Pencarian

Brisingr 2

Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini Bagian 2


-meregangkan pahanya setelah berlari jauh dengan membawa beban lebih berat
daripada yang pernah dilakukannya-ketika suara gemuruh terdengar dari dalam
perutnya. Suara itu datang tanpa diduga sehingga Eragon segera duduk tegak, meraih
tongkat. Angin bersiul melintasi daratan kosong. Matahari telah terbenam, dan tanpa
kehadiran cahayanya, segalanya tampak biru dan ungu. Tidak ada yang bergerak,
selain helai-helai daun yang bergoyang dan Sloan, yang jemarinya mengepal dan
membuka perlahan dalam tidur tersihirnya. Udara dingin menggigit mengiringi
datangnya malam. Eragon tenang kembali dan tersenyum simpul. Rasa senangnya
segera lenyap ketika mengetahui apa yang menyebabkannya tidak nyaman. Bertarung
dengan Ra'zac, merapalkan banyak mantra, dan membopong Sloan di bahunya hampir
sepanjang hari membuat Eragon begitu kelaparan. Ia membayangkan jika bisa kembali
ke masa lalu, ia akan melahap semua sajian yang dimasak kaum kurcaci untuk
menghonatinya ketika ia mengunjungi Tarnag. Kenangan tentang aroma Nagra bakar,
babi hutan raksasa-panas, tajam, dibumbui dengan madu dan rempah-rempah, dan
meneteskan minyak-cukup untuk membuat air liurnya muncul. Masalahnya sekarang ia
tidak memiliki perbekalan. Air mudah didapat; ia bisa menarik air dari tanah kapan saja
ia mau. Namun menemukan makanan di tempat terpencil seperti ini bukan hanya jauh
lebih sulit tapi juga menyebabkannya menghadapi dilema yang diharapkannya bisa
dihindarinya. Oromis menghabiskan banyak waktu untuk mengajarinya tentang berbagai
iklim dan geografi regional yang terdapat di selu ruh daratan Alagatanah; rasanya jahat
jika membuat mereka ketakutan karena mengetahui bahwa pemangsa tidak kasatmata
bisa membunuh mereka di dalam tempat berlindung mereka yang paling aman. Ia
membuang isi perut, menguliti, dan membersihkan kedua kadal serta hewan pengerat,
mengubur bagian tubuh yang tidak bisa dimakan itu dalam-dalam agar tidak
mengundang pemakan bangkai. Setelah mengumpulkan bebatuan pipih yang tipis, ia
membuat tungku kecil, menyalakan api di dalamnya, dan mulai memanggang. Tanpa
garam, ia tidak bisa memasak dengan benar, tapi beberapa tanaman lokal berbau
harum saat diremas, maka itu dijadikannya olesan serta dimasukkan ke daging. Hewan
pengerat matang lebih dulu, karena lebih kecil daripada kadal. Eragon mengangkatnya
dari bagian atas tungku dadakan, memegang daging itu di depan mulut. Ia mengernyit
dan akan terus mual jika tidak harus memerhatikan api tungku dan kadal-kadal yang
sedang dimasak. Kedua kegiatan itu cukup bisa mengalihkan perhatiannya sehingga,
tanpa berpikir,- ia mematuhi perintah tegas tubuhnya yang kelaparan untuk segera
makan. Gigitan pertama yang paling buruk; daging itu menyangkut di tenggorokannya,
dan rasa lemak panas hampir membuatnya muntah. Kemudian Eragon bergidik dan
menelan cepat-cepat dua kali, lalu perasaan mau muntah itu hilang. Setelah itu lebih
mudah. Ia bersyukur daging tersebut hambar, karena tidak adanya rasa membantunya
melupakan apa yang dikunyahnya. Ia memakan habis hewan pengerat dan setengah
kadal. Setelah merobek sisa daging terakhir dari tulang kaki yang tipis, ia menghela
napas lega kemudian bimbang, merasa gundah karena menyadari ia menikmati
makanannya. Santapan kecil itu terasa lezat begitu ia sudah melampaui rasa segannya.
Mungkin, ia merenung, mungkin saat aku kembali nanti... jika aku bersantap bersama
Nasuada, atau Raja Orrin, dan ada hidangan daging... mungkin, jika aku sedang
berselera dan akan tampak tidak sopan jika menolak, aku bakal makan beberapa gigit...
aku tidak akan makan seperti dulu lagi, tapi aku juga tidak akan seketat kaum elf.
Kurasa sikap yang tidak berlebihan akan lebih baik daripada fanatik. Dengan bantuan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
cahaya arang di tungku, Eragon memperhatikan tangan Sloan; tukang daging itu
berbaring beberapa meter darinya, di tempat Eragon telah meletakkannya. Puluhan
bekas luka berwarna putih bersaling-silang pada jemarinya yang panjang dan kurus,
dengan buku-buku jar besar dan kuku panjang vang saat di Carvahall tampak cekatan,
sekarang kelihatan lusuh, jelek, dan kotor penuh debu. Bekas-bekas luka itu jadi saksi
tentang sedikit kesalahan yang dilakukan Sloan selama puluhan tahun memegang pisau
daging. Kulitnya keriput dan kering serta penuh tonjolan urat seperti cacing, tapi otot di
bawahnya masih keras- dan liat. Eragon duduk sambil memeluk lutut. "Aku tidak bisa
melepasKannya begitu saja," gumamnya. Jika ia melakukannya, Sloan bisa mencari
jejak Roran dan Katrina, kemungkinan yang tidak bisa diterima Eragon. Lagi pula, meski
tidak akan membunuh Sloan, ia merasa si tukang daging harus dihukum karena
perbuatannya. Eragon tidak begitu dekat dengan Byrd, tapi ia tahu Byrd pria Yang baik,
jujur, dan teliti, dan Eragon teringat pada istri Byrd, Felda, dan anak-anak mereka
dengan perasaan senang, karena Garrow, roran dan Eragon pernah- makan dan
menginap di rumah mereka beberapa kali. Maka Eragon menganggap kematian Byrd
sangat kejam, dan ia merasa keluarga si penjaga itu harus menerima keadilan, meski
mereka tidak pernah mengetahuiIInya. Tapi hukuman apa yang setimpal" Aku tidak mau
menjadi penjagal, pikir Eragon, hanya sebagai pelerai. Memangnya aku tahu apa
tentang hukum" Ia berdiri, melangkah mendekati Sloan dan membungkuk di telinga pria
itu lalu berkata, "Vakna." Sloan tersentak bangun, meraba-raba tanah dengan
tangannya yang penuh urat menonjol. Sisa-sisa kelopak matanya bergetar saat secara
naluriah si tukang daging berusaha membukanya dan melihat sekeliling. Tapi ia tetap
terjebak dalam kegelapannya sendiri. Eragon berkata, "Nih, makan ini." Ia menyerahkan
sisa kadal kepada Sloan, yang, meski tidak bisa melihat, pasti telah mencium aroma
makanan. "Di mana aku?" tanya Sloan. Dengan tangan gemetar ia mulai meraba
bebatuan dan tanaman di depannya. Ia menyentuh pergelangan tangan dan kakinya
yang terluka dan tampak bingung karena borgolnya tidak ada. "Kaum elf -juga para
Penunggang Naga di masa lalu-menyebut tempat ini Minathor. Kaum kurcaci
menyebutnya Wergadn, dan manusia menyebutnya Gray Heath-Padang Kelabu. Jika itu
tidak menjawab pertanyaanmu, mungkin kau akan mengerti jika kukatakan kita berada
beberapa mil di tenggara Helgrind, tempat kau tadinya dikurung." Mulut Sloan
mengucapkan Helgrind tanpa bersuara. "Kau membebaskanku?" "Benar." "Bagaimana
dengan-" "Simpan pertanyaanmu. Makan dulu." Nada suara Eragon yang ketus
bagaikan cambuk di telinga si tukang daging; Sloan mengernyit dan meraih daging kadal
dengan jemari yang menggapai. Setelah melepaskan daging itu, Eragon kembali ke
tempat duduknya dekat tungku batu dan meraup segenggam penuh pasir untuk
disiramkan pada arang, mematikan pendar cahaya di sana agar tidak terlihat orang lain
yang mungkin saja kebetulan ada di sekitar mereka. Setelah menjilat dengan ragu untuk
memastikan apa yang diberikan Eragon kepadanya, Sloan- membenamkan giginya ke
daging kadal dan merobek gumpalan daging besar dari tulang.- Dalam setiap gigitan, ia
menjejalkan sebanyak mungkin daging ke dalam mulut dan hanya mengunyah sekali
atau dua kali sebelum menelan dan mengulangi prosesnya. Ia membersihkan daging
dari tulang-tulang sampai licin dengan efisiensi orang yang mengerti betul anatomi
hewan dan cara tercepat mengambil dagingnya. Tulang-tulang itu ia letakkan dalam
tumpukan rapi di sebelah kirinya. Ketika potongan daging terakhir dari ekor kadal sudah
masuk ke perut Sloan, Eragon menyerahkan reptil yang satu lagi kepadanya, yang
masih utuh. Sloan menggumamkan terima kasih dan kembali menjejalkan makanan ke
mulutnya, sama sekali tidak mau repot-repot mengelap minyak dari mulut dan dagu.
Kadal kedua ternyata terlalu besar untuk dihabiskan Sloan. Ia berhenti makan pada dua
rusuk teratas dan meletakkan sisanya di tumpukan tulang. Kemudian ia meluruskan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
punggung, mengusap mulut dengan tangan, menyelipkan rambut panjangnya ke
belakang telinga, dan berkata, "Terima kasih, tuan asing, atas kebaikanmu. Sudah lama
sekali aku tidak benar-benar makan, kurasa aku lebih menghargai makanan yang
kauberikan daripada kebebasanku... Jika aku boleh bertanya, apakah kau melihat
putriku Katrina, dan apa yang terjadi padanya" Ia dipenjara bersamaku di Helgrind."
Suaranya menunjulckan berbagai campuran emosi: honat, takut, dan patuh di hadapan
orang tak dikenal yang lebih tinggi derajatnya; harapan dan kegelisahan tentang nasib
putrinya; dan tekad tak tertaklukkan seperti pegunungan Spine. Satu hal yang diduga
Eragon bakal didengarnya tapi ternyata tidak adalah sikap meremehkan dan mengejek
yang biasa diterimanya dari Sloan selagi mereka masih di Carvahall. "Ia bersama
Roran." Sloan tersentak. "Roran! Bagaimana ia bisa ada di sini" Apakah para Ra'zac
menangkapnya juga" Atau apakah-" "Para Ra'zac dan tunggangan mereka sudah mati."
"Kau membunuh mereka" Bagaimana"... Siapa -" Se lama sedetik Sloan membeku,
seakan seluruh tubuhnya tergagap, kemudian pipi dan mulutnya turun serta bahunya
melorot sampai ia harus mencengkeram semak untuk menyeimbangkan tubuh. Ia
menggeleng. "Tidak, tidak, tidak... Tidak... Tidak mungkin. Para Ra'zac sudah
mengatakan ini, mereka ingin jawaban yang tidak bisa kuberikan, tapi kukira...
Maksudku, siapa yang bisa percaya...?" Napasnya begitu terengah-engah sampai
Eragon mengira ia bakal menyakiti dirinya sendiri. Dengan bisikan serak, seakan
berusaha bicara setelah perutnya kena tonjok, Sloan berkata, "Kau tidak mungkin
Eragon." Eragon merasa takdir dan petaka mengimpitnya. Ia merasa menjadi alat dari
kedua hal yang kejam tersebut, dan ia menjawab bagai takdir dan petaka, melambatkan
nada bicara agar setiap kata menghantam seperti palu dan membawa semua beban
berupa harga diri posisi, dan kemarahanya bersama jawabannya. "Aku Eragon dan jauh
lebih daripada itu. Aku Argetlam - - dan Shades layer dan Firesword. Nagaku Saphira, ia
yang juga dikenal sebagai Bjartskular dan Flametongue. Kami dilatih- oleh Brom, yang
merupakan Penunggang sebelum kami, dan oleh kaum kurcaci serta kaum elf. Kami
telah melawan Urgal, Shade, dan Murtagh, yang adalah putra Morzan. Kami membantu
Varden dan penduduk AlagaSloan gemetar tanpa henti, tapi ia tidak tersungkur dan me
nyembah-nyembah seperti dugaan Eragon. Si tukang daging malah bersikap dingin dan
ketus. "Terkutuk kau," katanya. "Aku tidak perlu menjelaskan diriku kepadamu, Eragon
Yatim Piatu. Tapi mengertilah ini: aku melakukan apa yang telah kulakukan demi Katrina
dan tidak ada alasan lain." "Aku tahu. Itulah salah satu sebab mengapa kau masih hidup
sekarang." "Kalau begitu, lakukan saja apa yang kau mau. Aku tidak peduli, selama
Katrina selamat... Well, ayolah! Apa hukumannya" Pukulan" Cambukan" Mereka
mencongkel mataku, jadi kau mau sebelah tanganku" Atau kau akan meninggalkanku
mati kelapar an atau ditangkap pasukan Kerajaan?" "Aku- belum memutuskan." Sloan
mengangguk dengan kaku dan merapatkan pakaiannya yang compang-camping untuk
melindungi tubuhnya dari udara malam yang dingin. Ia duduk tegak seperti prajurit,
menatap dengan rongga matanya yang kosong ke bayang-bayang yang mengelilingi
perkemahan mereka. Ia tidak memohon. Ia tidak meminta belas kasihan. Ia tidak
menyangkal tindakanya atau berusaha membujuk Eragon. Ia hanya duduk dan
menunggu, dipersenjatai keteguhan hatinya. Keberaniannya membuat Eragon kagum.
Daratan gelap di sekeliling mereka tampak sangat luas tak terjangkau oleh Eragon, dan
ia merasa seolah seluruh keluasan yang tersembunyi itu mengimpitnya, perasaan yang
membuat kegelisahannya tentang pilihan yang harus diambilnya meningkat.
