Pencarian

Petualangan Dikapal Pesiar 3

Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar Bagian 3


Pasti itu Bill! Dan setengah jam kemudian terdengar bunyi mesin perahu motor
dihidupkan di pelabuhan. "Itu Bill datang!" seru Lucy-Ann bersemangat Perahu motor itu semakin mendekat
dan akhirnya berhenti di sisi kapal. Dari kapal dilemparkan tangga tali ke
bawah. Lucy-Ann sudah tidak bisa menahan diri lagi.
"Bill!" Teriaknya dari atas. "Andakah itu, Bill" Bill!"
"Ahoy, kalian yang di atas!" seru seseorang dari perahu motor. Anak-anak sudah
hapal sekali suara itu. "Ya, di sini Bill!"
Bill memanjat tangga tali. Begitu sampai di geladak, anak-anak berhamburan
menyongsong lalu mengerumuninya, ia dirangkul, dipeluk, dan dimacam-macamkan
lagi. "Halo, Bill! Wah, Bill senang rasanya Anda ada di sini! Sekarang semuanya "pasti beres."
"Ya segala-galanya beres!" kata Bill Cunningham, sambil menjunjung Lucy-Ann
"tinggi- tinggi. "Aku juga senang, bertemu kembali dengan kalian. Kita akan
bersenang-senang sekarang!"
Bab 15, ANAK-ANAK BERCERITA
Bill haus dan lapar sekali. Anak-anak mengiringinya ke ruang duduk. Mereka
senang dan bersemangat Ketika sudah duduk, Bill memesan roti dengan isi ayam dan
ham serta segelas minuman dingin. Anak-anak juga dipesankan roti.
"Tapi sebetulnya tidak baik jika kalian selarut ini masih makan lagi, sebab
nanti mimpi yang bukan-bukan karena kekenyangan," kata Bill memperingatkan.
"Jadi jangan salahkan aku ya jika kalian nanti dikejar-kejar beruang, jatuh
"dari pesawat terbang, atau kapal kalian terdampar nanti!"
"Tidak mungkin,", kata Lucy-Ann. "Tapi kalau mimpi buruk nanti pun tidak apa.
Kan sekarang Anda sudah ada, jadi pasti dalam mimpiku itu Anda kemudian muncul
untuk menyelamatkan diriku!"
Pelayan datang mengantarkan makanan yang dipesan, ia tersenyum ramah, ia juga
membawa dua piring berisi pisang. Masing-masing satu, untuk Kiki dan Miki. Kiki
kagum melihat pisangnya ditaruh di atas piring. Setiap kali sehabis mematuknya,
pisang itu diletakkannya kembali. Anak-anak tertawa geli melihat tingkahnya.
"Wah, Kiki sudah sopan sekali sekarang," kata Bill sambil menggigit roti
sandwich-nya. "Hmm, sedap! Sudah berapa jam perutku tidak terisi! Nah
"bagaimana kabarnya, Anak- anak?"
"Banyak sekali yang hendak kami ceritakan, Bill," kata Jack. "Menarik, deh! Kami
secara kebetulan mengetahui suatu hal yang sangat asyik!"
"Ya, ya, aku tidak heran," kata Bill. "Tapi jangan sangka kalian bisa menyeret
aku ke dalam petualangan gila-gilaan lagi kali ini! Sudah cukup sering aku ikut
terlibat dalam urusan kalian yang aneh-aneh! Aku kemari ini, ingin menikmati
pesiar yang tenang dan santai!"
Tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara jeritan Kiki.
"Miki! Kau merampas pisang Kiki!" kata Jack. "Pukul dia, Philip. Kalau tidak,
sebentar lagi pasti akan pecah perang di antara mereka berdua. Ya, Kiki
"nantilah, kupesankan pisang lagi untukmu. Kasihan! Itulah, kalau sok sopan.
Sudah bagus-bagus kau meletakkan pisangmu kembali ke piring setiap kali sudah
menyuap eh, si Miki Bandel datang merampas!"
?"Lucu monyet kecil ini," kata Bill. Digelitiknya Miki di bawah dagu. "Tentunya
punyamu ya, Philip! Aku tidak bisa mengerti, kenapa selalu ada saja binatang
yang ikut denganmu, ke mana pun kau pergi. Coba kuingat-ingat sebentar kau
"pernah memelihara anak ajak kadal cecak ular anak kambing berbulu putih
" " "mulus dua ekor burung puffin tikus putih dan sekarang monyet! Yah, aku
" " "tidak berkeberatan selama yang kaupelihara bukan kuda Nil atau sekawanan
"singa!" Anak-anak sebenarnya ingin cepat-cepat bercerita tentang peta harta karun. Tapi
mereka merasa lebih baik Bill diberi kesempatan makan dulu. Sambil makan Bill
bercerita bahwa ia masih sempat menjemput Bu Mannering di pelabuhan udara di
Inggris, lalu mengantarnya sampai stasiun. Setelah itu Bill berangkat naik
pesawat terbang pribadinya.
"Seorang diri?" tanya Jack.
Tidak, dengan teman Tim Curling! Kurasa kalian belum kenal dengan dia," kata " "Bill. "Kau tidak mau lagi rotimu itu, Lucy-Ann" Baiklah, kalau begitu biar aku
saja yang menghabiskannya. Hmm ya, Tim juga ikut, dan tadi kutinggal untuk
"mengurus pesawat terbang, ia bermaksud hendak menyewa perahu motor, lalu
berkeliling-keliling di sini."
"Ah aku juga kepingin," kata Dinah.
?"O ya?" Bill tercengang. "Kusangka kalian senang berada di kapal besar yang
nyaman ini. Kalian kan sudah sering naik sampan, perahu layar, dan perahu motor
jadi sekali-sekali enak juga naik kapal sebesar ini."
?"Memang, tapi Bill, Anda mau tahu kabar kami?" kata Jack bersemangat Bill
"mengunyah potongan roti yang penghabisan, lalu meneguk minumannya sampai habis,
ia menguap lebar-lebar, yang langsung ditirukan Kiki.
"Apakah itu tidak bisa besok saja?" katanya, ia tertawa ketika melihat tampang
anak-anak yang kecewa, lalu menyambung.
"Ya, baiklah! Ceritakan saja!"
"Ambil kapal-kapalan kita, Lucy-Ann," kata Jack. "Cepat! Keempat potong peta
sudah ada padaku. Kalau kau sudah kembali, baru kita mulai."
Lucy-Ann bergegas pergi. Tidak lama kemudian ia sudah kembali, dengan napas
terengah-engah, ia memegang kapal-kapalan. Bill mengambil benda itu, lalu
mengamat-amatinya. "Ini barang berharga," katanya. "Bagus sekali buatannya. Di mana kalian
memperolehnya?" Dengan segera keluarlah cerita tentang Lucy-Ann yang bersama Lucian menemukan
botol berisi kapal-kapalan, lalu membelinya untuk hadiah bagi Philip pada hari
ulang tahunnya. Sambil berbisik-bisik supaya tidak terdengar orang lain, anak-
anak bercerita tentang botol yang pecah, lalu tentang bagaimana mereka menemukan
kertas tergulung di dalam kapal- kapalan itu. Kemudian Jack mengeluarkan kertas
yang ternyata peta itu, yang masih berupa empat potongan terpisah. Bill
memandangnya sebentar dengan penuh minat. Kemudian ia berdiri.
"Kita ke kabinku," katanya. "Kurasa lebih baik di sana saja kita meneruskan
pembicaraan. Ini benar-benar luar biasa."
Anak-anak sangat bergembira melihat tanggapan Bill terhadap kisah mereka. Mereka
berbondong-bondong menuruni tangga yang menuju ke kabin. Beramai-ramai mereka
memasuki kabin Bu Mannering, yang kini ditempati Bill. Semuanya duduk di atas
tempat tidur, bersesak-sesak. Bill duduk di tengah-tengah.
"Tolong geserkan Miki sedikit," katanya. "Aku kepanasan, karena napasnya
menghembus ke tengkukku. Nah sekarang, mana peta tadi" Sekilas saja kulihat
"bahwa barang itu sudah tua sekali. Tapi kenapa terpotong empat?"
Anak-anak menceritakan sebabnya. Mereka menceritakan hikayat kuno tentang harta
Andra yang hilang. Mereka bercerita tentang tingkah laku Pak Eppy yang aneh,
lalu kepergian orang itu secara tiba-tiba begitu pula tentang kekhawatiran
"mereka. Bill mendengarkan dengan tekun. Sekali-sekali ia mengajukan pertanyaan
singkat Ketika anak-anak sudah selesai dengan cerita mereka, Bill mengambil
pipanya lalu mengisinya lambat-lambat Anak-anak menunggu. Mereka tahu bahwa Bill
sedang sibuk berpikir. Dengan harap-harap cemas mereka menunggu komentarnya.
Bagaimana pendapat Bill tentang kisah mereka tadi" Akan seriuskah tanggapannya"
Dan apakah ia akan melakukan sesuatu mengenainya" ?"Yah," kata Bill sambil menyelipkan tangkai pipanya ke mulut lalu mencari-cari
korek api sebentar. "Yah kelihatannya kalian memang menemukan sesuatu yang
"menarik. Tapi pendapatku ini kudasarkan pada sikap Pak Eppy bukan pada peta
"kalian. Soalnya, aku tidak begitu memahami aksara Yunani, jadi tidak tahu tepat
apa arti tulisan yang ada di situ. Kalian sudah bertindak dengan cerdik ketika
minta tolong dibacakan dan kalian juga berhasil menghubung-hubungkan fakta
"dengan baik misalnya saja menemukan tulisan yang berbunyi 'Andra' di sisi
"kapal-kapalan ini; lalu kemudian melihatnya lagi pada peta."
"Ya itu kebetulan sekali," kata Jack. "Tapi bagaimana, Bill, aslikah peta ini"
"Maksudku adakah kemungkinan di sini benar-benar digambarkan tempat harta kuno
"itu disembunyikan?"
"Wah, kalau itu aku tidak tahu," kata Bill sambil menghembuskan asap pipanya.
"Sungguh, aku belum bisa mengatakan apa-apa mengenainya! Peta ini harus
kuperlihatkan dulu pada ahli yang bisa menguraikan maknanya dengan tepat.
Kecuali itu aku juga perlu menyelidiki apa saja yang bisa diketahui tentang
hikayat Andra itu karena kan bisa saja hanya merupakan dongeng semata-mata!
"Aku juga perlu melihat apakah benar-benar ada pulau bernama Thamis, dan seperti
apa wujudnya." "Pulau itu memang ada," kata Jack dengan bangga. "Aku sudah menemukannya di
atlas." Tiba-tiba Bill tertawa. "Aneh kenapa kalian ini kelihatannya selalu saja
"seakan-akan secara kebetulan mengalami kejadian yang luar biasa," katanya.
"Kusangka kita akan bersama-sama menikmati pesiar yang tenang dan indah. Eh
"tahu-tahu aku sekarang harus mencari orang yang ahli tentang dokumen kuno untuk
ku mintai tolong menerjemahkan teks berbahasa Yunani. Mana bahasanya sudah
begitu kuno, sehingga mungkin tidak bisa ditafsirkan dengan tepat. Dan kalau
teks itu ternyata ada apa-apanya, kurasa setelah itu kita harus mendatangi pulau
itu apa namanya o ya, Thamis!"
" ?"Wah, Bill! Anda benar-benar mau?" seru Jack dengan gembira, sementara Philip
melonjak- lonjak di tempat tidur sehingga semua nyaris saja terjatuh ke lantai.
Dinah berangkulan dengan Lucy-Ann. Mata mereka bersinar-sinar. Keempat remaja
itu senang sekali, karena Bill ternyata tidak meremehkan cerita mereka.
"Sekarang kita tidur saja dulu," kata Bill. "Hari sudah larut malam. Besok pagi
kita akan berembuk lagi. Tapi jangan terburu bergembira, karena saat ini yang
bisa kita lakukan bani menunjukkan peta ini pada salah seorang ahli. Lalu
setelah itu melihat-lihat sebentar ke Thamis, jika letaknya tidak terlalu jauh.
Bagaimanapun, kita sekarang kan sedang pesiar dengan kapal."
Anak-anak berdiri, walau dengan enggan. Bill mengantar mereka ke kabin masing-
masing. "Aku ke geladak sebentar, menghabiskan pipaku," katanya sambil melangkah
pergi. "Selamat tidur!"
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Jack dan Philip tiba-tiba bangun, lalu cepat-
cepat duduk, Cahaya matahari masuk samar-samar lewat lubang tingkap yang
tertutup tirai. Jauh di bawah mereka terdengar bunyi aneh.
"Itu mesin kapal," kata Jack dengan lega. "Aku sudah takut saja tadi, karena
tidak tahu bunyi apa itu! Tapi kenapa aneh bunyinya" Ada apa?"
"Nah sekarang berhenti," kata Philip setelah mendengarkan sebentar. "Sekarang
"terdengar lagi itu, duk, duk, duk! Bunyinya lain daripada biasanya tidak
" "halus! Asal jangan rusak saja!"
"Sekarang berhenti lagi," kata Jack. "Yah apabila ada bahaya, pasti sirene "kapal akan dibunyikan, dan pelayan kabin akan datang menggedor-gedor pintu."
"Ya dan jaket pelampung kita ada di dalam lemari, jadi tak ada yang perlu kita
"cemaskan," kata Philip, ia masih mengantuk. "Yuk, kita tidur lagi. Kurasa tidak
ada apa-apa." Tapi ketika mereka bangun lagi, mesin kapal ternyata belum terdengar kembali.
Kapal berhenti di tengah laut yang biru gelap, terangguk-angguk sedikit Pulau
yang ada pelabuhan udaranya belum jauh ditinggalkan. Baru sekitar satu sampai
dua mil. "Aneh!" kata Jack, lalu cepat-cepat berpakaian, ia menggedor pintu kabin anak-
anak perempuan ketika ia lewat bersama Philip. Kemudian keduanya cepat-cepat
lari ke atas, menuju geladak. Di sana ada teman mereka, Perwira Dua.
"Ada apa?" tanya mereka padanya. "Apa sebabnya kita berhenti?"
"Mac agak mengalami kesulitan dengan mesinnya," kata perwira itu. "Tapi sebentar
lagi pasti sudah beres."
Saat itu anak-anak melihat Bill datang menghampiri, ia sudah agak lama juga
bangun, dan saat itu sedang berjalan mengelilingi geladak untuk berolahraga, ia
menyambut dengan senyum lebar ketika kedua remaja itu bergegas mendatangi.
