Pencarian

Panik Di Sirkus Sarani 3

Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani Bagian 3


Sayang bagi Bu Sauerlich, tapi untung bagi kami, kata Sporty dalam hati.
Waktu berjalan lambat. Sporty merasa tersiksa, karena terpaksa duduk di kamar
Oskar sambil menunggu suatu pekerjaan yang sama sekali tidak disukainya.
Semangatnya menggebu-gebu. Oskar nampak kurang bergairah. Ia menggerogoti
sekeping coklat. Dalam hati ia membayangkan betapa banyak keping coklat yang
bisa dibelinya dengan uang tebusan sebesar 100 ribu Mark itu.Rencana mereka sama
sekali tidak mereka singgung di hadapan ibu Oskar, sebab Bu Sauerlich pasti akan
melarang anaknya untuk ikut.
Akhirnya waktu untuk berangkat pun tiba. Mereka mengenakan jaket masing-masing,
keluar rumah, lalu naik sepeda menuju stasiun. Pukul 15.20 mereka tiba di sana.
Napas Oskar tersengal-sengal, karena Sporty seperti biasanya ngebut sepanjang
parialanan. Lapangan di depan stasiun digunakan sebagai lapangan parkir
sekaligus sebagai pangkalan taksi.Puluhan mobil diparkir di sana. Penumpang dan
calon penumpang kereta api datang dan pergi. Mengawasi semuanya adalah suatu
pekerjaan yang tidak mudah Hal itu pasti sudah diperhitungkan oleh para pemeras
ketika mereka menentukan stasiun kereta api sebagai tempat penyerahan uang.
"Itu Blitti dan Dirk!" Oskar berseru.
Anak-anak sirkus itu juga sudah datang sebelum waktunya. Petra tiba tidak lama
kemudian. Pukul setengah empat tepat, Thomas pun muncul. Mereka lalu menyimpan
sepeda-sepeda di samping pintu masuk utama, dan memasang kunci pengaman.Sporty
segera mengarahkan teman-temannya ke tempat masing-masing. Tak ada yang
memprotes bahwa ia memegang komando. Anak itu memang dilahirkan sebagai
pemimpin. Dan tugas itu sudah sering dijalankannya dengan baik.
Thomas dan Dirk berjaga di lapangan parkir. Blitti dan Oskar menempati pos di
Sepur 1. Sementara itu, Sporty dan Petra mengawasi ruangan depan.Ruangan itu
sangat luas. Keadaannya semrawut dan bising sekali. Sejumlah pekerja yang
mungkin berasal dari Turki berkumpul di salah satu pojok. Para penjual karcis
sibuk melayani calon penumpang kereta yang antre di depan belasan loket yang
tersedia. Kios-kios menjual majalah serta makanan kecil. Dan bioskop non-stop
tidak bisa mengeluh kekurangan penonton.
Ketika Sporty berhenti sejenak untuk memperhatikan sekelilingnya, Petra ditegur
oleh seorang pria. Badan pria itu menggembung seperti balon, dan senyumnya
nampak menjijikkan.Dalam sekejap Sporty telah muncul di samping sahabatnya.
"Mau apa dia?" Petra menatap tajam ke arah pria itu "Dia menjanjikan 100 Mark kalau aku ikut
dengannya." Tanpa ragu-ragu Sporty menghampiri pria itu, yang langsung berhenti
tersenyum."Kalau Bapak tidak segera pergi, saya akan membawa Bapak ke pos
polisi," Sporty berkata dengan pedas.
"Jangan kurang ajar! Awas, saya..."
"Satu kata lagi - dan saya akan menggiring Bapak ke sana. Para petugas polisi
tidak menyukai orang-orang yang mencoba menjerumuskan gadis-gadis di bawah
umur." Wajah pria gemuk itu langsung menjadi pucat. Bibirnya yang tebal nampak gemetar.
Rupanya ia termakan oleh gertakan Sporty. Dengan kepala tertunduk ia cepat-cepat
kabur ke arah pintu keluar.
"Brengsek! Di siang hari bolong, lagi!" Petra berkata dengan ketus.
"Aku kan sudah memperingatkanmu," Sporty menggoda gadis itu. "Stasiun kereta api
bukanlah tempat bermain yang cocok untuk gadis-gadis cilik apalagi kalau mereka
tidak dikawal... Aduh!"
"Nah, sakit kan?" tanya gadis itu penuh harap.
"Hus, siapa bilang" Bahkan nikmat sekali. Nih, yang ini belum kebagian." Ia
mengulurkan lengan kanannya.
"Monyong! Jangan sok tahu! Aku bisa mengurus diri sendiri. Tempat ini hanya
lebih berbahaya bagiku karena aku seorang gadis dan tidak bisa membela diri
seperti kaum pria. Kalau aku sekuat kau, dan bisa judo, maka aku akan pergi ke
mana pun aku suka. Tidak ada yang bisa melarangku."
"Di situlah letak perbedaannya," kata Sporty sambil nyengir.
Sewaktu kembali berjalan, Sporty secara tak sadar merangkul Petra. Tiba-tiba ia
terkejut sendiri lalu segera menurunkan tangannya.Petra menoleh dan menatap
temannya itu. Matanya berbinar-binar. Sporty merasakan wajahnya menjadi merah,
tapi untung ia bisa mengalihkan perhatian dengan cepat.
"Coba lihat, Petra! Itu kan si Watz!"Pria itu telah membeli sebuah karcis, dan
kini menuju peron. Tampangnya kusut, seakan-akan hendak menghadiri pemakamannya
sendiri. Kelihatannya dia patah semangat, pikir Sporty. Tapi salahnya sendiri - siapa suruh
dia menghambur-hamburkan uang perusahaannya di meja judi"!
Anak-anak belum mengetahui rencana polisi. Komisaris Glockner hari ini tidak
pulang untuk makan siang. Karena itu Petra belum sempat berbicara
dengannya.Thomas masuk melalui pintu utama, melihat-lihat ke sekeliling, lalu
mendatangi Sporty dan Petra.
"Ayahmu sudah datang, Petra," ia melaporkan. "Dia datang bersama dua petugas
lain. Ia sekarang masih duduk di mobil sebuah sedan BMW berwarna putih. Tapi
kedua rekannya sudah turun. Yang satu mondar mandir di depan. Yang satu lagi -
nah, itu dia!" Dengan hati-hati Thomas menunjuk seorang pria yang kelihatannya sedang membaca
jadwal perjalanan kereta api.
"Rencana mereka sama saja dengan kita," kata Sporty. "Bedanya, kita berenam -
mereka hanya bertiga. Terima kasih, Thomas!"
Thomas kembali ke posnya.Sporty dan Petra berdiri di dekat telepon umum yang
akan didatangi Pak Klemm. Sampai saat ini pegawai toko swalayan yang bertugas
membawa uang tebusan itu belum kelihatan. Petra merasa kedinginan.
"Sudah hampir jam setengah empat," katanya sambil menggoyang-goyangkan tangan
untuk menghangatkan diri.
Sporty mengangguk. Pada saat yang sama ia melihat Pak Klemm.
13. Siasat Para Pemeras Pegawai toko swalayan itu mengenakan mantel hujan berwarna coklat. Kepalanya
yang setengah botak ditutupinya dengan sebuah topi berwarna sama.
Barangkali ia memilih coklat karena cocok dengan warna kuning tasnya, pikir
Sporty. Tas yang tergenggam di tangan kanan Pak Klemm memang berwarna kuning manyala.
Pria yang bertugas membawa uang tebusan itu masuk melalui pjntu utama. Ia
melewati petugas polisi - yang masih mempelajari jadwal perjalanan kereta api
tanpa menyadari kehadiran orang itu. Mungkin ia tidak mengenalnya. Namun petugas
itu ternyata mengenal Pak Klemm, karena untuk sesaat ia menoleh ke arahnya.
Sesuai perintah, Pak Klemm berhenti di dekat boks telepon umum di samping tempat
penitipan barang. Ia mengangkat bahu, lalu berputar dua kali. Semua orang di
sekitarnya diperhatikannya dengan saksama. Sporty dan Petra berdiri di balik
sebuah tiang berukir. Kehadiran mereka pun belum diketahuiPak Klemm. Karena itu,
mereka hanya berani mengintip dengan hati-hati.
Boks telepon umum itu sedang kosong. Ketika jarum besar pada jam dinding
menunjuk tepat ke angka dua belas, Pak Klemm pun membuka pintunya. Dengan
sebelah kaki ia menahannya agar jangan menutup. Penuh konsentrasi ia
menunggu.Satu menit berlalu. Kemudian teleponnya berdering. Sporty dan Petra pun
mendengarnya dengan jelas.
Pak Klemm nyaris terjatuh ketika tergopoh-gopoh berusaha meraih gagang telepon.
Ia berdiri membelakangi kedua anak itu. Namun mereka melihatnya mengangguk.
Gagang telepon dikembalikannya pada tempat semula. Ia keluar dari boks telepon
umum, lalu menuju pintu utama. Petugas polisi tadi mengikutinya dengan tetap
menjaga jarak. Sporty dan Petra bergegas agar tidak ketinggalan.
"Si Hidung Bengkok tidak kelihatan," kata Sporty. "Begitu juga temannya, si
Manhold. Mereka ternyata cukup cerdik."
Ketika kedua anak itu sampai di luar, Pak Klemm sedang menyeberang jalan. Ia
menuju lapangan parkir. Thomas dan Dirk langsung menghampiri kedua teman mereka.
"Mobil putih itu," Thomas menerangkan, "sedan BMW di baris paling depan itu kau
bisa melihat Pak Glockner" Petugas lainnya juga baru naik. Wah, ini benar-benar
menegangkan." Mereka memperhatikan gerak-gerik Pak Klemm. Entah perintah apa yang telah
diberikan para pemeras melalui telepon tadi.
Percakapannya singkat sekali, ujar Sporty dalam hati. Hanya beberapa detik saja.
Pak Klemm berjalan di antara deretan mobil sambil menoleh ke kiri-kanan. Rupanya
ia sedang mencari mobil tertentu. Tetapi lapangan parkir itu dipenuhi oleh
ratusan mobil. Dari jauh kelihatannya Pak Klemm membaca semua plat nomor satu
per satu. Kini ia rupanya berhasil menemukan kendaraan yang dicarinya. Sebuah
sedan Opel berwarna biru. Ia membuka bagasinya, memasukkan tas yang berwarna
kuning, lalu membanting tutup bagasi. Kemudian ia mendekati pintu sopir. Pintu
itu pun tidak terkunci. Pak Klemm segera masuk.
"Aku akan mencoba mengikutinya," Sporty mencetus.
Petra mengatakan sesuatu. Tapi Sporty sudah tidak mendengarnya. Ia sudah berada
beberapa belas langkah dari sahabatnya itu. Sambil berlari, Sporty mengancingkan
jaketnya. Secepat kilat ia membuka kunci pengaman sepedanya. Sedetik kemudian ia
sudah duduk di atasnya.Baru saja Opel tadi keluar lapangan parkir.Sedan BMW
berwarna putih tadi juga sudah mulai bergerak. Kedua petugas polisi di dalam
mobil itu agak ketinggalan, karena terpaksa menunggu rekan mereka.
Sporty melesat. Badannya terlatih dan memiliki stamina yang prima. Sepeda
balapnya pun bisa diandalkan. Selama berada di dalam kota, Sporty masih bisa
mengikuti sebuah mobil asal beruntung sedikit. Sehari-hari pun ia biasa ngebut
dari lampu merah ke lampu merah berikutnya. Tapi lainnya halnya kalau Pak Klemm
menuju ke luar kota. Sporty takkan mungkin mengimbangi kecepatan sebuah mobil
yang melaju di atas jalan raya.
