Pencarian

Llano Estacado 3

Llano Estacado Karya Dr. Karl May Bagian 3


Tidak seorangpun daripada mereka sudah pernah menginjak Llano Estacado. Kemudian
Old Wabble menceritakan bahwa Llano Estacado itu ialah padang pasir yang luas
sekali. Di sana tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada rumput, tidak ada tempat
untuk bersembunyi dan tidak ada air. Belum lagi sampai ke tengah-tengah padang
pasir, orang sudah tidak dapat melihat batas-batasnya dan yang kelihatan
sekelilingnya hanyalah pasir belaka. Banyak sekali jumlah orang yang sudah sesat
di sana dan mati karena haus.
Diceriterakannya pula bahwa padang pasir itu ialah daerah operasi penjahat-
penjahat orang kulit putih yang menghadang para musafir dengan maksud
menyesatkan mereka dan akhirnya merampok dan merampas segala milik musafir-
musafir yang celaka itu. Tampak pada muka teman-teman saya, bahwa mereka menjadi
takut sekali. Saya biarkan saja Old Wabble mempertakuti mereka, oleh karena
akibatnya nanti akan ternyata sesuai dengan maksud saya.
Kemudian kami mencari tempat persembunyian di belakang semak-semak yang
berbatasan dengan tepi sungai. Saya mencari tempat duduk yang sedemikian
sehingga saya dapat melihat seluruh daerah di seberang sungai dan dapat
mengamat-amati tempat penyeberangan itu. Old Surehand duduk di sebelah saya dan
dari tempat itu ia mempunyai pandangan yang luas juga. Old Wabble sedang
menceriterakan suatu peristiwa perampokan yang terjadi di Llano Estacado dan
oleh karena ia ada menyebut nama seseorang yang saya kenal maka saya lebih
memperhatikan cowboy tua itu daripada sungai. Old Surehand menyentuh tangan saya
sambil menunjuk ke arah sungai dengan tangannya yang lain. Ia berkata:
"Lihatlah ke sana, Sir. Itu mereka datang!"
Old Wabble sekonyong-konyong menghentikan ceriteranya dan kami semuanya
mengintai. Di seberang sungai kami melihat serombongan orang Comanche berkuda,
kira-kira tigapuluh orang banyaknya. Muka mereka dicat dengan warna peperangan.
Salah seorang dari mereka, rupa-rupanya pemimpinnya, turun, lalu mengamat-amati
tanah untuk mengetahui adakah kami telah menyeberangi sungai atau pergi ke arah
lain. Demi ia melihat bahwa jejak kami menuju ke sungai, maka ia naik ke atas
kudanya lalu turun ke dalam air. Anak buahnya mengikuti dia secara Indian, yakni
yang satu di belakang yang lain.
"Sembrono benar orang-orang itu!" kata Old Wabble. "Mereka bersama-sama turun ke
air, tidak mengirimkan lebih dahulu seorang mata-mata untuk mengetahui adakah
kita berjalan terus. Kini semuanya menghadapi bedil kita. Peluru saya sudah
tersedia." Ia sudah mengangkat bedilnya, tetapi saya berkata:
"Jangan menembak, Sir. Saya menghadang mereka di sini dengan maksud agar mereka
tidak jadi mengejar kita. Demi orang Indian yang di muka sekali itu sudah dekat
sekali pada kita, maka kita akan menampakkan diri. Anda semuanya menyediakan
bedil Anda dan saya akan berbicara dengan mereka. Anda baru boleh menembak
apabila Anda mendengar tembakan bedil saya."
"Ya, kalau itu Anda kehendaki," jawab Old Wabble dengan menggerutu, "akan tetapi
pada hemat saya lebih baik anjing-anjing kulit merah itu kita tumpas semuanya."
Ia bukan sahabat orang Indian: karena itu tidak dapat menyetujui sikap saya yang
dipandangnya terlalu lunak. Saya menunggu sampai pemimpin orang Indian itu sudah
kira-kira duapuluh langkah jauhnya dari kami. Saya memberi isyarat supaya teman-
teman saya berdiri serta ke luar dari tempat persembunyian. Bedil kami semua
terbidikkan kepada prajurit-prajurit orang kulit merah itu. Mereka segera
melihat kami. "Uf! Uf! Uf! Uf!" seru mereka.
"Berhenti!" saya berseru kepada mereka. "Barangsiapa maju selangkah lagi atau
bergerak untuk mencabut senjatanya, akan kami tembak mati!"
Mereka berhenti. Mereka berdiri di dalam air dan oleh karena air itu sangat
dangkal maka kuda mereka tak usah berenang.
"Uf!" seru pemimpinnya. "Old Shatterhand masih ada di sini! Mengapa ia
bersembunyi" Mengapa ia tidak berjalan terus seperti yang kami duga?"
"Ha, Anda mengira bahwa saya sudah tidak mempunyai otak lagi dan tidak dapat
menduga bahwa Anda akan mengikuti jejak kami."
"Kami tidak mengikuti Old Shatterhand."
"Betul" Hendak ke mana Anda?"
"Hendak berburu!"
"Saya kira Anda datang ke mari untuk mengambil ikan!"
"Sebagian besar mencari ikan, akan tetapi selebihnya berburu; kami memerlukan
daging untuk kami bawa pulang."
"Mengapa Anda hendak berburu di seberang sini, bukan di seberang sana?"
"Karena kami tahu bahwa di seberang sini banyak binatang perburuan."
"Ya, binatang perburuan itu ialah kami, orang kulit putih."
"Bukan, melainkan bison dan kambing prairi."
"Sejak bilamanakah prajurit-prajurit kulit merah men-cat mukanya apabila mereka
pergi berburu?" "Sejak... sejak... sejak...."
Ia tidak dapat memberi jawaban yang serasi. Akhirnya ia berseru dengan marah:
"Sejak bilamanakah sudah menjadi adat prajurit-prajurit kulit merah untuk
memberi pertanggungan jawab kepada orang kulit putih tentang apa yang akan
diperbuatnya?" "Sejak Old Shatterhand menghendakinya. Saya telah berkata kepada Vupa Umugi,
ketua suku Anda, bahwa saya sahabat orang kulit merah, akan tetapi saya tidak
mengenal ampun apabila saya diserang."
"Kami tidak hendak menyerang Anda!"
"Kalau begitu berbaliklah dengan segera!"
"Tidak mau, sebab kami hendak melalui Anda untuk pergi berburu."
"Cobalah kalau Anda dapat! Tidak seorangpun akan dapat mencapai tepi sungai ini,
melainkan darah Anda akan membuat air itu berwarna merah."
"Uf! Siapa yang memerintah di sini, Old Shatterhand atau prajurit-prajurit orang
Comanche?" "Old Shatterhand! Anda melihat bahwa bedil-bedil kami terbidikkan kepada Anda.
Sepatah kata saja dari mulut saya sudah cukup untuk membuat teman-teman saya
melepaskan tembakan. Saya memberi Anda waktu yang oleh orang kulit putih disebut
lima menit. Jikalau Anda masih belum berbalik, maka Anda tidak akan dapat pulang
lagi. Howgh!" Saya siapkan bedil saya dan pelurunya saya arahkan kepada pemimpin orang
Comanche itu. Ia menoleh, lalu berbicara dengan orang yang ada di belakangnya.
Kemudian ia berpaling lagi kepada kami serta bertanya:
"Berapa lama Old Shatterhand akan tinggal di tepi sungai ini?"
"Sampai saya yakin bahwa orang-orang Comanche tidak merupakan bahaya lagi bagi
kami." "Itu sudah dapat diketahuinya!"
"Tidak! Kami akan memencar dan seluruh tepi sungai ini akan kami jaga. Dengan
demikian kami akan melihat setiap orang Comanche yang akan menyeberang. Sebuah
tembakan saja sudah cukup untuk memberi kesempatan kepada kami berkumpul kembali
dan mengusir Anda. Jikalau sampai besok malam prajurit-prajurit Anda tidak
mencoba menyeberangi sungai ini, maka barulah kami akan yakin bahwa Anda
menghendaki perdamaian. Pada saat itu kami akan meninggalkan daerah ini. Kami
datang ke mari semata-mata dengan maksud untuk membebaskan Old Surehand."
"Uf! Anda benar-benar hendak pergi?"
"Betul, itu sudah saya katakan dan saya tidak pernah mengingkari janji."
"Dan Anda datang ke Saskuan Kui ini hanya untuk membebaskan Old Surehand saja"
Tidak ada maksud Anda yang lain?"
"Tidak. Howgh!"
Dengan pernyataan itu saya tidak berdusta. Mula-mula saya bermaksud hendak
langsung pergi ke Llano Estacado dan jalan itu tidak melalui Air Biru.
Pemimpin orang Comanche itu bercakap-cakap lagi dengan teman-temannya yang ada
di belakangnya, lalu mencoba lagi: "Old Shatterhand mengancam kami, oleh karena
ia tidak mempercayai kami akan tetapi jikalau kami bergerak maju ia tidak akan
menembak!" "Saya akan menembak dan peluru saya yang pertama akan mengenai lutut Anda. Lain
daripada itu, kami tidak mau menunggu lebih lama, sebab lima menit yang saya
janjikan itu kini sudah berakhir."
"Uf! Kalau begitu kami berbalik, akan tetapi awas, apabila Old Shatterhand dan
orang-orang kulit putih itu sampai besok malam berani mencoba datang ke Air Biru
lagi! Kami pun akan memasang penjagaan pada tepi sungai dan setiap orang kulit
putih yang berani menampakkan diri kepada kami akan kami tembak. Howgh!"
Mereka benar-benar pergi. Saya berpaling kepada Old Wabble.
"Nah, Mr. Cutter, tidak baikkah hasil kita ini" Mereka sudah pergi."
"Tetapi mereka akan datang kembali pada tempat yang lain."
"Saya yakin bahwa mereka tidak akan berani menyeberangi sungai, karena mereka
percaya akan ancaman saya. Kesimpulan itu dapat saya ambil dari ancaman mereka
bahwa mereka akan memasang penjagaan pada tepi sungai di seberang. Lagi pula
mereka yakin bahwa kita datang ke mari semata-mata untuk membebaskan Old
Surehand dan tidak mempunyai maksud jahat terhadap mereka."
"Akan tetapi jikalau mereka memasang penjagaan di seberang, maka mereka akan
melihat bahwa tempat kita sudah kosong. Tentu mereka akan datang ke mari, it's
clear!" "Ya, akan tetapi tidak lekas mereka akan mengetahuinya. Mereka harus hati-hati
sekali. Mereka tidak berani berenang ke tepi ini untuk menyatakan, benar-
benarkah kita masih ada di sini. Itu terlampau berbahaya. Akan tetapi masih ada
kemungkinan yang lain. Dapatkah Anda menerkanya?"
"Saya" Hm, tidak. Tetapi saya ingin mengetahui adakah Mr. Surehand dapat
menerkanya." Maksud Old Wabble ialah tak lain daripada hendak menguji ketajaman pikiran Old
Surehand. Saya mengira bahwa Old Surehand akan menolak, akan tetapi ia menepuk-
nepuk bahu Old Wabble serta menjawab dengan tersenyum:
"Anda hendak menguji saya" Itu menyenangkan hati saya."
"Ha, Anda tidak marah. Senang hati saya. Jikalau kita mendengar Old Shatterhand
berbicara sedemikian itu, maka kita harus mengira bahwa ia serba tahu. Herankah
Anda bahwa saya ingin mengetahui juga adakah Old Surehand dapat menangkap
pikiran Old Shatterhand?"
"Kalau Anda ingin benar mengetahuinya, Mr. Cutter, maka dapatlah saya menjawab
bahwa saya mengetahuinya."
"Bagaimanakah?"
"Kemungkinan yang dimaksud oleh Mr. Shatterhand itu ialah seperti berikut:
orang-orang kulit merah memang ingin benar menyelidiki adakah kita masih ada di
tepi sungai ini. Mereka tidak dapat melihat, akan tetapi apabila mereka
menyeberang sungai ini di tempat yang jauh sekali letaknya dari tempat kita,
maka mereka dapat datang ke mari."
"Dan kalau mereka mendapati bahwa tempat ini kosong, Sir" Maka akan terjadi juga
apa yang sudah saya sangka. Mereka akan mengejar kita dan menyerang kita pada
malam hari!" "Karena itu kita harus berjaga-jaga," jawab Old Surehand.
Old Surehand telah membuktikan bahwa otaknya sangat tajam serta dapat memahami
jalan pikiran saya. Akan tetapi jawabannya yang paling kemudian itu tidak sesuai
dengan maksud saya. Karena itu saya berkata:
"Saya kira kita tidak usah berjaga-jaga. Mustahil orang-orang kulit merah itu
dapat menyusul kita sebelum malam. Menilik kedudukan matahari, hari baru pukul
sembilan. Mereka memerlukan waktu satu jam untuk kembali ke Air Biru. Di sana
mereka memberi laporan, harus mendengarkan kecaman dan harus ikut berunding.
Semuanya itu memakan banyak waktu."
"Ya, Sir. Saya mengerti. Untuk semuanya itu mereka memerlukan sekurang-kurangnya
dua jam." "Dalam pada itu hari sudah pukul duabelas. Mereka datang ke mari... itu memakan
waktu satu jam. Mereka memasang penjagaan sepanjang tepi sungai... itu memerlukan
waktu satu jam juga. Kemudian mereka mengirimkan mata-mata ke hilir sungai. Di
sana mereka akan berenang ke seberang. Berapa waktu yang diperlukannya?"
"Sekurang-kurangnya satu jam. Kemudian mereka menyelidiki tepi sungai sebelah
sini. Itu harus dikerjakan dengan hati-hati sekali."
"Berapa lama waktu yang diperlukannya untuk dapat menyelidiki seluruh tepi
sungai ini?" "Sekurang-kurangnya tiga jam."
"Katakan saja dua jam, maka hari sudah pukul lima. Kemudian mereka berunding
lagi. Mereka akan memilih beberapa orang yang harus mengikuti jejak kita. Itupun
harus dikerjakannya dengan hati-hati, sebab mereka tidak boleh melupakan
kemungkinan bahwa kita masih ada di daerah ini dan berjalan mengeliling untuk
menyergap mereka. Maka mereka memerlukan sekurang-kurangnya satu jam lagi untuk
memperoleh keyakinan bahwa kita benar-benar sudah pergi. Jadi apabila mereka
memulai pengejaran mereka, maka hari sudah pukul enam. Jadi kita sudah mempunyai
keuntungan enam jam. Masih mungkinkah mereka menyusul kita?"
"Pshaw! Mustahil."
"Paling banyak mereka akan dapat melihat jejak yang kita buat dalam dua jam yang
pertama. Besok mereka tidak akan melihat apa-apa lagi dan mereka tidak akan
mengetahui ke mana kita pergi. Jadi jikalau kita sudah dua jam berjalan ke arah
Barat, maka mereka akan mengira bahwa kita sudah ke tempat dari mana kita
datang. Bagaimana pendapat Anda, Mr. Surehand?"
"Perhitungan Anda memang benar," katanya sambil berpikir-pikir "akan tetapi
mungkin juga bahwa akhirnya mereka mengetahui bahwa mereka telah kita tipu."
"Tentu saja, akan tetapi mereka akan mengambil kesimpulan yang salah. Mereka
akan mengira bahwa kita ingin mendahului mereka jauh-jauh, akan tetapi mereka
tidak akan menduga bahwa kita akan berbalik."
"Ya, jikalau kita segera berangkat, maka dua jam lagi kita dapat membelok.
Mereka tidak akan mengetahuinya."
"Sayang kita tidak dapat memberi kuda kita minum, sebab saya yakin bahwa mereka
berjaga-jaga di seberang sungai. Kalau mereka melihat bahwa kita memberi kuda
kita minum, maka mereka akan mengambil kesimpulan, bahwa kita hendak pergi. Akan
tetapi kuda kita akan segera mendapat air, sebab kita akan cepat-cepat pergi ke
batang air yang dilalui oleh kedua orang prajurit Comanche bekas tawanan kita.
