Pencarian

Petualangan Dikapal Pesiar 2

Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar Bagian 2


"Buatannya benar- benar indah. Sudah berapa umurnya, ya" Mana besar lagi.
Kebanyakan kapal di dalam botol yang pernah kulihat, ukurannya jauh lebih kecil
dari ini." Miki dan Kiki ikut-ikut melihat Miki mencoba meraih kapal-kapalan itu. Tapi
tentu saja tidak bisa, karena terhalang kaca.
"Selamat Natal," kata Kiki pada Philip, berkali-kali, ia sudah diajari
mengatakan, 'Selamat ulang tahun', tapi selalu saja dikelirukannya dengan ucapan
'Selamat Natal' yang diocehkannya setiap beberapa menit.
"Terima kasih, Kiki," kata Philip. "Dan selamat tahun baru!"
"Ck jangan kau buat dia semakin kacau," kata Dinah. "Yuk, kita tunjukkan kapal-"kapalan ini pada Ibu."
Mereka mendatangi Bu Mannering, yang sedang duduk-duduk di geladak. Kursi deknya
bersebelahan dengan kursi yang ditempati bibi Lucian. Paman anak itu juga ada di
situ. "Lihat Bu aku mendapat ini dari Lucy-Ann," kata Philip. "Sudah lama aku
"menginginkannya!"
Bu Mannering mengaguminya sebentar, lalu memperlihatkannya pada bibi dan paman
Lucian. Pak Eppy, paman Lucian mengamat-amati hadiah itu dengan seksama.
Kelihatannya ia heran. "Kapal-kapalan ini buatan kuno," katanya. "Tapi botolnya barang baru. Gagasan
memasukkan kapal-kapalan ke dalam botol memang merupakan hal yang belum lama
dilakukan. Tapi kapal-kapalan yang ada di dalam ini sudah tua sekali sudah
"bisa disebut barang antik! Ini benar-benar menarik."
"Nama kapal itu terukir di sisi. Tulisannya kecil sekali," kata Lucy-Ann.
"Sayang tidak bisa membacanya. Anda bisa, Pak Eppy?"
Orang itu berusaha mengeja dengan mata dipicingkan. "Ya A-N-D-R-A! Nama aneh.
"Aku belum pernah mendengar ada kapal Yunani bernama demikian!"
"Rasanya aku pernah mendengar nama itu," kata Lucy-Ann sambil mengingat-ingat.
"Ya, betul! Bukankah itu nama putri dalam kisah menarik yang diceritakan Lucian
itu, gadis yang tidak mau dinikahkan dengan putra raja bermata satu! Kita kan
"sering memberi nama ratu pada kapal-kapal kita misalnya Queen Mary dan Queen
"Elisabeth. Jadi kenapa tidak bisa kapal Yunani diberi nama seorang putri sini!"
Pak Eppy tidak mendengarkan lagi. Ia menguap, lalu menyandarkan diri dengan
santai ke punggung kursi malasnya, ia kelihatannya tidak tertarik pada
percakapan anak-anak. Bu Mannering menganggukkan kepala, menyuruh anak-anak
pergi. Soalnya orang-orang dewasa yang ada di geladak saat itu ingin tidur-
tiduran, dan karenanya merasa terganggu oleh Miki dan Kiki yang ribut terus.
Anak-anak turun lagi ke bawah, kini masuk ke kabin Jack dan Philip. Philip
meletakkan hadiahnya di atas rak yang ada di seberang pembaringannya, supaya ia
bisa melihatnya setiap saat Nampak jelas bahwa remaja itu sangat menyukai hadiah
itu. Dari dulu ia sudah mengidam-idamkannya. Dan kini ia memiliki barang itu.
"Hati-hati, jangan sampai monyetmu bisa mengutak-utiknya," kata Jack
memperingatkan. "Miki kelihatannya sangat ingin memegang kapal-kapalan itu.
Berulang kali kulihat dia mencoba meraihnya, lalu marah-marah karena tidak
bisa!" Viking Star berlayar terus, dari pulau yang satu ke pulau berikut Para penumpang
seakan-akan tidak mengenal waktu lagi. Mereka semua merasa seperti sedang
bermimpi. Mimpi indah, dengan hidangan makanan yang nyata dan nikmat. Menurut
Jack, jika hidangan yang dimakan setiap hari tidak terasa mengenyangkan perut,
ia sungguh-sungguh menyangka sedang bermimpi saat itu.
Tapi impian indah itu kemudian buyar secara aneh. Penyebabnya pertengkaran
antara Miki dan Kiki! Hal itu terjadi suatu petang, saat anak-anak sedang
bermain tenis di geladak. Miki dan Kiki ditinggal sendiri di dalam kabin, karena
Miki selalu mengganggu jika mereka bermain tenis. Ada-ada saja yang
diperbuatnya, seperti cepat-cepat mengambil bola lalu melarikannya ke atas tiang
kapal sambil berceloteh senang. Oleh karena itu ia dikurung di dalam kabin,
ditemani Kiki. Burung kakaktua itu jengkel, karena tidak suka ditinggal, ia
bertengger di ambang tingkap sambil merajuk, ia berkeluh-kesah terus, sehingga
Miki merasa tidak enak mendengarnya. Monyet kecil itu duduk di sisi Kiki sambil
menatapnya dengan pandangan bertanya, ia mengelus-elus Kiki. Tapi kakaktua itu
malah menggeram seperti anjing. Miki cepat-cepat meloncat ke atas rak, lalu
duduk di situ dengan perasaan heran bercampur sedih. Kemudian dicobanya lagi
menghibur Kiki. Diambilnya sikat gigi milik Jack. Maksudnya hendak menggosok
bulu burung kakaktua itu dengannya. Kalau Miki manusia, pasti saat itu terdengar
suaranya tertawa senang. Tapi Kiki malah memutar tubuh, membelakangi Miki.
Kemudian ia menyembunyikan kepalanya ke bawah sayap. Miki selalu bingung dan
takut melihat Kiki dalam begitu, ia takut melihat Kiki tanpa kepala, lalu
mencari-cari dengan hati-hati. Bulu Kiki disibakkannya dengan gerakan pelan.
Mana kepala Kiki" Kiki mengoceh dari bawah sayap.
"Ceng-ngeng, ceng-ngeng, bukan main!" ia menggeram-geram. "Bersihkan pintu dan
tutup kaki! Hidup Ratu."
Miki putus asa. Ditinggalkannya Kiki yang masih tetap merajuk. Akan ditunggunya
sampai Kiki sudah berkepala lagi dan menjelma kembali menjadi burung kakaktua
yang dikenalnya. Miki mengembalikan sikat gigi ke tempat semula, lalu
memperhatikan lap untuk cuci muka. Diambilnya barang itu, lalu diisap-isapnya
air yang terserap. Kemudian ia mengusap muka dengannya, menirukan Philip. Tapi
dengan segera ia sudah bosan, lalu meloncat lagi ke atas rak. Apa lagi yang bisa
dilakukannya sekarang" ia memperhatikan barang-barang yang ada di atas rak.
Satu di antaranya botol yang berisi kapal-kapalan. Dengan hati-hati dijamahnya
botol itu. Apa sebabnya ia tidak bisa mengambil benda yang ada di dalamnya" ia
ingin sekali bermain-main dengan kapal-kapalan itu. Miki memperhatikannya dengan
kepala dimiringkan. Botol itu diambil, lalu digendongnya sambil bernyanyi-
nyanyi. Dalam bahasa monyet, tentu saja! Kepala Kiki tersembul dari balik sayap,
ia menoleh, memandang Miki. Rasa irinya langsung timbul, begitu melihat Miki
menimang-nimang botol. "Tutup pintu, tutup pintu, Anak nakal!" oceh Kiki mengomel. "Mana sapu
tanganmu!" Miki tidak memahami ocehan Kiki. Dan kalau mengerti pun, ia tidak peduli.
Diguncangnya botol keras-keras. Jambul Kiki menegak, ia mengumpat-umpat lagi.
"Nakal, nakal! Anak jahat! Cul-cul-cul!" Miki membalas ocehannya, tapi ia tidak
mau meletakkan botol tadi. Kiki sudah tidak sabar lagi. Ia terbang ke rak, lalu
mematuk Miki yang sama sekali tidak menyangka akan diserang. Monyet kecil itu
menjerit kesakitan, lalu memegang lengannya yang luka. Botol tadi terlepas dari
pegangan. Kiki kaget mendengar bunyi botol pecah, ketika botol itu jatuh ke
lantai, ia merasa bahwa itu kejadian yang tidak enak Ditirukannya bunyi alat
pemotong rumput. R-r-r! Setelah itu terdiam. Aduh apa kata Philip nanti" Lima "menit kemudian kedua remaja penghuni kamar itu masuk bergegas-gegas. Mereka
hendak mandi dan berganti pakaian, karena sebentar lagi sudah saat makan malam.
Begitu masuk ke dalam kabin, keduanya langsung melihat botol yang pecah di
lantai. Mata Philip terbelalak karena kaget.
"Aduh, botolku pecah! Pasti Miki atau Kiki yang melakukannya!" "Mana kapal yang
ada di dalamnya?" tanya Jack. ia memandang berkeliling, tapi tidak melihatnya.
Kapal itu baru ditemukan ketika mereka menyeret Miki keluar dari bawah tempat
tidur. Monyet kecil itu sama sekali tidak mengutak-utik, melainkan hanya
memeluknya saja erat-erat. Miki dipukul pantatnya tiga kali keras-keras, sedang
Kiki dipukul paruhnya. "Hadiahku yang bagus," keluh Philip sambil memperhatikan kapal-kapalannya. "Coba
kaulihat, Jack bagus sekali, ya" Sekarang bisa lebih jelas dilihat, karena
"tidak dalam botol lagi. Jack mengamat-amati benda itu dengan penuh minat.
" "Untuk apa ini?" katanya. Dipegangnya sebuah tombol kecil yang terdapat di sisi
kapal, lalu ditariknya. Eh tahu-tahu tombol itu tercabut. Lewat lubang bekas "tempat tombol, ia mengintip ke dalam kapal-kapalan itu. "Bagian dalamnya
berongga, Philip," katanya sambil mengintip. "Dan di dalam ada sesuatu
"kelihatannya seperti kertas tergulung. Apa itu, ya?"
Philip langsung bersemangat. "Kertas tergulung, katamu" Wah, pasti naskah kuno!
Tapi kenapa disembunyikan di dalam kapal-kapalan! Tentunya karena naskah yang
mengandung rahasia! Huii asyik! Entah apa isi naskah itu!"
?"Coba kita korek saja ke luar," kata Jack. "Lihatlah! Setelah tombol tadi
dicabut, bagian ini bisa digeser sehingga kita bisa mengorek barang yang di
"dalam itu ke luar!"
"Hati-hati! Nanti kapal ini berantakan, jika benar-benar sudah tua," kata Philip
memperingatkan. Jack melepaskan bagian yang bisa digeser tadi dan meletakkannya
di sisi tombol. Setelah itu dengan hati-hati sekali dicobanya mengorek gulungan
kertas itu ke luar. Agak sulit juga, karena jari-jarinya gemetaran. Tepat saat
itu terdengar bunyi gong, memanggil penumpang makan.
"Aduh, kenapa sekarang"!" keluh Jack. "Kita tidak bisa pergi, karena harus kita
ketahui kertas apa yang tergulung itu!"
"Awas kau merusaknya nanti!" kata Philip cemas. "Kita undurkan saja dulu
"sampai sehabis makan, Jack. Sekarang tidak ada waktu lagi. Dan anak-anak
perempuan pasti juga ingin ikut melihat"
"Betul juga katamu," kata Jack sambil mendesah. "Kita tunggu saja sampai sehabis
makan nanti. Sekarang sebaiknya kita simpan dulu baik-baik!"
Kapal-kapalan itu dikunci di dalam lemari. Setelah itu Jack dan Philip pergi ke
ruang makan. Perasaan mereka tegang. Saat makan itu Dinah dan Lucy-Ann
terheran-heran melihat tingkah laku kedua anak laki-laki itu. Jack berulang kali
memandang sambil nyengir-nyengir konyol, sedang Philip mencoba berbisik-bisik
"seakan-akan hendak memberitahukan sesuatu. Bu Mannering memandangnya dengan
heran. "Mana sopan santunmu, Philip?" tegurnya sambil mengerutkan kening. "Kalau ada
yang ingin kaukatakan, berbicaralah secara biasa saja. Jangan berbisik-bisik
begitu!" Tapi tentu saja itu tidak dapat dilakukan Philip.
"Anu siapa yang menang main tenis tadi?" tanyanya dengan sikap kikuk. "Soal
"begitu saja, masa harus kautanyakan sambil berbisik," kecam Bu Mannering.
"Jangan macam-macam, Philip!"
"Maaf, Bu," kata Philip. Tapi air mukanya sama sekali tidak menampakkan rasa
menyesal, tapi malah senang sekali. Hal itu sama sekali tidak bisa dicegahnya.
Soalnya, ia teringat terus pada kapal-kapalan kuno serta naskah rahasia yang
tersembunyi di dalamnya, ia yakin, isinya pasti salah satu rahasia yang sangat
menarik! Sehabis makan, anak-anak bergegas keluar dari ruang makan. Begitu tiba
di salah satu sudut yang sepi, Jack langsung menyapa kedua anak perempuan.
"He, mau tahu "
?"Ada apa sih?" tanya Dinah. "Kalian berdua saat makan tadi seperti orang sinting
saja. Ada apa?" "Ssst, jangan keras-keras! Dengar dulu kalian tahu kan, kapal-kapalan yang ada
"di dalam botol itu," kata Jack. Tapi Philip cepat-cepat memotong.
"Nanti dulu, biar aku yang menceritakannya! Begini ceritanya. Tadi Miki atau
Kiki atau mungkin pula kedua-duanya menjatuhkan botol itu. Waktu kami masuk,
" "tahu-tahu botol itu sudah pecah di lantai sedang kapalnya lenyap."
" "Lenyap" Ke mana?" tanya Lucy-Ann kaget. "Miki membawanya ke bawah tempat tidur.
Lalu kami ambil. Kami memeriksanya sebentar, untuk melihat apakah ada yang
rusak. Tahu tidak pada sisinya ada semacam kenop yang bisa dicabut! Dan begitu "dicabut, ternyata salah satu bagian dinding kapal terlepas dan di dalam kami
"lihat ada gulungan kertas. Nampaknya seperti semacam dokumen rahasia!"
"Ah! Masa!" seru Dinah dan Lucy-Ann serempak.
"Sungguh! Kita lihat saja sekarang ke bawah, kalau tidak percaya! Tapi jangan
bilang siapa- siapa apalagi Lucian. Ini rahasia kita sendiri."
"Keempat remaja itu lari menuju kabin Jack dan Philip. Di situ mereka nyaris
menubruk pelayan kabin yang sedang membereskan tempat tidur.
"Maaf, Pak," kata Jack buru-buru. "Anda sudah selesai, kan?"
