Penculikan Bintang Televisi 3
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi Bagian 3
karena pekerjaannya sendiri sudah bertunipuk-tumpuk.
"Saya tidak bisa bertindak atas dasar ocehan seorang anak saja," tukasnya
singkat. Ucapan itu menyebabkan George terpana. Pikirannya haru-biru. Samar-samar
didengarnya suara Ralph mengulangi laporan anak-anak padanya. Tapi sia-sia
belaka. Sutradara itu mengemukakan nama baik Lima Sekawan dalam menangani kasus-
kasus sebelumnya. Disebutnya nama ayah George, seorang sarjana terkemuka .... Ia
juga menjamin kebenaran cerita George. Percuma, karena wakil Pak Komisaris segan
mengambil tindakan terhadap Gary Findler yang termasyhur itu. Baginya, jutawan
terkenal itu mustahil melakukan kejahatan.
"Anda harus rnengerti," kata wakil kornisaris itu pada Ralph. "Saya menggantikan
Pak Komisaris untuk beberapa hari ini selama ia sakit. Saya tidak bisa mengambil
langkah-langkah yang mungkin akan membawa akibat di segi diplornatik .... Anda
jangan lupa, Pak Findler kan seorang jutawan Amerika ...."
Dick yang sejak tadi sudah merasa jengkel, kini tidak dapat menahan diri lagi.
"Anda terutama jangan lupa bahwa Pak Findler itu penjahat yang tidak punya
perasaan!" katanya dengan suara gemetar karena marah. "Tiga aktor dan seorang
wanita tak berdaya diculik olehnya, dan Anda kini menolak untuk bertindak!"
"Jangan bertingkah, ya!" tukas wakil komisaris itu. "Dan jangan coba-coba
mengajari bagaimana aku harus melakukan tugasku! Kuulangi sekali lagi..."
Ralph Mory menyadari bahwa takkan ada gunanya untuk lebih lama berdebat dengan
pejabat itu. Anak-anak didorongnya ke luar. Sesampai di luar meletuslah
kemarahan mereka. Semuanya mengumpat-umpat.
"Memalukan!" seru George marah. "Kita dianggap remeh, hanya karena kita bukan
orang dewasa!" "Benar-benar keterlaluan!" sambung Julian.
"Coba jika yang kita hadapi Pak Komisaris sendiri, perkembangannya pasti akan
lain sekarang." tukas Dick.
"Seram rasanya membayangkan bahwa teman-teman kita berada dalam kekuasaan Pak
Findler yang jahat itu," keluh Anne "sedang kita tidak bisa berbuat apa-apa!"
Timmy meloncat-loncat mengelilingi kelompok itu sambil menggonggong dengan
galak. Rupanya ia pun merasakan suasana yang sedang tegang.
"Nanti dulu, Anak-anak," kata Ralph menyela keributan itu. Sikapnya berubah
menjadi kebapakan. "Wakil komisaris tadi sebenarnya tidak salah sikapnya.
Sebelum kita bisa menunjang keterangan kita dengan bukti-bukti nyata, tidak
banyak yang bisa dilakukan olehnya. Hal itu tentunya kalian pahami pula! Jadi
kita tunggu saja sampai Pak Komisaris masuk lagi. Ia pasti mau mendengar
keteranganku dan mempercayai laporan George. Tentang itu aku yakin sekali!"
Tapi anak-anak tidak mau menunggu tanpa berbuat apa-apa. Mereka ikut dengan
Ralph, kembali ke studio. Selama itu George diam saja. Ia sibuk berpikir.
Kemudian diajaknya sepupu-sepupunya berunding. Diusulkannya untuk melanjutkan
penyelidikan, tanpa memberi tahu siapa-siapa.
Sore itu, setelah kesibukan di studio selesai, mereka pergi ke pelabuhan. Di
sana mereka menyewa sebuah perahu kecil.
"Kita baru bisa beraksi kalau hari sudah larut malam," kata George. "Sebelum itu
risikonya terlampau besar"
Menjelang tengah malam, Lima Sekawan berangkat dengan perahu yang mereka sewa,
Julian yang mendayung bersama Dick, sementara George memegang tongkat kemudi.
Malam itu gelap. Tapi sosok kapal pesiar milik Gary Findler masih bisa dikenali
di kejauhan. Dengan hati-hati perahu didayung maju, mendekati kapal yang sudah
sepi. "Anne," kata George pelan, 'kau tinggal di perahu bersama Timmy! Kalian berdua
menjaga di sini. Bersiaplah untuk langsung mendayung apabila kita nanti terpaksa
cepat-cepat minggat."
Setelah itu ia menoleh pada Julian dan Dick.
"Kalian berdua ikut dengan aku. Kita naik ke kapal!"
Dengan cekatan ketiga remaja itu memanjat naik. Julian bersikap waspada, karena
ia yang paling tua di antara mereka bertiga. Sedang Dick memanjat dengan
bersemangat. Sama sepenti George, ia gemar sekali melakukan tindakan yang
mengandung risiko. Serupa halnya seperti waktu pertama kali, dengan cekatan George menumpukan
kakinya ke tingkap sebelah bawah, lalu mengangkat tubuh ke geladak. Dick dan
Julian naik dengan cara yang sama.
Anne memperhatikan mereka dengan napas tertahan. Ia sudah khawatir saja, jangan-
jangan ada seorang dari mereka terpeleset lalu jatuh ke air. Atau kalau tidak,
kurang hati-hati sehingga terdengar oleh awak kapal. Kalau itu terjadi, gawat!
Tapi Anne sebenarnya tidak perlu merasa khawatir. Ketiga saudaranya cukup hati-
hati. Begitu melihat mereka menghilang di atas geladak, dirangkulnya leher Timmy
lalu berbisik di telinga anjing itu.
"Sekarang mereka sampai pada bagian yang paling berbahaya." bisiknya. "Jangan
menggonggong, ya! Kau harus ikut berjaga-jaga. jangan sampai ada yang
menyergap!" Baru saja ia selesai berbisik, ia dikagetkan oleh suatu bunyi aneh. Sikap Timmy
langsung waspada. Bunyi tadi seakan-akan ada orang naik ke perahu! Anne
memejamkan matanya. Tapi cepat-cepat dibukanya kembali. Tidak! Ia tidak boleh
takut. karena George tadi menyuruhnya menjaga perahu ... apa pun juga yang
terjadi! Anne membelalakkan mata, berusaha menembus kegelapan malam. Dicobanya
mengenali penyebab bunyi tadi.
Bunyi itu semakin dekat - Anne mengenali suatu sosok kecil berwarna cerah di
haluan perahu. Astaga! Itu kan burung camar. Dengan matanya yang hitam bulat burung itu menatap
Anne serta Timmy, lalu dengan kepakan sayap membubung lagi ke udara.
Anne menghembuskan napas lega, lalu menarik Timmy ke dekatnya.
"Tenang, Tim! Itu tadi ternyata hanya seekor burung camar. Besok kau boleh
mengejar-ngejar mereka sampai puas di pantai, sebagai pembalasan atas kekagetan
kita karenanya!" Timmy ikut mendesah. Ia meletakkan kepalanya ke lengan Anne. Anjing itu tahu
bahwa mereka di situ tidak untuk bermain-main.
Sementara itu ketiga remaja yang sudah sampai di atas geladak memandang
berkeliling dengan hati-hati. Tidak nampak sesuatu yang bergerak di situ. Tapi
George tahu pasti, di bagian haluan ada seorang kelasi menjaga. Hal itu sudah
dikatakannya pada Julian dan Dick. Karena itu keduanya ikut bersikap waspada.
Tapi tahu-tahu hidung Dick terasa gatal. Aduh, bagaimana ini! Jika ia tidak bisa
menahan agar jangan bersin, pasti mereka akan langsung ketahuan. Kalau Dick
bersin, bunyinya seperti teriakan kucing yang terpijak ekornya!
Dick memijit hidungnya kuat-kuat. Tapi percuma bersinnya meledak!
Ternyata ketiga penyelidik remaja itu sedang bernasib mujur. Tepat saat Dick
bersin, di dekat mereka terdengar bunyi pintu ditutup dengan keras. Bunyi bersin
itu dikalahkan bunyi bantingan pintu!
Di anjungan muncul sosok tubuh seseorang.
George, Dick, dan Julian dengan cepat rnenyembunyikan diri di belakang tumpukan
tali yang tergulung. Mata mereka sudah biasa melihat dalam gelap. Karenanya
mereka langsung mengenali siapa orang yang baru muncul itu. Gary Findler!
Jutawan itu berdiri sambil bersandar pada pagar geladak. Rupanya Ia hendak
menikmati kesegaran hawa laut. George dan kedua sepupu laki-lakinya mengucap
syukur dalam hati. Untung perahu mereka berada di balik buritan dan terlindung
di bawah bayangannya! Gary Findler menyalakan sebatang rokok sambil memandang ke arah air. Ia berdiri
tanpa bergerak-gerak. Setelah rokoknya habis diisap, ia melemparkan puntungnya
ke air lalu masuk kembali ke dalam salon. Begitu jutawan tadi sudah tidak
kelihatan, dengan segera George bertindak.
"Aku akan membuntutinya!" bisiknya pada Dick dan Julian. "Kalian berdua
memeriksa seluruh kapal sebisa-bisa kalian. Kita harus tahu apakah teman-teman
kita ada di sini atau tidak!"
Setelah itu ia masuk lewat pintu yang dilalui jutawan Amerika tadi.
Dick dan Julian pasti bisa melakukan tugas mereka dengan baik, katanya dalam
hati. Penerangan dalam gang tidak begitu terang. Pasti ini penerangan saat malam,
apabila ada yang perlu lewat di sini, kata George dalam hati. Memang benar,
akulah yang hendak lewat.
Saat selarut itu awak kapal tentunya sudah tidur semua, kecuali yang bertugas
jaga. Mungkin tadi Gary Findler sedang berkeliling untuk memeriksa keadaan. Atau
barangkali Ia menderita penyakit tidak bisa tidur"!
"Barangkali dengan mengikutinya, aku akan dibawanya ke tempat para tawanannya
terkurung," pikir George lagi. "Tapi mustahil nasibku akan sebaik itu!"
Pak Findler ternyata masuk ke kamarnya. George mendengar bunyi pintu dikunci
dari dalam. Dengan cepat ia menyelinap masuk ke suatu gang lain.
Di geladak, Dick dan Julian agak kaget ketika George tahu-tahu masuk untuk
mengikuti Pak Findler. Mereka menyadari bahwa saudara sepupu mereka itu
mengambil risiko yang besar sekali. Tapi mereka tidak punya waktu lagi untuk
ragu-ragu. "Aku akan memeriksa sekitar anjungan dan geladak" bisik Julian pada adiknya.
"Mungkin nanti ada gunanya bagi kita, jika sudah mengenal baik tempat ini. Kau
sekarang berusaha menyusul George, Dick. Dengan begitu kau bisa membantu jika ia
menghadapi kesulitan. Tapi kau jangan menggabungkan diri dengannya dulu -
sebaiknya masing-masing bergerak sendiri-sendiri."
Dick menepuk bahu Julian, tanda bahwa ia mengerti. Setelah itu ia masuk ke dalam
kapal, lewat pintu yang tadi.
Sekarang tinggal Julian seorang diri di luar. Ia menyusun rencana tindakan.
Pemeriksaan geladak akan dilakukannya dan sisi kiri ke kanan. Bagian haluan
tentu saja dilewatkan, karena di situ ada kelasi yang menjaga.
Julian mulai memeriksa dengan cermat. Ia tidak menemukan sesuatu yang menarik
perhatian. Walau begitu setiap sudut diteliti olehnya, termasuk sekoci-sekoci.
Kelasi yang menjaga sama sekali tidak sadar bahwa ia tidak sendiri di luar.
Sementara itu Julian sudah menyelesaikan rencananya yang pertama. Ia berpikir-
pikir. George dan Dick saat itu pasti sudah sibuk memeriksa bagian belakang
kapal. Kalau begitu sebaiknya Ia memeriksa sebelah depan. Tapi untuk itu ia
harus bisa melewati kelasi yang menjaga ....
Julian mulai menyelinap maju. Tapi sekali itu rencananya tidak berjalan selancar
tadi. Kelasi itu rupanya bosan berdiri terus seperti patung. Ketika Julian
bergerak hendak masuk ke dalam kapal, orang itu berjalan ke arahnya. Untung
Julian masih sempat menyusup masuk ke bawah terpal yang menutupi salah satu
sekoci. Aduh! Kelasi itu berhenti melangkah dan berdiri dekat tempat itu. Kini Ia malah
menyalakan pipanya.... Mudah-mudahan tidak sepanjang malam ia berdiri di situ, pikir Julian dengan
cemas. Pikirannya terarah pada Dick dan George
Bab XIV KETAHUAN! Dengan gerakan menyelinap, Dick masuk ke dalam gang. Ia berusaha mencari George.
Tapi ke mana pun ia mencari, sepupunya itu tetap tidak kelihatan.
"Sialan!" Dick mengumpat dengan suara pelan. "Ke mana sih anak itu?"
Penerangan yang remang-remang menampakkan pintu demi pintu. Tapi semua dalam
keadaan tertutup. Dick nyaris tidak berani bernafas, karena sekelilingnya sunyi
sepi. Ia merasa agak kecut. Tapi kemudian dipaksakannya diri untuk maju.
Bukankah ia ke situ untuk mencari teman-teman yang tertawan"
Ia melanjutkan Iangkah sambil menunduk-nunduk.
Tapi kasihan, nasibnya sedang buruk! Usaha pencariannya tidak sampai jauh.
Karpet tebal yang mengalasi gang tidak hanya meredam bunyi langkahnya sendiri,
tapi juga langkah orang lain!
Ketika sampai di ujung gang itu dan hendak membelok masuk gang satu lagi, tahu-
tahu Bu Findler sudah berdiri di depannya. Wanita Arnerika itu terpekik karena
kaget. Detik berikutnya sebuah pintu terbuka dengan cepat. Gary Findler muncul
lalu bergegas menghampiri.
Perasaan kecewa melemaskan tubuh Dick untuk sesaat. Tidak, ia sama sekali tidak
takut. Secepat kilat ia meninjau situasi. Tak mungkin ia masih bisa melarikan
diri. Karenanya ia lantas memutuskan untuk mengulur waktu. Dengannya Ia
mengharapkan agar anak-anak yang lain setidak-tidaknya sempat lari ke perahu.
Dick memamerkan senyuman polos. Tanpa melawan ia membiarkan dirinya dicengkeram
jutawan Amerika itu. Pak Findler marah sekali kelihatannya.
"Aku kan kenal anak ini!" katanya keras. Ia berpaling pada Dick "Apa yang
kaucari di sini, hah" Ayo, katakan!"
"Tenang dulu, Pak. Soalnya bisa saya jelaskan," jawab Dick dengan tenang.
"Memang betul, saya naik kemari secara diam-diam - tapi sama sekali tanpa maksud
jahat!" Istri Pak Findler memandang suaminya.
"Siapakah anak ini?" tanyanya gugup. "Maling, ya."
"Bukan - tapi justru itulah yang kurisaukan!" jawab Pak Findler. "Dia ini satu
dari kelompok Lima Sekawan
yang kuceritakan tadi!"
"0 ya?" Bu Findler mengingat-ingat. "Ya, betul - sekarang aku ingat lagi. Aku
pernah melihat dia waktu pesta itu!" "Tepat!" Kini Pak Findler menatap Dick lagi. "Ayo, ikut aku ke salon! Di sana
kita berbicara!" Dick mengikuti suami-istri itu. Ia pura-pura patuh dan tetap berdiri, sementara
Pak Findler serta istrinya
duduk di sofa. "Sekarang katakan - apa maumu datang kemari!" sergah Pak Findler.
"Sebetulnya saya tidak berniat apa-apa, Pak." kata Dick dengan tampang ditolol-
tololkan. "Saya ini tadi bertaruh dengan saudara-saudara saya ... Anda kan sudah
kenal dengan mereka...."
"Bertaruh?" kata jutawan Amerika itu mengulangi. Keningnya berkerut.
"Ya, Pak - bertaruh! Saya harus naik ke kapal dan tinggal di sini sepanjang
malam tanpa ketahuan. Tapi sialnya, rencana saya meleset," tambah Dick pura-pura
kecewa. "Saya ketahuan, jadi saya kalah bertaruh. Sayang! Coba saya menang, kan
akan memperoleh kamera saku."
Sementara Dick berpura-pura kecewa karena kalah bertaruh guna menghilangkan
kecurigaan suami-istri orang Amerika lu, George melihat sesuatu yang sangat
menggernbirakan hatinya. Secara kebetulan saja Ia melihat sesuatu yang kecil dan berkilat tergeletak di
lantai .... Sepotong kertas perak yang rupanya tertinggal ketika karpet di situ
dibersihkan dengan mesin pengisap debu. George memungut kertas itu. Matanya
lerbelalak. Itu kertas pembungkus permen masam yang biasa dikulum oleh Marc!
Dan secara logis, penemuan kertas perak di situ berarti Marc ada di atas kapal!
Hati George berdebar-debar. Kertas itu dimasukkannya ke dalam kantong.
George melanjutkan langkah, dengan cermat memeriksa gang demi gang. Berulang
kali ia harus cepat-cepat menyembunyikan diri karena mendengar bunyi yang
mencurigakan. Akhirnya Ia sampai di ujung sebuah gang yang sangat gelap.
Ditelusurinya gang itu sampai ke ujung. Tiba-tiba ia melihat sebuah pintu di
situ. Pintu itu tertutup. seperti yang lain-Iainnya pula.
