Mencari Warisan Ratu 3
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu Bagian 3
"Penakut!" kata Dick mengejek.
"Jangan kauganggu terus adikmu, Dick!" bentak Julian. "Masih ada urusan penting
yang perlu kita bicarakan. Bagaimana jika nanti ternyata bahwa Herman sama
sekali tidak ikut dalam perampokan itu" Kan mungkin saja ia otaknya, sedang para
pelakunya orang lain!"
"Kalau begitu aku juga tidak tahu - percuma saja kita terus-menerus mengamat-
amatinya," kata Dick. "Kalau dugaanmu ternyata benar, kita sial!"
"Kita harus bisa mengetahui, siapa sebenarnya orang yang bernama Robert itu.
Kelihatannya perampokan yang direncanakan hanya bisa dilaksanakan, kalau dia
ada. Tanpa Robert, aksi tidak dapat dijalankan. Sekarang kita masih punya waktu
tiga hari. Selama itu masih banyak yang bisa terjadi," kata George membesarkan
hati saudara-saudaranya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa harapannya itu akan dengan segera menjadi
kenyataan! Hari itu ia disuruh ayahnya mengantar surat ke kantor pos. Ketika ia keluar lagi
dari kantor itu, ia disapa oleh, seorang remaja yang berpakaian seperti
pengantar telegram. "Maaf, saya orang baru di sini," kata remaja itu dengan sopan. "Saya harus
mengantarkan dua telegram, tapi saya tidak tahu letak rumah orang yang
dialamatkan di sini. Bisakah kau membantu saya sebentar?"
Sambil tersenyum ramah, George mengambil kedua surat telegram itu.
"Coba kulihat," katanya. "Orang asli desa sini hampir semuanya kukenal!"
"Ian Llanelly, Jalan Pantai - dan Robert Miller, Villa Samudera," kata pengantar
telegram itu sambil membaca alamat yang tertera pada sampul kedua telegram itu.
George langsung menjelaskan di mana letak kedua alamat itu, karena ia memang
mengenalnya. "Ian Llanelly," kata pengantar telegram itu sambil tertawa nyengir. "Nama orang
sini aneh-aneh! Kalau Robert Miller, itu baru nama yang biasa. Namaku juga
Robert. Ya deh - terima kasih! Aku harus lekas-lekas mengantar kedua telegram
ini!" Pengantar telegram itu meloncat ke atas sadel sepedanya lalu pergi sambil
bersiul-siul, meninggalkan George yang memandangnya sambil melongo.
"Anak itu bernama Robert," gumannya "Kau kan juga mendengarnya tadi, Timmy. Ia
juga mengatakan, Ia orang baru disini. Mestinya ia itulah orang ketiga yang
ditunggu-tunggu oleh Leo dan Herman!"
"Mungkin para penjahat itu menyusun rencana begini," kata Julian, ketika malam
itu mereka sudah berkumpul kembali di sekeliling api unggun di pulau. "Robert
membawa telegram pada calon korban mereka. Dalam telegram itu ada berita untuk
memancing sang korban agar meninggalkan rumahnya. Nah - saat ia sedang pergi,
para perampok membongkar rumahnya. Gampang, kan?"
"Itu berarti bahwa Robert harus terus kita amat-amati!" kata Dick. "Dengan
begitu kita akan mengetahui ke mana saja ia mengantarkan telegram nanti!"
Keesokan harinya Robert sibuk mengantar telegram demi telegram. Tapi semua
dialamatkan pada keluarga-keluarga yang sedang berlibur di pesisir situ. Mereka
tinggal di villa-villa yang terdapat di pantai atau di desa. Robert sama sekali
tidak pernah bersepeda ke arah 'Mon Tr sor' atau ke pertanian milik Bu Reynold, "yang masih termasuk daerah pelayanan kantor pos desa Kirrin.
"Kelihatannya seolah-olah takkan terjadi apa-apa," keluh Anne, ketika mereka
malamnya duduk-duduk di perkemahan. "Benar-benar mengesalkan."
"Kalau benar tak terjadi apa-apa, itu malah bagus," kata George sangsi. "Tapi
aku tidak percaya. Para penjahat pasti akan melancarkan aksi mereka!"
Bab 13 TERTANGKAP Akhirnya tibalah tanggal yang menegangkan itu. Tanggal 30 Juli. Hari itu cerah.
Matahari pagi bersinar. menerangi permukaan laut. Angin bertiup pelan.
"Sekarang tibalah saat yang ditunggu-tunggu" kata Dick, lalu mencuci badannya di
mata air. Kesejukannya melenyapkan sisa-sisa rasa mengantuk.
"Mudah-mudahan hari ini kita berhasil," kata Julian, sambil mengeringkan
punggung dengan handuk. "Keterlaluan, sampai sekarang kita boleh dibilang tidak
tahu sedikit pun, apa yang akan kita hadapi nanti!"
Ketika kantor pos desa Kirrin dibuka pagi itu, anak-anak sudah bersiap-siap di
dekat situ. Robert perlu diawasi terus-menerus. Hari itu setiap kejadian pasti
penting artinya. Desa hari itu sangat ramai, karena liburan sudah hampir berakhir. Karenanya
Julian beserta ketiga saudaranya sara sekali tidak menjumpai kesulitan dalam
membuntuti Robert. Di tengah keramaian orang yang lalu-lalang di jalan,
pengantar telegram itu sama sekali tidak menduga bahwa ia sedang dibuntuti. Dick
mendapat tugas untuk paling dulu mengikuti remaja itu, sementara saudara-
saudaranya menunggu di kedai minum. Mereka memesan coklat dan roti.
Mereka melewatkan waktu menunggu dengan jalan main kartu. Sekitar satu jam
kemudian Dick muncul kembali.
"Biasa saja!" katanya dengan nada kecewa. "Hanya dua telegram yang diantarkannya
tadi. Satu untuk keluarga turis yang tinggal di penginapan 'Buih Ombak', sedang
yang satu lagi untuk seorang nelayan di pelabuhan. Cuma itu saja!'
George bergegas bangkit. "Sekarang giliranku!" katanya. "Yuk - sampai nanti !"
Tapi a terpaksa menunggu beberapa saat di depan kantor pos. Dan ketika
" pengantar telegram berangkat lagi, ternyata hanya ke sebuah rumah yang letaknya
di tengah desa. Benar-benar mengesalkan: penerima telegram hari itu semuanya
tinggal di desa Kirrin! Tidak sekali pun Robert meninggalkan daerah desa itu, padahal saat itu sudah
siang. Anak-anak tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan.
"Jangan-jangan kita keliru!" kata Julian, ketika kantor pos ditutup menjelang
petang. "Remaja yang bernama Robert itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan perampokan yang akan terjadi. Potongannya memang tidak seperti penjahat!
Jadi mestinya ada Robert lain, yang dimaksudkan oleh kedua penjahat itu. Dan
Robert itu tidak kita kenal. Kita selama ini mengikuti jejak yang keliru,
sehingga waktu berharga terbuang percuma! Aku sekarang merasa kasihan pada
pengantar telegram itu. Begitu pula pada Bu Reynold dan Bu Grant. Jika salah
seorang di antara keduanya benar-benar menjadi korban perampokan
"Jangan terlalu lekas putus asa!" potong George. "Aku masih belum percaya bahwa
kita keliru! Aku punya perasaan bahwa kesialan kita ini sebentar lagi akan
berakhir ." "Itu harus terjadi dengan segera, karena waktu kita tidak banyak lagi," kata
Dick menggerutu. "Satu-satunya petunjuk yang masih ada pada kita tinggal Herman.
Yuk - kita lihat sebentar, apakah ia ada di runah!"
Tapi Herman Stick kelihatannya tidak ada di tempat kediamannya. Dick bahkan
memberanikan din dan menekan bel, untuk memastikan bahwa orang itu benar-benar
tidak ada. "Sekarang kita harus bertindak dengan cepat, apabila masih ingin mencapai
hasil," seru Julian. "Kita makan dulu sebentar. Sesudah itu kita langsung
berangkat. Kedua rumah yang mungkin menjadi sasaran perampok harus kita jaga -
juga apabila nanti ternyata tindakan kita itu sia-sia!"
Sehabis makan anak-anak bersepeda kembali, menuju ke utara. Kemudian mereka
memecah menjadi dua kelompok, seperti sebelumnya. Julian dan Anne berjaga dekat
tempat pertanian milik Bu Reynold. Sedang George, Dick dan Timmy bersembunyi
dalam semak, dekat gerbang villa 'Mon Tr sor'."Anak-anak merasa lesu saat itu. Mereka merasa selama itu mencurigai Robert,
pengantar telegram, tanpa alasan. Sekarang kalau salah satu rumah itu benar-
benar dirampok, apakah yang akan bisa mereka lakukan" Mereka masing-masing kan
hanya berdua - jadi tidak mungkin sanggup melawan perampok yang datang bertiga!
"Ah - coba kedua wanita itu mau mempercayai laporan kita," keluh George.
Matahari terbenam di ufuk barat. Sekeliling mereka menjadi gelap. Julian
bersembunyi di balik semak, dekat pertanian Ru Reynold. Ia merasa bertanggung
jawab dan saat itu sibuk menyesali diri, kenapa tidak langsung melaporkan hat
itu pada Paman Quentin. Ah, kenapa ia mau mendengar bujukan George.
Memang, Paman selalu sibuk dengan perhitungannya, pikir Julian lebih lanjut.
Besar sekali kemungkinannya bahwa ia akan marah, apabila mendengar cerita anak-
anak mengenai rencana perampokan itu. Bagi Paman, cenita George selalu dianggap
khayalan belaka. Kecuali itu, sekarang sudah terlambat.
Tiba-tiba Julian tergugah dari lamunannya, karena terdengar bunyi ranting patah.
Anne yang berbaring di sebelahnya bergerak-gerak. Mungkin karena merasa gatal.
"Ssst' Jangan berisik, Anne. Nanti ketahuan!" desis Julian.
"Ketahuan oleh siapa?" bisik Anne. "Di sini tidak ada siapa-siapa !"
Katanya itu memang benar. Bintang-bintang sudah bertaburan memenuhi langit. Para
pembantu yang bekerja di tempat pertanian Bu Reynold sudah lama pulang ke rumah
masing-masing. Sedang majikan mereka kelihatannya sudah tidur.
Anne dan Julian menatap ke dalam kegelapan.
Mereka menunggu.... Tapi apa sebenarnya yang ditunggu"
Juhan merasa jengkel karena tidak bisa berbuat apa-apa. Sedang dalam hati Anne
merasa bangga pada ketabahannya sendiri. Rasa takutnya tadi sudah lenyap.
"Bosan rasanya di sini terus!" gumam Anne setelah beberapa waktu. "Mungkin kita
terlalu jauh dari tempat pertanian, sehingga tidak bisa mengamat-amati dengan
jelas. Yuk kita menyelinap maju, supaya bisa lebih dekat!"
"Bisa saja kita lakukan." kata Ju!ian agak ragu. Ia merasa heran melihat Anne
yang tiba-tiba menjadi berani. Tempat persembunyian mereka terletak di tepi parit yang melintang di depan jalan
masuk ke kompleks pertanian. Semak yang membatasi parit itu melindungi mereka.
Tapi penglihatan mereka pun terhalang karenanya.
"Sebaiknya kita menyelinap dulu, masuk ke pekarangan. Dekat kandang ayam yang di
sana itu kulihat ada gerobak. Kita bersembunyi di bawahnya. Selanjutnya, kita
lihat saja nanti," bisik Julian.
Anne sebetulnya agak ngeri, tapi ia tidak berani membantah. Bukankah ia sendiri
yang tadi mengusulkan agar maju lebih mendekati rumah Bu Reynold!
"Baiklah, Ju! Tapi kau dulu," katanya.
Kedua anak itu merangkak-rangkak di tempat gelap. Mereka bergegas menyeberangi
jalan. Gerbang masuk ke pekarangan ternyata digembok. Pekarangan itu dikelilingi pagar
kawat yang tinggi. Tapi pada satu bagian pagar kawat itu berlubang sebelah
bawahnya. Lubang itu cukup besar untuk diselusupi. Beberapa saat kemudian Anne
dan Julian sudah sampai di pekarangan. Keadaan sekeliling mereka sunyi-sepi.
"Itu - di sana gerobak yang kukatakan tadi," bisik Julian. "Cepat - kita
bersembunyi di bawahnya!"
"Kurasa kita lebih baik bersembunyi dalam pondok yang di sana itu,' kata Anne.
"Kau ini bagaimana?" tukas Julian sambil berbisikbisik. "Itu kan kandang-kandang
ayam! Kalau kita ..."
Julian tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Ketika mereka berdua berbisik-bisik itu, mereka semakin maju mendekati pondok-
pondok yang dimaksudkan oleh Anne. Tiba-tiba Anne tersandung. Ia menggapai-gapai
mencari pegangan. Tahu-tahu terdorong olehnya pintu salah satu kandang itu
sehingga terbuka. Ayam jantan yang ada di situ kaget, lalu angsung berkokok. Mendengar itu ayam-
ayam betina berkotek-kotek dengan ribut. Bahkan orang tuli pun pasti kaget
mendengar suara berisik di tengah malam itu.
"Sialan!" kata Julian mengumpat. "Sekarang kita pasti ketahuan! Bu Reynold pasti
akan mengira kita ini pencuri ayam"
Anne yang masih belum pulih dan kekagetannya, membiarkan dirinya diseret-seret
oleh abangnya menuju lubang di pagar. Tapi mereka tidak sempat lagi lari, karena
saat itu juga mereka disilaukan cahaya terang yang berasal dari senter. Dua
orang laki-laki datang menghampiri dengan sikap mengancam.
"Nah, sekarang kalian tertangkap tangan!" tukas satu dan kedua laki-laki itu.
"Kalian sangka kami ini tolol, tidak menyadari bahwa kalian sudah beberapa hari
berkeliaran terus di sekitar sini!
Anne dan Julian dicengkeram oleh kedua laki-laki tu, lalu digoncang-goncang
tanpa mengenal kasihan dan dibentak-bentak. Kedua anak itu sama sekali tidak
mendapat kesempatan untuk mengatakan apa-apa.
"Kalian tadi masuk lewat tubang di pagar, kan" Kami memang sengaja membuat
lubang di situ, supaya kalian masuk lalu tertangkap tangan. Kalau tidak begitu,
masakan kami tidak sudah lama membetulkannya"!"
"Kalian salah sangka tentang Bu Reynold! Ia sendiri yang mendapat gagasan yang
bagus ini, untuk menjebak kalian."
"Jadi kalian rupanya hendak mengincar ayam, ya" kata laki-laki yang meringkus
Julian. "Itu sama sekali tidak benar!" bantah Julian dengan marah, ketika melihat
kesempatan untuk mengatakan sesuatu- "Kami bukan pencuri!"
"Lalu apa namanya orang yang malam-malam menyelinap masuk ke dalam kandang ayam,
kalau bukan pencuri ayam?" ejek orang yang memegangnya.
"Kami kemari, sama sekali bukan karena ayam-ayam sialan itu!" kata Julian sambil
mengumpat-umpat. "Adikku tadi secara tidak sengaja mendorong pintu kandang,
karena ia tersandung batu. Karena itulah ayam berkotek-kotek!"
