Brisingr 8
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini Bagian 8
Beor menghalangi, matahari baru muncul dari antara dua puncaknya saat tengah hari
dan pancaran cahaya yang selebar pegunungan itu sendiri menyorot ke seluruh daratan
yang masih diliputi bayang-bayang temaram. Pada saat itu Eragon berhenti berlari di
tepi sungai kecil, dan menatap sambil membisu penuh kekaguman selama beberapa
menit. Saat mereka melintasi pegunungan luas tersebut, menurut Eragon perjalanan
mereka mulai terasa mirip seperti yang dilakukannya saat melarikan diri dari GilArya. Ia
bahkan mengira mengenali tempat mereka pernah berkemah setelah menyeberangi
Padang Pasir Hadarac. Hari-hari yang panjang dan malam-malam yang lebih panjang
berlalu dengan sangat lambat tapi juga sangat cepat dengan mengherankan, karena
setiap jam terasa sama saja seperti sebelumnya, yang membuat Eragon merasa bukan
hanya perjalanan mereka takkan pernah selesai tapi juga seolah-olah sebagian besar
perjalanan ini tidak pernah terjadi. Ketika ia dan Garzhvog tiba di mulut celah raksasa
yang memisahkan rangkaian pegunungan sepanjang bermil-mil dari utara ke selatan,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mereka berbelok ke kanan dan berjalan di antara dua puncak gunung yang dingin dan
bergeming. Tiba di Sungai Beartooth-yang mengalir keluar dari lembah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sempit menuju Farthen Dur-mereka mengarungi air sedingin es dan melanjutkan
perjalanan ke selatan. Malam itu, sebelum bergerak ke timur untuk mendaki
pegunungan, mereka berkemah di sebelah kolam kecil dan mengistirahatkan tubuh.
Garzhvog membunuh rusa lagi dengan ketapelnya, kali ini rusa jantan, dan mereka
makan sampai kenyang. Setelah rasa laparnya hilang, Eragon duduk membungkuk,
membetulkan lubang di sisi sepatu botnya. Saat itulah ia mendengar lolongan
menakutkan yang membuat jantungnya berdebar keras. Ia menatap daerah sekeliling
yang gelap, dan dengan terkejut ia melihat siluet hewan besar sedang melompatlompat
di tepi kolam yang berkerikil. "Garzhvog," kata Eragon dengan suara rendah, dan meraih
ranselnya lalu mengambil falchion. Memungut batu sebesar kepalan tangan dari tanah,
si Kull meletakkannya di kantong kulit ketapelnya, kemudian ia berdiri tegak dan
membuka mulut lalu melolong menembus malam sampai daratan itu bergema dengan
raungan menantangnya. Hewan itu berhenti, kemudian terus melangkah dengan lebih
lambat, mengendus tanah di sana-sini. Ketika hewan tersebut masuk ke lingkaran
cahaya api unggun, napas Eragon terhenti di kerongkongannya. Berdiri di hadapan
mereka adalah serigala berpunggung kelabu sebesar kuda, dengan taring seperti
pedang dan mata kuning menyala-nyala yang mengikuti gerakan. mereka. Kaki-kaki
serigala itu seukuran perisai kecil. Shrrg! pikir Eragon. Saat serigala raksasa itu
mengelilingi perkemahan mereka, bergerak hampir tak bersuara meski tubuhnya besar,
Eragon memikirkan para Elf dan bagaimana cara mereka menangani hewan liar, dan
dalam bahasa kuno, ia berkata, "Saudara Serigala, kami tidak bermaksud jahat. Malam
ini kami beristirahat dan tidak berburu. Kau dipersilakan memakan makanan kami dan
mendapatkan kehangatan tempat berteduh kami sampai esok pagi." Shrrg itu berhenti,
dan telinganya berputar ke depan ketika. Eragon bicara dengan bahasa kuno.
"Firesword, apa yang kaulakukan?" geram Garzhvog. "Jangan menyerang kecuali ia
menyerang lebih dulu." Hewan berbahu besar itu memasuki perkemahan mereka
perlahan-lahan, ujung hidungnya yang besar dan basah terus berkedut. Serigala itu
menjulurkan kepalanya yang berbulu kusut ke api, tampak tertarik pada lidah api yang
meliuk-liuk, kemudian bergerak menghampiri potongan daging dan isi perut rusa yang
tergeletak di tanah tempat Garzhvog telah memotongmotongnya. Membungkuk, serigala
itu menyambar gumpalan besar daging, kemudian berdiri tegak dan, tanpa menoleh lagi,
melenggang pergi menuju kegelapan malam. Eragon merileks dan kembali
menyarungkan falchion-nya. Tapi
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Garzhvog tetap berdiri di tempat, bibirnya ditarik membentuk seringai galak, menatap
dan mendengarkan suara apa saja yang tidak biasa dari kegelapan di sekelilingnya.
Saat muncul cahaya fajar pertama, Eragon dan Garzhvog meninggalkan perkemahan,
dan berlari ke arah timur, mereka memasuki lembah yang akan membawa mereka ke
Gunung Thardir. Ketika. mereka melintas di bawah cabang-cabang pepohonan hutan
rimbun yang menjaga bagian dalam barisan pegunungan, udara menjadi lebih sejuk dan
tumpukan empuk dawn jarum. Ditanah meredam langkah kaki mereka. Pohon-pohon
tinggi, gelap, dan menyeramkan yang menjulang di atas tampak seakan berdiri
mengawasi saat mereka melangkah di antara batangbatang tebal dan mengitari
akar-akar meliuk-liuk yang mencuat dari dalam tanah yang lembap. Pohon-pohon itu
berdiri setinggi dua, tiga, bahkan empat kaki. Tupai-tupai besar berbulu hitam
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
melompatlompat dari dahan ke dahan, bercericip ribut. Lapisan lumut tebal menyelimuti
batang-batang pohon tumbang. Tanaman pakis dan thimbleberry Sertatumbuhan hijau
lain tumbuh subur di antara jamur-jamur berbagai ukuran, bentuk, dan warna. Dunia
tampak menyempit ketika Eragon dan Garzhvog berada di dalam lembah yang sempit.
Gunung-gunung raksasa mengimpit di kedua sisinya, ukurannya yang besar terasa
menekan, dan langit tampak jauh sekali, goresan biru tidak teraih, langit tertinggi yang
pernah dilihat Eragon. Beberapa gumpalan awan tipis menyentuh bahu pegunungan
itu. Sekitar satu jam setelah tengah hari, Eragon dan Garzhvog memelankan langkah
ketika serangkaian suara raungan bergema di antara pepohonan. Eragon menarik
pedangnya keluar dari sarung, dan Garzhvog memungut batu sungai yang mulus dari
tanah lalu memasukkannya ke kantong ketapel. "Itu beruang gua," Garzhvog
memberitahu. Pekikan tinggi yang terdengar marah, seperti besi beradu besi,
menegaskan pernyataannya. "Dan Nagra. Kita harus berhati-hati, Firesword." Mereka
melanjutkan perjalanan dengan langkah perlahan dan tidak lama kemudian melihat
hewan-hewan itu beberapa ratus kaki di atas lereng gunung. Sekawanan babi hutan
berwarna kemerahan dengan taring tebal dan tajam bergerombol sambil memekik-mekik
kebingungan di depan sosok besar berbulu cokelat keperakan, cakar-cakar bengkok,
dan gigi-geligi yang mengatup keras. Sosok itu bergerak dengan kecepatan mematikan.
Mula-mula jarak yang memisahkan mereka membuat mata Eragon tertipu, tapi
kemudian ia membandingkan hewan-hewan itu dengan pepohonan di sebelah mereka
dan sadar bahwa setiap babi hutan bakal membuat seekor Shrrg seperti kurcaci dan
bahwa beruang gua itu bertubuh sebesar rumahnya di Lembah Palancar. Babi-babi
hutan itu telah membuat panggul si beruang berdarahdarah, tapi tampaknya itu hanya
membuat si beruang tambah marah. Berdiri di kedua kaki belakang, si beruang
mengaum dan menghantam salah satu babi dengan cakarnya yang besar, membuat si
babi terlontar ke samping dan merobek perutnya hingga terbuka. Tiga kali babi hutan itu
berusaha bangkit, dan tiga kali pula si beruang gua menghantamnya, sampai akhirnya si
babi hutan menyerah dan tergeletak tak bergerak. Saat si beruang membungkuk untuk
memakan mangsanya, babi-babi lain yang sedang
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menjerit-jerit berlarian kembali masuk di antara pepohonan, menuju dataran yang lebih
tinggi di pegunungan dan menjauh dari si beruang. Terperangah melihat kekuatan
beruang gua itu, Eragon mengikuti Garzhvog saat si Urgal perlahan-lahan melintasi
daerah yang berada dalam jarak pandang si beruang. Mengangkat moncongnya yang
berlumuran darah merah dari perut mangsanya, beruang itu mengawasi mereka lewat
dengan matanya yang kecil seperti kancing, kemudian memutuskan bahwa mereka
bukan ancaman baginya dan melanjutkan makan. "Kurasa bahkan Saphira pun tidak
akan mampu menumbangkan monster sebesar itu," gumam Eragon. Garzhvog
mendengus kecil. Mereka berdua tidak memalingkan wajah dari si beruang sampai
akhirnya pepohonan menyembunyikan mereka dari pandangan, dan bahkan mereka
masih memegang senjata dalam posisi siap sedia, tidak tahu bahaya macam apa yang
mungkin akan mereka hadapi. Hari berlanjut menjadi petang ketika mereka menyadari
adanya suara lain: suara gelak tawa. Eragon dan Garzhvog berhenti, kemudian
Garzhvog mengangkat satu jari dan, tanpa membuat suara sedikit pun,
mengendapendap melalui dinding berupa semak-semak ke arah suara tawa.
Menjejakkan kaki dengan hati-hati, Eragon mengikuti si Kull, menahan napas karena
takut suaranya akan mengungkapkan keberadaan mereka. Mengintip melalui serumpun
dawn-dawn dogwood, Eragon melihat ada jalan setapak yang Sering dilalui di dasar
lembah, dan di sebelah jalan setapak, tiga anak kurcaci sedang bermain, melemparkan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ranting pada satu sama lain dan tertawa memekik-mekik. Tidak ada kurcaci dewasa
yang kelihatan. Eragon mundur ke jarak aman, membuang napas, dan memperhatikan
langit, ia melihat beberapa gulung asap putih yang mungkin berjarak satu mil ke tengah
lembah. Sebatang ranting berderak ketika Garzhvog berjongkok di sebelah Eragon,
sehingga mereka sama tinggi. Garzhvog berkata, "Firesword, kita berpisah di sini." "Kau
tidak ke Benteng Bregan bersamaku?" "Tidak. Tugasku adalah menjagamu. Jika aku
ikut denganmu, Para kurcaci tidak akan memercayaimu seperti seharusnya. Gunung
Thardur sudah dekat, dan aku yakin tidak ada yang berani melukaimu di antara tempat
ini dan sana." Eragon menggosok tengkuknya dan menatap bolak-balik antara Garzhvog
dan gulungan asap di timur mereka. "Apakah kau akan berlari langsung kembali ke
Varden?" Dengan gelak rendah, Garzhvog berkata, "Aye, tapi mungkin tidak secepat
saat kita menuju kemari." Tidak yakin akan apa yang harus diucapkan, Eragon
mendorong permukaan batang pohon yang membusuk dengan ujung sepatu botnya,
menunjukkan segerombolan belatung putih menggeliat-geliat pada lubang yang mereka
buat di kayu. "Jangan biarkan Shrrg atau beruang gua
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
memakanmu, eh" Atau aku akan harus memburu dan membunuh mereka, dan aku
tidak punya waktu untuk itu." Garzhvog menekankan kedua kepalan tangan ke dahinya
yang lebar. "Semoga musuh-musuhmu mengerut di hadapanmu, Firesword." Berdiri dan
berbalik, Garzhvog melompat menjauh. Tidak lama kemudian sosok besar Kull tersebut
sudah tersembunyi dalam kelebatan hutan. Eragon mengisi paru-parunya dengan udara
pegunungan, kemudian menyeruak semak-semak. Saat ia muncul dari kerimbunan
ranting dan dogwood, anak-anak kurcaci yang mungil itu membeku, ekspresi waspada
tergambar pada wajah mereka yang berpipi bundar. Merentangkan kedua tangannya ke
samping, Eragon menyapa, "Aku Eragon Shadeslayer, si Tanpa Ayah. Aku mencari
Orik, putra Thrifk, di Benteng Bregan. Bisakah kalian membawaku kepadanya?" Ketika
anak-anak itu tidak merespons, Eragon sadar mereka sama sekali tidak mengerti
bahasanya. "Aku Penunggang Naga," katanya perlahan-lahan sambil menekankan
setiap kata. "Eka eddyr ai ShurMendengar itu, mata anak-anak tersebut bersinar, dan
mulut mereka membulat karena takjub. "Argetlam!" mereka berseru. "Argetlam!" Dan
mereka berlari menghampirinya lalu melemparkan diri kepadanya, melingkarkan
lengan-lengan mereka yang pendek pada kedua kakinya dan menarik-narik pakaiannya,
berteriak-teriak gembira sepanjang waktu. Eragon menatap ke bawah kepada mereka,
merasakan cengiran tolol merekah di wajahnya sendiri. Anak-anak itu mencengkeram
tangannya, dan ia membiarkan mereka menariknya menelusuri jalan setapak. Meski ia
tidak mengerti, anak-anak itu teruss saja mengoceh dalam bahasa Dwarvish, entah apa
yang mereka celotehkan, tapi Eragon menikmati celotehan mereka. Ketika salah satu
anak - tampaknya perempuan - merentangkan kedua tangan kepadanya, Eragon
mengangkat dan menggendongnya di atas bahu, mengernyit ketika anak itu menjambak
rambutnya. Anak itu tertawa, melengking dan lucu, yang membuat Eragon tersenyum
lagi. Dikawal dan ditemani anak-anak, Eragon melangkah menuju Gunung Thardur lalu
dari sana menuju Benteng Bregan dan kepada saudara angkatnya, Orik. DEMI
CINTAKU Roran menatap batu bundar dan pipih yang tergeletak di telapak tangannya.
Keningnya berkerut frustrasi. "Stenr risa!" ia menggeram lirih. Batu itu menolak untuk
bergerak. "Kau sedang apa, Stronghammer?" tanya Carn, mengempaskan diri pada
batang pohon tempat Roran duduk. Menyelipkan batu ke dalam sabuknya, Roran
mengambil roti dan keju yang dibawakan Carn untuknya dan berkata, "Tidak apa-apa.
Hanya. melamun." Carn mengangguk. "Kegiatan yang paling sering dilakukan
sebelum Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
berangkat mengerjakan misi." Selagi makan, Roran membiarkan tatapannya menyapu
beberapa pria yang berada di dekatnya. Kelompok mereka terdiri atas tiga puluh orang,
termasuk dirinya sendiri. Mereka semua pejuang hebat. Semua orang membawa busur,
dan sebagian besar juga membawa pedang, meski beberapa lebih memilih bertarung
menggunakan tombak, atau gada dan martil. Dari ketiga puluh pria tersebut, Roran
menduga tujuh atau delapan orang di antara mereka seusia dengannya, sementara
yang lain-lain beberapa tahun lebih tua. Pria tertua adalah kapten mereka, Martland
Redbeard, Earl of Thun yang sudah tidak menjabat, yang sudah mengalami begitu
banyak musim dingin sehingga janggutnya yang terkenal kini dihiasi warna putih. Ketika
Roran pertama kali bergabung dengan. pasukan Martland, ia telah mempersembahkan
diri kepada Martland di tendanya. Sang Earl adalah pria bertubuh pendek, dengan kaki
dan lengan yang kuat dari pengalaman berkuda dan mengayunkan pedang selama
hidupnya. Janggut yang dijadikan julukan pada namanya sangat tebal dan dirawat
dengan baik, panjang hingga menyentuh tulang dadanya. Setelah mengamati Roran, ia
berkata, "Lady Nasuada menceritakan hal-hal hebat tentang dirimu, anakku, dan aku
mendengar lebih banyak dari cerita-cerita yang diucapkan anak buahku, kabar burung,
gosip, desas-desus, dan sejenisnya. Kau tahu bagaimana. Tidak diragukan lagi, kau
telah membuat nama baik bagi dirimu sendiri; menyerang para Rasarang mereka
sendiri, contohnya, itu adalah pekerjaan luar biasa. Tentu saja, kau punya sepupu yang
membantumu, bukan, hmm"... Kau mungkin terbiasa memimpin orang-orang dari
desamu, tapi kau bagian dari Varden sekarang, Nak. Lebih spesifiknya, kau adalah
salah satu prajuritku. Kami bukan keluargamu. Kami bukan tetanggamu. Kami bahkan
bisa dibilang bukan teman-temanmu. Tugas kita adalah melaksanakan perintah
Nasuada; dan kita akan mengembannya dengan baik, tidak peduli apa yang dirasakan
salah satu dari kita. Selagi kau bertugas untukku, kau akan melakukan apa yang
kuperintahkan, kapan saja kuperintahkan, dan bagaimana kuminta perintah itu
kaujalankan, atau aku bersumpah atas tulang-tulang ibuku yang teberkati- semoga ia
beristirahat dengan damai-aku sendiri yang akan mencambuk punggungmu, tidak peduli
dengan siapa kau bersaudara. Kau mengerti?" "Ya, Sir!" "Bagus. Jika kau menjaga
sikap dan bisa mempergunakan akal sehat, dan jika kau berhasil mempertahankan
nyawa, karier seorang pria dengan tekad kuat sangatlah mungkin menanjak dengan
cepat di antara kaum Varden. Tapi itu semua tergantung pada apakah aku
menganggapmu pantas memimpin anak buah sendiri. Tapi jangan pernah, sekali pun,
menyangka kau bisa menjilatku agar aku menyukaimu. Aku tidak peduli apakah kau
menyukai atau membenci diriku. Satu-satunya yang kupedulikan adalah apakah kau
bisa mengerjakan tugasmu dengan baik." "Aku mengerti, Sir!" "Ya, mungkin kau
memang mengerti, Stronghammer. Kita akan tahu sebentar lagi. Pergilah dan melapor
kepada Ulhart, tangan kananku."
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Roran menelan potongan roti terakhir dan membilas kerongkongannya dengan seteguk
anggur dari botol kulit yang dibawanya. Ia berharap mereka bisa mendapatkan santapan
panas malam itu, tapi mereka sedang berada jauh di dalam daerah kekuasaan
Kekaisaran, dan prajurit-prajurit Galbatorix mungkin akan melihat api yang mereka buat.
Sambil mendesah, ia meregangkan kedua kakinya. Lututnya sakit karena menunggangi
Snowfire dari petang sampai fajar selama tiga hari terakhir. Di belakang benaknya,
Roran merasakan tekanan samar tapi terus-menerus, rasa gatal yang, Siang dan
malam, menunjukkannya pada satu arah yang sama: kepada Katrina. Sumber perasaan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ini adalah cincin yang diberikan Eragon kepadanya, dan dengan lega Roran mengetahui
bahwa karena cincin tersebut, ia dan Katrina bisa menemukan satu sama lain di mana
pun di Alagaesia, bahkan jika mereka berdua buta dan tuli. Di sebelahnya, ia
mendengar Carn menggumamkan bait-bait dalam bahasa kuno, dan ia tersenyum. Carn
mantra mereka, dikirim untuk memastikan tidak ada penyihir musuh yang bisa
membunuh mereka semua dengan sekali kibasan tangan. Dari beberapa pria lain,
Roran mendengar kabar bahwa Carn penyihir yang kuat- ia berjuang keras untuk
merapalkan semua mantra-tapi ia mengompensasi kelemahannya dengan menciptakan
mantra-mantra yang luar biasa cerdik dan dengan kemampuannya memasuki benak
musuh. Carn berwajah tirus dan bertubuh kurus, dengan mata mengantuk Serta sikap
gelisah tidak bisa diam. Roran segera menyukainya. Di seberang Roran, dua di antara
pria-pria di sana, Halmar dan Ferth, sedang duduk di depan tenda mereka, dan Halmar
sedang berkata kepada Ferth, "...maka ketika para prajurit mendatanginya, ia menyuruh
semua anak buahnya masuk ke rumahnya dan menyalakan api pada minyak yang
sudah dituangkan para pelayannya, menjebak para prajurit dan mereka yang datang
belakangan menduga sebagian besar anggota pasukan mereka telah dibakar
hidup-hidup. Bisakah kau percaya itu" Lima ratus prajurit dibunuhnya sekaligus, bahkan
tanpa menghunuskan pedang!" "Bagaimana ia bisa melarikan diri?" tanya Ferth. "Kakek
Redbeard memang cerdik. Ia menggali terowongan langsung dari aula rumahnya
sampai ke sungai terdekat. Melalui terowongan itu, Redbeard bisa membawa
keluarganya dan semua pelayannya keluar hidup-hidup. Kemudian ia membawa mereka
ke Surda, di sana Raja Larkin memberi mereka tempat berlindung. Bertahun-tahun
lamanya sebelum Galbatorix mengetahui mereka masih hidup. Kita beruntung berada di
bawah pimpinan Redbeard, itu sudah pasti. Ia hanya kalah di dua pertempuran, dan itu
karena sihir." Halmar terdiam saat Ulhart melangkah ke tengah-tengah barisan enam
belas tenda. Veteran berwajah muram itu berdiri dengan kedua kaki mengangkang,
tegak dan kokoh seperti pohon A berakar dalam, dan mengamati tenda-tenda,
memeriksa bahwa semua orang ada di sana. Ia berkata, "Matahari sudah terbenam,
pergilah tidur. Kita kembali bergerak dua jam sebelum matahari terbit. Iring-iringan
seharusnya berada tujuh mil di sebelah barat laut kita. Jika kita bergerak cepat, kita bisa
menyergap mereka Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
saat mereka baru akan berangkat. Bunuh semua orang, bakar segalanya, dan kita
kembali. Kalian tahu caranya. Stronghammer, kau berkuda bersamaku. Berbuat
kesalahan, maka aku akan menyembelih perut kalian dengan kail ikan yang tumpul."
Para pria itu tergelak. "Baik, pergi tidur." Angin menampar wajah Roran. Darah
bergemuruh di telinganya, menenggelamkan suara-suara lain. Snowfire bergerak di
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawah kakinya, berpacu kencang. Penglihatan Roran menyempit; ia tidak melihat
apa-apa selain dua prajurit yang duduk di atas kuda-kuda cokelat di sebelah gerobak
kedua paling akhir di iring-iringan kereta persediaan. Mengangkat martilnya di atas
kepala, Roran meraung sekuat tenaga. Kedua prajurit itu terkejut dan berjuang
mengambil senjata dan perisai mereka. Salah satunya menjatuhkan tombak dan
membungkuk untuk memungutnya. Menarik tali kekang Snowfire untuk melambatkan
laju larinya, Roran berdiri tegak di sangurdi dan, menjajari prajurit pertama, menghantam
bahunya, membuat baju besinya pecah. Pria itu menjerit, lengannya jadi lunglai. Roran
menghabisinya dengan hantaman samping. Prajurit satu lagi telah mengambil
tombaknya, dan ia menusukkannya ke arah Roran, mengarah ke lehernya. Roran
merunduk di balik perisai bundarnya, tombak itu membuatnya bergetar setiap kali
menghunjam kayu perisai. Ia menekan kedua kakinya pada sisi tubuh Snowfire, dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kuda jantan itu berdiri di kedua kaki belakangnya, meringkik dan menggaruk udara
dengan kedua kaki depan berlapis sepatu baja. Satu kaki menghantam dada si prajurit,
membuat tunik merahnya robek. Ketika Snowfire kembali berdiri dengan keempat
kakinya, Roran mengayunkan martilnya dari samping dan meremukkan leher si prajurit.
Meninggalkan prajurit tersebut menggeliat-geliat di tanah, Roran memacu Snowfire
menuju gerobak berikutnya dalam iring-iringan, tempat Ulhart bertarung dengan tiga
prajurit. Empat kerbau menarik setiap gerobak, dan saat Snowfire menjajari gerobak
yang baru saja diamankan Roran, kerbau yang paling depan mengangkat kepalanya,
dan ujung tanduknya menusuk bagian bawah kaki kanan Roran. Napas Roran
tersentak. Ia merasa seakan ada besi panas ditempelkan pada tulang keringnya. Ia
melirik ke bawah dan melihat kelopak penutup sepatu botnya menggelantung, berikut
sebagian kulit dan ototnya. . Sekali lagi mengumandangkan teriakan perang, Roran
berpacu menuju prajurit terdekat dari tiga orang yang melawan Ulhart dan
menjatuhkannya dengan sekali tebasan martil. Pria berikutnya menangkis serangan
Roran, kemudian memutar kudanya dan melarikan diri. "Kejar dia!" teriak Ulhart, tapi
Roran sudah berpacu mengejar. Prajurit yang kabur itu menancapkan taji pada tubuh
kudanya sampai hewan itu berdarah, tapi meski diperlakukan secara kejam, kudanya
tidak mampu mengalahkan kecepatan lari Snowfire. Roran membungkuk rendah di atas
leher Snowfire saat kudanya itu menjulurkan tubuh, terbang di atas tanah dengan
kecepatan luar biasa. Sadar bahwa ia tidak bisa melepaskan diri, si prajurit
menghentikan tunggangannya, berputar, dan mengayunkan pedang. Roran mengangkat
martilnya dan hampir tidak sempat
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menangkis serangan bilah tajam pedang si prajurit. Ia segera mengarahkan serangan
dari atas, tapi prajurit itu berhasil menangkis dan mencoba menyayat lengan dan kaki
Roran dua kali lagi. Roran menyumpah dalam hati. Prajurit itu rupanya lebih mahir
menggunakan pedang daripada dirinya; jika ia tidak bisa memenangkan pertarungan ini
dalam beberapa detik ke depan, prajurit itu akan membunuhnya. Si prajurit pastilah
merasakan sekaliasi berpihak kepadanya, karena ia melancarkan serangan bertubi-tubi,
memaksa Snowfire melangkah mundur. Dalam tiga kali kesempatan, Roran yakin
prajurit itu akan melukainya, tapi pedang pria itu terpuntir pada detik terakhir dan
meleset dari Roran, dialihkan kekuatan tak. kasatmata. Saat itu Roran sangat
mensyukuri perisai sihir yang diberikan Eragon kepadanya. Karena kehabisan akal,
Roran melakukan hal yang tidak terduga: ia menyorongkan kepala dan lehernya lalu
berteriak, "Bah!" seperti akan menakut-nakuti orang di lorong yang gelap. Prajurit itu
mengernyit, dan saat ia mengernyit, Roran mencon- dongkan tubuh lalu
menghantamkan martilnya pada lutut kiri pria tersebut. Wajah pria itu menjadi putih
karena kesakitan. Sebelum ia pulih, Roran menghantam bagian bawah punggungnya,
kemudian ketika prajurit itu menjerit sambil melengkungkan punggung, Roran
menghentikan penderitaannya dengan hantaman cepat di kepala. Roran
tersengal-sengal selama beberapa saat, kemudian menarik tali kekang Snowfire dan
menyuruhnya berlari kecil kembali menuju iring-iringan. Dengan mata melirik ke sana
kemari, mengikuti setiap gerakan, Roran mengamati jalannya pertempuran. Sebagian
besar prajurit sudah tewas, juga para pria yang mengemudikan gerobak. Di gerobak
paling depan, Carn menghadapi seorang pria jangkung berjubah, keduanya kaku dan
sekali-sekali menggelepar kecil, satu-satunya gerakan yang menandai duel tak
kasatmata. mereka. Bahkan saat Roran memerhatikan, lawan Carn tersungkur ke depan
dan tergeletak di tanah tidak bergerak. Tapi di tengah-tengah iring-iringan, lima prajurit
yang pantang menyerah telah melepaskan kerbau dari tiga gerobak dan menyusun
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
gerobak-gerobak tersebut membentuk segitiga, dan dari dalamnya mereka bisa
mempertahankan diri dari serangan Martland Redbeard dan sepuluh pejuang Varden
lainnya. Empat prajurit menghunuskan tombak dari sela-sela gerobak, sementara
prajurit kelima melontarkan anak panah kepada para pejuang Varden, memaksa mereka
mundur di belakang gerobak terdekat untuk mencari perlindungan. Pemanah itu sudah
melukai beberapa pejuang Varden, beberapa terjatuh dari kuda mereka, yang lain-lain
berhasil bertahan di atas pelana cukup lama untuk mencari perlindungan. Roran
mengerutkan kening. Mereka tidak bisa berkeliaran di daerah terbuka di salah satu jalan
utama Kekaisaran sementara berusaha membunuh satu persatu prajurit yang
berlindung di balik gerobak-gerobak. Mereka tidak punya waktu. Semua prajurit
menghadap ke barat, dari mana para pejuang Varden
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menyerang. Selain Roran, tidak ada pejuang Varden lain yang menyeberangi sisi lain
iring-iringan. Maka, para prajurit itu tidak tahu Roran mendatangi mereka dari arah timur.
