Pencarian

Nyaris Terjebak 2

Lima Sekawan Nyaris Terjebak Bagian 2


musibah ini sekarang! Kami harus mencari Dick dulu. Kau harus ikut dengan kami!"
"Tapi - aku takut pada Rooky!" kata Richard sambil menangis.
"Kalau begitu tinggal saja di sini." kata Julian. Ia sudah bertekad memberi
pelajaran pahit pada Richard.
Sekarang Richard menangis keras-keras."Aku tak mau ditinggal sendiri di sini!
Aku jangan ditinggal!"
"He - jika kau ikut kami, nanti bisa kami titipkan pada salah satu rumah yang
kita lewati. Atau kalau tidak, kami antarkan ke kantor polisi, supaya bisa
dikawal pulang ke rumah," kata Julian dengan kesal. "Kau sudah besar, bisa
menjaga diri sendiri. Aku sudah bosan melihat kekonyolanmu!"
Anne merasa kasihan terhadap Richard, walau anak itu yang merupakan penyebab
segala kesulitan yang sekarang terjadi. Anne tahu, tak enak rasanya apabila
sedang benar-benar ketakutan. Karena itu dijamahnya Richard dengan sikap ramah.
"Jangan seperti anak kecil. Richard! Julian akan mengurus agar kau selamat. Saat
ini ia sedang jengkel terhadapmu, tapi sebentar lagi pasti ia akan baik lagi."
"Jangan merasa terlalu yakin!" kata Julian pada Anne. Ia berpura-pura lebih
galak dari sifatnya yang sejati. "Richard perlu diberi pelajaran pahit. Anak ini
suka berbohong, dan kelakuannya seperti anak bayi!"
"Berilah kesempatan lagi padaku," keluh Richard. Selama hidupnya, baru sekali
itu ia mengalami perlakuan yang begitu galak! Dicobanya membenci Julian karena
ia dikata-katai tapi aneh, ia tak bisa merasa benci pada remaja itu. Ia malah
semakin menghargai dan mengagumi Julian.
Julian tak mengatakan apa-apa lagi pada Richard. Menurut perasaannya, anak itu
memang benar-benar seperti anak kecil saja Cuma merepotkan saja!
"Apa yang akan kita lakukan sekarang. Ju?" tanya George yang selama itu diam
saja. George sayang pada Dick. Ia mengkhawatirkan keselamatan saudara sepupunya
itu. Di manakah tempat yang disebut Owl's Dene itu" Owl's Dene artinya Bukit
Burung Hantu. Tapi bisa pula berarti Lembah Burung Hantu. Akan bisakah mereka
menemukan tempat itu pada malam hari" Dan bagaimana dengan orang-orang yang
seram itu " Bagaimanakah sikap mereka terhadap Julian nanti, jika ia menuntut
agar Dick dibebaskan dengan segera"
Julian tak mengenal rasa takut, dan selalu terang-terangan. Tapi justru sikapnya
itu yang menyebabkan George cemas.
"Yah - bagaimana sekarang?" kata Julian mengulang pertanyaan George. Sudah itu
ia terdiam. "Kurasa takkan ada gunanya jika kita kembali ke pertanian yang tadi sore, untuk
minta pertolongan di sana," kata George setelah beberapa saat.
"Sama sekali tak ada gunanya," kata Julian dengan segera. "Pak tua itu takkan
mau menolong siapa pun! Dan kita juga sudah melihat, di sana tidak ada telepon
Jadi tak ada gunanya pergi ke sana. Sayang!"
"Mana peta kita?" kata George. Tiba-tiba ia merasa mendapat akal. "Mungkin saja
nama Owl's Dene tertera di situ."
"Kalau itu nama rumah, kurasa tidak," jawab Julian. "Yang tertera dalam peta
cuma nama-nama tempat saja. Kalau semua rumah yang ada hendak dimasukkan,
diperlukan peta yang besar sekali!"
"Yah - pokoknya tak ada salahnya melihat dalam peta." kata George lagi. "Mungkin
saja di situ tertera tempat-tempat pertanian lain. atau bahkan desa-desa di
sekitar sini." Ia merasa bahwa harus berbuat sesuatu, juga apabila tindakan itu cuma berupa
meneliti peta. Julian mengambil peta, lalu langsung membeberkannya, ia
menelitinya bersama George dan Anne, diterangi sinar lampu sepeda Richard ikut
memandang dari belakang mereka. Timmy pun ingin melihat. Diteroboskannya
kepalanya di bawah ketiak anak-anak."Pergi, Tim!" kata Julian karena merasa
terganggu. "Lihat - kita sekarang ada di sini. Nih, tertulis Hutan Middlecombe! Astaga
ternyata tempat ini sangat terpencil. Tak ada desa di dekat-dekat sini!"
Memang, di sekitar Hutan Middlecombe tak nampak ada desa di peta. Daerah situ
digambarkan berhutan dan berbukit-bukit. Di sana sini nampak gambar anak sungai,
serta jalan-jalan kelas tiga - tapi tak nampak tanda-tanda yang menunjukkan
desa. gereja. Bahkan gambar jembatan saja tak ada di situ!
Tiba-tiba Anne berseru kaget, lalu menunjuk ke sebuah bukit yang tergambar pada
peta."Eh, lihatlah, apa nama bukit itu?"
"Owl's Hill," kata Julian sambil membaca. Bukit Burung Hantu! "Ya - aku mengerti
maksudmu, Anne! Kalau di bukit itu ada rum. Mungkin saja nama yang diberikan
pada rumah itu Owl's Dene. mengikuti nama bukit. Sama-sama Burung Hantui Eh - di
situ bahkan digambarkan sebuah rumah. Tentu saja tanpa nama. Mungkin rumah
petani, reruntuhan rumah tua - atau salah satu bangunan besar lainnya."
"Kalau aku. kurasa mungkin sekali itulah Owl's Dene," kata George. "Yuk, kita
bersepeda ke sana!" Mereka berpaling, ketika tiba-tiba terdengar suara mengeluh. Keras sekali!
Ternyata Richard yang berbuat begitu.
"Sekarang ada apa lagi?" bentak Julian.
"Tidak ada apa-apa! Aku cuma merasa lapar," kata Richard.
Tiba-tiba semuanya menyadari bahwa mereka pun sudah sangat lapar. Sudah lama
waktu berlalu sejak saat minum teh tadi sore. Julian teringat pada makanan yang
dibelinya di pertanian bersama George. Apakah sebaiknya mereka memakannya
sekarang atau sambil bersepeda ke Owl's Hill"
"Kita makan saja sambil bersepeda," kata Julian memutuskan. "Setiap waktu
terbuang, berarti semakin lama kita harus mencemaskan keadaan Dick."
"Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya, jika Rooky datang dan melihat bahwa
Dick bukan aku - maksudku, bukan anak yang mereka cari," kata Richard tiba-tiba.
"Kurasa akan langsung dibebaskan lagi," kata George. "Penjahat-penjahat seperti
mereka, mungkin akan melepaskannya di suatu tempat terpencil - tak peduli apakah
ia akan bisa menemukan jalan pulang atau tidak! Kita harus menyelidiki apa yang
terjadi - apakah ia ada di Owl's Dene atau dibebaskan, atau bagaimana?"
"Aku tak bisa ikut dengan kalian," kata. Richard dengan tiba-tiba, sambil
menangis. "Apa sebabnya?" tanya Julian.
"Sepedaku hilang," kata Richard. "Tadi kan kusembunyikan - tapi aku lupa lagi
tempatnya. Pasti tak mungkin kutemukan lagi!"
"Ia bisa meminjam sepeda Dick," kata Anne. "Itu dia sepedanya - dan ban yang
bocor juga sudah selesai ditambal."
"O ya," kata Richard dengan lega. "Sesaat aku sudah khawatir, bahwa aku akan
ditinggal sendiri di sini."
Dalam hati, Julian sebenarnya ingin sekali meninggalkan anak itu. Richard lebih
banyak merepotkan, daripada ada manfaatnya!
"Ya - kau pakai saja sepeda Dick," kata Julian. "Tapi ingat - jangan gila-
gilaan! Jangan lepas tangan atau aksi konyol lain-lainnya. Itu sepeda Dick,
bukan kepunyaanmu!" Richard diam saja. Julian terus-terusan mengomelinya, ia merasa mungkin sudah
selayaknya jika ia selalu dimarahi. Tapi biar bagaimana, perasaannya tetap tak
enak. Diambilnya sepeda Dick. Ternyata lampunya tidak ada, karena dilepaskan
oleh Dick. Richard mencari cari lampu itu di tanah. Ternyata tergeletak di situ
Rupanya dijatuhkan oleh Dick, dan sakelarnya mati dengan sendiri. Tapi ketika
dihidupkan kembali oleh Richard, langsung menyala. Syukurlah!
"Yuk, kita berangkat," kata Julian, yang juga sudah mengambil sepedanya. "Sambil
bersepeda, nanti akan kubagi-bagikan makanan. Kita arus secepat mungkin mencari
jalan yang menuju ke Owl's Hill!"
BAB 9 Pengalaman di bawah Sinar Bulan
Mereka berempat naik sepeda dengan hati-hati sekali, merintis jalan yang tak
rata dalam hutan. Lega rasanya ketika akhirnya sampai di jalan biasa. Julian
berhenti sebentar, untuk menentukan arah selanjutnya.
"Menurut peta tadi - di sini kita harus ke kanan - lalu jika tiba di
persimpangan membelok ke kiri. Kemudian mengitari kaki sebuah bukit, lalu
menyusur sebuah lembah kecil sejauh dua sampai tiga kilometer, sampai di kaki
Owl's Hill." "Jika berjumpa dengan" orang, bisa kita tanyakan di mana letak Owl's Dene," kata
Anne. "Malam-malam di tempat terpencil seperti di sini, mana mungkin kita akan
berjumpa dengan orang lain," kata Julian.
Bulan sudah muncul di langit Jadi mereka tidak lagi bersepeda dalam gelap.
Sekeliling mereka terang, hampir seperti di siang hari!
"Kita padamkan saja lampu sepeda untuk menghemat baterai." kata Julian. "Di sini
toh sudah cukup terang. Tapi rasanya agak seram ya"'
"Menurut perasaanku cahaya bulan memang agak aneh. Semuanya nampak jelas, tapi
tanpa warna yang seperti siang," kata Anne. Ia pun memadamkan lampu sepedanya,
sambil melirik Timmy yang berlari-lari di samping mereka.
"Padamkan lampumu, Tim!" katanya.
Lelucon itu menyebabkan Richard tiba-tiba cekikikan Julian tersenyum. Senang
rasanya mendengar Anne sudah bisa riang lagi.
"Mata Timmy memang seperti lampu besar mobil," kata Richard. "He - bagaimana
dengan makanannya, Julian?"
"O ya. betul juga," kata Julian, lalu merogoh-rogoh ke dalam keranjang
sepedanya. Tapi tidak mudah mengambil makanan di situ dengan satu tangan, lalu
menyodorkannya pada teman-teman.
"Lebih baik kita berhenti saja sebentar," katanya kemudian. "Tadi sudah satu
telur rebus yang terjatuh dari tanganku. Yuk - kita berhenti dulu selama
beberapa menit di pinggir jalan."
Richard tentu saja setuju. George dan Anne juga sudah merasa sangat lapar,
sehingga mereka pun mau berhenti sejenak. Mereka turun dari sepeda, lalu pergi
ke sebuah hutan kecil yang ada di pinggir jalan. Hutan itu hutan cemara. Di
tanah berhamburan daun-daunnya, berupa jarum-jarum berwarna coklat karena sudah
kering. "Kita berjongkok saja sebentar di sini sambil makan," kata Julian. "He - apa
itu?" Anak-anak memandang ke arah yang ditunjuk Julian.
"Kurasa pondok tua atau sebangsa itu." kata George. Ia pergi melihat sebentar.
"Ya - cuma sebuah pondok yang sudah reyot. Tinggal dindingnya saja. Seram
kelihatannya." Mereka makan sambil berjongkok di bawah pohon-pohon cemara. Timmy juga mendapat
bagian, walau tak sebanyak yang diingininya.
"He - kalian juga mendengarnya?" kata Julian tiba-tiba, sambil mengangkat
kepala. "Kedengarannya seperti suara mobil berjalan!"
Mereka semua ikut mendengarkan. Benar juga kata Julian. Terdengar suara mobil.
Wah, mujur! "Mudah-mudahan saja ke mari arahnya!" kata Julian. "Kalau betul, kita bisa
menghentikannya dan minta tolong. Kita bisa ikut dengannya, pergi ke kantor
polisi terdekat!" Dengan segera mereka pergi dari hutan cemara, menuju ke tepi jalan. Tak nampak
sinar lampu walau bunyi mesin mobil masih tetap terdengar.
"Bunyi mesinnya halus sekali," kata Julian. "Rupanya mobil besar. Dan lampu
besarnya tak dinyalakan, karena di sini toh sudah terang karena sinar bulan!"
"Kedengarannya semakin mendekat," kata George. "Arahnya ke mari! Ya - betul!"
