Pencarian

Peperangan Raja Raja 15

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 15


tengah-tengah kerumunan pengemis, pelacur yang berjalanjalan, dan istri nelayan yang menjual hasil tangkapan. Bisnis
para istri nelayan itu lebih ramai dibandingkan gabungan
semua usaha lain. Para pembeli mengerubuti tong-tong dan
kios untuk menawar siput, kerang, dan ikan pike sungai.
Tanpa adanya bahan makanan lain yang tiba di kota, harga
ikan sepuluh kali lipat ketimbang sebelum perang, dan terus
meningkat. Mereka yang punya koin datang ke sungai setiap
pagi dan petang, berharap bisa membawa pulang seekor belut
atau sepanci kepiting merah; yang tak punya uang menyelinap
di antara kios berharap bisa mencuri, atau berdiri dengan
kondisi kurus dan merana di bawah dinding-dinding.
Jubah emas sudah membuka jalan menembus
kerumunan, mendesak orang-orang ke samping dengan
gagang tombak. Tyrion berusaha sekuat tenaga mengabaikan
makian pelan. Seekor ikan melayang dari keramaian, licin dan
busuk. Ikan itu mendarat di kakinya dan hancur berkepingkeping. Tyrion melangkahinya dengan hati-hati dan memanjat
naik pelana. Anak-anak berperut buncit sudah berkelahi
memperebutkan ikan bau tersebut.
Di atas kuda, dia menatap ke sepanjang tepi sungai.
Dentang palu bergema di udara pagi saat para tukang kayu
828 mengerumuni Gerbang Lumpur, mempertinggi pagar kayu di
atas dinding pertahanan.Proyek itu berjalan lancar. Dia lebih
tak senang melihat bangunan-bangunan bobrok yang dibiarkan
berdiri di belakang dermaga, menempel di dinding-dinding
kota mirip teritip di lambung kapal; kios pancing dankedai
makanan, gudang, kios pedagang, kedai minum, gubuk tempat
pelacur murah membuka kakinya. Semuanya harus disingkirkan,
seluruhnya.Kalau dibiarkan seperti sekarang, Stannis nyaris tak
perlu memanjat tangga untuk menyerbu dinding kota.
Dipanggilnya Bronn mendekat. "Kumpulkan seratus
orang dan bakar semua yang kaulihat di antara tepi sungai dan
tembok kota." Dia melambaikan jemari pendek gemuknya,
mencakup kekumuhan tepi sungai. "Aku tak mau ada satu pun
yang masih berdiri, mengerti?"
Prajurit bayaran berambut hitam itu menoleh,
mempertimbangkan tugasnya. "Pemiliknya takkan menyukainya." "Aku tak pernah membayangkan mereka suka. Biarlah;
mereka akan punya bahan lain untuk mengutuk iblis kera kecil
yang jahat." "Sebagian mungkin melawan."
"Pastikan mereka kalah."
"Apa yang kita lakukan dengan mereka yang tinggal di
sini?" "Beri mereka waktu yang cukup untuk mengeluarkan
barang-barang, lalu suruh mereka pergi. Usahakan jangan
membunuh siapa pun, mereka bukan musuh. Dan jangan ada
lagi perkosaan! Kendalikan orang-orangmu, berengsek!"
"Mereka prajurit bayaran, bukan septon," sahut Bronn.
"Lain kali kau akan bilang padaku menginginkan mereka tak
mabuk." "Itu tak ada ruginya."
Tyrion hanya bisa berharap dia bisa mempertinggi
dinding kota dua lipat dan mempertebalnya tiga kali lipat.
Walaupun mungkin itu tak ada artinya. Dinding tebal dan
829 menara tinggi tak menyelamatkan Storm"s End, begitu juga
Harrenhal, bahkan Winterfell.
Dia teringat Winterfell saat terakhir kali melihatnya. Tak
seluasHarrenhal, juga tak tampak solid dan tak tergoyahkan
seperti Storm"s End, tapi ada kekuatan besar dalam batubatu tersebut, sensasi bahwa dalam dinding-dinding tersebut
seseorang mungkin merasa aman. Kabar tentang jatuhnya
kastel tersebut sangat mengejutkan. "Para dewa memberi
dengan satu tangan dan mengambil dengan yang sebelah
lagi," gumamnya pelan begitu Varys memberitahunya. Mereka
memberikan Harrenhal pada Klan Stark dan mengambil
Winterfell, pertukaran yang muram.
Jelas sekali dia seharusnya gembira. Robb Stark kini
terpaksa berbalik ke utara. Jika dia tak mampu mempertahankan
rumah dan wilayahnya, dia sama sekali bukan raja. Itu artinya
penangguhan hukuman bagi barat, bagi Klan Lannister, tapi...
Tyrion hanya samar-samar mengingat Theon Greyjoy
selama dia tinggal bersama keluarga Stark. Pemuda bau kencur,
selalu tersenyum, mahir memanah; sulit membayangkan dia
sebagai Lord Winterfell. Lord Winterfell selalu seorang Stark.
Dia teringat hutan sakral mereka; pohon sentinel tinggi
yang bersenjatakan duri kelabu-hijau, ek besar, hawthorn,
ash, pinus prajurit, dan di tengah-tengah tumbuh pohon
utama yang tegak seperti raksasa pucat yang membeku dalam
waktu. Tyrion hampir bisa mencium aroma tempat itu, alami
dan suram, aroma abad demi abad, dan dia teringat betapa
gelap hutan itu bahkan sewaktu hari terang. Hutan itu adalah
Winterfell. Itulah utara. Belum pernah aku merasa salah tempat
seperti yang kualami ketika pergi ke sana, penyusup yang sangat
tak disambut. Dia bertanya-tanya apa Klan Greyjoy juga akan
merasakan itu. Kastel tersebut boleh saja menjadi milik
mereka, tapi hutan sakral takkan pernah. Tidak dalam waktu
setahun, atau sepuluh, atau lima puluh tahun.
Tyrion mengarahkan kuda perlahan menuju Gerbang
Lumpur. Winterfell tidak ada artinya bagimu, dia mengingatkan
diri sendiri. Kau harusnya lega tempat itu telah jatuh, dan urus
830 dinding-dindingmu sendiri. Gerbang terbuka. Di dalamnya, tiga
pelontar trebuchet tegak bersebelahan di dalam alun-alun pasar,
mengintip melewati dinding pertahanan persis tiga burung
raksasa. Lengan pelontarnya terbuat dari batang Old Oak,
dan dililit dengan besi agar tak pecah. Jubah emas menamai
mereka Tiga Pelacur sebab ketiganya akan menyambut Lord
Stannis dengan penuh nafsu. Atau begitulah harapan kami.
Tyrion menyentuhkan tumit ke kudanya dan
mencongklang melewati Gerbang Lumpur, melewati
gelombang manusia. Begitu melewati Tiga Pelacur, keramaian
menipis dan jalan membuka di sekitarnya.
Perjalanan kembali ke Kastel Merah lancar, tapi di
Menara Tangan Kanan Raja dia menemukan selusin kapten
pedagang yang berang telahmenunggu di ruang pertemuan
untuk memprotes penyitaan kapal-kapal mereka. Dia meminta
maaf dengan tulus dan menjanjikan kompensasi begitu perang
usai. Hal itu tak terlalu memuaskan mereka. "Bagaimana kalau
kau kalah, my lord?" tanya salah satu orang Bravoos.
"Kalau begitu tuntut saja kompensasi kalian pada Raja
Stannis." Pada saat mereka pergi, lonceng telah berbunyi dan
Tyrion sadar dia akan terlambat ke acara pelantikan.Dia
terkedek-kedek hampir berlari menyeberangi pekarangan
dan memasuki bagian belakang kuil kastel sewaktu Joffrey
memasangkan jubah sutra putih di bahu dua anggota terbaru
Pengawal Raja-nya. Ritual tersebut kelihatannya mengharuskan
semua orang berdiri, maka Tyrion tak melihat apa-apa selain
dinding bokong para penghuni istana. Di sisi lain, begitu
Septon Agung yang baru selesai membimbing kedua kesatria
mengucapkan ikrar dan mengurapi mereka atas nama Tujuh
Wajah, posisinya memungkinkan dia yang pertama keluar
pintu. Dia menyetujui pilihan kakaknya agar Ser Balon Swann
menempati posisi Preston Greenfield yang tewas. Keluarga
Swann adalah para lord Perbatasan, terhormat, berkuasa, dan
waspada. Lord Gulian Swann yang mengaku sakit tetap berada
831 di kastelnya, tak mengambil bagian dalam perang, tapi putra
sulungnya mendampingi Renly dan kini Stannis, sedangkan
Balon, yang lebih muda, melayani di King"s Landing.
Seandainya dia punya putra ketiga, Tyrion menduga anak itu
akan bersama Robb Stark. Barangkali itu mungkin bukan cara
yang paling terhormat, tapi menunjukkan kebijaksanaan; siapa
pun yang memenangkan Takhta Besi, Klan Swann berniat
untuk bertahan. Selain berdarah bangsawan, Ser Balon muda
pemberani, sopan, dan mahir bertarung; lihaimemakai tombak,
hebat menggunakan gada berduri, terampil menangani busur.
Dia akan melayani dengan kehormatan dan keberanian.
Meskipun begitu, Tyrion tak bisa mengatakan hal yang
sama untuk pilihan kedua Cersei. Ser Osmund Kettleblack
tampak cukup tangguh. Tingginya 180 sentimeter, berurat
dan kekar, sedangkan hidung bengkok, alis lebat, dan janggut
cokelat berbentuk sekopnya memberi kesan ganas di wajahnya,
asalkan dia tak tersenyum. Terlahir sebagai rakyat jelata, tak
lebih daripada kesatria merdeka, peningkatan status Kettleblack
sepenuhnya tergantung pada Cersei, yang tak diragukan itulah
alasannya sang kakak memilih dia. "Ser Osmund setia dan
berani," kata sang kakak pada Joffrey ketika mengajukan
namanya. Sayangnya, itu benar. Ser Osmund yang baik telah
menjual rahasia Cersei pada Bronn sejak dipekerjakan, tapi
Tyrion jelas tak bisa memberitahukan itu pada Cersei.
Tyrion berpikir dia seharusnya tak boleh mengeluh.
Penunjukan itu memberinya satu lagi telinga yang dekat
dengan Raja, tanpa sepengetahuan kakaknya. Dan walaupun
seandainya Ser Osmund terbukti penakut, dia takkan lebih
parah ketimbang Ser Boros Blount, yang saat ini mendekam
di penjara bawah tanah di Rosby. Ser Boros tengah mengawal
Tommen dan Lord Gyles ketika Ser Jacelyn Bywater dan
pasukan jubah emasnya mengejutkan mereka, dan dia
menyerahkan tanggung jawabnya dengan kesigapan yang
pasti membuat Ser Barristan Selmy tua murka demikian pula
Cersei; seorang kesatria Pengawal Raja harusnya mati demi
membela Raja dan keluarga kerajaan. Kakaknya berkeras agar
Joffrey melucuti jubah putihnya atas dasar pengkhianatan dan
832 kepengecutan. Dan sekarang Cersei menggantikannya dengan lelaki
lain yang sama kosongnya.
Doa, ikrar, dan pengurapan sepertinya menyita sebagian
besar pagi. Kaki Tyrion mulai pegal. Dia mengalihkan bobot
tubuh dari satu kaki ke kaki satunya, gelisah. Tyrion melihat
Lady Tanda berdiri beberapa baris di depan, tapi putrinya tak
ada. Dia setengah berharap melihat sekilas Shae. Kata Varys,
Shae baik-baik saja tapi dia lebih suka menyaksikannya sendiri.
"Lebih baik jadi pelayan seorang lady daripada jongos,"
kata Shae saat Tyrion menceritakan rencana si orang kasim.
"Boleh aku membawa sabuk bunga perak dan kalung emas
dengan berlian hitam yang katamu mirip dengan mataku" Aku
takkan memakainya kalau kau melarang."
Meskipun benci harus mengecewakan Shae, Tyrion
terpaksa mengingatkan bahwa walaupun Lady Tanda bukan
perempuan pintar, dia pasti bertanya-tanya bila pelayan
kamar putrinya sepertinya memiliki lebih banyak perhiasan
daripada putrinya. "Pilih dua atau tiga gaun, tak lebih," dia
memerintahkan. "Wol yang bagus, jangan sutra, jangan
kain mengilap, dan jangan bulu. Sisanya akan kusimpan di
ruanganku untukmu saat kau mengunjungiku." Bukan itu
jawaban yang diinginkan Shae, tapi setidaknya gadis itu aman.
Ketika pelantikan akhirnya selesai, Joffrey melangkah ke
luar diapit Ser Balon dan Ser Osmund dengan jubah putih
baru mereka, sedangkan Tyrion tetap tinggal untuk berbicara
dengan Septon Agung baru (yang adalah pilihannya, dan cukup
bijak untuk mengetahui siapa yang memberinya makan).
"Aku ingin para dewa memihak kita," kata Tyrion blakblakan
padanya. "Katakan pada mereka bahwa Stannis bersumpah
akan membakar Kuil Agung Baelor."
"Benarkah itu, my lord?" tanya Septon Agung, lelaki kecil
cerdik dengan janggut putih tipis dan wajah keriput.
Tyrion mengedikkan bahu. "Mungkin saja. Stannis
membakar hutan sakral di Storm"s End sebagai persembahan
kepada Penguasa Cahaya. Jika dia menyerang dewa-dewa lama,
buat apa dia membiarkan yang baru" Katakan itu pada mereka.
833 Katakan pada mereka bahwa siapa saja yang berpikir untuk
membantu perebut takhta mengkhianati para dewa sekaligus
raja yang sah." "Akan kulakukan, my lord. Dan akan kuperintahkan
mereka berdoa demi kesehatan Raja serta Tangan Kanannya."
Hallyne sang Pawang Api sudah menunggu saat Tyrion
kembali ke ruangannya, dan Maester Frenken membawa pesan.
Dia membiarkan alkemis itu menunggu sedikit lebih lama
selama dia membaca kabar yang dibawakan raven. Ada surat
lama dari Doran Martell, memperingatkannya bahwa Storm"s
End telah jatuh, dan kabar yang jauh lebih menarik dari Balon
Greyjoy di Pyke, yang menyebut dirinya sebagai Raja Kepulauan
dan Utara. Dia mengundang Raja Joffrey agar mengirim
utusan ke Kepulauan Besiuntuk membenahi perbatasan antara
kerajaan mereka dan merundingkan kemungkinan bersekutu.
Tyrion membaca surat itu tiga kali lalu menyisihkannya.
Kapal-kapal panjang Lord Balon bakal sangat membantu
melawan armada yang berlayar dari Storm"s End, tapi mereka
ribuan kilometer jauhnya di sisi Westeros yang salah, dan
Tyrion sangat tak yakin dia ingin membagi separuh kerajaan.
Mungkin sebaiknya kuceritakan ini pada Cersei, atau membawanya
ke majelis. Baru kemudian dia menerima Hallyne yang mengabarkan
jumlah terbaru dari para alkemis. "Mana mungkin jumlahnya
benar," komentar Tyrion sambil menekuri catatan transaksi.
"Hampir tiga belas ribu botol" Apa kau menganggapku tolol"
Aku tak mau mengeluarkan emas Raja untuk botol kosong dan
wadah berisi sampah yang disegel lilin, kuperingatkan kau."
"Tidak, tidak," cicit Hallyne, "jumlahnya akurat, aku
bersumpah. Kita, hmm, sangat beruntung, Tuanku Tangan
Kanan Raja. Satu lagi ruang penyimpanan Lord Rossart
ditemukan, lebih dari tiga ratus botol. Di bawah Sarang
Naga! Beberapa pelacur memanfaatkan reruntuhan itu untuk
menghibur pelanggannya, dan salah satunya menginjak
lantai lapuk dan terjerumus ke ruang bawah tanah. Ketika
834 menemukan botol-botol itu, dia menganggapnya anggur.
