Peperangan Raja Raja 16
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 16
kuda garron mereka. Sesekali mereka melihat segelintir rumput
liar berjuang tumbuh dari retakan di batu atau bercak lumut
pucat, tapi tak ada ilalang, dan mereka kini berada di atas
puncak pepohonan. Jalanan curam dan sempit, berkelok-kelok menanjak.
Bila jalurnya sangat sempit sehingga penjelajah harus berjalan
beriringan, Squire Dalbridge akan memimpin, mengamati
ketinggian sembari melangkah, busur panjangnya tak jauh dari
jangkauan. Kabarnya, dia memiliki mata paling tajam di Garda
Malam. Ghost berderap gelisah di samping Jon. Sekali-sekali dia
berhenti dan menoleh, telinganya menegak, seolah mendengar
sesuatu di belakangnya. Menurut Jon, shadowcat takkan
menyerang manusia hidup, kecuali sedang kelaparan, tapi dia
tetap melonggarkan Longclaw di sarungnya.
888 Batu kelabu melengkung yang diukir angin menandai
titik tertinggi di celah. Di sana jalan melebar, mengawali
jalan panjang menurun menuju lembah Sungai Susu. Qhorin
menyatakan mereka akan beristirahat di sana sampai bayangbayang mulai memanjang lagi. "Bayang-bayang adalah sahabat
lelaki berpakaian gelap," katanya.
Jon menganggap itu masuk akal. Memang menyenangkan
berkuda saat terang untuk sementara waktu, membiarkan
matahari pegunungan yang terang menembus jubah mereka
dan mengusir dingin dari tulang-belulang, tapi mereka tak
berani. Jika sebelumnya ada tiga pengintai di sana mungkin ada
lagi yang lain, menunggu untuk membunyikan tanda bahaya.
Ular Batu meringkuk di balik jubah bulu compangcamping dan dengan seketika tertidur. Jon membagi daging
asinnya dengan Ghost, sedangkan Ebben dan Squire Dalbridge
memberi makan kuda. Qhorin Jemari Buntung duduk
bersandar di batu, mengasah mata pedang panjangnya dengan
ayunan panjang perlahan. Jon memperhatikan penjelajah itu
sejenak, lalu mengumpulkan keberanian dan menghampirinya.
"My Lord," katanya, "kau tak pernah bertanya apa yang terjadi.
Dengan gadis itu." "Aku bukan lord, Jon Snow." Qhorin menyusurkan batu
asah dengan mulus di sepanjang bilah baja dengan tangannya
yang berjari dua. "Dia bilang Mance akan menerimaku, kalau aku
melarikan diri bersamanya."
"Ucapannya benar."
"Dia bahkan mengklaim kami keluarga. Dia menuturkan
satu cerita padaku..."
"... tentang Bael sang Biduan dan mawar Winterfell.
Ular Batu sudah memberitahuku. Kebetulan aku tahu lagu itu.
Mance dulu menyanyikannya, ketika kembali dari menjelajah.
Dia memiliki minat pada musik wildling. Aye, juga pada
perempuan mereka." "Kau kenal dia?"
889 "Kami semua mengenalnya." Suaranya sedih.
Selain bersaudara, mereka dulu juga berteman, Jon
menyadari, dan kini mereka musuh sesumpah. "Kenapa dia
meninggalkan Garda?"
"Demi seorang perempuan, kata sebagian orang. Demi
mahkota, kata yang lain." Qhorin menguji mata pedangnya
dengan ujung ibu jari. "Dia suka perempuan, Mance itu, dan
dia bukan lelaki yang mudah bertekuk lutut, memang benar.
Tapi sebabnya lebih dari itu. Dia lebih menyukai alam liar
ketimbang Tembok. Itu ada dalam darahnya. Dia kelahiran
wildling, diangkat sebagai anak ketika beberapa penjarah
dibunuh. Saat meninggalkan Menara Bayangan, dia hanya
pulang ke rumah lagi."
"Apa dia penjelajah yang baik?"
"Dia yang terbaik di antara kami," jawab Jemari Buntung,
"sekaligus yang terburuk. Hanya orang bodoh seperti Thoren
Smallwood yang memandang rendah kaum wildling. Mereka
seberani kita, Jon. Sekuat, segesit, sepintar kita. Tapi mereka
tak punya kedisiplinan. Mereka menyebut diri sendiri sebagai
orang merdeka, dan masing-masing menganggap dirinya
sehebat raja dan sebijak maester. Mance juga sama. Dia tak
pernah belajarpatuh."
"Sama sepertiku," ucap Jon lirih.
Mata abu-abu cerdas Qhorin sepertinya menatap
menembus Jon. "Jadi kau melepaskannya?" Dia sedikit pun tak
terdengar terkejut. "Kau tahu?" "Sekarang aku tahu. Katakan kenapa kau
mengampuninya." Sulit untuk menjelaskan alasannya. "Ayahku tak pernah
menggunakan algojo. Katanya dia berutang pada orang yang
dibunuhnya untuk menatap mata mereka dan mendengar katakata terakhir mereka. Dan sewaktu aku menatap mata Ygritte,
aku..." Jon menunduk memandangi tangan tanpa daya. "Aku
tahu dia musuh, tapi tak ada kejahatan dalam dirinya."
890 "Sama seperti dua yang lain."
"Saat itu nyawa mereka atau kami," kata Jon. "Seandainya
mereka melihat kami, seandainya mereka membunyikan
sangkakala..." "Para wildling akan memburu dan membantai kita, itu
benar." "Tapi sekarang Ular Batu mendapatkan sangkakalanya,
dan kami menyita pisau dan kapak Ygritte. Dia di belakang
kita, berjalan kaki, tak bersenjata..."
"Dan kemungkinan bukan ancaman," Qhorin
sependapat. "Jika aku menginginkan dia mati, aku akan
meninggalkannya bersama Ebben, atau melakukannya sendiri."
"Kalau begitu kenapa kau memerintahku melakukan
itu?" "Aku tak memerintahmu. Aku menyuruhmu melakukan
apa yang harus dilakukan dan membiarkanmu memutuskan
sendiri." Qhorin bangkit dan menyarungkan kembali pedang
panjangnya. "Jika aku menginginkan gunung dipanjat, aku
memanggil Ular Batu. Seandainya aku mau mata musuh
dipanah dari seberang medan pertempuran yang berangin,
aku menyuruh Squire Dalbridge. Ebben bisa membuat siapa
saja membuka rahasia. Untuk memimpin seseorang kau harus
mengenal mereka, Jon Snow. Sekarang aku lebih mengenalmu
dibandingkan tadi pagi."
"Dan seandainya aku membunuh dia?" tanya Jon.
"Dia akan mati, dan aku akan lebih mengenalmu
dibandingkan sebelumnya. Tapi sudah cukup mengobrolnya.
Kau harus tidur. Kita masih harus menempuh berkilokilometer dan menghadapi bahaya. Kau akan membutuhkan
kekuatanmu." Menurut Jon, tidur takkan mudah, tapi dia sadar Jemari
Buntung benar. Dia menemukan tempat yang terlindung dari
angin, di bawah batu yang menganjur ke luar, dan melepaskan
jubah untuk dijadikan selimut. "Ghost," panggilnya.
"Kemari." Tidurnya selalu lebih nyenyak dengan serigala putih
891 besar itu di sampingnya; ada kenyamanan dalam aromanya,
dan kehangatan yang menenangkan di bulu pucat kasarnya.
Tetapi kali ini, Ghost hanya menoleh ke arahnya. Kemudian
berbalik pergi dan berderap mengelilingi kuda-kuda garron,
lalu menghilang dengan cepat. Dia ingin berburu, pikir Jon.
Barangkali ada kambing di pegunungan ini. Para shadowcat
bertahan hidup dengan memangsa sesuatu. "Tapi jangan cobacoba menerkamshadowcat," gumamnya. Bahkan bagi direwolf,
itu berbahaya. Dia menarik jubah menutupi tubuh dan
berbaring di bawah langkan batu.
Ketika memejamkan mata, dia memimpikan direwolf.
Jumlahnya lima ekor padahal seharusnya enam, dan
mereka berpencar, masing-masing terpisah dari yang lain.
Dia merasakan dalamnya kepedihan dari kehampaan, sensasi
ketidakutuhan.Hutan luas dan dingin, sementara mereka
begitu kecil, begitu tersesat. Saudara laki-lakinya ada di suatu
tempat di luar sana, juga saudara perempuannya, tapi dia
kehilangan aroma mereka. Dia duduk tegak dan mengangkat
kepala ke langit yang menggelap, dan lolongannya menggema
di seantero hutan, suara kesedihan dan kesepian yang
panjang. Saat suara itu memudar, dia menegakkan telinga,
mendengarkan jawaban, tapi yang terdengar hanya desah salju
yang berembus. Jon" Panggilan itu berasal dari belakangnya, lebih lirih
daripada bisikan, tapi juga nyaring. Adakah teriakan tanpa
bersuara"Dia menoleh, mencari-cari saudaranya, sosok abu-abu
ramping yang bergerak di sela pepohonan, tapi tak ada apa-apa,
hanya... Sebatang weirwood. Pohon itu seolah tumbuh dari batu padat, akar pucatnya
berpilin ke luar dari banyak sekali celah dan retakan setipis
rambut.Lebih ramping dibandingkan weirwood lain yang
pernah dilihatnya, tak lebih dari pohon muda, tapi pohon itu
terus tumbuh selagi dia memperhatikan, dahannya membesar
saat menggapai langit. Dengan waspada dia mengitari batang
892 putih halus itu hingga melihat wajah yang ada di sana. Mata
merah menatapnya. Mata yang kejam, tapi lega melihatnya.
Weirwood itu memiliki wajah saudaranya. Apa sejak dulu
saudaranya punya tiga mata"
Tidak, terdengar teriakan tanpa suara. Tidak sebelum sang
gagak. Dia mengendus-endus batang pohon, mencium bau
serigala, pohon, dan anak laki-laki, tapi di baliknya ada
aroma lain, harum cokelat tanah yang hangat dan bau kelabu
tajam batu serta sesuatu yang lain, sesuatu yang mengerikan.
Kematian, dia tahu. Dia mencium kematian. Dia berjengit
mundur, bulunya menegak, dan mengernying.
Jangan takut, aku suka di dalam kegelapan. Tak ada yang
bisa melihatmu, tapi kau bisa melihat mereka. Tetapi kau harus
membuka mata dulu. Mengerti" Seperti ini. Pohon itu meraih dan
menyentuhnya. Tiba-tiba saja dia kembali di pegunungan, cakarnya
terbenam dalam di salju ketika berdiri di bibir tebing. Di
depannya, Celah Lolongan membuka ke kehampaan berangin,
dan lembah curam berbentuk V terbentang di bawahnya
bagaikan selimut perca, diselubungi warna-warna petang
musim gugur. Dinding biru-putih besar terpancang di salah satu ujung
lembah, mendesak di antara pegunungan seakan menggeser
mereka ke samping, dan dia sempat mengira bermimpi
kembali ke Kastel Hitam. Kemudian dia menyadari tengah
menatap sungai es yang tingginya ribuan meter. Di bawah
tebing dingin berkilauan tersebut terdapat danau luas, air
biru tuanya memantulkan puncak-puncak berselimut salju
yang mengelilinginya. Kini dia melihat manusia di lembah itu;
banyak manusia, ribuan, pasukan berjumlah besar. Sebagian
menggali lubang besar di tanah yang setengah membeku,
sedangkan yang lain berlatih berperang. Dia memperhatikan
saat kerumunan penunggang menyerbu dinding perisai,
mengendarai kuda yang tak lebih besar daripada semut. Suara
pertempuran pura-pura itu berupa kersak dedaunan baja,
893 melayang samar-samar terbawa angin.Perkemahan mereka
serampangan; dia tak melihat ada saluran pembuangan, pasak
yang ditajamkan, deretan rapi tambatan kuda. Di mana-mana
pondok dari tanah dan tenda tegak bermunculan, mirip cacar
di muka bumi. Dia melihat gundukan jerami berantakan,
mencium bau kambing dan domba, kuda dan babi, anjing
dalam jumlah besar. Sulur-sulur asap membubung dari ratusan
api untuk memasak. Ini bukan pasukan, juga bukan kota. Ini seluruh rakyat
bepergian bersama. Di seberang danau yang panjang, salah satu bukit
bergerak. Dia mengamati lebih teliti dan melihat bahwa itu
bukan tanah, melainkan makhluk hidup bertubuh besar
dan berbulu kasar dengan hidung ular dan taring yang
lebih besar ketimbang milik babi hutan terbesar yang ada.
Yang mengendarai makhluk itu juga bertubuh bongsor, dan
sosoknya ganjil, kaki dan pinggulnya terlalu besar untuk
ukuran manusia. Kemudian embusan angin dingin mendadak membuat
bulunya menegak, dan udara bergetar oleh bunyi kepakan
sayap. Saat mengangkat pandang ke gunung seputih es di
atas, sesosok bayangan menukik dari langit. Pekik melengking
membelah udara. Dia melihat sayap burung biru-kelabu
terentang lebar, menutupi matahari...
"Ghost!" seru Jon, duduk. Dia masih bisa merasakan
cakar itu, sakitnya. "Ghost, kemari!"
Ebben muncul, mencengkeramnya, mengguncangnya.
"Jangan ribut! Kau berniat membuat wildling mendatangi kita"
Kau itu kenapa, Nak?"
"Mimpi," jawab Jon lirih. "Aku jadi Ghost, aku di
pinggir gunung menatap ke sungai membeku di bawah, dan
ada yang menyerangku. Seekor burung... elang, kurasa..."
Squire Dalbridge tersenyum. "Aku selalu mimpi
perempuan cantik. Andai aku bisa mimpi lebih sering."
Qhorin menghampirinya. "Sungai membeku, katamu?"
894 "Sungai Susu mengalir dari danau besar di kaki gletser,"
timpal Ular Batu. "Ada pohon dengan wajah saudaraku. Para wildling...
jumlahnya ribuan, lebih banyak daripada yang kutahu. Dan
raksasa-raksasa mengendarai mammoth." Dilihat dari pergeseran
cahaya matahari, Jon memperkirakan dia tertidur empat atau
lima jam. Kepalanya sakit, juga tengkuknya di tempat cakar
tadi menghunjamnya. Tapi itu dalam mimpi.
"Ceritakan semua yang kauingat, dari awal sampai
akhir," kata Qhorin Jemari Buntung.
Jon kebingungan. "Itu hanya mimpi."
"Mimpi serigala," sahut Jemari Buntung. "Craster
memberitahu Komandan bahwa para wildling berkumpul
di sumber Sungai Susu. Mungkin itulah sebabnya kau
memimpikannya. Atau bisa saja kau melihat apa yang menanti
kita beberapa jam mendatang. Ceritakan." Jon merasa agak
konyol menceritakan hal-hal semacam itu pada Qhorin dan
penjelajah lain, tapi dia mematuhi perintah tersebut. Namun,
tak ada saudara hitam yang menertawakannya. Setelah dia
selesai, bahkan Squire Dalbridge tak lagi tersenyum.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perasuk pikiran?" kata Ebben muram, menatap Jemari
Buntung. Apa yang dimaksudnya elang itu" Jon bertanya-tanya.
Atau aku" Perasuk pikiran dan warg hanya ada di kisah-kisah
Nan Tua, bukan di dunia yang didiaminya seumur hidup.
Tetapi di sini, di alam liar batu dan es yang suram dan asing,
hal itu tak sulit dipercaya.
"Angin dingin semakin kencang. Itulah yang ditakutkan
Mormont. Benjen Stark juga merasakannya. Orang mati
berjalan dan pohon-pohon memiliki mata lagi. Kenapa kita
menolak memercayai warg dan raksasa?"
"Apa ini berarti mimpiku juga nyata?" tanya Squire
Dalbridge. "Lord Snow boleh mengambil mammoth-nya, aku
menginginkan perempuanku."
"Aku mengabdi di Tembok sejak remaja, dan telah
menjelajah sangat jauh," kata Ebben. "Aku pernah melihat
895 tulang-belulang raksasa, dan mendengar banyak kisah ganjil,
tapi tidak lebih dari itu. Aku ingin melihatnya dengan mata
kepala sendiri." "Waspadalah agar mereka tak melihatmu, Ebben," ujar
Ular Batu. Ghost tak juga muncul ketika mereka bertolak lagi.
Saat itu, bayang-bayang sudah menyelimuti dasar celah, dan
matahari terbenam cepat ke arah puncak kembar gunung
besar yang dinamai Puncak Garpu oleh para penjelajah. Bila
mimpinya nyata... Bahkan pikiran itu saja membuat Jon ngeri.
Mungkinkah elang itu melukai Ghost, atau mendorongnya
dari bibir tebing" Dan bagaimana dengan weirwood dengan
wajah saudaranya, yang berbau kematian dan kegelapan"
Cahaya terakhir matahari raib di balik kedua Puncak
Garpu. Senja memenuhi Celah Lolongan. Udara seolah
berubah dingin mendadak. Mereka tak lagi mendaki.
Malahan, medan mulai menurun, meskipun belum curam.
Tanah dipenuh celah, pecahan batu besar, dan gundukan batu
yang terguling. Hari akan segera gelap, dan Ghost masih belum
kelihatan. Hal itu membuat Jon tersiksa, tapi dia tak berani
berteriak memanggil direwolf itu seperti yang diinginkannya.
Takut-takut ada makhluk lain yang juga mendengarkan.
"Qhorin," panggil Squire Dalbridge pelan. "Di sana.
Lihat." Elang itu bertengger di batu jauh di atas mereka, sesosok
siluet berlatar langit yang menggelap. Kami melihat elang lain,
pikir Jon. Bukan itu yang dalam mimpiku.
Meskipun begitu, Ebben tetap berniat memanahnya,
tapi squire menghalanginya. "Burung itu jauh di luar jangkauan
panah." "Aku tak suka dia mengawasi kita."
Squire itu mengedikkan bahu. "Aku juga, tapi kau tak
bisa mencegahnya. Hanya membuang-buang anak panah yang
bagus." Qhorin duduk di pelana, mengamati elang itu lama.
896 "Jalan terus," akhirnya dia berkata. Para penjelajah melanjutkan
perjalanan turun. Ghost, Jon ingin berseru, di mana kau"
Dia hendak mengikuti Qhorin dan yang lain saat
melihat sekilas warna putih di antara dua batu besar. Sepetak
salju lama, pikirnya, sampai dia melihat warna putih itu
bergerak. Dia langsung turun dari kuda. Ketika dia berlutut,
Ghost mengangkat kepala. Lehernya berkilat basah, tapi
dia tak bersuara sewaktu Jon membuka sarung tangan dan
menyentuhnya. Cakarnya mengoyak menembus bulu dan
daging, tapi burung itu tak bisa mematahkan leher Ghost.
Qhorin Jemari Buntung berdiri di dekatnya. "Separah
apa?" Seakan menjawab, Ghost berjuang berdiri.
"Serigala ini kuat," kata si penjelajah. "Ebben, air. Ular
Batu, kantong anggurmu. Pegangi dia, Jon."
Bersama-sama mereka membilas darah yang menggumpal
dari bulu direwolf itu. Ghost meronta dan memamerkan taring
ketika Qhorin menuangkan anggur ke luka koyak merah yang
diakibatkan si elang, tapi Jon memeluknya dan menggumamkan
kata-kata menenangkan, dan serigala itu diam dengan segera.
Saat mereka merobek secarik jubah Jon untuk membalut
luka, kegelapan total telah menyelimuti. Hanya bintang yang
bertaburan di langit yang memisahkan langit dengan hitamnya
batu. "Kita jalan terus?" Ular Batu ingin tahu.
Qhorin menunggangi kuda garron-nya. "Kembali, bukan
terus." "Kembali?" Jon terkejut.
"Mata elang lebih tajam daripada manusia. Kita
ketahuan. Jadi sekarang kita lari." Jemari Buntung melilitkan
syal hitam panjang di wajah dan berayun menaiki pelana.
Penjelajah yang lain bertukar pandang, tapi tak ada
yang berpikir untuk membantah. Satu demi satu mereka
menaiki kuda dan memutarnya ke arah rumah. "Ghost, ayo,"
panggilnya, dan direwolf itu mengikuti, bayangan pucat bergerak
897 menembus malam. Mereka berkuda sepanjang malam, mendaki celah yang
berkelok perlahan-lahan dan hati-hati serta melewati bentangan
tanah yang retak-retak. Angin semakin kencang. Terkadang
kondisi begitu gelap sehingga mereka turun dari kuda dan
berjalan kaki, masing-masing membimbing tunggangannya.
Ebben sempat menyarankan bahwa obor mungkin membantu
mereka, tapi Qhorin berkata, "Jangan ada api," dan perdebatan
pun berakhir. Mereka tiba di jembatan batu di puncak dan
mulai menurun lagi. Di kegelapan, seekor shadowcat meraung
berang, suaranya memantul di bebatuan jadi rasanya ada
selusin shadowcat lain memberi jawaban. Jon sempat mengira
melihat sepasang mata bersinar di langkan batu di atas, sebesar
bulan purnama. Pada dini hari sebelum fajar, mereka berhenti untuk
membiarkan kuda-kuda minum dan memberikan segenggam
gandum serta sedikit jerami."Kita tak jauh dari tempat para
wildling itu tewas," kata Qhorin. "Dari sini, satu orang bisa
menahan seratus. Orang yang tepat." Dia menatap Squire
Dalbridge. Squire itu menundukkan kepala. "Tinggalkan sebanyakbanyaknya anak panah yang bisa kalian sisihkan, saudarasaudara." Dia mengelus busur panjangnya. "Dan pastikan kuda
garron-ku memperoleh sebutir apel setibanya kalian di rumah.
Dia berhak mendapatkannya, binatang yang malang."
Dia tinggal untuk mati, Jon menyadari.
Qhorin menepuk lengan bawah squire itu dengan tangan
bersarung. "Jika elang itu turun untuk melihatmu..."
"... dia akan memiliki beberapa bulu baru."
Yang terakhir kali dilihat Jon dari Squire Dalbridge
adalah punggungnya saat dia mendaki jalan sempit menuju
ketinggian. Setelah fajar merekah, Jon mendongak menatap langit
tak berawan dan melihat satu titik bergerak menembus angkasa
biru. Ebben juga melihatnya, dan memaki, tapi Qhorin
898 menyuruhnya diam. "Dengar."
Jon menahan napas, dan mendengarnya. Jauh di sana,
di belakang mereka, tiupan sangkakala berburu berkumandang
di pegunungan. "Dan sekarang mereka datang," ucap Qhorin.
j 899 TYRION P od mendandaninya untuk menjalani siksaan dengan
tunik beledu tebal berwarna merah tua khas Lannister
dan membawakan rantai tanda jabatannya. Tyrion
meninggalkannya di nakas di samping tempat tidur. Kakaknya
tak senang diingatkan bahwa dia Tangan Kanan Raja, dan dia
tak berniat semakin memperpanas hubungan mereka.
Varys menyusulnya saat dia menyeberangi pekarangan.
"My lord," sapanya. "Sebaiknya kau baca ini segera," ucapnya,
agak terengah. "Dia mengulurkan perkamen di tangan yang
putih halus. "Laporan dari utara."
"Kabar bagus atau buruk?" tanya Tyrion.
"Bukan hakku menilainya."
Tyrion membuka gulungan perkamen itu. Dia harus
menyipit untuk membaca kata-kata itu di pekarangan yang
diterangi obor. "Demi para dewa," ucapnya lirih. "Duaduanya?"
"Sayangnya begitu, my lord. Sungguh menyedihkan.
Sungguh sangat menyedihkan. Dan mereka begitu muda dan
polos." Tyrion teringat bagaimana para serigala melolong saat
bocah Stark itu jatuh. Aku ingin tahu, apa mereka melolong
sekarang" "Kau sudah memberitahu orang lain?" tanyanya.
900 "Belum, meskipun tentu saja aku harus."
Tyrion menggulung surat itu. "Akan kuberitahu
kakakku." Dia ingin melihat reaksi sang kakak. Dia sangat
ingin melihatnya. Ratu tampak sangat jelita malam ini. Dia mengenakan
gaun berpotongan rendah dari beledu hijau tua sehingga
menegaskan warna matanya. Rambut pirangnya tergerai
di bahu telanjang, dan di pinggangnya dia memakai sabuk
anyaman bertatahkan zamrud. Tyrion menunggu sampai
dia sudah duduk dan disuguhi secawan anggur sebelum
mengangsurkan surat itu pada sang kakak. Dia tak berkata apaapa. Cersei mengerjap polos ke arahnya dan meraih perkamen
dari tangannya. "Aku yakin kau senang," ujar Tyrion sementara Cersei
membaca. "Kau menginginkan bocah Stark itu mati, aku
yakin." Cersei memasang tampang masam. "Jaime yang
melemparkannya dari jendela, bukan aku. Demi cinta, katanya,
seolah itu akan membuatku senang. Itu tindakan bodoh, selain
berbahaya, tapi kapan saudara kita itu pernah berpikir?"
"Bocah itu melihatmu," Tyrion mengingatkan.
"Dia masih kecil. Aku bisa mengancamnya supaya tutup
mulut." Ditatapnya surat itu serius. "Kenapa aku harus dituduh
setiap kali ada anggota keluarga Stark yang ibu jarinya tertusuk"
Ini ulah Greyjoy, aku sama sekali tak ada sangkut pautnya."
"Kita berharap saja semoga Lady Catelyn memercayai
itu." Mata Cersei terbeliak. "Dia takkan?"
?"membunuh Jaime" Kenapa tidak" Apa yang akan
kaulakukan seandainya Joffrey dan Tommen dibunuh?"
"Aku masih menahan Sansa!" sang ratu menyatakan.
"Kita masih menahan Sansa," Tyrion meralatnya, "dan
sebaiknya kita memperlakukannya dengan baik. Nah, mana
makan malam yang kaujanjikan padaku, kakak yang manis?"
901 Cersei menyiapkan hidangan lezat, itu tak bisa
dibantah. Mereka memulai dengan sup buah berangan kental,
roti panas renyah, dan salad sayur dengan apel dan kacang
pinus.Kemudian datang paiikan lamprey, ham bersalut madu,
wortel bermentega, kacang putih dan daging babi asap, lalu
angsa panggang isi jamur dan tiram. Tyrion sangat sopan; dia
menyendokkan setiap hidangan untuk Cersei,dan memastikan
hanya melahap apa yang disantap sang kakak. Bukannya dia
benar-benar berpikir Cersei akan meracuninya, tapi tak ada
salahnya untuk berhati-hati.
Tyrion bisa melihat bahwa berita tentang keluarga Stark
membuat sang kakak murung. "Kita belum dapat kabar dari
Bitterbridge?" tanyanya cemas sambil menusuk apel dengan
ujung pisau dan menyantapnya dengan gigitan kecil yang hatihati.
"Tidak ada." "Aku tak pernah memercayai Littlefinger. Dengan koin
yang cukup, dia akan memihak Stannis dalam sekejap mata."
"Stannis Baratheon terlalu bermoral untuk membeli
orang. Dia juga takkan nyaman dengan lord seperti Petyr.
Perang ini menciptakan persekutuan yang ganjil, aku setuju,
tapi mereka berdua" Tidak."
Saat dia mengiris ham, sang kakak berkata, "Kita harus
berterima kasih pada Lady Tanda untuk babi itu."
"Sebagai bukti kasih sayangnya?"
"Sogokan. Dia memohon agar boleh kembali ke
kastelnya. Izinmu dan izinku. Aku curiga dia khawatir kau
akan menangkapnya di jalan, seperti yang kaulakukan terhadap
Lord Gyles." "Apa dia berniat menculik ahli waris takhta?"
Tyrionmemberikan ham pada sang kakak dan mengambil seiris
untuk diri sendiri. "Aku lebih suka dia tetap di sini. Kalau dia
mau merasa aman, suruh dia mendatangkan garnisun sendiri
dari Stokeworth. Berapa saja yang dia punya."
902 "Kalau kita sangat membutuhkan pasukan, kenapa kau
mengirim pergi orang-orang liarmu?" Ada kejengkelan merayap
dalam suara Cersei. "Itu kegunaan terbaik yang bisa kudapatkan dari
mereka," jawabnya jujur. "Mereka kesatria pemberani, tapi
bukan prajurit. Dalam pertempuran formal, disiplin lebih
penting daripada keberanian. Mereka membantu kita lebih
banyak di hutan raja ketimbang yang akan pernah mereka
lakukan untuk kita di dinding kota."
Sewaktu angsa disajikan, sang ratu menanyainya
tentang konspirasi Warga Bertanduk. Cersei tampak lebih
kesal ketimbang takut. "Kenapa kita dirundung begitu banyak
pengkhianatan" Kemalangan apa yang pernah ditimpakan
Klan Lannister pada orang-orang berengsek itu?"
"Tidak ada," sahut Tyrion, "tapi mereka mengira berada
di pihak pemenang... yang membuat mereka bodoh sekaligus
pengkhianat." "Kau yakin sudah menemukan mereka semua?"
"Menurut Varys begitu." Angsa itu terlalu gurih bagi
seleranya. Kerutan muncul di alis putih pucat Cersei, di antara dua
mata indahnya. "Kau terlalu mempercayai orang kasim itu."
"Dia melayaniku dengan baik."
"Atau dia mau kau memercayai itu. Kaupikir dia hanya
membisikkan rahasia-rahasia padamu" Dia memberi kita
semua semua cukup rahasia untuk meyakinkan bahwa kita tak
berdaya tanpa dia. Dia melakonkan permainan serupa padaku,
ketika aku baru menikah dengan Robert. Selama bertahuntahun, aku yakin tak punya teman yang lebih sejati daripada
dia di istana, tapi sekarang..." Cersei mengamati wajah Tyrion
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sejenak. "Katanya kau berniat mengambil si Anjing dari
Joffrey." Terkutuklah Varys. "Aku membutuhkan Clegane untuk
tugas yang lebih penting."
"Tak ada yang lebih penting daripada nyawa raja."
903 "Nyawa raja tak terancam. Joff memiliki Ser Osmund
untuk mengawalnya, juga Meryn Trant." Cuma itu yang bisa
mereka lakukan. "Aku membutuhkan Balon Swann dan si Anjing
untuk memimpin serangan mendadak, agar memastikan
Stannis tak punya tumpuan di sisi Air Hitam milik kita."
"Jaime akan memimpin serangan mendadak itu sendiri."
"Dari Riverrun" Serangan mendadak yang hebat."
"Joff hanya anak kecil."
"Anak kecil yang ingin menjadi bagian dari perang
ini, dan kali ini keinginannya masuk akal. Aku tak berniat
menempatkan dia di tengah-tengah pertempuran, tapi dia
perlu terlihat. Prajurit bertarung lebih gigih demi seorang raja
yang ikut menghadapi bahaya bersama mereka dibandingkan
dengan raja yang bersembunyi di balik rok ibunya."
"Dia barutiga belas tahun, Tyrion."
"Ingat Jaime waktu berumur tiga belas" Kalau kau mau
bocah itu menjadi putra ayahnya, biarkan dia memainkan
peran itu. Joff memakai zirah emas terbaik yang bisa dibeli,
dan dia memiliki selusin jubah emas mengawalnya sepanjang
waktu. Seandainya ada isyarat paling kecil pun bahwa kota
terancam jatuh, aku akan langsung menyuruh dia dikawal
kembali ke Benteng Merah."
Dia mengira hal itu mungkin menenangkan Cersei, tapi
tak ada sorot senang di mata hijau tersebut. "Apa kota akan
jatuh?" "Tidak." Namun kalau itu terjadi, berdoalah supaya kita
bisamempertahankan Benteng Merah cukup lama sampai ayah kita
datang membantu. "Kau pernah berbohong padaku sebelumnya, Tyrion."
