Pencarian

Mustang Hitam 2

Mustang Hitam Karya Dr. Karl May Bagian 2


"Uf, mujur benar kita hari ini!" kata ketua suku itu dengan suara yang
mengandung kepuasan. "Kita sudah memperoleh bedil khasiat, bedil pembunuh-
beruang dan bedil perak. Kini kita akan segera mengambil kuda mereka."
"Tokvi Kava hendak pergi ke gudang tempat kuda-kuda itu disimpan?" tanya orang
kulit merah yang mengaku bernama Juwaruwa tadi.
"Adakah saudara saya mengira bahwa kuda mereka itu akan saya biarkan begitu
saja" Kecuali mustang saya di seluruh daerah Barat ini tidak ada kuda sebagus kuda
mereka. Kuda itu sama besar harganya dengan bedil-bedil ini." "Tokvi Kava jangan lupa
hendaknya bahwa usaha itu hanya dapat dilakukan dengan pertumpahan darah."
"Mengapa begitu?"
"Winnetou dan Old Shatterhand tentu menempatkan penjagaan di muka gudang."
"Kita akan merangkak dengan diam-diam dan penjaga itu akan kita bunuh.
Barangkali kuda itu tidak terjaga, oleh karena tersimpan baik-baik dalam gudang
yang tertutup." Ya, benar dugaan Tokvi Kava itu. Insinyur sudah menjanjikan akan menempatkan
penjagaan, akan tetapi ia lupa melaksanakannya. Dengan diam-diam sekali orang-
orang kulit merah itu menyuruk-nyuruk mendekati gudang. Pintu gudang itu
ternyata tidak terkunci, melainkan tertutup belaka dengan palang. Mereka
memasang telinganya. Dari dalam kadang-kadang kedengaran bunyi depak kaki kuda,
tetapi bunyi lain tidak ada. Lagipula gudang itu gelap. Sekiranya di dalam ada
seorang penjaga, maka pasti penjaga itu akan memasang lampu.
Ketua suku itu membuka palang dan setelah pintu terbuka sedikit maka ia menyisi,
sehingga tidak dapat terlihat dari dalam. Beberapa kali ia memanggil-manggil
dalam bahasa Inggeris. Sekiranya ada seorang penjaga di dalam, maka niscaya ia
akan menjawab. Akan tetapi tidak ada orang menjawab. Kemudian keempat orang kulit merah itu
masuk. Kuda kedua Timpe ada di belakang sekali. Kedua ekor kuda Winnetou dan Old
Shatterhand berdiri di dekat pintu. Walaupun ruang gudang itu gelap sekali,
namun Tokvi Kava segera dapat mengetahui di mana kuda yang hendak diambilnya.
"Nah, ini dia," katanya. "Hati-hati! Kuda itu tidak boleh kita tunggangi, sebab
kita tidak dikenalnya. Kita pimpin saja dan lekas-lekas kita keluar, sebab
apabila binatang-binatang ini tahu bahwa kita bukan tuannya, maka mereka akan
melawan." Dengan hati-hati sekali ikatan kedua ekor kuda hitam itu dilepaskan. Kemudian
dengan perlahan-lahan dipimpin ke luar. Kedua kuda itu mengikut tanpa memberi
perlawanan, akan tetapi rupa-rupanya mereka menaruh curiga juga. Pintu segera
ditutup kembali dan orang-orang Indian itu lekas-lekas pergi membawa hasil
pencuriannya yang sangat berharga itu.
Oleh karena tanah sudah menjadi becek karena hujan, maka bunyi depak kuda itu
tidak kedengaran. Bukan main senang hati Tokvi Kava! Usahanya sudah berhasil semuanya. Ia merasa
bangga bahwa kini ia sudah memiliki apa-apa yang oleh penduduk seluruh daerah
Barat dipandang sebagai harta-benda yang paling berharga. Ia yakin bahwa ia
sudah bertindak dengan cerdik sekali. Tetapi sesungguhnya dugaannya itu salah.
Ia kurang memperhitungkan kecerdikan kedua binatang yang telah dapat dicurinya.
Kedua kuda itu tidak biasa mematuhi orang lain kecuali tuan mereka. Akan tetapi
kesalahan yang terbesar ialah bahwa ia sudah menyebutkan namanya kepada kedua
orang Tionghoa yang sudah dilepaskannya. Betul ia yakin bahwa kedua orang itu
tidak akan berani membuka rahasianya, akan tetapi terhadap musuh sebagai
Winnetou dan Old Shatterhand perbuatannya itu adalah sangat tidak hati-hati.
IV IK SENANDA LARI Sudah pernahkah pembaca mendengar atau membaca tentang "Mustang Putih?". Nama
itu seringkah terdapat dalam buku yang dikarang oleh penulis-penulis daerah Wild
West. Saya sendiri sudah sering mendengar dari pemburu-pemburu prairi orang
kulit putih dan dari orang-orang kulit merah, bahwa mereka pernah melihat
"mustang putih" dan tiada pernah saya menyangsikan kebenaran cerita itu. Yang
mereka sebut "mustang putih" itu ialah seekor kuda berwarna putih yang masih
liar, yang mempunyai sifat-sifat istimewa, yang sedemikian cepat larinya,
sehingga tidak dapat disusul oleh kuda lain, yang tiada dapat dilihat dari
dekat. Mustang putih itu sangat tajam matanya; ia dapat melihat apa yang
tersembunyi di belakang semak-semak yang paling lebat. Pendengarannya sangat
tajam pula; bunyi yang selemah-lemahnya pun dapat didengarnya dari jarak
beratus-ratus meter. Apalagi daya penciumnya! Lubang hidung mereka yang berwarna merah dapat mencium
orang dari jarak yang jauh sekali. Belum ada seorang pemburu yang dapat
menangkap mustang putih dengan lasso. Jikalau sekali-sekali mereka dapat
menangkap seekor mustang putih, maka itu tak lain daripada kuda liar yang sudah
tua sekali, yang sudah hilang kekuatannya dan yang sudah dekat sekali pada liang
kuburnya. Mustang putih yang sejati mengembara di padang prairi sebagai hantu
terbang di atas rumput; sebentar tampak sebentar kemudian sudah menghilang.
Sekali-kali ia mendekati seorang pemburu. Tampaknya ia hendak membiarkan dirinya
ditangkap orang, akan tetapi selalu ia menghindar dan sampai jauh sekali ia
dikejar oleh pemburu, tanpa pernah tersusul. Akhirnya pemburu itu insaf bahwa ia
ditipu. Mustang putih itu berbuat demikian dengan maksud memikat pemburu itu agar ia
pergi jauh-jauh dari kawanan kuda yang dipimpin oleh mustang putih itu.
Memang, mustang putih itu termasuk kuda liar yang paling cerdik, paling cepat
larinya, paling kuat dan paling tahan. Akan tetapi jarang sekali orang
menghendaki mustang putih, sebab warnanya yang putih itu lekas tampak dari jarak
jauh, padahal di daerah padang prairi orang ingin menyembunyikan diri.
Barangsiapa dapat dilihat musuh dari jauh, akan selalu menghadapi bahaya.
Semasa Winnetou dan Old Shatterhand ada juga mustang hitam. Mustang hitam itu
bukan kuda liar, melainkan kuda yang dijinakkan dan dilatih secara Indian.
Mustang hitam yang pertama adalah milik ketua suku Comanche, Naiini. Kuda itu
masyhur sekali. Belum pernah orang mendengar bahwa kuda itu pernah mendapat
luka, pernah jatuh, atau pernah tersusul oleh kuda lain. Sejak jaman nenek-
moyang orang-orang Comanche Naiini, ketua suku mereka sudah mengendarai mustang
hitam. Menurut dongeng mereka penunggangnya belum pernah terlukai. Selalu ia
dapat menyelamatkan diri dari segala peperangan. Akhirnya mustang hitam itu
menjadi pusaka, namanya dijunjung orang sebagai nama seorang pahlawan dari masa
silam. Itulah sebabnya maka ketua suku Comanche jaman sekarang menyebut dirinya
Tokvi Kava, Mustang Hitam. Setiap orang Indian percaya bahwa ketua suku yang
mempunyai nama itu niscaya mempunyai kesaktian seperti yang dimiliki oleh
tunggangan nenek-moyang mereka.
Karena kepercayaan itulah maka ketua suku Comanche disegani orang, bahkan sangat
ditakuti. Banyak suku Indian tidak berani bermusuhan dengan suku Comanche oleh
karena mereka percaya bahwa ketua suku Comanche itu kebal terhadap segala
senjata apabila ia menunggangi kudanya.
Ia tidak terkalahkan. Karena itu maka Tokvi Kava menjadi congkak dan takabur,
sehingga akhirnya ia terkenal sebagai orang yang bengis sekali. Ia menjadi musuh
yang sangat ditakuti oleh sekalian orang kulit putih. Akhirnya ia percaya bahwa
tidak ada seorangpun dapat melawan dia.
Maka kini kiranya pembaca dapat memahami apa yang dimaksud oleh Tokvi Kava
ketika ia berkata: "Kecuali tunggangan saya, kuda kedua orang itu adalah kuda
yang terbaik diseluruh daerah Wild West." Dengan kata-kata itu ia bermaksud
mengatakan bahwa kuda tunggangannya melebihi kuda Winnetou dan Old Shatterhand.
Adakah benar atau tidak pendapatnya itu, itu akan terbukti dari kejadian-
kejadian yang masih akan datang.
Tetapi pada malam itu juga ia akan menyaksikan, bahwa terhadap satu hal
pendapatnya itu salah, yakni bahwa ia mengira bahwa kuda Winnetou dan Old
Shatterhand dapat dicuri dengan mudah sekali.
Malam itu para penghuni perkemahan Firewood tidak lekas pergi tidur. Oleh karena
mereka mempunyai beberapa orang tamu yang terhormat, maka sesudah makan mereka
masih terus bercakap-cakap. Gemar sekali mereka mendengarkan ceritera
pengembaraan kedua Timpe dan ceritera Winnetou dan Old Shatterhand. Semua orang
menaruh minat yang besar. Orang Mestis pun ikut mendengarkan dengan perhatian
yang besar, akan tetapi ia berdiam diri saja, tidak mencampuri percakapan.
Winnetou dan Old Shatterhand tampaknya tidak mengindahkan orang itu. Itu hanya
tampaknya saja, sesungguhnya pandu itu diamat-amatinya dengan sangat saksama,
sehingga tak sebuah gerak badannya luput dari pengamatannya.
Cas sedang asyik berceritera ketika tiba-tiba Winnetou memberi isyarat kepadanya
supaya berdiam diri. "Ada apa?" tanyanya. "Mengapa saya tidak boleh melanjutkan ceritera saya?"
"Diam!" jawab ketua suku Apache itu. "Saya mendengar orang berkuda datang."
Mereka memasang telinganya. Betul, kini mereka mendengar bunyi depak kuda.
Sebentar kemudian bunyi itu sudah kedengaran di muka pintu, lalu suasana sunyi
kembali. Maka mereka mendengar bunyi kuda mendengus-dengus.
"Uf!" seru Winnetou, seraya lekas-lekas bangkit. "Itu bukan kuda asing." Old
Shatterhand pun telah bangkit lalu berkata:
"Ya, itu kuda kita. Bagaimana maka mereka sampai ke mari" Tuan insinyur, Anda
tidak memasang penjagaan?" "Belum."
"Mengapa belum" Anda sudah berjanji! Kalau tidak salah, pintu gudang itu Anda
tutup dengan palang, ketika kita pergi, bukankah begitu?"
"Ya, karena itu maka saya berpendapat tak usah saya tergesa-gesa memasang
penjagaan." "Di daerah Barat ini tidak boleh kita menangguhkan pelaksanaan penjagaan!"
"Saya kira ada seorang pekerja yang sudah membuka pintu. Karena itu maka kuda
Anda lepas." "Lepas" Kuda itu terikat erat-erat, Sir! Orang yang membuka pintu itu sudah
melepaskan ikatan kuda kami. Itu sangat mencurigakan. Bolehkah saya membawa
lentera itu, Sir?" Kata-kata itu ditujukan kepada penjaga kantin. Lentera yang dimaksud oleh Old
Shatterhand itu tergantung pada sebuah paku di atas kantin. Lentera itu segera
dipasangnya, lalu Old Shatterhand mengikuti Winnetou pergi ke luar. Semuanya
mengikuti mereka dari belakang, demikian juga pandu yang tidak mengetahui bahwa
neneknya sebentar tadi telah mencuri binatang-binatang itu.
Betul, di muka pintu berdiri kuda Winnetou dan kuda Old Shatterhand. Mereka
mendengus-dengus, mengibas-ngibaskan ekornya, lalu mengangkat kedua kaki
depannya sebagai pemberi salam kepada tuannya. Old Shatterhand mengangkat
lenteranya lalu berseru keheran-heranan:
"Astaga! Kuda itu tidak datang dari gudang! Lihatlah punggungnya, penuh dengan
lumpur. Mereka sudah berlari cepat, rupa-rupanya sudah menempuh jarak yang jauh. Tetapi
ke mana mereka tadi pergi dan dengan siapa?"
"Dengan siapa?" tanya insinyur dengan heran. "Tidak dengan siapa-siapa, itu
sudah jelas. Siapakah yang akan mau berjalan-jalan menunggangi kuda yang asing
baginya di dalam gelap-gulita ini?"
"Berjalan-jalan" Saya ingin mengetahui siapa berani dan dapat menunggangi kuda
orang, lihatlah punggungnya kotor."
"Kalau begitu benar dugaan saya. Ada orang membuka gudang, kuda-kuda ini
melepaskan diri dari ikatannya lalu lari. Mereka berputar-putar di luar, lalu
balik kembali, Akan tetapi akan segera saya selidiki siapa yang membuka gudang
itu. Ia akan saya marahi."
"Kuda tidak melepaskan diri dari ikatannya, lagipula mereka tidak akan berjalan-
jalan, kalau tidak kami beri perintah."
Kini Winnetou menunjuk kepada tali kekang kudanya seraya berkata dengan tenang:
"Betul kata saudara saya orang kulit putih. Kuda itu sudah melepaskan diri, akan
tetapi tidak di dalam gudang melainkan di tengah jalan."
Pada tali kekang kuda itu ada terikat seutas tali yang rupa-rupanya telah putus.
