Apalagi Jennings 2
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge Bagian 2
tarian sudah selesai, mereka mengambil kursi-kursi lipat,
menggotongnya melintasi pekarangan, dan menumpukkannya dengan rapi di dalam trailer.
Sementara itu pesta sudah mendekati akhirnya. Satu
demi satu, para pemilik kios mengemasi barang-barang
mereka, sementara para pengunjung mulai beranjak pergi.
Kesibukan pesta sudah berakhir. Lewat alat pengeras suara
terdengar pengumuman nama-nama para pemenang
tebakan berat kue, nama boneka, dan permainan boling
dengan hadiah babi. Tapi alat itu tidak disetel dengan baik,
sehingga suara yang keluar tidak jelas terdengar.
"Kita pamitan saja pada Bu Thorpe sekarang, lalu
pulang," kata Jennings. "Jangan lama-lama lagi tetap di sini,
karena nanti tahu-tahu kita diminta membantu mencuci
piring dan gelas, atau melakukan tugas-tugas lain semacam
itu." Keduanya sedang berjalan di lapangan rumput menuju
ke tenda tempat makanan dan minuman, ketika ada yang
memanggil mereka dari belakang. Jennings dan Darbi
berpaling. Mereka melihat pemuda berkemeja kotak-kotak
yang menjaga tempat permainan boling tadi bergegas-gegas
ke arah mereka. "He! Namamu Jennings, kan?" tanyanya ketika kedua
anak itu sudah tersusul. Jennings mengakuinya dengan anggukan. "Ya, itu saya.
Kenapa?" "Kau tidak mendengar namamu dipanggil lewat alat
pengeras suara?" "Saya cuma mendengar suara keras saja, tanpa bisa
menangkap kata-katanya." Tiba-tiba Jennings merasa
gelisah. Jika namanya dipanggil, itu hanya mungkin berarti
bahwa tahu-tahu Kepala Sekolah sudah kembali untuk
membawa mereka pulang ke sekolah. Mereka memang
punya alasan kenapa sampai terus berada di situ. Tapi
alasan itu tidaklah sebegitu kokoh, sehingga kalau Pak
Pemberton-Oakes mau, dengan gampang ia bisa membuyarkannya dengan berapa pertanyaan yang memojokkan. Jennings bertanya kepada pemuda itu, "Anda barangkali
kebetulan tahu, kenapa saya dicari?"
Pemuda berkemeja kotak-kotak itu mengangguk dengan
ramah, sambil mengeluarkan buku notesnya.
"Angka tertinggi, empat puluh tujuh... Kau memenangkan babi itu," katanya.
Ooo-dwkz-ray-ooO 6. ADA BABI GENTAYANGAN JENNINGS begitu kaget mendengarnya. Ia terhuyung
ke belakang, dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
"Memenangkan hadiah babi itu" Tidak mungkin!"
serunya cemas. "Saya bahkan sedikit pun tidak berniat
memenangkannya. Berusaha saja tidak!"
Tidak aneh jika ia sangat kaget, karena alasannya ikut
dalam perlombaan itu semata-mata untuk membuat
Darbishire kagum melihat keterampilannya melempar bola,
lebih lurus daripada pendeta, tukang pos, atau kapten regu
cricket setempat. Prestasi yang dicapainya sudah merupakan hadiah baginya. Jadi ia sama sekali tidak
memikirkan apa yang akan terjadi sesudah itu.
Kini, untuk pertama kalinya ia menghadapi kenyataan
bahwa babi itu benar-benar ada, seekor makhluk hidup
yang perlu diberi makan dan tempat tinggal, dan dia -
J.C.T. Jennings - kini harus bertanggung jawab atas
kesejahteraan binatang itu.
"Ini edan!" protesnya. "Anda harus mengusahakan agar
orang lain saja yang memperolehnya."
Pemuda bercelana jeans itu nampak bingung. Jarang
dialaminya ada pemenang hadiah yang begitu ribut
mempersoalkan hasil kemenangannya.
"Babi itu kini menjadi milikmu, sobat. Aku tidak ada
urusan sama sekali dengannya," jawab pemuda itu. "Kalau
tidak ingin memenangkannya, seharusnya kau tidak ikut
tadi." "Tadi tidak ke situ pikiran saya. Lagi pula, Anda tadi
mengatakan ada orang lain yang pasti akan menang. Saya
mendengarnya dengan jelas,"
"Ya, betul," kata Darbishire menandaskan, membela
temannya. "Orang itu yang selalu mencapai angka lima
puluh. Kalau sudah membidik tidak pernah meleset,
demikian kata Anda tadi pada kami."
"Maksud kalian Clive?"
"Ya, itu dia orangnya. 'Tunggu saja sampai ia mendapat
giliran,' kata Anda. Kenapa bukan dia yang menang?"
"Dia sama sekali tidak muncul."
Jennings mengibaskan tangannya dengan kesal. "Kalau
begitu bagaimana dengan orang yang menjadi pemenang
kedua" Saya mau menukar babi saya dengan kristal
pengharum air mandi yang dimenangkannya."
Pemuda penyelenggara perlombaan itu menggeleng.
"Sudah terlambat, sobat. Orangnya sudah pergi dengan
sepeda motornya, sepuluh menit yang lalu. Sekarang pasti
sudah setengah jalan ke East Brinkington."
Situasi saat itu gawat. Di segala arah nampak orang-
orang berjalan meninggalkan pekarangan rumah pendeta
untuk pulang ke rumah masing-masing. Orang-orang yang
berbahagia, bebas karena tidak direpotkan oleh urusan babi
yang tidak diingini, berbagai peraturan sekolah yang
merepotkan saja, serta Kepala Sekolah yang pasti tidak mau
mengerti. Dengan perasaan bingung, Jennings berkata lagi
pada pemuda itu, "Kalau begitu, maukah Anda memilikinya" Anda boleh
ambil, saya hadiahkan!"
"Kau bercanda, ya?" Pemuda itu nyengir. "Aku tinggal di
sebuah flat kecil, di arah ke Dunhambury. Memelihara
burung kenari saja para tetangga sudah pada ribut. Bisa
kubayangkan apa kata mereka nanti jika aku membuat
kandang babi di gang lantai paling atas!" Ia menepuk bahu
Jennings dengan maksud menenangkan. "Jangan bingung,
sobat. Kau pasti bisa menemukan tempat penampungan
yang baik bagi babi itu dalam sehari-dua ini. Sekarang
kuambilkan saja untukmu. Busku sepuluh menit lagi
datang." Pemuda itu pergi ke ujung pekarangan, di mana hadiah
hidup itu melewatkan waktu sesiang itu di dalam sebuah
kandang yang teduh, di balik semak-semak berbunga.
Jennigs dan Darbishire memandang kepergian pemuda
itu dengan mata masih tetap terbelalak karena kaget. "Enak
saja mengatakan kita akan menemukan tempat penampungan dalam sehari-dua ini," kata Jennings.
Suaranya terdengar getir. "Kita harus menemukan tempat
penampungan baginya sekarang ini juga, sebelum kita
pulang ke sekolah." Sambil memonyongkan mulutnya, Darbi berkata,
"Bagaimana jika untuk sementara kita bawa saja pulang"
Bagaimanapun, tidak ada peraturan sekolah yang mengatakan tentang memelihara babi di kompleks sekolah,
kan?" Jennings mendengus. "Otakmu perlu diperiksa! Kalau
bicara soal itu, juga tidak ada peraturan sekolah yang
melarang pemeliharaan sekawanan ubur-ubur di kolam
renang, tapi pasti kau akan didamprat jika mencobanya.
Selain itu," sambungnya, untuk lebih menjelaskan lagi
kegawatan masalah yang dihadapi, "selain itu, ini sepuluh
kali lebih gawat daripada muncul di sekolah dengan
sembarangan babi pemberian orang. Hal yang rupanya
tidak kausadari adalah bahwa kita takkan memenangkan
binatang sialan itu, jika kita tidak melanggar instruksi
Kepala Sekolah tadi."
Keduanya terdiam, mencari-cari alasan yang bisa
dikemukakan nanti. Kepala Sekolah tadi jelas mengatakan
bahwa mereka harus membantu Bu Thorpe selama tenaga
mereka diperlukan, tapi ia juga melarang mereka ikut
mengambil bagian dalam acara hiburan siang itu. Pasti sulit
baginya untuk bisa menerima bahwa ikut bermain boling
untuk memenangkan babi merupakan bagian dari tugas
mereka mengatur dan membereskan kursi-kursi lipat.
Saat itu Bu Thorpe muncul dari tenda makanan dan
minuman. "Kalian sudah mau pulang?" tanyanya dengan
wajah berseri-seri. "Tolong sampaikan pada Pak Oakes
nanti bahwa kalian anak-anak yang rajin."
"Baik, nanti kami sampaikan," kata Jennings. "Tapi
masalahnya sekarang, kami saat ini belum bisa pulang ke
sekolah karena... eh... karena ada sesuatu yang terjadi.
Sesuatu yang merepotkan."
Bu Thorpe mendengarkan dengan penuh perhatian,
semen tara Jennings menceritakan masalahnya dengan babi
itu. Meski wanita itu tidak tahu apa-apa tentang instruksi
Kepala Sekolah, ia bisa menerima penjelasan bahwa
sekolah yang teratur baik mungkin tidak punya kemungkinan yang layak untuk memelihara ternak. Ia tidak
tahu siapa yang memberikan babi yang dijadikan hadiah itu
kepada panitia pesta, katanya. Lagi pula, rasanya tidak
pantas apabila hadiah itu dikembalikan pada penyumbangnya, karena bisa saja orang itu akan
menganggap pemberiannya tidak dihargai.
"Kita harus mencari penampungan yang lain untuknya,"
kata Bu Thorpe memutuskan. "Pasti banyak orang yang..."
Ia berhenti sebentar, sementara matanya bersinar-sinar.
Rupanya ia menemukan jalan. "Ya, tentu saja. Pak
Arrowsmith, pemilik 'Pertanian Kettlebridge'. Dia punya
peternakan babi. Kurasa ia pasti mau menerima seekor
tamu cilik, jika kalian menanyakan kemungkinan itu
dengan sopan." Jennings dan Darbishire mengenal baik pertanian itu,
karena jalan setapak yang ada dari kompleks sekolah ke
desa Linbury melintasi ladang-ladang dan padang rumput
yang dimiliki oleh Pak Arrowsmith, Tapi petaninya sendiri
tidak begitu mereka kenai, meski--seperti semua teman
sekolah mereka - keduanya selalu memberi hormat dengan
sopan apabila kebetulan berjumpa dengan orang itu di
tengah jalan. Jennings dan Darbishire menyambut usul Bu Thorpe itu
dengan gembira. Nampaknya itulah jalan terbaik untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi.
"Taruh dia di belakang mobilku, Ronnie," kata Bu
Thorpe pada pemuda berkemeja kotak-kotak, yang ketika
itu muncul lagi dengan karung yang berisi sesuatu yang
sangat kecil tapi tidak henti-hentinya bergerak. Kemudian
Bu Thorpe berkata lagi pada kedua anak itu, "Kalian ikut
saja dengan aku sekarang. Kuantar kalian ke tempat
pertanian itu. Nanti kalian jelaskan saja duduk perkaranya
kepada Pak Arrowsmith. Aku yakin, dia pasti mau
menolong." Kendaraan Bu Thorpe ternyata merupakan mobil yang
biasa dipakai di tempat pertanian. Keadaannya sudah
begitu tua dan, lusuh, sehingga adanya seekor babi kecil di
tempat barang sama sekali tidak nampak aneh. Jennings
dan Darbishire duduk di depan babi itu. Bu Thorpe sendiri
yang mengemudikan mobil itu. Nyaris saja ia menyerempet
trailer Kepala Sekolah sewaktu hendak melewati gerbang
pekarangan rumah pendeta. Kemudian diambilnya jalan
yang menuju ke Pertanian Kettlebridge.
Dalam waktu lima menit mereka sudah tiba di sana.
Tidak nampak seorang pun di situ ketika mobil meluncur
masuk, melewati tempat pemerahan sapi dan akhirnya
berhenti di depan pintu kandang babi yang tempatnya
seratus meter lebih jauh.
"Kita cari dulu tempat untuk menaruhnya, lalu kalian
pergi ke rumah petani itu untuk menjelaskan," kata Bu
Thorpe, sementara mereka semua turun dari mobil.
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Darbishire nampak gelisah. "Anda tidak mau ikut untuk
menanyakan?" desaknya pada Bu Thorpe. "Mungkin
kedengarannya lebih enak jika yang menanyakan seorang
dewasa." Bu Thorpe tertawa geli. "Omong kosong! Pak
Arrowsmith takkan memakan kalian. Lagi pula, aku saat ini
tidak ada waktu, karena harus buru-buru kembali ke rumah
pendeta untuk mengawasi orang-orang yang membersihkan
tempat itu." Suara berisik babi kecil itu mengganggu ketenangan
suasana sore itu, semen tara mereka bertiga mencari-cari
tempat penampungan sementara bagi penumpang dalam
karun,g yang masih tetap berada di bak tempat barang. Di
sebelah kanan mereka terdapat bangunan tempat babi-babi
betina melahirkan, dan di kiri nampak sederetan kandang
babi yang dibuat dari batu bata. Tiap kandang terdiri atas
ruang dalam yang terletak di sebelah belakang, sementara di
depannya ada semacam serambi terbuka berlantai beton,
dengan pagar yang terbuat dari batang-batang besi.
Sebagian besar kandang-kandang itu ada isinya: babi-
babi betina yang tidur-tiduran di serambi depan kandang
masing-masing, sementara anak-anak mereka lari keluar
masuk ruang tempat tinggal yang di sebelah belakang.
"Sebaiknya dia jangan kita masukkan ke salah satu
kandang ini, karena nanti terjadi perkelahian," kata
Jennings, sementara mereka berjalan lewat di depan
kandang-kandang berisi anak-anak babi yang ribut
menguik-uik itu. Tapi sesampai di ujung deretan kandang
itu mereka menjumpai kandang yang serambi depannya
kosong. Di dalam kelihatannya juga tidak ada penghuninya.
"Bagaimana kalau di sini saja" Kita masukkan saja
kemari, untuk sementara," kata Jennings. Bu Thorpe
kembali ke mobilnya, untuk membawa kendaraan itu ke
depan kandang yang nampak kosong itu agar anak-anak
tidak terlalu repot. Sebenarnya, meski kelihatan lengang, kandang itu ada
isinya. Penghuni itu sedang tidur di ruang belakang.
Namanya megah, yaitu Kettlebridge Susannah Kedelapan,
babi betina jenis Landrace terbagus yang pernah dibesarkan
oleh Pak Arrowsmith selama sekian tahun pengalamannya
sebagai peternak babi. Nama itu memang cocok dengan
penampilan Susannah. Penampilannya agung, memiliki
segala ciri yang baik dari jenisnya, dan dikembangkan
hingga mencapai kesempurnaan. Dua minggu lagi babi
betina itu akan diperagakan dalam Pameran Pertanian
Daerah. Pemiliknya yang membanggakan babi-babinya itu
sedikit pun tidak merasa sangsi bahwa Susannah nanti
bukan saja memenangkan hadiah pertama dalam kelasnya,
tapi juga akan meraih kehormatan sebagai juara pertama
untuk seluruh kawasan East Sussex.
Saat itu Susannah Kedelapan, babi kebanggaan
peternakan Kettlebridge, sedang berbaring di atas hamparan
jerami sambil mendengkur pelan, tanpa menyadari adanya
suatu rencana yang akan mengganggu kesendiriannya di
dalam kandang pribadinya.
Jennings membuka pintu belakang mobil. Lalu, dibantu
Darbishire, diangkatnya kantong yang isinya bergerak-gerak
terus itu dari bak belakang, diletakkannya pelan-pelan di
lantai beton berukuran tiga meter persegi yang terdapat di
balik pagar. Setelah itu dibukanya tali pengikat karung, dan
dengan pelan pula dikeluarkannya babi kecil itu dari
dalamnya. Kemudian, untuk pertama kali ia bisa melihat dengan
jelas hadiah yang dimenangkannya tanpa niat itu.
Darbishire ikut melihat, bersama Bu Thorpe: ketiga-tiganya
langsung mengernyitkan muka, menarik napas dalam-
dalam lalu menggeleng-geleng sedih, karena melihat apa
yang nampak di depan mata mereka.
Pada kebanyakan anak babi seperindukan, selalu ada
seekor di antaranya yang tidak memenuhi harapan; anak
babi yang begitu lemah dan kurus, begitu kikuk dan jelek,
sehingga setiap petani yang punya harga diri pasti akan
senang apabila bisa menyingkirkannya.
Hadiah yang dimenangkan Jennings merupakan contoh
babi yang takkan membanggakan siapa pun yang menjadi
pemiliknya. Penampilannya kerdil dan tidak mengenakkan
mata: kaki-kaki belakangnya bengkok, dan kaki-kaki
depannya pengkor; telinga terkulai, punggungnya melengkung ke bawah, dan ekornya tergantung lurus ke
bawah seperti sepotong tali; matanya tidak bersinar, dan
kulitnya kedodoran seperti pakaian yang satu nomor lebih
besar dari seharusnya. Sudah jelas, babi itu merupakan
ternak yang penampilannya sangat menyedihkan!
"Hm! Dia takkan pernah bisa memenangkan hadiah di
Pameran Daerah," kata Bu Thorpe.
Selama beberapa saat babi kecil itu tetap berdiri di
tempat Jennings meletakkannya tadi. Ia memandang
berkeliling dengan sikap ragu dan lesu. Kemudian, ketika
menyadari bahwa ia berada di lingkungan asing, babi itu
lari masuk ke ruang dalam, lalu meringkuk di atas jerami di
salah satu sudut yang gelap.
Kettlebridge Susannah Kedelapan tidur terus, sedikit pun
tak merasa terganggu oleh endusan babi kecil yang
diindekoskan di dalam kandangnya.
"Nah... sekarang sebaiknya aku buru-buru saja kembali
ke rumah pendeta." Bu Thorpe membuka pintu mobilnya.
"Dia akan aman di situ, sementara kalian berdua pergi
mencari Pak Arrowsmith."
"Kami akan melakukannya dengan segera," kata
Jennings berjanji. "Dan terima kasih banyak atas bantuan
Anda." Mobil Bu Thorpe berjalan mundur melewati kandang-
kandang babi, lalu menghilang di balik tempat babi-babi
betina melahirkan. Jennings dan Darbishire berlari-lari kecil
ke arah berlawanan, menuju ke rumah petani yang terletak
di atas tanah yang agak tinggi, agak jauh di sebelah kanan.
Ketika sudah menempuh jarak sekitar dua ratus meter,
tiba-tiba Darbishire berkata, "Mudah-mudahan saja orangnya ada di rumah. Kita harus sudah kembali ke
sekolah sebelum Pak Wilkie dengan rombongan pikniknya
pulang, kalau tidak ingin didamprat habis-habisan."
"Kita pasti bisa. Jangan panik." Jennings sudah merasa
riang lagi, karena beranggapan bahwa kesulitannya sebentar
lagi pasti akan sudah berakhir. "Aku cukup senang dengan
kesibukan kita siang ini - tentu saja kecuali memenangkan
babi itu," katanya. "Aku bahkan berpendapat, tidak
diizinkan ikut piknik tadi merupakan salah satu hukuman
paling enak yang pernah kualami sejak sekian waktu."
Sementara itu mereka sudah sampai di pintu pagar
pekarangan rumah petani itu. Saat itu secara kebetulan saja
Jennings menoleh ke belakang, memandang ke arah
bangunan-bangunan di kaki lereng yang baru saja mereka
tinggalkan. "He, itu dia Pak Arrowsmith! Di sana, dekat tempat
ternak babi," katanya. "Kita ternyata buang-buang waktu
saja kemari untuk melihat apakah dia ada di rumah."
Darbishire mengikuti arah acungan jari Jennings.
Dilihatnya dua orang bertubuh besar muncul dari balik
sudut bangunan tempat babi-babi betina melahirkan. "Ya,
itu Pak Arrowsmith," katanya sependapat. "Tapi siapa yang
satu lagi itu, yang bercakap-cakap dengan dia" Pasti bukan
orang sini, karena aku belum pernah melihatnya di sekitar
sini." "Memangnya kenapa?" kata Jennings sambil mengangkat
bahu tanda tak peduli. "Pak Arrowsmith kan tidak perlu
minta izin padamu dulu sebelum ia mengajak orang
melihat-lihat peternakannya?" Jennings berpaling, lalu
menuruni jalan setapak yang baru saja mereka daki.
"Yuk, Darbi, kita datangi mereka sebelum mereka pergi
lagi." Sebetulnya tidak ada misteri mengenai identitas pria
asing bertubuh jangkung dengan setelan kain tweed tipis
yang diajak berkeliling peternakan untuk melihat-lihat oleh
pemilik tempat itu. Namanya Tom Weston, dan seperti
temannya Jim Arrowsmith, ia juga seorang petani yang
beternak babi-babi jenis Landrace. Tempat pertaniannya
terletak beberapa mil dari Linbury. Ia datang dengan
mobilnya sore itu untuk melihat Kettlebridge Susannah
Kedelapan dan memberikan pendapat mengenai peluang
babi itu dalam Pameran Daerah. Sebelumnya kedua pria itu
mampir dulu di tempat pemerahan sapi untuk melihat
beberapa mesin yang baru. Ketika mereka sedang di situlah
Bu Thorpe datang bersama Jennings dan Darbishire. Jadi
keduanya sama sekali tidak tahu bahwa sementara itu telah
terjadi sesuatu yang luar biasa. Kini, sementara keduanya
berjalan menuju ke tempat pemeliharaan babi, wajah Pak
Arrowsmith berseri-seri, membayangkan reaksi temannya
nanti. Atraksi terbesar untuk sore itu sengaja disimpannya
sampai saat terakhir. "Yuk, kau harus melihatnya, Tom," katanya sambil
mengajak temannya bergegas lewat di depan kandang-
kandang yang penuh dengan anak babi yang menguik-uik.
"Dia benar-benar indah. Aku mengurus babi betina itu
seolah-olah dia anakku sendiri."
"Begitu, ya"!" Pak Weston tidak berniat untuk terlalu
memuji-muji nanti. Meski bersahabat, ia merupakan
saingan sengit Pak Arrowsmith dalam kompetisi babi jenis
Landrace. "Jadi menurutmu, dia punya peluang untuk
menang?" "Peluang untuk menang?" Pak Arrowsmith tersinggung
mendengar ucapan temannya yang bernada meremehkan.
"Kau rupanya asal ngomong saja, Tom. Dia pasti menang!
Susannah adalah babi betina terbagus yang pernah
dibiakkan selama sekian tahun di kawasan sini. Tunggu saja
sampai kau melihatnya nanti!"
Sambil mengucapkan kata-kata penuh keyakinan itu Jim
Arrowsmith berjalan mendului, menuju kandang terakhir di
deretan itu. Sewaktu keduanya datang menghampiri, ruang
luar kelihatan kosong. Petani pemilik peternakan itu
mengejapkan mata ke arah temannya sambil bercanda,
menyikut rusuk orang itu.
"Kau pasti akan tercengang melihatnya, Tom. Aku
berani bertaruh, kau pasti seumur hidupmu belum pernah
melihat babi betina seperti dia."
Peternak yang bangga itu berseru memanggil-manggil,
"Kemarilah, Susannah! Ayo keluar, Susannah!"
Terdengar bunyi gemerisik hamparan jerami di ruang
tidur, sementara sesuatu berkaki empat muncul di serambi
depan. Sesuatu itu seekor babi, atau tepatnya karikatur yang
keterlaluan dari seekor babi: kerdil, jelek dengan punggung
melengkung ke bawah, kaki-kaki belakang bengkok, lutut
kaki-kaki depan saling bersentuhan, ekor lurus, mata berair,
dan kulit berwarna kelabu kusam.
Babi kecil itu maju beberapa langkah lalu terbatuk pelan,
seakan akut mengganggu Kettlebridge Susannah Kedelapan
yang masih enak-enak tidur di ruang belakang yang sempit.
Pak Arrowsmith nyaris saja mengalami serangan
jantung. "Apa-apaan ini, ha" Apa ini!" serunya. Ia berpaling ke
temannya yang terpingkal-pingkal. Begitu gelinya Tom
Weston, sampai air matanya bercucuran. Ia terbungkuk-
bungkuk tertawa, sambil berpegangan pada dinding
kandang agar tidak jatuh.
"Jadi dia ini babi betinamu yang termasyhur itu ya, Jim?"
katanya dengan suara putus-putus di sela tawanya yang
belum juga habis. "Kau pasti akan memenangkan hadiah
pertama dengannya! Hadiah pertama untuk kelas babi
berpunggung seperti unta, bertelinga seperti anjing spanil,
berekor seperti tikus! Jenis Landrace yang dikawinsilangkan
dengan trenggiling." Ia menyeka air matanya yang
membasahi pipi. "Benar-benar lelucon yang bagus. Kau
berhasil mempermainkan aku, sungguh!"
Pak Arrowsmith tersinggung, dan berpaling memandang
temannya dengan sengit. "Lelucon! Apa maksudmu,
lelucon?" "Menipu aku, bahwa kau membiakkan babi calon juara
dan menyebabkan aku datang sejauh lima mil untuk
melihatnya." "Tapi aku sungguh-sungguh punya juara! Babi betina
terbagus di kawasan sini! Kalau aku berhasil membekuk
badut yang memasukkan makhluk jelek ini ke dalam
kandang Susannah, dia akan ku... akan ku..."
Pak Arrowsmith tidak meneruskan kalimatnya, karena
saat itu dilihatnya dua anak lelaki datang berlari-lari ke
arahnya. Anak yang lebih jangkung, yang bergegas
mendului temannya, menghentikan larinya di samping
kandang itu lalu memandang petani yang marah-marah itu
sambil tersenyum polos. "Selamat sore, Pak Arrowsmith," kata anak itu dengan
sopan, "kami punya kabar baik untuk Anda... kami
membawakan seekor babi kecil yang manis untuk Anda,
sebagai penambah koleksi."
Untuk kedua kalinya dalam waktu tidak sampai semenit
Pak Arrowsmith harus memaksa diri untuk mengendalikan
perasaannya. "Kau yang melakukan ini"!" katanya berteriak. "Kau
yang memasukkan binatang jelek ini sekandang dengan
babi betina juaraku"!"
Kedua anak itu nampak heran mendengarnya. "Kami
sangka tadi, kandang ini kosong," kata Jennings membela
diri. "0, jadi begitu sangkamu, ya" Nah, sangkaanmu itu
keliru!"
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seakan hendak menegaskan kebenaran ucapannya itu,
seekor babi lagi muncul di ambang jalan masuk ke ruang
belakang yang sempit seekor babi jenis Landrace yang
bagus sekali potongannya: berpunggung lurus, mata
bersinar cerah, ekor melingkar, dan telinga menjorok ke
depan. Itulah Kettlebrdge Susannah Kedelapan, yang
terbangun mendengar suara keras tuannya, lalu pergi ke
luar untuk melihat kenapa ada keributan di situ.
Tom Weston bersiul kagum sewaktu melihat babi betina
itu. "Huih! Kalau dia ini memang pasti bisa menang, Jim.
Babi terbagus yang pernah kulihat selama bertahun-tahun
belakangan ini!" Tapi saat itu bukan waktu yang tepat untuk menilai
kehebatan babi itu, karena saat itu pula Susannah melihat
tamu tak diundang yang mengendus-endus dekat palung
tempat makanannya. Susannah menyerbu ke depan untuk menyerang. Pak
Arrowsmith cepat-cepat meloncat masuk ke kandang sambil
berteriak kaget. Disambarnya kaki-kaki belakang babi kecil
itu dan ditariknya cepat-cepat untuk dijauhkan dari
Susannah. "Hebat, Pak Arrowsmith! Anda berani," kata Darbishire
memuji, sementara petani itu keluar lagi dengan
melangkahi dinding sambil memegang erat kaki-kaki
belakang babi kecil yang menggeliat-geliat. "Binatang besar
gendut itu nyaris saja mencincang si kecil ini kalau Anda
tidak cepat-cepat menyelamatkannya."
Jim Arrowsmith mendengus sebal. "Bagiku, masa bodoh
apa yang terjadi dengan si kerdil jelek ini. Yang
kucemaskan adalah Susannah. Bayangkan jika kulitnya
sampai tergores!" Ia bergidik membayangkan kemungkinan
itu. "Mau apa kalian sebenarnya" Berani-beraninya mempermainkan aku!" tukasnya marah-marah.
"Kami sama sekali tidak bermaksud melucu. Sungguh!
Soalnya begini - saya memenangkan babi ini di pesta gereja
Linbury, dan kami berharap..."
"Di mana katamu, kau memenangkannya?" tanya Tom
Weston. "Di pesta gereja. Saya menang dalam permainan boling
dengan babi kecil itu sebagai hadiahnya. Kenapa?"
"Ah, tidak, tidak apa-apa, aku cuma ingin tahu saja."