Keputusanku akan membentuk seluruh sisa hidupnya, pikir Eragon. Untuk sementara
melupakan masalah hukuman, Eragon memikirkan apa yang ia ketahui tentang Sloan:
rasa sayang yang berlebihan terhadap Katrina -obsesif, egois, dan tidak sehat, meski
dulu merupakan ungkapan rasa cinta yang lembut-kebencian dan ketakutanya akan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
pegunungan Spine, yang merupakan akibat kesedihannya setelah kematian istrinya,
Ismira, yang terjatuh dari puncak-puncak gunung berselimut awan; keterkucilannya dari
keluarganya yang tersisa; kebanggaannya pada pekerjaannya kisah-kisah yang pernah
didengar Eragon tentang masa kecil Sloan; dan pengetahuan Eragon sendiri tentang
bagaimana rasanya tinggal di Carvahall. Eragon mengumpulkan potongan-potongan
infonnasi yang berserakan dan tak utuh itu lalu membolak-baliknya dalam benaknya,
merenungkan artinya. Seperti potongan-potongan tekateki, ia berusaha menyatukan
semuanya. Ia jarang berhasil, tapi berkeras melakukannya, dan akhirnya bisa melacak
banyak hubungan antara kejadian dan emosi dalam kehidupan Sloan, dan dari sana ia
menjalin semacam jaring, yang polanya melambangkan siapa Sloan sebenarnya. Ketika
memasukkan benang terakhir jaringnya, Eragon merasa akhirnya mengerti sikap Sloan
selama in Karenanya, ia berempati pada Sloan. Lebih dari empati, ia merasa bisa
mengerti Sloan, sehingga dapat memisahkan elemen-elemen dasar sifat Sloan, yang
tidak bisa disingkirkan tanpa mengubah pria itu Maka Eragon tersadar akan adanya tiga
kata dalam bahasa kuno yang tampaknya bisa mewujudkan Sloan, dan tanpa
memikirkannya, Eragon membisikkan ketiga kata itu pelan-pelan. Suaranya tidak
mungkin terdengar oleh Sloan, tapi pria itu bergerak-kedua tangannya mencengkeram
paha- dan ekspresinya berubah jadi gelisah. Perasaan dingin merayapi sisi tubuh
Eragon sebelah kin, dan rambut halus di lengan serta kakinya berdiri saat ia
memerhatikan Si tukang daging. Ia memikirkan berbagai alasan mengapa Sloan
bereaksi seperti itu, setiap alasan lebih spesifik daripada sebelumnya, tapi hanya satu
yang mungkin benar, dan bahkan itu pun dianggap Eragon hampir mustahil. Ia
membisikkan ketiga kata itu lagi. Seperti sebelumnya, Sloan bergetar di tempatnya, dan
Eragon mendengarnya bergumam, "...ada yang melanggkahi kuburanku." Eragon
mengembuskan napas gemetar. sulit baginya untuk percaya, namun eksperimennya
tadi tidak meninggalkan celah yang bisa dijadikannya keraguan: tanpa sengaja, ia telah
mengetahui nama sejati Sloan. Penemuan ini membuatnya agak kebingungan.
Mengetahui nama sejati seseorang adalah tanggung jawab berat, karena ia jadi memiliki
kuasa penuh atas diri orang tersebut. Karena risiko yang juga menyertainya, para elf
jarang sekali mengungkapkan nama sejati mereka, dan jika melakukan nya, hanya
kepada orang yang benar-benar mereka percaya tanpa keraguan sama sekali. Eragon
belum pernah mengetahui nama sejati seseorang. Ia selalu menganggap jika ia
mengetahui salah satunya, itu akan merupakan hadiah dari orang yang sangat ia
sayangi. Memper oleh nama sejati Sloan tanpa pria itu sendiri menyadarinya adalah
kejadian yang tidak terduga dan Eragon tidak yakin bagaimana harus menanganinya.
Eragon sadar bahwa untuk menemukan nama sejati Sloan, ia harus mengerti si tukang
daging lebih daripada ia mengerti dirinya sendiri, karena ia sama sekali tidak tahu nama
sejatinya sendiri. Pengetahuan ini membuat Eragon gelisah. Ia menduga-mengingat
sifat musuh-musuhnya- akan fatal akibatnya jika ia tidak mengenal dirinya sendiri. Maka
ia bersumpah akan mendedikasikan lebih banyak waktu untuk berintrospeksi dan
mencari nama sejatinya. Mungkin Oromis dan Glaedr bisa memberitahuku, pikirnya.
Meski mendapati nama sejati Sloan memberinya keraguan dan kebingungan, itu juga
memberi Eragon gagasan awal tentang bagaimana harus menghadapi si tukang daging.
Walaupun sudah mendapatkan konsep dasarnya, ia masih butuh sepuluh menit untuk
membentuk rencana yang utuh dan meyakinkan dirinya bahwa rencana tersebut akan
berjalan seperti keinginannya. Sloan menelengkan kepala ke arah Eragon ketika
pemuda itu berdiri dan melangkah keluar dari perlindungan mereka menuju daratan
yang disinari cahaya bintang. 'Kau mau ke mana?" tanya Sloan. Eragon tidak
menjawab. Ia menjelajahi padang sampai menemukan batu rendah dan lebar yang
tertutup lumut dan terdapat lekukan seperti mangkuk di tengahnya. "Adurna risa,"
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ucapnya. Di sekeliling batu itu, titik-titik kecil air mulai merembes naik dari tanah dan
berkumpul menjadi garis-garis perak sempurna yang mengalir naik melalui sisi-sisi batu
dan masuk ke lekukan. Ketika air mulai meluap dan kembali ke tanah, lalu dijerat sihir
lagi, Eragon melepaskan alirannya. Ia menunggu sampai permukaan air benar-benar
tenang -sehingga bisa berfungsi sebagai cermin dan ia seperti melihat sebaskom
bintang-kemudian ia berkata, "Draumr k"Ya, tapi aku menghadapi kendala yang tidak
diduga, dan jika boleh, aku ingin bicara dengan Ratu Islanzadi dan berkonsultasi
kepadanya tentang masalah ini." Mata Mata Dathedr yang seperti mata kucing menyipit
hampir terpejam, menjadi dua garis miring yang memberinya ekspresi galak dan tidak
bisa ditebak. "Aku tahu kau tidak akan meminta ini kecuali sangat penting,
Eragon-vodhr, tapi hati-hatilah: busur yang ditarik bisa dengan mudah melukai sang
pemanah sendiri selain melontarkan anak panahnya... Jika itu yang kauinginkan,
tunggu, aku akan memberitahu Ratu." "Aku akan menunggu. Bantuanmu sangat
kuhargai, D Eragon semakin gelisah saat menit pertama kemudian menit kedua berlalu.
"Ayolah," gumamnya. Dengan cepat ia melirik ke sekitar untuk memastikan tidak ada
orang atau hewan yang mengendap-endap ke arahnya sementara ia menatap
genangan air. Dengan suara mirip kain yang koyak, pintu masuk tenda terbuka saat
Ratu Islanzadi menyibakkannya dan berderap menuju cermin. Ia mengenakan baju zirah
ketat yang terdiri atas lempengan-lempengan besi berwarna emas berhias jalinan cincin
baja serta pelindung kaki dan helm yang diukir indah-bertatahkan opal serta berbagai
jenis batu mulia -yang melindungi rambut hitamnya yang terurai. Jubah merah berpinggir
putih berkibar di bahunya; mengingatkan Eragon pada awan badai yang menjulang. Di
tangan kirinya, Islanzadi menggenggam pedang tak bersarung. Tangan kanannya
kosong, tapi tampak berselaput warna merah terang, dan setelah beberapa saat,
Eragon sadar jemari dan pergelangan tangan sang ratu berlumuran darah yang
menetes-netes. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Alis Islanzadi yang mencuat berkerut ketika sang ratu melihat Eragon. Dengan ekspresi
seperti itu, ia sangat mirip Arya, meski sosok dan sikapnya jauh lebih menakjubkan
daripada putrinya. Ia cantik dan menakutkan, seperti dewi perang yang angker. Eragon
menyentuh bibir dengan jari kemudian menekuk tangan kanannya ke dada dalam
gerakan kaum elf untuk menunjukkan loyalitas dan honnat, lalu mengucapkan kalimat
pembuka salam tradisional mereka, bicara lebih dulu, seperti seharusnya jika
berhadapan dengan mereka yang tingkatannya lebih tinggi. Islanzadi memberi jawaban
yang sesuai, dan dengan niat membuat sang ratu senang serta mendemonstrasikan
kemampuannya melaksanakan adat istiadat kaum elf, Eragon menutup salam dengan
ucapan ketiga yang tidak diwajibkan: "Dan semoga kedamaian berada dalam hatimu."
Sikap Islanzadi yang menakutkan agak berkurang, dan senyum samar menghias
bibirnya, seakan menghargai sikap Eragon. "Dan dalam dirimu juga, Shadeslayer."
Suaranya yang rendah dan dalam terdengar bagai gesekan jarum-jarum pinus dan
deguk sungai kecil serta musik yang diperdengarkan angin saat- menyapu alang-alang.
Sambil menyarungkan pedang, sang ratu bergerak menyeberangi tenda menuju meja
lipat dan berdiri di sudut pandang Eragon sambil membasuh darah dari kulitnya
menggunakan air kendi. "Aku khawatir kedamaian sulit diraih dalam saat-saat seperti
ini." "Peperangan ini dahsyat, Yang Mulia?" "Sebentar lagi akan begitu. Pasukanku
berkumpul di sisi barat Du Weldenvarden, tempat kami mungkin banyak membunuh dan
terbunuh di dekat pepohonan yang sangat kami cintai. Kami ras yang terpencar dan
tidak bergerak dalam barisan seperti yang dilakukan kaum lain-mengingat kerusakan
yang akan ditimbulkan di negeri ini-maka butuh waktu lama untuk mengumpulkan


Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
pasukan dari sudut-sudut hutan terjauh." "Aku mengerti. Hanya..." Ia mencari cara untuk
mengajukan pertanyaan tanpa kesan tidak sopan. "Jika pertempuran belum dimulai, aku
heran kenapa tangan Anda berlumuran darah." Sambil mengibaskan tetesan air dari
jemarinya, Islanzadi mengangkat lengannya yang cokelat keemasan sempurna untuk
dilihat Eragon, dan ia sadar sang ratu adalah model bagi patung dua lengan yang saling
mengait dekat pintu masuk rumah pohonnya di Ellesmuntuk menggantikan senjata
pengepung dan alat pendobrak yang rusak saat Pertempuran Dataran Membara. Jika
motif mereka jujur clan polos, kami mungkin tidak terlalu mempennasalahkan kehilangan
sebatang pohon kuno yang megah di hutan kami. Mungkin dua. Tapi tidak dua puluh
delapan." Rasa dingin mengaliri tubuh- Eragon. "Apa yang Anda lakukan?" ia bertanya,
meski- sudah- menduga jawabannya. Islanzadi mengangkat dagu, dan wajahnya
menjadi keras. "Aku bersama dua prajurit pengintaiku. Bersama-sama, kami
membetulkan kesalahan manusia-manusia itu. Di masa lalu, penduduk Ceunon lebih
tahu sehingga tidak mengganggu daerah kekuasaan kami. Hari ini kami mengingatkan
mereka apa alasannya." Tanpa sadar ia mengusap-usap tangan kanannya, seolah
terasa sakit, dan menatap menembus cermin, ke arah bayangan yang hanya bisa
dilihatnya sendiri. "Kau mengetahui bagaimana rasanya, Eragon-finiarel, menyentuh
kekuatan kehidupan tanaman dan hewan di sekelilingmu. Bayangkan bagaimana kau
akan mengasihi kemampuan itu jika telah memilikinya berabad-abad. - - Kami mengabdi
untuk mempertahankan Du Weldenvarden, dan hutan ini adalah esensi jiwa dan raga
kami. Sakit yang dirasakan hutan adalah sakit yang kami rasakan juga... Kami kaum
yang sulit dibangkitkan amarahnya, tapi begitu kami marah, kami seperti naga: kami
marah dengan kemurkaan besar. Sudah lebih dari seratus tahun sejak aku, atau
sebagian besar elf, menumpahkan darah dalam pertempuran. Dunia telah melupakan
apa yang mampu kami lakukan. Kekuatan kami mungkin berkurang setelah kejatuhan
para Penunggang, tapi kami masih akan membuat perhitungan; bagi musuh-musuh
kami, keadaan akan terasa berbalik menyerang mereka. Kami adalah Ras Tetua, dan
kemampuan serta pengetahuan kami jauh melebihi manusia biasa. Biar Galbatorix dan
sekutunya diperingatkan, karena kami kaum elf akan meninggalkan hutan kami, clan
kami akan kembali membawa kemenangan, atau tidak sama sekali." Eragon bergidik.
Bahkan saat menghadapi Durza, ia tidak pernah melihat kebulatan tekad dan kejujuran
yang tak tergoyahkan seperti ini. Ini tidak manusiawi, pikirnya, dan menertawai dirinya
sendiri. Tentu saja tidak manusiawi. Dan aku harus mengingatnya. Meski kami sangat
mirip-dan dalam kasusku, nyaris identik-kami ini bukan kaum yang sama. "Jika Anda
menyerang Ceunon," katanya, "bagaimana Anda akan mengendalikan penduduk di
sana" Mereka mungkin membenci Kerajaan lebih daripada kematian sen- diri, tapi aku
tidak yakin mereka akan memercayai Anda, hanya karena mereka manusia dan kalian
elf." Islanzadi mengibaskan sebelah tangan. "Itu tidak penting. Begitu kami berada di
dalam tembok kota, kami punya cara untuk memastikan tidak ada yang berani melawan.
