Pencarian

Mustang Hitam 4

Mustang Hitam Karya Dr. Karl May Bagian 4


orang." "Anda tahu bahwa Old Shatterhand tidak pernah menghitung jumlah lawannya. Satu
atau enampuluh orang, bagi dia sama saja dan orang-orang itu pasti akan menjadi
takut melihat seorang yang gagah berani bertindak. Lihatlah, saksikan sendiri
benar atau tidak pendapat saya."
Orang-orang Comanche dengan tiba-tiba berdiam diri. Dengan tercengang-cengang
mereka melihat peristiwa yang sedang berlangsung di pinggir lembah.
Dengan suara yang keras sekali Old Shatterhand memberi perintah dalam bahasa
Tionghoa agar orang-orang kulit kuning itu mundur, akan tetapi tidak seorangpun
mau mendengar. Ia mengulang perintahnya; tidak berhasil juga. Maka Winnetou dan Old Shatterhand
segera mencabut pistolnya. Melihat itu orang-orang Tionghoa berhenti, akan
tetapi tidak lama, sebab mereka yang ada di depan terdorong maju oleh mereka
yang ada di belakang. Situasi itu sangat membahayakan. Winnetou dan Old
Shatterhand insaf bahwa pistol mereka tidak akan berguna. Maka senjata itu
dimasukkannya kembali dan kini mereka menyerbu kelompok orang-orang kulit
kuning. Apa yang kini terjadi tiada dapat dilihat orang dengan jelas.
Orang mendengar orang-orang Tionghoa berseru-seru dan berteriak-teriak serta
bergerak kian-ke mari. Ada yang jatuh terpelanting, ada yang rebah, ada yang
terlemparkan ke udara, ada yang meraung-raung, pendek kata keadaan di tempat itu
menjadi kacau-balau. Akhirnya orang-orang Tionghoa itu mundur serta lari cerai-berai. Setelah keadaan
menjadi tenang kembali, maka kelihatan beberapa orang kulit kuning terbaring di
tanah sambil mengeluh dan mengerang dan hanya Winnetou dan Old Shatterhand saja
berdiri tegak. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa tadi, kini berseru-seru:
"Bagus, bagus! Hidup Winnetou! Hidup Old Shatterhand!"
Mr. Swan dan beberapa orang kulit putih berlari-lari mendapatkan kedua orang
pemburu itu untuk memberi selamat dan memuji-muji perbuatan mereka. Akan tetapi
dengan tenang saja Old Shatterhand menyela: "Sudah, orang-orang kulit merah kini
terlepas daripada bahaya besar. Bahaya dari pihak orang-orang kulit kuning itu
sudah dapat kami elakkan, akan tetapi kini datang bahaya yang lain, yakni dari
pihak orang-orang kulit putih.
Lihatlah mereka mulai melempar-lemparkan batu ke bawah. Itu tidak kita
perkenankan." "Tetapi, Mr. Shatterhand, orang-orang Comanche ini adalah penjahat dan pembunuh.
Akan menjadi jengkelkah Anda apabila ada beberapa orang kena lempar batu?"
"Bukan itu soalnya. Setiap penjahat harus diperlakukan sebagai manusia, sebelum
ia diadili. Barangsiapa menganiaya seorang tawanan, maka ia menunjukkan perangai
yang rendah. Itu tidak boleh kita biarkan, Mr. Swan, suruhlah beberapa orang
anak buah Anda naik ke atas untuk memberitahukan bahwa kita tidak boleh
melempari musuh kita. Setiap orang hendaknya harus tenang dan tidak boleh
mengadakan serangan sebelum saya beri perintah."
"Tetapi maukah orang-orang kulit merah itu bersikap tenang juga?"
"Mereka tidak akan berani berbuat sesuatu sebelum hari siang, apalagi oleh
karena ketua sukunya sudah ada di tangan kita."
"Akan tetapi itu tidak diketahuinya."
"Mereka akan segera mengetahuinya. Kedua orang penjaga yang sudah kita tawan itu
akan saya lepaskan dan saya suruh turun ke lembah. Lagi pula sudah tibalah
waktunya untuk berbicara dengan Mustang Hitam. Suruhlah orang membawa tawanan
itu ke mari. Tempat ini lebih terang daripada tempat di mana tawanan-tawanan
kita terikat." "Jadi tawanan-tawanan itu akan kita lepaskan sama sekali dari ikatannya?"
"Tidak, hanya ikatan mereka pada pohon saja yang harus dilepaskan. Jangan Anda
menyebut-nyebut nama kita. Baringkan mereka di dekat api, sehingga muka mereka
tampak dengan jelas. Saya ingin mengetahui bagaimana reaksinya apabila mereka
nanti mengenali kami."
"Bolehkah saya menjawab apabila mereka bertanya?"
"Ya, akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang umum saja. Kami akan mengundurkan
diri sehingga mereka tidak akan melihat kami. Dengan demikian kami dapat
mendengarkan percakapan Anda dengan mereka."
Insinyur pergi ke semak-belukar dan Old Shatterhand dan Winnetou menyingkir ke
tempat yang gelap. Tidak lama kemudian para tawanan itu sudah diangkat ke dekat
api. Kini insinyur berlutut di hadapan para tawanan, lalu memandangi mereka seorang
demi seorang. Akan tetapi orang-orang kulit merah itu berdiam diri saja. Mustang
Hitam jengkel sekali melihat perbuatan Mr. Swan. Sebenarnya, menurut adat orang
Indian, ia harus berdiam-diri terus, akan tetapi demi ia melihat bahwa ia
dipandangi insinyur itu dengan pandang yang menunjukkan ejekan, maka ia menjadi
marah, sehingga ia lupa akan harga dirinya, lalu berseru dengan suara yang
keras: "Mengapa engkau memandangi saya"
Engkau tak dapat berbicara" Engkau takut membuka mulutmu?"
"Takut kepadamu?" jawab insinyur dengan tertawa. "Rupamu sama sekali tidak
menakutkan!" "Gegabah benar engkau! Akan tetapi engkau akan menjadi takut sekali demi engkau
tahu siapa saya!" "Saya tahu siapa engkau; engkau seorang pencuri, seorang
pembunuh yang selayaknya harus digantung pada pohon yang tinggi."
"Engkau tidak menyadari perkataanmu. Di seluruh daerah Barat ini tidak ada
seorangpun yang berani menyentuh saya."
"Pshaw! Penjahat seperti engkau in menurut undang-undang prairi harus dihukum
mati." "Diam. Saya Tokvi Kava, ketua suku Comanche Naiini."
"Boleh jadi, akan tetapi bagi saya sedikitpun tidak berarti; jikalau benar
setinggi itu kedudukanmu, maka kami akan memilih pohon yang paling tinggi untuk
menggantungmu." "Engkau berbicara begitu karena takut atau karena gila. Jika engkau hendak
menggantung orang, maka orang itu harus kautawan dahulu."
"Bukankah engkau tawanan kami?"
"Ya, sekarang! Akan tetapi sebentar lagi engkau terpaksa melepaskan saya lagi."
"Sebab apa?" "Sebab engkau tidak mempunyai alasan sama sekali untuk menangkap dan menawan
saya." "Itu salah. Alasan kami lebih daripada cukup."
"Katakanlah apa alasan-alasan itu! Akan saya buktikan bahwa alasan-alasan itu
serba salah. Lain daripada itu, sekiranya engkau mempunyai alasan yang kuat
juga, maka engkau akan terpaksa membebaskan saya, sebab prajurit-prajurit saya
akan datang ke mari dan akan menghukum kamu sekalian. Jikalau aku tak segera
kaubebaskan, maka perkemahan Firewood itu akan kami bakar sampai menjadi abu dan
penghuninya akan kami bunuh semuanya dan jalan kereta api yang kaubuat itu akan
kami cabut. Tahukah engkau sekarang bahwa sesungguhnya kamu semuanya ada di
dalam kekuasaan saya. Jangan kamu mengharapkan ampun apabila saya tidak
kaubebaskan dengan segera."
"Rupa-rupanya engkau ingin ditertawakan orang. Siapa yang kau andalkan" Kedua
orang prajurit yang terikat ini" Anda berani mengancam saya, padahal engkau
sudah menjadi ular yang kehilangan giginya yang berbisa. Engkau tidak akan saya
bebaskan. Dan sekiranya saya mau, saya tidak akan diizinkan berbuat begitu."
"Mengapa tidak?"
"Oleh karena di sini ada dua orang prajurit yang paling masyhur, yang tidak akan
mengizinkannya." "Siapakah prajurit-prajurit itu?" "Old Shatterhand dan
Winnetou." Kini ketua suku itu tertawa gelak-gelak. Kemudian ia berkata: "Sekarang saya
tahu dengan pasti bahwa engkau berbicara begitu karena takut belaka. Engkau
menyebut nama kedua orang pemburu itu hanya untuk mempertakuti saya saja. Saya
tahu bahwa kedua orang pemburu itu tidak mungkin ada di sini."
"Engkau tidak tahu apa-apa."
"Saya tahu dan saya dapat membuktikannya. Kedua orang pemburu itu kemarin malam
sudah lari dari sini, karena mereka takut akan saya."
"Bodoh benar engkau! Mereka akan takut kepadamu" Di benua ini tidak ada
seorangpun yang ditakuti oleh Old Shatterhand dan Winnetou."
"Tetapi mengapa mereka tergesa-gesa sekali meninggalkan perkemahan Firewood?"
"Adakah engkau benar-benar yakin bahwa mereka tidak ada di sini."
"Mereka tidak ada di sini. Itu sudah saya katakan. Tokvi Kava selalu mengetahui
benar apa yang dikatakannya. Old Shatterhand dan Winnetou takut kepada saya dan
sudah lari dengan menumpang kereta api. Howgh!"
Sekonyong-konyong kedengaran suara Old Shatterhand dari sebelah belakang Tokvi
Kava: "Howgh! Kata itu berlaku sebagai sumpah bagi seorang prajurit kulit merah.
Ketika Tokvi Kava mengucapkannya, ia sudah berdusta. Sejak saat ini ia saya
pandang sebagai seorang pembohong."
Ketika ia mengucapkan kata-kata itu, maka ia pergi mendekati Tokvi Kava.
"Uf! Uf!" seru ketua suku itu dengan terkejut. "Itu Old Shatterhand!"
"Ya, itu betul. Dan siapakah yang berdiri di samping saya ini?"
Sementara itu Winnetou sudah berdiri di sebelahnya. Demi Mustang Hitam melihat
Winnetou, maka ia berseru pula: "Winnetou, ketua suku Apache! Bagaimana Anda
berdua datang ke mari!"
Old Shatterhand mengangguk-angguk dengan ramah-tamah, lalu menjawab: "Engkau
tentu akan senang sekali mendengar bahwa kami datang dari tempat yang baru saja
kautinggalkan, yaitu dari Alder-spring."
"Saya tidak mengunjungi Alder-spring!"
"Betul, akan tetapi ada di dekatnya, yaitu di kaki-gunung Corner Top untuk
menyambut kedatangan kami di Alder-spring."
Mendengar itu ketua suku Comanche terkejut sekali. Hanya dengan susah payah ia
dapat menguasai dirinya kembali, lalu berseru: "Itu tidak benar! Saya tidak
pergi ke Corner Top dan saya tidak bermaksud hendak menangkap Anda. Siapa dapat
membuktikan bahwa saya hendak menyerang Anda! Di antara orang-orang kulit putih
tidak ada seorang yang sejujur dan seadil Old Shatterhand. Saya yakin bahwa ia
akan bersikap jujur dan adil pula terhadap saya."
"Itu benar. Saya selalu berikhtiar bertindak adil terhadap saudara-saudara saya
orang kulit putih dan orang kulit merah. Akan tetapi celaka sekali bagi Anda
apabila Anda mengharapkan keadilan dari saya." "Saya menuntut keadilan itu!"
"Jangan. Jikalau Anda tidak menghendaki kecelakaan, lebih baik Anda minta ampun
daripada minta keadilan!"
"Minta ampun" Uf! Tokvi Kava belum pernah minta ampun dan sekali ini iapun tidak
akan berbuat begitu. Saya tidak ada berbuat apa-apa terhadap Anda. Awaslah!
Jikalau saya mau memberi satu tanda saja, maka prajurit-prajurit saya akan
segera datang ke mari dan akan menunjukkan Anda jalan ke padang perburuan
abadi!" "Tolol! Sebenarnya saya harus menaruh belas kasihan kepadamu! Berilah tanda
itu." "Uf! Saya tidak dapat, karena tangan saya terikat."
"O, Anda tidak dapat" Anda jangan salah sangka; bahkan sekiranya Anda dapat
memberi tanda itu, maka tidak seorangpun akan datang ke mari; prajurit-prajurit
Anda tidak dapat bergerak, sebab mereka semuanya sudah tertawan juga"
"Uf! Itu bohong!"
"Bohong" Jangan Anda menyakiti hati saya! Sekali lagi Anda berbuat begitu, maka
Anda akan saya pukuli habis-habis. Old Shatterhand dan Winnetou tidak pernah
berbohong. Camkanlah itu! Ketika kami mendengar bahwa Anda hendak menangkap kami, maka kami
harus tertawa karena kebodohan sebesar itu. Memang, Anda sudah bodoh sekali
dengan membawa pasukan Anda ke Gua Birik. Pasukan Anda sudah terjebak. Satu-
satunya tempat ke luar sudah kami tutup."
Kini ketua suku Comanche mulai menginsafi kedudukannya. Betul ia masih sangsi,
akan tetapi mendengar kepastian yang diucapkan oleh Old Shatterhand itu, segera
hilanglah kesangsiannya. Kini ia insaf bahwa ia merupakan pihak yang kalah,
bahwa ia tidak berdaya lagi karena badannya terikat; ia melihat nyala api yang
besar pada pintu masuk ke lembah, akan tetapi ia masih belum tahu bahwa
sekeliling lembah itu telah dijaga oleh orang-orang kulit putih. Maka kini ia
mencari akal bagaimana ia dapat melepaskan diri dari bencana. Asal pasukannya
dapat mengundurkan diri dengan selamat, ia sudah merasa puas, biarpun ia tidak
akan memperoleh jarahan. Ia sudah disebut bodoh; sebutan itu merupakan penghinaan bagi seorang Indian,
penghinaan yang hanya dapat dihapuskan dengan darah. Marahnya tidak tertahan
lagi. Baginya penghinaan itu lebih berat daripada nasib prajurit-prajuritnya. Maka ia
berseru: "Anda berani menyebut Tokvi Kava bodoh! Sekiranya tangan saya tidak
terikat, maka Anda akan saya binasakan, tepat seperti beruang membinasakan
anjing yang menyalak. Dengan sekali tinju saja kepala Anda akan menjadi bubur!"