Jadi janganlah kita menunggu lebih lama lagi, sudah banyak waktu yang kita
buang." Kami segera naik, lalu berjalan menyusur sungai. Dalam pada itu kami tetap
terlindung oleh hutan semak belukar, sehingga tidak akan terlihat oleh orang
Indian, Setelah kami berjalan kira-kira satu jam lamanya sampailah kami pada
muara batang air yang saya maksud tadi. Di situ kami memberi kesempatan kepada
kuda kami untuk minum. Sesudah itu kami mengikuti batang air itu ke arah hulu.
Jadi kami berjalan ke arah Barat, walaupun tujuan kami ada di sebelah Timur.
Selama itu saya tidak mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Old Surehand,
karena teman-teman saya selalu meminta perhatian saya. Ceritera Old Wabble
mengenai bahaya di Llano Estacado sangat membekas pada mereka. Baru saja kami
berjalan beberapa menit, maka Old Wabble sudah diminta untuk meneruskan
ceriteranya. Di sana-sini saya memberi keterangan atau menambah ceritera cowboy
tua itu. Akhirnya saya diminta ikut juga menceriterakan pengalaman saya di
padang pasir itu. Dengan segala senang hati permintaan mereka itu saya penuhi.
Dengan segera saya melihat bahwa ceritera-ceritera itu telah menimbulkan akibat
yang saya maksud. Rupa-rupanya takut mereka makin menjadi-jadi. Itu tidak
dikatakannya dengan terang-terangan, akan tetapi dapat saya lihat pada muka
mereka. Jikalau saya menghendaki agar mereka itu memisahkan diri, maka itu harus terjadi
dengan segera. Saat yang sebaik-baiknya untuk berpisah ialah apabila kami harus
membelok sesudah berjalan dua jam lamanya. Maka saya teruskan ceritera saya
sampai waktu dua jam itu hampir lewat. Kemudian saya memencil untuk memberi
mereka kesempatan berunding tanpa saya saksikan. Maksud saya tercapai. Mereka
berbisik-bisik. Saya melihat bahwa yang seorang mencoba menghasut yang lain; apa
yang mereka maksud sudah dapat saya terka.
Sebentar lagi kami akan sampai pada sebuah batang air yang bermuara di sungai
yang kami lalui itu. Itulah tempat yang baik bagi kami untuk membelok, sebab di
batang air itu kami dapat menyembunyikan jejak kami. Karena itu saya berhenti
lalu berkata: "Tuan-tuan, waktu dua jam sudah lewat. Kini tidak perlu lagi kita terus berjalan
ke arah Barat. Adakah Anda sependapat dengan saya?"
Old Surehand, Old Wabble, Parker dan Hawley menyatakan persetujuannya. Yang
lain-lain menjadi malu, mereka mengerlingkan matanya yang satu kepada yang lain.
Akhirnya seorang dari mereka datang kepada saya lalu berkata:
"Anda sudah pernah pergi ke El Paso del Norte, Sir?"
"Sudah beberapa kali," jawab saya.
"Berapa lama kita perlukan untuk mencapai tempat itu?"
"Jikalau kita menunggangi kuda yang masih segar, dalam lima atau enam hari saja
sudah dapat sampai ke sana. Mengapa itu Anda tanyakan, Mr. Wren?"
Demikianlah nama orang itu. Ia menjawab.
"Itu akan saya katakan, sekiranya saya tahu bahwa Anda tidak akan menaruh curiga
kepada saya." "Menaruh curiga" Sebab apa?"
"Jangan Anda salah sangka. Soalnya ialah... eh... ialah... eh...."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menggaruk-garuk kepalanya di belakang telinganya. Rupa-rupanya ragu-ragu
benar ia menyampaikan maksudnya. Karena itu ia mencoba memutar-mutar
perkataannya: "Anda tahu bahwa sebenarnya kami hendak pergi ke Texas, akan tetapi kami sudah
berganti haluan." "Betul?" "Ya. Ketika Anda kemarin pergi ke perkampungan orang Comanche dengan Mr. Cutter,
kami bercakap-cakap dan kami berpendapat bahwa di El Paso kami akan memperoleh
kemungkinan yang lebih baik untuk mencapai apa yang hendak kami cari di Texas.
Bagaimana pendapat Anda?"
"Pendapat saya tidak penting, yang penting ialah bagaimana pendapat Anda
sendiri." "Ya. Itu benar sekali. Kami berpendapat lebih baik kami pergi ke El Paso atau
setidak-tidaknya kami mengambil jalan melalui Rio del Norte."
"Mengapa itu Anda katakan seakan-akan Anda harus minta maaf."
"Ya. Bukankah semestinya kami harus ikut ke Llano Estacado?"
"Harus" Saya kira itu kehendak Anda sendiri."
"Ya, memang, akan tetapi pendapat kami sudah berubah. Mudah-mudahan Anda tidak
mengira bahwa kami takut melalui Llano Estacado."
"Tidak sama sekali. Mengapa kami harus mengira bahwa Anda takut" Karena Anda
telah mengubah rencana Anda" Bukankah Anda orang bebas dan dapat berbuat
sekehendak Anda sendiri?"
"Senang hati saya bahwa demikian pendapat Anda. Saya akan merasa menyesal
sekiranya Anda mengira bahwa kami takut. Jadi Anda tidak berkeberatan sekiranya
kami meninggalkan Anda?"
"Sama sekali tidak. Bilamana Anda hendak meninggalkan kami?"
"Sekarang juga."
"Mengapa sekonyong-konyong benar?"
"Kalau tidak begitu, maka kami akan membuang-buang waktu dan berjalan sangat
mengeliling. Bukankah Anda akan berbalik kembali?"
"Ya, itu benar. Jikalau Anda hendak pergi ke Rio Grande del Norte, maka Anda
harus berjalan terus."
"Dan oleh karena Anda hendak berbalik, maka di sini kita harus berpisah. Itu
sangat kami sesalkan, akan tetapi apa boleh buat. Saya senang sekali bahwa Anda
tidak berkecil hati."
"Berkecil hati" Pikiran itu sama sekali tidak timbul pada saya! Anda memikirkan
kepentingan Anda sendiri dan itu adalah hak setiap orang."
Old Wabble mendengarkan percakapan kami dengan acuh tak acuh, akan tetapi Parker
dan Hawley rupa-rupanya agak marah. Mereka tercengang-cengang dan saya melihat
bahwa Hawley hendak memarahi mereka. Akan tetapi ia saya beri isyarat dan ia
hanya berkata: "Setiap orang dapat berbuat sekehendaknya sendiri. Jikalau Tuan-tuan ini hendak
meninggalkan kita, maka kita tak mempunyai hak untuk menghindarinya. Bahkan kita
wajib seberapa boleh menolong mereka dengan memberi mereka sebagian dari bekal
perjalanan kita." Parker hendak membuka mulutnya, akan tetapi rupa-rupanya Old Wabble mengerti apa
maksud saya. Karena itu ia segera menyela.
"Siapa yang berkuasa tentang perbekalan kita" Bukankah orang yang mengambilnya"
Dan siapakah itu" Itu saya! Dan saya bermaksud hendak memberi mereka daging
sebanyak mereka perlukan. Adakah mereka hendak meninggalkan kita karena takut
atau karena alasan yang lain, itu bukan urusan saya! Mereka akan saya beri
daging karena mereka harus makan di tengah jalan, it's clear. Jadi barangsiapa
hendak pergi cukuplah memberitahukan maksudnya kepada kita. Rupa-rupanya
semuanya ingin pergi, kecuali Parker dan Hawley."
Parker dan Hawley mengeluh, karena mereka merasa malu telah berjalan bersama-
sama dengan orang yang ternyata pengecut itu. Akan tetapi keluh kesah mereka
tidak kami hiraukan. Orang-orang itu kami beri daging dan setelah mereka minta
diri maka berpisahlah kami. Parker masih juga mengutuki mereka. Saya bertanya
kepadanya: "Saya kira Anda melihat saya memberi isyarat. Adakah Anda memahami isyarat
saya?" "Ya. Saya terpaksa membiarkan mereka pergi."
"Mengapa Anda menyumpah-nyumpah?"
"Karena kesal hati saya."
"Jangan Anda kesal hati. Sesungguhnya kita harus bergirang hati bahwa mereka
telah meninggalkan kita. Kita akan menghadapi kemungkinan yang memerlukan orang-
orang yang jantan, bukan pengecut. Dan walaupun mereka itu sesungguhnya bukan
pengecut, akan tetapi mereka tidak dapat kita andalkan."
Kini ia merasa lega lalu bertanya:
"Dan saya tidak Anda usir?"
"Tidak." "Jadi Anda berpendapat bahwa saya dapat Anda andalkan?"
"Mudah-mudahan Anda akan membuktikan bahwa Anda dapat saya andalkan."
"Nah, Mr. Parker," kata Old Wabble. "Jagalah jangan hendaknya peluru Anda
menyasar apabila Anda nanti harus menembak kijang lagi!"
"Teguran itu tidak pada tempatnya, Mr. Cutter. Sampai sekarang saya selalu dapat
menembak setiap kijang."
"Kecuali kijang Anda yang pertama!" jawab cowboy tua itu dengan tersenyum.
"Anda telah menyaksikannya sendiri."
"Ya! Ketika itu Anda menembak seekor kuda beban!"
"Apa" Kuda beban?"
"Ya, kuda beban, atau lebih tepat lagi binatang yang Anda sangka kuda beban,
akan tetapi ternyata anak kijang."
"Apa yang Anda maksud?"
"Bahwa Anda ketika itu menipu saya. Sebenarnya Anda tak hendak menembak kijang
itu, melainkan Anda hendak lari!"
"Mr. Cutter, saya tidak mengerti. Anda telah melihat dengan mata sendiri kijang
yang saya tembak itu!"
"Ya, betul, saya telah melihat dengan mata saya sendiri kijang besar yang
ditembak oleh ketua suku Panashts untuk Anda. Kijang itu dihadiahkan kepada
Anda, karena Anda telah memberi peringatan kepadanya bahwa ia akan saya hadang
dan Anda mengaku bahwa kijang itu Anda sendiri yang menembak. Bukankah begitu,
Mr. Parker?" "Akan tetapi... eh... akan tetapi..." kata Parker dengan kemalu-maluan.
"Katakan sajalah bagaimana letak perkaranya."
"Dari siapa Anda mendengar obrolan itu."
"Obrolan" Ya, sesungguhnya saya tidak pernah percaya bahwa Anda telah menembak
kijang sebesar itu. Seorang Greenhorn sehijau Anda akan dapat menembak binatang
raksasa! Akan tetapi saya tertipu juga, karena kemudian Anda selalu dibawa
langkah baik apabila harus menembak. Tetapi sekarang saya tidak percaya lagi."
"Saya yang menembak kijang itu! Siapakah bedebah yang mencemarkan nama saya
itu?" "Bedebah" Bedebah yang menceriterakannya" Itu Anda sendiri, Mr. Parker! Atau
Anda hendak menyangkal bahwa Anda sendiri telah menceriterakannya?"
"Saya sendiri" Kepada siapa dan bilamana?"
Kepada teman-teman Anda. "Ah, adakah mereka menceriterakannya" Sayang bahwa mereka sudah pergi! Siapa
yang menceriterakannya kepada Anda?"
"Wren, yang tadi mengangkat bicara atas nama teman-temannya."
"Bilamana?" "Tadi malam, ketika kami bersama-sama menjaga dan mempergunakan waktu itu untuk
berceritera." "Dongengan yang tidak benar, itulah barangkali yang Anda maksud!"
"Oho! Barangkali Anda mengira dapat mengingkarinya oleh karena mereka sudah
pergi. Akan tetapi di sini masih ada orang lain yang Anda mendengarkan ceritera
Anda juga, yakni Mr. Shatterhand dan Hawley. Bukankah begitu, Jos?"
Sayang bahwa pertanyaan itu tidak ditujukan kepada saya, sebab pertanyaan itu
niscaya akan saya jawab dengan olok-olok. Akan tetapi Hawley selalu bersikap
jujur dan tidak biasa berolok-olok; karena itu ia menjawab dengan sungguh-
sungguh. "Ya, benar, ia menceriterakannya, jadi tak dapat tidak begitulah halnya."
Kini Parker berseru dengan marah:
"Tutup mulutmu, tolol! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa ceritera itu
benar! Bukankah seringkali orang menceriterakan sesuatu yang tidak benar-benar
terjadi?" "Untuk apa orang menceriterakan sesuatu yang tidak benar?"
"Karena orang hendak berolok-olok, seperti halnya dengan ceritera saya."
"Sudahlah," demikian Old Wabble menyela. "Tidak seorangpun akan mengatakan bahwa
ia tidak menembak binatang apabila ia ada menembaknya. Dan Anda mengatakan juga
bahwa yang menembak itu orang kulit merah. Akan tetapi masih ada hal-hal lain
yang lebih penting. Di sini kita harus berbalik, bukan Mr. Shatterhand?"
"Tidak di sini, melainkan sebentar lagi. Di sana ada sebuah batang air yang
bermuara di sungai kecil ini. Jikalau kita berjalan di dalam batang air itu maka
sekiranya orang-orang kulit merah itu hari ini juga datang, mereka tidak akan
melihat jejak kita."
"Tepat sekali! Mereka akan mengikuti jejak ke delapan teman kita dan mereka akan
mengira bahwa kita masih bersama-sama dengan mereka, padahal kita telah
membelok. Itu akal yang baik sekali, it's clear."
Sepuluh menit kemudian sampailah kami pada batang air yang saya maksud tadi.
Kuda kami kami suruh turun ke dalam air dan kami berjalan di dalam sungai itu ke
arah hulu, Old Wabble berkata kepada saya:
"Sir, jikalau saya mengatakan bahwa saya dapat menerka salah satu dari
kecerdikan Anda, maukah Anda percaya?"
"Kecerdikan yang mana?"
"Bahwa ke delapan orang itu tidak Anda bawa sampai batang air ini. Anda berhenti
sebelum kita sampai ke batang air ini."
"Apa maksudnya?"
"Untuk menipu mereka yang mengejar kita. Apabila mereka datang, maka mereka akan
turun pada tempat di mana kita berhenti dan mereka niscaya akan menyelidiki apa
sebabnya maka kita berhenti. Sekiranya kita berhenti pada batang air ini, maka
mereka tentu akan menyelidiki tempat ini lebih saksama dan mereka akan
mengetahui bahwa lima orang dari rombongan kita turun ke dalam air. Dengan
demikian mereka akan melihat jejak kita. Untuk menghindari kemungkinan itu maka
Anda usahakan agar perpisahan itu sudah terjadi terlebih dahulu. Betulkah
pendapat saya itu, Sir?"
"Ya, Anda dapat menerka siasatnya, Mr. Cutter. Sekiranya kita selanjutnya dapat
saling memahami maksud kita, maka besar sekali manfaatnya."
Berjalan di dalam air itu tidaklah mudah bagi kuda kami, karena dasar sungai itu
tidak sama dalam. Akan tetapi walaupun begitu kuda kami masih kami suruh
berjalan di dalam air selama kira-kira satu jam. Kemudian kami naik ke darat.
Itu kami lakukan pada suatu tempat yang berbatu-batu, sehingga kaki kuda kami
tidak akan meninggalkan jejak. Dengan demikian kami sudah menjalankan segala
daya upaya agar orang-orang kulit merah itu tidak akan dapat menemukan jejak
kami. Batang air itu menuju ke arah Selatan; kini kami berjalan ke arah Timur,
ke arah Rio Pecos yang sebenarnya. Tempat itu letaknya kira-kira dua jam dari
tempat di mana kami bertemu paling akhir dengan orang Comanche. Dan hanya secara
kebetulan saja kami akan dapat bersua lagi dengan mereka.
