Pencarian

Titik Muslihat 9

Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown Bagian 9


si pilot. "Hey, sudah berapa tahun sejak kalian menyelamatkan orang dari
serangan hiu kepala palu?"
Si pilot hanya mengangkat bahunya. "Wah, kami belum pernah menyelamatkan satu
orang pun dari serangan hiu kepala palu sejak berpuluh-puluh tahun."
Tolland lalu berpaling pada Rachel. "Nah. Sudah puluhan tahun. Jangan khawatir."
"Tetapi bulan lalu," si pilot menambahkan, "kami menerima laporan serangan hiu
kepala palu ketika seorang penyelam tanpa perlengkapan khusus mencoba bersahabat
dengan - " "Tunggu!" kata Rachel. "Kau tadi bilang kau belum pernah menyelamatkan seorang
pun sejak berpuluh-puluh tahun."
"Ya," sahut si pilot. "Kami memang belum pernah menyelamatkan satu orang pun
karena biasanya kami terlambat. Hewan-hewan keparat itu senang membunuh dengan
terburuburu." 101 DARI UDARA, garis luar Goya tampak muncul di cakrawala. Dalam jarak setengah
mil, Tolland dapat melihat lampulampu benderang di dek kapalnya yang dinyalakan
salah satu awak kapalnya, Xavia. Ketika dia melihat lampu-lampu itu, dia merasa
seperti seseorang yang letih karena sudah melakukan perjalanan panjang dan
akhirnya berjalan memasuki jalan masuk rumahnya.
"Sepertinya kau tadi bilang hanya ada satu orang yang tinggal di kapal," kata
Rachel yang terlihat herah ketika melihat hampir semua lampu menyala di kapal
itu. "Memangnya kau tidak membiarkan lampu rumahmu menyala ketika kau sendirian di
rumah?" "Satu lampu. Tidak di seluruh rumah."
Tolland tersenyum. Walau Rachel mencoba untuk tenang, dia tahu, Rachel sangat
ketakutan berada di tengah lautan. Dia ingin meletakkan tangannya untuk
merangkul Rachel dan meyakinkannya, tetapi dia tahu, tidak ada yang dapat
dikatakan nya. "Lampu-lampu itu dinyalakan untuk keamanan. Agar kapal tampak
aktif." Corky tertawa. "Takut dengan bajak laut, Mike?"
"Bukan bajak laut. Bahaya terbesar di sini adalah orangorang tolol yang tidak
mengerti cara membaca radar. Pertahanan terbaik supaya tidak tertabrak adalah
dengan memastikan mereka melihatmu."
Corky melongok ke bawah ke arah kapal yang berkilauan itu. "Melihatmu". Kapal
itu tampak seperti kapal dalam karnaval pada malam tahun baru. Tetapi tentu
saja, NBC yang membayar biaya listrikmu."
Helikopter Coast Guard itu melambat dan membelok di sekitar kapal besar yang
terang benderang tersebut, dan si pilot mulai berputar-putar ke arah landasan
heli yang berada di dek buritan. Walau dari udara, Tolland dapat melihat ombak
bergolak dan menggoyang tubuh kapal dengan keras. Ditambatkan pada haluannya,
Goya menghadap ke dalam arus, dan menegang pada jangkar besarnya seperti hewan
besar yang sedang dirantai.
"Kapal ini memang cantik sekali," kata si pilot sambil tertawa.
Tolland tahu ungkapan itu adalah sindiran. Goya itu jelek. "Itu kapal yang
sangat jelek," begitu menurut salah seorang wartawan televisi. Merupakan salah
satu kapal dari tujuh belas kapal SWATH yang pernah dibuat, Small-Waterplane-
Area Twin-Hull Goya ini sama sekali tidak menarik.
Kapal itu benar-benar merupakan dataran yang besar yang mengambang sepanjang
tiga puluh kaki di atas permukaan laut dengan empat penopang besarnya yang
terpasang pada kedua pontonnya. Dari kejauhan, kapal itu tampak seperti panggung