Ini bukan kali pertama kami memerangi kaummu." Setelah berkata demikian, ia
rnembuka helmnya, dan rambutnya tergerai ke depan membingkai wajahnya di antara
rambut sehitam gagak. "Aku tidak senang mendengar kau menyerang Helgrind, tapi
kuduga misimu sudah selesai dan berhasil dengan baik?" "Ya, Yang Mulia." "Maka
keberatanku sebenamya tidak diperlukan. Tapi aku memperingatkanmu, Eragon
Shuetugal, jangan mempertaruhkan nvawa sendiri untuk melakukan misi berbahaya
yang tidak berguna. Aku tahu ini kedengaran jahat, tapi memang benar, dan- - inilah
kenyataannya: nyawamu lebih berharga daripada kebahagiaan sepupumu." "Aku
bersumpah pada Roran untuk membantunya." "Maka kau mengucapkan sumpah
dengan ceroboh, tanpa memikirkan konsekuensinya." "Apakah Anda ingin aku
mengabaikan orang-orang yang kukasihi" Jika aku melakukan itu, aku akan jadi pria
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
yang dibenci dan tidak dipercaya: menjadi alat yang kejam demi memenuhi harapan
orang-orang yang percaya bahwa aku, entah bagaimana, akan bisa menjatuhkan
Galbatorix. Juga, selama Katrina menjadi tawanan Galbatorix, Roran sangat rentan
untuk dimanipulasi olehnya." Sang ratu mengangkat sebelah alisnya yang setajam
belati. "Kerentanan yang bisa kaucegah untuk dimanfaatkan Galbatorix jika kau melatih
Roran untuk bersumpah mengenai hal ini, dengan bahasa sihir... Aku tidak menyuruhmu
menyingkirkan te man-teman dan keluargamu. Itu tindakan kejam. Tapi camkan dalam
dirimu apa yang jadi taruhannya: kelangsungan hidup seluruh Alaga- - dirinya, dan lebih
merana lagi jika ia berusaha menyelamatkan Katrina sendiri dan tewas. Bagaimanapun,
aku akan terlalu sedih untuk bisa jadi- berguna bagi Anda atau siapa saja. Tidak bisakah
kita sedikitnya berbeda pendapat mengenai hal ini" Kita berdua tidak akan saling
memaksakan." "Baiklah," kata Islanzadi. "Kita akan melupakan masalah untuk
sementara. Tapi jangan sangka kau bisa menghindari penyelidikan menyeluruh atas
keputusan yang kaubuat, Eragon Penunggang Naga. Di mataku kau tampak
merendahkan tanggung jawabmu yang lebih besar, dan itu hal yang serius. Aku akan
membicarakan ini dengan Oromis; ia akan memutuskan apa yang akan dilakukan
terhadapmu. Sekarang katakan padaku, mengapa kau membutuhkanku?" Eragon
mengertakkan gigi beberapa kali sebelum bisa menjelaskan, dengan nada sopan,
kejadian hari itu, alasan tindakannya terhadap Sloan, dan hukuman yang dipikirkannya
untuk si tukang daging. Ketika ia selesai, Islanzadi memutar tubuh dan mondar-mandir
di dalam tenda-gerakannya selentur kucing-kemudian berhenti- dan berkata, "Kau
memilih ditinggalkan, di tengah Kerajaan, untuk menyelamatkan nyawa pembunuh dan
pengkhianat. Kau sendirian bersama pria ini, berjalan kaki, tanpa perbekalan atau \
persenjataan, kecuali sihir, dan musuh-musuhmu berada dekat di belakang. Kurasa
teguranku tadi memang beralasan sekali. Kau-" "Yang Mulia, jika Anda harus marah
padaku, bisakah Anda tangguhkan" Aku ingin menyelesaikan masalah ini secepat
mungkin sehingga bisa beristirahat sebelum fajar; jarak yang harus kutempuh besok
sangat jauh." Sang ratu mengangguk. "Keselamatanmulah yang terpenting. Aku akan
marah sekali setelah kita selesai berbicara... Sedartgkan pennintaanmu, hal itu tidak
pernah terjadi dalam sejarah kami. Jika aku berada dalam posisimu, aku akan
membunuh Sloan dan membebaskan diriku dari masalah saat itu juga." "Aku tahu Anda
akan berbuat begitu. Aku pernah melihat Arya membunuh gyrfalcon yang terluka,
karena katanya kematiannya tidak bisa dihindari, dan dengan membunuhnya, ia
menyelamatkan burung itu dari penderitaan. Mungkin aku seharusnya- - melakukan hal
yang sama terhadap Sloan, tapi aku tidak bisa. Kurasa itu pilihan yang akan kusesali
seumur hidupku, atau lebih buruk lagi, keputusan yang akan membuatku lebih mudah
membunuh di masa depan." Islanzadi mendesah, dan tiba-tiba saja ia tampak letih.
Eragon ingat sang ratu juga bertempur hari itu. "Oromis mungkin gurumu yang
sebenarnya, tapi kau telah membuktikan diri sebagai murid Brom, bukan Oromis. Brom
satu-satunya orang lain yang mampu membuat dirinya terbelit berbagai masalah genting
seper ti dirimu. Seperti- Brom, kau tampaknya mampu memilih mana bagian pasir isap
yang paling dalam dan menceburkan diri ke sana." Eragon menyembunyikan
senyumnya, senang mendengarkan perbandingan itu. "Bagaimana dengan Sloan?" ia
bertanya. "Nasibnya berada di tangan Anda sekarang." Perlahan, Islanzadi duduk di
bangku tanpa sandaran dekat meja lipat, meletakkan kedua tangan di pangkuan, dan
menatap satu sisi cermin. Sikapnya tidak bisa dibaca: topeng cantik yang menutupi
pikiran dan perasaannya, yang tidak bisa ditembus Eragon, tak peduli seberapa keras ia
berusaha. Ketika sang ratu membuka mulut, ia berkata, "Karena kau berpendapat
nyawa pria ini layak diselamatkan, dengan membuat dirimu sendiri kerepotan, aku tidak
bisa menolak permintaanmu dan menganggap pengorbananmu tidak ada artinya. Jika
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Sloan berhasil melalui cobaan yang kauberikan kepadanya, Gilderien si Bijak akan
mengizinkannya lewat, dan Sloan akan diberi kamar dengan ternpat tidur dan makanan.
Aku tidak bisa menjanjikan lebih daripada itu, karena apa yang terjadi kemudian akan
tergantung pada Sloan sendiri, tapi jika kondisi yang kausebutkan tadi tercapai, maka
ya, kami akan memberikan cahaya di kegelapannya." "Terima kasih, Yang Mulia. Anda
sangat murah hati." "Tidak, bukan murah hati. Peperangan ini tidak mengizinkanku
bermurah hati, hanya praktis. Pergilah dan lakukan apa yang harus kaulakukan, dan
berhati-hatilah, Eragon Shades layer." "Yang Mulia." Eragon membungkuk. "Jika boleh
aku meminta bantuan lagi: apakah Anda bersedia tidak memberitahukan keadaanku
sekarang pada Arya, Nasuada, dan kaum Varden" Aku tidak ingin mereka
mengkhawatirkan aku lebih daripada yang sudah-sudah, dan mereka akan mengetahui
sendiri dari Saphira." "Aku akan mempertimbangkan." Eragon menunggu, tapi ketika
sang ratu tetap membisu dan jelas sekali tidak akan menyatakan keputusannya, Eragon
membungkuk untuk kedua kalinya dan berkata, "Terima kasih." Citra berpendar di
permukaan air bergoyang kemudian lenyap dalam kegelapan saat Eragon mengakhiri
mantra yang digunakannya. Ia berjongkok dan menengadah menatap ribuan bintang di
atas, membiarkan matanya kembali terbiasa melihat dalam cahaya redup berkelip yang
mereka pancarkan. Kemudian ia meninggalkan batu dengan genangan air di atasnya
lalu kembali melangkah di antara rerumputan dan semak-semak menuju perkemahan,
tempat Sloan masih duduk tegak, kaku seperti besi tempa. Eragon menendang sebutir
kerikil, dan suara yang ditimbulkannya membuat Sloan tersadar akan kehadirannya lagi.
Pria itu segera memutar kepalanya, secepat burung. "Apakah kau sudah memutuskan?"
tanya Sloan. "Sudah," jawab Eragon. Ia berhenti dan berjongkok di depan si tukang
daging, menopang tubuh dengan satu tangan di tanah. "Dengarkan baik-baik, karena
aku tidak akan mengulanginya. Kau melakukan perbuatanmu karena cintamu terhadap
Katrina, atau setidaknya begitulah pengakuanmu. Entah kau mengaku atau tidak, aku
juga yakin kau memiliki motif lain yang lebih mendasar sehingga ingin memisahkannya
dengan Roran: kemarahan... kebencian... dendam... dan kesedihanmu sendiri." Bibir
Sloan mengeras menjadi garis putih tipis. "Kau salah menilaiku." "Kurasa tidak. Karena
hati nurani melarangku membunuhmu, hukumanmu adalah yang paling berat yang bisa
kupikirkan selain kematian. Aku yakin ucapanmu sebelumnya benar, bahwa bagimu
Katrina lebih berharga daripada apa pun di dunia ini. Maka, hukumanmu adalah ini: kau
tidak akan melihat, menyentuh, atau bicara dengan putrimu lagi, sampai kau mati, dan
kau akan hidup mengetahui Katrina bersama Roran dan mereka bahagia
bersama-sama, tanpa dirimu." Sloan menarik napas melalui gigi terkatup rapat. "Itu
hukuman darimu" Ha! Kau tidak bisa memaksaku; kau tidak memiliki penjara yang bisa
mengurungku." "Aku belum selesai. Aku akan memaksamu dengan membuatmu
bersumpah dalam bahasa kaum elf -bahasa kebenaran dan sihir-untuk menuruti
peraturan hukumanmu." "Kau tidak bisa memaksaku bersumpah," Sloan menggeram.
"Bahkan jika kau menyiksaku." "Aku bisa, dan aku tidak akan menyiksamu. Terlebih lagi,
aku akan memantraimu agar selalu ingin bergerak ke utara sampai kau tiba di
EllesmEragon meninggalkan tongkat di sebelah Sloan dan menyeberang ke sisi lain
perkemahan kemudian berbaring telentang. Dengan mata yang sudah terpejam, ia
menggumamkan mantra i- yang akan membangunkannya sebelum fajar dan
membiarkan dirinya larut dalam pelukan istirahat tidur terjaganya. Padang Kelabu
terasa dingin, gelap, dan tidak bersahabat ketika dengungan rendah terdengar di dalam
kepala Eragon. "Letta," katanya, dan suara- dengungan itu lenyap. Ia meregangkan otot
sambil mengerang, berdiri dan merentangkan kedua tangan ke atas kepala,
mengguncang-guncang keduanya agar darahnya kembali mengalir. Punggungnya
terasa penuh memar, ia berharap punya waktu cukup lama sebelum harus
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mengayunkan senjata lagi. Ia menurunkan tangan kemudian mencari Sloan. Si tukang
daging sudah lenyap. Eragon tersenyum ketika melihat sepasang jejak baru, diiringi
lekukan bundar dari ujung tongkat,- menjauhi perkemahan. Jejak itu tampak agak
melenceng ke sana kemari tapi selalu mengarah ke utara, menuju hutan belantara kaum
elf. Aku ingin ia berhasil, pikir Eragon dengan agak terkejut. Aku ingin ia berhasil, karena
artinya semua makhluk bisa memperbaiki diri dari kesalahan yang telah diperbuat. Dan
jika Sloan bisa memperbaiki kekurangan dalam dirinya dan menyesali kekejaman yang
dilakukannya, ia akan mendapati masa depannya tidak sekelam yang dikiranya. Karena
Eragon tidak memberitahu Sloan bahwa jika si tukang daging menunjukkan bahwa ia
sungguh-sungguh menyesali kejahatannya, mengubah sifatnya, dan hidup sebagai
manusia yang lebih berbudi, Ratu Islanzadi akan menyuruh para penyihirnya untuk
mengembalikan penglihatan Sloan. Meski demikian, itu hadiah yang harus
diperjuangkan Sloan tanpa diketahuinya, karena ia bisa saja menipu para elf agar
mengabulkan hadiah itu jauh sebelum waktunya. Lama sekali Eragon menatap
jejak-jejak kaki itu, kemudian mengangkat pandangannya menuju cakrawala dan
berkata, Semoga berhasil." Letih, tapi puas, ia memalingkan wajah dari jejak Sloan dan
mulai berlari melintasi Padang Kelabu. Ia tahu di barat daya terdapat tumpukan batu
pasir tempat Brom berbaring dalam makam berliannya. Ia ingin mengalihkan langkah
dan mengunjungi makam Brom tapi tidak berani melakukannya, karena jika Galbatorix
menemukan makam tersebut, ia akan mengirim agenagennya ke sana untuk mencari
Eragon. "Aku akan kembali," katanya. "Aku berjanji, Brom: suatu hari nanti aku akan
kembali." Ia terus berlari.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
PENGADILAN PISAU PANJANG "Tapi kami kaummu!" Fadawar, seorang pria
jangkung, berhidung tinggi dan berkulit hitam, bicara dengan tekanan kuat yang sama
seperti yang diingat Nasuada ketika ia masih kecil di Farthen Dur, saat utusan-utusan
dari bangsa ayahnya datang dan ia akan duduk di pangkuan Ajihad sambil
terkantuk-kantuk sementara mereka bicara dan mengisap rokok cardus. Nasuada
menengadah menatap Fadawar dan berharap ia enam inci lebih tinggi sehingga bisa
menatap sang panglima perang serta empat pengawalnya lurus di mata mereka. Tapi ia
memang sudah terbiasa menghadapi para pria yang menjulang di hadapannya. Agak
membingungkan rasanya berada di tengah-tengah sekelompok orang yang berkulit
sama gelapnya seperti dirinya. Ini merupakan pengalaman baru baginya, tidak menjadi
pusat perhatian yang mengundang tatapan aneh dan bisikan komentar. Ia berdiri di
depan kursi berukir tempat ia bertemu dengan tamu-tamunya salah satu dari sedikit
kursi sungguhan yang dibawa Varden dalam operasi penyerangan mereka di dalam
paviliun komandonya yang berwarna merah. Matahari hampir terbenam, dan cahayanya
memancar menembus sisi kanan tenda seolah melalui kaca patri, membuat segalanya
berpendar kernerahan. Meja panjang dan rendah penuh berkas laporan dan peta
berserakan menghabiskan setengah ruang paviliun. Persis di luar pintu tenda yang
besar itu, Nasuada tahu bahwa enam anggota pengawal pribadinya dua manusia, dua
kurcaci, dan dua Urgal menunggu dengan senjata siaga, siap menyerang jika sedikit
saja insting mereka mengatakan ia berada dalam bahaya. Jdipercaya, telah
membuatnya dikelilingi pengawal sejak kematian Ajihad, tapi tidak pernah sebanyak ini
dalam waktu yang lama. Meski demikian, sehari setelah Pertempuran Dataran
Membara, Jberapa banyak pengawal yang dibutuhkannya. Jormundur menginginkan
dua belas orang atau lebih sepanjang waktu. Nasuada menginginkan empat atau
kurang. Mereka mencapai kesepakatan untuk menggunakan enam orang, yang masih
dianggap terlalu banyak oleh Nasuada; ia khawatir itu akan memberi kesan bahwa ia
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
takut atau, lebih buruk lagi, seolah-olah ingin mengintimidasi semua orang yang lama
dianggap sebagai pengrajin perhiasan dengan kualitas terbaik, yang bisa dibandingkan
dengan kerajinan kaum kurcaci. Nasuada juga memiliki beberapa perhiasan, tapi ia
memilih tidak mengenakannya. Sedikit perhiasan yang dimilikinya tidak bisa
dibandingkan dengan aksesori hebat yang dikenakan Fadawar. Nasuada juga
menganggap tidak bijaksana untuk menghias dirinya sendiri dengan perhiasan macam
apa pun, tak peduli seberapa mewah dan berpengaruh, saat ia harus bicara dan
menangani beberapa fraksi berlainan di dalam tubuh Varden. Jika ia menunjukkan
dukungan lebih besar ke salah satu fraksi, kemampuannya untuk mengendalikan
mereka semua akan lenyap begitu saja. Hal itu juga menjadi dasar argumentasinya
terhadap Fadawar sekarang. Sekali lagi Fadawar menghunjamkan scepter-nya ke lantai.