Pria jangkung kekar itu berpaling, pura-pura mengagumi
pemandangan. Padahal ia hendak menyembunyikan
senyumannya. Tapi Pak Arrowsmith sama sekali tidak geli. Ia juga tidak tersenyum. "Ini perbuatan yang tidak pantas! Mengganggu ketenangan babi betinaku, merusak peluangnya, dan menimbulkan risiko terhadap kesehatannya; binatang jelek ini mengembuskan kuman-kuman ke palung tempat makanan." Disodorkannya babi kecil itu ke dalam pelukan Jennings. "Bawa dia pergi, saat ini juga! Aku tidak mau dia
bersentuhan dengan babi-babiku."
"Tapi, Pak Arrowsmith..."
"Saat ini juga, kataku! Kau dengar tidak"! Jauhkan dia
dari mataku sebelum 'aku..." Petani itu tidak bisa
melanjutkan kalimatnya, karena sudah terlalu marah.
Jennings pasti sudah meremas-remas tangannya karena
bingung, jika ia saat itu tidak menggendong babi kecil yang
menggeliat-geliat. "Tapi saya tidak bisa membawanya pergi
dari sini. Menggendongnya saja, saya tidak mampu. Dia
tidak mau diam, sih!"
Saat itu sebuah traktor yang menghela sebuah gerobak
lewat dengan suara berisik di sebelah ujung tempat
peternakan babi itu, menuju pintu pagar luar. Pak
Arrowsmith memanggil pengemudinya dan menyuruhnya
datang. "Aku punya pekerjaan untukmu," katanya kepada
pekerja yang mengemudikan traktor itu.
"Bawa kedua anak ini - dan babi jelek mereka - ke
sekolah dan tinggalkan mereka di sana."
"Tapi kami tidak diperbolehkan memelihara babi di
sekolah!" seru Darbishire cemas. "Apa yang harus kami
katakan nanti kepada Kepala Sekolah?"
"Itu urusan kalian! Mestinya itu sudah kalian pikirkan
tadi! Aku sudah bosan melihat kalian dan babi kalian itu!"
Pak Arrowsmith mengayunkan lengannya, menaruh babi
itu di dalam gerobak yang kosong, lalu membantu anak-
anak menyusul naik. Kemudian diberinya isyarat kepada
pengemudi traktor untuk berangkat. Petani itu berdiri
sambil memandang terus, sementara kedua penumpang
yang sedih beserta babi mereka yang jelek itu terlambung-
lambung dalam gerobak ketika traktor dikemudikan
kembali menuju pintu pagar luar.
Ketika mereka sudah pergi, Jim Arrowsmith berpaling
pada temannya. "Sekarang kita bisa melihat Susannah
dengan tenang. Ck! Seenaknya saja, memasukkan binatang
kerdil itu ke dalam kandangnya."
Pak Weston merenung sambil mengusap-usap dagu.
"Aneh, tentang babi tadi itu," katanya. "Begitu anak itu
mengatakan di mana ia memperolehnya, aku langsung
menebak bahwa itu pasti salah satu babi milikku."
"Milikmu"!"
"Ya. Ada seseorang dari panitia pesta gereja menelepon
aku untuk meminta seekor babi guna disediakan sebagai
hadiah. Yah, aku tentu saja tidak mau memberi babi yang
bagus, jadi kukatakan saja pada pekerja yang mengurus
babi-babiku untuk memilih salah satu yang paling jelek dan
mengirimnya ke Linbury,"
Alis Pak Arrowsmith terangkat karena heran, "Kenapa
tidak kaukatakan tadi kalau begitu" Kenapa tidak kauambil
kembali ketika mereka mengatakan tidak menginginkannya?" Pelan-pelan muncul senyuman kecil di wajah Pak
Weston, menyebabkan ujung-ujung bibirnya berkerut
sedikit. "Kaukira aku ini siapa"! Apabila ada seekor babi
kerdil lahir seperindukan, tindakan yang paling baik adalah
cepat-cepat menyingkirkannya, tanpa berpikir panjang lagi."
Ia kembali mengarahkan perhatiannya ke dalam
kandang. "Nah, Jim, tentang babi betinamu..."
Oo - dwkz-ray--oO 7. BABI DI SEKOLAH ROMBONGAN anak-anak yang berpiknik pulang pukul
setengah tujuh malam. Mereka turun dari bus yang berhenti
di depan jalan masuk sebelah belakang pekarangan sekolah.
Mereka kepanasan, capek, tapi bergembira. Mereka
melangkah dengan gontai di jalan berdebu, lewat di sisi
kolam yang terdapat di ujung lapangan bermain.
Venables, Temple, dan Atkinson berjalan paling
belakang, agak jauh dari teman-teman lainnya. Saat itu
mereka melihat sebuah traktor yang menghela gerobak
kosong berjalan ke arah mereka, hendak keluar lewat
belakang. "Salah satu milik Pak Arrowsmith," kata Temple,
sementara kendaraan itu menderu diselubungi debu
berkepul-kepul. "Kenapa keluarnya lewat belakang" Debunya menyebabkan napas sesak saja. Padahal mereka
selalu masuk lewat depan, apabila datang mengambil sisa-
sisa makanan untuk diberikan pada babi."
"Dia tidak datang untuk mengambil sisa makanan,
karena gerobak di belakangnya kosong," kata Atkinson.
"Lagi pula, bukan urusannya dia mau keluar lewat mana.
Ini kan negara bebas."
Mereka lantas melupakan kejadian itu, sampai mereka
tiba dekat sekelompok rumah kaca dan beberapa bangunan
tambahan di dekat kebun Kepala Sekolah; dari situ ada
jalan utama yang langsung menuju ke gedung sekolah, dan
sebuah lorong kecil yang bercabang dari situ ke arah kebun
sayur. Di situ mereka menjumpai Darbishire. Anak itu sedang
berjongkok di balik sebuah tong tempat penampungan air
hujan sambil mengintip ke luar. Ketika ketiga temannya
yang baru pulang dari piknik sudah sampai di dekatnya, ia
bangkit dan meninggalkan tempat persembunyiannya itu.
"Untung cuma kalian," kata Darbi menyambut mereka.
"Aku tadi harus cepat-cepat sembunyi sewaktu Pak Carter
lewat bersama Pak Wilkins. Tapi kurasa kini sudah aman,
jadi aku bisa keluar."
"Kenapa" Apa yang terjadi" Kusangka kau seharusnya
tidak boleh keluar dari gedung," kata Venables.
Darbishire menepuk-nepuk sisi hidungnya dengan jari,
sebagai isyarat bahwa ada rahasia. "Aku sedang menjaga
keamanan. Aku menunggu di sini untuk buru-buru
memberi tahu Jennings, apabila ada guru lewat. Dia sedang
ke kebun sayur untuk mengambil makanan babi segerobak."
Tentu saja Venables beserta kedua temannya langsung
ingin tahu apa yang telah terjadi. Darbishire lantas
menceritakan segala pengalaman sial mereka sore itu.
"Kami minta pada orang yang membawa traktor agar
masuk lewat belakang, supaya tidak berjumpa siapa-siapa,"
katanya mengakhiri ceritanya. "Orang itu baik hati, mau
saja menolong. Dia menolong memasukkan babi itu ke
dalam bangunan tempat memindahkan tanaman muda ke
dalam pot. Dia juga mengatakan makanan apa yang harus
diberikan pada binatang itu."
"Tapi dia kan tidak bisa dibiarkan terus berada dalam
bangunan itu," kata. Atkinson mengomentari.
"Ya, itu juga kami tahu. Saat ini kami belum tahu apa
yang harus dilakukan selanjutnya."
"Tapi apa kata Kepala Sekolah nanti, jika ia mengetahui
bahwa kalian..." Kalimat Atkinson terputus, karena saat itu
Jennings yang datang dari kebun sayur muncul dari balik
sudut bangunan. Ia mendorong gerobak berisi daun-daun
kubis, kulit roti yang keras, kulit kentang, dan sisa-sisa
bubur dari tujuh puluh sembilan piring yang disajikan untuk
sarapan murid-murid pagi tadi.
Darbi, sebagai petugas keamanan, melambaikan tangan
menyuruhnya terus. "Keadaan aman!" katanya pada
Jennings. Lalu ia berbalik kembali kepada ketiga temannya.
"Jika kalian ingin membantu, tolong jaga pintu sementara
Jen membawa makanan itu masuk. Jangan sampai babi itu
lari!" Jennings menghentikan gerobak yang didorongnya di
luar bangunan tempat babi disembunyikan. Venables,
Temple, dan Atkinson merunduk di depan pintu masuk
dengan kedua lengan terbentang, siap untuk menangkap.
Darbishire membuka pintu bangunan itu sedikit saja, cukup
untuk bisa dilewati Jennings dengan gerobaknya.
"Dia memakannya," kata peternak amatir itu ketika ia
keluar lagi beberapa menit kemudian. "Wah, rakusnya
bukan main." Ia masuk ke rumah kaca yang paling dekat,
lalu keluar lagi dengan membawa ember berisi air yang
diambilnya dari tong air. Sekali lagi pintu bangunan tempat
babi dibuka secelah, lalu ember berisi air minum itu
didorong masuk. "Yuk! Kita tidak boleh lebih lama lagi berada di sini,
karena nanti pasti ada guru yang ribut-ribut," Jennings
berbalik, lalu mendului berjalan menyusur jalan tanah
menuju lapangan bermain. Saat itu Pak Hind yang bertugas
mengawasi di situ. Ketika melihat Jennings dan Darbishire,
digamitnya kedua anak itu agar mendekat, sementara yang
lain-lain disuruhnya terus.
"Ke mana saja kalian selama ini?" tanya guru itu.
"Kudengar dari Kepala Sekolah bahwa kalian harus datang
untuk menonton permainan cricket anak-anak kelas atas,
apabila tugas yang diberikan olehnya sudah selesai kalian
kerjakan." Pak Hind masih muda, bertubuh jangkung, dan
berwajah pucat. Ia mengajar kesenian dan musik di semua
kelas.
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Otak Jennings bekerja keras. Pak Hind nampaknya tidak
terlalu mempedulikan kepergian mereka yang begitu lama.
Jadi ada kemungkinan, dia hanya secara samar-samar saja
mengetahui maksud Kepala Sekolah.
"Begini, Pak, Kepala Sekolah membawa kami ke pesta
jemaah gereja di desa itu untuk mengatur kursi-kursi di sana
dan membantu-bantu Bu Thorpe," katanya menjelaskan.
"Lalu karena satu dan lain hal kami-yah, bisa dibilang-kami
tertahan di sana." "Begitu, ya "!"
"Betul, Pak, tapi sekarang kami sudah kembali... eh...
jadi..." Jennings tidak meneruskan kalimatnya, karena
teringat pada babi yang ada di dalam bangunan tadi. "Anda
mungkin tahu apakah Kepala Sekolah juga sudah kembali,
Pak" Ada sesuatu yang menyebabkan saya mungkin perlu
bicara dengan dia." "Malam ini pasti tidak bisa, karena saat ia pulang nanti
kalian pasti sudah di tempat tidur," kata Pak Hind. Ia
menuding dengan tegas ke arah ruang makan. "Sana,
masuklah! Sudah waktunya bagi kalian untuk mendapat
susu dan biskuit." Kesulitan pertama teratasi: Jennings dan Darbi telah
berhasil mengelakkan diri dari Pak Hind, tapi itu tidak
menghibur perasaan mereka, karena ada masalah lebih
serius yang masih harus dihadapi.
Apa yang bisa dilakukan dengan babi itu" Ketika sudah
berada di ruang tidur malam itu Jennings dan Darbishire
membicarakan masalah mereka dengan ketiga teman
lainnya, dengan harapan akan bisa menemukan jalan
keluar. Tapi jalan keluar itu tidak ada. Akhirnya semua
terpaksa sepakat bahwa satu-satunya yang bisa dilakukan
adalah kedua pemeran utama dalam kejadian itu harus
selekas mungkin menghadap Pak Pemberton-Oakes dan
mengakui kesalahan mereka.
"Usahakan agar kalian menyampaikannya dengan hati-
hati," kata Venables menasihati. "Jangan dikatakan, 'Pak,
ada babi di bangunan tempat pemindahan tanaman ke
dalam pot, karena kami melanggar instruksi Anda!' Kalian
harus bijaksana, Bumbui dengan basa-basi tentang ingin
berbuat baik pada binatang yang malang, atau kurang lebih
begitulah." "Tidak bisakah urusan ini kita undurkan dulu sampai
suatu saat minggu depan?" kata Darbishire dengan nada
cemas. "Siapa tahu, mungkin saja kita bisa menemukan
seseorang yang mau mengambil alih babi itu, jika kita
berpikir-pikir selama satu-dua hari."
Temple menggeleng. "Terlalu riskan! Kalian harus
memberinya makan dua kali sehari. Kapan-kapan pasti
akan ada yang melihat kau atau Jen mengacak-acak tempat
sampah. Kalau sudah begitu, kalian mau bilang apa?"
"Mereka bisa bilang bahwa mereka lapar," kata
Atkinson. Ia bisa saja mengajukan saran-saran secara
bercanda, karena ia secara pribadi tidak terlibat dalam
urusan itu. Tapi kemudian ia melanjutkan dengan lebih
serius, "Semakin lama kalian mengundurkannya, semakin
bertambah besar pula kemungkinannya Kepala Sekolah
masuk ke bangunan itu, untuk mengambil sekop kecil atau
entah apa." Jennings mengangguk sebagai pernyataan bahwa ia
sependapat. Mendingan mengaku saja secara sukarela,
daripada kemudian ketahuan.
"Kita akan mengatakannya padanya besok, Darbi.
Langsung setelah selesai sarapan pagi," katanya memutuskan. Keesokan harinya adalah hari Minggu. Pada pagi yang
sejuk dan cerah itu, gagasan untuk pergi menghadap Pak
Pemberton-Oakes terasa semakin tidak menyenangkan saja.
Mungkin saat setelah acara ke gereja merupakan waktu
yang lebih tepat, kata Jennings dalam hati, sementara ia
menikmati hidangan telur rebus matang di meja sarapan.
Mungkin saat itu Pak Pemberton-Oakes mau lebih
bermurah hati, setelah menyanyikan mazmur-mazmur
tentang belas kasihan dan pengampunan. Tapi pengunduran ternyata fatal akibatnya.
Selesai acara kebaktian, Pak Pemberton-Oakes keluar
lewat pintu yang satu sementara anak-anak disuruh keluar
melewati pintu yang lain. Pak Wilkins, yang saat itu
bertugas sebagai pengawas, tidak mau mendengarkan
Jennings yang memohon-mohon: Anak itu disuruhnya
langsung masuk ke ruang kelasnya, untuk menulis surat
kepada orang tuanya yang biasa dilakukan seminggu sekali.
Selesai menulis surat, sudah tiba lagi waktu untuk makan
siang; setelah selesai makan siang dan acara-acara untuk
siang itu diumumkan, barulah Jennings dan Darbishire
menemukan peluang untuk menyelinap pergi, menuju ke
ruang kerja Kepala Sekolah.
Acara siang itu ada pengaruhnya terhadap kejadian-
kejadian yang menyusul setelah itu; jadi mungkin tidak ada
salahnya jika acara itu dipaparkan di sini.
Biasanya, seluruh sekolah pergi berjalan-jalan pada
Minggu siang. Tapi pada waktu menjelang pertengahan
musim panas, saat hawa sudah terlalu panas untuk
melakukan kegiatan jasmani, acara jalan-jalan itu dibatalkan. Sebagai pengganti, murid-murid disuruh ke
lapangan bermain dengan membawa buku bacaan, album
prangko, atau berbagai alat permainan dalam rumah, dan di
situ menyibukkan diri mereka selama satu jam dengan
rekreasi yang tenang. Itulah acara untuk siang itu. Dan pukul setengah tiga
anak-anak pergi ke luar untuk membaca buku atau
menyibukkan diri dengan hobi mereka di bagian yang teduh
dari lapangan bermain. Venables membawa buku yang dipinjamnya dari
perpustakaan, Bromwich menenteng kamera fotonya,
sementara Temple dan Martin-Jones menenteng bloknot.
Mereka hendak bermain cricket di luar. Rumbelow dan
Atkinson membawa papan catur, sementara Binns dan
Blotwell, kedua murid termuda di sekolah itu, membawa
papan besar dengan teka-teki menyusun gambar yang terdiri
atas lima ratus keping potongan gambar. Kalau sudah
selesai disusun secara benar, akan diperoleh gambar yang
menampakkan satria-satria berselubungkan baju besi sedang
menyerbu sebuah kastil Abad Pertengahan. Kedua anak itu
sudah mulai dengan penyusunannya sejak hari pertama
masa sekolah musim panas dimulai.
Mereka sudah berhasil menyusun empat ratus lima puluh
enam potongan, dan mereka berharap akan sudah bisa
menyelesaikannya pada saat mereka harus masuk lagi satu
jam kemudian. Kedua anak itu berjalan membawa papan
dengan teka-teki itu dengan hati-hati sekali.
Mereka khawatir, gerakan yang agak mengejut atau
tabrakan dengan anak lain akan menyebabkan papan lebar
persegi empat berisi hasil kerajinan mereka yang sudah
hampir selesai itu akan berantakan lagi.
Pukul tiga kurang seperempat, tujuh puluh tujuh dari
ketujuh puluh sembilan murid penghuni sekolah Linbury
Court yang dilengkapi dengan asrama itu sudah menyebar
di sekeliling lapangan, sibuk dengan rekreasi masing-
masing. Penghuni yang dua lagi-yang terdaftar sebagai Jennings,
J.C.T. dan Darbishire, C.E.J.-berdiri di luar ruang kerja
Kepala Sekolah, menunggu jawaban atas ketukan di pintu
yang dilakukan oleh Jennings.
Tapi tidak terdengar jawaban dari dalam. Lima menit
sebelum itu, Pak Pemberton-Oakes keluar untuk pergi ke
kebunnya, menikmati kehangatan sinar matahari sambil
mengagumi tanaman mawarnya. Hawa saat itu begitu
panas, sehingga ia memutuskan untuk mengisi waktu siang
itu dengan membaca sambil duduk di kursi malas. Tapi
sebelum melakukannya, ia masih hendak berjalan-jalan
sebentar sampai ke lapangan bermain, melihat bagaimana
anak-anak menikmati acara Minggu siang itu.
Sewaktu sedang lewat di depan bangunan tempat
memindahkan tanaman ke dalam pot, didengarnya ada
bunyi gemerisik. Datangnya dari dalam bangunan itu.
Jangan-jangan ada tikus di situ! Atau mungkin seorang
anak yang hendak berbuat iseng"
Kepala Sekolah berseru dengan galak, "Siapa itu di
dalam" Ayo cepat keluar, siapa pun yang berada di dalam
bangunan ini!" Tidak terdengar suara anak menjawab, tapi bunyi
gemerisik tadi masih terdengar terus. Pak Pemberton-Oakes
mendatangi bangunan itu dengan perasaan heran.
Diangkatnya palang pintu, lalu dibukanya pintu lebar-lebar.
Saat itu juga sesuatu yang kecil dan berkaki empat melesat
ke luar, lewat di antara kedua kaki Kepala Sekolah.
Makhluk kecil itu lari terus, secepat-cepatnya.
Kepala Sekolah memandangnya dengan heran. Kenapa
ada babi di sini" tanyanya pada diri sendiri. Binatang itu
harus dengan segera ditangkap, sebelum sempat menimbulkan kerusakan! Ia bergegas mengejar dengan
langkah-langkah kecil seperti selayaknya dilakukan Kepala
Sekolah. Membicarakan tentang kerusakan, babi kecil itu sudah meninggalkan bekas kekacauan karena ulahnya. Mula-mula ia lari masuk ke kebun Kepala Sekolah, menerobos petak-petak bunga sehingga banyak tanaman yang tercabut sampai ke akar-akarnya dan terpental ke segala arah. Kemudian diterobosnya pagar tanaman. Ia lari menuju lapangan bermain. Benda pertama yang dijumpainya adalah papan lebar yang di atasnya ada teka-teki gambar yang terdiri atas lima ratus
potongan. Binns dan Blotwell meloncat karena kaget ketika babi itu
lari di antara mereka, terpeleset-peleset melewati papan dan
menceraiberaikan empat ratus lima puluh enam potongan
gambar yang sudah tersusun rapi.
Dua detik kemudian babi itu melesat ke bawah kursi lipat
yang saat itu sedang diduduki Pak Wilkins. Ia menabrak
kaki-kaki penyangga kursi itu, sehingga guru itu jatuh
telentang. Di sekeliling lapangan, anak-anak bangkit dengan cepat
lalu memburu makhluk kecil itu, dengan harapan akan bisa
menangkapnya. Tapi usaha mereka sia-sia. Manusia, yang
berkaki dua, kecil kemungkinannya bisa mengejar binatang
lincah berkaki empat; dan babi itu, meski kerdil, lincahnya
bukan main. Ia lari bolak-balik di lapangan, sementara
anak-anak ramai mengejar. Tiga kali nampaknya ia hampir
tertangkap, tapi setiap kali ia masih berhasil menggeliat
sehingga terlepas lagi. "Ini sudah keterlaluan," kata Kepala Sekolah mengomel
pada Pak Wilkins, sementara mereka menonton keributan
itu. Saat itu babi kecil itu sudah sampai di lapangan cricket,
di mana kuku-kukunya mencabik-cabik rumput yang
terpelihara rapi setiap kali ia mengubah arahnya.
"Lihatlah, kerusakan yang ditimbulkannya di lapangan
Kesebelasan Utama! Jika dia tidak dengan segera
ditangkap, kita terpaksa akan membatalkan semua
pertandingan yang masih akan dilangsungkan selama masa
sekolah sekarang ini."
Saat itu Pak Carter muncul, karena mendengar keributan
yang bunyinya sampai ke ruang guru lewat jendela yang
terbuka. Dengan sekilas pandang saja ia sudah mengetahui
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
apa yang harus dilakukan. "Pertama-tama anak-anak harus
disuruh berhenti mengejar," katanya. "Mereka malah
menambah kacau keadaan. Babi itu begitu ketakutan,
sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."
"Kalau begitu, apa saran Anda?" tanya Kepala Sekolah.
Pak Carter kini memimpin operasi. Pertama-tama
disuruhnya anak-anak semuanya mundur ke tepi lapangan,
lalu membentuk lingkaran dengan babi kecil itu di tengah-
tengah. Pada suatu tempat di dalam lingkaran itu ada jaring
cricket. Rencana Pak Carter adalah agar anak-anak dengan
pelan-pelan memperkecil lingkaran, dan dengan cara begitu
menggiring babi kecil itu ke dalam jaring. Ia menempatkan
seorang anak pada setiap tali penopang tiang-tiang jaring
dengan instruksi untuk mengendurkan tali-tali penopang itu
begitu ia memberi isyarat. Kemudian operasi penangkapan
babi dimulai, dalam suasana sunyi, tanpa ada ribut-ribut.
Babi kecil itu, yang masih tetap lincah meski tidak lagi
panik seperti tadi, cenderung lari ke depan sementara
lingkaran yang dibentuk oleh anak-anak semakin mengecil.
Setelah beberapa kali babi itu nyaris berhasil meloloskan
diri, dengan pelan ia digiring menuju sebelah pinggir
jebakan. Di situ ia berhenti, hampir selama setengah menit.
Akhirnya ia berbalik dan berusaha lari ke luar lagi.
Saat itu benar-benar menegangkan. Jika babi itu berhasil
lari dengan menerobos lingkaran anak-anak, rencana itu
akan gagal. Pak Wilkins melihat adanya bahaya itu. Ia
meninggalkan lingkaran lalu lari menyerbu ke depan
dengan secepat-cepatnya, menggiring babi itu kembali dan
masuk ke jaring. Sementara yang dikejar dan yang mengejar
lari terus menuju sisi belakang jebakan itu, Pak Carter
berseru, "Lepaskan!"
Anak-anak yang memegang tali-tali penopang melepaskan tali-tali itu. Tiang-tiang penyangga jaring roboh
ke depan dan jaring cricket yang berukuran seratus meter
persegi ambruk, mengurung sasaran perburuan itu di
dalamnya. Lingkaran anak-anak yang menjadi penghalau bersorak
gembira. Kemudian mereka memandang sekali lagi dan
melihat bahwa yang tertangkap bukan satu, tapi dua! Pak
Wilkins terbungkus jaring dekat ujungnya yang terbuka,
seperti barang belanjaan dalam tas rajutan. Ternyata ia
tidak sempat menghentikan larinya sewaktu jaring tadi
ambruk di atas kepalanya.
Selama beberapa saat guru itu kelabakan. Kemudian ia
merangkak menuju ke tepi jala, lalu keluar.
Babi itu ada di ujung sebelah belakang. Mulanya ia
masih meronta-ronta. Tapi akhirnya menyerah, dan diam
saja ketika Pak Carter membebaskannya dari jaring yang
membungkus tubuhnya. "Harus saya taruh di mana ini?" tanya Pak Carter kepada
Kepala Sekolah, sambil memegang kaki-kaki belakang dan
telinga babi kecil itu kuat-kuat.
"Kembali di bangunan tempat pot, untuk sementara -
sampai saya sudah tahu siapa pemiliknya. Lebih baik saya
ikut saja untuk membantu. Sudah cukup keributan yang
terjadi untuk siang ini."
Mereka pergi dengan babi itu, meninggalkan anak-anak
yang kembali ke kesibukan mereka yang terganggu tadi.
Tidak lama kemudian keadaan di lapangan bermain sudah
tenang lagi. Hanya Binns dan Blotwell saja yang berkeluh
kesah, karena harus menemukan lima ratus potongan
gambar kecil-kecil yang terbuat dari papan lapis. Banyak di
antaranya yang terpental masuk ke dalam semak jelatang
yang daun dan batangnya berbulu, yang menimbulkan rasa
gatal jika disentuh. "Saya benar-benar tidak bisa mengerti, bagaimana
binatang sialan itu bisa mengurung dirinya sendiri di dalam
bangunan itu," kata Kepala Sekolah ketika tangkapan
mereka sudah dimasukkan kembali ke tempat semula dan
pintu bangunan dikunci dengan palang. "Saya rasa
sebaiknya dengan segera saja saya menelepon polisi.
Barangkali mereka sudah menerima laporan dari orang
yang kehilangan babi itu."
"Dia tidak secara kebetulan saja masuk ke situ," kata Pak
Carter, sementara mereka berjalan melintasi kebun dalam
perjalanan kembali ke gedung utama. "Kalau melihat sisa-
sisa daun kubis dan kulit roti basi yang berserakan di lantai,
sudah jelas ada orang yang memberinya makan."
"Jadi menurut Anda, ada seseorang di sekolah ini yang
bertanggung jawab atas kejadian ini" Siapa yang berbuat
seperti itu?" "Saya rasa masih pada hari ini juga kita akan sudah
mengetahuinya," kata Pak Carter.
Sementara itu Jennings dan Darbishire masih terus
menunggu di gang, di depan pintu ruang kerja Kepala
Sekolah. Sudah lama sekali mereka menunggu. Tapi
mereka tidak berani pergi, karena takut tidak berjumpa
dengan Pak Pemberton-Oakes apabila dia datang lagi nanti.
Lebih dari setengah jam lamanya mereka berdiri saja di
gang, tanpa menyadari adanya adegan-adegan kacau dan
penangkapan yang terjadi di luar, di lapangan bermain.
Kini, mereka berdiri tegak ketika Kepala Sekolah muncul
bersama Pak Carter. "Pak, maaf, Pak," kala Jennings.
"Bisakah kami bicara dengan Anda sebentar" Urusannya
sangat mendesak. Ada sesuatu yang perlu kami laporkan
pada Anda." "Urusan apa?" tanya Kepala Sekolah sambil mengangguk. "Tidak begitu mudah menjelaskannya, Pak," sambung
Jennings dengan nada ragu. Kini, setelah tiba saat
pengakuan, disadarinya bahwa saran Venables untuk
"menyampaikannya dengan diselubungi basa-basi", ternyata
sulit dipraktekkan. "Begini, Pak. Soalnya begini. Atau lebih
baik dengan kata-kata lain-begitulah-dengan lain kata..."
Jennings tergagap, lalu berhenti bicara. Ia tidak bisa
menemukan kata-kata yang tepat.
"Ucapanmu sama sekali tidak jelas," kata Kepala
Sekolah sambil berpandang-pandangan dengan Pak Carter.
"Tolong betulkan jika aku keliru, Jennings, tapi mungkin
kau hendak melaporkan bahwa ada babi di bangunan
tempat pot?" "Betul, Pak, itu betul, tapi... tapi..." Jennings memandang Kepala Sekolah dengan heran, "bagaimana
Anda bisa tahu apa yang hendak saya laporkan?"
0o-dwkz-ray-o0 8. RISIKO KEAMANAN PAK PEMBERTON-OAKES memandang langit-langit
gang dengan sikap putus asa. "Anda tadi benar, Carter. Kita
ternyata berhasil mengetahuinya dengan segera." Dipandangnya lagi kedua anak yang berdiri dengan gelisah
di depannya. "Mestinya aku sudah harus tahu bahwa kedua
anak ini - apalagi Jennings - diperkirakan akan bisa
memberi penjelasan mengenai kejadian misterius itu."