Sebuah rencana terbentuk di kepala Roran. Dalam kesempatan lain ia akan mengusir
gagasan itu dengan alasan mustahil dan. tidak praktis, tapi pada keadaan ini ia
menerima gagasan itu sebagai satu-satunya tindakan untuk mengakhiri pertempuran
jarak jauh ini tanpa ditunda lagi. Ia tidak memikirkan risiko terhadap dirinya sendiri; ia
telah melupakan semua rasa takut akan kematian dan luka begitu mereka memulai
penyerangan. Roran memacu Snowfire secepat mungkin. Ia meletakkan tangan kirinya
di depan pelana, memiringkan sepatu botnya hampir keluar dari sanggurdi, dan
mengeraskan otot-ototnya untuk bersiap-siap. Ketika Snowfire tinggal lima puluh kaki
dari susunan gerobak, ia menekan tangannya ke bawah dan, mengangkat tubuhnya, ia
meletakkan kedua kaki pada pelana dan berjongkok di atas Snowfire. Ia butuh
mengerahkan seluruh kemampuan dan konsentrasinya untuk mempertahankan
keseimbangan. Seperti yang diharapkan Roran, Snowfire mengurangi kecepatan dan
mulai berlari miring ketika kelompok gerobak itu semakin dekat di hadapan. mereka.
Roran melepaskan tali kekang tepat saat Snowfire berbelok, dan melontarkan diri dari
punggung kuda itu, melompat tinggi melampaui gerobak yang menghadap ke timur.
Perutnya serasa melonjak. Sekilas ia melihat wajah si pemanah menengadah, mata
prajurit itu bulat dengan tepian putih, kemudian ia jatuh di atas si prajurit, dan mereka
berdua terjerembap ke tanah. Roran mendarat di atas, maka tubuh si prajurit meredam
jatuhnya. Mendorong tubuhnya sampai ke posisi merangkak, Roran mengangkat perisai
dan menghantamkan pinggirannya pada celah di antara tunik dan helm si prajurit,
mematahkan lehernya. Kemudian Roran mendorong dirinya sendiri sampai berdiri
tegak. Keempat prajurit lainnya bertindak lamban. Salah satu yang berada di sebelah kiri
Roran melakukan kesalahan dengan berusaha menarik tombak ke dalam susunan
gerobak, tapi karena terburu-buru, ia membuat tombak itu tersangkut pada salah satu
bagian belakang gerobak dan roda depan gerobak sebelahnya, sehingga tongkat
kayunya terbelah dua di tangannya. Roran menerkam ke arahnya. Prajurit itu berusaha
mundur, tapi gerobak-gerobak menghalangi jalannya. Mengayunkan martil dari arah
bawah, Roran menghantam prajurit itu di dagunya. Prajurit kedua lebih cerdas. Ia
melepaskan tombaknya dan meraih pedang yang tergantung di sabuknya tapi hanya
berhasil menarik setengahnya dari sarung sebelum Roran menghantam dadanya. Pada
saat itu prajurit ketiga dan keempat sudah siap menghadapi Roran. Mereka
mengeroyoknya, pedang-pedang telanjang dihunuskan, seringaian pada wajah mereka.
Roran berusaha menghindar ke samping, tapi kakinya yang terluka tidak kuat menahan
berat tubuhnya, dan ia terjatuh pada satu lutut. Prajurit terdekat mengayunkan
pedangnya ke bawah. Dengan perisainya, Roran menangkis serangan itu, kemudian
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mendorong ke depan dan meremukkan kaki si prajurit dengan ujung datar martilnya.
Mengeluarkan Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sumpah serapah, prajurit itu terjatuh ke tanah. Segera saja Roran menghantam
wajahnya, kemudian melontarkan diri sampai telentang, karena ia tahu prajurit terakhir
berada di belakangnya. Roran membeku, lengan dan kaki terbentang lebar di sisi
tubuhnya. Prajurit itu berdiri di atasnya, menghunuskan pedangnya, ujung bilahnya yang
mengilat berada kurang dari setengah inci di leher Roran. Jadi beginilah akhirnya, pikir
Roran. Kemudian sebuah lengan kekar muncul dari balik bahu si prajurit, menariknya
keras ke belakang, dan prajurit itu mengeluarkan serum tercekik saat bilah pedang
muncul menembus bagian tengah dadanya, bersama semburan darah. Prajurit itu
terjatuh lemas, dan Martland Redbeard berdiri menggantikan tempatnya. Sang earl
tersengal-sengal, janggut Sertadadanya terkena percikan darah. Martland menancapkan
pedangnya di tanah, bersandar pada gagangnya, dan mengamati medan pembantaian
di dalam susunan gerobak itu. Ia mengangguk. "Kau boleh juga." Roran duduk di
belakang gerobak, berusaha tidak berteriak ketika Carn sepatu botnya. Berusaha
mengabaikan rasa sakit menusuk dari kakinya, Roran menengadah menatap
burung-burung pemakan bangkai yang terbang berputar-putar dan berkonsentrasi pada
kenangannya akan rumah di Lembah Palancar. Ia menggeram ketika Carn lukanya lebih
dalam. "Maaf," kata Carn. "Aku harus memeriksa lukanya." Roran tetap menatap
burung-burung pemangsa dan tidak menjawab. Setelah satu menit, Carn
menggumamkan beberapa kata dalam bahasa kuno, dan beberapa detik kemudian,
rasa sakit di kaki Roran berkurang menjadi denyut Samar. Melirik ke bawah, Roran
melihat kakinya sudah seperti sediakala lagi. Usaha menyembuhkan Roran dan dua pria
sebelumnya telah membuat wajah Carn tampak kelabu dan tubuhnya gemetar. penyihir
itu duduk melorot di sisi gerobak, memeluk perutnya sendiri, ekspresinya mual. "Kau
tidak apa-apa?" tanya Roran. Carn mengangkat bahu sedikit. "Aku hanya butuh
beberapa saat untuk pulih... Kerbau itu menggores tulang bagian bawah kakimu. Aku
memperbaiki goresannya, tapi tidak punya tenaga untuk menyembuhkan seluruh
lukamu. Aku menyambung kembali kulit dan ototmu, sehingga tidak berdarah atau
membuatmu sangat kesakitan, tapi hanya sedikit. Dagingmu tidak akan bisa
menanggung beban lebih besar daripada berat tubuhmu, setidaknya sampai sembuh
sendiri." "Butuh waktu berapa lama?" "Seminggu, mungkin dua." Roran mengenakan
kembali sepatu botnya yang setengah hancur. "Eragon merapalkan mantra di
sekelilingku agar aku tidak terluka. Perisai itu
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sudah menyelamatkanku beberapa kali hari ini. Tapi kenapa tidak bisa melindungiku
dari tanduk kerbau?" "Aku tidak tahu, Roran," kata Carn, mendesah. "Tidak ada yang
bisa melakukan segalanya. Itulah sebabnya sihir sangat berbahaya. Jika kau melupakan
satu segi saja dalam merapal mantra, akibatnya hanya akan membuatmu melemah,
atau lebih buruk, mantra itu bisa melakukan sesuatu yang mengerikan yang tidak
kauinginkan. Ini bahkan bisa terjadi pada penyihir- penyihir jempolan. Pasti ada
kelemahan dalam perisai yang dibuat sepupumu-kata yang salah tempat atau kalimat
yang kurang tepat-sehingga membiarkan kerbau itu menandukmu." Bangkit dari
gerobak, Roran terpincang-pincang menuju kepala iring-iringan, mengamati hasil
pertempuran tadi. Lima anggota Varden terluka selagi bertarung, termasuk dirinya
sendiri, dan dua lagi telah tewas: seorang pria yang baru saja dikenal Roran, dan satu
lagi adalah Ferth, yang telah beberapa kali berbincang-bincang dengan Roran.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Sedangkan para prajurit dan pria-pria yang mengemudikan gerobak, tidak ada yang
dibiarkan hidup. Roran berhenti dekat dua prajurit pertama, yang telah dibunuhnya, dan
mengamati mayat mereka. Ludahnya mendadak terasa pahit, dan perutnya bergejolak
menimbulkan rasa mual. Sekarang aku sudah membunuh... entah berapa orang. Ia
sadar bahwa dalam kericuhan Pertempuran Dataran Membara, ia tidak bisa lagi
menghitung berapa pria yang telah dibunuhnya. Ia merasa gundah karena tidak
mengetahui berapa jumlah orang yang, telah dibawanya menuju kematian. Mestikah aku
membunuh pria-pria diseluruh negeri demi mendapatkan kembali apa yang telah
direnggut Kekaisaran dariku" Pikiran yang lebih menggelisahkan merasuki benaknya:
Dan jika ya, bagaimana aku bisa kembali ke Lembah Palancar dan hidup tenteram
sementara jiwaku sudah ternoda hitam darah ratusan orang" Memejamkan matanya,
Roran membuat seluruh otot di tubuhnya mengendur, berupaya menenangkan diri. Aku
membunuh demi cintaku. Aku membunuh demi cinta Katrina, dan cintaku pada Eragon
serta semua orang dari Carvahall, juga demi cintaku pada Varden, dan cintaku pada
tanah air ini. Demi cintaku, aku akan mengarungi lautan darah, meski itu akan
menghancurkanku. "Aku belum, pernah melihat hal seperti itu, Stronghammer," kata
Ulhart. Roran membuka mata dan melihat pejuang tua itu berdiri di depannya,
memegang tali kekang Snowfire. "Tidak ada orang yang cukup gila untuk melakukan hal
seperti yang kaulakukan, melompat melewati gerobak-gerobak itu, setidaknya tak ada
yang mencoba dan masih hidup untuk menceritakannya. Tindakan hebat. Tapi jaga
dirimu. Kau tidak bisa selalu melompat dari kuda dan menghabisi lima orang sendirian
dan berharap masih bisa melihat musim panas yang akan datang, eh" Jika kau
bijaksana kau akan lebih berhati-hati." "Akan kuingat itu," kata Roran dan menerima tali
kekang Snowfire dari tangan Ulhart. Beberapa menit setelah Roran menghabisi sisa
prajurit tadi, para pejuang
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
yang tidak terluka telah memeriksa semua gerobak yang berada di iring-iringan,
merobek bungkusan barang yang ada di dalamnya, dan melaporkan isinya kepada
Martland, yang mencatat apa saja yang mereka temukan sehingga Nasuada bisa
mempelajari informasi itu dan mungkin bisa menebak. rencana Galbatorix dari sana.
Roran memerhatikan ketika para pria memeriksa gerobak-gerobak terakhir, yang berisi
kantong-kantong gandum dan tumpukan seragam tentara. Setelah selesai, para pejuang
menggorok leher kerbau-kerbau, membanjiri jalan dengan darah. Roran tidak suka
hewanhewan itu dibunuh, tapi ia mengerti pentingnya merenggut mereka dari
Kekaisaran dan akan membunuh mereka sendiri jika ia diminta melakukannya.
Mereka bisa saja membawa kerbau-kerbau itu kembali ke kaum Varden, tapi
hewan-hewan itu terlalu lamban dan tidak praktis. Tapi kuda-kuda para prajurit bisa
berlari cepat saat mereka lari dari daerah kekuasaan Kekaisaran, maka mereka
menangkap sebanyak yang mereka mampu dan mengikat mereka di belakang
tunggangan mereka sendiri. Kemudian salah satu pejuang mengambil obor yang dicelup
dengan minyak damar dari kantong pelananya dan, setelah beberapa saat berkutat
dengan batu api dan besi, menyalakannya. Berkuda dari satu gerobak ke gerobak
lainnya, ia menyentuhkan obor menyala tersebut pada masing-masing gerobak sampai
terbakar lalu melemparkan obornya ke bagian belakang gerobak terakhir.
"Bersiap-siap!" teriak Martland. Kaki Roran berdenyut-denyut ketika menarik diri ke
punggung Snowfire. Ia menuntun kuda jantannya ke sebelah Carn saat para pejuang
yang selamat membentuk dua barisan di punggung kuda masing-masing di belakang
Martland. Kuda-kuda mendengus dan menggaruk tanah, tidak sabar untuk segera
menjauh dari kobaran api. Martland menyuruh kudanya berderap, dan rombongan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mengikutinya, meninggalkan barisan gerobak yang terbakar, bagaikan butir
manik-manik menyala terang di jalan yang sepi. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Bidadari Pendekar Naga Sakti HUTAN BATU
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Sorak-sorai terdengar dari kerumunan. Eragon duduk di panggung kayu yang telah
dibangun kaum kurcaci di dasar bagian luar Benteng Bregan. Benteng itu terletak di
bahu bundar Gunung Thardur, lebih dari satu mil di atas lembah yang berlapis kabut,
dan dari sana orang bisa menatap bermil-mil jauhnya ke setiap arah, atau sampai
barisan pegunungan menghalangi pandangan. Seperti Tronjheim dan kota-kota kaum
kurcaci lain yang telah dikunjungi Eragon, Benteng Bregan seluruhnya terbuat dari
batu-di sini, benteng terbuat dari batu granit kemerahan yang memancarkan rasa hangat
pada ruangan-ruangan dan koridor-koridor di dalamnya. Bentengnya sendiri berupa
bangunan padat dan tebal bertingkat lima sampai pada menara terbuka tempat sebuah
lonceng tergantung, dengan atap kaca berbentuk tetesan air selebar dua kurcaci dan
berdiri di atas empat rusuk granit yang menyatu membentuk. kerucut. Tetesan air itu,
seperti yang telah dikatakan Orik kepada Eragon, adalah versi besar dari lentera tanpa
api kaum kurcaci, dan pada kejadian-kejadian tertentu atau saat-saat darurat, bisa
digunakan untuk menerangi lembah dengan cahaya keemasan. Kaum kurcaci
menyebutnya Az Sindriznarrvel, Permata Sindri. Bangunan-bangunan luar berserakan
mengapit benteng, tempat tinggal para pelayan dan pejuang Durgrimst Ingeitum, begitu
pula beberapa bangunan lain, seperti istal, bengkel pandai besi, kuil yang dibangun
untuk memuja Morgothal, dewa api kaum kurcaci dan dewa pelindung pengrajin logam.
Di bawah tembok-tembok tinggi dan mulus Benteng Bregan terdapat lusinan pertanian
yang tersebar di daerah terbuka di tengah-tengah hutan, gulungan asap mengalir dari
rumah-rumah batu. Semua itu dan lebih banyak lagi telah ditunjukkan dan dijelaskan
Orik kepada Eragon setelah ketiga anak kurcaci membawa Eragon masuk ke
pekarangan dalam Benteng Bregan, sambil berteriak-teriak, "Argetlam!" kepada semua
orang yang berada dalam jarak dengar. Orik telah menyambut Eragon seperti saudara
dan telah mengantarnya ke tempat ia bisa mandi dan, ketika Eragon sudah bersih,
memerintahkan orang untuk mendandaninya dengan jubah ungu tua dan lingkaran
emas dipasangkan di dahinya. Setelah itu, Orik mengejutkan Eragon dengan
mengenalkannya kepada Hvedra, kurcaci wanita bermata cerah berwajah semerah apel
dengan rambut panjang, dan dengan bangga Orik berkata bahwa mereka baru saja
menikah dua hari yang lalu. Sementara Eragon mengekspresikan kekagetannya dan
mengucapkan selamat, Orik beringsut dari satu kaki ke kaki lain sebelum akhirnya
menjawab, "Aku sedih sekali karena kau tidak bisa menghadiri upacara pernikahan
kami, Eragon. Aku menyuruh salah satu perapal mantra kami untuk menghubungi
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nasuada, dan bertanya kepadanya apakah aku bisa mengirimkan undangan untukmu
dan Saphira, tapi ia menolak untuk memberitahumu; ia takut undanganku akan
membuat konsentrasimu pecah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari tugas yang sedang kauemban. Aku tidak bisa menyalahkannya, tapi aku berharap
perang ini mengizinkanmu menghadiri pernikahan kami, dan kami bisa menghadiri
pernikahan sepupumu, karena kita semua bersaudara sekarang, berdasarkan hukum
jika bukan berdasarkan darah." Dengan aksen yang kental, Hvedra berkata, "Kumohon,
sekarang anggaplah kami sebagai saudaramu, Shadeslayer. Selama berada dalam
kekuasaanku, kau akan dianggap keluarga di Benteng Bregan, dan kau bisa mencari
perlindungan di sini kapan saja kau membutuhkannya, bahkan jika Galbatorix sendiri
yang memburumu." Eragon membungkuk, tersentuh mendengar penawaran itu. "Kau
baik sekali." Lalu ia bertanya, "Jika kau bisa memaafkan keingintahuanku, kenapa kau
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dan Orik memilih untuk menikah sekarang?" "Kami sudah punya rencana untuk
menikah musim semi ini, tapi..." "Tapi," Orik melanjutkan dengan suaranya yang kasar,
"kaum Urgal menyerang Farthen Dur, kemudian Hrothgar mengirimku ke Ellesmera
bersamamu. Ketika aku kembali ke sini dan keluarga-keluarga dalam klan menerimaku
sebagai grimstborith mereka yang baru, kami menganggap ini adalah saat yang tepat
untuk meresmikan pertunangan kami dan menjadi suami-istri. Mungkin tidak ada di
antara kami yang masih hidup di akhir tahun, jadi mengapa menunda?" "Jadi kau
memang menjadi ketua klan sekarang," kata Eragon. "Aye. Memilih ketua Durgrimst
Ingeitum berikutnya adalah pekerjaan berat-butuh lebih dari seminggu kerja keras untuk
melakukannya-tapi pada akhirnya, sebagian besar keluarga setuju aku harus mengikuti
jejak Hrothgar dan mewarisi posisinya karena akulah satu-satunya pewaris namanya."
Sekarang Eragon duduk di sebelah Orik dan Hvedra, melahap roti dan daging domba
yang disediakan kaum kurcaci dan menyaksikan pertandingan yang berlangsung di
depan panggung. Orik berkata ini sudah tradisi, jika keluarga kurcaci yang bersangkutan
punya emas, untuk mempertunjukkan hiburan bagi tamu pernikahan. Keluarga Hrothgar
begitu kaya, sehingga pertandingan ini telah berlangsung selama tiga hari dan telah
dijadwalkan untuk berlangsung selama empat hari lagi. pertandingan itu terdiri atas
berbagai jenis: gulat, panahan, adu pedang, saling adu kekuatan, dan yang sedang
berlangsung sekarang, Ghastgar. Dari ujung-ujung berlawanan sebuah lapangan
rumput, dua kurcaci yang menunggangi Feldunost saling berpacu menghampiri satu
sama lain. Kambing-kambing gunung bertanduk itu melonjak-lonjak menyeberangi
lapangan, masing-masing lompatan sejauh tujuh puluh kaki. Kurcaci di sebelah kanan
tidak membawa perisai, tapi di tangan kanannya, ia memegang lembing yang siap
dilontarkan. Eragon menahan napas ketika jarak di antara kedua Feldunost tersebut
menyempit. Ketika jarak mereka sudah kurang tiga puluh kaki dari masing-masing,
kurcaci yang memegang tombak mengibaskan tangan di udara dan melontarkan senjata
ke arah lawannya. Kurcaci satu lagi tidak melindungi diri dengan perisai di tangannya,
tapi malah Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
merentangkan tangan ke depan dan, dengan ketangkasan luar biasa, menangkap
tombak tersebut pada gagangnya. Ia mengacungkan tombak itu ke atas kepalanya.
Kerumunan penonton bersorak-sorai keras, yang diikuti Eragon, bertepuk tangan sekuat
tenaga. "Itu tadi dilakukan dengan sangat terampil!" seru Orik. Ia tertawa dan
menenggak habis araknya, baju besinya gemerlapan tertimpa cahaya petang. Ia
mengenakan helm berlapis emas, perak, dan batu delima, di jemarinya tersemat lima
cincin besar. Di pinggangnya tergantung kapak yang tidak pernah ketinggalan. Pakaian
Hvedra lebih mewah, dengan lapisan kain berbordir pada gaunnya yang indah,
rangkaian mutiara dan lingkaran emas pada lehernya, dan di rambutnya tersemat
sirkam dari gading dengan batu zamrud sebesar ibu jari Eragon. Sebaris kurcaci berdiri
dan meniup serangkaian trompet bengkok, nada-nada logam kuningannya bergema di
pegunungan. Kemudian seorang kurcaci berdada busung melangkah maju dan, dalam
bahasa Dwarvish, mengumumkan pemenang pertandingan terakhir, begitu pula
nama-nama kurcaci berikutnya yang akan bertanding Ghastgar. Ketika pembawa acara
selesai bicara, Eragon membungkuk dan bertanya, "Apakah kau akan ikut ke Farthen
Dur, Hvedra?" Ia menggelengkan kepala dan tersenyum lebar. "Aku tidak bisa. Aku
harus tinggal di sini dan mengurus Ingeitum sementara Orik pergi, sehingga ia tidak
kembali menemukan para pejuangnya kelaparan dan semua emas kami habis."
Tergelak, Orik mengangkat gelas araknya ke arah salah satu pelayan yang berdiri
beberapa meter darinya. Ketika kurcaci itu bergegas mengisi kembali gelas dengan arak
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari botol besar, Orik berkata kepada Eragon dengan rasa bangga yang tampak jelas,
"Hvedra tidak membual. Ia bukan hanya istriku, ia adalah... Ah, tidak ada kata manusia
untuk menggambarkannya. Ia adalah grimstcarvlorss dari Durgrimst Ingeitum.
Grimstcarvlorss artinya... memastikan seluruh keluarga di klan kami membayar upeti
yang telah disepakati kepada Benteng Bregan, memastikan agar ternak-ternak kami
dibawa merumput pada saat yang tepat, memastikan bahwa persediaan makanan dan
biji-bijian kami tidak berkurang terlalu banyak, bahwa wanita-wanita Ingeitum memiliki
cukup, kain, bahwa para pejuang kami dipersenjatai dengan baik, bahwa pengrajin
logam kami selalu punya bijih besi untuk dilebur, dan pendeknya, klan kami diatur
dengan baik dan akan makmur sejahtera. Ada peribahasa di kaum kami: grimstcarvlorss
yang baik akan membangun sebuah klan-" "Dan grimstcarvlorss yang buruk akan
menghancurkan sebuah klan," lanjut Hvedra. Orik tersenyum dan menggenggam
sebelah tangan Hvedra. "Dan Hvedra adalah grimstcarvlorss terbaik. Ini bukan gelar
yang diberikan secara turuntemurun. Kau harus membuktikan bahwa kau layak
menyandangnya. Sangat jarang ada istri seorang grimstborith yang juga menjadi
grimstcarvlorss. Aku sangat beruntung." Saling mendekatkan wajah, ia dan Hvedra
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menyentuhkan hidung masing-masing. Eragon memalingkan wajah, merasa kesepian
dan terasing. Bersandar pada kursinya, Orin menenggak arak kemudian berkata, "Ada
banyak grimstcarvlorss terkenal dalam sejarah kami. Sebagian besar orang berkata
satusatunya yang mampu dilakukan kami para ketua klan adalah menyatakan perang
satu sama lain dan bahwa para grimstcarvlorss merasa lebih baik kami bertikai daripada
mencampuri urusan pekerjaan klan." "Jangan begitu, Skilfz Delva," kata Hvedra. "Kau
tahu itu tidak benar. Atau kita akan membuat pernyataan itu tidak benar." "Mmm," kata
Orik, dan menyentuhkan dahinya ke dahi Hvedra. Mereka saling menggosok hidung
lagi. Eragon mengalihkan perhatiannya kepada kerumunan di bawah saat mereka
menyerukan desisan dan ejekan. Ia melihat salah satu kurcaci yang berkompetisi dalam
Ghastgar telah kehilangan nyali dan, pada detik terakhir, menarik tali kekang
Feldginost-nya ke satu sisi dan bahkan berusaha melarikan diri dari lawannya. Kurcaci
yang memegang lembing mengejarnya dua kali berkeliling lapangan pertandingan.
Ketika mereka sudah cukup dekat, ia berdiri di sanggurdi dan melontarkan tombak,
menusuk bagian belakang bahu kiri si kurcaci pengecut. Sambil berteriak, kurcaci itu
terjatuh dari tunggangannya dan meringkuk miring, mencengkeram mata tombak dan
gagangnya yang menancap di daging. Seorang penyembuh bergegas menghampirinya.
Setelah beberapa saat, semua orang mengalihkan perhatian dari kejadian itu. Bibir atas
Orik mengerut jijik. "Bah! Bakal butuh bertahun-tahun bagi keluarganya untuk
menghapus aib putra mereka itu. Aku menyesal kau harus menyaksikan tindakan tidak
kesatria itu, Eragon." "Sama sekali tidak enak melihat seseorang mempermalukan diri
sendiri." Ketiganya duduk tanpa bicara ketika menyaksikan dua kontes berikutnya,
kemudian Orik mengejutkan Eragon dengan mencengkeram bahunya dan bertanya,
"Kau mau melihat hutan batu, Eragon?" "Tidak ada hutan batu, kecuali jika dipahat."
Orin menggeleng, matanya berkilat. "Tidak dipahat, dan hutan batu memang ada. Maka
aku bertanya lagi, apakah kau ingin melihat hutan batu?" "Kalau kau tidak sedang
mengerjaiku... ya, aku mau." "Ah, aku senang kau mau melihatnya. Aku tidak sedang
mengerjaimu, dan aku berjanji padamu besok kau dan aku akan melangkah di antara
pohon pohon granet. Itu adalah salah satu. keajaiban Pegunungan Beor. Semua
orang yang menjadi tamu di Dirgrimst Ingeitum harus menyediakan kesempatan untuk
mengunjunginya." Pagi berikutnya Eragon bangun dari tempat tidurnya yang terlalu kecil
di kamar batu yang beratap rendah dan berperabot setengah ukuran manusia,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
membasuh wajahnya dengan sebaskom air dingin, dan, karena kebiasaan,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
meraih dengan benaknya kepada Saphira. Ia hanya merasakan pikiran kaum kurcaci
dan hewan-hewan di dalam dan sekitar benteng. Eragon terdiam dan bersandar ke
depan, mencengkeram tepian baskom, terhanyut perasaan terisolasi. Ia tetap berada
dalam posisi seperti itu, tidak mampu bergerak atau berpikir, sampai pandangannya
menjadi merah dan bercak-bercak cahaya melayang-layang di depan matanya. Sambil
tersengal, ia mengeluarkan napas dan mengisi kembali paru-parunya. Aku merindukan
Saphira selama perjalanan pulang dari Helgrind, pikirnya, tapi setidaknya aku tahu aku
sedang menuju dirinya secepat yang kumampu. Sekarang aku melakukan perjalanan
menjauh darinya, dan aku tidak tahu kapan kami bisa bersama lagi. Mengguncang diri
sendiri, ia berpakaian dan melangkah menelusuri koridor-koridor Benteng Bregan yang
berliku-liku, menganggukkan kepala kepada setiap kurcaci yang dijumpainya, sementara
mereka menyapanya dengan penuh semangat, "Argetlam!" Ia menemukan Orik dan dua
belas kurcaci lain di pekarangan dalam benteng, sedang memasang pelana pada
barisan kuda pony yang kuat, napas kuda-kuda tersebut membentuk embun putih di
udara yang dingin. Eragon merasa seperti raksasa berada di tengah-tengah para pria
pendek dan kekar yang berkeliaran di sekitarnya. Orik memanggilnya. "Kami punya
keledai di istal kami, jika kau ingin berkuda." "Tidak, aku akan berjalan kaki saja, jika kau
tidak keberatan." Orik mengangkat bahu. "Terserah saja." Ketika mereka siap
berangkat, Hvedra menuruni tangga batu dari pintu masuk aula utama Benteng Bregan,
gaunnya diseret di belakangnya, dan menyerahkan sebuah trompet gading dilapisi
ukiran emas di sekeliling peniup serta corongnya kepada Orik. Ia berkata, "Ini milik
ayahku ketika ia berkuda bersama Grimstborith Aldhrim. Aku memberikannya kepadamu
sehingga kau bisa mengingatku pada hari-hari mendatang." Ia melanjutkan ucapannya
dengan bahasa Dwarvish, begitu lirih sehingga Eragon tidak bisa mendengar, kemudian
Hvedra dan Orik Saling menyentuhkan dahi. Menegakkan tubuh pada pelananya, Orik
meletakkan trompet di mulutnya lalu meniup. Nada yang dalam dan semakin nyaring
membahana, semakin kencang sampai udara di dalam pekarangan seolah bergetar
seperti tali terguncang angin. Sepasang gagak hitam terbang dari menara di atas,
berkoak-koak. Suara trompet itu membuat darah Eragon berdesir. Ia beringsut di
tempatnya, kepengin segera berangkat. Mengangkat trompet ke atas kepalanya dan
menatap Hvedra untuk terakhir kali, Orik memacu kuda pony-nya, berderap kecil melalui
gerbang utama Benteng Bregan, dan berbelok ke timur, menuju ujung lembah. Eragon
dan kedua belas kurcaci lain mengikuti dekat di belakang. Selama tiga jam, mereka
mengikuti jalan setapak yang sering digunakan di sisi Gunung Thardur, mendaki
semakin tinggi dari dasar lembah. Para kurcaci menyuruh kuda-kuda pony mereka
berderap secepat yang mereka bisa tanpa melukai hewan-hewan itu, tapi kecepatan
mereka tidak bisa menyamai kecepatan Eragon saat ia bebas berlari tanpa halangan.