Seperti sebelumnya juga, dengan hati-hati George menekan pegangan pintu ke
bawah. Jika ternyata tidak dikunci, ia bermaksud hendak membukanya secelah lalu
cepat-cepatmengintip ke dalam. Tapi pintu itu ternyata dikunci.
George berpikir sejenak untuk menimbang langkah selanjutnya. Saat itu terdengar
suara orang merintih. Datangnya dari dalam bilik di balik pintu di depannya!
Rintihan itu disusul suara orang berbicara. Bunyinya tidak jelas - tapi pasti
itu suara laki-laki! Jantung George terasa berdegap-degup. Kalau tidak berbahaya, mau rasanya saat itu Ia bersorak girang. Ia mengenali suara yang
berbicara itu. Itu suara Marc!
Ternyata aku tidak keliru! sorak George dalam hati. Marc terkurung dalam bilik
di belakang pintu ini! Pikirannya terputus, karena saat itu terdengar suara orang berbicara lagi.
Sekali ini suara wanita! "Aduh, kasihan," kata suara itu. "Tunggu - kubetulkan letak bantalmu itu!"
Mendengar suara itu, George langsung bertindak. Ia mengetuk pintu dengan hati-
hati. Setelah ilu didekatkannya mulutnya ke lubang kunci, lalu berbisik
senyaring yang berani dilakukan olehnya. "Aline! Marc! Aku ada di sini -
George!" Suara bercakap-cakap dalam bilik tadi terhenti.
Terdengar bunyi gemerisik sesaat, disusul suara Aline, "Aduh, George - untung
kau berhasil menemukan kami! Bisakah kau menolong kami keluar dari sini?"
"Sayang tidak!" jawab George. Ia berbicara lambat-lambat, agar yang di dalam
menangkapnya dengan jelas. "Kami saat ini datang dengan sembunyi-sembunyi untuk
mengetahui di mana kalian berada. Tahukah bahwa kalian dikurung oleh Gary
Findler dalam kapal pesiarnya?"
"Findler!" Tapi apa alasannya?"
"Lain kali saja kujelaskan!" kata George.
"Baiklah! Yang penting sekarang, bantu kami selekas mungkin keluar dari sini.
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahu Marc yang cedera semakin parah keadaannya!"
George khawatir akan ketahuan jika ia lebih lama lagi berada di tempat itu.
"Tabahkan hati, Aline!" katanya. "Dan bersabarlah sedikit! Segera kami akan
membebaskan kalian. Susy dan Stephen juga ada di situ?"
"Tidak! Kami sama sekali tidak tahu apa-apa tentang mereka berdua!"
George berpendapat, untuk sementara sudah cukup banyak keterangan yang berhasil
dikumpulkan. Ia menyelinap pergi, setelah menyuruh Aline bersabar.
Masih ada dua gang lagi yang belum diperiksa olehnya. Sesaat Ia menimbang-
nimbang, apakah ada gunanya jika pencarian diteruskan.
"Ah - lebih baik sebegini saja dulu," katanya dalam hati. Julian pasti juga akan
berpendapat, lebih baik jangan terlalu mengambil risiko. Tapi di pihak lain,
kalau pencarian diteruskan ada kemungkinan Stephen dan Susy bisa ditemukan.
Akhirnya rasa kasihan yang menang. George melanjutkan langkah, menyelinap dari
pintu ke pintu. Setiap pegangan pinto dicoba. Tapi sia-sia - Stephen dan
tunangannya tidak ditemukan olehnya.
Kemudian timbul dugaan, ada kemungkinan Stephen dan Susy ditawan di tempat lain.
Itu memang lebih masuk akal! Kapal pesiar itu merupakan tempat yang terlalu
berbahaya untuk menyembunyikan orang-orang yang dicari-cari polisi .... Sedang
Marc dan Aline pasti hanya untuk sementara saja disembunyikan di situ - mungkin
karena Pak Findler ingin mengawasi keadaan Marc yang cedera. Aline dimasukkan
dalam satu bilik dengan suaminya, sehingga ada yang bisa merawatnya
Sambil menyelinap terus. George berbicara dengan pelan pada dirinya sendiri.
Mungkin pula keadaan Marc saat ini tidak memungkinkan pemindahannya ketempat
lain. Dengan begitu Pak Findler harus menunggu dulu sampai keadaan tawanannya
sudah agak baik. Setelah itu barulah diangkut ke tempat persembunyian yang lebih
aman bersama istrinya. Atau mungkin juga hendak ditunggu dulu sampai suasana
sudah agak tenang, dan setelah itu barulah keduanya di bawa ke tempat Stephen
serta tunangannya di sembunyikan. Coba aku tahu di mana mereka berdua kini
berada, kata George dalam hati
George berhenti melangkah. Di depannya nampak sebuah tingkap di lantai.
"Ruang muatan.' gumamnya. "Tempat itu perlu kuperiksa juga."
George membuka tingkap itu, lalu menuruni tangga yang ada di bawahnya. Tapi
dalam palka yang gelap dan berbau pengap itu, ia hanya menjumpai gulungan tali,
bahan makanan dalam kaleng serta botol-botol berisi wiski dan minuman anggur
yang mahal harganya. Di mana-mana nampak sarang labah-labah.
Tidak mungkin kedua orang yang dicari ada di situ. George beranjak, hendak naik
lagi ke atas. Tapi tiba-tiba ia kaget. Terdengar langkah orang menyelinap,
menuju ke tangga palka! Bab XV KE MANAKAH DICK" George sama sekali tak merasa gentar. Pengalaman dalam berbagai petualangan
membuat hatinya cukup teguh. Dengan cepat ia menyusup ke bawah sebuah kotak
kardus yang sudah tidak ada isinya lagi. Kotak itu berlubang-lubang untuk tempat
masuk hawa. Lewat salah satu lubang itu ia bisa mengintip ke arah tangga.
Mula-mula dilihatnya sepasang kaki besar memakai sepatu kanvas. Seorang kelasi!
Awak kapal itu berjalan dengan langkah gontai, mengarah ke setumpuk tali. Sedang
di balik tumpukan tali itu terletak kotak-kotak kardus. George bersembunyi dalam
salah satu kardus itu! Mudah-mudahan kelasi itu hendak mencari sesuatu di bagian belakang, kata George
dalam hati sambil berdoa Saat itu aku akan bisa lari di sini tanpa ketahuan!
Tapi kelasi itu ternyata lain niatnya.
George kaget setengah mati ketika awak kapal itu mulai menggeledah kotak demi
kotak di sekelilingnya. Aduh, pikir George. Jika aku sampai dijumpai olehnya di sini, habislah
riwayatku! Apa sih yang dicarinya" Sesaat kemudian ia tahu. Ternyata kelasi itu turun ke palka secara diam-diam. Ia
hendak mencuri wiski milik majikannya. Rupanya orang itu peminum. Dengan gerakan
terlatih diambilnya sebotol wiski lalu dibuka sumbat penutupnya.
Puas sekali nampaknya orang itu menenggak cairan yang berwarna kuning keemasan.
Panjang sekali tegukannya.
"Pergilah sekarang, bukankah kau sudah menemukan yang kaucari-cari!" umpat
George. Tentu saja hanya dalam hati, karena tidak ingin ketahuan pemabuk itu.
"Ayo cepat, pergi!"
Tapi kelasi itu sama sekali tidak ingin buru-buru. Ia tahu apa yang akan
dilakukan oleh Pak Findler padanya, jika Ia sampai kepergok dengan sebotol wiski
di tangan! Kelasi itu duduk sambil menyandarkan punggung ke setumpuk karung
bekas yang teronggok di lantai palka. Setiap kali habis meneguk wiski ia
mendesah dengan puas. George mulai gelisah. Dirasakannya betis sebelah kanan mulai kejang karena sikap
jongkoknya miring. Kecuali itu saudara-saudaranya pasti sudah tidak tenang
karena terlalu lama menunggunya. Entah apa saja yang dilakukan Julian dan Dick
tanpa dia. Sedang Anne yang menunggu dalam perahu, anak yang lembut hati itu
pasti sudah setengah mati ketakutan. Belum lagi jika Timmy tidak sabar lagi,
lalu menggonggong-gonggong memanggil tuannya!
Kenapa justru sekarang hal ini terjadi! George mengumpat-umpat dalam hati.
Padahal segala-galanya tadi berjalan dengan memuaskan! Dengan hati-hati
dibetulkan sikap tubuhnya. Mudah-mudahan saja Timmy mau tetap tenang. Anjing itu
sebenarnya cukup cerdik - tapi siapa tahu.
Masih sepuluh menit lagi anak itu terpaksa meringkuk dalam kurungan yang
dipilihnya sendiri. Tapi kelasi yang tiba-tiba mengganggu rercana itu baru
terpikir hendak pergi setelah lebih dari sepertiga isi botol diminum olehnya.
Diterangi cahaya samar bola lampu merah yang merupakan satu-satunya penerangan
dalam palka, George melihat betapa pemabuk itu bangun dengar terhuyung-huyung.
Botol wiski disumbat kembali. Kelasi itu melihat ke berbagai arah. Rupanya ia
mencari-cari tempat yang baik untuk menyembunyikan botol curiannya. Kelihatannya
ia tahu bahwa kotak tempat George bersembunyi sudah kosong, karena ia langsung
datang menghampiri lalu menyorongkan botol wiski ke bawahnya. Nyaris saja George
terpekik karena kakinya hampir terpijak kelasi mabuk itu. Tapi akhirnya orang
itu naik lagi ke atas. George menghembuskan napas lega.
"Uahh - nyaris saja aku celaka," gumamnya.
Dengan cepat George keluar dari bawah kardus, lalu bergegas memanjat tangga. Ia
memandang ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa
dalam gang. Kemudian Ia menyelinap lewat gang demi gang. menuju ke geladak atas.
Ia merunduk-runduk menuju buritan. Sesampai di sana ia menjulurkan tubuh dari
tepi geladak memandang ke bawah.
Ia melihat perahu di tempat gelap. Di dalamnya ada Anne, Timmy - dan Julian.
Dengan sigap George menuruni sisi kapal, dibantu dan bawah oleh sepupunya yang
paling tua. "Kau muncul juga akhirnya," tukas Julian. "Kenapa lama sekali" Kalian berdua
sama saja. Dick juga belum kembali!"
"Apa yang berhasil kautemukan tadi, Ju?" tanya George.
"Aku" Aku sama sekali tidak berhasil menemukan apa-apa, karena hampir sepanjang
waktu meringkuk terus dalam sekoci dengan seorang kelasi berdiri di dekatku!"
"Nasibku juga begitu," kata George berpura-pura kecewa. "Aku hanya bersembunyi
saja dalam palka di bawah." Tapi Ia tidak tahan lama-lama menyembunyikan berita
tentang penemuannya yang menggembirakan.
"Aku tadi menemukan petunjuk! Ah, bukan petunjuk lagi namanyal Aku berhasil
mengetahui bahwa Marc dan Aline ada di sini! Ya, keduanya ditawan di kapal ini!
Aku tadi menemukan bilik tempat mereka berdua dikurung. Aku bahkan sempat
berbicara dengan mereka!"
"Astaga!" Seru Julian pelan. Ditatapnya George dengan kagum. "Kau benar-benar
jagoan, George!" "Hebat" kata Anne dengan gembira. "Yuk, kita bebaskan mereka,"
"Tenang-tenang," kata abangnya menyabarkan. "Kita menunggu Dick dulu!"
Cukup lama mereka menunggu. Ketiganya agak menggigil karena kedinginan. Tapi di
atas tetap sunyi. Dick sama sekali tidak muncul. Akhirnya mereka tidak tahan
lagi. "Kita harus mencari Dick," kata Anne ketakutan.
"Ya, memang ... kata Julian. "Kalau semua berialan normal, seharusnya sudah lama
ia kembali. Siapa tahu, jangan-jangan ia mengalami sesuatu. Aku naik lagi ke
atas!" "Nanti dulu," cegah George. Ia menuding ke air, tidak begitu jauh dari tempat
perahu mereka. "Coba lihat itu! Laut sedang tenang .... Cahaya terang itu,
bukankah itu sinar dari balik tingkap yang tercermin di air" Itu ... kau lihat
tidak?" Dikayuhnya perahu menuju tempat yang ditunjuknya tadi. Kini nampak tingkap yang
di baliknya ada lampu menyala.
"Tingkap ini mestinya dari ruang salon," kata George sambil mengingat-ingat.
"Aku ingin tahu, siapa yang saat ini ada di dalam. Jangan-jangan Dick!"
"Bagairnana caramu hendak memeriksa?"
"Pokoknya tahu beres!" kata George dengan sikap yakin.
Ia naik lagi ke geladak. Rupanya anak itu sudah mendapat akal gemilang lagi. Ia
mengambil seutas tali. Tali itu diikatnya ke tiang pagar geladak. Lalu sambil
berpegangan pada tali ia menuruninya sampai setinggi tingkap yang tadi.
Dugaannya ternyata tepat! Dick ada dalam salon tapi tidak seorang diri! Gary
Findler beserta istrinya juga ada di situ. Dan air muka mereka jelas bahwa
keduanya sedang marah. Mereka menanyai Dick.
George langsung menduga bahwa keduanya hendak mengorek keterangan dari Dick.
Mereka ingin tahu, kenapa sepupunya itu ada di atas kapal. Akan bisakah Dick
menyelamatkan diri" Kini George merasa takut. Dick ada dalam kekuasaan orang Amerika itu. yang
ternyata penjahat! Apakah yang akan terjadi dengannya, apabila suami-istri itu
sampai tahu bahwa Dick datang untuk mengadakan penyelidikan"
Kebetulan sekali tingkap itu agak terbuka sedikit. George menempelkan telinganya
untuk mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung di dalam.
"Nah," terdengar Gary Findler berbicara dengan suara parau, "jadi kau tetap
berkeras mengatakan bahwa kau naik kemari karena bertaruh dengan saudara-
saudararmu" Aku jangan kaubohongi, Anak muda! Tidak semudah itu aku bisa
kautipu!" - Orang Amerika itu melirik istrinya, lalu berbisik, "Anak laki-laki ini termasuk
kelompok Lima Sekawan. Jadi tidak mungkin ia datang kemari tanpa tujuan penting.
Pasti ia mencurigai kita! Kita harus berhati-hati, jangan sampai rahasia kita
ketahuan. Kita harus mencari akal untuk menahannya di sini sementara!"
Pak Findler mengarahkan perhatiannya kembali pada Dick, yang berbuat seolah-olah
tidak tahu apa-apa. "Kami berdua yakin bahwa kau kemari untuk mencuri! Karenanya kau harus kutahan
di sini, sementara aku menimbang apakah akan menyerahkan dirimu pada polisi atau
tidak!" George naik lagi ke atas dengan jalan memanjat tali. Sudah cukup banyak yang
didengarnya di bawah. "Cepat!" desisnya pada Julian ketika ia sudah kembali ke perahu. "Kita harus
cepat-cepat pergi dari sini. Keadaan bertambah gawat sekarang!"
"Tapi - bagaimana dengan Dick?"
"Di mana dia?" George mengisyaratkan pada kedua sepupunya agar jangan berbicara lagi.
"Itu nanti saja! Kita harus pergi dulu dan sini! Cepat!"
Bab XVI PEMERIKSAAN POLISI Julian mulai mendayung, walau dengan perasaan tidak enak, Timmy meringkuk di
haluan perahu yang dengan cepat menjauhi kapal pesiar.
Selama pantai belum dicapai, George tidak mau bicara. Ia tahu, di atas air suara
bisa terdengar lebih jauh daripada di daratan. Sedang saat itu sangat diperlukan
sikap berhati-hati! Ketika tiba di pantai, barulah ia menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya
dalam salon tadi. Anne menutup muka dengan kedua tangannya.
"Aduh." keluhnya dengan air mata bercucuran. "Yuk - kita kembali untuk
membebaskannya!" "Itu nekat namanya!" bantah George.
"George benar," kata Julian sambil mendesah. "Keputusanmu tadi tepat sekali,
George! Dengan lenyapnya Dick, sekarang kita bisa mendesak polisi agar
menggeledah Lucky Mary!"
"Memang begitulah maksudku!" kata George membenarkan. "Dengan begitu dua tujuan
bisa tercapai sekaligus. Gary Findler ketahuan rahasianya dan harus membebaskan
Dick, Aline, dan Marc - serta mengatakan di mana Susy dan Stephen ditawan!"
Ketiga remaja itu bergegas-gegas menuju ke kantor polisi. Harapan mereka besar
sekali karena sekali itu memiliki dasar-dasar yang kuat. Mereka merasa yakin
bahwa pejabat polisi yarg mewakili Pak Komisaris pasti akan mau bertindak untuk
membebaskan Dick. Tapi ternyata harapan itu sia-sia belaka. Pertama-tama, wakil komisaris tidak
ada di kantor. Saat itu sudah jauh malam, jadi tentu saja ia tidur di rumahnya
serdiri. Lewat peralatan khusus yang dipakai dalam kepoiisian, Julian
menyampaikan laporan padarya. Tapi sebagai jawaban hanya terdengar suara tertawa
jengkel. Wakil komisaris itu marah karena merasa dibangunkan tanpa perlu. Ia
tidak mau lagi diganggu dengan laporan yang aneh-aneh, katanya.
Sekarang George hilang kesabarannya. Dengan diikuti Timrny ia lari ke sebuah
restoran yang masih buka di dekat situ. Ia meminjam buku telepon, lalu mencari-
cari nomor pribadi Pak Komisaris.