Old Shatterhand segera memeriksai tali itu. Ia melayangkan pandangnya ke arah
Winnetou lalu berkata kepada insinyur:
"Ya, pendapat Anda benar, Sir. Dugaan Winnetou salah, satu hal yang jarang
terjadi. Kuda kami ini melepaskan diri di dalam gudang. Marilah. Binatang-binatang ini
akan kami ikat lebih erat lagi. Tuan-tuan yang lain boleh masuk kembali."
Kata-kata itu diucapkannya dengan suara yang sangat tenang, sehingga opseter,
kepala gudang, orang Mestis dan orang-orang lain masuk lagi ke barak dengan hati
yang lega. Cas dan Has hendak mengikuti Old Shatterhand, akan tetapi Old Shatterhand segera
berbisik-bisik: "Anda hendaknya segera ikut masuk serta bercakap-cakap dengan orang peranakan
itu sampai kami kembali."
"Untuk apa, Mr. Shatterhand?" tanya Cas.
"Itu akan saya katakan nanti. Akan tetapi orang itu hendaknya Anda awasi benar.
Jagalah jangan ia menaruh curiga."
"Tetapi apabila ia memaksa hendak pergi, haruskah kami mempergunakan kekerasan?"
"Jangan, akan tetapi bagi seseorang seperti Anda tentu tidaklah sukar untuk
memikat perhatiannya dengan ceritera yang menarik."
"Baiklah. Akan saya usahakan. Saya kira tidak sukar juga, seperti tempo hari
pada ahli waris Timpe. Marilah Has!"
Mereka segera masuk. Winnetou memimpin kedua ekor kuda itu pada tali kekangnya.
Old Shatterhand berjalan di muka dengan lentera. Insinyur berjalan di sebelahnya
dan, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ia berkata:
"Saya tidak mengerti, Sir. Mula-mula Anda bersikap tenang sekali serta
membenarkan pendapat saya, akan tetapi kemudian Anda memberi perintah kepada dua
orang tuan tadi seakan-akan Anda mencurigai Yato Inda."
"Ya, saya sudah berbuat pura-pura. Kuda ini sudah dicuri orang, akan tetapi di
tengah jalan dapat melepaskan diri."
"Mustahil!" "Betul kata saya, Anda boleh percaya!"
"Dan sekiranya dugaan Anda benar, Yato Inda itu pencurinya?" "Bukan, ia hanya
kaki-tangan pencuri." "Saya yakin bahwa ia jujur."
"Dan saya yakin bahwa namanya bukan Yato Inda melainkan Ik Senanda dan bahwa ia
adalah cucu Mustang Hitam. Marilah kita segera masuk ke gudang. Di sana kita
akan segera mengetahui siapa yang melakukan pencurian." "Bagaimana Anda dapat
mengetahuinya?" "Itu akan dikatakan kepada saya oleh tanah yang becek ini. Tanah ini akan
mengandung jejak." "Saya tidak mempunyai pengetahuan sama sekali tentang jejak.
Dalam hal itu Anda berpengalaman sekali. Walaupun begitu saya masih tetap pada
dugaan saya, bahwa Anda telah mendakwa orang Mestis itu tanpa alasan." "Tunggu
sajalah, Sir!" Sambil bercakap-cakap sampailah mereka ke muka gudang. Insinyur hendak segera
masuk. Ia ditahan oleh Old Shatterhand yang segera berkata:
"Jangan tergesa-gesa! Anda dapat merubah atau menghapuskan jejak." "Baiklah.
Waktu kita lapang sekali."
Old Shatterhand berjalan berputar agar jangan langsung, melainkan dari sebelah
belakang mendekati pintu dan dengan demikian tidak mungkin merusak jejak. Demi
sampai ke pintu maka segera ia menerangi tanah. Winnetou meninggalkan kudanya
lalu mendekat pula serta membungkukkan badannya.
"Uf!" serunya. "Ini jejak moccasin Indian."
"Tepat seperti yang telah saya duga," jawab Old Shatterhand dengan mengangguk.
"Ada orang kulit merah datang ke mari. Tetapi berapa banyak jumlahnya?"
"Saudara saya dapat melihatnya apabila kita mengikuti jejak itu mulai dari
gudang. Jejak orang dan jejak kuda bercampur-baur di sini."
"Kita tinggal di sini sebentar! Jejak kuda itu menunjukkan dengan jelas bahwa
mereka berjalan perlahan-lahan. Mereka tentu tidak akan berbuat begitu sekiranya
mereka lari sesudah dapat melepaskan diri dari ikatannya. Kuda itu dipimpin
orang dengan hati-hati ke luar gudang."
"Akan tetapi pintu itu tertutup baik-baik dengan palang," kata Winnetou sambil
menunjuk ke arah pintu. "Suatu bukti lagi bahwa kuda kita dicuri orang. Kuda tidak dapat membuka
palang!" "Tetapi manusia dapat berbuat begitu," sela insinyur. "Tentu saja ada seorang
pekerja datang kemari dengan diam-diam untuk mengambil sesuatu dari dalam
gudang. Kesempatan itu dipergunakan oleh kuda untuk melepaskan diri." "Kalau
benar begitu maka pekerja itu tentu akan berlari-lari pergi memberitahukannya
kepada kita!" "Barangkali ia takut akan dimarahi."
"Pshaw! Jejak itu akan menunjukkan siapa yang benar, Anda atau saya. Berapa
banyak jumlah pekerja Anda orang kulit putih, Sir?"
"Sebanyak yang Anda lihat di dalam kantin." "Semuanya ada di sana?" "Ya,
semuanya." "Tidak seorangpun meninggalkan kantin. Jadi sekiranya benar-benar ada pekerja
datang ke mari, maka orang itu tentu seorang Tionghoa." "Saya kira begitu."


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang-orang Tionghoa itu memakai sepatu apa?" "Sandal Tionghoa dengan telapak
yang tebal sekali." "Sandal yang demikian memberi jejak yang istimewa, yang niscaya akan kita
kenali. Tetapi itu dapat kita periksa lebih lanjut nanti. Marilah kita masuk dahulu."
Mereka membuka pintu lalu masuk. Di dalam tidak ada kelihatan apa-apa. Pencuri-
pencuri itu tidak meninggalkan jejak di sana.
Maka kedua ekor kuda itu ditambatkan kembali pada tempatnya, lalu ketiga orang
itu melanjutkan penyelidikannya di luar gudang. Mereka mengikuti jejak mulai
dari pintu gudang. Baru saja mereka menjejakkan beberapa langkah, maka tampak
oleh mereka bahwa jejak itu berpisah. Yang membelok ke sebelah kanan ialah jejak
manusia dan jejak binatang, akan tetapi yang membelok ke arah kiri hanyalah
jejak manusia belaka. "Mereka datang dari sana," kata Old Shatterhand. "Dapatkah saudara saya Winnetou
melihat, jejak berapa orangkah itu?"
Ketua suku Apache itu mengamat-amati jejak yang dimaksud oleh Old Shatterhand,
lalu menjawab: "Orang-orang kulit merah ini sama sekali tidak hati-hati; mereka
tidak berjalan berurutan sehingga tampak dengan
jelas bahwa jumlah mereka ada empat orang. Marilah kita ikuti terus. Jejak itu
menuju ke sebelah belakang barak
kantin." Tidak lama kemudian sampailah mereka pada tempat di mana dua orang Tionghoa tadi
bertemu dengan orang-orang Indian. Old Shatterhand menerangi jejak itu dengan
lampunya. "Uf!" seru Winnetou. "Orang-orang kulit merah itu berhenti di sini beberapa
lamanya dan bercakap-cakap dengan dua orang Tionghoa. Di sini saya lihat jejak
telapak sandal yang tebal."
"Nah, salahkah pendapat saya?" kata insinyur. "Yang masuk ke dalam gudang itu
ialah pekerja saya!"
"Salah!" kata Old Shatterhand dengan suara yang mengandung rasa kesal oleh
karena insinyur itu masih juga tidak mau melepaskan dugaannya yang salah.
"Kedua orang Tionghoa ini tidak masuk ke dalam gudang, sebab jejak mereka tidak
menuju ke sana. Anda dapat melihat sendiri bahwa mereka hanya berjalan sampai di
sini; kemudian mereka balik kembali. Saya minta dengan sangat sudi kiranya Anda
melepaskan pandangan Anda yang salah. Tempat ini sudah dikunjungi oleh orang
Indian yakni orang Comanche. Ini penting sekali bagi Anda!"
"Pshaw! Barangkali orang Indian yang lapar, yang mencari makanan dan secara
kebetulan saja masuk ke gudang tempat kuda Anda."
"Jikalau begitu halnya maka saya akan merasa senang, akan tetapi saya khawatir
bahwa soalnya berlainan sekali. Rupa-rupanya orang kulit merah ini mempunyai
hubungan rahasia dengan pekerja Anda orang Tionghoa." "Oho!"
"Ya! Bukankah Anda melihat sendiri bahwa mereka sudah bercakap-cakap. Jikalau
mereka tidak ada mempunyai hubungan dengan orang-orang Indian itu, maka sudah
pasti mereka akan dibunuh." "Betulkah itu pendapat Anda, Sir?"
"Ya! Dan lihatlah ini: mula-mula di sini hanya ada tiga orang kulit merah, yang
keempat datang ke mari dari barak kantin. Dapatkah Anda menerka siapa orang
itu?" "Barangkali orang yang menyebut dirinya Juwaruwa, yang tadi hendak Anda tahan di
dalam." "Ya, tepat."
"Saya ingin sekali mengetahui orang-orang Tionghoa yang mana yang sudah datang
ke mari ini!" "Mereka tentu tidak akan mau mengaku. Walaupun begitu itu nanti
akan saya ketahui juga." "Dari jejak itu?"
"Barangkali, tetapi barangkali tidak juga, akan tetapi pasti dengan cara yang
lain. Tetapi marilah kita meneruskan penyelidikan kita tentang jejak orang-orang kulit
merah itu. Mari ikut!"
Kini mereka tidak lagi mengikuti jejak empat orang, melainkan jejak yang dibuat
oleh tiga orang, sampai mereka tiba di tempat di mana Tokvi Kava paling akhir
berbicara dengan Mestis dan dari mana Mestis itu kembali ke barak kantin. Dari
sana jejak itu menuju ke sebelah depan barak kantin, ke tempat di mana orang-
orang Comanche menunggu kedatangan Mestis itu; demi tempat itu diselidiki, maka
Old Shatterhand berseru: "Kini semuanya sudah jelas bagi saya. Ada empat orang Comanche datang ke mari.
Tiga orang menunggu di sini; yang keempat masuk ke dalam barak untuk memberi
isyarat kepada Mestis bahwa ia harus ke luar. Mestis itu datang ke mari, akan
tetapi oleh karena mereka itu tidak merasa aman di sini, maka mereka pindah ke
sebelah belakang barak kantin. Itulah sebabnya maka saudara saya Winnetou tidak
mendapatkan apa-apa ketika ia pergi menyelidik. Mestis itu mengadakan
perundingan dengan ketiga orang kulit merah lalu pulang kembali. Ketika orang
Indian pergi ke tempat di mana mereka mengharapkan kedatangan Juwaruwa. Mata-
mata itu segera datang dan ketika mereka hendak pergi, maka secara kebetulan
sekali mereka bertemu dengan dua orang Tionghoa itu."
"Untuk apa orang kulit kuning itu datang ke mari?" tanya insinyur.
"Itu harus mereka ceriterakan kepada kita," jawab Old Shatterhand.
"Akan tetapi kita masih belum mengetahui siapa kedua orang Tionghoa itu."
"Oh, itu tidak sukar untuk mengetahuinya. Jangan Anda khawatir!"
"Tidak akan kita selidiki teruskah jejak mereka?"
"Tidak sekarang. Kini kita harus berbicara dengan Mestis. Kita harus menjaga
jangan hendaknya ia lari." "Lari?" tanya insinyur itu dengan heran. "Apa
sebabnya Anda mengira bahwa ia akan lari?" "Herankah Anda?"
"Ya dan tidak! Sekiranya ia benar-benar orang baik-baik seperti yang saya
sangka, maka ia tidak usah lari. Akan tetapi sekiranya ia seorang penjahat yang
hendak menyerahkan kita ke tangan orang Indian, maka ia jangan sampai mendapat
kesempatan untuk melarikan diri."
"Pendapat saya agak berlainan sedikit. Ia cucu Tokvi Kava, ketua suku orang
Comanche dan menyamar diri sebagai orang baik-baik; maka ia sudah mendapat
pekerjaan dari Anda. Dengan demikian ia dapat membuat persiapan untuk menyerahkan Anda semuanya ke
tangan neneknya. Ketua suku itu hari ini mengirimkan empat orang utusan, atau
boleh jadi juga ia sendiri sudah datang ke mari untuk merundingkan waktu dan
cara mereka akan menyergap Anda. Pada dugaan saya Tokvi Kava sendiri sudah
datang ke mari. Bagaimana pendapat saudara saya Winnetou?"
"Betul! Mustang Hitam sudah datang ke mari," jawabnya dengan pasti. "Hanya
seorang prajurit sebagai dia dapat memperoleh akal untuk mencuri kuda kita. Ia
sudah mendengar bahwa kita ada di sini. Karena itu maka ia akan menunda
maksudnya menyerang perkemahan ini sampai kita pergi. Akan tetapi bagi keamanan
para penghuni perkemahan ini perlu sekali kita mengetahui apa maksudnya yang
sebenarnya terhadap pekerja-pekerja di sini dan ia hendak melaksanakan
rencananya, akan tetapi itu tidak dapat kita ketahui apabila Mestis itu tinggal
di sini." "Sir," jawab insinyur itu dengan suara yang mengandung ketidak-percayaan. "Apa
yang Anda katakan itu adalah teka-teki bagi saya. Saya terkejut sekali mendengar
dari Anda bahwa orang-orang kulit merah itu mempunyai maksud jahat terhadap
kami, sebab sekiranya tidak begitu maka mereka niscaya tidak akan mengirimkan
utusannya ke mari. Akan tetapi apa yang harus saya ketahui tentang hal itu, saya
kira hanya dapat saya ketahui dari mulut Mestis, itupun sekiranya ia benar-benar
kaki-tangan orang kulit merah."
"Anda mengira bahwa ia akan mengatakan kepada Anda?"
"Ia akan saya paksa."
"Sir! Saya ingin mengetahui bagaimana Anda akan menjalankannya." "Anda harus
membantu saya, Sir."
"Saya tidak dapat, sebab ia tidak akan mau juga mengatakannya kepada saya. Saya
hanya tahu satu akal saja yang pasti akan memberi hasil. Ia harus kita pertakut-
takuti sehingga melarikan diri."
