang bisa memaksaku
pergi dan sini!" Julian terlalu buru-buru mengatakan hal itu. Tapi saat mereka memasuki
pekarangan lewat gerbang depan, tak seorang pun di antara anak-anak yang menduga
bahwa sementara itu telah terjadi perubahan penting. George yang paling dulu
melihat ibunya, yang kelihatannya sedang menunggu mereka. Melihat sikap ibunya
itu, George berpaling pada ketiga sepupunya.
"Pasti ada sesuatu yang tidak beres," katanya sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Itu bisa kulihat dan sikap Ibu. Mudah-mudahan saja bukan kejadian yang
serius!" Sementara itu Bu Kirrin melihat anak-anak datang, lalu menyongsong mereka.
Sikapnya gelisah sekali. "Wah, Anak-anak," katanya, "ada kabar buruk untuk kalian. Kalian tidak bisa
berlibur di Pondok Kirrin. Aku sengaja menunggu kalian di sini untuk
menberitahukan hal itu, supaya nanti apabila Paman Ouentin menyampaikannya
kalian tidak mengomel dan berkeluh-kesah lagi. Saat ini kami belum tahu pasti
bagaimana enaknya menyelesaikan persoalan ini. Yah - memang sulit!"
"Apa sih, maksud Ibu?" George sudah mulai keluar lagi sikap lekas marahnya. "Apa
sebabnya kami tidak bisa tetap tinggal di Pondok Kirrin" Aku...."
"Sssst, jangan keras-keras nanti terdengar oleh ayahmu" kata Bibi Fanny.
"Sebaiknya kita masuk saja dulu. Mungkin ayahmu sementara ini sudah tahu jalan
keluar. Tapi ingat - kalian nanti harus tetap tenang, ya. Jangan langsung marah-
marah, George!" Anak-anak bergegas masuk ke rumah. Mereka ingin tahu, apa sebenarnya yang
menjadi persoalan. Semua juga agak cemas. Tanpa mengatakan apa-apa, semua duduk
mengelilingi meja, di mana Paman sudah menunggu Paman Quentin mendehem-dehem
Sebentar, lalu memulai penjelasannya.
"Tadi ketika kalian sedang berjalan-jalan, tukang pos datang mengantar surat,"
kata Paman. "Dan ternyata isi salah satu surat untukku mengubah segala rencana
yang sudah kuatur untuk masa mulai minggu depan. Aku menerima kabar bahwa
kongres ilmu pengetahuan internasional di kota Jenewa yang semula akan diadakan
bulan September nanti, tahu-tahu diajukan waktu penyelenggaraannya. Kurasa tidak
perlu kujelaskan alasan pengajuannya - pokoknya kongres itu penting sekali
bagiku dan aku ingin menghadirinya. Dan aku menghendaki agar Bibi Fanny ikut ke
sana, begitu pula halnya dengan George."
Anak-anak Iangsung ribut, karena sama sekali tidak menduga perkembangan yang
begitu. Paman menenangkan mereka.
"Tunggu dulu, aku belum selesai bicara! Tadi kukatakan George harus ikut.
Sebetulnya bukan ia seorang diri saja, tapi kalian semua! Lalu setiba di Jenewa,
kita akan berpisah. Bibi ikut dengan aku, sedang kalian tidak."
Anak-anak terdiam mendengar penjelasan itu. George tahu, pekerjaan ayahnya
sering memaksanya untuk mengubah segala perencanaan yang sudah diatur. Sekali
ini penyebabnya perubahan jadwal kongres yang akan berlangsung selama dua minggu
di Jenewa. Dalam kongres itu Pak Kirrin akan membacakan makalah mengenai hasil-
hasil penelitian yang dilakukan olehnya sendiri.
"Jadi sesampai di Jenewa kita berpisah." kata George mengulangi kata-kata
ayahnya dengan nada tidak sabar. George memang selalu begitu, kalau ada sesuatu
yang kurang enak baginya.
"Lalu - menurut rencana Ayah, kami harus ke mana?"
"Kalau kau mau sabar sedikit saja sampai aku selesai berbicara, kau pasti sudah
tahu jawabannya!" tukas Pak Kirrin. "Aku serta ibumu tetap di Jenewa. Di sana
kami akan tinggal di Hotel Winter. Untuk kami sudah disediakan kamar di situ.
Nah - sekarang mengenai kalian! Aku hanya melihat satu kemungkinan saja..."
Paman berhenti bicara, lalu menatap dengan jenaka ke arah keempat anak yang
duduk dengan gelisah. Nampak jelas bahwa mereka sudah hampir tidak kuat lebih
lama lagi menahan ketegangan perasaan.
"Karena aku dan Bibi jelas nanti tidak punya waktu untuk menemani kalian, maka
kalian terpaksa ditinggal berempat saja sendiri,"
"Di hotel?" tanya George bingung. Ia benar-benar tidak mengerti, bagaimana
maksud ayahnya sebenarnya.
"Bukan di hotel - tapi di suatu perkemahan"
"Perkemahan?" seru anak-anak serempak.
"Betul! Perkemahan itu khusus untuk kaum remaja yang ingin berlibur di Swiss.
Tidak gampang aku mendapatkannya. Setelah menelepon ke sana dan kemari, akhirnya
aku berhasil juga memesankan tempat untuk kalian."
"Lalu bagaimana dengan Timmy?" tanya George dengan cemas."Di wajah Profesor Kirrin yang biasanya selalu kelihatan serius, kali itu nampak
senyuman sekilas. Ia tahu, anaknya sangat menyayangi anjingnya itu dan tidak
tahan kalau sampai disuruh berpisah.
"Jangan khawatir - Timmy boleh ikut," katanya.
George menarik napas lega. Ia menanyakan perincian lebih lanjut mengenai rencana
itu. Julian, Dick dan Anne mendengarkan dengan penuh minat, sementara Paman
Quentin memberikan penjelasan. Bahkan Timmy pun kelihatannya ikut mendengarkan.
"Perkemahan itu letaknya di tepi Danau Jenewa, kira-kira lima belas kilometer
dari kota Jenewa. Pemimpinnya sepasang suami-istri, Pak Arnold beserta istrinya.
Mereka sebenarnya guru. Di samping program sehari-hari yang beraneka ragam
coraknya, masih cukup tersedia waktu luang bagi kalian untuk mengisinya dengan
acara kalian sendiri, atau bersama anak-anak lain di situ."
Suasana langsung menjadi ramai.
"Kita mandi-mandi setiap hari di danau," kata Dick.
"Dan berdayung-dayung," tambah George.
"Pokoknya, kita bisa tetap berkumpul." kata Anne.
Bab II ANAK MISTERIUS Hari-hari berikutnya anak-anak sibuk berkemas-kemas, untuk berangkat ke Swis.
Perjalanan mereka berlangsung cepat sekali dan sangat menyenangkan. Bibi Fanny
gembira melihat anak-anak mengobrol dengan asyik. Hanya Paman Quentin saja yang
tidak banyak bicara, karena sibuk dengan pekerjaannya.
Mereka berangkat dan London naik pesawat terbang. George agak kesal, karena
Timmy tidak diperbolehkan ikut dalam kabin penumpang melainkan harus di ruangan
yang khusus disediakan untuk binatang bawaan. Tapi dengan cepat anak itu sudah
gembira lagi, ketika Dick membisikkan padanya, "Aku punya firasat - di
perkemahan nanti kita akan mengalami kejadian yang asyik! Kau tahu kan,
petualangan-petualangan seperti itulah yang menyebabkan liburan kita tidak
pernah terasa membosankan"
Sesampai di Jenewa, anak-anak masih ikut ke Hotel Winter, di mana sebagian besar
peserta kongres memperoleh tempat penginapan selama kongres internasional itu
berlangsung. Kemudian George beserta ketiga sepupunya berangkat menuju ke
perkemahan remaja yang letaknya dekat Thiviey, sebuah kota kecil di tepi Danau
Jenewa. Baru sekali itu anak-anak pergi ke Swis. Dalam perjalanan menuju perkemahan,
tidak bosan-bosannya mereka mengagumi pemandangan yang indah, dengan air danau
yang biru serta villa-villa yang indah di tengah kebun yang nampak sejuk dan
terawat. Tempat perkemahan yang didatangi terletak di lapangan rumput yang kelihatannya
seperti permadani berwarna hijau. Di sana-sini nampak pepohonan yang tumbuh
terpisah-pisah, begitu pula pondok-pondok yang terbuat dari kayu serta tenda-
tenda. Nampak pula sejumlah bangunan biasa yang tidak terlalu besar ukurannya.
Dalam bangun-bangunan itu terdapat kantin, restoran, tempat mandi, tempat cuci
pakaian, ruang perpustakaan dan juga ruang tempat permainan.
Begitu mereka tiba, dengan segera anak-anak diantarkan ke kantor pimpinan
perkemahan. Pak Arnold beserta istrinya menyambut mereka dengan ramah. Keduanya
selalu menginginkan agar para remaja yang berlibur di perkemahan situ merasa
seperti berada di rumah sendiri, dan bergaul sesama mereka dalam suasana
persahabatan. "Sekarang kalian lihat saja dulu pondok tempat tinggal kalian," kata Bu Arnold.
"Di situ lebih nyaman daripada dalam tenda."
Ia menggamit salah seorang pemuda yang ada di situ. Pemuda itu termasuk staf
pembantu pimpinan perkemahan
"Namaku Andre Sandry," kata pemuda itu memperkenalkan diri. "Yuk - kutunjukkan
letak pondok-pondok kalian."
Dengan gembira Julian, Dick, George dan Anne mengikutinya. Andre mengajak mereka
menuju dua pondok kecil yang letaknya berdampingan.
