Pencarian

Nyaris Terjebak 1

Lima Sekawan Nyaris Terjebak Bagian 1


08. NYARIS TERJEBAK Ebook by BBSC Edited by Raynold Convert & Pdf by DewiKZ
(re edited by Farid ZE) BAB 1 Menyusun Rencana Libur
"Kau memang selalu merepotkan, Quentin!" kata Bibi Fanny pada suaminya.
Keempat remaja yang sedang sarapan, langsung memasang kuping.
Apa lagi yang diperbuat oleh Paman Quentin sekarang" Julian mengedipkan mata ke
arah Dick. Anne menendang kaki George di bawah meja.
Apa yang akan menyusul sekarang" Mungkinkah Paman Quentin akan meledak madahnya,
seperti kadang-kadang terjadi"
Paman Quentin memegang sepucuk surat. Surat itu dikembalikan Bibi Fanny padanya
setelah selesai membacanya. Rupanya surat itulah penyebab pertengkaran mungkin
akan terjadi sekarang. Kening Paman Quentin mulai berkerut. Nah, ini dia! Tapi
ternyata ia tidak jadi marah. Ketika berbicara, suaranya tetap tenang.
"Kau tak bisa mengharapkan aku bisa ingat dengan tepat kapan anak-anak mulai
libur, Fanny! Begitu pula apakah mereka akan ke mari bersama kita, atau pergi ke
kakakmu. Kau tahu aku sibuk dengan pekerjaan ilmiahku - dan pada saat ini
pekerjaanku itu sampai pada bagian yang sangat penting. Aku tak mungkin bisa
ingat, kapan sekolah anak-anak mulai libur dan kapan mereka datang ke mari!"
"Tapi kau kan bisa bertanya padaku," kata Bibi Fanny dengan kesal. "Masya Allah,
Quentin rupanya kau lupa lagi bahwa kita sudah berunding mengenai kedatangan
ketiga keponakanku ke mari selama liburan Paskah" Kau kan juga tahu, Julian,
Dick dan Anne sangat menyukai keadaan di Kirrin serta laut pada saat-saat
sekarang ini! Kau sendiri mengatakan akan mengatur agar kau baru pergi ke
konferensi setelah masa libur lewat - dan bukan persis di tengah-tengahnya!"
"Tapi mereka begitu lambat baru datang!" kata Paman Quentin membela diri. "Itu
kan tak bisa kuduga dari dulu-dulu."
"Tapi kau kan juga tahu. perayaan Paskah tahun ini agak lambat, dan karena itu
mereka juga terlambat datang," kata Bibi Fanny. Ia menarik napas panjang.
"Ayah kan tak mungkin ingat pada hal-hal seperti itu," kata George "Ada apa
sebetulnya, Bu" Apakah Ayah hendak bepergian di tengah saat liburan kami" Atau
ada soal lain?" "Ya, Ayah harus pergi," kata Bibi Fanny. Ia meraih lagi surat yang dipegang
suaminya. "Coba kulihat sebentar - ia harus berangkat dua hari lagi - dan aku
pasti harus ikut. Kalian tak mungkin kutinggal sendiri di sini. Kalau ada Joanna
sebetulnya bisa saja. Tapi ia sakit, dan baru satu atau dua minggu lagi bisa
bekerja kembali." Joanna juru masak keluarga Quentin. Anak-anak suka pada wanita itu. Mereka
kecewa ketika datang dan ternyata Joanna tidak ada.
"Kami bisa mengurus diri sendiri," kata Dick ,"Anne pintar memasak."
"Aku juga bisa membantu sedikit-sedikit," sambung George. Namanya yang betul
Georgina, tapi setiap orang memanggilnya George.
Ibunya tersenyum."Ah, George - kali terakhir kau merebus telur, kaubiarkan panci
terjerang di atas api sampai airnya kering sama sekali! Kurasa saudara-saudara
sepupumu takkan sangat menikmati hasil masakanmu."
"Waktu itu aku lupa sedang merebus telur," kata George "Sebetulnya aku baru saja
hendak mengambil jam dapur untuk mengetahui saat tepat untuk mengangkat panci
dari api. Tapi di tengah jalan teringat olehku bahwa Timmy belum makan! Lalu..."
"Ya, ya! Kami masih ingat," kata ibunya sambil tertawa. "Timmy terurus makannya,
tapi ayahmu tidak minum teh sebagai akibatnya."
Dari bawah meja terdengar suara anjing menggonggong. Timmy mendengar namanya
disebut-sebut. "Kita kembali pada persoalan yang tadi," kata Paman Quentin agak kurang sabar
"Yang pasti aku harus menghadiri konferensi. Aku harus memaparkan hasil-hasil
pekerjaanku yang penting di sana. Kau tak perlu ikut. Fanny! Bisa saja kau
tinggal di sini, mengurus anak-anak."
"Ibu tak perlu tinggal," kata George. "Kami bisa melakukan suatu rencana yang
sebetulnya baru akan dilaksanakan pada liburan musim panas nanti Tapi sekarang
pun bisa saja - karena kami benar-benar sudah menginginkannya."
"0 ya." sambut Anne dengan segera. "Betul! Kita laksanakan saja rencana itu
sekarang!" "Ya, aku juga setuju," kata Dick.
"Rencana apa itu?" tanya Bibi Fanny curiga. "Aku sama sekali tak tahu-menahu.
Jika berbahaya, aku tak setuju. Asal kalian tahu saja!"
"Mana pernah kami melakukan hal-hal yang berbahaya?" seru George.
"Sudah sering," kata ibunya. "Nah, apa rencana kalian itu?"
"Sebetulnya biasa saja." kata Julian. "Kebetulan sekali sepeda kami semua dalam
keadaan beres. Bibi Fanny. Lagipula Natal yang lalu Bibi menghadiahkan dua buah
tenda kecili Karena itu kami berencana hendak mengadakan pelancongan naik
sepeda, sambil berkemah."
"Cuaca saat ini sangat baik - pasti pelancongan itu akan sangat asyik, sambung
Dick. "Bibi menghadiahkan tenda, maksudnya kan untuk dipakai" Nah, sekarang ada
kesempatan baik!" "Maksudku menghadiahkan tenda-tenda itu untuk dipakai berkemah di kebun, atau di
pantai," kata Bibi Fanny. "Dulu waktu kalian berkemah. Pak Luffy ikut untuk
mengawasi kalian. Aku tak begitu senang membayangkan kalian berkemah tanpa
pengawasan." "Ah. Fanny!" kata suaminya. Suaranya kedengaran tak sabar lagi. "Jika Julian tak
mampu menjaga adik-adiknya, percuma saja ia menjadi pemuda. Itu kan pemuda
cengeng namanya! Biarlah mereka pergi Aku percaya, Julian pasti akan selalu
mampu menjaga ketertiban adik-adiknya - serta menjaga keselamatan mereka."
"Terima kasih, Paman!" kata Julian. Ia bangga karena tak sering mendengar pujian
dari mulut Paman Quentin Diliriknya saudara saudaranya sambil meringis. "Memang
mengurus mereka ini gampang cuma Anne yang kadang-kadang sangat merepotkan!"
Anne sudah siap hendak berontak. Anak itu yang paling kecil di antara keempat
remaja yang sedang sarapan itu. Sebetulnya justru dia sendiri yang benar-benar
mudah diatur. Anne melihat Julian meringis - ah, rupanya abangnya itu cuma
hendak menggoda saja. Anne membalas meringis.
"Aku berjanji akan mudah diatur, Paman," katanya dengan suara seperti anak
kecil. Paman Quentin tercengang."Lho. kukira justru George satu-satunya yang sukar
di....." Pak Quentin tertegun, karena melihat istrinya mengerutkan dahi. Seakan-akan
hendak memperingatkan. George memang sukar diatur. Tapi ia pasti takkan menjadi
lebih menurut apabila fakta itu ditonjol-tonjolkan.
"Quentin, kau ini rupanya selalu gampang terkecoh oleh Julian," kata Bibi Fanny.
"Yah - jika kau sungguh-sungguh beranggapan bahwa Julian bisa diserahi tugas
mengawasi adik-adiknya, kita bisa mengizinkan mereka melancong naik sepeda - dan
berkemah....." "Horee! Jadi beres!" seru George, sambil memukul-mukul punggung Dick karena
gembira. "Besok kita langsung berangkat. Kita..."
"George! Biarpun senang, kau tak perlu berteriak dan menandak-nandak seperti
itu," kata ibunya. "Kau tahu ayahmu tak menyukai kelakuan seperti itu. Dan Timmy
juga sudah kejangkitan sekarang! Ayo diam. Tim! - Nah, sekarang anjing itu lari-
lari keliling ruangan!"
Paman Quentin meninggalkan kamar makan, ia paling tidak senang jika anak-anak
ribut pada saat makan. Ketika ia melangkah ke luar, nyaris saja jatuh karena
ditubruk Timmy yang berlari-lari. Dengan cepat Paman Quentin keluar. Wah - jika
keempat anak-anak itu ada di rumah, dan ditambah lagi dengan Timmy - payah!
"Betulkah kami sudah boleh berangkat besok, Bibi Fanny?" tanya Anne dengan mata
berkilat-kilat. "Cuaca bulan April ini sungguh cerah. Biar masih musim semi,
tapi panasnya sudah seperti Juli. Rasanya tak perlu membawa pakaian hangat."
"Kalau begitu kalian tak boleh pergi." kata Bibi Fanny tegas "Hari ini memang
panas dan cerah! Tapi April bulan aneh. Hari ini panas - tapi bisa saja besok
hujan, dan lusa turun salju! Kuserahkan saja uang padamu, Julian! Jadi kalau
cuaca kebetulan buruk, kalian akan bisa menginap di hotel."
Dalam hati keempat remaja itu langsung timbul keyakinan, cuaca takkan mungkin
sebegitu buruk sehingga mereka terpaksa menginap di hotel.
"Wah, asyik!" kata Dick. "Kita akan bisa membeli makanan sendiri, dan makan
kapan kita mau. Tiap malam memilih tempat menginap, lalu memasang tenda. Kalau
kebetulan sedang terang bulan, kita pun bisa bersepeda terus - kalau kita mau!"
"Waah - naik sepeda pada saat terang bulan," kata Anne girang. "Aku belum
pernah! Kedengarannya menyenangkan!"
"Untunglah kalian ada rencana tertentu sementara kami pergi," kata Bibi Fanny.
"Ah - sudah bertahun-tahun aku ini menjadi istri Quentin - tapi masih saja aku
dikejutkan oleh tindak-tanduknya yang serba linglungi. Yah - sebaiknya kita
bersiap-siap saja sekarang. Tentukan apa-apa saja yang perlu kalian bawa."
Tiba-tiba saja semua serba sibuk. Keempat remaja itu bergegas melakukan tugas
setiap pagi. Membenahi tempat tidur serta ruangan masing-masing. Sambil bekerja,
mereka berbicara dengan suara keras.
"Siapa menyangka kita akan bepergian sendiri besok!" kata Dick sambil
menumpukkan seprai dan selimut di atas tempat tidurnya.
"Biar aku saja yang membereskan tempat tidurmu," kata Anne. Anak itu kaget
melihat cara abangnya membereskan pembaringannya. "Masakan begitu caranya!"
"Kaukira aku tak bisa ya!" balas Dick. "Lihat saja nanti! Bukan itu saja -
tempat tidur Julian pun akan kubereskan pula. Kauurus saja tempatmu sendiri.
Anne - keempat sudut seprai dimasukkan baik-baik, bantal dielus sampai licin,
selimut ditepuk-tepuk! Bereskan tempat tidurmu seperti kemauanmu. tapi tempat
tidur ini serahkan saja padaku! Tunggu saja sampai kita sudah melancong nanti.
Kau pasti takkan mau repot-repot lagi berbenah. Kantong tidur digulung, dan
habis perkara!" Sambil berbicara. Dick selesai mengatur tempat tidurnya. Seprai mencong-mencong,
dan piyama diselipkan ke bawah bantal. Anne tertawa saja melihat abangnya, lalu
pergi membenahi kamar tidurnya. Hari-hari libur yang panjang sudah menunggu,
tempat-tempat asing, hutan-hutan yang belum pernah didatangi, bukit besar kecil
serta anak-anak sungai dengan airnya yang gemercik. Berpiknik di tepi jalan,
naik sepeda malam-malam diterangi sinar rembulan - betul-betulkah Dick hendak
melakukannya" Asyiiik!
Keempatnya sibuk hari itu. Semua barang yang mungkin diperlukan di tengah jalan
dimasukkan ke dalam ransel. Tenda-tenda dilipat sekecil mungkin, supaya mudah
ditaruh ke boncengan sepeda. 'Merampok' tempat penyimpanan makanan, dan meneliti
peta untuk memilih yang perlu dibawa.Timmy juga tahu bahwa mereka akan
bepergian. Ia juga yakin akan diajak! Karena itu anjing itu pun ikut-ikutan
sibuk. Bukan berbenah, tapi menggonggong-gonggong sambil mengibas-ngibaskan
ekor. Bisanya merepotkan anak-anak yang sudah sibuk! Tapi tak ada yang marah
padanya Timmy sudah dianggap anggota 'Lima Sekawan' Apa saja bisa dilakukan
olehnya, kecuali bicara. Ke mana keempat remaja itu pergi, Timmy harus selalu
ikut! "Akan bisakah Timmy mengikuti kalian, jika harus lari-lari terus sementara
kalian bersepeda?" tanya Bibi Fanny pada Julian.