"Akan tetapi kalau ia pergi, maka niscaya kita tidak akan mengetahui apa-apa,
Mr. Shatterhand!" "Sebaliknya! Tidakkah Anda mendengar bahwa kami bermaksud akan
pergi ke Aider-Spring besok pagi-pagi?" "Ya."
"Mestis itu ada mendengarnya juga. Itu tentu sudah diberitahukannya kepada
orang-orang kulit merah. Saya yakin bahwa mereka akan pergi ke sana untuk
mengintai dan menangkap kami. Akan tetapi kami akan bertukar peranan, kami yang
mengintai mereka." "Sir, itu berbahaya sekali!"
"Tidak bagi kami dan bagi Anda ada keuntungannya, yakni bahwa Anda akan
mengetahui apa yang dapat Anda harapkan."
"Bagaimana saya dapat mengetahuinya" Anda akan balik ke mari?"
"Jikalau kami mendengar bahwa Anda ada dalam bahaya, maka kami pasti akan
kembali ke mari untuk membantu Anda. Akan tetapi Anda harus bersedia melepaskan
Mestis itu hari ini juga." "Bagaimana jikalau ia tidak lari?"
"Ia tentu akan lari. Di mana ia biasanya tidur" Bersama-sama dengan pekerja-
pekerja Anda?" "Tidak, ia mempunyai semacam wigwam* (*Kemah Indian) di balik
semak-semak di sana itu." "Aha! Agar ia dapat menjalankan siasatnya dengan
leluasa. Adakah ia mempunyai kuda?" "Ya, kuda itu tertambat pada tonggak kecil
di dekat wigwamnya."
"Baik. Saudara saya Winnetou akan pergi ke sana serta bersembunyi agar dapat
mengintai benar-benarkah orang Mestis itu nanti pergi atau tidak. Saya akan
balik ke barak kantin untuk mempertakut-takuti dia. Dalam pada itu saya
mempunyai pesan bagi Anda, Sir.
Hendaknya Anda jangan mencampuri percakapan saya dengan orang peranakan itu. Ia
harus tetap mengira bahwa kita tidak tahu bahwa kuda kami sudah dicuri oleh
orang Indian. Sebaliknya ia harus mengira bahwa kami berpendapat bahwa kuda itu telah
melepaskan sendiri ikatannya."
"Baik. Tetapi bolehkah saya ikut dengan Anda?"
"Ya, akan tetapi lebih dahulu hendaknya Anda menjelaskan kepada Winnetou di mana
letak wigwam itu." Selama itu Winnetou hampir tidak mencampuri percakapan Old Shatterhand. Kini ia
mendengarkan dengan tenang keterangan insinyur tentang letak wigwam orang
peranakan. Memang itu sudah menjadi adat Winnetou. Bagi Old Shatterhand itu adalah bukti
bahwa Winnetou sependapat benar dengan dia. Demi ketua suku Apache itu pergi
maka Old Shatterhand dan insinyur bersama-sama masuk ke dalam barak kantin. Di
sana mereka mendapati Mestis sedang berbicara dengan asyiknya dengan kedua Timpe
yang sudah berhasil memikat minatnya. Orang Mestis itu melayangkan pandang yang
mengandung curiga ke arah Old Shatterhand, akan tetapi pemburu prairi ini
berbuat seakan-akan ia tidak melihatnya. Cas menghentikan ceriteranya, lalu
bertanya: "Bagaimana, Mr. Shatterhand" Siapa yang benar, Anda atau Winnetou?"
"Saya. Kuda itu ternyata tidak dicuri orang. Kami lupa memasang palang pintu,
rupa-rupanya ada binatang masuk sehingga kuda itu menjadi takut. Mereka telah
melepaskan diri dari ikatannya lalu lari. Untung sekali mereka balik ke mari.
Soal itu tidak usah kita cemaskan, akan tetapi ada suatu hal lagi yang harus
membuat kita bersikap hati-hati."
"Soal apakah itu?"
"Kita sudah dikunjungi orang kulit merah."
"Hanya seorang" Orang Indian yang menyebut dirinya Juwaruwa itu?"
"Ia tidak seorang diri. Ia ditemani oleh tiga orang kulit merah lagi, yang
menunggu di luar." "Astaga!" seru Cas. "Masih ada tiga orang lagi! Jadi kalau begitu orang kulit
merah itu seorang mata-mata?"
"Ya, dan saya yakin bahwa di tengah-tengah kita ada kaki-tangan orang kulit
merah." "AU devils! Betulkah itu" Siapa orang itu?"
"Saya sudah tahu. Tanyakan sajalah kepada Yato Inda yang duduk di sebelah Anda
itu. Ia tahu juga." Dengan segera orang Mestis itu berpaling ke arah Old
Shatterhand serta memandang dengan mata yang berkilat-kilat, lalu bertanya:
"Saya tahu apa, Sir?"
"Bahwa di sini ada kaki-tangan orang kulit merah." "Saya tidak tahu-menahu."
"Tuan-tuan, saya persilakan Anda mengikuti saya. Saya hendak memperlihatkan
sesuatu kepada Anda. Yato Inda harus ikut juga."
"Di mana Mr. Winnetou?" tanya Cas.
"Di gudang, mengurus kuda supaya tidak akan lari lagi."
Mereka semuanya pergi ke luar, akan tetapi orang Mestis itu tidak bangkit dari
tempat duduknya. Demi Old Shatterhand sampai ke pintu, maka ia menoleh, lalu
berkata kepada peranakan itu:
"Saya mengajak Anda semuanya mengikuti saya. Barang-siapa tinggal di sini, akan
berurusan dengan saya. Saya tidak bersenda-gurau."
Pandang mata Old Shatterhand yang mengandung ancaman jauh lebih jelas lagi
daripada kata-kata yang diucapkannya itu. Mestis itu bangkit lalu ikut ke luar.
Old Shatterhand mengangkat lenteranya untuk menerangi jejak kaki Mestis ketika
orang peranakan itu tadi meninggalkan barak kantin untuk pergi mendapatkan
orang-orang Comanche yang menunggu dia. Maka Old Shatterhand berkata:
"Perhatikanlah jejak itu, tuan-tuan! Itu jejak bedebah yang hendak mencelakakan
kita. Nanti saya akan tunjukkan kaki siapa sesuai benar pada jejak ini; maka orang itu
nanti akan kita keroyok."
"Ia hendak mencelakakan kita?" tanya opseter itu dengan terkejut. "Dengan jalan
bagaimana?" "Ia bersekutu dengan orang-orang kulit merah yang bersikap bermusuhan terhadap
kita dan yang hendak menyerang perkemahan kita. Orang itu menyamar diri dengan
nama palsu sehingga dengan demikian ia dapat masuk ke dalam kalangan kita supaya
nanti dapat mempermudah melaksanakan rencana menyerang kita."
"Bersekutu dengan orang kulit merah" Mungkinkah itu?"
"Ya, orang kulit merah yang datang ke mari tadi, adalah mata-mata yang harus
memanggil sekutu orang kulit merah itu. Kami melihat mereka saling memberi
tanda." "Siapakah bangsat itu" Katakanlah, Sir."
"Sabar, sabar! Lebih dahulu saya hendak memberi bukti. Anda melihat bahwa saya
mengikuti jejaknya. Segera Anda akan mengetahui ke mana jejak itu menuju."
Bersama-sama dengan Old Shatterhand mereka mengikuti arah jejak itu. Akhirnya
Old Shatterhand berhenti, mengarahkan cahaya lenteranya ke sana, lalu berkata:
"Saksikanlah sendiri! Di sini berdiri tiga orang Indian yang menunggu kedatangan
mata-mata yang menyebut dirinya Juwaruwa. Saksikanlah dengan saksama bahwa jejak
ini asalnya dari kaki Indian!"
Has berseru: "Itu tidak sukar, Sir. Dengan segera kita dapat melihat bahwa jejak-jejak itu
asalnya dari kaki orang kulit merah. Aduh! Perkemahan kita ada dalam bahaya.
Tunjukkanlah kepada kami pengkhianat itu, agar dapat ia kami gantung. Kebetulan
sekali di sini banyak pohon yang dahannya dapat kami pergunakan untuk
menggantung dia." "Tunggu sebentar lagi! Kita harus mengikuti terus jejak ini. Anda akan
mengetahui dengan saksama bagaimana letak soal itu."
Mestis itu tentu saja mendengar segala yang dipercakapkan. Sekali-kali Old
Shatterhand mengarahkan cahaya lentera itu ke mukanya. Muka orang peranakan itu
menunjukkan ketakutan. Mereka berjalan terus, akhirnya sampai ke belakang barak kantin, di mana Old
Shatterhand berdiri lagi serta berkata:
"Kemudian mereka pergi ke mari dan di sini tinggal beberapa lamanya. Rupa-
rupanya mereka tidak merasa aman di sebelah depan, karena mereka tahu bahwa
Winnetou dan saya ada di sini. Mereka khawatir kalau-kalau kami akan mengintai
mereka. Di sini mereka berunding serta memasang siasat tentang cara bagaimana
mereka akan menyerang kita. Kemudian ketiga orang kulit merah itu berjalan terus
pergi ke tempat di mana mereka menunggu kedatangan Juwaruwa. Akan tetapi
pengkhianat kita dari sini balik ke barak kantin. Saya tidak suka melihat darah
mengalir, akan tetapi penjahat ini sudah selayaknya kita keroyok."
"Siapakah itu siapa, siapa?" tanya orang-orang itu berganti-ganti. Hanya Mestis
saja yang berdiam diri. "Itu akan segera Anda ketahui, kini kita akan mengikuti jejak itu beberapa jauh
lagi sampai jejak itu sedemikian terangnya sehingga saya dapat membuktikan bahwa
kaki pengkhianat itu sesuai benar dengan jejak ini. Marilah gentlemen!"
Sedang ia mendahului teman-temannya, ia mengerlingkan matanya ke arah Mestis.
Dengan perlahan-lahan Mestis itu mengikut di belakang, akan tetapi pada suatu
ketika ia melompat ke sisi lalu menghilang. Kini tibalah saatnya! Orang
peranakan itu tidak boleh mendapat kesempatan menyembunyikan diri di dekat
perkemahan. Dengan demikian ia masih akan dapat mengintai gerak-gerik penghuni
perkemahan. Karena itu Old Shatterhand berhenti lagi seraya berkata: "Inilah
tempat di mana Anda dapat mengetahui siapa pengkhianat itu. Yato Inda saya
persilakan tampil ke muka dan...!"
Segera Old Shatterhand berseru lagi:
"Ho, di mana Mestis itu?"
"Mestis?" tanya orang-orang itu. "Diakah pengkhianat itu?"


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja. Saya kira Anda sudah dapat menerkanya. Namanya bukan Yato Inda,
melainkan Ik Senanda. Ia cucu Mustang Hitam. Ketua suku Comanche itu hendak
menyerang perkemahan kita. Ia menyuruh cucunya ke mari untuk menyelidiki keadaan
di sini, agar ia mengetahui bilamanakah saat yang sebaiknya untuk menyerang."
Sekonyong-konyong orang menjadi gempar. Para penghuni perkemahan yang mengikuti
Old Shatterhand kini berteriak-teriak. Lain daripada itu kedengaran pula jerit
orang yang melarikan diri. Akan tetapi Old Shatterhand berseru dengan suara yang
lebih keras lagi: "Apa gunanya Anda membuat bising! Ia sudah lari ke wigwamnya untuk mengambil
kudanya supaya dapat lari. Kejarlah dia agar tidak dapat meloloskan diri."
"Ayo, ke wigwamnya!" seru mereka berganti-ganti.
"Ya, ke wigwamnya! Dia harus kita tangkap!"
Mereka berlari-lari ke arah wigwamnya orang peranakan itu. Old Shatterhand
tinggal dengan insinyur. "Nah, bagaimana pendapat tuan?" tanya Old Shatterhand
dengan tertawa. "Tidakkah berhasil siasat saya?" "Betul, itupun jikalau Anda tidak salah sangka
terhadap peranakan Mestis itu. Saya masih belum lagi percaya bahwa ia orang
jahat." "Jikalau tidak, masakan ia akan lari?"
"Ya, itu benar juga. Kami harus mengucap syukur bahwa Anda sudah datang ke mari.
Bagaimanakah nasib kami sekiranya Anda tidak ada di tengah-tengah kami. Tentu
semua akan dirampas oleh orang-orang kulit merah, barangkali akan dihabiskan
juga nyawa kami." "Nyawa dan scalp Anda, demikian juga bahan makanan yang ada di sini, kecuali
uang. Uang akan menjadi bahagian Mestis. Perangai mereka saya kenal benar. Ho,
dengarkanlah! Adakah Anda mendengar sesuatu, Sir?"
"Ya, ada kuda berlari."
"Ya, itu kuda Mestis. Ia lari ketakutan. Tentu ia tidak akan berani mencoba
menyembunyikan diri di sini. Ia sudah menghilang."
"Untuk berapa lama" Ia tentu akan pergi kepada orang-orang Comanche; sesudah itu
akan balik kembali."
"Ia akan kami kejar dan kami akan balik kembali sebelum dia. Anda tak usah
khawatir. Dengarlah, anak buah Anda meraung-raung! Mereka masih juga mencari pengkhianat,
akan tetapi tidak mendapatkannya. Ho, mereka membakar wigwam pandu Anda."
Di atas semak belukar kelihatanlah nyala api, mula-mula kecil, akan tetapi makin
lama makin besar. Betul para pekerja itu sudah membakar kediaman Mestis. Sekitar
wigwam itu diterangi oleh nyala api. Kami melihat Winnetou datang. Dia berkata:
"Winnetou mengintai dan mendengar Mestis itu datang lalu masuk ke dalam
rumahnya. Kemudian kedengaran teriak para pekerja dan orang peranakan itu lari ketakutan
ke arah kudanya. Segera ia naik lalu memacu kudanya."
"Betul-betulkah ia melarikan diri, atau hanya hendak berkeliaran di dekat sini
saja?" tanya Old Shatterhand. "Ia tidak akan berhenti sebelum ia yakin bahwa hari ini kami tidak akan dapat
menyusulnya. Saya dengar betapa sesaknya napasnya. Tentu ia sudah ketakutan
sekali dan karena itu ia tidak akan berani tinggal di dekat perkemahan ini."
"Saya kira begitu. Kini kita dapat melanjutkan penyelidikan kita tanpa merasa
khawatir bahwa ia akan kembali." "Penyelidikan apa?"
