Pencarian

Peperangan Raja Raja 17

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 17


Ratu berjanji mereka semua akan aman. Di kaki jembatan
gantung, dia berpapasan dengan Lady Tanda beserta kedua
putrinya. Kemarin Falyse tiba dari Kastel Stokeworth bersama
sekelompok kecil prajurit. Dia berusaha membujuk saudaranya
agar mau melewati jembatan, tapi Lollys menggelayuti
pelayannya, terisak-isak, "Aku tidak mau, aku tidak mau, aku
tidak mau." "Pertempuran sudah dimulai," kata Lady Tanda dengan
suara rapuh. "Aku tidak mau, aku tidak mau."
Mustahil Sansa menghindari mereka. Dia menyapa
mereka dengan sopan. "Ada yang bisa kubantu?"
Lady Tanda tersipu malu. "Tidak, my lady, tapi kami
berterima kasih untuk kebaikanmu. Maafkan putriku, dia tak
sehat." "Aku tidak mau." Lollys mencengkeram pelayannya,
gadis ramping dan cantik berambut pendek warna gelap,
kelihatannya tak ada yang lebih diinginkan si pelayan selain
mendorong majikannya ke parit pertahanan kering, ke pasakpasak besi itu. "Kumohon, kumohon, aku tidak mau."
Sansa berbicara lembut padanya. "Kita semua akan
mendapat perlindungan tiga kali lipat di dalam sana, juga ada
950 makanan, minuman, dan nyanyian."
Lollys melongo menatap Sansa. Gadis itu memiliki mata
cokelat suram yang kelihatannya selalu basah oleh air mata.
"Aku tidak mau."
"Kau harus," sergah kakaknya Falyse, "dan jangan protes
lagi. Shae, bantu aku." Mereka masing-masing memegang
sebelah lengan Lollys, bersama-sama separuh menyeret dan
separuh mengangkatnya menyeberangi jembatan. Sansa
mengikuti bersama ibu mereka. "Dia sakit," kata Lady Tanda.
Kalau bayi bisa dianggap sebagai penyakit, pikir Sansa. Sudah jadi
rahasia umum bahwa Lolly sedang mengandung.
Dua pengawal di pintu memakai helm berlambang
singa dan jubah merah tua Klan Lannister, tapi Sansa tahu
mereka hanya prajurit bayaran berseragam. Seorang lagi duduk
di kaki tangga"penjaga sungguhan pasti berdiri, bukannya
duduk di tangga dengan tombak melintang di lutut"tapi dia
bangkit begitu melihat mereka dan membukakan pintu untuk
menyuruh mereka masuk. Balairung Ratu tak ada sepersepuluhnya Aula Besar
kastel, hanya separuh luas Aula Kecil di Menara Tangan Kanan
Raja, tapi tetap bisa menampung seratus orang, dan dibangun
dengan indah sebagai kompensasi untuk kekurangan luasnya.
Cermin perak pipih dipasang di belakang setiap penyangga
obor di dinding, sehingga cahaya obor menjadi dua kali lipat
lebih terang; dindingnya dilapisi panel-panel kayu berukir
indah, dan jerami beraroma manis menutupi lantai. Dari
tribune di atas mengalun nada-nada riang dari suling dan biola.
Jendela melengkung berderet di sepanjang dinding selatan,
tapi ditutupi dengan tirai tebal. Beledu tebal menggantung
tanpa mengizinkan secercah pun cahaya masuk, serta meredam
suara-suara mereka yang berdoa dan perang. Tidak ada bedanya,
pikir Sansa. Perang itu bersama kami.
Hampir setiap perempuan bangsawan di kota duduk
di meja panjang, bersama segelintir lelaki tua dan bocah lakilaki. Para perempuan itu adalah istri, putri, ibu, dan saudari.
Para lelaki mereka pergi memerangi Lord Stannis. Banyak yang
951 takkan kembali. Udara pengap oleh kesadaran tersebut. Sebagai
tunangan Joffrey, Sansa mendapat kursi kehormatan di sisi
kanan sang ratu. Dia sedang menaiki mimbar ketika melihat
seorang lelaki berdiri di kegelapan dinding belakang. Lelaki itu
memakai baju zirah panjang dari rantai hitam yang diminyaki,
dan memegang pedang di depan tubuh: pedang besar ayah
Sansa, Ice, hampir setinggi lelaki itu. Ujungnya ditopangkan
di lantai, dan jemari kurusnya melingkari pelindung tangan di
kedua sisi gagangnya. Napas Sansa tersekat di tenggorokan. Ser
Ilyn Payne sepertinya merasakan tatapannya. Dia memalingkan
wajah cekung penuh bekas cacar ke arah Sansa.
"Apa yang dilakukannya di sini?" tanya Sansa pada
Osfryd Kettleblack. Dia memimpin pengawal jubah merah
Ratu yang baru. Osfryd menyeringai. "Yang Mulia menduga akan
membutuhkan dia sebelum malam ini berakhir."
Ser Ilyn adalah algojo Raja. Dia hanya dibutuhkan
untuk melakukan satu tugas. Kepala siapa yang diinginkan Ratu"
"Dimohon berdiri untuk Yang Mulia, Cersei dari Klan
Lannister, Ratu Pemangku dan Pelindung Kerajaan," seru
pengurus rumah tangga kerajaan.
Gaun Cersei dari linen seputih salju, seputih jubah
Pengawal Kerajaan. Ujung lengan panjang gaunnya dilapisi
satin emas. Rambut pirang terang tergerai di bahu telanjangnya
dalam ikal-ikal tebal. Di leher rampingnya menjuntai kalung
berlian dan zamrud. Anehnya, warna putih membuat dia
tampak polos, hampir-hampir seperti perawan, tapi ada rona
di kedua pipinya. "Silakan duduk," Ratu berkata setelah dia mengambil
tempat di mimbar, "dan selamat datang." Osfryd Kettleblack
menarikkan kursinya; seorang pelayan pribadi melakukan hal
yang sama untuk Sansa. "Kau tampak pucat, Sansa," Cersei
mengamati. "Apa bunga merahmu masih merekah?"
"Ya." "Sungguh pas. Kaum lelaki berdarah di luar sana, dan
kau di dalam sini." Sang ratu mengisyaratkan agar hidangan
952 pertama disajikan. "Kenapa Ser Ilyn di sini?" cetus Sansa.
Ratu melontarkan pandang ke algojo bisu itu.
"Untuk menangani pengkhianatan dan melindungi kita jika
diperlukan. Dia dulu kesatria sebelum menjadi algojo." Dia
menudingkan sendok ke ujung aula, tempat pintu kayu tinggi
ditutup dan dipalang. "Bila kapak menghantam pintu-pintu
itu, kau mungkin lega dia ada di sini."
Aku lebih senang jika si Anjing yang di sini, pikir Sansa.
Sekasar apa pun dia, Sansa tak percaya Sandor Clegane
akan membiarkannya celaka. "Bukankah pengawal Anda
melindungi kita?" "Dan siapa yang melindungi kita dari pengawalku?"
Ratu mengerling ke arah Osfryd. "Prajurit bayaran yang setia
sama langkanya dengan pelacur perawan. Seandainya pihak
kita kalah, para pengawalku bakal tersandung jubah merah
itu karena terburu-buru melepaskannya. Mereka akan mencuri
apa saja yang mereka bisa dan kabur, bersama para pelayan,
tukang cuci, dan pengurus istal, semuanya pergi untuk
menyelamatkan bokong mereka yang tak berharga. Kau tak
punya gambaran mengenai apa yang terjadi ketika sebuah kota
dijarah, Sansa" Tidak punya, bukan" Semua pengetahuanmu
tentang kehidupan kaupelajari dari para penyanyi, dan tak
banyak lagu bagus tentang penjarahan."
"Kesatria sejati takkan pernah melukai perempuan
dan anak-anak." Kata-kata itu terdengar hampa di telinganya
bahkan saat dia mengucapkannya.
"Kesatria sejati." Ratu sepertinya menganggap itu
menggelikan. "Sudah pasti kau benar. Bagaimana kalau kau
makan saja kaldumu seperti gadis baik-baik dan menunggu
Symeon Mata-Bintang dan Pangeran Aemon sang Kesatria
Naga datang menyelamatkanmu, anak manis. Aku yakin itu
takkan lama lagi." j 953 DAVOS T eluk Air Hitam ganas dan berombak besar, buih di manamana. Betha Hitam mengarungi arus deras, layarnya
berderak dan berkepak-kepak seiring setiap tiupan angin.
Siluman dan Lady Marya meluncur di sampingnya, jarak antar
lambung kapalnya tak lebih dari enam meter. Putra-putranya
mampu mengendalikan kapal-kapal itu tetap lurus. Dan Davos
bangga karenanya. Di seberang laut, sangkakala perang menggelegar,
erangan serak yang berat mirip seruan ular raksasa, berulang
dari kapal ke kapal. "Turunkan layar," perintah Davos.
"Turunkan tiang layar. Pedayung siap-siap mengayuh."Putranya
Mathos menyampaikan instruksinya. Dek Betha Hitam sibuk
selagi awak kapal mengerjakan tugas masing-masing, mendesak
menembus para prajurit yang sepertinya selalu menghalangi
di mana pun mereka berdiri. Ser Imry telah memutuskan
untuk melayari sungai hanya mengandalkan dayung, agar layar
mereka tak menjadi sasaran pelontar panah dan pelontar api
dari dinding-dinding King"s Landing.
Davos bisa melihat Amarah dengan jelas di tenggara,
layarnya berpendar keemasan saat diturunkan, rusa jantan
bermahkota Klan Baratheon terpampang di kanvasnya. Dari
954 dek Amarah, Stannis Baratheon memimpin penyerangan
terhadap Dragonstone enam belas tahun lalu, tapi kali ini dia
memutuskan bersama pasukannya, memercayakan Amarah
dan komando kapalnya pada saudara istrinya Ser Imry, yang
memihaknya di Storm"s End bersama Lord Alester dan seluruh
Klan Florent lainnya. Davos mengenal kapal Amarah sebaik kapal miliknya
sendiri. Di atas ketiga ratus dayungnya terdapat geladak yang
seluruhnya dipasangi pelontar api, dan memuat katapel
di bagian depan dan belakang yang cukup besar untuk
melemparkan tong-tongter menyala. Kapal yang paling
tangguh, juga sangat kencang, meskipun Ser Imry memenuhi
haluan sampai buritannya dengan kesatria bersenjata dan
prajurit rendah, sehinggaagak mengurangi kecepatannya.
Sangkakala perang terdengar lagi, memerintahkan
menjauhi Amarah. Davos merasakan gelenyar di ujung-ujung
jarinya yang buntung. "Keluarkan dayung," serunya. "Bentuk
barisan." Seratus dayung dicelupkan ke air sementara drum
master dayung mulai bergemuruh. Bunyinya mirip detak
perlahan sebuah jantung yang besar, dan dayung bergerak
dalam setiap kayuhan, seratus orang bahu-membahu bersama.
Sayap-sayap kayu juga terlihat dari Siluman dan Lady
Marya. Ketiga kapal mempertahankan kecepatan, dayung
mereka mengaduk-aduk air. "Pelankan," seru Davos. Kejayaan
Driftmark yang berlambung perak milik Lord Velaryon
berpindah posisi ke kiri Siluman, dan Tawa Nyaring mendekat
dengan cepat, tapi Harridan baru mulai mencelupkan dayung
ke airsedangkan Kuda Laut masih berjuang menurunkan
tiang layar. Davos menatap ke belakang. Benar, di sana, jauh
di selatan, pasti Ikan Todak, terlambat seperti biasa. Kapal itu
memiliki dua ratus dayung dan memiliki pelantak terbesar,
meskipun Davos sangat meragukan nakhodanya.
Dia bisa mendengar para prajurit saling menyemangati
melintasi air. Mereka gelisah sejak Storm"s End, tak sabar
untuk menghadapi musuh, yakin akan meraih kemenangan.
955 Dalam hal itu, mereka sependapat dengan sang laksamana,
Yang Mulia Kapten Ser Imry Florent.
Tiga hari lalu, Ser Imry memanggil seluruh kaptennya
ke majelis perang di Amarah sementara kapal itu berlabuh
di mulut sungai Wendwater,untuk menginformasikan
strateginya. Davos dan putra-putranya ditempatkan di lapis
kedua pertempuran, di sisi kanan sungai yang berbahaya.
"Posisi kehormatan," Allard menyatakan, puas mendapat
kesempatan untuk membuktikan keberaniannya. "Posisi yang
berisiko," sang ayah mengingatkan.Putra-putranya menatapnya
iba, bahkan Maric yang masih muda. Kesatria Bawang telah
menjadi perempuan tua, Davos bisa mendengar mereka berpikir,
masihberjiwa penyelundup.
Yah, yang terakhir itu cukup benar, dia takkan minta
maaf karenanya. Nama Seaworth memiliki nuansa bangsawan,
tapi jauh di lubuk hati dia masih Davos dari Bokong Kutu yang
pulang ke kotanya di tiga bukitnya yang tinggi. Pengetahuannya
tentang kapal, layar, dan pesisir sama banyaknya dengan siapa
pun di Tujuh Kerajaan, dan pernah terlibat dalam adu pedang
mati-matian di geladak yang basah.Namun dalam pertempuran
jenis ini, dia bagaikan perawan, gugup dan takut. Penyelundup
tak membunyikan sangkakala perang dan mengobarkan panjipanji. Begitu mengendus bahaya, mereka mengerek layar dan
cepat-cepat melarikan diri.
Seandainya dia laksamana, dia akan melakukannya
dengan cara berbeda. Pertama, dia akan mengutus segelintir
kapal tercepat untuk memeriksa hulu sungai dan melihat apa
yang menunggu mereka di sana, bukannya langsung menyerbu.
Ketika menyarankan hal itu pada Ser Imry, Yang Mulia Kapten
berterima kasih padanya dengan sopan, tapi sorot matanya tak
sesantun itu. Siapa pengecut jelata ini" tanya mata itu. Apa dia
yang membeli gelar bangsawan dengan bawang"
Dengan jumlah kapal empat kali lipat dibandingkan
sang raja cilik, Ser Imry tak merasa perlu berhati-hati atau
membutuhkan taktik pengelabuan. Dia mengatur armada
956 membentukformasi sepuluh baris, masing-masing terdiri dari
dua puluh kapal. Dua barisan pertama akan menyisir sungai
untuk menghadapi dan menghancurkan armada Joffrey yang
terbatas, atau yang dijuluki Ser Imry sebagai "mainan bocah
itu", yang mengundang tawa dari para nakhoda bangsawannya.
Kapal-kapal berikutnya akan mendaratkan pasukan pemanah
dan penombak di bawah dinding-dinding kota, dan baru
kemudian ikut bertarung di sungai. Kapal-kapal yang lebih
kecil dan lebih lambat diposisikan di belakang untuk
mengangkut pasukan utama Stannis menyeberang dari tepian
selatan, dilindungi oleh Salladhor Saan dan orang-orang
Lys-nya, yang berjaga di teluk kalau-kalau pasukan Lannister
menyembunyikan kapal lain di sepanjang pantai, berniat
menyerang mereka dari belakang.
Sejujurnya, tindakan terburu-buru Ser Imry ada
alasannya. Angin tak ramah selama perjalanan dari Storm"s
End. Mereka kehilangan dua kapal yang menabrak batu di
Teluk Penghancur Kapal pada hari mereka berlayar, cara yang
buruk untuk memulai. Salah satu kapal Myr tenggelam di Selat
Tarth, dan badai menghajar begitu mereka memasuki Gullet,
memorak-porandakan armada sampai ke tengah laut sempit.
