Pencarian

Teror Melanda Kelas 9a 2

Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a Bagian 2


berasal. Gambar tato dibuat dengan cara memasukkan zat pewarna ke bawah kulit-
hanya beberapa milimeter saja, sehingga tidak sakit Alat yang biasanya digunakan
untuk itu adalah sebuah jarum rajah yang dilengkapi dengan motor listrik, dan
bisa menusuk kulit sebanyak 7000 kali dalam satu menit. Zat pewarna khusus
dialirkan melalui jarum itu. Tusukan-tusukan itu tentu saja mengakibatkan luka-
luka kecil. Karena itu, tempat yang diberi tato harus diperban selama dua
minggu. Baru setelah itu keindahan gambarnya bisa dikagumi.
"Gambar tato terindah dibuat di Jepang. Di sana bukan hanya beberapa bagian
tubuh yang dirajah, tapi seluruh badan. Gambarnya sering kali menyerupai
lukisan." "Kedengarannya menarik juga," ujar Oskar. "Aku akan minta dibuatkan gambar tato
berbentuk kepingan coklat di punggungku, lengkap dengan tulisan bahwa coklat
buatan ayahku tidak ada tandingannya sedapnya. Habis itu, aku akan selalu buka
baju kalau pergi, semacam iklan berjalan jadinya."
"Sekaligus orang-orang bisa melihat bagaimana akibatnya kalau makan coklat
melulu," Petra berkomentar sambil ketawa.
"Kalau aku sih sama sekali tidak berminat untuk ditato," kata Sporty..
"Padahal sebenarnya kau pantas kalau memakai tato kecil berbentuk hati pada
lenganmu," kata Petra. "Di bawahnya kau bisa menambahkan nama gadis yang menjadi
idamanmu." "Wah, terlalu bahaya," jawab Sporty sambil nyengir. "Bagaimana kalau dua minggu
kemudian aku dapat idaman baru" Bisa gawat kalau begitu! Selama hidupku aku akan
terikat pada nama seseorang yang sebenarnya sudah ingin kulupakan."
"Kalau nama itu adalah namaku, bagaimana?" tanya Petra sambil menatap Sporty.
"Sebagai kenang-kenangan persahabatan kita," ia menambahkan cepat-cepat.
"Petra Gloekner-agak panjang, bukan" Berarti namamu harus ditulis dalam beberapa
baris, mulai dari bahu sampai ke siku. Dan supaya adil, nama Oskar Sauerlieh dan
Thomas Vierstein juga harus dicantumkan. Aku akan dianggap sebagai buku alamat
berjalan." Tepat pada waktu yang telah dijanjikan, anak-anak itu tiba di rumah Bu Mubo.
Mereka mendorong sepeda masing-masing ke pekarangan rumah itu, lalu memasang
kunci pengaman. Setelah kejadian yang dialami Sporty, mereka semakin waspada.
Bu Muller, ibunya guru mereka, membuka pintu.
Petra menyerahkan karangan bunga yang mereka bawa. Bu Mubo muncul tidak lama
kemudian, dan semuanya ketawa ketika melihat Bello bermain-main dengan Astro.
Petra segera memanggil anak anjing itu dan menggendongnya Ia mengajak Astro
bersalaman, tetapi anjing kecil itu belum mengerti. Sebagai gantinya ia menjilat
hidung gadis itu. Marco turun dari tangga dan menyalami keempat sahabat itu. Dengan Astro dan
Bello, ia kemudian kembali ke kamarnya.
"Anjingmu pasti betah di sana," kata Bu Mubo pada Petra.
Meja di ruang tamu telah diatur rapi. Bu Mubo menyediakan tart coklat dan kue
donat. Ia bertanya siapa yang mau minum susu coklat, siapa yang lebih senang
teh, dan siapa yang memilih limun saja.
Setelah semua mendapatkan minuman yang disukai, Bu Mubo mulai memotong tart.
Tentu saja Oskar memperoleh potongan paling besar.
Akhirnya pembicaraan beralih pada Bettger dan Drechsel.
"Sekarang tinggal menunggu bagaimana tindakan mereka selanjutnya," kata Bu Mubo.
"Hanya ada dua kemungkinan: mereka tunduk pada peraturan, atau dikeluarkan dari
sekolah. Tapi sampai sekarang pun saya belum mengerti mengapa mereka berdua
melakukan aksi teror itu."
Untuk sesaat semua terdiam.
Kemudian Sporty angkat bicara. "Suami ibu seorang pedagang mobil, bukan?"
Agak terkejut wanita itu menatap Sporty. "Ya, benar," katanya.
"Apakah Ibu tahu bahwa Bettger dan Drechsel akan mulai bekerja di perusahaan
suami Ibu setelah tahun ajaran ini berakhir" Keduanya berkoar bahwa mereka sudah
pasti diterima, dan bahkan tidak perlu menunjukkan ijazah sama sekali. Mereka
mengaku punya koneksi."
Ya, Tuhan, pikir Sporty ketika melihat reaksi Bu Mubo. Mungkin seharusnya aku
tidak menyampaikan berita ini. Aduh, wajahnya menjadi pucat seperti mayat.
Bu Mubo menatap tangannya. "Mengapa kau menceritakan ini pada saya?" ia bertanya
dengan suara bergetar. "Mudah-mudahan Ibu tidak kaget kalau mendengar lanjutannya," kata Sporty.
"Kemarin saya bertemu dengan suami Ibu di Restoran Fattoria. Ia ditemani seorang
pemuda berandal bernama King Seibold, orang yang telah mencuri sepeda balap
saya. Saya melihat bahwa suami Ibu memberi uang 1000 Mark pada bajingan itu.
Orang itu lalu menjawab bahwa ia bisa mengatasi masalah yang dihadapi suami Ibu,
dan bahwa seseorang sebentar lagi akan menyerah."
Bu Mubo telah meletakkan cangkir tehnya pada tatakan. Tangannya gemetar.
"Ya, Tuhan!" ia berkata. "Saya sudah menduganya, tapi selama ini saya tidak mau
mempercayainya." Tak seorang pun berkomentar. Bu Mubo tentu saja tidak perlu membeberkan semua
rahasia perkawinannya pada keempat sahabat itu. Dan mereka juga tahu diri, dan
tidak bertanya apa-apa. Tapi kemudian Bu Mubo sendiri yang mulai bercerita.
"Saya akan bercerai dari suami saya. Mengapa, itu tidak penting. Pokoknya baru
belakangan saya tahu bagaimana sifat suami saya sesungguhnya. Ia pandai sekali
menyembunyikannya. Kami berpisah sambil bertengkar. Masalahnya sekarang, siapa
yang akan membawa Marco" Suami saya berkeras bahwa Marco harus ikut dengannya.
Saya sangat mencintai anak saya, dan saya yakin bahwa saya bisa mendidiknya
lebih baik daripada Antonio. Pertengkaran mengenai Marco akhir-akhir ini semakin
sengit. Semuanya benar-benar tidak menyenangkan. Ketika saya terakhir bertemu
dengan suami saya-kira-kira tiga minggu yang lalu-ia mengancam bahwa ia akan
mencari jalan untuk memaksaku menyerahkan Marco padanya. Tidak lama kemudian,
aksi teror tiba-tiba dimulai. Maksud saya, aksi perusakan rumah saya. Pada saat
yang hampir bersamaan, anak-anak kelas 9a berubah menjadi segerombolan murid
kurang ajar yang tidak dapat dikendalikan. Mereka mencoba segala cara untuk
menakut-nakuti saya. Saya tidak berusaha untuk mencari hubungan antara tingkah
anak-anak dengan kesulitan yang saya alami di luar sekolah. Tetapi saya sudah
curiga bahwa aksi teror kehidupan pribadi saya diatur oleh Antonio. Masuk akal,
jika ia menyewa orang lain untuk melempari jendela-jendela rumahku dengan batu."
Bu Mubo memandang ke luar ruang tamu. Kaca jendela yang pecah berantakan telah
diganti. "Saya tidak akan heran kalau Detlef Bettger dan Joachim Drechsel juga
dipengaruhi oleh Antonio." ia melanjutkan. "Bayangkan, ia menghasut anak-anak
muda itu untuk menteror saya dan sebagai imbalan, mereka bahkan diberi tempat
kerja di perusahaannya."
Sporty menunggu sesaat sebelum memecahkan keheningan, "Tapi kalau memang begitu
apa yang ingin dicapai oleh suami Ibu?"
"Kaki-tangan Antonio itu sudah mengemukakannya. Antonio ingin agar saya menyerah
dan menyerahkan Marco secara sukarela padanya. Suami saya menganggap hal ini
sebagai pertarungan antara dia dengan saya. Dan Marco jadi hadiah yang
diperebutkan. Tapi saya yakin bahwa anak kami akan masuk ke lingkungan yang
tidak baik apabila ikut dengan Antonio."
"Aku heran," bisik Petra pelan, "kok ada orang yang tega berbuat seperti ini?"
"Antonio bersedia memakai cara apa saja, untuk merebut Marco dari saya. Sebelum
menikah dengan saya, ia sudah pernah berkeluarga di Prancis selatan. Di sana,
suami saya punya seorang anak gadis. Ketika perkawinan itu berakhir dengan
perceraian, Antonio mencoba menculik Madelaine, putrinya itu. Padahal,
pengadilan telah memutuskan bahwa anak itu akan diurus oleh ibunya. Baru pada
saat terakhir, ketika sudah dekat perbatasan, ia berhasil diberhentikan dan
gadis cilik itu dikembalikan pada ibunya. Saya tahu semuanya ini dari wanita
itu. Saya berkenalan dengannya ketika ia mengunjungi kami untuk menanyakan uang
yang seharusnya dikirim suami saya setiap bulan."
Bu Mubo mengusap matanya.
"Saya takut sekali kalau-kalau Antonio akan berusaha menculik Marco begitu upaya
secara hukum tidak berhasil. Sidang perceraian kami akan dilaksanakan besok,
pengacara saya yakin bahwa pengadilan akan menyerahkan Marco pada saya. Tetapi
Antonio tidak akan puas dengan keputusan itu. Saya dengar ia merencanakan
menjual usahanya, dan kembali ke Itali. Ia pasti tidak mau pulang tanpa membawa
Marco. Saya khawatir kalau Antonio sampai lupa diri dan berbuat nekat."
Sebenarnya tidak masuk akal kalau seorang ayah hendak menculik anaknya sendiri,
pikir Sporty. Tapi Bu Mubo benar. Kalau ikut ayahnya, maka Marco pasti akan
terbawa-bawa ke hal-hal yang tidak baik. Jalan hidupnya seakan-akan sudah
digariskan, kalau begitu. Sedangkan dengan ibunya, anak itu mempunyai kesempatan
sebesar-besarnya untuk berkembang.
"Apa yang akan Ibu lakukan," tanya Sporty, "seandainya suami Ibu memang punya
rencana seperti itu?"
Bu Mubo mengangkat bahu. Ia nampak tak berdaya.
"Selama akhir pekan besok, ibu saya akan membawa Marco mengunjungi kenalan kami
di luar kota. Mereka punya rumah peristirahatan di pinggir Danau Pagel. Tapi
setelah itu..." Ia berhenti berbicara dan mengangkat kepala karena mendengar bunyi dentaman.
Anak-anak juga mendengar suara itu. Bunyinya seperti sebuah palu dihantamkan
pada pelat baja. Pada detik berikut terdengar raungan mesin sepeda motor.
Pengendaranya tancap gas, dan tidak lama kemudian suara knalpot sepeda motor itu
telah menghilang di kejauhan.
Bu Mubo dan tamu-tamunya tidak dapat melihat apa-apa, karena semua jendela
menghadap ke belakang. "Itu... itu... saya... mobil saya diparkir di luar," ujar wanita itu tergagap-
gagap. Semuanya beranjak dari tempat duduk.
Sporty yang pertama sampai di jalanan.
Mobil itu, sebuah sedan kecil berwarna biru, diparkir di tepi jalan.
Di sampingnya tergeletak sebuah batu sebesar kepala anak kecil. Beratnya sekitar
sepuluh kilo. Seseorang telah menghantamkan batu itu pada mobil tadi. Kap mesinnya penyok, dan
catnya retak-retak. Mesin mobil sampai terlihat melalui celah lebar di bagian
pinggir kap mesin. "Kurang ajar!" ujar seorang pria setengah baya yang datang dari seberang jalan.
"Hal semacam ini belum pernah terjadi selama saya tinggal di sini. Ini bukan
sekadar tindakan anak-anak iseng, Bu Muller-Borello. Kelihatannya mereka memang
punya rencana untuk merusak mobil Anda."
Bu Mubo dan teman-teman Sporty juga telah keluar ke jalanan. Marco rupanya tidak
mengetahui apa yang terjadi.
Tanpa sanggup berkata apa-apa, mereka berdiri mengelilingi mobil itu.
Bu Mubo berusaha menahan air matanya.
"Mereka itu siapa, Pak Raditz" Apakah Bapak sempat melihat pelakunya?" ia
bertanya pada pria tadi. "Ya, tapi tidak begitu jelas. Saya sedang memotong rumput di pekarangan," orang
itu menjawab, "ketika mendengar suara gaduh itu. Saya segera menengok, dan masih
sempat melihat sebuah sepeda motor besar dipacu dengan kecepatan tinggi. Dua
orang duduk di atasnya. Dua-duanya mengenakan helm dan pakaian kulit berwarna
gelap. Sayang sekali saya tidak melihat wajah-wajah mereka, dan juga tidak
sempat membaca pelat nomor sepeda motor itu."
Hanya itu yang diketahuinya. Akhirnya pria itu kembali ke rumahnya sambil
geleng-geleng kepala. Bu Mubo nampaknya terpukul sekali dengan kejadian itu. Ia tak dapat mengalihkan
pandangan dari kap mesin yang rusak.
Oskar mengangkat batu tadi.
"Busyet, berat benar!" ia berkomentar sambil meletakkan batu itu pada tempat
semula. Sporty melangkah ke tengah jalan, memungut sesuatu, dan memasukkannya ke dalam
saku celananya. Petra dan Thomas memperhatikannya, tetapi tidak bertanya lebih lanjut.
Dalam keadaan termenung, semuanya kembali ke dalam rumah.
Sementara Bu Mubo menelepon polisi, Oskar cepat-cepat menyikat potongan kue
coklat yang masih tersisa di piring.
"Kejadian-kejadian seperti ini membuat aku jadi gelisah," katanya, "akibatnya...
mau tidak mau aku jadi lapar."
Tak seorang pun ketawa. Bu Mubo telah selesai menelepon, dan kini kembali ke
ruang tamu. "Saya minta agar kalian jangan menyinggung suami saya di depan polisi," ia
menghimbau. "Mobil patroli sebentar lagi akan tiba. Saya tidak punya bukti bahwa
Antonio memang terlibat dalam kejadian ini. Tapi kalau saya mengemukakan
kecurigaan saya, maka pengacaranya dapat saja memanfaatkan hal itu untuk
menyerang saya di ruang sidang pengadilan besok."
Anak-anak mengangguk. "Sayang sekali," Bu Mubo kembali berkata, "bahwa acara kita terpaksa berakhir
seperti ini." "Kami senang sekali berkunjung ke rumah Ibu," jawab Sporty, "Sekali lagi terima
kasih atas kebaikan Ibu. Kami semua mendoakan agar Ibu berhasil di pengadilan
besok." Keempat sahabat itu masih menunggu sampai mobil polisi tiba. Tetapi ternyata
mereka tidak dibutuhkan sebagai saksi karena yang mereka lihat sama sedikitnya
dengan Bu Mubo. Akhirnya mereka berpamitan. Petra menjemput Bello dari kamar Marco. Kemudian
mereka naik sepeda masing-masing menuju pusat kota.
Setelah bersepeda beberapa saat, Petra berhenti di tepi jalan.
"Apa sih yang kaupungut di tengah jalan tadi?" gadis itu bertanya pada Sporty.
Tanpa berkata apa-apa, anak itu menyodorkan sebuah mata kalung tembaga sebesar
telapak tangan. Pada sisi mukanya terdapat sebuah gambar berwarna merah, kuning,
dan biru muda. "Apa manfaatnya barang ini bagimu?" tanya Thomas.
"Kau menduga bahwa mata kalung ini milik salah satu pengendara motor tadi?"
tanya Petra. Sporty mengangguk. "Tapi tidak ada gunanya bagi kita, bukan?" Oskar ingin tahu.
"Ada. Soalnya aku tahu siapa pemilik barang ini. King Seibold!"
Untuk sesaat teman-temannya menahan napas.
"Ini baru kejutan," ujar Thomas. "Kelihatannya dewi keberuntungan berada di
pihak kita " "Lalu apa yang hendak kaulakukan sekarang?" tanya Petra.
"Aku akan mendatangi bajingan itu sambil membawa mata kalung ini. Biar ia tahu
bahwa kita telah mencium jejaknya. Coba kita lihat apa yang akan diperbuatnya
kalau begitu. Untuk membantu Bu Mubo, kita harus membuktikan bahwa suaminya
mengupah King Seibold-dan barangkali juga Bettger dan Drechsel. Tapi pertama-
tama aku akan menelepon Seibold Yunior dulu."
Sewaktu meneruskan perjalanan, mereka lewat di depan kantor pos.
Kedua telepon umum di depan bangunan itu sedang dipakai, tetapi kemudian dua
wanita keluar pada saat yang hampir bersamaan.
Di buku telepon, Sporty menemukan nomor telepon Otto Seibold, pedagang ban dan
pemilik bengkel. Dua nomor tercantum, satu untuk di rumah, dan satu lagi untuk
di bengkel. Sporty memutar nomor rumah Pak Seibold.
Petra ikut berdesak-desakan di kotak telepon. Oskar dan Thomas menunggu di luar.
Telepon berdering dua kali sebelum diangkat.
"Halo?" suara seorang wanita terdengar agak sewot.
"Selamat siang. Nama saya Peter. Bisa bicara dengan Otto?"
"Suami saya?" tanya wanita itu.
"Bukan, maksud saya si King, anak Ibu."
"Sedang pergi. Kalau tidak salah ada di bengkel."