Pondok-pondok itu seluruhnya terbuat dari batang-batang kayu yang tersusun
berdempet-dempet. Walau ukurannya kecil, tapi kalau ditinggali dua orang saja
masih lumayan lapangnya. "Asyik!" seru George dengan gembira. "Untukmu pun masih ada tempat di sini,
Tim!" Malam pertama bersama para remaja lain yang berlibur di perkemahan itu sangat
menyenangkan. Mereka makan malam beramai-ramai di luar, dekat api unggun.
Selesai makan menyusul acara pertandingan main harmonika. Pemenangnya adalah
anak yang paling indah permainannya. Dengan cepat George serta saudara-
saudaranya sudah mendapat kawan-kawan baru Semuanva ramah-ramah. Apalagi
terhadap timmy - ia langsung menjadi kesayangan para penghuni perkemahan.
"Liburan ini bagiku merupakan selingan mengasyikkan." kata George dengan nada
puas, ketika ia sudah kembali ke pondok bersania Anne. "Dengan begitu kita akan
kembali dua minggu lagi ke Pondok Kirrin dengan perasaan gembira. Tapi bagiku
paling menyenangkan apabila dugaan Dick ternyata benar."
"Dugaannya yang mana, maksudmu" tanya Anne sambil menguap karena sudah mulai


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengantuk. "Sewaktu masih di pesawat terbang ia menceritakan firasatnya padaku kata George.
"Menurutnya, ia merasa kita di perkemahan ini akan mengalami petualangan yang
benar-benar istimewa."
"Aduh - petualangan?" sambut Anne dengan mata terbelalak. Nada suaranya
menunjukkan bahwa ia tidak gembira "Maksudmu lagi-lagi peristiwa kejahatan" Kita
akan menjumpai rahasia misterius, seperti yang sudah sering kita alami" Aku
sebenarnya kepingin sekali bisa satu kali mengalami liburan yang tenang dan
damai. Tanpa menghadapi bahaya dan kejadian-kejadian menegangkan!"
"Dasar anak penakut!" kata George mencemoohkan sepupunya. "Sudah lupa ya, kenapa
kita mendirikan klub Lima Sekawan" Tujuannya kan untuk menyelidiki kejadian-
kejadian misterius dan menarik!"
"Ya, memang - tapi asal tidak membahayakan!" bantah Anne.
George sering menertawakan Anne. Menurut pendapatnya, sepupunya itu terlalu
penakut dan pemalu. Sedang Anne menganggap George terlalu sembrono dan nekat.
Tapi mungkin justru karena itu mereka bisa cocok. Karena watak keduanya begitu
berbeda! Akhirnya kedua anak perempuan itu terlelap. Timmy tidur dekat kaki George.
Cuaca keesokan paginya cerah sekali. Matahari bersinar di langit yang biru
bersih. Dick dan Julian sudah bangun lebih dulu. Mereka menggedor-gedor pintu
pondok Anne dan George, untuk membangunkan kedua anak perempuan itu.
"He- pemalas! Cepat bangun! Kami ingin sarapan, karena sudah lapar!"
Di perkemahan remaja itu anak-anak boleh makan di mana saja. Di situ tersedia
empat tenda besar tempat makan. Anak-anak bisa memilih tempat duduk yang
dianggap paling menyenangkan. Karena setiap kali berpindah tempat, pergaulan
menjadi lebih akrab. Saban kali terjalin lagi perkenalan baru. Dengan begitu
dalam waktu singkat mereka sudah berkenalan dengan semua anak dan remaja yang
tinggal di perkemahan itu. Di antara mereka ada beberapa yang datang dari
lnggris, seperti mereka sendiri. Selebihnya anak-anak serta remaja dari Swis,
Jerman. Prancis atau ltalia. Mereka berumur antara sepuluh sampai tujuh belas
tahun. Penghuni perkemahan itu tidak ada yang tidak bergembira, karena senang
berada di situ. Pagi itu George beserta ketiga sepupunya duduk bersama sekelompok remaja yang
sama seperti malam sebelumnya. Mereka bernama Susanne, Gretti, Jean-Paul. Alex,
Johann, Paolo dan Sandra.
Kita benar-benar mujur," kata Julian. "Kenalan baruku sampai sekarang semuanya
baik-baik. Kalian bagaimana?"
"Kalau bagiku, tidak semuanya," kata George dengan suara lirih. "Aku tidak suka
pada anak laki-laki yang duduknya di belakang - sebelah sana itu! Tampangnya
sama sekali tidak ramah!"
Anakk-anak menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh George. Anak laki-laki yang
dimaksudkan umurnya sekitar tujuh belas tahun. Anaknya tinggi besar, berambut
pirang. Ia sebetulnya bertampang keren. Tapi sayangnya selalu cemberut. Kalau
berbicara tidak pernah mau memandang orang yang diajak bicara.
"Tampangnya tidak simpatik!" kata Dick mengomentari.
"Jangan begitu, Dick!" kecam Julian sambil menggelengkan kepala. Ia tidak senang
apabila adiknya itu cepat sekali menilai orang. Namun sesaat kemudian ia
menambahkan, "Tapi kau memang benar tampangnya memang tidak bisa dibilang
ramah." Jean-Paul yang duduk di sebelah Anne mendengar pembicaraan mereka. Ia
mendekatkan kepalanya pada Anne, lalu berbisik-bisik, "Betul, dia itu memang
tidak simpatik sikapnya. Namanya Rudi Hermes. Tidak ada yang tahu apa-apa
tentang dirinya, kecuali bahwa ia datang dari sebuah negara kecil di kawasan
Eropa Tengah. Adatnya kasar sekali. Hampir tidak pernah mau berbicara. Sampai
sekarang ia belum berkawan dengan siapa pun juga di sini. Ia tidak suka
menolong, padahal itu termasuk peraturan dalam perkemahan kita ini. Kita hidup
di sini harus mau gotong-royong! Kami semua sedapat mungkin menjauhinya. Lebih
baik jika kita tidak berurusan dengan anak yang begitu ...."
"Si Rudi itu tidak tahu adat," sela Sandra, seorang anak perempuan yang ramah
dan berambut coklat. "Lihatlah - saban kali ia selalu mengambil kue yang paling
besar. Entah kenapa, tapi aku merasa curiga padanya. Ada sesuatu pada dirinya
yang...yang...misterius!"
Sikap George langsung berubah, begitu ia mendengar kata "misterius" disebut-"sebut.
Anne melihat perubahan sikap sepupunya itu. Ia tersenyum. karena ia tahu bahwa
otak George pasti langsung sibuk mendengar pertanyaan Sandra. Memang begitulah
George, begitu mendengar ada orang berbicara tentang sesuatu yang mengandung
rahasia. Bab IV SIAPA ITU" Di pondok sebelah, Dick dan Julian sudah lebih dulu tertidur. Perkemahan sunyi
sepi. Dari arah danau juga tidak terdengar apa-apa. Perahu-perahu terapung di
air yang tenang, sedang kawanan angsa yang saat siang biasa nampak hilir-mudik,
saat itu semua sudah masuk ke sarang. Suasana benar-benar tenang dan damai.
Tiba-tiba di samping pondok Anne dan George terdengar bunyi berderik pelan,
seolah-olah ada orang menginjak ranting kering. Telinga kiri Timmy langsung
tegak.... Dalam keadaan tidur, Anne juga mendengar bunyi itu. Tapi ia tidur terus. Nah!
Bunyi itu terdengar lagi- tapi kini lebih nyaring dan lebih dekat. Anne
menggumam dengan kesal dalam tidurnya, lalu memutar tubuh ke sisi lain. Sedang
Timmy menegakkan telinganya yang satu lagi!
Untuk ketiga kalinya bunyi ranting patah mengganggu kesunyian malam. Dalam
keadaan mengantuk Anne membuka matanya. Ia menajamkan pendengarannya. Rasanya
seperti ada orang sedang berjalan menyelinap-nyelinap di luar. Anne menahan
napas. Ia merasa gelisah, tanpa mengetahui penyebabnya.
Timmy sementara itu sudah benar-benar bangun. Dipandangnya George dan samping.
Tapi George kelihatannya masih tetap nyenyak tidur. Karenanya Timmy tetap
tenang. Dengan hati-hati sekali Anne bangun, lalu duduk di tepi tempat tidur. Tepat saat
itu orang tak dikenal yang berada di luar membentur dinding pondok.
Nyaris saja Anne terpekik ketakutan. Barang siapa yang bergerak menyelinap-
nyelinap seperti yang di luar itu, tidak mungkin berniat baik!
"Jangan-jangan ada orang yang hendak merampok di sini. Tahu-tahu ia sudah masuk-
lalu mungkin kita bahkan dibunuh olehnya," pikir Anne dengan perasaan panik.
Ia memang tidak tergolong anak yang berani. Dirasakannya jantungnya berdebar
keras. Tapi walau takut, Anne tidak sampai kehilangan akal. Ia kadang-kadang
bahkan bisa benar-benar tabah. Tapi saat itu ia merasa tidak mampu berbuat apa-
apa. Karenanya ia mencoba membangunkan George. Dengan hati-hati, tentunya!
"George!" bisik Anne. "Sssst - George!"
George hanya mengerang saja dalam tidurnya.
Anne menggigit bibir. Ia khawatir, jangan-jangan George langsung berteriak.
Kalau itu sampai terjadi pasti orang tak dikenal yang di luar itu menerjang
masuk untuk membungkam mereka berdua.
Sekali lagi Anne berusaha membangunkan sepupunya dengan hati-hati. George
digoncang-goncangnya dengan pelan.