"Kalau begitu, mau apa kalian di pekaranganku ini?"
Tiba-tiba terdengar suara Bu Reynotd yang galak. Wanita itu datang menghampiri.
"Masih muda begini sudah mulai mencuri! Tapi kalian rupanya belum
berpengalaman," katanya dengan sikap merendahkan. "Ketika beberapa hari yang
lalu kalian datang dan menyatakan ingin bicara dengan aku, saat itu aku sudah
agak curiga. Kecurigaanku itu bertambah, ketika setelah itu kalian berhari-hari
berkeliaran terus di sekitar sini. Aku lantas menarik kesimpulan bahwa kalian
bermaksud hendak mencuri di sini. Sudah beberapa malam ini para pekerjaku
menjaga malam-malam menunggu kalian. Dan sekarang kalian ternyata tertangkap
tangan!" Julian marah sekali. Ia datang dengan Anne untuk memberi tahu pada Bu Reynold
bahwa ada perampok hendak mencuri ke situ. Tapi kini malah mereka sendiri yang
dituduh mencuri! "Anda keliru!" seru Julian. "Kami sama sekali tidak berniat mengambil apa-apa
dan sini! Yang hendak merampok itu orang lain. Mereka bermaksud akan melancarkan
aksi malam ini juga. Percayalah - kami datang untuk mencegah perampokan itu. Itu
sebabnya kami ada di sini!"
Selama itu Anne menangis terus, tanpa sanggup mengatakan apa-apa. Ia teringat
pada George, yang mengalami kejadian seperti itu beberapa hari yang lalu.
Sekarang ia dan Julian yang terjebak'
Tiba-tiba Anne menatap Bu Reynold dengan mata yang basah karena menangis.
"Kami - kami sungguh-sungguh tidak berniat jahat, Bu" katanya lirih.
"Hah! Aku tidak percaya!" bentak wanita pemilik pertanian itu. "Aku akan
menelepon polisi, supaya datang kemari. Simpan saja ocehan kalian untuk
pemeriksaan nanti!" Julian bingung sekali. Bukan karena polisi. Tidak! Ia yakin, kekeliruan Bu
Reynold yang menyangka bahwa ia dan Anne datang ke tempatnya untuk mencuri ayam,
pasti akan dapat dijelaskan dengan segera.
Jadi bukan persoalan itu yang membingungkan perasaannya. Ia bingung mengingat
Herman serta kawanannya. Jika ketiga penjahat itu benar-benar ada di sekitar
situ, pasti saat ini sudah cepat-cepat lari. Mereka tentu curiga mendengar
keributan di tempat pertanian. Dan kalau mereka sampai lari, itu berarti usaha
Lima Sekawan sia-sia belaka!
Karena itu untuk terakhir kalinya Julian berusaha meyakinkan Bu Reynold.
"Suruh para pekerja Anda supaya tenang dan berjaga-jaga menunggu kedatangan para
perampok itu! Mudah-mudahan saja belum terlambat. Jika mereka masih menunggu
sampai sekarang, ada kemungkinan kita masih bisa menyergap mereka."
Bu Reynold malah menertawakannya secara terang-terangan.
"Fantasimu memang luar biasa," katanya pada Julian. "Tapi aku tidak bisa
kautipu! Simpan saja dongengmu untuk kauceritakan pada polisi nanti! Aku ingin
tahu. apakah mereka mau mempercayaimu. Yang jelas, aku tidak!"
Walau mereka meronta-ronta, namun Julian dan Anne tidak bisa mencegah diri
mereka diseret ke dalam rumah. Ru Reynold langsung menelepon polisi. Petugas
yang melakukan dinas jaga malam itu berjanji akan datang dengan segera. Paling
lambat seperempat jam lagi ia pasti sudah ada di tempat pertanian, katanya.
"Nanti kalau kedua penjahat remaja itu sudah mengaku, mereka akan dibawa ke
kantor polisi, sehingga setelah itu Anda bisa tidur lagi dengan tenang," kata
polisi itu. Bab 14 PENJAHAT BERAKSI George, Dick dan Timmy menunggu terus di tempat persembunyian mereka, dekat
villa 'Mon Tr sor'"Dick menunggu sambil terkantuk-kantuk. George menggigit-gigit kukunya, karena
sudah tidak sabar lagi. Ia merasa, sebentar lagi pasti terjadi sesuatu.
Tiba-tiba sikap Timmy berubah. Bulu tengkuknya tegak. George buru-buru memegang
moncongnya, agar anjing itu tidak menggeram.
"Awas, Dick," bisiknya dengan pelan, sambil menyenggol saudara sepupunya yang
sudah setengah tidur. "Ada orang datang!"
Benarlah! Mereka melihat sesosok bayangan melintas di jalan. Hanya satu orang.
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mana penjahat yang dua lagi"
"Awas, Dick!" bisik George sekali lagi.
Dick memperhatikan sosok tubuh orang yang datang itu. Ia menggosok-gosok
matanya, karena merasa pasti salah lihat. Tapi ternyata tidak ia tidak salah
lihat! Orang yang datang itu memang Robert, pengantar telegram!
Ternyata pendapat George memang tepat. Robert itulah penjahat nomor tiga! Dan
wanita yang akan dirampok, ternyata memang Bu Grant.
George dan Dick menunggu tanpa bergerak sedikit pun di balik semak. Dengan
perasaan tegang mereka menunggu perkembangan selanjutnya.
Robert sama sekali tidak sadar bahwa ia sedang diintai. Ia menghampiri pintu
gerbang - lalu menekan bel. Beberapa saat kemudian larnpu yang terdapat di atas
pintu depan villa menyata pintu terbuka, dan Bu Grant melangkah ke luar.
"Siapa itu?" serunya.
"Pengantar telegram, Bu. Saya mengantarkan telegram untuk Anda. Anda perlu
menandatangani surat tanda terima."
Sambil mengomel Bu Grant pergi ke pintu gerbang. Dengan sikap curiga
diperhatikannya pengantar telegram itu dan kepala sampai ujung kaki. Sikapnya
itu beralasan. Siapa pun bisa menyamar menjadi pengantar telegram. Pokoknya
memakai pakaian seragam petugas pos, beres! Tapi surat tanda terima hanya
mungkin dibawa pengantar telegram asli!
Diterangi cahaya samar yang memancar dari pintu depan. Bu Grant memperhatikan
sampul telegram serta surat tanda terimanya. Kelihatannya memang asli. Sekarang
ia tinggal membubuhkan tanda tangan. Tapi untuk menulis, penerangan di situ
kurang jelas. Dan mungkin telegram itu memerlukan jawaban. Kebetulan pengantar
telegram masih ada di situ....
"Tunggu, akan kubukakan gerbang ini," kata Bu Grant, lalu kembali ke rumah untuk
mengambil anak kunci. George dan Dick saling berpandangan. Ternyata Robert tidak bertugas memancing Bu
Grant agar meninggalkan rumahnya, melainkan agar wanita itu membuka pintu
gerbang. Apakah yang bisa mereka lakukan sekarang" Berteriak, untuk memperingatkan Bu
Grant" Tidak - sebaiknya mereka menunggu sampai ada kesempatan yang lebih baik.
Beberapa saat kemudian Bu Grant sudah datang lagi, membawa anak kunci. Ia
membuka pintu gerbang, lalu... kejadian yang menyusul sesudah itu berlangsung
dengan begitu cepat, sehingga George dan Dick nyaris tidak bisa mengikutinya.
Begitu Robert dipersilakan masuk oleh Bu Grant, wanita itu langsung disungkupnya
dengan selimut yang ternyata sengaja dibawa untuk maksud itu. Saat itu juga Leo
dan Herman muncul dari tempat gelap dan ikut meringkus Bu Grant. Dengan cepat ia
diikat, lalu diseret masuk ke dalam rumah. Dick dan George masih bisa mendengar
kata-kata Leo yang diucapkan dengan nada mengejek
"Maaf, tapi kami memang biasa mengadakan kunjungan secara tiba-tiba," katanya.
"Nah, jangan meronta-ronta lagi sekarang. Percuma saja Anda memberontak. Anda
tidak bisa apa-apa lagi sekarang. Dan semula kami sudah tahu bahwa Anda memasang
jebakan alarm di kebun Anda. Tapi kami ini bukan orang kemarin - tak mungkin
kami terperangkap jebakan seperti itu! Kami selalu masuk lewat pintu depan?"
"Diam, Leo!' bentak Herman. "Lebih baik kau membantu aku!"
Dick dan George melihat betapa Bu Grant diseret masuk ke rumah oleh ketiga
penjahat itu. Dengan segera George berpaling, berbicara pada Dick.
"Kita harus segera bertindak, Dick!" katanya.
"Sekarang kau cepat-cepat pergi dengan sepedamu ke kantor polisi, untuk
melaporkan kejadian ini! Kalau tidak, perhiasan Bu Grant pasti lenyap!"
"Lalu kau sendiri?" tanya Dick dengan heran. "Apa yang akan kaulakukan?"
"Aku tetap tinggal di sini bersama Timmy, untuk mengawasi rumah. Apabila para
penjahat nanti ternyata melarikan diri sebelum kau kembali bersama polisi, aku
akan membuntuti mereka!"
"Tapi itu kan berbahaya!" kata Dick kaget.
"Kau punya usul lain?" tukas George.
"Bagaimana jika mereka tadi datang dengan mobil?" tanya Dick.
"Aku tidak mendengar bunyi mesin. Sudahlah, jangan bicara lagi - keadaan sudah
sangat mendesak! Ayo cepat berangkat! Kalau keadaan nanti menjadi gawat, kan
masih ada Timmy! Ia akan melindungi diriku!"
Dick tidak membantah lagi. Ia berangkat dengan sepedanya.
George menunggu sampai Dick sudah tidak kelihatan lagi. Setelah itu ia
meninggalkan tempat persembunyiannya, lalu menyelinap menghampiri pintu gerbang.
George memandang berkeliling. Tapi ia tidak melihat apa-apa. Keadaan di
sekeliling villa itu sudah sunyi-senyap kembali. Tapi kesunyian yang mencengkam
perasaan! Para penjahat memadamkan lampu yang terdapat di atas pintu depan. Kegelapan yang
pekat menyelubungi George. Anak itu berdiri dengan jantung berdebar keras.
Apakah yang dapat dilakukan olehnya, apabila nanti para penjahat itu ternyata
melarikan diri dengan harta hasil rampokan mereka sebelum polisi datang"
Sementara itu Dick mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga. Ia merasa tidak enak
meninggalkan George seorang diri di villa 'Mon Tr sor'. Anak itu sering berbuat "nekat, pikirnya. Tapi perjalanan kembali ke sana nanti pasti akan lebih cepat
dari sekarang. Polisi pasti akan mengajakku dengan mobil mereka. Pokoknya, aku
sekarang perlu cepat-cepat sampai di kantor polisi, katanya dalam hati.
Kantor polisi yang baru letaknya agak di luar desa Kirrin. Sesampai di sana Dick
cepat-cepat meloncat turun dan sepedanya. Tubuhnya bersimbah keringat. Tapi ia
merasa puas, karena jarak antara villa dan kantor polisi ditempuhnya dalam waktu
yang sangat singkat. Dick menekan bel yang terpasang di samping pintu kantor polisi. Ia menunggu
beberapa saat. Tapi tak ada polisi yang datang membuka pintu. Karena itu ia
menekan bel sekali lagi, tapi masih tetap tak ada yang muncul. Kini ia
menggedor-gedor pintu. Ke manakah petugas polisi yang berdinas malam itu"
Dick merasa bingung. Ia memerlukan bantuan dengan cepat. Soalnya, ia sendiri
bersama George takkan mampu menghadapi ketiga penjahat yang merampok Bu Grant.
Karenanya ia terus menggedor-gedor pintu, diseling dengan penekanan bel. Masakan
di kantor polisi sama sekali tidak ada orang!
Akhirnya ia mendengar bunyi jendela dibuka. Ketika mendongak, dilihatnya seorang
laki-laki tua menjulurkan tubuh dari jendela rumah sebelah.
"Ada apa nibut-ribut, Nak?"
"Saya perlu menghadap polisi! Tapi kelihatannya sama sekali tidak ada orang di
sini!" seru Dick dari bawah.
"Wah - tadi polisi dipanggil ke pertanian Bu Reynold! Aku tahu pasti, karena aku
kebetulan ada di sebelah ketika Bu Reynold menelepon!"
"Bu Reynold?" kata Dick dengan nada kaget. Tiba-tiba ia merasa tidak enak. "Ada
apa di sana?" "Menurut Bu Reynold, ada dua pencuri ayam yang tertangkap tangan," kata laki-
laki tua itu. "Jadi jika kau perlu bicara dengan polisi, sebaiknya kau menyusul
saja ke sana! Siapa tahu, mungkin kau bernasib baik dan mereka masih ada di
sana!" Setelah itu jendela ditutup kembali. Tapi selama beberapa saat Dick masih
berdiri seperti terpaku di depan pintu kantor polisi. Berbagai pikiran melintas
dalam kepalanya. Akhirnya ia memutuskan bahwa ia harus bertindak.
Karena itu ia cepat bersepeda lagi. Kali ini menuju ke pertanian milik Bu
Reynold. Rumah tinggal wanita itu dilihatnya terang benderang. Rupanya Julian dan Anne
juga sedang sial, pikir Dick dengan lesu. Tapi ia tidak ada waktu untuk mencari
mereka sekarang, karena ia harus cepat-cepat menyampaikan laporan pada polisi!
Dick melemparkan sepedanya dengan begitu saja di pekarangan, lalu lari menuju
rumah Ru Reynold. Pintu depan rumah menganga lebar. Dick melesat masuk. Detik
berikutnya ia tertegun. Polisi yang dicarinya ternyata memang ada di situ.
Mereka sedang sibuk memeriksa kedua orang yang dituduh mencuni ayam. Dan itulah
yang menyebabkan Dick kaget setengah mali. Soalnya, kedua orang itu - Anne dan
Julian! "Anne! Ju!" seru Dick. "Kenapa kalian diperiksa - polisi?"
"Pemilik rumah ini mengatakan bahwa kami hendak mencuri ayamnya!" kata Julian
dengan wajah masam. "Lucu sekali!" "Katakanlah pada mereka ini, Dick - siapa kita sebenarnya," kata Anne yang sudah
hampir menangis. Polisi yang memimpin rekan-rekannya di situ menoleh ke arah Dick.
"Kau ini siapa?" tanya polisi itu dengan kening berkerut.
Agak lama juga Dick berusaha menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Persoalannya
berbelit-belit, sehingga suatu saat ia bahkan sampai menyangka bahwa ia pun akan
ditangkap. Tapi karena keterangannya sesuai dengan keterangan Julian dan Anne
sebelumnya, polisi membiarkan Dick menjelaskan lebih lanjut. Dengan jalan begitu
ia berhasil juga menyampaikan laporan tentang perampokan yang saat itu sedang
berlangsung di villa 'Mon Tr sor'"Bu Reynold ikut mendengarkan keterangan Dick dengan penuh perhatian. Ia mulai
ragu. Anak-anak itu kenyataannya memang tidak bertampang maling ayam....