"Terima kasih. Saya akan menelepon ke sana saja."
Sporty meletakkan gagang telepon. Untuk sesaat ia berpikir.
"Ini alamat bengkel Pak Seibold, Petra. Jalan Gudang Utara. Berarti di sekitar
sini dong. Daripada menelepon. lebih baik kita ke sana saja langsung untuk
mengamati bengkelnya. Siapa tahu teman si King masih ada di sana. Dialah yang melempar batu ke mobil Bu Mubo, sementara
King memacu motornya. Mungkin juga sebaliknya, tapi itu kan tidak begitu
penting. " . Mereka naik sepeda masing-masing, dan menuju ke Jalan Gudang Utara.
9. Mengintip dari Balik Pagar
SEBUAH truk kecil melintas di jalan kecil itu. Di dalam sebuah gedung. seseorang
sedang memalu. Seekor anjing menghilang di balik pagar kayu.
Jalan Gudang Utara memang nama yang sesuai untuk jalan itu. Tidak ada toko di
sepanjang jalan, rumah-rumah tinggal juga tidak. Yang ada hanyalah belasan
gudang. sebuah bengkel pandai besi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
bahan bangunan, dua perusahaan ekspedisi. dan bengkel mobil milik Otto Seibold.
Rupanya orang itu tidak senang kalau kegiatan di bengkelnya diketahui orang.


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena seluruh pekarangannya dikelilingi pagar setinggi orang. Pintu pagarnya
berupa pintu geser dan dibiarkan terbuka sedikit, cukup untuk dilewati seorang
pria langsing. Sporty berhenti di depan pintu dan mengintip melalui celah itu.
Ia melihat beberapa bangunan, setumpukan ban bekas dan sebuah gudang yang
terbuat dari seng gelombang.
Sepeda motor si King distandar di samping mobil sport berwarna merah. milik
ayahnya Dari sebuah bangunan tak berjendela yang mirip sebuah kubus beton, sayup-sayup
terdengar suara mendesis seperti suara semprotan bertekanan tinggi. Tetapi suara
itu teredam oleh pintu seng yang tertutup rapat.
Teman-teman Sporty tidak ikut berhenti, dan kini Thomas bersuit sambil
memberikan isyarat-isyarat dengan tangannya.
Mereka telah menemukan sebuah gang sempit yang menyusuri sisi samping pekarangan
bengkel Pak Seibold. Ketika Sporty membelok, teman-temannya sudah tidak kelihatan lagi. Sebuah mobil
barang menghabiskan hampir seluruh lebar jalanan. Di baliknya, orang bisa
bersembunyi tanpa terlihat. Itulah yang dilakukan Petra, Thomas, dan Oskar.
"Tepat sekali untuk mengintai musuh," ujar Thomas, sewaktu Sporty turun dari
sepedanya "Papan-papan pagarnya penuh dengan lubang-lubang."
"Hm, kelihatannya sepi-sepi saja," kata Oskar. Ia menempelkan wajahnya ke pagar,
memejamkan sebelah mata dan mengintip melalui sebuah lubang pagar, seperti
teman-temannya juga. Sporty berdiri di samping Petra. Mereka berdua mengintai melalui sebuah celah
mendatar antara dua papan kayu. Bello berbaring di tanah dan tidur.
Oskar benar, pikir Sporty. Keadaannya sepi-sepi saja. Tidak ada langganan, tidak
ada mobil. Dan semuanya kelihatan tidak terurus. Mana ada orang mau membetulkan
mobilnya di tempat seperti ini" Padahal Pak Seibold mengendarai mobil sport
terbaru, dan sepeda motor si King pasti juga tidak murah. Aku jadi kepingin tahu
dari mana mereka dapat uang untuk semuanya ini"
"Awas," bisik Petra.
Pintu seng pada bangunan tak berjendela membuka, dan King Seibold melangkah ke
luar. Ia mengenakan pakaian kerja montir yang berlepotan dengan cat. Setelah
melepaskan dan melempar topi petnya ke tumpukan papan kayu bekas, ia lalu
berusaha membuka pakaian kerjanya. Seperti biasa, di baliknya ia tidak pakai
baju. Namun kali ini, kalungnya tidak kelihatan.
Mendadak ia mulai terbatuk-batuk. Sambil menepuk-nepuk dadanya, anak muda itu
kembali masuk ke dalam bangunan tadi. Tidak lama kemudian, ia keluar lagi sambil
menenteng sebuah tas kain yang bertuliskan nama sebuah perusahaan penerbangan.
King Seibold duduk di atas tumpukan papan-papan bekas, membungkuk, lalu membuka
tas itu dan memeriksa isinya.
Wajahnya nampak kecewa ketika ia mengeluarkan sebuah gunting rumput, sebuah baju
dingin, dan sepasang sarung tangan kulit. Tiba-tiba pemuda itu tersenyum lebar
dan mengangkat sebuah botol minuman keras. Kelihatannya ia langsung hendak
membuka botol itu untuk mencoba isinya, tetapi akhirnya ia mengurungkan niatnya
Rupanya King merasa bahwa udara terlalu panas, atau barangkali ia tidak mau
ambil risiko kehilangan SIM karena mengendarai sepeda motornya dalam keadaan
mabuk. Dari Jalan Gudang Utara terdengar suara mobil mendekat. Sporty memasang telinga.
Rasanya ia mengenali bunyi mobil itu. Tetapi ia tidak ingat di mana ia pernah
mendengarnya. Mobil itu berhenti di depan pintu gerbang. Mesinnya dimatikan. Kemudian
terdengar suara pintu mobil menutup. Seseorang mendorong pintu gerbang dan
memasuki pekarangan. Orang itu adalah Antonio Borello.
"Itu suami Bu Mubo," Sporty berbisik.
King Seibold menegurnya seperti seorang kenalan akrab, lalu memanggil ayahnya
yang rupanya masih berada di dalam bangunan kotak itu.
King berkata pada Borello.
"Jangan masuk dulu, kami masih sibuk menyemprot. Sayang kan kalau pakaianmu
sampai kena. Kami pakai cat yang coklat-metalik-sesuai dengan pesananmu."
Orang Itali itu mengangguk. Kelihatannya ia lagi kesal. Dari sebuah kotak emas
ia mengeluarkan sebatang rokok.
King Seibold memperhatikannya dengan pandangan penuh harap tetapi Borello tidak
peduli. Pak Seibold tua kini melangkah ke luar. Dengan sebuah lap ia membersihkan tangan
dan lengannya yang bertato.
"Halo, Antonio," katanya. Ia berusaha menyapa dengan akrab, tetapi kedengarannya
seperti bawahan yang ingin mengambil hati bosnya. "Semuanya berjalan lancar.
Yang lain jadinya bagus semua. Coba kaulihat saja sendiri."
Mereka menghilang ke dalam sebuah gudang.
King Seibold menaruh botol minuman keras itu di samping motornya. Tas tadi
beserta seluruh isinya ia masukkan ke dalam tong sampah. Ia terpaksa menekan-
nekan sekuat tenaga, karena tempat sampah itu rupanya sudah penuh.
Pak Seibold dan Borello kembali tidak lama kemudian. Orang Itali itu hanya
mengangguk ke arah kedua orang itu, meninggalkan pekarangan, lalu masuk ke
mobilnya. Langsung ia tancap gas dan menghilang.
"Dasar brengsek!" kata Pak Seibold. "Sombongnya bukan main. Sama saja dengan
orang-orang Itali lainnya. "
"Tapi bayarannya dong," ujar anaknya. "Itulah satu-satunya alasan kenapa aku mau
berhubungan dengannya."
Pak Seibold menuju ke bangunan tadi, yang rupanya dipakai untuk mengecat mobil-
mobil bekas. King Seibold mengambil sebuah lap, dan mulai menggosok-gosok sepeda motornya.
"Rajin benar ia membersihkan motornya," Oskar berkomentar dengan berbisik-bisik,
"aku tidak yakin bahwa ia serajin itu kalau menggosok giginya."
Sporty berpikir keras. Perlukah ia menghampiri pemuda berandal itu dan
menyodorkan mata kalung yang ditemukannya" Dan sekaligus menuduhnya sebagai
pelaku pengrusakan mobil Bu Mubo" Atau lebih baik kalau si King dibiarkan dulu
agar menyangka bahwa keadaannya aman-aman saja, sehingga mereka bisa
memergokinya pada saat kembali membuat onar"
Petra rupanya agak lelah. Gadis itu menyandarkan badan pada bahu Sporty, yang
merasakan kehangatan badan Petra melalui T-shirt-nya. Posisi berdirinya memang
agak tidak enak-ia hanya berdiri pada satu kaki-tetapi diberi uang berapa pun
Sporty tidak akan bersedia bergerak.
Kelakuan Petra membuatnya agak kikuk. Karena itu, ia tidak dapat memutuskan
tindakan yang perlu diambil dalam menghadapi Seibold.
Kemudian situasinya berubah total, karena di depan pintu gerbang terdengar
suara-suara yang sangat dikenal keempat sahabat itu.
Bettger dan Drechsel mendorong sepeda masing-masing ke dalam pekarangan. Mereka
diikuti oleh seorang pemuda berambut merah, yang kira-kira seumur dengan King.
Pemuda itu mengenakan baju montir yang masih lumayan bersih. Ia melangkah dengan
santai. Kakinya terbungkus sepatu olahraga, sebatang rokok menyala terselip di
'sudut mulutnya. Bercak-bercak merah memenuhi wajahnya.
"Halo, Fritz," ia ditegur oleh King Seibold.
Bettger mengeluarkan sebungkus rokok, menawarkannya pada Drechsel dan Seibold.
kemudian menyalakan korek api untuk mereka.
"Eh, King, kau boleh bersyukur bahwa aku bekerja di tempat yang sama dengan si
Itali itu, si Fabio Leone-maksudku. Setiap kali ia menelepon, aku bisa dengar
seluruh pembicaraannya, tanpa si tolol itu menyadarinya. Nanti malam ia mau
traktir ceweknya ke bioskop. Aku tidak tahu filmnya apa, tapi pokoknya mereka
akan pergi ke Bioskop Rex. Hanya itu yang ingin kuberi tahu. Kau masih berminat
kan sama si Maria?" Seibold nyengir. "Berminat atau tidak, itu urusanku. Tapi yang jelas, kita tidak
bisa tinggal diam. Dulu aku sudah pernah menghajar si Itali itu sampai setengah
mampus. Tapi rupanya belum cukup juga. Bangsat itu masih saja belum mau
mengerti. Fritz, kau memang teman sejati. Ini kesempatan emas. Nanti malam kita
akan memberi pelajaran pada si Itali itu, sampai ia merengek-rengek minta pulang
kampung. Kalian ikut, bukan?"
Bettger dan Drechsel ketawa.
"Sudah pasti," kata Drechsel.
"Aku kasih tahu si Bernd," Fritz mengusulkan. "Hanya untuk berjaga-jaga saja.
Siapa tahu si Itali itu bawa teman-temannya."
"Jam berapa kita kumpul?" tanya Bettger.
"Pertunjukannya mulai jam delapan," kata Seibold.
"Kalau begitu kita ketemu jam setengah delapan di pojok jalan, depan Bioskop
Rex. Supaya mereka tidak bisa lolos. Fritz, jangan lupa bawa motor. Sekalian
kaujemput Detlef." Yang dimaksud adalah Bettger.
"Dan suruh Bernd bawa motor juga. Biar dia saja yang jemput Joachim. " Joachim
adalah nama depan Drechsel. "Kalau kita bertiga bawa motor, baru sip. Sudah
jelas semuanya?" Teman-temannya mengangguk.
"Apa isi botol itu?" tanya Fritz sambil menunjuk botol di samping sepeda motor
King. "Minuman?"
"Ya, untuk acara kita nanti malam. Biar tambah ramai. Menghajar orang dan minum-
minum-busyet, ini baru acara yang padat!"
Ia nyengir. Yang lain ketawa-ketawa. Kemudian Seibold bertanya apakah mereka mau
melihat mobil-mobil-dan semuanya lalu menuju ke gudang tempat penyimpanan
kendaraan-kendaraan yang sudah selesai dicat.
"Ayo, kita batik saja," kata Sporty. "Apa yang kita dengar sudah cukup. Wah,
untung sekali kita berada di sini pada saat yang tepat."
Mereka bersepeda sampai bengkel itu tidak terlihat lagi. Akhirnya Petra tidak
tahan lagi. "Dasar gerombolan pengacau!" ia berseru. "Sekarang mereka sekali lagi mau
menyiksa Fabio. Padahal anaknya baik sekali Kalau aku kasih tahu Maria, ia tidak
akan berani keluar rumah lagi saking takutnya."
"Kau tahu, apakah Fabio punya teman-teman?" tanya Sporty.
Petra mengangguk. "Yang aku kenal hanya Luigi dan Marcello."
"Berapa umur mereka" Dan apakah mereka bisa berkelahi?"
"Marcello kelihatannya lumayan kuat. Luigi tidak begitu. Umur mereka sama dengan
Fabio, kira-kira tujuh belas tahun. Kenapa memangnya?"
"Aku rasa King dan gerombolannya sekali-sekali harus kena batunya. Mereka harus
sadar bahwa tindak-tanduk mereka tidak ada gunanya. Percuma saja kalau kita
bicara baik-baik dengan mereka. Apa boleh buat-kekerasan harus dilawan dengan
kekerasan. Mereka harus dihajar sampai kapok."
"Aku setuju," kata Petra.
"Oskar dan aku harus cepat-cepat kembali ke asrama. Kita berdua bisa kena
hukuman kalau sampai terlambat lagi. Tapi kau dan Thomas-kalian harus
menghubungi Maria. Dan Fabio juga, tentu saja. Suruh dia bawa teman-temannya.
Mudah-mudahan saja mereka mau. Dengan bantuan mereka, kita bisa pasang perangkap
bagi gerombolan jagoan konyol itu."
"Oke. Tapi apa rencanamu?"
"Kita berempat ketemu Marcello dan Luigi, paling lambat pukul tujuh, di depan
kafetaria kecil dekat Bioskop Rex. Kalau tidak salah, di sampingnya ada
pekarangan kosong yang bisa dipakai menyimpan sepeda-sepeda kita. Kita juga akan
bersembunyi di sana. Jaraknya ke Bioskop Rex paling-paling tiga puluh langkah.
Dari halaman itu kita bisa mengawasi Maria dan Fabio dengan mudah. Mereka akan
kita sodorkan sebagai umpan. Kita beraksi begitu King dan gerombolannya mulai
mengganggu mereka berdua."
"Sip!" Petra berseru. "Aku ikut."
Terheran-heran Sporty menatap temannya itu. Ia tidak dapat membayangkan bahwa
Petra sanggup menyakiti seseorang. Kecuali itu, Sporty tidak akan membiarkan
gadis itu terancam bahaya.
"Petra, nanti malam kau bawa uang sedikit," katanya. "Kau akan menempati pos di
kafetaria. Dari sana kau bisa mengamati semua kejadian dari jarak yang aman.
Begitu keadaannya mulai ramai, Maria akan menemanimu di sana. Anak-anak
perempuan tidak perlu ikut bertempur."
Petra tidak berkomentar. Wajahnya nampak kesal, tapi sebenarnya ia lega juga. Ia
tadi hanya menuruti emosi saja, tanpa memikirkan akibat-akibatnya.
"Yuk, ah, kita pulang dulu," kata Sporty. "Jadi sampai nanti."
Dengan kecepatan tinggi ia dan Oskar menuju asrama. Tetapi tatap saja mereka
terlambat. Jam pelajaran tambahan telah dimulai.
Karena alasan baru saja pulang dari rumah Bu Mubo, mereka terhindar dari
hukuman. Oskar nampak lesu. Hampir tanpa semangat ia menggigit sekeping coklat sambil
mengerjakan soal-soal latihan.
"Ada apa sih?" tanya Sporty. "Kau sakit?"
"Ah, tidak. Ehm... aku terus terang saja... yah... tapi jangan cerita ke siapa-
siapa, aku agak cemas."
"Soal nanti malam?"
"Apa lagi"! Bettger dan Drechsel, dua-duanya tukang pukul. King apalagi. Kalau
lihat potongan Fritz, aku yakin ia akan bisa mengangkatku dengan satu tangan.
Dan yang namanya Bernd pasti juga bukan tandinganku. Aku khawatir, kita takkan
dapat berbuat banyak melawan mereka. Yah, kecuali kau, maksudku."
"Kenapa kau berpikiran seperti itu?"
"Kau kan tahu sendiri, aku ini bukan tukang berkelahi. Thomas lebih jago pakai
otak daripada pakai otot. Kami berdua bukan penakut tetapi rasanya bantuan kami
tidak akan banyak gunanya. Fabio sendiri juga bukan potongan jagoan. Dan menurut
cerita Petra, kita tidak bisa mengharapkan terlalu banyak dari Luigi. Tinggal
Marcello yang benar-benar bisa membantumu."
Sporty menengok ke guru pengawas yang duduk di depan, tetapi tertidur sambil
memegang buku. Sambil berbisik-bisik ia menjawab.
"Kau terlalu meremehkan kemampuanmu sendiri dan kemampuan Thomas. Selama ini,
kalian selalu membantu kalau kita menghadapi keadaan yang gawat. Lagi pula, kita
masih akan menyusun taktik untuk nanti malam. Sebaiknya kalian berdua mengincar
satu orang saja. Bettger misalnya. Ia pasti tidak berdaya melawan kau dan
Thomas. Drechsel adalah jatah Fabio dan Luigi. Marcello dan aku akan menantang
yang lainnya. Untuk apa aku latihan judo sejak tiga tahun yang lalu selama empat
sampai lima jam setiap minggu, kalau aku tidak berani melawan mereka" Kata
pelatihku, aku sebenarnya sudah pantas memakai sabuk coklat. Itu tingkatan
terakhir sebelum mencapai gelar master. Tunggu saja sampai kita memporak-
porandakan gerombolan perokok dan pemabuk itu."
Oskar berseri-seri. Ucapan Sporty telah memperbesar rasa percaya dirinya. Ia
memutuskan untuk menyikat dua keping coklat lagi sebelum pertempuran dimulai,
supaya tenaga bisa bertambah. Sporty bekerja cepat dan berkonsentrasi penuh.