Kira-kira pukul setengah dua sampailah kami ke Rio Pecos. Kami segera
mendapatkan tempat di mana kami dapat berenang ke seberang dengan mudah. Sesudah
itu kami meneruskan perjalanan kami dengan cepat.
"Rupa-rupanya Anda sedang beriang hati," kata Old Surehand.
"Ya," jawab saya. "Dan hati saya akan lebih senang lagi apabila Winnetou sudah
ada di tengah-tengah kita."
"Bilamana kita akan bertemu dengan dia?"
"Itu belum dapat saya katakan dengan pasti. Seperti yang telah saya katakan
kepada Anda, ia telah berjalan lebih dahulu ke Llano Estacado. Barangkali hari
ini juga kita akan bertemu dengan utusannya."
"Di mana" Adakah Anda telah menetapkan tempat pertemuan itu?"
"Tidak, akan tetapi saya tahu kira-kira di mana. Saya hanya mengucapkan dugaan
belaka. Nanti kita akan mendapat kepastian, apabila kita berhenti untuk
bermalam. Winnetou mengetahui bahwa saya langsung pergi dari Mistake Canyon ke
Llano Estacado. Jadi jikalau ia meninggalkan seorang utusan, maka utusan itu
akan menunggu saya pada suatu titik yang terletak pada garis perjalanan saya."
"Dan sekarang kita berjalan melalui garis itu?"
"Belum. Untuk membebaskan Anda saya terpaksa menyimpang dari jalan itu. Kini
kita sudah mendekati garis lurus itu; sejam lagi kita akan sampai ke sana.
Sayang kita tak dapat berjalan lebih cepat lagi, karena Parker dan Hawley selalu
ketinggalan di belakang. Nanti malam kita akan mencapai tempat yang oleh orang
Apache disebut Altschese Tschi. Itulah tempat yang paling serasi bagi seorang
utusan untuk menunggu kedatangan saya."
"Ada pohon di sana?"
"Mengapa Anda tanyakan?"
"Karena kata-kata itu dalam bahasa Apache artinya hutan kecil."
"O, Anda mengerti bahasa itu?"
"Sedikit." "Itu sangat menguntungkan. Saya kira Anda belum pernah mengunjungi daerah orang
Apache?" "Memang begitu. Daerah perburuan saya letaknya agak di sebelah Utara. Akan
tetapi saya sudah lama bergaul dengan orang-orang yang mengerti beberapa logat
bahasa Indian dan dari mereka saya mempelajari apa yang saya perlukan. Senang
benar hati saya mengetahui bahwa saya nanti dapat berbicara dengan Winnetou
dalam bahasa daerahnya. Tahukah ia nama saya?"
"Pasti. Mau juga saya mengatakan kepada Anda bahwa Anda sangat dihormatinya.
Sebenarnya sangat mengherankan bahwa kami belum pernah bertemu dengan Anda."
"O, itu dapat dipahami dan Anda niscaya tidak akan heran lagi apabila Anda kelak
mengetahui bagaimana dan dari apa saya hidup."
"Adakah itu rahasia?"
"Ya dan tidak, itu bergantung kepada pendapat orang. Saya tidak biasa dan tidak
suka mempercakapkannya."
Seketika itu ia berpaling sedikit dan mukanya seakan-akan diliputi oleh bayangan
yang suram. Adakah saya sudah menyinggung suatu rahasia" Rupa-rupanya saya telah
menyentuh sesuatu yang merupakan luka baginya. Kami berdua berdiam diri.
Barangkali orang ini mempunyai riwayat yang khusus. Sebenarnya tidak ada seorang
penjelajah hutan pun yang riwayatnya biasa saja.
Kini hari sudah pukul tiga siang; orang-orang Comanche mustahil dapat
mendapatkan jejak kami. Paling banyak mereka baru sampai ke Rio Pecos untuk
mencari tempat penjagaan kami, yang tidak akan didapatinya di sana karena tempat
penjagaan itu memang tidak pernah ada.
Akibat percakapan kami tadi, Old Surehand rupa-rupanya kini sedang termenung,
sebab ia sudah memacu kudanya serta berjalan di depan sekali. Sekonyong-konyong
ia berhenti, turun dari kudanya lalu menyelidiki tanah. Ia telah mendapati
jejak. Sayapun turun juga. Old Wabble mengikuti contoh saya, menyelidiki rumput
yang bekas diinjak orang, lalu berkata:
"Ini jejak kuda, Sir, jejak enam ekor kuda. Mereka berjalan berturut-turut,
namun begitu saya dapat melihat bahwa jumlah kuda itu ada enam ekor. Mereka
berjalan ke arah Timur dan jejak ini usianya kira-kira dua jam."
Old Surehand dan saya bertukar pandangan untuk menyatakan kekaguman kami
terhadap kecakapan bekas cowboy itu. Di padang terbuka ini bekas raja cowboy itu
menunjukkan keahliannya. Oleh karena kami tidak menjawab, maka ia bertanya:
"Anda tidak setuju?"
"Setuju sekali," jawab saya. "Anda pandai sekali membaca jejak."
"Sayang, lebih daripada itu tidak saya ketahui, Sir. Selebihnya harus saya
serahkan kepada Anda, karena saya tidak mengenal daerah ini dan orang-orang
kulit merah yang biasa berkeliaran di sini."
"Jejak itu hanya mungkin berasal dari orang Apache atau orang Comanche."
"Orang apakah mereka itu pada pendapat Anda?"
"Itu tidak dapat saya katakan dengan pasti, saya hanya dapat menduga. Orang-
orang Comanche telah meninggalkan kampung mereka dan dewasa ini mereka ada di
daerah ini. Orang-orang Apache mengetahui bahwa orang Comanche telah menggali
kapak peperangan; karena itu maka mereka akan bersikap hati-hati, jadi mungkin
sekali telah mengirimkan mata-mata lebih dahulu. Jejak itu arahnya ke Timur,
jadi ke Llano Estacado. Orang Indian manakah yang hendak pergi ke Llano?"
"Orang Comanche!"
"Tepat Saya yakin bahwa hanya ada seorang Apache saja yang mengetahui rencana
itu, yakni Winnetou, orang-orang Apache-Mescalero mendapat berita dari dia atau
dari seorang utusan. Jadi saya kira mereka belum ada di sini, jadi belum dapat
juga mengirimkan mata-mata ke Llano. Lagi pula perkampungan mereka letaknya
lebih ke selatan lagi. Sekiranya mereka mengirimkan utusan atau mata-mata
kemari, maka orang-orang Apache itu tentu sudah bergerak ke arah Utara."
"Jikalau begitu kita tak usah ragu-ragu lagi; jadi saya kira...."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ho!" demikian saya menyela. "Apa yang saya katakan tadi hanyalah dugaan belaka,
belum lagi merupakan keyakinan. Kita harus memperoleh kepastian. Soal ini adalah
sedemikian pentingnya sehingga kita tak boleh membuang-buang waktu. Dapatkah
Anda mengikuti jejak itu sambil berjalan cepat?"
"Mengapa masih Anda tanyakan" Bukankah Anda tidak mengira bahwa mata saya buta?"
"Naiklah dan berjalanlah kembali mengikuti jejak itu barang lima menit! Saya
ingin mengetahui arah jejak itu. Adakah jejak itu berjalan lurus atau membelok?"
"Baik, itu akan saya kerjakan."
Ia memalingkan kudanya lalu berjalan mengikuti jejak dari mana keenam orang
berkuda itu datang. Tubuhnya makin lama makin kecil; akhirnya ia tidak kami
lihat lagi. Sebentar kemudian ia timbul lagi sebagai sebuah titik yang bergerak,
yang makin lama makin menjadi besar, sampai ia berdiri di muka kami.
"Bagaimana?" tanya saya.
"Jejak itu lurus sekali jalannya."
"Apabila jejak itu diikuti lurus-lurus tahukah Anda sampai ke mana akhirnya
jejak itu?" "Ke Air Biru, saya rasa."
"Ya. Vupa Umugi, ketua suku orang Comanche, mengirimkan keenam orang ini sebagai
mata-mata. Mereka harus kita kejar selekas-lekasnya."
"Mengapa secepat itu" Kita hendak menyusul mereka?"
"Ya." "Saya kira itu salah, Sir!"
"Apa sebabnya?"
"Bukankah Anda tak hendak membunuh orang Indian?"
"Tentu saja tidak."
"Dan Anda hendak menyusul mereka" Itu tidak cocok. Anda tidak mengerti" Anda
tidak mau membunuh orang, akan tetapi Anda akan terpaksa membunuh enam orang
Indian ini sekiranya mereka kita susul. Bukankah mereka tidak boleh mengetahui
bahwa kita ada di sini" Sekiranya seorang dari mereka dapat meloloskan diri,
maka mereka akan pergi memberitahukan kepada ketuanya bahwa kita ada di sini.
Keuntungan kita pada dewasa ini ialah bahwa Vupa Umugi mempunyai keyakinan bahwa
kita berjalan ke arah Barat."
"Pendapat Anda itu sebagian benar. Mr. Cutter, akan tetapi sebagian tidak.
Adakah kita akan menampakkan diri kepada mata-mata itu, itu bergantung kepada
keadaan. Jalan mereka melalui Hutan Kecil, di mana seperti telah saya katakan
tadi, utusan Winnetou menunggu kita. Jikalau mereka melihat utusan Winnetou itu
atau melihat jejaknya, maka mereka tentu akan menyerang dia. Enam melawan satu
bukanlah perbandingan yang menguntungkan; dalam hal yang demikian orang Apache
itu akan ditawan atau dibunuh. Jikalau ia tertawan, maka kita harus membebaskan
dia. Jadi, Tuan-tuan, mari kita berangkat!"
Mata-mata orang Comanche itu sekurang-kurangnya dua jam perjalanan di depan
kami, akan tetapi mereka berjalan perlahan-lahan. Sayang, kemudian ternyata
bahwa Parker dan Hawley tidak dapat berjalan secepat kami. Karena itu saya
tetapkanlah bahwa Parker dan Hawley harus mengikuti jejak kami dari belakang.
Saya akan berjalan lebih dahulu dengan Old Surehand dan Old Wabble. Menilik
jejak mereka orang-orang Comanche itu kemudian berjalan lebih cepat, sehingga
lenyaplah harapan saya untuk dapat menyusul mereka sebelum Hutan Kecil.
Sesudah dua jam berjalan kami harus memberi kesempatan kepada kuda kami untuk
melepaskan lelah sedikit; karena itu kami berjalan lebih lambat sedikit.
Setengah jam kemudian kami melihat di kaki langit sebuah titik hitam. Saya
menunjuk ke titik itu sambil berkata:
"Itulah Hutan Kecil. Jikalau kita berjalan lurus-lurus, maka dalam seperempat
jam saja kita sudah sampai ke sana."
"Tidak boleh kita berbuat begitu," seru Old Wabble.
"Betul, sebab orang Comanche niscaya ada di hutan itu."
"Kita harus berjalan mengeliling. Bagaimana itu akan kita kerjakan?"
"Untung tempat ini saya kenal baik. Kita membelok ke Selatan! Kita harus
berjalan mengeliling."
Sambil kami berjalan, Old Wabble bertanya:
"Dapatkah kita mendekati hutan itu tanpa dapat dilihat oleh orang-orang
Comanche?" "Ya, dapat. Dari arah Timur ada mengalir sebuah batang air yang membentuk sebuah
kolam. Kolam ini garis tengahnya barangkali hanya lima puluh langkah panjangnya,
akan tetapi mengandung cukup air untuk memungkinkan adanya sebuah hutan yang
garis tengahnya sepuluh kali lebih besar. Hutan itu ialah Altschese Tschi, Hutan
Kecil. Hutan itu di tepi Selatan sangat lebat; di sana kita masuk. Orang-orang
Comanche itu niscaya tidak duduk di sebelah situ, jadi saya kira paling baik
kita menyusup dari sana. Jikalau kita tidak mau sampai malam, maka saya tidak
tahu cara yang lebih baik untuk masuk ke dalam hutan itu."
"Ya, itu harus kita coba, it's clear. Akan tetapi itu tidak hati-hati."
"Apakah yang Anda maksud dengan tidak hati-hati?" kata Old Surehand.
"Apabila tidak ada pilihan yang lain, maka kita harus memilih jalan yang paling
baik." Cepat-cepat kami memacu kuda kami ke arah hutan itu. Daerah itu tanahnya sangat
lembek dan ditumbuhi rumput sehingga bunyi depak kuda kami hampir tiada
kedengaran. Old Surehand berbisik ke arah saya:
"Peganglah kuda saya. Sebentar lagi saya kembali."
"Hendak apa Anda?"
"Menyelidik. Jangan khawatir. Saya tahu bagaimana saya harus mengerjakannya."
Jikalau saya hendak ikut, niscaya ia akan merasa tersinggung; karena itu saya
biarkan dia pergi seorang diri.
Lama sekali ia pergi; ketika ia kembali ia memberitakan:
"Kita mujur sekali tidak dilihat oleh mereka. Orang-orang Comanche itu ada di
dalam hutan." "Anda melihat mereka?" tanya saya dengan perlahan-lahan.
"Tidak, tetapi saya melihat jejak mereka dan jejak itu menuju ke hutan.
Selanjutnya saya telah menyatakan sendiri bahwa jejak mereka tidak ke luar lagi.
Jadi mereka masih ada di dalam. Itu saja yang hendak saya ketahui. Mereka harus
kita dekati secara menyuruk dan merangkak."
"Ya," kata Old Wabble sambil mengangguk. "Itu harus dikerjakan oleh dua orang;
yang ketiga harus menjaga kuda. Siapakah yang akan menjaga kuda, Mr.
Shatterhand?" "Anda sendiri," jawab Old Surehand, walaupun pertanyaan cowboy tua itu diarahkan
kepada saya. "Saya tidak mau duduk menganggur di sini! Saya ikut merangkak ke hutan, sebab
saya hendak membuktikan bahwa saya tidak takut."
"Kami sudah tahu bahwa Anda tidak takut; jadi Anda tak usah membuktikannya. Saya
tidak perlu mengatakan bahwa kini saya telah mengenal Anda benar-benar dan
sangat menghormati dan mengagumi Anda dan karena itu saya percaya bahwa Anda
tidak akan marah sekiranya saya mengingatkan kepada Anda bahwa merangkak di
dalam semak belukar bukanlah bakat Anda yang paling kuat. Anda adalah orang
prairi. Karena itu saya rasa lebih baik Anda tinggal di sini menjaga kuda!"
"Ya, kalau itu Anda kehendaki," jawab orang tua itu; akan tetapi saya melihat
bahwa jawab saya tidak disambutnya dengan senang hati,
"Ini bukan waktu dan tempat untuk bertengkar. Baiklah saya bersikap bijaksana.
Pergilah menyelidiki, akan tetapi jikalau Anda nanti kembali sebagai mayat,
jangan Anda menyalahkan saya."
Ia memegang kuda kami pada tali kekangnya. Bedil kami kami tinggalkan, sebab
hanya mengganggu saja apabila kami harus merangkak, Old Surehand memandang saya
dengan pandangan yang mengandung pertanyaan; saya berkata:
"Saya rasa berbahaya sekali apabila kita berpisah di sini; hari masih terang
sekali dan kita dapat dilihat orang dengan mudah. Dalam hal yang demikian kita
harus menolong pihak yang terancam bahaya."
"Itu tepat, Sir! Ke mana kita pergi" Saya kira saya mengetahui tempat yang dapat
kita tembus! dengan mudah."
Kami menyuruk berturut-turut ke dalam semak belukar. Dalam waktu setengah jam
kami telah menempuh sepertiga jalan. Semak belukar kini tidak seberapa lebat
lagi. Kami harus menuju ke tengah-tengah hutan di mana ada kolam kecil; kami
yakin bahwa orang-orang Comanche ada di sana. Seperempat jam kemudian kami
mendengar kuda mendengus di depan kami. Old Surehand menyentuh lengan saya.