Meski merasa frustrasi, Eragon menahan diri agar tidak mengeluh, karena ia tahu
perjalanannya akan sangat lambat jika disertai makhluk apa pun, kecuali Elf atau Kull.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Ia gemetar dan merapatkan jubahnya. Matahari belum menampakkan diri dari balik
Pegunungan Beor, dan udara dingin serta lembap meliputi lembah, meski tengah hari
tinggal beberapa jam lagi. Kemudian mereka tiba di dataran granet luas selebar seribu
kaki, sebelah kanannya dibatasi tebing curam dari pilar-pilar segi delapan yang
terbentuk secara alamiah. Tirai kabut yang melayang-layang menghalangi pandangan
ke sisi terjauh lapangan batu tersebut. Orik mengangkat tangan dan berkata, "Lihatlah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Az Knurldrathn." Eragon mengerutkan kening. Meski menatap dengan cermat, ia tidak
melihat apa-apa yang menarik di daratan gersang itu. "Aku tidak melihat hutan batu."
Turun dari kuda pony-nya, Orik menyerahkan tali kekang kepada prajurit di belakangnya
dan berkata, "Berjalanlah bersamaku, Eragon." Bersama-sama mereka melangkah
menuju tepian kabut yang berpuntir, Eragon memendekkan langkah untuk menyamai
Orik. Kabut menyentuh wajah Eragon, dingin dan lembap. Asap itu menjadi sedemikian
tebal sehingga menutupi sebagian lembah, menyelubungi mereka dengan daerah
kelabu yang bagian atas dan bawahnya tidak bisa ditentukan. Tidak gentar, Orik
melanjutkan berjalan dengan langkah mantap. Tapi Eragon merasa agak bingung dan
limbung, dan ia melangkah dengan kedua tangan terulur ke depan, untuk menghindari
terantuk sesuatu yang tersembunyi di dalam kabut. Orik berhenti di tepi celah tipis yang
membelah permukaan granit tempat mereka berdiri lalu berkata, "Apa yang kaulihat
sekarang?" Menyipitkan mata, Eragon menyapukan pandangannya bolak-balik, tapi
kabut tampak sama kelabunya seperti tadi. Ia membuka mulut untuk menyatakan
pikirannya tapi kemudian menyadari sebuah bentuk lain dalam tekstur kabut di sebelah
kanannya, pola Samar terang dan gelap yang bentuknya tetap meski kabut bergerak
lewat. Ia mulai menyadari daerah-daerah lain yang juga tidak berubah bentuk:
petak-petak aneh berpola abstrak dengan warna kontras yang bentuknya tidak dikenal.
"Aku tidak..." ia mulai berkata ketika embusan angin membuat rambutnya berkibar.
Akibat dorongan angin lembut yang baru saja berembus, kabut agak menipis dan bentuk
bayang-bayang yang tadinya tidak bisa dikenali sekarang tampak sebagai
batang-batang pohon besar berwarna seperti abu dengan ranting-ranting telanjang yang
patah. Lusinan pohon mengelilingi dirinya dan Orik, bagai kerangka pucat hutan kuno.
Eragon menekan telapak tangannya pada sebatang pohon. Kulit pohon terasa dingin
dan keras seperti karang. Bercak-bercak lumut pucat menempel di permukaan pohon.
Bulu kuduk Eragon meremang. Meski ia tidak menganggap dirinya terlalu percaya
takhayul, kabut seperti hantu dan cahaya remang menakutkan serta penampakan
pohon-pohon itu sendiri-murung dan menggelisahkan serta misterius-menyulut rasa
takut dalam dirinya. Ia membasahi bibir dan bertanya, "Bagaimana pohon-pohon
tersebut bisa menjadi seperti ini?" Orik mengangkat bahu. "Beberapa berkata Guntera
sendiri yang meletakkan mereka di sini ketika menciptakan Alagaesia dari
ketidakberadaan. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Orang lain berkata Helzvog-lah yang menciptakannya, karena batu adalah elemen
favoritnya, dan bukankah wajar jika dewa batu menciptakan pohon batu bagi tamannya"
Tapi ada juga yang tidak sependapat, berkata bahwa dahulu kala pohon-pohon ini
adalah pohon biasa, dan bencana besar berjutajuta tahun lalu pastilah telah mengubur
semua pohon ini di dalam tanah, dan seiring waktu, kayunya menjadi tanah, dan tanah
menjadi batu." "Apakah itu mungkin?" "Hanya dewa-dewa yang tahu pasti. Siapa lagi
selain mereka yang bisa mengerti pertanyaan-pertanyaan di dunia ini?" Orik beringsut.
"Nenek moyang kami menemukan pohon-pohon batu pertama selagi mereka
menambang granit di sini, lebih dari seribu tahun lalu. Grimstborith Durgrimst Ingeitum
yang sedang menjabat kala itu, Hvalmar Lackhand, menghentikan penambangan dan
malah menyuruh para tukang batunya menggali pohonpohon ini dari bebatuan di
sekelilingnya. Ketika mereka telah menggali hampir lima puluh pohon, Hvalmar sadar
bahwa mungkin seluruhnya ada ratusan, bahkan ribuan pohon batu tertanam di sisi
Gunung Thardur, maka ia menyuruh anak buahnya untuk menyudahi proyek penggalian
ini. Tapi tempat ini telah menangkap imajinasi kaum kami, dan sejak saat itu, knurlan
dari setiap klan telah berkunjung ke sini dan bekerja untuk menggali lebih banyak pohon
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari cengkeraman batu granit. Bahkan ada beberapa knurlan yang mengabdikan hidup
mereka demi pekerjaan ini. Juga telah menjadi tradisi mengirimkan anak nakal ke sini
untuk menggali satu atau dua batang pohon di bawah pengawasan seorang master
pengrajin batu." "Kedengarannya pekerjaan yang berat." "Memberi mereka waktu untuk
menyesali perbuatan mereka." Dengan sebelah tangan, Orik mengusap janggutnya
yang dijalin. "Aku sendiri menghabiskan beberapa bulan di sini sebagai seorang remaja
yang sukar dikendalikan ketika berusia tiga puluh empat." "Dan apakah kau menyesali
perbuatanmu?" "Eta. Tidak. Pekerjaan itu terlalu... berat. Setelah bermingguminggu, aku
hanya mampu membebaskan satu dahan dari batu granit, maka aku melarikan diri dan
bertemu dengan kelompok Vrenshrrgn-" "Kurcaci dari klan Vrenshrrgn?" "Ya, knurlagn
dari klan Vrenshrrgn, Serigala Perang, Serigala Peperangan, bagaimanapun kau
mengucapkannya dalam bahasa ini. Aku bertemu mereka, mabuk arak, dan saat
mereka sedang berburu Nagra, memutuskan agar aku membunuh seekor babi hutan
dan membawanya kepada Hrothgar untuk melunakkan kemarahannya kepadaku. Bukan
hal paling cerdas yang pernah kulakukan. Bahkan prajurit kami yang paling hebat pun
takut berburu Nagra, dan aku masih bocah, belum lagi dewasa. Begitu benakku jernih,
aku menyumpahi diri karena bertindak tolol, tapi aku telah bersumpah untuk
melakukannya, maka aku tidak punya pilihan selain melaksanakan sumpahku." Ketika
Orik berhenti bicara, Eragon bertanya, "Apa yang terjadi?" "Oh, aku membunuh Nagra,
dengan bantuan Vrenshrrgn, tapi babi hutan itu menanduk bahuku dan melemparkanku
ke ranting pohon terdekat.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Vrenshrrgn harus memapah kami berdua, si Nagra dan aku, kembali ke Benteng
Bregan. Babi hutan itu membuat Hrothgar senang, dan aku... aku, meski
penyembuhpenyembuh terbaik kami berusaha mati-matian, aku harus menghabiskan
sebulan berikutnya di tempat tidur, dan menurut Hrothgar itu saja cukup sebagai
hukuman akibat ketidakpatuhanku kepadanya." Eragon menatap kurcaci itu selama
beberapa saat. "Kau sangat kehilangan dirinya." Orik berdiri sesaat dengan dagu
menempel pada dadanya yang kekar. Mengangkat kapak, ia menghantam batu granit
dengan gagangnya, menimbulkan suara berkelotak nyaring yang bergema di antara
pohon-pohon itu. "Sudah hampir dua abad sejak durgrimstvren, perang antar klan
terakhir, mengguncang negeri kami, Eragon. Tapi demi janggut hitam Morgothal, kami
sedang berada di tepi peperangan lagi sekarang." "Sekarang, pada saat-saat seperti
ini?" seru Eragon, terenyak. "Apakah separah itu?" Orik menggeram. Lebih buruk lagi.
Ketegangan di antara klan sekarang lebih genting sejak yang tercatat dalam ingatan.
Kematian Hrothgar dan invasi Nasuada kepada Kekaisaran telah menimbulkan percikan
api, menyulut perseteruan lama, dan meminjamkan kekuatan kepada mereka yang
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
percaya bahwa bergabung dengan Varden adalah tindakan bodoh." "Bagaimana
mungkin mereka memercayai itu ketika Galbatorix sudah menyerang Tronjheim
menggunakan kaum Urgal?" "Karena," kata Orik, "mereka yakin mengalahkan
Galbatorix adalah hal mustahil, dan argumen mereka mengguncang keyakinan kaum
kami. Bisakah kau berkata sejujurnya kepadaku, Eragon, jika pada detik ini Galbatorix
menghadapimu dan Saphira secara langsung, apakah kalian berdua bisa
mengalahkannya?" Tenggorokannya Eragon terasa tercekik. "Tidak." "Sudah kuduga.
Mereka yang berseberangan dengan Varden telah membuat diri mereka buta akan
ancaman Galbatorix. Mereka berkata, jika kami tidak membiarkan kaum Varden
menumpang, jika kami tidak menerimamu dan Saphira ke dalam Tronjheim yang indah,
maka Galbatorix tidak punya alasan untuk memerangi kami. Mereka tidak menyadari
bahwa hausnya Galbatorix akan kekuasaan takkan pernah terpuaskan dan ia tidak akan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
berhenti sampai seluruh Alagaesia berada di bawah kakinya." Orik menggelengkan
kepada, dan otot-otot di lengannya menonjol dan bergelombang ketika menjepit bilah
kapak di antara dua jarinya. "Aku tidak akan membiarkan ras kami bersembunyi dalam
terowongan seperti kelinci ketakutan sampai serigala di luar berhasil menggali ke dalam
dan memakan kami semua. Kami mesti teruss berjuang dengan harapan bisa
menemukan cara untuk membunuh Galbatorix. Dan aku tidak akan membiarkan kaumku
tercerai-berai dalam peperangan antar klan. Dengan keadaan sudah seperti sekarang
ini, sebuah &durgimstvren akan menghancurkan kebudayaan kami dan mungkin
kehancuran Varden sendiri."
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Dengan rahang mengeras, Orik menoleh menatap Eragon. "Demi kebaikan kaumku, aku
berniat menduduki takhta. Durgrimstn Gedthrall, Ledwonnu, dan Nagra telah
menyatakan dukungan mereka. kepadaku. Meski demikian, banyak yang berdiri
menghalangiku dengan singgasana; akan tidak mudah mengumpulkan cukup suara
untuk menjadi raja. Aku butuh mengetahui, Eragon, apakah kau akan mendukungku?"
Melipat kedua lengan di dada, Eragon melangkah dari satu pohon ke pohon lain
kemudian kembali lagi. "Jika aku melakukan itu, dukunganku mungkin akan
menyebabkan klan-klan lain memusuhimu. Kau bukan hanya meminta orang-orang
untuk bergabung dengan Varden, tapi kau. meminta mereka untuk menerima seorang
Penunggang Naga sebagai salah satu dari mereka, yang belum pernah mereka lakukan
dan aku ragu mereka mau melakukannya. sekarang." "Aye, mungkin akan membuat
beberapa memusuhiku," kata Orik, "tapi juga akan membuat yang lain-lain memberikan
suara mereka kepadaku. Biarkan aku yang menilainya. Aku hanya ingin tahu, apakah
kau mendukungku"... Eragon, kenapa kau bimbang?" Eragon menatap akar berpuntir
yang mencuat dari batu granit dekat kakinya, menghindari tatapan Orik. "Kau bertindak
demi kebaikan rasmu, dan kau berhak melakukannya. Tapi kekhawatiranku lebih luas
daripada itu; kepentinganku menyangkut kebaikan Varden dan kaum Elf Sertasemua
orang yang melawan Galbatorix. Jika... jika kau tampaknya tidak bakal memenangkan
singgasana, dan ada satu ketua klan lain yang tampaknya sanggup menang, dan tidak
memusuhi kaum Varden-" "Tidak ada grimstborith yang lebih bersimpati kepada Varden
daripada aku!" "Aku tidak meragukan persahabatanmu," protes Eragon. "Tapi jika apa
yang kuucapkan tadi terjadi dan dukunganku akan memastikan ketua klan seperti itu
memenangkan singgasana, demi kebaikan kaummu dan demi kebaikan seluruh
Alagaesia, tidakkah aku. seharusnya mendukung kurcaci yang memiliki kesempatan
terbesar untuk menang?" Dengan suara lirih yang berbahaya, Orik berkata, "Kau
melakukan sumpah darah di Knurlnien, Eragon. Menurut peraturan kami, kau sudah
menjadi anggota Durgrimst Ingeitum, tidak peduli seberapa besar ketidaksetujuan orang
lain. Tindakan Hrothgar mengadopsimu tidak pernah dilakukan dalam sejarah kami, dan
itu tidak bisa dibatalkan kecuali, sebagai grimstborith, aku mengusirmu dari klan kami.
Jika kau melawanku, Eragon, kau akan mempermalukanku di hadapan seluruh rasku
dan tidak akan ada lagi yang memercayai kepemimpinanku. Terlebih lagi, kau akan
membuktikan kepada orang-orang yang membencimu bahwa kami tidak bisa
memercayai Penunggang Naga. Anggota klan tidak Saling mengkhianati demi klan lain,
Eragon. Itu tidak pernah dilakukan, kecuali jika kau ingin terbangun suatu malam
dengan belati menancap di jantungmu." "Apakah kau mengancamku?" tanya Eragon,
juga dengan suara lirih. Orik menyumpah dan menghantamkan kapaknya pada batu
granit lagi. "Tidak! Aku takkan pernah berpikir untuk melawanmu, Eragon! Kau adalah
saudara angkatku, kau adalah satu-satunya Penunggang yang tidak berada
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dalam pengaruh Galbatorix, dan aku menjadi sangat menyukaimu sejak
perjalanan-perjalanan kita bersama-sama. Tapi meski aku tidak akan mencelakaimu,
bukan berarti anggota Ingeitum lain akan bermurah hati padamu. Aku menyatakan itu
bukan sebagai ancaman tapi sebagai fakta. Kau harus mengerti ini, Eragon. Jika klan
mendengarmu memberikan dukungan kepada kurcaci lain, aku mungkin tidak akan bisa
menahan kemarahan mereka. Meski kau adalah tamu kami dan peraturan kesopanan
bisa melindungimu, klan akan menganggapmu mengkhianati mereka, dan bukan
kebiasaan kami untuk membiarkan pengkhianat berada di tengah-tengah kami. Apakah
kau mengerti, Eragon?" "Apa yang kauharapkan dariku?" teriak Eragon. Ia melontarkan
kedua lengannya dan berjalan mondar-mandir di hadapan Orik. "Aku juga bersumpah
kepada Nasuada, dan itulah perintah yang diberikannya kepadaku." "Dan kau juga
mengikat diri pada Durgrimst Ingeitum!" teriak Orin. Eragon berhenti dan menatap
kurcaci itu. "Apakah menurutmu lebih baik aku membawa petaka kepada seluruh
Alagaesia hanya agar kau bisa mempertahankan kedudukanmu di klan?" "Jangan
menghinaku!" "Maka jangan memintaku melakukan yang mustahil! Aku akan
mendukungmu jika tampaknya kau bisa memenangkan singgasana, dan jika tidak, maka
aku tidak akan mendukungmu. Kau mengkhawatirkan Durgrimst Ingeitum dan rasmu
secara keseluruhan, sedangkan tugasku adalah mengkhawatirkan mereka semua
ditambah dengan seluruh ras di Alagaesia." Eragon duduk lemas di salah satu tonjolan
pohon. "Dan aku tidak ingin membuat klanmu-maksudku, klan kita-tersinggung, atau
menyinggung seluruh ras kurcaci." Dengan nada lebih ramah, Orik berkata, "Ada jalan
lain, Eragon. Akan jauh lebih sulit bagimu, tapi akan menyelesaikan dilemamu." "Oh"
Solusi ajaib semacam apa?" Kembali menyelipkan kapak di sabuknya, Orik
melangkah menghampiri Eragon, mencengkeram lengan pemuda itu, dan menengadah
menatapnya di sela-sela alis yang tebal. "Percayakan padaku untuk melakukan hal yang
benar, Eragon Shadeslayer. Berikan kepadaku loyalitas yang sama seperti jika kau
benar-benar terlahir dalam Durgrimst Ingeitum. Mereka yang berada di bawah
kepemimpinanku tidak akan pernah mencoba melawan grimstborith mereka demi
kepentingan klan lain. Jika grimstborith melakukan tindakan yang salah, itu tanggung
jawabnya sendiri, tapi bukan berarti aku tidak mengerti kekhawatiranmu." Ia melirik ke
bawah sejenak, kemudian melanjutkan, "Jika aku tidak bisa menjadi raja, percayalah
aku tidak akan dibutakan oleh kesempatan memperoleh kekuasaan sehingga tidak
menyadari bahwa aku akan kalah. Jika itu terjadi- bukannya aku percaya bakal
terjadi-aku akan, atas keinginan sendiri, memberikan dukunganku kepada salah satu
kandidat, karena aku juga tidak
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ingin melihat grimstborith yang membenci Varden bisa terpilih. Dan jika ternyata aku
harus mendukung kurcaci lain agar bisa memenangkan takhta, status dan wibawa yang
kuberikan kepada ketua klan itu secara otomatis akan berupa dukunganmu juga, karena
kau Ingeitum. Maukah kau memercayaiku, Eragon" Maukah kau menerimaku sebagai
grimstborith-mu, seperti semua rakyatku yang telah bersumpah?" Eragon mengerang
dan menyandarkan kepalanya pada pohon yang kasar dan menatap ranting-ranting
bengkok seputih tulang yang menggeliat-geliat dalam selimut kabut. Kepercayaan. Dari
segala hal yang bisa diminta Orik darinya, itulah yang paling sulit untuk dikabulkan.
Eragon menyukai Orik, tapi menjadikan dirinya di bawah kepemimpinan kurcaci itu
sementara begitu banyak yang harus dipertaruhkan berarti akan mengekang lebih
banyak kebebasannya, gagasan yang dibencinya. Dan seiring dengan kebebasannya, ia
juga akan melepaskan sebagian tanggung jawabnya terhadap, nasib Alagaesia. Eragon
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
merasa seakan-akan sedang bergelantungan di tepi jurang dan Orik berusaha
meyakinkannya bahwa ada langkan tempat berpijak beberapa kaki di bawah, tapi
Eragon tidak mampu melepaskan pegangannya, karena takut akan terjun menuju
kematian. Ia berkata, "Aku tidak akan menjadi pelayan yang bisa kausuruh ini dan itu.
Jika berhubungan dengan kepentingan Durgrimst Ingeitum, aku akan menganggapmu
pemimpinku, tapi dalam hal-hal lainnya, kau tidak memiliki kuasa untuk mengaturku."
Orik mengangguk, wajahnya serius. "Aku tidak mengkhawatirkan misi apa pun yang
diperintahkan Nasuada agar kaujalankan, atau siapa yang akan kaubunuh selagi
memerangi Kekaisaran. Tidak, yang membuatku gelisah sementara seharusnya aku
bisa tidur nyenyak seperti Arghen di guanya adalah karena membayangkan kau
mencoba memengaruhi pengambilan suara saat pertemuan antar klan. Maksudmu baik,
aku. tahu, tapi baik atau tidak, kau tidak mengenal politik kami, tak peduli seberapa
banyak yang telah diajarkan Nasuada kepadamu. Ini adalah keahlianku, Eragon.
Biarkan aku mengaturnya dengan cara yang kuanggap, pantas. Hrothgar telah
menyiapkanku sepanjang hidupku demi saat-saat seperti ini." Eragon mendesah, dan
dengan sensasi seperti terjun bebas, ia berkata, "Baiklah. Aku akan melakukan hal yang
menurutmu terbaik dalam masalah ini, Grimstborith Orik." Senyum lebar merekah di
wajah Orik. Ia mengeratkan cengkeramannya pada lengan Eragon, kemudian
melepaskannya sambil berkata, "Ah, terima kasih, Eragon. Kau tidak tahu betapa ini
sangat berarti bagiku. Kau sangat baik, sangat baik, dan aku takkan melupakannya,
bahkan jika aku bisa hidup sampai dua ratus tahun dan janggutku sudah tumbuh
demikian panjang sampai menyapu tanah." Tanpa bisa ditahannya, Eragon tergelak.
"Yah, kuharap janggutmu tidak akan tumbuh sepanjang itu. Kau akan menginjaknya dan
tersandung setiap saat!" "Mungkin memang begitu," kata. Orik, tertawa. "Lagi pula, lebih
baik aku meminta Hvedra untuk mencukurnya pendek begitu sudah mencapai lututku.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Opininya sangat keras tentang seberapa panjang seharusnya janggut dibiarkan
tumbuh." Orik memimpin jalan saat keduanya meninggalkan hutan pohon batu,
melangkah menembus kabut tanpa warna yang berpuntir di sekitar batangbatang pohon
yang mengapur. Mereka bergabung kembali dengan dua belas prajurit Orik, kemudian
mulai menuruni punggung Gunung Thardur. Di dasar lembah, mereka melanjutkan
perjalanan dalam garis lurus ke sisi seberang, dan di sana para kurcaci membawa
Eragon ke terowongan yang tersembunyi sangat baik di permukaan batu, sehingga ia
takkan pernah bisa menemukan jalan masuk itu sendiri. Eragon menyesal ketika harus
meninggalkan cahaya matahari yang pucat dan udara pegunungan yang segar untuk
masuk ke kegelapan terowongan. Lorongnya selebar delapan kaki dan tingginya enam
kaki-yang terasa terlalu rendah bagi Eragon-dan seperti semua terowongan kurcaci
yang pernah dikunjunginya, lorong itu lurus seperti anak panah sejauh mata bisa
memandang. Ia menoleh ke belakang melalui bahunya dan melihat persis ketika kurcaci
bernama Farr menutup lempengan besar granet berengsel yang berfungsi sebagai pintu
terowongan, menenggelamkan kelompok mereka ke kegelapan. Sesaat kemudian,
empat belas bola cahaya berbagai warna muncul ketika para kurcaci mengambil lentera
tanpa api dari kantong pelana mereka. Orik menyerahkan sebuah kepada Eragon.
Kemudian mereka memulai perjalanan di akar pegunungan, dan langkah kaki kuda-kuda
pony memenuhi terowongan dengan gema berkelontang yang kedengaran seperti
hantu-hantu marah yang berteriak kepada mereka. Eragon mengernyit, tahu bahwa
mereka harus mendengarkan suara berisik ini sampai ke Farthen Dur, karena di sanalah
terowongan ini berujung, bermil-mil jauhnya. Ia membungkukkan bahu dan mengeratkan
cengkeramannya pada tali ransel dan berharap ia bersama Saphira, terbang tinggi di
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
atas daratan. TAWA KEMATIAN Roran berjongkok dan mengintip melalui sela-sela
ranting pohon dedalu. Sekitar 80 meter darinya,53 tentara dan pengemudi gerobak
duduk di sekeliling tiga api untuk memasak, menyantap makan malam mereka saat
keremangan senja menghampiri daratan dengan cepat. Para pria itu berhenti untuk
berkemah malam ini di tepian lebar dan berumput yang membatasi sebuah sungai tanpa
nama. Gerobak-gerobak yang penuh berisi persediaan untuk pasukan Galbatorix
diparkir dalam bentuk setengah lingkaran mengelilingi api unggun. Beberapa kerbau
bergerak-gerak sambil merumput di belakang perkemahan, sekali-sekali saling
melenguh. Tapi sekitar dua puluh meter ke arah hilir, beting tanah lunak mencuat tinggi
dari daratan, yang akan menghalangi serangan maupun jalan keluar dari daerah
tersebut. Apa yang ada dalam pikiran mereka" Roran terheran-heran. Memang
bijaksana untuk berkemah di daerah dengan pertahanan baik pada saat-saat berbahaya
seperti ini, yang artinya menemukan formasi alamiah yang bisa melindungi
punggungmu. Namun orang juga harus berhati-hati untuk memilih tempat beristirahat
yang sekaligus bisa memberikan akses untuk melarikan diri jika disergap. Tapi dalam
keadaan ini, rasanya seperti
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
permainan anak-anak bagi Roran dan pria-pria lain dalam pimpinan Martland untuk
menyibakkan semak-semak tempat mereka sedang bersembunyi sekarang dan
memojokkan para prajurit Kekaisaran itu di antara ujung bentuk V beting tanah dan
sungai, tempat mereka bisa menghabisi para prajurit dan pengemudi gerobak itu
dengan mudah. Roran heran karena prajurit terlatih seperti mereka bisa berbuat
kesalahan yang begitu besar. Mungkin mereka orang kota, pikirnya. Atau mungkin
mereka hanya belum berpengalaman. Ia mengerutkan kening. Kalau begitu, mengapa
mereka diberi tanggung jawab melaksanakan tugas yang sangat penting" "Apakah kau
mendeteksi jebakan?" Roran bertanya. Ia tidak perlu menoleh untuk mengetahui Carn
ada di dekatnya, begitu pula Halmar dan dua pria lain. Kecuali para pejuang berpedang
yang telah bergabung dengan Martland demi menggantikan mereka yang terbunuh atau
terluka parah saat pertempuran pertama, Roran telah bertarung bersama-sama semua
pria dalam kelompok mereka. Meski tidak semua pria itu disukainya, ia bisa
memercayakan nyawanya kepada mereka, karena ia tahu mereka memercayainya. Ini
semacam ikatan yang tidak membedakan usia dan asal usul. Setelah pertempuran
pertamanya, Roran terkejut karena merasa begitu dekat dengan rekan-rekannya, begitu
pula akan keramahan mereka terhadapnya. "Tidak ada yang kudeteksi," gumam Carn.
"Tapi-" "Mereka mungkin menciptakan mantra baru yang tidak bisa kaudeteksi, ya, ya.