Pak Pemberton-Oakes adalah orang yang berpikiran
lapang. Ia membanggakan dirinya, bahwa ia menganut
gagasan-gagasan modern mengenai pendidikan. Meski
begitu, perasaannya tetap saja tersinggung. Bahkan guru
yang paling lunak sikapnya pun pasti tidak senang melihat
tanaman mawarnya tercabut akar-akarnya, kegiatan
rutinnya terganggu, dan rumput lapangan cricket kelihatan
seperti dibersihkan dari gulma, tapi dengan bor.
Ia masuk ke ruang kerjanya, diikuti oleh Pak Carter dan
kedua anak yang bersalah itu. Kemudian ia mulai
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Fakta-faktanya dengan cepat sudah diceritakan semua,
lalu hukuman pun dijatuhkan, meski sudah diperlunak oleh
sikap mau mengampuni. Hal yang menimbulkan kemarahan Kepala Sekolah bukan ketidakpatuhan pada
instruksinya kemarin siang, melainkan lebih banyak
kekacauan dan kerusakan yang terjadi sebagai akibatnya.
Karena itu, sebagai bagian dari hukuman yang
dikenakan terhadap mereka, Jennings dan Darbishire
terpaksa tidak bisa menikmati rekreasi mereka pada saat
petang selama dua minggu. Sebagai pengganti, mereka
diharuskan menanam kembali tanaman yang tercabut
akarnya tapi masih bisa diselamatkan. Sebagai tambahan,
saat istirahat pada pagi hari selama masa hukuman berlaku
harus dipergunakan untuk meratakan padang rumput
tempat bermain cricket yang tercabik-cabik oleh kuku-kuku
babi kecil itu dengan menggunakan alat giling. Persoalan
selanjutnya yang akan dibicarakan adalah penyingkiran
babi kecil itu dari kompleks sekolah.
"Kalian boleh pergi sekarang. Kurasa aku dan Pak Carter
tidak memerlukan bantuan kalian dalam menentukan apa
yang harus dilakukan."
Pak Pemberton-Oakes memberi isyarat dengan tangannya kepada Jenning dan Darbishire agar keluar.
Setelah itu ia berpaling pada asistennya.
"Sebaiknya saya telepon saja Pak Arrowsmith. Saya rasa
dia pasti mau menerima binatang itu."
Jennings, yang saat itu telah sampai di ambang pintu,
berbalik dengan cepat. "Aduh, jangan, Pak! Sungguh, itu
jangan dilakukan. Jangan Pak Arrowsmith, Pak."
Kepala Sekolah benar-benar kaget. Ia tidak biasa
dibantah keputusannya oleh anak berumur sebelas tahun
dari Kelas Tiga. Dengan nada kaku ia mengatakan,
"Jennings, kau tadi sudah kusuruh meninggalkan ruangan."
"Ya, saya tahu, Pak, tapi saya harus memperingatkan
Anda. Ini penting sekali. Soalnya, ada sesuatu yang tidak
Anda ketahui." Dalam pengakuannya tadi tentang kejadian kemarin
siang dan sore itu, Jennings tidak menyertakan peristiwa
tidak enak yang terjadi di Pertanian Kettlebridge, karena
urusan itu tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian-
kejadian selanjutnya. Kini ia bergegas-gegas menceritakan
peristiwa itu. "...Jadi dia pasti marah sekali, Pak, jika ada
yang menanyakan kemungkinan itu lagi," katanya
mengakhiri. "Ia menyuruh kami pergi saat itu juga."
"Ayo pergi, Jennings," kata Pak Pemberton-Oakes
dengan sebal. Begitu kedua anak itu sudah pergi, telepon berdering.
Peneleponnya adalah Nyonya Thorpe. Ia hendak mengucapkan selamat kepada Pak Pemberton-Oakes,
karena di antara murid-muridnya ada anak-anak yang
begitu ringan tangan, senang membantu-bantu seperti kedua
anak yang ikut datang ke pesta untuk mengatur kursi-kursi.
"Mereka benar-benar sangat berguna," kata wanita itu
dengan suaranya yang seperti burung bunyinya. "Anda
pantas merasa bangga terhadap mereka. Keduanya berulang
kali datang menanyakan apakah masih ada lagi yang bisa
mereka kerjakan." Kepala Sekolah mengernyitkan wajahnya. Untuk
menenangkan perasaan, ia menggenderangkan jari-jarinya
ke daun meja yang beralas kulit.
"Mereka tadi melakukan sesuatu yang tidak bisa
dikatakan berguna," katanya, begitu mendapat kesempatan
bicara di sela cerocosan Bu Thorpe. "Mereka pulang
membawa babi." Bu Thorpe heran mendengarnya. "0 ya" Padahal kami
kemarin membawanya ke Pertanian Kettlebridge, untuk
dihadiahkan kepada Pak Arrowsmith."
"Begitulah yang saya dengar. Tapi sayangnya, pemberian
itu tidak dihargai."
"Aduh, sayang! Bagaimanapun juga, babi cilik itu lucu.
Saya rasa Anda semua akan sayang padanya, apabila sudah
mengenal tingkah lakunya."
Sekali ini Kepala Sekolah begitu keras mengernyitkan
mukanya, sehingga nyaris saja bunyinya terdengar oleh Bu
Thorpe di ujung sana. "Bu Thorpe," katanya dengan sopan tapi tegas, "saya
sudah sempat mengetahui tingkah lakunya. Dengan
mengecualikan gempa bumi, sambaran petir, atau letusan
gunung api, saya tidak bisa membayangkan sesuatu yang
dalam waktu dua puluh menit bisa menimbulkan
kekacauan yang begitu besar dalam kegiatan rutin sekolah
serta mengakibatkan begitu banyak kerusakan, seperti
makhluk yang dengan begitu ramah Anda sebut sebagai
babi cilik yang lucu."
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pak Carter memandang ke luar jendela, agar senyumannya tidak terlihat oleh Kepala Sekolah. Dari
tempat dia duduk saat itu nampak Pak Wilkins, dengan
dibantu setengah lusin anak-anak, masih sibuk berusaha
memasang kembali jaring cricket di ujung lapangan.
Wilkins yang malang! katanya dalam hati. Aneh, kenapa
kejadian-kejadian semacam itu selalu saja terjadi jika dia
yang sedang bertugas sebagai pengawas!
Sementara itu Pak Pemberton-Oakes berkata lewat
telepon. "Anda tidak perlu minta maaf, Bu Thorpe.
Kesalahan itu sepenuhnya dilakukan oleh kedua anak itu.
Saya tidak menyalahkan Anda. Tapi mengingat Anda
adalah sekretaris panitia pesta yang menyelenggarakan
perlombaan itu, saya ingin bertanya apakah Anda
barangkali bisa menemukan seseorang lain yang layak
menerima hadiah yang... eh... berharga itu?" Ia mendengarkan, sementara Bu Thorpe menjawab dengan
panjang lebar. Setelah pembicaraan selesai, Pak Pemberton-
Oakes mengembalikan gagang telepon ke tempatnya.
"Bu Thorpe akan mengusahakan penampungan lain
baginya," katanya pada Pak Carter. "Sekarang tinggal kita
saja yang harus menyiapkannya untuk dibawa pergi."
Sambil berkata begitu Kepala Sekolah keluar dari ruang
kerjanya untuk mencari pesuruh sekolah. Orang itu
ditemukannya sedang membaca koran terbitan hari Minggu
di kebun kecil yang ada di belakang pondoknya. Bisakah
Robinson mencarikan sebuah karung" tanya Kepala
Sekolah pada orang itu. Sebuah karung yang besar dan
tanpa lubang, cocok untuk membawa seekor babi kecil di
bagian belakang mobil. Selain itu, dimintanya agar
Robinson nanti memberi makan tamu yang akan dibawa
pergi itu dan memasukkannya ke dalam karung lalu ditaruh
di mobil. Menurut Pak Robinson, rasanya ia mampu memenuhi
segala permintaan itu. Walau hari Minggu biasanya
merupakan waktu beristirahat, ia bersedia mengorbankan
waktu istirahatnya apabila ada tugas memanggil.
Bu Thorpe datang dengan mobilnya ketika sudah hampir
saatnya lonceng asrama dibunyikan. Pak Carter pergi ke
lapangan bermain untuk menyambutnya. "Anda berhasil?"
tanyanya. "0 ya, akhirnya berhasil juga," kicau Bu Thorpe dengan
gembira. "Saya berhasil mengetahui bahwa pemenang
hadiah kedua dalam perlombaan boling itu adalah Pak P.
Nutt dari East Brinkington."
"Bagus! Dan Anda rasa Pak Peanut itu mau menerima
babi kita?" "Bukan Peanut namanya. Itu kan kacang! Namanya
Nutt-dengan inisial P, singkatan dari Peter, di depannya:
Peter Nutt." "Wah, maaf!" "Ah, itu tidak apa! Sementara itu saya sudah ke East
Brinkington, dan orangnya ternyata mau menolong.
Soalnya, ia memelihara beberapa ekor babi di pekarangan
belakang rumahnya. Dan lain halnya dengan Pak
Arrowsmith yang begitu rewel, Pak Nutt nampaknya tidak
peduli bagaimana bentuk babi itu, pokoknya asal kakinya
ada empat." Sepuluh menit kemudian Bu Thorpe sudah pergi lagi
melakukan tugasnya, dan babi kecil itu dimasukkan di
bagian belakang mobilnya. Pak Carter masuk lagi ke dalam,
di sana ia berjumpa dengan Darbishire yang hendak
menaiki tangga untuk pergi ke kamar tidur.
"Ada kabar baru tentang babi itu, Pak?" tanya anak itu
dengan cemas. Wajahnya langsung nampak berseri ketika
Pak Carter mengatakan bahwa semuanya sudah beres.
"Wah, syukurlah kalau begitu, Pak. Saya senang sekali
mendengar bahwa Anda berhasil menemukan penampungan yang baik baginya."
Nada suara Darbishire terdengar begitu lega, seakan ia
terbebas dari beban berat. "Babi itu pasti merasa sedih dan
tidak disukai, karena semua mengatakan sama sekali tidak
mau menerimanya." Sambil tersenyum ia berbalik untuk
menaiki tangga. "Terima kasih banyak, Pak. Saya dan
Jennings sekarang tidak perlu bingung lagi, karena tahu dia
akan diurus oleh seseorang yang menginginkannya tanpa
ada alasan-alasan yang macam-macam."
Selama dua minggu selanjutnya, Jennings dan Darbishire
sedikit sekali mempunyai waktu luang untuk mereka
manfaatkan sendiri. Saat istirahat pagi hari diisi dengan
tugas meratakan rumput di lapangan cricket, sedang
istirahat petang mereka merapikan tanaman mawar yang
berantakan dilanda babi cilik. Lalu pada saat-saat mereka
berhasil memperoleh sedikit waktu luang untuk mereka
sendiri, mereka melakukan kesibukan-kesibukan yang
tenang dan biasa-biasa saja, yang pasti takkan menyebabkan
mereka terlibat kesulitan dengan para guru.
Begitulah, mereka antara lain mengisi waktu luang yang
hanya sedikit itu dengan kesibukan mengatur kembali
album-album prangko mereka, sambil membicarakan cara-
cara untuk menambah koleksi mereka. Seperti sudah
pernah dikatakan oleh Jennings, prangko-prangko terbitan
yang akan datang, yang merupakan peringatan seabad
penemuan ilmiah, akan memberikan peluang besar bagi
mereka untuk mengungguli teman-teman yang juga
mengumpulkan prangko. Andaikan mereka berhasil
memperoleh beberapa buah prangko baru yang tidak bisa
didapat siapa pun juga, koleksi mereka pasti akan
menimbulkan rasa iri teman-teman dari Kelas Tiga.
Dan siasat inilah yang hendak mereka lakukan.
"Prangko-prangko itu bisa dengan gampang kita
usahakan agar dicap pada hari pertama peredarannya
dengan jalan mengalamatkan sampulnya pada kita sendiri,"
kata Darbishire di ruang belajar bersama seusai waktu
sekolah pagi pada hari Rabu. "Masalahnya sekarang adalah
memperoleh prangko-prangko itu untuk ditempelkan pada
sampul surat." Jennings mengangguk sambil berpikir keras. Ada dua hal
yang perlu dipikirkan, yaitu waktu dan peluang. Besar
sekali kemungkinannya kantor pos kecil di toko yang
bernama Linbury General Stores hanya memiliki sedikit
persediaan saja, dan persediaan itu kemungkinannya akan
sudah habis terjual pada jam pertama penjualannya.
"Kita tidak bisa minta tolong pada salah seorang guru
untuk membelikannya; mereka selalu saja sibuk sekali,
sehingga tidak mungkin sempat cepat-cepat pergi ke desa
sebelum waktu sekolah pagi dimulai," kata Darbishire
menyambung. "Dan andaikan ada yang sempat, kemungkinannya sesampai di sana antrean sudah seratus
mil panjangnya. Lagi pula, mereka pasti takkan mau tiba
terlambat di kelas."
Jennings menghentikan renungannya. "Kita bisa minta
tolong pada Pettigrew. Ia selalu melewati kantor pos itu
setiap pagi, dalam perjalanan ke sekolah."
"Wow! Ya, tentu saja. Itu ide yang hebat sekali," kata
Darbishire. Anak yang bernama Pettigrew itu bertubuh montok dan
berwajah penuh bintik, dan tinggal di sebuah rumah di jalan
yang menuju Dunhambury. Setiap hari ia bersepeda ke
sekolah. Kebetulan dia bukan penggemar prangko, jadi
takkan mungkin tergiur untuk membeli prangko terbitan
baru itu untuk dirinya sendiri, yang akan mengakibatkan
posisi monopoli yang diharapkan oleh Jennings dan
Darbishire menjadi rusak.
"Tapi sebelumnya dia perlu kita teliti dulu, demi
keamanan," kata Jennings. "Jika hal ini sampai bocor, anak-
anak lain pasti ingin ikut minta dibelikan, sehingga segala-
galanya menjadi percuma saja." Jennings berpikir lagi
sesaat lalu menambahkan. "Masih ada satu hal lagi-
sebaiknya kausobek saja halaman yang memuat informasi
tentang prangko terbitan baru itu dari majalah filatelimu,
karena siapa tahu ada anak yang ingin meminjam majalah
itu." "Ya, itu akan kulakukan. Kita memang harus berhati-
hati," kata Darbishire sependapat.
Seusai sekolah, Jennings menyapa Pettigrew di gudang
tempat penyimpanan sepeda, ketika anak itu sedang
bersiap-siap untuk pulang.
"Coba dengar sebentar, Petters," sapa Jennings.
Petters itu nama julukan Pettigrew. "Aku dan Darbi
ingin minta tolong. Bisakah kau membelikan beberapa
lembar prangko di kantor pos pada hari Senin nanti.
Prangko-prangko itu terbitan baru - Penemuan-penemuan
ilmiah Abad Kedua Puluh."
"Bisa saja - itu kalau aku ingat," jawab Pettigrew secara
sambil lalu. "Tapi ini penting sekali. Dan juga rahasia. Seluruh
operasi ini sangat kami rahasiakan, agar anak-anak lain
tidak sampai tahu mengenainya," kata Jennings menjelaskan. "Itu berarti kami harus tahu sebelumnya risiko
keamanannya padamu, sebelum aku minta padamu apakah
kau mau menolong kami."
"Kalau begitu sudah terlambat, karena kau sudah minta
tolong padaku," kata anak yang dianggap mungkin
merupakan risiko keamanan itu.
"Yah, pokoknya kau mengerti maksudku," kata Jennings
sambil mengangkat bahu. "Nah, yang harus kaulakukan
hari Senin itu adalah berangkat agak lebih pagi dari rumah.
Katakanlah kantor pos itu buka pukul setengah sembilan,"
sambungnya. Dianggapnya saja hal yang belum tentu benar
itu sebagai kenyataan. "Jika kau tiba di situ lima menit
sebelumnya, kau akan berada di posisi terdepan dalam
antrean, lalu masih bisa tiba di sekolah pukul sembilan
kurang seperempat." Permintaan itu rasanya tidak berlebihan. Karenanya
Pettigrew setuju saja, dengan syarat bahwa uang yang
diperlukan untuk membeli prangko-prangko itu sudah lebih
dulu diberikan padanya. "Aku tidak mau menunggu
berbulan-bulan sementara kalian menyimpan prangko-
prangko itu, dengan harapan harganya di pasaran akan
menanjak," katanya sambil mendorong sepeda keluar dari
tempat penyimpanan. Jennings tersinggung mendengarnya. "Kami tidak berniat
menjualnya. Kami cuma merencanakan hendak membelinya lalu minta agar distempel, sehingga yang anak-
anak yang lain merasa sebal karena tidak terpikir untuk
melakukannya juga." Pada hari Kamis, ketika Jennings masuk ke ruang Kelas
Tiga bersama Darbishire beberapa saat sebelum pelajaran
dimulai, ia menemukan sebuah sampul surat di atas
mejanya. Surat itu dialamatkan kepada Tuan-tuan Jennings
dan Darbishire, ditulis dengan huruf-huruf besar yang tidak
rapi. Di dalamnya ada selembar kertas yang rupanya
disobek dari buku tulis sekolah. Di atas kertas itu tertulis:
"Tuan-tuan Jennings dan Darbishire yang terho rmat,
Kurasa mentang-mentang kalian senior kami karena
duduk di Kelas Tiga kalian bisa berbuat seenaknya saja,
tapi kalian keliru jadi Hati-hati Saja!
Karena kesalahan kalian kami kehilangan 73 po tong
dari teka-teki gambar kami jadinya kuda-kuda tidak
punya kaki dan dinding kastil tergantung di udara dan
tidak ada tanah di bawahnya.
Babi ko nyol kalian itu yang membuat kerusakan itu
dan kami bilang Darbishire berengsek dan Jennings lebih
berengsek lagi lalu kalian mau apa"
Hormat kami, Binns dan Blotwell."
Jennings bingung membaca isi surat itu, tapi Darbishire
bisa memberikan penjelasan.
"Aku diberitahu oleh Venables bahwa babi kita pada hari
Minggu itu mengobrak-abrik teka-teki gambar mereka,"
katanya. "Aku tidak mengerti kenapa mereka jadi ribut
begini. Jika kita sedang menyusun teka-teki gambar dengan
hasil beberapa bagian dari kaki kuda-kuda tidak ada,
rasanya kita malah akan tertawa geli."
Jennings kebetulan menoleh ke pintu dan melihat para
penulis surat itu berdiri di luar. Nampak bahwa mereka
ingin sekali melihat bagaimana tanggapan terhadap surat
mereka itu. Jennings memanggil mereka masuk ke ruang
kelas. "Apakah kalian berdua ini penguasa alam?" tanyanya.
"Pangeran Binns dan Pangeran Blotwell?"
Kedua anak yang ditanya membantah bahwa mereka
keturunan bangsawan. "Tidak. Kenapa?"
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena hanya bangsawan saja yang menandatangani
surat-surat mereka hanya dengan nama keluarga. Apakah
kalian ini tidak diajar apa-apa di Kelas Satu?" Nada
Jennings yang sombong menyembunyikan kenyataan
bahwa ia sendiri baru mengetahui soal itu sehari
sebelumnya, yaitu ketika dibetulkan oleh Pak Carter karena
membuat kesalahan serupa. "Orang biasa seperti kita-kita
ini harus menyertakan nama depan atau inisial mereka,
seperti misalnya, Hormat kami, Obadiah Binns, atau
X.Y.Z. Blotwell." "Tapi namaku bukan Obadiah," bantah Binns.
"Dan kalau inisialku betul X.Y.Z., kepanjangannya lalu
apa?" tanya Blotwell ingin tahu.
Jennings tidak mengacuhkan gangguan itu. "Dan apa-
apaan ini, aku dan Darbi dibilang berengsek. Kalau
berongsong, aku tahu, tapi berengsek... ?"
"Mungkin yang mereka maksudkan beringas, Jen! Kita
kan bisa beringas kalau ada yang mengganggu!"
"Ah, kalian saja yang tidak bisa membaca dengan benar.
Itu kan maksudnya brengsek," kata Binns menjelaskan.
"Lagi pula, mentang-mentang Jennings..."
"Tuan Jennings, ya! Dan Tuan Darbishire. Pada kalimat
pertama surat kalian ini, kalian sendiri mengakui bahwa
begitulah sepatutnya kalau menyapa kami."
Kedua anak yang menulis surat itu berpandang-
pandangan dengan sikap bingung. "Yuk, Binns, kita buang-
buang waktu saja bicara dengan mereka ini," kata Blotwell
sambil menuju ke pintu. "Mereka ini sinting. Anak-anak
Kelas Tiga memang sinting semuanya."
Jennings memanggilnya agar kembali, "Katakanlah,
kalian tidak kehilangan potongan-potongan itu," katanya.
"Kalian pasti akan sudah menyelesaikan gambar itu
sekarang. Lalu apa yang akan kalian lakukan hari Minggu
siang nanti?" "Tidak berbuat apa-apa, barangkali," jawab Blotwell
sambil mengangkat bahu. "Nah, itulah!" kata Jennings dengan nada yakin. "Pak
Wilkie selalu marah-marah apabila ada anak mengatakan
padanya bahwa mereka tidak punya kesibukan sama sekali.
Lalu dia akan menyuruh kalian berkeliaran memunguti
kertas bekas pembungkus permen atau pekerjaan menjijikkan lainnya. Jadi kalian mestinya malah berterima
kasih pada kami." "Berterima kasih" Tapi kami masih tetap tidak punya
kesibukan nantinya, jika tidak bisa menyelesaikan teka-teki
gambar itu." "0 ya, kalian akan punya kesibukan. Kalian kan bisa
mencari potongan-potongan yang hilang itu."
Menurut perasaan Blotwell, ada sesuatu yang tidak benar
dalam pernyataan Jennings itu. Tapi ia tidak tahu apa
tepatnya. Dengan perasaan sebal, kedua penggemar teka-teki
gambar itu pergi ke gang. Mereka hendak berunding,
apakah mereka bukan korban dari suatu tipuan yang licik.
Binns menggeleng dengan sedih sambil berkata, "Ck,
Selalu saja begini hasilnya. Kita takkan pernah bisa
menang, menghadapi orang seperti anak-anak dari Kelas
Tiga itu." "Orang"! Anak-anak Kelas Tiga tidak bisa disebut orang--
setidak-tidaknya bukan manusia beradab seperti kita," tukas
Blotwell. Sementara itu lonceng berbunyi, menyuruh anak-
anak berkumpul. "Anak-anak Kelas Satu, mereka tentu saja
baik-baik semuanya. Anak-anak Kelas Dua masih lumayan
apabila tidak suka mencampuri urusan orang lain, tapi yang
selebihnya..." ia mengernyit sebal, "...yang selebihnya busuk
semua. Jika kau ingin tahu pendapatku, anak-anak Kelas
Tiga pada umumnya - apalagi Jennings - adalah wujud
paling hina dari alam hewan, yang pernah dikenal di dunia
ilmu pengetahuan." 0o-dw_kz-ray-o0 9. KECEMASAN TANPA ALASAN
PAK CARTER tidak mengajar pada jam pelajaran
terakhir hari Jumat. Ia memanfaatkan waktu luangnya itu
di ruang guru, menyusun regu-regu untuk pertandingan
cricket siang itu. Ketika lonceng berbunyi tanda Jam pelajaran berakhir,
pintu terbuka dan seorang wanita muda berwajah menarik,
mengenakan seragam perawat, masuk sambil mendorong'meja dorong berisi Perlengkapan untuk minum
teh. "Anda menyelamatkan nyawa saya, Matron," katanya
menyambut kedatangan wanita itu. "Saya memang sudah
kepingin sekali minum teh."
"Saya tidak yakin apakah Anda pantas diberi secangkir,"
jawab Matron bercanda. "Enak-enak duduk di sini,
sementara Pak Wilkins yang malang kerepotan di Kelas
Tiga." Pak Carter tertawa. "Jangan lupa, saya pun kadang-
kadang berurusan dengan mereka!"
Matron mendorong meja dorong dengan perangkat
untuk minum teh itu ke dekat jendela lalu memandang ke
luar. Saat itu sebuah mobil pertanian yang sudah tua dan
penyok-penyok muncul di lapangan bermain lalu berhenti
di situ bersamaan dengan bunyi rem mendecit-decit. "Bu
Thorpe datang lagi," katanya.
Pak Carter menepuk keningnya dengan perasaan cemas.
"Aduh, jangan-jangan babi itu dibawanya lagi kemari!"
"Kelihatannya bukan babi karena terlalu kecil, tapi yang
jelas ia membawa sesuatu."
Pak Carter menghampiri Matron. Mereka berdua
mengamati sementara Bu Thorpe turun dari mobilnya,
memegang sebuah benda pendek berbentuk silinder yang
terbungkus kertas berwarna coklat. Ia memandang
berkeliling, mencari orang yang bisa membantu. Kemudian
ia menggamit, memanggil Rumbelow yang saat itu muncul
dari pintu samping, hendak menuju ke lapangan bermain.
Rumbelow berlari-lari kecil mendatangi tamu itu. Anak
itu berdiri sambil mendengar dan mengangguk-angguk
sementara Bu Thorpe berbicara panjang lebar pada anak itu.
Kata-kata yang diucapkannya tidak bisa didengar oleh
kedua orang yang mengamati di ruang guru. Tapi
nampaknya Bu Thorpe memberikan instruksi-instruksi,
karena akhirnya benda berbungkus kertas coklat itu
disodorkannya pada Rumbelow. Setelah itu ia masuk lagi
ke mobilnya, lalu pergi. "Hadiah untuk seseorang?" Pak Carter mencoba
menebak. "Mungkin untuk Anda, Matron."
"Mana mungkin" Saya tidak bisa membayangkan ada
orang hendak memberikan hadiah pada saya!" Ia berpaling
untuk menuangkan teh ke cangkir-cangkir, sementara Pak
Carter mengambil daftar regu-regu cricket yang sudah
selesai disusun lalu berjalan ke pintu.
Di gang sebelah luar ruang guru, terdengar bunyi
gemuruh seperti ada sekawanan bison berlari menuju
kubangan tempat minum. Bunyi itu menandakan bahwa
anak-anak Kelas Tiga sedang menuruni tangga, untuk
menyiapkan diri bermain cricket. Pak Carter membuka
pintu dan menahan bison yang pertama-tama dilihatnya.
"Ini, ada tugas untukmu, Venables," katanya sambil
menyerahkan daftar yang sudah disusunnya ke tangan anak
itu. "Pasang daftar ini di papan pengumuman di ruang
ganti, sekarang ini juga."
"Ya, Pak, beres, Pak."
"Dan kau berjalan turun ke ruang ganti itu. Usahakanlah
untuk ingat bahwa tangga bukan tempat pemain ski
bertanding lompat jauh."
"Ya, Pak, tentu saja, Pak." Venables memandang
lembaran-lembaran kertas yang ada di tangannya sekilas.
"Bolehkah saya minta beberapa paku payung untuk
memasangkannya di papan, Pak" Selalu saja tidak ada yang
tersisa di situ apabila diperlukan."
Pak Carter mengeluarkan empat buah paku payung
kuningan dari kotak yang terletak di atas rak pendiangan.
"Ini, tiap lembar kaupasang dengan satu paku. Tapi hati-
hati, jangan sampai tercecer di tengah jalan."
Sewaktu Venables sampai di ruang tempat ganti pakaian,
anak-anak sudah berkerumun di sekeliling papan pengumuman, menunggu daftar regu-regu yang akan
dipasang. "Minggir! Minggir!" seru Venables dengan suara keras
sambil menerobos kerumunan itu. "Dan jangan mendorong-
dorong. Bagaimana aku bisa memasangnya jika aku kalian
desak kian kemari!" Papan pengumuman itu dipasang agak tinggi di dinding,
sehingga Venables mengalami kesulitan untuk memakukan
daftar-daftar itu dengan baik. Ia memandang berkeliling,
mencari-cari sesuatu yang bisa dipakai sebagai landasan
berdiri. Ia melihat sebuah bangku di dekat jendela. Bangku
itu diseretnya ke dinding tempat papan pengumuman,
untuk dijadikan tempat berpijak.
Ia baru saja hendak naik ke atas bangku untuk memulai
tugasnya, ketika terjadi sesuatu yang mengalihkan perhatian
anak-anak. Rumbelow masuk ke ruangan itu sambil
mengacung-acungkan sebuah benda pendek berbentuk
silinder yang dibungkus kertas berwarna coklat. Ia
mendesak maju sampai ke bangku sambil berseru-seru,
"Jennings! Jennings! Ada yang melihat Jennings?"
Anak yang dipanggil beringsut maju, menerobos
kerumunan anak-anak. "Aku di sini. Kenapa kaupanggil-
panggil?" "Aku baru saja berjumpa dengan Bu... siapa sih,
namanya" Itu, kau tahu, kan, yang kemari hari Minggu
yang lalu," kata Rumbelow. "Ia menyuruh aku untuk
mengatakan padamu bahwa orang yang memenangkan
hadiah kedua dalam perlombaan bolingmu yang termasyhur itu memberikan hadiah yang diperolehnya
sebagai pengganti babimu yang diberikan padanya."