Adakah kuda itu mendengus dengan kebetulan saja atau ia memberi isyarat secara
pelajaran orang Indian bahwa ada bahaya mengancam" Dalam hal yang kemudian kami
harus lebih hati-hati lagi.
Tingkah laku Old Surehand saya kagumi benar. Ia merangkak di belakang saya, akan
tetapi kini ia sudah ada di sisi saya merangkak sedemikian hati-hatinya dan
sedemikian cekatannya sebagai tak pernah saya lihat pada orang kulit putih.
Dengan demikian perlahan-lahan sekali kami maju, akan tetapi pasti kami akan
mencapai tujuan kami dengan selamat. Akhirnya kami mendengar suara orang. Apa
yang dibicarakannya belum dapat kami pahami, karena suara itu masih terlampau
jauh. Makin lama kami mendekat, makin jelas suara mereka; akhirnya kami melihat
orang yang bercakap-cakap itu. Rupa-rupanya bukan percakapan biasa, melainkan
lebih menyerupai peradilan prairi.
Kami bersembunyi di belakang semak-semak yang tidak seberapa lebat, sehingga
kami dapat melihat dengan jelas di depan kami ada kolam kecil; di sebelah kanan
kolam itu ada enam ekor kuda terikat, sedangkan di sebelah kiri ada seekor kuda
berdiri sendiri. Di tanah terbaring tiga orang Comanche yang sudah mati; tiga
orang lain berdiri di dekatnya. Mereka berhadapan dengan seorang Apache yang
terikat pada pohon. Oleh karena tawanan itu berdiri dengan punggungnya ke arah kami, maka kami tidak
dapat melihat mukanya. Rupa-rupanya ia luka, sebab pada kakinya kami melihat
darah, walaupun luka itu tidak melemahkan badannya. Setelah kami menghampiri dia
sampai dekat sekali, maka kami dapat mendengar dengan terang apa yang dikatakan
oleh tawanan itu. "Anjing-anjing orang Comanche akan membunuh saya, akan tetapi mereka tidak akan
mencapai maksud mereka. Pesch Endatsch mentertawakan mereka. Mereka berenam,
tetapi saya telah membunuh tiga orang daripada mereka sebelum mereka dapat
menangkap saya. Saya akan mati, akan tetapi jiwa ketiga orang anjing Comanche
itu akan melayani saya di padang perburuan abadi."
Pesch Endatsch, itu Pisau Panjang! Ia saya kenal baik. Ia adalah seorang
prajurit Apache yang paling berani dan paling cerdik. Ia sangat dihormati oleh
seluruh suku Apache Mescalero dan sering sekali ia dipilih sebagai pemimpin
muda. Apabila ada sesuatu tugas yang sangat berbahaya, maka ia selalu dipilih
untuk menjalankan tugas itu.
Jadi dialah yang menunggu saya di hutan kecil ini. Saya tidak salah sangka
ketika saya menduga bahwa Winnetou sudah bertemu dengan sesama sukunya dan
meninggalkan seorang utusan, lalu berjalan terus ke Llano Estacado.
Seorang dari orang-orang Comanche itu membuat gerak yang menyatakan ejekan, lalu
menjawab: "Pisau Panjang busuk baunya. Jiwanya akan dilemparkan dan di padang perburuan
abadi ia tidak akan memperoleh pelayan, sebab scalpnya akan kami ambil sebelum
ia kami siksa sampai mati. Ia telah dapat membunuh tiga orang dari kami, karena
ia bersikap pengecut dan menyembunyikan diri. Sekiranya ia menampakkan diri
dengan terang-terangan, maka darahnyalah yang akan mengalir bukan darah kami."
"Ya, anjing-anjing Comanche itu berani berjuang dengan saya karena mereka
mempunyai duabelas tangan yang berhadapan dengan saya seorang diri. Sekiranya
mereka tidak sebanyak itu jumlahnya, maka mereka pasti akan lari seperti coyote,
yang hanya pandai meraung-raung akan tetapi tidak berani menggigit. Apabila Anda
mengirimkan saya ke padang perburuan abadi, maka di sana saya hanya menjumpai
jiwa orang Apache belaka. Di sana tidak ada orang Comanche, oleh karena hanya
jiwa orang yang gagah berani saja dapat memasuki padang perburuan abadi, bukan
jiwa pengecut." Dalam pada itu ia meludah tiga kali ke arah musuhnya. Orang Comanche itu berkata
lagi. "Pengecut itu ialah Anda, bukan kami. Anda besar mulut untuk menutupi ketakutan
Anda. Anda tahu bahwa kulit dan daging Anda akan kami potong-potong. Akan tetapi
kami bersedia memberi Anda ampun dan membunuh Anda secepat-cepatnya tanpa
menyakiti Anda, apabila Anda mau berkata benar dan menjawab segala pertanyaan
kami." Pisau Panjang mengangkat kepalanya dengan congkak, akan tetapi berbuat pura-pura
mau menerima usul orang Comanche itu:
"Orang Comanche boleh berbicara."
"Adakah prajurit-prajurit Anda hendak memerangi orang Comanche?"
"Tidak." "Saya tidak percaya."
"Anda harus percaya. Adakah Anda mengira bahwa beruang mau berkelahi dengan
tikus yang lemah?" "Uf! Jikalau Anda terus-menerus menghina kami, maka Anda tak usah mengharapkan
ampun daripada kami. Di mana orang-orang Apache Mescalero?"
"Di kampungnya."
"Di mana Winnetou, ketua suku Anda?"
"Jauh di sebelah Utara, di tengah-tengah orang Indian yang menyebut dirinya
Shoshone." Itu dikatakannya untuk membuat orang-orang Comanche itu mengira bahwa mereka tak
usah takut akan berhadapan dengan Winnetou.
"Itu bohong. Kami ada melihat Old Shatterhand dan di mana ada Old Shatterhand,
di sana ada pula Winnetou."
"Orang Comanche berbohong; ia hendak menipu saya. Old Shatterhand tidak ada di
lembah ini dan tidak ada pula di pegunungan-pegunungan kita. Ia telah pulang
kembali ke negeri asalnya dan baru akan balik ke mari dua atau tiga tahun lagi."
"Saya tidak berbohong!" seru orang Comanche itu dengan marah. "Kami telah
melihat dia." "Di mana?" "Di perkemahan kami. Ia telah kami tangkap dan ia akan menemui ajalnya pada
tiang siksaan." "Old Shatterhand?" kata orang Apache itu dengan tertawa mengejek. "Semua
prajurit orang Comanche bersama tidak akan dapat mengikat pemburu orang kulit
putih ini pada tiang siksaan. Sekalipun mereka dapat menangkap dia, ia akan
dapat melepaskan diri, akan tetapi dia tidak tertawan sebab ia ada di negeri di
mana ia dilahirkan."
Rupa-rupanya ia bermaksud menggosok-gosok Comanche itu supaya marah dan dengan
demikian mau memberi keterangan yang lebih banyak. Maksudnya itu tercapai sebab
orang Comanche itu berseru dengan marah:
"Ia sudah ada di tangan kami. Saya berkata benar, tetapi Anda berbohong.
Bagaimana Anda dapat mengatakan bahwa prajurit-prajurit Anda masih ada di
rumahnya. Mereka sudah ada di jalan, kalau tidak begitu masakan akan mengirimkan
mata-mata." "Mengirimkan mata-mata. Bilamana?"
"Sekarang. Anda adalah mata-mata!"
"Saya" Siapa yang membohongi Anda bahwa Pisau Panjang adalah mata-mata. Adakah
saya men-cat muka saya dengan warna peperangan?"
"Anda tidak berbuat begitu, karena Anda hendak menipu kami!"
"Di mana tempat tinggal orang Comanche" Bukankah di daerah Utara" Di mana tempat
tinggal orang Apache Mescalero" Di daerah Selatan. Dan di mana saya ini" Jauh di
sebelah Timur. Adakah saya akan berjalan sejauh ini ke sebelah Timur, sekiranya
saya mata-mata?" "Tentu Anda telah mendengar ke mana kami hendak pergi."
"Uf! Uf! Tidakkah Anda melihat bahwa Anda telah membuka rahasia Anda" Jadi
anjing-anjing orang Comanche itu telah meninggalkan liangnya, tidak untuk
memerangi orang Apache melainkan untuk pergi ke Timur. Sekarang saya tahu apa
yang hendak Anda perbuat!"
Orang Comanche itu mengerti bahwa ia telah tertipu.
Karena itu ia berseru dengan marah:
"Diam, anjing! Saya tahu bahwa saya dapat mengatakan apa yang telah saya
katakan, sebab saya tahu bahwa Anda tidak akan dapat menyampaikannya kepada
teman-teman Anda. Anda akan kami bawa dan Anda akan mati bersama-sama dengan Old
Shatterhand pada tiang siksaan."
"Kalau begitu maka umur saya masih panjang sekali, sebab bahwa orang kulit putih
yang masyhur itu sudah Anda tangkap, adalah dusta."
"Itu bukan dusta, melainkan kebenaran. Ia sudah ada di tangan kami. Bahkan bukan
dia saja, melainkan masih beberapa orang kulit putih lagi yang harus mati juga."
"Sebutkanlah namanya!"
"Old Wabble. Pembunuh Indian yang sangat kami benci itu."
"Uf!" "Old Surehand, orang kulit putih yang berbadan raksasa."
"Uf! Siapa lagi?"
"Siapa lagi" Belum cukupkah itu?"
"Ya, itu sudah cukup. Jikalau Anda benar-benar telah menangkap ketiga orang
pemburu yang masyhur itu dan Anda membawa saya ke perkemahan Anda, maka saya
tidak akan mati, sebab kami akan meloloskan diri. Old Shatterhand dapat mencekik
seorang Comanche dengan sekali memegang saja."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan Anda menyebut-nyebut lagi nama anjing itu!" demikian orang Comanche lain
menyela. "Ia belum pernah mengalahkan seorang Comanche."
"Karena belum ada seorang Comanchepun berani bermusuhan dengan dia. Dan Old
Wabble, yang dapat menjelajah savanna sebagai angin taufan itu, akan...."
"Akan mati!" seru orang Comanche itu. "Barangkali ia tidak akan mati juga, sebab
orang kulit putih yang tua itu adalah seorang pengecut yang tidak patut kami
bunuh, melainkan akan kami usir dengan cambuk kami. Coyote itu...."
Ia tidak mengakhiri kalimatnya, sebab pada saat itu ia disela orang. Bukan oleh
seorang Apache, melainkan gangguan itu datangnya dari pihak lain. Kami mendengar
orang berkata: "Apa" Saya seorang pengecut, seorang coyote, hai, anjing merah! Saya akan
memperlihatkan kepadamu adakah saya pengecut atau bukan. Barangsiapa
menggerakkan tangannya, akan saya tembak kepalanya. Hands up!"
Yang berbicara itu ialah Old Wabble. Ia tidak masuk ke dalam hutan melalui
semak-semak yang lebat tadi, melainkan ia mempergunakan jalan yang ditempuh oleh
orang Comanche itu. Ia membidikkan bedilnya, lalu tampil dengan perlahan-lahan.
"Hands up!" demikian ia mengulang perkataannya, karena orang-orang kulit merah
itu tidak segera mematuhi perintahnya.
Perintah itu ialah suatu kebiasaan di daerah Barat.
Barangsiapa mengangkat tangannya, tidak dapat mencabut senjatanya untuk
mempertahankan diri. Barangsiapa tidak mematuhi perintah itu, maka nyawanya
sudah tidak ada harganya lagi. Orang-orang Indian mengetahuinya juga. Karena itu
maka orang-orang Comanche itu mengangkat tangannya.
"Nah, sekarang Anda sekalian telah ada dalam kekuasaan saya!" katanya dengan
tertawa. "Barangsiapa menurunkan tangannya, akan mendapat peluru. Saya tidak
suka berolok-olok. Jadi saya seorang pengecut, he" Dan Anda telah menawan saya!
Telah menawan juga Old Shatterhand dan Old Surehand! Betulkah itu, bedebah?"
Orang kulit merah itu tidak menjawab.
"Aha, kini suaranya sudah hilang. Akan tetapi tunggu dulu! Anda akan melihat
beberapa orang yang sangat masyhur. Anda akan bergirang sekali apabila Anda
melihat mereka. Di manakah mereka itu?"
Yang dimaksud itu tentu saja kami, Old Surehand dan saya. Tentu saja orang-orang
kulit merah itu tetap mengangkat tangannya, sebab ia bersenjatakan empat buah
bedil. Ia memegang bedilnya di tangannya sambil menyandang bedil Old Surehand
dan kedua bedil saya. Saya merasa tidak senang bahwa ia tampil di sini dengan
sekonyong-konyong. Tugasnya ialah menjaga kuda. Saya telah memutuskan akan
memarahi dia nanti, walaupun saya harus mengakui bahwa tindakannya itu tidak
membawa hasil yang buruk. Saya memberi isyarat kepada Old Surehand dan kamipun
masuk ke tempat orang-orang Comanche itu. Demi Old Wabble melihat kami, maka ia
berkata kepada orang Comanche itu:
"Itulah mereka yang hendak saya perlihatkan kepada Anda. Kenalkah Anda akan
mereka?" "Old Shatterhand!" seru orang Comanche itu.
"Ya," kata saya kepada orang Comanche. "Kamilah yang datang. Anda tadi
mengatakan bahwa kami telah Anda tawan, tetapi nyatanya sebaliknya. Mr. Cutter,
rampaslah senjata mereka!"
Saya mencabut pistol saya lalu saya bidikkan kepada orang-orang Comanche.
"Lepaskan orang Apache itu, Mr. Cutter!" Ia menuruti perintah saya. Baru saja
Pisau Panjang bebas, maka ia membungkuk, memungut tomahawk lalu menikam.
Dengan dua tikaman yang cepat ia memecahkan kepala dua orang Comanche. Saya
pegang tangannya seraya berseru: "Mengapa saudara saya orang kulit merah berbuat
begitu! Saya hendak berbicara dengan orang-orang Comanche ini!"
Ia tidak mau mendengarkan saya, melainkan meloloskan diri dan sebelum saya dapat
menghalang-halanginya, ia sudah menikam orang Comanche yang ketiga itu. Kemudian
ia berpaling kepada saya:
"Saudara saya orang kulit putih yang masyhur hendaknya memaafkan perbuatan saya.
Saya tahu bahwa ia tidak suka menumpahkan darah; karena itu sayalah yang
menumpahkannya." Ia menunjuk kepada dadanya yang luka serta bertanya: "Tiadakah darah saya
mengalir juga" Jikalau kapak peperangan telah digali, maka berlaku semboyan:
jiwa ditebus dengan jiwa, darah ditebus dengan darah."
"Bunuhlah mereka yang Anda kalahkan sendiri, akan tetapi orang-orang Comanche
ini bukan milik Anda, melainkan milik kami. Sejak bilamana prajurit-prajurit
Apache yang gagah berani telah kehilangan harga diri, sehingga mereka membunuh
musuh yang dikalahkan oleh orang lain" Adakah Anda hendak menghiasi diri Anda
dengan perbuatan-perbuatan jantan yang tidak Anda lakukan?"
"Ya, perbuatan saya salah," katanya dengan terus terang. "Maukah Old Shatterhand
mengampuni perbuatan saya?"
"Itu sudah terlanjur dan tidak dapat kita ubah lagi. Anda saya ampuni,
sungguhpun Anda telah merugikan kami."
"Rugi" Apa sebabnya ketua suku kami orang kulit putih itu menyebut kata rugi?"
"Saya hendak berbicara dengan orang-orang ini. Tentu saya akan dapat mendengar
dari mereka apa yang hendak saya ketahui."
"Mereka tidak akan mau mengatakan apa-apa."
"Mereka pasti akan mau berkata. Adakah saudara saya orang kulit merah mengira
bahwa saya orang bodoh, yang akan mengatakan kepada mereka apa yang hendak saya
ketahui" Tidakkah ia mengetahui bahwa perkataan dan pertanyaan orang yang cerdik
adalah seperti jerat yang dapat mengikat orang yang secerdik-cerdiknya?"