Seluruh kapal selain dua belas yang hilang akhirnya berkumpul
kembali di belakang Semenanjung Massey, di perairan Teluk
Air Hitam yang lebih tenang, tapi mereka telah kehilangan
banyak waktu.

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Stannis pasti sudah tiba di Rush berhari-hari lalu. Jalan
raja terbentang lurus dari Storm"s End ke King"s Landing,
rute yang jauh lebih pendek dibandingkan melewati laut,
dan pasukannya sebagian besar berkuda; hampir dua puluh
ribu kesatria, kavaleri bersenjata ringan, dan prajurit bayaran,
warisan Renly yang terpaksa mengabdi pada sang kakak.
Mereka jelastiba lebih cepat, tapi kuda perang berzirah dan
lembing sepanjang enam meter takkan banyak membantu
mereka menghadapi dalamnya air Sungai Air Hitam serta
dinding-dinding batu kota yang tinggi. Stannis akan berkemah
957 bersama pengikutnya di sisi selatan sungai, pasti meradang
karena tak sabar dan bertanya-tanya apa yang dilakukan Ser
Imry pada armadanya. Saat meninggalkan Batu Merling dua hari lalu, mereka
melihat setengah lusin sampan pancing. Nelayan itu melarikan
diri dari mereka, tapi satu per satu ditangkap dan dinaikkan ke
kapal. "Bisa mengisi perut adalah kemenangan kecil sebelum
pertempuran," Ser Imry menyatakan dengan senang. "Itu
menyebabkan orang-orang jadi lebih lapar dan menginginkan
porsi yang lebih banyak." Namun Davos lebih tertarik pada
infomasi yang dimiliki para tawanan tentang pertahanan
di King"s Landing. Si Cebol sibuk mendirikan semacam
penghalang untuk menutup mulut sungai, walaupun para
nelayan memiliki pendapat berlainan mengenai apakah proyek
tersebut sudah selesai atau belum. Davos berharap sudah
selesai. Jika sungai tertutup untuk mereka, Ser Imry tak punya
pilihan selain berhenti dan menyusun rencana kembali.
Laut hiruk-pikuk: seruan dan teriakan, sangkalala,
drum, dan lengkingan suling. "Tetap lurus," seru Davos.
Angin menarik-narik jubah hijau usangnya. Rompi dari kulit
yang disamak dan helm bulat di kakinya adalah satu-satunya
pelindungnya. Dia meyakini bahwa di laut, baja berat bisa
merenggut nyawa seseorang selain menyelamatkannya. Ser Imry
dan nakhoda bangsawan lain tak menyetujui pandangannya;
mereka berkilauan selagi mondar-mandir di geladak.
Harridan dan Kuda Laut kini sudah berada di posisi
masing-masing, dan Cakar Merah Lord Celtigar di belakang
keduanya. Di sisi kanan Lady Marya milik Allard, berlayarlah
tiga kapal yang direbut Stannis dari Lord Sunglass yang
malang, Kesalehan, Doa, dan Pengabdian, geladaknya dipenuhi
pemanah. Bahkan Ikan Todak sudah mendekat, meluncur
lamban menembus laut yang sesak dengan dayung dan layar.
Kapal yang punya dayung sebanyak itu seharusnya lebih kencang,
pikir Davos tak senang. Pasti gara-gara pelantaknya, terlalu berat,
kapalnya jadi tak seimbang.
958 Angin berembus dari utara, tapi karena memakai dayung
hal itu tak penting. Mereka akan terbawa mendekat oleh air
pasang, tapi pasukan Lannister akan diuntungkan oleh arus
sungai, dan Sungai Air Hitam mengalir deras dan kencang di
titik pertemuannya dengan laut. Guncangan pertama sudah
jelas menguntungkan musuh. Kami bodoh menghadapi mereka
di Air Hitam, pikir Davos. Dalam pertarungan di laut terbuka,
formasi kapal mereka bisa mengepung kapal musuh dari dua
sisi, menggiring mereka ke dalam untuk dihancurkan. Tetapi
di sungai, jumlah dan besar kapal-kapal Ser Imry tak terlalu
berarti. Mereka tak bisa menderetkan lebih dari dua puluh
kapal ke samping, kalau tidak dayung mereka bisa saling
tersangkut dan kapal mereka bertabrakan dengan satu sama
lain. Di belakang deretan kapal perang, Davos bisa melihat
Benteng Merah di Bukit Tinggi Aegon, gelap dilatari langit
sewarna limau, dengan mulut Rush membuka di bawah. Sisi
selatan sungai menghitam oleh manusia dan kuda, bergerakgerak mirip semut mengamuk begitu melihat kapal-kapal
yang mendekat. Stannis pasti menyibukkan mereka dengan
membuat rakit dan memasang bulu di anak panah, meskipun
begitu, menunggu bukan hal yang mudah. Trompet terdengar
di antara mereka, pelan dan nekat, yang segera tertelan oleh
gemuruh ribuan teriakan. Davos melingkarkan tangannya
yang buntung di kantong berisi tulang-tulang jarinya, dan
menggumamkan doa dalam hati untuk keberuntungan.
Amarah akan berada di tengah-tengah barisan pertama
formasi perang, diapit oleh Lord Steffon dan Rusa Laut, masingmasing dilengkapi dua ratus dayung. Di kiri dan kanannya
terdapat kapal-kapal besar: Lady Harra, Ikan Cemerlang, Lord
Tertawa, Iblis Laut, Kehormatan Bertanduk, Jenna Bobrok, Trisula
Tiga, Pedang Lincah,Putri Rhaenys, Hidung Anjing, Tongkat,
Kesetiaan, Raven Merah, Ratu Alysanne, Kucing, Keberanian, dan
Pembunuh Naga. Dari setiap buritan, berkibarlah jantung berapi
Penguasa Cahaya, merah, kuning, dan jingga. Di belakang
959 Davos dan putra-putranya meluncur sederet lagi kapal-kapal
besar yang dipimpin oleh nakhoda kesatria dan bangsawan,
kemudian disusul kapal-kapal yang lebih kecil dan pelan milik
pasukan dari Myr, tak satu pun dilengkapi lebih dari delapan
puluh dayung. Lebih jauh lagi di belakang ada kapal layar, kapal
niaga, dan kapal berlayar lebar yang lamban, dan yang paling
terakhir adalah Salladhor Saan dengan Valyrian kebanggaannya
yang menjulang dan memiliki tiga ratus dayung, meluncur
bersama kapal-kapalnya yang lain dengan lambung bergarisgaris mencolok. Pangeran Lys yang flamboyan itu tak senang
ditugaskan berjaga di belakang, tapi jelas sekali Ser Imry tak
memercayainya sama seperti Stannis. Terlalu banyak keluhan,
dan terlalu banyak ocehan tentang piutang emasnya. Tetap saja
Davos agak menyesal. Salladhor Saan adalah bajak laut tua
yang berguna, dan awak kapalnya dilahirkan sebagai pelaut, tak
kenal takut dalam pertempuran. Mereka tersia-sia di belakang.
Ahooooooooooooooooooooooooo. Seruan itu melengking
melintasi buih putih dan kayuhan dayung dari geladak atas
Amarah: Ser Imry menyerukan serangan.Ahoooooooooooooooooooo,
ahooooooooooooooooooooo. Akhirnya Ikan Todak bergabung dengan barisan,
walaupun layarnya belum diturunkan. "Cepat," bentak Davos.
Drum mulai ditabuh lebih kencang, dan kayuhan makin pesat,
bilah-bilah dayung membelah air, byur-wuss, byur-wuss, byurwuss.Di geladak, para prajurit memukul-mukulkan pedang
di perisai, sedangkan pemanah dalam diam merentangkan
busur dan mengeluarkan anak panah pertama dari tabung di
sabuk mereka. Kapal-kapal di barisan pertama menghalangi
pandangannya, jadi Davos mondar-mandir di dek mencari
sudut pandang yang lebih baik. Dia tak melihat tanda-tanda
kehadiran penghalang; mulut sungai terbuka lebar, seolah
ingin menelan mereka semua. Hanya saja...
Sewaktu masih menyelundup, Davos sering bercanda
bahwa dia lebih mengenal perairan di King"s Landing
dibandingkan punggung tangannya, mengingat dia tak
960 melewatkan sebagian besar hidupnya dengan menyusup keluar
masuk punggung tangannya. Menara kecil dari batu batu kasar
yang tegak berseberangan di mulut Air Hitam mungkin tak
berarti apa-apa bagi Ser Imry Florent, tapi bagi Davos sama
seperti ada dua jari tambahan tumbuh dari buku-buku jarinya.
Sambil menaungi mata melawan matahari yang
bergerak ke barat, dia mengamati kedua menara itu lebih
saksama. Menaranya terlalu kecil untuk menampung banyak
garnisun. Yang berada tepi utara dibangun membelakangi
tebingdengan Benteng Merah mengernyit di atas; pasangannya
di tepi selatan dasarnya di dalam air. Mereka menggali menembus
tepi sungai, Davos langsung mengetahuinya.Akibatnya menara
akan sangat sulit diserbu; penyerang harus mengarungi sungai
atau menjembatani kanal kecil itu.Stannis telah menempatkan
pemanah di bawah menara, untuk menyerang lawan yang
cukup ceroboh untuk mengangkat kepala melewati dinding
pertahanan, tapi selain itu tidak bertindak apa-apa.
Ada kilauan di tempat air hitam berpusar di sekitar
dasar menara. Itu cahaya matahari yang memantul di baja, dan
memberitahu Davos Seaworth semua yang perlu diketahuinya.
Rantai penghalang... tapi mereka tak menutup sungai supaya kami
tak masuk. Kenapa" Dia mungkin juga bisa menebak apa alasannya, tapi
tak ada waktu untuk merenungkan pertanyaan itu. Teriakan
terdengar dari kapal di depan, dan sangkakala perang ditiup
lagi: musuh sudah di depan mereka.
Di sela-sela kelebatan dayung milik Tongkat dan Kesetiaan,
Davos melihat barisan kapal yang tak terlalu banyak melintasi
sungai, matahari memantul di cat emas yang mewarnai
lambungnya. Davos kenal kapal-kapal itu sebaik miliknya
sendiri. Ketika masih jadi penyelundup, dia selalu merasa lebih
aman bila mengetahui apakah layar di cakrawala menandakan
kapal yang cepat atau lambat, dan apakah nakhodanya pemuda
yang lapar akan keberhasilan atau seorang tua yang hanya
menyelesaikan tanggung jawabnya.
961 Ahooooooooooooooooooooooooooo,
seru sangkakala perang. "Kecepatan perang," seru Davos.Di kiri dan kanan
dia mendengar Dale dan Allard memerintahkan hal serupa.
Drum mulai ditabuh bertalu-talu, dayung bergerak naik dan
turun, Betha Hitam melaju ke depan. Saat menatap Siluman,
Dale menghormat padanya. Ikan Todak kembali tertinggal,
berkubang di belakang diapit kapal-kapal yang lebih kecil;
selain hal itu,formasi serapi dinding perisai.
Sungai yang dari kejauhan terlihat begitu sempit kini
membentang selebar laut, tapi kotanya juga terlihat tumbuh
seperti raksasa. Melotot dari atas Bukit Tinggi Aegon, Benteng
Merah mengendalikan jalan masuk.Dinding pertahanan
berpuncak besi, menara-menara besar, dan dinding merah
tebal memberinya kesan mirip makhluk buas yang berjongkok
di atas sungai dan jalanan. Tebing tempatnya mendekam
curam dan berbatu, dipenuhi lumut dan pepohonan berduri
yang berbonggol-bonggol. Kapal-kapal harus lewat di bawah
kastel untuk mencapai pelabuhan dan kota di baliknya.
Deretan kapal pertama kini sudah berada di sungai, tapi
kapal musuh bergerak mundur. Mereka berniat memancing kami
masuk. Mereka ingin kami berdesakan, terbatas, tak bisa memutar ke
samping armada mereka... dan dengan rantai penghalang di belakang
kami. Davos mondar-mandir di geladak, meregangkan leher
untuk melihat armada Joffrey dengan lebih saksama. Terlihat
olehnya mainan bocah itu termasuk Karunia Dewa yang besar,
kapal tua lamban Pangeran Aemon, Lady Sutra dan saudarinya
Aib sang Lady, Angin Ganas, Penghujat Raja, Rusa Putih, Lembing,
Bunga Laut. Tapi di mana Bintang Singa" Di mana Lady
Lyanna yang indah yang diberi nama oleh Raja Robert demi
mengenang gadis yang dicintainya dan hilang darinya"Dan di
mana Godam Raja Robert" Itu kapal perang terbesar di armada
kerajaan, empat ratus dayung, satu-satunya kapal perang yang
dimiliki si raja cilik yang mampu melebihi Amarah. Seharusnya
kapal itu berada di jantung pertahanan.
962 Davos merasakan jebakan, tapi tak melihat tanda-tanda
musuh mendekat dari belakang, hanya armada besar Stannis
Baratheon yang teratur rapi, terentang hingga ke kaki langit
di lautan. Apa mereka berniat menaikkan rantai dan memisahkan
kami menjadi dua" Dia tak bisa memahami apa gunanya hal itu.
Kapal yang tertinggal di teluk tetap bisa mendaratkan prajurit
di utara kota; memang lebih lambat, tapi lebih aman.
Burung-burung jingga bekerlip, mengudara dari kastel,
dua puluh atau tiga puluh jumlah; botol-botol ter terbakar,
melengkung di atas sungai diikuti oleh utas-utas nyala api.
Sebagian besar tercebur di air, tapi segelintir mengenai geladak
kapal perang di barisan depan, menyebarkan api saat pecah.
Para prajurit bertemperasan di dek Ratu Alysanne, dan Davos
bisa melihat asap membubung dari tiga titik berlainan di
Pembunuh Naga, kapal terdekat dengan tepi sungai. Ketika itu,
serangan kedua dimulai, dan anak-anak panah juga berjatuhan,
mendesing turun dari tempat pemanah menjejalimenaramenara di atas. Seorang prajurit tumbang dari bibir kapal
Kucing, tubuhnya menubruk dayung-dayung, dan tenggelam.
Orang pertama yang tewas hari ini, pikir Davos, tapi bukan yang
terakhir. Di puncak dinding pertahanan Benteng Merah berkibar
panji-panji raja cilik: rusa jantan bermahkota Baratheon
berlatar warna emas, singa Lannister dilatari warna merah tua.
Lebih banyak lagi botol ter berapi yang beterbangan. Davos
mendengar orang-orang menjerit sewaktu api menyebar di
kapal Keberanian. Para pedayungnya aman di bawah, terlindung
dari misil oleh setengah geladak yang menaungi mereka, tapi
prajurit yang memadati dek atas tak seberuntung itu. Lambung
kanan kapal rusak, seperti yang dikhawatirkannya. Giliran kami
setelah ini, dia mengingatkan diri, gelisah. Betha Hitam berada
dalam jarak tembak botol ter berapi, karena merupakan kapal
keenam dari sisi sungai sebelah utara. Di sebelah kanan Betha
Hitam hanya ada Lady Marya milik Allard, Ikan Todak yang
canggung"tertinggal sangat jauh di belakang sehingga lebih
963 dekat dengan barisan ketiga daripada kedua"dan Kesalehan,
Doa, serta Pengabdian, yang membutuhkan campur tangan
dewa, di posisi serapuh mereka sekarang.
Begitu barisan kedua kapal meluncur melewati Twins,
Davos memperhatikan lebih teliti. Dia bisa melihat tiga rantai
besar terjulur keluar dari lubang yang tak lebih besar daripada
kepala manusia dan menghilang ke dalam air. Menara
itu memiliki satu pintu, dipasang enam meter dari tanah.
Pemanah di atap menara utara menembaki Doa dan Pengabdian.
Pemanah di Pengabdian membalas, dan Davos mendengar ada
yang menjerit saat anak panah mengenainya.