"Pshaw! Jangan Anda berani membandingkan diri Anda dengan beruang. Ucapan itu
sekali lagi menunjukkan kebodohan Anda, sehingga setiap orang yang mendengarnya
akan tertawa." "Tutup mulutmu! Anda lupa dengan siapa Anda berbicara."
"Saya menghendaki agar saya dibebaskan. Dapatkah Anda membuktikan kebenaran
ucapan Anda?" "Sudah pernahkah Anda mendengar bahwa Old Shatterhand mengatakan
sesuatu yang tidak dapat dipertanggung-jawabkannya?" "Katakanlah!"
"Dengarlah, hai bedebah! Engkau harus mengubah sikapmu, jikalau engkau tidak
menghendaki akan saya pukuli punggungmu. Engkau tidak boleh memberi perintah.
Saya tak hendak memberi tanggungjawab kepadamu, sebaliknya, engkau yang harus
memberi tanggungjawab kepada saya dan jikalau engkau tidak mau bersikap sopan,
maka saya mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksa engkau bersikap sopan-santun.
Jangan engkau mengira bahwa engkau dapat menipu kami! Dusta tak akan dapat
menolongmu. Lagi pula jikalau engkau membanggakan dirimu dengan tiap-tiap kali
menyebut dirimu ketua suku Comanche Naiini, maka saya berharap bahwa engkau akan
bersikap jantan pula dan akan merasa malu mengeluarkan kebodohan. Engkau datang
ke mari untuk menyerang perkemahan Firewood, bukan?"
"Tidak." "Engkau menyuruh cucumu Ik Senanda datang ke perkemahan untuk mempersiapkan
seranganmu?" "Tidak."
"Kemarin malam engkau ada di sini dan engkau sudah berbicara dengan cucumu?"
"Tidak." Kata "tidak" itu diulang tiga kali dengan congkak, sehingga menimbulkan
kemarahan insinyur Swan: "Kurang ajar sekali! Disangkanya kita ini kanak-kanak
belaka! Ingin sekali saya memukuli kulitnya!"
Old Shatterhand tidak mengindahkan perkataan insinyur itu, melainkan berkata
terus: "Apa yang diucapkan oleh sahabat saya orang kulit putih ini benar belaka. Engkau
menunjukkan sikapmu yang sangat pengecut itu dengan selalu berbohong saja.
Sebagai seorang ketua suku seharusnya engkau mengaku dengan terus-terang saja
sehingga saya dapat menghormati kedudukanmu."
"Tokvi Kava tidak dapat mengakui apa-apa yang tidak diperbuatnya," jawab orang
Comanche itu. "Jadi kemarin malam engkau tidak datang ke mari?"
"Tidak." "Dan engkau tidak bercakap-cakap dengan dua orang Tionghoa?" "Tidak."
"Dan engkau tidak merampas bedil-bedil kami?" "Tidak."
"Dan engkau tidak mencuri kuda kami?" "Tidak."
"Tetapi engkau tentu tidak akan mengingkari bahwa Ik Senanda adalah cucumu?"
"Ya, saya kenal Senanda."
"Di sini ia menyebut dirinya Yato Inda."
"Kalau begitu itu orang lain, sebab cucu saya tiada pernah datang ke mari." "Di
manakah ia sekarang?" "Di dusun kami."
"Salah! Jadi engkau tidak tahu di mana ia sekarang?" "Ya, saya tahu. Ia ada di
dusun kami." "Tidak. Ia kau tinggalkan seorang diri di kaki gunung Corner Top."
Mendengar perkataan itu Mustang Hitam mengejapkan matanya, seakan-akan hendak
menyembunyikan terkejutnya. Kemudian ia menjawab secara mengejek: "Rupa-rupanya
Old Shatterhand sedang bermimpi, padahal ia tidak tidur."
"Pshaw! Ik Senanda kautinggalkan di sana untuk menjaga bedil-bedil kami." "Uf!
Uf!" jawab orang Comanche itu sambil mengeluh. "Mengakukah engkau sekarang?" "Tidak."
"Tokvi Kava, engkau tak tahu malu. Engkau seorang pengecut yang tidak tahu harga
diri. Engkau lebih penakut daripada seekor anjing yang lari melihat bayang-bayang
seekor beruang. Jikalau engkau masih mempunyai akal sehat, maka semestinya
engkau harus insaf bahwa kami sudah mengetahui segala-galanya. Kini akan saya
tunjukkan kepadamu bahwa perjalananmu ke perkemahan Firewood bukan saja sia-sia
belaka, melainkan akan mencelakakan kamu sekalian. Lihatlah ini! Itu tentu tidak
kau-sangka-sangka!" Dalam pada itu Old Shatterhand sudah memungut bedilnya yang tadi diletakkannya


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di belakang kedua orang penjaga yang sudah tertawan. Winnetoupun memungut bedil
peraknya juga. Karena sangat terkejut, maka ketua suku Comanche lupa bahwa kaki
dan tangannya terikat. Ia memekik dan hendak bangkit.
"Nah, kini rupa-rupanya engkau baru insaf," kata Old Shatterhand.
"Bedil khasiat... bedil pembunuh beruang... dan... bedil perak," kata Tokvi Kava
dengan gugup. "Di mana... di mana... di mana Ik Senanda cucu saya?" "Ia sudah
kami tawan." "Anda... Anda tawan?" "Ya."
"Di kaki gunung Corner Top?" "Ya."
"Bagaimana... bagaimana Anda dapat menangkap dia di sana" Bagaimana... Anda
datang ke sana?" "O, kami sudah ada di sana sebelum ia datang!"
"Mustahil! Bukankah engkau pergi menumpang kereta api?"
"Kasihan! Benar-benar sudah hilang otakmu! Orang seperti ini hendak menangkap
saya dan Winnetou! Kemarin malam kami mendapatkan jejakmu. Tentu saja kami
segera mengetahui apa maksudmu. Engkau sudah mencuri kuda kami dan sudah
merampas bedil kami dari tangan orang-orang Tionghoa. Kuda itu sudah kembali
atas usahanya sendiri, akan tetapi bedil kami harus kami ambil sendiri. Ya, kami
pergi dengan kereta api. Oleh sebab itu maka kami lebih dahulu sampai ke Alder-
spring daripada engkau."
"Uf! Uf!" seru orang Comanche itu dengan tercengang. "Siapakah yang mengatakan
kepada Anda bahwa saya hendak pergi ke Alder-spring?"
"Pertanyaan yang bodoh lagi! Engkau kami pikat pergi ke sana."
"Anda pikat" Dengan jalan bagaimana?"
"Dengan perantaraan cucumu, seorang pengkhianat dan mata-mata. Ia sudah dapat
kami tipu, sehingga ia menyangka bahwa kami sudah meninggalkan perkemahan
Firewood untuk selama-lamanya. Itu dilaporkannya kepadamu dan engkau telah
membawa pasukanmu ke Alder-spring untuk menangkap kami. Akan tetapi kami lebih
dahulu datang ke sana daripadamu.
Kami melihat segala yang terjadi di sana dan kami mendengar percakapanmu dengan
cucumu, sebab pada saat itu Winnetou dan saya berbaring di belakang semak-semak
yang hanya empat langkah saja jauhnya dari tempatmu."
"Uf, uf, uf!" "Ya, uf, uf, uf! Itu saja yang dapat kau ucapkan. Biarlah saya teruskan kisah
saya. Setelah engkau pergi untuk menyerang perkemahan Firewood, maka cucumu kami
tangkap. Ia kami paksa mengembalikan bedil kami, lalu kami bawa pergi."
"Di mana ia sekarang?"
"Pada suatu tempat yang indah sekali. Di sana pula engkau nanti akan saya
simpan." "Di mana?"
"Itu belum boleh kauketahui. Masih hendak berbohong teruskah engkau?"
Kini ketua suku Comanche itu termenung saja. Akhirnya ia berkata: "Tokvi Kava
tidak kenal takut. Ia menyangkal bukan oleh karena ia takut."
"Jadi kini engkau mengaku bahwa engkau telah mencuri milik kami." "Ya."
"Engkau mengaku bahwa engkau hendak menyerang perkemahan Firewood?" "Ya."
"Hendak kau apakan para penghuni perkemahan itu?" "Akan kami bunuh dan kami
ambil scalpnya." "Semuanya?" "Ya, semuanya!"
"Astaga!" seru insinyur. "Kami juga?"
Bagi orang Comanche itu sama saja adakah ia akan membunuh beberapa orang lagi.
Dengan congkak ia menjawab: "Saya belum pernah melihat Anda dan saya tidak tahu
siapa Anda, akan tetapi sekiranya Anda ada di perkemahan Firewood maka akan kami
ambil juga scalp Anda."
"Terimakasih! Baik benar budimu! Mr. Shatterhand, katakanlah, apa yang hendak
kita perbuat dengan orang kulit merah ini serta anak buahnya?"
"Lebih dahulu ia akan kita beri kesempatan menginsafi kedudukannya dan kedudukan
prajurit-prajuritnya," jawab Old Shatterhand.
"Dengan jalan bagaimana?"
"Ia akan kita bawa ke pinggir lembah, dari mana ia akan dapat melihat keadaan
anak buahnya." "Sesudah itu?"
"Sesudah itu ia akan menyuruh anak buahnya menyerah, itupun kalau ia tidak
gila." "Hra! Bagaimana kalau orang-orang Comanche itu akan berusaha meloloskan diri
sebelum ketua sukunya dapat menyampaikan perintahnya?"
"Akan saya usahakan bahwa mereka tidak berbuat begitu."
"Denganjalan bagaimana, Sir!"
"Itu sudah saya katakan kepada Anda tadi!"
Kini Old Shatterhand berpaling kepada kedua orang tawanan yang lain seraya
berkata: "Anda mengerti bahasa orang kulit putih?"
Ia harus mengulang pertanyaannya dua kali sebelum salah seorang tawanan
menjawab: "Kami mengerti apa yang dipercakapkan tadi."
"Nah, kalau begitu kamu berdua akan kami bebaskan dan akan pergi ke teman-
temanmu di bawah untuk memberitahukan bahwa ketua sukumu telah kami tawan dan
bahwa mereka akan kami tembak mati sekiranya mereka berani memberi perlawanan.
Ketua sukumu akan saya bawa mendaki ke tepi lembah, agar ia dapat menyaksikan
sendiri bahwa setiap perlawanan tidak ada gunanya sama sekali. Kemudian ia boleh
memutuskan sendiri apa yang baik baginya dan bagi pasukannya: menyerah atau menceburkan diri ke dalam neraka. Jangan hendaknya Anda mencoba
mengajak teman-teman Anda memberi perlawanan sebelum Anda mendengar keputusan
ketua suku Anda." "Bagaimana kami akan dapat mengetahuinya" Jikalau kabar itu disampaikan oleh
seorang kulit putih, maka kami tidak akan mau percaya."
"Ketua suku Anda akan kami izinkan menyampaikannya sendiri. Ia boleh
menyampaikan pesannya dari pinggir lembah, sehingga prajurit-prajuritnya akan
mendengarnya semua. Dapatkah itu Anda setujui?" "Ya."
"Kini ikatan Anda akan saya lepaskan. Tetapi jangan Anda mengira bahwa kini Anda
mempunyai kesempatan untuk melarikan diri. Anda berdua hanya saya perkenankan
turun ke dalam lembah. Bedil khasiat saya akan saya bidikkan kepada Anda.
Barangsiapa membuat langkah yang salah, akan saya tembusi kepalanya dengan
peluru ini." "Tetapi kami tidak akan dapat menerobosi api itu!"
"Dapat juga! Nyala api itu di sebelah sini tidak berapa lebar, sehingga Anda
dapat melintasinya tanpa ada bahaya untuk terbakar. Dengan sekali lompat saja
Anda sudah sampai ke seberang." "Kami harus balik kembali dan akan diikat lagi?"
"Tidak. Anda boleh tinggal di lembah. Katakanlah kepada teman-teman Anda apa
yang sudah Anda dengar dan Anda lihat. Jikalau itu Anda lakukan, maka mereka
akan insaf bahwa mereka tak dapat berbuat lain daripada menantikan keputusan
ketua sukunya." IV. MUSTANG HITAM MENDAPAT MALU
Kedua orang tawanan tadi dilepaskan dari ikatannya. Dalam pada itu Winnetou dan
Old Shatterhand membidikkan bedilnya ke arah mereka sehingga tak mungkinlah
mereka dapat meloloskan diri. Seorang dari tawanan itu mengambil ancang-ancang,
lalu melompat di atas nyala api yang paling rendah; tawanan yang kedua segera
menyusul. Kini Old Shatterhand menambah penjagaan di tempat itu dengan beberapa
orang pekerja kereta api lagi. Pintu masuk ke dalam lembah itu harus terjaga
kuat-kuat; sesudah itu maka Old Shatterhand melepaskan ikatan kaki ketua suku
Comanche agar dapat ia diajak mendaki ke pinggir lembah. Ikatan tangannya tidak
dilepaskan, sehingga kemungkinan untuk melarikan diri hanya kecil sekali.
Tambahan lagi Winnetou dan Old Shatterhand mencabut pistolnya: ketua suku
Comanche itu yakin bahwa setiap usaha untuk melarikan diri tentu harus
ditebusnya dengan nyawanya. Insinyur Swan harus tinggal untuk memimpin
penjagaan. Maka Old Shatterhand, Winnetou dan Tokvi Kava mendaki bukit, pergi ke tempat
yang sudah direncanakan oleh Old Shatterhand. Tempat itu ialah pinggir lembah
yang dijaga oleh Hobble-Frank dengan kawan-kawannya. Demi Frank melihat ketiga
orang itu datang, maka segera ia berseru kegirangan: "Hore! Itu dia pemimpin
bedebah-bedebah orang kulit merah! Bagaimana Anda dapat menangkapnya, Sir?"