"Kita harus menyelidiki kedua orang Tionghoa yang bertemu dengan orang-orang
kulit merah tadi." "Teman-teman kita boleh menghadirinya?"
"Hanya kedua Timpe saja. Makin banyak orang, makin besar kemungkinan akan
menyulitkan penyelidikan kita."
Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net V HUKUMAN YANG SETIMPAL Setelah para pekerja itu insaf bahwa usaha mereka untuk menangkap Mestis itu
gagal, maka mereka kembali ke barak kantin. Mereka berharap akan mendapat
keterangan lebih lanjut dari Old Shatterhand tentang pengkhianatan orang
peranakan itu dan rencana orang-orang Comanche, Old Shatterhand mempersilakan
mereka semuanya masuk. Di sana mereka harus menaruh sabar dahulu. Nanti ia akan
memberi keterangan panjang-lebar.
Kemudian Winnetou, insinyur, dua Timpe dan Old Shatterhand pergi ke sebelah
belakang barak di mana Old Shatterhand tadi menjumpai jejak kedua orang Tionghoa
itu. Jejak itu dapat ditemukannya kembali dengan mudah, lalu diikutinya.
Mereka mengira bahwa jejak itu akhirnya akan menuju ke pintu barak, akan tetapi
segera mereka melihat bahwa tiada demikian halnya. Jejak itu berjalan terus
serta menuju ke bagian belakang rumah insinyur. Di sana mereka melihat sebuah
tangga yang panjangnya sampai mencapai atap
"Uf!" tanya ketua suku Apache itu kepada insinyur. "Tangga ini selalu ada di
sini?" "Tidak," jawabnya.
"Dan ketika kami bersama-sama dengan Anda ada di dalam rumah ini?" "Saya rasa
tidak ada di sini juga. Siapakah yang membawa tangga ini ke mari?"
"Kedua orang Tionghoa!" jawab Old Shatterhand. "Barangkali mereka sudah mencuri
milik Anda, Sir, dan milik kami juga!"
"Uf! Uf!" seru Winnetou. "Bedil kami sudah hilang."
"Maaf, Mr. Winnetou; Anda sedang bermimpi?" seru insinyur itu.
"Bedil kami sudah hilang," demikian ketua suku itu mengulang perkataannya.
"Ya, itu keyakinan saya juga," kata Old Shatterhand dengan tenang.
"Kalau Anda yakin, mengapa Anda tinggal tenang saja?"
"Apa gunanya kami menjadi gugup atau menjadi marah" Makin tenang kami makin
lekas dan makin pasti kami akan memperoleh kembali bedil-bedil kami."
"Kalau benar begitu, maka pencuri itu akan saya paksa mengembalikan bedil Anda,
kalau tidak, maka akan saya usir atau saya siksa sampai mati."
"Mereka tidak dapat mengembalikannya."
"Tidak" Mengapa tidak?"
"Oleh karena bedil-bedil itu tidak ada pada mereka lagi." "Pada siapakah bedil-
bedil itu sekarang?" "Pada orang-orang Comanche."
"Jangan Anda berolok-olok! Bagaimana bedil-bedil itu dapat jatuh ke tangan
orang-orang Comanche." "Mudah sekali. Jejak orang-orang Tionghoa itu bertemu
dengan jejak orang-orang Comanche, kemudian balik kembali. Jadi orang-orang
kulit merah itu telah merampas bedil-bedil itu dari tangan orang-orang
Tionghoa." "Adakah mereka mencuri bedil itu justru untuk diberikan kepada orang
Indian?" "Tidak! Mula-mula, ketika saya pertama-tama melihat jejak orang Tionghoa itu,
saya mengira bahwa mereka mempunyai perhubungan rahasia dengan orang-orang
Indian, akan tetapi kini saya yakin bahwa dugaan saya semula itu salah. Orang-
orang Tionghoa itu mencuri bedil kami untuk memperoleh keuntungan bagi diri
sendiri. Demi mereka pergi untuk menyembunyikan hasil pencuriannya, maka mereka
bertemu dengan orang-orang Indian, yang memaksa mereka menyerahkan bedil kami."
"Itu mungkin akan tetapi itu belum merupakan kepastian. Saya masih belum percaya
bahwa bedil Anda sudah hilang. Marilah masuk. Mudah-mudahan dugaan Anda salah."
"Dugaan kami tidak salah. Adakah pekerja-pekerja Anda orang Tionghoa mempunyai
bedil?" "Tidak." "Lihatlah tiga buah bekas di tanah ini. Bekas itu hanya dapat dibuat oleh
tangkai bedil. Ketika pencuri-pencuri itu turun dari tangga, maka bedil itu
disandarkan pada dinding, agar tangan mereka bebas untuk bergerak. Bekas ini ada
tiga buah, yang sebuah besar, yang sebuah sedang dan yang sebuah lagi kecil. Itu
berturut-turut adalah jejak pembunuh beruang, bedil perak dan bedil Henry. Kita
tidak memerlukan bukti yang lain lagi."
"Ah, itu benar!" seru insinyur. "Akan saya siksa kedua pencuri itu sampai mati!
Tetapi orang-orang Tionghoa yang manakah mereka itu?"
"Itu akan segera kita ketahui. Jejak mereka sudah tidak berguna lagi. Barangkali
kita akan mendapat petunjuk di dalam. Dan sekiranya tidak begitu, maka seorang
pemburu prairi masih mempunyai banyak akal lagi untuk mendapatkan seorang
pencuri." "Mudah-mudahan, Sir. Sial benar saya ini. Mula-mula saya bergirang hati mendapat
kehormatan didatangi dua orang pemburu prairi yang termasyhur. Kini ternyata
bahwa mereka sudah kecurian, dan pencurinya adalah anak buah saya sendiri. Saya
tidak mengerti untuk apa mereka mencuri bedil Anda. Akan diapakan bedil itu?"
"Itupun akan kita ketahui juga nanti."
Tiba-tiba Cas berseru: "Aha, kini teringat oleh saya sesuatu hal yang barangkali akan dapat menjadi
petunjuk." "Apakah itu?" "Sebelum Anda berdua datang ke mari, kami ada mempercakapkan Anda. Tentu saja
percakapan itu mengenai bedil Anda juga. Ada dikatakan betapa besar nilai bedil
Anda, sehingga sebenarnya tak seorangpun dapat menaksir harganya. Mungkinkah
salah seorang daripada orang kulit kuning itu mendengarnya dan karena itu
kemudian timbul fikiran pada mereka untuk mencuri bedil-bedil itu, untuk
menjualnya dengan harga yang mahal?"
"Hm! Itu tidak mustahil, Mr. Timpe. Kedua bagian barak itu hanya terpisah oleh
dinding papan yang tipis, sehingga percakapan Anda dengan mudah dapat didengar
oleh orang-orang Tionghoa itu. Dan kalau saya tidak salah, maka di dekat dinding
papan itu ada dua orang Tionghoa duduk di atas bangku."
"Itu benar!" demikian insinyur menyela. "Itu ialah kedua orang mandor kami."
"Seorang mandor biasanya orang yang dapat dipercayai, bukankah begitu?" tanya
Old Shatterhand. "Tidak Sir! Bahwa kedua orang itu sudah menjadi mandor itu bukan bukti bahwa ia
lebih jujur daripada yang lain. Barangkali kita dapat memulai dengan menanyai
kedua orang itu." "Ya. Lebih dahulu kita harus masuk ke rumah Anda untuk menyaksikan adakah bedil
itu benar-benar sudah hilang."
Insinyur membuka pintu, lalu memasang lampu. Demi kamar itu diterangi oleh
cahaya lampu, maka mereka melihat bahwa ketiga bedil itu sudah tidak ada lagi.
Lain daripada itu mereka dapat melihat pula bagaimana pencurian itu dilakukan:
di langit-langit kamar itu tampaklah sebuah lubang yang baru saja dibuat oleh
para pencuri untuk masuk ke dalam kamar.
Pembaca tentu dapat membayangkan betapa besar kehilangan senjata-senjata itu
bagi Winnetou dan Old Shatterhand. Sungguhpun begitu kedua orang pemburu prairi
itu tinggal tenang saja. Mereka tidak mengeluh, tidak meraung-raung, melainkan
berdiam diri saja. Sebaliknya insinyur menjadi marah serta menyumpah-nyumpah dan memberi janji
bahwa ia akan menyiksa kedua pencuri itu sampai mati.
"Kita masih harus menyelidiki siapa pencurinya," kata Old Shatterhand. "Bahkan
apabila pencuri-pencuri itu sudah jatuh ke tangan kita, maka saya tidak akan mau
menyetujui hukuman yang bertentangan dengan perikemanusiaan."
"Jadi mereka harus kita lepaskan begitu saja, Sir?" tanya insinyur itu.
"Tidak, mereka akan kita adili, akan tetapi tidak secara bengis."
"Jangan Anda lupa bahwa kita ada di daerah Barat! Di daerah Timur pencuri
dimasukkan ke dalam penjara; tetapi di sini berlaku undang-undang prairi.
Menurut undang-undang itu seorang pencuri kuda harus dihukum mati dan saya yakin
bahwa senjata-senjata itu lebih besar nilainya daripada kuda. Bukankah begitu?"
"Itu benar, akan tetapi walaupun begitu Anda saya mohon dengan hormat sudi
kiranya menyerahkan penetapan hukuman itu kepada kami. Hukuman itu pasti berat,
akan tetapi adil. Marilah kita pergi ke kantin, untuk menanyai kedua orang
Tionghoa itu." Para pekerja masih ada semuanya. Bahkan yang mula sudah pergi tidur, kini bangun
lagi untuk mendengarkan keterangan Old Shatterhand. Kedua mandor Tionghoa yang
dimaksud oleh insinyur tadi, duduk di tempatnya semula. Rupa-rupanya mereka
tidak merasa aman; setiap orang yang masuk diamat-amatinya. Old Shatterhand
segera mempersilahkan mereka ikut masuk ke kamar kantin. Mereka bangkit lalu
mengikut di belakang. Salah seorang dari mereka berbisik kepada yang lain:
"Schuet put tek!"
Telinga Old Shatterhand yang tajam menangkap kata-kata itu. Maka segera ia
tersenyum. Orang Tionghoa itu mempergunakan bahasanya sendiri, yakni bahasa Tionghoa; lain
daripada itu ia hanya berbisik; jadi ia yakin bahwa perkataannya itu tidak
didengar orang dan sekiranya ada juga yang mendengar, maka tidak mungkinlah ia
memahami arti kata-kata itu. Mustahillah bahwa di daerah Barat Amerika ini ada
orang kulit putih yang mengerti bahasa Tionghoa.
Sedikitpun dia tidak menduga bahwa Old Shatterhand dalam pengembaraannya di
daerah Asia telah mengunjungi Tiongkok juga dan Old Shatterhand tidak pernah
mengunjungi sesuatu negeri sebelum ia menguasai bahasa negeri itu.
Kini semuanya sudah ada di dalam kamar kantin. Kedua orang Tionghoa itu berdiri
berhadapan dengan Old Shatterhand. Pemburu prairi itu mencabut pistolnya,
menarik picunya, lalu bertanya:
"Anda ada di negeri asing. Tahukah Anda undang-undang negeri ini?"
Salah seorang dari mereka menjawab dengan congkak:
"Negeri ini banyak undang-undangnya. Undang-undang yang manakah yang Anda
maksud, Sir?" "Undang-undang mengenai pencurian." "Itu kami ketahui."
"Katakanlah bagaimana orang menghukum seorang pencuri." "Dengan hukuman
penjara." "Ya, tetapi tidak di daerah ini. Barangsiapa di daerah Barat ini mencuri senjata
atau kuda, ia dihukum tembak atau dihukum gantung. Tahukah Anda?"
"Ya, kami pernah mendengarnya, akan tetapi itu bukan urusan kami, sebab kami
tidak akan mencuri milik orang." "Anda berbohong!"
"Apa maksud Anda, Sir" Saya tidak berbohong! Kami ada mendengar bahwa Anda
adalah orang yang mulia lagi masyhur. Kami hanyalah orang biasa saja, mandor
biasa, akan tetapi kami tidak akan membiarkan orang menghina kami."
"Pshaw! Sebentar lagi akan lain sekali bicaramu! Jikalau kamu mau mengaku dengan
jujur, maka dosamu akan kami ampuni, akan tetapi apabila kamu berdusta,
janganlah hendaknya kamu mengharapkan ampun. Kamu telah mencuri bedil kami, tiga
buah banyaknya?" Orang itu berbuat pura-pura tercengang, lalu menjawab:
"Mencuri senjata" Kami" Dari mana timbul fikiran itu" Kami tidak dapat
memahaminya! Adakah bedil Anda dicuri orang?"
Perkataan itu diucapkannya dengan suara yang seolah-olah mengandung kejujuran
dan kemurnian. Karena itu maka Old Shatterhand menjadi marah, lalu menampar
kepalanya sehingga ia terpelanting menerjang bupet. Kemudian orang itu tidak
diacuhkan lagi oleh Old Shatterhand, melainkan ia berpaling kepada orang
Tionghoa yang kedua: "Kini engkau melihat bagaimana saya menjawab kebohongan. Jadi sebaiknya engkau
berkata benar saja! Adakah engkau mencuri bedil kami?" "Tidak!" jawabnya.
"Engkau memasuki rumah insinyur dengan mempergunakan tangga?" "Tidak!"
"Dan ketika engkau hendak menyembunyikan bedil-bedil itu, maka bedil itu
dirampas oleh orang Indian?" "Tidak!" demikian ia menyangkal untuk ketiga
kalinya, akan tetapi suaranya sudah tidak mengandung kepastian lagi.
"Dengarkanlah! Saya peringatkan engkau sekali lagi! Betul engkau sudah dipaksa
oleh temanmu untuk berdusta, akan tetapi lebih baik bagimu untuk berkata benar."
"Bilamana ia memaksa saya?"
"Tadi, ketika kamu berdua bangkit dari tempat dudukmu." "Saya tidak tahu apa-
apa, Sir." "Engkau tahu, sebab engkau mengerti apa yang dikatakannya dengan berbisik-bisik.
Katanya: schuet put tek." "Ya, itu ada dikatakannya." "Apa arti kata-kata
Tionghoa itu?" "Artinya: mari, ikutlah! Itu dikatakannya agar kami mengikuti Anda."