"Aku tahu Pak Komisaris sedang sakit," katanya pada diri sendiri, "tapi keadaan
memaksa ... Pasti ia mau mengerti!"
Tapi kenyataannya tidak segannpang itu. Ketika telepon di sebelah sara diangkat,
ternyata bukan suara Pak Komisaris yang terdengar. lstrinya yang menjawab. Ia
berkeras mengatakan bahwa ia tidak mau mergganggu tidur suaminya. Dua kali
George memaparkan laporan yang hendak disampaikan.
"Baiklah - kalau begitu Ia akan kubangunkan," kata istri Pak Komisaris pada
akhirnya. "Tunggu sebentar."
Beberapa saat kemudian terdergar suara pejabat polisi itu.
"Halo ada apa?" dari suaranya terdengar jelas bahwa ia masih mengantuk.
"Maat, Pak - tapi saya takkan mau membangunkan jika persoalannya tidak sungguh-
sungguh mendesak." Untuk ketiga kalinya George melaporkan pengalamannya di atas kapal pesiar Gary
Findler. Pak Komisaris mendengarkan tanpa sekali pun memotong.
"Kalau begitu harus diambil tindakan dengan segera!' katanya ketika George
selesai dengan laporannya. "Akan kuberi tahu wakilku sekarang. Kita bertemu di
kantor polisi. Ya, aku akan segera datang!"
George gembira sekali karera usahanya berhasil. Ia kembali kepada Julian dan
Anne yang masih berdiri di depan kantor polisi.
Tidak lama mereka menunggu di situ. Beberapa menit kemudian Pak Komisaris muncul
bersama wakilnya. Merurut perkiraan anak-anak, dengan segera sepasukan polisi akan beraksi. Tapi
sekali lagi mereka harus kecewa. Mereka sebelumnya masih harus mengisi formulir
serta menandatanganinya. Itu merupakan keterargan saksi. Sementara itu fajar
mulai menyingsing di luar.
"Kita harus sabar dulu, menunggu datangnya surat perintah resmi untuk
menggeledah kapal itu," kata Pak Komisaris menjelaskan. "Kalian sebaiknya pulang
saja ke hotel, karena tidak diperlukan lagi di sini!"
Tapi ketiga remaja itu ingin ikut dalam pemeriksaan. Walau mereka berkeras, ijin
tetap tidak diberikan. "Begini sajalah," kata Pak Komisaris. "Kalau mau, untuk sementara kalian tidur
saja di bangku-bangku ini. Nanti saat kami berangkat ke sana untuk melakukan
pemeriksaan, kalian boleh ikut - sampai ke dermaga. Tapi hanya sampai di situ
saja!" Apa boleh buat, daripada tidak diperbolehkan ikut sama sekali. Anak-anak
merebahkan diri ke atas bangku yang ada di kantor polisi. Tidur mereka tidak
nyenyak, karena diganggu mimpi macam-macam. Beberapa waktu kemudian mereka
terbangun karena mencium bau makanan. Ternyata ada yang menyodorkan sarapan di
depan mereka. Orang itu Pak Komisaris, yang berarggapan bahwa anak-anak pasti
lapar sekali setelah sibuk hampir sepanjang malam. Anggapannya ilu tepat sekali.
Anak-anak menyikat hidangan dengan lahap.
Setelah itu mereka semua berangkat. Tapi sebelum masuk ke dalam mobil, Pak
Komisaris masih memberi instruksi terakhir pada George serta kedua sepupunya.
"Kalian nanti menunggu di dermaga! Jika Dick serta teman-teman kalian ada di
kapal itu, pasti kami akan
membebaskan mereka!"
Sebuah kapal patroli polisi telah siap di dermaga. Para polisi berloncatan
masuk, lalu kapal kecil itu bergerak melaju ke arah Lucky Mary.
"Kalian dergar tekanan kalimat Pak Komisaris tadi." tukas George sambil menoleh
pada Anne dan Julian. "Jika Dick ada di kapal! Jika! Pak Komisaris benar-benar
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keterlaluan - seolah-olah kita ini mengada-ada .... Kecuali itu aku ingin ikut
hadir dalam penggeledahan di sana. Bagaimana jika kita menyusul dengan perahu
kita?" Anne dan Julian langsung setuju. Mereka sangat khawatir memikirkan nasib Dick.
Untuk kedua kalinya dalarn waktu beberapa jam mereka kembali mendayung perahu ke
arah kapal Pak Findler. Tentu saja kapal patroli polisi akan lebih dulu tiba di
sana! Sekali itu anak-anak tidak perlu berhati-hati. Pak Findler serta istrirya pasti
repot sekali menghadapi polisi, dan polisi juga sibuk melakukan penggeledahan.
Dengan demikian tidak ada yang sempat memperhatikan anak-anak yang datang
menyusul. Mereka akan bisa naik ke kapal tanpa dilihat siapa-siapa
Seorang polisi sedang menanyai dua orang kelasi di anjungan. George menarik
Julian dan Anne, mengajak mereka cepat-cepat masuk ke dalam kapal. George agak
sedih karena terpaksa meninggalkan Timmy sendiri di perahu. Tapi tidak mungkin
bisa mengajaknya naik ke kapal!
Keadaan di situ sibuk sekali. Para polisi menggeledah ruangan demi ruangan.
diikuti oleh Pak Komisaris beserta wakilnya. Gary Findler duduk dalam salon
kecil. Istrinya juga ada di situ. Tampangnya masam. Ia menyatakan bahwa
penggeledahan itu dianggapnya merupakan penghinaan terhadap dirinya.
Tiba-tiba Pak Komisaris melihat George, Julian, dan Anne melintas. Pejabat
kepolisian itu langsung marah.
"Bukankah kalian tadi sudah kuperintahkan untuk menunggu di darat!" bentaknya.
Anne menangis karena kaget bercampur takut.
"Kami sangat mengkhawatirkan nasib abangku!" katanya tersedu-sedu. "Aduh, tolong
temukan dia dengan segera. Pak Komisaris!"
Wajah pejabat kepolisian itu agak melunak.
"Tenanglah - jangan tergesa-gesa!" katanya. "Karena kalian sudah ada di atas
kapal, tetap saja di sini. Tapi jangan berkeliaran ke mana-mnana, karena hanya
akan mengganggu pekerjaan polisi nantinya! Jika kau benar-benar melihat sepupumu
tadi di sini, George - kami pasti akan menemukannya!"
Gary Findler dengan segera mengerti bahwa penggeledahan itu terjadi berdasarkan
laporan George. Ia menatap anak itu dengan sengit.
"Anak perempuan ini terlalu banyak berkhayal!" tukasnya. "Seenaknya saja ia
berbohong untuk menonjolkan diri! Jika Anda ingin tahu pendapatku, Komisaris,
hanya orang yang tidak waras saja yang bisa melancarkan kebohongan yang begini
luar biasa." Muka George merah padam. Ia marah sekali mendengar fitnahan itu. Pak Komisaris
cepat-cepat memegang bahunya untuk menenangkan. George diajaknya pergi dan situ.
Benar-benar tidak masuk akal, penggeledahan tidak menghasilkan apa-apa! Walau
sudah diteliti dan anjungan sampai ke palka, tapi Dick sama sekali tak dijumpai
jejaknya. Apalagi Aline dan Marc! Mereka lenyap tak berbekas.
Bukan itu saja - tapi bilik tempat aktor beserta istrinya yang terkurung
sebelumnya nampak seperti sudah lama sekali tidak dipakai!
"Kau yakin bahwa ini biliknya?" tanya Pak Komisaris ketika ia kembali ke gang
bersama George. "Saya berani bersumpah, di situlah saya tadi mendengar suara Marc dan Aline!
Saya bahkan berbicara sendiri dengan Aline, lewat lubang kunci ini!" kata George
bingung. "Jangan-jangan ada orang iseng mempermainkanmu!"
"Tidak mungkin, Pak! Dan kalau saya keliru sehubungan dengan Aline, mengenai
Dick pasti tidak. Ia semula ikut dengan kami, tapi kemudian tertangkap. Saya
mendengar sendiri ucapan Pak Fmndler bahwa ia hendak menahan Dick di kapal
sebagai tawanan!" Kecuali Pak Komisaris, para polisi juga bersikap menyangsikan. George merasa
lemas. Ia tidak tahu lagi bagaimana selanjutnya. Apa pun yang dilakukan, semua
berakhir dengan kegagalan! Dick dan teman-teman yang lain masih tetap tertawan.
Ia masih saja belum berhasil membuklikan bahwa orang Amerika itu sebenarnya
penjahat - dan kini para polisi pun seakan-akan tidak mempercayainya lagi.
Gawat! George masih mencoba meyakinkan mereka.
"Aline, Marc, dan Dick tadi benar-benar tertawan di sini. Sungguh! Tidak adanya
lagi mereka di sini hanyalah karena Gary Findler timbul kecurigaannya melihat
sepupuku tahu-tahu muncul. Pasti ia kemudian bergegas-gegas menyingkirkan mereka
karena sudah menduga bahwa tidak lama lagi kapal pesiarnya akan digeledah
polisi! Tapi polisi tidak bisa percaya begitu saja karena George tidak bisa mengajukan
bukti sama sekali. Semua merasa kesal dan sekaligus kecewa.
Hanya Gary Findler saja yang tersenyum dengan sikap menang. Ia bahkan berani
mengancam Pak Komisaris. "Aku punya hubungan baik dengan kalangan tinggi. Komisaris. Kejadian ini belum
berakhir sampai di sini!"
Bab XVII TIMMY BERAKSI Menjelang tengah hari anak-anak sudah kembali berada di kantor polisi. Entah
untuk keberapa kalinya George mengatakan pada Pak Komisaris bahwa keterangannya
benar. Pejabat polisi itu merasa bimbang dan sekaligus juga jengkel.
"Kejadian ini benar-benar kusut - jauh lebih kusut dari pada gulungan benang
yang dipermainkan kucing," gerutunya.
Sedang wakilnya mengemukakan teori sendiri mengenai lenyapnya Dick.
"Anak itu sengaja menghilang agar menjadi pembicaraan orang ramai," katanya.
"Menurutku, segalanya ini tidak lain daripada keisengan konyol belaka!"
George, Julian, dan Anne meninggalkan kantor polisi dengan perasaan lesu. Timmy
mengikuti mereka dengan telinga terkulai.
Sesampai di hotel anak-anak mandi air panas dulu, lalu tidur sebentar sebelum
makan siang. Siangnya semangat mereka sudah agak pulih sehingga marnpu menyusun
rencana baru. "Kita tidak bisa berpangku tangan saja menunggu perkembangan selanjutnya!" kata
George. "Malam ini ayah dan ibuku kembali, dan saat itu Dick sudah harus kita
temukan. Setuju?" "Setuju!' "Akur!" "Guk, guk!" itu suara Timrny, bukan Julian atau Anne.
"Bagus! Sekarang kuusulkan ..."
"Tunggu!" potong Julian. "Sebelum kita mulai, setidak-tidaknya kits harus
terlebih dulu memberi tahu seorang dewasa. Apalagi jika ia mau menemani, itu
malah lebih baik lagi! Dengan begitu setidak-tidaknya kita membawa saksi yang
keterangannya akan ditanggapi oleh polisi dengan serius!"
George berpikir secepat kilat. Kata-kata Julian itu memang benar, katanya dalam
hati. Jika mereka bertiga bertindak sendiri, mereka pasti akan memperoleh
kesulitan seperti sebelumnya. Kecuali itu kemungkinan tindakan mereka terbatas,
karena mereka belum dewasa. Ditemani orang dewasa, mereka akan bisa lebih
leluasa. Dan dalam menghadapi polisi, kedudukan pun akan lebih meyakinkan!
"Setuju!" katanya kemudian. "Kau benar, Ju - kita harus mengajak orang dewasa."
"Bagaimana kslau Ralph Mory saja?" kata Anne mengusulkan.
"Tepat dialah yang sedang kupikirkan. Yuk, kita mendatangi Ralph! Kau ikut Tim."
Ralph ada di tempat kediamannya. Seperti kebiasaannya hari Minggu, ia sedang
membaca buku. Ia kaget melihat anak-anak tahu-tahu datang.
"Halo, Kawan-kawan!" sapanya ramah. "Ada apa" Mana Dick?"
Anak-anak lantas bercerita panjang lebar, mengisahkan pengalaman mereka malam
sebelumnya dan pagi itu. Ralph marah sekali mendengarnya. Ia meloncat bangun dan
kursinya. "Jadi kalian ingin agar aku ikut" Setuju. Aku tahu pasti bahwa kau tidak
mengarang-ngarang saja, George! Aduh, jahat sekali Gary Findler itu! Teman-teman
kita dalam kekuasaannya - lalu sekarang menyusul Dick! Tapi percayalah,
riwayatnya akan segera berakhir"
Agak lama juga baru ia tenang kembali. Setelah itu mereka berempat merundingkan
langkah-langkah yang akan diambiI. Diambil keputusan unluk pertama-tama menyuruh
Timmy mencari jejak Dick dengan penciumannya yang tajam. Seluruh tim televisi
akan disertakan mencari, Kecuali Yolanda, tentunya!
Selesai berunding, dengan segera Ralph menelepon orang-orangnya. Semua secara
spontan menyatakan akan ikut beraksi.
Tom dan Renato yang paling dulu datang dengan mobil sport yang laju. disusul
oleh tenaga-tenaga teknik dan juru kamera dengan mobil studio. George diminta
menjelaskan rencana secara singkat. Kalau ternyata nanti perlu, rencana itu
masih bisa diubah lagi. Semua menyetujuinya. Kini penjuangan melawan para
penculik dapat dimulai! Rombongan itu berangkat ke tempat kapal pesiar yang sebelumnya bersandar di
dermaga pelabuhan. Besar kemungkinannya bahwa Dick diturunkan di tempat itu
ketika akan diangkut ke tempat persembunyian yang baru. Sesampai di situ Timmy
disuruh mencium baju Dick yang sengaja dibawa dari hotel.
"Cari, Tim!" kata George. "Cari Dick! Cari!"
Tapi Timmy hanya mengendus-eridus kemeja itu saja. Ia tidak beranjak dan
tempatnya berdiri. Telinganya terkulai seperti tadi.
"Yah - memang sudah bisa diduga." kata Ralph sambil mengeluh. "Orang Amerika itu
sangat cerdik. Tawanannya pasti tidak disembunyikannya di dekat-dekat sini."
"Kurasa malah sebaliknya," bantah George, "Pak Findler itu begitu pintar
sehingga pasti memilih tempat di sekitar sini. Dengan begitu tidak menarik
perhatian. Dan kalau keadaan mendesak, Ia bisa bertindak cepat."
"Tapi mungkin pula Dick diturunkan di tempat lain," sela Julian, "di tempat yang
sepi." "Aku sependapat denganmu," kata Renato bersemangat. "Mungkin sebaiknya kita
telusuri saja pantai sambil sekali-sekali menyuruh Timmy mencium kemeja Dick"
George menimbang usul itu sebentar.
"Tidak," katanya kemudian. "Nanti terlalu banyak waktu terbuang. Jika Gary
Findler hendak menurunkan tawanannya ke darat tanpa dilihat orang, ia cukup
pergi ke belakang pelabuhan saja. Yuk - semua ikut aku!"
Ternyata dugaan George sekali lagi tepat. Di belakang tanggul pelabuhan, di
tempat yang saat malam pasti sunyi, tiha-tiba Timmy menunjukkan reaksi! Anjing
itu mendekatkan ujung hidungnya ke tanah, mengendus dalam-dalam lalu mulai
mengibas-ngibaskan ekor. Ia mencium jejak Dick! Kemudian ia lari ke arah kota,
dengan hidung menyusur tanah. George menyuruhnya berhenti, lalu berkata pada
rombongan, "Seperti telah kita setujui tadi, aku naik sepeda mengikuti anjingku.
Kalian menyusul agak jauh di belakang dengan mobil supaya tidak menimbulkan
kecurigaan." Seorang tenaga teknik mengambil sepeda dari dalam mobil televisi. George
ternyata telah mengatur rencana dengan baik sekali.
Aksi kini dapat dimulai. Leher Timmy diikat dengan tali yang cukup panjang.
Setelah itu George naik ke atas sepeda, mengikuti Timmy yang berlari sambil
mengendus-endus tanah. Dua buah mobil sport menyusul agak jauh di belakangm
beriringan dengan mobil televisi. Ketika melewati sebuah lapangan parkir, Tom
dan Renato meninggalkan mobil mereka di situ. Selanjutnya mereka ikut dalam
mobil Ralph. Semakin sedikit mobil, semakin baik!
George mengayuh sepedanya dengan cepat. Ia bersikap seolah-olah sedang mengajak
anjingnya berjalan-jalan.
Tiba-tiba Timmy membelok, memasuki suatu jalan kecil. George bergegas tunun dari
sepeda. Jalan kecil itu menuju ke suatu daerah yang tidak ada rumah-rumahnya.
Tempat itu merupakan padang bersemak belukar.
Ralph Mory mengerem mobilnya agak jauh di belakang, lalu datang berlari-lari
bersama Julian. George menyambut mereka dengan gelisah.
"Jalan ini terlalu sempit untuk dilewati mobil," katanya.
"Tidak apa - kami akan mengikutimu dengan berjalan kaki," jawab Ralph. Tapi
Julian cepat-cepat menyela.
"Kau jangan meneruskan pencarian seorang diri, George," katanya tegas. "Aku ikut
denganmu sekarang. Sedang Ralph menyusul agak di belakang kita, siap untuk
membantu apabila diperlukan."