"Ser Kapten." Putranya Matthos berada di sampingnya.
"Helmmu." Davos mengambilnya dengan kedua tangan
lalu memasangnya di kepala. Helm bulat itu tak dilengkapi
pelindung wajah; dia tak senang bila pandangannya terhalang.
Pada saat itu, botol-botol ter menghujani sekeliling
mereka. Dia melihat salah satunya pecah di geladak Lady Marya,
tapi kru Allard cepat-cepat memadamkannya. Di sebelah kiri,
sangkakala perang terdengar dari Kejayaan Driftmark. Dayung
mencipratkan air seiring setiap kayuhan. Poros pelontar panah
yang panjangnya satu meter mendarat tak sampai setengah
meter dari Matthos dan terbenam di kayu dek, mendengung.
Di depan, kapal-kapal di baris pertama berada dalam jangkauan
panah musuh; anak-anak panah beterbangan di antara kapal,
mendesis mirip ular yang menyerang.
Di selatan Air Hitam, Davos melihat orang-orang
menyeret rakit ke air sedangkan baris demi baris prajurit


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbentuk di bawah ribuan bendera yang berkibar-kibar.
Jantung berapi di mana-mana, meskipun rusa hitam kecil
yang terkurung dalam api terlalu kecil untuk dilihat. Kami
seharusnya mengibarkan rusa jantan bermahkota, pikir Davos. Rusa
jantan adalah lambang Raja Robert, warga kota pasti bersukacita
melihatnya. Bendera asing ini hanya menyebabkan orang-orang
melawan kami. 964 Dia tak bisa melihat jantung berapi tanpa teringat
bayangan yang dilahirkan Melisandre di keremangan di bawah
Storm"s End. Setidaknya kami bertempur dalam terang, dengan
senjata sungguhan, katanya pada diri sendiri. Perempuan merah
dan anak gelapnya tak ambil bagian. Stannis mengirimnya
pulang ke Dragonstone bersama si anak haram, sang keponakan
Edric Storm. Para kapten dan pengikutnya berkeras bahwa
medan perang bukan tempat bagi perempuan. Hanya orangorang Ratu yang tak setuju, tapi tidak terlalu mendesak. Tetap
saja, Raja hampir menolak keinginan mereka sampai Lord
Bryce Caron berkata, "Yang Mulia, jika sang penyihir bersama
kita, setelahnya orang-orang akan berkata itu kemenangan
dia, bukan kemenangan Anda. Mereka akan berkata Anda
mendapatkan takhta berkat mantra-mantranya." Ucapan
tersebut membalikkan keadaan. Davos sendiri menahan
diri selama perdebatan, tapi jika harus jujur, dia tak sedih
melihat perempuan itu pergi. Dia tidak menginginkan peran
Melisandre atau dewanya. Di kanan kapal, Pengabdian meluncur ke tepian,
mengeluarkan papan titian. Para pemanah bergegas menuju
air dangkal, mengangkat busur tinggi-tinggi di atas kepala agar
senarnya tetap kering. Mereka menuju pantai sempit di bawah
tebing. Bebatuan meluncur dari kastel dan menghantam
mereka, begitu pula anak panah dan tombak, tapi sudutnya
sempit dan serangan itu sepertinya tak terlalu mengancam.
Doa mendarat dua puluh meter lebih jauh ke arah
hulu dan Kesalehan sedang mengarah ke tepi ketika pasukan
pertahanan berderap ke tepi sungai, tapal kuda mencipratkan
air dari tempat yang dangkal.Para kesatria menyerbu ke tengahtengah pemanah persis serigala di antara ayam, mendesak
mereka kembali ke kapal dan memasuki sungai sebelum
sebagian besar sempat memasang anak panah.Para prajurit
rendah bergegas melindungi mereka dengan tombak dan
kapak, dan dalam tiga detak jantung keadaan berubah rusuh
dan penuh darah. Davos mengenali helm berkepala anjing
965 milik si Anjing. Jubah putih mengombak dari bahunya selagi
dia menunggang kuda menaiki papan titian menuju geladak
Doa, menebas siapa saja yang berada dalam jangkauannya.
Di balik kastel, King"s Landing menjulang di bukitbukit di dalam dinding yang mengelilingnya. Tepian sungai
menghitam dan lengang; pasukan Lannister telah membakar
segala-galanya dan mundur ke balik Gerbang Lumpur. Tiang
layar kapal tenggelam yang hangus tergeletak di air dangkal,
menghalangi akses ke dermaga-dermaga batu yang panjang.
Kami takkan bisa mendarat di sini. Dia bisa melihat puncak tiga
pelontar trebuchet di belakang Gerbang Lumpur. Tinggi di atas
Bukit Visenya, cahaya matahari memantul dari tujuh menara
kristal Kuil Agung Baelor.
Davos tak pernah menyaksikan dimulainya pertempuran, tapi dia mendengarnya; derak keras begitu dua
kapal bertabrakan. Dia tak bisa memastikan kapal yang mana.
Satu lagi benturan menggema di air sejenak kemudian, dan
kemudian yang ketiga. Di balik keriut kayu yang pecah, dia
mendengar desing-debum katapel di bagian depan Amarah.
Rusa Laut membelah dua salah satu kapal Joffrey, tapi Hidung
Anjing terbakar, sedangkan Ratu Alysanne terjebak di antara
Lady Sutra dan Aib sang Lady, krunya bertarung melawan
penyerbu yang meloncat ke kapal dari bahtera musuh.
Persis di depan, Davos menyaksikan kapal musuh
Penghujat Raja mengarah ke sela-sela Kesetiaan dan Tongkat. Kapal
pertama menjauhkan sisi kanannya sebelum tabrakan, tapi
dayung-dayung di samping kiri Tongkat patah seperti kayu bakar
saat Penghujat Raja menggesek sepanjang sisinya."Lepaskan,"
perintah Davos, dan pemanahnya mengirimkan hujan anak
panah melintasi air. Dia melihat nakhoda Penghujat Raja
ambruk, dan berusaha mengingat namanya.
Di darat, lengan-lengan pelontar trebuchet yang besar
terangkat satu, dua, tiga, dan seratus batu melambung tinggi ke
langit yang menguning. Setiap butirnya sebesar kepala manusia;
begitu mendarat batu-batu itu menciptakan cipratan besar di
966 air, mematahkan bilah titian dari kayu ek, serta mengubah
manusia hidup menjadi tulang-belulang, bubur, dan tulang
rawan. Di seantero sungai, kapal-kapal terdepan bertempur.
Jangkar-jangkar pengait dilemparkan, pelantak besi menembus
lambung kayu, para prajurit menaiki kapal musuh, anak-anak
panah saling berbisik di tengah asap yang membubung, dan
orang-orang tewas... tapi sejauh ini, tak satu pun anak buahnya
menjadi korban. Betha Hitam meluncur ke hulu, bunyi drum master
dayung bergemuruh di kepala sang nakhoda yang tengah
mencari mangsa bagi pelantaknya. Ratu Alysanne terkepung
di antara dua kapal perang Lannister, ketiganya saling terpaut
dengan jangkar pengait dan tali tambang.
"Kecepatan untuk menabrak!" seru Davos.
Bunyi drum melebur menjadi tabuhan panjang bertalutalu,dan Betha Hitam melaju, air yang terbelah oleh haluannya
berubah seputih susu. Allard melihat kesempatan yang sama;
Lady Marya meluncur di samping mereka. Barisan terdepan
telah bertransformasi menjadi pertarungan terpisah yang
memusingkan.Ketiga kapal yang terjebak itu menjulang di
depan, berputar-putar, geladaknya berupa kekacauan berdarah
oleh orang-orang yang saling membacok dengan pedang dan
kapak. Sedikit lagi, Davos Seaworth memohon pada sang
Pejuang, putar kapalnya sedikit lagi, hadapkan bagian yang lebar
ke arahku. Sang Pejuang pasti mendengarkan. Betha Hitam dan
Lady Marya menubruk bagian samping Aib sang Lady hampir
bersamaan, menghajar haluan dan buritannya dengan sangat
keras sampai-sampai orang-orang terlempar dari geladak Lady
Sutra tiga kapal jauhnya.Lidah Davos nyaris tergigit sampai
putus ketika giginya beradu. Dia meludahkan darah. Lain kali
tutup mulut, dasar bodoh. Empat puluh tahun di laut, tapi inilah
pertama kalinya dia menabrak kapal lain. Para pemanahnya
melepaskan anak panahtanpa disuruh.
"Mundur," perintahnya. Ketika Betha Hitam membalik
967 arah kayuhan, air sungai mengalir deras memasuki lubang yang
ditinggalkannya, dan Aib sang Lady hancur di depan matanya,
memuntahkan lusinan manusia ke sungai.Yang masih hidup
berenang; yang tewas mengambang; yang mengenakan zirah
dan pelat dada berat tenggelam ke dasar, yang hidup atau
yang mati tak ada bedanya. Permohonan orang-orang yang
tenggelam menggema di telinganya.
Kelebatan warna hijau menarik matanya, di depan dan
di samping kiri, lalu sarang ular hijau zamrud yang menggeliatgeliut bangkit, membakar dan mendesis dari buritan Ratu
Alysanne. Sesaat kemudian Davos mendengar teriakan ngeri
"Api liar!" Dia meringis. Ter berapi itu biasa, tapi lain halnya
dengan api liar. Benda jahat, dan nyaris tak bisa dipadamkan.
Tutupi dengan jubah, maka jubah itu hangus; pukul setitik
apinya dengan telapak tangan dan tanganmu akan terbakar.
"Kencingi api liar dan kejantananmu bakal gosong,"
pelaut-pelaut tua sering berkata. Tetap saja, Ser Imry telah
memperingatkan tentang kemungkinan mereka merasakan zat
jahat para alkemis itu. Untungnya, hanya segelintir pawang api
sejati yang tersisa. Mereka akan segera kehabisan api liar, Ser Imry
meyakinkan mereka waktu itu.
Davos menyerukan perintah cepat; satu sisi dayung
menjauh sedangkan satu sisi lagi mundur, dan kapal itu pun
berbalik. Lady Marya juga sudah menjauh, dan itu bagus;
api menyebar di seantero Ratu Alysanne dan musuhnya lebih
cepat daripada yang bisa dipercaya Davos. Orang-orang yang
meronta dalam kobaran api hijau melompat ke air, menjeritjerit tak seperti manusia. Di dinding-dinding King"s Landing,
pelontar api memuntahkan kematian, dan pelontar trebuchet
yang besar di balik Gerbang Lumpur melemparkan batubatu besar. Satu batu seukuran sapi mendarat di antara Betha
Hitam dan Siluman, mengguncang kedua kapal dan membasahi
semua orang di geladak. Sebongkah lagi, tak jauh lebih kecil,
menghajar Tawa Nyaring. Kapal milik Velaryon itu hancur persis
968 mainan anak-anak yang dijatuhkan dari menara, melontarkan
serpihan kayu sepanjang lengan.
Dari sela-sela asap hitam dan pusaran api hijau,
Davos menyaksikan kelebatan kapal-kapal kecil bergerak ke
hilir: hiruk pikuk sampan dan perahu kecil, bahtera, biduk,
perahu dayung, dan rongsokan kapal yang tampak terlalu
reyot untuk mengapung. Semuanya menguarkan aroma putus
asa; kapal butut semacam itu takkan bisa mengubah jalannya
pertempuran, hanya akan mengganggu. Davos melihat formasi
perang kapal sudah berantakan.Di sebelah kiri, Lord Steffon,
Jenna Bobrok, dan Pedang Lincah merangsekdan menyapu ke
arah hulu. Meskipun begitu sayap kanan masih bertarung
sengit, sedangkan bagian tengah kacau balau akibat batu-batu
dari pelontar trebuchet, beberapa nakhoda berputar ke hilir,
yang lain merapat ke kiri, apa saja asalkan bisa meloloskan diri
dari hujan api. Amarah mengayunkan katapel di buritan untuk
balas menyerang ke arah kota, tapi jangkauannya kurang jauh;
tong-tong ter hancur di bawah dinding kota. Tongkat telah
kehilangan sebagian besar dayungnya, sedangkan Kesetiaan
ditubruk dan mulai miring. Davos mengarahkan Betha Hitam
ke antara mereka, dan menubruk bahtera pesiar Ratu Cersei
yang berukir dan berlapis emas, yang kini dipenuhi prajurit
bukannya gula-gula. Tabrakan tersebut melontarkan selusin
prajurit ke sungai, tempat pemanah Betha memanahi mereka
yang berusaha tetap terapung.
Teriakan Matthos menyadarkan Davos akan bahaya
dari sisi kiri; salah satu kapal Lannister akan menabrak.
"Kayuh ke kanan sekuat tenaga," seru Davos. Orang-orangnya
menggunakan dayung untuk membebaskan kapal dari bahtera
itu, sedangkan yang lain memutar kapal supaya haluannya
menghadap Rusa Putih yang melaju kencang. Dia sempat
khawatir dia terlalu lamban, bahwa kapalnya akan tenggelam,
tapi arus sungai membantu membelokkan Betha Hitam, ketika
tabrakan terjadi, benturannya tak keras, lambung kedua kapal
bergesekan, mematahkan dayung-dayung. Sepotong kayu
969 bergerigi melayang melewati kepala Davos, setajam tombak.
Dia berjengit. "Naik ke kapal itu!" serunya. Tambang-tambang
jangkar pengait dilemparkan. Dia menghunus pedang dan
memimpin mereka melompati bibir kapal.
Awak Rusa Putih mengadang mereka di bibir kapal, tapi
pasukan di Betha Hitam menyapu mereka dalam gelombang
baja yang nyaring. Davos merangsek menembus pertarungan,
mencari nakhoda, tapi lelaki itu sudah tewas sebelum dia
mencapainya. Selagi berdiri di atas mayat sang nakhoda, ada
yang menyerangnya dari belakang dengan kapak, tapi helmnya
menangkis hantaman tersebut, dan tempurung kepalanya hanya
berdenging bukannya terbelah dua. Tercengang, dia hanya bisa
berguling. Penyerangnya menyerbu sambil berteriak. Davos
menggenggam pedang dengan kedua tangan dan menusukkan
ujungnya ke perut lelaki itu.
Salah satu awak kapalnya menariknya bangkit. "Ser
Kapten, Rusa milik kita." Itu benar, Davos menyadarinya.
Sebagian besar lawan tewas, sekarat, atau menyerah. Dia
melepaskan helm, mengusap darah dari wajah, dan melangkah
kembali ke kapalnya, berjalan hati-hati di geladak yang licin
oleh isi perut manusia. Matthos membantunya kembali
melewati bibir kapal. Sejenak, Betha Hitam dan Rusa Putih menjadi mata badai
yang tenang di tengah badai yang mengamuk. Ratu Alysanne
dan Lady Sutra, yang masih terpaut, menjadi neraka hijau yang
berkecamuk, hanyut ke hilir dan menyeret puing-puing Aib
sang Lady. Salah satu kapal Myr menabrak mereka dan kini juga
ikut terbakar. Kucing menyelamatkan korban dari Keberanian
yang karam dengan cepat. Nakhoda Pembunuh Naga membawa
kapalnya ke antara dua dermaga, merusak dasarnya; awaknya
menghambur ke darat dengan para pemanah dan prajurit
bersatu untuk menyerang dinding. Raven Merah, yang telah
ditabrak, perlahan-lahan miring. Rusa Laut menghadapi api dan
musuh yang naik ke kapal, tapi jantung berapi telah dikibarkan
di kapal Pengikut Setia Joffrey. Amarah, haluannya yang besar
970 hancur oleh batu, tengah bertarung dengan Karunia Dewa.