Bunyi mesin semakin terdengar jelas. Anak-anak sudah siap hendak meloncat ke
tengah jalan, untuk menyetop mobil itu.
Tapi secara tiba-tiba saja bunyi mesin itu hilang. Cahaya bulan menyinari sebuah
mobil besar dan bagus. Mobil itu berhenti di jalan, agak jauh dari tempat mereka
menunggu. Lampu-lampunya tak ada yang menyala, bahkan lampu parkir pun tidak!
Anak-anak sudah hendak lari menghampiri sambil memanggil-manggil, tapi ditahan
oleh Julian. "Jangan," katanya. "Tunggu dulu. Rasanya agak - aneh!"
Mereka menunggu di tempat yang agak gelap karena ada bayangan. Mobil besar itu
berhenti tak jauh dari pondok tua yang reyot. Satu pintunya terbuka, dan
seseorang keluar lalu bergegas-gegas menyeberangi jalan, ia menuju ke tempat
yang agak gelap, karena dibayangi semak yang berupa pagar di situ. Orang itu
kelihatannya membawa semacam bungkusan.
Terdengar bunyi siulan pelan, disusul oleh bunyi seperti suara burung hantu.
"Isyarat balasan," pikir Julian. Rasa ingin tahunya semakin bertambah besar.
"Apa sebetulnya yang sedang terjadi saat ini?"
"Kalian harus diam semua." bisiknya. "George, jaga Timmy - jangan sampai ia
menggeram." Tapi Timmy sendiri sudah tahu, kapan ia harus diam. Ia tegak seperti patung,
dengan telinga meruncing ke atas. Matanya menatap ke arah mobil.
Sesaat tak terjadi apa-apa. Dengan hati-hati Julian menyelinap ke balik sebatang
pohon lain. Dari situ ia bisa melihat lebih jelas.
Nampak olehnya bayangan seseorang berjalan dari arah pohon-pohon di depannya,
menuju pondok di mana sudah ada orang lain menunggu. Mungkin orang itu tadi,
yang keluar dari mobil. Siapakah mereka" Apakah yang mereka lakukan di tempat
yang sebegitu terpencil - dan malam-malam pula"
Orang yang datang dari arah pepohonan, menghampiri orang yang rupanya dari
mobil. Keduanya berbicara dengan buru-buru. Julian tak bisa menangkap kata-kata
mereka, ia merasa yakin, kedua orang itu tak sadar bahwa mereka sedang diintip.
Julian menyelinap ke balik sebatang pohon yang lebih dekat, lalu mengintip lagi.
"Jangan terlalu lama," didengarnya satu dari kedua orang itu berkata. "Jangan
bawa barang-barangmu ke mobil, tapi masukkan saja ke dalam sumur."
Julian tak bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan orang yang satu
lagi. Tapi nampaknya seperti sedang berganti pakaian. Ya, betul - sekarang
dipakainya setelan yang lain - rupanya itulah bungkusan yang tadi dibawa orang
yang datang dari mobil. Julian semakin bertambah ingin tahu. Aneh benar kejadian
itu! Siapakah orang yang satu lagi" Mungkinkah pelarian" Atau mata-mata"!
Orang yang sudah berganti pakaian memungut setelan yang dilepaskannya, lalu
pergi ke belakang pondok. Ketika datang lagi, setelan yang tadi dibawanya sudah
tidak ada lagi. Diikutinya orang yang pertama menyeberangi jalan, menuju ke
mobil. Sebelum pintu tertutup, mesin mobil sudah menderu dan mobil itu melesat pergi.
Lewat di depan hutan cemara tempat anak-anak bersembunyi sambil mengintip. Mobil
itu ngebut! Julian kembali ke tempat teman-temannya bersembunyi.
"Nah. bagaimana pendapat kalian?" katanya. "Urusan aneh, ya" Aku tadi melihat
seorang laki-laki berganti pakaian - entah apa sebabnya. Pakaian yang
dilepaskan, ditinggalkannya di belakang pondok. Dalam sebuah sumur, kalau
menurut pembicaraan mereka yang kudengar tadi. Bagaimana jika kita periksa
sebentar ke sana?" "Ayo," kata George, yang juga merasa heran, "Kalian tadi melihat nomor mobil
itu" Aku cuma sempat melihat huruf-hurufnya saja - KM F."
"Kalau aku, kulihat angka-angkanya." kata Anne. "102! Dan mobilnya merek
Bentley." "Ya. Bentley hitam, nomornya KM F 102," kata Richard. "Urusan ini benar-benar
aneh!" Mereka berjalan menuju pondok yang sudah reyot, memasuki pekarangan belakang
yang penuh dengan semak belukar Di situ ada sebuah kumur yang sudah rusak.
Tembok sebelah atasnya sudah banyak yang hilang batu batanya.Sumur itu ada
tutupnya, terbuat dari kayu dan sudah lapuk. Julian menyingkirkan tutup itu.
Agak berat juga! Kemudian ia memandang ke dalam sumur. Tapi ia tak melihat apa-
apa Lubangnya terlalu dalam, sehingga dengan bantuan sinar lampu sepeda pun tak
bisa nampak dasarnya. "Tak banyak yang bisa dilihat di sini," kata Julian sambil mengembalikan tutup
sumur ke tempatnya semula. "Kurasa memang pakaiannya yang tadi dilemparkan ke
sini. Aku ingin tahu, apa sebabnya orang itu berganti pakaian."
"Mungkinkah dia seorang narapidana yang melarikan diri?" tanya Anne tiba-tiba.
"Jika betul, tentu ia perlu menukar pakaian narapidananya! Itu yang paling
penting, dan yang pertama-tama harus dilakukan olehnya. Adakah penjara di dekat-
dekat sini?" Tak ada yang mengetahuinya.
"Ketika meneliti peta tadi, tak kuperhatikan." kata Julian. "Tapi tidak - kurasa
ia bukan pelarian dari penjara! Lebih mungkin mata-mata yang diturunkan di
tempat terpencil ini, lalu dijemput oleh orang yang membawakan setelan untuk
berganti pakaian! Atau mungkin pula seseorang yang melarikan diri dari tentara.
Itu lebih mungkin lagi!"
"Yah, pokoknya aku tak suka pada urusan ini," kata Anne. "Untung saja mobil itu
sudah pergi, membawa narapidana atau mata-mata atau pelarian dari tentara, atau
apa pun juga orang tadi itu sebenarnya! Aneh, kenapa kita harus kebetulan
melihat hal itu terjadi" Mereka pasti takkan menyangka ada empat orang anak
serta seekor anjing melihat mereka dari dekat!"
"Untung saja mereka tak tahu," kata Julian. "Kalau tahu, pasti mereka akan
marah! Nah - sudah terlalu lama kita membuang-buang waktu di sini. Kita
lanjutkan saja makan. Mudah-mudahan belum dihabiskan oleh Timmy, karena tadi
kita tinggalkan tergeletak di tanah."
Tapi ternyata Timmy tak menyentuh makanan itu. Ia menunggu dengan sabar.
"Anjing manis," kata George memuji. "Kau sungguh-sungguh bisa dipercaya, Tim!"


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka pun makan lagi. Setelah beberapa menit, mereka kembali menaiki sepeda
masing-masing. "Kita melanjutkan perjalanan ke Owl's Hill," Kata Julian. "Mudah-mudahan saja
tak terjadi lagi hal-hal aneh malam ini, karena yang lalu saja sudah cukup
membingungkan!" BAB 10 Owl's Dene Di Atas Owl's Hill
Mereka bersepeda dengan laju, disinari cahaya bulan yang terang. Pada saat bulan
lenyap di balik awan pun keadaan masih cukup terangi sehingga mereka sama sekali
tak perlu menyalakan lampu. Rasanya jauh sekali mereka bersepeda Akhirnya sampai
di kaki sebuah bukit yang curam.
"Inikah yang bernama Owl's Hill?" tanya Anne.
Mereka mendaki bukit dengan berjalan kaki sementara sepeda mereka tuntun. Jalan
di situ terlalu terjal. "Betul," jawab Julian. "Setidak-tidaknya, begitulah menurut perasaanku - kecuali
jika kita tadi salah jalan. Tapi kurasa tidak! Yang menjadi soal sekarang -
bisakah kita nanti menemukan Owl's Dene di puncak bukit ini" Dan bagaimana kita
bisa mengetahui bahwa itulah Owl's Dene?"
"Kita tekan saja bel, lalu bertanya " kata Anne.
Julian tertawa. Memang begitulah adiknya itu selalu polos wataknya.
"Ya - mungkin nanti kita akan terpaksa melakukannya," kata Julian. "Tapi
sebelumnya kita periksa dulu sebentar keadaan sekelilingnya."
Mereka mendaki jalan yang terjal itu, sambil mendorong sepeda masing-masing. Di
kiri kanan jalan terdapat pagar tanaman, dan di sebaliknya terbentang lapangan
luas. Di lapangan itu tidak nampak ternak. Tak ada sapi, domba atau kuda seekor
pun! "Lihatlah!" kata Anne dengan tiba-tiba. "Kulihat sebuah bangunan - setidak-
tidaknya, aku yakin bahwa aku melihat cerobong asapnya!"
Anak-anak memandang ke arah yang ditunjukkan oleh Anne. Betul - itu pasti
cerobong asap rumah, tinggi menjulang dan nampak sudah kuno.
"Kalau melihat bentuk cerobongnya, rumah itu sebuah gedung besar yang dibangun
berabad-abad yang lalu, pada jaman Ratu Elizabeth I," tata Julian mengira-ngira,
ia berhenti, dan memandang dengan lebih seksama. "Kelihatannya tempat itu besar.
Sebentar lagi kita pasti akan sampai ke tempat masuk ke pekarangan rumah itu."
Mereka mendaki terus, sambil mendorong sepeda Kemudian mulai nampak rumah yang
dituju. Bukan rumah biasa, tapi merupakan setuah gedung besar yang sudah tua.
Kelihatannya anggun dan sangat indah.
"Itu pintu gerbangnya," kata Julian lega. Ia sudah capek mendorong sepeda
mendaki bukit. "Tertutup! Mudah-mudahan saja tidak dikunci!"
Ketika mereka sudah dekat, tiba-tiba pintu gerbang itu yang berukuran besar dan
terbuat dari batang-batang besi berukir-ukir terbuka dengan pelan-pelan. Anak-
anak tertegun. Apa sebabnya pintu besar itu terbuka dengan, tiba-tiba" Tak
mungkin karena mereka datang!
Kemudian terdengar deru mesin mobil di kejauhan. Ah - sekarang mereka mengerti.
Pintu gerbang terbuka karena ada mobil datang. Tapi bukan dari kaki bukit
seperti sangkaan mereka, melainkan dari jalan di balik pagar.
"Cepat - kita harus bersembunyi" kata Julian. "Jangan sampai terlihat!"
Mereka menyeret sepeda masing-masing, masuk ke dalam parit yang ada di pinggir
jalan, lalu bersembunyi di situ. Sebuah mobil keluar dengan pelan, melewati
gerbang yang terbuka pintunya. Julian berseru pelan, lalu menyenggol George.
"Kau lihat mobil itu" Mobil Bentley hitam yang tadi - itu. nomornya KM F 102!"
"Aneh!" kata George heran. "Untuk apa keluyuran malam-malam, menjemput orang
lain di tepi jalan dan membawanya ke mari. Betulkah gedung ini yang namanya
Owl's Dene?" Mobil itu lewat di depan mereka, lalu menghilang di balik tikungan. Setelah itu
anak-anak keluar dari parit, bersama sepeda mereka serta Timmy.
"Sekarang kita menyelinap ke pintu gerbang." kata Julian. "Pintu itu masih tetap
terbuka. Aneh, tahu-tahu terbuka dengan sendiri ketika mobil tadi datang. Tak
kulihat ada orang yang membukanya."Dengan berani mereka menghampiri gerbang yang
terbuka. "Lihatlah!" kata Julian, sambil menunjuk ke tonggak gerbang yang besar terbuat
dari batu bata Semua memandang ke situ. dan berseru kaget ketika melihat tulisan
yang tertera pada sekeping logam berkilat yang terpasang di situ.
"Ah! Rupanya gedung ini ternyata memang Owl's Dene!"
"Ya - tertera jelas pada pelat tembaga itu - Owl's Dene!"
"Yuk. kita masuk saja dan mengintai di dalam," kata Julian sambil mendorong
sepedanya memasuki pekarangan. "Siapa tahu kita mujur dan berjumpa dengan Dick
di sekitar sini." Beramai-ramai mereka memasuki gerbang. Tapi tiba-tiba Anne mencengkeram lengan
Julian. Anak itu ketakutan. Tanpa mengatakan apa-apa, ia menunjuk ke
belakang.Pintu gerbang tertutup kembali. Tapi tak ada orang yang menutupnya.
Anak-anak merasa seram. "Siapa yang menutup?" tanya Anne berbisik ketakutan.
"Kurasa dilakukan dengan mesin," bisik Julian. "Mungkin digerakkan dari dalam
rumah. Kita kembali saja ke situ! Kita periksa, mungkin bisa menemukan mesin
yang menggerakkan." Sepeda mereka ditinggalkan di tepi jalan, lalu mereka berjalan kembali ke
gerbang itu. Julian mencari-cari kalau ada tuas atau gerendel yang bisa ditarik
untuk membuka pintu. Tapi ternyata tidak ada!
