Pencarian

Abarat 3

Abarat Karya Clive Barker Bagian 3


pun kembali ke tempat bertengger semula, memanjat dalam ligkaran-lingkaran spiral yang lebar ke puncak
tumpukan. Mendelson melanjutkan ke bait terakhir puisi tadi.
Monster kecil, monster kecil,
Hendak ke mana kau pergi"
Bukan keluar menyongsong pagi,
Bukan pula menyambut matahari.
Di dalam mimpi-mimpi seramku kau tinggal,
Bersembunyi dari terang siang;
Dan di sana, monster kecil...
"Shape?" Shape membalikkan tuhuh. Suara itu berasal dari balik bayang-bayang di
seberang ruangan. Tidak ada tanda-tanda si pemilik suara telah membuka pintu
untuk masuk ke dalam ruangan.
Rupanya ia sudah ada di sana sejak tadi, mengawasi Mendelson. Mendengarkan
Mendelson berlatih menggeram-geram.
Mendelson tak bergerak. Ia hanya mengamati bayang-
bayang tersebut, menunggu orang yang menyapanya tadi menampakkan diri. Tentu
saja ia sudah tahu, siapa orang itu. Sang Penguasa Tengah Malam sendiri:
Christopher Carrion. "Duduklah," kata suara itu. "Ayo, Shape, duduklah. Kau menyukai buku?"
Suara itu dalam dan nadanya menyiratkan keputus-
asaan - bahkan saat mengajukan pertanyaan-pertanyaan paling sederhana sekalipun.
Suara orang yang telah menapaki jurang tak berdasar.
Mendelson bisa melihat sosoknya sekarang, samar-
samar. Sosok yang mengesankan, dengan tinggi enam kaki enam inci, atau lebih;
jubahnya hitam panjang. Itu sebabnya ia begitu mudah tersembunyi dalam bayang-
bayang. Sosok itu menghampiri Shape. Lilin-lilin di meja
meneranginya sedikit. Ia memiliki tatapan paling menusuk dibandingkan siapa pun yang dikenal Shape.
Sepasang matanya bersinar-sinar di kepalanya yang pucat tak berambut. Seperti
biasa, ia mengenakan kerah dari bahan tembus pandang yang menyerupai gelas.
Kerah itu dirancang sedemikian rupa untuk menutupi bagian sebelah bawah
kepalanya. Gelas itu berisi cairan berwarna biru, yang kini
sekonyong-konyong bercahaya-cahaya oleh kehadiran
beberapa bentuk yang meliuk-liuk menyerupai ular.
Bentuk-bentuk tersebut berkelap-kelip di dalam cairan itu - ada yang berwarna
putih seperti halilintar di musim panas, ada yang kuning seperti irisan lemak -
meliuk-liuk membentuk pola-pola berwarna cemerlang di seputar
kepala sang Penguasa Tengah Malam. Dan Carrion jelas tampak menikmati keberadaan
mereka yang begitu dekat, barangkali ia bahkan merasa terhibur. Ketika salah satu dari mereka
menyapu kulitnya, ia tersenyum.
Senyumannya begitu mendirikan bulu roma, sampai-
sampai membuat Mendelson ingin kabur dari ruangan itu.
Dari cerita Naw padanya, ia tahu mengapa Carrion
tersenyum demikian, dan apa sebenarnya bentuk-bentuk berwarna cemerlang itu.
Carrion telah menemukan cara untuk menyalurkan setiap pikiran dan citra
menyeramkan yang ada di dalam relung-relung otaknya dan
mewujudkan mereka menjadi bentuk semi-fisik seperti itu.
Ketika ia menghirup napas di dalam cairan tersebut, bentuk-bentuk yang berkelap-
kelip itu keluar-masuk dari lubang mulut dan hidungnya, merendam jiwa Carrion
dalam mimpi-mimpi buruknya sendiri.
Suaranya, yang bergema dalam cairan berisi
gambaran-gambaran gelap itu, diberati oleh kekuatan mimpi-mimpi buruk tersebut;
kengerian mewarnai setiap patah kata yang diucapkannya.
"Kita sedang bicara tentang buku, Shape..."
"Ya" Oh ya, buku. Aku punya buku-buku. Beberapa."
"Apa lagi yang kaumiliki?" kata Carrion.
Bentuk-bentuk bercahaya itu berkelap-kelip di sekitar kepala sang Penguasa
Tengah Malam. Sepasang matanya menatap Mendelson dengan tajam.
"Atau tidak kaumiliki?"
"Maksud tuanku... Kunci itu?"
"Ya, tentu saja. Kunci itu. Apa lagi kalau bukan itu?"
"Maafkan aku, tuanku. Aku tidak berhasil mendapatkan Kunci itu."
Mendelson menunggu, takut Carrion akan meng-
hampirinya, memukulnya barangkali. Tapi ternyata tidak.
Carrion berdiri saja di sana, memandangi Shape dengan tatapannya yang menusuk.
"Teruskan," katanya pelan.
"Aku... aku menemukan orang-orang yang mencuri Kunci itu dari tuanku."
"John Mischief dan saudara-saudaranya."
"Ya." "Dia berhasil melarikan diri dengan membawa Kunci itu ke Efreet, lalu dari situ
dia naik perahu ke Hereafter. Aku mengejarnya. Kutenggelamkan perahunya, dan
kupikir aku akan berhasil menangkapnya...."
"Tapi?" "Tapi arus pasang berpihak padanya. Arus itu membawanya ke sisi seberang."
"Ke Hereafter?" kata Carrion; ada sedikit nada kerinduan dalam suaranya.
"Ya." "Bagaimana keadaan di sana?" tanyanya, nadanya seolah-olah biasa saja.
"Aku hanya sedikit sekali melihatnya. Sebab aku sibuk mencoba menangkap
Mischief." "Sudah pasti kau sibuk. Kau berusaha sebaik-baiknya, tapi dia berhasil
menghindar. Delapan kepala lebih hebat daripada cuma satu, eh" Kau kalah banyak
rupanya." "Benar, tuanku," kata Mendelson. Ia mulai berani beranggapan bahwa majikannya
ini mengerti segala kesulitan yang mesti dihadapinya dalam usahanya mencapai Hereafter dan kembali
kemari sesudahnya. Carrion menghampiri kursi paling besar di ruangan
tersebut. Ia duduk dan menautkan kedua tangannya di depan dada, seperti sedang
berdoa. "Jadi?" katanya.
"Jadi...?" "Ceritakan apa yang terjadi."
"Oh. Yah... aku hampir berhasil menyusulnya, di Hark's Harbor."
"Harks Harbor" Pelabuhan itu" Kupikir pelabuhan itu sudah dihancurkan."
"Masih ada bagian-bagiannya yang tersisa, tuanku.
Ada sebuah mercu suar. Dan dermaga."
"Tidak ada kapal-kapal?"
"Tidak ada. Kurasa kapal-kapal yang sengaja diteng-gelamkan sudah terkubur di
dalam tanah. Pokoknya, aku tidak melihat satu kapal pun."
"Teruskan. Kau pergi ke pelabuhan dan..."
"Dia punya kaki-tangan"
"Selain saudara-saudaranya sendiri?"
"Ya. Seorang gadis. Gadis dari Hereafter"
"Ah! jadi dia punya kaki-tangan. Seorang gadis pula.
Shape yang malang. Pantas saja kau tidak berhasil
menangkapnya." "Ya, tuanku." "Jadi, dia memberikan Kunci itu pada gadis ini?"
"Memberikannya" Entahlah. Ya. Kemungkinan itu ada."
"Dia memberikan Kunci itu atau tidak pada gadis ini?"
tanya Carrion, suaranya tanpa kentara menjadi lebih keras dan lebih mengancam.
Mendelson menunduk menatap lantai. Gigi-giginya
sudah mulai gemeletuk, meski ia telah bertekad untuk tidak memperlihatkan
ketakutannya. "Pandang aku, Shape."
Mendelson takut untuk memenuhi perintah tersebut. Ia masih juga menunduk,
seperti orang dihadapkan pada binatang yang sedang murka.
"Kubilang: pandang aku!"
Shape merasa kepalanya dipegang dan disentakkan,
sehingga ia terpaksa memandang laki-laki yang duduk di hadapannya itu. Tak lama
kemudian, kekuatan yang tadi menyentakkan kepalanya kini menekan kedua bahunya,
begitu keras hingga ia jatuh ke lantai mosaik itu, dan tulang-tulang lututnya
gemeretak seperti bunyi cambuk dilecutkan.
Wajah Carrion tampak seperti tengkorak, di sekitar mulutnya ada bekas-bekas
(konon dulu neneknya, Mater Motley, menjahit kedua bibirnya) seperti gigi-gigi
tengkorak; daging mati di atas garis batas cairan yang merendam bagian bawah
wajahnya sudah seperti daging mumi. Hanya sepasang matanya yang memancarkan
kehidupan. Kehidupan yang sinting dan tidak waras
melebihi batas. Betapa inginnya Mendelson Shape keluar dari Per-
pustakaan tersebut saat itu juga.
" Kau telah mengecewakan aku, " kata Carrion.
Suaranya seakan-akan bergema di dalam kepala
Mendelson, hingga Mendelson sekonyong-konyong menjadi sadar - dengan kesadaran
yang memuakkan - akan bentuk tengkoraknya sendiri, akan kepala kematian yang dibawa-bawanya tanpa
terlihat di balik balutan kulitnya.
"Maafkan aku. Aku sudah berusaha sebisa mungkin.
Sumpah." "Siapa nama gadis ini?"
"Aku hanya mendengar satu nama. Candy."
Bibir atas Carrion melekuk tersenyum mendengar nama yang manis itu. "Bisakah kau
mengenalinya lagi kalau kau melihatnya?"
"Ya. Tentu bisa."
"Kalau begitu, rasanya aku mesti membiarkanmu hidup, Mendelson. Kau telah
berurusan dengan gadis ini. Jadi, kusimpulkan kau bisa menebak sedikit
sifatnya?" "Ya. Aku bisa," kata Shape dengan gigi-gigi gemeletuk.
Ia setengah mati ingin memalingkan muka dari wajah Carrion, tapi sang Penguasa
Tengah Malam menahan tatapannya. "Kurasa ada kemungkinan gadis ini memiliki Kunci itu, bukan?"
"Tapi Mischief..."
"Memberikan Kunci itu padanya."
"Aku tidak melihatnya, tuanku."
"Tapi dia pasti akan memberikannya."
"Kalau boleh aku bertanya... kenapa tuanku begitu yakin?"
"Sebab, seperti halnya dirimu, dia juga sudah lelah dengan kejar-mengejar ini.
Dia ingin mengalihkan per-hatianku pada orang lain, setidaknya untuk sementara."
Carrion diam sejenak, menatap langit-langit. Kedua hewan bersayap di atas sana
terbangun di tempat bertengger mereka oleh suara-suara di bawah. Kini mereka
berputar-putar di langit-Iangit Perpustakaan yang melengkung, menikmati
pemandangan tersebut. Akhirnya Carrion berkata, "Kau harus kembali ke sana dan mencari gadis ini."
"Tapi, tuanku..."
"Ya?" " Dia datang kemari. "
Carrion bangkit dari duduknya. "Kau melihatnya, di sini?"
"Tidak. Aku melihat arus pasang menghanyutkannya."
" Mungkin saja dia sudah tenggelam! Atau bisa juga berada di perut seekor
mantizac!" Akhirnya Carrion tiba di dekat Mendelson, dengan
kedua tangan diangkat. Shape merasa dirinya diangkat, meski Carrion sama sekali
tidak menyentuhnya. Suatu perasaan lega bercampur ngeri menyelimuti Shape, sebab
ia merasa dirinya memang pantas mendapatkan perlakuan ini. Shape dilemparkan ke
meja terdekat, dan buku-buku di meja itu - termasuk Pincoffin's Rhymes -
terbang berhamburan. Suatu kekuatan yang tidak tampak menekan tubuh Mendelson,
begitu kuat, hingga ia merasa sulit bernapas. Ia mendengar tulang dadanya
bergemeretak. "Dengarkan aku, Shape," kata Carrion. "Saudara-saudaramu mati karena mereka
gagal menunaikan tugas, dan kau pun akan menyusul mereka kalau kau gagal
menuntaskan tugas terakhir ini. Kau mengerti?"
Mendelson hampir-hampir tak sanggup menganggukkan
kepala. "Temukan... Candy ini untukku. Kalau dia sudah mati, temukan mayatnya. Aku bisa
menginterogasi orang mati, kalau terpaksa. Aku ingin tahu, makhluk macam apa dia
ini. Kaubilang arus pasang menghanyutkannya?"
"Sepertinya begitu," kata Mendelson.
"Aneh. Setelah segala sesuatu yang terjadi dulu, aku yakin sekali bahwa
kebanyakan jiwa akan ditenggelam-kan oleh Lady Izabella kita itu, bukannya
dibawa kemari." Carrion mengalihkan tatapannya dari Shape, setelah sekian menit. Shape merasa
kekuatan yang menekan tubuhnya agak berkurang. "Ada yang aneh di sini," kata Carrion, setengah
berbicara pada dirinya sendiri. "Sesuatu yang misterius."
"Bagaimana aku bisa menemukan gadis ini, tuanku, di antara sekian banyak pulau?"
"Kau akan diberi bantuan untuk itu," sahut Carrion, kemurkaannya kelihatannya
sudah padam. "Pergilah ke dapur. Dan makanlah. Tunggu kabar dari Naw. Aku akan
menemuimu lagi kalau aku sudah punya petunjuk..."
"Ya, tuanku." " Seorang gadis, eh?" kata Carrion, seolah-olah pikiran tersebut membuatnya
geli. Kemudian ia bergerak menjauh, dan sosoknya ter-
selubung kegelapan. Shape, yang sudah terbebas dari kekuatan yang
menekan dadanya, berguling turun dari meja, tersengal-sengal menghirup udara.
Di langit-langit lengkung di atas sana, kedua makhluk bersayap itu masih juga
berputar-putar, saling berceloteh dan merasa gembira dengan adegan kekerasan
yang baru saja mereka saksikan.
Mendelson tidak mengacuhkan mereka. la bangkit berdiri dan menunggu beberapa
saat sampai rasa sakit di dadanya mereda.
Kemudian dengan terpincang-pincang ia beranjak ke
pintu dan berjalan menuju dapur. Dalam hati ia berjanji akan membakar buku-
bukunya yang tidak seberapa
banyak itu kalau ia pulang ke rumahnya nanti. Ia takut buku-buku itu akan
mengingatkannya pada kengerian-kengerian yang baru saja dialaminya tadi.
BAGIAN TIGA PULAU INI PULAU ITU "Siang adalah kata dan murka.
Siang adalah ketenteraman, bumi, dan kilau keemasan.
Adalah filsuf-filsuf di kota-kota mereka;
Adalah pembuat-pembuat peta di tanah-tanah gersang tak bertuan.
Adalah jalan-jalan dan tonggak-tonggak penting kehidupan, Adalah kepanikan,
tawa, dan ketenangan jiwa;
Putih, dan segala sesuatu yang bisa disebutkan satu-satu.
Adalah raga; adalah pembalasan; adalah kejelasan penampakan.
Malam adalah biru dan hitam.
Malam adalah hening, puisi, dan cinta.
Adalah para penari dalam belukar belulang mereka, Adalah segala sesuatu yang
berganti rupa. Adalah nasib, adalah kehebasan.
