Pencarian

Nyaris Terjebak 3

Lima Sekawan Nyaris Terjebak Bagian 3


menyesal bertemu denganmu!"
Richard mengusap-usap matanya yang basah karena air mata. Karena tangannya kotor
kena angus, dengan segera mukanya coreng-moreng. Tampangnya saat itu benar-benar
menyedihkan. "Maafkanlah aku," katanya terisak-isak. "Aku tahu kalian tak mau percaya padaku.
Aku memang penakut! Sifatku memang begitu!"
"Ah! Omong kosong!" tukas Julian "Tak ada orang yang dilahirkan penakut. Rasa
takut cuma timbul, jika yang dipikirkan cuma diri sendiri saja! Tak mau
mengingat kepentingan orang lain. Si Anne yang kecil ini saja - ia lebih cemas
mengenai keselamatan kita semua, daripada mengingat keselamatan diri sendiri
saja! Itu yang menyebabkan ia bisa tabah! Anne tak mungkin bisa menjadi
penakut!" Baru saat itu Richard mendengar jalan pikiran yang begitu. Dipaksanya dirinya
untuk berhenti menangis. "Akan kucoba, bersikap seperti kalian," katanya menggumam. "Kalian baik hati
semuanya! Selama ini belum pernah aku punya teman seperti kalian. Aku takkan
mengecewakan kalian lagi. Sungguh!"
"Kita lihat saja nanti," kata Julian agak sangsi. "Akan menyenangkan sekali jika
kau tiba-tiba ternyata bisa bertindak sebagai pahlawan! Tapi sementara ini, jika
kau bisa berhenti menangis saja - sudah lumayan! Kita perlu berunding sedikit."
Richard berhenti menangis. Mukanya coreng-moreng, karena angus tercampur air
mata. Julian berpaling, lalu berbicara pada saudara-saudaranya.
"Benar-benar menjengkelkan!" katanya. "Padahal nyaris saja kita berhasil keluar
tadi! Kurasa kini kita akan dikurung dalam sebuah ruangan dan akan tetap ditahan
di situ, sampai 'bisnis' mereka selesai. Kurasa 'bisnis' itu ialah
menyelundupkan orang yang bersembunyi dalam kamar rahasia itu ke tempat aman."
"Tidakkah orang tua Richard melaporkan kehilangannya pada polisi?" tanya George
sambil mengelus-elus Timmy."Ya, tentu saja! Tapi apa gunanya" Polisi takkan tahu
di mana dia," kata Julian. "Begitu pula tak ada yang tahu di mana kita! Sedang
Bibi Fanny pasti tak merasa cemas, karena menyangka bahwa saat ini kita sedang
melancong naik sepeda. Bukankah kita sudah mengatakan takkan bisa mengirim surat
padanya." "Menurut perasaanmu, orang-orang itu nanti akan benar-benar membawaku jika
mereka pergi dari sini?" tanya Richard.
"Yah kita harus berusaha melarikan diri sebelumnya," kata Julian. Ia segan
mengatakan keyakinannya, bahwa Richard pasti akan dibawa pergi oleh orang-orang
itu!" Tapi bagaimana kita bisa melarikan diri?" tanya Anne. "Tembok tinggi itu sudah
pasti takkan mungkin bisa kita panjat. Dan kurasa takkan ada orang datang ke
mari - ke puncak bukit yang sunyi ini. Takkan ada pedagang yang mampir!"
"Bagaimana dengan tukang pos?" kata Anne.
"Kurasa mereka sendiri yang menjemput surat-surat ke kantor pos," tebak Julian.
"Mereka pasti mengatur sedemikian rupa. sehingga tak ada orang yang perlu datang
ke mari. Atau - mungkin juga di sebelah luar tonggak gerbang ada kotak surat.
Tak terpikir olehku kemungkinan itu!"
Mereka bergegas-gegas pergi ke tonggak gerbang. Tapi walau mereka sudah
memanjang-manjangkan leher, tetap tak kelihatan ada kotak pos di sebelah luar.
Karenanya lenyap lagi harapan tipis mereka, akan bisa menyongsong tukang pos
yang datang dan menyampaikan pesan lewat orang itu.
"He! Perempuan yang jadi juru masak datang! Siapa namanya - ah, ya - Aggie,"
kata George pada saat itu.
Timmy menggeram-geram. Anak-anak menoleh ke arah tatapan George. Benar - mereka
melihat perempuan yang bernama Aggie datang bergegas-gegas ke arah mereka.
Mungkinkah Aggie mau pergi" Dan akan membukakah pintu gerbang untuk memberi
kesempatan lewat padanya"Tapi harapan itu lenyap ketika Aggie sudah dekat.
"Ah! Di sini kalian rupanya." katanya. "Ada pesan untuk kalian. Kalian bisa
memilih dua kemungkinan: tinggal di luar sepanjang hari dan tidak bisa masuk ke
rumah - atau masuk, lalu dikurung dalam kamar!"
Aggie celingukan sesaat, lalu merendahkan suaranya."Aku ikut menyesal, melihat
kalian tak berhasil melarikan diri. Aku sungguh-sungguh sedih! Perempuan tua
seperti aku saja sudah cukup tidak enak terkurung di sini bersama si Bongkok -
apalagi kalian! Padahal kalian semua anak baik-baik!"
"Terima kasih," kata Julian membalas pujian itu. "Nah, karena kami semua anak-
anak baik - tolong katakan, adakah jalan lain untuk keluar dari sini - kecuali
lewat pintu gerbang'"
"Tidak! Sama sekali tak ada jalan lain." kata Aggie. "Tempat ini begitu pintu
gerbang sudah ditutup, sama saja seperti penjara. Tak ada yang boleh keluar-
masuk tanpa izin Pak Perton dan kawan-kawannya. Jadi percuma saja mencoba
melarikan diri." Anak-anak terdiam semua. Aggie menoleh lagi ke belakang. Seolah-olah takut ada
orang yang menguping - mungkin si Bongkok. Setelah itu ia bicara lagi. dengan
suara yang lebih pelan dari tadi."Pak Perton tadi menyuruhku agar jangan
terlampau banyak memberi makan pada kalian, ia juga memerintahkan si Bongkok
agar memasukkan racun ke dalam makanan anjing kalian. Jadi jangan perbolehkan
anjing kalian memakan makanan lain, kecuali makanan yang kusediakan sendiri
untuk kalian." "Aduh, jahatnya!" seru George kaget. Dipeluknya Timmy erat-erat. "Kau dengar
itu. Tim" Sayang Pak Perton tidak ikut kaugigit tadi!
"Ssst!" desis Aggie ketakutan. "Sebetulnya aku tak boleh menceritakannya pada
kalian - tapi kalian begitu ramah padaku, dan memberi uang yang sedemikian
banyaknya padaku. Kalian benar-benar baik budi! Sekarang dengarkan baik-baik!
Sebaiknya kalian memilih tinggal di luar saja - karena jika terkurung dalam
kamar, aku tak berani mengantarkan makanan banyak-banyak! Nanti ketahuan oleh
Rooky, jika ia kebetulan masuk ke tempat kalian. Tapi jika kalian di luar,
bagiku lebih mudah untuk memberikan makanan yang banyak!"
"Terima kasih," kata Julian, diikuti oleh anak-anak yang lain. "Bagaimanapun,
kami memang lebih memilih di luar saja! Kurasa jika kami memilih tinggal di
rumah kami harus dikurung, sebab Pak Perton khawatir jika kami secara kebetulan
mengetahui salah satu rahasianya yang ada di situ. Baiklah! Katakan padanya,
kami memilih tinggal di luar saja. Bagaimana dengan makanan kami" Bagaimana cara
Anda mengaturnya" Kami tidak ingin menyebabkan Anda mengalami kesukaran
karenanya - tapi kami juga sangat lapar. Kami sudah ingin makan!"
"Akan kuurus nanti," kata Aggie. Ia bahkan sempat tersenyum! "Tapi ingat kataku
tadi - jangan sampai anjing kalian memakan apa pun yang disediakan oleh si
Bongkok untuknya! Pasti sudah dibubuhi racun!"
Saat itu terdengar suara orang memanggil dari arah rumah.
"Si Bongkok memanggil," kata Aggie. "Aku harus pergi sekarang!"Ia bergegas
kembali ke rumah. "Ah. begitu rupanya siasat mereka," kata Julian sambil mengangguk-angguk.
"Rupanya mereka berniat hendak meracuni Timmy! Yah - kita lihat saja siapa yang
lebih cerdik. Ya, Tim?"
Timmy menggonggong. Kedengarannya serius. Bahkan ekornya pun tak dikibaskan
olehnya! BAB 16 Aggie Dan Si Bongkok
"AKU rasanya perlu bergerak sedikit," kata George. ketika Aggie sudah pergi
lagi. "Yuk! Kita memeriksa sekitar pekarangan ini. Siapa tahu apa yang kita
temukan nanti!" Anak-anak bangkit semua. Mereka merasa lega, karena ada kesibukan lain yang bisa
membuat mereka agak melupakan kerumitan saat itu. Siapalah yang akan mengira
kemarin - ketika mereka masih bersenang-senang naik sepeda - bahwa hari ini
mereka terkurung seperti dalam penjara" Memang nasib tidak bisa diramalkan.
Dengan begitu hidup memang menjadi asyik - tapi di pihak lain, acara pelancongan
mereka menjadi buyar karenanya!
Tapi dalam pemeriksaan yang mereka lakukan sambil berjalan-jalan di pekarangan
Owl's Dene itu, anak-anak tidak menemukan sesuatu yang istimewa. Yang ada di
situ cuma beberapa ekor sapi. lalu ayam betina sekandang dan sekawan anak bebek.
Rupanya segala-galanya tersedia di situ. Tukang susu tak perlu datang.
"Kurasa setiap hari mereka pergi dengan mobil ke salah satu kota yang tak jauh
dari sini untuk mengambil surat atau membeli daging dan ikan." kata George.
"Selebihnya, semua tersedia di sini. Mereka bisa hidup di sini berbulan-bulan,
tanpa ada hubungan sedikit pun dengan orang luar. Kurasa mereka banyak menyimpan
makanan dalam kaleng."
"Seram rasanya menemukan tempat seperti rumah ini," kata Dick. "Terpencil di
atas bukit yang sunyi, menyembunyikan rahasia-rahasia aneh! Aku ingin tahu,
siapa orang yang kaulihat sedang tidur sambil mendengkur dalam kamar rahasia
itu, Ju!" "Terang seseorang yang tak ingin dirinya dilihat orang lain - termasuk si
Bongkok atau Aggie," kata Julian. "Kurasa polisi akan gembira, jika tahu bahwa
orang itu bersembunyi di sini!"
"Aku kepingin sekali bisa pergi dari sini." kata George. "Aku tak suka tempat
ini - karena rasanya aneh di sini! Dan aku juga takut, jangan-jangan Timmy
berhasil mereka racuni!"
"Jangan, khawatir - hal itu takkan terjadi," kata Dick. "Kita takkan
membiarkannya! Kita bagi saja makanan yang untuk kita dengannya. Kau kan mau,
Tim?" Tentu saja Timmy setujui ia berbunyi seperti terbatuk, sedang ekornya mengibas-
ngibas dengan sibuk. Pagi ini ia takkan beranjak sedikit pun dari sisi George.
"Nah, sekeliling pekarangan sudah kita periksa, dan ternyata tak ada hal yang
menarik," kata Julian ketika mereka sudah kembali ke dekat rumah lagi. "Kurasa
si Bongkok yang melakukan tugas memerah susu, memberi makan pada ayam dan bebek
serta memetik sayuran. Sedang Aggie bertugas mengurus rumah. He - lihatlah! Si
Bongkok datangi ia membawa makanan - pasti untuk Timmy."
Si Bongkok menggamit mereka, sambil berseru."Ini makanan untuk anjing kalian!"
"Diam saja, George," kata Julian dengan suara pelan. "Kita pura-pura membiarkan
Timmy makan. Padahal makanan itu kita buang! Pasti si Bongkok akan tercengang
besok pagi, jika melihat Timmy masih segar bugar!"
Si Bongkok pergi ke kandang sapi, sambil membawa ember. Anne cekikikan.
"Aku tahu akal!" katanya. "Kita pura-pura si Timmy tak menghabiskan makanannya -
lalu kita berikan pada ayam dan bebek!"