"Darah adalah hal yang terpenting! Mula-mula kau harus bertanggung jawab kepada
keluargamu, kemudian kepada sukumu, lalu kepada panglima perangmu, kemudian
kepada dewa-dewa di surga maupun di dunia, barulah kau mengabdi kepada rajamu
atau negaramu, jika kau memilikinya. Begitulah cara hidup manusia yang diinginkan
Unulukuna, dan begitulah cara kita harus hidup jika ingin bahagia. Apakah kau cukup
berani untuk meludahi Sang Tua" jika seseorang tidak mau membantu keluarganya,
siapa yang bisa diandalkannya untuk membantunya" Teman datang dan pergi, tapi
keluarga adalah selamanya." "Kau memintaku," kata Nasuada, "untuk memberikan
posisi kekuasaan ini kepada kerabatku dan karena ayahku lahir di antara kalian. Ini akan
dengan senang hati kulakukan- jika kerabatmu bisa memegang jabatan itu lebih baik
daripada semua orang di Varden, tapi yang kau ucapkan sama sekali tidak
meyakinkanku ke arah sana. Dan sebelum kau mengucapkan apa-apa lagi dengan lidah
emasmu yang pandai berpidato, kau harus tahu bahwa tuntutan berdasarkan pertalian
darah sama sekali tidak ada artinya bagiku. Aku akan lebih mempertimbangkan
permintaanmu jika selama ini kau membantu ayahku selain hanya mengirimkan
remeh-temeh dan janji-janji palsu ke Farthen DNasuada merasakan kepasrahan luar
biasa. Jadi Elva memang benar ini tidak bisa dihindari, pikirnya. Desiran rasa ngeri dan
semangat mengalir dalam tubuhnya. Jika memang harus begini, maka tidak ada
gunanya aku berpura-pura lagi. Membiarkan suaranya meninggi, ia berkata,
"Permohonan yang lebih sering tidak kalian hormati." "Itu- tidak benar!" "Itu- benar. Dan
bahkan jika kau berkata jujur, posisi Varden terlalu genting bagiku untuk memberimu
sesuatu tanpa ada balasannya. Kau meminta sesuatu, tapi katakan padaku, apa yang
kautawarkan sebagai gantinya" Apakah kau mau membantu Varden dengan emas dan
perhiasanmu?" "Tidak secara langsung, tapi " "Maukah kau memberiku keahlian para
seniman kerajinan kalian, bebas biaya?" "Kami tidak bisa- " "Kalau begitu bagaimana
kau menganggap dirimu layak menuntut permintaanmu" Kau tidak bisa membayarnya
dengan prajurit; mereka sudah berperang untukku, apakah dalam Varden ataupun pada
pasukan Raja Orrin. Puaslah dengan apa yang kau miliki sekarang, Panglima, dan
jangan meminta sesuatu yang berada di luar hakmu." "Kau memutar balikkan kebenaran
demi keuntunganmu Aku meminta hak kami! Itulah mengapa kami ada di sini. Kau
bicara dan bicara terus, tapi kata-katamu tak ada artinya, karena dengan perbuatanmu,
kau telah mengkhianati kami." Gelang-gelang di tangannya bergemerencing saat ia
menunjuk, seolah-olah berada di depan ribuan penonton. "Kau mengakui kami sebagai
kaummu. Apakah kau masih mengikuti adat-istiadat dan menyembah dewa-dewa
kami?" Inilah saatnya, pikir Nasuada. Ia bisa berbohong dan berkata ia telah


Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan adat lama, tapi jika Fadawar mengerutkan wajah dan mengangguk.
"Setuju." Ia menghunjamkan scepter-nya cukup keras agar menancap pada tanah dan
berdiri tegak sendiri, kemudian mengambil gelang pertama di lengannya lalu berusaha
membukanya. "Tunggu," kata Nasuada. Melangkah menuju meja yang memakan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
setengah tempat paviliun, ia mengambil lonceng kuningan kecil dan membunyikannya
dua kali, berhenti, kemudian membunyikannya empat kali lagi. Hanya sedetik dua detik
berlalu sebelum Farica masuk ke tenda. Ia menatap tamu-tamu Nasuada dengan
terang-terangan, kemudian membungkuk memberi hormat di depan mereka semua lalu
berkata, "Ya, Mistress?" Nasuada mengangguk kepada Fadawar. "Kita bisa melanjut
kan." Kemudian ia bicara kepada pelayannya: "Bantu aku melepaskan pakaian; aku
tidak mau merusaknya." Wanita yang lebih tua itu tampak terkejut mendengarnya. "Di
sini, Ma'am" Di depan...pria-pria ini?" "Ya, di sini. Dan cepatlah! Aku tidak perlu
berdebat dengan pelayanku sendiri." Nada bicara Nasuada terdengar lebih kasar
daripada yang diinginkannya, tapi jantungnya berdebar keras dan kulitnya sangat,
sangat sensitif; pakaian dalamnya yang terbuat dari linen halus terasa sekasar kanvas.
Kesabaran dan kesopanan sudah tidak dipikirkannya lagi sekarang. Ia hanya bisa
berkonsentrasi pada tindakan yang harus dilakukarmya. Nasuada berdiri tidak bergerak
ketika Farica mencabut dan menarik renda di gaunnya, yang terjalin memanjang dari
tulang selangkanya sampai ke ujung tulang punggungnya. Ketika tali-temali itu sudah
cukup longgar, Farica mengangkat kedua tangan Nasuada keluar dari lengan bajunya,
dan kungkungan gaun berlapis-lapis itu terjatuh menjadi tumpukan di kaki Nasuada,
meninggalkannya berdiri nyaris telanjang hanya berbalut pakaian dalam putih. Ia
berusaha tidak gemetar ketika keempat prajurit di depannya memerhatikannya, merasa
rentan di bawah tatapan tamak mereka. Sambil mengabaikan mereka, ia melangkah
maju, keluar dari gaunnya, dan Farica menyambar gaun itu dari tanah. Di seberang
Nasuada, Fadawar sedang sibuk melepaskan semua gelang dari lengannya,
menunjukkan bahan berbordir jubah di dalamnya. Setelah selesai, ia mengangkat
mahkotanya yang super besar dan menyerahkannya kepada salah satu pengawalnya.
Suara-suara di luar paviliun menunda kegiatan selanjutnya. Berderap melalui- pintu
masuk, seorang bocah pembawa pesan- namanya Jarsha, Nasuada mengingat berdiri
tegap beberapa meter di dalam dan mengumumkan: "Raja Orrin dari Surda, J
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Aku telah memanggil kalian semua ke sini," kata Nasuada, "untuk menjadi saksi
Pengadilan Pisau Panjang antara Fadawar dan diriku sendiri, dan untuk mengatakan
yang sejujurnya tentang hasil yang dicapai- kepada semua yang bertanya." Kedua
perwakilan suku berambut kelabu, Naako dan Ramusewa, tampak terkejut mendengar
kata-katanya; mereka saling mendekat dan berbisik-bisik. Trianna melipat kedua lengan
di dada- memperlihatkan gelang ular di pergelangan tangannya yang ramping tapi selain
itu ia tidak menunjukkan reaksi apa-apa. J"Tapi, Nasuada," kata Raja Orrin. "Pengadilan
ini, bukannya yang " "Benar." "Terkutuk; kenapa kau tidak melupakan saja tindakan gila
ini" Hanya orang sinting yang mau melakukannya." "Aku sudah memberikan sumpahku
kepada Fadawar." Suasana di dalam paviliun menjadi semakin tegang. Karena Nasuada
telah bersumpah maka ia tidak bisa mundur tanpa menyebabkan dirinya dianggap
seorang pelanggar sumpah yang hina sehingga orang-orang yang berpikiran waras
tidak akan punya pilihan selain menyumpahi dan mengucilkannya. Orrin ragu beberapa
saat, tapi ia berkeras bertanya: "Apa gunanya" Artinya, jika kau kalah " "Jika aku kalah,
Varden tidak akan lagi mengabdi kepadaku, tapi kepada Fadawar." Nasuada menduga
akan terjadi serangan protes. Namun yang terjadi adalah keheningan, kemarahan
membara yang tampak jelas di wajah Raja Orrin berubah menjadi dingin dan tajam serta
terkendali. "Aku tidak senang kau memutuskan untuk membahayakan tujuan kita."
Kepada Fadawar, ia berkata, "Tidak bisakah kau berpikir jernih dan melepaskan
Nasuada dari tanggung jawabnya" Aku akan memberimu banyak harta jika kau setuju
untuk membatalkan ambisimu yang busuk ini." "Aku sudah kaya," ucap Fadawar. "Aku
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
tidak membutuhkan emasmu yang murahan. Tidak, tidak ada yang bisa membuatku
membatalkan Pengadilan Pisau Panjang ini karena Nasuada telah menghina rakyatku
dan aku." "Jadilah saksi sekarang," kata Nasuada. Orrin mencengkeram lipatan
jubahnya erat-erat, tapi kemudian ia membungkuk dan berkata, "Aye, aku akan menjadi
saksi." Dan dari dalam lengan baju mereka yang besar, keempat prajurit Fadawar
mengeluarkan gendang kecil berlapis kulit kambing berbulu. Sambil berjongkok, mereka
meletakkan gendang-gendang itu di antara lutut mereka lalu menggebuk keras-keras,
begitu cepat sehingga tangan mereka tampak bagaikan benda hitam buram di udara.
Musik kasar itu membenamkan suara-suara lain, begitu pula serangan pikiran kalut
dalam benak Nasuada. Jantungnya terasa berdetak seirama dengan tempo pukulan
gendang yang menyerang telinganya. Tanpa kehilangan satu nada pun, anak buah
Fadawar yang paling tua meraih ke dalam rompinya dan, dari sana, mengeluarkan dua
belati panjang berbilah bengkok yang dilemparkannya ke puncak langit-langit tenda.
Nasuada memerhatikan kedua belati itu berputar-putar, terpesona oleh keindahan
gerakannya. Ketika kedua belati sudah cukup dekat, ia mengangkat tangan dan
menangkap salah satunya. Gagangnya yang berlapis opal nenyengat telapak
tangannya. Fadawar juga berhasil menangkap senjatanya. Kemudian pria itu menarik
manset kemejanya dan mengguung lengan bajunya sampai melewati siku. Mata
Nasuada tidak berpaling dari lengan Fadawar saat pria itu melakukannya. Lengannya
kokoh dan berotot, tapi Nasuada menganggap itu tidak enting; tubuh atletis tidak akan
membantunya menang dalam competisi ini. Yang dicarinya adalah bekas luka menonjol
yang, jika ada, akan terdapat di bagian dalam lengan bawahnya. Nasuada melihat lima
bekas luka.- - - - - - - - - - - - - - - - Lima! pikirnya. Banyak sekali. Rasa percaya dirinya
agak menglap ketika menatap bukti keberanian Fadawar. Satu-satunya yang memberi
Nasuada keberanian adalah ramalan Elva: anak perempuan itu telah berkata bahwa,
dalam hal ini Nasuada akan bertahan. Nasuada menggenggam memori itu kuat-kuat
seperti ibu mencengkeram anak satuTsatunya. Ia berkata aku bisa nelakukan ini, maka
aku harus berhasil mengalahkan Fadawar.. aku harus berhasil! Karena ia adalah orang
yang melontarkan tantangan, Fadawar nemulainya lebih dulu. Ia mengulurkan lengan
kirinya lurus setinggi bahu, telapak tangan menghadap atas; Tatapannya melekat pada
Nasuada. Nasuada tersenyum dan menempelkan pisaunya sendiri pada lengannya.
Besinya terasa sedingin es. Mereka berdua sedang menguji kekuatan masing-masing,
siapa di antara mereka yang bisa menanggung lebih banyak luka. Ini merupakan
kepercayaan bahwa siapa saja yang ingin menjadi kepala suku atau panglima perang,
akan rela menerima lebih banyak rasa sakit daripada orang lain demi rakyatnya. Jika
tidak, bagaimana mungkin sebuah suku bisa percaya pemimpin mereka akan
mengutamakan kepentingan rakyat daripada keinginannya sendiri" Nasuada
menganggap kepercayaan ini mendukung tindakan ekstrem, tapi ia juga mengerti akan
kemampuan tindakan ini dalam mendapatkan kepercayaan rakyat. Meski Pengadilan
Pisau Panjang dikhususkan bagi ras berkulit hitam, mengalahkan Fadawar juga berarti
menguatkan posisinya di antara Varden dan, ia berharap, di antara pengikut Raja Orrin.
Ia berdoa cepat memohon kekuatan kepada Gokukara, dewi belalang sembah,
kemudian menarik pisaunya. Besi yang tajam itu mengiris kulitnya dengan sangat
mudah, ia berusaha tidak memotong terlalu dalam. Nasuada bergidik. Ia ingin
melemparkan pisau itu dan mencengkeram lukanya sambil menjerit. Ia tidak
melakukannya. Ia tetap mengendurkan otot-ototnya; jika ia menegang, proses itu akan
lebih menyakitkan lagi. Dan ia tetap tersenyum sementara, perlahan-lahan, pisau itu
memutilasi tubuhnya. Irisan itu hanya berlangsung selama tiga detik, tapi dalam tiga
detik itu, dagingnya yang terbuka bagai menjeritkan seribu protes, dan setiap jeritan
hampir membuat Nasuada berhenti. Saat ia menurunkan pisau, ia sadar meski anak
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
buah Fadawar masih menggebuk gendang, ia hanya bisa mendengar dentuman
nadinya sendiri. Kemudian Fadawar mengiris lengarmya untuk kedua kali. Urat-urat di
lehernya menegang, dan nadinya menonjol seolah akan meletus sementara pisau
mengukir perjalanannya yang ber darah-darah. Nasuada melihat gilirannya sudah tiba
lagi. Tahu apa yang bakal dihadapinya hanya meningkatkan rasa takutnya. Nalurinya
untuk menyelamatkan diri naluri yang terbukti akurat dalam beberapa kesempatan
melawan mati-matian perintah otaknya yang dikirimkan ke lengan dan tangannya.
Dengan kalut, ia berkonsentrasi pada niatnya untuk mempertahankan Varden dan
menggulingkan Galbatorix: dua tujuan yang telah dijadikan pengabdiannya selama
hidupnya. Dalam benaknya, ia melihat ayahnya, JSekarang Fadawar mulai mengiris
lengan kanannya, menyebabkan percikan darah dari otot-ototnya yang tegang. Ia
menegangkan ototnya, Nasuada tersadar. Ia berharap kesalahan itu akan cukup untuk
membuat Fadawar menyerah. Nasuada tidak bisa menahan diri; ia menjerit ketika pisau
membelah kulitnya. Tepi bilah yang setajam silet terasa membakar seperti kawat panas.