"Tentu saja," kata Julian. "Ia tak berkeberatan jika kami bersepeda jauh-jauh.
Bibi tak perlu mengkhawatirkan kami, Bibi Fanny. Timmy sangat baik dijadikan
penjaga." "Ya - aku tahu," kata bibinya. "Aku takkan begini mudah mengizinkan kalian pergi
sendiri, apabila aku tidak tahu bahwa Timmy akan ikuti Dengan Timmy. sama saja
artinya seperti ada orang dewasa yang mengawasi."
Timmy menggonggong, ia sependapat dengan Bibi Fanny. George tertawa.
"Katanya, ia sama dengan dua orang dewasa, Bu!" katanya.
Timmy memukul-mukulkan ekor ke lantai, ia menggonggong lagi.
"Apa - dua orang dewasa?" begitu katanya dalam bahasa anjing. "Hah - aku sama
dengan tiga orang dewasa!"
BAB 2 Berangkat Keesokan harinya, sejak pagi mereka sudah siap. Semua terkemas dengan rapi dan
diikatkan ke sepeda, kecuali ransel. Ransel mereka harus dipanggul oleh
pemiliknya masing-masing. Mereka juga membawa keranjang berisi makanan untuk
hari itu. Jika isinya sudah habis, Julian ditugaskan untuk membeli keperluan
makanan selanjutnya. "Bagaimana - rem sepeda kalian beres?" tanya Paman Quentin. Ia merasa perlu
menunjukkan perhatian pada hal itu. Soalnya, ketika ia masih muda dan memiliki
sepeda, remnya belum pernah sekali pun berada dalam keadaan beres.
"Aduh, Paman ini - tentu saja rem kami beres," kata Dick. "Kami takkan berani
melancong dengan sepeda, kalau ada sesuatu bagian yang tidak beres. Peraturan
Lalu Lintas Jalan sangat keras mengenainya - dan kami menaatinya!"
Kalau melihat tampang Paman Quentin saat itu rupa-rupanya seperti belum pernah
mendengar tentang Peraturan Lalu Lintas Jalan. Dan mungkin juga memang belum
pernah! Paman Quentin hidup dalam dunianya sendiri, yang penuh dengan bermacam-
macam teori ilmiah, angka-angka serta beraneka ragam diagram. Dan ia ingin
cepat-cepat kembali lagi ke dunianya itu! Tapi Paman bersikap sopan. Ditunggunya
selama anak-anak sibuk dengan urusan-urusan persiapan terakhir. Akhirnya mereka
siap berangkat. "Selamat tinggal, Bibi Fanny! Kurasa kami takkan bisa menulis surat, karena Bibi
tak bisa menghubungi kami untuk mengatakan di mana Bibi dan Paman akan menginap
selama konferensi. Tapi biarlah, pokoknya Bibi bisa bersenang-senang," kata
Julian. "Selamat tinggal, Bu! Jangan cemas - kami pasti akan bersenang-senang selama
melancong!" seru George.
"Selamat tinggal, Bibi Fanny! Selamat tinggal, Paman!"
"Selamat tinggal - kami berangkat sekarang!"
Keempat remaja itu pun berangkat naik sepeda, menyusur jalan di depan Pondok
Kirrin. Paman dan Bibi berdiri di pintu pagar sambil melambai-lambai, sampai
anak-anak lenyap di balik tikungan. Timmy berlari-lari di sisi sepeda yang
dinaiki George. Keempat kakinya yang tegap dan panjang-panjang bergerak seirama.
Timmy bergembira, karena memperoleh kesempatan berlari sepuas-puasnya.
"Nah, akhirnya kita melancong sekarang," kata Julian ketika mereka sudah
melewati tikungan. "Benar-benar mujur, bisa bepergian lagi sendiri. Nah, Paman Quentin! Aku merasa
bersyukur kali ini, bahwa ia begitu linglung!"
"Sebaiknya kita jangan bersepeda terlalu jauh dulu pada hari pertama - karena
urat-urat kita bisa pegal besok!"
"Kita memang takkan jauh-jauh hari ini," kata Dick. "Bilang saja jika sudah
merasa capeki Kan tak menjadi persoalan, di mana kita berhenti."
Pagi itu panas sekali. Tak lama kemudian anak-anak sudah mulai berkeringat.
Sweater yang dipakai, mereka copot, lalu dimasukkan ke dalam keranjang sepeda
masing-masing. George semakin mirip anak laki-laki saat itu. Rambutnya yang ikal
dan dipotong pendek melambai-lambai tertiup angin. George, Dick dan Anne memakai
celana pendek serta baju kaos tipis. Hanya Julian yang memakai celana panjang
jeans. Lengan baju kaosnya digulung sampai ke siku. Ketiga udaranya
mengikutinya. Mereka bersepeda terus, menikmati kehangatan sinar matahari sambil
terhembus angin segar. Timmy berlari-lari di samping mereka. Anjing itu seperti
tak mengenal kata capek. Lidahnya yang panjang terjulur ke luar. Jika dilihatnya
di tepi jalan tumbuh rumput, dengan segera memilih lari di situ. Timmy memang
anjingnya tidak bodoh! Mereka mampir di sebuah desa kecil. Nama-Manlington-Tovey. Di desa itu cuma ada
sebuah warung. Tapi segala-galanya lengkap! Setidak-tidaknya, begitulah kesan
yang diperoleh anak-anak.
"Mudah-mudahan saja mereka juga menjual limun jahe," kata Julian, "Lidahku sudah
terjulur ke luar kepanasan - seperti Timmy!"
Di warung kecil itu dijual berbagai macam minuman segar. Anak-anak bingung
memilih, minuman mana yang lebih enak! Di situ juga dijual eskrim. Tak lama
kemudian mereka sudah duduk-duduk sambil minum limun jahe dicampur air jeruk.
Mereka juga makan eskrim yang enak dan dingin.
"Berikan juga eskrim pada Timmy," kata George "Ia gemar sekali makan eskrim.
Betul kan, Tim?" Eskrim yang diberikan pada Timmy, habis dalam dua jilatan saja.
"Sayang jika eskrim diberikan pada Timmy," kata Anne. "Ia rakus sekali, dua kali
menjilat saja sudah habis Kan tidak sempat menikmati rasanya. Tidak, Tim!
Percuma saja kau mengemis - aku sendiri juga ingin eskrim."
Karena itu Timmy lantas menghampiri mangkuk berisi air dingin yang disediakan
wanita pemilik toko untuknya. Timmy minum banyak-banyak. Setelah itu merebahkan
diri ke lantai, sambil terengah-engah.
Setelah puas minum, anak-anak pergi lagi. Masing-masing berbekal satu botol
limun jahe. untuk makan siang nanti. Belum apa-apa, mereka sudah keasyikan
sendiri membayangkan nikmatnya makan roti yang disiapkan tadi di rumah.Anne
melihat beberapa ekor sapi yang sedang merumput di sebuah lapangan yang mereka
lewati. "Hidup sebagai sapi tidak enak," katanya pada George. "Bayangkan, makannya cuma
rumput saja! Tidak pernah merasakan enaknya roti selada, tidak mengenal krem


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

coklat, tidak pernah mencicipi rasa telur rebus dan tak pernah minum limun jahe!
Kasihan sapi-sapi itu!"
"Kau ini ada-ada saja, Anne," kata George sambil tertawa. "Sekarang aku merasa
bertambah lapar karena omonganmu itu - bicara tentang roti. telur dan limun
jahe. Aku tahu, tadi pagi Ibu menyiapkan roti berisi telur untuk kita. Dan juga
ada yang diisi dengan sardencis!"
"Ah, percuma," kata Dick, sambil membelokkan sepedanya ke arah sebuah hutan
kecil. Sepedanya tergoncang-goncang, karena tempat itu tidak rata. "Kita tak
bisa terus bersepeda dengan tenang dan lancar, jika Anne dan George terus-
terusan membicarakan soal makan. Bagaimana jika kita makan saja di sini.
Julian?" Persinggahan dalam hutan kecil itu menyenangkan. Untuk pertama kalinya mereka
makan siang dalam pelancongan. Di mana-mana nampak mawar hutan berwarna kuning.
Bau wangi bunga semerbak, berasal dari sejenis bunga jarum. Seekor burung murai
berkicau di atas pohon, ditimpali oleh celoteh dua ekor burung yang sejenis
dengan kutilang. "Asyik makan-makan begini. Seperti sedang pesta, dikelilingi dekorasi dan
dihibur dengan musik," kata Julian sambil melambai ke arah burung-burung yang
berkicau serta bunga-bunga. "Sekarang tinggal pelayan yang masih harus datang
mengantarkan daftar makanan!"
Seekor kelinci melompat-lompat menghampiri mereka. Telinganya yang besar
bergerak-gerak, penuh rasa ingin tahu.
"Nah - itu dia pelayan kita," kata Julian. "Hidangan apa yang enak hari ini, Pak
Kelinci" Bagaimana dengan perkedel kelinci."
Kelinci itu lari secepat-cepatnya. Rupanya mencium bau Timmy. Anak-anak
terbahak-bahak melihatnya. Semuanya begitu kebetulan. Seakan-akan kelinci itu
lari, karena mendengar Julian mengatakan 'perkedel kelinci'. Timmy memandang
kelinci yang lari itu. Tapi ia sama sekali tak beranjak dari tempatnya
."Wah, Tim! Baru sekali ini kaubiarkan kelinci lewat tanpa kaukejar." kata Dick.
"Rupanya capek ya! Kau membawa makanan untuknya, George?"
Tentu saja! Anak itu membeli daging susis di tukang daging, dan membuatkan roti
khusus untuk Timmy. Dua belas rangkap dibuatnya sekaligus. Saudara-saudara
sepupunya tertawa. George mana pernah segan, jika harus mengurus anjing
kesayangannya. Timmy melahap rotinya, sementara ekornya sibuk memukul-mukul
tanah. "Aduh, cepatnya Timmy makan," kata Julian. "Dia takkan tahu, apakah dua puluh
atau lima puluh rangkap yang sudah habis d telannya! Awas, jangan sampai bagian
kita juga ikut disikat!"
Sementara mereka makan, burung-burung berkicau terus. Riang sekali
kedengarannya."He. jangan terlalu ribut," kata Dick pada burung-burung itu.
"Boleh saja main musik, tapi agak pelan sedikit kami ingin tidur-tiduran
sebentar." "Betul juga - kita istirahat sebentar di sini," kata Julian sambil menguap.
"Sudah cukup jauh jarak yang kita tempuh. Jangan sampai terlalu capek, pada hari
pertama. Ayo, Tim, jangan seenaknya saja menduduki kakiku. Kau berat sekali!
Apalagi perutmu sudah gendut, terisi roti sebanyak tadi."
"Kau harus menjaga. Tim - kau kan anjing yang baik," kata George. "Jangan sampai
ada orang datang dan mencuri sepeda kami."
Timmy tahu arti kata 'menjaga'. Begitu mendengar kata itu, ia langsung
meluruskan sikap duduknya. Timmy celingukan sambil mencium-cium. Ada orang di
sekitar tempat itu" Tidak! Ia tak mencium bau dan juga tak melihat orang lain
dalam hutan kecil itu. Karenanya ia merebahkan diri lagi. Tapi satu matanya
tetap terbuka, dan sebelah telinganya tetap terangkat ke atas. Menurut perasaan
George, hebat sekali anjing itu - bisa setengah tidur dan setengah berjaga, ia
hendak mengatakannya pada ketiga saudara sepupunya. Tapi ternyata mereka sudah
terlelap. George pun ikut tertidur.
Tak ada orang datang mengganggu. Seekor burung kecil yang ingin tahu, mendekat
sambil melompat-lompat. Burung itu mendekati Timmy. Rupanya berpikir-pikir,
ingin mencabut bulu ekor anjing itu untuk dijadikan pelapis sarangnya. Kelopak
mata Timmy yang tadinya tinggal secelah, terbuka agak lebar. Awas, jika burung
kecil itu berani iseng dengan ekornya! Tapi burung itu terbang lagi. Burung-
burung yang di atas pohon masih berkicau terus. Sementara itu kelinci yang tadi
datang kembali dari liangnya. Seketika itu juga mata Timmy terbuka lebar.
Kelinci itu lari lagi. Timmy pura-pura mendengkur. Tidurkah dia" Kelinci itu
tidak berani mengambil risiko.
Pukul setengah empat sore, anak-anak bangun satu per satu. Julian memandang
arlojinya. "Sudah hampir waktu minum teh," katanya. Anne menjerit kaget.
"Kita kan baru saja makan siang," katanya.
"Perutku masih kenyang!" Julian nyengir."Kau tak perlu kaget, Anne. Kita makan
menurut perut kita, dan bukan ditentukan oleh waktu. Ayo, bangun! Kalau tidak
kami tinggal nanti!"