"Ya, sudah! Kenapa kalian begitu terburu-buru?" kata pelayan pria itu
tercengang. Anak-anak tidak menjawab. Pintu kabin cepat-cepat ditutup begitu
pelayan tadi keluar, lalu langsung dikunci dari dalam. Pelayan itu menggaruk-
garuk kepala, ia semakin heran. Kenapa lagi anak- anak bandel itu"
Lampu di dalam kabin dinyalakan. Philip membuka lemari, lalu mengeluarkan kapal-
kapalan. Anak-anak yang lain berdesak-desak mengerumuni.
"Lihatlah," kata-Philip sambil memperagakan. "Mula-mula tombol ini dicabut
begini lalu bagian sisi ini digeser nah, begitu lepas! Nah, sekarang lihat-
" " "saja sendiri lihat tidak itu, gulungan yang terselip di dalam" Aku yakin, itu
"pasti kertas dokumen!"
Dinah dan Lucy-Ann menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan lagi ke luar.
"Ghh! Asyiknya," desah Dinah. "Cepat keluarkan!"
"Kita harus berhati-hati, jangan sampai robek," kata Jack. ia menoleh ke arah
kedua anak perempuan itu. "Kalian mundur sebentar. Aku tidak bisa bekerja dengan
leluasa, jika kalian terus mendesak-desak!"
Setelah itu Jack dan Philip mulai sibuk bekerja, berusaha mencongkel gulungan
kertas itu sedikit demi sedikit ke luar. Akhirnya berhasil! Di dalam tidak ada
apa-apa lagi. "Nah ini dia!" kata Jack puas, sambil menggelar gulungan kertas yang sudah
"kekuning-kuningan itu di atas meja. Ternyata lumayan juga lebarnya! Anak-anak
langsung mengamat- amati dengan bergairah.
"Ini peta!" "Semacam denah!"
"Tapi tulisannya tidak bisa kubaca. Sialan! Rupanya bahasa Yunani atau
"begitu!" "Denah apa ini" Kelihatannya seperti gambar pulau!"
"Perhatikan tanda-tanda ini seperti gambar arah angin! Mungkinkah ini utara,
"selatan lalu ini timur dan barat?"
?"Aku tahu! Ini gambar dua buah peta. Bagian yang ini mestinya gambar pulau, dan
ini tentunya laut Sedang yang ini gambar denah kelihatannya seperti bangunan,
"dan ini lorong-lorong dan sebagainya."
Anak-anak terus saja asyik bercakap-cakap sambil mengerumuni gambar itu. Philip
teringat bahwa ia membawa kaca pembesar, lalu pergi mengambilnya. Dengan bantuan
alat pelihat itu mereka bisa meneliti dengan lebih seksama, serta melihat
beberapa kata asing serta tanda-tanda yang sudah pudar, yang tidak bisa dilihat
dengan mata biasa. "Lihat tulisan aneh ini," kata Lucy-Ann tiba-tiba. Ia menuding ke sudut kiri
atas peta. "Tulisan ini kan seperti yang ada di sisi kapal-kapalan! Coba kita
bandingkan sebentar!"
Anak-anak memperhatikan kedua tulisan itu dan membanding-bandingkan. Ternyata
memang serupa! "Nah! Kata Pak Eppy, tulisan di kapal ini bunyinya 'Andra' dan karena tulisan "yang di peta serupa dengannya, maka itu berarti ada hubungannya dengan suatu
pulau atau orang bernama Andra," kata Dinah.
" "Anak-anak terdiam selama beberapa saat masing-masing sibuk mencernakan makna
ucapan itu. Semua berpikiran sama, tapi tidak ada yang berani mengucapkannya
keras-keras karena hal itu tidak mungkin. Tidak, itu mustahil! Akhirnya Lucy-
"Ann yang paling dulu membuka mulut ia berbicara dengan suara seperti sesak
napas. "Andra itu kan nama putri yang tidak mau dinikahkan dengan anak raja yang
"bermata satu! Mungkinkah salah satu kapal yang mengangkut harta itu diberi nama
begitu, sebagai penghormatan padanya" Sedang usaha pencarian harta yang hilang
diberi nama sandi begitu pula dan karenanya baik kapal maupun peta ini
"ditulisi kata 'Andra'! Mungkin tidak?"
"Mustahil," gumam Jack. "Tidak mungkin kita menemukan peta tua yang hilang
"salinan peta yang lebih tua lagi, yang dibuat ratusan tahun yang lalu. Itu
mustahil!" "Ah mungkin ini cuma perbuatan orang iseng saja," kata Philip. Padahal dalam
"hati ia meyakini kebalikannya.
"Tidak itu tidak mungkin," kata Dinah. "Pak Eppy yang ahli tentang benda-benda
"kuno mengatakan bahwa ini kapal-kapalan kuno. Ya, kan" ia malah heran, karena
katanya kapal ini jauh lebih tua daripada botol yang dijadikan tempat"
"Kalian mau tahu pendapatku?" kata Jack lambat-lambat. "Menurutku, ini mungkin
peta yang benar itu! Dan kurasa pedagang Yunani yang menyalinnya dari peta yang
asli menyembunyikannya di dalam kapal-kapalan ini yang mungkin dibuat olehnya
"sendiri." "Ya lalu setelah ia meninggal, keluarganya menyimpannya terus sebagai kenang-
"kenangan, tanpa tahu apa yang tersembunyi di dalamnya lalu kemudian ada
"seseorang yang beranggapan bahwa kapal ini bagus kalau dijadikan pajangan dalam
botol," kata Philip.
"Tapi bagaimana cara memasukkannya?" kata Lucy-Ann.
"Sebetulnya gampang saja," kata Jack. "Lihatlah! Tiang-tiang kapal ini bersendi,
jadi bisa dilipat sampai rata dengan geladak. Ujung-ujungnya diikat dengan tali
yang diberkaskan. Lambung kapal dimasukkan lewat mulut botol, lalu tali-tali
ditarik, sehingga tiang-tiang menegak dan layar pun mengembang. Setelah semua
beres, botol ditutup dengan sumbat."
"Wah, hebat!" kata Lucy-Ann. Dipandangnya lagi kapal-kapalan serta peta usang
yang terbentang di sampingnya. "Bayangkan, kita ini memandang peta yang mula-
mula dibuat seorang laksamana Yunani yang memimpin armada kapal pembawa harta!
Dan pada peta ini ditunjukkan tempat harta itu disembunyikan. Kita satu-satunya
di dunia yang mengetahui rahasia ini!"
Keempat remaja itu terdiam, membayangkan hal yang begitu luar biasa! Mereka
berpandang pandangan. Setelah beberapa saat Lucy-Ann berbicara lagi. Nadanya


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut-takut "Jack, Philip!" katanya. "Ini kan bukan petualangan baru lagi?" Tidak ada yang
menjawab pertanyaan itu. Semua sibuk memikirkan peta aneh itu. Kemudian Jack
yang mengucapkan pikiran mereka.
"Seperti dikatakan Lucy-Ann tadi mungkin kita sendiri yang mengetahui adanya "rahasia ini tapi kita tidak tahu apa maknanya! Kita tidak bisa membaca
"tulisan-tulisan yang tertera pada peta ini. Kita bahkan tidak tahu nama pulau
yang tergambar di sini. Huuuh kesal sekali rasanya!"
?"Kita harus berusaha mengetahuinya," kata Dinah.
"Ya, ya kita datangi orang Yunani katakanlah, Pak Eppy lalu bertanya
" " "padanya, 'Pak, tolong bacakan tulisan-tulisan yang tertulis pada peta aneh ini!'
Tidak, gagasanmu itu besar risikonya, Dinah! Orang yang mengerti, pasti akan
langsung melihat bahwa peta ini berharga lalu tahu-tahu peta kita lenyap!"
?"O ya?" kata Lucy-Annn dengan cemas. "Kalau begitu, kita harus berhati-hati
dengannya." "Aku tahu apa yang bisa kita lakukan untuk menjamin supaya peta ini tidak dicuri
orang," kata Jack. "Kita memotong-motongnya menjadi empat bagian. Kita masing-
masing menyimpan sepotong! Jadi kalau salah satu dicuri atau dirampas orang, ia
takkan bisa berbuat apa-apa dengan peta yang cuma seperempat!"
Ya itu ide bagus," kata Philip. "Tapi kenapa kita sampai repot berpikir
" "tentang pencuri dan perampas?"
"Kita kan sudah berpengalaman, berdasarkan petualangan yang kita alami selama
ini," kata Dinah. "Tapi kurasa kita mulai tahu bagaimana harus bersikap
menghadapi orang-orang seperti itu!"
"O ya," kata Jack, yang masih memikirkan gagasannya tadi, "jika peta ini kita
bagi-bagi menjadi empat potong, kita akan bisa minta tolong pada empat orang
yang berlainan untuk membacakan tulisan yang tertera pada bagian kita masing-
masing. Orang-orang itu takkan melihat peta seutuhnya. Jadi mereka tetap tidak
tahu apa-apa tapi kita sendiri bisa menggabung-gabungkan keterangan yang kita
"peroleh, sehingga mendapat gambaran yang lengkap tentang makna peta kita."
"Itu gagasan yang sangat cerdik, Jack," kata Philip setelah menimbang-nimbang
sesaat "Tapi walau begitu lebih baik Pak Eppy jangan kita datangi sama
"sekali." "Kenapa tidak?" kata Jack. "Dari sepotong saja ia takkan bisa menarik
kesimpulan apa-apa. Tidak perlu kita katakan padanya bahwa kita memiliki seluruh
peta. Kalau kupikir-pikir, tidak ada jeleknya jika kita pertama-tama
mendatanginya dulu. ia pasti akan bisa mengatakan apakah peta ini palsu atau
tidak! Jika ternyata palsu, kita tidak usah repot-repot lagi mencari tiga orang
lain untuk minta dibacakan tulisan yang tertera pada ketiga potongan lainnya."
"Mungkinkah ia akan menduga apa yang kita duga saat ini" Maksudku, bahwa peta
ini merupakan denah tempat harta Andra disembunyikan," kata Philip yang masih
menyangsikan gunanya menghubungi Pak Eppy tentang peta itu.
"Kita jangan memberikan potongan yang ada tulisan 'Andra' padanya," kata Jack.
"Kita juga jangan mengatakan apa-apa mengenai ketiga potongan lainnya, begitu
pula di mana kita menemukan potongan yang kita tunjukkan padanya. Kita katakan
saja potongan itu secara kebetulan saja kita temukan di salah satu tempat tapi
"tidak tahu lagi di mana! Lucy-Ann sebaiknya jangan mengatakan apa-apa. Ialah
yang tahu di mana kapal itu dibelinya, sedang kita tidak! Jadi kita bisa secara
jujur mengatakan, 'Tidak, Pak kami tidak tahu dari mana potongan kertas ini
"berasal. Tahu-tahu saja muncul' begitu!"
" "Mudah-mudahan saja ia mau percaya," kata Dinah. "ia kelihatannya tidak pernah
mau percaya kalau Lucian mengatakan apa-apa padanya."
"Yah anak tolol itu," kata Jack. ?"Lucian sebenarnya lebih baik daripada anggapan kalian," kata Lucy-Ann membela.
"Jangan lupa, karena dialah aku bisa membeli kapal-kapalan ini. Tanpa dia, aku
takkan tahu di mana ada orang yang memiliki kapal dalam botol."
"Nantilah kalau kita berhasil menemukan harta itu, ia akan kita bagi sedikit,"
"kata Jack bermurah hati.
"Wah kita akan mencari harta itu?" kata Lucy-Ann. "Tapi bagaimana dengan Bibi
"Allie" Apa yang akan dikatakannya nanti" Apakah Viking Star tidak keberatan jika
kita pergi mencari harta karun?"
"Aduh, kau ini," tukas Jack. "Bagaimana kita sudah mengatur apa-apa, selama kita
belum mengetahui apa yang sebenarnya tertulis di peta ini" Kurasa Bibi Allie
pasti akan ikut asyik, apabila mendengar tentang penemuan kita ini!".
"Ah, kurasa tidak," kata Lucy-Ann. "Malah sebaliknya, ia akan jengkel sekali.
Kita akan langsung diajak pulang! Aku tahu pasti, ia takkan mau mengizinkan kita
sibuk kian kemari, mencari pulau dan harta kuno. ia sudah bosan dengan hal-hal
begitu." "Kalau begitu jangan kita beri tahu saja dulu, sampai segala-galanya sudah
jelas. Dan jika saat itu tiba, akan kita panggil Bill," kata Jack dengan tegas.
Lucy-Ann langsung bersemangat kembali, ia bersedia menghadapi apa pun juga, asal
Bill Cunningham ada bersama mereka.
Keempat remaja itu duduk di tempat tidur. Mereka capek, setelah begitu asyik
berunding. Mereka kepanasan. Untung di dalam ada kipas angin yang berputar
menghembuskan hawa sejuk ke sekeliling ruangan. Tiba-tiba mereka terlonjak
kaget, karena ada bunyi yang jauh lebih nyaring daripada bunyi kipas angin.
"Itu Kiki! ia menirukan bunyi peluit kereta api cepat'" kata Jack. "Yuk, kita
jemput dia, sebelum nakhoda sendiri datang memeriksa. Aduh ia berteriak lagi!
"Rupanya ia sudah bosan, terkurung sendiri di kabin sebelah!"
Keempat remaja itu bergegas masuk ke sana, karena ingin membungkam Kiki sebelum
ada yang memprotes. Mereka melihat Kiki berdiri di atas meja rias, menghadap
cermin, ia berteriak-teriak pada bayangannya sendiri. Burung kakaktua itu
sebenarnya sudah sering melihat cermin. Tapi ia kadang-kadang masih suka marah
apabila melihat ada kakaktua lain di depannya, yang tidak bisa dipatuk.
"Berhenti, Kiki! Burung nakal!" seru Jack dari ambang pintu kabin. "Kuikat
paruhmu nanti! Burung jahat, Polly nakal!"
"Selamat ulang tahun!" oceh Kiki sambil memandang Philip. Jack sama sekali tidak
diacuhkannya Kemudian ia menirukan bunyi sumbat botol ditarik ke luar, disusul
bunyi cairan dituangkan. Menggeleguk-geleguk!
"Ah, ia haus rupanya," kata Jack. "Maaf, ya aku lupa bahwa kau pasti kepanasan
"di sini." Diambilnya gelas kumur lalu diisinya dengan air. Kiki minum dengan
cepat Miki datang, lalu ikut minum.
"Kita ini keterlaluan asyik sendiri, sampai melupakan mereka berdua," kata
"Philip. "Kalau di kabin kita selalu ada air tersedia untuk mereka, tapi di kabin
ini tidak! Kasihan Kiki! Miki yang malang!"
"Tol-lol," kata Kiki dengan sopan, ia menirukan bunyi orang terceguk. "Maaf!