"Engkau mengira bahwa engkau cerdik sekali, bukankah begitu" Engkau mengira
dapat menipu saya. Mari dalam bahasa Tionghoa ialah lai' dan ikut ialah 'k'iu',
akan tetapi 'Schuet put tek' berarti: 'engkau jangan mengaku'. Itu hendak kaupungkiri juga?"
Orang Tionghoa yang berdiri di bupet itu masih juga meraba-rabai pipinya yang
biru legam warnanya. Tetapi kini ia mengangkat kedua tangannya dengan ketakutan
sekali. Orang Tionghoa yang lain mundur tiga langkah serta memandang pemburu prairi itu
dengan mata yang terbuka lebar-lebar. Kemudian ia berseru: "Bagaimana" Anda...
Anda... mengerti... bahasa Tionghoa?"
Kegugupan kedua orang Tionghoa itu segera dipergunakan oleh Old Shatterhand
untuk menggertak: "Siapakah orang Indian yang merampas bedil-bedil itu?"
Tanpa berpikir lagi orang Tionghoa itu menjawab:
"Ia menyebut dirinya Mustang Hitam. Ia ketua suku orang Comanche."


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Put yen put jii, put yen jii," seru orang Tionghoa yang pertama dari tempatnya
di dekat bupet. Kata-kata itu artinya kira-kira: "Jangan berkata apa-apa lagi,
jangan sepatah katapun!"
"Mien na, agai yu... astaga, celaka kita, celaka kita!" kata temannya yang kini
melihat bahwa ia sudah berbuat kesalahan yang besar.
"Diam," kata Old Shatterhand dengan tersenyum. "Kini Anda tahu bahwa tidak ada
gunanya lagi engkau berbicara Tionghoa! Engkau akan kami gantung atau kami
tembak mati malam ini juga, apabila engkau masih terus-menerus berbohong. Akan
tetapi jikalau engkau mau mengatakan dengan saksama bagaimana seluk-beluk
pencurian itu, maka engkau tidak akan kami bunuh."
"Tidak akan dibunuh?" tanya orang Tionghoa yang kedua itu.
"Hukuman apakah yang akan kami dapat?"
"Itu sama sekali bergantung kepada kejujuranmu. Apabila engkau tidak
menyembunyikan apa-apa, melainkan berkata benar saja, maka engkau akan kami
perlakukan lebih baik daripada yang Anda harap-harapkan." "Kalau begitu segala-
galanya akan saya ceriterakan."
Ia mengerlingkan matanya ke arah temannya. Temannya itu menganggukkan kepalanya,
sebab kini ia insaf bahwa sikapnya yang tadi hanya akan menimbulkan kesukaran
saja. Maka kini ia maju dan berganti-ganti mereka menceriterakan bagaimana letak
soalnya yang sebenarnya. Setelah semuanya mereka ceriterakan, maka orang
Tionghoa yang pertama kali mengaku itu berkata kepada Old Shatterhand:
"Ya, kini Anda sudah mengetahui segala-galanya, Sir. Maka kami yakin bahwa kami
akan Anda bebaskan dari segala hukuman."
Tetapi tiba-tiba insinyur berseru:
"Bagaimana engkau dapat berfikir demikian, hai pencuri! Membebaskan kamu dari
segala hukuman" Tidak terpikir olehku! Tahukah engkau apa artinya mencuri
senjata pemburu prairi" Itu berarti bahwa engkau menyerahkan pemburu itu ke
dalam pelukan maut! Dan engkau harus tahu betapa besar nilainya bedil-bedil itu!
Kalau saya yang harus menghukum maka kamu berdua akan saya suruh siksa sampai
mati, akan tetapi oleh karena itu tidak disetujui oleh Mr. Shatterhand dan oleh karena kamu sudah mengaku,
maka saya mau mengampuni dosamu yang besar itu dan hanya akan menyuruh engkau
memberi hukuman dera seratus kali."
Mendengar ancaman itu maka mereka merintih-rintih minta ampun. Old Shatterhand
bertanya kepada Winnetou:
"Hukuman apa yang hendak Anda berikan kepada para pencuri ini?"
Ketua suku Apache itu termenung beberapa saat, kemudian ia tersenyum.
"Hukuman ini," jawabnya sambil membuat gerak mengiris scalp dengan kedua
tangannya. Orang-orang kulit putih segera memahami maksudnya. Karena itu mereka bersikap
menggerutu. Akan tetapi kedua orang Tionghoa itu tidak memahaminya; maka mereka
memandang Old Shatterhand seakan-akan hendak bertanya. "Berlututlah di muka
saya, bergantian," demikian perintahnya. Kedua orang itu mematuhi perintah.
"Cabutlah pecimu!"
Dengan kemalu-maluan mereka mencabut pecinya. Pada saat itu tampaklah sebuah
pisau berkilat-kilat. Para pekerja segera bangkit dengan terkejut, sebab mereka
mengira bahwa Winnetou benar-benar hendak mengambil scalp
orang-orang Tionghoa itu. Dengan cepat sekali Winnetou mencekau rambut kedua
pencuri dengan tangan kiri dan dengan dua kali memotong dengan tangan kanannya
sudah terpotonglah kuncit mereka.
Para penonton menarik napas panjang; lega hati mereka bahwa ketua suku Apache
tidak memotong kulit kepala, tetapi kedua orang kulit kuning itu bukan main
terkejutnya, sebab bagi orang Tionghoa adalah penghinaan yang sebesar-besarnya
apabila kehilangan kuncit. Bahkan kadang-kadang lebih suka mereka mengurbankan
nyawanya daripada kehilangan kuncit. Dengan segera mereka memasang pecinya
kembali lalu melompat bangkit serta berlari sambil meraung-raung.
Semua orang tertawa. Hanya Old Shatterhand dan Winnetou saja yang tidak tertawa.
Old Shatterhand berkata: "Ya, Anda tertawa, akan tetapi bagi mereka hukuman itu
bukan main beratnya, lebih berat daripada hukuman penjara beberapa tahun."
"Betulkah begitu?" tanya insinyur. "Akan tetapi menurut ukuran kita hukuman itu
sangat ringan. Mereka hanya kehilangan kuncitnya belaka."
"Bukan hanya kuncitnya saja, melainkan kehormatannya juga, Sir," kata Old
Shatterhand. "Pshaw! Kehormatan. Para pencuri itu sudah membuktikan bahwa mereka tidak
mengenal rasa kehormatan. Orang tidak dapat kehilangan sesuatu yang tidak
dimilikinya. Anda tidak menghukum mereka; akan tetapi mereka masih akan dapat
hukuman juga dari saya."
"Hukuman apa?" "Mereka saya usir. Saya tidak mau mempunyai pegawai yang sudah mencuri." "Anda
tidak akan dapat mengusir mereka." "Tidak dapat" Mengapa tidak?"
"Oleh karena mereka tidak akan mau tinggal di sini. Mereka tidak berani
menampakkan dirinya kepada teman-temannya orang Tionghoa."
"Kedua kuncit ini akan saya simpan sebagai kenang-kenangan."
Ia sudah membungkukkan diri untuk memungutnya. Akan tetapi Old Shatterhand sudah
mendahului dia seraya berkata:
"Anda hendaknya jangan berkecil hati, Sir! Kuncit-kuncit ini adalah milik orang
lain." "Milik siapa?" "Milik Tokvi Kava, ketua suku orang Comanche."
"Mengapa milik dia?"
"Untuk menghina serta memberi noda."
"Saya tidak mengerti."
"Itu mudah sekali. Ketika Winnetou memutuskan hukuman itu, ia ada mempunyai
maksud yang tertentu. Bukankah Anda yakin bahwa Mustang Hitam akan menyerang
perkemahan Anda?" "Ya." "Apakah yang sebenarnya menjadi sasarannya" Uang andakah?"
"Saya kira bukan. Uang kami niscaya dikehendaki oleh Yato Inda. Orang-orang
kulit merah tidak memerlukan uang. Mereka lebih menyukai senjata dan bekal
kami." "Lain daripada itu mereka ingin sekali memiliki kuncit orang-orang Tionghoa."
"Betulkah begitu?"
"Betul. Barangsiapa mengenal perangai orang Indian, tentu mengetahui cara
berpikir mereka dan mengetahui pula apa yang mereka sukai. Kegemaran mereka
ialah mengumpulkan scalp sebanyak-banyaknya. Apalagi scalp yang sangat panjang!
Scalp itu tidak akan diperolehnya, akan tetapi sebagai gantinya Tokvi Kava akan
kami beri kuncit kedua orang pencuri tadi."
"O, sekarang saya mulai mengerti. Mustang Hitam tentu akan menjadi jengkel
sekali. Old Shatterhand cerdik sekali!"
"Bukan saya yang mendapatkan akal."
"Siapakah?" "Winnetou." "Winnetou" Ia tidak ada mengatakannya!"
"Tetapi Anda ada melihat dia membuat gerak dengan tangannya." "Betul-betulkah ia
mengenangkan Mustang Hitam ketika ia berbuat begitu?"
"Pasti. Kami dapat mengetahui maksud kami tanpa mengeluarkan kata-kata. Betulkah
begitu, saudara saya orang kulit merah?"
Pertanyaan yang terakhir itu justru ditujukan kepada Winnetou. Winnetou
menggulungkan serta membungkus kuncit itu, lalu menjawab:
"Saudara saya Shatterhand memahami benar maksud saya. Hadiah berupa kuncit ini
tanpa kulit kepalanya merupakan suatu penghinaan yang terbesar bagi ketua suku
Comanche." "Boleh jadi," kata insinyur. "Akan tetapi menghina Tokvi Kava tidaklah semudah
itu. Sebelum kita dapat membuat dia jengkel, lebih dahulu kita harus menangkis
serangannya dan menangkap dia. Anda berbuat seakan-akan itu soal yang mudah
sekali. Marilah kita duduk untuk merundingkan apa yang harus kita kerjakan,
tuan-tuan." Ia mempersilakan pekerja-pekerjanya membawa mejanya ke tempat meja tadi, lalu
diajaknya mereka duduk berdekat-dekatan. Winnetou dan Old Shatterhand duduk
juga, akan tetapi sikap mereka tidak menunjukkan bahwa mereka memandang
perundingan itu penting. Dengan sikap masa bodoh Cas berkata:
"Nah, meja sudah siap. Kini kita boleh mulai main kartu."
Insinyur itu merasa tersinggung oleh perkataan Cas, lalu menjawab:
"Main kartu" Kita akan mengadakan perundingan yang penting sekali."
"Kalau itu betul-betul maksud Anda, maka dengan segera saya dapat mengemukakan
satu usul yang jitu." "Katakanlah usul Anda, Sir."
"Dengan segala senang hati. Saya usulkan agar kita tidak mengadakan perundingan,
melainkan menanyakan kepada Mr. Winnetou dan Mr. Shatterhand apa yang harus kita
perbuat. Itu yang paling mudah dan paling baik bagi kita semuanya."
"Akan tetapi banyak sekali soal yang harus kita rundingkan. Misalnya: bilamana
kedatangan orang-orang Indian itu dapat diharapkan, berapa banyak jumlah orang
kulit merah itu dengan jalan bagaimana kita harus memenangkan serangannya. Saya
hanya dapat mengandalkan pekerja-pekerja saya orang kulit putih dan Anda melihat
sendiri bahwa jumlah kami tidak banyak. Orang-orang Tionghoa tidak mempunyai
bedil dan sekiranya mereka ada mempunyainya, mereka tidak akan dapat
mempergunakannya. Sekiranya saya mempunyai pegawai orang kulit putih sebanyak
rekan saya di Rocky Ground, maka sedikitpun saya tidak akan cemas menghadapi
serangan orang-orang Comanche. Rekan saya tidak mempergunakan pekerja orang
Tionghoa." "Rocky Ground?" tanya Old Shatterhand. "Sudah lamakah tempat itu bernama
demikian?" "Tidak, itu nama yang kami berikan kepadanya."
"Jauhkah tempat itu?"
"Tidak, dengan kereta api hanya satu jam setengah perjalanan."
"Hra! Daerah ini saya kenal baik, tetapi Winnetou lebih tahu lagi dan
mengenalnya. Tetapi sejak Anda bekerja di sini, saya baru sekali ini menginjak daerah ini.
Dapatkah Anda menyebutkan nama aslinya" Atau nama gunung, nama lembah atau nama
sungai di dekatnya."
"Rocky Ground terletak pada satu bukit yang tidak mempunyai nama Inggeris.
Orang-orang kulit merah menyebutnya Ua-pesch. Apa arti kata itu tidaklah saya
ketahui." "Uf! Ua-pesch!" seru Winnetou. Rupa-rupanya nama tempat itu sangat penting
baginya. Semua orang memandang kepadanya, akan tetapi dengan gerak tangan ia menolak
memberi keterangan; ia hanya berkata:
"Saudara saya Shatterhand akan berbicara atas nama saya. Ia tahu juga apa yang
saya maksud." Kini mata semua orang beralih kepada Old Shatterhand. Dengan terkejut Old
Shatterhand berkata kepada insinyur:
"Anda tidak tahu apa arti kata Ua-pesch" Artinya sama benar dengan nama yang
Anda sebut tadi: Rocky Ground atau Lembah Batu. Anda tahu bahwa kami akan pergi
ke Aider-Spring. Tahukah Anda di mana letak sumber itu?"
"Tidak. Saya hanya tahu bahwa Anda akan sampai ke sana besok malam. Jadi jauhnya
satu hari perjalanan."
"Ya, karena kami harus berjalan melalui lembah dan bukit. Akan tetapi jalan
kereta api Anda rupa-rupanya mengambil jalan yang memintas. Apabila kita berkuda
dari Rocky Ground ke Alder-Spring maka dalam waktu kira-kira tiga jam saja sudah
sampailah kita ke sana. Itulah yang sangat menggirangkan."
"Mengapa menggirangkan?"
"Oleh karena dengan mudah sekali kami dapat menguasai orang-orang Comanche."
"Anda jangan marah, akan tetapi saya belum mengerti."
"Katakanlah dahulu alat perhubungan apa yang Anda pergunakan untuk mengirimkan
kabar ke Rocky Ground." "Kami mempunyai hubungan telegrap dengan mereka."
"Dan bagaimana halnya dengan jalan kereta api" Sudah selesaikah jalan itu sampai
ke Rocky Ground?" "Ya, sejak kira-kira dua minggu." "Gerbong apakah yang
dipergunakan?" "Gerbong penumpang belum ada, hanya gerbong untuk pembawa alat-alat belaka."
"Itu sudah cukup. Anda mempunyai gerbong semacam itu?"