Davos menyaksikan Kejayaan Driftmark Velaryon menabrak dua
biduk pengarung sungai Lannister, membalikkan salah satunya
dan membakar yang satu lagi dengan anak panah berapi. Di tepi
selatan sungai, para kesatria membimbing tunggangan mereka
menaiki kapal, dan beberapa perahu lebih kecil yang sudah
mulai menyeberang, dipenuhi para prajurit. Mereka harus
berlayar hati-hati di sela-sela kapal yang tenggelam dan petakpetak api liar yang terapung. Seluruh armada Raja Stannis kini
telah berada di sungai, kecuali kapal Lys milik Salladhor Saan.
Tak lama lagi mereka akan menguasai Air Hitam. Ser Imry akan
meraih kemenangan, pikir Davos, dan Stannis akan membawa
pasukannya ke seberang, tapi demi para dewa, harga dari semua ini...
"Ser Kapten!" Matthos menyentuh bahunya.
Ikan Todak, dua deret dayungnya naik dan turun. Kapal itu
tak sempat menurunkan layar, dan beberapa botol ter terbakar
mengenainya. Api menyebar selagi Davos memperhatikan,
merambat di tali dan layar hingga meninggalkan kobaran
api kuning.Haluan yang dilengkapi pelantak besi yang tak
seimbang, dibentuk sesuai ikan yang menjadi namanya,
membelah air di depannya. Persis di hadapan, mengambang
ke arah IkanTodak sambil berputar dan menjadi sasaran besar
yang menggoda, terdapat salah satu kapal tua Lannister yang
mengapung rendah di dalam air. Darah hijau merembes
perlahan di sela-sela papannya.
Ketika melihat itu, jantung Davos Seaworth berhenti
berdetak. "Jangan," dia berkata. "Jangan, JANGAAAAAAAAN!"
Di tengah raungan dan benturan dalam pertempuran, tak
ada yang mendengarnya selain Matthos. Nakhoda Ikan Todak


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah pasti juga tak mendengarnya, penuh tekad karena
akhirnya bisa menabrak sesuatu dengan pedang gemuknya
yang canggung. Ikan Todak melaju dengan kecepatan penuh.
Davos mengangkat tangan cacatnya untuk mencengkeram
kantong kulit yang berisi tulang-tulang jari.
971 Dengan hantaman yang merobek, meremukkan, dan
menghancurkan, Ikan Todak membelah kapal reyot yang
meledak bagaikan buah yang terlalu masak, tapi tak ada buah
yang mengeluarkan jeritan kayu pecah seperti itu.Dari dalamnya
Davos melihat cairan hijau mengalir dari ribuan botol pecah,
racun keluar dari makhluk yang sekarat, berkilauan, bersinar,
menyebar di permukaan sungai...
"Mundur," raung Davos. "Menjauh. Jauhi kapal itu,
mundur, mundur!" Tambang pengait telah dipotong, dan
Davos merasa geladak bergerak di bawah kakinya selagi Betha
Hitam menjauh dari Rusa Putih. Dayung-dayungnya dicelupkan
ke air. Kemudian dia mendengar bunyi wuss nyaring seakan
ada yang meniup telinganya. Setengah detak jantung kemudian
terdengar gemuruh. Geladak menghilang di bawah kakinya,
dan air hitam menghantam wajahnya, memenuhi hidung dan
mulutnya. Dia tercekik, tenggelam. Tak yakin mana atas dan
mana bawah, Davos berkutat di air dalam kepanikan membabi
buta sampai mendadak dia menembus permukaan. Dia
meludahkan air, menghirup udara, menyambar puing-puing
terdekat, dan berpegangan di sana.
Ikan Todak dan kapal reyot itu sudah lenyap, tubuhtubuh hangus mengambang ke hilir di sampingnya, dan orangorang tercekik menggelayuti keping-keping kayu berasap.
Pusaran iblis api hijau setinggi lima belas meter menari-nari
di air, memiliki selusin tangan, masing-masing memegang
cambuk, dan apa pun yang disentuhnya langsung terbakar.
Davos melihat Betha Hitam terbakar, besertaRusa Putih dan
Pengikut Setia di kedua sisinya. Kesalehan, Kucing, Keberanian,
Tongkat, Raven merah, Harridan, Kesetiaan, Amarah, semuanya
menghilang, begitu juga Penghujat Raja dan Karunia Dewa,
iblis itu melahap kapalnya sendiri. Kejayaan Driftmark milik
Lord Velaryon yang mengilap berusaha berbalik, tapi iblis itu
menyusurkan jari hijau malasnya di dayung-dayung keperakan
yang langsung berkobar seperti lilin penyulut. Kapal itu sejenak
972 terlihat seolah membelai sungai dengan obor terang panjang di
kedua sisinya. Saat itu, arus sungai mencengkeram Davos, memutarmutar tubuhnya. Dia menendang-nendang untuk menghindari
api liar yang terapung. Putra-putraku, pikir Davos, tapi mustahil
mencari mereka di tengah kekacauan menderu ini. Satu lagi
kapal reyot yang penuh api liar meledak di belakangnya. Dasar
Air Hitam seakan mendidih, puing-puing, manusia, dan
pecahan kapal yang terbakar memenuhi udara.
Aku akan terseret ke teluk. Di sana takkan separah tempat
ini; dia seharusnya bisa mencapai daratan, dia perenang
tangguh. Kapal-kapal Salladhor Saan juga berada di teluk, Ser
Imry memerintahkan mereka untuk menunggu di belakang...
Kemudian arus memutarnya lagi, dan Davos melihat
apa yang menunggunya di hilir sungai.
Rantai penghalang. Semoga para dewa menyelamatkan kami,
mereka menaikkan rantainya.
Di lokasi tempat sungai melebar memasuki Teluk
Air Hitam, rantai penghalang terentang kencang, sekitar
setengah sampai satu meter di atas air. Selusin kapal sudah
menabraknya, dan arus air mendorong yang lain ke arahnya.
Hampir semuanya terbakar, dan sisanya akan segera menyusul.
Davos bisa melihat lambung kapal-kapal Salladhor Saan
yang bergaris-garis di teluk, tapi dia sadar takkan pernah bisa
mencapai mereka. Dinding baja membara, kayu terbakar, dan
pusaran api hijau terhampar di hadapannya. Mulut Sungai Air
Hitam telah berubah menjadi mulut neraka.
j 973 TYRION B ergeming mirip gargoyle, Tyrion Lannister berlutut
dengan satu kaki di puncak salah satupuncak di dinding
pertahanan. Di balik Gerbang Lumpur dan puing-puing yang
dulunya pasar ikan dan dermaga, sungai seolah berkobar.
Setengah armada Stannis terbakar, berikut sebagian besar
milik Joffrey. Sentuhan api liar mengubah kapal-kapal tangguh
menjadi api pembakaran mayat dan manusia menjadi obor
hidup. Udara penuh asap, anak panah, dan jeritan.
Di hilir, rakyat jelata dan kapten bangsawan sama-sama
bisa menyaksikan kematian hijau panas yang berpusar menuju
rakit, kapal niaga, dan sampan mereka, terbawa arus Air Hitam.
Dayung-dayung putih panjang salah satu kapal Myr berkelebat
mirip kaki-kaki kelabang yang panik, tapi sia-sia. Kaki kelabang
itu tak punya tempat untuk menghindar.
Selusin kebakaran besar berkecamuk di dalam dindingdinding kota, tempat tong-tong ter berapi meledak, tapi api
liar menyebabkannyatampak seperti sekadar lilin di rumah
yang terbakar, nyala jingga dan merahnya berkerlipkecil
dibandingkan bencana hijau giok itu.Awan yang menggantung
rendah menangkap warna sungai yang terbakar dan menaungi
langit dalam semburat hijau yang berubah-ubah, menyeramkan
indahnya. Keindahan yang menakutkan. Mirip api naga. Tyrion
974 bertanya-tanya apakah ini yang dirasakan Aegon sang Penakluk
ketika terbang di atas Ladang Api-nya.
Angin panas menyibak jubah merah tuanya dan
mengembus wajah telanjangnya, tapi dia tak kuasa berpaling.
Samar-samar dia menyadari bahwa pasukan jubah emas bersorak
dari pagar kayu, tapi tak punya suara untuk bergabung dengan
mereka. Ini baru separuh kemenangan. Ini takkan cukup.
Dia melihat satu lagi kapal reyot yang dijejalinya dengan
buah rapuh Raja Aerys ditelan oleh api yang lapar. Air mancur
hijau giok yang terbakar menjulang dari sungai dengan
semburan begitu terang sehingga dia harus menaungi mata.
Kobaran api setinggi sembilan dan dua belas meter menarinari di atas air, meretih dan mendesis. Sejenak bunyi tersebut
membasuh semua jeritan.Ada ratusan orang di air, tenggelam
atau terbakar atau dua-duanya.
Kau mendengar mereka berteriak, Stannis" Kau melihat
mereka terbakar" Ini juga ulahmu bukan hanya aku. Tyrion tahu,
di suatu tempat di tengah kerumunan massa di sisi selatan
Air Hitam, Stannis juga tengah menyaksikan. Dia tak pernah
memiliki dahaga akan perang seperti kakaknya Robert. Dia
lebih memilih memimpin dari belakang, dari barisan bala
bantuan, seperti yang biasa dilakukan Lord Tywin Lannister.
Kemungkinan saat ini dia tengah duduk di kuda perang,
terbalut zirah mengilap, mahkota di kepala. Mahkota emas
merah, kata Varys, puncaknya dibentuk seperti kobaran api.
"Kapal-kapalku." Suara Joffrey pecah ketika berteriak
dari jalan dinding, tempatnya meringkuk bersama pengawalnya
di balik dinding kastel. Mahkota emas kecil kerajaan menghiasi
helm perangnya. "Penghujat Raja-ku terbakar, Ratu Cersei,
Pengikut Setia. Lihat, itu Bunga Laut, di sana." Dia menuding
dengan pedang barunya, ke tempat kobaran hijau menjilat
lambung keemasan Bunga Laut dan merambat menaiki dayungdayungnya. Nakhodanya membelokkan kapal itu ke hulu, tapi
tak cukup cepat untuk menghindari api liar.
975 Tyrion tahu riwayat kapal itu sudah tamat. Tak ada jalan
lain. Seandainya kami tak datang menghadapi mereka, Stannis akan
menyadari perangkap ini. Anak panah bisa dibidikkan, begitu
juga tombak, bahkan batu dari katapel, tapi api liar punya
keinginan sendiri. Begitu dilepaskan, api liar di luar kendali
manusia. "Apa boleh buat," Tyrion berkata pada keponakannya.
"Bagaimanapun juga armada kita akan hancur."
Bahkan dari puncak dinding pertahanan"dia terlalu
pendek untuk memantau dari balik dinding kastel, jadi dia harus
berada di tempat tinggi"api, asap, dan kekacauan pertempuran
membuat Tyrion tak bisa melihat apa yang terjadi di hilir di
bawah kastel, tapi dia telah menyaksikannya seribu kali dalam
mata benaknya. Bronn akan mencambuk lembu agar bergerak
begitu kapal utama Stannis lewat di bawah Benteng Merah;
rantai itu sangat berat, dan roda pemutar besarnya bergulir tapi
perlahan, berkeriut dan berderak. Seluruh armana perebut
takhta pasti sudah lewat ketika kilatan pertama logam terlihat
di dalam air. Rantainya muncul menetes-neteskan air, sebagian
berkilau oleh lumpur, satu mata rantai demi satu mata rantai
demi satu mata rantai, sampai seluruhnya terentang tegang.
Raja Stannis telah memasukkan kapal-kapalnya ke Air Hitam,
tapi dia takkan bisa mengeluarkannya lagi.
Meskipun begitu, sebagian bisa lolos. Arus sungai
sulit diprediksi, dan api liar tak menyebar seluas harapannya.
Kanal utamanya terbakar, tapi banyak orang-orang Myr yang
mencapai tepian selatan dan kelihatannya lolos tanpa cedera,
dan setidaknya delapan kapal telah mendarat di bawah dindingdinding kota. Mendarat atau hancur, tapi sama saja, mereka
berhasil mendaratkan pasukan. Lebih buruk lagi, sebagian besar
sayap selatan dari dua baris pertama kapal musuh sudah jauh
di hulu ketika kapal reyot itu meledak. Stannis masih memiliki
sekitar tiga puluh sampai empat puluh kapal; lebih dari cukup
untuk mengangkut seluruh pasukannya menyeberang, begitu
keberanian mereka kembali.
976 Mungkin butuh waktu; bahkan yang paling pemberani
akan kecut setelah menyaksikan seribuan rekannya dilalap api
liar.Hallyne berkata bahwa terkadang zat itu berkobar begitu
panas sehingga daging meleleh seperti lemak. Meskipun
begitu... Tyrion sangat menyadari seperti apa pasukannya. Begitu
pertempuran kelihatannya berjalan buruk mereka akan melarikan diri,
kabur secepatnya, Jacelyn Bywater telah mengingatkannya, jadi
satu-satunya cara untuk menang adalah dengan memastikan
pertempuan itu berjalan lancar, dari awal sampai akhir.
Dia bisa melihat sosok-sosok gelap bergerak di antara
puing-puing hangus di dermaga yang menghadap sungai.
Waktunya untuk mengirim pasukan kecil, pikir Tyrion. Orang tak
pernah selemah saat mereka pertama kali terhuyung-huyung
mendarat. Dia tak boleh memberi musuh waktu untuk
menyusun barisan di tepian utara.
Tyrion buru-buru menuruni dinding. "Beritahu Lord
Jacelyn ada musuh di tepi sungai," katanya pada salah satu
pengantar pesan yang ditugaskan Bywater untuknya. Pada
pengantar pesan lain dia berkata, "Sampaikan pujianku
pada Ser Arneld dan minta dia untuk memutar Pelacur tiga
puluh derajat ke barat." Sudut itu memungkinkan mereka
melontarkan batu lebih jauh, bahkan sampai ke air.
"Ibu berjanji aku boleh memakai Pelacur," kata Joffrey.
Tyrion gusar melihat sang raja kembali membuka pelindung
wajah helmnya. Memang, bocah itu pasti terpanggang di dalam
baja berat tersebut... tapi hal terakhir yang diinginkannya
adalah anak panah nyasar menembus mata keponakannya.
Ditutupnya pelindung wajah itu keras-keras. "Pastikan
itu tetap tertutup, Yang Mulia; kau sangat berharga bagi kami
semua." Dan kau juga tak mau merusak wajah cantik itu. "Pelacur
milikmu." Ini waktu yang tepat; melontarkan botol api lagi
ke kapal yang terbakar sepertinya tak berguna. Joff memiliki
anggota Warga Bertanduk yang diikat telanjang di alunalun di bawah, dengan tanduk dipakukan di kepala. Ketika
977 mereka dihadapkan ke Takhta Besi untuk diadili, dia telah
berjanji mengirim mereka ke Stannis. Manusia tak seberat
batu besar atau tong ter berapi, dan bisa dilemparkan lebih
jauh. Beberapa jubah emas bertaruh apakah para pengkhianat
itu akan melayang sampai ke seberang Air Hitam."Lakukan
dengan cepat, Yang Mulia," katanya pada Joffrey. "Kita butuh
trebuchet itu segera melontarkan batu lagi. Bahkan api liar tak
menyala selamanya." Joffrey bergegas pergi dengan riang, dikawal oleh Ser
Meryn, tapi Tyrion meraih pergelangan tangan Ser Osmund
sebelum dia sempat menyusul. "Apa pun yang terjadi, jaga agar
dia selamat dan pastikan dia tetap di sana, mengerti?"
"Sesuai perintahmu." Ser Osmond tersenyum ramah.