Miki-Kiki, Miki- Kiki, Miki Ki "
?"Sudah, sudah!" tukas Jack. "Tidak lucu! Kau ikut saja sekarang, berjalan-jalan
di geladak, menghirup udara segar sebentar. Setelah itu tidur!"
Anak-anak naik ke geladak bersama Miki dan Kiki. Para penumpang yang berpapasan
tersenyum melihat mereka, karena senang pada anak-anak serta kedua binatang
peliharaan mereka yang kocak-kocak. Setiap kali berpapasan dengan seseorang,
Kiki selalu menirukan bunyi terceguk dan menyusulkannya dengan seruan, Bukan
main! Maaf! Burung itu tahu bahwa orang-orang pasti tertawa mendengarnya. Dan
Kiki memang suka pamer. Udara malam di luar terasa sejuk. Anak-anak tidak banyak berbicara. Semua sibuk
dengan pikiran masing-masing. Botol kapal-kapalan peta yang akan dijadikan " "empat potong mencari keterangan tentang tulisan yang tertera di situ lalu
" "mencari... harta Andra!
Malam itu mereka tidak bisa tidur dengan tenang. Semua merasa kepanasan. Mereka
membalik-balik tubuh di tempat tidur. Miki dan Kiki bertengger di ambang
tingkap, mencari hawa sejuk. Jendela itu kini selalu dibiarkan terbuka, karena
kedua binatang itu tidak pernah menampakkan sikap hendak keluar lewat situ.
Lucy-Ann berbaring dengan mata nyalang, ia merasa gelisah. Hatinya bergairah,
tapi dicampur perasaan agak cemas, ia mengenal perasaan begitu yang biasanya
"muncul setiap ada petualangan baru. ia memanggil-manggil Dinah sambil berbisik-
bisik. "Ssst kau sudah tidur, Dinah" He mungkinkah kita ini akan memasuki
" "petualangan baru lagi" Bilang tidak, ya!"
"Kalau ternyata memang begitu, itu salah siapa?" balas Dinah. ia ternyata belum
tidur pula. "Siapa yang membeli kapal-kapalan itu?"
"Aku," kata Lucy-Ann. "Ya jika kita terjerumus lagi ke dalam petualangan, kali
"ini sebabnya karena aku membeli kapal dalam botol. Ya kapal petualangan!"
"Bab 9, RAHASIA KAPAL PETUALANGAN
Keesokan harinya Jack dan Philip mulai menyadari kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi, jika mereka hendak menyelidiki makna peta kuno yang mereka temukan.
Persoalannya ternyata tidak segampang anggapan mereka malam sebelumnya. Hal-hal
yang semula mereka remehkan, seperti kemungkinan Bu Mannering akan berkeberatan,
kini nampak merupakan penghalang yang sulit diatasi. Segala gagasan yang sudah
disepakatkan tidak lagi terasa sangat baik. Bukan itu saja, tapi malah nampak
mustahil. Benar-benar mengecewakan! Tapi ketika peta dikeluarkan lagi, timbul
kembali semangat yang malam sebelumnya terasa sangat menggelora. Sebelum tidur,
Philip memasukkan peta itu ke dalam sampul lalu diselipkannya di bawah bantal.
Dan setelah menghadapinya lagi, anak-anak segera mencapai kata sepakat. Mereka
harus berusaha mengetahui apakah peta itu tidak palsu, begitu pula apa makna
tulisan-tulisan yang tertera di situ. Setelah itu segala kemungkinan bisa saja
"terjadi! Keempat remaja itu mengatur rencana. Pertama-tama, peta harus dipotong menjadi
empat bagian. Tiap-tiap potongan ditaruh di dalam sampul kecil, yang kemudian
dimasukkan ke dalam sampul yang lebih besar. Masing-masing anak harus menyimpan
potongan peta yang merupakan bagiannya baik-baik. Bisa selalu dibawa-bawa, atau
ditaruh di tempat aman di dalam kabin. Itu yang pertama-tama harus dilakukan.
Kemudian salah seorang dari mereka menunjukkan potongan petanya kepada Pak Eppy,
untuk menanyakan pendapatnya. Tapi yang ditunjukkan tentu saja bukan potongan
yang ada tulisan nama 'Andra', melainkan yang lain!
"Dan Lucy-Ann nanti tidak boleh ikut, saat kita pergi menanyakan," kata Philip
menentukan. "Sebab jika Pak Eppy bertanya dari mana kita mendapat peta itu, kita
bisa dengan jujur mengatakan tidak tahu! Tapi Lucy-Ann tidak bisa karena
"mukanya pasti akan memerah atau begitu, sehingga kita akan langsung ketahuan."
"Aku takkan begitu!" kata Lucy-Ann membantah, ia tidak ingin tersingkir dari
hal-hal yang mungkin akan menarik. "Ah, pasti! Kau terlalu jujur," kata Philip.
"Jangan memandang begitu dong, Lucy-Ann itu kan malah sifat yang sangat baik
" " dan kami tidak ingin kau berubah sedikit pun. Cuma urusan sekarang ini penting
sekali artinya bagi kita. Aku khawatir segala-galanya akan kacau, jika kau ikut
datang." "Baiklah kalau begitu," kata Lucy-Ann sambil mendesah. "Mungkin kau benar. Aku
ingin Pak Eppy itu sekali-sekali mau melepaskan kaca mata gelapnya! Aku tidak
bisa tahu pasti bagaimana orangnya, jika tidak bisa melihat matanya."
"Kurasa orangnya baik, cuma agak cepat marah," kata Jack. "ia bersikap baik
terhadap istrinya, sedang pada Bibi Allie selalu sopan sekali. Kalau pada Lucian
memang galak tapi jika si Kelinci malang itu keponakan kita, kurasa kita pun "akan bersikap begitu pula."
"Sekarang pun kita sudah begitu," kata Lucy-Ann. "Misalnya, kita selalu
mendesak-desaknya agar mau berenang di kolam kapal. Padahal kita tahu, ia takut
air." "Itu kan cuma untuk melihat alasan apa lagi yang akan diajukannya," kata Jack.
"Anak itu pintar sekali mencari-cari alasan."
"Yah, kembali pada peta ini kapan enaknya kita membawanya pada Pak Eppy?"
"tanya Philip. "Lalu kalau ia kemudian mengatakan bahwa peta ini asli, kemudian
bagaimana selanjutnya" Adakah orang lain di kapal ini yang bisa kita tanyakan
tentang potongan peta yang berikut?"
"Ada pelayan geladak, ia orang Yunani," kata Dinah. "Kurasa ia pasti bisa
"membaca tulisan-tulisan itu. Lalu masih ada pula wanita Yunani penjaga toko di
geladak tempat berjalan-jalan. Mestinya ia pun bisa membantu kita!"
"Nah, kita sudah agak maju sekarang," kata Philip senang. "Bagaimana kalau kita
sekarang mulai saja memotong peta kita menjadi empat bagian?"
"Aku punya gunting yang tajam sekali," kata Lucy-Ann. "Sebentar, kuambilkan dulu
ke sebelah sambil melihat apa yang sedang dilakukan Miki dan Kiki di sana.
"Pasti iseng lagi!"
"Tapi jangan bawa kemari selama kita sibuk dengan peta," kata Jack. "Aku
khawatir, jangan-jangan Miki nanti menyambar lalu membuangnya ke luar lewat
lubang tingkapan. Kemarin ia sudah berbuat begitu. Kartu pos yang baru selesai
kutulis, dibuangnya dengan begitu saja ke air!"
"Uhh, amit-amit," kata Dinah, sambil membayangkan peta mereka yang berharga itu
melayang terbang, ia bergegas menutup Ungkapan. "Untuk berjaga-jaga," katanya.
Jack dan Philip tertawa. Agak lama juga Lucy-Ann pergi. Anak-anak yang lain
sudah tidak sabar lagi menunggu. "Apa sih, yang dilakukannya di sana. Lama
sekali!" Ketika Lucy-Ann kembali, ia membawa Kiki.
"Terpaksa," katanya, " ia tadi memojokkan Miki di sudut kabin sambil menandak-
nandak. Seperti biasa, kalau Kiki sedang marah, ia juga menggeram-geram,
menirukan suara anjing galak. Kasihan Miki, ia meringkuk ketakutan. Karena itu
agak lama tadi, karena harus membujuk-bujuknya sebentar."
"Maksudmu, kau tadi bermain-main dulu dengan mereka berdua," kata Jack
menggerutu. "Kami yang sudah tidak sabar lagi menunggu di sini! Mana
guntingnya?" "Sialan sampai lupa," kata Lucy-Ann. Ia bergegas ke sebelah lagi dengan muka
"bersemu merah. Tapi kali ini ia kembali dengan segera, membawa gunting. Kiki
sementara itu sudah bertengger dengan puas di bahu Jack. Ia bernyanyi-nyanyi
pelan. Sikapnya tenang sekali. Burung kakaktua itu tahu bahwa ia tadi nakal.
Jack mengambil gunting dari tangan Lucy-Ann. Dengan hati-hati diguntingnya peta
menjadi dua bagian yang sama besar. Anak-anak memperhatikan dengan napas
tertahan. Kertas usang itu berkeretak kena gunting. Potongan yang sudah separuh
digunting lagi menjadi dua bagian. Peta yang semula utuh kini sudah menjadi
empat bagian, terletak di bufet kabin. Empat bagian dari suatu dokumen yang
menarik jika dugaan anak-anak ternyata memang benar! ?"Sekarang kita masukkan ke dalam empat sampul kecil, yang kemudian masuk lagi ke
sampul yang lebih besar," kata Dinah. Ia mencari-cari sebentar di dalam map
kertas tulis Jack dan Philip, lalu mengeluarkan empat sampul kecil. Masing-
masing potongan peta dimasukkan ke dalam sebuah sampul. Setelah itu diambil lagi
empat sampul yang lebih besar, dan empat sampul kecil tadi dimasukkannya ke
dalamnya. Beres! Langkah pertama sudah dilakukan.
"Nanti kalau maknanya sudah kita ketahui semuanya, potongan-potongan ini bisa
kita sambungkan lagi dengan lem," kata Philip. "Sekarang kapan enaknya kita
"mendatangi Pak Eppy" Dan dengan cara bagaimana kita membuka percakapan?"
"Kalau waktunya, kurasa sekarang pun bisa," kata Jack. "Biasanya ia ada di kursi
geladaknya yang biasa dan mungkin tidak sedang tidur, karena baru saja sarapan
"pagi!" "Eh bagaimana, perlukah kita bercerita pada Lucian tentang urusan ini?" tanya
"Lucy-Ann. "Kau ini bagaimana sih" Tentu saja tidak!" tukas Jack. "Lucian sama sekali tidak
bisa diandalkan. Dibentak pamannya sedikit saja, ia pasti akan membeberkan
segala-gala yang diketahuinya ditambah dengan banyak lagi yang merupakan
"khayalannya sendiri!"
Akhirnya diambil keputusan bahwa potongan peta yang dipegang Jack-lah yang akan
ditunjukkan pada Pak Eppy. Nama 'Andra' tidak tertera di situ. Begitu pula nama
pulau yang tergambar. Ini menurut dugaan anak-anak. Soalnya karena pada salah
satu bagian gambar pulau tertera sejumlah hiroglif.
"Hiro hiro apa itu, Jack?" tanya Lucy-Ann, ketika abangnya menyebut kata
" "itu. "Kedengarannya seperti nama obat!"
"Hiroglif" Ini tanda-tanda aneh ini, yang tidak kita ketahui maknanya," kata
"Jack. "Tanda- tanda yang melambangkan kata-kata. Mungkin juga lambang-lambang
rahasia." "Lambang rahasia" Wah asyik!" kata Lucy-Ann. "Di mana ya enaknya, aku
"menyimpan bagianku?"
"Yang jelas tidak di dalam map kertas surat atau. tempat lain yang sama
menyoloknya, Lucy- Ann," kata Philip. "Kalau aku, aku sudah tahu di mana akan
kusembunyikan sampul bagianku."
"Di mana?" tanya anak-anak yang lain.
Mereka memperhatikan dengan penuh minat, sementara Philip pergi ke bufetnya.
Bufet itu disekrupkan ke dinding. Semua perabot yang ada di dalam kabin
disekrupkan ke dinding atau lantai, supaya jangan tergelincir saat kapal sedang
oleng. Antara dinding dan bufet itu ada celah sempit. Philip membungkuk, lalu
menyelipkan sampulnya ke dalam celah itu.
"Beres!" katanya dengan puas. "Celah itu takkan pernah dibersihkan, karena
terlalu sempit. Sampulmu akan kausimpan di mana, Jack?"
"Akan kubawa-bawa terus," kata Jack. "Celana pendekku dilapisi kain tipis. Aku
akan meminta tolong pada Lucy-Ann untuk membedah jahitan sebelah atasnya
sedikit, supaya sampulku bisa kuselipkan ke situ. Kalau sudah ada di dalam, akan
kupenitikan Tapi sekarang belum, karena masih harus kutunjukkan dulu pada Pak
Eppy." Tempat penyembunyian yang dipilih Dinah benar-benar hebat. Anak-anak diajaknya
ke kabinnya. Di belakang kipas angin ada papan tempat alat itu terpasang. Dinah


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyelipkan sampulnya ke celah yang ada antara papan dengan dinding kabin.
Sebelumnya, ia tentu saja harus mematikan kipas angin dulu. Setelah sampul
masuk, dihidupkan kembali. Anak-anak sependapat bahwa tempat penyembunyian itu
benar-benar sempurna. Takkan ada yang akan mencari sesuatu di belakang kipas
angin yang berputar terus siang-malam!
"Bagus!" kata Jack. "Kau memilih tempat mana, Lucy-Ann?"
"Cari tempat yang tidak bisa dicapai oleh Miki," kata Philip memperingatkan.
"Awas, ia memperhatikan! ia tidak bisa mengambil sampul yang disimpan Dinah,
karena takut kena kipas angin, ia takkan berani merogoh-rogoh ke belakang
situ!" "Bagaimana kalau kuselipkan di bawah karpet?" kata Lucy-Ann.
Wah, jangan!" kata Jack. "Nanti terasa oleh pelayan kabin saat membersihkan, "lalu diambil."
"Nanti dulu kurasa aku tahu tempat yang baik! Bagaimana kalau di belakang
"laci?" kata Lucy-Ann. Ditariknya salah satu laci bufetnya, lalu diletakkan di
lantai, ia mengambil sebuah paku payung dari kotak penanya. Dengan paku itu
ditempelkannya sampul yang harus disimpannya ke punggung laci tadi. "Nah,
sekarang takkan mungkin ada orang bisa melihatnya, kecuali jika laci ini ditarik
ke luar sama sekali," katanya.
"Dan untuk apa orang melakukannya?"
Ya, tempat itu cukup baik," kata Jack. Dinah dan Philip juga setuju. "Miki
"takkan bisa menariknya, karena tidak cukup kuat! Sekarang bagaimana jika kita
mendatangi Pak Eppy?"