Mereka menuntun sepeda ke jalan raya, lalu melanjutkan perjalanan. Angin segar
bertiup, mengelus muka. Anne mengerang pelan."Aduh - kakiku sudah terasa pegal. Masih lama lagi kita
bersepeda hari ini?"
"Ah, tidak," kata Julian. "Maksudku akan berhenti di salah satu tempat nanti,
apabila kita sudah ingin minum teh. Setelah itu berbelanja sebentar, membeli
hidangan makan malam dan sarapan besok. Lalu mencari tempat yang benar-benar
cocok untuk bermalam. Aku melihat sebuah danau kecil dalam peta. Jika kita bisa
menemukan danau itu, kita bisa mandi-mandi di dalamnya."
Gagasan itu kedengarannya menyenangkan. George merasa pasti mampu bersepeda
beberapa kilometer lagi. apabila pada akhir perjalanan telah menunggu air danau
yang sejuk. "Bagus idemu itu, Ju." katanya. "Benar-benari ide yang bagus. Aku setuju saja
jika pelan pelancongan kita ini diatur mendatangi danau-danau. Jadi kita bisa
selalu berenang-renang!"
Timmy yang berlari-lari di sisi sepeda tuannya, menggonggong-gonggong."Timmy
juga setuju," kata George sambil tertawa. "Tapi - aku lupa membawakan handuk
untuknya!" BAB 3 Perkemahan Pertama SORE itu menyenangkan sekali. Pukul setengah jam mereka berhenti sebentar untuk
minum teh dan makan-makan. Setelah itu berbelanja, membeli bekal untuk makan,
malam serta sarapan keesokan paginya. Banyak juga belanja mereka.
"Mudah-mudahan tidak sampai habis kita mari malam ini," kata George sambil
mengemaskan bahan makanan itu ke keranjang sepedanya. "Nanti tak ada lagi yang
tersisa untuk sarapan besok. Jangan, Tim! Roti ini bukan untukmu! Kau sudah
kubelikan sepotong tulang yang besar - itu kan sudah cukup."
"Tapi jangan langsung kauberikan padanya malam ini." kata Anne. "Nanti kita
tidak bisa tidur, karena bising mendengar bunyi keretak-keretak gigi Timmy
mengunyah tulang." "Kalau aku, bunyi apa pun takkan bisa membangunkan malam ini," kata Dick.
"Kurasa biar gempa sekalipun takkan bisa membangunkan. Sekarang pun aku sudah
terbayang bayang betapa nikmatnya tidur dalam kantong."
"Kurasa malam ini kita tak perlu memasang tenda." kata Julian, sambil memandang
ke atas. Langit cerah sekali! "Kutanyakan sebentar ramalan cuaca pukul enam di
radio. Kalau tetap cerah, kita tidur saja di bawah langit. Tanpa tenda - cukup
dengan kantong tidur!"
"Asyik!"-, kata Anne gembira. "Enak, bisa memandang bintang-bintang sambil
baring." Ketika Julian menanyakannya pada seseorang, ternyata ramalan cuaca malam itu
bagus. "Cuaca cerah dan tenang."
"Bagus," kata Julian. "Jadi kita tak usah repot-repot memasang kemah. Nah -
semua sudah ada. Masih ada lagi makanan yang perlu dibeli?"
Keranjang mereka sudah penuh. Kalau ditambah lagi isinya, mungkin akan terjatuh
nanti. "Sebetulnya masih banyak lagi yang masih bisa ditaruh, jika Timmy mau membawa
sendiri tulangnya," kata Anne. "Keranjangku setengahnya terisi tulang-tulang
untuknya. George, kenapa tidak kaubuatkan saja tempat bagi Timmy untuk membawa
makanannya sendiri" Dia kan cukup pintar!"
"Memang, Timmy memang cukup pintar." kata George. "Tapi susahnya, dia juga
terlalu rakus, Anne. Kau kan tahu sendiri! Kalau diperbolehkan membawa
makanannya sendiri, pasti akan disikat habis dalam sekejap mata. Anjing rupanya
sanggup makan setiap waktu."
"Enak, hidup menjadi anjing," kata Dick. "Aku juga kepingin begitu. Tidak
seperti sekarang, perlu istirahat antara saat makan yang satu dengan yang
berikutnya!" "Sekarang kita berangkat ke danau," kata Julian. Dilipatnya kembali peta yang
selama itu diteliti. "Jaraknya cuma sekitar tujuh sampai delapan kilometer dari
sini. Namanya Kolam Hijau. Tapi ukurannya jauh lebih besar dari kolam biasa. Aku
kepingin mandi, karena tubuhku lengket karena berkeringat."
Sekitar pukul setengah delapan malam mereka sampai di danau itu. Tempatnya
nyaman. Di tepinya terdapat sebuah pondok kecil. Rupanya pondok itu di musim
panas dipakai sebagai tempat berganti pakaian oleh orang-orang yang berenang-
renang di situ. Tapi saat itu pintu pondok dikunci. Jendela tertutup tirai.
"Tempat ini kan tidak terlarang untuk orang luar?" tanya Dick pada Julian. Ia
agak sangsi. "Apakah kita boleh mandi-mandi dengan begitu saja?"
"Boleh saja," jawab Julian. "Tidak ada tanda yang menyatakan bahwa tempat ini
milik pribadi. Tapi airnya pasti masih dingin. Sekarang kan baru pertengahan
bulan April. Jadi sisa-sisa musim salju masih akan terasa dalam air. Tapi kita
kan sudah terbiasa mandi dengan air dingin setiap pagi. Dan air sebelah
permukaan pasti sudah agak hangat, kena sinar matahari. Yuk, kita memakai
pakaian berenang dulu."
Mereka berganti pakaian di balik semak-semak. Setelah itu berlomba-lomba masuk
ke danau. Airnya ternyata dingin sekali. Anne hanya berani masuk sebentar, lalu
keluar lagi. Begitu berulang-ulang.Tapi George mengikuti kedua saudara sepupunya
yang laki-laki berenang. Ketika keluar dari air, segar rasa tubuh. Mereka
tertawa-tawa. "Aduh dinginnya." kata Dick dengan bibir gemetar. "Yuk, kita lari-lari sebentar.
Eh, Anne sudah berpakaian lagi. Mana Timmy" Dia rupanya tahan dingin!"
Ketiga remaja itu berlari-lari mengelilingi Kolam Hijau, merintis jalan kecil
yang ada di situ. Sementara itu Anne menyiapkan makan malam. Matahari sudah
terbenam. Udara mulai terasa sejuk walau belum dingin. Anne mengenakan baju kaos
yang tebal. "Anne memang hebat," kata Dick kemudian ketika kembali ke dekat pondok dan
berpakaian lagi dengan sweater tebal. "Lihatlah, makan malam sudah selesai
disiapkannya. Kau seorang ibu rumah tangga yang cekatan,. Anne! Kurasa jika kita
menginap lebih dari semalam di sini, pasti kau akan mengatur tempat menyimpan
makanan, membuat tempat cuci dan sibuk mencari tempat untuk menyimpan sapu!"
"Kau benar-benar yang konyol, Dick!" kata Anne. "Mestinya senang karena sudah
kusiapkan makanan, dan bukan mengejeki Aduh, Timmy! Ayo pergi! Lihatlah, ia
menggoncang-goncangkan tubuhnya yang basah. Jangan sampai makanan kena cipratan
air. Kenapa kau sampai lupa bawa handuk untuknya. George" Timmy juga perlu
mengeringkan tubuh sehabis mandi."
"Maaf," kata George, "Ayo, minta maaf pada Anne. Tim! Mengeringkan badan saja,
kan tak perlu sampai air berhamburan ke mana-mana!"
Enak rasanya makan malam itu, sambil memandang bintang-bintang yang mulai
bermunculan di langit. Mereka semua capek. Tapi juga merasa berbahagia. Inilah
awal pelancongan mereka. Dan awal saat libur selalu menyenangkan. Hari-hari
tanpa sekolah masih lama sekali. Dan mereka merasa yakin, matahari akan bersinar
cerah setiap hari!Sehabis makan, mereka segera menyusup ke dalam kantong-tidur
masing-masing. Keempat kantong itu diatur berjajar-jajar, sehingga kalau mau
mereka bisa mengobrol beramai-ramai. Timmy ikut merasa senang. Dengan sikap
serius la berjalan melintasi keempat kantong yang berjejer-jejer Tentu saja
disambut teriakan dan ancaman-ancaman.
"Aduh, Tim! Jangan kauinjak perutku! Aku tadi kebanyakan makan!"
"George. jangan boleh dia berjalan-jalan seenaknya saja, menginjak-injak
kantong-tidur kita! Awas kalau dia melakukannya sepanjang malam. Bisa memar
tubuh kita besok!" Timmy tercengang melihat anak-anak ribut, lantas merebahkan diri di samping
George. Sebetulnya ia ingin tidur sekantong dengan tuannya itu - tapi tentu saja
langsung diusir. "Aku sayang padamu. Tim - tapi kau harus tidur dekat kakiku! Dan di luar, bukan
dalam kantong-tidur! He, Ju - lihatlah bintang yang besar itu! Kelihatannya
seperti bola lampu. Apa namanya?"
"Itu bukan bintang, George! Namanya Venus, dan merupakan planet seperti bumi
kita ini," kata Julian yang sudah mengantuk. "Tapi orang juga biasa menyebutnya
Bintang Kejora. Masa itu saja kau tidak tahu. George! Belajar apa saja kau di
sekolah?" George hendak menendang Julian. tapi tak berhasil karena kakinya sudah
terbungkus dalam kantong tidur George menguap lebar sekali, sehingga saudara-
saudaranya ketularan. Mereka menguap, silih berganti
.Anne paling cepat tidur, ia yang paling muda. dan paling lekas capek jika
diajak berjalan-jalan oleh saudara-saudaranya. Tapi ia selalu berusaha keras
agar tak pernah ketinggalan. George menatap bintang yang kata Julian sebetulnya
bukan bintang itu! Ia menatapnya tanpa berkejap. Tapi hanya tahan tak sampai
semenit. Tahu-tahu ia sudah tertidur. Julian masih mengobrol dengan suara pelan
dengan Dick. Tapi juga hanya sebentar saja, setelah itu mereka pun pulas. Timmy
tak kedengaran bunyinya. Anjing itu juga capek, berlari-lari terus sehari itu.
Malam itu tak ada yang terbangun. Timmy juga tidak. Tak dipedulikannya sekawanan
kelinci yang bermain-main tak jauh dari tempatnya berbaring. Telinganya cuma
bergerak-gerak sedikit. Ketika seekor burung hantu memperdengarkan suaranya di
dekat situ. Malah ketika ada seekor tumbang yang nekat berjalan di atas
kepalanya, anjing itu sama sekali tak bergerak-gerak.Tapi coba kalau George
terbangun dan memanggilnya. Pasti dengan seketika Timmy akan terbangun! Bagi
Timmy, siang dan malam ia harus bersiap menjaga tuannya itu.
Keesokan harinya cerah lagi. Enak rasanya bangun dan merasakan kehangatan sinar
matahari memanasi pipi. Seekor burung berkicau gembira.
"Mungkin burung yang kemarin juga." pikir Dick yang masih setengah tidur.
"Bunyinya persis sama."
Anne terbangun, ia berpikir-pikir. Apakah sebaiknya bangun dan menyiapkan
sarapan untuk saudara-saudaranya - atau mungkinkah mereka ingin mandi-mandi dulu
di danau" Setelah itu Julian bangun, ia keluar sedikit dari kantong-tidurnya, sambil
memandang Anne dengan meringis.
"Hai," katanya menyapa adiknya "Enak tidur tadi malam" Segar rasanya tubuhku
pagi ini," "Aku agak pegal," kata Anne. "Tapi pasti sebentar saja. He, George - bangun!"
George mendengus, lalu semakin mendekam dalam kantong-tidurnya. Timmy menggapai-
gapai sambil mendengking pelan, ia ingin membangunkan tuannya, hendak diajaknya
berlari-lari. "Jangan, Tim!" Kata George dari dalam kantong. "Aku masih tidur!"
"Aku ingin berenang sekarang." kata Julian. "Ada yang ikut?"
"Tidak," jawab Anne. "Pasti sepagi ini masih terlalu dingin. George kelihatannya
juga malas. Kalian berdua saja pergi sendiri. Kalau kalian pulang nanti, sarapan
akan sudah kusiapkan. Sayang aku tidak bisa menyediakan minuman panas - tapi
kita kan tak membawa cerek."
Dalam keadaan setengah mengantuk. Dick dan Julian berjalan menuju Kolam Hijau.
Anne bergegas keluar dari kantong-tidurnya, lalu langsung mengenakan pakaian, ia
hendak mencuci badan di danau. George masih tetap berbaring dalam kantong-
tidurnya. Sementara itu Julian dan Dick sudah hampir sampai di danau. Mereka sudah bisa
melihat airnya yang hijau segar. Seolah-olah menyuruh mereka buru-buru datang!