Dia sangat mabuk sampai-sampai memecahkan segel dan
menenggak sebagian isinya."
"Dulu pernah ada pangeran yang mencobanya," ucap
Tyrion datar. "Aku belum pernah melihat ada naga terbang


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di atas kota, jadi sepertinya kali ini juga tak berfungsi." Sarang
Naga di puncak bukit Rhaenys sudah telantar selama satu
setengah abad. Menurut Tyrion itu lokasi yang tepat untuk
menyimpan api liar, lebih bagus dibandingkan kebanyakan
tempat lain, tapi bukankahlebih baik jika mendiang Lord
Rossart memberitahu seseorang. "Tiga ratus botol, katamu"
Tapi masih belum sesuai dengan jumlah total ini. Jumlah yang
kauberikan ini beberapa ribu botol lebih banyak ketimbang
perkiraan maksimal yang kaukatakan padaku ketika terakhir
kali kita bertemu." "Ya, ya, memang benar." Hallyne mengelap alis pucatnya
dengan lengan jubah hitam-dan-merah tuanya. "Kami bekerja
sangat keras, Tuanku Tangan Kanan Raja, hmmm."
"Itu menjelaskan kenapa kalian membuat begitu banyak
zat ini lebih daripada sebelumnya." Sambil tersenyum, Tyrion
menatap sang pawang api dengan matanya yang tak serasi.
"Meskipun juga menimbulkan pertanyaan kenapa kalian baru
sekarang mulai bekerja keras."
Warna kulit Hallyn mirip jamur, maka sulit memastikan
bagaimana dia bisa lebih pucat lagi, tapi entah bagaimana itu
terjadi. "Kami dulu bekerja keras, Tuanku Tangan Kanan Raja,
saudara-saudaraku dan aku membanting tulang siang dan
malam sejak awal, percayalah. Hanya saja, hmmm, kami sudah
membuatnya banyak sekali sehingga kami sudah, hmmm, lebih
terlatih daripada sebelumnya, dan juga?"alkemis itu beringsut
gelisah?"mantra tertentu, hmmm, rahasia kuno ordo kami,
sangat rumit, sangat merepotkan, tapi penting jika zat itu
rencananya, hmm, harusnya..."
Tyrion makin tak sabar. Ser Jacelyn Bywater mungkin
sudah tiba sekarang, dan Tangan Besi tak senang menunggu.
835 "Ya, kalian punya mantra rahasia; bagus sekali. Ada apa?"
"Mantra itu, hmmm, sepertinya bekerja lebih baik
daripada sebelumnya." Hallyne tersenyum lemah. "Menurut
Anda di sekitar sini tidak ada naga, bukan?"
"Tidak, kecuali kau menemukan satu di bawah Sarang
Naga. Kenapa?" "Oh, maaf, aku hanya teringat sesuatu yang pernah
dikatakan Pollitor nan Arif padaku, waktu aku masih menjadi
cantrik. Aku bertanya padanya kenapa banyak sekali mantra
kami yang sepertinya, yah, tak seefektif yang tertera di perkamen,
dan katanya itu lantaran sihir mulai sirna dari dunia pada hari
naga terakhir mati."
"Maaf mengecewakanmu, tapi aku tak pernah melihat
naga. Meskipun begitu, aku melihat Algojo Raja berkeliaran.
Seandainya botol yang kaujual padaku ternyata berisi apa pun
selain api liar, kau juga akan bertemu dia."
Hallyne kabur sangat cepat sampai-sampai nyaris
menjatuhkan Ser Jacelyn"bukan, Lord Jacelyn, dia harus
mengingatnya. Tangan Besi untungnya sangat blakblakan
seperti biasa. Dia pulang dari Rosby untuk mengantarkan
pasukan penombak baru yang direkrut dari estat Lord Gyles
dan kembalimemimpin Garda Kota. "Bagaimana kabar
keponakanku?" tanya Tyrion begitu mereka selesai membahas
tentang pertahanan kota. "Pangeran Tommen sehat dan bahagia, my lord. Dia
memelihara anak rusa yang dibawa pulang anak buahku
seusai berburu. Dulu dia pernah punya anak rusa, katanya,
tapi Joffrey mengulitinya untuk dijadikan rompi kulit.
Sesekali dia menanyakan ibunya, dan sering mulai menulis
surat untuk Putri Myrcella, meski sepertinya tak pernah
menyelesaikannya. Sedangkan kakaknya, kelihatannya sama
sekali tak merindukannya."
"Kau sudah membuat pengaturan yang cocok untuknya,
seandainya kita kalah perang?"
"Orang-orangku sudah mendapatkan instruksi."
836 "Yaitu?" "Kau memerintahkanku agar tak memberitahu siapa
pun, my lord." Ucapan itu membuat Tyrion tersenyum. "Aku senang
kau ingat." Seandainya King"s Landing jatuh, dia mungkin
saja ditangkap. Lebih baik jika dia tak tahu di mana ahli waris
Joffrey mungkin berada. Varys muncul tak lama setelah Lord Jacelyn pergi.
"Manusia benar-benar makhluk yang tak bisa dipercaya,"
ucapnya sebagai pengganti sapaan.
Tyrion mendesah. "Siapa pengkhianat hari ini?"
Orang kasim itu menyerahkan perkamen pada Tyrion.
"Begitu banyak tindakan jahat, melantunkan lagu sedih bagi
usia kita. Apa kehormatan ikut mati bersama ayah kita?"
"Ayahku belum mati." Tyrion mengamati daftar itu.
"Aku kenal beberapa nama ini. Mereka orang kaya. Pedagang,
saudagar, perajin. Kenapa mereka berkonspirasi menentang
kita?" "Kelihatannya mereka yakin Lord Stannis harus
menang, dan ingin berbagi kemenangannya. Mereka menyebut
diri sebagaiWarga Bertanduk, sesuai dengan rusa jantan
bermahkota." "Harus ada yang memberitahu mereka bahwa Stannis
sudah mengubah lambangnya. Maka mereka bisa menjadi
Jantung Panas." Namun itu bukan bahan lelucon; sepertinya
Warga Bertanduk ini telah mempersenjatai beberapa ratus
pengikut untuk merebut Gerbang Tua begitu pertempuran
terjadi, dan memasukkan musuh ke kota. Di antara namanama yang tercantum dalam daftar terdapat master pembuat
senjata Salloreon. "Kurasa ini artinya aku takkan mendapatkan
helm mengerikan dengan tanduk setan," keluh Tyrion sambil
menuliskan perintah penahanan untuk lelaki itu.
j 837 THEON S esaat dia terlelap; lalu tahu-tahu dia terbangun.
Kyra meringkuk di belakangnya, satu lengan
memeluk tubuhnya, payudara menyentuh punggungnya. Dia
bisa mendengar perempuan itu bernapas, pelan dan teratur.
Seprai kusut di sekeliling mereka. Saat itu tengah malam buta.
Kamar tidur gelap dan sunyi.
Ada apa" Apa aku mendengar sesuatu" Seseorang"
Angin mendesah sayup-sayup di daun jendela. Di suatu
tempat yang jauh dia mendengar lolongan kucing kepanasan.
Tak ada suara lain. Tidur, Greyjoy, katanya pada diri sendiri.
Kastel ini sepi, kau sudah menugaskan penjaga. Di pintumu, di
gerbang, di gudang senjata.
Dia mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk,
tapi dia tak ingat sedang bermimpi. Kyra membuatnya lelah.
Sampai Theon memanggilnya, gadis itu menjalani delapan belas
tahun hidupnya di kota musim dingin tanpa pernah sekali pun
menginjakkan kaki ke balik dinding kastel. Kyra menemuinya
dengan penuh hasrat, bersemangat, dan selincah musang, dan
jelas ada sesuatu yang menggairahkan dari meniduri gadis
kedai minum di ranjang Lord Eddard Stark sendiri.
838 Kyra menggumam dengan mengantuk sewaktu Theon
menyelinap ke luar dari bawah lengannya dan berdiri. Beberapa
bongkah bara masih menyala di perapian. Wex berbaring di
lantai di kaki ranjang, meringkuk di dalam jubah dan tidur
pulas. Tak ada yang bergerak. Theon melangkah ke jendela dan
membuka penutupnya. Malam menyentuhnya dengan jemari
dingin, dan bulu-bulu di kulit telanjangnya meremang. Dia
bersandar di birai batu dan menatap ke arah menara gelap,
pekarangan kosong, langit hitam, dan lebih banyak bintang
daripada yang bisa dihitung manusia seandainya dia hidup
sampai seratus tahun. Bulan separuh mengambang di atas
Menara Lonceng dan menerakan pantulannya di atap rumahrumah kaca. Dia tak mendengar peringatan, suara, bahkan
langkah kaki. Semuanya baik-baik saja, Greyjoy. Dengar kesunyian ini"
Kau seharusnya mabuk oleh kegembiraan. Kau mengambil alih
Winterfell dengan kurang dari tiga puluh orang, pencapaian yang
patut dijadikan lagu. Theon kembali ke ranjang. Dia akan
menelentangkan Kyra dan menidurinya lagi, itu pasti bisa
mengusir imajinasinya. Suara terkesiap dan kikikan Kyra akan
menyela keheningan ini. Langkahnya terhenti. Dia sudah terbiasa dengan
lolongan direwolf sehingga nyaris tak pernah mendengarnya
lagi... tapi sebagian dirinya, naluri seorang pemburu,
mendengar ketiadaan suara itu.
Urzen berdiri di luar pintunya, lelaki kekar dengan perisai
bulat disandang di punggung. "Para serigala tak bersuara,"
kata Theon padanya. "Periksa apa yang mereka lakukan, dan
langsung kembali." Membayangkan direwolf berkeliaran bebas
membuatnya gelisah. Dia teringat hari di hutan serigala ketika
beberapa wildling menyerang Bran. Summer dan Grey Wind
mencabik-cabik mereka. Sewaktu dia menyodok Wex dengan tumit botnya, bocah
itu duduk dan mengusap-usap mata. "Pastikan Bran Stark dan
adiknya di tempat tidur, cepatlah."
839 "M"lord?" panggil Kyra mengantuk.
"Tidurlah lagi, ini tak ada urusannya denganmu."
Theon menuang secawan anggur untuk diri sendiri dan
menenggaknya. Selama itu pula dia terus memasang telinga,
berharap mendengar lolongan. Terlalu sedikit orang, pikirnya
muram. Orangku terlalu sedikit. Jika Asha tidak datang...
Wex kembali dengan cepat, menggeleng-geleng. Sambil
memaki, Theon mengambil tunik dan celananya di lantai
tempat dia menjatuhkannya saat terburu-buru bersama Kyra. Di
atas tunik, dia memakai rompi kulit bertabur besi, menyelipkan
pedang panjang dan belati di pinggang. Rambutnya seliar
hutan, tapi dia punya masalah yang lebih besar.
Ketika itulah Urzen kembali. "Serigala-serigalanya
hilang." Theon memberitahu diri sendiri bahwa dia harus dingin
dan penuh pertimbangan seperti Lord Eddard. "Bangunkan
seisi kastel," perintahnya. "Giring mereka ke pekarangan,
semuanya, kita cari tahu siapa saja yang menghilang. Dan
suruh Lorren memeriksa gerbang-gerbang. Wex, ikut aku."
Dia bertanya-tanya apa Stygg sudah tiba di Deepwood
Motte. Lelaki itu bukan penunggang mahir seperti yang
diklaimnya"tak seorang pun manusia besi yang ahli berkuda"
tapi dia sudah pergi cukup lama. Asha mungkin sudah dalam
perjalanan. Dan kalau dia sampai tahu aku kehilangan keluarga
Stark...Itu terlalu menakutkan untuk dipikirkan.
Kamar tidur Bran kosong, begitu juga kamar Rickon di
bawahnya. Theon memaki diri sendiri. Dia seharus menyuruh
penjaga mengawal mereka, tapi dia memutuskan lebih penting
menugaskan orang-orangnya menjaga dinding dan melindungi
gerbang daripada mengasuh sepasang anak kecil yang salah
satunya cacat. Di luar dia mendengar isakan penghuni kastel
yang dibangunkan paksa dari tidur dan digelandang ke
pekarangan. Aku akan memberi mereka alasan untuk menangis.
Aku memperlakukan mereka dengan baik, dan begini cara mereka
840 membalasku. Dia bahkan memerintahkan dua anak buahnya
dicambuk hingga berdarah lantaran memerkosa gadis pengurus
kandang, untuk menunjukkan pada mereka bahwa dia berniat
bersikap adil. Tetapi mereka tetap menyalahkanku atas perkosaan
tersebut. Dan peristiwa lainnya. Dia menganggap itu tidak adil.
Mikken membunuh diri sendiri dengan mulutnya, sama seperti
Benfred. Sedangkan Chayle, dia harus mempersembahkan
seseorang pada Dewa Terbenam, anak buahnya mengharapkan
itu. "Aku tidak menaruh dendam padamu," katanya pada sang
septon sebelum mereka melemparkannya ke sumur, "tapi kau
dan dewa-dewamu tak punya tempat lagi di sini sekarang." Dia
mengira yang lain mungkin berterima kasih dia tak memilih
salah satu dari mereka, tapi nyatanya tidak. Dia bertanya-tanya
berapa banyak dari mereka yang menjadi bagian dari rencana
melawannya ini. Urzen kembali bersama Lorren Hitam. "Gerbang
Pemburu," kata Lorren. "Lebih baik lihat sendiri."
Gerbang Pemburu terletak di dekat kandang dan dapur,
mengarah langsung ke padang dan hutan, memungkinkan
penunggang kuda datang dan pergi tanpa perlu melewati kota
musim dingin, karenanya disukai oleh rombongan pemburu.
"Siapa yang mengawal di sini?" tuntut Theon.
"Drennan dan Squint."
Drennan-lah yang dulu memerkosa Palla. "Kalau sampai
mereka membiarkan bocah-bocah itu melarikan diri, kali
ini punggung mereka akan kukuliti tak cuma sedikit, aku
bersumpah." "Tidak perlu melakukan itu," sahut Lorren Hitam
singkat. Lagi pula sudah tak ada lagi kulit punggung. Mereka
menemukan Squint mengambang tertelungkup di parit
pertahanan, isi perutnya mengapung di belakangnya persis
sarang ular pucat. Drennan terkapar setengah telanjang di kubu
gerbang, di ruang jaga tempat jembatan gantung dioperasikan.
Lehernya digorok. Tunik koyak menyembunyikan luka setengah
841 sembuh di punggungnya, tapi sepatu botnya yang buru-buru
dilepas terpencar, dan celananya tersangkut kaki.Ada keju di
meja kecil di dekat pintu, di samping kendi kosong. Dan dua
cawan. Theon mengambil salah satu dan mengendus sisa anggur
di dasarnya. "Squint tadi di jalan dinding, bukan?"
"Aye," jawab Lorren.
Theon melemparkan cawan ke perapian. "Menurutku
Drennan menurunkan celana untuk meniduri perempuan itu
ketika dia ditikam. Dengan pisau kejunya sendiri, kelihatannya.
Ambil penjolok dan keluarkan si bodoh yang satu lagi dari
parit." Si bodoh yang satu lagi kondisinya jauh lebih parah
ketimbang Drennan. Setelah Lorren Hitam menariknya ke
luar air, mereka melihat sebelah lengannya dicabik lepas dari
siku, separuh lehernya hilang, dan ada lubang bergerigi tempat
pusar dan selangkangannya dulu berada. Penjolok menembus
perutnya saat Lorren menariknya mendekat. Baunya bukan
main. "Direwolf," kata Theon. "Dua-duanya, sepertinya."