"Percayailah kata-kata saya ini!" kata Dick sepenuh hati. "Kalau saya berniat
jahat masakan saya malah mencari polisi! Kalian harus berangkat dengan segera ke
villa 'Mon Tr sor'! Bu Grant sudah diringkus para penjahat itu. Dan mungkin
"saudara sepupuku yang menunggu di sana kini juga sudah terancam keselamatannya.
Kalau Anda bergegas, mungkin para penjahat bisa tertangkap tangan."
Polisi memutuskan untuk menyelidiki soal itu sampai tuntas. Mereka cepat-cepat
minta diri dari Bu Reynold. Ketiga anak itu disuruh masuk ke dalam mobil, yang
setelah itu melaju menuju tempat kediaman Bu Grant.
Bab 15 AKAL BU GRANT Sementara itu di tempat Bu Grant George sudah bosan menunggu. Ia merasa kesal,
karena harus berdiri terus dekat gerbang, tanpa berbuat apa-apa. Padahal pintu
gerbang terbuka lebar....
George sudah tidak tahan lagi. Sambil memegang kalung leher Timmy ia menyelinap
menyusur jalan masuk ke villa. Jantungnya berdebar keras. Tapi George tidak
merasa takut sama sekali. Rasa ingin tahunya seperti biasa kembali mengalahkan
akal sehatnya, yang mengatakan bahwa ia perlu berhati-hati.
George berhenti ketika sudah sampai pada jarak beberapa meter saja lagi dari
pintu depan villa. Kini ia dapat melihat cahaya samar yang menembus tirai yang
tertutup. George menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik pada anjingnya.
"Yuk, Tim - kita memeriksa keadaan di dalam!"
Sambil berjingkat-jingkat ia menghampiri villa. Akhirnya ia berada di bawah
jendela kamar yang diterangi sinar lampu. George berjingkat di atas sebuah batu
besar yang ada di situ. Dengan jalan demikian ia bisa mengintip ke dalam kamar,
lewat celah tirai yang tersingkap sedikit. George kaget sekali, ketika melihat
Bu Grant. Wanita yang galak itu duduk di kursi, dalam keadaan terikat! Di
depannya berdiri ketiga penjahat. Leo, Herman dan Robert!
Jendela itu tidak tertutup. Saat George sedang mengintip ke dalam, didengarnya
suara Bu Grant yang berbicara dengan berani.
"Kalian pengecut! Bertiga melawan seorang wanita yang sendirian!" tukasnya.
"Jangan banyak bicara!" bentak Herman. "Kami datang ke sini bukan untuk
mengobrol, melainkan untuk mengambil jamrud itu. Nah, di mana Anda taruh kotak
perhiasan itu" Ayo jawab!"
"Aku tidak mengerti, jamrud mana yang kaumaksudkan " balas Bu Grant dengan
ketus. "Sekarang lepaskan aku, lalu cepat pergi dari rumah ini!"
Leo tertawa mengejek. "Jangan suka berpura-pura, Bu!" katanya dengan sikap kurang ajar. "Kami bukan
orang baru di bidang ini. Kami tahu pasti, apa yang kami bicarakan. Di rumah ini
ada kotak perhiasan berisi kalung jamrud yang dihadiahkan Ratu Victoria pada
salah seorang moyang Anda! Nah - percaya sekarang bahwa kami tidak main-main"
Aye cepat - serahkan harta itu!"
"Kalau kalian begitu pintar, mestinya kalian bisa dengan gampang menemukan
sendiri perhiasan itu," kata Bu Grant dengan nada dingin. "Cari saja kalau
bisa!" "Hebat." gumam George yang mengintip dari balik jendela. "Bu Grant tabah sekali!
Sayang kau tidak bisa melihat tampang ketiga penjahat itu, Tim! Mereka
tercengang menghadapi keberanian wanita itu Konyol sekali tampang mereka!"
Di dalam kamar, Herman berteriak dengan marah.
"Anda menyesal nanti, kalau tetap nekat tidak mau mengatakan di mana Anda
menyimpan perhiasan itu!" ancamnya.
"Kami bisa memaksa Anda membuka mulut!" kata Robert ikut-ikutan.
"Coba saja!" tantang Bu Grant.
"Anda keras kepala! Tapi kami juga pantang menyerah!" bentak Leo.
"Cukup!" teriak Herman, memotong perbantahan itu. "Kita geledah saja rumah ini!
Tapi kalau nanti kami masih tetap tidak berhasil menemukannya - pokoknya, saya
tidak kepingin menjadi Anda saat itu!"
George mendengar bunyi langkah para penjahat berjalan meninggalkan ruangan.
Beberapa saat kemudian lampu dinyalakan di tingkat satu. Barangkali para
penjahat hendak mencari perhiasan itu di kamar tidur, pikir George. Jadi Bu
Grant pasti sendiri sekarang di ruang duduk. lnilah kesempatan yang ditunggu
oleh George sedari tadi! "Timmy kau harus menunggu di sini, ya!" bisiknya pada Timmy. "Aku hendak masuk
ke dalam." George naik ke ambang jendela, lalu langsung masuk ke ruang duduk. Ia bergerak
dengan hati-hati sekali. Tapi Bu Grant ternyata mendengarnya. Ia menatap George
dengan mata terbelalak karena kaget. Dengan segera George menempelkan
telunjuknya ke bibir. "Ssst!" desisnya. "Jangan bicara!"
"Biar aku berteriak pun, takkan ada orang yang bisa mendengarnya di sini!" tukas
Bu Grant. "Para penjahat mengetahui hal itu, sehingga mereka merasa tidak perlu
menyekap mulutku. Dan dugaanku semula ternyata benar - kau memang termasuk dalam
komplotan mereka. Aku tidak gampang tertipu!"
"Sssst, jangan keras-keras, Bu Grant!" kata George. "Ketika aku waktu itu
kemari, maksudku hendak memperingatkan Anda terhadap perampokan ini. Tapi Anda
tidak mau percaya padaku!"
Bu Grant menatap mata George. Saat itu barulah disadarinya bahwa anak itu tidak
berbohong. Bu Grant memang selalu merasa curiga pada siapa pun. Ia selalu
menduga yang tidak-tidak tentang orang lain. Juga terhadap George, yang dan
semula bermaksud membantu. Tapi setelah ia menyadari kekeliruannya, ia langsung
bersedia mengakui. "Sekarang aku percaya padamu! Tapi sayang, sudah terlambat!" desah wanita itu.
"Kau harus lekas-!ekas pergi dan sini, agar jangan ketahuan para penjahat!"
George tersenyum. Ia sama sekali tidak takut.
"Bahkan sebaliknya, aku tadi memang sengaja masuk,"katanya.
"Aku datang untuk menolong Anda. Jangan takut, saudara sepupuku tadi sudah pergi
memanggil polisi. Setiap saat mereka pasti akan sudah sampai di sini..."
Sambil berbicara, George mengeluarkan pisau sakunya, untuk memotong tali yang
mengikat tubuh Bu Grant. "Nanti dulu!" cegah Bu Grant.
"Eh! Kenapa Anda tidak mau dibebaskan?" tanya George heran.
"Aku punya ide yang lebih baik," jawab Bu Grant sambil berbisik, "Kau kan
mengatakan, saudaramu sudah pergi mernanggil polisi. Para penjahat mengincar
perhiasanku. Jika mereka sudah berhasil menemukannya, mereka pasti akan cepat-
cepat pergi dari sini! Aku bukan hanya ingin menyelamatkan kalung jamrudku,tapi
juga berusaha agar ketiga penjahat tadi tertangkap. Jadi mereka sama sekali
tidak boleh tahu bahwa kau ada di sini. Kau sekarang harus mengambil perhiasanku
itu, lalu cepat-cepat lari. Para penjahat pasti tetap ada di sini selama mereka
belum berhasil. Biar rurnah ini mereka bongkar sampai berantakan, perhiasan itu
tetap saja takkan bisa mereka temukan, karena sementara itu kau sudah
mengambilnya. Kalau mereka sudah kesal nanti, mereka akan kembali ke sini untuk
memaksaku mengatakan di mana aku menyembunyikannya. Mereka tentu akan memeriksa
ruangan ini pula. Itu jelas memakan waktu. Mudah-mudahan saja aku bisa
menyibukkan mereka terus, sampai polisi datang. Tapi di pihak lain, rencanaku
ini cukup berbahaya. Aku ragu untuk mengatakan padamu, di mana kalung jamrud itu
kusembunyikan. "Karena takut kucuri nanti?" tanya George.
"Karena aku takut bahwa kau nanti disergap penjahat!" kata Bu Grant sambil
mengeluh. "Kalau tentang itu. Anda tidak perlu khawatir! Mereka pasti takkan bisa
menangkap aku. Percaya deh!'
Bu Grant kelihatannya tidak begitu yakin. Ketiga penjahat itu begitu licik dan
berbahaya. Bu Grant masih tetap ragu. Ia tidak mau melibatkan George dalam
bahaya. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi!" desak George. "Kurasa kotak
perhiasan itu tidak Anda sembunyikan dalam kamar tidur. Sebab kalau di situ,
pasti sudah terdengar para penjahat berseru-seru dengan gembira sekarang."
Akhirnya Bu Grant membulatkan sikap.
"Kau benar!" katanya dengan serius "Kalau tidak segera diambil tindakan, bisa
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlambat kita nanti. Perhiasanku itu kusembunyikan dalam gudang di loteng.
Kuletakkan di atas sebuah balok penopang atap. Kau bisa menemukannya dengan
gampang. Begitu kau masuk, letaknya persis di sebelah kiri pintu. Tapi tangga ke
loteng terjal sekali. Letak tangga itu di ujung gang, di samping pintu dapur.
Sekarang cepatlah! Tapi hati-hati. Aku tidak ingin nanti terjadi apa-apa dengan
dirimu." Bu Grant tersenyum, lalu menambahkan, "Baru saja terlintas dalam
pikiranku bahwa keadaan ini sebenarnya kocak. Kita menyelamatkan harta yang
dicari perampok dari depan hidung mereka, walau aku berada dalam keadaan terikat
di sini. Tapi sekarang cepatlah!"
George meninggalkan ruangan itu. Ia pergi ke pintu depan, lalu membukanya dengan
berhati-hati. Maksudnya hendak memanggil Timmy. Tapi ternyata tidak perlu lagi,
karena anjing setia itu sudah nenunggu di depan pintu. George berbalik, lalu
menyelinap menuju ke tangga. Timmy mengikutinya tanpa berbunyi sedikit pun.
Sambil mengendap-endap mereka mendaki tangga sampai ke loteng.
Mereka harus hati-hati sekali, karena kayu anak tangga yang mereka lewati sudah
tua dan kering. Setiap kali George berhenti melangkah sejenak, kalau anak tangga
berderak ketika dipijak. Dengan tegang ia memasang telinga. Tapi ia tidak
mendengar bunyi yang mencurigakan.
Akhirnya ia sampai di ujung atas tangga. Para penjahat sama sekali tidak muncul.
Dengan hati-hati George mendorong pintu loteng sehingga terbuka. Ternyata engsel
pintu jarang diberi minyak. Bunyinya agak mendecit ketika dibuka. George menahan
napas. Tapi ketiga penjahat itu masih terdengar sibuk mengaduk-aduk isi kamar
tidur di tingkat satu. George menyalakan senter yang dibawanya, lalu menyorotkannya ke sekeliling
ruangan gudang. Nah - itu sakelar lampu. Dengan segera lampu dinyalakan olehnya,
supaya ruangan itu lebih terang. Keadaan di situ sangat rapi, dengan koper, peti
dan berbagai kotak yang ditumpukkan. George mengambil sebuah bangku yang
terdapat di sudut ruangan. Bangku itu diletakkannya ke sebelah kiri pintu, lalu
ia naik ke atasnya. Timmy memperhatikan segala gerak-gerik tuannya dengan penuh
minat. George meraba-raba permukaan balok sebelah atas. Tiba-tiba ia berseru
dengan gembira. Tapi tentu saja tidak keras-keras!
"Aku sudah menemukannya, Tim!" George meloncat lurun. Tangan kanannya memegang
kotak kulit. Menurut kata Bu Grant tadi, di dalamnya terdapat perhiasan yang
diincar para perampok. George membuka kotak itu dengan tangan gemetar. Sesaat ia terkedip-kedip, ketika
menatap kalung jamrud yang sangat indah. Warnanya hijau kemilau menyilaukan.
ltulah dia, jamrud hadiah Ratu Victoria pada salah seorang moyang Bu Grant, yang
olehnya dibuat menjadi kalung.
"Luar biasa!" bisik George. "Kau pernah melihat barang seindah ini, Timmy" Tapi
sekarang kita harus cepat-cepat menyelamatkannya!"
Tapi saat itu juga napasnya tersentak. Ia mendengar bunyi langkah di tangga.
menuju ke pintu loteng! Timmy berdiri dengan sikap siap untuk menerjang. Bulu tengkuknya berdiri semua.
Ia menggeram dengan galak. Sementara itu George memandang berkeliling dengan
perasaan bingung. Ia mencari-cari jalan keluar yang Pain. Tapi di ruangan itu
tidak ada pintu lagi, kecuali yang menuju ke tangga. Di atap ada tingkap.
Letaknya tepat di atas kepalanya. Tapi ia tidak bisa menjangkaunya, karena
terlalu tinggi - juga apabila ia berdiri di atas bangku.
Waktu semakin mendesak, karena langkah orang yang datang itu semakin dekat.
Terdengar anak tangga berderik-derik, seperti berkeluh kesah diinjak kaki
seseorang bertubuh kekar!
"Pasti ada orang di atas! Percayalah - aku kan tidak tuli."
Dari suaranya, George menduga bahwa yang berbicara itu Robert.
"Nah. Lihatlah - lampu di dalam menyala!"
"Kusangka waniaa itu tinggal seorang diri di sini," kata Leo. "Keterlaluan!"
"Biar aku dulu yang masuk!" kata Herman.
Pintu dibukanya dengan tiba-tiba.Tahu-tahu seekor anjing besar melesat lari ke
luar, menyusup di sela kakinya. Nyaris saja Herman terjatuh. Ia berteriak marah.
Tapi setelah itu ia tertawa terbahak-bahak.
"Ah - ternyata yang ada di sini cuma seorang anak saja!"
"Nanti dulu! Aku pernah melihat dia!" kata Robert, yang masuk setelah Herman.
"Dia itu dari desa Kirrin! Mau apa dia di sini?"
"Mungkin masih keluarga Bu Grant!" kata Leo.
Ketiga penjahat itu menatap George dengan mata melotot. Saat itu Herman melihat
bangku yang terletak di bawah balok penunjang atap. Wajahnya langsung berseri-
seri. "Anak ini ternyata hendak mengambil jamrud yang kita cari!" katanya dengan
gembira. "Ia hanya sedikit lebih cepat dari kita. Lihatlah - itu kotaknya,
terletak di lantai."
Kedua temannya tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Mereka pun melihat
kotak kulit itu. Sementara itu George duduk berlutut di samping bangku,
menghadapi kotak yang tertutup.