Begitu segar kelihatannya.Tapi tiba-tiba mereka melihat sebuah sepeda. Kendaraan
itu disandarkan dekat sebatang pohon. Keduanya memandang dengan heran, karena
sepeda itu bukan mereka punya. Jadi kepunyaan siapa"
Saat itu dari arah danau terdengar bunyi air tercebur-cebur. Mereka bergegas ke
sana. Rupanya ada orang lain yang juga berenang pagi itu.Seorang anak laki-laki
nampak dalam danau. Rambutnya yang pirang basah dan berkilat kena sinar
matahari, ia berenang dengan tangkas. Air berombak di belakangnya. Kemudian
dilihatnya Julian dan Dick berdiri di tepi. Dengan segera ia berenang
menghampiri. "Hallo." katanya, ia keluar dari air. "Kalian juga hendak berenang" Bagus ya -
danauku ini?" "Apa maksudmu" Ini benar-benar danau kepunyaanmu?" tanya Julian.
"Yah - sebetulnya kepunyaan ayahku. Namanya Thurlow Kent," kata anak itu.
Julian dan Dick merasa pernah mendengar nama itu. Salah seorang hartawan terkaya
di negeri itu. Julian memandang anak laki-laki itu dengan agak sangsi.
"Jika danau ini milik pribadi, kami tak berani berenang di sini." katanya.


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayo, masuk saja!" kata anak itu sambil menyembur-nyemburkan air ke arah mereka.
"Kita berlomba - siapa dulu sampai di seberang."
Saat berikutnya ketiga anak itu sudah berenang berdampingan. Membelah air hijau
dengan gerakan lengan mereka yang kuat. Asyik rasanya berenang pada pagi hari
secerah ini! BAB 4 Richard Anne tercengang. Dilihatnya ada tiga orang berenang dalam danau - dan bukan
hanya dua! Ia berdiri di tepi air, sambil memandang. Siapakah anak yang satu
lagi" Sementara itu mereka sudah berenang kembali ke tempat Anne sedang berdiri, ia
memandang anak laki-laki yang tak dikenalnya itu dengan agak malu-malu. Anak itu
tidak jauh lebih tua umurnya dari Anne. Badannya tak setinggi Julian atau Dick,
tapi potongannya tegap, matanya biru, bersinar-sinar kocak. Anne memang menyukai
anak itu yang keluar dari air sambil melicinkan rambutnya yang basah ke
belakang. "Ini adik kalian?" tanya anak itu pada Dick dan Julian. "Halo!"
"Halo," jawab Anne sambil tersenyum. "Siapa namamu?"
"Richard," kata anak itu. "Richard Kent. Dan kau?"
"Namaku Anne," jawab Anne. "Kami sedang melancong - naik sepeda."
Dick dan Julian tadi belum sempat memperkenalkan diri, karena sibuk berlomba.
"Dan aku Julian," kata Julian. sementara napasnya masih terengah-engah. "Dan dia
ini adikku pula. Namanya Dick! Eh - mudah-mudahan kami tidak melanggar larangan
memasuki tanahmu pula!"
Richard nyengir."Kalian memang memasuki tanah milik pribadi kami," katanya.
"Tapi kuizinkan! Kalian boleh memakai danau dan tanahku dengan bebas."
"Wah, terima kasih," kata Anne. "Tentunya ayahmu pemilik tempat ini, ya" Tapi
tak ada tulisan 'Milik Pribadi', atau 'Dilarang Masuk' - karena itu kami juga
tak mengetahuinya. Kau mau sarapan bersama kami" Ikut saja bersama abang-abangku
ke tempat kami tidur tadi malam."
Anne kemudian mencuci tubuh dengan sepon di danau. Didengarnya ketiga anak laki-
laki itu ramai mengobrol sambil berganti pakaian dalam semak. Anne bergegas
kembali ke tempat mereka bermalam. Niatnya hendak membenahi kan-tong-kantong-
tidur dan menyediakan sarapan dengan rapi. Tapi George masih tetap meringkuk
dalam kantong-tidurnya. Hanya rambut ikalnya saja yang tampak.
"Ayo bangun, George! Ada anak yang akan ikut sarapan dengan kita," kata Anne
sambil menggoncang-goncang bahu saudara sepupunya.
George menyentakkan bahunya dengan kesal, ia tak percaya pada kata-kata Anne.
Dikiranya hanya siasat agar ia mau bangun dan membantu menyiapkan sarapan!
Karena itu Anne membiarkannya. Masa bodoh! Kalau mau ketahuan masih tidur pada
saat tamu datang, salahnya sendiri!
Anne mengeluarkan makanan dari keranjang, lalu mulai mengatur sarapan. Untung
saja mereka membeli dua botol sari jeruk sebagai cadangan. Jadi bisa disuguhkan
pada Richard. Sementara itu ketiga anak laki-laki datang. Rambut mereka masih basah sehabis
mandi. Richard melihat George yang tidur dalam kantongnya, sementara Timmy
datang menghampiri. Dari pakaian Richard, Timmy tahu bahwa di rumah anak itu ada
anjing-anjing. Karena itu ia mengendus-endus penuh minat. Richard mengusap-usap
kepala Timmy. "Siapa yang masih tidur itu?" tanyanya.
"Saudara sepupu kami." kata Anne. "Namanya George. Ia malas bangun. Yuk -
sarapan ah siap! Kalau mau, kami juga punya sari jeruk."
George mendengar suara Richard yang sedang mengobrol dengan saudara-saudaranya,
ia tercengang. Siapa itu"
George terduduk dengan mata terkejap-kejap. Rambutnya yang dipotong pendek acak-
acakan. Melihat keadaannya seperti itu. Richard sungguh-sungguh mengira George
laki-laki. Tampangnya mirip anak laki-laki - dan namanya juga George!
"Selamat pagi, George," kata Richard. "Mudah-mudahan kau tak berkeberatan jika
aku ikut sarapan dengan kalian."
"Kau siapa?" tanya George Julian dan Dick memperkenalkan teman baru mereka itu
padanya. "Rumahku sekitar lima kilometer dari sini," kata Richard. "Aku tadi bersepeda ke
mari, karena ingin berenang. He - aku lantas teringat! Sebaiknya kubawa saja
sepedaku ke mari, supaya bisa kuawasi. Sudah dua sepedaku yang hilang, karena
tak kujaga baik-baik."
Richard pergi mengambil sepedanya. Kesempatan itu dipakai oleh George untuk
cepat-cepat keluar dari kantong-tidurnya dan berganti pakaian, ia sudah kembali
lagi sebelum Richard datang, dan langsung sarapan. Richard kembali sambil
mendorong sepedanya. "Untung masih ada." katanya sambil merebahkan sepeda itu ke rumput di sisinya.
"Kalau yang ini hilang lagi, aku pasti takkan berani melaporkannya pada ayahku.
Dia galak!" "Ayahku juga galak," kata George.
"Kau pernah dipukulnya?" tanya Richard sambil memberikan sisa rotinya pada
Timmy. "Tentu saja tidak," jawab George. "Ia cuma suka marah-marah saja"
"Wah, kalau ayahku bukan marah-marah lagi," kata Richard. "Mengamuk! Dan
wataknya seperti gajah. Kalau ada yang berbuat salah terhadapnya, ia takkan
melupakannya. Pendendam! Sudah banyak sekali orang yang menjadi musuhnya.
Kadang-kadang bahkan ada yang mengancam hendak membunuhnya. Karena itu ke mana-
mana ia selalu diiringi pengawal."
"Wah, kedengarannya ramai! ", Dick agak iri - ingin juga punya ayah seperti itu!
Bukan yang galak maksudnya, tapi rasanya gagah bila bisa menceritakan tentang
pengawal ayah pada teman-teman di sekolah
."Seperti apa pengawal ayahmu itu?" tanya Anne penuh ingin tahu.
"Wah, macam-macam. Bukan cuma seorang saja! Tapi semuanya bertubuh besar dan
kekar. Potongan mereka seperti orang jahat semuanya! Dan mungkin pula mereka
memang penjahat," kata Richard. Ia senang, karena teman-teman barunya itu
tertarik pada ceritanya. "Pengawal yang bekerja padanya tahun lalu benar-benar
seram. Berbibir tebal, sedang hidungnya besaaar sekali. Kalau dilihat dari
samping, kelihatannya seperti hidung palsu. Padahal memang hidungnya begitu!"
"Astaga!" kata Anne. "Kedengarannya menyeramkan. Ia masih bekerja dengan
ayahmu?" "Tidak! Ayahku marah padanya karena ia lakukan sesuatu entah apa!" kata Richard.
"Mereka ribut bertengkar, dan setelah itu ayahku memecatnya. Untung saja - sebab
aku benci pada orang itu. Anjing-anjing sering ditendang olehnya tanpa alasan!"
"Aduh, jahatnya!" seru George ngeri.
Dengan segera Timmy dipeluknya, seolah-olah takut kalau ada yang dengan tiba-
tiba saja menendang anjing kesayangannya itu.
Julian dan Dick agak sangsi mendengar cerita Richard. Mereka merasa bahwa
Richard terlalu membesar-besarkan segalanya. Tapi mereka mendengarkan terus
kisahnya, walau dengan perasaan geli. Dan bukan dengan ngeri, seperti George dan
Anne. Kedua anak itu mengikuti kisah teman baru mereka dengan asyik.
"Di manakah ayahmu sekarang?" tanya Anne. "Adakah pengawal istimewa saat ini?"
"Dengan sendirinya! Minggu ini ia di Amerika, tapi tak lama lagi akan kembali
naik pesawat terbang dengan pengawal," kata Richard, sambil menghabiskan sari
jeruk yang masih tersisa dalam botol. "Hmm sedap! Kalian mujur, boleh melancong
sendiri naik sepeda - dan tidur semau kalian! Ibuku pasti takkan mengizinkan aku
pergi sendiri - ia selalu khawatir aku akan ditimpa bencana!"
"Mungkin ada baiknya jika kau juga dikawal seorang penjaga," kata Julian
menyindir. "Ah - aku pasti akan bisa lari dari pengawasannya," kata Richard. "Saat ini pun
sebenarnya aku punya semacam pengawal."
"Siapa" Mana dia?" kata Anne sambil celingukan memandang berkeliling. Seakan-
akan menyangka akan muncul seorang yang kasar dan berbadan besar tinggi.
"Dia sebetulnya bertugas mengajarku selama libur," kata Richard sambil
menggelitik telinga Timmy. "Namanya Lomax. Orangnya jahat sekali. Aku sebenarnya
harus lapor padanya setiap kali hendak pergi. Huhh! Aku diperlakukan seperti
anak kecil seperti Anne ini!"
Anne langsung tersinggung mendengarnya.
"Tapi aku tak perlu lapor pada siapa-siapa jika hendak pergi sendiri," katanya.
"Sebetulnya kami juga takkan diizinkan melancong sendiri, apabila tak ditemani
Timmy," kata Dick berterus terang, "Ia lebih baik daripada pengawal yang kasar,
atau guru masa libur. Aku heran, apa sebabnya kau tak memelihara anjing "
"Aku bahkan punya lima ekor," kata Richard dengan tenang.
"Siapa nama mereka ?" tanya George. Ia mulai tidak percaya.
"Eh - nanti dulu - Bunter, Biskuit, Brownie, Bones - dan - eh - Bonzo," kata
Richard sambil nyengir. "Nama-nama konyol," kata George merendahkan. "Masakan anjing diberi nama
Biskuit. Kan bukan makanan" Kau sudah sinting rupanya ya!"
"Diam!" bentak Richard dengan sekonyong-konyong. Mukanya masam. "Aku paling
tidak senang, jika dikatakan sinting!"
"Yah, tapi sekarang kau harus menerimanya," kata George menantang. "Menurut
pendapatku, orang yang memberi nama Biskuit pada anjing manis dan baik - pasti
sinting!" "Ayo, kita berkelahi kalau berani." kata! Richard sambil berdiri.
"Ayo!"Seketika itu juga George melompat bangkit Dengan cepat Julian menariknya,
sehingga terduduk kembali.
"Jangan berkelahi," katanya pada Richard "Kau, mesti malu!"
"Kenapa malu?" kata Richard marah. Mukanya merah padam. Rupanya ia menurun
ayahnya cepat marah! "Masakan berkelahi dengan anak perempuan," kata Julian mencemooh. "Atau kau
memang biasa begitu. Kalau ya - bilang saja!"
Richard melongo memandangnya. "Apa maksudmu?" tanyanya heran. "Anak perempuan"
Tentu saja aku takkan berkelahi dengan anak perempuan. Tak pantas anak laki-laki
memukul anak perempuan. Tapi yang kutantang berkelahi kan anak laki-laki! Aku
mau berkelahi dengan siapa nama anak itu" Ah ya! George!"
Richard semakin bingung ketika tiba-tiba Julian serta kedua adiknya tertawa
terpingkal-pingkal. Timmy menggonggong gonggong. Ia merasa lega, karena
pertengkaran sudah akhir. Cuma George saja yang nampak cemberut.
"Ada apa lagi sekarang?" tanya Richard curiga. "Apa yang kocak?"