Berbagai pikiran melintas di kepala Sporty ketika ia membuntuti kedua mobil
tadi. Apakah sedan Opel itu memang kepunyaan Pak Klemm" Apakah orang itu begitu
bodoh, sehingga ia membiarkan mobilnya dalam keadaan tidak terkunci di sebuah
tempat parkir umum" Tidak mungkin, ujar Sporty dalam hati. Lagi pula, jika mobil itu memang
miliknya, maka seharusnya ia tahu di mana ia telah memarkirnya. Tidak perlu
mencari-cari lagi. Berarti kendaraan itu kepunyaan orang lain. Pasti ada sesuatu
di balik semuanya ini.Selama berada di pusat kota, Pak Klemm menjalankan mobil
itu sesuai dengan batas kecepatan yang tertera pada tanda-tanda lalu lintas di
tepi jalan.Beberapa lampu lalu lintas menunggunya dalam perjalanan. Hampir
semuanya sedang merah suatu keberuntungan bagi Sporty. Ia bisa membuntuti mobil
itu tanpa perlu berusaha dengan sekuat tenaga. Meskipun demikian perjalanannya
tidak terlalu menyenangkan bagi anak itu. Ratusan kendaraan lain memadati jalan,
dan tidak semua pengemudi mau memperhatikan seorang pengendara sepeda.
Akhirnya mereka tiba di suatu daerah perumahan. Di sini lalu lintas mulai agak
sepi. Pak Klemm menambah kecepatan begitu pula sedan BMW yang dikemudikan Pak
Glockner. Sporty mulai agak ketinggalan.Angin dingin menerpa wajahnya. Matanya
berair. Telinganya terasa membeku. Sambil membungkuk ia terus menggenjot
sepedanya. Beberapa orang yang memperhatikannya menggeleng-geleng dengan heran.
Mereka memang tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Perlahan-lahan kedua mobil tadi makin menjauh. Lampu lalu lintas berikutnya
menyala hijau. Sporty menjadi kesal pada dirinya. Semangatnya terbakar, sehingga
ia berhasil menambah kecepatan. Namun usahanya akan tetap sia-sia seandainya
perjalanan tidak segera berakhir.
Daerah ini cukup dikenalnya sebuah daerah pemukiman di pinggiran kota dengan
rumah-rumah yang kecil-kecil. Orang-orang yang kurang berada tinggal di sini.
Pak Klemm memasuki sebuah tempat parkir yang terletak di balik sebuah
taman.Sporty pun segera berhenti. Ia berada sekitar 400 meter di belakang sedan
Opel itu. Di tempat ini ia menunggu perkembangan selanjutnya
Sementara anak itu menarik napas dalam-dalam, sedan BMW berisi ketiga petugas
polisi juga sudah berhenti. Pak Glockner meminggirkan kendaraannya pada jarak
100 meter dari tempat parkir tadi. Pak Klemm turun dari mobil. Ia berjalan ke
belakang, menoleh ke arah BMW putih, lalu mengangkat bahu. Bagi Sporty, gerakan
itu berkesan tak berdaya atau seakan-akan Pak Klemm minta maaf.
Pria itu membuka bagasi dan mengeluarkan tas olah raga berwarna kuning. Ia lalu
menutup bagasi, mengangkat bahu sekali lagi, kemudian melangkah menyusuri jalan
tanpa menoleh sekali pun juga.
Sporty tahu bahwa jalan itu berbelok-belok sampai ke daerah kebun buah-buahan.
Jarak ke sana lumayan jauh. Di tengah-tengahnya terdapat banyak gang kecil yang
bercabang ke kiri-kanan. Pak Klemm nampak berjalan dengan terburu-buru. Kini ia
menghilang di balik tikungan pertama.
Petugas di dalam BMW tadi langsung menyalakan mesin kendaraannya. Mobil itu maju
sampai ke tikungan, berhenti, menunggu sejenak, lalu kembali bergerak maju.
Petugas-petugas di dalamnya kelihatan agak bingung. Namun mereka tidak punya
pilihan lain. Pak Klemm tidak boleh sampai terlepas dari pengawasan
mereka.Sporty pun merasa ragu-ragu. Kalau ia kembali naik sepeda, maka ia akan
menarik perhatian. Lagi pula... mobil siapa yang dipakai Pak Klemm tadi"Apa yang akan kulakukan
seandainya akulah si pemeras itu" tanya Sporty dalam hati. Bagaimana aku bisa
menerima uang itu tanpa terlihat oleh para petugas polisi" Dengan menemui Pak
Klemm" Bukan! Sudah jelas dia akan terus menerus diawasi polisi. Berarti aku
malah harus berusaha untuk menarik perhatian mereka dari uang itu, dan...
Gagasan ini sungguh mengejutkan Sporty. Ia tersentak kaget. Mulutnya terasa
kering. Untuk sesaat ia meragukan kebenaran pemikirannya. Karena jika benar,
berarti ia lebih cerdik ketimbang para petugas polisi itu setidak-tidaknya ia
lebih cepat menyadari siasat para pemeras daripada hamba-hamba hukum itu.
Sambil berlari kecil, Sporty menuntun sepedanya ke taman di depan tempat parkir
Opel biru yang dipakai Pak Klemm. Ia berjongkok di balik semak-semak yang
melindunginya dari pandangan orang meskipun sudah kehilangan daun-
daunnya.Melalui celah dahan-dahan kering, Sporty memperhatikan sedan Opel
itu.Tak ada orang di tempat parkir itu. Rumah-rumah di sekitarnya pun nampak tak
berkehidupan.Sebuah truk melintas.Sporty menoleh ke salah satu gang yang
bercabang dari jalanan. Seorang wanita bersepeda terlihat mendekat. Wanita itu mengenakan sebuah mantel
berwarna terang. Kepalanya dilindungi sepotong kain, penahan terpaan angin yang
bertiup kencang. Ada sesuatu pada diri wanita itu yang membuat Sporty curiga.
Sekarang ia menyadarinya. Wanita itu tak henti-hentinya menoleh ke kiri-kanan
dan selalu dengan terburu-buru. Persis seseorang yang ingin mengetahui semua
kejadian di sekelilingnya.
Sporty meremas-remas jarinya dengan tegang. Pandangannya tak terlepas dari
wanita tadi. Anak itu tak dapat melihat wajahnya dengan jelas, tapi ia menaksir
usia wanita itu kurang lebih 40 tahun.Kini wanita pengendara sepeda itu sudah
sampai di tempat parkir. Ia berhenti. Seperti tadi, sekarang pun ia menengok ke
segala arah. Cepat-cepat ia mendorong sepedanya ke samping sedan Opel. Dengan
suatu gerakan terlatih ia membuka bagasinya.
Ketika wanita itu mengeluarkan tas olahraga berwarna kuning, Sporty nyaris
bersorak gembira. Karena sekarang telah terbukti: jalan pikirannya tepat sekali.
Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya sesuatu yang kecil, yang
setelah lipatannya dibuka berubah menjadi sebuah tas belanja besar berwarna
biru. Tas berisi uang tebusan dimasukkan ke dalam tas belanja ini.Ketika wanita
itu kembali naik sepeda, Sporty pun bersiap-siap untuk mengikutinya. Tapi
sekarang anak itu tidak perlu memeras keringat, karena wanita itu bersepeda
dengan santai. Selama perjalanan, wanita itu tak sekali pun menoleh ke belakang.
Ternyata semuanya mudah sekali, pikir Sporty. Bagasi itu berisi dua buah tas
yang persis sama. Yang satu dimasukkan ke dalam bagasi oleh para pemeras. Isinya
mungkin kertas atau malah kosong sama sekali. Melalui telepon, mereka lalu
memerintahkan Pak Klemm untuk naik ke mobilOpel, memasukkan tas yang dibawanya
ke bagasi, dan pergi ke tempat parkir di belakang taman tadi. Di sana ia harus
menukar tasnya dengan yang pertama, lalu berjalan-jalan ke arah kebun buah-
buahan. Dengan cara itu polisi berhasil dikelabui, karena tas berisi uang
tebusan masih berada di bagasi mobil. Tepatnya tadi masih berada di bagasi!
Sebab sekarang uang itu sudah dibawa oleh seorang wanita pengendara sepeda.
Siasat yang licin sekali. Sederhana, tapi mengena. Untung saja otakku lagi
berfungsi dengan baik hari ini!
Selama kurang lebih sepuluh menit Sporty membuntuti wanita itu.Perjalanan itu
berakhir di depan sebuah pekarangan kecil yang dikelilingi pagar hidup. Wanita
itu turun dari sepeda. Sporty mulai cemas. Jangan-jangan ia dijemput naik mobil. Namun kekhawatirannya
ternyata tidak beralasan.Wanita itu mendorong sepedanya melalui pintu gerbang.
Sporty menyusul sampai ke pagar, berhenti, lalu menyandarkan sepedanya. Dengan
hati-hati ia menghampiri pintu tadi.Sebuah papan nama yang terbuat dari kuningan
terpasang di tempat itu. Tiga kali Sporty membaca nama yang tercantum padanya.
Astaga! Pada papan itu tertera: RICHARD & MATHILDA KLEMM.
Tiba-tiba semuanya menjadi jelas. Seluruh kejadian selama ini mendadak bisa
dirangkaikan secara logis.Ternyata Pak Klemm yang mendalangi pemerasan itu. Dan
wanita pengendara sepeda yang mengambil uang dari bagasi mobil pastilah
istrinya. Bagi Pak Klemm tentu saja tidak ada kesulitan untuk menempelkan kedua
surat ancaman pada botol-botol acar ketimun itu. Pantas saja ia suka mengenakan
sarung tangan, karena dengan cara itu ia tidak akan meninggalkan sidik jari.


Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keterlaluan! ujar Sporty dalam hati. Siapa yang menyangka bahwa pria berwajah
pucat itu punya hati culas"
Sporty mengintip ke dalam pekarangan.Apa yang dilihatnya ternyata biasa-biasanya
saja. Sebuah rumah mungil, dikelilingi halaman sempit. Di bagian sampingnya
terdapat sebuah gudang yang merangkap sebagai garasi. Sepeda yang dipakai wanita
tadi bersandar pada dinding gudang. Kelihatannya Mathilda belum masuk ke
rumahnya. Apakah ia masih berada di pekarangan"
Dengan ringan Sporty melompati pintu pagar. Tanpa bersuara ia mengendap-endap ke
bagian belakang pekarangan. Sebuah jalan setapak yang terbuat dari batu lempeng
menuju ke sana. Halaman keluarga Klemm ternyata tak terurus. Isinya hanya dua atau tiga pohon
apel, sebidang tanah penuh rumput yang kelihatannya sudah lama tak dipotong, dan
setumpukan daun yang sudah mulai membusuk. Suami-istri Klemm pasti tidak suka
berkebun. Sporty berjalan mengelilingi gudang tadi. Dengan hati-hati ia mengintip.
Mathilda berdiri sekitar 5 meter di depannya. Ia membungkuk. Tas belanja tadi
tergeletak di sampingnya.Wanita itu sedang berusaha meraih sesuatu di bawah
semak-semak. Ia mengguncang-guncang-nya dengan pelan. Tidak ada yang
menyaksikannya kecuali Sporty.
Tanaman pagar yang membatasi pekarangannya melindunginya dari pandangan orang.
Takkan ada yang menduga bahwa ia sedang membuka suatu tempat penyimpanan
rahasia.Sebuah peti terkubur di dalam tanah. Hanya tutupnya yang bisa diangkat
dan itulah yang kini dilakukan wanita itu. Bagian atas peti ditutupi dengan
rumput, daun-daun, serta dahan-dahan kering semua yang pernah tumbuh di situ
selama musim panas. Suatu penyamaran yang sempurna.
Sporty memperhatikan Mathilda Klemm mengangkat tutup peti itu, lalu memasukkan
tas belanjanya. Karena petinya agak terlalu kecil, ia terpaksa beberapa kali
menginjakkan kakinya pada tas belanja. Kemudian ia meletakkan tutup peti pada
tempat semula, lalu menimbunnya dengan dedaunan dan rumput kering. Penuh
perhatian ia mengatur segala sesuatu. Uang itu kelihatannya cukup aman di dalam
peti. Sebelum Mathilda membalikkan badan, Sporty sudah kembali ke sepedanya. Secepat
mungkin ia kembali ke tempat parkir tadi.Dari jauh sudah terlihat. Tugas
pengawalan Pak Klemm telah berakhir. Semuanya berkumpul di samping sedan BMW
putih: Komisaris Glockner, kedua rekannya, serta Pak Klemm.