"Setuju! Lucy-Ann, kau kini pergi ke tempat bermain tenis! Ajak Lucian ke sana,
sementara kami berbicara dengan pamannya," kata Philip. "Dengan begitu kalian
berdua tidak mengganggu!"
Lucy-Ann mendatangi Lucian. Anak itu sedang melamun seorang diri ia senang
sekali ketika Lucy-Ann datang mengajaknya main tenis, ia langsung setuju.
Lucian paling menyukai Lucy-Ann di antara keempat kawan barunya itu. Mungkin
karena ia merasa bahwa anak itu tidak begitu suka mempermainkan dirinya, seperti
ketiga anak lainnya. "Nah sekarang mereka tidak bisa merepotkan kita lagi," kata Jack sambil
"memperhatikan kedua anak itu menaiki tangga, menuju ke geladak tempat
berolahraga. "Yuk, sekarang kita ke geladak tempat duduk-duduk. Ayo, Kiki kau
"mau bertengger di bahu sebelah mana sih" Kalau bolak-balik begitu, merepotkan
aku saja!" "Coba kau yang menggendong Miki selama satu-dua jam," keluh Philip. "Leherku
sudah kepanasan, karena ia menempel terus!"
Para penumpang lainnya memandang ketiga anak itu lewat dengan kakaktua serta
monyet kecil mereka. Orang-orang itu sudah terbiasa sekarang, dan geli melihat
tingkah laku kedua binatang peliharaan yang kocak itu.
"Aku sudah heran saja, kenapa kalian lama sekali tidak kelihatan," kata Bu
Mannering, ketika anak-anak datang menghampiri. "Mana Lucy-Ann?"
"Sedang bermain-main dengan Lucian," kata Jack, lalu duduk di tepi kursi Bu
Mannering. Bu Eppy dan suaminya menempati kursi-kursi sebelah sana.
"Aku punya barang aneh," kata Jack dengan suara lantang. "Menurutku, ini pasti
dokumen yang sudah tua sekali. Menurut Bibi, mungkinkah Pak Eppy bersedia
menilainya untukku?"
"Kenapa tidak kautanyakan saja sendiri" kata Bu Mannering. " ia kan ada di
sini." Bab 10, PAK EPPY BERSIKAP ANEH
Philip dan Dinah duduk satu kursi, di sebelah tempat Bu Mannering, sementara
Jack bertengger di ujung kursinya, ia memegang potongan petanya. Ketiga remaja
itu bersikap polos, seakan-akan tidak ada apa-apa.
"Aku tidak mau mengganggu Pak Eppy sekarang, karena kelihatannya sedang asyik
membaca," kata Jack. Bu Eppy mendengar ucapannya itu, lalu menepuk lengan
suaminya. "Paul," katanya, "Ini Jack ingin menanyakan sesuatu padamu." Sebenarnya Pak "Eppy juga sudah tahu, tapi pura-pura tidak mendengar.
"Boleh saja," jawabnya sambil menoleh dengan sikap enggan. "Ada apa?"
"Bukan apa-apa kami cuma menemukan secarik kertas kuno," kata Philip menyela.
?"Kemungkinannya sama sekali tidak berarti. Kami tidak memahami tulisan yang
tertera." "Dan mungkin juga bukan kertas kuno," kata Jack sambil menjentik-jentikkan
potongan petanya dengan ibu jari.
"Kalau kelihatannya, memang kuno," kata Bu Mannering. ia mulai tertarik. "Di
mana kalian menemukannya?"
"Wah sudah lupa! Di salah satu pulau yang pernah kita singgahi," kata Jack.
?"Kau tahu di mana tepatnya, Dinah?"
"Tidak," jawab Dinah dengan jujur. "Aku tidak tahu."
"Aku juga tidak," kata Philip.
"Mana coba kulihat sebentar," kata Pak Eppy dengan sikap enggan. Istrinya
"menyodorkan potongan peta itu padanya. Pak Eppy menerimanya lalu memperhatikan
secara sambil lalu. Maksudnya akan langsung dikembalikan lagi, dengan iringan
komentar meremehkan. Anak- anak ini tahu apa, tentang benda-benda kuno" Tidak
tahu apa-apa! Mungkin yang hendak mereka tunjukkan itu sepotong surat yang
diterbangkan angin ke jalan, lalu dipungut anak-anak. Atau bisa juga kertas itu
bekas pembungkus sesuatu yang mereka beli. Pak Eppy memandang kertas yang ada
di tangannya. Mulutnya sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu yang bernada
meremehkan. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa, walau mulutnya tetap ternganga.
Matanya terus menatap kertas usang yang dipegang. Akhirnya Pak Eppy membuka kaca
mata gelapnya, supaya bisa melihat lebih jelas.
"Eh memang benar-benar kuno, Pak?" Akhirnya Jack bertanya, karena tidak sabar
"lagi menunggu lebih lama. Pak Eppy tidak menjawab, ia merogoh kantungnya.
Diambilnya sebuah kotak kecil berwarna hitam, lalu dibukanya. Di dalam kotak itu
ada semacam kaca pembesar, seperti yang biasa dipakai tukang jam saat sedang
membetulkan arloji. Pak Eppy menjepitkan alat pembesar itu ke cekungan matanya,
lalu menunduk lagi. Ditelitinya potongan kertas kuno itu. Lama sekali ia
meneliti, sementara anak-anak menunggu terus dengan tegang. Kenapa Pak Eppy
begitu lama tidak menjawab"
Akhirnya orang itu melepaskan kaca pembesar-nya, lalu menoleh ke arah anak-anak.
Mereka kaget, karena baru saat itu melihatnya tanpa kaca mata gelap. Matanya
aneh tidak enak dilihat. Satunya biru, tapi yang satunya lagi coklat tua. Bulu
"tengkuk Dinah meremang. Mau tidak mau ditatapnya terus orang itu, memperhatikan
kedua bola matanya secara ganti- berganti. Mula-mula yang biru tua. Lalu yang
coklat tua. Jangan-jangan salah satu mata itu palsu! Ah mana mungkin kalau " "Pak Eppy memakai mata palsu, tentunya ia memilih warna yang sama dengan yang
asli! "Yah " kata Pak Eppy. ia berhenti sejenak, seakan-akan agak sulit menemukan
"kata yang cocok, ia meneruskan,
"Yah memang menarik. Eh..."
?"Betul-betul kuno atau tidak, Pak?" desak Jack. "Itulah yang ingin kami
ketahui." "Kertas dokumen ini tidak lengkap," kata Pak Eppy. ia memandang anak-anak silih
berganti. "Ini cuma sepotong! Dan kalau dilihat dari tepi-tepinya, potongan ini
kelihatannya baru-baru ini saja digunting. Aneh!" Anak-anak sama sekali tidak
menduga bahwa Pak Eppy akan berkata begitu. Jack menjawab dengan segera, karena
merasa bahwa jika tidak begitu. Pak Eppy pasti akan tambah curiga.
"Wah aneh sekali! Rupanya kami cuma menemukan potongan saja ya, Pak" Yah
" "siapa ya, yang memegang sisanya?"
Ya, kemungkinannya siapa?" kata Pak Eppy. ia menatap Jack sambil menimang-
"nimang kaca pembesarnya di ujung jari. "Aku kepingin sekali mengetahuinya."
"Kenapa begitu, Pak?" tanya Philip dengan air muka seperti tidak tahu apa-apa.
Dinah sampai kagum melihat sikap abangnya yang pandai berpura-pura.
"Dari potongan ini saja, tidak banyak kesimpulan yang bisa kuambil," kata Pak
Eppy. "Kalau selebihnya juga ada, itu lain soal!"
"Kalau dari yang ini saja, kesimpulan apa yang dapat Anda katakan?" tanya Dinah.
Pak Eppy memandang anak itu dengan matanya yang aneh.
"Sejauh yang bisa kulihat, ini merupakan bagian dari denah sebuah pulau,"
katanya. "Pulau yang menarik dengan suatu rahasia di situ. Jika sisa lembaran
"dokumen ini juga bisa kulihat, mungkin bisa kukatakan rahasia apa itu."
"Sayang tidak ada ya, Pak," kata Jack. ia mengulurkan tangannya, hendak
mengambil potongan petanya kembali.
"Di mana katamu tadi, kalian menemukan ini?" Pertanyaan itu begitu tiba-tiba
dilontarkan Pak Eppy, sehingga anak-anak kaget dibuatnya.
"Kami tidak mengatakannya sama sekali, Pak karena kami tidak tahu," jawab Jack
"dengan cepat. Kening Pak Eppy berkerut, lalu memasang kaca mata gelapnya lagi.
Kini wajahnya kembali seperti biasa, menjadi Pak Eppy yang sulit ditebak
wataknya. Matanya yang aneh tidak kelihatan lagi.
"Kusimpan saja dulu dokumen ini untuk sementara," kata orang itu sambil
mengeluarkan dompetnya. "Wah jangan, Pak," kata Jack. "Saya ingin membawanya pulang! Anu untuk
" "museum sekolah kami, jika ternyata memang benar merupakan naskah kuno."
"Ya, ini memang kuno," kata Pak Eppy dengan suara datar. "Aku mau membelinya!
Kalian tahu kan, aku tertarik pada barang-barang kuno."
"Tapi kami tidak bermaksud menjualnya, Pak Eppy!" kata Jack. Ia mulai cemas.
"Lagi pula, rasanya takkan ada harganya sama sekali. Kami ingin menyimpannya
sebagai kenang- kenangan saja."
"Baiklah kalau begitu tapi aku ingin meminjamnya selama beberapa waktu," kata
"Pak Eppy. Dengan tenang diselipkannya potongan peta itu ke dalam dompetnya yang
kemudian dimasukkan ke dalam kantungnya. Setelah itu ia mulai membaca bukunya
lagi. Jack menatap anak-anak yang lain dengan kecut ia merasa marah bercampur kecewa.
Tapi apalah yang bisa dilakukannya saat itu! Kan tidak bisa ia merampas dompet
Pak Eppy, lalu i mengambil potongan peta tadi. Lagi pula jika ia ribut-ribut Bu
Mannering pasti akan marah. Sedang Pak Eppy akan curiga jika perasaan itu "belum timbul saat itu! Philip dan Dinah terpana. Seenaknya saja orang itu,
merampas milik orang lain! Akan dikembalikannya lagi atau tidak nanti" Anak-anak
menyesal, kenapa tadi tidak lebih dulu menyalin dokumen itu" Sekarang mereka
mungkin tidak akan memperoleh kembali potongan peta yang sebetulnya hendak
dijaga baik-baik! Anak-anak meninggalkan tempat itu, karena hendak berembuk. Pak Eppy sama sekali
tidak mengacuhkan kepergian mereka. Jack memandang paman Lucian itu dengan mata
mendelik karena marah. Tapi ia tidak berani mengatakan apa-apa. Anak-anak
kembali ke kabin. "Orang jahat!" kata Jack dengan ketus. "Perengut! Seenaknya saja dia mengantungi
barang orang!" "Moga-moga saja kita bisa memperolehnya kembali," kata Dinah dengan lesu.
Tapi satu hal sudah kita ketahui sekarang, yaitu bahwa peta itu kuno dan asli
" " serta mengandung sesuatu yang menarik perhatian Pak Eppy," kata Philip, ia
"merasa agak gembira lagi. "Itu kini kita ketahui dengan pasti. Pak Eppy tadi
kaget sekali begitu melihat potongan peta itu. Bahkan sampai mengambil kaca
pembesar untuk meneliti. Kurasa ia tahu bahwa itu mungkin bagian dari suatu peta
tempat harta karun."
"Kalau kupikir-pikir sekarang, kita sebenarnya salah, menunjukkannya pada Pak
Eppy," kata Dinah. "Mungkin saja di situ ada tanda-tanda yang banyak memberi
keterangan pada orang seperti dia yang banyak pengetahuannya tentang benda-
"benda kuno." "Mudah-mudahan ia tidak tahu bahwa sisa peta ada pada kita," kata Jack.
"Kurasa itu sudah diduga olehnya," kata Philip. Saat itu Lucy-Ann masuk ke
dalam. "Nah, bagaimana hasilnya?" kata anak itu bersemangat. "Kami terpaksa berhenti
bermain, karena Lucian dipanggil pamannya yang dengan tiba-tiba muncul, lalu
diajak pergi." "O ya?" kata Jack. "Kalau begitu ia pasti akan ditanyai, apa saja yang
diketahuinya tentang soal ini. Untung saja ia tidak tahu apa-apa!"
"Apa sih, yang terjadi tadi?" tanya Lucy-Ann. "Tampang kalian begitu kuyu
kelihatannya. Apakah peta kita ternyata sama sekali tidak kuno"
?"Kuno sih kuno tapi kemudian dikantungi Pak Eppy," kata Jack. "Aku berani
"bertaruh, ia pasti takkan mengembalikannya lagi!" Lucy-Ann kaget sekali
mendengar kabar itu. "Kenapa kau biarkan saja, Tolol"!"
"Lalu apa yang harus kulakukan" Menerjang Pak Eppy untuk merampas lalu membawa
"lari dompetnya begitu, ya?" tukas Jack. Ia menirukan gerak menubruk sambil
"merenggut sesuatu. Kiki kaget, lalu menghambur ke udara sambil berkuak-kuak
ketakutan. Tapi Jack tidak mempedulikannya. Anak-anak itu menyesal sekali
tampaknya setelah begitu rapi mengatur rencana!
?"Yah sekarang kita hanya bisa berharap saja," kata Philip. "Dan kalau potongan
"peta kita itu dikembalikan nanti itu berarti Pak Eppy sudah menyalinnya dengan
"rapi." "Kita harus menyelidiki, apa saja katanya pada Lucian," kata Jack. "Mungkin anak
itu disuruhnya memancing-mancing keterangan dari kita tentang sisa peta apakah"ada pada kita, dari mana kita memperolehnya, begitu pula kapan!"
"Kalau begitu kita karang saja cerita yang asyik," kata Dinah. Matanya bersinar
bandel. "Yuk kita mulai saja! Jika Pak Eppy hendak main siasat, kita juga
"bisa! Nah apa yang akan kita katakan pada Lucian, jika ia nanti memancing-
"mancing?" "Kita kan sudah mengatakan tidak tahu apa-apa! Jadi sebaiknya kita berpura-pura,
seolah-olah Lucy-Ann yang tahu segala-galanya," kata Jack. Air mukanya sudah
cerah lagi, sementara ia memikirkan gagasan untuk memperdayai Lucian dan
"mungkin sekaligus juga Pak Eppy.
"Aduh," kata Lucy-Ann cemas, "mestikah aku bercerita macam-macam pada Lucian?"
"Tidak, kami yang akan melakukannya," kata Jack sambil nyengir. "Sekarang kita
mengatur cerita saja dulu! Apa kata kita nanti, tentang bagaimana naskah kuno
itu bisa ada di tangan Lucy-Ann?"
"Begini," kata Dinah memulai, "Lucy-Ann saat itu sedang berada di geladak tempat
berolah raga, asyik memberi makan pada kawanan burung camar yang banyak di
sekitar pulau-pulau sini."