Adalah topeng-topeng, perak, dan segala yang bemakna ganda,
Adalah darah; adalah pengampunan;
Adalah musik naluri yang tak kasat mata!'
- Fasher Demerondo 15 SERANGGA BARANGKALI penyebabnya adalah kehangatan yang
dipancarkan api di perapian, atau barangkali aroma aneh yang menguar dari gaun
yang diberikan padanya, atau mungkin juga sekadar kelelahanlah penyebabnya.
Apa pun alasannya, Candy terlelap dalam tidur ringan yang menyenangkan di depan


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perapian Izarith, sementara si kecil Maiza bermain-main sendiri sambil menyanyi
di sampingnya. Candy tidur cukup nyenyak, hingga sempat bermimpi, meski hanya
berupa beberapa ingatan sekejap akan hal-hal yang telah dilihatnya beberapa jam
sebelumnya. Mercu suar yang berdiri megah dalam segala kecompang-campingannya di
antara rerumputan panjang, terbengkalai namun tetap menunggu. Bola berwarna
biru-kehijauan itu, dengan pola-pola persis seperti corat-coret yang ia buat di
buku tulisnya. Laut Izabella yang
bergemuruh datang berbuih-buih entah dari mana, bagai suatu keajaiban...
Candy mendadak membuka matanya, jantungnya
serasa melompat. Maiza telah berhenti menyanyi dengan tiba-tiba, dan tidak lagi
berada di keset lusuh di samping Candy. Anak itu sudah pindah ke sudut ruangan,
dekat buaian adik bayinya, sepasang matanya tampak
ketakutan. Di belakangnya, Candy mendengar suara mendesir.
Instingnya menyuruh ia bergerak dengan sangat hati-hati.
Dengan amat sangat perlahan ia menoleh ke belakang, dan melihat apa yang telah
menimbulkan suara aneh itu.
Di tengah-tengah ruangan, melayang-layang sesosok
makhluk yang di mata Candy, tampak seperti persilangan antara belalang dan capung yang sangat besar.
Sepasang sayapnya berwarna hijau cerah, kedua matanya juga sangat besar. Di
bawah kedua mata itu, di bagian kepalanya, ada bagian yang sekilas tampak
seperti senyuman. Candy menoleh kembali ke Maiza. Jelas tampak bahwa anak malang itu juga tidak
tahu, makhluk apa yang melayang-layang itu. Ia mencengkeram tepian buaian adiknya, seakan-akan ingin
memanjat ke dalamnya dan bersembunyi dengan adiknya kalau makhluk itu mendekat
ke arahnya. Candy tidak menyukai serangga, yang kecil ataupun
besar. Di Chickentown sering kali mereka diganggu oleh lalat, akibat kehadiran
pabrik-pabrik di sana. Candy benci sekali kalau ia masuk ke dapur dan mendapati
segerombolan lalat biru besar merangkak-rangkak di piring-mangkuk yang masih ada
sisa makanannya dan ditinggalkan ibunya di tempat cuci piring sebelum
berangkat bekerja. Candy sama sekali tidak merasa iba pada lalat. Ia suka
menyabet mereka dengan sapuan lap saat mereka sedang terbang, dan menghabisi
mereka saat mereka jatuh ke tanah.
Ia tahu tempat-tempat mana saja yang suka didatangi lalat-lalat itu: kandang-
kandang ayam. Mereka makan kotoran ayam, atau darah beku yang terkumpul di
selokan-selokan di sekitar tempat pemotongan ayam.
Menurut pendapatnya, lalat-lalat itu adalah "penyakit"
bersayap. Lebih baik mereka mati saja. Begitu pula halnya dengan kecoak, yang
kadang-kadang suka memasuki rumah keluarga Quackenbush di Followell Street.
Bagi kecoak juga tak ada belas kasihan.
Tapi serangga yang dilihatnya ini beda jenisnya, dan Candy tidak yakin bagaimana
mesti menghadapinya. Yang jelas, serangga ini besar sekali; lebih mirip burung daripada serangga.
Candy tidak takut disengat atau digigit. Ia sudah siap menanggung risiko itu.
Tapi ia takut kalau-kalau serangga ini menyerang anak-anak jika
merasa terganggu. Jadi, daripada mengibasnya seperti yang biasa ia lakukan pada
serangga, ia memutuskan untuk menganggap makhluk ini seekor burung. Ia akan
mencoba menggiringnya ke luar pintu.
"Maiza" " "Mana Muma?" "Sebentar lagi dia kembali. Kuminta kau duduk diam, ya?"
"Ya." Setelah itu Candy berusaha menempatkan dirinya
sedemikian rupa, agar ia bisa mengusir serangga itu ke luar pintu. Tapi ke mana
pun ia bergerak di ruangan itu, makhluk tersebut selalu mengubah posisinya,
sehingga ia selalu menatap langsung ke arah Candy, seperti tukang foto yang
bertekad untuk memotretnya. Kalau Candy
mendekat, makhluk itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur; ia malah
menjulurkan lehernya, sehingga kedua matanya seolah bertambah besar.
Main kucing-tikus begini memberi kesempatan pada
Candy untuk mengamati makhluk itu, dan ia terkagum-kagum akan susunannya yang
rumit. Seharusnya ia tak perlu terkejut bahwa dunia yang
berisi makhluk-makhluk aneh semacam Sea-Skipper yang telah ia lihat juga
memiliki serangga-serangga seajaib ini.
Tapi semakin ia memandangi serangga itu, semakin aneh makhluk itu tampaknya.
Kedua matanya memancarkan
sorot begitu dalam, seakan-akan di balik lapisan biru-hijau itu ada sesuatu yang
lebih dari sekadar intelegensi seekor serangga.
Bahkan sebenarnya ada kesan yang hampir-hampir
terlalu cerdas dalam cara makhluk itu menatapnya.
Bukankah serangga seharusnya bodoh" Lalu kenapa
serangga yang satu ini mengamatinya seolah-olah ia bisa berpikir sendiri"
Candy berusaha mengerahkan segala cara untuk
mengusir makhluk itu ke luar pintu, tapi serangga itu tak mau pergi. Maka Candy
memutuskan untuk mencoba Rencana B. Kalau ada burung yang masuk ke rumah (ini jarang terjadi, tapi kalau
terjadi selalu membuat panik ibu Candy), Candy-lah yang ditugasi mengusirnya.
Sekarang Candy mencoba menerapkan cara tersebut.
Ia beranjak ke dipan sempit di tembok seberang;
kelihatannya dipan itu tempat Izarith, suaminya, dan Maiza tidur. Ia mengambil
sehelai selimut dari situ. Ketika ia membalikkan badan, dilihatnya serangga itu
telah mengikutinya ke seberang ruangan. Sebelum makhluk itu menyadari apa yang
dilakukannya, Candy menyambar
selimut tadi, menebarkannya di atas makhluk itu, lalu menariknya ke bawah.
Capung itu seketika mengepak-ngepakkan sayapnya
dengan liar, sambil mengeluarkan suara mirip sekali dengan suara bayi terisak-
isak, memperdengarkan erangan yang tak bisa ditutupi oleh selimut yang
menyelubunginya. Candy memegangi selimut itu erat-erat, berusaha menangkap
serangga tersebut tanpa menyakiti-nya. Ia mengumpulkan ujung-ujung selimut di
bawah tubuh makhluk itu, lalu perlahan-iahan menyeretnya ke pintu.
Tapi ia tidak memperhitungkan dahsyatnya gerakan
makhluk tersebut. Serangga itu mengepak-ngepak begitu keras - dan sepasang
sayapnya begitu kuat - sampai-sampai bahan selimut yang tipis itu akhirnya robek,
seakan-akan selimut itu hanyalah sebuah kantong kertas.
Candy melangkah lebih cepat ke pintu, tapi makhluk itu lebih gesit lagi. Ia
berhasil merobek selimut, lalu kembali terbang ke atas, melayang-layang dan
berputar-putar di tempat, tujuh atau delapan kali, jelas tampak bahwa ia ingin
memastikan, siapa yang telah mengecohnya. Setelah melihat penyerangnya tadi,
dengan marah ia terbang lebih dekat, dan Candy melihat kegelapan di balik kedua
matanya menutup seperti sebuah selaput pelangi mekanis.
"Kau bukan serangga sungguhan," kata Candy padanya. Ia merasa takjub sekaligus
jengkel. Takjub karena ia telah tertipu sekian lama oleh kesempurnaan makhluk
itu, dan jengkel untuk alasan yang sama pula.
Makhluk ini ternyata memata-matainya.
"Makhluk sialan!" katanya sambil mengibaskan selimutnya ke sana kemari, seperti
biasa ia lakukan di dapur rumahnya di Followell Street kalau ia sedang mengejar
lalat. Makhluk itu begitu besar (dan barangkali agak pusing oleh gerakan-gerakannya
sendiri), sehingga Candy dengan cepat bisa memerangkapnya di dalam selimut, lalu menyentakkannya ke
bawah. Makhluk itu menghantam lantai dengan sangat keras.
Begitu makhluk tersebut menghantam papan-papan
lantai, tahulah Candy bahwa dugaannya benar. Suara gedebuk yang terdengar adalah
suara logam menghantam lantai, tak salah lagi.
Candy menyingkap selimutnya. Makhluk itu terbaring miring, salah satu sayapnya
mengepak-ngepak lemah, satunya lagi tak bergerak sama sekali, dan keenam
kakinya membuat gerakan mengayuh pelan, seperti
sedang mengayuh sepeda yang sekarang sudah tidak
ada karena diambil orang.
Tapi dalam keadaan terluka dan pening pun makhluk
itu masih juga mengarahkan mata serangganya pada
Candy, dan Candy mendengar suara dengung yang tadi tidak kedengaran karena
tersamar oleh suara kepakan sayap.
Yang didengarnya itu adalah suara mekanisme makhluk tersebut, dan dari suaranya
jelas bahwa makhluk itu rusak berat.
Namun demikian, Candy tetap tidak mempercayai
makhluk ini. la pernah melihat kecoak yang kelihatannya benar-benar sudah mati,
tapi tahu-tahu bergerak lagi dan pergi begitu saja. Selama makhluk aneh ini
masih bernyawa, berarti ia berbahaya.
Candy beranjak ke perapian, mengambil tongkat
pengorek api. Lalu dari jarak agak jauh ia menyentuh makhluk itu dengan ujung
tongkat. Apa yang terjadi selanjutnya berlangsung begitu cepat, hingga Candy sama sekali
tidak siap. Sekonyong-konyong makhluk itu membalikkan tubuhnya dan merayap di
sepanjang tongkat dengan kecepatan ular yang hendak
mematuk. Sebelum Candy sempat melepaskan tongkatnya,
bagian di bawah mata serangga itu membuka seperti
mulut kepiting. Muncul sebuah sengat tajam yang panjangnya sekitar lima inci,
menusuk tangan Candy di bagian yang lunak antara jari telunjuk dan ibu jarinya.
Darah memancar dari luka yang ditimbulkannya. Candy menjerit dan menjatuhkan
tongkat pengorek di tangannya.
Cepat-cepat Candy mengisap bagian yang terluka itu.
Rasa darah yang tajam menyengatnya, barangkali bercampur dengan rasa logam dari
bagian dalam tubuh makhluk itu, tempat sengat tadi berasal.
Sementara itu, si serangga sudah turun dari tongkat, dan sekarang bergerak
mundur. Ia memang terluka; dua kakinya tampak bengkok tak keruan, dan diseret di
belakangnya. Namun sambil mundur pun ia mengalami transformasi
yang sungguh luar biasa. Tanpa mengurangi kecepatan langkahnya yang gesit,
bagian punggungnya membuka, dan dua buah pintu bergeser membuka. Kedua sayapnya
terangkat, lalu melipat dan masuk dengan sangat sempurna ke dalam bukaan
tersebut. Setelah itu bagian punggungnya kembali menutup.
Pada saat yang sama, terjadi serangkaian perubahan yang lebih kecil dalam
anatominya. Sebuah ekor teles-kopik muncul, hampir sepanjang tubuh serangga itu
sendiri setelah mencapai ukuran penuh, dan sederetan kaki lain muncul sepanjang
abdomennya. Setelah proses perubahan bentuk ini selesai, serangga itu tidak lagi
menyerupai helalang atau capung, melainkan menyerupai seekor kaki seribu
raksasa. Bahkan warnanya juga sepertinya telah berubah tanpa kentara, warna
hijau cerahnya tidak lagi secemerlang tadi, melainkan sudah menjadi warna kuning
kusam berbercak-bercak. Makhluk itu tidak lagi mencoba merekam Candy
ataupun keadaan sekitarnya. Sekarang ia hanya ingin menjauh secepat mungkin,
supaya "nyawa buatan"-nya tidak terancam lagi. Candy juga tidak berusaha
mencegahnya. Tidak sepadan dengan risikonya.
Tinggal dua kaki lagi, makhluk itu akan bebas. Namun mendadak izarith masuk. Ia
tidak memperhatikan makhluk yang berjalan cepat di bawah kakinya. Sebagai ibu
yang baik, perhatian pertamanya tertuju pada anak perempuannya yang tampak
ketakutan. "Awas!" seru Candy,
Sudah terlambat, Izarith telanjur menginjak ekor
makhluk itu. Ekor itu langsung retak seperti kulit lobster.
Izarith melihat ke bawah. Makanan yang dibawanya
jatuh seketika. Ekspresi muak yang amat sangat meliputi wajahnya. Ia mengangkat
kakinya untuk menginjak makhluk itu lagi. "Injak, Muma!" kata Maiza dengan pipi basah oleh air mata.
"Hati-hati," Candy memperingatkan, sambil terus mencoba menghentikan darah di
tangannya. "Dia akan balas menyerang."
Tapi Izarith tampaknya tak peduli; rumahnya telah
dimasuki dan anaknya dibuat ketakutan. Ia marah sekali.
Dua kali ia menginjak-injak makhluk itu dengan gemas.
Tapi makhluk itu gesit. Ia mencoba lari menghindar di antara kedua kaki Izarith.
Izarith mundur untuk mencegahnya lari. Melihat bahwa jalannya dihalangi, makhluk
itu berbalik, sepasang mata serangganya memeriksa tembok di sebelah kanan pintu,
Izarith memungut tongkat pengorek yang tadi dijatuhkan Candy, lalu mengejar
makhluk itu ke sudut ruangan.
Namun sekali lagi serangga itu menunjukkan kecepatan mengagumkan. Ia lari ke
tembok, lalu melompat, menancapkan kaki-kakinya ke dalam tembok. Setelah itu ia naik dalam gerakan zig-
zag, menghindari setiap hantaman tongkat di tangan Izarith. Dalam beberapa detik saja ia sudah di luar
jangkauan Izarith, dan kini mengarah ke langit-langit, ke bagian yang plasternya
sudah rontok, menimbulkan lubang menganga yang cukup besar. Ia masuk ke lubang
itu, dan lenyap. " Sst," kata Izarith pada Nazre yang mulai menangis keras-keras.
Hampir seketika anak itu berhenti menangis. Candy
memasang telinga. Ia masih bisa mendengar kaki-kaki makhluk itu yang bergerak
menjauh. Lambat laun suara itu semakin pelan, dan Candy jadi tak yakin apakah ia
masih mendengarnya atau hanya membayangkannya.
Akhirnya suara itu lenyap sama sekali.
Candy memandangi tangannya. Masih berdarah. Tidak
banyak, tapi cukup membuat Candy merasa agak mual.