"Selalu dengan alasan kuat, kakak yang manis. Aku juga
seperti kau yang menginginkan kita bersahabat. Aku sudah
memutuskan membebaskan Lord Gyles." Dia memastikan
keselamatan Gyles untuk hal ini. "Kau juga boleh mendapatkan
Ser Boros Blount lagi."
Mulut sang ratu merapat. "Biar saja Ser Boros membusuk
di Rosby," dia berkata, "tapi Tommen?"
904 ?"tetap di tempatnya. Dia lebih aman dalam
perlindungan Lord Jacelyn dibandingkan bersama Lord Gyles."
Para pelayan membawa pergi hidangan angsa, nyaris tak
tersentuh. Cersei memberi isyarat agar pencuci mulut dibawa
masuk. "Mudah-mudahan kau suka tar beri hitam."
"Aku semua jenis tar."
"Oh, aku tahu itu dari dulu. Apa kau tahu kenapa Varys
sangat berbahaya?" "Apa sekarang kita bermain teka-teki" Tidak."
"Dia tak punya penis."
"Kau juga tidak." Dan bukankah kau membenci itu, Cersei"
"Barangkali aku juga berbahaya. Sedangkan kau
sama bodohnya dengan lelaki lain. Cacing di antara kakimu
itulahyang berpikir untukmu pada separuh kesempatan."
Tyrion menjilat remah-remah dari jari. Dia tak menyukai
senyum sang kakak. "Benar, dan sekarang cacingku berpikir
bahwa mungkin ini waktunya aku berpamitan."
"Kau tidak sehat, Dik?" Dia mencondongkan tubuh
ke depan, Tyrion bisa melihat dengan jelas bagian atas
payudaranya. "Tiba-tiba saja kau tampak merah padam."
"Merah padam?" Tyrion melirik pintu. Sepertinya
dia mendengar sesuatu di luar. Dia mulai menyesal datang
sendirian. "Kau belum pernah menunjukkan minat sebesar ini
pada kelelakianku." "Bukan itu yang membuatku berminat, melainkan
tempatmu melabuhkannya. Aku tak tergantung pada si orang
kasim dalam segala hal, tak sepertimu. Aku punya cara sendiri
untuk mengetahui sesuatu... terutama sesuatu yang orang lain
tak ingin aku mengetahuinya."
"Apa yang coba kaukatakan?"
"Hanya ini"aku memiliki pelacur kecilmu."
Tyrion meraih cawan anggurnya, mengulur waktu untuk
menata pikiran. "Kupikir kau lebih menyukai lelaki."
"Kau ini benar-benar si kecil yang lucu. Katakan, kau
905 sudah menikahi yang satu ini?" Ketika Tyrion tak menjawab,
Cersei tertawa dan berkata, "Ayah pasti akan sangat lega."
Perut Tyrion rasanya penuh dengan belut. Bagaimana
Cersei tahu tentang Shae" Apa Varys mengkhianatinya" Atau
apa semua kehati-hatiannya hancur oleh ketidaksabarannya
pada malam dia berkuda langsung ke rumah megah itu"
"Kenapa kau peduli siapa yang kupilih untuk menghangatkan
tempat tidurku?" "Seorang Lannister selalu membayar utangnya," Cersei
menjawab. "Kau sudah bersiasat melawanku sejak tiba di
King"s Landing. Kau menjual Myrcella, mencuri Tommen,
dan sekarang kau berencana membuat Joff terbunuh. Kau
menginginkan dia mati supaya kau bisa memerintah lewat
Tommen." Yah, aku tak bisa mengklaim gagasan itu tak menggoda. "Ini
sinting, Cersei. Stannis akan datang ke sini dalam hitungan
hari. Kau membutuhkanku."
"Untuk apa" Kegagahanmu dalam berperang?"
"Prajurit bayaran Bronn takkan mau bertarung tanpa
aku," dia berbohong.
"Oh, menurutku mereka mau. Emasmulah yang mereka
sukai, bukan kecerdasan licikmu. Tapi jangan takut, mereka
takkan kehilanganmu. Aku bukan berkata tak pernah berpikir
untuk menggorok lehermu, tapi Jaime takkan memaafkanku
jika kulakukan itu."
"Dan pelacur itu?" Dia takkan menyebut namanya.
Seandaikan aku bisa meyakinkan Cersei bahwa Shae tak ada artinya
bagiku, barangkali... "Dia akan diperlakukan cukup baik, selama putraputraku tak celaka. Tetapi, seandainya Joff terbunuh, atau
seandainya Tommen jatuh ke tangan musuh kita, pelacur
kecilmu akan mati dengan cara lebih menyakitkan daripada
yang bisa kaubayangkan."
Dia sungguh-sungguh yakin aku berniat membunuh
keponakanku sendiri. "Anak-anak itu aman," dia menjanjikan
906 dengan letih. "Demi para dewa, Cersei, mereka keluargaku
sendiri! Kau menganggap aku ini orang macam apa?"
"Cebol dan sinting."
Tyrion menatap ampas di dasar cawan anggur. Apa
yang akan dilakukan Jaime bila jadi aku" Membunuh jalang itu,
kemungkinan besar, dan mengkhawatirkan konsekuensinya
nanti. Namun Tyrion tak memiliki pedang emas, juga keahlian
memakainya. Dia menyukai kemurkaan sembrono sang
kakak, tapi ayah merekalah yang harus coba ditirunya. Batu,
aku harus jadi batu, aku harus menjadi Casterly Rock, keras dan
tak tergoyahkan. Jika gagal dalam ujian ini, aku lebih baikmencari
tempat makhluk aneh terdekat." Bisa saja kau sudah membunuh
dia," ujar Tyrion. "Kau mau melihatnya" Aku menduga kau mau." Cersei
melintasi ruangan dan membuka pintu ek yang berat. "Bawa
masuk pelacur adikku."
Saudara Ser Osmund, Osney dan Osfryd sangat mirip,
lelaki jangkung dengan hidung bengkok, rambut gelap, dan
senyum kejam. Gadis itu tergantung di antara keduanya,
matanya terbeliak dan putih di wajah gelapnya. Darah meleleh
dari bibirnya yang pecah, dan Tyrion bisa melihat memarmemar dari balik pakaian yang koyak. Tangan si gadis diikat
dengan tali, dan mereka menyumpal mulutnya supaya dia tak
bisa bicara. "Katamu dia takkan disakiti."
"Dia melawan." Tidak seperti saudaranya, Osney
Kettleblack klimis, jadi cakaran itu terlihat jelas di pipinya yang
bersih. "Yang satu ini cakarnya mirip shadowcat."
"Memar bisa sembuh," ujar Cersei dengan nada bosan.
"Pelacur itu akan hidup. Selama Joff hidup."
Tyrion ingin menertawakan sang kakak. Pasti sangat
manis, amat sangat manis untuk tertawa, tapi itu artinya
membuka rahasia.Kau kalah, Cersei, dan Kettleblack bersaudara
bahkan lebih bodoh ketimbang klaim Bronn. Dia hanya perlu
mengucapkan kata-kata itu.
907 Tetapi Tyrion malah menatap wajah gadis itu dan
berkata, "Kau bersumpah akan membebaskannya seusai
perang?" "Jika kau membebaskan Tommen, ya."
Tyrion berdiri. "Tahan dia kalau begitu, tapi
pastikan dia aman. Jika binatang-binatang ini berpikir bisa
memanfaatkan dia... yah, kakak yang manis, biar kuingatkan
bahwa timbanganbisa miring ke dua sisi." Nada suaranya
tenang, datar, tak peduli; dia mencari suara ayahnya, dan
menemukannya. "Apa pun yang terjadi padanya akan terjadi
juga pada Tommen, dan itu termasuk pemukulan dan
pemerkosaan." Jika dia menganggap aku monster semacam itu,
akan kumainkan peran itu untuknya.
Cersei tak menyangkanya. "Kau takkan berani."
Tyrion membuat dirinya tersenyum, perlahan dan
dingin. Hijau dan hitam, matanya tertawa pada Cersei.
"Berani" Aku yang akan melakukannya sendiri."
Tangan sang kakak melayang ke wajahnya, tapi dia
menangkap pergelangan tangan itu dan memitingnya ke belakang
sampai Cersei memekik. Osfryd maju untuk membantu. "Satu
langkah lagi, kupatahkan lengannya," si cebol memeringatkan.
Lelaki itu berhenti. "Ingat tidak waktu kubilang kau takkan
pernah memukulku lagi, Cersei?" Didorongnya sang kakak
ke lantai dan berbalik ke arah Kettleblack bersaudara. "Buka
ikatannya dan lepas sumpalannya."
Talinya sangat kencang sehingga menghentikan aliran
darahnya. Gadis itu menjerit kesakitan saat darahnya kembali
mengalir. Tyrion memijat-mijat jemarinya dengan lembut
sampai tak lagi mati rasa. "Sayangku," ucapnya, "kau harus
berani. Aku menyesal mereka menyakitimu."
"Aku tahu kau akan membebaskanku, my lord."
"Akan kulakukan itu," janjinya, dan Alayaya
membungkuk lalu mengecup dahinya. Bibir yang pecah
meninggalkan jejak darah di sana. Ciuman berdarah lebih dari
yang pantas kudapatkan, pikir Tyrion. Dia takkan pernah terluka
kalau bukan karena aku. 908 Darah Alayaya masih menandainya selagi dia menunduk
menatap sang ratu. "Aku tak pernah menyukaimu, Cersei,
tapi kau kakakku, maka aku tak pernah menyakitimu. Kau
telah mengakhiri itu. Aku akan menyakitimu karena ini. Aku
belum tahu bagaimana, tapi beri aku waktu. Akan datang hari
ketika kau mengira kau aman dan bahagia, dan tiba-tiba saja
kebahagiaanmu terasa tak berarti, dan kau bakal mengetahui
bahwa utang telah dibayar."
Dalam perang, ayahnya pernah memberitahunya,
pertempuran berakhir begitu satu pasukan bertemperasan dan
melarikan diri. Meskipun jumlah mereka sebanyak sebelumnya,
masih bersenjata dan berbaju zirah; begitu mereka melarikan
diri di depanmu, mereka takkan berbalik untuk bertarung lagi.
Begitu juga dengan Cersei. Hanya "Pergi!" respons yang bisa
dikeluarkannya. "Pergi dari hadapanku!"
Tyrion membungkuk. "Selamat malam, kalau begitu.
Dan semoga bermimpi indah."
Dia kembali ke Menara Tangan Kanan Raja dengan
seribu kaki berbalut zirah berderap dalam benaknya. Aku
seharusnya tahu ini akan terjadi begitu aku menyelinap lewat lemari
di Chataya. Mungkin dia tak ingin tahu. Kakinya nyeri setengah
mati setelah dia menaiki tangga. Dia menyuruh Pod mengambil
kendi anggur dan berjalan ke kamar tidur.
Shae duduk bersila di tempat tidur berkanopi, telanjang
dengan hanya kalung emas menjuntai melewati payudaranya:
kalung dengan tangan-tangan emas yang bertaut, memegang
tangan berikutnya. Tyrion tak menduga kehadirannya. "Sedang apa kau di
sini?" Sambil tertawa Shae mengelus kalung itu. "Aku
menginginkan tangan di tubuhku... tapi tangan-tangan emas
kecil ini dingin." Sejenak Tyrion tak tahu harus berkata apa.
Bagaimana dia bisa berceritabahwa perempuan lain dipukuli
menggantikannya, dan mungkin tewas menggantikannya
909 seandainya kemalangan dalam perang menimpa Joffrey" Dia
mengelap darah Alayaya dari dahi dengan pangkal telapak
tangan. "Lady Lollys?"
"Dia sedang tidur. Hanya tidur yang diinginkannya,
dasar sapi besar. Dia tidur dan makan. Terkadang dia tidur
selagi makan. Makanan jatuh ke bawah selimut dan dia
berguling di dalamnya, dan aku harus membersihkan itu."
Shae memperlihatkan raut jijik. "Yang mereka lakukan hanya
meniduri dia." "Ibunya bilang dia sakit."
"Ada bayi dalam perutnya, itu saja."
Tyrion mengedarkan pandang ke ruangan. Semua
kurang lebih tampak sama seperti waktu dia meninggalkannya.
"Bagaimana caramu masuk" Tunjukkan pintu rahasianya."
Shae mengangkat bahu. "Lord Varys menyuruhku
memakai tudung. Aku tidak bisa melihat, kecuali... ada satu
tempat, aku sempat melihat sekilas lantainya dari bawah
tudung. Semuanya dari ubin, jenis yang membentuk gambar?"
"Mozaik?" Shae mengangguk. "Warnanya merah dan hitam.
Menurutku gambarnya naga. Selain itu, segala-galanya gelap.
Kami menuruni tangga dan berjalan jauh sekali, sampai
aku jadi bingung. Kami sempat berhenti sekali supaya dia
bisa membuka gerbang besi. Aku menyentuhnya waktu
melewatinya. Gambar naganya melewati gerbang. Kemudian
kami menaiki tangga lagi, dengan terowongan di puncaknya.
Aku harus membungkuk, dan kurasa Lord Varys merangkak."
Tyrion mengitari kamar tidur. Salah satu penyangga
lilin tampak longgar. Dia berjinjit dan mencoba memutarnya.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benda itu bergerak perlahan, bergeser di dinding batu. Ketika
terbalik, lilinnya terjatuh. Lilin cair memercik di lantai batu
yang dingin tak menunjukkan adanya keganjilan tertentu.
"Apa m"lord tak mau tidur denganku?" tanya Shae.
"Sebentar." Tyrion membuka lemari, mendorong
pakaian ke samping, dan mendorong panel belakang. Yang
910 berlaku di rumah bordil mungkin juga terjadi di kastel...
tapi ternyata tidak, kayunya padat, bergeming. Batu di
samping bangku jendela menarik matanya, tapi tarikan dan
dorongannya sia-sia saja. Dia kembali ke tempat tidur dengan
frustrasi dan jengkel. Shae membuka baju Tyrion lalu melingkarkan kedua
lengan di leher. "Bahumu sekeras batu," gumamnya. "Cepat,
aku ingin merasakanmu di tubuhku." Namun begitu kaki Shae
melilit pinggangnya, hasratnya lenyap. Ketika Shae tahu, dia
meluncur ke balik selimut dan membelainya dengan mulut,
tapi bahkan itu pun tak mampu membangkitkannya.
Setelah beberapa lama Tyrion menghentikan Shae. "Ada
apa?" tanya Shae. Keluguan manis terukir di garis-garis wajah
belianya. Keluguan" Bodoh, dia pelacur, Cersei benar, kau berpikir
dengan penismu, bodoh, bodoh.
"Tidur saja, manisku," desak Tyrion, membelai
rambutnya. Namun, lama setelah Shae menuruti sarannya,
Tyrion berbaring terjaga, jemarinya menangkup salah satu
payudara kecil itu seraya mendengarkannya bernapas.
j 911 CATELYN A ula Besar Riverrun adalah tempat yang sepi untuk makan
malam berdua. Bayangan gelap tersampir di dinding.
Salah satu obor telah padam, hanya menyisakan tiga. Catelyn
duduk memandangi piala anggurnya. Anggur tua itu terasa
encer dan asam di lidahnya. Brienne duduk di seberangnya.
Di antara mereka, kursi tinggi ayahnya sekosong aula. Bahkan
para pelayan telah pergi. Dia mengizinkan mereka untuk
mengikuti perayaan. Dinding-dinding kastel tebal, tapi mereka tetap saja
bisa mendengar suara-suara teredam pesta di pekarangan di
luar. Ser Desmond mengeluarkan dua puluh tong dari ruang
bawah tanah, dan rakyat merayakan Edmure yang akan segera
kembali dan penaklukan Robb atas Crag dengan mengangkat
tanduk berisi ale berwarna cokelat-kacang.
Aku tak bisa menyalahkan mereka, pikir Catelyn.
Mereka tak tahu. Dan kalaupun mereka tahu, buat apa mereka
peduli" Mereka tak pernah mengenal putra-putraku. Tak pernah
menyaksikan Bran memanjat dengan jantung naik ke tenggorokan,
kebanggaan dan kengerian berpaut erat sehingga terasa menyatu, tak
pernah mendengarnya tertawa, tak pernah tersenyum menyaksikan
Rickon berusaha sangat keras meniru kakak-kakaknya. Dia
menatap hidangan makan malam di depannya; ikan trout yang
912 dibungkus daging babi asap, salad lobak hijau dan adas merah
dan rumput manis, kacang polong, bawang bombai, dan roti
panas. Brienne makan secara metodis, seolah makan malam
merupakan satu lagi tugas yang harus diselesaikan. Aku menjadi
perempuan getir, pikir Catelyn. Aku tak bahagia dengan makanan
dan minuman, lagu dan tawa menjadi asing bagiku. Aku makhluk
nestapa, debu, dan kerinduan pahit. Ada ruang kosong di dalam
diriku tempat jantungku dulu berada.
Suara perempuan lain makan tak tertahankan baginya.
"Brienne, aku bukan teman yang menyenangkan. Pergilah
bergabung dengan pesta, kalau mau. Minum setanduk ale dan
berdansa mengikuti alunan harpa Rymund."
"Aku tak tercipta untuk berpesta, my lady." Tangan besar
Brienne merobek ujung roti hitam. Brienne menatap cabikan
roti seolah lupa apa itu. "Kalau Anda memerintahkannya,
aku..." Catelyn bisa merasakan ketidaknyamanannya. "Aku
hanya berpikir kau mungkin menyukai teman yang lebih ceria
dibandingkan aku." "Aku sudah cukup senang." Gadis itu menggunakan
roti untuk menyeka lemak babi asap yang dipakai menggoreng
trout. "Ada burung lagi datang tadi pagi." Catelyn tak
tahu kenapa dia mengatakan itu. "Maester langsung
membangunkanku. Itu wajib, tapi tidak baik. Sama sekali tidak
baik."Dia tak berniat memberitahu Brienne. Tak ada yang tahu
selain dia dan Maester Vyman, dan dia ingin memastikannya
tetap seperti itu sampai... sampai...
Sampai apa" Perempuan bodoh, apa merahasiakan itu
bisa membuatnya jadi tak terlalu nyata" Jika kau tak pernah
mengatakannya, tak pernah membicarakannya, apa itu hanya akan
jadi mimpi, kurang dari mimpi, mimpi buruk yang separuh teringat"
Oh, seandainya para dewa semurah hati itu.
"Berita dari King"s Landing?" tanya Brienne.
913 "Seandainya saja. Burung itu berasal dari Kastel
Cerwyn, dari Ser Rodrik, pengurus kastelku." Sayap gelap, katakata muram. "Dia mengumpulkan pasukan semampunya dan
sedang berderap menuju Winterfell, untuk mengambil alih
kastel lagi." Betapa itu kini terdengar begitu tak penting. "Tapi
dia berkata... dia menulis... dia memberitahuku, dia..."
"My lady, ada apa" Ada kabar tentang putra-putra Anda?"
Sungguh pertanyaan yang sederhana; seandainya
jawabannya juga bisa sesederhana itu. Saat Catelyn mencoba
bicara, kata-kata tersangkut di tenggorokan. "Aku tak punya
putra lagi selain Robb." Dia berhasil mengucapkan kata-kata
mengerikan itu tanpa terisak, dan untuk itu dia lega.
Brienne menatapnya ngeri. "My lady?"
"Bran dan Rickon mencoba melarikan diri, tapi
ditangkap di penggilingan di Sungai Biji Ek. Theon Greyjoy
memancang kepala mereka di dinding Winterfell. Theon
Greyjoy, yang makan di mejaku sejak berumur sepuluh tahun."
Aku sudah mengucapkannya, semoga para dewa mengampuniku.
Aku sudah mengucapkannya dan menjadikannya nyata.
Wajah Brienne tampak buram karena air mata. Dia
meraih ke seberang meja tapi jemarinya berhenti tak jauh dari
jemari Catelyn, seakan sentuhannya mungkin tak diinginkan.
"Aku... tak bisa berkata-kata, my lady. Lady yang baik. Putraputra Anda, mereka... mereka kini bersama para dewa."
"Benarkah?" sergah Catelyn. "Dewa apa yang membiarkan
ini terjadi" Rickon masih bayi. Bagaimana mungkin dia pantas
menerima kematian seperti itu" Dan Bran... ketika aku
meninggalkan utara, dia belum membuka mata sejak terjatuh.
Aku terpaksa pergi sebelum dia sadar. Sekarang aku tak pernah
bisa lagi kembali padanya, atau mendengar dia tertawa lagi."
Dia menunjukkan telapak tangan pada Brienne, jemarinya.
"Bekas luka ini... mereka mengirim orang untuk menggorok
leher Bran selagi dia tidur. Dia seharusnya sudah tewas waktu
itu, bersamaku, tapi serigala Bran merobek leher orang itu."
Hal itu membuatnya terdiam sejenak. "Kurasa Theon juga
914 membunuh para serigala. Pasti, kalau tidak... aku yakin mereka
akan aman selama serigala-serigala itu bersama mereka. Seperti
Robb dan Grey Wind-nya. Tapi putri-putriku kini tak memiliki
serigala." Perubahan topik yang mendadak membuat Brienne
kebingungan. "Putri-putri Anda..."
"Sansa sudah menjadi seorang lady sejak berumur tiga
tahun, selalu sopan dan ingin menyenangkan orang. Dia
sangat menyukai kisah-kisah tentang kesatria gagah perkasa.
Orang-orang berkata dia mewarisi penampilanku, tapi dia
akan tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik
dibandingkan aku, kau bisa melihatnya. Aku sering menyuruh
pelayan pergi supaya aku bisa menyisir rambutnya sendiri. Dia
memiliki rambut cokelat kemerahan, lebih terang daripada
rambutku, sangat lebat dan lembut... warna merahnya
menangkap cahaya obor dan bersinar bagaikan tembaga.
"Dan Arya, yah... tamu-tamu Ned sering keliru mengira
dia sebagai pengurus kandang jika mereka datang tanpa
pemberitahuan. Harus diakui, Arya itu ujian. Separuh anak
laki-laki dan separuh anak serigala. Larang dia melakukan
sesuatu dan itu akan jadi tekadnya. Dia mewarisi wajah panjang
Ned, dan rambut cokelat yang selalu terlihat seperti sarang
burung. Aku sudah putus asa berusaha membuatnya menjadi
seorang lady. Dia mengoleksi bekas luka seperti gadis-gadis
lain mengoleksi boneka, dan selalu mengucapkan apa saja
yang terlintas di benaknya. Menurutku dia pasti juga sudah
meninggal." Sewaktu mengucapkan itu, rasanya ada tangan
raksasa mencengkeram dadanya. "Aku menginginkan mereka
semua mati, Brienne. Pertama Theon Greyjoy, lalu Jamie
Lannister, Cersei, dan si Setan Kecil, semuanya, semuanya.
Tapi anak gadisku... anak gadisku akan..."
"Sang ratu... dia juga punya anak perempuan kecil,"
kata Brienne canggung. "Juga putra-putra, sebaya dengan
anak Anda. Bila dia mendengar kabar itu, barangkali dia... dia
mungkin menaruh iba, dan..."
915 "Mengirim kembali putri-putriku tanpa cedera?" Catelyn
tersenyum sedih. "Ada keluguan yang manis pada dirimu, Nak.
Aku bisa berharap... tapi tidak. Robb akan membalaskan
dendam saudara-saudaranya. Es bisa mematikan seperti api.
Ice adalah pedang Ned. Baja Valyria, ditandai dengan riak
dari ribuan lipatan saat ditempa, sangat tajam sehingga aku
takut menyentuhnya. Pedang Robb setumpul pentungan bila
dibandingkan dengan Ice. Sayangnya, takkan mudah baginya
untuk memenggal kepala Theon. Klan Stark tak memiliki
algojo. Ned selalu bilang orang yang menjatuhkan hukumanlah
yang seharusnya mengayunkan pedang, meskipun dia tak
pernah menyukai tugas tersebut. Tapi aku pasti menikmatinya,
oh, sungguh." Dia memandangi tangannya yang berparut,
membuka dan menutupnya, lalu perlahan-lahan mengangkat
pandang. "Aku mengiriminya anggur."
"Anggur?" Brienne kebingungan. "Robb" Atau... Theon
Greyjoy?" "Pembantai Raja." Siasat itu berjalan baik dengan Cleos
Frey. Semoga kau haus, Jaime. Semoga kerongkonganmu kering dan
tercekik. "Aku ingin kau ikut bersamaku."
"Siap melaksanakan perintah Anda, my lady."
"Bagus." Catelyn mendadak bangkit. "Tinggallah,
habiskan makananmu dengan tenang. Aku akan mengirim
orang memanggilmu. Tengah malam."
"Selarut itu, my lady?"
"Penjara bawah tanah tak berjendela. Kapan pun
akanterlihat sama di bawah sana, dan bagiku, setiap jam
adalah tengah malam." Langkahnya menggema hampa saat
meninggalkan aula. Selagi menaiki tangga menuju ruangan
Lord Hoster, Catelyn bisa mendengar orang-orang di luar
menyerukan, "Tully!" dan "Satu cawan! Satu cawan untuk lord
muda pemberani!" Ayahku belum meninggal, dia ingin berteriak
pada mereka. Putra-putraku tewas, tapi ayahku hidup, terkutuk
kalian semua, dan dia masih lord kalian.
Lord Hoster tidur nyenyak. "Dia baru saja minum
916 secawan anggur mimpi, my lady," kata Maester Vyman. "Untuk
sakitnya. Dia takkan tahu Anda di sini."
"Tidak masalah," jawab Catelyn. Dia lebih mirip mati
daripada hidup, tapi lebih hidup daripada putra-putra manisku yang
malang. "My lady, ada yang bisa kulakukan untuk Anda" Ramuan
tidur, mungkin?" "Terima kasih, Maester, tapi tidak usah. Aku takkan
berdukacita dengan tidur. Bran dan Rickon layak mendapatkan
yang lebih baik dariku. Ikutlah berpesta, aku akan duduk
bersama ayahku sebentar."
"Siap laksanakan perintah, my lady." Vyman
membungkuk dan meninggalkannya.
Lord Hoster berbaring telentang, mulutnya terbuka,
napasnya berupa dengih samar. Satu tangan menjuntai
dari kasur, tangan kisut yang pucat dan raput, tapi hangat
saat disentuh Catelyn. Dia menautkan jemari mereka dan
menangkupkannya. Tak peduli seerat apa aku menggenggamnya,
aku tak bisa menahannya tetap di sini, pikir Catelyn sedih.
Lepaskan dia. Namun jemarinya sepertinya enggan kembali
lurus. "Aku tak punya teman bicara, Ayah," katanya. "Aku
berdoa, tapi para dewa tak menjawab." Dikecupnya sekilas
tangan sang ayah. Kulitnya hangat, nadi biru bercabang mirip
sungai di balik kulit pucat transparan. Di luar sungai yang
lebih besar mengalir, Anak Sungai Merah dan Tumblestone,
yang akan mengalir selamanya, tapi sungai di tangan ayahnya
tidak. Tak lama lagi arusnya akan berhenti. "Semalam
akumemimpikan sewaktu Lysa dan aku tersesat saat berkuda
dari Seagard. Ayah ingat" Kabut aneh datang dan kami
tertinggal di belakang rombongan. Segala-galanya kelabu, dan
aku tak bisa melihat selangkah pun melewati hidung kudaku.
Kami kehilangan jalan. Dahan-dahan pohon mirip lenganlengan kurus panjang yang meraih kami selagi kami lewat.
Lysa mulai menangis, dan sewaktu aku berteriak, kabut seperti
917 menelan suara itu. Tapi Petyr tahu di mana kami, jadi dia
berkuda kembali dan menemukan kami...
"Tapi sekarang tak seorang pun yang mencariku, bukan"
Kali ini aku harus mencari jalanku sendiri, dan itu berat, berat
sekali. "Aku selalu teringat semboyan Klan Stark. Musim
dingin telah datang, Ayah. Bagiku. Bagiku. Robb kini harus
melawan Greyjoy selain Lannister, dan demi apa" Demi
mahkota emas dan takhta besi" Tanah sudah cukup berdarah.
Aku menginginkan anak-anak perempuanku pulang, aku
menginginkan Robb meletakkan pedang dan memilih beberapa
putri Walder Frey untuk membahagiakannya dan memberinya
putra. Aku menginginkan Bran dan Rickon kembali, aku
menginginkan..." Catelyn tertunduk. "Aku menginginkan,"
ucapnya sekali lagi, dan kemudian kata-katanya lenyap.
Setelah beberapa lama, lilin pun habis dan padam.
Cahaya bulan menyorot miring dari sela-sela daun jendela,
menerakan bilah-bilah pucat keperakan di wajah ayahnya. Dia
bisa mendengar desir lirih napas berat sang ayah, deru air yang
tak pernah berhenti, nada samar lagu cinta yang melayang dari
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pekarangan, begitu sedih dan manis. "Aku mencintai seorang
gadis semerah musim gugur," Rymund bernyanyi, "dengan matahari
terbenam di rambutnya."
Catelyn tak menyadari kapan nyanyian itu berakhir.
Jam demi jam telah lewat, tapi sepertinya baru sejenak berlalu
ketika Brienne datang. "My lady," dia memanggil pelan. "Sudah
tengah malam." Sudah tengah malam, Ayah, pikir Catelyn, dan aku harus
menjalankan tugasku. Dia melepaskan tangan sang ayah.
Penjaga penjara adalah seorang lelaki kecil licik dengan
pembuluh darah pecah di hidungnya. Mereka menemukannya
membungkuk di atas gelas besar ale dan sisa-sisa pai burung
dara, lebih dari sedikit mabuk. Dia menyipit menatap mereka
curiga. "Mohon maaf, m"lady, tapi Lord Edmure melarang
918 siapa pun menemui Pembantai Raja tanpa izin tertulis darinya,
dilengkapi segelnya di atasnya."
"Lord Edmure" Apa ayahku sudah tiada, dan tidak ada
yang memberitahuku?"
Sipir itu menjilat bibir. "Tidak, m"lady, setahuku."
"Kau akan membukakan sel, atau kau ikut bersamaku
ke ruangan Lord Hoster dan memberitahunya apa alasannya
kau menentangku." Dia menjatuhkan pandang. "Siap laksanakan
perintahm"lady." Kuncinya dikaitkan di sabuk kulit yang
melingkari pinggangnya. Dia menggumam pelan sambil
memilah-milah, sampai menemukan kunci yang sesuai dengan
pintu sel Pembantai Raja.
"Kembalilah ke ale-mu dan tinggalkan kami," perintah
Catelyn. Sebuah lampu minyak tergantung di kaitan di langitlangit yang rendah. Catelyn menurunkannya dan membesarkan
nyalanya. "Brienne, pastikan aku tidak diganggu."
Brienne mengangguk, mengambil posisi di luar sel,
tangannya diletakkan di gagang pedang. "My lady akan
memanggil jika membutuhkanku."
Catelyn mendorong pintu kayu dan besi yang berat itu
dengan bahu, lalu melangkah memasuki kegelapan busuk. Ini
perut Riverrun, dan baunya seperti itu. Jerami lama berderak
di bawah kaki. Dindingnya berubah warna oleh bercak-bercak
nitrat. Dari balik dinding batu, dia bisa mendengar gemercik
samar Tumblestone. Cahaya lampu menampakkan ember yang
meluap oleh kotoran manusia di satu sudut dan sosok yang
berjongkok di sudut satunya. Kendi anggur tegak di samping
pintu, tak tersentuh. Sampai di sini saja taktik itu. Aku seharusnya
bersyukur sipir tak meminumnya sendiri, kurasa.
Jaime mengangkat kedua tangan untuk menutupi
wajah, rantai yang melingkari pergelangannya berdencing.