"Ya, lalu seekor camar besar datang, ia menggondol sesuatu," sambung Philip.
"Burung itu terbang mengitari kepala Lucy-Ann, lalu..."
"Lalu menjatuhkan barang yang digondolnya itu, ketika menyambar sepotong roti
yang dilemparkan. Barang itu jatuh ke geladak, dekat kaki Lucy-Ann. Setelah
diamat-amati, ternyata secarik kertas. Lucy-Ann memungutnya, lalu menunjukkannya
pada kita," kata Jack meneruskan karangan mereka. "Kita langsung teringat pada
Pak Eppy! Cuma orang sepintar dia yang bisa mengetahui apa dokumen aneh yang
digondol burung camar itu...."
"Dan sebab itulah kita menunjukkan padanya," kata Dinah mengakhiri cerita, ia
tercekikik geli. "Konyol sekali! Lucian takkan mau percaya!"
"Kalau dia, kurasa percaya tapi pamannya, tidak!" kata Philip sambil nyengir.
?"Tapi biar saja! Dikiranya Lucian akan bisa memancing rahasia kita tidak
"tahunya semua cuma omong kosong belaka!"
"Tapi jangan suruh aku yang bercerita," kata Lucy-Ann, "nanti mukaku merah padam
terus!" "Eh itu kan suara Lucian" ia kemari!" kata Jack. "Kau keluar saja sekarang,
"Lucy-Ann! Nih, bawa buku ini! Katakan, kau disuruh Bibi Allie mengambilkan.
Sana, cepat! Itu jelas Lucian aku kenal sekali caranya bernyanyi-nyanyi konyol
"seperti itu!" Lucy-Ann cepat-cepat mengambil buku yang disodorkan, lalu bergegas hendak
keluar. Pintu kabin terbuka saat ia sampai di situ. Lucian menjengukkan
kepalanya ke dalam. "Halo, halo!" sapanya. "Bolehkah aku masuk?"
"Tentu saja," jawab Lucy-Ann sambil menyelip ke luar. "Aku hendak mengantarkan
buku ini dulu, untuk Bibi Allie. Tapi anak-anak ada di dalam!"
Bab 11, LUCIAN MENGALAMI MUSIBAH
"Hai, Lucian! Ayo, masuklah," sapa Jack. "Kau mau kue kering?"
"Wah, terima kasih!" kata Lucian sambil duduk di tempat tidur. Diambilnya
sepotong kue kacang dari kaleng yang disodorkan Jack padanya. "Ini enak!"
"Kita bermain tenis yuk?" kata Philip mengajak.
"Eh anu aku sebetulnya cuma senang main kalau dengan Lucy-Ann," jawab " "Lucian. Permainannya begitu payah, sehingga bahkan Lucy-Ann saja pun bisa menang
dengan gampang. "Kalau lawan kalian, tidak seimbang! Bukan main pamanku tadi berbicara tentang
"peta yang kalian tunjukkan padanya."
"O ya" Lalu, apa katanya?" kata Jack. "Katanya, dokumen itu kelihatannya asli
"tapi ia tidak bisa memastikan tanpa melihat bagian selebihnya," kata Lucian
sambil mengunyah-ngunyah. "Wah coba lihat monyet itu! Bukan main ia
" "mengambil kue kacang yang besar sekali!"
"Ya, hampir sebesar yang kauambil!" kata Dinah yang sempat memperhatikan bahwa
Lucian selalu memilih kue yang paling besar.
"Bukan main betul, ya?" kata Lucian. "Aku harus tahu diri sedikit, ah! Bukan
"main. Ngomong-ngomong, kalian tidak pernah bercerita apa-apa tentang temuan
kalian. Kenapa tidak" Aku kan juga kepingin melihatnya."
"Ya kertas yang begitu sepele," kata Philip pura-pura tidak peduli. "Maksudku
" kami tidak mengira bahwa kau juga berminat terhadap hal-hal seperti itu."
?"Siapa bilang tidak" Aku berminat pada apa saja!" kata Lucian sambil menggigit
kuenya. Miki juga sibuk mengunyah-ngunyah. Kiki memperhatikan monyet itu dengan


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebal, ia sendiri tidak suka kue kacang. Tapi ia tidak senang melihat Miki
begitu nikmat makannya. Lucian berbicara lagi.
"Kalian cerita dong di mana kalian menemukan kertas kuno itu, dan sebagainya."
?"Pamanmu tidak mengatakan, di mana kami menemukannya?" kata Dinah secara sambil
lalu. Lucian menoleh ke arahnya dengan sikap heran.
"Tidak, katanya. "Jadi kalian sudah mengatakan padanya" Kalau begitu kenapa aku
"disuruhnya menyelidiki?"
Sekarang ia sudah ketahuan! Anak-anak saling berpandangan sambil mengedipkan
mata. "Ah, mungkin juga tidak kami katakan," kata Jack dengan tampang bersungguh-
sungguh. "Kita ceritakan atau tidak, ya?"
"Tidak ya, tidak ya," oceh Kiki mencari perhatian. Tapi tidak ada yang
mengacuhkan dirinya. "Tidak enak rasanya, jika Lucian yang baik ini tidak diberi
tahu," kata Dinah dengan suara ramah. Wajah Lucian langsung berseri-seri.
"Ya, memang dia kan kawan kita," kata Philip. Lucian tersedak, ia terharu
"mendengar kata-kata Philip. Kiki ikut-ikut tersedak. Burung iseng itu paling
pintar menirukan bunyi-bunyi seperti itu. Jack memukul-mukul punggung Lucian.
Melihat itu, Miki langsung menirukan. Ditepuk-tepuknya punggung Kiki. Anak-anak
tertawa geli. Tapi Kiki marah, ia mengejar-ngejar Miki. Tentu saja monyet kecil
itu ribut, karena takut dipatuk, ia meloncat kian kemari, berusaha melindungi
diri. "Aduh," kata Dinah sambil mengusap air matanya. "Bisa mati aku tertawa melihat
kelakuan kedua binatang ini! Eh kita tadi sedang bicara tentang apa?"
?"Kalian mengatakan bahwa aku kawan kalian, dan karenanya sepantasnya diceritakan
tentang dokumen yang kalian temukan," kata Lucian dengan cepat. "Eh aku boleh
"minta satu lagi, ya" Terima kasih!" ia meraih kue kacang, tapi sekali ini bukan
yang paling besar. "Ya, betul," kata Jack. "Kita tadi mengatakan, tidak enak jika Lucian tidak
diceritakan. Nah yang mengalami sebetulnya Lucy-Ann. Bagaimana ya, "kejadiannya...."
"ia sedang berdiri di geladak, memberi makan pada burung-burung camar yang
datang dari pulau-pulau," kata Jack. Lucian mengangguk, ia sering melihat Lucy-
Ann melakukannya. "Nah tiba-tiba datang seekor burung camar yang besar sekali, menggondol
"sesuatu," kata Philip meneruskan cerita. "Betul begitu kan, Jack?"
"Ya, betul," kata Jack dengan tampang disetel serius.
"Eh, tahu-tahu ketika burung besar itu hinggap di geladak untuk memungut roti,
"barang yang dibawanya tadi jatuh," kata Dinah menyambung. "Jatuhnya dekat sekali
ke kaki Lucy- Ann! Barang itu ternyata dokumen kuno! Bayangkan, Lucian! Kan
betul begitu, Jack?"
"Tepat sekali," ujar Jack dengan suara yakin. Lucian melongo.
"Bukan main!" katanya tercengang. "Luar biasa! Maksudku siapa yang akan
"mengira?" Anak-anak diam saja, karena mereka bukan saja bisa mengira, tapi bahkan tahu
pasti bahwa itu akan terjadi! Soalnya, mereka sendiri yang mengarang kejadian
itu! Dinah cepat-cepat membuang muka, karena takut kalau nanti cekikikan jika
lama-lama melihat tampang Lucian. Anak itu nampak sangat terkesan. Giginya yang
seperti kelinci nampak jelas tersembul ke depan.
"Ck-ck-ck seperti dongeng saja," katanya sambil menggeleng-geleng kagum.
?"Bayangkan, burung camar itu menjatuhkan naskah kuno di dekat, kaki Lucy-Ann!"
Anak-anak sependapat. Kedengarannya memang seperti dongeng. Karena memang
dongeng karangan mereka! "Luar biasa," kata Lucian sambil berdiri. Ditelannya sisa kue yang sudah
dikunyah. "Nah aku harus pergi sekarang. Terima kasih, bahwa kalian mau
"menceritakannya! Eh, ngomong- ngomong apa yang terjadi dengan botol tempat
"kapal-kapalan" Kulihat tinggal kapalnya saja!"
"Ya, botolnya dipecahkan Kiki dan Miki," kata Jack. "Habis, selalu iseng sih!
Tapi tanpa botol pun tidak apa, karena kapal-kapalan ini saja sudah cukup
bagus!" Ketika Lucian sudah pergi, anak-anak saling berpandang-pandangan sambil tertawa
nyengir. Aduh gampangnya anak itu dipermainkan!
?"Bisa kubayangkan ia mengoceh pada pamannya yang tidak mau percaya," kata Jack.
"Yuk kita keluar. Panas sekali rasanya di sini. Kita menyusul Lucy-Ann, lalu
bermain-main di geladak. Tapi yang tenang saja. Kalau main tenis, terlalu
panas!" Siangnya mereka pergi ke ruang makan. Mereka sudah lapar sekali, karena sepagi
asyik bermain di geladak atas. Mereka heran, karena Lucian ternyata tidak
muncul. Jangan-jangan sakit, kata mereka dalam hati. Bu Mannering bertanya pada
bibi Lucian tentang dia. "ia berbaring di kabinnya," jawab Bu Eppy. "Tidak bukan karena sakit! Mungkin
"tersengat cahaya matahari!"
"Yuk, kita menyenguknya sebentar," kata Jack sehabis makan. "Aneh selama ini ia
"tidak pernah apa-apa kalau agak lama kena sinar matahari!"
Anak-anak pergi ke kabin Lucian, lalu mengetuk pintu dengan pelan. Mereka tidak
mendengar jawaban. Jack membuka pintu lalu masuk. Lucian berbaring di tempat
tidur. Mukanya dibenamkan ke bantal.
"Kau tidur, Lucian?" kata Jack dengan suara lirih. Tiba-tiba Lucian berpaling.
"Ah, kau rupanya!" kata anak itu. Jack melihat bahwa Lucian habis menangis. Mukanya bengap.
"Kau kenapa?" tanya Jack. "Eh, anak-anak yang lain boleh masuk tidak" Mereka ada
di luar." "Silakan, kalau mau," kata Lucian. ia sebenarnya tidak ingin didatangi orang.
Tapi tidak enak kalau harus mengatakannya terus terang. Dengan segera keempat
remaja temannya sudah masuk ke dalam kabin. Lucy-Ann merasa kasihan melihat muka
Lucian yang bengap. "Parah juga kau tersengat matahari," katanya.
"Bukan tersengat matahari," kata Lucian. Anak-anak kaget sekali ketika melihat
matanya mulai basah lagi. "Ini perbuatan pamanku. Orang jahat!" ia membenamkan
mukanya ke bantal lagi, untuk menyembunyikan air mata yang mengalir.
"Kenapa dia?" tanya Jack ketus, ia tidak suka melihat anak-anak laki sebesar
Lucian masih menangis. "Aku dikata-katainya," kata Lucian. ia duduk lagi. "Aku dikatakannya tolol "goblok "
?"Blok!" kata Kiki menirukan. "Tol-lol!"
"Kau jangan ikut-ikut," kata Lucian pada burung kakaktua itu. "Katanya aku ini
dasarnya memang dungu, konyol "
?"Kenapa dia begitu?" tanya Lucy-Ann heran. "Aku bercerita padanya, bagaimana
Lucy-Ann memperoleh peta konyol itu," kata Lucian. "Itu seperti yang kalian
"ceritakan padaku tadi pagi. Kusangka ia pasti senang, karena aku berhasil
melakukan penyelidikan seperti yang disuruh. Eh ternyata tidak!"
?"Tidak senang" Sayang," kata Philip. "Kukatakan padanya, 'Seekor burung camar
membawa kertas itu lalu menjatuhkannya ke dekat kaki Lucy-Ann,'" kata Lucian
dengan serius sekali. "Lalu pamanku mengatakan, 'Apa"' jadi kuceritakan sekali
"lagi!" "Lalu apa katanya?" tanya Jack sambil menahan tawa.
"Itu tadi, yang sudah kukatakan, ia menghina sekali," kata Lucian. "Padahal ia
mau mempercayai ceritaku yang selebihnya. Aneh kenapa yang itu ia tidak
"percaya!" "Cerita selebihnya yang mana?" tanya Jack dengan segera.
"Ah, itu ia ingin tahu apakah aku pernah berbelanja bersama salah seorang dari
"kalian. Kalau ya, di mana dan kapan. Aku bercerita bahwa aku cuma sekali saja
mengantar Lucy-Ann berbelanja yaitu ketika kami kemudian menemukan botol yang
"ada kapal-kapalan di dalamnya. Lalu ia mengatakan, 'Ah tentu saja Andra! Andra
" "yang itu!' Cuma itu saja. Sungguh pamanku itu aneh sekali!"
"Anak-anak mendengarkan penuturannya sambil membisu. Mereka sadar, Pak Eppy
dengan sengaja memancing keponakannya, ia tahu bahwa anak-anak membeli kapal
dalam botol, dan di mana botol itu dibeli, ia masih ingat pernah melihat nama
'Andra', ketika anak-anak datang menanyakan padanya. Mungkin ia kini sudah bisa
menduga bahwa kertas kuno itu ditemukan di dalam kapal-kapalan itu, karena
Lucian konyol itu pasti menceritakan bahwa botol itu pecah.
"Kauceritakan tadi bahwa botol berisi kapal-kapalan pecah?" tanya Jack pada
Lucian. "Eh kurasa ya," kata Lucian. "Aku kan tidak melakukan sesuatu yang keliru"
"Maksudku kalian kan tidak marah, bahwa aku bercerita begitu pada pamanku?"
" "Kalau soal burung camar, sama sekali tidak," kata Philip secara terus terang.
"Sayang pamanmu tidak mau percaya, ia tidak boleh mengata-ngatai dirimu seperti
tadi itu." "Ya tidak boleh, kan?" kata Lucian dengan suara memelas, ia merasa kasihan-"pada dirinya sendiri, "ia tidak berhak berbuat begitu. Dan kalian pun dikata-
katainya pula!" "Jangan ceritakan!" tukas Jack dengan cepat. "Kau ini harus belajar menyimpan
rahasia, Lucian! Maksudku kita tidak boleh seenaknya saja menceritakan hal-hal
"yang dikatakan orang, karena mungkin itu rahasia."
"Nah, sekarang kalian marah juga padaku!" keluh Lucian lalu menangis lagi.
Jack cepat-cepat bangun, ia merasa sebal menghadapi tingkah laku secengeng itu.