Ditarik-tariknya pintu itu, tapi sedikit pun tak bergerak. Pintu itu tak bisa
dibuka dengan paksa. Rupanya bekerja secara otomatis.
"Sialan." kata Julian. Suaranya marah sekali, sehingga anak-anak memandangnya
dengan heran. "Ada apa?" tanya George."Lho, kau tak sadar rupanya - kita terkurung di sini.
Kita ikut tertawan seperti Dick. jika ia ada di sini! Kita tidak bisa keluar
lewat gerbang - dan jika kauperhatikan. sekeliling pekarangan ini ada tembok
tinggi. Kita tak mungkin bisa keluar lagi. walaupun kita mau!"
Mereka kembali ke tempat sepeda mereka, sambil berpikir-pikir.
"Sebaiknya kita sembunyikan saja di bawah pepohonan itu," kata Julian. "Kalau
dibawa cuma mengganggu saja. Kita tinggalkan sepeda-sepeda di tempat itu, dan
setelah itu kita mengintai ke sekeliling rumah. Mudah-mudahan saja di sini tidak
ada anjing!" Sepeda mereka ditinggalkan di antara pohon-pohon, yang terdapat di tepi jalan
masuk yang lebar. Jalan itu nampak kurang terawat. Penuh lumut dan rumput liar.
Hanya di mana roda-roda mobil biasa lewat, nampak gundul.
"Kita lewat di jalan ini, atau lebih baik di pinggirnya?" kata George.
"Di pinggir." jawab Julian. "Kalau di jalan, mudah kelihatan karena sinar bulan
menerangi tempat ini."
Karena itu mereka lantas menyelinap di balik bayangan pepohonan. Mereka
mengikuti jalan masuk yang melengkung, sampai nampak gedung besar itu di depan
mereka. Gedung itu ternyata benar-benar besar sekali bentuk denahnya seperti
huruf E. Tapi tanpa garis di tengahnya. Di depan gedung itu ada halaman yang
penuh dengan tumbuhan liar. Sebuah tembok rendah yang tingginya kira-kira sampai
lutut mengitari pekarangan sebelah dalam itu. Dari salah satu jendela di tingkat
atas nampak nyala lampu memancar ke luar. Di tingkat dasar ada satu ruangan yang
terang. Selebihnya, gedung itu gelap gulita.
"Kita berkeliling saja sekarang memeriksanya," kata Julian dengan berbisik-
bisik. "Astaga! Apa itu?"
Mereka semua terlompat karena kaget, ketika tiba-tiba terdengar suatu jeritan
yang menyeramkan. Anne berpegangan pada Julian. Ia ketakutan.Anak-anak
mendengarkan sambil tertegun. Tiba-tiba ada sesuatu menyambar mereka, dan
menyenggol rambut George. Nyaris saja ia berteriak kaget - tapi tak sempat.
Suara menyeramkan itu terdengar lagi. Dengan cepat George memegang Timmy untuk
menenangkannya. Timmy kaget dan ikut takut.
"Apa itu, Ju?" bisik George. "Tadi ada sesuatu menyentuhku. Tapi sebelum sempat
kulihat, sudah lenyap lagi."
"Ssst - jangan ribut." bisik Julian. "Itu cuma seekor burung hantu!"
"Astaga - betul," kata George lega. "Tolol, kenapa tak terpikir sendiri olehku
tadi. Burung hantu yang sedang mencari mangsa. Kau tadi ketakutan. Anne?"
"Tentu saja!" kata Anne, sambil melepaskan lengan abangnya.
"Aku juga ngeri," kata Richard. Giginya masih gemeletuk karena takut. "Nyaris
saja aku lari pontang-panting! Tapi kakiku tak bisa kugerakkan - seolah-olah
terpaku ke tanah!" Terdengar lagi suara burung hantu, sekarang agak jauh. Dan dijawab oleh seekor
lagi. Lalu menyusul teriakan burung hantu ketiga. Kawanan burung hantu berteriak
bersahut-sahutan. Seram sekali kedengarannya.
"Pantas tempat ini diberi nama Bukit Burung Hantu," kata Julian. "Rupanya sudah
dan dulu menjadi tempat kediaman burung-burung hantu!"
Mereka meneruskan langkah, menyelinap mengelilingi rumah. Mereka selalu berjalan
di tempat yang ada bayangannya. Di belakang ternyata gelap, kecuali dua jendela
panjang yang nampak terang. Kedua jendela itu kacanya berbingkai timah kecil-
kecil, dan tertutup tirai-tirainya. Julian berusaha mengintip dari sela-sela
tirai.Ia menemukan tempat di mana tirainya tertutup tak begitu rapat. Dengan
segera ia mengintip ke dalam.
"Di sini dapur," katanya. "Ruangannya besar sekali - sedang penerangannya sebuah
lampunya yang besar. Kecuali di tempat lampu, seluruh ruangan cuma remang-remang
saja. Di sebelah sana ada tempat perapian yang besar. Beberapa batang kayu
menyala di dalamnya."
"Ada orang di situ?" tanya George. sambil sana ikut mengintip ke dalam.
Julian minggir sedikit, memberi kesempatan pada saudara sepupunya itu untuk ikut
melihat. "Nampaknya tidak ada," kata Julian.
Tapi begitu George mengintip, ia langsung berseru - pelan-pelan tentunya!
Julian mendorongnya ke pinggir lalu mengintip lagi.Dilihatnya seorang laki-laki
masuk ke ruangan itu. Orangnya pendek, mirip orang cebol. Punggungnya bungkuk
sekali, sehingga kepalanya menjulur ke depan dan agak ke samping. Tampangnya
nampak sangat kejam. Di belakangnya menyusul seorang perempuan. Tubuhnya kurus.
Nampaknya kumal dan sengsara.Laki-laki itu menjatuhkan badannya pada sebuah
kursi, lalu mulai mengisi pipa. Sementara itu yang perempuan mengangkat ceret
yang terjerang di atas api. lalu mengisi botol-botol air panas yang berjejer di
pojok. "Yang perempuan itu mestinya juru masak di sini," pikir Julian. "Kelihatannya
sangat menyedihkan. Sedang yang laki-laki - kurasa pesuruh yang biasa melakukan
segala macam tugas yang perlu dikerjakan. Tampangnya menyeramkan sekali!"
Perempuan itu bicara dengan takut-takut pada laki-laki yang duduk di kursi.
Tentu saja Julian tak bisa mendengar kata-katanya, karena ia berada di balik
jendela. Laki-laki itu nampak menjawab dengan kasar. Tangannya dipukul-pukulkan
ke lengan kursi.Juru masak itu kelihatannya memohon-mohon, entah mengenai apa.
Tapi tahu-tahu laki-laki itu marah, ia mengambil tongkat besi yang biasa dipakai
untuk mengorek-ngorek abu di perapian, dan mengancam juru masak dengannya.
Julian memandang dengan ngeri. Perempuan yang malang! Tak heran jika
kelihatannya begitu sengsara, apabila kejadian seperti yang sedang dilihatnya
itu sering terjadi. Tapi ternyata laki-laki itu bukan hendak melemparkan tongkat besi itu, melainkan
hanya mengayun-ayunkannya dengan marah. Setelah itu dikembalikannya lagi ke
tempat semula, dan ia pun duduk kembali. Perempuan itu pun tak berbicara lagi.
Ia melanjutkan kesibukannya, mengisi botol-botol air panas. Julian ingin tahu.
untuk siapa botol-botol itu"
Julian menceritakan pada teman-temannya, apa yang dilihatnya dalam dapur. Mereka
semua ikut merasa ngeri. Jika orang-orang yang di dapur sudah begitu tingkah
lakunya lalu seperti apa wujud orang-orang yang mungkin ada dalam rumah itu"
Mereka pergi dari situ. lalu mengelilingi rumah. Mereka sampai di sebuah kamar
yang letaknya agak lebih rendah. Lampu di dalam menyala. Tapi tirai jendela di
situ tertutup rapat. Tak nampak celah, lewat mana mereka bisa mengintip ke
dalam. Anak-anak mendongak, memandang ruangan di tingkat atas yang juga menyala
lampunya. Mungkinkah Dick ada di situ" Mungkinkah ia terkurung dalam ruangan
loteng" Ingin sekali mereka mengetahui, di mana sebenarnya anak itu ditahan!
Bagaimana jika mereka melempar batu ke atas" Beranikah mereka melakukannya"
Kelihatannya tak ada jalan masuk ke rumah bagi mereka. Pintu depan terkunci. Itu
sudah pasti! Di samping juga ada sebuah pintu lagi. Tapi itu pun terkunci.
Mereka sudah mencobanya. Tak sebuah jendela pun yang nampaknya tak terkunci.
"Kucoba saja melemparkan batu ke atas," kata Julian kemudian. "Rasanya aku yakin
Dick ada di atas. jika memang benar bahwa ia dibawa ke mari! Dan kau kan yakin
mendengar orang-orang itu mengatakan 'Owl's Dene', ya Anne?"
"Aku yakin sekali," jawab Anne. "Lempar saja batu ke atas, Ju. Aku sudah cemas
sekali memikirkan nasib Dick."
Julian meraba-raba di tanah, mencari batu. Ditemukannya sebuah, di tengah lumut
yang terhampar di mana-mana. Ditimang-timangnya batu itu sebentar, lalu
dilemparkannya ke atas. Tapi tak sampai ke jendela. Julian memungut sebutir
lagi. lalu melemparkannya ke atas - dan berdenting mengenai kaca jendela itu.
Seketika itu juga muncul seseorang di situ, memandang ke bawah.
Apakah itu Dick" Anak-anak memicingkan mata - tapi jendela itu terlalu tinggi
letaknya. Mereka tak bisa mengenali muka orang itu. Julian memungut sebutir batu
lagi, lalu melemparkannya ke atas. Kena lagi!
"Kurasa itu Dick." kata Anne. "Astaga - bukan! Tak bisakah kau mengenalinya,
Ju?" Tapi siapa pun orang yang nampak di balik jendela tadi - ia sudah menghilang
lagi. Anak-anak merasa agak cemas. Bagaimana jika orang itu ternyata bukan Dick"
Bagaimana jika orang lain - dan sekarang turun untuk mencari mereka"
"Yuk, kita harus meninggalkan sisi rumah sebelah sini," kata Julian.
Dengan segera mereka menyelinap pergi ke balik rumah. Tiba-tiba Richard menarik
lengan Julian. "Lihatlah, ada jendela terbuka," katanya sambil menunjuk "Bagaimana jika kita
masuk lewat jendela itu?"
BAB 11 Terjebak! JULIAN memandang ke arah jendela itu. Cahaya bulan meneranginya Dan benarlah -
jendela itu terbuka sedikit.
"Apa sebabnya sewaktu kita berkeliling tadi kita tak melihatnya?" katanya dalam
hati. Julian agak ragu. Bagaimana - masuk atau tidak" Apakah tidak lebih baik jika
diketuk saja pintu belakang, dan kalau perempuan yang kelihatannya sengsara tadi
muncul lalu bertanya padanya"
Tapi laki-laki bungkuk bertampang jahat tadi juga ada di situ. Julian tak suka
melihat tampang orang itu. Ha, tidak! Rasanya lebih baik jika menyelinap saja
masuk lewat jendela itu - lalu melihat apakah Dick benar ada di atas. Kalau ia
ada di situ. mereka akan membebaskannya, lalu menyelinap lagi ke luar lewat
jendela yang sama. Takkan ada orang yang akan tahu. Tawanan berhasil melarikan
diri dan persoalan menjadi beres!Julian menghampiri jendela, lalu melangkahkan
kaki melewati ambangnya, ia duduk di situ. Lalu mengulurkan tangan pada Anne.
"Ayo - kutolong masuk," katanya, lalu menarik adiknya sampai ke ambang dan
kemudian menurunkannya sampai ke lantai ruangan.
Setelah itu George naik pula, disusul oleh Richard. Baru saja George menjulurkan
badan ke luar lagi untuk menyuruh Timmy meloncat masuk, ketika tiba-tiba terjadi
sesuatu yang di luar dugaan!
Sekonyong-konyong sinar senter yang terang kali menyilaukan mereka! Keempat
remaja itu terpaku dengan mata terkejap-kejap. Ada apa lagi sekarang"
Kemudian Anne mendengar suara yang pernah didengarnya. Suara salah seorang yang
menangkap Dick di hutan. "Wah. - ada segerombolan maling remaja!" kata orang itu.
Sekonyong-konyong suaranya berubah, kedengaran marah sekarang. "Berani sekali
kalian masuk ke mari! Kuserahkan saja pada polisi!"
Di luar, Timmy menggeram, ia melompat, berusaha mencapai ambang jendela. Hampir
saja berhasil! Tapi orang yang baru datang dengan segera menyadari bahaya yang
mengancam, lalu buru-buru menutup jendela yang terbuka. Sekarang Timmy tidak
bisa lagi masuk! "Biarkan anjingku masuk!" seru George marah.