"Si Bongkok pasti panik nanti, karena menyangka ternak piaraannya akan mati kena
racun," kata George. "Biar tahu rasa! Yuk - kita ambil saja makanan itu!"
George berlari menghampiri basi besar yang berisi makanan yang beracun, lalu
mengambilnya. Dari rupanya saja sudah pasti Timmy takkan doyan memakannya, juga
apabila diperbolehkan oleh George. Timmy memang tidak sembarangan saja mau makan
segalanya. "Cepat! Ambil sekop, Ju! Gali lubang, sebelum si Bongkok kembali," kata George.
Julian mulai menggali lubang sambil tertawa-tawa. Tak sampai semenit kemudian
sudah digalinya sebuah lubang yang dalam, karena tanah di situ lembek. George
menuangkan seluruh isi basi itu ke dalam lubang. Sedang basi itu sendiri
dibersihkannya dengan daun-daunan, supaya tak ada makanan yang tersisa. Setelah
itu Julian menutup lubang itu kembali. Sekarang takkan ada binatang yang bisa
mati karena memakan makanan yang beracun.
"Sekarang kita ke kandang ayam. Jika si Bongkok muncul, kita harus melambai ke
arahnya," kata Julian. "Pasti nanti ia akan bertanya apa yang kita lakukan di
situ. Yuk! Kita kejutkan orang itu! Biar kapok!"
Anak-anak pergi ke kandang ayam. Di situ mereka memandang ke dalam, lewat pagar
kawat yang mengelilingi. Ketika si Bongkok lewat, mereka berpaling lalu
melambaikan tangan. George pura-pura mengais-ngais sisa makanan di basi dan
memasukkannya ke tempat makanan ayam Si Bongkok melotot melihat perbuatannya
itu. Kemudian ia berlari-lari menghampiri, sambil berteriak-teriak,"Jangan! Jangan!"
"Ada apa?" tanya George berpura-pura tak tahu, sementara tangannya terus sibuk
pura-pura memasukkan sisa makanan Timmy ke dalam tempat makanan ayam. "Tidak
bolehkah ayam-ayam itu kuberi sisa makanan?"
"Basi itu yang kupakai tadi untuk memberi makanan anjing?" tanya si Bongkok
curiga. "Betul," jawab George.
"Jadi dia tak menghabiskan makanannya - lalu kalian berikan pada ayam-ayamku,"
teriak si Bongkok marah-marah. Disentakkannya basi itu dari tangan George. Anak
itu pura-pura marah. "Apa sebabnya ayam-ayam itu tak boleh kuberi sisa makanan anjingku" Kan enak
kelihatannya!"Si Bongkok memandang ke kandang ayam, lalu mengeluh. Dilihatnya
ayam-ayam di situ mematuk-matuk dekat anak-anak. Kelihatannya seperti sedang
memakan sesuatu yang baru saja ditaburkan di situ. Si Bongkok sudah merasa pasti
ternaknya itu besok akan mati. Pasti ia akan diamuk!
"Kau ini anak laki-laki yang goblok!" katanya pada George sambil melotot. "Masa
makanan itu kauberikan pada ayam-ayamku Kau ini minta dipukul rupanya!"
Ternyata si Bongkok mengira George anak laki-laki. Anak-anak mengikuti adegan
itu dengan penuh minat. Biar si Bongkok tahu rasa sekarang! Biar saja dia panik
- ketakutan ayam-ayamnya akan mati! Itulah pembalasannya, karena hendak meracuni
Timmy! Si Bongkok nampak kebingungan, tak tahu apa yang harus dilakukan. Kemudian
diambilnya sapu dari gudang yang ada di dekat situ, lalu masuk ke kandang ayam.
Rupanya ia hendak menyapu tempat itu, takut kalau masih ada remah-remah makanan
beracun yang masih ketinggalan. Si Bongkok menyapu dengan sibuk Anak-anak
menonton. Mereka puas, karena melihat si Bongkok menghukum dirinya sendiri!
"Belum pernah kulihat ada orang yang mau repot-repot menyapu kandang ayam," kata
Dick dengan suara lantang.
"Aku juga belum pernah," jawab George. "Rupanya ia ingin mendidik ayam-ayamnya,
supaya mengenal kebersihan!"
"Bukan pekerjaan gampang," kata Julian pula. "Untung bukan aku yang harus
mengerjakannya. Sayang, remah-remah makanan tadi hilang disapu. Terbuang percuma
jadinya!" Semuanya sependapat dengannya."Tapi aneh - dia begitu ribut melihat aku
memberikan sisa makanan Timmy pada ayam-ayam itu," kata George kemudian. "Aku
jadi agak curiga karenanya."
"Betul," kata Dick menyetujui. "Tapi tampang si Bongkok memang agak
mencurigakan." Kata-kata mereka semua terdengar jelas oleh si Bongkok. Dan itu memang disengaja
oleh mereka. Si Bongkok berhenti menyapu, lalu menatap mereka sambil cemberut.
"Ayo pergi dari sini," bentaknya. Diangkatnya gagang sapu yang dipegangnya,
hendak diayunkannya ke arah anak-anak.
"Wah! Kelihatannya seperti induk ayam yang sedang marah!" kata Anne ikut-ikut.
"Sebentar lagi pasti berkotek-kotek!" kata Richard menambah bumbu yang pedas.
Anak-anak tertawa terpingkal-pingkal. Si Bongkok menjadi merah padam mukanya
karena marah, ia lari ke pintu kandang dan membukanya.
"Nanti dulu - mungkin ia memasukkan racun ke dalam makanan Timmy tadi," kata
Julian keras-keras. "Karena itu rupanya ia gelisah melihat ayam-ayamnya. Betul
juga kata peri bahasa kuno: Barang siapa menggali lubang, terperosok sendiri ke
dalamnya!" Si Bongkok tertegun ketika mendengar perkataan 'racun'. Dilemparkannya sapu ke
arah gudang, ia sendiri masuk ke rumah, tanpa mengatakan apa-apa lagi.
"Nah, kita sudah berhasil membalas kejahatannya dengan lipat ganda," kata
Julian. "He - Aggie memanggil kita," kata Richard. "Lihatlah - mungkin dia membawa
makanan untuk kita "
"Mudah-mudahan saja." kata Dick. "Aku sudah mulai merasa lapar. Aneh, orang
dewasa kelihatannya seperti tak pernah lapar! Tidak seperti kita. Kasihan mereka
itu." "Kenapa kasihan" Kau senang merasa lapar?" kata Anne sementara mereka berjalan
menuju rumah. "Ya, asal aku tahu sebentar lagi akan makan enak," jawab Dick. "Tapi jika tidak,
rasa lapar tidak enak. Astaga - cuma itu yang disediakan Aggie untuk kita?"
Di ambang jendela terletak sebatang roti yang nampaknya sudah tua serta keju
kuning yang keras. Cuma itu saja. Si Bongkok berdiri di situ sambil meringis.
"Kata Aggie, itulah makanan kalian." katanya. Setelah itu ia duduk di tempatnya,
lalu mulai menyuap masakan huspot yang kelihatannya sedap sekali.
"Rupanya ia membalas tindakan kita tadi di kandang ayam," bisik Julian. "Wah -
tak kukira Aggie akan bersikap seperti begini. Ke mana dia sekarang?"
Saat itu Aggie keluar dari dapur, membawa keranjang cucian yang nampaknya penuh
dengan pakaian. "Aku hendak menggantung pakaian ini sebentar." serunya pada si Bongkok. "Setelah
itu aku kembali lagi."
Kemudian Aggie memandang anak-anak, lalu mengedipkan mata.
"Itu makanan kalian, kuletakkan di ambang jendela." katanya "Ambillah, dan pergi
makan di tempat lain. Aku dan si Bongkok tak suka jika kalian makan di dapur!"
Tapi tiba-tiba Aggie tersenyum, sambil menganggukkan kepala ke keranjang cucian
yang dibawanya Dengan segera anak-anak mengerti - makanan yang sebenarnya untuk
mereka ada dalam keranjang itu!


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan cepat mereka mengambil roti dan keju dari ambang jendela, lalu menyusul
Aggie. Perempuan itu meletakkan keranjang cucian di bawah sebatang pohon yang
tidak kelihatan dari rumah. Di tempat itu terentang tali jemuran.
"Nanti aku keluar lagi untuk menjemur pakaian," katanya, ia tersenyum lagi lalu
masuk ke rumah. "Aggie yang baik." kata Julian, lalu mengangkat tumpukan pakaian yang terdapat
di sebelah atas keranjang. "Astaga - coba lihat makanan ini!"
BAB 17 Ide Julian Yang Cemerlang
Di dasar keranjang tersusun sendok, garpu, pisau, piring dan cangkir-cangkir.
Kecuali itu juga ada susu dua botol besar. Lalu perkedel daging roti yang
bundar-bundar, biskuit serta jeruk. Aggie benar-benar murah hati!
Dengan cepat anak-anak mengeluarkan kesemuanya itu dari keranjang, lalu
membawanya ke balik semak. Di situ mereka duduk lalu makan dengan nikmat. Timmy
juga mendapat bagian Bahkan keju kuning yang sudah keras pun habis disikatnya!
"Sekarang kita cuci saja semuanya di keran yang ada di kebun, lalu kita kemaskan
kembali ke dalam keranjang," kata Julian. "Jangan sampai Aggie mengalami
kesulitan sebagai akibat keramahan hatinya."
Setelah semuanya dicuci sampai bersih, lalu ditumpukkan lagi ke dasar keranjang.
Setelah itu ditutup dengan pakaian.
Sesudah setengah jam, Aggie keluar lagi.
Anak-anak menghampirinya, lalu berbicara dengan suara pelan,"Terima kasih,
Aggie! Enak sekali makanannya tadi!"
"Tanggung bagian si Bongkok tak seenak yang kami makan tadi!"
"Ssst!" kata Aggie. Ia senang mendengar puji-pujian itu tapi juga agak khawatir.
"Kita harus hati-hati. Siapa tahu, si Bongkok mengintai! Pendengarannya tajam
sekali! Nanti sore aku harus keluar lagi. mengambil telur dari kandang ayam. Aku
akan membawa keranjang - dan di dalamnya akan kubawakan makanan sore untuk
kalian. Sementara aku mengumpulkan telur, kutinggalkan makanan itu dalam kandang
ayam. Apabila aku sudah pergi lagi, kalian bisa mengambilnya!"
"Kau benar-benar baik budi, Aggie I" kata Julian mengaguminya. "Sungguh!"
Aggie kelihatan senang. Nampak jelas bahwa sudah lama sekali ia tak diajak
bicara dengan ramah, atau dikagumi orang. Aggie benar-benar malang nasibnya.
Selalu ketakutan dan sengsara. Tapi sekarang ia merasa senang, karena menyimpan
rahasia kecil dengan anak-anak. Ia senang, karena bisa menipu si Bongkok.
Mungkin baginya perbuatan itu merupakan pembalasan dendam atas sikap buruk yang
dialaminya selama itu. Aggie menggantungkan pakaian yang ada dalam keranjang. Selembar ditinggalkannya
dalam keranjang untuk menutupi piring dan mangkuk yang tadi dipakai anak-anak
untuk makan siang. Kemudian ia masuk lagi ke rumah.
"Kasihan Aggie," kata Dick. "Hidupnya merana!"
"Ya - aku takkan mau hidup terkurung di sini selama bertahun-tahun, bersama
orang-orang jahat seperti Perton dan Rooky," kata Julian.
"Tapi nampaknya nasib kita akan seperti dia, jika tidak cepat-cepat mencari akal
untuk melarikan diri," kata Dick lagi.
"Betul! Kita harus memeras otak," kata Julian. "Kita ke sana saja, ke bawah
pohon itu. Di situ kita bisa duduk-duduk di rumput sambil berunding, tanpa ada
orang lain yang bisa mendengar pembicaraan kita."
"Lihatlah! Si Bongkok sedang mengelap mobil Bentley," kata George sekonyong-
konyong. "Aku lewat sebentar ke sana bersama Timmy, dan Timmy kusuruh menggeram-
geram sedikit. Biar ia melihat bahwa Timmy masih segar-bugar!"
Niatnya itu dilakukan olehnya. George mengajak Timmy menuju ke mobil besar yang
berwarna hitam itu. Dan ketika sudah dekat ke tempat si Bongkok, Timmy mulai
menggeram-geram dengan galak. Secepat kilat si Bongkok masuk ke dalam mobil lalu
menutup pintu. George meringis!