"Saya tahu, akan tetapi Old Shatterhand tidak perlu menanyai anjing-anjing ini
lagi. Saya sudah serba mengetahuinya, sebab saya telah mendengarnya dari
mereka." "Anda telah berbicara dengan mereka?"
"Saya telah mendengar apa yang dipercakapkannya."
"Baiklah, marilah kita periksa betul-betulkah Anda telah memperoleh keterangan
yang memuaskan. Perlihatkan dahulu luka Anda. Dalamkah luka itu?"
"Saya tidak tahu, akan tetapi saya kira luka itu tidak membahayakan."
Benar dugaannya. Bahkan luka itu tidak seberapa berarti. Pisau telah menusuk
daging dadanya, akan tetapi hanya menyentuh tulang rusuk. Untuk seorang Indian
luka serupa itu bukan luka yang berat, walaupun ia tentu akan mendapat demam
luka. Luka itu saya bebat. Dalam pada itu datanglah Parker dan Hawley dan tidak
sedikit mereka tercengang-cengang melihat keadaan di tempat itu. Old Wabble
bercakap-cakap dengan mereka dengan lagak seakan-akan dia yang membunuh keenam
orang Indian itu. Ia segera saya tegur. Mendengar teguran itu Parker sangat
bergirang hati. PERCAKAPAN DI HUTAN KECIL
Urusan saya yang pertama ialah membawa kuda kami ke tempat yang aman serta
membagi tugas penjagaan. Hawley saya suruh mengelilingi hutan untuk mengetahui
adakah barangkali sesuatu yang dapat menimbulkan curiga. Mayat orang-orang
Comanche itu kami sisihkan. Kemudian kami merundingkan keadaan kami. Hari sudah
mulai gelap, akan tetapi kami tidak berani memasang api, bukan saja karena api
itu dapat dilihat orang, akan tetapi lebih-lebih karena saya tidak menghendaki
bahwa musuh kami kelak akan dapat mengetahui di mana kami berhenti.
Kini Pesch Endatsch, Pisau Panjang, kami beri kesempatan untuk menceriterakan
kisahnya. Demi saya bertanya adakah ia bertemu dengan Winnetou, maka ia
menjawab: "Ya, prajurit-prajurit orang Apache telah mendengar bahwa orang
Comanche telah menggali kapak peperangan dan kamipun telah mengirimkan mata-mata
untuk menyelidiki siapa yang akan mereka serang. Saya adalah seorang dari mata-
mata itu. Saya ada membawa teman. Kami berjalan menyusur sungai Rio Pecos di
mana kami duga akan mendapati orang-orang Comanche itu. Mereka kami dapati di
Saskuan Kui, Air Biru yang oleh orang Apache disebut Doklis To. Kami tidak dapat
menyelidik, apalagi mendengarkan percakapan mereka, karena mereka sedang berburu
untuk mencari daging."
"Akan tetapi pada malam hari biasanya orang tidak berburu?"
"Itu benar, kamipun tahu. Kuda kami kami tinggalkan lalu kami pergi menyuruk-
nyuruk ke arah Air Biru. Kami sampai ke sana ketika hari sudah gelap."
"Adakah Anda mendengar sesuatu?"
"Tidak. Kami sudah berusaha sekuat-kuatnya, akan tetapi kami sedang sial. Saya
berharap mudah-mudahan saudara saya orang kulit putih mau mempercayainya dan
tidak akan mengecam saya. Nasib sial itu dapat dialami oleh seorang utusan yang
paling berani dan paling hati-hati."
"Ya, saya tahu. Saya kenal Anda dan sedikitpun tidak ada terlintas dalam pikiran
saya untuk memandang Anda dengan pandang yang rendah. Di mana Anda bertemu
dengan Winnetou?" "Keesokan harinya malam hari kami pergi ke Air Biru lagi. Di sana kami berjumpa
dengan Winnetou yang datang lebih dahulu daripada kami. Ia memerintahkan kami
mengikuti dia." "Kalau begitu tentu ia telah ada mendengar barang sesuatu yang penting!"
"Ya. Ia telah mendengar sesuatu yang akan membuat saudara saya Old Shatterhand
tercengang-cengang. Di padang pasir yang oleh orang kulit putih disebut Llano
Estacado ada sebuah Clepaya Siyardestar (pulau hijau) di mana ada didapati air
bening, pohon-pohonan, semak-semak dan tanaman lain. Di sana ada juga sebuah
rumah yang didiami oleh tiga orang: seorang Deklil Inda (orang negro laki-laki),
seorang Deklil Isonna (seorang negro wanita) dan seorang pemburu kulit putih
yang menguasai seluruh daerah itu. Namanya ialah Dil Mejek (Bloody Fox).
Winnetou telah berjumpa dengan dia dan telah mengisap calumet persahabatan
dengan dia." "Ia saya kenal juga."
"Uf!" kata orang kulit merah itu dengan keheran-heranan. "Old Shatterhand sudah
pernah bertemu juga dengan dia" Jadi Old Shatterhand tahu juga air dan rumah di
dalam waha itu?" "Ya." "Kalau begitu saudara saya orang kulit putih tentu tahu jalan ke sana?"
"Tentu saja. Sudah beberapa kali saya ke sana. Winnetou tidak ada
mengatakannya?" "Tidak. Winnetou, ketua suku Apache, tidak Biasa banyak bercakap. Tetapi kini
saya mengerti, mengapa saya harus menunggu Anda dan harus menyampaikan pesan
ketua suku saya!" Tak habis-habis herannya. Dari kisahnya saya mengerti bahwa Winnetou tidak
pernah membuka rahasia Bloody Fox dan tidak pernah menyebut-nyebut adanya waha
itu. Orang Apache itu melanjutkan kisahnya:
"Orang-orang Comanche hendak pergi ke Bloody Fox. Mereka akan dipimpin oleh
seorang ketua suku yang muda, yang bernama Schiba Bigk (Jantung Besi)."
"Adakah Anda mendengar apa sebabnya orang-orang Comanche itu hendak pergi ke
sana?" "Winnetou telah mendengarnya. Ada dua orang Comanche berburu di sierra Madre,
Winnetou bertemu dengan mereka dan ia menyebut dirinya seorang Kiowa. Kedua
orang Comanche itu percaya."
"Kalau begitu mereka itu buta."
"Winnetou telah meninggalkan Sierra Madre untuk memberi peringatan kepada Bloody
Fox bahwa ia ada dalam bahaya. Di tengah jalan ia bertemu dengan tiga orang
Comanche, lalu mereka itu diikutinya sampai ke Air Biru. Di sana ia menjumpai
kami. Winnetou memberi kami perintah. Prajurit yang menemani saya disuruhnya
lekas-lekas pulang untuk membawa tigaratus orang Apache yang bersenjata lengkap
dan membawa bekal yang cukup ke Nargoletch Tsil. Di sana mereka harus menunggu
kedatangan Old Shatterhand. Saya dibawanya serta ke Hutan Kecil ini dan di sini
saya disuruhnya menantikan kedatangan Old Shatterhand untuk memberitahukan bahwa
ia harus pergi ke Nargoletch Tsil. Di sana ia harus memimpin prajurit-prajurit
kami dan membawanya ke Llano Estacado."
"Jadi ke Nargoletch Tsil, ke Gunung Hujan! Kalau kita berjalan agak cepat, maka
dalam setengah hari kita sudah sampai ke sana. Tempat itu merupakan pilihan yang
baik sekali, sebab di sana kita dapat menyembunyikan tigaratus orang. Siapakah
pemimpin orang-orang Comanche itu?"
"Schiba Bigk!" "Saya kira bukan dia, sebab ia masih terlalu muda. Pasukan di Air Biru dipimpin
oleh Vupa Umugi. Ia tidak akan mematuhi prajurit yang lebih muda. Lagi pula
masih ada Nale Masiuv yang tentu tidak mau mematuhi Jantung Besi."
"Uf! Nale Masiuv, yang hanya mempunyai empat jari pada setiap tangan itu" Ia
akan datang juga?" "Ya, dengan seratus orang prajurit."
"Bagaimana Old Shatterhand dapat mengetahuinya?"
"Saya mendengarnya di Air Biru."
"Uf! Uf! Old Shatterhand telah mengunjungi Air Biru juga dan ia telah dapat
mendekati anjing-anjing orang Comanche" Apa yang tidak dapat dikerjakan oleh
prajurit lain, dapat dilakukan oleh Winnetou dan Old Shatterhand. Bolehkah saya
sekarang menceriterakan tentang keenam orang Comanche yang sudah mati ini?"
"Silahkan. Siapa yang melihat lebih dahulu, Anda atau mereka?"
"Saya lebih dahulu melihat mereka daripada mereka melihat saya. Sedang saya
menunggu kedatangan Old Shatterhand di sini saya memperhatikan kemungkinan bahwa
tempat ini akan didatangi orang Comanche. Jadi saya bersikap hati-hati, dan
menyembunyikan kuda saya di dalam tempat yang gelap. Dalam pada itu saya menjaga
agar jangan membuat jejak. Akan tetapi saya harus datang ke mari. Saya harus
memikirkan kuda saya dan dengan demikian mereka dapat melihat saya. Saya membawa
kuda saya ke air untuk memberi binatang itu minum dan sedang kuda saya minum
saya menjenguk ke luar hutan kecil ini untuk melihat adakah tempat saya ini
aman. Pada ketika itu saya melihat keenam orang anjing Comanche itu datang.
Karena saya tergesa-gesa menyembunyikan kuda saya maka saya tidak sempat lagi
menghapus jejak saya. Jejak itu didapati oleh orang-orang Comanche, lalu
diikutinya ke semak-semak ini. Saya tidak dapat lari lagi, karena mereka telah
dekat benar. Orang Comanche yang di muka sekali saya tembak dan saya masih
berhasil menembak dua orang yang lain akan tetapi ketiga orang Comanche yang
masih tinggal segera menangkap saya. Saya kena luka dan diikat pada pohon. Apa
yang terjadi selanjutnya, telah diketahui oleh Old Shatterhand. Kini mereka
telah mati dan mereka tidak dapat ditanyai lagi, akan tetapi saya ada mendengar
sesuatu yang harus saya sampaikan kepada Old Shatterhand."
"Apakah itu?" "Mereka hendak pergi ke Waha di padang pasir untuk menangkap Bloody Fox dan
perempuan negro tua itu. Mereka akan diangkut ke perkampungan orang Comanche."
"Ke kampung yang mana?"
"Saya ada mendengar namanya."
"Itu penting sekali. Di mana letaknya?"
"Letaknya saya tidak tahu, tetapi mereka menyebut nama Kaam Kulano."
"Saudara saya salah sangka. Tempat itu dikenalnya. Orang Apache menyebutnya
Lembah Kelinci, dalam bahasa Apache Katscho Nastla."
"Ya, lembah itu saya tahu letaknya. Hanya satu hari perjalanan dari sini. Orang
negro yang laki-laki sudah ada di sana."
"Orang negro yang mana?"
"Anak perempuan negro tua itu yang disebut Bob."
"Bagaimana Bob jatuh ke tangan mereka" Adakah itu dibicarakannya juga?"
"Bob pergi berburu dengan Bloody Fox. Fox membunuh beberapa orang Comanche, akan
tetapi orang negro itu jatuh ke tangan mereka, lalu dibawa ke Lembah Kelinci. Di
sana ia ditawan, menunggu Bloody Fox dan perempuan negro itu dapat ditangkap
pula oleh orang Comanche, sebab maksud orang-orang itu ialah hendak membunuh
ketiga-tiganya bersama-sama pada tiang siksaan."
Berita itu sangat mengejutkan saya. Saya harus pergi ke orang Apache, akan
tetapi sebelumnya saya hendak membebaskan Bob. Old Wabble menyanggah, sebab ia
berpendapat bahwa kami tidak selayaknya mengambil risiko untuk jiwa seorang
negro, akan tetapi akhirnya ia menuruti kehendak saya. Sayang kuda Parker dan
Hawley tidak seberapa kuat, jadi kami tidak semuanya dapat pergi ke perkampungan
Indian itu. Dua orang harus tinggal dan sesungguhnya saya berharap mudah-mudahan
Old Wabble tidak mau ikut. Di Hutan Kecil ini ia sudah membuktikan bahwa ia
tidak mengenal disiplin. Hanya secara kebetulan saja usahanya berhasil. Tetapi
ia telah meninggalkan kuda kami tanpa penjagaan. Setelah perbuatannya itu saya
kecam maka ia menjawab: "Oleh karena saya tidak tinggal pada kuda itu maka Anda mengatakan bahwa Anda
tidak dapat mengandalkan saya. Sir, saya berjanji bahwa perbuatan seperti itu
tidak akan berulang lagi. Marilah kita berjabat tangan dan bawalah saya serta!"
Ya, dapatkah saya menolak pemburu prairi yang sudah sembilanpuluh tahun usianya
itu sebagai seorang greenhorn"
Saya tidak dapat berbuat begitu. Karena itu saya berkata kepadanya:
"Baiklah, Anda boleh ikut. Akan tetapi saya berharap dengan sangat, jangan
hendaknya Anda melupakan disiplin lagi."
"Anda tak akan kecewa lagi. Bagaimana dengan teman-teman kita yang lain ini?"
"Mereka akan mengikuti Pisau Panjang ke Gunung Hujan."
"Bilamana kita akan berangkat?" tanya orang Indian itu.
"Besok pagi-pagi. Pada saat itu kamipun akan berangkat juga."
"Bagaimana mayat orang-orang Comanche itu" Akan kita biarkan begitu saja?"
"Tidak. Mayat mereka tidak boleh didapati oleh orang Comanche. Tetapi mereka pun
tidak dapat kita kubur di sini. Jangan-jangan orang Comanche akan mendapatkan
kuburan mereka."

Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bolehkah saya memajukan usul" Mayat mereka itu kami ikatkan pada kuda mereka
dan kami bawa ke Nargoletch Tsil, di mana mereka akan kami kubur."
"Ya, itu lebih baik. Bawalah mereka itu."
"Siapa yang akan memperoleh kuda dan senjata mereka?"
"Itu milik Anda. Kami tidak mengingini apa-apa, kecuali apabila Mr. Parker dan Mr. Hawley hendak menukarkan kudanya. Dalam hal yang sedemikian mereka
boleh memilih kuda yang disukainya."
"Itu baik sekali. Akan tetapi scalp mereka akan saya bawa, sebab sekiranya Anda
tidak datang menolong, niscaya scalp saya akan dibawanya juga. Howgh!"
Kami makan, lalu pergi tidur. Parker, Hawley dan orang Indian itu menjaga
seluruh malam, karena mereka tahu bahwa keesokan harinya kami akan membuat
perjalanan yang berat. BAGAIMANA KAMI MEMBEBASKAN BOB
Keesokan harinya, kira-kira dua jam sebelum senja, sampailah kami ke dekat Kaam
Kulano, Lembah Kelinci. Daerah itu betul tidak merupakan padang pasir, akan
tetapi tidak seberapa ada tumbuh-tumbuhan yang dapat kami pergunakan sebagai
tempat persembunyian. Karena kami harus memperhitungkan kemungkinan akan bersua
dengan orang Indian, maka kami harus mencari tempat untuk bersembunyi. Untung
sekali di tepi sebuah batang air, yang letaknya kira-kira seperempat jam dari
jalan masuk ke lembah itu, ada semak-semak. Kami turun serta memberi kesempatan
kepada kuda kami yang sudah lelah itu untuk minum dan makan rumput. Kami sendiri
ada membawa bekal berupa dendeng daging yang cukup banyaknya untuk beberapa
hari. Mendekati perkemahan orang Indian itu pada hari bolong adalah berbahaya
sekali, akan tetapi kami tidak mempunyai pilihan lain. Kami harus mengetahui
keadaan di lembah itu sebelum hari malam.