Tololnya anak itu mencoba hendak membuka jendela lagi. Orang itu memukulkan
senter, mengenai tangan George. George menjerit kesakitan.
"Begitulah nasib anak laki-laki yang bandel," kata orang itu, sementara George
mengusap-usap tangannya yang sakit.
"Kenapa Anda bersikap sekasar itu?" kata Julian galak. "Kami masuk ke mari bukan
karena hendak mencuri. Serahkanlah kami pada polisi! Kami bahkan berterima
kasih!" "O ya?" kata orang itu. Ia pergi ke pintu, lalu memanggil-manggil dengan suara
lantang. "AGGIE! AGGIE! Cepat bawa lampu ke sini!"Terdengar seseorang berteriak menjawab
dari dapur. Dan sesaat kemudian nampak sinar lampu memancar dalam gang. Sinar itu kian
mendekat lalu muncullah perempuan yang tampangnya sengsara tadi. Ia membawa
lampu minyak yang besar, ia tercengang ketika melihat ada serombongan anak-anak


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di situ. Ia hendak mengatakan sesuatu, tapi tak sempat karena didorong dengan
kasar ke luar. "Keluar!" bentak orang itu. "Dan tutup mulut, mengerti"!"
Perempuan itu ketakutan, dan bergegas keluar. Sedang orang yang kasar
memperhatikan keempat remaja yang ada dalam ruangan, diterangi lampu minyak.
Ruangan itu nampaknya merupakan semacam kamar tamu. Tapi perabotnya sedikit
sekali. "Jadi kalian tak keberatan jika diserahkan pada polisi?" kata orang itu.
"Menarik sekali! Kalian sangka mereka akan senang, jika mendengar bahwa kalian
masuk ke rumahku dengan maksud jahat?"
"Kami tak bermaksud mencuri," kata Julian. Ia bertekad untuk menjelaskan
persoalan itu. "Kami ke mari, karena merasa ada alasan untuk menyangka bahwa
Anda mengurung adikku di salah satu tempat dalam rumah ini - dan hal itu terjadi
karena kekeliruan. Anda menahan anak yang keliru."
Hati Richard mulai berdebar-debar, ia takut kalau-kalau nanti dikurung,
menggantikan Dick! Karenanya ia bersembunyi di belakang teman-temannya.Orang itu
menatap Julian. Nampaknya seperti sedang berpikir-pikir.
"Di sini tak ada anak yang ditahan," katanya kemudian. "Aku betul-betul tak
mengerti, apa sebenarnya yang kaumaksudkan. Kau kan bukan hendak menuduh bahwa
aku keluyuran menculik anak-anak?"
"Aku tak tahu apa sebetulnya yang Anda lakukan." kata Julian. "Tapi satu hal
kuketahui dengan pasti! Anda menangkap adik laki-lakiku Dick tadi sore di Hutan
Middlecombe - karena menyangka dia Richard Kent. Tapi dia bukan anak itu -
melainkan Dick, adikku. Jika Anda tidak mau membebaskannya dengan segera, kami
akan melaporkan segala yang kami ketahui pada polisi."
"Astaga!" kata orang itu. "Dan dari mana kau mengetahui segalanya itu" Kau ada
di situ pada waktu ia ditangkap - seperti yang kaukatakan itu?"
"Ya - salah seorang dari kami ada di atas pohon." kata Julian secara terang-
terangan. "Karena itulah kami mengetahuinya."
Sesaat orang itu diam. Diambilnya sebatang rokok, lalu dinyalakannya."
Sekarang kau yang keliru," katanya kemudian. "Di sini tak ada anak laki-laki
yang ditahan. Sebetulnya ini sudah gila-gilaan, tak masuk akalku! Tapi sekarang
sudah larut malam. Kalian mau menginap di sini, dan pergi lagi besok pagi" Tak
enak rasanya melepaskan serombongan anak-anak semalam ini! Di sini tidak ada
telepon. Sayang, sebab kalau ada aku bisa meneleponkan ke rumah orang tua
kalian." Julian ragu-ragu sejenak, ia merasa yakin, Dick ada dalam rumah itu. Kalau ia
mau menerima tawaran orang itu, maka akan ada kesempatan baginya untuk
menyelidiki - benarkah Dick ada di situ. Terasa jelas olehnya, orang itu tak
ingin mereka pergi melaporkan pada polisi. Ada sesuatu yang penuh rahasia dan
menyeramkan di rumah itu!
"Baiklah, kami menginap di sini." katanya kemudian. "Orang tua kami sedang pergi
- dan mereka takkan khawatir jika kami tidak pulang malam ini."
Sesaat Julian melupakan Richard. Orang tua anak itu pasti akan gelisah sekali!
Tapi apa boleh buat. Pertama-tama, ia harus menemukan Dick dulu. Orang-orang itu
gila, apabila masih menahan Dick terus walau sudah yakin bahwa ia bukanlah anak
yang mereka cari. Mungkin Rooky, penjahat yang mengenal Richard saat itu belum
datang. Jadi belum melihat Dick! Mungkin itulah sebabnya kenapa orang itu
menginginkan agar mereka menginap semalam di situ. Ya - tentu saja! Ia menunggu
sampai Rooky datang. Dan jika ternyata Rooky kemudian mengatakan. Bukan dia anak
yang kita cari maka Dick pasti akan dibebaskan. Mereka harus melakukannya!
Orang itu memanggil Aggie lagi. Dan perempuan itu datang dengan segera.
"Anak-anak ini tersesat," kata orang itu padanya. "Aku tadi sudah mengajak
mereka mengidap saja malam ini di sini. Bereskan salah satu ruangan! Cukup
apabila kautaruh kasur-kasur serta selimut di sana. Kalau mereka ingin makan,
sediakan!" Aggie kelihatannya tercengang mendengar kata-kata orang itu. Menurut perkiraan
Julian, perempuan itu tak biasa mengalami laki-laki itu bersikap ramah terhadap
anak-anak yang tersesat. Perempuan itu tertegun sejenak. Seketika itu juga ia
dibentak. "Ayo cepat! Jangan melamun saja di situ! Ajak anak-anak ini ke luar denganmu!"
Aggie menggamit keempat remaja itu. George kelihatan agak enggan."
Bagaimana dengan anjingku?" katanya, "Ia masih di luar. Aku tak bisa tidur, jika
tidak ditemani anjingku."
"Tapi malam ini kau terpaksa tidur sendiri," kata orang itu dengan kasar. "Aku
tak mau ia masuk ke rumah. Habis perkara!"
"Jika di luar, setiap orang yang dijumpainya akan langsung diserang," kata
George. "Ia takkan ketemu siapa-siapa di luar," kata orang itu. "O ya - bagaimana kalian
tadi bisa masuk ke pekarangan?"
"Ketika kami tiba, kebetulan ada mobil keluar. Lalu kami cepat-cepat masuk,
sebelum pintu gerbang tertutup kembali," kata Julian. "Bagaimana cara menutup
pintu gerbang itu" Secara otomatis?"
"Kau tak perlu tahu," bentak orang itu, lalu pergi ke arah yang berlawanan di
gang. "Aduh, ramah sekali orang itu," kata Julian pada George.
"Ya, benar-benar baik budi," jawab George.
Perempuan yang mengantarkan mereka memandang dengan tercengang, ia tak
menyadari. Julian dan George sebetulnya menyindir. Kemudian perempuan itu
berjalan mendului, naik ke tingkat atas.Ia masuk ke sebuah kamar yang luas. Di
lantai terhampar permadani. Di pojok kamar terdapat sebuah tempat tidur kecil,
serta satu atau dua kursi. Kecuali itu tak ada perabot lain di situ.
"Kuambilkan kasur-kasur dulu untuk kalian." kata perempuan itu.
"Kutolong mengangkatkan," kata Julian. Ia berpikir, dengan begitu ada kesempatan
baginya untuk melihat-lihat.
"Baiklah," kata perempuan itu. "Kalian yang lain, tunggu di sini."
Ia pergi bersama Julian ke sebuah lemari dinding. Diambilnya dua buah kasur
besar dari dalamnya. Julian bergegas membantu, karena perempuan itu nampaknya
agak kerepotan menarik-narik. Dan perempuan itu rupanya tersentuh perasaannya,
karena mendapat bantuan itu.
"Wah, terima kasih," katanya. "Kasur-kasur ini memang berat."
"Kurasa di rumah ini tak banyak anak-anak, ya?" tanya Julian menyelidik.
"Yah, aneh juga - kalian datang segera setelah...." kata perempuan itu.
Tapi langsung berhenti, sambil menggigit bibir, ia memandang ke kanan dan ke
kiri dalam gang itu. Nampaknya ia cemas.
"Segera setelah apa?" tanya Julian. "Maksud Anda. segera setelah anak yang satu
lagi itu datang?" "Ssst!" desis perempuan itu. Ia sangat ketakutan. "Dari mana kau mengetahuinya"
Jangan katakan keras-keras. Pak Perton pasti mengamuk jika ia sampai tahu bahwa
kau juga mengetahuinya. Percayalah - ia pasti mengamuk. Jadi jangan sebut-sebut
lagi!" "Itukah anak laki-laki yang disekap dalam salah satu kamar loteng di atas?"
tanya Julian sambil menolong perempuan itu membawakan sebuah kasur ke kamar
tidur yang luas. Seketika itu juga perempuan itu melepaskan pegangannya,
sehingga kasur terjatuh. "Kau ini rupanya hendak menyulitkan diriku - dan kalian sendiri juga! Kau ingin
agar Pak Perton menyuruh si Bongkok memukul kalian" Kau tak kenal orang itu! Dia
jahat sekali!" "Kapan Rooky datang?" tanya Julian lagi. Ia sengaja membuat perempuan itu kaget,
dengan harapan agar ia ketakutan dan membeberkan rahasia secara beruntun. Dan
pertanyaan terakhir itu rupanya benar-benar mengejutkannya! Perempuan itu
berdiri dengan tubuh gemetar. Ditatapnya Julian, seakan-akan kurang percaya pada
pendengarannya sendiri. "Apa yang kauketahui tentang Rooky?" bisiknya. "Ia akan ke mari" Betulkah ia
akan ke mari?" "Kenapa" Anda tak suka padanya?" tanya Julian Diletakkannya tangannya ke bahu
perempuan itu. "Apa sebabnya Anda begitu gelisah dan ketakutan" Ada apa"
Katakanlah padaku. Mungkin aku bisa menolong."
"Rooky jahat orangnya," kata perempuan itu. "Kusangka ia masih dalam penjara.
Betulkah ia akan ke mari" Kalau begitu ia sudah bebas lagi!"
Perempuan itu begitu ketakutan, sehingga tak mau mengatakan apa-apa lagi. Ia
menangis. Julian tak sampai hati mendesaknya terus. Tanpa berkata apa-apa lagi,
dibantunya perempuan itu menyeret kasur-kasur ke kamar tidur.
"Kuambilkan makanan untuk kalian," kata perempuan itu sambil terisak-isak.
"Kalau kalian mau tidur nanti, selimut ada dalam lemari dinding sebelah sana."
Setelah itu ia pergi. Julian berbisik-bisik menceritakan hal-hal yang berhasil
dikoreknya pada anak-anak.
"Kita coba saja nanti mencari Dick. jika seisi rumah ini sudah tidur," katanya.
"Di rumah ini banyak hal-hal yang rahasia dan aneh-aneh. Nanti aku akan
menyelinap keluar dari kamar ini, lalu mengadakan penyelidikan. Kurasa orang
tadi - namanya Pak Perton - sebetulnya sedang menunggu kedatangan Rooky, untuk
mengetahui apakah Dick memang benar-benar bukan Richard. Nanti kalau ia yakin
mengenai hal itu. pasti Dick akan dibebaskan lagi - dan kita juga!"
"Lalu bagaimana dengan aku?" tanya Richard. "Begitu Rooky melihat aku di sini,
tamatlah riwayatku. Karena akulah anak laki-laki yang dicarinya, ia benci pada
ayahku, dan aku pun dibencinya pula. Pasti aku akan diculiknya, guna menuntut
uang tebusan yang banyak sekali - sebagai pembalasan dendam."
"Yah. kita harus melakukan sesuatu sehingga Rooky tak bisa berjumpa dengan
kamu," kata Julian. "Tapi aku tak melihat alasan untuk apa ia melihatmu - kan
perhatiannya pada Dick saja! Ia takkan tertarik pada anak-anak, yang menurut
sangkaannya semua saudara Dick. Sekarang jangan mulai menangis lagi - nanti
benar-benar kuserahkan pada Rooky! Kau ini benar-benar pengecut sama sekali tak
memiliki ketabahan!"
"Dan semuanya ini terjadi karena kebohongan dan penipuanmu saja," kata George
dengan sengit. "Karena ulahmu pelancongan kami buyar, Dick terkurung - dan Timmy
yang malang berada di luar sendirian!"
Richard kaget sekali diserang secara begitu, ia meringkuk di pojok, tak berani
mengatakan apa-apa lagi. Ia merasa sengsara. Tak ada yang senang padanya - tak
ada yang mau percaya padanya!
Richard merasa dirinya sangat kecil dan hina.