"Halo," sapanya.
"Mau jalan-jalan ya" Bolehkah aku ikut, bersama Timmy?"George berbuat seakan-
akan hendak membuka pintu mobil.
Seketika itu juga si Bongkok menjerit,"Jangan masukkan anjing itu ke mari. Aku
sudah melihat tangan Rooky! Satu jarinya luka parahi Aku tak mau diserang anjing
itu." "Ajaklah kami pelesir dengan mobil, Bongkok," kata George nekat. "Timmy paling
senang jika diajak jalan-jalan naik mobil."
"Ayo pergi!" seru si Bongkok.
Dipegangnya pintu kuat-kuat. supaya tidak bisa dibuka dari luar oleh George.
"Aku disuruh Pak Perton membersihkan mobil ini karena ia nanti malam akan pergi.
Aku harus menyelesaikan pekerjaanku - janganlah aku kauganggu lagi."
Sambil tertawa-tawa George kembali ke tempat teman-temannya.
"Nah. sekarang ini ia bisa melihat bahwa Timmy tidak jadi mati," kata Dick
sambil meringis. "Untung saja - jika Timmy tak ada bersama kita, pasti kita akan
lebih repot lagi." Mereka pergi ke bawah pohon, lalu duduk di situ.
"Apa kata si Bongkok tadi tentang mobil?" tanya Julian. Dengan segera George
menceritakan apa yang didengarnya tadi. Julian berpikir-pikir. Anne mengenal
sikap abangnya - jika ia sudah begitu, artinya ia sedang menyusun rencana.
Anne menyenggolnya."Kau punya rencana, Ju" Bagaimana rencanamu?"
"Ah - aku cuma berpikir saja," kata Julian lambat-lambat. "Mobil itu - dan Pak
Perton akan pergi malam ini - jadi ia harus melewati pintu gerbang.."
"Lalu?" tanya Dick. "Kau mau ikut dengan dia?"
"Ya, betul!" jawab Julian dengan tidak disangka-sangka. "Soalnya, jika ia baru
berangkat jika hari sudah gelap, kurasa aku akan bisa bersembunyi dalam tempat
bagasi mobilnya. Dan pada saat mobil berhenti di salah satu tempat, kubuka lagi
tutup tempat bagasi, cepat-cepat keluar lalu mencari bantuan!"
Anak-anak menatap Julian sambil membisu. Anne berkilat-kilat matanya.
"Wah - hebat rencanamu itu, Ju!" pujinya kagum.
"Memang," tambah Dick.
"Tapi - aku tak mau tinggal di sini jika Julian pergi," kata Anne. Tiba-tiba ia
merasa takut. "Kalau ada Julian, aku tak takut apa-apa!"
"Kalau begitu aku saja yang pergi," kata Dick
"Aku juga bisa," kata George pula. "Tapi Timmy harus ikut, dan rasanya dalam
tempat bagasi takkan ada tempat untuknya
!?"Kalau dari luar, kelihatannya cukup lapang," kata Julian. "Coba jika Anne
bisa kubawa serta jadi aku bisa tahu pasti bahwa ia selamat. Sedang yang lain-
lain, kalian takkan terancam bahaya selama Timmy ada!"
Mereka merundingkan rencana itu masak-masak. Menjelang saat minum teh mereka
berhenti berunding, karena melihat Aggie keluar sambil membawa keranjang untuk
tempat telur, ia memberi isyarat pada anak-anak agar jangan mendekat. Rupanya
mungkin ada orang sedang memperhatikan. Karena itu anak-anak tetap berada di
tempat mereka, sambil memperhatikan Aggie yang masuk ke kandang ayam. Tak lama
kemudian perempuan itu keluar lagi membawa telur dalam keranjang, ia langsung
masuk ke rumah, tanpa menoleh ke arah anak-anak.
"Coba kuperiksa sebentar, apa yang ditinggalkannya dalam kandang ayam," kata
Dick, lalu pergi ke tempat itu. Tak lama kemudian ia sudah kembali sambil
tertawa lebar. Kantong-kantongnya menggelembung, penuh dengan makanan yang
ditaruhkan oleh Aggie dalam kandang ayam.
"Bahkan tulang untuk Timmy juga dibawakan olehnya," kata Dick.
"Apakah tidak berbahaya?" tanya George agak sangsi.
Julian mencium tulang itu sebentar."Baunya masih segar," katanya. "Tak tercium
bau racun! Lagipula. Aggie takkan sampai hati berbuat selicik itu. Yuk, kita
makan saja sekarang!"
Sehabis makan, anak-anak merasa bosan karena tak tahu lagi apa yang masih bisa
dikerjakan. Karenanya Julian mengajak mereka mengadakan pertandingan lari dan
melompat. Timmy tidak ikut serta sebagai petanding. Kalau ikut, pasti semua
pertandingan akan dimenangkannya dengan mudah. Tapi walau begitu ia ikut juga
Begitu asyik, sehingga ribut menggonggong gonggong. Tahu-tahu Pak Perton muncul
di balik jendela lalu berseru menyuruh diam.
"Wah, maaf!" balas George berseru. "Entah! kenapa, Timmy bergembira sekali hari
ini!" "Pasti Pak Perton akan bingung, tak tahu apa sebabnya" kata Julian sambil
meringis. "Si Bongkok pasti akan diomeli, karena disangka tak menurut
perintahnya untuk meracuni Timmy!"
Ketika hari mulai gelap, anak-anak menyelinap mendekati mobil Pak Perton. Si
Bongkok sudah selesai dengan pekerjaannya. Dengan hati-hati Julian membuka tutup
tempat bagasi, lalu memandang ke dalam. Seketika itu juga ia berseru dengan nada
kecewa. "Wah, sempit sekali! Kurasa aku tak bisa masuk ke situ. Kau juga takkan muat di
dalamnya Dick!" "Kalau begitu aku saja yang pergi," kata Anne dengan suara takut-takut.
"Ah, jangan!" larang Julian.
"Aku saja," kata Richard sekonyong-konyong. "Kalau aku, rasanya persis muat di
dalamnya." "Kau mau pergi?" kata Dick heran. "Mestinya! kau sudah setengah mati ketakutan!"
Richard terdiam sesaat."Memang - aku sangat takut," katanya kemudian. "Tapi
walau begitu, aku tetap bersedia pergi. Soalnya - tinggal aku saja yang masih
mungkin. Anne tidak boleh - sedang George tidak bisa pergi tanpa Timmy. Dan
Julian atau Dick terlalu besar badannya, sehingga tak mungkin muat di situ!"
Anak-anak tercengang. Tak mereka sangka Richard akan mau mengajukan dirinya
untuk melakukan sesuatu yang bukan untuk kepentingannya sendiri. Tak mereka kira
ia akan setabah itu. Tapi Julian masih agak sangsi.
"Ini urusan serius, Richard." katanya. "Maksudku - jika kau melakukannya, kau
harus bersungguh-sungguh melakukannya. Jangan lantas ketakutan dan menangis
kemudian, sehingga terdengar oleh orang yang dalam mobil. Pasti mereka akan
memeriksa tempat bagasi ini jika kau nanti menangis!"
"Aku tahu," kata Richard. "Kurasa aku sanggup melakukannya. Kuharap kalian mau
mempercayai diriku sedikit."
"Aku tak mengerti apa sebabnya kau menawarkan diri untuk melakukan tugas sesulit
itu." kata Julian lagi. "Bukan begitu watakmu - karena selama ini belum pernah
kualami kau bersikap tabah!"
"Kurasa aku bisa mengerti, Ju," kata Anne tiba-tiba sambil menarik-narik lengan
abangnya. "Sekali ini Richard tidak memikirkan dirinya sendiri, ia teringat pada
keselamatan kita semua. Setidak-tidaknya ia ingin mencoba. Berilah kesempatan
padanya, karena sekarang ia sudah mulai menampakkan keberanian."
"Aku cuma ingin agar diberi kesempatan," kata Richard lirih.
"Baiklah." kata Julian. "Kami berikan kesempatan itu padamu. Kami akan sangat
gembira jika ternyata kau memanfaatkan kesempatan itu untuk melakukan sesuatu
yang berguna!" "Katakan apa yang harus kulakukan," kata Richard. Dipaksanya suaranya agar
jangan sampai kedengaran gemetar.
"Yah - begitu kau sudah masuk ke dalam, tutup tempat bagasi ini harus kami
rapatkan lagi. Aku tak tahu berapa lama kau harus menunggu dalam tempat yang
gelap itu," kata Julian. "Sebaiknya kukatakan saja dari sekarang, di dalam akan
pengap dan sama sekali tidak enak! Apalagi jika mobil sudah berjalan!"
"Kasihan Richard," kata Anne.
"Begitu mobil berhenti dan kaudengar orang-orang itu keluar, kau harus menunggu
beberapa saat lagi. Tunggu sampai mereka sudah agak jauh. Kemudian kau harus
cepat-cepat keluar dan pergi ke kantor polisi terdekat," kata Julian lagi. "Di
sana kau harus menyampaikan laporan dengan singkat. Dan sebutkan alamat ini -
Owl's Dene di atas Owl's Hill, beberapa kilometer dari Hutan Middlecombe.
Selebihnya akan diurus oleh polisi. Mengerti?"
"Ya," kata Richard.
"Nah. setelah tahu apa tugasmu, kau masih mau pergi juga sekarang?" tanya Dick.
"Ya," kata Richard sekali lagi. Ia kaget, ketika dengan tiba-tiba Anne
memeluknya. "Kau baik hati, Richard." kata Anne. "Mula-mula tak kusangka kau anak yang
baik!" Julian menepuk punggungnya."Jika tugas ini kauselesaikan dengan baik, akan kita
lupakan segala perbuatan konyolmu selama ini! Nah - sekarang cepat-cepat saja
masuk, karena kita tak tahu kapan mereka akan keluar rumah!"
"Ya, aku masuk saja sekarang," kata Richard. Ia merasa tabah sekali, setelah
dipeluk oleh Anne dan ditepuk punggungnya oleh Julian. Julian memeriksa bagian
dalam kunci tutup tempat bagasi.
"Kurasa Richard takkan bisa membukanya dari dalam." katanya kemudian. "Tak
mungkin! Jadi jangan kita tutup sampai rapat. Kuganjal saja dengan ranting atau
salah satu benda lain. Dengan begitu Richard akan mendapat udara segar untuk
bernapas, dan ia bisa membuka tutup ini jika dianggap sudah waktunya. Tolong
ambilkan sepotong ranting!"
Sementara Dick mengambilkan ranting untuk dijadikan ganjalan. Richard masuk ke
dalam tempat bagasi dan meringkuk di situ. Untuknya saja, tempat itu sudah
nyaris terlalu sempit. Julian menutupkan kap belakang, dan mengganjalnya dengan
sepotong ranting sehingga tidak sampai tertutup rapat. Masih ada celah sedikit!
Tiba-tiba Dick menyikut Julian."Cepat! Ada orang datang!"
BAB 18 Cari Richard! Pak Perton nampak berdiri di ambang pintu depan, diterangi sinar lampu serambi
dalam, ia sedang bicara dengan Rooky; yang kelihatannya tidak ikut pergi.
Rupanya Pak Perton akan pergi seorang diri saja dengan mobil.Setelah membisikkan
doa selamat pada Richard, Julian beserta saudara-saudaranya menghilang ke tempat
gelap di seberang jalan masuk itu. Di situ mereka mengintip, memperhatikan Pak
Perton yang berjalan menuju ke mobil. Pak Perton masuk, lalu menutup pintu.
Untung tak ada barang yang harus dimasukkannya ke dalam tempat bagasi.
Mesin mobil dinyalakan, dan kendaraan itu meluncur menuju gerbang. Pada saat
bersamaan, terdengar bunyi mesin membuka pintu gerbang menggeretak.
"Pintu gerbang dibuka," gumam Dick.
Mereka mendengar mobil meluncur terus, tanpa berhenti dulu dekat gerbang.
Terdengar bunyi tuter rupanya mengisyaratkan orang di rumah agar pintu gerbang
cepat-cepat ditutup lagi.Pintu rumah sebelah depan ditutup dari dalam. Anak-anak
termenung sesaat. Semuanya memikirkan Richard. yang terkurung dalam tempat
bagasi mobil. "Tak pernah kusangka ia akan berani," kata George.