Bukan hanya darah itu yang membuatnya mual; Candy
tidak mudah terpengaruh oleh hal semacam itu. Yang lebih memualkan adalah
ingatan akan tatapan tajam makhluk itu; kecerdasan mengerikan yang terpancar
dari matanya. "Kau tahu dari mana binatang itu muncul?" tanyanya pada Izarith.
Izarith memungut sehelai kain yang tampaknya adalah sisa-sisa pakaian anak
kecil. Ia melemparkannya pada Candy, "Ini," katanya, "untuk menghentikan darah
yang keluar." "Kau tahu?" "Tidak," sahut Izarith tanpa menatap Candy. "Banyak makhluk seperti itu
berkeliaran di mana-mana. Tapi belum pernah ada yang masuk ke rumahku."
"Tapi serangga itu bukan serangga sungguhan, Izarith.
Dia cuma semacam mesin."
Izarith angkat bahu, seakan-akan tidak penting
baginya, apakah serangga itu sungguhan atau tidak.
Candy merobek kain yang diberikan padanya menjadi
dua helaian panjang, dan melilitkannya di tangannya.
Perlahan-lahan rasa berdenyut-denyut di tangannya berhenti. Ketika ia sedang
membuat simpul, Izarith - yang sedang berusaha menenangkan dan menyuapi kedua
anaknya - berkata, "Kurasa kau harus pergi."
Ia masih tetap tidak menatap Candy, jelas ia merasa tak senang harus mengusir
gadis yang telah begitu baik padanya ini. Tapi anak-anaknya lebih penting.
"Apa akan ada lagi makhluk semacam itu yang datang kemari?"
"Aku tidak tahu," sahut Izarith, akhirnya memandang Candy. Wajahnya pucat pasi.
Meski ia telah berhasil membereskan serangga itu dengan cukup efisien, ia
tampak masih sangat ketakutan. Matanya berkaca-kaca, tapi dengan tabah ia
berusaha menahan air matanya.
"Maafkan aku," katanya. "Kurasa sebaiknya kau pergi"
Candy mengangguk. "Tentu," katanya. "Aku mengerti.
Kuharap kan dan keluargamu akan baik-baik saja."
"Terima kasih," kata Izarith. "Kuharap kau juga baik-baik saja. Tapi hati-
hatilah. Masa ini masa yang berbahaya."
"Kelihatannya begitu," kata Candy.
Izarith mengangguk, lalu ia kembali menyuapi anak-
anaknya, membiarkan Candy keluat tanpa diantar.
16 MATA UNIVERSAL CARRION tidak menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan Commexo. Di Pulau


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pyon, yang jamnya selalu Jam Tiga Pagi, Rojo Pixler telah membangun Commexo City
- begitulah ia menamakan kotanya yang penuh Cahaya
dan Tawa. Bertahun-tahun silam pulau itu merupakan tempat berdirinya Mansion
Malam Carrion. Sang Penguasa Tengah Malam menyimpan banyak kenangan
indah mengenai masa-masa sebelum Mansion itu habis dilalap api: Jam-Jam ketika
Pyon merupakan tempat bermain baginya. Pada masa itu ia tidak membutuhkan sihir. Ia adalah pangeran
kesayangan ayahnya. Itu saja sudah cukup baginya untuk membuat dunia ini indah
dan Pyon sebagai tempat bermainnya.
Tapi setelah kebakaran itu ia tak pernah kembali ke sana. Dan ketika Rojo Pixler
menawarkan diri untuk membeli tanah tempat puing-puing Mansion Malam itu masih
berdiri, ia bersedia menjualnya. Waktu itu ia mengira Pixler hanyalah seorang
pemimpi yang tidak berbahaya.
Kelak barulah ia mengetahui bahwa diam-diam Pixler telah menyebar kaki-tangannya
untuk membeli petak-petak tanah lainnya di sekitar Pyon, hingga akhirnya ia
punya cukup lahan untuk memulai pembangunan kota
impiannya; kota di mana malam takkan pernah bertakhta, diusir selamanya oleh
keredap cemerlang cahaya buatan.
Sungguh ironis, di tempat istana keluarga Carrion pernah berdiam-tempat yang
penuh bayang-bayang dan misteri - kini berdiri kota yang terang benderang, yang setiap permukaannya
bersinar gemerlap. Kecemerlangan dan kerlap-kerlip norak kota itu bisa dilihat
pada tengah malam kalau kita berdiri di titik-titik tertentu sepanjang Pantai
Marrowbone di sebelah barat laut, di mana angin yang bertiup di atas Izabella
menipiskan kabut-kabut berwarna merah.
Carrion telah berjanji dalam hati bahwa ia sendiri akan memadamkan lampu-lampu
kota itu kalau Malam Puncaknya nanti sudah tiba. Biar Rojo Pixler memperoleh
satu-dua mimpi buruk sebagai ganti mimpi terkutuknya yang benderang itu. Mimpi
buruk yang dipetik dari alam pikiran Carrion sendiri. Mimpi buruk yang bakal
membuat orang itu meracau tak keruan dalam kegilaan yang begitu
sinting, hingga ia takkan ingat lagi nama kota sialannya itu.
Tapi itu nanti... masih lama. Sementara menunggu
Malam yang membahagiakan itu, ada baiknya kalau ia memanfaatkan penemuan-
penemuan yang didanai Pixler.
Pixler bukan orang tolol. Ia telah menemukan cara untuk memadukan prinsip-
prinsip ilmu sihir kuno dengan mesin-mesin baru hasil temuan para ilmuwan yang
dipekerjakannya di laboratorium-laboratorium mengilap di menara-menara Commexo
City. Dari mana Pixler menemukan prinsip-prinsip ilmu sihir dasar" Di antaranya adalah
dari buku-buku yang ada di perpustakaan Carrion sendiri. Ia telah membayar
pencuri-pencuri profesional untuk mencuri buku-buku itu. Carrion sengaja
menunjukkan pada Pixler bahwa ia mengetahui tentang pencurian tersebut, bahkan
tentang jumlah uang yang dibayarkan Pixler pada si pencuri - seorang laki-laki
bernama John Mischief - untuk jasa-jasa kriminalnya.
Belakangan ia mendengar kabar bahwa Pixler - yang
ternyata sangat percaya takhayul - merasa sangat
gelisah ketika tahu bahwa pencurian-pencurian yang dibiayainya itu bukan lagi
rahasia. Karena takut dituntut, dengan lagak biasa-biasa saja Pixler menawarkan
pada Carrion untuk menggunakan "pengetahuan-pengetahuan mulia"nya - begitulah
sebutannya untuk paduan ilmu pengetahuan dan sihir ciptaannya - kalau memerlukan.
Nah, sekarang waktunya sudah tiba.
Begitu selesai menginterogasi Shape, Carrion mengirim salah seorang letnannya
yang terpercaya, Otto Houlihan - alias si Criss-Cross Man - ke Commexo City. Ia dikirim dengan suatu tugas
khusus. Carrion tahu pasti bahwa, seperti halnya penguasa mana pun - lebih-lebih
penguasa seperti Pixler, yang bintangnya naik dengan mendadak - si Raja Commexo
City bukan hanya sangat percaya takhayul, tapi juga paranoid. Pixler sangat takut nyawanya terancam dan
kotanya diapa-apakan. Ini
bukan tanpa alasan. Tak diragukan lagi, di setiap pulau ada saja orang-orang
yang membenci Commexo City
serta segala sesuatu yang diwakilinya.
Sebagai orang yang praktis - yang memilih untuk
mencari solusi, bukan sekadar berkubang dalam
ketakutan - Pixler telah memerintahkan para ilmuwan
sihirnya menggunakan "pengetahuan-pengetahuan mulia"
mereka untuk menciptakan mata-mata dalam bentuk
makhluk-makhluk hidup. Mata-mata ini akan disebar di seluruh kepulauan itu untuk
mengawasi dan melaporkan kalau ada tanda-tanda pemberontakan terhadap dirinya.
Sebulan yang lalu Criss-Cross Man telah membawa
selusin robot mata-mata itu ke Menara Kedua Belas, untuk dilihat oleh Sang
Penguasa Tengah Malam. Di mata
Carrion, makhluk-makhluk ini seperti mainan yang sangat luar biasa. Ia menyuruh
Houlihan menutup mata mereka, lalu ia memandangi mereka membentur-benturkan diri
hingga hancur berkeping-keping di tembok-tembok ruang jeritangisnya. Beberapa
robot yang paling bagus ia serahkan pada ilmuwan-ilmuwannya sendiri untuk
dianalisis lebih lanjut. Salah satunya, yang berupa seekor burung meckle buatan,
sengaja ia kurung di kandang, untuk dirinya sendiri, sebab binatang itu tak
perlu diberi makan dan bisa menyanyi dengan merdunya, bahkan saat matanya
ditutup. Sekarang ia punya alasan baru untuk memanfaatkan
operasi mata-mata Rojo Pixler. Ia ingin tahu, apakah gadis yang menjadi kaki-
tangan Mischief berhasil selamat dari air Laut Izabella, dan kalau selamat, di
mana gadis itu berada. Maka ia pun mengirim Houlihan ke Commexo City; tak lama kemudian Houlihan
kembali, bukannya membawa
informasi, melainkan membawa salah satu ilmuwan penting Pixler, namanya Dr.
Voorzangler. Dokter itu menghadap Carrion dalam setelan linen putih yang halus, sepatu putih,
dan dasi putih; ia juga memakai kacamata yang aneh. Kacamata itu selah-olah
menjiplak kedua matanya dan menumpukkan kedua-duanya tumpang tindih di bagian
tengah wajahnya. Kedua mata
Voorzangler tidak sama bentuknya. Satu matanya lebih besar dan lebih lamban
gerakannya daripada mata satunya, jadi mata cyclopic yang tercipta dari kacamata itu jarang tampak utuh.
Satu mata selalu mengekor
separuh mata satunya. Tapi, apa pun alasan sang dokter mengenakan kaca-
mata tersebut, benda itu tampaknya tidak mengganggu penglihatannya. Ia sedang
mengamati lukisan-Iukisan di tembok-tembok galeri tersebut ketika Carrion masuk.
Ketika ia berbicara, suaranya bernada tinggi seperti cerpelai.
"Saya dengar Anda sedang mencari seseorang," katanya. "Benarkah itu" Seseorang
yang berkomplot untuk melawan Anda" Dan Anda membutuhkan bantuan Mr.
Pixler?" Sebelum Carrion sempat menjawab, dokter itu sudah melanjutkan
kalimatnya - belum apa-apa suaranya sudah membuat jengkel Carrion. "Mr. Pixler
menyuruh saya menyampaikan pada Anda bahwa beliau senang sekali
bisa menolong seorang sahabat dan tetangga. Barangkali Anda bisa memberikan
sedikit gambaran singkat pada saya mengenai bandit ini?"
"Aku tidak," kata Carrion. "Tapi ada seseorang yang bisa." Ia menoleh pada
Houlihan. "Di mana Shape?"
"Saya sudah membawanya dari dapur, seperti Anda perintahkan, Sir. Dia sekarang
menunggu di ruang sebelah." "Bawa dia kemari."
Sementara Houlihan beranjak pergi dari galeri itu untuk menjemput Shape, Carrion
memusatkan perhatian pada Voorzangler.
"Nah, apa yang kaubawa untukku kali ini?" katanya.
Voorzangler mulai mengedip-ngedipkan satu setengah matanya dengan cepat. "Mr.
Pixler menghendaki Anda melihat perangkat mata-mata kami yang paling rahasia,"
katanya. "Mata Universal."
"Aku merasa tersanjung," sahut Carrion. "Boleh aku tahu, kalau perangkat ini
begitu rahasia, kenapa Mr. Pixler begitu baik hati mengizinkan aku melihatnya?"
"Beliau memiliki wawasan jauh ke depan, Lord Carrion.
Beliau mengangankan bahwa suatu saat nanti - kalau
boleh saya katakan - dia dan Anda mungkin bukan lagi sekadar menjadi tetangga
jauh." "Ah," kata Carrion. "Bagus. Kalau begitu, aku ingin melihat bukti dari niat
baiknya itu." "Ini," kata Voorzangler. Ia menunjukkan sebuah kotak kelabu gelap pada Carrion.
Kotak itu ukurannya sekitar tiga kaki persegi, berdiri agak jauh di ujung
galeri. Ia mengeluarkan sebuah remote control kecil dari saku jas putihnya dan
menyentuh remote itu dengan ibu jarinya.
Hampir seketika kotak itu bereaksi. Kotak itu melayang ke udara di atas lima
kaki halus yang tadinya tertekuk.
Kemudian, tanpa instruksi lebih lanjut dari Voorzangler, kotak itu mulai membuka
bagaikan sekuntum bunga geometris, menampakkan enam belas buah layar, masing-masing empat layar di
setiap sisi tembok di ruangan tersebut. Tak lama kemudian semua layar itu
berkelap-kelip hidup, menampakkan citra-citra cemerlang.
Carrion tersenyum. "Wah, wah," katanya.
Ia mulai bergerak mengitari sisi seberang alat tersebut, tapi seketika kotak itu
juga berputar, memperlihatkan empat layar lagi ke arahnya. Beberapa citra di
dalamnya tampak statis, tapi ada juga yang bergerak, kadang-kadang gerakan
mereka tampak kacau saat kamera di
dalam alat tersebut - entah di mana pun letaknya -
berusaha mengejar objek tertentu.
Pada saat itu Houlihan kembali dengan membawa
Shape. Shape masih mengenakan mantel lusuh yang sama, hanya saja sekarang mantel
itu berlepotan sisa-sisa makanannya di dapur. Ia tampak malu ketika Carrion
menyuruhnya maju untuk melihat layar-layar tersebut.
"Aku berharap kita bisa menemukan Candy kecil kita di antara layar-layar ini,"
kata Carrion padanya. Lalu ia menoleh pada Voorzangler. "Makhluk-makhluk macam
apa yang melakukan kegiatan mata-mata ini untukmu?"
tanyanya. "Anda sudah melihat sendiri beberapa di antara mereka, Sir, sebulan yang lalu."
Mata cyclonic sang dokter memancarkan sorot Iicik. "Saya yakin Anda masih
menyimpan burung meckle itu di ruangan pribadi Anda."
Carrion bukannya tidak menangkap maksud per-
nyataan tersebut, Voorzangler ingin menyampaikan
secara halus bahwa ia, sang Penguasa Tengah Malam, juga dimata-matai.
Carrion menyimpan informasi ini untuk saat lain. Saat ini ia pura-pura tidak
mengerti saja. "Berapa banyak laporan yang diperoleh dari alat ini?"
tanyanya. "Sembilan belas ribu empat ratus dua belas laporan,"
jawab Voorzangler. "Itu baru laporan dari dua hari belakangan ini. Kalau Anda
ingin mundur lebih jauh lagi..."
"Tidak, tidak," kata Carrion. "Dua hari sudah cukup.
Shape?" "Ya, tuanku?" "Dokter Voorzangler akan menunjukkan banyak
gambar padamu. Kalau gadis itu ada di antaranya, aku ingin tahu. Otto" Panggil
aku kalau kau sudah siap."
Carrion meninggalkan mereka, keluar ke dalam
kegelapan tengah malam, pikirannya sudah beralih dari perangkat canggih
Voorzangler ke hal-hal yang lebih penting dan jauh.
Yang menjadi bahan pemikirannya saat ini adalah
bintang-bintang yang berkelap-kelip di antara kabut.