Hanya Lucy-Ann saja yang merasa kasihan pada Lucian. Tapi ia pun kesal melihat
anak itu gampang menangis. Keempat remaja itu keluar, meninggalkan Lucian dalam
keadaan sedih, bingung, dan jengkel serta sangat lapar!
?"Yuk, ke kabin kita sebentar," ajak Jack. "Kita perlu berembuk tentang kejadian
ini. Pak Eppy kelihatannya cepat sekali bisa menarik kesimpulan. Lucian sialan!
Kenapa si Konyol itu mengoceh tentang kapal-kapalan kita" Sebaiknya kita taruh
saja barang itu di tempat yang aman, untuk berjaga-jaga jangan sampai dipinjam
pula oleh Pak Eppy!"
Mereka masuk ke kabin Jack dan Philip. Begitu berada di dalam, Philip berteriak
sehingga mengejutkan anak-anak yang lain, "Kapal-kapalanku tidak ada lagi!"
Bab 12, POTONGAN PETA YANG KEDUA
Benarlah kapal-kapalan indah itu tidak ada lagi di atas rak. Lenyap! Anak-anak
"saling berpandangan dengan perasaan jengkel. Mereka kesal sekali pada Pak Eppy!
Seenaknya saja dia 'meminjam'. Jangan-jangan tidak dikembalikan lagi!
"Untuk apa sih, ia meminjamnya?" kata Dinah dengan perasaan heran. "Katakanlah,
ia menduga bahwa kita menemukan dokumen itu di dalamnya. Kalau begitu keadaannya
pun, aku belum melihat alasan untuk apa ia mengambil kapal itu. Peta kan sudah
ada di tangannya"!"
"Tapi cuma sepotong dan itu diketahuinya," kata Jack membetulkan. "Mungkin ia
"menyangka sisanya masih ada di dalam kapal-kapalan itu dan kita tidak
"melihatnya, atau membiarkannya di situ. Karena itulah ia meminjamnya, untuk
melihat sendiri." "Meminjam" Mencuri, maksudmu!" kata Lucy-Ann dengan nada mengejek. "Orang jahat!
Aku tidak suka padanya!"
"Kudatangi saja dia sekarang!" tukas Philip, ia marah sekali. Anak-anak yang
lain kelihatannya tidak begitu setuju.
"Tapi bagaimana jika bukan dia yang mengambil?" kata Jack. "Kan tidak enak,
kalau kita langsung menuduh!"
"Siapa lagi kalau bukan dia?" tanya Philip sengit "Orang lain tidak mungkin!"
"Begini sajalah kita berenang-renang sebentar di kolam untuk melonggarkan
"pikiran," kata Dinah. "Nanti jika kau ternyata masih tetap ingin melabraknya,
pergilah! Kebetulan hawa panas sekali saat ini! Aku ingin berendam dalam air."
"Baiklah," kata Philip segan-segan. "Tapi ada kemungkinan nanti aku sudah agak
malas mendatangi Pak Eppy."
Tapi ternyata tekadnya masih belum berkurang sedikit pun sehabis berenang. Mau
tidak mau, anak-anak yang lain merasa kagum terhadapnya. Menurut mereka, Philip
benar-benar tabah, berani melabrak Pak Eppy secara langsung, menuduh orang itu
'meminjam' kapal- kapalannya! Philip pergi mencari Pak Eppy. Di kabinnya, tidak
ada. Di kursi malas yang biasa ditempati juga tidak! Ke mana orang itu" Philip"mondar-mandir mencari ke seluruh kapal, ia harus menemukan Pak Eppy! Akhirnya ia
melihat orang itu keluar dari bilik radio. "
Pak Eppy," sapa Philip sambi! mendatangi, "Anda kemanakan kapal kami?"
Pak Eppy berhenti. Philip ingin sekali orang itu tidak memakai kaca mata
gelapnya, ia tidak bisa melihat apakah paman Lucian itu kaget, marah, atau
bagaimana. Hal itu dengan segera sudah diketahuinya.
"Apa maksudmu?" tukas Pak Eppy dengan galak. "Kapal yang mana?"
"Kapal-kapalan yang kami tunjukkan pada Anda waktu itu yang ada di dalam botol
" yang namanya 'Andra'," kata Philip. Sekali lagi ia ingin melihat mata Pak
"Eppy, supaya bisa mengetahui reaksinya. "Anda apakan?"
"Kurasa kau sudah sinting," kata Pak Eppy dengan ketus. "Benar-benar sinting!
Sesinting Lucian yang datang dengan ocehan tentang anak perempuan, burung camar,
dan potongan dokumen itu. Semuanya omong kosong! Sekarang kau lagi mengoceh
tentang kapal-kapalan! Kausangka aku mengambilnya untuk bermain-main dengannya
dalam bak mandi, ya"!"
"Anda mengambilnya, Pak Eppy?" desak Philip.
"Tidak!" kata Pak Eppy dengan suara mengguntur. "Jangan menghina ya, dengan
cerita serta pertanyaan sintingmu!"
Setelah itu ia pergi. Mulutnya terkatup rapat. Philip agak kecut. Yah ternyata
"tidak ia tidak berhasil memaksa Pak Eppy mengaku. Itu sudah jelas. Sialan orang
itu! Philip tetap yakin bahwa dialah yang mengambil kapal-kapalannya. Ia kembali
mendatangi anak-anak yang menunggu di dalam kabin.
"Tidak berhasil," kata Philip, begitu masuk ke dalam kabin. "Katanya bukan dia
yang mengambil. Tapi aku tahu benar, pasti dia. Aku punya firasat begitu!"
"Kalau begitu firasatmu keliru," kata Jack, lalu menunjuk ke arah rak di
seberang kabin. "Lihat saja sendiri!"
Philip melongo. Kapal itu sudah kembali di tempatnya semula!
"Eh, kenapa sudah ada lagi di situ?" katanya. "Aduh, tidak enak rasanya
sekarang, karena tadi menuduh Pak Eppy. Di mana selama ini?"
"Entah, kami juga tidak tahu," kata Dinah. "Kami masuk kemari beberapa menit
yang lalu, setelah kita berpisah tadi dan kau mencari Pak Eppy untuk
melabraknya! Begitu masuk, kami melihatnya sudah ada di situ!"
"Ya di tempat yang sama seperti waktu kita tinggalkan tadi pagi," kata Lucy-
"Ann. "Siapa yang menaruh di situ?" tanya Philip.
"Kalau itu kita ketahui, kita juga tahu siapa yang mengambil," kata Jack. "Aku
masih tetap merasa bahwa Pak Eppy pelakunya. Ingat saja, ia masuk ke ruang makan
sesudah kita. Jadi ia bisa saja menyelinap kemari untuk mengambilnya.
Mengembalikannya lagi juga gampang, yaitu saat kita sedang berenang-renang di
kolam. Jika ia tadi melihat kita di sana dan kemungkinan itu besar sekali ia
" "tentunya tahu bahwa banyak waktu baginya untuk masuk kemari dan mengembalikan
kapal ke tempat semula."
"Kenop ini longgar," kata Dinah sambil meraba-raba benda itu. "Kurasa ia
berhasil mengetahui cara membuka sisi yang ini, lalu memeriksa bagian sebelah
dalam dengan seksama."
"Ya dan ketika ternyata tidak ada apa-apa di situ, dengan murah hati "dikembalikannya lagi kemari!" kata Philip. "Orang itu berbahaya! Pasti ia akan
menggeledah kabin-kabin kita untuk mencari sisa peta selebihnya, jika kita tidak
berjaga-jaga!" Lucy-Ann langsung cemas mendengarnya. "Aduh jangan-jangan ia berhasil menemukan
"potongan-potongan yang kita sembunyikan," katanya.
"Kemungkinan itu ada saja," kata Philip. "Menurut kita, tempat-tempat yang kita
pilih sudah baik sekali. Tapi bisa saja dengan gampang ditemukan olehnya."
"Eh masihkah kita akan minta tolong orang membacakan tulisan-tulisan itu?"
"kata Dinah dengan tiba-tiba. "Kita kan berniat hendak menanyakannya pada wanita
Yunani penjaga toko di sini, serta pada pelayan dek. Tapi bagaimana kalau Pak
Eppy nanti mendengar bahwa kita menunjukkan potongan-potongan peta lagi pada
orang apakah ia tidak lantas semakin giat berusaha mengambilnya dari kita?"
?"Betul juga katamu itu," kata Jack. "Tapi jika kita tidak minta dibacakan,
penyelidikan kita tidak bisa maju. Apa gunanya harta karun, jika tidak diketahui
di mana tempatnya disembunyikan! Kita saat ini bahkan tidak tahu apakah dokumen
itu memang benar menunjukkan tempat harta yang tersembunyi. Kita cuma tahu bahwa
naskah itu benar-benar kuno dan Pak Eppy sangat berminat terhadapnya."
?"Kurasa wanita penjaga toko bisa diandalkan, bahwa ia tidak akan bercerita pada
siapa- siapa," kata Lucy-Ann. "Orangnya baik hati, dan ia suka pada kita. Kalau
kita katakan bahwa apa yang akan kita tanyakan merupakan rahasia, tidakkah
dengan begitu ia takkan menceritakan pada orang lain" Mau tidak mau, kita
terpaksa bertanya pada seseorang!"
Keempat remaja itu berdebat sebentar, apakah wanita itu bisa diandalkan untuk
menyimpan rahasia, atau tidak. Akhirnya mereka menarik kesimpulan bahwa wanita
itu bisa dipercaya. "Katanya, kapan-kapan ia akan menunjukkan foto anak-anaknya padaku," kata Lucy-
Ann memberi alasan. "Anaknya ada tiga. Mereka tinggal di salah satu pulau,
bersama nenek mereka. Bagaimana jika kita mendatanginya untuk melihat foto-foto
itu" Lalu pada kesempatan itu kita bertanya tentang arti tulisan-tulisan pada
peta kita!" "Kalau soal mengenai riwayat hidup orang, serahkan saja pada Lucy-Ann!" kata
Philip sambil nyengir. "Aku heran, bisa-bisanya! ia tahu nama anak-anak Perwira
Dua, dan ia juga tahu segala-galanya tentang ibu pelayan wanita yang selalu
membersihkan kabin-kabin kita sakit apa saja yang diderita dan entah apa
" "lagi! Lucy-Ann bahkan mengetahui jumlah anjing yang pernah dipelihara Pak


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nakhoda!" "Siapa bilang aku tahu!" kata Lucy-Ann tersinggung. "Mana berani aku bertanya-
tanya begitu padanya! Lagi pula, ia tidak bisa memelihara anjing di kapal."
"Aku cuma main-main saja, Lucy-Ann," kata Philip. "Tapi terus terang, idemu itu
bagus sekali. Kita datang untuk melihat foto-foto wanita itu, kemudian secara
sambil lalu bertanya tentang makna tulisan pada potongan peta kita."
"Kalau begitu sekarang saja kita ke sana!" kata Lucy-Ann sambil memandang jam.
"Saat begini para penumpang biasanya tidur siang! Jadi besar kemungkinannya
wanita itu sendiri saja di tokonya."
Anak-anak pergi beramai-ramai. Philip berangkat dulu seorang diri. Katanya
hendak melihat di mana Pak Eppy saat itu. Jangan sampai ia mengintip-intip tanpa
ketahuan! Tidak lama kemudian Philip sudah kembali lagi.
"ia tidur di kursi malasnya, di atas dek," katanya melaporkan. "Kulihat
kepalanya direbahkan ke belakang. Tangannya tidak memegang buku."
"Dari mana kau bisa tahu bahwa ia tidur?" tanya Jack. "Kan tidak bisa kaulihat
apakah matanya terbuka atau terpejam, karena ia selalu memakai kaca mata
gelapnya." "Memang tapi ia kelihatannya seperti sedang tidur," kata Philip. "Sikap "tubuhnya santai sekali! Tapi sudahlah, kita ke wanita Yunani itu saja sekarang."
Wanita itu tersenyum lebar, ketika melihat anak-anak menghampiri tokonya. Nampak
sederet giginya yang putih bersih, ia senang didatangi anak-anak, apalagi
karena membawa Kiki dan Miki.
"Nah, Kiki dan Miki apa lagi keisengan kalian kali ini?" katanya sambil
"menggelitik Miki dan mengetuk-ngetuk dada Kiki.
"Satu, dua, tiga "
?"DOR!" teriak Kiki, menirukan letusan pistol. Memang bunyi itulah yang dipancing
wanita tadi. ia sudah kenal sekali kebiasaan Kiki. ia pasti terpingkal-
pingkal, jika burung kakaktua itu terceguk-ceguk, batuk, atau bersin.
"Suruh dia bersin," katanya. "Aku paling suka kalau ia bersin!"
Kiki langsung menurut, ia menirukan berbagai bunyi orang bersin, sampai Miki
tercengang melihatnya. Setelah itu wanita tadi mengeluarkan foto anak-anaknya,
lalu bercerita tentang ketiga anak perempuan itu. Menurut Dinah, pasti di dunia
ini tidak ada anak lain seperti mereka bertiga. Manis, patuh, baik-baik, cantik
dan membosankan! Tapi tentu saja itu tidak dikatakannya keras-keras, melainkan
"hanya dipikir saja! Jack merasa, kini tiba giliran mereka berbicara, ia
menyenggol Philip, yang dengan segera mengeluarkan potongan petanya.
"Anu, Bu tahukah Anda arti tulisan-tulisan ini?" katanya pada wanita Yunani
"itu. "Kami menemukannya di salah satu tempat Bisakah Anda mengatakan gambar apa
ini dan apa arti tulisan-tulisan ini?" Wanita Yunani itu mengamat-amati
"potongan peta itu dengan cermat.
"Ini gambar denah," katanya. "Tapi cuma sepotong saja. Sayang! Yang ada pada
potongan kertas ini sebagian dari pulau bernama Thamis atau mungkin juga
"Themis aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Ini ini tulisannya, dalam
" "aksara Yunani! Kalian tentu saja tidak bisa membacanya, karena kalian memakai
aksara Latin! Ya ini bagian dari sebuah pulau. Tapi aku tidak tahu di mana
"letaknya." "Ada lagi yang masih bisa Anda katakan tentang peta itu?" tanya Dinah.
"Ada sesuatu yang penting di pulau itu," kata wanita tadi. "Barangkali sebuah
kuil" Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Di sini ada tanda sebuah
"bangunan atau bisa juga berarti kota. Aku juga tidak bisa mengatakannya dengan
"pasti. Coba seluruh peta ada, aku akan bisa mengatakan lebih banyak."
Anak-anak begitu asyik, sehingga tidak mendengar orang yang datang menghampiri
dengan langkah menyelinap. Tiba-tiba mereka menoleh dengan kaget, ketika nampak
bayangan orang menggelapi. Napas Lucy-Ann tersentak. Orang itu Pak Eppy, seperti
biasa dengan kaca mata gelap.
"Ah! Ada sesuatu yang menarik coba kulihat sebentar," katanya dengan santai.