Sporty berhenti di depan mereka. Ia turun dan menyandarkan sepedanya Pertama-
tama ia ingin langsung melaporkan kejadian yang baru saja disaksikannya. Namun
kemudian ia membatalkan niatnya karena kepingin mendengar cerita Pak Klemm.
Komisaris Glockner membalas teguran Sporty.
"Nah, benar saja," katanya. "Saya sudah menduga bahwa anak-anak STOP pasti tidak
mau ketinggalan. Saya tadi memang sempat melihatmu di kaca spion. Ternyata
tujuan kita sama." Ia kembali berpaling pada Pak Klemm."Kami pun sudah menduga bahwa para penjahat
itu pasti akan bersiasat. Sayangnya pikiran itu muncul lima menit terlambat.
Seharusnya Anda tadi memberikan tanda pada kami, Pak Klemm. Sekarang para
penjahat itu berhasil memperoleh uangnya. Brengsek!?"
Sepertinya Bapak menyalahkan saya," suara Pak Klemm melengking tinggi. "Saya
tidak bisa berbuat apa-apa. Saya bukan ahli pantomim. Lagi pula si pemeras
mengancam saya melalui telepon tadi. Katanya, saya akan dibunuh jika gerak-gerik
saya mencurigakan." Ah, yang benar" pikir Sporty sambil tersenyum simpul.
"Karena itu," Pak Klemm melanjutkan, "saya terpaksa menuruti kemauan mereka."
"Mereka memang berhasil mengelabui kami," Pak Glockner menyesalkan.Sementara
itu, salah seorang rekannya telah menghubungi kantor polisi melalui walkie-
talkie-nya. "Sedan Opel ini semalam baru dicuri. Termasuk kuncinya. Maksud saya, kunci
serepnya. Kunci itu disimpan di sebuah kotak magnet di bawah bagasi. Si pencuri
rupanya menemukan kotak itu; atau ia memang sudah tahu bahwa kunci serepnya
disimpan di tempat itu."
Sporty tahu bahwa banyak pengendara mobil menyimpan kunci serep di dalam kotak
bermagnet yang mereka pasang di bawah ruang bagasi. Kotak semacam itu amat
berguna bagi para pengendara yang pelupa, atau sering kehilangan kunci mobil.
Pak Glockner kini berkata pada Sporty.
"Para penjahat itu berhasil menipu kami dengan sebuah siasat yang cukup cerdik.
Sayangnya kami terlambat menyadarinya. Bagasi mobil ini ternyata berisi dua buah
tas yang persis sama, dan..."
"Saya tahu," ujar Sporty dengan tenang.
Pak Glockner menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Apa yang kau ketahui" Bahwa
laki-laki bajingan yang..."
"Pelakunya adalah seorang wanita," Sporty menyela.
"Apa?" Sporty nyengir. "Saya pun tiba di sini tepat pada waktunya. Dan saya pun punya
pikiran yang sama dengan Bapak - juga tepat pada waktunya."
"Saya tidak terlalu heran mendengarnya," ujar Pak Glockner sambil memijat-mijat
pelipisnya. "Berarti, kau tadi tetap di sini?"
Sporty mengangguk. "Saya bersembunyi di dalam taman dan menunggu di sana.
Seorang wanita datang, mengambil tas berisi uang dari bagasi mobil,
memasukkannya ke dalam sebuah tas belanja, lalu pergi lagi naik sepeda."
Kedua rekan Komisaris Glockner terdengar mendesah.Pak Klemm berdiri seperti
patung. Wajahnya semakin pucat.
"Saya menduga," ujar Pak Glockner dengan suara serak, "bahwa kau kemudian
mengikuti wanita itu."
"Tentu saja. Wanita itu bukan penjahat kawakan. Dengan mudah saya berhasil
mengikutinya. Uang itu sudah disimpannya di suatu tempat rahasia. Di dalam
sebuah peti yang terkubur di pekarangan rumahnya Tepatnya, di bawah semak-semak
di balik sebuah gudang yang juga berfungsi sebagai garasi."
Pak Klemm merintih perlahan.
Komisaris Glockner menatapnya, lalu memandang Sporty. "Kau bisa mengantar kami
ke sana ke wanita itu, ke tempat persembunyian uangnya?"
"Dengan senang hati," jawab Sporty.
"Saya juga bisa menjelaskan nama dan alamatnya pada Bapak. Wanita itu," ia
berkata sambil melihat ke arah Pak Klemm, "adalah istrinya. Para pemeras itu
bernama Richard dan Mathilda Klemm."
Semuanya terdiam. Akhirnya Pak Klemm tidak tahan lagi.
"Saya... saya sebenarnya tidak ingin melakukannya," ia berkata memelas. "Sejak
awal saya sudah menentang rencana gila ini. Sungguh! Saya berani bersumpah.
Saudara-saudara harus mempercayai saya. Tapi Mathilda...ia tidak pernah puas.
Selalu saja ia menyalahkan saya. Katanya, gaji saya terlalu kecil. Dan rumah
serta mobil kami belum selesai diangsur. Mathilda-lah yang menghasut saya!
Bukan, dia memaksa saya!"
Sporty menatap pria itu dengan dingin. Dasar pengecut, anak itu berkata dalam
hati. Setelah tertangkap, tanggung jawabnya dilempar pada istrinya! Bajingan ini
memang tidak pantas menerima uang sebanyak itu.
"Dan bagaimana mengenai pemerasan yang kedua?" Komisaris Glockner menghardiknya.
"Pemerasan terhadap Pak Walikota! Ide siapa itu, heh" Kami sudah tahu bahwa
Saudara menyimpan racun sianida. Tapi kami lebih tertarik pada zat aceton-nitril
yang saudara sebutkan dalam surat ancaman itu."
Pak Klemm terbengong-bengong. "Apa maksud Bapak?"
"Kasus pemerasan terhadap pemerintah kota kita, maksud saya! Saudara minta uang
tebusan sebesar satu juta Mark, bukan"!"
Pak Klemm tersentak kaget. "Apa" Satu juta Mark" Saya tidak tahu apa-apa! Saya
tidak membutuhkan uang sebanyak itu! Uang sebanyak itu tidak bisa disimpan dalam
peti di pekarangan kami."
Ya, ampun! pikir Sporty. Orang ini memang takkan sanggup melakukan kejahatan
kelas kakap. Pak Glockner rupanya punya pikiran yang sama.
14. Sebuah Jejak Baru Sporty sebenarnya tidak begitu tertarik melihat bagian terakhir dari kasus
pemerasan ini. Ia memang bersepeda mendahului para petugas polisi, namun hanya
untuk menunjukkan tempat persembunyian uang tebusan di pekarangan keluarga
Klemm. Setelah menyelesaikan tugas itu, ia segera mohon diri.
Walaupun demikian, ia masih sempat melihat Mathilda Klemm dari dekat. Wanita itu
berwajah keras. Tanpa ragu-ragu ia langsung menyalahkan suaminya. Katanya,
suaminyalah yang punya gagasan untuk melakukan pemerasan. Pak Klemm bahkan
memaksanya untuk melaksanakan rencana itu. Pasangan suami-istri itu belum
dikaruniai anak. Untung saja! - sebab mereka berdua akan menghabiskan waktu yang
cukup lama di balik tembok penjara.
Sporty berpamitan pada Pak Glockner. Setelah bersalaman, anak itu kembali ke
stasiun kereta api.Ia menemukan teman-temannya kebingungan di ruang depan.
Mereka tidak sempat ikut dalam pengejaran tadi.
"Semuanya beres," ujar Sporty dengan wajah berseri-seri.
Terheran-heran Petra, Thomas, Oskar, Blitti, dan Dirk mendengarkan laporannya.
"Mestinya kau diberi hadiah," kata Petra kemudian.
"Ya, mungkin aku bisa berbelanja gratis di toko swalayan," Sporty berkata sambil
nyengir. "Segala keperluan bisa kita peroleh di sana. Barang-barang di sana
lengkap sekali." "Mereka juga punya acar ketimun yang lezat sekali," Oskar berkomentar.
"Tapi kau takkan tertarik," Sporty menimpali. "Kecuali kalau ketimunnya dilapisi
coklat!" Semuanya ketawa mendengar lelucon itu.
"Eh, gagasanmu itu boleh juga," Oskar membalas. "Aku akari menceritakannya pada
ayahku. Setahuku, sampai sekarang belum ada perusahaan yang membuat coklat
dengan isi ketimun. Ibuku pun mungkin akan tertarik."
"Kasus peracunan acar ketimun telah terbongkar," kata Sporty kemudian. "Tapi aku
kira Pak Klemm tidak terlibat dalam pemerasan terhadap pemerintah kota. Ayahmu
pun sependapat, Petra," ia berpaling pada sahabatnya yang cantik itu. "Artinya,
kota kita masih terancam - begitu juga ribuan penduduknya, persediaan air minum,
dan tempat-tempat umum.... Bahayanya belum lewat. Dan sampai sekarang aku tetap
mencurigai Erwin Hibler, si Hidung Bengkok."
"Berarti kita juga belum bisa tidur dengan tenang," kata Thomas."Sporty,"
Blitti kini berujar, "apakah kau belum capek setelah mengejar mobil Pak Klemm
tadi" Seharusnya kau beristirahat dulu. Kami pun berhak untuk melepaskan lelah.
Bagaimana kalau kita pulang ke Sirkus Sarani untuk nonton pertunjukan malam?"
"Setuju!" Petra bersorak gembira.Yang lain pun sependapat.
"Aku akan mengurus karcis untuk kita semua," Dirk menawarkan.
"Di depan, kalau bisa," kata Oskar. "Aku ingin sekali melihat gajah-gajah itu
dari dekat." "Mau saingan dengan Bello?" Petra menggodanya.
"Percuma saja! Aku pasti menang," jawab Oskar. "Aku kan tidak kabur ketika
kelinci putih itu melintas di hadapan kita."
Sporty memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana. Ia sedang berpikir.
Bahwa pandangannya tertuju pada rambut Petra yang pirang, sama sekali tidak
disadarinya. "Rambut Petra berkutu?" tanya Dirk berlagak bodoh.
"Maksudmu?" "Habis, sejak tadi kau terus-terusan memperhatikan belahan rambutnya," Dirk
menjawab sambil ketawa. "Itu sih kebetulan saja. Kalau sedang berpikir, aku suka tidak sadar ke mana
mataku memandang. Yang kuperhatikan hanyalah pikiran di kepalaku. Si Hidung
Bengkok perlu kita awasi. Karcis mesti diurus. Dan isi Pers Bebas edisi 9
September tahun lalu harus diselidiki."
"Karcis itu biar kami yang urus," kata Blitti. Dirk mengangguk.
"Kalau begitu, aku akan mendatangi kantor redaksi Pers Bebas" Sporty memutuskan.
"Kau ikut aku saja, Petra. Tatapan matamu bisa meluluhkan hati setiap laki-laki.
Orang-orang di sana akan berebut untuk membantumu."
"Kalau kesimpulanku benar," ujar Thomas, "ini berarti Oskar dan akulah yang
kebagian tugas mengawasi orang yang paling kita curigai: Erwin Hibler, bertempat
tinggal di Sirkus Sarani, dan setahu kita belum pernah dihukum penjara."
"Betul sekali," jawab Sporty sambil mengangguk. "Jadi, semuanya sudah tahu tugas
masing-masing" Oke, kita berangkat!"