Di tengah-tengah sayatan, tangan kirinya yang sudah lemah bergerak gemetar.
Hasilnya, pisau terpeleset, meninggalkan sayatan panjang tidak rata dua kali lebih
dalam daripada lukanya yang lain. Napasnya berhenti ketika ia menahan sakit. Aku tidak
bisa meneruskan, pikirnya. Aku tidak bisa... aku tidak bisa! Ini terlalu menyakitkan. Lebih
baik aku mati... Oh, kumohon, biarkan ini berlalu! Ia merasa agak lega karena telah
mengasihani diri sendiri serta mengutarakan berbagai keluhan lain, tapi jauh di dalam
hati, ia tahu ia tidak akan menyerah. Untuk yang kedelapan kalinya, Fadawar
memosisikan pisaunya di atas lengan, dan di sana ia memegangnya, besinya yang
berwarna pucat berhenti seperempat inci dari kulitnya yang legam. Ia tetap dalam posisi
seperti itu sementara keringat menetes-netes melalui matanya dan luka-lukanya
meneteskan darah semerah batu delima. Tampaknya keberaniannya mulai surut, tapi
kemudian ia meraung dan, dengan sayatan cepat, memotong lengannya. Keraguan
Fadawar membangkitkan semangat Nasuada yang tadinya mulai kendur. Rasa senang
luar biasa mengalir dalam tubuhnya, membuat rasa sakitnya berubah hampir menjadi
sensasi menyenangkan. Ia menyamakan kedudukan dengan Fadawar dan kemudian,
didorong tiba-tiba oleh rasa tidak peduli akan keselamatannya sendiri, mengiris
lengannya sekali lagi. "Kalahkan itu," bisiknya. Pikiran akan harus membuat dua irisan
sekaligus satu untuk menyamakan luka Nasuada dan satu lagi untuk mengalahkannya-
terasa mengerikan bagi Fadawar. Ia mengerjap, menjilat bibir, dan membetulkan posisi
cengkeramannya pada gagang pisau tiga kali sebelum ia mengangkat senjata itu di atas
lengannya. Lidahnya keluar dan menjilat bibirnya lagi. Tangan kanannya gemetar tak
terkendali, dan pisau terjatuh dari jemarinya yang menekuk kaku, menancap di lantai
tegak lurus. Fadawar mengambilnya. Di balik jubahnya, dadanya naik turun dengan
kecepatan tinggi. Memungut pisau, ia menyentuhKannya ke lengannya; pisau itu
mengiris dan sedikit darah mengalir. Rahang Fadawar mengeras dan berkedut,
kemudian tubuhnya bergetar dan ia jatuh membungkuk, menekan tangannya yang
terluka ke perutnya. "Aku menyerah," katanya. Suara genderang berhenti. Keheningan
yang kemudian terjadi hanya berlangsung sedetik sebelum Raja Orrin, Jyang tidak
berusaha dimengertinya. Ia memilih untuk mundur jauh ke dalam dirinya, ke tempat rasa
sakitnya tidak terlalu menyiksa dan mengancam. Ia mengambang pada ruang gelap
tanpa batas, diterangi beberapa lingkaran cahaya berwarna-warni. Kelegaannya itu
diganggu suara Trianna saat penyihir wanita itu berkata, "Tinggalkan pekerjaanmu,
pelayan, dan lepas perban-perban itu sehingga aku bisa menyembuhkan majikanmu."
Nasuada membuka mata untuk melihat J"Pekerjaan Farica sudah memadai. Aku akan
menyuruh seorang penyembuh untuk menjahit luka-lukaku dan membuat ramuan untuk
mengurangi pembengkakannya, tapi hanya itu." "Tapi kenapa!" "Pengadilan Pisau
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Panjang menuntut pesertanya untuk membiarkan luka-luka mereka sembuh dengan
cara normal. Jika tidak begitu, kami tidak akan mengalami keseluruhan rasa sakit yang
merupakan tujuan utama pengadilan ini. Jika aku melanggar peraturan, Fadawar akan
dinyatakan sebagai pemenang." "Setidaknya biarkan aku mengurangi penderitaanmu,"
kata Trianna. "Aku tahu beberapa mantra yang bisa menghilangkan rasa sakit. Jika kau
memberitahuku sebelum ini, aku sudah akan mempersiapkannya sehingga kau bisa
menyayat lenganmu tanpa merasa sakit." Nasuada tertawa dan membiarkan kepalanya
lunglai ke samping, merasa agak limbung. "Jawabanku akan sama saja dengan
sekarang: curang bukan tindakan terhormat. Aku harus memenangi pengadilan ini tanpa
curang sehingga tidak ada yang bisa meragukan kepemimpinanku di kemudian hari."
Dengan suara lirih membahayakan, Raja Orrin berkata, "Tapi bagaimana jika kau
kalah?" "Aku tidak bisa kalah. Bahkan jika aku harus mati, aku tidak bisa membiarkan
Fadawar mengambil alih kekuasaan di Varden." Tampak sedih, Orrin memerhatikannya
lama sekali. "Aku percaya. Hanya saja, apakah loyalitas terhadap suku layak menda
patkan pengorbanan sebesar ini" Kau bukan orang biasa yang bisa kami ganti begitu
saja." "Loyalitas terhadap suku" Bukan. Tapi ini akan memberikan efek jauh melebihi
lingkup suku, seperti yang harus kauketahui. Tindakan ini akan membantu menyatukan
kekuatan kita. Dan itu adalah hadiah yang sangat layak bagiku sehingga aku rela
menghadapi sepasukan kematian." "Coba katakan, apa yang akan diperoleh Varden jika
kau benar-benar mati hari ini" Tidak ada keuntungannya sama sekali. Warisan yang
diberikan olehmu hanya akan berupa patah semangat, kerusuhan, dan mungkin
kehancuran." Kapan saja Nasuada minum anggur, arak, dan minuman ber alkohol
tinggi, ia menjadi lebih berhati-hati akan ucapan dan gerakannya, karena meskipun
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Bidadari Pendekar Naga Sakti KABAR DARI LANGIT
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Ada lubang pada memori Nasuada: kesadarannya akan indra-indranya lenyap
seluruhnya, sehingga ia baru menyadari telah kehilangan sebagian waktu ketika J"Kau
telah melakukan semacam... pencegahan, my Lady?" tanya JNasuada mengangkat
tangannya, menyuruh mereka pergi, dan J Selama satu menit yang panjang, mungkin
dua menit, satusatunya suara yang didengar Nasuada adalah pekikan burungburung
gagak yang- terbang berputar-putar di atas perkemahan Varden. Kemudian, dari
belakangnya, terdengar suara gesekan lirih, seperti tikus sedang mencari makan.
Menolehkan kepala nya, ia melihat Elva menyelinap keluar dari tempat persembu
nyiannya, muncul dari antara dua helai kain menuju ruangan utama paviliun. Nasuada
memerhatikannya. Pertumbuhan luar biasa gadis kecil ini semakin meningkat. Ketika
Nasuada pertama kali bertemu dengannya belum lama ini, Elva tampak seperti anak
usia antara tiga sampai empat tahun. Sekarang ia tampak lebih mirip anak enam tahun.
Gaunnya yang sederhana berwarna hitam, dengan beberapa lipatan berwarna- ungu
pada leher dan bahunya. Rambutnya yang pan jang dan lurus bahkan lebih gelap lagi:
bagai aliran air hitam yang tergerai sampai ke belakang pinggangnya. Wajahnya yang
tirus pucat seperti tulang, karena ia jarang keluar. Tanda naga di dahinya berwarna
perak. Dan matanya, yang berwarna ungu, memiliki kesan letih dan sinis-hasil dari
berkat Eragon yang temyata adalah kutukan, karena telah memaksa Elva untuk
menanggung penderitaan orang lain dan juga berusaha mencegahnya. Pertempuran
yang baru berlalu hampir membunuhnya, dengan kombinasi penderitaan ribuan orang
dalam benaknya, meski salah satu anggota Du Vrangr Gata telah membuatnya tertidur
dengan sihir selama pertempuran berlangsung, dalam usaha untuk melindunginya. Baru
akhir-akhir ini saja gadis kecil itu mulai bicara dan tertarik pada sekelilingnya lagi. Ia
mengusap mulutnya yang merah dengan punggung tangan, dan Nasuada bertanya,
"Kau sakit?" Elva mengangkat bahu. "Aku sudah terbiasa dengan rasa sakit, tapi tidak
pernah mudah menolak mantra Eragon... Aku sulit untuk dibuat terkesan, Nasuada, tapi
kau adalah wanita kuat, mampu menahan sekian banyak sayatan." Meski sudah sering
didengar Nasuada, suara Elva masih membuatnya ngeri, karena nadanya yang pahit
dan mengejek kedengaran seperti diucapkan seorang dewasa yang letih karena
kehidupan, bukan suara anak-anak. Ia berjuang untuk mengabaikan suara Elva ketika
menjawab: "Kau sudah lebih kuat. Aku tidak perlu menderita melalui rasa sakit Fadawar
juga. Terima kasih karena telah bersamaku. Aku tahu kau pasti menderita, dan aku
sangat berterima kasih." "Berterima kasih" Ha! Kata-kata yang tidak ada artinya bagiku,
Lady Nights talker." Bibir Elva menyunggingkan senyum miring. "Kau punya makanan"
Aku kelaparan." "Farica meninggalkan roti dan anggur di belakang gulungan gulungan
perkamen itu," kata Nasuada, menunjuk ke seberang paviliun. Ia memerhatikan gadis itu
mengambil makanan dan mulai melahap roti, menjejali mulutnya dengan
potongan-potongan besar. "Setidaknya kau tidak harus hidup seperti ini lebih lama lagi.
Segera setelah Eragon tiba, ia akan melenyapkan mantranya." "Mungkin." Setelah
memakan setengah batang roti, Elva berhenti. "Aku berbohong soal Pengadilan Pisau
Panjang." " Ap a maksudmu?" "Ramalanku berkata kau akan kalah." "Apa!" "Jika aku
membiarkan keadaan berjalan sebagaimana mestinya, kau tidak akan mampu
melakukan sayatan ketujuh dan Fadawar akan duduk di tempatmu sekarang. Maka aku
mengatakan kepadamu apa yang perlu kaudengar agar kau bertahan." Kengerian
menyapu Nasuada. Jika yang dikatakan Elva benar, maka ia berutang lebih banyak
pada penyihir-cilik ini. Tapi tetap saja ia tidak suka- dimanipulasi, meski demi
kebaikannya sendiri. "Begitu. Rasanya aku harus berterima kasih sekali lagi." Elva
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
tertawa, suaranya rapuh. "Dan kau membenci tiap detiknya, bukan" Tidak apa-apa. Kau
tidak perlu takut menyinggung perasaanku, Nasuada. Kita berguna bagi satu sama lain,
itu saj a ." Nasuada merasa lega ketika salah satu kurcaci yang menjaga paviliun,
kapten pengawalnya, mengetuldan kapak ke perisainya dan mengumumkan, "Angela
sang ahli tanaman obat ingin bertemu Anda, Lady Nightstalker." "Dipersilakan," kata
Nasuada, melantangkan suaranya. Angela masuk ke paviliun, membawa beberapa tas
dan keranjang yang dikaitkan ke lengannya. Seperti biasa, rambutnya yang keriting
membentuk awan badai di sekeliling wajahnya, yang tampak cemas. Dekat kakinya
sang kucing jadi-jadian Solembum melenggang, dalam bentuk hewannya. Kucing itu
segera melangkah menghampiri Elva dan mulai menggesekkan tubuh di kaki gadis itu,
sambil melengkungkan punggungnya. Meletakkan barang-barang bawaannya ke lantai,
Angela me mutar bahunya dan berkata, "Sungguh! Di antara- dirimu dan Eragon,
rasanya aku menghabiskan sebagian besar waktuku di Varden menyembuhkan
orang-orang yang terlalu konyol untuk menyadari bahwa mereka harus menghindari diri
mereka dicincang sampai jadi serpihan." Sambil bicara, ahli tanaman obat bertubuh
pendek itu melangkah menghampiri Nasuada dan mulai membuka perban yang melilit di
lengan kanannya. Angela berdecak kesal. "Biasanya, ini adalah saat si ahli tanaman


Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

obat bertanya kepada pasiennya bagaimana keadaannya, dan pasiennya akan
berbohong melalui gigi dikatupkan dengan berkata, 'Oh, tidak terlalu buruk', dan si
penyembuh berkata, 'Bagus, bagus. Gembiralah dan kau akan sembuh dengan cepat.'
Tapi menurutku rasanya jelas sekali kau tidak akan segera berkeliaran menyerukan
perintah melawan Kekaisaran. Jauh dari itu." "Aku tetap akan sembuh, bukan?" tanya
Nasuada. "Kau akan sembuh jika kau mengizinkanku menggunakan sihir untuk menutup
luka-luka itu. Karena tidak bisa, lebih sulit untuk dipastikan. Kau harus menanggung
sakit seperti orang-orang biasa dan berharap tidak ada luka yang terkena infeksi." Ia
menghentikan pekerjaannya dan menatap langsung Nasuada. "Kau tentu sadar
luka-luka ini akan berbekas?" "Jika harus begitu, biarlah." "Benar." Nasuada menahan
erangan dan menatap langit-langit saat Angela menjahit luka-lukanya dan kemudian
menutupinya tebal-tebal dengan bubur dedaunan yang basah. Dan dari sudut matanya,
Nasuada melihat Solembum melompat ke atas meja dan duduk di sebelah Elva.
Mengulurkan cakarnya yang besar dan berbulu tebal, kucing itu mengambil sepotong
roti dari piring Elva lalu menggigitnya, menunjukkan taring-taringnya yang putih. Bulu
bulu hitam di- telinganya yang besar bergetar ketika ia menggerakkan kedua telinganya
ke sana kemari, mendengarkan suara besi beradu saat prajurit-prajurit melangkah di
luar paviliun. "Barz Elva terus makan, seakan tidak merasa terganggu keributan itu. Ia
mengamati potongan roti yang dipegangnya dengan ibu jari dan jari tengahnya,
seolah-olah sedang memeriksa spesies serangga aneh, kemudian mencelupkannya ke
gelas anggur dan memasukkan roti itu ke mulutnya. "My Lady!" teriak seorang pria.