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan jijik dia kembali ke jembatan gantung. Winterfell
dikelilingi dua dinding granit tinggi, dengan parit pertahanan
luas di antaranya. Dinding luar tingginya 25 meter, dinding
dalam lebih dari 30 meter. Karena kekurangan orang, Theon
terpaksa mengabaikan pertahanan luar dan menugaskan
pengawal di sepanjang dinding dalam yang lebih tinggi. Dia
tak berani mengambil risiko mereka berada di sisi seberang
parit pertahanan seandainya penghuni kastel memberontak
melawannya. Pasti ada dua orang atau lebih, dia memutuskan. Sementara
yang perempuan menghibur Drennan, yang lain membebaskan
serigala. Theon meminta obor dan memimpin mereka menaiki
tangga menuju jalan dinding. Dia mengarahkan api rendahrendah di depannya, mencari... itu dia. Di sisi dalam dinding
842 kastel dan di ceruk pemanah yang terletak di antara dua
puncak dinding yang mencuat. "Darah," dia mengumumkan,
"dibersihkan buru-buru. Kuperkirakan, perempuan itu
membunuh Drennan dan menurunkan jembatan gantung.
Squint mendengar derak rantai, datang untuk menengok, dan
hanya sampai sejauh ini. Mereka mendorong mayatnya lewat
ceruk pemanah ke parit pertahanan supaya tak ditemukan
oleh penjaga lain." Urzen memandang sepanjang dinding. "Menara-menara
jaga lain tak jauh. Aku melihat obor menyala?"
"Obor, tapi tak ada penjaga," sahut Theon jengkel.
"Winterfell memiliki menara jaga lebih banyak daripada orangorangku."
"Empat penjaga di gerbang utama," ucap Lorren Hitam,
"dan lima berpatroli menjaga dinding selain Squint."
Urzen berkata, "Seandainya dia membunyikan
sangkakala?" Aku dilayani oleh orang-orang bodoh. "Coba bayangkan
seandainya kau di atas sini, Urzen. Udara gelap dan dingin. Kau
sudah berpatroli berjam-jam, menantikan akhir jam tugasmu.
Kemudian kau mendengar suara dan kau pergi ke gerbang,
kemudian mendadak kau melihat mata di puncak tangga,
bersinar hijau dan emas diterangi obor. Dua bayangan melesat
menghampirimu lebih cepat daripada yang dapat kaupercaya.
Kau melihat kilatan gigi, dan mulai menyiapkan tombak, lalu
mereka menubruk dan merobek perutmu, menembus rompi
kulit seolah itu hanya kain pembungkus keju." Didorongnya
Urzen keras-keras. "Dan sekarang kau terkapar, isi perutmu
tumpah ke luar, dan salah satu dari mereka mengatupkan gigi
di lehermu." Theon mencengkeram leher kerempeng lelaki
itu, mengeratkan jemarinya, dan tersenyum. "Katakan padaku,
kapan kau punya waktu untuk meniup sangkakala keparatmu?"
Didorongnya Urzen menjauh dengan kasar, membuatnya
terhuyung mundur menabrak dinding benteng yang menjulang.
Urzen mengusap-usap leher. Seharusnya aku memerintahkan agar
843 binatang buas itu dibunuh begitu kami mengambil alih kastel, pikir
Theon berang. Aku sudah menyaksikan mereka membunuh, aku
tahu betapa berbahayanya mereka.
"Kita harus mengejar mereka," kata Lorren Hitam.
"Tidak saat gelap." Theon tak menyukai gagasan
mengejar direwolf di hutan pada malam hari; pemburu bisa
dengan mudah menjadi buruan. "Kita tunggu sampai hari
terang. Sampai saat itu, sebaiknya aku berbicara pada rakyatku
yang setia." Di pekarangan, kerumunan lelaki, perempuan, dan
anak-anak yang gelisah didesak berdiri menempel di dinding.
Banyak yang tak sempat berpakaian; mereka menutupi tubuh
dengan selimut wol, atau meringkuk telanjang di balik jubah
dan mantel kamar. Selusin manusia besi mengelilingi mereka,
obor di sebelah tangan dan senjata di tangan yang satu lagi.
Angin bertiup kencang, dan cahaya jingga yang berkedip-kedip
terpantul di helm baja, janggut tebal, dan mata yang tak ramah.
Theon mondar-mandir di depan tawanan, mengamati
wajah demi wajah. Mereka semua tampak bersalah di matanya.
"Berapa banyak yang menghilang?"
"Enam." Tengik melangkah ke belakangnya, beraroma
sabun, rambut panjangnya berkibar diterpa angin. "Kedua
Stark, si bocah rawa dan kakaknya, si tolol dari istal, dan
perempuan wildling-mu."
Osha. Dia sudah curiga begitu melihat cawan kedua.
Seharusnya aku lebih bijak untuk tidak memercayai yang satu itu.
Dia sama ganjilnya dengan Asha. Nama mereka saja mirip.
"Sudah ada yang memeriksa istal?"
"Kata Aggar tak ada kuda yang hilang."
"Dancer masih di tempatnya?"
"Dancer?" Tengik mengernyit. "Kata Aggar semua kuda
ada di sana. Hanya si tolol yang menghilang."
Kalau begitu mereka berjalan kaki. Itu berita terbaik
yang didengarnya sejak dia terbangun. Bran di keranjangnya
di punggung Hodor, sudah pasti. Osha harus menggendong
844 Rickon; kaki kecil bocah itu takkan mampu berjalan jauh.
Theon yakin dia akan segera menemukan mereka lagi. "Bran
dan Rickon telah melarikan diri," katanya pada penghuni
kastel, memperhatikan mata mereka. "Siapa yang tahu ke mana
mereka pergi?" Tak ada yang menjawab. "Mereka tak mungkin
lolos tanpa bantuan," lanjut Theon. "Tanpa makanan, pakaian,
senjata." Dia telah mengunci seluruh pedang dan kapak
di Winterfell, tapi jelas ada beberapa yang disembunyikan
darinya. "Aku mau nama-nama mereka yang membantunya.
Semua yang berlagak tak melihat." Satu-satunya suara yang
terdengar hanya angin. "Begitu matahari terbit, aku akan
membawa mereka kembali." Dia mengaitkan ibu jari di sabuk
pedang. "Aku butuh pemburu. Siapa yang menginginkan kulit
serigala yang hangat dan bagus untukmusim dingin" Gage?"
Juru masak itu dulu selalu menyapanya dengan riang setiap dia
pulang dari berburu, bertanya apakah dia membawa buruan
untuk dimasak, tapi kini Gage membisu. Theon melangkah
kembali ke tempat semula, mengamati wajah-wajah mereka
mencari tanda-tanda rasa bersalah sekecil apa pun. "Alam liar
bukan tempat bagi orang cacat. Dan Rickon, yang masih sangat
muda, berapa lama dia kuat bertahan di luar sana" Nan, coba
pikir betapa ketakutannya dia." Perempuan tua itu mengobrol
dengannya selama sepuluh tahun, menceritakan kisah-kisah
tanpa akhir, tapi kini dia melongo menatap Theon seolah
dia orang asing. "Aku bisa saja membunuh setiap lelaki di
sini dan menyerahkan yang perempuan pada prajuritku demi
kesenangan mereka, tapi aku malah melindungi kalian. Inikah
rasa terima kasih yang kalian berikan?" Joseth yang mengurus
kudanya, Farlen yang mengajarinya semua pengetahuan
tentang anjing, istri Barth pembuat bir yang mendapatkan
keperjakaannya"tak seorang pun dari merekayang sudi
menemui tatapannya. Mereka membenciku, dia menyadari.
Tengik mendekat. "Kuliti mereka," desaknya. "Lord
Bolton, dia sering berkata manusia telanjang punya beberapa
rahasia, tapi manusia yang dikuliti tak punya rahasia apa-apa."
845 Lelaki tanpa kulit adalah lambang Klan Bolton, Theon
tahu; berabad-abad lalu, para lord mereka memakai jubah dari
kulit musuh yang tewas. Sejumlah keluarga Stark berakhir
seperti itu. Seharusnya praktik itu berakhir seribu tahun lalu,
begitu Klan Bolton bertekuk lutut pada Winterfell. Atau
begitulah kata mereka, tapi cara-cara lama sulit diakhiri, seperti yang
kuketahui benar. "Tak akan ada orang yang dikuliti di utara selama
aku menguasai Winterfell," ucap Theon nyaring. Hanya aku
pelindung kalian terhadap orang-orang seperti dia, Theon ingin
berteriak. Dia tak boleh blakblakan seperti itu, tapi mungkin
beberapa orang cukup cerdas untuk mengambil pelajaran.
Langit berubah kelabu di atas dinding-dinding kastel.
Fajar tak lama lagi. "Joseth, pasang pelana Smiler dan seekor
kuda untukmu. Murch, Gariss, Poxy Tym, kalian juga ikut."
Murch dan Gariss adalah pemburu terbaik di kastel, dan Tym
pemanah andal. "Aggar, Rednose, Gelmarr, Tengik, Wex."
Dia perlu anak buahnya untuk menjaganya. "Farlen, aku
membutuhkan anjing pemburu, dan kau yang menangani
mereka." Pengurus anjing yang berewokan itu bersedekap. "Dan
kenapa aku mau memburu tuan-tuanku yang sejati, dan masih
kecil pula?" Theon mendekat. "Aku tuanmu yang sejati sekarang,
dan orang yang menjaga Palla tetap aman."
Dia melihat perlawanan padam di mata Farlen.
"Aye,m"lord."
Theon mundur, mengedarkan pandang mencari siapa
lagi yang mungkin bisa ditambahkannya. "Maester Luwin," dia
mengumumkan. "Aku tak tahu apa-apa soal berburu."
Memang tidak, tapi aku tak memercayaimu di kastel tanpa
kehadiranku. "Kalau begitu sudah waktunya kau belajar."
"Izinkan aku ikut. Aku mau jubah kulit serigala."
Seorang anak melangkah maju, tak lebih tua daripada Bran.
846 Theon butuh waktu sejenak untuk mengingat siapa dia. "Aku
sudah sering berburu," kata Walder Frey. "Rusa merah dan elk,
bahkan babi hutan." Sepupunya menertawakannya. "Dia berkuda untuk
berburu babi hutan dengan ayahnya, tapi mereka melarangnya
dekat-dekat babi hutan."
Theon menatap ragu bocah itu. "Ikutlah kalau mau,
tapi kalau kau tak bisa mengimbangi kami, jangan berpikir
aku akan mengasuhmu." Dia berpaling pada Lorren Hitam.
"Winterfell milikmu selama aku pergi. Jika kami tak kembali,
lakukan apa pun yang kau mau." Orang-orang sialan itu harus
mendoakan keberhasilanku.
Mereka berkumpul di dekat Gerbang Pemburu
begitu cahaya pucat pertama matahari menyapu puncak
Menara Lonceng, napas mereka membeku di udara dingin
pagi. Gelmarr melengkapi diri dengan kapak panjang yang
jangkauannya memungkinkan dia menyerang sebelum serigala
menerkamnya. Bilahnya cukup berat untuk membunuh
dengan sekali pukul. Aggar memakai pelindung kaki dari
baja. Tengik tiba membawa tombak pembunuh babi hutan
dan karung tukang cuci yang penuh sesak entah apa isinya.
Theon membawa busur; dia tak butuh yang lain. Dia pernah
menyelamatkan nyawa Bran dengan sebatang anak panah. Dia
berharap tak perlu mengambil nyawa itu dengan anak panah
lain, tapi jika memang harus, dia akan melakukannya.
Sebelas lelaki, dua anak-anak, dan selusin anjing
menyeberangi parit pertahanan. Di balik dinding luar, jejakjejak itu terlihat jelas di tanah gembur; tapak kaki serigala,
langkah berat Hodor, jejak lebih dangkal dari kedua Reed
bersaudara. Begitu tiba di bawah pepohonan, tanah berbatu
dan daun-daun gugur membuat jejak itu lebih sulit terlihat,
tapi saat itu anjing merah Farlen sudah menemukan bau
mereka. Anjing lain tak jauh di belakang, mengendus-endus
dan menggonggong, sepasang anjing mastiff yang sangat besar
berada di belakang. Ukuran dan keganasan mereka mungkin
847 membuat perbedaan saat menghadapi serigala yang terpojok.
Dia menduga Osha mungkin melarikan ke selatan
menuju Ser Rodrik, tapi jejak mereka mengarah ke utara lewat
barat daya, ke tengah-tengah hutan serigala. Theon sama sekali
tak menyukainya. Akan jadi ironi yang pahit bila anak-anak
Stark berhasil mencapai Deepwood Motte dan mengantarkan
diri tepat ke tangan Asha. Lebih baik mereka mati, pikir Theon
getir. Lebih baik terlihat kejam daripada tolol.
Sulur-sulur kabut pucat melilit pepohonan. Sentinel dan
pinus prajurit tumbuh lebat di sekitar sini, dan tak ada yang
segelap dan sesuram hutan hijau sepanjang tahun. Medannya
tak rata, dan daun pinus yang gugur menyembunyikan
kelunakan tanah dan membuat pijakan berbahaya bagi kudakuda, jadi mereka terpaksa berjalan perlahan. Tapi, tak selamban
orang yang membawa anak cacat, atau perempuan ceking jahanam
yang menggendong bocah empat tahun di punggung. Dia menyuruh
diri sendiri untuk bersabar. Dia akan mendapatkan mereka
sebelum hari ini berakhir.
Maester Luwin berderap menghampirinya selagi mereka
mengikuti jejak buruan di sepanjang bibir jurang. "Sejauh ini
berburu sepertinya tak berbeda dengan berkuda di hutan, my
lord." Theon tersenyum. "Ada kemiripannya. Tapi dengan
berburu, ada darah pada akhirnya."
"Haruskah begitu" Pelarian ini sangat konyol, tapi apa
kau takkan mengampuni mereka" Saudara angkatmulah yang
kita cari." "Tak ada anak-anak Stark selain Robb yang
memperlakukanku seperti saudara, tapi Bran dan Rickon lebih
bernilai bagiku jika mereka hidup daripada mati."
"Hal yang sama berlaku bagi anak-anak Reed. Moat
Cailin terletak di tepi rawa. Lord Howland dapat membuat
pendudukan pamanmu bagaikan kunjungan ke neraka kalau
dia mau, tapi selama kau menahan ahli warisnya dia terpaksa
menahan diri." 848 Theon tidak mempertimbangkan itu. Sebenarnya, dia
nyaris tak memikirkan para manusia lumpur sama sekali,
selain mengamati Meera satu atau dua kali dan bertanya-tanya
apa gadis itu masih perawan. "Mungkin kau benar. Kami akan
mengampuni mereka kalau bisa."
"Dan Hodor juga, kuharap. Dia bodoh, kau tahu itu. Dia
hanya melakukan yang diperintahkan. Berapa kali dia merawat
kudamu, menyabuni pelanamu, menggosok zirahmu?"
Hodor tak ada artinya bagi Theon. "Kalau dia tak
melawan, kami akan membiarkannya hidup." Theon
menudingkan satu jari. "Tapi kalau kau mengucapkan satu kata
pun soal mengampuni wildling itu, kau boleh mati bersamanya.
Dia bersumpah padaku, dan sekarang dia mengencinginya."
Sang maester menelengkan kepala. "Aku tidak akan
meminta maaf untuk pelanggar sumpah. Lakukan apa yang
harus. Aku berterima kasih untuk belas kasihmu."
Belas kasih, pikir Theon sementara Luwin kembali
mundur. Itu jebakan sialan. Terlalu banyak berbelas kasih dan
mereka menyebutmu lemah, terlalu sedikit dan kau dianggap monster.