"George! Ada orang di luar! Bangun dong - jangan-jangan dia itu penjahat yang
hendak membunuh kita!"
"Hhh" Apa" Apa katamu?" tanya George yang masih belum benar-benar bangun.
"Bangun!" bisik Anne dengan cemas.
"Apa katamu tadi. Ada pembunuh" Kau mimpi rupanya!"
"Sst - jangan keras-keras! Dengar saja sendiri!" desak Anne dengan suara lirih.
Dalam keadaan masih mengantuk George duduk, lalu memasang telinga. Ia
melakukannya sambil menguap lebar. Ia sama sekali tidak merasa senang
dibangunkan tengah malam begitu.
"Selama ini kau selalu mengatakan, aku terlalu banyak berkhayal," katanya
menggerutu. "Padahal kau juga sama saja. Kenapa sih, tiba-tiba kau begini" Pasti
kau bermimpi buruk tadi! Sudah - tidur saja lagi!"
Tanpa disadari, George berbicara sambil berbisik.
Tapi menurut perasaan Anne, itu pun masih terlampau nyaring.
"Ssst, jangan keras-keras," desisnya. "Coba kaudengarkan baik-baik!"
George menahan napas, karena saat itu dari arah luar terdengar kembali bunyi
ranting patah. Timmy bangkit tanpa ribut-ribut, ia melihat bahwa George sudah
bangun. "Kau juga mendengarnya tadi, Tim?" tanya George berbisik pada anjingnya.
Timmy menggeram pelan. Sekarang George sudah tidak sangsi lagi. Di luar ternyata
memang ada orang - dan Timmy tidak suka pada orang itu.
"Kau benar," bisik George pada Anne. "Tapi kurasa kita tidak perlu merasa cemas.
Orang yang di luar itu pasti salah seorang teman kita yang tidak bisa tidur, dan
ingin berjalan-jalan sedikit. Atau mungkin juga ada anjing tersesat kemari."
Geraman Timmy bertambah galak kedengarannya.
"Coba kaulihat anjingmu - bulu tengkuknya berdiri!" bisik Anne dengan cemas.
"Pasti di luar ada orang yang berminat jahat terhadap kita!"
"Ahh, omong kosong!" dengus George. Disingkapkannya selimut yang menutupi tubuh,
lalu berdiri. "Tapi supaya kau bisa merasa tenang, kuperiksa saja sebentar ke
luar!" Detik berikutnya George sudah berada di luar, sebelum Anne sempat melarangnya.
George memang berani - kadang-kadang bahkan nekat-nekatan!
Kalau di luar memang ada bahaya yang mengancam, ia ingin melihat dulu seperti
apa bahaya itu. Dengan demikian akan lebih gampang menghadapinya!
George menyelinap ke luar. Saat itu ia hanya memakai piyama serta sepatu rumah
saja. Dengan gerakan tangan ia memberi isyarat pada Timmy yang mengikutinya
dengan setia, agar jangan berisik.
Satu hal diketahui George dengan pasti, kalau bunyi pelan tadi ditimbulkan oleh
binatang yang sedang berkeliaran di situ, Timmy pasti akan langsung mengejar dan
mengusirnya pergi. Tapi kalau manusia.... Wah, kalau begitu perlu diselidiki
dulu, apakah itu kawan atau bukan!
Anne tetap tinggal dalam pondok, karena tidak berani ikut dengan sepupunya.
Sementara itu George memeriksa keadaan sekitar pondok dengan hati-hati sekali.
Tiba-tiba dilihatnya sosok tubuh seseorang yang pergi bergegas-gegas. Orang itu
bisa laki-laki, tapi mungkin pula wanita walau memakai kemeja dan celana
panjang. George membuntuti tamu tak diundang itu.
"Aku ingin tahu, siapa dia," gumannya pada diri sendiri.
Tepat saat itu bulan muncul dari balik awan. Sinarnya menerangi sosok tubuh yang
sedang cepat-cepat pergi. George tertegun.
Orang misterius itu ternyata Rudi!
Bab V ORANG ASING George berpikir dengan heran. Kenapa selarut itu Rudi masih berkeliaran di luar"
Tinggalnya kan juga di perkemahan - jadi untuk apa ia bersikap begitu hati-hati"
Mungkinkah karena tidak ingin ada yang melihatnya"
George kini benar-benar ingin tahu. Ia terus mengikuti Rudi, tanpa menyadari
bahwa itu sama sekali bukan urusannya.
"Kau tidak boleh menggonggong, Tim!" bisik George pada anjingnya.
Timmy sebenarnya ingin menggonggong, untuk menyatakan bahwa ia mengerti. Tapi
karena ia anjing yang cerdik, ia juga tahu bahwa gonggongannya pasti akan
terdengar oleh orang yang sedang diikuti. Karenanya ia hanya menggeserkan hidung
ke tangan George, untuk mengatakan bahwa ia mengerti.
Sementara itu Rudi terus berjalan dengan langkah cepat dan pasti. Kelihatannya
ia mempunyai tujuan tertentu. Semakin jauh perkemahan ditinggalkan, semakin
pasti pula sikapnya. Tapi George malah sebaliknya - Ia harus semakin berhati-
hati. Tidak boleh sampai ada orang yang terbangun, sedang Rudi tidak boleh
sampai tahu hahwa ia sedang dibuntuti.
Kemudian Rudi membelok, memasuki jalan yang menuju ke danau.
Masa selarut ini ia hendak mandi" pikir George dengan perasaan heran. Hawa saat
itu memang sangat panas - tapi belum begitu panas sampai ada orang yang pergi
mandi tengah malam. Kalau begitu apa yang hendak dilakukannya di danau"
Iring-iringan itu akhirnya sampai di pinggir danau.
Mula-mula Rudi, setelah itu George bersama Timmy.
Jalan yang dilewati menyusur air. Rudi melanjutkan langkahnya ke arah timur,
tanpa menunjukkan sikap ragu sama sekali.
"Astaga! Mau ke mana dia!" gumam George pada dirinya sendiri. "Nah - sekarang ia
mempercepat jalannya."
Sementara itu mereka sudah cukup jauh dari tempat perkemahan. Rudi kelihatannya
merasa tidak perlu berhati-hati lagi. Karenanya ia berjalan lebih cepat lagi.
Tapi George tidak bisa berbuat demikian. Kalau ia ikut mempercepat langkah,
pasti akan terdengar oleh Rudi. Dan kalau pemuda itu sampai tahu bahwa George
berjalan di belakangnya lalu menyapa, apakah yang harus dikatakan padanya"
George merasa takkan mampu memberikan alasan meyakinkan, apa sebabnya ia
berkeliaran selarut malam itu. Apalagi hanya dengan piyama!
Anak bandel itu mengumpat dalam hati.
Rudi kelihatannya sudah hafal jalan yang sedang dilalui. Sedang George harus
selalu berhati-hati agar jangan tersandung. Di samping itu ia pun harus waspada
terus, kalau tidak ingin kehilangan jejak Rudi.
Ada peribahasa yang mengatakan, Sudah jatub ditimpa tangga . Artinya mengalami " "kesialan berturut-turut. Dan itulah yang dialami oleh George saat itu. Sementara
ia harus bersusah payah mengikuti Rudi yang berjalan dengan cepat, tahu-tahu ada
awan menutupi bulan. Jalan yang sedang dilalui langsung menjadi gelap. Padahal
itu bukan jalan yang biasa, melainkan harus merintis semak belukar. Sebagai
akibatnya, George tidak melihat Rudi lagi di depan. Ia masih berusaha
menyusul.Tapi sia-sia! Rudi tidak nampak lagi.
"Sialan," umpat George dengan suara pelan.
Anak berani itu berhenti berjalan. Ia berusaha menajamkan pendengarannya.
Langkah-langkah Rudi berjalan memang masih terdengar, tapi George tidak sanggup
menentukan arah dari mana bunyi itu datang. George kehilangan jejak!
Untung ada Timmy. Seolah-olah mengetahui kesulitan yang sedang dihadapi tuannya,
tahu-tahu anjing cerdik itu lari ke depan dengan hidung didekatkan ke tanah.
Semangat George bangkit kembali melihatnya.
"Hebat, Timmy! Kau memang pintar! Ayo, cari Rudi - cari sampai ketemu!"
Timmy mengikuti jejak bau yang ditinggalkan Rudi, sementara George menyusul dari
belakang. Beberapa langkah lagi dari tepi danau, tiba-tiba Timmy berhenti. Ia
berdiri tanpa bergerak. George masib sempat meraih kalung leher Timmy dan
menariknya agak ke samping.
"Bagus, Timmy! Tapi sekarang kau harus diam, tidak boleh ribut! Mengerti. Kita
lihat saja, apa yang dicari Rudi di sini!"
George mengajak Timmy bersembunyi di balik semak. Di depan mereka nampak Rudi
yang berdiri di jalan. Pemuda itu memegang suatu benda. Ternyata benda itu
senter! Rudi menyalakannya, lalu membuat gerak melingkar tiga kali berturut-
turut dengannya. Dari tengah danau yang gelap nampak sinar memancar sebagai
balasan. Sinar itu juga digerakkan membuat isyarat yang sama.
"Itu pasti isyarat," gumam George. Ia merasa seperti sedang menonton film
pelualangan. "Mudah-mudahan saja itu isyarat biasa saja. Tapi di pihak lain,
mungkin pula merupakan tanda bagi beberapa orang yang hendak mengadakan
pertemuan rahasia. Sandra ternyata memang benar! Ia mengatakan, ada sesuatu yang
misterius pada diri Rudi. Jangan-jangan ia anggota komplotan penyelundup, Tim.
Bagaimana pendapatmu?"