"Kami susul dan kami lemparkan ke tanah."
"Mudah sekali kedengarannya, akan tetapi tentu hanya dapat dilakukan oleh
Winnetou dan Old Shatterhand saja. Hendak Anda apakan bedebah itu?"
"Akan kami suruh menengok keadaan anak buahnya."
"Bagus sekali! Biar ia mengetahui apa gunanya kembang api kita. Kalau ia
menyaksikan sendiri bagaimana kita sudah dapat menjebak dan mengepung prajurit-
prajuritnya, tentu ia akan menjadi putus asa."
Benar sekali pendapat Hobble-Frank! Jikalau Tokvi Kava mula-mula masih
mengandalkan pertolongan anak buahnya, maka kini ia akan insaf bahwa harapannya
itu hampa belaka. Mustang Hitam membelalakkan matanya sambil menengok ke bawah serta melayangkan
pandangnya ke segala pihak. Ia melihat sendiri betapa prajurit-prajuritnya
beserta tunggangannya telah terdesak ke ujung lembah. Kini matanya diarahkannya
ke pintu masuk lembah. Ia tahu bahwa api yang besar itu masih dapat menyala
sampai pagi hari, bahkan barangkali lebih lama lagi, sebab tadi ia ada melihat
juga bahwa orang-orang kulit putih masih mempunyai persediaan minyak tanah satu
tahang penuh. Kemudian pandangnya dilayangkannya ke dinding lembah. Maka ia
melihat bahwa hanya pada satu tempat saja orang dapat naik ke atas, akan tetapi
tempat itu sudah dijaga baik oleh beberapa orang kulit putih yang bersenjata.
Lagipula jalan itu sempit sekali, sehingga hanya memungkinkan seorang saja
sekaligus mendaki ke atas. Lagi pula di mana-mana ia melihat orang membawa suluh
api, sehingga seluruh lembah itu menjadi terang-benderang. Setiap orang yang
mempergunakan jalan tadi untuk naik ke atas, akan kelihatan dengan jelas
sehingga akan menjadi sasaran yang mudah sekali bagi peluru orang kulit putih.
Mustang Hitam menimbang-nimbang, ia mencari akal atau kemungkinan yang dapat
dipergunakan oleh prajurit-prajuritnya, akan tetapi tidak mendapatkan sebuahpun.
Betul ada pula terlintas dalam pikirannya bahwa orang-orang Indian itu dapat
naik ke atas kudanya serta mencoba melarikan diri melalui api, akan tetapi
segera pikiran itu dilepaskannya, sebab ia yakin bahwa kuda mereka tidak akan
mau disuruh menembusi tabir api itu. Lain daripada itu ia tahu bahwa pintu masuk
itu terjaga kuat oleh beberapa orang kulit putih yang bersenjatakan bedil. Maka
tampaklah kini pada air muka Mustang Hitam bahwa ia sudah putus asa sama sekali.
Winnetou dan Old Shatterhand mengamat-amati sikapnya dengan berdiam-diri saja.
Sekonyong-konyong ketua suku Comanche itu berseru: "Uf, uf!"
Sebenarnya ia tidak hendak mengatakan apa-apa, akan tetapi karena ia sekonyong-
konyong menyadari keadaan yang tidak menguntungkan baginya itu maka dengan tiada
disengajanya kata-kata itu sudah lepas dari mulutnya. Sesungguhnya Winnetou dan
Old Shatterhand tidak hendak berbicara, akan tetapi oleh karena Mustang Hitam
telah mengucapkan seruannya itu, maka Old Shatterhand bertanya: "Nah, sudah
selesaikah Tokvi Kava merenungkan nasib anak buahnya" Sudah insafkah ia bahwa
prajurit-prajuritnya tidak mempunyai kemungkinan sama sekali untuk meloloskan
diri?" "Masih ada satu kemungkinan."
"Kemungkinan mana?"
"Rasa keadilan Anda."
"Jangan Anda mengharapkannya."
"Saya tahu bahwa Old Shatterhand bersikap adil."
"Jikalau saya harus memperlakukan keadilan, maka saya akan terpaksa menghukum
Anda." "Tetapi apa yang sudah kami perbuat" Adakah kami menumpahkan darah Anda?"
"Tidak, akan tetapi Anda bermaksud hendak menumpahkannya." "Dapatkah orang
melakukan pembalasan terhadap darah yang tidak ditumpahkan?" "Tidak, akan tetapi
saya tidak ada menyebut-nyebut darah."
"Kalau Anda berpendapat bahwa Anda tidak dapat melakukan pembalasan terhadap
darah yang tidak ditumpahkan, maka Anda harus membebaskan kami."
"Itu salah. Hukuman apakah yang harus dijatuhkan terhadap pencurian kuda menurut
undang-undang prairi?"
Tokvi Kava menjadi ragu-ragu, akan tetapi sebentar kemudian ia menjawab:
"Hukuman mati; akan tetapi Anda sudah memperoleh kembali kuda Anda."
"Dan hukuman apakah dijatuhkan orang terhadap pencurian bedil?"
"Hukuman mati juga, akan tetapi Anda sudah memperoleh kembali juga bedil Anda!"
"Bahwa kuda dan bedil kami sudah ada pada kami lagi, itu tidak mengurangi
kesalahan Anda. Milik kami itu tidak Anda serahkan kembali dengan sukarela,
melainkan harus kami rebut kembali. Itu harus Anda tebus dengan jiwa Anda."
"Apa, Anda hendak membunuh saya?" seru ketua suku itu dengan marah.
"Kami bukan pembunuh. Kamipun tidak hendak membunuh, melainkan hanya menghukum
dan Anda sudah mengatakan sendiri hukuman apa yang selayaknya kami jatuhkan
terhadap Anda." "Uf!
Adakah saya meminta hukuman?"
"Ya, ketika Anda menghendaki bahwa saya harus menjalankan keadilan. Dengan
congkak sekali Anda sudah menolak tawaran saya untuk minta ampun."
Kini ketua suku Comanche itu menurunkan kepalanya serta berdiam-diri. Ia tahu
bahwa apabila ia mau minta ampun, maka kedua orang itu akan memberi ampun juga,
akan tetapi karena kecongkakannya tidak mau ia mempergunakan kesempatan yang
sudah terbuka itu. Setelah berpikir beberapa lamanya maka ia bertanya: "Adakah kami sudah menyerang
perkemahan Anda?" "Tidak." "Kalau begitu para penghuni perkemahan itu tidak mempunyai hak sedikitpun untuk
berbuat sesuatu terhadap kami."
"Itu salah!" "Mengapa saya salah" Apa yang akan Anda perbuat sekiranya ada seekor beruang
kelabu datang kepada Anda untuk menyergap Anda?" "Ia akan saya bunuh."
"Itu tidak adil. Mana boleh Anda membunuh dia, oleh karena ia belum menyerang
Anda atau menggigit Anda." "Itu akan dilakukannya sekiranya ia tidak saya
bunuh." "Kalau Anda bersikap adil, maka seharusnya Anda menantikan dahulu apa yang akan
dilakukannya." "Beruang bukan manusia! Manitou Besar sudah menetapkan bahwa beruang hidup
daripada darah. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan manusia. Manusia yang
hendak menumpahkan darah, menunjukkan sikap yang lebih jahat daripada binatang
buas. Karena itu maka sudah selayaknyalah apabila ia segera dibunuh tanpa
menantikan adakah ia dapat menyampaikan maksudnya atau tidak. Belum insafkah
Anda bahwa dengan ucapan Anda itu Anda sudah menetapkan sendiri hukuman Anda!"
"Uf, uf!" Seketika lamanya Mustang Hitam berdiam-diri lagi. Old Shatterhandpun tidak mau
berbicara lagi. Maka kini ketua suku Comanche itu terpaksa memulai lagi
berbicara. Ia bertanya: "Di mana Ik Senanda Anda tawan?" "Pada suatu tempat yang
aman, di mana ia menunggu hukumannya." "Apa hukumannya?" "Hukuman mati."
"Anda hendak membunuh dia juga" Ia tidak mempunyai urusan sama sekali dengan
maksud kami hendak menyerang perkemahan Firewood."
"O, lebih daripada itu. Dosanya jauh lebih besar. Sebagai seorang mata-mata,
sebagai pengkhianat, ia sudah membuat persiapan untuk pelaksanaan rencana Anda.
Anda tentu tahu bahwa mata-mata harus digantung dan tidak patut diberi ampun."
"Kalau begitu kami akan berkelahi!" demikian ia mengancam.
"Silakan! Tengoklah ke bawah! Dapatkah peluru anak buah Anda mengenai kami"
Tidak! Sebaliknya, sepatah kata saja yang saya ucapkan sudah cukup untuk membuat bedil-
bedil orang kulit putih itu meletus. Jikalau setiap orang kulit putih menembak
dua kali, maka tidak ada seorang kulit merahpun yang masih akan hidup. Itu Anda
ketahui sendiri, tidak usah saya buktikan."
"Uf! Sejak bilamanakah Old Shatterhand sudah menjadi orang yang mabuk darah?"
"Sejak Anda menghendaki bahwa saya menjalankan keadilan, sebab keadilan dalam
hal ini menuntut darah." "Kata orang, Anda selalu menyebut diri Anda seorang
Kristen dan seorang yang pemurah." "Ya, setiap orang harus bermurah hati, akan
tetapi itu bukan suatu hal yang harus dibanggakan." "Adakah orang bermurah hati,
apabila ia menuntut darah?"
"Jangan Anda bermain dengan kata-kata. Sudahkah para penghuni perkemahan itu
berbuat jahat kepada Anda" Tidak, namun begitu Anda hendak membunuh mereka dan
hendak mengambil scalpnya. Adakah Anda bermurah hati terhadap mereka" Anda
menghendaki keadilan! Permintaan Anda akan saya penuhi. Anda tidak mau saya ampuni!"
Kini Mustang Hitam sudah kehilangan akal sama sekali. Ia tidak dapat
menyelamatkan dirinya dan menyelamatkan anak buahnya, baik dengan muslihat
maupun dengan kekerasan. Akan tetapi, dapatkah ia, Tokvi Kava, ketua suku Comanche yang dipuji-puji orang
sebagai prajurit kulit merah yang paling masyhur, yang paling berani dan yang
paling ditakuti orang, dapatkah ia berlutut di muka musuhnya yang paling
dibencinya itu untuk meminta ampun dan meminta belas kasihan" Tidak! Ia masih
mempunyai rasa harga diri.
Segenap urat dagingnya menolak kemungkinan itu! Akan tetapi sebaliknya ia tidak
melihat kemungkinan lain untuk menyelamatkan para prajuritnya. Ia sendiri tidak


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut akan mati, akan tetapi yang ditakutinya benar ialah cara bagaimana
musuhnya akan menghabisi nyawanya. Mati dengan cara itu akan mengakibatkan bahwa
ia tidak akan masuk ke padang perburuan abadi. Lain daripada itu ia ingin sekali
membalas dendam kepada Winnetou dan Old Shatterhand. Jikalau ia mati, siapakah
yang akan melakukan pembalasan itu" Ia masih mempunyai tugas dalam dunia ini,
yaitu memberi pembalasan sebengis-bengisnya. Akhirnya rasa benci itu dapat
mengalahkan kecongkakannya. Dengan perlahan-lahan ia mengangkat kepalanya dan
dengan suara yang lesu ia berkata: "Apakah yang dimaksud Old Shatterhand dengan
ampun?" "Pengurangan hukuman, atau mungkin juga membebaskan Anda sama sekali dari
hukuman." "Ha, jadi Anda hendak membebaskan kami sama sekali dari hukuman?"
"Itu hanya kemungkinan teoretis belaka. Oleh karena Anda sudah membuat dosa
banyak sekali, maka mustahillah kami akan dapat membebaskan Anda daripada segala
hukuman." "Akan tetapi kami tidak akan dihukum mati, bukan?"
"Barangkali. Winnetou dan saya tidak menghendaki jiwa Anda. Kami adalah teman
seluruh orang kulit merah dan orang kulit putih, dan kami hanyalah menumpahkan
darah seseorang apabila orang itu memaksa kami berbuat begitu." "Akan tetapi
Anda sendiri tentu mau menyelamatkan jiwa kami?" "Ya."
"Uf! Jikalau Anda berbuat begitu, tentu yang lain-lain akan mengikuti teladan
Anda, sebab Anda adalah orang kulit putih yang paling masyhur dan paling besar."
"Itu belum dapat kita pastikan. Orang-orang kulit putih yang lain adalah orang
bebas; mereka mengetahui undang-undang prairi; kami tidak dapat memberi perintah
kepada mereka." "Akan tetapi tentu ada kemungkinan juga bahwa mereka mau menyelamatkan jiwa
kami." "Sudah tentu. Winnetou dan saya akan mencoba mempengaruhi mereka, walaupun
pekerjaan itu tidak mudah. Tetapi sebaliknya Anda harus membantu, artinya Anda
harus berusaha meredakan kemarahan mereka." "Apa yang harus kami perbuat?" "Anda
harus menyerah." "Menyerah?" demikian ia menghardik. "Gilakah Anda!"
"Adakah saya gila oleh karena saya hendak menolong Anda, hendak menyelamatkan
jiwa Anda" Kalau demikian pendapat Anda, baiklah! Saya tidak biasa melakukan
perbuatan gila; jadi lebih baik kita berdiam-diri saja. Anda telah saya bawa ke
mari untuk membuktikan kepada Anda bahwa perlawanan Anda tidak akan dapat
menumpahkan darah kami barang setitikpun, akan tetapi sebaliknya Anda semuanya
akan binasa. Tujuan itu sudah saya capai. Demi saya memberi tanda, maka bedil-
bedil itu semuanya akan meletus. Scalp Anda semuanya akan kami ambil dan jiwa
Anda tidak akan masuk ke padang perburuan abadi.
Kalau itu yang Anda kehendaki, apa boleh buat. Mari, ikutilah saya!"
"Hendak ke mana Anda?"
"Ke bawah." "Apa yang akan terjadi?"
"Demi saya sampai ke bawah maka Anda akan kami gantung pada pohon yang tinggi
dan kami akan memberi tanda yang akan menyebabkan kematian seluruh prajurit
Anda. Ayo, marilah!"
