Penculikan Bintang Televisi 2
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi Bagian 2
nampak jelas bahwa ia benar-benar merasa sedih dan bingung menghadapi kasus
lenyapnya kedua tokoh utamanya. Tak bisa dibayangkan bahwa ia terlibat dalam
komplotan penculik! Marc buruk sekali memainkan peranannya sekali itu. Ia menampakkan kesan sangat
gugup. Perhatiannya sama sekali tidak pada peranannya.
"Mungkin karena Ia merasa bersalah," bisik Dick. Tom yang biasanya selalu riang
dan gemar bercanda, sejak Stephen hilang kelihatan sangat menderita.
"Menurut perasaanku, ia terlalu melebih-lebihkan kesedihannya," kata Julian
dengan suara pelan. "Mana mungkin sifat manusia dapat cepat berubah secara
begitu menyolok!" "Jadi menurutrnu, ia hanya pura-pura saja?" Anne benar-benar heran. "Tak bisa
kubayangkan, Tom termasuk komplotan penjahat!"
"Kalau aku, aku curiga melihat sikap Renato," kata George. "Dan semula aku sudah
merasa bahwa ia iri melihat keberhasilan Stephen selaku aktor. Dan berlawanan
dengan semua yang ada di sini, ia sama sekali tidak menampakkan sikap sedih
sejak Stephen hilang."
Selama berakting pun anak-anak tetap waspada. Mereka memperhatikan setiap gerak-
gerik awak televisi yang ada di situ. Tapi akhirnya mereka sampai pada
kesimpulan, bahwa kasus itu pasti didalangi seseorang yang tidak mereka ketahui
namanya saat itu. Malamnya anak-anak berunding lagi untuk menarik kesimpulan atas pengamatan
mereka hari itu. "Setelah mernperhatikan sehari penuh, aku tidak bisa melihat adanya sesuatu
sikap yang benar-benar mencurigakan pada orang-orang televisi," kata George.
"Tak seorang pun dari mereka yang bisa menarik keuntungan dari lenyapnya
Stephen. Sedang mengenai Susy ..." Ia tertegun. Keningnya berkerut.
"Bagaimana?" desak Julian. "Kau tadi hendak mengatakan, 'Mengenai Susy ..'.
Bagaimana kelanjutannya?"
"Dari mereka yang tertera dalam daftar orang-orang yang mungkin perlu dicunigai,
tak seorang pun mungkin menculik Susy. Itu sudah pasti. Sedang orang yang
kucurigai, yang kutandai dengan tanda tanya sebagai pengganti namanya, lebih-
lebih tidak mungkin lagi. Tapi walau begitu perasaanku mengatakan ...."
"Siapa sebetulnya yang kaumaksudkan?" tanya Dick dengan sikap tidak sabar.
"Gary Findler!"
"Gary Findler?" seru Anne dan Julian serempak.
"Kenapa tidak" Baginya kan gampang saja menculik Susy. Pikirkan saja, bukankah
Susy secara suka rela naik ke kapalnya. Pak Findler tidak usah repot-repot lagi,
tinggal mengurungnya dalam salah satu kabin dan menyuruh kita pulang!"
"Kau sinting, George!" tukas Julian. "Jutawan itu kan baru mengenal Stephen dan
Susy ketika diperkenalkan oleh Ralph di studio. Sebelumnya ia kan tidak mengenal
mereka berdua!" George mengarahkan pandangannya pada Julian.
Tapi ia tidak benar-benar melihatnya, karena masih sibuk berpikir.
"Siapa bilang begitu?" katanya tandas. "Itu kan anggapan kita - tapi apakah
memang benar begitu?"
"Stephen dan Susy sebelumnya pasti tidak mengenal Gary Findler secara pribadi!
Paling-paling hanya tahu lewat koran!"
"Sudahlah, biarkan aku selesai dengan pikiranku dulu! Bagaimana tadi ... ah, ya
- jutawan itu menyuruh kita pulang, lalu ... selebihnya gampang! Taksi yang
dikatakannya mengantarkan Susy pulang, sebenarnya sama sekali tidak ada. Itu
hanya katanya saja, untuk menipu polisi. Susy ditawan dalam kapal, dan sama
sekali tidak ada yang mengetahuinya! Supaya kecurigaan tidak jatuh padanya,
kemudian ia menyuruh seorang wanita menelepon kita, pura-pura ia Susy. Nah,
bagaimana pendapat kalian?"
Selama George menuturkan perkiraannya, Dick mendengarkan dengan mulut ternganga
karena heran. Kini ia yang paling dulu bertanya, "Kalau begitu untuk apa cerita
mengenai orang-orang yang membuntuti dengan mobil?"
"Itu kan hanya untuk mengalihkan perhatian dari kapal pesiar!" jawab George
yakin. "Dengan begitu semua akan menyangka bahwa Susy baru diculik setelah
meninggalkan ternpat itu, sehingga tidak ada yang menyangka bahwa Ia sebenarnya
masih ada dalam kapal!"
"Ah, kau terlalu banyak baca komik rupanya. Khayalanmu terlalu melantur!" tukas
Dick meremehkan. "Untuk apa jutawan kaya raya seperti Gary Findler menculik
Susy. Ia kan sudah bergelimang harta!"
"Ya, ya, soal itu aku juga tahu," kata George tersinggung. "Aku tadi kan hanya
mereka-reka kemungkinan saja. Tapi satu hal sudah jelas. Cuma ia sendiri satu-
satunya yang bisa membuat Susy lenyap tanpa perlu repot-repot dulu!"
"Tapi bagaimana dengan Stephen" Tidak, George. Kau keliru menduga!"
"Firasatku tidak pernah meleset!" kata George berkeras. Memang benar, dugaannya
sering ternyata tepat kemudian. Tapi pernah pula terjadi bahwa ia meleset sama
sekali. Pak Komisaris yang ramah juga berpendapat begitu. George menceritakan
sangkaannya itu pada pejabat kepolisian itu. Sejak perjumpaan yang pertama, Ia
langsung menyukainya. Dengan sabar Pak Komisanis mengikuti penuturan George.
Kemudian ia tersenyum. "Kurasa kau agak keterlaluan," kata Pak Komisaris dengan nada kebapakan. "Ingat.
tidak ada yang lebih buruk daripada menyebarkan tuduhan palsu. Gagasanmu itu
tidak memiliki landasan teguh. Kau mengerti kan, maksudku?"
Muka George merah padam. Sampai telinganya pun ikut menjadi merah. Julian dan
kedua adiknya merasa tidak enak mengikuti pembicaraan itu. Mereka ikut merasa
kikuk, seperti George. George kadang-kadang memang keterlaluan, kata Anne dalam hati. Coba ia tadi mau
mendengar nasihat kami, dan tidak melaporkan dugaannya pada Pak Komisaris!
Melihat George diam saja, Pak Komisaris meneruskan kata-katanya, "Jangan lupa,
Pak Findler itu tokoh terkenal. Ia orang terpandang yang tidak mungkin bisa
dicurigai melakukan kejahatan. Hanya karena kebetulan saja ia terlibat dengan
kejadian ini. Percayalah!"
Wajah George semakin murung. Pak Komisaris ingin membujuknya.
"Tapi walau begitu aku senang bahwa kau mau datang menyampaikan pendapatmu,"
katanya sambil menepuk pundak anak itu. "Kau mau mendengar pendapatku" Kurasa
kedua pemain film itu diculik karena ada orang hendak membalas dendam. Atau
karena hendak meminta uang tebusan! Jadi kita tunggu saja sampai penculik
menyatakan kemauan mereka."
George mengerti bahwa dengan begitu pembicaraan sudah selesai. Ia bangkit dari
kursi tempat Ia duduk selama itu. Ia menggumamkan ucapan terima kasih, lalu
melangkah ke luar dengan kepala tertunduk. Ketiga sepupunya mengikuti sambil
membisu. Mereka mengenal adat George. Dalam keadaan seperti saat itu, bisa
kambuh lagi sifatnya yang dulu. Dan kalau George sudah merajuk, wah - gawat!
*** Para penculik tidak menghubungi siapa-siapa.
Ralph Mory tidak bisa lebih lama menunggu Susy muncul lagi. Ia terpaksa mencari
pengganti. Sutradara itu memasang iklan dalam surat kabar, mencari gadis remaja
yang wajahnya harus semirip mungkin dengan Susy Marshal. Dan masih hari itu juga
seorang aktris muda berambut pirang datang melamar. Umurnya sebaya dengan Susy.
Matanya juga biru. Pendek kata, kemiripannya dengan Susy Marshal sangat
mengagumkan! Bab VII KECELAKAAN ANEH Aktris muda itu bernama Yolanda. Dengan segera Ralph mengadakan beberapa
shooting percobaan dengannya untuk melihat kemampuan. Saat itu juga diputuskan
bahwa Yolanda diberi peran menggantikan Susy Marshal. Setelah itu Ralph
memperkenalkannya pada para anggota tim. Marc, Tom, dan Renato menyambut
pendatang baru itu dengan ramah. Sedang George, Julian, Dick, dan juga Anne
bersikap agak menahan diri. Soalnya, mereka melihat betapa aneh sikap Timmy terhadap gadis itu.
Anjing itu nampaknya tidak suka pada Yolanda. Karena ketika gadis itu dengan
ramah mengulurkan tangan untuk membelai kepala Timmy, bulu tengkuk anjing itu
langsung berdiri seperti marah. Ia juga menggeram-geram.
"Aneh!" bisik George pada saudara-saudaranya. "Timmy biasanya kan selalu ramah.
Rupanya Yolanda ini perlu dicurigai!"
Dari air muka Dick, Julian, dan Anne dapat ditebak pikiran mereka mengenai
ucapan George. Dick yang sifatnya sama terbuka seperti George, langsung
mengucapkan pendapatnya. "Kau ini jangan macam-macam," bisiknya. "Sejak teman-teman kita lenyap, segala-
galanya kaucurigai!"
Tapi kali ini ternyata George yang benar, walau hanya secara kebetulan saja hal
itu terbukti. Shooting dipindahkan ke lokasi pantai agak di luar kota. Sesudah mengambil
beberapa adegan, Ralph memerintahkan untuk beristirahat sebentar.
Julian mengajak saudara-saudaranya berjalan-jalan. Mereka ingin melihat-lihat
sekeliling tempat itu. Mereka menyusuri suatu jalan pasir. Jalan itu menjauhi
pantai. Tiba-tiba mereka berhenti melangkah. Mereka mendengar suara Yolanda yang
cerah. Kesunyian tempat itu menyebabkan suara aktris itu dapat dikenali dengan
jelas. Dengan cepat Julian menyusup ke dalam semak, diikuti ketiga saudaranya.
Sambil membungkuk-bungkuk mereka bergerak menuju asal suara tadi.
Mereka melihat Yolanda berdiri di tepi suatu persimpangan yang terbuka. Gadis
itu sedang sibuk bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang duduk di belakang
kemudi sebuah mobil. "Orang itu kelihatannya kenalan Yolanda," kata Julian.
"Tapi mungkin juga hanya seseorang yang menanyakan jalan." kata Anne menduga.
George memicingkan mata. Ia memperhatikan adegan di persimpangan jalan itu
dengan penuh minat. "Menurutku kelihatannya mereka berdua memang sudah kenal,"
katanya. "Aku malah mendapat kesan bahwa pemuda itu berusaha menggoda Yolanda," kata Dick
sambil tertawa pelan. Kesannya itu memang tidak keliru. Pemuda yang duduk dalam
mobil memang nampak seperti merayu Yolanda yang cantik. Angin bertiup membawa
suara keduanya ke arah semak tempat Lima Sekawan bersembunyi. Mereka bisa
mengikuti pembicaraan sepotong-sepotong.
"Macam-macam saja, melamar untuk menjadi pengganti Susy Marshal! Kau sudah
sinting, ya! Bagaimana jika anak-anak itu mengenali kembali suaramu" Kalau itu
terjadi, bisa sulit keadaan kita! Jika Bos sampai tahu, pasti ia marah-marah!"
"Maumu yang sebenarnya apa, Paul" Aku ini kan aktris! Aku bodoh, jika kesempatan
baik kusia-siakan. Kurasa Bos takkan apa-apa!"
"Ah - begitu anggapanmu, ya"!" kata pemuda yang bernama Paul dengan sikap
mengejek. "Ya, betul! Aku bahkan yakin mengenainya. Kau mau tahu alasannya"! Sekarang aku
bisa lebih berguna lagi baginya setelah aku menjadi anggota tim televisi itu.
Lagi pula kau tak berhak memerintah diriku. Satu-satunya yang bisa hanya Bos
sendiri, tahu!!" Paul menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam. Kendaraan itu melesat maju lalu
menghilang di balik tikungan. diselubungi debu pasir berhamburan. Sedang Yolanda
berjalan lagi. "Sekarang aku mengerti!" kata George. "Kalau kau, bagaimana pendapatmu, Julian?"
Remaja jangkung berambut pirang itu mengerutkan dahinya.
"Jelas sekarang bahwa Yolanda dan orang yang bernama Paul itu anggota suatu
kornplotan," katanya. "dan komplotan itu berniat melakukan tindakan jahat
terhadap tim kita." "Dan logisnya, tindakan itu ada hubungan dengan Stephen dan Susy," sambung Dick
menegaskan. "Paul tadi rupanya khawatir kalau kita bisa mengenali kembali suara Yolanda,"
kata George meneruskan. "Itu berarti, kita pernah mendengar suaranya. Tapi
kapan?" George memandang sepupusepupunya dengan pandangan menyelidik.
"Lewat telepon!" seru Anne tiba-tiba.
"Nah, itu dia jawabannya! Akhirnya berhasil juga kita menemukan jejak!" George
berjingkrak karena gembira.
"Tenang, jangan buru-buru gembira," kata Julian menyabarkan. "Kita masih belum
tahu siapa Bos yang disebut-sebut oleh Paul tadi."
"ltu soal kecil - karena satu saat nanti Yolanda akan membuka rahasia secara tak
disengaja! Asal kita terus mengawasi tanpa lengah sedikit pun!"
Sebagai akibat lenyapnya Stephen Bird dan Susy Marshal, program urut-urutan
pengambilan adegan menjadi agak kacau. Sehari setelah anak-anak secara kebetulan
mengalami kejadian menarik di pantai, sutradara memutuskan untuk melanjutkan
pengambilan adegan dalam studio, yaitu dalam "Gua Penyelundup".
Para penata dekor benar-benar ahli dalam bidang profesi mereka. Dalam
mengkonstruksikan gua tiruan, mereka membuat langit-langit dan kayu yang
nampaknya persis sekali batu padas.
Adegan dimulai dengan perembukan para penyelundup dalam gua Marc yang memerankan
salah seorang di antara mereka harus memulai pertengkaran. Adegan menurut
rencana berakhir dengan kepergiannya dari gua sambil memaki-maki dengan marah.
Ralph sibuk memberi petunjuk-petunjuk pada para pemain. Anak-anak berdiri di
belakang kamera yang sudah siap untuk mengambil adegan itu. Mereka memperhatikan
dengan seksama sambil menunggu giliran tampil.
"Marc!" seru Ralph. "Kalimat-kalimatmu yang paling akhir harus kaubentakkan pada
temanmu dengan penuh kebencian! Setelah itu kau lari dengan tinju terkepal,
keluar dari gua. Mengerti" Oke ... kita teruskan. Clapper!"
Marc mengucapkan teksnya dengan nada membentak-bentak. Dengan tinju terkepal ia
memutar tubuh, lalu bergegas keluar dari gua sambil memaki-maki. Sementara itu
kamera mengikutinya terus.
Peristiwa yang terjadi kemudian berlangsung begitu cepat, sampai semua yang
kebetulan melihat hanya bisa terpaku saja di tempat masing-masing. Tepat saat
Marc meninggalkan gua, sebongkah "batu" besar terlepas dari tempatnya di langit-
langit dan menghunjam ke bawah - tepat menimpa Marc!
Aktor itu meringkuk kesakitan. George dan Ralph yang paling dulu bergegas
mendatangi. "Kau cedera, Marc?" tanya Sutradara dengan panik.
"Ya - kurasa - bahuku," kata Marc dengan suara terputus-putus menahan sakit.
Mukanya pucat tak berdarah. "Sebentar, jangan bergerak dulu." kata Anne dengan penuh rasa kasihan. Ia
membungkukkan tubuhnya. "Kubukakan saja jasmu"
Anak itu menjamah lengan orang yang baru saja mengalami kecelakaan itu. Tapi
begitu tersentuh, Marc langsung terpekik kesakitan.
"Panggil dokter!" seru Ralph pada Julian. Remaja itu bergegas pergi.
Beberapa menit kemudian dokter sudah datang. Dirabanya dengan hati-hati bahu
Marc. Dijunjungnya sedikit kepala orang itu.
"Terkilir rupanya," kata dokter. "Cedera Anda tidak berbahaya, tapi agak lama
sembuhnya. Mudah-mudahan tidak ada tulang retak. Anda perlu di-rontgen untuk
memastikannya. Saya panggil saja mobil ambulans untuk mengangkut Anda ke rumah
sakit." Nampak jelas bahwa Marc sangat kesakitan. Tapi walau begitu ia masih sempat
memikirkan bagaimana kelanjutan pembuatan film, karena kini pun ia terpaksa
tidak bisa ikut. Ia merasa menyesal sekali atas kejadian itu.
"Kenapa harus terjadi pula kecelakaan konyol ini," katanya sambil mengaduh.
"Bagaimana kau akan menyelesaikan film ini nanti, Ralph?"
Sutradara muda itu menenangkan Marc. Soal itu jangan dipikirkan dulu, katanya.
Sementara itu mobil ambulans tiba. Dengan berhati-hati sekali Marc diangkat lalu
dimasukkan ke situ. "Perlukah kami ikut?" tanya Dick pada Ralph. ketika dilihatnya sutradara itu
ikut naik ke dalam mobil.
"Tidak usah," jawab Ralph dengan cepat. "Aku ikut karena ingin segera melihat
hasil rontgen di rumah sakit. Marc kan temanku, jadi inilah yang paling sedikit
bisa kulakukan untuknya. Mudah-mudahan saja keadaannya tidak parah. Sedang
kalian, sementara ini beristirahat sajalah dulu!"
Pintu mobil pengangkut orang sakit itu ditutup. Anak-anak memandang kendaraan
yang berangkat dengan perasaan pilu.
Saat itu sudah hampir tengah hari. Orang-orang televisi yang tinggal menyarankan
pada George agar mereka kembali saja ke hotel untuk makan siang.
"Masih cukup dini apabila kalian nanti siang datang lagi," kata Tom. "Saat itu
mungkin kita sudah tahu lebih banyak tentang keadaan Marc. Yang jelas Ralph
nanti akan mengambil adegan di mana Marc tidak ikut tampil."
Julian mengajak saudara-saudaranya kembali ke hotel. Mereka cepat-cepat makan,
karena George berulang kali mendesak agar mereka bergegas.