"Aduh, Richard! George bukan anak laki-laki ia anak perempuan," kata Dick
menjelaskan, telah tertawanya agak reda.
"Astaga - dan aku itu bahkan sudah siap melayani tantanganmu - seperti dua
anjing kecil berebut tulang!"
Sekarang Richard kelihatan seperti orang tolol. Mulutnya ternganga lebar karena
heran dan kaget. Mukanya semakin merah, tapi sekarang karena malu. Ia memandang
ke arah George sambil tersipu-sipu.
"Kau betul-betul anak perempuan?" tanyanya, tingkah lakumu seperti laki-laki -
dan tampangmu pun mirip anak laki-laki. Maaf, George. Tapi namamu memang betul-
betul George?" "Bukan - Georgina," kata George. Kemarahannya agak reda, karena Richard telah
meminta maaf dengan caranya yang kikuk itu. Ia pun merasa senang, karena
sungguh-sungguh disangka anak laki-laki. Sedang George memang ingin sekali
menjadi anak laki-laki! "Untung saja kita tidak berkelahi tadi," kata Richard bersungguh-sungguh. "Pasti
kau akan terpelanting kena pukulanku!"
"Eh - coba saja!" tukas George. Marahnya timbul lagi. Julian mendorongnya
mundur. "Sudah, jangan bertengkar lagi!" katanya. "Mana peta kita" Kita harus menentukan
hendak ke mana hari ini - sampai seberapa jauh kita bersepeda, dan di mana
menginap nanti malam."
Untung saja George dan Richard sama-sama mau mengalah. Tak lama kemudian mereka
sudah sibuk menekuni peta. Bahkan Timmy pun ikut-ikut melihat, pura-pura
mengerti! Julian menentukan pilihan.
"Kita akan ke Hutan Middlecombe - itu tempatnya di peta! Jadi beres - kita akan
melanjutkan pelancongan."
Tapi sebetulnya bukan cuma pelancongan saja yang akan mereka alami hari itu.
BAB 5 Lima - Tambah Satu
Anak-anak sibuk membenahi tempat mereka menginap. Sampah dikuburkan ke dalam
tanah, supaya tempat itu tidak kelihatan jorok. Kantong-kantong tidur digulung,
lalu ditaruhkan kembali ke tempatnya. Sepeda-sepeda diperiksa, kalau-kalau ada
ban yang bocor. Ternyata tidak ada!
"He!" kata Richard tiba-tiba, ketika mereka sudah selesai berkemas. "Aku punya
seorang bibi, tinggalnya di arah perjalanan kalian menuju hutan itu. Jika aku
diizinkan ibuku, bolehkah aku ikut dengan kalian" Sekaligus aku bisa berkunjung
ke bibiku itu." Julian memandang Richard. Ia agak sangsi, karena betulkah Richard akan meminta
izin" Jangan-jangan cuma mengada-ada saja!
"Yah - asal jangan terlalu lama saja kau minta izin." katanya kemudian. "Tentu
saja kami takkan berkeberatan jika kau ikut. Kau bisa bersama-sama naik sepeda
dengan kami, sampai ke tempat bibimu."
"Kutanyakan saja sekarang pada ibuku." kata Richard bersemangat, lalu pergi
mengambil sepedanya. "Kita bertemu nanti di Pojok Croker. Kalian kan melihat di
mana tempat itu, ketika sedang meneliti peta tadi. Dengan begitu kita menghemat
waktu. Aku tak perlu ke mari lagi - dan tempat itu dari rumahku hampir sama
jauhnya seperti ke mari."
"Baiklah," kata Julian. "Aku masih harus menyetel rem sepedaku dulu. Pekerjaan
itu akan memakan waktu sekitar sepuluh menit. Jadi kau ada waktu untuk minta
izin dulu ke rumah. Kami akan menunggumu di sana. Begitulah, kira-kira selama
sepuluh menit kami akan menunggu di Pojok Croker. Jika kau masih belum muncul
juga, berarti tak diizinkan ikut. Katakan pada ibumu, kau akan kami antarkan
dengan selamat sampai ke tempat bibimu."
Richard ngebut pergi dengan sepedanya. Sementara itu Anne melanjutkan berbenah,
dibantu oleh George Julian menyetel remnya yang agak kendur, ditolong Dick.
Setelah kira-kira lima belas menit, mereka sudah siap berangkat lagi. Mereka
sudah merencanakan di mana akan mampir nanti untuk membeli bekal makan siang.
Walau perjalanan menuju Hutan Middlecombe lebih jauh dibandingkan dengan
perjalanan pada hari pertama, tapi mereka merasa sudah lebih mampu bersepeda
lebih jauh sedikit daripada kemarin. Timmy juga sudah ingin cepat-cepat
berangkat. Tubuhnya besar, dan ia senang jika banyak berkesempatan untuk bisa
lari-lari. "Biar kau agak langsing," kata Dick padanya. "Kami tak suka anjing gemuk. Anjing
gemuk jalannya seperti bebek, dan napasnya selalu terengah-engah."
"Dick!" tukas George tersinggung. "Timmy tak pernah gemuk!"
Saat itu barulah ia melihat bahwa Dick menatapnya sambil meringis. Anak itu
menggodanya - seperti biasa. George merasa kesal terhadap dirinya sendiri,
karena selalu marah jika Dick mengganggunya lewat Timmy. Sambil main-main,
George memukul bahu Dick.Mereka melompat ke sadel sepeda masing-masing. Timmy
sudah lari lebih dulu. Mereka memasuki sebuah jalan tanah. Di situ mereka
bersepeda dengan hati-hati, karena takut masuk ke jalur bekas roda kendaraan dan
terjatuh. Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah jalan yang lebih lebar. Tapi
bukan jalan raya. Julian serta ketiga saudaranya tak menyukai jalan raya, karena
terlalu ramai dengan kendaraan serta terlalu berdebu. Mereka lebih senang
melewati jalan yang rindang serta jalan-jalan kampung. Di jalan seperti itu,
mobil hanya sekali-sekali saja lewat.
"He, jangan sampai terlewat Pojok Croker!" kata Julian memperingatkan. "Letaknya
menurut peta di jalan ini. Terjatuh kau nanti, George. jika sepeda di jalur
bekas roda mobil." "Ya - aku juga tahu," jawab George. "Aku masuk ke mari, karena Timmy tiba-tiba
lari di depan sepedaku. Pasti sedang mengejar kelinci lagi! Awas, Timmy - jangan
sampai kau ketinggalan!"
Timmy lari dengan segan-segan di belakang rombongan sepeda. Memang senang jika
bisa berlari-lari terus, tapi hal itu juga berarti ia tak sempat mencium-cium ke
sana dan ke mari. Sayang bau yang bermacam-macam itu disia-siakan dengan begitu saja, pikir Timmy.
Mereka lebih cepat tiba di Pojok Croker daripada perkiraan semula. Nama tempat
itu tertera pada sebuah papan penunjuk jalan. Dan Richard ternyata sudah lebih
dulu ada di situ, duduk di atas sepedanya sambil bersandar ke tiang papan
penunjuk jalan itu. Ia memandang ke arah mereka dengan wajah berseri-seri.
"Cepat sekali kau pulang ke rumah, lalu datang ke mari." kata Julian. "Apa kata
ibumu?" "Ia sama sekali tak keberatan, asal pergi bersama kalian," kata Richard. "Aku
boleh menginap semalam di rumah bibi, katanya."
"Tapi kau tak membawa perlengkapan untuk menginap?" tanya Dick.
"Di rumah bibiku sudah ada," kata Richard menjelaskan. "Horee! Asyik, bisa
bepergian sendiri dengan kalian - tanpa diganggu Pak Lomax, disuruh ini dan itu.
Yuk, kita berangkat!"
Mereka pun berangkat bersama-sama. Berulang kali Richard mencoba bersepeda tiga
sejajar. Dan tiap kali pula Julian melarang. Katanya, peraturan lalu lintas tak
mengizinkan orang naik sepeda tiga-tiga.


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Masa bodoh!" seru Richard, yang kelihatannya gembira sekali. "Lagipula, siapa
yang mau melarang kita di sini?"
"Aku yang melarang," tukas Julian. Seketika itu juga Richard tidak nyengir lagi.
Kalau perlu, Julian bisa bersikap garang. Dick mengedipkan mata ke arah George,
yang membalas dengan kedipan mata pula. Mereka menarik kesimpulan. Richard anak
yang manja dan mau menang sendiri. Tapi takkan mungkin, jika harus berhadapan
dengan Julian! Sekitar pukul sebelas mereka berhenti sebentar di suatu desa, untuk membeli
eskrim dan minuman. Richard kelihatannya banyak membawa uang. Ia berkeras
membelikan eskrim untuk semuanya. Bahkan Timmy pun ikut kebagian! Mereka juga
membeli bekal untuk makan siang. Roti segar, mentega produksi pertanian tempat,
keju segar, daun selada, lobak merah dan bawang. Ketika Richard melihat kue tar
coklat di sebuah toko kue yang mahal, dengan segera dibelinya sebuah.
"Astaga - itu kan mahal sekali harganya," kata Anne. "Lebih baik kita potong
menjadi dua bagian supaya bisa dibawa oleh dua orang. Kalau dibawa satu orang
terlalu besar kuenya,"
Timmy menggonggong, untuk menyatakan bahwa ia pun bersedia membawakan.
"Ah - kalau kau yang membawanya, pasti habis dalam sekejap mata," kata Anne.
Kemudian mereka meneruskan perjalanan. Sekarang memasuki daerah pedalaman yang
sebenarnya. Hanya sekali-sekali saja mereka melewati sebuah desa. Di sana sini
nampak tempat-tempat pertanian di lereng bukit, dengan ternak sapi. biri-biri
dan ayam. Suasana di daerah itu tenang dan damai. Matahari bersinar cerah di
langit yang biru. Awan-awan kecil bergumpal-gumpal seperti kapas.
"Wah, asyik!" kata Richard senang. "Timmy rupanya tidak kenal capek, ya" Padahal
napasnya sudah terengah-engah."
"Betul!" kata Julian. "Kita harus mencari tempat mampir, untuk makan siang.
Sepagi ini sudah jauh juga kita bersepeda. Tentu saja, karena kita sering
menurun terus. Siang ini mungkin kita akan lebih lambat, karena mulai memasuki
daerah berbukit-bukit."
Mereka menemukan tempat yang enak untuk berpiknik. Tempat itu di tepi semak yang
merupakan pagar alam. Di depan mereka terbentang sebuah lembah kecil, yang
letaknya agak di bawah lereng. Mereka duduk di tempat yang disinari matahari.Di
sekitar mereka, sekawan biri-biri sedang merumput. Binatang itu yang muda-muda
rupanya sangat ingin tahu. Seekor di antaranya menghampiri Anne, lalu mengembik.
"Mau roti?" tanya Anne, sambil menyodorkan sepotong.
Timmy memandang dengan jengkel. Bayangkan - memberi makan pada binatang-binatang
konyol itu! Timmy menggeram, tapi cepat-cepat disuruh diam oleh George.Tak lama
kemudian banyak anak biri-biri mengelilingi mereka. Mereka sama sekali tidak
takut. Seekor di antaranya bahkan mencoba menaikkan kaki depannya ke bahu
George! Perbuatannya itu dianggap Timmy sudah keterlaluan! Tiba-tiba ia
menggeram dengan galak, sehingga semua anak biri-biri itu lari ke segala
penjuru. "Kau tak boleh cemburu. Tim!" kata George. "Nih, kuberi sepotong roti.
Tenanglah! Kalau biri-biri itu takut, mereka takkan mau datang lagi."
Anak-anak makan dan minum sepuas mereka. Matahari panas sekali. Tak lama lagi
kulit mereka pasti akan sudah coklat terbakar matahari - padahal sekarang baru
bulan April. Benar-benar hebat! Sambil melamun, Julian membayangkan betapa mujur
nasib mereka. Cuaca begitu cerah! Bayangkan, jika harus naik sepeda di tengah
hujan lebat.Anak-anak tidur-tiduran lagi setelah makan siang. Richard juga ikut
terlelap. Anak-anak domba datang mendekat, sambil meloncat-loncat. Seekor
meloncat ke atas tubuh Julian yang sedang tidur. Tentu saja Julian kaget dan
bangun. "Timmy!" serunya marah. "Jika sekali lagi kau meloncati diriku seperti tadi,
akan ku....." Tapi ternyata yang bersalah bukan Timmy, tapi seekor anak domba! Julian tertawa
sendiri. Selama beberapa menit berikutnya ia duduk sambil memperhatikan anak-
anak domba itu bermain-main di lapangan. Setelah itu ia tidur lagi.
"Masih jauhkah rumah bibimu?" tanya Julian pada Richard, ketika mereka sudah
duduk lagi di atas sadel sepeda masing-masing untuk melanjutkan perjalanan.