Old Shatterhand memegang Tokvi Kava pada lengannya untuk membawa dia ke bawah,
akan tetapi ketua suku Comanche itu melepaskan dirinya, mundur selangkah lalu
bertanya: "Jadi Anda hanya dapat menolong kami apabila kami menyerah?"
"Ya." "Dan Anda tidak akan mengambil nyawa kami?"
"Mudah-mudahan tidak."
"Dan kami boleh kembali ke kampung kami?"
"Apabila kami tidak akan mengambil nyawa Anda, maka Anda akan kami perkenankan
pulang ke kampung Anda. Apa gunanya kami menahan Anda di sini."
"Dan apabila kami boleh pergi sebagai orang-orang yang bebas, tiada takutkah
Anda akan balas dendam kami?"
"Pshaw! Siapa akan takut kepada Anda! Anda hendak membalas dendam! Itu perbuatan
orang yang tidak tahu terimakasih. Bukankah Anda kami tolong, sehingga kami
telah berbuat jasa kepada Anda."
"Tolonglah kami, maka Anda akan melihat apa yang akan kami perbuat!"
"Putuskanlah dengan segera. Anda saya beri waktu yang oleh orang kulit putih
disebut lima menit. Dalam waktu itu Anda harus mengambil keputusan."
"Waktu tenggang itu tidak perlu, sebab sudah dapat saya katakan sekarang bahwa
kami akan menyerah. Bagaimana caranya kami harus menyerah?"
"Adakah Anda melihat bahwa lereng lembah di sebelah kanan itu dapat didaki
orang?" "Ya." "Jalan itu sedemikian sempitnya sehingga tak mungkin dua orang berjalan
berdampingan. Katakanlah kepada prajurit-prajurit Anda bahwa mereka harus datang ke mari
seorang demi seorang, akan tetapi tiada membawa senjata. Sesampai ke mari mereka
akan kami ikat, selama kami akan merundingkan nasib mereka. Sesudah itu..."
"Akan diikat?" sela ketua suku itu dengan marah.
"Ya! Kalau Anda tidak setuju, mereka boleh mati semuanya. Bukankah Andapun
terikat juga!" "Uf! Old Shatterhand keras sekali sikapnya. Bicaranya sangat
lembut, akan tetapi kemauannya sekeras batu!" "Baik sekali apabila itu Anda
insafi. Sesuaikanlah diri Anda kepada sikap saya. Jadi Anda setuju bahwa mereka
akan diikat?" Tokvi Kava masih bimbang: kemudian ia menegakkan badannya lalu berseru keras-
keras karena marahnya: "Ya!"
"Baik. Akan tetapi katakan pula bahwa setiap orang yang hendak menipu kami, yang
tidak menanggalkan senjatanya, yang membawa senjata berapa keciljuapun, akan
segera kami bunuh!" Tampaklah dengan jelas bahwa ketua suku itu gemetar badannya karena tak tahan
menahan amarahnya. Ia bertanya: "Apabila saya perturuti kehendak Anda, akan Anda
bebaskan pulakah cucu saya?"
"Ya." "Bersumpahlah Anda!"
"Old Shatterhand tidak pernah bersumpah. Anda saya beri janji saya dan janji itu
akan saya pegang teguh." "Ya, saya percaya. Anda sudah seringkah mencelakakan
suku Comanche, akan tetapi Anda belum pernah berdusta."
"Kecelakaan orang-orang Comanche selalu diakibatkan oleh kesalahan mereka
sendiri. Mereka selalu bermusuhan dengan Winnetou dan saya, padahal kami ingin sekali
menjadi sahabat dan saudara mereka. Mereka membenci kami dan menyerang kami dan
memaksa kami mempertahankan diri. Bahwa mereka selalu kalah, itu adalah salah
mereka sendiri. Bukankah dalam hal ini juga Anda sendiri yang salah" Kami tidak berbuat apa-apa
terhadap Anda, tetapi Anda telah mencuri milik kami dan hendak membunuh kami.
Dalam pada itu Anda berani menyebut kami musuh Anda!"
"Jangan Anda teruskan. Nanti akan tiba saatnya, kita akan berunding tentang
persahabatan. Kini kami menghadapi pekerjaan yang lain. Lepaskanlah ikatan saya
agar saya dapat turun ke tempat prajurit-prajurit saya."
"Ah, Anda hendak turun sendiri?"
"Itu Anda dengar sendiri."
"Dan tanpa ikatan?"
"Ya." "Apa gunanya?" "Memberi perintah dari sini tiada cukup. Apabila mereka harus menyerah tanpa
membawa senjata, maka saya perlu berunding lebih dahulu dengan mereka."
"Baik!" jawab Old Shatterhand dengan tersenyum. "Sekiranya Anda mempunyai maksud
yang tersembunyipun tidak akan saya pedulikan juga. Anda saya beri izin turun ke
bawah tanpa ikatan, akan tetapi sejak saat Anda tiba di bawah, maka sembilan
kali sepuluh buah bedil akan terbidikkan kepada Anda. Jikalau sesudah lima menit
Anda saya panggil dan Anda tidak naik kembali sebagai orang yang pertama, maka
setiap bedil akan melepaskan dua buah tembakan. Howgh! Pergilah sekarang!"
Old Shatterhand melepaskan ikatan Tokvi Kava. Selama itu Winnetou berdiam diri
saja, akan tetapi demi ia melihat ketua suku Comanche itu hendak turun ke bawah,
maka ia meletakkan tangannya kepada bahu Mustang Hitam seraya berkata: "Apa yang
telah dikatakan oleh Old Shatterhand saya setujui semuanya. Apabila Anda
dipanggilnya dan Anda tidak segera memenuhi perintahnya itu, maka peluru pertama
yang akan mengenai Anda ialah peluru saya. Howgh!"
Dengan tidak mengacuhkan perkataan Winnetou itu Mustang Hitampun turun ke
lembah. Orang-orang kulit putih dan orang-orang Comanche yang ada di bawah semuanya
mengikuti gerak-gerik Mustang Hitam. Old Shatterhand bertanya kepada Winnetou:
"Adakah saudara saya Winnetou menyetujui segala yang saya katakan tadi dan
segala yang saya tentukan?"
"Ya, segala-galanya," jawab orang Apache itu dengan menganggukkan kepalanya.
"Sikap saudara saya orang kulit putih adalah sangat bijaksana. Ketua suku
Comanche itu tidak menyadari bahwa seluruh pasukannya akan dilucuti senjatanya."
"Adakah Anda mengira bahwa ia akan balik kembali?"
"Ya. Ia tidak akan bimbang, sebab ia yakin bahwa tidak adalah jalan lain untuk
menyelamatkan prajurit-prajuritnya. Lagipula prajurit-prajuritnya niscaya akan
patuh kepadanya." Demi orang-orang Comanche mendengar kata-kata yang disampaikan oleh ketua
sukunya, maka mereka meraung-raung dengan kerasnya. Untuk menyatakan bahwa ia
tidak berolok-olok, maka Old Shatterhand memberi perintah singkat dengan suara
yang menggelegar. Maka sekalian orang kulit putih yang ada di seberang lembah
datang berlari-lari ke tempatnya untuk ikut menjemput prajurit-prajurit Comanche
yang akan menyerah. Dalam pada itu semua bedil diarahkan ke bawah, siap untuk
menembak sekiranya Old Shatterhand memerintahkannya. Orang-orang kulit putih
yang ada di bawah di dekat api, membidikkan bedilnya pula ke arah lembah. Orang-
orang kulit putih penghuni perkemahan Firewood menggabungkan diri pula kepada
kelompok Old Shatterhand, oleh karena mereka merasa malu untuk membiarkan rekan-
rekan mereka dari Rocky Ground menyelesaikan pekerjaan itu sendiri saja. Hanya
Leveret, insinyur mereka, tidak menampakkan diri, sebab ia lebih merasa aman
apabila ia menyingkir sejauh-jauhnya dari tempat yang menurut pendapatnya sangat
membahayakan itu. Akan orang-orang Tionghoa, yang ingin mengetahui juga
bagaimana petualangan itu akan berakhir, mereka tiada berani menampakkan diri.
Mereka berkumpul pada suatu tempat yang jauh letaknya dari lembah, siap untuk
lari apabila ada bahaya datang. Bukan saja mereka takut akan prajurit-prajurit
orang Comanche, melainkan mereka tidak dapat melupakan pula betapa kuatnya Old
Shatterhand dan Winnetou.
Bibi Droll telah datang pula dari seberang lembah. Kini ia berdiri di sebelah
saudara sepupunya seraya membidikkan senjatanya ke arah lembah. Maka ia
bertanya: "Hai, Frank, adakah engkau mendengar segala yang dibicarakan di sini
tadi?" "Perlukah saya menjawab pertanyaan sebodoh itu?" jawab Hobble-Frank. "Bukankah
saya selalu ada di sini dan bukankah saya mempunyai dua buah telinga. Mengapa
engkau menduga bahwa saya tidak mendengar apa-apa?"
"Bahwa engkau mempunyai dua buah telinga, itu sudah saya ketahui. Akan tetapi
banyak juga orang mempunyai telinga tetapi tidak mendengar apa yang seharusnya
didengarnya. Bukankah orang kulit merah itu tadi ketua suku Comanche?"
"Ya." "Adakah ia diajak berunding?" "Ya."
"Apa yang harus diperbuatnya?"
"Orang-orang Comanche harus menyerah. Mereka harus datang ke mari seorang demi
seorang dan di sini mereka akan kita ikat."
"Cerdik sekali teman kita Old Shatterhand! Sekiranya mereka berbondong-bondong
naik ke atas, maka itu dapat membahayakan kita. Akan tetapi karena mereka akan
datang seorang demi seorang, maka mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa.
Mudah-mudahan saja semuanya akan berlangsung dengan baik. Tali untuk mengikat
mereka lebih daripada cukup jumlahnya. Kita boleh mengucap syukur bahwa kita
telah berjumpa dengan Winnetou dan Old Shatterhand. Dengan demikian maka kita
dapat mengalami sesuatu yang sangat menarik."
"O" Jadi dengan saya engkau tidak pernah mengalami sesuatu yang penting?"
"Jangan engkau lekas marah," jawab Droll. "Bukan itu maksud saya. Engkau selalu
meletus sebagai bom jika mendengar kata-kata yang tidak mengandung pujian
bagimu." "Diam! Bagaimana engkau dapat membandingkan saya dengan sebuah bom." "Karena
Anda selalu lekas meledak!"
"Meledak! Istilah apa itu bagi seorang sepenting saya ini. Tetapi, berhenti
dahulu berbicara! Rupa-rupanya Old Shatterhand hendak memanggil."
Waktu lima menit sudah lampau dan Old Shatterhand menjengukkan diri ke arah
lembah, memasang kedua belah tangannya di muka mulutnya, lalu berseru: "Tokvi
Kava, eta haneh! *" (*Naiklah, Tokvi Kava!)
Mustang Hitam mendengar kata-kata itu, lalu memberi perintah terakhir kepada
prajurit-prajuritnya. Kemudian ia berbalik, lalu naik ke atas. Dalam pada itu
para prajurit Comanche meletakkan senjata-senjatanya pada suatu timbunan. Rupa-
rupanya perintah Mustang Hitam sudah jelas sekali; orang-orang Comanche itu
bersiap-siap hendak naik ke atas pula seorang demi seorang dan mereka hanya
menunggu sampai ketua sukunya tiba di pinggir lembah. Setiba di atas Tokvi Kava
menyiapkan tangannya di belakang punggungnya seraya berkata dengan suara yang
serak: "Tokvi Kava memegang janjinya. Kini ia sudah siap untuk diikat kembali.
Akan tetapi awas jikalau datang giliran saya untuk mengikat Anda. Jikalau itu
akan terjadi kelak, maka dapatlah Anda pastikan bahwa Anda tidak akan melihat
matahari lagi." Ketua suku Comanche itu segera diikat, lalu dibaringkan di tempat yang agak jauh
dari pinggir lembah. Prajurit Comanche yang pertama datang, segera diikat pula
lalu diikatkan kepada punggung Mustang Hitam. Dengan mengikat para tawanan
berdua-dua punggung pada punggung serupa itu, maka keamanan terjamin dengan
sempurna. Semuanya berlangsung menurut rencana. Setiap orang Comanche baru naik ke atas
setelah orang yang mendahuluinya tiba di pinggir lembah. Dengan demikian maka
orang-orang kulit putih mempunyai kesempatan yang leluasa untuk memeriksa saku
para tawanan serta mengikat mereka erat-erat. Bahwa Tokvi Kava mematuhi segala
perintah Old Shatterhand itu, adalah membuktikan bahwa ia mempunyai maksud yang
tertentu. Maksud apakah itu" Untuk memudahkan musuhnya menangkap prajurit-prajuritnya"
Pasti tidak. Untuk mengambil hati musuhnya agar ia mendapat syarat-syarat yang
lebih ringan bagi kebebasannya" Boleh jadi! Mungkin juga ia bersikap sebaik itu
untuk menunjukkan bahwa hanya kebebasan belaka yang penting baginya; selebihnya
tidak berapa diacuhkannya, oleh karena ia yakin bahwa kelak ia akan mendapat
kesempatan mengadakan pembalasan.
Setelah orang Indian yang terakhir terikat, maka ternyatalah bahwa di tanah ada
terbaring lebih daripada limapuluh pasang orang tawanan. Tokvi Kava meminta Old
Shatterhand datang, lalu berkata: "Memaksa prajurit-prajurit saya mematuhi
perintah saya, bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi semuanya sudah saya lakukan
dengan itikad baik. Maukah Anda sekarang berusaha agar teman-teman Anda orang
kulit putih mau memberi kami hidup?"
"Bahkan lebih daripada itu," jawab Old Shatterhand. "Saya sudah berjanji kepada
Anda, bahwa saya akan mempergunakan segala pengaruh saya. Oleh karena Anda sudah
patuh benar kepada saya, maka sekali lagi saya berjanji dengan khidmat, bahwa
nyawa Anda akan saya selamatkan dan bahwa Anda akan kami bebaskan."
Ketua suku Comanche tiba-tiba tertawa gelak-gelak. Sambil menatap muka Old
Shatterhand dengan pandang yang mengandung kebencian yang tak berhingga, ia
berkata: "Patuh" Saya patuh kepada Anda" Adakah singa patuh kepada anjing"
Jangan Anda mempunyai persangkaan yang bukan-bukan! Siapakah Anda" Bisul yang
harus dengan segera saya iris dari tubuh yang busuk! Anda sahabat Winnetou! Dan
siapakah Winnetou" Tak lain daripada seorang Apache yang pengecut dan hina!