Dari buku-buku yang dibacanya ia tahu bahwa setiap bintang nun jauh di sana
merupakan matahari bagi dirinya sendiri. Dan meski cahaya mereka yang temaram
itu tidak mengganggu Carrion, ada makhluk-makhluk lain di Abarat yang menganggap
bintang-bintang kecil itu (belum lagi cahaya matahari tengah hari atau cahaya
bulan-bulan pucat yang menggantung di atas kepulauan tersebut) sebagai kutukan
bagi mereka. Makhluk-makhluk ini bernama Requiax, dan rumah
mereka di relung-relung paling dalam Laut Izabella.
Usia dan kapasitas mereka untuk berbuat kejahatan
sudah tak bisa diukur lagi. Begitu dahsyatnya tingkat kejahatan mereka dan
begitu tua usia mereka, sampai-sampai orang-orang terpelajar - laki-laki maupun
perempuan - yang khusus mempelajari berbagai jenis
bentuk kehidupan yang tak terhitung banyaknya di Abarat tidak percaya bahwa
makhluk-makhluk ini benar-benar ada. Kejahatan dalam proporsi demikian hanyalah
sesuatu yang diada-ada, mitos belaka, begitulah kata mereka.
Requiax ini mustahil benar-benar ada.
Namun dari sumber yang terpercaya Carrion tahu
bahwa Requiax ini memang ada. Dan setelah merasa
yakin akan hal ini, sering kali ia bertanya-tanya, apa yang bakal terjadi pada
musuh-musuhnya di seberang kepulauan sana kalau cahaya matahari, bulan, dan
bintang-bintang dipadamkan sebentar saja.
Pada saat alam semesta gelap gulita, akankah
makhluk-makhluk Requiax ini muncul ke permukaan dari kedalaman mereka yang tak
terhingga, meninggalkan kuil-kuil tempat mereka masih memperoleh persembahan dari monster-monster buta
di lautan dalam, dan akankah mereka mengarahkan wajah-wajah raksasa mereka yang
jahat itu ke langit yang gulita tanpa seberkas pun cahaya"
Akankah mereka bangkit dan naik ke tempat yang tak pernah lagi mereka datangi
sejak masa ketika awan-awan abu raksasa menutupi matahari, bulan, dan bintang-
bintang" Malapetaka apa kiranya yang akan mereka bawa,
kalau mereka menjelajahi kepulauan ini kembali"
Kota-kota apa yang akan mereka hancurkan, dan
bangsa-bangsa apa yang akan mereka musnahkan"
Bahkan Carrion sendiri tak sanggup membayangkan
sepenuhnya akan kehancur-leburan yang bakal mereka timbulkan.
Tapi satu hal ia tahu: ia ingin ada di sana untuk
menyaksikan kehancuran itu. Dan ia ingin sudah siap siaga saat Jam Kegelapan itu
berlalu dan para Requiax kembali ke kuil-kuil serta palung-palung laut mereka.
Siap siaga dengan tukang-tukang batu serta pendeta-pendetanya, untuk meletakkan
fondasi-fondasi sebuah Dunia Baru yang akan dibangun menurut citranya.
"Lord?" Suara yang telah menginterupsi pikiran-pikirannya itu bukanlah suara Houlihan,
seperti yang ia harapkan. Suara itu suara dari salah satu makhluk tambal-sulam
buatan neneknya. Makhluk ini dijahit dari kulit dan perca, lalu diisi dengan
lumpur hidup. Makhluk yang satu ini bernama Knotchek, dan ia merupakan hasil
karya yang luar biasa jelek.
"Ada apa?" tanya Carrion.
"Mater Motley memanggil Anda, My Lord. Beliau ingin bicara dengan Anda tentang
kunjungan tamu Anda dari Commexo City."
"Dia selalu tahu apa-apa yang terjadi, bukan begitu?"
kata Carrion. "Tahu sedikit, M'lord," Knotchek sependapat.
"Hmm, aku tidak bisa menemuinya sekarang," kata Carrion pada si makhluk tambal-
sulam. "Aku sedang banyak urusan penting."
"Beliau bilang pada saya... mmm..."
Knotchek mulai gugup. Ia jelas tampak enggan
menyampaikan pesannya. "Teruskan," kata Carrion.
"Kata beliau... dia melarang siapa pun tamu dari Commexo untuk masuk ke
Gorgossium." "Dia melarang?" kata Carrion. Suaranya menyimpan nada penuh ancaman. Mimpi-mimpi
buruk di dalam air sekitar kepalanya jadi ikut gelisah. " Dia berani melarang
aku. Si tua bangka itu" Si tukang jahit itu?"
Dengan satu sapuan tangannya yang bersarung
tangan, Carrion menepiskan Knotchek. Begitu kuat
tepisannya, hingga mahluk itu terlempar sepuluh meter.
" Kembalilah padanya! " teriak Carrion. "Katakan padanya, kalau dia berani-
berani melarangku lagi, melarangku melakukan APA PUN, akan kulepaskan


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segerombolan mimpi buruk di antara pasukan tambal-sulamnya itu, dan kusuruh
mereka mengobrak-abrik Menara Ketiga Belas sampai tidak ada lagi yang tersisa
selain setumpuk puing-puing! KAU
DENGAR AKU?" Sambil berbicara, ia beranjak ke arah Knotchek,
seolah-olah akan memukulnya lagi. Makhluk itu meringkuk ketakutan, menunggu
pukulan. Namun pukulan itu tak pernah datang. Houlihan sudah muncul sambil tersenyum dari
galeri. "Gadis itu berhasil ditemukan!" serunya.
Carrion mengibaskan tangan, menyuruh Knotchek pergi.
"Pergilah. Beritahu dia," katanya.
Knotchek kabur ke tengah kabut merah, dan hilang dari pandangan.
"Ada masalah, Sir?" tanya Houlihan.
"Cuma nenekku. Dia pikir dirinya berkuasa. Tak lama lagi dia akan semakin
keterlaluan. Nah... katamu kau sudah menemukan gadis itu" Tunjukkan padaku."
Houlihan membawa Carrion masuk ke dalam galeri.
Sekarang keenam belas layar pada perangkat ciptaan Voorzangler memperlihatkan
gambar yang sama. Sang dokter yang berjas putih tampak tersenyum puas.
"Gadis itu ada di Yebba Dim Day, di sebuah rumah di Krux Street, yang berada di
daerah Kampung Nelayan. Sejujurnya, My Lord, saya heran kenapa Anda berminat pada gadis ini.
Kelihatannya dia tidak terlalu istimewa."
"Biar aku yang menilai," sahut Carrion.
Ia mendekati layar-layar tersebut. Citra-citra yang tampak di hadapannya begitu
jelas. Itu dia gadis itu, menatap tepat ke arah si mata-mata yang bergerak
mengikutinya, setiap kali gadis itu berbalik atau mundur, supaya sosoknya tetap
berada di tengah dan terfokus.
Carrion menoleh pada Mendelson Shape. "Apa kau sepenuhnya yakin gadis iniiah
yang kaulihat bersama Mischief"
Shape mengangguk. "Kau benar-benar yakin?"
"Yakin, Lord. Yakin sekali."
Carrion kembali menatap layar-layar itu. "Hmm...,"
katanya pelan, sambil memandangi gadis itu. "Siapa kau sebenarnya?" ia masih
terus memandangi sosok gadis itu selama beberapa detik, seakan-akan mencoba
menginterogasi layar itu dengan matanya. Kemudian ia
menoleh pada Voorzangler.
"Kapan ini terjadi?"
"Tiga jam yang lalu. Mungkin empat."
"Jadi, ada kemungkinan dia masih berada di Yebba Dim Day. Bagaimana menurutmu,
Otto?" "Ada sedikit masalah di sana," Voorzangler berkata, sebelum Houlihan sempat
menjawab. "Dermaga ambruk.
Jadi, selama dua jam belakangan ini tidak ada perahu yang keluar"
"Jadi, dia memang masih ada di sana," kata Houlihan.
"Apa pentingnya dia?" kata Voorzangler. "Dia kan hanya..."
Sekonyong-konyong Carrion mengangkat satu jarinya
untuk menyuruh diam sang dokter, dan dengan penuh
minat ia memandangi sosok di layar-layar itu. Si gadis asing dari Hereafter
tampak marah, dan wajahnya - yang terekam oleh benda yang membuatnya jengkel itu -
kini berubah. Kesan kekanak-kanakan di wajahnya sekarang lenyap, digantikan oleh kesan dewasa
seorang wanita muda yang merasa marah. Perubahan itu membuat Carrion terpesona.
"Apa-apaan ini?" katanya, suaranya begitu lembut. Ia menyipitkan mata,
melepaskan sarung tangannya,
kemudian dengan tangan telanjang ia menyentuh salah satu layar tersebut, seolah
berharap bisa menembus masuk ke dalamnya dan meraih gadis itu.
"Apakah aku mengenalmu?" katanya, suaranya sekarang bahkan lebih lembut lagi.
"Rasanya ya, bukankah begitu?"
Sekonyong-konyong sosok di layar itu menghilang, dan layar itu kosong melompong.
Carrion terkesiap kaget dan agak sedih, seperti disentakkan dari lamunan.
"Habis sampai di situ," kata Voorzangler. Lama Carrion tidak berbicara.
Ia masih juga memandangi layar kosong itu dengan
ekspresi terpesona yang amat sangat. Voorzangler membuka mulutnya untuk
berbicara lagi, tapi Houlihan me-melototinya, menyuruh diam.
Akhirnya, setelah dua menit, Carrion berkata, "Shape?"
"Ya, Lord." "Pergilah ke Karang Vesper dan tunggu aku di sana."
"Apakah aku mesti mengejar gadis itu?"
"Ya. Kau mesti mengejarnya. Tapi jangan pakai mesin terbang. Aku akan memberimu
sarana yang lebih sesuai dengan pentingnya misi yang mesti kaukerjakan."
"Aku tidak mengerti."
"Pokoknya pergilah," kata Carrion yang masih juga memandangi layar kosong itu.
Shape lekas-lekas pergi. "Ada sesuatu di wajah itu, Otto, yang membuatku menyimpulkan bahwa musuh-musuhku
lebih cerdik dari pada yang kukira. Sekarang mereka bermain-main
dengan mimpi." "Mimpi?" tanya si Criss-Cross Man.
"Ya, Otto. Aku telah lama memimpikan wajah itu.
Wajah polos itu. Tapi siapa...?" Carrion mengangkat wajah dan membalas tatapan
Voorzangler yang aneh. "Oh, kau masih di sini?" katanya pada dokter itu. "Kau boleh pergi. Sampaikan
terima kasihku pada Mr. Pixler atas kebaikannya."
"Mata Universal itu," kata Voorzangler. "Saya harus membawanya kembali ke
Commexo City." "Tidak," kata Carrion dengan sangat tegas. "Untuk sementara ini aku akan
menyimpannya di sini."
"Tidak, tidak, tidak, Anda tidak mengerti" kata Voorzangler, kata-katanya
menjadi kacau karena panik.
"Ilmu... ilmu..."
"... aku tidak tertarik dengan ilmumu itu, Voorzangler.
Jadi tak usah ribut. Aku tidak akan mencuri penemuanmu yang berharga itu. Aku
cuma tertarik pada gadis itu. Dan sebelum aku berhasil membawanya ke hadapanku,
aku akan menyimpan Mata Universal-mu."
"Tapi itu, tapi itu tidak..."
Sang dokter tak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Dalam sekejap Carrion sudah menghampirinya, men-
cengkeram tenggorokannya dengan dua tangan. Voor-
zangler berusaha melepaskan cengkeraman Carrion, tapi jemarinya yang kecil dan
kurus tak sanggup melawan kekuatan tangan Carrion.
Carrion mengangkatnya dari lantai; kedua kaki sang dokter tergantung-gantung di
udara. "Apa katamu, Dokter?" tanya Carrion.
Dokter Voorzangler mulai kehabisan napas. Kedua
matanya berkaca-kaca. Kedua kaki dan tangannya
tersentak-sentak seperti kena serangan ayan.
"Mungkin kita masih membutuhkan bantuan Mr. Pixler di masa mendatang," Houlihan
mengingatkan dengan nada biasa.
Carrion merenungkan ucapan itu sejenak. Kemudian ia melepaskan cengkeramannya
dari leher Voorzangler. Sang dokter jatuh ke lantai, di kaki sang Penguasa Tengah Malam, sambil
tersengal-sengal dan terisak-isak.
"Bawa dia keluar."
Houlihan mengangkat sang dokter dan menyeretnya ke pintu, berhenti sejenak hanya
untuk mengambil remote control Mata Universal itu dari saku Voorzangler.
Setelah mengeluarkan dokter itu, Houlihan kembali ke dalam, menunggu perintah
Carrion selanjutnya. Perintah itu sederhana saja.
"Tunjukkan lagi gadis itu padaku," kata Carrion.
"Setelah itu kau boleh pergi."
Alat penemuan Voorzangler mudah digunakan. Dengan
segera sosok gadis dari Hereafter itu bisa dipanggil kembali ke layar, siap
untuk diputar lagi dan diputar lagi.
"Sediakan mesin terbang untuk membawaku ke Karang Vesper," kata Carrion sambil
memandangi citra-citra Candy di layar. "Aku butuh lima mayat di sana, sudah siap
untukku. Di tempat biasa. Ambil beberapa dari tiang-tiang gantungan. Tapi ambil
yang sudah tua. Aku memerlukan debunya"
Lalu ia kembali menatap layar-layar itu.
"Debu untuk si gadis dari Hereafter." Ia tersenyum sendiri. "Hanya itu yang bisa
kulakukan." 17 ALMENAK KALAU melihat betapa rapat jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya, Candy
yakin sekali akan mendapati kerumunan kecil orang di luar pintu Izarith.
Tentunya mereka mendengar ribut-ribut yang ditimbulkan oleh perkelahian dengan
serangga tadi. Tapi ternyata orang-orang lebih tertarik pada peristiwa di
dermaga; semua orang mengarah ke sana. Maka Candy pun
menyusuri jalan ke arah berlawanan dengan arus orang banyak. Sekarang ia jauh
lebih menyadari keberadaan populasi serangga di situ. Dari sekian banyak makhluk
yang berseliweran di sekitarnya, yang manakah yang merupakan mata-mata seperti
yang ada di rumah Izarith"
Sesekali ada sesuatu yang mendesing melewati telinganya, dan ia menepiskannya.
Ia senang karena ternyata tak ada yang kembali.
Jalanan itu memiliki anak-anak tangga pendek, se-
hingga lebih mudah ditapaki. Namun lama-kelamaan
Candy merasa lelah juga berjalan kaki. Tidur singkat yang dinikmatinya di depan
perapian di rumah Izarith tidak cukup untuk memulihkan kesegarannya sepenuhnya.
Ia tahu bahwa yang masih diperlukannya saat ini
adalah makanan. Ada sejumlah kios di kiri-kanannya.
Sepertinya mereka menjual berbagai jenis makanan: ikan-ikan kering tergantung di
salah satu kios (ini bukan pilihan menarik bagi Candy), di kios lainnya
seseorang sedang menggoreng sesuatu yang tampaknya mirip donat, apalagi setelah
ditaburi gula. Candy merogoh saku gaun sederhana yang diberikan Izarith padanya
dan mengeluarkan uang enam dolar yang disimpannya. Barangkali tidak bijaksana
kalau aku menggunakan uang ini, pikirnya.
Nanti ketahuan bahwa ia orang asing di sini.