Namun dia tahu, sang maester memberinya pertimbangan
bagus. Ayahnya hanya berpikir soal penaklukan, tapi apa
hebatnya menguasai sebuah kerajaan apabila tak mampu


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempertahankannya" Kekuatan dan ketakutan hanya bisa
memberikan kesuksesan yang ada batasnya.Sayang sekali Ned
Stark memboyong putri-putrinya ke selatan; kalau tidak Theon
bisa menikahi salah satunya. Sansa juga gadis kecil yang manis,
dan sekarang mungkin sudah matang untuk dinikahi. Namun
gadis itu ribuan kilometer jauhnya, dalam cengkeraman Klan
Lannister. Sayang sekali.
Hutan makin liar. Pinus dan sentinel digantikan oleh
pohon-pohon ek gelap besar. Jalinan semak hawthorn menutupi
selokan dan lubang berbahaya. Bukit-bukit batu menjulang
dan melandai. Mereka melewati pondok petani penggarap,
telantar dan ditumbuhi semak-semak, dan mengitari tambang
tempat air yang menggenang berkilau kelabu mirip baja. Ketika
849 para anjing mulai menyalak keras, Theon menduga buronan
sudah dekat. Dia memacu Smiler dan berderap menyusul, tapi
yang ditemukannya hanya karkas rusa elk muda... atau apa yang
tersisa dari itu. Dia turun dari kuda untuk mengamati lebih jelas.
Rusa itu masih segar, jelas sekali ulah serigala. Para anjing
mengendus-endusnya penuh semangat, dan salah seekor mastiff
menggigit kaki rusa itu sampai Farlen berseru menyuruhnya
menjauh. Tak ada bagian binatang ini yang dijagal, Theon
menyadari. Para serigala makan, manusia tidak. Meskipun Osha
tak mau mengambil risiko menyalakan api, dia seharusnya
mengambil sebagian dagingnya. Tak masuk akal membiarkan
daging segar sebanyak ini agar membusuk. "Farlen, kau yakin
kita mengikuti jejak yang benar?" desak Theon. "Apa mungkin
anjing-anjingmu mengejar serigala yang salah?"
"Anjing-anjingku cukup mengenal bau Summer dan
Shaggy." "Semoga saja. Demi kebaikanmu."
Tak sampai satu jam kemudian, jejak mengarah ke lereng
menuju sungai berlumpur yang meluap oleh hujan belakangan
ini. Di sanalah para anjing kehilangan jejak. Farlen dan
Wex menyeberang bersama anjing-anjing dan kembali seraya
menggeleng-geleng sementara para binatang menyisir mondarmandir tepian seberang, mengendus-endus. "Mereka masuk ke
sini, my lord, tapi aku tak tahu di mana mereka keluar," kata
pengurus anjing itu. Theon turun dari kuda dan berlutut di samping sungai.
Dia mencelupkan tangan di dalamnya. Airnya dingin. "Mereka
takkan lama-lama di dalam sini," ucapnya. "Bawa anjing-anjing
ke hilir, aku akan ke hulu?"
Wex bertepuk tangan keras-keras.
"Ada apa?" tanya Theon.
Bocah bisu itu menunjuk. Tanah di dekat air lunak dan berlumpur. Jejak yang
ditinggalkan para serigala cukup jelas. "Tapak kaki, benar.
Lalu?" 850 Wex menapakkan tumit di lumpur dan memutarmutarnya. Menciptakan lubang dalam.
Joseth mengerti. "Lelaki seukuran Hodor seharusnya
meninggalkan jejak dalam di lumpur ini," katanya. "Ditambah
lagi dengan bobot bocah di punggungnya. Tapi jejak sepatu bot
yang ada hanya milik kita. Lihat saja sendiri."
Dengan tertegun, Theon melihat bahwa itu benar.
Hanya para serigala yang memasuki genangan air cokelat itu.
"Osha pasti berputar balik ke belakang kita. Sebelum elk itu,
sepertinya. Dia menyuruh serigala pergi sendiri, berharap kita
mengejar mereka." Dia berbalik mendadak dan mengancam
pemburunya. "Kalau kalian berdua mempermainkanku?"
"Hanya ada satu jejak, my lord, aku bersumpah," kata
Gariss membela diri. "Dan direwolf takkan pernah berpisah
dari anak-anak. Tidak dalam waktu lama."
Memang benar, pikir Theon. Summer dan Shaggydog
boleh saja pergi berburu, tapi cepat atau lambat mereka akan
kembali ke Bran dan Rickon. "Gariss, Murch, bawa empat
anjing dan berbalik, cari di mana kita kehilangan mereka.
Aggar, kau awasi mereka, aku tak mau ada tipuan. Farlen dan
aku akan mengikuti jejak direwolf. Tiup sangkakala begitu
menemukan jejak. Dua tiupan jika melihat binatang itu
sendiri. Begitu kita tahu ke mana keduanya pergi, mereka akan
membawa kita kembali ke tuan mereka."
Theon membawa Wex, bocah Frey, dan Gynir Hidung
Merah untuk menyisir daerah hulu. Dia dan Wex berkuda
di satu sisi sungai, Rednose dan Walder Frey di sisi seberang,
masing-masing didampingi sepasang anjing pemburu. Serigala
itu bisa saja keluar di sisi sungai yang mana pun. Theon
mengamati jejak, tapak kaki, ranting patah, petunjuk apa
pun mengenai di mana direwolf tersebut mungkin keluar dari
air. Dia menemukan jejak rusa, elk, dan luak dengan cukup
mudah. Wex mengejutkan seekor serigala betina yang minum
di sungai, dan Walder menakuti tiga kelinci dari sesemakan
dan berhasil memanah seekor. Mereka menemukan jejak cakar
851 beruang menggeragau pohon birch yang tinggi. Namun sama
sekali tak ada tanda-tanda kehadiran direwolf.
Sedikit lebih jauh lagi, kata Theon pada diri sendiri. Setelah
ek itu, setelah tanjakan itu, setelah kelokan sungai berikutnya, kami
akan menemukan sesuatu di sana. Dia terus melanjutkan lama
setelah dia sadar dia seharusnya kembali, kecemasan yang
meningkat menggerogoti perutnya. Sudah tengah hari ketika
dia memutar kepala Smiler dengan jijik dan menyerah.
Entah bagaimana Osha dan bocah-bocah celaka itu
mengelabuinya. Seharusnya mustahil, tidak dengan berjalan
kaki, dibebani anak cacat dan anak kecil. Setiap jam yang
berlalu meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan
berhasil melarikan diri. Jika mereka tiba di satu desa... Penduduk
utara takkan pernah menolak putra-putra Ned Starks, adik
Robb. Mereka akan punya tunggangan untuk mempercepat
perjalanan, makanan. Orang-orang akan melawan demi
kehormatan melindungi mereka. Seluruh utara akan bersatu
mendukung mereka. Serigala-serigala itu pergi ke hilir, itu saja. Dia mencengkeram
erat-erat pikiran tersebut. Jalang merah ituakan mengendus tempat
mereka keluar dari sungai dan kami akan mengejar mereka lagi.
Tetapi begitu bergabung dengan rombongan Farlen,
sekali menatap wajah pengurus anjing itu sudah cukup untuk
menghancurkan harapan Theon hingga berkeping-keping.
"Satu-satunya manfaat anjing-anjing itu adalah sebagai umpan
beruang," tukasnya berang. "Seandainya aku punya beruang."
"Bukan salah anjingnya." Farlen berlutut di antara
seekor mastiff dan jalang merahnya yang berharga, memegang
keduanya masing-masing dengan satu tangan. "Air mengalir
tak menyimpan bau, m"lord."
"Serigala-serigala itu pasti keluar dari sungai di suatu
tempat." "Tentu saja. Hulu atau hilir. Jika kita terus mencari, kita
akan menemukannya, tapi ke arah mana?"
"Aku baru tahu serigala berlari di sungai sampai berkilo852
kilometer," kata Tengik. "Manusia mungkin bisa. Jika tahu
sedang dikejar, dia mungkin bisa. Tapi serigala?"
Tetapi Theon bertanya-tanya. Binatang itu tak seperti
serigala biasa. Aku seharusnya menguliti makhluk-makhluk terkutuk
tersebut. Cerita serupa terulang lagi begitu mereka bergabung
lagi dengan Gariss, Murch, dan Aggar. Para pemburu telah
menelusuri ulang jejak mereka sampai setengah jalan ke
Winterfell tanpa menemukan satu pun tanda di mana
rombongan Stark mungkin berpisah jalan dengan direwolf.
Anjing pemburu Farlen tampak frustrasi seperti tuan mereka,
mengendus-endus pohon dan batu dengan murung dan
menyalak jengkel pada satu sama lain.
Theon tak mau mengakui kekalahan. "Kita kembali ke
sungai. Cari lagi. Kali ini kita pergi sejauh mungkin."
"Kita takkan menemukan mereka," ujar bocah Frey itu
tiba-tiba. "Selama pemakan katak bersama mereka. Manusia
lumpur itu licik, mereka takkan bertarung seperti manusia
normal, mereka mengendap-endap dan memakai anak panah
beracun. Kita tak pernah melihat mereka, tapi mereka melihat
kita. Siapa saja yang memasuki rawa mengejar mereka bakal
tersesat dan tak pernah keluar lagi. Rumah mereka bergerak,
bahkan kastel seperti Greywater." Dia melirik guguppepohonan
hijau yang mengelilingi mereka di semua sisi. "Mereka bisa saja
di luar sana saat ini, mendengarkan semua ucapan kita."
Farlen tertawa untuk menunjukkan pendapatnya
terhadap ucapan Walder Frey. "Anjing-anjingku pasti mencium
mereka dalam semak-semak. Menyerbu mereka sebelum kau
sempat kentut, Nak."
"Pemakan katak baunya tak mirip manusia," Frey
bersikukuh. "Mereka berbau rawa, mirip katak, pohon, dan
air kotor. Lumut tumbuh di ketiak mereka bukannya bulu, dan
mereka bisa hidup tanpa makan apa-apa selain lumpur dan
bernapas di air rawa."
Theon berniat mengatakan apa yang sebaiknya dilakukan
853 Frey dengan dongeng dari ibu susunya sewaktu Maester Luwin
angkat bicara. "Menurut sejarah, orang-orang rawa dekat
dengan anak-anak hutan ketika penatap masa depan mencoba
mendatangkan sihir palu air ke Neck. Mungkin saja mereka
memiliki pengetahuan rahasia."
Tiba-tiba saja hutan rasanya jauh lebih gelap
dibandingkan sebelumnya, seakan awan berarak menutupi
matahari. Bocah konyol menceritakan kisah konyol itu biasa,
tapi maester seharusnya bijaksana. "Satu-satunya anak yang
kupedulikan adalah Bran dan Rickon," sahut Theon. "Kembali
ke sungai. Sekarang."
Sejenak dia menduga mereka takkan patuh, tapi akhirnya
kebiasaan lama mengambil alih. Mereka menurut dengan
murung, tapi tetap patuh. Bocah Frey itu segelisah kelinci yang
ditakutinya tadi. Theon menempatkan orang di kedua sisi
sungai dan mengikuti arus. Mereka berkuda berkilo-kilometer,
berjalan perlahan dan hati-hati, turun untuk membimbing
kuda saat melewati medan yang berbahaya, menyuruh anjing
yang cocok-untuk-umpan-beruang mengendus setiap semak.
Ketika pohon tumbang membendung aliran air, para pemburu
terpaksa memutari kolam hijau dalam, tapi jika direwolf itu
melakukan hal yang sama mereka tak meninggalkan jejak apa
pun. Kelihatannya, makhluk itu terus berenang. Begitu aku
menangkap mereka, mereka boleh berenang sepuas-puasnya. Akan
kuberikan keduanya pada Dewa Terbenam.
Saat hutan mulai menggelap, Theon Greyjoy sadar dia
kalah. Entah orang-orang rawa itu memang menguasai sihir
anak-anak hutan, atau Osha mengelabui mereka dengan
siasat wildling. Dia mendesak mereka untuk terus melanjutkan
meski telah senja, tapi begitu cahaya terakhir memudar Joseth
akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berkata, "Ini siasia, my lord. Kita akan membuat kuda lemah, mematahkan
kakinya." "Joseth benar," ujar Maester Luwin. "Meraba-raba hutan
diterangi obor takkan menghasilkan apa-apa."
854 Theon bisa merasakan pahit di belakang
kerongkongannya, dan perutnya mirip sarang ular yang melilit
dan saling menggigit. Jika dia merangkak kembali ke Winterfell
dengan tangan kosong, sekalian saja dia memakai kostum
warna-warni dan topi runcing; seantero utara akan tahu bahwa
dia badut. Dan kalau ayahku mendengar, dan Asha...
"Pangeran." Tengik mendekatkan kudanya. "Mungkin
keluarga Stark tak pernah melewati jalan ini. Kalau jadi
mereka, aku pasti pergi ke utara dan timur, mungkin. Menuju
Klan Umber. Mereka pengikut Stark yang setia. Tapi wilayah
mereka masih jauh. Anak-anak itu barangkali berlindung di
suatu tempat yang lebih dekat. Mungkin aku tahu di mana."
Theon menatapnya curiga. "Katakan."
"Kau tahu penggilingan tua, yang berdiri di sungai
Sungai Biji Ek" Kami berhenti di sana waktu aku digiring ke
Winterfell sebagai tahanan. Istri pemilik penggilingan menjual
jerami untuk kuda-kuda kami sementara kesatria tua itu sibuk
berkotek-kotek dengan anak-anaknya. Mungkin bocah-bocah
Stark bersembunyi di sana."
Theon tahu penggilingan itu. Dia bahkan pernah tidur
dengan istri pemilik penggilingan itu satu atau dua kali. Tak
ada yang istimewa pada itu, atau pada perempuan itu. "Kenapa
di sana" Ada selusin desa dan kubu pertahanan di dekatnya."
Rasa geli berkilau di mata pucat itu. "Kenapa" Nah,
tidak ada yang tahu. Tapi mereka di sana, aku punya firasat."
Dia mulai muak dengan jawaban licik lelaki itu. Bibirnya
mirip dua cacing bersetubuh. "Apa maksudmu" Kalau kau
merahasiakan sesuatu darik?"
"Pangeran?" Tengik turun dari kuda, dan mengisyaratkan
agar Theon melakukan hal yang sama. Setelah keduanya berdiri
di tanah, dia membuka karung pakaian yang dibawanya dari
Winterfell. "Coba lihat ini."
Sudah makin sulit untuk melihat. Theon memasukkan
tangan ke karung dengan tak sabar, meraba-raba di antara
bulu lembut dan wol kasar yang gatal. Ujung tajam menusuk
855 kulitnya, dan jemarinya menggenggam sesuatu yang dingin dan
keras. Dia mengeluarkan bros kepala serigala, perak dan batu
jet. Dia langsung mengerti. Tangannya mengepal. "Gelmar,"
panggilnya, bertanya-tanya siapa yang bisa dipercaya. Tak seorang
pun. "Aggar. Rednose. Ikut kami. Yang lain boleh pulang ke
Winterfell bersama para anjing. Aku tidak butuh mereka lagi.
Sekarang aku tahu di mana Bran dan Rickon bersembunyi."
"Pangeran Theon," Maester Luwin memohon, "kau
masih ingat janjimu" Belas kasih, katamu."
"Belas kasih itu tadi pagi," sahut Theon. Lebih baik
ditakuti daripada ditertawakan. "Sebelum mereka membuatku
marah." j 856 JON M ereka bisa melihat api itu pada malam hari, berpendar
di sisi gunung mirip bintang jatuh. Bersinar lebih merah
daripada bintang lain, dan tak berkelip, meskipun terkadang
berkobar terang dan sesekali meredup hingga tak lebih dari
percikan yang jauh, suram dan samar.
Satu kilometer di depan dan dua ribu kaki ke atas, Jon
menilai, dan ditempatkan dengan strategis untuk melihat apa saja


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bergerak di celah di bawahnya.
"Pengintai di Celah Lolongan," yang tertua di antara
mereka bertanya-tanya. Semasa muda, dia pernah menjadi
squire raja, maka para saudara hitam memanggilnya Squire
Dalbridge. "Apa kiranya yang ditakuti Mance Rayder?"