"Aku punya akal bagus" kata Ralph sekonyong-konyong. "Peluit! Itulah yang kalian
perlukan untuk memanggil kami jika keadaan mendesak. Di mobil televisi ada
beberapa." Sutradara muda itu bergegas lari ke mobil yang membawa anak buahnya. Dengan
segera ia sudah kembali dengan peluit - serta Anne!
"Aku juga ikut" kata anggota Lima Sekawan yang termuda dengan tegas. "Kita bisa
bertiga, karena sama tidak menyoloknya seperti berdua. Yuk, kita berangkat."
George tersenyum. Anne sebenarnya anak yang tabah, pikirnya.
Sambil menggenggam peluit, ketiga remaja itu melanjutkan perjalanan. Timmy
berlani di depan dengan hidung dekat ke tanah. Ralph serta orang-orang televisi
lainnya agak kecut melihat ketiga remaja yang berani itu menghilang di tengah
semak belukar yang memenuhi padang di depan mereka.
Selama beberapa waktu ketiganya berjalan sambil membisu mengikuti Timmy. Masing-
masing sibuk dengan pikirannya.
"Menurutmu, akan berhasilkah kita menemukan Dick?" tanya Anne kemudian pada
George. Suaranya agak bergetar.
"Pasti!" jawab sepupunya. "Lihat saja sendiri - Timmy mengikuti jejak baunya."
"Ssst!" Tiba-tiba Julian berhenti berjalan. Dipegangnya lengan George.
"Lihatlah!" George menyentakkan tali yang terikat pada leher Timmy. Anjing cerdik itu
langsung mengerti. Ia ikut berhenti. Kemudian Ia memandang ke arah yang ditunjuk
oleh Julian. Kira-kira lima puluh meter didepan, nampak sebuah rumah tua. Letaknya
tersembunyi di tengah belukar tinggi sehingga hampir-hampir tidak nampak.
Kelihalannya seperti tidak dihuni orang.
"Hm," kata George. "Tempat yang cocok untuk menyembunyikan orang tanpa ketahuan
siapa-siapa! Rumah tempat tinggal terdekat paling sedikit satu kilometer
letaknya dari sini!"
"Memang, tempat itu sangat cocok dijadikan tempat bersembunyi." kata Julian
menggumam. "Bisa saja Gary Findler memanfaatkannya sebagai tempat mengurung para
tawanannya." "Kita periksa saja sekarang !" desak Anne. Kekhawatirannya mengingat nasib
abangnya menyebabkan Ia tidak ingat takut.
"Jangan buru-buru," kata George menyabarkan. "Nanti malah kacau rencana kita.
Jika Dick serta teman-teman yang lain hendak dibebaskan, kita perlu bertindak
dengan hati-hati." "Siapa bilang mereka benar-benar ada di situ," kata Julian dengan suara suram.
"Dasar pesimis!" umpat George. "Pokoknya, aku mengandalkan ketajaman penciuman
Timmy!" Timmy sudah tidak sabar lagi. Ia meronta, menarik-narik tali yang mengikat
lehernya sambil menoleh ke arah George dengan pandangan bertanya. Sikapnya
seperti minta ijin meneruskan pencarian Dick.
"Ya, kau boleh mencari Dick sekarang. Cari Dick, Timmy!"
Timmy memang anjing pintar. Ia tahu persis bahwa saat itu ia sama sekali tidak
boleh menggonggong. Ia seakan-akan sadar bahwa tugasnya sangat penting artinya
dalam saat gawat itu. Tuannya telah memerintahkan untuk mencari Dick, dan tepat
itulah yang akan dilakukannya. Ia akan membawa para pencari langsung ke tempat
yang dituju! Setelah maju beberapa meter, tahu-tahu ada rintangan menghadang. Rumah tua itu
dikelilingi pagar kawat berduri. Julian mengulurkan tangan hendak menarik kawat
ke bawah. Tapi George cepat-cepat mencegahnya.
"He! Tunggu dulu," desisnya. "Siapa tahu, mungkin kawat itu dihubungkan dengan
sistem tanda bahaya - atau bahkan dialiri arus listrik!"
"Sekarang bagaimana?" tanya Anne agak bingung.
"Cuma ada satu kemungkinan: kita harus merangkak di bawahnya. Tanah di sekitar
sini lembek. Timmy! Gali lubang, Tim! Cari kelinci ... ya, begitu!
Anjing pintar!" Anak-anak membantu Timmy yang menggali dengan bersemangat. Mereka bekerja dengan
hati-hati agar jangan sampai menyentuh kawat berduri. Sepuluh menit kemudian
sudah tergali lubang yang cukup dalam. Lewat situ dengan mudah mereka bisa
menyusup masuk ke pekarangan rumah tua itu. Timmy tidak mau repot-repot. Dengan
sekali loncat saja pagar kawat sudah dilampaui olehnya.
"Huhh!" dengus George sambil menarik Anne ke dalam pekarangan. "Mudah-mudahan
kita tidak dilihat orang yang di dalam."
"Tempat ini kan terlindung pepohonan," kata Julian. "Baiklah. Kita terus!"
George melepaskan tali yang mengikat leher Timmy. Dengan hati-hati sekali mereka
mendekati bangunan yang dicurigai. Tempat itu sunyi, tidak nampak ada yang
bergerak di sana. Ketika sampai di lapangan rumput yang tak terawat di depan
rumah, Julian menyuruh George dan Anne menunggu. Sekali itu mereka langsung
menurut, sementara Julian lari sambil merunduk menghampiri bangunan.
Dengan napas tertahan kedua anak perempuan itu mengikuti Julian dengan
pandangan. George memegang kalung leher Timmy erat-erat. Tapi akhirnya
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilepaskan ketika ia merasa bahwa anjing itu tidak bisa ditahan lagi. Secepat
kilat Timmy lari mendatangi sebuah lubang di dinding rumah yang ditutup dengan
kawat terali. Ia berdiri menghadapinya sambil mengibas-ngibaskan ekor. Julian
mendatangi tempat itu, lalu memandang ke dalam dengan membungkukkan badannya.
Kemudian Ia menggamit kedua saudaranya agar datang. Mungkinkah ia telah berhasil
menemukan Dick" George cepat-cepat menghampiri dengan dada berdegap-degup. Ia menunduk, lalu
memandang ke dalam lubang. Tapi hanya lubang gelap saja yang nampak - lain
tidak! Tapi apa sebabnya Timmy mengibas-ngibaskan ekor"
"Terali kawat ini kelihatannya sudah sangat berkarat, Ju!" kata George. "Kaucoba
sebentar melepaskannya !"
Julian memegang rintangan itu lalu menarik sekuat tenaga. Nah - lepas! Dengan
cepat George duduk di tanah lalu meluncur masuk ke dalam lubang yang gelap. Ia
jatuh terduduk di atas tumpukan batubara. Timmy meloncat masuk mengikutinya,
disusul oleh Julian dan akhirnya Anne. Timmy melihat bahwa George tidak tahu apa
yang harus dilakukan selanjutnya. Anjing itu lantas lari menuju sebuah pintu
lalu menggaruk-garuknya seperti kesetanan. Pintu itu terkunci dari luar!
George memeriksa ruangan bawah tanah tempat mereka saat itu berada. la menemukan
sebatang besi berkarat. Batang besi itu diselipkan ke celah yang terdapat antara
daun pintu dengan ambangnya. Sesaat kemudian pintu sudah terbuka, karena
dicongkel secara paksa. Bab XVIII AKHIR YANG MEMUASKAN George berseru dengan gembira begitu melihat apa yang terdapat di balik pintu.
Semua yang diculik ternyata ada di situ! Stephen, Susy, Marc, Aline, dan juga
Dick - semua tergeletak di atas tempat tidur lipat dalam keadaan terikat. Tidak
ada yang bisa berteriak karena mulut mereka tersumbat.
Julian dan Anne mendesak maju. Julian mengambil pisau lipat dari kantongnya,
lalu memotong tali yang mengikat para tawanan.
"Kusangka aku takkan pernah lagi bisa melihat kalian," kata Dick dengan suara
lemah. Digosok-gosoknya pergelangan tangan yang terasa perih. "Tapi aku tidak
pernah putus asa." "George, Julian, Anne terima kasih!" seru Susy. Dirangkulnya ketiga remaja itu
satu per satu. Stephen, Aline, dan Marc tidak kalah gembira. Anak-anak yang datang
menyelamatkan merasa lega melihat bahwa keadaan Marc ternyata tidak gawat.
"Dengan gampang saja aku bisa disergap!" kata Stephen mengumpat. Ia kesal pada
dirinya sendiri. "Begitu pula dengan Susy - padahal ia bukan anak kemarin sore!"
"Apalagi aku," keluh Alina "Tapi Marc yang paling menderita di antara kami.
Kasihan dia!" "Kita harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini!" kata Julian, yang seperti
biasa selalu berpikiran praktis. "Pak Findler bisa setiap saat muncul di sini
bersama anak buahnya - jadi...."
Saat itu di luar terdengar suara teriakan marah. Anne menghambur lari ke jendela
untuk melihat apa yang terjadi.
"Ralph dalam bahaya!" serunya kaget.
Dengan cepat ia meniup peluit untuk memberi tanda pada orang-orang televisi yang
menyusul. Rupanya Ralph Mory tidak sabar lagi karena menurutnya anak-anak sudah terlalu
lama pergi. "Aku harus melihat apa sebenarnya yang terjadi di sana," katanya pada awak
televisi yang ikut menunggu bersamanya di luar pagar kawat berduri.
"Tapi kan sudah disepakatkan bahwa peluit akan dibunyikan apabila mereka dalam
bahaya," kata seorang di antara tenaga teknik.
"Memang! Tapi aku ingin melihat sendiri apa yang mereka lakukan," kata Ralph
berkeras. Tanpa menghiraukan usaha rekan-rekannya yang hendak nencegah,
sutradara itu menyelinap maju.
Ia sudah hampir sampai di rumah tua itu. Tahu-tahu dilihatnya ada semak
bergerak-gerak. Padahal saat itu tidak ada angin bertiup. Detik berikutnya ia
disergap dua orang kelasi anak buah Gary Findler! Kedua orang itu bertugas
menjaga rumah milik majikan mereka. Keduanya tidak tahu bahwa George dan kedua
sepupunya berhasil menyusup masuk ke dalam rumah. Tapi mereka mendengar bunyi
langkah Ralph yang datang mendekat. Gerak-gerik sutradara itu menimbulkan
kecurigaan. Sesuai dengan perintah Pak Findler, mereka langsung menyergapnya.
Tapi mereka tidak tahu apa-apa tentang isyarat tanda bahaya yang telah
disepakatkan antara Ralph dengan anak-anak. Begitu Anne melihat kawan mereka
diserang. dengan segera anak itu meniup peluitnya dengan sekuat tenaga. Bunyinya
yang melengking tinggi langsung menyiapsiagakan orang-orang televisi!
Tom dan Renato menerjang maju. diikuti oleh rekan-rekan yang lain. Dengan cepat
kedua kelasi berhasil diringkus. Orang-orang televisi sangat gembira melihat
teman-teman mereka yang selama itu lenyap ternyata berada dalam keadaan selamat.
Bahkan Marc pun tidak terlalu parah cederanya.
Kelompok yang datang membantu memasuki rumah. Ternyata mereka datang tepat pada
waktunya, karena ternyata di situ ada pula Yolanda serta dua anggota kawanan
penculik! Nyaris saja ketiganya bisa melarikan diri. Tapi dengan cepat mereka
pun berhasil dibuat tidak berdaya.
Aline kelihatannya sangat bingung. Tidak henti-hentinya ia minta maaf, karena
merasa melakukan kesalahan besar. Soalnya ketika diangkut dari kapal ke darat
dengan sekoci, Ia sempat mengancam dua orang kelasi anak buah Gary Findler.
Dikatakan olehnya bahwa ia tahu segala-galanya tentang majikan mereka. Aline
mengatakan bahwa Ia akan mengadukan Gary Findler pada polisi begitu ia sudah
bebas kembali. "Hm," gumam George. "Kalau begitu penjahat itu sekarang tahu bahwa rahasianya
sudah terbongkar! Dengan begitu situasi kalian bertambah gawat jadinya. Sayang
penjahat itu tidak ikut tertangkap dalam sergapan ini!"
"Kita harus selekas mungkin memberi tahu polisi." seru Julian. "Kini kita sudah
memiliki bukti-bukti nyata. "
Salah seorang karyawan televisi bergegas berangkat untuk menyampaikan laporan.
Sekali ini polisi takkan merasa diganggu tanpa alasan. Ternyata polisi bertindak
dengan cepat sekali. Sementara Lima Sekawan kembali ke hotel bersama orang-orang
televisi, polisi melakukan pemeriksaan gencar terhadap Yolanda.
Gadis itu ketakutan. Ia mengaku ikut dalam komplotan itu. Dikatakannya bahwa
Gary Findler malam itu akan datang ke tempat persembunyian bersama istrinya
untuk melihat para tawanannya. Dengan segera Pak Komisaris menugaskan anak
buahnya untuk memasang jebakan di situ.
Salah seorang petugas kepolisian diperintahkan untuk menjemput George beserta
ketiga sepupunya. Pak Komisaris ingin agar keempat remaja itu ikut menyaksikan
penangkapan kepala penjahat, sebagai imbalan atas jasa-jasa mereka. Sekaligus
juga sebagai permintaan maaf karena selama itu keterangan mereka tidak
ditanggapi dengan serius.
Pak Komisaris ternyata menyusun siasat yang sangatcerdik. Lima orang anak
buahnya dibaringkan di atas tempat tidur lipat dalam keadaan terikat. Ruang
bawah tanah itu gelap, apalagi saat malam hari. Gary Findler takkan segera
menyadari kekeliruannya nanti.
Ketika Gary Findler akhirnya datang bersama istrinya, polisi sudah bersembunyi
di belakang peti-peti yang ada di situ. Anak-anak juga ikut menyembunyikan diri.
Mereka memperhatikan dengan napas tertahan.
"Aku datang untuk melihat keadaanmu, Marc,' kata orang Amerika itu. Ia
menghampiri tempat tidur yang disangkanya masih ditempati Marc. "Aku ini mungkin
penjahat, tapi bukan pembunuh. Aku khawatir mengingat cederamu."
"Aku sehat-sehat saja," jawab polisi yang menyamar sebagai Marc sambil meloncat
bangun. "Tapi seperti kaukatakan sendiri, kau penjahat. Dan penjahat, tempatnya
dalam penjara!" Gary Findler kaget setengah mati! Sebelum ia sempat berbuat apa-apa. tahu-tahu
tangannya sudah diborgol. Istrinya menjerit. Tapi terlambat. Suami-istri
penjahat itu berhasil diringkus polisi.
Hari-hari berikutnya bagi George. Julian, Dick, dan Anne terasa seperti cepat
sekali berlalu. Ralph Mory menyelesaikan pembuatan film televisinya. Marc
ditampilkan kembali. Ia berkeras hendak memainkan perannya, walau bahunya masih
terasa sakit. Stephen dan Susy memutuskan untuk mengajukan tanggal pernikahan mereka. Lima
Sekawan diundang untuk menghadirinya. Para wartawan sangat bergembira dengan
adanya peristiwa yang mengasyikkan itu. Berhari-hari lamanya halaman depan
surat-surat kabar penuh dengan pemberitaan mengenainya. Lima Sekawan dipuji-
puji. Berbagai pengalaman mereka yang lalu dikemukakan di dalamnya. Terutama
George yang paling sering disebut-sebut namanya. Tapi anak bandel itu tidak
lantas menjadi sombong karenanya.
Paman Quentin memutuskan untuk tinggal beberapa hari lebih lama di Bournemouth,
karena merasa puas dengan hasil kongres yang diikutinya. Pendek kata, segala
pihak merasa puas tentu saja kecuali Gary Findler beserta komplotannya!
Menurut rencana, dalam waktu dekat mereka akan diajukan ke pengadilan. Dapat
dibayangkan bahwa mereka akan dijatuhi hukuman berat, karena penculikan tidak
bisa dianggap kejahatan ringan!
"Kasihan Pak Victor," kata Anne sambil mendesah. "Aku ingin tahu bagaimana dia
jika mendengar tentang perbuatan anak angkatnya. Pasti la sedih sekali!"
Tapi Pak Tua kaya raya itu meninggal dunia tanpa mendengar berita itu. Dengan
demikian hartanya diwariskan pada Stephen dan Marc.
Kedua aktor yang bersaudara sepupu itu tidak melupakan jasa Lima Sekawan. Tidak
sering dijumpai sahabat-sahabat sesetia mereka. Sebagai tanda persahabatan,
keduanya menjanjikan akan mengajak George beserta ketiga sepupunya untuk ikut
main film lagi dengan mereka musim panas yang akan datang. Anak-anak akan
memainkan peranan utama di dalamnya, bersama Timmy. Kisahnya mirip dengan
petualangan yang baru saja selesai dialami.
Film televisi yang telah selesai direkam kemudian diputar khusus untuk mereka.
Timmy menggonggong-gonggong ribut ketika melihat dirinya dan keempat remaja itu
muncul di layar televisi. Anjing itu bingung - kenapa tiba-tiba ada dua George.
Julian, Dick, dan Anne. Dan dua Timmy!
Timmy menggonggong, karena anjing memang hanya bisa begitu untuk menyatakan
perasaannya! TAMAT Scan DJVU: tagdgn www.tag- dgn.blogspot.com
Convert & Edited by: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Kuda Besi 6 Walet Emas 06 Nyi Wungkuk Dari Bendo Growong Nurseta Satria Karang Tirta 7
karena pekerjaannya sendiri sudah bertunipuk-tumpuk.