"Sebelum ada yang sempat berbuat apa-apa untuk mencegah, ia sudah menyambar
potongan kertas dari tangan wanita Yunani itu lalu mengamat-amatinya. Philip
berusaha merebut kembali, tapi Pak Eppy lebih waspada, ia pura-pura bercanda.
Dipegangnya kertas itu tinggi-tinggi.
"Eh, anak nakal! Pak Eppy tidak boleh melihat!"
"Anak nakal!" oceh Kiki dengan segera. Miki mengira bahwa orang itu mengajak
main rebut-rebutan. Tiba-tiba monyet kecil itu meloncat tinggi-tinggi, menyambar
kertas tadi lalu kembali ke bahu Philip. Tapi hanya sekejap saja, karena setelah
itu ia meloncat lagi ke bubungan toko. ia menongkrong di situ dengan potongan
kertas di tangan, sambil ribut berceloteh. Pak Eppy tahu bahwa untuk saat itu ia
kalah. "Monyet kocak!" katanya dengan nada ramah, tapi yang sekaligus terdengar marah.
"Yah lain kali saja kita melihatnya!" "Setelah itu ia bergegas pergi ke geladak, meninggalkan anak-anak yang masih
tetap melongo. Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 13, SELAMAT BERPISAH, PAK EPPY!
Dinah yang paling dulu pulih dari rasa kagetnya.
"Eh, nekat!" tukasnya. "He, Philip! Tidak mungkin ia tidur tadi, sewaktu kau
melihatnya duduk santai di kursi malas! Rupanya ia melihatmu memandang ke
arahnya, lalu langsung menduga bahwa kau hendak melakukan sesuatu! Begitu kau
pergi, ia langsung mencari kita!"
"Sialan," gumam Philip dengan jengkel. "Sekarang sudah dua potongan dilihatnya,
ia kini tahu pulau mana yang tergambar, karena namanya tertulis pada potongan
yang kedua tadi. Dasar kita sedang sial!"
Keempat remaja itu meninggalkan wanita Yunani yang masih terheran-heran. Dengan
sebal mereka menuju ke haluan kapal. Enak rasanya kena angin yang membelai muka
di situ. Miki sudah turun lagi begitu Pak Eppy pergi. Potongan peta yang
dirampasnya diambil oleh Philip, lalu disimpan. Tapi hal yang hendak dicegah
sudah terjadi. Pak Eppy sudah melihatnya!
"Kalau dugaan kita tentang harta ada benarnya, Pak Eppy sekarang bisa beraksi
karena sudah cukup banyak yang dilihatnya," kata Jack. Suaranya murung. "Selama
ini tindakan kita tidak bisa dibilang cerdik. Bahkan sebaliknya!"
"Begitu saja kita membiarkan rahasia kita diketahui orang lain," kata Dinah
mengeluh. "Kemampuan kita mundur!"
"Tapi bagaimana juga, aku tidak melihat apa yang bisa kita lakukan, seandainya
harta karun itu benar-benar ada," kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba. "Maksudku
"katakanlah, kita mengetahui dengan pasti di mana harta itu kita tetap saja
"tidak bisa pergi mencarinya! Jadi lebih baik kita mengalah saja. Jika Pak Eppy
ingin mencarinya, biar saja!"
"Wah! Kau ini benar-benar bermurah hati, melepaskan harta yang mungkin bisa
menjadi milik kita dan mengatakan Pak Eppy boleh mengambilnya kalau mau!" kata
"Jack dengan kesal. "Padahal itu cuma karena kau tidak mau lagi terlibat ke dalam
petualangan!" "Bukan main!" teriak Kiki saat itu.
Anak-anak langsung berhenti berbicara, karena teriakan tadi merupakan isyarat
bahwa Lucian datang. Anak itu muncul di haluan sambil tersenyum ramah, ia
kelihatannya sudah lupa pada perjumpaannya yang terakhir dengan anak-anak di
kabinnya, ketika ia sedang menangis. Mukanya masih agak bengap. Tapi sikapnya
sudah riang kembali. "Halo!" sapanya. "Ke mana saja kalian selama setengah jam yang lalu" Aku mencari
ke mana-mana! He, mau lihat ini, aku diberi Paman!" ia menunjukkan sejumlah
"uang Yunani. "Kurasa ia menyesal karena mendamprat aku tadi," katanya.
"Pokoknya, ia sekarang ramah sekali terhadapku. Bibi sampai bingung melihatnya."
Keempat temannya dapat memahami kenapa Pak Eppy begitu gembira sekarang. Mereka
saling berpandang-pandangan sambil tersenyum kecut. Pak Eppy sudah berhasil
memperoleh apa yang diingini atau setidak-tidaknya, sebagian lagi! Karena "itulah ia merasa senang. Saat itu terpikir oleh Jack, kemungkinan orang itu
selalu mendapat apa yang diingininya masa bodoh dengan jalan yang bagaimana!
"Jack agak gelisah memikirkan kemungkinan itu. Ia merasa lebih baik jika dicari
tempat penyembunyian yang lebih baik daripada di dalam kabin mereka, untuk
menaruh potongan-potongan peta yang selebihnya. Tapi untuk apa repot-repot"
Mereka pasti tidak bisa berbuat apa-apa tentang harta karun itu. Mana mungkin"
Ia tahu pasti, Bu Mannering takkan mengizinkan. Untuk itu harus ada orang dewasa
yang mengawasi. Jack menyesali tidak ikutnya Bill dalam perjalanan itu. Tiba-
tiba ia mendapat gagasan baru.
"Aku ada perlu sebentar," katanya. "Sebentar saja!"
Ia tidak menunggu lagi, tapi cepat-cepat pergi bersama Kiki. ia bermaksud
hendak mencari pulau yang bernama Thamis atau Themis di peta besar. Barangkali
saja ada di situ! Kan menarik, jika ternyata memang ada apalagi jika letaknya
"dekat alur pelayaran kapal Viking Start.
Jack pergi ke perpustakaan kapal, untuk menanyakan apakah di situ ada peta
kepulauan Aegea. Pustakawan yang menjaga di situ menyerahkan sebuah atlas,
sambil memandang Kiki dengan sikap tidak senang, ia tidak suka jika ada
kakaktua yang berisik di perpustakaannya yang selalu tenang.
"Buang ingusmu!" oceh Kiki padanya. "Bersihkan kaki! Sudah berapa kali kukatakan
tutup pintu" Puh! Hahh!"
Pustakawan itu diam saja. Tapi dari sikapnya nampak bahwa ia tersinggung. Belum
pernah ada orang yang berani berbicara begitu terhadapnya. Apalagi burung
kakaktua! "Satu, dua, tiga !" Kiki mengakhiri seruan itu dengan tiruan bunyi pistol
"meletus, sampai pustakawan tadi terlonjak dari tempat duduknya.
"Maaf, Pak," kata Jack cepat-cepat, karena takut disuruh keluar. Ditepuknya
paruh Kiki. "Mana sopan santunmu, Kiki! Keterlaluan!"
" Laluan!" oceh Kiki menirukan dengan suara sedih, lalu menyedot-nyedot hidung,
"menirukan gaya pustakawan itu.
Sementara itu Jack sudah sibuk menghadapi peta. Kiki tidak diacuhkannya lagi.
Agak lama juga ia mencari-cari tulisan Thamis'. Akhirnya ditemukan tepat di
" "bawah hidungnya! Pulau itu ternyata tidak besar, dan ada tanda di situ yang
menunjukkan kota. Letaknya di pantai. Kecuali itu masih ada beberapa tanda
kecil. Itu mestinya desa-desa. Tapi di pulau itu hanya ada sebuah kota. Ke
situlah rupanya armada kapal harta itu pergi ribuan tahun yang lalu! Mereka
"masuk ke pelabuhan saat malam buta, lalu berlabuh di dekat kota. Bagaimana cara
mereka membongkar harta yang diangkut" Adakah orang lain yang terlibat dalam
rahasia itu" Lalu di manakah harta itu disembunyikan" Pasti disembunyikan dengan
baik sekali, kalau melihat kenyataan bahwa tidak seorang pun berhasil
menemukannya kembali! Jack membiarkan khayalannya melayang, sementara ia asyik
menekuni peta kepulauan itu. Akhirnya ia mendesah. Bunyinya langsung ditirukan
oleh Kiki. Jack ingin sekali bisa mendatangi Thamis ke kota yang terletak di
"pinggir laut. Asal bisa melihat saja ia pasti sudah puas! Tapi pasti Pak Eppy
"yang akan bisa melakukannya, ia mengenal baik setiap pulau, ia juga yang mampu
menyewa kapal, untuk mendatanginya satu per satu. Jack menutup atlas sambil
mendesah. Disingkirkannya khayalan tadi jauh-jauh. Hanya orang dewasa saja yang
bisa melakukan ekspedisi mencari harta karun. Akal sehatnya mengatakan bahwa
segala rencananya bersama anak-anak yang lain hanya impian belaka. Impian indah
"tapi tetap impian! Dengan langkah lambat ia pergi dari perpustakaan, kembali ke geladak atas. Saat
itu kapal sudah menghampiri sebuah pulau lagi. Nanti akan melintas dekat sekali,
supaya para penumpang bisa melihat pemandangan pantai yang romantik. Tapi mereka
tidak singgah di situ. Setidak-tidaknya begitulah sangkaan Jack. Tapi ketika
pulau sudah dekat, ia melihat kesibukan yang menyebabkan ia mengira tadi salah
sangka. Kalau kapal itu sudah singgah, maka kemungkinannya akan ada orang turun.
ia menduga demikian, karena melihat ada perahu motor meluncur dari pantai ke
arah kapal. Saat itu mesin kapal dihentikan. Jack bersandar di pagar tepi
geladak, memperhatikan perahu motor yang merapat. Perahu itu berdampingan dengan
Viking Star, bergerak naik-turun dengan pelan mengikuti gerak laut. Tangga tali
diulurkan dari sisi Viking Star. Seseorang menuruninya. Orang itu melambai ke
arah geladak, sambil menyerukan sesuatu dalam bahasa asing. Jack terkejut ketika
menyadari bahwa orang itu Pak Eppy! ia tadi berseru, mengucapkan selamat
tinggal pada istri serta keponakannya. Setelah itu ia meloncat masuk dengan
tangkas ke perahu motor. Kopornya yang besar diturunkan dengan tali. Setelah
menerima kopor itu, Pak Eppy mendongak lalu melambai-lambai lagi ke atas. Kaca
mata gelapnya kemilau, memantulkan sinar matahari. Jack memandang ke bawah
sambil cemberut ia merasa tahu apa sebabnya Pak Eppy turun dari kapal. Orang
itu pasti sudah cukup banyak mengetahui, sehingga bisa mempersiapkan diri untuk
mengadakan pencarian harta karun Andra. Pak Eppy hendak pergi ke Thamis, untuk
mencari harta kuno yang secara kebetulan ditemukan jejaknya oleh Jack serta
anak- anak yang lain. Harta itu akan menjadi miliknya!
Sedang Jack kemungkinannya tidak akan pernah tahu apa yang kemudian terjadi.
Apakah harta itu ditemukan, dan terdiri dari apa saja. Rasanya seperti membaca
buku yang sangat mengasyikkan tapi baru dibaca setengahnya, buku itu diambil "orang! Perahu motor mulai bergerak, meninggalkan kapal. Pak Eppy tidak kelihatan
lagi. Jack meninggalkan pinggiran kapal, pergi mencari anak-anak yang lain. ia
ingin mengetahui apakah mereka juga tahu bahwa Pak Eppy pergi. Ketiga anak itu
ditemukannya di dalam kabin. Mereka sedang sibuk mengurus Miki. Monyet kecil itu
rupanya memakan sesuatu yang tidak baik untuknya. Anak-anak begitu cemas melihat
Miki menderita, sampai tidak menyadari bahwa mesin kapal berhenti, dan kini
sudah dihidupkan lagi. "Nah, sekarang dia sudah sehat kembali," kata Dinah, saat Jack masuk ke dalam
kabin. "Lain kali jangan rakus, Miki!" Anak-anak kaget sekali melihat tampang
Jack. Begitu murung kelihatannya!
"Ada apa?" tanya Philip dengan segera. "Huuhh habis perkara," desah Jack
"sambil menghenyakkan diri di tempat tidur terdekat. "Mau tahu, siapa yang baru
saja meninggalkan kapal dengan perahu motor?"
"Siapa?" tanya anak-anak.
"Pak Eppy!" kata Jack. " ia bergegas pergi, hendak mencari harta karun itu! ia
berangkat untuk mengadakan persiapan untuk itu! Pulau ini dikenal baik olehnya,
dan ia menduga bahwa harta karun Andra mestinya ada di situ. Pasti ia sekarang
ke sana, untuk mencarinya!"
"Wah, payah!" keluh Philip. "Cepat sekali ia bertindak, kalau begitu! Rencana
kita buyar, karena kecerobohan kita sendiri."
"Kita lupakan saja segala rencana kita yang muluk-muluk," kata Dinah. "Aduh,
sayang ya! Padahal aku sudah bersemangat sekali!"
"Pasti sewaktu aku melihatnya keluar dari bilik radio, ia baru saja mengirim
berita ke darat, minta dijemput dengan perahu motor," kata Philip. "Dan itu
dilakukannya ketika baru melihat potongan peta yang pertama. Setelah melihat
yang kedua, kini ia pasti benar-benar yakin!"
"Kita memang sedang sial," kata Lucy-Ann. "Biasanya kita tidak seceroboh ini! Eh
siapa itu?" Saat itu terdengar langkah orang berjalan di gang, menghampiri
"kabin. "Bukan main!" kata Kiki dengan segera. Dan benarlah pintu kabin terbuka, dan "Lucian masuk sambil mengucapkan kata-kata yang biasa.
"Bukan main! Mau tahu, apa yang baru saja terjadi?"
"Kau bebas dari omelan pamanmu," kata Dinah dengan cepat. Lucian tertawa lebar.
"Betul, Paman sudah turun! Katanya ia tidak bisa lebih lama lagi ikut pesiar,
karena ada pesan penting untuknya yang meminta ia datang dengan segera. Lega
perasaanku sekarang, karena ia tidak ada lagi di sini."
"Ya, pamanmu itu memang bukan orang yang menyenangkan," kata Jack. "Untung saja
dia bukan pamanku. Tingkah lakunya ada yang tidak bisa dibilang simpatik."
"Memang," kata Lucian. ia kini merasa bebas berbicara seenaknya. "Bayangkan
"ia menyuruh aku mengambilkan kapal-kapalan kalian, tanpa mengatakan apa-apa pada
kalian! Bayangkan! Bagaimana pendapat kalian tentang perbuatan begitu?"
"Brengsek!" kata Jack tegas. "Lalu kauambil?"
"Tentu saja tidak!" kata Lucian dengan segera. Nada suaranya begitu tersinggung,
sehingga anak-anak merasa bahwa anak itu mengatakan yang sebenarnya. "Kalian
sangka aku ini apa?" sambung Lucian.