Oleh karena baru satu kali saya mengunjungi tempat ini, maka Old Surehand dan
Old Wabble saya minta dengan sangat jangan meninggalkan tempat persembunyian ini
serta menunggu kedatangan saya kembali dengan sabar. Kemudian saya pergi
menyelidik. Saya mencoba mengingat kembali keadaan tempat ini dari kunjungan saya dahulu. Di
tempat di mana batang air meninggalkan lembah, lereng lembah itu menanjak di
kiri dan kanan saya. Lereng itu ditumbuhi oleh semak belukar. Keadaan itu
menguntungkan saya, karena di sana saya dapat bersembunyi apabila perlu. Saya
tidak boleh meninggalkan jejak. Lagi pula seluruh lembah itu tidak ada ditumbuhi
pohon-pohonan atau semak belukar, sehingga setiap benda yang agak besar tampak
dengan jelas dari jauh. Dengan hati-hati sekali saya berjalan terus, sambil menoleh ke segala pihak.
Mujur sekali saya tidak melihat orang. Orang kulit merah mempunyai kebiasaan
yang dipegangnya sangat teguh; apabila perkemahan ditinggalkan oleh para
prajurit maka sekalian penghuni yang ditinggalkan harus berkumpul sebelum hari
malam atau sebelum mereka pergi tidur. Karena tempat itu kosong sama sekali,
rupa-rupanya waktu berkumpul sudah lewat.
Dekat jalan masuk ke lembah saya mendaki lereng sebelah kanan. Saya harus
melihat adakah jalan masuk itu dijaga.
Dengan hati-hati sekali saya mengintai ke bawah; di sana tidak ada orang sama
sekali. Perkemahan orang Comanche itu letaknya kira-kira di tengah-tengah
lembah, kira-kira setengah jam perjalanan dengan kaki dari tempat saya. Bagian
sebelah belakang disediakan untuk menambatkan kuda. Saya berjalan terus. Rupa-
rupanya saya sedang beruntung benar, sebab di lereng lembah itu saya tidak ada
melihat orang dan tidak pula melihat jejak yang menunjukkan bahwa tempat itu
baru saja dikunjungi oleh manusia.
Segera saya melihat kemah yang pertama dan setelah saya berjalan kira-kira
seperempat jam lagi maka saya dapat melihat di bawah saya seluruh perkemahan.
Jumlah kemah yang ada di situ tidak saya hitung. Di antara kemah-kemah itu saya
melihat beberapa perempuan, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan
berkeliaran. Orang laki-laki yang saya lihat hanya sedikit sekali dan semuanya
sudah tua. Saya bertanya pada diri saya sendiri adakah Vupa Umugi telah membawa
sekalian prajuritnya dan tidak meninggalkan orang untuk menjaga perkemahan ini.
Itu rasanya tidak mungkin; perkemahan sebesar ini tidak mungkin ditinggalkannya
tanpa penjagaan sama sekali. Kemudian saya melihat di belakang perkemahan itu
beberapa ekor kuda sedang makan rumput. Jadi rupa-rupanya ada pula beberapa
orang prajurit yang setidak-tidaknya harus menjaga tawanan mereka.
Saya berjalan terus untuk mencapai tempat dari mana saya dapat melihat dengan
lebih jelas. Saya mengamat-amati kemah-kemah itu satu demi satu, kalau-kalau ada
melihat suatu tanda yang menunjukkan di mana Bob ditawan. Di muka kemah yang
terakhir saya melihat duduk dua orang prajurit. Itulah rupa-rupanya kemah yang
saya cari. Tidak jauh dari kemah itu ada sebuah kemah yang lain yang lebih besar
daripada kemah biasa. Di muka itu ada dua buah tonggak di mana ada digantungkan
beberapa benda yang aneh. Barangkali benda itu ialah jimat. Adakah itu kemah
ketua suku" Sangat boleh jadi! Setiap orang prajurit hanya mempunyai sebuah
jimat. Apabila jimat itu hilang, maka hilang pulalah kehormatannya sampai ia
dapat membunuh musuh dan merebut jimat musuh itu. Jikalau ia meninggal, maka
jimatnya dikuburkan bersama-sama dengan mayatnya. Akan tetapi ada pula suku yang
menyimpan jimat nenek-moyangnya. Dalam hal yang demikian maka jimat itu
merupakan pusaka bagi yang menyimpannya dan apabila jimat pusaka itu hilang,
maka itu merupakan bencana besar bagi mereka yang memiliki jimat itu. Pada saat
itu terlintaslah dalam pikiran saya bahwa benda-benda yang ajaib itu adalah
pusaka Vupa Umugi, yakni jimat nenek-moyangnya. Kalau betul demikian halnya maka
pusaka itu harus saya ambil. Dalam perjuangan orang Apache menghadapi orang
Comanche nanti maka pusaka itu akan sangat besar gunanya.
Ketika saya berjalan terus maka dengan tiba-tiba saya melihat jejak, rupa-
rupanya jejak seorang wanita yang belum lama berselang mendaki lereng ini.
Segera saya berhenti; saya harus balik! Saya harus menghindari pertemuan dengan
wanita itu. Baru saja saya hendak berpaling, maka saya mendengar bunyi ranting
bergerak di sebelah kanan saya. Ketika saya menoleh, saya melihat di muka saya
seorang perempuan. Saya sudah mengangkat tangan saya untuk menyergap dia, akan
tetapi tangan itu saya turunkan lagi. Tidak boleh karena ia hanya seorang
perempuan saja, sebab dalam hal yang demikian setiap orang yang dapat
membahayakan saya harus saya singkirkan, melainkan saya urungkan maksud saya
hendak menyergap dia tadi ialah karena mata perempuan itu mempunyai cahaya yang
sangat ganjil. Perempuan itu usianya kira-kira empatpuluh tahun, akan tetapi
kulit mukanya sudah berkerut-kerut. Badannya sangat besar; badannya hanya
ditutupi dengan sebuah kutang. Rambutnya tidak bersisir. Warna kulitnya coklat,
akan tetapi sekiranya warna kulitnya itu putih maka niscaya ia akan sangka
seorang wanita Eropa. Bentuk mukanya mengingatkan saya kepada wajah seseorang
yang sudah saya kenal dan belum selang berapa lama saya jumpai. Pipinya cekung
dan matanya... menyerupai mata orang gila. Ya, saya yakin; wanita ini gila. Mula-
mula ia memandang saya dengan muka yang muram, akan tetapi kemudian cahaya
matanya berubah. Ia tersenyum, lalu datang menghampiri saya. Dengan perlahan-
lahan ia berkata: "Ke mari, ke marilah. Saya hendak bertanya!"
Saya maju tiga langkah. Tangan saya dipegangnya, lalu ia bertanya:
"Anda seorang kulit putih?"
"Ya," jawab saya perlahan-lahan juga. "Siapakah Anda?"
"Saya Tibo Wete Elen," jawabnya dengan berbisik.
Wete artinya wanita; akan tetapi apa arti Tibo dan Elen tiadalah saya ketahui.
Di dalam logat Indian yang saya ketahui, kata-kata itu tidak ada.
"Anda bersuami?" tanya saya.
"Ya. Suami saya ialah Tibo Taka."
Sekali lagi kata Tibo. Taka artinya suami,
"Di mana dia?" tanya saya.
Kemudian didekatkannya mulutnya pada telinga saya, lalu berbisik:
"Ia sedang mengambil Bloody Fox. Ia harus ikut pergi ke padang pasir, sebab
suami saya itu ialah dukun suku kami."
Ya, sekarang saya yakin bahwa perempuan itu gila, sebab sekiranya tidak begitu
maka ia tidak akan menyampaikan keterangan itu kepada orang yang tidak
dikenalnya, apalagi kepada orang kulit putih. Kemudian kedua tangan saya
dipegangnya dan sambil memandang saya dengan pandang yang aneh iapun bertanya
lagi: "Anda mengenal Wawa Derrick saya?"
Wawa artinya saudara laki-laki. Dan Derrick" Adakah yang dimaksudkannya itu kata
Dirk" Akan tetapi mustahil sekali seorang wanita Indian mempunyai saudara yang
bernama Dirk! "Tidak," jawab saya.
"Anda seorang kulit putih dan Anda tidak mengenal dia" Cobalah Anda ingat-ingat.
Saya yakin Anda mengenal dia. Lihatlah ini."
Wanita itu pergi mengambil ranting kecil yang dilengkungkannya menjadi bulat;
kemudian ujung dan pangkal ranting itu diikatnya, lalu diletakannya di atas
kepalanya seraya berbisik dengan tersenyum:
"Ini Myrtle-wreath saya, ya, myrtle-wreath saya! Baguskah ini" Senangkah Anda
melihatnya?" Ajaib sekali! Wanita Comanche ini mempergunakan kata Inggeris: Myrtle-wreath!
Perempuan Indian yang mana mengenal kata ini" Tidak ada! Saya pegang tangannya
serta bertanya: "Anda seorang kulit putih" Katakanlah!"
Wanita itu tertawa secara ganjil, lalu menjawab:
"Anda sangka saya seorang kulit putih, karena saya cantik dan memakai myrtle-
wreath" Jangan Anda melihat saya, agar jangan Anda jatuh cinta kepada saya! Anda
kenal Wawa Derrick" Anda ingin mengetahui di mana saya tinggal?"
"Ya tunjukkanlah!"
"Mari, kita harus lebih dekat pada pinggir lembah ini. Akan tetapi jagalah
jangan Anda kelihatan orang, sebab Anda tentu akan dibunuh! Prajurit-prajurit
kami akan membunuh setiap orang kulit putih. Senang hati saya telah bertemu
dengan Anda. Pertemuan ini tidak akan saya katakan kepada siapapun, asal Anda
mau melakukan apa yang saya minta."
"Saya mau. Apa yang Anda minta?"
Ranting itu diambilnya dari kepalanya, lalu diberikannya kepada saya seraya
berkata: "Apabila Anda bertemu dengan Wawa Derrick, berikanlah myrtle-wreath ini. Maukah
Anda?" "Ya Akan tetapi di mana Wawa Derrick Anda?"
"Ia... di... di... saya tidak tahu lagi saya sudah lupa. Akan tetapi Anda dapat
menemukannya, bukankah begitu?"
"Ya," jawab saya untuk menggirangkan hatinya. "Apakah yang akan saya katakan
kepadanya?" "Katakanlah bahwa... bahwa... bahwa... Anda tak usah mengatakan apa-apa. Apabila ia
melihat myrtle-wreath ini, maka ia akan mengetahui apa yang saya maksud. Dan
lihatlah itu! Anda melihat dalam baris yang kedua kemah yang mempunyai tanda
dukun itu?" "Ya." "Di sana saya tinggal dengan Tibo Taka. Nama saya Tibo Wete Elen. Ingat-ingatlah
nama itu. Jangan Anda lupakan!"
"Itu tidak akan saya lupakan. Siapa yang tinggal di kemah besar dengan dua buah
tonggak itu?" "Vupa Umugi, ketua suku kami."
"Ia sedang pergi. Siapa yang tinggal di situ sekarang?"
"Hanya isterinya dengan anaknya, seorang gadis."
"Tidak ada orang lain lagi" Pada malam hari juga?"
"Pada malam hari tidak ada lagi orang tinggal di situ."
"Dan siapakah yang tinggal di kemah yang paling akhir, yang di mukanya ada duduk
dua orang prajurit itu?"
"Orang negro yang akan dibunuh, segera setelah Bloody Fox tertangkap."
"Ia dijaga keras?"
"Keras sekali! Dijaga oleh dua orang prajurit yang tidak pernah meninggalkan
tempat itu!" katanya dengan sungguh-sungguh.
"Banyakkah prajurit di sini?"
"Hanya kedua orang itu. Kebanyakan mengikuti ketua suku ke padang pasir dan yang
lain pergi berburu. Mereka akan balik kembali besok atau dua hari lagi.
Simpanlah baik-baik myrtle-wreath saya, jangan sampai hilang!"
"Jangan khawatir. Akan saya simpan baik-baik!"
"Dan akan Anda berikan kepada Wawa Derrick?"
"Ya, demi saya bertemu dengan dia."
"Anda akan bertemu dengan dia..."
Ia berdiam diri sebentar, seakan-akan mencari-cari perkataan yang akan
disampaikan kepada saya. Kemudian dipegangnya lagi tangan saya seraya berkata:
"Kini saya harus pergi; Anda harus pergi juga! Tetapi jangan Anda katakan kepada
siapa juga, bahwa Anda telah bersua dengan saya di sini. Saya akan berdiam diri
juga." "Betul-betul saya tidak boleh mempercakapkannya dengan orang lain?"
"Tidak boleh, kecuali dengan Wawa Derrick saya; ia harus mengetahuinya.
Berjanjilah Anda!" "Ya, saya berjanji."
Kemudian perempuan itu turun ke perkemahannya, akan tetapi belum seberapa jauh
ia pergi maka ia berpaling dan sambil menekankan jarinya pada mulutnya sebagai
tanda agar saya berdiam diri, iapun berkata lagi:
"Tidak dengan siapapun. Dan... jangan myrtle-wreath saya itu sampai hilang!"
Tak lama kemudian ia sudah menghilang di semak-semak.
Sayapun pergi juga. Siapakah perempuan ini" Betul-betulkah ia seorang wanita
Indian" Mungkinkah ia seorang kulit putih"
Untuk dapat menjawab pertanyaan ini saya harus bertemu lagi dengan dia. Orang
itu gila, akan tetapi segala perkataannya sangat mengesan, walaupun merupakan
teka-teki bagi saya. Wawa Derrick bukanlah cahaya belaka, melainkan orang yang
betul-betul ada. Akan tetapi di manakah dia" Dan siapakah dia"
Seorang Indian" Barangkali, sebab kata Wawa ialah kata Indian.
Tetapi, myrtle-wreath, bukankah itu bahasa Inggeris" Adakah itu yang menyebabkan
ia menjadi gila" Atau adakah ia memakai myrtle-wreath pada saat ia menjadi gila"
Barangkali suatu drama yang mengerikan! Sekiranya begitu, maka ia bukan seorang
Indian, melainkan seorang kulit putih. Saya mengambil keputusan untuk mencari
keterangan yang lebih jelas. Apabila dalam pertempuran dengan orang Comanche
nanti dukun Comanche itu jatuh ke tangan saya, maka ia harus menjawab pertanyaan
saya! Ketika saya kembali ke tempat persembunyian teman-teman saya, hari sudah mulai
gelap. "Aduh, lama benar Anda pergi," demikian saya disambut oleh Old Wabble; Old
Surehand berdiam diri saja. "Saya sudah khawatir."
"Tidak ada alasan sama sekali untuk merasa khawatir," jawab saya.
"Tidak ada" Semuanya beres" Anda telah menjumpai orang negro itu?"
"Tidak, akan tetapi saya mengetahui di mana ia ditawan. Ia dijaga oleh dua orang
prajurit. Kecuali kedua orang itu tidak ada prajurit lagi di sana. Yang lain
sedang berburu. Saya kira kita tidak akan menjumpai kesulitan besar."
"Bagaimana caranya kita membebaskan orang negro itu?"
"Baiklah saya pikirkan dahulu."
Saya berkata begitu, bukan oleh karena saya memerlukan waktu untuk berpikir,
melainkan oleh karena saya tidak mempunyai selera untuk banyak berbicara.
Pikiran saya masih tertarik pada wanita Indian itu. Secara kebetulan sekali
pandang mata saya terjatuh pada Old Surehand, yang wajahnya selalu menggambarkan
kesedihan hati. Tidak salahkah saya"
Wajah Old Surehand itu serupa benar dengan wajah wanita yang baru saya jumpai
itu. Bentuk mukanya serupa benar, dahinya, mulutnya, seluruh mukanya serupa
benar dengan muka wanita Indian tadi. Hanya muka Old Surehand ini masih muda,
akan tetapi sesaat kemudian saya paksa diri saya untuk mengakui bahwa saya salah
lihat. Ah, peristiwa pertemuan saya dengan perempuan Indian itu harus saya
lupakan. Jangan saya membuat dugaan yang bukan-bukan!