"Saya tidak bisa bertindak atas dasar ocehan seorang anak saja," tukasnya
singkat. Ucapan itu menyebabkan George terpana. Pikirannya haru-biru. Samar-samar
didengarnya suara Ralph mengulangi laporan anak-anak padanya. Tapi sia-sia
belaka. Sutradara itu mengemukakan nama baik Lima Sekawan dalam menangani kasus-
kasus sebelumnya. Disebutnya nama ayah George, seorang sarjana terkemuka .... Ia
juga menjamin kebenaran cerita George. Percuma, karena wakil Pak Komisaris segan
mengambil tindakan terhadap Gary Findler yang termasyhur itu. Baginya, jutawan
terkenal itu mustahil melakukan kejahatan.
"Anda harus rnengerti," kata wakil kornisaris itu pada Ralph. "Saya menggantikan
Pak Komisaris untuk beberapa hari ini selama ia sakit. Saya tidak bisa mengambil
langkah-langkah yang mungkin akan membawa akibat di segi diplornatik .... Anda
jangan lupa, Pak Findler kan seorang jutawan Amerika ...."
Dick yang sejak tadi sudah merasa jengkel, kini tidak dapat menahan diri lagi.
"Anda terutama jangan lupa bahwa Pak Findler itu penjahat yang tidak punya
perasaan!" katanya dengan suara gemetar karena marah. "Tiga aktor dan seorang
wanita tak berdaya diculik olehnya, dan Anda kini menolak untuk bertindak!"
"Jangan bertingkah, ya!" tukas wakil komisaris itu. "Dan jangan coba-coba
mengajari bagaimana aku harus melakukan tugasku! Kuulangi sekali lagi..."
Ralph Mory menyadari bahwa takkan ada gunanya untuk lebih lama berdebat dengan
pejabat itu. Anak-anak didorongnya ke luar. Sesampai di luar meletuslah
kemarahan mereka. Semuanya mengumpat-umpat.
"Memalukan!" seru George marah. "Kita dianggap remeh, hanya karena kita bukan
orang dewasa!" "Benar-benar keterlaluan!" sambung Julian.
"Coba jika yang kita hadapi Pak Komisaris sendiri, perkembangannya pasti akan
lain sekarang." tukas Dick.
"Seram rasanya membayangkan bahwa teman-teman kita berada dalam kekuasaan Pak
Findler yang jahat itu," keluh Anne "sedang kita tidak bisa berbuat apa-apa!"
Timmy meloncat-loncat mengelilingi kelompok itu sambil menggonggong dengan
galak. Rupanya ia pun merasakan suasana yang sedang tegang.
"Nanti dulu, Anak-anak," kata Ralph menyela keributan itu. Sikapnya berubah
menjadi kebapakan. "Wakil komisaris tadi sebenarnya tidak salah sikapnya.
Sebelum kita bisa menunjang keterangan kita dengan bukti-bukti nyata, tidak
banyak yang bisa dilakukan olehnya. Hal itu tentunya kalian pahami pula! Jadi
kita tunggu saja sampai Pak Komisaris masuk lagi. Ia pasti mau mendengar
keteranganku dan mempercayai laporan George. Tentang itu aku yakin sekali!"
Tapi anak-anak tidak mau menunggu tanpa berbuat apa-apa. Mereka ikut dengan
Ralph, kembali ke studio. Selama itu George diam saja. Ia sibuk berpikir.
Kemudian diajaknya sepupu-sepupunya berunding. Diusulkannya untuk melanjutkan
penyelidikan, tanpa memberi tahu siapa-siapa.
Sore itu, setelah kesibukan di studio selesai, mereka pergi ke pelabuhan. Di
sana mereka menyewa sebuah perahu kecil.
"Kita baru bisa beraksi kalau hari sudah larut malam," kata George. "Sebelum itu
risikonya terlampau besar"
Menjelang tengah malam, Lima Sekawan berangkat dengan perahu yang mereka sewa,
Julian yang mendayung bersama Dick, sementara George memegang tongkat kemudi.
Malam itu gelap. Tapi sosok kapal pesiar milik Gary Findler masih bisa dikenali
di kejauhan. Dengan hati-hati perahu didayung maju, mendekati kapal yang sudah
sepi. "Anne," kata George pelan, 'kau tinggal di perahu bersama Timmy! Kalian berdua
menjaga di sini. Bersiaplah untuk langsung mendayung apabila kita nanti terpaksa
cepat-cepat minggat."
Setelah itu ia menoleh pada Julian dan Dick.
"Kalian berdua ikut dengan aku. Kita naik ke kapal!"
Dengan cekatan ketiga remaja itu memanjat naik. Julian bersikap waspada, karena
ia yang paling tua di antara mereka bertiga. Sedang Dick memanjat dengan
bersemangat. Sama sepenti George, ia gemar sekali melakukan tindakan yang
mengandung risiko. Serupa halnya seperti waktu pertama kali, dengan cekatan George menumpukan
kakinya ke tingkap sebelah bawah, lalu mengangkat tubuh ke geladak. Dick dan
Julian naik dengan cara yang sama.
Anne memperhatikan mereka dengan napas tertahan. Ia sudah khawatir saja, jangan-
jangan ada seorang dari mereka terpeleset lalu jatuh ke air. Atau kalau tidak,
kurang hati-hati sehingga terdengar oleh awak kapal. Kalau itu terjadi, gawat!
Tapi Anne sebenarnya tidak perlu merasa khawatir. Ketiga saudaranya cukup hati-
hati. Begitu melihat mereka menghilang di atas geladak, dirangkulnya leher Timmy
lalu berbisik di telinga anjing itu.
"Sekarang mereka sampai pada bagian yang paling berbahaya." bisiknya. "Jangan
menggonggong, ya! Kau harus ikut berjaga-jaga. jangan sampai ada yang
menyergap!" Baru saja ia selesai berbisik, ia dikagetkan oleh suatu bunyi aneh. Sikap Timmy
langsung waspada. Bunyi tadi seakan-akan ada orang naik ke perahu! Anne
memejamkan matanya. Tapi cepat-cepat dibukanya kembali. Tidak! Ia tidak boleh
takut. karena George tadi menyuruhnya menjaga perahu ... apa pun juga yang
terjadi! Anne membelalakkan mata, berusaha menembus kegelapan malam. Dicobanya
mengenali penyebab bunyi tadi.
Bunyi itu semakin dekat - Anne mengenali suatu sosok kecil berwarna cerah di
haluan perahu. Astaga! Itu kan burung camar. Dengan matanya yang hitam bulat burung itu menatap
Anne serta Timmy, lalu dengan kepakan sayap membubung lagi ke udara.
Anne menghembuskan napas lega, lalu menarik Timmy ke dekatnya.
"Tenang, Tim! Itu tadi ternyata hanya seekor burung camar. Besok kau boleh
mengejar-ngejar mereka sampai puas di pantai, sebagai pembalasan atas kekagetan
kita karenanya!" Timmy ikut mendesah. Ia meletakkan kepalanya ke lengan Anne. Anjing itu tahu
bahwa mereka di situ tidak untuk bermain-main.
Sementara itu ketiga remaja yang sudah sampai di atas geladak memandang
berkeliling dengan hati-hati. Tidak nampak sesuatu yang bergerak di situ. Tapi
George tahu pasti, di bagian haluan ada seorang kelasi menjaga. Hal itu sudah
dikatakannya pada Julian dan Dick. Karena itu keduanya ikut bersikap waspada.
Tapi tahu-tahu hidung Dick terasa gatal. Aduh, bagaimana ini! Jika ia tidak bisa
menahan agar jangan bersin, pasti mereka akan langsung ketahuan. Kalau Dick
bersin, bunyinya seperti teriakan kucing yang terpijak ekornya!
Dick memijit hidungnya kuat-kuat. Tapi percuma bersinnya meledak!
Ternyata ketiga penyelidik remaja itu sedang bernasib mujur. Tepat saat Dick
bersin, di dekat mereka terdengar bunyi pintu ditutup dengan keras. Bunyi bersin
itu dikalahkan bunyi bantingan pintu!
Di anjungan muncul sosok tubuh seseorang.
George, Dick, dan Julian dengan cepat rnenyembunyikan diri di belakang tumpukan
tali yang tergulung. Mata mereka sudah biasa melihat dalam gelap. Karenanya
mereka langsung mengenali siapa orang yang baru muncul itu. Gary Findler!
Jutawan itu berdiri sambil bersandar pada pagar geladak. Rupanya Ia hendak
menikmati kesegaran hawa laut. George dan kedua sepupu laki-lakinya mengucap
syukur dalam hati. Untung perahu mereka berada di balik buritan dan terlindung
di bawah bayangannya! Gary Findler menyalakan sebatang rokok sambil memandang ke arah air. Ia berdiri
tanpa bergerak-gerak. Setelah rokoknya habis diisap, ia melemparkan puntungnya
ke air lalu masuk kembali ke dalam salon. Begitu jutawan tadi sudah tidak
kelihatan, dengan segera George bertindak.
"Aku akan membuntutinya!" bisiknya pada Dick dan Julian. "Kalian berdua
memeriksa seluruh kapal sebisa-bisa kalian. Kita harus tahu apakah teman-teman
kita ada di sini atau tidak!"
Setelah itu ia masuk lewat pintu yang dilalui jutawan Amerika tadi.
Dick dan Julian pasti bisa melakukan tugas mereka dengan baik, katanya dalam
hati. Penerangan dalam gang tidak begitu terang. Pasti ini penerangan saat malam,
apabila ada yang perlu lewat di sini, kata George dalam hati. Memang benar,
akulah yang hendak lewat.
Saat selarut itu awak kapal tentunya sudah tidur semua, kecuali yang bertugas
jaga. Mungkin tadi Gary Findler sedang berkeliling untuk memeriksa keadaan. Atau
barangkali Ia menderita penyakit tidak bisa tidur"!
"Barangkali dengan mengikutinya, aku akan dibawanya ke tempat para tawanannya
terkurung," pikir George lagi. "Tapi mustahil nasibku akan sebaik itu!"
Pak Findler ternyata masuk ke kamarnya. George mendengar bunyi pintu dikunci
dari dalam. Dengan cepat ia menyelinap masuk ke suatu gang lain.
Di geladak, Dick dan Julian agak kaget ketika George tahu-tahu masuk untuk
mengikuti Pak Findler. Mereka menyadari bahwa saudara sepupu mereka itu
mengambil risiko yang besar sekali. Tapi mereka tidak punya waktu lagi untuk
ragu-ragu. "Aku akan memeriksa sekitar anjungan dan geladak" bisik Julian pada adiknya.
"Mungkin nanti ada gunanya bagi kita, jika sudah mengenal baik tempat ini. Kau
sekarang berusaha menyusul George, Dick. Dengan begitu kau bisa membantu jika ia
menghadapi kesulitan. Tapi kau jangan menggabungkan diri dengannya dulu -
sebaiknya masing-masing bergerak sendiri-sendiri."
Dick menepuk bahu Julian, tanda bahwa ia mengerti. Setelah itu ia masuk ke dalam
kapal, lewat pintu yang tadi.
Sekarang tinggal Julian seorang diri di luar. Ia menyusun rencana tindakan.
Pemeriksaan geladak akan dilakukannya dan sisi kiri ke kanan. Bagian haluan
tentu saja dilewatkan, karena di situ ada kelasi yang menjaga.
Julian mulai memeriksa dengan cermat. Ia tidak menemukan sesuatu yang menarik
perhatian. Walau begitu setiap sudut diteliti olehnya, termasuk sekoci-sekoci.
Kelasi yang menjaga sama sekali tidak sadar bahwa ia tidak sendiri di luar.
Sementara itu Julian sudah menyelesaikan rencananya yang pertama. Ia berpikir-
pikir. George dan Dick saat itu pasti sudah sibuk memeriksa bagian belakang
kapal. Kalau begitu sebaiknya Ia memeriksa sebelah depan. Tapi untuk itu ia
harus bisa melewati kelasi yang menjaga ....
Julian mulai menyelinap maju. Tapi sekali itu rencananya tidak berjalan selancar
tadi. Kelasi itu rupanya bosan berdiri terus seperti patung. Ketika Julian
bergerak hendak masuk ke dalam kapal, orang itu berjalan ke arahnya. Untung
Julian masih sempat menyusup masuk ke bawah terpal yang menutupi salah satu
sekoci. Aduh! Kelasi itu berhenti melangkah dan berdiri dekat tempat itu. Kini Ia malah
menyalakan pipanya.... Mudah-mudahan tidak sepanjang malam ia berdiri di situ, pikir Julian dengan
cemas. Pikirannya terarah pada Dick dan George
Bab XIV KETAHUAN! Dengan gerakan menyelinap, Dick masuk ke dalam gang. Ia berusaha mencari George.
Tapi ke mana pun ia mencari, sepupunya itu tetap tidak kelihatan.
"Sialan!" Dick mengumpat dengan suara pelan. "Ke mana sih anak itu?"
Penerangan yang remang-remang menampakkan pintu demi pintu. Tapi semua dalam
keadaan tertutup. Dick nyaris tidak berani bernafas, karena sekelilingnya sunyi
sepi. Ia merasa agak kecut. Tapi kemudian dipaksakannya diri untuk maju.
Bukankah ia ke situ untuk mencari teman-teman yang tertawan"
Ia melanjutkan Iangkah sambil menunduk-nunduk.
Tapi kasihan, nasibnya sedang buruk! Usaha pencariannya tidak sampai jauh.
Karpet tebal yang mengalasi gang tidak hanya meredam bunyi langkahnya sendiri,
tapi juga langkah orang lain!
Ketika sampai di ujung gang itu dan hendak membelok masuk gang satu lagi, tahu-
tahu Bu Findler sudah berdiri di depannya. Wanita Arnerika itu terpekik karena
kaget. Detik berikutnya sebuah pintu terbuka dengan cepat. Gary Findler muncul
lalu bergegas menghampiri.
Perasaan kecewa melemaskan tubuh Dick untuk sesaat. Tidak, ia sama sekali tidak
takut. Secepat kilat ia meninjau situasi. Tak mungkin ia masih bisa melarikan
diri. Karenanya ia lantas memutuskan untuk mengulur waktu. Dengannya Ia
mengharapkan agar anak-anak yang lain setidak-tidaknya sempat lari ke perahu.
Dick memamerkan senyuman polos. Tanpa melawan ia membiarkan dirinya dicengkeram
jutawan Amerika itu. Pak Findler marah sekali kelihatannya.
"Aku kan kenal anak ini!" katanya keras. Ia berpaling pada Dick "Apa yang
kaucari di sini, hah" Ayo, katakan!"
"Tenang dulu, Pak. Soalnya bisa saya jelaskan," jawab Dick dengan tenang.
"Memang betul, saya naik kemari secara diam-diam - tapi sama sekali tanpa maksud
jahat!" Istri Pak Findler memandang suaminya.
"Siapakah anak ini?" tanyanya gugup. "Maling, ya."
"Bukan - tapi justru itulah yang kurisaukan!" jawab Pak Findler. "Dia ini satu
dari kelompok Lima Sekawan
yang kuceritakan tadi!"
"0 ya?" Bu Findler mengingat-ingat. "Ya, betul - sekarang aku ingat lagi. Aku
pernah melihat dia waktu pesta itu!" "Tepat!" Kini Pak Findler menatap Dick lagi. "Ayo, ikut aku ke salon! Di sana
kita berbicara!" Dick mengikuti suami-istri itu. Ia pura-pura patuh dan tetap berdiri, sementara
Pak Findler serta istrinya
duduk di sofa. "Sekarang katakan - apa maumu datang kemari!" sergah Pak Findler.
"Sebetulnya saya tidak berniat apa-apa, Pak." kata Dick dengan tampang ditolol-
tololkan. "Saya ini tadi bertaruh dengan saudara-saudara saya ... Anda kan sudah
kenal dengan mereka...."
"Bertaruh?" kata jutawan Amerika itu mengulangi. Keningnya berkerut.
"Ya, Pak - bertaruh! Saya harus naik ke kapal dan tinggal di sini sepanjang
malam tanpa ketahuan. Tapi sialnya, rencana saya meleset," tambah Dick pura-pura
kecewa. "Saya ketahuan, jadi saya kalah bertaruh. Sayang! Coba saya menang, kan
akan memperoleh kamera saku."
Sementara Dick berpura-pura kecewa karena kalah bertaruh guna menghilangkan
kecurigaan suami-istri orang Amerika lu, George melihat sesuatu yang sangat
menggernbirakan hatinya. Secara kebetulan saja Ia melihat sesuatu yang kecil dan berkilat tergeletak di
lantai .... Sepotong kertas perak yang rupanya tertinggal ketika karpet di situ
dibersihkan dengan mesin pengisap debu. George memungut kertas itu. Matanya
lerbelalak. Itu kertas pembungkus permen masam yang biasa dikulum oleh Marc!
Dan secara logis, penemuan kertas perak di situ berarti Marc ada di atas kapal!
Hati George berdebar-debar. Kertas itu dimasukkannya ke dalam kantong.
George melanjutkan langkah, dengan cermat memeriksa gang demi gang. Berulang
kali ia harus cepat-cepat menyembunyikan diri karena mendengar bunyi yang
mencurigakan. Akhirnya Ia sampai di ujung sebuah gang yang sangat gelap.
Ditelusurinya gang itu sampai ke ujung. Tiba-tiba ia melihat sebuah pintu di
situ. Pintu itu tertutup. seperti yang lain-Iainnya pula.