Racun yang patut diludahkan dan diinjak-injak dengan kaki! Adakah otak Anda
sudah menjadi beku bahwa Anda berani mengatakan bahwa Mustang Hitam patuh kepada
Anda" Saya bersumpah demi Manitou yang Maha Besar dan demi arwah sekalian nenek
moyang saya, bahwa akan tibalah saatnya bahwa Anda akan mengetahui siapa yang
akan memerintah dan siapa yang akan patuh! Pada dewasa ini Anda saya tiup
sehingga Anda akan lenyap sebagai seekor lalat. Enyahlah dari sini! Mual hati
saya melihat muka Anda!"
Old Shatterhand menjawab dengan suara yang tenang: "Inginkah Anda mengurbankan
jiwa Anda" Anda adalah tawanan kami dan ada masih belum bebas!"
"Pshaw!" jawab ketua suku Comanche dengan tertawa mengejek. "Tokvi Kava tiada
dapat dipertakuti! Old Shatterhand sudah sekali mengatakan bahwa jiwa dan
kebebasan kami telah terjamin!"
"Aha! Sedemikian besar Anda mengandalkan janji saya! Tahukah Anda bahwa dengan
berbuat demikian Anda memberi saya kehormatan yang paling besar" Anda pun tidak


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah sangka juga. Anda boleh memaki-maki saya, boleh melemparkan kemarahan Anda
kepada saya. Namun janji saya akan saya pegang teguh."
"Ya, karena Anda takut sekali kepada saya! Anda hendak memegang janji Anda itu
karena takut belaka. Setiap titik darah yang mengalir akan dituntut kembali oleh
suku saya. Anda akan mati pada tiang siksaan. Anda akan kami siksa sebagai belum pernah
orang kulit putih kami siksa. Takut, sekali lagi takut, itulah yang menyebabkan
Anda tidak berani mengingkari janji Anda!"
"Kini Anda berani memfitnah saya dan menghina saya, oleh karena saya telah
memberikan janji saya. Oleh karena Anda tahu bahwa Old Shatterhand tiada pernah
mengingkari janjinya, maka Anda yakin bahwa Anda dapat berbuat kurang ajar
terhadap saya. Anda menyalak sebagai anjing yang sudah dicabuti giginya sehingga
ia tak dapat menggigit."
"Anjing itu justru adalah Anda sendiri!" seru orang Comanche dengan marah.
"Lihatlah kaki saya ini; kaki ini akan menyepak Anda sehingga Anda akan meraung-
raung kemarahan!" "Berani benar Anda, karena saya sudah telanjur mengucapkan janji saya," kata Old
Shatterhand dengan tersenyum.
"Akan tetapi saya nasihatkan jangan Anda teruskan. Jikalau Anda tiada dapat
menguasai diri Anda, maka akhirnya Anda akan menyesal."
"Menyesal" Kata itupun Anda ucapkan juga karena takut. Silakan Anda mengucapkan
ancaman apapun juga, saya hanya akan tertawa saja."
Kini muka Old Shatterhand berubah menjadi sungguh-sungguh dan dengan suara yang
sedikitpun tidak mengandung olok-olok iapun berkata: "Baik, permintaan Anda akan
saya luluskan. Janji saya sudah barang tentu akan saya pegang teguh, akan tetapi
tidak lebih daripada itu, tidak sehurufpun saya menyimpang daripada apa yang
telah saya janjikan. Apa yang saya maksud dengan kata-kata itu, akan segera Anda ketahui. Semula saya
bermaksud hendak memperlakukan Anda dengan lemah-lembut, akan tetapi itu tidak
terpikirkan lagi olehku. Ramalan saya akan segera terlaksanakan. Anda akan
menyesali diri!" Dengan susah payah orang Comanche itu membangkitkan dirinya, lalu meludah ke
arah Old Shatterhand. Winnetou yang biasanya tenang sekali sikapnya, kini
menjadi marah sekali oleh perbuatan Mustang Hitam yang tidak senonoh itu. Dengan
marah ia berseru: "Sharli*, ia sudah berani mengotori Anda dengan liurnya yang
jijik. Siapa yang akan menghukum dia: Anda atau saya?" (*Karl, nama muda Old
Shatterhand) "Bukan Anda melainkan saya sendiri, akan tetapi dengan cara yang lain daripada
yang Anda sangka," jawab Old Shatterhand. "Ia tidak layak Anda jamah dengan
tangan Anda." Orang-orang lain yang menyaksikan peristiwa itu menjadi marah juga. Mereka
menuntut agar ketua suku Comanche itu diberi pelajaran yang setimpal. Cas
menggeleng-gelengkan kepalanya; hidungnya yang kecil itu tampak menjadi besar;
matanya yang biasanya menunjukkan kesabaran, kini berkilat-kilat dan dengan
suara yang keras ia berseru: "Mr.
Shatterhand, itu terlalu! Itu tidak boleh Anda biarkan. Saya bersedia memberi
dia pelajaran yang akan diingatnya seumur hidup."
"Dengan apa?" "Dengan tali yang akan saya ikatkan pada lehernya. Saya sudah mendapatkan sebuah
pohon yang tinggi, yang dahan-dahannya indah sekali, seakan-akan disediakan
untuk menggantungkan bedebah seperti orang ini. Apabila dengan demikian ia tidak
dapat bernafas, maka itu bukanlah salah saya. Barangsiapa tidak mau mendengar,
harus merasakan sendiri. Itu adalah pepatah yang sudah terkenal, demikian juga
dahulu pada ahliwaris Timpe!"
"Terimakasih! Apabila ia dilahirkan untuk mati gantung, maka ia niscaya akan
dapat memperoleh sendiri tali yang serasi."
"Apa?" seru Hobble-Frank. "Ia sudah menghina Anda sebesar ini dan ia tidak akan
mendapat upahnya yang philharmonis! Itu tidak dapat saya setujui. Karena itu
maka adalah kewajiban saya untuk..."
"Frank sahabatku, dalam hal ini Anda tidak mempunyai kewajiban sama sekali,
melainkan saya sajalah yang mempunyai kewajiban," demikian Old Shatterhand
menyela perkataannya. "Serahkan sajalah kepada saya bagaimana saya hendaknya membalas penghinaan ini."
"Itu tidak saya setujui sama sekali! Saya tahu bahwa, apabila kewajiban itu saya
serahkan kepada Anda, ia tidak akan mendapat hukuman yang setimpal."
"Jangan khawatir, Frank! Sekali ini saya tidak akan bersikap lemah-lembut."
"Ha! Sekarang Anda mulai insaf. Hukuman apakah yang akan Anda jatuhkan
kepadanya?" "Nantikan sajalah."
"Baik! Kami semuanya akan menyaksikan pelaksanaannya!" "Kehendak Anda akan
terpenuhi. Adakah pisau bowi Anda masih tajam?" "Setajam dan seruncing kilat, Mr.
Shatterhand." "Nah, apabila demikian halnya, maka Cas dan Has boleh memegang kepala Mustang
Hitam sedemikian eratnya sehingga ia tidak akan dapat menggerakkan kepalanya.
Frank, engkau saya izinkan memotong rambutnya, akan tetapi tinggalkan seikal,
supaya saya dapat mengikatkan pada ikal itu hiasan secara Asia Timur."
Setelah mengucapkan kata-kata itu maka diambilnya dari dalam saku bajunya kuncit
kedua orang Tionghoa yang telah mencuri bedilnya.
"Horee, kuncit Kang Keng Kong! Itu sudah hampir saya lupakan. Pekerjaan itu akan
saya lakukan dengan segala kegembiraan!"
Dengan segala kegembiraan Hobble-Frank menerima tugas itu. Orang-orang kulit
merah sedikitpun tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Hobble-Frank,
sebab percakapan antara Old Shatterhand dan Hobble-Frank tadi dilakukan dalam
bahasa Jerman. Ketua suku Comanche melihat pisau bowi di tangan Hobble-Frank; ia melihat kuncit
yang dipegang oleh Old Shatterhand. Ia tahu bahwa kedua benda itu ada sangkut-
pautnya dengan dirinya akan tetapi apa yang sebenarnya akan dilakukan belumlah
diinsafinya. Ia yakin bahwa perbuatan itu tentu tidak akan menguntungkan
baginya. Ia menjadi takut dan ketakutan itu ternyata sekali dari air mukanya dan
ketakutan itu makin menjadi-jadi, demi ia melihat Cas dan Has berlutut di
sebelah kiri dan kanannya. Ia mulai menjadi curiga, lalu bertanya: "Apa yang
hendak kau lakukan" Hendak kau apakan saya!"
Cas dan Has tidak menyahut, melainkan Old Shatterhand menjawab: "Anda akan saya
beri hadiah, karena Anda bersikap ramah-tamah dan sopan terhadap saya." "Hadiah
apa?" "Anda datang ke mari untuk mengambil scalp orang-orang kulit kuning, akan tetapi
sayang sekali maksud Anda tidak sampai, oleh karena orang-orang kulit kuning
tidak bersedia melepaskan scalp mereka. Karena saya sayang kepada Anda maka
dapatlah Anda fahami, bahwa saya akan membantu Anda memperoleh apa yang sudah
luput dari tangan Anda. Hadiah saya berupa kuncit, bukan sebuah saja, bahkan dua
buah. Mudah-mudahan pemberian saya ini akan Anda terima dengan segala senang
hati." Tokvi Kava tidak dapat menjawab, melainkan hanya mengucapkan kata "Uf" belaka.
Rupa-rupanya ia belum menginsafi benar-benar apa maksud Old Shatterhand; karena
itu maka Old Shatterhand menyambung: "Kuncit tempatnya pada kepala, oleh karena
itu maka hadiah saya akan saya ikatkan pada kepalamu, agar dapat Anda simpan
sebagai kenang-kenangan."
"Uf, uf!" jawab Tokvi Kava dengan menghardik. "Scalp tidak digantungkan orang
pada kepala, melainkan pada ikat pinggang. Lagipula ini bukanlah scalp,
melainkan hanya rambut orang-orang kulit kuning yang pengecut. Tiada tahukah
Anda bahwa scalp adalah kulit kepala" Tiada tahukah Anda bahwa seorang prajurit
yang mendapat rambut serupa itu belaka akan menjadi tertawaan kanak-kanak dan
perempuan tua?" "Ya, saya tahu, namun begitu rambut itu harus Anda pakai juga, sebab sudah saya
hadiahkan kepada Anda dan saya sudah biasa bahwa pemberian saya selalu dihargai
orang." "Saya tidak menghargainya, saya tidak mau memilikinya."
"Itu tiada saya tanyakan. Rambut itu sudah saya hadiahkan kepada Anda; karena
itu harus diikatkan pada rambut Anda."
"Cobalah kalau Anda berani!" kata ketua suku itu dengan berteriak. "Jangan Anda
lupa bahwa saya seorang ketua suku!"
"Pshaw! Anda tahu juga bahwa sayapun seorang ketua suku, ketua pemburu-pemburu
kulit putih dan ketua suku Apache yang sejajar dengan Winnetou. Dan bagaimana
Anda memperlakukan saya! Beranikah Anda menyangka bahwa saya akan menghormati
Anda sebagai seorang ketua suku, apabila Anda telah menghina saya walaupun Anda
mengetahui, bahwa sayapun ketua suku" Pada pandangan saya Anda bukanlah lagi
seorang ketua suku, melainkan seorang bedebah yang akan saya beri noda dengan
mengikatkan kuncit Tionghoa ini kepada kepalamu. Biarlah peristiwa ini akan
menjadi peringatan bagi prajurit-prajuritmu bahwa tidak seorangpun dari mereka
akan dapat memperlakukan Winnetou dan Old Shatterhand sebagai kanak-kanak yang
dapat dihina begitu saja."
Mata Tokvi Kava menjadi merah dan berkilat-kilat. Ia menggertakkan giginya
seraya berkata: "Hati-hatilah! Jangan Anda berani memperlakukan seorang ketua
suku kulit merah yang gagah berani serupa itu!"
"Anda memberi saya peringatan" Dulupun saya pernah juga memberimu peringatan,
akan tetapi belum pernah engkau mendengarkannya. Rasakanlah sekarang akibatnya,
apalagi karena Anda tidak mau percaya bahwa Anda akan menyesali perbuatan Anda.
Anda akan memperoleh hiasan pada kepala Anda. Oleh karena rambut Anda sudah
panjang, maka terlebih dahulu rambut itu akan dipotong dan akan ditinggalkan
seikal saja untuk mengikatkan kuncit ini."
Sekiranya Tokvi Kava disambar oleh petir, maka tidak akan lebih hebat
terkejutnya. Matanya membelalak, air liurnya berbuih-buih memenuhi mulutnya. Walaupun tangan
dan kakinya terikat, masih dapat ia bangkit dan dengan suara yang gemetar karena
marah iapun berseru: "Anda akan menyuruh potong rambut saya" Rambut ini
perhiasan kepala saya, rambut ini ialah pusat tenaga dan kekuatan saya serta
tanda kebesaran saya. Anda benar-benar hendak menyuruh orang memotong benda yang
keramat ini?" "Betul! Dan dengan segera."
"Cobalah kalau berani, maka Anda kelak akan menderita siksaan sebesar siksaan
seribu orang!" "Pshaw! Ancaman itu hanya dapat saya sambut dengan senyuman belaka. Ancaman
serupa itu tidak akan dapat menggoyahkan keputusan saya. Cas dan Has, letakkan
orang itu ke tanah dan peganglah kepalanya erat-erat."
Kedua orang Timpe segera melaksanakan perintahnya. Badan orang Comanche itu
ditarik ke tanah seraya ditekan dengan lutut sedemikian kerasnya sehingga
Mustang Hitam tiada dapat bergerak. Kemudian kepalanya ditekan dengan empat buah
tangan ke tanah. Akhirnya Tokvi Kava tidak memberi perlawanan sama sekali.