"Nah, kalian sudah siap untuk sarapan" Aku lapar sekali! Halo, Miki! Halo,
Kiki!" "Miki-Kiki-Miki-Kiki, Miki-Ki..." Kiki mulai mengoceh, tapi terhenti karena
paruhnya dijentik Jack. "Sudah, cukup! Sana, kau juga perlu berolahraga sedikit. Kejar burung-burung
camar itu!" Tapi Kiki malas, karena bosan mengganggu burung camar terus-menerus. Kecuali itu
ia pun ingin sarapan pagi. Baginya sarapan di kapal itu sedap sekali, karena
selalu tersedia buah jeruk besar. Kiki suka sekali makan buah itu, apalagi buah
ceri yang diletakkan di atasnya. Selesai sarapan, anak-anak mengantar Bill
melihat-lihat kapal. Mereka tidak diperbolehkan masuk ke ruang mesin, karena ada
kerusakan. Mac marah-marah terus. Sepanjang malam ia sibuk membetulkan, tapi
belum beres juga. Pagi itu juga pada papan pengumuman dipasang maklumat.
"Karena ada gangguan pada mesin kapal, Viking Star terpaksa kembali ke
pelabuhan. Pemberitahuan selanjutnya pukul enam petang ini."
Teriring bunyi mesin yang berdentang-dentang, Viking Star berlayar kembali
dengan pelan menuju pulau yang ada pelabuhan udaranya. Perahu motor berduyun-
duyun mendatangi, karena ingin tahu apa yang terjadi. Satu di antaranya
dikemudikan teman Bill. Tidak lama kemudian ia sudah berada di atas kapal. Bill
memperkenalkan temannya itu pada anak-anak.
"Tim, ini dia keempat remaja yang kuceritakan itu. Hati-hati menghadapi mereka,
kalau tidak ingin ikut terseret ke dalam petualangan yang berbahaya! Remaja yang
begitulah mereka ini. Kautaruh mereka di tengah gunung es yang sunyi dan
terpencil, mereka pasti masih juga bisa menemukan petualangan!"
Anak-anak langsung suka pada Tim Curling. Orangnya lebih muda dari Bill.
Rambutnya tebal dan ikal acak-acakan dipermainkan angin. Matanya hijau, seperti
mata Lucy-Ann. Mukanya juga banyak bintiknya, seperti muka Jack dan Lucy-Ann.
Sedang tertawanya kocak sekali. Mau tidak mau orang juga tertawa mendengarnya.
"Kalau begitu lebih baik kalian ikut saja denganku," katanya pada Bill. "Kita
kembali ke pulau. Tempat itu menarik!"
"Baiklah kita melancong sehari bersama-sama," kata Bill. ia menoleh ke arah
" anak-anak. "Ayo cepat kita turun !"Bab 16, BILL MENGADAKAN PENYELIDIKAN
Asyik juga mereka melancong di pulau. Mereka berkeliling-keliling naik mobil
yang disewa oleh Tim. Siangnya mereka makan di kota yang letaknya di tengah
pulau. Kota itu lumayan besarnya, dengan toko-toko, bis kota, serta gedung-
gedung bioskop. Sehabis makan Bill mengatakan hendak pergi sebentar.
"Aku tadi mendengar bahwa di sini ada seorang tua yang benar-benar ahli tentang
naskah kuno,'' katanya pada anak-anak. "Salah seorang yang paling ahli. Kita
sedang mujur rupanya! Aku hendak ke tempatnya sekarang. Keempat potongan peta
itu kaubawa kan, Jack?"
Jack mengangguk. Anak-anak berpendapat bahwa lebih baik barang berharga itu
dibawa saja, daripada ditinggal di kapal. Jack menyerahkan keempat potong peta
dalam sampul itu pada Bill.
"Mudah-mudahan saja ahli itu akan mengatakan bahwa peta ini asli," katanya
bersungguh-sungguh. "O ya Tim perlu kita beri tahu atau lebih baik jangan?"
?"Bilang saja," kata Bill. "Tim bisa dipercaya! Tapi apakah ia mau percaya pada
cerita kalian, itu lain perkara!"
Ketika Bill sudah pergi, anak-anak menceritakan rahasia mereka pada Tim Curling.
Mulanya orang itu nyengir-nyengir. Kelihatannya ia cenderung menganggap hikayat
yang diceritakan itu dongeng belaka. Tapi melihat wajah anak-anak yang begitu
serius, akhirnya ia lantas berusaha bersikap serius, ia menyadari bahwa anak-
anak sangat meyakininya. "Menarik sekali," katanya ketika anak-anak selesai bercerita. "Ketika aku dulu
masih sebesar kalian, aku pun percaya sekali pada segala cerita tentang harta
karun. Bill baik hati, mau mengusahakan penjelasan tentang peta kalian itu."
Anak-anak melihat bahwa Tim tidak memberikan tanggapan serius. Karenanya mereka
menghentikan percakapan tentang soal itu. Mereka agak kecewa. Lucy-Ann mulai
agak sangsi. Jangan-jangan kisah tentang harta Andra itu memang dongeng belaka!
Tapi tidak mungkin karena kalau soal itu hanya kisah karangan orang saja, Pak
"Eppy takkan bersikap begitu aneh.
Lama sekali Bill pergi, sampai anak-anak merasa bosan menunggu, ia baru kembali
ketika Tim baru saja hendak mengajak mereka pergi dengan mobil ke sebuah bukit
berbentuk aneh yang nampak di kejauhan.
"Maaf, jika aku terlalu lama," kata Bill. "Aku berhasil menemukan orang itu.
Orangnya sudah tua sekali, seakan-akan berasal dari abad kelima belas. Dan
lambannya bukan main! Aku sampai kesal melihat gerak-geriknya yang serba pelan.
Tapi ia memang benar-benar ahli."
"Lalu apa katanya?" tanya Jack. Mukanya merah karena memendam rasa ingin tahu.
"Asli! Itu sudah pasti," kata Bill. Anak-anak menghembuskan napas lega. "ia
tidak bisa mengatakan apakah merupakan salinan peta yang lebih tua lagi, atau
buatan seabad yang lalu kemungkinannya campuran, katanya tadi. Pulau itu
"memang Thamis. Tertulis jelas pada peta! Tapi kalau tidak tertulis pun, masih
bisa dikenali dari bentuknya yang satu ujungnya aneh."
"Ya, aku juga melihatnya," kata Philip. "Lalu?"
"Naskah kalian terdiri dari dua bagian yang berbeda," sambung Bill. "Yang satu
menunjukkan pulau, dengan tanda yang mungkin kota atau pelabuhan. Orang tadi
tidak bisa memastikan, karena belum pernah ke sana. Sedang bagian yang satu lagi
menunjukkan kota atau pelabuhan itu dan kelihatannya merupakan petunjuk untuk "menuju ke suatu tempat di situ, di mana terdapat sesuatu yang berharga, ia tidak
bisa mengatakan apakah itu harta, atau mungkin juga bangunan seperti kuil atau
bahkan mungkin juga makam, ia hanya tahu bahwa itu berharga bagi orang yang


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertama-tama menggambar peta kalian."
Anak-anak mendengarkan dengan penuh perhatian. Kabar itu benar-benar
menggembirakan! "Tapi apakah ia tidak mengatakan bahwa itu peta harta Andra?" tanya Jack.
?"Rupanya ia tidak begitu mengenal kisah kalian itu," jawab Bill. "Katanya, ada
beratus-ratus hikayat tentang bajak laut, kapal harta, penculikan, dan macam-
macam lagi dan kebanyakan tidak ada dasar kebenarannya. Jadi tentang soal itu
"tidak banyak yang dapat dikatakan olehnya. Tapi ia cenderung mengatakan bahwa
yang tertera di peta itu sebuah kuil."
"Kalau aku, aku yakin bahwa itu harta Andra," kata Lucy-Ann. Matanya bersinar-
sinar. "Kemudian aku minta pada orang tadi agar menyalinkan peta itu untuk kita, sedang
tulisan yang beraksara Yunani diganti dengan tulisan kita," kata Bill
meneruskan. "Bahasa Inggrisnya bagus sekali."
Ia membentangkan selembar kertas yang putih bersih di atas pangkuannya. Pada
kertas itu nampak garis-garis halus serta berbagai tulisan. Anak-anak mengamat-
amati dengan kepala tertunduk. Mereka begitu asyik, sampai tidak ada yang
berbicara selama beberapa saat. Ya naskah kuno itu sudah disalin ke dalam
"bahasa Inggris dan garis-garis pudar pada peta yang asli di sini nampak jelas
"sekali. Asyik! Bahkan Tim pun ikut tertarik melihatnya. Nampaknya ia sudah hampir percaya. Jack
menyimak beberapa di antara tulisan-tulisan itu sambil berbisik-bisik, "Lorong
Buta Makam Bawah Tanah Dua Jari Dewi Burung Lonceng... wah, apa arti
" " " " "semuanya ini" Apakah di kota atau pelabuhan kuno itu ada lorong-lorong buta dan
makam-makam bawah tanah" Apakah harta itu dibawa ke situ?"
"Itu tidak kita ketahui. Kita hanya tahu bahwa di sini ditunjukkan jalan ke
suatu tempat tertentu di kota itu, di mana bisa ditemukan benda berharga
tertentu jika tidak sudah ditemukan dan diambil orang, atau dimusnahkan," kata
"Bill. "Tapi kalian jangan lupa, peta ini yang asli umurnya sudah ribuan tahun
"jadi jalan yang ditunjukkan di sini mungkin sudah tidak ada lagi sekarang.
Kemungkinan itu bahkan besar sekali."
"Begitu pendapat Anda, Bill?" tanya Dinah dengan nada menyesali.
"Kalau aku harus jujur ya, begitulah pendapatku," kata Bill. "Kurasa peta ini
"asli tidak ada keraguan lagi tentang hal itu. Tapi di pihak lain, kejadiannya
"kan sudah begitu lama berlalu, jadi boleh dibilang tak ada harapan lagi akan
bisa menemukan jalan rahasia yang digambarkan di sini. Kemungkinannya sudah
dibongkar atau dilupakan orang, sehingga jalan masuk ke lorong buta atau makam
bawah tanah itu kini tidak ada lagi."
"Tapi tapi Pak Eppy kelihatannya beranggapan bahwa masih ada harapan," kata
"Philip. "O ya, aku jadi ingat lagi laki-laki tua yang kudatangi tadi, ia kenal pada
"Pak Eppy. Katanya Pak Eppy keranjingan sekali tentang soal-soal begini, dan
macam-macam saja gagasannya yang aneh-aneh," kata Bill. "Kerjanya membeli pulau
lalu menjualnya lagi, seperti orang lain membeli buku, permadani, atau lukisan!
Laki-laki tua itu mengatakan pula bahwa Pak Eppy memang luas sekali
pengetahuannya tentang pulau-pulau di sini, begitu pula tentang barang-barang
antik yang ditemukan di situ. Tapi bahwa Pak Eppy mempercayai kebenaran suatu
peta kuno, itu belum berarti ada sesuatu yang bisa diributkan. Kalau mendengar
cerita orang tadi, duduk persoalannya malah sebaliknya! Karena Pak Eppy begitu
keranjingan pada benda-benda kuno, ia langsung saja percaya pada apa yang
tertera pada peta kalian!"
"Sial!" kata Jack. "Jadi kemungkinannya kita ini ribut-ribut tanpa alasan."
"Ya, kemungkinannya memang begitu," kata Bill sependapat. "Walau begitu kalau
ada kesempatan tapi kurasa tidak aku sama sekali tidak berkeberatan menyewa " "perahu motor, lalu pergi melihat-lihat sebentar ke Pulau Thamis itu."
"Ah, mudah-mudahan saja bisa," kata Lucy-Ann. "Aku ingin sekali melihatnya."
"Bisa saja kalian kuantarkan ke sana," sela Tim secara tiba-tiba. "Itu jika
letaknya tidak terlalu jauh dari sini."
"Tidak ada waktu," kata Bill sambil melipat peta. "Kau tahu kan, pukul enam
nanti kita sudah harus kembali ke kapal. Tapi walau begitu terima kasih, Tim.
Nah kurasa kita kembali saja sekarang, supaya jangan terlambat"
"Ketika mereka tiba kembali di Viking Star, hari sudah sore. Sudah pukul setengah
enam. Kapal itu kini sudah disandarkan ke dermaga. Bagus sekali kelihatannya,
putih mulus. Tapi tidak kelihatan kesibukan yang biasa nampak apabila kapal akan
segera berangkat. Para penumpang berbondong-bondong naik lewat tangga kapal.
Lucian ada di tengah mereka, bersama bibinya. Sehari penuh anak-anak tidak
berjumpa dengannya. Paling-paling hanya nampak di kejauhan saja. Lucian melambai
ke arah mereka sambil berseru-seru.
"Bukan main ke mana saja kalian sehari ini" Bibiku ingin mengajak kalian makan
"siang di tempat keluargaku di pulau ini."
"Wah, sayang tapi kami sudah punya rencana lain!" balas Jack sambil berseru
"pula. "Lain kali sajalah!"
"Siapa dia?" tanya Bill. "Ah pasti dia itulah A Lucian, keponakan Pak Eppy
"kalian. Dia merepotkan, ya?"
"Ah, lumayan," kata Philip. "Lihat di papan pengumuman tergantung kertas
"maklumat yang besar. Kita baca sebentar yuk!"
Anak-anak membaca pengumuman itu dengan penuh perhatian.
"Dengan sangat menyesal diberitahukan pada penumpang bahwa Viking Star terpaksa
tinggal selama sehari-dua di pelabuhan ini, menunggu mesin selesai dibetulkan.
Para penumpang dapat tetap tinggal di atas kapal jika mengingininya, atau
tinggal di hotel yang disediakan perusahaan, atau memakai perahu-perahu motor
yang disediakan oleh perusahaan bagi penumpang yang ingin menjelajahi daerah
Laut Aegea yang romantik ini. (Ttd) L. Petersen, Nakhoda."
Anak-anak secara serempak mendapat pikiran yang sama. Mereka berpandang-
pandangan dengan mata bersinar-sinar.
"Jadi kita bisa, kan?" kata Lucy-Ann. Anak-anak yang lain langsung mengerti.
Jack mengangguk. Wajahnya berseri-seri. Kemudian ia menggandeng Bill. Bill
menoleh ke arah anak-anak. Ia tersenyum lebar, lalu tertawa ketika melihat wajah
empat remaja yang memandangnya dengan bergairah. Keempat wajah itu memancarkan
pertanyaan yang serupa. "Dengan begitu kita bisa ke Thamis itu kan yang ingin kalian ketahui,"
"katanya. "Yah kenapa tidak" Nampaknya kita akan berada di sini selama beberapa
"hari. Dan apabila perusahaan pelayaran yang memiliki kapal ini menyediakan
perahu motor untuk kita, yah kita terima saja tawaran mereka!"
?"Bill! Bill! Asyik!" seru anak-anak serempak. Jack dan Philip saling bertepuk-
tepukan punggung, sedang anak-anak yang perempuan meremas lengan Bill sampai ia
terpekik. Kiki dan Miki cepat-cepat lari mengamankan diri ke atas papan
pengumuman. Mereka kaget melihat kelakuan anak-anak yang tiba-tiba saja berubah.
"Sudah, sudah!" kata Bill. Ia masih tertawa melihat semangat anak-anak yang
begitu menggelora. "Sekarang kita naik ke geladak atas, lalu mengatur rencana
sebentar, sebelum kita berganti pakaian untuk makan malam."