Blitti, Dirk, Thomas, dan Oskar membelah kota menuju sirkus.Sporty dan Petra
mengarah ke daerah perkantoran di pusat kota.Gedung Pers, sebuah bangunan baru
berlantai dua belas, menjulang tinggi ke angkasa - mengalahkan bangunan-bangunan
lain di sekitarnya.Gedung Pers - bentuknya kotak dan beratap datar - kelihatannya
hanya terdiri dari kaca dan logam. Ruang kantor, ruang redaksi, ruang rapat,
ruang tamu. Kecuali oleh redaksi Pers Bebas, gedung ini juga digunakan oleh
sebuah penerbitan mingguan, dua majalah bergambar, serta sebuah majalah
bulanan.Suasana di bagian penerima tamu ternyata ramai sekali - mirip sebuah
sarang lebah. Apakah orang-orang ini sama rajinnya dengan lebah-lebah" tanya Sporty dalam
hati. Petugas penjaga pintu menjelaskan pada Sporty dan Petra, bahwa pengunjung tidak
boleh masuk begitu saja. Maklum saja, terorisme merupakan ancaman yang nyata
sekarang ini. Petugas itu kemudian menambahkan bahwa ruang arsip harian Pers
Bebas berada di lantai sebelas.Ia lalu mengangkat telepon, dan meminta seseorang
supaya turun untuk menjemput kedua anak itu. Sporty kemudian menyerahkan kartu
pelajarnya dan mengisi buku tamu termasuk tujuan kedatangannya serta pada jam
berapa ia memasuki Gedung Pers.Tidak lama setelah itu, seorang wanita bernama
Nyonya Derblich melangkah keluar dari lift. Wanita inilah yang bertugas mengurus
arsip.Sporty menyebutkan nama, lalu memperkenalkan Petra, sebelum
mengatakan,"Kami ingin minta tolong pada Anda. Apakah edisi Pers Bebas tanggal 9
September tahun lalu masih disimpan di dalam arsip" Jika masih ada, kami ingin
sekali membacanya. Ada satu artikel yang sangat penting bagi kami."
Nyonya Derblich mempunyai wajah bulat yang berkesan keibuan, walaupun tidak ada
cincin kawin pada jari manisnya. Ia berpakaian rapi sesuai dengan mode
terakhir."Edisi itu masih ada," jawab wanita itu.
"Kalian pelajar, bukan" Apa yang kalian cari di edisi itu" Barangkali saya bisa
membantu kalian " "Justru di situlah masalahnya," kata Sporty. "Kami pun belum tahu pasti apa yang
kami cari." Nyonya Derblich mengerutkan kening. "Maksudmu?"
"Maaf, tapi menerangkan duduk perkara ini secara lengkap akan memakan waktu
terlalu lama. Intinya begini. Kami sedang melacak jejak seorang pria yang
mungkin telah merencanakan kejahatan yang luar biasa. Kami menemukan petunjuk
bahwa ia berminat pada edisi Pers Bebas yang ingin kami selidiki itu."
Kedua mata Nyonya Derblich bertambah bulat. "Ini menarik sekali. Ayo, ikuti
saya." Ketika lift itu melayang menuju lantai sebelas, wanita itu bertanya."Apa yang
hendak dilakukan orang itu?"
"Mungkin sesuatu yang berhubungan dengan racun," Petra menjelaskan."Nah, kalau
begini lebih mudah. Arsip kerja kami dibagi-bagi menurut subjek."
Di tingkat sebelas, mereka menyusuri sebuah lorong panjang Mereka melewati
ruang-ruang kerja. Di sini sebuah telpon berdering, dari sana terdengar suara
mesin teleks, dan semuanya dilatarbelakangi suara mesin tik.Kedua anak itu
dibawa ke ruang tamu di depan bagian arsip, yang berisi sejumlah kursi di
hadapan sebuah meja panjang. Di sinilah orang bisa membongkar arsip untuk
menggali kembali hal-hal yang telah terlupakan.
Sporty langsung duduk. Petra menuju jendela. Pemandangan dari situ menakjubkan.
Lampu-lampu berkelap-kelip tak terhitung jumlahnya. Langit berwarna hitam pekat.
Bulan dan bintang tersembunyi di balik lapisan awan.
"Tinggi juga, ya," ujar Petra sambil merinding setelah menengok ke bawah.
"Nah, ini yang kita cari," kata Nyonya Derblich sambil membawa sebuah bundel
tebal berisi semua edisi Pers Bebas bulan September tahun lalu. "Kalian benar.
Di bagian berita lokal ada artikel mengenai racun. Sebuah pencurian... Tapi
silakan kalian membacanya sendiri."
Ia mencarikan halaman yang dimaksud untuk Sporty dan Petra.Penuh rasa ingin tahu
keduanya mulai membaca. Skandal besar di kota kita-tertulis di sana Secara
kebetulan diketahui bahwa sembilan bejana berisi aceton-nitril, suatu zat kimia
yang sangat beracun-lenyap dari gudang sebuah perusahaan angkutan. Para ahli
berpendapat bahwa racun itu cukup untuk membunuh sekitar empat juta manusia.
Selanjutnya artikel itu membahas berbagai dugaan, tanpa menguraikan kejadiannya
secara lebih terperinci.Sporty merasa seperti tersambar petir. Perasaan Petra
pun sama saja. "Berita inilah yang kami cari," Sporty berkata pada Nyonya Derblich. Wajahnya
berseri-seri. "Sayangnya nama perusahaan angkutan itu tidak disebutkan. Apakah
kami bisa bertemu dengan wartawan yang menulis artikel ini?"
Artikel singkat itu ditandai dengan inisial OM.
"Oswald Muller yang menyusunnya," jawab Nyonya Derblich. "Wah... kalian kurang
beruntung. Hari ini dia tidak masuk. Dia lagi dinas luar. Tapi setahu saya, hari
Minggu besok giliran Oswald untuk bertugas piket. Kalau kalian bisa menunggu dua
hari lagi..."

Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itu berarti menunggu dan bersabar dua hal yang sebenarnya tidak disukai Sporty
dan Petra. Tapi apa boleh buat.Mereka mengucapkan terima kasih.Nyonya Derblich
kemudian masih sempat berpesan agar pers jangan sampai dilupakan seandainya
kedua anak itu benar-benar berhasil melacak sebuah kejahatan.
Sporty dari Petra turun dengan menggunakan lift. Sporty melapor pada petugas
penjaga pintu, yang kemudian mengembalikan kartu pelajar anak itu.Sambil
tersenyum puas kedua anak itu meninggalkan Gedung Pers.
"Sekarang kita sudah tahu dari mana racun itu mungkin berasal," kata Petra.
"Bagaimana pendapatmu?"
"Aku rasa, si Hibler yang mencurinya.?"Berarti bulan September tahun lalu ia
berada di kota kita."
"Hal itu akan kita selidiki."
"Ternyata aku tidak perlu menggunakan lirikan maut. Nyonya Derblich benar-benar
terpukau olehmu. Apalagi karena kau nyengir terus - seperti pamer gigi saja."
Mereka menuju sirkus. Dari Jauh tenda raksasa itu sudah terlihat berkilau-
kilauan. Belasan lampu sorot mengarahkan cahayanya pada papan nama di puncak
tenda: SIRKUS SARANI. Ratusan bahkan ribuan lampu kecil menghiasi pintu masuk
utama.Blitti dan Oskar menyambut mereka.
"Hibler pergi," Oskar melaporkan.
"Sudah dari tadi sore, sekitar pukul tiga," kata Blitti. "Ayahku kebetulan
melihatnya. Si Hibler pergi naik sepeda. Ia membawa sebuah sekop yang masih baru
sekali." Sporty bertepuk tangan. "Nah, apa kubilang! Dan bajingan itu tidak mau
mengakuinya. Untuk apa dia membawa sekop itu" Untuk menggali - tentu saja. Tapi di
mana" Dan apa yang akan digalinya?"
"Aku teringat pada tanda X di peta milik Hibler- yang di Batu Raksasa," kata
Petra. Sporty mengangguk. "Aku juga. Cukup lama kalau naik sepeda ke sana. Tapi," ia
melirik arlojinya, "seharusnya si Hibler sudah kembali. Kecuali kalau ia berniat
untuk memendam batu-batu itu dalam tanah."
Thomas dan Dirk kembali dari kassa. Dirk melambai-lambaikan enam karcis gratis
kelas satu, persis di belakang tempat duduk VIP. Masing-masing diberi satu
karcis. Dirk kelihatan bangga sekali karena bisa menyenangkan hati anak-anak
STOP. "Aku sudah tak sabar lagi," kata Petra. "Tapi sekarang aku harus menelepon orang
tuaku dulu, supaya mereka tidak cemas. Sebenarnya, jam segini aku sudah harus
berada di rumah. Setelah gelap," ia berpaling pada Blitti, "orang tuaku hanya
membolehkan aku pergi kalau... kalau ketiga badut ini ikut."
Yang dimaksudnya adalah Sporty, Thomas, dan Oskar.
"Jangan dikira bahwa tugas itu mudah," Sporty menerangkan. "Tanggung jawabnya
berat sekali. Soalnya Nyonya Besar ini suka tiba-tiba kabur kalau tidak
diperhatikan terutama kalau ia melihat seekor anjing yang bisa diajak
bersalaman." Petra membalasnya dengan melayangkan tinjunya ke tulang rusuk Sportypelan
memang, tapi anak itu langsung berlagak kesakitan.
"Huh! Dasar brengsek!" Petra lalu menoleh pada Blitti. "Ayo, kita cari telepon
umum saja."Ia merangkul Blitti, kemudian keduanya melangkah pergi.
Dirk terheran-heran melihat kedua gadis itu. Kepada Sporty ia lalu
berkata,"Kelihatanrtya dia tidak terlalu menyukaimu" Kalian lagi musuhan?"
Thomas dan Oskar langsung ketawa terbahak-bahak.
"Awas! Si Hidung Bengkok datang!" Sporty tiba-tiba berkata dengan tajam.
Benar saja Erwin Hibler mendekat naik sepeda. Tubuhnya terbungkus pakaian tebal.
Sebuah puntung cerutu terselip di mulutnya. Ia nampak lelah. Tanpa tenaga ia
menggenjot pedal sepeda. Sekopnya yang baru tidak dibawanya.Hibler melewati
anak-anak itu tanpa memperhatikan mereka, lalu menuju ke arah karavannya.Petra
dan Blitti kembali. "Beres," kata Petra.
"Aduh, lapaaar!" Oskar mendesah. "Perutku sudah berteriak-teriak minta diisi.
Seharian aku belum makan apa-apa. Bagaimana bisa tetap sehat kalau begini
terus?" ia menambahkan dengan ketus.
"Sekali ini aku sependapat denganmu," kata Sporty. "Kita memang belum makan
siang Ayo, kita ke kantin."
Di sana mereka masing-masing memesan sepotong ayam panggang dengan seporsi
kentang goreng. Oskar sekaligus membeli tiga keping coklat.Setelah kenyang,
mereka menuju tenda pertunjukan. Penonton-penonton lain pun sudah mulai
berdatangan.Petra dan Blitti berjalan di depan.
"Aku akan menyusul," kata Sporty pada teman-temannya yang lain.
Sementara mereka menuju pintu masuk, anak itu menghampiri karavan yang berisi
toilet.Ketika kembali, ia sejenak berhenti di bawah bayang-bayang karavan
pengangkut peralatan untuk mengancingkan jaketnya. Pada saat itulah Erwin Hibler
melintas di hadapannya. Pria itu menuntun sepedanya dan mengarah ke jalan besar.
Ia tidak melihat Sporty.Anak itu tidak perlu berpikir panjang. Memang ia ingin
sekali menyaksikan pertunjukan sirkus. Para pemain musik sudah mulai beraksi,
dan acara selanjutnya pasti meriah dan menegangkan sekali. Tapi yang lebih
penting adalah mengawasi si tertuduh utama meskipun Sporty terpaksa berkorban
untuk itu. Sporty berlari mengambil sepedanya lalu mengikuti si Hidung Bengkok.Mula-mula
mereka menyusuri jalan yang tanpa penerangan sama sekali. Sporty berpatokan pada
lampu belakang sepeda HiblerKemudian lampu-lampu menyinari jalan dengan cahaya
lemah. Sporty memperbesar jarak, tapi Hibler tak sekali pun menoleh ke belakang.