Tapi apakah ada penyihir di antara mereka?" "Aku tidak yakin benar, tapi tidak, rasanya
tidak ada." Roran menyibakkan serumpun dawn dedalu agar bisa melihat lebih jelas
posisi gerobak-gerobak. "Aku tidak suka ini," gerutunya. "Seorang penyihir menyertai
iring-iringan sebelumnya. Kenapa yang ini tidak?" "Jumlah kita jauh lebih sedikit
daripada yang mungkin kaubayangkan." "Mmh." Roran menggaruk janggutnya, masih
merasa curiga karena para prajurit itu tampak tidak memiliki akal sehat. Mungkinkah
mereka sedang mengundang serangan" Tampaknya mereka tidak dalam keadaan siap
diserang, tapi yang tampak di depan mata bisa menipu. Jebakan jenis apa yang bisa
mereka siapkan untuk kami" Tidak ada orang lain dalam jarak Sembilan puluh mil, dan
terakhir kali terlihat, Murtagh serta Thorn sedang terbang ke arah utara Feinster.
"Kirimkan- isyarat," katanya. "Tapi katakan pada Martland aku merasa curiga mengapa
mereka berkemah di sini. Entah mereka idiot atau punya sejenis pertahanan yang tak
kasatmata bagi kita: sihir atau tipu daya raja." Hening, kemudian: "Aku sudah mengirim
isyarat. Martland bilang ia juga curiga sama sepertimu, tapi kecuali kita ingin kembali
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kepada Nasuada dengan ekor terselip di antara kaki belakang, kita harus mencoba
peruntungan." Roran menggeram dan memalingkan wajah dari para prajurit. Ia memberi
isyarat dengan gerakan dagu, dan rekan-rekannya bergegas merangkak pergi
bersamanya ke tempat mereka meninggalkan kuda-kuda mereka. Berdiri, Roran
menunggangi Snowfire. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Woo, tenang," bisiknya, menepuk-nepuk Snowfire saat kuda jantan itu
mengangguk-anggukkan kepalanya. Dalam cahaya remang, surai dan bulu Snowfire
berpendar seperti perak. Bukan untuk pertama kalinya, Roran berharap kuda ini memiliki
warna bulu yang tidak terlalu mencolok, kelabu atau cokelat kemerahan. Mengambil
perisai yang tergantung di pelananya, Roran memasangnya di tangan kiri, kemudian
menarik martilnya dari sabuk. Saat menelan mulutnya terasa kering, ia merasakan
ketegangan yang familier di antara bahunya, dan ia mengeratkan genggaman pada
martilnya. Ketika kelima pria sudah siap, Carn mengangkat jari dan kelopak matanya
setengah menutup serta bibirnya berkedut, seolah-olah bicara dengan dirinya sendiri.
Jangkrik berbunyi di dekat-dekat mereka. Kelopak mata. Carn lebar. "Ingat, jaga agar
tatapan mata kalian menghadap bawah sampai mata kalian bisa menyesuaikan diri, dan
bahkan saat itu, jangan menatap langit." Kemudian ia mulai merapal dengan bahasa
kuno, kata-kata tak dimengerti yang bergetar penuh kekuatan. Roran menutupi tubuh
dengan perisai dan menyipitkan mata sambil menatap pelananya ketika cahaya putih
bersih, seterang matahari pada tengah hari, menerangi daerah sekitar mereka.
Pancaran cahaya terang itu muncul dari satu titik di atas perkemahan para prajurit;
Roran menahan diri agar tidak melihat di mana tepatnya. Sambil berteriak, ia
menendang rusuk Snowfire dan membungkuk di atas leher kuda itu saat tunggangannya
berderap maju. Di kedua sisinya, Carn para pejuang lain melakukan hal yang sama,
menghunus senjata mereka. Ranting-ranting pohon melecut di kepala dan bahu Roran,
kemudian Snowfire keluar dari sela pepohonan dan melesat menuju perkemahan
dengan kecepatan penuh. Dua kelompok berkuda lain juga menyerbu perkemahan, satu
dipimpin Martland, satu lagi dipimpin Ulhart. Para prajurit dan pengemudi gerobak
berteriak kaget dan menutupi mata mereka. Melangkah tersaruk-saruk seperti orang
buta, mereka menggapai-gapai mencari senjata masing-masing sementara berusaha
mengambil posisi untuk menahan serangan. Roran tidak memelankan laju Snowfire.
Kembali memacu kuda jantan itu, ia berdiri tegak pada sanggurdi dan bertahan sekuat
tenaga ketika Snowfire melompati celah di antara dua gerobak. Gigi-geliginya
bergemeretak ketika mereka mendarat. Snowfire menendang tanah ke salah satu api
unggun, membuat api memercik ke mana-mana. Sisa kelompok Roran juga melompati
gerobak-gerobak. Tahu rekan-rekannya akan mengurus para prajurit di belakangnya,
Roran berkonsentrasi pada prajurit yang ada di depan. Mengarahkan Snowfire kepada
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
salah satu prajurit, Roran mendaratkan pukulan kepadanya dengan ujung martil dan
membuat hidung pria itu patah, darah merah terang muncrat di wajahnya. Roran
menghabisi nyawa pria itu dengan sekali hantaman lagi di kepala,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kemudian menangkis serangan pedang prajurit lain. Lebih jauh di barisan gerobak yang
membentuk garis melengkung, Martland, Ulhart, dan anak buah mereka juga melompat
memasuki perkemahan, mendarat disertai derap kaki-kaki kuda mereka dan suara baju
besi serta senjata berkelontang. Seekor kuda meringkik dan terjatuh ketika seorang
prajurit melukainya dengan sebatang tombak. Sekali lagi Roran menangkis serangan
prajurit berpedang, kemudian menghantam tangan si prajurit yang memegang pedang,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
membuat tulang-tulangnya remuk dan memaksa prajurit tersebut untuk melepaskan
senjatanya. Tanpa memberi jeda Roran mendaratkan pukulan di bagian tengah tunik
merah si prajurit, meretakkan tulang dadanya dan merasakan si prajurit tersengal
dengan luka mematikan. Roran memutar tubuh di pelana, mencari-cari lawan
berikutnya. Otot-ototnya bergetar penuh semangat; seluruh detail di sekitarnya tampak
tajam dan jernih seakan diukir dari kaca. Ia merasa tak terkalahkan, tak terjatuhkan.
Waktu bagaikan direnggangkan dan berjalan lambat, sehingga seekor ngengat
kebingungan yang terbang di depan wajahnya seakan-akan sedang mengarungi madu,
bukan udara. Kemudian sepasang tangan mencengkeram bagian belakang tunik
besinya dan menariknya dari punggung Snowfire lalu membantingnya ke tanah yang
keras, membuat seluruh udara keluar dari paru-parunya. Pandangan Roran mengabur
dan menjadi gelap sesaat. Ketika pulih, ia melihat prajurit pertama yang diserangnya
tadi sedang menduduki dadanya, mencekik lehernya. Prajurit itu menghalangi pancaran
cahaya yang dibuat Carn dari langit. Lingkaran putih mengelilingi kepala dan bahunya,
membuat sosoknya bagaikan bayangan gelap, sehingga Roran tidak bisa melihat
wajahnya kecuali pantulan cahaya pada giginya. Cekikan prajurit itu pada leher Roran
semakin keras saat Roran tersengalsengal mencari udara. Roran meraba-raba mencari
martilnya, yang telah dijatuhkannya, tapi ia tidak bisa meraihnya. Menegangkan otot
lehernya agar prajurit itu tidak membuatnya mati kehabisan udara, Roran meraih belati
dari sabuknya dan menusuk prajurit itu pada baju besinya, tembus ke tunik kulitnya, dan
menikam antara tulang rusuknya yang sebelah kiri. Prajurit itu bahkan tidak berkedip,
dan cengkeramannya pada leher Roran tidak mengendur. Suara tawa menggelegak dari
tenggorokan si prajurit teruss terdengar. Gelak tawa yang membuat jantung berhenti
berdetak, kedengaran sangat mengerikan, dan membuat perut Roran terasa membeku
ketakutan. Ia ingat pernah mendengar suara-suara ini sebelumnya; ia telah
mendengarnya sementara memperhatikan kaum Varden memerangi pria-pria yang tidak
merasa sakit di padang rumput sebelah Sungai Jiet. Dalam sekejap ia mengerti
mengapa para prajurit ini memilih tempat berkemah yang tidak menguntungkan: Mereka
tidak peduli terjebak atau tidak, karena tidak ada orang yang bisa menyakiti mereka.
Pandangan Roran berubah merah, dan bintang-bintang kuning menari-nari di depan
matanya. Hampir tak sadarkan diri, ia mencabut belatinya dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menusuk ke atas, ke ketiak si prajurit, memutar-mutar bilahnya. Darah hangat mengaliri
tangannya, tapi prajurit itu tampak tidak menyadarinya. Dunia meledak dalam
bercak-bercak warna berpendar ketika, si prajurit membenturkan kepala Roran ke tanah.
Sekali. Dua kali. Tiga kali. Roran mengangkat panggulnya, berusaha melemparkan
tubuh si prajurit tanpa berhasil. Buta dan putus asa, ia mengiris tempat yang ia duga
wajah si prajurit berada dan merasa bilah belatinya merobek sesuatu yang lunak. Ia
menarik belatinya, kemudian menghunjamkannya lagi ke arah tadi, merasakan benturan
saat bilah belati menyentuh tulang. Tekanan pada leher Roran berkurang. Roran tetap
berbaring, dada naik-turun, kemudian ia berguling dan muntah, kerongkongannya terasa
terbakar. Masih tersengal dan terbatukbatuk, ia tersaruk-saruk berdiri dan melihat
prajurit tadi terkapar tak bergerak di sebelahnya, belati mencuat dari cuping hidung
sebelah kirinya. "Lukai kepala mereka!" teriak Roran, meski kerongkongannya masih
sakit. "Kepala mereka!" Ia membiarkan belatinya terkubur di cuping hidung si prajurit
dan mengambil martilnya dari tanah yang terinjak-injak di mana benda itu tergeletak,
kemudian berhenti cukup lama untuk menyambar sebatang tombak terbengkalai, yang
digenggamnya di tangan kiri yang berperisai. Melompati prajurit yang sudah tewas, ia
berlari menuju Halmar, yang juga sudah tidak berada di kudanya dan sedang bertarung
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dengan tiga prajurit sekaligus. Sebelum para prajurit menyadari kehadirannya, Roran
menghantamkan martilnya di kepala dua prajurit pertama dengan begitu keras sehingga
helm mereka terbelah. Prajurit ketiga dibiarkannya ditangani Halmar, dan ia melompat
ke arah prajurit yang tulang dadanya telah diremukkan dan ditinggalkannya tadi. Ia
mendapati prajurit tersebut sedang duduk di roda salah satu gerobak, meludahkan
gumpalan-gumpalan darah dan sedang berusaha memasang anak panah pada sebuah
busur. Roran menusuk mata prajurit itu dengan tombak. Serpihan daging berwarna
kelabu menempel pada ujung tombak ketika ditariknya lagi. Gagasan menghampiri
Roran. Ia melemparkan tombak ke pria bertunik merah di sisi lain api unggun
terdekat-membuat tombak tertancap di dada prajurit tersebut-kemudian. Roran
menyelipkan gagang martilnya di sabuk lalu memasang anak panah pada busur milik
prajurit tadi. Menyandarkan punggung pada gerobak, Roran mulai memanahi para
prajurit yang berlarian di sekitar perkemahan, berusaha membunuh mereka dengan
tembakan untung-untungan di daerah kepala, leher, atau jantung atau untuk membuat
mereka terluka cukup parah sehingga rekan-rekannya bisa menghabisi mereka dengan
lebih mudah. Jika semua tidak berhasil, prajurit yang terluka akan mati kehabisan darah
sebelum pertempuran berakhir. Penyerangan yang tadinya penuh rasa percaya diri
berubah menjadi penuh kekacauan. Para pejuang Varden tercerai-berai dan
kebingungan, beberapa di atas kuda, beberapa di darat, sebagian besar terluka.
Setidaknya Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
lima orang, sejauh yang bisa dilihat Roran, telah tewas ketika para prajurit yang mereka
kira telah mereka bunuh bangkit kembali untuk menyerang mereka. Sulit diketahui
berapa jumlah prajurit yang masih hidup dari sekian banyak tubuh yang terlempar ke
sana kemari, tapi Roran bisa melihat jumlah mereka masih lebih banyak sekitar 25
orang dibandingkan dengan para pejuang Varden yang tersisa. Mereka bisa
mencabik-cabik kami dengan tangan kosong sementara kami berusaha menjatuhkan
mereka, ia menyadari. Dengan matanya ia mencaricari Snowfire di antara kekacauan
dan melihat kuda putih itu telah berlari agak menjauh ke arah sungai, tempat ia
sekarang berdiri dekat pohon dedalu, cuping hidungnya membesar dan kedua
telinganya merapat di kepala. Dengan panah, Roran membunuh empat prajurit lagi dan
melukai lebih dari selusin. Ketika anak panah yang dimilikinya tinggal dua, ia melihat
Carn berdiri di sisi lain perkemahan, berduel dengan seorang prajurit di sudut tenda
yang terbakar. Menarik tali busur sampai bulu anak panah menggelitik telinganya, Roran
menembak dada prajurit tersebut. Prajurit itu tersungkur, dan Carn kepalanya. Roran
melemparkan busur dan, dengan martil di tangan, berlari menghampiri Carn sambil
berseru, "Tidak bisakah kau membunuh mereka dengan sihir?" Selama sesaat, Carn
bisa tersengal, kemudian ia menggelengkan kepala dan berkata, "Semua mantra yang
kulontarkan terhalang." Cahaya dari tenda yang terbakar membuat sebelah sisi
wajahnya berpendar merah. Roran menyumpah. "Kalau begitu, bersama-sama!" ia
berseru, kemudian mengangkat perisainya. Bersisian, keduanya maju menerjang
kelompok prajurit terdekat: kumpulan yang terdiri atas delapan orang yang mengelilingi
tiga pejuang Varden. Beberapa menit berikutnya terdiri atas kelebatan senjata, daging
koyak, dan rasa sakit bagi Roran. Tenaga para prajurit itu bertahan lebih lama daripada
manusia biasa, dan mereka tidak pernah menghindari serangan, usaha mereka juga
tidak berkurang meski luka-luka mereka sungguh mengerikan. Tenaga yang dibutuhkan
untuk pertarungan itu luar biasa besar, sehingga rasa mual Roran kembali menyerang,
dan setelah prajurit kedelapan runtuh, ia membungkuk dan muntah lagi. Ia meludah
untuk menghilangkan rasa pahit di mulutnya. Seorang pejuang Varden yang tadinya
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ingin mereka selamatkan telah tewas dalam, pertarungan itu, ginjalnya tersayat pisau,
tapi dua pejuang yang masih berdiri bergabung dengan Roran dan Carn, dan
bersama-sama, mereka menyerang sekelompok prajurit lagi. "Desak mereka ke arah
sungai!" teriak Roran. Air dan lumpur akan membuat gerakan para prajurit itu terbatas
dan mungkin bakal memberi keuntungan bagi para anggota Varden yang memiliki
pijakan lebih kering. Tidak jauh dari mereka, Martland berhasil mengumpulkan dua belas
pejuang Varden yang masih berada di punggung kuda, dan mereka sudah melakukan
apa yang diusulkan Roran: menggebah para prajurit ke arah air yang berkilauan.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Para prajurit dan beberapa pengemudi gerobak yang masih hidup melawan. Mereka
mendesakkan perisai-perisai mereka kepada pejuang Varden yang berada di darat.
Mereka menusukkan tombak ke pejuang yang berkuda. Tapi meski perlawanan mereka
sengit, kelompok Varden mampu mendorong mereka selangkah demi selangkah
sampai para pria bertunik merah itu berdiri di air yang mengalir deras sampai setinggi
lutut, setengah buta oleh cahaya terang yang memancar langsung ke arah mereka.
"Jaga barisan!" teriak Martland, turun dari kudanya dan berdiri dengan kaki terbuka lebar
di tepi sungai. "Jangan biarkan mereka naik lagi ke darat!" Roran menjatuhkan diri
dalam posisi setengah merangkak, menekan tumit pada tanah yang empuk sampai
merasa pijakannya mantap, kemudian menunggu sampai prajurit yang berdiri di dalam
air dingin beberapa kaki di depannya untuk menyerang. Sambil meraung, si prajurit
melangkah mengarungi air dangkal sambil mengibaskan pedang kepada Roran, yang
ditangkis Roran dengan perisainya. Roran membalas serangan dengan hantaman
martilnya, tapi si prajurit berhasil menangkis dengan perisainya sendiri, lalu
mengarahkan pedang ke kaki Roran. Selama beberapa detik, keduanya Saling
menghantam, tapi tidak ada yang mampu melukai satu sama lain. Kemudian Roran
meremukkan lengan bawah kiri prajurit tersebut, membuatnya tersungkur ke belakang
beberapa langkah. prajurit itu hanya tersenyum dan mengeluarkan suara tawa datar
yang menakutkan. Roran bertanya-tanya apakah ia atau rekan-rekannya akan bisa
selamat malam ini. Mereka lebih sulit dibunuh daripada ular. Kami bisa
memotongmotong mereka jadi serpihan, dan mereka akan tetap menyerang kecuali
kami mengenai bagian tubuh mereka yang vital. Pikiran selanjutnya lenyap ketika
prajurit itu menyerang lagi, pedangnya yang beralur tampak mengilat seperti lidah api
dalam terpaan cahaya remang. Sejak detik itu, pertempuran menjadi bagaikan mimpi
burukbagi Roran. Cahaya aneh yang menakutkan menjadikan air dan para prajurit
tampak ganjil, warna-warna mereka menjadi pudar dan bayang-bayang mereka berupa
bentuk panjang dan tajam pada permukaan air yang teruss bergerak, sementara di
seberang dan sekeliling mereka, kegelapan malam tidak terganggu. Lagi dan lagi, Roran
menangkis serangan para prajurit yang tersaruk-saruk di air untuk membunuhnya,
menghantamkan martil kepada mereka sehingga tidak lagi bisa dikenali sebagai
manusia, tapi tetap saja mereka tidak mau mati. Dengan setiap pukulan, titik-titik darah
hitam menodai permukaan sungai, seperti tumpahan tinta, yang kemudian dibawa arus
deras. Kemonotonan pertarungan itu membuat Roran kebas dan ketakutan. Tidak peduli
seberapa kerasnya ia memukul, selalu ada prajurit cacat yang siap menghunus dan
mengirisnya dengan pedang. Dan pria-pria mengerikan yang mengeluarkan gelak tawa
tersebut tahu mereka sudah mati tapi tetap akan menyerupai orang yang masih hidup
bahkan setelah para pejuang Varden merusak tubuh mereka. Kemudian terjadi
keheningan. Roran tetap berjongkok di balik perisainya dengan martil setengah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
terangkat, tersengal dan basah kuyup oleh keringat dan darah. Semenit berlalu sebelum
ia sadar tidak ada yang berdiri di air di depannya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri tiga kali,
tidak mampu menerima kenyataan bahwa para prajurit itu memang sudah benar-benar,
positif, sungguh-sungguh mati. Sesosok mayat mengambang melewatinya di air yang
gemerlapan. Teriakan tak jelas keluar dari mulutnya ketika ada tangan yang
mencengkeram lengannya. Ia memutar tubuh, meraung dan menarik tangannya, hanya
untuk melihat Carn di sebelahnya. Perapal mantra yang letih dan penuh noda darah itu
sedang bicara. "Kita menang, Roran! Eh" Mereka mati! Kita sudah menaklukkan
mereka!" Roran membiarkan kedua lengannya terjatuh lemas dan mendongakkan
kepala, bahkan terlalu letih untuk duduk. Ia merasa... ia merasa indra-indranya ekstra
tajam sekarang, tapi emosinya terkuras dan teredam, bersembunyi jauh di dalam
dirinya. Ia lega karenanya; jika tidak, ia akan jadi gila. "Berkumpul dan periksa
gerobak-gerobak!" teriak Martland. "Semakin cepat kalian bergerak, semakin cepat kita
bisa meninggalkan tempat terkutuk ini! Carn, tangani Welmar. Aku tidak suka melihat
luka menganganya itu." Dengan mengerahkan kemauan sekuat tenaga, Roran berbalik
dan menyeret langkah di tepi sungai menuju gerobak terdekat. Mengerjapkan mata
untuk mengusir titik-titik keringat yang menetes dari dahinya, ia melihat bahwa dari
jumlah mereka semula, hanya Sembilan yang masih bisa berdiri. Ia menyingkirkan
pikiran itu dari benaknya. Berkabungnya nanti saja, jangan sekarang. Ketika Martland
Redbeard melangkah melintasi daerah perkemahan yang penuh mayat bergelimpangan,
seorang prajurit yang dikira Roran telah mati membalikkan tubuh dan, dari tanah,
memotong tangan kanan sang Earl sampai putus. Dengan gerakan yang begitu gemulai
sehingga tampak dilatih sebelumnya, Martland menendang pedang dari genggaman si
prajurit, kemudian menekan leher si prajurit dengan lutut dan, menggunakan 500 tangan
kiri, mengeluarkan belati dari sabuk dan menusuk prajurit itu di telinga, membunuhnya.
Dengan wajah merah berkerut kesakitan, Martland menjepit pergelangan tangannya
yang menganga di ketiak kirinya dan mengusir semua orang yang bergegas
menghampirinya. "Tinggalkan aku! Ini bukan luka serius. periksa gerobak-gerobak itu!
Kalau kalian para siput tidak bekerja dengan cepat, kita akan berada di sini begitu lama
sehingga janggutku bakal jadi seputih salju. Ayo bergerak!" Ketika Carn menolak untuk
bergerak, Martland menggeram dan berteriak, "pergi kau, atau aku akan menderamu
karena membangkang dari pemimpinmu, aku bersumpah!" Carn memegang tangan
Martland yang terputus. "Aku mungkin masih bisa memasangnya kembali, tapi aku
butuh beberapa menit." "Ah, terkutuk, kemarikan itu!" seru Martland, dan menyambar
tangannya dari tangan Carn. Ia memasukkannya ke saku tuniknya. "Berhenti
meributkanku dan bantu Welmar serta Lindel jika kau bisa. Kau bisa mencoba
menyambung tanganku kembali jika kita sudah berjarak beberapa mil dari para monster
ini." "Tapi mungkin akan sudah terlambat," protes Carn.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Itu tadi perintah, penyihir, bukan permintaan!" bentak Martland. Ketika Carn sang Earl
menggunakan giginya untuk mengikat ujung tunik pada pergelangan tangannya yang
buntung, yang kemudian dijepitnya lagi di bawah lengan kiri. "Baiklah! Benda-benda
terkutuk apa yang diangkut oleh gerobak-gerobak itu?" "Tali!" seseorang berseru.
"Wiski!" seseorang lain berseru. Martland mendengus. "Ulhart, kau catat jumlahnya
untukku." Roran membantu yang lain saat mereka mengobrak-abrik setiap gerobak,
menyerukan isinya kepada Ulhart. Setelah itu, mereka membunuh kerbau-kerbau dan
membakar gerobak-gerobak, seperti sebelumnya. Kemudian kudakuda dikumpulkan
dan ditunggangi, dan mereka berusaha menaikkan para pejuang yang terluka ke pelana
masing-masing Ketika mereka siap berangkat, Carn ke pancaran cahaya di langit dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menggumamkan kata yang panjang dan rumit. Malam menyelubungi perkemahan.
Menatap ke atas, Roran melihat sisa-sisa citra wajah Carn antara bintang-bintang yang
bercahaya pucat, dan ketika matanya sudah terbiasa dalam kegelapan, ia melihat ribuan
sosok kelabu ngengat kebingungan yang bertemperasan di langit seperti
bayang-bayang jiwa manusia. Dengan hati yang terasa berat, Roran menyentuhkan
tumit pada sisi perut Snowfire dan berderap pergi meninggalkan sisa-sisa iring-iringan
gerobak. DARAH DI BEBATUAN Merasa frustrasi, Eragon berderap keluar dari
ruangan bundar yang berada jauh di dalam tanah di tengah-tengah Tronjheim. Pintu
kayu ek terbanting menutup di belakangnya dengan suara berdebum diiringi gema.
Eragon berdiri berkacak pinggang di tengah-tengah koridor beratap lengkung di luar
ruangan dan memelototi lantai, yang berupa ubin mosaik dari batu akik dan jadi
berbentuk persegi. Sejak ia dan Orik tiba di Tronjheim, tiga hari yang lalu, ketiga belas
ketua klan kurcaci tidak melakukan apa-apa selain berdebat tentang masalah yang
dianggap Eragon tidak penting, seperti Clan mana yang berhak membawa ternak
mereka merumput di lapangan yang sedang disengketakan. Saat ia mendengarkan para
ketua mau mendebatkan bagian-bagian samar dalam kitab undang-undang mereka,
Eragon merasa ingin menjerit dan berkata mereka adalah orang-orang buta bodoh yang
akan menenggelamkan seluruh Alagaesia dalam malapetaka di bawah pimpinan
Galbatorix kecuah jika mereka mengesampingkan masalah remeh mereka dan memilih
pemimpin baru tanpa ditunda lagi. Masih tenggelam dalam pikirannya sendiri, Eragon
melangkah perlahan-lahan menyusuri koridor, hampir tidak menyadari empat pengawal
yang mengikutinya-selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi-atau para kurcaci yang
dijumpainya di koridor, yang menyapanya dengan ucapan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Di antara mereka semua, yang terburuk adalah Iorunn, Eragon memutuskan. Kurcaci
wanita itu adalah grimstborith Durgrimst Vrenshrrgn, klan yang kuat dan gemar
berperang, dan wanita kurcaci itu sudah jelas-jelas menyatakan ia akan menduduki
tahkta. Hanya satu klan lain, Urzhad, yang secara terang-terangan mendukung Lorunn,
tapi seperti yang telah ditunjukkannya beberapa kali dalam pertemuan antara ketua
clan, ia cerdas, cerdik, dan mampu memutar balikkan keadaan menjadi keuntungannya.
Ia mungkin akan menjadi ratu yang hebat, Eragon mengakui, tapi ia terlalu sulit
ditebak sehingga mustahil diperkirakan apakah ia akan mendukung kaum Varden begitu
ia bertakhta. Eragon tersenyum kecut. Ia selalu merasa canggung jika bicara dengan
Lorunn. Kaum kurcaci menganggapnya cantik sekali, dan bahkan bagi mata manusia, ia
memang tampak menarik. Dan ia tampaknya memiliki ketertarikan khusus pada Eragon
yang tidak bisa dimengerti pemuda itu. Dalam setiap percakapan yang terjadi di antara
mereka, ia selalu menyindir sejarah dan mitologi kaum kurcaci yang tidak dipahami
Eragon, tapi tampaknya sangat menghibur Orik dan kurcaci lain. Selain lorunn, dua
ketua klan lain muncul sebagai saingan untuk memperebutkan takhta: Gannel, ketua
Durgrimst Quan, dan Nado, ketua Durgrimst Knurlcarathn. Sebagai penjaga agama
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaum kurcaci, clan Quan memegang pengaruh besar bagi ras mereka, tapi sejauh ini,
Gannel hanya berhasil mendapat dukungan dua clan lain, Durgrimst Ragni Hefthyn dan
Durgrimst Ebardac-klan yang mengabdikan hidup mereka demi penelitian ilmiah.