Mereka pergi ke sudut geladak tempat berjalan-jalan, di mana mereka paling
sering duduk- duduk. "Tak kusangka nasib kita akan semujur ini," kata Jack dengan gembira. "Semula
kita sudah putus asa, tapi kini tahu-tahu terjadi sesuatu dan segala-galanya "beres!"
"Ya, memang! Dari semula kita sudah tahu bahwa kita tidak bisa berbuat apa-apa
tanpa Bill, dan selama ini ia tidak ada bersama kita," kata Lucy-Ann. "Tapi kini
secara tiba-tiba saja ia datang."
"Tapi setelah itu kita masih menyangka takkan bisa berbuat apa-apa, karena kita
harus ikut pesiar terus dengan kapal," kata Dinah. "Tapi kini kapal terpaksa
berhenti, jadi kita bisa pergi!"
"Luar biasa, kenapa kalian selalu saja bisa mendapat apa yang kalian inginkan,"
kata Bill. "Sekarang urusan perahu motor. Menurut pendapatku, lebih baik kita
menyewa sendiri. Soalnya jika kita memakai perahu yang disediakan perusahaan,
kita nanti harus bersama penumpang-penumpang lain dan belum tentu mereka ingin
"pergi ke Thamis."
"Dan kita pun tidak ingin ada yang ikut dengan kita," kata Jack. "Tidak lebih
"baik kita menyewa perahu motor sendiri. Tim juga ikut?"
"Ia punya rencana lain," kata Bill. "Tapi kita tanyakan saja padanya, siapa tahu
ia ingin ikut Yah perjalanan itu pasti akan mengasyikkan. Malam ini aku perlu
"mencari keterangan dulu, di mana tepatnya letak Pulau Thamis. Akan kutanyakan
sebentar pada Perwira Dua, apakah di kapal ini ada awak yang bisa memberi
penjelasan mengenainya. Kita harus mengetahui arahnya yang tepat jika tidak
ingin berputar-putar terus di perairan sini selama berminggu- minggu!"
"Hmm, asyik!" kata Lucy-Ann dengan nada puas. "Aku tidak sabar lagi menunggu
besok. Jack, Philip akhirnya kita jadi juga pergi ke pulau harta itu. Kita
"benar-benar akan ke sana!"
Bab 17, KE THAMIS Dengan segera Bill sudah memperoleh keterangan yang diperlukannya.
"Itulah enaknya jadi orang dewasa," kata Dinah. "Orang dewasa kelihatannya
selalu berhasil mengetahui apa saja, dan mengurus persoalannya dengan cepat."
"Ya Bill kini sudah tahu di mana letak Pulau Thamis ia menemukan peta
" "pelayaran ke sana, dan menemukan pula seorang pelaut Yunani yang memiliki perahu
motor serta tahu jalan!" kata Jack kagum.
"Bagaimana semuanya itu bisa dilakukannya dengan begitu cepat?" tanya Lucy-Ann.
"ia mendatangi seorang kelasi Yunani yang bekerja di bawah, dan ternyata kelasi
itu punya saudara yang menyewakan perahu motor," kata Philip.
Anak-anak sudah selesai sarapan pagi. Pelayan meja makan yang baik hati
membekali mereka dengan beberapa bungkus besar makanan.
"Saya juga membekalkan sebuah jeruk besar, dua buah ceri, dan empat pisang untuk
Tuan Miki dan Nona Kiki," kata pelayan itu dengan mata berkilat-kilat jenaka.
Lucy-Ann tercekikik geli.
"Nona Kiki lucu sekali kedengarannya! Kau dengar tidak tadi, Kiki" Nona Kiki!?""Nonakiki, nonakiki!" oceh Kiki, lalu terkekeh-kekeh keras.
Beberapa saat kemudian mereka menuruni tangga kapal, pergi ke dermaga. Ternyata
Tim ada di bawah, ia sudah mendengar kabar kapal belum bisa berangkat.
"Selamat pagi," katanya pada Bill. "Ada yang bisa kulakukan untuk kalian?"
"Hari ini kami ingin ke Pulau Thamis, melihat-lihat di sana," kata Bill. "Aku
sudah menyewa sebuah perahu motor dari seorang Yunani yang kelihatannya tahu
jalan ke sana. Mau ikut?"
Yah jika kalian sudah punya rencana sendiri, aku tidak ikut sajalah," kata Tim.
" ?"Ada orang yang ingin pesiar naik pesawat terbang. Bolehkah aku memakai pesawat
terbang hari ini?" "Tentu saja boleh," jawab Bill.
"Dan nanti jika terbang di atas Thamis, jangan lupa melambai," kata Jack.
"Beres," kata Tim sambil nyengir. "Nanti akan kucari di peta, di mana letak
pulau itu. Kalian tunggu saja nanti kami pasti lewat!"
"Setelah Tim pergi, datang seorang laki-laki Yunani yang bertubuh kecil. Matanya
berseri-seri, sedang senyumnya agak malu-malu. ia memberi hormat, lalu
berbicara dalam bahasa Inggris yang patah-patah.
"Aku Andros, Pak! Saudaraku, dia bilang Anda mau pakai kapalku. Itu dia, Pak."
"Ya, betul. Terima kasih, Andros," kata Bill. Diperhatikannya perahu motor yang
ditambatkan di sisi dermaga. "Kapalmu bagus sekali. Nah kau katanya tahu jalan
"ke Thamis. Betul?"
"Thamis" Tahu, Pak. Tapi di Thamis tidak ada apa-apa. Andros bawa ke pulau lain
saja, lebih bagus." "Terima kasih, tapi kami ingin ke Thamis," kata Bill tegas. Andros nampaknya
heran, kenapa mereka begitu berkeras ingin pergi ke Thamis.
"Thamis pulau miskin," katanya sekali lagi. "Wisatawan tidak ke sana, Pak.
Kubawa ke tempat lain lebih bagus."
?"Kau ini tahu tidak, jalan ke Thamis?" kata Bill. "Aku mendapat kesan bahwa kau
tidak tahu." Andros mengangguk-angguk beberapa kali.
"Ah jadi kau tahu. Kalau begitu kita ke Thamis dan jangan tunggu lama-lama
" "lagi!" "Thamis, Pak," kata Andros. "Ya, ya, Thamis. Beres. Pulau kuno. Kuno sekali!
Tapi sekarang tidak ada apa-apa lagi, Pak." ia memandang Kiki dan Miki dengan
penuh minat "Mereka juga ikut?"
"Tentu saja," kata Jack. Ia melangkah masuk ke perahu, lalu menolong Dinah dan
Lucy-Ann. "Yuk, Bill, Pak!"
"Bilpak, bilpak!" teriak Kiki. "Cul si kadal muncul! Dor, cul, hidup Ratu!"
Andros menatap Kiki dengan mulut ternganga. Miki meloncat ke bahu orang itu lalu
kembali ke bahu Jack, sambil ribut berceloteh, ia ikut bersemangat, ditulari
anak-anak. Monyet kecil itu bahkan menarik ekor Kiki. Itu tindakan yang konyol,
karena Kini Kiki pasti akan membalas. Dan ekor Miki panjang sekali. Asyik
menarik-nariknya! Andros menghidupkan mesin. Perahu motor itu bergerak lambat-
lambat keluar, meninggalkan pelabuhan tempat Viking Star tertambat di dermaga.
Tidak lama kemudian mereka sudah berada di laut terbuka, meluncur sambil
terangguk-angguk di atas air yang kadang-kadang memutih puncak ombaknya. Rambut
Dinah dan Lucy-Ann tergerai lurus ke belakang dihembus angin. Mereka tertawa-
tawa senang, merasakan wajah mereka seperti dibelai-belai. Sejuk rasanya,
setelah tadi kepanasan di kapal.
"Berapa jauh Thamis dari sini?" tanya Bill. Andros menoleh.
"Empat jam, lima jam," jawabnya.
"Kau sering ke sana?" tanya Bill lagi.
"Tidak, Pak! Pulau miskin. Aku ke Janos, pulau satu lagi dekat situ, tempat
tinggal kakakku," kata Andros. "Thamis pulau mati, Pak."
"Apa maksudnya?" tanya Jack heran.
"Pulau miskin yang mati. Kedengarannya sama sekali tidak menarik!"
"Ah, mestinya di sana pasti ada pelabuhan atau kota," kata Philip. "Itu, yang
tertera di dalam peta. Kalau melihat gambarnya, mestinya lumayan juga besarnya.
Tentunya banyak juga penghuninya. Jadi ada toko dan yang lain-lainnya. Tidak
bisa dibilang kota mati, kalau begitu."
Perjalanan ke Thamis menyenangkan sekali. Laut agak berombak, tapi mengasyikkan.
Perahu motor yang ditumpangi mereka meluncur, seakan-akan hidup. Tengah hari
mereka makan di perahu. Semua memuji pelayan yang membekali mereka makanan yang
begitu enak. "Roti sandwich lima macam kue empat macam biskuit manis yang lumayan " "banyaknya roti bundar dengan mentega, keju, dan tomat lalu jeruk besar, buah
" "ceri, dan pisang untuk Kiki dan Miki," kata Jack.
Lucy-Ann makan dengan nikmat, sementara angin yang berhembus seperti mengelus
mukanya, ia kelihatan bahagia sekali. Anak-anak yang lain memandangnya
sebentar, lalu saling sikut-menyikut Mereka menunggu, karena tahu apa yang akan
dikatakan oleh Lucy-Ann. Ketika anak itu membuka mulut, mereka cepat-cepat mendului dengan serempak,
"Makanan rasanya selalu lebih enak jika dimakan di luar rumah!"
Lucy-Ann melongo. "Aneh aku baru saja hendak mengatakan hal yang sama,"
"ucapnya. Anak-anak tertawa geli.
"Kami juga tahu," kata Philip. "Kau selalu bilang begitu, Lucy-Ann. Karena itu
ketika kau membuka mulut kami saja yang mengatakannya!"
"Anak-anak konyol," kata Lucy-Ann sambil tertawa.
Andros ikut tertawa pula. Ia suka pada keempat remaja itu serta binatang
peliharaan mereka yang kocak-kocak. Tapi ia menolak ketika diajak makan bersama-
sama. Ia memakan bekalnya sendiri, berupa roti berwarna kekelabuan, keju yang
baunya menusuk hidung, serta sejenis minuman di dalam kendi. Kiki dan Miki makan
berdampingan. Miki tidak suka merasakan hembusan angin kencang yang membalik-
balik bulu tubuhnya. Kiki sama saja! Keduanya duduk bersama-sama di tempat yang
terlindung dari gangguan angin, berbagi jeruk besar, buah ceri, serta pisang.
Miki mengupas pisang, lalu menyodorkannya pada Kiki.
"Cara mengupasnya seperti kita," kata Lucy-Ann. "Ia cekatan sekali kalau urusan
begitu!" "Cekatan," kata Andros sambil menuding Miki. "Pintar dan cekatan. Dan baik
hati!" Sayangnya Miki kemudian merusak anggapan baik itu. Dengan seenaknya saja ia
mencampakkan kulit pisang, sehingga jatuh kena kepala pelaut Yunani itu dan
menutupi mata kanannya. Kiki terkekeh, ia hendak meniru perbuatan Miki. Tapi
Jack cepat-cepat menyambar kulit pisang dari cakarnya.
"Bilpak, bilpak, pak pollypak," kuak Kiki sambil berusaha merebut kulit pisang
itu kembali. Perahu motor melaju terus, melewati pulau demi pulau. Ada juga di
antaranya yang agak besar, tapi umumnya kecil-kecil. Akhirnya Andros mengangkat
tangannya, menuding ke arah timur.
"Thamis," katanya. "Itu Thamis, Pak!"
Semua cepat-cepat memandang ke arah yang ditunjuk. Mereka melihat pulau kecil
samar- samar di kejauhan. Thamis! Betulkah itu Thamis, pulau kuno yang tertera
di peta harta" Anak-anak menjulurkan tubuh ke depan. Dengan penuh gairah mereka
memperhatikan wujud pulau yang semakin nampak jelas, sementara perahu motor
melaju terus ke arahnya. Lucy-Ann mulai melamun. Ke sanalah armada kapal harta
datang dengan sembunyi-sembunyi saat malam hari, sekian ribu tahun yang lampau,
pikirnya. Sebentar lagi akan bisa dilihat kota yang tertanda di peta kota "tempat harta karun!
"Mungkin salah satu kapal itu bernama 'Andra', seperti nama kapal-kapalan itu,"
kata Lucy- Ann dalam hati. "Mungkin kapal itu berlayar menuju tempat yang akan
kita datangi sekarang. Sebentar lagi kota tua itu akan kelihatan."
"Adakah pelabuhan yang baik di sana?" tanya Bill pada Andros. Orang Yunani itu
kelihatan agak heran.

Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah tidak ada, Pak! Sekarang tidak ada lagi pelabuhan. Cuma ada dua tempat
"mendarat. Aku, Andros, tahu kedua tempat itu. Kita ke bekas pelabuhan kota
kuno." "Bagus," pikir Jack. "Jadi sebentar lagi kita akan sudah sampai di sana di
"kota tua yang tergambar di peta. Mudah-mudahan tidak sudah menjadi terlalu
modem, seperti kebanyakan kota di pulau-pulau lainnya. Nah kita sudah dekat
"sekali sekarang."
Di depan haluan nampak pantai berbatu-batu. Ombak laut memecah ke situ. Anak-
anak memandang ke arah daratan, mencari kota yang hendak dituju. Mereka melihat
bangunan- bangunan, sampai ke batas air. Aneh kenapa tidak kelihatan dermaga"
"Kota pelabuhan tanpa dermaga benar-benar aneh! Perahu motor diperlambat
"jalannya. Andros mengemudikan dengan waspada, jangan sampai lunas membentur
karang. Kelihatannya orang itu memang tahu jalan, ia menuju ke selat kecil,
lewat mana pantai bisa didekati. Anak-anak terdiam ketika perahu semakin
mendekati pulau. Mata mereka terpaku ke arah kota. Ada sesuatu yang aneh di
sana, berlainan dengan kota biasa. Kelihatannya yah, kelihatannya mati,
" "pikir Lucy-Ann. Saat itu Jack baru teringat pada teropongnya, lalu cepat-cepat
merapatkan alat itu ke mata.
"Wah!" serunya. "Siapa yang akan menyangka?"
"Apa?" seru anak-anak yang lain dengan tidak sabar.
"Bangunan-bangunan di sana sudah runtuh semua," kata Jack sambil menoleh. "Itu
kota puing! Sama sekali tak kusangka!"
"Andros kan sudah bilang," kata pelaut Yunani itu. "Kubilang ini pulau miskin,
pulau mati! Mungkin tinggal satu atau dua tempat pertanian. Kota sudah mati.
Tidak ada orang lagi di situ. Semua pindah ke pulau-pulau lain."
Perahu meminggir ke pantai. Air di situ dalam dan tenang.