"Kalian hendak kembali lagi ke studio?" tanya Paman Ouentin dengan heran, ketika
melihat keempat anak itu bergerak menuju ke pintu luar.
"Ya, Ayah." jawab George sambil mengusap mulutnya dengan lengan baju. "Kami
ingin sekali mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan di rumah sakit. Mudah-
mudahan saja Marc tidak parah cederanya."
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bab VIII MARC DICULIK Yolanda, Tom, dan lain-lainnya ternyata sudah lebih dulu berada kembali di
studio. "Mana Ralph?" tanya George begitu ia masuk bersama saudara-saudaranya. "Ada
kabar baru dari rumah sakit?"
"Ralph dari tadi belum kembali," jawab Tom.
"Apakah ia tidak menelepon dari sana?" desak Dick.
"Juga tidak! Padahal ia tadi gelisah sekali."
"Aneh," gumam George. "Lalu kau tidak mencoba menghubunginya di rumah sakit?"
Muka Tom memerah. "Aduh sama sekali tak terpikir olehku selama ini," katanya agak malu.
"Itu perlu dilakukan!" seru Dick sambil bergegas menuju ke pesawat telepon.
"Biar aku saja yang menanyakan!"
Semua datang mengerumuninya. Dengan wajah-wajah tegang mereka menunggu hasil
pembicaraan. Tapi begitu hubungan dengan rumah sakit tersambung dan Dick
mengajukan pertanyaan, dengan segera air mukanya menunjukkan kebingungan.
"Bagaimana?" katanya setengah berteriak. "Tidak ada mobil ambulans datang
mengangkut pasien bernama Marc" ... Tapi itu kan mustahil! Kami sendiri
melihat ..." Kalimatnya terputus. Dick mendengarkan keterangan lawan bicaranya
dengan tegang. "Pasien itu seorang aktor televisi," katanya setelah itu. "Ya, dan ia diantar
Ralph Mory. Ya, betul, sutradara terkenal itu. Tolonglah periksakan sekali lagi.
Kami di sini semua merasa gelisah!"
Setelah itu Dick membisu kembali. Ia menunggu. George tidak sabar lagi
melihatnya. Direnggutnya gagang telepon dari tangan Dick, lalu didekapkan ke
telinganya sendiri. Tapi Ia hanya mendengar bunyi deru samar-samar saja di
kejauhan. Beberapa saat kemudian barulah terdengar suara orang berbicara,
"Sayang, tidak ada orang diantar masuk kemari. Hanya itu saja yang dapat saya
katakan." Setelah itu hubungan putus.
"Mustahil!" seru George. "Itu tidak mungkin. Kata petugas tadi, tidak ada mobil
ambulans datang membawa Marc dan Ralph. Jadi mereka tidak sampai di rumah sakit!
Apakah ...." Saat itu pesawat telepon berdering. Secepat kilat George menyambarnya. Ia
mendapat tirasat yang tidak enak. Ia merasa pasti telepon itu tentu ada sangkut
pautnya dengan lenyapnya Ralph dan Marc. Dan ternyata firasat lu tidak meleset!
Begitu gagang pesawat didekatkan ke telinga, dengan segera didengarnya suara Pak
Komisaris. Komisaris polisi ramah itu yang menelepon!
"Halo, Pak Komisaris," kata George. "Anda berbicara dengan George Kirrin!"
"Kebetulan sekali kalau begitu," kata Pak Komisaris. "Dengar baik-baik, lalu
teruskan pada semua yang ada di situ. Sutradara kalian, Ralph Mory, ditemukan
dalam keadaan terbius di pinggir jalan. Ia tergeletak di separuh jalan antara
studio dengan kota!"
"Aduh!" seru George kaget."Sekarang ia ada di mana?"
"Ia meminta pada kami agar dibawa ke sebuah klinik swasta yang dikelola teman-
temannya," kata Pak Komisaris. "Keadaannya tidak gawat rupanya. Ia minta tolong
untuk disampaikan pada kalian agar tetap tenang. Katanya, mudah-mudahan saja
besok pagi sudah bisa kembali datang ke studio."
Keterangan sesingkat itu belum memuaskan George.
"Tapi apa sebetulnya yang terjadi dengan dirinya, Pak?"
"Kalau melihat keadaannya ketika kami temukan di pinggir jalan, kejadian itu
pasti sudah direncanakan dengan matang. Ambulans yang mengangkut Marc dan Ralph
tahu-tahu dihentikan oleh sebuah mobil hitam yang melintang di tengah jalan. Dua
orang tak dikenal turun lalu mengikat para petugas ambulans. Ralph Mory juga
ikut diikat. Kemudian mereka dilemparkan ke luar dan kendaraan. Ralph Mory tidak
ingat lagi apa yang terjadi sesudah itu. Tapi mobil ambulans lenyap. Atau dengan
perkataan lain, kendaraan itu dicuri ...."
"Lalu Marc, ke mana dia?"
"Karena ia tidak bisa ditemukan, kemungkinannya ia ikut dilarikan bersama
ambulans." "Jadi yang diincar Marc, dan bukan ambulans itu," seru George.
"Tidak ada bukti-bukti nyata yang mengarah ke situ. Kau jangan mulai mengada-ada
lagi, Nak!" Pak Komisaris memutuskan pembicaraan. George kesal sekali. Seenaknya saja
petugas polisi itu menyapanya dengan sebutan 'Nak'.
Tapi Julian serta kedua adiknya tidak memberi kesempatan pada George untuk lama-
lama merasa kesal. "Cepat katakan apa yang terjadi," desak Julian.
George menceritakan segala-galanya. Orang-orang televisi yang ikut mendengarkan
langsung ribut, karena rupa-rupanya mereka semua dijadikan sasaran oleh
komplotan misterius! "Giliran siapa lagi setelah ini?" kata Yolanda menggumam.
George mengamati gadis itu dari sudut matanya. Di manakah Yolanda ketika batu
palsu dari kayu tahu-tahu terlepas lalu jatuh menima Marc" Mungkinkah dia yang
menyebabkan kecelakaan itu"
Jangan terburu-buru menarik kesimpulan, kata George dalam hati. Jangan seenaknya
menduga yang bukan-bukan, kalau tidak ada bukti sama sekali!
Ralph Mory ternyata menepati janji. Keesokan paginya Ia rnuncul di studio,
dengan kepala terbalut dan dengan muka bergores-gores bekas jatuh. Tapi ia
bertekad melanjutkan pembuatan filmnya. Marc digantikan oleh seorang stand-in.
"Kejadian ini benar-benar keterlaluan," tukasnya geram. "Masak sekarang ini
sampai bisa ada mobil ambulans berisi seseorang yang cedera dicuri - di daerah
yang didiami! Kasihan Marc. Apa sebetulnya yang dikehendaki dari dia" Ia korban
ketiga dari penculik misterius itu - setelah Stephen dan Susy!"
"Jadi kau sekarang juga sependapat dengan kami!" seru George. "Tapi apa hubungan
antara masing-masing penculikan itu?"
"Entah, aku tidak tahu! Jika aku ini misalnya mempunyai musuh, aku akan menduga
bahwa ini merupakan perbuatan balas dendam - untuk mengacaukan jadwal pembuatan
filmku. Mudah-mudahan kalian tidak diapa-apakan!"
Ralph Mary mernandang anak-anak serta Timmy. Tatapan matanya menunjukkan
keprihatinan. Tapi malam sebelumnya anak-anak sudah sampai pada kesimpulan bahwa
mereka sendiri sama sekali tidak terancam bahaya apa-apa. Menurut mereka,
rangkaian penculikan itu merupakan bagian dari suatu rahasia yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan sutradara Ralph Mary, maupun dengan film yang
sedang dibuat saat itu. George masih mengatakan ketika selesai beremhuk malam
itu, "Takkan ada gunanya jika orang-orang dewasa kita beri tahu mengenai dugaan
kita. Paling-paling mereka akan mengatakan bahwa kita ml mengada-ada saja. Tapi
percayalah, nanti pasti terbukti bahwa dugaanku benar!"
Bab IX PERKEMBANGAN BARU Menjelang tengah hari, dua petugas polisi datang untuk menanyai Ralph sekali
lagi. Pembicaraan lekas selesai, karena tidak ada yang bisa ditambahkan sutradara itu
pada keterangannya yang pertama. Ingatannya mengenai kejadian itu berakhir
sampai saat ia di lemparkan ke luar dari mobil.
Tapi yang menarik malah keterangan dari polisi. Mobil ambulans yang hilang sudah
ditemukan! "Ambulans itu disembunyikan di balik semak belukar di pinggir jalan. Sekelompok
pelancong yang menemukannya di situ. Mereka langsung melaporkan pada polisi."
"Bagaimana dengan Marc?" tanya George tegang.
"Ia tidak ada lagi dalam kendaraan itu. Dengan demikian dugaan kalian ternyata
benar! Ambulans itu rupanya dilarikan dengan tujuan menculik aktor yang cedera
itu." Kemudian kedua petugas polisi itu meninggalkan studio. Seorang pelayan dari
restoran yang ada di gedung itu datang membawakan roti berisi keju dan daging
asap untuk seluruh tim. Tapi Ralph tidak berselera makan.
"Kau harus makan, Ralph," kata Anne prihatin. "Kau perlu menjaga kesehatan.
Nanti jatuh sakit kalau tidak makan!"
Ralph Mory tersenyum. Ia terharu melihat perhatian Anne. Ia sayang pada anak
itu, yang selalu lemah lembut tutur bahasanya. Untuk menyenangkan hati sahabat
cilik itu, Ralph memaksa diri makan roti sepotong. Timmy memperhatikannya dengan
kepala dimiringkan. Kelihatannya seakan-akan ia juga ikut prihatin. Padahal ia
sebenarnya menunggu kalau-kalau ada sepotong daging jatuh ke tanah!
George makan dengan lahap. Roti demi roti berpindah dengan cepat ke perutnya.
Tapi sambil makan ia masih sempat memutar otak.
"Coba aku bisa mendapat ilham, sehingga tahu apa sebenarnya yang ada di balik
ketiga peristiwa penculikan mi," katanya sambil mengeluh. "Tapi sampai sekarang
aku masih saja meraba-raba dalam gelap."
"Aku juga begitu," kata Ralph dengan perasaan suram. "Satu-satunya hubungan
antara mereka bertiga adalah bahwa mereka itu masih bertalian keluarga - walau
sudah jauh. Tapi itu pasti tak ada hubungannya dengan ..."
"Mereka bertiga masih sekeluarga?" kata George mengulangi. Ia tercengang. "Kau
ini bicara tentang siapa?"
Sekarang Ralph yang ganti tercengang.
"Ada apa?" katanya. "Rupanya kalian belum tahu bahwa Stephen masih terpaut
ikatan keluarga dengan Marc" Mereka saudara sepupu. Ibu Stephen saudara ibu
Marc. Karir Marc di televisi adalah berkat pertolongan Stephen."
"Baru sekarang kami mendengar tentang hal itu," kata Julian. 'Tapi menurut
pendapatmu. adakah hubungan antara pertalian keluarga itu dengan segala kejadian
yang kita alami sekarang?"
Julian menoleh pada George.
"Tentu saja ada!" kata George cepat. "Pasti!" Ia menambahkan secara buru-buru,
"Maksudku, tentu saja ada kemungkinan bahwa itu berhubungan! Pokoknya, dengan
begitu perhatian kita bisa diperluas!"
"Seakan-akan sekarang pun pikiran kita belum cukup banyak!" seru Dick pura-pura
bingung. George langsung menatap sepupunya itu dengan sikap galak.
"Kau sementara ini mestinya sudah tahu bahwa setiap petunjuk ada gunanya!
Tinggal kita saja yang memilih-milih, mana yang penting dan mana yang tidak!
Mengerti sekarang" "Sayangnya justru memilih-milih itu yang paling sulit." kata Anne sambil
mengeluh. "Guk," gonggong Timmy pelan. Telinganya terkulai. Ia merasa sedih karena
menganggap tidak ada yang memperhatikan dirinya.
"Kusimpulkan saja keterangan baru ini," kata George lagi sambil membenamkan
giginya ke roti yang kesekian, "Jadi yang masih sekeluarga itu Stephen dan Marc.
Mereka saudara sepupu. seperti kita berempat. Sedang Susy tunangan Stephen.
Kalau mereka menikah, Susy juga akan termasuk keluarga. Itu perlu kita ingat!"
Siangnya pembuatan film diteruskan. Tapi tidak ada yang bergairah. Semua merasa
lesu, apalagi setelah March juga lenyap.
Menjelang malam ada tukang pos mengantar telegram untuk Ralph. Ternyata dari
Aline, istri Marc. Isinya mengatakan bahwa Aline akan datang besok pagi ke
Bournemouth. Ia tidak tahan lagi tinggal di London. Kejadian yang menimpa
suaminya membuat perasaannya tidak menentu. Ia ingin ikut membantu mencari
ketiga rekan itu. "Jangan-jangan urusannya malah bertambah rumit nantinya," kata George menggumam.
Ralph mengajak anak-anak ikut menjemput istri Marc ke pelabuhan udara. Ternyata
Aline sangat ramah. Anak-anak langsung suka padanya. Orangnya kecil mungil,
dengan rambut indah berwarna cokiat tua. Senyumnya memilukan hati Anne.
Melihat wanita yang ramah itu, anak-anak membulatkan tekad untuk berusaha keras
rnencari Marc sampai ketemu. Bahkan Timmy pun ikut-ikut mendekatkan diri pada
Aline. "Kalian baik hati, mau menyempatkan diri datang menjemput," kata Aline setelah
semua saling diperkenalkan. "Sudah ada perkembangan baru" Sudah ditemukan salah
satu petunjuk mengenai Marc?" Ia berbicara dengan air mata menggenang.
Siangnya semua berkumpul di restoran gedung televisi, George dan saudara-
saudaranya mengobrol dengan Aline, seolah-olah sudah lama saling mengenal.
Apalagi George! Ia menghujani wanita itu dengan berbagai pertanyaan. Tapi tidak
ada hal-hal baru yang berhasil diperoleh.
"Tidak," kata Aline menjawab pertanyaan George. "Marc sama sekali tidak punya
musuh! Stephen juga sama saja. Keduanya sangat ramah, jadi setiap orang suka
pada mereka." Aline memutuskan untuk tetap tinggal di Bournemouth sampai suaminya berhasil
ditemukan. Pihak kepolisian mempergiat usaha pengusutan. Tapi tanpa banyak
membawa hasil. Ralph selalu berusaha menghindari Aline. Ia tidak tahan menatap matanya yang
selalu memandang dengan sayu. Tapi kemudian sutradara itu mendapat akal. Ia
menawarkan peranan pembantu pada Aline. Dengan begitu pikiran wanita itu pasti
akan terpaling sedikit dari ingatan pada suaminya. Di samping itu, ia bisa
memperoleh penghasilan guna membiayai kehadirannya di situ.
"Kalian semua benar-benar baik padaku," kata Aline terharu. "Harapanku hidup
lagi karenanya ... dan semangatku pun bangkit kembali!"
"Kau tidak boleh putus asa," kata Julian membesarkan hati. "Marc teman kami, dan
kami sudah bertekad untuk ikut mencari sampai ketemu!"
Timmy seakan-akan memahami kata-kata Julian. Ia menghampiri Aline, lalu
menyodorkan kaki depannya mengajak bersalaman.
"Nah - lihatlah!" seru George dengan riang. "Bahkan Timmy pun ikut berjanji akan
membantu!" "Aku yakin, Marc tidak dalam keadaan yang berbahaya," kata Dick ikut membesarkan
hati Aline. "Lama-kelamaan rahasia pasti terbongkar. dan mereka bertiga akan
ditemukan kembali!" "Tapi mudah-mudahan sebelum terlambat," keluh Aline. Ia mencoba tersenyum.
Bab X ALINE JUGA LENYAP! Anak-anak berusaha sekuat tenaga untuk menghibur Aline. Saat-saat istirahat,
mereka sering mengajaknya berjalan-jalan ke pantai. Atau menyewa perahu layar
milik perkumpulan olahraga air yang terdapat tidak jauh dari pelabuhan.
Suatu siang Ralph memutuskan untuk mengambil adegan tertentu di pantai. Sebagal
lokasi ia memilih suatu tempat yang berbatu-batu agak di luar kota. Batu-batu
karang itu dianggapnya merupakan latar betakang yang cocok sekali untuk kisah
penyelundupan yang sedang difilmkan. Dalam adegan itu Lima Sekawan tidak ikut
muncul. Tapi George meminta pada Ralph agar diperbolehkan mendekati tempat itu
dengan perahu layar. Ia ingin menonton pengambilan adegan dari laut.
George sangat menggemari olahraga air. Kalau sudah berada dalam air, sulit
sekali Ia bisa dikalahkan! Ia sering menyesal kenapa tidak dilahirkan sebagai
anak laki-laki. Coba ia laki-laki, ia kan bisa menjadi pelaut! Tentu saja
sebagai nakoda pelayaran samudera .... Di Kirrin Ia memiliki sebuah perahu layar
kecil. Setiap kali Ia berlibur di rumah, pasti sebagian besar dan waktu luangnya
dilewatkan dengan perahunya itu. Ia mahir sekali mengemudi, seperti anak-anak
lain naik sepeda. Aline juga diajak ikut. Wanita itu mula-mula agak menyangsikan kemahiran George
mengemudikan perahu Iayar. tapi setelah melihat George memamerkan kebolehannya
sebentar. akhirnya Ia memutuskan untuk ikut.
Angin laut yang syegar serta ombak yang berkilauan kena cahaya matahari
menenangkan perasaan Aline. Untuk pertama kali sejak kedatangannya di
Bournemouth, sikapnya nampak tidak tegang. Kepercayaannya pada Lima Sekawan
semakin tumbuh tanpa disadari olehnya sendiri! Mereka pasti bisa diandalkan.
Kalau ada yang bisa menemukan suaminya, mereka itu sudah pasti Lima Sekawan!
Dengan cekatan George mengemudikan perahu layar, menyusur garis pantai. Arah
angin kebetulan baik. Tapi soal cuaca sama sekali tidak direpotkan oleh George.
Kalau kebetulan mati angin, di perahu masih ada motor tempel. Dengannya mereka
bisa meneruskan pelayaran agar sampai pada waktunya di lokasi pembuatan film.
"Nah - kalian ternyata datang juga!" seru Ralph rnenyambut kedatangan mereka,
sementara George membelokkan haluan perahu ke arah pantai lalu melabuhkan
jangkar. "Ayo, cepat! Kamera-kamera sudah siap. Orang-orang yang menonton sudah
tidak sabar lagi!" Sambil berkata begitu Ralph menuding ke arah beberapa orang
yang berdiri agak di pinggir. Rupanya mereka kebetulan lewat di situ, lalu
menonton karena tertarik melihat kesibukan persiapan orang-orang televisi. Ralph
menoleh ke arah timnya. "Ya - kita mulai sekarang!"