Sporty mulai bertanya-tanya ketika mereka setelah menempuh perjalanan jauh tiba
di Jalan Fritz Muller.Dengan terheran-heran ia memperhatikan si Hidung Bengkok
berhenti di depan pekarangan keluarga Klemm, melangkah ke pintu rumah, lalu
menekan bel.Tentu saja tidak ada yang membuka pintu, sebab Mathilda dan Richard
sedang meringkuk dalam tahanan suatu hal yang tidak diketahui pria itu.Ia
kembali menekan bel. Kali ini agak lama. Karena belum juga ada jawaban, Hibler
lalu mengetuk pintu dan jendela. Akhirnya ia menyerah dan berbalik. Sikapnya
menunjukkan kekecewaannya.
Sporty bersembunyi di seberang jalan dan membiarkannya lewat.Hibler kembali ke
sirkus, sehingga Sporty punya waktu untuk berpikir. Apa hubungannya antara
suami-istri Klemm dengan si Hidung Bengkok" Apakah mereka bersekongkol
dengannya" Atau mungkin mereka sekadar kenalan lama"
Si Hidung Bengkok, yang rupanya mengambil cuti setengah hari, langsung masuk ke
karavannya. Kecil sekali kemungkinannya bahwa ia akan keluar lagi.Sporty berlari
ke tenda pertunjukan. Ia tahu bahwa tenda itu berisi 5000 tempat duduk, dan
bahwa semua karcis terjual habis. Itu berarti bahwa tenda raksasa itu penuh
sesak.Baru setelah mencari selama beberapa menit ia berhasil menemukan teman-
temannya. Satu kursi di antara Petra dan Dirkmasih kosong.Teman-temannya
menatapnya dengan pandangan menyalahkan.
"Ah, kau rugi besar!" kata Petra. "Kau ke mana saja, sih" Pak Polakov sudah
menampilkan binatang-binatang buasnya. Singa, harimau, leopard, macan kumbang
semuanya tampil. Blitti boleh bangga punya ayah seperti dia. Luar biasa, memang!
Setelah itu ada pertunjukan akrobat, penampilan singa laut, dan adu banteng oleh
para badut wah, lucu sekali! Dan acara tunggang serasi baru saja berakhir. Nih,
daftar acaramu." "Aku tadi membuntuti si Hidung Bengkok," Sporty menjelaskan. "Kalian takkan
percaya. Dia pergi ke rumah Pak Klemm. Tentu saja tidak ketemu. Entah apa
maksudnya! Tapi sekarang aku ingin menikmati pertunjukan sirkus "
Acara trampolin adalah acara yang terakhir sebelum istirahat. Seusai acara itu,
orang-orang berbondong-bondong keluar tenda. Oskar mentraktir, sementara Sporty
bercerita. Mereka kemudian memutuskan untuk memberi tahu ayah Petra tentang
kunjungan si Hidung Bengkok ke rumah Pak Klemm.
Setelah beberapa menit, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.Band
beranggota dua belas orang sedang memainkan lagu-lagu mars. Sebuah kelompok
pemain akrobat dari negeri Cina tampil di arena. Keterampilan mereka benar-benar
luar biasa. Para penonton bukan hanya terkesima melihat kecekatan pemain-pemain
akrobat itu dalam beraksi dengan piring yang diputar di atas tongkat mereka juga
terkagum-kagum melihat keberanian para pemain itu. Tanpa rasa takut para pemain
akrobat itu melompat menembus gelang-gelang besi yang bagian pinggirnya
dipasangi pedang-pedang tajam. Baik pria maupun wanita ikut dalam acara itu.
Salah seorang pemain wanita muda telah menguncir rambutnya. Kuncir itu diikat
pada seutas tali, yang kemudian ditarik ke atas. Perlahan-lahan wanita muda itu
mulai terangkat sampai akhirnya melayang pada ketinggian lima meter di atas
arena. Seorang laki-laki . kekar tiba-tiba melompat ke atas, lalu berpegangan
pada kedua kaki wanita tadi. Berat badan keduanya hanya ditahan oleh sebuah
kuncir! "Gila!" ujar Sporty setengah berbisik. "Rambutnya kuat sekali! Seandainya aku
nekat menirunya, maka kulit kepalaku pasti langsung terkelupas."
Petra menganggap ucapan itu sebagai undangan untuk menguji kekuatan rambut
Sporty. Tangannya yang mungil menggenggam rambut Sporty yang ikal, lalu
menariknya dengan kuat. Sporty langsung mengaduh keras-keras, sehingga penonton-
penonton di sekitar mereka mulai menengok. Ia memang sengaja berbuat seperti
itu. Dengan terkejut Petra melepaskan rambutnya.
15. Panik di Arena Sirkus
Menurut daftar acara, Pak Polakov - si pelatih binatang buas ternama - akan muncul
sekali lagi. Ia akan menampilkan sepuluh ekor singa gurun. Yang membuat acara
itu unik dan mendebarkan adalah bahwa yang ditampilkan hanyalah singa-singa
jantan yang terkenal galak. Sebuah pertunjukan penuh risiko.
Dua badut mengocok-ngocok perut para penonton, sementara para pekerja dalam
sekejap mempersiapkan kerangkeng besar di tengah arena. Sekarang mereka sudah
memasang terowongan yang menghubungkan arena dengan kandang binatang-binatang
buas itu.Sporty melihat kedua tangan Petra terkepal. Gadis itu pasti sedang
membayangkan kejadian tadi siang - yang nyaris berakibat fatal bagi Bello dan
Sporty. Sporty menepuk-nepuk bahu Petra. Ia tersenyum lembut ketika gadis itu
menatapnya. Dan Petra pun mengerti bahwa pikiran dan perasaannya telah tertebak.
"Dan sekarang, Bapak-bapak serta Ibu-ibu yang kami hormati," pembawa acara
berkata melalui pengeras suara, "Roberto Polakov dengan sepuluh singa buasnya!"
Ayah Blitti muncul di tengah kerangkeng dengan mengenakan pakaian serba putih.
Ia membungkuk. Tepuk tangan membahana. Sporty ian teman-temannya pun ikut. Pak
Polakov tersenyum ke arah mereka.Singa-singa itu menyerbu masuk melalui
teropongan penghubung - binatang-binatang gagah. Beberapa nampak marah dan mencoba
mencakar pelatih mereka. Namun pecut dan tongkat - yang hanya digunakan untuk
memberi aba-aba - segera memaksa singa-singa itu ke tempat masing-masing.
Blitti berbisik pada Sporty. "Yang paling penting adalah: jangan sekali-sekali
menempatkan singa-singa yang sama kuat berselebahan. Kalau begitu, pasti terjadi
pertumpahan darah karena keduanya akan memperebutkan kedudukan yang lebih
tinggi. Yang paling menyusahkan ayahku adalah yang pertama itu - yang punya bekas
luka di dada - dan yang kesembilan, yang rambutnya berwarna hitam. Mereka tidak
boleh berdekatan. Yang itu," ia menunjuk singa lain, "bernama Buffy. Dia
cenderung untuk terlalu gemuk, sehingga terpaksa menjalankan diet. Kecuali itu,
Buffy juga membenci Wotan, ayahnya. Dan Wotan serta Sorbas, singa yang keempat
dan kesepuluh, adalah musuh lama. Pernah suatu ketika kandang mereka kebetulan
diletakkan berdempetan. Wotan mengamuk, dan mencoba menggigit putus ekor si
Sorbas." "Mudah-mudahan mereka menurut pada ayahmu," ujar Oskar.
"Mereka menghormatinya. Kedudukan ayahku paling tinggi dalam kelompok itu."
Masing-masing singa duduk di atas sebuah kursi besi. Beberapa di antara mereka
menggoyang-goyangkan ekor dengan gelisah.Pak Polakov memindahkan sebuah gelang
baja yang terpasang pada sebuah dudukan ke tengah-tengah arena. Gelang baja itu
ternyata dililit dengan bahan yang mudah terbakar. Ketika Pak Polakov menyundutnya, gelang itu langsung menyala.Sudah jelas bahwa singa-singa itu akan
melompat melalui gelang itusuatu keterampilan yang sulit sekali dilatih, sebab
singa takut terhadap api. Lampu-lampu sorot di puncak tenda padam satu per satu.
Kini gelang menyala tadi adalah satu-satunya sumber cahaya.
Pada saat genting itu Sporty melihat Direktur Rettberg - pemilik sirkus yang juga
ayah Dirk - menghampiri kerangkeng, lalu mengatakan sesuatu pada pelatih binatang
yang tengah beraksi.Lampu-lampu menyala kembali. Pak Polakov berlari menuju
pintu terowongan, membukanya, lalu menggiring singa-singanya keluar dari
kerangkeng. "Perhatian!" suara si pembawa acara kembali terdengar - kali ini tanpa berusaha
untuk menenangkan suasana. Sepertinya ia sendiri sulit untuk tetap tenang.
"Baru saja kami dihubungi polisi," ia berkata dengan suara bergetar. "Para
penonton diharapkan untuk segera meninggalkan tenda pertunjukan! Jangan terburu-
buru! Anda tidak perlu...!"
"Ada bom!" seseorang berteriak di tengah-tengah kerumunan orang. "Awas, ada
bom!" Teriakan itu seperti sebuah aba aba yang sudah ditunggu-tunggu. Akibatnya fatal.
Selama dua detik semuanya hening. Setiap orang seakan-akan lupa bernapas.
Kemudian 5000 penonton yang memadati tenda pertunjukan mulai menyadari bahwa
jiwa mereka terancam. Semua-nya hampir semuanyaserempak melompat berdiri. Tetapi
Sporty tetap tenang. Ia segera meraih lengan Petra untuk mencegah gadis itu
berdiri bersama orang-orang lain. Sporty tahu, dalam keadaan seperti sekarang,
semua orang akan mencari selamat sendiri. Setiap orang akan berusaha untuk
mencapai pintu keluar, tanpa mempedulikan nasib orang lain. Sudah terlalu sering
ada korban jiwa dalam acara-acara massal.
"Kita tetap di sini!" ia berseru pada teman-temannya. "Di sini kita lebih aman
daripada di tengah kerumunan orang-orang kalap itu."
Kegaduhan yang sulit dibayangkan memenuhi tenda raksasa itu. Wanita-wanita
menjerit-jerit, Anak-anak memekik ketakutan. Para pria memaki-maki. Banyak orang
dengan membabi-buta melepaskan pukulan ke sekeliling. Tapi sebaliknya, mereka
pun menerima pukulan dari segala arah. Para ibu terpaksa menyeret anak-anak
mereka. Keenam sahabat itu tetap duduk di tempat masing-masing. Dengan mata terbelalak
mereka menatap arus orang yang berebut dan desak-mendesak ke arah pintu. Pak
Polakov menggiring singa-singanya keluar dari kerangkeng. Mereka menurut seperti
sekelompok domba jinak .Apakah ia masih sempat menjaga urutan yang tepat" pikir Sporty.
Melalui pengeras suara, si pembawa acara berusaha menenangkan massa. Tapi
suaranya tertelan dalam kesemrawutan, dan tak seorang pun memperhatikannya.
Para penonton berdesak-desakan di depan empat buah pintu keluar. Secara ajaib
tak seorang pun menderita cedera. Ketika tenda sudah nyaris kosong, anak-anak
menghampiri Direktur Rettberg, yang bersama-sama dengan Pak Polakov dan beberapa
orang lain berdiri di samping pintu belakang.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Sporty. "Benarkah ada bom di sini?"
Pak Rettberg menggeleng. "Kami mengosongkan tenda karena sebab yang lain.
Katanya, seseorang telah menyebarkan racun di arena ini. Setidak-tidaknya
begitulah yang kami dengar melalui telepon. Ya, ampun! Apa maunya orang-orang
gila itu" Separuh kursi kami rusak sama sekali."
Keenam sahabat itu saling memandang penuh arti.
"Jadi ada racun?" ujar Sporty. "Hmm, barangkali aceton-nitril. Arena sirkus ini
juga bisa dianggap sebagai tempat umum yang ramai dikunjungi. Kelihatannya, ada
orang yang ingin membalas dendam."
Tapi Pak Rettberg tidak mendengarkannya. Sementara itu Pak Polakov juga kembali
sibuk mengurus singa-singanya.Sporty memasang telinga.Di kejauhan terdengar
bunyi sirene yang semakin mendekat.