"Kalian turun dan aku tunggu di sini?" tanya Andros. "Tidak banyak yang bisa
dilihat Ini pulau mati. Betul, Pak. Kubawa nanti ke tempat lain, yang lebih
bagus." "Ya, kami turun, Andros," kata Bill. "Bawa bekal makanan kita, Jack. Nanti kita piknik di sela reruntuhan, sambil
melihat-lihat. Kelihatannya menarik juga tempat ini."
Dengan perasaan agak bingung, anak-anak meloncat dari perahu ke semacam
pinggiran yang terdapat di pantai. Dari situ mereka mendaki tangga batu yang
sudah aus, sampai ke tempat terbuka yang memanjang. Mestinya itulah jalan raya
kota yang sudah tinggal reruntuhannya itu. Jalan itu sulit dilalui, karena penuh
ditumbuhi rumput dan belukar. Di mana-mana nampak reruntuhan bekas bangunan.
Bill mengamat-amati beberapa di antaranya dengan penuh minat.
"Bangunan-bangunan ini sudah ratusan tahun umurnya," katanya. "Aku ingin tahu
apa yang menyebabkan penghuninya pergi dari sini. Mungkin karena pulau ini tidak
cukup menghasilkan bahan pangan. Kelihatannya memang gersang sekali!"
"Ada suasana aneh di sini begitu lengang! Aku merasa seperti hidup ratusan "tahun yang lalu," kata Lucy-Ann. "Coba kota ini secara tiba-tiba bisa hidup lagi
penuh dengan penghuni dari zaman dulu yang hilir-mudik sepanjang jalan,
"menjenguk ke luar dari ambang jendela dan pergi melihat kapal-kapal di pelabuhan
yang dulu mestinya ada di sini!"
"Ah lebih baik jangan, ah," kata Dinah. "Aku pasti setengah mati ketakutan
"apabila kota tak berpenghuni ini tiba-tiba ramai kembali dengan penduduknya yang
dulu, karena mereka itu pasti hantu! Sekarang pun perasaanku sudah tidak enak."
Kota tua itu dibangun di lereng bukit terjal. Bangunan-bangunannya yang tinggal
puing kelihatan seperti berjenjang-jenjang, satu di sebelah atas yang lain. Ada
yang tinggal dinding, ada pula yang hanya berupa kerangka. Ada juga yang
kelihatannya masih bisa didiami. Tapi ketika anak-anak menjengukkan kepala ke
dalam untuk melihat ternyata atap dan dinding bangunan itu sudah berlubang-
"lubang. Hampir di puncak bukit terdapat reruntuhan kuil kuno. Beberapa
lengkungan berbentuk indah masih nampak utuh. Pilar-pilar besar yang sudah
patah-patah berdiri berjajar. Bill mengais rumput yang tumbuh di lantai.
Ternyata lantai itu berhiaskan batu tempelan yang indah- indah. Bill
menunjukkannya pada anak-anak.
"Adakah sesuatu di sini yang tertera pada peta kita, Bill?" tanya Jack. Segala-
galanya di situ nampak lain sekali dengan yang dibayangkannya semula, sehingga
ia sekarang sangat sangsi apakah di tempat itu benar-benar tersembunyi harta
karun. Bill mengeluarkan salinan peta yang baru dibuat satu hari sebelumnya.
"Ini, lihat! Mestinya di sinilah kita turun dari perahu tadi," kata Philip
"sambil menunjuk. "Di sini tertulis, Teluk Kecil'. Terusan tadi kan bisa juga
disebut begitu, ya" Nah dan awal jalan menuju harta itu letaknya di dekat
"sungai kecil itu?"
Yuk, Bill kalau begitu kita kembali saja ke tempat tadi dan memulai pencarian
" "dari situ," kata Dinah. Bill tertawa.
"Kita ini benar-benar sudah sinting," katanya. "Tapi baiklah. Kita kembali ke
sana kebetulan searah dengan tempat perahu kita."
?"Sebentar! Kita ke puncak dulu, yuk!" ajak Jack. "Dari situ kita bisa memandang
seluruh pulau. Kelihatannya tidak begitu besar."
"Boleh juga," kata Bill.
Mereka mendaki sampai ke puncak bukit. Dari sana mereka bisa memandang jauh
sekali, sampai ke pantai di balik pulau. Laut di depannya nampak berombak.
Buihnya kelihatan seperti berkejar-kejaran. Pulau itu gersang, berbatu-batu.
Tapi di sana-sini masih nampak bidang-bidang berwarna hijau serta beberapa
bangunan kecil. "Mestinya itulah tempat-tempat pertanian yang diceritakan Andros tadi," kata
Bill. " ia memang benar pulau ini miskin dan mati! Bukan begini pulau harta
" dalam bayanganku!" Mereka berpaling, lalu kembali ke arah kota. Mereka melangkah dengan hati-hati,
jangan sampai tersandung batu. Ketika sudah setengah jalan, tiba-tiba Lucy-Ann
tertegun, ia menelengkan kepala.
"Aku mendengar sesuatu," katanya. "Aku juga," kata Dinah. "Bunyi genta!"
Bab 18, KEJADIAN TAK TERDUGA
Semua kaget mendengarnya. Aneh tiba-tiba ada bunyi genta di tengah kota sunyi "yang sudah lama tidak ada penghuninya lagi! Sementara itu bunyi tadi kian
mendekat. Teng-teng- teng." Kiki merapatkan diri ke pipi Jack. Rupanya ia agak takut.
"Sedang Miki berceloteh lirih.
"Teng- teng-teng."
"Datangnya dari balik sudut itu," kata Jack.
Dan sesaat kemudian muncul penyebab bunyi itu. Ternyata seekor keledai! Keledai
kecil berbulu kelabu, dengan genta besar tergantung di lehernya. Keledai itu
membawa dua buah keranjang besar yang digantungkan pada kedua sisinya dan
ditutupi kain putih. Penunggangnya anak laki-laki bertampang bandel.
"Astaga!" desah Dinah. Ia terduduk di atas sebuah batu besar. Lega sekali
hatinya setelah tahu bahwa yang mengejutkan mereka tadi ternyata hanya genta
yang tergantung di leher seekor keledai. "Aku tidak tahu apa yang kusangka akan
muncul!" "Kurasa anak kecil ini datang dari salah satu pertanian yang kita lihat dari
atas tadi," kata Bill. ia agak bingung. "Tapi kenapa ia datang kemari" Di sini
kan tidak ada siapa-siapa, kecuali kita sekarang ini."
Kejadian yang menyusul kemudian lebih mengherankan lagi. Anak laki-laki itu
tersenyum lebar, ketika melihat kelima orang yang sedang memperhatikan dirinya,
ia meloncat turun dari punggung keledai, menuding keranjang-keranjang sambil
meneriakkan kata-kata yang kedengarannya kacau-balau. Pasti itu bahasa penduduk
setempat, kata anak-anak dalam hati. Kemudian anak tadi menuntun keledainya
menghampiri mereka, lalu menyingkapkan kain putih yang menutupi barang-barang
yang ada di dalam kedua keranjang.
"Isinya makanan," kata Bill tercengang. "Roti keju dan daging. Eh, kenapa
" "semuanya malah dikeluarkan?"
Anak kecil itu mengeluarkan semua bawaannya sambil mengoceh terus. Kelihatannya
ia tidak mengerti kenapa tidak ada yang membantunya, karena ia berbicara dengan
nada tajam pada Jack dan Philip. Tapi tentu saja keduanya tidak memahami maksud
anak itu. "He, untuk apa ini semua?" tanya Bill sambil menunjuk makanan yang ditumpukkan
di tanah. Anak itu berbicara lagi dalam bahasanya. Ia menuding-nuding Bill, lalu
menunjuk makanan yang dibawanya.
"Aku tidak mengerti," kata Bill kesal. "Seolah-olah ia memang mengantar
segalanya ini untuk kita."
Sementara itu anak tadi naik ke punggung keledainya, lalu menyodorkan telapak
tangannya ke arah Bill. Artinya jelas sekali ia minta uang!
?"Sekarang aku benar-benar bingung," kata Bill. "Ini sambutan yang hebat atas
kedatangan kita di Thamis tapi sambutan yang tak disangka-sangka. Kami tidak
"memerlukan makanan ini, Nak! TIDAK PERLU! BAWA KEMBALI!"
Anak laki-laki itu tetap saja belum mengerti, walau Bill sudah berteriak-teriak
menjelaskan. Akhirnya anak itu marah. Ditepuknya telapak tangannya untuk
menegaskan bahwa ia menagih pembayaran. Akhirnya Bill menyerah, ia merogoh
kantungnya, lalu meletakkan sejumput uang kecil ke telapak tangan anak itu. Anak
itu menghitungnya dengan seksama, mengangguk sambil nyengir lebar, lalu "meludah ke arah Miki! Miki membalas ludahannya, sedang Kiki menggeram-geram
seperti anjing. Keledai yang ditunggangi anak itu cepat-cepat mundur sambil
menguak dengan suaranya yang jelek.
"I-aa, i-aa!" Kiki kaget tapi hanya sebentar saja. Kemudian ditirunya suara
"keledai itu, bunyinya persis sekali. Anak laki-laki itu terpekik karena kaget.
Dihentakkannya tumit ke perut binatang tunggangannya. Keledai itu langsung lari
lalu membelok di sudut jalan, teriring bunyi genta berdentang- dentang.
"Tengtengteng!"
Bill duduk sambil menggaruk-garuk kepala. "Nah apa kata kalian tentang
"kejadian ini?" katanya. "Ada hadiah makanan setempat yang enak, dari seseorang
yang tidak kita ketahui siapa, dan yang sebenarnya tidak mungkin tahu kita ada
di sini!" "Memang agak aneh," kata Jack. "Tapi aku mau makan roti yang bundar itu.
"Kelihatannya enak!"
Ternyata memang enak. Semua asyik makan, sambil saling bertanya-tanya tentang
anak laki- laki yang secara tiba-tiba saja muncul tadi.
"Apa yang akan kita perbuat dengan makanan sebanyak ini?" kata Philip. "Kalau
dibiarkan di sini, pasti akan basi kena hawa panas. Sayang kalau makanan seenak
ini dibiarkan berjamur."
"Memang," kata Bill. "Yah satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah
"menyimpannya di tempat sejuk. Mudah-mudahan saja anak tadi datang lagi!"
Makanan yang banyak itu mereka bawa masuk ke sebuah bangunan yang ada di dekat
situ. Di lantai bangunan itu ada lubang yang tidak kena sinar matahari, karena
dinaungi dinding yang sudah runtuh setengahnya. Segala makanan tadi ditumpukkan
ke dalam lubang itu. "Sekarang kita kembali saja ke terusan yang di peta disebut Teluk Kecil'. Kita
periksa di situ, apakah ada jalan masuk yang ditunjukkan di peta," kata Bill.
ia mengeluarkan peta itu lalu mempelajarinya bersama anak-anak. "Tapi jangan
terlalu berharap, karena kurasa kita takkan bisa menemukannya."
Dalam hati ia beranggapan bahwa takkan ada apa-apa yang bisa ditemukan di pulau
yang nampak miskin dan mati itu. Mereka melangkah di antara batu-batu yang
berserakan di jalan yang sudah penuh belukar, sampai ke sungai kecil yang
bertepi batu. Perahu motor mereka masih ada di situ, terangguk- angguk di atas
air. Andros tidur pulas di tempat teduh. Bill berjalan menyusur tepi bersama
anak-anak, menuju ke arah perahu. Kemudian mereka berpaling, memandang ke arah
darat. Tiba-tiba Bill berseru, "Ah, tentu saja! Itu dia!"
"Apa, Bill?" kata anak-anak serempak.
"Di peta kan ada tulisan, 'Dua Jari', yang tidak jelas artinya. Tapi ahli yang
ku tanyai berkeras bahwa arti tulisan Yunaninya memang begitu. Karenanya
kusangka itu julukan bagi seseorang. Sekarang aku baru tahu arti sebenarnya.
Lihatlah ke atas sana!"
Anak-anak memandang ke arah yang dituding oleh Bill. Agak jauh dari tempat
mereka, di atas bukit, nampak batu berbentuk aneh. Seperti tangan
tergenggam dengan dua jari diacungkan ke atas! Ya betul, pasti itulah Dua
" "Jari'! "Yuk, kita ke sana," kata Bill. "Itu merupakan salah satu petunjuk yang ada di
dalam peta." Mereka mendaki, sampai di tempat batu aneh itu. Di belakangnya
ternyata ada lubang yang lumayan besarnya. Orang bisa dengan mudah masuk ke
dalamnya. Bill mengambil senternya, lalu dinyalakan.
"Mungkin di dalam situ ada lorong," katanya sambil menyorotkan senter ke dalam
lubang. 'Ya, betul! Ini benar-benar luar biasa! Jack, kurasa sebaiknya kau
kembali sebentar ke perahu. Periksa apakah ada lentera minyak di situ. Kalau
ada, bawa kemari. Senterku sudah tidak terang lagi."
Jack bergegas ke perahu. Dilihatnya Andros masih tetap tidur nyenyak. Di dalam
perahu ternyata ada dua buah lentera. Jack membawanya dengan hati-hati ke atas,
ke batu yang mencuat seperti tangan dengan dua jari teracung. Lentera-lentera
itu diserahkannya pada Bill yang datang menyongsong.
"Bagus," kata Bill. "Sekarang kita nyalakan dulu. Satu untukku, dan yang satu
lagi kau yang memegangnya, Jack. Jadi senterku bisa kuhemat untuk nanti, kalau
perlu!" Dengan kedua lentera tadi mereka menerangi bagian dalam lubang. Ukurannya tidak
begitu besar. Belum bisa disebut gua. Hanya lubang biasa, di belakang batu yang
berbentuk aneh. Tapi di sisi belakang lubang itu nampak semacam lorong yang
menjorok ke dalam bukit. Mungkinkah itu jalan masuk yang digambarkan pada peta"
"Mungkinkah itu, Bill?" tanya Lucy-Ann bersemangat.
"Kurasa bukan," jawab Bill sambil meneliti lorong batu itu. "Lorong ini tentunya
diketahui setiap orang di kota ini, ketika masih ada penduduknya dulu. Kurasa
ini hanya kebetulan saja."
Tapi anak-anak berlainan pendapat dengannya. Hati mereka berdebar-debar ketika
berjalan menyusuri lorong gelap itu bersama Bill. Panjangnya sekitar dua puluh
lima sampai tiga puluh meter, masuk ke dalam bukit, dan berujung di suatu
ruangan yang agak lapang. Bill mengangkat lenteranya tinggi-tinggi. Sinarnya
menerangi dinding batu. Tapi apa itu yang ada di belakang" Dinding di sebelah
situ lain kelihatannya. Bill pergi ke sana dengan lentera. Cahayanya menerangi
sebongkah batu besar berbentuk seperti pintu.
"Kenapa ditaruh di sini, ya?" kata Bill heran, ia mengarahkan lentera
berkeliling, menerangi gua itu. Dindingnya batu yang licin mengkilat dan rata
sekali. Tidak ada satu celah atau retakan yang nampak. Satu-satunya lubang ialah
lorong yang mereka lewati tadi.