"Memang begitu seharusnya," kata Temple yang berdiri
di belakang Rumbelow. "Memang tidak pantas jika kedua
hadiah tersebut diambil oleh juara dua, sementara juara
pertamanya tidak mendapat apa-apa."
"Itulah yang dikatakan oleh nyonya itu tadi - kurang
lebih," kata Rumbelow. Disodorkannya bingkisan itu
kepada Jennings. "Nih, ambil!"
Andaikan Jennings masih ingat apa wujud hadiah kedua
itu, ia pasti akan mencari tempat yang lebih sepi sebelum
membuka bungkusan itu. Tapi karena sudah lupa (itu pun
kalau ia pernah ingat apa itu), dibukanya bungkusan itu
dengan perasaan gembira. Tentu saja ia teringat lagi begitu melihat botol berisi
kristal-kristal pengharum air mandi itu. Tapi sudah
terlambat, karena anak-anak yang lain juga sudah sempat
melihat benda apa yang ada dalam bungkusan itu.
Tidak ada yang lucu tentang kristal pengharum air mandi
yang sangat wangi, apabila itu dipandang sebagai bahan
pembersih tubuh. Tapi bagi keempat puluh enam murid
kelas-kelas rendah yang berdesak-desak di sekeliling papan
pengumuman, gagasan untuk menghadiahkan bahan mandi
yang pantasnya untuk wanita kepada seorang anak
bertangan kotor yang menjadi juara dalam perlombaan
boling dengan hadiah babi, itu dianggap sangat menggelikan. Terdengar suara tertawa geli ketika Jennings merobek
kertas pembungkus. Suara tertawa geli itu menanjak
menjadi teriakan-teriakan histeris sewaktu anak-anak
membaca label yang dilekatkan pada botol berisi kristal-
kristal itu. PESONA, begitulah yang tertulis pada label itu: Kristal
Mandi Baru Segar dan Eksotis Menawan. Diramu Khusus
untuk Gadis-gadis Modern.
"Jennings, gadis pesona!" seru anak-anak. Mereka sangat
geli. "Jennings, gadis modern yang diramu khusus! ...Nona
Jennings, Ratu Kecantikan yang segar dan menawan dari
Kelas Tiga... Pilihlah Jennings untuk menjadi Gadis
Tercantik Sejagat!" Anak-anak membentuk lingkaran lalu menari-nari
mengelilingi dengan langkah berjingkat-jingkat, menirukan
rombongan penari balet. Suara tertawa geli berubah menjadi pekik jerit
melengking seperti anak-anak perempuan ketika salah
seorang anak merampas botol itu dari tangan Jennings dan
membuka sumbatnya. Seketika itu juga seluruh ruangan
sudah penuh dengan bau wangi bunga verbena. Beberapa di
antara penari-penari langsung roboh ke lantai pura-pura
pingsan, menirukan gaya gadis-gadis abad yang lalu ketika
mengendus bau yang amat wangi itu. Sedang anak-anak
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang lain menutup hidung mereka rapat-rapat sambil
mengibas-ngibaskan tangan untuk menyingkirkan bau itu.
"Wow! Uap beracun!" kata mereka dengan napas sesak.
"Bau memuakkan! ...Wewangian untuk Jennings Mandi
Malam Hari!" Jennings berdiri saja di tengah kerumunan anak-anak
dengan sikap seakan tidak peduli. Para penari meningkatkan aksi gangguan mereka, berharap Jennings
akan terdorong untuk melakukan pembalasan.
Suara mereka berisik sekali, memekakkan telinga.
Sewaktu mereka sedang ribut-ributnya, Pak Hind masuk
untuk melihat apakah anak-anak sudah siap untuk pergi
bermain cricket. "Diam! Di-am!" seru guru itu sekuat-kuatnya.
Para penari berhenti menandak-nandak, suara-suara
ejekan langsung terputus.
"Keterlaluan! Kalian kira kalian ini sedang main apa?"
kata Pak Hind marah-marah. "Kenapa kalian semua belum
berganti pakaian?" "Kami masih menunggu Venables memasang daftar
regu-regu yang akan main, Pak," kata Bromwich, seakan
itulah yang menyebabkan keributan itu.
Venables masih berdiri di atas bangku dengan paku-paku
payung di tangan yang satu dan lembaran-lembaran daftar
di tangan yang lain. Ia berbalik, menghadap ke papan
pengumuman., Secara tak disengaja ia menjatuhkan paku-
paku payung yang ada dalam genggamannya, sehingga
jatuh berceceran di lantai.
"Maaf, Pak," katanya sambil melompat turun untuk
mengambil paku-paku itu. "Ada yang menyenggol bangku."
Tiga buah paku ditemukannya kembali dengan cepat,
tapi yang keempat seakan lenyap tak berbekas. "Maaf, Pak,"
katanya berulang kali setiap lima detik, sementara ia
meneliti celah-celah di sela papan lantai. "Rupanya
menggelinding entah ke mana."
Pak Hind mengetuk-ngetukkan telapak sepatunya ke
lantai dengan sikap kurang sabar. "Astaga, kau ini
bagaimana"! Kalau begini caranya, waktu mengadakan
undian kalian masih juga belum mulai berganti pakaian."
Diambilnya lembaran-lembaran daftar itu dari tangan
Venables. Tiga di antaranya dipasangnya di papan
pengumuman dengan ketiga paku payung yang ada.
Daftar keempat dibacakannya dengan lantang, sehingga
anak-anak yang disebut namanya tahu mereka dipilih untuk
main dalam regu yang mana.
Sementara itu Jennings mengambil kembali benda
miliknya yang tidak diingininya itu. Botol berisi kristal-
kristal untuk mandi itu terletak di atas bangku tempat
Venables masih berdiri, sedang sumbatnya yang terbuat dari
gelas tergeletak di lantai. Begitu Pak Hind selesai
membacakan isi daftar lembar keempat, Jennings bergegas
meninggalkan ruangan. Ia menyembunyikan hadiah yang
membuatnya malu itu di dalam kotak bekal makanan
kecilnya. Ia menaruhnya di bawah sekali. Benda itu hendak
dibiarkannya berada di situ terus, sampai ia sudah
mengambil keputusan mengenainya.
Darbishire mengajukan saran yang masuk akal. "Kalau
aku, akan kuberikan saja pada Matron," katanya, sewaktu
ia masuk lagi bersama Jennings sehabis bermain cricket.
"Wanita pasti suka kristal pengharum air mandi. Mereka
kelihatannya senang saja badannya. menghamburkan bau
wangi seperti pabrik parfum."
Sebenarnya Matron tidak menyukai bau kristal mandi
dengan parfum bunga verbena. Tapi ia terlalu sopan untuk
mengatakannya berterus terang, sewaktu Jennings datang
ke klinik menjelang saat tidur malam itu. Anak itu sudah
memakai piama. Ia membawa benda berbentuk silinder dan
dibungkus kertas koran. Bungkusan itu disodorkannya pada
Matron, diiringi senyuman berseri-seri.
"Untuk aku" Wah, ini benar-benar kejutan namanya,"
katanya lalu mengucapkan terima kasih. "Tadi siang aku
masih berkata pada Pak Carter, tidak bisa kubayangkan ada
orang memberikan hadiah padaku."
"0, saya sebenarnya tidak bermaksud memberi Anda
hadiah, Matron. Saya tidak membelinya untuk dihadiahkan
pada Anda." Jennings tidak melanjutkan kalimatnya.
Keningnya berkerut. Kata-katanya tadi tidak bisa dibilang halus, katanya
dalam hati. Karenanya ia lantas menyambung, "Maksud
saya, teman-teman semua sependapat bahwa Anda sangat
baik hati, jadi timbul pikiran saya bahwa Anda mungkin
suka menerima suatu hadiah sebagai buktinya. Soalnya,
merknya Pesona, Matron. Untuk Cadis Modern. Ini,
tertulis pada label ini."
"Kau benar-benar baik hati, Jennings." Untuk menunjukkan penghargaannya, Matron membuka sumbat
botol itu dan mengendus isinya. Ia cepat-cepat menarik
kepalanya ke belakang, begitu tercium bau yang begitu
wangi. Sambil memaksa dirinya tersenyum, ia menambahkan, "Sekarang aku tidak punya waktu untuk mencobanya,
karena diundang makan malam di luar. Tapi nanti sebelum
masuk ke tempat tidur, aku mesti mandi. Ya, kan?"
Jennings kembali ke asrama. Ia merasa senang sekali,
karena berhasil menyingkirkan hadiah
yang tidak diingininya itu dengan cara yang menyenangkan orang lain.
Mendingan begitu daripada mencampakkan botol itu ke bak
sampah, katanya dalam hati. Ia merasa yakin, Matron pasti
senang sekali menerima hadiah itu. Itu memang sudah
sepantasnya, karena tidak setiap hari ada orang datang
memberikan ramuan parfum mahal yang diramu khusus
untuk Gadis Modern! Anak-anak yang lain sudah berada di tempat tidur
masing-masing ketika Jennings tiba di Ruang Tidur Empat.
Sementara itu kejadian di ruang ganti pakaian tinggal
merupakan lelucon yang sudah basi. Walau begitu, Temple
tidak bisa menahan diri. Ia berkata, "Halo, Jen! Kau baru
mandi eksotis segar menawan di bak mandi?"
Jennings, menoleh ke arahnya sambil nyengir.
"Mana mungkin"! Aku tidak pernah memakai yang
macam-macam seperti itu," katanya sambil meloncat ke
ranjangnya. "Aku sudah berhasil menyingkirkannya."
Venables menegakkan tubuhnya, duduk di ranjangnya
yang terletak di seberang ruangan. Ia berkata, "Untung saja
kaubuang. Botol itu berbahaya. Ada paku payung di
dalamnya." Jennings bingung. "Paku payung yang mana?"
"Itu, yang terlepas dari tanganku di papan pengumuman.
Jatuhnya ke botolmu yang berisi kristal untuk mandi itu."
"Apa?" "Ya, itu kuingat kemudian, setelah aku tidak bisa
menemukannya di lantai. Aku kan berdiri di atas bangku,
dengan botolmu itu di bawah kakiku. Sumbatnya kan
dibuka, jadi mestinya sewaktu jatuh paku itu langsung
masuk ke situ." "Kau yakin" Barangkali terguling ke tempat lain."
"Tidak mungkin. Aku sudah memeriksa seluruh lantai,
sesudah yang lain-lainnya pada pergi semua. Aku dibantu
oleh Bromwich, dan kami berdua sama sekali tidak
menemukan paku payung di mana pun juga. Jadi sudah
jelas apa yang terjadi. Tapi itu tidak penting. Paku payung
kan murah harganya, tapi aku cuma..."
Venables tidak menyelesaikan kalimatnya, karena
melihat Jennings menatapnya dengan wajah seseorang yang
menggigit kentang yang tidak tahunya masih sangat panas.
"Ada apa, Jen" Kenapa kau begitu?"
Wajah Jennings tetap nampak seperti kesakitan.
"Ada apa?" katanya mengulangi. "Sesuatu yang gawat-
itulah yang terjadi! Aku baru saja memberikan botol itu
kepada Matron! Bukan itu saja, ia berniat hendak
menuangkan isinya ke dalam air mandinya apabila hendak
tidur nanti malam." Anak-anak yang lain memerlukan waktu beberapa saat
untuk menyadari makna ucapan Jennings. Kemudian seisi
Ruang Tidur Empat itu bangkit dengan cepat, terduduk di
tempat tidur masing-masing.
"Ya, aku mengerti maksudmu," kata Venables. "Apakah
yang akan terjadi apabila dia nanti duduk di bak
mandinya?" "Ada paku payung di situ! Wow! Itu sama gawatnya
seperti ada kepiting di kolam renang pada bagian yang
dangkal," kata Temple.
"Bahkan lebih gawat lagi," kata Darbishire. "Kristal-
kristal itu akan menyebabkan air mandi menjadi tidak
jernih lagi. Jadi Matron takkan melihat adanya bahaya itu,
sampai ia mendudukinya."
"Ia pasti akan menyangka kau sengaja melakukannya,"
kata Atkinson menimbrung. "Bisa saja ia kemudian
menganggapnya sebagai lelucon. Tapi lebih besar kemungkinannya ia berpendapat bahwa itu tindakan
sabotase. Pembalasanmu yang kejam untuk omelannya
kemarin malam karena kau menghilangkan pasta gigimu."
Jennings benar-benar bingung saat itu. Kalau dianggap
lelucon, pasti merupakan lelucon yang tidak lucu. Lebih
gawat lagi kalau itu dianggap sebagai pembalasan! Kalau
Matron beranggapan begitu, akan rusaklah suasana ram'ah
yang selalu ada apabila ia mampir sebentar di klinik untuk
mengobrol. Matron takkan pernah mau mempercayainya
lagi. Bukan itu saja, ia pasti akan melaporkannya kepada
Kepala Sekolah, karena berbuat nakal yang keterlaluan!
"Aku harus segera memberitahukan padanya!" serunya
sambil meloncat turun dari ranjang dan mengenakan
sandalnya. Ia bergegas keluar, menuruni tangga lalu
menyusuri gang menuju ke klinik.
Sewaktu ia sudah hampir sampai di pintu, Pak Wilkins
muncul dari balik sudut gang. Ia hendak mendatangi
kamar-kamar tidur di lantai paling atas, untuk menyuruh
anak-anak tidur. "Jennings! Kenapa kau keluar lagi" Ayo, segera kembali
ke kamarmu!" perintahnya.
"Aduh, Pak, saya perlu bertemu sebentar dengan
Matron. Urusan penting!"
"Tidak bisa. Klinik sudah ditutup lima menit yang lalu.
Lagi pula, Matron tidak ada. Dia diundang makan malam
di luar. Baru larut malam nanti ia pulang."
Jennings mendekapkan tangannya ke mulut, karena tiba-
tiba ia teringat lagi. Ya, betul, Matron tadi memang
mengatakan bahwa ia akan keluar malam itu! Jadi apa yang
harus dilakukan sekarang"
"Untuk apa kau ingin bertemu dengan dia?" tanya guru
itu dengan ketus. Sesaat Jennings sudah hendak menjelaskan masalah
yang dihadapinya. Tapi begitu melihat air muka Pak
Wilkins yang galak, ia langsung berubah pikiran. Pak
Wilkins takkan mungkin percaya bahwa hal itu terjadi
secara tak disengaja! Kejadiannya begitu tidak masuk di
akal, sehingga kemungkinannya seribu banding satu bahwa
guru galak itu akan berpendapat, bahwa ada rencana jahat
yang saat itu hendak dilakukan Jennings.
Kalau pada Pak Carter, atau bahkan Pak Hind, Jennings
jelas mau memaparkan masalahnya. Tapi tidak pada Pak
Wilkins. Pak Wilkie bukan tipe orang yang bisa bersimpati
dengan anak Kelas Tiga yang memberikan botol berisi
kristal-kristal mandi yang isinya sangat menyakitkan.
"Kalau begitu sudahlah, Pak. Tidak jadi soal," gumam
Jennings. Ia berbalik, lalu berjalan kembali menyusuri gang.
Keningnya berkerut. "Apa yang terjadi?" tanya teman-temannya, ketika ia
sampai di kamar tidurnya.
"Aku terlambat, dia sudah tidak ada lagi di sana.
Habislah riwayatku sekarang, berkat kau, Venables, anak
kikuk berkaki kidal. Tanganmu kenapa sih, memegang paku
payung saja tidak bisa "!"
Jennings melepaskan sandalnya dengan marah, lalu naik
ke atas ranjangnya. Sebenarnya ia masih hendak berbicara,
tapi itu tidak dimungkinkan oleh kedatangan guru
pengawas yang berkeliling mendatangi kamar-kamar tidur.
Selama beberapa waktu setelah Pak Wilkins pergi, mata
Jennings masih belum bisa terpejam. Ia berbaring dengan
gelisah, sementara otaknya bekerja keras memikirkan jalan
keluar dari kesulitan yang dihadapi. Mungkin ada baiknya
ia menulis surat peringatan dan menyelipkannya ke bawah
pintu kamar Matron, dengan harapan surat itu akan
dilihatnya sewaktu ia pulang nanti. Tapi berbahaya untuk
pergi ke bawah mencari alat-alat tulis sementara guru
pengawas masih berkeliaran di lingkungan asrama; ia harus
menunggu sampai lampu-lampu malam sudah dinyalakan
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di tangga, dan langkah-langkah Pak Wilkins yang berat
sudah tidak terdengar lagi menggema sepanjang gang.
Sementara itu banyak yang perlu dipikirkan. Selama dua
puluh menit selanjutnya, pikiran Jennings sibuk menyusun
isi surat yang cocok. Ia akan membukanya dengan tulisan:
PERINGATAN! HATI-HATI TERHADAP KRISTAL
MANDI! Tentu saja dengan huruf-huruf besar. Kemudian,
di bawahnya: Jangan dipakai, juga dalam keadaan
mendesak, karena ada Bahaya di Dalamnya. Jennings
merasa puas dengan perumusan yang terakhir itu. Kalimat
itu diulang-ulangnya dalam hati, sementara memikirkan
apa yang perlu dituliskan lagi. Ia bisa menambahkan: Di
dalamnya ada paku payung, jadi harap jangan duduk atau
berdiri, tapi ini bukan sabotase seperti yang mungkin Anda
kira. Atau ia bisa juga tidak memberi tambahan itu, tapi
menulis: Saya akan ke tempat Anda besok pagi untuk
menjelaskan segala-galanya. Atau bisa juga ia menulis...
Sementara masih mencari-cari perumusan yang terbaik
untuk isi surat yang akan ditulisnya, Jennings tertidur.
Pukul tujuh keesokan paginya ia terbangun oleh bunyi
bel untuk membangunkan seisi asrama. Ia langsung duduk
lurus-lurus di ranjangnya, sementara pikirannya sudah
terpusat kembali pada kejadian-kejadian malam sebelumnya. Aduh, kenapa ia sampai tertidur pada saat ia
sebenarnya harus siap untuk bertindak"
Jennings begitu jengkel, kepingin rasanya menendang
dirinya sendiri! Dan Venables pun sebenarnya juga perlu
ikut ditendang karena kekikukannya, kata Jennings dalam
hati, sementara ia memandang berkeliling kamar ke arah
keempat temannya yang saat itu nampak bangun dengan
susah payah. Saat itu sudah terlambat untuk mendatangi Matron guna
memberikan penjelasan, apabila ia tadi malam sudah
sempat mandi berendam dalam bak. Ia tentu saja masih bisa
minta maaf. Tapi kecelakaan sudah terjadi, dan pada saat
sarapan nanti Pak Pemberton-Oakes pasti sudah mendengarnya. Dalam pikirannya, Jennings bisa membayangkan adegan
pada saat murid-murid nanti berkumpul di aula: Kepala
Sekolah di belakang mimbar, jangkung dan galak; dengan
mata yang menatap dengan pandangan menusuk ia akan
berkata, "Berdiri, anak yang mencampurkan paku payung
ke dalam kristal-kristal mandi."
Karena ngeri membayangkan kemungkinan itu, Jennings
berseru pada Venables, "He, Venables! Kau nanti kan mau
membela aku, ya" Kau akan berdiri dan menjelaskan
kepada Kepala Sekolah bahwa itu terjadi tanpa disengaja?"
Venables, yang masih setengah tidur, tidak langsung
mengerti. Ketika akhirnya ia sudah cukup sadar untuk
mengingat kembali kejadian malam sebelumnya, ia berkata,
"Aku tidak melihat apa hubungannya dengan aku. Kan kau
yang memberinya kristal-kristal untuk mandi itu - bukan
aku." "Memang, tapi kan kau yang menjatuhkan paku payung
itu ke dalam botol."
"Tapi bagaimana aku bisa tahu apa yang kemudian
kaulakukan dengannya" Jika kau ingin tahu pendapatku..."
"Begini sajalah," kata Jennings buru-buru memotong.
"Kita cepat-cepat berpakaian lalu pergi melihat apakah kita
bisa menemui Matron sebelum dia melaporkan kepada
Kepala Sekolah. Jika kita buru-buru, mungkin saja masih
sempat." Jennings bergegas turun dari ranjangnya lalu dengan
secepat-cepatnya mengenakan pakaian sekolah. "Tidak ada
waktu untuk mencuci badan," gumamnya sambil mengenakan kemeja. Ia begitu terburu-buru, sehingga
kedua kakinya dimasukkan dalam satu lubang celana
dalamnya. Terbuanglah waktu beberapa detik sementara ia
membetulkan kekeliruannya itu.
Akhirnya ia selesai berpakaian. "Ayo!" serunya sambil
memandang ke seberang kamar. Dilihatnya Venables masih
tetap duduk di ranjangnya. Ia masih memakai celana
piamanya. "Aduh, ampun, Ven!" seru Jennings. "Kusangka kau
hendak menolong aku."
Venables menggeliat, menguap, bangkit dari ranjang, lalu
meraih ke kolong untuk mengambil sepatunya. "Baiklah,
tapi jangan kausuruh buru-buru. Aku belum benar-benar
bangun." "Tapi sudah tidak ada waktu lagi," Jennings menandak-
nandak karena tidak sabar. "Matron pasti sangat marah pagi
ini, setelah kejadian yang dialaminya tadi malam. Bisa juga
ia bahkan..." Tapi Venables tidak mendengarkan. Ia berdiri di samping
ranjangnya. Dengan penuh minat diperhatikannya sol
sepatunya. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan
berkata, "He, ini lucu! Benar-benar aneh!"
"Huh! Aku senang mendengar kau mengatakan ada yang
lucu, karena aku tidak berpendapat begitu," kata Jennings
sambil mendengus. "Aku terbenam dalam kesulitan, tapi kau..."
"Tapi ini memang lucu dan aneh. Aku baru saja
menemukan sesuatu," kata Venables memotong. "Paku
payung itu ternyata tidak tercemplung ke dalam botol berisi
kristal-kristal mandi itu. Aku baru saja menemukannya,
tercocok ke sol sepatuku!"
"Apa?" "Sungguh, ini dia, lihatlah!" Venables mencongkel paku
payung itu dengan kuku-kukunya, lalu memperhatikannya
seakan benda itu permata bernilai tinggi. "Rupanya paku ini
jatuh ke lantai dengan ujungnya yang tajam menghadap ke
atas. Lalu ketika aku meloncat turun dari atas bangku, aku
menginjaknya. Dan sejak itu aku berjalan dengan paku ini
tercocok ke sol sepatuku. Pantas aku tidak bisa
menemukannya!" Terdengar bunyi anak-anak tertawa di ketiga ranjang
yang lain. Darbishire, Temple, dan Atkinson geli
mendengar kejadian yang lucu itu.
Jennings tidak ikut tertawa. Kepalanya pusing karena
kaget. Segala kecemasannya mengingat keselamatan
Matron; berguling-guling dengan gelisah di tempat tidur
sampai akhirnya tertidur; segala perkiraan menyeramkan
mengenai hal yang akan dialami pada saat berkumpul
nanti. Padahal semuanya itu ternyata tidak akan terjadi!
Jennings pergi ke tempat baskom-baskom yang berisi air,
dipilihnya sepon yang paling besar, lalu dibasahinya dengan
air dari keran. "Harus kauakui, kejadian ini ada segi lucunya, Jen," kata
Temple yang masih terus tertawa-tawa sambil membereskan tempat tidurnya.
"0 ya, memang sangat lucu!" jawab Jennings dengan
suara tegang. Kemudian dilemparkannya sepon yang basah ke arah
Venables, tepat mengenai hidung anak itu. Venables megap-
megap, menyambar handuk, sementara air dingin
mengucur ke bawah membasahi bagian atas celana
piamanya. ' "Sangat lucu, ya!" kata Jennings mengulangi. "Tapi tidak
selucu tampang Venables sekarang," sambungnya sambil
berjalan ke pintu. 0o-dwkz-ray-o0 10. PERUBAHAN RENCANA AKHIR minggu berikutnya, barulah Jennings dan
Darbishire dibebaskan dari tugas meratakan rumput
lapangan cricket dan merapikan kebun Kepala Sekolah.
"Syukur lelucon ini hampir berakhir," kata Jennings pada
Darbishire ketika untuk terakhir kalinya mereka menarik
alat giling perata rumput pada hari Sabtu pagi. "Aku
rasanya sampai kenal semua lembar rumput di lapangan ini,
dari ujung ke ujung. Dan alat giling brengsek yang
berdentang-dentang di belakang kita seperti bunyi besi tua
satu truk penuh, aku nyaris bisa mendengarnya dalam
tidur." "Mestinya kau mencoba tidak memikirkannya," kata
Darbishire menasihati. "Cobalah berbuat seperti aku,
pikirkan hal-hal yang lain. Itu membuat waktu berjalan
lebih cepat." "Hal-hal lain seperti apa?"
"Hal-hal yang akan datang, yang menyenangkan. Seperti
misalnya saja sesaat yang lalu, aku berpikir jika Pettigrew
sudah melakukan tugasnya Senin lusa, hari Selasa-nya kita
akan bisa mengadakan pameran prangko, di mana
semuanya antre untuk melihat Penemuan-penemuan Ilmiah
Abad Kedua Puluh yang baru, dengan seizin Tuan-tuan
Jennings dan Darbishire."
"Wow! Ya, tentu saja-hari Senin! Aku sampai lupa, itu
sudah sebentar lagi," kata Jennings. "Aku berjanji akan
memberikan uang pada Pettigrew, sebelum ia pulang hari
ini. Sudah kau siapkan uangmu?"
Mulanya mereka dengan enteng berbicara tentang niat
mereka hendak membeli seluruh seri prangko baru itu pada
hari pertama penjualannya. Tapi pada babak masa sekolah
saat itu uang simpanan mereka sudah begitu susut, sehingga
rencana semula terpaksa dilepaskan. Mereka terpaksa harus
puas dengan selembar prangko kelas satu untuk masing-
masing. "Sebenarnya ini malah akan membuat prangko-prangko
itu menjadi semakin langka," kata Jennings menjelaskan,
ketika menyadari mereka harus mengubah rencana mereka
yang semula hebat karena kondisi keuangan yang payah.
"Aku membaca sebuah artikel dalam majalah prangkomu
mengenai kolektor-kolektor cerdik yang memusnahkan
prangko-prangko asli yang langka, dengan maksud agar
yang tersisa menjadi bertambah langka."
"Tapi yang sekarang ini takkan bisa menjadi benar-benar
langka, karena siapa saja bisa membelinya," bantah
Darbishire. "Kecuali anak-anak Kelas Tiga. Setidak-tidaknya, pada
saat mereka nanti bisa membeli, akan sudah terlambat
untuk mendapat cap pos hari Senin - dan cap yang
dibubuhkan setelah hari itu akan mengakibatkan, nilai
prangkonya takkan tinggi."
Meski bersedia membantu, Pettigrew enggan mengalami
kesulitan ketika Jennings menyerahkan uang untuk
membeli prangko-prangko itu padanya sehabis bersekolah
pagi itu. "Asal aku tidak sampai terlambat," katanya sambil
memasukkan uang itu ke dalam sakunya. "Aku ingin tiba di
sini pukul sembilan kurang dua puluh, sehingga masih
punya waktu untuk main cricket di lapangan bermain
sebelum saat kita harus berkumpul."
"Pasti masih banyak waktu tersisa untuk itu," kata
Jennings menenangkan. "Usahakan agar kau sudah ada di
depan pintu pukul setengah sembilan, pada saat kantor pos
dibuka. Naik sepeda dari sana kemari hanya makan waktu
lima menit saja. Kau pasti masih sempat main cricket
sepuas-puas hatimu sebelum lonceng berbunyi pukul
sembilan kurang sepuluh."
Hari Minggu berlalu tanpa ada kejadian yang istimewa.
Pada hari Senin pagi Jennings bangun dengan perasaan
gembira. Tapi Darbishire tidak! Ia bangun dengan kepala yang
terasa agak pusing. "Kurasa sebaiknya kudatangi saja
Matron sehabis sarapan pagi, untuk minta obat sakit
kepala," katanya pada Jennings ketika mereka berdiri
berdampingan menghadapi baskom-baskom tempat mencuci badan, segera setelah lonceng untuk membangunkan anak-anak berbunyi.
"Tidak bisa, karena kita harus melihat dulu prangko-
prangko kita yang baru," kata Jennings. Ia bisa berkata
begitu, karena dia sendiri segar bugar saat itu. "Setelah itu
kau boleh pergi ke klinik. Kan masih banyak waktu untuk
itu. Matron melayani permintaan obat dan macam-macam
lagi sampai saat jam pelajaran pertama dimulai - kadang-
kadang bahkan melampaui batas waktu itu."
"Makin siang makin baik, jika ada kesempatan untuk
menghindari jam pelajaran pertama," kata Darbishire. "Pagi
ini Pak Wilkins akan mengadakan ulangan matematika,
dan kurasa anak yang sakit kepala seharusnya tidak
diperbolehkan ikut."
Ia setuju untuk mengundurkan kepergiannya mendatangi
Matron, karena seperti Jennings, dia juga ingin sekali
melihat prangko terbitan baru itu. Segera setelah anak-anak
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Malaikat Bangau Sakti 2 Wiro Sableng 103 Hantu Bara Kaliatus Rahasia Sang Geisha 1
tarian sudah selesai, mereka mengambil kursi-kursi lipat,
menggotongnya melintasi pekarangan, dan menumpukkannya dengan rapi di dalam trailer.