Sebaliknya, Nano telah membentuk koalisi yang lebih besar, beranggotakan clan
Feldunost, Fanghur, dan Az Sweldn rak Anhuin. Sementara lorunn hanya menginginkan
takhta demi kekuasaan yang akan ia dapatkan selamanya, dan Gannel tidak tampak
memusuhi Varden- meski ia tidak menunjukkan persahabatan pada keduanya-Nado
terang-terangan membenci semua bentuk hubungan dengan Eragon, Nasuada,
Kekaisaran, Galbatorix, Ratu Islanzadi, atau, sejauh yang bisa dilihat Eragon, semua
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
makhluk hidup di luar Pegunungan Beor. Knurlcarathn adalah klan pengrajin batu dan,
soal kemahiran serta bahan baku, tidak ada yang bisa mengalahkan mereka, karena
semua clan lain bergantung pada keahlian mereka menggali terowongan dan
membangun tempat tinggal. Bahkan clan Ingeitum membutuhkan clan Knurlcarathn
untuk menambang besi yang diperlukan pengrajin logam mereka. Dan jika usaha Nado
untuk merebut takhta tampak tidak berjalan mulus, Eragon tahu banyak pemimpin yang
Saputangan Gambar Naga 2 Pendekar Rajawali Sakti 204 Titah Sang Ratu Pisau Terbang Li 12
Beor menghalangi, matahari baru muncul dari antara dua puncaknya saat tengah hari
dan pancaran cahaya yang selebar pegunungan itu sendiri menyorot ke seluruh daratan
yang masih diliputi bayang-bayang temaram. Pada saat itu Eragon berhenti berlari di
tepi sungai kecil, dan menatap sambil membisu penuh kekaguman selama beberapa
menit. Saat mereka melintasi pegunungan luas tersebut, menurut Eragon perjalanan
mereka mulai terasa mirip seperti yang dilakukannya saat melarikan diri dari GilArya. Ia
bahkan mengira mengenali tempat mereka pernah berkemah setelah menyeberangi
Padang Pasir Hadarac. Hari-hari yang panjang dan malam-malam yang lebih panjang
berlalu dengan sangat lambat tapi juga sangat cepat dengan mengherankan, karena
setiap jam terasa sama saja seperti sebelumnya, yang membuat Eragon merasa bukan
hanya perjalanan mereka takkan pernah selesai tapi juga seolah-olah sebagian besar
perjalanan ini tidak pernah terjadi. Ketika ia dan Garzhvog tiba di mulut celah raksasa
yang memisahkan rangkaian pegunungan sepanjang bermil-mil dari utara ke selatan,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mereka berbelok ke kanan dan berjalan di antara dua puncak gunung yang dingin dan
bergeming. Tiba di Sungai Beartooth-yang mengalir keluar dari lembah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sempit menuju Farthen Dur-mereka mengarungi air sedingin es dan melanjutkan
perjalanan ke selatan. Malam itu, sebelum bergerak ke timur untuk mendaki
pegunungan, mereka berkemah di sebelah kolam kecil dan mengistirahatkan tubuh.
Garzhvog membunuh rusa lagi dengan ketapelnya, kali ini rusa jantan, dan mereka
makan sampai kenyang. Setelah rasa laparnya hilang, Eragon duduk membungkuk,
membetulkan lubang di sisi sepatu botnya. Saat itulah ia mendengar lolongan
menakutkan yang membuat jantungnya berdebar keras. Ia menatap daerah sekeliling
yang gelap, dan dengan terkejut ia melihat siluet hewan besar sedang melompatlompat
di tepi kolam yang berkerikil. "Garzhvog," kata Eragon dengan suara rendah, dan meraih
ranselnya lalu mengambil falchion. Memungut batu sebesar kepalan tangan dari tanah,
si Kull meletakkannya di kantong kulit ketapelnya, kemudian ia berdiri tegak dan
membuka mulut lalu melolong menembus malam sampai daratan itu bergema dengan
raungan menantangnya. Hewan itu berhenti, kemudian terus melangkah dengan lebih
lambat, mengendus tanah di sana-sini. Ketika hewan tersebut masuk ke lingkaran
cahaya api unggun, napas Eragon terhenti di kerongkongannya. Berdiri di hadapan
mereka adalah serigala berpunggung kelabu sebesar kuda, dengan taring seperti
pedang dan mata kuning menyala-nyala yang mengikuti gerakan. mereka. Kaki-kaki
serigala itu seukuran perisai kecil. Shrrg! pikir Eragon. Saat serigala raksasa itu
mengelilingi perkemahan mereka, bergerak hampir tak bersuara meski tubuhnya besar,
Eragon memikirkan para Elf dan bagaimana cara mereka menangani hewan liar, dan
dalam bahasa kuno, ia berkata, "Saudara Serigala, kami tidak bermaksud jahat. Malam
ini kami beristirahat dan tidak berburu. Kau dipersilakan memakan makanan kami dan
mendapatkan kehangatan tempat berteduh kami sampai esok pagi." Shrrg itu berhenti,
dan telinganya berputar ke depan ketika. Eragon bicara dengan bahasa kuno.
"Firesword, apa yang kaulakukan?" geram Garzhvog. "Jangan menyerang kecuali ia
menyerang lebih dulu." Hewan berbahu besar itu memasuki perkemahan mereka
perlahan-lahan, ujung hidungnya yang besar dan basah terus berkedut. Serigala itu
menjulurkan kepalanya yang berbulu kusut ke api, tampak tertarik pada lidah api yang
meliuk-liuk, kemudian bergerak menghampiri potongan daging dan isi perut rusa yang
tergeletak di tanah tempat Garzhvog telah memotongmotongnya. Membungkuk, serigala
itu menyambar gumpalan besar daging, kemudian berdiri tegak dan, tanpa menoleh lagi,
melenggang pergi menuju kegelapan malam. Eragon merileks dan kembali
menyarungkan falchion-nya. Tapi
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Garzhvog tetap berdiri di tempat, bibirnya ditarik membentuk seringai galak, menatap
dan mendengarkan suara apa saja yang tidak biasa dari kegelapan di sekelilingnya.
Saat muncul cahaya fajar pertama, Eragon dan Garzhvog meninggalkan perkemahan,
dan berlari ke arah timur, mereka memasuki lembah yang akan membawa mereka ke
Gunung Thardir. Ketika. mereka melintas di bawah cabang-cabang pepohonan hutan
rimbun yang menjaga bagian dalam barisan pegunungan, udara menjadi lebih sejuk dan
tumpukan empuk dawn jarum. Ditanah meredam langkah kaki mereka. Pohon-pohon
tinggi, gelap, dan menyeramkan yang menjulang di atas tampak seakan berdiri
mengawasi saat mereka melangkah di antara batangbatang tebal dan mengitari
akar-akar meliuk-liuk yang mencuat dari dalam tanah yang lembap. Pohon-pohon itu
berdiri setinggi dua, tiga, bahkan empat kaki. Tupai-tupai besar berbulu hitam
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
melompatlompat dari dahan ke dahan, bercericip ribut. Lapisan lumut tebal menyelimuti
batang-batang pohon tumbang. Tanaman pakis dan thimbleberry Sertatumbuhan hijau
lain tumbuh subur di antara jamur-jamur berbagai ukuran, bentuk, dan warna. Dunia
tampak menyempit ketika Eragon dan Garzhvog berada di dalam lembah yang sempit.
Gunung-gunung raksasa mengimpit di kedua sisinya, ukurannya yang besar terasa
menekan, dan langit tampak jauh sekali, goresan biru tidak teraih, langit tertinggi yang
pernah dilihat Eragon. Beberapa gumpalan awan tipis menyentuh bahu pegunungan
itu. Sekitar satu jam setelah tengah hari, Eragon dan Garzhvog memelankan langkah
ketika serangkaian suara raungan bergema di antara pepohonan. Eragon menarik
pedangnya keluar dari sarung, dan Garzhvog memungut batu sungai yang mulus dari
tanah lalu memasukkannya ke kantong ketapel. "Itu beruang gua," Garzhvog
memberitahu. Pekikan tinggi yang terdengar marah, seperti besi beradu besi,
menegaskan pernyataannya. "Dan Nagra. Kita harus berhati-hati, Firesword." Mereka
melanjutkan perjalanan dengan langkah perlahan dan tidak lama kemudian melihat
hewan-hewan itu beberapa ratus kaki di atas lereng gunung. Sekawanan babi hutan
berwarna kemerahan dengan taring tebal dan tajam bergerombol sambil memekik-mekik
kebingungan di depan sosok besar berbulu cokelat keperakan, cakar-cakar bengkok,
dan gigi-geligi yang mengatup keras. Sosok itu bergerak dengan kecepatan mematikan.
Mula-mula jarak yang memisahkan mereka membuat mata Eragon tertipu, tapi
kemudian ia membandingkan hewan-hewan itu dengan pepohonan di sebelah mereka
dan sadar bahwa setiap babi hutan bakal membuat seekor Shrrg seperti kurcaci dan
bahwa beruang gua itu bertubuh sebesar rumahnya di Lembah Palancar. Babi-babi
hutan itu telah membuat panggul si beruang berdarahdarah, tapi tampaknya itu hanya
membuat si beruang tambah marah. Berdiri di kedua kaki belakang, si beruang
mengaum dan menghantam salah satu babi dengan cakarnya yang besar, membuat si
babi terlontar ke samping dan merobek perutnya hingga terbuka. Tiga kali babi hutan itu
berusaha bangkit, dan tiga kali pula si beruang gua menghantamnya, sampai akhirnya si
babi hutan menyerah dan tergeletak tak bergerak. Saat si beruang membungkuk untuk
memakan mangsanya, babi-babi lain yang sedang
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menjerit-jerit berlarian kembali masuk di antara pepohonan, menuju dataran yang lebih
tinggi di pegunungan dan menjauh dari si beruang. Terperangah melihat kekuatan
beruang gua itu, Eragon mengikuti Garzhvog saat si Urgal perlahan-lahan melintasi
daerah yang berada dalam jarak pandang si beruang. Mengangkat moncongnya yang
berlumuran darah merah dari perut mangsanya, beruang itu mengawasi mereka lewat
dengan matanya yang kecil seperti kancing, kemudian memutuskan bahwa mereka
bukan ancaman baginya dan melanjutkan makan. "Kurasa bahkan Saphira pun tidak
akan mampu menumbangkan monster sebesar itu," gumam Eragon. Garzhvog
mendengus kecil. Mereka berdua tidak memalingkan wajah dari si beruang sampai
akhirnya pepohonan menyembunyikan mereka dari pandangan, dan bahkan mereka
masih memegang senjata dalam posisi siap sedia, tidak tahu bahaya macam apa yang
mungkin akan mereka hadapi. Hari berlanjut menjadi petang ketika mereka menyadari
adanya suara lain: suara gelak tawa. Eragon dan Garzhvog berhenti, kemudian
Garzhvog mengangkat satu jari dan, tanpa membuat suara sedikit pun,
mengendapendap melalui dinding berupa semak-semak ke arah suara tawa.
Menjejakkan kaki dengan hati-hati, Eragon mengikuti si Kull, menahan napas karena
takut suaranya akan mengungkapkan keberadaan mereka. Mengintip melalui serumpun
dawn-dawn dogwood, Eragon melihat ada jalan setapak yang Sering dilalui di dasar
lembah, dan di sebelah jalan setapak, tiga anak kurcaci sedang bermain, melemparkan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ranting pada satu sama lain dan tertawa memekik-mekik. Tidak ada kurcaci dewasa
yang kelihatan. Eragon mundur ke jarak aman, membuang napas, dan memperhatikan
langit, ia melihat beberapa gulung asap putih yang mungkin berjarak satu mil ke tengah
lembah. Sebatang ranting berderak ketika Garzhvog berjongkok di sebelah Eragon,
sehingga mereka sama tinggi. Garzhvog berkata, "Firesword, kita berpisah di sini." "Kau
tidak ke Benteng Bregan bersamaku?" "Tidak. Tugasku adalah menjagamu. Jika aku
ikut denganmu, Para kurcaci tidak akan memercayaimu seperti seharusnya. Gunung
Thardur sudah dekat, dan aku yakin tidak ada yang berani melukaimu di antara tempat
ini dan sana." Eragon menggosok tengkuknya dan menatap bolak-balik antara Garzhvog
dan gulungan asap di timur mereka. "Apakah kau akan berlari langsung kembali ke
Varden?" Dengan gelak rendah, Garzhvog berkata, "Aye, tapi mungkin tidak secepat
saat kita menuju kemari." Tidak yakin akan apa yang harus diucapkan, Eragon
mendorong permukaan batang pohon yang membusuk dengan ujung sepatu botnya,
menunjukkan segerombolan belatung putih menggeliat-geliat pada lubang yang mereka
buat di kayu. "Jangan biarkan Shrrg atau beruang gua
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
memakanmu, eh" Atau aku akan harus memburu dan membunuh mereka, dan aku
tidak punya waktu untuk itu." Garzhvog menekankan kedua kepalan tangan ke dahinya
yang lebar. "Semoga musuh-musuhmu mengerut di hadapanmu, Firesword." Berdiri dan
berbalik, Garzhvog melompat menjauh. Tidak lama kemudian sosok besar Kull tersebut
sudah tersembunyi dalam kelebatan hutan. Eragon mengisi paru-parunya dengan udara
pegunungan, kemudian menyeruak semak-semak. Saat ia muncul dari kerimbunan
ranting dan dogwood, anak-anak kurcaci yang mungil itu membeku, ekspresi waspada
tergambar pada wajah mereka yang berpipi bundar. Merentangkan kedua tangannya ke
samping, Eragon menyapa, "Aku Eragon Shadeslayer, si Tanpa Ayah. Aku mencari
Orik, putra Thrifk, di Benteng Bregan. Bisakah kalian membawaku kepadanya?" Ketika
anak-anak itu tidak merespons, Eragon sadar mereka sama sekali tidak mengerti
bahasanya. "Aku Penunggang Naga," katanya perlahan-lahan sambil menekankan
setiap kata. "Eka eddyr ai ShurMendengar itu, mata anak-anak tersebut bersinar, dan
mulut mereka membulat karena takjub. "Argetlam!" mereka berseru. "Argetlam!" Dan
mereka berlari menghampirinya lalu melemparkan diri kepadanya, melingkarkan
lengan-lengan mereka yang pendek pada kedua kakinya dan menarik-narik pakaiannya,
berteriak-teriak gembira sepanjang waktu. Eragon menatap ke bawah kepada mereka,
merasakan cengiran tolol merekah di wajahnya sendiri. Anak-anak itu mencengkeram
tangannya, dan ia membiarkan mereka menariknya menelusuri jalan setapak. Meski ia
tidak mengerti, anak-anak itu teruss saja mengoceh dalam bahasa Dwarvish, entah apa
yang mereka celotehkan, tapi Eragon menikmati celotehan mereka. Ketika salah satu
anak - tampaknya perempuan - merentangkan kedua tangan kepadanya, Eragon
mengangkat dan menggendongnya di atas bahu, mengernyit ketika anak itu menjambak
rambutnya. Anak itu tertawa, melengking dan lucu, yang membuat Eragon tersenyum
lagi. Dikawal dan ditemani anak-anak, Eragon melangkah menuju Gunung Thardur lalu
dari sana menuju Benteng Bregan dan kepada saudara angkatnya, Orik. DEMI
CINTAKU Roran menatap batu bundar dan pipih yang tergeletak di telapak tangannya.
Keningnya berkerut frustrasi. "Stenr risa!" ia menggeram lirih. Batu itu menolak untuk
bergerak. "Kau sedang apa, Stronghammer?" tanya Carn, mengempaskan diri pada
batang pohon tempat Roran duduk. Menyelipkan batu ke dalam sabuknya, Roran
mengambil roti dan keju yang dibawakan Carn untuknya dan berkata, "Tidak apa-apa.
Hanya. melamun." Carn mengangguk. "Kegiatan yang paling sering dilakukan
sebelum Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
berangkat mengerjakan misi." Selagi makan, Roran membiarkan tatapannya menyapu
beberapa pria yang berada di dekatnya. Kelompok mereka terdiri atas tiga puluh orang,
termasuk dirinya sendiri. Mereka semua pejuang hebat. Semua orang membawa busur,
dan sebagian besar juga membawa pedang, meski beberapa lebih memilih bertarung
menggunakan tombak, atau gada dan martil. Dari ketiga puluh pria tersebut, Roran
menduga tujuh atau delapan orang di antara mereka seusia dengannya, sementara
yang lain-lain beberapa tahun lebih tua. Pria tertua adalah kapten mereka, Martland
Redbeard, Earl of Thun yang sudah tidak menjabat, yang sudah mengalami begitu
banyak musim dingin sehingga janggutnya yang terkenal kini dihiasi warna putih. Ketika
Roran pertama kali bergabung dengan. pasukan Martland, ia telah mempersembahkan
diri kepada Martland di tendanya. Sang Earl adalah pria bertubuh pendek, dengan kaki
dan lengan yang kuat dari pengalaman berkuda dan mengayunkan pedang selama
hidupnya. Janggut yang dijadikan julukan pada namanya sangat tebal dan dirawat
dengan baik, panjang hingga menyentuh tulang dadanya. Setelah mengamati Roran, ia
berkata, "Lady Nasuada menceritakan hal-hal hebat tentang dirimu, anakku, dan aku
mendengar lebih banyak dari cerita-cerita yang diucapkan anak buahku, kabar burung,
gosip, desas-desus, dan sejenisnya. Kau tahu bagaimana. Tidak diragukan lagi, kau
telah membuat nama baik bagi dirimu sendiri; menyerang para Rasarang mereka
sendiri, contohnya, itu adalah pekerjaan luar biasa. Tentu saja, kau punya sepupu yang
membantumu, bukan, hmm"... Kau mungkin terbiasa memimpin orang-orang dari
desamu, tapi kau bagian dari Varden sekarang, Nak. Lebih spesifiknya, kau adalah
salah satu prajuritku. Kami bukan keluargamu. Kami bukan tetanggamu. Kami bahkan
bisa dibilang bukan teman-temanmu. Tugas kita adalah melaksanakan perintah
Nasuada; dan kita akan mengembannya dengan baik, tidak peduli apa yang dirasakan
salah satu dari kita. Selagi kau bertugas untukku, kau akan melakukan apa yang
kuperintahkan, kapan saja kuperintahkan, dan bagaimana kuminta perintah itu
kaujalankan, atau aku bersumpah atas tulang-tulang ibuku yang teberkati- semoga ia
beristirahat dengan damai-aku sendiri yang akan mencambuk punggungmu, tidak peduli
dengan siapa kau bersaudara. Kau mengerti?" "Ya, Sir!" "Bagus. Jika kau menjaga
sikap dan bisa mempergunakan akal sehat, dan jika kau berhasil mempertahankan
nyawa, karier seorang pria dengan tekad kuat sangatlah mungkin menanjak dengan
cepat di antara kaum Varden. Tapi itu semua tergantung pada apakah aku
menganggapmu pantas memimpin anak buah sendiri. Tapi jangan pernah, sekali pun,
menyangka kau bisa menjilatku agar aku menyukaimu. Aku tidak peduli apakah kau
menyukai atau membenci diriku. Satu-satunya yang kupedulikan adalah apakah kau
bisa mengerjakan tugasmu dengan baik." "Aku mengerti, Sir!" "Ya, mungkin kau
memang mengerti, Stronghammer. Kita akan tahu sebentar lagi. Pergilah dan melapor
kepada Ulhart, tangan kananku."
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Roran menelan potongan roti terakhir dan membilas kerongkongannya dengan seteguk
anggur dari botol kulit yang dibawanya. Ia berharap mereka bisa mendapatkan santapan
panas malam itu, tapi mereka sedang berada jauh di dalam daerah kekuasaan
Kekaisaran, dan prajurit-prajurit Galbatorix mungkin akan melihat api yang mereka buat.
Sambil mendesah, ia meregangkan kedua kakinya. Lututnya sakit karena menunggangi
Snowfire dari petang sampai fajar selama tiga hari terakhir. Di belakang benaknya,
Roran merasakan tekanan samar tapi terus-menerus, rasa gatal yang, Siang dan
malam, menunjukkannya pada satu arah yang sama: kepada Katrina. Sumber perasaan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ini adalah cincin yang diberikan Eragon kepadanya, dan dengan lega Roran mengetahui
bahwa karena cincin tersebut, ia dan Katrina bisa menemukan satu sama lain di mana
pun di Alagaesia, bahkan jika mereka berdua buta dan tuli. Di sebelahnya, ia
mendengar Carn menggumamkan bait-bait dalam bahasa kuno, dan ia tersenyum. Carn
mantra mereka, dikirim untuk memastikan tidak ada penyihir musuh yang bisa
membunuh mereka semua dengan sekali kibasan tangan. Dari beberapa pria lain,
Roran mendengar kabar bahwa Carn penyihir yang kuat- ia berjuang keras untuk
merapalkan semua mantra-tapi ia mengompensasi kelemahannya dengan menciptakan
mantra-mantra yang luar biasa cerdik dan dengan kemampuannya memasuki benak
musuh. Carn berwajah tirus dan bertubuh kurus, dengan mata mengantuk Serta sikap
gelisah tidak bisa diam. Roran segera menyukainya. Di seberang Roran, dua di antara
pria-pria di sana, Halmar dan Ferth, sedang duduk di depan tenda mereka, dan Halmar
sedang berkata kepada Ferth, "...maka ketika para prajurit mendatanginya, ia menyuruh
semua anak buahnya masuk ke rumahnya dan menyalakan api pada minyak yang
sudah dituangkan para pelayannya, menjebak para prajurit dan mereka yang datang
belakangan menduga sebagian besar anggota pasukan mereka telah dibakar
hidup-hidup. Bisakah kau percaya itu" Lima ratus prajurit dibunuhnya sekaligus, bahkan
tanpa menghunuskan pedang!" "Bagaimana ia bisa melarikan diri?" tanya Ferth. "Kakek
Redbeard memang cerdik. Ia menggali terowongan langsung dari aula rumahnya
sampai ke sungai terdekat. Melalui terowongan itu, Redbeard bisa membawa
keluarganya dan semua pelayannya keluar hidup-hidup. Kemudian ia membawa mereka
ke Surda, di sana Raja Larkin memberi mereka tempat berlindung. Bertahun-tahun
lamanya sebelum Galbatorix mengetahui mereka masih hidup. Kita beruntung berada di
bawah pimpinan Redbeard, itu sudah pasti. Ia hanya kalah di dua pertempuran, dan itu
karena sihir." Halmar terdiam saat Ulhart melangkah ke tengah-tengah barisan enam
belas tenda. Veteran berwajah muram itu berdiri dengan kedua kaki mengangkang,
tegak dan kokoh seperti pohon A berakar dalam, dan mengamati tenda-tenda,
memeriksa bahwa semua orang ada di sana. Ia berkata, "Matahari sudah terbenam,
pergilah tidur. Kita kembali bergerak dua jam sebelum matahari terbit. Iring-iringan
seharusnya berada tujuh mil di sebelah barat laut kita. Jika kita bergerak cepat, kita bisa
menyergap mereka Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
saat mereka baru akan berangkat. Bunuh semua orang, bakar segalanya, dan kita
kembali. Kalian tahu caranya. Stronghammer, kau berkuda bersamaku. Berbuat
kesalahan, maka aku akan menyembelih perut kalian dengan kail ikan yang tumpul."
Para pria itu tergelak. "Baik, pergi tidur." Angin menampar wajah Roran. Darah
bergemuruh di telinganya, menenggelamkan suara-suara lain. Snowfire bergerak di
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawah kakinya, berpacu kencang. Penglihatan Roran menyempit; ia tidak melihat
apa-apa selain dua prajurit yang duduk di atas kuda-kuda cokelat di sebelah gerobak
kedua paling akhir di iring-iringan kereta persediaan. Mengangkat martilnya di atas
kepala, Roran meraung sekuat tenaga. Kedua prajurit itu terkejut dan berjuang
mengambil senjata dan perisai mereka. Salah satunya menjatuhkan tombak dan
membungkuk untuk memungutnya. Menarik tali kekang Snowfire untuk melambatkan
laju larinya, Roran berdiri tegak di sangurdi dan, menjajari prajurit pertama, menghantam
bahunya, membuat baju besinya pecah. Pria itu menjerit, lengannya jadi lunglai. Roran
menghabisinya dengan hantaman samping. Prajurit satu lagi telah mengambil
tombaknya, dan ia menusukkannya ke arah Roran, mengarah ke lehernya. Roran
merunduk di balik perisai bundarnya, tombak itu membuatnya bergetar setiap kali
menghunjam kayu perisai. Ia menekan kedua kakinya pada sisi tubuh Snowfire, dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kuda jantan itu berdiri di kedua kaki belakangnya, meringkik dan menggaruk udara
dengan kedua kaki depan berlapis sepatu baja. Satu kaki menghantam dada si prajurit,
membuat tunik merahnya robek. Ketika Snowfire kembali berdiri dengan keempat
kakinya, Roran mengayunkan martilnya dari samping dan meremukkan leher si prajurit.
Meninggalkan prajurit tersebut menggeliat-geliat di tanah, Roran memacu Snowfire
menuju gerobak berikutnya dalam iring-iringan, tempat Ulhart bertarung dengan tiga
prajurit. Empat kerbau menarik setiap gerobak, dan saat Snowfire menjajari gerobak
yang baru saja diamankan Roran, kerbau yang paling depan mengangkat kepalanya,
dan ujung tanduknya menusuk bagian bawah kaki kanan Roran. Napas Roran
tersentak. Ia merasa seakan ada besi panas ditempelkan pada tulang keringnya. Ia
melirik ke bawah dan melihat kelopak penutup sepatu botnya menggelantung, berikut
sebagian kulit dan ototnya. . Sekali lagi mengumandangkan teriakan perang, Roran
berpacu menuju prajurit terdekat dari tiga orang yang melawan Ulhart dan
menjatuhkannya dengan sekali tebasan martil. Pria berikutnya menangkis serangan
Roran, kemudian memutar kudanya dan melarikan diri. "Kejar dia!" teriak Ulhart, tapi
Roran sudah berpacu mengejar. Prajurit yang kabur itu menancapkan taji pada tubuh
kudanya sampai hewan itu berdarah, tapi meski diperlakukan secara kejam, kudanya
tidak mampu mengalahkan kecepatan lari Snowfire. Roran membungkuk rendah di atas
leher Snowfire saat kudanya itu menjulurkan tubuh, terbang di atas tanah dengan
kecepatan luar biasa. Sadar bahwa ia tidak bisa melepaskan diri, si prajurit
menghentikan tunggangannya, berputar, dan mengayunkan pedang. Roran mengangkat
martilnya dan hampir tidak sempat
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menangkis serangan bilah tajam pedang si prajurit. Ia segera mengarahkan serangan
dari atas, tapi prajurit itu berhasil menangkis dan mencoba menyayat lengan dan kaki
Roran dua kali lagi. Roran menyumpah dalam hati. Prajurit itu rupanya lebih mahir
menggunakan pedang daripada dirinya; jika ia tidak bisa memenangkan pertarungan ini
dalam beberapa detik ke depan, prajurit itu akan membunuhnya. Si prajurit pastilah
merasakan sekaliasi berpihak kepadanya, karena ia melancarkan serangan bertubi-tubi,
memaksa Snowfire melangkah mundur. Dalam tiga kali kesempatan, Roran yakin
prajurit itu akan melukainya, tapi pedang pria itu terpuntir pada detik terakhir dan
meleset dari Roran, dialihkan kekuatan tak. kasatmata. Saat itu Roran sangat
mensyukuri perisai sihir yang diberikan Eragon kepadanya. Karena kehabisan akal,
Roran melakukan hal yang tidak terduga: ia menyorongkan kepala dan lehernya lalu
berteriak, "Bah!" seperti akan menakut-nakuti orang di lorong yang gelap. Prajurit itu
mengernyit, dan saat ia mengernyit, Roran mencon- dongkan tubuh lalu
menghantamkan martilnya pada lutut kiri pria tersebut. Wajah pria itu menjadi putih
karena kesakitan. Sebelum ia pulih, Roran menghantam bagian bawah punggungnya,
kemudian ketika prajurit itu menjerit sambil melengkungkan punggung, Roran
menghentikan penderitaannya dengan hantaman cepat di kepala. Roran
tersengal-sengal selama beberapa saat, kemudian menarik tali kekang Snowfire dan
menyuruhnya berlari kecil kembali menuju iring-iringan. Dengan mata melirik ke sana
kemari, mengikuti setiap gerakan, Roran mengamati jalannya pertempuran. Sebagian
besar prajurit sudah tewas, juga para pria yang mengemudikan gerobak. Di gerobak
paling depan, Carn menghadapi seorang pria jangkung berjubah, keduanya kaku dan
sekali-sekali menggelepar kecil, satu-satunya gerakan yang menandai duel tak
kasatmata. mereka. Bahkan saat Roran memerhatikan, lawan Carn tersungkur ke depan
dan tergeletak di tanah tidak bergerak. Tapi di tengah-tengah iring-iringan, lima prajurit
yang pantang menyerah telah melepaskan kerbau dari tiga gerobak dan menyusun
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
gerobak-gerobak tersebut membentuk segitiga, dan dari dalamnya mereka bisa
mempertahankan diri dari serangan Martland Redbeard dan sepuluh pejuang Varden
lainnya. Empat prajurit menghunuskan tombak dari sela-sela gerobak, sementara
prajurit kelima melontarkan anak panah kepada para pejuang Varden, memaksa mereka
mundur di belakang gerobak terdekat untuk mencari perlindungan. Pemanah itu sudah
melukai beberapa pejuang Varden, beberapa terjatuh dari kuda mereka, yang lain-lain
berhasil bertahan di atas pelana cukup lama untuk mencari perlindungan. Roran
mengerutkan kening. Mereka tidak bisa berkeliaran di daerah terbuka di salah satu jalan
utama Kekaisaran sementara berusaha membunuh satu persatu prajurit yang
berlindung di balik gerobak-gerobak. Mereka tidak punya waktu. Semua prajurit
menghadap ke barat, dari mana para pejuang Varden
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menyerang. Selain Roran, tidak ada pejuang Varden lain yang menyeberangi sisi lain
iring-iringan. Maka, para prajurit itu tidak tahu Roran mendatangi mereka dari arah timur.