"Batu besar ini rupanya ditaruh untuk menutupi lubang," kata Bill menarik
kesimpulan. "Seperti kalian lihat sendiri, penghalang ini sangat kokoh, terdiri
dari batu-batu besar. Tidak ada yang bisa melewati penghalang ini. Menggesernya
pun tidak mungkin!" Anak-anak kecewa mendengarnya. "Mungkinkah batu-batu itu menutupi jalan masuk
yang tergambar di dalam peta, Bill?" tanya Jack.
"Ya, kurasa begitu," kata Bill. "Penghalang ini sudah sejak lama ada di sini "seperti bisa kalian lihat sendiri. Kenapa lubang yang ada di belakang ditutup
"entahlah! Yang jelas di sini ada penghalang yang tidak bisa dilewati! Kita
tertahan di awal jalan masuk. Jika ini jalan yang digambarkan di peta galian,
yang menuju ke tempat harta yang entah di mana disembunyikan sekarang jelas
"bahwa jalan ini tidak bisa dimasuki. Mustahil!"
"Aduh, sayang!" keluh Lucy-Ann. ia kecewa sekali. "Masa tidak ada jalan lain?"
"Kita suruh saja Miki menyelidiki," kata Bill. "Kalau di sini ada lubang lain,
Miki pasti akan bisa menemukannya, biar betapa kecil sekalipun! Monyet
kesenangannya menyusup ke mana- mana. Suruh dia mencari, Philip!"
"Ayo cari lubang, Miki!" kata Philip. Miki memandang tuannya dengan sikap "ragu. Ia tidak suka menyusup-nyusup ke dalam lorong gelap. Tapi Miki patuh pada
Philip, ia meloncat turun dari bahu remaja itu, lalu pergi mencari lubang. Kiki
memperhatikannya sejenak, lalu terbang ke sisi atas pintu batu yang besar dan
hinggap di situ. "Panggilkan dokter," ocehnya dengan suara murung. "Polly pilek. Panggilkan
dokter." Miki meloncat ke tempat Kiki, lalu mondar-mandir di situ sambil merogoh-rogoh ke
dalam berbagai celah kecil yang di atas. Tapi ia rupanya tidak berhasil
menemukan lubang, karena kemudian ia meloncat kembali ke bahu Philip lalu
meringkuk di situ. Tidak ada," kata Bill sambil meletakkan lentera ke tanah. Maksudnya hendak
"menyimpan peta yang tadi dipegang. Saat Bill sedang melipat peta, tiba-tiba
Lucy-Ann berteriak. Kedengarannya seperti kaget.
"Ada apa?" seru Jack.
"Lihatlah itu, di sebelah sana! Di lantai! Itu kan itu kan ya, betul itu
" " " "kan baterai senter!"
Philip melihat benda yang dimaksudkan oleh Lucy-Ann. Ia pergi memungut benda itu
lalu membawanya ke tempat mereka.
Ya, ini memang baterai," katanya sambil mengamat-amati. "Baterai senter seperti
"kepunyaan Bill. He, Bill! Baterai Anda ada yang jatuh, barangkali?"
"Mana mungkin!" kata Bill. Ya, ini memang baterai tua. Rupanya ada yang
"membuang ketika senternya tidak mau menyala lagi, dan menggantikannya dengan
baterai baru. Rupanya bukan kita saja yang mengetahui tempat ini!"
Lucy-Ann bergidik, ia menyesal, kenapa tadi melihat baterai itu. Ia merasa
aneh. Siapakah yang masuk sebelum mereka ke dalam gua di tengah batu itu.
"Yuk kita keluar lagi, Bill," katanya. "Di sini kita tidak bisa berbuat apa-apa,


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena di mana- mana cuma ada dinding batu yang tidak bisa ditembus. Kita
kembali saja sekarang ke perahu. Aku merasa tidak enak di sini."
"Baiklah, kita kembali saja," kata Bill. "Kurasa memang sudah waktunya. Kita
sudah lama di pulau ini, dan sebelum malam kita harus sudah kembali di kapal.
Yuk!" Mereka meninggalkan gua itu, menyusuri lorong ke lubang yang terdapat di
belakang batu besar yang mencuat seperti dua jari teracung ke atas. Dari situ
mereka menuruni bukit, menuju ke tempat perahu motor. Tiba-tiba mereka kaget
Perahu motor itu tidak ada lagi. Mereka memandang dengan mata melotot, seakan
tidak mempercayai mata mereka sendiri.
"Mana perahu kita?" tanya Dinah dengan lemas. Semua celingukan. Tapi perahu
motor itu tetap tidak kelihatan. Aneh! Tiba-tiba Jack berteriak sambil menuding-
nuding ke tengah laut. "Itu kan perahu kita" Itu di sana!" Semua memperhatikan dengan mata terpicing.
"Akhirnya Bill mengangguk. Wajahnya keras.
"Ya nampaknya itu memang perahu kita," katanya. "Kenapa Andros pergi begitu
"saja" Macam-macam!"
"Ketika aku kemari mengambil lentera tadi, kulihat ia tidur pulas," kata Jack.
"Sedikit pun tidak bergerak-gerak. Waktu itu segala-galanya kelihatan beres."
"Aku tidak mengerti," kata Bill. Nampaknya ia bingung. "Padahal orang itu
kelihatannya bisa diandalkan. Aku bahkan belum membayarnya! Kenapa tindakannya
tahu-tahu jadi begini?"
"Laju sekali lari perahu itu," kata Philip. "Sekarang sudah hampir tidak
kelihatan lagi! Yah jelas bahwa kita terdampar di pulau harta ini!" "Lucy-Ann cemas sekali. Dipegangnya tangan Bill. "Apakah yang akan kita lakukan
sekarang, Bill?" tanyanya. "Apakah kita akan tetap di sini?"
"Jangan suka konyol, Lucy-Ann," kata Jack sebelum Bill sempat menjawab. "Mau ke
mana kita, jika tidak tetap di sini" Atau barangkali kau punya pesawat terbang
yang kausimpan di sini, siap untuk dipakai dalam keadaan seperti sekarang ini?"
"Sudah, diam!" kata Bill pada anak itu. ia merangkul bahu Lucy-Ann. "Jangan
cemas, Lucy-Ann kita pasti selamat. Ini kan hanya petualangan, seperti yang
"biasa kita hadapi!"
Bab 19, BERBAGAI KEJUTAN Selama beberapa saat mereka masih tetap berdiri di tempat itu, tanpa tahu pasti
apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kejadian itu datang dengan begitu tiba-
tiba. Kemudian Bil! nyengir, lalu memandang anak-anak yang berdiri
mengelilinginya. "Yah kelihatannya kita terpaksa menginap di sini semalam," katanya. "Untung
"masih ada bekal makanan, yang diantarkan anak laki-laki aneh tadi. Sedang sisa
bekal kita dari kapal juga masih ada!"
"O ya, betul juga aku sampai lupa," kata Dinah dengan lega. ia sudah khawatir
"saja, kalau- kalau mereka terpaksa tidak makan.
"Kita makan saja dulu sekarang," kata Bill. "Kalau tidur itu soal gampang!
"Kita bisa tidur di mana saja, karena hawa tidak dingin. Aku tidak ingin
mendatangi salah satu pertanian yang kita lihat dari atas tadi siang, karena
siapa tahu, barangkali saja Andros dengan tiba-tiba kembali kemari. Sudah
sinting rupanya orang itu!"
Mereka makan dulu sampai kenyang. Setelah mengembalikan bekal ke dalam lubang
tempat penyimpanan semula, mereka berkeliaran di bekas kota yang kini sudah
berubah menjadi reruntuhan. Lucy-Ann senang sekali ketika menemukan sebuah pot
tua yang sudah patah lehernya. Jack menemukan semacam garpu yang giginya hilang
dua. Sementara itu Bill mencari-cari tempat untuk tidur. Tapi tidak ada yang
dianggapnya memenuhi syarat. Akhirnya ia memilih suatu ruangan yang letaknya
tidak jauh dari reruntuhan kuil. Tiga dinding ruangan itu masih tegak, sedang
atapnya masih ada sedikit. Lantainya ditumbuhi rumput tebal. Jadi bisa dijadikan
alas tidur. Matahari sudah rendah sekali di ufuk barat. Sebentar lagi terbenam. Menurut
Bill, sebaiknya makanan dipindahkan ke ruangan itu, supaya gampang diambil jika
ada yang lapar malam nanti. Bersama Jack dan Philip diambilnya bekal makanan,
lalu ditimbuni dengan rumput lembab supaya dingin. Untung di situ banyak rumput!
Saat matahari terbenam, semua sudah capek. Lucy-Ann tidak henti-hentinya
menguap, begitu pula Kiki. Miki sudah memeriksa keadaan ruangan itu dengan
cermat. Rupanya semua dianggapnya beres, karena kemudian ia meringkuk di atas
perut Philip, ketika anak itu sudah selesai membuat pembaringan dari rumput yang
ditumpuk-tumpuk. Dengan segera keempat remaja itu sudah pulas. Kiki bertengger
di pinggang Jack, begitu ia tahu bahwa anak itu sudah tidur. Sebelumnya ia sudah
beberapa kali disuruh pergi. Tapi sekali itu Jack tidak terbangun. Jadi Kiki
tidur sambil bertengger di pinggang anak itu. Kepalanya diselipkan di bawah
sayap. Bill berbaring sambil tengadah, ia memandang bintang-bintang yang nampak
kemerlip lewat lubang yang menganga di atap. Ia jengkel pada dirinya sendiri,
karena membawa anak-anak ke Thamis. Kini mereka kembali terlibat dalam
kesulitan. Dan semuanya hanya karena harta karun yang sudah berabad-abad hilang
itu pun kalau memang benar-benar ada! Ia masih bingung memikirkan anak laki-
" laki yang datang mengantarkan makanan naik keledai, ia juga bingung memikirkan
jalan masuk yang dihalangi batu besar, serta baterai yang ditemukan Lucy-Ann.
Tapi ia paling bingung memikirkan Andros yang dengan tiba-tiba saja pergi
meninggalkan mereka. Ketika hampir terlelap, tiba-tiba ia mendengar bunyi sesuatu. Rupanya Miki juga
mendengarnya, karena monyet itu nampak bergerak sedikit, lalu memandang
berkeliling ruangan. Bill tetap berbaring, ia berusaha mendengar, sambil
menahan napas. Bunyi apakah itu tadi" Mungkin juga ia yang salah dengar! Tapi
kemudian dengan jelas didengarnya suara seseorang. Suara itu disusul suara lain,
yang lebih berat. Nadanya seperti berkeluh-kesah. Suara siapakah itu" Bill
menegakkan tubuh dengan hati-hati sekali, lalu mendengarkan lagi. Suara kedua
orang tadi terdengar kembali. Kemudian Bill mendengar langkah orang berjalan.
Bunyinya menuju ke arah ruangan itu! Bill merasa tidak enak. Siapakah yang
berjalan malam-malam di tengah reruntuhan kota yang sudah lama tidak ada
penghuninya lagi" Kiki juga mendengar suara-suara tadi. ia terbang ke luar,
lalu bersembunyi di bawah pinggiran suatu gerbang, ia menunggu di situ.
Bunyi langkah semakin mendekat, seiring dengan suara orang bercakap-cakap. Bill
berdiri di balik jendela yang sudah rusak, ia mengintip. Malam itu gelap,
karena hanya bintang-bintang yang ada di langit. Tapi mungkin ia masih bisa
melihat sesuatu. Dua sosok gelap nampak di jalan. Sebentar-sebentar mereka
berhenti. Seakan-akan mencari sesuatu di sela-sela reruntuhan. Mungkinkah mereka
juga akan menjenguk ke dalam ruangan tempat anak-anak sedang tidur" Bill agak
bimbang. Bagaimana jika ia keluar saja, lalu menyapa kedua orang itu" Siapa
sebenarnya mereka" Akhirnya Bill memutuskan, lebih baik ia menunggu dulu di
tempat persembunyiannya. Kedua orang itu sudah dekat sekali. Mereka masih
bercakap-cakap. Tapi Bill tidak dapat memahami, karena keduanya berbicara dalam
bahasa asing. Mungkin bahasa Yunani. Mereka jelas sedang mencari-cari sesuatu,
kata Bill dalam hati. Dan tiba-tiba ia merasa tahu. Mungkin makanan itu, katanya
dalam hati. Mungkin anak laki-laki tadi mengantarnya untuk mereka. Tapi mereka
saat itu sedang tidak ada, sehingga kemudian diserahkan saja pada Bill. Dan kini
kedua orang itu datang mencari, karena menduga anak laki-laki tadi pasti
meninggalkannya di salah satu tempat.
"Kalau begitu mereka pasti akan mencari kemari," pikir Bill. Kelihatannya memang
begitu maksud mereka. Tapi ketika keduanya sampai di bawah gerbang yang sudah
runtuh, dekat tempat Kiki bertengger, dengan tiba-tiba burung itu terbang.
Terdengar jelas bunyi sayapnya, memecah kesunyian malam. Anak-anak langsung
bangun, lalu duduk. Mereka diam saja, karena kaget sekali. Dan sebelum ada yang
sempat membuka mulut, Bill sudah mendesis menyuruh mereka diam. Kedua laki-laki
tadi ketakutan sekali. Bill melihat mereka saling berpegangan sambil berbicara
dengan cepat. Rupanya mereka saling bertanya, bunyi apa yang terdengar tadi.
Sementara itu Kiki memperhatikan keduanya, ia tidak suka melihat potongan
mereka, lalu terkekeh-kekeh. Suaranya menyebabkan kedua laki-laki itu semakin
ketakutan. Itu tidak mengherankan, karena kekehan Kiki menyeramkan sekali
bunyinya. Apalagi terdengar saat malam buta, di tengah puing-puing kota tua!
Kiki berhenti terkekeh. Tenggorokannya menggembung. Detik berikutnya terdengar
bunyi peluit kereta api cepat yang sedang meluncur di dalam terowongan makin "lama makin nyaring. Kedua laki-laki itu ikut memekik, tapi karena ketakutan.
Mereka lari pontang-panting. Menurut perkiraan mereka, pasti ada sesuatu yang
menyeramkan menyerang mereka. Kiki menirukan bunyi tembakan, lalu terkekeh-kekeh
lagi. "Kau ini benar-benar keterlaluan, Kiki, kata Bill, ketika kedua orang tadi
"sudah tidak kelihatan lagi.
"Siapa mereka itu tadi, Bill?" tanya Dinah.
"Aku juga tidak tahu," jawab Bill. "Tapi kurasa mereka itulah sebenarnya yang
berhak menerima makanan yang diantarkan anak laki-laki itu tadi siang. Tapi
pokoknya mereka sekarang sudah lari.'