"Memang," kata Julian sambil termenung. "Tapi kita memang tak mungkin bisa
menduga apa yang mungkin terjadi pada diri seseorang. Kurasa bahwa orang yang
paling penakut, atau penjahat yang paling keji dan tak jujur pun - kalau benar-
benar mau, masih bisa menemukan kebajikan dalam dirinya."
"Ya - tapi yang jarang ada justru kemauan itu," kata Dick. "Lihat - Aggie
berdiri di ambang pintu dapur Kita dipanggilnya."
Anak-anak mendatanginya."Kalian boleh masuk sekarang." katanya. "Tapi sayang tak
banyak makanan yang bisa kuberikan pada kalian, karena ada si Bongkok. Tapi
nanti akan kusembunyikan kue-kue dalam kamar kalian, kutaruh di bawah selimut."
Anak-anak masuk ke dapur. Nyaman rasanya di situ, karena api menyala dalam
pediangan. Ruangan itu diterangi cahaya lampu minyak yang redup. Si Bongkok
sedang duduk di pojok sebelah sana sibuk dengan lap dan semir ia menatap anak-
anak yang masuk. Tampangnya cemberut.
"Bawa anjing kalian ke luar!" tukasnya, "Ia tak boleh masuk ke sini!"
Tapi George membangkang. "Kulaporkan pada Rooky nanti." kata si Bongkok, ia maupun Aggie nampaknya tak
menyadari saat itu. bahwa anak-anak tinggal berempat saja.
"Jika Rooky berani ke mari. Timmy pasti akan menggigit tangannya yang satu
lagi." kata George. Lagi pula - tidakkah ia akan heran nanti, jika melihat Timmy
masih segar-bugar?" Setelah itu, persoalan Timmy selesai. Tanpa mengatakan apa-apa, Aggie meletakkan
sisa kue tar berisi buah prem ke atas meja.
"Itu makan malam kalian." Hanya itu saja yang dikatakannya.
Anak-anak membagi kue itu, masing-masing sepotong kecil. Kemudian si Bongkok
pergi ke luar. Dengan cepat Aggie berbisik-bisik,"Tadi sore pukul enam, aku mendengarkan siaran
radio. Ada berita polisi mengenai satu di antara kalian, yang bernama Richard!
Ibunya melaporkan kehilangannya pada polisi - yang langsung menyiarkan melalui
radio!" "O ya?" kata Dick. "Wah! Kalau begitu sebentar lagi polisi akan ke mari!"
"Tahukah mereka bahwa kalian ada di sini'" tanya Aggie tercengang.
Dick menggeleng."Belum tahu - tapi kurasa tak lama lagi mereka akan berhasil
menemukan jejak kami sampai di sini."
Aggie kelihatan sangsi."Belum pernah polisi berhasil menemukan jejak orang
sampai di sini. Kurasa juga takkan pernah! Mereka pergi ke mari - sekali.
Katanya mencari seseorang! Pak Perton menyilakan mereka masuk dengan sopan.
Polisi lantas menggeledah rumah, mencari orang itu! Tapi tak berhasil."
Julian menyikut Dick. Ia tahu di mana polisi bisa menemukan orang yang dicari
itu - dalam kamar rahasia, di belakang papan lemari buku yang bisa digeserkan!
"Aneh, aku tak melihat pesawat telepon di rumah ini." katanya kemudian. "Atau
memang tidak ada?" "Tidak." jawab Aggie. "Tidak ada telepon listrik, gas. Tak ada air leding -
pokoknya semua serba tidak ada di sini! Yang ada cuma rahasia, orang-orang yang


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bolak-balik datang dan pergi, ancaman-ancaman dan..."
Aggie tidak meneruskan kata-katanya, karena saat itu si Bongkok masuk lagi ke
dapur. Aggie pergi ke perapian, di mana ada ceret tergantung di atas batang-
batang kayu yang menyala. Si ongkok memandang anak-anak yang menatapnya.
"Rooky menyuruhku menjemput anak yang bernama Richard," katanya sambil
menyeringai. "Katanya, hendak diberi pelajaran sedikit!"
Keempat anak itu mengucap syukur dalam hati, karena Richard sudah tidak ada lagi
di rumah itu. Mereka merasa pasti, Richard tentu takkan menyukai pelajaran yang
akan diberikan Rooky padanya.Mereka saling berpandang-pandangan sejenak, lalu
memandang ke sekeliling dapur.
"Richard" Lho - ke mana Richard tadi?"
"Apa maksud kalian - maha Richard"!" bentak si Bongkok.
Mendengar bentakannya itu, Timmy langsung menggeram.
"Pokoknya aku hanya tahu bahwa satu dari kalian bernama Richard."
"Eh! Tadi kan mereka berlima! Kenapa serang tinggal empat?" kata Aggie tiba-
tiba. "Baru sekarang kusadari. Richard-kah yang tidak ada di sini?"
"Astaga - ke mana lagi anak itu"!" kata Julian, pura-pura bingung, ia memanggil-
manggil. "Richard! He, Richard" Di manakah kamu?"
Si Bongkok marah. "Jangan main-main!" bentaknya. "Satu dari kalian, pasti bernama Richard!
Sekarang mengaku - siapa yang bernama Richard?"
"Tak ada di antara kami yang bernama Richard." kata Dick. "Ah, ke mana lagi
perginya anak itu" Mungkinkah ketinggalan di pekarangan tadi, Ju?"
"Rupanya begitu," jawab Julian. Ia membuka jendela dapur lebar-lebar.
"RICHARDI" teriaknya. "Kau dipanggil, Richard!"
Tentu saja Richard tidak menjawab apalagi muncul! ia sudah jauh. bersembunyi
dalam tempat bagasi mobil Bentley yang dipakai oleh Pak Perton!
Kemudian terdengar langkah orang bergegas-gegas dalam gang. Pintu dapur dibuka
dengan kasar. Rooky berdiri di ambang pintu. Keningnya berkerut. Satu tangannya
d bungkus pembalut Timmy menggonggong dengan gembira, hendak menerjang tapi
George sempat menyambar kalung lehernya.
"Bukankah anjing itu sudah kusuruh agar diracun?" bentak Rooky. "Dan apa
sebabnya anak laki-laki itu tak kaubawa seperti kukatakan tadi Bongkok?"
Si Bongkok ketakutan."Tapi anak itu rupanya tak ada di sini. Pak katanya.
"Kecuali jika satu di antara keempat anak ini yang bernama Richard."
Rooky memandang mereka sekilas
"Tidak - bukan mereka! Mana Richard?" tanyanya pada Julian.
"Aku baru saja berteriak-teriak memanggilnya," kata Julian. Ia pura-pura
tercengang. "Aneh! Tadi sehari penuh anak itu bersama kami di kebun. Sekarang
ketika kami masuk, tahu-tahu ia sudah tidak ada lagi. Bagaimana jika aku
mencarinya di kebun?"
"Coba kupanggil sekali lagi." kata Dick, lalu pergi ke jendela dan berteriak
keras-keras. "RICHARD!"
"Tutup mulut!" bentak Rooky. "Aku sendiri yang akan mencarinya! Mana senterku"
Ayo ambil, Aggie. Kalau kutemukan nanti - akan menyesal sekali dia'"
"Aku ikut mencari." kata si Bongkok. "Kau mencari ke sana. dan aku ke mari!"
"Suruh Ben dan Fred ikut mencari," perintah Rooky. Si Bongkok pergi memanggil
kedua orang itu. Menurut perkiraan anak-anak. pasti mereka itu kedua laki-laki
yang datang kemarin malam bersama Rooky.
Rooky pergi ke luar lewat pintu dapur, ia membawa senternya yang terang
cahayanya. Anne gemetar, ia mengucap syukur bahwa Richard pasti takkan berhasil
mereka temukan. Tak lama kemudian terdengar orang-orang bicara di kebun. Mereka
berpisah dan mulai mencari dalam dua kelompok
"Ke mana anak yang malang itu?" bisik Aggie.
"Aku tak tahu," jawab Julian ia tak berbohong. Tapi ia juga tak mau menyebutkan
rahasia mereka pada Aggie, walau perempuan itu kelihatannya sungguh-sungguh
bersikap ramah terhadap mereka.
Aggie pergi ke luar. Dengan segera anak-anak berkerumun lalu berbicara sambil
bisik-bisik. "Untung Richard yang pergi dalam mobil tadi dan bukan seorang dari kita," bisik
George. "Ya - seram rasanya melihat tampang Rooky ketika ia masuk ke dapur tadi," jawab
Julian. "Ada juga gunanya Richard bersikap tabah," bisik Anne. "Ia terhindar dari
siksaan Rooky!" Julian memandang ke jam yang ada di dapur.
"Sudah hampir pukul sembilan malam! Di atas rak ada pesawat radio. Kita hidupkan
saja - siapa tahu ada pengumuman tentang Richard."
Julian menyalakan radio. Lalu diputar-putarnya tombol mencari gelombang, sampai
ditemukannya stasiun pemancar yang dicari. Setelah mengikuti beberapa buah
berita, kemudian datang pengumuman yang ditunggu-tunggu.
"Seorang anak laki-laki bernama Richard Thurlow Kent, sejak hari Rabu
meninggalkan rumah tanpa memberi tahu orang tuanya. Tanda-tandanya: berumur dua
belas tahun, berbadan tegap, rambut pirang, bermata biru. mengenakan celana
pendek dan baju kaos lengan panjang berwarna abu-abu. Ia mungkin pergi naik
sepeda." Pengumuman itu diakhiri dengan penyebutan nomor telepon kantor polisi yang harus
dihubungi. Sama sekali tak ada pengumuman mengenai Julian serta saudara-
saudaranya. Mereka merasa lega.
"Jadi Ibu tidak cemas," kata George. "Tapi itu juga berarti jika Richard tak
berhasil minta pertolongan, takkan ada orang yang tahu bahwa kita terkurung di
sini. Jika kita tidak dinyatakan hilang, maka takkan ada yang mencari. Padahal
aku sudah tak mau lebih lama lagi berada di tempat ini!"
Semuanya juga tidak mau! Harapan mereka satu-satunya tergantung pada Richard
sekarang. Anak itu rasanya sukar dijadikan andalan. Tapi siapa tahu! Mungkin
saja ia berhasil keluar dari tempat bagasi mobil Bentley tanpa ketahuan oleh Pak
Perton, lalu cepat-cepat pergi ke kantor polisi.
Setelah kira-kira satu jam Rooky masuk lagi ke dapur, diikuti oleh kawanannya.
Rooky marah-marah, lalu membentak Julian,"Apa yang terjadi dengan anak itu"
Tentunya kalian tahu!"
Seketika itu juga Timmy menggeram, memperlihatkan taringnya yang runcing. Rooky
menggamit Julian, menyuruhnya pergi dengan dia ke gang. Setelah menutup pintu
dapur, ia membentak-bentak lagi.
"Kau dengar pertanyaanku tadi - mana anak laki-laki itu?"
"Tidak ada di kebun?" tanya Julian. Dipamerkannya tampang gelisah. "Astaga! Apa
sebetulnya yang terjadi dengan anak itu" Sungguh, tadi sepanjang hari ia bersama
kami. Tanya saja pada Aggie - dan juga pada si Bongkok."
"Mereka juga sudah mengatakan begitu padaku," kata Rooky. "Tapi anak itu tak ada
di kebun. Kami sudah memeriksa dengan teliti. Jadi ke mana dia?"
"Mungkin bersembunyi dalam rumah," saran Julian pura-pura penuh perhatian.
"Tak mungkin!" seru Rooky marah-marah. "Pintu depan terkunci sepanjang hari.
Hanya sekali dibuka, yaitu ketika Perton pergi tadi. Sedang si Bongkok serta
Aggie berani bersumpah, anak itu tak masuk ke dapur selama ini."
"Benar-benar ajaib," kata Julian. "Bagaimana jika kuperiksa ke seluruh rumah"
Yang lain-lain bisa ikut membantu. Mungkin anjing kami bisa mencium di mana
Richard sekarang." "Anjing itu tak boleh masuk ke dapur," bentak Rooky. "Kalian juga tidak! Kurasa
anak itu bersembunyi di suatu tempat dan saat ini cekikikan menertawakan kita!