Lama sebelum Jam pelajaran tambahan berakhir, ia sudah menyelesaikan semua
tugasnya. Ia tetap duduk di tempatnya dan sekali-sekali menguap. Ia sama sekali tidak
cemas menghadapi kejadian nanti malam. Sudah terlalu sering ia memenangkan
pertarungan. Yang lebih merisaukannya adalah bagaimana caranya ia mengatasi rasa
bosan sampai jam pelajaran usai. Untung kemudian ia menemukan koran yang
tergeletak di kusen jendela. Barangkali seorang guru lupa membawanya setelah
selesai membaca. Coba kita lihat apa yang terjadi di kota! pikir Sporty sambil membuka halaman
berisi berita-berita lokal.
"Musim Pencuri Mobil?"-begitu judul sebuah artikel. Hal itu menarik
perhatiannya, apalagi setelah mendengar keterangan Sersan Kaltenberger, bahwa
pencuri-pencuri itu semakin sering beraksi.
Artikel itu merupakan rangkuman dari kejadian-kejadian minggu lalu. Daftar
kendaraan yang dicuri dan sampai saat ini belum berhasil ditemukan adalah
sebagai berikut: Satu sedan Mercedes, dua buah BMW, sebuah Jaguar, dan sebuah
Porsehe. Salah satu dari mobil-mobil itu milik seorang arsitek, dan berisi
gambar-gambar penting yang belum sempat di-fotocopy. Berarti kerugian ganda bagi
orang itu. Di salah satu mobil lain terdapat botol berisi obat antihama yang
mengandung racun. Polisi menduga-seperti sudah diketahui oleh Sporty-bahwa
pelaku kejahatan-kejahatan tersebut tidak bekerja sendiri, tetapi merupakan
bagian dari suatu jaringan terorganisasi, yang menjual kendaraan-kendaraan itu
ke luar negeri. Akhirnya bel berbunyi. Jam pelajaran tambahan telah selesai.
10. Pertarungan di Depan Bioskop
ANGIN sejuk bertiup lembut Di sebelah barat, langit nampak merah karena
diterangi sisa-sisa terakhir cahaya matahari Hari belum gelap ketika Sporty dan
Oskar sampai di kota. Mereka telah hafal jalan menuju Bioskop Rex.
Sore hari yang nyaman seakan-akan mengundang penduduk-penduduk kota untuk
berjalan-jalan. Daerah perbelanjaan masih ramai dikunjungi orang-orang yang
hendak membeli sesuatu atau sekadar ingin melihat-lihat barang-barang yang
dipajang di jendela-jendela toko. Kedua restoran taman yang dilewati anak-anak
itu tensi penuh. Tak satu kursi pun terlihat kosong.
Bioskop Rex terletak agak terpencil, di ujung suatu jalan kecil Di depan gedung


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bioskop, jalan itu agak melebar sehingga membentuk sebuah taman yang dikelilingi
pohon-pohon rimbun. Agak menyerong di seberang jalan, sebuah kafetaria kecil
masih membuka pintu bagi orang-orang yang merasa lapar atau haus.
Halaman di sebelahnya terlindung di bawah bayangan sebuah pohon besar. Tempat
itu benar-benar sesuai untuk rencana Sporty dan teman-temannya.
Sebuah kelompok kecil berdiri di depan jalan masuk ke halaman itu.
Petra mengenakan stelan jeans-nya yang berwarna biru muda. Thomas bersandar pada
sepedanya sambil memasukkan tangan ke dalam kantung celana. Maria Estate kali
ini tidak ditemani oleh tikus putihnya.
Sporty langsung dapat menebak bahwa ketiga pemuda yang menemani mereka adalah
orang-orang Itali. Sporty melompat turun dari sepedanya.
"Nah, itu mereka," kata Petra. Semuanya menengok ke arah Sporty dan Oskar.
Sporty hanya perlu memperhatikan ketiga orang yang belum dikenalnya untuk
menentukan siapa nama masing-masing.
Fabio Leone adalah seorang anak muda yang lembut. Ia nampak agak malu-malu. Bisa
dipastikan bahwa Fabio bukan tipe orang yang menyukai kekerasan. Sporty merasa
heran bahwa King Seibold begitu membenci anak itu.
Luigi, yang berbadan jangkung dan langsing, berpakaian seperti mau pergi ke
disko: celana jeans berwarna merah anggur, kemeja merah muda, dan rompi berwarna
putih. Anaknya ramai, berbicara tanpa henti, tetapi kelihatan agak gelisah.
Marcello berbadan kekar, dan pasti kuat sekali. Tapi potongannya yang agak gemuk
dengan dada bidang dan leher seperti Mike Tyson membuat gerak-geriknya agak
lamban. Sporty menduga bahwa Marcello tidak terlalu gesit. Tapi Mareello-lah
satu-satunya yang kelihatan tidak cemas. Ia nyengir lebar dan mengenakan gelang
kulit pada kedua pergelangan tangannya.
Sporty dan Oskar telah memperkenalkan diri.
"Kalian baik sekali mau membantu kami," kata Fabio. Kedua temannya mengangguk. '
"Tanpa bantuan kalian," ujar Maria, "kami pasti akan mengalami nasib sial malam
ini. Si King tidak mengenal ampun."
"Jadi mereka berlima?" tanya Marcello.
"Ya, lima orang," Sporty menegaskan. "dan sebentar lagi mereka akan tiba di
sini. Aku usul, agar kau, Luigi, Thomas, Oskar dan aku mengambil tempat di
halaman sana. Maria dan Fabio berdiri di depan bioskop, sementara Petra menunggu
di kafetaria. Begitu gerombolan si King datang, Maria langsung menuju ke tempat
Petra. Kalau mereka mencoba memotong jalannya, ia bisa masuk ke bioskop."
Semuanya setuju dengan rencana itu.
Sporty menjelaskan siapa yang akan melawan siapa, dan kembali semuanya setuju.
Sementara itu, hari telah semakin gelap. Halaman tadi telah gelap-gulita.
Sebelum berjalan menuju kafetaria, Petra dengan malu-malu menyalami Sporty.
Fabio menggandeng pacarnya. Seakan-akan tidak tahu apa yang bakal terjadi,
mereka berjalan dengan santai ke arah gedung bioskop.
Film yang diputar hari ini adalah sebuah film koboi. Kedua anak muda itu berdiri
di depan papan-papan reklame film sambil memperhatikan foto-foto yang tertempel.
Sepeda Petra telah ditaruh di halaman itu. Thomas, Oskar, dan Sporty menyimpan
sepeda masing-masing di tempat yang sama.
Marcello dan Luigi mengambil tempat di balik tembok kecil yang memisahkan
halaman itu dengan trotoar. Tembok itu tidak sampai setinggi pinggang orang,
sehingga mereka harus berjongkok agar tidak terlihat dari jalanan.
Oskar tak henti-hentinya makan permen coklat.
"Berhenti dulu kenapa sih?" tegur Sporty. "Coba kalau nanti ada yang menghajar
perutmu!" "Jangan khawatir, justru dengan makan coklat sebanyak-banyaknya, perutku akan
bertambah kencang. Sekarang saja sudah sekeras bola sepak."
Mereka lalu menemani pemuda-pemuda Itali tadi.
Sekali-sekali sebuah mobil melintas di depan mereka. Keramaian di kafetaria
belum juga berkurang. Petra duduk di pinggir jendela, memandang ke arah teman-
temannya. Sporty melambaikan tangan ke arahnya, tetapi gadis itu tidak bereaksi. Ia memang
tahu di mana teman-temannya bersembunyi, tetapi mereka terlindung dalam
kegelapan malam, sehingga tidak kelihatan.
Maria dan Fabio sebentar-sebentar menengok ke belakang. Sporty melihat bahwa
Fabio berusaha menenangkan pacarnya. Tetapi gadis itu merasa takut. Ia nampak
gelisah, berulang kali ia merapikan rambutnya, walaupun rambutnya sama sekali
tidak berantakan. Pukul setengah delapan kurang tiga menit Sporty mendengar gemuruh suara sepeda
motor yang semakin mendekat
Sesaat kemudian ia melihat mereka. Dengan kecepatan tinggi mereka menyusuri
jalan ke arah Bioskop Rex. King paling depan. Fritz, si rambut merah, berada di
belakangnya, sambil memboncengkan Bettger.
Sepeda motor ketiga dikendarai oleh seorang pemuda berwajah kasar. Rambutnya
yang berminyak beterbangan terkena angin. Drechsel duduk di belakangnya.
"Wah, kenapa justru sekarang aku tiba-tiba harus ke belakang?" Thomas berbisik
pada Sporty yang berdiri di sampingnya.
"Nanti akan kukatakan pada mereka supaya menunggu kau kembali dari WC sebelum
mulai bertempur. " "Ya sudah, aku di sini saja,"
Gerombolan anak berandal itu mengurangi kecepatan ketika mereka melintas di
depan gedung bioskop. Dari cara mereka menengok, Sporty langsung tahu, mereka telah melihat Maria dan
Fabio. Kedua anak muda itu masih saja melihat-lihat iklan film. Tetapi gadis itu
semakin gelisah. Kelihatannya seperti ia sudah tidak tahan lagi, dan hendak
kabur dari tempat itu. Di seberang jalan, King Seibold berhenti, dan menstandar sepeda motornya. Teman-
temannya segera mengikuti contohnya.
Sporty melihat bahwa Seibold mengeluarkan botol minuman keras dari kantung kulit
yang terpasang pada jok sepeda motornya. Botol itu tidak segera dibukanya,
tetapi diletakkan di atas sadel. Barangkali untuk merayakan kemenangan gemilang
yang ia kira dapat diperoleh dengan mudah. Sekarang tidak ada waktu lagi, karena
Maria tidak tahan lagi. Seharusnya gadis itu masih menemani Fabio di depan
bioskop, tetapi tiba-tiba saja ia telah berlari ke arah kafetaria.
Fabio rupanya kebingungan, dan akhirnya pemuda itu mengikutinya pacarnya. Dengan
demikian keduanya malah semakin dekat dengan para pengacau itu.
Dalam sekejap mereka telah dikelilingi oleh King Seibold dan anak buahnya.
"Sekarang!" Sporty berseru.
Keadaannya sudah sangat mendesak, karena Seibold nampaknya sudah begitu marah
sehingga tidak mau membuang-buang waktu lagi.
Tanpa peringatan, ia melayangkan tinjunya. Pukulannya merobek bibir Fabio.
Pemuda Itali itu terhuyung-huyung, dan akhirnya jatuh. Dengan susah payah ia
berusaha untuk bangkit kembali.
Dengan kasar Seibold menggenggam bahu Maria. Gadis itu memekik. Sedetik
kemudian, Seibold mulai menyesali tindakannya.
Ia diangkat kemudian dilempar oleh Sporty. Dengan keras ia menabrak Drechsel
yang tidak sempat menghindar lagi. Keduanya terjatuh.
Drechsel berguling ke samping. Tapi King terpaksa mencium aspal jalanan.
Wajahnya bagai diamplas oleh permukaan yang kasar itu. Rasa sakit membuatnya
menjerit. Sebenarnya hanya kulitnya yang lecet. tetapi ketika ia membalik,
wajahnya telah berlumuran darah, mulai dari alis sampai ke dagu.
Untuk sesaat teman-temannya hanya berdiri terpaku, namun kemudian mereka mulai
bertindak. "Kita akan membereskan mereka," teriak Bernd yang berambut gondrong sambil
melompat ke arah Oskar yang berdiri paling dekat
Oskar berusaha membebaskan diri dari sekapan pemuda itu. Bahwa ia menyundulkan
kepala dalam usaha itu, hanyalah suatu kebetulan belaka. Tapi sundulan itu tepat
mengenai hidung Bernd. Seketika hidung si Gondrong mulai berdarah: dan matanya
mulai berair. Kejadian itu membuatnya marah sekali. Ia mengamuk, lalu mencekik
leher Oskar yang malang dengan kedua belah tangannya.
Sporty melihat Marcello dan Fritz terlibat dalam pertempuran tanpa ampun.
Keduanya saling membalas pukulan.
Fabio, yang sampai sekarang belum kuat berdiri dihujani dengan tendangan-
tendangan oleh Bettger. Untung Thomas kemudian menyergap bajingan itu dari samping dan menarik lengannya
dengan sekuat tenaga. Luigi mulai kewalahan menghadapi Drechsel. Kecelakaan kecil tadi rupanya sama
sekali tidak mempengaruhi pengacau itu.
King masih terduduk di jalanan.
Wajah Oskar telah merah padam, dan kedua matanya mulai berputar-putar tak
keruan. Oskar-lah yang paling membutuhkan bantuan. Bernd belum melepaskan
cekikannya, dan sekarang malah mengguncang-guncang tubuh lawannya.
Bunyi tabrakan antara Sporty dengan Bernd terdengar sampai di seberang jalan.
Bagaikan palu godam kepalan tangan Sporty menghantam tulang iga pemuda itu.
Cengkeraman tangan Bernd pada leher Oskar langsung mengendur. Ia membungkuk
sambil meringis kesakitan, tetapi masih mencoba memukul perut Sporty. Hal itu
seharusnya jangan dilakukannya, karena Sporty menghindar dan memberinya sebuah
pukulan telak tepat pada tengkuknya.
Mulai saat itu Bernd menarik diri dari pertempuran. Ia tertelentang di jalanan
sambil menikmati istirahatnya.
Drechsel telah berhasil menjatuhkan Luigi. Kini ia berusaha membenturkan kepala
pemuda itu ke aspal jalanan.
Sporty segera bertindak. Ia menarik. Drechsel dan mengangkatnya. Drecsel mencoba
melawan, tetapi tak berdaya menghadapi bantingan Sporty.
Bahwa ia tepat terlempar ke arah King Seibold, bukanlah suatu kebetulan.
Walaupun pergumulan berlangsung dengan seru, Sporty tetap tidak kehilangan
ketenangannya. Setiap gerakannya telah ia perhitungkan masak-masak. Ia tidak
pernah bertindak kalap. Untuk kedua kalinya King dan Drechsel terbanting. Dengan keras bahu Drechsel
membentur jalanan, tapi kali ini ia tidak berdiri lagi. Ia tetap tergeletak, dan
memeriksa tulang keringnya sambil merintih-rintih.
Pertarungan antara Marcello dan Fritz belum menunjukkan tanda-tanda kemenangan
untuk salah satu pihak. Tapi Bettger, yang masih saja ditarik-tarik oleh Thomas,
kini menendang dada Fabio dengan keras.
Menendang lawan yang sudah terjatuh dan tak berdaya lagi merupakan kecurangan
yang tidak dapat diampuni.
Sporty menarik baju Bettger. Anak itu segera membalik. Tetapi sebelum dapat
berbuat apa-apa, tamparan Sporty telah mendarat di wajahnya.
"Nih, hadiah untukmu!" seru Sporty.
Belum pernah ada orang yang menerima tamparan sekeras itu di bagian kota ini.
Bettger sampai terlempar ke samping. Ia meraung-raung, dan memegang-megang
kepalanya yang pasti terasa pusing sekali.
Sporty menjepitkan tangannya di bawah lengan. Aduh, sakitnya, ia mengeluh dalam
hati. Mudah-mudahan saja jarinya tidak ada yang patah
"Awas!" teriak Oskar yang masih tersengal-sengal.
Sporty segera bergerak ke samping sambil membalikkan badan. Sebuah tendangan
maut nyaris mengenainya. King mengenakan sepatu bot yang ujung depannya dilapisi logam - suatu senjata
yang amat berbahaya. Tendangan tadi diarahkannya ke daerah ginjal Sporty.
"Sebagai maling sepeda kau lebih cekatan," kata Sporty.
King Seibold nampak berbahaya dengan wajahnya yang penuh darah. Ia menarik
sebuah rantai besi dan saku jaketnya. Langsung ia mengambil ancang-ancang untuk
menghajar Sporty dengan rantai itu. Tapi dengan gesit Sporty menangkap lengan
King yang telah terangkat tinggi-tinggi, menggenggam pergelangan tangan
musuhnya, kemudian mempraktekkan teknik sapuan kaki yang baru dipelajarinya
minggu lalu. King tidak sempat melindungi wajahnya. Untuk ketiga kalinya ia mencium permukaan
jalan. Bagian wajahnya yang telah berdarah-darah kembali mendarat di aspal.
Ia tidak sanggup untuk kembali bertarung. Tanpa berusaha berdiri lagi, ia
merangkak ke tepi jalan sambil mengerang-erang kesakitan. Di tempat itu, ia
berjongkok dan menyesali nasibnya. Tingkahnya yang sok jago tidak terlihat lagi.
"Berhenti!" Sporty menepuk bahu Fritz.
Si Rambut Merah tersentak kaget, melompat mundur, lalu segera pasang kuda-kuda.
Dengan terheran-heran ia melihat keadaan teman-temannya.
Bernd baru mulai siuman kembali. Bettger mengerang-erang sambit meringis
kesakitan. Drechsel juga masih terduduk di jalanan. Dengan sapu tangan kumal.
King Seibold berusaha menghentikan darah yang mengalir dari luka-luka di
wajahnya. "Rupanya kalian belum pernah tahu apa yang dimaksud dengan sikap kesatria," kata
Sporty pada Fritz. "Seandainya aku mau memakai cara-cara kalian, maka kau juga
sudah tidak bisa berdiri lagi seperti teman-temanmu itu. Tetapi kau terlalu
hina. Aku tak berniat mengotori tanganku dengan menyentuhmu."
Sporty meludahinya. Fritz diam saja. Sewaktu sibuk bertarung dengan Marcello. ia tidak menyadari bahwa teman-temannya
tumbang satu per satu. Kini ia seorang diri harus berhadapan dengan Sporty, dan
kenyataan itu membuatnya pucat pasi karena ketakutan.
Sporty membalik dan meninggalkannya.