"Kiki hebat, ya?" kata Jack. Hebat, Kiki! Burung pintar!?"Kiki menirukan bunyi cegukan keras. "Maaf! Panggilkan dokter! Cul si kadal
muncul!" "Ya, ya, bagus tapi sekarang sudah cukup," kata Jack. "Bill menurut
" "perkiraan Anda, siapa mereka itu tadi?"
"Sudah kukatakan tadi aku sama sekali tidak tahu,! kata Bill. "Tempat ini
" "memang aneh! Yuk, kita tidur saja lagi. Kurasa mereka takkan berani kembali
lagi. Dan kalau ada orang lain datang, pasti Kiki bisa mengusir mereka!"
Mereka merebahkan diri kembali. Bill masih bangun selama beberapa saat. Tapi
kemudian ia pun terlelap. Baru keesokan paginya ia bangun. Anak-anak sudah
bangun lebih dulu. Jack haus sekali, lalu pergi mencari air. Di tempat yang agak
lebih ke bawah ia menemukan sumur, di samping sebuah rumah yang sudah miring.
Dengan cepat ia sudah berhasil menemukan cara untuk menimba air ke atas. Air
sumur itu ternyata jernih dan sejuk. ia mengikatkan tali pada pot yang
ditemukan Lucy-Ann, lalu mengulurkannya ke dalam sumur. Air yang diambil tidak
banyak, karena leher pot itu sudah patah. Tapi untuk minum saja cukuplah!
Setelah itu semuanya sarapan sekedarnya, makan roti bundar dengan keju. Mudah-
mudahan saja anak laki-laki yang kemarin itu muncul lagi hari ini, pikir mereka.
"Coba kau ke bawah sebentar, Jack," kata Bill ketika semua sudah selesai
sarapan. "Lihat; barangkali perahu kita muncul lagi."
Jack pergi melihat ke bawah. Tidak lama kemudian ia datang lagi dengan laporan
bahwa di bawah tidak ada apa-apa. Perahu motor mereka tidak kembali!
"Yah kalau begitu apa boleh buat, kita terpaksa menunggu," kata Bill. "Tapi
"jangan khawatir tidak lama lagi pasti akan ada yang datang menjemput kita. Tim
"pasti heran, apa sebabnya kita belum kembali. Atau Andros sadar kembali, lalu
kemari lagi." Sekitar pukul dua siang terdengar bunyi genta keledai. Anak laki-laki bertampang
bandel yang kemarin muncul lagi dengan keledainya. Sekali itu anak-anak
membantunya menurunkan bawaannya. Bill menyerahkan sejumlah uang, lalu anak itu
pergi lagi dengan wajah berseri-seri. Nampaknya ia lebih puas terhadap sambutan
yang diberikan. Bill dan anak-anak masih menatapnya terus, sampai ia membelok
"Benar-benar aneh," kata Bill. "Yuk, kita sembunyikan bekal makanan ini cepat-
cepat, sebelum orang yang seharusnya menerima kiriman datang. Kita makan saja
sekaligus, karena aku masih lapar!"
Bekal yang baru diantarkan itu dibawa ke ruangan tempat mereka tidur malam
sebelumnya. Mereka makan dulu sebelum menyembunyikan bekal itu ke dalam lubang.
Bill menimbang-nimbang dalam hati. Bagaimana jika ia mendatangi salah satu
tempat pertanian, untuk mencari bantuan" Tapi bantuan seperti apa yang bisa
diberikan" Belum lagi soal sambutan yang mungkin akan dihadapi! Di pulau sunyi
seperti Thamis, apa pun bisa saja terjadi. Bisa saja ia dirampok lalu ditawan.
Atau bahkan dibunuh! Jack meminta salinan peta pada Bill, untuk diteliti.
"Hanya untuk iseng saja," kata Jack sambil nyengir. Bill menyodorkan peta itu.
Jack pergi dengannya ke tempat di mana dulu ada kuil, lalu duduk di salah satu
sudut Lucy-Ann menggabungkan diri. Kiki menyelipkan diri di antara mereka
berdua. Burung itu menggumam-gumam dengan asyik, seperti sedang mengobrol.
Kepala Jack dan Lucy-Ann tertunduk Mereka memperhatikan peta.
"Banyak hal-hal yang tertera di sini yang tak kumengerti, kata Jack. "Kalau
"'Dua Jari', sekarang sudah kita ketahui maknanya! Tapi ini agak jauh kemari
" "di sini tertulis, 'Lonceng'. Apa artinya" Apa saja yang punya lonceng" Keledai
tadi misalnya genta kan juga lonceng! Lalu sekolah di sekolah juga ada
" "lonceng lalu..."
" "Tempat beribadah," kata Lucy-Ann. "Kurasa kuil ini dulunya juga punya lonceng.
Di mana ya, tempatnya digantungkan dulu?" ia memandang berkeliling. Tapi ia
tidak melihat tempat di mana dulu mungkin ada lonceng tergantung. Tiba-tiba Jack
menatap adiknya. "Ya, tentu saja, Lucy-Ann di kuil biasanya memang ada lonceng. Kuil ini "mungkin merupakan salah satu petunjuk ke arah tempat harta karun itu."
"O ya?" tanya Lucy-Ann agak sangsi. "Tapi harta itu kan mestinya disembunyikan
"jauh di bawah tanah dan bukan di kuil, di atas sini. Kita kan sudah tahu,
"jalan masuk ke tempat penyembunyian itu ada di bawah sedikit di atas sungai
"kecil." "Atau mungkin disembunyikan di bawah kuil ini?" kata Jack menimbang-nimbang.
"Atau di dekat-dekat sini" Mungkin di bawah sini ada ruangan. He betul juga!
"Jika di bawah kuil itu dulu ada ruangan-ruangan, mestinya sekarang pun masih
ada. Ruangan bawah tanah lebih awet daripada bangunan di atasnya, karena tidak
begitu dipengaruhi keadaan cuaca. Ya, itu dia jawabannya ruangan bawah tanah!
"Di bawah sini pasti ada ruangan. Yuk, kita cari!"
Lucy-Ann masih agak sangsi. Tapi ia bangun, lalu menyusul Jack yang sementara
itu sudah asyik mencari-cari di bekas pekarangan kuil. Tempat itu penuh
ditumbuhi semak belukar. Jadi sulit sekali memeriksa apakah di situ ada jalan
masuk ke bawah tanah. Kedua remaja itu beristirahat sebentar, sambil bersandar
pada sebuah pilar besar yang sudah patah bagian atasnya. Pilar itu sudah tidak
utuh lagi. Tidak begitu jauh di atas kepala Jack dan Lucy-Ann menganga sebuah
lubang. Kiki hinggap di tepi lubang itu. Saat itu Miki berlari-lari memasuki
pekarangan, diikuti oleh Bill serta anak-anak yang lain. Begitu melihat Kiki
bertengger di tepi lubang, monyet kecil itu langsung menyusul dengan sekali
loncatan saja. Kiki kaget dan marah ketika Miki dengan tiba-tiba muncul di
sampingnya, karena ia sama sekali tidak menyangka. Dipatuknya monyet itu keras-
keras. Miki kehilangan keseimbangan, lalu jatuh ke dalam lubang. Miki menjerit,
sementara Kiki menjenguk ke dalam untuk melihat apa yang terjadi.
"Hilang," kata Kiki dengan suara murung. "Habis! Tingtong bal!"
"Kiki goblok!" seru Philip marah-marah. "Miki! Miki! Ayo, ke atas lagi!" Tapi
Miki tidak muncul. Hanya suaranya saja yang terdengar di dalam pilar, merintih-
rintih. "Miki cedera!" kata Philip dengan cemas. "Bantu aku naik, Jack! Aku hendak masuk
ke dalam pilar untuk mengambilnya. Jatuhnya takkan terlalu dalam." Jack membantu
Philip memanjat ke dalam lubang. Kaki Philip sudah dilangkahkan untuk masuk.
Tapi tiba-tiba ia tertegun, lalu menjenguk ke dalam.
"He, Bill!" serunya. "Boleh kupinjam senter Anda sebentar" Lebih baik kuperiksa
dulu sebelum meloncat. Ada sesuatu yang aneh di sini!" Bill menyodorkan
senternya padanya. Philip menyalakan senter itu, lalu menyorotkannya ke dalam,
ke arah bawah. Setelah itu ia menoleh lagi. "Aneh kelihatannya di bawah ada
"telundakan!" Bab 20, MENYUSURI JALAN HARTA
Semua yang ada di luar tercengang mendengarnya. Ada telundakan" Ya di dalam
"pilar itu ada telundakan batu yang mengarah ke bawah!
Jack bersorak, "Pasti telundakan itu menuju ke ruang bawah tanah!"
"Ruang bawah tanah yang mana?" tanya Dinah terheran-heran. Tapi Jack terlalu
bergairah, sehingga tidak sempat menjelaskan.
"Kita ke bawah, Bill! Ayo! Kita sudah menemukan jejak ke arah harta karun itu.
Kan di peta tertera kata 'Lonceng'" Nah di kuil ini dulunya pasti ada lonceng.
"Dan kurasa harta itu ada di salah satu tempat di bawahnya!"
"Aku malah semakin bingung mendengarmu!" kata Bill. "Ayo turun, Philip! Jangan
asal masuk saja tanpa membawa lentera dan sebelum aku memeriksa lebih dulu.
Dengar tidak kataku?"
"Ya baiklah, Bill," kata Philip segan-segan, lalu meloncat ke tanah. "Miki ada "di bawah pilar ini rupanya ia tadi terjatuh ke telundakan, lalu terguling-
"guling ke bawah. Aku masih mendengar suaranya merintih-rintih."
"Kurasa itu karena kaget," kata Bill. ia berpaling pada Jack dan Philip.
"Sekarang kalian ambil dulu lentera, dan juga makanan kita. Kita akan masuk ke
bawah tanah, jadi lebih baik bersiap sebaik-baiknya!"
Miki ternyata sudah muncul lagi di luar, sebelum Jack dan Philip kembali. Monyet
itu sangat ketakutan, dan juga merasa kasihan pada dirinya sendiri, ia mencari-
cari Philip. Tapi tidak ada. Karena itu ia lantas pergi minta gendong pada Lucy-
Ann, sambil tak henti-hentinya merintih.
"Ya, ya sudahlah, kau kan tidak benar-benar cedera," kata anak itu membujuknya
"sambil mengelus-elus. "Paling-paling cuma memar sedikit Ya, Kiki tadi memang
nakal!" Kiki merasa malu. ia pergi ke sudut lalu menyelipkan kepalanya ke bawah sayap.
Tapi tidak ada yang mengacuhkan. Tidak lama kemudian Jack dan Philip sudah
kembali. Bill menyorotkan senternya ke dalam pilar, memeriksa keadaan di bawah,
ia merasa heran, bagaimana orang-orang zaman dulu yang menggunakan pilar itu
sebagai jalan masuk ke bawah tanah, bisa masuk ke dalam pilar itu. ia sama
sekali tidak melihat jalan masuk kecuali jika lewat lubang besar yang ada di


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"pilar itu. "Yang di bawah itu tangga sempit, berbelit-belit," katanya. "Mungkin Jack benar.
Mungkin tangga itu menuju ruang di bawah kuil jalan rahasia yang mungkin hanya
"diketahui oleh pendeta utama. Ayo, Jack dan Philip bantu adik-adik kalian
"naik. Aku yang turun dulu."
Bill melompat turun dengan cekatan, ke telundakan paling atas. ia menyorotkan
senternya ke bawah. Ya tangga itu memang berputar-putar, seperti yang diduga
"olehnya. Tangga itu pasti sangat sempit, tapi nanti mungkin akan melebar. Bill
harus setengah merangkak ketika menuruni dua belas telundakan teratas. Beberapa
kali ia nyaris terpeleset, karena telundakan yang diinjak sempit sekali.
Anak-anak perempuan menyusul setelah dia, dibantu oleh abang-abang mereka. Dinah
agak kerepotan dengan lentera yang dipegang. Akhirnya terpaksa diserahkan pada
Bill, karena ia memerlukan kedua tangannya saat menuruni deretan telundakan
teratas. Setelah itu Lucy- Ann yang turun, diterangi lentera yang dipegang oleh
Jack. Bungkusan makanan dilemparkan ke dalam.
"Biarkan saja dulu di situ," seru Bill, yang sementara itu sudah lebih jauh
masuk ke bawah tanah. "Nanti kalau kita perlukan, bisa kita ambil! Di situ pasti
aman." Jadi bungkusan berisi makanan ditinggal di atas tangga, diletakkan pada suatu
bagian yang menonjol. Sedang rombongan pencari jejak harta meneruskan langkah,
menuruni tangga yang berbelit-belit Tepat seperti sangkaan Bill tadi, tidak lama
kemudian tangga itu melebar, sehingga lebih mudah dilalui. Miki sudah bertengger
lagi di bahu Philip. Kiki mengikuti Jack masuk ke dalam pilar. Burung itu tidak
ribut-ribut lagi, sementara mereka turun terus.
Akhirnya mereka sampai di ujung bawah tangga itu. Mereka berada di sebuah gua
atau ruangan besar, yang menjorok jauh ke dalam bukit batu itu. Lentera-lentera
yang dibawa hanya menerangi sebagian kecil dari ruangan itu saja.
"Ya ini memang ruangan kolong kuil tadi," kata Jack. "Jalan yang kita masuki
"tadi mestinya sangat dirahasiakan. Lihatlah, Bill di sana ada jalan lain untuk
" naik! Itu, di sana tangga lurus, tidak berbelit-belit seperti yang kita lewati"tadi dan terjal sekali ke atas."
?"Ya! Kurasa itu jalan yang biasa dilewati dulu untuk kemari," kata Bill. "Sedang
jalan yang kita lalui, letaknya sangat tersembunyi. Lihat saja sendiri dari sini
"saja sudah tidak nampak, karena tersembunyi di balik batu besar itu."
Mereka menghampiri tangga lebar yang satu lagi. Bill mengangkat lentera tinggi-
tinggi, menerangi tangga itu. "Aku naik sebentar ke atas, untuk melihat di mana
akhirnya," katanya, lalu mulai naik.
Anak- anak mendengar bunyi langkahnya makin lama makin tinggi, lalu terhenti.
Bill turun lagi. Terhalang ke langit-langit batu!" katanya. "Mungkin di situ
"sebenarnya ada lubang keluar yang ditutup lempeng batu besar. Tapi kini tidak
bisa dipakai lagi, karena sebelah atasnya sudah ditumbuhi semak belukar. Kurasa
memang itulah jalan untuk masuk kemari. Nah dari sini kita harus ke mana?"
?"Kita periksa saja sebentar di peta," kata Jack. "Aku yakin, kita sekarang ini
berada pada posisi yang ditandai dengan tulisan Lonceng. Karena di kuil ini dulu
mestinya ada lonceng."
Diterangi sinar senter, semua menyimak peta. Bill menelusuri jalan harta dengan
jari. "Ini 'Dua Jari ," katanya sambil menuding. "Kita sudah masuk lewat situ,
"tapi kemudian terhalang pintu batu."
"Betul lalu posisi berikut ditandai dengan tulisan 'Dewi'," kata Philip
"membaca. "Apa maksudnya?"