"Jika dia tahu mereka menyalakan api, akan dikulitinya
bajingan malang itu," komentar Ebben, lelaki botak dan kekar
yang ototnya mirip sekarung batu.
"Api adalah kehidupan di atas sana," kata Qhorin Jemari
Buntung, "tapi bisa juga jadi kematian." Atas perintahnya,
mereka tak mengambil risiko menyalakan api sejak memasuki
pegunungan. Mereka menyantap daging asin dingin, roti
keras, dan keju yang lebih keras lagi, serta tidur meringkuk di
balik tumpukan jubah dan bulu, bersyukur atas kehangatan
satu sama lain. Hal itu membuat Jon teringat malam-malam
857 dinginnya di Winterfell lama berselang, ketika dia harus
berbagi tempat tidur dengan saudara-saudaranya. Orang-orang
ini juga saudaranya, meskipun tempat tidur yang mereka bagi
terbuat dari batu dan tanah.
"Mereka pasti punya sangkakala," kata Ular Batu.
Jemari Buntung menyahut, "Sangkakala yang tak boleh
mereka tiup." "Itu pendakian berat dan tinggi pada malam hari," ucap
Ebben sambil mengamati api yang jauh itu dari celah batu yang
menaungi mereka. Langit tak berawan, pegunungan bergerigi
menjulang hitam legam hingga ke puncak, tempat mahkota
dingin salju dan es bersinar pucat di bawah cahaya bulan.
"Dan kejatuhan yang lebih tinggi lagi," komentar
Qhorin Jemari Buntung. "Dua orang, menurutku. Sepertinya
ada dua orang di atas sana, menjaga bergantian."
"Aku." Penjelajah yang dijuluki Ular Batu itu sudah
membuktikan dia pendaki terbaik di antara mereka. Memang
dia yang harus melakukannya.
"Dan aku," kata Jon Snow.
Qhorin Jemari Buntung menatapnya. Jon bisa
mendengar angin melolong saat bergetar melintasi celah tinggi
di atas mereka. Salah satu kuda garron meringkik dan mencakari
tanah tipis berbatu di gua tempat mereka berlindung."Serigala
itu tetap di sini bersama kami," ucap Qhorin. "Bulu putih
terlalu gampang terlihat di cahaya bulan." Dia berpaling ke
Ular Batu. "Setelah selesai, lemparkan bara ke bawah. Kami
akan datang begitu melihat itu jatuh."
"Sekarang waktu yang tepat untuk melakukannya," kata
Ular Batu. Mereka masing-masing membawa segulung tali
panjang. Ular Batu juga menyandang tas berisi pasak besi,
dan palu kecil yang kepalanya dibungkus kain tebal. Mereka
meninggalkan kuda, beserta helm, zirah, dan Ghost. Jon
berlutut dan membiarkan direwolf itu menggosok-gosokkan
moncong di tubuhnya sebelum bertolak. "Tetap di sini," dia
858 memerintahkan. "Aku akan kembali."
Ular Batu memimpin jalan. Dia lelaki pendek berotot,
hampir setengah abad dan berjanggut abu-abu tapi lebih
tangguh dibandingkan penampilannya, dan penglihatan
malam harinya lebih tajam daripada siapa pun yang pernah
dikenal Jon. Dia membutuhkan mata itu malam ini. Saat hari
terang, pegunungan itu biru-kelabu, diselimuti es, tapi begitu
matahari menghilang di balik puncak yang bergerigi, warnanya
berubah hitam. Kini bulan meneranginya dengan cahaya putih
dan perak. Saudara hitam bergerak menembus bayang-bayang gelap
di tengah bebatuan hitam, melewati jalan curam berliku-liku
sementara napas mereka membeku di udara kelam. Jon merasa
nyaris telanjang tanpa zirahnya, tapi dia tak merindukan
bobotnya. Perjalanan ini berat, dan lamban. Bertindak buruburu di sini bisa mengakibatkan pergelangan kaki patah atau
lebih parah lagi. Ular Batu sepertinya tahu di mana harus
menapakkan kaki seolah dipandu oleh naluri, tapi Jon harus
lebih waspada di medan yang kasar dan tak rata.
Celah Lolongan sebenarnya berupa serangkaian celah,
jalur berkelok-kelok panjang yang mendaki mengelilingi
sederet puncak yang diukir oleh angin sedingin es serta
menuruni lembah tersembunyi yang jarang bertemu matahari.
Selain rekan-rekannya, Jon tak melihat manusia lain sejak
mereka meninggalkan hutan di belakang dan mulai mendaki.
Taring Beku sekejam tempat mana pun yang diciptakan para
dewa, dan tak bersahabat dengan manusia. Angin menyayat
setajam pisau di atas sini, dan meraung pada malam hari persis
seorang ibu meratapi anak-anaknya yang terbunuh. Segelintir
pepohonan yang mereka temui berupa tumbuhan kerdil dan
ganjil yang mencuat miring dari celah dan retakan. Tonjolan
batu kerap menganjur di atas jalan setapak, dibingkai oleh
es yang menjuntai sehingga dari kejauhan tampak mirip gigi
putih panjang. 859 Meskipun demikian, Jon Snow tak menyesal ikut. Di
sini juga ada keajaiban. Dia menyaksikan matahari berkilau di
air terjun beku yang turun dari bibir tebing batu curam, dan
padang rumput di gunung yang penuh bunga liar musim gugur,
coldsnap biru, frostfire merah terang, dan rumpun rumput piper
cokelat kekuningan dan emas. Dia melongok ke dalam jurang
yang sangat dalam dan gelap sehingga kelihatannya berakhir
di suatu neraka, dan dia mengendarai kuda garron melewati
jembatan batu alam yang digerogoti angin dan tanpa pembatas
di kedua sisinya selain langit. Elang bersarang di ketinggian
dan turun untuk berburu di lembah, terbang berputar dengan
santai dengan sayap biru-kelabu besar sehingga hampir seperti
bagian dari langit. Sekali dia memperhatikan shadowcat
mengintai domba jantan, meluncur menuruni lereng gunung
mirip asap cair sampai siap menerkam.
Sekarang giliran kami menerkam. Jon berharap bisa
bergerak semantap dan sehening shadowcat itu. Longclaw
melintang di punggungnya, tapi dia mungkin tak punya ruang
untuk memakainya. Dia membawa belati dan pisau untuk
pertarungan jarak dekat. Mereka juga pasti punya senjata, dan aku
tak memakai zirah. Dia bertanya-tanya siapa yang akan menjadi
shadowcat pada akhir malam ini, dan siapa yang jadi dombanya
Lama sekali mereka menyusuri jalan setapak, mengikuti
kelokan dan tikungan yang berliku-liku di sepanjang lereng
gunung, mendaki, terus mendaki. Terkadang jalurnya memutari
gunung dan mereka tak bisa melihat api itu, tapi cepat atau
lambat apinya selalu kembali muncul. Jalur yang dipilih Ular
Batu takkan pernah bisa dilewati kuda. Di beberapa tempat,
Jon harus menempelkan punggung di dinding batu dingin
dan berjalan miring, sejengkal demi sejengkal. Bahkan di jalur
yang lebar pun berbahaya; ada celah yang cukup besar untuk
menelan kaki manusia, batu kerikil yang bisa menyandung,
lubang-lubang tempat air menggenang saat hari terang dan
membeku pada malam hari. Satu langkah demi satu langkah,
kata Jon pada diri sendiri. Satu langkah demi satu langkah, dan
860 aku takkan jatuh. Dia belum bercukur sejak meninggalkan Tinju Kaum
pertama, dan kumisnya segera saja kaku oleh es. Dua jam
mendaki, angin berembus sangat kencang sehingga dia hanya
bisa membungkuk dan berpegangan di batu, berdoa agar tak
tertiup angin hingga jatuh dari gunung. Satu langkah demi satu
langkah, dia melanjutkan setelah badai mereda. Satu langkah
demi satu langkah, dan aku takkan jatuh.
Tak lama kemudian mereka sudah cukup tinggi sehingga
menatap ke bawah sebaiknya tak dilakukan. Tidak ada apa-apa
di bawah selain kegelapan yang menganga, tak ada apa-apa di
atas selain bulan dan bintang. "Gunung adalah ibumu," kata
Ular Batu saat pendakian yang lebih mudah beberapa hari
lalu. "Bergelayutlah padanya, rapatkan wajah di dadanya, dan
dia takkan menjatuhkanmu." Jon membuatnya jadi candaan,
berkata bahwa dia selalu bertanya-tanya siapa ibunya, tapi
tak pernah menyangka akan menemukannya di Taring Beku.
Lelucon itu kini tak terlalu lucu. Satu langkah demi satu langkah,
pikirnya, berpegangan erat-erat.
Jalur sempit itu mendadak berakhir ketika granit hitam
besar mencuat dari dinding gunung. Setelah cahaya terang
bulan, bayangan batu itu begitu legam sehingga rasanya
seperti memasuki gua. "Naik lewat sini," kata penjelajah
itu pelan. "Kita akan memanjatnya." Dia membuka sarung
tangan, menyelipkannya di sabuk, melilitkan satu ujung tali
di pinggang dan ujung satunya di pinggang Jon. "Ikuti aku
begitu talinya menegang." Ular Batu tak menunggu jawaban
melainkan langsung beraksi, memanjat dengan jemari dan
kaki, lebih cepat daripada yang bisa diyakini Jon. Tali yang
panjang terurai perlahan. Jon memperhatikan dia lekat-lekat,
mengamati caranya memanjat, dan di mana dia menemukan
setiap pegangan, dan begitu lingkaran terakhir tali terurai, Jon
melepaskan sarung tangan dan mengikuti, jauh lebih perlahan.
Ular Batu menambatkan tali di tonjolan batu halus
tempatnya menunggu, tapi begitu Jon mencapainya, dia
861 melepaskan tali dan kembali melangkah. Kali ini tak ada
celah sebagai pegangan saat dia tiba di ujung tali, jadi dia
mengeluarkan palu yang kepalanya dibungkus kain dan
menghunjamkan pasak dalam-dalamdi celah batu dengan
beberapa pukulan pelan. Meskipun lemah, bunyi itu menggema
di batu begitu nyaring sehingga Jon berjengit seiring tiap
pukulan, yakin para wildling pasti mendengarnya juga. Setelah
pasak mantap, Ular Batu mengamankan tali di sana, dan Jon
mulai menyusulnya. Isap dada gunung, dia mengingatkan diri
sendiri. Jangan melihat ke bawah. Pastikan bobotmu di atas kaki.
Jangan melihat ke bawah. Tatap batu di depanmu. Ada pegangan
mantap, benar. Jangan melihat ke bawah. Aku bisa beristirahat di
langkan batu di sana, yang harus kulakukan adalah mencapainya.
Jangan pernah melihat ke bawah.
Sekali kakinya tergelincir begitu dia menumpukan
tubuh dan jantungnya berhenti berdetak, tapi para dewa
berbaik hati dan dia tak jatuh. Dia bisa merasakan dingin
merembes dari batu ke jemarinya, tapi dia tak berani memakai
sarung tangan; sarung tangan akan meleset, sekencang apa
pun kelihatannya, kain dan bulu bergeser di antara kulit dan
batu, dan di atas sini hal itu bisa membunuhnya. Tangannya
yang terbakar mulai kaku, dan tak lama kemudian mulai nyeri.
Kemudian entah bagaimana kuku ibu jarinyarobek, dan setelah
itu dia meninggalkan jejak darah di mana pun dia meletakkan
tangan. Dia berharap masih memiliki semua jarinya pada akhir
pendakian. Mereka terus bergerak naik, dan naik, dan naik, bayangbayang hitam merayap melewati dinding batu yang diterangi
bulan. Siapa pun yang berada di dasar celah bisa dengan
mudah melihat mereka, tapi gunung menyembunyikan
mereka dari pandangan para wildling di dekat api. Tetapi kini
mereka sudah dekat. Jon bisa merasakannya. Meskipun begitu,
dia tak memikirkan musuh yang menantikannya, tanpa sadar,
melainkan adiknya di Winterfell. Bran dulu senang memanjat.
Seandainya aku memiliki sepersepuluh keberaniannya.
862 Dinding gunung terputus di dua pertiga jalan ke
atas oleh retakan bergerigi di batu yang dingin.Ular Batu
mengulurkan tangan ke bawah untuk membantunya naik.
Dia sudah memakai sarung tangan lagi, jadi Jon melakukan
hal yang sama. Penjelajah itu menoleh ke kiri, dan mereka
berdua merangkak menyusuri retakan itu sejauh sekitar tiga
ratus meter, sampai bisa melihat cahaya jingga redup di balik
bibir tebing. Para wildling membuat api unggun di ceruk dangkal di
atas jalur celah yang paling sempit, dengan turunan curam di
bawah dan batu di belakang untuk melindungi diri dari angin.
Batu yang sama pula memungkinkan kedua saudara hitam
itu mendekat sampai tinggal beberapa langkah dari mereka,
merayap sampai bisa melongok ke bawah ke arah sasaran yang
harus dibunuh. Satu orang tidur, meringkuk rapat dan terbenam di
bawah tumpukan tebal lembaran kulit. Jon hanya bisa melihat
rambutnya, merah terang di bawah cahaya api. Orang kedua
duduk di dekat api, menambahkan ranting, dahan, dan
bersungut-sungut mengeluhkan angin. Orang ketiga mengawasi
celah meskipun tak banyak yang bisa dilihat, hanya lingkaran
luas kegelapan yang dikelilingi oleh pegunungan bersaput
salju. Pengintai itulah yang memegang sangkakala.
Tiga. Jon sempat ragu. Seharusnya hanya ada dua. Tapi
salah satunya tidur. Dan tak peduli jumlahnya dua atau
tiga atau dua puluh, dia tetap harus melaksanakan tujuan
kedatangannya. Ular Batu menyentuh lengannya, menunjuk
wildling yang memegang sangkakala. Jon mengangguk ke
arah yang di dekat api. Ganjil rasanya memilih korban untuk
dibunuh. Separuh hidupnya dihabiskan dengan pedang dan
perisai, berlatih untuk momen ini. Apa Robb merasa seperti ini
sebelum pertempuran pertamanya" Jon bertanya-tanya, tapi tak
ada waktu untuk merenungkannya. Ular Batu bergerak segesit
julukannya, menerjang wildling disertai hujan kerikil. Jon
menghunus Longclaw dari sarungnya dan mengikuti.
863 Sepertinya semuanya terjadi dalam satu detak jantung.
Setelahnya Jon bisa mengagumi keberanian wildling itu,
yang lebih dulu meraih sangkakala bukannya belati. Dia
berhasil mengangkatnya sampai ke bibir, tapi sebelum
sempat membunyikannya Ular Batu menepis sangkakala
itu ke samping dengan tebasan pedang pendeknya. Sasaran
Jon melompat bangkit, menyodok wajahnya dengan ranting
terbakar. Dia bisa merasakan panas api saat berkelit mundur.
Dari sudut mata, dia melihat wildling yang tidur itu bergerak,
dan dia sadar harus menghabisi lawannya dengan cepat. Ketika
ranting itu diayunkan lagi, dia menyerbu, menebaskan pedang
anak haram dengan kedua tangan. Baja Valyria menyayat
menembus kulit, bulu, wol, dan daging, tapi ketika wildling itu
terjatuh dia berputar, melepaskan pedang dari genggaman Jon.
Di tanah, wildling yang tidur tadi duduk di bawah lapisan bulu.
Jon mengeluarkan belati, menjambak rambut orang itu dan
mengarahkan ujung pisau ke bawah dagu saat selagi dia meraih
lelaki itu"bukan, perempuan"
Tangan Jon membeku. "Seorang gadis."
"Pengintai," kata Ular Batu. "Wildling. Habisi dia."