Tyrion telah memperingatkan Trant dan Kettleblack
mengenai apa yang akan menimpa mereka seandainya Raja
terluka. Dan Joffrey memiliki selusin jubah emas veteran yang
menunggu di kaki tangga. Aku melindungi anak haram celakamu
sekuat tenaga, Cersei, pikirnya getir. Pastikan kau melakukan hal
yang sama untuk Alayaya. Tak lama setelah Joff pergi, seorang pengantar pesan
menaiki tangga sambil terengah-engah. "My lord, cepat!" Dia
langsung berlutut dengan satu kaki. "Mereka mendaratkan
pasukan di area turnamen perang! Mereka membawa pelantak
ke Gerbang Raja." Tyrion mengumpat dan meluncur terkedek-kedek
menuruni tangga. Podric Payne sudah menunggu di bawah
bersama kuda mereka. Keduanya mencongklang menyusuri
Jalan Sungai, Pod dan Ser Mandon Moore menyusul kencang
di belakang. Rumah-rumah yang terkunci diselubungi
bayangan hijau, tapi tak ada menghalangi jalan mereka;
Tyrion telah memerintahkan agar jalanan dikosongkan supaya
pasukan pertahanan bisa bergerak cepat dari gerbang ke
gerbang. Meskipun begitu, setibanya mereka di Gerbang Raja,
dia bisa mendengar debum nyaring kayu menghantam kayu
yang memberitahunya bahwa pelantak sudah beraksi. Erangan
978 engsel besar terdengar persis rintihan raksasa sekarat. Alunalun kubu gerbang dipenuhi mereka yang cedera, tapi dia juga
melihat deretan kuda, tak semuanya terluka, prajurit bayaran
dan jubah emas yang cukup untuk menyusun pasukan.
"Bentuk barisan," serunya sambil melompat ke tanah.
Gerbang berguncang akibat benturan berikutnya. "Siapa yang
memimpin di sini" Kalian akan keluar."
"Tidak." Sesosok bayangan melepaskan diri dari
bayangan dinding, membentuk lelaki tinggi mengenakan zirah
kelabu gelap. Sandor Clegane membuka helm dengan kedua
tangan dan membiarkannya jatuh ke tanah. Bajanya hangus
dan penyok, telinga kiri anjing yang menyalak itu terpotong.
Luka di atas salah satu mata melelehkan darah ke luka bakar
lama si Anjing, menutupi separuh wajahnya.
"Ya." Tyrion menghadap ke arahnya.
Napas Clegane tersengal. "Persetan dengan itu. Juga
kau." Seorang prajurit bayaran melangkah ke sisi si Anjing.
"Kami sudah keluar. Tiga kali. Setengah pasukan kami
terbunuh atau terluka. Api liar meledak di sekeliling kami,
kuda-kuda berteriak seperti manusia dan manusia seperti


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuda?" "Apa menurutmu kami menyewamu untuk bertarung
di turnamen perang" Haruskah aku membawakanmu susu
dingin yang lezat dan semangkuk raspberry" Tidak" Kalau begitu
tunggangi kuda keparatmu. Kau juga, Anjing."
Darah di wajah Clegane berkilat merah, tapi matanya
tampak putih. Dia mencabut pedang panjangnya.
Dia takut, Tyrion menyadari dengan terkejut. Si Anjing
takut. Dia berusaha menjelaskan kebutuhan mereka. "Musuh
menubrukkan pelantak di gerbang, kau bisa mendengarnya,
kita harus membuat mereka terpencar?"
"Buka gerbangnya. Begitu mereka menghambur masuk,
kepung dan bunuh mereka." Si Anjing menusukkan ujung
pedangnya ke tanah dan bersandar di gagangnya, limbung.
979 "Aku sudah kehilangan separuh pasukanku. Juga kuda. Aku
tak mau membawa lebih banyak orang lagi ke api itu."
Ser Mandon Moore beralih ke samping Tyrion, dengan
pelat dada email putihnya yang tak bernoda. "Tangan Kanan
Raja memerintahmu." "Persetan dengan Tangan Kanan Raja." Wajah si Anjing
yang tak lengket oleh darah, sepucat susu. "Ambilkan aku
minum." Seorang jubah emas memberinya segelas. Clegane
meneguk, meludahkannya, melemparkan cawan itu. "Air"
Keparat dengan airmu. Bawakan aku anggur."
Dia terlalu lelah. Sekarang Tyrion bisa melihatnya.
Lukanya, api itu... dia sudah tamat, aku harus mencari orang lain,
tapi siapa" Ser Mandon" Ditatapnya para prajurit dan sadar itu
tidak cukup. Ketakutan Clegane membuat mereka terguncang.
Tanpa pemimpin, mereja juga akan menolak, sedangkan Ser
Mandon... memang lelaki berbahaya, menurut Jaime, tapi
bukan sosok yang akan diikuti oleh orang lain.
Di kejauhan, Tyrion mendengar debum nyaring lagi.
Di atas dinding, langit yang menggelap diselimuti oleh lapisan
cahaya hijau dan jingga. Berapa lama lagi gerbang itu mampu
bertahan" Ini kesintingan, pikir Tyrion, tapi lebih baik kesintingan
daripada kekalahan. Kekalahan berarti mati dan malu. "Baiklah,
aku yang akan memimpin pasukan."
Seandainya tadi dia mengira ucapannya akan membuat
si Anjing malu dan kembali berani, dia keliru. Clegane hanya
terbahak. "Kau?"
Tyrion bisa melihat ketidakpercayaan di wajah-wajah
mereka. "Aku. Ser Mandon, kau yang membawa panji-panji
Raja. Pod, helmku." Bocah itu berlari menjalankan perintah.
Si Anjing bersandar di pedang yang bergerigi dan berlumuran
darah, menatapnya dengan mata putih lebarnya. Ser Mandon
membantu Tyrion menaiki kuda lagi. "Bentuk barisan!" serunya.
Kuda jantan merahnya yang besar memakai pelindung
leher dan kepala. Sutra merah tua disampirkan di pinggangnya,
980 di atas lapisan zirah rantai. Pelana tingginya bersepuh emas.
Podric Payne menyerahkan helm dan perisai dari kayu ek yang
berat bergambar tangan emas dilatari warna merah, dikelilingi
oleh singa-singa emas kecil. Dia memutar-mutar kudanya,
menatap anggota pasukannya yang minim. Hanya segelintir
yang merespons perintahnya, tak lebih dari dua puluh. Mereka
menunggang kuda dengan mata seputih mata si Anjing.
Dia menatap mengejek ke arah yang lain, para kesatria dan
prajurit bayaran yang memihak Clegane. "Mereka menyebutku
setengah manusia," kata Tyrion. "Kalau begitu kalian apa?"
Ucapannya membuat mereka cukup malu. Seorang
kesatria menaiki kuda, tanpa helm, dan bergabung dengan
yang lain. Sepasang prajurit bayaran menyusul. Kemudian
lebih banyak lagi. Gerbang Raja kembali bergetar. Dalam waktu
singkat, jumlah pasukan Tyrion berlipat dua. Dia menjebak
mereka. Jika aku bertarung, mereka harus melakukan hal yang
sama, atau mereka lebih hina daripada orang kerdil.
"Kalian takkan mendengarku meneriakkan nama
Joffrey," katanya pada mereka. "Kalian juga takkan
mendengarku berseru untuk Casterly Rock. Kota kalianlah
yang ingin dikuasai Stannis, dan gerbang kalianlah yang akan
dirubuhkannya. Jadi ikutlah bersamaku dan bunuh bajingan
itu!" Tyrion menghunus kapaknya, memutar kuda jantannya,
dan berderap menuju pintu kecil. Menurutnya mereka
mengikutinya, tapi dia tak pernah berani menoleh.
j 981 SANSA O bor-obor berpendar terang di penyangga yang dipasang di
dinding berlapis logam pipih, memenuhi Balairung Ratu
dengan cahaya keperakan. Namun tetap ada kegelapan di aula
itu. Sansa bisa melihatnya di mata pucat Ser Ilyn Payne, yang
berdiri di samping pintu belakang, bergeming seperti batu, tak
makan maupun minum. Dia bisa mendengarnya dalam batuk
Lord Gyles yang menyiksa, dan bisikan lirih Osney Kettleblack
saat masuk untuk memberikan kabar terbaru pada Cersei.
Sansa tengah menghabiskan kaldunya ketika lelaki
itu datang untuk pertama kali, masuk lewat pintu belakang.
Sansa melihatnya bercakap-cakap dengan saudaranya Osfryd.
Kemudian dia menaiki mimbar dan berlutut di samping
kursi tinggi, berbau kuda, ada empat goresan tipis panjang
berkeropeng di pipinya, rambutnya tergerai melewati kerah
dan memasuki mata. Selama dia berbisik-bisik, Sansa tak
tahan untuk tak mendengarkan. "Armada tengah bertempur.
Beberapa pemanah berhasil mendarat, tapi si Anjing
mencincang mereka, Yang Mulia. Adik Anda menaikkan rantai
penghalang, aku mendengar sinyalnya. Beberapa pemabuk di
Bokong Kutu mendobrak pintu rumah-rumah dan menerobos
masuk lewat jendela. Lord Bywater mengutus jubah emas
untuk menangani mereka. Kuil Baelor penuh sesak, semua
982 orang berdoa." "Dan putraku?" "Raja pergi ke Baelor untuk mendapatkan restu Septon
Agung. Kini beliau berada di dinding kota bersama Tangan
Kanan Raja, mengimbau agar mereka berani, juga mengangkat
semangat mereka." Cersei memanggil pelayan untuk meminta anggur lagi,
anggur tua keemasan dari Arbor, berasa buah dan pekat.
Ratu minum tanpa henti, tapi anggur kelihatannya malah
menjadikannya lebih jelita; pipinya merona, dan tatapannya
berbinar panas ketika mengamati balairung. Mata api liar, pikir
Sansa. Musisi memainkan musik. Pemain akrobat beraksi.
Bocah Bulan meluncur dengan egrang mengolok-olok semua
orang, sedangkan Ser Dontos mengejar gadis pelayan dengan
kuda dari gagang sapunya. Para tamu terbahak-bahak, tapi itu
tawa tanpa kebahagiaan, jenis tawa yang bisa berubah menjadi
tangisan dalam sekejap. Tubuh mereka di sini, tapi pikiran mereka
berada di dinding kota, begitu juga hati mereka.
Setelah kaldu, datang salad apel, kacang, dan kismis.
Pada kesempatan lain, hidangan itu mungkin nikmat, tapi
malam ini semua makanan dibumbui rasa takut. Bukan
cuma Sansa yang tak memiliki nafsu makan di aula ini. Lord
Gyles lebih sering batuk daripada makan,Lollys Stokeworth
duduk membungkuk dan gemetaran, mempelai belia salah
satu kesatria Ser Lancel mulai tersedu tak terkendali. Ratu
memerintahkan Maester Frenken untuk mengantarnya ke
kamar tidur bersama secawan anggur mimpi. "Air mata,"
kecam sang ratu pada Sansa selagi perempuan itu dibimbing
meninggalkan balairung. "Senjata perempuan, kata ibuku
dulu. Senjata lelaki adalah pedang. Dan itu memberitahu kita
semua yang perlu kita ketahui, bukan?"
"Tapi para lelaki pasti sangat berani," Sansa berkata.
"Berkuda ke luar dan menghadapi pedang dan kapak, semua
orang berusaha membunuhmu..."
983 "Jaime pernah berkata padaku dia baru benar-benar
merasa hidup dalam pertempuran dan di tempat tidur." Dia
mengangkat cawan dan meneguk banyak-banyak. Saladnya tak
tersentuh. "Aku lebih suka menghadapi pedang berapa pun
jumlahnya daripada duduk tak berdaya seperti ini, berpurapura menikmati kehadiran kawanan ayam betina ketakutan
ini." "Anda mengundang mereka ke sini, Yang Mulia."
"Ada hal-hal tertentu yang diharapkan dari seorang
ratu. Hal yang sama juga diharapkan darimu seandainya
kau menikah dengan Joffrey. Sebaiknya kau belajar." Ratu
mengamati para istri, putri, dan ibu yang memenuhi bangku.
"Ayam-ayam betina ini tak berarti, tapi ayam jantan mereka
penting karena berbagai alasan, dan sebagian mungkin selamat
dari pertempuran ini. Maka penting bagiku untuk memberi
perlindungan pada perempuan-perempuan mereka. Jika adikku
si cebol celaka itu entah bagaimana berhasil, mereka akan
kembali ke para suami dan ayah dengan banyak cerita tentang
betapa beraninya aku, bagaimana keberanianku menginspirasi
dan mengangkat semangat mereka, bagaimana aku tak pernah
meragukan kemenangan kita sekejap pun."
"Dan seandainya kastel jatuh?"
"Kau pasti menyukai itu, bukan?" Cersei tak menunggu
bantahan. "Seandainya aku tidak dikhianati pengawalku
sendiri, aku mungkin dapat bertahan di sini beberapa lama.
Kemudian aku bisa pergi ke dinding kota dan menawarkan
untuk menyerahkan diri secara pribadi pada Lord Stannis.
Itu akan menghindarkan kita dari kemungkinan terburuk.
Tapi jika Benteng Maegor jatuh sebelum Stannis datang, nah,
menurutku sebagian besar tamuku berisiko diperkosa. Dan kau
sebaiknya tak pernah mengesampingkan mutilasi, penyiksaan,
dan pembunuhan pada masa-masa seperti ini."
Sansa ketakutan. "Mereka ini perempuan, tak bersenjata,
dan bangsawan." 984 "Status itu melindungi mereka," Cersei mengakui, "tapi
tidak semutlak yang kaupikirkan. Mereka semua menghasilkan
tebusan yang mahal, tapi setelah kesintingan perang, seringnya
para prajurit lebih menginginkan tubuh daripada uang.
Walaupun begitu, perisai emas lebih baik daripada tak ada sama
sekali. Di jalan-jalan, para perempuan takkan diperlakukan
sebaik ini. Begitu juga para pelayan kita. Gadis-gadis cantik
seperti pelayan Lady Tanda mungkin mengalami malam yang
penuh kegiatan, tapi jangan menganggap yang tua, lemah,
dan jelek bakal aman. Minuman yang banyak akan membuat
tukang cuci buta dan gadis berbau babi tampak secantik
dirimu, anak manis."
"Aku?" "Cobalah agar tak terdengar mirip tikus, Sansa"
Sekarang kau perempuan, ingat" Dan bertunangan dengan
putra sulungku." Ratu menyesap anggur. "Seandainya
orang lain yang berada di luar gerbang, aku mungkin punya
harapan memikatnya. Tapi ini Stannis Baratheon. Peluangku
merayu kudanya bahkan lebih besar." Dia menyadari raut
wajah Sansa, dan tertawa. "Aku membuatmu terguncang,
my lady?" Dia mencondongkan tubuh mendekat. "Dasar
bodoh. Air mata bukan satu-satunya senjata perempuan. Kau
punya satu lagi di antara kedua kakimu, dan sebaiknya kau
belajar memanfaatkannya. Kau akan mendapati kaum lelaki
menggunakan pedangnya tanpa kendali. Kedua jenis pedang
mereka." Sansa terbebas dari keharusan membalas ketika kedua
Kettleblack memasuki aula lagi. Ser Osmund dan saudarasaudaranya sangat disukai di kastel; mereka selalu ramah dan
bercanda, serta bergaul dengan pengurus kuda dan pemburu
sama baiknya dengan para kesatria dan squire. Menurut gosip,
mereka paling ramah pada gadis-gadis pelayan. Belakangan
ini, Ser Osmund mengambil alih posisi Sandor Clegane di
sisi Joffrey, dan Sansa pernah mendengar para perempuan di
sumur cuci berkata dia sekuat si Anjing, tapi lebih muda dan
985 lebih gesit. Seandainya benar, Sansa bertanya-tanya kenapa
dia tak pernah sekali pun mendengar tentang Kettleblack
bersaudara sebelum Ser Osmond diangkat menjadi Pengawal
Raja. Osney tersenyum lebar selagi berlutut di samping Ratu.