Timmy menggeram pelan. Sementara itu bermacam-macam pikiran timbul dalam hati George. Penyelundup!
Dengan gelisah Ia menunggu perkembangan selanjutnya, walau ia merasa sudah dapat
menduganya: sebuah perahu pasti akan muncul dari arah cahaya isyarat tadi, lalu
menepi. Beberapa orang turun dan menyerahkan sejumlah kantong pada Ruth. lsinya
rokok selundupan. Atau mungkin pula uang!
George teringat, ayahnya pernah berbicara mengenai penyelundupan devisa.
Meskipun baginya tidak begitu jelas apa yang dimaksudkan oleh ayahnya, tapi
menurut bayangannya itu pasti dilakukan olel segerombolan oknum mencurigakan,
yang dengan sembunyi-sembunyi mengangkut karung-karung berisi uang dari satu
negara ke negara lain. Tentu saja tanpa melapor pada petugas bea cukai yang
menjaga di perbatasan! Mungkinkah saat itu ia akan menjadi saksi penyelundupan seperti begitu" George
menunggu dengan napas tertahan.
Di tengah kegelapan terdengar samar bunyi mesin yang sedang berjalan.
Kemungkinannya hanya ada satu - ada perahu motor datang!
"Mereka benar-benar nekat!" kata George dalam hati. "Sama sekali tidak takut
didengar orang lain!"
Tapi tahu-tahu bunyi itu lenyap. Rupanya mesir perahu dimatikan. Hanya bunyi
beriak pelan saja yang terdengar, tanda bahwa perahu yang datang itu bergerak
menepi. Ketika perahu sudah sampai di tepi, Rudi maju menghampiri.
"Andakah itu, Monsieur Malik?" serunya dengan suara pelan.
"Ssst - jangan menyebut nama! Camkan baik-baik, demi keselamatan kita sendiri!"
Terdengar suara seorang laki-laki dan dalam perahu.
Rudi dan orang yang baru datang itu bercakap-cakap dalam bahasa Prancis, walau


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan logat asing yang kentara sekali. Dari logat mereka George menduga bahwa
mereka berdua berlainan kebangsaan. Tapi mereka berbahasa Prancis, karena bahasa
itu yang sama-sama mereka pahami.
George merinding. Tiba-tiba saja ia memperoleh perasaan tidak enak. Sambil
meringkuk di balik semak tanpa berani bergerak sedikit pun, barulah disadarinya
bahwa ia tadi terlalu ingin tahu. Kalau ayah dan ibunya melihat dirinya saat
itu, pasti keduanya akan marah.
Tapi walau demikian George tidak merasa bersalah. Setelah melihat gerak-gerik
Rudi yang mencurigakan dan mendengarnya berbisik-bisik dengan orang yang baru
datang itu, George merasa yakin bahwa keduanya pasti bermaksud jahat.
"Pasti mereka terlibat dalam salah satu rencana penyelundupan," kata George
dalam hati. Perasaannya saat itu tidak bisa dibilang enak, karena telah menjadi saksi
kejadian yang demikian. Dan kini ia berkewajiban melaporkan Rudi. Padahal George
paling tidak suka dikatakan pengadu!
Bab VI PERUNDINGAN RAHASIA Saat itu terdengar lagi suara laki-laki yang disapa oleh Rudi dengan sebutan,
"Tuan Malik". "Kau sekarang tidak bisa lagi mengundurkan diri, karena sudah terlibat terlalu
dalam," kata orang itu "Kau tidak menolak, ketika ditawari menjadi agen dinas
rahasia negara kami. Mudah-mudahan saja kau tidak mungkir janji!"
"Tentu saja tidak," jawab Rudi tegas. "Saya tidak pernah berniat memungkiri
janji. Saya telah menyatakan mau mencurikan dokumen-dokumen mengenal roket hasil
ciptaan Profesor Lancelot Percayalah - Saya pasti berhasil."
Kata-kata itu menyebabkan George kaget. Betulkah yang didengarnya itu" Ia
menyangka peristiwa yang sedang diintipnya itu hanya urusan penyelundupan biasa
saja. Tapi ternyata lebih serius, karena menyangkut komplotan mata-mata
internasional! Kedua orang yang sedang berdiri di tepi danau itu ternyata mata-mata - itu sudah
pasti sekarang! Dan George tahu apa rencana mereka.
Ia tahu siapa Profesor Lancelot, karena ayahnya paring menyebut-nyebut namanya.
Profesor Philip Lancelot saat itu juga sedang ada di Jenewa. Jadi kedua penjahat
itu bermaksud hendak mencuri dokumen-dokumen berisi rancangan roket hasil
ciptaan profesor itu. Roket jenis baru, yang belum dimiliki negara mana pun
juga" George mendengarkan dengan lebih seksama lagi.
"Sekarang dengarkan baik-baik petunjuk kami," kata laki-laki yang bernama Malik.
"Tugasmu itu harus kaulakukan besok malam, saat sedang diadakan pesta topeng.
Kami memang sengaja memilihmu untuk melakukannya, karena seorang pemuda yang
sedang berlibur di perkemahan remaja pasti takkan dicurigai. Kecuali itu kita
mujur, karena pesta itu akan diselenggarakan dalam hotel tempat Profesor
Lancelot menginap saat ini. Kau harus menunggu sampai tengah malam, sebelum
melakukan aksimu. Saat itu lampu-lampu akan dipadamkan semua, supaya para remaja
yang berpesta di situ membuka topeng masing-masing sebelum mengikuti acara
perlombaan terakhir. Tugasmu sederhana saja. Kau menyelinap masuk ke dalam kamar
Profesor yang saat itu pasti sudah tidur, lalu kauambil tasnya yang berisi
dokumen itu. Ini kunci palsu untuk membuka pintu kamar Profesor Lancelot-"
"Tapi bagaimana jika ia belum tidur?" tanya Rudi.
"Pasti saat itu ia sudah tidur. Serahkan saja urusan itu pada kami! " kata orang
yang bernama Malik sambil tertawa dingin. "Kami akan mencampurkan obattidur
dalam minumannya." George merapatkan diri pada Timmy. Ia merinding karena merasa ngeri pada orang
yang bernama Malik. Orang itu kelihatannya tidak segan-segan bertindak untuk
mencapai maksudnya. Pokoknya, dokumen yang sangat diingini itu harus jatuh ke
tangannya Bagaimanakah caranya agar rencana jahat itu bisa digagalkan"
Tapi sementara itu Rudi masih tetap agak sangsi.
"Bagaimana jika tas yang kila cari tidak ada dalam kamarnya?" tanya pemuda itu.
"Tidak mungkin tidak ada." kata Malik. "Ilmuwan Perancis itu sangat berhati-
hati! Ia tidak mau mempercayakan surat-surat pentingnya pada pengurus hotel,
walau disimpan dalam peti besi sekalipun. Tidak, kami sudah menyelidiki segala
kebiasaar Profesor Lancelot dengan cermat. Dokumen-dokumen, penting itu selalu
dibawa, ke mana pun ia pergi. Ia selalu menyimpannya dalam tas yang dibawa-bawa
terus olehnya!" "Kalau begitu baiklah! Kalau Anda sudah mempersiapkan segala-galanya dengan
begitu teliti, sebetulnya usaha kita tidak mungkin tidak berhasil. Saya siap
untuk melakukan tugas yang diperintahkan dinas rahasia negara Anda!"
Nada suaranya berubah, menandakan keyakinan nya.
"Begitu tasnya sudah berhasil kauambil, kau harus lekas-lekas pergi dan hotel,"
kata Malik lagi. "Sebuah mobil hitam dengan mesin dihidupkan sudah menunggumu di
depan pintu. Kau masuk ke mobil itu!"
Setelah itu laki-laki yang datang tadi berpaling dan kembali ke perahu. George
masih tetap meringkuk di tempatnya bersembunyi. Akhir percakapan tidak bisa
didengarnya lagi. Malik menepuk bahu Rudi, lalu melompat masuk ke perahu
sementara Rudi kembali ke perkemahan. Dari tempatnya bersembunyi, George melihat
Rudi berjalan lewat. Coba kalau Rudi tahu bahwa saat itu George sedang
bersembunyi dekat situ! George menunggu dengan sabar, sampai Rudi sudah cukup jauh berjalan. Setelah itu
barulah ia beranjak dari balik semak. Ia tidak ingin ketahuan oleh pemuda tadi.
Pencakapan yang baru saja didengarnya menyebabkan George sangat bingung. Kedua
orang tadi mata-mata dari dinas rahasia negara asing, yang hendak melakukan aksi
yang pasti sangat besar akibatnya. Baru sekali ini Lima Sekawan menghadapi
jaringan mata-mata internasional!
Aku harus dengan segera memberi tahu Julian, Dick dan Anne, pikir George sambil
mempercepat jalannya. Urusan ini perlu kita bicarakan, untuk menentukan apa yang
sebaiknya dilakukan sekarang.
"Ah Tim petualangan macam apa lagi yang kita hadapi sekarang?" kata George pada
anjingnya. Ia merasa asyik menyadari bahwa Lima Sekawan kini terlibat dalam kejadian yang
begitu serius, karena ia sangat menyukai tugas-tugas sulit.
Kemungkinan akan bisa menggagalkan usaha jahat sekawanan agen dari mata-mata
asing membangkitkan semangatnya. Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa
perbuatan itu mengandung bahaya yang tidak kecil.
Akhirnya George sampai di pondok tinggalnya bersama Anne, lalu menyelinap masuk.
Anne cepat-cepat menghampirinya begitu melihat sepupunya muncul kembali. Nyaris
saja ia terpekik karena kaget dan cemas.
"Ke mana saja kau tadi" Ada apa sebetulnya" Aku..."