"Mungkin itu sesuatu yang ada di antara batu 'Dua Jari' dan tempat ini," kata
Jack. "Nantilah kita lihat! Lalu ini di sini tertulis Makam. Kurasa itu
"kuburan seseorang."
"Ya dan kurasa di dalam peti batu," kata Bill. "Setelah itu kita akan sampai
"di Burung. Ini agak aneh."
"Dan setelah 'Burung', kita sampai di 'Lonceng'," kata Jack. "Dan itu kurasa di
sini tempatnya!" "Ya, tapi harta karun bukan di situ tempatnya," kata Bill. "Lihatlah, kita masih
harus terus lagi kemari ke bagian yang ditandai dengan tulisan 'Lorong Buta'.
"Nah, itu agak sulit!"
"Lorong buta" Apa itu?" tanya Lucy-Ann.
"Itu lorong-lorong yang sengaja dibuat untuk menyesatkan orang. Berbelit-belit
dan bercabang-cabang, tapi sebenarnya banyak yang buntu. Orang yang masuk ke
situ, gampang sekali tersesat di dalamnya," kata Dinah.
Lucy-Ann bergidik. "Ih Lorong buta! Seram," katanya. "Lalu sesudah itu?"
" "Makam Bawah Tanah'," kata Bill. "Dan menurut peta ini, di situlah harta karun
"disembunyikan!"
"Yuk, kita cari sekarang!" kata Jack bersemangat ia melipat peta lalu
mengantunginya lagi. "Ayo daripada tidak ada yang dikerjakan! Enak juga di
"sini, ya sejuk, tidak panas seperti di luar!"
?"Tapi jalan mana yang harus kita ambil?" kata Bill. "Yang satu menuju ke
"'Lorong Buta', sedang yang satu lagi ke 'Makam'. Di peta ada petunjuk arah untuk
menggampangkan. Tapi di bawah sini kita tidak bisa melihat matahari, jadi tidak
bisa tahu mana barat dan mana timur. Ada yang kebetulan membawa alat pedoman?"
Ternyata tidak ada. "Yah kalau begitu kita terpaksa main duga saja," kata
"Bill. "Pilihan kelihatannya hanya ada dua. Ke kiri, atau ke kanan. Kita ke
kanan!" Mereka menuju ke arah kanan. Bill berjalan paling depan dengan senter, lalu
Dinah dan Lucy-Ann yang saling berpegangan tangan, lalu Jack dan Philip yang
masing-masing membawa lentera. Bayang-bayang mereka bergerak-gerak di dinding
rongga luas itu. Gema langkah mereka aneh dan agak menyeramkan kedengarannya.
Kiki dan Miki meringkuk di atas bahu Jack dan Philip. Mereka tidak begitu suka
berada di tempat segelap itu. Setelah beberapa saat berjalan, rombongan itu "sampai di ujung gang yang cukup lebar. Gang itu melandai ke bawah. Lumayan juga
panjangnya. Akhirnya terhenti di depan semacam pintu. Pintu itu kokoh, terbuat
dari kayu. Kini pun masih tetap kokoh. Tapi salah satu engselnya sudah rusak.
Anak-anak menarik dan mendorong-dorong, sampai akhirnya engsel yang satu lagi
juga terlepas dan daun pintu tertarik. Hampir saja menimpa Bill! Untung ia
cekatan, meloncat ke belakang. Bill menerangi daun pintu itu dengan senternya.
Nampak ukiran burung yang besar di situ.
"Nah itu dia, 'Burung'," kata Jack puas. "Itu kan salah satu petunjuk ke arah
"harta, Bill!" ia mengamat-amati ukiran itu. "Burung garuda. Bagus sekali
ukirannya!" "Sekarang kita tahu bahwa kita tadi keliru memilih arah," kata Bill. "Tapi kita
terus saja dulu. Ini benar-benar menakjubkan!"
Mereka melangkahi ambang pintu yang sudah dirobohkan. Setelah berjalan beberapa
saat, mereka menoleh sebentar ke belakang. Ternyata gang yang mereka lewati itu
bercabang dua, di dekat pintu. Cabang yang kanan menuju ke pintu yang dihiasi
dengan ukiran garuda. Kini mereka menelusuri lorong yang sempit sekali. Arahnya
condong ke bawah, seperti yang tadi juga. Dan berakhir di suatu ruangan sempit
Pada satu sisinya ada semacam bangku dari batu. Sebenarnya lebih tepat dikatakan
peti. Pada kedua ujungnya ada lempengan kayu berukir lambang-lambang. Mereka
berhenti sebentar di situ sambil memperhatikan.
"Ini pasti semacam makam," kata Bill. "Mungkin makam pendeta. Makam kuno seperti
ini banyak di mana-mana."
"Para pelaut yang mengangkut harta karun itu tentunya harus lewat ruang makam
ini," kata Philip. "Mungkin mereka mengenal jalan ini, karena mereka biasa
merampok makam kuno."
Pada jalan masuk ke ruangan itu tidak ada pintu. Tapi ada ambang berbentuk
pintu. Kemungkinannya di situ dulu ada daun pintu. Setelah ambang itu mereka
menelusuri lorong sempit lagi, yang masih tetap mengarah ke bawah. Sekarang
bahkan bertambah miring. "Sekarang tinggal 'Dewi' petunjuk berikut setelah 'Dua Jari'," kata Jack.
?"Peta kuno ini ternyata petunjuk yang rapi ya, Bill" Jika kita bisa masuk lewat
'Dua Jari' kita pasti akan sampai kemari, jika tidak terhalang batu besar
"itu!" "Hati-hati di depan ada tangga," kata Bill. "Rupanya sengaja dibuat karena di
"sini dasar lorong mulai terjal sekali ke bawah."
Mereka menuruni tangga itu dengan hati-hati sekali. Di ujungnya sebelah bawah
ada gerbang yang indah sekali, terbuat dari sejenis batu pualam. Gerbang itu
menghiasi sisi lorong yang juga melengkung. Di balik gerbang, dasar batu
dilapisi lantai pualam. Lantai itu masih halus dan mengkilat, karena di situ
tidak ada debu yang mengotori. Dinding di situ dihiasi ukiran-ukiran yang
ditatah langsung pada batu bukit, berbentuk berbagai wujud dan lambang. Nampak
ukiran burung garuda, merpati, ajak, dan serigala serta berbagai pola yang
"nampak asing. Seluruh gua kecil itu penuh dengan ukiran.
"Mestinya kata petunjuk 'Dewi' berarti tempat ini," kata Bill. "Tempat pemujaan
salah satu dewi tersembunyi di dalam tanah, dan hanya didatangi orang-orang
"tertentu saja."
"Ya mestinya begitulah," kata Philip sependapat. "Aneh, ya" Kurasa ukiran-"ukiran ini pasti sudah ribuan tahun umurnya!"
"Jadi tinggal petunjuk paling akhir atau kita mulai dari awal, petunjuk
"pertama," kata Bill. "Dua Jari! Tapi itu sudah kita kenal. Kalau kita terus,
pasti nanti sampai di sisi belakang penghalang yang berupa batu besar. Tapi kita
lihat saja dulu. Wah di sini lorong mulai terjal sekali! Mana tidak ada
"telundakan hati-hati, Anak-anak!"
"Mereka menuruni lorong terjal itu dengan hati-hati. Dan tepat seperti sudah
dikatakan oleh Bill sebelumnya, akhirnya mereka sampai di balik batu besar yang
menghalangi ketika mereka masuk lewat lubang di belakang batu 'Dua Jari'. Mereka
berhenti di situ, untuk berunding sebentar.
"Jadi kita ternyata sudah berhasil menelusuri jalan ke harta karun," kata Bill.
"Kini kita menyurutkan langkah. Mulai dari Dua Jari', melewati 'Dewi' dan
'Makam' serta 'Burung', sampai di 'Lonceng' yaitu ruang kolong kuil."
?"Tapi setelah itu kita terus!" kata Jack bersemangat "Masuk ke 'lorong Buta'
menuju 'Makam Bawah Tanah' dan akhirnya sampai di harta!"
"Bab 21, PERJUMPAAN YANG TIDAK MENYENANGKAN
Mereka kembali, melewati gua kecil berlantai pualam yang mestinya dulu merupakan
kuil rahasia tempat pemujaan salah satu dewi, lalu makam tua serta pintu berukir
burung garuda yang dirobohkan anak-anak dan akhirnya sampai lagi di ruang
"kolong kuil. "Sekarang kita mengambil jalan ke kiri," kata Bill yang sementara itu sudah ikut
bersemangat. "Yuk lewat lorong ini. Angkat lenteramu agak tinggi, Philip.
"Senterku tidak cukup terang sinarnya."
"Apakah gang ini nanti masuk ke lorong buta di mana orang bisa tersesat?"
"tanya Lucy-Ann agak cemas. "Jangan-jangan kita juga tersesat nanti!"
"Tidak kita nanti mencari akal, supaya itu jangan terjadi," kata Bill. ia
"meneliti peta sebentar, bersama Jack. "Walau bagian ini ditandai dengan tulisan
'Lorong Buta' tapi yang digambar hanya satu lorong saja. Dan pada jarak-jarak
"tertentu ada huruf 'K'. Kurasa ini berarti 'Kanan'. Nanti kira-kira enam kali
kita harus mengambil simpangan yang ke kanan! Yuk, kita terus. Nih, kantungi
lagi peta kita, Jack!"
Ketika sudah agak jauh memasuki lorong rendah yang berkelok-kelok, tiba-tiba
Jack kaget. "He siapa yang membawa Kiki?" Rombongan berhenti.
?"Aku tidak," seru Lucy-Ann ke arah belakang. "Dan Dinah juga tidak." Bill
mengatakan bahwa Kiki tidak ada padanya. Sedang Philip sudah memanggul Miki.
"ia tadi terbang ketika kita masuk ke ruang kolong kuil," kata Jack mengingat-
ingat. "Kiki! Kiki!"
Tidak terdengar suara Kiki menjerit atau menguak.
"Sialan sekarang aku terpaksa kembali untuk mencarinya," kata Jack. "Kalian
"terus saja dulu, nanti kususul." ia bergegas kembali, sementara yang selebihnya
meneruskan langkah. Jack membawa lentera, jadi nanti pasti dengan mudah bisa
menyusul. Mereka sampai di suatu persimpangan.
"Kita ambil yang kanan!" kata Bill. Lorong itu banyak sekali belokannya,
berbelit-belit sehingga tidak bisa diketahui lagi ke mana arah yang dituju. Bisa
saja mereka menuju ke arah yang berlawanan dengan yang semula dituju.
"Kita tadi sudah membelok satu dua kali jadi ini belokan ke kanan yang ketiga,?" " "kata Philip sebelum memasuki persimpangan berikut "Masih tiga persimpangan ke
kanan lagi lalu kita akan sampai di makam bawah tanah!"
?"Uhh mudah-mudahan tidak jauh lagi," keluh Lucy-Ann. "Aku sudah mulai bosan,
"terus- menerus menyusuri lorong gelap. Yang ini banyak batunya aku tersandung-
"sandung terus."
"Kenapa Jack begitu lama?" kata Philip, yang berjalan paling belakang. "Setiap
kali aku merasa mendengar langkahnya. Tapi kalau kutoleh, ternyata ia belum
muncul juga di belakangku. Apakah tidak sebaiknya kita tunggu sebentar, Bill?"
"Ya sebaiknya begitu," kata Bill. Mereka menunggu di tempat itu. Tapi Jack
"tidak datang-datang juga. Ke mana anak itu" Lucy-Ann mulai gelisah.
"Jack!" serunya. "Jack! Cepatlah sedikit kami menunggu di sini!" "Lebih baik
"kita susul saja," kata Bill. ia agak bingung. "Mudah-mudahan saja ia tidak
tersesat. Tapi ia tahu, setiap sampai di persimpangan, ia harus mengambil
simpangan yang ke kanan." Mereka kembali. Tapi beberapa waktu kemudian Bill
tertegun. "Jalan kita benar atau tidak?" katanya. "Rasa-rasanya kita tadi tidak lewat di
sini karena langit-langit di sini rendah sekali, sampai kepalaku terantuk.
"Sedang tadi aku bisa berjalan dengan leluasa!"
"Aduh masa kita salah jalan! Kan sebetulnya gampang setiap ada persimpangan,
" "ambil yang kiri," kata Dinah sambil mengeluh. "Tidak, Bill kurasa kita sudah
"benar." Tapi Bill masih sangsi, karena tidak merasa tadi melewati lorong yang
sisi atasnya begitu rendah, ia mengambil keputusan tegas.
"Kita kembali," katanya. "Kurasa pada simpangan terakhir tadi kita salah masuk."
Mereka menyurutkan langkah tapi lorong yang dilalui ternyata buntu! Makin lama
"makin sempit, dan akhirnya tidak bisa dilewati lagi. Tidak mungkin mereka tadi
lalu di situ! "Aduh, salah lagi!" kata Bill dengan nada tidak begitu peduli. Padahal dalam
hati ia mulai cemas. Berapa luaskah bagian berlorong buta ini" Sampai seberapa
jauh menjorok ke dalam bukit" Menurut peta, lintasan yang harus dilalui pendek
saja! Tapi lorong butanya sendiri mungkin panjang sekali bermil-mil, simpang-
"siur ke mana-mana! "Lorong-lorong ini benar-benar menyesatkan," katanya dalam hati. "Mungkin hanya
ada satu atau dua jalan yang benar, selebihnya berakhir di tempat yang buntu.
Dan kita tadi salah mengambil jalan. Aduh akan berapa lama kita berkeliling-
"keliling terus di sini!"
"Mana Jack?" kata Lucy-Ann dengan cemas, sementara mereka terus menelusuri
lorong demi lorong, mencari jalan yang tadi. "Mudah-mudahan saja tidak terjadi
sesuatu dengan dirinya."
Di mana Jack saat itu" ia tadi kembali ke ruang kolong kuil. Sesampainya di sana
didengarnya Kiki mengoceh sendiri dengan suara murung. Burung itu hinggap di
tangga yang berbelit-belit yang menuju ke lubang dalam pilar besar di atas. Jack
berseru memanggilnya, "Kiki! Kenapa kau di situ" Kenapa tidak ikut dengan kami, 'Konyol" Aku sampai
terpaksa kembali, hanya untuk mencarimu!" Kiki sudah bosan begitu lama berada di
bawah tanah, ia ingin ke atas lagi, ke tempat yang terang, ia juga haus. Tapi
di tempat itu kelihatannya tidak ada air.
"Ayo, Kiki! Aku harus menyusul yang lain-lain," desak Jack.
"Panggilkan dokter," kata Kiki sambil mengirai-kan sayap. "Polly pilek.
Panggilkan dokter!" "Ah, jangan rewel," kata Jack dengan sebal, ia menuju ke tempat Kiki. Burung
bandel itu terbang beberapa telundakan ke atas, lalu hinggap lagi sambil
memiringkan kepala ke arah Jack. Jack bisa melihatnya dengan jelas, karena ia
membawa lentera. "Kelakuanmu jelek, Kiki!" katanya mengomel. "Ayo sini, hinggap di bahuku, Burung
nakal!" "Polly nakal, panggilkan dokter," kata Kiki, lalu terbang sedikit ke atas lagi.