"Kapalnya sudah meledak, Yang Mulia. Seluruh Air Hitam
diselimuti api liar. Seratus kapal terbakar, mungkin lebih."
"Dan putraku?" "Beliau di Gerbang Lumpur bersama Tangan Kanan
Raja dan Pengawal Raja.Sebelumnya beliau berbicara pada
para pemanah di pagar kayu, dan memberi mereka kiat-kiat
menangani busur silang. Semua setuju, Raja memang pemuda
pemberani." "Sebaiknya dia tetap menjadi pemuda yang hidup."
Cersei menatap saudara Osney, Osfryd, yang lebih jangkung,
tegas, dan berkumis hitam menjuntai. "Ya?"
Osfryd memakai helm setengah kepala menutupi
rambut hitam panjangnya, dan raut wajahnya muram. "Yang
Mulia," ucapnya lirih, "anak-anak menangkap pengurus kuda
dan dua gadis pelayan mencoba menyelinap pergi lewat pintu
belakang membawa tiga kuda Raja."
"Pengkhianat pertama malam ini," ucap Ratu, "tapi
bukan yang terakhir. Minta Ser Ilyn mengurus mereka, dan
pancang kepala mereka di pasak di luar istal sebagai peringatan."
Begitu mereka pergi, sang ratu menoleh ke arah Sansa. "Satu
hal lagi yang sebaiknya kaupelajari seandainya kau berharap
duduk di sisi putraku. Bersikap lembut pada malam seperti ini
maka pengkhianat akan bermunculan di sekelilingmu bagaikan
cendawan seusai hujan deras. Satu-satunya cara menjaga supaya
orang-orangmu setia adalah dengan memastikan mereka lebih
takut padamu daripada terhadap musuh."
"Aku akan mengingatnya, Yang Mulia," ucap Sansa,
meskipun dia selalu mendengar bahwa cinta merupakan rute
yang lebih terjamin untuk mendapatkan kesetiaan rakyat
dibandingkan rasa takut. Seandainya aku menjadi ratu, aku akan
membuat mereka mencintaiku.
986 Pai capit kepiting menyusul setelah salad. Kemudian
domba yang dipanggang dengan bawang prei dan wortel,
disajikan dalam roti yang bagian dalamnya dikeruk.
Lollysmakan terlalu cepat, akhirnya mual, dan memuntahi
diri sendiri dan sang kakak. Lord Gyles batuk, minum, batuk,


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minum, dan pingsan. Ratu menatap jijik ke arah lelaki yang
tergeletak dengan wajah di piring dan tangan dalam genangan
anggur itu. "Para dewa pasti sinting telah menyia-nyiakan
kejantanan untuk orang seperti dia, dan aku pasti sinting
menuntut pembebasannya."
Osfryd Kettleblack kembali, jubah merah tuanya
mengepak. "Orang-orang berkumpul di alun-alun, Yang Mulia,
meminta perlindungan di dalam kastel. Bukan massa, tapi
pedagang kaya dan sejenisnya."
"Perintahkan mereka pulang ke rumah masing-masing,"
ujar Ratu. "Kalau tidak mau, suruh pemanah membunuh
beberapa. Jangan kirim pasukan; aku melarang gerbang dibuka
apa pun alasannya." "Siap laksanakan perintah." Dia membungkuk dan
berlalu. Wajah sang ratu keras dan berang. "Seandainya aku
bisa memenggal leher mereka sendiri." Kata-katanya mulai
tak jelas. "Sewaktu masih kecil, Jaime dan aku sangat mirip
sehingga bahkan Ayah tak bisa membedakan kami. Kadangkadang, untuk bercanda kami mengenakan pakaian satu
sama lain dan melewatkan sepanjang hari sebagai kembaran
kami. Tetapi, ketika Jaime diberikan pedang pertamanya,
aku tak mendapatkannya. "Apa yang kudapatkan?" aku ingat
menanyakan itu. Kami sangat mirip, aku tak pernah bisa
memahami kenapa mereka memperlakukan kami begitu
berbeda. Jaime belajar bertarung dengan pedang, lembing, dan
gada, sedangkan aku diajari cara tersenyum, bernyanyi, dan
menyenangkan. Dia ahli waris Casterly Rock, sedangkan aku
akan dijual pada orang asing seperti kuda, untuk ditunggangi
kapan saja pemilik baruku mau, dan disisihkan untuk kuda
987 yang lebih muda. Takdir Jaime meraih kejayaan dan kekuasaan,
sedangkan aku melahirkan dan darahbulan."
"Tapi Anda ratu Tujuh Kerajaan," kata Sansa.
"Bila berkaitan dengan pedang, ratu hanya seorang
perempuan." Cawan anggur Cersei kosong. Pelayan bergerak
untuk mengisinya lagi, tapi sang ratu membalik cawan sambil
menggeleng. "Sudah cukup. Kepalaku harus tetap jernih."
Hidangan terakhir berupa keju kambing yang disajikan
bersama apel panggang. Aroma kayu manis memenuhi aula
ketika Osney Kettleblack berlutut sekali lagi di antara mereka.
"Yang Mulia," gumamnya. "Stannis telah mendaratkan
pasukannya di area turnamen perang, dan lebih banyak lagi
yang menyeberang. Gerbang Lumpur diserang, dan mereka
membawa pelantak ke Gerbang Raja. Setan Kecil keluar untuk
menghalau mereka." "Itu akan membuat mereka takut," kata sang ratu datar.
"Dia tidakmembawa Joff, kuharap."
"Tidak, Yang Mulia, Raja bersama saudaraku di Pelacur,
melontarkan Warga Bertanduk ke sungai."
"Sementara Gerbang Lumpur diserang" Bodoh. Katakan
pada Ser Osmund aku ingin dia pergi dari sana secepatnya,
terlalu berbahaya. Jemput dia kembali ke kastel."
"Kata Setan Kecil?"
"Ucapanku yang seharusnya penting bagimu." Mata
Cersei menyipit."Saudaramu akan menjalankan apa yang
diperintahkan, atau akan kupastikan dia memimpin pasukan
kecil berikutnya, dan kau ikut bersamanya."
Setelah hidangan dibereskan, banyak para tamu yang
memohon izin ke kuil. Cersei dengan murah hati mengabulkan
permintaan mereka. Lady Tanda dan putri-putrinya di antara
mereka yang pergi. Untuk yang masih tinggal di aula, seorang
penyanyi didatangkan untuk memenuhi ruangan dengan
musik indah dengan harpa kayu. Dia bernyanyi tentang Jonquil
dan Florian, tentang Pangeran Aemon sang Kesatria Naga dan
cintanya pada saudara lelaki sang ratu, tentang sepuluh ribu
988 kapal Nymeria. Lagu-lagunya indah, tapi sangat menyedihkan.
Beberapa perempuan mulai terisak, dan Sansa merasa matanya
mulai basah. "Bagus sekali, Sayang." Ratu mencondongkan
tubuh mendekat. "Kau perlu berlatih menangis. Kau akan
membutuhkannya untuk Raja Stannis."
Sansa beringsut gelisah. "Yang Mulia?"
"Oh, simpan saja sopan santun kosongmu itu. Keadaan
pasti sudah gawat jika mereka membutuhkan si cebol untuk
memimpin, jadi sekalian saja kau lepaskan topengmu. Aku
tahu segalanya tentang pengkhianatan kecilmu di hutan
sakral." "Hutan sakral?" Jangan tatap Ser Dontos, jangan, jangan,
kata Sansa pada diri sendiri. Dia tak tahu, tak ada yang tahu,
Dontos sudah berjanji padaku, Florian-ku tidak akan pernah
mengecewakanku. "Aku tak pernah berkhianat. Aku hanya
mengunjungi hutan sakral untuk berdoa."
"Untuk Stannis. Atau kakakmu, sama saja. Kenapa lagi
kau berdoa pada dewa-dewa ayahmu" Kau mendoakan kekalahan
kami. Kau sebut apa itu, kalau bukan pengkhianatan?"
"Aku berdoa untuk Joffrey," Sansa berkeras dengan
gugup. "Kenapa, karena dia memperlakukanmu dengan sangat
manis?" Ratu mengambil kendi anggur prem yang manis
dari gadis pelayan yang melintas dan mengisi cawan Sansa.
"Minum," perintahnya dingin. "Barangkali itu akhirnya akan
memberimu keberanian untuk menghadapi kebenaran."
Sansa mengangkat cawan ke bibir dan menyesapnya.
Anggur itu terlalu manis, tapi sangat keras.
"Kau bisa lebih baik daripada itu," komentar Cersei.
"Kosongkan cawannya, Sansa. Ratumu memerintahkan."
Minuman itu nyaris membuatnya muntah, tapi Sansa
mengosongkan cawan, menelan anggur manis dan pekat
tersebut hingga kepalanya pening.
"Lagi?" tanya Cersei.
989 "Tidak. Kumohon."
Ratu tampak tak senang. "Sewaktu kau bertanya tentang
Ser Ilyn tadi, aku berbohong. Kau mau mendengar yang
sebenarnya, Sansa" Kau mau tahu apa alasan sebenarnya dia
di sini?" Sansa tak berani menjawab, tapi itu tak penting. Sang ratu
mengangkat sebelah tangan dan memanggil, tanpa menunggu
jawaban. Sansa bahkan tak melihat Ser Ilyn kembali ke aula,
tapi tiba-tiba saja dia di sana, berderap dari balik bayangan di
belakang mimbar sehening kucing. Dia memegang Ice tanpa
disarungkan. Sansa ingat ayahnya selalu membersihkan pedang
itu di hutan sakral setelah memenggal kepala seseorang, tapi Ser
Ilyn tak setelaten itu. Darah mengering di baja yang beriak itu,
warna merahnya sudah memudar menjadi cokelat. "Beritahu
Lady Sansa kenapa aku menyuruhmu berada di dekat kami,"
kata Cersei. Ser Ilyn membuka mulut dan mengeluarkan derakan
tercekik. Wajah bopeng bekas cacarnya tak menampakkan
ekspresi. "Dia di sini untuk kita, katanya," ucap Ratu. "Stannis
boleh saja mengambil alih kota dan dia boleh saja mengambil
alih takhta, tapi aku tak sudi dia mengadiliku. Aku tak ingin
dia mendapatkan kita hidup-hidup."
"Kita?" "Kau sudah dengar ucapanku. Jadi barangkali sebaiknya
kau berdoa lagi, Sansa, dan berdoa untuk hal yang berbeda.
Klan Stark takkan mendapatkan kebahagiaan karena
kejatuhan Klan Lannister, aku menjanjikan itu padamu."
Sang ratu mengulurkan tangan dan menyentuh rambut Sansa,
menyibaknya dari lehernya dengan lembut.
j 990 TYRION C elah di helm membatasi penglihatan Tyrion hanya pada
apa yang terjadi di depannya, tapi saat berpaling dia
menyaksikan tiga kapal mendarat di area turnamen perang,
sementara yang keempat, lebih besar dibandingkan yang lain,
menjulang di sungai, melontarkan tong-tong ter berapi dari
katapel. "Formasi baji," perintah Tyrion selagi pasukannya
mengalir keluar dari pintu kecil. Mereka membentuk formasi
barisan mirip mata lembing, dengan dia paling depan. Ser
Mandon Moore berada di kanan, api berpendar di email
putih zirahnya, mata kosongnya berkilau tanpa ekspresi dari
balik helm. Dia mengendarai kuda sehitam batu bara yang
dibalut zirah berwarna putih, dengan perisai putih Pengawal
Raja terikat di lengannya. Di sebelah kirinya, Tyrion terkejut
melihat Podrick Payne dengan pedang di tangan. "Kau terlalu
muda," katanya seketika. "Kembali."
"Aku squire Anda, my lord."
Tyrion tak punya waktu untuk berdebat. "Tetap di
dekatku, kalau begitu. Jangan jauh-jauh." Dia menendang
kudanya agar bergerak. Mereka berkuda berdampingan, menyusuri dinding yang
menjulang. Panji-panji Joffrey berkibar merah tua dan emas
991 dari tongkat Ser Mandon, rusa dan singa beradu kaki belah
dan cakar. Dari berjalan pelan, mereka berderap, mengitari
dasar menara. Anak-anak panah melesat dari dinding-dinding
kota sementara batu-batu berputar dan bergulir di atas kepala,
tanpa pandang bulu menghantam tanah dan air, baja dan
daging. Di depan menjulang Gerbang Raja dan gerombolan
prajurit yang berkutat dengan pelantak besar, terbuat dari
batang ek hitam berkepala besi. Para pemanah turun dari kapal
dan mengelilingi mereka, melepaskan anak panah ke pasukan
pertahanan yang menampak diri di dinding kubu gerbang.
"Lembing," Tyrion memerintahkan. Dia memacu kudanya
meligas. Tanah becek dan licin, karena lumpur dan darah.
Kudanya tersandung mayat, kakinya terpeleset-peleset dan
mengaduk tanah, Tyrion sempat khawatir dia akan berakhir
terlempar dari pelana bahkan sebelum mencapai musuh,
tapi entah bagaimana dia dan kudanya berhasil menjaga
keseimbangan. Di bawah gerbang, massa berbalik, buru-buru
berusaha menyiapkan diri menghadapi serangan. Tyrion
mengangkat kapak dan berseru, "King"s Landing!" Suara-suara
lain menyambut teriakannya, dan kini mata panah melesat,
jeritan panjang baja dan sutra, kaki kuda yang berderap dan
bilah pedang tajam yang dikecup api.
Ser Mandom menurunkan ujung lembingnya ke pada
saat terakhir, dan menusukkan panji Joffrey menembus dada
lelaki yang memakai rompi bertabur besi, mengangkatnya
dari tanah sampai gagang lembingnya patah. Di depan
Tyrion ada seorang kesatria yang mantel luarnya bergambar
rubahdikelilingi lingkaran bunga. Pikiran pertamanya yang
tebersit adalah Florent, tapi tak berhelm segera menyusul. Dia
menghantam wajah lelaki itu dengan seluruh bobot kapak,
lengan, dan kuda yang berderap, meremukkan separuh
kepalanya. Guncangan akibat tubrukan itu membuat bahunya
mati rasa. Shagga pasti menertawakanku, pikirnya, terus memacu
kuda. 992 Tombak menghantam perisai Tyrion. Pod mencongklang
di sampingnya, menebas setiap lawan yang mereka lewati.
Samar-samar dia mendengar sorak-sorai para prajurit di dinding.
Pelantak telah jatuh ke lumpur, langsung terlupakan begitu
pengangkatnya kabur atau berbalik untuk melawan. Tyrion
menabrak seorang pemanah, membelah penombak dari bahu
ke ketiak, menghantam helm berlambang ikan todak. Tiba di
pelantak, kuda merahnya mendompak tapi kuda jantan hitam
melompati halangan tersebut dengan mulus dan Ser Mandon
melesat melewatinya, kematian dalam sutra seputih salju.
Pedangnya menebas tungkai, meremukkan kepala, membelah
perisai hingga berkeping-keping"meskipun hanya segelintir
musuh yang berhasil menyeberang sungai dengan perisai utuh.
Tyrion mendesak tunggangannya melewati pelantak.