BAB 12 Julian Menyelidik Kemudian perempuan itu datang lagi. mengantarkan makanan. Yang dibawa cuma roti
dengan mentega dan selai. Serta kopi panas. Keempat remaja itu tak begitu lapar.
Tapi mereka haus sekali! Karenanya kopi diminum dengan cepat.George membuka
jendela, lalu pelan-pelan memanggil Timmy.
"Tim! Ini - ada makanan untukmu!"
Ternyata Timmy memang ada di bawah, ia tahu di mana George berada. Mula-mula ia
melolong dan mendengking-dengking. Tapi sekarang ia diam.
George sudah bertekad dalam hati, sedapat-dapatnya akan berusaha agar Timmy bisa
masuk ke dalam rumah. Semua roti yang merupakan bagiannya dilemparkan ke bawah
sedikit demi sedikit. Didengarkannya betapa Timmy makan dengan lahap. Sementara
itu Julian berdiri di gang, mendengarkan apakah rumah sudah sunyi atau belum.
Kemudian ia masuk lagi. "Kurasa lebih baik lampu ini kita padamkan saja. Kalian semua baring di kasur.
Selimutku akan kuonggokkan sehingga terdapat kesan seakan-akan aku juga
berbaring di sisi kalian. Tapi sebetulnya tidak!"
"Kau mau ke mana?" tanya Anne. "Jangan tinggalkan kami!"
"Aku akan bersembunyi di gang dalam lemari dinding." kata Julian. "Aku punya
firasat, tak lama lagi tuan rumah yang ramah tadi - Pak Perton - akan datang
untuk mengunci kita dari luar. Dan aku tak bermaksud membiarkan diri terkurung
dalam kamar! Kurasa dia nanti akan menyorotkan senternya ke dalam kamar, ia akan
memeriksa apakah kita berempat sudah terlelap di atas kasur. Setelah itu dengan
diam-diam pintu dikuncinya dari luar. Nah - aku kemudian keluar dari lemari dan
membukakan pintu lagi. Jadi kita tidak jadi terkurung."
"Ya - ide yang bagus!" kata Anne sambil membungkus diri dalam selimut. "Cepat
saja kau masuk sekarang ke dalam lemari, Ju - sebelum kita semua terkurung di
sini malam ini!" Dengan segera Julian mematikan lampu, lalu berjingkat-jingkat pergi ke pintu dan
membukanya. Dibiarkannya pintu terbuka sedikit. Setelah' itu ia meraba-raba
dalam gang yang gelap, menuju ke lemari dinding. Ah - ia sudah sampai di tempat
itu. Ditariknya pegangan pintu lemari, sehingga terbuka. Julian menyelinap
masuk. Dibiarkannya pintu terbuka secelah, sehingga bisa melihat jika ada orang
datang di gang yang lebar itu.
Ia menunggu di situ selama kira-kira dua puluh menit. Bau dalam lemari itu apek.
Lagipula membosankan sekali rasanya berdiri diam-diam di situ, tanpa berbuat
apa-apa. Kemudian dilihatnya cahaya mendekat. Ah - ada orang datang rupanya.
Julian mengintip ke luar. Dilihatnya Pak Perton menyelinap di gang, menuju ke
pintu kamar tidur di mana anak-anak berada, ia membawa lampu minyak yang kecil.
Didorongnya pintu itu, sehingga terbuka sedikit. Julian memperhatikannya sambil
menahan napas. Apakah Pak Perton akan melihat bahwa onggokan keempat di atas kasur sebenarnya
bukan Julian, tapi cuma gulungan selimut yang ditutup dengan selimut" Julian
berharap, semoga Pak Perton tak menyadari siasatnya itu. Kalau sampai ketahuan,
akan buyarlah semua rencana Julian.
Pak Perton mengangkat lampu di tangannya tinggi-tinggi, lalu memandang dengan
hati-hati ke dalam kamar. Dilihatnya empat sosok meringkuk di atas kasur. Empat
orang anak - pikir Pak Perton.
Rupanya anak-anak itu sudah tidur nyenyak. Dengan hati-hati Pak Perton menutup
pintu, lalu menguncinya dari luar. Julian memandang dengan cemas. Jangan-jangan
kunci pintu dibawanya pergi. Tapi - ternyata tidak! Kunci itu ditinggalkannya
terselip dalam lubangnya. Syukurlah!
Orang itu pergi lagi sambil menyelinap ia tidak turun ke bawah, tapi masuk ke
dalam sebuah kamar yang letaknya agak ke kanan dalam gang itu juga. Julian
mendengar pintu kamar itu tertutup. Kemudian menyusul suara seperti kunci
diputar. Rupanya Pak Perton mengunci dirinya dalam kamar itu Mungkin ia tak
mempercayai temannya yang satu lagi - atau mungkin pula mencurigai si Bongkok,
atau perempuan tadi! Julian masih menunggu sebentar, sebelum keluar dengan hati-hati dari lemari ia
menyelinap-nyelinap mendekati kamar Pak Perton lalu mengintip lewat lubang
kunci, ia ingin melihat, apakah kamar itu sudah gelap atau belum. Ternyata
sudah! Tapi ia tak bisa mendengar suara dengkuran Pak Perton.
Namun Julian tak berniat menunggu sampai yakin bahwa orang itu sudah tidur.
Tujuannya mencari Dick - dan ia merasa pasti, tempat pertama yang perlu
diperiksa adalah di atas loteng!
"Pasti Pak Perton tadi ada di sana bersama Dick. sewaktu aku melempar-lempar
batu ke kaca jendela." pikir Julian. "Begitu ia mendengar bunyi batu mengenai
kaca, dengan segera ia menyelinap ke bawah. Dibukanya jendela tadi untuk
memancing kami masuk. Dan kami ternyata kena jebakannya itu! Rupanya ia sudah
menunggu dalam ruangan itu. Aku tak suka pada Pak Perton - orangnya terlalu
licik!" Sambil berpikir begitu, ia mendaki tangga yang menuju ke loteng. Julian
melangkah dengan pelan dan hati-hati. takut menyebabkan anak tangga berderak.
Tapi tak dapat dihindarkannya anak tangga berderak-derak juga terinjak. Setiap
kali berbunyi. Julian berhenti sebentar - takut kalau ada yang mendengarnya!
Di ujung atas tangga melintang sebuah gang. Gang itu menuju ke sayap rumah sisi
kiri dan kanan Julian berhenti sebentar, ia agak ragu. Harus ke mana sekarang.
Di sayap sisi manakah dilihat jendela yang terang tadi " Bahwa letaknya di sisi
gang yang panjang itu. hal itu diyakininya. Akhirnya ia memutuskan untuk
menyusurnya dan memeriksa setiap pintu, ia akan memperhatikan apakah ada cahaya
memancar dari dalam lewat lubang kunci, atau melalui sela pintu dan lantai.
Beberapa pintu yang sudah dilaluinya, semua terbuka sedikit. Setiap kali Julian
mengintip sebentar ke dalam. Ruangan-ruangan itu ternyata kosong, atau berisi
barang-barang tua yang sudah tak dipakai lagi. Kemudian ia sampai ke sebuah
pintu yang tertutup, ia mengintip lewat lubang kunci. Ternyata ruangan di
baliknya gelap. Julian mengetuk pintu dengan hati-hati.
Seketika itu terdengar jawaban dari dalam. Suara seseorang - suara Dick!"Siapa
itu?" "Sst! Aku - Julian," bisik Julian. "Kau selamat. Dick?"
Terdengar bunyi tempat tidur berderak, disusul langkah kaki di lantai. Kemudian
terdengar suara Dick lagi, tepat di belakang pintu, ia berbisik-bisik.
"Julian! Bagaimana kau bisa sampai di sini" Aduh, untung! Bisakah kau membuka
pintu, supaya aku keluar?"
Sementara itu Julian sudah meraba-raba mencari anak kunci. Tapi tidak ada. Pasti
dibawa oleh Pak Perton! "Aku tidak bisa. karena anak kuncinya tidak ada di sini." kata Julian. "Apa yang
dilakukan orang-orang itu terhadapmu, Dick?"
"Tak banyak yang mereka lakukan! Aku diseret ke mobil, lalu didorong masuk,"
kata Dick dari balik pintu. "Tapi orang yang bernama Rooky tak ada dalam mobil.
Orang-orang yang menangkapku menunggu agak lama, dan kemudian kami pergi dengan


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mobil. Teman-teman Rooky menduga, mungkin Rooky pergi mendatangi seseorang yang
hendak mereka datangi. Jadi aku belum bertemu dengannya. Rooky akan ke mari
besok pagi. Pasti ia akan kaget sekali pada saat melihat bahwa aku bukan
Richard!" "Richard juga ada di sini," bisik Julian. "Aku menyesal sekarang bahwa dia ikut
- karena jika Rooky sampai melihatnya, pasti Richard akan diculik! Satu-satunya
harapan hanyalah semoga Rooky cuma ingin melihatmu saja. Karena teman-temannya
menyangka kita semua sekeluarga, mungkin saja kemudian kita akan dibebaskan! Kau
tadi langsung dibawa dengan mobil ke mari, Dick?"
"Ya," kata Dick. "Ketika kami sampai pintu gerbang terbuka dengan sendiri. Tapi
aku tak melihat siapa-siapa. Lalu aku didorong masuk ke mari. Pintu kamar
dikunci dari luar. Seorang di antara mereka yang menangkapku tadi masuk, lalu
mengatakan apa yang akan dilakukan Rooky terhadapku jika ia datang dan melihatku
- tapi kemudian dengan sekonyong-konyong ia keluar dan turun ke bawah. Sejak itu
ia tidak muncul-muncul lagi."
"Ah - kurasa saat itulah aku melempar-lempar batu ke jendela kamar ini." kata
Julian dengan segera. "Kau tak mendengarnya?"
"Ya! Jadi itu rupanya bunyi berdetak yang kudengar tadi! Orang itu dengan segera
pergi ke jendela - dan rupanya kau dilihatnya! Kau sendiri, bagaimana kau bisa
sampai di sini. Julian" Kalian semua ada di sini sekarang" Kurasa yang melolong-
lolong di luar itu pasti Timmy."
Dengan cepat Julian menceritakan pengalamannya. Mulai dari saat ia dan George
berjumpa dengan Richard yang lari-lari sambil menangis, sampai bagaimana ia
menyelinap naik tangga untuk mencari Dick.
Sehabis ia bercerita, keduanya terdiam sebentar. Kemudian terdengar lagi suara
Dick dari balik pintu. "Sekarang tak banyak gunanya merencanakan macam-macam, Ju! Jika semuanya beres,
apabila Rooky melihat bahwa aku bukan anak yang dicarinya besok pagi kita akan
sudah bebas lagi semua. Tapi kalau bernasib sial, setidak-tidaknya kita semua
ada di sini. Saat itu barulah ada gunanya menyusun rencana. Aku ingin tahu
perasaan ibu Richard. karena anaknya tak pulang malam ini!"
"Kurasa ia pasti menyangka Richard menginap di rumah bibinya," kata Julian.
"Anak itu sukar diandalkan. Aku jengkel sekali padanya. Hanya karena dia, kita
sekarang mengalami kerepotan."
"Kurasa apabila orang-orang yang menangkapmu tadi, besok menyadari bahwa kau
betul-betul bukan Richard mereka pasti akan mengarang-ngarang alasan apa
sebabnya kau diseret ke mari oleh mereka," kata Julian selanjutnya. "Mungkin
mereka akan mengatakan bahwa kau melempar batu ke mobil mereka, sehingga kau
ditahan oleh mereka - atau kalau tidak, akan dikatakan bahwa mereka menemukan
dirimu dalam keadaan cedera lalu dibawa ke mari untuk diobati! Pokoknya apa pun
yang mereka katakan, kita tak perlu ribut-ribut mengenainya! Kita pergi saja
dengan diam-diam - tapi setelah itu barulah kita bertindak! Aku tak tahu ada apa
di sini. tapi pokoknya ada sesuatu yang tidak beres. Aku merasa pasti, pihak
kepolisian tentu akan tertarik untuk memeriksa!"
"Dengar! Itu suara Timmy lagi," kata Dick "Tentunya sedih karena terpisah dari
George! Sebaiknya kau pergi saja, Julian - siapa tahu ada orang terbangun karena
lolongan Timmy lalu keluar dan menemukan dirimu ada di sini! Sekarang pergilah.
Aku senang kini - karena tahu bahwa kalian tak jauh."
Julian menyelinap kembali di gang, sambil memandang dengan takut-takut ke setiap
sudut yang gelap, ia ngeri, jangan-jangan Pak Perton atau salah seorang temannya
sudah menunggu di situ untuk menyergapnya!
Tapi ternyata tak ada siapa-siapa di atas. Timmy rupanya sudah berhenti
melolong. Rumah sunyi senyap Julian menuruni tangga, dan kembali ke kamar tidur
di mana anak-anak tidur nyenyak. Di depan pintu kamar, Julian berhenti sebentar.
Bagaimana jika ia melanjutkan penyelidikannya" Kebetulan ada kesempatan baik!