Seperti sebelumnya juga, dengan hati-hati George menekan pegangan pintu ke
bawah. Jika ternyata tidak dikunci, ia bermaksud hendak membukanya secelah lalu
cepat-cepatmengintip ke dalam. Tapi pintu itu ternyata dikunci.
George berpikir sejenak untuk menimbang langkah selanjutnya. Saat itu terdengar
suara orang merintih. Datangnya dari dalam bilik di balik pintu di depannya!
Rintihan itu disusul suara orang berbicara. Bunyinya tidak jelas - tapi pasti
itu suara laki-laki! Jantung George terasa berdegap-degup. Kalau tidak berbahaya, mau rasanya saat itu Ia bersorak girang. Ia mengenali suara yang
berbicara itu. Itu suara Marc!
Ternyata aku tidak keliru! sorak George dalam hati. Marc terkurung dalam bilik
di belakang pintu ini! Pikirannya terputus, karena saat itu terdengar suara orang berbicara lagi.
Sekali ini suara wanita! "Aduh, kasihan," kata suara itu. "Tunggu - kubetulkan letak bantalmu itu!"
Mendengar suara itu, George langsung bertindak. Ia mengetuk pintu dengan hati-
hati. Setelah ilu didekatkannya mulutnya ke lubang kunci, lalu berbisik
senyaring yang berani dilakukan olehnya. "Aline! Marc! Aku ada di sini -
George!" Suara bercakap-cakap dalam bilik tadi terhenti.
Terdengar bunyi gemerisik sesaat, disusul suara Aline, "Aduh, George - untung
kau berhasil menemukan kami! Bisakah kau menolong kami keluar dari sini?"
"Sayang tidak!" jawab George. Ia berbicara lambat-lambat, agar yang di dalam
menangkapnya dengan jelas. "Kami saat ini datang dengan sembunyi-sembunyi untuk
mengetahui di mana kalian berada. Tahukah bahwa kalian dikurung oleh Gary
Findler dalam kapal pesiarnya?"
"Findler!" Tapi apa alasannya?"
"Lain kali saja kujelaskan!" kata George.
"Baiklah! Yang penting sekarang, bantu kami selekas mungkin keluar dari sini.
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahu Marc yang cedera semakin parah keadaannya!"
George khawatir akan ketahuan jika ia lebih lama lagi berada di tempat itu.
"Tabahkan hati, Aline!" katanya. "Dan bersabarlah sedikit! Segera kami akan
membebaskan kalian. Susy dan Stephen juga ada di situ?"
"Tidak! Kami sama sekali tidak tahu apa-apa tentang mereka berdua!"
George berpendapat, untuk sementara sudah cukup banyak keterangan yang berhasil
dikumpulkan. Ia menyelinap pergi, setelah menyuruh Aline bersabar.
Masih ada dua gang lagi yang belum diperiksa olehnya. Sesaat Ia menimbang-
nimbang, apakah ada gunanya jika pencarian diteruskan.
"Ah - lebih baik sebegini saja dulu," katanya dalam hati. Julian pasti juga akan
berpendapat, lebih baik jangan terlalu mengambil risiko. Tapi di pihak lain,
kalau pencarian diteruskan ada kemungkinan Stephen dan Susy bisa ditemukan.
Akhirnya rasa kasihan yang menang. George melanjutkan langkah, menyelinap dari
pintu ke pintu. Setiap pegangan pinto dicoba. Tapi sia-sia - Stephen dan
tunangannya tidak ditemukan olehnya.
Kemudian timbul dugaan, ada kemungkinan Stephen dan Susy ditawan di tempat lain.
Itu memang lebih masuk akal! Kapal pesiar itu merupakan tempat yang terlalu
berbahaya untuk menyembunyikan orang-orang yang dicari-cari polisi .... Sedang
Marc dan Aline pasti hanya untuk sementara saja disembunyikan di situ - mungkin
karena Pak Findler ingin mengawasi keadaan Marc yang cedera. Aline dimasukkan
dalam satu bilik dengan suaminya, sehingga ada yang bisa merawatnya
Sambil menyelinap terus. George berbicara dengan pelan pada dirinya sendiri.
Mungkin pula keadaan Marc saat ini tidak memungkinkan pemindahannya ketempat
lain. Dengan begitu Pak Findler harus menunggu dulu sampai keadaan tawanannya
sudah agak baik. Setelah itu barulah diangkut ke tempat persembunyian yang lebih
aman bersama istrinya. Atau mungkin juga hendak ditunggu dulu sampai suasana
sudah agak tenang, dan setelah itu barulah keduanya di bawa ke tempat Stephen
serta tunangannya di sembunyikan. Coba aku tahu di mana mereka berdua kini
berada, kata George dalam hati
George berhenti melangkah. Di depannya nampak sebuah tingkap di lantai.
"Ruang muatan.' gumamnya. "Tempat itu perlu kuperiksa juga."
George membuka tingkap itu, lalu menuruni tangga yang ada di bawahnya. Tapi
dalam palka yang gelap dan berbau pengap itu, ia hanya menjumpai gulungan tali,
bahan makanan dalam kaleng serta botol-botol berisi wiski dan minuman anggur
yang mahal harganya. Di mana-mana nampak sarang labah-labah.
Tidak mungkin kedua orang yang dicari ada di situ. George beranjak, hendak naik
lagi ke atas. Tapi tiba-tiba ia kaget. Terdengar langkah orang menyelinap,
menuju ke tangga palka! Bab XV KE MANAKAH DICK" George sama sekali tak merasa gentar. Pengalaman dalam berbagai petualangan
membuat hatinya cukup teguh. Dengan cepat ia menyusup ke bawah sebuah kotak
kardus yang sudah tidak ada isinya lagi. Kotak itu berlubang-lubang untuk tempat
masuk hawa. Lewat salah satu lubang itu ia bisa mengintip ke arah tangga.
Mula-mula dilihatnya sepasang kaki besar memakai sepatu kanvas. Seorang kelasi!
Awak kapal itu berjalan dengan langkah gontai, mengarah ke setumpuk tali. Sedang
di balik tumpukan tali itu terletak kotak-kotak kardus. George bersembunyi dalam
salah satu kardus itu! Mudah-mudahan kelasi itu hendak mencari sesuatu di bagian belakang, kata George
dalam hati sambil berdoa Saat itu aku akan bisa lari di sini tanpa ketahuan!
Tapi kelasi itu ternyata lain niatnya.
George kaget setengah mati ketika awak kapal itu mulai menggeledah kotak demi
kotak di sekelilingnya. Aduh, pikir George. Jika aku sampai dijumpai olehnya di sini, habislah
riwayatku! Apa sih yang dicarinya" Sesaat kemudian ia tahu. Ternyata kelasi itu turun ke palka secara diam-diam. Ia
hendak mencuri wiski milik majikannya. Rupanya orang itu peminum. Dengan gerakan
terlatih diambilnya sebotol wiski lalu dibuka sumbat penutupnya.
Puas sekali nampaknya orang itu menenggak cairan yang berwarna kuning keemasan.
Panjang sekali tegukannya.
"Pergilah sekarang, bukankah kau sudah menemukan yang kaucari-cari!" umpat
George. Tentu saja hanya dalam hati, karena tidak ingin ketahuan pemabuk itu.
"Ayo cepat, pergi!"
Tapi kelasi itu sama sekali tidak ingin buru-buru. Ia tahu apa yang akan
dilakukan oleh Pak Findler padanya, jika Ia sampai kepergok dengan sebotol wiski
di tangan! Kelasi itu duduk sambil menyandarkan punggung ke setumpuk karung
bekas yang teronggok di lantai palka. Setiap kali habis meneguk wiski ia
mendesah dengan puas. George mulai gelisah. Dirasakannya betis sebelah kanan mulai kejang karena sikap
jongkoknya miring. Kecuali itu saudara-saudaranya pasti sudah tidak tenang
karena terlalu lama menunggunya. Entah apa saja yang dilakukan Julian dan Dick
tanpa dia. Sedang Anne yang menunggu dalam perahu, anak yang lembut hati itu
pasti sudah setengah mati ketakutan. Belum lagi jika Timmy tidak sabar lagi,
lalu menggonggong-gonggong memanggil tuannya!
Kenapa justru sekarang hal ini terjadi! George mengumpat-umpat dalam hati.
Padahal segala-galanya tadi berjalan dengan memuaskan! Dengan hati-hati
dibetulkan sikap tubuhnya. Mudah-mudahan saja Timmy mau tetap tenang. Anjing itu
sebenarnya cukup cerdik - tapi siapa tahu.
Masih sepuluh menit lagi anak itu terpaksa meringkuk dalam kurungan yang
dipilihnya sendiri. Tapi kelasi yang tiba-tiba mengganggu rercana itu baru
terpikir hendak pergi setelah lebih dari sepertiga isi botol diminum olehnya.
Diterangi cahaya samar bola lampu merah yang merupakan satu-satunya penerangan
dalam palka, George melihat betapa pemabuk itu bangun dengar terhuyung-huyung.
Botol wiski disumbat kembali. Kelasi itu melihat ke berbagai arah. Rupanya ia
mencari-cari tempat yang baik untuk menyembunyikan botol curiannya. Kelihatannya
ia tahu bahwa kotak tempat George bersembunyi sudah kosong, karena ia langsung
datang menghampiri lalu menyorongkan botol wiski ke bawahnya. Nyaris saja George
terpekik karena kakinya hampir terpijak kelasi mabuk itu. Tapi akhirnya orang
itu naik lagi ke atas. George menghembuskan napas lega.
"Uahh - nyaris saja aku celaka," gumamnya.
Dengan cepat George keluar dari bawah kardus, lalu bergegas memanjat tangga. Ia
memandang ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa
dalam gang. Kemudian Ia menyelinap lewat gang demi gang. menuju ke geladak atas.
Ia merunduk-runduk menuju buritan. Sesampai di sana ia menjulurkan tubuh dari
tepi geladak memandang ke bawah.
Ia melihat perahu di tempat gelap. Di dalamnya ada Anne, Timmy - dan Julian.
Dengan sigap George menuruni sisi kapal, dibantu dan bawah oleh sepupunya yang
paling tua. "Kau muncul juga akhirnya," tukas Julian. "Kenapa lama sekali" Kalian berdua
sama saja. Dick juga belum kembali!"
"Apa yang berhasil kautemukan tadi, Ju?" tanya George.
"Aku" Aku sama sekali tidak berhasil menemukan apa-apa, karena hampir sepanjang
waktu meringkuk terus dalam sekoci dengan seorang kelasi berdiri di dekatku!"
"Nasibku juga begitu," kata George berpura-pura kecewa. "Aku hanya bersembunyi
saja dalam palka di bawah." Tapi Ia tidak tahan lama-lama menyembunyikan berita
tentang penemuannya yang menggembirakan.
"Aku tadi menemukan petunjuk! Ah, bukan petunjuk lagi namanyal Aku berhasil
mengetahui bahwa Marc dan Aline ada di sini! Ya, keduanya ditawan di kapal ini!
Aku tadi menemukan bilik tempat mereka berdua dikurung. Aku bahkan sempat
berbicara dengan mereka!"
"Astaga!" Seru Julian pelan. Ditatapnya George dengan kagum. "Kau benar-benar
jagoan, George!" "Hebat" kata Anne dengan gembira. "Yuk, kita bebaskan mereka,"
"Tenang-tenang," kata abangnya menyabarkan. "Kita menunggu Dick dulu!"
Cukup lama mereka menunggu. Ketiganya agak menggigil karena kedinginan. Tapi di
atas tetap sunyi. Dick sama sekali tidak muncul. Akhirnya mereka tidak tahan
lagi. "Kita harus mencari Dick," kata Anne ketakutan.
"Ya, memang ... kata Julian. "Kalau semua berialan normal, seharusnya sudah lama
ia kembali. Siapa tahu, jangan-jangan ia mengalami sesuatu. Aku naik lagi ke
atas!" "Nanti dulu," cegah George. Ia menuding ke air, tidak begitu jauh dari tempat
perahu mereka. "Coba lihat itu! Laut sedang tenang .... Cahaya terang itu,
bukankah itu sinar dari balik tingkap yang tercermin di air" Itu ... kau lihat
tidak?" Dikayuhnya perahu menuju tempat yang ditunjuknya tadi. Kini nampak tingkap yang
di baliknya ada lampu menyala.
"Tingkap ini mestinya dari ruang salon," kata George sambil mengingat-ingat.
"Aku ingin tahu, siapa yang saat ini ada di dalam. Jangan-jangan Dick!"
"Bagairnana caramu hendak memeriksa?"
"Pokoknya tahu beres!" kata George dengan sikap yakin.
Ia naik lagi ke geladak. Rupanya anak itu sudah mendapat akal gemilang lagi. Ia
mengambil seutas tali. Tali itu diikatnya ke tiang pagar geladak. Lalu sambil
berpegangan pada tali ia menuruninya sampai setinggi tingkap yang tadi.
Dugaannya ternyata tepat! Dick ada dalam salon tapi tidak seorang diri! Gary
Findler beserta istrinya juga ada di situ. Dan air muka mereka jelas bahwa
keduanya sedang marah. Mereka menanyai Dick.
George langsung menduga bahwa keduanya hendak mengorek keterangan dari Dick.
Mereka ingin tahu, kenapa sepupunya itu ada di atas kapal. Akan bisakah Dick
menyelamatkan diri" Kini George merasa takut. Dick ada dalam kekuasaan orang Amerika itu. yang
ternyata penjahat! Apakah yang akan terjadi dengannya, apabila suami-istri itu
sampai tahu bahwa Dick datang untuk mengadakan penyelidikan"
Kebetulan sekali tingkap itu agak terbuka sedikit. George menempelkan telinganya
untuk mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung di dalam.
"Nah," terdengar Gary Findler berbicara dengan suara parau, "jadi kau tetap
berkeras mengatakan bahwa kau naik kemari karena bertaruh dengan saudara-
saudararmu" Aku jangan kaubohongi, Anak muda! Tidak semudah itu aku bisa
kautipu!" - Orang Amerika itu melirik istrinya, lalu berbisik, "Anak laki-laki ini termasuk
kelompok Lima Sekawan. Jadi tidak mungkin ia datang kemari tanpa tujuan penting.
Pasti ia mencurigai kita! Kita harus berhati-hati, jangan sampai rahasia kita
ketahuan. Kita harus mencari akal untuk menahannya di sini sementara!"
Pak Findler mengarahkan perhatiannya kembali pada Dick, yang berbuat seolah-olah
tidak tahu apa-apa. "Kami berdua yakin bahwa kau kemari untuk mencuri! Karenanya kau harus kutahan
di sini, sementara aku menimbang apakah akan menyerahkan dirimu pada polisi atau
tidak!" George naik lagi ke atas dengan jalan memanjat tali. Sudah cukup banyak yang
didengarnya di bawah. "Cepat!" desisnya pada Julian ketika ia sudah kembali ke perahu. "Kita harus
cepat-cepat pergi dari sini. Keadaan bertambah gawat sekarang!"
"Tapi - bagaimana dengan Dick?"
"Di mana dia?" George mengisyaratkan pada kedua sepupunya agar jangan berbicara lagi.
"Itu nanti saja! Kita harus pergi dulu dan sini! Cepat!"
Bab XVI PEMERIKSAAN POLISI Julian mulai mendayung, walau dengan perasaan tidak enak, Timmy meringkuk di
haluan perahu yang dengan cepat menjauhi kapal pesiar.
Selama pantai belum dicapai, George tidak mau bicara. Ia tahu, di atas air suara
bisa terdengar lebih jauh daripada di daratan. Sedang saat itu sangat diperlukan
sikap berhati-hati! Ketika tiba di pantai, barulah ia menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya
dalam salon tadi. Anne menutup muka dengan kedua tangannya.
"Aduh." keluhnya dengan air mata bercucuran. "Yuk - kita kembali untuk
membebaskannya!" "Itu nekat namanya!" bantah George.
"George benar," kata Julian sambil mendesah. "Keputusanmu tadi tepat sekali,
George! Dengan lenyapnya Dick, sekarang kita bisa mendesak polisi agar
menggeledah Lucky Mary!"
"Memang begitulah maksudku!" kata George membenarkan. "Dengan begitu dua tujuan
bisa tercapai sekaligus. Gary Findler ketahuan rahasianya dan harus membebaskan
Dick, Aline, dan Marc - serta mengatakan di mana Susy dan Stephen ditawan!"
Ketiga remaja itu bergegas-gegas menuju ke kantor polisi. Harapan mereka besar
sekali karena sekali itu memiliki dasar-dasar yang kuat. Mereka merasa yakin
bahwa pejabat polisi yarg mewakili Pak Komisaris pasti akan mau bertindak untuk
membebaskan Dick. Tapi ternyata harapan itu sia-sia belaka. Pertama-tama, wakil komisaris tidak
ada di kantor. Saat itu sudah jauh malam, jadi tentu saja ia tidur di rumahnya
serdiri. Lewat peralatan khusus yang dipakai dalam kepoiisian, Julian
menyampaikan laporan padarya. Tapi sebagai jawaban hanya terdengar suara tertawa
jengkel. Wakil komisaris itu marah karena merasa dibangunkan tanpa perlu. Ia
tidak mau lagi diganggu dengan laporan yang aneh-aneh, katanya.
Sekarang George hilang kesabarannya. Dengan diikuti Timrny ia lari ke sebuah
restoran yang masih buka di dekat situ. Ia meminjam buku telepon, lalu mencari-
cari nomor pribadi Pak Komisaris.