"Ah - rupanya kotak perhiasan itu disembunyikan di atas balok! Cepat, serahkan
padaku!" bentak Herman pada George.
Tapi anak itu malah cepat-cepat menyambar kotak itu, lalu mendekapnya.
"Seenaknya saja memerintah!" tukasnya dengan berani.
"Kau berani menantang, ya!" Lebih baik kaupakai otakmu! Apa sebabnya anjingmu
tadi cepat-cepat lari di sini" Ia pintar, tahu bahwa ia tidak bisa berbuat apa-
apa terhadap kami. Kami bisa bertindak kasar, jika ada yang tidak mau menuruti
kehendak kami. Sekarang serahkan kotak itu Cepat!"
Herman mengulurkan tangannya, lalu dengan kasar merampas kotak yang didekap oleh
George. Mata penjahat bertubuh kekar itu berkilat-kilat, ketika ia membuka kotak
itu. Ia tertawa nyengir. Tapi air mukanya Iangsung berubah, ketika nelihat bahwa
dalam kotak itu sama sekali tidak ada apa-apa!
Dengan muka merah karena marah, Herman berpaling ke arah George.
"Mana jamrudnya!" katanya membentak. "Ayo serahkan dengan segera, kalau tidak
ingin menyesal nanti!"
"Jamrud" Jamrud apa?" tanya George dengan wajah heran.
"Jangan sangka kau bisa menipu kami,ya"!" bentak Herman.
Ia berpaling pada kedua kawannya. "Cepat, periksa seluruh gudang ini! Perhiasan
itu pasti ada di sini. Robert, geledah anak itu!"
Robert menyuruh George membalikkan semua kantongnya. Ternyata kalung jamrud itu
tidak ada pada dirinya Sementara itu Herman dan Leo rmengaduk-aduk seluruh
gudang. Kotak-kotak dirobek, koper-koper dibongkar. Setiap sudut ruangan
diteliti dengan cermat Tapi sia-sia belaka. Perhiasan berharga itu tidak ada di
situ! Kini Herman datang mendekati George.
"Mana kalung jamrud itu?" ulangnya bertanya dengan nada mengancam.
"Ketika aku tadi membuka kotak itu, memang sudah kosong," kata George dengan
gaya seperti orang yang tersinggung karena dituduh berbohong.
"Itu katamu... tapi aku ingin tahu yang sebenarnyal Ayo, ikut ke bawah! Biar Bu
Grant sendiri yang mengatakan, apakah kotak itu memang kosong atau tidak!"
Herman mencengkeram lengan George Anak itu diseretnya menuruni tangga, menuju
kamar duduk di tingkat bawah.
Bu Grant yang ada di situ, sedari tadi sudah cemas saja mendengar bunyi ribut-
ribut serta bentakan yang terdengar di tingkat atas. Ia langsung menyangka,
George pasti tertangkap penjahat. Oleh karena itu ia sama sekali tidak kaget
ketika anak itu masuk sambil didorong-dorong penjahat.
Dengan marah Herman mendorong George ke depan Bu Grant.
"Anak ini menemukan kotak perhiasan itu di loteng. Tapi perhiasannya sendiri
tidak ada lagi!" bentak penjahat itu.
"Kalian kira aku ini tolol, ya." balas Bu Grant dengan nada menghina "Anak ini
kan termasuk komplotanmu! Ia tadi berusaha mengorek keterangan dariku, di mana
aku menyimpan jamrud itu. Saat itu aku lantas teringat pada kotak kosong yang
kutaruh di gudang, lalu kukatakan padanya bahwa di situlah aku menyimpan
perhiasanku itu. Sudah, menyerah sajalah! Kalian takkan bisa memaksaku
berbicara" Kini Leo sudah tidak sabar lagi.
"Anak ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kami" bentaknya. "Tapi sedari
tadi aku sudah menyangka bahwa ia bekerja sendiri, hendak mencuri permata itu.
Tapi ia pun tidak berhasil menemukannya."
"Kelihatannya memang begitu!" gumam Robert "Ketika pintu kita buka tadi ia
sedang berlutut di lantai, di samping kotak yang kosong. Tak mungkin ada waktu
baginya untuk menyembunyikan permata itu di salah satu tempat!"
Ucapan Robert itu meyakinkan Herman Karena itu kini ia mengalihkan perhatiannya
kembali pada Bu Grant. "Nah - sekarang soalnya tinggal antara kita berdua!" desisnya dengan sengit.
"Jika Anda tidak dengan segera mengatakan di mana Anda menyembunyikan kalung
jamrud itu, aku nanti terpaksa mengambil tindakan lain. Anda akan kutahan tanpa
diberi makan dan minum di ruangan bawah tanah, sampai Anda mau membuka mulut. Di
situ Anda bisa berpikir-pikir. Waktuku banyak. Tapi Anda tidak. Jadi terserah."
Secara sembunyi-sembunyi Bu Grant melirik ke arah jam dinding. Ia harus bertahan
terus, mengulur waktu. Polisi sebentar lagi pasti datang. Ia harus mencari
siasat baru. "Baiklah," katanya sambil mengeluh, seolah-olah sudah putus asa. "Kalian menang!
Permata itu kusembunyikan di tempat lain, yang tidak gampang dicapai. Kotak
kosong di atas balok itu memang sengaja kupasang sebagai jebakan untuk pencuri!
Sedang kalung itu sendiri kusembunyikan di dalam tempat pendiangan di kamar
tidurku." "Yang paling langsing di antara kalian bertiga harus masuk ke dalam tempat
pendiangan itu," sambungnya dengan lesu, "lalu membongkar sebuah bata temboknya
dengan palu dan pahat. Batu itu yang kesembilan belas dari bawah dan keempat
dari kiri. Peralatan ada di garasi, di tempat bagasi mobilkul"
Leo dan Robert sudah hendak cepat-cepat berangkat mengambil peralatan itu. Tapi
Herman memanggil mereka kembali.
"Nanti dulu! Sebelumnya, anak ini masih harus kita ikat. Aku tidak mau ia
minggat sebelum kita menemukan perhiasan itu lalu lari dari sini. Biar ia
menemani Bu Grant. Kesedihan kan tidak begitu terasa, apabila ditanggung berdua.
Nanti aku sendiri yang akan memberitahukan pada polisi tentang nasib malang
mereka berdua. Lewat telepon, tentunya!"
Herman tertawa mengejek. Ia mengusap-usap kedua tangannya dengan sikap puas.
melihat kedua kawannya mengikat George pada sebuah kursi yang diletakkan di
samping Bu Grant. Setelah itu para penjahat ke luar, untuk mengambil peralatan
dan garasi. Bab 16 HIDUP TIMMY! "Di mana sebetulnya kalung itu kautaruh?" tanya Bu Grant pada George, ketika
langkah ketiga penjahat itu tidak terdengar lagi.
"Pokoknya di tempat yang aman!" jawab George.
"Tapi Anda tadi menyebutkan tempat persembunyian perhiasan lain Bu?"
"Ah, mana!" balas Ru Grant. "Aku cuma ingin menyibukkan mereka saja, sampai
polisi datang!" "Mudah-mudahan saja mereka tidak sudah lebih dulu menyadari bahwa mereka
tertipu, Bu. Sssst! Mereka datang lagi!"
Tapi ketiga penjahat itu tidak bermaksud masuk ke ruang duduk. Mereka hendak
cepat-cepat mengambil perhiasan, lalu melarikan diri. Perhatian mereka kini
sepenuhnya tertuju pada tempat pendiangan di kamar tidur!
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi ketukan berisik di tingkat satu - Bu
Grant tertawa puas. "Tembok di bagian dalam tempat pendiangan tebal sekali!" katanya. "Dan bunyi
ketukan itu berisik sekali. Pasti tak terdengar nanti bunyi mobil polisi yang
datang. Tapi kenapa lama sekali mereka muncul!"
George diam saja. Pendengarannya yang tajam menangkap bunyi gemerisik di luar.
Ada orang datang, pikirnya. Mudah-mudahan saja itu Dick dengan polisi.
Yang datang itu memang Dick, beserta Anne dan Julian. Dengan hati-hati mereka
menyelinap, menghampiri villa 'Mon Tr sor'. Beberapa polisi mengikuti mereka ."Kepala polisi memberi isyarat pada anak buahnya.
"Pintu depan terbuka!" bisiknya. "Kita masuk ke dalam, lalu menyergap para
penjahat itu." Ia berpaling ke arah Julian serta kedua adiknya. "Kalian menunggu di luar, ya!"
Setelah itu ia menyerbu ke dalam dan langsung membuka pintu kamar duduk. Ia
melongo, ketika melihat kedua tawanan yang terikat di situ.
"Cepat!" kata Bu Grant, sementara kepala polisi belum sepenuhnya sadar kembali
dan kekagetannya. "Kami tidak apa-apa. Kejar saja penjahat-penjahat itu. Ikuti
saja bunyi berisik, di situ mereka berada! Mereka di kamar tidurku, di tingkat
satu!" Kepala polisi itu tidak menunggu lebih lama lagi. Dengan pistol di tangan ia
bergegas-gegas menaiki tangga ke atas, diikuti anak buahnya.
"Angkat tangan!"
Dengan sekali lompat, ia sudah berada di tengah kamar tidur Bu Grant.
Herman dan Leo terkejut, lalu menoleh. Mereka langsung menyerah, ketika melihat
pistol di tangan para polisi. Dengan cepat mereka sudah diborgol. Robert ditarik
dari dalam tempat pendiangan. Seluruh tubuhnya yang hitam kena angus gemetar
ketakutan. Julian, Anne dan Dick menunggu dengan perasaan tidak sabar di luar Akhirnya
mereka tidak tahan lagi, lalu ikut masuk ke rumah.
"George pasti ada di dalam. Mungkin ia memerlukan bantuan!" bisik Dick sambil
menyelinap di samping Julian. Anne mengikuti mereka dari belakang.
Dengan segera Bu Grant dan juga George sudah mereka temukan di ruang duduk.
Julian dan Dick mengeluarkan pisau saku masing-masing, lalu memotong tali
pengikat Bu Grant dan George.
"Aku sangat berutang budi pada kalian," kata Bu Grant terharu. "Padahal mulanya
aku menyangka kalian yang hendak mencuri. Aku malu jika mengingatnya kembali!"
"Mana Timmy?" tanya Anne pada George. "Ia tidak ikut denganmu tadi" Atau mungkin
dikurung para penjahat itu?" George hendak menjawab, tapi tidak jadi. Karena saat itu juga polisi muncul
kembali, menggiring ketiga penjahat yang sudah diborgol.
"Ini dia para penjahatnya!" kata kepala polisi dengen puas. "Mereka tertangkap
tangan - jadi tidak mungkin bisa mungkir lagi! Dan semuanya berkat jasa kalian
berempat, Anak-anak! Jika kalian tidak waspada, takkan mungkin kami berhasil
membekuk mereka!" Herman dan juga kedua kawannya menatap George sambil melongo. Mereka tidak mengerti, apa sebabnya anak itu diperlakukan
dengan ramah oleh polisi. Pasti ada sesuatu yang tidak beres, pikir mereka.
"Aku sama sekali bukan pencuri, bahkan sebaliknya!" kata George sambil tertawa.
"Kami berempat yang mengatur siasat sampai kalian sekarang tertangkap!"
Leo marah sekali, karena merasa tertipu.
"Lalu kalung jamrud itu?" tukasnya dengan sengit.
"Mana perhiasan itu, hah?"
"Tak mungkin ada padanya!" kata Herman dengan sikap merendahkan. "Kalau soal
menggeledah, kami ini ahlinya!"
"Ya, betul juga," kata kepala polisi. "Tahukah kau di mana perhiasan itu berada,
George?" George tersenyum, tapi tidak langsung menjawab.
"Kata-kata Herman itu memang benar," katanya kemudian "Jamrud itu tidak ada
padaku!" "Tapi kau tadi kan..." kata Bu Grant dengan kaget. Mukanya menjadi pucat pasi.
Tanpa mempedulikan kekagetan wanita itu, George melanjutkan keterangannya,
"Bahkan juga tidak ada di rumah ini!"
Semua kaget mendengar ucapan itu. Semua sibuk bertanya. Kelihatan jelas bahwa
George sangat menikmati perhatian yang begitu banyak terhadap dirinya. Akhirnya
ia tertawa keras. "Aku memang tidak berbohong tadi ketika kukatakan bahwa kalung jamrud itu tidak
ada di sini," ketanya. "Tapi itu tidak berarti bahwa perhiasan itu hilang.
Tidak! Saat ini benda itu berada di suatu tempat yang tidak bisa didekati orang
lain - tanpa risiko cedera!"
Saudara-saudara sepupunya sudah tidak sabar lagi mendengar akhir keterangan
George. "Kalung jamrud itu sekarang ada di Kirrin," sambung anak itu. "Jika Bu Grant mau
mengantar kami ke rumah orangtuaku, nanti harta warisannya itu bisa kukembalikan
padanya" Ucapannya itu begitu meyakinkan, sehingga tidak ada yang menyangsikan
kebenarannya. Bu Grant bergegas naik ke atas untuk ganti pakaian, sementara
polisi menggiring ketiga penjahat ke mobil. Dick, Anne dan Julian mengajak
George menunggu Bu Grant di garasi. Dan beberapa menit kemudian nampaklah iring-
iringan mobil di tengah malam, menuju ke Kirrin.
Semua mampir sebentar di Pondok Kirrin. Kepala polisi menugaskan anak buahnya
untuk mengawasi para penjahat, lalu ikut dengan anak-anak yang mengantarkan Bu
Grant ke kandang anjing. Kepala polisi menyorotkan senternya, walau ia tidak mengerti apa sebabnya mereka
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
justru datang ke situ. "Tim!" seru George memanggil anjingnya. "Keluarlah sebentar!"
Mendengar panggilan itu Timmy langsung keluar. Ia senang sekali melihat George
datang. Ia mengangkat kedua kaki depannya dan meletakkannya ke bahu George.
Kecuali George, semua yang ikut datang ke situ tiba-tiba berseru kaget. Apalagi
kepala polisi - matanya terbelalak! Mereka tercengang, karena melihat ada
sesuatu melingkar di leher Timmy. Mereka melihat seuntai kalung jamrud yang
indah sekali, kemilau kena sinar senter kepala polisi.
"Ini dia kalung Anda," kata George pada Bu Grant. Dilepaskannya kalung itu dari
leher Timmy, lalu diserahkannya pada Bu Grant. "Tadi ketika kudengar langkah
para penjahat datang, aku langsung sadar bahwa aku tidak punya waktu lagi untuk
menyembunyikannya. Karena itu aku lantas menggantungkannya ke leher Timmy, yang
setelah kuperintahkan lari kembali ke kandangnya. Timmy selalu patuh kalau ku
perintah." "Nah! Mudah-mudahan sekali ini Ayah tidak kembali mengatakan bahwa aku terlalu
banyak berkhayal." TAMAT Edit by : zheraf http://www.zheraf.net Bangkitnya Kebo Ireng 1 Mustika Lidah Naga 5 Petualangan Manusia Harimau 9
"Penakut!" kata Dick mengejek.