Sinar matahari saat itu terik sekali. Para pemain harus berusaha keraS, karena
sulit sekali rasanya memusatkan perhatian dalam keadaan cuaca sepanas itu. Tapi
Ralph sangat teliti. Adegan demi adegan direkam dengan cepat. Keringat
bercucuran membasahi mukanya. Akhirnya sutradara muda itu memberi kesempatan
beristirahat. "Tapi sebentar saja - paling lama seperempat jam!" serunya mengumumkan. "Sesudah
itu kita lanjutkan lagi!"
"Bagaimana kalau kita mandi-mandi sebentar?" tanya Julian. "Airnya tidak begitu
dingin - pasti di atas delapan belas derajat!"
"Setuju!" seru George bersemangat. "Tadi dari perahu aku melihat sebuah teluk
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecil di sebelah sana. Tempat itu hanya bisa didatangi dari laut. Dengan begitu
kita akan sendiri saja di sana, tidak ada orang lain."
Lima menit kemudian mereka sudah sampai di teluk kecil itu. Sekelilingnya batu-
batu karang yang menjulang tinggi. Tapi dasarnya berpasir putih. Air laut di
situ jernih sekali. Dengan cepat mereka melepaskan pakaian lalu masuk ke dalam
air. Aline tidak begitu pandai berenang seperti anak-anak. Tapi itu tidak menjadi
soal. Kemudian mereka bermain lempar-lemparan bola di pasir. untuk menghangatkan
tubuh. Dan juga untuk mengajak Timmy bermain-main, karena sebentar lagi mereka
sudah harus kembali ke lokasi pembuatan film.
Ketika hendak kembali, ternyata baju renang Aline masih agak lembab. Ia pergi ke
balik batu. "Sebentar saja - aku hanya hendak mengganti pakaian," serunya dari balik batu.
George dan ketiga sepupunya merebahkan diri ke atas pasir yang putih. Mereka
memejamkan mata, menikmati kehangatan sinar matahari membelai tubuh. Tiba-tiba
Dick terkekeh. "Perempuan semua sama saja!" katanya geli. "Mengganti pakaian saja lama sekali.
Aline tadi mengatakan sebentar. Sekarang pasti sudah seperempat jam!"
"Aduh, betul juga katamu!" seru Julian kaget, lalu cepat-cepat bangun. "Ralph
pasti marah jika kita sampai terlambat datang!"
"Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan Aline," kata Anne dengan perasaan
kecut. "Kau ini langsung mengira yang bukan-bukan. Lebib baik kaupanggil saja dia!"
kata George pada sepupunya. Tapi sebelum Anne sempat menurutinya, George sudah
membuat corong dengan kedua tangannya lalu berteriak keras-keras ke arah batu
tempat Aline tadi pergi. "He! Aline! Ayo, cepat! Kita harus kembali sekarang!"
Tapi hanya gema pelan saja yang terdengar sebagai jawaban. Aline sendiri tidak
terdengar suaranya. Kini Julian yang berganti memanggil.
"Aline!" serunya selantang mungkin. "Aline! Cepatlah sedikit!"
"Nah - Ia tidak menjawab," kata Anne gugup. Pasti ada sesuatu yang terjadi
dengan dirinya!" "Jangan-jangan ia pingsan," kata Dick. "Sinar matahari memang sangat menyengat -
seperti saat bulan Agustus saja!"
"Kita periksa saja," kata George, yang berpikiran praktis seperti biasa. Tanpa
menunggu lagi ia langsung lari ke balik batu besar itu.
Saudara-saudaranya menyusul. Ketika mereka sampai di balik batu, nampak George
berdiri seperti patung. Ia menunduk, menatap sesuatu yang terletak di tanah.
Baju renang Aline. Tapi Aline sendiri tidak ada di situ. Wanita itu lenyap,
lengkap dengan pakaiannya. Ia lenyap, seperti Stephen, Marc dan Susy....
Keempat anak itu benar-benar bingung. Aline kini ikut lenyap! Padahal mereka
diandalkan untuk menjaga keselamatannya. Tahu-tahu wanita itu hilang dengan
tiba-tiba, persis seperti ketiga orang sebelumnya!
"Mula-mula Marc, lalu sekarang istrinya!" kata Julian geram.
"Sialan!" jerit George sambil membanting-banting kaki dengan jengkel. "ini sudah
keterlaluan! Tidak mungkin hal ini bisa terjadi! Aku tidak mau!"
Anak-anak mulai mencari ke mana-mana, dibantu oleh Timmy. Tapi sia-sia belaka -
Aline tetap lenyap. Batu-batu karang sekeliling teluk kecil itu menjorok sampai
ke tempat yang dalam. Tidak mungkin Aline pergi lewat situ. Tapi ia juga tidak
kembali ke pantai yang berpasir.
Akhirnya anak-anak kembali dengan perahu layar ke lokasi pembuatan film untuk
memberi tahu pada Ralph Mory. Mereka juga bermaksud menghubungi polisi selekas
mungkin. Wajah sutradara muda itu langsung berubah menjadi pucat pasi ketika ia mendengar
kabar yang pengejutkan itu. Sedang Tom ternganga saja. Ia tidak bisa mengatakan
apa-apa karena sangat terkejut. Seruan George menyadarkan keduanya dengan
segera. "Cepat!" seru anak itu dengan tegas. "Kita tidak boleh membuang-buang waktu.
Kita harus menghubungi Pak Komisaris agar Ia selekas mungkin datang kemari!"
Pak Komisaris menjambak-jambak rambutnya karena kesal. Ia bersama anak buahnya
sudah dianggap tidak mampu oleh rnasyarakat kota itu, karena sejak hilangnya
Stephen Bird polisi masih juga belum mampu menemukan jejak yang pasti. Seorang
demi seorang lenyap tak berbekas. Dan itu terjadi sementara polisi sudah
berjaga-jaga! Darah George mendidih. Dalam hati ia mengamuk. Sementara para petugas kepolisian
yang datang, memeriksa daerah sekitar pantai dengan cermat. Pak Komisaris
menyibukkan diri dengan memeriksa keterangan Lima Sekawan. Hanya merekalab satu-
satunya saksi kejadian itu. Tapi mereka sebenarnya sama sekali bukan saksi -
karena tidak melihat atau mendengar apa-apa.
"Kejadiannya berlangsung cepat sekali!" kata Julian memberi keterangan. "Saat
itu kami berbaring-baring di pasir sambil menunggu Aline muncul kembali dari
balik batu. Menurut perasaan kami, saat itu hanya kami saja yang ada di situ.
Benar-benar sulit dibayangkan - kejadian ini!"
Pak Komisaris sependapat dengannya.
"Sekali ini tidak mungkin kita mengatakan adanya penculikan yang sudah
direncanalan sebelumnya." katanya. "Sebelumnya tidak mungkin ada yang tahu bahwa
kalian akan mandi-mandi di teluk kecil itu. Tidak seorang pun ... tentu saja
kecuali kalian sendiri!"
Kemarahan George bangkit. Itu lagi, katanya dalan hati. Pak Komisaris bersikap
seolah-olah mencurigai kita!
Kejengkelannya berlanjut terus. Setelah pulang ke hotel pun tampang George masih
cemberut. "Sekarang kita harus bertindak! Kita harus melakukan sesuatu!" katanya malam
itu. "Kenapa Yolanda tidak kita sergap saja," kata Dick mengusulkan. "Kita ikat dia,
lalu kita paksa mengaku!"
"Jangan suka kekanak-kanakan!" kata Julian memarahi adiknya. "Macam-macam saja -
menyergap Yolanda! Hah! Lalu bagaimana niatmu hendak memaksanya membuka mulut"
Omong kosong! Yang kita perlukan adalah bukti nyata. Jika kita menemukan
petunjuk sehubungan dengan lenyapnya Aline, maka tak akan sulit bagi kita untuk
menemukan sangkut pautnya dengan Stephen, Susy, dan Marc."
"Tapi justru petunjuk itulah yang tidak kita miliki," keluh Anne. "Kecuali kita,
tadi tidak ada orang lain di teluk kecil itu."
"Dan mana kau bisa mengatakannya dengan begitu pasti?" tanya George. "Kan bisa
saja ada orang datang menyusul dengan perahu lalu berlabuh di teluk sebelah
kita. Dari situ ia bisa menyelinap untuk menyergap Aline. Batu besar itu kan
melindunginya dan pandangan kita. Kecuali itu kita juga berbaring dengan mata
terpejam!" "Tapi kalau ada yang menyergap, pasti Aline berteniak!" kata Dick menyangsikan.
"Kalau ia disergap dari belakang dan penyergap langsung menutup mulutnya, tidak
mungkin Aline masih bisa berteriak!"
"Nanti dulu. Dengar baik-baik kataku ini," kata Julian memotong pembicaraan.
Remaja yang paling tua di antara keempat bersaudara itu mengucapkan kata-katanya
dengan lambat. Penuh pertimbangan. "Aku harus mengatakan sesuatu. Selama ini aku
diam saja mengenainya, karena aku ingin menimbangnya dulu. Soalnya, kesaksian
palsu kan merupakan perbuatan melanggar hukum. Tambahan lagi - aku khawatir kau
langsung menarik kesimpulan yang macam-macam. George! Kau selalu ..."
"Jangan begitu dong," kata George menggerutu, "dan kalau bicara jangan suka
bertele-tele! Bilang saja apa yang hendak kaukatakan - habis perkara! Kami
mendengarkan!" Julian mendeham. "Aku tidak tahu apakah ada hubungan dengan lenyapnya Aline atau tidak - jika
kejadian itu memang penculikan," katanya dengan berhati-hati. "Tapi sewaktu kita
sedang berenang-renang tadi aku melihat..."
Julian berhenti sebentar. Sekarang George benarbenar hilang kesabarannya.
"Kau ini - sedari tadi hanya "tapi-tapi" melulu! Ayo, cepat katakan - apa yang
kaulihat tadi"!"
"Aku melihat kapal pesiar Pak Findler! Kapal itu rnelintas dengan lambat di
depan kita, agak jauh ke tengah laut."
"Astaga!" seru Dick.
Mata George berkilat-kilat. Tapi dipaksakannya diri agar tetap tenang.
"Kau yakin, Ju?" tanya anak itu. "Kenapa aku tidak melihatnya?"
"Karena saat itu kau sedang asyik bermain lempar-lemparan bola dengan Dick.
sementara Timmy lari bolak-balik untuk berusaha merebut. Jadi tidak heran jika
kau tidak sempat memperhatikan!"
"Aku juga melihat kapal jutawan itu!" kata Anne tiba-tiba. "Aku langsung
mengenalinya kembali. Tapi aku tidak menduga apa-apa tadinya."
Didukung keterangan Anne, jelaslah bahwa Julian tidak salah lihat. Jadi jutawan
itu ternyata lewat ketika mereka sedang bermain-main di pantai. PakFindler -
atau seorang suruhannya - dengan gampang bisa mengenali wajah mereka yang sedang
mandi-mandi apabila memakai teropong!
Dengan segera timbul lagi kecurigaan George pada Gary Findler. Bahkan kini
bertambah besar! Biar saja Pak Komisaris menganggap dirinya mengkhayal - tapi
sekali ini kelihatannya petugas polisi itu yang keliru.
"Sekarang dengar." katanya bersungguh-sungguh. "ini bukti yang kita perlukan:
kapal pesiar jutawan Amerika itu melintas ketika Aline sedang berada di teluk
bersama kita! Kau boleh menertawakan diriku, Julian - tapi aku sekali ini yakin
benar bahwa ada sangkut paut erat antara Jutawan Arnerika itu dengan lenyapnya
ketiga teman kita!" "Lalu - apa sangkut pautnya!" kata Dick ingin tahu.
"Kalau itu sudah kuketahui, kita takkan duduk sambiL berunding di sini!" tukas
George dengan sikap tidak sabar. "Aku masih meraba-raba dalam gelap .... Tapi
titik terang sementara ini sudah mulai nampak!"
"Tapi ingat, sampai sekarang belum ada permintaan uang tebusan," kata Julian
mengingatkan. "Ya, aku juga tahu!" balas George. "Kalau ada yang meminta pasti kau akan
mengatakan seperti Pak Komisaris bahwa jutawan itu kan kaya raya. Mustahil ia
hendak memeras aktor-aklor yang tidak bisa dibilang berharta. Ya, kan?"
"Betul! Memang begitulah pendapatku," kata Julian mengaku.
"Nah, itulah! Tapi tidak ada tuntutan meminta uang tebusan. Jadi setiap orang
boleh memiliki dugaannya sendiri-sendiri, Pokoknya, aku berniat untuk melacak
setiap petunjuk yang kutemukan - sampai yang paling kecil sekali pun!"
Julian merasa gelisah. Ditanyakannya rencana George. Sepupunya yang suka
sembrono itu perlu agak ditahan sedikit, supaya jangan sampai melakukan
perbuatan nekat. "Rencanaku sederhana," kata George. "Karena aku masih selalu mencurigai Gary
Findler, aku akan melakukan niatku semula. Aku hendak memeriksa kapal pesiar itu
sampai ke sudut yang paling ujung! Begitu hari sudah gelap. aku akan berenang
menuju Lucky Mary. Setelah kupastikan bahwa keadaan aman, dengan diam-diam aku
akan naik ke atas. Sesampai di atas, dengan segera aku akan melakukan
pemeriksaan!" "Kau edan!" kata Julian. Ia gelisah mengingat kemungkinan yang bisa terjadi.
"Kapal itu pasti dijaga ketat - apalagi jika dugaanmu benar!"
Tapi percuma saja Julian menasihati. Kata-katanya seakan membentur tembok tuli.
Tekad George sudah bulat. Tak ada yang bisa menyebabkan niatnya diurungkan.
"Masa bodoh," katanya. "Aku tidak takut. Tapi aku pasti akan berhati-hati nanti.
Cuma itu saja yang bisa kujanjikan!"
"Apakah tidak lebih baik kita memberi tahu Paman?"
"Ayahku jangan dibawa-bawa ke dalam urusan ini!" bentak George. Ia mulai marah.
"ini urusan kita - dan aku akan meneruskannya sampai tuntas!"
Tapi Julian ternyata bisa sama-sama keras seperti George. Ia mengancam akan
memberi tahu pada Paman Quentin apabila George tetap tidak mau mundur. Akhirnya
George mengalah ... atau tepatnya, ia hanya pura-pura saja mengalah. Julian
sebenarnya sudah bisa menduga niat yang sebenarnya, karena bukan baru sekali itu
George bertindak demikian. Ia sebenarnya harus bisa membaca pikiran sepupunya
yang bandel itu! Hah! Jadi Julian hendak mencegahnya mencari pernbuktian mengenai kebenaran
dugaannya, kata George dalam hati. Awas - kutunjukkan nanti kemampuanku!
Sebenarnya George agak ngeri juga harus beraksi seorang diri. Tapi apa boleh
buat, keadaan memaksanya berbuat begitu. Ia menunggu sampai Anne sudah tidur.
Ketika dilihatnya anak itu sudah pulas, dengan hati-hati George turun dari
tempat tidur. Pintu kamar dibukanya dengan pelan. Ia menyelinap meninggalkan
hotel kecil tempat mereka menginap selama itu. Diikuti oleh Timmy, George
berlari-lari menuju pelabuhan. Satu-satunya yang dikhawatirkan olehnya saat ini
hanyalah kemungkinan bahwa kapal pesiar Pak Findler tidak ada lagi di sana.
Tapi kekhawatiran itu tidak beralasan. Kapal Lucky Mary berlabuh di perairan
pelabuhan. Letaknya agak jauh dari dermaga, di tempat kapal-kapal pesiar harus
melabuhkan jangkar saat malam hari.
Bab XI DI ATAS LUCKY MARY Kapal pesiar yang anggun itu kelihatan jelas, diterangi sinar bulan. George
bersyukur dalam hati, karena telah mengenakan pakaian renang sejak dari hotel.
Kini ia tinggal melepaskan baju hangat serta celana jeansnya saja. Dengan suara
pelan dipanggilnya Timmy. Anjing setia itu disuruh menjaga pakaian yang
tertumpuk di tepi dermaga. Setelah itu George masuk ke air yang nampak kehitam-
hitaman. Laut saat itu sedang tenang. George berenang dengan tangkas. Dengan cepat ia
sudah sampai di sisi kapal pesiar. Sekarang tinggal memanjat ke atas. Tapi
bagaimana caranya" Sesaat George agak bingung. Ia sama sekali tidak melihat ada
tali terjulur yang bisa dipanjat. Sambil berpikir-pikir anak itu berenang
mengelilingi kapal satu kali.
Akhirnya ia mendapat akal. Kapal itu bisa dinaiki lewat buritan. Hanya harus
dengan susah payah! Tapi George sangat cekatan. Dalam soal panjat-memanjat, ia
tidak kalah dibandingkan dengan anak laki-laki. Dengan gerakan menyentak
diangkatnya tubuh dalam air. Sementara tangannya mencengkeram pinggiran geladak,
ia menopangkan satu kaki ke tingkap bundar yang letaknya tidak begitu jauh dari
permukaan air. Dengan napas tersengal dijunjungnya tubuh ke atas. Akhirnya ia
berhasil naik! Selama beberapa saat Ia berbaring tanpa bergerak di geladak. Ia menajamkan
pendengaran. Ditelitinya segala penjuru. Orang di kapal kelihatannya sudah tidur
semua. Ia mengangkat tubuh, lalu maju dengan jalan merangkak. Geraknya hati-hati
sekali. Anjungan kemudi nampak lengang. Tidak nampak ada kelasi menjaga di situ.
Tapi nanti dulu! Bayangan gelap di belakang sana .... Ia harus cepat-cepat pergi
dan situ! George menyelinap ke sebuah tangga besi yang menuju ke dalam tubuh
kapal, lalu cepat-cepat menuruninya. Sampai di bawah diteruskannya langkah.
Dengan gerakan menyelinap ditelusurinya lorong. Pada setiap pintu ia menempelkan
telinga sebentar. Ia sendiri tidak tahu apa gunanya - pokoknya, ia harus
menemukan sesuatu. Dalam hati ia kembali mengucap syukur. Untung ia sudah pernah ke situ. Kalau
tidak. takkan mau ia dengan sukarela menginjak tempat yang berbahaya itu.
Akhirnya George sampai di salon pribadi Gary Findler, yang sekaligus juga
merupakan ruang kantornya. Mungkin saja jika ia memeriksa di situ, nanti akan
bisa dijumpai sesuatu yang mungkin merupakan petunjuk ....
George membulatkan tekad. Ia membuka pintu, Lalu menyelinap masuk ke dalam. Tapi
ia tidak sempat lagi mencari-cari, karena saat itu juga didengarnya suara orang
bercakap-cakap dalam gang di luar. Ada dua orang datang ke arah salon itu!