Sementara itu pesta sudah mendekati akhirnya. Satu
demi satu, para pemilik kios mengemasi barang-barang
mereka, sementara para pengunjung mulai beranjak pergi.
Kesibukan pesta sudah berakhir. Lewat alat pengeras suara
terdengar pengumuman nama-nama para pemenang
tebakan berat kue, nama boneka, dan permainan boling
dengan hadiah babi. Tapi alat itu tidak disetel dengan baik,
sehingga suara yang keluar tidak jelas terdengar.
"Kita pamitan saja pada Bu Thorpe sekarang, lalu
pulang," kata Jennings. "Jangan lama-lama lagi tetap di sini,
karena nanti tahu-tahu kita diminta membantu mencuci
piring dan gelas, atau melakukan tugas-tugas lain semacam
itu." Keduanya sedang berjalan di lapangan rumput menuju
ke tenda tempat makanan dan minuman, ketika ada yang
memanggil mereka dari belakang. Jennings dan Darbi
berpaling. Mereka melihat pemuda berkemeja kotak-kotak
yang menjaga tempat permainan boling tadi bergegas-gegas
ke arah mereka. "He! Namamu Jennings, kan?" tanyanya ketika kedua
anak itu sudah tersusul. Jennings mengakuinya dengan anggukan. "Ya, itu saya.
Kenapa?" "Kau tidak mendengar namamu dipanggil lewat alat
pengeras suara?" "Saya cuma mendengar suara keras saja, tanpa bisa
menangkap kata-katanya." Tiba-tiba Jennings merasa
gelisah. Jika namanya dipanggil, itu hanya mungkin berarti
bahwa tahu-tahu Kepala Sekolah sudah kembali untuk
membawa mereka pulang ke sekolah. Mereka memang
punya alasan kenapa sampai terus berada di situ. Tapi
alasan itu tidaklah sebegitu kokoh, sehingga kalau Pak
Pemberton-Oakes mau, dengan gampang ia bisa membuyarkannya dengan berapa pertanyaan yang memojokkan. Jennings bertanya kepada pemuda itu, "Anda barangkali
kebetulan tahu, kenapa saya dicari?"
Pemuda berkemeja kotak-kotak itu mengangguk dengan
ramah, sambil mengeluarkan buku notesnya.
"Angka tertinggi, empat puluh tujuh... Kau memenangkan babi itu," katanya.
Ooo-dwkz-ray-ooO 6. ADA BABI GENTAYANGAN JENNINGS begitu kaget mendengarnya. Ia terhuyung
ke belakang, dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
"Memenangkan hadiah babi itu" Tidak mungkin!"
serunya cemas. "Saya bahkan sedikit pun tidak berniat
memenangkannya. Berusaha saja tidak!"
Tidak aneh jika ia sangat kaget, karena alasannya ikut
dalam perlombaan itu semata-mata untuk membuat
Darbishire kagum melihat keterampilannya melempar bola,
lebih lurus daripada pendeta, tukang pos, atau kapten regu
cricket setempat. Prestasi yang dicapainya sudah merupakan hadiah baginya. Jadi ia sama sekali tidak
memikirkan apa yang akan terjadi sesudah itu.
Kini, untuk pertama kalinya ia menghadapi kenyataan
bahwa babi itu benar-benar ada, seekor makhluk hidup
yang perlu diberi makan dan tempat tinggal, dan dia -
J.C.T. Jennings - kini harus bertanggung jawab atas
kesejahteraan binatang itu.
"Ini edan!" protesnya. "Anda harus mengusahakan agar
orang lain saja yang memperolehnya."
Pemuda bercelana jeans itu nampak bingung. Jarang
dialaminya ada pemenang hadiah yang begitu ribut
mempersoalkan hasil kemenangannya.
"Babi itu kini menjadi milikmu, sobat. Aku tidak ada
urusan sama sekali dengannya," jawab pemuda itu. "Kalau
tidak ingin memenangkannya, seharusnya kau tidak ikut
tadi." "Tadi tidak ke situ pikiran saya. Lagi pula, Anda tadi
mengatakan ada orang lain yang pasti akan menang. Saya
mendengarnya dengan jelas,"
"Ya, betul," kata Darbishire menandaskan, membela
temannya. "Orang itu yang selalu mencapai angka lima
puluh. Kalau sudah membidik tidak pernah meleset,
demikian kata Anda tadi pada kami."
"Maksud kalian Clive?"
"Ya, itu dia orangnya. 'Tunggu saja sampai ia mendapat
giliran,' kata Anda. Kenapa bukan dia yang menang?"
"Dia sama sekali tidak muncul."
Jennings mengibaskan tangannya dengan kesal. "Kalau
begitu bagaimana dengan orang yang menjadi pemenang
kedua" Saya mau menukar babi saya dengan kristal
pengharum air mandi yang dimenangkannya."
Pemuda penyelenggara perlombaan itu menggeleng.
"Sudah terlambat, sobat. Orangnya sudah pergi dengan
sepeda motornya, sepuluh menit yang lalu. Sekarang pasti
sudah setengah jalan ke East Brinkington."
Situasi saat itu gawat. Di segala arah nampak orang-
orang berjalan meninggalkan pekarangan rumah pendeta
untuk pulang ke rumah masing-masing. Orang-orang yang
berbahagia, bebas karena tidak direpotkan oleh urusan babi
yang tidak diingini, berbagai peraturan sekolah yang
merepotkan saja, serta Kepala Sekolah yang pasti tidak mau
mengerti. Dengan perasaan bingung, Jennings berkata lagi
pada pemuda itu, "Kalau begitu, maukah Anda memilikinya" Anda boleh
ambil, saya hadiahkan!"
"Kau bercanda, ya?" Pemuda itu nyengir. "Aku tinggal di
sebuah flat kecil, di arah ke Dunhambury. Memelihara
burung kenari saja para tetangga sudah pada ribut. Bisa
kubayangkan apa kata mereka nanti jika aku membuat
kandang babi di gang lantai paling atas!" Ia menepuk bahu
Jennings dengan maksud menenangkan. "Jangan bingung,
sobat. Kau pasti bisa menemukan tempat penampungan
yang baik bagi babi itu dalam sehari-dua ini. Sekarang
kuambilkan saja untukmu. Busku sepuluh menit lagi
datang." Pemuda itu pergi ke ujung pekarangan, di mana hadiah
hidup itu melewatkan waktu sesiang itu di dalam sebuah
kandang yang teduh, di balik semak-semak berbunga.
Jennigs dan Darbishire memandang kepergian pemuda
itu dengan mata masih tetap terbelalak karena kaget. "Enak
saja mengatakan kita akan menemukan tempat penampungan dalam sehari-dua ini," kata Jennings.
Suaranya terdengar getir. "Kita harus menemukan tempat
penampungan baginya sekarang ini juga, sebelum kita
pulang ke sekolah." Sambil memonyongkan mulutnya, Darbi berkata,
"Bagaimana jika untuk sementara kita bawa saja pulang"
Bagaimanapun, tidak ada peraturan sekolah yang mengatakan tentang memelihara babi di kompleks sekolah,
kan?" Jennings mendengus. "Otakmu perlu diperiksa! Kalau
bicara soal itu, juga tidak ada peraturan sekolah yang
melarang pemeliharaan sekawanan ubur-ubur di kolam
renang, tapi pasti kau akan didamprat jika mencobanya.
Selain itu," sambungnya, untuk lebih menjelaskan lagi
kegawatan masalah yang dihadapi, "selain itu, ini sepuluh
kali lebih gawat daripada muncul di sekolah dengan
sembarangan babi pemberian orang. Hal yang rupanya
tidak kausadari adalah bahwa kita takkan memenangkan
binatang sialan itu, jika kita tidak melanggar instruksi
Kepala Sekolah tadi."
Keduanya terdiam, mencari-cari alasan yang bisa
dikemukakan nanti. Kepala Sekolah tadi jelas mengatakan
bahwa mereka harus membantu Bu Thorpe selama tenaga
mereka diperlukan, tapi ia juga melarang mereka ikut
mengambil bagian dalam acara hiburan siang itu. Pasti sulit
baginya untuk bisa menerima bahwa ikut bermain boling
untuk memenangkan babi merupakan bagian dari tugas
mereka mengatur dan membereskan kursi-kursi lipat.
Saat itu Bu Thorpe muncul dari tenda makanan dan
minuman. "Kalian sudah mau pulang?" tanyanya dengan
wajah berseri-seri. "Tolong sampaikan pada Pak Oakes
nanti bahwa kalian anak-anak yang rajin."
"Baik, nanti kami sampaikan," kata Jennings. "Tapi
masalahnya sekarang, kami saat ini belum bisa pulang ke
sekolah karena... eh... karena ada sesuatu yang terjadi.
Sesuatu yang merepotkan."
Bu Thorpe mendengarkan dengan penuh perhatian,
semen tara Jennings menceritakan masalahnya dengan babi
itu. Meski wanita itu tidak tahu apa-apa tentang instruksi
Kepala Sekolah, ia bisa menerima penjelasan bahwa
sekolah yang teratur baik mungkin tidak punya kemungkinan yang layak untuk memelihara ternak. Ia tidak
tahu siapa yang memberikan babi yang dijadikan hadiah itu
kepada panitia pesta, katanya. Lagi pula, rasanya tidak
pantas apabila hadiah itu dikembalikan pada penyumbangnya, karena bisa saja orang itu akan
menganggap pemberiannya tidak dihargai.
"Kita harus mencari penampungan yang lain untuknya,"
kata Bu Thorpe memutuskan. "Pasti banyak orang yang..."
Ia berhenti sebentar, sementara matanya bersinar-sinar.
Rupanya ia menemukan jalan. "Ya, tentu saja. Pak
Arrowsmith, pemilik 'Pertanian Kettlebridge'. Dia punya
peternakan babi. Kurasa ia pasti mau menerima seekor
tamu cilik, jika kalian menanyakan kemungkinan itu
dengan sopan." Jennings dan Darbishire mengenal baik pertanian itu,
karena jalan setapak yang ada dari kompleks sekolah ke
desa Linbury melintasi ladang-ladang dan padang rumput
yang dimiliki oleh Pak Arrowsmith, Tapi petaninya sendiri
tidak begitu mereka kenai, meski--seperti semua teman
sekolah mereka - keduanya selalu memberi hormat dengan
sopan apabila kebetulan berjumpa dengan orang itu di
tengah jalan. Jennings dan Darbishire menyambut usul Bu Thorpe itu
dengan gembira. Nampaknya itulah jalan terbaik untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi.
"Taruh dia di belakang mobilku, Ronnie," kata Bu
Thorpe pada pemuda berkemeja kotak-kotak, yang ketika
itu muncul lagi dengan karung yang berisi sesuatu yang
sangat kecil tapi tidak henti-hentinya bergerak. Kemudian
Bu Thorpe berkata lagi pada kedua anak itu, "Kalian ikut
saja dengan aku sekarang. Kuantar kalian ke tempat
pertanian itu. Nanti kalian jelaskan saja duduk perkaranya
kepada Pak Arrowsmith. Aku yakin, dia pasti mau
menolong." Kendaraan Bu Thorpe ternyata merupakan mobil yang
biasa dipakai di tempat pertanian. Keadaannya sudah
begitu tua dan, lusuh, sehingga adanya seekor babi kecil di
tempat barang sama sekali tidak nampak aneh. Jennings
dan Darbishire duduk di depan babi itu. Bu Thorpe sendiri
yang mengemudikan mobil itu. Nyaris saja ia menyerempet
trailer Kepala Sekolah sewaktu hendak melewati gerbang
pekarangan rumah pendeta. Kemudian diambilnya jalan
yang menuju ke Pertanian Kettlebridge.
Dalam waktu lima menit mereka sudah tiba di sana.
Tidak nampak seorang pun di situ ketika mobil meluncur
masuk, melewati tempat pemerahan sapi dan akhirnya
berhenti di depan pintu kandang babi yang tempatnya
seratus meter lebih jauh.
"Kita cari dulu tempat untuk menaruhnya, lalu kalian
pergi ke rumah petani itu untuk menjelaskan," kata Bu
Thorpe, sementara mereka semua turun dari mobil.
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Darbishire nampak gelisah. "Anda tidak mau ikut untuk
menanyakan?" desaknya pada Bu Thorpe. "Mungkin
kedengarannya lebih enak jika yang menanyakan seorang
dewasa." Bu Thorpe tertawa geli. "Omong kosong! Pak
Arrowsmith takkan memakan kalian. Lagi pula, aku saat ini
tidak ada waktu, karena harus buru-buru kembali ke rumah
pendeta untuk mengawasi orang-orang yang membersihkan
tempat itu." Suara berisik babi kecil itu mengganggu ketenangan
suasana sore itu, semen tara mereka bertiga mencari-cari
tempat penampungan sementara bagi penumpang dalam
karun,g yang masih tetap berada di bak tempat barang. Di
sebelah kanan mereka terdapat bangunan tempat babi-babi
betina melahirkan, dan di kiri nampak sederetan kandang
babi yang dibuat dari batu bata. Tiap kandang terdiri atas
ruang dalam yang terletak di sebelah belakang, sementara di
depannya ada semacam serambi terbuka berlantai beton,
dengan pagar yang terbuat dari batang-batang besi.
Sebagian besar kandang-kandang itu ada isinya: babi-
babi betina yang tidur-tiduran di serambi depan kandang
masing-masing, sementara anak-anak mereka lari keluar
masuk ruang tempat tinggal yang di sebelah belakang.
"Sebaiknya dia jangan kita masukkan ke salah satu
kandang ini, karena nanti terjadi perkelahian," kata
Jennings, sementara mereka berjalan lewat di depan
kandang-kandang berisi anak-anak babi yang ribut
menguik-uik itu. Tapi sesampai di ujung deretan kandang
itu mereka menjumpai kandang yang serambi depannya
kosong. Di dalam kelihatannya juga tidak ada penghuninya.
"Bagaimana kalau di sini saja" Kita masukkan saja
kemari, untuk sementara," kata Jennings. Bu Thorpe
kembali ke mobilnya, untuk membawa kendaraan itu ke
depan kandang yang nampak kosong itu agar anak-anak
tidak terlalu repot. Sebenarnya, meski kelihatan lengang, kandang itu ada
isinya. Penghuni itu sedang tidur di ruang belakang.
Namanya megah, yaitu Kettlebridge Susannah Kedelapan,
babi betina jenis Landrace terbagus yang pernah dibesarkan
oleh Pak Arrowsmith selama sekian tahun pengalamannya
sebagai peternak babi. Nama itu memang cocok dengan
penampilan Susannah. Penampilannya agung, memiliki
segala ciri yang baik dari jenisnya, dan dikembangkan
hingga mencapai kesempurnaan. Dua minggu lagi babi
betina itu akan diperagakan dalam Pameran Pertanian
Daerah. Pemiliknya yang membanggakan babi-babinya itu
sedikit pun tidak merasa sangsi bahwa Susannah nanti
bukan saja memenangkan hadiah pertama dalam kelasnya,
tapi juga akan meraih kehormatan sebagai juara pertama
untuk seluruh kawasan East Sussex.
Saat itu Susannah Kedelapan, babi kebanggaan
peternakan Kettlebridge, sedang berbaring di atas hamparan
jerami sambil mendengkur pelan, tanpa menyadari adanya
suatu rencana yang akan mengganggu kesendiriannya di
dalam kandang pribadinya.
Jennings membuka pintu belakang mobil. Lalu, dibantu
Darbishire, diangkatnya kantong yang isinya bergerak-gerak
terus itu dari bak belakang, diletakkannya pelan-pelan di
lantai beton berukuran tiga meter persegi yang terdapat di
balik pagar. Setelah itu dibukanya tali pengikat karung, dan
dengan pelan pula dikeluarkannya babi kecil itu dari
dalamnya. Kemudian, untuk pertama kali ia bisa melihat dengan
jelas hadiah yang dimenangkannya tanpa niat itu.
Darbishire ikut melihat, bersama Bu Thorpe: ketiga-tiganya
langsung mengernyitkan muka, menarik napas dalam-
dalam lalu menggeleng-geleng sedih, karena melihat apa
yang nampak di depan mata mereka.
Pada kebanyakan anak babi seperindukan, selalu ada
seekor di antaranya yang tidak memenuhi harapan; anak
babi yang begitu lemah dan kurus, begitu kikuk dan jelek,
sehingga setiap petani yang punya harga diri pasti akan
senang apabila bisa menyingkirkannya.
Hadiah yang dimenangkan Jennings merupakan contoh
babi yang takkan membanggakan siapa pun yang menjadi
pemiliknya. Penampilannya kerdil dan tidak mengenakkan
mata: kaki-kaki belakangnya bengkok, dan kaki-kaki
depannya pengkor; telinga terkulai, punggungnya melengkung ke bawah, dan ekornya tergantung lurus ke
bawah seperti sepotong tali; matanya tidak bersinar, dan
kulitnya kedodoran seperti pakaian yang satu nomor lebih
besar dari seharusnya. Sudah jelas, babi itu merupakan
ternak yang penampilannya sangat menyedihkan!
"Hm! Dia takkan pernah bisa memenangkan hadiah di
Pameran Daerah," kata Bu Thorpe.
Selama beberapa saat babi kecil itu tetap berdiri di
tempat Jennings meletakkannya tadi. Ia memandang
berkeliling dengan sikap ragu dan lesu. Kemudian, ketika
menyadari bahwa ia berada di lingkungan asing, babi itu
lari masuk ke ruang dalam, lalu meringkuk di atas jerami di
salah satu sudut yang gelap.
Kettlebridge Susannah Kedelapan tidur terus, sedikit pun
tak merasa terganggu oleh endusan babi kecil yang
diindekoskan di dalam kandangnya.
"Nah... sekarang sebaiknya aku buru-buru saja kembali
ke rumah pendeta." Bu Thorpe membuka pintu mobilnya.
"Dia akan aman di situ, sementara kalian berdua pergi
mencari Pak Arrowsmith."
"Kami akan melakukannya dengan segera," kata
Jennings berjanji. "Dan terima kasih banyak atas bantuan
Anda." Mobil Bu Thorpe berjalan mundur melewati kandang-
kandang babi, lalu menghilang di balik tempat babi-babi
betina melahirkan. Jennings dan Darbishire berlari-lari kecil
ke arah berlawanan, menuju ke rumah petani yang terletak
di atas tanah yang agak tinggi, agak jauh di sebelah kanan.
Ketika sudah menempuh jarak sekitar dua ratus meter,
tiba-tiba Darbishire berkata, "Mudah-mudahan saja orangnya ada di rumah. Kita harus sudah kembali ke
sekolah sebelum Pak Wilkie dengan rombongan pikniknya
pulang, kalau tidak ingin didamprat habis-habisan."
"Kita pasti bisa. Jangan panik." Jennings sudah merasa
riang lagi, karena beranggapan bahwa kesulitannya sebentar
lagi pasti akan sudah berakhir. "Aku cukup senang dengan
kesibukan kita siang ini - tentu saja kecuali memenangkan
babi itu," katanya. "Aku bahkan berpendapat, tidak
diizinkan ikut piknik tadi merupakan salah satu hukuman
paling enak yang pernah kualami sejak sekian waktu."
Sementara itu mereka sudah sampai di pintu pagar
pekarangan rumah petani itu. Saat itu secara kebetulan saja
Jennings menoleh ke belakang, memandang ke arah
bangunan-bangunan di kaki lereng yang baru saja mereka
tinggalkan. "He, itu dia Pak Arrowsmith! Di sana, dekat tempat
ternak babi," katanya. "Kita ternyata buang-buang waktu
saja kemari untuk melihat apakah dia ada di rumah."
Darbishire mengikuti arah acungan jari Jennings.
Dilihatnya dua orang bertubuh besar muncul dari balik
sudut bangunan tempat babi-babi betina melahirkan. "Ya,
itu Pak Arrowsmith," katanya sependapat. "Tapi siapa yang
satu lagi itu, yang bercakap-cakap dengan dia" Pasti bukan
orang sini, karena aku belum pernah melihatnya di sekitar
sini." "Memangnya kenapa?" kata Jennings sambil mengangkat
bahu tanda tak peduli. "Pak Arrowsmith kan tidak perlu
minta izin padamu dulu sebelum ia mengajak orang
melihat-lihat peternakannya?" Jennings berpaling, lalu
menuruni jalan setapak yang baru saja mereka daki.
"Yuk, Darbi, kita datangi mereka sebelum mereka pergi
lagi." Sebetulnya tidak ada misteri mengenai identitas pria
asing bertubuh jangkung dengan setelan kain tweed tipis
yang diajak berkeliling peternakan untuk melihat-lihat oleh
pemilik tempat itu. Namanya Tom Weston, dan seperti
temannya Jim Arrowsmith, ia juga seorang petani yang
beternak babi-babi jenis Landrace. Tempat pertaniannya
terletak beberapa mil dari Linbury. Ia datang dengan
mobilnya sore itu untuk melihat Kettlebridge Susannah
Kedelapan dan memberikan pendapat mengenai peluang
babi itu dalam Pameran Daerah. Sebelumnya kedua pria itu
mampir dulu di tempat pemerahan sapi untuk melihat
beberapa mesin yang baru. Ketika mereka sedang di situlah
Bu Thorpe datang bersama Jennings dan Darbishire. Jadi
keduanya sama sekali tidak tahu bahwa sementara itu telah
terjadi sesuatu yang luar biasa. Kini, sementara keduanya
berjalan menuju ke tempat pemeliharaan babi, wajah Pak
Arrowsmith berseri-seri, membayangkan reaksi temannya
nanti. Atraksi terbesar untuk sore itu sengaja disimpannya
sampai saat terakhir. "Yuk, kau harus melihatnya, Tom," katanya sambil
mengajak temannya bergegas lewat di depan kandang-
kandang yang penuh dengan anak babi yang menguik-uik.
"Dia benar-benar indah. Aku mengurus babi betina itu
seolah-olah dia anakku sendiri."
"Begitu, ya"!" Pak Weston tidak berniat untuk terlalu
memuji-muji nanti. Meski bersahabat, ia merupakan
saingan sengit Pak Arrowsmith dalam kompetisi babi jenis
Landrace. "Jadi menurutmu, dia punya peluang untuk
menang?" "Peluang untuk menang?" Pak Arrowsmith tersinggung
mendengar ucapan temannya yang bernada meremehkan.
"Kau rupanya asal ngomong saja, Tom. Dia pasti menang!
Susannah adalah babi betina terbagus yang pernah
dibiakkan selama sekian tahun di kawasan sini. Tunggu saja
sampai kau melihatnya nanti!"
Sambil mengucapkan kata-kata penuh keyakinan itu Jim
Arrowsmith berjalan mendului, menuju kandang terakhir di
deretan itu. Sewaktu keduanya datang menghampiri, ruang
luar kelihatan kosong. Petani pemilik peternakan itu
mengejapkan mata ke arah temannya sambil bercanda,
menyikut rusuk orang itu.
"Kau pasti akan tercengang melihatnya, Tom. Aku
berani bertaruh, kau pasti seumur hidupmu belum pernah
melihat babi betina seperti dia."
Peternak yang bangga itu berseru memanggil-manggil,
"Kemarilah, Susannah! Ayo keluar, Susannah!"
Terdengar bunyi gemerisik hamparan jerami di ruang
tidur, sementara sesuatu berkaki empat muncul di serambi
depan. Sesuatu itu seekor babi, atau tepatnya karikatur yang
keterlaluan dari seekor babi: kerdil, jelek dengan punggung
melengkung ke bawah, kaki-kaki belakang bengkok, lutut
kaki-kaki depan saling bersentuhan, ekor lurus, mata berair,
dan kulit berwarna kelabu kusam.
Babi kecil itu maju beberapa langkah lalu terbatuk pelan,
seakan akut mengganggu Kettlebridge Susannah Kedelapan
yang masih enak-enak tidur di ruang belakang yang sempit.
Pak Arrowsmith nyaris saja mengalami serangan
jantung. "Apa-apaan ini, ha" Apa ini!" serunya. Ia berpaling ke
temannya yang terpingkal-pingkal. Begitu gelinya Tom
Weston, sampai air matanya bercucuran. Ia terbungkuk-
bungkuk tertawa, sambil berpegangan pada dinding
kandang agar tidak jatuh.
"Jadi dia ini babi betinamu yang termasyhur itu ya, Jim?"
katanya dengan suara putus-putus di sela tawanya yang
belum juga habis. "Kau pasti akan memenangkan hadiah
pertama dengannya! Hadiah pertama untuk kelas babi
berpunggung seperti unta, bertelinga seperti anjing spanil,
berekor seperti tikus! Jenis Landrace yang dikawinsilangkan
dengan trenggiling." Ia menyeka air matanya yang
membasahi pipi. "Benar-benar lelucon yang bagus. Kau
berhasil mempermainkan aku, sungguh!"
Pak Arrowsmith tersinggung, dan berpaling memandang
temannya dengan sengit. "Lelucon! Apa maksudmu,
lelucon?" "Menipu aku, bahwa kau membiakkan babi calon juara
dan menyebabkan aku datang sejauh lima mil untuk
melihatnya." "Tapi aku sungguh-sungguh punya juara! Babi betina
terbagus di kawasan sini! Kalau aku berhasil membekuk
badut yang memasukkan makhluk jelek ini ke dalam
kandang Susannah, dia akan ku... akan ku..."
Pak Arrowsmith tidak meneruskan kalimatnya, karena
saat itu dilihatnya dua anak lelaki datang berlari-lari ke
arahnya. Anak yang lebih jangkung, yang bergegas
mendului temannya, menghentikan larinya di samping
kandang itu lalu memandang petani yang marah-marah itu
sambil tersenyum polos. "Selamat sore, Pak Arrowsmith," kata anak itu dengan
sopan, "kami punya kabar baik untuk Anda... kami
membawakan seekor babi kecil yang manis untuk Anda,
sebagai penambah koleksi."
Untuk kedua kalinya dalam waktu tidak sampai semenit
Pak Arrowsmith harus memaksa diri untuk mengendalikan
perasaannya. "Kau yang melakukan ini"!" katanya berteriak. "Kau
yang memasukkan binatang jelek ini sekandang dengan
babi betina juaraku"!"
Kedua anak itu nampak heran mendengarnya. "Kami
sangka tadi, kandang ini kosong," kata Jennings membela
diri. "0, jadi begitu sangkamu, ya" Nah, sangkaanmu itu
keliru!"
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seakan hendak menegaskan kebenaran ucapannya itu,
seekor babi lagi muncul di ambang jalan masuk ke ruang
belakang yang sempit seekor babi jenis Landrace yang
bagus sekali potongannya: berpunggung lurus, mata
bersinar cerah, ekor melingkar, dan telinga menjorok ke
depan. Itulah Kettlebrdge Susannah Kedelapan, yang
terbangun mendengar suara keras tuannya, lalu pergi ke
luar untuk melihat kenapa ada keributan di situ.
Tom Weston bersiul kagum sewaktu melihat babi betina
itu. "Huih! Kalau dia ini memang pasti bisa menang, Jim.
Babi terbagus yang pernah kulihat selama bertahun-tahun
belakangan ini!" Tapi saat itu bukan waktu yang tepat untuk menilai
kehebatan babi itu, karena saat itu pula Susannah melihat
tamu tak diundang yang mengendus-endus dekat palung
tempat makanannya. Susannah menyerbu ke depan untuk menyerang. Pak
Arrowsmith cepat-cepat meloncat masuk ke kandang sambil
berteriak kaget. Disambarnya kaki-kaki belakang babi kecil
itu dan ditariknya cepat-cepat untuk dijauhkan dari
Susannah. "Hebat, Pak Arrowsmith! Anda berani," kata Darbishire
memuji, sementara petani itu keluar lagi dengan
melangkahi dinding sambil memegang erat kaki-kaki
belakang babi kecil yang menggeliat-geliat. "Binatang besar
gendut itu nyaris saja mencincang si kecil ini kalau Anda
tidak cepat-cepat menyelamatkannya."
Jim Arrowsmith mendengus sebal. "Bagiku, masa bodoh
apa yang terjadi dengan si kerdil jelek ini. Yang
kucemaskan adalah Susannah. Bayangkan jika kulitnya
sampai tergores!" Ia bergidik membayangkan kemungkinan
itu. "Mau apa kalian sebenarnya" Berani-beraninya mempermainkan aku!" tukasnya marah-marah.
"Kami sama sekali tidak bermaksud melucu. Sungguh!
Soalnya begini - saya memenangkan babi ini di pesta gereja
Linbury, dan kami berharap..."
"Di mana katamu, kau memenangkannya?" tanya Tom
Weston. "Di pesta gereja. Saya menang dalam permainan boling
dengan babi kecil itu sebagai hadiahnya. Kenapa?"
"Ah, tidak, tidak apa-apa, aku cuma ingin tahu saja."