"Aku tahu Pak Komisaris sedang sakit," katanya pada diri sendiri, "tapi keadaan
memaksa ... Pasti ia mau mengerti!"
Tapi kenyataannya tidak segannpang itu. Ketika telepon di sebelah sara diangkat,
ternyata bukan suara Pak Komisaris yang terdengar. lstrinya yang menjawab. Ia
berkeras mengatakan bahwa ia tidak mau mergganggu tidur suaminya. Dua kali
George memaparkan laporan yang hendak disampaikan.
"Baiklah - kalau begitu Ia akan kubangunkan," kata istri Pak Komisaris pada
akhirnya. "Tunggu sebentar."
Beberapa saat kemudian terdergar suara pejabat polisi itu.
"Halo ada apa?" dari suaranya terdengar jelas bahwa ia masih mengantuk.
"Maat, Pak - tapi saya takkan mau membangunkan jika persoalannya tidak sungguh-
sungguh mendesak." Untuk ketiga kalinya George melaporkan pengalamannya di atas kapal pesiar Gary
Findler. Pak Komisaris mendengarkan tanpa sekali pun memotong.
"Kalau begitu harus diambil tindakan dengan segera!' katanya ketika George
selesai dengan laporannya. "Akan kuberi tahu wakilku sekarang. Kita bertemu di
kantor polisi. Ya, aku akan segera datang!"
George gembira sekali karera usahanya berhasil. Ia kembali kepada Julian dan
Anne yang masih berdiri di depan kantor polisi.
Tidak lama mereka menunggu di situ. Beberapa menit kemudian Pak Komisaris muncul
bersama wakilnya. Merurut perkiraan anak-anak, dengan segera sepasukan polisi akan beraksi. Tapi
sekali lagi mereka harus kecewa. Mereka sebelumnya masih harus mengisi formulir
serta menandatanganinya. Itu merupakan keterargan saksi. Sementara itu fajar
mulai menyingsing di luar.
"Kita harus sabar dulu, menunggu datangnya surat perintah resmi untuk
menggeledah kapal itu," kata Pak Komisaris menjelaskan. "Kalian sebaiknya pulang
saja ke hotel, karena tidak diperlukan lagi di sini!"
Tapi ketiga remaja itu ingin ikut dalam pemeriksaan. Walau mereka berkeras, ijin
tetap tidak diberikan. "Begini sajalah," kata Pak Komisaris. "Kalau mau, untuk sementara kalian tidur
saja di bangku-bangku ini. Nanti saat kami berangkat ke sana untuk melakukan
pemeriksaan, kalian boleh ikut - sampai ke dermaga. Tapi hanya sampai di situ
saja!" Apa boleh buat, daripada tidak diperbolehkan ikut sama sekali. Anak-anak
merebahkan diri ke atas bangku yang ada di kantor polisi. Tidur mereka tidak
nyenyak, karena diganggu mimpi macam-macam. Beberapa waktu kemudian mereka
terbangun karena mencium bau makanan. Ternyata ada yang menyodorkan sarapan di
depan mereka. Orang itu Pak Komisaris, yang berarggapan bahwa anak-anak pasti
lapar sekali setelah sibuk hampir sepanjang malam. Anggapannya ilu tepat sekali.
Anak-anak menyikat hidangan dengan lahap.
Setelah itu mereka semua berangkat. Tapi sebelum masuk ke dalam mobil, Pak
Komisaris masih memberi instruksi terakhir pada George serta kedua sepupunya.
"Kalian nanti menunggu di dermaga! Jika Dick serta teman-teman kalian ada di
kapal itu, pasti kami akan
membebaskan mereka!"
Sebuah kapal patroli polisi telah siap di dermaga. Para polisi berloncatan
masuk, lalu kapal kecil itu bergerak melaju ke arah Lucky Mary.
"Kalian dergar tekanan kalimat Pak Komisaris tadi." tukas George sambil menoleh
pada Anne dan Julian. "Jika Dick ada di kapal! Jika! Pak Komisaris benar-benar
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keterlaluan - seolah-olah kita ini mengada-ada .... Kecuali itu aku ingin ikut
hadir dalam penggeledahan di sana. Bagaimana jika kita menyusul dengan perahu
kita?" Anne dan Julian langsung setuju. Mereka sangat khawatir memikirkan nasib Dick.
Untuk kedua kalinya dalarn waktu beberapa jam mereka kembali mendayung perahu ke
arah kapal Pak Findler. Tentu saja kapal patroli polisi akan lebih dulu tiba di
sana! Sekali itu anak-anak tidak perlu berhati-hati. Pak Findler serta istrirya pasti
repot sekali menghadapi polisi, dan polisi juga sibuk melakukan penggeledahan.
Dengan demikian tidak ada yang sempat memperhatikan anak-anak yang datang
menyusul. Mereka akan bisa naik ke kapal tanpa dilihat siapa-siapa
Seorang polisi sedang menanyai dua orang kelasi di anjungan. George menarik
Julian dan Anne, mengajak mereka cepat-cepat masuk ke dalam kapal. George agak
sedih karena terpaksa meninggalkan Timmy sendiri di perahu. Tapi tidak mungkin
bisa mengajaknya naik ke kapal!
Keadaan di situ sibuk sekali. Para polisi menggeledah ruangan demi ruangan.
diikuti oleh Pak Komisaris beserta wakilnya. Gary Findler duduk dalam salon
kecil. Istrinya juga ada di situ. Tampangnya masam. Ia menyatakan bahwa
penggeledahan itu dianggapnya merupakan penghinaan terhadap dirinya.
Tiba-tiba Pak Komisaris melihat George, Julian, dan Anne melintas. Pejabat
kepolisian itu langsung marah.
"Bukankah kalian tadi sudah kuperintahkan untuk menunggu di darat!" bentaknya.
Anne menangis karena kaget bercampur takut.
"Kami sangat mengkhawatirkan nasib abangku!" katanya tersedu-sedu. "Aduh, tolong
temukan dia dengan segera. Pak Komisaris!"
Wajah pejabat kepolisian itu agak melunak.
"Tenanglah - jangan tergesa-gesa!" katanya. "Karena kalian sudah ada di atas
kapal, tetap saja di sini. Tapi jangan berkeliaran ke mana-mnana, karena hanya
akan mengganggu pekerjaan polisi nantinya! Jika kau benar-benar melihat sepupumu
tadi di sini, George - kami pasti akan menemukannya!"
Gary Findler dengan segera mengerti bahwa penggeledahan itu terjadi berdasarkan
laporan George. Ia menatap anak itu dengan sengit.
"Anak perempuan ini terlalu banyak berkhayal!" tukasnya. "Seenaknya saja ia
berbohong untuk menonjolkan diri! Jika Anda ingin tahu pendapatku, Komisaris,
hanya orang yang tidak waras saja yang bisa melancarkan kebohongan yang begini
luar biasa." Muka George merah padam. Ia marah sekali mendengar fitnahan itu. Pak Komisaris
cepat-cepat memegang bahunya untuk menenangkan. George diajaknya pergi dan situ.
Benar-benar tidak masuk akal, penggeledahan tidak menghasilkan apa-apa! Walau
sudah diteliti dan anjungan sampai ke palka, tapi Dick sama sekali tak dijumpai
jejaknya. Apalagi Aline dan Marc! Mereka lenyap tak berbekas.
Bukan itu saja - tapi bilik tempat aktor beserta istrinya yang terkurung
sebelumnya nampak seperti sudah lama sekali tidak dipakai!
"Kau yakin bahwa ini biliknya?" tanya Pak Komisaris ketika ia kembali ke gang
bersama George. "Saya berani bersumpah, di situlah saya tadi mendengar suara Marc dan Aline!
Saya bahkan berbicara sendiri dengan Aline, lewat lubang kunci ini!" kata George
bingung. "Jangan-jangan ada orang iseng mempermainkanmu!"
"Tidak mungkin, Pak! Dan kalau saya keliru sehubungan dengan Aline, mengenai
Dick pasti tidak. Ia semula ikut dengan kami, tapi kemudian tertangkap. Saya
mendengar sendiri ucapan Pak Fmndler bahwa ia hendak menahan Dick di kapal
sebagai tawanan!" Kecuali Pak Komisaris, para polisi juga bersikap menyangsikan. George merasa
lemas. Ia tidak tahu lagi bagaimana selanjutnya. Apa pun yang dilakukan, semua
berakhir dengan kegagalan! Dick dan teman-teman yang lain masih tetap tertawan.
Ia masih saja belum berhasil membuklikan bahwa orang Amerika itu sebenarnya
penjahat - dan kini para polisi pun seakan-akan tidak mempercayainya lagi.
Gawat! George masih mencoba meyakinkan mereka.
"Aline, Marc, dan Dick tadi benar-benar tertawan di sini. Sungguh! Tidak adanya
lagi mereka di sini hanyalah karena Gary Findler timbul kecurigaannya melihat
sepupuku tahu-tahu muncul. Pasti ia kemudian bergegas-gegas menyingkirkan mereka
karena sudah menduga bahwa tidak lama lagi kapal pesiarnya akan digeledah
polisi! Tapi polisi tidak bisa percaya begitu saja karena George tidak bisa mengajukan
bukti sama sekali. Semua merasa kesal dan sekaligus kecewa.
Hanya Gary Findler saja yang tersenyum dengan sikap menang. Ia bahkan berani
mengancam Pak Komisaris. "Aku punya hubungan baik dengan kalangan tinggi. Komisaris. Kejadian ini belum
berakhir sampai di sini!"
Bab XVII TIMMY BERAKSI Menjelang tengah hari anak-anak sudah kembali berada di kantor polisi. Entah
untuk keberapa kalinya George mengatakan pada Pak Komisaris bahwa keterangannya
benar. Pejabat polisi itu merasa bimbang dan sekaligus juga jengkel.
"Kejadian ini benar-benar kusut - jauh lebih kusut dari pada gulungan benang
yang dipermainkan kucing," gerutunya.
Sedang wakilnya mengemukakan teori sendiri mengenai lenyapnya Dick.
"Anak itu sengaja menghilang agar menjadi pembicaraan orang ramai," katanya.
"Menurutku, segalanya ini tidak lain daripada keisengan konyol belaka!"
George, Julian, dan Anne meninggalkan kantor polisi dengan perasaan lesu. Timmy
mengikuti mereka dengan telinga terkulai.
Sesampai di hotel anak-anak mandi air panas dulu, lalu tidur sebentar sebelum
makan siang. Siangnya semangat mereka sudah agak pulih sehingga marnpu menyusun
rencana baru. "Kita tidak bisa berpangku tangan saja menunggu perkembangan selanjutnya!" kata
George. "Malam ini ayah dan ibuku kembali, dan saat itu Dick sudah harus kita
temukan. Setuju?" "Setuju!' "Akur!" "Guk, guk!" itu suara Timrny, bukan Julian atau Anne.
"Bagus! Sekarang kuusulkan ..."
"Tunggu!" potong Julian. "Sebelum kita mulai, setidak-tidaknya kits harus
terlebih dulu memberi tahu seorang dewasa. Apalagi jika ia mau menemani, itu
malah lebih baik lagi! Dengan begitu setidak-tidaknya kita membawa saksi yang
keterangannya akan ditanggapi oleh polisi dengan serius!"
George berpikir secepat kilat. Kata-kata Julian itu memang benar, katanya dalam
hati. Jika mereka bertiga bertindak sendiri, mereka pasti akan memperoleh
kesulitan seperti sebelumnya. Kecuali itu kemungkinan tindakan mereka terbatas,
karena mereka belum dewasa. Ditemani orang dewasa, mereka akan bisa lebih
leluasa. Dan dalam menghadapi polisi, kedudukan pun akan lebih meyakinkan!
"Setuju!" katanya kemudian. "Kau benar, Ju - kita harus mengajak orang dewasa."
"Bagaimana kslau Ralph Mory saja?" kata Anne mengusulkan.
"Tepat dialah yang sedang kupikirkan. Yuk, kita mendatangi Ralph! Kau ikut Tim."
Ralph ada di tempat kediamannya. Seperti kebiasaannya hari Minggu, ia sedang
membaca buku. Ia kaget melihat anak-anak tahu-tahu datang.
"Halo, Kawan-kawan!" sapanya ramah. "Ada apa" Mana Dick?"
Anak-anak lantas bercerita panjang lebar, mengisahkan pengalaman mereka malam
sebelumnya dan pagi itu. Ralph marah sekali mendengarnya. Ia meloncat bangun dan
kursinya. "Jadi kalian ingin agar aku ikut" Setuju. Aku tahu pasti bahwa kau tidak
mengarang-ngarang saja, George! Aduh, jahat sekali Gary Findler itu! Teman-teman
kita dalam kekuasaannya - lalu sekarang menyusul Dick! Tapi percayalah,
riwayatnya akan segera berakhir"
Agak lama juga baru ia tenang kembali. Setelah itu mereka berempat merundingkan
langkah-langkah yang akan diambiI. Diambil keputusan unluk pertama-tama menyuruh
Timmy mencari jejak Dick dengan penciumannya yang tajam. Seluruh tim televisi
akan disertakan mencari, Kecuali Yolanda, tentunya!
Selesai berunding, dengan segera Ralph menelepon orang-orangnya. Semua secara
spontan menyatakan akan ikut beraksi.
Tom dan Renato yang paling dulu datang dengan mobil sport yang laju. disusul
oleh tenaga-tenaga teknik dan juru kamera dengan mobil studio. George diminta
menjelaskan rencana secara singkat. Kalau ternyata nanti perlu, rencana itu
masih bisa diubah lagi. Semua menyetujuinya. Kini penjuangan melawan para
penculik dapat dimulai! Rombongan itu berangkat ke tempat kapal pesiar yang sebelumnya bersandar di
dermaga pelabuhan. Besar kemungkinannya bahwa Dick diturunkan di tempat itu
ketika akan diangkut ke tempat persembunyian yang baru. Sesampai di situ Timmy
disuruh mencium baju Dick yang sengaja dibawa dari hotel.
"Cari, Tim!" kata George. "Cari Dick! Cari!"
Tapi Timmy hanya mengendus-eridus kemeja itu saja. Ia tidak beranjak dan
tempatnya berdiri. Telinganya terkulai seperti tadi.
"Yah - memang sudah bisa diduga." kata Ralph sambil mengeluh. "Orang Amerika itu
sangat cerdik. Tawanannya pasti tidak disembunyikannya di dekat-dekat sini."
"Kurasa malah sebaliknya," bantah George, "Pak Findler itu begitu pintar
sehingga pasti memilih tempat di sekitar sini. Dengan begitu tidak menarik
perhatian. Dan kalau keadaan mendesak, Ia bisa bertindak cepat."
"Tapi mungkin pula Dick diturunkan di tempat lain," sela Julian, "di tempat yang
sepi." "Aku sependapat denganmu," kata Renato bersemangat. "Mungkin sebaiknya kita
telusuri saja pantai sambil sekali-sekali menyuruh Timmy mencium kemeja Dick"
George menimbang usul itu sebentar.
"Tidak," katanya kemudian. "Nanti terlalu banyak waktu terbuang. Jika Gary
Findler hendak menurunkan tawanannya ke darat tanpa dilihat orang, ia cukup
pergi ke belakang pelabuhan saja. Yuk - semua ikut aku!"
Ternyata dugaan George sekali lagi tepat. Di belakang tanggul pelabuhan, di
tempat yang saat malam pasti sunyi, tiha-tiba Timmy menunjukkan reaksi! Anjing
itu mendekatkan ujung hidungnya ke tanah, mengendus dalam-dalam lalu mulai
mengibas-ngibaskan ekor. Ia mencium jejak Dick! Kemudian ia lari ke arah kota,
dengan hidung menyusur tanah. George menyuruhnya berhenti, lalu berkata pada
rombongan, "Seperti telah kita setujui tadi, aku naik sepeda mengikuti anjingku.
Kalian menyusul agak jauh di belakang dengan mobil supaya tidak menimbulkan
kecurigaan." Seorang tenaga teknik mengambil sepeda dari dalam mobil televisi. George
ternyata telah mengatur rencana dengan baik sekali.
Aksi kini dapat dimulai. Leher Timmy diikat dengan tali yang cukup panjang.
Setelah itu George naik ke atas sepeda, mengikuti Timmy yang berlari sambil
mengendus-endus tanah. Dua buah mobil sport menyusul agak jauh di belakangm
beriringan dengan mobil televisi. Ketika melewati sebuah lapangan parkir, Tom
dan Renato meninggalkan mobil mereka di situ. Selanjutnya mereka ikut dalam
mobil Ralph. Semakin sedikit mobil, semakin baik!
George mengayuh sepedanya dengan cepat. Ia bersikap seolah-olah sedang mengajak
anjingnya berjalan-jalan.
Tiba-tiba Timmy membelok, memasuki suatu jalan kecil. George bergegas tunun dari
sepeda. Jalan kecil itu menuju ke suatu daerah yang tidak ada rumah-rumahnya.
Tempat itu merupakan padang bersemak belukar.
Ralph Mory mengerem mobilnya agak jauh di belakang, lalu datang berlari-lari
bersama Julian. George menyambut mereka dengan gelisah.
"Jalan ini terlalu sempit untuk dilewati mobil," katanya.
"Tidak apa - kami akan mengikutimu dengan berjalan kaki," jawab Ralph. Tapi
Julian cepat-cepat menyela.
"Kau jangan meneruskan pencarian seorang diri, George," katanya tegas. "Aku ikut
denganmu sekarang. Sedang Ralph menyusul agak di belakang kita, siap untuk
membantu apabila diperlukan."