Dada George terasa sesak. Jantungnya berdebar keras. Tatapan matanya liar,
memandang kian kemari dalam salon. Ia mencari tempat bersembunyi. Tapi satu-
satunya kemungkinan hanyalah sofa itu. Ia merebahkan diri, lalu menyusup masuk
ke bawahnya. Suara-suara itu semakin mendekat. Pintu salon terbuka lalu ditutup
lagi. Dari tempatnya bersembunyi, George hanya bisa melihat sepasang kaki.
Seorang laki-laki, dan yang seorang lagi wanita. Aduh - seperti tidak ada
pekerjaan lain, sekarang keduanya malah duduk di atas sofa! Dengan napas
tertahan, George berusaha menangkap pembicaraan mereka. Ia mengenali suara yang
laki-laki. Itu kan Gary Find!er! Sedang yang wanita, yang suaranya empuk, pasti
itu istrinya. Istri Pak Findler bersikap anggun dan tidak gampang didekati.
Walau ia juga hadir saat pesta di mana orang-orang televisi juga diundang,
George baru menyadari bahwa ia ada ketika para tamu mulai pulang.
Sambil mendengus, Gary Findler menuangkan minuman untuk mereka berdua.
"Nah, sekarang kita bisa agak lega, Mary," kata jutawan itu."Bagaimana
pendapatmu mengenai hasil aksiku yang terakhir?"
"Kau benar-benar mujur, Garry!"
"Ya. memang!" Terdengar suara Pak Findien tertawa puas. "Aku memang mujur
sekali! Aku tahu, istri Marc ada di Bournemouth. Aku sudah melihatnya dari jauh.
Kemudian aku mencari-cari kesempatan untuk berbicara antara empat mata
dengarnya. Eh - tahu-tahu muncul kesempatan yang begitu baik! Secara kebetulan
saja aku mengamat-amati pantai dengan teropong. Tanpa kuduga semula, nampak
wanita itu sedang bermain-main di air bersama anak-anak sialan itu."
Di tempat persembunyiannya, George sampai nyaris lupa bernapas karena
perasaannya yang tegang. Ia pun sedang mujur sekali! Ketika berangkat tadi sama
sekali tak diduga olehnya bahwa hasil pelacakan itu akan begitu wujudnya. Tapi
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu belum semua, karena jutawan Amerika itu masih melanjutkan kata-katanya.
"Kau tentu juga tahu bahwa kesempatan sebaik itu tidak boleh kusia-siakan! Kami
langsung membuang jangkar di balik batu karang. Aku lantas turun. Kebetulan
sekali Aline saat itu pergi ke balik batu. Rupanya untuk mengganti pakaian.
Dengan mudah sekali aku berhasil meringkusnya. Ia sama sekali tidak sempat
berteriak" Nah - apa kataku, pikir George. Ia marah sekali. Orang Amerika itu mentang-
mentang jutawan, Lantas semua beranggapan bahwa mustahil ia berbuat jahat.
George mendengarkan terus.
"Ya, penculikan Aline sama mudahnya bagiku seperti ketika menculik Stephen,"
kata Gary Findler memuji-muji dirinya di depan istrinya. "Stephen kubuat lenyap
saat pesta sedang berlangsung. Tak seorang pun menaruh curiga padaku!" Jutawan
itu minum dengan sikap puas.
"Tapi kau agak repot ketika menculik Susy Marshal - begitu pula dalam menangani
Marc," kata istrinya mengingatkan dengan suara peLan.
"Kalau Susy bukan apa-apa! Ia sendiri yang menyerahkan diri, naik secara
sukarela ke atas kapal ini! Aku meringkusnya lalu kukurung dalam kamar. Hanya
kemudian Yolanda harus menelepon anak yang bernama George itu, agar tirnbul
kesan bahwa Susy baru diculik setelah meninggalkan kapal ini."
George mendengar bunyi telapak tangan digosok-gosokkan. Rupanya jutawan Amerika
itu benar-benar puas! "Hanya Marc saja yang merupakan risiko terbesar bagiku," kata Gary Findler
kemudian dengan nada merenung"Hah!"
Istri Jutawan itu tertawa. Suaranya tidak enak, menyebabkan bulu tengkuk George
merinding. "Itu kan soal kecil bagimu! Dan dengan begitu tidak ada lagi yang
merintangimu untuk memperoleh seluruh warisan itu, kan?"
Kelembutan suara istri Pak Findler lenyap, digantikan nada tajam. George
membayangkan betapa wajah wanita itu sekarang. Ternyata keanggunannya hanya
topeng belaka untuk menyembunyikan watak yang sebenarnya. Jantung George
berdegup keras, sampai Ia takut kalau terdengar oleh kedua orang yang sedang
berbicara di atas kepalanya.
Bukan main, katanya dalam hati. Jadi Jutawan itu ternyata menculik keempat
temannya. Dan kalau aku tadi tidak salah tangkap, tujuannya untuk merebut
warisan! Tapi warisan siapa"
George tidak perlu lama-lama menunggu untuk mengetahui jawabannya. Pak Findler
serta istrinya sama sekali tidak menduga bahwa ada orang lain ikut mendengarkan
pembicaraan mereka. Karenanya mereka bercerita panjang lebar mengenai sebab-
sebab mereka berdua nekat melakukan kejahatan.
Persoalan itu sebenarnya sederhana. Lebih dari setengah abad yang lalu seorang
saudara kakek Stephen dan Marc pergi ke Amerika .... Tapi sebelum melanjutkan
cerita, Gary Findler mengisi gelasnya dulu sampai penuh. Setelah minum seteguk,
dilanjutkannya bercerita,
"Kan sudah sering kuceritakan padamu, Pak Victor itu benar-benar berjiwa
wiraswasta. Hanya di Amerika saja ia bisa mengembangkan bakat seluas-luasnya.
Dari segi watak, dari semula ia sudah lebih Amerika daripada lnggris! Sanak
keluarganya di sini berusaha mencegahnya pindah ke Amerika. Mereka membayangkan
segala kemungkinan yang paling suram apabila ia tetap nekat pindah ke Amerika."
"Padahal setelah ia pergi, dengan cepat mereka melupakannya," kata istrinya
dengan nada mencemooh. "Betul! Tapi sedikit banyak itu juga salahnya sendiri, karena ia tidak pernah
menulis surat ke rumah. Walau begitu ia tetap ingat pada mereka. Ia tahu persis
perkembangan sanak keluarganya di lnggris."
"Menurutmu, pastikah bahwa baik Stephen maupun Marc sama sekali tidak tahu apa-
apa tentang saudara kakek mereka itu?"
"Mengenai itu, aku yakin sekali!" kata jutawan itu tegas. "Kalau tidak. masakan
aku berani nekat melakukan segala aksiku. Itu kan sama saja artinya dengan bunuh
diri!" "Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa Pak Victor tahu tentang kedua
cucu saudaranya, sedang Stephen dan Marc tidak tahu apa-apa tentang saudara
kakek mereka!" "Kurasa bukan tidak tahu, tapi mereka mengira Pak Victor sudah sejak lama
meninggal dunia." "Kalau mereka tahu bahwa kau kemudian diangkat menjadi anak olehnya..."
George yang terbaring kaku di bawah sofa, karena asyiknya mengikuti pembicaraan
itu sampai tidak sadar bahwa ia mulai menggigil. Ia kedinginan karena hanya
memakai baju renang yang basah.
Terdengar suara Gary Findler lagi. Orang itu mendesah panjang.
"Ya," katanya, "aku dijadikan anak angkat oleh Victor. Sejak itu nasibku
berubah! Aku sudah yatim piatu. Aku ini juga orang Inggris sebenarnya, dan juga
pindah ke Amerika untuk mengadu nasib. Aku mendapat pekerjaan di salah satu
pabrik plastiknya. Suatu hari perhatian Pak Victor terarah padaku. Rupanya
karena tahu aku juga orang Inggris. Dan seperti kau ketahui, sejak itu aku
menjadi anak masnya. Ia membantuku meneruskan sekolah sehingga aku bisa menjadi
seperti sekarang ini."
"Dan berkat Pak Victor pulalah kau kemudian diangkat menjadi direktur utama
semua pabrik serta cabang-cabang perusahaannya!"
"Semua orang mengira bahwa akulah pemilik perusahaan besar itu," tambah Gary
Findler. "Pak Tua itu tidak suka tampil di depan umum. Karenanya selalu aku
sendiri saja yang disuruhnya mewakili. Tapi sayangnya itu tidak mengubah
kenyataan bahwa ia tetap pemilik tunggal atas harta yang begini berlimpah ruah,
sedang aku hanya mengelolanya belaka."
"Dan baru akan mewarisinya jika ia sudah mati," sela istrinya.
"Mewarisi?" Gary Findler tertawa.
Perasaan George tidak enak mendengar suaranya. "Aku memang pewaris tunggal -
jika Pak Tua itu tidak memutuskan untuk membagi hartanya antara aku, Stephen,
dan Marc!" "Untung kau kemudian mau mendengar nasihatku. Keputusan Victor yang tidak adil
itu, tidak boleh sampai menjadi kenyataan! Bukankah kehidupan Stephen dan Marc
juga sudah lumayan tanpa wanisan
- apalagi mereka sama sekali tidak tahu apa-apa mengenainya! Sementara kau
selama ini bekerja keras untuk memperbesar harta ayah angkatmu. Kini sebagai
tanda terima kasih kau hanya diwarisi sepertiga dari hartanya! Itu tidak boleh
sampai terjadi !" "Aku berterima kasih atas nasihatmu waktu itu. Dan seperti kauketahui sendiri,
aku memanfaatkan kesempatan untuk beraksi. Sekarang. saat ayah angkatku sakit
keras ...." "Memang, waktunya sudah sangat mendesak, Gary. Jangan lupa, keadaan Pak Tue
makin lama makin parah. Saat ia mati nanti, kau harus tampil sebagai satu-
satunya pewaris sah!"
Bab XII KEMBALI KE HOTEL Sekarang George sudah memahami seluk-beluk misteri itu. Dengan tujuan untuk
memperoleh seluruh harta warisan ayah angkatnya, Gary Findler tidak segan
berbuat apa saja untuk menyingkirkan saingan-saingannya !
Mula-mula Stephen dan Marc. Setelah itu Susy, karena ia terlalu ingin tahu. Lalu
akhirnya Aline, yang selaku istri Marc bisa menuntut hak atas warisan!
George bergidik. Ia merasa seram. Ia mengeluh dalam hati. Dirapatkannya geraham,
agar giginya jangan sampai gemeletuk. Apakah yang telah dilakukan oleh Gary
Findler terhadap keempat temannya" Jangan-jangan ... tidak, ia tidak boleh
berpikir begitu! Pembicaraan selanjutnya antara Pak Findler dengan istrinya menjawab
pertanyaannya. "Mudah-mudahan saja polisi tidak menemukan jejak di mana mereka sekarang
berada," kata istri jutawan itu. Ia agak khawatir.
"Luar biasa, kalau itu sampai bisa terjadi!" jawab suaminya. "Kecuali itu begitu
selesai urusan resmiku yang merupakan alasan kedatanganku kemari, dengan segera
kita berangkat lagi. Sekembali di Amerika akan kukatakan pada Victor bahwa kedua
calon pewarisnya menghilang tanpa bekas. Akan kusodorkan surat-surat kabar yang
memuat berita mengenainya. Dalam keadaannya yang lemah seperti sekarang, Pak Tua
itu pasti akan mau menandatangani surat wasiat baru. Di situ akan tertera bahwa
aku satu-satunya pewaris hartanya. Kemudian begitu Pak Tua mati, para tawanan
akan kubebaskan kembali."
"Tapi sesudah itu" Aku cemas, Gary! Bagaimana jika setelah bebas lantas
mengambil tindakan terhadapmu?"
Gary Findler tertawa meremehkan.
"Dari mana mereka tahu bahwa aku yang mendalangi penculikan mereka?" katanya.
"Semua berjalan dengan sempurna! Mereka tidak pernah melihat diriku setelah
mereka diculik. Lagi pula jika mereka sampai tahu, bukti-bukti sarna sekali
tidak ada. Kecuali itu aku pasti bisa membuat mereka bungkam."
Ketika ia melihat bahwa istrinya agak sangsi, cepat-cepat ditambahkan olehnya.
"Aku akan memberi sejumlah besar uang pada mereka sehingga mereka mau menutup
mulut - sebagai imbalan kebebasan mereka, serta uang berjuta-juta untukku!"
Napas George tensentak. Huh. Gary Findler yang sok mulia itu ternyata penjahat
keji! Bukan karena uang warisan yang jutaan, tapi karena kekurangajarannya yang
beranggapan bahwa korban-korbannya bisa dibeli dengan gampang! George merasa
yakin bahwa baik Stephen maupun yang lainnya takkan mau diperlakukan dengan cara
begitu! Apabila mereka sudah bebas kembali - dan George bertekad untuk
mengusahakan bahwa itu tenjadi lebih cepat dari sangkaan Pak Findler - mereka
pasti belum mau berhenti berjuang selama jutawan palsu itu masih belum mendapat
hukuman yang setimpal. Tapi biar saja penipu warisan itu untuk sementara merasa arnan, pikir George.
Dengan begitu Ia takkan nekat menamatkan riwayat para saingannya.
George sibuk berpikir. Saat itu keempat temannya tidak dalam bahaya besar. Hanya
Marc saja yang agak malang, karena bukankah Ia mengalami cedera. Mudah-mudahan
keadaannya tidak memburuk!
Kedua orang yang duduk di sofa kini berdiri. Rupanya mereka sudah selesai
niengobrol, lalu pergi meninggalkan salon.
Satu hal lagi diketahui oleh George dan ocehan Gary Findler. Ternyata memang
Yolanda yang menyebabkan Marc tertimpa batu gua tiruan yang terbuat dari kayu!
Pintu salon tertutup kembali. Dengan segera George bergegas ke luar dari bawah
sofa. Dengan gerakan menyelinap seperti orang Indian, George merayap menuju
buritan kapal pesiar. Tidak ada orang yang memergokinya.
Anak bandel itu turun ke air, lalu berenang secepat-cepatnya kembali ke dermaga.
Ia mengenakan baju dan celara jeansrya, tanpa repot-repot melepaskan baju
renangnya yang basah kuyup. Diiringi Timmy yang gembira melihat tuannya kembali
dengan selamat, George lari ke hotel. Dengan napas tersengal-sengal Ia nasuk ke
dalam kanar. Setelah mengganti pakaian basah dengan yang kering, ia membangunkan Anne. Tanpa
menjawab pertanyaan sepupunya yang agak bingung, George pergi ke kamar kedua
sepupu laki-lakinya. Pintu kamar diketuk-ketuk olehnya.
"He, bangun!" panggil George dengan suara pelan. "Lima Sekawan mengadakan rapat
penting" Dengan segera pintu kamar terbuka. Di ambangnya muncul Ju dan Dick. Keduanya
mengejap-ngejapkan nata karena masih mengantuk.
Dengan cepat George melaporkan pengalamannya yang baru saja terjadi. Beberapa
kali ceritanya terputus oleh seruan kaget saudara-saudaranya.
"Kau tadi sudah berjanji tidak akan pergi!" tukas Julian dengan kesal.
"Mestinya kau kan setidak-tidaknya mengajak aku." kata Dick mengomel. Ia pun
suka sekali melakukan hal-hal berbahaya, seperti George.
"Aku sama sekali tidak mendengar apa-apa ketika kau menyelinap pergi," keluh
Anne. Timmy menggonggong. Ia agak kesal melihat tuannya dikecam dari kiri dan kanan.
Anak-anak langsung terdiam. Mereka khawatir jika tamu-tamu hotel terbangun
karena gonggongan anjing itu.
Dengan begitu George bisa mengisahkan pengalamannya di kapal jutawan dergan
segala perinciannya. Walau keberanian George oleh Julian dinyatakan merupakan
perbuatan nekat, tapi ia akhirnya terpaksa mengakui bahwa hasilnya benar-benar
hebat. "Kau hebat, George!" kata Julian. "Sekarang kita sudah mengetahui segala-
galanya!" "Pak Findler serta istrinya pantasnya dikurung dalam penjara!" kata Dick sambil
menggertakkan geraham. "Kurasa yang lebih penting sekarang adalah membebaskan teman-teman kita," kata
Anne menyela. "Kita harus memberi tahu orang tuamu, George!"
"Kau lupa, besok pagi mereka kan harus pergi ke London selama dua hari," kata
George mengingatkan. "Ada seorang rekan peserta kongres yang ingin memperagakan
eksperimennya pada Ayah. Sedang oleh polisi, kita tidak dianggap. Jadi kita
harus beraksi sendiri!"
"Menurutku, sebaiknya Ralph Mory kita beri tahu," kata Anne berkeras. "Sutradara
kita itu pasti mau mempercayai laporan kita. Lalu jika ia yang datang melapor
polisi pasti akan mengambil tindakan."
"Anne benar," kata Julian sambil mengangguk. "Kita harus menyampaikan informasi
kita pada Ralph." Kelihatannya memang begitulah jalan terbaik. Anak-anak masuk ke tempat tidur
masing-masing. Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum pagi. Dan besok mereka
akan menghadapi perkembangan selanjutnya dengan semangat baru.
Bab XIII KEMBALI KE LUCKY MARY Keempat remaja itu sangat waspada. Karenanya mereka berjaga-jaga sekali. Mereka
tidak mau menceritakan pengalaman George malam sebelumnya pada Ralph di depan
orang-orang televisi yang lain. Mereka pergi ke belakang dekor, lalu menggamit
sutradara muda itu agar datang ke situ. Dengan suara pelan mereka menjelaskan
duduk perkara yang sebenarnya. Ralph hanya melongo saja mendengarnya. Ia merasa
sulit bisa mempercayai cerita itu.
"Luar biasa!" katanya berulang-ulang. "Bukan main, orang Amerika itu. Siapa
menyangka ia ternyata begitu! Tapi tunggu saja pembalasannya. Aku gembira bahwa
kalian mau menceritakannya padaku. Kaukatakan tadi, orang tuamu sedang
bepergian, George" Kalau begitu aku yang akan menghadap Pak Komisaris!"
Sutradara itu tidak mau membuang-buang waktu lagi. Kesibukan pembuatan film
dihentikan untuk sementara, lalu ia meninggalkan studio bersama anak-anak. Mobil
dipacunya cepat-cepat. Rem baru diinjak ketika mereka sudah tiba di depan gedung
kantor polisi. Dengan tergesa-gesa mereka berhamburan masuk ke dalam kantor.