Jack terpaksa ikut naik. ia mengomel-omel. Kenapa Kiki berbuat begitu sekarang,
saat ia harus buru-buru menyusul yang lain-lainnya" Ketika ia sampai di tempat
Kiki hinggap, burung itu cepat-cepat terbang lebih tinggi. Kini ia tidak
kelihatan lagi. Jack berseru dengan marah sambil mendongak, "Awas, kalau kau
sudah berhasil kutangkap nanti, Burung jahat! Ayo turun, Kiki! Kalau belum mau
juga, tahu rasa nanti!"
Didengarnya suara Kiki mengoceh di atas, seakan-akan mengejek. "Bersihkan kaki,
buang ingus, cul dokter muncul!"
Sekarang Jack sudah habis kesabarannya! ia bergegas menaiki tangga yang
berbelit-belit itu, walau pada ujung atasnya ia terpaksa berhati-hati jangan
sampai terpeleset Akhirnya ia berada di dalam pilar yang berongga sebelah
dalamnya, ia kini dapat melihat dengan jelas, karena sinar matahari masuk lewat
lubang yang ada di atas. Kiki hinggap di tepi lubang itu. Burung itu
mengembangkan sayap, menikmati kehangatan sinar matahari. Tapi sekali-sekali ia
menoleh ke bawah dengan waspada, karena tahu bahwa Jack marah.
"Bukan main!" oceh Kiki dengan lantang. "Bukan main!"
Setelah itu ia terbang, sehingga Jack tidak bisa melihatnya lagi. Tapi
suaranya .masih tetap terdengar mengoceh terus.
"Bukan main, bukan main!" Jack mencari-cari tempat berpijak, sambil mengomel
panjang-pendek mengata-ngatai Kiki. Setelah menemukan tempat berpijak,


Lima Sekawan 06 Petualangan Di Kapal Pesiar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditumpukannya kakinya ke situ sementara tangannya meraih lubang yang ada di
atas. Jack menjunjung tubuhnya ke lubang itu, naik ke situ lalu meloncat ke
tanah, ia memandang kian kemari, mencari Kiki. Burung itu hinggap di sebatang
pohon yang tidak jauh letaknya, sambil memandang ke arah kaki bukit.
"Bukan main!" teriak Kiki dengan suara melengking, lalu terkekeh-kekeh. Jack
lari mengejar dengan marah. Tapi tiba-tiba ia tertegun, karena melihat seseorang
berjalan mendaki bukit itu. ia tahu siapa orang itu seorang remaja dengan "sepasang gigi atas tersembul keluar serta dagu miring ke belakang, seperti
kelinci! "Lucian!" kata Jack menggumam, ia tetap tertegun di tempat semula karena kaget
sekali melihat anak itu tahu-tahu ada di situ. Orang yang datang itu sudah jelas
Lucian! Pantas Kiki tadi dengan tiba-tiba saja tidak berhenti-henti mengocehkan,
"Bukan main, bukan main!" Lucian yang sedang mendaki juga melongo ketika melihat
Jack. Matanya terbelalak.
"Bukan main," katanya. "Wah bukan main!"
?"Halo," sapa Jack sambil nyengir terpaksa. "Eh kenapa kau ada di sini?"
?"Kau sendiri kenapa juga ada di sini?" balas Lucian. "Ini baru kebetulan
namanya. Bukan main! Tak percaya aku rasanya!"
"Sudah berapa lama kau di sini?" tanya Jack. "Dan kenapa kau kemari?"
"Baru tadi aku datang," kata Lucian. "Soalnya, pamanku juga ada di sini entah
"untuk apa! Aku tidak tahu kapan tepatnya ia kemari. Pokoknya, ia datang ke sini,
lalu menyuruh perahu motor kemari pula dengan membawa sejumlah orang yang
diperlukannya serta beberapa barang. Aku lantas ikut dengan mereka. Kau tahu
kan, kapal kita masih juga belum bisa berangkat, dan aku sudah bosan menunggu
terus di situ. Kurasa pamanku hendak mengambil sesuatu yang kuno di sini.
Pokoknya begitulah!"
Jack diam saja. Wah, jadi Pak Eppy juga ada di pulau itu! Kalau begitu ia juga
sudah berhasil menemukan jejak harta Andra! Jack sibuk berpikir. Ia menyesal,
kenapa sampai Lucian melihatnya tadi. Kini anak itu pasti akan melapor pada
pamannya! "Kau sendiri kenapa ada di sini Jack. Ayo, cerita dong!" desak Lucian. "Benar-
benar luar biasa. Dan Kiki pun ada di sini pula! Mana yang lain-lainnya?"
"Kenapa kau anggap mereka ada di sini juga?" kata Jack mengelak. Anak itu tidak
boleh sampai tahu bahwa Bill serta anak-anak yang lain juga ada di situ. Apalagi
mengetahui di mana mereka sekarang berada, dan bagaimana jalan masuk ke tempat
itu. Tidak itu tidak boleh sampai ketahuan! Jack sibuk berpikir, berusaha "menyusun rencana. Tapi tidak bisa. Yang terpikir olehnya hanya nanti jika Lucian
sudah pergi, ia akan cepat-cepat masuk ke dalam pilar besar, lalu menyusul yang
lain-lain dan memberi tahu Bill. Bill pasti tahu apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Tapi bagaimana caranya menghindar dari Lucian" Anak itu pasti akan
menempel terus padanya sekarang. Aduh, sial! Itu Pak Eppy! Orang itu dilihatnya
mendaki bukit, bersama tiga orang laki-laki. Pak Eppy melongo ketika tahu-tahu
melihat Jack dan Kiki. Ia berhenti, membuka kaca mata gelap, dan menggosok-
gosoknya. Tahu-tahu Lucian tertawa cekikikan.
"Aduh, bukan main! Paman rupanya tidak bisa percaya pada penglihatan Paman
sendiri, ya! Aku tadi juga tidak. Tapi ini memang Jack serta Kiki!"
"Sesaat Jack berniat hendak lari cepat-cepat dari situ lalu menyembunyikan diri
"menunggu kesempatan baik untuk menyusup ke ruang kolong kuil lalu menyusul yang
lain-lain. Tapi ia tidak sempat lagi melakukan niat itu. Pak Eppy berseru,
mengatakan sesuatu. Seketika itu juga ketiga laki-laki yang menyertainya lari ke
atas, lalu berdiri di belakang Jack. Pak Eppy datang menghampiri, lalu berdiri
di hadapannya. "Apa yang kaulakukan di sini?" kata orang itu. Suaranya aneh, mengandung
ancaman. Jack merasa ngeri mendengarnya. "Mana teman-temanmu?"
"Kami ke sini cuma karena ingin melihat-lihat saja," kata Jack setelah beberapa
saat "Pulau-pulau ini kan boleh didatangi siapa saja. Mesin kapal rusak, dan
para penumpang diberi tahu bahwa kita bisa memakai perahu motor yang disediakan
untuk pesiar mendatangi pulau- pulau di sekitar sini."
"Tapi kenapa kalian justru kemari?" tanya Pak Eppy lagi, masih dengan suara
galak. Tahu-tahu Lucian yang menjawab, "Ah, aku tahu sekarang! Kurasa ia kemari
karena ingin mencari harta yang Paman ceritakan itu!"
"Tutup mulut, Goblok!" bentak Pak Eppy pada Lucian yang meringkuk ketakutan.
"Dan kau " ia berpaling lagi pada Jack, "berani-beraninya kaudatangi pulauku,
"tanpa minta izin dulu!"
"Ini bukan pulau Anda," kata Jack. "O ya, ini pulauku baru saja kubeli," kata
"Pak Eppy. "Kau belum tahu rupanya tapi pasti tahu alasanku membelinya!"
"Bab 22, LAGI-LAGI PAK EPPY!
Jack memang tahu, apa sebabnya Pak Eppy membeli Pulau Thamis. ia memandang
orang itu dengan perasaan kecut. Jika pulau itu sudah menjadi miliknya, maka
harta yang ada di situ juga akan menjadi miliknya pula!
"Nah, kau tahu apa sebabnya pulau ini kubeli?" ulang Pak Eppy. "Ayo, bilang!"
"Yah kurasa karena Anda hendak mencari harta yang ada di sini," kata Jack
"dengan sebal. "Tapi Anda takkan berhasil menemukannya. Jangan lupa, Anda baru
melihat dua potong saja dari peta itu!"
"Kalau begitu bilang sekarang, apa yang tertera pada peta yang selebihnya," kata
Pak Eppy dengan nada mengancam. Lucian nampak sudah sangat ketakutan.
"Paman jangan berbicara segalak itu pada Jack," katanya dengan suara gemetar.
"Dia kan..." Pak Eppy mundur selangkah lalu menampar mulut Lucian. Bunyinya
mengagetkan Kiki. "Anak nakal, anak nakal, tol-lol, bilpak!" ocehnya, seakan-akan mengomeli Pak
Eppy. Lucian menangis meraung-raung, ia terhuyung-huyung ke sudut sambil
memegang mulutnya. Ketiga laki-laki yang berdiri di belakang Jack sama sekali
tidak berkutik. Mereka hanya melihat saja.
"Begitu Caraku memperlakukan anak tolol," kata Pak Eppy sambil berpaling kembali
menghadap Jack. "Kau juga hendak bersikap tolol?" Jack diam saja. Pak Eppy mendekatkan mukanya
lalu mendesis dengan tiba-tiba. Jack kaget lalu cepat-cepat mundur, sehingga ia
menginjak kaki salah satu dari ketiga orang yang ada di belakangnya.
"Mana teman-temanmu?" sergah Pak Eppy dengan muka yang masih didekatkan ke muka
Jack. "Pasti mereka juga ada di sini. Aku yang menyuruh perahu kalian pergi
kemarin. Orang itu kuancam dengan hukuman penjara, karena berani mendaratkan
orang ke pulau milikku!"
"Ah itu rupanya kenapa Andros tahu-tahu lari," kata Jack dengan sebal. "Anda "telah melakukan kesalahan besar, Pak Eppy! Tidakkah Anda tahu bahwa ia bisa
kembali lagi kemari, dan mungkin dengan membawa bantuan?"
"Tidak mungkin," kata Pak Eppy. "ia tahu bahwa aku tidak main-main! Jika ia
berani membuka mulut, balasannya masuk penjara! Ya aku tahu apa yang
"kulakukan! Ketika kulihat perahu itu ada di sini kemarin, aku langsung menduga
bahwa kalian bersama kawan kalian itu datang kemari. Aku sudah mendengar tentang
dia. Tapi ini pulauku! Segalanya yang ada di sini merupakan milikku!"
"Ya, ya, baiklah," kata Jack. "Tapi kenapa perahu itu Anda suruh pergi tanpa
kami" Kenapa tidak sekaligus saja kami juga diusir" Coba dari semula Anda sudah
mengatakan bahwa pulau ini milik Anda kami pasti takkan kemari tanpa minta
"izin terlebih dulu. Kami tahu, Anda biasa berjual-beli pulau."
"Aku menghendaki kalian di sini," kata Pak Eppy. "Kalian kan membawa peta itu,
ya" Kan tidak ditinggal di kapal" Ah, mana mungkin benda yang begitu berharga
"pasti kalian bawa!"
Jack diam saja. Tapi ia berpikir-pikir. Ya itulah sebabnya kenapa Pak Eppy
"menyuruh Andros pergi meninggalkan mereka karena ia bermaksud hendak merebut
"peta tempat harta itu! Ketika sedang memikirkan hal itu, teringat pula olehnya
suatu hal lain. Peta itu ada padanya salinan peta yang asli! Sewaktu di bawah
"tanah tadi ia mempelajarinya sebentar bersama Bill, lalu mengantunginya. Aduh
"bagaimana jika Pak Eppy menggeledah dirinya" Pasti peta itu akan ditemukan.
Adakah kemungkinan memusnahkannya, sebelum ia diperiksa.
"Kurasa pasti kalian yang kemarin dan juga hari ini berjumpa dengan anak petani
yang datang kemari, lalu mengambil bekal makanan yang kupesan," kata Pak Eppy
lagi. "Perbuatan macam apa itu" Tidak tahu malu aku sampai kelaparan
"karenanya!" "Yah bagaimana kami bisa mengetahui bahwa makanan itu untuk Anda apabila kami
"tidak tahu bahwa Anda ada di sini" Perahu Anda tidak ada di sungai kecil yang di
bawah itu. Kami tidak tahu di sini ada orang selain kami," kata Jack berusaha
menjelaskan. "Anak itu memang mengatakan sesuatu, tapi kami tidak bisa memahami
kata-katanya." "Aku masuk ke sungai kecil yang satu lagi tapi kau tidak perlu tahu tempatnya," "kata Pak Eppy. "Tidak itu tidak perlu, sebelum kau mengatakan di mana kawan-
"kawanmu sekarang. Kalau itu sudah kuketahui, dan peta itu sudah ada di tanganku,
barangkali aku bilang barangkali! kalian akan kuizinkan meninggalkan pulau
" "ini. Kita lihat saja nanti. Salah kalian sendiri, mencampuri urusan orang!"
"Siapa bilang!" tukas Jack. "Kami sama sekali tidak bermaksud mencampuri urusan
Anda. Bill pasti akan mengajak pergi lagi jika ia mendengar bahwa Anda telah
membeli pulau ini." "Mana yang lain-lain?" bentak Pak Eppy dengan tiba-tiba. "Ada di sekitar sini"
"jawab Jack dengan sikap tak peduli. "Kenapa tidak Anda cari saja sendiri" Dan
aku jangan Anda bentak-bentak begitu! Aku ini bukan Lucian."
"Peta itu ada pada Bill?" tanya Pak Eppy dengan nada semakin sengit "Tanya saja
sendiri padanya!" kata Jack. "Panggil saja dia! Kalau aku ada di sini, kenapa
dia tidak?" Tiba-tiba tangan Pak Eppy melayang. Jack tidak sempat lagi mengelakkan tamparan
itu. Kiki juga nyaris kena, tapi ia cepat-cepat terbang ke atas. Tapi langsung
menghunjam ke bawah, mematuk telinga laki-laki yang sedang marah itu. Pak Eppy
terpekik kesakitan. Dalam hati Jack tersenyum puas. Bagus, Kiki! Biar tahu rasa
orang itu! Kiki terbang ke suatu dahan yang tinggi, lalu hinggap di situ sambil
mengumpat-umpat "Anak nakal! Anak nakal! Grrrr! Ayo tidur, pergi ke dokter pergi
ke kadal!" Pak Eppy mengatakan sesuatu dengan suara tajam pada ketiga laki-laki yang
Dewa Guntur 1 Dewa Arak 74 Panggilan Ke Alam Roh Sejengkal Tanah Sepercik Darah 6
^