"Sssst, nanti saja kujelaskan. Sekarang kita harus membangunkan Dick dan Julian
dulu. Yuk" Walau merasa bingung, tapi Anne ikut juga ke pondok Dick dan Julian. Lama juga
pintu harus di gedor-gedor dulu, sebelum kedua anak laki-laki ilu bangun juga
akhirnya. "He - sekarang kan masih malam"!" kata Dick menggerutu, sambil mengusap-usap
matanya. "Jangan mengomel! Dengar dulu ceritaku!" kata George dengan suara pelan. Ketiga
sepupunya langsung tidak mengantuk lagi, begitu mendengar kisah pengalamannya
yang mengasyikkan. Mereka mendengarkan dengan penuh minat.
"Wah hebat!" kata Julian ketika George sudah selesai bercerita. "Jadi Rudi
ternyata menjadi kaki tangan negara asing, yang ingin sekali menguasai dokumen-
dokumen rahasia milik Profesor Lancelot!"
"Betul!" kata George- "Dan kita berkewajiban menggagalkan rencana jahat itu."
"Setuju," kata Dick bersemangat "Di samping Profesor senegara dengan kita, ia
pun rekan Paman Quentin."
"Tapi bagaimana kila bisa menggagalkan rencana itu?" tanya Anne dengan cemas.
"Kalau Rudi kita adukan pada polisi, ia pasti akan memungkiri segala-galanya.
Karena tidak ada saksi lain yang ikut mendengarkan percakapan antara Rudi dengan
orang yang bernama Malik itu, kita tidak bisa tahu dengan pasti siapa yang akan
lebih dipercayai oleh polisi - George atau Rudi. Sedang mengenai Malik, kita
tidak tahu siapa dia sebenarnya. Tidak bisa kubayangkan kita bisa menangkapnya,
Kita kan masih anak-anak!"
"Anne benar," kata Julian sambil mengangkat bahu. "Kecuali itu bukan tugas kita
menangkap mata-mata! Kita wajib menghubungi polisi, agar komplotan mata-mata itu
bisa tertangkap tangan - sebaiknya tepat pada saat pencurian dokumen!"
"Betul!" kata George. "Sebaiknya kita minta pada ayahku, agar ia yang
menghubungi polisi. Tapi terus terang saja, aku lebih senang jika urusan mi bisa
kutangani sendiri - atau tepatnya, bersama kalian! Pasti akan mengasyikkan
nanti!" Lama juga keempat anak itu berunding. Akhirnya mereka sepakat untuk melaporkan
segala-galanya pada Profesor Kirrin, ayah George. Menurut rencana mereka, ayah
-George harus dengan segera rnemberi tahu Profesor Lancelot mengenal rencana
pencurian dokumennya. Kemudian kedua sarjana itu pasti akan memasang jebakan
bersama polisi Swis, untuk menangkap agen-agen negara asing ketika mereka sedang
melakukan pencurian. "Besok pagi kita cepat-cepat memberi tahu Paman Quentin," kata Julian mengakhiri
perembukan. "Sekarang kita coba saja tidur lagi sebentar, karena sekarang sudah
dinihari." Anak-anak tidur lagi. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa malam itu juga akan
terjadi peristiwa yang menggemparkan.
Bab VII GEORGE BERJASA Anak-anak baru saja terlelap, ketika mereka dikagetkan suara ribut-ribut di
luar. "Api Api! Kebakaran"
"Cepat, cepat - bangun! Ada kebakaran"
Secepat kilat George dan Anne sudah bangun, lalu lari ke luar. Dick dan Julian
ternyata sudah lebih dulu ada di situ. Suasana di perkemahan hiruk-pikuk.
"Aduh lihatlah!" kata Dick sambil menuding, sementara Timmy yang ikut ke luar
ribut menggonggong-gonggong.
Anne berpaling, memandang ke arah yang dituding abangnya. Saat itu juga ia
terpekik karena kaget dan ngeri. Di sisi seberang perkemahan nampak nyala api
berkobar-kobar. Asap tebal mengepul ke atas.
"Wah, gawat - ternyata kebakaran besar," seru Julian.
"Yuk, kita cepat-cepat ke sana," kata George. "Mungkin kita bisa memberikan
pertolongan." Kedua pondok mereka terletak paling jauh dari pusat perkemahan. Menurut dugaan
mereka, teman-teman pasti sebagian besar sudah pergi ke tempat yang terbakar.
Mereka pun bergegas-gegas menyusul.
"Astaga!" Dan mulut Anne terlontar seruan kaget.
"Kebakarannya ternyata di ternpat tenda Jean-Paul!"
"Mudah-mudahan barisan pemadam kebakaran lekas datang." kata Julian.
Keempat anak itu memandang dengan perasaan kaget dan cemas. Nyala api sudah
memangsa tiga buah pondok dan satu tenda. Andre Sandry dan sejumlah remaja
lainnya berusaha memadamkan api, di bawah pimpinan Pak Arnold beserta istrinya.
Mereka berdiri membentuk deretan panjang, sarnbil menyodorkan ember demi ember
berisi air ke arah api. Tanpa ragu sedetik pun Julian langsung menggabungkan
diri, diikuti ketiga saudaranya.
"Jangan kendurkan semangat kalian, Anak-anak!" seru Bu Arnold. "Kita harus
berusaha agar api tidak merambat lebih jauh, sementara menunggu barisan pemadam
kebakaran dalang!" Kobaran api seperti menari-nari dalam kegelapan malam. Untuk sementara timbul
kesan seakan-akan usaha pemadaman api akan bisa berhasil. Tapi sialnya, beberapa
saat kemudian datang angin bertiup. Percikan api meloncat ke pondok yang
letaknya bersebelahan dengan sumber kebakaran. Dengan segera pondok itu sudah
terbakar pula. Di tengah keributan orang-orang yang sibuk berusaha menyiramkan air ke api,
terdengar suara Sandra menjerit.
"Patrik! Adikku! Dia masih ada dalam pondok!"
Pondok yang terbuat dan batang-batang kayu berminyak sementara itu sudah dimakan
api. Anne menangis karena kaget dan ngeri mengingat nasib Patrik. Apalagi Sandra
- anak perempuan itu menjerit kebingungan.
Tapi Andre bereaksi dengan segera, diikuti oleh Julian. Dick dan juga George....
Mereka menyiramkan air dari ember mereka ke sumber api yang baru itu. Mereka
melakukannya tanpa kenal lelah. Melihat semangat mereka, api sebetulnya harus
sudah padam. Tapi pondok itu masih terbakar terus.
Situasi yang dihadapi benar-benar menegangkan syaraf!
Saat itu Pak Arnold yang tadinya sedang sibuk agak jauh dari situ, datang
berlari-lari. "Apa kudengar tadi?" serunya sambil berlari. "Di dalam masih ada seorang anak"
Aku tadi kan sudah memerintahkan bahwa semua yang menempati pondok-pondok
sekitar sini harus cepat-cepat ke luar!"
"Saya yang bersalah!" kata Sandra sambil menangis terus. "Saya membiarkan Patrik
tidur terus, karena ia agak pilek."
George tidak mengacuhkan anak itu lagi. Dilihatnya pondok masih terbakar terus,
sementara pemadam kebakaran belum datang-datang juga. Masuk ke dalam lewat pintu
sudah tidak mungkin lagi. Nyala api di situ terlalu besar. Lewat kedua jendela
samping juga tidak bisa. Barangkali kalau lewat jendela di balik pondok....
Tanpa mengatakan apa-apa, George pergi ke belakang pondok. Ternyata dugaannya
tadi benar. Angin yang bertiup dari arah belakang, menghembus nyala api ke
depan. Bagian belakang pondok belum terbakar. Tapi asap tebal tampak mengepul
dari jendela kecil yang ada di situ.
Dan jendela kecil itulah satu-satunya yang memberi kemungkinan terakhir untuk
menyelamatkan Patrik! George tidak ayal barang sedetik pun. Lincah bagaikan
kucing ia meloncat ke atas. Tapi sayang, ujung jari-jarinya hanya mampu
menyentuh ambang jendela saja. Letak jendela itu terlalu tinggi baginya!
Tapi George tidak kehilangan akal. Ia memanggil Timmy.
"Kemari, Tim! Cepatlah kemari! Ya, berdiri di sini. Jangan bergerak-gerak!"
Timmy disuruhnya berdiri di bawah jendela dan dipergunakannya sebagai pijakan
untuk memanjat ke atas. Timmy berdiri dengan kokoh. Sambil berdiri di punggung
anjing itu, George berhasil menggapai ambang jendela. Dengan tangkas ia
menjunjung tubuhnya ke atas, lalu melompat ke dalam pondok.
Napasnya terasa sesak, karena asap api masuk ke paru-paru lewat mulut dan
hidung. Tapi sekali lagi George bereaksi dengan cepat. Ia teringat, dalam baju
piyamanya ada sapu tangan. Piyamanya saat itu basah kuyup tersiram air ketika
sibuk memadamkan api tadi. Jadi sapu tangannya pasti basah pula. Dan dengannya,
gangguan asap akan bisa diatasi!
George buru-buru mengeluarkan sapu tangan itu dari kantong piyama, lalu
mengikatkannya menutupi hidung dan mulut. Setelah itu ia menghampiri tempat
tidur, di mana nampak sesosok tubuh kecil berbaring. Untung saja kobaran api
belum sampai ke situ. Patrik berbaring tanpa bergerak sedikit pun. Napasnya tersengal-sengal. Tanpa
berpikir panjang lagi George mengangkat anak itu, lalu menggendongnya dengan
susah payah ke arah jendela yang tadi. Tapi ia tidak mampu menjunjung Patrik ke
atas jendela. Sedang waktu tidak ada lagi untuk mengambil kursi. Yang lebih
gawat lagi napasnya sementara itu terasa semakin sesak. Bagaimana sekarang.