"Ada kira-kira selusin."
"Anda mempunyai lokomotif juga?"
"Tidak, menjelang malam lokomotif itu pulang kembali ke Rocky Ground."
"Jadi sekarang ada di sana?"
"Ya." "Anda tahu dengan pasti?" "Tentu saja."
"Kalau begitu, sebelum kita melanjutkan perundingan kita, saya mohon Anda
berkirim kawat ke Rocky Ground agar lokomotif itu dikirimkan ke mari."
"Untuk apa kita memerlukan lokomotif?" demikian insinyur itu bertanya. Pada saat
itu Winnetou berseru dengan suara yang tegas:
"Mr. Insinyur hendaknya segera mengirimkan telegrap agar lokomotif itu dibawa ke
mari. Saya berharap jangan hendaknya ia bertanya-tanya lagi. Saudara saya Shatterhand
tahu benar apa yang dikehendakinya."
Insinyur itu tidak menyangkal. Ia segera pergi dan beberapa menit kemudian ia
sudah balik kembali, lalu berkata:
"Telegram sudah saya kirimkan. Dengan demikian saya memikul tanggungjawab yang
berat. Tetapi saya percaya bahwa perbuatan saya itu mempunyai alasan yang kuat."
"Anda tak usah khawatir, Sir. Anda tidak akan dikecam orang," demikian Old
Shatterhand membujuk insinyur yang rupa-rupanya merasa sangsi.
"Sesungguhnya Anda dapat juga mengatakan kepada saya untuk apa lokomotif itu
harus didatangkan ke mari."
"Tadi saya tidak mau membuang-buang waktu, sebab saya tahu bahwa lokomotif itu
harus dipanaskan dahulu sebelum dapat berangkat."
"Itu betul. Rocky Ground sudah menjawab bahwa mereka akan segera memanaskan
lokomotif itu. Siapakah yang akan ikut?"
"Winnetou, saya dan dua bersaudara Timpe itu, semuanya dengan kudanya masing-
masing." "Dan dari pihak kami?"
"Tidak seorang."
"Mr. Shatterhand! Itu tidak dapat saya pertanggungjawabkan. Gerbong dan
lokomotif kami tak boleh dipergunakan untuk maksud prive."
"Ini bukan soal prive, melainkan soal menolong Anda dari bahaya orang-orang
Comanche. Biarlah saya ceriterakan lebih jelas lagi. Kami mengetahui rencana musuh.
Mustang Hitam hendak menyerang perkemahan ini, maka ia menyuruh cucunya datang
ke mari dengan memakai nama samaran. Maksudnya ialah agar orang Mestis itu
menyelidiki daerah yang akan diserang itu. Malam ini mereka sudah berunding.
Sekiranya kami tidak ada di sini, maka serangan itu tidak akan lekas-lekas
dilakukan dan orang Mestis itu tidak akan terbuka kedoknya. Dengan demikian maka
orang-orang kulit merah itu dapat melaksanakan rencana mereka dengan mudah. Akan
tetapi oleh karena mereka kini tahu bahwa rencana mereka sudah kami ketahui,
maka mereka akan melaksanakannya sebelum Anda mendapat kesempatan memperkuat
benteng Anda. Saya yakin bahwa mereka malam ini juga akan menyerang Anda
sekiranya mereka tidak mempunyai alangan yang penting sekali."
"Alangan apa?" demikian insinyur itu menyela. "Saya berpendapat bahwa justru
pada malam ini tidak ada alangan sama sekali bagi mereka."
"Apa maksud Anda?"
"Apabila orang-orang kulit merah itu datang malam ini juga, maka celakalah
kita." "Akan tetapi mereka malam ini tidak akan datang ke mari, sebab mereka tidak ada
di daerah ini. Yang datang ke mari tadi hanyalah empat orang prajurit saja.
Pasukannya menunggu dari jarak jauh. Lagipula mereka tahu bahwa kami ada di
sini. Orang Mestis sedang menyusul neneknya untuk melaporkan apa yang sudah
terjadi. Karena itu maka ketua suku Comanche yakin benar bahwa Winnetou dan saya
besok akan pergi ke Aider-Spring.
Bagi mereka adalah lebih penting menangkap kami daripada menaklukkan Anda. Maka
dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa ia bergegas-gegas pergi ke Aider-Spring
untuk menangkap kami di sana. Ia menyangka bahwa pekerjaan itu mudah sekali,
apalagi oleh karena kami tidak mempunyai lagi bedil-bedil kami yang sangat
ditakutinya. Apabila kami sudah tertangkap, maka dengan mudah sekali mereka
dapat menyerang dan menaklukkan Anda.
Ia tidak berani menunda pelaksanaan rencananya oleh karena dalam pada itu Anda
akan sempat memperkuat benteng pertahanan Anda. Soalnya ialah bahwa kami harus
mendahului Mustang Hitam di Aider-Spring. Mereka harus kami intai, jumlah
prajuritnya kami hitung, percakapannya kami dengarkan untuk mengetahui dengan
cara bagaimana ia hendak menangkap kami dan hendak menyerang Anda."
Insinyur segera menyela:

Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pshaw! Itu berbahaya sekali! Apabila Anda diserangnya, maka celakalah Anda!"
"Ia tidak akan menyerang kami; jangan Anda khawatir. Seorang pemburu prairi
hanya dapat diserang dengan tiba-tiba oleh bahaya yang tidak diketahuinya, tidak
oleh bahaya yang ada diketahuinya. Untung sekali Rocky Ground dekat sekali
letaknya pada Aider-Spring.
Jikalau kami berjalan dengan kereta api dan setiba di Rocky Ground kami segera
berangkat ke Aider-Spring, maka pagi-pagi sudah dapatlah kami sampai ke sana. Di
sana kami dapat mengambil segala persiapan yang kami perlukan. Kami dapat
mengintai orang-orang Comanche tanpa dapat dilihat mereka. Apa yang akan
terjadi, sama sekali bergantung kepada apa yang akan kami ketahui."
"Di sana Anda akan memperoleh kembali bedil Anda?"
"Barangkali tidak."
"Akan tetapi pada hemat saya pertama-tama Anda harus berusaha memperoleh senjata
Anda kembali!" "Soal yang paling utama ialah menolong Anda. Apabila itu berhasil, maka Mustang
Hitam kami tahan. Jikalau kami sudah menguasai Mustang Hitam maka dengan mudah
sekali kami akan mendapatkan kembali senjata kami. Saya yakin benar bahwa kami
akan dapat mendengarkan percakapan mereka. Demi kami mendengar bahwa Anda dalam
bahaya, maka kami akan bergegas-gegas kembali ke Rocky Ground untuk membawa
sekalian pekerja yang ada di sana ke mari agar bersama-sama kita dapat menyambut
serangan orang-orang Comanche."
Mendengar kata-kata saya yang terakhir itu insinyur segera bangkit dari tempat
duduknya, lalu berseru kegirangan:
"AU devils! Itu baik sekali. Apabila orang-orang kulit putih dari Rocky Ground
menggabungkan diri dengan kami, maka kami niscaya akan menang. Prajurit orang
kulit merah itu akan kita tembak sampai habis."
"Jadi Anda menyetujui rencana saya?"
"Setuju, setuju sekali! Ya, kini saya insaf bahwa hanya Anda dan Mr. Winnetou
saja yang dapat menyelamatkan kami."
"Karena itu janganlah berat hati Anda bahwa Anda sudah mendatangkan lokomotif
untuk kami." "Tidak, tidak lagi, Sir! Sebaliknya, saya mengucapkan terima kasih
dan saya akan mengusahakan agar Anda akan disambut dengan ramah-tamah sekali di
Rocky Ground." "Apa maksud Anda?"
"Segera setelah Anda berangkat, saya akan mengirimkan kawat bahwa Old
Shatterhand dan Winnetou, dua orang pemburu prairi yang masyhur akan datang ke
Rocky Ground." "Jangan Anda berbuat begitu." " Mengapa jangan?"
"Pertama: oleh karena kami tidak lebih daripada pemburu-pemburu prairi yang
lain. Kedua: karena dengan demikian Anda dapat membahayakan pelaksanaan rencana kami."
"Dengan jalan bagaimana?"
"Mungkin sekali maksud kami akan disampaikan kepada orang-orang Comanche." "Itu
tidak mungkin." "Bahkan mungkin sekali."
"Siapakah yang akan mau menyampaikan pesan itu kepada orang-orang kulit merah."
"Anda sudah lupa akan orang Mestis yang Anda percayai benar-benar itu" Kita
harus bersikap hati-hati sekali, lebih-lebih oleh karena usaha kita ini ada
sangkut-pautnya dengan nasib manusia."
"Baik. Akan tetapi saya akan mengirimkan kawat juga. Saya hanya hendak
memberitahukan bahwa kereta api itu akan membawa empat orang penumpang. Itu
adalah kewajiban saya. Akan tetapi saya akan mendapat kesulitan besar sekiranya dugaan Anda tentang
malam ini salah." "Apa maksud Anda?"
"Yang saya maksud ialah: jikalau orang-orang Comanche datang malam ini sedang
Anda sudah tidak ada." "Mereka tidak akan datang. Percayalah!"
"Ya, itu hanya dugaan Anda, Sir! Saya mau mengakui bahwa dalam hal-hal itu Anda
seribu kali lebih tahu daripada saya, akan tetapi Anda sudah mengatakan sendiri
bahwa di daerah ini orang harus bersikap hati-hati sekali." "Sayapun tidak akan
menghalang-halangi Anda melakukan apa yang Anda pandang sebagai kewajiban Anda."
"Akan tetapi apakah sesungguhnya kewajiban saya?"
"Anda hendaknya menyalakan api pada beberapa tempat sekeliling perkemahan ini
serta memasang penjagaan di sana. Sekiranya ada orang Comanche di dekat ini,
maka mereka tidak akan berani mendekat. Tetapi saya yakin bahwa di daerah ini
tidak ada orang Comanche."
"Ya, nasihat Anda itu baik sekali. Segala yang Anda katakan akan saya kerjakan
semuanya." Ia meninggalkan kami untuk memberi perintah seperlunya. Tidak lama kemudian kami
melihat bahwa penghuni perkemahan itu sudah memasang enam buah api besar yang
menerangi seluruh perkemahan. Ia memasang penjagaan di muka rumahnya. Penjaga
itu harus segera memberitahukan apabila ada berita telegram masuk. Semuanya
merasakan suasana tegang.
Tidak seorangpun pergi tidur. Kami segera membuat persiapan untuk perjalanan
kami. Untuk kami bertempat beserta kuda kami disediakan sebuah gerbong bagasi yang
cukup luasnya. Demi kami mendapat berita bahwa lokomotif sudah berangkat dari
Rocky Ground, maka kuda kami segera kami masukkan ke dalam gerbong. Kami pergi
minum sebentar sebelum kami minta diri.
VI KE ROCKY GROUND Satu setengah jam sesudah kami mendapat berita telegram dari Rocky Ground, maka
kami mendengar peluit lokomotif yang datang. Kereta kami segera disambungkan.
Para penumpang segera minta diri lalu naik. Kemudian insinyur mengirimkan berita
bahwa kereta api membawa empat orang penumpang ke Rocky Ground.
Walaupun jalan kereta api itu masih baru dan hari agak gelap, namun kereta api
yang tidak panjang itu berjalan dengan cepatnya. Sekeliling kami gelap gulita.
Kami tidak dapat membeda-bedakan bukit, lembah, prairi dan hutan. Kami mendapat
kesan seakan-akan kereta api itu bergerak di dalam sebuah tembusan yang gelap
dan tidak berhingga. Karena itu maka kami berempat sangat bergirang hati ketika lokomotif
memperdengarkan peluitnya dan kami melihat di muka kami beberapa lampu yang
menunjukkan bahwa kami hampir sampai ke tujuan kami.
Kami sudah sampai ke Rocky Ground. Di situpun orang memasang beberapa buah api
unggun dan dalam cahaya api itu kami melihat sebuah gedung yang mempunyai pintu
gerbang yang sangat lebar. Rupa-rupanya gedung itu mempunyai beberapa buah
kamar, akan tetapi yang diterangi lampu hanyalah sebuah saja.
Dekat pada pintu gerbang kami melihat seseorang bersandar, yang menilik
pakaiannya, adalah seorang pemburu prairi. Di dekat jalan kereta api berdiri
seorang lagi yang demi kereta api kami berhenti, membuka pintu gerbong kami
seraya berseru: "Rocky Ground! Turunlah gentlemen! Saya ingin sekali mengetahui untuk siapa
rekan saya di Firewood menyuruh saya mengirimkan kereta istimewa pada malam
hari." "Itu akan segera Anda lihat, Sir," jawab Old Shatterhand. "Anda pegawai kereta
api?" "Saya insinyur, siapakah Anda?"
"Anda akan segera mendengar nama kami apabila kami sudah ada di dalam. Anda
mempunyai tempat yang baik untuk menyimpan kuda kami?"
"Itu soal mudah, turunlah dahulu."
Ia mengamat-amati kami berempat, lalu menggerutu dengan rasa kecewa:
"Hm! Semuanya asing bagi saya. Bahkan ada juga seorang kulit merah. Lain benar
daripada apa yang saya duga!"
"Barangkali Anda menduga bahwa kami atasan Anda?" kata Old Shatterhand dengan
tertawa. "Pemegang saham atau pembesar lainnya" Anda hendaknya jangan berkecil hati,
bahwa kami adalah orang biasa yang mengganggu Anda pada malam hari. Kami akan
segera berangkat lagi, jadi Anda akan segera dapat pergi tidur lagi."
"Berangkat lagi" Jikalau begitu Anda tak lain daripada pemburu?"
"Betul." "Dan untuk pemburu rekan saya sudah membangunkan saya dari tidur..."
Pada saat itu ia disela oleh orang kurus yang bersandar di dekat pintu gerbang
tadi dan kini mendekati kami. Ia berkata:
"Sayapun ingin mengetahui macam orang apa yang pada malam hari datang ke mari
dengan kereta api ekstra. Apabila orang dengan jalan demikian..."
Dengan tiba-tiba ia berhenti berbicara. Old Shatterhand yang mula-mula
membelakangkan dia, kini sekonyong-konyong berpaling oleh karena ia mendengar
suara yang dikenalnya. Dengan demikian maka orang yang kurus badannya itu dapat melihat mukanya dan
dengan segera ia memutuskan perkataannya, akan tetapi sebentar kemudian ia
berteriak: "Old Shatterhand! Old Shatterhand!"