Marcello, Luigi, dan Thomas ternyata sehat-sehat saja. Oskar memijit-mijit
lehernya yang masih terasa sakit tapi kecuali itu ia tidak mengalami cedera yang
serius. Sementara itu, Fabio telah bangkit kembali. Ketika ditanya oleh Sporty. pemuda
itu menggeleng. "Tidak, aku tidak perlu dirawat dokter. Bajingan itu memang telah menendang-
nendang lengan dan bahuku, juga dadaku, tapi aku rasa tidak ada yang patah.
Paling-paling memar."
Baru sekarang Sporty sempat mencari Maria, yang ternyata telah berlari ke
kafetaria. Kini ia bersama Petra sedang berdiri di dekat pintu masuk. Kedua
gadis itu belum berani mendekat.
Tentu saja pertempuran di jalanan itu telah menarik perhatian. Sejumlah
pengunjung kafetaria bergerombol di dekat jendela dan memandang ke arah bioskop.
Tapi tak seorang pun di antara mereka mengambil tindakan.
Sporty mengumpulkan teman-temannya.
Ketika mereka berjalan ke arah Maria dan Petra, Sporty sekali lagi menengok ke
belakang. King Seibold telah berdiri. Sapu tangan masih saja menempel di wajahnya yang
babak-belur. Sporty menebak bahwa si King kini akan melampiaskan kekecewaannya
dengan minuman keras yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Mereka berjalan terus. Kedua gadis itu menyambut mereka.
Sebuah teriakan tertahan membuat Sporty berbalik badan.
King Seibold membungkuk di samping sepeda motornya. Ia memuntahkan sesuatu, lalu
terbatuk-batuk. Pelan-pelan ia roboh. Ia berusaha berpegangan pada sepeda
motornya, namun tangannya telah kehilangan tenaga. Botol minuman keras yang
telah dibuka terhempas ke jalanan.
Seibold terjatuh. Ia merintih-rintih. Dengan kedua belah tangan ia menekan
perutnya, seperti seseorang yang sedang menahan sakit yang amat sangat.
"Ada apa lagi dengan dia?" tanya Oskar terheran-heran. "Apa si King sudah tidak
tahan minuman keras?"
"Kita harus menolongnya."
Sporty langsung berlari ke arah lawannya itu.
Anak buah King juga melihat pemimpin mereka roboh, tetapi mereka sama sekali
tidak bereaksi. Sporty berjongkok di samping Seibold, dan menanyakan apa yang terjadi, tetapi
pemuda itu tidak, menjawab.
Sebuah dugaan mengerikan timbul di benak Sporty. Ia meraih botol minuman keras
yang tergeletak di dekat sepeda motor.
Sporty mencium-cium mulut botol itu. Walaupun tidak tahu apa-apa mengenai
minuman beralkohol, ia bisa memastikan bahwa isi botol minuman itu bukanlah
minuman keras. Sisa cairan bening di dalam botol itu berbau tajam. Seperti obat
untuk mensucihamakan sesuatu.
King keliru! terlintas di kepala Sporty. Ia salah membawa botol. Aku berani
jamin bahwa cairan ini mengandung racun. Aneh, kenapa ia tidak menyadarinya"
Apakah karena sudah kepayahan akibat perkelahian tadi"
Sporty melompat berdiri. Ia berkata pada teman-teman King.
"Kalian urus si King. Usahakan agar ia muntah. Ia baru saja minum racun. Aku
akan segera kembali."
Dengan gesit ia berlari ke arah kafetaria, melewati Petra dan Maria yang berdiri
termangu. Di pintu masuk ia dicegat oleh seorang pelayan wanita, yang rupanya
sempat menyaksikan perkelahian tadi, tetapi tidak tahu siapa yang bersalah
"He, mau ke mana?" wanita itu bertanya "Kau tidak boleh..."
"Saya harus menelepon. Ini masalah hidup atau mati. Cepat! Saya harus segera


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghubungi rumah sakit. Ada yang minum racun. Tolong tanyakan apakah ada
seorang dokter yang bisa memberikan pertolongan pertama di antara pengunjung."
"Hah" Apa" Oh, baik, telepon umum ada di belakang sana."
Sporty menghubungi bagian gawat darurat di rumah sakit, memberikan alamat tempat
kejadian, dan menambahkan bahwa ini mungkin sebuah kasus keracunan.
Kemudian ia menelepon polisi.
Ketika kembali, ia masih sempat melihat Bernd dan Fritz naik ke sepeda motor
masing-masing, menghidupkan mesin, lalu menghilang tanpa mempedulikan nasib
kawan mereka. Bettger dan Drechsel dibiarkan saja di tempat itu.
Kedua pemuda itu berdiri di belakang teman-teman Sporty yang mengelilingi
Seibold. Seorang pria setengah baya telah memiringkan tubuhnya
"Bapak seorang dokter?" tanya Sporty.
Pria itu mengangguk. Ia juga telah mencium isi botol tadi.
"Cairan ini rupanya sangat beracun. Mengisikannya ke dalam botol bertulisan
'Vodka' adalah tindakan orang gila. Untung saja ia," yang dimaksud adalah
Seibold. "segera memuntahkannya lagi. Tapi beberapa tetes..."
Pria itu terdiam. Wajah King yang penuh luka-luka kini basah oleh keringat. Matanya berputar-
putar. Sporty meraih lengan Drechsel dan menariknya ke tempat yang agak sepi.
Tanpa melawan, anak itu menurut. Mukanya pucat seperti kapur.
Hal itu tidak bisa dikatakan mengenai Bettger. Bagian wajahnya yang terkena
tamparan Sporty kini membara. Kelihatannya Bettger sedang berusaha keras agar
tidak pingsan. "Seharusnya isi botol itu dibagi-bagi malam ini, bukan?" ujar Sporty pada
Drechsel. "Bukannya tidak mungkin bahwa kau yang pertama-tama mereguk isinya.
Bayangkan kalau kau yang bernasib seperti si King"
Ia memperhatikan wajah Drechsel.
Anak itu gemetar. Giginya gemeretuk. Bayangan bahwa ia nyaris minum racun telah
mematahkan semangatnya. Kejadian yang menimpa King dan perlakuan Sporty yang
keras, membuat nyalinya ciut. Jiwanya benar-benar terguncang
Secara naluri Sporty menyadari hal itu. Ia sadar bahwa kinilah saat yang tepat
untuk mengorek keterangan dari teman sekolahnya itu.
"Kalian dapat tugas untuk menteror Bu Muller-Borello, bukan?"
Drechsel mengangguk. "Siapa yang memberikan tugas itu, heh" Siapa yang menyuruh kalian?"
"Si... si... Borello. suaminya."
"Kau dan Bettger-kalian disuruh menghasut anak-anak kelas 9a"
"Ya." "Apa imbalannya untuk kalian?"
"Uang. Masing-masing dapat 500 Mark. Kecuali itu, kami juga dijanjikan pekerjaan
di perusahaan si Borello."
"Lalu aksi perusakan terhadap rumah dan mobil Bu Mubo?"
"Bukan kami yang melakukannya."
"Siapa, kalau begitu?"
"Si King. Dan Bernd Krause."'
"Dan Fritz?" "Dia tidak ikut campur. Si Fritz hanya... biasanya dia ikut juga."
"Nama lengkapnya?"
"Fritz Wagner."
Dengan pandangan menyelidik Sporty menatap lawan bicaranya.
Drechsel tidak mungkin berani bohong lagi, pikir Sporty. Aku yakin ia sudah
benar-benar kapok. "Untung kau mau berterus terang, Drechsel." kata Sporty kemudian. "Tingkah
lakumu selama ini tidak membuahkan apa-apa. Kau hanya menambah musuh saja.
Hentikanlah ulahmu. Kalau aku jadi kau, aku akan segera minta maaf pada Bu Mubo.
Dan mengenai pekerjaan yang dijanjikan Borello-sebaiknya kaulupakan saja.
Bekerja di tempat bandit itu hanya akan membawamu ke penjara."
Drechsel melotot ke arah Sporty. Rupanya ia sama sekali tidak memahami arti
kata-kata itu. "Jangan... jangan katakan pada siapa-siapa bahwa aku yang buka mulut," ia
bergumam. Sporty tidak menanggapinya, karena mobil ambulans baru saja tiba.
Seibold diangkat dan diletakkan di atas tandu, lalu dibawa ke mobil. Sambil
menghidupkan sirene, mobil ambulans itu melaju ke arah rumah sakit. Tetapi sejak
berangkat, Seibold sudah mulai dirawat oleh seorang dokter dan tenaga paramedis
yang ikut serta. Thomas telah menceritakan semua yang diketahuinya pada Petra dan Maria. Petra
baru saja hendak menanyakan sesuatu pada Sporty, ketika mobil patroli polisi
tiba. Pemeriksaan tempat kejadian berlangsung dengan cepat. Dalam sekejap petugas-
petugas itu sudah selesai, dan mulai minta keterangan dari Sporty dan teman-
temannya. Botol berisi cairan beracun itu diamankan dan dibawa sebagai barang
bukti. Tak seorang pun dapat menjawab pertanyaan mengapa dan siapa yang memasukkan
cairan itu ke dalam botol itu. Jawabannya mungkin hanya dapat diperoleh dari
ayah King Seibold. Alamatnya sudah dicatat oleh para petugas.
Setelah mobil patroli itu pergi, anak-anak STOP dan teman-teman mereka masih
berdiri di tempat itu selama beberapa saat.
Setiap orang mengemukakan dugaannya. Tetapi tidak ada yang bisa menjelaskan,
bagaimana kekeliruan fatal itu sampai terjadi.
Bettger dan Drechsel diam-diam telah menghilang.
Petra dan Maria sangat terpukul dengan kejadian itu. Tetapi anak-anak yang lain
juga sama sekali tidak membayangkan bahwa urusan mereka akan berakhir seperti
ini. Permusuhan telah dilupakan. Semuanya berharap, agar King Seibold kembali
sembuh. 11. Jejak Para Pencuri Mobil
AGAR tidak terlambat lagi, Sporty dan Oskar memilih jalan paling singkat ke
sekolah mereka. Mereka menyimpan sepeda masing-masing di gudang. Setelah itu, keduanya berdesak-
desakan di dalam GUDANG SAPU, begitu mereka menjuluki ruang kecil di lantai
dasar bangunan utama yang dipakai sebagai kotak telepon umum.
Bu Mubo harus segera mengetahui perkembangan baru ini.
Untung ia ada di rumah. Suaranya terdengar lemah dan tak bersemangat.
Sporty cepat-cepat menceritakan keterangan yang ia peroleh dari Drechsel.
Sewaktu berbicara, ia semakin menyadari bahwa gurunya itu benar-benar terpukul
mendengar kenyataan itu. Berkali-kali Bu Mubo berseru kaget dan memotong ucapan
Sporty dengan berbagai pertanyaan. Memang sudah lama ia mengetahui bahwa
suaminya tidak bisa dipercaya. Dan selama ini ia juga sudah menduga bahwa
Antonio Borello akan menghalalkan segala cara untuk merampas Mario dari sisinya.
Tapi kini ia baru memperoleh kepastiannya, dan kenyataan ini sangat menyakitkan
hati. Untuk sesaat ia terdiam ketika Sporty menyelesaikan laporannya.
"Terima kasih, Sporty," katanya kemudian. "Keterangan yang kauperoleh itu sangat
berharga bagi saya. Tapi bagaimanapun juga, saya baru akan memanfaatkan
informasi ini jika pengadilan memutuskan bahwa Marco harus diserahkan pada suami
saya. Kalau hal itu sampai terjadi, saya membutuhkan bantuanmu sebagai saksi.
Drechsel juga, barangkali. Mudah-mudahan anak itu tidak memungkiri segala
keterangannya di depan sidang. Tetapi sebelum itu, saya ingin berbicara empat
mata dulu dengan Antonio Borello."
"Saya mengerti, Bu," kata Sporty. "Berita ini tidak akan tersebar. Hanya Petra,
Thomas, dan Oskar yang sudah saya beri tahu."
"Memang itu yang ingin saya himbau dari kalian," jawab Bu Mubo.
"Sidangnya besok, bukan?" tanya Sporty.
"Ya, besok pagi," gurunya menegaskan.
"Apakah kami boleh menghubungi Ibu seusai sekolah" Soalnya, kami benar-benar
ingin tahu, bagaimana... penyelesaiannya."
Sewaktu Bu Mubo menjawab, Sporty dapat merasakan bahwa wanita itu sedang
tersenyum. "Tentu saja boleh! Kalian telepon saja setelah makan siang. Mudah-mudahan saya
sudah kembali dari pengadilan. Saya sangat senang bahwa kalian mendukung
saya." . Sambil menaiki tangga menuju lantai dua, Sporty dan Oskar berbincang-bincang
mengenai jalannya sidang pengadilan besok pagi.
"Aku rasa pengadilan tidak akan merampas Marco dari Bu Mubo," kata Oskar dengan
yakin. "Aku sebagai orang awam saja tahu. bahwa masa depan Marco takkan menentu
kalau ikut ayahnya."
"Tapi bagaimanapun juga, Borello adalah ayahnya," jawab Sporty, "dan sebagai
ayah, ia mempunyai hak yang sama dengan Bu Mubo untuk mengurus Marco. Bahwa
Borello ternyata seorang bajingan kan belum diketahui oleh para hakim. Keputusan
dalam perkara seperti ini selalu didasarkan atas pertimbangan apa yang terbaik
bagi anak yang diperebutkan oleh kedua orang tuanya. Anak itu akan diserahkan
pada pihak yang kemungkinan besar lebih dapat menjamin masa depannya. Kadang-
kadang itu berarti pihak ayah, kadang-kadang pihak ibu. Keputusannya antara lain
tergantung pada kemampuan ekonomi. dan pada banyaknya waktu serta perhatian yang
dapat diberikan pada anak itu. Baru-baru ini aku pernah baca, bahwa para hakim
kini juga memperhatikan keinginan-keinginan pihak anak. Dulu tidak ada
pertimbangan semacam ini. Dan sampai sekarang pun pelaksanaannya agak sulit.
Anak kecil kan dapat dirayu dengan mudah. Ia lalu memilih pihak yang lebih
disukainya, padahal pilihan itu hanya akan merugikannya. Tapi mana ia tahu,
namanya juga anak kecil. Pokoknya, dipandang dari segi mana pun perceraian
jarang membawa berkah pada anak-anak."
"Bagaimana dengan Marco?"
"Setelah tahu sifat-sifat Borello, aku pun tidak sudi punya ayah seperti dia."
"Aku juga tidak," ujar Oskar. "Ayahku, pemilik pabrik coklat terkenal, tidak
mungkin kutukar dengan orang lain. Bukan karena coklatnya. tetapi karena kami
cocok satu sama lain. Wah! Untung Borello bukan ayahku. Kalau aku jadi anaknya,
maka kemungkinan besar sifat-sifatnya menurun padaku. Mudah-mudahan hal itu
tidak terjadi pada Marco."
"Marco pasti mewarisi sifat-sifat ibunya."
Setelah masuk ke SARANG RAJAWALI. Sporty baru sempat memeriksa tangannya yang
sejak menampar Bettger tadi terasa sakit. Ternyata memang agak bengkak.
Hari telah larut. Sebelum tidur. kedua anak itu merasa perlu membersihkan keringat dan debu yang
menempel pada kulit dan rambut mereka. Cepat-cepat mereka mandi di bawah
pancuran. "Untung asrama ini menyediakan air panas sampai malam-malam begini," kata Oskar.
"Bayangkan, kalau setelah bertarung mati-matian harus mandi air dingin."
"Yang aku sampai sekarang belum mengerti," Oskar kembali berkata setelah
keduanya selesai menyikat gigi. "bagaimana cairan beracun itu bisa masuk ke
dalam botol minuman keras si King?"
"Ya. aku juga bingung memikirkan hal itu." Sporty mengakui.
"Biasanya kau bisa memecahkan teka-teki macam ini."
"Ada yang tidak beres dalam persoalan ini. Ada sesuatu yang membuat aku jadi
gelisah. Rasanya seakan-akan aku lupa mengunci sepedaku. Kau mengerti?"
"Tidak." "Maksudku begini, seharusnya aku tahu apa artinya semua kejadian ini. Tapi aku
tidak bisa mengemukakannya. Aneh, bukan?"
"Barangkali Borello sengaja meracuni minuman si King untuk melenyapkan saksi-
saksi yang mungkin dapat memberatkannya," Oskar menduga-duga.
"Eh, tunggu dulu. Kita sudah tahu bahwa Borello memang seorang bajingan, tetapi
itu kan tidak berarti bahwa kita langsung bisa mencapnya sebagai pembunuh! Lagi
pula, ia tidak punya alasan yang kuat untuk melakukannya. Dan caranya juga
terlalu konyol." Oskar menguap. "Aduh, leherku masih terasa sakit! Si Bernd benar-benar
menyiksaku tadi. Tadinya kukira riwayatku pasti tamat malam ini. Tapi-aku sudah
sempat membuat hidungnya berdarah. Ngomong-ngomong, apa aku sudah berterima
kasih padamu?" "Ah, tidak perlu dibesar-besarkan! Wajar saja kan, kalau aku menolongmu tadi?"
Mereka mematikan lampu. Tidak lama kemudian, petugas piket mengetuk kamar mereka dan menanyakan apakah
semuanya sehat-sehat saja, lalu mengucapkan selamat malam dan meneruskan
rondanya. Sporty menghadap ke jendela.
Keadaan di luar gelap-gulita. Bulan bersembunyi di balik lapisan awan tebal.
Udara hangat mengalir melalui celah jendela yang terbuka sedikit, pertanda akan
ada badai dan petir. Meskipun hari itu sudah mengalami banyak kejadian, Sporty sama sekali tidak
merasa lelah. Pada malam seperti itu, ia lebih senang berkeliaran di luar
daripada terpaksa mendekam di kamarnya. Namun kali ini ia tidak menemukan alasan
yang tepat untuk kabur dari asrama. Memang - pintu-pintu yang terkunci tidak
merupakan rintangan yang berarti bagi dia dan Oskar. Kedua anak itu dengan mudah
bisa menyelinap keluar. Mereka sudah punya cara-cara khusus untuk itu. Tetapi,
kalau keadaannya tidak mendesak, mereka tidak suka menyalahi peraturan asrama.