Julian memutuskan untuk meneruskan memeriksa di situ. Ia berharap-harap, mudah-
mudahan saja Pak Perton sudah tidur nyenyak. Menurut perasaannya, si Bongkok dan
perempuan yang mengambilkan kasur tadi pasti juga sudah tidur, ia bertanya-tanya
dalam hati, ke mana laki-laki satu lagi yang membawa Dick ke rumah itu. Julian
sama sekali belum melihat orang itu. Mungkin pergi lagi dengan mobil Bentley
hitam yang dilihat keluar ketika mereka datang.Julian turun ke tingkat bawah, ia
mendapat akal hebat. Bagaimana jika pintu depan dibukanya, lalu memanggil anak-
anak supaya turun dan melarikan diri" ia sendiri tak bisa lari, karena berarti
akan meninggalkan Dick seorang diri. Tapi dengan segera gagasan itu
dilepaskannya lagi. "Tidak bisa," pikirnya. "Pertama-tama, George dan Anne jelas takkan mau lari
jika ia tidak ikut. Dan apabila mereka mau juga, bagaimana mereka bisa membuka
pintu gerbang" Bukankah pintu itu bekerja secara otomatis, melalui mesin-mesin
yang dikendalikan dari dalam rumah?"
Jadi idenya yang gemilang itu ternyata tak ada gunanya. Julian kemudian
memutuskan untuk memeriksa semua ruangan yang ada di tingkat bawah. Mula-mula ia
menjenguk ke dalam dapur. Api di situ sudah hampir padam. Sinar bulan merembes
ke dalam lewat celah-celah tirai, menerangi ruangan yang sunyi itu. Rupanya si
Bongkok dan perempuan tadi tidur di kamar lain.
Tak ada yang menarik dalam dapur itu. Julian pergi ke kamar yang letaknya
berseberangan Ternyata itu kamar makan. Di situ pun tak ada yang menarik
perhatian, karena kosong.Julian pergi memasuki kamar berikut. Nampaknya semacam
tempat kerja. Di situ ada sebuah pesawat radio serta meja besar. Dan ada pula
sebuah meja peralatan yang aneh, dengan semacam roda yang kokoh terpasang di
situ. Tiba-tiba timbul dugaan pada diri Julian - mungkinkah itu alat untuk
membuka gerbang" Ya - betul! Dilihatnya etiket terpasang pada meja peralatan itu. Pintu Gerbang
Kiri. Pintu Gerbang Kanan. Kedua-duanya.
"Ah, ini rupanya yang kucari-cari Mesin pembuka pintu gerbang. Kalau Dick bisa
kukeluarkan dari kamar tadi, kita akan bisa melarikan diri sekarang ini juga!"
pikir Julian. Diputarnya roda yang kokoh itu. Apakah yang akan terjadi sekarang"
BAB 13 Rahasia Aneh Terdengar bunyi yang aneh. Mendenging, seperti ada mesin besar yang mulai
bekerja. Dengan cepat Julian memutar kembali roda yang dipegangnya. Jika bunyi
mesin begitu berisik, ia tak mau mencoba-coba membuka pintu gerbang sekarang!
Pasti Pak Perton akan segera datang berlari-lari.
"Benar-benar cerdik," kata Julian dalam hati, sambil memeriksa alat tersebut
dengan diterangi sinar bulan yang masuk lewat jendela. Kemudian ia memandang
berkeliling ruangan. Saat itu baru terdengar olehnya bunyi lain. Julian
tertegun. "Suara orang mendengkur," pikirnya. "Sebaiknya aku tak mengacak-acak lagi di
sini! Di manakah orang-orang tidur" Sudah pasti tak jauh dari sini."
Ia berjingkat-jingkat pergi ke kamar berikut lalu menjenguk ke dalam. Tapi tak
ada siapa-siapa di situ. Dan dalam ruangan itu juga tak terdengar lagi suara
orang mendengkur. Julian bingung. Di dekat-dekat situ kelihatannya tak ada kamar yang bisa dipakai untuk
tidur, ia kembali ke ruangan yang kelihatannya merupakan tempat kerja. Nah -
sekarang terdengar lagi suara orang mendengkur. Tapi betulkah yang didengarnya
itu suara dengkuran" Ada orang di dekat situ - tapi juga tak terlalu dekat,
sehingga bisa didengar dengan jelas atau dilihat olehnya. Aneh!
Sambil berjingkat-jingkat Julian mengelilingi ruangan itu. Ia hendak
menyelidiki, di mana suara mendengkur terdengar paling jelas. Ya - dekat lemari
buku, yang tingginya mencapai langit-langit kamar. Di tempat itu ia paling jelas
mendengarnya. Mungkinkah ada ruangan lagi di balik tembok kamar kerja itu"
Julian memeriksanya ke luar. Tapi ternyata di sebelah tidak ada kamar. Yang ada
cuma dinding gang yang panjang, ia merasa semakin aneh!Julian masuk lagi ke
kamar kerja, langsung menuju lemari buku. Nah - terdengar lagi suara orang
mendengkur dengan jelas. Tapi di mana"
Julian memeriksa lemari buku itu. Buku-buku berjejer memenuhinya. Bermacam-macam
buku, campur aduk. Diambilnya beberapa jilid dari rak. lalu diperiksanya dinding
lemari sebelah belakang. Ternyata terbuat dari papan yang tebal.Dikembalikannya
buku-buku itu ke tempatnya, lalu diperiksanya sekali lagi lemari buku.
Bikinannya kokoh. Julian mengamat-amati jejeran buku-buku yang disinari cahaya
bulan yang masuk lewat jendela. Buku-buku pada salah satu rak nampaknya agak
lain. Tak begitu rapi susunannya - dan juga tidak terlalu penuh berdesakan. Apa
sebabnya susunan buku-buku di rak yang satu itu agak lain"
Dengan hati-hati Julian mengeluarkan buku-buku dari rak itu. Dinding di
belakangnya juga papan yang tebal. Julian meraba-raba papan dinding itu. Di satu
pojok terasa olehnya ada sebuah tombol. Tombol" Untuk apa tombol itu"Dengan
hati-hati diputarnya tombol itu. mula-mula ke kiri lalu ke kanan. Tapi tak
terjadi apa-apa. Lalu ditekannya. Tetapi tak ada sesuatu yang terjadi. Julian
kemudian menariknya - dan tombol itu tertarik, keluar sampai lima belas
sentimeter! Kemudian dinding lemari di tempat itu tergeser dengan pelan ke bawah. Di depan
Julian ternganga sebuah lubang! Lubang itu lebarnya cukup untuk dilewati
seseorang yang menyusup. Julian menahan napas. Sehelai papan yang bisa digeser!
Ada apa di belakangnya"
Dari ruangan di balik dinding nampak cahaya samar berkelip-kelip. Julian
menunggu sesaat, sampai matanya sudah agak biasa memandang ke tempat gelap.
Tubuhnya gemetar, karena menahan ketegangan. Suara mendengkur tadi, kini
kedengaran sangat jelas. Julian merasa jika ia mengulurkan tangan ke dalam
lubang itu, pasti akan tersentuh olehnya orang yang mendengkur!
Lama-kelamaan ia bisa mengenal bentuk sebuah ruangan sempit. Dalam ruangan itu
ada sebuah tempat tidur kecil, sebuah meja dan sebuah rak. Di atas rak itu
dilihatnya ada beberapa benda. Di pojok menyala sebatang lilin. Sedang yang
terdengar dengkurannya terkapar di tempat tidur. Julian tak bisa melihat
tampangnya, ia cuma bisa mengenali bahwa orang itu berbadan besar dan kekar.
"Penemuan luar biasai" pikir Julian kagum. "Tempat persembunyian rahasia - untuk
menyembunyikan orang-orang yang uangnya cukup banyak sehingga sanggup membayar
ongkos penyembunyian. Orang itu sebenarnya harus diingatkan agar jangan
mendengkur, ia ketahuan, karena salahnya sendiri!"
Julian tak berani berdiri lama-lama di situ. sambil memandang ke dalam ruangan
tersembunyi itu. Rupanya ruangan itu terdapat dalam rongga antara dinding kamar
kerja dengan dinding gang. Mungkin dibangun bersamaan dengan gedung tua itu!
Julian meraba tombol, lalu ditekannya kembali. Lembaran papan dinding belakang
lemari buku tergeser lagi ke atas. Sama sekali tak kedengaran bunyinya. Rupanya
terawat dengan baik! Suara dengkuran tak begitu jelas lagi sekarang. Julian mengembalikan buku-buku
yang menutupi papan tadi ke tempat semula. Mudah-mudahan tak ada yang
memperhatikan bahwa buku-buku itu pernah dipindahkan. Julian sangat bergairah
perasaannya. Setidak-tidaknya ia berhasil mengetahui salah satu rahasia gedung
tua yang bernama Owl's Dene itu. Polisi pasti akan tertarik sekali jika
mendengar tentang rongga rahasia itu - apalagi mendengar tentang orang yang
bersembunyi di dalamnya! Yang paling penting sekarang ia berusaha melarikan diri, bersama teman-teman.
Bagaimana jika mereka minggat saja. tanpa Dick" Tidak! Jika orang-orang itu
mencurigainya - jika mereka sampai mengetahui bahwa ia menemukan rongga
tersembunyi itu misalnya - maka mungkin mereka akan mencelakakan Dick. Dengan
rasa menyesal, Julian terpaksa mengambil keputusan bahwa ia tak bisa melarikan
diri - kecuali jika yang lain-lain juga bisa ikut lari. Termasuk Dick!Julian
menghentikan penyelidikannya. Tiba-tiba ia merasa sangat capek, ia berjingkat-
jingkat naik ke atas. Ia merasa perlu berbaring dan berpikir-pikir dulu. Ia tak
mampu lagi melakukan kesibukan lainnya, karena sudah terlalu capek.
Julian pergi ke kamar tidur. Anak kunci masih terselip dalam lubang sebelah
luar. Ia masuk ke kamar, lalu menutup pintu. Kalau Pak Perton datang besok, akan
dilihatnya pintu tak terkunci. Tapi mungkin saja ia akan mengira lupa mengunci
pintu. Julian berbaring di kasur, di samping Richard. Anak-anak semua tidur
nyenyak.Sebenarnya Julian masih bermaksud hendak merenungkan persoalan-persoalan
yang dihadapi. Tapi baru saja matanya terpejam, ia langsung terlelap. Tidak
didengarnya Timmy melolong lagi di luar. Ia juga tak mendengar bunyi burung
hantu, menyebabkan malam di atas bukit terasa seram. Julian tidak melihat bulan
menghilang lagi dari langit.
Yang membangunkan anak-anak keesokan paginya bukan Pak Perton tapi perempuan
juru masak di situ. Ia masuk ke kamar sambil berseru.
"Ayo, ke bawah - jika ingin sarapan!"Anak-anak terbangun lalu langsung duduk.
Sekejap mereka tak tahu di mana saat itu sedang berada.
"He!" kata Julian, sambil mengejap-ngejapkan mata yang masih mengantuk.
"Sarapan, kata Anda" Tentu saja kami mau! Di sini ada tempat di mana kami bisa
mandi?" "Kalian bisa cuci muka di dapur," kata perempuan itu dengan masam. "Aku tak mau
membersihkan kamar mandi setelah kalian memakainya!"
"Pintu jangan dikunci, supaya kami bisa keluar!" kata Julian pura-pura tak tahu.
"Kemarin malam dikunci oleh Pak Perton!"
"Ya, katanya ia memang mengunci pintu," jawab perempuan itu. "Tapi kenyataannya
tidak! Pintu ini tak terkunci ketika kubuka tadi! Nah - kalian tak menyangkanya,
bukan" Jika kalian tahu, pasti sudah keluyuran ke mana-mana!"
"Kalau tahu - memang," kata Julian sambil mengedipkan mata ke arah teman-
temannya Anak-anak itu tahu, Julian berniat mencari Dick tadi malam, lalu
memeriksa-meriksa. Tapi mereka tak tahu apa saja yang ditemukan oleh Julian. Ia
tak sampai hati membangunkan mereka kemarin malam.
"Tapi jangan lama-lama," kata perempuan itu. Ia pergi lagi, sedang pintu
dibiarkannya terbuka. "Mudah-mudahan ia sudah mengantarkan sarapan untuk Dick," kata Julian dengan
suara pelan. Seketika itu juga anak-anak mengerubunginya.
"Kau berhasil menemukan Dick tadi malam, Ju?" bisik Anne.
Julian mengangguk. Dengan berbisik-bisik, ia cepat-cepat menceritakan
pengalamannya kemarin malam.
"Aduh - hebat," kata George. "Siapa yang akan menyangka di sini ada orang
bersembunyi?" "0 ya - aku juga berhasil menemukan peralatan mesin pembuka pintu gerbang," kata
Julian. "Alat itu juga terdapat dalam kamar kerja Tapi ayolah - jika kita tidak
segera turun ke dapur, nanti disusul lagi oleh perempuan tadi. Moga-moga si
Bongkok tak ada di sana - aku tak suka pada orang itu."
Tapi orang yang tak disukai Julian itu ada di dapur, ia sudah hampir selesai
sarapan, menghadapi sebuah meja kecil. Orang itu memandang anak-anak yang masuk
dengan muka masam. Tapi mereka tak mengacuhkannya.