"Lady Stark," sapanya, dengan suara parau akibat lama tak
dipakai. "Sayangnya aku tak dalam kondisi yang layak untuk
menerimamu." 919 "Tatap aku, Ser."
"Cahaya menyakitkan mataku. Mohon tunggu
sebentar." Jaime Lannister tak diizinkan bercukur sejak malam
dia ditangkap di Hutan Berbisik, dan janggut kusut menutupi
wajah, yang dulu begitu mirip sang ratu. Bersinar keemasan
diterpa cahaya lampu, cambang membuatnya terlihat seperti
binatang buas kuning, mengagumkan bahkan saat terbelenggu.
Rambutnya yang kotor tergerai kusut dan bergumpal-gumpal
di bahu, pakaiannya membusuk di tubuh, wajahnya pucat dan
kuyu... meskipun begitu, kekuatan dan kerupawanan seorang
lelaki masih terlihat jelas.
"Kulihat kau tak berselera mencicipi anggur yang
kukirimkan." "Kemurahhatian mendadak entah bagaimana tampak
mencurigakan." "Aku bisa memenggal kepalamu kapan saja aku mau.
Buat apa aku meracunimu?"
"Kematian akibat racun bisa tampak alami. Lebih sulit
mengklaim hal itu jika kepalaku copot." Dia menyipit dari
lantai, mata hijau kucing mulai terbiasa dengan cahaya. "Aku
ingin mempersilakanmu duduk, tapi adikmu tidak memberiku
kursi." "Aku bisa berdiri cukup baik."
"Bisakah" Harus kukatakan, kau tampak payah. Tapi
mungkin itu hanya gara-gara cahaya di sini." Pergelangan tangan
dan kaki Jaime diborgol, setiap belenggu terhubung dengan
satu sama lain, jadi dia tak bisa berdiri atau berbaring dengan
nyaman.Rantai pergelangan kaki disekrup di dinding. "Apa
gelangku sudah cukup berat bagimu, atau kau datang untuk
menambahkan beberapa lagi" Aku akan mendencingkannya
dengan merdu kalau kau mau."
"Kau sendiri yang menyebabkan ini pada dirimu,"
Catelyn mengingatkan. "Kami telah memberimu kenyamanan
sel menara yang sesuai dengan status dan posisimu. Kau
membalas kami dengan berusaha melarikan diri."
920 "Sel ya sel. Beberapa sel di bawah Casterly Rock membuat
yang ini seperti taman yang diterangi matahari. Suatu hari
nanti mungkin aku akan menunjukkannya padamu."
Kalau dia takut, dia menyembunyikannya dengan baik, pikir
Catelyn. "Orang yang tangan dan kakinya dirantai seharusnya
menjaga agar lidahnya lebih sopan, Ser. Aku ke sini bukan
untuk diancam." "Bukan" Kalau begitu pasti untuk mendapatkan
kesenangan dariku" Kabarnya para janda jemu dengan ranjang
kosong. Kami para Pengawal Raja bersumpah takkan pernah
menikah, tapi kurasa aku masih bisa melayanimu jika itu yang
kaubutuhkan. Tuangkan anggur untuk kita, lepaskan gaun itu,
dan kita lihat apa aku berminat melakukannya."
Catelyn menatapnya jijik. Apa pernah ada lelaki
serupawan atau sekeji yang satu ini" "Jika putraku mendengarmu
mengatakan itu, dia akan membunuhmu."
"Hanya selama aku memakai ini." Jaime Lannister
mengguncang rantainya ke arah Catelyn. "Kita berdua tahu
bocah itu takut menghadapiku dalam duel satu lawan satu."
"Putraku mungkin masih muda, tapi kalau kau
menganggapnya bodoh, sayangnya kau keliru... dan sepertinya
kau tak secepat itu mengajukan tantangan ketika memiliki
pasukan di belakangmu."
"Apa para Raja Musim Dingin yang lama juga
bersembunyi di balik rok ibu mereka?"
"Aku mulai muak dengan ini, Ser. Ada hal-hal yang
perlu kuketahui." "Buat apa aku memberitahumu sesuatu?"
"Untuk menyelamatkan nyawamu."
"Kaupikir aku takut mati?" Hal itu sepertinya
membuatnya geli. "Seharusnya kau takut. Kejahatanmu telah memberimu
tempat siksaan di neraka terdalam dari tujuh neraka, jika para
dewa adil." 921 "Para dewa yang mana, Lady Catelyn" Pohon-pohon
tempat suamimu berdoa" Sebaik apa mereka membantunya
ketika kakakku memenggal kepalanya?" Jamie terkekeh.
"Seandainya dewa itu ada, kenapa dunia penuh dengan
penderitaan dan ketidakadilan?"
"Karena orang-orang sepertimu."
"Tidak ada orang-orang seperti aku. Hanya ada aku."
Tidak ada apa-apa di sini selain keangkuhan dan martabat,
serta keberanian hampa dari lelaki sinting. Aku membuang-buang
napas dengan yang satu ini. Seandainya ada secercah kehormatan
dalam dirinya, hal itu sudah lama mati. "Jika kau tak mau
berbicara denganku, biarlah. Minum anggur itu atau kencingi
saja, Ser, tidak ada bedanya bagiku."
Tangannya sudah di gagang pintu saat Jaime berkata,
"Lady Stark." Dia berbalik, menunggu. "Segalanya berkarat di
kelembapan ini," lanjut Jaime. "Bahkan kesopanan laki-laki.
Tinggallah, dan kau akan mendapatkan jawaban... dengan
harga tertentu." Dia tak punya rasa malu. "Tahanan tak menetapkan
harga." "Oh, kau akan mendapati hargaku cukup murah.
Sipirmu hanya memberiku kebohongan keji, dan dia bahkan
tak bisa mempertahankannya. Satu hari dia berkata Cersei
dikuliti, dan hari berikutnya ayahku. Jawab pertanyaanku dan
aku akan menjawab pertanyaanmu."
"Dengan sebenar-benarnya?"
"Oh, jadi kebenaran yang kauinginkan" Hati-hati, my
lady. Tyrion berkata orang-orang sering mengklaim lapar akan
kebenaran, tapi jarang yang menyukai rasanya ketika disajikan."
"Aku cukup kuat untuk mendengar apa saja yang
kaukatakan." "Terserah kau saja, kalau begitu. Tapi pertama-tama,
kalau kau bersedia... anggurnya. Kerongkonganku perih."
Catelyn menggantung lampu di pintu lalu memindahkan
cawan dan kendi lebih dekat. Jamie berkumur-kumur dengan
922 anggur itu sebelum menelannya. "Asam dan tak enak,"
komentarnya, "tapi lumayan." Dia bersandar di dinding,
menarik lutut ke dada, dan menatap Catelyn. "Pertanyaan
pertamamu, Lady Catelyn?"
Tak mengetahui berapa lama permainan ini mungkin
berlanjut, Catelyn tak membuang-buang waktu. "Apa kau ayah
Joffrey?" "Kau takkan pernah bertanya kecuali sudah tahu
jawabannya." "Aku menginginkan jawabannya dari bibirmu sendiri."
Jaime mengangkat bahu. "Joffrey anakku. Begitu juga
semua anak Cersei, kurasa."
"Kau mengakui menjadi kekasih kakakmu?"
"Aku selalu mencintai kakakku, dan kau berutang dua
jawaban padaku. Apa seluruh keluargaku masih hidup?"
"Aku diberitahu, Ser Stafford Lannister terbunuh di
Oxford." Jaime bergeming. "Paman Dolt, kakakku memanggilnya.
Cersei dan Tyrion-lah yang kucemaskan. Juga ayahku."
"Mereka masih hidup, tiga-tiganya." Tetapi tidak lama
lagi, jika para dewa berbaik hati.
Jaime menenggak anggur lagi. "Ajukan yang berikutnya."
Catelyn ingin tahu apakah Jaime berani menjawab
pertanyaannya yang berikut tanpa berbohong. "Bagaimana
putraku Bran bisa jatuh?"
"Aku melemparkannya dari jendela."
Santainya Jaime mengucapkan itu merenggut suara
Catelyn sejenak. Seandainya aku punya pisau, akan kubunuh
dia sekarang, pikir Catelyn, sampai dia teringat anak-anak
perempuannya. Lehernya tersekat selagi mengatakan, "Kau
seorang kesatria, bersumpah untuk membela yang lemah dan
tak bersalah." "Dia cukup lemah, tapi mungkin bukannya tak bersalah.
Dia memata-matai kami."
923 "Bran takkan memata-matai."
"Kalau begitu salahkan dewa-dewamu yang berharga,
yang membawa bocah itu ke jendela kami dan membuatnya
melihat sesuatu yang seharusnya tak pernah dilihatnya."
"Salahkan dewa-dewa?" ujar Catelyn, tak percaya.
"Tanganmulah yang melemparkan dia. Kau menginginkan dia
mati." Rantai Jaime bergemerencing pelan. "Aku jarang
melemparkan anak-anak dari menara untuk meningkatkan
kesehatan mereka. Ya, aku menginginkan dia mati."
"Dan ketika itu tak terjadi, kau sadar risikomu lebih
besar daripada sebelumnya, jadi kau memberi sekantong perak
pada antek-antekmu untuk memastikan Bran takkan pernah
sadar." "Benarkah?" Jaime mengangkat cawan dan meneguk
banyak-banyak. "Aku tak membantah kami membicarakannya,
tapi kau bersama bocah itu siang dan malam, maester-mu dan
Lord Eddard sering menemaninya, lalu ada pengawal, bahkan
direwolf terkutuk itu... artinya aku harus menyusup menembus
separuh Winterfell. Dan buat apa repot-repot, padahal bocah
itu sepertinya akan mati dengan sendirinya?"
"Kalau kau berbohong padaku, pertemuan ini berakhir."
Catelyn mengulurkan kedua tangan, menunjukkan jemari dan
telapak tangannya. "Orang yang datang untuk menggorok
leher Bran memberiku bekas luka ini. Kau bersumpah tak
ambil bagian dalam mengirim dia?"
"Demi kehormatanku sebagai seorang Lannister."
"Kehormatanmu sebagai seorang Lannister lebih tak
berharga ketimbang ini." Dia menendang ember kotoran.
Cairan cokelat berbau busuk menjalar di lantai sel, merembes
ke jerami. Jaime Lannister menjauhi tumpahan itu sejauh
yang dimungkinkan rantainya. "Mungkin aku tak punya
kehormatan, aku tak membantahnya, tapi aku belum pernah
membayar siapa pun agar membunuh untukku. Percayalah apa
924 yang kaumau, Lady Stark, tapi seandainya aku menginginkan
Bran-mu tewas aku pasti membunuhnya sendiri."
Demi dewa-dewa yang pengasih, dia mengatakan yang
sebenarnya. "Kalau kau tak mengirim pembunuh itu, berarti
kakakmu pelakunya." "Kalau itu benar, aku pasti tahu. Cersei tak merahasiakan
apa pun dariku." "Kalau begitu si Setan Kecil."
"Tyrion sama tak bersalahnya dengan Bran-mu. Diatidak
memanjat di luar jendela siapa pun, memata-matai."
"Kalau begitu kenapa si pembunuh memiliki belatinya?"
"Belati macam apa?"
"Sepanjang ini," jawab Catelyn, menggambarkan dengan
kedua tangan, "polos, tapi indah, dengan bilah dari baja Valyria
dan gagang dari tulang naga. Adikmu memenangkannya dari
Lord Baelish di turnamen perang pada hari penamaan Joffrey."
Lannister menuang, menenggak, menuang, dan
memandangi cawan anggurnya. "Semakin banyak kuminum,
anggur ini rasanya makin enak. Coba bayangkan. Sepertinya
aku ingat belati itu, setelah kaugambarkan. Dimenangkan,
katamu" Bagaimana?"
"Bertaruh atas dirimu waktu kau dikalahkan Kesatria
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bunga." Namun begitu mendengar ucapannya sendiri, Catelyn
sadar dia keliru. "Bukan" apa sebaliknya?"
"Tyrion selalu memihakku dalam taruhan," Jaime
berkata, "tapi hari itu Ser Loras menjatuhkanku. Kesialan, aku
terlalu meremehkan bocah itu, tapi tidak penting. Apa pun
yang dipertaruhkan adikku, dia kalah" tapi belati itu memang
beralih tangan, aku ingat sekarang. Robert menunjukkannya
padaku malam itu di pesta. Yang Mulia senang menaburkan
garam di lukaku, terutama saat sedang mabuk. Dan ketika dia
tak mabuk?" Catelyn teringat, Tyrion Lannister mengutarakan
hal yang hampir serupa semasa mereka berkuda melintasi
Pegunungan Bulan. Dia menolak memercayai lelaki itu.
925 Petyr sudah bersumpah sebaliknya, Petyr yang hampir seperti
saudara, Petyr yang sangat mencintainya sehingga berduel demi
mendapatkannya" tapi jika Jaime dan Tyrion menceritakan
hal yang sama, apa artinya" Dua saudara itu belum pernah
bertemu lagi sejak meninggalkan Winterfell lebih dari setahun
lalu. "Apa kau mencoba menipuku?" Ada jebakan di suatu
tempat di sini. "Aku sudah mengaku mendorong anak berandalmu
dari jendela, apa yang kudapatkan dari berbohong soal pisau
ini?" Dia menelan secawan anggur lagi. "Percayailah yang
kaumau, aku sudah tak peduli lagi pendapat orang tentangku.
Dan sekarang giliranku. Apa saudara-saudara Robert sudah
bergerak?" "Sudah." "Nah, itu jawaban kikir. Beri aku lebih dari itu, atau
jawabanmu berikutnya juga sesingkat itu."
"Stannis bergerak menuju King"s Landing," gerutu
Catelyn. "Renly tewas, dibunuh di Bitterbridge oleh kakaknya,
menggunakan sihir hitam yang tak kumengerti."
"Sayang sekali," komenter Jaime. "Aku agak menyukai
Renly, walaupun Stannis itu cerita lain. Klan Tyrell memihak
siapa?" "Awalnya Renly. Sekarang, entahlah."
"Putramu pasti kesepian."
"Robb berusia enam belas tahun beberapa hari lalu"
lelaki dewasa, dan seorang raja. Dia memenangkan setiap
pertempuran yang dilakoninya. Kabar terakhir yang kami
dapat darinya, dia mengambil alih Crag dari Klan Westerling."
"Dia belum menghadapi ayahku, bukan?"
"Ketika itu terjadi, Robb akan mengalahkan dia. Seperti
yang kaualami." "Dia menangkapku saat sedang lengah. Taktik pengecut."
"Kau berani bicara soal taktik" Adikmu Tyrion mengutus
pembunuh berseragam utusan, di bawah panji perdamaian."
926 "Seandainya salah satu putramu ada di sel ini, tidakkah
saudara laki-lakinya akan melakukan hal yang sama demi dia?"
Putraku tak punya saudara laki-laki, pikir Catelyn, tapi dia
takkan membagi penderitaannya dengan makhluk semacam
ini. Jaime mereguk anggur lagi. "Apalah arti nyawa seorang
saudara jika kehormatan menjadi taruhan, ya?" Menyesap lagi.
"Tyrion cukup cerdik untuk menyadari bahwa putramu takkan
pernah setuju untuk menuntut tebusan atas diriku."
Catelyn tak bisa membantah. "Para pengikut Robb
lebih senang melihatmu mati. Terutama Rickard Karstark. Kau
membunuh dua putranya di Hutan Berbisik."
"Dua orang dengan lambang matahari putih, bukan?"
Jaime mengedikkan bahu. "Sejujurnya, putramu yang ingin
kubunuh. Yang lain menghalangiku. Aku membunuh mereka
dalam pertarungan yang adil, di tengah-tengah pertempuran.
Kesatria mana pun pasti melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kau masih bisa menyebut dirimu
kesatria, padahal kau melanggar setiap sumpah yang pernah
kauucapkan?" Jaime meraih kendi untuk mengisi lagi cawannya.
"Begitu banyak sumpah" mereka menyuruhmu bersumpah
dan bersumpah. Membela raja. Patuhi raja. Jaga rahasianya.
Turuti perintahnya. Nyawamu untuk nyawanya. Tapi patuhi
ayahmu. Sayangi saudarimu. Lindungi yang tak bersalah. Bela
yang lemah. Hormati para dewa. Patuhi peraturan. Terlalu
banyak. Apa pun yang kaulakukan, kau melanggar satu
sumpah atau sumpah lainnya." Dia meneguk anggur banyakbanyak dan memejamkan mata sejenak, menyandarkan kepala
di bercak nitrat di dinding. "Aku orang termuda yang pernah
memakai jubah putih."
"Dan yang termuda yang mengkhianati semua yang
diwakilinya, Pembantai Raja."
"Pembantai Raja," Jaime mengucapkannya hati-hati.
"Dan dia raja yang hebat!" Diangkatnya cawan. "Untuk Aerys
927 Targaryen, yang Kedua dari Namanya, Lord Tujuh Kerajaan
dan Pelindung Kerajaan. Dan untuk pedang yang menggorok
lehernya. Pedang emas, pula. Sampai darahnya memerahkan
bilah pedang. Itu warna Lannister, merah dan emas."
Ketika Jaime tertawa, Catelyn menyadari bahwa anggur
telah melakukan tugasnya; lelaki itu sudah menguras hampir
sebagian besar isi kendi, dan dia mabuk. "Hanya orang
sepertimu yang bangga dengan tindakan semacam itu."
"Sudah kubilang, tidak ada orang seperti aku. Jawab
ini, Lady Stark"apa Ned-mu pernah menceritakan tentang
kematian ayahnya" Atau kakaknya?"
"Mereka mencekik Brandon dengan disaksikan
ayahnya, lalu mereka membunuh Lord Rickard juga." Kisah
mengerikan, dan sudah enam belas tahun berlalu. Kenapa dia
menanyakan itu sekarang"
"Dibunuh, memang benar, tapi bagaimana?"
"Di tiang gantungan atau dengan kapak, kurasa."
Jaime meneguk lagi, mengelap mulut. "Ned sudah
jelas ingin melindungimu. Mempelai belianya yang manis,
walaupun bukan perawan. Nah, kau menginginkan kebenaran.
Tanyakan padaku. Kita sudah membuat kesepakatan, aku tak
bisa menolak apa pun. Tanyakan."
"Mati ya mati." Aku tak mau mengetahuinya.
"Brandon berbeda dibandingkan saudaranya, bukan"
Ada darah di pembuluhnya bukannya air dingin. Lebih mirip
aku." "Brandon tak ada mirip-miripnya denganmu."
"Terserah kau saja. Kau dan dia rencananya akan
menikah." "Dia sedang dalam perjalanan ke Riverrun ketika?" Aneh,
kenapa menceritakannya masih membuat tenggorokannya
tersekat, padahal sudah bertahun-tahun berlalu. ?" ketika dia
mendengar tentang Lyanna, dan akhirnya dia memutuskan ke
King"s Landing. Itu tindakan gegabah." Dia teringat bagaimana
928 ayahnya murka begitu kabar itu sampai ke Riverrun. Si bodoh
pemberani, itulah sebutan ayahnya untuk Brandon.
Jaime menuang setengah cawan anggur terakhir. "Dia
berkuda ke Kastel Merah dengan beberapa pengiring, berteriak
memanggil Pangeran Rhaegar agar keluar dan mati. Tapi
Rhaegar tak di sana. Aerys mengirim pengawal untuk menahan
mereka semua dengan tuduhan bersekongkol membunuh
putranya. Yang lain juga putra-putra para lord, kalau tidak
salah." "Ethan Glover adalah squire Brandon," kata Catelyn.
"Dia satu-satunya yang selamat. Yang lainJeffory Mallister,
Kyle Royce, dan Elbert Arryn, keponakan dan ahli waris
Jon Arryn." Aneh rasanya dia masih mengingat nama-nama
tersebut, setelah begitu lama berlalu. "Aerys menuduh mereka
melakukan pengkhianatan dan memanggil para ayah mereka
ke istana untuk menanggapi tuduhan itu, dengan putra-putra
mereka sebagai sandera. Begitu mereka tiba, dia membunuh
mereka tanpa pengadilan. Ayah dan anak, semuanya."
"Ada pengadilan. Semacamnya. Lord Rickard menuntut
pengadilan dengan duel, dan Raja mengabulkannya. Stark
memakai zirah untuk bertarung, mengira akan berduel
melawan salah satu Pengawal Raja. Barangkali aku. Alih-alih,
mereka membawanya ke ruang takhta dan menggantungnya di
kasau sementara dua pawang api menyalakan api di bawahnya.
Raja mengatakan padanya bahwa api adalah petarung dari
Klan Targaryen. Jadi yang harus dilakukan Lord Rickard untuk
membuktikan dia tak bersalah adalah" yah, dengan tidak
terbakar. "Ketika api berkobar, Brandon dibawa masuk. Kedua
tangannya dibelenggu di belakang, dan lehernya dililit tali
kulit basah yang terhubung dengan alat yang dibeli Raja dari
Tyrosh. Tapi kakinya bebas, dan pedangnya diletakkan tepat di
luar jangkauannya. "Pawang api memanggang Lord Rickard perlahan-lahan,
menambah bahan bakar dan mengipas agar api mencapai
929 panas yang ideal. Jubahnya yang pertama terbakar, lalu mantel
luarnya, dan tak lama kemudian dia hanya mengenakan
logam dan abu. Berikutnya dia mulai terpanggang, Aerys
menjanjikan itu" kecuali putranya bisa membebaskan dia.
Brandon berusaha, tapi semakin dia meronta, semakin erat tali
menekan lehernya. Akhirnya dia mencekik diri sendiri.
"Sedangkan Lord Rickard, logam pelat dadanya berubah
semerah ceri, dan emasnya meleleh dari taji di sepatunya dan
menetes ke api. Aku berdiri di kaki Takhta Besi dalam zirah
putih dan jubah putihku, memenuhi kepala dengan pikiran
tentang Cersei. Setelahnya, Gerold Hightower mengajakku
menjauh dan berkata padaku, 'Kau bersumpah untuk
melindungi raja, bukan untuk menghakiminya.' Itulah sang
Banteng Putih, loyal hingga akhir dan lelaki yang lebih baik
daripada aku, semua sepakat."
"Aerys?" Catelyn bisa merasakan pahit empedu
di tenggorokannya. Kisah tersebut begitu mengerikan
sehingga dia curiga itu pasti benar. "Aerys sinting, seluruh
kerajaan mengetahuinya, tapi jika kau ingin aku percaya kau
membunuhnya demi membalaskan dendam Brandon Stark?"
"Aku tidak mengklaim seperti itu. Keluarga Stark tak ada
artinya bagiku. Aku akan berkata, menurutku lebih dari aneh
jika aku dicintai seseorang karena kebaikan yang tak pernah
kulakukan, dan dikecam begitu banyak orang akibat tindakan
terbaikku.Pada penobatan Robert, aku disuruh berlutut
di kaki raja di samping Maester Agung Pycelle dan Varys si
orang kasim, supaya dia mungkin mengampuni kejahatan kami
sebelum merekrut kami melayaninya. Sedangkan Ned-mu, dia
seharusnya mencium tangan yang membunuh Aerys, tapi dia
lebih senang mencemooh bokong yang didapatinya menduduki
takhta Robert. Menurutku Ned Stark lebih menyayangi Robert
dibandingkan kakak atau ayahnya" atau bahkan kau, my lady.
Dia tidak pernah tak setia terhadap Robert, bukan?" Jaime
tertawa mabuk. "Ayolah, Lady Stark, apa kau tak menganggap
semua ini sangat menggelikan?"
930 "Menurutku tak ada apa pun tentang dirimu yang
menggelikan, Pembantai Raja."
"Nama itu lagi. Kurasa aku takkan mau tidur denganmu,
Littlefinger yang pertama kali mendapatkanmu, bukan" Aku
tak akan pernah makan dari piring lelaki lain. Lagi pula,
kecantikanmu tak ada separuhnya kecantikan Cersei." Senyum
Jaime sirna. "Aku tak pernah tidur dengan perempuan mana
pun selain Cersei. Dengan caraku sendiri, aku bahkan lebih
setia dibandingkan Ned-mu. Ned tua malang yang sudah mati.
Jadi sekarang siapa yang tak punya kehormatan" Siapa nama
anak haramnya?" Catelyn mundur selangkah. "Brienne."
"Bukan, bukan itu." Jaime Lannister membalikkan
kendi. Lelehan anggur mengalir menuruni wajahnya, semerah
darah. "Snow, itu dia. Sungguh nama yang putih" mirip jubah
indah yang mereka berikan pada kami di Pengawal Raja setelah
kami mengucapkan sumpah indah kami."
Brienne mendorong pintu hingga terbuka dan memasuki
sel. "Anda memanggil, my lady?"
"Berikan pedangmu." Catelyn mengulurkan tangan.
j 931 THEON L angit mendung tertutup awan, hutan mati dan membeku.
Akar-akar menggapai kaki Theon selagi dia berlari, dan
dahan-dahan tak berdaun melecut wajahnya, meninggalkan
larik-larik tipis darah di wajahnya. Dia merangsek menembus
hutan dengan sembrono, terengah-engah, tetes-tetes air beku
berhamburan di depannya. Ampun, dia terisak. Dari belakang
terdengar lolongan menggentarkan yang membekukan
darahnya. Ampun, ampun. Ketika menoleh ke balik bahu,
dilihatnya mereka datang, serigala besar seukuran kuda
berkepala anak kecil. Oh, ampun, ampun. Darah yang menetes
dari mulut mereka sehitam ter, menciptakan lubang setiap kali
menetes di salju. Mereka kian dekat seiring setiap langkah.
Theon berjuang berlari lebih kencang, tapi kakinya tak
mau menurut. Semua pohon memiliki wajah, dan mereka
menertawakannya, tertawa, dan lolongan kembali terdengar.
Dia bisa mencium napas panas binatang buas di belakangnya,
berbau belerang dan busuk. Mereka sudah mati, mati, aku melihat
mereka dibunuh, dia berusaha berseru, aku melihat kepala mereka
dicelup dalam ter, tapi saat dia membuka mulut hanya erangan
yang terdengar, dan kemudian sesuatu menyentuhnya dan dia
berbalik, berteriak"
" menggapai-gapai belati yang disimpannya di samping
932 tempat tidur dan malah hanya menjatuhkannya. Wex
menjauhinya. Tengik berdiri di belakang si bisu, wajahnya
diterangi dari bawah oleh lilin yang dipegangnya. "Apa?"
seru Theon. Ampun. "Apa yang kauinginkan" Kenapa kau di
kamarku" Kenapa?"
"Pangeranku," kata Tengik, "kakakmu sudah tiba di
Winterfell. Kau meminta dikabari begitu dia tiba."
"Sudah waktunya," gumam Theon, menyugar
rambut. Dia mulai khawatir Asha berniat meninggalkan dia
menghadapi takdirnya. Ampun. Dia melirik ke luar jendela,
tempat cahaya redup pertama fajar baru saja menyapu menaramenara Winterfell. "Di mana dia?"
"Lorren membawa dia dan orang-orangnya ke Aula
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Besar untuk sarapan. Kau mau bertemu dengannya sekarang?"
"Ya." Theon menyibak selimut. Api kini tinggal bara.
"Wex, air panas." Dia takkan membiarkan Asha melihatnya
kusut dan kuyup oleh keringat. Serigala berwajah anak-anak"
Dia bergidik. "Tutup daun jendela." Kamar tidur rasanya
sedingin mimpi hutan tadi.
Semua mimpinya belakangan ini dingin, dan masingmasing lebih mengerikan dibandingkan sebelumnya.
Semalam dia bermimpi kembali ke penggilingan lagi, berlutut
memasangkan pakaian pada mayat. Tungkai mereka sudah
kaku, jadi mereka seakan melawan dalam diam selagi dia
berkutat dengan jemari setengah membeku, menaikkan
celana dan mengikat talinya, menarik bot berlapis bulu di
kaki keras yang tak bisa dibengkokkan, memakaikan sabuk
kulit di pinggang yang tak lebih besar ketimbang lingkar
kedua tangannya. "Aku tak pernah menginginkan ini," dia
memberitahu mereka sambil bekerja. "Mereka tak memberiku
pilihan." Mayat-mayat itu tak menjawab, hanya semakin dingin
dan berat. Malam sebelumnya, mimpinya tentang istri pemilik
penggilingan. Theon sudah lupa namanya, tapi dia ingat
tubuh perempuan itu, payudara lembut montok dan garis933
garis di perutnya, caranya mencakar punggung Theon saat
mereka bersama.Semalam dalam mimpinya, Theon di tempat
tidur bersama perempuan itu lagi, tapi kali ini dia memiliki
gigi di atas dan di bawah, dan dia merobek leher Theon seraya
menggerogoti kelelakiannya. Benar-benar sinting. Theon juga
menyaksikan perempuan itu tewas. Gelmarr membunuhnya
dengan satu tebasan kapak ketika dia menjerit memohon
ampun pada Theon. Tinggalkan aku, perempuan. Dia yang
membunuhmu, bukan aku. Dan dia juga sudah mati. Setidaknya
Gelmarr tak menghantui tidur Theon.
Mimpi itu sudah menyurut sewaktu Wex kembali
membawakan air. Theon membasuh jejak keringat dan
tidur dari tubuhnya lalu berlama-lama berpakaian. Asha
membiarkannya menunggu cukup lama; sekarang gilirannya.
Theon memilih tunik satin bergaris-garis hitam dan emas serta
rompi kulit mewah bertabur perak" dan kemudian teringat
sang kakak lebih menghargai pedang dibandingkan keindahan.
Sambil memaki, dia melucuti pakaian dan berdandan ulang,
mengenakan wol hitam kumal dan zirah rantai. Di sekeliling
pinggang, dia menyelipkan pedang dan belati, teringat malam
sewaktu Asha mempermalukannya di meja makan ayahnya
sendiri. Bayinya yang masih menyusu. Nah, aku juga punya pisau,
dan bisa menggunakannya. Terakhir, dia memakai mahkotanya, lingkaran besi
dingin sebesar jari, bertatahkan berlian hitam besar dan
bongkah-bongkah emas. Bentuknya serampangan dan jelek,
tapi tak ada yang bisa dilakukan. Mikken terbaring di kuburan,
dan pandai besi baru hanya mampu menangani paku dan tapal
kuda. Theon menghibur diri dengan mengingatkan bahwa itu
hanya mahkota pangeran. Dia akan membuat sesuatu yang
jauh lebih indah saat dinobatkan menjadi raja.
Di luar pintunya, Tengik menunggu bersama Urzen dan
Kromm. Theon melangkah bersama mereka. Belakangan ini,
dia selalu membawa pengawal ke mana pun dia pergi, bahkan
ke kakus. Winterfell menginginkan kematiannya. Pada malam
934 setelah mereka pulang dari Sungai Biji Ek, Gelmarr Pemurung
tersandung di tangga dan lehernya patah. Keesokan harinya,
Aggar ditemukan dengan leher tergorok. Gynir Hidung
Merah jadi sangat waspada sehingga menjauhi anggur, tidur
mengenakan zirah panjang, penutup kepala dari zirah rantai,
dan helm,serta mengadopsi anjing paling berisik di kandang
untuk memberinya peringatan seandainya ada yang mencoba
menyelinap ke tempatnya tidur. Percuma saja, suatu pagi kastel
terbangun oleh suara anjing kecil menyalak nyaring. Mereka
menemukan si anjing berlari-lari memutari sumur, dan
Rednose mengambang di dalamnya, tenggelam.