Sebuah rencana terbentuk di kepala Roran. Dalam kesempatan lain ia akan mengusir
gagasan itu dengan alasan mustahil dan. tidak praktis, tapi pada keadaan ini ia
menerima gagasan itu sebagai satu-satunya tindakan untuk mengakhiri pertempuran
jarak jauh ini tanpa ditunda lagi. Ia tidak memikirkan risiko terhadap dirinya sendiri; ia
telah melupakan semua rasa takut akan kematian dan luka begitu mereka memulai
penyerangan. Roran memacu Snowfire secepat mungkin. Ia meletakkan tangan kirinya
di depan pelana, memiringkan sepatu botnya hampir keluar dari sanggurdi, dan
mengeraskan otot-ototnya untuk bersiap-siap. Ketika Snowfire tinggal lima puluh kaki
dari susunan gerobak, ia menekan tangannya ke bawah dan, mengangkat tubuhnya, ia
meletakkan kedua kaki pada pelana dan berjongkok di atas Snowfire. Ia butuh
mengerahkan seluruh kemampuan dan konsentrasinya untuk mempertahankan
keseimbangan. Seperti yang diharapkan Roran, Snowfire mengurangi kecepatan dan
mulai berlari miring ketika kelompok gerobak itu semakin dekat di hadapan. mereka.
Roran melepaskan tali kekang tepat saat Snowfire berbelok, dan melontarkan diri dari
punggung kuda itu, melompat tinggi melampaui gerobak yang menghadap ke timur.
Perutnya serasa melonjak. Sekilas ia melihat wajah si pemanah menengadah, mata
prajurit itu bulat dengan tepian putih, kemudian ia jatuh di atas si prajurit, dan mereka
berdua terjerembap ke tanah. Roran mendarat di atas, maka tubuh si prajurit meredam
jatuhnya. Mendorong tubuhnya sampai ke posisi merangkak, Roran mengangkat perisai
dan menghantamkan pinggirannya pada celah di antara tunik dan helm si prajurit,
mematahkan lehernya. Kemudian Roran mendorong dirinya sendiri sampai berdiri
tegak. Keempat prajurit lainnya bertindak lamban. Salah satu yang berada di sebelah kiri
Roran melakukan kesalahan dengan berusaha menarik tombak ke dalam susunan
gerobak, tapi karena terburu-buru, ia membuat tombak itu tersangkut pada salah satu
bagian belakang gerobak dan roda depan gerobak sebelahnya, sehingga tongkat
kayunya terbelah dua di tangannya. Roran menerkam ke arahnya. Prajurit itu berusaha
mundur, tapi gerobak-gerobak menghalangi jalannya. Mengayunkan martil dari arah
bawah, Roran menghantam prajurit itu di dagunya. Prajurit kedua lebih cerdas. Ia
melepaskan tombaknya dan meraih pedang yang tergantung di sabuknya tapi hanya
berhasil menarik setengahnya dari sarung sebelum Roran menghantam dadanya. Pada
saat itu prajurit ketiga dan keempat sudah siap menghadapi Roran. Mereka
mengeroyoknya, pedang-pedang telanjang dihunuskan, seringaian pada wajah mereka.
Roran berusaha menghindar ke samping, tapi kakinya yang terluka tidak kuat menahan
berat tubuhnya, dan ia terjatuh pada satu lutut. Prajurit terdekat mengayunkan
pedangnya ke bawah. Dengan perisainya, Roran menangkis serangan itu, kemudian
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mendorong ke depan dan meremukkan kaki si prajurit dengan ujung datar martilnya.
Mengeluarkan Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sumpah serapah, prajurit itu terjatuh ke tanah. Segera saja Roran menghantam
wajahnya, kemudian melontarkan diri sampai telentang, karena ia tahu prajurit terakhir
berada di belakangnya. Roran membeku, lengan dan kaki terbentang lebar di sisi
tubuhnya. Prajurit itu berdiri di atasnya, menghunuskan pedangnya, ujung bilahnya yang
mengilat berada kurang dari setengah inci di leher Roran. Jadi beginilah akhirnya, pikir
Roran. Kemudian sebuah lengan kekar muncul dari balik bahu si prajurit, menariknya
keras ke belakang, dan prajurit itu mengeluarkan serum tercekik saat bilah pedang
muncul menembus bagian tengah dadanya, bersama semburan darah. Prajurit itu
terjatuh lemas, dan Martland Redbeard berdiri menggantikan tempatnya. Sang earl
tersengal-sengal, janggut Sertadadanya terkena percikan darah. Martland menancapkan
pedangnya di tanah, bersandar pada gagangnya, dan mengamati medan pembantaian
di dalam susunan gerobak itu. Ia mengangguk. "Kau boleh juga." Roran duduk di
belakang gerobak, berusaha tidak berteriak ketika Carn sepatu botnya. Berusaha
mengabaikan rasa sakit menusuk dari kakinya, Roran menengadah menatap
burung-burung pemakan bangkai yang terbang berputar-putar dan berkonsentrasi pada
kenangannya akan rumah di Lembah Palancar. Ia menggeram ketika Carn lukanya lebih
dalam. "Maaf," kata Carn. "Aku harus memeriksa lukanya." Roran tetap menatap
burung-burung pemangsa dan tidak menjawab. Setelah satu menit, Carn
menggumamkan beberapa kata dalam bahasa kuno, dan beberapa detik kemudian,
rasa sakit di kaki Roran berkurang menjadi denyut Samar. Melirik ke bawah, Roran
melihat kakinya sudah seperti sediakala lagi. Usaha menyembuhkan Roran dan dua pria
sebelumnya telah membuat wajah Carn tampak kelabu dan tubuhnya gemetar. penyihir
itu duduk melorot di sisi gerobak, memeluk perutnya sendiri, ekspresinya mual. "Kau
tidak apa-apa?" tanya Roran. Carn mengangkat bahu sedikit. "Aku hanya butuh
beberapa saat untuk pulih... Kerbau itu menggores tulang bagian bawah kakimu. Aku
memperbaiki goresannya, tapi tidak punya tenaga untuk menyembuhkan seluruh
lukamu. Aku menyambung kembali kulit dan ototmu, sehingga tidak berdarah atau
membuatmu sangat kesakitan, tapi hanya sedikit. Dagingmu tidak akan bisa
menanggung beban lebih besar daripada berat tubuhmu, setidaknya sampai sembuh
sendiri." "Butuh waktu berapa lama?" "Seminggu, mungkin dua." Roran mengenakan
kembali sepatu botnya yang setengah hancur. "Eragon merapalkan mantra di
sekelilingku agar aku tidak terluka. Perisai itu
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
sudah menyelamatkanku beberapa kali hari ini. Tapi kenapa tidak bisa melindungiku
dari tanduk kerbau?" "Aku tidak tahu, Roran," kata Carn, mendesah. "Tidak ada yang
bisa melakukan segalanya. Itulah sebabnya sihir sangat berbahaya. Jika kau melupakan
satu segi saja dalam merapal mantra, akibatnya hanya akan membuatmu melemah,
atau lebih buruk, mantra itu bisa melakukan sesuatu yang mengerikan yang tidak
kauinginkan. Ini bahkan bisa terjadi pada penyihir- penyihir jempolan. Pasti ada
kelemahan dalam perisai yang dibuat sepupumu-kata yang salah tempat atau kalimat
yang kurang tepat-sehingga membiarkan kerbau itu menandukmu." Bangkit dari
gerobak, Roran terpincang-pincang menuju kepala iring-iringan, mengamati hasil
pertempuran tadi. Lima anggota Varden terluka selagi bertarung, termasuk dirinya
sendiri, dan dua lagi telah tewas: seorang pria yang baru saja dikenal Roran, dan satu
lagi adalah Ferth, yang telah beberapa kali berbincang-bincang dengan Roran.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Sedangkan para prajurit dan pria-pria yang mengemudikan gerobak, tidak ada yang
dibiarkan hidup. Roran berhenti dekat dua prajurit pertama, yang telah dibunuhnya, dan
mengamati mayat mereka. Ludahnya mendadak terasa pahit, dan perutnya bergejolak
menimbulkan rasa mual. Sekarang aku sudah membunuh... entah berapa orang. Ia
sadar bahwa dalam kericuhan Pertempuran Dataran Membara, ia tidak bisa lagi
menghitung berapa pria yang telah dibunuhnya. Ia merasa gundah karena tidak
mengetahui berapa jumlah orang yang, telah dibawanya menuju kematian. Mestikah aku
membunuh pria-pria diseluruh negeri demi mendapatkan kembali apa yang telah
direnggut Kekaisaran dariku" Pikiran yang lebih menggelisahkan merasuki benaknya:
Dan jika ya, bagaimana aku bisa kembali ke Lembah Palancar dan hidup tenteram
sementara jiwaku sudah ternoda hitam darah ratusan orang" Memejamkan matanya,
Roran membuat seluruh otot di tubuhnya mengendur, berupaya menenangkan diri. Aku
membunuh demi cintaku. Aku membunuh demi cinta Katrina, dan cintaku pada Eragon
serta semua orang dari Carvahall, juga demi cintaku pada Varden, dan cintaku pada
tanah air ini. Demi cintaku, aku akan mengarungi lautan darah, meski itu akan
menghancurkanku. "Aku belum, pernah melihat hal seperti itu, Stronghammer," kata
Ulhart. Roran membuka mata dan melihat pejuang tua itu berdiri di depannya,
memegang tali kekang Snowfire. "Tidak ada orang yang cukup gila untuk melakukan hal
seperti yang kaulakukan, melompat melewati gerobak-gerobak itu, setidaknya tak ada
yang mencoba dan masih hidup untuk menceritakannya. Tindakan hebat. Tapi jaga
dirimu. Kau tidak bisa selalu melompat dari kuda dan menghabisi lima orang sendirian
dan berharap masih bisa melihat musim panas yang akan datang, eh" Jika kau
bijaksana kau akan lebih berhati-hati." "Akan kuingat itu," kata Roran dan menerima tali
kekang Snowfire dari tangan Ulhart. Beberapa menit setelah Roran menghabisi sisa
prajurit tadi, para pejuang
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
yang tidak terluka telah memeriksa semua gerobak yang berada di iring-iringan,
merobek bungkusan barang yang ada di dalamnya, dan melaporkan isinya kepada
Martland, yang mencatat apa saja yang mereka temukan sehingga Nasuada bisa
mempelajari informasi itu dan mungkin bisa menebak. rencana Galbatorix dari sana.
Roran memerhatikan ketika para pria memeriksa gerobak-gerobak terakhir, yang berisi
kantong-kantong gandum dan tumpukan seragam tentara. Setelah selesai, para pejuang
menggorok leher kerbau-kerbau, membanjiri jalan dengan darah. Roran tidak suka
hewanhewan itu dibunuh, tapi ia mengerti pentingnya merenggut mereka dari
Kekaisaran dan akan membunuh mereka sendiri jika ia diminta melakukannya.
Mereka bisa saja membawa kerbau-kerbau itu kembali ke kaum Varden, tapi
hewan-hewan itu terlalu lamban dan tidak praktis. Tapi kuda-kuda para prajurit bisa
berlari cepat saat mereka lari dari daerah kekuasaan Kekaisaran, maka mereka
menangkap sebanyak yang mereka mampu dan mengikat mereka di belakang
tunggangan mereka sendiri. Kemudian salah satu pejuang mengambil obor yang dicelup
dengan minyak damar dari kantong pelananya dan, setelah beberapa saat berkutat
dengan batu api dan besi, menyalakannya. Berkuda dari satu gerobak ke gerobak
lainnya, ia menyentuhkan obor menyala tersebut pada masing-masing gerobak sampai
terbakar lalu melemparkan obornya ke bagian belakang gerobak terakhir.
"Bersiap-siap!" teriak Martland. Kaki Roran berdenyut-denyut ketika menarik diri ke
punggung Snowfire. Ia menuntun kuda jantannya ke sebelah Carn saat para pejuang
yang selamat membentuk dua barisan di punggung kuda masing-masing di belakang
Martland. Kuda-kuda mendengus dan menggaruk tanah, tidak sabar untuk segera
menjauh dari kobaran api. Martland menyuruh kudanya berderap, dan rombongan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
mengikutinya, meninggalkan barisan gerobak yang terbakar, bagaikan butir
manik-manik menyala terang di jalan yang sepi. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Bidadari Pendekar Naga Sakti HUTAN BATU
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Sorak-sorai terdengar dari kerumunan. Eragon duduk di panggung kayu yang telah
dibangun kaum kurcaci di dasar bagian luar Benteng Bregan. Benteng itu terletak di
bahu bundar Gunung Thardur, lebih dari satu mil di atas lembah yang berlapis kabut,
dan dari sana orang bisa menatap bermil-mil jauhnya ke setiap arah, atau sampai
barisan pegunungan menghalangi pandangan. Seperti Tronjheim dan kota-kota kaum
kurcaci lain yang telah dikunjungi Eragon, Benteng Bregan seluruhnya terbuat dari
batu-di sini, benteng terbuat dari batu granit kemerahan yang memancarkan rasa hangat
pada ruangan-ruangan dan koridor-koridor di dalamnya. Bentengnya sendiri berupa
bangunan padat dan tebal bertingkat lima sampai pada menara terbuka tempat sebuah
lonceng tergantung, dengan atap kaca berbentuk tetesan air selebar dua kurcaci dan
berdiri di atas empat rusuk granit yang menyatu membentuk. kerucut. Tetesan air itu,
seperti yang telah dikatakan Orik kepada Eragon, adalah versi besar dari lentera tanpa
api kaum kurcaci, dan pada kejadian-kejadian tertentu atau saat-saat darurat, bisa
digunakan untuk menerangi lembah dengan cahaya keemasan. Kaum kurcaci
menyebutnya Az Sindriznarrvel, Permata Sindri. Bangunan-bangunan luar berserakan
mengapit benteng, tempat tinggal para pelayan dan pejuang Durgrimst Ingeitum, begitu
pula beberapa bangunan lain, seperti istal, bengkel pandai besi, kuil yang dibangun
untuk memuja Morgothal, dewa api kaum kurcaci dan dewa pelindung pengrajin logam.
Di bawah tembok-tembok tinggi dan mulus Benteng Bregan terdapat lusinan pertanian
yang tersebar di daerah terbuka di tengah-tengah hutan, gulungan asap mengalir dari
rumah-rumah batu. Semua itu dan lebih banyak lagi telah ditunjukkan dan dijelaskan
Orik kepada Eragon setelah ketiga anak kurcaci membawa Eragon masuk ke
pekarangan dalam Benteng Bregan, sambil berteriak-teriak, "Argetlam!" kepada semua
orang yang berada dalam jarak dengar. Orik telah menyambut Eragon seperti saudara
dan telah mengantarnya ke tempat ia bisa mandi dan, ketika Eragon sudah bersih,
memerintahkan orang untuk mendandaninya dengan jubah ungu tua dan lingkaran
emas dipasangkan di dahinya. Setelah itu, Orik mengejutkan Eragon dengan
mengenalkannya kepada Hvedra, kurcaci wanita bermata cerah berwajah semerah apel
dengan rambut panjang, dan dengan bangga Orik berkata bahwa mereka baru saja
menikah dua hari yang lalu. Sementara Eragon mengekspresikan kekagetannya dan
mengucapkan selamat, Orik beringsut dari satu kaki ke kaki lain sebelum akhirnya
menjawab, "Aku sedih sekali karena kau tidak bisa menghadiri upacara pernikahan
kami, Eragon. Aku menyuruh salah satu perapal mantra kami untuk menghubungi
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nasuada, dan bertanya kepadanya apakah aku bisa mengirimkan undangan untukmu
dan Saphira, tapi ia menolak untuk memberitahumu; ia takut undanganku akan
membuat konsentrasimu pecah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari tugas yang sedang kauemban. Aku tidak bisa menyalahkannya, tapi aku berharap
perang ini mengizinkanmu menghadiri pernikahan kami, dan kami bisa menghadiri
pernikahan sepupumu, karena kita semua bersaudara sekarang, berdasarkan hukum
jika bukan berdasarkan darah." Dengan aksen yang kental, Hvedra berkata, "Kumohon,
sekarang anggaplah kami sebagai saudaramu, Shadeslayer. Selama berada dalam
kekuasaanku, kau akan dianggap keluarga di Benteng Bregan, dan kau bisa mencari
perlindungan di sini kapan saja kau membutuhkannya, bahkan jika Galbatorix sendiri
yang memburumu." Eragon membungkuk, tersentuh mendengar penawaran itu. "Kau
baik sekali." Lalu ia bertanya, "Jika kau bisa memaafkan keingintahuanku, kenapa kau
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dan Orik memilih untuk menikah sekarang?" "Kami sudah punya rencana untuk
menikah musim semi ini, tapi..." "Tapi," Orik melanjutkan dengan suaranya yang kasar,
"kaum Urgal menyerang Farthen Dur, kemudian Hrothgar mengirimku ke Ellesmera
bersamamu. Ketika aku kembali ke sini dan keluarga-keluarga dalam klan menerimaku
sebagai grimstborith mereka yang baru, kami menganggap ini adalah saat yang tepat
untuk meresmikan pertunangan kami dan menjadi suami-istri. Mungkin tidak ada di
antara kami yang masih hidup di akhir tahun, jadi mengapa menunda?" "Jadi kau
memang menjadi ketua klan sekarang," kata Eragon. "Aye. Memilih ketua Durgrimst
Ingeitum berikutnya adalah pekerjaan berat-butuh lebih dari seminggu kerja keras untuk
melakukannya-tapi pada akhirnya, sebagian besar keluarga setuju aku harus mengikuti
jejak Hrothgar dan mewarisi posisinya karena akulah satu-satunya pewaris namanya."
Sekarang Eragon duduk di sebelah Orik dan Hvedra, melahap roti dan daging domba
yang disediakan kaum kurcaci dan menyaksikan pertandingan yang berlangsung di
depan panggung. Orik berkata ini sudah tradisi, jika keluarga kurcaci yang bersangkutan
punya emas, untuk mempertunjukkan hiburan bagi tamu pernikahan. Keluarga Hrothgar
begitu kaya, sehingga pertandingan ini telah berlangsung selama tiga hari dan telah
dijadwalkan untuk berlangsung selama empat hari lagi. pertandingan itu terdiri atas
berbagai jenis: gulat, panahan, adu pedang, saling adu kekuatan, dan yang sedang
berlangsung sekarang, Ghastgar. Dari ujung-ujung berlawanan sebuah lapangan
rumput, dua kurcaci yang menunggangi Feldunost saling berpacu menghampiri satu
sama lain. Kambing-kambing gunung bertanduk itu melonjak-lonjak menyeberangi
lapangan, masing-masing lompatan sejauh tujuh puluh kaki. Kurcaci di sebelah kanan
tidak membawa perisai, tapi di tangan kanannya, ia memegang lembing yang siap
dilontarkan. Eragon menahan napas ketika jarak di antara kedua Feldunost tersebut
menyempit. Ketika jarak mereka sudah kurang tiga puluh kaki dari masing-masing,
kurcaci yang memegang tombak mengibaskan tangan di udara dan melontarkan senjata
ke arah lawannya. Kurcaci satu lagi tidak melindungi diri dengan perisai di tangannya,
tapi malah Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
merentangkan tangan ke depan dan, dengan ketangkasan luar biasa, menangkap
tombak tersebut pada gagangnya. Ia mengacungkan tombak itu ke atas kepalanya.
Kerumunan penonton bersorak-sorai keras, yang diikuti Eragon, bertepuk tangan sekuat
tenaga. "Itu tadi dilakukan dengan sangat terampil!" seru Orik. Ia tertawa dan
menenggak habis araknya, baju besinya gemerlapan tertimpa cahaya petang. Ia
mengenakan helm berlapis emas, perak, dan batu delima, di jemarinya tersemat lima
cincin besar. Di pinggangnya tergantung kapak yang tidak pernah ketinggalan. Pakaian
Hvedra lebih mewah, dengan lapisan kain berbordir pada gaunnya yang indah,
rangkaian mutiara dan lingkaran emas pada lehernya, dan di rambutnya tersemat
sirkam dari gading dengan batu zamrud sebesar ibu jari Eragon. Sebaris kurcaci berdiri
dan meniup serangkaian trompet bengkok, nada-nada logam kuningannya bergema di
pegunungan. Kemudian seorang kurcaci berdada busung melangkah maju dan, dalam
bahasa Dwarvish, mengumumkan pemenang pertandingan terakhir, begitu pula
nama-nama kurcaci berikutnya yang akan bertanding Ghastgar. Ketika pembawa acara
selesai bicara, Eragon membungkuk dan bertanya, "Apakah kau akan ikut ke Farthen
Dur, Hvedra?" Ia menggelengkan kepala dan tersenyum lebar. "Aku tidak bisa. Aku
harus tinggal di sini dan mengurus Ingeitum sementara Orik pergi, sehingga ia tidak
kembali menemukan para pejuangnya kelaparan dan semua emas kami habis."
Tergelak, Orik mengangkat gelas araknya ke arah salah satu pelayan yang berdiri
beberapa meter darinya. Ketika kurcaci itu bergegas mengisi kembali gelas dengan arak
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari botol besar, Orik berkata kepada Eragon dengan rasa bangga yang tampak jelas,
"Hvedra tidak membual. Ia bukan hanya istriku, ia adalah... Ah, tidak ada kata manusia
untuk menggambarkannya. Ia adalah grimstcarvlorss dari Durgrimst Ingeitum.
Grimstcarvlorss artinya... memastikan seluruh keluarga di klan kami membayar upeti
yang telah disepakati kepada Benteng Bregan, memastikan agar ternak-ternak kami
dibawa merumput pada saat yang tepat, memastikan bahwa persediaan makanan dan
biji-bijian kami tidak berkurang terlalu banyak, bahwa wanita-wanita Ingeitum memiliki
cukup, kain, bahwa para pejuang kami dipersenjatai dengan baik, bahwa pengrajin
logam kami selalu punya bijih besi untuk dilebur, dan pendeknya, klan kami diatur
dengan baik dan akan makmur sejahtera. Ada peribahasa di kaum kami: grimstcarvlorss
yang baik akan membangun sebuah klan-" "Dan grimstcarvlorss yang buruk akan
menghancurkan sebuah klan," lanjut Hvedra. Orik tersenyum dan menggenggam
sebelah tangan Hvedra. "Dan Hvedra adalah grimstcarvlorss terbaik. Ini bukan gelar
yang diberikan secara turuntemurun. Kau harus membuktikan bahwa kau layak
menyandangnya. Sangat jarang ada istri seorang grimstborith yang juga menjadi
grimstcarvlorss. Aku sangat beruntung." Saling mendekatkan wajah, ia dan Hvedra
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menyentuhkan hidung masing-masing. Eragon memalingkan wajah, merasa kesepian
dan terasing. Bersandar pada kursinya, Orin menenggak arak kemudian berkata, "Ada
banyak grimstcarvlorss terkenal dalam sejarah kami. Sebagian besar orang berkata
satusatunya yang mampu dilakukan kami para ketua klan adalah menyatakan perang
satu sama lain dan bahwa para grimstcarvlorss merasa lebih baik kami bertikai daripada
mencampuri urusan pekerjaan klan." "Jangan begitu, Skilfz Delva," kata Hvedra. "Kau
tahu itu tidak benar. Atau kita akan membuat pernyataan itu tidak benar." "Mmm," kata
Orik, dan menyentuhkan dahinya ke dahi Hvedra. Mereka saling menggosok hidung
lagi. Eragon mengalihkan perhatiannya kepada kerumunan di bawah saat mereka
menyerukan desisan dan ejekan. Ia melihat salah satu kurcaci yang berkompetisi dalam
Ghastgar telah kehilangan nyali dan, pada detik terakhir, menarik tali kekang
Feldginost-nya ke satu sisi dan bahkan berusaha melarikan diri dari lawannya. Kurcaci
yang memegang lembing mengejarnya dua kali berkeliling lapangan pertandingan.
Ketika mereka sudah cukup dekat, ia berdiri di sanggurdi dan melontarkan tombak,
menusuk bagian belakang bahu kiri si kurcaci pengecut. Sambil berteriak, kurcaci itu
terjatuh dari tunggangannya dan meringkuk miring, mencengkeram mata tombak dan
gagangnya yang menancap di daging. Seorang penyembuh bergegas menghampirinya.
Setelah beberapa saat, semua orang mengalihkan perhatian dari kejadian itu. Bibir atas
Orik mengerut jijik. "Bah! Bakal butuh bertahun-tahun bagi keluarganya untuk
menghapus aib putra mereka itu. Aku menyesal kau harus menyaksikan tindakan tidak
kesatria itu, Eragon." "Sama sekali tidak enak melihat seseorang mempermalukan diri
sendiri." Ketiganya duduk tanpa bicara ketika menyaksikan dua kontes berikutnya,
kemudian Orik mengejutkan Eragon dengan mencengkeram bahunya dan bertanya,
"Kau mau melihat hutan batu, Eragon?" "Tidak ada hutan batu, kecuali jika dipahat."
Orin menggeleng, matanya berkilat. "Tidak dipahat, dan hutan batu memang ada. Maka
aku bertanya lagi, apakah kau ingin melihat hutan batu?" "Kalau kau tidak sedang
mengerjaiku... ya, aku mau." "Ah, aku senang kau mau melihatnya. Aku tidak sedang
mengerjaimu, dan aku berjanji padamu besok kau dan aku akan melangkah di antara
pohon pohon granet. Itu adalah salah satu. keajaiban Pegunungan Beor. Semua
orang yang menjadi tamu di Dirgrimst Ingeitum harus menyediakan kesempatan untuk
mengunjunginya." Pagi berikutnya Eragon bangun dari tempat tidurnya yang terlalu kecil
di kamar batu yang beratap rendah dan berperabot setengah ukuran manusia,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
membasuh wajahnya dengan sebaskom air dingin, dan, karena kebiasaan,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
meraih dengan benaknya kepada Saphira. Ia hanya merasakan pikiran kaum kurcaci
dan hewan-hewan di dalam dan sekitar benteng. Eragon terdiam dan bersandar ke
depan, mencengkeram tepian baskom, terhanyut perasaan terisolasi. Ia tetap berada
dalam posisi seperti itu, tidak mampu bergerak atau berpikir, sampai pandangannya
menjadi merah dan bercak-bercak cahaya melayang-layang di depan matanya. Sambil
tersengal, ia mengeluarkan napas dan mengisi kembali paru-parunya. Aku merindukan
Saphira selama perjalanan pulang dari Helgrind, pikirnya, tapi setidaknya aku tahu aku
sedang menuju dirinya secepat yang kumampu. Sekarang aku melakukan perjalanan
menjauh darinya, dan aku tidak tahu kapan kami bisa bersama lagi. Mengguncang diri
sendiri, ia berpakaian dan melangkah menelusuri koridor-koridor Benteng Bregan yang
berliku-liku, menganggukkan kepala kepada setiap kurcaci yang dijumpainya, sementara
mereka menyapanya dengan penuh semangat, "Argetlam!" Ia menemukan Orik dan dua
belas kurcaci lain di pekarangan dalam benteng, sedang memasang pelana pada
barisan kuda pony yang kuat, napas kuda-kuda tersebut membentuk embun putih di
udara yang dingin. Eragon merasa seperti raksasa berada di tengah-tengah para pria
pendek dan kekar yang berkeliaran di sekitarnya. Orik memanggilnya. "Kami punya
keledai di istal kami, jika kau ingin berkuda." "Tidak, aku akan berjalan kaki saja, jika kau
tidak keberatan." Orik mengangkat bahu. "Terserah saja." Ketika mereka siap
berangkat, Hvedra menuruni tangga batu dari pintu masuk aula utama Benteng Bregan,
gaunnya diseret di belakangnya, dan menyerahkan sebuah trompet gading dilapisi
ukiran emas di sekeliling peniup serta corongnya kepada Orik. Ia berkata, "Ini milik
ayahku ketika ia berkuda bersama Grimstborith Aldhrim. Aku memberikannya kepadamu
sehingga kau bisa mengingatku pada hari-hari mendatang." Ia melanjutkan ucapannya
dengan bahasa Dwarvish, begitu lirih sehingga Eragon tidak bisa mendengar, kemudian
Hvedra dan Orik Saling menyentuhkan dahi. Menegakkan tubuh pada pelananya, Orik
meletakkan trompet di mulutnya lalu meniup. Nada yang dalam dan semakin nyaring
membahana, semakin kencang sampai udara di dalam pekarangan seolah bergetar
seperti tali terguncang angin. Sepasang gagak hitam terbang dari menara di atas,
berkoak-koak. Suara trompet itu membuat darah Eragon berdesir. Ia beringsut di
tempatnya, kepengin segera berangkat. Mengangkat trompet ke atas kepalanya dan
menatap Hvedra untuk terakhir kali, Orik memacu kuda pony-nya, berderap kecil melalui
gerbang utama Benteng Bregan, dan berbelok ke timur, menuju ujung lembah. Eragon
dan kedua belas kurcaci lain mengikuti dekat di belakang. Selama tiga jam, mereka
mengikuti jalan setapak yang sering digunakan di sisi Gunung Thardur, mendaki
semakin tinggi dari dasar lembah. Para kurcaci menyuruh kuda-kuda pony mereka
berderap secepat yang mereka bisa tanpa melukai hewan-hewan itu, tapi kecepatan
mereka tidak bisa menyamai kecepatan Eragon saat ia bebas berlari tanpa halangan.