"Hobble Frank, Hobble Frank*," seru Old Shatterhand dengan heran. (*Bacalah
kisah pengembaraan Dr. Karl May: Rahasia Bison Putih, Pemburu binatang berbulu
tebal di Rio Pecos, Raja Minyak dan Gunung Setan di Rocky Mountains)
"Dan Winnetou! Winnetou!" seru Frank lagi, ketika ia melihat ketua suku Apache.
"Uf!" jawab Winnetou. Ia hanya mengucapkan sepatah kata itu saja, akan tetapi dalam lagu suaranya
telah terkandung rasa tercengang oleh pertemuan yang tidak tersangka-sangka itu.
"Ya, betul, Old Shatterhand dan Winnetou," demikian orang kurus itu mengulang
kata-kata yang mengandung kegirangan itu. "Ke marilah, biar Anda berdua saya
peluk!" Maka dipeluknya kedua orang itu berturut-turut seraya ia berseru kepada
insinyur: "Mr. Insinyur, inilah kedua orang pemburu prairi yang kenamaan, yang setiap
malam saya sebut namanya dalam ceritera saya, sedikitpun saya tidak menduga
bahwa saya akan selekas ini bertemu dengan mereka." Kini insinyur segera
mengubah sikapnya. Dengan hormat ia menjawab:
"Keterangan yang Anda berikan itu sama sekali tidak perlu Mr. Frank. Kedua orang
gentlemen ini sudah lama saya kenal, walaupun hanya karena masyhurnya saja.
Sekiranya saya mengetahui bahwa merekalah yang dibawa ke mari oleh kereta api,
maka mereka niscaya akan saya sambut dengan cara yang lain benar. Kini anak buah
saya akan saya bangunkan semuanya dan..."
"Sebentar," demikian Old Shatterhand menyela. "Kami tidak boleh dikenali orang.
Sebabnya akan segera saya katakan. Kami tidak akan lama tinggal di sini, akan
tetapi oleh karena dengan tiba-tiba bertemu dengan sahabat kami Frank, maka kami
akan berhenti kira-kira satu jam lamanya sebelum kami berjalan terus. Jadi
katakanlah adakah Anda mempunyai tempat di mana kuda kami dapat disimpan dengan
aman?" "O, Mr. Shatterhand, kuda Anda akan kami pelihara seakan-akan mereka manusia,
sebab saya tahu betapa indahnya tunggangan Anda dan tunggangan Mr. Winnetou.
Kuda Anda akan kami bawa masuk ke bangsal, di mana Anda akan kami sambut sebagai
tamu yang paling terhormat."
Yang disebutnya bangsal itu ialah gedung panjang yang sudah kami sebut tadi.
Kamar yang diterangi oleh lampu itu ialah kamar restorasi bagi para penghuni
Rocky Ground. Di sebelah kamar itu ada ruang tempat menyimpan barang. Ruang itu
sedang kosong dan di sanalah kuda kami diberi tempat. Di sana tunggangan kami
dapat kami amat-amati dari kamar restorasi, jadi kuda kami itu aman sekali.
Kemudian kami masuk ke kamar restorasi dan penjaga kantin sudah bangun oleh
kegemparan yang ditimbulkan oleh Hobble-Frank.
Memang ia tidak pergi tidur, melainkan menunggu di kantin kalau-kalau mereka
yang akan datang dengan kereta api itu akan memerlukan minum dan makan. Akan
tetapi oleh karena hari sudah jauh malam maka ia tertidur juga di atas kursinya.
Penjaga kantin itu mengira bahwa penumpang kereta api itu niscaya inspektur atau
tamu agung lainnya. Demi ia melihat bahwa kami hanyalah pemburu prairi belaka,
maka tampaklah bahwa ia merasa kecewa. Akan tetapi segera berubah sikapnya, demi
insinyur membisikkan nama kami ke telinganya serta memesan minuman dan makanan
yang mahal. Sebelum mereka duduk Old Shatterhand memperkenalkan Cas dan Has
kepada pihak tuan rumah. Kepada Hobble-Frank ia berkata:
"Sahabat saya Frank, dengan segala senang hati saya hendak memperkenalkan kepada
Anda..." "Sebentar, sebentar!" demikian orang kurus itu menyela. "Anda mengenal saya,
bukankah begitu Mr. Shatterhand yang saya muliakan?"
"Tentu saja," jawab Old Shatterhand dengan tertawa; ia tahu bahwa Frank akan
mempertunjukkan sikap lucu yang niscaya sudah dikenal juga oleh pembaca.
Selama orang kecil ini mempergunakan bahasa Inggeris, tidaklah dapat diketahui
apa sifat-sifat istimewanya, akan tetapi serta ia mulai berbahasa Jerman, maka
segeralah kelihatan bahwa ia mempunyai sifat-sifat yang ganjil.
"Anda, Mr. Shatterhand mengenal Hobble-Frank Anda. Jadi Anda tahu benar bahwa
saya adalah seseorang yang insaf benar akan hak-hak kerohanian yang abnormal dan
bahwa saya tidak pernah membuang-buang kehormatan saya. Hormatilah barangsiapa
patut mendapat kehormatan! Saya selalu menuntut kehormatan itu; karena itu saya
menuntut agar saya disebut dan dipanggil dengan gelar saya yang sejati oleh
majelis yang saya hadapi. Oleh sebab itu maka saya hanya mau disapa orang dengan
kata Jerman 'sie' atau kata Perancis
'vous'. Akan tetapi apabila kata-kata itu ke luar dari mulut Anda, maka hati
saya merasa sakit. Saya sudah menyertai Anda dalam segala pengembaraan Anda,
sudah menghadapi bahaya, mengalami lapar dan haus bersama-sama dengan Anda,
sehingga sudah sepatutnya saya Anda pandang sebagai anak kandung rohani Anda.
Tidak selayaknya Anda memanggil saya dengan 'sie' atau 'vous', melainkan Anda
hendaknya memanggil saya dengan engkau atau kamu. Maukah Anda berbuat demikian?"
Old Shatterhand hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan pertanyaan itu hanya
dijawabnya dengan "hm" saja.
"Hm?" seru orang kecil itu. "Di sini orang tidak menjawab dengan deham.
Permintaan saya itu ke luar dari hati sanubari saya dan saya insaf bahwa
tiadalah sukar bagi Anda untuk memenuhi permintaan itu. Mengapa Anda tidak mau
menyenangkan hati saya?"
"Jadi Anda menghendaki persahabatan dengan kami, Frank sahabatku?"
"Persahabatan" Bukan itu yang saya ingini. Persahabatan hanya diikat oleh orang
yang tidak dapat menjunjung dirinya lebih tinggi dan yang sudah kehilangan
rendez-vous orthopedi. Saya tidak mau berbuat begitu sebab saya tahu apa yang
harus saya lakukan terhadap territor intelektuil. Jadi kalau kita hanya
bersahabat saja, maka saya harus menyebut Anda dengan engkau atau kamu. Saya
tidak mau mengadakan hubungan yang demikian. Kini kita berdiri antara dua buah
kursi. Pilihlah kursi yang paling Anda sukai. Apabila Anda menyebut saya dengan
Anda, maka saya akan menyebut Anda dengan engkau. Tetapi apabila Anda tahu
kewajiban Anda dan menyebut saya dengan engkau, maka sudah sepatutnya saya
menyebut Anda dengan 'sie', 'vous' atau Anda. Itu hukum alam yang berlaku bagi
saya. Putuskanlah sekarang juga! Bagaimana hubungan kita untuk selanjutnya?"
"Ya, permintaanmu akan saya kabulkan."
"Ha, senang hati saya. Anda menyebut saya dengan kata engkau?" "Ya, sebab saya
tahu bahwa engkau bersungguh-sungguh."
"Bagus, bagus sekali. Jadi kita sudah seragam dan sejiwa. Kini Anda boleh
menyampaikan kabar yang hendak Anda sampaikan kepada saya tadi."
"Ya, saya hendak memperkenalkan kepadamu dua orang setanah-air."
"Sungguh" Jadi orang Jerman?"
"Bukan orang Jerman saja, bahkan orang Saksen!"
"Astaga! Orang Saksen. Dari tempat mana?"
"Ini tuan Hasael Benyamin Timpe, dari Plauen."
"Plauen di Voigtland?"
"Ya." "Itu kabar yang menggirangkan sekali. Saya kenal Plauen; di sana saya sering
mengunjungi kedai minum Anders, yang menyajikan bir yang paling enak. Di sana
mereka menyajikan makanan yang lezat-lezat juga. Dan tuan yang lain ini?"
"Tuan Casimir Obadja Timpe, saudara sepupu tuan yang baru saya perkenalkan tadi.
Ia berasal dari Hof."
"Dari Hof" Hm! Hof letaknya tidak di Saksen, melainkan di Beieren. Anda sudah
menjadi korban kekacauan ornithologi. Tetapi itu tidak apa sebab kereta api yang
menghubungkan Plauen dengan Hof adalah kereta api Saksen. Jadi tuan Casimir
Obadja masih dapat saya pandang sebangsa. Siapakah dari mereka berdua itu yang
sesungguhnya saudara sepupu?"
"Keduanya, itu sudah jelas, sahabatku Frank."
"Keduanya" Hm, ya! Ya, ya. Betul begitu. Saya agak bingung, sebab nama Timpe itu
sudah merangsang tenggorokan saya. Mudah-mudahan jangan terlampau banyak orang
yang bernama Timpe!"
Kedua orang saudara sepupu itu sudah pernah mendengar nama Hobble-Frank, akan
tetapi mereka tidak menduga bahwa perangainya seganjil yang mereka saksikan
sekarang. Akan tetapi mereka segera menaruh simpati; Cas lekas-lekas menjawab:
"O, jangan Anda khawatir. Orang yang bernama Timpe banyak sekali, misalnya:
Rehabeam Zacharias Timpe, Petrus Micha Timpe, Markus Absalom Timpe, David
Makkabeus Timpe, Tobias Holofernes Timpe, Nahum Samuel Timpe, Jozef Habakuk
Timpe..."

Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah, sudah cukup!" seru Hobble-Frank sambil menutup telinganya, "kalau Anda
teruskan juga, terpaksa saya nanti menceburkan diri ke dalam sungai! Untuk
mendengarkan cacah jiwa seperti itu orang harus mempunyai urat saraf setebal
kawat telepon! Timpe! Timpe!
Timpe! Selalu Timpe saja! Dan nama kecil mereka! Seakan-akan saya mendengarkan
orang membaca kitab suci saja. Saya hendak memberi nasihat yang baik kepada
Anda. Kirimkanlah surat kepada kementerian di Saksen agar Anda memperoleh nama
lain. Kalau tidak, mustahil saya dapat bergaul terus dengan Anda."
"O, kalau itu yang jadi keberatan Anda, maka kami sendiri mempunyai akal yang
jauh lebih baik. Teman-teman kami boleh memanggil kami dengan singkatan nama
kecil kami: jadi Cas dan Has, bukan Casimir dan Hasael. Maukah Anda menyebut
kami begitu?" "Ya, itu lebih baik. Mau benar saya menjadi sahabat Anda. Marilah kita duduk.
Tetapi... apakah itu?" Pertanyaan itu bersangkutan dengan sejumlah piring dan gelas yang berisi penuh,
yang diantarkan oleh penjaga kantin. Insinyur segera menerangkan bahwa ia akan
menganggapnya sebagai kehormatan yang besar apabila ia boleh menjamu tuan-tuan
yang baru datang itu. Menurut adat kebiasaan orang Amerika, jamuan serupa itu tidak boleh ditolak.
Hobble-Frank dan kedua Timpe makan dengan lahapnya. Old Shatterhand hanya makan
sedikit serta minum segelas anggur. Winnetou sama sekali tidak minum. Ia sudah
pernah mencicip alkohol, akan tetapi sesudah itu tidak pernah diulangnya. Ia
tahu benar bahwa "air api"
adalah musuh yang terbesar bagi orang kulit merah. Sambil makan mereka bercakap-
cakap dengan asyiknya. Old Shatterhand ingin sekali mengetahui asal mulanya maka
ia bertemu dengan Frank di Rocky Ground. Hobble-Frank menjawab:
"Sebabnya ialah karena saya mempunyai perangai burung negeri Jerman. Apabila
musim dingin datang dan iklim tidak menyenangkan lagi baginya, maka ia menjadi
gelisah, lalu terbang ke arah Selatan. Akan tetapi di sanapun tidak lama
tenteram hatinya. Beberapa bulan kemudian burung itu terbang kembali ke negeri
asalnya. Demikian pula halnya dengan saya, ingin bertemu dengan Anda. Karena itu
saya naik ke kapal yang pergi ke Jerman. Tetapi di sana saya mendengar bahwa
Anda telah balik kembali ke benua Amerika untuk menjumpai Winnetou; maka saya
tertimpa oleh demam-savanna; rindu kembali saya kepada petualangan kita bersama.
Segera saya membulatkan hati saya untuk menyusul Anda.
Saya tahu bahwa pada suku Apache Mescalero saya akan mendapat keterangan, di
mana saya dapat menjumpai Anda. Maka kami naik kapal yang berlayar ke hulu
sungai Arkansas; dari sana kami berkuda ke Rio Pecos melalui Santa Fe."
"Kami" Jadi Anda tidak seorang diri saja?"
"Tidak, saudara sepupu saya Droll menemani saya."
"Ah, Bibi Droll" Di mana dia?"
"Di mana lagi kalau tidak di tempat tidurnya!"
"Di sini?" "Ya, di sini." "Frank, mengapa ia tidak kau bangunkan?" "Ia harus beristirahat; ia sedang
sakit." "Sakit" Kalau begitu saya harus segera menengok dia! Berbahayakah penyakitnya?"
"Tidak, akan tetapi ia menderita dengan hebatnya." "Apa penyakitnya?"
"Penyakit yang sangat ganjil, penyakit yang belum pernah saya dengar sebelumnya.
Mula-mula saya tak mau percaya. Kakinya kemasukan pulau Ischia."
"Pulau... Ischia?" tanya Old Shatterhand. Old Shatterhand hendak tertawa, akan
tetapi untung dia dapat menguasai dirinya, sebab ia yakin bahwa Hobble-Frank
akan marah apabila ditertawakan.
"Ya, pulau Ischia," jawab Frank dengan sungguh-sungguh.
"Di manakah letak pulau itu?"
"Di antara katulistiwa dan Sigmaringen di Hohenzollern."