"Jika kita sudah dekat dengan Great Giddings, berarti sudah hampir sampai," kata
Richard. Ia bersepeda lepas tangan. Sebagai akibatnya, nyaris saja terjerumus ke
dalam parit. "Tapi tadi tak kulihat di peta." Julian berusaha mengingat-ingat. "Ya - sekitar
saat minum teh, kita akan sampai di tempat itu. Katakanlah, sekitar pukul lima
sore. Kalau kau mau, kami bisa meninggalkanmu di tempat bibimu, untuk minum teh
di sana." "Wah. lebih baik tidak," kata Richard cepat-cepat. "Aku lebih senang jika terus
melancong dengan kalian. Mungkin saja aku boleh! Bagaimana jika kau saja yang
menelepon ibuku." "Konyol," kata Julian. "Kau bisa saja minum teh bersama kami - tapi setelah itu
akan kami tinggal di rumah bibimu. Seperti yang sudah kita sepakatkan! Itu sudah
pasti!" Mereka sampai di Great Giddings, pukul lima lewat sepuluh menit. Great Giddings
merupakan sebuah desa. Walau awal namanya 'Great' - yang berarti besar, tapi
desa itu kecil. Di tempat itu ada sebuah restoran kecil, yang menghidangkan kue-
kue dan selai bikinan sendiri. Mereka mampir di situ untuk minum teh. Orang
Inggris paling suka minum teh. Minum teh pukul lima sore sudah merupakan tradisi
bagi mereka. Bahkan restoran-restoran di tempat-tempat kecil pun. umumnya
disebut Tea-House' atau Tea Place'. Jadi Tempat Minum Teh' - walau sebetulnya di
samping minum teh banyak sekali mereka makan roti dan kue-kue. Namun teh tetap
diutamakan! Wanita yang mengurus restoran kecil itu berbadan gemuk dan ramah sekali, ia suka
pada anak-anak. Ia sudah memperkirakan bahwa tak banyak untungnya menyajikan teh
pada lima anak remaja yang kelihatannya sehat-sehat. Tapi hal itu tak menjadi
soal baginya! Wanita itu mulai sibuk memotong-motong roti yang kemudian
dilapisinya tebal-tebal dengan mentega. Lalu diberi selai aprikot dan macam-
macam selai buah-buahan.Wanita itu kenal baik dengan Richard. Sudah beberapa
kali Richard ke situ bersama bibinya.
"Kau rupanya akan menginap malam ini di rumah bibimu?" tanya wanita itu pada
Richard. Anak itu hanya bisa menganggukkan kepala, karena mulutnya penuh roti
Benar-benar sedap hidangan yang disajikan bersama teh sore itu. Menurut perasaan
Anne. ia takkan mampu lagi akan malam itu! Bahkan Timmy pun kelihatannya betul-
betul kenyang. "Kurasa kami harus membayar lipat dua, untuk hidangan yang begini enak," kata
Julian. Tapi wanita pemilik restoran kecil itu tak mau menerima pembayaran yang
berlebihan, ia sudah senang jika bisa melihat anak-anak menikmati kuenya. Tak
perlu dibayar dobel pula!
"Orang-orang ada juga yang sangat baik dan pemurah," kata Anne, ketika mereka
sudah melanjutkan perjalanan lagi. "Aku selalu senang jika berjumpa dengan orang
seperti itu. Mudah-mudahan jika sudah besar nanti, aku juga akan seperti itu!"
"Jika kau benar begitu nanti, aku dan Julian akan terus tinggal di rumahmu. Tak
mau kawin!" kata Dick dengan segera. Anak-anak tertawa.
"Sekarang kita ke rumah bibi Richard," kata Julian.
"Di mana letaknya?"Itu - yang di sana," kata Richard, lalu menuju pintu
pekarangan rumah yang ditunjuknya. "Nah, terima kasih - karena sudah menemani
aku sampai di sini! Moga-moga kita lekas berjumpa lagi. Dan kurasa hal itu akan
terjadi. Selamat jalan!"
Richard masuk ke dalam pekarangan, dan menghilang dari penglihatan Julian serta
ketiga saudaranya. "Eh - dengan begitu saja ia berpisah dari kita!" kata George tercengang. "Anak
itu aneh!" BAB 6 Kejadian-kejadian Aneh
Semuanya merasa agak aneh melihat Richard dengan tiba-tiba saja menghilang,
setelah mengucapkan selamat jalan secara sambil lalu. Julian bertanya-tanya,
apakah dia tidak perlu mengantarkan anak itu sampai ke depan pintu rumah
bibinya. "Ah, jangan konyol," kata Dick mengejek abangnya itu. "Menurut perasaanmu, apa
sih yang bisa terjadi padanya antara pintu pekarangan sampai ke pintu rumah"!"
"Tentu saja takkan terjadi apa-apa. Tapi soalnya aku agak curiga pada anak itu,"
kata Julian. Aku tak begitu yakin ia telah minta izin pada ibunya agar boleh
ikut dengan kita." "Perasaanku juga begitu," kata Anne. "Tadi pagi - begitu cepat ia sudah sampai
di Pojok Croker. Padahal jalan pulang ke rumahnya tak begitu dekat! Lagipula, ia
masih harus mencari Ibunya, lalu minta izin dan sebagainya."
"Betul. Aku kepingin rasanya datang sekarang ke rumah bibinya itu, untuk melihat
apakah kedatangan Richard sudah ditunggu olehnya," kata Julian.
Tapi ia tak jadi ke sana. Konyol rasanya jika ternyata semuanya beres. Nanti
dikira ia ingin diundang.Setelah berunding selama beberapa menit, akhirnya
mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan saja. Mereka ingin cepat-cepat
sampai di Hutan Middlecombe, karena dari Great Giddings ke situ tak ada desa
lagi. Jadi mereka harus segera sampai ke sana, lalu mencari tempat pertanian di
dekat-dekat hutan, di mana mereka bisa membeli makanan untuk malam itu dan besok
paginya. Mereka tak bisa berbelanja lagi di Great Giddings, karena toko-toko
hari itu kebetulan siang-siang sudah tutup. Dan mereka juga merasa tidak enak,
jika meminta pada wanita pemilik restoran agar mau menjual makanan pada mereka.
Waktu makan sore saja, mereka merasa telah terlalu banyak diberi!
Mereka sampai di Hutan Middlecombe dan menemukan tempat yang cocok untuk
bermalam. Letak tempat itu dalam sebuah lembah kecil yang penuh dengan bunga-
bungaan. Tempat itu tersembunyi, tak mudah dilihat orang. Dan orang-orang
gelandangan pun rasanya takkan kenal pada tempat yang begitu terpencil.
"Di sini enak," kata Anne. "Letaknya jauh dari mana-mana. Sekarang moga-moga
saja kita bisa menemukan pertanian yang mau menjual makanan pada kita. Saat ini
aku tak merasa lapar, tapi nanti pasti!"
"He! Kurasa ban belakangku bocor." kata Dick sambil menoleh ke bawah. "Tapi
rupanya lubangnya kecil, jadi takkan kempis dengan segera. Tapi walau begitu
lebih baik aku tidak ikut saja mencari tempat pertanian. Kutambal saja banku
dulu!" "Baiklah," kata Julian. "Dan Anne juga tak perlu ikut. Ia kelihatannya agak
capek. Aku saja yang pergi mencari, bersama George. Kami akan berjalan kaki,
karena lebih mudah merintis hutan. Kami akan pergi selama sekitar satu jam. Tapi
jangan khawatir, karena Timmy pasti akan tahu jalan pulang ke mari. Kami takkan
tersesat nanti!" Kemudian Julian dan George berangkat berjalan kaki, diikuti oleh Timmy. Anjing
itu juga sudah capek sebenarnya. Tapi biar bagaimana, ia pasti tak mau ditinggal
bersama Anne dan Dick. Tuannya George - dan ke mana George pergi, ia harus
ikuti. Kecuali jika George melarang.
Anne selalu berhati-hati. Disembunyikannya sepedanya ke dalam semak-semak. Siapa
tahu ada gelandangan yang mengintip, siap untuk mengambil barang-barang yang
ditinggal secara sembarangan! Kalau Timmy ada di situ takkan menjadi soal,
karena anjing itu pasti akan menggeram-geram jika ada orang lain berani
mendekat. Dick mengatakan bahwa ia akan menambal bannya yang bocor, karena
lubangnya sudah ditemukan. Rupanya tertusuk paku kecil.
Anne duduk di sebelahnya sambil memperhatikan abangnya itu bekerja. Senang
rasanya, bisa istirahat sebentar, ia ingin tahu apakah Julian dan George saat
itu sudah berhasil menemukan pertanian atau belum.Dick sibuk menambal ban.
Setelah kira-kira setengah jam, mereka mendengar sesuatu.
Dick mendongak, lalu mendengarkan dengan lebih seksama.
"Kau mendengarnya juga?" tanyanya pada Anne. Adiknya itu mengangguk. "Ya - ada
orang berseru-seru! Ada apa ya?"
Mereka pun mendengarkan lagi. Sekarang terdengar jelas seseorang berteriak-
teriak. "Tolong! Julian! Di manakah kalian" Tolong!"
Dick dan Anne cepat-cepat bangkit. Siapakah itu, yang memanggil-manggil nama
Julian dan meminta tolong" Mereka merasa pasti, itu bukan suara George.
Sementara itu teriakan-teriakan itu semakin nyaring, berubah menjadi jeritan
seseorang yang sangat ketakutan.
"JULIAN! DICK!"
"He! Kedengarannya seperti Richard," kata Dick. Ia tercengang mendengarnya.
"Kenapa ia berteriak-teriak" Apakah yang terjadi dengannya?"
Anne pucat pasi. Ia paling tidak suka. jika tiba-tiba terjadi hal-hal serupa
itu."Apakah sebaiknya kita mencarinya saja?" tanyanya.
Tak jauh dari mereka terdengar bunyi menggeresek. Seperti ada orang lari
merintis semak belukar. Tempat di sela-sela pohon agak gelap sehingga pada
mulanya Dick dan Anne tak bisa melihat apa-apa.
Dick berseru kuat-kuat."He - kaukah yang di situ, Richard" Kami ada di sini!"
Bunyi menggeresek menjadi semakin nyaring.
"Aku datang!" jerit Richard. "Tunggu, aku datang!"
Dick dan Anne menunggu. Tak lama kemudian nampak Richard datang menghampiri.
Anak itu sempoyongan, bergegas secepat mungkin di sela pepohonan.
"Kami ada di sini," seru Dick. "Ada apa?"
Richard berjalan terhuyung-huyung. Kelihatannya seperti sangat ketakutan.
"Aku dikejar mereka." katanya terengah-engah. "Kalian harus menyelamatkan
diriku. Mana Timmy" Suruh dia menggigit mereka!"
"Kau dikejar siapa?" tanya Dick heran."Mana Timmy" Mana Julian?" tanya Richard
setengah menangis, sementara ia celingukan memandang berkeliling.
"Mereka mencari pertanian, untuk membeli makanan," kata Dick. "Sebentar lagi
pasti datang. Ada apa sebetulnya" Kau sinting ya" Tampangmu acak-acakan."
Richard tak mempedulikan pertanyaan Dick yang datang bertubi-tubi itu."Ke mana
Julian" Aku perlu bantuan Timmy! Katakan ke arah mana mereka pergi. Aku tak bisa
diam saja di sini. Nanti akan tertangkap mereka!"
"Ke arah sana mereka pergi," kata Dick sambil menunjuk ke jalan kecil yang tadi
dilewati Julian bersama George. "Masih nampak bekas tapak kaki mereka, Richard.
Sebetulnya ada....?"
Tapi Richard sudah pergi lagi. Anak itu lari tunggang-langgang di jalan yang
baru saja ditunjukkan oleh Dick.
Ia lari sambil berteriak sekuat tenaga."Juliaaan! Timmyyy!"
Anne dan Dick berpandang pandangan. Mereka benar-benar bingung. Ada apa dengan
Richard" Kenapa tidak berada di rumah bibinya" Jangan-jangan anak itu tidak
waras otaknya! "Tak ada gunanya menyusul dia," kata Dick. "Nanti cuma akan tersesat saja, dan
tidak bisa kembali lagi ke mari - lalu mereka mencari kita sehingga ikut pula
tersesat! Kenapa sebetulnya Richard?"
"Tak henti-hentinya ia mengatakan dikejar orang - ia dikejar mereka," kata Anne.
"Rupanya anak itu sinting!"
Dick menyebut kata-kata lain. tapi artinya semua sama: ia menganggap Richard
tidak beres otaknya!"
Pasti Julian dan George akan sangat kaget, jika tiba-tiba bertemu dengan Richard
- itu pun kalau bertemu! Kurasa ia takkan bisa berjumpa dengan mereka!"
"Aku naik saja ke atas pohon ini," kata Anne. "Dari atas akan kulihat, apakah
bisa nampak Richard atau Julian dan George. Pohon ini tinggi, dan mudah
dipanjat. Kauselesaikan saja pekerjaanmu dulu. Aku ingin tahu, apa yang terjadi
dengan Richard sekarang."
Dick kembali sibuk menambal. Tapi ia masih tetap bingung. Sementara itu Anne
melaksanakan niatnya, memanjat pohon, ia pandai memanjat, dan tak lama kemudian
sudah sampai di puncak. Di situ ia lantas memandang berkeliling. Di satu sisi
ada ladang yang luas sekali, sedang di sisi yang satu lagi terbentang hutan.