Tapi Pak Komisaris ternyata tidak ada. Petugas kepolisian itu tidak masuk karena
sakit. Sedang wakilnya sibuk sekali. Ia segan menangani kasus penculikan itu,
Pedang Sinar Emas 1 Pendekar Bloon 9 Anak Langit Dan Pendekar Lugu Siluman Bukit Menjangan 2
nampak jelas bahwa ia benar-benar merasa sedih dan bingung menghadapi kasus
lenyapnya kedua tokoh utamanya. Tak bisa dibayangkan bahwa ia terlibat dalam
komplotan penculik! Marc buruk sekali memainkan peranannya sekali itu. Ia menampakkan kesan sangat
gugup. Perhatiannya sama sekali tidak pada peranannya.
"Mungkin karena Ia merasa bersalah," bisik Dick. Tom yang biasanya selalu riang
dan gemar bercanda, sejak Stephen hilang kelihatan sangat menderita.
"Menurut perasaanku, ia terlalu melebih-lebihkan kesedihannya," kata Julian
dengan suara pelan. "Mana mungkin sifat manusia dapat cepat berubah secara
begitu menyolok!" "Jadi menurutrnu, ia hanya pura-pura saja?" Anne benar-benar heran. "Tak bisa
kubayangkan, Tom termasuk komplotan penjahat!"
"Kalau aku, aku curiga melihat sikap Renato," kata George. "Dan semula aku sudah
merasa bahwa ia iri melihat keberhasilan Stephen selaku aktor. Dan berlawanan
dengan semua yang ada di sini, ia sama sekali tidak menampakkan sikap sedih
sejak Stephen hilang."
Selama berakting pun anak-anak tetap waspada. Mereka memperhatikan setiap gerak-
gerik awak televisi yang ada di situ. Tapi akhirnya mereka sampai pada
kesimpulan, bahwa kasus itu pasti didalangi seseorang yang tidak mereka ketahui
namanya saat itu. Malamnya anak-anak berunding lagi untuk menarik kesimpulan atas pengamatan
mereka hari itu. "Setelah mernperhatikan sehari penuh, aku tidak bisa melihat adanya sesuatu
sikap yang benar-benar mencurigakan pada orang-orang televisi," kata George.
"Tak seorang pun dari mereka yang bisa menarik keuntungan dari lenyapnya
Stephen. Sedang mengenai Susy ..." Ia tertegun. Keningnya berkerut.
"Bagaimana?" desak Julian. "Kau tadi hendak mengatakan, 'Mengenai Susy ..'.
Bagaimana kelanjutannya?"
"Dari mereka yang tertera dalam daftar orang-orang yang mungkin perlu dicunigai,
tak seorang pun mungkin menculik Susy. Itu sudah pasti. Sedang orang yang
kucurigai, yang kutandai dengan tanda tanya sebagai pengganti namanya, lebih-
lebih tidak mungkin lagi. Tapi walau begitu perasaanku mengatakan ...."
"Siapa sebetulnya yang kaumaksudkan?" tanya Dick dengan sikap tidak sabar.
"Gary Findler!"
"Gary Findler?" seru Anne dan Julian serempak.
"Kenapa tidak" Baginya kan gampang saja menculik Susy. Pikirkan saja, bukankah
Susy secara suka rela naik ke kapalnya. Pak Findler tidak usah repot-repot lagi,
tinggal mengurungnya dalam salah satu kabin dan menyuruh kita pulang!"
"Kau sinting, George!" tukas Julian. "Jutawan itu kan baru mengenal Stephen dan
Susy ketika diperkenalkan oleh Ralph di studio. Sebelumnya ia kan tidak mengenal
mereka berdua!" George mengarahkan pandangannya pada Julian.
Tapi ia tidak benar-benar melihatnya, karena masih sibuk berpikir.
"Siapa bilang begitu?" katanya tandas. "Itu kan anggapan kita - tapi apakah
memang benar begitu?"
"Stephen dan Susy sebelumnya pasti tidak mengenal Gary Findler secara pribadi!
Paling-paling hanya tahu lewat koran!"
"Sudahlah, biarkan aku selesai dengan pikiranku dulu! Bagaimana tadi ... ah, ya
- jutawan itu menyuruh kita pulang, lalu ... selebihnya gampang! Taksi yang
dikatakannya mengantarkan Susy pulang, sebenarnya sama sekali tidak ada. Itu
hanya katanya saja, untuk menipu polisi. Susy ditawan dalam kapal, dan sama
sekali tidak ada yang mengetahuinya! Supaya kecurigaan tidak jatuh padanya,
kemudian ia menyuruh seorang wanita menelepon kita, pura-pura ia Susy. Nah,
bagaimana pendapat kalian?"
Selama George menuturkan perkiraannya, Dick mendengarkan dengan mulut ternganga
karena heran. Kini ia yang paling dulu bertanya, "Kalau begitu untuk apa cerita
mengenai orang-orang yang membuntuti dengan mobil?"
"Itu kan hanya untuk mengalihkan perhatian dari kapal pesiar!" jawab George
yakin. "Dengan begitu semua akan menyangka bahwa Susy baru diculik setelah
meninggalkan ternpat itu, sehingga tidak ada yang menyangka bahwa Ia sebenarnya
masih ada dalam kapal!"
"Ah, kau terlalu banyak baca komik rupanya. Khayalanmu terlalu melantur!" tukas
Dick meremehkan. "Untuk apa jutawan kaya raya seperti Gary Findler menculik
Susy. Ia kan sudah bergelimang harta!"
"Ya, ya, soal itu aku juga tahu," kata George tersinggung. "Aku tadi kan hanya
mereka-reka kemungkinan saja. Tapi satu hal sudah jelas. Cuma ia sendiri satu-
satunya yang bisa membuat Susy lenyap tanpa perlu repot-repot dulu!"
"Tapi bagaimana dengan Stephen" Tidak, George. Kau keliru menduga!"
"Firasatku tidak pernah meleset!" kata George berkeras. Memang benar, dugaannya
sering ternyata tepat kemudian. Tapi pernah pula terjadi bahwa ia meleset sama
sekali. Pak Komisaris yang ramah juga berpendapat begitu. George menceritakan
sangkaannya itu pada pejabat kepolisian itu. Sejak perjumpaan yang pertama, Ia
langsung menyukainya. Dengan sabar Pak Komisanis mengikuti penuturan George.
Kemudian ia tersenyum. "Kurasa kau agak keterlaluan," kata Pak Komisaris dengan nada kebapakan. "Ingat.
tidak ada yang lebih buruk daripada menyebarkan tuduhan palsu. Gagasanmu itu
tidak memiliki landasan teguh. Kau mengerti kan, maksudku?"
Muka George merah padam. Sampai telinganya pun ikut menjadi merah. Julian dan
kedua adiknya merasa tidak enak mengikuti pembicaraan itu. Mereka ikut merasa
kikuk, seperti George. George kadang-kadang memang keterlaluan, kata Anne dalam hati. Coba ia tadi mau
mendengar nasihat kami, dan tidak melaporkan dugaannya pada Pak Komisaris!
Melihat George diam saja, Pak Komisaris meneruskan kata-katanya, "Jangan lupa,
Pak Findler itu tokoh terkenal. Ia orang terpandang yang tidak mungkin bisa
dicurigai melakukan kejahatan. Hanya karena kebetulan saja ia terlibat dengan
kejadian ini. Percayalah!"
Wajah George semakin murung. Pak Komisaris ingin membujuknya.
"Tapi walau begitu aku senang bahwa kau mau datang menyampaikan pendapatmu,"
katanya sambil menepuk pundak anak itu. "Kau mau mendengar pendapatku" Kurasa
kedua pemain film itu diculik karena ada orang hendak membalas dendam. Atau
karena hendak meminta uang tebusan! Jadi kita tunggu saja sampai penculik
menyatakan kemauan mereka."
George mengerti bahwa dengan begitu pembicaraan sudah selesai. Ia bangkit dari
kursi tempat Ia duduk selama itu. Ia menggumamkan ucapan terima kasih, lalu
melangkah ke luar dengan kepala tertunduk. Ketiga sepupunya mengikuti sambil
membisu. Mereka mengenal adat George. Dalam keadaan seperti saat itu, bisa
kambuh lagi sifatnya yang dulu. Dan kalau George sudah merajuk, wah - gawat!
*** Para penculik tidak menghubungi siapa-siapa.
Ralph Mory tidak bisa lebih lama menunggu Susy muncul lagi. Ia terpaksa mencari
pengganti. Sutradara itu memasang iklan dalam surat kabar, mencari gadis remaja
yang wajahnya harus semirip mungkin dengan Susy Marshal. Dan masih hari itu juga
seorang aktris muda berambut pirang datang melamar. Umurnya sebaya dengan Susy.
Matanya juga biru. Pendek kata, kemiripannya dengan Susy Marshal sangat
mengagumkan! Bab VII KECELAKAAN ANEH Aktris muda itu bernama Yolanda. Dengan segera Ralph mengadakan beberapa
shooting percobaan dengannya untuk melihat kemampuan. Saat itu juga diputuskan
bahwa Yolanda diberi peran menggantikan Susy Marshal. Setelah itu Ralph
memperkenalkannya pada para anggota tim. Marc, Tom, dan Renato menyambut
pendatang baru itu dengan ramah. Sedang George, Julian, Dick, dan juga Anne
bersikap agak menahan diri. Soalnya, mereka melihat betapa aneh sikap Timmy terhadap gadis itu.
Anjing itu nampaknya tidak suka pada Yolanda. Karena ketika gadis itu dengan
ramah mengulurkan tangan untuk membelai kepala Timmy, bulu tengkuk anjing itu
langsung berdiri seperti marah. Ia juga menggeram-geram.
"Aneh!" bisik George pada saudara-saudaranya. "Timmy biasanya kan selalu ramah.
Rupanya Yolanda ini perlu dicurigai!"
Dari air muka Dick, Julian, dan Anne dapat ditebak pikiran mereka mengenai
ucapan George. Dick yang sifatnya sama terbuka seperti George, langsung
mengucapkan pendapatnya. "Kau ini jangan macam-macam," bisiknya. "Sejak teman-teman kita lenyap, segala-
galanya kaucurigai!"
Tapi kali ini ternyata George yang benar, walau hanya secara kebetulan saja hal
itu terbukti. Shooting dipindahkan ke lokasi pantai agak di luar kota. Sesudah mengambil
beberapa adegan, Ralph memerintahkan untuk beristirahat sebentar.
Julian mengajak saudara-saudaranya berjalan-jalan. Mereka ingin melihat-lihat
sekeliling tempat itu. Mereka menyusuri suatu jalan pasir. Jalan itu menjauhi
pantai. Tiba-tiba mereka berhenti melangkah. Mereka mendengar suara Yolanda yang
cerah. Kesunyian tempat itu menyebabkan suara aktris itu dapat dikenali dengan
jelas. Dengan cepat Julian menyusup ke dalam semak, diikuti ketiga saudaranya.
Sambil membungkuk-bungkuk mereka bergerak menuju asal suara tadi.
Mereka melihat Yolanda berdiri di tepi suatu persimpangan yang terbuka. Gadis
itu sedang sibuk bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang duduk di belakang
kemudi sebuah mobil. "Orang itu kelihatannya kenalan Yolanda," kata Julian.
"Tapi mungkin juga hanya seseorang yang menanyakan jalan." kata Anne menduga.
George memicingkan mata. Ia memperhatikan adegan di persimpangan jalan itu
dengan penuh minat. "Menurutku kelihatannya mereka berdua memang sudah kenal,"
katanya. "Aku malah mendapat kesan bahwa pemuda itu berusaha menggoda Yolanda," kata Dick
sambil tertawa pelan. Kesannya itu memang tidak keliru. Pemuda yang duduk dalam
mobil memang nampak seperti merayu Yolanda yang cantik. Angin bertiup membawa
suara keduanya ke arah semak tempat Lima Sekawan bersembunyi. Mereka bisa
mengikuti pembicaraan sepotong-sepotong.
"Macam-macam saja, melamar untuk menjadi pengganti Susy Marshal! Kau sudah
sinting, ya! Bagaimana jika anak-anak itu mengenali kembali suaramu" Kalau itu
terjadi, bisa sulit keadaan kita! Jika Bos sampai tahu, pasti ia marah-marah!"
"Maumu yang sebenarnya apa, Paul" Aku ini kan aktris! Aku bodoh, jika kesempatan
baik kusia-siakan. Kurasa Bos takkan apa-apa!"
"Ah - begitu anggapanmu, ya"!" kata pemuda yang bernama Paul dengan sikap
mengejek. "Ya, betul! Aku bahkan yakin mengenainya. Kau mau tahu alasannya"! Sekarang aku
bisa lebih berguna lagi baginya setelah aku menjadi anggota tim televisi itu.
Lagi pula kau tak berhak memerintah diriku. Satu-satunya yang bisa hanya Bos
sendiri, tahu!!" Paul menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam. Kendaraan itu melesat maju lalu
menghilang di balik tikungan. diselubungi debu pasir berhamburan. Sedang Yolanda
berjalan lagi. "Sekarang aku mengerti!" kata George. "Kalau kau, bagaimana pendapatmu, Julian?"
Remaja jangkung berambut pirang itu mengerutkan dahinya.
"Jelas sekarang bahwa Yolanda dan orang yang bernama Paul itu anggota suatu
kornplotan," katanya. "dan komplotan itu berniat melakukan tindakan jahat
terhadap tim kita." "Dan logisnya, tindakan itu ada hubungan dengan Stephen dan Susy," sambung Dick
menegaskan. "Paul tadi rupanya khawatir kalau kita bisa mengenali kembali suara Yolanda,"
kata George meneruskan. "Itu berarti, kita pernah mendengar suaranya. Tapi
kapan?" George memandang sepupusepupunya dengan pandangan menyelidik.
"Lewat telepon!" seru Anne tiba-tiba.
"Nah, itu dia jawabannya! Akhirnya berhasil juga kita menemukan jejak!" George
berjingkrak karena gembira.
"Tenang, jangan buru-buru gembira," kata Julian menyabarkan. "Kita masih belum
tahu siapa Bos yang disebut-sebut oleh Paul tadi."
"ltu soal kecil - karena satu saat nanti Yolanda akan membuka rahasia secara tak
disengaja! Asal kita terus mengawasi tanpa lengah sedikit pun!"
Sebagai akibat lenyapnya Stephen Bird dan Susy Marshal, program urut-urutan
pengambilan adegan menjadi agak kacau. Sehari setelah anak-anak secara kebetulan
mengalami kejadian menarik di pantai, sutradara memutuskan untuk melanjutkan
pengambilan adegan dalam studio, yaitu dalam "Gua Penyelundup".
Para penata dekor benar-benar ahli dalam bidang profesi mereka. Dalam
mengkonstruksikan gua tiruan, mereka membuat langit-langit dan kayu yang
nampaknya persis sekali batu padas.
Adegan dimulai dengan perembukan para penyelundup dalam gua Marc yang memerankan
salah seorang di antara mereka harus memulai pertengkaran. Adegan menurut
rencana berakhir dengan kepergiannya dari gua sambil memaki-maki dengan marah.
Ralph sibuk memberi petunjuk-petunjuk pada para pemain. Anak-anak berdiri di
belakang kamera yang sudah siap untuk mengambil adegan itu. Mereka memperhatikan
dengan seksama sambil menunggu giliran tampil.
"Marc!" seru Ralph. "Kalimat-kalimatmu yang paling akhir harus kaubentakkan pada
temanmu dengan penuh kebencian! Setelah itu kau lari dengan tinju terkepal,
keluar dari gua. Mengerti" Oke ... kita teruskan. Clapper!"
Marc mengucapkan teksnya dengan nada membentak-bentak. Dengan tinju terkepal ia
memutar tubuh, lalu bergegas keluar dari gua sambil memaki-maki. Sementara itu
kamera mengikutinya terus.
Peristiwa yang terjadi kemudian berlangsung begitu cepat, sampai semua yang
kebetulan melihat hanya bisa terpaku saja di tempat masing-masing. Tepat saat
Marc meninggalkan gua, sebongkah "batu" besar terlepas dari tempatnya di langit-
langit dan menghunjam ke bawah - tepat menimpa Marc!
Aktor itu meringkuk kesakitan. George dan Ralph yang paling dulu bergegas
mendatangi. "Kau cedera, Marc?" tanya Sutradara dengan panik.
"Ya - kurasa - bahuku," kata Marc dengan suara terputus-putus menahan sakit.
Mukanya pucat tak berdarah. "Sebentar, jangan bergerak dulu." kata Anne dengan penuh rasa kasihan. Ia
membungkukkan tubuhnya. "Kubukakan saja jasmu"
Anak itu menjamah lengan orang yang baru saja mengalami kecelakaan itu. Tapi
begitu tersentuh, Marc langsung terpekik kesakitan.
"Panggil dokter!" seru Ralph pada Julian. Remaja itu bergegas pergi.
Beberapa menit kemudian dokter sudah datang. Dirabanya dengan hati-hati bahu
Marc. Dijunjungnya sedikit kepala orang itu.
"Terkilir rupanya," kata dokter. "Cedera Anda tidak berbahaya, tapi agak lama
sembuhnya. Mudah-mudahan tidak ada tulang retak. Anda perlu di-rontgen untuk
memastikannya. Saya panggil saja mobil ambulans untuk mengangkut Anda ke rumah
sakit." Nampak jelas bahwa Marc sangat kesakitan. Tapi walau begitu ia masih sempat
memikirkan bagaimana kelanjutan pembuatan film, karena kini pun ia terpaksa
tidak bisa ikut. Ia merasa menyesal sekali atas kejadian itu.
"Kenapa harus terjadi pula kecelakaan konyol ini," katanya sambil mengaduh.
"Bagaimana kau akan menyelesaikan film ini nanti, Ralph?"
Sutradara muda itu menenangkan Marc. Soal itu jangan dipikirkan dulu, katanya.
Sementara itu mobil ambulans tiba. Dengan berhati-hati sekali Marc diangkat lalu
dimasukkan ke situ. "Perlukah kami ikut?" tanya Dick pada Ralph. ketika dilihatnya sutradara itu
ikut naik ke dalam mobil.
"Tidak usah," jawab Ralph dengan cepat. "Aku ikut karena ingin segera melihat
hasil rontgen di rumah sakit. Marc kan temanku, jadi inilah yang paling sedikit
bisa kulakukan untuknya. Mudah-mudahan saja keadaannya tidak parah. Sedang
kalian, sementara ini beristirahat sajalah dulu!"
Pintu mobil pengangkut orang sakit itu ditutup. Anak-anak memandang kendaraan
yang berangkat dengan perasaan pilu.
Saat itu sudah hampir tengah hari. Orang-orang televisi yang tinggal menyarankan
pada George agar mereka kembali saja ke hotel untuk makan siang.
"Masih cukup dini apabila kalian nanti siang datang lagi," kata Tom. "Saat itu
mungkin kita sudah tahu lebih banyak tentang keadaan Marc. Yang jelas Ralph
nanti akan mengambil adegan di mana Marc tidak ikut tampil."
Julian mengajak saudara-saudaranya kembali ke hotel. Mereka cepat-cepat makan,
karena George berulang kali mendesak agar mereka bergegas.