"Jangan kauganggu terus adikmu, Dick!" bentak Julian. "Masih ada urusan penting
yang perlu kita bicarakan. Bagaimana jika nanti ternyata bahwa Herman sama
sekali tidak ikut dalam perampokan itu" Kan mungkin saja ia otaknya, sedang para
pelakunya orang lain!"
"Kalau begitu aku juga tidak tahu - percuma saja kita terus-menerus mengamat-
amatinya," kata Dick. "Kalau dugaanmu ternyata benar, kita sial!"
"Kita harus bisa mengetahui, siapa sebenarnya orang yang bernama Robert itu.
Kelihatannya perampokan yang direncanakan hanya bisa dilaksanakan, kalau dia
ada. Tanpa Robert, aksi tidak dapat dijalankan. Sekarang kita masih punya waktu
tiga hari. Selama itu masih banyak yang bisa terjadi," kata George membesarkan
hati saudara-saudaranya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa harapannya itu akan dengan segera menjadi
kenyataan! Hari itu ia disuruh ayahnya mengantar surat ke kantor pos. Ketika ia keluar lagi
dari kantor itu, ia disapa oleh, seorang remaja yang berpakaian seperti
pengantar telegram. "Maaf, saya orang baru di sini," kata remaja itu dengan sopan. "Saya harus
mengantarkan dua telegram, tapi saya tidak tahu letak rumah orang yang
dialamatkan di sini. Bisakah kau membantu saya sebentar?"
Sambil tersenyum ramah, George mengambil kedua surat telegram itu.
"Coba kulihat," katanya. "Orang asli desa sini hampir semuanya kukenal!"
"Ian Llanelly, Jalan Pantai - dan Robert Miller, Villa Samudera," kata pengantar
telegram itu sambil membaca alamat yang tertera pada sampul kedua telegram itu.
George langsung menjelaskan di mana letak kedua alamat itu, karena ia memang
mengenalnya. "Ian Llanelly," kata pengantar telegram itu sambil tertawa nyengir. "Nama orang
sini aneh-aneh! Kalau Robert Miller, itu baru nama yang biasa. Namaku juga
Robert. Ya deh - terima kasih! Aku harus lekas-lekas mengantar kedua telegram
ini!" Pengantar telegram itu meloncat ke atas sadel sepedanya lalu pergi sambil
bersiul-siul, meninggalkan George yang memandangnya sambil melongo.
"Anak itu bernama Robert," gumannya "Kau kan juga mendengarnya tadi, Timmy. Ia
juga mengatakan, Ia orang baru disini. Mestinya ia itulah orang ketiga yang
ditunggu-tunggu oleh Leo dan Herman!"
"Mungkin para penjahat itu menyusun rencana begini," kata Julian, ketika malam
itu mereka sudah berkumpul kembali di sekeliling api unggun di pulau. "Robert
membawa telegram pada calon korban mereka. Dalam telegram itu ada berita untuk
memancing sang korban agar meninggalkan rumahnya. Nah - saat ia sedang pergi,
para perampok membongkar rumahnya. Gampang, kan?"
"Itu berarti bahwa Robert harus terus kita amat-amati!" kata Dick. "Dengan
begitu kita akan mengetahui ke mana saja ia mengantarkan telegram nanti!"
Keesokan harinya Robert sibuk mengantar telegram demi telegram. Tapi semua
dialamatkan pada keluarga-keluarga yang sedang berlibur di pesisir situ. Mereka
tinggal di villa-villa yang terdapat di pantai atau di desa. Robert sama sekali
tidak pernah bersepeda ke arah 'Mon Tr sor' atau ke pertanian milik Bu Reynold, "yang masih termasuk daerah pelayanan kantor pos desa Kirrin.
"Kelihatannya seolah-olah takkan terjadi apa-apa," keluh Anne, ketika mereka
malamnya duduk-duduk di perkemahan. "Benar-benar mengesalkan."
"Kalau benar tak terjadi apa-apa, itu malah bagus," kata George sangsi. "Tapi
aku tidak percaya. Para penjahat pasti akan melancarkan aksi mereka!"
Bab 13 TERTANGKAP Akhirnya tibalah tanggal yang menegangkan itu. Tanggal 30 Juli. Hari itu cerah.
Matahari pagi bersinar. menerangi permukaan laut. Angin bertiup pelan.
"Sekarang tibalah saat yang ditunggu-tunggu" kata Dick, lalu mencuci badannya di
mata air. Kesejukannya melenyapkan sisa-sisa rasa mengantuk.
"Mudah-mudahan hari ini kita berhasil," kata Julian, sambil mengeringkan
punggung dengan handuk. "Keterlaluan, sampai sekarang kita boleh dibilang tidak
tahu sedikit pun, apa yang akan kita hadapi nanti!"
Ketika kantor pos desa Kirrin dibuka pagi itu, anak-anak sudah bersiap-siap di
dekat situ. Robert perlu diawasi terus-menerus. Hari itu setiap kejadian pasti
penting artinya. Desa hari itu sangat ramai, karena liburan sudah hampir berakhir. Karenanya
Julian beserta ketiga saudaranya sara sekali tidak menjumpai kesulitan dalam
membuntuti Robert. Di tengah keramaian orang yang lalu-lalang di jalan,
pengantar telegram itu sama sekali tidak menduga bahwa ia sedang dibuntuti. Dick
mendapat tugas untuk paling dulu mengikuti remaja itu, sementara saudara-
saudaranya menunggu di kedai minum. Mereka memesan coklat dan roti.
Mereka melewatkan waktu menunggu dengan jalan main kartu. Sekitar satu jam
kemudian Dick muncul kembali.
"Biasa saja!" katanya dengan nada kecewa. "Hanya dua telegram yang diantarkannya
tadi. Satu untuk keluarga turis yang tinggal di penginapan 'Buih Ombak', sedang
yang satu lagi untuk seorang nelayan di pelabuhan. Cuma itu saja!'
George bergegas bangkit. "Sekarang giliranku!" katanya. "Yuk - sampai nanti !"
Tapi a terpaksa menunggu beberapa saat di depan kantor pos. Dan ketika
" pengantar telegram berangkat lagi, ternyata hanya ke sebuah rumah yang letaknya
di tengah desa. Benar-benar mengesalkan: penerima telegram hari itu semuanya
tinggal di desa Kirrin! Tidak sekali pun Robert meninggalkan daerah desa itu, padahal saat itu sudah
siang. Anak-anak tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan.
"Jangan-jangan kita keliru!" kata Julian, ketika kantor pos ditutup menjelang
petang. "Remaja yang bernama Robert itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan perampokan yang akan terjadi. Potongannya memang tidak seperti penjahat!
Jadi mestinya ada Robert lain, yang dimaksudkan oleh kedua penjahat itu. Dan
Robert itu tidak kita kenal. Kita selama ini mengikuti jejak yang keliru,
sehingga waktu berharga terbuang percuma! Aku sekarang merasa kasihan pada
pengantar telegram itu. Begitu pula pada Bu Reynold dan Bu Grant. Jika salah
seorang di antara keduanya benar-benar menjadi korban perampokan
"Jangan terlalu lekas putus asa!" potong George. "Aku masih belum percaya bahwa
kita keliru! Aku punya perasaan bahwa kesialan kita ini sebentar lagi akan
berakhir ." "Itu harus terjadi dengan segera, karena waktu kita tidak banyak lagi," kata
Dick menggerutu. "Satu-satunya petunjuk yang masih ada pada kita tinggal Herman.
Yuk - kita lihat sebentar, apakah ia ada di runah!"
Tapi Herman Stick kelihatannya tidak ada di tempat kediamannya. Dick bahkan
memberanikan din dan menekan bel, untuk memastikan bahwa orang itu benar-benar
tidak ada. "Sekarang kita harus bertindak dengan cepat, apabila masih ingin mencapai
hasil," seru Julian. "Kita makan dulu sebentar. Sesudah itu kita langsung
berangkat. Kedua rumah yang mungkin menjadi sasaran perampok harus kita jaga -
juga apabila nanti ternyata tindakan kita itu sia-sia!"
Sehabis makan anak-anak bersepeda kembali, menuju ke utara. Kemudian mereka
memecah menjadi dua kelompok, seperti sebelumnya. Julian dan Anne berjaga dekat
tempat pertanian milik Bu Reynold. Sedang George, Dick dan Timmy bersembunyi
dalam semak, dekat gerbang villa 'Mon Tr sor'."Anak-anak merasa lesu saat itu. Mereka merasa selama itu mencurigai Robert,
pengantar telegram, tanpa alasan. Sekarang kalau salah satu rumah itu benar-
benar dirampok, apakah yang akan bisa mereka lakukan" Mereka masing-masing kan
hanya berdua - jadi tidak mungkin sanggup melawan perampok yang datang bertiga!
"Ah - coba kedua wanita itu mau mempercayai laporan kita," keluh George.
Matahari terbenam di ufuk barat. Sekeliling mereka menjadi gelap. Julian
bersembunyi di balik semak, dekat pertanian Ru Reynold. Ia merasa bertanggung
jawab dan saat itu sibuk menyesali diri, kenapa tidak langsung melaporkan hat
itu pada Paman Quentin. Ah, kenapa ia mau mendengar bujukan George.
Memang, Paman selalu sibuk dengan perhitungannya, pikir Julian lebih lanjut.
Besar sekali kemungkinannya bahwa ia akan marah, apabila mendengar cerita anak-
anak mengenai rencana perampokan itu. Bagi Paman, cenita George selalu dianggap
khayalan belaka. Kecuali itu, sekarang sudah terlambat.
Tiba-tiba Julian tergugah dari lamunannya, karena terdengar bunyi ranting patah.
Anne yang berbaring di sebelahnya bergerak-gerak. Mungkin karena merasa gatal.
"Ssst' Jangan berisik, Anne. Nanti ketahuan!" desis Julian.
"Ketahuan oleh siapa?" bisik Anne. "Di sini tidak ada siapa-siapa !"
Katanya itu memang benar. Bintang-bintang sudah bertaburan memenuhi langit. Para
pembantu yang bekerja di tempat pertanian Bu Reynold sudah lama pulang ke rumah
masing-masing. Sedang majikan mereka kelihatannya sudah tidur.
Anne dan Julian menatap ke dalam kegelapan.
Mereka menunggu.... Tapi apa sebenarnya yang ditunggu"
Juhan merasa jengkel karena tidak bisa berbuat apa-apa. Sedang dalam hati Anne
merasa bangga pada ketabahannya sendiri. Rasa takutnya tadi sudah lenyap.
"Bosan rasanya di sini terus!" gumam Anne setelah beberapa waktu. "Mungkin kita
terlalu jauh dari tempat pertanian, sehingga tidak bisa mengamat-amati dengan
jelas. Yuk kita menyelinap maju, supaya bisa lebih dekat!"
"Bisa saja kita lakukan." kata Ju!ian agak ragu. Ia merasa heran melihat Anne
yang tiba-tiba menjadi berani. Tempat persembunyian mereka terletak di tepi parit yang melintang di depan jalan
masuk ke kompleks pertanian. Semak yang membatasi parit itu melindungi mereka.
Tapi penglihatan mereka pun terhalang karenanya.
"Sebaiknya kita menyelinap dulu, masuk ke pekarangan. Dekat kandang ayam yang di
sana itu kulihat ada gerobak. Kita bersembunyi di bawahnya. Selanjutnya, kita
lihat saja nanti," bisik Julian.
Anne sebetulnya agak ngeri, tapi ia tidak berani membantah. Bukankah ia sendiri
yang tadi mengusulkan agar maju lebih mendekati rumah Bu Reynold!
"Baiklah, Ju! Tapi kau dulu," katanya.
Kedua anak itu merangkak-rangkak di tempat gelap. Mereka bergegas menyeberangi
jalan. Gerbang masuk ke pekarangan ternyata digembok. Pekarangan itu dikelilingi pagar
kawat yang tinggi. Tapi pada satu bagian pagar kawat itu berlubang sebelah
bawahnya. Lubang itu cukup besar untuk diselusupi. Beberapa saat kemudian Anne
dan Julian sudah sampai di pekarangan. Keadaan sekeliling mereka sunyi-sepi.
"Itu - di sana gerobak yang kukatakan tadi," bisik Julian. "Cepat - kita
bersembunyi di bawahnya!"
"Kurasa kita lebih baik bersembunyi dalam pondok yang di sana itu,' kata Anne.
"Kau ini bagaimana?" tukas Julian sambil berbisikbisik. "Itu kan kandang-kandang
ayam! Kalau kita ..."
Julian tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Ketika mereka berdua berbisik-bisik itu, mereka semakin maju mendekati pondok-
pondok yang dimaksudkan oleh Anne. Tiba-tiba Anne tersandung. Ia menggapai-gapai
mencari pegangan. Tahu-tahu terdorong olehnya pintu salah satu kandang itu
sehingga terbuka. Ayam jantan yang ada di situ kaget, lalu angsung berkokok. Mendengar itu ayam-
ayam betina berkotek-kotek dengan ribut. Bahkan orang tuli pun pasti kaget
mendengar suara berisik di tengah malam itu.
"Sialan!" kata Julian mengumpat. "Sekarang kita pasti ketahuan! Bu Reynold pasti
akan mengira kita ini pencuri ayam"
Anne yang masih belum pulih dan kekagetannya, membiarkan dirinya diseret-seret
oleh abangnya menuju lubang di pagar. Tapi mereka tidak sempat lagi lari, karena
saat itu juga mereka disilaukan cahaya terang yang berasal dari senter. Dua
orang laki-laki datang menghampiri dengan sikap mengancam.
"Nah, sekarang kalian tertangkap tangan!" tukas satu dan kedua laki-laki itu.
"Kalian sangka kami ini tolol, tidak menyadari bahwa kalian sudah beberapa hari
berkeliaran terus di sekitar sini!
Anne dan Julian dicengkeram oleh kedua laki-laki tu, lalu digoncang-goncang
tanpa mengenal kasihan dan dibentak-bentak. Kedua anak itu sama sekali tidak
mendapat kesempatan untuk mengatakan apa-apa.
"Kalian tadi masuk lewat tubang di pagar, kan" Kami memang sengaja membuat
lubang di situ, supaya kalian masuk lalu tertangkap tangan. Kalau tidak begitu,
masakan kami tidak sudah lama membetulkannya"!"
"Kalian salah sangka tentang Bu Reynold! Ia sendiri yang mendapat gagasan yang
bagus ini, untuk menjebak kalian."
"Jadi kalian rupanya hendak mengincar ayam, ya" kata laki-laki yang meringkus
Julian. "Itu sama sekali tidak benar!" bantah Julian dengan marah, ketika melihat
kesempatan untuk mengatakan sesuatu- "Kami bukan pencuri!"
"Lalu apa namanya orang yang malam-malam menyelinap masuk ke dalam kandang ayam,
kalau bukan pencuri ayam?" ejek orang yang memegangnya.
"Kami kemari, sama sekali bukan karena ayam-ayam sialan itu!" kata Julian sambil
mengumpat-umpat. "Adikku tadi secara tidak sengaja mendorong pintu kandang,
karena ia tersandung batu. Karena itulah ayam berkotek-kotek!"