Pria jangkung kekar itu berpaling, pura-pura mengagumi
pemandangan. Padahal ia hendak menyembunyikan
senyumannya. Tapi Pak Arrowsmith sama sekali tidak geli. Ia juga tidak tersenyum. "Ini perbuatan yang tidak pantas! Mengganggu ketenangan babi betinaku, merusak peluangnya, dan menimbulkan risiko terhadap kesehatannya; binatang jelek ini mengembuskan kuman-kuman ke palung tempat makanan." Disodorkannya babi kecil itu ke dalam pelukan Jennings. "Bawa dia pergi, saat ini juga! Aku tidak mau dia
bersentuhan dengan babi-babiku."
"Tapi, Pak Arrowsmith..."
"Saat ini juga, kataku! Kau dengar tidak"! Jauhkan dia
dari mataku sebelum 'aku..." Petani itu tidak bisa
melanjutkan kalimatnya, karena sudah terlalu marah.
Jennings pasti sudah meremas-remas tangannya karena
bingung, jika ia saat itu tidak menggendong babi kecil yang
menggeliat-geliat. "Tapi saya tidak bisa membawanya pergi
dari sini. Menggendongnya saja, saya tidak mampu. Dia
tidak mau diam, sih!"
Saat itu sebuah traktor yang menghela sebuah gerobak
lewat dengan suara berisik di sebelah ujung tempat
peternakan babi itu, menuju pintu pagar luar. Pak
Arrowsmith memanggil pengemudinya dan menyuruhnya
datang. "Aku punya pekerjaan untukmu," katanya kepada
pekerja yang mengemudikan traktor itu.
"Bawa kedua anak ini - dan babi jelek mereka - ke
sekolah dan tinggalkan mereka di sana."
"Tapi kami tidak diperbolehkan memelihara babi di
sekolah!" seru Darbishire cemas. "Apa yang harus kami
katakan nanti kepada Kepala Sekolah?"
"Itu urusan kalian! Mestinya itu sudah kalian pikirkan
tadi! Aku sudah bosan melihat kalian dan babi kalian itu!"
Pak Arrowsmith mengayunkan lengannya, menaruh babi
itu di dalam gerobak yang kosong, lalu membantu anak-
anak menyusul naik. Kemudian diberinya isyarat kepada
pengemudi traktor untuk berangkat. Petani itu berdiri
sambil memandang terus, sementara kedua penumpang
yang sedih beserta babi mereka yang jelek itu terlambung-
lambung dalam gerobak ketika traktor dikemudikan
kembali menuju pintu pagar luar.
Ketika mereka sudah pergi, Jim Arrowsmith berpaling
pada temannya. "Sekarang kita bisa melihat Susannah
dengan tenang. Ck! Seenaknya saja, memasukkan binatang
kerdil itu ke dalam kandangnya."
Pak Weston merenung sambil mengusap-usap dagu.
"Aneh, tentang babi tadi itu," katanya. "Begitu anak itu
mengatakan di mana ia memperolehnya, aku langsung
menebak bahwa itu pasti salah satu babi milikku."
"Milikmu"!"
"Ya. Ada seseorang dari panitia pesta gereja menelepon
aku untuk meminta seekor babi guna disediakan sebagai
hadiah. Yah, aku tentu saja tidak mau memberi babi yang
bagus, jadi kukatakan saja pada pekerja yang mengurus
babi-babiku untuk memilih salah satu yang paling jelek dan
mengirimnya ke Linbury,"
Alis Pak Arrowsmith terangkat karena heran, "Kenapa
tidak kaukatakan tadi kalau begitu" Kenapa tidak kauambil
kembali ketika mereka mengatakan tidak menginginkannya?" Pelan-pelan muncul senyuman kecil di wajah Pak
Weston, menyebabkan ujung-ujung bibirnya berkerut
sedikit. "Kaukira aku ini siapa"! Apabila ada seekor babi
kerdil lahir seperindukan, tindakan yang paling baik adalah
cepat-cepat menyingkirkannya, tanpa berpikir panjang lagi."
Ia kembali mengarahkan perhatiannya ke dalam
kandang. "Nah, Jim, tentang babi betinamu..."
Oo - dwkz-ray--oO 7. BABI DI SEKOLAH ROMBONGAN anak-anak yang berpiknik pulang pukul
setengah tujuh malam. Mereka turun dari bus yang berhenti
di depan jalan masuk sebelah belakang pekarangan sekolah.
Mereka kepanasan, capek, tapi bergembira. Mereka
melangkah dengan gontai di jalan berdebu, lewat di sisi
kolam yang terdapat di ujung lapangan bermain.
Venables, Temple, dan Atkinson berjalan paling
belakang, agak jauh dari teman-teman lainnya. Saat itu
mereka melihat sebuah traktor yang menghela gerobak
kosong berjalan ke arah mereka, hendak keluar lewat
belakang. "Salah satu milik Pak Arrowsmith," kata Temple,
sementara kendaraan itu menderu diselubungi debu
berkepul-kepul. "Kenapa keluarnya lewat belakang" Debunya menyebabkan napas sesak saja. Padahal mereka
selalu masuk lewat depan, apabila datang mengambil sisa-
sisa makanan untuk diberikan pada babi."
"Dia tidak datang untuk mengambil sisa makanan,
karena gerobak di belakangnya kosong," kata Atkinson.
"Lagi pula, bukan urusannya dia mau keluar lewat mana.
Ini kan negara bebas."
Mereka lantas melupakan kejadian itu, sampai mereka
tiba dekat sekelompok rumah kaca dan beberapa bangunan
tambahan di dekat kebun Kepala Sekolah; dari situ ada
jalan utama yang langsung menuju ke gedung sekolah, dan
sebuah lorong kecil yang bercabang dari situ ke arah kebun
sayur. Di situ mereka menjumpai Darbishire. Anak itu sedang
berjongkok di balik sebuah tong tempat penampungan air
hujan sambil mengintip ke luar. Ketika ketiga temannya
yang baru pulang dari piknik sudah sampai di dekatnya, ia
bangkit dan meninggalkan tempat persembunyiannya itu.
"Untung cuma kalian," kata Darbi menyambut mereka.
"Aku tadi harus cepat-cepat sembunyi sewaktu Pak Carter
lewat bersama Pak Wilkins. Tapi kurasa kini sudah aman,
jadi aku bisa keluar."
"Kenapa" Apa yang terjadi" Kusangka kau seharusnya
tidak boleh keluar dari gedung," kata Venables.
Darbishire menepuk-nepuk sisi hidungnya dengan jari,
sebagai isyarat bahwa ada rahasia. "Aku sedang menjaga
keamanan. Aku menunggu di sini untuk buru-buru
memberi tahu Jennings, apabila ada guru lewat. Dia sedang
ke kebun sayur untuk mengambil makanan babi segerobak."
Tentu saja Venables beserta kedua temannya langsung
ingin tahu apa yang telah terjadi. Darbishire lantas
menceritakan segala pengalaman sial mereka sore itu.
"Kami minta pada orang yang membawa traktor agar
masuk lewat belakang, supaya tidak berjumpa siapa-siapa,"
katanya mengakhiri ceritanya. "Orang itu baik hati, mau
saja menolong. Dia menolong memasukkan babi itu ke
dalam bangunan tempat memindahkan tanaman muda ke
dalam pot. Dia juga mengatakan makanan apa yang harus
diberikan pada binatang itu."
"Tapi dia kan tidak bisa dibiarkan terus berada dalam
bangunan itu," kata. Atkinson mengomentari.
"Ya, itu juga kami tahu. Saat ini kami belum tahu apa
yang harus dilakukan selanjutnya."
"Tapi apa kata Kepala Sekolah nanti, jika ia mengetahui
bahwa kalian..." Kalimat Atkinson terputus, karena saat itu
Jennings yang datang dari kebun sayur muncul dari balik
sudut bangunan. Ia mendorong gerobak berisi daun-daun
kubis, kulit roti yang keras, kulit kentang, dan sisa-sisa
bubur dari tujuh puluh sembilan piring yang disajikan untuk
sarapan murid-murid pagi tadi.
Darbi, sebagai petugas keamanan, melambaikan tangan
menyuruhnya terus. "Keadaan aman!" katanya pada
Jennings. Lalu ia berbalik kembali kepada ketiga temannya.
"Jika kalian ingin membantu, tolong jaga pintu sementara
Jen membawa makanan itu masuk. Jangan sampai babi itu
lari!" Jennings menghentikan gerobak yang didorongnya di
luar bangunan tempat babi disembunyikan. Venables,
Temple, dan Atkinson merunduk di depan pintu masuk
dengan kedua lengan terbentang, siap untuk menangkap.
Darbishire membuka pintu bangunan itu sedikit saja, cukup
untuk bisa dilewati Jennings dengan gerobaknya.
"Dia memakannya," kata peternak amatir itu ketika ia
keluar lagi beberapa menit kemudian. "Wah, rakusnya
bukan main." Ia masuk ke rumah kaca yang paling dekat,
lalu keluar lagi dengan membawa ember berisi air yang
diambilnya dari tong air. Sekali lagi pintu bangunan tempat
babi dibuka secelah, lalu ember berisi air minum itu
didorong masuk. "Yuk! Kita tidak boleh lebih lama lagi berada di sini,
karena nanti pasti ada guru yang ribut-ribut," Jennings
berbalik, lalu mendului berjalan menyusur jalan tanah
menuju lapangan bermain. Saat itu Pak Hind yang bertugas
mengawasi di situ. Ketika melihat Jennings dan Darbishire,
digamitnya kedua anak itu agar mendekat, sementara yang
lain-lain disuruhnya terus.
"Ke mana saja kalian selama ini?" tanya guru itu.
"Kudengar dari Kepala Sekolah bahwa kalian harus datang
untuk menonton permainan cricket anak-anak kelas atas,
apabila tugas yang diberikan olehnya sudah selesai kalian
kerjakan." Pak Hind masih muda, bertubuh jangkung, dan
berwajah pucat. Ia mengajar kesenian dan musik di semua
kelas.
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Otak Jennings bekerja keras. Pak Hind nampaknya tidak
terlalu mempedulikan kepergian mereka yang begitu lama.
Jadi ada kemungkinan, dia hanya secara samar-samar saja
mengetahui maksud Kepala Sekolah.
"Begini, Pak, Kepala Sekolah membawa kami ke pesta
jemaah gereja di desa itu untuk mengatur kursi-kursi di sana
dan membantu-bantu Bu Thorpe," katanya menjelaskan.
"Lalu karena satu dan lain hal kami-yah, bisa dibilang-kami
tertahan di sana." "Begitu, ya "!"
"Betul, Pak, tapi sekarang kami sudah kembali... eh...
jadi..." Jennings tidak meneruskan kalimatnya, karena
teringat pada babi yang ada di dalam bangunan tadi. "Anda
mungkin tahu apakah Kepala Sekolah juga sudah kembali,
Pak" Ada sesuatu yang menyebabkan saya mungkin perlu
bicara dengan dia." "Malam ini pasti tidak bisa, karena saat ia pulang nanti
kalian pasti sudah di tempat tidur," kata Pak Hind. Ia
menuding dengan tegas ke arah ruang makan. "Sana,
masuklah! Sudah waktunya bagi kalian untuk mendapat
susu dan biskuit." Kesulitan pertama teratasi: Jennings dan Darbi telah
berhasil mengelakkan diri dari Pak Hind, tapi itu tidak
menghibur perasaan mereka, karena ada masalah lebih
serius yang masih harus dihadapi.
Apa yang bisa dilakukan dengan babi itu" Ketika sudah
berada di ruang tidur malam itu Jennings dan Darbishire
membicarakan masalah mereka dengan ketiga teman
lainnya, dengan harapan akan bisa menemukan jalan
keluar. Tapi jalan keluar itu tidak ada. Akhirnya semua
terpaksa sepakat bahwa satu-satunya yang bisa dilakukan
adalah kedua pemeran utama dalam kejadian itu harus
selekas mungkin menghadap Pak Pemberton-Oakes dan
mengakui kesalahan mereka.
"Usahakan agar kalian menyampaikannya dengan hati-
hati," kata Venables menasihati. "Jangan dikatakan, 'Pak,
ada babi di bangunan tempat pemindahan tanaman ke
dalam pot, karena kami melanggar instruksi Anda!' Kalian
harus bijaksana, Bumbui dengan basa-basi tentang ingin
berbuat baik pada binatang yang malang, atau kurang lebih
begitulah." "Tidak bisakah urusan ini kita undurkan dulu sampai
suatu saat minggu depan?" kata Darbishire dengan nada
cemas. "Siapa tahu, mungkin saja kita bisa menemukan
seseorang yang mau mengambil alih babi itu, jika kita
berpikir-pikir selama satu-dua hari."
Temple menggeleng. "Terlalu riskan! Kalian harus
memberinya makan dua kali sehari. Kapan-kapan pasti
akan ada yang melihat kau atau Jen mengacak-acak tempat
sampah. Kalau sudah begitu, kalian mau bilang apa?"
"Mereka bisa bilang bahwa mereka lapar," kata
Atkinson. Ia bisa saja mengajukan saran-saran secara
bercanda, karena ia secara pribadi tidak terlibat dalam
urusan itu. Tapi kemudian ia melanjutkan dengan lebih
serius, "Semakin lama kalian mengundurkannya, semakin
bertambah besar pula kemungkinannya Kepala Sekolah
masuk ke bangunan itu, untuk mengambil sekop kecil atau
entah apa." Jennings mengangguk sebagai pernyataan bahwa ia
sependapat. Mendingan mengaku saja secara sukarela,
daripada kemudian ketahuan.
"Kita akan mengatakannya padanya besok, Darbi.
Langsung setelah selesai sarapan pagi," katanya memutuskan. Keesokan harinya adalah hari Minggu. Pada pagi yang
sejuk dan cerah itu, gagasan untuk pergi menghadap Pak
Pemberton-Oakes terasa semakin tidak menyenangkan saja.
Mungkin saat setelah acara ke gereja merupakan waktu
yang lebih tepat, kata Jennings dalam hati, sementara ia
menikmati hidangan telur rebus matang di meja sarapan.
Mungkin saat itu Pak Pemberton-Oakes mau lebih
bermurah hati, setelah menyanyikan mazmur-mazmur
tentang belas kasihan dan pengampunan. Tapi pengunduran ternyata fatal akibatnya.
Selesai acara kebaktian, Pak Pemberton-Oakes keluar
lewat pintu yang satu sementara anak-anak disuruh keluar
melewati pintu yang lain. Pak Wilkins, yang saat itu
bertugas sebagai pengawas, tidak mau mendengarkan
Jennings yang memohon-mohon: Anak itu disuruhnya
langsung masuk ke ruang kelasnya, untuk menulis surat
kepada orang tuanya yang biasa dilakukan seminggu sekali.
Selesai menulis surat, sudah tiba lagi waktu untuk makan
siang; setelah selesai makan siang dan acara-acara untuk
siang itu diumumkan, barulah Jennings dan Darbishire
menemukan peluang untuk menyelinap pergi, menuju ke
ruang kerja Kepala Sekolah.
Acara siang itu ada pengaruhnya terhadap kejadian-
kejadian yang menyusul setelah itu; jadi mungkin tidak ada
salahnya jika acara itu dipaparkan di sini.
Biasanya, seluruh sekolah pergi berjalan-jalan pada
Minggu siang. Tapi pada waktu menjelang pertengahan
musim panas, saat hawa sudah terlalu panas untuk
melakukan kegiatan jasmani, acara jalan-jalan itu dibatalkan. Sebagai pengganti, murid-murid disuruh ke
lapangan bermain dengan membawa buku bacaan, album
prangko, atau berbagai alat permainan dalam rumah, dan di
situ menyibukkan diri mereka selama satu jam dengan
rekreasi yang tenang. Itulah acara untuk siang itu. Dan pukul setengah tiga
anak-anak pergi ke luar untuk membaca buku atau
menyibukkan diri dengan hobi mereka di bagian yang teduh
dari lapangan bermain. Venables membawa buku yang dipinjamnya dari
perpustakaan, Bromwich menenteng kamera fotonya,
sementara Temple dan Martin-Jones menenteng bloknot.
Mereka hendak bermain cricket di luar. Rumbelow dan
Atkinson membawa papan catur, sementara Binns dan
Blotwell, kedua murid termuda di sekolah itu, membawa
papan besar dengan teka-teki menyusun gambar yang terdiri
atas lima ratus keping potongan gambar. Kalau sudah
selesai disusun secara benar, akan diperoleh gambar yang
menampakkan satria-satria berselubungkan baju besi sedang
menyerbu sebuah kastil Abad Pertengahan. Kedua anak itu
sudah mulai dengan penyusunannya sejak hari pertama
masa sekolah musim panas dimulai.
Mereka sudah berhasil menyusun empat ratus lima puluh
enam potongan, dan mereka berharap akan sudah bisa
menyelesaikannya pada saat mereka harus masuk lagi satu
jam kemudian. Kedua anak itu berjalan membawa papan
dengan teka-teki itu dengan hati-hati sekali.
Mereka khawatir, gerakan yang agak mengejut atau
tabrakan dengan anak lain akan menyebabkan papan lebar
persegi empat berisi hasil kerajinan mereka yang sudah
hampir selesai itu akan berantakan lagi.
Pukul tiga kurang seperempat, tujuh puluh tujuh dari
ketujuh puluh sembilan murid penghuni sekolah Linbury
Court yang dilengkapi dengan asrama itu sudah menyebar
di sekeliling lapangan, sibuk dengan rekreasi masing-
masing. Penghuni yang dua lagi-yang terdaftar sebagai Jennings,
J.C.T. dan Darbishire, C.E.J.-berdiri di luar ruang kerja
Kepala Sekolah, menunggu jawaban atas ketukan di pintu
yang dilakukan oleh Jennings.
Tapi tidak terdengar jawaban dari dalam. Lima menit
sebelum itu, Pak Pemberton-Oakes keluar untuk pergi ke
kebunnya, menikmati kehangatan sinar matahari sambil
mengagumi tanaman mawarnya. Hawa saat itu begitu
panas, sehingga ia memutuskan untuk mengisi waktu siang
itu dengan membaca sambil duduk di kursi malas. Tapi
sebelum melakukannya, ia masih hendak berjalan-jalan
sebentar sampai ke lapangan bermain, melihat bagaimana
anak-anak menikmati acara Minggu siang itu.
Sewaktu sedang lewat di depan bangunan tempat
memindahkan tanaman ke dalam pot, didengarnya ada
bunyi gemerisik. Datangnya dari dalam bangunan itu.
Jangan-jangan ada tikus di situ! Atau mungkin seorang
anak yang hendak berbuat iseng"
Kepala Sekolah berseru dengan galak, "Siapa itu di
dalam" Ayo cepat keluar, siapa pun yang berada di dalam
bangunan ini!" Tidak terdengar suara anak menjawab, tapi bunyi
gemerisik tadi masih terdengar terus. Pak Pemberton-Oakes
mendatangi bangunan itu dengan perasaan heran.
Diangkatnya palang pintu, lalu dibukanya pintu lebar-lebar.
Saat itu juga sesuatu yang kecil dan berkaki empat melesat
ke luar, lewat di antara kedua kaki Kepala Sekolah.
Makhluk kecil itu lari terus, secepat-cepatnya.
Kepala Sekolah memandangnya dengan heran. Kenapa
ada babi di sini" tanyanya pada diri sendiri. Binatang itu
harus dengan segera ditangkap, sebelum sempat menimbulkan kerusakan! Ia bergegas mengejar dengan
langkah-langkah kecil seperti selayaknya dilakukan Kepala
Sekolah. Membicarakan tentang kerusakan, babi kecil itu sudah meninggalkan bekas kekacauan karena ulahnya. Mula-mula ia lari masuk ke kebun Kepala Sekolah, menerobos petak-petak bunga sehingga banyak tanaman yang tercabut sampai ke akar-akarnya dan terpental ke segala arah. Kemudian diterobosnya pagar tanaman. Ia lari menuju lapangan bermain. Benda pertama yang dijumpainya adalah papan lebar yang di atasnya ada teka-teki gambar yang terdiri atas lima ratus
potongan. Binns dan Blotwell meloncat karena kaget ketika babi itu
lari di antara mereka, terpeleset-peleset melewati papan dan
menceraiberaikan empat ratus lima puluh enam potongan
gambar yang sudah tersusun rapi.
Dua detik kemudian babi itu melesat ke bawah kursi lipat
yang saat itu sedang diduduki Pak Wilkins. Ia menabrak
kaki-kaki penyangga kursi itu, sehingga guru itu jatuh
telentang. Di sekeliling lapangan, anak-anak bangkit dengan cepat
lalu memburu makhluk kecil itu, dengan harapan akan bisa
menangkapnya. Tapi usaha mereka sia-sia. Manusia, yang
berkaki dua, kecil kemungkinannya bisa mengejar binatang
lincah berkaki empat; dan babi itu, meski kerdil, lincahnya
bukan main. Ia lari bolak-balik di lapangan, sementara
anak-anak ramai mengejar. Tiga kali nampaknya ia hampir
tertangkap, tapi setiap kali ia masih berhasil menggeliat
sehingga terlepas lagi. "Ini sudah keterlaluan," kata Kepala Sekolah mengomel
pada Pak Wilkins, sementara mereka menonton keributan
itu. Saat itu babi kecil itu sudah sampai di lapangan cricket,
di mana kuku-kukunya mencabik-cabik rumput yang
terpelihara rapi setiap kali ia mengubah arahnya.
"Lihatlah, kerusakan yang ditimbulkannya di lapangan
Kesebelasan Utama! Jika dia tidak dengan segera
ditangkap, kita terpaksa akan membatalkan semua
pertandingan yang masih akan dilangsungkan selama masa
sekolah sekarang ini."
Saat itu Pak Carter muncul, karena mendengar keributan
yang bunyinya sampai ke ruang guru lewat jendela yang
terbuka. Dengan sekilas pandang saja ia sudah mengetahui
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
apa yang harus dilakukan. "Pertama-tama anak-anak harus
disuruh berhenti mengejar," katanya. "Mereka malah
menambah kacau keadaan. Babi itu begitu ketakutan,
sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."
"Kalau begitu, apa saran Anda?" tanya Kepala Sekolah.
Pak Carter kini memimpin operasi. Pertama-tama
disuruhnya anak-anak semuanya mundur ke tepi lapangan,
lalu membentuk lingkaran dengan babi kecil itu di tengah-
tengah. Pada suatu tempat di dalam lingkaran itu ada jaring
cricket. Rencana Pak Carter adalah agar anak-anak dengan
pelan-pelan memperkecil lingkaran, dan dengan cara begitu
menggiring babi kecil itu ke dalam jaring. Ia menempatkan
seorang anak pada setiap tali penopang tiang-tiang jaring
dengan instruksi untuk mengendurkan tali-tali penopang itu
begitu ia memberi isyarat. Kemudian operasi penangkapan
babi dimulai, dalam suasana sunyi, tanpa ada ribut-ribut.
Babi kecil itu, yang masih tetap lincah meski tidak lagi
panik seperti tadi, cenderung lari ke depan sementara
lingkaran yang dibentuk oleh anak-anak semakin mengecil.
Setelah beberapa kali babi itu nyaris berhasil meloloskan
diri, dengan pelan ia digiring menuju sebelah pinggir
jebakan. Di situ ia berhenti, hampir selama setengah menit.
Akhirnya ia berbalik dan berusaha lari ke luar lagi.
Saat itu benar-benar menegangkan. Jika babi itu berhasil
lari dengan menerobos lingkaran anak-anak, rencana itu
akan gagal. Pak Wilkins melihat adanya bahaya itu. Ia
meninggalkan lingkaran lalu lari menyerbu ke depan
dengan secepat-cepatnya, menggiring babi itu kembali dan
masuk ke jaring. Sementara yang dikejar dan yang mengejar
lari terus menuju sisi belakang jebakan itu, Pak Carter
berseru, "Lepaskan!"
Anak-anak yang memegang tali-tali penopang melepaskan tali-tali itu. Tiang-tiang penyangga jaring roboh
ke depan dan jaring cricket yang berukuran seratus meter
persegi ambruk, mengurung sasaran perburuan itu di
dalamnya. Lingkaran anak-anak yang menjadi penghalau bersorak
gembira. Kemudian mereka memandang sekali lagi dan
melihat bahwa yang tertangkap bukan satu, tapi dua! Pak
Wilkins terbungkus jaring dekat ujungnya yang terbuka,
seperti barang belanjaan dalam tas rajutan. Ternyata ia
tidak sempat menghentikan larinya sewaktu jaring tadi
ambruk di atas kepalanya.
Selama beberapa saat guru itu kelabakan. Kemudian ia
merangkak menuju ke tepi jala, lalu keluar.
Babi itu ada di ujung sebelah belakang. Mulanya ia
masih meronta-ronta. Tapi akhirnya menyerah, dan diam
saja ketika Pak Carter membebaskannya dari jaring yang
membungkus tubuhnya. "Harus saya taruh di mana ini?" tanya Pak Carter kepada
Kepala Sekolah, sambil memegang kaki-kaki belakang dan
telinga babi kecil itu kuat-kuat.
"Kembali di bangunan tempat pot, untuk sementara -
sampai saya sudah tahu siapa pemiliknya. Lebih baik saya
ikut saja untuk membantu. Sudah cukup keributan yang
terjadi untuk siang ini."
Mereka pergi dengan babi itu, meninggalkan anak-anak
yang kembali ke kesibukan mereka yang terganggu tadi.
Tidak lama kemudian keadaan di lapangan bermain sudah
tenang lagi. Hanya Binns dan Blotwell saja yang berkeluh
kesah, karena harus menemukan lima ratus potongan
gambar kecil-kecil yang terbuat dari papan lapis. Banyak di
antaranya yang terpental masuk ke dalam semak jelatang
yang daun dan batangnya berbulu, yang menimbulkan rasa
gatal jika disentuh. "Saya benar-benar tidak bisa mengerti, bagaimana
binatang sialan itu bisa mengurung dirinya sendiri di dalam
bangunan itu," kata Kepala Sekolah ketika tangkapan
mereka sudah dimasukkan kembali ke tempat semula dan
pintu bangunan dikunci dengan palang. "Saya rasa
sebaiknya dengan segera saja saya menelepon polisi.
Barangkali mereka sudah menerima laporan dari orang
yang kehilangan babi itu."
"Dia tidak secara kebetulan saja masuk ke situ," kata Pak
Carter, sementara mereka berjalan melintasi kebun dalam
perjalanan kembali ke gedung utama. "Kalau melihat sisa-
sisa daun kubis dan kulit roti basi yang berserakan di lantai,
sudah jelas ada orang yang memberinya makan."
"Jadi menurut Anda, ada seseorang di sekolah ini yang
bertanggung jawab atas kejadian ini" Siapa yang berbuat
seperti itu?" "Saya rasa masih pada hari ini juga kita akan sudah
mengetahuinya," kata Pak Carter.
Sementara itu Jennings dan Darbishire masih terus
menunggu di gang, di depan pintu ruang kerja Kepala
Sekolah. Sudah lama sekali mereka menunggu. Tapi
mereka tidak berani pergi, karena takut tidak berjumpa
dengan Pak Pemberton-Oakes apabila dia datang lagi nanti.
Lebih dari setengah jam lamanya mereka berdiri saja di
gang, tanpa menyadari adanya adegan-adegan kacau dan
penangkapan yang terjadi di luar, di lapangan bermain.
Kini, mereka berdiri tegak ketika Kepala Sekolah muncul
bersama Pak Carter. "Pak, maaf, Pak," kala Jennings.
"Bisakah kami bicara dengan Anda sebentar" Urusannya
sangat mendesak. Ada sesuatu yang perlu kami laporkan
pada Anda." "Urusan apa?" tanya Kepala Sekolah sambil mengangguk. "Tidak begitu mudah menjelaskannya, Pak," sambung
Jennings dengan nada ragu. Kini, setelah tiba saat
pengakuan, disadarinya bahwa saran Venables untuk
"menyampaikannya dengan diselubungi basa-basi", ternyata
sulit dipraktekkan. "Begini, Pak. Soalnya begini. Atau lebih
baik dengan kata-kata lain-begitulah-dengan lain kata..."
Jennings tergagap, lalu berhenti bicara. Ia tidak bisa
menemukan kata-kata yang tepat.
"Ucapanmu sama sekali tidak jelas," kata Kepala
Sekolah sambil berpandang-pandangan dengan Pak Carter.
"Tolong betulkan jika aku keliru, Jennings, tapi mungkin
kau hendak melaporkan bahwa ada babi di bangunan
tempat pot?" "Betul, Pak, itu betul, tapi... tapi..." Jennings memandang Kepala Sekolah dengan heran, "bagaimana
Anda bisa tahu apa yang hendak saya laporkan?"
0o-dwkz-ray-o0 8. RISIKO KEAMANAN PAK PEMBERTON-OAKES memandang langit-langit
gang dengan sikap putus asa. "Anda tadi benar, Carter. Kita
ternyata berhasil mengetahuinya dengan segera." Dipandangnya lagi kedua anak yang berdiri dengan gelisah
di depannya. "Mestinya aku sudah harus tahu bahwa kedua
anak ini - apalagi Jennings - diperkirakan akan bisa
memberi penjelasan mengenai kejadian misterius itu."