Hari sudah menjadi gelap. Saya tidak dapat melihat muka Old Surehand lagi. Ah,
alangkah baiknya sekiranya saya tidak memaksa diri saya untuk mengatakan bahwa
saya salah lihat. Maka saya akan dapat menyembuhkan wanita itu dari sakit
otaknya. Kami duduk berdiam diri saja sampai Old Wabble tidak sabar lagi dan bertanya:
"Sir, berapa lama Anda hendak berpikir" Bolehkah saya membantu Anda?"
Kini Old Surehand merasa perlu membuka mulutnya, lalu menegur Old Wabble:
"Old Shatterhand tidak memerlukan pertolongan Anda, Old Wabble!"
"Akan tetapi bilamana kita akan bertindak" Hari sudah malam dan kita membuang-
buang waktu saja." "Sabar sedikit, Sir," jawab saya. "Kita tidak dapat berbuat apa-apa sebelum
orang-orang kulit merah itu tidur. Saya tahu di mana letak kemah tempat Bob
tertawan. Kita pergi dengan diam-diam ke sana, kita tinju penjaganya...."
"Sampai mati?" demikian ia menyela.
"Tidak. Sampai mereka pingsan. Itu sudah cukup."
"Kerjakanlah sendiri. Saya tidak dapat berbuat begitu. Kemudian?"
"Bob kita bebaskan."
"Baik. Selanjutnya?"


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita pergi ke kemah ketua suku mengambil jimat pusakanya yang tergantung pada
tonggak di muka kemahnya."
"Jimat pusaka?" seru Old Wabble keheran-heranan.
"Ya, jimat nenek-moyangnya."
"Thunderstorm! Kalau itu diketahuinya, maka ia akan menjadi gila. Bukankah
hilang kehormatannya dan dengan demikian kehilangan segala-galanya!"
"Tidak." "Tidak" Saya kira saya mengetahui adat-istiadat orang kulit merah. Barangsiapa
kehilangan jimatnya, sama saja dengan mati."
"Tentu, akan tetapi ia tidak akan kehilangan jimatnya untuk selama-lamanya."
"Akan Anda kembalikan" Sir, saya tidak mengerti! Kalau Anda hendak
mengembalikannya, biarkanlah jimat itu tinggal pada tempatnya."
"Saya mempunyai maksud yang tertentu. Saya hendak menghindarkan pertumpahan
darah." "Dengan mempergunakan jimat itu" Itu tidak Anda terangkan lebih lanjut, maka
saya tidak mengerti sama sekali."
"Apakah yang akan terjadi apabila ketua suku itu mengetahui bahwa jimatnya sudah
ada di tangan saya?"
"Ia akan terkejut, it's clear."
"Dan akan berusaha sekuat-kuatnya untuk memperolehnya kembali. Bukankah begitu?"
"Tentu saja. Untuk memperolehnya kembali ia bersedia mengorbankan segala-
galanya." "Korban yang saya kehendaki dari padanya ialah bahwa ia harus berdamai dengan
orang Apache tanpa berkelahi dan tidak akan mengganggu Bloody Fox."
"Mr. Shatterhand, itu pikiran yang indah sekali. Ketua suku itu niscaya mau
menerima usul Anda. Sayang, sayang, ia pasti akan menerimanya."
"Mengapa Anda sayangkan?"
"Oleh karena dengan demikian saya tidak akan mendapat kesempatan untuk bergirang
hati. Saya mengira bahwa saya akan dapat memberi pelajaran kepada orang-orang
kulit merah itu. Saya tahu bahwa pendapat Anda lain, akan tetapi pada hemat saya
makin banyak orang Indian binasa makin baik. Kutu-kutu busuk itu hendaknya
lenyap dari muka bumi ini."
"Nah, Anda berbicara sebagai seorang cowboy dan dengan cara yang dapat membuat
saya marah." "Marah Anda saya hadiahkan kepada Anda. Sekiranya Anda pernah menjadi cowboy
sebagai saya, maka Anda akan mengetahui bahwa setiap orang kulit merah adalah
pencuri kuda. Bukan main bedebah-bedebah itu telah mengganggu saya!"
"Tetapi rupa-rupanya Anda sama sekali tidak merugi. Anda masih tetap sehat,
bahkan sudah dapat menjadi tua sekali."
"Ya, itu benar. Tetapi sekalipun begitu, saya benci akan mereka dan hati saya
selalu merasa senang apabila saya dapat membunuh orang kulit merah sebanyak-
banyaknya. Walaupun begitu saya harus mengakui bahwa pikiran Anda tadi adalah
indah sekali. Sekiranya akal Anda itu berhasil, maka hilang juga kesenangan
saya. Hanya tinggal satu harapan saja bagi saya: ketua suku yang lain tidak akan
menyetujuinya." "Boleh jadi mereka akan menolak, lebih-lebih Nale Masiuv."
"Ya, lebih-lebih lagi Schiba Bigk, ketua suku yang masih muda itu."
"Mengapa?" "Justru karena ia masih muda. Lagi pula mereka itu saling menaruh iri hati.
Mendiang ayah Schiba Bigk ketua suku pertama dari sekalian orang Comanche. Tentu
saja Schiba Bigk ingin memperoleh kembali kedudukan ayahnya. Dengan demikian
maka ia akan berusaha untuk menyingkirkan Vupa Umugi dan untuk dapat berbuat
begitu tidak adalah alasan yang lebih baik daripada menunjuk kepada kenyataan
bahwa Vupa Umugi telah kehilangan jimatnya."
"Saya kira dugaan Anda akan ternyata tidak benar. Sudah pernah saya katakan
bahwa Schiba Bigk sudah berutang budi kepada saya. Apabila saya berbicara dengan
dia secara sungguh-sungguh, maka ia tentu akan memenuhi permintaan saya. Saya
akan mempergunakan senjata-senjata moril."
"Senjata-senjata moril" Mr. Shatterhand, saya kira Anda tidak bersungguh-sungguh
apabila Anda menyangka bahwa orang kulit putih mengetahui arti kata moril. Saya
takut Anda akan membuat kesalahan yang besar."
"Saya sudah menyelamatkan jiwanya dan saya sudah pernah mengisap pipa perdamaian
dengan dia, bahkan sudah mengisap calumet persahabatan. Adakah itu barang yang
sama sekali tidak berarti, Mr. Cutter?"
"Calumet persahabatan" Ya, itu penting sekali. Upacara mengisap pipa perdamaian
tidak seberapa artinya dibandingkan dengan upacara mengisap calumet
persahabatan. Kalau begitu halnya, maka tidak boleh ia menyongsong Anda dengan
memegang senjata, it's clear."
"Nah, kalau Schiba Bigk tidak mau menerima usul saya, maka akan saya umumkan
bahwa ia sudah menyalahi janjinya. Soal itu akan dibicarakan orang dalam tiap-
tiap kemah Indian dan pada tiap-tiap api unggun. Apa akibatnya tentu dapat Anda
pahami!" "Hm, ya. Dengan demikian maka tidak seorang kulit putih dan tidak seorang kulit
merah lagi akan mau mengisap calumet dengan dia."
"Itu sudah pasti. Karena itu, biarpun bukan disebabkan oleh persahabatan atau
kesetiaan, melainkan karena kecerdikan akalnya belaka, ia akan mengundurkan diri
dari perkelahian. Itu saya yakin. Anda tidak, Mr. Cutter?"
"Ya, terpaksa saya akui. Ya, kalau begitu tidak ada harapan bagi saya lagi.
Tetapi, masih ada satu alasan lagi, yaitu apabila kita tidak berhasil memperoleh
jimat pusaka itu." "Sayang, Anda akan kecewa lagi, saya akan memperolehnya tempatnya sudah saya
ketahui. Hanya ada satu kemungkinan saja yang memaksa saya mengurungkan maksud
saya mengambil jimat itu, Mr. Cutter yang terhormat!"
"Apa sebabnya Anda memberi tekanan benar kepada nama saya."
"Karena Anda dapat memegang peranan yang penting. Apabila Anda bertindak secara
tidak disipliner seperti kemarin, maka usaha saya akan gagal."
"Anda tak usah merasa khawatir. Saya akan mematuhi perintah Anda. Saya tidak
mengingini Anda kecam lagi di muka teman-teman saya."
"Kalau begitu saya merasa puas dan pasti maksud saya akan sampai."
"Ya, akan tetapi satu hal saya belum mengerti. Anda adalah seorang penjelajah
hutan yang berpengalaman dan bersikap sangat hati-hati, akan tetapi Anda
melupakan suatu hal yang penting sekali. Yang saya maksud ialah kuda yang nanti
akan ditunggangi oleh orang negro itu. Masakan Anda akan membiarkan dia berjalan
kaki, padahal kami menunggang kuda."
"Anda mengira bahwa soal itu saya lupakan" Jikalau dugaan Anda benar, maka
niscaya tidak patut saya disebut seorang penjelajah hutan."
"Kalau begitu maka sebenarnya kita harus membawa seekor kuda lagi."
"Tidak perlu. Tidak ada kuda lagi yang tahan lari kencang-kencang kemari dan
berjalan secepat itu juga kembali. Jadi kita harus mengambil kuda dari sana.
Kuda itu sudah saya pilih. Ia tertambatkan pada pohon di dekat kemah ketua suku,
barangkali milik Vupa Umugi, seekor kuda yang indah sekali, yang tidak dibawa
oleh pemiliknya agar jangan mendapat luka atau terbunuh dalam peperangan nanti.
Kuda itu akan kita bawa."
"Dapatkah orang negro itu menungganginya?"
"Saya yang akan menungganginya. Ia boleh menunggangi kuda saya."
"Masih ada satu kesulitan lagi. Andaikan penjaga itu Anda tinju sampai pingsan,
Bob kita bebaskan, jimat pusaka itu kita ambil tanpa dilihat orang. Akan tetapi
kuda itu akan membuat gempar. Saya tahu benar: kuda itu belum pernah ditunggangi
oleh orang kulit putih dan tidak akan membiarkan Anda naik ke atas punggungnya.
Dan sekiranya Anda berhasil duduk di atas punggungnya, maka binatang itu tidak
akan mematuhi Anda."
"Ia harus patuh."
"Oho! Anda rupa-rupanya yakin benar!"
"Memang." "All devils! Kalau begitu Anda adalah seorang penunggang kuda yang hanya dapat
ditandingi oleh satu orang saja!"
"Siapa?" "Itu... itu... hm, jangan Anda marah, itu ialah Old Wabble!"
"Aha, Anda sendiri!" kata saya sambil tertawa.
"Ya, saya sendiri. Tahukah Anda dengan sebutan apa orang biasa memanggil saya?"
"Raja cowboy." "Tahukah apa artinya" Yaitu, bahwa tidak ada kuda yang tidak mengikuti kehendak
saya! Dapatkah Anda mengatakannya terhadap diri Anda?"
"Apa gunanya kita menyombong?"
"Ya, itu benar! Itu harus dibuktikan. Saya pernah mendengar dan telah pula
melihat bahwa Anda pandai sekali menunggang kuda, akan tetapi...."
"Telah melihat" Anda belum pernah melihat bagaimana saya dapat menunggangi
kuda," demikian saya menyela.
"Belum pernah" Saya kira dalam beberapa hari yang akhir-akhir ini saya telah
mendapat cukup kesempatan untuk melihat bagaimana Anda menunggang kuda."
"Artinya menunggangi kuda saya sendiri. Tetapi nanti lain sekali halnya."
"Kalau begitu saya berharap mudah-mudahan kuda yang Anda tunggangi itu nanti
tidak akan menerjang kami!"
"Jangan takut! Kalau saya nanti naik ke atas pelana, maka Anda tidak akan dapat
menyaksikannya." "Mengapa tidak?"
"Di perkemahan ini hanya ada dua orang prajurit yang dewasa dan mereka itu akan
saya buat menjadi pingsan. Akan tetapi dalam pada itu mereka dapat siuman
kembali dan mereka akan membangunkan seluruh penghuni perkemahan ini. Orang
laki-laki akan segera naik kuda untuk mengejar kita. Walaupun kita tidak usah
takut dikejar oleh anak-anak muda, akan tetapi peluru yang paling bodohpun dapat
mengenai orang yang paling cerdik. Karena itu sebaiknya jangan kita terlalu lama
ada di sini, melainkan sesudah menyelesaikan tugas kita maka lekas-lekas kita
meninggalkan tempat ini. Itu kita kerjakan demikian: segera setelah kita
membebaskan Bob dan mengambil jimat ketua suku itu, maka Anda membawa Bob keluar
lembah. Mr. Surehand membawa jimat. Sampai di sini Anda segera naik ke atas
kuda, lalu memacunya secepat-cepatnya."
"Bob akan menunggangi kuda Anda?"
"Ya." "Maukah kuda Anda ditunggangi Bob" Saya tahu bahwa kuda Anda tidak akan mau
memikul orang yang tidak dikenalnya jikalau itu tidak Anda kehendaki."
"Bob dan kuda saya adalah kenalan lama."
"Baik! Tetapi bagaimana Anda?"
"Saya akan menunggu sampai pada dugaan saya Anda semuanya sudah jauh. Maka saya
akan segera menyusul Anda."
Pada saat itu Old Surehand berkata dengan suara yang tenang:
"Sekiranya Anda tidak berkeberatan saya ingin memajukan usul. Berapa panjangnya
lembah ini dari pangkal sampai ujungnya?"
"Setengah jam perjalanan."
"Dan dari sini sampai jalan masuk?"
"Belum ada seperempat jam."
"Kuda-kuda Indian itu barangkali ada di belakang kemah yang paling akhir."
"Ya." "Jadi kalau begitu kita harus berjalan kira-kira tiga perempat jam. Tidakkah itu
terlalu jauh?" "Hm, jarak itu dapat kita persingkat apabila kuda-kuda kita bawa sampai ke jalan
masuk ke lembah." "Itulah yang hendak saya usulkan."
"Terima kasih, Sir! Saya setuju sekali. Kini barangkali sudah lewat pukul
sepuluh. Orang kulit merah biasanya lekas tidur, apalagi jikalau tidak ada orang
dewasa. Bagaimana pendapat Anda, dapatkah kita berangkat sekarang?"
"Saya kira kini saat yang paling baik, kita tak dapat menunggu sampai sesudah
tengah malam." "Kalau begitu marilah kita berangkat!"
Kami menyandang bedil kami, lalu membimbing kuda kami ke arah jalan masuk.
Sampai ke sana saya berjalan lebih dahulu untuk melihat adakah tempat itu aman
untuk meninggalkan kuda kami. Saya tidak ada melihat orang dan di belakang kami
tidak ada api. Orang-orang kulit merah rupanya sudah tidur semuanya.
Orang Indian tidak memelihara anjing, jadi kami tak usah merasa khawatir akan
mendapat gangguan dari binatang itu. Kuda kami segera kami tambatkan, lalu kami
masuk ke dalam lembah. Kami berjalan di sebelah kiri lembah yang pada perjalanan
saya menyelidik tadi telah saya lihat dengan baik, jadi sudah saya ketahui benar
letaknya. Jalan itu membelok dan tidak akan melalui kemah-kemah orang Indian.
Setelah perkemahan itu ada di belakang kami maka kami berbaring, lalu berbalik
merangkak ke kemah yang paling akhir, di mana Bob tertawan. Merangkak itu tidak
dapat kami kerjakan dengan mudah, oleh karena kami menyandang bedil. Kami tidak
berani meninggalkan bedil itu di tempat kuda kami, karena kalau ada terjadi
sesuatu maka tak dapat kami memberi perlawanan yang tepat.
Old Surehand merangkak di depan sekali. Ia sudah saya beritahu letak kemah Bob.