"Lama sekali kalian baru turun," kata perempuan itu sambil menggerutu. "Kalian
bisa mencuci muka di bak cuci piring - dan aku juga sudah menyediakan handuk.
Kalian kelihatannya kotor-kotor semua."
"Memang," jawab Julian dengan seenaknya. "Kami kemarin malam sebenarnya ingin
mandi - tapi Anda tahu sendiri, kami tak bisa dibilang mendapat sambutan ramah."
Selesai mencuci muka, mereka pergi ke sebuah meja besar tanpa taplak. Di situ
sudah disediakan roti, mentega, beberapa butir telur rebus serta seteko coklat
panas. Anak-anak duduk, lalu mulai sarapan. Sambil makan Julian mengobrol dengan
riang, ia mengedipkan mata pada anak-anak, agar mereka juga berbuat begitu, ia
tak mau si Bongkok mendapat kesan bahwa mereka takut atau khawatir.
"Diam!" bentak si Bongkok dengan tiba-tiba.
Tapi Julian tak mengacuhkannya, ia berbicara terus, didukung dengan berani oleh
George. Tapi Anne dan Richard ngeri, setelah mendengar bentakan si Bongkok.
"Kalian tak mendengar kataku tadi?" teriak si Bongkok dengan tiba-tiba ia
meninggalkan meja kecil tempatnya sarapan tadi. "Semua tutup mulut! Seenaknya
saja masuk dan ribut-ribut di dapurku! Ayo diam!"
Julian berdiri dari kursinya.
"Tak peduli kau siapa, aku tak mau kauperintah," kata Julian. Caranya bicara
persis orang dewasa. "Kau sendiri yang tutup mulut - jika tak bisa bersikap
sopan!" "Aduh, jangan begitu kalau bicara dengannya," kata perempuan juru masak dengan
cemas, "Ia cepat marah - nanti kau dipukulnya!"
"Atau aku yang memukulnya - tapi aku tak pernah memukul orang yang lebih kecil,"
tukas Julian. Untung saja saat itu Pak Perton masuk ke dapur. Kalau tidak, entah apa yang akan
terjadi! Pak Perton bergegas masuk sambil memandang berkeliling dengan mata
terbelalak. Seakan-akan merasa bahwa baru saja terjadi pertengkaran di situ.
"Kau tidak bisa menahan diri lagi. Bongkok?" katanya.
"Tunggu saja sampai kuperlukan. Mungkin hari ini - jika anak-anak ini tak mau
diatur!" ia memandang berkeliling lagi dengan geram. Setelah itu dipandangnya
juru masak. "Tak lama lagi Rooky akan datang," katanya. "Bersama beberapa orang lagi.
Sediakan makanan untuk mereka - tapi yang enak! Dan anak-anak ini harus tetap di
sini. Bongkok. Awasi mereka baik-baik. Mungkin nanti kuperlukan!"
Setelah itu Pak Perton keluar, meninggalkan juru masak yang berdiri sambil
gemetar. "Rooky datang," katanya setengah berbisik pada si Bongkok.
"Teruskan kerjamu," bentak si Bongkok padanya. "Ambil sendiri sayuran. Aku harus


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengawasi anak-anak ini!"
Perempuan itu bergegas-gegas. Anne merasa kasihan padanya, lalu datang
menghampiri. "Bagaimana jika kutolong membereskan meja dan mencuci piring?" kata Anne
menawarkan bantuan. "Anda pasti sibuk sekali - sedang aku tak ada pekerjaan."
"Kami semua ikut membantu," kata Julian.
Perempuan itu memandang dengan heran, dan juga nampak berterima kasih. Nampak
jelas bahwa ia tak biasa diperlakukan dengan sopan apalagi ditolong!
"Uahh!" ejek si Bongkok. "Kalau aku - takkan bisa tertipu dengan mulut manis!"
Anak-anak tak mengacuhkannya. Mereka membereskan meja, dan Anne serta George
mulai mencuci piring. "Uahh!" kata si Bongkok lagi dengan kesal.
"Kau sendiri yang uahh!" kata Julian seenaknya.
Anak-anak tertawa, sedang si Bongkok mengerutkan alis. Nyaris lenyap matanya di
balik kerut! BAB 14 Rooky Marah Sekitar satu jam kemudian terdengar bunyi aneh. Menggeretak dan berkeresek -
setelah itu berganti menjadi bunyi mendenging. Richard. Anne dan George kaget.
Tapi Julian tahu. dari mana datangnya bunyi itu.
"Pintu gerbang dibuka." katanya menjelaskan. Anak-anak teringat pada cerita
Julian tadi, mengenai mesin yang membuka pintu gerbang secara otomatis.
"Dari mana kau tahu?" tanya si Bongkok dengan segera, ia kaget, dan juga curiga.
"Ah - aku memang pintar menebak." kata Julian seenaknya. "Katakan jika aku
keliru - tapi menurut perasaanku pintu gerbang dibuka, karena Rooky datang!"
"Kau pintar sekali! Awas, jangan sampai kau sendiri tertipu olehmu," kata si
Bongkok mencemooh, sambil pergi ke pintu.
"Memang - ibuku juga mengatakan begitu ketika aku berumur dua tahun," kata
Julian. Anak-anak cekikikan. Julian memang selalu bisa menjawab dengan tepat,
jika dicemoohkan orang. Mereka semua pergi ke jendela. George langsung membukanya. Timmy duduk di luar,
di bawah jendela itu. George sudah meminta-minta pada juru masak agar Timmy
diperbolehkan masuk. Tapi perempuan itu tidak mau. Ia melemparkan beberapa
potong makanan untuk Timmy, dan dikatakannya bahwa di luar ada kolam yang airnya
bisa diminum. Tapi ia tak mau mengizinkan Timmy masuk ke dalam rumah.
"Timmy," panggil George, ketika mendengar bunyi mobil datang. "Jangan pergi,
Timmy! Tinggal di sini!"
George takut kalau Timmy lari ke depan dan langsung menyerang orang yang turun
dari mobil. Timmy memandang tuannya dengan heran. Anjing itu bingung. Apa
sebabnya ia tidak diperbolehkan masuk ke rumah bersama George" Ia tahu ada orang
yang tidak senang jika anjing masuk ke rumah - tapi biasanya George tak pernah
masuk ke rumah orang yang begitu. Timmy juga bingung, apa sebabnya George tak
keluar menemaninya. Tapi setidak-tidaknya George kini nampak berdiri di depan
jendela. "Ayo tutup jendela itu," kata si Bongkok, ia senang sekali melihat George
kecewa, karena harus berpisah dari anjing kesayangannya itu.
"Itu dia mobilnya datang," kata Julian. Anak-anak memandang ke jalan masuk, dan
setelah itu berpandang-pandangan sesama mereka KM F 102. Tentu saja! Mobil
Bentley yang berwarna hitam itu lewat di depan jendela dapur, menuju halaman
depan. Nampak tiga orang laki-laki keluar dari mobil itu. Seketika itu juga muka
Richard menjadi pucat, ia merunduk.
Julian menoleh padanya dengan alis terangkat. Tanpa kata-kata ia bertanya pada
Richard, apakah satu dari ketiga orang itu Rooky. Richard mengangguk dengan
lesu. Ia sekarang nampak sangat ketakutan.
Sekarang terdengar lagi bunyi mendenging dan menggeresek Pintu gerbang tertutup
kembali Terdengar suara orang-orang berbicara dalam serambi depan. Kemudian
orang-orang itu memasuki salah satu kamar, disusul suara pintu ditutup.Julian
bermaksud hendak menyelinap ke luar tanpa ketahuan, untuk melihat keadaan Dick
di atas. Ia beringsut-ingsut mendekati pintu. Dikiranya si Bongkok terlalu sibuk
menggosok sejejer sepatu kotor. Tapi seketika itu juga terdengar suaranya yang
kasar seperti parut. "He, mau ke mana" Kalau kau tak mau menurut perintah, kulaporkan nanti pada Pak
Perton! Menyesal kau nanti!"
"Banyak orang di rumah ini yang tak lama kemudian akan merasa menyesal," kata
Julian dengan suara yang sengaja dibikin-bikin riang "Hati-hati saja, Bongkok!"
Tiba-tiba si Bongkok naik darah. Dilemparkannya sikat sepatu yang sedang
dipegangnya ke arah Julian. Julian menangkap dengan cekatan, lalu melontarkan
sikat itu ke atas sebuah rak yang tinggi di atas perapian.
"Terima kasih," kata Julian. "Mau melempar lagi?"
"Aduh, jangan," kata juru masak meminta-minta. "Kau tak tahu adatnya apabila
sudah benar-benar marah. Jangan!"
Saat itu terdengar pintu dibuka. Rupanya pintu kamar yang tadi dimasuki kawan-
kawan Pak Perton. Kemudian terdengar langkah seseorang menaiki tangga.
"Pasti menjemput Dick." pikir Julian dengan segera, ia berdiri sambil
mendengarkan baik-baik. Si Bongkok mengambil sebuah sikat sepatu lagi lalu meneruskan pekerjaannya yang
terganggu oleh Julian. Ia menggosok sepatu sambil mengomel-ngomel. Juru masak
mulai sibuk menyiapkan makanan. Anak-anak ikut mendengarkan. Mereka juga menarik
kesimpulan, orang yang ke atas itu pasti hendak menjemput Dick. Hendak dibawa ke
depan Rooky.Kemudian terdengar lagi langkah-langkah kaki di tangga. Kini langkah
dua orang yang beriringan. Ya - Dick ikut turun, karena kedengaran suaranya
dengan jelas. "Lepaskan lenganku! Aku bisa jalan sendiri - tak perlu diseret! Terdengar
suaranya yang marah-marah. Dick takkan mau diseret-seret tanpa melawan.
Ia dibawa ke kamar, di mana sudah menunggu tiga orang lagi. Kemudian terdengar
suara seseorang yang berseru dengan keras,"Bukan ini anaknya! Tolol! - Kalian
keliru menculik!" Si Bongkok dan juru masak juga mendengar kata-kata itu. Mereka berpandang-
pandangan sambil melongo. Ternyata ada sesuatu yang keliru! Keduanya pergi ke
pintu, lalu berdiri di situ tanpa berkata-kata. Anak-anak juga berdiri, tak jauh
di belakang mereka. Dengan sembunyi-sembunyi Julian mendorong Richard, sehingga
keduanya agak menjauh dari pintu.
"Gosokkan angus ke rambutmu," bisik Julian. "Rambutmu harus menjadi sehitam
mungkin. Richard. Jika orang-orang itu ke mari untuk menengok kita. rasanya
mereka takkan mengenali dirimu dengan mudah jika rambutmu hitam. Ayo cepat! -
Sementara kedua orang itu sedang lengah!"
Sambil berbisik-bisik, Julian menunjuk ke sebelah dalam perapian. Tempat di situ
hitam karena angus. Richard menyodorkan tangannya yang gemetar ke situ, lalu
menggosok-gosokkannya sampai hitam. Setelah itu diusap usapkannya tangan itu ke
rambutnya yang pirang. ?"Tambah lagi," bisik Julian. "Lebih banyak lagi Ayo, cepat! Aku berdiri di
depanmu, supaya tak kelihatan apa yang sedang kaulakukan itu."
Richard mengusap-usapkan angus ke rambutnya. Julian mengangguk. Ya - sekarang
kelihatan sudah cukup hitam. Tampang Richard menjadi lain sekarang. Dalam hati
Julian berharap agar Anne dan George tidak berteriak nanti, karena kaget melihat
rambut Richard dengan tiba-tiba sudah berubah warna.
Di kamar dekat serambi depan itu kedengarannya sedang berlangsung pertengkaran.
Orang-orang yang ada di situ berbicara dengan suara keras. Tapi anak-anak yang
berada dekat pintu dapur, tak dapat menangkap jelas kata-kata mereka. Kemudian
terdengar suara Dick. Kedengarannya jelas sekali.
"Kan sudah kukatakan dari semula, kalian keliru! Sekarang bebaskan aku!"
Tiba-tiba si Bongkok mendorong anak-anak. supaya menjauh dari pintu. Richard tak
perlu lagi didorong, karena anak itu sudah dengan sendirinya meringkuk di pojok
yang gelap, ia gemetar ketakutan.
"Mereka ke mari," desis si Bongkok. "Ayo pergi dari pintu!"
Anak-anak menurut. Si Bongkok mengambil sikat sepatunya lagi dan meneruskan
pekerjaannya. Juru masak melanjutkan kesibukan mengulas kentang, sedang anak-
anak pura-pura asyik membaca majalah tua yang mereka temukan di situ.Terdengar
langkah-langkah mendekati pintu dapur. Sesaat kemudian pintu itu dibuka dengan
kasar dari luar. Pak Perton tegak di ambang pintu. Seorang laki-laki berdiri di
belakangnya. Dengan segera anak-anak tahu siapa orang itu. Mereka tak perlu
menebak lagi! Bibir tebal, hidung yang besar sekali - ya. itukah orang yang bernama Rooky!