"Kalau begitu, mau apa kalian di pekaranganku ini?"
Tiba-tiba terdengar suara Bu Reynotd yang galak. Wanita itu datang menghampiri.
"Masih muda begini sudah mulai mencuri! Tapi kalian rupanya belum
berpengalaman," katanya dengan sikap merendahkan. "Ketika beberapa hari yang
lalu kalian datang dan menyatakan ingin bicara dengan aku, saat itu aku sudah
agak curiga. Kecurigaanku itu bertambah, ketika setelah itu kalian berhari-hari
berkeliaran terus di sekitar sini. Aku lantas menarik kesimpulan bahwa kalian
bermaksud hendak mencuri di sini. Sudah beberapa malam ini para pekerjaku
menjaga malam-malam menunggu kalian. Dan sekarang kalian ternyata tertangkap
tangan!" Julian marah sekali. Ia datang dengan Anne untuk memberi tahu pada Bu Reynold
bahwa ada perampok hendak mencuri ke situ. Tapi kini malah mereka sendiri yang
dituduh mencuri! "Anda keliru!" seru Julian. "Kami sama sekali tidak berniat mengambil apa-apa
dan sini! Yang hendak merampok itu orang lain. Mereka bermaksud akan melancarkan
aksi malam ini juga. Percayalah - kami datang untuk mencegah perampokan itu. Itu
sebabnya kami ada di sini!"
Selama itu Anne menangis terus, tanpa sanggup mengatakan apa-apa. Ia teringat
pada George, yang mengalami kejadian seperti itu beberapa hari yang lalu.
Sekarang ia dan Julian yang terjebak'
Tiba-tiba Anne menatap Bu Reynold dengan mata yang basah karena menangis.
"Kami - kami sungguh-sungguh tidak berniat jahat, Bu" katanya lirih.
"Hah! Aku tidak percaya!" bentak wanita pemilik pertanian itu. "Aku akan
menelepon polisi, supaya datang kemari. Simpan saja ocehan kalian untuk
pemeriksaan nanti!" Julian bingung sekali. Bukan karena polisi. Tidak! Ia yakin, kekeliruan Bu
Reynold yang menyangka bahwa ia dan Anne datang ke tempatnya untuk mencuri ayam,
pasti akan dapat dijelaskan dengan segera.
Jadi bukan persoalan itu yang membingungkan perasaannya. Ia bingung mengingat
Herman serta kawanannya. Jika ketiga penjahat itu benar-benar ada di sekitar
situ, pasti saat ini sudah cepat-cepat lari. Mereka tentu curiga mendengar
keributan di tempat pertanian. Dan kalau mereka sampai lari, itu berarti usaha
Lima Sekawan sia-sia belaka!
Karena itu untuk terakhir kalinya Julian berusaha meyakinkan Bu Reynold.
"Suruh para pekerja Anda supaya tenang dan berjaga-jaga menunggu kedatangan para
perampok itu! Mudah-mudahan saja belum terlambat. Jika mereka masih menunggu
sampai sekarang, ada kemungkinan kita masih bisa menyergap mereka."
Bu Reynold malah menertawakannya secara terang-terangan.
"Fantasimu memang luar biasa," katanya pada Julian. "Tapi aku tidak bisa
kautipu! Simpan saja dongengmu untuk kauceritakan pada polisi nanti! Aku ingin
tahu. apakah mereka mau mempercayaimu. Yang jelas, aku tidak!"
Walau mereka meronta-ronta, namun Julian dan Anne tidak bisa mencegah diri
mereka diseret ke dalam rumah. Ru Reynold langsung menelepon polisi. Petugas
yang melakukan dinas jaga malam itu berjanji akan datang dengan segera. Paling
lambat seperempat jam lagi ia pasti sudah ada di tempat pertanian, katanya.
"Nanti kalau kedua penjahat remaja itu sudah mengaku, mereka akan dibawa ke
kantor polisi, sehingga setelah itu Anda bisa tidur lagi dengan tenang," kata
polisi itu. Bab 14 PENJAHAT BERAKSI George, Dick dan Timmy menunggu terus di tempat persembunyian mereka, dekat
villa 'Mon Tr sor'"Dick menunggu sambil terkantuk-kantuk. George menggigit-gigit kukunya, karena
sudah tidak sabar lagi. Ia merasa, sebentar lagi pasti terjadi sesuatu.
Tiba-tiba sikap Timmy berubah. Bulu tengkuknya tegak. George buru-buru memegang
moncongnya, agar anjing itu tidak menggeram.
"Awas, Dick," bisiknya dengan pelan, sambil menyenggol saudara sepupunya yang
sudah setengah tidur. "Ada orang datang!"
Benarlah! Mereka melihat sesosok bayangan melintas di jalan. Hanya satu orang.
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mana penjahat yang dua lagi"
"Awas, Dick!" bisik George sekali lagi.
Dick memperhatikan sosok tubuh orang yang datang itu. Ia menggosok-gosok
matanya, karena merasa pasti salah lihat. Tapi ternyata tidak ia tidak salah
lihat! Orang yang datang itu memang Robert, pengantar telegram!
Ternyata pendapat George memang tepat. Robert itulah penjahat nomor tiga! Dan
wanita yang akan dirampok, ternyata memang Bu Grant.
George dan Dick menunggu tanpa bergerak sedikit pun di balik semak. Dengan
perasaan tegang mereka menunggu perkembangan selanjutnya.
Robert sama sekali tidak sadar bahwa ia sedang diintai. Ia menghampiri pintu
gerbang - lalu menekan bel. Beberapa saat kemudian larnpu yang terdapat di atas
pintu depan villa menyata pintu terbuka, dan Bu Grant melangkah ke luar.
"Siapa itu?" serunya.
"Pengantar telegram, Bu. Saya mengantarkan telegram untuk Anda. Anda perlu
menandatangani surat tanda terima."
Sambil mengomel Bu Grant pergi ke pintu gerbang. Dengan sikap curiga
diperhatikannya pengantar telegram itu dan kepala sampai ujung kaki. Sikapnya
itu beralasan. Siapa pun bisa menyamar menjadi pengantar telegram. Pokoknya
memakai pakaian seragam petugas pos, beres! Tapi surat tanda terima hanya
mungkin dibawa pengantar telegram asli!
Diterangi cahaya samar yang memancar dari pintu depan. Bu Grant memperhatikan
sampul telegram serta surat tanda terimanya. Kelihatannya memang asli. Sekarang
ia tinggal membubuhkan tanda tangan. Tapi untuk menulis, penerangan di situ
kurang jelas. Dan mungkin telegram itu memerlukan jawaban. Kebetulan pengantar
telegram masih ada di situ....
"Tunggu, akan kubukakan gerbang ini," kata Bu Grant, lalu kembali ke rumah untuk
mengambil anak kunci. George dan Dick saling berpandangan. Ternyata Robert tidak bertugas memancing Bu
Grant agar meninggalkan rumahnya, melainkan agar wanita itu membuka pintu
gerbang. Apakah yang bisa mereka lakukan sekarang" Berteriak, untuk memperingatkan Bu
Grant" Tidak - sebaiknya mereka menunggu sampai ada kesempatan yang lebih baik.
Beberapa saat kemudian Bu Grant sudah datang lagi, membawa anak kunci. Ia
membuka pintu gerbang, lalu... kejadian yang menyusul sesudah itu berlangsung
dengan begitu cepat, sehingga George dan Dick nyaris tidak bisa mengikutinya.
Begitu Robert dipersilakan masuk oleh Bu Grant, wanita itu langsung disungkupnya
dengan selimut yang ternyata sengaja dibawa untuk maksud itu. Saat itu juga Leo
dan Herman muncul dari tempat gelap dan ikut meringkus Bu Grant. Dengan cepat ia
diikat, lalu diseret masuk ke dalam rumah. Dick dan George masih bisa mendengar
kata-kata Leo yang diucapkan dengan nada mengejek
"Maaf, tapi kami memang biasa mengadakan kunjungan secara tiba-tiba," katanya.
"Nah, jangan meronta-ronta lagi sekarang. Percuma saja Anda memberontak. Anda
tidak bisa apa-apa lagi sekarang. Dan semula kami sudah tahu bahwa Anda memasang
jebakan alarm di kebun Anda. Tapi kami ini bukan orang kemarin - tak mungkin
kami terperangkap jebakan seperti itu! Kami selalu masuk lewat pintu depan?"
"Diam, Leo!' bentak Herman. "Lebih baik kau membantu aku!"
Dick dan George melihat betapa Bu Grant diseret masuk ke rumah oleh ketiga
penjahat itu. Dengan segera George berpaling, berbicara pada Dick.
"Kita harus segera bertindak, Dick!" katanya.
"Sekarang kau cepat-cepat pergi dengan sepedamu ke kantor polisi, untuk
melaporkan kejadian ini! Kalau tidak, perhiasan Bu Grant pasti lenyap!"
"Lalu kau sendiri?" tanya Dick dengan heran. "Apa yang akan kaulakukan?"
"Aku tetap tinggal di sini bersama Timmy, untuk mengawasi rumah. Apabila para
penjahat nanti ternyata melarikan diri sebelum kau kembali bersama polisi, aku
akan membuntuti mereka!"
"Tapi itu kan berbahaya!" kata Dick kaget.
"Kau punya usul lain?" tukas George.
"Bagaimana jika mereka tadi datang dengan mobil?" tanya Dick.
"Aku tidak mendengar bunyi mesin. Sudahlah, jangan bicara lagi - keadaan sudah
sangat mendesak! Ayo cepat berangkat! Kalau keadaan nanti menjadi gawat, kan
masih ada Timmy! Ia akan melindungi diriku!"
Dick tidak membantah lagi. Ia berangkat dengan sepedanya.
George menunggu sampai Dick sudah tidak kelihatan lagi. Setelah itu ia
meninggalkan tempat persembunyiannya, lalu menyelinap menghampiri pintu gerbang.
George memandang berkeliling. Tapi ia tidak melihat apa-apa. Keadaan di
sekeliling villa itu sudah sunyi-senyap kembali. Tapi kesunyian yang mencengkam
perasaan! Para penjahat memadamkan lampu yang terdapat di atas pintu depan. Kegelapan yang
pekat menyelubungi George. Anak itu berdiri dengan jantung berdebar keras.
Apakah yang dapat dilakukan olehnya, apabila nanti para penjahat itu ternyata
melarikan diri dengan harta hasil rampokan mereka sebelum polisi datang"
Sementara itu Dick mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga. Ia merasa tidak enak
meninggalkan George seorang diri di villa 'Mon Tr sor'. Anak itu sering berbuat "nekat, pikirnya. Tapi perjalanan kembali ke sana nanti pasti akan lebih cepat
dari sekarang. Polisi pasti akan mengajakku dengan mobil mereka. Pokoknya, aku
sekarang perlu cepat-cepat sampai di kantor polisi, katanya dalam hati.
Kantor polisi yang baru letaknya agak di luar desa Kirrin. Sesampai di sana Dick
cepat-cepat meloncat turun dan sepedanya. Tubuhnya bersimbah keringat. Tapi ia
merasa puas, karena jarak antara villa dan kantor polisi ditempuhnya dalam waktu
yang sangat singkat. Dick menekan bel yang terpasang di samping pintu kantor polisi. Ia menunggu
beberapa saat. Tapi tak ada polisi yang datang membuka pintu. Karena itu ia
menekan bel sekali lagi, tapi masih tetap tak ada yang muncul. Kini ia
menggedor-gedor pintu. Ke manakah petugas polisi yang berdinas malam itu"
Dick merasa bingung. Ia memerlukan bantuan dengan cepat. Soalnya, ia sendiri
bersama George takkan mampu menghadapi ketiga penjahat yang merampok Bu Grant.
Karenanya ia terus menggedor-gedor pintu, diseling dengan penekanan bel. Masakan
di kantor polisi sama sekali tidak ada orang!
Akhirnya ia mendengar bunyi jendela dibuka. Ketika mendongak, dilihatnya seorang
laki-laki tua menjulurkan tubuh dari jendela rumah sebelah.
"Ada apa nibut-ribut, Nak?"
"Saya perlu menghadap polisi! Tapi kelihatannya sama sekali tidak ada orang di
sini!" seru Dick dari bawah.
"Wah - tadi polisi dipanggil ke pertanian Bu Reynold! Aku tahu pasti, karena aku
kebetulan ada di sebelah ketika Bu Reynold menelepon!"
"Bu Reynold?" kata Dick dengan nada kaget. Tiba-tiba ia merasa tidak enak. "Ada
apa di sana?" "Menurut Bu Reynold, ada dua pencuri ayam yang tertangkap tangan," kata laki-
laki tua itu. "Jadi jika kau perlu bicara dengan polisi, sebaiknya kau menyusul
saja ke sana! Siapa tahu, mungkin kau bernasib baik dan mereka masih ada di
sana!" Setelah itu jendela ditutup kembali. Tapi selama beberapa saat Dick masih
berdiri seperti terpaku di depan pintu kantor polisi. Berbagai pikiran melintas
dalam kepalanya. Akhirnya ia memutuskan bahwa ia harus bertindak.
Karena itu ia cepat bersepeda lagi. Kali ini menuju ke pertanian milik Bu
Reynold. Rumah tinggal wanita itu dilihatnya terang benderang. Rupanya Julian dan Anne
juga sedang sial, pikir Dick dengan lesu. Tapi ia tidak ada waktu untuk mencari
mereka sekarang, karena ia harus cepat-cepat menyampaikan laporan pada polisi!
Dick melemparkan sepedanya dengan begitu saja di pekarangan, lalu lari menuju
rumah Ru Reynold. Pintu depan rumah menganga lebar. Dick melesat masuk. Detik
berikutnya ia tertegun. Polisi yang dicarinya ternyata memang ada di situ.
Mereka sedang sibuk memeriksa kedua orang yang dituduh mencuni ayam. Dan itulah
yang menyebabkan Dick kaget setengah mali. Soalnya, kedua orang itu - Anne dan
Julian! "Anne! Ju!" seru Dick. "Kenapa kalian diperiksa - polisi?"
"Pemilik rumah ini mengatakan bahwa kami hendak mencuri ayamnya!" kata Julian
dengan wajah masam. "Lucu sekali!" "Katakanlah pada mereka ini, Dick - siapa kita sebenarnya," kata Anne yang sudah
hampir menangis. Polisi yang memimpin rekan-rekannya di situ menoleh ke arah Dick.
"Kau ini siapa?" tanya polisi itu dengan kening berkerut.
Agak lama juga Dick berusaha menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Persoalannya
berbelit-belit, sehingga suatu saat ia bahkan sampai menyangka bahwa ia pun akan
ditangkap. Tapi karena keterangannya sesuai dengan keterangan Julian dan Anne
sebelumnya, polisi membiarkan Dick menjelaskan lebih lanjut. Dengan jalan begitu
ia berhasil juga menyampaikan laporan tentang perampokan yang saat itu sedang
berlangsung di villa 'Mon Tr sor'"Bu Reynold ikut mendengarkan keterangan Dick dengan penuh perhatian. Ia mulai
ragu. Anak-anak itu kenyataannya memang tidak bertampang maling ayam....