"Ayahmu pasti ikut," katanya pada Petra. "Ayo, kita ke sana!"
Mereka keluar tenda bersama pengunjung-pengunjung terakhir. Di sini, rasa panik
masih menguasai suasana. Semua orang berlarian menuju lapangan parkir. Mesin-
mesin mobil meraung-raung. Orang-orang berteriak-teriak. Sekali-sekali terdengar
suara mobil bertabrakan dengan keras.Bunyi sirene tadi kini sudah sangat dekat.
Mobil-mobil polisi berhenti di tepi jalan. Sporty juga melihat sebuah mobil
ambulans.Para petugas polisi langsung menutup daerah itu. Beberapa pria
berpakaian khusus menyerbu ke arah tenda pertunjukan.
"Itu ayahku!" seru Petra tiba-tiba.
Komisaris Glockner baru saja turun dari mobilnya. Anak-anak segera
menghampirinya. Tapi ayah Petra pun belum punya waktu bagi mereka. Ia membagi
anak-buahnya ke dalam beberapa kelompok, memberikan perintah-perintah, lalu
menghilang ke dalam tenda pertunjukan selama beberapa menit.Ia nampak serius
ketika keluar lagi. "Nah, sekarang semuanya bergantung kepada para penjinak bom," katanya sambil
menarik napas dalam-dalam. "Mereka harus memeriksa tenda ini dengan saksama - inci
demi inci - dan kemudian daerah sekitarnya. Menurut saya, semua ini hanya gertakan
para pemeras saja. Tetapi saya juga tidak berani menganggap enteng kasus ini.
Bahayanya terlalu besar. Kalian pasti ingin tahu apa yang telah terjadi, bukan"
Begini, Bapak Walikota baru saja ditelepon oleh si pemeras. Orang itu mengaku
bahwa ia telah menyebarkan racun aceton-nitril di arena Sirkus Sarani tidak lama
sebelum pertunjukan dimulai. Pesan itu langsung diteruskan pada polisi, dan kami
segera bertindak. Yang patut disayangkan adalah sikap para penonton setelah
diperintahkan meninggalkan tenda."
"Memang," ujar Petra, "mereka seperti orang gila."


Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ayahnya mengangguk. Ia nampak penuh perhatian ketika Sporty lalu melaporkan
kunjungan Erwin Hibler ke rumah Pak Klemm.
"Maksud kunjungannya harus ia jelaskan sekarang," Pak Glockner lalu berkomentar.
"Oh ya, kami sempat merekam suara si pemeras ketika ia menelepon Bapak Walikota.
Pesawat telepon kami telah disambung ke sebuah alat perekam. Dengan bantuan
peralatan yang ada di laboratorium kami, suara orang itu bisa dianalisis dan
kemudian digambarkan dalam bentuk kurva ma-tematik. Di seluruh dunia tidak ada
dua orang yang memiliki kurva suara yang persis sama. Hal ini sangat membantu
dalam pelacakan seorang penjahat - bahkan lebih penting daripada sidik jarinya.
Karena itu - jika yang menelepon Bapak Walikota adalah Erwin Hibler, maka ia
takkan bisa menyangkalnya.''
Komisaris Glockner mengutus anak buahnya untuk menjemput Erwin Hibler.
"Apakah suami-istri Klemm sudah selesai diperiksa?" tanya Sporty kemudian.Pak
Glockner mengangguk. "Racun sianida itu sudah beberapa bulan yang lalu dibeli. Pak Klemm
mendapatkannya dari seorang bandit, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Dengan
jumlah sesedikit itu, ancamannya untuk meracuni bahan makanan di seluruh cabang
toko swalayan tidak mungkin terlaksana. Dan sampai sekarang pun Pak Klemm tetap
berkeras bahwa ia tidak tahu-menahu soal pemerasan kedua ini. Saya
mempercayainya. Sebenarnya, hal itu bahkan sudah terbukti, sebab ketika Bapak
Walikota ditelepon, Pak Klemm beserta istrinya sudah mendekam di dalam tahanan."
Kedua petugas tadi kembali sambil mengapit Erwin Hibler. Wajah orang itu nampak
merah padam karena marah. Walaupun begitu ia masih sempat mengejek.
"Halo, Pak Komisaris! Anda rindu pada saya" Apa lagi kesalahan saya kali ini"
Rupanya Anda tetap berprasangka bahwa saya seorang penjahat."
"Kita lihat saja nanti. Tapi sekarang tolong jelaskan mengapa Anda mengunjungi
rumah Richard Klemm?"
Si Hidung Bengkok nampak terkejut. Sporty mengamatinya dengan saksama, dan ia
mendapat kesan bahwa si Hidung Bengkok tidak berpura-pura.
"Kenapa saya mengunjungi Richard Klemm" Saya tidak ketemu dengannya. Rumahnya
kosong tidak ada orang! Lagi pula, apakah dilarang mengunjungi seorang kawan
lama" Saya sudah lama mengenal Richard. Saya pernah tinggal di kota ini. Tahun
lalu saya bahkan masih bekerja di sini. Waktu itu saya terdaftar secara resmi.
Saya tinggal di sebuah apartemen sewaan. Karena itu saya mengenal Richard Saya
hanya ingin mengunjunginya mumpung lagi di sini."
"Apakah saya boleh menanyakan sesuatu?" Sporty berujar pada Pak Glockner.
"Silakan.?"Apakah Anda kemarin bertemu dengan Pak Klemm di toko swalayan?"
Sporty bertanya pada si Hidung Bengkok.
Hibler menatapnya dengan tajam. Ia nampak ragu-ragu untuk menjawab. Namun
akhirnya ia berkata,"Ya, saya ketemu dengannya. Kami bahkan sempat berbincang-
bincang sebentar. Richard gembira melihat saya. Saya lalu berjanji untuk mampir
ke rumahnya sebelum rombongan sirkus pindah ke kota lain."
"Apakah pada bulan Oktober tahun lalu Anda masih berada di kota ini?" Sporty
kembali bertanya. Erwin Hibler diam sejenak, kemudian mengangguk Ia mengeluarkan
sebatang cerutu dari kantong jaketnya, dan menggigit ujungnya.
"Dan di mana Anda bekerja waktu itu?" Sporty sekali lagi mengajukan pertanyaan.
Kali ini si Hidung Bengkok tidak bisa menahan diri lagi."Apakah saya harus
mendengarkan ocehan anak ingusan ini?" tanyanya dengan berang.
"Kalau Anda tidak mau menjawab, maka saya yang akan menanyakannya pada Anda,"
ujar Pak Glockner, meskipun ia juga belum tahu maksud Sporty.
"Kadang-kadang di sini, kadang-kadang di sana. Tapi paling sering di pabrik.
Atau di perusahaan kontraktor pembuat jalan. Hampir setiap bulan saya pindah
kerja. Saya tidak betah berlama-lama di satu tempat. Saya membutuhkan pergantian
suasana. Karena itu saya senang bekerja di sirkus."
"Saya terpaksa membawa Anda ke kantor polisi," kata Komisaris Glockner. "Suara
Anda akan dibandingkan dengan suara seorang penelepon gelap. Jika hasilnya
negatif, maka dalam satu jam Anda sudah boleh berada di sini lagi."
"Apa?" Hibler mencetus. "Segala tetek bengek itu harus diulangi lagi?"
"Biasanya, saya akan mengatakan bahwa ini hanya suatu pemenksaan rutin. Namun
kasus kali ini berbeda. Anda dicurigai sebagai pelaku pemerasan terhadap Bapak
Walikota, yang melibatkan uang tebusan sebesar satu juta Mark. Pemeras itu
mengancam akan meracuni warga kota dengan racun aceton-nitril. Tapi harap Anda
ketahui, ini bukan tuduhan. Sementara ini Anda hanya termasuk orang yang
dicurigai. Saya berharap agar Anda mau bekerja sama dengan kami - demi kebaikan
Anda sendiri." "Buang-buang waktu saja," ujar Hibler dengan nada tinggi. "Saya sama sekali
tidak terlibat dalam urusan pemerasan itu."
"Justru itulah yang ingin kami buktikan," Pak Glockner menanggapinya.
Ia mengangguk ke arah anak buahnya.
Hibler dibawa ke mobil patroli. Ia tidak melawan, tapi terus-menerus memprotes
dengan sengit.Pak Glockner nampak penasaran.
"Apa sebenarnya maksud pertanyaan-pertanyaanmu tadi, Sporty?"
Penuh perhatian ia kemudian mendengarkan hasil kunjungan Petra dan Sporty ke
Gedung Pers. "Bagus, bagus. Tapi saya juga terpaksa menjewer kalian. Petunjuk mengenai buku
catatan Erwin Hibler seharusnya langsung kalian beri-tahukan pada saya."
Sporty menundukkan kepala karena merasa bersalah. Tapi Petra langsung merangkul
ayahnya dengan manja. "Jangan marah, dong," katanya dengan lembut. "Kami memang bermaksud memberi tahu
Ayah. Tapi kami belum punya kesempatan. Dan Sporty juga merasa bersalah karena
telah memasuki tempat tinggal Hibler tanpa izin. Kecuali itu, kami juga ingin
memastikan dulu apakah tanggal itu memang ada artinya."
Pak Glockner tersenyum. "Dasar anak-anak STOP! Ya, sudah! Tapi anehnya, Pak
Klemm mati-matian menyangkal bahwa ia mengenal Erwin Hibler. Dia juga mengaku
tidak melihat seseorang yang patut dicurigai, meskipun Hibler telah digambarkan
secara jelas baik oleh atasannya, Pak Leibrecht, maupun oleh Sporty. Jangan-
jangan mereka memang bekerja sama. Kalau suami-istri Klemm ternyata bersekongkol
dengan Hibler, maka telepon tadi tidak membuktikan bahwa mereka tidak bersalah."
"Penjelasannya mungkin sederhana saja," ujar Sporty. "Siapa tahu Pak Klemm
merasa malu berteman dengan seseorang seperti Erwin Hibler. Barangkali saja ia
tidak mau mengakuinya di depan atasannya. Lagi pula, Pak Klemm baru saja gagal
melancarkan usaha pemerasan. Bagi dia justru menguntungkan jika orang lain ikut
dicurigai." "Hmm, penjelasanmu masuk akal. Sejak awal Pak Klemm memang berusaha untuk
mengalihkan perhatian orang-orang. Dia sebenarnya tidak termasuk yang dicurigai.
Untung saja sandiwaranya akhirnya terbongkar oleh seorang pemuda cerdik."
Semuanya ketawa. Sporty memasang tampang seakan-akan tidak memahami pujian
terselubung itu.Suasana di sekeliling mereka masih kacau balau. Semakin banyak
petugas dikerahkan untuk memeriksa seluruh daerah sekitar Sirkus Sarani.
Beberapa saat kemudian salah seorang dari mereka menghampiri Komisaris Glockner.
"Kami tidak menemukan apa-apa!" katanya."Di belakang sana memang ada sedikit
bensin yang tumpah, tapi selain itu, benar-benar tidak ada apa-apa. Si Pemeras
ternyata hanya menggertak saja."
Meskipun demikian, usaha pencarian tetap diteruskan. Wartawan-wartawan foto
mulai berdatangan. Juga beberapa pejabat, yang dalam kesempatan seperti ini
mendadak jadi sibuk. Soalnya, kehadiran mereka di sini bisa membuktikan betapa
besar perhatian mereka terhadap kepentingan orang banyak. Semuanya berlomba-
lomba untuk mendapatkan perhatian para wartawan. Setiap orang menegaskan bahwa
ia sudah sejak lama memperingatkan Bapak Walikota terhadap situasi-situasi
semacam ini.Sporty mengajak teman-temannya ke tempat yang agak sepi.