Risiko dikeluarkan dari sekolah terlalu besar.
Bagaimana racun itu bisa masuk ke dalam botol" pikir Sporty.
Pada saat yang sama ia menemukan jawabannya. Seperti tersengat listrik ia
terduduk. "He, Oskar!" Temannya itu ternyata sudah dibuai mimpi indah.
Sporty turun dari tempat tidur dan mengguncang-guncang bahu Oskar.
"Ada apa sih?" tanya Oskar antara sadar dan tidak.
"Masa sih sudah pagi lagi" Rasanya, aku baru saja... Lho, di luar masih gelap?"
"Jangan ribut, " bisik Sporty cepat -cepat. "Eh, Oskar, aku sudah menemukan
jawabannya " "Syukur, deh. Tapi sekarang aku benar-benar tidak tertarik pada soal-soal
matematika. Aku mau tidur lagi."
"Matematika" Aku bicara mengenai obat antihama yang diminum si King!"
"Hah?" tanya Oskar terkejut. Dalam sekejap ia sudah sadar sepenuhnya. "Dari mana
kau tahu bahwa cairan itu adalah obat antihama?"
"Aku membacanya di koran. Tadi sore waktu jam pelajaran tam bahan, aku sempat
membaca sebuah artikel mengenai kasus pencurian mobil yang jumlahnya semakin
meningkat. Dalam artikel itu tidak saja disebutkan merek-merek mobil yang
hilang, tetapi juga isi masing-masing kendaraan itu. Salah satunya berisi cairan
pembasmi hama tanaman. Tapi hal itu memang hanya disinggung sambil lalu saja.
Sekarang coba kauingat-ingat lagi!"
"Ingat-ingat apa?"
"Ya, ampun! Kita kan sama-sama mengintip ke pekarangan bengkel Pak Seibold."
"Ya, terus?" . "Apa yang dikerjakan Seibold?"
"Si King?" "Ya, si King!" "Ia... ehm... ia bawa botol itu. Lalu si Fritz tanya apa botol itu isinya
minuman keras, dan..."
"Bukan itu maksudku. Coba kauingat, apa yang pertama-tama dilakukannya" King kan
membawa sebuah tas dan bangunan kotak itu dan memeriksa isinya. Dari gerak-
geriknya ketahuan bahwa ia tidak tahu apa isi tas itu. Tas beserta seluruh
isinya akhirnya dibuang ke tong sampah, kecuali botol itu. Sudah paham
sekarang?" "Jadi... kau... kau menduga." ujar Oskar terputus-putus. "bahwa...bahwa tas
itu... maksudmu tas itu berasal dari mobil curian?"
"Nah, akhirnya sel otakmu bekerja juga."
"Tapi... itu berarti bahwa mobil curian itu ada di bengkel Pak Seibold."
"Semakin lama aku memikirkan hal ini, aku semakin yakin: Pak Seibold terlibat
dalam jaringan pencuri mobil yang lagi merajalela itu. Mobil-mobil curian itu
dicat kembali di bengkelnya. Barangkali mereka juga menghapus nomor mesin dan
rangka mobil, lalu menggantinya dengan nomor-nomor baru. Kalau dilengkapi dengan
surat-surat palsu, maka kendaraan itu dengan mudah bisa dibawa ke luar negeri
untuk dijual. Calon pembelinya pasti sudah antre. Oskar, kita sudah menemukan
jejak kawanan maling mobil itu! Kita malah sudah tahu ,siapa mereka. Kau masih
ingat Pak Seibold mengajak Borello ke gudangnya" Waktu itu ia bilang bahwa yang
lainnya jadi bagus semua. Yang dimaksud adalah mobil-mobil! Mobil-mobil curian!
Pak Seibold bertugas mengubah penampilan kendaraan-kendaraan itu, lalu Borello
bertindak sebagai penjual. Fritz, Bettger, dan Drechsel juga boleh masuk ke
gudang itu. Berarti mereka terlibat. Mereka juga kaki-tangan Borello. Aku rasa
merekalah yang bertugas mencari mobil yang cocok. Membawa sedan-sedan mewah itu
ke bengkel adalah bagian King dan Fritz. Setelah selesai dirombak, Borello
menangani urusan selanjutnya."
Oskar terperangah. "Busyet," katanya pelan. "Berarti kita berhadapan dengan
penjahat-penjahat kelas kakap. Wah, Sporty, rasanya aku harus ke belakang dulu."


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ke belakang kan bisa nanti! Coba kau pikir! King menemukan botol itu di dalam
sebuah tas di salah satu mobil yang telah mereka bawa ke bengkel. Pemilik mobil
itu rupanya hendak pergi ke kebunnya. untuk bekerja di sana. Karena itulah ia
membawa gunting rumput, sarung tangan, dan obat pembasmi hama di dalam botol
minuman keras itu! Orang itu tahu, bahwa isi botol itu tidak boleh diminum. Tapi
King Seibold kan tidak! Langsung saja direguknya cairan itu."
"Eh, sori." ujar Oskar. "Aku sudah tidak tahan lagi. Sebentar, ya."
Ketika ia kembali, jendela dan tirai tertutup rapat. Sporty telah berpakaian
lengkap-bercelana jeans dan dengan baju dingin berwama gelap. Ia sedang mengikat
tali sepatu olahraganya. "He, Sporty! Kau mau ke mana" Sekarang kan waktunya tidur."
"Mana mungkin aku memejamkan mata dalam keadaan seperti sekarang"!"
"Kau mau ke mana sih?"
"Ke Jalan Gudang Utara."
Oskar mengangguk, "Berarti kita bakal begadang lagi. Apa boleh buat, aku ikut.
Kau pasti mau melihat isi gudang itu, bukan?"
"Sebenarnya aku sudah yakin bahwa teoriku benar, tapi tak ada salahnya kalau
kita cari bukti-bukti nyata."
Oskar berpakaian dan mengeluarkan lampu senternya dari lemari. Dengan hati-hati
Sporty membuka pintu kamar.
Lampu-lampu di selasar telah dipadamkan Hanya penerangan darurat yang dibiarkan
menyala. Kedua anak itu nyaris tidak dapat melihat apa-apa. Perlahan-lahan
mereka menuju pintu selasar. Di balik pintu itu terdapat sebuah jendela. Oskar
menunggu di situ. sementara Sporty mengendap-endap menaiki tangga ke loteng. Di
sanalah mereka menyembunyikan sebuah tangga tali. di balik sebuah balok kayu
besar. Tangga tali itu milik Oskar dan sudah agak kotor karena sering dipakai.
Kalau Sporty meninggalkan asrama seorang diri, maka ia hanya memerlukan sebuah
tali tipis. Tali itu digunakannya untuk keluar-masuk jendela yang terletak di
lantai dua. Soalnya pintu depan sore-sore sudah dikunci.
Tapi Oskar tidak mungkin mengikuti contoh Sporty. Karena itulah mereka terpaksa
memakai tangga tali itu. Mereka membuka jendela. Pada jarak selengan. dinding agak maju ke depan. Bagian
itu merupakan awal dari bangunan sebelah. Sudut itu dirambati tanaman anggur
liar yang tumbuh sampai ke tingkat dua Di beberapa bagian ada kait-kait dari
besi yang sengaja dipasang oleh Pak Mandl, pengurus rumah tangga sekolah.
Gunanya sebagai pegangan kerangka kayu yang dirambati tanaman anggur.
Sporty memasang tangga tali itu pada kait paling atas. Dengan gesit ia turun.
Sampai di bawah ia menarik tangga tali itu kuat-kuat untuk memudahkan temannya.
Dengan susah payah Oskar memanjat ke luar jendela. Ia berpegangan erat-erat,
menutup jendela, dan mengganjalnya dengan sepotong karton. Kemudian ia turun
dengan napas tersengal-sengal. Seperti biasa, ia lalu berjanji pada dirinya
sendiri untuk mengurangi jatah coklatnya. Tapi niat itu biasanya hanya bertahan
selama ia masih berkeringat saja.
Mereka bergegas melewati bangunan-bangunan asrama. Di bangunan para guru, lampu-
lampu masih menyala. Tetapi untuk sementara keadaannya aman. Tangga tali mereka
tidak mungkin terlihat dalam kegelapan malam. Dan karena berpakaian gelap, kedua
anak itu juga tidak mudah dipergoki.
Terlindung di bawah bayang-bayang pohon. Sporty dan Oskar menuju ke arah pintu
gerbang lalu menyelinap melalui celah sempit di sampingnya.
"Aduh!" ujar Oskar tiba-tiba. Ia berhenti.
"Ada apa?" "Sepeda-sepeda kita kan ada di gudang dan gudangnya pasti sudah terkunci."
"Sekarang sudah terlambat untuk memikirkan hal itu. Sejak semula aku sudah
menyadarinya Bagaimana, kau mau kembali saja?"
"Ah, tidak! Jalan kaki juga tidak apa-apa."
Biasanya petualangan mereka dipersiapkan dengan matang, termasuk menyimpan
sepeda mereka di balik semak-semak di luar pekarangan sekolah. Tetapi malam ini
mereka terpaksa bergerak tanpa persiapan.
"Yuk, kita berangkat," kata Sporty. "Lari santai saja. Biar lemakmu berkurang
sedikit. Yang penting, tarik napas dengan teratur. lalu hembuskan kuat-kuat.
Bilang ya, kalau kau mulai lelah."
Bagi Oskar jalanan gelap itu seakan-akan tak berujung. Ladang-ladang di kedua
sisi jalan diselimuti kegelapan malam. Lampu-lampu di kota kelihatannya jauh
sekali. Hanya sekali saja mereka berpapasan dengan sebuah mobil.
Kedua anak itu langsung tiarap dan berlindung di balik semak-semak. Perlahan-
lahan mobil itu meluncur ke arah sekolah.
"Eh, itu kan Pak Braun," ujar Oskar tersengal-sengal.
Mereka kembali berlari. Dalam sekejap baju Oskar sudah basah kuyup oleh
keringat. Tetapi ia masih tahan. Karena sering menemani Sporty bersepeda, ia
telah memiliki daya tahan yang lumayan.
Akhirnya mereka tiba di kota. Jalan-jalan telah sepi, dan mereka tidak
berpapasan dengan orang lain. Oskar berpendapat bahwa setelah pulang nanti, ia
akan menghabiskan satu ember air.
Sekitar jam sebelas lewat dua puluh menit, mereka membelok ke Jalan Gudang
Utara. Hanya ada satu lampu jalanan yang menyala, dan lampu itu berada di ujung
jalan. Angin menerbangkan awan debu. Suara pintu berderit terdengar entah dan
mana. Di salah satu pekarangan, dua ekor kucing membuat kegaduhan.
"Huh, seram amat tempat ini," kata Oskar pada Sporty. "Bulu kudukku
merinding." . "Tenang saja hantu merupakan barang langka di sini."
Pekarangan bengkel Pak Seibold berada dalam kegelapan total. Semuanya hening.
Sporty mendorong pintu gerbang. Pintu itu tidak bergeser sedikit pun. Ketika
meraba-raba, tangannya menemukan sebuah gembok besar.
"Kita tidak bisa masuk lewat sini," katanya.
"Jangan-jangan ada penjaga di dalam."
"Mustahil. Mereka pasti tidak mau repot-repot, dan hasilnya pun tidak ada.
Mereka tetap aman selama tidak ada yang mencari mobil-mobil curian itu di sini."
Oskar mengeluarkan sapu tangan dan melap keringat yang membasahi wajahnya."
"Kita bisa masuk dari gang di samping pekarangan," katanya. "Di sana ada
beberapa papan yang sudah nyaris copot. Tadi sore aku sempat memeriksa
pagarnya." Mereka bergegas menuju lorong sempit itu. Mobil barang yang tadi sore diparkir
di situ sudah tidak ada. Dengan hati-hati mereka meraba-raba mencari jalan.
Tidak lama kemudian, Oskar berhasil menemukan bagian pagar yang dimaksudnya.
Perlahan-lahan mereka melepaskan dua papan kayu. Sebenarnya dengan satu papan
terbuka Sporty sudah bisa masuk, tetapi Oskar pasti akan nyangkut.
Mereka memasuki pekarangan. Bau logam menggantung di udara juga bau cat basah.
Sporty menuju ke bangunan kotak tak berjendela. Pintunya ternyata dikunci.
Tiba-tiba tanpa sengaja Oskar menendang sebuah kaleng kosong.
Kaleng itu bergulir di atas permukaan aspal. Suaranya memecahkan keheningan
malam. Sporty menahan napas. Oskar nyaris pingsan karena kaget. Lampu senternya
hampir terlepas dari tangannya.
"Lain kali kita tekan bel saja," kata Sporty dengan kesal. "Atau kita pakai
sirene saja sekalian, biar semua orang tahu bahwa kita datang."
"Gelap benar sih, di sini. Mana aku bisa lihat kaleng itu"!"
"Seharusnya kau lebih hati-hati."
"Bagaimana kalau aku hidupkan senter saja?"
"Jangan dulu! Cahayanya bisa terlihat dari jalanan."
Setelah mata mereka agak terbiasa dengan kegelapan itu, Sporty dan Oskar mulai
bisa melihat keadaan di sekeliling mereka secara samar-samar. Sporty menghindari
sebuah tong sampah, lalu menuju ke gudang besar yang menurut dugaannya digunakan
untuk menyimpan kendaraan-kendaraan curian itu.
Tetapi pintu gudang yang terbuat dari kayu itu juga dikunci dengan sebuah gembok
besar. "Bagaimana sekarang?" tanya Oskar
Sporty menggigit-gigit bibirnya. Hatinya agak tidak tenang ketika memutuskan
bahwa mereka akan masuk dengan menggunakan kekerasan. Tapi memang tidak ada
pilihan lain. Kalau mundur sekarang, maka usaha mereka selama ini akan sia-sia
belaka. "Kita kan tidak berniat mencuri," ia berkata untuk menenangkan Oskar dan dirinya
sendiri. "Kita hanya mau menyelidiki isi gudang ini. Dan nanti, aku akan
membereskan lagi semuanya. Tolong, mana sentermu?"
Dengan sebelah tangan ia menudungi cahaya senter itu agar tidak memancar ke
mana-mana. Sedetik saja ia menerangi gembok tadi. Waktu yang singkat itu sudah
cukup baginya untuk memastikan bahwa ia dapat membongkar gembok itu.
Sporty mengeluarkan pisau lipat serba-guna dari kantung celana. Alat itu
dilengkapi sebuah obeng kecil. Ia terpaksa bekerja dalam kegelapan. Beberapa
kali obengnya meleset. dan melukai jempolnya. Setelah mengutak-utik selama
beberapa saat akhirnya ia berhasil.
Gembok itu dapat dilepas.
12. Penculikan ENGSEL pintu kayu itu berderit-derit ketika Sporty membukanya perlahan-lahan,
lalu menyelinap masuk. Oskar segera mengikutinya.
Bau bensin menyambut mereka. Baru setelah pintunya tertutup kembali. Sporty
menghidupkan senter. "Gila benar!" ujar Oskar. "Ini pameran mobil mewah paling lengkap yang pernah
kulihat. Dan semuanya kelihatan baru."
"Namanya juga baru dicat."
Empat sedan mewah disimpan di gudang itu, sebuah BMW, sebuah Mercedes Benz,
sebuah Porsehe model 2 pintu, dan sebuah Jaguar.
Jendela, ban, dan bagian-bagian lain yang tidak boleh terkena cat, ditutupi
dengan beberapa lapis kertas koran.
"Persis seperti yang kubaca di koran," kata Sporty. Detak jantungnya bertambah
kencang. Dugaannya terbukti benar. Mereka berhasil melakukan sesuatu yang sudah
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, gagal dikerjakan oleh dinas kepolisian.
Mereka telah menemukan sarang para pencuri mobil itu.
"Semuanya model terbaru, " ujar Oskar dengan pasti. "Komplotan ini rupanya tidak
tertarik pada kendaraan rakyat biasa, seperti yang banyak digunakan oleh guru-
guru kita." "Seharusnya ada dua buah BMW di sini," kata Sporty. "Barangkali yang satunya
masih berada di ruang pengecatan."
Oskar mendekati sedan Jaguar. Ia membuka pintu sopir dan duduk di atas jok.
"Masih seratus persen baru. Kulit joknya baunya sama persis seperti mobil ayahku
waktu masih baru. Modelnya saja sama. Ayahku juga selalu membeli model terbaru.
Dan aku akan mengikuti jejaknya kelak."
"Kita harus menghubungi polisi," kata Sporty. "Bukan sembarang petugas, tetapi
Komisaris Glockner. Kalau ayah Petra yang pegang kasus ini, maka semuanya akan
berjalan dengan lancar."
Ia memadamkan senter. Dengan sangat hati-hati, ia menutup kembali pintu kayu
itu. "Tunggu dulu," kata Sporty pada Oskar yang langsung hendak meninggalkan
pekarangan bengkel itu. "Gemboknya harus kupasang lagi. Sebentar juga sudah
selesai." Tetapi ia tidak sempat menyelesaikan pekerjaan itu. Tiba-tiba saja terdengar
suara mobil yang semakin mendekat. Di antara ratusan mobil pun, Sporty dapat
mengenali suara itu. Mobil yang datang itu adalah mobil Ferrari milik Antonio
Borello. Tapi kejutan berikutnya sudah menunggu. Sesaat kemudian terdengar raungan kasar
yang berasal dari mesin mobil Porsehe. Itu pasti mobil Pak Seibold. Oskar juga
sudah menyadari apa yang terjadi.
"Itu... mereka... mereka datang," ia berkata tergagap-gagap.
Kedua mobil itu berhenti di depan pintu gerbang.
"Kita bersembunyi. Cepat!"
Sporty menarik lengan temannya. Mereka tidak mungkin mencapai pagar. Lagi pula,
belum tentu mereka langsung dapat menemukan celah sempit tadi. Mereka sudah
tidak punya waktu lagi untuk mencari-cari tempat itu. Dan mereka juga tidak
mungkin menghidupkan senter.
Sporty mengucap syukur ketika mereka menemukan setumpukan papan kayu lapuk.