"Aku punya akal bagus" kata Ralph sekonyong-konyong. "Peluit! Itulah yang kalian
perlukan untuk memanggil kami jika keadaan mendesak. Di mobil televisi ada
beberapa." Sutradara muda itu bergegas lari ke mobil yang membawa anak buahnya. Dengan
segera ia sudah kembali dengan peluit - serta Anne!
"Aku juga ikut" kata anggota Lima Sekawan yang termuda dengan tegas. "Kita bisa
bertiga, karena sama tidak menyoloknya seperti berdua. Yuk, kita berangkat."
George tersenyum. Anne sebenarnya anak yang tabah, pikirnya.
Sambil menggenggam peluit, ketiga remaja itu melanjutkan perjalanan. Timmy
berlani di depan dengan hidung dekat ke tanah. Ralph serta orang-orang televisi
lainnya agak kecut melihat ketiga remaja yang berani itu menghilang di tengah
semak belukar yang memenuhi padang di depan mereka.
Selama beberapa waktu ketiganya berjalan sambil membisu mengikuti Timmy. Masing-
masing sibuk dengan pikirannya.
"Menurutmu, akan berhasilkah kita menemukan Dick?" tanya Anne kemudian pada
George. Suaranya agak bergetar.
"Pasti!" jawab sepupunya. "Lihat saja sendiri - Timmy mengikuti jejak baunya."
"Ssst!" Tiba-tiba Julian berhenti berjalan. Dipegangnya lengan George.
"Lihatlah!" George menyentakkan tali yang terikat pada leher Timmy. Anjing cerdik itu
langsung mengerti. Ia ikut berhenti. Kemudian Ia memandang ke arah yang ditunjuk
oleh Julian. Kira-kira lima puluh meter didepan, nampak sebuah rumah tua. Letaknya
tersembunyi di tengah belukar tinggi sehingga hampir-hampir tidak nampak.
Kelihalannya seperti tidak dihuni orang.
"Hm," kata George. "Tempat yang cocok untuk menyembunyikan orang tanpa ketahuan
siapa-siapa! Rumah tempat tinggal terdekat paling sedikit satu kilometer
letaknya dari sini!"
"Memang, tempat itu sangat cocok dijadikan tempat bersembunyi." kata Julian
menggumam. "Bisa saja Gary Findler memanfaatkannya sebagai tempat mengurung para
tawanannya." "Kita periksa saja sekarang !" desak Anne. Kekhawatirannya mengingat nasib
abangnya menyebabkan Ia tidak ingat takut.
"Jangan buru-buru," kata George menyabarkan. "Nanti malah kacau rencana kita.
Jika Dick serta teman-teman yang lain hendak dibebaskan, kita perlu bertindak
dengan hati-hati." "Siapa bilang mereka benar-benar ada di situ," kata Julian dengan suara suram.
"Dasar pesimis!" umpat George. "Pokoknya, aku mengandalkan ketajaman penciuman
Timmy!" Timmy sudah tidak sabar lagi. Ia meronta, menarik-narik tali yang mengikat
lehernya sambil menoleh ke arah George dengan pandangan bertanya. Sikapnya
seperti minta ijin meneruskan pencarian Dick.
"Ya, kau boleh mencari Dick sekarang. Cari Dick, Timmy!"
Timmy memang anjing pintar. Ia tahu persis bahwa saat itu ia sama sekali tidak
boleh menggonggong. Ia seakan-akan sadar bahwa tugasnya sangat penting artinya
dalam saat gawat itu. Tuannya telah memerintahkan untuk mencari Dick, dan tepat
itulah yang akan dilakukannya. Ia akan membawa para pencari langsung ke tempat
yang dituju! Setelah maju beberapa meter, tahu-tahu ada rintangan menghadang. Rumah tua itu
dikelilingi pagar kawat berduri. Julian mengulurkan tangan hendak menarik kawat
ke bawah. Tapi George cepat-cepat mencegahnya.
"He! Tunggu dulu," desisnya. "Siapa tahu, mungkin kawat itu dihubungkan dengan
sistem tanda bahaya - atau bahkan dialiri arus listrik!"
"Sekarang bagaimana?" tanya Anne agak bingung.
"Cuma ada satu kemungkinan: kita harus merangkak di bawahnya. Tanah di sekitar
sini lembek. Timmy! Gali lubang, Tim! Cari kelinci ... ya, begitu!
Anjing pintar!" Anak-anak membantu Timmy yang menggali dengan bersemangat. Mereka bekerja dengan
hati-hati agar jangan sampai menyentuh kawat berduri. Sepuluh menit kemudian
sudah tergali lubang yang cukup dalam. Lewat situ dengan mudah mereka bisa
menyusup masuk ke pekarangan rumah tua itu. Timmy tidak mau repot-repot. Dengan
sekali loncat saja pagar kawat sudah dilampaui olehnya.
"Huhh!" dengus George sambil menarik Anne ke dalam pekarangan. "Mudah-mudahan
kita tidak dilihat orang yang di dalam."
"Tempat ini kan terlindung pepohonan," kata Julian. "Baiklah. Kita terus!"
George melepaskan tali yang mengikat leher Timmy. Dengan hati-hati sekali mereka
mendekati bangunan yang dicurigai. Tempat itu sunyi, tidak nampak ada yang
bergerak di sana. Ketika sampai di lapangan rumput yang tak terawat di depan
rumah, Julian menyuruh George dan Anne menunggu. Sekali itu mereka langsung
menurut, sementara Julian lari sambil merunduk menghampiri bangunan.
Dengan napas tertahan kedua anak perempuan itu mengikuti Julian dengan
pandangan. George memegang kalung leher Timmy erat-erat. Tapi akhirnya
Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilepaskan ketika ia merasa bahwa anjing itu tidak bisa ditahan lagi. Secepat
kilat Timmy lari mendatangi sebuah lubang di dinding rumah yang ditutup dengan
kawat terali. Ia berdiri menghadapinya sambil mengibas-ngibaskan ekor. Julian
mendatangi tempat itu, lalu memandang ke dalam dengan membungkukkan badannya.
Kemudian Ia menggamit kedua saudaranya agar datang. Mungkinkah ia telah berhasil
menemukan Dick" George cepat-cepat menghampiri dengan dada berdegap-degup. Ia menunduk, lalu
memandang ke dalam lubang. Tapi hanya lubang gelap saja yang nampak - lain
tidak! Tapi apa sebabnya Timmy mengibas-ngibaskan ekor"
"Terali kawat ini kelihatannya sudah sangat berkarat, Ju!" kata George. "Kaucoba
sebentar melepaskannya !"
Julian memegang rintangan itu lalu menarik sekuat tenaga. Nah - lepas! Dengan
cepat George duduk di tanah lalu meluncur masuk ke dalam lubang yang gelap. Ia
jatuh terduduk di atas tumpukan batubara. Timmy meloncat masuk mengikutinya,
disusul oleh Julian dan akhirnya Anne. Timmy melihat bahwa George tidak tahu apa
yang harus dilakukan selanjutnya. Anjing itu lantas lari menuju sebuah pintu
lalu menggaruk-garuknya seperti kesetanan. Pintu itu terkunci dari luar!
George memeriksa ruangan bawah tanah tempat mereka saat itu berada. la menemukan
sebatang besi berkarat. Batang besi itu diselipkan ke celah yang terdapat antara
daun pintu dengan ambangnya. Sesaat kemudian pintu sudah terbuka, karena
dicongkel secara paksa. Bab XVIII AKHIR YANG MEMUASKAN George berseru dengan gembira begitu melihat apa yang terdapat di balik pintu.
Semua yang diculik ternyata ada di situ! Stephen, Susy, Marc, Aline, dan juga
Dick - semua tergeletak di atas tempat tidur lipat dalam keadaan terikat. Tidak
ada yang bisa berteriak karena mulut mereka tersumbat.
Julian dan Anne mendesak maju. Julian mengambil pisau lipat dari kantongnya,
lalu memotong tali yang mengikat para tawanan.
"Kusangka aku takkan pernah lagi bisa melihat kalian," kata Dick dengan suara
lemah. Digosok-gosoknya pergelangan tangan yang terasa perih. "Tapi aku tidak
pernah putus asa." "George, Julian, Anne terima kasih!" seru Susy. Dirangkulnya ketiga remaja itu
satu per satu. Stephen, Aline, dan Marc tidak kalah gembira. Anak-anak yang datang
menyelamatkan merasa lega melihat bahwa keadaan Marc ternyata tidak gawat.
"Dengan gampang saja aku bisa disergap!" kata Stephen mengumpat. Ia kesal pada
dirinya sendiri. "Begitu pula dengan Susy - padahal ia bukan anak kemarin sore!"
"Apalagi aku," keluh Alina "Tapi Marc yang paling menderita di antara kami.
Kasihan dia!" "Kita harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini!" kata Julian, yang seperti
biasa selalu berpikiran praktis. "Pak Findler bisa setiap saat muncul di sini
bersama anak buahnya - jadi...."
Saat itu di luar terdengar suara teriakan marah. Anne menghambur lari ke jendela
untuk melihat apa yang terjadi.
"Ralph dalam bahaya!" serunya kaget.
Dengan cepat ia meniup peluit untuk memberi tanda pada orang-orang televisi yang
menyusul. Rupanya Ralph Mory tidak sabar lagi karena menurutnya anak-anak sudah terlalu
lama pergi. "Aku harus melihat apa sebenarnya yang terjadi di sana," katanya pada awak
televisi yang ikut menunggu bersamanya di luar pagar kawat berduri.
"Tapi kan sudah disepakatkan bahwa peluit akan dibunyikan apabila mereka dalam
bahaya," kata seorang di antara tenaga teknik.
"Memang! Tapi aku ingin melihat sendiri apa yang mereka lakukan," kata Ralph
berkeras. Tanpa menghiraukan usaha rekan-rekannya yang hendak nencegah,
sutradara itu menyelinap maju.
Ia sudah hampir sampai di rumah tua itu. Tahu-tahu dilihatnya ada semak
bergerak-gerak. Padahal saat itu tidak ada angin bertiup. Detik berikutnya ia
disergap dua orang kelasi anak buah Gary Findler! Kedua orang itu bertugas
menjaga rumah milik majikan mereka. Keduanya tidak tahu bahwa George dan kedua
sepupunya berhasil menyusup masuk ke dalam rumah. Tapi mereka mendengar bunyi
langkah Ralph yang datang mendekat. Gerak-gerik sutradara itu menimbulkan
kecurigaan. Sesuai dengan perintah Pak Findler, mereka langsung menyergapnya.
Tapi mereka tidak tahu apa-apa tentang isyarat tanda bahaya yang telah
disepakatkan antara Ralph dengan anak-anak. Begitu Anne melihat kawan mereka
diserang. dengan segera anak itu meniup peluitnya dengan sekuat tenaga. Bunyinya
yang melengking tinggi langsung menyiapsiagakan orang-orang televisi!
Tom dan Renato menerjang maju. diikuti oleh rekan-rekan yang lain. Dengan cepat
kedua kelasi berhasil diringkus. Orang-orang televisi sangat gembira melihat
teman-teman mereka yang selama itu lenyap ternyata berada dalam keadaan selamat.
Bahkan Marc pun tidak terlalu parah cederanya.
Kelompok yang datang membantu memasuki rumah. Ternyata mereka datang tepat pada
waktunya, karena ternyata di situ ada pula Yolanda serta dua anggota kawanan
penculik! Nyaris saja ketiganya bisa melarikan diri. Tapi dengan cepat mereka
pun berhasil dibuat tidak berdaya.
Aline kelihatannya sangat bingung. Tidak henti-hentinya ia minta maaf, karena
merasa melakukan kesalahan besar. Soalnya ketika diangkut dari kapal ke darat
dengan sekoci, Ia sempat mengancam dua orang kelasi anak buah Gary Findler.
Dikatakan olehnya bahwa ia tahu segala-galanya tentang majikan mereka. Aline
mengatakan bahwa Ia akan mengadukan Gary Findler pada polisi begitu ia sudah
bebas kembali. "Hm," gumam George. "Kalau begitu penjahat itu sekarang tahu bahwa rahasianya
sudah terbongkar! Dengan begitu situasi kalian bertambah gawat jadinya. Sayang
penjahat itu tidak ikut tertangkap dalam sergapan ini!"
"Kita harus selekas mungkin memberi tahu polisi." seru Julian. "Kini kita sudah
memiliki bukti-bukti nyata. "
Salah seorang karyawan televisi bergegas berangkat untuk menyampaikan laporan.
Sekali ini polisi takkan merasa diganggu tanpa alasan. Ternyata polisi bertindak
dengan cepat sekali. Sementara Lima Sekawan kembali ke hotel bersama orang-orang
televisi, polisi melakukan pemeriksaan gencar terhadap Yolanda.
Gadis itu ketakutan. Ia mengaku ikut dalam komplotan itu. Dikatakannya bahwa
Gary Findler malam itu akan datang ke tempat persembunyian bersama istrinya
untuk melihat para tawanannya. Dengan segera Pak Komisaris menugaskan anak
buahnya untuk memasang jebakan di situ.
Salah seorang petugas kepolisian diperintahkan untuk menjemput George beserta
ketiga sepupunya. Pak Komisaris ingin agar keempat remaja itu ikut menyaksikan
penangkapan kepala penjahat, sebagai imbalan atas jasa-jasa mereka. Sekaligus
juga sebagai permintaan maaf karena selama itu keterangan mereka tidak
ditanggapi dengan serius.
Pak Komisaris ternyata menyusun siasat yang sangatcerdik. Lima orang anak
buahnya dibaringkan di atas tempat tidur lipat dalam keadaan terikat. Ruang
bawah tanah itu gelap, apalagi saat malam hari. Gary Findler takkan segera
menyadari kekeliruannya nanti.
Ketika Gary Findler akhirnya datang bersama istrinya, polisi sudah bersembunyi
di belakang peti-peti yang ada di situ. Anak-anak juga ikut menyembunyikan diri.
Mereka memperhatikan dengan napas tertahan.
"Aku datang untuk melihat keadaanmu, Marc,' kata orang Amerika itu. Ia
menghampiri tempat tidur yang disangkanya masih ditempati Marc. "Aku ini mungkin
penjahat, tapi bukan pembunuh. Aku khawatir mengingat cederamu."
"Aku sehat-sehat saja," jawab polisi yang menyamar sebagai Marc sambil meloncat
bangun. "Tapi seperti kaukatakan sendiri, kau penjahat. Dan penjahat, tempatnya
dalam penjara!" Gary Findler kaget setengah mati! Sebelum ia sempat berbuat apa-apa. tahu-tahu
tangannya sudah diborgol. Istrinya menjerit. Tapi terlambat. Suami-istri
penjahat itu berhasil diringkus polisi.
Hari-hari berikutnya bagi George. Julian, Dick, dan Anne terasa seperti cepat
sekali berlalu. Ralph Mory menyelesaikan pembuatan film televisinya. Marc
ditampilkan kembali. Ia berkeras hendak memainkan perannya, walau bahunya masih
terasa sakit. Stephen dan Susy memutuskan untuk mengajukan tanggal pernikahan mereka. Lima
Sekawan diundang untuk menghadirinya. Para wartawan sangat bergembira dengan
adanya peristiwa yang mengasyikkan itu. Berhari-hari lamanya halaman depan
surat-surat kabar penuh dengan pemberitaan mengenainya. Lima Sekawan dipuji-
puji. Berbagai pengalaman mereka yang lalu dikemukakan di dalamnya. Terutama
George yang paling sering disebut-sebut namanya. Tapi anak bandel itu tidak
lantas menjadi sombong karenanya.
Paman Quentin memutuskan untuk tinggal beberapa hari lebih lama di Bournemouth,
karena merasa puas dengan hasil kongres yang diikutinya. Pendek kata, segala
pihak merasa puas tentu saja kecuali Gary Findler beserta komplotannya!
Menurut rencana, dalam waktu dekat mereka akan diajukan ke pengadilan. Dapat
dibayangkan bahwa mereka akan dijatuhi hukuman berat, karena penculikan tidak
bisa dianggap kejahatan ringan!
"Kasihan Pak Victor," kata Anne sambil mendesah. "Aku ingin tahu bagaimana dia
jika mendengar tentang perbuatan anak angkatnya. Pasti la sedih sekali!"
Tapi Pak Tua kaya raya itu meninggal dunia tanpa mendengar berita itu. Dengan
demikian hartanya diwariskan pada Stephen dan Marc.
Kedua aktor yang bersaudara sepupu itu tidak melupakan jasa Lima Sekawan. Tidak
sering dijumpai sahabat-sahabat sesetia mereka. Sebagai tanda persahabatan,
keduanya menjanjikan akan mengajak George beserta ketiga sepupunya untuk ikut
main film lagi dengan mereka musim panas yang akan datang. Anak-anak akan
memainkan peranan utama di dalamnya, bersama Timmy. Kisahnya mirip dengan
petualangan yang baru saja selesai dialami.
Film televisi yang telah selesai direkam kemudian diputar khusus untuk mereka.
Timmy menggonggong-gonggong ribut ketika melihat dirinya dan keempat remaja itu
muncul di layar televisi. Anjing itu bingung - kenapa tiba-tiba ada dua George.
Julian, Dick, dan Anne. Dan dua Timmy!
Timmy menggonggong, karena anjing memang hanya bisa begitu untuk menyatakan
perasaannya! TAMAT Scan DJVU: tagdgn www.tag- dgn.blogspot.com
Convert & Edited by: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Kuda Besi 6 Walet Emas 06 Nyi Wungkuk Dari Bendo Growong Nurseta Satria Karang Tirta 7