"Eragon dan Saphira menghampiri dengan cepat dari arah timur laut!" Nasuada
memasukkan kembali pisaunya. Mendorong tubuh bangkit dari kursi, ia berkata kepada
Angela, "Tolong bantu aku berpakaian." Angela memegangi gaun di depan Nasuada,
yang melangkah ke dalamnya. Kemudian dengan hati-hati Angela menuntun tangan
Nasuada masuk ke lengan gaunnya dan, ketika sudah masuk, memasang tali-temali di
bagian punggung gaun.- Elva membantunya. Bersama-sama mereka membantu
Nasuada berpakaian dengan cepat. Nasuada mengamati kedua lengannya dan tidak
melihat tandatanda adanya perban di dalamnya. "Apakah sebaiknya aku
memperlihatkan atau menyembunyikan luka-lukaku?" ia bertanya. "Itu tergantung," kata
Angela. "Apakah menurutmu dengan menunjukkan luka-lukamu akan membuatmu
tampak lebih hebat atau malah memberi semangat kepada musuh-musuhmu karena
mereka mengira kau dalam keadaan lemah dan rentan" Pertanyaan itu sebenarnya
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
agak filosofis, digunakan saat memutuskan apa yang akan kaukatakan jika melihat
seorang pria kehilangan ibu jari kakinya. Apakah 'Oh, Sambil tetap menatap Saphira,
Nasuada melangkah di antara barisan tenda menuju lapangan besar yang menjadi
tempat bagi Saphira mendarat dan mengudara. Para pengawal dan pendampingnya
mengikutinya, tapi ia tidak terlalu memerhatikan mereka, karena ia ingin segera
bergabung lagi dengan Eragon dan Saphira. Sudah berhari-hari ia menghabiskan
banyak waktu mengkhawatirkan mereka, baik sebagai pemimpin Varden maupun, yang
agak membuatnya terkejut, sebagai seorang teman. Saphira terbang secepat semua
elang atau rajawali yang pernah dilihat Nasuada, tapi ia masih sekian mil jauhnya dari
perkemahan, dan Saphira butuh hampir sepuluh menit untuk melalui jarak itu.
Sementara itu, kerumunan besar prajurit berkumpul di sekitar lapangan: manusia,
kurcaci, dan bahkan sekontingen Urgal berkulit kelabu, dipimpin Nar Garzhvog, yang
meludahi pria-pria yang berada paling dekat mereka. Dalam kerumunan juga terdapat
Raja Orrin dan para pengikutnya, yang berdiri di seberang Nasuada; Narheim, duta
besar kaum kurcaci yang telah menggantikan tugas Orik sejak Orik pergi ke Farthen dur;
Jormundur; anggota lain Dewan Tetua; dan Arya. Elf wanita bertubuh jangkung itu
bergerak di antara kerumunan menuju Nasuada. Bahkan dengan Saphira yang sudah
semakin dekat, pria dan wanita sama-sama mengalihkan mata mereka dari langit untuk
memerhatikan Arya, elf itu sungguh menakjubkan untuk dilihat. Dengan pakaian serba
hitam, ia mengenakan celana ketat seperti pria, pedang di pinggulnya, dan busur serta
tabung panah di punggungnya. Kulitnya sewarna dengan madu. Wajahnya bersiku
seperti kucing. Dan ia melangkah dengan gerakan gemulai yang meluncur dan gagah,
menandakan kepiawaiannya menggunakan pedang, dan juga kekuatan supernya.
Pakaian Arya yang eksentrik selalu dianggap Nasuada agak tidak pantas; terlalu
menonjolkan lekuk tubuhnya. Tapi Nasuada harus mengakui bahkan jika Arya
mengenakan gaun compang-camping, ia akan tampak lebih agung dan berwibawa
daripada bangsawan mortal. Berhenti di hadapan Nasuada, Arya menunjuk dengan
jarinya yang gemulai ke arah luka-luka Nasuada. "Seperti ucapan sang penulis puisi
Earne, menempatkan diri sebagai tameng dari bahaya demi rakyat dan negara yang
dicintai adalah hal termulia yang bisa dilakukan seseorang. Aku mengenal semua
pemimpin Varden, dan mereka semua adalah pria dan wanita hebat, dan tidak ada yang
sehebat Ajihad. Tapi setelah ini, kau bahkan mungkin lebih hebat darinya." "Itu sebuah
kehormatan, Arya, tapi aku takut jika aku terlalu bersinar, hanya akan ada sedikit orang
yang mengingat ayahku seperti selayaknya." "Perbuatan anak-anak adalah warisan
didikan yang mereka terima dari orangtua mereka. Bersinarlah seperti matahari,
Nasuada, karena semakin terang dirimu, semakin banyak orang yang menghormati
Ajihad karena telah mendidikmu bagaimana harus mengemban tanggung jawab menjadi
pemimpin di usia semuda Nasuada menundukkan kepala, meresapi nasihat Arya.
Kemudian ia tersenyum dan berkata, "Usia muda" Aku seorang wanita dewasa, jika
dilihat dari ukuran kaum kami." Mata Arya yang hijau berpendar senang. "Benar. Tapi
jika kita Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menilai orang dari usianya, bukan dari kebijaksanaannya, tidak ada manusia yang
dianggap dewasa di antara kaumku. Kecuali Galbatorix." "Dan aku," Angela menimpali.
"Masa?" kata Nasuada. "Kau tidak mungkin jauh lebih tua dariku." "Ha! Kau
mencampuradukkan penampilan dengan usia. Seharusnya kau lebih paham setelah
berada di sekitar Arya selama Sebelum Nasuada sempat bertanya berapa usia Angela
sebenarnya, ia merasakan bagian belakang gaunnya ditarik. Menoleh, ia melihat Elva
yang telah melakukannya dan gadis itu sedang menggamitnya. Sambil membungkuk,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Nasuada mendekatkan telinganya kepada Elva, yang bergumam, "Eragon tidak
mengendarai Saphira." Dada Nasuada terasa kaku, napasnya tertahan. Ia menatap ke
atas: Saphira terbang berputar-putar persis di atas perkemahan, beberapa ribu kaki di
udara. Sayap-sayapnya yang besar dan mirip sayap kelelawar tampak hitam berlatar
belakang langit. Nasuada bisa melihat bagian bawah tubuh Saphira, cakar-cakarnya
tampak putih di rangkaian sisik pada perutnya, tapi Nasuada tidak bisa melihat siapa
yang menungganginya. "Bagaimana kau tahu?" ia bertanya, suaranya direndahkan.
"Aku tidak bisa merasakan ketidaktenartgan Eragon, tidak juga rasa takutnya. Roran
ada di sana, dan seorang wanita yang kurasa adalah Katrina. Tapi tidak ada yang lain."
Berdiri tegak, Nasuada menepukkan tangannya dan 'berkata, "Jormundur!" dengan
suara dilantangkan. J Nasuada menyadari sang raja menatap terus ke arah Katrina,
seperti semua pria yang hadir di sana, termasuk para- kurcaci, dan Nasuada yakin
mereka akan menyebarkan cerita tentang pesona Katrina ke rekan-rekan seperjuangan
mereka sebelum malam ini berakhir. Apa yang dilakukan Roran telah membuat gadis ini
lebih penting daripada wanita biasa; membuatnya menjadi objek misteri, kekaguman,
dan memikat para prajurit. Bahwa seseorang akan melakukan pengorbanan sebesar itu
untuk orang lain, dilihat harga yang harus dibayar, berarti orang tersebut sangatlah
berharga. Katrina merona dan tersenyum. "Terima kasih," katanya. Selam merasa malu
karena mendapat perhatian begitu besar, eskpresinya juga menunjukkan kebanggaan,
seakan ia tahu betapa hebatnya Roran dan ia senang sekali karena telah mencuri hati
pemuda itu, dari semua wanita di AlagaNasuada menelan ludah ketika benak Saphira
menyentuh benaknya. Saphira tidak terasa seperti makhluk apa pun yang per nah
dihadapi Nasuada; kuno, asing, dan liar sekaligus jinak. Bersamaan dengan penampilan
Saphira yang mengagumkan, perasaan itu membuat Nasuada berpikir bahwa jika
Saphira ingin memakan mereka semua, naga itu mampu melakukannya. Sangat
mustahil, pikir Nasuada, bisa bersikap santai di sekitar seekor naga. Aku mencium
darah, kata Saphira. Siapa yang telah men yakitimu, Nasuada" Katakan padaku, dan
aku akan mencabik mereka dari leher sampai perut dan membawakanmu kepala
mereka sebagai hadiah. "Kau tidak perlu mencabik seseorang. Setidaknya, belum. Aku
yang melukai diriku sendiri dengan pisau. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk
membicarakannya. Sekarang, yang kukhawatirkan hanya keberadaan Eragon." Eragon,
jawab Saphira, memutuskan untuk tetap tinggal di Kekaisaran. Se lama beberapa detik
Nasuada tidak mampu bergerak atau berpikir. Kemudian perasaan ngeri menggantikan
reaksi tidak percaya akan kata-kata Saphira. Yang lain-lain juga bereaksi dengan
berbagai sikap yang mirip dengannya, maka Nasuada tahu Saphira telah bicara kepada
semua yang hadir. "Bagaimana... bagaimana kau bisa membiarkannya tinggal?" Ia
bertanya. Jilatan api kecil keluar dari cuping hidung Saphira ketika ia mendengus.
Eragon bisa memiliki keputusan sendiri. Aku tidak bisa menghentikannya. Ia berkeras
melakukan hal yang dianggapnya benar, tidak peduli apa akibatnya bagi dirinya sendiri
mau pun bagi Alagaesia... Aku bisa mengguncangnya seperti anak kecil, tapi aku
bangga padanya. Jangan takut; ia bisa menjaga dirinya sendiri. Sejauh ini, tidak ada
bahaya yang menimpanya. Aku akan tahu jika ia celaka. Arya bicara: "Dan mengapa ia
memutuskan hal ini Saphira?" Akan lebih cepat jika aku menunjukkan kepada kalian
daripada menjelaskannya dengan kata-kata. Bolehkah" Mereka semua
mengizinkannya. Aliran memori Saphira menerjang benak Nasuada. Ia melihat- -
Helgrind yang hitam dari atas lapisan awan; mendengar Eragon, Roran, dan Saphira
mendiskusikan bagaimana cara terbaik untuk menyerang; melihat mereka menemukan
sarang Ra'zac; dan melihat pertarungan besar Saphira melawan Lethrblaka. Prosesi
citra itu membuat Nasuada terkagum-kagum. Ia dilahirkan di dalam Kekaisaran tapi
tidak bisa mengingat apa-apa tentangnya; inilah pertama kalinya ia melihat daerah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kekuasaan Galbatorix saat sudah dewasa selain daerah pinggiran liar. Terakhir
dilihatnya gambar Eragon yang sedang berdebat dengan Saphira. Naga itu berusaha
menutupinya, tapi kepedihan .karena harus meninggalkan Eragon masih terasa baru
dan menyakiti hatinya, sehingga Nasuada harus mengusap pipinya sendiri
menggunakan perban di lengannya. Meski demikian, alasan yang diberikan Eragon
untuk tetap berada di sana-untuk membunuh Ra'zac dan menjelajahi seluruh
Helgrind-terasa tidak kuat bagi Nasuada. Ia mengerutkan kening. Eragon mungkin
ceroboh, tapi ia tidak cukup tolol untuk membahayakan semua usaha yang kami
kerahkan hanya demi menyelidiki beberapa gua dan memuaskan nafsu balas
dendamnya sendiri. Pasti ada penjelasan lain. Ia bertanya-tanya apakah bisa mendesak
apa sebenarnya yang terjadi dari Saphira, tapi ia tahu Saphira tidak akan menahan
informasi tanpa alasan kuat. Mungkin ia ingin mendiskusikan ini denganku berdua saja,
pikir Nasuada. "Astaga!" seru Raja Orrin. "Eragon tidak bisa memilih waktu yang lebih
buruk lagi untuk pergi sendirian. Apa artinya satu Ra'zac dibandingkan dengan seluruh
pasukan Galbatorix yang berkemah hanya beberapa mil dari kita"...Kita harus
membawanya kembali ke sini." Angela tertawa. Ia sedang merajut kaus kaki
menggunakan lima jarum tulang, yang menimbulkan suara keretak-keretik dengan irama
stabil dan aneh. "Bagaimana caranya" Eragon akan melakukan perjalanan di siang hari,
dan Saphira tidak bisa begitu saja terbang berkeliling mencarinya ketika matahari
sedang bersinar dan ada risiko orang melihatnya lalu melapor kepada Galbatorix." "Ya,
tapi ia Penunggang kita! Kita tidak bisa duduk diam saja sementara ia berada di
tengah-tengah daerah musuh." "Aku setuju," kata Narheim. "Bagaimanapun caranya,
kita harus membawanya kembali dengan selamat. Grimstborith Hrothgar mengadopsi
Eragon ke keluarga dan klannya-seperti yang kalian tahu, adalah klanku juga-dan kami
berutang kesetiaan hukum kami dan darah kami padanya." Arya berlutut dan membuat
Nasuada terkejut dengan membuka tali dan mengikat ulang sepatu botnya. Sambil
menggigit salah satu tali- sepatunya, Arya berkata, "Saphira, di mana lokasi persis
Eragon ketika terakhir kali kau menyentuh benaknya?" Di pintu masuk Helgrind. "Dan
apakah kau tahu jalan mana yang akan ditempuhnya?" Ia sendiri belum tahu. Melompat
berdiri, Arya berkata, "Maka aku harus mencari ke mana pun yang aku bisa." Seperti
seekor rusa, ia melompat ke depan dan berlari melintasi lapangan, lenyap di antara
tenda-tenda di sana sambil melesat ke arah utara secepat dan seringan angin. "Arya,
jangan!" teriak Nasuada, tapi elf itu sudah lenyap. Rasa putus asa mengancam akan
melumpuhkan Nasuada saat ia menatap arah ke mana Arya pergi. Inti kami sedang
diguncang, pikirnya. Mencengkeram sisi-sisi baju besinya yang tambal sulam
seolah-olah ingin mencabik-cabiknya, Garzhvog berkata kepada Nasuada, "Kau ingin
aku mengikutinya, Lady Nightstalker" Aku tidak bisa berlari secepat dan seringan elf,
tapi aku bisa berlari dengan jarak sama jauhnya." "Tidak... jangan, tinggallah di sini.
Arya bisa disangka manusia dari jauh, tapi prajurit-prajurit akan memburumu begitu
serang petani melihatmu." "Aku sudah terbiasa diburu." "Tapi tidak di tengah-tengah
Kekaisaran, dengan ratusan anak uah Galbatorix berkeliaran di pedesaan. Tidak, Arya
hams menjaga dirinya sendiri. Aku berharap ia bisa menemukan Eragon dan
menjaganya, karena tanpa Eragon, akan tamat riwayat kita."