Cepat-cepat kedua anak itu berlindung di baliknya.
Suara-suara orang kini terdengar dari arah pintu gerbang.
Pak Seibold berkata, "Sabar, aku harus buka gembok ini dulu. Jadi begini, King
selamat. Jiwanya sudah tidak terancam lagi sekarang. Baru saja aku nelepon ke
rumah sakit. Mereka sudah tahu bahwa ia minum obat antihama. Aku bilang, aku
tidak tahu-menahu mengenai persoalan ini. Dasar sial, kenapa berita mengenai
mobil curian berisi obat pembasmi hama itu sampai masuk koran" Sekarang kita
tidak boleh ambil risiko. Bisa saja seorang polisi yang otaknya agak encer tiba-
tiba melihat hubungannya."
"Anakmu yang seharusnya dihajar," jawab Borello. "Dasar tolol! - Lihat botol
setengah kosong di mobil curian - eh, bukannya dibuang, malah langsung
ditenggak." "Kan tidak sengaja. Ia pasti takkan mengulanginya."
Dengan susah payah ia mendorong pintu gerbang yang berat itu.
Sporty melihat sosok tubuh Pak Seibold melangkah ke pekarangan. Tiga sosok lain
terlihat di belakangnya. Wah, gawat! pikir Sporty. Mereka berempat, dan kami hanya berdua.
Pak Seibold menghidupkan lampu. Sebuah lampu kecil pada dinding di atas pintu
memancarkan cahaya redup.
Borello, Fritz Wagner, dan Bernd Krause berjalan mendekat.
"Lagi pula," kata Pak Seibold, "keterlaluan sekali orang itu! Masa dia mengisi
botol minuman dengan cairan beracun!"
"Katakan saja langsung padanya," Borello membuang puntung rokok, lalu
menginjaknya. Barangkali ia baru teringat bahwa mereka berada di pekarangan
bengkel, dan bahwa kecelakaan bisa saja terjadi karena udara di tempat itu
mengandung uap bensin. "Pokoknya," ia kemudian menambahkan dengan suara tertahan, "mobil-mobil itu
harus segera dibawa ke tempatku. Kalau polisi sampai menggeledah bengkelmu, maka
semuanya sudah terlambat. Di tempatku, mobil-mobil itu bisa kuselipkan di antara
deretan mobil bekas yang siap untuk dijual. Takkan ada orang yang curiga. "
Mereka bergerak ke arah gudang. Pak Seibold berjalan di depan, Pintunya
tertutup. Baru setelah benar-benar berdiri di depannya, orang dapat mengetahui
bahwa gemboknya telah diutak-atik.
Sporty mengintip melalui sebuah celah di antara papan-papan bekas itu.
Pak Seibold baru saja sampai di depan gudang. Ia memegang sebuah anak kunci dan
membungkuk ke depan. Tiba-tiba ia tersentak.
"Antonio!" ia berkata dengan suara serak. "Ini... Ada orang kemari! Gemboknya
dijebol. Mobil-mobilnya masih ada, tetapi orang itu sudah menemukannya di sini."
"Hah" Apa?"
Borello memburu ke arah Seibold, Fritz dan Bernd segera mengikutinya. Dengan
mata terbelalak mereka menatap gembok itu.
"Perbuatan kita sudah terbongkar," kata Pak Seibold datar. "Dan sekarang orang
itu sudah menghubungi polisi. Brengsek! Aku bahkan tidak bisa kabur karena King
ada di rumah sakit. Dan istriku ada di rumah. Dan aku juga tidak mungkin bawa
apa-apa. Tamat, Antonio! Kita terlalu mengandalkan keberuntungan selama ini.
Sekarang kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita tinggal tunggu sampai polisi
muncul. Aku mau pulang saja dan minum-minum sampai teler. Mungkin untuk terakhir
kali selama beberapa tahun mendatang. "
Borello melontarkan sejumlah makian dalam bahasa Itali .
"Terserah," ia mendesis. "Aku mau kabur. Tak ada yang menahanku di sini. Aku toh
sudah mau balik ke Itali. Arreviderci, signori! Sampai jumpa, Tuan-tuan!"
"Dan kami" Bagaimana nasib kami?" Fritz bertanya dengan suara memelas. "Kami
tidak bisa kabur. Padahal aku dan Bernd juga terlibat."
"Kalian tenang saja," kata Pak Seibold. "Aku akan mengambil alih seluruh
tanggung jawab. Dan King juga tidak akan kubawa-bawa. Hanya aku yang... Bangsat!
Polisi takkan percaya! Bagaimana dan ke mana aku bisa menjual mobil-mobil itu"
Apa yang harus kujawab kalau begitu?"
"Dengar dulu," kata Borello dengan tenang. "Kejadian ini bukan suatu kebetulan.
Orang yang datang kemari sudah sejak lama mengikuti jejak kita. Dia pasti sudah
mengenal kita semua. Kau, anakmu, aku, Fritz, Bernd, dan juga anak-anak didik
kita: Bettger dan Drechsel. Kita semua tidak bisa berdalih apa-apa. Hanya ada
satu jalan untuk menyelamatkan diri sekarang: kabur!"
Seperti diberi aba-aba, semua-kecuali Seibold -berlari ke arah pintu gerbang.
Fritz dan Bernd saling berebut masuk ke mobil Borello.
Orang Itali itu langsung tancap gas. Dengan keeepatan tinggi mobilnya menghilang
di balik tikungan pertama.
Seibold nampaknya tenang-tenang saja. Ia mematikan lampu, berjalan ke arah pintu
gerbang, dan kembali memasang gemboknya. Tanpa terburu-buru, ia kemudian
menjalankan mobil sportnya.
"Uh," ujar Oskar, "aku hampir pingsan karena... ehm... karena kelelahan setelah
lari begitu jauh tadi. Sekarang aku merasa kasihan sama si tua itu "


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Belas kasihan tidak pada tempatnya di sini " jawab Sporty. "Karena
keserakahannya. Pak Seibold telah merombak puluhan mobil curian. Sekarang ia
harus menanggung akibatnya. Coba bayangkan bagaimana perasaan korban-korban
komplotan ini! Rasa kasihanmu pasti langsung lenyap. Bahwa ia merasa putus asa
sekarang itu tidak mengubah kenyataan bahwa ia telah melakukan kejahatan.
Seharusnya sejak semula ia sudah menyadari risikonya. Tidak ada yang memaksanya
untuk menjadi pencuri."
"Betul juga. Apalagi kalau mengingat bagaimana perlakuan anak didik komplotan
ini terhadap Bu Mubo. Dan terhadap anak-anak Itali itu. Bah, rasa kasihanku
sudah menguap, Sporty."
"Cepat, kita tidak boleh membuang-buang waktu."
Mereka keluar melalui celah di pagar, memasang papan-papan kayunya pada tempat
semula, lalu menyusuri Jalan Gudang Utara menuju kantor pos terdekat. Di
depannya terdapat sebuah bilik telepon umum.
Tengah malam telah lewat, ketika Sporty menelepon ke rumah keluarga Glockner.
Ia harus menunggu beberapa saat sebelum telepon diangkat.
"Glockner di sini," terdengar suara Pak Komisaris.
Sporty menarik napas lega,
"Ini Sporty, Pak Glockner. Maaf, kalau saya mengganggu malam-malam begini.
Tetapi masalahnya memang penting sekali. Kami telah menemukan komplotan pencuri
mobil yang dicari-cari itu."
Ia lalu melapor. Ayah Petra mendengarkan ceritanya dengan penuh perhatian.
Sporty sudah bertahun-tahun mengenal Pak Glockner, dan mereka saling menyukai.
Komisaris itu tidak hanya menyukai Sporty karena berteman dengan Petra, tetapi
juga karena anak itu jujur, berani bertindak, dan punya rasa keadilan yang
tinggi. Setelah Sporty selesai bercerita, Pak Glockner berkata,
"Nama-namanya tolong kauulangi sekali lagi. Jangan cepat-cepat, saya perlu
mencatat semuanya." Sambil bergumam, ia mengulangi apa yang dikatakan Sporty.
Kemudian ia bertanya, "Di mana kau sekarang?"
"Di depan kantor pos di pojok Jalan Stasiun."
"Oskar juga di sana?"
"Ya, ia berdiri di samping saya."
"Berarti kalian pasti kabur lagi," ujar Pak Glockner sambil tersenyum. "Hal ini
tidak boleh sampai ketahuan. Kalian cepat-cepat saja kembali ke asrama. Borello
dan Seibold sekarang sudah menjadi tanggung jawab saya. Anak buah saya nanti
juga akan mengurus anggota komplotan yang lain. Untuk sementara, saya hanya bisa
mengucapkan selamat atas prestasimu ini. Selamat malam."
"Selamat malam, Pak Glockner."
Sporty meletakkan gagang telepon.
Oskar menatapnya sambil nyengir. "Coba, kau yang membongkar jaringan pencuri
itu, tapi perbuatanmu itu tidak boleh diketahui umum. Soalnya, kalau sampai
terdengar oleh Bapak Kepala Sekolah, kita berdua pasti akan dikeluarkan dari
sekolah kita yang tercinta. Pujian dan hukuman sekaligus. Aneh, bukan?"
"Peraturan-peraturan memang sering kali bertentangan. Jika kau mentaati yang
satu, maka kau terpaksa melanggar yang lain. Mengambil keputusan yang benar
kadang-kadang sulit sekali. Tapi jangan sampai takut menentukan pilihan. Yang
paling parah adalah memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa."
"Kalau pilihanku sudah pasti: kembali ke tempat tidurku! Dan sebelum tidur, aku
akan menghabiskan sekeping coklat yang berukuran jumbo. Sebagai pengganti
keringat yang hilang akibat berlari maraton seperti tadi."
Sporty menanggapinya dengan ketawa. "Mulai sekarang kau berhenti makan coklat.
Lebih baik kau latihan lari setiap hari." Mereka kembali ke asrama.
Tangga tali masih tergantung di tempat semula. Tanpa kepergok oleh petugas
piket, mereka berhasil menyelinap ke SARANG RAJAWALI.
Oskar melepaskan pakaiannya yang basah kuyup oleh keringat, dan pergi ke kamar
mandi untuk membersihkan badannya.
Sporty langsung masuk tempat tidur. Baru besok pagi ia akan mandi.
Setelah tidur selama beberapa jam, ia bangun dengan badan pegal-pegal. Masih
setengah mengantuk ia menuju kamar mandi. Selama tiga menit ia berdiri di bawah
siraman air pancuran yang dingin seperti es Ketika keluar dan kamar mandi ia
merasa segar-bugar kembali.
Oskar masih mengorok sewaktu Sporty kembali. Usaha untuk membangunkannya dengan
cara-cara sopan tidak membawa hasil. Baru setelah Sporty menyiramnya dengan
segelas air dingin. anak itu bangkit dari tempat tidurnya.
"Kurang ajar kau!" ia mengumpat Namun kemudian ia menemukan sisi positif dari
perlakuan kasar itu. "Hah, sekarang aku tidak perlu cuci muka lagi Berarti aku menghemat waktu dan
masih bisa tidur lima menit lagi."
"Kau mau sarapan?"
"Pertanyaan macam apa itu" Ya, tentu saja aku akan sarapan! Kenapa memangnya"
Kau tidak berminat?"
"Aku mau menghubungi Pak Glockner lewat telepon. Kau tidak ingin tahu apa yang
telah terjadi semalam" Apakah para bandit itu berhasil diringkus" Apakah mereka
mengaku" Kecuali itu, kita juga harus menghubungi Bu Mubo."
"Paling-paling ia sudah dihubungi. Kau mau titip apa" Roti keju" Atau kau sama
sekali tidak lapar?"
Oskar menatap Sporty penuh harap.
Sporty menyadarinya. "Aku sedang tidak nafsu makan. Jatahku boleh kausikat."
"Nah, ini alasan yang baik untuk meninggalkan tempat tidur yang lembab ini." Ia
berdiri dan mengusap-usap matanya sambil menguap.
Sporty berlari menuruni tangga. Beberapa anak sudah mulai menuju ke ruang makan.
Sporty masuk ke GUDANG SAPU dan menelepon keluarga Glockner.
Bu Glockner yang menerima telepon Wanita itu rupanya gembira mendengar suara
Sporty. "Tunggu sebentar, Sporty. Saya akan memanggil suami saya. Ia baru saja pulang.
Semalam suntuk ia berdinas dengan rekan-rekannya. Itu akibat ulahmu. Tak seorang
pun aman kalau kau berada di sekitarnya termasuk para pencuri mobil itu."
Komisaris Glockner datang ke telepon. Suaranya terdengar agak lelah.
"Selamat pagi, Sporty. Saya sudah menebak bahwa kau pasti akan menanyakan
kelanjutan kejadian semalam. Begini, Otto Seibold telah ditahan. Ia sudah
mengaku. Surat perintah untuk menahannya telah dikeluarkan. Hal yang sama
berlaku untuk Fritz Wagner dan Bernd Krause. Tapi keduanya dilepaskan lagi,
setelah mereka mengakui semua tuduhan. Karena keduanya baru untuk pertama kali
berurusan dengan Polisi, maka mereka hanya dikenai hukuman percobaan. Sekarang
ini, rekan-rekan saya sedang berkunjung ke rumah orang tua Bettger dan Drechsel. Teman-teman sekolahmu itu tidak akan dihukum, tapi untuk selanjutnya
mereka berada di bawah pengawasan dinas pembinaan remaja berandal. Kalau tidak
dibimbing ke jalan yang benar, kemungkinan besar suatu hari nanti mereka akan
masuk penjara. Kami juga akan meneliti keadaan keluarga mereka. Barangkali saja
orang tua mereka kurang perhatian."
"Bagaimana nasib King Seibold?"
"Pada dasarnya kasusnya sama dengan Fritz Wagner dan Bernd Krause. Yang mungkin
bisa meringankan hukumannya adalah kenyataan bahwa ia dipengaruhi secara negatif
oleh ayahnya. Pak Seibold nampaknya berusaha sekali untuk mengambil alih seluruh
tanggung jawabnya. Pengadilan akan memutuskan sejauh mana hal ini benar. Tetapi
anak muda itu juga akan diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan yang
terhormat. Keracunan yang dialaminya sudah merupakan hukuman tersendiri. Menurut
keterangan saya terima dari rumah sakit, jiwanya sudah tidak terancam sekarang."
"Syukurlah. " Sporty memindahkan gagang telepon dari tangan yang kiri ke tangan kanan. Ia
tidak berani menanyakan Borello. Bahwa ayah Petra belum menyinggungnya,
merupakan pertanda buruk. Namun Sporty mengatakan bahwa ada yang tidak beres.
"Sekarang mengenai Antonio Borello," kata Pak Glockner. Ia terdiam sejenak lalu
berdehem. "Ia lolos. Pencarian sudah dilakukan secara intensif, tetapi orang itu
hilang seperti ditelan bumi. Ketika kami sampai di rumahnya-yang berdampingan
dengan toko mobilnya-bajingan itu ternyata sudah kabur. Kami hanya menemukan
sebuah lemari besi dalam keadaan terbuka. Kelihatannya, Borello sempat membawa
semua uang tunai dan barang berharga yang ada di dalamnya. Kami sudah
menghubungi semua pos perbatasan, karena, seperti yang sudah kaukatakan semalam,
kemungkinan besar ia akan mencoba kabur ke Itali. Tapi sampai sekarang belum ada
berita baru. Mobil Ferrari-nya juga belum ditemukan. Kami menduga bahwa ia
sempat melihat kedua mobil patroli polisi yang berhenti di depan rumahnya.
Berarti ia sudah tahu bahwa dirinya dicari polisi. Dan ia juga menyadari bahwa
ia tidak akan berhasil melintasi perbatasan. Karena itu ia bersembunyi di suatu
tempat. Pasti masih dalam wilayah negara ini. Borello pasti menyadari bahwa
usaha pencarian terhadapnya lambat-laun akan dihentikan. Soalnya, ia tidak
terlibat dalam kejahatan pidana, ia bukan musuh negara, dan ia juga bukan
seorang teroris. Begitu penjagaan di pos perbatasan sudah tidak begitu ketat, ia
mempunyai kesempatan untuk menyelinap ke luar negeri. Dengan mudah ia bisa
memperoleh sebuah mobil yang tidak begitu menyolok. Atau mungkin juga ia naik
kereta api. Pertanyaannya sekarang, di mana tempat persembunyian mereka berdua?"
"Mereka berdua?" Sporty langsung menyadari arti kalimat itu.
"Benar, Sporty. Apa yang dilakukan Borello memang sangat, sangat keterlaluan,
walaupun sebenarnya tidak melanggar hukum. Ia telah menculik Marco, anaknya
sendiri. Kejadiannya semalam. Ia berhasil memasuki rumah istrinya dengan paksa.
Istri dan mertuanya lalu diikat dan disekap di dalam ruangan bawah tanah.
Berarti ia dengan sengaja telah merampas kebebasan orang lain. Kalau Nyonya
Muller-Borello melaporkan kejadian ini pada polisi, maka suaminya harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya-begitu ia tertangkap. Tapi saya rasa Nyonya
Muller-Borello tidak akan melibatkan polisi dalam hal ini. Yang terpenting
baginya hanyalah bahwa Marco bisa kembali dalam keadaan selamat."
Kasihan Bu Mubo, pikir Sporty. Apa yang selama ini ditakutinya ternyata menjadi
kenyataan. "Hari ini sebenarnya sidang perceraian mereka, Pak Glockner. "
"Ya, saya juga sudah diberi tahu. Dan saya yakin, pengadilan dapat menjatuhkan
keputusan tanpa keraguan sedikit pun. Marco pasti akan diserahkan pada Ibunya.
Pengadilan tidak mungkin menyerahkannya pada seorang ayah yang terlibat
kejahatan. Tapi keputusan itu mungkin tidak bisa dilaksanakan kalau Borello
keburu kabur ke luar negeri dengan membawa Marco."
"Tapi Marco kan bisa diambil lagi."