Anne memandang ke arah ladang yang sudah mulai gelap, ia mencari-cari, kalau-
kalau melihat ada pertanian di dekat-dekat situ. Tapi ia tak melihat apa-apa.
Dick baru saja selesai menambal bannya yang bocor, ketika terdengar olehnya
bunyi yang ganjil lagi dari arah hutan. Mungkinkah Richard yang sinting itu
datang kembali" Didengarkannya bunyi tak dikenal itu yang makin lama makin
dekat. Bukan bunyi bergeresek, seperti ketika Richard merintis semak. Kedengarannya
seperti ada orang-orang mendekat sambil menyelinap. Dick mulai waswas. Siapakah
yang mendekat itu" Atau apakah yang sedang menghampiri tempatnya" Mungkin
binatang buas atau mungkin pula cuma sepasang luak" Dick semakin menajamkan
telinga.Setelah itu sunyi, tak terdengar apa-apa lagi. Tak ada lagi bunyi daun
tergeser pelan. Mungkinkah yang didengarnya tadi cuma khayalan belaka"
Dick mulai merasa seram, ia ingin sekali Anne dan yang lain-lainnya ada di
dekatnya saat itu. Tak enak rasanya seorang diri dalam hutan yang mulai gelap.
Menunggu - tapi tak tahu apa yang ditunggu.
Akhirnya Dick berpendapat bahwa yang didengarnya tadi cuma khayalannya belaka,
ia mengutik-ngutik lampu sepeda yang terpasang pada batang kemudi. Menurut
perasaannya, jika lampu itu dinyalakan, maka pasti pikirannya yang bukan-bukan
akan lenyap dengan sendirinya! Sesaat kemudian lampu sepedanya sudah menyala
cahayanya yang redup agak menerangi lembah yang kecil di situ.
Baru saja Dick hendak memanggil Anne dan menyuruhnya turun, ketika terdengar
kembali bunyi yang tadi. Sekali ini ia merasa pasti tidak salah dengar.
Tiba-tiba cahaya terang-benderang menyorot dari arah pepohonan, dan menerangi
Dick. Anak itu terkejap-kejap karena silau.


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah! Di situ kau rupanya. Setan kecil!" Terdengar suara kasar seorang laki-laki,
disusul langkah orang memasuki lembah. Orang itu tidak datang sendiri. Ada orang
lain menyertainya. "Apa maksud Anda?" tanya Dick tercengang, ia tak bisa melihat orang-orang yang
datang, karena matanya masih tetap silau kena cahaya lampu yang disorotkan ke
arahnya. "Jauh sekali kami mengejarmu, dan kami sudah mengira kau pasti tak berhasil lagi
kami tangkap. Tapi akhirnya kena juga!" kata orang yang pertama tadi.
"Aku masih tetap tak mengerti," kata Dick. Diberanikannya diri bertanya. "Siapa
kalian?" "Kau tahu siapa kami." kata suara dalam gelap itu. "Bukankah kau tadi langsung
lari sambil menjerit-jerit, begitu melihat Rooky" Ia mengejarmu ke arah lain,
sedang kami ke mari - dan ternyata kami yang berhasil menangkapmu. Ayo, sekarang
ikut dengan kami." Kata-kata orang itu menjelaskan sesuatu pada Dick. Rupanya Richard yang mereka
kejar, karena alasan yang tak diketahui. Dan kini - ia disangka Richard!
"Bukan aku anak yang kalian cari," katanya lagi "Kalau berani menjamahku, kalian
akan pengalami kesulitan nanti!"
"Kalau begitu, siapa namamu?" tanya laki-laki yang pertama.
Dick menyebutkan namanya.
"Oh, jadi namamu Dick! Bukankah Dick singkatan dari Richard" Kami takkan bisa
kautipu dengan siasat seperti itu," kata orang itu lagi. "Kau memang Richard
yang kami cari! Namamu kan Richard Kent"!"
"Aku bukan Richard Kent!" seru Dick. ketika dirasanya tangan laki-laki itu
sekonyong-konyong mencengkeram lengannya. "Lepaskan aku. Awas - tunggu saja
sampai kulaporkan pada polisi!"
"Mereka takkan mengetahui peristiwa ini," kata laki-laki itu. "Sekarang ikut
dengan kami - dan jangan berani memberontak atau berteriak. Nanti kau menyesal.
Kalau kita sudah sampai di Owl's Dene nanti, baru kau tahu!"
Sementara itu Anne masih tetap berada di atas pohon, ia tak berani bersuara atau
bergerak, karena sangat ketakutan, ia berusaha memanggil Dick, tapi lidahnya
seperti kaku rasanya, ia hanya bisa melihat saja betapa abangnya diseret oleh
kedua laki-laki kasar. Nyaris saja ia terjatuh dari pohon karena ketakutan.
Didengarnya Dick berteriak dan menjerit-jerit ketika diseret pergi. Masih lama
terdengar olehnya bunyi semak-semak diterobos.Anne menangis, ia tak berani
turun, karena tubuhnya gemetar ketakutan, ia takut terjatuh.
Ia terpaksa menunggu sampat George dan Julian datang kembali. Tapi bagaimana
jika mereka tidak muncul-muncul" Bagaimana jika mereka pun tertangkap" Ia akan
sendirian di atas pohon, sepanjang malam. Anne menangis tersedu-sedu. sementara
kedua belah tangannya berpegangan kuat-kuat ke batang pohon. Bintang-bintang
mulai bermunculan di langit. Dilihatnya lagi bintang yang bukan bintang, seperti
kata Julian pada George.Kemudian didengarnya suara orang berjalan sambil
bercakap-cakap. Anne terpaku di atas pohon. Siapakah yang datang sekarang"
Mudah-mudahan saja Julian, George dan Timmy! Mudah-mudahan saja mereka yang
datang! BAB 7 Cerita Richard Yang Aneh
Julian dan George berhasil menemukan suatu tempat pertanian. Tempat itu letaknya
tersembunyi dalam sebuah lembah. Ketika mereka mendekat, dengan segera tiga ekor
anjing penjaga ribut menggonggong. Timmy mulai menggeram, sedang bulu tengkuknya
berdiri tegak. George buru-buru memegang kalung lehernya.
"Aku tak mau lebih dekat lagi karena ada Timmy." katanya. "Aku tak mau jika
Timmy diserang tiga ekor anjing sekaligus."
Karena itu Julian sendirian menuju ke rumah petani. Anjing-anjing yang tiga ekor
itu begitu ribut menggonggong, dan kelihatannya galak-galak. Julian berhenti di
pekarangan, ia sebetulnya tidak takut anjing. Tapi ketiga ekor anjing itu
tampangnya galak sekali. Apalagi seekor anjing campuran yang bertubuh besar.
Anjing itu menggeram sambil menunjukkan taring dengan sikap mengancam.
Kemudian terdengar suara seorang laki-laki berseru padanya."Ayo pergi! Kami tak
mau orang asing datang ke mari. Kalau ada yang datang, selalu kami kemudian
kehilangan telur dan ayam!"
"Selamat sore," sapa Julian dengan sopan. "Kami empat anak remaja yang menginap
malam ini dalam hutan yang sebelah sana. Bolehkah kami membeli makanan" Aku
bersedia membayar dengan harga tinggi."
Orang yang berseru tadi menarik kepalanya yang terjulur ke luar di jendela.
Nampaknya ia berbicara sebentar dengan seseorang yang ada d dalam. Setelah itu
kepalanya terjulur ke luar lagi.
"Kan sudah kukatakan tadi, kami di sini tak suka pada orang asing! Kami hanya
punya roti dan mentega biasa. Kami juga bisa memberi telur rebus keras, susu
serta sedikit daging asap. Cuma itu saja yang ada di sini!"
"Itu juga sudah cukup," kata Julian dengan riang. "Justru itu yang kami sukai.
Bolehkah aku masuk untuk mengambilnya?"
"Silakan, kalau ingin disambar anjing-anjing itu," kata orang itu lagi. "Tunggu
saja di situ. Kalau telur sudah matang, akan kuantar ke situ!"
"Sialan." kata Julian sambil berjalan kembali ke tempat George menunggu. "Artinya kita harus nganggur dulu di sini. Orang itu tidak enak sekali sikapnya!
Tempat ini tidak menyenangkan, ya?"
George sependapat dengan saudara sepupunya Memang pertanian itu nampak tak
terurus. Lumbungnya sudah reyot, di sana sini nampak mesin-mesin yang sudah
berkarat di tengah rumput yang tumbuh menyemak. Ketiga ekor anjing penjaga masih
terus ribut menggonggong-gonggong. Tapi ketiga-tiganya tidak mau mendekat.
George memegang kalung leher Timmy erat-erat. Bulu tengkuknya berdiri semua!
"Sepi benar tempat ini," kata Julian. "Tak ada rumah lain di dekat sini
kelihatannya! Telepon juga tidak ada. Aku ingin tahu apa yang dilakukan apabila
ada orang di sini tiba-tiba jatuh sakit atau mengalami kecelakaan, dan
memerlukan pertolongan dengan segera."
"Mudah-mudahan mereka cepat selesai menyiapkan pesanan kita," kata George. Ia
sudah tidak sabar lagi. "Sebentar lagi sudah gelap. Aku juga sudah sangat
lapar." Akhirnya keluar juga seseorang dari rumah petani yang nampak jorok itu. Orangnya
sudah tua. bungkuk dan berjanggut. Rambutnya acak-acakan. Nampak jelas bahwa
jalannya pincang. Tampangnya jelek dan menyeramkan. Julian langsung tak suka
pada orang itu, begitu pula George.
"Ini bekal makanan yang kalian pesan," katanya, sambil menyuruh pergi ketiga
anjing yang ikut di belakangnya.
"Ayo pergi!" bentaknya sambil menendang anjing yang paling dekat.
Anjing itu terkaing-kaing kesakitan.
"Jangan ditendang," kata George. "Kan sakit?"
"Dia anjingku, tahu!" kata orang itu marah "Jangan ikut campur!"
Ditendangnya seekor anjing lagi, sambil memandang George dengan cemberut.
"Bagaimana dengan makanan kami?" kata Julian. Tangannya diulurkan ke depan, ia
sudah ingin cepat-cepat pergi, sebelum terjadi perkelahian antara Timmy melawan
ketiga anjing itu. "Ajak Timmy mundur sedikit. George Anjing-anjing itu gelisah
karenanya." "Justru anjing-anjing itu yang menyebabkan Timmy gelisah." tukas George.
Ditariknya Timmy mundur sedikit. Timmy berdiri tegak sambil menggeram-geram
dengan galak.Julian mengambil makanan yang dibungkus asal jadi dalam kertas yang
nampak sudah bekas dipakai.
"Terima kasih." katanya. "Berapa yang harus kubayar?"
"Lima pound," kata orang itu. Julian kaget.
"Ah - yang benar," tukas Julian. Diliriknya makanan yang ada di tangannya. "Aku
mau membayar dua puluh lima pence untuk ini - dan itu pun sudah terlalu mahal.
Daging asapnya sedikit sekali!"
"Kukatakan tadi lima pound," ulang orang itu dengan masam. Julian menatapnya.
"Orang gila rupanya," pikir Julian. Disodorkannya bungkus kumal itu kembali.
"Ini, ambil saja lagi," katanya. "Aku tak mau membayar lima pound untuk membeli
makan. Paling banyak dua puluh lima pence yang bisa kuberikan. Nah, kalau begitu
lebih baik tidak jadi saja! Selamat malam!"
Orang itu menolak bungkusan yang disodorkan oleh Julian, sementara tangannya
yang satu lagi tetap terulur ke depan. Julian merogoh kantongnya, mengambil uang
dua puluh lima pence. Diletakkannya ke tangan orang itu. Ia merasa heran, apa
sebabnya orang itu tadi meminta pembayaran yang gila-gilaan. Orang itu
mengantongi uang yang diberikan.
"Sekarang enyahlah dari sini," katanya tiba-tiba dengan suara menggeram. "Kami
tidak suka jika ada orang asing ke mari, mencuri makanan. Kalau berani datang
lagi, akan kusuruh anjing-anjingku mengejarmu!"
Julian berpaling, ia hendak cepat-cepat pergi, karena khawatir pak tua yang aneh
itu benar-benar akan menyuruh anjing-anjingnya menyerang. Orang itu berdiri
dalam remang-remang, ia berteriak-teriak, mengata-ngatai Julian dan George yang
pergi meninggalkan pekarangan tempat pertanian.
"Kita jangan ke situ lagi!" kata George marah. "Orang itu benar-benar sudah
gila!" "Betul! Dan aku juga tak suka makanan ini," kata Julian. "Tapi cuma ini saja
yang ada malam ini!"