Kurasa kalian juga tahu di mana ia berada!"
"Aku tak tahu," kata Julian. "Sungguh!"
"Kalau anak itu kutemukan ku... ku...," Rooky terbata-bata, karena tak tahu
tindakan apa yang paling keras yang bisa dilakukannya untuk menghukum Richard
yang dibencinya itu.Rooky pergi lagi ke tempat kawan-kawannya sambil mengomel.
Julian kembali ke dapur, ia merasa bersyukur bahwa Richard sudah berhasil pergi
dari situ. Sebetulnya kebetulan saja tapi walau begitu syukur! Di manakah
Richard sekarang" Bab 19 Pengalaman Richard
Pengalaman Richard tidak kalah tegangnya daripada keempat temannya yang tinggal
di Owl's Dene. Ketika mobil Bentley berangkat, ia berbaring meringkuk dalam
tempat bagasi. Rusuknya terasa sakit kena kotak peralatan. Bau bensin menusuk
hidung, menyebabkan Richard merasa mual.
Mobil itu meluncur ke luar lewat gerbang, lalu menuruni bukit. Jalannya agak
laju. Tapi tiba-tiba terhenti di suatu tempat setelah melewati tikungan, karena
nyaris menubruk sebuah truk yang sedang berhenti. Pak Perton menginjak rem
dengan tiba-tiba. Kasihan Richard ia ketakutan setengah mati ia mengerang
kesakitan, karena kepalanya terantuk ke tutup tempat bagasi.Ia mulai menyesal,
kenapa tadi berlagak berani dan menawarkan diri untuk pergi memanggil bantuan.
Menjadi pahlawan saja sudah berat apalagi menjadi pahlawan dengan jalan yang
begitu menyakitkan. Setelah itu mobil melaju lagi. Richard sama sekali tak bisa menduga, ke mana
arah perjalanan itu. Mula-mula sama sekali tak terdengar bunyi kendaraan lain.
Tapi makin lama makin ramai bunyi mesin dan roda berputar. Karenanya Richard
lantas mengambil kesimpulan bahwa mobil menuju ke salah satu kota. Sekali ia
merasa, mestinya mobil melewati stasiun atau meluncur tak jauh dari jalan kereta
api.. Sebabnya, ia mendengar dengan jelas suara kereta api disusul dengan bunyi
peluit melengking. Akhirnya mobil berhenti. Richard menajamkan telinga. Apakah berhenti karena
lampu lalu lintas sedang menyala merah atau keluarkah Pak Perton dari mobil"
Kalau Pak Perton ternyata turun, ia mendapat kesempatan untuk lari!
Didengarnya bunyi pintu mobil ditutup dengan keras. Nah! Rupanya Pak Perton turun dari mobil. Richard mendorong tutup tempat bagasi itu kuat-
kuat. Julian tadi agak kuat juga menjepitkannya. Tapi akhirnya Richard berhasil
juga. Kap belakang itu terangkat. Terbuka lebar dengan bunyi berdentang!
Dengan hati-hati Richard mengintip ke luar. Ternyata mobil berhenti di suatu
jalan yang gelap. Di trotoar seberang nampak beberapa orang berjalan kaki. Agak
jauh dari tempat mobil berhenti, dilihatnya ada tiang lampu jalan. Bisakah ia
keluar sekarang" Atau mungkinkah Pak Perton ada di dekat-dekat situ sehingga
pasti bisa melihat jika ia menyelinap ke luar"
Diangkatnya kaki yang sebelah. Maksudnya hendak melangkahi tepi tempat bagasi,
lalu melompat ke tanah. Tapi ternyata ia tidak bisa bergerak dengan cepat,
karena terlalu lama meringkuk. Badannya terasa kaku. Ia kesemutan, ketika
mencoba meluruskan badan.Richard tidak bisa meloncat lalu langsung lari. Ia
terpaksa bertindak pelan sekali. Anggota badannya tak bisa dipaksa bergerak
lebih cepat. Ada kira-kira setengah menit Richard terduduk dalam tempat bagasi
yang sudah terbuka tutupnya, ia masih ragu, apakah sebaiknya cepat-cepat saja
keluar. Saat itu didengarnya suara Pak Perton! Orang itu menuruni jenjang rumah, di mana
ia memarkir mobilnya. Richard terkejut dan ketakutan. Tak dikiranya Pak Perton
akan kembali secepat itu!Richard mencoba melompat ke luar, tapi ia tersungkur ke
tanah. Pak Perton mendengarnya. Dikiranya ada orang hendak mencuri sesuatu dari
tempat bagasi, ia bergegas menghampiri, dengan tangan terjulur.
Untung saja Richard masih sempat berdiri, lalu lari secepat-cepatnya ke seberang
jalan. Sambil berlari ia berharap-harap, semoga tidak tiba-tiba roboh karena
kakinya masih kaku. Sedang Pak Perton langsung mengejar.
"He, berhenti! Apa yang kaubuat tadi di mobilku!" serunya. Richard mengelakkan
seorang pejalan kaki yang nyaris ditubruknya. Ia terus lari dengan ketakutan, ia
tidak boleh sampai tertangkap oleh Pak Perton! Jangan sampai tertangkap lagi!
Tapi orang itu berhasil mengejarnya juga. ketika sampai di bawah lampu jalan.
Dipegangnya leher baju Richard. dan diputarnya dengan kasar sehigga anak itu
menghadap ke arahnya. "Lepaskan!" teriak Richard. Diayunkannya kak kuat-kuat untuk menendang. Nyaris
ia sendiri yang terpelanting, karena kehilangan keseimbangan!
Saat itu Pak Perton mengenali siapa anak yang berada dalam genggamannya itu.
"Astaga! Kau!" serunya. "Anak yang dicari Rooky! Apa yang kaulakukan di sini"
Bagaimana kau bisa..."
Tapi dengan sentakan keras, Richard berhasil melepaskan diri. Kakinya sudah
tidak kaku lagi sekarang. Karena itu larinya juga bisa lebih laju!
Richard lari pontang-panting! Membelok di pojok jalan. Nyaris menubruk seorang
anak laki-laki lalu lari lagi sebelum anak itu sempat berteriak karena kaget.
Pak Perton memburunya, dan langsung menubruk anak yang tadi. Tapi anak itu kini
reaksinya lebih cepat! ia menyambar jas Pak Perton! Anak itu marah sekali,
karena seenaknya saja ditubruk-tubruk orang.Ketika Pak Perton akhirnya berhasil
membebaskan diri dari cengkeraman anak yang marah itu, Richard sudah menghilang.
Pak Perton lari ke pojok jalan, lalu celingukan di situ. Richard tak kelihatan
lagi di jalan yang penerangannya guram itu. Pak Perton berteriak marah.
"Hilang! Anak setan - bagaimana mungkin, tahu-tahu ia sudah ada di sini"!
Mungkinkah tadi bersembunyi dalam tempat bagasi" Ah - pasti itu dia, di
sana!"Ternyata memang betul!
Richard menyembunyikan diri dalam kebun orang. Tapi tak bisa lama-lama di situ,
di kebun itu ada anjing galak. Richard kaget ketika anjing itu menggonggong,
lalu cepat-cepat lari ke luar. Dan Pak Perton mengejarnya lagi.
Richard lari lewat jalan yang satu, membelok di tikungan, masuk ke jalan
berikutnya lari dengan napas terengah-engah. Sambil lari ia cuma bisa berharap,
jangan sampai ada orang yang menangkapnya, karena dikira pencuri. Kasihan si
Richard, ia tak merasa tabah pada saat itu.Ia membelok lagi di tikungan jalan
yang ke sekian, dan sampai di jalan utama kota itu. Dan di seberang jalan itu
nampak tulisan diterangi lampu Tulisan itulah yang dicari-carinya. POLISIRichard
terhuyung-huyung menaiki tangga gedung kantor polisi itu, membuka pintu
depannya, ia sampai di semacam ruang tunggu. Di situ ada seorang polisi, yang
duduk menghadapi meja kerja. Polisi itu tercengang melihat tiba-tiba muncul
seorang anak laki-laki di depannya. Anak itu terengah-engah.
"He! He - ada apa?" kata polisi itu.
Richard menoleh ke pintu dengan ketakutan, ia sudah khawatir saja. Pak Perton
akan muncul. Tapi ternyata tidak. Pintu tetap tertutup. Tentu saja tak mungkin
Pak Perton secara sukarela mau mendatangi kantor polisi.
Richard masih mengap-mengap napasnya, sehingga pada awalnya tak sepatah kata pun
keluar dari mulutnya. Tapi kemudian ia mulai dengan laporannya. Polisi itu
mendengarkan dengan mulut ternganga. Tapi hanya sebentar saja. Setelah itu
disuruhnya Richard berhenti bercerita, lalu dipanggilnya seorang laki-laki
bertubuh tegap. Laki-laki itu ternyata seorang inspektur polisi.
Pak Inspektur menyuruh Richard menceritakan kisahnya sekali lagi, dengan lebih
tenang dan jelas. Richard sudah merasa lebih lega sekarang, ia bahkan merasa
bangga terhadap dirinya sen diri! Bayangkan! Apa saja yang sudah dilakukan
olehnya: melarikan diri dalam tempat bagasi mobil penjahat, menghindarkan diri
dari kejaran Pak Perton dan tiba dalam keadaan selamat di kantor polisi. Hebat,
Richard! Pikir anak itu memuji dirinya sendiri.
"Di manakah bangunan yang namanya Owl's Dene itu?" tanya Pak Inspektur.
"Mestinya gedung tua yang ada di atas Owl's Hill, Pak," jawab polisi yang duduk
di meja. "Mungkin Bapak masih ingat, kita pernah melancarkan penggerebekan ke
sana tapi waktu itu keadaan di sana nampaknya beres semua. Rumah itu milik
seseorang yang sering pergi ke luar negeri. Yang mengurus seorang laki-laki
berbadan bungkuk, beserta saudara perempuannya. Sedang pemilik rumah itu kalau
tidak salah namanya Perton, Pak!"
"Betul!" seru Richard. "Aku ke mari naik mobilnya sebuah Bentley, berwarna
hitam!" "Kau hafal nomornya?" tanya Pak Inspektur menyelidik.
"KMF 102," jawab Richard dengan segera.
"Bagus." kata Pak Inspektur. Dengan segera ia menelepon, menyuruh mobil patroli
mencari mobil Bentley itu dengan segera dan mengejarnya.
"Jadi kau rupanya yang bernama Richard Thurlow Kent," kata Pak Inspektur
kemudian. "Ibumu sudah sangat gelisah. Sebaiknya ia kuberi kabar, untuk
mengatakan bahwa kau selamat Dan kau sebaiknya kusuruh antar saja dengan segera
pulang, naik mobil."
"Pak - tidak bolehkah aku ikut ke Owl's Dene?" tanya Richard dengan nada kecewa.
"Bapak kan akan ke sana" Teman-temanku semua masih terkurung di sana!"
"Kami memang akan ke sana," kata Pak Inspektur. "Tapi kau tak boleh ikut! Sudah
cukup banyak ketegangan yang kaualami selama ini. Sekarang kau pulang saja, lalu
tidur! Kau seorang pahlawan, karena sudah berhasil melarikan diri dan datang ke
mari." Richard merasa bangga. Tapi ia juga kepingin ikut naik mobil polisi, pergi ke
Owl's Dene. Pasti gagah rasanya, jika bisa ikut menyerbu bersama polisi ke sana.
Ia ingin menunjukkan pada Julian, bahwa ia telah melakukan tugas dengan baik
sekali. Pasti Julian takkan menganggapnya cengeng lagi!
Tapi Pak Inspektur tetap tak mau membawanya pergi ke Owl's Dene. Seorang polisi
muda mengantar Richard pulang.Saat itu telepon berdering. Pak Inspektur langsung
mengangkat gagang pesawat.
"Mobil Bentley tak berhasil ditemukan jejaknya" Baiklah. Terima kasih."Kemudian
ia berkata lagi pada polisi yang muda.
"Sudah kukira takkan ditemukan. Rupanya penjahat itu cepat-cepat kembali ke
Owl's Dene, untuk memberi tahu kawan-kawannya di sana."
"Tapi tak lama lagi kita juga akan sudah sampai di sana!" kata polisi yang muda


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil meringis "Mobil kita tak kalah lajunya!"