Saat itu didengarnya suara orang memanggil-manggil di luar.
"Tunggu sebentar, George! Kami datang"
George melihat ujung dari sebuah tangga disandarkan ke ambang jendela. Detik
berikutnya nampak kepala Andre muncul di situ. Pemuda itu membungkukkan badannya
ke dalam pondok, lalu berkata sambil terbatuk-batuk, "Cepat! Sodorkan Patrik
padaku!" Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang masih tersisa, George berhasil menjunjung
Patrik sehingga Andre dapat mencengkeram baju piyama anak itu....
Untuk sesaat George sudah mengira bahwa ia sendiri tidak mungkin tertolong lagi.
Api berkobar semakin mendekat. George sudah nyaris tidak bisa bernapas lagi.
Saat itu Andre muncul kembali di ambang jendela.
"Acungkan tanganmu ke arahku, George - cepat!"
Dalam keadaan setengah tidak sadar lagi, George mengangkat tangannya. Ia masih
sempat merasa dirinya diangkat ke atas oleh Andre lalu digendong.
Setelah itu George jatuh pingsan.
Ketika sadar kembali, tahu-tahu ia sudah berbaring di atas rumput. Ketiga
sepupunya duduk nengelilingi dirinya.Mata Anne nampak merah, sementara Julian
dan Dick kelihatan bingung.
"Kau diselamatkan oleh Andre, tapi kau berhasil menyelamatkan nyawa Patrik. Anak
itu selamat." "Tapi...dari mana kalian tahu bahwa aku tadi ada di dalam pondok?"tanya George
terbata-bata sambil bangkit, lalu duduk. "Paru-paruku penuh asap, sehingga aku
tidak bisa berteriak minta tolong!"
"Tim yang menjemput kami," kata Anne menjelaskan, "dan ia membawa kami ke
jendela. Di situ ia menggonggong-gonggong. Kami pun langsung mengerti, apa yang
telah terjadi!"

Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau telah menyelamatkan nyawaku, Tim!" kata George. Dirangkulnya Timmy yang
nampak begitu gembira melihat tuannya tidak apa-apa. Saat itu Sandra datang
berlari-lari, lalu merangkul George.
"Kalau bukan karena kau tadi, adikku pasti celaka," kata Sandra. "Keadaannya
sudah membaik sekarang, ditolong para petugas pemadam kebakaran. Lihatlah mereka
kelihatannya berhasil melawan api. Kurasa sebentar lagi kebakaran pasti dapat
mereka padamkan!" George merasa segar kembali, setelah tahu bahwa aksi pertolongannya berhasil.
Dihampirinya Andre untuk mengucapkan terima kasih. Pemuda itu duduk beristirahat
di rumput. Tugas pemadaman kebakaran sudah diambil alih oleh barisan pemadam
kebakaran. "Kau tadi benar-benar tabah, George!" kata Andre, ketika melihat anak itu datang
menghampiri. "Tapi Anda juga - karena tanpa bantuan Anda ..."
"Sudahlah, jangan kita bicarakan lagi," potong Andre. Ia merasa kikuk menghadapi
George yang nampak ingin mengucapkan terima kasih.
"Sekarang kalian lekas-lekas berganti pakaian! Kita semua basah kuyup kena
siraman air tadi. Tak ada gunanya mencoba tidur lagi, karena hari sudah mulai
terang. Seperempat jam lagi kita berkumpul kembali, lalu sarapan beramai-ramai."
"Ya-itu ide yang baik." seru George beserta ketiga sepupunya serempak. "Jadi
sampai nanti" Timmy ikut menyumbangkan pendapatnya dengan gonggongan. Setelah itu anak-anak
pergi ke pondok mereka. Bab VIII PERSIAPAN PESTA Tiba-tiba Julian berseru, seperti kaget.
"Aduh - kita kan bermaksud hendak menelepon Paman Ouentin pagi ini. Hampir saja
aku lupa, karena ribut-ribut tadi!"
"Nanti saja kita menelepon," kata George. "Sekarang aku ingin merasa bangga
dulu!" Dick tercengang mendengar ucapan sepupunya itu. Tidak biasanya George
membanggakan dirinya sendiri! Oleh karena itu ia lantas bertanya,"Kenapa bangga"
Apakah karena kau berhasil menyelamatkan Patrik?"
"Itu sangkamu!" kata George sanbiI menertawakan Dick. "Aku bangga, karena Timmy
diijinkan oleh pimpinan perkemahan kita untuk ikut ke pesta topeng. Kata mereka,
ia pantas menerima hadiah karena ketabahannya!"
Seru Anne dengan mata terbelalak lebar. "Timmy boleh ikut dengan kita ke Hotel
Winter?" "Ya, betul," kata George dengan nada bangga. "Harus kalian akui, itu memang
sudah sepantasnya, kan" Aku pun sudah tahu, sebagai apa Timmy muncul di sana
nanti. Kau kan berdandan sebagai gadis gembala nanti, Anne. Nah - Timmy akan
menjadi anjing gembala, mengiringimu. Menurutku, ia baik sekali sebagai
pengganti biri-biri yang seharusnya kaugembalakan !"
Anak-anak tertawa mendengar ucapan George. Timmy menggonggong dengan gembira,
karena merasa bahwa anak-anak sedang mebicarakan dirinya.
Tidak lama kemudian anak-anak berkumpul, untuk sarapan pagi bersama-sama. Patrik
langsung merangkul George, lalu duduk di sisinya. Anak berambut pirang itu
biasanya sangat periang dan jenaka. Tapi saat sarapan itu wajahnya nampak lesu.
George merasa prihatin melihatnya.
"Patrik agak terganggu perasaannya karena kebakaran tadi malam, ya," bisiknya
pada Sandra. "Ia kelihatannya agak lesu sekarang."
"Bukan, bukan itu sebabnya," jawab Sandra sambil tertawa. "Patrik sedang kesal,
karena kostumnya ikut terbakar dalam pondok. Padahal kostumnya lucu sekali!
Kostum badut!" "Kasihan," kata Anne. "Bagaimana kita bisa menghiburnya, supaya bisa bergembira
lagi?" Dick mendapat akal. "Kalau kostum Patrik terbakar, kenapa tidak kita buatkan saja kostum baru
untuknya," katanya mengusulkan. "Itu kan tidak terlalu sulit!"
"Betul katamu itu, Dick!" kata George bersemangat. "Aku sudah punya ide asyik!
Jean-Paul punya topeng gorla yang tidak diperlukannya! Nah - jadi soal topeng
sudah beres. Sedang untuk kostum - kita tempelkan saja kapas ke baju olahraga
Patrik!" "Aduh - kau ini" kata Julian kaget. "Lalu, menurutrnu Patrik menjadi apa dengan
kostum yang begitu?"
"Jadi apa?" balas George. "Ia menjadi monster salju yang menyeramkan!"
Arak-anak tertawa terpingkal-pingkal, termasuk Patrik. Mereka mendesak Jean-Paul
agar cepat-cepat mengambilkan topeng gorila yang tidak diperlukannya. Selesai
sarapan, Sandra dan Anne merobek sebuah bantal lalu mengambil kapas dari situ
dan menempelkannya dengan perekat ke baju olahraga Patrik.
Saat itu George teringat bahwa ia belum menelepon ayahnya, untuk memberi tahu
mengenai rencana komplotan mata-mata yang didengarnya malam sebelumnya.
"Yuk, ikut aku menelepon," katanya mengajak Dick dan Julian. Ketiga anak itu
pergi ke bilik te!epon yang terdapat di bangunan kantor pengurus perkemahan.
Tapi sebelum sampai di sana, tahu-tahu ada yang mencegat.
Beberapa wartawan yang mendengar kabar tentang kebakaran malam sebelumnya datang
ke perkemahan remaja itu. Ketika melihat ketiga anak itu muncul, para wartawan
itu langsung mengerumuni.
"Kau kan yang bernama George Kirrin?" tanya mereka pada George. "Dari Bu Arnold
kami mendengar bahkan kau berjasa. menyelamatkan nyawa seorang anak kecil. Kami
ingin mengambil fotomu!"
Detik berikutnya nampak kilatan sinar keluar dan lampu blitz.
"Malam ini juga fotomu akan terpasang di semua surat kabar," kata Dick dengan
suara yang menunjukkan bahwa ia agak iri.
George sendiri tidak senang bahwa orang ribut-ribut mengenai dirinya Karenanya
ia hanya mengijinkan pars wartawan memuat fotonya, di mana Timmy juga kelihatan.
Menurut pendapatnya, anjingnya itu juga berhak untuk mendapat penghormatan,
karena jasa Timmy tidak kalah besarnya dalam peristiwa itu. Banyak sekali
pertanyaan yang diajukan para wartawan padanya. Ketika mereka pergi lagi,
ternyata sudah pukul sebelas siang George bergegas-gegas masuk ke bilik telepon.
Kedua sepupunya bisa melihatnya dari balik dinding kaca bilik itu. Mereka
melihat George memutar suatu nomor tententu, berbicara, dan sebentar kemudian
mengembalikan gagang telepon ke kaitannya.
George keluar lagi dengan tampang masam.
"Aku tidak berhasil menghubungi orang tuaku," katanya. "Kata petugas hotel,
mereka sedang pesiar bersama para peserta kongres lainnya. Pulangnya baru larut
malam nanti." "Ahh, konyol!" tukas Julian jengkel. "Lalu bagaimana sekarang?"