"Kalian hendak kembali lagi ke studio?" tanya Paman Ouentin dengan heran, ketika
melihat keempat anak itu bergerak menuju ke pintu luar.
"Ya, Ayah." jawab George sambil mengusap mulutnya dengan lengan baju. "Kami
ingin sekali mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan di rumah sakit. Mudah-
mudahan saja Marc tidak parah cederanya."
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bab VIII MARC DICULIK Yolanda, Tom, dan lain-lainnya ternyata sudah lebih dulu berada kembali di
studio. "Mana Ralph?" tanya George begitu ia masuk bersama saudara-saudaranya. "Ada
kabar baru dari rumah sakit?"
"Ralph dari tadi belum kembali," jawab Tom.
"Apakah ia tidak menelepon dari sana?" desak Dick.
"Juga tidak! Padahal ia tadi gelisah sekali."
"Aneh," gumam George. "Lalu kau tidak mencoba menghubunginya di rumah sakit?"
Muka Tom memerah. "Aduh sama sekali tak terpikir olehku selama ini," katanya agak malu.
"Itu perlu dilakukan!" seru Dick sambil bergegas menuju ke pesawat telepon.
"Biar aku saja yang menanyakan!"
Semua datang mengerumuninya. Dengan wajah-wajah tegang mereka menunggu hasil
pembicaraan. Tapi begitu hubungan dengan rumah sakit tersambung dan Dick
mengajukan pertanyaan, dengan segera air mukanya menunjukkan kebingungan.
"Bagaimana?" katanya setengah berteriak. "Tidak ada mobil ambulans datang
mengangkut pasien bernama Marc" ... Tapi itu kan mustahil! Kami sendiri
melihat ..." Kalimatnya terputus. Dick mendengarkan keterangan lawan bicaranya
dengan tegang. "Pasien itu seorang aktor televisi," katanya setelah itu. "Ya, dan ia diantar
Ralph Mory. Ya, betul, sutradara terkenal itu. Tolonglah periksakan sekali lagi.
Kami di sini semua merasa gelisah!"
Setelah itu Dick membisu kembali. Ia menunggu. George tidak sabar lagi
melihatnya. Direnggutnya gagang telepon dari tangan Dick, lalu didekapkan ke
telinganya sendiri. Tapi Ia hanya mendengar bunyi deru samar-samar saja di
kejauhan. Beberapa saat kemudian barulah terdengar suara orang berbicara,
"Sayang, tidak ada orang diantar masuk kemari. Hanya itu saja yang dapat saya
katakan." Setelah itu hubungan putus.
"Mustahil!" seru George. "Itu tidak mungkin. Kata petugas tadi, tidak ada mobil
ambulans datang membawa Marc dan Ralph. Jadi mereka tidak sampai di rumah sakit!
Apakah ...." Saat itu pesawat telepon berdering. Secepat kilat George menyambarnya. Ia
mendapat tirasat yang tidak enak. Ia merasa pasti telepon itu tentu ada sangkut
pautnya dengan lenyapnya Ralph dan Marc. Dan ternyata firasat lu tidak meleset!
Begitu gagang pesawat didekatkan ke telinga, dengan segera didengarnya suara Pak
Komisaris. Komisaris polisi ramah itu yang menelepon!
"Halo, Pak Komisaris," kata George. "Anda berbicara dengan George Kirrin!"
"Kebetulan sekali kalau begitu," kata Pak Komisaris. "Dengar baik-baik, lalu
teruskan pada semua yang ada di situ. Sutradara kalian, Ralph Mory, ditemukan
dalam keadaan terbius di pinggir jalan. Ia tergeletak di separuh jalan antara
studio dengan kota!"
"Aduh!" seru George kaget."Sekarang ia ada di mana?"
"Ia meminta pada kami agar dibawa ke sebuah klinik swasta yang dikelola teman-
temannya," kata Pak Komisaris. "Keadaannya tidak gawat rupanya. Ia minta tolong
untuk disampaikan pada kalian agar tetap tenang. Katanya, mudah-mudahan saja
besok pagi sudah bisa kembali datang ke studio."
Keterangan sesingkat itu belum memuaskan George.
"Tapi apa sebetulnya yang terjadi dengan dirinya, Pak?"
"Kalau melihat keadaannya ketika kami temukan di pinggir jalan, kejadian itu
pasti sudah direncanakan dengan matang. Ambulans yang mengangkut Marc dan Ralph
tahu-tahu dihentikan oleh sebuah mobil hitam yang melintang di tengah jalan. Dua
orang tak dikenal turun lalu mengikat para petugas ambulans. Ralph Mory juga
ikut diikat. Kemudian mereka dilemparkan ke luar dan kendaraan. Ralph Mory tidak
ingat lagi apa yang terjadi sesudah itu. Tapi mobil ambulans lenyap. Atau dengan
perkataan lain, kendaraan itu dicuri ...."
"Lalu Marc, ke mana dia?"
"Karena ia tidak bisa ditemukan, kemungkinannya ia ikut dilarikan bersama
ambulans." "Jadi yang diincar Marc, dan bukan ambulans itu," seru George.
"Tidak ada bukti-bukti nyata yang mengarah ke situ. Kau jangan mulai mengada-ada
lagi, Nak!" Pak Komisaris memutuskan pembicaraan. George kesal sekali. Seenaknya saja
petugas polisi itu menyapanya dengan sebutan 'Nak'.
Tapi Julian serta kedua adiknya tidak memberi kesempatan pada George untuk lama-
lama merasa kesal. "Cepat katakan apa yang terjadi," desak Julian.
George menceritakan segala-galanya. Orang-orang televisi yang ikut mendengarkan
langsung ribut, karena rupa-rupanya mereka semua dijadikan sasaran oleh
komplotan misterius! "Giliran siapa lagi setelah ini?" kata Yolanda menggumam.
George mengamati gadis itu dari sudut matanya. Di manakah Yolanda ketika batu
palsu dari kayu tahu-tahu terlepas lalu jatuh menima Marc" Mungkinkah dia yang
menyebabkan kecelakaan itu"
Jangan terburu-buru menarik kesimpulan, kata George dalam hati. Jangan seenaknya
menduga yang bukan-bukan, kalau tidak ada bukti sama sekali!
Ralph Mory ternyata menepati janji. Keesokan paginya Ia rnuncul di studio,
dengan kepala terbalut dan dengan muka bergores-gores bekas jatuh. Tapi ia
bertekad melanjutkan pembuatan filmnya. Marc digantikan oleh seorang stand-in.
"Kejadian ini benar-benar keterlaluan," tukasnya geram. "Masak sekarang ini
sampai bisa ada mobil ambulans berisi seseorang yang cedera dicuri - di daerah
yang didiami! Kasihan Marc. Apa sebetulnya yang dikehendaki dari dia" Ia korban
ketiga dari penculik misterius itu - setelah Stephen dan Susy!"
"Jadi kau sekarang juga sependapat dengan kami!" seru George. "Tapi apa hubungan
antara masing-masing penculikan itu?"
"Entah, aku tidak tahu! Jika aku ini misalnya mempunyai musuh, aku akan menduga
bahwa ini merupakan perbuatan balas dendam - untuk mengacaukan jadwal pembuatan
filmku. Mudah-mudahan kalian tidak diapa-apakan!"
Ralph Mary mernandang anak-anak serta Timmy. Tatapan matanya menunjukkan
keprihatinan. Tapi malam sebelumnya anak-anak sudah sampai pada kesimpulan bahwa
mereka sendiri sama sekali tidak terancam bahaya apa-apa. Menurut mereka,
rangkaian penculikan itu merupakan bagian dari suatu rahasia yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan sutradara Ralph Mary, maupun dengan film yang
sedang dibuat saat itu. George masih mengatakan ketika selesai beremhuk malam
itu, "Takkan ada gunanya jika orang-orang dewasa kita beri tahu mengenai dugaan
kita. Paling-paling mereka akan mengatakan bahwa kita ml mengada-ada saja. Tapi
percayalah, nanti pasti terbukti bahwa dugaanku benar!"
Bab IX PERKEMBANGAN BARU Menjelang tengah hari, dua petugas polisi datang untuk menanyai Ralph sekali
lagi. Pembicaraan lekas selesai, karena tidak ada yang bisa ditambahkan sutradara itu
pada keterangannya yang pertama. Ingatannya mengenai kejadian itu berakhir
sampai saat ia di lemparkan ke luar dari mobil.
Tapi yang menarik malah keterangan dari polisi. Mobil ambulans yang hilang sudah
ditemukan! "Ambulans itu disembunyikan di balik semak belukar di pinggir jalan. Sekelompok
pelancong yang menemukannya di situ. Mereka langsung melaporkan pada polisi."
"Bagaimana dengan Marc?" tanya George tegang.
"Ia tidak ada lagi dalam kendaraan itu. Dengan demikian dugaan kalian ternyata
benar! Ambulans itu rupanya dilarikan dengan tujuan menculik aktor yang cedera
itu." Kemudian kedua petugas polisi itu meninggalkan studio. Seorang pelayan dari
restoran yang ada di gedung itu datang membawakan roti berisi keju dan daging
asap untuk seluruh tim. Tapi Ralph tidak berselera makan.
"Kau harus makan, Ralph," kata Anne prihatin. "Kau perlu menjaga kesehatan.
Nanti jatuh sakit kalau tidak makan!"
Ralph Mory tersenyum. Ia terharu melihat perhatian Anne. Ia sayang pada anak
itu, yang selalu lemah lembut tutur bahasanya. Untuk menyenangkan hati sahabat
cilik itu, Ralph memaksa diri makan roti sepotong. Timmy memperhatikannya dengan
kepala dimiringkan. Kelihatannya seakan-akan ia juga ikut prihatin. Padahal ia
sebenarnya menunggu kalau-kalau ada sepotong daging jatuh ke tanah!
George makan dengan lahap. Roti demi roti berpindah dengan cepat ke perutnya.
Tapi sambil makan ia masih sempat memutar otak.
"Coba aku bisa mendapat ilham, sehingga tahu apa sebenarnya yang ada di balik
ketiga peristiwa penculikan mi," katanya sambil mengeluh. "Tapi sampai sekarang
aku masih saja meraba-raba dalam gelap."
"Aku juga begitu," kata Ralph dengan perasaan suram. "Satu-satunya hubungan
antara mereka bertiga adalah bahwa mereka itu masih bertalian keluarga - walau
sudah jauh. Tapi itu pasti tak ada hubungannya dengan ..."
"Mereka bertiga masih sekeluarga?" kata George mengulangi. Ia tercengang. "Kau
ini bicara tentang siapa?"
Sekarang Ralph yang ganti tercengang.
"Ada apa?" katanya. "Rupanya kalian belum tahu bahwa Stephen masih terpaut
ikatan keluarga dengan Marc" Mereka saudara sepupu. Ibu Stephen saudara ibu
Marc. Karir Marc di televisi adalah berkat pertolongan Stephen."
"Baru sekarang kami mendengar tentang hal itu," kata Julian. 'Tapi menurut
pendapatmu. adakah hubungan antara pertalian keluarga itu dengan segala kejadian
yang kita alami sekarang?"
Julian menoleh pada George.
"Tentu saja ada!" kata George cepat. "Pasti!" Ia menambahkan secara buru-buru,
"Maksudku, tentu saja ada kemungkinan bahwa itu berhubungan! Pokoknya, dengan
begitu perhatian kita bisa diperluas!"
"Seakan-akan sekarang pun pikiran kita belum cukup banyak!" seru Dick pura-pura
bingung. George langsung menatap sepupunya itu dengan sikap galak.
"Kau sementara ini mestinya sudah tahu bahwa setiap petunjuk ada gunanya!
Tinggal kita saja yang memilih-milih, mana yang penting dan mana yang tidak!
Mengerti sekarang" "Sayangnya justru memilih-milih itu yang paling sulit." kata Anne sambil
mengeluh. "Guk," gonggong Timmy pelan. Telinganya terkulai. Ia merasa sedih karena
menganggap tidak ada yang memperhatikan dirinya.
"Kusimpulkan saja keterangan baru ini," kata George lagi sambil membenamkan
giginya ke roti yang kesekian, "Jadi yang masih sekeluarga itu Stephen dan Marc.
Mereka saudara sepupu. seperti kita berempat. Sedang Susy tunangan Stephen.
Kalau mereka menikah, Susy juga akan termasuk keluarga. Itu perlu kita ingat!"
Siangnya pembuatan film diteruskan. Tapi tidak ada yang bergairah. Semua merasa
lesu, apalagi setelah March juga lenyap.
Menjelang malam ada tukang pos mengantar telegram untuk Ralph. Ternyata dari
Aline, istri Marc. Isinya mengatakan bahwa Aline akan datang besok pagi ke
Bournemouth. Ia tidak tahan lagi tinggal di London. Kejadian yang menimpa
suaminya membuat perasaannya tidak menentu. Ia ingin ikut membantu mencari
ketiga rekan itu. "Jangan-jangan urusannya malah bertambah rumit nantinya," kata George menggumam.
Ralph mengajak anak-anak ikut menjemput istri Marc ke pelabuhan udara. Ternyata
Aline sangat ramah. Anak-anak langsung suka padanya. Orangnya kecil mungil,
dengan rambut indah berwarna cokiat tua. Senyumnya memilukan hati Anne.
Melihat wanita yang ramah itu, anak-anak membulatkan tekad untuk berusaha keras
rnencari Marc sampai ketemu. Bahkan Timmy pun ikut-ikut mendekatkan diri pada
Aline. "Kalian baik hati, mau menyempatkan diri datang menjemput," kata Aline setelah
semua saling diperkenalkan. "Sudah ada perkembangan baru" Sudah ditemukan salah
satu petunjuk mengenai Marc?" Ia berbicara dengan air mata menggenang.
Siangnya semua berkumpul di restoran gedung televisi, George dan saudara-
saudaranya mengobrol dengan Aline, seolah-olah sudah lama saling mengenal.
Apalagi George! Ia menghujani wanita itu dengan berbagai pertanyaan. Tapi tidak
ada hal-hal baru yang berhasil diperoleh.
"Tidak," kata Aline menjawab pertanyaan George. "Marc sama sekali tidak punya
musuh! Stephen juga sama saja. Keduanya sangat ramah, jadi setiap orang suka
pada mereka." Aline memutuskan untuk tetap tinggal di Bournemouth sampai suaminya berhasil
ditemukan. Pihak kepolisian mempergiat usaha pengusutan. Tapi tanpa banyak
membawa hasil. Ralph selalu berusaha menghindari Aline. Ia tidak tahan menatap matanya yang
selalu memandang dengan sayu. Tapi kemudian sutradara itu mendapat akal. Ia
menawarkan peranan pembantu pada Aline. Dengan begitu pikiran wanita itu pasti
akan terpaling sedikit dari ingatan pada suaminya. Di samping itu, ia bisa
memperoleh penghasilan guna membiayai kehadirannya di situ.
"Kalian semua benar-benar baik padaku," kata Aline terharu. "Harapanku hidup
lagi karenanya ... dan semangatku pun bangkit kembali!"
"Kau tidak boleh putus asa," kata Julian membesarkan hati. "Marc teman kami, dan
kami sudah bertekad untuk ikut mencari sampai ketemu!"
Timmy seakan-akan memahami kata-kata Julian. Ia menghampiri Aline, lalu
menyodorkan kaki depannya mengajak bersalaman.
"Nah - lihatlah!" seru George dengan riang. "Bahkan Timmy pun ikut berjanji akan
membantu!" "Aku yakin, Marc tidak dalam keadaan yang berbahaya," kata Dick ikut membesarkan
hati Aline. "Lama-kelamaan rahasia pasti terbongkar. dan mereka bertiga akan
ditemukan kembali!" "Tapi mudah-mudahan sebelum terlambat," keluh Aline. Ia mencoba tersenyum.
Bab X ALINE JUGA LENYAP! Anak-anak berusaha sekuat tenaga untuk menghibur Aline. Saat-saat istirahat,
mereka sering mengajaknya berjalan-jalan ke pantai. Atau menyewa perahu layar
milik perkumpulan olahraga air yang terdapat tidak jauh dari pelabuhan.
Suatu siang Ralph memutuskan untuk mengambil adegan tertentu di pantai. Sebagal
lokasi ia memilih suatu tempat yang berbatu-batu agak di luar kota. Batu-batu
karang itu dianggapnya merupakan latar betakang yang cocok sekali untuk kisah
penyelundupan yang sedang difilmkan. Dalam adegan itu Lima Sekawan tidak ikut
muncul. Tapi George meminta pada Ralph agar diperbolehkan mendekati tempat itu
dengan perahu layar. Ia ingin menonton pengambilan adegan dari laut.
George sangat menggemari olahraga air. Kalau sudah berada dalam air, sulit
sekali Ia bisa dikalahkan! Ia sering menyesal kenapa tidak dilahirkan sebagai
anak laki-laki. Coba ia laki-laki, ia kan bisa menjadi pelaut! Tentu saja
sebagai nakoda pelayaran samudera .... Di Kirrin Ia memiliki sebuah perahu layar
kecil. Setiap kali Ia berlibur di rumah, pasti sebagian besar dan waktu luangnya
dilewatkan dengan perahunya itu. Ia mahir sekali mengemudi, seperti anak-anak
lain naik sepeda. Aline juga diajak ikut. Wanita itu mula-mula agak menyangsikan kemahiran George
mengemudikan perahu Iayar. tapi setelah melihat George memamerkan kebolehannya
sebentar. akhirnya Ia memutuskan untuk ikut.
Angin laut yang syegar serta ombak yang berkilauan kena cahaya matahari
menenangkan perasaan Aline. Untuk pertama kali sejak kedatangannya di
Bournemouth, sikapnya nampak tidak tegang. Kepercayaannya pada Lima Sekawan
semakin tumbuh tanpa disadari olehnya sendiri! Mereka pasti bisa diandalkan.
Kalau ada yang bisa menemukan suaminya, mereka itu sudah pasti Lima Sekawan!
Dengan cekatan George mengemudikan perahu layar, menyusur garis pantai. Arah
angin kebetulan baik. Tapi soal cuaca sama sekali tidak direpotkan oleh George.
Kalau kebetulan mati angin, di perahu masih ada motor tempel. Dengannya mereka
bisa meneruskan pelayaran agar sampai pada waktunya di lokasi pembuatan film.
"Nah - kalian ternyata datang juga!" seru Ralph rnenyambut kedatangan mereka,
sementara George membelokkan haluan perahu ke arah pantai lalu melabuhkan
jangkar. "Ayo, cepat! Kamera-kamera sudah siap. Orang-orang yang menonton sudah
tidak sabar lagi!" Sambil berkata begitu Ralph menuding ke arah beberapa orang
yang berdiri agak di pinggir. Rupanya mereka kebetulan lewat di situ, lalu
menonton karena tertarik melihat kesibukan persiapan orang-orang televisi. Ralph
menoleh ke arah timnya. "Ya - kita mulai sekarang!"