Ternyata Pak Perton memang sudah cepat-cepat lari. begitu melihat Richard
terhuyung-huyung masuk ke kantor polisi. Dengan bergegas ia kembali ke mobilnya,
ia merasa yakin, tak lama lagi polisi pasti akan mencari mobil Bentley bernomor
KMF 102.Pak Perton ngebut dengan mobilnya. Memotong tikungan dengan tajam,
sambil menyembunyikan tuter seperti orang gila. Para pejalan kaki berhamburan
lari dibuatnya. Beberapa saat kemudian ia sudah berada di luar kota. Lari mobil
semakin dipercepat.Ketika sampai di Owl's Hill. Pak Perton membunyikan tuter
minta dibukakan pintu gerbang! Pintu itu terbuka, tepat ketika ia meluncur di
situ dengan laju. Rupanya ada yang mendengar bunyi tuternya lalu bergegas-gegas
membukakan pintu gerbang. Begitu sampai di depan pintu rumah. Pak Perton
meloncat turun dari mobil. Pintu depan rumah terbuka. Rooky berdiri di ambang
pintu bersama dua orang kawannya. Mereka semua kelihatan khawatir.
"Ada apa, Perton" Kenapa begini cepat kau sudah kembali?" tanya Rooky. "Ada yang
tidak beres?" Pak Perton bergegas menaiki tangga depan, masuk dan cepat-cepat menutup pintu
rumah. "Kalian mau tahu apa yang terjadi tadi di kota" Anak laki-laki yang bernama
Richard itu ternyata bersembunyi dalam tempat bagasi mobil! Kalian tak sadar
bahwa ia lenyap?" "Tentu saja!" kata Rooky. "Lalu - kau tak berhasil menangkapnya kembali,
Perton?" "Yah - karena aku tak tahu bahwa ia bersembunyi di belakang, dan aku harus
meninggalkan mobil sewaktu mendatangi Ted di rumahnya, tentu saja ia bisa
melarikan diri dengan mudah!" kata Pak Perton. "Anak itu lari dengan cepat.
Nyaris saja tertangkap, tapi ia berhasil membebaskan diri lagi. Kemudian ia
masuk ke kantor polisi. Karena itu tak kulanjutkan pengejaran. Aku cepat-cepat
kembali ke mari. untuk memberitahukan pada kalian."
"Jika begitu polisi pasti sebentar lagi akan sudah menyerbu ke mari," teriak
Rooky. "Kau benar-benar goblok, Perton! Mestinya tertangkap olehmu anak itu.
Sekarang kita takkan bisa menuntut uang tebusan! Dan aku sudah senang sekali,
akan bisa membalas dendam terhadap setan kecil itu!"
"Tak ada gunanya menyesali kejadian yang sudah terlanjur," kata Perton.
"Bagaimana dengan Weston" Bagaimana jika polisi sampai berhasil menemukannya" Ia
dicari polisi! Selama dua hari belakangan ini koran-koran penuh dengan dua
berita yaitu lenyapnya Richard Thurlow Kent, dan minggatnya Solomon Weston dari
penjara! Dan kita terlibat dalam kedua perkara itu. Kau ingin dijebloskan ke
dalam penjara lagi, Rooky" Padahal kau baru saja bebas. Apa yang harus kita
lakukan sekarang?" "Kita harus berpikir dulu," kata Rooky. Kedengarannya ia mulai panik. "Ayo, kita
ke kamar ini Kita harus berpikir!"
BAB 20 Ruangan Rahasia Julian beserta ketiga saudaranya mendengar ketika mobil datang. Terdengar
bunyinya, ngebut ke arah pintu depan rumah. Julian pergi ke pintu dapur, ia
ingin tahu apa yang terjadi. Jika Pak Perton yang datang, artinya Richard
berhasil melarikan diri - atau ia tertangkap lagi.
Didengarnya setiap kata yang diucapkan orang-orang yang ribut berunding di
serambi depan. Bagus! Ternyata Richard berhasil melarikan diri! Dan juga sudah
melapor pada polisi. Pasti tak lama lagi polisi akan menyerbu Owl's Dene. Mereka
pasti tercengang melihat apa yang menunggu di situ!
Julian berjingkat-jingkat ke serambi dalam sebelah depan. Didengarnya orang-
orang masuk ke kamar yang ada di dekat situ. Apakah yang akan mereka lakukan
sekarang" Mudah-mudahan saja tidak akan melampiaskan kemarahan mereka pada
dirinya serta anak-anak. Memang. Timmy ada bersama mereka tapi kalau sudah
bersungguh-sungguh, rasanya Rooky takkan segan-segan menembak!
Karenanya Julian merasa cemas, ketika mendengar perundingan orang-orang itu
dalam kamar. "Mula-mula anak-anak itu akan kuhajar semuanya," kata Rooky dengan sengit.
"Kurasa rencana pelarian Richard Kent disusun oleh anak laki-laki yang paling
besar yang bernama Julian! Jadi dia yang akan paling dulu kupukul!"
"Bagaimana dengan, permata kita, Rooky?" kata seseorang, entah siapa. "Sebaiknya
cepat-cepat kita sembunyikan, sebelum polisi tiba!"
"Ah, mereka pasti akan bingung sebentar, karena ternyata pintu gerbang tak bisa
mereka buka," kata Rooky. "Dan setelah itu mereka juga tidak bisa cepat-cepat
memanjat tembok pekarangan yang tinggi. Jadi kita masih punya waktu untuk
menyembunyikan permata ke dalam kamar rahasia, bersama Weston. Ia aman di situ -
jadi permata kita pasti akan aman pula!"
"Permata!" pikir Julian. "Jadi rupanya mereka menyembunyikan permata hasil
curian di sini!" "Masukkan permata-permata itu ke kamar rahasia," kata Pak Perton. "Cepatlah
sedikit, Rooky! Sebentar lagi polisi pasti sudah datang!"
"Nanti kita akan mengarang cerita mengenai soal Richard dan kawan-kawannya,"
kata seorang lagi. "Kita akan mengatakan bahwa mereka tertangkap karena memasuki
pekarangan tanpa izin. Lalu kita tahan di sini sebentar sebagai hukuman!
Sebetulnya jika masih ada waktu, sebaiknya mereka kita bebaskan saja cepat-
cepat. Bagaimanapun, anak-anak itu kan tak tahu apa-apa! Takkan mungkin mereka
akan membongkar rahasia kita!"
Tapi Rooky tak setuju, ia tak mau membebaskan Julian beserta ketiga saudaranya,
ia sudah mempunyai rencana rencana jahat! Tapi kawan-kawannya tidak setuju.
Akhirnya Rooky mengalah juga.
"Baiklah! Bebaskan saja mereka - jika masih ada waktu," katanya dengan nada
kesal. "Antar mereka ke pintu gerbang, Perton! Usir mereka cepat-cepat, sebelum
polisi datang! Mungkin anak-anak itu akan bergegas pergi, lalu tersesat dalam
gelap. Biar tahu rasa mereka!"
"Baiklah! Dan kau yang mengurus permata," kata Pak Perton.
Julian bergegas kembali ke dapur, karena didengarnya orang berdiri dari kursi.
Kelihatannya tak ada kemungkinan lain bagi anak-anak itu. kecuali membiarkan
diri digiring ke luar gerbang dan kemudian diusir pergi. Julian sudah bertekad,
jika hal itu terjadi mereka akan menunggu di luar gerbang sampai polisi tiba.
Mereka takkan sampai tersesat dalam gelap, seperti diharapkan oleh Rooky!Pak
Perton masuk ke dapur. Diperhatikannya keempat remaja yang berkumpul di situ.
Timmy mulai menggeram-geram.
"Hah rupanya kalian yang menyusun rencana, menyembunyikan Richard dalam mobil.
ya"l" kata Pak Perton. "Nah, sekarang kami akan menyuruh kalian pergi. Mudah-
mudahan saja tersesat berhari-hari di daerah yang terpencil ini!"
Anak-anak diam saja. Pak Perton mengayunkan tinju ke arah Julian. Tapi Julian
sempat mengelak. Dengan segera Timmy menyerang. Dengan cepat George menyambar
kalung lehernya. Untung saja - sebab kalau tidak, pasti sudah patah tulang
lengan Pak Perton digigitnya!
"Kalau anjing itu masih sehari saja lagi ada di sini, pasti akan kutembak dia!"
kata Pak Perton galak. "Ayo, sekarang ikut!"
"Selamat tinggal, Aggie." kata Anne.
Aggie dan si Bongkok memperhatikan anak-anak meninggalkan dapur, masuk ke kebun
yang gelap. Aggie kelihatannya sangat ketakutan. Sedang si Bongkok melontarkan
cacian sambil meludah. Tapi ketika mereka sedang berjalan menuju pintu gerbang, tiba-tiba terdengar
deru beberapa mobil yang ngebut mendaki bukit! Ternyata yang datang dua mobil.
Pasti polisi! Pak Perton berhenti berjalan. Saat berikutnya, anak-anak didorongnya kembali ke
rumah, ia tak sempat lagi mengusir mereka, dengan harapan akan tersesat
kemudian. "Kalian harus hati-hati terhadap Rooky," kata Pak Perton pada keempat remaja
itu. "Orang itu kalau sudah ketakutan, bisa mata gelap! Dan sekarang ia pasti
ketakutan, karena polisi sudah ada di pintu gerbang!"
Julian beserta saudara-saudaranya menyelinap kembali ke dapur. Sedapat mungkin
mereka harus mengelakkan diri dari Rooky. Sesampai di dapur, ternyata tak ada
orang di situ. Entah ke mana si Bongkok dan Aggie! Pak Perton terus ke serambi
depan. "Sudah kausembunyikan permata kita?" serunya.
Dan seseorang menjawab, "Sudah! Ada dalam kamar rahasia, bersama Weston. Jadi
beres! Dan bagaimana dengan anak-anak" Kau masih sempat mengusir mereka?"
"Tidak!" jawab Pak Perton dengan suara geram. "Polisi sudah ada di depan pintu
gerbang!" Saat itu juga terdengar seseorang berteriak dengan keras. Rupanya Rooky!
"Apa" Polisi sudah sampai di sini" Jika Richard ada di sini, pasti sudah kupukul
sampai babak belur! Tunggu sampai kubakar beberapa surat yang tak boleh sampai
jatuh ke tangan polisi. Setelah itu akan kuhajar seorang di antara anak-anak
itu! Tak peduli siapa! Pokoknya ada yang harus menderita karena menyebabkan
kesialan kita ini!" "Tenang, Rooky." kata Pak Perton. "Jangan sampai kau mengalami kesulitan lagi
hanya karena watakmu yang cepat naik darah! Jangan ganggu lagi anak-anak itu!"
Julian mendengar seluruh pembicaraan itu. Ia merasa sangat cemas, ia harus
menyembunyikan saudara-saudaranya. Timmy pun tak merupakan pelindung lagi bagi
mereka, jika Rooky memegang pistol. Tapi di manakah ia bisa menyembunyikan
mereka" "Jika Rooky semakin marah lagi dan berkeras hendak membalas dendam, maka pasti
akan digeledahnya seluruh rumah jika anak-anak bersembunyi," pikir Julian.
"Sayang tak ada ruangan rahasia satu lagi! Jika ada, kita bisa bersembunyi
dengan aman di situ!"
Didengarnya Rooky naik ke tingkat atas bersama kawan-kawannya. Sekarang ada
kesempatan bagi Julian untuk mengajak saudara-saudaranya menyembunyikan diri.
Tapi ke mana" Tiba-tiba ia mendapat akal. Walau begitu ia masih ragu-ragu sejenak jangan-
jangan akal itu meleset! Akhirnya ia memutuskan untuk mencoba saja.
"Kita harus bersembunyi," katanya pada ketiga saudaranya. "Kalau Rooky sedang
marah-marah, ia berbahaya!"
"Tapi ke mana kita akan bersembunyi?" tanya Anne ketakutan.
"Dalam kamar rahasiai" jawab Julian. Anak-anak menatapnya dengan mulut
ternganga. "Tapi - tapi di situ kan sudah ada orang yang bersembunyi - kau sendiri
mengatakan, bahwa kau melihatnya kemarin malam," kata George kemudian.