Sikapnya seakan-akan sikap orang yang kejang urat dagingnya. Ia berbaring lurus-
lurus serta memejamkan matanya dan dengan perlahan-lahan ia berkata pada dirinya
sendiri: "Tidak, ia tidak berani berbuat begitu; ia tidak akan berani; ia tidak
boleh berbuat begitu. Sepanjang sejarah orang kulit merah belum pernah ada
seorang ketua suku yang dipotong rambutnya. Dan inipun tidak boleh terjadi!"
"Jikalau benar belum pernah terjadi, maka itu akan terjadi sekarang," jawab Old
Shatterhand. "Ayo Frank, mulailah dengan segera! Jangan kita membuang-buang
waktu!" "Benar kata Anda," seru Frank. Dalam pada itu ia mencabut pisaunya, lalu
menghampirinya orang Comanche itu. Mustang Hitam mendengar langkah Hobble-Frank,
lalu membuka matanya, maka kini yakinlah ia bahwa apa yang dipandangnya sebagai
sesuatu yang mustahil tadi, akan terjadi juga. Maka keyakinan itu memberi dia
tenaga yang luarbiasa. Walaupun tangannya masih terikat di belakang punggungnya,
namun dengan gerak dadanya ia dapat melemparkan kedua orang Timpe. Dengan segera
dua orang bersaudara itu menguasai Tokvi Kava kembali, akan tetapi karena
Mustang Hitam memberi perlawanan dengan tenaga yang luar biasa, maka kedua orang
Timpe itu perlu dibantu oleh dua orang lagi, sebelum mereka dapat menguasai
orang kulit merah itu. Kini Hobble-Frank menjalankan tugasnya; dengan cekatan
sekali ia mempergunakan pisaunya. Baru saja Hobble-Frank memotong seikal, maka
Tokvi Kava berhenti memberi perlawanan. Badannya menjadi lemah seperti mayat.
Setelah memberi perlawanan yang luarbiasa tadi, maka kini ia menerima nasibnya
seakan-akan ia sudah menjadi lumpuh. Dibiarkannya saja rambutnya digunduli oleh
Hobble-Frank. Kini kepalanya sudah menjadi botak, kecuali seikal belaka yang
masih ditinggalkan. Setelah selesai pekerjaannya, maka Frank memungut kuncit
orang Tionghoa seraya berseru: "Nah, kini persiapan telah selesai. Saksikanlah,
tuan-tuan yang terhormat, bagaimana saya akan meletakkan mahkota Tionghoa ini ke
atas kepala Indian. Ketua suku Comanche kini sudah terbaring di muka saya dengan lemah-lembut. Ia
telah memperhatikan nasihat kita serta menerima nasibnya dengan tawakal. Itu
adalah suatu sikap yang patut dihargai dan penghargaan itu sudah ada dalam
genggaman saya dan akan segera saya lekatkan kepada kepalanya. Mr. Shatterhand,
gelar apakah yang akan kita berikan kepada orang ini" Sejak saat ini tidak patut
ia bergelar Tokvi Kava."
Old Shatterhand menjawab: "Itu benar, Frank. Namanya sekarang akan kita cabut
dan akan kita ganti dengan nama yang lain. Kini ia sudah menjadi orang Tionghoa
yang tadi disebutnya anjing kuning. Sejak saat ini namanya bukan lagi Tokvi
Kava, melainkan Mungwi Ekknan Makik."
Rangkaian ketiga perkataan itu kira-kira berarti: pemimpin anjing-anjing kuning.
Maka kini Old Shatterhand berseru dengan suara yang sedemikian kerasnya sehingga
semuanya dapat mendengarnya dan kemudian diulangnya dalam bahasa Comanche:
"Dengarkanlah apa yang sudah terjadi! Oleh karena ketua suku Comanche ini
menunjukkan sikap yang tidak patut dan memperlihatkan perangai yang memalukan,
lagi pula sudah menjadi pengecut sekali, maka namanya sudah dibuang oleh orang-
orang kulit putih dari daftar prajurit-prajurit kulit merah yang gagah berani.
Tidak patut lagi ia memakai jimatnya. Karena itu jimatnya akan kami rampas dan
sebagai gantinya kami ikatkan kepada kepalanya rambut 'anjing-anjing kulit
kuning' ini dan sejak saat ini ia kami beri nama
'Mungwi Ekknan Makik'. Old Shatterhand selesai berbicara!"
Dalam kehidupan orang Indian ada beberapa peristiwa dan beberapa benda yang
penting sekali artinya. Peristiwa yang terpenting ialah pemberian nama: benda
yang terpenting ialah jimat. Orang Indian tidak mempunyai nama kecil atau nama
keluarga. Setiap orang Indian harus memperoleh namanya karena sesuatu jasa atau
karena sifat-sifat yang istimewa. Apabila jasanya itu hilang oleh perbuatan yang
senonoh atau jikalau sifat-sifatnya berubah menjadi tidak baik, maka namanya itu
akan dicabut orang, bahkan kadang-kadang ia akan diusir dari sukunya. Baru ia
akan diterima kembali apabila ia dapat membuktikan kembali dengan perbuatan-
perbuatan yang istimewa atau yang jantan bahwa kini ia sudah patut lagi
mempergunakan namanya yang telah hilang tadi. Dengan demikian maka bagi seorang
prajurit kulit merah nama adalah sama besar artinya dengan jiwanya sendiri.
Jimat mempunyai khasiat yang bersifat keagamaan. Jimat itu dapat melindungi
pemiliknya daripada bencana, lagi pula memberi derajat kepada seorang prajurit
kulit merah. Kehilangan jimat hampir sama artinya dengan kehilangan jiwanya. Kehormatan
seseorang dilambangkan oleh jimatnya.
Dengan demikian maka pembaca dapat membayangkan betapa beratnya hukuman yang
dijatuhkan atas diri Mustang Hitam: namanya telah dicabut dan jimatnya dirampas!
Itu merupakan noda yang sebesar-besarnya bagi seorang prajurit Indian, apalagi
bagi seorang ketua suku. Noda itu lebih besar artinya daripada apabila seorang
perwira dicabut tanda-tanda pangkatnya, sebab menurut kepercayaan orang Indian,
kehilangan jimat menyebabkan dia tidak akan masuk ke padang perburuan abadi,
jadi di alam baka ia akan mendapat tempat yang tidak terhormat. Karena itulah
maka setelah Old Shatterhand menjatuhkan hukuman atas Tokvi Kava, suasana
menjadi sunyi senyap, tidak seorang pun mengeluarkan sepatah kata jua. Semua
orang memandang kepada Mustang Hitam.
Old Shatterhand memberi isyarat kepada Hobble-Frank supaya segera mengikatkan
kuncit orang-orang Tionghoa itu ke atas kepala Tokvi Kava. Setelah itu
dikerjakan maka Old Shatterhand menghampiri Mustang Hitam, lalu mencabut jimat
yang tergantung pada leher ketua suku Comanche itu. Maka Old Shatterhand berseru
dengan suara yang keras: "Jimat ini saya gantungkan pada leher saya sendiri dan
dengan demikian maka Tokvi Kava, ketua suku Comanche, seakan-akan sudah saya
hukum gantung. Dengan demikian bukan saja sudah melayang jiwanya, melainkan jiwa
itu tidak akan masuk ke padang perburuan abadi. Orang yang terbaring di muka
saya ini bukan lagi Mustang Hitam, melainkan Mungwi Ekknan Makik, anjing kuning
yang memakai kuncit Tionghoa. Anda semuanya telah menyaksikannya dan telah
mendengar perkataan saya. Howgh!"
Apa yang kini terjadi tiadalah dapat dilukiskan dengan perkataan. Orang-orang
kulit putih bersorak-sorak. Orang-orang kulit merah memekik-mekik dan meraung-
raung dengan suara yang tidak lagi dapat dikatakan suara manusia. Mereka
menarik-narik ikatannya, mencoba melepaskan diri. Serta ternyata bahwa usahanya
tidak berhasil maka dengan berpasang-pasangan mereka bergulung-gulung karena
marahnya. Kemudian mereka memaki-maki dan menyumpah-nyumpah. Pelbagai macam


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

umpatan dan penghinaan ditujukannya kepada Old Shatterhand dan Winnetou. Mustang
Hitam berbuat sebagai orang gila. Kini rupa-rupanya tenaganya sudah balik
kembali, bahkan sudah berlipat ganda. Sepuluh orang kulit putih hampir tak kuasa
menahan perlawanan orang Comanche yang sedang mengamuk itu. Dalam pada itu
Mustang Hitam mengeluarkan maki-makian yang sedemikian kotornya sehingga
Winnetou tak tahan mendengarnya. Ia menyuruh kedua orang Timpe menyumbat mulut
Mustang Hitam. Perintah itu segera dilaksanakan. Akhirnya orang-orang kulit merah mulai agak
tenang kembali dan Winnetou segera berseru: "Saya selalu menyangka bahwa putera-
putera suku Comanche ini adalah manusia. Akan tetapi kini ternyata bahwa
sangkaan saya salah belaka. Orang-orang Comanche memekik-mekik dan meraung-raung
serta menyumpah-nyumpah sebagai binatang buas. Mula-mula saya hendak
memperlakukan mereka sebagai prajurit yang terhormat, akan tetapi kini mereka
akan saya beri pelajaran agar mereka tidak akan dapat memuntahkan racun lagi.
Seretlah mereka ke lembah atau lemparkanlah mereka ke bawah! Di sana kita akan
dapat menjaga mereka lebih baik daripada di sini. Sesudah itu baru kita akan
dapat merundingkan apa yang akan kita perbuat dengan mereka."
Mendengar ucapan Winnetou itu Mustang Hitam segera berseru: "Engkau tidak akan
berunding! Old Shatterhand sudah berjanji akan menyelamatkan hidup kami."
"Hidupmu!" jawab Winnetou dengan cemooh. "Apabila ketua suku Apache mengalami
peristiwa seperti yang kaualami ini, maka ia tak akan mau hidup lebih lama lagi.
Ia akan mencabut pisaunya dan akan membunuh dirinya. Akan tetapi engkau tak ada
henti-hentinya meraung-raung dan menyatakan nodamu!"
"Anjing!" seru ketua suku Comanche dengan suara marah yang tak dapat ditahannya.
"Saya tidak meraung, saya hanya ingin hidup terus agar saya dapat membalas
dendam kepadamu!" "Pshaw! Itu dapat kaulakukan! Dengan membiarkan kamu hidup terus, kami
membuktikan bahwa pembalasanmu sedikitpun tidak kami hiraukan atau kami
takutkan." Sesudah itu Winnetou berpaling sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian
dipegangnya tangan Old Shatterhand yang diajaknya turun ke lembah. Mereka berdua
tidak mau menyaksikan bagaimana orang-orang kulit putih akan melaksanakan
perintah Winnetou. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net V. MENENTUKAN NASIB TAWANAN Sebelumnya telah kita ketahui bahwa Old Shatterhand dan kawan-kawannya bukan
saja telah dapat menggagalkan usaha Mustang Hitam untuk menyerang perkemahan
Firewood, bahkan bahwa mereka telah berhasil menangkap para prajurit Comanche
yang diikatnya berpasang-pasangan di pinggir lembah Gua Birik. Mula-mula Old
Shatterhand bermaksud hendak memperlakukan Mustang Hitam dengan baik, akan
tetapi oleh karena sikap ketua suku Comanche itu kurang ajar sekali, maka
kepadanya telah dijatuhkan hukuman yang berat sekali, yakni mencukur rambut
Mustang Hitam dengan meninggalkan seikal rambut saja yang dipergunakan untuk
mengikatkan dua buah kuncit orang Tionghoa. Itu merupakan suatu penghinaan dan
noda yang besar sekali bagi seorang ketua suku. Oleh noda sebesar itu setiap
ketua suku kulit merah tidak akan mau hidup lebih lama lagi, akan tetapi
berlainan sekali halnya dengan Mustang Hitam oleh karena ia ingin hidup terus
agar kelak memperoleh kesempatan membalas dendam dengan cara yang sebengis-
bengisnya. Ketua suku Comanche itu tak ada henti-hentinya meneruskan usahanya,
menghina Old Shatterhand, bahkan sampai-sampai meludahi muka Old Shatterhand,
karena ia yakin bahwa pemburu kulit putih itu tidak akan menarik kembali
janjinya, yaitu akan membebaskan dia beserta para prajuritnya. Terhadap Winnetou
pun ia bersikap kurang ajar sekali, sehingga ketua Apache yang biasanya sangat
sabar itu akhirnya memberi perintah agar Mustang Hitam dan anak buahnya diseret
masuk kembali ke dalam lembah.
Perintah Winnetou itu dilaksanakan oleh para pekerja kereta api dengan cara yang
tidak dapat dikatakan halus, walaupun mereka menjaga agar para prajurit itu
tidak mendapat luka. Pada pintu masuk ke dalam lembah, api yang menutupi pintu
itu dikecilkan, sehingga ada ruangan sedikit untuk menyeret para tawanan ke
lembah. Kemudian mereka dibaringkan di tanah berpasang-pasangan dan dengan
segera para pekerja kereta api hendak merampas senjata orang kulit merah. Akan
tetapi niat mereka itu dialang-alangi oleh Old Shatterhand yang berseru:
"Jangan, jangan Anda menyentuh senjata mereka; Anda masih belum tahu apa yang
akan kita putuskan tentang milik mereka."
Para pekerja itu segera mentaati perintah Old Shatterhand. Di antara mereka
banyak juga yang tidak biasa melepaskan kehendaknya atas perintah orang lain,
akan tetapi terhadap Winnetou dan Old Shatterhand mereka tiada berani
membangkang. Sesungguhnya ada empat orang yang berhak menentukan nasib orang-orang Comanche,
yakni Winnetou, Old Shatterhand dan kedua orang insinyur Rocky Ground dan
perkemahan Firewood. Akan tetapi oleh karena insinyur perkemahan Firewood tak
mau mencampuri urusan menyerang orang-orang Comanche, bahkan dia menyembunyikan
diri demi keamanan dirinya sendiri, maka sudah sewajarnyalah bahwa ia tidak akan
diikut-sertakan dalam perundingan yang akan memutuskan nasib orang-orang
Comanche. Karena itu maka ketiga orang yang lain itu kini duduk untuk memulai
perundingan. Insinyur Swan, yang belum pernah menghadiri perundingan peradilan
prairi, tiadalah tahu siapa yang patut membuka pembicaraan itu. Dengan tergesa-
gesa ia mengemukakan pendapatnya tanpa menunggu lebih dahulu apa pendapat orang-
orang yang lebih banyak pengalamannya dalam soal peradilan prairi. Segera ia
berkata: "Sudah tentu bedebah-bedebah ini harus mati, akan tetapi saya usulkan jangan
hendaknya kita memboroskan mesiu yang mahal harganya. Kita sudah membawa tali
dalam jumlah yang banyak sekali; itu dapat kita pergunakan untuk menggantung
mereka seorang demi seorang pada pohon sekitar lembah ini. Saya yakin bahwa Anda
berdua sependapat dengan saya."