Sinar matahari saat itu terik sekali. Para pemain harus berusaha keraS, karena
sulit sekali rasanya memusatkan perhatian dalam keadaan cuaca sepanas itu. Tapi
Ralph sangat teliti. Adegan demi adegan direkam dengan cepat. Keringat
bercucuran membasahi mukanya. Akhirnya sutradara muda itu memberi kesempatan
beristirahat. "Tapi sebentar saja - paling lama seperempat jam!" serunya mengumumkan. "Sesudah
itu kita lanjutkan lagi!"
"Bagaimana kalau kita mandi-mandi sebentar?" tanya Julian. "Airnya tidak begitu
dingin - pasti di atas delapan belas derajat!"
"Setuju!" seru George bersemangat. "Tadi dari perahu aku melihat sebuah teluk
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecil di sebelah sana. Tempat itu hanya bisa didatangi dari laut. Dengan begitu
kita akan sendiri saja di sana, tidak ada orang lain."
Lima menit kemudian mereka sudah sampai di teluk kecil itu. Sekelilingnya batu-
batu karang yang menjulang tinggi. Tapi dasarnya berpasir putih. Air laut di
situ jernih sekali. Dengan cepat mereka melepaskan pakaian lalu masuk ke dalam
air. Aline tidak begitu pandai berenang seperti anak-anak. Tapi itu tidak menjadi
soal. Kemudian mereka bermain lempar-lemparan bola di pasir. untuk menghangatkan
tubuh. Dan juga untuk mengajak Timmy bermain-main, karena sebentar lagi mereka
sudah harus kembali ke lokasi pembuatan film.
Ketika hendak kembali, ternyata baju renang Aline masih agak lembab. Ia pergi ke
balik batu. "Sebentar saja - aku hanya hendak mengganti pakaian," serunya dari balik batu.
George dan ketiga sepupunya merebahkan diri ke atas pasir yang putih. Mereka
memejamkan mata, menikmati kehangatan sinar matahari membelai tubuh. Tiba-tiba
Dick terkekeh. "Perempuan semua sama saja!" katanya geli. "Mengganti pakaian saja lama sekali.
Aline tadi mengatakan sebentar. Sekarang pasti sudah seperempat jam!"
"Aduh, betul juga katamu!" seru Julian kaget, lalu cepat-cepat bangun. "Ralph
pasti marah jika kita sampai terlambat datang!"
"Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan Aline," kata Anne dengan perasaan
kecut. "Kau ini langsung mengira yang bukan-bukan. Lebib baik kaupanggil saja dia!"
kata George pada sepupunya. Tapi sebelum Anne sempat menurutinya, George sudah
membuat corong dengan kedua tangannya lalu berteriak keras-keras ke arah batu
tempat Aline tadi pergi. "He! Aline! Ayo, cepat! Kita harus kembali sekarang!"
Tapi hanya gema pelan saja yang terdengar sebagai jawaban. Aline sendiri tidak
terdengar suaranya. Kini Julian yang berganti memanggil.
"Aline!" serunya selantang mungkin. "Aline! Cepatlah sedikit!"
"Nah - Ia tidak menjawab," kata Anne gugup. Pasti ada sesuatu yang terjadi
dengan dirinya!" "Jangan-jangan ia pingsan," kata Dick. "Sinar matahari memang sangat menyengat -
seperti saat bulan Agustus saja!"
"Kita periksa saja," kata George, yang berpikiran praktis seperti biasa. Tanpa
menunggu lagi ia langsung lari ke balik batu besar itu.
Saudara-saudaranya menyusul. Ketika mereka sampai di balik batu, nampak George
berdiri seperti patung. Ia menunduk, menatap sesuatu yang terletak di tanah.
Baju renang Aline. Tapi Aline sendiri tidak ada di situ. Wanita itu lenyap,
lengkap dengan pakaiannya. Ia lenyap, seperti Stephen, Marc dan Susy....
Keempat anak itu benar-benar bingung. Aline kini ikut lenyap! Padahal mereka
diandalkan untuk menjaga keselamatannya. Tahu-tahu wanita itu hilang dengan
tiba-tiba, persis seperti ketiga orang sebelumnya!
"Mula-mula Marc, lalu sekarang istrinya!" kata Julian geram.
"Sialan!" jerit George sambil membanting-banting kaki dengan jengkel. "ini sudah
keterlaluan! Tidak mungkin hal ini bisa terjadi! Aku tidak mau!"
Anak-anak mulai mencari ke mana-mana, dibantu oleh Timmy. Tapi sia-sia belaka -
Aline tetap lenyap. Batu-batu karang sekeliling teluk kecil itu menjorok sampai
ke tempat yang dalam. Tidak mungkin Aline pergi lewat situ. Tapi ia juga tidak
kembali ke pantai yang berpasir.
Akhirnya anak-anak kembali dengan perahu layar ke lokasi pembuatan film untuk
memberi tahu pada Ralph Mory. Mereka juga bermaksud menghubungi polisi selekas
mungkin. Wajah sutradara muda itu langsung berubah menjadi pucat pasi ketika ia mendengar
kabar yang pengejutkan itu. Sedang Tom ternganga saja. Ia tidak bisa mengatakan
apa-apa karena sangat terkejut. Seruan George menyadarkan keduanya dengan
segera. "Cepat!" seru anak itu dengan tegas. "Kita tidak boleh membuang-buang waktu.
Kita harus menghubungi Pak Komisaris agar Ia selekas mungkin datang kemari!"
Pak Komisaris menjambak-jambak rambutnya karena kesal. Ia bersama anak buahnya
sudah dianggap tidak mampu oleh rnasyarakat kota itu, karena sejak hilangnya
Stephen Bird polisi masih juga belum mampu menemukan jejak yang pasti. Seorang
demi seorang lenyap tak berbekas. Dan itu terjadi sementara polisi sudah
berjaga-jaga! Darah George mendidih. Dalam hati ia mengamuk. Sementara para petugas kepolisian
yang datang, memeriksa daerah sekitar pantai dengan cermat. Pak Komisaris
menyibukkan diri dengan memeriksa keterangan Lima Sekawan. Hanya merekalab satu-
satunya saksi kejadian itu. Tapi mereka sebenarnya sama sekali bukan saksi -
karena tidak melihat atau mendengar apa-apa.
"Kejadiannya berlangsung cepat sekali!" kata Julian memberi keterangan. "Saat
itu kami berbaring-baring di pasir sambil menunggu Aline muncul kembali dari
balik batu. Menurut perasaan kami, saat itu hanya kami saja yang ada di situ.
Benar-benar sulit dibayangkan - kejadian ini!"
Pak Komisaris sependapat dengannya.
"Sekali ini tidak mungkin kita mengatakan adanya penculikan yang sudah
direncanalan sebelumnya." katanya. "Sebelumnya tidak mungkin ada yang tahu bahwa
kalian akan mandi-mandi di teluk kecil itu. Tidak seorang pun ... tentu saja
kecuali kalian sendiri!"
Kemarahan George bangkit. Itu lagi, katanya dalan hati. Pak Komisaris bersikap
seolah-olah mencurigai kita!
Kejengkelannya berlanjut terus. Setelah pulang ke hotel pun tampang George masih
cemberut. "Sekarang kita harus bertindak! Kita harus melakukan sesuatu!" katanya malam
itu. "Kenapa Yolanda tidak kita sergap saja," kata Dick mengusulkan. "Kita ikat dia,
lalu kita paksa mengaku!"
"Jangan suka kekanak-kanakan!" kata Julian memarahi adiknya. "Macam-macam saja -
menyergap Yolanda! Hah! Lalu bagaimana niatmu hendak memaksanya membuka mulut"
Omong kosong! Yang kita perlukan adalah bukti nyata. Jika kita menemukan
petunjuk sehubungan dengan lenyapnya Aline, maka tak akan sulit bagi kita untuk
menemukan sangkut pautnya dengan Stephen, Susy, dan Marc."
"Tapi justru petunjuk itulah yang tidak kita miliki," keluh Anne. "Kecuali kita,
tadi tidak ada orang lain di teluk kecil itu."
"Dan mana kau bisa mengatakannya dengan begitu pasti?" tanya George. "Kan bisa
saja ada orang datang menyusul dengan perahu lalu berlabuh di teluk sebelah
kita. Dari situ ia bisa menyelinap untuk menyergap Aline. Batu besar itu kan
melindunginya dan pandangan kita. Kecuali itu kita juga berbaring dengan mata
terpejam!" "Tapi kalau ada yang menyergap, pasti Aline berteniak!" kata Dick menyangsikan.
"Kalau ia disergap dari belakang dan penyergap langsung menutup mulutnya, tidak
mungkin Aline masih bisa berteriak!"
"Nanti dulu. Dengar baik-baik kataku ini," kata Julian memotong pembicaraan.
Remaja yang paling tua di antara keempat bersaudara itu mengucapkan kata-katanya
dengan lambat. Penuh pertimbangan. "Aku harus mengatakan sesuatu. Selama ini aku
diam saja mengenainya, karena aku ingin menimbangnya dulu. Soalnya, kesaksian
palsu kan merupakan perbuatan melanggar hukum. Tambahan lagi - aku khawatir kau
langsung menarik kesimpulan yang macam-macam. George! Kau selalu ..."
"Jangan begitu dong," kata George menggerutu, "dan kalau bicara jangan suka
bertele-tele! Bilang saja apa yang hendak kaukatakan - habis perkara! Kami
mendengarkan!" Julian mendeham. "Aku tidak tahu apakah ada hubungan dengan lenyapnya Aline atau tidak - jika
kejadian itu memang penculikan," katanya dengan berhati-hati. "Tapi sewaktu kita
sedang berenang-renang tadi aku melihat..."
Julian berhenti sebentar. Sekarang George benarbenar hilang kesabarannya.
"Kau ini - sedari tadi hanya "tapi-tapi" melulu! Ayo, cepat katakan - apa yang
kaulihat tadi"!"
"Aku melihat kapal pesiar Pak Findler! Kapal itu rnelintas dengan lambat di
depan kita, agak jauh ke tengah laut."
"Astaga!" seru Dick.
Mata George berkilat-kilat. Tapi dipaksakannya diri agar tetap tenang.
"Kau yakin, Ju?" tanya anak itu. "Kenapa aku tidak melihatnya?"
"Karena saat itu kau sedang asyik bermain lempar-lemparan bola dengan Dick.
sementara Timmy lari bolak-balik untuk berusaha merebut. Jadi tidak heran jika
kau tidak sempat memperhatikan!"
"Aku juga melihat kapal jutawan itu!" kata Anne tiba-tiba. "Aku langsung
mengenalinya kembali. Tapi aku tidak menduga apa-apa tadinya."
Didukung keterangan Anne, jelaslah bahwa Julian tidak salah lihat. Jadi jutawan
itu ternyata lewat ketika mereka sedang bermain-main di pantai. PakFindler -
atau seorang suruhannya - dengan gampang bisa mengenali wajah mereka yang sedang
mandi-mandi apabila memakai teropong!
Dengan segera timbul lagi kecurigaan George pada Gary Findler. Bahkan kini
bertambah besar! Biar saja Pak Komisaris menganggap dirinya mengkhayal - tapi
sekali ini kelihatannya petugas polisi itu yang keliru.
"Sekarang dengar." katanya bersungguh-sungguh. "ini bukti yang kita perlukan:
kapal pesiar jutawan Amerika itu melintas ketika Aline sedang berada di teluk
bersama kita! Kau boleh menertawakan diriku, Julian - tapi aku sekali ini yakin
benar bahwa ada sangkut paut erat antara Jutawan Arnerika itu dengan lenyapnya
ketiga teman kita!" "Lalu - apa sangkut pautnya!" kata Dick ingin tahu.
"Kalau itu sudah kuketahui, kita takkan duduk sambiL berunding di sini!" tukas
George dengan sikap tidak sabar. "Aku masih meraba-raba dalam gelap .... Tapi
titik terang sementara ini sudah mulai nampak!"
"Tapi ingat, sampai sekarang belum ada permintaan uang tebusan," kata Julian
mengingatkan. "Ya, aku juga tahu!" balas George. "Kalau ada yang meminta pasti kau akan
mengatakan seperti Pak Komisaris bahwa jutawan itu kan kaya raya. Mustahil ia
hendak memeras aktor-aklor yang tidak bisa dibilang berharta. Ya, kan?"
"Betul! Memang begitulah pendapatku," kata Julian mengaku.
"Nah, itulah! Tapi tidak ada tuntutan meminta uang tebusan. Jadi setiap orang
boleh memiliki dugaannya sendiri-sendiri, Pokoknya, aku berniat untuk melacak
setiap petunjuk yang kutemukan - sampai yang paling kecil sekali pun!"
Julian merasa gelisah. Ditanyakannya rencana George. Sepupunya yang suka
sembrono itu perlu agak ditahan sedikit, supaya jangan sampai melakukan
perbuatan nekat. "Rencanaku sederhana," kata George. "Karena aku masih selalu mencurigai Gary
Findler, aku akan melakukan niatku semula. Aku hendak memeriksa kapal pesiar itu
sampai ke sudut yang paling ujung! Begitu hari sudah gelap. aku akan berenang
menuju Lucky Mary. Setelah kupastikan bahwa keadaan aman, dengan diam-diam aku
akan naik ke atas. Sesampai di atas, dengan segera aku akan melakukan
pemeriksaan!" "Kau edan!" kata Julian. Ia gelisah mengingat kemungkinan yang bisa terjadi.
"Kapal itu pasti dijaga ketat - apalagi jika dugaanmu benar!"
Tapi percuma saja Julian menasihati. Kata-katanya seakan membentur tembok tuli.
Tekad George sudah bulat. Tak ada yang bisa menyebabkan niatnya diurungkan.
"Masa bodoh," katanya. "Aku tidak takut. Tapi aku pasti akan berhati-hati nanti.
Cuma itu saja yang bisa kujanjikan!"
"Apakah tidak lebih baik kita memberi tahu Paman?"
"Ayahku jangan dibawa-bawa ke dalam urusan ini!" bentak George. Ia mulai marah.
"ini urusan kita - dan aku akan meneruskannya sampai tuntas!"
Tapi Julian ternyata bisa sama-sama keras seperti George. Ia mengancam akan
memberi tahu pada Paman Quentin apabila George tetap tidak mau mundur. Akhirnya
George mengalah ... atau tepatnya, ia hanya pura-pura saja mengalah. Julian
sebenarnya sudah bisa menduga niat yang sebenarnya, karena bukan baru sekali itu
George bertindak demikian. Ia sebenarnya harus bisa membaca pikiran sepupunya
yang bandel itu! Hah! Jadi Julian hendak mencegahnya mencari pernbuktian mengenai kebenaran
dugaannya, kata George dalam hati. Awas - kutunjukkan nanti kemampuanku!
Sebenarnya George agak ngeri juga harus beraksi seorang diri. Tapi apa boleh
buat, keadaan memaksanya berbuat begitu. Ia menunggu sampai Anne sudah tidur.
Ketika dilihatnya anak itu sudah pulas, dengan hati-hati George turun dari
tempat tidur. Pintu kamar dibukanya dengan pelan. Ia menyelinap meninggalkan
hotel kecil tempat mereka menginap selama itu. Diikuti oleh Timmy, George
berlari-lari menuju pelabuhan. Satu-satunya yang dikhawatirkan olehnya saat ini
hanyalah kemungkinan bahwa kapal pesiar Pak Findler tidak ada lagi di sana.
Tapi kekhawatiran itu tidak beralasan. Kapal Lucky Mary berlabuh di perairan
pelabuhan. Letaknya agak jauh dari dermaga, di tempat kapal-kapal pesiar harus
melabuhkan jangkar saat malam hari.
Bab XI DI ATAS LUCKY MARY Kapal pesiar yang anggun itu kelihatan jelas, diterangi sinar bulan. George
bersyukur dalam hati, karena telah mengenakan pakaian renang sejak dari hotel.
Kini ia tinggal melepaskan baju hangat serta celana jeansnya saja. Dengan suara
pelan dipanggilnya Timmy. Anjing setia itu disuruh menjaga pakaian yang
tertumpuk di tepi dermaga. Setelah itu George masuk ke air yang nampak kehitam-
hitaman. Laut saat itu sedang tenang. George berenang dengan tangkas. Dengan cepat ia
sudah sampai di sisi kapal pesiar. Sekarang tinggal memanjat ke atas. Tapi
bagaimana caranya" Sesaat George agak bingung. Ia sama sekali tidak melihat ada
tali terjulur yang bisa dipanjat. Sambil berpikir-pikir anak itu berenang
mengelilingi kapal satu kali.
Akhirnya ia mendapat akal. Kapal itu bisa dinaiki lewat buritan. Hanya harus
dengan susah payah! Tapi George sangat cekatan. Dalam soal panjat-memanjat, ia
tidak kalah dibandingkan dengan anak laki-laki. Dengan gerakan menyentak
diangkatnya tubuh dalam air. Sementara tangannya mencengkeram pinggiran geladak,
ia menopangkan satu kaki ke tingkap bundar yang letaknya tidak begitu jauh dari
permukaan air. Dengan napas tersengal dijunjungnya tubuh ke atas. Akhirnya ia
berhasil naik! Selama beberapa saat Ia berbaring tanpa bergerak di geladak. Ia menajamkan
pendengaran. Ditelitinya segala penjuru. Orang di kapal kelihatannya sudah tidur
semua. Ia mengangkat tubuh, lalu maju dengan jalan merangkak. Geraknya hati-hati
sekali. Anjungan kemudi nampak lengang. Tidak nampak ada kelasi menjaga di situ.
Tapi nanti dulu! Bayangan gelap di belakang sana .... Ia harus cepat-cepat pergi
dan situ! George menyelinap ke sebuah tangga besi yang menuju ke dalam tubuh
kapal, lalu cepat-cepat menuruninya. Sampai di bawah diteruskannya langkah.
Dengan gerakan menyelinap ditelusurinya lorong. Pada setiap pintu ia menempelkan
telinga sebentar. Ia sendiri tidak tahu apa gunanya - pokoknya, ia harus
menemukan sesuatu. Dalam hati ia kembali mengucap syukur. Untung ia sudah pernah ke situ. Kalau
tidak. takkan mau ia dengan sukarela menginjak tempat yang berbahaya itu.
Akhirnya George sampai di salon pribadi Gary Findler, yang sekaligus juga
merupakan ruang kantornya. Mungkin saja jika ia memeriksa di situ, nanti akan
bisa dijumpai sesuatu yang mungkin merupakan petunjuk ....
George membulatkan tekad. Ia membuka pintu, Lalu menyelinap masuk ke dalam. Tapi
ia tidak sempat lagi mencari-cari, karena saat itu juga didengarnya suara orang
bercakap-cakap dalam gang di luar. Ada dua orang datang ke arah salon itu!