Berarti pilihannya tinggal dua. Meminta makanan, atau mencurinya. Berhubung
situasinya itu sudah mendesak, dan ia sangat butuh makanan, maka ia tidak lagi
mempertimbangkan masalah benar atau salah. Ia melongok sedikit ke jalan. Salah
satu kios tampaknya sedang ditinggalkan oleh pemiliknya, yang mungkin ikut pergi
ke dermaga bersama orang-orang lain.
Ketika Candy mulai melangkah kea rah kios yang
kosong itu, terdengar serentetan suara berisik di
belakangnya, dan ia melihat sebagian dai kerumunan orang itu, bersama beberapa
orang polisi, berjalan ke arahnya dan berkumpul di sekitar tiga-empat orang yang
jelas-jelas baru dikeluarkan dari dalam air.
"Beri jalan Beri jalan! " teriak salah seorang polisi.
"Orang-orang ini terluka! "
Ucapannya salah besar. Sebab begitu mendengarnya,
lebih banyak lagi yang muncul untuk menonton, ingin melihat seberapa parah
keadaan orang-orang yang terluka itu. banyak di antara penonton menutupi jalan di depan kerumunan yang
masih bergerak maju. Polisi tadi mulai berteriak lagi. Tapi orang-orang ingin
melihat dan teriakan si polisi tak bisa menghentikan rasa ingin tahu mereka
untuk melihat sedikit saja.
Anehnya Candy merasa pemandangan itu sudah sangat
dikenalnya. Ia teringat suatu peristiwa yang terjadi empat lima tahun yang lalu,
di rumah-di Hereafter, kalau sekarang ia berpikir tentang rumahnya. Pada suatu
pertengahan musim panas, keluarganya sedang dalam
perjalanan ke rumah Nenek Hattie, nenek Melissa, di Pelican Rapids. Waktu itu
mereka melaju di Highway 94.
Selama itu perjalanan mereka berlangsung mulus, sampai sekonyong-konyong arus
lalu lintas nyaris terhenti sama sekali.
Selama satu setengah jam berikutnya mobil mereka
hanya bisa merayap. Pendingin di dalam mobil tidak bekerja dengan baik, sehingga
hawa panas sangat menyiksa. Semua orang jadi cepat naik darah.
Dengan segera ketahuan bahwa di depan sana terjadi kecelakaan, dan ayah Candy
mulai marah-marah, sebab arus lalu lintas jadi terhambat gara-gara orang-orang
memelankan laju kendaraan mereka untuk melihat
peristiwa tersebut. "Orang-orang goblok sialan! Semua orang maju pelan-pelan supaya bisa melihat!
Benar-benar konyol! Kenapa sih mereka tidak mengurus urusan sendiri saja?"
Setelah setengah jam kepanasan dan memaki-maki,
akhirnya mobil keluarga Quackenbush sampai juga di tempat terjadinya kecelakaan
itu, dan ternyata ayah Candy juga memelankan laju mobilnya seperti orang-orang
lain. Ia malah nyaris membuat antrean kendaraan itu tak bisa bergerak sama
sekali, karena ia ingin melihat salah seorang korban dikeluarkan dari bawah
salah satu di antara tujuh kendaraan - truk-truk, mobil-mobil, dan satu truk
delapan roda - yang bertabrakan.
Tanpa pikir panjang Candy menceletuk, "Tadi katanya orang-orang yang berhenti
itu konyol, Dad?" Seketika Bill Quackenbush mengulurkan tangan ke
belakang dan menampar Candy dengan keras.
"Jangan kurang ajar padaku!"
"Aku cuma bilang..."
Bill menampar lagi, lebih keras.
"Cukup, Bill," kata ibu Candy.
"Itu urusanku," sahut Bill, dan untuk menunjukkan bahwa ia tak peduli akan
pendapat istrinya, ia menampar Candy untuk ketiga kalinya, hingga mata Candy
berkaca-kaca. Sambil menghapus air matanya, Candy sempat melihat ibunya di kaca spion
melontarkan tatapan benci pada suaminya. Bill Quackenbush tidak melihat tatapan
itu: ia masih juga memandangi pemandangan berdarah di
jalanan. Tapi Candy melihat tatapan itu dengan jelas, dan di antara perasaan
campur-aduk terhadap ayahnya, ia merasa sedih sekaligus puas melihat sorot
dingin dan muak di mata ibunya. Tapi itu tidak cukup. Kenapa ibunya tak pernah
membelanya atau membela dirinya sendiri"
Kenapa ibunya begitu lemah"
Semua itu terlintas kembali di benak Candv ketika ia memandangi kerumunan orang
yang mendatangi di ujung jalan sana, seolah-olah peristiwa itu baru terjadi
kemarin. Hawa panas di dalam mobil; bau keringat dan kentut saudara-saudara lelakinya;
rasa kesal dan kebosanannya sendiri. Pemandangan mengerikan dari peristiwa
tabrakan itu, dan rasa sesal yang timbul akibat ucapannya, namun sudah terlambat
untuk menariknya kembali; disusul oleh tamparan itu, air mata keluar, dan sorot
mata dingin ibunya. Itulah dunia yang telah ia tinggalkan. Dunia yang diisi oleh kebosanan,
kekerasan, dan air mata. Apa pun yang menunggu di depannya di dunia ini,
tentunya lebih baik daripada apa-apa yang telah ia tinggalkan. Pasti lebih baik.
Ia mengalihkan pandang dari kerumunan orang di
jalan, dan melihat bahwa lebih dari satu kios telah ditinggalkan oleh
pemiliknya, yang semuanya bergegas pergi untuk melihat apa yang bisa dilihat.
Candy menapaki dua atau tiga anak tangga, ke
sebuah kios yang menjual bermacam-macam kue di
bagian depannya. Apa yang dilihatnya ini mirip sekali dengan apa yang biasa ia
temukan di pasar swalayan Chickentown, hanya saja yang ini lebih lezat. Pastel,
croissant, roti gulung isi buah yang dikeringkan, serta beragam kue-kue kecil.
Dengan cepat ia memilih tiga potong kue: dua potong pastel dan satu scone yang
sangat besar. Kemudian dengan rakus ia kembali lagi untuk mengambil sebuah
croissant. Setelah memperoleh cukup untuk lebih dari sekali makan, ia tolah-
toleh ke kiri-kanan jalan, untuk memastikan si pemilik kios belum kembali.
Sepertinya memang belum. Ia pun bergegas pergi sambil menggigit pastelnya dan mengantongi ketiga kue
lainnya. Di ujung jalan ia
menemukan sebuah tembok batu rendah. Ia bisa duduk dan makan kuenya di situ.
Pastelnya agak alot, mungkin kurang matang, tapi


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

isinya manis sekali, dan ada rasa pedasnya sedikit. Mula-mula Candy tidak
menyukainya, ketika pertama kali
menggigitnya, tapi dengan cepat ia bisa menikmatinya.
Sambil makan matanya terarah pada sebuah iklan
raksasa di seberang jalan. Iklan itu menampilkan seorang anak laki-laki yang
sangat gembira, digambar dengan gaya kartun. Anak itu mengenakan celana longgar
bergaris-garis, dengan jambul ikal biru seperti ombak yang akan memecah di
bagian tengah kepalanya. la
dianimasikan dengan bantuan jalur-jalur cahaya lampu yang ditata sedemikian rupa
hingga ia tampak berjalan di tempat sambil melambaikan tangan.
Di sebelahnya, di tembok, ada tulisan:
Commexo Kid berkata: UNTUK SEGALA MACAM PENYAK1T DAN MASALAH,
MULAI DARI JAMUR KAKI SAMPAI PAJAK,
COBALAH PANACEA - OBAT MUJARAB SERBAGUNA.
Candy tertawa. Suasana hatinya - yang tadi kelabu
karena teringat peristiwa di Highway 94 - sekarang cerah kembali.
Kemudian dari sudut matanya ia menangkap sosok
seseorang. Seorang laki-laki dalam mantel biru, dengan setelan berbintik-bintik
di bawahnya. "Aku melihat lho," kata orang itu.
"Melihat aku berbuat apa?"
"Melihatmu mengambil kue-kue itu."
"Aduh, mak!" "Tidak apa-apa," kata orang itu; ia duduk di tembok, di samping Candy. "Tapi
bagi aku kuenya." Ia tersenyum sambil bicara, sehingga ancamannya
seperti cuma main-main saja. Candy mengeluarkan
sepotong kue dari sakunya dan membaginya menjadi dua.
"Ini," katanya, menyodorkan sepotong pada teman barunya.
"Baik sekali," sahutnya dengan sikap agak resmi.
"Namamu?" "Candy Quackenbush. Dan kau?"
"Samuel Hastrim Klepp. Kelima. Ini." Dari sakunya ia mengambil sebuah pamflet
kecil yang dicetak di selembar kertas cokelat kasar.
"Apa ini?" " Almenak Klepp; pertama kali diterbitkan oleh kakek buyutku, Samuel Hastrim
Klepp Pertama. Yang ini edisi barunya."
Candy mengambil pamflet tersebut dan membolak-
balik lembar-lembarnya. Susunannya agak kacau, ilustrasi-nya hitam-putih, tapi
pamflet itu penuh berisi informasi, sampai ke pinggir-pinggirnya. Ada peta-peta,
peraturan-peraturan permainan, satu-dua halaman berisi ramalan bintang, dan
beberapa halaman berisi tulisan yang oleh pengarangnya disebut sebagai Binatang-
Binatang Baru - bagian ini cukup menarik. Di lembar-lembar selanjutnya ada Peristiwa-Peristiwa
Langit (saat-saat hujan meteor dan gerhana), bahkan ada juga kumpulan resep. Dan
di antara materi-materi yang relatif biasa-biasa saja terselip beberapa artikel
yang agak keAbarat-Abaratan:
"Katedral Bulu Kucing: Mitos atau Kenyataan?" "Permata-Permata Murahan Efreet:
Kisah dari Seorang Pengumpul."
Dan "Sang Pejuang Emas: Hidup atau Mati?"
"Jadi, kau menerbitkan pamflet ini?" kata Candy.
"Ya. Aku menjualnya di Yebba Dim Day, Tazmagor, Candlemas, dan Kikador. Tapi
sekarang pasarannya sudah tidak begitu besar lagi. Orang-orang sudah bisa memperoleh segala macam
informasi yang mereka butuhkan dari dia." Ia menudingkan jarinya dengan agak
kasar pada si Commexo Kid.
"Dia tidak benar-benar ada, kan" Maksudku anak itu."
"Tidak, sekarang memang belum. Tapi percayalah, itu tinggal masalah waktu saja."
"Kau bercanda, kan?"
"Tidak, sama sekali tidak," kata Samuel. "Orang-orang di Commexo City itu, Rojo
Pixler dan gerombolannya, punya rencana untuk kami. Dan kurasa kami tidak bakal
menyukai rencana mereka."
Candy menatapnya dengan sorot mata tak mengerti.
"Kau tidak mengerti omonganku, ya?"
"Tidak begitu mengerti"
"Dari mana asalmu?" tanya Samuel.
"Oh... dari mana-mana"
Samuel menyentuh lengan Candy. "Katakan saja"
katanya. "Aku bisa menyimpan rahasia."
"Yah, kurasa tak apalah kau tahu," kata Candy. "Aku datang dari dunia lain.
Kalian menyebutnya Hereafter."
Samuel Klepp tersenyum lobar. "O ya?" katanya.
"Wah, hebat sekali. Tadi, ketika mula-mula melihatmu mencuri kue-kue itu, aku
sudah berpikir: rasanya ada sesuatu yang istimewa pada gadis itu...." Ia
menggeleng-gelengkan kepala, ekspresinya tampak senang. "Begini, banyak orang
menganggap Hereafter itu cuma mitos, tapi aku sendiri sejak dulu percaya bahwa
tempat itu ada. Begitu pula ayahku dan kakekku, sampai ke Samuel
Hastrim Klepp Pertama. Coba ceritakan lebih banyak lagi.
Aku ingin tahu segala sesuatu tentang Hereafter ini."
"O ya?" kata Candy "Menurutku sih tidak terlalu menarik."
"Bagimu mungkin tidak menarik, sebab kau dilahirkan di sana. Tapi para pembacaku
perlu mendengar tentang duniamu. Mereka perlu mengetahui kebenarannya."
"Tapi kalau orang-orang menganggap Hereafter itu cuma mitos, bagaimana kau bisa
membuat mereka percaya?" "Begini saja: Menurutku lebih baik berusaha membuat mereka percaya akan hal-hal
baru daripada merasa puas hidup mereka diatur-atur oleh Commexo Kid,
Menyembuhkan segala macam penyakit, mulai dari jamur kaki sampai pajak. Coba,
apa tidak ada yang lebih konyol dan itu?"
Tendengar suara ribut-ribut dari ujung jalan sana.
Rupanya semakin banyak orang-orang yang tenggelam
atau hampir tenggelam diangkat dari dermaga. Klepp mengernyitkan wajah.
"Aku tidak bisa mendengar suaramu dengan adanya ribut-ribut itu. Bagaimana kalau
kau ikut ke Percetakan bersamaku...?"
"Percetakan?" "Tempat aku mencetak Almenak ini. Nanti kutunjukkan padamu sebagian kecil dunia
ku, lalu kau ganti menceritakan tentang dunia mu. Bagaimana?"
"Boleh," kata Candy. Ia senang bisa menyingkir dari jalanan ini, jauh dari
segala macam kebisingan dan keributan, sehingga ia bisa berpikir dengan lebih
tenang. "Kalau begitu, ayo berangkat, sebelum si pemilik kios kembali dan melihat kuenya
ada yang hilang," kata Samuel dengan nakal. Lalu ia mengajak Candy naik
tangga, menuju jantung kota.
18 CERITA TENTANG HARK'S HARBOR
MEREKA melewati beberapa iklan tentang Commexo
Kid lagi dalam perjalanan ke Percetakan Klepp. Si
Commexo Kid terpampang di sebuah poster yang meng-
iklankan petualangan-petualangannya dalam film:
Commexo Kid dan Anjing-Anjing Perang, lalu ada beberapa iklan lagi tentang
Panacea-nya. Wajahnya ada di berbagai T-shirt yang dikenakan anak-anak yang
berlari kian kemari, dan boneka-boneka mereka merupakan versi plastik si Commexo
Kid juga. "Apa di Hereafter ada yang semacam ini?" tanya Klepp.
"Semacam si Commexo Kid ini?"
"Ya. Kita tak bisa melarikan diri darinya."
Candy memikirkannya sejenak. "Kalau yang seperti dia sih tidak ada. Sepertinya
dia ada di mana-mana."
"Memang," kata Klepp dengan muram. "Perusahaan Commexo menjanjikan untuk
mengurus kami mulai sejak kami lahir sampai kami mati, bisa dibilang begitu.
Mereka punya Rumah Bersalin Commexo Kid dan Jasa Pemakaman Commexo Kid. Dan
sementara kami hidup, mereka menawarkan untuk mensuplai segala macam barang.
Makanan, pakaian, mainan untuk anak-anak..."
"Apa sih yang diinginkan Commexo?" tanya Candy.
"Bukan Commexo yang berperan, melainkan pemiliknya: Rojo Pixler. Dialah yang
menginginkannya..." "Dan apakah yang dia inginkan?"
"Kendali. Dia ingin mengendalikan kami semua. Dan seluruh kepulauan ini. Dia
ingin menjadi Raja Dunia. Dia tidak mau memakai istilah raja, sebab sudah
ketinggalan zaman. Tapi itulah yang dia inginkan."