Penjahat yang dulu bekerja sebagai pengawal ayah Richard. Orang itulah yang
benci pada Richard. karena anak itu yang mengadukannya sehingga ia dipecat.
Richard gemetar ketakutan di pojok dapur, bersembunyi di belakang teman-
temannya. Anne dan George tercengang sejenak ketika melihat rambutnya yang sudah
berubah warna. Tapi keduanya diam saja. Sedang si Bongkok serta juru masak
nampaknya tak melihat perubahan yang terjadi pada tampang Richard.
Dick ikut dengan kedua laki-laki itu. Ia melambaikan tangan, menyapa anak-anak.
Julian tertawa geli. Dick selalu ada-ada saja!
Rooky memandang keempat anak itu. Perhatiannya terarah sejenak pada Richard.
Tapi cuma sejenak saja. Rooky tak mengenali Richard!
"Nah, Pak Perton." kata Julian. "Kulihat Anda sudah menjemput adikku dari kamar
tempat d terkurung tadi malam. Syukurlah! Kurasa hal itu berarti ia bisa ikut
dengan kami sekarang. Aku benar-benar tak mengerti, apa sebabnya Anda
mengurungnya di sini setelah menangkapnya kemarin sore!"
"Begini soalnya," kata Pak Perton Nada suaranya berlainan sekali dari
sebelumnya. "Ternyata kami keliru! Kalian tak perlu tahu apa dan bagaimana
kekeliruan kami itu - karena bukan urusan kalian. Pokoknya, dia ini bukan anak
laki-laki yang kami cari."
"Kami kan sudah mengatakan Dick saudara kami," kata Anne."Betul," jawab Pak
Perton dengan sopan "Maaf, bahwa aku tak mau langsung percaya. Kan bisa saja
terjadi kekeliruan. Sekarang - akui ingin memberi hadiah sebagai imbalan atas
penderitaan kalian. Ini - uang sepuluh pound. untuk kalian belikan eskrim dan
entah apa saja. Kalian sekarang bebas."
"Dan jangan coba-coba mendongeng pada orang lain," kata Rooky dengan tiba-tiba.
Nada suaranya mengancam "Ingat! Kami memang keliru - tapi kami tak senang jika
soal ini diketahui orang lain. Kalau kalian berani mengoceh juga, kami akan
mengatakan bahwa anak itu kami temukan tersesat dalam hutan. Karena merasa
kasihan padanya, lantas kami ajak menginap semalam di sini. Sedang kalian
tertangkap ketika memasuki pekarangan tanpa izin. Nah - mengerti?"
"Aku mengerti," jawab Julian dengan ketus. "Bagaimana - kami sudah bisa pergi
sekarang?" "Ya," kata Pak Perton. Ia merogoh kantong, mengambil uang. Anak-anak diberinya
masing-masing dua pound. Mereka melirik Julian karena tak tahu apakah pemberian
itu bisa diterima. Tak ada yang mau menerima uang dari Pak Perton. Tapi jika
Julian menerima, mereka tahu bahwa mereka juga harus menerimanya.
Julian menerima uang pound dua lembar yang disodorkannya. lalu langsung
memasukkannya ke dalam kantong tanpa mengucapkan terima kasih. Karena itu yang
lain-lain juga menerima, Richard selama itu menunduk terus. Hatinya dag-dig-dug
karena ngeri ketahuan oleh Rooky. Ia berdoa dalam hati. mudah-mudahan tak
kelipatan bahwa lututnya gemetar.
"Sekarang cepat pergi," bentak Rooky, setelah uang sepuluh pound itu selesai
dibagi-bagikan."Lupakan kejadian tadi malam - kalau tidak kalian menyesal
sendiri nanti." Sambil bicara, dibukanya pintu yang membuka ke kebun. Anak-anak keluar
bergerombol, tanpa mengatakan apa-apa. Richard menyelinap di tengah-tengah. Di
luar, Timmy sudah menunggu mereka. Anjing itu menggonggong dengan gembira, lalu
mendekati George minta disayang. Kemudian ia memandang ke arah pintu dapur,
sambil menggeram. Seakan-akan hendak mengatakan, "Ada yang perlu kuserang di
sana?" "Jangan," larang George. "Kau harus ikut dengan kami, Tim. Kita harus pergi
secepat mungkin!" "Kemarikan uang tadi! Cepat!" kata Julian dengan suara pelan, ketika mereka
sudah tak terlihat lagi dari jendela dapur. Anak-anak menyerahkan uang mereka
dengan perasaan heran. Hendak diapakan oleh Julian uang itu"
Juru masak melangkah ke luar, memperhatikan mereka pergi. Julian menggamitnya.
Perempuan itu datang dengan agak ragu.
"Ini, untuk Anda," kata Julian sambil menyerahkan uang yang sepuluh lembar itu
padanya "Kami tak ingin memiliki uang ini."
Perempuan itu menatapnya dengan tercengang. Matanya berkaca-kaca."Aduh - banyak
sekali uang ini - jangan, ini terlalu banyak. Tapi kalian benar-benar baik
budi." Julian berpaling, meninggalkan juru masak yang tercengang campur gembira itu. Ia
bergegas menyusul anak-anak yang sudah agak jauh.
"Bagus sekali idemu itu," kata Anne senang. Yang lain-lain juga sependapat
dengannya. Semua merasa kasihan pada perempuan yang malang itu.
"Ayo." kata Julian. "Jangan sampai kita terlambat keluar! Dengarlah - itu bunyi
mesin yang menggerakkan pintu gerbang. Rupanya ada orang di rumah yang
menggerakkannya. Kita bebas sekarang! Syukurlah! Dan Richard juga bebas. Kita
benar-benar bernasib mujur!"
"Ya! Aku tadi sudah ngeri, jangan-jangan Rooky bisa mengenali walau rambutku
sudah menjadi hitam kena angus," kata Richard. Ia kelihatannya sudah lebih riang
sekarang. "Nah, gerbang sudah nampak di depan kita - dan pintu-pintunya terbuka
lebar. Kita bebas." "Kita ambil dulu sepeda," kata Julian. "Aku masih ingat di mana kita
menyembunyikannya kemarin malam. Richard, kau membonceng aku saja, karena kita
kekurangan satu sepeda. Dick kau sepedanya sendiri. Nah - ini dia sepeda-sepeda
kita!" Mereka meloncat ke atas sadel sepeda masing-masing lalu mengayuhnya ke arah
gerbang. Tiba-tiba Anne menjerit."Aduh, Julian! Lihatlah - pintu gerbang Menutup lagi.
Cepat, cepat - nanti kita terkurung lagi di sini!"
Anak-anak memandang dengan kaget dan ketakutan. Pintu-pintu gerbang yang berat
menutup dengan pelan. Anak-anak mengayuh sepeda sekuat tenaga - tapi sia-sia!
Sesampai mereka di gerbang, pintu-pintu sudah tertutup rapat. Tak ada gunanya
menggoncang-goncang, karena tetap tak bisa terbuka lagi. Padahal mereka sudah
nyaris bebas! BAB 15 Terkurung! Mereka menjatuhkan diri ke atas rumput di tepi gerbang masuk. Lesu sekali
rasanya saat itu! "Padahal sudah nyaris keluar." kata Dick. "Kenapa mereka menutup pintu gerbang
secepat itu" Mungkinkah karena keliru" Maksudku - mungkin saja mereka mengira
kita sudah keluar terlebih dulu?"
"Kalau memang keliru, bisa dibereskan dengan mudah," kata Julian. "Aku pergi
saja lagi ke rumah itu untuk mengatakan bahwa pintu gerbang terlalu cepat mereka
tutup lagi." "Ya - pergilah memberitahukan pada mereka," kata George. "Kami menunggu di
sini." Tapi sebelum Julian sempat meloncat ke atas sadel, terdengar bunyi mobil
datang. Anak-anak lompatan bangkit, sedang Richard lari ketakutan. Ia
bersembunyi di belakang semak, karena takut berhadapan lagi dengan Rooky. Mobil
yang datang itu berhenti dekat anak-anak
"Ya, mereka masih ada di sini." Terdengar suara Pak Perton, dan saat berikutnya
orang itu turun dari mobil. Rooky juga ikut keluar, dan keduanya lantas
menghampiri anak-anak. Rooky memandang mereka, lalu bertanya dengan buru-buru."Mana anak laki-laki yang
satu lagi?" "Aku juga tak tahu," jawab Julian tenang "Mungkin sudah sempat keluar tadi. Apa
sebabnya pintu gerbang cepat-cepat ditutup lagi, Pak Perton?"Sementara itu Rooky
sudah melihat Richard yang bersembunyi ketakutan di belakang semak Dengan cepat
ia pergi ke tempat itu. lalu menarik Richard ke luar. Ditatapnya muka anak itu
dengan saksama, lalu diseretnya ke tempat Pak Perton.
"Ya - seperti sudah kusangka tadi, inilah anak laki-laki yang kita cari.
Rambutnya dihitamkan! Karena itulah aku tadi tidak mengenalinya dengan segera.
Tapi kemudian kurasa aku pernah melihatnya - dan karena itulah aku ingin
mengamatinya sekali lagi."
Richard digoncang-goncangnya dengan keras, seperti yang dilakukan oleh anjing
dengan tikus yang ditangkapnya.
"Nah - sekarang bagaimana?" kata Pak Perton. Ia kedengarannya tidak begitu
gembira. "Tentu saja anak ini kita tahan di sini." kata Rooky. "Sekarang aku bisa
membalas dendam terhadap ayahnya! Akan kuminta pembayaran uang tebusan yang
banyak sekali untuk anak yang menyebalkan ini! Kan ada gunanya bagi kita. Dan
aku bisa membalas pada anak ini. karena dulu sering mengadukan diriku pada
ayahnya. Dasar anak jahat!"
Richard digoncang-goncangnya lagi. Julian marah sekali melihat perbuatan itu. Ia
melangkah maju! "Lepaskan anak itu!" tukasnya geram. "Masih belum cukupkah kejahatanmu - menahan
adikku tanpa alasan - mengurung kami semalaman! Dan kini berniat mau menculik
lagi! Bukankah kau baru saja keluar dari penjara" Kepingin masuk lagi ya"!"


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rooky melepaskan Richard, lalu menubruk Julian. Tapi secepat kilat Timmy
menyambar tangan Rooky dan langsung menggigitnya. Rooky menjerit karena marah
dan kesakitan, sambil memegang tangannya yang kena gigitan.
"Suruh anjingmu mundur!" teriaknya pada Julian.
"Dia akan kusuruh mundur - jika kau bersikap normal," kata Julian yang masih
pucat pasi karena marah. "Bebaskan kami semua - saat ini juga. Buka lagi pintu
gerbang!" Timmy menggeram-geram menakutkan. Rooky dan Pak Perton buru-buru mundur karena
merasa ngeri. Rooky mengambil batu besar, dan hendak melemparkannya ke arah
Timmy."Jika kau berani melempar, akan kusuruh anjingku menyerang lagi!" seru
George ketakutan. Pak Perton menepiskan batu yang digenggam Rooky.
"Jangan sembrono," kata Pak Perton. "Akan habis kita diserang anjing besar itu.
Lihat saja giginya yang besar-besari. Sudahlah - lepaskan anak-anak itu!"
"Tidak," tukas Rooky dengan sengit, sambil mengurut-urut tangannya. "Mereka
harus tetap terkurung di sini, sampai rencana kita sudah terlaksana. Kan
sebentar lagi sudah selesai. Dan si kunyuk ini kemudian akan kubawa pergi. Hah!
Biar tahu rasa dia - begitu pula ayahnya!"
Timmy menggeram lagi. George mulai kewalahan menahannya. Richard gemetar
mendengar ancaman-ancaman Rooky terhadap dirinya. Air matanya bercucuran.
"Ya - sekarang menangislah sepuas-puasnya," kata Rooky sambil menatap Richard
dengan pandangan benci. "Tunggu saja nanti! Anak pengecut - tak berani apa-apa!
Bisanya cuma mengadu, berbuat konyol begitu ada kesempatan!"
"Lebih baik kau ke rumah saja sekarang, Rooky," kata Pak Perton. "Rawat dulu
tanganmu yang berdarah itu. Cuci dan bubuhi obat di atasnya - kau kan tahu
gigitan anjing bisa berbahaya! Pergilah - nanti saja kaubereskan urusan anak-
anak ini!" Rooky menurut, ketika diajak kembali ke mobil. Diacung-acungkannya kepalan
tinjunya yang tidak luka ke arah anak-anak yang memandang sambil membisu."Anak-
anak iseng! Dasar..."
Tapi mesin mobil sudah dihidupkan, sehingga kata-katanya yang ramah itu sisanya
lenyap ditelan bunyi menderu. Pak Perton memundurkan mobil sedikit,
membelokkannya lalu melaju ke arah Owl!s Dene lagi. Kelima remaja itu terduduk
di rumput. Richard mulai menangis tersedu-sedan.
"Ayo diam!" bentak George padanya. "Rooky memang benar tadi! Kau ini anak
penakut, sama sekali tak punya ketabahan. Anne saja lebih tabah dari kamu! Aku
Pendekar Pedang Sakti 19 Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 13
^