Theon tak bisa membiarkan pembunuhan tersebut
berlangsung tanpa ada yang dihukum. Farlen menjadi
tersangka utama, maka Theon mengadilinya, memutuskan
dia bersalah, dan menjatuhi hukuman mati. Bahkan itu tak
berlangsung lancar. Sambil berlutut di balok jagal, pengurus
anjing itu berkata, "M"lord Eddard selalu melakukannya
sendiri." Theon terpaksa mengambil kapak atau terlihat
lemah. Kedua tangannya berkeringat, sehingga gagang kapak
tergelincir dalam genggamannya saat diayunkan dan hantaman
pertama mendarat di antara bahu Farlen. Butuh tiga ayunan
lagi untuk menebas semua tulang dan otot serta memisahkan
kepala dari tubuh, dan sesudahnya dia mual, teringat masamasa mereka duduk minum mead sambil mengobrol tentang
anjing dan berburu. Aku tak punya pilihan, dia ingin berteriak
pada mayat itu. Orang kepulauan besi tak bisa menyimpan rahasia,
mereka harus mati, dan harus ada yang disalahkan. Dia hanya
berharap bisa membunuh Farlen lebih cepat. Ned Stark tak
pernah butuh lebih dari satu tebasan untuk memenggal kepala
seseorang. Pembunuhan berhenti setelah kematian Farlen, tapi
anak buahnya tetap saja murung dan khawatir. "Mereka tak
takut pada musuh dalam pertempuran terbuka," kata Lorren
Hitam padanya, "tapi lain masalahnya dengan tinggal di antara
musuh, tak pernah mengetahui apakah tukang cuci berniat
935 mencium atau membunuhmu, atau apakah pelayan mengisi
gelasmu dengan ale atau racun. Kita sebaiknya meninggalkan
tempat ini." "Aku Pangeran Winterfell!" seru Theon waktu ini.
"Ini takhtaku, dan ada lelaki yang akan mengusirku dari sini.
Tidak, perempuan juga tidak!"
Asha. Ini ulahnya. Kakakku yang manis, semoga Makhluk
Lain menyodominya dengan pedang. Asha menginginkan dia mati,
supaya bisa mencuri posisinya sebagai ahli waris ayah mereka.
Itulah sebabnya Asha membiarkan dia merana di sini, tak
menggubris perintah mendesak yang dikirimnya.
Theon menemukan Asha di kursi tinggi Klan Stark,
merobek ayam dengan jemari. Aula menggema oleh suarasuara anak buahnya, bertukar cerita dengan anak buah Theon
sambil minum bersama. Mereka begitu berisik sehingga
kedatangannya tak disadari. "Di mana yang lain?" tanyanya
pada Tengik. Tak lebih dari lima puluh orang duduk di meja
panjang, sebagian besar anak buahnya. Aula Besar Winterfell
bisa menampung sepuluh kali lipatnya.
"Ini sudah seluruh pasukan, pangeranku."
"Seluruh"berapa banyak orang yang dibawanya?"
"Dua puluh, menurut hitunganku."
Theon Greyjoy berderap menuju tempat kakaknya
meringkuk. Asha tengah menertawakan sesuatu yang diucapkan
anak buahnya, tapi langsung diam begitu melihat kedatangan
Theon. "Wah, ini dia Pangeran Winterfell." Dia melemparkan
tulang ke salah satu anjing yang mengendus-endus di aula. Di
bawah hidung paruh elangnya, mulut sang kakak membentuk
cengiran mengejek. "Atau Pangeran Bodoh?"
"Iri hatitidak baik bagi perempuan."
Asha mengisap lemak dari jemarinya. Seuntai rambut
jatuh menutupi mata. Orang-orangnya berteriak meminta
roti dan daging babi asap. Mereka sangat ribut, meskipun
jumlahnya sedikit. "Iri, Theon?"
936 "Apa lagi sebutannya" Dengan tiga puluh orang, aku
menaklukkan Winterfell dalam satu malam. Kau butuh seribu
orang dan satu bulan untuk menguasai Deepwood Motte."
"Yah, aku bukan kesatria hebat sepertimu, Dik." Dia
menenggak setengah tanduk ale dan mengelap mulut dengan
punggung tangan. "Aku melihat kepala di atas gerbangmu.
Katakan yang sejujurnya, mana yang memberikan perlawanan
lebih sengit padamu, si cacat atau si bayi?"
Theon bisa merasakan darah mengalir deras ke wajahnya.
Dia tak senang melihat kepala-kepala itu, sama dengan yang
dirasakannya saat memajang tubuh tak berkepala bocah-bocah
itu di depan kastel. Nan Tua berdiri dengan mulut ompongnya
terbuka dan tertutup tanpa suara, sedangkan Farlen menerjang
Theon, menggeram mirip salah satu anjingnya. Urzen dan
Cadwyl harus menghajarnya sampai babak belur dengan
pangkal tombak mereka. Bagaimana aku bisa jadi seperti ini"
dia teringat berpikir begitu selagi berdiri di atas jasad yang
dikerubungi lalat. Hanya Maester Luwin yang mampu mendekat. Dengan
wajah beku, lelaki kecil beruban itu memohon izin menjahit
kepala kedua bocah itu di bahu mereka, supaya mereka bisa
dibaringkan di makam di bawah tanah bersama keluarga Stark
lain yang telah tiada. "Tidak," kata Theon padanya. "Tidak di makam bawah
tanah." "Tapi kenapa, my lord" Mereka jelas tak bisa lagi
membahayakanmu. Di sanalah tempat mereka. Seluruh tulangbelulang keluarga Stark?"
"Kubilang tidak." Dia membutuhkan kepala-kepala itu di
dinding, tapi dia memerintahkan jasad tak berkepala tersebut
dibakar hari itu juga, dalam pakaian indah mereka.Setelahnya,
dia berlutut di antara tulang dan abu untuk memungut perak
yang meleleh dan batu jet yang retak, hanya itu yang tersisa
dari bros kepala serigala yang dulu milik Bran. Dia masih
menyimpannya. 937 "Aku memperlakukan Bran dan Rickon dengan
sangat baik," katanya pada sang kakak. "Mereka sendiri yang
menyebabkan hal itu menimpa mereka."
"Seperti kita semua, adik kecil."
Kesabarannya hampir habis. "Bagaimana kau
mengharapkanku mempertahankan Winterfell kalau kau
hanya membawakanku dua puluh orang?"
"Sepuluh," ralat Asha. "Sisanya kembali bersamaku.
Kau tak mau kakakmu yang manis menghadapi bahaya di
hutan tanpa pengawal, bukan" Ada direwolf mengintai dalam
kegelapan." Dia duduk tegak di kursi batu besar itu lalu berdiri.
"Ayo, kita pergi ke suatu tempat agar bisa bicara lebih pribadi."
Theon tahu bahwa sang kakak benar, meskipun
menyakitkan rasanya karena Asha yang memutuskan itu. Aku
seharusnya tak pernah datang ke aula, dia menyadarinya setelah
terlambat. Aku seharusnya memanggil dia menghadapku.
Namun sekarang sudah terlanjur. Theon tak punya
pilihan selain membawa Asha ke ruangan Ned Stark. Di sana,
di depan abu perapian yang padam, dia mencetus, "Dagmer
kalah dalam pertempuran di Torrhen's Square?"
"Pengurus kastel tua itu menghancurkan dinding
perisainya, memang benar," sahut Asha tenang. "Apa yang
kauharapkan" Ser Rodrik kenal betul wilayah ini, sedangkan si
Dagu Belah tidak, dan banyak orang-orang utara yang berkuda.
Orang kepulauan besi tak memiliki disiplin untuk bertahan
menghadapi serangan kuda berzirah. Dagmer masih hidup,
syukurilah itu. Dia memimpin mereka yang selamat kembali
ke Pantai Berbatu." Dia tahu lebih banyak ketimbang aku, Theon menyadari.
Hal tersebut makin membuatnya berang. "Kemenangan itu
memberi Leobald Tallhart keberanian untuk keluar dari
puri dan bergabung dengan Ser Rodrik. Dan aku mendapat
laporan bahwa Lord Manderly mengirim selusin kapal ke hulu
sungai penuh dengan prajurit, kuda perang, dan peralatan
pengepungan. Pasukan Umber juga berkumpul di seberang
938 Sungai Akhir. Akan ada pasukan di gerbangku sebelum bulan
berganti, dan kau hanya membawakanku sepuluh orang?"
"Aku tidak perlu membawakanmu satu orang pun."
"Aku memerintahmu?"
"Ayah memerintahku mengambil alih Deepwood
Motte," sergah Asha. "Dia tak bilang apa-apa soal aku harus
menyelamatkan adikku."
"Persetan dengan Deepwood," kata Theon. "Itu pispot
kayu di bukit. Winterfell adalah jantung wilayah ini, tapi
bagaimana aku mempertahankannya tanpa garnisun?"
"Kau mungkin sudah memikirkan itu sebelum
menguasainya. Oh, kau melakukannya dengan cerdik, aku
mengakui. Seandainya saja kau punya akal sehat untuk
menghancurkan kastel dan membawa pulang dua pangeran
kecil itu ke Pyke sebagai tawanan, kau mungkin memenangkan
perang dengan cepat."
"Kau menyukai itu, bukan" Menyaksikan hadiahku
menjadi puing-puing dan abu."
"Hadiahmu akan jadi kehancuranmu. Para kraken
bangkit dari laut, Theon, atau apa kau sudah melupakan itu
selama tinggal di antara para serigala" Kekuatan kita terletak
pada kapal-kapal panjang. Pispot kayuku berada cukup
dekat dengan laut sehingga perbekalan dan bala bantuan
bisa mencapaiku kapan saja dibutuhkan. Namun Winterfell
ratusan kilometer di pedalaman, dikelilingi hutan, bukit, serta
kubu pertahanan dan kastel musuh. Dan semua orang dalam
radius ribuan kilometer kini adalah musuhmu, percayalah.
Kau memastikan itu ketika memancang kepala-kepala itu di
kubu gerbangmu." Asha menggeleng-geleng. "Bisa-bisanya kau
jadi sebodoh itu" Anak-anak..."
"Mereka menentangku!" bentaknya di depan wajah
Asha. "Lagi pula itu darah untuk darah, dua putra Eddard
Stark untuk membayar Rodrik dan Maron." Kata-katanya
berhamburan dengan sembrono, tapi Theon dengan seketika
tahu bahwa ayahnya akan sependapat. "Aku membuat hantu939
hantu saudaraku tenang."
"Saudara kita," Asha mengingatkan, dengan senyum
kecil yang menyiratkan bahwa dia menganggap ocehan soal
pembalasan dendam itu dibuat-buat."Apa kau membawa
hantu mereka dari Pyke, Dik" Padahal kupikir mereka hanya
menghantui Ayah." "Kapan perempuan pernah memahami kebutuhan lakilaki untuk balas dendam?" Bahkan seandainya ayahnya tak
menghargai hadiah berupa Winterfell, dia pasti menyetujui
Theon membalaskan dendam saudara-saudaranya!
Asha mendengus menahan tawa. "Ser Rodrik mungkin
merasakan kebutuhan laki-laki yang sama, kau pernah
memikirkan itu" Kau darah dari darahku, siapa pun mungkin
dirimu selain itu.Demi ibu yang mengandung kita berdua,
kembalilah ke Deepwood Motte bersamaku. Bakar Winterfell
dan mundurlah selagi masih bisa."
"Tidak." Theon merapikan mahkotanya. "Aku
mendapatkan kastel ini dan aku berniat mempertahankannya."
Sang kakak menatapnya lama. "Kalau begitu silakan
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau mempertahankannya," dia berkata, "seumur hidupmu."
Dia mendesah. "Menurutku itu kebodohan, tapi apa yang
diketahui seorang dara pemalu mengenai hal semacam itu?"
Di pintu, Asha memberinya senyum mengejek terakhir. "Kau
harus tahu, itu mahkota paling jelek yang pernah kulihat. Apa
kau membuatnya sendiri?"
Asha meninggalkan Theon yang gusar, dan tinggal
tak lebih lama dari yang dibutuhkan untuk memberi makan
dan minum kuda. Separuh prajurit yang dibawanya kembali
bersamanya sesuai ucapannya, berkuda keluar lewat Gerbang
Pemburu yang juga dipakai Bran dan Rickon untuk melarikan
diri. Theon memperhatikan kepergian mereka dari atas
dinding. Saat Asha menghilang ke dalam kabut hutan
serigala, dia mendapati diri bertanya-tanya kenapa dia tak mau
mendengarkan dan pergi bersama sang kakak.
940 "Dia sudah pergi?" Tengik berada di sampingnya.
Theon tak mendengar kedatangannya, atau mencium
baunya. Dia tak bisa memikirkan orang lain yang lebih
tak ingin dilihatnya. Hal itu membuatnya resah melihat
lelaki itu berkeliaran dan masih bernapas, dengan apa yang
diketahuinya. Seharusnya aku menyuruh dia dibunuh setelah apa
yang dilakukannya pada yang lain, renung Theon, tapi gagasan
tersebut membuatnya gugup. Meskipun tampaknya mustahil,
Reed bisa membaca dan menulis, dan dia menguasai kelicikan
dasar untuk merahasiakan apa yang telah mereka lakukan.
"Pangeranku, jika kau mengizinkanku berkomentar, tak
pantas dia meninggalkanmu. Dan sepuluh orang, itu hampir
tak cukup." "Aku menyadari hal itu," Theon berkata. Demikian juga
Asha. "Nah, mungkin aku bisa membantumu," ujar Tengik.
"Beri aku kuda dan sekantong koin, akan kucarikan beberapa
orang untukmu." Theon menyipit. "Berapa banyak?"
"Seratus, barangkali. Dua ratus. Mungkin lebih." Dia
tersenyum, mata pucatnya berkilat. "Aku dilahirkan di utara
sini. Aku kenal banyak orang, dan banyak orang kenal Tengik."
Dua ratus orang bukan pasukan, tapi tak butuh ribuan
untuk mempertahankan kastel sekukuh Winterfell. Selama
tahu mana ujung tombak yang bisa membunuh, mereka
mungkin bisa membuat perbedaan. "Buktikan ucapanmu dan
kau takkan mendapati aku tak tahu berterima kasih. Kau bisa
menyebut sendiri hadiahmu."
"Begini, m"lord, aku tak pernah bersama perempuan sejak
mendampingi Lord Ramsay," kata Tengik. "Aku menginginkan
Palla, dan kudengar dia sudah pernah, jadi..."
Saat ini dia sudah terlalu jauh bersama Tengik untuk
berbalik. "Dua ratus orang dan dia milikmu. Tapi kurang satu
orang pun, kau boleh kembali meniduri babi."
941 Tengik sudah pergi sebelum matahari terbenam,
membawa sekantong perak Stark dan harapan terakhir Theon.
Kemungkinan aku takkan pernah melihat si bedebah itu lagi,
pikirnya getir, tapi biarpun begitu kesempatan harus diambil.
Malam itu dia memimpikan pesta yang dilangsungkan
Ned Stark ketika Raja Robert datang ke Winterfell. Aula
menggema oleh musik dan gelak tawa, walaupun angin dingin
makin kencang di luar. Awalnya hanya anggur dan daging
panggang, dan Theon berkelakar, mengincar gadis pelayan,
dan bersenang-senang... sampai dia menyadari bahwa ruangan
itu mengelap. Musik sepertinya tak lagi riang; dia mendengar
pertengkaran dan keheningan ganjil, dan nada-nada yang
menggantung di udara berdarah. Tiba-tiba saja anggur berubah
pahit di mulutnya, dan sewaktu mendongak dari cawannya dia
melihat bahwa dia tengah makan malam bersama orang-orang
mati. Raja Robert duduk dengan isi perut tumpah ke meja
dari robekan besar di perutnya, dan Lord Eddard tak berkepala
di sebelahnya. Mayat-mayat duduk berderet di bangku-bangku
di bawah, daging abu-abu-cokelat terkelupas dari tulang selagi
mereka mengangkat cawan untuk bersulang, cacing merayap
ke luar masuk lubang yang dulunya mata mereka. Theon kenal
mereka, seluruhnya; Jory Cassel dan Tom Gendut, Porther,
Cayn, dan Hullen si master kuda, serta semua yang berkuda
ke selatan menuju King"s Landing yang tak pernah kembali.
Mikken dan Chayle duduk bersama, satunya meneteskan darah
dan yang satu lagi air. Benfred Tallhart dan pasukan Terwelu
Liar-nya memenuhi hampir satu meja. Istri pemilik penggilingan
juga hadir, dan Farlen, bahkan wildling yang dibunuh Theon di
hutan serigala pada hari mereka menyelamatkan nyawa Bran.
Namun ada juga wajah-wajah yang tak pernah dikenalnya
semasa hidup, wajah-wajah yang hanya dilihatnya terukir
di batu. Gadis kurus murung yang mengenakan mahkota
mawar biru pucat dan gaun putih berciprat darah kering itu
pasti Lyanna. Kakaknya Brandon berdiri di sisinya, dan ayah
942 mereka Lord Rickard tak jauh di belakang. Di sepanjang
dinding, sosok-sosok yang tak terlalu jelas bergerak menembus
bayangan, sosok-sosok pucat berwajah muram. Melihat mereka
menyebabkan getaran rasa takut setajam pisau menusuk
Theon. Dan kemudian pintu tinggi terbuka dengan keras,
dan angin kencang yang membekukan berembus ke aula, dan
Robb melangkah dari balik malam. Grey Wind berderap di
sampingnya, matanya menyala-nyala, kemudian lelaki dan
serigala itu meneteskan darah dari puluhan luka parah.
Theon terbangun sambil berteriak, mengejutkan Wex
sampai bocah itu berlari telanjang ke luar ruangan. Saat
pengawalnya menghambur masuk dengan pedang terhunus,
dia memerintahkan mereka untuk memanggil sang maester.
Sewaktu Luwin tiba dalam kondisi mengantuk dan kusut,
secawan anggur telah memantapkan tangan Theon, dan dia
malu akibat kepanikannya. "Mimpi," gumamnya, "cuma itu.
Tak ada artinya." "Tidak ada artinya," Luwin sependapat dengan serius.
Dia meninggalkan ramuan tidur, tapi Theon membuangnya ke
kakus pribadi begitu dia pergi. Selain seorang maester, Luwin
juga lelaki, dan lelaki itu tak menyukainya. Dia menginginkanku
tidur, memang benar... tidur dan tak pernah terbangun lagi. Dia
menginginkan itu sama seperti Asha.
Theon menyuruh memanggil Kyra, menendang pintu
hingga tertutup, menaikinya, dan meniduri gadis itu dengan
amarah yang tak diketahuinya ada dalam dirinya. Setelahnya,
Kyra tersedu-sedu, leher dan dadanya dipenuhi memar dan
bekas gigitan. Theon mendorongnya dari tempat tidur dan
melemparkan selimut ke arahnya. "Keluar."
Namun, bahkan setelah itu, dia tak bisa tidur.
Begitu fajar tiba, dia berpakaian dan pergi ke luar,
berjalan-jalan di sepanjang dinding luar. Angin musim gugur
yang menyengat bertiup melewati dinding pertahanan,
memerahkan pipi dan memedihkan mata. Dia memperhatikan
hutan di bawahnya berubah dari kelabu menjadi hijau ketika
943 cahaya bersinar menembus pepohonan yang hening. Di sebelah
kiri, dia bisa melihat puncak-puncak menara di atas dinding
dalam, atap-atapnya disepuh oleh matahari yang meninggi.
Dedaunan merah weirwood mirip kobaran api di antara
kehijauan itu. Pohon Ned Stark, pikirnya, dan hutan Stark, kastel
Stark, pedang Stark, dewa-dewa Stark. Ini tempat mereka, bukan
milikku. Aku Greyjoy dari Pyke, dilahirkan untuk melukis kraken
di perisaiku dan melayari hamparan laut asin. Aku seharusnya pergi
bersama Asha. Di pasak besi di puncak kubu gerbang, kepala-kepala itu
menunggu. Theon menatap keduanya dalam diam sementara
angin menarik-narik jubahnya dengan tangan-tangan kecil tak
kasatmata. Anak-anak dari penggilingan itu sebaya dengan
Bran dan Rickon, ukuran tubuh dan warna kulit mereka juga
serupa, begitu Tengik menguliiti kulit wajah keduanya dan
mencelupkannya di ter, mudah untuk melihat sosok familier
dalam gumpalan berantakan dari daging yang membusuk.
Orang-orang memang bodoh. Kalau kami bilang itu kepala
domba jantan, mereka pasti melihat tanduk.
j 944 SANSA M ereka sudah bernyanyi di kuil sepanjang pagi, sejak kabar
pertama tentang kapal musuh mencapai kastel. Suara
mereka yang berbaur dengan ringkik kuda, dentang baja, dan
derit gerendel gerbang perunggu besar menciptakan musik
ganjil dan menggentarkan. Di kuil mereka bernyanyi demi belas
kasih sang Bunda, tapi di dinding kota mereka berdoa pada sang
Pejuang, dan dalam keheningan. Dia teringat Septa Mordane
dulu mengatakan bahwa sang Pejuang dan Sang Bunda adalah
dua wajah dari dewa hebat yang sama. Tapi jika hanya ada satu,
doa siapa yang akan didengar"
Ser Meryn Trant menahan kuda cokelat kemerahan
itu untuk ditunggangi Joffrey. Dia dan kudanya sama-sama
memakai zirah rantai bersepuh emas dan pelat dada email
merah tua, dengan singa emas serupa di kepala mereka. Cahaya
matahari pucat membiaskan warna emas dan merah setiap kali
Joff bergerak. Berkilau, bersinar, dan kosong, pikir Sansa.
Si Setan Kecil menunggang kuda jantan merah,
mengenakan perlengkapan perang yang lebih polos
dibandingkan sang raja sehingga membuatnya tampak mirip
anak kecil yang memakai pakaian ayahnya. Namun tak ada yang
kekanak-kanakan dari kapak perang yang tersampir di balik
perisainya. Ser Mandon Moore berkuda di sampingnya, baja
945 putih berkilat. Begitu melihatnya, Tyrion memutar kuda ke
arahnya. "Lady Sansa," panggilnya dari pelana, "pasti kakakku
sudah memintamu bergabung dengan para perempuan
bangsawan lain di Benteng Maegor?"
"Sudah, my lord, tapi Raja Joffrey memerintahkan agar
aku mengantar kepergiannya. Aku juga ingin mengunjungi
kuil, untuk berdoa."
"Aku takkan bertanya untuk siapa." Mulut Tyrion
berkerut aneh; kalau itu senyum, artinya itu senyum paling
ganjil yang pernah dilihat Sansa. "Hari ini mungkin mengubah
segalanya. Bagimu juga bagi Klan Lannister. Setelah kupikir
lagi, seharusnya aku mengirimmu pergi bersama Tommen.
Tetapi, kau seharusnya cukup aman di Maegor, selama?"
"Sansa!" Seruan kekanak-kanakan menggema di seantero
pekarangan. Joffrey sudah melihatnya. "Sansa, di sini!"
Dia memanggilku seperti memanggil anjing, pikir Sansa.
"Yang Mulia membutuhkanmu," Tyrion Lannister
menyadari. "Kita akan bicara lagi setelah pertempuran, jika
para dewa mengizinkan."
Sansa menyeruak menembus barisan penombak
berjubah emas sementara Joffrey memanggilnya mendekat.
"Pertempuran segera terjadi, menurut semua orang."
"Semoga dewa-dewa mengampuni kita semua."
"Pamankulah yang butuh pengampunan, tapi aku tidak
akan memberikannya." Joffrey mencabut pedang. Kepala
gagangnya dari batu mirah yang berbentuk hati, dipasang
dipasang di tengah moncong singa. Tiga takikan ditorehkan
dalam-dalam di bilahnya. "Pedang baruku, Hearteater."
Pelahap Jantung. Dulu Joffrey memiliki pedang bernama Lion's Tooth,
gigi singa, Sansa teringat. Arya merebut pedang itu dari Joff
dan mencampakkannya ke sungai. Semoga Stannis melakukan
hal yang sama pada yang satu ini. "Pedangnya ditempa dengan
baik, Yang Mulia." 946 "Berkati pedangku dengan ciuman." Dia mengulurkan
pedang ke arah Sansa. "Ayo, cium."
Dia belum pernah terdengar lebih mirip bocah kecil
bodoh. Sansa menyentuhkan bibir di logam itu, berpikir
bahwa dia lebih suka mencium pedang berapa pun jumlahnya
dibandingkan Joffrey. Tetapi tindakannya sepertinya membuat
Joffrey puas. Dia menyarungkan pedang dengan penuh
gaya. "Kau akan menciumnya lagi sewaktu aku kembali, dan
mencicipi darah pamanku."
Hanya bila salah satu Pengawal Raja membunuhnya untukmu.
Tiga Pedang Putih akan pergi bersama Joffrey dan pamannya:
Ser Meryn, Ser Mandon, dan Ser Osmund Kettleblack. "Kau
akan memimpin pasukanmu ke medan perang?" tanya Sansa,
berharap. "Aku mau, tapi pamanku si Setan Kecil mengatakan
pamanku Stannis takkan pernah menyeberangi sungai. Tapi
aku akan memimpin Tiga Pelacur. Aku akan mengurus
pengkhianat itu sendiri." Kemungkinan itu membuat Joff
tersenyum. Bibir merah muda tebalnya selalu membuatnya
tampak cemberut. Sansa dulu menyukainya, tapi kini itu
membuatnya muak. "Kata orang-orang, kakakku Robb selalu berada di lokasi
pertempuran yang paling sengit," ujar Sansa nekat. "Walaupun
jelas dia lebih tua dibandingkan Yang Mulia. Lelaki dewasa."
Ucapan itu membuat Joffrey mengernyit. "Aku akan
menangani kakakmu setelah selesai dengan pamanku yang
pengkhianat. Aku akan merobek perutnya dengan Pelahap
Jantung, lihat saja nanti." Dia memutar kuda dan mencongklang
menuju gerbang. Ser Meryn dan Ser Osmund berderap di
kanan dan kirinya, jubah emas mengikuti membentuk empat
deret. Setan Kecil dan Ser Mandon Moore menyusul di
belakang. Para pengawal melepas kepergian mereka dengan
sorak-sorai. Setelah yang terakhir berlalu, Hening mendadak
menyelimuti pekarangan, mirip keheningan sebelum badai.
Suara nyanyian menembus kesenyapan, menarik Sansa.
Dia berbalik menuju kuil. Dua pengurus istal mengikuti, dan
947 salah satu pengawal yang tugas jaganya telah berakhir. Yang lain
menyusul di belakang mereka.
Sansa belum pernah melihat kuil begitu sesak, juga
begitu terang; pilar-pilar besar cahaya matahari berwarna
pelangi menyorot masuk menembus kristal-kristal di jendela
tinggi, dan deretan lilin menyala di setiap sisi, cahaya kecilnya
berkelip-kelip mirip bintang. Altar sang Bunda dan sang Pejuang
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bermandikan cahaya, tapi sang Pandai Besi, sang Sintua, sang
Perawan, dan sang Bapa juga memiliki pemuja, bahkan ada
beberapa cahaya menari-nari di bawah wajah setengah manusia
sang Orang Asing... karena bukankah Stannis Baratheon,
sang Orang Asing datang untuk menghakimi mereka" Sansa
mengunjungi semua Tujuh Wajah bergantian, menyalakan
lilin di setiap altar, dan kemudian duduk di bangku di antara
tukang cuci tua yang keriput dan bocah yang tak lebih tua dari
Rickon, mengenakan tunik linen mewah khas putra seorang
bangsawan. Tangan perempuan tua itu kurus dan keras karena
kapalan, tangan bocah itu mungil dan lembut, tapi senang
rasanya bisa berpegangan dengan seseorang. Udara panas dan
pengap, beraroma dupa dan keringat, penuh pantulan kristal
dan cahaya lilin; membuat Sansa pening saat menghirupnya.
Dia hapal himne itu; ibunya pernah mengajarinya, lama
berselang di Winterfell. Dia ikut bernyanyi bersama mereka.
Sang Bunda yang penyayang, sumber belas kasih,
selamatkan putra-putra kami dari perang, kami berdoa,
jauhkan pedang dan jauhkan anak panah,
izinkan mereka menjalani hari yang lebih baik.
Sang Bunda yang penyayang, kekuatan para perempuan,
bantulah putri-putri kami melewati pertempuran ini,
redakanlah amarah dan jinakkan kemurkaan,
ajari kami semua jalan yang penuh kasih.
948 Di seberang kota, ribuan orang menyesaki Kuil Agung
Baelor di Bukit Visenya, dan mereka juga akan bernyanyi,
suara mereka menggema di seantero kota, melintasi sungai,
dan mengangkasa. Pasti para dewa mendengar kami, pikir Sansa.
Sansa hafal sebagian besar himne, dan mengikuti
sebisanya lagu pujian yang tak dikenalnya. Dia ikut bernyanyi
bersama para pelayan tua beruban dan istri-istri belia yang
cemas, bersama gadis pelayan dan prajurit, juru masak dan
pemburu, kesatria dan rakyat jelata, squire dan pesuruh dapur
dan ibu susu. Dia bernyanyi bersama mereka yang berada
di dalam dinding kastel dan yang berada di luar, bernyanyi
bersama seluruh penduduk kota. Dia bernyanyi memohon
belas kasih, untuk yang masih hidup dan yang telah tiada,
untuk Bran, Rickon, dan Robb, untuk adiknya Arya dan kakak
tirinya Jon Snow, yang jauh di Tembok. Dia bernyanyi untuk
ibu dan ayahnya, untuk kakeknya Lord Hoster dan pamannya
Edmure Tully, untuk temannya Jeyne Poole, untuk si tua
pemabuk Raja Robert, untuk Septa Mordane, Ser Dontos,
Jory Cassel, dan Maester Luwin, untuk seluruh kesatria gagah
berani dan prajurit yang akan tewas hari ini, juga untuk anakanak serta para istri yang akan berduka untuk mereka, dan
menjelang akhir, dia bahkan bernyanyi untuk Tyrion si Setan
Kecil dan si Anjing. Dia bukan kesatria sejati tapi dia tetap saja
telah menyelamatkanku, katanya pada sang Bunda. Selamatkan
dia jika kau bisa, dan lunakkan amarah dalam dirinya.
Namun, ketika sang septon berseru nyaring dan meminta
para dewa untuk melindungi dan membela raja mereka yang
sejati dan mulia, Sansa berdiri. Lorong-lorong penuh sesak. Dia
harus merangsek menembus mereka sementara sang septon
berseru pada sang Pandai Besi agar memberikan kekuatan pada
pedang dan perisai Joffrey, sang Pejuang agar menganugerahkan
keberanian padanya, sang Bapa untuk melindunginya saat dia
membutuhkan. Biarkan pedangnya patah dan perisainya hancur,
pikir Sansa dingin sembari keluar pintu, biarkan keberanian
menjauhinya dan semua orang meninggalkannya.
949 Segelintir pengawal mondar-mandir di sepanjang
dinding pertahanan kubu gerbang, tapi selain itu kastel
tampak lengang. Sansa berhenti dan memasang telinga. Sayupsayup dia bisa mendengar bunyi pertempuran. Lantunan
nyanyian nyaris menenggelamkannya, tapi suara itu ada jika
seseorang memiliki telinga untuk mendengar: erangan rendah
sangkakala perang, derak dan debum katapel melontarkan
batu-batu, cipratan dan pecahan, retihan api yang berkobar
dandengungpelontar kehilangan proyektil sepanjang satu meter
berkepala besinya... dan di balik semua itu, jeritan orang-orang
sekarat. Itu jenis lagu berbeda, lagu yang mengerikan. Sansa
menaikkan tudung jubah menutupi telinga, dan bergegas
menuju Benteng Maegor, kastel di dalam kastel tempat
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 6 Sherlock Holmes - Ritual Keluarga Musgrave Ki Ageng Tunggul Akhirat 3
kuda garron mereka. Sesekali mereka melihat segelintir rumput
liar berjuang tumbuh dari retakan di batu atau bercak lumut
pucat, tapi tak ada ilalang, dan mereka kini berada di atas
puncak pepohonan. Jalanan curam dan sempit, berkelok-kelok menanjak.