"Haha," sela Cas yang tidak insaf bahwa dengan demikian ia melukai perasaan
Hobble-Frank. "Saya bukan ahli ilmu bumi, akan tetapi secara kebetulan sekali
saya tahu dengan tepat di mana letak pulau itu. Saya pernah membaca bahwa pulau
itu acapkali diserang oleh gempa bumi yang hebat; karena itu maka sangat menarik
perhatian saya." O, celaka! Cas yang baik hati itu sedikitpun tidak menduga, bahwa ia sendiripun
dapat mengharapkan gempa bumi yang tidak kurang hebat. Frank meletakkan sendok
dan garpunya, dengan perlahan-lahan berpaling kepadanya, lalu memandangi Cas
dari kepala sampai kakinya seraya bertanya dengan suara yang mengandung ejekan:
"Ah, Anda benar-benar mengetahuinya dengan tepat" Katakanlah, siapa nama Anda?"
"Timpe." "Tim... Tim... Timpe! Ya, kalau demikian nama Anda, pantaslah! Timpe dan Ischia!
Bunyi kedua kata itu sama ganjilnya dengan bunyi sikat sepatu dan ophelia. Nah
di manakah pada pendapat Anda letak pulau Ischia itu?" "Di teluk Napoli."
"Ahaaa!" Kata "haaa" itu direntangkannya panjang-panjang. Dengan mata yang
berkilat-kilat ia menyambung: "Tiadakah itu terletak antara katulistiwa dan
Sigmaringen di Hohenzollern?" "Hm! Itu saya tidak tahu. Saya tidak pernah
menaruh minat terhadap katulistiwa."
"Kalau begitu diamlah dan apabila selanjutnya seorang otoritet simbolis ilmiah
berkenan mencoba menerangkan akal Anda yang gelap, janganlah Anda berani menyela
atau menyangkal! Anda sudah mengakui bahwa Anda bukan
ahli ilmu bumi. Kini ternyata bahwa Anda sama sekali tidak mempunyai pengetahuan
tentang ilmu bumi. Apabila Luna tertawa, maka tengers hendaknya menutup
mulutnya. Camkanlah itu!" Cas sama sekali tidak menginsafi bahwa kata-kata Hobble-Frank itu tak lain
daripada cakap angin yang tidak ada artinya. Karena itu ia menjawab dengan
rendah hati: "Tuan Frank, sedikitpun saya tidak mempunyai maksud untuk menghina Anda, akan
tetapi saya kira Anda harus mengakui bahwa tiadalah mungkin orang mengandung
sebuah pulau dengan dua puluh lima penduduk di dalam kakinya!"
"Tutup mulut Anda! Siapa yang berbicara tentang penduduk" Karena Droll menderita
dengan hebat sekali, maka hanya dengan susah-payah kami dapat sampai ke Fort
Manners, di mana secara kebetulan saja ada dua orang dokter yang mau memeriksa
penyakitnya. Dokter yang seorang rupa-rupanya bukan seorang ahli; katanya
penyakit Droll itu ialah Pain in the hip*. (*Semacam penyakit encok di pinggang
Ischia) Dokter yang seorang lagi jauh lebih pandai; ia mendapatkan penyakit
Droll; penyakit itu disebutnya Ischia. Bahwa Ischia itu ialah nama sebuah pulau,
itu setiap orang tahu. Dan apa yang hendak Anda katakan tentang gempa bumi tadi,
ternyata tepat sekali, sebab penyakit Droll menampakkan diri sebagai gempa bumi.
Apabila ia sedang diserang penyakit maka seluruh tubuhnya gemetar."
Cas berdiam diri saja; ia tidak dapat menjawab. Old Shatterhand mengikuti
pertengkaran mulut itu dengan segala minat. Untuk menjaga jangan hendaknya
pertengkaran itu berlarut-larut, maka kini ia mengalihkan perhatian Frank kepada
soal yang lain dengan berkata:
"Sepanjang ingatan saya Droll tidak pernah menderita penyakit serupa itu, bahkan
saya tidak pernah melihat tanda-tanda sedikit j uapun. Adakah itu penyakit baru
yang datang dengan sekonyong-konyong?"
"Betul." "Adakah dokter-dokter sudah mengetahui sebab-sebab penyakit itu?" "Itu tidak
perlu; sebabnya sudah saya beritahukan kepada mereka." "Anda tahu sebabnya?"
"Ya. Sebabnya saya lihat dengan mata saya sendiri. Saya masih belum buta!" "Nah,
sebutkanlah sebab itu."
"Sebabnya ialah seekor kuda yang selalu tersandung atau tergelincir."
"He?" tanya Old Shatterhand dengan sungguh-sungguh, walaupun hampir-hampir tak
dapat menahan gelaknya. "Tadi sudah saya katakan bahwa kami mengendarai kuda dari Arkansas. Tunggangan
saya ialah kuda yang agak baik, akan tetapi Droll menunggang kuda putih yang
mempunyai cacat: binatang itu selalu tersandung-sandung saja. Jikalau tidak
tersandung kepada lubang, batu atau akar pohon, maka ia tersandung pada kakinya
sendiri." "Siapa yang mau membeli kuda semacam itu! Tambahan lagi kuda yang putih
warnanya! Engkau tahu bahwa seorang pemburu prairi yang berpengalaman tidak mau
mengendarai kuda putih, karena oleh warna putih itu dari jauh ia sudah tampak
oleh musuh." "Ya, itu saya sudah tahu, tak usah Anda katakan. Tetapi apa daya kami jikalau
kami harus mempunyai kuda dan tidak ada tersedia kuda lain daripada kuda putih"
Harus kami catkah kuda itu supaya, apabila kena air hujan, berubah lagi menjadi
kuda putih?" "Hm! Ajaib! Belum pernah saya melihat orang menjual kuda putih. Biasanya kuda
serupa itu tidak ada ditawarkan orang."
"Pendapat saya begitu juga, akan tetapi sudah kasip. Baru kemudian ternyata
bahwa penjual kuda itu ada juga mempunyai kuda yang lain warnanya, akan tetapi
disembunyikannya." "Ah, jadi Anda tertipu!"
"Maaf, Mr. Shatterhand! Hobble-Frank tidak dapat ditipu orang. Akalnya masih
sehat! Akan tetapi apa yang harus kami perbuat apabila kuda putih itu tersimpan di
dalam kandang yang tertutup" Dapatkah Anda menyulap kuda putih menjadi kuda
hitam atau kuda coklat" Dan dapatkah Anda dengan selayang pandang saja
mengetahui bahwa kuda itu selalu tersandung-sandung saja" Bahwa binatang itu
mempunyai cacat yang seburuk itu, tidaklah dapat kami sangkal."
"Akan tetapi saya masih juga belum mengerti apa hubungan cacat itu dengan pulau
Ischia. Mudah-mudahan saja kuda itu tidak tersandung kepada pulau tadi!"
Frank memandang Old Shatterhand dengan pandang yang mengandung curiga. Ia
khawatir kalau-kalau Old Shatterhand hendak memperolok-olokkan dia. Tetapi oleh
karena wajah Old Shatterhand mengandung kesungguhan, maka ia menjawab:
"Tidak, tidak begitu. Pulau itu tak lain daripada sebuah tunggul pohon."
"Teruskanlah ceritera Anda."
"Itu suatu ceritera yang aneh benar. Kami berjalan melalui semak-semak di antara
rumput yang tinggi. Kami sedang gembira, bersiul-siul, karena kami sedikitpun
tidak menduga bahwa kami akan melalui sebuah tunggul pohon yang tersembunyi di
dalam rumput yang tinggi tadi. Sekonyong-konyong kuda Droll tersandung; karena
sangat terkejut maka binatang itu melompat ke sisi. Itu tidak tersangka-sangka
oleh Droll. Ia duduk dengan lengah, bahkan tidak memegang tali kekang. Tiba-tiba
ia terlempar dan jatuh tepat di atas tunggul pohon tadi, seolah-olah ia terduduk
di atas kursi. Pada saat itu saya mendengar dua buah bunyi: orang menjerit dan
bunyi barang sesuatu patah. Jeritan itu berasal dari mulut Droll, akan tetapi
adakah bunyi yang kedua tadi berasal dari Droll atau dari tunggul, itu tidak
saya ketahui. Akan tetapi saya kira bunyi itu datangnya dari tubuh Droll.
Anggota badannya tampaknya masih utuh, akan tetapi ia tidak dapat bangkit. Saya
tolong dia berdiri, akan tetapi sebentar kemudian ia terduduk kembali. Ia
mengeluh dan mengerang-erang. Semuanya itu kesalahan kudanya belaka."
Semuanya itu diceritakannya bukan untuk membuat para pendengar tertawa,
melainkan itu adalah perangainya. Ia menaruh belas kasihan yang tak terhingga
terhadap saudara sepupunya Droll.. Sama sekali ia tidak menduga bahwa kisahnya
lebih menerbitkan selera untuk tertawa daripada menerbitkan rasa belas kasihan.
"Tahukah Anda sekarang apa hubungan antara kuda putih, tunggul pohon dan pulau
Ischia?" tanyanya kepada Old Shatterhand.
"Saya mulai mengerti," jawab Old Shatterhand. "Teruskan cerita itu."
"Saya berusaha sekeras-kerasnya membantu Droll supaya dapat berdiri: kakinya
saya tarik-tarik, saya pijit-pijit dan saya ombang-ambingkan, kemudian saya
sodok dan saya tinju sehingga akhirnya ia melompat bangkit, tetapi bukan karena
ia sudah sembuh kembali, melainkan karena kesakitan. Dengan susah-payah dapat ia
saya tolong naik ke atas pelana lagi, tetapi bukan di atas kudanya sendiri
melainkan di atas kuda saya, sebab sejak saat ia terlemparkan tadi tak mau ia
menyentuh kudanya lagi. Badannya sudah menjadi kurus, beratnya sudah berkurang
kira-kira tiga kilo. Semuanya itu dalam dua hari belaka! Dua hari lamanya kami
berjalan ke Fort Manners. Perjalanan itu tak akan saya lupakan seumur hidup
saya. Droll tak henti-hentinya mengerang-erang! Walaupun sedih sekali hati saya,
namun kami berjalan terus dan dalam perjalanan itu selalu saja saya membujuk-
bujuk Droll agar ia melupakan sakitnya. Tetapi akibatnya tak lain ialah
penderitaannya kian bertambah saja. Saya mengucap syukur demi akhirnya benteng
Manners tampak oleh kami. Di benteng itu kedua orang dokter yang sudah saya
sebut tadi segera memeriksai keadaan Droll. Seluruh tubuhnya dilepa dengan
pelbagai macam obat yang berupa bubur. Bahkan akhirnya ia harus meminum obat
yang baunya seperti terpentin. Anda tahu bahwa orang yang waras otaknya tidak
mau meminum terpentin, sekiranya ia tidak menderita sakit seperti itu."
"Bagaimana sekarang, sudah sembuhkah ia?" tanya Old Shatterhand.
"Berangsur-angsur. Seminggu kemudian ia sudah dapat menunggang kuda lagi, tetapi
hanya dengan perlahan-lahan sekali. Untung sekali ia tahan sampai kami tiba di
tempat ini, akan tetapi ia tidak mau melanjutkan perjalanannya walaupun dipukuli
dengan cambuk sekalipun."
"Sudah berapa lama Anda berdua ada di sini?"
"Sejak kemarin dulu. Besok kami akan berangkat lagi."
"Ke mana?" "Ke Santa Fe." "Ya, itu sudah kau katakan tadi, akan tetapi yang saya maksud ialah tempat mana
yang menjadi tujuan Anda yang pertama?"
"Kami hendak pergi ke Roofside melalui Alder-Spring."
"Dalam keadaan biasa jalan itu baik sekali. Saya tahu bahwa engkau mengenal
jalan itu, sebab dahulu sudah pernah kau tempuh bersama-sama dengan saya, akan
tetapi sekali ini jalan itu akan membawa bencana bagimu, justru pada hari
besok." "Sebab apa?" "Karena besok Mustang Hitam akan ada di sana bersama-sama dengan sepasukan orang
Comanche. Engkau pasti akan jatuh ke tangannya."
"Mustang Hitam, pembunuh pemburu prairi yang bengis itu?" tanya insinyur dengan
terkejut. "Apa maksudnya datang ke Aider-Spring, dekat pada tempat kami" Adakah
ia mempunyai maksud jahat terhadap kami, Mr. Shatterhand?"
"Tidak, bukan Anda melainkan Winnetou dan saya yang dijadikan sasarannya."
"Mengapa justru Anda berdua?"
"Ia tahu bahwa kami akan pergi ke sana dan ia hendak menangkap kami."
"AU devils! Untung sekali bahwa maksudnya itu sudah Anda ketahui. Tentu kini
Anda tidak akan pergi ke sana, bukan?"
"Justru sebaliknya: kami akan ke sana."
"Tidak waraskah otak Anda, Sir" Anda hendak masuk ke dalam mulut beruang?"
"Biarlah beruang itu membuka mulutnya selebar-lebarnya; ia tidak akan dapat
menggigit kami." "Itu sikap yang semberono sekali! Apa gunanya, kalau Anda tidak terpaksa?"
"Kata siapa kami tidak terpaksa" Kami harus pergi ke sana, bahkan saya kira
Andapun akan menyertai kami juga."
"Saya" Ya, sekiranya saya mendapat kesempatan, niscaya mau saya memuntahkan
peluru saya kepada bedebah-bedebah itu, akan tetapi dengan sengaja mencari
kesempatan serupa itu, tiadalah terpikir oleh saya."
"Itupun tidak perlu, sebab mau tak mau Anda akan terseret juga. Ketahuilah bahwa
dalam hal ini rekan Anda beserta anak buahnya di Firewood Camp tersebut juga."
"Rekan saya?" "Ya, ia akan diserang oleh orang-orang Comanche." "He" Bersungguh-sungguhkah
Anda?" "Ya! Itulah sebabnya maka kami datang ke mari dengan kereta api ekstra. Kami
hendak memintakan bantuan Anda."
"Bantuan itu akan kami berikan dengan segala senang hati. O, jadi itulah
sebabnya! Ya, rekan saya itu seorang insinyur yang cakap, akan tetapi ia bukan
pahlawan. Anda dapat mengandalkan bantuan saya dan anak buah saya." "Berapa
banyak jumlah anak buah Anda?"
Air Mata Di Sindang Darah 2 Pendekar Rajawali Sakti 128 Rahasia Cincin Mustika Pedang Langit Dan Golok Naga 34
^