Ketua suku Apache tersenyum, akan tetapi tidak menjawab, oleh karena ia sudah
biasa menyerahkan pembicaraan dalam hal-hal serupa itu kepada Old Shatterhand.
Old Shatterhand segera memahami maksud Winnetou dan oleh sebab itu, maka ia
mengangguk ke arah insinyur Swan dan sambil tertawa ia berkata:
"Mr. Swan, saya sangat bergirang hati bahwa Anda rupa-rupanya telah dapat
memahami pendirian kami. Tentu saja kami yakin seyakin-yakinnya, bahwa mereka
akan mati, sebab sudahlah menjadi suratan manusia bahwa..."
"Bagus, bagus!" demikian insinyur itu menyela. "Hukuman tembak benar-benar masih
merupakan kehormatan bagi mereka; jadi mereka akan kita gantung, sehingga..."
Tiba-tiba insinyur Swan berdiam diri, sebab Old Shatterhand telah menyela
perkataannya dengan memberi isyarat agar ia jangan meneruskan perkataannya. Akan
tetapi sebentar kemudian insinyur itu menyambung:
"Ada apa" Mengapa Anda menyela saya?"
"Untuk memperlihatkan kepada Anda betapa tidak enaknya apabila kita disela
orang." "Apa maksud Anda?"
"Tadi Anda telah menyela perkataan saya. Suatu peradilan savana adalah suatu hal
yang penting, yang harus kita jalankan sungguh-sungguh. Karena itu tiada
biasalah orang dengan segera dan dengan lancang sekali mengeluarkan pendapatnya
sebelum lebih dahulu menanyakan kepada mereka yang lebih mengenal adat istiadat
dan kebiasaan daerah Barat, bagaimana pendapat mereka."
"Tetapi tadi telah Anda katakan bahwa Anda berdua sependapat dengan saya bahwa
tawanan-tawanan itu harus mati. Bukankah begitu?"
"Ya. Akan tetapi saya belum selesai mengucapkan pendapat saya. Sekiranya Anda
tidak menyela saya maka Anda akan mengetahui apa sebabnya mereka harus mati.
Maksud saya ialah hendak mengatakan: tentu saja kami yakin seyakin-yakinnya
bahwa mereka akan mati, oleh karena sudahlah suratan manusia bahwa akhirnya ia
akan mati." "O, jadi hanya karena itu saja?"
"Ya." "Jadi mereka akan mati oleh karena setiap orang akhirnya akan mati juga, bukan
oleh karena mereka telah mengancam nyawa kita!" "Tepat sekali!"
"Hra! Bagaimanakah maksud Anda yang sebenarnya, Mr. Shatterhand?"
"Akhirnya mereka akan mati juga, justru karena itu sudahlah nasib setiap orang.
Akan tetapi kita tidak mempunyai hak untuk menyebabkan kematian mereka, atau
lebih tepat lagi: Anda tidak mempunyai hak itu." "Mengapa tidak?"
"Adakah mereka telah berbuat sesuatu terhadap Anda yang memberi Anda hak untuk
memberi hukuman mati?" "O! Itu... Itu... Itu tidak," jawabnya dengan bimbang.
"Kalau begitu Anda tidak pula mempunyai hak untuk menggantung mereka, Mr. Swan.
Kami, yaitu Winnetou dan saya, sebenarnya mempunyai hak untuk membunuh Tokvi
Kava, sebab ia sudah mencuri kuda dan bedil kami. Sungguhpun begitu kami telah
memberi janji kepadanya tidak akan membunuh Tokvi Kava maupun prajuritnya."
"Tiadakah Anda tergesa-gesa sekali dan terlalu lancang memberi janji itu, Sir?"
"Pertanyaan Anda akan saya jawab dengan pertanyaan pula: sudah pernahkah Anda
mendengar bahwa Winnetou dan Old Shatterhand memberi janji dengan tergesa-gesa
atau lancang?" "Tidak, maafkanlah saya."
"Kalau begitu tak usah kita mengadakan perundingan yang terlalu panjang, sebab
kami berdua telah tahu hukuman apa yang akan kami jatuhkan kepada para orang
Comanche dan saya kira Anda akan mau menerima alasan dan pertimbangan yang kami
pandang adil." "Bagaimanakah pendapat Anda, Mr. Shatterhand?"
"Mereka tidak akan kami bunuh, sekalipun ada alasan yang cukup pada kami untuk
memberi mereka hukuman mati. Kita adalah orang yang ber-Tuhan; kita bukan
pembunuh." "Baik!
Lanjutkanlah keterangan Anda."
"Tentu saja mereka patut mendapat hukuman, oleh karena mereka telah berbuat
jahat. Hukuman yang paling baik dan yang paling adil ialah hukuman yang mengalang-
alangi penjahat melaksanakan maksudnya yang jahat itu. Karena itu kita harus
mencabut segala kesempatan atau kekuasaan yang akan memungkinkan mereka
menyerang perkemahan Firewood dalam masa yang akan datang. Usaha itu dapat kita
capai apabila mereka kami beri hukuman penyitaan tunggangan dan senjata mereka."
"Ya, itu betul. Kini teranglah sudah bagi saya apa maksud Anda. Bagi siapakah
benda-benda yang akan kita rampas itu?"
"Bagi Anda dan anak buah Anda. Benda-benda itu boleh Anda pandang sebagai biaya
peradilan atau sebagai upah bagi bantuan para pekerja Anda."
"Baik sekali! Bagaimana dengan para penghuni perkemahan Firewood?" "Hanya mereka
saja yang ikut membantu kita, boleh mendapat bagian."
"Jumlah mereka sedikit sekali sehingga kami tidak akan menaruh keberatan memberi
mereka bagiannya. Bagaimana selanjutnya?"
"Mustang Hitam telah kami rampas jimatnya oleh karena ia sudah bersikap kurang
ajar serta menghina kami, walaupun ia sudah ada dalam kekuasaan kami.
Sesungguhnya prajurit-prajurit yang lain tak perlu kita singgung kehormatannya,
akan tetapi oleh karena mereka telah meniru contoh ketua sukunya dan menghina
kami juga, maka mereka akan mendapat hukuman yang sama: jimat mereka akan kami
cabut juga." "Baik sekali, Sir! Apa yang disebutnya jimat itu adalah benda yang tidak ada
artinya." "Pendapat Anda salah sekali. Jimat-jimat itu mempunyai arti keagamaan yang besar
sekali. Bagi orang kulit merah jimat adalah benda yang keramat. Itu tidak dapat
Anda fahami. Apabila kita merampas jimat mereka maka dengan perbuatan demikian
tidak saja kita mengambil milik mereka yang paling berharga, melainkan dengan
demikian kita mengalang-alangi mereka memasuki padang perburuan abadi."
"Pshaw! Padang perburuan abadi! Itu patut kita tertawakan!"
"Itu sekali-kali bukan suatu hal yang patut kita tertawakan. Kita orang Kristen
percaya akan adanya sorga demikian juga orang Muslim; orang Hindu percaya akan
Nirwana, demikian pun orang Indian percaya akan adanya padang perburuan abadi di
mana mereka akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia akhirat. Hukuman yang
akan kita jatuhkan itu adalah hukuman yang paling berat dan hukuman itu niscaya
tidak akan kita jatuhkan sekiranya mereka tidak memberi penghinaan yang sekotor-
kotornya kepada kami. Hukuman itu mempunyai alasan pendidikan dan akan berguna
sekali bagi keamanan daerah ini.
Mereka harus insaf bahwa kejahatan yang besar harus dihukum dengan hukuman yang
berat pula dan mereka harus insaf pula bahwa mereka tiada dapat begitu saja
menghina orang seperti kita. Apa yang terjadi di sini akan menjadi buah bibir
sekalian orang kulit merah dan derajat mereka akan turun dalam mata sekalian
suku orang Indian, tetapi sebaliknya kita akan lebih dihormati dan disegani oleh
orang-orang kulit merah yang lain. Dapatkah saudara saya Winnetou menyetujui
usul saya?" "Saudara saya orang kulit putih telah mengucapkan isi hati saya," jawab ketua
suku Apache itu. "Apa yang hendak diperbuatnya sama benar dengan apa yang saya
rencanakan. Orang-orang Comanche itu akan kita rampas jimatnya."
"Akan tetapi jikalau benar belaka pendapat Anda, tiadakah mereka akan membalas
dendam dengan cara yang sehebat-hebatnya?" tanya insinyur Swan.
"Tentu saja mereka akan membalas, tetapi tidak kepada Anda melainkan kepada
kami," jawab Old Shatterhand. "Mengapa begitu?" tanya Mr. Swan.
"Justru karena kami yang merampas jimat mereka, maka kami pulalah yang akan
menjadi sasaran pembalasan mereka. Orang-orang Comanche itu akan menanggung malu
yang sebesar-besarnya, apalagi oleh karena mereka harus meninggalkan daerah ini
dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan itu mereka tidak dapat berburu karena
tidak mempunyai senjata; paling banyak mereka hanya dapat menjerat binatang-
binatang kecil saja. Selanjutnya mereka hanya dapat melepaskan laparnya dengan
makan buah-buahan atau akar tumbuh-tumbuhan belaka. Karena itulah maka mereka
tidak akan lekas sampai ke kampungnya. Dan setiba di kampungnya mereka tidak
akan disambut dengan gembira oleh sesama sukunya, bahkan mereka akan dipandang
sebagai orang yang hina oleh karena tidak mempunyai jimat.
Untuk dapat memperoleh kedudukan prajurit kembali, mereka harus mencari jimat
yang baru dan usaha itu akan memakan waktu yang lama sekali. Saya yakin bahwa
mereka segan datang kembali ke tempat ini, di mana mereka
menderita kekalahan dan mendapat noda yang besar. Akan tetapi celakalah apabila
Winnetou atau saya jatuh ke tangan mereka kelak."
"Adakah Anda takut?"
"Takut" Sekali-kali tidak! Apabila di daerah Wild West ini orang harus merasa
takut akan apa-apa yang dapat terjadi, maka tak dapat kita hidup dengan
tenteram; selalu kita akan dikejar oleh rasa takut dan khawatir. Walaupun begitu
tak boleh kita menutup mata untuk bahaya yang mengancam dari segala sudut. Nah,
kini kita sudah mengambil keputusan. Kini kita sudah seia-sekata. Mr. Swan,
masih hendakkah Anda menambahkan sesuatu kepada keputusan kita?"
"Tidak! Tidak! Saya tidak berani lagi memajukan sesuatu," jawabnya dengan
tertawa. "Dibandingkan dengan pendapat Anda segala usul saya selalu kedengaran sebagai
usul orang bodoh. Hanya saya ingin mengemukakan satu pertanyaan; apakah yang
akan kita perbuat dengan orang peranakan yang kita tawan di Rocky Mountains"
Percaya jugakah ia akan jimat?"
"Tidak. Kita beri dia hukuman dera, kemudian kita bebaskan."
"Itu baik, Sir. Perkara mendera dia serahkan sajalah kepada kami. Anak buah saya
tentu akan merasa gembira mendapat jarahan berupa kuda dan senjata. Sesungguhnya
mereka tidak memerlukan tunggangan, akan tetapi kuda itu dapat kita angkut
dengan kereta api ke tempat lain di mana kami dapat menjualnya. Uang yang kami
peroleh dapat kami bagi-bagi."
"O, ya. Lupa saya memberitahukan kepada Anda bahwa dua orang teman kami, yaitu
Hobble Frank dan Droll, memerlukan tunggangan yang baik karena kuda mereka
kurang serasi untuk membuat perjalanan jauh di daerah prairi ini. Saya berharap
mudah-mudahan Anda tidak akan berkeberatan apabila mereka mau menukarkan kuda
mereka dengan dua ekor kuda Indian yang bagus."
"Tentu saja saya tidak menaruh keberatan. Mereka boleh memilih kuda yang paling
bagus. Lagipula bahwa kami dapat menangkap orang-orang kulit merah itu, sekali-kali
bukanlah jasa kami melainkan jasa Anda belaka. Saya kira bahwa perundingan kita
kini sudah selesai."
"Ya. Keputusan kita akan saya sampaikan kepada Tokvi Kava. Kita dapat
mengharapkan kegaduhan yang luarbiasa mereka akan marah sekali dan akan meraung-
raung serta memaki-maki, akan tetapi tidak perlu kita hiraukan."
Old Shatterhand bangkit dan bersama-sama dengan Winnetou dan insinyur Swan ia
pergi ke tempat di mana Tokvi Kava berbaring, sebelah menyebelah dijaga oleh
Hobble Frank dan Droll. Frank yang selalu bersikap tidak sabar untuk mengetahui
sesuatu, segera bertanya:
"Nah, tuan-tuan hakim sudah selesai berunding. Apakah keputusan mahkamah Agung?"
"Itu akan segera kau ketahui," jawab Old Shatterhand dengan singkat. Kemudian ia
berpaling kepada ketua suku Comanche seraya berkata:


Mustang Hitam Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungwi Ekknan Makik boleh mendengar apa yang telah kami putuskan mengenai
nasibnya dan nasib prajurit-prajurit Comanche."
Tokvi Kava memalingkan mukanya sambil mengejapkan matanya, sebagai tanda bahwa
apa yang didengarnya itu dipandangnya sebagai hal yang patut ditertawakan belaka
dan tidak akan diacuhkan sama sekali. Sikap itu tentu saja tidak dihiraukan oleh
Old Shatterhand, melainkan dengan suara yang keras sehingga dapat didengar oleh
semua orang kulit merah ia berseru:
"Orang-orang Comanche patut mendapat hukuman mati, karena mereka bermaksud
hendak membunuh para penghuni perkemahan Firewood dan hendak mengambil scalp
mereka, akan tetapi kami telah terlanjur menjanjikan akan menyelamatkan jiwa
mereka dan janji itu akan kami pegang."