"Memang! Tapi apa boleh buat. Jika kita ikut bersembunyi di situ, pasti orang
itu takkan ribut-ribut." kata Julian. "Ia juga tak mau ketahuan polisi! Pasti
kita akan berdesak-desakan di dalamnya, karena ruangan itu sangat sempit. Tapi
di pihak lain, tempat itu paling aman di rumah ini!"
"Timmy juga harus ikut," kata George dengan tegas.
Julian mengangguk. "Tentu saja! Dia mungkin kita perlukan, untuk membela diri terhadap orang itu."
katanya. "Mungkin orang itu akan marah, jika kita dengan sekonyong-konyong masuk
ke tempat persembunyiannya! Ia tak boleh kita beri kesempatan memanggil Rooky.
Tapi jika kita sudah ada di dalam, pasti akan beres - karena ia pasti tak berani
berkutik lagi. Pasti takut pada Timmy! Dan ia juga takkan berani berteriak,
karena kita akan mengatakan padanya bahwa polisi datang!"
"Bagus!" kata Dick. "Yuk, kita ke sana sekarang. Bagaimana - di luar sudah
aman?""Ya - mereka ke atas semua! Rupanya ada urusan di situ." kata Julian.
"Mungkin hendak memusnahkan bukti-bukti yang bisa memberatkan mereka. Ayo, kita
pergi bersembunyi!" Aggie dan si Bongkok masih tetap belum kelihatan. Rupanya mereka ketakutan
mendengar ribut-ribut, lalu bersembunyi. Julian mendahului, berjalan mengendap-
endap pergi ke kamar kerja.
Sesampai di situ. anak-anak menatap lemari buku besar yang menjulang sampai ke
langit-langit kamar. Dengan cepat Julian menghampiri salah satu rak lemari itu,
lalu menyingkirkan buku-buku yang ada di situ. Tangannya meraba-raba, mencari
tombol.Nah, itu dia tombol yang dicari. Dengan segera Julian menariknya.
Lembaran papan dinding rak itu tergeser tanpa bunyi ke bawah. Di depan Julian
ternganga sebuah lubang besar. Seperti sebuah tingkap kamar rahasia!
Napas saudara-saudaranya tersentak. Ajaib! Benar-benar luar biasa. Mereka
menatap ke dalam lubang itu. Nampak sebuah ruangan kecil di belakangnya,
diterangi cahaya lilin. Dan mereka juga melihat orang yang bersembunyi di dalam.
Tapi orang itu juga melihat mereka! Ia tercengang.
"Siapa kalian?" tanyanya dengan suara galak. "Siapa menyuruh kalian membuka
tingkap" Mana Rooky dan Perton?""
Kami mau masuk ke situ," kata Julian. "Jangan ribut!"
George disuruhnya masuk paling dulu, langsung disusul oleh Timmy yang didorong
ke dalam oleh Julian. Orang yang di dalam itu cepat-cepat berdiri. Ternyata ia berbadan tinggi kekar.
Matanya kecil dan rapat letaknya. Sedang bibirnya memberi kesan kejam.
"He, seenaknya saja kalian masuk!" katanya. "Mana Perton" He.."
Orang itu hendak berteriak, memanggil Perton."Kalau kau ribut lagi, akan kusuruh
anjingku menyerangmu," kata George, ketika Julian memberi isyarat padanya. Tim
menggeram, kedengarannya galak sekali. Dengan segera orang itu mundur.
"Aku... aku katanya terbata-bata. Timmy menggeram sekali lagi, sambil
menyeringai memperlihatkan gigi taring yang runcing. Orang itu cepat-cepat naik
ke tempat tidur, ia tak berani membuka mulut lagi, karena ketakutan. Tapi nampak
jelas bahwa ia menahan marah. Rasa herannya juga belum lenyap. Sementara itu
Dick menyusul masuk, diikuti oleh Anne. Ternyata dugaan Julian benar! Ruangan
itu terlalu sempit untuk orang sebanyak itu. Belum lagi ditambah dengan Timmy!
"He," kata Julian. Tiba-tiba ia teringat pada sesuatu. "Aku terpaksa tinggal di
luar. Buku-buku ini harus kukembalikan ke tempat semula. Jika tidak, pasti Rooky
akan segera tahu bahwa ada orang lain bersembunyi di situ. Kalau ketahuan, kita
tak mungkin bisa lari lagi."
"Aduh, Ju - kau harus ke mari bersama kita," kata Anne ketakutan.
"Tak mungkin, Anne. Papan dinding ini harus kututup lagi, dan buku-buku
kukembalikan ke tempatnya." kata Julian. "Aku tak berani menanggung risiko
ketahuan, sebelum polisi berhasil meringkus Rooky! Kau tak perlu khawatir, aku
bisa menjaga diriku sendiri."
"Polisi?" Tiba-tiba terdengar suara orang yang meringkuk di tempat tidur. Anak-
anak berpaling memandangnya. Mata orang itu terbelalak ketakutan. "Polisi ada di
sini?" "Ya, mereka sudah ada di depan gerbang," kata Julian. "Karena itu jangan ribut,
jika tak mau langsung ketahuan!"
Setelah itu Julian menekan tombol. Papan dinding rak tergeser lagi ke tempatnya.
Dengan cepat Julian mengatur buku-buku penyamar, sehingga keadaan nampak seperti
semula. Setelah itu ia cepat-cepat lari ke luar karena tak mau ketahuan.
Sekarang ia harus bersembunyi di mana" Berapa lama polisi harus memerlukan waktu
untuk memanjat pagar tembok, atau mendobrak pintu gerbang yang besar itu"
Mestinya tak lama lagi mereka akan sudah tiba di situ - demikianlah harapan
Julian.Saat itu terdengar langkah orang berlari-lari menuruni tangga dari
tingkat atas. Ternyata Rooky yang datang! Ia dengan segera melihat Julian
tertegun dalam serambi. "Ah - di situ kau rupanya" Mana yang lain-lain" Sekarang akan kuperlihatkan apa
yang terjadi dengan anak-anak yang membuyarkan rencanaku. Akan kutunjukkan..."
Rooky memegang cambuk. Matanya jelalatan!
Julian takut melihatnya, ia bergegas masuk kembali ke kamar kerja, lalu mengunci
pintu dari dalam. Rooky datang, lalu memukul-mukulkan tinjunya ke daun pintu.
Kemudian terdengar bunyi berderak. Menurut perasaan Julian saat itu, pasti Rooky
mengambil kursi dan memukulkannya ke daun pintu. Pasti sebentar lagi pintu akan
pecah berantakan! BAB 21 Akhir Yang Menegangkan!
Julian bukan anak yang penakut. Tapi saat itu ia sungguh-sungguh merasa ngeri.
Bagaimana perasaan anak-anak yang bersembunyi dalam kamar rahasia" Anne pasti
sudah ketakutan, mendengar Rooky berteriak-teriak serta bunyi pintu dipukul
berderak-derak. Kemudian Julian mendapat ilham yang benar-benar gemilang! Ya ampun - kenapa
tidak dari tadi-tadi ia mendapat akal itu" Kan dia bisa membukakan pintu gerbang
pekarangan, sehingga polisi bisa masuk dengan segera! Ia tahu bagaimana cara
membukanya. Peralatan pembuka gerbang ada di pojok kamar kerja itu. Dan jika
pintu gerbang sudah terbuka, tak lama lagi polisi pasti sudah akan menggedor-
gedor pintu depan rumah!Julian lari menghampiri roda pemutar mesin, lalu
memutarnya dengan keras. Seketika itu juga terdengar bunyi mesin mulai
bekerja.Sementara itu Rooky masih terus berusaha mendobrak pintu dengan kursi.
Selembar daun nya sudah pecah berantakan. Tapi tiba-tiba didengarnya bunyi mesin
yang membuka gerbang. Rooky tertegun ketakutan. Pintu gerbang terbuka! Sebentar
lagi polisi pasti akan menyerbu ke rumah dan ia akan tertangkap!
Rooky lupa bahwa ia sudah menyusun cerita yang akan dibuatkannya pada polisi
jika mereka datang, ia lupa segala-galanya. Cuma satu yang diingatnya saat itu
ia harus bersembunyi! Dicampakkannya kursi yang dipakainya untuk mendobrak
pintu, lalu ia lari. Julian terduduk ke kursi yang ada di dekatnya. Hatinya berdebar keras, seperti
habis berlomba lari. Pintu gerbang sudah terbuka - Rooky lari - dan sebentar


Lima Sekawan Nyaris Terjebak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi polisi akan tiba. Pada saat ia sedang berpikir-pikir begitu, terdengar deru
mobil-mobil datang. Kemudian berhenti. Terdengar bunyi pintu-pintu mobil dibuka.
Kemudian pintu depan rumah digedor dari luar."Polisi! Buka pintu!"Terdengar
seruan lantang, disusul bunyi pintu digedor lagi. Tapi tak ada yang datang untuk
membukakan. Julian membuka pintu kamar kerja yang sudah agak pecah, lalu
mengintip dengan hati-hati ke luar. Kelihatannya sama sekali tak ada orang di
situ. Julian berlari ke pintu depan. Ditariknya gerendel ke belakang, dibukanya rantai
berat - sementara hatinya berdebar keras, takut kalau-kalau ada yang datang dan
merintanginya. Tapi tetap tak ada yang muncul.
Tiba-tiba pintu terdorong dan terbuka dengan keras. Polisi menyerbu ke dalam.
Mereka berdelapan. Semuanya tercengang ketika melihat bahwa yang membukakan
pintu seorang anak laki-laki.
"Siapa namamu?" tanya Pak Inspektur yang ikut dalam penyerbuan itu.
"Julian, Pak," kata Julian. "Untung Bapak segera datang. Di sini sudah gawat
sekali keadaannya!" "Ke mana orang-orang itu?" tanya Pak Inspektur sambil melangkah masuk.
"Tak tahu. Pak," kata Julian.
"Cari mereka," perintah Pak Inspektur.
Dengan segera anak buahnya menyebar. Tapi sebelum mereka sempat melakukan
penggeledahan, tiba-tiba terdengar suara orang menyapa dari ujung gang. Suara
orang itu tenang, seperti tak ada kejadian apa-apa.
"Ada apa ribut-ribut di sini?"
Ternyata Pak Perton yang muncul. Sikapnya sangat tenang, ia memegang sebatang
rokok sambil berdiri di ambang pintu ruangan duduk. Sikapnya santai.
"Sejak kapan polisi boleh menyerbu ke rumah orang tanpa alasan"!"
"Mana yang lain-lain?" tanya Pak Inspektur.
"Di sini, Inspektur." jawab Pak Perton dengan santai. "Kami sedang berunding.
Tahu-tahu terdengar pintu luar digedor. Ternyata polisi yang masuk! Kalian akan
mengalami kerumitan, karena menyerbu rumah ini tanpa alasan!"
Pak Inspektur menghampiri ruangan dari mana Pak Perton muncul, lalu menengok ke
dalam. "Ah - sobat kita Rooky ada di sini rupanya," kata Pak Inspektur dengan ramah.
"Baru beberapa hari keluar dari penjara - dan sudah terlibat lagi dalam perkara
baru! Ck ck ck!" Pak Inspektur mendecakkan lidah. "Mana Weston?"
"Aku tak mengerti maksud Anda," kata Rooky dengan masam. "Bagaimana aku bisa
mengetahui di mana ia berada" Terakhir kalinya aku melihat orang itu, ia ada
dalam penjara!" "Betul. Tapi ia berhasil melarikan diri," jawab Pak Inspektur. "Dan ada orang
yang membantunya lari, Rooky. Ada yang merencanakan pelarian temanmu itu dan ada
juga yang tahu di mana Weston menyembunyikan permata yang dicurinya. Kurasa kau
menuntut bagian, sebagai imbalan atas jasamu mengerahkan kawan-kawanmu untuk
menolongnya lari dari penjara. Mana Weston, Rooky?"
"Sudah kubilang tadi aku tak tahu." kata Rooky sekali lagi. "Pokoknya ia tak ada
di sini jika itu sangkaan Anda. Geledah saja rumah ini dari loteng sampai ke
kolong! Perton takkan berkeberatan. Ya kan, Perton. Kalian bisa sekaligus
mencari permata yang hilang. Aku tak tahu-menahu tentang urusan itu!"