"Aku punya usul," katanya. "Besok pagi kita berempat pergi ke Hutan Dongeng, ke
Batu Raksasa. Kita akan mencari tempat yang ditandai dengan huruf X di petanya
si Hidung Bengkok. Barangkali saja sekopnya masih ada di sana. Dan siapa tahu
masih ada hal-hal lain yang bisa kita temukan di sana. Sebaiknya kau juga ajak
Bello, Petra. Kita mungkin memerlukan penciumannya yang tajam. Aku mohon agar
kalian berdua tetap tinggal di sini," ia lalu berpaling pada Blitti dan Dirk.
"Si Hidung Bengkok masih perlu diawasi terus. Kalianlah yang bisa melakukannya
tanpa membuat bajingan itu curiga."
Semuanya setuju dengan usul Sporty.
16. Upaya Terakhir di Tengah Hutan
Udara pada pagi berikut terasa dingin sekali, walaupun matahari bersinar.
Semalam, Sporty dan Oskar masih berbincang-bincang sampai larut. Karena itu
keduanya agak telat bangun. Supaya tidak terlambat sampai di rumah Petra, mereka
tidak ikut sarapan bersama. Bagi Sporty tidak ada masalah. Oskar sebaliknya
merasakannya sebagai bencana besar. Sepanjang jalan ia terus mengomel, meskipun
kantong-kantong jaketnya penuh dengan coklat yang ia bawa sebagai ransum
darurat. Akhirnya Sporty tidak tahan. Dengan beberapa kata pedas ia membuat
Oskar terdiam. Tidak jauh dari rumah Petra mereka bertemu dengan Thomas. Anak itu juga tidak
sempat sarapan. Ia hanya minum segelas susu. Katanya, ia terlalu tegang untuk
memikirkan urusan perut. Petra ternyata sudah menunggu di depan rumahnya lengkap
dengan sepeda dan tali pengikat Bello di tangan. Matanya menyala-nyala. Sporty
segera menyadari bahwa sahabatnya itu sedang menahan geram.
"Kalian sudah tahu?" gadis itu bertanya begitu Bello selesai menyambut Sporty.
"Pengetahuanku cukup luas," jawab Thomas. "Tapi rasanya bukan itu yang
kaumaksud." "Dia meracuni ikan-ikan. Ikan mas, ikan gabus, kodok, pokoknya semua yang hidup
di Danau Petersen. Uh, aku kepingin membunuh bajingan itu! Pemeras itu benar-
benar tak berperasaan."
Dengan kening berkerut Sporty, Thomas, dan Oskar mendengarkan laporan Petra.
"Yang pertama: suara Erwin Hibler ternyata tidak sama dengan suara si Pemeras
yang menelepon Pak Walikota. Itu sudah terbukti dengan jelas, kata ayahku.
Berarti dalam hal ini si Hidung Bengkok tidak bersalah. Sekarang sedang diteliti
apakah Dieter Manhold - teman akrabnya itu - ikut terlibat. Si Hidung Bengkok
kemarin malam langsung dibebaskan lagi. Tadi pagi sekitar jam enam ayahku
ditelepon. Lagi-lagi karena urusan pemerasan itu. Seorang pensiunan yang biasa
jalan-jalan di waktu subuh, tadi pagi lewat Danau Petersen. Di sana ia menemukan
ratusan ikan mati mengambang di permukaan. Ia kemudian juga menemukan sebuah
bejana yang mungkin berisi racun. Orang tua itu langsung menelepon polisi, dan
sebuah mobil patroli segera menuju ke sana. Penelitian sementara menunjukkan
bahwa Danau Petersen tercemar racun aceton-nitril. Daerah sekitar danau sekarang
dinyatakan sebagai daerah tertutup. Kejadian ini adalah sebuah bencana Maksudku,
si Pemeras semalam akhirnya melaksanakan ancamannya. Itulah pertunjukan maut
yang dijanjikannya."
"Keterlaluan!" Oskar marah-marah. "Untung aku tidak doyan ikan. Kalau saja..."
Anak itu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. Begitu menyadari bahwa Petra
menatapnya dengan tajam, ia segera memperbaiki ucapannya.
"Sudahlah, Petra! Aku juga kasihan pada ikan-ikan itu! Mereka lagi enak-enak
berenang, eh, tiba-tiba bajingan itu datang dan... Benar-benar keterlaluan."
"Kita akan meringkusnya!" ujar Sporty dengan pasti. "Apa lagi yang kita tunggu"
Ayo, kita berangkat."
Bello gembira karena ikut diajak. Dengan semangat menyala-nyala anak-anak itu
menggenjot sepeda masing-masing. Mereka memilih jalan yang tersingkat, dan
dengan cepat mendekati tujuan.Tidak lama kemudian mereka telah berada di luar
kota. Angin bertiup dengan kencang Namun karena bergerak terus, mereka tidak
merasa kedinginan. Oskar mengeluh terus. Perjalanannya terlalu melelahkan,
katanya, dan ia juga belum sempat sarapan. Tapi yang lain tidak menanggapinya.
Setelah bersepeda selama satu jam, mereka tiba di Hutan Dongeng. Puncak-puncak
pohon masih terselubung kabut. Udaranya berbau lem-bap.Mereka menyusuri sebuah
jalan sempit. Jalan ini menuju ke Kedai Dongeng, sebuah restoran di tengah
hutan. Bahwa makanannya lezat, sudah tersiar dari mulut ke mulut. Kecuali itu,
letaknya juga sangat romantis. Pada hari Sabtu dan Minggu, para pelancong
berbondong-bondong mengunjunginya, sehingga orang-orang yang ingin mampir
terpaksa memesan tempat dari sebelumnya.
"Nanti kita makan di sini," kata Oskar. "Uangku masih cukup untuk mentraktir
kalian semua." Tapi yang lainnya tidak begitu tertarik. Seperti Thomas, Petra, dan Sporty pun
kini terlalu tegang untuk memikirkan urusan perut.Seperempat jam kemudian jalan
kecil itu mulai menanjak, lalu berakhir di sebuah lapangan terbuka. Dari sini,
anak-anak meneruskan perjalanan dengan mengikuti sebuah jalan setapak. Jalan
setapak ini begitu sempit, sehingga mereka terpaksa beriring-iringan. Tidak lama
setelah itu mereka tiba di Batu Raksasa.
Enam tonggak batu menjulang tinggi ke angkasa. Yang paling tinggi berukuran
sekitar 12 meter. Yang lainnya membentuk sebuah lingkaran yang mengelilingi batu
pertama tadi. Tak ada yang tahu bagaimana kelompok bebatuan aneh ini terbentuk.
Dengan lesu anak-anak memandang ke sekeliling.Hutan di sini mirip rimba
belantara. Semak belukar tumbuh di mana-mana.
"Mana tanda X itu?" tanya Oskar.
"Wah, ini sih sama saja dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami," kata
Thomas. "Iya, mana mungkin kita menemukannya," Petra menambahkan.
"Hus, jangan mengomel saja," ujar Sporty.
Ia menyandarkan sepedanya pada sebatang pohon. "Sebelum ke sini, aku sudah
mempersiapkan diri."
Ia merogoh kantong celananya, lalu mengeluarkan kotak korek api milik Erwin
Hibler yang terbungkus kertas tisu.
"Korek api ini kepunyaan si Hidung Bengkok," ia menerangkan sambil
mengacungkannya. Karena Hibler sering memakainya, maka baunya pasti masih
menempel. Aku sih tidak mencium apa-apa. Tapi penciuman Bello pasti bisa
membantu kita. Nah, coba perhatikan ini."
Sporty melepaskan tali pengikat leher anjing itu. Kemudian ia menyodorkan korek
itu ke hadapan moncongnya. Bello pertama-tama menyangka bahwa Sporty memberikan
sesuatu untuk dimakan. Tapi ketika ia mendengar perintah "Cari!", otaknya
langsung bekerja. Dengan hidung menempel di tanah ia berputar-putar di tempat. Setelah beberapa
detik ia menemukan sebuah jejak. Jejak si Hidung Bengkok"Bello menembus semak-
semak. Anak-anak nyaris tidak bisa mengikutinya. Kemudian anjing itu menyalak.
Tetapi sewaktu Sporty berhasil menyusulnya, femyata Bello hanya menemukan seekor
landak. Sekali lagi Bello disuruh mencari. Ia kembali berlari kali ini menuju
tonggak batu yang paling besar. Sporty terpaksa berlari dengan sekuat tenaga
agar dapat mengikuti anjing itu.Bello mulai menggali di bawah semak-semak.Sporty
segera menarik barang itu keluar sebuah sekop yang masih baru! Tak salah lagi -
pemiliknya pasti si Hidung Bengkok.Bello terus menggali.
"Aku rasa," ujar Sporty dengan jantung berdebar-debar, "kita telah menemukan
tempat penyimpanan racun aceton-nitril itu. Menurut dugaanku, kita akan
menemukan delapan bejana berisi zat tersebut di sini. Yang ke sembilan sudah
dipakai untuk membunuh ikan-ikan di Danau Petersen."
Petra kembali mengikat Bello. Thomas mulai menggosok-gosok kacamatanya. Oskar
dengan tenang memasukkan sepotong coklat ke dalam mulut. Sporty menancapkan
sekop itu di tanah dan mulai menggali. Dalam sekejap sekopnya telah membentur
logam. Dengan hati-hati ia mengeluarkan lima buah bejana sebesar ember yang
nampak cukup kokoh. Pada setiap tutupnya terlihat gambar tengkorak - tanda
peringatan bahwa bejana-bejana itu berisi zat beracun.
"Tulisan di sampingnya masih bisa dibaca," kata Sporty. "A.. Aceton-Nitrill"
"Kita telah menemukannya!" seru Petra sambil melompat-lompat kegirangan. "Bello
patut diberi tanda penghargaan."
"Bejananya baru ada lima!" Thomas mengingatkan teman-temannya.
Sporty kembali menggali dan menemukan ketiga bejana yang masih tersisa.
"Terus, bagaimana sekarang?" tanya Oskar.
"Kita tidak boleh buang-buang waktu," Sporty memutuskan. "Kita kembali ke Kedai
Dongeng. Dari sana kita telepon ayahmu, Petra. Racun ini harus diamankan."
"Nah, ini baru usul yang mantap," kata Oskar. "Bagaimana kalau kita sekalian
sarapan?" "Makanan melulu yang kaupikirkan!" ujar Sporty. "Tapi coba kaupikirkan hubungan-
hubungan dalam kasus ini. Aku berani bertaruh bahwa Erwin Hibler pernah bekerja
di perusahaan angkutan yang kecurian ke sembilan bejana ini."
"Aku juga yakin, dialah pencurinya," kata Petra. "Tapi kenapa kau menduga bahwa
ia pernah bekerja di sana?"
"Karena antara pencurian itu dan usaha pemerasan sekarang ada jangka waktu satu
tahun. Coba pikirkan! Seandainya si pencuri langsung mengadakan pemerasan, maka
yang pertama-tama diperiksa adalah para pegawai perusahaan angkutan itu termasuk
Hibler. Hal itu sepenuhnya disadari oleh dia. Karena itu ia memendam racun itu
di sini, berhenti bekerja, lalu keliling Eropa bersama rombongan Sirkus Sarani
selama setahun. Dengan cara itu ia berhasil menghapus jejaknya. Cerdik sekali.
Dengan sabar ia menunggu sampai pencurian itu sudah dilupakan. Bahwa kita bisa
menemukannya adalah suatu kebetulan. Pada saat itu ia bahkan belum melancarkan
usaha pemerasannya. Kita keliru waktu mencurigai dia terlibat dalam kasus
peracunan acar ketimun. Dalam hal itu Hibler tidak bersalah."
"Aneh tapi nyata!" Oskar berkomentar.
Thomas geleng-geleng. Bello ingin kembali mencari landak tadi, tapi Petra


Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencegahnya. Mereka meninggalkan Batu Raksasa dan menuju Kedai Dongeng. Karena
masih pagi, restoran itu kosong melompong. Selain seorang pelayan wanita tidak
tampak orang lain. Anak-anak STOP duduk di salah satu pojok yang dibatasi oleh sebuah dinding
pemisah. Sebenarnya mereka tidak ingin berlama-lama. Tetapi Oskar mengatakan
bahwa ia harus diseret keluar jika teman-temannya mau pergi lagi tanpa
sarapan.Tiga potong roti sosis lalu dipesannya. Thomas hanya memesan satu. Petra
sama sekali tidak makan, ia hanya ingin minum teh. Sporty juga hanya minta
segelas air jeruk. "Apakah saya bisa menelepon dari sini?" anak itu bertanya sekalian.