"Kalau begitu kita tangani saja sendiri !" kata George dengan tegas. Suaranya
agak bergetar karena terlalu bersemangat. "Ini kan bukan pertama kalinya bagi
kita! Lagipula, kita sebetulnya sama sekali tidak memerlukan ayahku sebagai
perantara. Kita sendiri saja yang memperingatkan Protesor Lancelot karena malam
itu kita kan juga ada di hotel itu"
"Tapi jangan-jangan saat kita tiba di hotel ia sudah diberi obat tidur," kata
Dick agak sangsi. "Kalau itu yang terjadi, kita jaga dokumen-dokumen pentingnya," kata George
tanpa ragu-ragu. Sepanjang hari itu keadaan dalam perkemahan ramai sekali Pak Arnold dan istrinya
sibuk mengatur pemindahan anak-anak yang kehilangan tempat tinggal sebagai
akibat kebakaran. Pondok yang didiami Sandra dan Patrik terbakar habis. George
dan Anne menyatakan bersedia menampung Sandra dalam pondok mereka, sedang Patrik
diajak oleh Dick dan Julian tinggal bersama-sarna sepondok.
Pimpinan perkemahan memutuskan untuk meneruskan acara pesta. Dipertimbangkan
bahwa anak-anak tak boleh dibebani persoalan yang timbul karena kebakaran.
Setelah keributan mereda, anak-anak sibuk lagi dengan persiapan terakhir untuk
pesta topeng yang mereka tunggu-tunggu saatnya dengan penuh rasa gembira.
Setiap pondok dan tenda berubah menjadi ruang ganti pakaian. Pintu, jendela dan
tutup tenda dirapatkan, jangan sampai ada orang lain bisa melihat ke dalam.
Hanya teman-teman terdekat saja yang boleh mengetahui kostum mana yang akan
dikenakan. Dari segala arah terdengar suara anak-anak tertawa dengan riang.
"Nah - bagainiana pendapat kalian mengenal diriku sebagai bajak laut" Galak
tidak kelihatannya?" tanya Dick dengan bangga pada Julian dan Patrik. Ia bahkan
tertawa sendiri. Tapi Patrik kelihatannya sangat kagum memandang kain hitam yang
menutupi mata kiri Dick. "Kalau kakimu satu dipotong lalu diganti dengan kaki kayu, potonganmu pasti akan
lebih meyakinkan lagi," kata Julian. "Tak bisa dibedakan sedikit pun dari bajak
laut yang asli!" "Setuju." kata Patrik sependapat. "Tapi dengan kaki kayu, agak sulit berdansa!"
Persiapan dalam pondok George, Anne dan Sandra berjalan dengan baik. Untuk
terakhir kalinya Sandra menyelubungi tubuhnya dengan selendang tipis. Dengan
kostum begitu, ia hendak menjadi putri sihir Anne sedang sibuk membuat sebuah
bintang yang indah dari kertas emas. Agak repot juga kelihatannya, karena ia
memakai gunting yang tumpul. Kalau sudah selesai, bintang itu akan ditempelkan
ke ujung tongkat sihir yang dipegang oleh Sandra.
George duduk di sudut. Dengan sikap agak meremehkan diperhatikannya Anne dan
Sandra yang nampak sibuk sekali. Kekanak-kanakan, kata George dalam hati. Ia
sendiri sama sekali tidak perlu repot-repot berdandan. Ia hanya perlu memakai
pakaian senamnya yang berwarna hitam, ditambah dengan tutup kepala serta topeng
yang juga berwarna hitam. Sennuanya pas baginya.
George serta ketiga sepupunya begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pesta
topeng, sampai nyaris saja melupakan bahaya yang mengancam diri Profesor
Lancelot- dan bahwa mereka bertekad akan menolongnya. Lagipula, saat itu tidak
ada yang bisa mereka lakukan. Karenanya mereka lebih baik bersenang-senang saja
dulu, bersama teman-teman yang lain!
Bab IX DI HOTEL WINTER Hari itu anak-anak makan malam lebih sore dari biasanya. Selesai makan, anak-
anak kembali ke pondok atau tenda masing-masing, untuk mengambil bungkusan
kostum mereka. Kemudian mereka bergegas-gegas masuk bersama para pengantar ke dalam kedua bis
yang akan membawa mereka ke Jenewa. Semakin dekat kota besar yang akan didatangi
itu, semakin gelisah pula perasaan Julian, Dick, George dan Anne. Mereka
bertanya-tanya pada diri sendiri, akan berhasilkah mereka nanti menghubungi
Profesor Lancelot sebelum para penjahat sempat menaburkan obat tidur ke dalam minumannya.
Mudah-mudahan ia mau memperhatikan peringatan kita nanti! pikir George sambil
memandang suasana malam di uar. Sayang ayah dan ibunya tidak ada ketika ia
menelepon tadi. Tidak lama kemudian bis berhenti di depan pintu masuk hotel. Anak-anak melongo,
ketika memasuki ruang depan yang luas, kagum melihat keindahan tempat itu.
Seorang wanita muda yang bertugas di bagian penerimaan tamu menyambut kedatangan
anak-anak dengan senyuman ramah.
"Selamat datang, Tuan:tuan dan Nona-nona muda," katanya dengan jenaka. "Silakan
ikut saya!" Anak-anak dibaginya dalam dua rombongan. Anak laki-laki dipisahkan dari yang
perempuan. Setelah itu masing-masing rombongan diantarnya ke dua buah ruangan
besar yang gelap. Kedua ruangan itu dibagi-bagi ke dalam bilik-bilik kecil yang
dibatasi dengan penyekat. ltulah bilik tempat ganti pakaian. Karena ruangan
gelap, anak-anak terpaksa masuk ke bilik masing-masing dengan jalan meraba-raba.
Setelah semuanya masuk, barulah penerangan di situ dinyalakan.
Dengan segera anak-anak mengenakan kostum masing-masing, lengkap dengan topeng
menutup muka. Setelah selesai, wanita yang tadi mengajak mereka memasuki ruang
pesta yang luas. Suasana di situ sangat meriah. Anak-anak senang sekali berkeliaran di situ tanpa
ada yang mengenali, sambil berusaha menebak kawan-kawan yang semuanya memakai
kostum dan topeng. Beberapa orang anak berdiri mengelompok di salah satu sudut. Orang tidak perlu
menjadi peramal untuk bisa menebak bahwa mereka itu Julian beserta ketiga
saudaranya - walau mereka pun tidak lupa memakai topeng. Mereka bisa dikenali
karena Timmy ada di situ - walau sudah dijadikan anjing gembala pengiring Anne.
"Kita harus selekas mungkin berusaha menghubungi Profesor Lancelot," kata
Julian. "Yuk kita ke tempat pendaftaran tamu dulu. Kita tanyakan di situ, apakah
Pak Profesor ada atau tidak. Cepat- kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi.
Terlambat satu menit saja, bisa rusak segala rencana kita."
Sementara anak-anak yang lain menyerbu meja yang berisi hidangan, keempat anak
itu bersama Timmy menuju ke tempat pendaftaran tamu. Dan jauh sudah nampak
kepala bagian di situ tersenyum geli melihat mereka muncul dengan pakaian pesta
yang menarik itu. Ketika sudah dekat, Julian yang berdandan sebagai pengawal membuka topinya yang
dihiasi dengan bulu burung yang panjang dan indah, lalu melambaikannya ke
samping sambil membungkukkan badan. Begitulah gaya para bangsawan jaman dulu
memberi hormat. "Maaf, Pak - saya ingin bertanya apakah Profesor Lancelot ada di kamarnya," kata
Julian dengan sopan. "Profesor Lancelot" ada," kata petugas hotel itu, setelah memandang sekilas ke
arah papan tempat penggantungan kunci-kunci kamar. "Kunci kamarnya tidak ada di
sini" George ikut maju ke depan sekarang.
"Kalau begitu harap Anda beritahukan padanya, putri Profesor Quentin Kirrin
ingin berbicara mengenai suatu urusan penting! Saya yakin, ia pasti bersedia."
Petugas itu agak heran mendengar cara bicara George yang begitu serius.
Diraihnya pesawat telepon yang ada di dekatnya, lalu diputarnya nomor 123.
Gagang pesawat didekapnya selama beberapa saat ke telinga, lalu dikembalikan ke
tempatnya. Dari air mukanya nampak bahwa petugas itu heran.
"Aneh - saya tahu pasti, Pak Profesor ada di kamarnya! Tapi tidak menjawab.
Mungkin ia tidak ingin diganggu saat mi," tambah petugas itu. "Sayang, Nona
manis-tapi saya tidak bisa mencoba menghubungi lagi, karena tamu kami tidak
boleh sampai merasa tenganggu di sini. Sebaiknya kalian datang saja lagi besok
pagi!" George berbuat seolah-olah setuju dengan usul itu. Ia mengucapkan terima kasih,
lalu bergegas pergi dari situ. Saudara-saudaranya cepat-cepat menyusul.
"Kalian dengar kata petugas itu tadi" bisik George setelah agak jauh. "Pak
Profesor ada di kamarnya, tapi tidak menjawab ketika ditelepon!"
"Kalau begitu ia pasti sudah meneguk minuman yang berisi obat tidur," kata Dick.
"Pendapatku juga begitu," kata Julian mengiakan dengan kening berkerut.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" kata Anne dengan cemas.
"Kita tidak boleh mernbuang waktu sedetik pun lagi,"kata George tegas. "Kita
harus bertindak dengan segera karena ayahku tidak ada dan Profesor Lancelot
tidak berdaya karena diberi obat tidur!"
"Apa maksudmu?" tanya Dick.