Jon bisa melihat kengerian di mata gadis itu. Darah


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melelehi leher putihnya dari tempat ujung belati menusuknya.
Satu tikaman dan semua selesai, kata Jon pada diri sendiri. Dia
sudah begitu dekat sampai bisa mencium bawang dalam napas
si gadis. Dia tak lebih tua dariku. Sesuatu padanya membuat Jon
teringat pada Arya, walaupun keduanya sama sekali tak mirip.
"Apa kau menyerah?" tanyanya, memutar belati sedikit. Dan
kalau dia tak menyerah"
"Aku menyerah?" Kata-kata gadis itu mengepul di udara
dingin. "Kau tawanan kami, kalau begitu." Dia menarik belati
dari kulit lembut leher si gadis.
"Qhorin tak bilang apa-apa soal tawanan," ujar Ular
Batu. 864 "Dia tak pernah melarang." Jon melepaskan
cengkeraman di rambut gadis itu yang beringsut mundur,
menjauhi mereka. "Dia istri tombak." Ular Batu menunjuk kapak
bertangkai panjang yang tergeletak di samping alas tidurnya.
"Dia sedang meraih itu waktu kau menyerangnya. Beri dia
sedikit kesempatan dan dia akan membenamkan itu di antara
kedua matamu." "Aku takkan memberinya kesempatan sedikit pun."
Jon menendang kapak jauh-jauh dari jangkuan si gadis. "Kau
punya nama?" "Ygritte." Tangannya mengusap leher dan darah
menempel di sana. Dia menatap cairan itu.
Jon menyarungkan belati, mengambil Longclaw dari
tubuh orang yang dibunuhnya. "Kau tawananku, Ygritte."
"Aku memberimu namaku."
"Aku Jon Snow."
Dia berjengit. "Nama jahat."
"Nama anak haram," sahut Jon. "Ayahku Lord Eddard
Stark dari Winterfell."
Gadis itu mengawasinya dengan waspada, tapi Ular Batu
terkekeh keras. "Harusnya tawanan yang memberi informasi,
ingat?" Penjelajah itu menyodokkan dahan panjang ke api.
"Bukannya dia bakal mau. Aku tahu ada wildling yang lebih
suka menggigit putus lidahnya daripada menjawab pertanyaan."
Setelah ujung dahan berkobar terang, dia maju dua langkah
dan melemparkannya ke celah. Dahan itu jatuh menembus
malam dan berputar-putar sampai lenyap dari pandangan.
"Kau harus membunuh mereka yang kaubunuh," kata
Ygritte. "Butuh api yang lebih besar untuk itu, dan api besar
menyala terang." Ular Batu berpaling, matanya memindai
kegelapan di kejauhan mencari nyala api. "Masih ada wildling
di dekat-dekat sini, bukan?"
865 "Bakar mereka," ulang Ygritte keras kepala, "atau kau
mungkin perlu membunuh mereka lagi."
Jon teringat mayat Othor dan tangan hitam dinginnya.
"Mungkin sebaiknya kita menuruti kata-katanya."
"Ada jalan lain." Ular Batu berlutut di samping lelaki
yang dibunuhnya, melepaskan jubah, sepatu bot, sabuk,
dan rompinya, lalu memanggul jasad itu di bahu kurusnya
dan membawanya ke bibir jurang. Sambil mendengus,
dia melemparkannya ke bawah. Sesaat kemudian mereka
mendengar debuk basah dan keras jauh di bawah mereka.
Pada saat itu, si penjelajah sudah melucuti mayat kedua dan
menyeret lengannya. Jon memegang kakinya dan bersama-sama
mereka mencampakkannya ke kegelapan malam.
Ygritte mengawasi dan tak berkomentar apa-apa. Jon
menyadari Ygritte lebih tua daripada dugaannya semula;
barangkali dua puluh, tapi kecil untuk usianya, kakinya
bengkok, wajahnya bulat, tangannya kecil, hidungnya pesek.
Rambut merah kasarnya mencuat ke segala arah. Dia tampak
gemuk selagi berjongkok di sana, tapi mayoritas karena lapisan
bulu, wol, dan kulit. Di balik semua pakaian itu, dia bisa saja
sekurus Arya. "Apa kau dikirim untuk mengintai kami?" tanya Jon
padanya. "Kau, dan yang lain."
Ular Batu menghangatkan tangan di atas api. "Apa yang
menunggu setelah celah ini?"
"Orang merdeka."
"Berapa banyak?"
"Ratusan dan ribuan. Lebih banyak daripada yang
pernah kaulihat, Gagak." Dia tersenyum. Giginya tak rata, tapi
sangat putih. Dia tak tahu berapa banyak. "Kenapa datang ke sini?"
Ygritte terdiam. "Apa yang ada di Taring Beku yang mungkin diinginkan
rajamu" Kalian tak bisa tinggal di sini, tak ada makanan."
866 Ygritte memalingkan wajah dari Jon.
"Apa kalian berencana bergerak menuju Tembok"
Kapan?" Gadis itu memandangi api seakan tak bisa mendengar.
"Kau tahu sesuatu soal pamanku, Benjen Stark?"
Ygritte tak menggubrisnya. Ular Batu tertawa.
"Kalau dia meludahkan lidahnya, jangan bilang aku tak
memperingatkanmu." Geraman pelan bergemuruh menggema dari bebatuan.
Shadowcat, Jon langsung mengetahuinya. Saat bangkit, dia
mendengar suara lainnya, lebih dekat. Dicabutnya pedang dan
berputar, mendengarkan. "Mereka takkan mengganggu kita," kata Ygritte. "Mereka
datang karena mayat itu. Kucing bisa mencium darah dari jarak
10 kilometer. Mereka akan tetap di dekat tubuh itu sampai
sudah menghabiskan setiap serat dagingnya, dan meremukkan
tulang untuk sumsumnya."
Jon bisa mendengar suara mereka makan bergema di
bebatuan. Membuatnya gelisah. Kehangatan api membuatnya
sadar bahwa dia sangat lelah, tapi dia tak berani tidur. Dia
memiliki tawanan, dan dialah yang bertanggung jawab
menjaganya. "Apa mereka keluargamu?" tanya Jon pelan. "Dua
orang yang kami bunuh?"
"Tak jauh berbeda denganmu."
"Aku?" Jon mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Katamu kau Anak Haram Winterfell."
"Benar." "Siapa ibumu?" "Perempuan, pastinya. Sebagian besar begitu." Ada yang
pernah mengatakan itu padanya. Dia tak ingat siapa.
Ygritte tersenyum lagi, kilasan gigi putih. "Dan dia tak
pernah menyanyikanmu lagu mawar musim dingin?"
"Aku tak pernah kenal ibuku. Atau lagu semacam itu."
867 "Bael sang Biduan yang menciptakannya," ujar Ygritte.
"Dia dulu Raja-di-Luar-Tembok. Semua orang merdeka tahu
lagunya, tapi mungkin kalian tak menyanyikannya di selatan."
"Winterfell bukan di selatan," bantah Jon.
"Itu di selatan. Semua yang ada di bawah Tembok adalah
selatan bagi kami." Jon tak pernah memikirkannya dengan cara seperti itu.
"Kurasa semua tergantung dari di mana kita berdiri."
"Aye," Ygritte sependapat. "Memang begitu."
"Ceritakan padaku," desak Jon. Masih berjam-jam
sebelum Qhorin datang, dan cerita bisa membantunya terjaga.
"Aku mau mendengar kisah kalian."
"Mungkin kau takkan terlalu menyukainya."
"Aku tetap mau mendengarnya."
"Gagak hitam pemberani," ejek Ygritte. "Begini,
lama sebelum dia menjadi raja orang merdeka, Bael adalah
penjelajah hebat." Ular Batu mencibir. "Pembunuh, perampok, pemerkosa,
itu yang kaumaksud."
"Itu juga tergantung dari di mana kita berdiri," balas
Ygritte. "Stark di Winterfell menginginkan kepala Bael, tapi
tak pernah bisa menangkapnya, dan kegagalan membuatnya
murka. Suatu hari, saking getirnya dia menyebut Bael pengecut
yang hanya mengincar orang-orang lemah. Ketika kabar itu
sampai, Bael bersumpah akan memberi pelajaran pada lord itu.
Jadi dia memanjat Tembok, meloloskan diri ke jalan raja, dan
memasuki Winterfell pada suatu malam musim dingin sambil
membawa harpa, menyebut dirinya Sygerrik dari Skagos.
Sygerrik artinya "penipu" dalam Bahasa Kuno, yang dipakai
Kaum Pertama, dan masih digunakan raksasa.
"Utara atau selatan, penyanyi selalu disambut, maka
Bael makan di meja Lord Stark, dan bermain untuk sang lord
kursi tinggi sampai separuh malam berlalu. Lagu-lagu lama
dimainkannya, dan lagu-lagu baru diciptakannya sendiri, dia
bermain musik dan bernyanyi begitu merdu sehingga setelah
868 selesai sang lord menawarkan agar dia menyebutkan imbalan
yang diinginkan. "Yang kuminta hanya bunga," jawab Bael,
"bunga terindah yang merekah di taman Winterfell."
"Nah, kebetulan mawar musim dingin baru saja
mekar, dan tak ada bunga yang lebih langka atau berharga
dibandingkan itu. Maka Lord Stark mengutus orang ke
rumah kaca dan memerintahkan agar mawar musim dingin
terindah dipetik sebagai imbalan untuk sang penyanyi. Jadi
permintaannya dituruti. Tapi begitu pagi tiba, penyanyi
itu menghilang... begitu juga putri Lord Brandon. Mereka
menemukan ranjangnya kosong, hanya ada mawar biru pucat
yang ditinggalkan Bael di tempat kepala gadis itu sebelumnya
berbaring." Jon belum pernah mendengar cerita itu. "Brandon
yang mana yang dimaksud" Brandon sang Pembangun hidup
pada Era Para Pahlawan, ribuan tahun sebelum Bael. Ada juga
Brandon sang Pembakar dan ayahnya Brandon sang Pembuat
Kapal, tapi?" "Brandon sang Tanpa Anak Perempuan," tukas Ygritte.
"Kau mau dengar ceritanya tidak?"
Jon membersut. "Lanjutkan."
"Lord Brandon tak punya anak lain. Atas perintahnya,
ratusan gagak-gagak hitam terbang dari kastel, tapi mereka
tak bisa menemukan jejak Bael atau gadis ini di mana pun.
Hampir sepanjang tahun mereka mencari, sampai sang lord
patah hati dan jatuh sakit, dan sepertinya garis keturunan Stark
akan berakhir. Tapi pada suatu malam selagi dia berbaring
menantikan mati, Lord Brandon mendengar tangisan bayi.
Dia mengikuti suara itu dan menemukan putrinya kembali di
kamar tidur, terlelap dengan bayi di dadanya."
"Bael mengembalikannya?"
"Tidak. Selama ini mereka tetap di Winterfell,
bersembunyi bersama orang-orang mati di bawah kastel. Gadis
itu sangat mencintai Bael sehingga mengandung putranya,
menurut lagunya... meskipun jujur saja, semua gadis mencintai
869 Bael dalam lagu yang ditulisnya. Anggaplah itu benar, yang
pasti adalah Bael meninggalkan anaknya sebagai imbalan
mawar yang dipetiknya tanpa izin, dan bahwa bocah laki-laki itu
tumbuh besar sebagai Lord Stark berikutnya. Jadi begitulah"
kau punya darah Bael dalam dirimu, sama seperti aku."
"Itu tak pernah terjadi," kata Jon.
Dia mengedikkan bahu. "Mungkin benar, mungkin juga
tidak. Tapi lagunya bagus. Ibuku dulu sering menyanyikannya
untukku. Dia juga perempuan, Jon Snow. Seperti ibumu."
Ygritte mengusap leher tempat belati Jon melukainya. "Lagunya
berakhir ketika mereka menemukan bayi itu, tapi ada akhir yang
lebih kelam dari cerita tersebut. Tiga puluh tahun kemudian,
saat Bael menjadi Raja-di-Luar-Tembok dan memimpin orang
merdeka ke selatan, Lord Stark mudalah yang menghadapinya
di Arungan Beku... dan membunuhnya, karena Bael tak mau
menyakiti putranya sendiri sewaktu mereka beradu pedang."
"Maka sang putra membunuh ayahnya," kata Jon.
"Aye," jawab Ygritte, "tapi para dewa membenci
pembunuh keluarga, meski mereka melakukan itu tanpa
mengetahuinya. Begitu Lord Stark kembali dari berperang dan
ibunya melihat kepala Bael di ujung tombak, dia melontarkan
diri dari menara saking sedihnya. Putranya tak hidup lama
setelahnya. Salah satu lord-nya mengulitinya dan memakainya
sebagai jubah." "Bael-mu pembohong," kata Jon padanya, kini yakin.
"Tidak," bantah Ygritte, "tapi kebenaran seorang
penyanyi berbeda dengan kebenaranmu atau aku. Omongomong, kau yang minta, jadi aku cerita." Gadis itu berpaling
darinya, memejamkan mata, dan sepertinya tertidur.
Fajar dan Qhorin Jemari Buntung tiba bersamaan.
Batu-batu hitam telah berubah kelabu dan langit timur
menjadi indigo ketika Ular Batu melihat para penjelajah di
bawah, bergerak ke atas. Jon membangunkan tawanannya dan
menahan lengannya saat mereka turun menemui rombongan.
Untungnya, ada jalan lain menuruni gunung menuju utara dan
870 barat, melewati jalur yang jauh lebih mudah ketimbang yang
mereka tempuh sebelumnya. Keduanya menunggu di celah
sempit saat saudara-saudara mereka muncul, membimbing
kuda garron masing-masing. Ghost langsung melesat maju begitu
mencium aroma mereka. Jon berjongkok agar direwolf itu bisa
mencekam pergelangan tangannya, menarik-narik tangannya
maju-mundur. Itu permainan mereka yang biasa. Namun,
sewaktu mendongak, dilihatnya Ygritte memperhatikan dengan
mata selebar dan seputih telur ayam.
Qhorin Jemari Buntung tak berkomentar begitu melihat
tawanan. "Mereka bertiga," kata Ular Batu padanya. Itu saja.
"Kami melewati yang dua," sahut Ebben, "atau sisa-sisa
mereka yang ditinggalkan shadowcat." Dia mengamati gadis itu
dengan masam, kecurigaan tampak jelas di wajahnya.
"Dia menyerah," Jon merasa wajib mengatakan itu.
Wajah Qhorin tetap datar. "Kau tahu siapa aku?"
"Qhorin Jemari Buntung." Gadis itu tampak mirip anak
kecil di samping Qhorin, tapi menghadapinya dengan berani.
"Katakan yang sebenarnya. Seandainya aku tertangkap
orang-orangmu dan menyerah, apa yang akan terjadi padaku?"
"Kematian perlahan-lahan tak seperti biasa."
Penjelajah bertubuh besar itu menatap Jon. "Kita tak
punya makanan untuknya, juga tak bisa menyisihkan satu
orang menjaganya."

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jalan di depan kita sudah cukup berbahaya, Nak," kata
Squire Dalbridge. "Satu teriakan ketika kita butuh keheningan,
dan kita semua celaka."
Ebben menghunus belati. "Ciuman baja akan
membungkamnya." Tenggorokan Jon perih. Ditatapnya mereka semua tak
berdaya. "Dia menyerahkan diri padaku."
"Kalau begitu kau harus melakukan apa yang harus
dilakukan," kata Qhorin Jemari Buntung. "Kau keturunan
Winterfell dan anggota Garda Malam." Ditatapnya yang lain.
871 "Ayo, saudara-saudara. Biar dia yang melakukannya. Lebih
mudah baginya jika kita tak menonton." Dan kemudian dia
memimpin mereka mendaki jalan setapak berliku-liku yang
curam menuju cahaya merah muda pucat matahari yang
menembus celah gunung, dan tak lama kemudian hanya Jon
dan Ghost yang tertinggal bersama gadis wildling itu.