Anak-anak tidak mengatakan anggapan mereka mengenai dirinya. Mereka tidak ingin
merusak kegembiraannya saat itu. "Sekarang kita bisa bersenang-senang, karena
pamanku tidak ada lagi," kata Lucian dengan gembira, ia memandang berkeliling
dengan wajah berseri-seri.
"Apakah pamanmu itu ada atau tidak, bagi kami sama sekali tidak ada bedanya,"
kata Jack. "Sudahlah, aku tidak ingin berbicara lebih panjang tentang dia! Orang
seperti itu untuk apa dibicarakan. Menyebalkan! Nah itu bunyi gong,
" "memanggil kita makan, Lucian. Cepat, ganti pakaian! Siang tadi kau kan tidak
makan, jadi pasti sekarang sudah lapar sekali."
"Memang," kata Lucian, lalu bergegas pergi dengan gembira. Tapi anak-anak yang
tinggal di dalam kabin nampak sebaliknya. Tampang mereka lesu sekali.
"Yah kelihatannya petualangan kita sekali ini sudah berakhir sebelum benar-
"benar terjadi," kata Philip sambil mengeluh
Bab 14 , KABAR DARI BILL Tapi keesokan harinya terjadi sesuatu yang sama sekali tidak terduga sebelumnya.
Saat itu kapal sedang mengarungi perairan berwarna biru lembayung. Dan seperti
hari-hari sebelumnya, matahari bersinar cerah di tengah langit yang dihiasi awan
putih berarak. Burung camar terbang mengelilingi sambil berteriak-teriak.
Bermacam-macam burung laut mengambang terapung-apung di atas permukaan air, atau
membubung tinggi di atas kapal. Para penumpang bersantai-santai di kursi malas,
asyik membaca atau tidur-tiduran, menunggu minuman dingin yang akan diantar
pelayan. Bahkan anak-anak pun ikut bermalas-malas di kursi masing-masing, capek


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah bermain tenis sepanjang pagi.
Kiki bertengger di punggung kursi malas yang diduduki Jack. Matanya terpejam,
ia capek, sehabis asyik terbang mengikuti burung-burung camar sambil berteriak-
teriak menirukan suara mereka, sehingga burung-burung itu kebingungan dibuatnya.
Sedang Miki sudah tidur nyenyak, meringkuk di bawah naungan sekoci. Saat itu
muncul remaja pelayan kapal yang biasanya bertugas mengantarkan pesan, ia
membawa sampul panjang yang terletak di atas baki. Sambil berjalan, ia berseru-
seru. "Telegram untuk Bu Mannering! Ada telegram untuk Bu Mannering!"
Philip menyentuh ibunya, sambil melambai memanggil pelayan itu. Bu Mannering
menoleh, ia heran mendengar namanya dipanggil-panggil. Pelayan tadi datang
menghampiri, lalu menyodorkan sampul yang di atas baki padanya. Bu Mannering
membukanya dengan cepat. Ia heran, kenapa tiba-tiba ada telegram untuknya.
Kemudian ia membacakan telegram itu dengan suara nyaring, supaya anak-anak bisa
ikut mengetahui isinya. "Bibi sakit titik minta kau datang titik harap pulang dengan segera koma
kugantikan menjaga anak-anak titik kirim telegram balasan titik Bill titik"
Sesaat semuanya terdiam, karena agak kaget.
"Aduh kenapa harus terjadi hal seperti ini saat kita sedang berlayar," keluh "Bu Mannering. "Bagaimana sekarang" Pulang dengan segera itu dari mana" Naik apa"
Lagi pula, bagaimana dengan kalian nanti jika aku tidak ada?"
"Sudahlah tenang saja, Bu," kata Philip. "Biar aku saja yang menguruskan. Akan
"kutanyakan pada Perwira Dua, apa yang sebaiknya dilakukan. Aku kenal baik
padanya." "Sedang tentang kami, Bibi Allie tidak usah khawatir," kata. Jack. "Kan tidak
bisa terjadi apa- apa, karena kami di kapal terus! Bibi kan tidak menghendaki
kami ikut pulang." "Tentu saja tidak! Apalagi pesiar ini kan tidak murah," kata Bu Mannering.
Wajahnya masih tetap nampak gelisah. "Ah, aku paling tidak suka jika ada
kejadian tiba-tiba seperti ini! Sungguh!"
"Tenang sajalah dulu, Bu," kata Dinah. "Ibu kan bisa pulang dengan pesawat
terbang dari tempat persinggahan berikut, jika di situ ada lapangan terbang.
Besok Ibu akan sudah sampai di Inggris. Dan menurut Bill, ia akan menggantikan
Ibu menjaga kami di sini. Mungkin ia akan menjemput Ibu di Croydon, apabila
pesawat yang Ibu tumpangi mendarat di sana. Ibu akan diantarkannya dulu ke
stasiun, lalu setelah itu ia berangkat menyusul kami, naik pesawat terbang pula.
Ia pasti akan menyukai pesiar ini. Dan Ibu mungkin pula akan kembali lagi
kemari." "Wah, kurasa tidak jika Bibi Polly ternyata cukup gawat sakitnya," kata Bu
"Mannering. " ia kan selalu baik terhadapku pada kalian juga jadi aku harus
" "menungguinya sampai ia sudah betul-betul sembuh kembali. Ah tapi tidak enak
"rasanya meninggalkan kalian sendiri."
Bu Eppy yang duduk bersebelahan dengan Bu Mannering ikut mendengar pembicaraan
itu "Saya bisa membantu mengawasi keempat anak ini sampai kenalan Anda itu
tiba," katanya mencampuri. "Saya kan sudah biasa menjaga, dan Lucian sebaya
dengan mereka. Bagi saya, itu bukan apa-apa."
"Anda baik hati," kata Bu Mannering. ia bangkit dari kursi malasnya, dibantu
Philip. "Kurasa aku sebenarnya tidak perlu cemas memikirkan mereka karena
"mereka sudah cukup besar! Tapi di pihak lain, keempat anak ini gampang sekali
terlibat dalam hal-hal yang tidak enak!"
Setelah itu ia pergi bersama Philip, mendatangi Perwira Dua. Dengan bantuan
petugas kapal itu, segera sudah, tersusun rencana kepulangan Bu Mannering ke
Inggris. Kapal akan mengubah alur pelayarannya sedikit dan singgah di sebuah
pulau yang ada lapangan udaranya. Saat itu juga akan dikirim telegram ke sana,
agar dipersiapkan pesawat terbang yang akan membawa Bu Mannering.
"Kita bisa menunggu di pulau itu sampai kenalan Anda tiba," kata Perwira Satu,
setelah mendatangi nakhoda kapal sebentar untuk berunding. "Kami hanya perlu
mengubah rencana sedikit saja yang memang tidak begitu ketat seperti Anda
" "ketahui pula. Nah sekarang bagaimana jika kita mengirim telegram pada Pak
"Cunningham, supaya ia tahu kapan harus menjemput Anda di Croydon?"
Ternyata segala urusan itu bisa diatur dengan cepat dan mudah.
"Aku tadi sama sekali tidak perlu merasa cemas dan bingung," kata Bu Mannering
pada anak- anak. "Untung ada Philip sekarang semua urusan sudah beres! Aku "akan berangkat besok dan malam hari itu juga Bill mungkin sudah sampai.
"Syukurlah!" Dinah dan Lucy-Ann membantunya berkemas, sementara Viking Star meluncur menuju
sebuah pulau besar, di mana ada pelabuhan udara. Anak-anak melihat pesawat-
pesawat terbang turun dan naik, karena pelabuhan udara itu terletak di dekat
pantai. Sebuah perahu motor datang menjemput Bu Mannering.
"Jangan nakal-nakal, ya," katanya saat hendak turun. "Jaga diri kalian baik-
baik, jangan sampai mengalami bahaya atau kesulitan. Kalau Bill sudah datang,
tolong katakan padanya bahwa aku takkan bisa memaafkannya jika nanti terjadi
lagi sesuatu yang membahayakan keselamatan kalian!"
Anak-anak melambai-lambai dari atas kapal, sementara perahu motor meluncur
kembali ke pelabuhan. Mereka mengikutinya dengan bantuan teropong. Mereka
melihat Bu Mannering naik ke dermaga, sementara kopor-kopornya dibawakan tukang
angkut barang. "Sekarang ia masuk ke taksi," kata Jack. "Ia menuju ke pelabuhan udara. Sebentar
lagi pasti sudah ada di udara!"
Setengah jam kemudian nampak sebuah pesawat terbang tinggal landas, lalu
membelok ke arah kapal yang dikitarinya dua kali. Kemudian pesawat itu mengarah
ke barat. "Itu pesawat yang ditumpangi Ibu," kata Philip. "Kurasa aku melihatnya tadi,
melambai-lambai. Moga-moga ia sampai ke tujuan dengan selamat. Sekarang kita
tinggal menunggu Bill datang."
Setelah itu semuanya membungkam. Mereka memikirkan hal yang sama, tapi semua
segan mengatakannya secara terang-terangan. Jack mendeham beberapa kali.
"Eh anu karena keadaan sekarang sudah begini eh..." ia tertegun. Anak-
" " "anak yang lain bersikap menunggu.
"Ya, bagaimana?" pancing Dinah.
"Anu aku tadi berpikir-pikir," kata Jack terbata-bata, "begini yah karena
" " "Bill sebentar lagi datang..." ia berhenti lagi.
Dinah tercekikik. "Biar aku saja yang mengatakan," katanya. "Aku tahu, karena
kurasa kita semua berpikiran sama saat ini. Bill sebentar lagi datang! Jadi kita
bisa bercerita padanya tentang peta kuno dan harta karun Andra itu dan juga
"tentang Pak Eppy! Barangkali saja barangkali, kataku barangkali Bill bisa
" "melakukan sesuatu mengenainya!"
"Ya, betul!" kata Jack. "Aku tadi agak sulit mengatakannya, tanpa terdengar
seperti bersikap tak acuh terhadap urusan yang sedang dihadapi Bibi Allie! Tapi
keadaannya kan sudah berubah sekarang. Bisa saja Bill berpendapat bahwa sudah
sepantasnya jika kita melakukan sesuatu."
"Ya asyik!" kata Philip sambil menarik napas panjang. "Tepat saat kita sudah
"putus harapan!"
"Memang kalau Ibu, kita tidak bisa ikut melibatkannya dalam petualangan," kata
"Dinah. "Tapi Bill kan lain! Maksudku aku tahu, ia pun tidak menghendaki kita
"terjerumus ke dalam petualangan tapi kan mungkin saja ia berpendapat bahwa
"kita di pihak lain tidak boleh diam saja."
"Dan setidak-tidaknya kita kini bisa tahu lagi bagaimana perkembangan
selanjutnya!" kata Jack puas. "Nanti kita bisa asyik, menunjukkan kapal-kapalan
serta peta itu pada Bill sambil menceritakan segala-galanya!"
" Saat itu Lucian datang menghampiri. Tampangnya serius sekali. "Bukan main aku "ikut prihatin jadinya! Moga-moga ibumu selamat sampai ke tujuan, Philip, dan
bibinya bisa sembuh kembali. Moga-moga kejadian ini tidak merusak kesenangan
kalian selama sisa pelayaran ini. Sungguh, aku benar-benar ikut prihatin!"
'Terima kasih," kata Philip. "Tapi kami sudah biasa begini!"
"Eh ngomong-ngomong, aku sampai lupa menyampaikan ini," sambung Lucian. "Maaf
"deh! Pamanku menyerahkan ini padaku sebelum ia turun kapal. Katanya, harus
kuberikan pada kalian. Aku tidak tahu apa isinya."
Jack menerima sampul yang diserahkan Lucian padanya. Sebelum membukanya pun ia
sudah bisa menebak isinya. Dan ternyata Jack benar. Sampul itu berisi peta yang
'dipinjam' Pak Eppy, beserta surat singkat.
"Ini, kukembalikan lagi. Terima kasih! Ternyata tidak begitu menarik. P. Eppy."
Jack tertawa hambar. "Tidak begitu menarik, tulisnya di sini. Hahh! Pasti ia
sudah menyalinnya dengan rapi. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya!"
Peta itu ditaruhnya di tempat yang aman, yaitu diselipkan di balik lapisan
celana pendeknya. Jack mengucap syukur bahwa Pak Eppy belum melihat bagian peta
yang setengah lagi. Tapi mungkin juga ia sama sekali tidak perlu melihatnya!
Mungkin sekarang saja ia sudah bisa menduga tempat harta karun itu jika ia
"benar-benar hapal pulau itu! Kalau begitu halnya, takkan lama lagi harta karun
Andra masih ada di tempat yang sekarang.
Waktu terasa seperti merambat hari itu. Bu Eppy agak mengesalkan, karena ia
melaksanakan janjinya dengan serius, yaitu menjaga anak-anak. Begitu saat makan
siang tiba, ia langsung sibuk mencari anak-anak. ia bahkan memesan pada pelayan
agar keempat remaja itu didudukkan semeja dengannya. Tapi Jack langsung protes.
"Terima kasih, Bu Eppy tapi kami menunggu kedatangan teman kami, Bill
"Cunningham," katanya dengan sopan tapi tegas. "Mungkin malam ini ia akan sudah
tiba atau paling lambat besok pagi. Jadi kami tetap saja di meja kami, supaya
"bisa makan bersama Bill jika ia sudah tiba. Terima kasih, Bu!"
Lucian kecewa, lalu merajuk, ia bahkan tidak tersenyum geli ketika terjadi
pertengkaran antara Kiki dan Miki. Keduanya berebut pisang, yang akhirnya
terenggut menjadi dua potong. Sehabis makan malam anak-anak pergi ke geladak,
mengharapkan kedatangan Bill. Menurut Perwira Dua, tidak ada pesan apa-apa. Jadi
kemungkinannya besar bahwa Bill datang.
"Kalau datangnya baru besok, tentunya ia sudah mengirim telegram" kata petugas
kapal itu. "ia tahu bahwa kita menunggunya di sini. Tapi jika aku jadi kalian,
lebih baik tidur dulu karena ada kemungkinan baru tengah malam nanti dia
"datang!" Tapi anak-anak tidak mau. Mereka duduk-duduk di geladak, sambil memperhatikan
matahari terbenam. Awan yang putih berubah warna, menjadi merah Jingga. Dengan
lambat tapi pasti langit menjadi gelap di sebelah timur. Air laut makin lama
makin gelap, dan akhirnya sewarna dengan langit malam. Bintang-bintang mulai
bermunculan. Lucy-Ann sudah hampir tertidur di kursi malas, ketika Jack tiba-
tiba menyenggolnya. "He, bangun! Ada pesawat datang mungkin itu Bill!" Dengan segera Lucy-Ann
"bangun, lalu pergi ke pagar kapal bersama anak-anak yang lain. Pesawat yang
datang itu nampak turun, mendekati landas pendaratan di pelabuhan udara pulau.
Si Linglung Sakti 1 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Darah Pendekar 14
^