"Sayang sekali kenyataannya tidak begitu, Sporty. Tindakan itu hanya bisa
diambil kalau Marco diculik dengan tujuan kriminal. Misalnya untuk meminta uang
tebusan. Tetapi Borello adalah ayah anak itu. Dengan demikian masalahnya menjadi
lain sama sekali. Pengadilan di sini bisa saja mengeluarkan keputusan bahwa hak
untuk mengurus anak itu ada di tangan ibunya. Namun pengadilan di Itali tidak
akan ambil peduli. Pengalaman kami menunjukkan, pengadilan di Itali tidak
mungkin menyuruh dinas kepolisian negara itu untuk merampas seorang anak dari
ayahnya yang sah." "Saya tidak mengerti. Keadilan seharusnya berlaku secara umum, bukan" Lalu,
bagaimana nasib kedua wanita itu?"
"Kami telah membebaskan mereka. Setelah gagal meringkus Borello di rumahnya,
kami langsung menuju rumah istrinya. Pintu rumah itu ternyata terbuka. Seekor
anak anjing mondar-mandir di dalam. Seluruh isi rumah itu berantakan. Kursi-
kursi tergeletak di tengah ruangan. Kami menduga, telah terjadi pergumulan untuk
memperebutkan anak itu. Petugas-petugas memeriksa seluruh rumah, dan akhirnya
menemukan kedua wanita itu di ruang bawah tanah. Mereka tidak dapat membebaskan
diri, atau memanggil para tetangga. Nyonya Muller, nenek Marco, sempat mendapat
perawatan dokter. Tetapi setelah memperoleh suntikan penenang, keadaannya
membaik kembali." "Mengerikan! Sungguh mengerikan! Marco pasti telah melawan sekuat tenaga. Anak
itu lengket sekali dengan ibunya. Borello memang benar-benar seorang bajingan
yang tidak berperasaan dan hanya mau menang sendiri. Ia bahkan tidak memikirkan
kebahagiaan anaknya sendiri."
"Kau benar." "Apakah sudah ada jejak?"
"Mengenai tempat persembunyiannya, maksudmu" Belum ada. Nyonya Muller-Borello
belum dapat memberikan keterangan. Jiwanya sangat terguncang, dan menurut dokter
yang merawatnya, ia tidak boleh diganggu selama beberapa hari mendatang. Saya
sudah minta keterangan dari Pak Seibold, tetapi sayang sekali tidak banyak yang
terungkap. Sedikit sekali yang diketahuinya mengenai kehidupan pribadi Borello.
Seibold hanya menyebutkan nama dua orang Itali yang mungkin didatangi Borello.
Yah, untuk sementara waktu kami masih meraba-raba dalam gelap."
Sporty mengucapkan terima kasih, lalu meletakkan gagang telepon.
Sudah waktunya untuk masuk ke kelas.
Oskar dan Thomas berdiri di dekat Petra. Gadis itu sudah mendengar berita
mengenai semua kejadian semalam. Sekarang ia sedang menceritakannya pada kedua
temannya itu. Sporty menghampiri mereka dan menepuk pundak Petra dan Thomas.
Petra baru saja selesai bercerita.
"Kau menelepon ayahku?" tanya gadis itu.
"Ya, aku sudah tahu semuanya. Kasihan benar, Bu Mubo. "
"Marco juga," kata Petra. "Aduh, coba kalau aku bisa bertemu langsung dengan
Borello. Aku akan mencakar-cakar wajahnya sampai ia berteriak-teriak minta
ampun." "Aku sependapat dengan kalian," ujar Thomas. "Orang itu benar-benar sudah
melewati batas. Padahal Bu Mubo sudah menduga bahwa sesuatu seperti ini akan
terjadi. Hanya, siapa yang bisa menebak bahwa Borello akao bertindak nekat
seperti semalam?" "Kita pun ikut bersalah," kata Oskar dengan sedih. "Borello menjadi nekat karena
harus cepat-cepat kabur. Dan itu akibat campur tangan kita. Kalau dilihat dari
segi itu, kita tidak banyak membantu Bu Mubo. Memang kelas 9a sudah aman
kembali. Dan kita juga sudah menemukan cukup banyak bukti yang akan mempengaruhi
pengadilan untuk menyerahkan Marco pada ibunya. Tapi apa artinya semua itu kalau
Bu Mubo untuk selanjutnya harus hidup tanpa anaknya?"
Sporty mengangguk. "Kita memang gagal. Tapi justru karena itu kita sekarang
tidak boleh berpangku tangan. Kita harus membantu Bu Mubo."
Petra menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya. "Bagaimana caranya?"
"Dengan menemukan tempat persembunyian Borello dan mengembalikan Marco pada
ibunya." "Bagus, bagus sekali. Tapi mana mungkin" Ayahku beserta rekan-rekannya saja
tidak sanggup, apalagi kita?"
Sporty mengerutkan kening. "Aku juga belum tahu pasti. Pokoknya aku tidak akan
tinggal diam. Keterangan yang berguna hanya bisa kita peroleh dari Bu Mubo
Setelah makan siang nanti aku akan pergl ke rumahnya. Siapa yang mau ikut?"
"Tentu saja aku ikut." ujar Petra.
Thomas mengangguk. "Eh, barangkali kue yang kemarin masih ada sisanya," kata Oskar. "Siapa tahu
kita boleh menghabiskannya?"
"Oskar!" seru Petra dengan ketus. "Kau keterlaluan! Dalam keadaan gawat seperti
ini. bisa-bisanya kau hanya memikirkan makanan saja. Dasar rakus!"
13. Carlo, si Pelayan Restoran
SETELAH makan siang, anak-anak asrama berbondong-bondong menuju kolam renang.
Hal itu dapat dimengerti, karena sejak pagi hari suhu meningkat terus. Pada
siang hari, termometer telah menunjukkan suhu yang biasanya hanya terdapat di
daerah tropis. Jam pelajaran terakhir terpaksa dibatalkan, dan anak-anak boleh pulang lebih
awal. Oskar mengenakan sebuah T-shirt tipis. Lengannya yang telanjang mengingatkan
orang pada sosis raksasa. Supaya tidak tersengat matahari, ia memakai topi
petnya yang berwarna hijau menyala.
"Bagaimana penampilanku?" ia bertanya pada Sporty.
"Hebat! Tapi kau masih bisa menyempurnakannya dengan memasang bunga di balik
kuping. Yang agak besar, barangkali, supaya lebih jelas. Bagaimana dengan bunga
matahari?" "Mengejek saja kerjamu. Tapi biarlah. Aku menyukai penampilanku. Dan hanya
penilaian Oskar Sauerlieh yang paling berpengaruh."
Mereka mengeluarkan sepeda masing-masing dari gudang, lalu menuju ke kota.
Menurut perjanjian, mereka akan berkumpul di rumah Petra pukul empat tepat.
Bu Mubo sudah diberi tahu bahwa mereka akan berkunjung.
Sebelum makan siang Sporty telah meneleponnya, tetapi tidak berbicara langsung
dengan gurunya itu. Yang menerima telepon adalah Bu Muller, nenek Marco.
Terik matahari membuat perjalanan ke kota menjadi siksaan bagi Oskar.
"Aku kira persediaan keringatku sudah habis tadi malam," katanya mengeluh. "Tapi
coba lihat saja, sekarang mulai lagi. Belum apa-apa, bajuku sudah basah kuyup."
"Kau terlalu banyak minum. Seharusnya kau lebih banyak makan," ujar Sporty
menyindirnya. "Terutama bahan makanan kering, seperti coklat, misalnya."
"Ide yang baik."
Sewaktu mereka tiba di rumah Petra, Bello menyambut mereka dengan gembira.
Sporty mengelus-elus kepalanya. Petra dan Thomas berdiri di depan toko bahan


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makanan. Kedua sepeda mereka tersandar di tembok.
Sporty bertanya pada Petra apakah ayahnya ada di rumah, tetapi gadis itu
menggeleng. Ayahnya begitu sibuk menangani kasus Borello, ia menerangkan,
sampai-sampai untuk makan siang pun tidak punya waktu.
Mereka melintasi kota menuju rumah Bu Mubo. Bello boleh ikut.
Kali ini, hanya Astro yang mereka temui sedang bermain-main di halaman depan.
"Kasihan, Astro pun nampak sedih," kata Petra. "Ia pasti merasa kehilangan
Marco." Pintu pagar tertutup rapat, dan pagarnya sendiri juga tanpa celah. Karena itu
Astro bisa dilepaskan begitu saja. Ia tidak mungkin berlari ke jalanan. Dengan
gembira ia menyambut kedatangan Bello.
Bu Muller yang membuka pintu.
Wajah nenek Marco itu nampak pucat, dan matanya yang sembab sudah menjadi
pemandangan biasa bagi Sporty.
Anak-anak menyatakan bahwa mereka turut merasa sedih atas peristiwa yang terjadi
semalam. Tidak mudah untuk menemukan kata-kata yang tepat. Tapi Bu Muller menyalami
mereka semua. Kemudian ia kembali mengusap matanya.
"Silakan duduk dulu di ruang tamu, " katanya. "Anak saya sebentar lagi menemani
kalian." Keempat anak itu duduk mengelilingi meja tamu. Semuanya merasa kikuk. Bahkan
Oskar pun kelihatan canggung. Harapannya mengenai kue coklat itu sudah
dilupakannya. Tidak lama kemudian Bu Mubo datang. Wajahnya pucat pasi, lebih pucat daripada
wajah ibunya. Untuk pertama kalinya Sporty melihat gurunya itu tanpa lipstik.
Bu Mubo juga menyalami mereka semua.
"Saya senang kalian menyempatkan diri untuk datang ke rumah saya," katanya.
"Saya sangat berutang budi pada kalian. Kelas saya sudah bisa dikendalikan lagi.
Para perusuh sudah diketahui. Dan kalian yang membuktikan bahwa suami saya yang
sebenarnya bertanggung jawab atas semua kemalangan yang menimpa saya. Ia
berharap agar saya putus asa dan menyerahkan Marco secara sukarela padanya. Hah,
berani benar ia berpikiran seperti itu! Dalam keadaan apa pun saya tidak akan
membiarkan Marco dibawa olehnya. Tetapi kini masalahnya sudah berubah. Kalian
sudah tahu apa yang terjadi semalam, bukan" Karena terbukti terlibat dalam
komplotan pencuri mobil, Antonio Borello bertindak nekat dan melarikan diri.
Bersama Marco. Sampai kemarin malam, saya masih berharap agar suami saya tidak
sampai hati untuk menculik anaknya sendiri. Saya keliru. Antonio bahkan tidak
segan-segan untuk menggunakan kekerasan. Baru sekarang saya mengetahui sifatnya
yang asli." Untuk sesaat keheningan menguasai ruangan itu.
"Apakah Ibu sudah menghubungi Komisaris Glockner lagi?" tanya Sporty.
"Baru saja saya meneleponnya. Kami sempat berbicara panjang lebar."
"Polisi membutuhkan petunjuk mengenai tempat yang mungkin digunakan oleh suami
Ibu untuk bersembunyi."
Bu Mubo mengangguk. "Saya benar-benar sudah memeras otak. Tapi hanya sedikit
yang bisa saya kemukakan. Saya memang masih ingat puluhan nama yang pernah
disebut-sebut suami saya, hanya saja saya belum pernah bertemu dengan orang-
orang itu. Alamat mereka juga tidak saya ketahui. Polisi akan minta keterangan
dari mereka semua. Itu akan makan waktu lama, dan harapan saya semakin menipis."
Dengan gerakan mengejutkan, Sporty tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.
"Sebaiknya kami pulang dulu sekarang. Ibu jangan berputus asa. Kami akan
menghubungi Ibu kalau sudah ada perkembangan baru."
Dengan sopan ia menyalami wanita yang sedang berduka itu, lalu langsung menuju
pintu. Teman-temannya hampir tidak sempat berpamitan.
Ketika semuanya sampai di pekarangan, Petra menatap Sporty dengan pandangan
menyalahkan. "Kenapa sih kau tiba-tiba tidak sabar untuk pulang?" ia bertanya.
"Aku baru saja teringat sesuatu."
"Yaitu?" "Ada kemungkinan rencanaku ini akan menemui jalan buntu-karena itu aku tidak
memberi tahu Bu Mubo. Tetapi mungkin juga petunjuk yang akan kuperoleh bisa
membawa kita langsung ke tempat persembunyian Borello."
"Dan di mana kau mau mencari petunjuk itu?"
"Di Restoran Fattoria"
Petra nampak agak kecewa. "Apa yang kaucari di tempat itu" Apa kau menduga
Borello bersembunyi di balik meja layan" Atau di gudang penyimpanan anggur?"
"Justru sebaliknya."
"Kalau begitu aku semakin tidak mengerti kenapa kau ngotot mau ke sana!"
"Apakah aku belum pernah bercerita bahwa seorang kenalanku bekerja sebagai
pelayan di rumah makan Itali itu" Orang itu tidak menyukai Borello, dan bahkan
mengatakan bahwa Borello terlibat dengan Mafia. Kalau kupikir-pikir lagi,
tuduhan itu ternyata tidak terlalu meleset."
"Kau belum pernah menyinggungnya," jawab Petra dengan kesal."
"Ya kau mulai tidak terus terang pada kami," ujar Thomas. "Atau kau hanya lupa?"
"Keduanya bukan," Sporty membela diri. "Sampai tadi hal ini belum berarti apa-
apa. Tapi tiba-tiba saja aku ingat bahwa pelayan itu mungkin mengetahui sesuatu
mengenai Borello. Kalau ia tahu sesuatu, maka ia pasti akan mengatakannya. Ia
membenci bajingan itu."
"Pelayan itu berkata begitu?" Oskar ingin tahu.
"Tidak secara langsung. Tapi dari gerak-geriknya ketahuan bahwa mereka bukan
kawan akrab. Jadi, untuk apa kita buang-buang waktu lagi di sini" Ayo, kita
berangkat! Petra, jangan lupa bawa Bello."
"Bagiku lebih mudah untuk melupakan ulang tahunmu yang berikut," jawab Petra
dengan sebal. Dengan kecepatan penuh, keempat sahabat itu kembali melintasi kota Lidah Bello
terjulur ke luar. Wajah Petra membara, Oskar bercucuran keringat. Bahkan Thomas pun berhasil
memeras keringat dan tubuhnya yang kurus kering. Hanya Sporty yang nampaknya
tidak terganggu oleh terik matahari Sebagai olahragawan yang terlatih baik, ia
menyambut setiap tantangan dengan gembira.
Ketika mereka tiba di depan Restoran Fattoria, Sporty meminta teman-temannya
untuk menunggu di seberang jalan.
"Supaya si pelayan bisa bicara dengan bebas. Soalnya aku akan minta keterangan
mengenai seseorang yang ditakuti oleh kenalanku itu, yaitu Borello. Mudah-
mudahan ia bersedia buka mulut kalau aku mengajaknya bicara empat mata. Tapi
kalau kita berempat menemuinya, jangan-jangan ia akan langsung ketakutan."
"Dan berlagak tidak tahu apa-apa," Thomas menambahkan.
Mereka menunggu di depan toko sepeda tempat Sporty membeli sebuah rantai baru
untuk sepeda balapnya. Dari jauh, orang tidak dapat melihat dengan jelas bahwa restoran itu memang
buka, soalnya jarang sekali ada pengunjung yang keluar -masuk.
Sporty melangkah masuk dan langsung menemukan pelayan yang dicarinya. Ia
mengenakan seragam kerjanya, baju adat Itali celana gelap, baju putih, rompi
merah, dan selendang berwarna hijau. Kedua belah tangan terlipat di depan
perutnya yang buncit. Jenggotnya tidak dicukur serapi pada kunjungan Sporty yang
pertama. Dan kumisnya yang berukuran luar biasa nampak agak lebih terang dari
sebelumnya. Orang itu tersenyum ke arah Sporty. Ia masih mengenali anak itu.
Pelayan yang satu lagi rupanya sedang berada di dapur.
Sporty langsung menghampiri dan menyapanya dengan ramah, lalu bertanya pada meja
mana ia bertugas. "Ah, Anda mau duduk di meja saya" Terima kasih, terima kasih! Bagaimana dengan
meja ini, Tuan Muda ?"
Meja itu cukup jauh dari orang-orang yang duduk di bar.
Sporty menarik sebuah kursi dan duduk. "Ada Coca-Cola" Uang saku saya sayangnya
tidak cukup untuk memesan yang lainnya. Sebenarnya saya datang untuk mencari
keterangan." "Dengan senang hati saya akan membantumu. Nama saya Carlo. Kadang-kadang saya
juga dipanggil Charlie."
"Nama saya Peter, tapi biasanya dipanggil Sporty."
"Oh, jadi kaulah orangnya. Nama itu memang cocok denganmu."
"Maksudmu?" "Kita kan sudah bertemu. Tapi kau pasti tidak tahu bahwa restoran ini merupakan
tempat pertemuan Borello dengan para anak buahnya. Sekali-sekali salah satu dari
mereka pasti muncul di sini. Kalau bukan Seibold, yah Wagner, Krause. Bettger,
atau Drechsel. Dan dalam sekejap semuanya sudah berkumpul di sini. Sebagai
pelayan, saya terpaksa berada di dekat mereka. Mau tidak mau saya sering
mendengar apa yang mereka bicarakan. Sejak kau datang ke sini, nama Sporty
sering disebut-sebut oleh mereka. Terus terang saja, mereka tidak terlalu
menyukaimu." "Saya sudah tahu."
"Apakah berita mengenai penangkapan mereka juga sudah sampai di telingamu"
Mereka terbukti mencuri mobil-mobil mewah."
Sporty hanya mengangguk. Wajah Carlo berseri-seri. "Sebenarnya saya tidak boleh mengatakannya keras-
keras, tetapi saya gembira mendengar mereka sudah diringkus. Tamu-tamu seperti
mereka tidak kami butuhkan di sini. Sayang sekali Borello berhasil lolos. Dialah
yang paling brengsek. Luar biasa bagaimana desas-desus seperti itu tersebar,
bukan" Menurut kabar burung, bukan polisi yang berhasil melacak jejak mereka,
tetapi seseorang yang tidak dikenal. Orang itulah yang semalam menemukan mobil-
mobil curian itu di sebuah gudang. Ia lalu menghubungi polisi, dan mereka
tinggal menjemput bajingan-bajingan itu di rumah masing-masing. Kalau desas-
desus itu benar, maka orang itu seharusnya diarak keliling kota. Ah...
seandainya saya bisa berjabatan tangan dengannya..."