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
LARI DAN MENGHINDAR KAKI-KAKI Eragon berdebum di tanah. Dentuman langkah
kakinya berawal dari kedua tumit dan mengalir ke atas tungkainya, melalui pinggulnya,
dan bergetar pada tulang punggungnya sampai menggetarkan tengkoraknya, dentuman
berulang itu membuat gigi-geliginya bergemeletuk, membuat sakit kepalanya terasa
memburuk pada setiap mil yang dilaluinya. Nada-nada monoton dari dentuman kedua
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kakinya mula-mula membuatnya jengkel, tapi tidak lama kemudian, suara itu
membuatnya terlena menuju keadaan ketika ia tidak berpikir, hanya bergerak. Ketika
sepatu bot Eragon menghantam tanah, ia mendengar bilah-bilah rumput yang rapuh
patah seperti ranting dan awan debu kecil terbang dari tanah yang kering. Ia menduga
setidaknya sudah sebulan hujan tidak turun di bagian Alagaisia ini. Udara yang kering
menyerap lembap dari napasnya, membuat kerongkongannya sakit. Tidak peduli
seberapa banyak ia minum, ia tidak bisa menggantikan jumlah air yang telah menguap
dari dalam tubuhnya akibat matahari dan angin. Maka ia sakit kepala. Helgrind sudah
jauh di belakangnya. Meski demikian, ia bergerak lebih lambat daripada yang
diinginkannya. Ratusan pasukan patroli Galbatorix-terdiri dari prajurit dan penyihir -
menyebar di seluruh negeri, dan ia sering harus bersembunyi untuk menghindari
mereka. Ia tidak- ragu mereka sedang mencarinya. Malam sebelumnya, ia bahkan
melihat Thorn melintas rendah di timur cakrawala. Eragon segera membentengi
benaknya, melemparkan tubuh ke dalam parit, dan diam di sana selama setengah jam,
sampai Thorn meluncur turun kembali ke sisi lain bumi. Eragon memutuskan untuk
menggunakan jalan utama dan jalan setapak sesering mungkin. Kejadian-kejadian
dalam minggu terakhir telah memaksanya mengerahkan tenaga sampai batas
kemampuan fisik dan ketahanannya. Ia memilih untuk mengistirahatkan dan
memulihkan tubuhnya, alih-alih menyiksa diri dengan merambah daerah bersemak, naik
turun bukit, dan melintasi sungai-sungai berlumpur. Saatnya untuk mengambil pilihan
keras seperti itu akan tiba lagi, tapi bukan sekarang. Sepanjang berada di jalan, ia tidak
berani berlari secepat yang ia mampu; malahan, sebaiknya menghindari berlari sebisa
mungkin. Beberapa penduduk desa dan rumah-rumah di batas luar pedesaan tersebar
di sekitarnya. Jika ada salah satu penduduk yang melihat seorang pria berlari kencang
melintasi pedesaan seakan dikejar segerombolan serigala, pemandangan itu akan
segera menimbulkan keingintahuan dan kecurigaan, mungkin malah menyebabkan
petani yang melihatnya ketakutan lalu melaporkannya ke Kekaisaran. Itu akan jadi
bencana bagi Eragon,- - yang pertahanan terbaiknya adalah menjadi tidak kentara. Ia
berlari sekarang hanya karena tidak bertemu dengan makh luk hidup, kecuali seekor
ular yang sedang berjemur, lebih dari tiga mil jauhnya. Tujuan utama Eragon adalah
kembali ke Varden, dan ia jengkel sekali karena harus melintasi negeri seperti
gelandangan begini. Tapi ia bersyukur karena memiliki waktu untuk diri sendiri. Ia tidak
pernah sendirian, benar-benar sendirian, sejak ia menemukan telur Saphira di Spine.
Benak Saphira selalu bersentuhan dengan benaknya, atau Brom atau Murtagh atau
orang lain selalu berada di sisinya. Selain selalu ditemani orang lain, ia juga terbebani
latihan-latihannya yang berat selama berbulanbulan sejak meninggalkan Lembah
Palancar, hanya berhenti ketika harus melakukan perjalanan atau ambil bagian dalam
pertempuran. Sebelum ini ia tidak pernah berkonsentrasi penuh pada dirinya sendiri
begitu- lama, atau merasakan beban besar keceImasan dan ketakutan. Maka ia
menyambut kesendiriannya, dan kedamaian yang dialaminya sekarang. Ketidakhadiran
suara-suara, termasuk suaranya sendiri, menjadi alunan ninabobo yang, selama
sementara, bisa menghapus rasa takutnya menghadapi masa depan. Ia tidak
berkeinginan untuk men-scry Saphira-meski mereka berdua terpisah terlalu jauh untuk
bisa menyentuh benak masing-masing, ikatan dirinya dengan naga itu akan
membuatnya segera tahu jika Saphira terluka - atau untuk menghubungi Arya atau
Nasuada dan mendengar protes marah mereka. Jauh lebih baik, pikirnya, untuk
mendengarkan nyanyian burung-burung yang melayang-layang dan desahan angin
melintasi rerumputan serta dahan-dahan berdaun. Suara gemerincing tali kekang,
derap langkah kaki kuda, dan suara-suara manusia segera mengentakkan Eragon dari
lamunannya. Terkejut, ia berhenti dan melihat sekeliling, berusaha memastikan dari
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mana orang-orang itu datang. Sepasang gagak hitam melayang berputar-putar ke atas
dari jurang dekat-dekat sana. Satu-satunya tempat persembunyian di dekat Eragon
adalah sekelompok kecil pohon cemara juniper. Ia berlari kencang ke sana dan
menyelusup ke bawah dahan-dahan yang condong ke tanah persis saat enam orang
prajurit muncul dari jurang dan berkuda menuju jalan tanah sempit yang terletak tidak
sampai tiga kaki dari sana. Biasanya, Eragon akan merasakan kehadiran mereka
sebelum mereka terlalu dekat, tapi sejak kemunculan Thorn dari jauh, ia telah
membentengi benaknya dari sekelilingnya. Para prajurit menarik tali kekang kuda
mereka di tengah-tengah jalan, saling berdebat. "Aku sudah bilang, aku melihat
sesuatu!" salah satunya berteriak. Tubuhnya sedang, dengan pipi merah dan janggut
kuning. Dengan jantung berdebar, Eragon berjuang menahan napasnya agar stabil dan
tidak bersuara. Ia menyentuh dahinya untuk memastikan kain yang diikatkannya di
kepala masih menutupinya yang mencuat ke atas dan telinganya yang runcing. Aku
berharap masih mengenakan baju besiku, pikirnya. Agar tidak menarik perhatian yang


Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak diinginkan, ia telah membuat semacam tas-menggunakan ranting-ranting kering dan
sepotong kain kanvas yang telah dibarternya dari tukang patri-dan memasukkan baju
besinya ke dalamnya. Sekarang ia tidak berani mengeluarkannya dan mengenakannya,
karena ia takut prajurit-prajurit itu akan mendengar. Prajurit berjanggut kuning turun dari
kudanya yang berwarna cokelat kemerahan dan melangkah di sisi jalan, memeriksa
tanah dan pohon-pohon cemara juniper di seberangnya. Seperti semua angggota
pasukan Galbatorix, prajurit itu mengenakan tunik merah berbordir benang emas
membentuk lidah api bercabang-cabang. Benang emasnya berkilauan ketika "Apa yang
diharapkan si brengsek Braethan dari kita" Kita hampir tidak tidur dua hari belakangan
ini." "Aye. Raja pasti dalam keadaan putus asa sampai menekan kita seperti ini...
Sejujurnya, aku merasa lebih baik kita tidak menemukan orang yang dicari ini. Bukannya
aku takut, tapi siapa saja yang mampu menyusahkan Galbatorix sebaiknya dihindari
oleh orang-orang macam kita. Biarkan Murtagh dan naga monsternya itu yang
menangkap buronan misterius ini, eh?" "Kecuali jika kita mencari untuk Murtagh," kata
orang ketiga. "Kaudengar apa kata anak Morzan itu sejelas yang kudengar sendiri."
Keheningan canggung terjadi di antara para prajurit. Kemudian yang tadi turun dari kuda
kembali menaiki tunggangannya, melingkarkan tali kekang- ke tangan kirinya, dan
berkata, "Tutup mulutmu, Derwood. Kau terlalu banyak omong." Dengan itu, kelompok
enam orang tersebut menyuruh tunggangan mereka maju dan melanjutkan perjalanan
ke arah utara. Begitu suara-suara kuda sudah memudar dari pendengaran, Eragon
melepaskan mantranya, kemudian menggosok mata dengan kepalan tangannya lalu
meletakkan kedua tangan di lututnya. Suara tawa rendah dan panjang keluar dari
kerongkongannya, dan ia menggeleng, terpesona akan betapa anehnya keadaan dirinya
sekarang dibandingkan dengan caranya dibesarkan di Lembah Palancar. Aku tidak
pernah membayangkan ini akan terjadi pada diriku, pikirnya. Mantra yang digunakannya
terdiri atas dua bagian: bagian pertama menyebabkan tubuhnya terselubung cahaya
sehingga ia tampak tidak kasatmata, dan yang kedua mudah-mudahan menutupi jejak
kepada penyihir lain bahwa ia telah menggunakan sihir. Kekurangan mantra itu adalah
tidak bisa menutupi jejak kaki - maka seseorang harus diam tak bergerak selama
menggunakannya - dan biasanya gagal untuk menyembunyikan bayang-bayang orang
yang merapalkannya. Melangkah keluar dari semak-semak, Eragon merentangkan
kedua lengan tinggi-tinggi di atas kepala kemudian menatap jurang dari mana para
prajurit tadi muncul. Sebuah pertanyaan mengusiknya saat ia melanjutkan perjalanan:
Apa yang telah dikatakan Murtagh" "Ahh!" Ilusi mirip jaring yang berasal dari mimpi
terjaga Eragon lenyap ketika ia mengibaskan kedua tangannya ke udara. Tubuhnya
menekuk jadi dua saat berguling menjauh dari tempat ia tadinya berbaring.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Menggapai-gapai ke belakang, ia mendorong tubuhnya berdiri dan mengangkat tangan
ke depan wajah untuk menangkis serangan. Kegelapan malam menyelubunginya. Di
atas, bintang-bintang yang rapat terus memancarkan cahaya mereka yang
bergemerlapan. Di bawah, tidak ada makhluk yang bergerak, dan Eragon juga tidak bisa
mendengar apa-apa kecuali angin lembut menggeser bilah-bilah rumput. Eragon
membentangkan benaknya, yakin seseorang akan menyerangnya. Ia merentangkan
benak sampai seratus kaki ke selurah penjuru tapi tidak menemukan seorang pun.
Akhirnya ia menurunkan tangannya. Dadanya naik turun, dan kulitnya terasa terbakar,
tubuhnya bau keringat. Dalam benaknya, topan meraung-raung: kelebatan bagai angin
ribut yang menunjukkan bilah pedang serta lengan dan kaki terputus. Selama sejenak,
ia mengira sedang berada di Farthen Dur memerangi para Urgal, dan di Dataran
Membara, saling menghantamkan pedang dengan manusia seperti dirinya. Setiap lokasi
tampak nyata sekali, ia berani bersumpah sejenis sihir telah membawanya kembali
menembus waktu dan ruang. Berdiri di hadapannya ia melihat para pria dan Urgal yang
telah dibunuhnya; mereka tampak begitu nyata, ia menduga mereka bakal bicara. Dan
meski tidak lagi penuh bekas luka, tubuhnya masih mengingat banyak luka yang
dideritanya, dan ia gemetar saat kembali merasakan pedang dan anak panah menusuk
dagingnya. Sambil melolong, Eragon jatuh berlutut dan memegangi perutnya, memeluk
diri sendiri sambil tubuhnya bergoyang-goyang ke depan dan belakang. Tidak apa-apa...
Tidak apa-apa. Ia menekan dahinya ke tanah, meringkuk merapat seperti bola.
Napasnya terasa panas di perutnya. "Ada apa denganku?" Tidak ada kisah
kepahlawanan dalam cerita-cerita Brom di Carvahall yang menyebutkan bahwa visi
seperti ini telah menyiksa pahlawan-pahlawan zaman dahulu. Tidak ada pejuang yang
ditemui Eragon di Varden yang tampaknya terganggu darah yang telah mereka
tumpahkan. Dan meski Roran mengaku tidak senang membunuh, pemuda itu tidak
terbangun di tengah malam sambil menjerit-jerit. Aku lemah, pikir Eragon. Seorang pria
seharusnya tidak merasa seperti ini Seorang Penunggang seharusnya tidak merasa
seperti ini. Garrow dan Brom akan baik-baik saja, aku tahu. Mereka melakukan apa
yang perlu dilakukan, dan itu saja. Tidak perlu ditangisi, tidak perlu disesali berlarut-larut
atau terus-menerus mengertakkan gigi... Aku lemah. Melompat berdiri, ia
mondar-mandir mengelilingi tempat berbaringnya di rumput, berusaha menenangkan
diri. Setelah setengah jam berlalu, ketika kecemasan masih mencengkeram dadanya
bagaikan tangan besi dan kulitnya gatal seolah-olah ada ratusan semut yang merayap di
bawahnya dan ia terlonjak hanya karena suara sekecil apa pun, Eragon menyambar
tasnya dan berlari cepat. Ia tidak peduli apa yang berada di hadapannya dalam
kegelapan pekat, atau siapa yang mungkin memergokinya sedang berlari. Ia hanya ingin
melarikan diri dari mimpi buruknya. Benaknya telah mempermainkannya, dan ia tidak
bisa bergantung pada pikiran rasional untuk menyingkirkan rasa paniknya. Maka
satu-satunya jalan keluar adalah bergantung pada hasrat hewan dalam dirinya, yang
menyuruhnya untuk bergerak. Jika ia berlari cepat dan sekuat tenaga, mungkin ia bisa
melupakan sejenak. Mungkin kibasan tangannya, dentuman kakinya di tanah, aliran
keringat dingin di bawah lengannya, dan berbagai sensasi lain- dalam kekuatan dan
keragamannya-akan bisa memaksanya untuk lupa. Mungkin. Sekelompok burung kecil
melesat melintasi langit petang, seperti segerombolan ikan di lautan. Eragon
menyipitkan mata melihat mereka. Di Lembah Palancar, ketika burung-burung kecil
kembali setelah musim dingin, biasanya mereka membentuk kelompok begitu besar,
sehingga mengubah siang menjadi malam. Kawanan burung ini tidak terlalu besar, tapi
tetap mengingatkannya akan petang-petang yang dihabiskannya bersama Garrow dan
Roran sambil minum teh mint di beranda rumah mereka, memerhatikan awan hitam
yang bertemperasan berbelok dan menukik di udara. Larut dalam lamunan, ia berhenti
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dan duduk di sebongkah batu sehingga bisa mengikat ulang tali sepatu botnya. Cuaca
telah berubah; sekarang terasa sejuk, dan bayangan kelabu di timur menunjukkan
mungkin akan terjadi badai. Tanaman tampak lebih rindang, dengan lumut dan ilalang
serta rumput hijau tebal. Beberapa mil jauhnya, lima bukit menjulang di daratan yang
biasanya rata itu. Barisan pohon ek besar tumbuh di bukit yang berada di
tengah-tengah. Di atas dedaunannya yang rimbun, Eragon melihat dinding-dinding
rontok sebuah bangunan yang sudah lama terabaikan, didirikan salah satu ras pada
masa lalu. Rasa ingin tahunya berkembang, ia memutuskan untuk makan di sekitar
reruntuhan itu. Pasti di sana banyak binatang buruan, dan berburu akan memberinya
alasan untuk menjelajah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Eragon tiba di kaki
bukit pertama satu jam kemudian, tempat ia menemukan sisa-sisa jalan kuno dilapisi
lempengan-lempengan batu. Ia mengikuti jalan tersebut menuju reruntuhan,
terheran-heran melihat konstruksinya yang aneh, karena tidak seperti bangunan yang
didirikan kaum elf, manusia, atau kurcaci yang dikenalnya. Bayang-bayang di bawah
pohon-pohon ek membuat Eragon kedinginan ketika ia mendaki bukit di tengah-tengah.