Dia saya biarkan berbuat sekehendaknya, sebab saya yakin bahwa ia tidak akan
membuat kesalahan. Tiba di dekat kemah itu ia menunggu kami. Setelah saya
menyusul dia, maka ia berbisik,
"Anda melihat kedua penjaga itu, Sir" Mereka berbaring di depan pintu dan rupa-
rupanya tidur dengan nyenyak. Anda menghendaki saya membantu Anda" Tetapi saya
kira tinju Anda lebih terlatih daripada tinju saya."
"Serahkanlah semuanya kepada saya! Anda akan mendengar dua pukulan berturut-
turut, tetapi tidak terlalu keras bunyinya. Setelah itu Anda mengikuti saya."
Perlahan-lahan saya merangkak terus. Kedua orang penjaga itu tidak bergerak;
mereka benar-benar tidur dengan nyenyak. Antara dua orang itu ada sela yang agak
lebar; itu saya pergunakan. Penjaga yang pertama saya pegang lehernya lalu saya
tinju pelipisnya. Saya merasa badan orang itu gemetar, lalu ia tidak bergerak
sedikit juga. Ia sudah pingsan. Demikian juga, saya perbuat dengan penjaga yang
kedua. Maka datanglah Old Surehand, disusul oleh Cutter.
"Anda berdua duduk di sini, masing-masing menjaga seorang," kata saya dengan
berbisik. "Jagalah, jangan mereka dapat merugikan kita sampai saya balik
kembali." "Bukankah mereka sudah pingsan," kata Old Wabble.
"Betul, akan tetapi untuk berapa lama" Tengkorak mereka tidak saya ketahui
kekuatannya; boleh jadi pukulan saya tidak seberapa keras. Jikalau ada yang
bangun, hendaknya Anda ancam dengan pisau."
Saya kuakkan tirai yang menutup pintu masuk ke kemah, lalu saya menyeruduk masuk
ke dalam. Saya dengar bunyi napas orang yang sedang tidur dengan nyenyak.
"Bob," demikian saya mencoba menjagakan dia.
Ia tidak mendengar. Saya pegang sebuah kakinya lalu saya gerak-gerakkan.
"Bob!" Ia bergerak. "Bob! Andakah itu?"
"Apa... siapa... apa...?" jawabnya, masih setengah tidur.
"Bangunlah dan dengarkanlah kata saya! Anda seorang diri saja, Bob?"
"Ya, Bob seorang diri saja. Siapakah yang membangunkan Masser Bob ini" Siapa
berbicara dengan dia?"
Orang Negro itu biasa menyebut dirinya sendiri Masser dan apabila ia berbicara
dengan orang yang dihormatinya, maka orang itu disebutnya Massa.
"Itu akan saya katakan jikalau Anda dapat berbisik dengan perlahan-lahan. Saya
datang membebaskan Anda."
"Oh... oh... oh...! Membebaskan Bob! Bob akan bebas, bebas sama sekali" Siapakah yang
hendak membebaskan Masser Bob ini?"
"Anda akan sangat bergirang hati apabila Anda mendengar siapa saya ini. Akan
tetapi Anda tidak boleh berseru atau berkata keras karena kegirangan!"
"Bob akan berbisik-bisik sehingga tidak ada orang dapat mendengarnya."
"Baiklah, terkalah!"
"Massa Bloody Fox?"
"Bukan." "Kalau begitu tak ada orang lain yang dapat membebaskan Masser Bob kecuali Massa
Shatterhand!" "Ya, itu benar."
"Oh... oh... oooooh!" demikian ia mengerang kegirangan. Karena ia tidak berani
berteriak atau berseru, maka ia menggerak-gerakkan kakinya sedemikian sehingga
saya harus menepi kalau tidak mau saya kena sepaknya.
"Diamlah! Anda boleh bergirang hati, apabila kita sudah meninggalkan tempat ini.
Kakimu diikat?" "Ya, tangan saya terikat pula dan diikatkan pada tiang kemah ini dan badan saya
terikat pada tongkat yang dipancangkan dalam-dalam di tanah."
"Anda diperlakukan dengan baik?"
"Saya acapkali dipukul."
"Anda cukup diberi makan?"
"Bob selalu lapar."
"Biarlah, nanti Anda dapat makan kenyang-kenyang. Diamlah dahulu, ikatan ini
akan saya lepaskan. Tali ini nanti akan dapat kita pergunakan."
"Masih banyak lagi tali tergantung pada tiang."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, itu akan kita pergunakan untuk mengikat penjaga. Kuda saya saya bawa,
untuk Anda tunggangi. Bukankah kuda itu sudah Anda kenal baik?"
"Hati-hatilah" Bob dan kuda itu adalah sahabat yang karib."
"Ayo lekas-lekas, jangan banyak berbicara lagi, nanti boleh Anda ceriterakan
bagaimana Anda sampai dapat ditawan oleh orang Comanche."
Sebentar kemudian ia sudah bebas; ia bangkit, menggeliatkan badannya, lalu
mengerang kegirangan. "Di mana tali yang Anda maksud tadi" Berikanlah kepada saya."
Segera tali itu diambilnya dan kamipun ke luar. Dengan segera ia mengenali
teman-teman saya sebagai orang kulit putih yang tak dapat tidak adalah teman
saya. Ketika ia melihat kedua penjaga itu berbaring, maka ia berkata:
"Inilah anjing-anjing Indian yang selalu memukul dan menyepaki saya. Mereka Anda
pukul dengan tinju Anda, Masser Shatterhand?"
"Ya. Segera kita ikat."
"Oh... oh.... Itu tugas Masser Bob."
Dengan segera ia mulai mengikat mereka erat-erat, bahkan sedemikian eratnya
sehingga penjaga itu bangun karena sakit. Baju mereka kami koyak-koyak dan
koyakan kain itu kami pergunakan sebagai sumbat, agar mereka tidak dapat
berteriak. Kemudian mereka kami seret, lalu kami ikatkan erat-erat kepada
tongkat dan tiang, sehingga pasti mereka tidak akan dapat lolos.
Pekerjaan ini sudah selesai. Kini kami harus mengambil jimat ketua suku. Bob dan
Old Wabble harus menunggu; Old Surehand dan saya merangkak ke arah kemah ketua
suku. Di sana kami tidak melihat apa-apa yang dapat menimbulkan curiga. Tempat
jimat itu digantungkan, dapat kami cabut tanpa membuat bunyi. Segera jimat itu
kami ikat dengan tali. Setelah kami kembali ke tempat Bob dan Old Wabble maka Old Wabble berkata:
"Selesai, artinya kami yang selesai, akan tetapi pekerjaan yang paling sulit
masih harus Anda hadapi, Mr. Shatterhand. Sesungguhnya hati saya cemas. Jauhkah
tempat kuda itu?" "Tidak. Di balik kemah ketua suku; ia sedang berbaring di atas rumput."
"Kita akan pergi ke sana?"
"Anda ingin melihat bagaimana tingkah kuda itu nanti?"
"Ya." "Marilah! Akan tetapi jangan terlalu mendekat, sebab nanti ia akan membuat
gaduh." Kami merangkak dengan perlahan-lahan. Kami masih harus berjalan kira-kira
duapuluh langkah, akan tetapi kuda itu sudah mengangkat kepalanya lalu
mendengus. Kami maju tiga langkah lagi; kuda itu sudah bangkit, menarik-narik
lasso dan mendepak-depak dengan kakinya.
"Kita balik," kata saya. "Kalau tidak begitu, barangkali ia akan meringkik Kuda
ini terlatih baik sekali."
"Ya, sudah terlatih benar. Masih hendak mencoba Anda mengendarai kuda ini di
dalam gelap gulita" Kalau boleh saya memberi Anda nasihat...."
Old Surehand segera menyela:
"Jangan banyak bicara lagi. Sir! Kita harus pergi. Pimpinlah Bob; saya akan
membawa jimat itu. Ayo kita berangkat!"
"Ya, ya, orang negro itu akan saya pimpin. Akan tetapi ingin benar saya
mengetahui bagaimana kesudahan percobaan ini!"
Mereka menghilang dalam gelap gulita malam. Kini saya dapat melaksanakan rencana
saya. Melarikan kuda ini adalah tugas yang jauh lebih sukar daripada membebaskan
Bob dan mengambil jimat ketua suku. Saya tidak bermaksud mengambil kuda itu
dengan cara yang dimaksud oleh Old Wabble. Kuda ini telah terlatih secara
Indian. Ia takut sekali kepada orang kulit putih. Saya tidak sangsi bahwa dengan
sekali lompat saja saya dapat naik ke atas punggungnya, akan tetapi saya tahu
bahwa binatang itu akan memberi perlawanan. Dalam pada itu ia akan meringkih-
ringkih dan akan membangunkan segala penghuni perkemahan. Lain daripada itu kuda
itu tidak mempunyai pelana, bahkan tidak mempunyai tali kekang. Jadi saya akan
terpaksa mempergunakan kekuatan paha saya belaka. Ia tentu akan lari, akan
tetapi apa yang ditakutkan oleh Old Wabble, pasti akan terjadi, yakni, kuda itu
akan lari membabi buta dan menerjang perkemahan. Dengan demikian maka besar
kemungkinan bahwa saya akan jatuh sehingga akan patah tulang-tulang saya.
Tidak, saya harus mencobanya dengan cara yang lain. Untunglah saya mengetahui
dengan tepat, bagaimana orang harus memperlakukan kuda Indian. Itu sudah saya
pelajari dari Winnetou. Kuda itu harus menyangka bahwa saya seorang Indian.
Sesudah itu matanya harus saya tutupi dengan kain.
Ketika tadi saya bersua dengan wanita gila itu, maka saya ada melihat tumbuh-
tumbuhan yang semerbak sekali baunya. Jikalau badan saya saya gosok dengan
tumbuh-tumbuhan itu niscaya kuda ini akan mengira bahwa saya seorang Indian.
Pemburu prairi yang cerdik harus pandai mempergunakan segala akal; jiwanya kerap
kali bergantung kepada kecerdikan itu. Lain daripada itu saya telah melihat
beberapa selimut Indian di muka kemah ketua suku. Selimut itu dapat saya
pergunakan. Lebih dari itu saya tidak memerlukan apa-apa.
Segera saya mengambil tumbuh-tumbuhan yang saya maksud tadi. Saya gosok badan
saya, bahkan saya berguling-guling antara tumbuh-tumbuhan itu sehingga seluruh
badan saya, tangan saya dan muka saya berbau tumbuh-tumbuhan itu. Karena daun
tumbuh-tumbuhan itu maka kuda itu tidak dapat mengetahui bahwa saya seorang
kulit putih. Kemudian saya pergi mengambil selimut orang Indian yang terletak di
muka kemah ketua suku. Mata kuda itu saya tutupi dengan selimut dan sebuah
selimut lagi saya pergunakan untuk menutupi badan saya, setelah topi saya saya
simpan di bawah baju saya. Dengan demikian tidak adalah pakaian yang akan dapat
menimbulkan curiga pada kuda itu. Dengan perlahan-lahan sekali kuda itu saya
dekati. Dalam pada itu ia sudah berbaring kembali; ia berpaling ke arah saya,
mendengus-dengus untuk mencium bau saya lalu... tetap tinggal berbaring di situ.
Saya disangkanya seorang kulit merah! Usaha saya sudah separoh berhasil.
"Tcha-at, tchat-at, manis, manis," kata saya dengan halus seperti kebiasaan
orang Comanche; dalam pada itu tengkuknya saya belai-belai. Dibiarkannya saja
saya berbuat begitu, bahkan rupa-rupanya ia merasa senang. Setelah pada
perhitungan saya teman-teman saya telah sampai pada jalan masuk lembah ini, maka
lasso yang dipergunakan orang untuk menambatkan kuda ini, saya potong dalam
beberapa bagian dan dengan tali itu saya buatlah ikatan kepala kuda yang segera
saya pasangkan. Dua utas tali yang agak panjang saya ikatkan di sebelah kiri dan
kanan; itulah yang akan menjadi tali kekang. Dalam pada itu kuda itu sedikitpun
tidak melawan. Kemudian saya melangkahkan kaki saya di atas punggungnya dan
berkata dengan perlahan-lahan:
"Naba, naba, - berdiri, berdiri!"
Kuda itu mematuhi perintah saya. Untuk mencobanya saya suruh dia berjalan kian-
kemari; dengan patuh ia mengikuti segala yang saya kehendaki. Untuk menjauhi
perkemahan maka saya berjalan menyusur tepi lembah. Setelah perkemahan itu ada
di belakang saya, maka kuda itu saya suruh berjalan lebih cepat lagi. Di jalan
masuk lembah saya lihat bahwa teman-teman saya sudah tidak ada di situ lagi.
Maka saya memekik secara Indian dan kuda itu segera berjalan dengan kencang.
Mula-mula saya menyusur batang air, kemudian membelok ke kanan menuju ke prairie
terbuka. Kuda ini ternyata bagus sekali. Setelah berjalan setengah jam lamanya, belum
tampak sama sekali bahwa ia sudah lelah. Sekonyong-konyong saya mendengar orang
berteriak di muka saya. Itu teman saya yang ingin mengetahui adakah saya yang
datang. Saya menjawab dengan pekik juga; mereka berhenti menunggu saya.
"AU devils, seorang kulit merah!" seru Old Wabble, demi ia melihat saya. "Ia
mengejar Old Shatterhand tetapi Old Shatterhand sudah dapat lolos. Marilah kita
serang." Saya melihat bahwa Old Wabble hendak mengambil bedilnya. Karena itu saya
berseru: "Hai, jangan menembak, Sir! Saya masih ingin hidup terus."
"Astaga! Itu suara Old Shatterhand!"
"Suara siapa pula kalau bukan suara saya!"
"Ya, betul, itu Old Shatterhand! Sir, saya tercengang-cengang!"
"Sebab apa?" "Anda duduk dengan tenang di atas kuda yang belum Anda kenal. Itu bukan kuda
yang hendak Anda ambil tadi!"
"Lihatlah sendiri!"
"Hm, ya! Bagaimana Anda dapat memaksanya menurut secepat itu?"
"Saya tak perlu memaksa. Dengan sukarela ia menurut saya bawa ke mari."
"Mustahil! Saya seorang ahli kuda, tak dapat Anda tipu."
"Saya tidak menipu Anda. Apabila kuda ini harus saya paksa, tentu lain sekali
tingkah-lakunya." "Sayang saya tidak dapat melihat dengan jelas karena terlalu gelap. Adakah kuda
itu berpeluh, atau berbuih mulutnya" Saya ingin menyatakannya sendiri."
Didekatkannya kudanya kepada kuda saya, lalu ia mencoba merabai kuda saya. Kuda
itu mulai mendengus serta berdiri pada kaki belakangnya.
"Jangan, Sir," kata saya, "Ia tak mau disentuh oleh orang kulit putih."
"Akan tetapi Anda sendiri orang kulit putih juga!"
"Ya, akan tetapi disangkanya orang kulit merah."
"O, karena itu maka Anda menyamar diri dengan memakai selimut Indian! Cerdik
benar. Makin lama saya makin percaya bahwa saya masih banyak sekali dapat
belajar dari Anda. Tetapi, tetapi, bagaimana dengan bau Anda! Seorang Indian
lain sekali baunya daripada seorang kulit putih. Karena bau itu maka ia akan
mengetahui bahwa Anda bukan orang Indian."
"Saya sudah mengubah bau saya. Ada cara yang mujarab untuk mengubah bau
manusia." "Bagaimana caranya?"
"Itu rahasia. Tetapi dalam beberapa jam saja bau itu akan hilang lagi, dan
apabila saya cabut selimut ini maka ia akan mengetahui bahwa ia sudah saya tipu
dan pasti akan memberi perlawanan. Dalam pada itu hari sudah siang dan kita akan
ada di prairie terbuka. Di sana akan saya langsungkan perjuangan saya melawan
kuda ini." "Saya ingin sekali melihat bagaimana Anda nanti akan mengalahkan kuda itu."
Makhluk Kutukan Neraka 2 Pendekar Rajawali Sakti 33 Manusia Beracun Misteri Rumah Berdarah 7
^