Dia mengira Ygritte mungkin berusaha melarikan diri,
tapi gadis itu hanya berdiri di sana, menunggu, menatapnya.
"Kau belum pernah membunuh perempuan, bukan?" Saat
Jon menggeleng, Ygritte berkata, "Kami mati sama seperti
lelaki. Tapi kau tak perlu melakukannya. Mance pasti mau
menerimamu, aku tahu itu. Ada jalan-jalan rahasia. Para gagak
takkan pernah menangkap kita."
"Aku juga gagak seperti mereka," kata Jon.
Dia mengangguk, pasrah. "Kau mau membakarku
sesudahnya?" "Tidak bisa. Asapnya mungkin terlihat."
"Baiklah." Dia mengedikkan bahu. "Yah, ada tempat
akhir lain yang lebih buruk dibandingkan perut shadowcat."
Jon mencabut Longclaw dari balik bahu. "Kau tidak
takut?" "Semalam aku takut," gadis itu mengaku. "Tapi sekarang
matahari sudah terbit." Dia menyibak rambut ke samping
untuk memperlihatkan lehernya, dan berlutut di depan Jon.
"Tebas dengan keras dan mantap, Gagak, atau aku akan
kembali menghantuimu."
Longclaw tak sepanjang atau seberat Ice, pedang ayahnya,
tapi sama-sama terbuat dari baja Valyria. Jon menyentuhkan
mata pedang untuk menandai tempat tebasannya, dan Ygritte
bergidik. "Dingin," komentarnya. "Ayo, lakukan dengan
cepat." Jon mengangkat Longclaw di atas kepala, kedua tangan
menggenggam erat gagangnya. Satu tebasan, dengan sekuat
tenaga. Dia bisa memberi Ygritte kematian cepat dan bersih,
setidaknya. Dia putra ayahnya. Benar, bukan" Benar, bukan"
872 "Lakukan," desak Ygritte sesaat kemudian. "Anak
Haram. Lakukan. Aku tak bisa tetap berani lama-lama." Ketika
tebasan tak juga terjadi, gadis itu menoleh ke arahnya.
Jon menurunkan pedang. "Pergi," gumamnya.
Ygritte menatap. "Sekarang," ucap Jon, "sebelum akal sehatku kembali.
Pergi." Ygritte pun pergi. j 873 SANSA L angit selatan menghitam oleh asap. Membubung dari
seratus api di kejauhan, jemari jelaganya mencoreng
bintang-bintang. Di seberang Sungai Air Hitam, sederet api
berkobar terang dari cakrawala ke cakrawala, sedangkan di sisi
ini si Setan Kecil membakar seantero tepi sungai: dermaga dan
gudang, permukiman dan rumah bordil, semua yang ada di
luar dinding kota. Bahkan di Benteng Merah, udara berbau abu. Ketika
Sansa bertemu Ser Dontos di hutan sakral yang sepi, lelaki
itu bertanya apa dia menangis. "Hanya gara-gara asap," dusta
Sansa. "Kelihatannya separuh hutan raja terbakar."
"Lord Stannis ingin mengasapi orang-orang liar Setan
Kecil agar keluar." Tubuh Dontos berayun sambil bicara,
sebelah tangan bertopang di batang pohon berangan. Noda
anggur mengotori tunik pelawak merah-dan-kuningnya.
"Mereka membunuh pengintai dan menjarah kereta
barangnya. Dan suku liar itu juga menyulut api. Setan Kecil
berkata pada Ratu bahwa sebaiknya Stannis melatih kudanya
makan abu, sebab dia takkan menemukan sebatang rumput
pun. Aku mendengar dia bilang begitu. Aku mendengar
bermacam-macam hal sejak menjadi pelawak yang tak pernah
kudengar sewaktu menjadi kesatria. Mereka berbicara seakan
874 aku tak di sana, dan?"dia mencondongkan tubuh mendekat,
mengembuskan bau anggur tepat ke wajah Sansa?"si Laba-laba
membayar emas untuk informasi seremeh apa pun. Menurutku
sudah bertahun-tahun Bocah Bulan jadi mata-matanya."
Dia mabuk lagi. Florian-ku yang malang dia menyebut dirinya,
dan dia memang malang. Tapi hanya dia yang kupunya."Apa benar
Lord Stannis membakar hutan sakral di Storm"s End?"
Dontos mengangguk. "Dia membakar pepohonan
sebagai persembahan untuk dewa barunya. Pendeta merah
yang menyuruhnya. Kata orang kini pendeta itu menguasainya,
jiwa dan raganya. Dia juga bersumpah akan membakar Kuil
Agung Baelor, jika mengambil alih kota."
"Biarkan saja." Ketika pertama kali menyaksikan Kuil
Agung dengan dinding pualam dan tujuh menara kristalnya,
bagi Sansa itu adalah bangunan terindah di dunia, tapi itu
sebelum Joffrey memenggal ayahnya di undakannya. "Aku
ingin bangunan itu dibakar."
"Sst, Nak, para dewa akan mendengarmu."
"Kenapa" Mereka tidak pernah mendengar doaku."
"Ya, mereka mendengar. Mereka mengirimku untukmu,
bukan?" Sansa mencabut kulit kayu di pohon. Dia merasa pening,
nyaris demam. "Mereka mengirimmu, tapi apa gunanya kau"
Kau berjanji akan membawaku pulang, tapi aku masih di sini."
Dontos menepuk-nepuk lengannya. "Aku sudah bicara
pada seseorang yang kukenal, teman baikku... dan kau, my lady.
Dia akan menyewa kapal cepat untuk menyelamatkan kita,
ketika waktunya tepat."
"Waktunya sekarang," Sansa berkeras, "sebelum
perang dimulai. Mereka melupakan aku. Aku tahu kita bisa
menyelinap pergi kalau kita berusaha."
"Dasar anak-anak." Dontos menggeleng-geleng. "Keluar
kastel, ya, kita memang bisa, tapi gerbang kota dijaga lebih
ketat daripada sebelumnya, dan Setan Kecil bahkan menutup
sungai." 875 Memang Benar. Sungai Air Hitam lengang tak seperti
yang biasa disaksikan Sansa. Semua kapal ditarik ke tepian
utara, dan kapal dagang sudah bertolak atau disita oleh Setan
Kecil untuk berperang. Kapal yang terlihat hanya kapal-kapal
perang raja. Berlayar mondar-mandir, tetap berada di perairan
dalam di tengah sungai dan saling melepaskan anak panah
dengan pasukan pemanah Stannis di tepian selatan.
Lord Stannis sendiri masih dalam perjalanan, tapi
barisan depannya sudah tampak dua malam lalu ketika bulan
gelap. King"s Landing terjaga begitu melihat tenda-tenda dan
panji-panji mereka. Sansa mendengar jumlah mereka lima
ribu orang, hampir sebanyak total jubah emas di kota. Mereka
mengibarkan panji apel merah atau hijau Klan Fossoway, kurakura Klan Estermont, dan rubah-dan-bunga Klan Florent,
sedangkan komandan mereka Ser Guyard Morrigen, kesatria
selatan terkenal yang kini dijuluki Guyard si Hijau. Panjipanjinya menampakkan gagak yang sedang terbang, sayap
hitamnya terentang lebar di langit hijau-badai. Namun, bendera
kuning pucatlah yang mencemaskan kota. Ekor panjang koyak
berkibar di belakang mirip api yang berkobar, dan sebagai ganti
lambang sang lord mereka memasang simbol dewa: jantung
berapi Penguasa Cahaya. "Ketika Stannis tiba, pasukannya sepuluh kali lipat
dibandingkan yang dimiliki Joffrey, semua bilang begitu."
Dontos meremas bahu Sansa. "Banyaknya pasukan tak
penting, sayangku, asalkan mereka berada di sisi sungai yang
keliru. Stannis tak bisa menyeberang tanpa kapal."
"Dia punya kapal. Lebih banyak dibandingkan Joffrey."
"Perjalanan mereka panjang dari Storm"s End,
armadanya harus melewati Semenanjung Massey, kemudian
menembus selat Gullet, dan menyeberangi Teluk Air Hitam.
Siapa tahu para dewa yang baik akan mengirimkan badai
untuk menyapu mereka dari lautan." Dontos tersenyum
penuh harap. "Memang tidak mudah bagimu, aku tahu. Kau
harus sabar, Nak. Begitu temanku kembali ke kota, kita akan
876 mendapatkan kapal. Yakinlah pada Florian-mu, dan cobalah
untuk tidak merasa takut."
Sansa menekankan kuku di telapak tangan. Dia
bisa merasakan kengerian di perut, melilit dan mencubit,
semakin hari kian parah. Mimpi buruk pada hari Putri
Myrcella bertolak masih meresahkan tidurnya; mimpi gelap
menyesakkan yang membangunkannya pada malam buta
sambil terengah-engah. Dia bisa mendengar orang-orang
berteriak padanya, berteriak tanpa kata-kata, persis binatang.
Mereka menahannya, melemparkan kotoran ke arahnya, dan
berusaha menjatuhkannya dari kuda, dan keadaan pasti lebih
buruk lagi seandainya si Anjing tak memotong jalan ke sisinya.
Mereka mencabik-cabik Septon Agung dan meremukkan
kepala Ser Aron dengan batu. Cobalah untuk tidak merasa takut!
kata lelaki itu. Seantero kota ketakutan. Sansa bisa melihatnya dari
dinding kastel. Rakyat jelata bersembunyi di balik jendela
yang tertutup dan pintu yang dipalang seakan itu mampu
mengamankan mereka. Terakhir kali King"s Landing jatuh,
pasukan Lanniter menjarah dan memerkosa sesuka hati
mereka dan membunuh ratusan orang padahal kota telah
membuka gerbangnya. Kali ini Setan Kecil berniat melawan,
dan kota yang melawan tak bisa mengharapkan pengampunan
sama sekali. Dontos terus berceloteh. "Seandainya aku masih
kesatria, aku seharusnya memakai zirah dan menjaga dinding
kota bersama yang lain. Aku seharusnya mencium kaki Raja
Joffrey dan berterima kasih dengan sopan padanya."
"Kalau kau berterima kasih padanya karena
menjadikanmu pelawak, dia akan membuatmu jadi kesatria
lagi," tukas Sansa. Dontos terkekeh. "Jonquil-ku gadis yang cerdas, bukan?"
"Joffrey dan ibunya bilang aku bodoh."
"Biarkan saja. Dengan begitu kau lebih aman, sayangku.
Ratu Cersei, Setan Kecil, Lord Varys, dan orang-orang seperti
877 mereka, semua saling mengawasi seperti elang, dan membayar
orang ini dan orang itu untuk memata-matai apa yang dilakukan
yang lain, tapi tidak ada yang repot-repot memperhatikan putri
Lady Tanda, bukan?" Dontos menutup mulut untuk menahan
serdawa. "Para dewa menjagamu, Jonquil mungilku." Dia mulai
cengeng. Anggur berdampak seperti itu padanya. "Beri Florianmu sedikit ciuman sekarang. Ciuman untuk keberuntungan."
Dia melangkah limbung ke arah Sansa.
Sansa menghindari bibir basah yang mendekat itu, lalu
mengecup sekilas pipinya yang tak dicukur, dan mengucapkan
selamat malam padanya. Dia mengerahkan segenap tenaga agar
tak menangis. Belakangan ini dia terlalu sering menangis. Dia
sadar itu tak pantas, tapi sepertinya dia tak mampu menahan
diri; air mata selalu datang, terkadang karena alasan sepele,
dan tak ada yang bisa dia lakukan untuk menahannya.
Jembatan gantung yang menuju Benteng Maegor
tak dikawal. Setan Kecil telah memindahkan sebagian besar
pasukan jubah emas ke dinding kota, dan kesatria putih
Pengawal Raja memiliki tugas yang lebih penting ketimbang
membuntutinya. Sansa bisa pergi ke mana saja semaunya
asalkan tak berusaha meninggalkan kastel, tapi tak ada tempat
yang ingin ditujunya. Dia menyeberangi parit pertahanan yang kering
dan pasak-pasak besi menyeramkan, menaiki tangga putar
yang sempit. Tapi setibanya di pintu kamar, dia tak sanggup
masuk. Dinding kamar membuatnya merasa terjebak; bahkan
dengan jendela dibuka lebar-lebar, seakan tak ada udara untuk
bernapas. Sansa kembali ke tangga, terus menaikinya. Asap
memblokir bintang-bintang dan bulan sabit, membuat atap
gelap dan pekat oleh bayangan. Namun, dari sini dia bisa
melihat segalanya: menara-menara tinggi dan menara sudut
Benteng Merah, jalan-jalan kota yang mirip labirin di bawah,
di selatan dan barat sungai mengalir hitam, teluk di timur,
pilar asap dan bara, serta api, api di mana-mana. Para prajurit
878 merangkak di dinding kota mirip semut membawa obor,
danmenjejali pagar yang menjulang dari dinding pertahanan.
Di bawah, di dekat Gerbang Lumpur, membentuk siluet
berlatar asap yang membubung, Sansa bisa melihat bentuk
samar tiga katapel besar, terbesar yang pernah dilihat orang,
menjulang enam meter di atas tembok. Namun tak satu pun
dari semua itu yang membuat ketakutannya berkurang. Ada
yang menusuknya, begitu tajam sehingga Sansa terisak dan
mencengkeram perut. Dia bisa-bisa terjatuh, tapi sesosok
bayangan bergerak mendadak, dan jemari kukuh meraih
lengannya dan menstabilkannya.
Sansa menggapai dinding yang mencuat sebagai
pegangan, jemarinya mencakar batu kasar. "Lepaskan aku,"
jeritnya. "Lepaskan."
"Burung kecil berpikir dia punya sayap, bukan" Atau
apa kau ingin cacat seperti adikmu?"
Sansa berputar dalam cengkeramannya. "Aku tak akan
jatuh. Hanya... kau tadi mengejutkanku, itu saja."
"Maksudmu aku tadi menakutimu. Dan masih."
Sansa menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan
diri. "Kupikir aku sendiri, aku..." Dia membuang pandang.
"Burung kecil masih tak tahan melihatku, bukan?"
Si Anjing melepaskannya. "Tapi kau cukup senang melihat
wajahku waktu massa mendapatkanmu. Ingat?"
Sansa mengingat itu dengan terlalu baik. Dia ingat cara
mereka melolong, rasa darah melelehi pipinya yang terkena
lemparan batu, dan bau bawang putih dalam napas lelaki yang


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berusaha menariknya dari kuda. Dia masih bisa merasakan
cubitan keras di pergelangan tangannya sewaktu dia kehilangan
keseimbangan dan mulai terjatuh.
Saat itu, dia mengira akan mati, tapi jemari itu berkedut,
kelima-limanya, dan lelaki itu berteriak sekeras kuda. Ketika
tangannya lepas, tangan lain, lebih kuat, mendorongnya
kembali ke pelana. Lelaki dengan napas berbau bawang putih
itu terkapar di tanah, darah menyembur dari lengannya yang
879 buntung, tapi masih ada yang lain di sekelilingnya, sebagian
memegang tongkat pemukul. Si Anjing melompat ke arah
mereka, pedangnya berupa kelebatan baja yang meninggalkan
jejak kabut merah saat diayunkan.Begitu mereka kabur
dan melarikan diri di depannya, dia terbahak-bahak, wajah
terbakarnya yang mengerikan sesaat berubah.
Sansa memaksakan diri menatap wajah itu sekarang,
benar-benar menatap. Itu sekadar sopan santun, dan seorang
lady tak boleh melupakan sopan santun. Bekas lukanya bukan
bagian terburuk, bahkan bukan cara mulutnya berkedut. Tapi
matanya. Sansa tak pernah melihat mata yang begitu penuh
kemarahan. "Aku... aku seharusnya menemuimu setelahnya,"
ucapnya terbata-bata. "Untuk berterima kasih, karena... karena
menyelamatkanku... kau sangat berani."