"Kita, Lima Sekawan, harus bertindak membela kepentingan negara kita. Kita harus
mencegah kemungkinan jatuhnya dokumen-dokumen rahasia milik Pak Profesor ke
tangan negara asing!"
"Negara kan tidak punya tangan"!"
"Goblok Maksudku, jatuh ke tangan agen-agen rahasia mereka!" kata George dengan
kesal. "Ya, ya - sudahlah," potong Julian. "Jangan suka iseng, Dick, karena waktu
tinggal sedikit. Jangan lupa, Rudi disuruh beraksi tengah malam nanti!"
"Kenapa harus tengah malam?" tanya Anne. Ia agak merinding karena merasa seram
membayangkan saat selarut itu.
"Karena tepat saat itu lampu-lampu dipadamkan semua, agar anak-anak dapat
membuka topeng masing-masing dalam gelap."
"Jadi Rudi akan memanfaatkan kegelapan saat itu untuk pergi tanpa diketahui
orang," gumam Anne pada dirinya sendiri. "Pasti teman-teman tidak ada yang sadar
bahwa ia tidak ada lagi dalam ruang pesta! Dengan kunci palsu yang diperolehnya
dari orang yang bernama Malik, ia akan bisa dengan gampang sekali memasuki kamar
Profesor Lancelot untuk mencuri tas yang berisi dokumen rencana roketnya."
"Kita harus menduluinya," kata George bersemangat. "Pertama-tama kita periksa
dulu apakah pintu kamar Pak Profesor dikunci atau tidak. Kalau tidak, dengan
gampang kita bisa mengambil tas itu, sehingga apabila Rudi datang nanti, tas
yang berisi dokumen sudah tidak ada lagi di sana."
"Sekarang siapa yang ke sana?" tanya Dick, seolah-olah itu merupakan pekerjaan
biasa saja. "Kau, Dick!" kata George. "Soalnya jika berempat, kelihatannya terlalu
mencurigakan. Sedang kalau kau pergi sendiri lalu ketahuan, kau bisa mengatakan
kau salah masuk! Bilang saja kau mencari kamar kecil, atau begitu! Sekarang
cepat ke sana. Buka kain penutup matamu, dan tinggalkan kelewangmu di sini-
supaya tidak terlalu menyolok!"
"Di mana sih, kamar nomor 123 itu?" tanya Dick. Ia agak heran mendengar George
memberi petunjuk-petunjuk dengan gaya yang begitu tegas. Seperti jendral kecil!


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di mana" Tentu saja di tingkat pertama! Itu kan bisa diketahui dari nomornya.
Nomor 123 berarti kamar nomor 23 di tingkat satu!"
"Baiklah, kalau begitu aku naik saja sekarang!"
Sementara Dick bergegas-gegas menaiki tangga hotel yang lebar menuju ke tingkat
satu, anak-anak yang lain menunggu di lobi hotel. Mereka menyembunyikan diri di
belakang tanam-tanaman hias yang diatur berjajar dekat dinding. Dalam hati semua
berharap-harap, semoga semuanya berjalan seperti mereka rencanakan.
Beberapa saat kemudian Dick datang lagi dengan air muka suram. Ia memperlihatkan
kedua tangannya yang tidak memegang apa-apa.
"Pintu kamarnya dikunci dari dalam," katanya. "Beberapa kali aku mencoba
membukanya, tapi tetap tidak bisa. Setelah itu kuketuk pintu, dan bahkan kucoba
memanggil-manggil dengan suara pelan. Tetap saja tidak ada jawaban dari dalam.
Kutempelkan telinga ke daun pintu Tendengar suara orang mendengkur. Kecuali itu
nampak ada sinar terang memancar lewat celah sebelah bawah daun pintu. Jadi
lampu dalam kamar menyala."
"Tentu saja - itu artinya Profesor Lancelot tahu-tahu tertidur karena meneguk
minuman yang berisi obat tidur," kata Anne kecewa.
Julian melirik ke arlojinya.
"Sudah pukul sebelas malam," katanya "Kita harus cepat-cepat!"
"Betul, kita harus cepat-cepat - tapi bagaimana?" kata Dick "Kita tidak punya
kunci yang cocok untuk membuka pintu sialan itu!"
"Memang tidak - tapi kita harus memakai otak," kata George sambil mengentak-
entakkan kaki dengan sikap tidak sabar. "Jika pintu terkunci, kita coba saja
masuk lewat jendela! Hawa malam ini panas sekali - jadi jendela-jendela pasti
terbuka semuanya di sini!"
"Apa katamu?" tanya Anne kaget "Kau mau nekat ya"! Untuk mencapai jendela kamar
Pak Profesor, kita terlebih dulu harus berjalan menyusur dinding luar! Itu kan
nekat namanya! Lagipula, aku cepat merasa pusing kalau berada di tempat yang
tinggi!" "Tambahan lagi, saat itu ada kemungkinan onang di luar melihat kita yang sedang
memanjat-manjat," kata Julian, juga dengan nada suara kurang bersemangat.
"Siapa bilang itu nekat," bantah George, "dan di samping itu aku tidak pernah
merasa pusing saat memanjat-manjat, biar di tempat setinggi apa pun!"
Ketika dilihatnya ketiga sepupunya memandang ke arahnya dengan kaget, Ia buru-
buru rnenambahkan, "Lagi pula, kurasa sebaiknya aku sendiri saja yang
mencobanya, dan jangan berempat. Kamar itu letaknya kan cuma di tingkat pertama.
Jadi kalau aku sampai terjatuh, paling-paling risikonya lecet atau terkilir dan
tidak mungkin sampai patah leher! Kostumku hitam-hitam, jadi kurasa takkan ada
yang bisa melihatku nanti!"
"Tapi bagaimana caramu mencapai dinding luar?" tanya Dick yang selalu praktis
pikirannya. "Itu kan gampang," kata George dengan santai. "Aku keluar lewat jendela kamar
kecil di tingat satu, lalu menyusur dinding sambil berjalan pada pinggiran yang
ada di situ. Satu-satunya yang sulit nanti adalah menemukan kamar Pak Profesor.
Tapi kurasa aku bisa, karena sebelum tidur ia tidak sempat memadamkan lampu
kamar - seperti yang kaulihat tadi, Dick!"
"Tapi bagaimana jika kau salah masuk?" kata Julian, yang masih agak ragu.
"Jangan khawatir, aku sudah sering melihat foto Profesor Lancelot di majalah
ilmiah bacaan langganan ayahku," kata George menenangkan. "Jadi aku pasti akan
mengenalinya dengan segera."
George memang jarang sekali tidak bisa memberi jawaban yang kedengarannya
meyakinkan. Karena waktu sudah sangat mendesak, akhirnya ketiga sepupunya
mengalah. Bahkan Julian pun harus mengakui bahwa usul George memang jalan
penyelesaian yang paling baik saat itu.
"Beri aku waktu beberapa menit," kata George. "Setelah itu kalian naik ke
tingkat satu dan menunggu di depan pintu kamar Pak Profesor. Tentu saja di situ
kalian harus menyembunyikan diri, supaya tidak ada yang melihat. Kalau aku sudah
sampai dalam kamar, dengan segera akan kubukakan pintu untuk kalian. Kau tinggal
di sini dulu, ya Tim Tolong pegang dia, Julian - supaya tidak bisa ikut!"
Setelah itu ia bergegas menaiki tangga lebar yang menuju ke tingkat satu.
Edit by : zheraf.wapamp.com
http://www.zheraf.net Bab X LIMA SEKAWAN BERAKSI Julian, Dick dan Anne menunggu dengan gelisah. Kenekatan George selalu masih
mengejutkan mereka. Ketiga anak itu sebenarnya ingin cepat-cepat lari ke jalan,
untuk mengawasi agarsaudara sepupu mereka yang berani itu tidak mengalami
cedera. Tapi mereka tidak berani melakukannya, karena takut terlihat orang lain
apalagi jika orang itu Rudi atau salah seorang anggota komplotannya!
"Sudah beberapa menit lewat," kata Julian, seterah melirik arlojinya sebentar.
"Yuk, kita menyusul ke atas!"
Pesta topeng masih ramai-ramainya. Jadi boleh dibilang tidak ada orang nampak
dalam hall maupun di gang. Anne dan kedua abangnya menarik napas lega ketika
sampai di lantai satu, karena di situ tidak ada orang sama sekali.
"Kita ke sana!" bisik Dick. Ia menunjuk ke pintu kamar Profesor Lancelot.
Sementara itu George menjalankan rencananya yang berani. Ia sudah keluar lewat
jendela kamar kecil di lantai dua. Kini ia berdiri pada pinggiran dinding luar
yang sempit. Malam sangat gelap, sehingga penglihatannya terbatas. Tanpa sedikit
pun memandang ke arah bawah. "tikus hotel itu beringsut-ingsut maju menelurusi "pinggiran yang sempit, sementana tubuhnya dirapatkan ke dinding yang gelap.
Karena pakaiannya yang serba hitam, ia sama sekali tidak bisa dilihat dari
jalan. Dua kali ia harus melewati jendela yang terang. Ia melakukannya dengan sangat
berhati-hati, setelah memeriksa sebentar apakah itu bukan jendela kamar yang
hendak didatanginya. Ketabahan George akhirnya membawa hasil. Ia sampai ke sebuah jendela lagi yang
juga terang, tanda bahwa penerangan kamar itu masih menyala. George mengintip ke
dalam, lalu tersenyum puas.
"Nah berhasil juga aku menemukan kamar Pak Profesor. Sekarang cepat-cepat
Mayat Persembahan 2 Pendekar Pulau Neraka 40 Irama Pencabut Nyawa Mustika Lidah Naga 1
^