Lawan mereka melarikan diri. Dia menoleh ke kanan dan
kiri lalu mengulanginya lagi, tapi tak melihat tanda-tanda
keberadaan Podrick Payne. Sebatang anak panah menabrak
pipinya, nyaris mengenai mata kirinya. Guncangan rasa ngeri
hampir menjatuhkannya dari kuda. Kalau aku hanya duduk di
sini seperti tunggul pohon, sekalian saja aku mengecat sasaran di
pelat dada. Dia memacu kembali kudanya, berderap melewati
pelantak dan mengitari mayat-mayat yang tergeletak. Di
hilir, Air Hitam terbendung oleh bangkai-bangkai kapal
yang terbakar. Petak-petak api liar masih mengambang di air,
mengirimkan kepulan hijau berapi yang berpusar setinggi
enam meter ke udara.Mereka telah membubarkan lawan di
pelantak, tapi dia bisa melihat pertarungan di sepanjang tepi
sungai. Pasukan Ser Balon Swann, kemungkinan besar, atau
Lancel, berjuang mendesak musuh kembali ke air saat mereka
berenang ke darat dari kapal-kapal yang terbakar. "Kita menuju
Gerbang Lumpur," dia memerintahkan.
Ser Mandon berteriak, "Gerbang Lumpur!" Dan mereka
pun bertolak lagi. "King"s Landing!" pasukannya bersorak parau,
dan "Lelaki Kecil! Lelaki Kecil!" Tyrion bertanya-tanya siapa yang
993 mengajari mereka itu. Dari balik baja dan pelapis helmnya,
dia mendengar teriakan kesakitan, derak lapar api, gemuruh
sangkakala perang, dan raungan lantang trompet. Api di manamana. Demi para dewa, pantas saja si Anjing ketakutan. Apilah
yang ditakutinya... Debum keras menggema di Air Hitam ketika batu
seukuran kuda mendarat tepat di tengah-tengah kapal. Milik
kami atau mereka" Dari balik asap yang membubung, Tyrion
tidak bisa memastikan. Formasi bajinya sudah berantakan;
setiap prajurit bertarung sendiri-sendiri. Aku seharusnya kembali,
pikirnya, terus berderap.
Kapak terasa berat dalam genggamannya. Beberapa
prajurit masih mengikutinya, sisanya tewas atau kabur. Dia
harus memaksa kudanya agar tetap mengarahkan kepala ke
timur. Destrier besar itu tak menyukai api sama seperti Sandor
Clegane, tapi kuda lebih mudah diancam.
Orang-orang merangkak dari sungai, terbakar dan
berdarah, membatukkan air, terhuyung-huyung, sebagian
besar sekarat. Tyrion memimpin pasukannya ke arah mereka,
memberikan kematian yang lebih cepat dan bersih pada yang


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih kuat berdiri. Perang menyusut seukuran celah mata
helmnya. Kesatria yang dua kali lebih besar dibandingkan
tubuhnya melarikan diri darinya, atau bertahan dan mati.
Mereka terlihat seperti makhluk-makhluk kecil, dan ketakutan.
"Lannister!" dia berseru, membantai. Lengannya merah hingga
ke siku, berkilat-kilat diterpa cahaya dari sungai. Sewaktu
kudanya kembali mendompak, dia mengayunkan kapak ke
bintang dan mendengar mereka berseru "Lelaki Kecil! Lelaki
Kecil!" Tyrion merasa mabuk.
Demam perang. Dia tak pernah menyangka akan
mengalaminya sendiri, walaupun Jaime cukup sering
menceritakannya. Bagaimana waktu seakan kabur dan
melambat dan bahkan berhenti, bagaimana masa lalu dan masa
depan sirna sehingga tak ada apa pun selain saat ini, bagaimana
rasa takut raib, pikiran lenyap, bahkan tubuhmu. "Saat itu
994 kau takkan merasakan lukamu, atau pegal di punggung akibat
bobot zirah, atau keringat mengalir ke mata. Kau berhenti
merasakan, kau berhenti berpikir, kau berhenti menjadi kau,
hanya ada pertarungan, musuh, orang ini lalu berikutnya dan
berikutnya dan berikutnya, dan kau tahu mereka takut dan
lelah tapi kau tidak, kau hidup, dan kematian di sekelilingmu
tapi pedang mereka bergerak begitu pelan, kau bisa menari
menghindarinya sambil tertawa." Demam perang. Aku lelaki kecil
dan mabuk oleh pembantaian, biarkan mereka membunuhku kalau
bisa! Mereka mencoba. Satu lagi penombak berlari ke arahnya.
Tyrion membabat kepala tombaknya, lalu tangannya, lalu
lengannya, berderap mengelilinginya. Seorang pemanah, tanpa
busur, menyerbunya dengan anak panah, menggenggamnya
bagaikan pisau. Kuda destrier Tyrion menendang paha lelaki
itu sehingga dia tergeletak, dan Tyrion terbahak-bahak. Dia
berkuda melewati sebuah panji yang ditancapkan di lumpur,
salah satu jantung berapi milik Stannis, dan menebas tiangnya
jadi dua dengan ayunan kapak. Seorang kesatria muncul
entah dari mana dan menghantam perisainya dengan pedang
besar yang dipegang dengan dua tangan, lagi dan lagi, sampai
ada yang menikamkan belati di bawah lengannya. Salah satu
prajurit Tyrion, barangkali.
"Aku menyerah, Ser," kesatria lain berseru, lebih jauh
di hilir. "Menyerah. Tuan kesatria, aku menyerah padamu.
Sumpahku, ini, ini." Lelaki itu terkapar di genangan air hitam,
mengulurkan sarung tangan besinya sebagai tanda menyerah.
Tyrion terpaksa membungkuk untuk mengambilnya. Saat
melakukan itu, sebotol api liar meledak di atas kepala,
mencipratkan api hijau. Dalam terang yang mendadak itu,
dia melihat bahwa genangan tersebut bukan hitam melainkan
merah. Masih ada tangan dalam sarung tangan itu. Tyrion
melemparkannya kembali. "Menyerah," si lelaki terisak tanpa
harapan, tak berdaya. Tyrion berbalik pergi.
Seorang prajurit merenggut tali kekang kuda Tyrion
995 dan menusukkan belati ke arah wajah Tyrion. Dia menepis
pisau itu ke samping dan membenamkan kapak di tengkuk
lawan. Ketika mencabutnya lagi, kelebatan putih muncul di
sudut pandangnya. Tyrion menoleh, mengira akan melihat
Ser Mandon Moore di sampingnya lagi, tapi rupanya kali ini
kesatria putih yang lain. Ser Balon Swann mengenakan zirah
yang sama, tapi kudanya dilapisi zirah bergambarangsa hitam
dan putih yang bertarung milik klannya. Dia lebih mirip kesatria
polkadot daripada kesatria putih, pikir Tyrion melantur. Sekujur
tubuh Ser Balon diperciki kotoran dan bernoda jelaga. Dia
mengangkat gada untuk menunjuk hilir sungai. Serpihan otak
dan tulang tersangkut di kepala gada itu. "My lord, lihat."
Tyrion memutar kuda untuk menatap Air Hitam.
Di bawah, arusnya masih mengalir hitam dan deras, tapi
permukaannya keruh oleh darah dan api. Langit merah,
jingga, dan hijau terang. "Apa?" tanyanya. Kemudian dia pun
melihatnya. Prajurit bayaran berzirah baja memanjat turun dari
kapal rusak yang menabrak dermaga.Banyak sekali, dari
mana asal mereka" Sambil menyipit menembus asap dan api,
Tyrion mengikuti arah kedatangan mereka dari sungai.
Dua puluh kapal tersumbat di sana, mungkin lebih, sulit
menghitungnya. Dayung-dayungnya saling terkait, lambunglambung kapalberimpitan oleh tambang-tambang pengait,
pelantak mereka saling menghunjam, terjerat dalam jaringjaring tali temali tiang kapal yang ambruk. Satu rongsokan
kapal besar lambungnya terapung di antara dua kapal yang
lebih kecil. Puing-puing, tapi menempel begitu rapat sehingga
memungkinkan seseorang melompat dari satu geladak ke
geladak lain dan menyeberangi Air Hitam.
Ratusan prajurit Stannis Baratheon yang paling berani
melakukannya. Tyrion melihat seorang kesatria bodoh
berusaha menyeberang dengan menunggang kuda, mendesak
kuda yang ketakutan melewati bibir perahu dan dayung,
melintasi geladak miring yang licin olehdarah dan berderak
996 oleh api hijau. Kami membuatkan mereka jembatan, pikirnya
jengkel. Sebagian jembatan itu terbenam, bagian lain terbakar,
dan seluruhnya berderit, bergoyang-goyang, dan kelihatannya
akan meledak berkeping-keping sewaktu-waktu, tapi sepertinya
hal itu tak menghalangi mereka. "Mereka orang-orang
pemberani," katanya pada Ser Balon penuh kekaguman. "Ayo
kita bunuh mereka." Tyrion memimpin mereka melintasi kobaran api yang
mulai padam, jelaga, dan abu di tepian sungai, berderap
menyusuri dermaga batu panjang bersama pasukannya dan Ser
Balon di belakang. Ser Mandon menyusul mereka, perisainya
hancur. Asap dan bara melayang di udara, dan musuh
berhamburan di depan mereka, melemparkan tubuh kembali
ke air, menjatuhkan yang lain saat berjuang memanjat. Kapal
musuh yang setengah tenggelam dengan tulisan Pembunuh Naga
tertera di haluannya menjadi kaki jembatan, dasarnya hancur
oleh salah satu rongsokan kapal tenggelam yang ditempatkan
Tyrion di antara dermaga. Seorang penombak dengan lambang
kepiting merah Klan Celtigar menusukkan senjatanya ke dada
kuda Balon Swann sebelum dia sempat turun, menjatuhkan
sang kesatria dari pelana. Tyrion membacok kepala lelaki itu
sewaktu melintas, dan ketika sudah terlambat untuk menarik
tali kekang. Kudanya melompat dari ujung dermaga dan
melewati bibir perahu yang pecah, mendarat disertai cipratan
dan jeritan dalam air semata kaki. Kapak Tyrion melayang,
disusul Tyrion sendiri, kemudian geladak mendekat dan
menubruknya. Kesintingan menyusul. Satu kaki kudanya patah dan
binatang itu berteriak-teriak mengerikan. Entah bagaimana,
Tyrion berhasil mencabut belati dan menggorok leher makhluk
malang tersebut. Darah menyembur bagai air mancur merah,
membasahi lengan dan dadanya. Dia bangkit dan meluncur ke
pagar kapal, kemudian dia bertarung, terhuyung-huyung dan
berkecipak menyeberangi geladak yang miring dan dibanjiri
air. Musuh menghampirinya. Sebagian dibunuhnya, yang lain
997 dilukainya, dan sisanya kabur, tapi mereka tak henti-hentinya
datang. Dia kehilangan pisau dan mendapatkan tombak patah,
entah bagaimana kejadiannya. Dia menggenggam tombak
dan menusuk, meneriakkan umpatan. Orang-orang kabur
menjauhinya dan dia berlari mengejar mereka, memanjat pagar
ke kapal berikutnya lalu ke kapal berikutnya. Dua bayangan
putihnya selalu bersamanya; Balon Swann dan Mandon
Moore, indah dengan pelat dada pucat mereka. Saat dikepung
penombak Velaryon, mereka bertarung saling memunggungi;
menjadikan pertarungan seanggun tarian.
Caranya membunuh sendiri canggung. Dia
menusuk ginjal seseorang ketika punggungnya berbalik,
dan mencengkeram kaki yang lain lalu menjatuhkannya ke
sungai.Anak-anak panah berdesing melewati kepalanya dan
memantul di zirahnya; salah satunya bersarang di antara bahu
dan pelat dada, tapi dia tak pernah merasakannya. Seorang
lelaki telanjang terjatuh dari langit dan mendarat di geladak,
tubuhnya meledak mirip melon yang dilemparkan dari menara.
Darahnya tepercik ke dalam celah di helm Tyrion. Batu-batu
mulai meluncur turun, menembus geladak dan mengubah
manusia jadi bubur, sampai seluruh jembatan bergetar dan
berayun-ayun keras di bawah kakinya, menjatuhkannya ke
samping. Tiba-tiba saja air sungai tumpah ke dalam helmnya.
Dia membukanya dan merangkak di sepanjang geladak yang
miring sampai dalamnya air hanya seleher. Erangan memenuhi
udara, mirip jerit kematian makhluk raksasa. Kapal ini, dia
sempat berpikir, kapal ini sebentar lagi pecah. Kapal yang rusak
itu sedang terbelah, jembatan akan terputus. Tak lama setelah
menyadari itu, dia mendengar derak mendadak, senyaring
guruh, geladak meluncur di bawahnya, dan dia tergelincir
kembali ke dalam air. Kemiringannya begitu curam sehingga dia harus
memanjat kembali ke atas, menyeret tubuh sejengkal demi
sejengkal di sepanjang tambang yang putus. Dari sudut mata dia
998 melihat rongsokan kapal yang tersangkut di kapal yang mereka
kini terbawa arus ke hilir, berputar-putar perlahan sementara
orang-orang melompat dari sana.Sebagian mengenakan
simbol jantung berapi Stannis, yang lain rusa jantan dan singa
Joffrey, sisanya memakai simbol yang lain, tapi sepertinya
tak ada artinya. Api membakar di hulu dan hilir. Di satu sisi
Tyrion, pertempuran berkecamuk, kekacauan riuh panji-panji
berwarna terang yang berkibar di atas lautan manusia yang
bertempur, perisai pertahanan terbentuk dan hancur, kesatria
berkuda menembus kerumunan, debu dan lumpur dan darah
dan asap.Di sisi satunya, Benteng Merah menjulang tinggi di
bukit, memuntahkan api. Tetapi mereka berada di sisi yang
salah. Tyrion sempat berpikir dia mulai gila, bahwa Stannis dan
kastel telah bertukar posisi. Bagaimana Stannis bisa menyeberang
ke tepi utara" Dia terlambat menyadari bahwa geladak berputar,
dan dia pun ikut berputar, sehingga kastel dan pertempuran
berubah posisi. Pertempuran, pertempuran apa, kalau Stannis
belum menyeberang siapa yang diperanginya" Tyrion terlalu lelah
untuk memahaminya. Bahunya sangat nyeri, dan ketika dia
mengulurkan tangan untuk mengusapnya dia melihat anak
panah, dan teringat. Aku harus turun dari kapal ini. Hilir sungai
telah menjadi dinding api, dan jika puing-puing ini pecah, arus
air akan membawanya ke arah sana.
Sayup-sayup seseorang memanggil namanya menembus
ingar-bingar pertempuran. Tyrion mencoba balas berteriak. "Di
sini! Di sini, aku di sini, tolong aku!" Suaranya terdengar begitu
pelan sampai-sampai dia sendiri nyaris tak bisa mendengarnya.
Dia mengangkat tubuh di dek yang miring dan mencengkeram
pagar. Lambung kapal itu menabrak kapal di sebelahnya dan
terguncang keras sekali sampai-sampai dia nyaris terjatuh
ke air. Ke mana perginya kekuatannya" Hanya ini yang bisa
dilakukannya untuk bertahan.
"MY LORD! RAIH TANGANKU! MY LORD TYRION!"
Di geladak kapal sebelah, di seberang teluk air hitam
yang kian melebar, berdirilah Ser Mandon Moore, sebelah
999 tangannya terulur. Api kuning dan hijau terpantul di zirah
putihnya, dan sarung tangannya lengket oleh darah, tapi
Tyrion tetap saja meraihnya, berharap lengannya lebih panjang.
Baru pada saat terakhir, sewaktu jemari mereka bersentuhan
melintasi air, ada sesuatu mengganggunya... Ser Mandon
mengulurkan tangan kiri, kenapa...