Pak Pemberton-Oakes adalah orang yang berpikiran
lapang. Ia membanggakan dirinya, bahwa ia menganut
gagasan-gagasan modern mengenai pendidikan. Meski
begitu, perasaannya tetap saja tersinggung. Bahkan guru
yang paling lunak sikapnya pun pasti tidak senang melihat
tanaman mawarnya tercabut akar-akarnya, kegiatan
rutinnya terganggu, dan rumput lapangan cricket kelihatan
seperti dibersihkan dari gulma, tapi dengan bor.
Ia masuk ke ruang kerjanya, diikuti oleh Pak Carter dan
kedua anak yang bersalah itu. Kemudian ia mulai
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Fakta-faktanya dengan cepat sudah diceritakan semua,
lalu hukuman pun dijatuhkan, meski sudah diperlunak oleh
sikap mau mengampuni. Hal yang menimbulkan kemarahan Kepala Sekolah bukan ketidakpatuhan pada
instruksinya kemarin siang, melainkan lebih banyak
kekacauan dan kerusakan yang terjadi sebagai akibatnya.
Karena itu, sebagai bagian dari hukuman yang
dikenakan terhadap mereka, Jennings dan Darbishire
terpaksa tidak bisa menikmati rekreasi mereka pada saat
petang selama dua minggu. Sebagai pengganti, mereka
diharuskan menanam kembali tanaman yang tercabut
akarnya tapi masih bisa diselamatkan. Sebagai tambahan,
saat istirahat pada pagi hari selama masa hukuman berlaku
harus dipergunakan untuk meratakan padang rumput
tempat bermain cricket yang tercabik-cabik oleh kuku-kuku
babi kecil itu dengan menggunakan alat giling. Persoalan
selanjutnya yang akan dibicarakan adalah penyingkiran
babi kecil itu dari kompleks sekolah.
"Kalian boleh pergi sekarang. Kurasa aku dan Pak Carter
tidak memerlukan bantuan kalian dalam menentukan apa
yang harus dilakukan."
Pak Pemberton-Oakes memberi isyarat dengan tangannya kepada Jenning dan Darbishire agar keluar.
Setelah itu ia berpaling pada asistennya.
"Sebaiknya saya telepon saja Pak Arrowsmith. Saya rasa
dia pasti mau menerima binatang itu."
Jennings, yang saat itu telah sampai di ambang pintu,
berbalik dengan cepat. "Aduh, jangan, Pak! Sungguh, itu
jangan dilakukan. Jangan Pak Arrowsmith, Pak."
Kepala Sekolah benar-benar kaget. Ia tidak biasa
dibantah keputusannya oleh anak berumur sebelas tahun
dari Kelas Tiga. Dengan nada kaku ia mengatakan,
"Jennings, kau tadi sudah kusuruh meninggalkan ruangan."
"Ya, saya tahu, Pak, tapi saya harus memperingatkan
Anda. Ini penting sekali. Soalnya, ada sesuatu yang tidak
Anda ketahui." Dalam pengakuannya tadi tentang kejadian kemarin
siang dan sore itu, Jennings tidak menyertakan peristiwa
tidak enak yang terjadi di Pertanian Kettlebridge, karena
urusan itu tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian-
kejadian selanjutnya. Kini ia bergegas-gegas menceritakan
peristiwa itu. "...Jadi dia pasti marah sekali, Pak, jika ada
yang menanyakan kemungkinan itu lagi," katanya
mengakhiri. "Ia menyuruh kami pergi saat itu juga."
"Ayo pergi, Jennings," kata Pak Pemberton-Oakes
dengan sebal. Begitu kedua anak itu sudah pergi, telepon berdering.
Peneleponnya adalah Nyonya Thorpe. Ia hendak mengucapkan selamat kepada Pak Pemberton-Oakes,
karena di antara murid-muridnya ada anak-anak yang
begitu ringan tangan, senang membantu-bantu seperti kedua
anak yang ikut datang ke pesta untuk mengatur kursi-kursi.
"Mereka benar-benar sangat berguna," kata wanita itu
dengan suaranya yang seperti burung bunyinya. "Anda
pantas merasa bangga terhadap mereka. Keduanya berulang
kali datang menanyakan apakah masih ada lagi yang bisa
mereka kerjakan." Kepala Sekolah mengernyitkan wajahnya. Untuk
menenangkan perasaan, ia menggenderangkan jari-jarinya
ke daun meja yang beralas kulit.
"Mereka tadi melakukan sesuatu yang tidak bisa
dikatakan berguna," katanya, begitu mendapat kesempatan
bicara di sela cerocosan Bu Thorpe. "Mereka pulang
membawa babi." Bu Thorpe heran mendengarnya. "0 ya" Padahal kami
kemarin membawanya ke Pertanian Kettlebridge, untuk
dihadiahkan kepada Pak Arrowsmith."
"Begitulah yang saya dengar. Tapi sayangnya, pemberian
itu tidak dihargai."
"Aduh, sayang! Bagaimanapun juga, babi cilik itu lucu.
Saya rasa Anda semua akan sayang padanya, apabila sudah
mengenal tingkah lakunya."
Sekali ini Kepala Sekolah begitu keras mengernyitkan
mukanya, sehingga nyaris saja bunyinya terdengar oleh Bu
Thorpe di ujung sana. "Bu Thorpe," katanya dengan sopan tapi tegas, "saya
sudah sempat mengetahui tingkah lakunya. Dengan
mengecualikan gempa bumi, sambaran petir, atau letusan
gunung api, saya tidak bisa membayangkan sesuatu yang
dalam waktu dua puluh menit bisa menimbulkan
kekacauan yang begitu besar dalam kegiatan rutin sekolah
serta mengakibatkan begitu banyak kerusakan, seperti
makhluk yang dengan begitu ramah Anda sebut sebagai
babi cilik yang lucu."
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pak Carter memandang ke luar jendela, agar senyumannya tidak terlihat oleh Kepala Sekolah. Dari
tempat dia duduk saat itu nampak Pak Wilkins, dengan
dibantu setengah lusin anak-anak, masih sibuk berusaha
memasang kembali jaring cricket di ujung lapangan.
Wilkins yang malang! katanya dalam hati. Aneh, kenapa
kejadian-kejadian semacam itu selalu saja terjadi jika dia
yang sedang bertugas sebagai pengawas!
Sementara itu Pak Pemberton-Oakes berkata lewat
telepon. "Anda tidak perlu minta maaf, Bu Thorpe.
Kesalahan itu sepenuhnya dilakukan oleh kedua anak itu.
Saya tidak menyalahkan Anda. Tapi mengingat Anda
adalah sekretaris panitia pesta yang menyelenggarakan
perlombaan itu, saya ingin bertanya apakah Anda
barangkali bisa menemukan seseorang lain yang layak
menerima hadiah yang... eh... berharga itu?" Ia mendengarkan, sementara Bu Thorpe menjawab dengan
panjang lebar. Setelah pembicaraan selesai, Pak Pemberton-
Oakes mengembalikan gagang telepon ke tempatnya.
"Bu Thorpe akan mengusahakan penampungan lain
baginya," katanya pada Pak Carter. "Sekarang tinggal kita
saja yang harus menyiapkannya untuk dibawa pergi."
Sambil berkata begitu Kepala Sekolah keluar dari ruang
kerjanya untuk mencari pesuruh sekolah. Orang itu
ditemukannya sedang membaca koran terbitan hari Minggu
di kebun kecil yang ada di belakang pondoknya. Bisakah
Robinson mencarikan sebuah karung" tanya Kepala
Sekolah pada orang itu. Sebuah karung yang besar dan
tanpa lubang, cocok untuk membawa seekor babi kecil di
bagian belakang mobil. Selain itu, dimintanya agar
Robinson nanti memberi makan tamu yang akan dibawa
pergi itu dan memasukkannya ke dalam karung lalu ditaruh
di mobil. Menurut Pak Robinson, rasanya ia mampu memenuhi
segala permintaan itu. Walau hari Minggu biasanya
merupakan waktu beristirahat, ia bersedia mengorbankan
waktu istirahatnya apabila ada tugas memanggil.
Bu Thorpe datang dengan mobilnya ketika sudah hampir
saatnya lonceng asrama dibunyikan. Pak Carter pergi ke
lapangan bermain untuk menyambutnya. "Anda berhasil?"
tanyanya. "0 ya, akhirnya berhasil juga," kicau Bu Thorpe dengan
gembira. "Saya berhasil mengetahui bahwa pemenang
hadiah kedua dalam perlombaan boling itu adalah Pak P.
Nutt dari East Brinkington."
"Bagus! Dan Anda rasa Pak Peanut itu mau menerima
babi kita?" "Bukan Peanut namanya. Itu kan kacang! Namanya
Nutt-dengan inisial P, singkatan dari Peter, di depannya:
Peter Nutt." "Wah, maaf!" "Ah, itu tidak apa! Sementara itu saya sudah ke East
Brinkington, dan orangnya ternyata mau menolong.
Soalnya, ia memelihara beberapa ekor babi di pekarangan
belakang rumahnya. Dan lain halnya dengan Pak
Arrowsmith yang begitu rewel, Pak Nutt nampaknya tidak
peduli bagaimana bentuk babi itu, pokoknya asal kakinya
ada empat." Sepuluh menit kemudian Bu Thorpe sudah pergi lagi
melakukan tugasnya, dan babi kecil itu dimasukkan di
bagian belakang mobilnya. Pak Carter masuk lagi ke dalam,
di sana ia berjumpa dengan Darbishire yang hendak
menaiki tangga untuk pergi ke kamar tidur.
"Ada kabar baru tentang babi itu, Pak?" tanya anak itu
dengan cemas. Wajahnya langsung nampak berseri ketika
Pak Carter mengatakan bahwa semuanya sudah beres.
"Wah, syukurlah kalau begitu, Pak. Saya senang sekali
mendengar bahwa Anda berhasil menemukan penampungan yang baik baginya."
Nada suara Darbishire terdengar begitu lega, seakan ia
terbebas dari beban berat. "Babi itu pasti merasa sedih dan
tidak disukai, karena semua mengatakan sama sekali tidak
mau menerimanya." Sambil tersenyum ia berbalik untuk
menaiki tangga. "Terima kasih banyak, Pak. Saya dan
Jennings sekarang tidak perlu bingung lagi, karena tahu dia
akan diurus oleh seseorang yang menginginkannya tanpa
ada alasan-alasan yang macam-macam."
Selama dua minggu selanjutnya, Jennings dan Darbishire
sedikit sekali mempunyai waktu luang untuk mereka
manfaatkan sendiri. Saat istirahat pagi hari diisi dengan
tugas meratakan rumput di lapangan cricket, sedang
istirahat petang mereka merapikan tanaman mawar yang
berantakan dilanda babi cilik. Lalu pada saat-saat mereka
berhasil memperoleh sedikit waktu luang untuk mereka
sendiri, mereka melakukan kesibukan-kesibukan yang
tenang dan biasa-biasa saja, yang pasti takkan menyebabkan
mereka terlibat kesulitan dengan para guru.
Begitulah, mereka antara lain mengisi waktu luang yang
hanya sedikit itu dengan kesibukan mengatur kembali
album-album prangko mereka, sambil membicarakan cara-
cara untuk menambah koleksi mereka. Seperti sudah
pernah dikatakan oleh Jennings, prangko-prangko terbitan
yang akan datang, yang merupakan peringatan seabad
penemuan ilmiah, akan memberikan peluang besar bagi
mereka untuk mengungguli teman-teman yang juga
mengumpulkan prangko. Andaikan mereka berhasil
memperoleh beberapa buah prangko baru yang tidak bisa
didapat siapa pun juga, koleksi mereka pasti akan
menimbulkan rasa iri teman-teman dari Kelas Tiga.
Dan siasat inilah yang hendak mereka lakukan.
"Prangko-prangko itu bisa dengan gampang kita
usahakan agar dicap pada hari pertama peredarannya
dengan jalan mengalamatkan sampulnya pada kita sendiri,"
kata Darbishire di ruang belajar bersama seusai waktu
sekolah pagi pada hari Rabu. "Masalahnya sekarang adalah
memperoleh prangko-prangko itu untuk ditempelkan pada
sampul surat." Jennings mengangguk sambil berpikir keras. Ada dua hal
yang perlu dipikirkan, yaitu waktu dan peluang. Besar
sekali kemungkinannya kantor pos kecil di toko yang
bernama Linbury General Stores hanya memiliki sedikit
persediaan saja, dan persediaan itu kemungkinannya akan
sudah habis terjual pada jam pertama penjualannya.
"Kita tidak bisa minta tolong pada salah seorang guru
untuk membelikannya; mereka selalu saja sibuk sekali,
sehingga tidak mungkin sempat cepat-cepat pergi ke desa
sebelum waktu sekolah pagi dimulai," kata Darbishire
menyambung. "Dan andaikan ada yang sempat, kemungkinannya sesampai di sana antrean sudah seratus
mil panjangnya. Lagi pula, mereka pasti takkan mau tiba
terlambat di kelas."
Jennings menghentikan renungannya. "Kita bisa minta
tolong pada Pettigrew. Ia selalu melewati kantor pos itu
setiap pagi, dalam perjalanan ke sekolah."
"Wow! Ya, tentu saja. Itu ide yang hebat sekali," kata
Darbishire. Anak yang bernama Pettigrew itu bertubuh montok dan
berwajah penuh bintik, dan tinggal di sebuah rumah di jalan
yang menuju Dunhambury. Setiap hari ia bersepeda ke
sekolah. Kebetulan dia bukan penggemar prangko, jadi
takkan mungkin tergiur untuk membeli prangko terbitan
baru itu untuk dirinya sendiri, yang akan mengakibatkan
posisi monopoli yang diharapkan oleh Jennings dan
Darbishire menjadi rusak.
"Tapi sebelumnya dia perlu kita teliti dulu, demi
keamanan," kata Jennings. "Jika hal ini sampai bocor, anak-
anak lain pasti ingin ikut minta dibelikan, sehingga segala-
galanya menjadi percuma saja." Jennings berpikir lagi
sesaat lalu menambahkan. "Masih ada satu hal lagi-
sebaiknya kausobek saja halaman yang memuat informasi
tentang prangko terbitan baru itu dari majalah filatelimu,
karena siapa tahu ada anak yang ingin meminjam majalah
itu." "Ya, itu akan kulakukan. Kita memang harus berhati-
hati," kata Darbishire sependapat.
Seusai sekolah, Jennings menyapa Pettigrew di gudang
tempat penyimpanan sepeda, ketika anak itu sedang
bersiap-siap untuk pulang.
"Coba dengar sebentar, Petters," sapa Jennings.
Petters itu nama julukan Pettigrew. "Aku dan Darbi
ingin minta tolong. Bisakah kau membelikan beberapa
lembar prangko di kantor pos pada hari Senin nanti.
Prangko-prangko itu terbitan baru - Penemuan-penemuan
ilmiah Abad Kedua Puluh."
"Bisa saja - itu kalau aku ingat," jawab Pettigrew secara
sambil lalu. "Tapi ini penting sekali. Dan juga rahasia. Seluruh
operasi ini sangat kami rahasiakan, agar anak-anak lain
tidak sampai tahu mengenainya," kata Jennings menjelaskan. "Itu berarti kami harus tahu sebelumnya risiko
keamanannya padamu, sebelum aku minta padamu apakah
kau mau menolong kami."
"Kalau begitu sudah terlambat, karena kau sudah minta
tolong padaku," kata anak yang dianggap mungkin
merupakan risiko keamanan itu.
"Yah, pokoknya kau mengerti maksudku," kata Jennings
sambil mengangkat bahu. "Nah, yang harus kaulakukan
hari Senin itu adalah berangkat agak lebih pagi dari rumah.
Katakanlah kantor pos itu buka pukul setengah sembilan,"
sambungnya. Dianggapnya saja hal yang belum tentu benar
itu sebagai kenyataan. "Jika kau tiba di situ lima menit
sebelumnya, kau akan berada di posisi terdepan dalam
antrean, lalu masih bisa tiba di sekolah pukul sembilan
kurang seperempat." Permintaan itu rasanya tidak berlebihan. Karenanya
Pettigrew setuju saja, dengan syarat bahwa uang yang
diperlukan untuk membeli prangko-prangko itu sudah lebih
dulu diberikan padanya. "Aku tidak mau menunggu
berbulan-bulan sementara kalian menyimpan prangko-
prangko itu, dengan harapan harganya di pasaran akan
menanjak," katanya sambil mendorong sepeda keluar dari
tempat penyimpanan. Jennings tersinggung mendengarnya. "Kami tidak berniat
menjualnya. Kami cuma merencanakan hendak membelinya lalu minta agar distempel, sehingga yang anak-
anak yang lain merasa sebal karena tidak terpikir untuk
melakukannya juga." Pada hari Kamis, ketika Jennings masuk ke ruang Kelas
Tiga bersama Darbishire beberapa saat sebelum pelajaran
dimulai, ia menemukan sebuah sampul surat di atas
mejanya. Surat itu dialamatkan kepada Tuan-tuan Jennings
dan Darbishire, ditulis dengan huruf-huruf besar yang tidak
rapi. Di dalamnya ada selembar kertas yang rupanya
disobek dari buku tulis sekolah. Di atas kertas itu tertulis:
"Tuan-tuan Jennings dan Darbishire yang terho rmat,
Kurasa mentang-mentang kalian senior kami karena
duduk di Kelas Tiga kalian bisa berbuat seenaknya saja,
tapi kalian keliru jadi Hati-hati Saja!
Karena kesalahan kalian kami kehilangan 73 po tong
dari teka-teki gambar kami jadinya kuda-kuda tidak
punya kaki dan dinding kastil tergantung di udara dan
tidak ada tanah di bawahnya.
Babi ko nyol kalian itu yang membuat kerusakan itu
dan kami bilang Darbishire berengsek dan Jennings lebih
berengsek lagi lalu kalian mau apa"
Hormat kami, Binns dan Blotwell."
Jennings bingung membaca isi surat itu, tapi Darbishire
bisa memberikan penjelasan.
"Aku diberitahu oleh Venables bahwa babi kita pada hari
Minggu itu mengobrak-abrik teka-teki gambar mereka,"
katanya. "Aku tidak mengerti kenapa mereka jadi ribut
begini. Jika kita sedang menyusun teka-teki gambar dengan
hasil beberapa bagian dari kaki kuda-kuda tidak ada,
rasanya kita malah akan tertawa geli."
Jennings kebetulan menoleh ke pintu dan melihat para
penulis surat itu berdiri di luar. Nampak bahwa mereka
ingin sekali melihat bagaimana tanggapan terhadap surat
mereka itu. Jennings memanggil mereka masuk ke ruang
kelas. "Apakah kalian berdua ini penguasa alam?" tanyanya.
"Pangeran Binns dan Pangeran Blotwell?"
Kedua anak yang ditanya membantah bahwa mereka
keturunan bangsawan. "Tidak. Kenapa?"
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena hanya bangsawan saja yang menandatangani
surat-surat mereka hanya dengan nama keluarga. Apakah
kalian ini tidak diajar apa-apa di Kelas Satu?" Nada
Jennings yang sombong menyembunyikan kenyataan
bahwa ia sendiri baru mengetahui soal itu sehari
sebelumnya, yaitu ketika dibetulkan oleh Pak Carter karena
membuat kesalahan serupa. "Orang biasa seperti kita-kita
ini harus menyertakan nama depan atau inisial mereka,
seperti misalnya, Hormat kami, Obadiah Binns, atau
X.Y.Z. Blotwell." "Tapi namaku bukan Obadiah," bantah Binns.
"Dan kalau inisialku betul X.Y.Z., kepanjangannya lalu
apa?" tanya Blotwell ingin tahu.
Jennings tidak mengacuhkan gangguan itu. "Dan apa-
apaan ini, aku dan Darbi dibilang berengsek. Kalau
berongsong, aku tahu, tapi berengsek... ?"
"Mungkin yang mereka maksudkan beringas, Jen! Kita
kan bisa beringas kalau ada yang mengganggu!"
"Ah, kalian saja yang tidak bisa membaca dengan benar.
Itu kan maksudnya brengsek," kata Binns menjelaskan.
"Lagi pula, mentang-mentang Jennings..."
"Tuan Jennings, ya! Dan Tuan Darbishire. Pada kalimat
pertama surat kalian ini, kalian sendiri mengakui bahwa
begitulah sepatutnya kalau menyapa kami."
Kedua anak yang menulis surat itu berpandang-
pandangan dengan sikap bingung. "Yuk, Binns, kita buang-
buang waktu saja bicara dengan mereka ini," kata Blotwell
sambil menuju ke pintu. "Mereka ini sinting. Anak-anak
Kelas Tiga memang sinting semuanya."
Jennings memanggilnya agar kembali, "Katakanlah,
kalian tidak kehilangan potongan-potongan itu," katanya.
"Kalian pasti akan sudah menyelesaikan gambar itu
sekarang. Lalu apa yang akan kalian lakukan hari Minggu
siang nanti?" "Tidak berbuat apa-apa, barangkali," jawab Blotwell
sambil mengangkat bahu. "Nah, itulah!" kata Jennings dengan nada yakin. "Pak
Wilkie selalu marah-marah apabila ada anak mengatakan
padanya bahwa mereka tidak punya kesibukan sama sekali.
Lalu dia akan menyuruh kalian berkeliaran memunguti
kertas bekas pembungkus permen atau pekerjaan menjijikkan lainnya. Jadi kalian mestinya malah berterima
kasih pada kami." "Berterima kasih" Tapi kami masih tetap tidak punya
kesibukan nantinya, jika tidak bisa menyelesaikan teka-teki
gambar itu." "0 ya, kalian akan punya kesibukan. Kalian kan bisa
mencari potongan-potongan yang hilang itu."
Menurut perasaan Blotwell, ada sesuatu yang tidak benar
dalam pernyataan Jennings itu. Tapi ia tidak tahu apa
tepatnya. Dengan perasaan sebal, kedua penggemar teka-teki
gambar itu pergi ke gang. Mereka hendak berunding,
apakah mereka bukan korban dari suatu tipuan yang licik.
Binns menggeleng dengan sedih sambil berkata, "Ck,
Selalu saja begini hasilnya. Kita takkan pernah bisa
menang, menghadapi orang seperti anak-anak dari Kelas
Tiga itu." "Orang"! Anak-anak Kelas Tiga tidak bisa disebut orang--
setidak-tidaknya bukan manusia beradab seperti kita," tukas
Blotwell. Sementara itu lonceng berbunyi, menyuruh anak-
anak berkumpul. "Anak-anak Kelas Satu, mereka tentu saja
baik-baik semuanya. Anak-anak Kelas Dua masih lumayan
apabila tidak suka mencampuri urusan orang lain, tapi yang
selebihnya..." ia mengernyit sebal, "...yang selebihnya busuk
semua. Jika kau ingin tahu pendapatku, anak-anak Kelas
Tiga pada umumnya - apalagi Jennings - adalah wujud
paling hina dari alam hewan, yang pernah dikenal di dunia
ilmu pengetahuan." 0o-dw_kz-ray-o0 9. KECEMASAN TANPA ALASAN
PAK CARTER tidak mengajar pada jam pelajaran
terakhir hari Jumat. Ia memanfaatkan waktu luangnya itu
di ruang guru, menyusun regu-regu untuk pertandingan
cricket siang itu. Ketika lonceng berbunyi tanda Jam pelajaran berakhir,
pintu terbuka dan seorang wanita muda berwajah menarik,
mengenakan seragam perawat, masuk sambil mendorong'meja dorong berisi Perlengkapan untuk minum
teh. "Anda menyelamatkan nyawa saya, Matron," katanya
menyambut kedatangan wanita itu. "Saya memang sudah
kepingin sekali minum teh."
"Saya tidak yakin apakah Anda pantas diberi secangkir,"
jawab Matron bercanda. "Enak-enak duduk di sini,
sementara Pak Wilkins yang malang kerepotan di Kelas
Tiga." Pak Carter tertawa. "Jangan lupa, saya pun kadang-
kadang berurusan dengan mereka!"
Matron mendorong meja dorong dengan perangkat
untuk minum teh itu ke dekat jendela lalu memandang ke
luar. Saat itu sebuah mobil pertanian yang sudah tua dan
penyok-penyok muncul di lapangan bermain lalu berhenti
di situ bersamaan dengan bunyi rem mendecit-decit. "Bu
Thorpe datang lagi," katanya.
Pak Carter menepuk keningnya dengan perasaan cemas.
"Aduh, jangan-jangan babi itu dibawanya lagi kemari!"
"Kelihatannya bukan babi karena terlalu kecil, tapi yang
jelas ia membawa sesuatu."
Pak Carter menghampiri Matron. Mereka berdua
mengamati sementara Bu Thorpe turun dari mobilnya,
memegang sebuah benda pendek berbentuk silinder yang
terbungkus kertas berwarna coklat. Ia memandang
berkeliling, mencari orang yang bisa membantu. Kemudian
ia menggamit, memanggil Rumbelow yang saat itu muncul
dari pintu samping, hendak menuju ke lapangan bermain.
Rumbelow berlari-lari kecil mendatangi tamu itu. Anak
itu berdiri sambil mendengar dan mengangguk-angguk
sementara Bu Thorpe berbicara panjang lebar pada anak itu.
Kata-kata yang diucapkannya tidak bisa didengar oleh
kedua orang yang mengamati di ruang guru. Tapi
nampaknya Bu Thorpe memberikan instruksi-instruksi,
karena akhirnya benda berbungkus kertas coklat itu
disodorkannya pada Rumbelow. Setelah itu ia masuk lagi
ke mobilnya, lalu pergi. "Hadiah untuk seseorang?" Pak Carter mencoba
menebak. "Mungkin untuk Anda, Matron."
"Mana mungkin" Saya tidak bisa membayangkan ada
orang hendak memberikan hadiah pada saya!" Ia berpaling
untuk menuangkan teh ke cangkir-cangkir, sementara Pak
Carter mengambil daftar regu-regu cricket yang sudah
selesai disusun lalu berjalan ke pintu.
Di gang sebelah luar ruang guru, terdengar bunyi
gemuruh seperti ada sekawanan bison berlari menuju
kubangan tempat minum. Bunyi itu menandakan bahwa
anak-anak Kelas Tiga sedang menuruni tangga, untuk
menyiapkan diri bermain cricket. Pak Carter membuka
pintu dan menahan bison yang pertama-tama dilihatnya.
"Ini, ada tugas untukmu, Venables," katanya sambil
menyerahkan daftar yang sudah disusunnya ke tangan anak
itu. "Pasang daftar ini di papan pengumuman di ruang
ganti, sekarang ini juga."
"Ya, Pak, beres, Pak."
"Dan kau berjalan turun ke ruang ganti itu. Usahakanlah
untuk ingat bahwa tangga bukan tempat pemain ski
bertanding lompat jauh."
"Ya, Pak, tentu saja, Pak." Venables memandang
lembaran-lembaran kertas yang ada di tangannya sekilas.
"Bolehkah saya minta beberapa paku payung untuk
memasangkannya di papan, Pak" Selalu saja tidak ada yang
tersisa di situ apabila diperlukan."
Pak Carter mengeluarkan empat buah paku payung
kuningan dari kotak yang terletak di atas rak pendiangan.
"Ini, tiap lembar kaupasang dengan satu paku. Tapi hati-
hati, jangan sampai tercecer di tengah jalan."
Sewaktu Venables sampai di ruang tempat ganti pakaian,
anak-anak sudah berkerumun di sekeliling papan pengumuman, menunggu daftar regu-regu yang akan
dipasang. "Minggir! Minggir!" seru Venables dengan suara keras
sambil menerobos kerumunan itu. "Dan jangan mendorong-
dorong. Bagaimana aku bisa memasangnya jika aku kalian
desak kian kemari!" Papan pengumuman itu dipasang agak tinggi di dinding,
sehingga Venables mengalami kesulitan untuk memakukan
daftar-daftar itu dengan baik. Ia memandang berkeliling,
mencari-cari sesuatu yang bisa dipakai sebagai landasan
berdiri. Ia melihat sebuah bangku di dekat jendela. Bangku
itu diseretnya ke dinding tempat papan pengumuman,
untuk dijadikan tempat berpijak.
Ia baru saja hendak naik ke atas bangku untuk memulai
tugasnya, ketika terjadi sesuatu yang mengalihkan perhatian
anak-anak. Rumbelow masuk ke ruangan itu sambil
mengacung-acungkan sebuah benda pendek berbentuk
silinder yang dibungkus kertas berwarna coklat. Ia
mendesak maju sampai ke bangku sambil berseru-seru,
"Jennings! Jennings! Ada yang melihat Jennings?"
Anak yang dipanggil beringsut maju, menerobos
kerumunan anak-anak. "Aku di sini. Kenapa kaupanggil-
panggil?" "Aku baru saja berjumpa dengan Bu... siapa sih,
namanya" Itu, kau tahu, kan, yang kemari hari Minggu
yang lalu," kata Rumbelow. "Ia menyuruh aku untuk
mengatakan padamu bahwa orang yang memenangkan
hadiah kedua dalam perlombaan bolingmu yang termasyhur itu memberikan hadiah yang diperolehnya
sebagai pengganti babimu yang diberikan padanya."