Mendengar kata-kata itu Tokvi Kava segera meninggalkan sikap acuh tak acuh serta
berseru: "Uf! Uf! Lepaskanlah ikatan kami dan bebaskanlah kami dengan segera agar kami
dapat pergi!" "Anda tak usah tergesa-gesa benar, sebab itu tak ada gunanya. Barangsiapa tidak
mempunyai tunggangan, patut menaruh sabar," demikianlah jawab Old Shatterhand
dengan tenang. "Kami ada mempunyai tunggangan," jawab ketua suku Comanche itu dengan congkak,
walaupun agak dengan bimbang juga.
"Anda tidak mempunyai tunggangan lagi, sebab kuda dan segala senjata Anda kini
sudah menjadi milik kami." "Anda hendak merampas kuda dan senjata kami?"
demikian teriak Tokvi Kava. "Anda hendak menjadi pencuri?" "Diam!" jawab Old
Shatterhand dengan suara yang menggertak.
"Anda beserta anak buah Anda adalah penyamun dan pembunuh dan Anda sekalian
telah kami taklukkan. Namun begitu saya tak hendak bersikap keras terhadap Anda,
walaupun Anda telah berulang-ulang kali menghina saya dengan tiada mengindahkan
peringatan saya. Anda tidak yakin bahwa sikap yang demikian itu tentu akan
menimbulkan hukuman dan Anda terus saja memaki-maki dan menghina kami. Sikap
yang tidak senonoh itu tentu saja harus dihukum pula. Masih beranikah Anda
menyebut saya pencuri, Anda yang sejak saat ini bernama Mungwi Ekknan Makik?"
"Anjing!" seru orang Indian itu. "Jangan sekali lagi engkau berani menyebutkan
nama itu!" "Pshaw! Masih lebih daripada seribu kali lagi saya akan menyebutnya. Dan apabila
sekali lagi saya mendengar kata "anjing" dari mulutmu maka engkau akan kusuruh
beri pukulan sehebat-hebatnya. Engkau telah kehilangan jimatmu, karena itulah
maka hanya hukuman pukulan saja yang serasi bagimu."
"Saya akan membalas dendam, membalas dengan cara yang sebengis-bengisnya!"
"Dengan cara bagaimana" Engkau hendak minta pertolongan sukumu" Itu tidak
mungkin, sebab engkau niscaya tidak akan berani menampakkan dirimu kepada
mereka!" "Saya mempunyai cukup banyak orang yang dapat saya suruh menyampaikan perintah
saya kepada seluruh suku saya untuk menghancurkan Anda sekalian."
"Tidak seorangpun akan berani pulang, sebab mereka semuanya akan kami rampas
juga jimatnya." Tokvi Kava membuka mulutnya untuk menjawab, akan tetapi tidak ada suara ke luar
dari mulutnya. Old Shatterhand menyambung:
"Sesungguhnya mereka dapat meninggalkan tempat ini tanpa kehilangan jimat
mereka, akan tetapi oleh karena mereka sudah menimbulkan amarah kami, maka
mereka kami beri hukuman yang berat pula, yaitu jimat mereka akan kami lemparkan
ke dalam api. Kalau hari sudah siang, kamu sekalian boleh meninggalkan tempat
ini. Kamu boleh membawa jiwamu, sebab itu sudah saya janjikan; milikmu yang lain
harus kamu tinggalkan, demikian juga kehormatan dirimu, sebab sejak saat ini
engkau semua akan dipandang hina oleh seluruh sukumu, bahkan oleh kanak-kanak
dan perempuan-perempuan tua. Saya telah selesai berbicara. Howgh!"
Kini timbul kegemparan lagi, orang-orang kulit merah memekik-mekik, meraung-
raung dan menggulung-gulungkan badannya, lebih-lebih ketika jimat mereka
dirampas dan dilemparkan ke dalam api. Hukuman itu benar-benar merupakan suatu
perhitungan yang bijaksana.
Apabila seorang Indian kehilangan jimatnya, maka ia akan berusaha sekuat-kuatnya
untuk memperolehnya kembali sebelum ia berusaha untuk mencari jimat yang baru.
Sekiranya para pekerja kereta api menahan jimat mereka sebagai kenang-kenangan,
maka orang-orang Comanche tentu tidak akan meninggalkan daerah ini, melainkan
dengan diam-diam mereka akan mengamuk untuk merebutnya kembali Tetapi oleh
karena jimat itu telah lenyap dimakan api maka tidak adalah gunanya lagi bagi
mereka untuk tinggal di daerah ini.
Hanya sebuah jimat saja yang tidak dilemparkan ke dalam api, yaitu jimat ketua
suku Comanche yang disimpan oleh Old Shatterhand sebagai kenang-kenangan,
walaupun ia tahu bahwa Mustang Hitam akan menjalankan segala usaha untuk
memperolehnya kembali. Pembaca tentu saja dapat membayangkan betapa susahnya orang-orang kulit putih
menguasai orang-orang Indian yang sedang memberontak itu. Akan tetapi ikatan
mereka sedemikian eratnya sehingga mereka tak dapat berbuat apa-apa yang dapat
menimbulkan bahaya bagi orang putih. Setelah kegemparan itu reda kembali maka
Old Shatterhand memilih dua ekor kuda yang paling baik untuk diserahkan kepada
Hobble Frank dan Droll. Ketika ia lalu di dekat tempat ketua suku Comanche maka
Tokvi Kava itu membangkitkan badannya serta berseru:
"Engkau tentu akan tertawa kegirangan sekiranya saya datang ke mari dengan
menunggangi tunggangan saya Mustang Hitam. Betapa girang hatimu sekiranya kuda
kesayangan saya itu menjadi milikmu. Akan tetapi kuda itu tidak jatuh ke
tanganmu, kuda yang paling bagus di seluruh dunia. Kini aku yang tertawa!"
"Salah! Saya lebih keras tertawa daripada engkau," jawab Old Shatterhand. "Bahwa
engkau tidak menunggangi Mustang Hitammu ketika engkau datang ke mari, itulah
bukti bahwa kudamu itu tidak kuat dan tidak dapat bertahan, sehingga
sesungguhnya tidak ada harganya. Engkau boleh memiliki terus Tschatlo, kuda
kesayanganmu!" Tschatlo artinya katak. Dengan demikian maka Old Shatterhand
telah menghina Tokvi Kava dengan membandingkan kuda kebanggaannya dengan seekor
katak. Maka Tokvi Kava menjawab dengan marah:
"Tutuplah mulutmu yang kotor itu! Engkau sedang dikuasai oleh Manitou yang
jahat. Engkau iri hati, sebab kudamu dan kuda Winnetou tidak semasyhur kuda saya.
Dibandingkan dengan kuda saya tungganganmu itu tak lebih daripada seekor
keledai!" Old Shatterhand tidak menjawab melainkan segera pergi. Setelah dipilihnya dua
ekor kuda yang paling bagus, maka kuda selebihnya beserta segala senjata orang
Indian dibagi-bagi antara para peserta Old Shatterhand secara undian. Sedang itu
terjadi, Hobble Frank dan Droll dan kedua Timpe duduk berkumpul; mereka tidak
mengharapkan apa-apa lagi dan kini mendapat kesempatan untuk mempercakapkan
segala yang telah terjadi serta merundingkan apa yang hendak mereka kerjakan
seterusnya berhubung dengan rencana perjalanan mereka sendiri. Oleh karena Old
Shatterhand dan Winnetou hendak menyertai kedua Timpe dan Frank serta Droll
hendak ikut pula, maka dengan kata yang muluk-muluk Frank menjanjikan bantuannya
kepada Cas dan Has. "Saya ialah Heliogabalus Morpheus Eduard Franke," katanya, "dan Anda akan
mengenal saya lebih baik lagi. Rumah saya terletak pada tepi sungai Elbe dan
terkenal sebagai villa Lemak Beruang, sebab di daerah Amerika ini tidak ada
seekor beruang yang menjadi gemuk tanpa akan menjadi mangsa peluru saya."
"Kalau begitu maka di sini sudah tidak ada lagi beruang yang gemuk!" sela Cas.
"Jangan berkata sebodoh itu. Sudah pernahkah engkau melihat seekor beruang?"
"Tentu saja." "Ya, tentu saja! Yaitu dalam sebuah buku gambar. Tetapi saya, saya telah
menembaknya!" "Menembak di dalam buku gambar juga?" "Diam, jangan selalu menyela perkataan
saya." Mereka tentu akan bertengkar mulut tanpa berkesudahan, sekiranya pada saat itu
Winnetou tidak dengan tiba-tiba membidikkan bedilnya ke atas serta menembak. Old
Shatterhand sedang mengadakan undian senjata. Dengan cepat ia berbalik seraya
bertanya: "Mengapa Anda menembak?"
"Ada orang menjengukkan kepalanya di balik tanah batu," jawab Winnetou.
"Tembakan Anda mengena?"
"Tidak, kepala orang itu menghilang sebelum tembakan saya meletus."
"Anda melihat dia dengan jelas?"
"Ya." "Apa yang Anda lihat?"
"Ia bukan seorang kulit putih."
"Jadi seorang Indian?"
"Saya tidak tahu benar. Kepala itu hanya sebentar saja kelihatan."
"Hra! Di sebelah sana tidak ada orang dari kelompok kita. Saudara saya orang
kulit merah hendaknya mengikuti saya ke atas. Orang itu tentu tidak akan
menunggu sampai kita tiba di atas, akan tetapi sungguhpun begitu kita harus
hati-hati, sebab dari tempat yang tinggi itu mudah sekali ia menembak ke arah
kita." Mereka segera mendaki dan membawa kedua Timpe untuk berjaga di atas. Ketika
mereka tiba kembali di bawah dan Frank bertanya apa hasil penyelidikan mereka,
maka mereka menjawab bahwa mereka tidak menemukan
seorangpun. Daerah di atas lembah itu ternyata gelap sekali dan usaha mencari
jejak tidak akan berguna walaupun sekiranya tempat itu terang, sebab tanah dan
rumput di sana telah penuh dengan jejak para pekerja kereta api.
Kini fajar mulai menyingsing. Mereka hendak melepaskan orang-orang Indian, akan
tetapi tidaklah bijaksana apabila orang-orang kulit merah itu dibebaskan pada
tempat dekat perkemahan itu. Walaupun mereka tidak bersenjata, namun oleh karena
jumlah mereka besar, masih dapat pula mereka membahayakan bagi para penghuni
perkemahan Firewood. Oleh karena itu maka mereka memutuskan untuk membawa para tawanan itu jauh-jauh
masuk ke dalam prairi dan di sana baru mereka akan dibebaskan sedikit demi
sedikit. Dalam tempat terbuka itu mereka dapat mengamat-amati orang-orang
Comanche sampai jauh sekali.
Orang-orang kulit merah itu niscaya akan menyangka bahwa mereka akan diikuti
dari belakang dengan diam-diam. Karena itu mereka tentu tak akan berani kembali
dengan diam-diam ke Firewood.
Insinyur Swan pergi ke perkemahan untuk mengirimkan kawat ke Rocky Ground,
meminta supaya kereta api dikirimkan kembali untuk menjemput para pekerja. Dalam
pada itu Winnetou dan Old Shatterhand memberi petunjuk kepada para pekerja
kereta api tentang cara bagaimana mereka hendaknya melepaskan para tawanan.
Ikatan kaki mereka akan dilepaskan akan tetapi tangannya tetap terikat di
belakang punggungnya. Sesudah itu setiap orang diikatkan pada sanggurdi
tunggangan setiap pekerja yang akan membawanya lekas-lekas ke prairi terbuka.
Old Shatterhand dan teman-temannya mengikuti mereka kira-kira setengah jam
lamanya sampai mereka meninggalkan daerah hutan belukar. Sampai ke tempat yang
terbuka mereka balik kembali untuk menunggu kedatangan kereta api.
Kini insinyur Leveret menampakkan diri. Demi ia mendengar bagaimana Old
Shatterhand menghukum orang-orang Comanche maka segera ia berkata bahwa
keputusan itu salah belaka.
Seharusnya orang-orang Indian itu dihukum gantung. Selanjutnya ia memandang tidak adil
bahwa ia tidak mendapat bagian dari jarahan. Akan tetapi dengan segera ia
mendapat jawaban yang keras dan tegas dari teman sejawatnya Mr. Swan, sehingga
ia pergi. Demi kereta api dari Rocky Ground datang, maka semuanya naik. Kedua
ekor kuda milik Hobble Frank dan Droll dimasukkan ke dalam gerbong barang.
Setelah kereta api berangkat maka Hobble Frank berpaling kepada Old Shatterhand
serta bertanya: "Kini saya masih mempunyai sebuah permintaan yang jangan hendaknya Anda tolak."
"Permintaan apakah itu?"
"Kini kita masih harus menyelesaikan urusan Ik Senanda. Bukankah Anda telah
mengatakan bahwa ia akan mendapat hukuman dera dan sesudah itu akan dibebaskan?"
"Ya." "Dengarkanlah, Mr. Shatterhand. Pada hemat saya itu bukan hukuman, setidak-
tidaknya hukuman itu tidak memadai. Setiap anak sekolah sudah pernah mendapat
hukuman dera, walaupun kesalahannya tidak dapat dibandingkan dengan kejahatan
yang telah diperbuat oleh orang Mestis itu. Setiap anak sudah pernah dipukuli
juga oleh ayahnya apabila ia nakal. Patutkah orang peranakan itu kita bandingkan
dengan seorang anak yang nakal"
Maka saya bertanya kepada Anda Mr. Shatterhand, tidak adakah Anda mempunyai rasa
keadilan menurut undang-undang?"
"Katakanlah dengan jelas apa yang hendak kau usulkan."
"Itu niscaya sudah Anda fahami, sebab Anda adalah orang yang cerdik. Setiap
orang yang pernah mempelajari ilmu hukum seperti saya ini, tentu tahu bahwa
dalam menetapkan berat hukuman hakim harus memperhitungkan keadaan-keadaan yang
Pengelana Rimba Persilatan 9 Pendekar Rajawali Sakti 149 Teror Manusia Bangkai Ancaman Dari Utara 2
^