Meski merasa frustrasi, Eragon menahan diri agar tidak mengeluh, karena ia tahu
perjalanannya akan sangat lambat jika disertai makhluk apa pun, kecuali Elf atau Kull.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Ia gemetar dan merapatkan jubahnya. Matahari belum menampakkan diri dari balik
Pegunungan Beor, dan udara dingin serta lembap meliputi lembah, meski tengah hari
tinggal beberapa jam lagi. Kemudian mereka tiba di dataran granet luas selebar seribu
kaki, sebelah kanannya dibatasi tebing curam dari pilar-pilar segi delapan yang
terbentuk secara alamiah. Tirai kabut yang melayang-layang menghalangi pandangan
ke sisi terjauh lapangan batu tersebut. Orik mengangkat tangan dan berkata, "Lihatlah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Az Knurldrathn." Eragon mengerutkan kening. Meski menatap dengan cermat, ia tidak
melihat apa-apa yang menarik di daratan gersang itu. "Aku tidak melihat hutan batu."
Turun dari kuda pony-nya, Orik menyerahkan tali kekang kepada prajurit di belakangnya
dan berkata, "Berjalanlah bersamaku, Eragon." Bersama-sama mereka melangkah
menuju tepian kabut yang berpuntir, Eragon memendekkan langkah untuk menyamai
Orik. Kabut menyentuh wajah Eragon, dingin dan lembap. Asap itu menjadi sedemikian
tebal sehingga menutupi sebagian lembah, menyelubungi mereka dengan daerah
kelabu yang bagian atas dan bawahnya tidak bisa ditentukan. Tidak gentar, Orik
melanjutkan berjalan dengan langkah mantap. Tapi Eragon merasa agak bingung dan
limbung, dan ia melangkah dengan kedua tangan terulur ke depan, untuk menghindari
terantuk sesuatu yang tersembunyi di dalam kabut. Orik berhenti di tepi celah tipis yang
membelah permukaan granit tempat mereka berdiri lalu berkata, "Apa yang kaulihat
sekarang?" Menyipitkan mata, Eragon menyapukan pandangannya bolak-balik, tapi
kabut tampak sama kelabunya seperti tadi. Ia membuka mulut untuk menyatakan
pikirannya tapi kemudian menyadari sebuah bentuk lain dalam tekstur kabut di sebelah
kanannya, pola Samar terang dan gelap yang bentuknya tetap meski kabut bergerak
lewat. Ia mulai menyadari daerah-daerah lain yang juga tidak berubah bentuk:
petak-petak aneh berpola abstrak dengan warna kontras yang bentuknya tidak dikenal.
"Aku tidak..." ia mulai berkata ketika embusan angin membuat rambutnya berkibar.
Akibat dorongan angin lembut yang baru saja berembus, kabut agak menipis dan bentuk
bayang-bayang yang tadinya tidak bisa dikenali sekarang tampak sebagai
batang-batang pohon besar berwarna seperti abu dengan ranting-ranting telanjang yang
patah. Lusinan pohon mengelilingi dirinya dan Orik, bagai kerangka pucat hutan kuno.
Eragon menekan telapak tangannya pada sebatang pohon. Kulit pohon terasa dingin
dan keras seperti karang. Bercak-bercak lumut pucat menempel di permukaan pohon.
Bulu kuduk Eragon meremang. Meski ia tidak menganggap dirinya terlalu percaya
takhayul, kabut seperti hantu dan cahaya remang menakutkan serta penampakan
pohon-pohon itu sendiri-murung dan menggelisahkan serta misterius-menyulut rasa
takut dalam dirinya. Ia membasahi bibir dan bertanya, "Bagaimana pohon-pohon
tersebut bisa menjadi seperti ini?" Orik mengangkat bahu. "Beberapa berkata Guntera
sendiri yang meletakkan mereka di sini ketika menciptakan Alagaesia dari
ketidakberadaan. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Orang lain berkata Helzvog-lah yang menciptakannya, karena batu adalah elemen
favoritnya, dan bukankah wajar jika dewa batu menciptakan pohon batu bagi tamannya"
Tapi ada juga yang tidak sependapat, berkata bahwa dahulu kala pohon-pohon ini
adalah pohon biasa, dan bencana besar berjutajuta tahun lalu pastilah telah mengubur
semua pohon ini di dalam tanah, dan seiring waktu, kayunya menjadi tanah, dan tanah
menjadi batu." "Apakah itu mungkin?" "Hanya dewa-dewa yang tahu pasti. Siapa lagi
selain mereka yang bisa mengerti pertanyaan-pertanyaan di dunia ini?" Orik beringsut.
"Nenek moyang kami menemukan pohon-pohon batu pertama selagi mereka
menambang granit di sini, lebih dari seribu tahun lalu. Grimstborith Durgrimst Ingeitum
yang sedang menjabat kala itu, Hvalmar Lackhand, menghentikan penambangan dan
malah menyuruh para tukang batunya menggali pohonpohon ini dari bebatuan di
sekelilingnya. Ketika mereka telah menggali hampir lima puluh pohon, Hvalmar sadar
bahwa mungkin seluruhnya ada ratusan, bahkan ribuan pohon batu tertanam di sisi
Gunung Thardur, maka ia menyuruh anak buahnya untuk menyudahi proyek penggalian
ini. Tapi tempat ini telah menangkap imajinasi kaum kami, dan sejak saat itu, knurlan
dari setiap klan telah berkunjung ke sini dan bekerja untuk menggali lebih banyak pohon
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dari cengkeraman batu granit. Bahkan ada beberapa knurlan yang mengabdikan hidup
mereka demi pekerjaan ini. Juga telah menjadi tradisi mengirimkan anak nakal ke sini
untuk menggali satu atau dua batang pohon di bawah pengawasan seorang master
pengrajin batu." "Kedengarannya pekerjaan yang berat." "Memberi mereka waktu untuk
menyesali perbuatan mereka." Dengan sebelah tangan, Orik mengusap janggutnya
yang dijalin. "Aku sendiri menghabiskan beberapa bulan di sini sebagai seorang remaja
yang sukar dikendalikan ketika berusia tiga puluh empat." "Dan apakah kau menyesali
perbuatanmu?" "Eta. Tidak. Pekerjaan itu terlalu... berat. Setelah bermingguminggu, aku
hanya mampu membebaskan satu dahan dari batu granit, maka aku melarikan diri dan
bertemu dengan kelompok Vrenshrrgn-" "Kurcaci dari klan Vrenshrrgn?" "Ya, knurlagn
dari klan Vrenshrrgn, Serigala Perang, Serigala Peperangan, bagaimanapun kau
mengucapkannya dalam bahasa ini. Aku bertemu mereka, mabuk arak, dan saat
mereka sedang berburu Nagra, memutuskan agar aku membunuh seekor babi hutan
dan membawanya kepada Hrothgar untuk melunakkan kemarahannya kepadaku. Bukan
hal paling cerdas yang pernah kulakukan. Bahkan prajurit kami yang paling hebat pun
takut berburu Nagra, dan aku masih bocah, belum lagi dewasa. Begitu benakku jernih,
aku menyumpahi diri karena bertindak tolol, tapi aku telah bersumpah untuk
melakukannya, maka aku tidak punya pilihan selain melaksanakan sumpahku." Ketika
Orik berhenti bicara, Eragon bertanya, "Apa yang terjadi?" "Oh, aku membunuh Nagra,
dengan bantuan Vrenshrrgn, tapi babi hutan itu menanduk bahuku dan melemparkanku
ke ranting pohon terdekat.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Vrenshrrgn harus memapah kami berdua, si Nagra dan aku, kembali ke Benteng
Bregan. Babi hutan itu membuat Hrothgar senang, dan aku... aku, meski
penyembuhpenyembuh terbaik kami berusaha mati-matian, aku harus menghabiskan
sebulan berikutnya di tempat tidur, dan menurut Hrothgar itu saja cukup sebagai
hukuman akibat ketidakpatuhanku kepadanya." Eragon menatap kurcaci itu selama
beberapa saat. "Kau sangat kehilangan dirinya." Orik berdiri sesaat dengan dagu
menempel pada dadanya yang kekar. Mengangkat kapak, ia menghantam batu granit
dengan gagangnya, menimbulkan suara berkelotak nyaring yang bergema di antara
pohon-pohon itu. "Sudah hampir dua abad sejak durgrimstvren, perang antar klan
terakhir, mengguncang negeri kami, Eragon. Tapi demi janggut hitam Morgothal, kami
sedang berada di tepi peperangan lagi sekarang." "Sekarang, pada saat-saat seperti
ini?" seru Eragon, terenyak. "Apakah separah itu?" Orik menggeram. Lebih buruk lagi.
Ketegangan di antara klan sekarang lebih genting sejak yang tercatat dalam ingatan.
Kematian Hrothgar dan invasi Nasuada kepada Kekaisaran telah menimbulkan percikan
api, menyulut perseteruan lama, dan meminjamkan kekuatan kepada mereka yang
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
percaya bahwa bergabung dengan Varden adalah tindakan bodoh." "Bagaimana
mungkin mereka memercayai itu ketika Galbatorix sudah menyerang Tronjheim
menggunakan kaum Urgal?" "Karena," kata Orik, "mereka yakin mengalahkan
Galbatorix adalah hal mustahil, dan argumen mereka mengguncang keyakinan kaum
kami. Bisakah kau berkata sejujurnya kepadaku, Eragon, jika pada detik ini Galbatorix
menghadapimu dan Saphira secara langsung, apakah kalian berdua bisa
mengalahkannya?" Tenggorokannya Eragon terasa tercekik. "Tidak." "Sudah kuduga.
Mereka yang berseberangan dengan Varden telah membuat diri mereka buta akan
ancaman Galbatorix. Mereka berkata, jika kami tidak membiarkan kaum Varden
menumpang, jika kami tidak menerimamu dan Saphira ke dalam Tronjheim yang indah,
maka Galbatorix tidak punya alasan untuk memerangi kami. Mereka tidak menyadari
bahwa hausnya Galbatorix akan kekuasaan takkan pernah terpuaskan dan ia tidak akan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
berhenti sampai seluruh Alagaesia berada di bawah kakinya." Orik menggelengkan
kepada, dan otot-otot di lengannya menonjol dan bergelombang ketika menjepit bilah
kapak di antara dua jarinya. "Aku tidak akan membiarkan ras kami bersembunyi dalam
terowongan seperti kelinci ketakutan sampai serigala di luar berhasil menggali ke dalam
dan memakan kami semua. Kami mesti teruss berjuang dengan harapan bisa
menemukan cara untuk membunuh Galbatorix. Dan aku tidak akan membiarkan kaumku
tercerai-berai dalam peperangan antar klan. Dengan keadaan sudah seperti sekarang
ini, sebuah &durgimstvren akan menghancurkan kebudayaan kami dan mungkin
kehancuran Varden sendiri."
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Dengan rahang mengeras, Orik menoleh menatap Eragon. "Demi kebaikan kaumku, aku
berniat menduduki takhta. Durgrimstn Gedthrall, Ledwonnu, dan Nagra telah
menyatakan dukungan mereka. kepadaku. Meski demikian, banyak yang berdiri
menghalangiku dengan singgasana; akan tidak mudah mengumpulkan cukup suara
untuk menjadi raja. Aku butuh mengetahui, Eragon, apakah kau akan mendukungku?"
Melipat kedua lengan di dada, Eragon melangkah dari satu pohon ke pohon lain
kemudian kembali lagi. "Jika aku melakukan itu, dukunganku mungkin akan
menyebabkan klan-klan lain memusuhimu. Kau bukan hanya meminta orang-orang
untuk bergabung dengan Varden, tapi kau. meminta mereka untuk menerima seorang
Penunggang Naga sebagai salah satu dari mereka, yang belum pernah mereka lakukan
dan aku ragu mereka mau melakukannya. sekarang." "Aye, mungkin akan membuat
beberapa memusuhiku," kata Orik, "tapi juga akan membuat yang lain-lain memberikan
suara mereka kepadaku. Biarkan aku yang menilainya. Aku hanya ingin tahu, apakah
kau mendukungku"... Eragon, kenapa kau bimbang?" Eragon menatap akar berpuntir
yang mencuat dari batu granit dekat kakinya, menghindari tatapan Orik. "Kau bertindak
demi kebaikan rasmu, dan kau berhak melakukannya. Tapi kekhawatiranku lebih luas
daripada itu; kepentinganku menyangkut kebaikan Varden dan kaum Elf Sertasemua
orang yang melawan Galbatorix. Jika... jika kau tampaknya tidak bakal memenangkan
singgasana, dan ada satu ketua klan lain yang tampaknya sanggup menang, dan tidak
memusuhi kaum Varden-" "Tidak ada grimstborith yang lebih bersimpati kepada Varden
daripada aku!" "Aku tidak meragukan persahabatanmu," protes Eragon. "Tapi jika apa
yang kuucapkan tadi terjadi dan dukunganku akan memastikan ketua klan seperti itu
memenangkan singgasana, demi kebaikan kaummu dan demi kebaikan seluruh
Alagaesia, tidakkah aku. seharusnya mendukung kurcaci yang memiliki kesempatan
terbesar untuk menang?" Dengan suara lirih yang berbahaya, Orik berkata, "Kau
melakukan sumpah darah di Knurlnien, Eragon. Menurut peraturan kami, kau sudah
menjadi anggota Durgrimst Ingeitum, tidak peduli seberapa besar ketidaksetujuan orang
lain. Tindakan Hrothgar mengadopsimu tidak pernah dilakukan dalam sejarah kami, dan
itu tidak bisa dibatalkan kecuali, sebagai grimstborith, aku mengusirmu dari klan kami.
Jika kau melawanku, Eragon, kau akan mempermalukanku di hadapan seluruh rasku
dan tidak akan ada lagi yang memercayai kepemimpinanku. Terlebih lagi, kau akan
membuktikan kepada orang-orang yang membencimu bahwa kami tidak bisa
memercayai Penunggang Naga. Anggota klan tidak Saling mengkhianati demi klan lain,
Eragon. Itu tidak pernah dilakukan, kecuali jika kau ingin terbangun suatu malam
dengan belati menancap di jantungmu." "Apakah kau mengancamku?" tanya Eragon,
juga dengan suara lirih. Orik menyumpah dan menghantamkan kapaknya pada batu
granit lagi. "Tidak! Aku takkan pernah berpikir untuk melawanmu, Eragon! Kau adalah
saudara angkatku, kau adalah satu-satunya Penunggang yang tidak berada
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dalam pengaruh Galbatorix, dan aku menjadi sangat menyukaimu sejak
perjalanan-perjalanan kita bersama-sama. Tapi meski aku tidak akan mencelakaimu,
bukan berarti anggota Ingeitum lain akan bermurah hati padamu. Aku menyatakan itu
bukan sebagai ancaman tapi sebagai fakta. Kau harus mengerti ini, Eragon. Jika klan
mendengarmu memberikan dukungan kepada kurcaci lain, aku mungkin tidak akan bisa
menahan kemarahan mereka. Meski kau adalah tamu kami dan peraturan kesopanan
bisa melindungimu, klan akan menganggapmu mengkhianati mereka, dan bukan
kebiasaan kami untuk membiarkan pengkhianat berada di tengah-tengah kami. Apakah
kau mengerti, Eragon?" "Apa yang kauharapkan dariku?" teriak Eragon. Ia melontarkan
kedua lengannya dan berjalan mondar-mandir di hadapan Orik. "Aku juga bersumpah
kepada Nasuada, dan itulah perintah yang diberikannya kepadaku." "Dan kau juga
mengikat diri pada Durgrimst Ingeitum!" teriak Orin. Eragon berhenti dan menatap
kurcaci itu. "Apakah menurutmu lebih baik aku membawa petaka kepada seluruh
Alagaesia hanya agar kau bisa mempertahankan kedudukanmu di klan?" "Jangan
menghinaku!" "Maka jangan memintaku melakukan yang mustahil! Aku akan
mendukungmu jika tampaknya kau bisa memenangkan singgasana, dan jika tidak, maka
aku tidak akan mendukungmu. Kau mengkhawatirkan Durgrimst Ingeitum dan rasmu
secara keseluruhan, sedangkan tugasku adalah mengkhawatirkan mereka semua
ditambah dengan seluruh ras di Alagaesia." Eragon duduk lemas di salah satu tonjolan
pohon. "Dan aku tidak ingin membuat klanmu-maksudku, klan kita-tersinggung, atau
menyinggung seluruh ras kurcaci." Dengan nada lebih ramah, Orik berkata, "Ada jalan
lain, Eragon. Akan jauh lebih sulit bagimu, tapi akan menyelesaikan dilemamu." "Oh"
Solusi ajaib semacam apa?" Kembali menyelipkan kapak di sabuknya, Orik
melangkah menghampiri Eragon, mencengkeram lengan pemuda itu, dan menengadah
menatapnya di sela-sela alis yang tebal. "Percayakan padaku untuk melakukan hal yang
benar, Eragon Shadeslayer. Berikan kepadaku loyalitas yang sama seperti jika kau
benar-benar terlahir dalam Durgrimst Ingeitum. Mereka yang berada di bawah
kepemimpinanku tidak akan pernah mencoba melawan grimstborith mereka demi
kepentingan klan lain. Jika grimstborith melakukan tindakan yang salah, itu tanggung
jawabnya sendiri, tapi bukan berarti aku tidak mengerti kekhawatiranmu." Ia melirik ke
bawah sejenak, kemudian melanjutkan, "Jika aku tidak bisa menjadi raja, percayalah
aku tidak akan dibutakan oleh kesempatan memperoleh kekuasaan sehingga tidak
menyadari bahwa aku akan kalah. Jika itu terjadi- bukannya aku percaya bakal
terjadi-aku akan, atas keinginan sendiri, memberikan dukunganku kepada salah satu
kandidat, karena aku juga tidak
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ingin melihat grimstborith yang membenci Varden bisa terpilih. Dan jika ternyata aku
harus mendukung kurcaci lain agar bisa memenangkan takhta, status dan wibawa yang
kuberikan kepada ketua klan itu secara otomatis akan berupa dukunganmu juga, karena
kau Ingeitum. Maukah kau memercayaiku, Eragon" Maukah kau menerimaku sebagai
grimstborith-mu, seperti semua rakyatku yang telah bersumpah?" Eragon mengerang
dan menyandarkan kepalanya pada pohon yang kasar dan menatap ranting-ranting
bengkok seputih tulang yang menggeliat-geliat dalam selimut kabut. Kepercayaan. Dari
segala hal yang bisa diminta Orik darinya, itulah yang paling sulit untuk dikabulkan.
Eragon menyukai Orik, tapi menjadikan dirinya di bawah kepemimpinan kurcaci itu
sementara begitu banyak yang harus dipertaruhkan berarti akan mengekang lebih
banyak kebebasannya, gagasan yang dibencinya. Dan seiring dengan kebebasannya, ia
juga akan melepaskan sebagian tanggung jawabnya terhadap, nasib Alagaesia. Eragon
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
merasa seakan-akan sedang bergelantungan di tepi jurang dan Orik berusaha
meyakinkannya bahwa ada langkan tempat berpijak beberapa kaki di bawah, tapi
Eragon tidak mampu melepaskan pegangannya, karena takut akan terjun menuju
kematian. Ia berkata, "Aku tidak akan menjadi pelayan yang bisa kausuruh ini dan itu.
Jika berhubungan dengan kepentingan Durgrimst Ingeitum, aku akan menganggapmu
pemimpinku, tapi dalam hal-hal lainnya, kau tidak memiliki kuasa untuk mengaturku."
Orik mengangguk, wajahnya serius. "Aku tidak mengkhawatirkan misi apa pun yang
diperintahkan Nasuada agar kaujalankan, atau siapa yang akan kaubunuh selagi
memerangi Kekaisaran. Tidak, yang membuatku gelisah sementara seharusnya aku
bisa tidur nyenyak seperti Arghen di guanya adalah karena membayangkan kau
mencoba memengaruhi pengambilan suara saat pertemuan antar klan. Maksudmu baik,
aku. tahu, tapi baik atau tidak, kau tidak mengenal politik kami, tak peduli seberapa
banyak yang telah diajarkan Nasuada kepadamu. Ini adalah keahlianku, Eragon.
Biarkan aku mengaturnya dengan cara yang kuanggap, pantas. Hrothgar telah
menyiapkanku sepanjang hidupku demi saat-saat seperti ini." Eragon mendesah, dan
dengan sensasi seperti terjun bebas, ia berkata, "Baiklah. Aku akan melakukan hal yang
menurutmu terbaik dalam masalah ini, Grimstborith Orik." Senyum lebar merekah di
wajah Orik. Ia mengeratkan cengkeramannya pada lengan Eragon, kemudian
melepaskannya sambil berkata, "Ah, terima kasih, Eragon. Kau tidak tahu betapa ini
sangat berarti bagiku. Kau sangat baik, sangat baik, dan aku takkan melupakannya,
bahkan jika aku bisa hidup sampai dua ratus tahun dan janggutku sudah tumbuh
demikian panjang sampai menyapu tanah." Tanpa bisa ditahannya, Eragon tergelak.
"Yah, kuharap janggutmu tidak akan tumbuh sepanjang itu. Kau akan menginjaknya dan
tersandung setiap saat!" "Mungkin memang begitu," kata. Orik, tertawa. "Lagi pula, lebih
baik aku meminta Hvedra untuk mencukurnya pendek begitu sudah mencapai lututku.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Opininya sangat keras tentang seberapa panjang seharusnya janggut dibiarkan
tumbuh." Orik memimpin jalan saat keduanya meninggalkan hutan pohon batu,
melangkah menembus kabut tanpa warna yang berpuntir di sekitar batangbatang pohon
yang mengapur. Mereka bergabung kembali dengan dua belas prajurit Orik, kemudian
mulai menuruni punggung Gunung Thardur. Di dasar lembah, mereka melanjutkan
perjalanan dalam garis lurus ke sisi seberang, dan di sana para kurcaci membawa
Eragon ke terowongan yang tersembunyi sangat baik di permukaan batu, sehingga ia
takkan pernah bisa menemukan jalan masuk itu sendiri. Eragon menyesal ketika harus
meninggalkan cahaya matahari yang pucat dan udara pegunungan yang segar untuk
masuk ke kegelapan terowongan. Lorongnya selebar delapan kaki dan tingginya enam
kaki-yang terasa terlalu rendah bagi Eragon-dan seperti semua terowongan kurcaci
yang pernah dikunjunginya, lorong itu lurus seperti anak panah sejauh mata bisa
memandang. Ia menoleh ke belakang melalui bahunya dan melihat persis ketika kurcaci
bernama Farr menutup lempengan besar granet berengsel yang berfungsi sebagai pintu
terowongan, menenggelamkan kelompok mereka ke kegelapan. Sesaat kemudian,
empat belas bola cahaya berbagai warna muncul ketika para kurcaci mengambil lentera
tanpa api dari kantong pelana mereka. Orik menyerahkan sebuah kepada Eragon.
Kemudian mereka memulai perjalanan di akar pegunungan, dan langkah kaki kuda-kuda
pony memenuhi terowongan dengan gema berkelontang yang kedengaran seperti
hantu-hantu marah yang berteriak kepada mereka. Eragon mengernyit, tahu bahwa
mereka harus mendengarkan suara berisik ini sampai ke Farthen Dur, karena di sanalah
terowongan ini berujung, bermil-mil jauhnya. Ia membungkukkan bahu dan mengeratkan
cengkeramannya pada tali ransel dan berharap ia bersama Saphira, terbang tinggi di
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
atas daratan. TAWA KEMATIAN Roran berjongkok dan mengintip melalui sela-sela
ranting pohon dedalu. Sekitar 80 meter darinya,53 tentara dan pengemudi gerobak
duduk di sekeliling tiga api untuk memasak, menyantap makan malam mereka saat
keremangan senja menghampiri daratan dengan cepat. Para pria itu berhenti untuk
berkemah malam ini di tepian lebar dan berumput yang membatasi sebuah sungai tanpa
nama. Gerobak-gerobak yang penuh berisi persediaan untuk pasukan Galbatorix
diparkir dalam bentuk setengah lingkaran mengelilingi api unggun. Beberapa kerbau
bergerak-gerak sambil merumput di belakang perkemahan, sekali-sekali saling
melenguh. Tapi sekitar dua puluh meter ke arah hilir, beting tanah lunak mencuat tinggi
dari daratan, yang akan menghalangi serangan maupun jalan keluar dari daerah
tersebut. Apa yang ada dalam pikiran mereka" Roran terheran-heran. Memang
bijaksana untuk berkemah di daerah dengan pertahanan baik pada saat-saat berbahaya
seperti ini, yang artinya menemukan formasi alamiah yang bisa melindungi
punggungmu. Namun orang juga harus berhati-hati untuk memilih tempat beristirahat
yang sekaligus bisa memberikan akses untuk melarikan diri jika disergap. Tapi dalam
keadaan ini, rasanya seperti
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
permainan anak-anak bagi Roran dan pria-pria lain dalam pimpinan Martland untuk
menyibakkan semak-semak tempat mereka sedang bersembunyi sekarang dan
memojokkan para prajurit Kekaisaran itu di antara ujung bentuk V beting tanah dan
sungai, tempat mereka bisa menghabisi para prajurit dan pengemudi gerobak itu
dengan mudah. Roran heran karena prajurit terlatih seperti mereka bisa berbuat
kesalahan yang begitu besar. Mungkin mereka orang kota, pikirnya. Atau mungkin
mereka hanya belum berpengalaman. Ia mengerutkan kening. Kalau begitu, mengapa
mereka diberi tanggung jawab melaksanakan tugas yang sangat penting" "Apakah kau
mendeteksi jebakan?" Roran bertanya. Ia tidak perlu menoleh untuk mengetahui Carn
ada di dekatnya, begitu pula Halmar dan dua pria lain. Kecuali para pejuang berpedang
yang telah bergabung dengan Martland demi menggantikan mereka yang terbunuh atau
terluka parah saat pertempuran pertama, Roran telah bertarung bersama-sama semua
pria dalam kelompok mereka. Meski tidak semua pria itu disukainya, ia bisa
memercayakan nyawanya kepada mereka, karena ia tahu mereka memercayainya. Ini
semacam ikatan yang tidak membedakan usia dan asal usul. Setelah pertempuran
pertamanya, Roran terkejut karena merasa begitu dekat dengan rekan-rekannya, begitu
pula akan keramahan mereka terhadapnya. "Tidak ada yang kudeteksi," gumam Carn.
"Tapi-" "Mereka mungkin menciptakan mantra baru yang tidak bisa kaudeteksi, ya, ya.