"Kami sudah lama mencurigaimu, Perton," kata Pak Inspektur sambil menatap Perton
yang masih mengisap rokok dengan tenang di ambang pintu. "Kurasa kaulah dalang
pelarian-pelarian dari penjara! Karena itulah kaubeli rumah yang terpencil ini
supaya bisa beraksi tanpa diganggu! Kau yang mengatur pelarian, kau yang
mengurus pakaian yang diperlukan dan kau pula yang mencarikan tempat
persembunyian yang aman, sebelum mengusahakan penyelundupan ke luar negeri!"
"Omong kosong," kata Pak Perton dengan tenang.
"Dan kau hanya membantu para penjahat yang diketahui melakukan perampokan yang
hebat serta sempat menyembunyikan hasil perampokan sebelum mereka tertangkap,"
sambung Pak Inspektur dengan geram. "Dengan begitu kau tahu bahwa kau bisa
menarik keuntungan besar dalam usahamu itu. Aku tahu Weston ada di sini! Begitu
pula permata yang dicurinya. Kau sembunyikan di mana, Perton?"
"Kedua-duanya tak ada di sini," kata Perton. "Silakan periksa sendiri, jika tak
mau mempercayai kataku. Anda pasti takkan bisa menemukan apa-apa, Inspektur! Aku
tak bersalah." Julian tercengang mendengar pembicaraan itu. Wah. ternyata yang dihadapinya
penjahat ulung! Dan ia tahu di mana orang yang bernama Weston itu disembunyikan
bersama permata hasil curiannya. Julian maju, hendak ikut bicara. Tapi tak
diacuhkan. "Nanti saja, Nak!" kata Pak Inspektur. "Sekarang kami sedang repot!"
"Tapi saya bisa membantu, Pak!" kata Julian berkeras. "Saya tahu di mana
penjahat yang lari dari penjara itu bersembunyi dan juga permata hasil
curiannya!" Seketika itu juga Rooky melompat dari kursinya, sambil berteriak marah. Pak
Perton terbelalak menatap Julian. Sedang kawan-kawannya nampak gelisah. Mereka
berpandang pandangan. "Kau tak tahu apa-apa!" teriak Rooky. "Kau baru kemarin muncul di sini!"
Tapi Pak Inspektur menatap Julian dengan serius, ia senang melihat remaja yang
bersikap tenang dan tahu sopan santun itu.
"Kau betul-betul tahu?" tanyanya."Ya, Pak," jawab Julian.
"Ikut saja dengan aku!"Ia berpaling, lalu pergi ke luar.
Polisi, Rooky serta kawan-kawannya berbondong-bondong mengikuti. Tapi tiga orang
polisi berjalan di belakang, menjaga supaya tak ada yang bisa melarikan
diri.Julian berjalan mendahului, menuju kamar kerja. Melihat arah tujuannya,
muka Rooky menjadi merah padam dengan seketika, ia sudah, nyaris berteriak lagi,
tapi Pak Perton cepat-cepat menyikutnya. Rooky tak jadi marah. Sementara itu
Julian pergi ke lemari buku. Deretan buku yang ada di papan rak tertentu,
disapunya dengan tangan sehingga terjatuh semuanya ke lantai.
Rooky berteriak marah, lalu melompat ke arah Julian."Apa yang kaulakukan itu?"
teriaknya. Dengan segera dua orang polisi meringkus Rooky yang mengamuk, lalu menyeretnya
ke belakang. Julian menarik tombol. Tanpa menimbulkan suara, selembar papan
dinding belakang lemari tergeser ke bawah Di depan mereka ternganga sebuah
lubang, menampakkan kamar rahasia yang ada di belakangnya.
Di tengah lubang itu nampak muka empat orang. Tiga anak-anak dan seorang laki-
laki dewasa. Timmy juga ada dalam ruangan itu. tapi ia tidak ikut memandang ke
luar. Semuanya terdiam sesaat. Yang bersembunyi dalam kamar rahasia tercengang,
karena tahu-tahu berhadapan dengan serombongan polisi. Sedang orang-orang yang
ada di kamar kerja, heran ketika melihat begitu banyak anak-anak dalam ruangan
tersembunyi itu! "Nah!" kata Pak Inspektur. "Ternyata di sini Weston disembunyikan!"
Rooky meronta-ronta, mencoba melepaskan diri dari tangan polisi yang
memegangnya, ia menatap Julian dengan marah.
"Kuhajar anak itu!" gumamnya sengit. "Anak setan!"
"Permatanya juga ada di situ, Weston?" tanya Pak Inspektur dengan nada riang.
"Serahkan saja sekarang!"
Muka Weston pucat pasi. Tapi ia sama sekali tak bergerak. Namun Dick langsung
bertindak! ia merogoh ke bawah tempat tidur yang sempit, mengambil sebuah
bungkusan. "Ini dia!" katanya sambil nyengir. "Wah, berat sekali! Kami boleh keluar
sekarang. Ju?" Anak-anak keluar, ditolong polisi Sedang Weston diborgol dulu sebelum disuruh ke
luar. Rooky juga ikut dibelenggu, sedang Pak Perton kaget dan marah ketika tiba-
tiba pergelangan tangannya tak bisa digerakkan dengan bebas lagi. Polisi
memborgolnya pula! "Lumayan juga hasil penyerbuan kita," kata Pak Inspektur dengan gembira, ia
semakin senang, ketika sudah melihat isi bungkusan yang disodorkan Dick padanya.
"Mana pakaian narapidanamu, Weton" Setelanmu bagus tapi bukan itu yang kaupakai
ketika lari dari penjara!"
"Aku tahu di mana ia menaruh pakaiannya," kata Julian. Semua memandangnya dengan
heran, kecuali Anne dan George Mereka juga teringat.
"Pakaiannya dimasukkan ke dalam sebuah sumur di belakang sebuah pondok reyot
yang ada di pinggir jalan antara tempat ini dengan Hutan Middlecombe," kata
Julian. "Aku bisa menemukan tempat itu dengan gampang!"
Pak Perton menatap Julian dengan mata terbelalak."Dari mana kau mengetahuinya?"
tanyanya kasar. "Mustahil hal itu juga kauketahui!"
"Tapi buktinya aku tahu." kata Julian. "Aku juga tahu Anda yang membawakan
pakaian baru untuknya. Dan Anda datang ke pondok itu naik Bentley hitam,
nomornya KMF 102. Betul, kan" Aku melihatnya."
"Nah, sekarang kau mati kutu, Perton," kata Pak Inspektur sambil tersenyum
senang. "Hebat pemuda kita yang satu ini! Sanggup mengingat berbagai hal yang
penting. Aku tak heran apabila suatu hari nanti ia menjadi polisi. Pemuda
seperti kamu, besar sekali gunanya bagi kami!"
Pak Perton mencampakkan rokoknya ke lantai, lalu menginjak-injaknya dengan
gemas. Seolah-olah membayangkan sedang menginjak-injak Julian!
Kesemuanya itu salah Rooky, pikirnya. Kalau ia tak melihat Richard dan kemudian
mengejar-ngejarnya, takkan terjadi kesialan yang kini menimpal Weston akan
berhasil disembunyikan dengan aman dan kemudian diselundupkan ke luar negeri!
Sedang batu-batu permata dijual, dan uangnya dibagi-bagi. Ia, Perton, akan
menjadi kaya raya. Kini semuanya buyar karena perbuatan serombongan anak remaja.
"Masih ada lagi orang di sini?" tanya Pak Inspektur pada Julian. "Kelihatannya
kamu yang paling banyak mengetahui di sini jadi katakanlah, masih ada orang lain
dalam rumah ini?" "Ya, Pak - Aggie dan si Bongkok," jawab Julian dengan segera. "Tapi Aggie harap
jangan diapa-apakan perempuan itu baik sekali terhadap kami ia sangat takut pada
si Bongkok!" "Akan kami pertimbangkan kata-katamu itu," janji Pak Inspektur.
"Geledah rumah ini," katanya menugaskan bawahannya. "Bawa Aggie dan si Bongkok!
Kita memerlukan mereka sebagai saksi. Dua orang menjaga di sini. Selebihnya ke
kantor polisi!" Mobil Bentley terpaksa ikut dipakai, untuk mengangkut mereka semua ke kota yang
terdekat. Sepeda anak-anak terpaksa ditinggal di situ, karena tak bisa diangkut
dengan mobil. "Kalian hendak pulang malam ini juga?" tanya Pak" Inspektur pada Julian. "Kami
antarkan nanti. Bagaimana dengan orang tua kalian" Tentunya sudah cemas!"
"Ah, tidak. Pak!" jawab Julian. "Mereka sedang bepergian. Kami sebetulnya juga
sedang melancong, naik sepeda. Jadi malam ini kami tak tahu harus menginap di
mana!" Tapi ketika tiba di kantor polisi, ternyata ada pesan dari Ibu Kent untuk Pak
Inspektur. Isi pesan itu mengatakan bahwa anak-anak diundang menginap di rumah
orang tua Richard. Ibu Kent ingin sekali mendengar kisah petualangan mereka yang
mendebarkan hati itu. "Yah - jadi soal itu beres!" kata Julian. "Kita pergi menginap di sana. Aku
ingin menyampaikan pujianku pada Richard. Ternyata anak itu seorang pahlawan!"
"Kalian harus ada di sekitar sini selama beberapa hari," kata Pak Inspektur.
"Kurasa kami masih memerlukan kalian sebagai saksi."
"Baiklah," jawab Julian. "Dan kami akan sangat berterima kasih, apabila sepeda
kami bisa diantarkan ke rumah keluarga Kent."
Ketika anak-anak tiba di rumah itu, Richard menyongsong ke pintu. Padahal saat
itu malam sudah larut Richard sudah berganti pakaian. Kelihatannya rapi sekali,
berdekatan dengan Julian serta saudara-saudaranya yang nampak kumal.
"Sayang aku tak bisa bersama kalian sampai detik-detik terakhir!" seru Richard.
"Jengkel sekali rasanya ketika disuruh pulang! Ayah - Ibu - ini mereka, anak-
anak yang kuikuti ketika minggat dari sini!"
Pak Thurlow Kent baru saja kembali dari perjalanannya ke Amerika, ia menyalami
Julian serta ketiga saudaranya.
"Silakan masuk," kata Pak Kent. "Kami sudah menyediakan makanan. Tentunya kalian
lapar sekali!" "Ceritalah dulu apa yang terjadi setelah aku pergi!" pinta Richard.
"Kami harus mandi dulu," kata Julian "Kotor sekali rasanya badan kami."
"Yah! Kalian bisa bercerita sambil mandi," kata Richard. "Aku tak sabar lagi
menunggu!" Enak rasanya bisa mandi dengan air hangat, dan setelah itu mengenakan pakaian
bersih. George diberi celana pendek, seperti Dick dan Julian. Keduanya tersenyum
geli, karena rupanya orang tua Richard menyangka George anak laki-laki. George
ikut meringis. Tapi ia diam saja.
"Aku marah sekali pada Richard, ketika kudengar apa yang diperbuat anak bandel
ini," kata Pak Kent, ketika anak-anak sudah duduk menghadapi meja makan dan
makan dengan lahap. "Aku merasa malu mengingat kelakuannya!"
Richard menunduk Tapi masih sempat melirik ke arah Julian.
"Ya - kekonyolan Richard itu menyebabkan kami semua nyaris celaka!" kata Julian.
"Anak mi memang bengal, Pak!"
Richard semakin menunduk, tak berani menengok lagi. Mukanya menjadi merah padam.
"Tapi kemudian ia membuktikan bahwa ia juga bisa tabah," sambung Julian. "Tidak
sembarang anak berani melakukan hal-hal yang diperbuatnya sewaktu lari mencari
bantuan! Saya sekarang tidak memandang rendah lagi padanya!"
Diperkuatnya pernyataan itu dengan menepuk bahu Richard. Saudara-saudaranya
semua mengikuti teladan Julian.
Richard menjadi merah lagi mukanya tapi kali ini karena senang.
"Terima kasih! Aku takkan melupakan pengalaman ini," katanya.
"Kau harus sungguh-sungguh mencamkannya." kata Pak Kent. "Kejadian itu bisa saja
berakhir dengan bencana!"
"Tapi ternyata tidak," kata Anne. "Akhirnya menggembirakan. Sekarang kami bisa
menarik napas lega lagi."
"Sampai lain kali," kata Dick mengakhiri pembicaraan itu. Ia meringis.
'TAMAT' Terjebak Bencana Gaib 1 Animorphs - 43 Percobaan The Test Anak Naga 14
^