"Dan menurutmu dia akan memperoleh apa yang
diinginkannya itu?" Klepp angkat bahu. "Kemungkinan begitu," sahutnya.
Sekarang mereka sudah hampir tiba di puncak bukit.
Samuel berhenti sejenak, memandang patung Commexo
Kid yang ada di bangunan yang telah menunggu mereka di ujung perjalanan. Patung
itu besar sekali. "Di balik senyuman riang itu ada otak yang sangat jernih," katanya. "Jernih dan
cerdik. Itu sebabnya dia menjadi orang paling kaya di kepulauan ini, sementara
kami semua membeli Panacea-nya."
"Kau juga?" "Aku juga," kata Klepp, kedengarannya nyaris malu atas pengakuannya ini. "Kalau
aku sakit, aku minum Panacea-nya, seperti orang-orang lain."
"Apa obatnya manjur?"
"Nah, itu masalahnya," kata Samuel. "Obatnya memang manjur. Aku jadi merasa
lebih baik, entah aku kena sakit perut atau sakit punggung."
Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan putus asa
dan mengorek-ngorek sakunya, lalu mengeluarkan se-
renceng kunci. Ia memilih salah satu kunci, kemudian mengajak Candy ke sebuah
pintu kecil yang jadi kelihatan begitu pendek gara-gara besarnya patung si
Commexo Kid. Candy pasti tidak akan melihatnya kalau Klepp tidak mengajaknya ke
situ. Sambil memasukkan kunci ke lubangnya, Klepp bicara lagi, sekarang suaranya
berupa bisikan sangat pelan.
"Kau tahu berita yang kudengar?"
"Tidak tahu. Berita apa?"
"Sebenarnya ini cuma desas-desus. Mungkin sekadar omong kosong. Kuharap hanya
omong kosong. Tapi kudengar Rojo Pixler telah mengadakan pendekatan
pada Dewan Ahli Sihir untuk membeli Sihir Pemanggil Kehidupan."
"Apa itu?" "Kedengarannya seperti apa?"
Candy memikirkannya sejenak. "Sihir Pemanggil Kehidupan?" katanya. "Hmm,
kedengarannya seperti mantra untuk membangkitkan orang mati."
"Benar. Di masa lampau memang pernah digunakan untuk tujuan tersebut. Tapi
hasilnya tak bisa ditebak. Dan bisa mengerikan, kadang-kadang tragis. Tapi bukan
untuk tujuan itu Pixler menginginkannya."
"Lalu untuk apa?" tanya Candy. Kemudian ia terbelalak. "Astaga," katanya. "Bukan
untuk si Commexo Kid itu, kan?"
"Ya," sahut Samuel. "Dia ingin menggunakan Sihir itu untuk memberi kehidupan
pada si Commexo Kid. Menurut sumber-sumberku, permintaannya ditolak. Kalau itu
benar, bagus sekali."
"Lalu bagaimana tanggapannya?"
"Marah besar. Dia marah sekali. Dia berkata berulang-ulang: Commexo Kid adalah
pembawa kebahagiaan! Dia pantas diberi kehidupan. Dia bisa menyebarkan
kebahagiaan yang sangat besar"
"Tapi kau tidak percaya" Tentang dia menjadi pembawa kebahagiaanitu?"
"Begini," kata Samuel. "Menurutku, kalau Pixler sampai memperoleh Sihir
Pemanggil Kehidupan itu, bisa-bisa kita tidak cuma punya satu Commexo Kid yang
hidup dan bernapas, melainkan sepasukan! Semuanya dengan senyum konyol di wajah mereka,
sementara mereka mengambil alih kepulauan ini." Ia merinding. "Mengerikan."
Ia memutar kunci di lubangnya dan membuka pintu. Bau tinta cetak menyengat
hidung Candy. "Sebelum kau masuk ke dalam, aku mesti mem-
peringatkanmu dulu," kata Klepp. "Di dalam berantakan sekali."
Kemudian ia membuka pintu Iebar-lebar. Memang
berantakan sekali ternyata. Mulai dari langit-langit hingga ke lantai. Ada
sebuah mesin cetak kecil di tengah ruangan, dan lusinan tumpukan Almenak Klepp
yang tumpang tindih di segala sudut. Samuel rupanya tidur di tengah-tengah hasil
karyanya, sebab ada sebuah sofa tua disandarkan di tembok, berikut bantal-bantal
dan dua helai selimut ditebarkan di atasnya.
Tapi ada sesuatu yang langsung menarik perhatian
Candy. Sejumlah foto sepia yang sudah buram. Foto-foto itu dibingkai dan
digantung di salah satu tembok. Foto pertama menampilkan mercu suar tempat
perjalanan Candy berawal. "Oh, astaga..." kata Candy.
Klepp mendekat dan ikut melihat foto-foto itu ber-
samanya. "Kau tahu tempat itu?"
"Ya, tentu saja. Tempat itu ada di dekat rumahku di Chickentown."
Candy menatap foto berikutnya. Foto dermaga yang
muncul entah dari mana ketika ia memanggil Laut Izabella.
Tampaknya foto itu dibuat pada masa yang sibuk dan membahagiakan. Dermaga itu
penuh orang dari ujung ke ujungnya, beberapa di antaranya mengenakan mantel
panjang dan topi tinggi, lainnya mengenakan pakaian lebih sederhana-para pelaut
dan pekerja pelabuhan. Dan di ujung dermaga itu tertambat sebuah perahu layar
dengan tiga tiang. Perahu layar! Di tengah-tengah Minnesota. Sekarang pun setelah menapaki dermaga
itu dan mengarungi lautnya, gambaran itu masih juga mengejutkan bagi
Candy. "Kau tahu kapan foto ini dibuat?" tanyanya pada Klepp.
"Tahun 1882 menurut kalendermu, kurasa," sahut Samuel.
la melihat foto berikutnya, yang menampilkan ujung seberang dermaga. Di situ ada
beberapa bangunan bertingkat dua, toko-toko yang menawarkan keperluan-
keperluan untuk kapal, dan sebuah bangunan seperti hotel.
"Itu kakek buyutku" kata Samuel, menunjuk seorang laki-laki yang sangat mirip
dengannya. "Siapa wanita di sampingnya?"
"Itu istrinya, Vida Klepp."
"Dia cantik." "Dia meninggalkan kakek buyutku, sehari setelah foto ini dibuat."
"O ya?" kata Candy, sesaat pikirannya melayang pada Henry Murkitt yang juga
kehilangan istrinya ketika mengalihkan perhatiannya ke Abarat.
"Ke mana dia pergi?" tanya Candy.
"Vida Klepp" Tak ada yang tahu pasti. Dia kabur dengan laki-laki dari Autland
dan sejak itu tak pernah terlihat lagi. Apa pun yang terjadi padanya, di mana
pun dia berada, yang jelas dia telah membuat kakek buyutku patah hati. Sejak itu
hanya satu kali dia kembali ke Hark's Harbor..."
"Hark's Harbor" Itu nama tempat ini?"
"Ya. Hark's Harbor adalah pelabuhan paling besar di antara lain-lainnya yang
melayani Abarat. Dari situlah semua kapal besar datang. Kapal layar dan kapal
cepat." Tapi pada saat itu Candy justru membayangkan Miss
Schwartz, gurunya, yang menugaskan kelasnya untuk
mencari sepuluh fakta menarik mengenai Chicken town.
Hmm, bagaimana kalau ini saja" pikir Candy. Kira-kira bagaimana ya ekspresi
wajah Miss Schwartz kalau Candy membawa foto-foto ini untuk diperlihatkan di
depan kelas" Pasti semuanya akan terheran-heran.
"Sekarang tentu saja semua itu sudah lenyap," kata Samuel.
"Tidak semua," sahut Candy. "Dermaga itu..." Ia mengetuk kaca bingkai foto. "...
masih ada. Juga mercu suarnya. Tapi sisanya - toko-toko itu, misalnya - memang
sudah lenyap tak berbekas. Kurasa mereka pasti sudah hancur termakan usia."
"Oh, bukan, bukan hancur termakan usia," kata Klepp.


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kauingat tadi kukatakan kakek buyutku kembali ke sana untuk terakhir kali?"
"Ya." "Nah, dia kembali untuk membakar Hark's Harbor."
"Membakarnya?" "Coba lihat ini."
Samuel beranjak ke foto kedua dari belakang dalam
urutan tersebut. Di foto itu tampak objek yang agak buram, barangkali karena
kamera yang dipakai untuk mengambil adegan bergerak itu adalah kamera model
kuno yang berpelat. Di foto itu tampak pelabuhan yang terbakar. Bangunan-
bangunan yang ada di ujung
dermaga semuanya berkobar, lidah-lidah api menjilat-jilat keluar dari jendela-
jendela dan pintu-pintu. Sama sekali tak ada yang berusaha memadamkan api itu,
sejauh yang dilihat Candy. Orang-orang berdiri saja sepanjang
dermaga, menonton pemandangan tersebut. Ia tak bisa menangkap ekspresi wajah
mereka. "Apakah ada yang sengaja membakarnya?"
"Yah, boleh dibilang kebakaran itu bukan kecelakaan,"
kata Klepp. "Tapi juga bukan pembakaran yang disengaja. Itu merupakan bagian
dari kerusakan yang dilakukan secara sah"
"Aku tidak mengerti."
"Seperti kukatakan padamu, di Hark's Harbor-lah tempat berlangsungnya bisnis
paling ramai antara kepulauan ini dan Hereafter, Kadang-kadang setiap
harinya ada sepuluh kapal yang melakukan bongkar-
muat. Ada peti-peti berisi anggur Abarat dan rempah-rempah dari kepulauan ini.
Dan budak-budak, tentunya."
"Dan orang-orang ini tahu dari mana budak-budak itu berasal?" tanya Candy yang
merasa takjub membayangkan hal itu. "Orang-orang ini tahu tentang Abarat?"
"Ya, mereka tahu," kata Klepp. "Tapi tidak semua orang tahu. Ada sejumlah
pedagang terpilih dari duniamu yang suka berdagang di sini, dan mereka sukses
sekali. Jelas mereka tidak mau membagi untung yang mereka
peroleh, jadi mereka menyimpan rahasia itu rapat-rapat.
Dan tentu saja ada pedagang-pedagang di sini yang
suka mengimpor seni, tanaman, dan binatang-binatang dari Hereafter, dan mereka
juga makmur karena bisnis itu."
"Lalu kenapa pelabuhan itu dibakar?"
"Karena nafsu serakah," kata Samuel. "Pada akhirnya, semua orang jadi serakah.
Para pedagang Abarat mulai menjual barang-barang yang semestinya tak boleh
diketahui oleh duniamu. Benda-benda sihir yang berharga, yang dicuri dari kuil-
kuil dan digali dari tempat-tempat pemakaman, kemudian dijual di Hereafter
dengan harga sangat mahal. Hal seperti ini tentu saja tak bisa dibiarkan
berlangsung terus. Rakyat kami mulai tercemar oleh cara-cara hidup di duniamu,
begitu pula sebaliknya. Ada pertengkaran-pertengkaran hebat. Beberapa di
antaranya berakhir dengan pembunuhan.
"Sudah jelas kedua belah pihak sama-sama bersalah, tapi kakek buyutku
berpendapat bahwa Hereafter adalah tempat yang penuh dengan kecurangan. Dia
mengatakan di Almenak bahwa orang yang paling suci bisa mati merana di tempat
itu. Sekarang dia punya alasan untuk membenci Hereafter: tempat itu telah
membuat dia kehilangan istrinya. Tapi menurutku ada kemungkinan dia benar. Perdagangan
antara Hereafter dan Abarat telah merusak semua orang yang terlibat. Para
pedagang, para pelaut, dan kemungkinan juga orang-orang yang membeli barang-
barang yang diperjualbelikan itu"
"Menyedihkan sekali."
Klepp mengangguk. "Memang kisah yang tragis,"
katanya. "Pokoknya, akhirnya diputuskan bahwa perdagangan itu haras dihentikan.
Tidak boleh lagi ada yang menjual budak-budak atau sihir Abarat"
"Jadi, pelabukan itu dibumihanguskan?"
"Ya, hingga nyaris tak tersisa sedikit pun," kata Klepp.
Ia beranjak ke foto terakhir yang memperlihatkan
bangunan-bangunan yang sudah runtuh dan masih ber-
asap, serta sederetan orang berdiri di sepanjang
dermaga, menunggu giliran naik ke sebuah kapal layar.
"Perahu terakhir yang berangkat," kata Klepp. "Kakek buyutku ikut naik kapal
itu. Ini foto terakhir yang dibuatnya di duniamu."
"Menakjubkan," kata Candy. "Tapi coba lihat." Ia menunjuk ke mercu suar itu,
yang tampak di dalam foto, di samping kapal layar tersebut, dan jelas tampak
tidak ikut dimakan api. "Kenapa mereka membiarkan mercu suar itu tetap berdiri?"
Klepp angkat bahu. "Siapa yang tahu" Mungkin salah satu orang di duniamu
membayar seseorang agar membiarkan mercu suar itu tetap berdiri, dengan harapan
suatu hari nanti perdagangan antara kedua dunia ini dibuka kembali. Atau
barangkali mereka pikir mercu suar itu akan ambruk dengan sendirinya kalau sudah
tua." "Tapi ternyata tidak" kata Candy. "Tidak sepenuhnya."
"Aku ingin melihat mercu suar itu dalam waktu dekat ini," kata Klepp. "Mungkin
bahkan sekalian membuat beberapa foto untuk Almenak-ku. Foto-foto 'sebelum' dan
'sesudah', mengerti maksudku" Pasti bisa membuat
Almenak-ku lumayan laris! Tapi tentu saja banyak orang akan mengatakan foto-foto
itu diada-ada saja olehku."
"Orang-orang ini benar-benar tidak percaya akan eksistensi duniaku, ya?" kata
Candy. "Tergantung pada siapa kau bertanya. Pada orang biasa di jalanan" Tidak bakal.
Dia akan menganggap Hereafter hanyalah dongeng pengantar tidur untuk anak-
anaknya." Candy tersenyum. "Apa yang lueu?" tanya Klepp.
"Oh, membayangkan bahwa dunia tempat tinggalku cuma dianggap dongeng anak-anak.
Apa komentar mereka?" "Oh, mereka bilang di duniamu waktu terus berputar tanpa henti. Dan di sana ada
kota-kota sebesar pulau. Dan bahwa tempat itu penuh dengan berbagai
keajaiban." "Wah, mereka bakal kecewa sekali kalau tahu yang sebenarnya."
"Aku tidak percaya."
"Suatu hari nanti mungkin aku bisa menunjukkannya padamu."
"Dengan senang hati," kata Klepp. "Sementara ini, kau mau melihat duniaku dari
jarak dekat?" "Tentu saja mau."
"Ikut aku, kalau begitu."
Ia mengajak Candy ke sebuah pintu kecil di sisi ujung ruangan. Ada gerbang besi
yang membuka seperti sebuah penghalang dari kawat berduri.
"Ini elevator pribadiku," kata Klepp, sambil membuka gerbang tersebut. "Bisa
membawa kita sampai ke puncak menara-menara."
Candy masuk ke dalam, Klepp menyusul sambil menutup gerbang.
"Pegangan yang erat," katanya. Lalu ia memutar sebuah pegangan antik yang
ditandai dengan tulisan Atas dan Bawah.