Bila jalurnya sangat sempit sehingga penjelajah harus berjalan
beriringan, Squire Dalbridge akan memimpin, mengamati
ketinggian sembari melangkah, busur panjangnya tak jauh dari
jangkauan. Kabarnya, dia memiliki mata paling tajam di Garda
Malam. Ghost berderap gelisah di samping Jon. Sekali-sekali dia
berhenti dan menoleh, telinganya menegak, seolah mendengar
sesuatu di belakangnya. Menurut Jon, shadowcat takkan
menyerang manusia hidup, kecuali sedang kelaparan, tapi dia
tetap melonggarkan Longclaw di sarungnya.
888 Batu kelabu melengkung yang diukir angin menandai
titik tertinggi di celah. Di sana jalan melebar, mengawali
jalan panjang menurun menuju lembah Sungai Susu. Qhorin
menyatakan mereka akan beristirahat di sana sampai bayangbayang mulai memanjang lagi. "Bayang-bayang adalah sahabat
lelaki berpakaian gelap," katanya.
Jon menganggap itu masuk akal. Memang menyenangkan
berkuda saat terang untuk sementara waktu, membiarkan
matahari pegunungan yang terang menembus jubah mereka
dan mengusir dingin dari tulang-belulang, tapi mereka tak
berani. Jika sebelumnya ada tiga pengintai di sana mungkin ada
lagi yang lain, menunggu untuk membunyikan tanda bahaya.
Ular Batu meringkuk di balik jubah bulu compangcamping dan dengan seketika tertidur. Jon membagi daging
asinnya dengan Ghost, sedangkan Ebben dan Squire Dalbridge
memberi makan kuda. Qhorin Jemari Buntung duduk
bersandar di batu, mengasah mata pedang panjangnya dengan
ayunan panjang perlahan. Jon memperhatikan penjelajah itu
sejenak, lalu mengumpulkan keberanian dan menghampirinya.
"My Lord," katanya, "kau tak pernah bertanya apa yang terjadi.
Dengan gadis itu." "Aku bukan lord, Jon Snow." Qhorin menyusurkan batu
asah dengan mulus di sepanjang bilah baja dengan tangannya
yang berjari dua. "Dia bilang Mance akan menerimaku, kalau aku
melarikan diri bersamanya."
"Ucapannya benar."
"Dia bahkan mengklaim kami keluarga. Dia menuturkan
satu cerita padaku..."
"... tentang Bael sang Biduan dan mawar Winterfell.
Ular Batu sudah memberitahuku. Kebetulan aku tahu lagu itu.
Mance dulu menyanyikannya, ketika kembali dari menjelajah.
Dia memiliki minat pada musik wildling. Aye, juga pada
perempuan mereka." "Kau kenal dia?"
889 "Kami semua mengenalnya." Suaranya sedih.
Selain bersaudara, mereka dulu juga berteman, Jon
menyadari, dan kini mereka musuh sesumpah. "Kenapa dia
meninggalkan Garda?"
"Demi seorang perempuan, kata sebagian orang. Demi
mahkota, kata yang lain." Qhorin menguji mata pedangnya
dengan ujung ibu jari. "Dia suka perempuan, Mance itu, dan
dia bukan lelaki yang mudah bertekuk lutut, memang benar.
Tapi sebabnya lebih dari itu. Dia lebih menyukai alam liar
ketimbang Tembok. Itu ada dalam darahnya. Dia kelahiran
wildling, diangkat sebagai anak ketika beberapa penjarah
dibunuh. Saat meninggalkan Menara Bayangan, dia hanya
pulang ke rumah lagi."
"Apa dia penjelajah yang baik?"
"Dia yang terbaik di antara kami," jawab Jemari Buntung,
"sekaligus yang terburuk. Hanya orang bodoh seperti Thoren
Smallwood yang memandang rendah kaum wildling. Mereka
seberani kita, Jon. Sekuat, segesit, sepintar kita. Tapi mereka
tak punya kedisiplinan. Mereka menyebut diri sendiri sebagai
orang merdeka, dan masing-masing menganggap dirinya
sehebat raja dan sebijak maester. Mance juga sama. Dia tak
pernah belajarpatuh."
"Sama sepertiku," ucap Jon lirih.
Mata abu-abu cerdas Qhorin sepertinya menatap
menembus Jon. "Jadi kau melepaskannya?" Dia sedikit pun tak
terdengar terkejut. "Kau tahu?" "Sekarang aku tahu. Katakan kenapa kau
mengampuninya." Sulit untuk menjelaskan alasannya. "Ayahku tak pernah
menggunakan algojo. Katanya dia berutang pada orang yang
dibunuhnya untuk menatap mata mereka dan mendengar katakata terakhir mereka. Dan sewaktu aku menatap mata Ygritte,
aku..." Jon menunduk memandangi tangan tanpa daya. "Aku
tahu dia musuh, tapi tak ada kejahatan dalam dirinya."
890 "Sama seperti dua yang lain."
"Saat itu nyawa mereka atau kami," kata Jon. "Seandainya
mereka melihat kami, seandainya mereka membunyikan
sangkakala..." "Para wildling akan memburu dan membantai kita, itu
benar." "Tapi sekarang Ular Batu mendapatkan sangkakalanya,
dan kami menyita pisau dan kapak Ygritte. Dia di belakang
kita, berjalan kaki, tak bersenjata..."
"Dan kemungkinan bukan ancaman," Qhorin
sependapat. "Jika aku menginginkan dia mati, aku akan
meninggalkannya bersama Ebben, atau melakukannya sendiri."
"Kalau begitu kenapa kau memerintahku melakukan
itu?" "Aku tak memerintahmu. Aku menyuruhmu melakukan
apa yang harus dilakukan dan membiarkanmu memutuskan
sendiri." Qhorin bangkit dan menyarungkan kembali pedang
panjangnya. "Jika aku menginginkan gunung dipanjat, aku
memanggil Ular Batu. Seandainya aku mau mata musuh
dipanah dari seberang medan pertempuran yang berangin,
aku menyuruh Squire Dalbridge. Ebben bisa membuat siapa
saja membuka rahasia. Untuk memimpin seseorang kau harus
mengenal mereka, Jon Snow. Sekarang aku lebih mengenalmu
dibandingkan tadi pagi."
"Dan seandainya aku membunuh dia?" tanya Jon.
"Dia akan mati, dan aku akan lebih mengenalmu
dibandingkan sebelumnya. Tapi sudah cukup mengobrolnya.
Kau harus tidur. Kita masih harus menempuh berkilokilometer dan menghadapi bahaya. Kau akan membutuhkan
kekuatanmu." Menurut Jon, tidur takkan mudah, tapi dia sadar Jemari
Buntung benar. Dia menemukan tempat yang terlindung dari
angin, di bawah batu yang menganjur ke luar, dan melepaskan
jubah untuk dijadikan selimut. "Ghost," panggilnya.
"Kemari." Tidurnya selalu lebih nyenyak dengan serigala putih
891 besar itu di sampingnya; ada kenyamanan dalam aromanya,
dan kehangatan yang menenangkan di bulu pucat kasarnya.
Tetapi kali ini, Ghost hanya menoleh ke arahnya. Kemudian
berbalik pergi dan berderap mengelilingi kuda-kuda garron,
lalu menghilang dengan cepat. Dia ingin berburu, pikir Jon.
Barangkali ada kambing di pegunungan ini. Para shadowcat
bertahan hidup dengan memangsa sesuatu. "Tapi jangan cobacoba menerkamshadowcat," gumamnya. Bahkan bagi direwolf,
itu berbahaya. Dia menarik jubah menutupi tubuh dan
berbaring di bawah langkan batu.
Ketika memejamkan mata, dia memimpikan direwolf.
Jumlahnya lima ekor padahal seharusnya enam, dan
mereka berpencar, masing-masing terpisah dari yang lain.
Dia merasakan dalamnya kepedihan dari kehampaan, sensasi
ketidakutuhan.Hutan luas dan dingin, sementara mereka
begitu kecil, begitu tersesat. Saudara laki-lakinya ada di suatu
tempat di luar sana, juga saudara perempuannya, tapi dia
kehilangan aroma mereka. Dia duduk tegak dan mengangkat
kepala ke langit yang menggelap, dan lolongannya menggema
di seantero hutan, suara kesedihan dan kesepian yang
panjang. Saat suara itu memudar, dia menegakkan telinga,
mendengarkan jawaban, tapi yang terdengar hanya desah salju
yang berembus. Jon" Panggilan itu berasal dari belakangnya, lebih lirih
daripada bisikan, tapi juga nyaring. Adakah teriakan tanpa
bersuara"Dia menoleh, mencari-cari saudaranya, sosok abu-abu
ramping yang bergerak di sela pepohonan, tapi tak ada apa-apa,
hanya... Sebatang weirwood. Pohon itu seolah tumbuh dari batu padat, akar pucatnya
berpilin ke luar dari banyak sekali celah dan retakan setipis
rambut.Lebih ramping dibandingkan weirwood lain yang
pernah dilihatnya, tak lebih dari pohon muda, tapi pohon itu
terus tumbuh selagi dia memperhatikan, dahannya membesar
saat menggapai langit. Dengan waspada dia mengitari batang
892 putih halus itu hingga melihat wajah yang ada di sana. Mata
merah menatapnya. Mata yang kejam, tapi lega melihatnya.
Weirwood itu memiliki wajah saudaranya. Apa sejak dulu
saudaranya punya tiga mata"
Tidak, terdengar teriakan tanpa suara. Tidak sebelum sang
gagak. Dia mengendus-endus batang pohon, mencium bau
serigala, pohon, dan anak laki-laki, tapi di baliknya ada
aroma lain, harum cokelat tanah yang hangat dan bau kelabu
tajam batu serta sesuatu yang lain, sesuatu yang mengerikan.
Kematian, dia tahu. Dia mencium kematian. Dia berjengit
mundur, bulunya menegak, dan mengernying.
Jangan takut, aku suka di dalam kegelapan. Tak ada yang
bisa melihatmu, tapi kau bisa melihat mereka. Tetapi kau harus
membuka mata dulu. Mengerti" Seperti ini. Pohon itu meraih dan
menyentuhnya. Tiba-tiba saja dia kembali di pegunungan, cakarnya
terbenam dalam di salju ketika berdiri di bibir tebing. Di
depannya, Celah Lolongan membuka ke kehampaan berangin,
dan lembah curam berbentuk V terbentang di bawahnya
bagaikan selimut perca, diselubungi warna-warna petang
musim gugur. Dinding biru-putih besar terpancang di salah satu ujung
lembah, mendesak di antara pegunungan seakan menggeser
mereka ke samping, dan dia sempat mengira bermimpi
kembali ke Kastel Hitam. Kemudian dia menyadari tengah
menatap sungai es yang tingginya ribuan meter. Di bawah
tebing dingin berkilauan tersebut terdapat danau luas, air
biru tuanya memantulkan puncak-puncak berselimut salju
yang mengelilinginya. Kini dia melihat manusia di lembah itu;
banyak manusia, ribuan, pasukan berjumlah besar. Sebagian
menggali lubang besar di tanah yang setengah membeku,
sedangkan yang lain berlatih berperang. Dia memperhatikan
saat kerumunan penunggang menyerbu dinding perisai,
mengendarai kuda yang tak lebih besar daripada semut. Suara
pertempuran pura-pura itu berupa kersak dedaunan baja,
893 melayang samar-samar terbawa angin.Perkemahan mereka
serampangan; dia tak melihat ada saluran pembuangan, pasak
yang ditajamkan, deretan rapi tambatan kuda. Di mana-mana
pondok dari tanah dan tenda tegak bermunculan, mirip cacar
di muka bumi. Dia melihat gundukan jerami berantakan,
mencium bau kambing dan domba, kuda dan babi, anjing
dalam jumlah besar. Sulur-sulur asap membubung dari ratusan
api untuk memasak. Ini bukan pasukan, juga bukan kota. Ini seluruh rakyat
bepergian bersama. Di seberang danau yang panjang, salah satu bukit
bergerak. Dia mengamati lebih teliti dan melihat bahwa itu
bukan tanah, melainkan makhluk hidup bertubuh besar
dan berbulu kasar dengan hidung ular dan taring yang
lebih besar ketimbang milik babi hutan terbesar yang ada.
Yang mengendarai makhluk itu juga bertubuh bongsor, dan
sosoknya ganjil, kaki dan pinggulnya terlalu besar untuk
ukuran manusia. Kemudian embusan angin dingin mendadak membuat
bulunya menegak, dan udara bergetar oleh bunyi kepakan
sayap. Saat mengangkat pandang ke gunung seputih es di
atas, sesosok bayangan menukik dari langit. Pekik melengking
membelah udara. Dia melihat sayap burung biru-kelabu
terentang lebar, menutupi matahari...
"Ghost!" seru Jon, duduk. Dia masih bisa merasakan
cakar itu, sakitnya. "Ghost, kemari!"
Ebben muncul, mencengkeramnya, mengguncangnya.
"Jangan ribut! Kau berniat membuat wildling mendatangi kita"
Kau itu kenapa, Nak?"
"Mimpi," jawab Jon lirih. "Aku jadi Ghost, aku di
pinggir gunung menatap ke sungai membeku di bawah, dan
ada yang menyerangku. Seekor burung... elang, kurasa..."
Squire Dalbridge tersenyum. "Aku selalu mimpi
perempuan cantik. Andai aku bisa mimpi lebih sering."
Qhorin menghampirinya. "Sungai membeku, katamu?"
894 "Sungai Susu mengalir dari danau besar di kaki gletser,"
timpal Ular Batu. "Ada pohon dengan wajah saudaraku. Para wildling...
jumlahnya ribuan, lebih banyak daripada yang kutahu. Dan
raksasa-raksasa mengendarai mammoth." Dilihat dari pergeseran
cahaya matahari, Jon memperkirakan dia tertidur empat atau
lima jam. Kepalanya sakit, juga tengkuknya di tempat cakar
tadi menghunjamnya. Tapi itu dalam mimpi.
"Ceritakan semua yang kauingat, dari awal sampai
akhir," kata Qhorin Jemari Buntung.
Jon kebingungan. "Itu hanya mimpi."
"Mimpi serigala," sahut Jemari Buntung. "Craster
memberitahu Komandan bahwa para wildling berkumpul
di sumber Sungai Susu. Mungkin itulah sebabnya kau
memimpikannya. Atau bisa saja kau melihat apa yang menanti
kita beberapa jam mendatang. Ceritakan." Jon merasa agak
konyol menceritakan hal-hal semacam itu pada Qhorin dan
penjelajah lain, tapi dia mematuhi perintah tersebut. Namun,
tak ada saudara hitam yang menertawakannya. Setelah dia
selesai, bahkan Squire Dalbridge tak lagi tersenyum.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perasuk pikiran?" kata Ebben muram, menatap Jemari
Buntung. Apa yang dimaksudnya elang itu" Jon bertanya-tanya.
Atau aku" Perasuk pikiran dan warg hanya ada di kisah-kisah
Nan Tua, bukan di dunia yang didiaminya seumur hidup.
Tetapi di sini, di alam liar batu dan es yang suram dan asing,
hal itu tak sulit dipercaya.
"Angin dingin semakin kencang. Itulah yang ditakutkan
Mormont. Benjen Stark juga merasakannya. Orang mati
berjalan dan pohon-pohon memiliki mata lagi. Kenapa kita
menolak memercayai warg dan raksasa?"
"Apa ini berarti mimpiku juga nyata?" tanya Squire
Dalbridge. "Lord Snow boleh mengambil mammoth-nya, aku
menginginkan perempuanku."
"Aku mengabdi di Tembok sejak remaja, dan telah
menjelajah sangat jauh," kata Ebben. "Aku pernah melihat
895 tulang-belulang raksasa, dan mendengar banyak kisah ganjil,
tapi tidak lebih dari itu. Aku ingin melihatnya dengan mata
kepala sendiri." "Waspadalah agar mereka tak melihatmu, Ebben," ujar
Ular Batu. Ghost tak juga muncul ketika mereka bertolak lagi.
Saat itu, bayang-bayang sudah menyelimuti dasar celah, dan
matahari terbenam cepat ke arah puncak kembar gunung
besar yang dinamai Puncak Garpu oleh para penjelajah. Bila
mimpinya nyata... Bahkan pikiran itu saja membuat Jon ngeri.
Mungkinkah elang itu melukai Ghost, atau mendorongnya
dari bibir tebing" Dan bagaimana dengan weirwood dengan
wajah saudaranya, yang berbau kematian dan kegelapan"
Cahaya terakhir matahari raib di balik kedua Puncak
Garpu. Senja memenuhi Celah Lolongan. Udara seolah
berubah dingin mendadak. Mereka tak lagi mendaki.
Malahan, medan mulai menurun, meskipun belum curam.
Tanah dipenuh celah, pecahan batu besar, dan gundukan batu
yang terguling. Hari akan segera gelap, dan Ghost masih belum
kelihatan. Hal itu membuat Jon tersiksa, tapi dia tak berani
berteriak memanggil direwolf itu seperti yang diinginkannya.
Takut-takut ada makhluk lain yang juga mendengarkan.
"Qhorin," panggil Squire Dalbridge pelan. "Di sana.
Lihat." Elang itu bertengger di batu jauh di atas mereka, sesosok
siluet berlatar langit yang menggelap. Kami melihat elang lain,
pikir Jon. Bukan itu yang dalam mimpiku.
Meskipun begitu, Ebben tetap berniat memanahnya,
tapi squire menghalanginya. "Burung itu jauh di luar jangkauan
panah." "Aku tak suka dia mengawasi kita."
Squire itu mengedikkan bahu. "Aku juga, tapi kau tak
bisa mencegahnya. Hanya membuang-buang anak panah yang
bagus." Qhorin duduk di pelana, mengamati elang itu lama.
896 "Jalan terus," akhirnya dia berkata. Para penjelajah melanjutkan
perjalanan turun. Ghost, Jon ingin berseru, di mana kau"
Dia hendak mengikuti Qhorin dan yang lain saat
melihat sekilas warna putih di antara dua batu besar. Sepetak
salju lama, pikirnya, sampai dia melihat warna putih itu
bergerak. Dia langsung turun dari kuda. Ketika dia berlutut,
Ghost mengangkat kepala. Lehernya berkilat basah, tapi
dia tak bersuara sewaktu Jon membuka sarung tangan dan
menyentuhnya. Cakarnya mengoyak menembus bulu dan
daging, tapi burung itu tak bisa mematahkan leher Ghost.
Qhorin Jemari Buntung berdiri di dekatnya. "Separah
apa?" Seakan menjawab, Ghost berjuang berdiri.
"Serigala ini kuat," kata si penjelajah. "Ebben, air. Ular
Batu, kantong anggurmu. Pegangi dia, Jon."
Bersama-sama mereka membilas darah yang menggumpal
dari bulu direwolf itu. Ghost meronta dan memamerkan taring
ketika Qhorin menuangkan anggur ke luka koyak merah yang
diakibatkan si elang, tapi Jon memeluknya dan menggumamkan
kata-kata menenangkan, dan serigala itu diam dengan segera.
Saat mereka merobek secarik jubah Jon untuk membalut
luka, kegelapan total telah menyelimuti. Hanya bintang yang
bertaburan di langit yang memisahkan langit dengan hitamnya
batu. "Kita jalan terus?" Ular Batu ingin tahu.
Qhorin menunggangi kuda garron-nya. "Kembali, bukan
terus." "Kembali?" Jon terkejut.
"Mata elang lebih tajam daripada manusia. Kita
ketahuan. Jadi sekarang kita lari." Jemari Buntung melilitkan
syal hitam panjang di wajah dan berayun menaiki pelana.
Penjelajah yang lain bertukar pandang, tapi tak ada
yang berpikir untuk membantah. Satu demi satu mereka
menaiki kuda dan memutarnya ke arah rumah. "Ghost, ayo,"
panggilnya, dan direwolf itu mengikuti, bayangan pucat bergerak
897 menembus malam. Mereka berkuda sepanjang malam, mendaki celah yang
berkelok perlahan-lahan dan hati-hati serta melewati bentangan
tanah yang retak-retak. Angin semakin kencang. Terkadang
kondisi begitu gelap sehingga mereka turun dari kuda dan
berjalan kaki, masing-masing membimbing tunggangannya.
Ebben sempat menyarankan bahwa obor mungkin membantu
mereka, tapi Qhorin berkata, "Jangan ada api," dan perdebatan
pun berakhir. Mereka tiba di jembatan batu di puncak dan
mulai menurun lagi. Di kegelapan, seekor shadowcat meraung
berang, suaranya memantul di bebatuan jadi rasanya ada
selusin shadowcat lain memberi jawaban. Jon sempat mengira
melihat sepasang mata bersinar di langkan batu di atas, sebesar
bulan purnama. Pada dini hari sebelum fajar, mereka berhenti untuk
membiarkan kuda-kuda minum dan memberikan segenggam
gandum serta sedikit jerami."Kita tak jauh dari tempat para
wildling itu tewas," kata Qhorin. "Dari sini, satu orang bisa
menahan seratus. Orang yang tepat." Dia menatap Squire
Dalbridge. Squire itu menundukkan kepala. "Tinggalkan sebanyakbanyaknya anak panah yang bisa kalian sisihkan, saudarasaudara." Dia mengelus busur panjangnya. "Dan pastikan kuda
garron-ku memperoleh sebutir apel setibanya kalian di rumah.
Dia berhak mendapatkannya, binatang yang malang."
Dia tinggal untuk mati, Jon menyadari.
Qhorin menepuk lengan bawah squire itu dengan tangan
bersarung. "Jika elang itu turun untuk melihatmu..."
"... dia akan memiliki beberapa bulu baru."
Yang terakhir kali dilihat Jon dari Squire Dalbridge
adalah punggungnya saat dia mendaki jalan sempit menuju
ketinggian. Setelah fajar merekah, Jon mendongak menatap langit
tak berawan dan melihat satu titik bergerak menembus angkasa
biru. Ebben juga melihatnya, dan memaki, tapi Qhorin
898 menyuruhnya diam. "Dengar."
Jon menahan napas, dan mendengarnya. Jauh di sana,
di belakang mereka, tiupan sangkakala berburu berkumandang
di pegunungan. "Dan sekarang mereka datang," ucap Qhorin.
j 899 TYRION P od mendandaninya untuk menjalani siksaan dengan
tunik beledu tebal berwarna merah tua khas Lannister
dan membawakan rantai tanda jabatannya. Tyrion
meninggalkannya di nakas di samping tempat tidur. Kakaknya
tak senang diingatkan bahwa dia Tangan Kanan Raja, dan dia
tak berniat semakin memperpanas hubungan mereka.
Varys menyusulnya saat dia menyeberangi pekarangan.
"My lord," sapanya. "Sebaiknya kau baca ini segera," ucapnya,
agak terengah. "Dia mengulurkan perkamen di tangan yang
putih halus. "Laporan dari utara."
"Kabar bagus atau buruk?" tanya Tyrion.
"Bukan hakku menilainya."
Tyrion membuka gulungan perkamen itu. Dia harus
menyipit untuk membaca kata-kata itu di pekarangan yang
diterangi obor. "Demi para dewa," ucapnya lirih. "Duaduanya?"
"Sayangnya begitu, my lord. Sungguh menyedihkan.
Sungguh sangat menyedihkan. Dan mereka begitu muda dan
polos." Tyrion teringat bagaimana para serigala melolong saat
bocah Stark itu jatuh. Aku ingin tahu, apa mereka melolong
sekarang" "Kau sudah memberitahu orang lain?" tanyanya.
900 "Belum, meskipun tentu saja aku harus."
Tyrion menggulung surat itu. "Akan kuberitahu
kakakku." Dia ingin melihat reaksi sang kakak. Dia sangat
ingin melihatnya. Ratu tampak sangat jelita malam ini. Dia mengenakan
gaun berpotongan rendah dari beledu hijau tua sehingga
menegaskan warna matanya. Rambut pirangnya tergerai
di bahu telanjang, dan di pinggangnya dia memakai sabuk
anyaman bertatahkan zamrud. Tyrion menunggu sampai
dia sudah duduk dan disuguhi secawan anggur sebelum
mengangsurkan surat itu pada sang kakak. Dia tak berkata apaapa. Cersei mengerjap polos ke arahnya dan meraih perkamen
dari tangannya. "Aku yakin kau senang," ujar Tyrion sementara Cersei
membaca. "Kau menginginkan bocah Stark itu mati, aku
yakin." Cersei memasang tampang masam. "Jaime yang
melemparkannya dari jendela, bukan aku. Demi cinta, katanya,
seolah itu akan membuatku senang. Itu tindakan bodoh, selain
berbahaya, tapi kapan saudara kita itu pernah berpikir?"
"Bocah itu melihatmu," Tyrion mengingatkan.
"Dia masih kecil. Aku bisa mengancamnya supaya tutup
mulut." Ditatapnya surat itu serius. "Kenapa aku harus dituduh
setiap kali ada anggota keluarga Stark yang ibu jarinya tertusuk"
Ini ulah Greyjoy, aku sama sekali tak ada sangkut pautnya."
"Kita berharap saja semoga Lady Catelyn memercayai
itu." Mata Cersei terbeliak. "Dia takkan?"
?"membunuh Jaime" Kenapa tidak" Apa yang akan
kaulakukan seandainya Joffrey dan Tommen dibunuh?"
"Aku masih menahan Sansa!" sang ratu menyatakan.
"Kita masih menahan Sansa," Tyrion meralatnya, "dan
sebaiknya kita memperlakukannya dengan baik. Nah, mana
makan malam yang kaujanjikan padaku, kakak yang manis?"
901 Cersei menyiapkan hidangan lezat, itu tak bisa
dibantah. Mereka memulai dengan sup buah berangan kental,
roti panas renyah, dan salad sayur dengan apel dan kacang
pinus.Kemudian datang paiikan lamprey, ham bersalut madu,
wortel bermentega, kacang putih dan daging babi asap, lalu
angsa panggang isi jamur dan tiram. Tyrion sangat sopan; dia
menyendokkan setiap hidangan untuk Cersei,dan memastikan
hanya melahap apa yang disantap sang kakak. Bukannya dia
benar-benar berpikir Cersei akan meracuninya, tapi tak ada
salahnya untuk berhati-hati.
Tyrion bisa melihat bahwa berita tentang keluarga Stark
membuat sang kakak murung. "Kita belum dapat kabar dari
Bitterbridge?" tanyanya cemas sambil menusuk apel dengan
ujung pisau dan menyantapnya dengan gigitan kecil yang hatihati.
"Tidak ada." "Aku tak pernah memercayai Littlefinger. Dengan koin
yang cukup, dia akan memihak Stannis dalam sekejap mata."
"Stannis Baratheon terlalu bermoral untuk membeli
orang. Dia juga takkan nyaman dengan lord seperti Petyr.
Perang ini menciptakan persekutuan yang ganjil, aku setuju,
tapi mereka berdua" Tidak."
Saat dia mengiris ham, sang kakak berkata, "Kita harus
berterima kasih pada Lady Tanda untuk babi itu."
"Sebagai bukti kasih sayangnya?"
"Sogokan. Dia memohon agar boleh kembali ke
kastelnya. Izinmu dan izinku. Aku curiga dia khawatir kau
akan menangkapnya di jalan, seperti yang kaulakukan terhadap
Lord Gyles." "Apa dia berniat menculik ahli waris takhta?"
Tyrionmemberikan ham pada sang kakak dan mengambil seiris
untuk diri sendiri. "Aku lebih suka dia tetap di sini. Kalau dia
mau merasa aman, suruh dia mendatangkan garnisun sendiri
dari Stokeworth. Berapa saja yang dia punya."
902 "Kalau kita sangat membutuhkan pasukan, kenapa kau
mengirim pergi orang-orang liarmu?" Ada kejengkelan merayap
dalam suara Cersei. "Itu kegunaan terbaik yang bisa kudapatkan dari
mereka," jawabnya jujur. "Mereka kesatria pemberani, tapi
bukan prajurit. Dalam pertempuran formal, disiplin lebih
penting daripada keberanian. Mereka membantu kita lebih
banyak di hutan raja ketimbang yang akan pernah mereka
lakukan untuk kita di dinding kota."
Sewaktu angsa disajikan, sang ratu menanyainya
tentang konspirasi Warga Bertanduk. Cersei tampak lebih
kesal ketimbang takut. "Kenapa kita dirundung begitu banyak
pengkhianatan" Kemalangan apa yang pernah ditimpakan
Klan Lannister pada orang-orang berengsek itu?"
"Tidak ada," sahut Tyrion, "tapi mereka mengira berada
di pihak pemenang... yang membuat mereka bodoh sekaligus
pengkhianat." "Kau yakin sudah menemukan mereka semua?"
"Menurut Varys begitu." Angsa itu terlalu gurih bagi
seleranya. Kerutan muncul di alis putih pucat Cersei, di antara dua
mata indahnya. "Kau terlalu mempercayai orang kasim itu."
"Dia melayaniku dengan baik."
"Atau dia mau kau memercayai itu. Kaupikir dia hanya
membisikkan rahasia-rahasia padamu" Dia memberi kita
semua semua cukup rahasia untuk meyakinkan bahwa kita tak
berdaya tanpa dia. Dia melakonkan permainan serupa padaku,
ketika aku baru menikah dengan Robert. Selama bertahuntahun, aku yakin tak punya teman yang lebih sejati daripada
dia di istana, tapi sekarang..." Cersei mengamati wajah Tyrion
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sejenak. "Katanya kau berniat mengambil si Anjing dari
Joffrey." Terkutuklah Varys. "Aku membutuhkan Clegane untuk
tugas yang lebih penting."
"Tak ada yang lebih penting daripada nyawa raja."
903 "Nyawa raja tak terancam. Joff memiliki Ser Osmund
untuk mengawalnya, juga Meryn Trant." Cuma itu yang bisa
mereka lakukan. "Aku membutuhkan Balon Swann dan si Anjing
untuk memimpin serangan mendadak, agar memastikan
Stannis tak punya tumpuan di sisi Air Hitam milik kita."
"Jaime akan memimpin serangan mendadak itu sendiri."
"Dari Riverrun" Serangan mendadak yang hebat."
"Joff hanya anak kecil."
"Anak kecil yang ingin menjadi bagian dari perang
ini, dan kali ini keinginannya masuk akal. Aku tak berniat
menempatkan dia di tengah-tengah pertempuran, tapi dia
perlu terlihat. Prajurit bertarung lebih gigih demi seorang raja
yang ikut menghadapi bahaya bersama mereka dibandingkan
dengan raja yang bersembunyi di balik rok ibunya."
"Dia barutiga belas tahun, Tyrion."
"Ingat Jaime waktu berumur tiga belas" Kalau kau mau
bocah itu menjadi putra ayahnya, biarkan dia memainkan
peran itu. Joff memakai zirah emas terbaik yang bisa dibeli,
dan dia memiliki selusin jubah emas mengawalnya sepanjang
waktu. Seandainya ada isyarat paling kecil pun bahwa kota
terancam jatuh, aku akan langsung menyuruh dia dikawal
kembali ke Benteng Merah."
Dia mengira hal itu mungkin menenangkan Cersei, tapi
tak ada sorot senang di mata hijau tersebut. "Apa kota akan
jatuh?" "Tidak." Namun kalau itu terjadi, berdoalah supaya kita
bisamempertahankan Benteng Merah cukup lama sampai ayah kita
datang membantu. "Kau pernah berbohong padaku sebelumnya, Tyrion."