Dada George terasa sesak. Jantungnya berdebar keras. Tatapan matanya liar,
memandang kian kemari dalam salon. Ia mencari tempat bersembunyi. Tapi satu-
satunya kemungkinan hanyalah sofa itu. Ia merebahkan diri, lalu menyusup masuk
ke bawahnya. Suara-suara itu semakin mendekat. Pintu salon terbuka lalu ditutup
lagi. Dari tempatnya bersembunyi, George hanya bisa melihat sepasang kaki.
Seorang laki-laki, dan yang seorang lagi wanita. Aduh - seperti tidak ada
pekerjaan lain, sekarang keduanya malah duduk di atas sofa! Dengan napas
tertahan, George berusaha menangkap pembicaraan mereka. Ia mengenali suara yang
laki-laki. Itu kan Gary Find!er! Sedang yang wanita, yang suaranya empuk, pasti
itu istrinya. Istri Pak Findler bersikap anggun dan tidak gampang didekati.
Walau ia juga hadir saat pesta di mana orang-orang televisi juga diundang,
George baru menyadari bahwa ia ada ketika para tamu mulai pulang.
Sambil mendengus, Gary Findler menuangkan minuman untuk mereka berdua.
"Nah, sekarang kita bisa agak lega, Mary," kata jutawan itu."Bagaimana
pendapatmu mengenai hasil aksiku yang terakhir?"
"Kau benar-benar mujur, Garry!"
"Ya. memang!" Terdengar suara Pak Findien tertawa puas. "Aku memang mujur
sekali! Aku tahu, istri Marc ada di Bournemouth. Aku sudah melihatnya dari jauh.
Kemudian aku mencari-cari kesempatan untuk berbicara antara empat mata
dengarnya. Eh - tahu-tahu muncul kesempatan yang begitu baik! Secara kebetulan
saja aku mengamat-amati pantai dengan teropong. Tanpa kuduga semula, nampak
wanita itu sedang bermain-main di air bersama anak-anak sialan itu."
Di tempat persembunyiannya, George sampai nyaris lupa bernapas karena
perasaannya yang tegang. Ia pun sedang mujur sekali! Ketika berangkat tadi sama
sekali tak diduga olehnya bahwa hasil pelacakan itu akan begitu wujudnya. Tapi
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu belum semua, karena jutawan Amerika itu masih melanjutkan kata-katanya.
"Kau tentu juga tahu bahwa kesempatan sebaik itu tidak boleh kusia-siakan! Kami
langsung membuang jangkar di balik batu karang. Aku lantas turun. Kebetulan
sekali Aline saat itu pergi ke balik batu. Rupanya untuk mengganti pakaian.
Dengan mudah sekali aku berhasil meringkusnya. Ia sama sekali tidak sempat
berteriak" Nah - apa kataku, pikir George. Ia marah sekali. Orang Amerika itu mentang-
mentang jutawan, Lantas semua beranggapan bahwa mustahil ia berbuat jahat.
George mendengarkan terus.
"Ya, penculikan Aline sama mudahnya bagiku seperti ketika menculik Stephen,"
kata Gary Findler memuji-muji dirinya di depan istrinya. "Stephen kubuat lenyap
saat pesta sedang berlangsung. Tak seorang pun menaruh curiga padaku!" Jutawan
itu minum dengan sikap puas.
"Tapi kau agak repot ketika menculik Susy Marshal - begitu pula dalam menangani
Marc," kata istrinya mengingatkan dengan suara peLan.
"Kalau Susy bukan apa-apa! Ia sendiri yang menyerahkan diri, naik secara
sukarela ke atas kapal ini! Aku meringkusnya lalu kukurung dalam kamar. Hanya
kemudian Yolanda harus menelepon anak yang bernama George itu, agar tirnbul
kesan bahwa Susy baru diculik setelah meninggalkan kapal ini."
George mendengar bunyi telapak tangan digosok-gosokkan. Rupanya jutawan Amerika
itu benar-benar puas! "Hanya Marc saja yang merupakan risiko terbesar bagiku," kata Gary Findler
kemudian dengan nada merenung"Hah!"
Istri Jutawan itu tertawa. Suaranya tidak enak, menyebabkan bulu tengkuk George
merinding. "Itu kan soal kecil bagimu! Dan dengan begitu tidak ada lagi yang
merintangimu untuk memperoleh seluruh warisan itu, kan?"
Kelembutan suara istri Pak Findler lenyap, digantikan nada tajam. George
membayangkan betapa wajah wanita itu sekarang. Ternyata keanggunannya hanya
topeng belaka untuk menyembunyikan watak yang sebenarnya. Jantung George
berdegup keras, sampai Ia takut kalau terdengar oleh kedua orang yang sedang
berbicara di atas kepalanya.
Bukan main, katanya dalam hati. Jadi Jutawan itu ternyata menculik keempat
temannya. Dan kalau aku tadi tidak salah tangkap, tujuannya untuk merebut
warisan! Tapi warisan siapa"
George tidak perlu lama-lama menunggu untuk mengetahui jawabannya. Pak Findler
serta istrinya sama sekali tidak menduga bahwa ada orang lain ikut mendengarkan
pembicaraan mereka. Karenanya mereka bercerita panjang lebar mengenai sebab-
sebab mereka berdua nekat melakukan kejahatan.
Persoalan itu sebenarnya sederhana. Lebih dari setengah abad yang lalu seorang
saudara kakek Stephen dan Marc pergi ke Amerika .... Tapi sebelum melanjutkan
cerita, Gary Findler mengisi gelasnya dulu sampai penuh. Setelah minum seteguk,
dilanjutkannya bercerita,
"Kan sudah sering kuceritakan padamu, Pak Victor itu benar-benar berjiwa
wiraswasta. Hanya di Amerika saja ia bisa mengembangkan bakat seluas-luasnya.
Dari segi watak, dari semula ia sudah lebih Amerika daripada lnggris! Sanak
keluarganya di sini berusaha mencegahnya pindah ke Amerika. Mereka membayangkan
segala kemungkinan yang paling suram apabila ia tetap nekat pindah ke Amerika."
"Padahal setelah ia pergi, dengan cepat mereka melupakannya," kata istrinya
dengan nada mencemooh. "Betul! Tapi sedikit banyak itu juga salahnya sendiri, karena ia tidak pernah
menulis surat ke rumah. Walau begitu ia tetap ingat pada mereka. Ia tahu persis
perkembangan sanak keluarganya di lnggris."
"Menurutmu, pastikah bahwa baik Stephen maupun Marc sama sekali tidak tahu apa-
apa tentang saudara kakek mereka itu?"
"Mengenai itu, aku yakin sekali!" kata jutawan itu tegas. "Kalau tidak. masakan
aku berani nekat melakukan segala aksiku. Itu kan sama saja artinya dengan bunuh
diri!" "Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa Pak Victor tahu tentang kedua
cucu saudaranya, sedang Stephen dan Marc tidak tahu apa-apa tentang saudara
kakek mereka!" "Kurasa bukan tidak tahu, tapi mereka mengira Pak Victor sudah sejak lama
meninggal dunia." "Kalau mereka tahu bahwa kau kemudian diangkat menjadi anak olehnya..."
George yang terbaring kaku di bawah sofa, karena asyiknya mengikuti pembicaraan
itu sampai tidak sadar bahwa ia mulai menggigil. Ia kedinginan karena hanya
memakai baju renang yang basah.
Terdengar suara Gary Findler lagi. Orang itu mendesah panjang.
"Ya," katanya, "aku dijadikan anak angkat oleh Victor. Sejak itu nasibku
berubah! Aku sudah yatim piatu. Aku ini juga orang Inggris sebenarnya, dan juga
pindah ke Amerika untuk mengadu nasib. Aku mendapat pekerjaan di salah satu
pabrik plastiknya. Suatu hari perhatian Pak Victor terarah padaku. Rupanya
karena tahu aku juga orang Inggris. Dan seperti kau ketahui, sejak itu aku
menjadi anak masnya. Ia membantuku meneruskan sekolah sehingga aku bisa menjadi
seperti sekarang ini."
"Dan berkat Pak Victor pulalah kau kemudian diangkat menjadi direktur utama
semua pabrik serta cabang-cabang perusahaannya!"
"Semua orang mengira bahwa akulah pemilik perusahaan besar itu," tambah Gary
Findler. "Pak Tua itu tidak suka tampil di depan umum. Karenanya selalu aku
sendiri saja yang disuruhnya mewakili. Tapi sayangnya itu tidak mengubah
kenyataan bahwa ia tetap pemilik tunggal atas harta yang begini berlimpah ruah,
sedang aku hanya mengelolanya belaka."
"Dan baru akan mewarisinya jika ia sudah mati," sela istrinya.
"Mewarisi?" Gary Findler tertawa.
Perasaan George tidak enak mendengar suaranya. "Aku memang pewaris tunggal -
jika Pak Tua itu tidak memutuskan untuk membagi hartanya antara aku, Stephen,
dan Marc!" "Untung kau kemudian mau mendengar nasihatku. Keputusan Victor yang tidak adil
itu, tidak boleh sampai menjadi kenyataan! Bukankah kehidupan Stephen dan Marc
juga sudah lumayan tanpa wanisan
- apalagi mereka sama sekali tidak tahu apa-apa mengenainya! Sementara kau
selama ini bekerja keras untuk memperbesar harta ayah angkatmu. Kini sebagai
tanda terima kasih kau hanya diwarisi sepertiga dari hartanya! Itu tidak boleh
sampai terjadi !" "Aku berterima kasih atas nasihatmu waktu itu. Dan seperti kauketahui sendiri,
aku memanfaatkan kesempatan untuk beraksi. Sekarang. saat ayah angkatku sakit
keras ...." "Memang, waktunya sudah sangat mendesak, Gary. Jangan lupa, keadaan Pak Tue
makin lama makin parah. Saat ia mati nanti, kau harus tampil sebagai satu-
satunya pewaris sah!"
Bab XII KEMBALI KE HOTEL Sekarang George sudah memahami seluk-beluk misteri itu. Dengan tujuan untuk
memperoleh seluruh harta warisan ayah angkatnya, Gary Findler tidak segan
berbuat apa saja untuk menyingkirkan saingan-saingannya !
Mula-mula Stephen dan Marc. Setelah itu Susy, karena ia terlalu ingin tahu. Lalu
akhirnya Aline, yang selaku istri Marc bisa menuntut hak atas warisan!
George bergidik. Ia merasa seram. Ia mengeluh dalam hati. Dirapatkannya geraham,
agar giginya jangan sampai gemeletuk. Apakah yang telah dilakukan oleh Gary
Findler terhadap keempat temannya" Jangan-jangan ... tidak, ia tidak boleh
berpikir begitu! Pembicaraan selanjutnya antara Pak Findler dengan istrinya menjawab
pertanyaannya. "Mudah-mudahan saja polisi tidak menemukan jejak di mana mereka sekarang
berada," kata istri jutawan itu. Ia agak khawatir.
"Luar biasa, kalau itu sampai bisa terjadi!" jawab suaminya. "Kecuali itu begitu
selesai urusan resmiku yang merupakan alasan kedatanganku kemari, dengan segera
kita berangkat lagi. Sekembali di Amerika akan kukatakan pada Victor bahwa kedua
calon pewarisnya menghilang tanpa bekas. Akan kusodorkan surat-surat kabar yang
memuat berita mengenainya. Dalam keadaannya yang lemah seperti sekarang, Pak Tua
itu pasti akan mau menandatangani surat wasiat baru. Di situ akan tertera bahwa
aku satu-satunya pewaris hartanya. Kemudian begitu Pak Tua mati, para tawanan
akan kubebaskan kembali."
"Tapi sesudah itu" Aku cemas, Gary! Bagaimana jika setelah bebas lantas
mengambil tindakan terhadapmu?"
Gary Findler tertawa meremehkan.
"Dari mana mereka tahu bahwa aku yang mendalangi penculikan mereka?" katanya.
"Semua berjalan dengan sempurna! Mereka tidak pernah melihat diriku setelah
mereka diculik. Lagi pula jika mereka sampai tahu, bukti-bukti sarna sekali
tidak ada. Kecuali itu aku pasti bisa membuat mereka bungkam."
Ketika ia melihat bahwa istrinya agak sangsi, cepat-cepat ditambahkan olehnya.
"Aku akan memberi sejumlah besar uang pada mereka sehingga mereka mau menutup
mulut - sebagai imbalan kebebasan mereka, serta uang berjuta-juta untukku!"
Napas George tensentak. Huh. Gary Findler yang sok mulia itu ternyata penjahat
keji! Bukan karena uang warisan yang jutaan, tapi karena kekurangajarannya yang
beranggapan bahwa korban-korbannya bisa dibeli dengan gampang! George merasa
yakin bahwa baik Stephen maupun yang lainnya takkan mau diperlakukan dengan cara
begitu! Apabila mereka sudah bebas kembali - dan George bertekad untuk
mengusahakan bahwa itu tenjadi lebih cepat dari sangkaan Pak Findler - mereka
pasti belum mau berhenti berjuang selama jutawan palsu itu masih belum mendapat
hukuman yang setimpal. Tapi biar saja penipu warisan itu untuk sementara merasa arnan, pikir George.
Dengan begitu Ia takkan nekat menamatkan riwayat para saingannya.
George sibuk berpikir. Saat itu keempat temannya tidak dalam bahaya besar. Hanya
Marc saja yang agak malang, karena bukankah Ia mengalami cedera. Mudah-mudahan
keadaannya tidak memburuk!
Kedua orang yang duduk di sofa kini berdiri. Rupanya mereka sudah selesai
niengobrol, lalu pergi meninggalkan salon.
Satu hal lagi diketahui oleh George dan ocehan Gary Findler. Ternyata memang
Yolanda yang menyebabkan Marc tertimpa batu gua tiruan yang terbuat dari kayu!
Pintu salon tertutup kembali. Dengan segera George bergegas ke luar dari bawah
sofa. Dengan gerakan menyelinap seperti orang Indian, George merayap menuju
buritan kapal pesiar. Tidak ada orang yang memergokinya.
Anak bandel itu turun ke air, lalu berenang secepat-cepatnya kembali ke dermaga.
Ia mengenakan baju dan celara jeansrya, tanpa repot-repot melepaskan baju
renangnya yang basah kuyup. Diiringi Timmy yang gembira melihat tuannya kembali
dengan selamat, George lari ke hotel. Dengan napas tersengal-sengal Ia nasuk ke
dalam kanar. Setelah mengganti pakaian basah dengan yang kering, ia membangunkan Anne. Tanpa
menjawab pertanyaan sepupunya yang agak bingung, George pergi ke kamar kedua
sepupu laki-lakinya. Pintu kamar diketuk-ketuk olehnya.
"He, bangun!" panggil George dengan suara pelan. "Lima Sekawan mengadakan rapat
penting" Dengan segera pintu kamar terbuka. Di ambangnya muncul Ju dan Dick. Keduanya
mengejap-ngejapkan nata karena masih mengantuk.
Dengan cepat George melaporkan pengalamannya yang baru saja terjadi. Beberapa
kali ceritanya terputus oleh seruan kaget saudara-saudaranya.
"Kau tadi sudah berjanji tidak akan pergi!" tukas Julian dengan kesal.
"Mestinya kau kan setidak-tidaknya mengajak aku." kata Dick mengomel. Ia pun
suka sekali melakukan hal-hal berbahaya, seperti George.
"Aku sama sekali tidak mendengar apa-apa ketika kau menyelinap pergi," keluh
Anne. Timmy menggonggong. Ia agak kesal melihat tuannya dikecam dari kiri dan kanan.
Anak-anak langsung terdiam. Mereka khawatir jika tamu-tamu hotel terbangun
karena gonggongan anjing itu.
Dengan begitu George bisa mengisahkan pengalamannya di kapal jutawan dergan
segala perinciannya. Walau keberanian George oleh Julian dinyatakan merupakan
perbuatan nekat, tapi ia akhirnya terpaksa mengakui bahwa hasilnya benar-benar
hebat. "Kau hebat, George!" kata Julian. "Sekarang kita sudah mengetahui segala-
galanya!" "Pak Findler serta istrinya pantasnya dikurung dalam penjara!" kata Dick sambil
menggertakkan geraham. "Kurasa yang lebih penting sekarang adalah membebaskan teman-teman kita," kata
Anne menyela. "Kita harus memberi tahu orang tuamu, George!"
"Kau lupa, besok pagi mereka kan harus pergi ke London selama dua hari," kata
George mengingatkan. "Ada seorang rekan peserta kongres yang ingin memperagakan
eksperimennya pada Ayah. Sedang oleh polisi, kita tidak dianggap. Jadi kita
harus beraksi sendiri!"
"Menurutku, sebaiknya Ralph Mory kita beri tahu," kata Anne berkeras. "Sutradara
kita itu pasti mau mempercayai laporan kita. Lalu jika ia yang datang melapor
polisi pasti akan mengambil tindakan."
"Anne benar," kata Julian sambil mengangguk. "Kita harus menyampaikan informasi
kita pada Ralph." Kelihatannya memang begitulah jalan terbaik. Anak-anak masuk ke tempat tidur
masing-masing. Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum pagi. Dan besok mereka
akan menghadapi perkembangan selanjutnya dengan semangat baru.
Bab XIII KEMBALI KE LUCKY MARY Keempat remaja itu sangat waspada. Karenanya mereka berjaga-jaga sekali. Mereka
tidak mau menceritakan pengalaman George malam sebelumnya pada Ralph di depan
orang-orang televisi yang lain. Mereka pergi ke belakang dekor, lalu menggamit
sutradara muda itu agar datang ke situ. Dengan suara pelan mereka menjelaskan
duduk perkara yang sebenarnya. Ralph hanya melongo saja mendengarnya. Ia merasa
sulit bisa mempercayai cerita itu.
"Luar biasa!" katanya berulang-ulang. "Bukan main, orang Amerika itu. Siapa
menyangka ia ternyata begitu! Tapi tunggu saja pembalasannya. Aku gembira bahwa
kalian mau menceritakannya padaku. Kaukatakan tadi, orang tuamu sedang
bepergian, George" Kalau begitu aku yang akan menghadap Pak Komisaris!"
Sutradara itu tidak mau membuang-buang waktu lagi. Kesibukan pembuatan film
dihentikan untuk sementara, lalu ia meninggalkan studio bersama anak-anak. Mobil
dipacunya cepat-cepat. Rem baru diinjak ketika mereka sudah tiba di depan gedung
kantor polisi. Dengan tergesa-gesa mereka berhamburan masuk ke dalam kantor.
Tapi Pak Komisaris ternyata tidak ada. Petugas kepolisian itu tidak masuk karena
sakit. Sedang wakilnya sibuk sekali. Ia segan menangani kasus penculikan itu,
Pedang Sinar Emas 1 Pendekar Bloon 9 Anak Langit Dan Pendekar Lugu Siluman Bukit Menjangan 2