Dekat puncak, tanah merata di kakinya dan pepohonan agak jarang, dan ia memasuki
sebidang tanah lapang. Sebuah menara yang hampir runtuh berdiri di sana. tiagian
bawah menara itu lebar dan memiliki rusuk, seperti batang pohon. Kemudian struktur
bangunannya menyempit dan menjulang ke langit setinggi lebih dari tiga puluh kaki,
berakhir pada garis tajam dan bergerigi. Bagian atas menara itu tergeletak di tanah,
pecah menjadi ribuan keping. Eragon merasa bersemangat. Ia menduga telah
menemukan pos jaga luar milik kaum elf, didirikan jauh sebelum kemusnahan para
Penunggang Naga. Tidak ada ras lain yang memiliki keahlian atau kegemaran
mendirikan bangunan seperti mi. Kemudian ia melihat taman sayuran di sisi seberang
tanah lapang. Seorang pria duduk membungkuk di antara barisan tanaman, sedang
mencabuti rumput liar di petak-petak kacang polong. Bayangan menutupi wajahnya
yang merunduk. Janggut kelabunya panjang sekali, sampai menumpuk di pangkuannya
seperti benang wol yang tidak disisir. Tanpa menengadah, pria itu berkata, "Well,
apakah kau akan membantuku mencabuti rumput" Akan tersedia makanan untukmu jika
kau membantu." Eragon bimbang, tidak yakin apa yang hams dilakukan. Kemudian ia
berpikir, Kenapa aku harus takut pada seorang pertapa tua" dan melangkah ke kebun
sayuran itu. "Aku Bergan... Bergan putra Garrow." Pria itu mendengus. "Tenga putra
Ingvar." Baju besi di dalam tas Eragon berderak saat dijatuhkannya ke tanah. Se lama
satu jam berikutnya, Eragon bekerja tanpa bicara bersama Tenga. Ia tahu seharusnya
tidak tinggal di sana begitu lama, tapi ia menikmati pekerjaan ini; membuatnya tidak
sempat melamun. Sambil membersihkan petak-petak dari rumput liar, ia membiarkan
benaknya terentang dan menyentuh berbagai makhluk hidup yang berada di tanah
lapang itu. Ia menyambut perasaan bersatu yang dibaginya bersama mereka. Ketika
mereka sudah mencabut setiap rumput, tanaman purslane, dan dandelion dari sekitar
kacang-kacang polong, Eragon mengikuti Tenga menuju pintu sempit yang berdiri di
bagian depan menara, yang di baliknya terdapat dapur dan ruang ma- MASALAH
SENSITIF OTOT punggung Roran menggelembung dan bergelombang ketika ia
mengangkat batu besar dari tanah. Ia meletakkan batu itu di pahanya sejenak,
kemudian, sambil mendengus, mengangkatnya ke atas kepala dan meluruskan kedua
lengannya. Selama semenit penuh, ia menahan beban itu di udara. Ketika kedua
bahunya mulai gemetar dan mengancam akan menyerah, ia melemparkan batu besar
itu ke tanah di depannya. Batu tersebut mendarat dengan dentuman keras,
meninggalkan lubang sedalam beberapa inci di tanah.- Di kedua sisi Roran, dua puluh
prajurit Varden berjuang mengangkat batu dengan ukuran sama. Hanya dua orang yang
berhasil; yang lain-lain kembali ke bebatuan lebih ringan yang bisa mereka angkat.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Roran senang karena bulan-bulan yang dihabiskannya di bengkel pandai besi Horst dan
bertahun-tahun bekerja di pertanian telah memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan
para pria yang sudah berlatih menggunakan senjata sejak mereka berusia dua belas
tahun. Roran mengguncang lengan-lengannya yang pegal dan mengambil beberapa
tarikan napas dalam, udara terasa dingin di dadanya yang telanjang. Meraih- ke atas, ia
memijat bahu kanannya, mengatupkan tangan pada ototnya dan merabanya dengan
jemari, meyakinkan diri sekali lagi tidak ada bekas luka yang tersisa dari gigitan Ra'zac.
Ia nyengir, senang karena menjadi utuh dan sehat kembali, karena sebelumnya ia
merasa kesehatan adalah hal yang sama tidak mungkinnya seperti sapi berjoget.
Pekikan kesakitan membuatnya menoleh ke arah Albriech dan Baldor, yang sedang
berlatih bersama Lang, seorang veteran berkulit hitam penuh bekas luka perang yang
mengajari para prajurit cara bertarung. Bahkan dua lawan satu, Lang mampu bertahan,
dan dengan pedang kayu yang digunakannya untuk latihan, ia telah melontarkan senjata
Baldor, menghantam pria itu pada rusuknya, dan menusuk Albreiech keras-keras di
kakinya, sehingga pria itu jatuh terkapar, hanya dalam beberapa detik saja. Roran
bersimpati pada mereka; Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Dan apakah kau ingat aku berjanji setelah para Ra'zac mati, aku akan mendapatkan
kompensasi darimu atas peranmu dalam kematian Quimby?" "Aku ingat." birgit
memuntir belatinya kuat-kuat, urat-urat di punggung tangannya menonjol. Belati itu
keluar dari sarungnya sepanjang satu inci, menunjukkan besinya yang berkilauan,
kemudian dengan perlahan kembali masuk ke kegelapan sarungnya. "Bagus," kata
Bergit. "Aku tidak ingin kau lupa. Aku akan mendapatkan kompensasiku, Garrowsson.
Jangan ragukan itu." Dengan langkah cepat dan mantap, wanita itu pergi, belatinya
tersembunyi di antara lipatan gaunnya. Mengembuskan napas, Roran duduk di bangku
kecil di dekatnya dan menggosok lehernya, yakin ia telah nyaris digorok Bergit.
Kedatangan wanita itu telah membuatnya terkejut tapi sudah diduganya; ia sudah
mengetahui niat Birgit sejak berbulan-bulan lalu, sejak sebelum mereka meninggalkan
Carvahall, dan ia tahu suatu hari nanti ia harus menyelesaikan masalah ini bersama
Birgit. Seekor gagak melesat di langit, dan saat Roran memerhatikan laju terbangnya,
suasana hatinya kembali ceria dan ia tersenyum. "Yah," katanya pada diri sendiri.
Seorang pria tidak tahu kapan hari dan jam "Setiap hari kau bertanya, dan setiap hari
aku menjawab, 'Lebih baik.' Sabarlah; aku akan pulih, tapi butuh waktu... Obat terbaik
untukku adalah berada di sini bersamamu di bawah cahaya matahari. Pengaruhnya jauh
lebih baik daripada yang bisa kukatakan padamu." "Bukan hanya itu yang kutanyakan."
Pipi Katrina memerah, dan ia menengadahkan kepala, bibirnya tersenyum jail. "Wah,
kau berani sekali, Sir. Berani sekali. Aku tidak yakin apakah seharusnya berada
bersamamu sendirian, kalau-kalau kau mengambil kesempatan." Keceriaan dalam
jawaban Katrina membuat kecemasan Roran lenyap. "Kesempatan, eh" Nah, selagi kau
sudah menganggapku bajingan, sebaiknya aku memanfaatkan kesempatan ini." Dan
Roran menciumnya sampai Katrina melepaskan diri, meski masih berada dalam
pelukannya. "Oh," kata Katrina, kehabisan napas. "Kau pria yang sulit ditolak, Roran
Stronghammer." "Memang benar." Mengangguk ke arah tenda di belakang Katrina,
Roran merendahkan suaranya dan bertanya, "Apakah Elain tahu?" "Dia akan tahu kalau
saja tidak terlalu repot dengan kehamilannya. Kurasa tekanan perjalanan dari Carvahall
bisa membuatnya kehilangan bayinya. Hampir sepanjang hari ia mual terus, dan ia
merasakan sakit yang... yah, penyebabnya sangat tidak menguntungkan. Gertrude
merawatnya, tapi tidak banyak yang bisa dilakukannya untuk mengurangi sakit Elain.
Bagaimanapun, lebih cepat Eragon kembali, lebih baik. Aku tidak tahu apakah bisa
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menjaga rahasia ini lebih lama lagi." "Kau akan baik-baik saja, aku yakin." Roran
melepaskan pelukannya dan menarik keliman tuniknya untuk meratakan kusut.
"Bagaimana penampilanku?" Katrina mengamatinya dengan kritis kemudian menjilat
ujung jarinya dan meratakan rambut Roran, merapikannya dari dahinya. Melihat simpul
pada renda kerahnya, Katrina mulai membukanya, berkata, "Sebaiknya kau lebih
memerhatikan memerhatikan pakaianmu." "Pakaian tidak berusaha membunuhku."
"Well, keadaan sudah berbeda sekarang. Kau sepupu seorang penunggang Naga, dan
kau harus berpenampilan sesuai. Orang-orang mengharapkan itu darimu." Roran
membiarkan Katrina merapikan penampilannya sampai gadis itu puas dengan hasilnya.
Menciumnya terakhir kali, Roran berjalan kaki satu mil menuju bagian tengah
perkemahan Varden yang superluas, tempat paviliun komando Nasuada yang berwarna
merah berdiri. Panji yang berdiri di bagian atas tenda bergambar perisai hitam dan dua
pedang miring paralel di bagian bawahnya, dan bendera itu berkelepak berkibar diterpa
angin hangat dari timur. Enam penjaga di luar paviliun-dua manusia, dua kurcaci, dan
dua Urgal menurunkan senjata mereka ketika Roran menghampiri, dan salah satu Urgal,
yang bersosok paling besar dengan gigi geligi kuning, menghadangnya, berkata, "Siapa
di sana?" Logatnya begitu kental sehingga hampir tidak bisa dimengerti. "Roran
Stronghammer, putra Garrow. Nasuada memanggilku Menggebuk pelindung dadanya
dengan sebelah kepalan tangan, yang menimbulkan suara berdentang keras, si Urgal
mengumumkan, "Roran Stronghammer ingin bertemu dengan Anda, Lady Nightstalker."
"Persilakan masuk," datang jawaban dari dalam. Para prajurit mengangkat senjata
mereka, dan Roran lewat dengan hati-hati. Mereka memerhatikannya, dan ia
memerhatikan mereka, dengan sikap hampir seperti pria-pria yang harus saling
bertarung jika diperlukan kapan saja. Di dalam paviliun, Roran terkejut melihat sebagian
besar perabot rusak dan jungkir balik. Satu-satunya perabot yang masih utuh adalah
cermin pada tiang dan kursi yang sedang diduduki Nasuada. Mengabaikan keadaan
sekitarnya, Roran berlutut dan membungkuk di hadapan Nasuada. Sosok dan sikap
Nasuada begitu berbeda dengan wanita-wanita yang dikenal Roran selama ia
dibesarkan, ia tidak yakin bagai mana harus bersikap.- Nasuada tampak aneh dan
berkuasa, dengan gaun berbordir, rantai emas di rambut, dan kulit gelap, yang saat ini
bersemu merah, akibat warna tendanya. Sangat kontras dengan seluruh pakaian yang
dikenakannya, perban linen membungkus lengannya, sebuah saksi akan keberaniannya
yang luar biasa dalam Pengadilan Pisau Panjang. Tindakannya menjadi topik
pembicaraan di antara anggota Varden sejak Roran kembali bersama Katrina. Itulah
satu-satunya aspek dalam diri Nasuada yang bisa dimengerti Roran, karena ia juga
akan melakukan pengorbanan apa saja- demi melindungi orang-orang yang dikasihinya.
Perbedaannya, Nasuada menyayangi ribuan orang, sementara Roran hanya terikat
pada keluarga dan penduduk desanya. "Silakan berdiri," kata Nasuada. Roran
melakukan perintahnya dan meletakkan sebelah tangan pada kepala kapaknya,
kemudian menunggu sementara Nasuada memperhatikan. "Posisiku jarang membuatku
bisa bicara blakblakan dan terus terang, Roran, tapi aku akan bicara gamblang padamu
hari ini. Tampaknya kau pria yang menghargai keterus terangan, dan banyak yang
harus- kita diskusikan dalam jangka waktu sedikit." "Terima kasih, my Lady. Aku tidak
pernah menikmati permainan kata." "Bagus. Kalau begitu, terus terang saja, kau
memberiku dua kesulitan, yang keduanya tidak bisa kutangani dengan mudah." Roran
mengerutkan kening. "Kesulitan seperti apa?" "Satu mengenai karakter, satu lagi
mengenai politik. Tindakanmu di Lembah Palancar dan selama pelarianmu bersama
para penduduk desa sangat luar biasa. Mereka berkata kau memiliki sifat pemberani
dan kau sangat ahli dalam pertarungan, strategi, dan memberi inspirasi pada
orang-orang untuk mengikutimu dengan kesetiaan yang tidak diragukan." "Mereka
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mungkin mengikutiku, tapi pastinya mereka tidak berhenti meragukanku." Senyum kecil
menghias bibir Nasuada. "Mungkin. Tapi kau tetap berhasil membawa mereka ke sini,
bukan" Kau memiliki bakat berharga, Roran, dan Varden bisa memanfaatkanmu.
Kurasa kau ingin membantu?" "Benar." "Seperti yang kautahu, Galbatorix telah
membagi-bagi kekuatannya dan mengirimkan pasukan ke selatan untuk memperkuat
kota Aroughs, arah timur Feinster, dan ke utara menuju Belatona. Ia berharap
pertempuran ini menyebar, membunuh kita pelan-pelan dengan cara mengepung. J
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 27 Wiro Sableng 109 Rahasia Kincir Hantu Pusaka Negeri Tayli 7
^