"Selalu dengan alasan kuat, kakak yang manis. Aku juga
seperti kau yang menginginkan kita bersahabat. Aku sudah
memutuskan membebaskan Lord Gyles." Dia memastikan
keselamatan Gyles untuk hal ini. "Kau juga boleh mendapatkan
Ser Boros Blount lagi."
Mulut sang ratu merapat. "Biar saja Ser Boros membusuk
di Rosby," dia berkata, "tapi Tommen?"
904 ?"tetap di tempatnya. Dia lebih aman dalam
perlindungan Lord Jacelyn dibandingkan bersama Lord Gyles."
Para pelayan membawa pergi hidangan angsa, nyaris tak
tersentuh. Cersei memberi isyarat agar pencuci mulut dibawa
masuk. "Mudah-mudahan kau suka tar beri hitam."
"Aku semua jenis tar."
"Oh, aku tahu itu dari dulu. Apa kau tahu kenapa Varys
sangat berbahaya?" "Apa sekarang kita bermain teka-teki" Tidak."
"Dia tak punya penis."
"Kau juga tidak." Dan bukankah kau membenci itu, Cersei"
"Barangkali aku juga berbahaya. Sedangkan kau
sama bodohnya dengan lelaki lain. Cacing di antara kakimu
itulahyang berpikir untukmu pada separuh kesempatan."
Tyrion menjilat remah-remah dari jari. Dia tak menyukai
senyum sang kakak. "Benar, dan sekarang cacingku berpikir
bahwa mungkin ini waktunya aku berpamitan."
"Kau tidak sehat, Dik?" Dia mencondongkan tubuh
ke depan, Tyrion bisa melihat dengan jelas bagian atas
payudaranya. "Tiba-tiba saja kau tampak merah padam."
"Merah padam?" Tyrion melirik pintu. Sepertinya
dia mendengar sesuatu di luar. Dia mulai menyesal datang
sendirian. "Kau belum pernah menunjukkan minat sebesar ini
pada kelelakianku." "Bukan itu yang membuatku berminat, melainkan
tempatmu melabuhkannya. Aku tak tergantung pada si orang
kasim dalam segala hal, tak sepertimu. Aku punya cara sendiri
untuk mengetahui sesuatu... terutama sesuatu yang orang lain
tak ingin aku mengetahuinya."
"Apa yang coba kaukatakan?"
"Hanya ini"aku memiliki pelacur kecilmu."
Tyrion meraih cawan anggurnya, mengulur waktu untuk
menata pikiran. "Kupikir kau lebih menyukai lelaki."
"Kau ini benar-benar si kecil yang lucu. Katakan, kau
905 sudah menikahi yang satu ini?" Ketika Tyrion tak menjawab,
Cersei tertawa dan berkata, "Ayah pasti akan sangat lega."
Perut Tyrion rasanya penuh dengan belut. Bagaimana
Cersei tahu tentang Shae" Apa Varys mengkhianatinya" Atau
apa semua kehati-hatiannya hancur oleh ketidaksabarannya
pada malam dia berkuda langsung ke rumah megah itu"
"Kenapa kau peduli siapa yang kupilih untuk menghangatkan
tempat tidurku?" "Seorang Lannister selalu membayar utangnya," Cersei
menjawab. "Kau sudah bersiasat melawanku sejak tiba di
King"s Landing. Kau menjual Myrcella, mencuri Tommen,
dan sekarang kau berencana membuat Joff terbunuh. Kau
menginginkan dia mati supaya kau bisa memerintah lewat
Tommen." Yah, aku tak bisa mengklaim gagasan itu tak menggoda. "Ini
sinting, Cersei. Stannis akan datang ke sini dalam hitungan
hari. Kau membutuhkanku."
"Untuk apa" Kegagahanmu dalam berperang?"
"Prajurit bayaran Bronn takkan mau bertarung tanpa
aku," dia berbohong.
"Oh, menurutku mereka mau. Emasmulah yang mereka
sukai, bukan kecerdasan licikmu. Tapi jangan takut, mereka
takkan kehilanganmu. Aku bukan berkata tak pernah berpikir
untuk menggorok lehermu, tapi Jaime takkan memaafkanku
jika kulakukan itu."
"Dan pelacur itu?" Dia takkan menyebut namanya.
Seandaikan aku bisa meyakinkan Cersei bahwa Shae tak ada artinya
bagiku, barangkali... "Dia akan diperlakukan cukup baik, selama putraputraku tak celaka. Tetapi, seandainya Joff terbunuh, atau
seandainya Tommen jatuh ke tangan musuh kita, pelacur
kecilmu akan mati dengan cara lebih menyakitkan daripada
yang bisa kaubayangkan."
Dia sungguh-sungguh yakin aku berniat membunuh
keponakanku sendiri. "Anak-anak itu aman," dia menjanjikan
906 dengan letih. "Demi para dewa, Cersei, mereka keluargaku
sendiri! Kau menganggap aku ini orang macam apa?"
"Cebol dan sinting."
Tyrion menatap ampas di dasar cawan anggur. Apa
yang akan dilakukan Jaime bila jadi aku" Membunuh jalang itu,
kemungkinan besar, dan mengkhawatirkan konsekuensinya
nanti. Namun Tyrion tak memiliki pedang emas, juga keahlian
memakainya. Dia menyukai kemurkaan sembrono sang
kakak, tapi ayah merekalah yang harus coba ditirunya. Batu,
aku harus jadi batu, aku harus menjadi Casterly Rock, keras dan
tak tergoyahkan. Jika gagal dalam ujian ini, aku lebih baikmencari
tempat makhluk aneh terdekat." Bisa saja kau sudah membunuh
dia," ujar Tyrion. "Kau mau melihatnya" Aku menduga kau mau." Cersei
melintasi ruangan dan membuka pintu ek yang berat. "Bawa
masuk pelacur adikku."
Saudara Ser Osmund, Osney dan Osfryd sangat mirip,
lelaki jangkung dengan hidung bengkok, rambut gelap, dan
senyum kejam. Gadis itu tergantung di antara keduanya,
matanya terbeliak dan putih di wajah gelapnya. Darah meleleh
dari bibirnya yang pecah, dan Tyrion bisa melihat memarmemar dari balik pakaian yang koyak. Tangan si gadis diikat
dengan tali, dan mereka menyumpal mulutnya supaya dia tak
bisa bicara. "Katamu dia takkan disakiti."
"Dia melawan." Tidak seperti saudaranya, Osney
Kettleblack klimis, jadi cakaran itu terlihat jelas di pipinya yang
bersih. "Yang satu ini cakarnya mirip shadowcat."
"Memar bisa sembuh," ujar Cersei dengan nada bosan.
"Pelacur itu akan hidup. Selama Joff hidup."
Tyrion ingin menertawakan sang kakak. Pasti sangat
manis, amat sangat manis untuk tertawa, tapi itu artinya
membuka rahasia.Kau kalah, Cersei, dan Kettleblack bersaudara
bahkan lebih bodoh ketimbang klaim Bronn. Dia hanya perlu
mengucapkan kata-kata itu.
907 Tetapi Tyrion malah menatap wajah gadis itu dan
berkata, "Kau bersumpah akan membebaskannya seusai
perang?" "Jika kau membebaskan Tommen, ya."
Tyrion berdiri. "Tahan dia kalau begitu, tapi
pastikan dia aman. Jika binatang-binatang ini berpikir bisa
memanfaatkan dia... yah, kakak yang manis, biar kuingatkan
bahwa timbanganbisa miring ke dua sisi." Nada suaranya
tenang, datar, tak peduli; dia mencari suara ayahnya, dan
menemukannya. "Apa pun yang terjadi padanya akan terjadi
juga pada Tommen, dan itu termasuk pemukulan dan
pemerkosaan." Jika dia menganggap aku monster semacam itu,
akan kumainkan peran itu untuknya.
Cersei tak menyangkanya. "Kau takkan berani."
Tyrion membuat dirinya tersenyum, perlahan dan
dingin. Hijau dan hitam, matanya tertawa pada Cersei.
"Berani" Aku yang akan melakukannya sendiri."
Tangan sang kakak melayang ke wajahnya, tapi dia
menangkap pergelangan tangan itu dan memitingnya ke belakang
sampai Cersei memekik. Osfryd maju untuk membantu. "Satu
langkah lagi, kupatahkan lengannya," si cebol memeringatkan.
Lelaki itu berhenti. "Ingat tidak waktu kubilang kau takkan
pernah memukulku lagi, Cersei?" Didorongnya sang kakak
ke lantai dan berbalik ke arah Kettleblack bersaudara. "Buka
ikatannya dan lepas sumpalannya."
Talinya sangat kencang sehingga menghentikan aliran
darahnya. Gadis itu menjerit kesakitan saat darahnya kembali
mengalir. Tyrion memijat-mijat jemarinya dengan lembut
sampai tak lagi mati rasa. "Sayangku," ucapnya, "kau harus
berani. Aku menyesal mereka menyakitimu."
"Aku tahu kau akan membebaskanku, my lord."
"Akan kulakukan itu," janjinya, dan Alayaya
membungkuk lalu mengecup dahinya. Bibir yang pecah
meninggalkan jejak darah di sana. Ciuman berdarah lebih dari
yang pantas kudapatkan, pikir Tyrion. Dia takkan pernah terluka
kalau bukan karena aku. 908 Darah Alayaya masih menandainya selagi dia menunduk
menatap sang ratu. "Aku tak pernah menyukaimu, Cersei,
tapi kau kakakku, maka aku tak pernah menyakitimu. Kau
telah mengakhiri itu. Aku akan menyakitimu karena ini. Aku
belum tahu bagaimana, tapi beri aku waktu. Akan datang hari
ketika kau mengira kau aman dan bahagia, dan tiba-tiba saja
kebahagiaanmu terasa tak berarti, dan kau bakal mengetahui
bahwa utang telah dibayar."
Dalam perang, ayahnya pernah memberitahunya,
pertempuran berakhir begitu satu pasukan bertemperasan dan
melarikan diri. Meskipun jumlah mereka sebanyak sebelumnya,
masih bersenjata dan berbaju zirah; begitu mereka melarikan
diri di depanmu, mereka takkan berbalik untuk bertarung lagi.
Begitu juga dengan Cersei. Hanya "Pergi!" respons yang bisa
dikeluarkannya. "Pergi dari hadapanku!"
Tyrion membungkuk. "Selamat malam, kalau begitu.
Dan semoga bermimpi indah."
Dia kembali ke Menara Tangan Kanan Raja dengan
seribu kaki berbalut zirah berderap dalam benaknya. Aku
seharusnya tahu ini akan terjadi begitu aku menyelinap lewat lemari
di Chataya. Mungkin dia tak ingin tahu. Kakinya nyeri setengah
mati setelah dia menaiki tangga. Dia menyuruh Pod mengambil
kendi anggur dan berjalan ke kamar tidur.
Shae duduk bersila di tempat tidur berkanopi, telanjang
dengan hanya kalung emas menjuntai melewati payudaranya:
kalung dengan tangan-tangan emas yang bertaut, memegang
tangan berikutnya. Tyrion tak menduga kehadirannya. "Sedang apa kau di
sini?" Sambil tertawa Shae mengelus kalung itu. "Aku
menginginkan tangan di tubuhku... tapi tangan-tangan emas
kecil ini dingin." Sejenak Tyrion tak tahu harus berkata apa.
Bagaimana dia bisa berceritabahwa perempuan lain dipukuli
menggantikannya, dan mungkin tewas menggantikannya
909 seandainya kemalangan dalam perang menimpa Joffrey" Dia
mengelap darah Alayaya dari dahi dengan pangkal telapak
tangan. "Lady Lollys?"
"Dia sedang tidur. Hanya tidur yang diinginkannya,
dasar sapi besar. Dia tidur dan makan. Terkadang dia tidur
selagi makan. Makanan jatuh ke bawah selimut dan dia
berguling di dalamnya, dan aku harus membersihkan itu."
Shae memperlihatkan raut jijik. "Yang mereka lakukan hanya
meniduri dia." "Ibunya bilang dia sakit."
"Ada bayi dalam perutnya, itu saja."
Tyrion mengedarkan pandang ke ruangan. Semua
kurang lebih tampak sama seperti waktu dia meninggalkannya.
"Bagaimana caramu masuk" Tunjukkan pintu rahasianya."
Shae mengangkat bahu. "Lord Varys menyuruhku
memakai tudung. Aku tidak bisa melihat, kecuali... ada satu
tempat, aku sempat melihat sekilas lantainya dari bawah
tudung. Semuanya dari ubin, jenis yang membentuk gambar?"
"Mozaik?" Shae mengangguk. "Warnanya merah dan hitam.
Menurutku gambarnya naga. Selain itu, segala-galanya gelap.
Kami menuruni tangga dan berjalan jauh sekali, sampai
aku jadi bingung. Kami sempat berhenti sekali supaya dia
bisa membuka gerbang besi. Aku menyentuhnya waktu
melewatinya. Gambar naganya melewati gerbang. Kemudian
kami menaiki tangga lagi, dengan terowongan di puncaknya.
Aku harus membungkuk, dan kurasa Lord Varys merangkak."
Tyrion mengitari kamar tidur. Salah satu penyangga
lilin tampak longgar. Dia berjinjit dan mencoba memutarnya.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benda itu bergerak perlahan, bergeser di dinding batu. Ketika
terbalik, lilinnya terjatuh. Lilin cair memercik di lantai batu
yang dingin tak menunjukkan adanya keganjilan tertentu.
"Apa m"lord tak mau tidur denganku?" tanya Shae.
"Sebentar." Tyrion membuka lemari, mendorong
pakaian ke samping, dan mendorong panel belakang. Yang
910 berlaku di rumah bordil mungkin juga terjadi di kastel...
tapi ternyata tidak, kayunya padat, bergeming. Batu di
samping bangku jendela menarik matanya, tapi tarikan dan
dorongannya sia-sia saja. Dia kembali ke tempat tidur dengan
frustrasi dan jengkel. Shae membuka baju Tyrion lalu melingkarkan kedua
lengan di leher. "Bahumu sekeras batu," gumamnya. "Cepat,
aku ingin merasakanmu di tubuhku." Namun begitu kaki Shae
melilit pinggangnya, hasratnya lenyap. Ketika Shae tahu, dia
meluncur ke balik selimut dan membelainya dengan mulut,
tapi bahkan itu pun tak mampu membangkitkannya.
Setelah beberapa lama Tyrion menghentikan Shae. "Ada
apa?" tanya Shae. Keluguan manis terukir di garis-garis wajah
belianya. Keluguan" Bodoh, dia pelacur, Cersei benar, kau berpikir
dengan penismu, bodoh, bodoh.
"Tidur saja, manisku," desak Tyrion, membelai
rambutnya. Namun, lama setelah Shae menuruti sarannya,
Tyrion berbaring terjaga, jemarinya menangkup salah satu
payudara kecil itu seraya mendengarkannya bernapas.
j 911 CATELYN A ula Besar Riverrun adalah tempat yang sepi untuk makan
malam berdua. Bayangan gelap tersampir di dinding.
Salah satu obor telah padam, hanya menyisakan tiga. Catelyn
duduk memandangi piala anggurnya. Anggur tua itu terasa
encer dan asam di lidahnya. Brienne duduk di seberangnya.
Di antara mereka, kursi tinggi ayahnya sekosong aula. Bahkan
para pelayan telah pergi. Dia mengizinkan mereka untuk
mengikuti perayaan. Dinding-dinding kastel tebal, tapi mereka tetap saja
bisa mendengar suara-suara teredam pesta di pekarangan di
luar. Ser Desmond mengeluarkan dua puluh tong dari ruang
bawah tanah, dan rakyat merayakan Edmure yang akan segera
kembali dan penaklukan Robb atas Crag dengan mengangkat
tanduk berisi ale berwarna cokelat-kacang.
Aku tak bisa menyalahkan mereka, pikir Catelyn.
Mereka tak tahu. Dan kalaupun mereka tahu, buat apa mereka
peduli" Mereka tak pernah mengenal putra-putraku. Tak pernah
menyaksikan Bran memanjat dengan jantung naik ke tenggorokan,
kebanggaan dan kengerian berpaut erat sehingga terasa menyatu, tak
pernah mendengarnya tertawa, tak pernah tersenyum menyaksikan
Rickon berusaha sangat keras meniru kakak-kakaknya. Dia
menatap hidangan makan malam di depannya; ikan trout yang
912 dibungkus daging babi asap, salad lobak hijau dan adas merah
dan rumput manis, kacang polong, bawang bombai, dan roti
panas. Brienne makan secara metodis, seolah makan malam
merupakan satu lagi tugas yang harus diselesaikan. Aku menjadi
perempuan getir, pikir Catelyn. Aku tak bahagia dengan makanan
dan minuman, lagu dan tawa menjadi asing bagiku. Aku makhluk
nestapa, debu, dan kerinduan pahit. Ada ruang kosong di dalam
diriku tempat jantungku dulu berada.
Suara perempuan lain makan tak tertahankan baginya.
"Brienne, aku bukan teman yang menyenangkan. Pergilah
bergabung dengan pesta, kalau mau. Minum setanduk ale dan
berdansa mengikuti alunan harpa Rymund."
"Aku tak tercipta untuk berpesta, my lady." Tangan besar
Brienne merobek ujung roti hitam. Brienne menatap cabikan
roti seolah lupa apa itu. "Kalau Anda memerintahkannya,
aku..." Catelyn bisa merasakan ketidaknyamanannya. "Aku
hanya berpikir kau mungkin menyukai teman yang lebih ceria
dibandingkan aku." "Aku sudah cukup senang." Gadis itu menggunakan
roti untuk menyeka lemak babi asap yang dipakai menggoreng
trout. "Ada burung lagi datang tadi pagi." Catelyn tak
tahu kenapa dia mengatakan itu. "Maester langsung
membangunkanku. Itu wajib, tapi tidak baik. Sama sekali tidak
baik."Dia tak berniat memberitahu Brienne. Tak ada yang tahu
selain dia dan Maester Vyman, dan dia ingin memastikannya
tetap seperti itu sampai... sampai...
Sampai apa" Perempuan bodoh, apa merahasiakan itu
bisa membuatnya jadi tak terlalu nyata" Jika kau tak pernah
mengatakannya, tak pernah membicarakannya, apa itu hanya akan
jadi mimpi, kurang dari mimpi, mimpi buruk yang separuh teringat"
Oh, seandainya para dewa semurah hati itu.
"Berita dari King"s Landing?" tanya Brienne.
913 "Seandainya saja. Burung itu berasal dari Kastel
Cerwyn, dari Ser Rodrik, pengurus kastelku." Sayap gelap, katakata muram. "Dia mengumpulkan pasukan semampunya dan
sedang berderap menuju Winterfell, untuk mengambil alih
kastel lagi." Betapa itu kini terdengar begitu tak penting. "Tapi
dia berkata... dia menulis... dia memberitahuku, dia..."
"My lady, ada apa" Ada kabar tentang putra-putra Anda?"
Sungguh pertanyaan yang sederhana; seandainya
jawabannya juga bisa sesederhana itu. Saat Catelyn mencoba
bicara, kata-kata tersangkut di tenggorokan. "Aku tak punya
putra lagi selain Robb." Dia berhasil mengucapkan kata-kata
mengerikan itu tanpa terisak, dan untuk itu dia lega.
Brienne menatapnya ngeri. "My lady?"
"Bran dan Rickon mencoba melarikan diri, tapi
ditangkap di penggilingan di Sungai Biji Ek. Theon Greyjoy
memancang kepala mereka di dinding Winterfell. Theon
Greyjoy, yang makan di mejaku sejak berumur sepuluh tahun."
Aku sudah mengucapkannya, semoga para dewa mengampuniku.
Aku sudah mengucapkannya dan menjadikannya nyata.
Wajah Brienne tampak buram karena air mata. Dia
meraih ke seberang meja tapi jemarinya berhenti tak jauh dari
jemari Catelyn, seakan sentuhannya mungkin tak diinginkan.
"Aku... tak bisa berkata-kata, my lady. Lady yang baik. Putraputra Anda, mereka... mereka kini bersama para dewa."
"Benarkah?" sergah Catelyn. "Dewa apa yang membiarkan
ini terjadi" Rickon masih bayi. Bagaimana mungkin dia pantas
menerima kematian seperti itu" Dan Bran... ketika aku
meninggalkan utara, dia belum membuka mata sejak terjatuh.
Aku terpaksa pergi sebelum dia sadar. Sekarang aku tak pernah
bisa lagi kembali padanya, atau mendengar dia tertawa lagi."
Dia menunjukkan telapak tangan pada Brienne, jemarinya.
"Bekas luka ini... mereka mengirim orang untuk menggorok
leher Bran selagi dia tidur. Dia seharusnya sudah tewas waktu
itu, bersamaku, tapi serigala Bran merobek leher orang itu."
Hal itu membuatnya terdiam sejenak. "Kurasa Theon juga
914 membunuh para serigala. Pasti, kalau tidak... aku yakin mereka
akan aman selama serigala-serigala itu bersama mereka. Seperti
Robb dan Grey Wind-nya. Tapi putri-putriku kini tak memiliki
serigala." Perubahan topik yang mendadak membuat Brienne
kebingungan. "Putri-putri Anda..."
"Sansa sudah menjadi seorang lady sejak berumur tiga
tahun, selalu sopan dan ingin menyenangkan orang. Dia
sangat menyukai kisah-kisah tentang kesatria gagah perkasa.
Orang-orang berkata dia mewarisi penampilanku, tapi dia
akan tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik
dibandingkan aku, kau bisa melihatnya. Aku sering menyuruh
pelayan pergi supaya aku bisa menyisir rambutnya sendiri. Dia
memiliki rambut cokelat kemerahan, lebih terang daripada
rambutku, sangat lebat dan lembut... warna merahnya
menangkap cahaya obor dan bersinar bagaikan tembaga.
"Dan Arya, yah... tamu-tamu Ned sering keliru mengira
dia sebagai pengurus kandang jika mereka datang tanpa
pemberitahuan. Harus diakui, Arya itu ujian. Separuh anak
laki-laki dan separuh anak serigala. Larang dia melakukan
sesuatu dan itu akan jadi tekadnya. Dia mewarisi wajah panjang
Ned, dan rambut cokelat yang selalu terlihat seperti sarang
burung. Aku sudah putus asa berusaha membuatnya menjadi
seorang lady. Dia mengoleksi bekas luka seperti gadis-gadis
lain mengoleksi boneka, dan selalu mengucapkan apa saja
yang terlintas di benaknya. Menurutku dia pasti juga sudah
meninggal." Sewaktu mengucapkan itu, rasanya ada tangan
raksasa mencengkeram dadanya. "Aku menginginkan mereka
semua mati, Brienne. Pertama Theon Greyjoy, lalu Jamie
Lannister, Cersei, dan si Setan Kecil, semuanya, semuanya.
Tapi anak gadisku... anak gadisku akan..."
"Sang ratu... dia juga punya anak perempuan kecil,"
kata Brienne canggung. "Juga putra-putra, sebaya dengan
anak Anda. Bila dia mendengar kabar itu, barangkali dia... dia
mungkin menaruh iba, dan..."
915 "Mengirim kembali putri-putriku tanpa cedera?" Catelyn
tersenyum sedih. "Ada keluguan yang manis pada dirimu, Nak.
Aku bisa berharap... tapi tidak. Robb akan membalaskan
dendam saudara-saudaranya. Es bisa mematikan seperti api.
Ice adalah pedang Ned. Baja Valyria, ditandai dengan riak
dari ribuan lipatan saat ditempa, sangat tajam sehingga aku
takut menyentuhnya. Pedang Robb setumpul pentungan bila
dibandingkan dengan Ice. Sayangnya, takkan mudah baginya
untuk memenggal kepala Theon. Klan Stark tak memiliki
algojo. Ned selalu bilang orang yang menjatuhkan hukumanlah
yang seharusnya mengayunkan pedang, meskipun dia tak
pernah menyukai tugas tersebut. Tapi aku pasti menikmatinya,
oh, sungguh." Dia memandangi tangannya yang berparut,
membuka dan menutupnya, lalu perlahan-lahan mengangkat
pandang. "Aku mengiriminya anggur."
"Anggur?" Brienne kebingungan. "Robb" Atau... Theon
Greyjoy?" "Pembantai Raja." Siasat itu berjalan baik dengan Cleos
Frey. Semoga kau haus, Jaime. Semoga kerongkonganmu kering dan
tercekik. "Aku ingin kau ikut bersamaku."
"Siap melaksanakan perintah Anda, my lady."
"Bagus." Catelyn mendadak bangkit. "Tinggallah,
habiskan makananmu dengan tenang. Aku akan mengirim
orang memanggilmu. Tengah malam."
"Selarut itu, my lady?"
"Penjara bawah tanah tak berjendela. Kapan pun
akanterlihat sama di bawah sana, dan bagiku, setiap jam
adalah tengah malam." Langkahnya menggema hampa saat
meninggalkan aula. Selagi menaiki tangga menuju ruangan
Lord Hoster, Catelyn bisa mendengar orang-orang di luar
menyerukan, "Tully!" dan "Satu cawan! Satu cawan untuk lord
muda pemberani!" Ayahku belum meninggal, dia ingin berteriak
pada mereka. Putra-putraku tewas, tapi ayahku hidup, terkutuk
kalian semua, dan dia masih lord kalian.
Lord Hoster tidur nyenyak. "Dia baru saja minum
916 secawan anggur mimpi, my lady," kata Maester Vyman. "Untuk
sakitnya. Dia takkan tahu Anda di sini."
"Tidak masalah," jawab Catelyn. Dia lebih mirip mati
daripada hidup, tapi lebih hidup daripada putra-putra manisku yang
malang. "My lady, ada yang bisa kulakukan untuk Anda" Ramuan
tidur, mungkin?" "Terima kasih, Maester, tapi tidak usah. Aku takkan
berdukacita dengan tidur. Bran dan Rickon layak mendapatkan
yang lebih baik dariku. Ikutlah berpesta, aku akan duduk
bersama ayahku sebentar."
"Siap laksanakan perintah, my lady." Vyman
membungkuk dan meninggalkannya.
Lord Hoster berbaring telentang, mulutnya terbuka,
napasnya berupa dengih samar. Satu tangan menjuntai
dari kasur, tangan kisut yang pucat dan raput, tapi hangat
saat disentuh Catelyn. Dia menautkan jemari mereka dan
menangkupkannya. Tak peduli seerat apa aku menggenggamnya,
aku tak bisa menahannya tetap di sini, pikir Catelyn sedih.
Lepaskan dia. Namun jemarinya sepertinya enggan kembali
lurus. "Aku tak punya teman bicara, Ayah," katanya. "Aku
berdoa, tapi para dewa tak menjawab." Dikecupnya sekilas
tangan sang ayah. Kulitnya hangat, nadi biru bercabang mirip
sungai di balik kulit pucat transparan. Di luar sungai yang
lebih besar mengalir, Anak Sungai Merah dan Tumblestone,
yang akan mengalir selamanya, tapi sungai di tangan ayahnya
tidak. Tak lama lagi arusnya akan berhenti. "Semalam
akumemimpikan sewaktu Lysa dan aku tersesat saat berkuda
dari Seagard. Ayah ingat" Kabut aneh datang dan kami
tertinggal di belakang rombongan. Segala-galanya kelabu, dan
aku tak bisa melihat selangkah pun melewati hidung kudaku.
Kami kehilangan jalan. Dahan-dahan pohon mirip lenganlengan kurus panjang yang meraih kami selagi kami lewat.
Lysa mulai menangis, dan sewaktu aku berteriak, kabut seperti
917 menelan suara itu. Tapi Petyr tahu di mana kami, jadi dia
berkuda kembali dan menemukan kami...
"Tapi sekarang tak seorang pun yang mencariku, bukan"
Kali ini aku harus mencari jalanku sendiri, dan itu berat, berat
sekali. "Aku selalu teringat semboyan Klan Stark. Musim
dingin telah datang, Ayah. Bagiku. Bagiku. Robb kini harus
melawan Greyjoy selain Lannister, dan demi apa" Demi
mahkota emas dan takhta besi" Tanah sudah cukup berdarah.
Aku menginginkan anak-anak perempuanku pulang, aku
menginginkan Robb meletakkan pedang dan memilih beberapa
putri Walder Frey untuk membahagiakannya dan memberinya
putra. Aku menginginkan Bran dan Rickon kembali, aku
menginginkan..." Catelyn tertunduk. "Aku menginginkan,"
ucapnya sekali lagi, dan kemudian kata-katanya lenyap.
Setelah beberapa lama, lilin pun habis dan padam.
Cahaya bulan menyorot miring dari sela-sela daun jendela,
menerakan bilah-bilah pucat keperakan di wajah ayahnya. Dia
bisa mendengar desir lirih napas berat sang ayah, deru air yang
tak pernah berhenti, nada samar lagu cinta yang melayang dari
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pekarangan, begitu sedih dan manis. "Aku mencintai seorang
gadis semerah musim gugur," Rymund bernyanyi, "dengan matahari
terbenam di rambutnya."
Catelyn tak menyadari kapan nyanyian itu berakhir.
Jam demi jam telah lewat, tapi sepertinya baru sejenak berlalu
ketika Brienne datang. "My lady," dia memanggil pelan. "Sudah
tengah malam." Sudah tengah malam, Ayah, pikir Catelyn, dan aku harus
menjalankan tugasku. Dia melepaskan tangan sang ayah.
Penjaga penjara adalah seorang lelaki kecil licik dengan
pembuluh darah pecah di hidungnya. Mereka menemukannya
membungkuk di atas gelas besar ale dan sisa-sisa pai burung
dara, lebih dari sedikit mabuk. Dia menyipit menatap mereka
curiga. "Mohon maaf, m"lady, tapi Lord Edmure melarang
918 siapa pun menemui Pembantai Raja tanpa izin tertulis darinya,
dilengkapi segelnya di atasnya."
"Lord Edmure" Apa ayahku sudah tiada, dan tidak ada
yang memberitahuku?"
Sipir itu menjilat bibir. "Tidak, m"lady, setahuku."
"Kau akan membukakan sel, atau kau ikut bersamaku
ke ruangan Lord Hoster dan memberitahunya apa alasannya
kau menentangku." Dia menjatuhkan pandang. "Siap laksanakan
perintahm"lady." Kuncinya dikaitkan di sabuk kulit yang
melingkari pinggangnya. Dia menggumam pelan sambil
memilah-milah, sampai menemukan kunci yang sesuai dengan
pintu sel Pembantai Raja.
"Kembalilah ke ale-mu dan tinggalkan kami," perintah
Catelyn. Sebuah lampu minyak tergantung di kaitan di langitlangit yang rendah. Catelyn menurunkannya dan membesarkan
nyalanya. "Brienne, pastikan aku tidak diganggu."
Brienne mengangguk, mengambil posisi di luar sel,
tangannya diletakkan di gagang pedang. "My lady akan
memanggil jika membutuhkanku."
Catelyn mendorong pintu kayu dan besi yang berat itu
dengan bahu, lalu melangkah memasuki kegelapan busuk. Ini
perut Riverrun, dan baunya seperti itu. Jerami lama berderak
di bawah kaki. Dindingnya berubah warna oleh bercak-bercak
nitrat. Dari balik dinding batu, dia bisa mendengar gemercik
samar Tumblestone. Cahaya lampu menampakkan ember yang
meluap oleh kotoran manusia di satu sudut dan sosok yang
berjongkok di sudut satunya. Kendi anggur tegak di samping
pintu, tak tersentuh. Sampai di sini saja taktik itu. Aku seharusnya
bersyukur sipir tak meminumnya sendiri, kurasa.
Jaime mengangkat kedua tangan untuk menutupi
wajah, rantai yang melingkari pergelangannya berdencing.