Elevator itu naik dengan suara berderit-derit dan berderak-derak, kadang-kadang
melewati bukaan yang memberikan pemandangan memukau pada Candy akan
bagian dalam menara-menara yang bertengger di puncak Kepala Raksasa Yebba Dim
Day. Lambat laun elevator itu mengurangi kecepatan, dan akhirnya berhenti dengan
suara keriut keras. Seketika tercium oleh Candy udara laut yang bersih dan menyegarkan, sangat
kontras dengan interior berasap Yebba Dim Day serta bau tinta di Percetakan
Almenak. "Nah, kuminta kau hati-hati di atas sini," Samuel mengingatkan. "Pemandangan
dari sini bagus sekali; tapi kita sangat tinggi di atas sini. Rasanya belum
pernah ada yang naik kemari, selain aku. Terlalu berbahaya. Tapi kau tidak akan
apa-apa, asal kau hati-hati."
Setelah mengingatkan demikian, Samuel membuka
gerbang itu dan mengajak Candy menapaki serangkaian anak tangga sempit. Di
puncaknya ada sebuah sekat. Ia mengangkat sekat itu dan menutupnya lagi dengan
bunyi berdentang keras. "Kau dulu," katanya, lalu ia menepi agar Candy bisa melangkah ke tempat terbuka
di atas. 19 KARANG VESPER MENDELSON SHAPE sudah pernah mengunjungi Karang
Vesper pada beberapa kesempatan sebelumnya, untuk
melakukan tugas-tugas kecil yang diperintahkan Carrion.
Nama tempat itu sama sekali tidak menggambarkan
keadaan sebenarnya. Pada kenyataannya, karang itu
bukan sekadar karang, melainkan sekumpulan batu besar; barangkali jumlah
keseluruhannya lima belas batu, yang paling kecil seukuran rumah, dan semuanya
dikelilingi pantai lebar - itu kalau "pantai" adalah istilah yang tepat untuk
pemandangan yang begitu tidak menarik dan tidak menyenangkan - yang tersusun dari
jutaan batu yang lebih kecil, karang-karang, batu-batu biasa, dan kerikil-kerikil. Shape pernah
diberitahu bahwa kalau ia mendengarkan dengan saksama, ia akan menangkap suara-
suara manis para makhluk halus yang menyanyikan lagu-lagu merdu sambil
mengelilingi pulau itu. Tapi ia belum pernah mendengar yang semacam itu.
Sebaliknya, Karang itu merupakan tempat tinggal spesies burung malam yang jahat,
namanya qwat. Suara nyaring merekalah yang terdengar tanpa henti di antara
celah-celah batu-batu besar di situ, menyambut tamu-tamu yang datang.
Tapi, malam ini, burung-burung qwat itu sama sekali tidak bersuara, seperti
halnya para makbluk halus yang konon ada di tempat itu. Sebabnya, Christopher
Carrion berada di Karang Vesper, dan burung yang paling
cerewet pun lebih suka menyembunyikan kepalanya dari pada menarik perhatian sang
Penguasa Tengah Malam. Carrion sedang bekerja di sebuah gua besar yang
terbntuk dari beberapa buah batu. la sering menggunakan gua itu untuk praktek-
praktek sihirnya, terutama kalau ia ingin bekerja tanpa diketahui oleh neneknya.
Neneknya punya banyak sekali mata-mata di Pulau Tengah Malam, dan bisa dikatakan
mustahil bagi Carrion untuk melakukan apa pun secara diam-diam. Karang Vesper
merupakan tempat yang sangat ideal untuk eksperimen-eksperimen rahasianya, sebab Karang
Vesper itu cukup dekat dengan Pulau Tengah Malam, dan cukup kecil, hingga ia
bisa melindunginya seketika dengan jimat-jimatnya.
Sekarang, di tempat rahasianya di antara batu-batu, ia sedang menyuruh salah
satu makhluk tambal-sulam neneknya menggempur sisa-sisa lima kerangka mumi
manusia hingga menjadi abu. Nama makhluk itu Ignacio; ia salah satu ciptaan
Mater Motley yang lebih jelek, dan ia sadar sekali akan hal itu. Ia benci pada
si Nenek Sihir (sebutannya untuk Mater Motley) atas perbuatannya, dan meski Mater Motley sering
kali memanggilnya untuk melayani di Menara Ketiga Belas, ia suka kabur dengan diam-diam sedapat mungkin,
untuk melakukan macam-macam pekerjaan bagi Carrion.
"Kau sudah selesai dengan debu mayat itu?" tanya Carrion.
"Hampir." "Cepatlah, Aku tidak bisa di sini sepanjang malam."
Carrion memberikan seulas senyum. "Tapi tak lama lagi aku bisa," gumamnya pada
diri sendiri. "Bisa apa, tuanku?"
"Bisa punya waktu sepanjang malam."
Ignacio mengangguk, meski tidak mengerti. Ia meneruskan menggempur tulang-
belulang itu. Awan debu manusia naik ke wajahnya. Ia bersin-bersin, meludahkan
segumpal lendir dan debu. Kemudian ia meneruskan menggempur semenit-dua menit,
sekadar memastikan ia telah melakukan pekerjaannya dengan baik. Carrion seorang
perfeksionis, dan Ignacio ingin menyenangkan si Pembawa Mimpi Buruk - sebutan
rahasianya untuk sang Penguasa Tengah Malam.
Akhirnya Ignacio berdiri dengan palu di tangan,
mengamati hasil kerjanya.
"Kupikir mereka lebih bagus seperti ini," katanya.
"Semua orang lebih bagus seperti itu," sahut Carrion sambil mendorong Ignacio.
"Pergilah memberitahu Shape.
Dia ada di pantai, sedang makan."
"Apa kami harus segera kembali?" tanya Ignacio. Ia tahu persis bahwa tak lama
lagi bakal ada acara sihir rahasia, dan ia ingin sekali menyaksikannya.
" Tidak" kata Carrion. "Nanti kau tahu sendiri kalau urusannya sudah beres.
Pergi sana." Ignacio pergi, sementara sang Penguasa Tengah Malam berjongkok sambil
menyentuhkan jarinya ke tulang-belulang yang sudah digempur itu, seperti anak
kecil hendak membuat kue-kue dari lumpur. Carrion berhenti sejenak, menghirup
dalam dua tarikan napas penuh cairan yang bergejolak di sekitar kepalanya,
sebelum mulai bekerja. Setelah disegarkan oleh visi-visi mengerikan yang
memenuhi setiap pori-porinya, ia mulai menggambar
dalam debu, membuat kerangka benda yang hendak
diciptakannya dari situ. Ignacio mendapati Mendelson Shape sedang duduk di
pantai yang diterangi cahaya bintang, di samping
setumpukan kecil batu. la cukup mengenai Shape, karena mereka pernah beberapa
kali bekerja bersama untuk
Carrion. "Sudah selesai makan?" tanya Ignacio.
"Aku membunuh sesuatu tadi, tapi lalu tidak lapar lagi,"
sahut Mendelson sambil menoleh ke arah seekor kepiting raksasa yang tergeletak
terbalik agak jauh di pantai itu, kaki-kakinya terentang selebar enam kaki.
Mendelson sudah merobek perut bawah kepiting itu dan sudah mulai memakan
dagingnya yang dingin, tapi belum terlalu
banyak. "Boleh kuhabiskan?"
"Silakan saja."
"Sayang kalau dibuang begitu saja."
Ignacio menghampiri kepiting tersebut dan merogoh isi perutnya yang kelabu-
kehijauan, mengambil dua genggam penuh isi perut yang pahit. Bagian itulah yang paling disukainya, antara
lain justru karena bagian itu yang paling tidak enak. Ia salah satu dari sedikit
makhluk tambal-sulam yang bisa makan. Kebanyakan rekan
sejenisnya tidak memiliki alat pencernaan dan pem-
buangan. Ignacio merupakan perkecualian. Dua per tiga tubuhnya masih berfungsi
seperti anatomi manusia biasa.
Ia memang suka mengalami sembelit, yang berlanjut
dengan wasir, tapi itu tidak seberapa dibandingkan rasa senang bisa makan daging
kepiting yang sejumlah sarafnya masih berkedut-kedut.
Ia menoleh kembali ke pantai, ke arah Mendelson.
"Kau punya tugas apa di sini?" tanyanya.
"Aku di sini untuk mengendarai apa pun yang sedang diciptakannya di sana," sahut
Mendelson dengan muram. "Setelah itu aku disuruh mencari seorang gadis untuknya."
"Apa dia punya rencana menikah?"
"Tidak dengan yang ini," kata Mendelson dengan masam.
"Kau kenal gadis ini?"
"Kami pernah bertemu. Dia datang dari Hereafter."
"O ya?" Ignacio meraih salah satu kaki kepiting itu dan menyeret kerangkanya ke bebatuan
tempat Mendelson berjongkok.
"Kau pergi ke Hereafter?" tanyanya.
Shape angkat bahu. "Yeah " jawabnya.
"Dan" Seperti apa di sana?"
"Apa maksudmu, seperti apa" Oh. Maksudmu, enakkah di sana?" Ia menatap Ignacio.
Dalam suasana remang-remang itu, sepasang matanya yang kecil tampak berkilat-
kilat oleh rasa muak. "Begitukah yang kaubayang-kan?"
"Tidak," sahut Ignacio membela diri. "Tidak persis seperti itu."
"Kaupikir di sana ada malaikat-malaikat yang menuntun jiwa-jiwa orang mati
menuju kota-kota abadi yang bercahaya" Seperti yang diceritakan pendeta-pendeta
tua itu?"

Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak percaya semua omong kosong itu," kata Ignacio, menyembunyikan
harapan-harapan sebenarnya yang optimistis menyangkut hal tersebut. Ia senang
membayangkan bahwa di suatu tempat di seberang Laut Izabella ada sebuah dunia di
mana makhluk tambal-sulam seperti dirinya bisa disembuhkan, semua rasa sakitnya
diusir pergi, dan ketambal-sulamannya dihapuskan. Tapi, meski ia sangat ingin
mempercayai apa-apa yang dikatakan oleh para pendeta itu, ia lebih mempercayai
Shape. "Jadi, gadis ini...," ia meneruskan, sambil memecahkan cakar-cakar raksasa
kepiting itu, dan mencoba
kedengaran tak acuh terhadap berita yang baru saja didengarnya.
"Candy Quackenbush?"
"Itu namanya?" "Itulah namanya."
"Dia mengikutimu ke sini, dan sekarang kau harus membunuhnya. "
"Aku tidak tahu apakah dia ingin gadis ini dibunuh."
"Kalau ya?" "Aku akan membunuhnya."
"Bagaimana caranya?"
"Aku belum tahu, Ignacio. Kenapa kau menanyakan semua pertanyaan tolol ini?"
"Sebab suatu hari nanti mungkin aku ditugaskan seperti kau sekarang ini."
"Kaupikir tugas ini suatu kehormatan besar" Tidak."
"Tapi itu lebih baik daripada menggali mayat-mayat yang sudah dimumikan. Kau
bisa bepergian ke Hereafter."
"Itu bukan hal istimewa," kata Shape. "Bantu aku berdiri." la mengulurkan
lengannya, sehingga Ignacio bisa menariknya berdiri.
"Aku sudah beranjak tua, Ignacio. Tua dan lelah."
"Kau membutuhkan asisten," kata Ignacio dengan penuh semangat. "Aku bisa menjadi
asistenmu. Aku bisa."
Shape memandang Ignacio sekilas, lalu menggelengkan kepala. "Aku biasa bekerja
sendirian," katanya.
"Kenapa?" "Sebab aku hanya suka ditemani satu orang."
"Siapa" "Aku sendiri, bodoh. Aku sendiri!"
"Oh..." Shape kembali menoleh ke batu-batu tempat Carrion
sedang bekerja. Ia telah melihat sesuatu yang tidak diperhatikan Ignacio, karena
terlalu sibuk berceloteh tadi.
"Burung-burung itu," katanya.
Burung-burung qwat, yang semula duduk diam-diam di gua-gua mereka sejak
kedatangan Carrion di pulau
tersebut, kini sudah naik ke udara, di atas Karang, tanpa memperdengarkan suara.
Sekarang mereka melayang-layang membentuk awan hitam raksasa di atas sana,
ujung-ujung sayap mereka saling bersentuhan.
"Pemandangan yang langka," kata Ignacio, wajah tambal-sulamnya memperlihatkan
ekspresi takjub.Baru saja ia memandangi kawanan burung itu, dari
antara batu-batu tempat Carrion bekerja tampak sebersit cahaya biru-keunguan
gelap, disusul oleh cahaya jingga-merah, dan disusul lagi oleh cahaya ketiga,
dalam warna tulang-belulang. Warna-warna itu melayang naik ke atas karang-
karang, mengusir gerombolan burung qwat hingga mereka melayang lebih tinggi
lagi, kemudian warna-warna itu memecah menjadi fragmen-fragmen, panah-
panah dan berkas-berkas cahaya yang saling bertaut, memperlihatkan gerakan dansa
yang rumit. Pada saat itulah sang pencipta muncul dan antara
bebatuan, kedua tanganya terangkat di depan dada,
seakan-akan sedang memimpin orkestra. Barangkali bisa dikatakan demikian. Warna-
warna itu tampaknya memberi respons terhadap gerakan-gerakan halus yang dibuat
Carrion. Lambat laun mereka semakin nyata,
sementara Carrion memadukan mereka menjadi satu.
Kemudian dengan sangat lembut ia membawa mereka
turun. Menuruti perintahnya, yang diutarakan tanpa suara, warna-warna itu
mendarat di batu panjang dan datar yang merupakan titik tertinggi Karang Vesper.
Akhirnya di sana mereka mulai menyatu dan membentuk diri menjadi wujud tertentu.
"Apa kau akan terbang naik makhluk itu?" tanya Ignacio, suaranya hanya berupa
bisikan. "Kelihatannya begitu."
"Semoga berhasil," katanya.
Seekor kupu-kupu raksasa, dengan perut berbulu sepanjang dua belas kaki, dan
empat atau lima kali lebih tebal dari tubuh Shape, kini bertengger di karang
itu, anatominya yang baru terbentuk masih menampakkan
bintik-bintik warna yang belum sepenuhnya menyatu.
Terlepas dari ukurannya yang luar biasa besar,
makhluk itu mirip sekali dengan kupu-kupu biasa. Ia mempunyai sungut panjang
berbulu halus, dan enam buah kaki panjang yang ramping.
Namun kehebatan ciptaan itu baru tampak ketika
Carrion memerintahkannya, " Terbang! Aku ingin melihatmu terbang! "
Makhluk itu pun terangkat dan terbang di atas pulau itu merentangkan kedua
sayapnya; pola-pola pada sayap
itu menyerupai seraut wajah raksasa yang sedang
menjerit, mengepak membuka berlatar belakang langit, kemudian menutup lagi, dan
membuka lagi. Langit di atas seakan-akan ikut memberi kesempatan pada makhluk
itu untuk melampiaskan kemarahannya, sementara kepak
demi kepak sayapnya membawanya naik.
" Shape!" seru Carrion.
"Ya, Sir. Datang, Sir."
Carrion memberi isyarat pada makhluk itu,
menyuruhnya turun kembali ke batu karang. Shape
menghampirinya. "Tuanku." "Dia lebih indah daripada mesin terbang biasa, bukan?" kata Carrion, sementara
si kupu-kupu mendarat di batu panjang.
"Ya, tuanku." "Naiklah ke punggungnya dan bawa gadis itu padaku,"
sang Penguasa Tengah Malam memerintahkan.
"Apa dia tahu ke mana mesti pergi mencari?"