"Memang begitu seharusnya," kata Temple yang berdiri
di belakang Rumbelow. "Memang tidak pantas jika kedua
hadiah tersebut diambil oleh juara dua, sementara juara
pertamanya tidak mendapat apa-apa."
"Itulah yang dikatakan oleh nyonya itu tadi - kurang
lebih," kata Rumbelow. Disodorkannya bingkisan itu
kepada Jennings. "Nih, ambil!"
Andaikan Jennings masih ingat apa wujud hadiah kedua
itu, ia pasti akan mencari tempat yang lebih sepi sebelum
membuka bungkusan itu. Tapi karena sudah lupa (itu pun
kalau ia pernah ingat apa itu), dibukanya bungkusan itu
dengan perasaan gembira. Tentu saja ia teringat lagi begitu melihat botol berisi
kristal-kristal pengharum air mandi itu. Tapi sudah
terlambat, karena anak-anak yang lain juga sudah sempat
melihat benda apa yang ada dalam bungkusan itu.
Tidak ada yang lucu tentang kristal pengharum air mandi
yang sangat wangi, apabila itu dipandang sebagai bahan
pembersih tubuh. Tapi bagi keempat puluh enam murid
kelas-kelas rendah yang berdesak-desak di sekeliling papan
pengumuman, gagasan untuk menghadiahkan bahan mandi
yang pantasnya untuk wanita kepada seorang anak
bertangan kotor yang menjadi juara dalam perlombaan
boling dengan hadiah babi, itu dianggap sangat menggelikan. Terdengar suara tertawa geli ketika Jennings merobek
kertas pembungkus. Suara tertawa geli itu menanjak
menjadi teriakan-teriakan histeris sewaktu anak-anak
membaca label yang dilekatkan pada botol berisi kristal-
kristal itu. PESONA, begitulah yang tertulis pada label itu: Kristal
Mandi Baru Segar dan Eksotis Menawan. Diramu Khusus
untuk Gadis-gadis Modern.
"Jennings, gadis pesona!" seru anak-anak. Mereka sangat
geli. "Jennings, gadis modern yang diramu khusus! ...Nona
Jennings, Ratu Kecantikan yang segar dan menawan dari
Kelas Tiga... Pilihlah Jennings untuk menjadi Gadis
Tercantik Sejagat!" Anak-anak membentuk lingkaran lalu menari-nari
mengelilingi dengan langkah berjingkat-jingkat, menirukan
rombongan penari balet. Suara tertawa geli berubah menjadi pekik jerit
melengking seperti anak-anak perempuan ketika salah
seorang anak merampas botol itu dari tangan Jennings dan
membuka sumbatnya. Seketika itu juga seluruh ruangan
sudah penuh dengan bau wangi bunga verbena. Beberapa di
antara penari-penari langsung roboh ke lantai pura-pura
pingsan, menirukan gaya gadis-gadis abad yang lalu ketika
mengendus bau yang amat wangi itu. Sedang anak-anak
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang lain menutup hidung mereka rapat-rapat sambil
mengibas-ngibaskan tangan untuk menyingkirkan bau itu.
"Wow! Uap beracun!" kata mereka dengan napas sesak.
"Bau memuakkan! ...Wewangian untuk Jennings Mandi
Malam Hari!" Jennings berdiri saja di tengah kerumunan anak-anak
dengan sikap seakan tidak peduli. Para penari meningkatkan aksi gangguan mereka, berharap Jennings
akan terdorong untuk melakukan pembalasan.
Suara mereka berisik sekali, memekakkan telinga.
Sewaktu mereka sedang ribut-ributnya, Pak Hind masuk
untuk melihat apakah anak-anak sudah siap untuk pergi
bermain cricket. "Diam! Di-am!" seru guru itu sekuat-kuatnya.
Para penari berhenti menandak-nandak, suara-suara
ejekan langsung terputus.
"Keterlaluan! Kalian kira kalian ini sedang main apa?"
kata Pak Hind marah-marah. "Kenapa kalian semua belum
berganti pakaian?" "Kami masih menunggu Venables memasang daftar
regu-regu yang akan main, Pak," kata Bromwich, seakan
itulah yang menyebabkan keributan itu.
Venables masih berdiri di atas bangku dengan paku-paku
payung di tangan yang satu dan lembaran-lembaran daftar
di tangan yang lain. Ia berbalik, menghadap ke papan
pengumuman., Secara tak disengaja ia menjatuhkan paku-
paku payung yang ada dalam genggamannya, sehingga
jatuh berceceran di lantai.
"Maaf, Pak," katanya sambil melompat turun untuk
mengambil paku-paku itu. "Ada yang menyenggol bangku."
Tiga buah paku ditemukannya kembali dengan cepat,
tapi yang keempat seakan lenyap tak berbekas. "Maaf, Pak,"
katanya berulang kali setiap lima detik, sementara ia
meneliti celah-celah di sela papan lantai. "Rupanya
menggelinding entah ke mana."
Pak Hind mengetuk-ngetukkan telapak sepatunya ke
lantai dengan sikap kurang sabar. "Astaga, kau ini
bagaimana"! Kalau begini caranya, waktu mengadakan
undian kalian masih juga belum mulai berganti pakaian."
Diambilnya lembaran-lembaran daftar itu dari tangan
Venables. Tiga di antaranya dipasangnya di papan
pengumuman dengan ketiga paku payung yang ada.
Daftar keempat dibacakannya dengan lantang, sehingga
anak-anak yang disebut namanya tahu mereka dipilih untuk
main dalam regu yang mana.
Sementara itu Jennings mengambil kembali benda
miliknya yang tidak diingininya itu. Botol berisi kristal-
kristal untuk mandi itu terletak di atas bangku tempat
Venables masih berdiri, sedang sumbatnya yang terbuat dari
gelas tergeletak di lantai. Begitu Pak Hind selesai
membacakan isi daftar lembar keempat, Jennings bergegas
meninggalkan ruangan. Ia menyembunyikan hadiah yang
membuatnya malu itu di dalam kotak bekal makanan
kecilnya. Ia menaruhnya di bawah sekali. Benda itu hendak
dibiarkannya berada di situ terus, sampai ia sudah
mengambil keputusan mengenainya.
Darbishire mengajukan saran yang masuk akal. "Kalau
aku, akan kuberikan saja pada Matron," katanya, sewaktu
ia masuk lagi bersama Jennings sehabis bermain cricket.
"Wanita pasti suka kristal pengharum air mandi. Mereka
kelihatannya senang saja badannya. menghamburkan bau
wangi seperti pabrik parfum."
Sebenarnya Matron tidak menyukai bau kristal mandi
dengan parfum bunga verbena. Tapi ia terlalu sopan untuk
mengatakannya berterus terang, sewaktu Jennings datang
ke klinik menjelang saat tidur malam itu. Anak itu sudah
memakai piama. Ia membawa benda berbentuk silinder dan
dibungkus kertas koran. Bungkusan itu disodorkannya pada
Matron, diiringi senyuman berseri-seri.
"Untuk aku" Wah, ini benar-benar kejutan namanya,"
katanya lalu mengucapkan terima kasih. "Tadi siang aku
masih berkata pada Pak Carter, tidak bisa kubayangkan ada
orang memberikan hadiah padaku."
"0, saya sebenarnya tidak bermaksud memberi Anda
hadiah, Matron. Saya tidak membelinya untuk dihadiahkan
pada Anda." Jennings tidak melanjutkan kalimatnya.
Keningnya berkerut. Kata-katanya tadi tidak bisa dibilang halus, katanya
dalam hati. Karenanya ia lantas menyambung, "Maksud
saya, teman-teman semua sependapat bahwa Anda sangat
baik hati, jadi timbul pikiran saya bahwa Anda mungkin
suka menerima suatu hadiah sebagai buktinya. Soalnya,
merknya Pesona, Matron. Untuk Cadis Modern. Ini,
tertulis pada label ini."
"Kau benar-benar baik hati, Jennings." Untuk menunjukkan penghargaannya, Matron membuka sumbat
botol itu dan mengendus isinya. Ia cepat-cepat menarik
kepalanya ke belakang, begitu tercium bau yang begitu
wangi. Sambil memaksa dirinya tersenyum, ia menambahkan, "Sekarang aku tidak punya waktu untuk mencobanya,
karena diundang makan malam di luar. Tapi nanti sebelum
masuk ke tempat tidur, aku mesti mandi. Ya, kan?"
Jennings kembali ke asrama. Ia merasa senang sekali,
karena berhasil menyingkirkan hadiah
yang tidak diingininya itu dengan cara yang menyenangkan orang lain.
Mendingan begitu daripada mencampakkan botol itu ke bak
sampah, katanya dalam hati. Ia merasa yakin, Matron pasti
senang sekali menerima hadiah itu. Itu memang sudah
sepantasnya, karena tidak setiap hari ada orang datang
memberikan ramuan parfum mahal yang diramu khusus
untuk Gadis Modern! Anak-anak yang lain sudah berada di tempat tidur
masing-masing ketika Jennings tiba di Ruang Tidur Empat.
Sementara itu kejadian di ruang ganti pakaian tinggal
merupakan lelucon yang sudah basi. Walau begitu, Temple
tidak bisa menahan diri. Ia berkata, "Halo, Jen! Kau baru
mandi eksotis segar menawan di bak mandi?"
Jennings, menoleh ke arahnya sambil nyengir.
"Mana mungkin"! Aku tidak pernah memakai yang
macam-macam seperti itu," katanya sambil meloncat ke
ranjangnya. "Aku sudah berhasil menyingkirkannya."
Venables menegakkan tubuhnya, duduk di ranjangnya
yang terletak di seberang ruangan. Ia berkata, "Untung saja
kaubuang. Botol itu berbahaya. Ada paku payung di
dalamnya." Jennings bingung. "Paku payung yang mana?"
"Itu, yang terlepas dari tanganku di papan pengumuman.
Jatuhnya ke botolmu yang berisi kristal untuk mandi itu."
"Apa?" "Ya, itu kuingat kemudian, setelah aku tidak bisa
menemukannya di lantai. Aku kan berdiri di atas bangku,
dengan botolmu itu di bawah kakiku. Sumbatnya kan
dibuka, jadi mestinya sewaktu jatuh paku itu langsung
masuk ke situ." "Kau yakin" Barangkali terguling ke tempat lain."
"Tidak mungkin. Aku sudah memeriksa seluruh lantai,
sesudah yang lain-lainnya pada pergi semua. Aku dibantu
oleh Bromwich, dan kami berdua sama sekali tidak
menemukan paku payung di mana pun juga. Jadi sudah
jelas apa yang terjadi. Tapi itu tidak penting. Paku payung
kan murah harganya, tapi aku cuma..."
Venables tidak menyelesaikan kalimatnya, karena
melihat Jennings menatapnya dengan wajah seseorang yang
menggigit kentang yang tidak tahunya masih sangat panas.
"Ada apa, Jen" Kenapa kau begitu?"
Wajah Jennings tetap nampak seperti kesakitan.
"Ada apa?" katanya mengulangi. "Sesuatu yang gawat-
itulah yang terjadi! Aku baru saja memberikan botol itu
kepada Matron! Bukan itu saja, ia berniat hendak
menuangkan isinya ke dalam air mandinya apabila hendak
tidur nanti malam." Anak-anak yang lain memerlukan waktu beberapa saat
untuk menyadari makna ucapan Jennings. Kemudian seisi
Ruang Tidur Empat itu bangkit dengan cepat, terduduk di
tempat tidur masing-masing.
"Ya, aku mengerti maksudmu," kata Venables. "Apakah
yang akan terjadi apabila dia nanti duduk di bak
mandinya?" "Ada paku payung di situ! Wow! Itu sama gawatnya
seperti ada kepiting di kolam renang pada bagian yang
dangkal," kata Temple.
"Bahkan lebih gawat lagi," kata Darbishire. "Kristal-
kristal itu akan menyebabkan air mandi menjadi tidak
jernih lagi. Jadi Matron takkan melihat adanya bahaya itu,
sampai ia mendudukinya."
"Ia pasti akan menyangka kau sengaja melakukannya,"
kata Atkinson menimbrung. "Bisa saja ia kemudian
menganggapnya sebagai lelucon. Tapi lebih besar kemungkinannya ia berpendapat bahwa itu tindakan
sabotase. Pembalasanmu yang kejam untuk omelannya
kemarin malam karena kau menghilangkan pasta gigimu."
Jennings benar-benar bingung saat itu. Kalau dianggap
lelucon, pasti merupakan lelucon yang tidak lucu. Lebih
gawat lagi kalau itu dianggap sebagai pembalasan! Kalau
Matron beranggapan begitu, akan rusaklah suasana ram'ah
yang selalu ada apabila ia mampir sebentar di klinik untuk
mengobrol. Matron takkan pernah mau mempercayainya
lagi. Bukan itu saja, ia pasti akan melaporkannya kepada
Kepala Sekolah, karena berbuat nakal yang keterlaluan!
"Aku harus segera memberitahukan padanya!" serunya
sambil meloncat turun dari ranjang dan mengenakan
sandalnya. Ia bergegas keluar, menuruni tangga lalu
menyusuri gang menuju ke klinik.
Sewaktu ia sudah hampir sampai di pintu, Pak Wilkins
muncul dari balik sudut gang. Ia hendak mendatangi
kamar-kamar tidur di lantai paling atas, untuk menyuruh
anak-anak tidur. "Jennings! Kenapa kau keluar lagi" Ayo, segera kembali
ke kamarmu!" perintahnya.
"Aduh, Pak, saya perlu bertemu sebentar dengan
Matron. Urusan penting!"
"Tidak bisa. Klinik sudah ditutup lima menit yang lalu.
Lagi pula, Matron tidak ada. Dia diundang makan malam
di luar. Baru larut malam nanti ia pulang."
Jennings mendekapkan tangannya ke mulut, karena tiba-
tiba ia teringat lagi. Ya, betul, Matron tadi memang
mengatakan bahwa ia akan keluar malam itu! Jadi apa yang
harus dilakukan sekarang"
"Untuk apa kau ingin bertemu dengan dia?" tanya guru
itu dengan ketus. Sesaat Jennings sudah hendak menjelaskan masalah
yang dihadapinya. Tapi begitu melihat air muka Pak
Wilkins yang galak, ia langsung berubah pikiran. Pak
Wilkins takkan mungkin percaya bahwa hal itu terjadi
secara tak disengaja! Kejadiannya begitu tidak masuk di
akal, sehingga kemungkinannya seribu banding satu bahwa
guru galak itu akan berpendapat, bahwa ada rencana jahat
yang saat itu hendak dilakukan Jennings.
Kalau pada Pak Carter, atau bahkan Pak Hind, Jennings
jelas mau memaparkan masalahnya. Tapi tidak pada Pak
Wilkins. Pak Wilkie bukan tipe orang yang bisa bersimpati
dengan anak Kelas Tiga yang memberikan botol berisi
kristal-kristal mandi yang isinya sangat menyakitkan.
"Kalau begitu sudahlah, Pak. Tidak jadi soal," gumam
Jennings. Ia berbalik, lalu berjalan kembali menyusuri gang.
Keningnya berkerut. "Apa yang terjadi?" tanya teman-temannya, ketika ia
sampai di kamar tidurnya.
"Aku terlambat, dia sudah tidak ada lagi di sana.
Habislah riwayatku sekarang, berkat kau, Venables, anak
kikuk berkaki kidal. Tanganmu kenapa sih, memegang paku
payung saja tidak bisa "!"
Jennings melepaskan sandalnya dengan marah, lalu naik
ke atas ranjangnya. Sebenarnya ia masih hendak berbicara,
tapi itu tidak dimungkinkan oleh kedatangan guru
pengawas yang berkeliling mendatangi kamar-kamar tidur.
Selama beberapa waktu setelah Pak Wilkins pergi, mata
Jennings masih belum bisa terpejam. Ia berbaring dengan
gelisah, sementara otaknya bekerja keras memikirkan jalan
keluar dari kesulitan yang dihadapi. Mungkin ada baiknya
ia menulis surat peringatan dan menyelipkannya ke bawah
pintu kamar Matron, dengan harapan surat itu akan
dilihatnya sewaktu ia pulang nanti. Tapi berbahaya untuk
pergi ke bawah mencari alat-alat tulis sementara guru
pengawas masih berkeliaran di lingkungan asrama; ia harus
menunggu sampai lampu-lampu malam sudah dinyalakan
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di tangga, dan langkah-langkah Pak Wilkins yang berat
sudah tidak terdengar lagi menggema sepanjang gang.
Sementara itu banyak yang perlu dipikirkan. Selama dua
puluh menit selanjutnya, pikiran Jennings sibuk menyusun
isi surat yang cocok. Ia akan membukanya dengan tulisan:
PERINGATAN! HATI-HATI TERHADAP KRISTAL
MANDI! Tentu saja dengan huruf-huruf besar. Kemudian,
di bawahnya: Jangan dipakai, juga dalam keadaan
mendesak, karena ada Bahaya di Dalamnya. Jennings
merasa puas dengan perumusan yang terakhir itu. Kalimat
itu diulang-ulangnya dalam hati, sementara memikirkan
apa yang perlu dituliskan lagi. Ia bisa menambahkan: Di
dalamnya ada paku payung, jadi harap jangan duduk atau
berdiri, tapi ini bukan sabotase seperti yang mungkin Anda
kira. Atau ia bisa juga tidak memberi tambahan itu, tapi
menulis: Saya akan ke tempat Anda besok pagi untuk
menjelaskan segala-galanya. Atau bisa juga ia menulis...
Sementara masih mencari-cari perumusan yang terbaik
untuk isi surat yang akan ditulisnya, Jennings tertidur.
Pukul tujuh keesokan paginya ia terbangun oleh bunyi
bel untuk membangunkan seisi asrama. Ia langsung duduk
lurus-lurus di ranjangnya, sementara pikirannya sudah
terpusat kembali pada kejadian-kejadian malam sebelumnya. Aduh, kenapa ia sampai tertidur pada saat ia
sebenarnya harus siap untuk bertindak"
Jennings begitu jengkel, kepingin rasanya menendang
dirinya sendiri! Dan Venables pun sebenarnya juga perlu
ikut ditendang karena kekikukannya, kata Jennings dalam
hati, sementara ia memandang berkeliling kamar ke arah
keempat temannya yang saat itu nampak bangun dengan
susah payah. Saat itu sudah terlambat untuk mendatangi Matron guna
memberikan penjelasan, apabila ia tadi malam sudah
sempat mandi berendam dalam bak. Ia tentu saja masih bisa
minta maaf. Tapi kecelakaan sudah terjadi, dan pada saat
sarapan nanti Pak Pemberton-Oakes pasti sudah mendengarnya. Dalam pikirannya, Jennings bisa membayangkan adegan
pada saat murid-murid nanti berkumpul di aula: Kepala
Sekolah di belakang mimbar, jangkung dan galak; dengan
mata yang menatap dengan pandangan menusuk ia akan
berkata, "Berdiri, anak yang mencampurkan paku payung
ke dalam kristal-kristal mandi."
Karena ngeri membayangkan kemungkinan itu, Jennings
berseru pada Venables, "He, Venables! Kau nanti kan mau
membela aku, ya" Kau akan berdiri dan menjelaskan
kepada Kepala Sekolah bahwa itu terjadi tanpa disengaja?"
Venables, yang masih setengah tidur, tidak langsung
mengerti. Ketika akhirnya ia sudah cukup sadar untuk
mengingat kembali kejadian malam sebelumnya, ia berkata,
"Aku tidak melihat apa hubungannya dengan aku. Kan kau
yang memberinya kristal-kristal untuk mandi itu - bukan
aku." "Memang, tapi kan kau yang menjatuhkan paku payung
itu ke dalam botol."
"Tapi bagaimana aku bisa tahu apa yang kemudian
kaulakukan dengannya" Jika kau ingin tahu pendapatku..."
"Begini sajalah," kata Jennings buru-buru memotong.
"Kita cepat-cepat berpakaian lalu pergi melihat apakah kita
bisa menemui Matron sebelum dia melaporkan kepada
Kepala Sekolah. Jika kita buru-buru, mungkin saja masih
sempat." Jennings bergegas turun dari ranjangnya lalu dengan
secepat-cepatnya mengenakan pakaian sekolah. "Tidak ada
waktu untuk mencuci badan," gumamnya sambil mengenakan kemeja. Ia begitu terburu-buru, sehingga
kedua kakinya dimasukkan dalam satu lubang celana
dalamnya. Terbuanglah waktu beberapa detik sementara ia
membetulkan kekeliruannya itu.
Akhirnya ia selesai berpakaian. "Ayo!" serunya sambil
memandang ke seberang kamar. Dilihatnya Venables masih
tetap duduk di ranjangnya. Ia masih memakai celana
piamanya. "Aduh, ampun, Ven!" seru Jennings. "Kusangka kau
hendak menolong aku."
Venables menggeliat, menguap, bangkit dari ranjang, lalu
meraih ke kolong untuk mengambil sepatunya. "Baiklah,
tapi jangan kausuruh buru-buru. Aku belum benar-benar
bangun." "Tapi sudah tidak ada waktu lagi," Jennings menandak-
nandak karena tidak sabar. "Matron pasti sangat marah pagi
ini, setelah kejadian yang dialaminya tadi malam. Bisa juga
ia bahkan..." Tapi Venables tidak mendengarkan. Ia berdiri di samping
ranjangnya. Dengan penuh minat diperhatikannya sol
sepatunya. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan
berkata, "He, ini lucu! Benar-benar aneh!"
"Huh! Aku senang mendengar kau mengatakan ada yang
lucu, karena aku tidak berpendapat begitu," kata Jennings
sambil mendengus. "Aku terbenam dalam kesulitan, tapi kau..."
"Tapi ini memang lucu dan aneh. Aku baru saja
menemukan sesuatu," kata Venables memotong. "Paku
payung itu ternyata tidak tercemplung ke dalam botol berisi
kristal-kristal mandi itu. Aku baru saja menemukannya,
tercocok ke sol sepatuku!"
"Apa?" "Sungguh, ini dia, lihatlah!" Venables mencongkel paku
payung itu dengan kuku-kukunya, lalu memperhatikannya
seakan benda itu permata bernilai tinggi. "Rupanya paku ini
jatuh ke lantai dengan ujungnya yang tajam menghadap ke
atas. Lalu ketika aku meloncat turun dari atas bangku, aku
menginjaknya. Dan sejak itu aku berjalan dengan paku ini
tercocok ke sol sepatuku. Pantas aku tidak bisa
menemukannya!" Terdengar bunyi anak-anak tertawa di ketiga ranjang
yang lain. Darbishire, Temple, dan Atkinson geli
mendengar kejadian yang lucu itu.
Jennings tidak ikut tertawa. Kepalanya pusing karena
kaget. Segala kecemasannya mengingat keselamatan
Matron; berguling-guling dengan gelisah di tempat tidur
sampai akhirnya tertidur; segala perkiraan menyeramkan
mengenai hal yang akan dialami pada saat berkumpul
nanti. Padahal semuanya itu ternyata tidak akan terjadi!
Jennings pergi ke tempat baskom-baskom yang berisi air,
dipilihnya sepon yang paling besar, lalu dibasahinya dengan
air dari keran. "Harus kauakui, kejadian ini ada segi lucunya, Jen," kata
Temple yang masih terus tertawa-tawa sambil membereskan tempat tidurnya.
"0 ya, memang sangat lucu!" jawab Jennings dengan
suara tegang. Kemudian dilemparkannya sepon yang basah ke arah
Venables, tepat mengenai hidung anak itu. Venables megap-
megap, menyambar handuk, sementara air dingin
mengucur ke bawah membasahi bagian atas celana
piamanya. ' "Sangat lucu, ya!" kata Jennings mengulangi. "Tapi tidak
selucu tampang Venables sekarang," sambungnya sambil
berjalan ke pintu. 0o-dwkz-ray-o0 10. PERUBAHAN RENCANA AKHIR minggu berikutnya, barulah Jennings dan
Darbishire dibebaskan dari tugas meratakan rumput
lapangan cricket dan merapikan kebun Kepala Sekolah.
"Syukur lelucon ini hampir berakhir," kata Jennings pada
Darbishire ketika untuk terakhir kalinya mereka menarik
alat giling perata rumput pada hari Sabtu pagi. "Aku
rasanya sampai kenal semua lembar rumput di lapangan ini,
dari ujung ke ujung. Dan alat giling brengsek yang
berdentang-dentang di belakang kita seperti bunyi besi tua
satu truk penuh, aku nyaris bisa mendengarnya dalam
tidur." "Mestinya kau mencoba tidak memikirkannya," kata
Darbishire menasihati. "Cobalah berbuat seperti aku,
pikirkan hal-hal yang lain. Itu membuat waktu berjalan
lebih cepat." "Hal-hal lain seperti apa?"
"Hal-hal yang akan datang, yang menyenangkan. Seperti
misalnya saja sesaat yang lalu, aku berpikir jika Pettigrew
sudah melakukan tugasnya Senin lusa, hari Selasa-nya kita
akan bisa mengadakan pameran prangko, di mana
semuanya antre untuk melihat Penemuan-penemuan Ilmiah
Abad Kedua Puluh yang baru, dengan seizin Tuan-tuan
Jennings dan Darbishire."
"Wow! Ya, tentu saja-hari Senin! Aku sampai lupa, itu
sudah sebentar lagi," kata Jennings. "Aku berjanji akan
memberikan uang pada Pettigrew, sebelum ia pulang hari
ini. Sudah kau siapkan uangmu?"
Mulanya mereka dengan enteng berbicara tentang niat
mereka hendak membeli seluruh seri prangko baru itu pada
hari pertama penjualannya. Tapi pada babak masa sekolah
saat itu uang simpanan mereka sudah begitu susut, sehingga
rencana semula terpaksa dilepaskan. Mereka terpaksa harus
puas dengan selembar prangko kelas satu untuk masing-
masing. "Sebenarnya ini malah akan membuat prangko-prangko
itu menjadi semakin langka," kata Jennings menjelaskan,
ketika menyadari mereka harus mengubah rencana mereka
yang semula hebat karena kondisi keuangan yang payah.
"Aku membaca sebuah artikel dalam majalah prangkomu
mengenai kolektor-kolektor cerdik yang memusnahkan
prangko-prangko asli yang langka, dengan maksud agar
yang tersisa menjadi bertambah langka."
"Tapi yang sekarang ini takkan bisa menjadi benar-benar
langka, karena siapa saja bisa membelinya," bantah
Darbishire. "Kecuali anak-anak Kelas Tiga. Setidak-tidaknya, pada
saat mereka nanti bisa membeli, akan sudah terlambat
untuk mendapat cap pos hari Senin - dan cap yang
dibubuhkan setelah hari itu akan mengakibatkan, nilai
prangkonya takkan tinggi."
Meski bersedia membantu, Pettigrew enggan mengalami
kesulitan ketika Jennings menyerahkan uang untuk
membeli prangko-prangko itu padanya sehabis bersekolah
pagi itu. "Asal aku tidak sampai terlambat," katanya sambil
memasukkan uang itu ke dalam sakunya. "Aku ingin tiba di
sini pukul sembilan kurang dua puluh, sehingga masih
punya waktu untuk main cricket di lapangan bermain
sebelum saat kita harus berkumpul."
"Pasti masih banyak waktu tersisa untuk itu," kata
Jennings menenangkan. "Usahakan agar kau sudah ada di
depan pintu pukul setengah sembilan, pada saat kantor pos
dibuka. Naik sepeda dari sana kemari hanya makan waktu
lima menit saja. Kau pasti masih sempat main cricket
sepuas-puas hatimu sebelum lonceng berbunyi pukul
sembilan kurang sepuluh."
Hari Minggu berlalu tanpa ada kejadian yang istimewa.
Pada hari Senin pagi Jennings bangun dengan perasaan
gembira. Tapi Darbishire tidak! Ia bangun dengan kepala yang
terasa agak pusing. "Kurasa sebaiknya kudatangi saja
Matron sehabis sarapan pagi, untuk minta obat sakit
kepala," katanya pada Jennings ketika mereka berdiri
berdampingan menghadapi baskom-baskom tempat mencuci badan, segera setelah lonceng untuk membangunkan anak-anak berbunyi.
"Tidak bisa, karena kita harus melihat dulu prangko-
prangko kita yang baru," kata Jennings. Ia bisa berkata
begitu, karena dia sendiri segar bugar saat itu. "Setelah itu
kau boleh pergi ke klinik. Kan masih banyak waktu untuk
itu. Matron melayani permintaan obat dan macam-macam
lagi sampai saat jam pelajaran pertama dimulai - kadang-
kadang bahkan melampaui batas waktu itu."
"Makin siang makin baik, jika ada kesempatan untuk
menghindari jam pelajaran pertama," kata Darbishire. "Pagi
ini Pak Wilkins akan mengadakan ulangan matematika,
dan kurasa anak yang sakit kepala seharusnya tidak
diperbolehkan ikut."
Ia setuju untuk mengundurkan kepergiannya mendatangi
Matron, karena seperti Jennings, dia juga ingin sekali
melihat prangko terbitan baru itu. Segera setelah anak-anak
Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Malaikat Bangau Sakti 2 Wiro Sableng 103 Hantu Bara Kaliatus Rahasia Sang Geisha 1