"Lady Stark," sapanya, dengan suara parau akibat lama tak
dipakai. "Sayangnya aku tak dalam kondisi yang layak untuk
menerimamu." 919 "Tatap aku, Ser."
"Cahaya menyakitkan mataku. Mohon tunggu
sebentar." Jaime Lannister tak diizinkan bercukur sejak malam
dia ditangkap di Hutan Berbisik, dan janggut kusut menutupi
wajah, yang dulu begitu mirip sang ratu. Bersinar keemasan
diterpa cahaya lampu, cambang membuatnya terlihat seperti
binatang buas kuning, mengagumkan bahkan saat terbelenggu.
Rambutnya yang kotor tergerai kusut dan bergumpal-gumpal
di bahu, pakaiannya membusuk di tubuh, wajahnya pucat dan
kuyu... meskipun begitu, kekuatan dan kerupawanan seorang
lelaki masih terlihat jelas.
"Kulihat kau tak berselera mencicipi anggur yang
kukirimkan." "Kemurahhatian mendadak entah bagaimana tampak
mencurigakan." "Aku bisa memenggal kepalamu kapan saja aku mau.
Buat apa aku meracunimu?"
"Kematian akibat racun bisa tampak alami. Lebih sulit
mengklaim hal itu jika kepalaku copot." Dia menyipit dari
lantai, mata hijau kucing mulai terbiasa dengan cahaya. "Aku
ingin mempersilakanmu duduk, tapi adikmu tidak memberiku
kursi." "Aku bisa berdiri cukup baik."
"Bisakah" Harus kukatakan, kau tampak payah. Tapi
mungkin itu hanya gara-gara cahaya di sini." Pergelangan tangan
dan kaki Jaime diborgol, setiap belenggu terhubung dengan
satu sama lain, jadi dia tak bisa berdiri atau berbaring dengan
nyaman.Rantai pergelangan kaki disekrup di dinding. "Apa
gelangku sudah cukup berat bagimu, atau kau datang untuk
menambahkan beberapa lagi" Aku akan mendencingkannya
dengan merdu kalau kau mau."
"Kau sendiri yang menyebabkan ini pada dirimu,"
Catelyn mengingatkan. "Kami telah memberimu kenyamanan
sel menara yang sesuai dengan status dan posisimu. Kau
membalas kami dengan berusaha melarikan diri."
920 "Sel ya sel. Beberapa sel di bawah Casterly Rock membuat
yang ini seperti taman yang diterangi matahari. Suatu hari
nanti mungkin aku akan menunjukkannya padamu."
Kalau dia takut, dia menyembunyikannya dengan baik, pikir
Catelyn. "Orang yang tangan dan kakinya dirantai seharusnya
menjaga agar lidahnya lebih sopan, Ser. Aku ke sini bukan
untuk diancam." "Bukan" Kalau begitu pasti untuk mendapatkan
kesenangan dariku" Kabarnya para janda jemu dengan ranjang
kosong. Kami para Pengawal Raja bersumpah takkan pernah
menikah, tapi kurasa aku masih bisa melayanimu jika itu yang
kaubutuhkan. Tuangkan anggur untuk kita, lepaskan gaun itu,
dan kita lihat apa aku berminat melakukannya."
Catelyn menatapnya jijik. Apa pernah ada lelaki
serupawan atau sekeji yang satu ini" "Jika putraku mendengarmu
mengatakan itu, dia akan membunuhmu."
"Hanya selama aku memakai ini." Jaime Lannister
mengguncang rantainya ke arah Catelyn. "Kita berdua tahu
bocah itu takut menghadapiku dalam duel satu lawan satu."
"Putraku mungkin masih muda, tapi kalau kau
menganggapnya bodoh, sayangnya kau keliru... dan sepertinya
kau tak secepat itu mengajukan tantangan ketika memiliki
pasukan di belakangmu."
"Apa para Raja Musim Dingin yang lama juga
bersembunyi di balik rok ibu mereka?"
"Aku mulai muak dengan ini, Ser. Ada hal-hal yang
perlu kuketahui." "Buat apa aku memberitahumu sesuatu?"
"Untuk menyelamatkan nyawamu."
"Kaupikir aku takut mati?" Hal itu sepertinya
membuatnya geli. "Seharusnya kau takut. Kejahatanmu telah memberimu
tempat siksaan di neraka terdalam dari tujuh neraka, jika para
dewa adil." 921 "Para dewa yang mana, Lady Catelyn" Pohon-pohon
tempat suamimu berdoa" Sebaik apa mereka membantunya
ketika kakakku memenggal kepalanya?" Jamie terkekeh.
"Seandainya dewa itu ada, kenapa dunia penuh dengan
penderitaan dan ketidakadilan?"
"Karena orang-orang sepertimu."
"Tidak ada orang-orang seperti aku. Hanya ada aku."
Tidak ada apa-apa di sini selain keangkuhan dan martabat,
serta keberanian hampa dari lelaki sinting. Aku membuang-buang
napas dengan yang satu ini. Seandainya ada secercah kehormatan
dalam dirinya, hal itu sudah lama mati. "Jika kau tak mau
berbicara denganku, biarlah. Minum anggur itu atau kencingi
saja, Ser, tidak ada bedanya bagiku."
Tangannya sudah di gagang pintu saat Jaime berkata,
"Lady Stark." Dia berbalik, menunggu. "Segalanya berkarat di
kelembapan ini," lanjut Jaime. "Bahkan kesopanan laki-laki.
Tinggallah, dan kau akan mendapatkan jawaban... dengan
harga tertentu." Dia tak punya rasa malu. "Tahanan tak menetapkan
harga." "Oh, kau akan mendapati hargaku cukup murah.
Sipirmu hanya memberiku kebohongan keji, dan dia bahkan
tak bisa mempertahankannya. Satu hari dia berkata Cersei
dikuliti, dan hari berikutnya ayahku. Jawab pertanyaanku dan
aku akan menjawab pertanyaanmu."
"Dengan sebenar-benarnya?"
"Oh, jadi kebenaran yang kauinginkan" Hati-hati, my
lady. Tyrion berkata orang-orang sering mengklaim lapar akan
kebenaran, tapi jarang yang menyukai rasanya ketika disajikan."
"Aku cukup kuat untuk mendengar apa saja yang
kaukatakan." "Terserah kau saja, kalau begitu. Tapi pertama-tama,
kalau kau bersedia... anggurnya. Kerongkonganku perih."
Catelyn menggantung lampu di pintu lalu memindahkan
cawan dan kendi lebih dekat. Jamie berkumur-kumur dengan
922 anggur itu sebelum menelannya. "Asam dan tak enak,"
komentarnya, "tapi lumayan." Dia bersandar di dinding,
menarik lutut ke dada, dan menatap Catelyn. "Pertanyaan
pertamamu, Lady Catelyn?"
Tak mengetahui berapa lama permainan ini mungkin
berlanjut, Catelyn tak membuang-buang waktu. "Apa kau ayah
Joffrey?" "Kau takkan pernah bertanya kecuali sudah tahu
jawabannya." "Aku menginginkan jawabannya dari bibirmu sendiri."
Jaime mengangkat bahu. "Joffrey anakku. Begitu juga
semua anak Cersei, kurasa."
"Kau mengakui menjadi kekasih kakakmu?"
"Aku selalu mencintai kakakku, dan kau berutang dua
jawaban padaku. Apa seluruh keluargaku masih hidup?"
"Aku diberitahu, Ser Stafford Lannister terbunuh di
Oxford." Jaime bergeming. "Paman Dolt, kakakku memanggilnya.
Cersei dan Tyrion-lah yang kucemaskan. Juga ayahku."
"Mereka masih hidup, tiga-tiganya." Tetapi tidak lama
lagi, jika para dewa berbaik hati.
Jaime menenggak anggur lagi. "Ajukan yang berikutnya."
Catelyn ingin tahu apakah Jaime berani menjawab
pertanyaannya yang berikut tanpa berbohong. "Bagaimana
putraku Bran bisa jatuh?"
"Aku melemparkannya dari jendela."
Santainya Jaime mengucapkan itu merenggut suara
Catelyn sejenak. Seandainya aku punya pisau, akan kubunuh
dia sekarang, pikir Catelyn, sampai dia teringat anak-anak
perempuannya. Lehernya tersekat selagi mengatakan, "Kau
seorang kesatria, bersumpah untuk membela yang lemah dan
tak bersalah." "Dia cukup lemah, tapi mungkin bukannya tak bersalah.
Dia memata-matai kami."
923 "Bran takkan memata-matai."
"Kalau begitu salahkan dewa-dewamu yang berharga,
yang membawa bocah itu ke jendela kami dan membuatnya
melihat sesuatu yang seharusnya tak pernah dilihatnya."
"Salahkan dewa-dewa?" ujar Catelyn, tak percaya.
"Tanganmulah yang melemparkan dia. Kau menginginkan dia
mati." Rantai Jaime bergemerencing pelan. "Aku jarang
melemparkan anak-anak dari menara untuk meningkatkan
kesehatan mereka. Ya, aku menginginkan dia mati."
"Dan ketika itu tak terjadi, kau sadar risikomu lebih
besar daripada sebelumnya, jadi kau memberi sekantong perak
pada antek-antekmu untuk memastikan Bran takkan pernah
sadar." "Benarkah?" Jaime mengangkat cawan dan meneguk
banyak-banyak. "Aku tak membantah kami membicarakannya,
tapi kau bersama bocah itu siang dan malam, maester-mu dan
Lord Eddard sering menemaninya, lalu ada pengawal, bahkan
direwolf terkutuk itu... artinya aku harus menyusup menembus
separuh Winterfell. Dan buat apa repot-repot, padahal bocah
itu sepertinya akan mati dengan sendirinya?"
"Kalau kau berbohong padaku, pertemuan ini berakhir."
Catelyn mengulurkan kedua tangan, menunjukkan jemari dan
telapak tangannya. "Orang yang datang untuk menggorok
leher Bran memberiku bekas luka ini. Kau bersumpah tak
ambil bagian dalam mengirim dia?"
"Demi kehormatanku sebagai seorang Lannister."
"Kehormatanmu sebagai seorang Lannister lebih tak
berharga ketimbang ini." Dia menendang ember kotoran.
Cairan cokelat berbau busuk menjalar di lantai sel, merembes
ke jerami. Jaime Lannister menjauhi tumpahan itu sejauh
yang dimungkinkan rantainya. "Mungkin aku tak punya
kehormatan, aku tak membantahnya, tapi aku belum pernah
membayar siapa pun agar membunuh untukku. Percayalah apa
924 yang kaumau, Lady Stark, tapi seandainya aku menginginkan
Bran-mu tewas aku pasti membunuhnya sendiri."
Demi dewa-dewa yang pengasih, dia mengatakan yang
sebenarnya. "Kalau kau tak mengirim pembunuh itu, berarti
kakakmu pelakunya." "Kalau itu benar, aku pasti tahu. Cersei tak merahasiakan
apa pun dariku." "Kalau begitu si Setan Kecil."
"Tyrion sama tak bersalahnya dengan Bran-mu. Diatidak
memanjat di luar jendela siapa pun, memata-matai."
"Kalau begitu kenapa si pembunuh memiliki belatinya?"
"Belati macam apa?"
"Sepanjang ini," jawab Catelyn, menggambarkan dengan
kedua tangan, "polos, tapi indah, dengan bilah dari baja Valyria
dan gagang dari tulang naga. Adikmu memenangkannya dari
Lord Baelish di turnamen perang pada hari penamaan Joffrey."
Lannister menuang, menenggak, menuang, dan
memandangi cawan anggurnya. "Semakin banyak kuminum,
anggur ini rasanya makin enak. Coba bayangkan. Sepertinya
aku ingat belati itu, setelah kaugambarkan. Dimenangkan,
katamu" Bagaimana?"
"Bertaruh atas dirimu waktu kau dikalahkan Kesatria
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bunga." Namun begitu mendengar ucapannya sendiri, Catelyn
sadar dia keliru. "Bukan" apa sebaliknya?"
"Tyrion selalu memihakku dalam taruhan," Jaime
berkata, "tapi hari itu Ser Loras menjatuhkanku. Kesialan, aku
terlalu meremehkan bocah itu, tapi tidak penting. Apa pun
yang dipertaruhkan adikku, dia kalah" tapi belati itu memang
beralih tangan, aku ingat sekarang. Robert menunjukkannya
padaku malam itu di pesta. Yang Mulia senang menaburkan
garam di lukaku, terutama saat sedang mabuk. Dan ketika dia
tak mabuk?" Catelyn teringat, Tyrion Lannister mengutarakan
hal yang hampir serupa semasa mereka berkuda melintasi
Pegunungan Bulan. Dia menolak memercayai lelaki itu.
925 Petyr sudah bersumpah sebaliknya, Petyr yang hampir seperti
saudara, Petyr yang sangat mencintainya sehingga berduel demi
mendapatkannya" tapi jika Jaime dan Tyrion menceritakan
hal yang sama, apa artinya" Dua saudara itu belum pernah
bertemu lagi sejak meninggalkan Winterfell lebih dari setahun
lalu. "Apa kau mencoba menipuku?" Ada jebakan di suatu
tempat di sini. "Aku sudah mengaku mendorong anak berandalmu
dari jendela, apa yang kudapatkan dari berbohong soal pisau
ini?" Dia menelan secawan anggur lagi. "Percayailah yang
kaumau, aku sudah tak peduli lagi pendapat orang tentangku.
Dan sekarang giliranku. Apa saudara-saudara Robert sudah
bergerak?" "Sudah." "Nah, itu jawaban kikir. Beri aku lebih dari itu, atau
jawabanmu berikutnya juga sesingkat itu."
"Stannis bergerak menuju King"s Landing," gerutu
Catelyn. "Renly tewas, dibunuh di Bitterbridge oleh kakaknya,
menggunakan sihir hitam yang tak kumengerti."
"Sayang sekali," komenter Jaime. "Aku agak menyukai
Renly, walaupun Stannis itu cerita lain. Klan Tyrell memihak
siapa?" "Awalnya Renly. Sekarang, entahlah."
"Putramu pasti kesepian."
"Robb berusia enam belas tahun beberapa hari lalu"
lelaki dewasa, dan seorang raja. Dia memenangkan setiap
pertempuran yang dilakoninya. Kabar terakhir yang kami
dapat darinya, dia mengambil alih Crag dari Klan Westerling."
"Dia belum menghadapi ayahku, bukan?"
"Ketika itu terjadi, Robb akan mengalahkan dia. Seperti
yang kaualami." "Dia menangkapku saat sedang lengah. Taktik pengecut."
"Kau berani bicara soal taktik" Adikmu Tyrion mengutus
pembunuh berseragam utusan, di bawah panji perdamaian."
926 "Seandainya salah satu putramu ada di sel ini, tidakkah
saudara laki-lakinya akan melakukan hal yang sama demi dia?"
Putraku tak punya saudara laki-laki, pikir Catelyn, tapi dia
takkan membagi penderitaannya dengan makhluk semacam
ini. Jaime mereguk anggur lagi. "Apalah arti nyawa seorang
saudara jika kehormatan menjadi taruhan, ya?" Menyesap lagi.
"Tyrion cukup cerdik untuk menyadari bahwa putramu takkan
pernah setuju untuk menuntut tebusan atas diriku."
Catelyn tak bisa membantah. "Para pengikut Robb
lebih senang melihatmu mati. Terutama Rickard Karstark. Kau
membunuh dua putranya di Hutan Berbisik."
"Dua orang dengan lambang matahari putih, bukan?"
Jaime mengedikkan bahu. "Sejujurnya, putramu yang ingin
kubunuh. Yang lain menghalangiku. Aku membunuh mereka
dalam pertarungan yang adil, di tengah-tengah pertempuran.
Kesatria mana pun pasti melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kau masih bisa menyebut dirimu
kesatria, padahal kau melanggar setiap sumpah yang pernah
kauucapkan?" Jaime meraih kendi untuk mengisi lagi cawannya.
"Begitu banyak sumpah" mereka menyuruhmu bersumpah
dan bersumpah. Membela raja. Patuhi raja. Jaga rahasianya.
Turuti perintahnya. Nyawamu untuk nyawanya. Tapi patuhi
ayahmu. Sayangi saudarimu. Lindungi yang tak bersalah. Bela
yang lemah. Hormati para dewa. Patuhi peraturan. Terlalu
banyak. Apa pun yang kaulakukan, kau melanggar satu
sumpah atau sumpah lainnya." Dia meneguk anggur banyakbanyak dan memejamkan mata sejenak, menyandarkan kepala
di bercak nitrat di dinding. "Aku orang termuda yang pernah
memakai jubah putih."
"Dan yang termuda yang mengkhianati semua yang
diwakilinya, Pembantai Raja."
"Pembantai Raja," Jaime mengucapkannya hati-hati.
"Dan dia raja yang hebat!" Diangkatnya cawan. "Untuk Aerys
927 Targaryen, yang Kedua dari Namanya, Lord Tujuh Kerajaan
dan Pelindung Kerajaan. Dan untuk pedang yang menggorok
lehernya. Pedang emas, pula. Sampai darahnya memerahkan
bilah pedang. Itu warna Lannister, merah dan emas."
Ketika Jaime tertawa, Catelyn menyadari bahwa anggur
telah melakukan tugasnya; lelaki itu sudah menguras hampir
sebagian besar isi kendi, dan dia mabuk. "Hanya orang
sepertimu yang bangga dengan tindakan semacam itu."
"Sudah kubilang, tidak ada orang seperti aku. Jawab
ini, Lady Stark"apa Ned-mu pernah menceritakan tentang
kematian ayahnya" Atau kakaknya?"
"Mereka mencekik Brandon dengan disaksikan
ayahnya, lalu mereka membunuh Lord Rickard juga." Kisah
mengerikan, dan sudah enam belas tahun berlalu. Kenapa dia
menanyakan itu sekarang"
"Dibunuh, memang benar, tapi bagaimana?"
"Di tiang gantungan atau dengan kapak, kurasa."
Jaime meneguk lagi, mengelap mulut. "Ned sudah
jelas ingin melindungimu. Mempelai belianya yang manis,
walaupun bukan perawan. Nah, kau menginginkan kebenaran.
Tanyakan padaku. Kita sudah membuat kesepakatan, aku tak
bisa menolak apa pun. Tanyakan."
"Mati ya mati." Aku tak mau mengetahuinya.
"Brandon berbeda dibandingkan saudaranya, bukan"
Ada darah di pembuluhnya bukannya air dingin. Lebih mirip
aku." "Brandon tak ada mirip-miripnya denganmu."
"Terserah kau saja. Kau dan dia rencananya akan
menikah." "Dia sedang dalam perjalanan ke Riverrun ketika?" Aneh,
kenapa menceritakannya masih membuat tenggorokannya
tersekat, padahal sudah bertahun-tahun berlalu. ?" ketika dia
mendengar tentang Lyanna, dan akhirnya dia memutuskan ke
King"s Landing. Itu tindakan gegabah." Dia teringat bagaimana
928 ayahnya murka begitu kabar itu sampai ke Riverrun. Si bodoh
pemberani, itulah sebutan ayahnya untuk Brandon.
Jaime menuang setengah cawan anggur terakhir. "Dia
berkuda ke Kastel Merah dengan beberapa pengiring, berteriak
memanggil Pangeran Rhaegar agar keluar dan mati. Tapi
Rhaegar tak di sana. Aerys mengirim pengawal untuk menahan
mereka semua dengan tuduhan bersekongkol membunuh
putranya. Yang lain juga putra-putra para lord, kalau tidak
salah." "Ethan Glover adalah squire Brandon," kata Catelyn.
"Dia satu-satunya yang selamat. Yang lainJeffory Mallister,
Kyle Royce, dan Elbert Arryn, keponakan dan ahli waris
Jon Arryn." Aneh rasanya dia masih mengingat nama-nama
tersebut, setelah begitu lama berlalu. "Aerys menuduh mereka
melakukan pengkhianatan dan memanggil para ayah mereka
ke istana untuk menanggapi tuduhan itu, dengan putra-putra
mereka sebagai sandera. Begitu mereka tiba, dia membunuh
mereka tanpa pengadilan. Ayah dan anak, semuanya."
"Ada pengadilan. Semacamnya. Lord Rickard menuntut
pengadilan dengan duel, dan Raja mengabulkannya. Stark
memakai zirah untuk bertarung, mengira akan berduel
melawan salah satu Pengawal Raja. Barangkali aku. Alih-alih,
mereka membawanya ke ruang takhta dan menggantungnya di
kasau sementara dua pawang api menyalakan api di bawahnya.
Raja mengatakan padanya bahwa api adalah petarung dari
Klan Targaryen. Jadi yang harus dilakukan Lord Rickard untuk
membuktikan dia tak bersalah adalah" yah, dengan tidak
terbakar. "Ketika api berkobar, Brandon dibawa masuk. Kedua
tangannya dibelenggu di belakang, dan lehernya dililit tali
kulit basah yang terhubung dengan alat yang dibeli Raja dari
Tyrosh. Tapi kakinya bebas, dan pedangnya diletakkan tepat di
luar jangkauannya. "Pawang api memanggang Lord Rickard perlahan-lahan,
menambah bahan bakar dan mengipas agar api mencapai
929 panas yang ideal. Jubahnya yang pertama terbakar, lalu mantel
luarnya, dan tak lama kemudian dia hanya mengenakan
logam dan abu. Berikutnya dia mulai terpanggang, Aerys
menjanjikan itu" kecuali putranya bisa membebaskan dia.
Brandon berusaha, tapi semakin dia meronta, semakin erat tali
menekan lehernya. Akhirnya dia mencekik diri sendiri.
"Sedangkan Lord Rickard, logam pelat dadanya berubah
semerah ceri, dan emasnya meleleh dari taji di sepatunya dan
menetes ke api. Aku berdiri di kaki Takhta Besi dalam zirah
putih dan jubah putihku, memenuhi kepala dengan pikiran
tentang Cersei. Setelahnya, Gerold Hightower mengajakku
menjauh dan berkata padaku, 'Kau bersumpah untuk
melindungi raja, bukan untuk menghakiminya.' Itulah sang
Banteng Putih, loyal hingga akhir dan lelaki yang lebih baik
daripada aku, semua sepakat."
"Aerys?" Catelyn bisa merasakan pahit empedu
di tenggorokannya. Kisah tersebut begitu mengerikan
sehingga dia curiga itu pasti benar. "Aerys sinting, seluruh
kerajaan mengetahuinya, tapi jika kau ingin aku percaya kau
membunuhnya demi membalaskan dendam Brandon Stark?"
"Aku tidak mengklaim seperti itu. Keluarga Stark tak ada
artinya bagiku. Aku akan berkata, menurutku lebih dari aneh
jika aku dicintai seseorang karena kebaikan yang tak pernah
kulakukan, dan dikecam begitu banyak orang akibat tindakan
terbaikku.Pada penobatan Robert, aku disuruh berlutut
di kaki raja di samping Maester Agung Pycelle dan Varys si
orang kasim, supaya dia mungkin mengampuni kejahatan kami
sebelum merekrut kami melayaninya. Sedangkan Ned-mu, dia
seharusnya mencium tangan yang membunuh Aerys, tapi dia
lebih senang mencemooh bokong yang didapatinya menduduki
takhta Robert. Menurutku Ned Stark lebih menyayangi Robert
dibandingkan kakak atau ayahnya" atau bahkan kau, my lady.
Dia tidak pernah tak setia terhadap Robert, bukan?" Jaime
tertawa mabuk. "Ayolah, Lady Stark, apa kau tak menganggap
semua ini sangat menggelikan?"
930 "Menurutku tak ada apa pun tentang dirimu yang
menggelikan, Pembantai Raja."
"Nama itu lagi. Kurasa aku takkan mau tidur denganmu,
Littlefinger yang pertama kali mendapatkanmu, bukan" Aku
tak akan pernah makan dari piring lelaki lain. Lagi pula,
kecantikanmu tak ada separuhnya kecantikan Cersei." Senyum
Jaime sirna. "Aku tak pernah tidur dengan perempuan mana
pun selain Cersei. Dengan caraku sendiri, aku bahkan lebih
setia dibandingkan Ned-mu. Ned tua malang yang sudah mati.
Jadi sekarang siapa yang tak punya kehormatan" Siapa nama
anak haramnya?" Catelyn mundur selangkah. "Brienne."
"Bukan, bukan itu." Jaime Lannister membalikkan
kendi. Lelehan anggur mengalir menuruni wajahnya, semerah
darah. "Snow, itu dia. Sungguh nama yang putih" mirip jubah
indah yang mereka berikan pada kami di Pengawal Raja setelah
kami mengucapkan sumpah indah kami."
Brienne mendorong pintu hingga terbuka dan memasuki
sel. "Anda memanggil, my lady?"
"Berikan pedangmu." Catelyn mengulurkan tangan.
j 931 THEON L angit mendung tertutup awan, hutan mati dan membeku.
Akar-akar menggapai kaki Theon selagi dia berlari, dan
dahan-dahan tak berdaun melecut wajahnya, meninggalkan
larik-larik tipis darah di wajahnya. Dia merangsek menembus
hutan dengan sembrono, terengah-engah, tetes-tetes air beku
berhamburan di depannya. Ampun, dia terisak. Dari belakang
terdengar lolongan menggentarkan yang membekukan
darahnya. Ampun, ampun. Ketika menoleh ke balik bahu,
dilihatnya mereka datang, serigala besar seukuran kuda
berkepala anak kecil. Oh, ampun, ampun. Darah yang menetes
dari mulut mereka sehitam ter, menciptakan lubang setiap kali
menetes di salju. Mereka kian dekat seiring setiap langkah.
Theon berjuang berlari lebih kencang, tapi kakinya tak
mau menurut. Semua pohon memiliki wajah, dan mereka
menertawakannya, tertawa, dan lolongan kembali terdengar.
Dia bisa mencium napas panas binatang buas di belakangnya,
berbau belerang dan busuk. Mereka sudah mati, mati, aku melihat
mereka dibunuh, dia berusaha berseru, aku melihat kepala mereka
dicelup dalam ter, tapi saat dia membuka mulut hanya erangan
yang terdengar, dan kemudian sesuatu menyentuhnya dan dia
berbalik, berteriak"
" menggapai-gapai belati yang disimpannya di samping
932 tempat tidur dan malah hanya menjatuhkannya. Wex
menjauhinya. Tengik berdiri di belakang si bisu, wajahnya
diterangi dari bawah oleh lilin yang dipegangnya. "Apa?"
seru Theon. Ampun. "Apa yang kauinginkan" Kenapa kau di
kamarku" Kenapa?"
"Pangeranku," kata Tengik, "kakakmu sudah tiba di
Winterfell. Kau meminta dikabari begitu dia tiba."
"Sudah waktunya," gumam Theon, menyugar
rambut. Dia mulai khawatir Asha berniat meninggalkan dia
menghadapi takdirnya. Ampun. Dia melirik ke luar jendela,
tempat cahaya redup pertama fajar baru saja menyapu menaramenara Winterfell. "Di mana dia?"
"Lorren membawa dia dan orang-orangnya ke Aula
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Besar untuk sarapan. Kau mau bertemu dengannya sekarang?"
"Ya." Theon menyibak selimut. Api kini tinggal bara.
"Wex, air panas." Dia takkan membiarkan Asha melihatnya
kusut dan kuyup oleh keringat. Serigala berwajah anak-anak"
Dia bergidik. "Tutup daun jendela." Kamar tidur rasanya
sedingin mimpi hutan tadi.
Semua mimpinya belakangan ini dingin, dan masingmasing lebih mengerikan dibandingkan sebelumnya.
Semalam dia bermimpi kembali ke penggilingan lagi, berlutut
memasangkan pakaian pada mayat. Tungkai mereka sudah
kaku, jadi mereka seakan melawan dalam diam selagi dia
berkutat dengan jemari setengah membeku, menaikkan
celana dan mengikat talinya, menarik bot berlapis bulu di
kaki keras yang tak bisa dibengkokkan, memakaikan sabuk
kulit di pinggang yang tak lebih besar ketimbang lingkar
kedua tangannya. "Aku tak pernah menginginkan ini," dia
memberitahu mereka sambil bekerja. "Mereka tak memberiku
pilihan." Mayat-mayat itu tak menjawab, hanya semakin dingin
dan berat. Malam sebelumnya, mimpinya tentang istri pemilik
penggilingan. Theon sudah lupa namanya, tapi dia ingat
tubuh perempuan itu, payudara lembut montok dan garis933
garis di perutnya, caranya mencakar punggung Theon saat
mereka bersama.Semalam dalam mimpinya, Theon di tempat
tidur bersama perempuan itu lagi, tapi kali ini dia memiliki
gigi di atas dan di bawah, dan dia merobek leher Theon seraya
menggerogoti kelelakiannya. Benar-benar sinting. Theon juga
menyaksikan perempuan itu tewas. Gelmarr membunuhnya
dengan satu tebasan kapak ketika dia menjerit memohon
ampun pada Theon. Tinggalkan aku, perempuan. Dia yang
membunuhmu, bukan aku. Dan dia juga sudah mati. Setidaknya
Gelmarr tak menghantui tidur Theon.
Mimpi itu sudah menyurut sewaktu Wex kembali
membawakan air. Theon membasuh jejak keringat dan
tidur dari tubuhnya lalu berlama-lama berpakaian. Asha
membiarkannya menunggu cukup lama; sekarang gilirannya.
Theon memilih tunik satin bergaris-garis hitam dan emas serta
rompi kulit mewah bertabur perak" dan kemudian teringat
sang kakak lebih menghargai pedang dibandingkan keindahan.
Sambil memaki, dia melucuti pakaian dan berdandan ulang,
mengenakan wol hitam kumal dan zirah rantai. Di sekeliling
pinggang, dia menyelipkan pedang dan belati, teringat malam
sewaktu Asha mempermalukannya di meja makan ayahnya
sendiri. Bayinya yang masih menyusu. Nah, aku juga punya pisau,
dan bisa menggunakannya. Terakhir, dia memakai mahkotanya, lingkaran besi
dingin sebesar jari, bertatahkan berlian hitam besar dan
bongkah-bongkah emas. Bentuknya serampangan dan jelek,
tapi tak ada yang bisa dilakukan. Mikken terbaring di kuburan,
dan pandai besi baru hanya mampu menangani paku dan tapal
kuda. Theon menghibur diri dengan mengingatkan bahwa itu
hanya mahkota pangeran. Dia akan membuat sesuatu yang
jauh lebih indah saat dinobatkan menjadi raja.
Di luar pintunya, Tengik menunggu bersama Urzen dan
Kromm. Theon melangkah bersama mereka. Belakangan ini,
dia selalu membawa pengawal ke mana pun dia pergi, bahkan
ke kakus. Winterfell menginginkan kematiannya. Pada malam
934 setelah mereka pulang dari Sungai Biji Ek, Gelmarr Pemurung
tersandung di tangga dan lehernya patah. Keesokan harinya,
Aggar ditemukan dengan leher tergorok. Gynir Hidung
Merah jadi sangat waspada sehingga menjauhi anggur, tidur
mengenakan zirah panjang, penutup kepala dari zirah rantai,
dan helm,serta mengadopsi anjing paling berisik di kandang
untuk memberinya peringatan seandainya ada yang mencoba
menyelinap ke tempatnya tidur. Percuma saja, suatu pagi kastel
terbangun oleh suara anjing kecil menyalak nyaring. Mereka
menemukan si anjing berlari-lari memutari sumur, dan
Rednose mengambang di dalamnya, tenggelam.