"Berani?" Tawa si Anjing separuh berupa geraman.
"Anjing tak butuh keberanian untuk mengejar tikus. Mereka
memojokkanku tiga puluh lawan satu, dan tak seorang pun
yang berani menghadapiku."
Sansa membenci caranya bicara, selalu kasar dan marah.
"Apa menakuti orang membuatmu senang?"
"Tidak, membunuh orang membuatku senang."
Mulutnya berkedut. "Meringis saja sesuka hatimu, tapi
singkirkan sikap sok suci itu. Kau anak bangsawan. Jangan
katakan Lord Eddard Stark dari Winterferll tak pernah
membunuh." "Itu tugasnya. Dia tak pernah menyukainya."
"Jadi itu yang dikatakannya padamu?" Clegane tertawa
lagi. "Ayahmu berbohong. Membunuh adalah tindakan yang
paling menyenangkan." Dia menghunus pedang panjang.
"Inilah kebenaranmu. Ayahmu yang berharga mengetahuinya
di undakan Baelor. Lord Winterfell, Tangan Kanan Raja,
Nadir Utara, Eddard Stark yang perkasa, dari garis keturunan
berumur delapan ribu tahun... tapi pedang Ilyn Payne tetap
saja menebas lehernya, bukan" Apa kau ingat tarian yang
dilakukannya ketika kepalanya terlepas dari bahu?"
880 Sansa memeluk tubuh, mendadak kedinginan. "Kenapa
kau selalu penuh kebencian" Aku berterima kasih padamu..."
"Sama saja seandainya aku salah satu kesatria sejati yang
sangat kausayangi, ya. Menurutmu apa guna seorang kesatria,
Non" Kaupikir hanya untuk menerima tanda mata dari gadisgadis dan tampak tampan dalam zirah emas" Kesatria itu untuk
membunuh." Dia meletakkan mata pedang panjangnya di leher
Sansa, tepat di bawah telinga. Sansa bisa merasakan tajamnya
baja itu. "Aku membunuh manusia pertama kali pada umur dua
belas. Aku tak bisa lagi menghitung berapa kali aku membunuh
sejak saat itu. Bangsawan dari keluarga tua, orang kaya gemuk
berpakaian beledu, kesatria yang membusungkan dada mirip
kandung kemih karena kehormatan mereka, ya, perempuan
dan anak-anak juga"mereka semua daging, dan aku penjagal.
Biar saja mereka memiliki tanah, dewa, dan emas. Biar saja
mereka memiliki gelar ser." Sandor Clegane meludah ke arah
kaki Sansa untuk menunjukkan apa pendapatnya mengenai
semua itu. "Selama aku memiliki ini," lanjutnya, mengangkat
pedang dari leher Sansa, "tak ada seorang pun di dunia ini
yang perlu kutakuti."
Kecuali kakakmu, pikir Sansa, tapi dia lebih bijak untuk
tak mengucapkannya keras-keras. Dia anjing, seperti katanya.
Anjing setengah liar, bertemperamen kasar yang menggigit tangan
mana pun yang mencoba mengelusnya, tapi akan menyerang siapa
saja yang coba-coba mencelakakan tuannya. "Bahkan orang-orang
di seberang sungai?"
Mata Clegane beralih ke nyala api di kejauhan. "Semua
pembakaran ini." Dia menyarungkan pedang. "Cuma pengecut
yang bertarung dengan api."
"Lord Stannis bukan pengecut."
"Dia juga bukan kakaknya. Robert takkan pernah
membiarkan hal sepele seperti sungai menghentikannya."
"Apa yang akan kaulakukan ketika dia menyeberang?"
"Bertarung. Membunuh. Mati, barangkali."
881 "Apa kau tak takut" Para dewa mungkin mengirimmu ke
neraka mengerikan akibat semua kejahatan yang kaulakukan."
"Kejahatan apa?" Dia terbahak. "Para dewa apa?"
"Para dewa yang menciptakan kita semua."
"Semua?" ejeknya. "Katakan padaku, burung kecil,
dewa macam apa yang menciptakan monster seperti Setan
Kecil, atau orang bodoh seperti putri Lady Tanda" Seandainya
ada dewa, mereka menciptakan domba supaya serigala bisa
memangsa domba tua, dan menciptakan yang lemah agar bisa
dipermainkan yang kuat."
"Kesatria sejati melindungi yang lemah."
Si Anjing mencibir. "Mana ada kesatria sejati, sama
seperti tak ada dewa. Jika kau tak bisa melindungi diri sendiri,
mati saja dan beri jalan untuk mereka yang bisa. Baja tajam
dan lengan kuatlah yang menguasai dunia ini, jangan pernah
meyakini selain itu."
Sansa mundur menjauhinya. "Kau mengerikan."
"Aku jujur. Dunia inilah yang mengerikan. Sekarang
terbanglah, burung kecil, aku bosan dengan kicauanmu."
Tanpa bicara, Sansa pergi. Dia takut pada Sandor
Clegane... tapi, sebagian dirinya berharap Ser Dontos
mempunyai sedikit keganasan si Anjing. Dewa-dewa itu ada,
katanya pada diri sendiri, dan kesatria sejati juga ada. Tak
mungkin semua kisah-kisah itu dusta.
Malam itu, Sansa kembali bermimpi tentang kerusuhan.
Massa mengepungnya, berteriak-teriak, makhluk buas kalap
dengan seribu wajah. Ke mana pun dia berpaling, dia melihat
wajah-wajah berubah menjadi topeng monster tak manusiawi.
Dia tersedu dan berkata bahwa dia tak pernah menyakiti
mereka, tapi mereka tetap saja menariknya turun dari kuda.
"Tidak," jeritnya, "tidak, kumohon, jangan, jangan," tapi
tak ada yang memedulikannya. Dia berseru memanggil Ser
Dontos, saudara laki-lakinya, ayahnya yang telah tiada dan
serigalanya yang sudah mati, Ser Loras yang gagah yang dulu
pernah memberinya mawar merah, tapi tak seorang pun
882 yang datang. Dia memanggil para pahlawan dari lagu-lagu,
memanggil Florian dan Ser Ryam Redwyne dan Pangeran
Aemon dari Dragonknight, tapi tak ada yang mendengar. Para
perempuan mengerubutinya mirip musang, mencubit betisnya
dan menendang perutnya, seseorang menghantam wajahnya
dan dia merasa giginya hancur. Kemudian dia melihat kilau
terang baja. Pisau itu menghunjam perutnya dan merobek,
merobek, merobek, sampai tak ada lagi yang tersisa darinya
selain cabikan basah berkilat.
Sewaktu terbangun, cahaya pucat pagi menyorot miring
lewat jendela, tapi dia merasa sakit dan pegal seolah sama
sekali tak tidur. Ada sesuatu yang lengket di pahanya. Ketika
dia menyibak selimut dan melihat darah, yang dipikirkannya
adalah entah bagaimana impiannya jadi kenyataan. Dia teringat
pisau dalam tubuhnya, berputar dan menyayat. Dia meronta
menjauh dengan ngeri, menendang seprai dan terjatuh ke
lantai, terengah-engah, telanjang, berdarah, dan ketakutan.
Tetapi, selagi di sana, bertumpu dengan kedua tangan
dan lutut, pemahaman pun datang. "Tidak, kumohon," rintih
Sansa, "kumohon, jangan." Dia tak mau ini terjadi padanya,
jangan sekarang, jangan di sini, jangan sekarang, jangan
sekarang, jangan sekarang, jangan sekarang.
Kegilaan menguasainya. Dia berdiri dengan bantuan
tiang tempat tidur, menghampiri baskom dan membasuh
kaki, menggosok bersih cairan lengket itu. Setelah selesai, air
berubah merah muda oleh darah. Bila pelayannya melihat,
mereka akan tahu. Kemudian dia teringat seprai. Dia buruburu kembali ke ranjang dan menatap ngeri noda merah
gelap itu dan apa artinya. Yang bisa dipikirkan Sansa hanya
dia harus menyingkirkannya, atau mereka akan melihat. Dia
tak boleh membiarkan mereka melihat itu, atau mereka akan
menikahkannya dengan Joffrey dan memaksanya tidur dengan
lelaki itu. Sansa menyambar pisau, merobek seprai, memotong
bagian yang ternoda. Kalau mereka menanyakan soal lubang
883 ini, aku harus bilang apa" Air mata berlinang di wajahnya.
Ditariknya seprai koyak dari kasur, berikut selimutnya. Aku
harus membakarnya. Dia menggumpal barang bukti tersebut,
menjejalkannya di perapian, membasahinya dengan minyak
dari lampu di samping tempat tidur, lalu menyulutnya.
Kemudian dia menyadari bahwa darahnya menembus seprai
hingga ke kasur bulu, maka dia juga menggulungnya, tapi
kasur itu besar dan berat, sulit dipindahkan. Sansa hanya bisa
sanggup memasukkan separuhnya ke api. Dia sedang berlutut,
berjuang mendorong kasur ke perapian sementara asap kelabu
tebal berpusar di sekitarnya dan memenuhi ruangan, saat pintu
terbuka dengan keras dan dia mendengar pelayannya terkesiap.
Akhirnya, butuh tiga orang menariknya menjauh. Dan
semua usahanya sia-sia. Seprai sudah terbakar, tapi sewaktu
mereka membawanya pergi, pahanya berdarah lagi. Rasanya
seperti tubuhnya sendiri mengkhianatinya demi Joffrey,
mengibarkan panji merah tua Lannister agar dilihat seisi dunia.
Setelah api padam, mereka mengeluarkan kasur bulu
yang hangus, mengusir sebagian besar asap, dan membawa
masuk bak mandi. Para perempuan datang dan pergi,
bergumam dan menatapnya ganjil. Mereka memenuhi bak
dengan air panas menyengat, memandikan, mencuci rambut,
dan memberinya kain untuk dipakai di antara kaki. Saat itu,
Sansa sudah kembali tenang, dan malu dengan kebodohannya.
Asap telah merusak sebagian besar pakaiannya. Salah satu
perempuan keluar dan kembali membawa gaun longgar wol
warna hijau yang hampir sama dengan ukuran tubuh Sansa.
"Ini tak seindah pakaianmu, tapi bisa dipakai," katanya sambil
memasukkan gaun dari kepala Sansa. "Sepatumu tak terbakar,
jadi setidaknya kau tak perlu bertelanjang kaki menemui Ratu."
Cersei Lannister sedang sarapan sewaktu Sansa diantar
memasuki ruangannya. "Kau boleh duduk," kata Ratu ramah.
"Kau lapar?" Dia menunjuk meja. Ada bubur, madu, susu,
telur rebus, dan ikan goreng renyah.
884 Melihat makanan membuat Sansa mual. Perutnya
melilit. "Tidak, terima kasih, Yang Mulia."
"Aku tak menyalahkanmu. Di antara Tyrion dan Lord
Stannis, semua yang kumakan terasa seperti abu. Dan sekarang
kau juga ikut menyalakan api. Apa yang ingin kaucapai?"
Sansa menunduk. "Darah membuat saya takut."
"Darah itu memastikan kedewasaanmu. Lady Catelyn
mungkin sudah mempersiapkanmu. Kau telah melewati
ambang kedewasaanmu, tidak lebih."
Sansa belum pernah merasa tak sedewasa ini. "Ibu saya
sudah memberitahu, tapi saya... saya mengira akan berbeda."
"Berbeda bagaimana?"
"Entahlah. Tidak... tidak sekacau itu, dan lebih ajaib."
Ratu Cersei tertawa. "Tunggu sampai kau melahirkan,
Sansa. Kehidupan perempuan itu sembilan bagian kacau dan
satu bagian ajaib, kau akan segera mengetahuinya... dan bagian
yang kelihatannya ajaib nyatanya malah yang paling kacau."
Dia menyesap susu. "Nah, sekarang kau perempuan. Apa kau
setidaknya tahu apa artinya itu?"
"Artinya sekarang saya bisa menikah dan tidur dengan
lelaki," jawab Sansa, "dan mengandung anak untuk Raja."
Ratu tersenyum masam. "Peluang yang tidak lagi
menarik hatimu seperti dulu, aku bisa melihatnya. Aku takkan
menyalahkanmu. Joffrey dari dulu memang menyulitkan.
Bahkan sejak lahir... aku bersalin satu setengah hari untuk
melahirkannya. Kau tak bisa membayangkan penderitaannya,
Sansa. Aku berteriak sangat kencang sampai-sampai aku yakin
Robert mungkin mendengarku di hutan raja."
"Yang Mulia tidak bersama Anda?"
"Robert" Robert sedang berburu. Itu kebiasaannya.
Setiap kali waktuku melahirkan sudah dekat, suamiku
melarikan diri ke hutan bersama para pemburu dan anjing.
Begitu kembali, dia akan menghadiahiku kulit binatang atau
kepala rusa jantan, dan aku akan menghadiahkan bayi padanya.
885 "Bukannya aku ingin dia tinggal, camkan itu. Aku punya
Maester Agung Pycelle dan sepasukan bidan, dan aku punya
adikku. Waktu mereka memberitahu Jaime bahwa dia dilarang
masuk ke ruang bersalin, dia tersenyum dan bertanya siapa
dari mereka yang akan menahannya di luar.
"Joffrey takkan menunjukkan kesetiaan semacam
itu padamu, sayangnya. Kau bisa berterima kasih pada adik
perempuanmu, kalau dia belum mati. Joffrey takkan bisa
melupakan kejadian di Trident ketika kau menyaksikan adikmu
mempermalukan dia, maka dia balas mempermalukanmu.
Tapi kau lebih kuat daripada yang terlihat. Aku menduga kau
akan bertahan menghadapi sedikit penghinaan. Aku bisa.
Kau mungkin takkan pernah mencintai Raja, tapi kau akan
menyayangi anak-anaknya."
"Saya mencintai Yang Mulia dengan sepenuh hati," kata
Sansa. Ratu mendesah. "Sebaiknya kau belajar kebohongan
yang baru, dan secepatnya. Lord Stannis takkan suka yang itu,
percayalah." "Septon Agung yang baru berkata para dewa takkan
pernah mengizinkan Lord Stannis menang, karena Joffrey
adalah Raja yang sah."
Senyum tipis berkelebat di wajah Ratu. "Anak kandung
dan ahli waris Robert. Meskipun Joff selalu menangis setiap
kali Robert menggendongnya. Yang Mulia tak menyukai itu.
Anak haramnya selalu berdeguk senang melihatnya, dan
mengisap jarinya jika dia memasukkannya ke mulut kecil
jadahnya. Robert menginginkan senyum dan sorakan, selalu,
jadi dia pergi ke tempat di mana dia bisa mendapatkan itu,
ke teman-teman dan para pelacurnya. Robert ingin dicintai.


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Adikku Tyrion mengidap penyakit serupa. Kau ingin dicintai,
Sansa?" "Semua orang ingin dicintai."
"Ternyata kedewasaan tidak membuatmu lebih pintar,"
komentar Cersei. "Sansa, izinkan aku membagi sedikit
kebijakan perempuan denganmu pada hari yang sangat
886 istimewa ini. Cinta adalah racun. Racun yang manis, memang,
tapi tetap saja akan membunuhmu."
j 887 JON S uasana di Celah Lolongan gelap. Dinding batu tinggi
pegunungan yang mengapitnya menyembunyikan matahari
hampir sepanjang hari, maka mereka berkuda dalam bayangbayang, napas manusia dan kuda mengepul di udara dingin.
Jemari beku air menetes dari lapisan salju di atas dan memasuki
kolam beku kecil yang berderak dan pecah di bawah tapak kaki
Bidadari Delapan Samudra 2 Sapta Siaga 14 Membela Teman Geger Dunia Persilatan 9
^