"Percayailah kata-kata saya ini!" kata Dick sepenuh hati. "Kalau saya berniat
jahat masakan saya malah mencari polisi! Kalian harus berangkat dengan segera ke
villa 'Mon Tr sor'! Bu Grant sudah diringkus para penjahat itu. Dan mungkin
"saudara sepupuku yang menunggu di sana kini juga sudah terancam keselamatannya.
Kalau Anda bergegas, mungkin para penjahat bisa tertangkap tangan."
Polisi memutuskan untuk menyelidiki soal itu sampai tuntas. Mereka cepat-cepat
minta diri dari Bu Reynold. Ketiga anak itu disuruh masuk ke dalam mobil, yang
setelah itu melaju menuju tempat kediaman Bu Grant.
Bab 15 AKAL BU GRANT Sementara itu di tempat Bu Grant George sudah bosan menunggu. Ia merasa kesal,
karena harus berdiri terus dekat gerbang, tanpa berbuat apa-apa. Padahal pintu
gerbang terbuka lebar....
George sudah tidak tahan lagi. Sambil memegang kalung leher Timmy ia menyelinap
menyusur jalan masuk ke villa. Jantungnya berdebar keras. Tapi George tidak
merasa takut sama sekali. Rasa ingin tahunya seperti biasa kembali mengalahkan
akal sehatnya, yang mengatakan bahwa ia perlu berhati-hati.
George berhenti ketika sudah sampai pada jarak beberapa meter saja lagi dari
pintu depan villa. Kini ia dapat melihat cahaya samar yang menembus tirai yang
tertutup. George menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik pada anjingnya.
"Yuk, Tim - kita memeriksa keadaan di dalam!"
Sambil berjingkat-jingkat ia menghampiri villa. Akhirnya ia berada di bawah
jendela kamar yang diterangi sinar lampu. George berjingkat di atas sebuah batu
besar yang ada di situ. Dengan jalan demikian ia bisa mengintip ke dalam kamar,
lewat celah tirai yang tersingkap sedikit. George kaget sekali, ketika melihat
Bu Grant. Wanita yang galak itu duduk di kursi, dalam keadaan terikat! Di
depannya berdiri ketiga penjahat. Leo, Herman dan Robert!
Jendela itu tidak tertutup. Saat George sedang mengintip ke dalam, didengarnya
suara Bu Grant yang berbicara dengan berani.
"Kalian pengecut! Bertiga melawan seorang wanita yang sendirian!" tukasnya.
"Jangan banyak bicara!" bentak Herman. "Kami datang ke sini bukan untuk
mengobrol, melainkan untuk mengambil jamrud itu. Nah, di mana Anda taruh kotak
perhiasan itu" Ayo jawab!"
"Aku tidak mengerti, jamrud mana yang kaumaksudkan " balas Bu Grant dengan
ketus. "Sekarang lepaskan aku, lalu cepat pergi dari rumah ini!"
Leo tertawa mengejek. "Jangan suka berpura-pura, Bu!" katanya dengan sikap kurang ajar. "Kami bukan
orang baru di bidang ini. Kami tahu pasti, apa yang kami bicarakan. Di rumah ini
ada kotak perhiasan berisi kalung jamrud yang dihadiahkan Ratu Victoria pada
salah seorang moyang Anda! Nah - percaya sekarang bahwa kami tidak main-main"
Aye cepat - serahkan harta itu!"
"Kalau kalian begitu pintar, mestinya kalian bisa dengan gampang menemukan
sendiri perhiasan itu," kata Bu Grant dengan nada dingin. "Cari saja kalau
bisa!" "Hebat." gumam George yang mengintip dari balik jendela. "Bu Grant tabah sekali!
Sayang kau tidak bisa melihat tampang ketiga penjahat itu, Tim! Mereka
tercengang menghadapi keberanian wanita itu Konyol sekali tampang mereka!"
Di dalam kamar, Herman berteriak dengan marah.
"Anda menyesal nanti, kalau tetap nekat tidak mau mengatakan di mana Anda
menyimpan perhiasan itu!" ancamnya.
"Kami bisa memaksa Anda membuka mulut!" kata Robert ikut-ikutan.
"Coba saja!" tantang Bu Grant.
"Anda keras kepala! Tapi kami juga pantang menyerah!" bentak Leo.
"Cukup!" teriak Herman, memotong perbantahan itu. "Kita geledah saja rumah ini!
Tapi kalau nanti kami masih tetap tidak berhasil menemukannya - pokoknya, saya
tidak kepingin menjadi Anda saat itu!"
George mendengar bunyi langkah para penjahat berjalan meninggalkan ruangan.
Beberapa saat kemudian lampu dinyalakan di tingkat satu. Barangkali para
penjahat hendak mencari perhiasan itu di kamar tidur, pikir George. Jadi Bu
Grant pasti sendiri sekarang di ruang duduk. lnilah kesempatan yang ditunggu
oleh George sedari tadi! "Timmy kau harus menunggu di sini, ya!" bisiknya pada Timmy. "Aku hendak masuk
ke dalam." George naik ke ambang jendela, lalu langsung masuk ke ruang duduk. Ia bergerak
dengan hati-hati sekali. Tapi Bu Grant ternyata mendengarnya. Ia menatap George
dengan mata terbelalak karena kaget. Dengan segera George menempelkan
telunjuknya ke bibir. "Ssst!" desisnya. "Jangan bicara!"
"Biar aku berteriak pun, takkan ada orang yang bisa mendengarnya di sini!" tukas
Bu Grant. "Para penjahat mengetahui hal itu, sehingga mereka merasa tidak perlu
menyekap mulutku. Dan dugaanku semula ternyata benar - kau memang termasuk dalam
komplotan mereka. Aku tidak gampang tertipu!"
"Sssst, jangan keras-keras, Bu Grant!" kata George. "Ketika aku waktu itu
kemari, maksudku hendak memperingatkan Anda terhadap perampokan ini. Tapi Anda
tidak mau percaya padaku!"
Bu Grant menatap mata George. Saat itu barulah disadarinya bahwa anak itu tidak
berbohong. Bu Grant memang selalu merasa curiga pada siapa pun. Ia selalu
menduga yang tidak-tidak tentang orang lain. Juga terhadap George, yang dan
semula bermaksud membantu. Tapi setelah ia menyadari kekeliruannya, ia langsung
bersedia mengakui. "Sekarang aku percaya padamu! Tapi sayang, sudah terlambat!" desah wanita itu.
"Kau harus lekas-!ekas pergi dan sini, agar jangan ketahuan para penjahat!"
George tersenyum. Ia sama sekali tidak takut.
"Bahkan sebaliknya, aku tadi memang sengaja masuk,"katanya.
"Aku datang untuk menolong Anda. Jangan takut, saudara sepupuku tadi sudah pergi
memanggil polisi. Setiap saat mereka pasti akan sudah sampai di sini..."
Sambil berbicara, George mengeluarkan pisau sakunya, untuk memotong tali yang
mengikat tubuh Bu Grant. "Nanti dulu!" cegah Bu Grant.
"Eh! Kenapa Anda tidak mau dibebaskan?" tanya George heran.
"Aku punya ide yang lebih baik," jawab Bu Grant sambil berbisik, "Kau kan
mengatakan, saudaramu sudah pergi mernanggil polisi. Para penjahat mengincar
perhiasanku. Jika mereka sudah berhasil menemukannya, mereka pasti akan cepat-
cepat pergi dari sini! Aku bukan hanya ingin menyelamatkan kalung jamrudku,tapi
juga berusaha agar ketiga penjahat tadi tertangkap. Jadi mereka sama sekali
tidak boleh tahu bahwa kau ada di sini. Kau sekarang harus mengambil perhiasanku
itu, lalu cepat-cepat lari. Para penjahat pasti tetap ada di sini selama mereka
belum berhasil. Biar rurnah ini mereka bongkar sampai berantakan, perhiasan itu
tetap saja takkan bisa mereka temukan, karena sementara itu kau sudah
mengambilnya. Kalau mereka sudah kesal nanti, mereka akan kembali ke sini untuk
memaksaku mengatakan di mana aku menyembunyikannya. Mereka tentu akan memeriksa
ruangan ini pula. Itu jelas memakan waktu. Mudah-mudahan saja aku bisa
menyibukkan mereka terus, sampai polisi datang. Tapi di pihak lain, rencanaku
ini cukup berbahaya. Aku ragu untuk mengatakan padamu, di mana kalung jamrud itu
kusembunyikan. "Karena takut kucuri nanti?" tanya George.
"Karena aku takut bahwa kau nanti disergap penjahat!" kata Bu Grant sambil
mengeluh. "Kalau tentang itu. Anda tidak perlu khawatir! Mereka pasti takkan bisa
menangkap aku. Percaya deh!'
Bu Grant kelihatannya tidak begitu yakin. Ketiga penjahat itu begitu licik dan
berbahaya. Bu Grant masih tetap ragu. Ia tidak mau melibatkan George dalam
bahaya. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi!" desak George. "Kurasa kotak
perhiasan itu tidak Anda sembunyikan dalam kamar tidur. Sebab kalau di situ,
pasti sudah terdengar para penjahat berseru-seru dengan gembira sekarang."
Akhirnya Bu Grant membulatkan sikap.
"Kau benar!" katanya dengan serius "Kalau tidak segera diambil tindakan, bisa
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlambat kita nanti. Perhiasanku itu kusembunyikan dalam gudang di loteng.
Kuletakkan di atas sebuah balok penopang atap. Kau bisa menemukannya dengan
gampang. Begitu kau masuk, letaknya persis di sebelah kiri pintu. Tapi tangga ke
loteng terjal sekali. Letak tangga itu di ujung gang, di samping pintu dapur.
Sekarang cepatlah! Tapi hati-hati. Aku tidak ingin nanti terjadi apa-apa dengan
dirimu." Bu Grant tersenyum, lalu menambahkan, "Baru saja terlintas dalam
pikiranku bahwa keadaan ini sebenarnya kocak. Kita menyelamatkan harta yang
dicari perampok dari depan hidung mereka, walau aku berada dalam keadaan terikat
di sini. Tapi sekarang cepatlah!"
George meninggalkan ruangan itu. Ia pergi ke pintu depan, lalu membukanya dengan
berhati-hati. Maksudnya hendak memanggil Timmy. Tapi ternyata tidak perlu lagi,
karena anjing setia itu sudah nenunggu di depan pintu. George berbalik, lalu
menyelinap menuju ke tangga. Timmy mengikutinya tanpa berbunyi sedikit pun.
Sambil mengendap-endap mereka mendaki tangga sampai ke loteng.
Mereka harus hati-hati sekali, karena kayu anak tangga yang mereka lewati sudah
tua dan kering. Setiap kali George berhenti melangkah sejenak, kalau anak tangga
berderak ketika dipijak. Dengan tegang ia memasang telinga. Tapi ia tidak
mendengar bunyi yang mencurigakan.
Akhirnya ia sampai di ujung atas tangga. Para penjahat sama sekali tidak muncul.
Dengan hati-hati George mendorong pintu loteng sehingga terbuka. Ternyata engsel
pintu jarang diberi minyak. Bunyinya agak mendecit ketika dibuka. George menahan
napas. Tapi ketiga penjahat itu masih terdengar sibuk mengaduk-aduk isi kamar
tidur di tingkat satu. George menyalakan senter yang dibawanya, lalu menyorotkannya ke sekeliling
ruangan gudang. Nah - itu sakelar lampu. Dengan segera lampu dinyalakan olehnya,
supaya ruangan itu lebih terang. Keadaan di situ sangat rapi, dengan koper, peti
dan berbagai kotak yang ditumpukkan. George mengambil sebuah bangku yang
terdapat di sudut ruangan. Bangku itu diletakkannya ke sebelah kiri pintu, lalu
ia naik ke atasnya. Timmy memperhatikan segala gerak-gerik tuannya dengan penuh
minat. George meraba-raba permukaan balok sebelah atas. Tiba-tiba ia berseru
dengan gembira. Tapi tentu saja tidak keras-keras!
"Aku sudah menemukannya, Tim!" George meloncat lurun. Tangan kanannya memegang
kotak kulit. Menurut kata Bu Grant tadi, di dalamnya terdapat perhiasan yang
diincar para perampok. George membuka kotak itu dengan tangan gemetar. Sesaat ia terkedip-kedip, ketika
menatap kalung jamrud yang sangat indah. Warnanya hijau kemilau menyilaukan.
ltulah dia, jamrud hadiah Ratu Victoria pada salah seorang moyang Bu Grant, yang
olehnya dibuat menjadi kalung.
"Luar biasa!" bisik George. "Kau pernah melihat barang seindah ini, Timmy" Tapi
sekarang kita harus cepat-cepat menyelamatkannya!"
Tapi saat itu juga napasnya tersentak. Ia mendengar bunyi langkah di tangga.
menuju ke pintu loteng! Timmy berdiri dengan sikap siap untuk menerjang. Bulu tengkuknya berdiri semua.
Ia menggeram dengan galak. Sementara itu George memandang berkeliling dengan
perasaan bingung. Ia mencari-cari jalan keluar yang Pain. Tapi di ruangan itu
tidak ada pintu lagi, kecuali yang menuju ke tangga. Di atap ada tingkap.
Letaknya tepat di atas kepalanya. Tapi ia tidak bisa menjangkaunya, karena
terlalu tinggi - juga apabila ia berdiri di atas bangku.
Waktu semakin mendesak, karena langkah orang yang datang itu semakin dekat.
Terdengar anak tangga berderik-derik, seperti berkeluh kesah diinjak kaki
seseorang bertubuh kekar!
"Pasti ada orang di atas! Percayalah - aku kan tidak tuli."
Dari suaranya, George menduga bahwa yang berbicara itu Robert.
"Nah. Lihatlah - lampu di dalam menyala!"
"Kusangka waniaa itu tinggal seorang diri di sini," kata Leo. "Keterlaluan!"
"Biar aku dulu yang masuk!" kata Herman.
Pintu dibukanya dengan tiba-tiba.Tahu-tahu seekor anjing besar melesat lari ke
luar, menyusup di sela kakinya. Nyaris saja Herman terjatuh. Ia berteriak marah.
Tapi setelah itu ia tertawa terbahak-bahak.
"Ah - ternyata yang ada di sini cuma seorang anak saja!"
"Nanti dulu! Aku pernah melihat dia!" kata Robert, yang masuk setelah Herman.
"Dia itu dari desa Kirrin! Mau apa dia di sini?"
"Mungkin masih keluarga Bu Grant!" kata Leo.
Ketiga penjahat itu menatap George dengan mata melotot. Saat itu Herman melihat
bangku yang terletak di bawah balok penunjang atap. Wajahnya langsung berseri-
seri. "Anak ini ternyata hendak mengambil jamrud yang kita cari!" katanya dengan
gembira. "Ia hanya sedikit lebih cepat dari kita. Lihatlah - itu kotaknya,
terletak di lantai."
Kedua temannya tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Mereka pun melihat
kotak kulit itu. Sementara itu George duduk berlutut di samping bangku,
menghadapi kotak yang tertutup.