Theon tak bisa membiarkan pembunuhan tersebut
berlangsung tanpa ada yang dihukum. Farlen menjadi
tersangka utama, maka Theon mengadilinya, memutuskan
dia bersalah, dan menjatuhi hukuman mati. Bahkan itu tak
berlangsung lancar. Sambil berlutut di balok jagal, pengurus
anjing itu berkata, "M"lord Eddard selalu melakukannya
sendiri." Theon terpaksa mengambil kapak atau terlihat
lemah. Kedua tangannya berkeringat, sehingga gagang kapak
tergelincir dalam genggamannya saat diayunkan dan hantaman
pertama mendarat di antara bahu Farlen. Butuh tiga ayunan
lagi untuk menebas semua tulang dan otot serta memisahkan
kepala dari tubuh, dan sesudahnya dia mual, teringat masamasa mereka duduk minum mead sambil mengobrol tentang
anjing dan berburu. Aku tak punya pilihan, dia ingin berteriak
pada mayat itu. Orang kepulauan besi tak bisa menyimpan rahasia,
mereka harus mati, dan harus ada yang disalahkan. Dia hanya
berharap bisa membunuh Farlen lebih cepat. Ned Stark tak
pernah butuh lebih dari satu tebasan untuk memenggal kepala
seseorang. Pembunuhan berhenti setelah kematian Farlen, tapi
anak buahnya tetap saja murung dan khawatir. "Mereka tak
takut pada musuh dalam pertempuran terbuka," kata Lorren
Hitam padanya, "tapi lain masalahnya dengan tinggal di antara
musuh, tak pernah mengetahui apakah tukang cuci berniat
935 mencium atau membunuhmu, atau apakah pelayan mengisi
gelasmu dengan ale atau racun. Kita sebaiknya meninggalkan
tempat ini." "Aku Pangeran Winterfell!" seru Theon waktu ini.
"Ini takhtaku, dan ada lelaki yang akan mengusirku dari sini.
Tidak, perempuan juga tidak!"
Asha. Ini ulahnya. Kakakku yang manis, semoga Makhluk
Lain menyodominya dengan pedang. Asha menginginkan dia mati,
supaya bisa mencuri posisinya sebagai ahli waris ayah mereka.
Itulah sebabnya Asha membiarkan dia merana di sini, tak
menggubris perintah mendesak yang dikirimnya.
Theon menemukan Asha di kursi tinggi Klan Stark,
merobek ayam dengan jemari. Aula menggema oleh suarasuara anak buahnya, bertukar cerita dengan anak buah Theon
sambil minum bersama. Mereka begitu berisik sehingga
kedatangannya tak disadari. "Di mana yang lain?" tanyanya
pada Tengik. Tak lebih dari lima puluh orang duduk di meja
panjang, sebagian besar anak buahnya. Aula Besar Winterfell
bisa menampung sepuluh kali lipatnya.
"Ini sudah seluruh pasukan, pangeranku."
"Seluruh"berapa banyak orang yang dibawanya?"
"Dua puluh, menurut hitunganku."
Theon Greyjoy berderap menuju tempat kakaknya
meringkuk. Asha tengah menertawakan sesuatu yang diucapkan
anak buahnya, tapi langsung diam begitu melihat kedatangan
Theon. "Wah, ini dia Pangeran Winterfell." Dia melemparkan
tulang ke salah satu anjing yang mengendus-endus di aula. Di
bawah hidung paruh elangnya, mulut sang kakak membentuk
cengiran mengejek. "Atau Pangeran Bodoh?"
"Iri hatitidak baik bagi perempuan."
Asha mengisap lemak dari jemarinya. Seuntai rambut
jatuh menutupi mata. Orang-orangnya berteriak meminta
roti dan daging babi asap. Mereka sangat ribut, meskipun
jumlahnya sedikit. "Iri, Theon?"
936 "Apa lagi sebutannya" Dengan tiga puluh orang, aku
menaklukkan Winterfell dalam satu malam. Kau butuh seribu
orang dan satu bulan untuk menguasai Deepwood Motte."
"Yah, aku bukan kesatria hebat sepertimu, Dik." Dia
menenggak setengah tanduk ale dan mengelap mulut dengan
punggung tangan. "Aku melihat kepala di atas gerbangmu.
Katakan yang sejujurnya, mana yang memberikan perlawanan
lebih sengit padamu, si cacat atau si bayi?"
Theon bisa merasakan darah mengalir deras ke wajahnya.
Dia tak senang melihat kepala-kepala itu, sama dengan yang
dirasakannya saat memajang tubuh tak berkepala bocah-bocah
itu di depan kastel. Nan Tua berdiri dengan mulut ompongnya
terbuka dan tertutup tanpa suara, sedangkan Farlen menerjang
Theon, menggeram mirip salah satu anjingnya. Urzen dan
Cadwyl harus menghajarnya sampai babak belur dengan
pangkal tombak mereka. Bagaimana aku bisa jadi seperti ini"
dia teringat berpikir begitu selagi berdiri di atas jasad yang
dikerubungi lalat. Hanya Maester Luwin yang mampu mendekat. Dengan
wajah beku, lelaki kecil beruban itu memohon izin menjahit
kepala kedua bocah itu di bahu mereka, supaya mereka bisa
dibaringkan di makam di bawah tanah bersama keluarga Stark
lain yang telah tiada. "Tidak," kata Theon padanya. "Tidak di makam bawah
tanah." "Tapi kenapa, my lord" Mereka jelas tak bisa lagi
membahayakanmu. Di sanalah tempat mereka. Seluruh tulangbelulang keluarga Stark?"
"Kubilang tidak." Dia membutuhkan kepala-kepala itu di
dinding, tapi dia memerintahkan jasad tak berkepala tersebut
dibakar hari itu juga, dalam pakaian indah mereka.Setelahnya,
dia berlutut di antara tulang dan abu untuk memungut perak
yang meleleh dan batu jet yang retak, hanya itu yang tersisa
dari bros kepala serigala yang dulu milik Bran. Dia masih
menyimpannya. 937 "Aku memperlakukan Bran dan Rickon dengan
sangat baik," katanya pada sang kakak. "Mereka sendiri yang
menyebabkan hal itu menimpa mereka."
"Seperti kita semua, adik kecil."
Kesabarannya hampir habis. "Bagaimana kau
mengharapkanku mempertahankan Winterfell kalau kau
hanya membawakanku dua puluh orang?"
"Sepuluh," ralat Asha. "Sisanya kembali bersamaku.
Kau tak mau kakakmu yang manis menghadapi bahaya di
hutan tanpa pengawal, bukan" Ada direwolf mengintai dalam
kegelapan." Dia duduk tegak di kursi batu besar itu lalu berdiri.
"Ayo, kita pergi ke suatu tempat agar bisa bicara lebih pribadi."
Theon tahu bahwa sang kakak benar, meskipun
menyakitkan rasanya karena Asha yang memutuskan itu. Aku
seharusnya tak pernah datang ke aula, dia menyadarinya setelah
terlambat. Aku seharusnya memanggil dia menghadapku.
Namun sekarang sudah terlanjur. Theon tak punya
pilihan selain membawa Asha ke ruangan Ned Stark. Di sana,
di depan abu perapian yang padam, dia mencetus, "Dagmer
kalah dalam pertempuran di Torrhen's Square?"
"Pengurus kastel tua itu menghancurkan dinding
perisainya, memang benar," sahut Asha tenang. "Apa yang
kauharapkan" Ser Rodrik kenal betul wilayah ini, sedangkan si
Dagu Belah tidak, dan banyak orang-orang utara yang berkuda.
Orang kepulauan besi tak memiliki disiplin untuk bertahan
menghadapi serangan kuda berzirah. Dagmer masih hidup,
syukurilah itu. Dia memimpin mereka yang selamat kembali
ke Pantai Berbatu." Dia tahu lebih banyak ketimbang aku, Theon menyadari.
Hal tersebut makin membuatnya berang. "Kemenangan itu
memberi Leobald Tallhart keberanian untuk keluar dari
puri dan bergabung dengan Ser Rodrik. Dan aku mendapat
laporan bahwa Lord Manderly mengirim selusin kapal ke hulu
sungai penuh dengan prajurit, kuda perang, dan peralatan
pengepungan. Pasukan Umber juga berkumpul di seberang
938 Sungai Akhir. Akan ada pasukan di gerbangku sebelum bulan
berganti, dan kau hanya membawakanku sepuluh orang?"
"Aku tidak perlu membawakanmu satu orang pun."
"Aku memerintahmu?"
"Ayah memerintahku mengambil alih Deepwood
Motte," sergah Asha. "Dia tak bilang apa-apa soal aku harus
menyelamatkan adikku."
"Persetan dengan Deepwood," kata Theon. "Itu pispot
kayu di bukit. Winterfell adalah jantung wilayah ini, tapi
bagaimana aku mempertahankannya tanpa garnisun?"
"Kau mungkin sudah memikirkan itu sebelum
menguasainya. Oh, kau melakukannya dengan cerdik, aku
mengakui. Seandainya saja kau punya akal sehat untuk
menghancurkan kastel dan membawa pulang dua pangeran
kecil itu ke Pyke sebagai tawanan, kau mungkin memenangkan
perang dengan cepat."
"Kau menyukai itu, bukan" Menyaksikan hadiahku
menjadi puing-puing dan abu."
"Hadiahmu akan jadi kehancuranmu. Para kraken
bangkit dari laut, Theon, atau apa kau sudah melupakan itu
selama tinggal di antara para serigala" Kekuatan kita terletak
pada kapal-kapal panjang. Pispot kayuku berada cukup
dekat dengan laut sehingga perbekalan dan bala bantuan
bisa mencapaiku kapan saja dibutuhkan. Namun Winterfell
ratusan kilometer di pedalaman, dikelilingi hutan, bukit, serta
kubu pertahanan dan kastel musuh. Dan semua orang dalam
radius ribuan kilometer kini adalah musuhmu, percayalah.
Kau memastikan itu ketika memancang kepala-kepala itu di
kubu gerbangmu." Asha menggeleng-geleng. "Bisa-bisanya kau
jadi sebodoh itu" Anak-anak..."
"Mereka menentangku!" bentaknya di depan wajah
Asha. "Lagi pula itu darah untuk darah, dua putra Eddard
Stark untuk membayar Rodrik dan Maron." Kata-katanya
berhamburan dengan sembrono, tapi Theon dengan seketika
tahu bahwa ayahnya akan sependapat. "Aku membuat hantu939
hantu saudaraku tenang."
"Saudara kita," Asha mengingatkan, dengan senyum
kecil yang menyiratkan bahwa dia menganggap ocehan soal
pembalasan dendam itu dibuat-buat."Apa kau membawa
hantu mereka dari Pyke, Dik" Padahal kupikir mereka hanya
menghantui Ayah." "Kapan perempuan pernah memahami kebutuhan lakilaki untuk balas dendam?" Bahkan seandainya ayahnya tak
menghargai hadiah berupa Winterfell, dia pasti menyetujui
Theon membalaskan dendam saudara-saudaranya!
Asha mendengus menahan tawa. "Ser Rodrik mungkin
merasakan kebutuhan laki-laki yang sama, kau pernah
memikirkan itu" Kau darah dari darahku, siapa pun mungkin
dirimu selain itu.Demi ibu yang mengandung kita berdua,
kembalilah ke Deepwood Motte bersamaku. Bakar Winterfell
dan mundurlah selagi masih bisa."
"Tidak." Theon merapikan mahkotanya. "Aku
mendapatkan kastel ini dan aku berniat mempertahankannya."
Sang kakak menatapnya lama. "Kalau begitu silakan
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau mempertahankannya," dia berkata, "seumur hidupmu."
Dia mendesah. "Menurutku itu kebodohan, tapi apa yang
diketahui seorang dara pemalu mengenai hal semacam itu?"
Di pintu, Asha memberinya senyum mengejek terakhir. "Kau
harus tahu, itu mahkota paling jelek yang pernah kulihat. Apa
kau membuatnya sendiri?"
Asha meninggalkan Theon yang gusar, dan tinggal
tak lebih lama dari yang dibutuhkan untuk memberi makan
dan minum kuda. Separuh prajurit yang dibawanya kembali
bersamanya sesuai ucapannya, berkuda keluar lewat Gerbang
Pemburu yang juga dipakai Bran dan Rickon untuk melarikan
diri. Theon memperhatikan kepergian mereka dari atas
dinding. Saat Asha menghilang ke dalam kabut hutan
serigala, dia mendapati diri bertanya-tanya kenapa dia tak mau
mendengarkan dan pergi bersama sang kakak.
940 "Dia sudah pergi?" Tengik berada di sampingnya.
Theon tak mendengar kedatangannya, atau mencium
baunya. Dia tak bisa memikirkan orang lain yang lebih
tak ingin dilihatnya. Hal itu membuatnya resah melihat
lelaki itu berkeliaran dan masih bernapas, dengan apa yang
diketahuinya. Seharusnya aku menyuruh dia dibunuh setelah apa
yang dilakukannya pada yang lain, renung Theon, tapi gagasan
tersebut membuatnya gugup. Meskipun tampaknya mustahil,
Reed bisa membaca dan menulis, dan dia menguasai kelicikan
dasar untuk merahasiakan apa yang telah mereka lakukan.
"Pangeranku, jika kau mengizinkanku berkomentar, tak
pantas dia meninggalkanmu. Dan sepuluh orang, itu hampir
tak cukup." "Aku menyadari hal itu," Theon berkata. Demikian juga
Asha. "Nah, mungkin aku bisa membantumu," ujar Tengik.
"Beri aku kuda dan sekantong koin, akan kucarikan beberapa
orang untukmu." Theon menyipit. "Berapa banyak?"
"Seratus, barangkali. Dua ratus. Mungkin lebih." Dia
tersenyum, mata pucatnya berkilat. "Aku dilahirkan di utara
sini. Aku kenal banyak orang, dan banyak orang kenal Tengik."
Dua ratus orang bukan pasukan, tapi tak butuh ribuan
untuk mempertahankan kastel sekukuh Winterfell. Selama
tahu mana ujung tombak yang bisa membunuh, mereka
mungkin bisa membuat perbedaan. "Buktikan ucapanmu dan
kau takkan mendapati aku tak tahu berterima kasih. Kau bisa
menyebut sendiri hadiahmu."
"Begini, m"lord, aku tak pernah bersama perempuan sejak
mendampingi Lord Ramsay," kata Tengik. "Aku menginginkan
Palla, dan kudengar dia sudah pernah, jadi..."
Saat ini dia sudah terlalu jauh bersama Tengik untuk
berbalik. "Dua ratus orang dan dia milikmu. Tapi kurang satu
orang pun, kau boleh kembali meniduri babi."
941 Tengik sudah pergi sebelum matahari terbenam,
membawa sekantong perak Stark dan harapan terakhir Theon.
Kemungkinan aku takkan pernah melihat si bedebah itu lagi,
pikirnya getir, tapi biarpun begitu kesempatan harus diambil.
Malam itu dia memimpikan pesta yang dilangsungkan
Ned Stark ketika Raja Robert datang ke Winterfell. Aula
menggema oleh musik dan gelak tawa, walaupun angin dingin
makin kencang di luar. Awalnya hanya anggur dan daging
panggang, dan Theon berkelakar, mengincar gadis pelayan,
dan bersenang-senang... sampai dia menyadari bahwa ruangan
itu mengelap. Musik sepertinya tak lagi riang; dia mendengar
pertengkaran dan keheningan ganjil, dan nada-nada yang
menggantung di udara berdarah. Tiba-tiba saja anggur berubah
pahit di mulutnya, dan sewaktu mendongak dari cawannya dia
melihat bahwa dia tengah makan malam bersama orang-orang
mati. Raja Robert duduk dengan isi perut tumpah ke meja
dari robekan besar di perutnya, dan Lord Eddard tak berkepala
di sebelahnya. Mayat-mayat duduk berderet di bangku-bangku
di bawah, daging abu-abu-cokelat terkelupas dari tulang selagi
mereka mengangkat cawan untuk bersulang, cacing merayap
ke luar masuk lubang yang dulunya mata mereka. Theon kenal
mereka, seluruhnya; Jory Cassel dan Tom Gendut, Porther,
Cayn, dan Hullen si master kuda, serta semua yang berkuda
ke selatan menuju King"s Landing yang tak pernah kembali.
Mikken dan Chayle duduk bersama, satunya meneteskan darah
dan yang satu lagi air. Benfred Tallhart dan pasukan Terwelu
Liar-nya memenuhi hampir satu meja. Istri pemilik penggilingan
juga hadir, dan Farlen, bahkan wildling yang dibunuh Theon di
hutan serigala pada hari mereka menyelamatkan nyawa Bran.
Namun ada juga wajah-wajah yang tak pernah dikenalnya
semasa hidup, wajah-wajah yang hanya dilihatnya terukir
di batu. Gadis kurus murung yang mengenakan mahkota
mawar biru pucat dan gaun putih berciprat darah kering itu
pasti Lyanna. Kakaknya Brandon berdiri di sisinya, dan ayah
942 mereka Lord Rickard tak jauh di belakang. Di sepanjang
dinding, sosok-sosok yang tak terlalu jelas bergerak menembus
bayangan, sosok-sosok pucat berwajah muram. Melihat mereka
menyebabkan getaran rasa takut setajam pisau menusuk
Theon. Dan kemudian pintu tinggi terbuka dengan keras,
dan angin kencang yang membekukan berembus ke aula, dan
Robb melangkah dari balik malam. Grey Wind berderap di
sampingnya, matanya menyala-nyala, kemudian lelaki dan
serigala itu meneteskan darah dari puluhan luka parah.
Theon terbangun sambil berteriak, mengejutkan Wex
sampai bocah itu berlari telanjang ke luar ruangan. Saat
pengawalnya menghambur masuk dengan pedang terhunus,
dia memerintahkan mereka untuk memanggil sang maester.
Sewaktu Luwin tiba dalam kondisi mengantuk dan kusut,
secawan anggur telah memantapkan tangan Theon, dan dia
malu akibat kepanikannya. "Mimpi," gumamnya, "cuma itu.
Tak ada artinya." "Tidak ada artinya," Luwin sependapat dengan serius.
Dia meninggalkan ramuan tidur, tapi Theon membuangnya ke
kakus pribadi begitu dia pergi. Selain seorang maester, Luwin
juga lelaki, dan lelaki itu tak menyukainya. Dia menginginkanku
tidur, memang benar... tidur dan tak pernah terbangun lagi. Dia
menginginkan itu sama seperti Asha.
Theon menyuruh memanggil Kyra, menendang pintu
hingga tertutup, menaikinya, dan meniduri gadis itu dengan
amarah yang tak diketahuinya ada dalam dirinya. Setelahnya,
Kyra tersedu-sedu, leher dan dadanya dipenuhi memar dan
bekas gigitan. Theon mendorongnya dari tempat tidur dan
melemparkan selimut ke arahnya. "Keluar."
Namun, bahkan setelah itu, dia tak bisa tidur.
Begitu fajar tiba, dia berpakaian dan pergi ke luar,
berjalan-jalan di sepanjang dinding luar. Angin musim gugur
yang menyengat bertiup melewati dinding pertahanan,
memerahkan pipi dan memedihkan mata. Dia memperhatikan
hutan di bawahnya berubah dari kelabu menjadi hijau ketika
943 cahaya bersinar menembus pepohonan yang hening. Di sebelah
kiri, dia bisa melihat puncak-puncak menara di atas dinding
dalam, atap-atapnya disepuh oleh matahari yang meninggi.
Dedaunan merah weirwood mirip kobaran api di antara
kehijauan itu. Pohon Ned Stark, pikirnya, dan hutan Stark, kastel
Stark, pedang Stark, dewa-dewa Stark. Ini tempat mereka, bukan
milikku. Aku Greyjoy dari Pyke, dilahirkan untuk melukis kraken
di perisaiku dan melayari hamparan laut asin. Aku seharusnya pergi
bersama Asha. Di pasak besi di puncak kubu gerbang, kepala-kepala itu
menunggu. Theon menatap keduanya dalam diam sementara
angin menarik-narik jubahnya dengan tangan-tangan kecil tak
kasatmata. Anak-anak dari penggilingan itu sebaya dengan
Bran dan Rickon, ukuran tubuh dan warna kulit mereka juga
serupa, begitu Tengik menguliiti kulit wajah keduanya dan
mencelupkannya di ter, mudah untuk melihat sosok familier
dalam gumpalan berantakan dari daging yang membusuk.
Orang-orang memang bodoh. Kalau kami bilang itu kepala
domba jantan, mereka pasti melihat tanduk.
j 944 SANSA M ereka sudah bernyanyi di kuil sepanjang pagi, sejak kabar
pertama tentang kapal musuh mencapai kastel. Suara
mereka yang berbaur dengan ringkik kuda, dentang baja, dan
derit gerendel gerbang perunggu besar menciptakan musik
ganjil dan menggentarkan. Di kuil mereka bernyanyi demi belas
kasih sang Bunda, tapi di dinding kota mereka berdoa pada sang
Pejuang, dan dalam keheningan. Dia teringat Septa Mordane
dulu mengatakan bahwa sang Pejuang dan Sang Bunda adalah
dua wajah dari dewa hebat yang sama. Tapi jika hanya ada satu,
doa siapa yang akan didengar"
Ser Meryn Trant menahan kuda cokelat kemerahan
itu untuk ditunggangi Joffrey. Dia dan kudanya sama-sama
memakai zirah rantai bersepuh emas dan pelat dada email
merah tua, dengan singa emas serupa di kepala mereka. Cahaya
matahari pucat membiaskan warna emas dan merah setiap kali
Joff bergerak. Berkilau, bersinar, dan kosong, pikir Sansa.
Si Setan Kecil menunggang kuda jantan merah,
mengenakan perlengkapan perang yang lebih polos
dibandingkan sang raja sehingga membuatnya tampak mirip
anak kecil yang memakai pakaian ayahnya. Namun tak ada yang
kekanak-kanakan dari kapak perang yang tersampir di balik
perisainya. Ser Mandon Moore berkuda di sampingnya, baja
945 putih berkilat. Begitu melihatnya, Tyrion memutar kuda ke
arahnya. "Lady Sansa," panggilnya dari pelana, "pasti kakakku
sudah memintamu bergabung dengan para perempuan
bangsawan lain di Benteng Maegor?"
"Sudah, my lord, tapi Raja Joffrey memerintahkan agar
aku mengantar kepergiannya. Aku juga ingin mengunjungi
kuil, untuk berdoa."
"Aku takkan bertanya untuk siapa." Mulut Tyrion
berkerut aneh; kalau itu senyum, artinya itu senyum paling
ganjil yang pernah dilihat Sansa. "Hari ini mungkin mengubah
segalanya. Bagimu juga bagi Klan Lannister. Setelah kupikir
lagi, seharusnya aku mengirimmu pergi bersama Tommen.
Tetapi, kau seharusnya cukup aman di Maegor, selama?"
"Sansa!" Seruan kekanak-kanakan menggema di seantero
pekarangan. Joffrey sudah melihatnya. "Sansa, di sini!"
Dia memanggilku seperti memanggil anjing, pikir Sansa.
"Yang Mulia membutuhkanmu," Tyrion Lannister
menyadari. "Kita akan bicara lagi setelah pertempuran, jika
para dewa mengizinkan."
Sansa menyeruak menembus barisan penombak
berjubah emas sementara Joffrey memanggilnya mendekat.
"Pertempuran segera terjadi, menurut semua orang."
"Semoga dewa-dewa mengampuni kita semua."
"Pamankulah yang butuh pengampunan, tapi aku tidak
akan memberikannya." Joffrey mencabut pedang. Kepala
gagangnya dari batu mirah yang berbentuk hati, dipasang
dipasang di tengah moncong singa. Tiga takikan ditorehkan
dalam-dalam di bilahnya. "Pedang baruku, Hearteater."
Pelahap Jantung. Dulu Joffrey memiliki pedang bernama Lion's Tooth,
gigi singa, Sansa teringat. Arya merebut pedang itu dari Joff
dan mencampakkannya ke sungai. Semoga Stannis melakukan
hal yang sama pada yang satu ini. "Pedangnya ditempa dengan
baik, Yang Mulia." 946 "Berkati pedangku dengan ciuman." Dia mengulurkan
pedang ke arah Sansa. "Ayo, cium."
Dia belum pernah terdengar lebih mirip bocah kecil
bodoh. Sansa menyentuhkan bibir di logam itu, berpikir
bahwa dia lebih suka mencium pedang berapa pun jumlahnya
dibandingkan Joffrey. Tetapi tindakannya sepertinya membuat
Joffrey puas. Dia menyarungkan pedang dengan penuh
gaya. "Kau akan menciumnya lagi sewaktu aku kembali, dan
mencicipi darah pamanku."
Hanya bila salah satu Pengawal Raja membunuhnya untukmu.
Tiga Pedang Putih akan pergi bersama Joffrey dan pamannya:
Ser Meryn, Ser Mandon, dan Ser Osmund Kettleblack. "Kau
akan memimpin pasukanmu ke medan perang?" tanya Sansa,
berharap. "Aku mau, tapi pamanku si Setan Kecil mengatakan
pamanku Stannis takkan pernah menyeberangi sungai. Tapi
aku akan memimpin Tiga Pelacur. Aku akan mengurus
pengkhianat itu sendiri." Kemungkinan itu membuat Joff
tersenyum. Bibir merah muda tebalnya selalu membuatnya
tampak cemberut. Sansa dulu menyukainya, tapi kini itu
membuatnya muak. "Kata orang-orang, kakakku Robb selalu berada di lokasi
pertempuran yang paling sengit," ujar Sansa nekat. "Walaupun
jelas dia lebih tua dibandingkan Yang Mulia. Lelaki dewasa."
Ucapan itu membuat Joffrey mengernyit. "Aku akan
menangani kakakmu setelah selesai dengan pamanku yang
pengkhianat. Aku akan merobek perutnya dengan Pelahap
Jantung, lihat saja nanti." Dia memutar kuda dan mencongklang
menuju gerbang. Ser Meryn dan Ser Osmund berderap di
kanan dan kirinya, jubah emas mengikuti membentuk empat
deret. Setan Kecil dan Ser Mandon Moore menyusul di
belakang. Para pengawal melepas kepergian mereka dengan
sorak-sorai. Setelah yang terakhir berlalu, Hening mendadak
menyelimuti pekarangan, mirip keheningan sebelum badai.
Suara nyanyian menembus kesenyapan, menarik Sansa.
Dia berbalik menuju kuil. Dua pengurus istal mengikuti, dan
947 salah satu pengawal yang tugas jaganya telah berakhir. Yang lain
menyusul di belakang mereka.
Sansa belum pernah melihat kuil begitu sesak, juga
begitu terang; pilar-pilar besar cahaya matahari berwarna
pelangi menyorot masuk menembus kristal-kristal di jendela
tinggi, dan deretan lilin menyala di setiap sisi, cahaya kecilnya
berkelip-kelip mirip bintang. Altar sang Bunda dan sang Pejuang
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bermandikan cahaya, tapi sang Pandai Besi, sang Sintua, sang
Perawan, dan sang Bapa juga memiliki pemuja, bahkan ada
beberapa cahaya menari-nari di bawah wajah setengah manusia
sang Orang Asing... karena bukankah Stannis Baratheon,
sang Orang Asing datang untuk menghakimi mereka" Sansa
mengunjungi semua Tujuh Wajah bergantian, menyalakan
lilin di setiap altar, dan kemudian duduk di bangku di antara
tukang cuci tua yang keriput dan bocah yang tak lebih tua dari
Rickon, mengenakan tunik linen mewah khas putra seorang
bangsawan. Tangan perempuan tua itu kurus dan keras karena
kapalan, tangan bocah itu mungil dan lembut, tapi senang
rasanya bisa berpegangan dengan seseorang. Udara panas dan
pengap, beraroma dupa dan keringat, penuh pantulan kristal
dan cahaya lilin; membuat Sansa pening saat menghirupnya.
Dia hapal himne itu; ibunya pernah mengajarinya, lama
berselang di Winterfell. Dia ikut bernyanyi bersama mereka.
Sang Bunda yang penyayang, sumber belas kasih,
selamatkan putra-putra kami dari perang, kami berdoa,
jauhkan pedang dan jauhkan anak panah,
izinkan mereka menjalani hari yang lebih baik.
Sang Bunda yang penyayang, kekuatan para perempuan,
bantulah putri-putri kami melewati pertempuran ini,
redakanlah amarah dan jinakkan kemurkaan,
ajari kami semua jalan yang penuh kasih.
948 Di seberang kota, ribuan orang menyesaki Kuil Agung
Baelor di Bukit Visenya, dan mereka juga akan bernyanyi,
suara mereka menggema di seantero kota, melintasi sungai,
dan mengangkasa. Pasti para dewa mendengar kami, pikir Sansa.
Sansa hafal sebagian besar himne, dan mengikuti
sebisanya lagu pujian yang tak dikenalnya. Dia ikut bernyanyi
bersama para pelayan tua beruban dan istri-istri belia yang
cemas, bersama gadis pelayan dan prajurit, juru masak dan
pemburu, kesatria dan rakyat jelata, squire dan pesuruh dapur
dan ibu susu. Dia bernyanyi bersama mereka yang berada
di dalam dinding kastel dan yang berada di luar, bernyanyi
bersama seluruh penduduk kota. Dia bernyanyi memohon
belas kasih, untuk yang masih hidup dan yang telah tiada,
untuk Bran, Rickon, dan Robb, untuk adiknya Arya dan kakak
tirinya Jon Snow, yang jauh di Tembok. Dia bernyanyi untuk
ibu dan ayahnya, untuk kakeknya Lord Hoster dan pamannya
Edmure Tully, untuk temannya Jeyne Poole, untuk si tua
pemabuk Raja Robert, untuk Septa Mordane, Ser Dontos,
Jory Cassel, dan Maester Luwin, untuk seluruh kesatria gagah
berani dan prajurit yang akan tewas hari ini, juga untuk anakanak serta para istri yang akan berduka untuk mereka, dan
menjelang akhir, dia bahkan bernyanyi untuk Tyrion si Setan
Kecil dan si Anjing. Dia bukan kesatria sejati tapi dia tetap saja
telah menyelamatkanku, katanya pada sang Bunda. Selamatkan
dia jika kau bisa, dan lunakkan amarah dalam dirinya.
Namun, ketika sang septon berseru nyaring dan meminta
para dewa untuk melindungi dan membela raja mereka yang
sejati dan mulia, Sansa berdiri. Lorong-lorong penuh sesak. Dia
harus merangsek menembus mereka sementara sang septon
berseru pada sang Pandai Besi agar memberikan kekuatan pada
pedang dan perisai Joffrey, sang Pejuang agar menganugerahkan
keberanian padanya, sang Bapa untuk melindunginya saat dia
membutuhkan. Biarkan pedangnya patah dan perisainya hancur,
pikir Sansa dingin sembari keluar pintu, biarkan keberanian
menjauhinya dan semua orang meninggalkannya.
949 Segelintir pengawal mondar-mandir di sepanjang
dinding pertahanan kubu gerbang, tapi selain itu kastel
tampak lengang. Sansa berhenti dan memasang telinga. Sayupsayup dia bisa mendengar bunyi pertempuran. Lantunan
nyanyian nyaris menenggelamkannya, tapi suara itu ada jika
seseorang memiliki telinga untuk mendengar: erangan rendah
sangkakala perang, derak dan debum katapel melontarkan
batu-batu, cipratan dan pecahan, retihan api yang berkobar
dandengungpelontar kehilangan proyektil sepanjang satu meter
berkepala besinya... dan di balik semua itu, jeritan orang-orang
sekarat. Itu jenis lagu berbeda, lagu yang mengerikan. Sansa
menaikkan tudung jubah menutupi telinga, dan bergegas
menuju Benteng Maegor, kastel di dalam kastel tempat
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 6 Sherlock Holmes - Ritual Keluarga Musgrave Ki Ageng Tunggul Akhirat 3