Itukah sebabnya dia buru-buru mundur, atau rupanya
dia melihat pedang itu" Dia takkan pernah tahu. Ujung pedang
menyabet tak jauh di bawah matanya, dan dia merasakan
sentuhan keras dingin logam lalu kobaran rasa sakit. Kepalanya
berputar seolah dia baru saja ditampar. Hantaman air dingin
bagaikan tamparan kedua yang lebih mengguncang ketimbang
yang pertama. Dia menggapai-gapai mencari pegangan, sadar
bahwa begitu dia tenggelam dia takkan bisa muncul lagi. Entah
bagaimana, tangannya menemukan ujung dayung yang patah.
Sambil mencengkeramnya erat-erat bagaikan kekasih yang
putus asa, dia memanjat naik sedikit demi sedikit. Matanya
penuh air, mulutnya penuh darah, dan kepalanya berdenyutdenyut menyakitkan.Dewa, beri aku kekuatan untuk mencapai
geladak... Tidak ada yang lain, kecuali dayung, air, dan geladak.
Akhirnya dia berguling melewati bibir geladak dan
tergeletak kehabisan napas serta kelelahan. Bola api jingga dan
hijau meretih di atas kepala, meninggalkan goresan di antara
bintang-bintang. Dia sempat berpikir betapa indahnya semua
itu sebelum Ser Mandon memblokir pemandangantersebut.
Sang kesatria berupa bayangan baja putih, matanya berkilau
gelap di balik helm. Tyrion tak lebih kuat dari sebuah boneka
kain. Ser Mandon meletakkan ujung pedang di lekuk leher
Tyrion dan mengatupkan kedua tangan di gagangnya.
Dan tiba-tiba saja Ser Mandon tersentak ke kiri,
terhuyung-huyung menabrak pagar. Kayu itu patah, dan
Ser Mandon lenyap diiringi teriakan dan ceburan. Sejenak
kemudian, lambung kapal kembali bertabrakan, saking
kerasnya geladak bagaikan terlompat. Lalu ada yang berlutut di
dekat Tyrion. "Jaime?" panggilnya parau, hampir tercekik oleh
1000 darah yang memenuhi mulut. Siapa lagi yang menyelamatkan
dia kalau bukan sang kakak"
"Jangan bergerak, my lord, Anda luka parah." Suara
seorang bocah, tidak masuk akal, pikir Tyrion. Kedengarannya
sangat mirip suara Pod. j 1001 SANSA K etika Ser Lancel Lannister melaporkan pada Ratu bahwa
mereka kalah, sang ratu membalikkan cawan anggur
kosong di tangan dan berkata, "Beritahu adikku, Ser." Suaranya
jauh, seolah kabar itu tak terlalu menarik baginya.
"Adik Anda kemungkinan telah tewas." Mantel luar Ser
Lancel basah oleh darah yang merembes dari bawah lengannya.
Sewaktu dia datang ke balairung, beberapa tamu menjerit
begitu melihatnya. "Menurut kami, dia masih berada di puingpuing kapal yang membentuk jembatan saat kapal-kapal itu
terpencar. Ser Mandon sepertinya juga menjadi korban, dan
tak seorang pun yang bisa menemukan si Anjing. Terkutuklah
para dewa, Cersei, kenapa kau menyuruh mereka menjemput
Joffrey kembali ke kastel" Para jubah emas mencampakkan


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tombak mereka dan melarikan diri, ratusan jumlahnya. Begitu
melihat Raja pergi, keberanian mereka hilang. Seantero Air
Hitam penuh puing-puing, api, dan mayat, tapi kita bisa saja
bertahan seandainya?"
Osney Kettleblack mendesak melewatinya. "Kini
pertarungan terjadi di kedua sisi sungai, Yang Mulia. Barangkali
beberapa lord pengikut Stannis bertempur dengan satu sama
lain, tak bisa dipastikan, di sana benar-benar kacau-balau.
Si Anjing menghilang, tak ada yang tahu ke mana, dan Ser
1002 Balon mundur ke dalam kota. Musuh menguasai tepi sungai.
Sekarang mereka mendobrak Gerbang Raja dengan pelantak,
prajurit Anda meninggalkan dinding dan membunuh perwira
mereka sendiri. Ada massa di Gerbang Lumpur dan Gerbang
Para Dewa yang berjuang agar bisa keluar, sedangkan di Bokong
Kutu terjadi kerusuhan."
Demi para dewa, pikir Sansa, sudah terjadi, Joffrey
kehilangan kepalanya dan begitu juga aku. Dia mencari Ser Ilyn,
tapi Algojo Raja itu tak terlihat di mana-mana. Tetapi aku bisa
merasakannya. Dia di dekat sini, aku takkan bisa meloloskan diri,
dia akan memenggal kepalaku.
Dengan ketenangan ganjil, sang ratu menoleh pada
saudara Osney, Osfryd. "Naikkan jembatan gantung dan palang
pintu-pintu. Tidak ada yang boleh masuk atau meninggalkan
Maegor tanpa izinku."
"Bagaimana dengan para perempuan yang pergi berdoa?"
"Mereka memilih meninggalkan perlindunganku.
Biarkan mereka berdoa; siapa tahu para dewa akan membela
mereka. Di mana putraku?"
"Di kubu gerbang kastel. Dia ingin memimpin pasukan
pemanah. Ada massa berteriak-teriak di luar, separuhnya
adalah pasukan jubah emas yang ikut bersamanya sewaktu
kami meninggalkan Gerbang Lumpur."
"Bawa dia masuk ke Maegor sekarang."
"Tidak!" Lancel sangat berang sehingga lupa
memelankan suara. Kepala-kepala berpaling ke arah mereka
ketika dia berteriak, "Kita akan menguasai Gerbang Lumpur
lagi. Biarkan dia tetap di sana, dia raja?"
"Dia putraku." Cersei Lannister bangkit. "Kau juga
mengklaim sebagai seorang Lannister, Sepupu, buktikanlah.
Osfryd, kenapa kau masih berdiri di sana" Sekarang artinya hari
ini." Osfryd Kettleblack buru-buru meninggalkan balairung
bersama saudaranya. Banyak para tamu yang juga bergegas
pergi. Beberapa perempuan menangis, sebagian lagi berdoa.
1003 Yang lain tetap duduk di meja dan meminta anggur lagi.
"Cersei," Ser Lancel memohon, "jika kita sampai kehilangan
kastel, Joffrey tetap akan dibunuh, kau tahu itu. Biarkan
dia tetap di sana, aku akan memastikan dia di dekatku, aku
bersumpah?" "Menyingkirlah dari depanku." Cersei menampar luka
lelaki itu. Ser Lancel berteriak kesakitan dan hampir pingsan
sementara sang ratu meninggalkan ruangan. Dia tak melirik
Sansa sekali pun. Dia melupakanku. Ser Ilyn akan membunuhku
dan dia bahkan tak memikirkan itu.
"Oh, para dewa," ratap seorang perempuan tua. "Kami
kalah, kalah dalam pertempuran, dia melarikan diri." Beberapa
anak-anak menangis. Mereka bisa mengendus ketakutan. Sansa
mendapati dirinya sendirian di mimbar. Haruskah dia tetap di
sini, atau pergi menyusul Ratu dan memohon demi nyawanya"
Sansa tidak pernah mengerti kenapa dia berdiri, tapi dia
melakukannya. "Jangan takut," serunya nyaring pada mereka.
"Ratu telah menaikkan jembatan gantung. Ini tempat paling
aman di kota. Dinding-dindingnya tebal, ada parit pertahanan,
pasak-pasak..." "Apa yang terjadi?" desak perempuan yangagak
dikenalnya, istri seorang bangsawan rendah. "Apa yang
dikatakan Osney pada Ratu" Apa Raja terluka, apa kota sudah
jatuh?" "Beritahu kami," seru yang lain. Seorang perempuan
menanyakan tentang ayahnya, yang lain tentang putranya.
Sansa mengangkat kedua tangan menyuruh mereka
diam. "Joffrey kembali ke kastel. Dia tidak terluka. Mereka
masih bertempur, hanya itu yang aku tahu, mereka bertempur
dengan gagah berani. Ratu akan segera kembali." Kalimat
terakhirnya bohong, tapi dia harus menenangkan mereka. Dia
melihat para pelawak berdiri di bawah tribune. "Bocah Bulan,
buat kami tertawa." Bocah Bulan meroda, dan melompat ke atas meja.
Dia mengambil empat cawan anggur dan mulai mengoper1004
operkannya di kedua tangan. Sesekali salah satunya jatuh
dan mengenai kepalanya. Segelintir tawa gugup menggema
di ruangan. Sansa menghampiri Ser Lancel dan berlutut di
sampingnya. Luka lelaki itu kembali berdarah di tempat yang
dipukul sang ratu. "Kegilaan," dia terengah. "Demi para dewa,
Setan Kecil benar, dia benar..."
"Bantu dia," Sansa memerintah dua pelayan lelaki.
Salah satunya hanya menatapnya dan lari, bersama kendi dan
semuanya. Para pelayan lain juga meninggalkan balairung, tapi
dia tak bisa mencegah itu. Bersama-sama, Sansa dan pelayan
yang satu lagi membantu kesatria terluka itu berdiri. "Antar
dia ke Maester Frenken." Lancel salah satu dari mereka, tapi
entah bagaimana Sansa tak tega mengharapkan dia tewas. Aku
lembek, lemah, dan bodoh, persis ucapan Joffrey. Aku seharusnya
membunuh dia, bukan menolongnya.
Obor-obor mulai meredup, dan satu atau dua berkelip
padam. Tidak ada yang repot-repot menggantinya. Cersei tak
kembali. Ser Dontos menaiki mimbar sementara semua mata
tertuju pada pelawak lain. "Kembalilah ke kamarmu, Jonquil
manis," bisiknya. "Kunci dirimu di dalam, kau akan lebih aman
di sana. Aku akan menemuimu begitu pertempuran usai."
Akan ada yang menemuiku, pikir Sansa, tapi apa kau
orangnya, atau Ser Ilyn" Selama satu momen sinting, Sansa
berpikir untuk memohon Dontos agar membelanya. Lelaki itu
juga kesatria, terlatih menggunakan pedang dan bersumpah
membela yang lemah. Tidak. Dia tak memiliki keberanian, atau
kemahiran. Aku hanya akan membuatnya ikut tewas.
Dia harus mengerahkan segenap kekuatan untuk bisa
melangkah perlahan meninggalkan Balairung Ratu padahal
yang sangat diinginkannya adalah berlari. Setibanya di tangga,
dia memang berlari, menaiki dan mengitarinya sampai kehabisan
napas dan pening. Salah satu pengawal menubruknya di tangga.
Cawan anggur bertatahkan permata dan sepasang tempat
lilin jatuh dari jubah merah tua yang membungkus bendabenda tersebut dan berkelontang di tangga. Dia buru-buru
1005 mengejarnya, tidak memedulikan Sansa begitu memutuskan
Sansa takkan mencoba mengambil hartanya.
Kamar tidurnya gelap gulita. Sansa memalang pintu dan
meraba-raba dalam gelap menuju jendela. Begitu membuka
tirai, napasnya tersekat di tenggorokan.
Langit selatan berpusar oleh warna-warni yang berpendar
dan silih berganti, pantulan dari api besar yang berkobar di
bawah. Gelombang hijau mematikan berarak mendesak perut
awan, dan kolam-kolam cahaya jingga tersebar di seantero
angkasa. Semburat merah dan kuning api biasa berlaga
melawan hijau zamrud dan giok api liar, setiap warna bersinar
lalu memudar, melahirkan pasukan bayang-bayang berumur
pendek yang raib sejenak kemudian. Fajar hijau digantikan
oleh senja jingga dalam sekejap mata. Udara sendiri berbau
hangus, seperti aroma kuali sup yang ditinggalkan di atas api
terlalu lama dan seluruh isinya kering. Bara api melayang di
udara persis kawanan kunang-kunang.
Sansa menjauh dari jendela, dan mundur ke keamanan
tempat tidurnya. Aku akan tidur, katanya pada diri sendiri, dan
ketika terbangun hari sudah berganti baru, dan langit akan kembali
biru. Pertempuran akan berakhir dan seseorang akan memberitahukan
apakah aku hidup atau mati. "Lady," rintihnya pelan, bertanyatanya apa dia akan bertemu serigalanya lagi setelah dia mati.
Kemudian seseorang bergerak di belakangnya, dan ada
tangan terulur dari kegelapan lalu memegang pergelangan
tangannya. Sansa membuka mulut untuk menjerit, tapi tangan yang
satu lagi membekap mulutnya, mencekiknya. Jemari itu kasar
dan kapalan, serta lengket oleh darah. "Burung kecil. Aku tahu
kau pasti datang." Suara itu parau karena mabuk.
Di luar, pusaran lembing cahaya hijau giok melesat ke
bintang-bintang, memenuhi ruangan dengan cahaya hijau.
Sansa melihat lelaki itu sekilas, hitam dan hijau, darah di
wajahnya lebih hitam daripada ter, matanya bersinar persis
anjing di tengah terang yang mendadak itu. Kemudian cahaya
1006 memudar dan dia menjadi kegelapan besar yang mengenakan
jubah putih kotor. "Kalau kau teriak, kubunuh kau. Percayalah." Dia
melepaskan tangan dari mulut Sansa. Napas Sansa terengah. Si
Anjing menaruh kendi anggur di meja di samping tempat tidur.
Dia menenggaknya banyak-banyak. "Kau tidak mau bertanya
siapa yang memenangkan pertempuran, burung kecil?"
"Siapa?" tanya Sansa, terlalu takut untuk menentang.
Si Anjing terbahak. "Aku tahu siapa yang kalah. Aku."
Dia lebih mabuk dibandingkan yang sudah-sudah. Dia tadi
tidur di ranjangku. Apa yang diinginkannya di sini" "Kau kehilangan
apa?" "Segalanya." Separuh wajahnya yang terbakar berupa
topeng dari darah kering. "Si cebol berengsek. Seharusnya
kubunuh dia. Bertahun-tahun lalu."
"Dia mati, kata mereka."
"Mati" Tidak. Persetan. Aku tidak mau dia mati." Si
Anjing menyisihkan kendi kosong ke samping. "Aku mau
dia dibakar. Jika para dewa bermurah hati, mereka akan
membakarnya, tapi aku takkan di sini untuk menyaksikannya.
Aku mau pergi." "Pergi?" Sansa berusaha menggeliat untuk membebaskan
diri, tapi cengkeraman si Anjing sekencang besi.
"Burung kecil mengulangi apa yang didengarnya. Pergi,
memang benar." "Kau mau ke mana?"
"Menjauh dari sini. Menjauh dari api. Keluar dari
Gerbang Besi, kurasa. Ke suatu tempat di utara, ke mana saja."
"Kau takkan bisa keluar," kata Sansa. "Ratu menutup
Maegor, begitu juga gerbang kota."
"Tidak untukku. Aku punya jubah putih. Dan aku
punya ini." Dia menepuk-nepuk gagang pedang. "Orang yang
coba-coba mencegahku bakal mati. Kecuali dia terbakar." Si
Anjing tertawa getir. 1007 "Kenapa kau ke sini?"
"Kau menjanjikanku satu lagu, burung kecil. Kau sudah
lupa?" Sansa tak memahami ucapan si Anjing. Dia tak mungkin
bernyanyi untuk lelaki itu sekarang, padahal langit berpusar
oleh api dan ratusan, ribuan orang sekarat. "Aku tidak bisa,"
ucap Sansa. "Lepaskan aku, kau membuatku takut."
"Semuanya membuatmu takut. Tatap aku. Tatap aku."
Darah menutupi bekas lukanya yang paling parah, tapi
matanya putih, lebar, dan menakutkan. Sudut mulutnya yang
terbakar berkedut dan berkedut lagi. Sansa bisa mencium
baunya; aroma keringat, anggur asam, dan muntahan basi,
Tamu Aneh Bingkisan Unik 1 Pendekar Perisai Naga 3 Penguasa Gua Barong Sang Maha Sesat 2
^