Tapi apakah ada penyihir di antara mereka?" "Aku tidak yakin benar, tapi tidak, rasanya
tidak ada." Roran menyibakkan serumpun dawn dedalu agar bisa melihat lebih jelas
posisi gerobak-gerobak. "Aku tidak suka ini," gerutunya. "Seorang penyihir menyertai
iring-iringan sebelumnya. Kenapa yang ini tidak?" "Jumlah kita jauh lebih sedikit
daripada yang mungkin kaubayangkan." "Mmh." Roran menggaruk janggutnya, masih
merasa curiga karena para prajurit itu tampak tidak memiliki akal sehat. Mungkinkah
mereka sedang mengundang serangan" Tampaknya mereka tidak dalam keadaan siap
diserang, tapi yang tampak di depan mata bisa menipu. Jebakan jenis apa yang bisa
mereka siapkan untuk kami" Tidak ada orang lain dalam jarak Sembilan puluh mil, dan
terakhir kali terlihat, Murtagh serta Thorn sedang terbang ke arah utara Feinster.
"Kirimkan- isyarat," katanya. "Tapi katakan pada Martland aku merasa curiga mengapa
mereka berkemah di sini. Entah mereka idiot atau punya sejenis pertahanan yang tak
kasatmata bagi kita: sihir atau tipu daya raja." Hening, kemudian: "Aku sudah mengirim
isyarat. Martland bilang ia juga curiga sama sepertimu, tapi kecuali kita ingin kembali
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kepada Nasuada dengan ekor terselip di antara kaki belakang, kita harus mencoba
peruntungan." Roran menggeram dan memalingkan wajah dari para prajurit. Ia memberi
isyarat dengan gerakan dagu, dan rekan-rekannya bergegas merangkak pergi
bersamanya ke tempat mereka meninggalkan kuda-kuda mereka. Berdiri, Roran
menunggangi Snowfire. Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Woo, tenang," bisiknya, menepuk-nepuk Snowfire saat kuda jantan itu
mengangguk-anggukkan kepalanya. Dalam cahaya remang, surai dan bulu Snowfire
berpendar seperti perak. Bukan untuk pertama kalinya, Roran berharap kuda ini memiliki
warna bulu yang tidak terlalu mencolok, kelabu atau cokelat kemerahan. Mengambil
perisai yang tergantung di pelananya, Roran memasangnya di tangan kiri, kemudian
menarik martilnya dari sabuk. Saat menelan mulutnya terasa kering, ia merasakan
ketegangan yang familier di antara bahunya, dan ia mengeratkan genggaman pada
martilnya. Ketika kelima pria sudah siap, Carn mengangkat jari dan kelopak matanya
setengah menutup serta bibirnya berkedut, seolah-olah bicara dengan dirinya sendiri.
Jangkrik berbunyi di dekat-dekat mereka. Kelopak mata. Carn lebar. "Ingat, jaga agar
tatapan mata kalian menghadap bawah sampai mata kalian bisa menyesuaikan diri, dan
bahkan saat itu, jangan menatap langit." Kemudian ia mulai merapal dengan bahasa
kuno, kata-kata tak dimengerti yang bergetar penuh kekuatan. Roran menutupi tubuh
dengan perisai dan menyipitkan mata sambil menatap pelananya ketika cahaya putih
bersih, seterang matahari pada tengah hari, menerangi daerah sekitar mereka.
Pancaran cahaya terang itu muncul dari satu titik di atas perkemahan para prajurit;
Roran menahan diri agar tidak melihat di mana tepatnya. Sambil berteriak, ia
menendang rusuk Snowfire dan membungkuk di atas leher kuda itu saat tunggangannya
berderap maju. Di kedua sisinya, Carn para pejuang lain melakukan hal yang sama,
menghunus senjata mereka. Ranting-ranting pohon melecut di kepala dan bahu Roran,
kemudian Snowfire keluar dari sela pepohonan dan melesat menuju perkemahan
dengan kecepatan penuh. Dua kelompok berkuda lain juga menyerbu perkemahan, satu
dipimpin Martland, satu lagi dipimpin Ulhart. Para prajurit dan pengemudi gerobak
berteriak kaget dan menutupi mata mereka. Melangkah tersaruk-saruk seperti orang
buta, mereka menggapai-gapai mencari senjata masing-masing sementara berusaha
mengambil posisi untuk menahan serangan. Roran tidak memelankan laju Snowfire.
Kembali memacu kuda jantan itu, ia berdiri tegak pada sanggurdi dan bertahan sekuat
tenaga ketika Snowfire melompati celah di antara dua gerobak. Gigi-geliginya
bergemeretak ketika mereka mendarat. Snowfire menendang tanah ke salah satu api
unggun, membuat api memercik ke mana-mana. Sisa kelompok Roran juga melompati
gerobak-gerobak. Tahu rekan-rekannya akan mengurus para prajurit di belakangnya,
Roran berkonsentrasi pada prajurit yang ada di depan. Mengarahkan Snowfire kepada
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
salah satu prajurit, Roran mendaratkan pukulan kepadanya dengan ujung martil dan
membuat hidung pria itu patah, darah merah terang muncrat di wajahnya. Roran
menghabisi nyawa pria itu dengan sekali hantaman lagi di kepala,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
kemudian menangkis serangan pedang prajurit lain. Lebih jauh di barisan gerobak yang
membentuk garis melengkung, Martland, Ulhart, dan anak buah mereka juga melompat
memasuki perkemahan, mendarat disertai derap kaki-kaki kuda mereka dan suara baju
besi serta senjata berkelontang. Seekor kuda meringkik dan terjatuh ketika seorang
prajurit melukainya dengan sebatang tombak. Sekali lagi Roran menangkis serangan
prajurit berpedang, kemudian menghantam tangan si prajurit yang memegang pedang,
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
membuat tulang-tulangnya remuk dan memaksa prajurit tersebut untuk melepaskan
senjatanya. Tanpa memberi jeda Roran mendaratkan pukulan di bagian tengah tunik
merah si prajurit, meretakkan tulang dadanya dan merasakan si prajurit tersengal
dengan luka mematikan. Roran memutar tubuh di pelana, mencari-cari lawan
berikutnya. Otot-ototnya bergetar penuh semangat; seluruh detail di sekitarnya tampak
tajam dan jernih seakan diukir dari kaca. Ia merasa tak terkalahkan, tak terjatuhkan.
Waktu bagaikan direnggangkan dan berjalan lambat, sehingga seekor ngengat
kebingungan yang terbang di depan wajahnya seakan-akan sedang mengarungi madu,
bukan udara. Kemudian sepasang tangan mencengkeram bagian belakang tunik
besinya dan menariknya dari punggung Snowfire lalu membantingnya ke tanah yang
keras, membuat seluruh udara keluar dari paru-parunya. Pandangan Roran mengabur
dan menjadi gelap sesaat. Ketika pulih, ia melihat prajurit pertama yang diserangnya
tadi sedang menduduki dadanya, mencekik lehernya. Prajurit itu menghalangi pancaran
cahaya yang dibuat Carn dari langit. Lingkaran putih mengelilingi kepala dan bahunya,
membuat sosoknya bagaikan bayangan gelap, sehingga Roran tidak bisa melihat
wajahnya kecuali pantulan cahaya pada giginya. Cekikan prajurit itu pada leher Roran
semakin keras saat Roran tersengalsengal mencari udara. Roran meraba-raba mencari
martilnya, yang telah dijatuhkannya, tapi ia tidak bisa meraihnya. Menegangkan otot
lehernya agar prajurit itu tidak membuatnya mati kehabisan udara, Roran meraih belati
dari sabuknya dan menusuk prajurit itu pada baju besinya, tembus ke tunik kulitnya, dan
menikam antara tulang rusuknya yang sebelah kiri. Prajurit itu bahkan tidak berkedip,
dan cengkeramannya pada leher Roran tidak mengendur. Suara tawa menggelegak dari
tenggorokan si prajurit teruss terdengar. Gelak tawa yang membuat jantung berhenti
berdetak, kedengaran sangat mengerikan, dan membuat perut Roran terasa membeku
ketakutan. Ia ingat pernah mendengar suara-suara ini sebelumnya; ia telah
mendengarnya sementara memperhatikan kaum Varden memerangi pria-pria yang tidak
merasa sakit di padang rumput sebelah Sungai Jiet. Dalam sekejap ia mengerti
mengapa para prajurit ini memilih tempat berkemah yang tidak menguntungkan: Mereka
tidak peduli terjebak atau tidak, karena tidak ada orang yang bisa menyakiti mereka.
Pandangan Roran berubah merah, dan bintang-bintang kuning menari-nari di depan
matanya. Hampir tak sadarkan diri, ia mencabut belatinya dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menusuk ke atas, ke ketiak si prajurit, memutar-mutar bilahnya. Darah hangat mengaliri
tangannya, tapi prajurit itu tampak tidak menyadarinya. Dunia meledak dalam
bercak-bercak warna berpendar ketika, si prajurit membenturkan kepala Roran ke tanah.
Sekali. Dua kali. Tiga kali. Roran mengangkat panggulnya, berusaha melemparkan
tubuh si prajurit tanpa berhasil. Buta dan putus asa, ia mengiris tempat yang ia duga
wajah si prajurit berada dan merasa bilah belatinya merobek sesuatu yang lunak. Ia
menarik belatinya, kemudian menghunjamkannya lagi ke arah tadi, merasakan benturan
saat bilah belati menyentuh tulang. Tekanan pada leher Roran berkurang. Roran tetap
berbaring, dada naik-turun, kemudian ia berguling dan muntah, kerongkongannya terasa
terbakar. Masih tersengal dan terbatukbatuk, ia tersaruk-saruk berdiri dan melihat
prajurit tadi terkapar tak bergerak di sebelahnya, belati mencuat dari cuping hidung
sebelah kirinya. "Lukai kepala mereka!" teriak Roran, meski kerongkongannya masih
sakit. "Kepala mereka!" Ia membiarkan belatinya terkubur di cuping hidung si prajurit
dan mengambil martilnya dari tanah yang terinjak-injak di mana benda itu tergeletak,
kemudian berhenti cukup lama untuk menyambar sebatang tombak terbengkalai, yang
digenggamnya di tangan kiri yang berperisai. Melompati prajurit yang sudah tewas, ia
berlari menuju Halmar, yang juga sudah tidak berada di kudanya dan sedang bertarung
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
dengan tiga prajurit sekaligus. Sebelum para prajurit menyadari kehadirannya, Roran
menghantamkan martilnya di kepala dua prajurit pertama dengan begitu keras sehingga
helm mereka terbelah. Prajurit ketiga dibiarkannya ditangani Halmar, dan ia melompat
ke arah prajurit yang tulang dadanya telah diremukkan dan ditinggalkannya tadi. Ia
mendapati prajurit tersebut sedang duduk di roda salah satu gerobak, meludahkan
gumpalan-gumpalan darah dan sedang berusaha memasang anak panah pada sebuah
busur. Roran menusuk mata prajurit itu dengan tombak. Serpihan daging berwarna
kelabu menempel pada ujung tombak ketika ditariknya lagi. Gagasan menghampiri
Roran. Ia melemparkan tombak ke pria bertunik merah di sisi lain api unggun
terdekat-membuat tombak tertancap di dada prajurit tersebut-kemudian. Roran
menyelipkan gagang martilnya di sabuk lalu memasang anak panah pada busur milik
prajurit tadi. Menyandarkan punggung pada gerobak, Roran mulai memanahi para
prajurit yang berlarian di sekitar perkemahan, berusaha membunuh mereka dengan
tembakan untung-untungan di daerah kepala, leher, atau jantung atau untuk membuat
mereka terluka cukup parah sehingga rekan-rekannya bisa menghabisi mereka dengan
lebih mudah. Jika semua tidak berhasil, prajurit yang terluka akan mati kehabisan darah
sebelum pertempuran berakhir. Penyerangan yang tadinya penuh rasa percaya diri
berubah menjadi penuh kekacauan. Para pejuang Varden tercerai-berai dan
kebingungan, beberapa di atas kuda, beberapa di darat, sebagian besar terluka.
Setidaknya Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
lima orang, sejauh yang bisa dilihat Roran, telah tewas ketika para prajurit yang mereka
kira telah mereka bunuh bangkit kembali untuk menyerang mereka. Sulit diketahui
berapa jumlah prajurit yang masih hidup dari sekian banyak tubuh yang terlempar ke
sana kemari, tapi Roran bisa melihat jumlah mereka masih lebih banyak sekitar 25
orang dibandingkan dengan para pejuang Varden yang tersisa. Mereka bisa
mencabik-cabik kami dengan tangan kosong sementara kami berusaha menjatuhkan
mereka, ia menyadari. Dengan matanya ia mencaricari Snowfire di antara kekacauan
dan melihat kuda putih itu telah berlari agak menjauh ke arah sungai, tempat ia
sekarang berdiri dekat pohon dedalu, cuping hidungnya membesar dan kedua
telinganya merapat di kepala. Dengan panah, Roran membunuh empat prajurit lagi dan
melukai lebih dari selusin. Ketika anak panah yang dimilikinya tinggal dua, ia melihat
Carn berdiri di sisi lain perkemahan, berduel dengan seorang prajurit di sudut tenda
yang terbakar. Menarik tali busur sampai bulu anak panah menggelitik telinganya, Roran
menembak dada prajurit tersebut. Prajurit itu tersungkur, dan Carn kepalanya. Roran
melemparkan busur dan, dengan martil di tangan, berlari menghampiri Carn sambil
berseru, "Tidak bisakah kau membunuh mereka dengan sihir?" Selama sesaat, Carn
bisa tersengal, kemudian ia menggelengkan kepala dan berkata, "Semua mantra yang
kulontarkan terhalang." Cahaya dari tenda yang terbakar membuat sebelah sisi
wajahnya berpendar merah. Roran menyumpah. "Kalau begitu, bersama-sama!" ia
berseru, kemudian mengangkat perisainya. Bersisian, keduanya maju menerjang
kelompok prajurit terdekat: kumpulan yang terdiri atas delapan orang yang mengelilingi
tiga pejuang Varden. Beberapa menit berikutnya terdiri atas kelebatan senjata, daging
koyak, dan rasa sakit bagi Roran. Tenaga para prajurit itu bertahan lebih lama daripada
manusia biasa, dan mereka tidak pernah menghindari serangan, usaha mereka juga
tidak berkurang meski luka-luka mereka sungguh mengerikan. Tenaga yang dibutuhkan
untuk pertarungan itu luar biasa besar, sehingga rasa mual Roran kembali menyerang,
dan setelah prajurit kedelapan runtuh, ia membungkuk dan muntah lagi. Ia meludah
untuk menghilangkan rasa pahit di mulutnya. Seorang pejuang Varden yang tadinya
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
ingin mereka selamatkan telah tewas dalam, pertarungan itu, ginjalnya tersayat pisau,
tapi dua pejuang yang masih berdiri bergabung dengan Roran dan Carn, dan
bersama-sama, mereka menyerang sekelompok prajurit lagi. "Desak mereka ke arah
sungai!" teriak Roran. Air dan lumpur akan membuat gerakan para prajurit itu terbatas
dan mungkin bakal memberi keuntungan bagi para anggota Varden yang memiliki
pijakan lebih kering. Tidak jauh dari mereka, Martland berhasil mengumpulkan dua belas
pejuang Varden yang masih berada di punggung kuda, dan mereka sudah melakukan
apa yang diusulkan Roran: menggebah para prajurit ke arah air yang berkilauan.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Para prajurit dan beberapa pengemudi gerobak yang masih hidup melawan. Mereka
mendesakkan perisai-perisai mereka kepada pejuang Varden yang berada di darat.
Mereka menusukkan tombak ke pejuang yang berkuda. Tapi meski perlawanan mereka
sengit, kelompok Varden mampu mendorong mereka selangkah demi selangkah
sampai para pria bertunik merah itu berdiri di air yang mengalir deras sampai setinggi
lutut, setengah buta oleh cahaya terang yang memancar langsung ke arah mereka.
"Jaga barisan!" teriak Martland, turun dari kudanya dan berdiri dengan kaki terbuka lebar
di tepi sungai. "Jangan biarkan mereka naik lagi ke darat!" Roran menjatuhkan diri
dalam posisi setengah merangkak, menekan tumit pada tanah yang empuk sampai
merasa pijakannya mantap, kemudian menunggu sampai prajurit yang berdiri di dalam
air dingin beberapa kaki di depannya untuk menyerang. Sambil meraung, si prajurit
melangkah mengarungi air dangkal sambil mengibaskan pedang kepada Roran, yang
ditangkis Roran dengan perisainya. Roran membalas serangan dengan hantaman
martilnya, tapi si prajurit berhasil menangkis dengan perisainya sendiri, lalu
mengarahkan pedang ke kaki Roran. Selama beberapa detik, keduanya Saling
menghantam, tapi tidak ada yang mampu melukai satu sama lain. Kemudian Roran
meremukkan lengan bawah kiri prajurit tersebut, membuatnya tersungkur ke belakang
beberapa langkah. prajurit itu hanya tersenyum dan mengeluarkan suara tawa datar
yang menakutkan. Roran bertanya-tanya apakah ia atau rekan-rekannya akan bisa
selamat malam ini. Mereka lebih sulit dibunuh daripada ular. Kami bisa
memotongmotong mereka jadi serpihan, dan mereka akan tetap menyerang kecuali
kami mengenai bagian tubuh mereka yang vital. Pikiran selanjutnya lenyap ketika
prajurit itu menyerang lagi, pedangnya yang beralur tampak mengilat seperti lidah api
dalam terpaan cahaya remang. Sejak detik itu, pertempuran menjadi bagaikan mimpi
burukbagi Roran. Cahaya aneh yang menakutkan menjadikan air dan para prajurit
tampak ganjil, warna-warna mereka menjadi pudar dan bayang-bayang mereka berupa
bentuk panjang dan tajam pada permukaan air yang teruss bergerak, sementara di
seberang dan sekeliling mereka, kegelapan malam tidak terganggu. Lagi dan lagi, Roran
menangkis serangan para prajurit yang tersaruk-saruk di air untuk membunuhnya,
menghantamkan martil kepada mereka sehingga tidak lagi bisa dikenali sebagai
manusia, tapi tetap saja mereka tidak mau mati. Dengan setiap pukulan, titik-titik darah
hitam menodai permukaan sungai, seperti tumpahan tinta, yang kemudian dibawa arus
deras. Kemonotonan pertarungan itu membuat Roran kebas dan ketakutan. Tidak peduli
seberapa kerasnya ia memukul, selalu ada prajurit cacat yang siap menghunus dan
mengirisnya dengan pedang. Dan pria-pria mengerikan yang mengeluarkan gelak tawa
tersebut tahu mereka sudah mati tapi tetap akan menyerupai orang yang masih hidup
bahkan setelah para pejuang Varden merusak tubuh mereka. Kemudian terjadi
keheningan. Roran tetap berjongkok di balik perisainya dengan martil setengah
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
terangkat, tersengal dan basah kuyup oleh keringat dan darah. Semenit berlalu sebelum
ia sadar tidak ada yang berdiri di air di depannya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri tiga kali,
tidak mampu menerima kenyataan bahwa para prajurit itu memang sudah benar-benar,
positif, sungguh-sungguh mati. Sesosok mayat mengambang melewatinya di air yang
gemerlapan. Teriakan tak jelas keluar dari mulutnya ketika ada tangan yang
mencengkeram lengannya. Ia memutar tubuh, meraung dan menarik tangannya, hanya
untuk melihat Carn di sebelahnya. Perapal mantra yang letih dan penuh noda darah itu
sedang bicara. "Kita menang, Roran! Eh" Mereka mati! Kita sudah menaklukkan
mereka!" Roran membiarkan kedua lengannya terjatuh lemas dan mendongakkan
kepala, bahkan terlalu letih untuk duduk. Ia merasa... ia merasa indra-indranya ekstra
tajam sekarang, tapi emosinya terkuras dan teredam, bersembunyi jauh di dalam
dirinya. Ia lega karenanya; jika tidak, ia akan jadi gila. "Berkumpul dan periksa
gerobak-gerobak!" teriak Martland. "Semakin cepat kalian bergerak, semakin cepat kita
bisa meninggalkan tempat terkutuk ini! Carn, tangani Welmar. Aku tidak suka melihat
luka menganganya itu." Dengan mengerahkan kemauan sekuat tenaga, Roran berbalik
dan menyeret langkah di tepi sungai menuju gerobak terdekat. Mengerjapkan mata
untuk mengusir titik-titik keringat yang menetes dari dahinya, ia melihat bahwa dari
jumlah mereka semula, hanya Sembilan yang masih bisa berdiri. Ia menyingkirkan
pikiran itu dari benaknya. Berkabungnya nanti saja, jangan sekarang. Ketika Martland
Redbeard melangkah melintasi daerah perkemahan yang penuh mayat bergelimpangan,
seorang prajurit yang dikira Roran telah mati membalikkan tubuh dan, dari tanah,
memotong tangan kanan sang Earl sampai putus. Dengan gerakan yang begitu gemulai
sehingga tampak dilatih sebelumnya, Martland menendang pedang dari genggaman si
prajurit, kemudian menekan leher si prajurit dengan lutut dan, menggunakan 500 tangan
kiri, mengeluarkan belati dari sabuk dan menusuk prajurit itu di telinga, membunuhnya.
Dengan wajah merah berkerut kesakitan, Martland menjepit pergelangan tangannya
yang menganga di ketiak kirinya dan mengusir semua orang yang bergegas
menghampirinya. "Tinggalkan aku! Ini bukan luka serius. periksa gerobak-gerobak itu!
Kalau kalian para siput tidak bekerja dengan cepat, kita akan berada di sini begitu lama
sehingga janggutku bakal jadi seputih salju. Ayo bergerak!" Ketika Carn menolak untuk
bergerak, Martland menggeram dan berteriak, "pergi kau, atau aku akan menderamu
karena membangkang dari pemimpinmu, aku bersumpah!" Carn memegang tangan
Martland yang terputus. "Aku mungkin masih bisa memasangnya kembali, tapi aku
butuh beberapa menit." "Ah, terkutuk, kemarikan itu!" seru Martland, dan menyambar
tangannya dari tangan Carn. Ia memasukkannya ke saku tuniknya. "Berhenti
meributkanku dan bantu Welmar serta Lindel jika kau bisa. Kau bisa mencoba
menyambung tanganku kembali jika kita sudah berjarak beberapa mil dari para monster
ini." "Tapi mungkin akan sudah terlambat," protes Carn.
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
"Itu tadi perintah, penyihir, bukan permintaan!" bentak Martland. Ketika Carn sang Earl
menggunakan giginya untuk mengikat ujung tunik pada pergelangan tangannya yang
buntung, yang kemudian dijepitnya lagi di bawah lengan kiri. "Baiklah! Benda-benda
terkutuk apa yang diangkut oleh gerobak-gerobak itu?" "Tali!" seseorang berseru.
"Wiski!" seseorang lain berseru. Martland mendengus. "Ulhart, kau catat jumlahnya
untukku." Roran membantu yang lain saat mereka mengobrak-abrik setiap gerobak,
menyerukan isinya kepada Ulhart. Setelah itu, mereka membunuh kerbau-kerbau dan
membakar gerobak-gerobak, seperti sebelumnya. Kemudian kudakuda dikumpulkan
dan ditunggangi, dan mereka berusaha menaikkan para pejuang yang terluka ke pelana
masing-masing Ketika mereka siap berangkat, Carn ke pancaran cahaya di langit dan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
menggumamkan kata yang panjang dan rumit. Malam menyelubungi perkemahan.
Menatap ke atas, Roran melihat sisa-sisa citra wajah Carn antara bintang-bintang yang
bercahaya pucat, dan ketika matanya sudah terbiasa dalam kegelapan, ia melihat ribuan
sosok kelabu ngengat kebingungan yang bertemperasan di langit seperti
bayang-bayang jiwa manusia. Dengan hati yang terasa berat, Roran menyentuhkan
tumit pada sisi perut Snowfire dan berderap pergi meninggalkan sisa-sisa iring-iringan
gerobak. DARAH DI BEBATUAN Merasa frustrasi, Eragon berderap keluar dari
ruangan bundar yang berada jauh di dalam tanah di tengah-tengah Tronjheim. Pintu
kayu ek terbanting menutup di belakangnya dengan suara berdebum diiringi gema.
Eragon berdiri berkacak pinggang di tengah-tengah koridor beratap lengkung di luar
ruangan dan memelototi lantai, yang berupa ubin mosaik dari batu akik dan jadi
berbentuk persegi. Sejak ia dan Orik tiba di Tronjheim, tiga hari yang lalu, ketiga belas
ketua klan kurcaci tidak melakukan apa-apa selain berdebat tentang masalah yang
dianggap Eragon tidak penting, seperti Clan mana yang berhak membawa ternak
mereka merumput di lapangan yang sedang disengketakan. Saat ia mendengarkan para
ketua mau mendebatkan bagian-bagian samar dalam kitab undang-undang mereka,
Eragon merasa ingin menjerit dan berkata mereka adalah orang-orang buta bodoh yang
akan menenggelamkan seluruh Alagaesia dalam malapetaka di bawah pimpinan
Galbatorix kecuah jika mereka mengesampingkan masalah remeh mereka dan memilih
pemimpin baru tanpa ditunda lagi. Masih tenggelam dalam pikirannya sendiri, Eragon
melangkah perlahan-lahan menyusuri koridor, hampir tidak menyadari empat pengawal
yang mengikutinya-selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi-atau para kurcaci yang
dijumpainya di koridor, yang menyapanya dengan ucapan
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
Di antara mereka semua, yang terburuk adalah Iorunn, Eragon memutuskan. Kurcaci
wanita itu adalah grimstborith Durgrimst Vrenshrrgn, klan yang kuat dan gemar
berperang, dan wanita kurcaci itu sudah jelas-jelas menyatakan ia akan menduduki
tahkta. Hanya satu klan lain, Urzhad, yang secara terang-terangan mendukung Lorunn,
tapi seperti yang telah ditunjukkannya beberapa kali dalam pertemuan antara ketua
clan, ia cerdas, cerdik, dan mampu memutar balikkan keadaan menjadi keuntungannya.
Ia mungkin akan menjadi ratu yang hebat, Eragon mengakui, tapi ia terlalu sulit
ditebak sehingga mustahil diperkirakan apakah ia akan mendukung kaum Varden begitu
ia bertakhta. Eragon tersenyum kecut. Ia selalu merasa canggung jika bicara dengan
Lorunn. Kaum kurcaci menganggapnya cantik sekali, dan bahkan bagi mata manusia, ia
memang tampak menarik. Dan ia tampaknya memiliki ketertarikan khusus pada Eragon
yang tidak bisa dimengerti pemuda itu. Dalam setiap percakapan yang terjadi di antara
mereka, ia selalu menyindir sejarah dan mitologi kaum kurcaci yang tidak dipahami
Eragon, tapi tampaknya sangat menghibur Orik dan kurcaci lain. Selain lorunn, dua
ketua klan lain muncul sebagai saingan untuk memperebutkan takhta: Gannel, ketua
Durgrimst Quan, dan Nado, ketua Durgrimst Knurlcarathn. Sebagai penjaga agama
Brisingr Serial The Inheritance Cycle 3 Karya Christopher Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaum kurcaci, clan Quan memegang pengaruh besar bagi ras mereka, tapi sejauh ini,
Gannel hanya berhasil mendapat dukungan dua clan lain, Durgrimst Ragni Hefthyn dan
Durgrimst Ebardac-klan yang mengabdikan hidup mereka demi penelitian ilmiah.
Sebaliknya, Nano telah membentuk koalisi yang lebih besar, beranggotakan clan
Feldunost, Fanghur, dan Az Sweldn rak Anhuin. Sementara lorunn hanya menginginkan
takhta demi kekuasaan yang akan ia dapatkan selamanya, dan Gannel tidak tampak
memusuhi Varden- meski ia tidak menunjukkan persahabatan pada keduanya-Nado
terang-terangan membenci semua bentuk hubungan dengan Eragon, Nasuada,
Kekaisaran, Galbatorix, Ratu Islanzadi, atau, sejauh yang bisa dilihat Eragon, semua
Brisingr (The Inheritance Cycle 3) karya Christopher Paolini
makhluk hidup di luar Pegunungan Beor. Knurlcarathn adalah klan pengrajin batu dan,
soal kemahiran serta bahan baku, tidak ada yang bisa mengalahkan mereka, karena
semua clan lain bergantung pada keahlian mereka menggali terowongan dan
membangun tempat tinggal. Bahkan clan Ingeitum membutuhkan clan Knurlcarathn
untuk menambang besi yang diperlukan pengrajin logam mereka. Dan jika usaha Nado
untuk merebut takhta tampak tidak berjalan mulus, Eragon tahu banyak pemimpin yang
Saputangan Gambar Naga 2 Pendekar Rajawali Sakti 204 Titah Sang Ratu Pisau Terbang Li 12