Pelayan wanita tadi mengantarkannya ke pesawat telepon. Petra ikut, sementara
Thomas dan Oskar tetap duduk di meja mereka.Sporty memasukkan sekeping uang
logam dan menelepon Komisaris Glockner di kantor polisi.
"Halo, di sini Komisaris Glockner," petugas polisi itu menyahut.
"Pak Glockner, ini Sporty. Kami sedang berada di restoran di Hutan Dongeng. Kami
berempat, maksud saya. Kami telah menemukan racun itu di Batu Raksasa Bapak tahu
tempatnya" Kedelapan bejana berisi racun yang belum ditemukan, maksud saya.
Bejana-bejana itu dikubur dalam tanah. Bello menemukannya. Sekop yang dibeli
Erwin Hibler di toko swalayan juga ada di sana."
Petra memasang telinga. Ia berdiri dekat sekali di samping Sporty, sehingga bisa
mendengar semua yang diucapkan ayahnya. Tetapi pertama-tama Pak Glockner tidak
mengatakan apa-apa. Untuk sesaat ia seperti kehilangan kata-kata. Sambil
tersenyum Sporty dan Petra mendengarnya menarik napas panjang.
"Jangan pergi ke mana-mana lagi," ia lalu berpesan. "Saya akan mengirim beberapa
anak buah saya ke sana. Saya sendiri akan pergi ke Sirkus Sarani. Sebenarnya
saya tadi sudah bersiap-siap ketika telepon berdering. Ada yang perlu saya
bicarakan dengan Erwin Hibler. Kalian tentu belum tahu bahwa Richard Klemm
akhirnya mengaku terlibat dalam pemerasan toko swalayan tempat ia bekerja. Klemm
juga mengatakan bahwa ia cukup akrab dengan Hibler. Mereka dulu sering minum-
minum bersama. Menurut Klemm, dalang pemerasan itu adalah Hibler. Pekerja sirkus
itu dulu sudah pernah mengusulkannya. Dan menurut pengakuannya, Hibler waktu itu
juga sudah mempunyai niat yang serupa. Tapi untuk melaksanakannya, Hibler ingin
memakai zat racun yang lebih berbahaya, yang ditakuti di seluruh dunia.
Berdasarkan keterangan Klemm, rencana kedua kejahatan itu memang berasal dari
otak Hibler. Dan secara kebetulan, keduanya lalu melaksanakan rencana masing-
masing pada waktu yang bersamaan. Karena itulah Klemm agak kikuk ketika bertemu
dengan Hibler di toko swalayan pada hari Kamis. Karena tepat pada saat itu Klemm
mulai menjalankan rencananya. Jadi, kalian tetap menunggu sampai anak buah saya
sampai di sana." Sporty dan Petra kembali ke teman-teman mereka.Dengan kaku Thomas dan Oskar
duduk di meja Sporty baru saja hendak membuka mulut ketika Thomas memberi
isyarat untuk tetap diam. Oskar menggunakan jempolnya untuk menunjuk ke
belakang.Di sana, sebuah selasar sempit menuju ruang kedai minum. Biasanya, para
pengunjung masuk ke kedai minum melalui sebuah pintu dari ruang depan.
"Ada apa?" Sporty berbisik.
"Ada yang datang," jawab Thomas dengan suara tertahan. "Untung saja Oskar dan
aku sedang diam. Kami mendengarnya menarik kursi. Lalu pelayan tadi menanyakan
pesanannya. Orang itu minta segelas anggur. Suaranya langsung kami kenali."
"Si Hidung Bengkok?" Sporty menebak.
"Betul." Wajah Petra menjadi pucat-pasi. Sporty memberi isyarat pada teman-temannya agar
tetap di tempat. Dengan hati-hati ia mengendap-endap menyusuri selasar, lalu
mengintip melalui pintu. Benar saja Erwin Hibler sedang duduk di salah satu meja dekat pintu.Pada saat
yang sama pintu membuka. Seorang pria melangkah masuk.
"Selamat pagi, Erwin," orang itu menegur Hibler.
"Sori, aku terlambat sedikit. Mobilku mogok tadi.?"Aku juga baru datang," jawab
si Hidung Bengkok. Sambil nyengir pria yang baru masuk menemaninya.Untuk ketiga kalinya Sporty
menelan ludah. Kejadian ini benar-benar membuatnya terkejut.Pria yang nampak
akrab sekali dengan Erwin Hibler adalah Wolfram Watz, si penipu yang gila judi.
Sporty segera menarik kepalanya agar jangan sampai terlihat oleh kedua orang
itu. Apa yang dibicarakan bisa ia dengar tanpa perlu melihat mereka.
"Aku datang pakai sepeda," kata Hibler. "Tapi sebentar lagi semuanya akan
berubah. Ke mana-mana aku akan naik mobil sport. Itu cita-citaku. Apa yang akan
kau perbuat dengan bagianmu?"
'"Aku belum tahu!" ujar Watz sambil ketawa. "Barangkali mengembalikan uang 22
ribu yang kuhabiskan di meja judi. Wah, perkara dompet yang hilang itu nyaris
membuatku celaka. Itu kan idemu, Erwin! Karena kau ingin membalas dendam kepada
orang-orang sirkus."
"Rencana itu sudah hampir berhasil! Coba kalau anak-anak brengsek itu tidak ikut
campur tangan" Semuanya pasti beres. Kau terbebas dari kesulitanmu. Kecurigaan
polisi akan terarah pada rombongan sirkus. Bahwa kau akhirnya tertangkap di
stasiun itu bukan salahku! Dasar pemabuk! Dan kenapa kau belum kapok-kapok juga
main judi" Seluruh rencana kita nyaris hancur berantakan karenanya.''
"Justru sebaliknya. Polisi beranggapan bahwa aku hanyalah seorang penipu kelas
teri. Mereka takkan menyangka bahwa aku yang berdiri di balik pemerasan terhadap
Walikota." "Sebenarnya siapa sih dalangnya?" tanya Hibler sambil ketawa."Kita berdua sama-
sama memegang peranan penting. Kerja-sama kita benar-benar rapi. Aku yang punya
idenya. Kau yang mencuri racun itu. Dan kita juga cukup cerdik untuk menunggu
selama setahun. Tapi sekarang kita sudah hampir berhasil kau lihat saja nanti.
Pak Walikota yang terhormat pasti akan membayar uang satu juta Mark itu.
Gertakan kita di Sirkus Sarani telah membuatnya gelisah. Dan tak ada yang
menyangka bahwa kau semalam masih sempat menyebarkan racun di Danau
Petersenapalagi setelah kau diperiksa polisi. Untung saja aku yang menelepon Pak
Walikota waktu itu."
"Tapi aku harus tetap hati-hati. Komisaris Glockner itu sudah mulai mengikuti
setiap langkahku. Sekarang ia sedang memeriksa si Manhold, teman sekamarku.
Kasihan juga si Dieter. Dia sebenarnya tidak tahu apa-apa."
Hibler terdiam ketika pelayan wanita tadi mengantarkan pesanannya. Wolfram Watz
rupanya sudah bertemu dengannya di ruang depan, sebab wanita itu membawakan
segelas bir untuknya. "Kalau masih ada pesanan lain, harap bersabar sedikit," ujar pelayan itu.
"Pelayan-pelayan lain belum datang, dan saya sedang sibuk di dapur."
Langkahnya terdengar mendekat. Sporty segera menyadari. Wanita itu menghampiri
mereka untuk memberitahukan hal yang sama. Ia tidak bisa mundur lagi. Pada detik
berikutnya pelayan itu sudah berdiri di hadapan Sporty.
Dengan polos ia berkata,"Toilet ada di sana. Apakah kalian berempat masih mau
memesan sesuatu" Aduh, saya lupa membawakan pesananmu. Kau tunggu di meja kalian
saja. Aku akan segera mengantarkan minumanmu."
Wanita itu berbalik, melangkah melalui kedai minum, keluar dari ruang itu, lalu
menutup pintu. Untuk sesaat semuanya terdiam. Sebuah kursi digeser. Langkah-
langkah berat mendekat. Si Hidung Bengkok datang. Ia melihat Sporty, lalu juga
ketiga teman anak itu. Wajahnya kaku, seperti terbuat dari kayu. Matanya nampak
nyalang. "Wolfram!" ia memanggil. "Anak-anak brengsek itu ada di sini. Mereka menguping
pembicaraan kita. Masalahnya sekarang: kita atau mereka" Kita harus membungkam
semuanya, termasuk pelayan tadi dan semuanya di hutan... Ayo, bantu aku!"
Ia merogoh kantong celananya. Ketika ia menarik tangannya ke luar, sebuah alat
pemukul yang terbuat dari besi telah tergenggam di dalam tangannya. Sporty
segera mengangkat sebuah kursi. Tempat duduk itu berat dan terbuat dari kayu ek.
Dengan senjata itu Sporty melayangkan pukulannya. Kepala si Hidung Bengkok kena.
Ia terjatuh dan berlutut. Senjata maut tadi terlepas dari tangannya. Perlahan-
lahan ia lalu berguling ke samping.Sporty lanjung membungkuk, meraih senjata
Hibler, lalu sudah siap tempur ketika Wolfram Watz datang.
"Saya membenci kekerasan," ujar anak itu. "Tapi kalau Anda maju semilimeter
lagi, maka saya terpaksa memukul sekali lagi."
Wajah lawannya langsung pucat. Sambil bergemetaran, pria itu tetap berdiri di
tempat. Bahwa ia licik tidak perlu diragukan. Tapi nyalinya kecil sekali.
Sambil menoleh Sporty kemudian berkata. "Thomas, tolong telepon kantor polisi.
Minta agar mereka cepat-cepat datang kemari!"
Pada saat itulah pelayan wanita tadi muncul kembali Ketika melihat si Hidung
Bengkok tergeletak pingsan, ia langsung menjerit. Baki berisi minuman yang
dipesan jatuh ke lantai. Selanjutnya semuanya berjalan dengan lancar. Dalam waktu singkat sebuah mobil
patroli polisi telah tiba di tempat kejadian. Kedua tangan Wolfram Watz segera
diborgol. Erwin Hibler tidak perlu diamankan dengan cara itu. Ia memang sudah
siuman, tapi masih belum sanggup berdiri.
Sementara itu Komisaris Glockner pun sudah dihubungi. Ia tiba bersamaan dengan
para anggota pasukan khusus. Racun itu dapat diamankan. Sorenya, Bapak Walikota
menerima anak-anak STOP. Nyamuk-nyamuk pers - termasuk dari Pers Bebas - berdatangan
untuk melibat peristiwa itu. Blitti beserta Dirk pun hadir.Banyak pujian
dilontarkan, hadiah-hadiah diserahkan. Para wartawan foto sibuk mengabadikan
keempat sahabat itu Berkali-kali mereka diminta untuk menjelaskan bagaimana
mereka berhasil mencium jejak para pemeras. Kasus pemerasan acar ketimun pun
disinggung-singgung. Yang paling asyik, malamnya Pak dan Bu Glockner mengundang keenam anak itu untuk
makan malam bersama. Suasananya meriah dan akrab sekali. Petra telah membantu
ibunya menyasak dan ia memperoleh banyak pujian dari teman-temannya. Terutama
dari Oskar. Anak itu memuji-muji puding dan saus coklat buatan Petra. Petra tahu
kesukaan sahabatnya itu, dan karenanya menyediakan dua porsi ekstra untuk Oskar.
Setelah makan, mereka semua diantar ke Sirkus Sarani Direktur Rettberg
mengundang mereka untuk menyaksikan pertunjukan malam, yang kali ini - untung saja
berjalan dengan lancar. END Empat Brewok Goa Sanggreng 2 Joko Sableng Ratu Pemikat Piramida Kematian 1
^