Mereka berjalan di belakang Timmy, merintis hutan. Lega rasanya ditemani anjing
itu. Sebab kalau tidak, bisa saja mereka tersesat. Tapi Timmy tahu jalan. Jika
sudah sekali melewati jalan tertentu, Timmy pasti bisa mengenalinya kembali. Ia
berlari-lari sambil sekali-sekali mencium-cium. Kadang-kadang ia menunggu anak-
anak menyusul. Tiba-tiba anjing itu terpaku, lalu menggeram pelan. Dengan segera George
memegang kalung lehernya. Rupanya ada orang datang.Ternyata memang ada - yaitu
Richard! Anak itu masih terus mencari mereka sambil menjerit dan berteriak-
teriak. Dan suaranya itulah yang tertangkap kuping Timmy yang tajam. Tak lama
kemudian terdengar juga oleh Julian dan George. yang masih berdiri sambil
menunggu apa yang datang.
"Julian! Di manakah kamu" Mana Timmy" Timmy - aku dikejar mereka! Aku dikejar
orang!" "He! Itu kan suara Richard," kata Julian kaget. "Apa yang diperbuatnya di sini"
- dan berteriak-teriak lagi! Yuk - kita harus memeriksanya. Pasti ada sesuatu
yang terjadi. Mudah-mudahan saja Dick dan Anne tidak apa-apa."
Keduanya lari secepat mungkin. Tak lama kemudian berjumpa dengan Richard. Anak
itu sudah tidak berteriak-teriak lagi. Ia terhuyung-huyung, setengah menangis.
"Ada apa, Richard?" seru Julian.
Richard lari menghampiri lalu memeluknya. Timmy tidak mendekat. Anjing itu hanya
bisa tertegun karena kaget. George juga memandang dengan bingung. Apa sebetulnya
yang terjadi" "Julian! Aduh, aku takut setengah mati." kata Richard terengah-engah, sambil
memegang lengan Julian erat-erat.
"Jangan panik," kata Julian. Suaranya tenang, sehingga berpengaruh terhadap
Richard. "Pasti kau cuma ribut tanpa alasan. Ada kejadian apa" Mungkinkah bibimu
ternyata tak ada di rumah dan karenanya lantas terbirit-birit mencari kami?"
"Bibiku pergi," kata Richard. Suaranya sudah lebih tenang.
"Dia....?"Pergi?" Julian kaget. "Tidakkah ibumu mengetahui hal itu ketika
mengatakan bahwa kau boleh...."
"Aku sama sekali tak minta izin pada ibuku." kata Richard. "Aku tak pulang ke
rumah, seperti sangkaan kalian. Aku langsung saja naik sepeda ke Pojok Croker,
dan menunggu kalian di situ. Soalnya aku ingin ikut kalian dan aku tahu ibuku
pasti takkan mengizinkan."
Dengan seenaknya saja Richard mengatakan hal itu. Julian kesal sekali!
"Tak tahu malu," katanya. "Seenaknya saja membohongi kami!"
"Tapi aku tidak tahu bibiku pergi," kata Richard. Sikap sembrononya lenyap
dengan seketika, sewaktu mendengar Julian jengkel. "Kukira ia ada di rumah -
maksudku hendak meminta agar ia menelepon ibuku, untuk mengatakan bahwa aku ikut
melancong dengan kalian. Aku berniat menyusul - lalu...."
"Lalu mengatakan pada kami bahwa bibimu terpaksa pergi, dan karenanya bolehkah
kau ikut dengan kami?" kata Julian menebak kata-kata yang hendak diucapkan
Richard. Suaranya masih tetap jengkel. "Niatmu itu licik dan konyol! Aku pasti
akan menyuruhmu kembali dengan segera. Seharusnya kau juga sudah mengetahuinya."
"Ya, aku tahu! Tapi mungkin saja aku boleh berkemah semalam bersama kalian,"
kata Richard dengan suara lirih. "Aku -belum pernah berkemah. Aku...."
"Sekarang yang ingin kuketahui, kau sebetulnya takut apa sehingga lari terbirit-
birit sambil teriak-teriak dan menangis," tanya Julian tak sabar.
"Aduh, seram - Julian," kata Richard. Dipeganginya lagi lengan Julian erat-erat.
"Aku - aku tadi keluar lagi dari pekarangan rumah bibi - dan baru saja masuk ke
jalan besar menuju Hutan Middlecombe, ketika berpapasan dengan sebuah mobil. Dan
kulihat orang yang duduk dalam mobil!"
"Siapa dia?" tanya Julian. Ia sudah jengkel sekali, ingin rasanya mengguncang-
guncang anak itu. "Dia - dia Rooky!" kata Richard dengan suara gemetar.
"Siapa itu?" tanya Julian lagi.
George mendecakkan lidah, karena tak sabar. Tidak bisakah Richard bercerita
dengan baik" "Kalian tak ingat lagi pada orang itu" Kan sudah pernah kuceritakan mengenainya.
Dialah orang berbibir tebal dan berhidung gede. yang menjadi pengawal ayahku
tahun lalu. tapi kemudian dipecat," kata Richard. "Sejak itu ia bersumpah akan
membalas dendam terhadap ayahku - dan juga terhadap diriku, karena aku sering
mengadukannya pada Ayah sehingga ia dipecat. Karena itulah aku ketakutan, ketika
melihatnya dalam mobil!"
"O, begitu," kata Julian. Sekarang ia mulai mengerti. "Apa yang terjadi sesudah
itu?" "Aku dikenali oleh Rooky. Dengan cepat mobil diputarnya, lalu aku dikejar," kata
Richard. Ia mulai gemetar lagi, ketika teringat pada saat-saat seram itu.
"Kukayuh sepedaku sekuat tenaga. Begitu sampai di Hutan Middlecombe aku langsung
merintis jalan hutan, dengan harapan mobil itu tak bisa ikut masuk. Dan memang
tidak bisa! Tapi orang-orang yang ada dalam mobil berlompatan ke luar. Mereka
bertiga - dua di antaranya tak kukenal. Mereka lari mengejarku. Aku bersepeda
selaju-lajunya Tapi tiba-tiba menubruk pohon atau entah apa - pokoknya aku jatuh
tersungkur. Sepedaku kusembunyikan ke dalam semak. Setelah itu aku bersembunyi
dalam semak belukar."
"Lalu?" tanya Julian karena Richard berhenti sebentar.
"Lalu ketiga orang itu memencar. Rooky mencari sendiri, sedang yang dua lagi
berjalan bersama-sama mencariku. Kutunggu sampai kurasa mereka sudah pergi dari
situ. Lalu aku merangkak ke luar dan lari lagi sambil berdoa semoga berjumpa
dengan kalian. Soalnya aku memerlukan bantuan Timmy. Pasti ketiga orang itu akan
diserangnya!" Timmy menggeram. Sudah tentu orang-orang itu akan diserang olehnya!
"Tapi rupanya yang dua orang hanya bersembunyi saja menunggu aku muncul lagi,"
kata Richard melanjutkan cerita. "Begitu aku lari, dengan segera dikejar oleh
mereka. Tapi aku berhasil menghindar dari cengkeraman - bersembunyi dan tari
lagi - begitu terus, sampai berjumpa dengan Dick. Ia tadi sedang menambal ban.
Tapi kalian tak ada di sana, padahal kalian serta Timmy yang kucari! Aku tahu
orang-orang itu pasti akan segera muncul - jadi aku lari lagi sampai akhirnya
bertemu juga dengan kalian. Seumur hidupku, belum pernah aku selega sekarang!"
Kisah Richard benar-benar luar biasa. Tapi Julian tak sempat menyangsikannya,
karena ia langsung cemas. Bagaimana dengan Dick dan Anne" Apa yang akan terjadi
dengan mereka, jika orang-orang yang mengejar Richard berjumpa dengan kedua
adiknya itu" "Cepat!" serunya pada George. "Kita harus kembali ke perkemahan!"
BAB 8 Sekarang Bagaimana"
JULIAN dan George bergegas-gegas merintis hutan yang sudah gelap, sambil
tersandung-sandung. Timmy juga ikut bergegas, karena merasa bahwa ada sesuatu
yang dikhawatirkan. Richard menyusul di belakang mereka, ia sudah mulai menangis
lagi. Anak itu ternyata benar-benar ketakutan!
Akhirnya mereka sampai di lembah kecil, tempat mereka hendak berkemah malam itu.
Di situ gelap sekali. Julian berseru keras-keras."Dick! Anne! Di mana kalian?"
Sementara itu George pergi ke tempat sepedanya disembunyikan, ia mencari-cari
lampu, lalu menyalakannya. Dicopotnya lampu itu dari batang kemudi, lalu
disorotkannya ke sekitar lembah. Dilihatnya sepeda Dick masih ada di situ. Di
samping, sepeda terserak peralatan menambat ban. Tapi Dick tak kelihatan, begitu
pula Anne" Apakah yang telah terjadi di situ tadi"
"Anne!" seru Julian. Ia mulai takut. "Dick! Ke marilah! Kami sudah datang!"
Dari pucuk pohon terdengar jawaban.
"Aduh. Julian! Julian! Aku ada di sini!" Anne memanggil-manggil dengan suara
pelan dan gemetar. "Itu suara Anne!" seru Julian. Ia merasa sangat lega, mendengar suara adiknya
itu. "Kau di mana, Anne?"
"Di sini - di atas pohon," kata Anne lagi, dengan suara yang sedikit lebih
nyaring daripada tadi. "Aduh, Ju - aku sangat ketakutan, sehingga tak berani
lagi turun. Aku takut jatuh. Dick...."
"Mana Dick?" tanya Julian. Didengarnya suara isakan dari atas.
"Tadi dua orang jahat tiba-tiba muncul di sini - lalu Dick dibawa pergi oleh


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka. Dikira dia Richard!"
Anne mulai menangis sekarang Julian merasa adiknya itu perlu dibantu turun dari
pohon, supaya bisa dibujuk kalau sudah ada bersama mereka di bawah.
"Tolong sorotkan lampu ke atas," katanya pada George. "Aku hendak memanjat,
untuk menolong Anne turun."
Tanpa berkata apa-apa, George menyorotkan lampunya ke atas pohon. Julian
memanjat ke atas dengan cekatan, mendatangi Anne yang masih berpegang kuat-kuat
pada sebuah dahan. "Kutolong kau turun, Anne. Ayolah - kau takkan jatuh. Aku ada di bawahmu. Akan
kukatakan ke mana kau harus berpijak."
Anne merasa bersyukur, karena Julian datang membantunya, ia kedinginan dan
merasa sengsara, ia kepingin sekali bergabung lagi dengan saudara-saudaranya.
Dibantu oleh Julian, Anne turun dengan hati-hati. Akhirnya sampai juga ke
tanah.Anne memeluk abangnya, sedang Julian merangkulkan lengannya.
"Sudahlah, Anne - aku ada di sini sekarang! Dan George juga ada - serta Timmy!"
"Siapa itu?" tanya Anne tiba-tiba. ketika melihat Richard yang berdiri di tempat
gelap. "Ah, itu kan Richard." kata Julian geram. "Hanya karena tingkahnya yang konyol
saja. semua ini terjadi. Sekarang - ceritakanlah dengan tenang, apa yang terjadi
dengan Dick serta kedua laki-laki itu, Anne!"
Anne menceritakan segala-galanya, sementara Timmy berdiri di dekatnya. Anne
merasa aman sekarang. Timmy selalu tahu apabila ada yang sedang susah. Dan
Julian juga masih merangkul Anne.
"Sekarang jelas kejadiannya," kata Julian ketika Anne selesai menceritakan
pengalamannya yang seram. "Orang yang bernama Rooky itu mengenali Richard, lalu
mengejarnya dengan dibantu dua laki-laki lagi. Rooky mengejar karena melihat ada
kesempatan menculik Richard dan dengan begitu bisa membalas dendam terhadap ayah
Richard. Tapi Rooky satu-satunya yang mengenal Richard. Dan bukan dia yang
menangkap Dick. melainkan kedua temannya! Mereka tak tahu Dick bukan Richard -
tentu saja ketika mendengar bahwa namanya Dick, dengan segera mereka menarik
kesimpulan bahwa Dick adalah Richard. Dick memang singkatan dari Richard!"
"Tapi Dick tadi sudah mengatakan, dia bukan Richard Kent," kata Anne.
"Tentu saja mereka tak mau percaya," kata Julian. "Dan sekarang Dick mereka
culik. Apa katamu tadi - nama tempat yang hendak mereka datangi?"
"Kedengarannya seperti Owl's Dene," kata Anne. "Bagaimana jika kita sekarang ke
sana, Julian" Jika kaukatakan pada orang-orang itu bahwa Dick memang Dick - dan
bukan Richard, mereka tentu akan melepaskannya lagi. Ya kan?"
"Tentu," kata Julian. "Pokoknya, begitu orang yang bernama Rooky melihat Dick,
pasti ia akan sadar bahwa telah terjadi kekeliruan! Kurasa kita akan bisa
menyelamatkan Dick."
Tiba-tiba terdengar suara Richard bertanya,"Lalu bagaimana dengan aku" Kalian
mau mengantarkan aku pulang dulu" Aku tak mau berjumpa lagi dengan Rooky!"
"Dan aku tak mau membuang-buang waktu, mengantarkan kamu ke rumah," kata Julian
dengan tajam. "Kalau bukan karena perbuatanmu yang konyol, kami takkan mengalami
Suramnya Bayang Bayang 32 Pendekar Gila 16 Istana Berdarah Makam Asmara 1
^