Dia akan menuruti arah yang kautunjukkan. Tapi
kusarankan kau memulai di Yebba Dim Day. Dan jangan coba-coba menipu makhluk
ini. Dia mungkin tidak terlalu cerdas, tapi aku bisa melihat apa yang
dilihatnya, dan merasakan apa yang dirasakannya. Itu sebabnya aku menyuruhmu
menungganginya, bukan pergi dengan mesin terbang biasa. Jadi, kalau kau mencoba
menipu dengan cara apa pun..."
"Menipu Anda?" protes Shape. "Tuanku, buat apa aku..."
"Gadis itu milikku, Shape. Jangan kira kau bisa kabur membawanya. Kau mengerti"
Bawa dia langsung ke Menara Kedua Belas."
"Aku mengerti."
"Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang membuatku gelisah. Aku ingin tahu, kenapa
dia dibawa kemari..."
"Sudah kukatakan pada Anda, tuanku. Semua itu cuma kebetulan. Aku melihat
semuanya." "Aku tidak percaya pada kebetulan Shape. Segala sesuatu sedang bergerak ke arah
suatu rencana yang lebih besar."
"Benarkah?" "Ya." "Adakah tempat bagiku dalam rencana itu?"
Carrion menatap tajam pada Shape.
"Ya, Shape. Meski kelihatannya tidak pada tempatnya, kurasa orang seperti kau
pun punya makna. Sekarang pergilah. Semakin lama kau menunggu, semakin besar
kemungkinan dia sudah pergi lagi."
"Akan kutemukan dia untuk Anda," Shape berjanji.
"Dan..." "Ya. Aku tahu. Akan kubawa dia langsung ke Pulau Tengah Malam. Langsung ke
tangan tuanku." 20 MELIHAT DUNIA MELALUI MATA PINJAMAN
SATU hal Candy yakin sepenuhnya: tak ada
pemandangan di dunia ini yang bisa menyaingi
pemandangan yang dilihatnya dari puncak Kepala
Raksasa Yebba Dim Day. Ke mana pun ia melayangkan
pandang dari platform tinggi yang tersapu angin kencang itu, segala sesuatu yang
dilihatnya membuatnya terkagum-kagum.
Tapi tentu saja ia mesti dibantu untuk melihat
pemandangan tersebut. Samuel Hastrim Klepp Kelima
berdiri di sampingnya untuk menunjukkan ini-itu padanya (sekaligus memegangi
lengannya sesekali, kalau ada angin kencang berembus, yang sekiranya bisa
membuat Candy jatuh ke tepian Kepala Raksasa itu). Selain itu Samuel juga
memiliki dua ekor gurita untuk membantu mereka. Gurita-gurita ini melilitkan
diri di kepala mereka, dan mengambil posisi sedemikian rupa sehingga mata mereka
- yang memiliki pandangan sangat kuat - bisa
digunakan sebagai lensa teleskop.
Kedua gurita ini merupakan hewan kesayangan Klepp.
Satu bernama Squibb, satunya lagi Squiller. Mulanya Candy merasa agak aneh
mengenakan gurita hidup, tapi kemudian ia menganggap gurita ini sama saja dengan
hewan-hewan lain yang biasa bekerja membantu manusia, misalnya kuda, anjing,
tikus yang sudah terlatih. Ini sekadar satu hal tambahan untuk mengingatkannya
bahwa ia tidak berada di Chickentown.
Kalau kau ingin melihat sesuatu lebih dekat, katakan saja "Tolong didekatkan
sedikit, Squiller!" kata Klepp pada Candy. "Atau bilang , Tolong dari jarak
sedikit lebih jauh, Squiller! Yang penting kau mesti berbicara dengan tegas dan
sopan pada mereka. Mereka sangat mementingkan
kesopanan-kesopanan kecil semacam itu."
Candy tidak mendapat kesulitan untuk menyesuaikan
din. Sekitar satu-dua menit kemudian Squiller sudah merasa begitu nyaman di
kepalanya, dan Candy merasa ia seperti mengenakan topi saja - topi yang sudah
beberapa hari ditaruh di dalam sekotak ikan - bukan
mengenakan gurita hidup. Squiller sendiri tampaknya sangat ingin membantu
Candy mendapatkan pemandangan terbaik atas Abarat.
Boleh dikatakan Candy tak perlu memintanya mengubah-ubah fokus. Secara naluriah,
Squiller tampaknya tahu apa yang ingin dilihat Candy. Seolah-olah ia bisa
membaca gelombang-gelombang otak yang dipancarkan Candy.
Candy tidak terlalu terkejut dengan hal ini. Ia pernah membaca bahwa gurita
memiliki kemampuan ber-komunikasi yang luar biasa satu sama lain; jadi, berapa
besarkah kemungkinan bahwa spesies gurita di sini
memiliki suatu kekuatan ajaib" Dunia di sini penuh dengan hal-hal ajaib.
Setidaknya itulah kesan yang diberikan Klepp padanya saat ia menyebutkan nama
pulau-pulau di kepulauan tersebut, serta menjelaskan keajaiban-keajaiban yang
terkandung di dalam masing-masing
pulau. "Setiap pulau mewakili tiap Jam dalam sehari," ia memulai penjelasannya. "Dan di
setiap pulau kau akan menemukan segala sesuatu yang dikaitkan dengan Jam
tersebut oleh hati, jiwa, pikiran, dan imajinasi kita. Coba lihat ke sana."
Ia menunjuk ke arah sebuah tempat tidak jauh dari
Selat-Selat Senja. "Kaulihat pulau berselimutkan cahaya dan awan itu?"
Candy melihatnya. Awan itu naik membentuk gulungan spiral di sekitar sebuah
gunung raksasa, atau barangkali bukan gunung, melainkan menara berukuran luar
biasa besar. "Pulau apa itu?" tanya Candy pada Klepp.
"Itu Pulau Jam Kedua Puluh Lima," sahut Klepp. "Kadang-kadang disebut juga
Odom's Spire. Tempat penuh misteri dan mimpi-mimpi."
"Siapa yang tinggal di sana."
"Itu termasuk salah satu misterinya. Aku pernah mendengar nama Fantomaya
dikaitkan dengan tempat itu, tapi aku sama sekali tidak tahu apa artinya."
Teman baru Candy, Si gurita Squiller, berusaha
sedapat mungkin memfokuskan pandangannya pada
awan-awan yang mengitari Odom's Spire, tapi karena suatu sebab bentuk spiral
yang bergulung-gulung itu membuat Candy tak bisa melihat lebih jelas.
"Percuma saja kalau kau berusaha melihat apa yang ada di balik awan itu," kata
Klepp. "Cahaya itu mempermainkan mata kita, dan kau tidak bakal pernah bisa
menangkap pemandangan di sana. Kadang-kadang
awan-awan itu menyibak dan memberi ilusi seolah-olah kau akan melihat
sesuatu....." "Padahal sebenarnya kita tidak pernah bisa melihat apa-apa?"
"Setahuku begitu."
"Nah, bagaimana kalau kita berlayar langsung ke tengah awan-awan itu?"
"Oh, sudah banyak yang pernah mencobanya" kata Klepp. "Ada beberapa yang
berhasil pulang dalam keadaan hidup, tapi tidak waras lagi. Dan tentu saja
mereka tak bisa menggambarkan apa-apa yang telah
mereka lihat. Sementara lain-lainnya..."
"... tidak pulang sama sekali"
"Benar sekali. Salah satunya adalah ayahku..." Klepp diam sejenak, kemudian
berkata, "Kelihatannya kau kedinginan, Sayang."
"Anginnya memang kencang."
"Akan kuambilkan jaket."
"Tidak usah. Aku tidak apa-apa."
"Kau mesti pakai jaket" kata Klepp. "Aku tidak mau kau kena radang paru-paru.
Sebentar ya?" Ia beranjak ke elevator. Candy tidak memprotes.
Tiupan angin ternyata jauh lebih dingin daripada yang ia perkirakan sebelumnya.
"Jangan dekat-dekat ke pinggir!" kata Samuel sambil menutup pintu elevator, lalu
ia menghilang dari pandangan. Sementara ia pergi, Candy dan Squiller meneruskan
melihat-lihat kepulauan tersebut. Samuel sudah menyebutkan nama-nama pulau itu
beberapa kali, dan sekarang Candy mencoba menguji ingatannya dengan memasang-kan
nama-nama pulau serta lokasinya. Ada beberapa
yang bisa diingatnya dengan mudah, Iain-Iainnya agak susah dan mesti diingat-
ingat dulu beberapa saat.
Pulau di sebelah barat Yebba Dim Day bernama
Qualm Hah, dan kotanya yang beratap merah bernama...
Tazmagor. Ya, itu namanya: Tazmagor. Di sebelah
tenggaranya ada sebuah pulau bergunung-gunung ber-
nama Spake, yang berada pada posisi Jam Sepuluh Pagi.
Di posisi Jam Sebelas Pagi adalah Pulau Nully, dan di posisi Jam Dua Belas
Tengah Hari adalah Pulau Yzil yang bermandikan cahaya paling hangat dan paling
memukau yang bisa dibayangkan manusia.
Pada posisi Jam Satu Siang adalah Pulau Orlando's
Cap atau Hobarookus, entah yang mana Candy tak ingat.
Pada posisi Jam Dua, kalau bukan Hobarookus tentunya Orlando's Cap.
Di sebelah selatan-tenggara ada pulau lain yang juga bermandikan cahaya
matahari. Candy ingat, kata Samuel, konon di sanalah dulu kehidupan bermula.
Pulau Nonce, pada posisi Jam Tiga Siang.
Pada posisi jam Empat adalah Gnomon, pada posisi
Jam Lima adalah pulau bernama Soma Plume, dan di
tengah-tengahnya ada Ziggurat yang sangat besar. Pada posisi Jam Enam Sore, jauh
di sebelah timur Yebba Dim Day, meski hanya terpisah dua jam, ada sebuah pulau
bernama BabiIonium. Kelihatannya kehidupan di sana sangat menyenangkan sepanjang
waktu. Ada beberapa tenda sirkus yang sangat besar di tengah-tengah pulau itu, dan puluhan ribu
lampu-Iampu warna-warni berkelap-kelip di ranting-ranting setiap batang pohon .
Aku harus melihat pulau itu, kata Candy dalam hati.
Di sebelah utara Babilonium ada sebuah pulau yang
namanya ia tak ingat. Tapi ia ingat nama gunung berapi yang masih aktif di
tengah pulau itu. Namanya Gunung Galigali. Setelah itu keremangan senja mulai
menyelimuti bagian kepulauan selebihnya, sampai ke tempat Candy berdiri di
posisi Jam Delapan Malam, memandang ke
Selat-Selat Senja. Kemudian, bertetangga dengan Yebba Dim Day
adalah rangkaian pulau berikutnya. Di pulau pada posisi Jam Sembilan Malam ada


Abarat Karya Clive Barker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat bernama Hap's Vault; alias Gua Hap. (Ia sudah bertanya pada Samuel,
siapakah Hap. Kata Samuel ia tidak ingat.) Pada posisi Jam Sepuluh Malam adalah
Pulau Ninnyhammer; di sana ada kota bernama High Sladder, yang dihuni oleh
spesies kucing-kucing Tarrie.
Candy tidak ingat nama pulau pada posisi Jam Sebelas Malam, tapi ia ingat nama
Pulau Tengah Malam: Gorgossium. Tempat paling menakutkan di antara pulau-pulau lainnya, kata Samuel
Klepp . Pokoknya hindari tempat itu!
Di Pulau Jam Satu Pagi ada enam buah piramida
bernama Xuxux - piramida-piramida itu ada yang besar dan ada yang kecil. Pada
Pulau Jam Dua Pagi ada pulau lain yang berselimut kegelapan. Candy lupa namanya.
Bertetangga dengan pulau itu ada pulau lain yang
menurut Candy paling menarik, meski ia sudah mendengar macam-macam hal dari
Samuel mengenai arsitek pulau tersebut.
Pulau itu bernama Pyon. Di sana, terbentang dari ujung ke ujung, ada kota
bernama Commexo City (kota itu
begitu terang benderang oleh cahaya, sehingga tidak masalah bahwa di pulau itu
jamnya selalu jam tiga pagi).
Belum pernah Candy melihat menara-menara dan kubah-kubah seperti yang ada di
Commexo City. Mereka menjulang tinggi dalam konfigurasi-konfigurasi begitu besar dan rumit, hingga
tampaknya mereka tersusun dari suatu geometri yang tidak dikenal Candy di
dunianya, kemudian dibangun dengan melawan hukum-hukum fisika.
Kontras dengan pulau tersebut adalah pulau di
sebelahnya. Sebuah tempat gelap menakutkan, dengan deretan pegunungan rapat tak
tertembus. Namanya Pulau Telur Hitam. Candy ingat bahwa pulau itu salah satu
dari Kepulauan Lingkar Luar, bersama Pulau Speckle Frew yang ada pada posisi Jam
Lima Pagi. Di samping Speckle Frew ada dua pulau lagi, dihubungkan oleh Jembatan
Gilholly yang terbentang pada posisi Jam Enam dan Tujuh Pagi. Setelah itu pulau
terakhir, Obadiah, yang ada pada posisi Jam Delapan Pagi. Dan tatapannya pun
sampai ke kota kecil Tazmagor yang bermandikan cahaya matahari, bertengger di
sisi-sisi sebelah timur Qualm Hah.
"Kelihatannya kau cukup senang," kata Klepp yang sudah muncul kembali dari
elevator. Ia membawa sebuah jaket hijau tipis, dengan pola-pola kecil berwarna
merah cerah. Candy menerimanya dengan senang, dan menge-nakannya.
"Aku sedang mencoba mengingat-ingat nama pulau-pulau itu," katanya pada Klepp,
sambil menaikkan kerah jaketnya. "Ada beberapa yang tidak kuingat, tapi rasanya
aku cukup...." Wajah Klepp menampakkan ekspresi sangat aneh,
kedua matanya terbelalak, dan ia tidak lagi menatap Candy, melainkan melewati
Candy, ke ara hlangit di sebelah kiri atas bahu Candy.
"Ada... apa?" Tanya Candy. Ia nyaris tak berani membalikkan badan, tapi akhirnya
berbalik juga. " Lari! " teriak Klepp.
Candy mendengarnya, tapi kakinya tak mau bergerak.
Ia begitu terkejut dan terperangah melihat pemandangan di langit di belakangnya.
Ada seekor kupu-kupu besar menukik ke arahnya,
sayapnya selebar sayap sebuah pesawat terbang kecil.
Dan di punggung serangga menakutkan itu duduk musuh lamanya, Mendelson Shape.
" Di! Sana! Kau! Rupanya! " ia berseru ke arah Candy.
Akhirnya kaki Candy berhasil juga bergerak, mengikuti rasa paniknya.
Ia mulai berlari ke arah elevator. Samuel Klepp sudah menunggu untuk meraihnya,
membawanya ke tempat aman. Tapi sementara ia berlari instingnya mengatakan
bahwa ia tidak akan sempat mencapai elevator itu. Kupu-kupu itu menukik cepat
sekali. Ia bisa merasakan deru kepak sayap-sayap makhluk itu di punggungnya,
begitu keras hingga ia hampir terlempar. Sementara Candy
tersandung-sandung, kaki-kaki raksasa kupu-kupu itu mencapit tubuhnya dan
mengangkatnya dari atap menara. " Kena kau! " ia mendengar Shape berseru penuh kemenangan.
Warisan Berdarah 1 Si Pedang Kilat Karya Gan K L Tantangan Anak Haram 2
^