"Itu bisa diatur," ujar Sporty sambil mengulurkan tangan.
"Lho, sudah mau bayar" Pesananmu kan belum diantar?"
"Anda bisa berjabatan tangan dengan saya, Carlo."
Carlo membelalakkan mata Kumisnya bergerak naik-turun.
"Jadi... jadi...?"
"Ya, sayalah orangnya," jawab Sporty sambil nyengir. "Sebenarnya saya bersama
teman-teman hanya bermaksud membuktikan bahwa Borello yang bertanggung jawab
atas semua kejadian tidak menyenangkan yang menimpa istrinya belakangan ini.
Pasangan itu sudah hidup terpisah. Istri Borello mengajar di sekolah kami. Ia
salah seorang guru yang paling baik hati. Hanya secara kebetulan saja kami
mengetahui bahwa Borello terlibat dalam komplotan pencuri mobil. Bahwa bajingan
itu bisa lolos-itu saja sudah parah. Lebih parah lagi adalah tindakannya yang
tidak manusiawi. Saya tidak tahu apakah Anda sudah mendengarnya. Borello telah
menculik anaknya sendiri."
Carlo belum mendengar berita itu.
Secara singkat Sporty menceritakan seluruh kejadiannya.
Pelayan itu hanya menggeleng dengan geram. "Tindakan seperti itu memang cocok
dengan kelakuannya sehari-hari. Borello memang tak punya perasaan. Ia selalu
memperlakukan saya seperti sampah. Hanya terhadap Sofia, Carlo melirik ke arah
pelayan wanita yang berdiri di balik bar. "ia bersikap ramah."
"Calo, mungkin Anda dapat membantu kami."
"Dengan senang hati, kalau memang ada yang bisa saya lakukan."
"Anda tadi bilang bahwa restoran ini merupakan tempat pertemuan Borello dengan
konco-konconya." "Benar, tanpa kunjungan Borello, penghasilan kami akan berkurang dengan drastis.
Bos saya juga menyadari hal itu. karena itu...! Eh. pesananmu belum juga
diantar?" Carlo nampak malu. "Aduh, setelah bekerja selama dua puluh tahun, kini
saya terpaksa mengaku bahwa saya tidak berbakat sebagai pelayan restoran."
Sporty ketawa. "Lupakan saja Coca-Cola-nya. Saya ingin tahu apakah Borello hanya
menemui orang-orang yang telah disebutkan tadi atau apakah ia juga berjumpa
dengan orang-orang lain di sini."
"Kadang-kadang ada juga temannya yang datang ke sini."
"Anda mengenal orang-orang itu?"
"Tidak semuanya. Banyak yang hanya sekali-sekali datang ke sini."
"Yang sering berkunjung juga ada?"
"Seberapa orang."
"Siapa yang paling sering menjumpai Borello?"
"Castellani, maksudmu?"
Sporty mengangkat bahu. "Saya tidak tahu," katanya. "Andalah yang seharusnya
mengetahuinya. Siapa Castellani itu?"
"Ia sama bejatnya dengan Borello. Dan malah lebih sombong lagi. Ia seorang
bandit! Seorang mafioso! Mereka berdua sering bertukar rahasia di sini. Kalau
sudah mulai berbisik-bisik, tak seorang pun boleh mendekat. Para pelayan saja
harus memutari mejanya dalam jarak lima meter."
Sporty mulai tertarik pada pembicaraan Carlo.
"Siapa nama lengkap Castellani?"
"Salvatore Castellani."
"Tempat tinggalnya di kota?"
"Bukan, tapi aku tahu di mana rumahnya. Ia tinggal di tepi Danau Perlham. Di
tepi danau sebelah utara hanya ada satu rumah. Rumah itu yang disewanya, atau
mungkin juga sudah ia beli-mana saya tahu. Pokoknya sekarang ia tinggal di
sana." "Apa pekerjaannya?"
"Dulu ia pernah bekerja di percetakan, tetapi sudah lama berhenti. Baru-baru ini
saya dengar ia mencari uang sebagai pelukis."
Semangat Sporty kini berkobar-kobar. "Carlo, keterangan Anda mungkin sangat
bermanfaat. Terima kasih banyak."
"Saya yang harus berterima kasih," kata pelayan itu sambil menyalami Sporty.
"Coea-Cola-mu masuk rekening saya. Karena... ya. ampun! Kau belum minum apa-
apa!" Sporty tak dapat menahan tawa. "Bagaimanapun juga, terima kasih banyak."
14. Perhitungan di Tepi Danau
PENUH rasa ingin tahu teman-teman Sporty menunggunya di seberang jalan. Bello
menyambutnya sambil mengibaskan ekornya dengan gembira.
"Kelihatannya kau puas sekali," kata Petra. "Kau berhasil memperoleh petunjuk
yang kaucari-cari itu?"
"Dugaanku masih bisa meleset, tapi seandainya aku jadi Borello, maka aku akan
bersembunyi di rumah Salvatore Castellani. Aku berani bertaruh bahwa mereka
berdua juga berkomplot. Dan rumah Castellani merupakan tempat persembunyian yang
ideal. Terutama kalau membawa anak kecil yang tidak boleh terlihat orang lain."
Sporty bercerita. "Ya, Tuhan," Oskar mendesah ketika Sporty selesai. "Danau itu letaknya kan
sekitar dua puluh kilometer di luar kota. Dan kau pasti sudah tidak sabar untuk
menuju ke sana. Padahal panasnya bukan main! Sebelum sampai di sana, aku keburu
mati kekeringan." Petra mengamati wajah Sporty dengan saksama.
"Bagaimana kalau kita hubungi polisi-ayahku, misalnya-untuk menyampaikan
keterangan yang baru saja kauperoleh" Kau tidak setuju" Aku sudah menduganya."
"Aku yang menemukan jejak baru ini, " jawab Sporty, "dan aku yang akan
membuktikan kebenarannya. Kalian tidak perlu ikut. Dan untuk Bello jaraknya
memang terlalu jauh. Sayang ia tidak bisa naik sepeda."
"Besok-besok aku akan mengajarinya," kata Petra. "Tapi oke, deh! Kalau begitu
kita mampir di rumahku dulu, supaya Bello bisa ditinggal."
Baru kali ini Bello merasa gembira bahwa ia boleh tinggal di rumah, sementara
anak-anak dipanggang di bawah terik matahari.
Perjalanan yang jauh menuju Danau Perlham membawa mereka melewati ladang-ladang
gandum yang siap dipanen, melalui hutan, dan mendaki sebuah bukit yang lumayan
terjal. Perjalanan itu memang melelahkan. Mereka bersepeda dengan santai, dan baru satu
setengah jam kemudian tiba di Perlham, sebuah desa kecil di tepi selatan danau
yang bernama sama. Dari sini mereka dapat melihat seluruh danau itu. Di sebelah utara, tepi danau
itu berbatasan langsung dengan hutan. Sebuah jalan setapak berpasir yang cukup
lebar untuk dilewati mobil menuju ke rumah kecil yang nampak di kejauhan.
Pemiliknya rupanya telah merombak sebuah pondok nelayan menjadi tempat tinggal
yang nyaman. Di bagian samping rumah itu terdapat sebuah gudang dan sebuah
garasi yang terbuat dari seng gelombang.
Sporty melihat dua pria sedang duduk santai di dermaga kecil di depan rumah itu.
Kaki mereka terendam dalam air.
"Mungkin itu mereka," kata Petra. "Sayang sekali kita tidak bawa teropong."
"Aku akan mengamati mereka dari dekat," Sporty berkata.
"Kau tidak bisa mendekati kedua orang itu tanpa mereka melihatmu," Thomas
memperingatkannya. "Aku akan mengelilingi danau. Di sana memang tidak ada jalan, tetapi aku bisa
melewati semak-semak yang tumbuh di pinggir danau. Kemudian aku akan mendekati
rumah itu dari bagian belakang untuk melihat apakah Marco disekap di dalamnya.


Detektif Stop - Teror Melanda Kelas 9a di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepedaku kutinggal di sini saja. Kalian melihat pos polisi yang tadi kita
lewati" Kemungkinan besar memang hanya seorang polisi desa yang telah jompo yang
berdinas di sana, tetapi itu juga masih lebih baik daripada tidak punya bantuan
sama sekali. Seandainya aku belum kembali dalam satu jam, maka kalian harus
segera menghubungi polisi itu. Soalnya, itu berarti bahwa para mafioso itu telah
memergokiku." Petra berusaha sekuat tenaga untuk membatalkan rencana Sporty. namun kawannya
itu memang keras kepala. "Jangan khawatir," katanya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Petra.
"Semuanya pasti beres."
Ia menyerahkan sepedanya pada Oskar, kemudian berangkat tanpa berkata apa-apa
lagi. Pertama-tama ia melewati hamparan rumput. Kemudian menembus semak belukar. Tak
seorang pun dapat melihatnya dari seberang danau. Perjalanan Sporty mulai terasa
berat ketika jalannya terhalang dan ia terpaksa masuk air. Pada setiap langkah
kakinya tenggelam sampai ke lutut dalam lumpur berwarna kecoklat-coklatan. Suatu
kali sepatu olahraganya copot dari kaki kirinya. Setelah meraba-raba beberapa
saat. ia berhasil menemukannya kembali. Celana jeansnya sudah digulung sampai ke
lutut. Walaupun demikian celananya kotor seakan-akan ia baru saja keluar dari
kubangan kerbau Baru setelah hampir sampai di hutan, ia bisa naik ke darat lagi.
Sekarang Sporty kembali bisa bergerak dengan cepat. setelah tadi setiap
melangkah harus berjuang sekuat tenaga untuk membebaskan kakinya dari
cengkeraman lumpur danau.
Dalam waktu tiga puluh menit. Sporty sampai di tempat tujuannya.
Dari balik sebatang pohon besar ia memeriksa keadaan di depannya. Rumah itu
nampak sederhana. Pintu masuk berada pada sisi pendeknya. Jalan setapak berpasir
tadi berakhir tepat di depan pintu itu. Di antara rumah dengan tepi hutan
terdapat pekarangan selebar kurang lebih sepuluh meter. Di bagian belakangnya,
Sporty melihat sebuah mobil Ford berwarna biru tua. Gudang di seberang rumah
tadi tidak berpintu. Isinya segala macam barang rongsokan. Sporty merasa lebih
tertarik pada garasi yang terbuat dari seng gelombang. Apakah mobil Ferrari
milik Borello disembunyikan di dalamnya"
Pintu garasi ternyata tertutup.
Sebelum Sporty memeriksanya, Sporty ingin melihat siapa yang mereka lihat sedang
duduk-duduk di dermaga kecil tadi. Pada waktu datang, ia tidak dapat melihat ke
arah itu. Dan sekarang pandangannya terhalang oleh rumah itu.
Dengan sangat hati-hati, Sporty berdiri dan menengok ke sekitarnya. Semuanya
nampak aman-aman saja. Dengan beberapa langkah panjang ia telah sampai di
dinding belakang rumah itu. Ia berhenti di samping sebuah jendela yang terbuka.
Pelan-pelan ia mengangkat kepala dan mengintip ke dalam.
Ruangan itu nyaris tak berperabot. Sofa kecil yang ada di dalamnya dipakai
sebagai tempat tidur. Jantung Sporty berdegup kencang ketika melihat bahwa
dugaannya ternyata benar.
Marco berbaring di bawah sebuah selimut tipis. Wajah anak itu pucat pasi.
Matanya yang sembab menunjukkan bahwa ia habis menangis. Kini ia tertidur. Tapi
tidurnya pun dipaksakan. Di atas meja kecil di samping sofa, Sporty melihat
segelas air, dan sebuah botol coklat yang berisi obat penenang-seperti yang
tertera pada labelnya . Berarti Borello telah membius si kecil itu-mungkin karena anak itu melawan dan
menangis terus. Sporty bergegas ke sudut bangunan itu, lalu menyusuri sisi pendeknya ke arah
danau Ketika mengintip, matanya langsung tertuju pada sebuah senapan berburu.
Senjata itu disandarkan pada kursi taman, yang bersama sebuah meja dan dua buah
kursi lain berada di depan rumah. Dua buah gelas dan dua buah botol anggur
menunjukkan bahwa kedua orang itu sudah sempat bersenang-senang.
Kini mereka duduk di ujung dermaga yang menjorok beberapa meter ke dalam danau.
Borello serta seorang pria berpotongan kasar dan berdahi lebar.
Salvatore Castellani, rupanya. Mereka menggulung lengan baju. Kaki-kaki mereka
yang telanjang terendam dalam air.
Baru saja Castellani berkata.
"Kalau ada yang berani dekat-dekat ke sini, aku akan menembaknya dengan senapan
berburu milikku. Kalau polisi hendak mengusut kejadian itu aku bisa saja
mengatakan bahwa aku hanya membela diri. Itulah untungnya punya rumah yang
terpencil. Senapanku selalu terisi dan siap pakai."
Kebetulan sekali. pikir Sporty. Ia mundur selangkah dan meraih senapan itu.
Dengan sekali pandang ia mempelajari senjata itu.
Kedua orang itu baru menyadari kedatangan Sporty ketika anak itu telah berdiri
di belakang mereka. Borello membelalakkan mata dan wajahnya menjadi merah padam. Castellani hanya
terbengong-bengong. "Supaya tidak terjadi salah sangka." kata Sporty. "saya bisa menggunakan senapan
ini. Dan saya anjurkan agar jangan ada yang memaksa saya untuk membela diri.
Sekarang, silakan berdiri. Kita akan jalan-jalan dulu. Kita akan menuju ke desa.
Jangan ragu-ragu. silakan jalan di depan saya. Marco biar tinggal di sini dulu
untuk sementara. Ia akan kami jemput belakangan. Pak Castellani, Bapak tentu
tahu jalan menuju pos polisi desa. Itulah tujuan kita sekarang."
Kedua bajingan itu tidak langsung menurut. Ketika Sporty mengokang senapan itu,
mereka baru menyadari bahwa ia tidak main-main.
Borello mencoba menyuap Sporty. Ia menawarkan uang "sebanyak kau mau!" pada anak
itu. Tetapi Sporty tidak menanggapinya dengan sepatah kata pun.
Dengan senapan berburu di tangan, ia menggiring kedua pria itu menyusuri jalan
setapak berpasir. Dengan kaki telanjang mereka melangkah seperti dua ekor sapi yang siap dibawa ke
rumah potong. Keduanya pasrah pada nasib. Tak seorang pun mencoba melarikan
diri, padahal Sporty tentu tidak akan sungguh-sungguh menembak mereka. Yang
terpenting bagi anak itu hanyalah Marco bisa kembali pada ibunya dengan selamat.
Petra, Thomas, dan Oskar telah melihat iring-iringan aneh itu dari kejauhan
Mereka berlari menyambut Sporty.
Sporty berseru pada Thomas untuk memanggil polisi desa sekaligus menerangkan apa
yang sedang terjadi. Segera saja Thomas bergegas ke arah pos polisi.
Petra dan Oskar bergabung dengan Sporty.
"Di mana Marco?" tanya Petra. "Ia masih di rumah itu?"
"Marco tidur. Ia dibius oleh ayahnya. Sekarang ia sendirian di sana. Kalian ke
sana dulu, dan menunggu sampai anak itu bangun. Ia kan sudah kenal kalian, dan
tidak akan merasa takut."
Petra dan Oskar tidak membuang-buang waktu lagi.
Oskar menyandarkan sepeda Sporty ke dinding rumah, kemudian segera menyusul
Petra yang telah mendahuluinya.
Pada bagian terakhir dari perjalanan mereka, penduduk-penduduk desa
memperhatikan Sporty dan kedua tawanannya dengan terheran-heran.
Sambil berlari kecil, Thomas dan dua polisi desa menuju ke arah mereka. Keduanya
telah menggenggam pistol masing-masing dan menyiapkan borgol.
Dalam sekejap kedua penjahat tadi sudah diamankan.
"Nak, tindakanmu gagah sekali," ujar polisi yang lebih tua. "Tapi sekarang,
tolong serahkan senapan itu.
"Gila!" Ia baru saja memeriksa senjata Itu "Senapan ini tidak ada pelurunya!"
"Tadinya sih ada," kata Sporty sambil ketawa. Ia mengeluarkan dua buah peluru
dari saku celananya. "Sambil jalan tadi saya mengeluarkan peluru-peluru ini.
Supaya tidak terjadi kecelakaan. Mereka sama sekali tidak tahu."
Polisi itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau benar-benar jagoan. Apa kau
sering terlibat dalam petualangan seperti ini?"
Semuanya berakhir dengan adil.
Bu Mubo bercerai dengan suaminya, dan Marco diserahkan pada ibunya.
Antonio Borello dan Pak Seibold dijatuhi hukuman yang berat.
Nasib para pemuda berandal tepat seperti yang dikatakan Komisaris Glockner
Mereka tidak luput dari hukuman, tetapi semuanya diberi kesempatan untuk
memperbaiki watak dan kelakuan masing-masing.
Setelah semuanya berlalu, Bu Mubo menyelenggarakan pesta kecil untuk merayakan
kejadian itu. Ia mengundang rekan-rekan guru, dan sebagai tamu kehormatan adalah
anak-anak yang tergabung dalam kelompok STOP.
Beberapa orang memberikan sambutan.
Sporty agak malu mendengar pujian-pujian yang diarahkan padanya. Seandainya
mungkin, ia sudah bersembunyi di bawah meja makan. Tetapi tempat itu sudah
dipakai oleh Oskar dan Bello, untuk menunggu makanan yang secara diam-diam
diulurkan oleh Petra. Tetapi dasar si Oskar. Seluruh makanan itu dihabiskannya sendiri. Bello tidak
kebagian sepotong pun. Selesai Dendam Jasad Dedemit 2 Fear Street - Ciuman Maut Killers Kiss Memanah Burung Rajawali 28
^