"Ah - rupanya kotak perhiasan itu disembunyikan di atas balok! Cepat, serahkan
padaku!" bentak Herman pada George.
Tapi anak itu malah cepat-cepat menyambar kotak itu, lalu mendekapnya.
"Seenaknya saja memerintah!" tukasnya dengan berani.
"Kau berani menantang, ya!" Lebih baik kaupakai otakmu! Apa sebabnya anjingmu
tadi cepat-cepat lari di sini" Ia pintar, tahu bahwa ia tidak bisa berbuat apa-
apa terhadap kami. Kami bisa bertindak kasar, jika ada yang tidak mau menuruti
kehendak kami. Sekarang serahkan kotak itu Cepat!"
Herman mengulurkan tangannya, lalu dengan kasar merampas kotak yang didekap oleh
George. Mata penjahat bertubuh kekar itu berkilat-kilat, ketika ia membuka kotak
itu. Ia tertawa nyengir. Tapi air mukanya Iangsung berubah, ketika nelihat bahwa
dalam kotak itu sama sekali tidak ada apa-apa!
Dengan muka merah karena marah, Herman berpaling ke arah George.
"Mana jamrudnya!" katanya membentak. "Ayo serahkan dengan segera, kalau tidak
ingin menyesal nanti!"
"Jamrud" Jamrud apa?" tanya George dengan wajah heran.
"Jangan sangka kau bisa menipu kami,ya"!" bentak Herman.
Ia berpaling pada kedua kawannya. "Cepat, periksa seluruh gudang ini! Perhiasan
itu pasti ada di sini. Robert, geledah anak itu!"
Robert menyuruh George membalikkan semua kantongnya. Ternyata kalung jamrud itu
tidak ada pada dirinya Sementara itu Herman dan Leo rmengaduk-aduk seluruh
gudang. Kotak-kotak dirobek, koper-koper dibongkar. Setiap sudut ruangan
diteliti dengan cermat Tapi sia-sia belaka. Perhiasan berharga itu tidak ada di
situ! Kini Herman datang mendekati George.
"Mana kalung jamrud itu?" ulangnya bertanya dengan nada mengancam.
"Ketika aku tadi membuka kotak itu, memang sudah kosong," kata George dengan
gaya seperti orang yang tersinggung karena dituduh berbohong.
"Itu katamu... tapi aku ingin tahu yang sebenarnyal Ayo, ikut ke bawah! Biar Bu
Grant sendiri yang mengatakan, apakah kotak itu memang kosong atau tidak!"
Herman mencengkeram lengan George Anak itu diseretnya menuruni tangga, menuju
kamar duduk di tingkat bawah.
Bu Grant yang ada di situ, sedari tadi sudah cemas saja mendengar bunyi ribut-
ribut serta bentakan yang terdengar di tingkat atas. Ia langsung menyangka,
George pasti tertangkap penjahat. Oleh karena itu ia sama sekali tidak kaget
ketika anak itu masuk sambil didorong-dorong penjahat.
Dengan marah Herman mendorong George ke depan Bu Grant.
"Anak ini menemukan kotak perhiasan itu di loteng. Tapi perhiasannya sendiri
tidak ada lagi!" bentak penjahat itu.
"Kalian kira aku ini tolol, ya." balas Bu Grant dengan nada menghina "Anak ini
kan termasuk komplotanmu! Ia tadi berusaha mengorek keterangan dariku, di mana
aku menyimpan jamrud itu. Saat itu aku lantas teringat pada kotak kosong yang
kutaruh di gudang, lalu kukatakan padanya bahwa di situlah aku menyimpan
perhiasanku itu. Sudah, menyerah sajalah! Kalian takkan bisa memaksaku
berbicara" Kini Leo sudah tidak sabar lagi.
"Anak ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kami" bentaknya. "Tapi sedari
tadi aku sudah menyangka bahwa ia bekerja sendiri, hendak mencuri permata itu.
Tapi ia pun tidak berhasil menemukannya."
"Kelihatannya memang begitu!" gumam Robert "Ketika pintu kita buka tadi ia
sedang berlutut di lantai, di samping kotak yang kosong. Tak mungkin ada waktu
baginya untuk menyembunyikan permata itu di salah satu tempat!"
Ucapan Robert itu meyakinkan Herman Karena itu kini ia mengalihkan perhatiannya
kembali pada Bu Grant. "Nah - sekarang soalnya tinggal antara kita berdua!" desisnya dengan sengit.
"Jika Anda tidak dengan segera mengatakan di mana Anda menyembunyikan kalung
jamrud itu, aku nanti terpaksa mengambil tindakan lain. Anda akan kutahan tanpa
diberi makan dan minum di ruangan bawah tanah, sampai Anda mau membuka mulut. Di
situ Anda bisa berpikir-pikir. Waktuku banyak. Tapi Anda tidak. Jadi terserah."
Secara sembunyi-sembunyi Bu Grant melirik ke arah jam dinding. Ia harus bertahan
terus, mengulur waktu. Polisi sebentar lagi pasti datang. Ia harus mencari
siasat baru. "Baiklah," katanya sambil mengeluh, seolah-olah sudah putus asa. "Kalian menang!
Permata itu kusembunyikan di tempat lain, yang tidak gampang dicapai. Kotak
kosong di atas balok itu memang sengaja kupasang sebagai jebakan untuk pencuri!
Sedang kalung itu sendiri kusembunyikan di dalam tempat pendiangan di kamar
tidurku." "Yang paling langsing di antara kalian bertiga harus masuk ke dalam tempat
pendiangan itu," sambungnya dengan lesu, "lalu membongkar sebuah bata temboknya
dengan palu dan pahat. Batu itu yang kesembilan belas dari bawah dan keempat
dari kiri. Peralatan ada di garasi, di tempat bagasi mobilkul"
Leo dan Robert sudah hendak cepat-cepat berangkat mengambil peralatan itu. Tapi
Herman memanggil mereka kembali.
"Nanti dulu! Sebelumnya, anak ini masih harus kita ikat. Aku tidak mau ia
minggat sebelum kita menemukan perhiasan itu lalu lari dari sini. Biar ia
menemani Bu Grant. Kesedihan kan tidak begitu terasa, apabila ditanggung berdua.
Nanti aku sendiri yang akan memberitahukan pada polisi tentang nasib malang
mereka berdua. Lewat telepon, tentunya!"
Herman tertawa mengejek. Ia mengusap-usap kedua tangannya dengan sikap puas.
melihat kedua kawannya mengikat George pada sebuah kursi yang diletakkan di
samping Bu Grant. Setelah itu para penjahat ke luar, untuk mengambil peralatan
dan garasi. Bab 16 HIDUP TIMMY! "Di mana sebetulnya kalung itu kautaruh?" tanya Bu Grant pada George, ketika
langkah ketiga penjahat itu tidak terdengar lagi.
"Pokoknya di tempat yang aman!" jawab George.
"Tapi Anda tadi menyebutkan tempat persembunyian perhiasan lain Bu?"
"Ah, mana!" balas Ru Grant. "Aku cuma ingin menyibukkan mereka saja, sampai
polisi datang!" "Mudah-mudahan saja mereka tidak sudah lebih dulu menyadari bahwa mereka
tertipu, Bu. Sssst! Mereka datang lagi!"
Tapi ketiga penjahat itu tidak bermaksud masuk ke ruang duduk. Mereka hendak
cepat-cepat mengambil perhiasan, lalu melarikan diri. Perhatian mereka kini
sepenuhnya tertuju pada tempat pendiangan di kamar tidur!
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi ketukan berisik di tingkat satu - Bu
Grant tertawa puas. "Tembok di bagian dalam tempat pendiangan tebal sekali!" katanya. "Dan bunyi
ketukan itu berisik sekali. Pasti tak terdengar nanti bunyi mobil polisi yang
datang. Tapi kenapa lama sekali mereka muncul!"
George diam saja. Pendengarannya yang tajam menangkap bunyi gemerisik di luar.
Ada orang datang, pikirnya. Mudah-mudahan saja itu Dick dengan polisi.
Yang datang itu memang Dick, beserta Anne dan Julian. Dengan hati-hati mereka
menyelinap, menghampiri villa 'Mon Tr sor'. Beberapa polisi mengikuti mereka ."Kepala polisi memberi isyarat pada anak buahnya.
"Pintu depan terbuka!" bisiknya. "Kita masuk ke dalam, lalu menyergap para
penjahat itu." Ia berpaling ke arah Julian serta kedua adiknya. "Kalian menunggu di luar, ya!"
Setelah itu ia menyerbu ke dalam dan langsung membuka pintu kamar duduk. Ia
melongo, ketika melihat kedua tawanan yang terikat di situ.
"Cepat!" kata Bu Grant, sementara kepala polisi belum sepenuhnya sadar kembali
dan kekagetannya. "Kami tidak apa-apa. Kejar saja penjahat-penjahat itu. Ikuti
saja bunyi berisik, di situ mereka berada! Mereka di kamar tidurku, di tingkat
satu!" Kepala polisi itu tidak menunggu lebih lama lagi. Dengan pistol di tangan ia
bergegas-gegas menaiki tangga ke atas, diikuti anak buahnya.
"Angkat tangan!"
Dengan sekali lompat, ia sudah berada di tengah kamar tidur Bu Grant.
Herman dan Leo terkejut, lalu menoleh. Mereka langsung menyerah, ketika melihat
pistol di tangan para polisi. Dengan cepat mereka sudah diborgol. Robert ditarik
dari dalam tempat pendiangan. Seluruh tubuhnya yang hitam kena angus gemetar
ketakutan. Julian, Anne dan Dick menunggu dengan perasaan tidak sabar di luar Akhirnya
mereka tidak tahan lagi, lalu ikut masuk ke rumah.
"George pasti ada di dalam. Mungkin ia memerlukan bantuan!" bisik Dick sambil
menyelinap di samping Julian. Anne mengikuti mereka dari belakang.
Dengan segera Bu Grant dan juga George sudah mereka temukan di ruang duduk.
Julian dan Dick mengeluarkan pisau saku masing-masing, lalu memotong tali
pengikat Bu Grant dan George.
"Aku sangat berutang budi pada kalian," kata Bu Grant terharu. "Padahal mulanya
aku menyangka kalian yang hendak mencuri. Aku malu jika mengingatnya kembali!"
"Mana Timmy?" tanya Anne pada George. "Ia tidak ikut denganmu tadi" Atau mungkin
dikurung para penjahat itu?" George hendak menjawab, tapi tidak jadi. Karena saat itu juga polisi muncul
kembali, menggiring ketiga penjahat yang sudah diborgol.
"Ini dia para penjahatnya!" kata kepala polisi dengen puas. "Mereka tertangkap
tangan - jadi tidak mungkin bisa mungkir lagi! Dan semuanya berkat jasa kalian
berempat, Anak-anak! Jika kalian tidak waspada, takkan mungkin kami berhasil
membekuk mereka!" Herman dan juga kedua kawannya menatap George sambil melongo. Mereka tidak mengerti, apa sebabnya anak itu diperlakukan
dengan ramah oleh polisi. Pasti ada sesuatu yang tidak beres, pikir mereka.
"Aku sama sekali bukan pencuri, bahkan sebaliknya!" kata George sambil tertawa.
"Kami berempat yang mengatur siasat sampai kalian sekarang tertangkap!"
Leo marah sekali, karena merasa tertipu.
"Lalu kalung jamrud itu?" tukasnya dengan sengit.
"Mana perhiasan itu, hah?"
"Tak mungkin ada padanya!" kata Herman dengan sikap merendahkan. "Kalau soal
menggeledah, kami ini ahlinya!"
"Ya, betul juga," kata kepala polisi. "Tahukah kau di mana perhiasan itu berada,
George?" George tersenyum, tapi tidak langsung menjawab.
"Kata-kata Herman itu memang benar," katanya kemudian "Jamrud itu tidak ada
padaku!" "Tapi kau tadi kan..." kata Bu Grant dengan kaget. Mukanya menjadi pucat pasi.
Tanpa mempedulikan kekagetan wanita itu, George melanjutkan keterangannya,
"Bahkan juga tidak ada di rumah ini!"
Semua kaget mendengar ucapan itu. Semua sibuk bertanya. Kelihatan jelas bahwa
George sangat menikmati perhatian yang begitu banyak terhadap dirinya. Akhirnya
ia tertawa keras. "Aku memang tidak berbohong tadi ketika kukatakan bahwa kalung jamrud itu tidak
ada di sini," ketanya. "Tapi itu tidak berarti bahwa perhiasan itu hilang.
Tidak! Saat ini benda itu berada di suatu tempat yang tidak bisa didekati orang
lain - tanpa risiko cedera!"
Saudara-saudara sepupunya sudah tidak sabar lagi mendengar akhir keterangan
George. "Kalung jamrud itu sekarang ada di Kirrin," sambung anak itu. "Jika Bu Grant mau
mengantar kami ke rumah orangtuaku, nanti harta warisannya itu bisa kukembalikan
padanya" Ucapannya itu begitu meyakinkan, sehingga tidak ada yang menyangsikan
kebenarannya. Bu Grant bergegas naik ke atas untuk ganti pakaian, sementara
polisi menggiring ketiga penjahat ke mobil. Dick, Anne dan Julian mengajak
George menunggu Bu Grant di garasi. Dan beberapa menit kemudian nampaklah iring-
iringan mobil di tengah malam, menuju ke Kirrin.
Semua mampir sebentar di Pondok Kirrin. Kepala polisi menugaskan anak buahnya
untuk mengawasi para penjahat, lalu ikut dengan anak-anak yang mengantarkan Bu
Grant ke kandang anjing. Kepala polisi menyorotkan senternya, walau ia tidak mengerti apa sebabnya mereka
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
justru datang ke situ. "Tim!" seru George memanggil anjingnya. "Keluarlah sebentar!"
Mendengar panggilan itu Timmy langsung keluar. Ia senang sekali melihat George
datang. Ia mengangkat kedua kaki depannya dan meletakkannya ke bahu George.
Kecuali George, semua yang ikut datang ke situ tiba-tiba berseru kaget. Apalagi
kepala polisi - matanya terbelalak! Mereka tercengang, karena melihat ada
sesuatu melingkar di leher Timmy. Mereka melihat seuntai kalung jamrud yang
indah sekali, kemilau kena sinar senter kepala polisi.
"Ini dia kalung Anda," kata George pada Bu Grant. Dilepaskannya kalung itu dari
leher Timmy, lalu diserahkannya pada Bu Grant. "Tadi ketika kudengar langkah
para penjahat datang, aku langsung sadar bahwa aku tidak punya waktu lagi untuk
menyembunyikannya. Karena itu aku lantas menggantungkannya ke leher Timmy, yang
setelah kuperintahkan lari kembali ke kandangnya. Timmy selalu patuh kalau ku
perintah." "Nah! Mudah-mudahan sekali ini Ayah tidak kembali mengatakan bahwa aku terlalu
banyak berkhayal." TAMAT Edit by : zheraf http://www.zheraf.net Bangkitnya Kebo Ireng 1 Mustika Lidah Naga 5 Petualangan Manusia Harimau 9