pengeboran minyak yang rendah. Dari dekat, kapal ini terlihat mirip dek kapal di
atas tiang-tiang penyangga. Kamar-kamar para awak kapal, beberapa laboratorium
penelitian, dan anjungan navigasi berada dalam lapisan berjenjang di bagian atas
kapal, sehingga menimbulkan kesan seperti sebuah meja kopi raksasa yang terapung
dengan bangunan dengan berbagai tingkat yang campur aduk.
Walau penampilan Goya kurang rampin g, rancangannya membuat sebagian besar kapal
tersebut berada di atas permukaan air, sehingga meningkatkan stabilitas kapal.
Bagian kapal yang ditopang memungkinkan pembuatan film yang lebih baik, pe-
kerjaan laboratorium yang lebih mudah, dan ilmuwan lebih jarang mabuk laut.
Walaupun NBC mendesak Tolland untuk membiarkan mereka membelikan kapal yang
lebih baru, Tolland menolaknya. Dia tahu, ada banyak kapal yang lebih baik se-
karang, bahkan yang lebih stabil, tetapi Goya sudah menjadi rumahnya selama
hampir satu dasawarsa - kapal tempatnya ber-juang untuk kembali dari kesedihannya
setelah kematian Celia. Terkadang di malam hari, dia masih dapat mendengar suara
Celia yang tertiup angin di dek luar. Kalau hantu itu sudah hilang, barulah dia
akan memikirkan kapal baru.
Belum. KETIKA HELIKOPTER itu akhirnya mendarat di atas dek di buritan Goya yang kokoh,
Rachel hanya merasa separuh lega. Kabar baiknya adalah dia tidak lagi melayang
di atas samudra. Kabar buruknya, dia sekarang berdiri di atas samudra itu
sendiri. Dia berusaha untuk mengatasi perasaan gemetar yang mulai muncul di
kakinya ketika dia turun dari helikopter dan mulai menapaki dek, lalu melihat ke
sekelilingnya. Anehnya, dek itu sangat sempit, terutama dengan sebuah helikopter
bertengger di atas landasannya. Rachel melayangkan pan dangannya ke bagian depan
kapal, dan dia melihat bangunan yang ditumpuk dengan aneh yang merupakan bagian
besar dari kapal itu. Tolland berdiri di samping Rachel. "Aku tahu," katanya dengan suara keras untuk
mengalahkan suara gelombang yang bergolak. "Di televisi kelihatan lebih besar."
Rachel mengangguk. "Dan lebih kokoh."
"Tetapi aku berjanji kapal ini adalah kapal paling aman di laut." Tolland sambil
meletakkan tangannya pada bahu Rachel dan membimbingnya menyeberangi dek.
Kehangatan tangan Tolland lebih menenangkan Rachel daripada apa yang baru saja
dikatakannya. Meskipun demikian, ketika Rachel melihat buritan kapal, dia dapat
melihat ombak bergulung di belakang mereka, seolah kapal itu menghambat jalan
gelom-bang itu. Kita sedang berada di atas sebuah megaplume, pikirnya.
Tepat di bagian paling belakang dari dek itu, Rachel melihat sebuah kapal selam
kecil untuk satu oran g, Triton, digantung pada sebuah mesin derek raksasa.
Triton - dinamai seperti Dewa Laut Yunani - sama sekali tidak tampak seperti
pendahulunya, kapal selam berlapis baja Alvin. Triton memiliki kubah berbentuk
setengah bulat dari bahan akrilik pada bagian depannya, sehingga membuatnya
lebih mirip mangkuk akuarium raksasa daripada sebuah kapal selam. Rachel hanya
dapat membayangkan sedikit hal yang lebih mengerikan dibandingkan menyelam
ratusan kaki ke dalam laut tanpa penghalang di depan wajah selain lapisan
akrilik bening seperti itu. Tentu saja, menurut Tolland, satu-satunya hal yang
tidak menyenangkan saat menumpangi Triton adalah pada saat pertama diturunkan ke
laut - perlahan -lahan dikerek turun melewati pintu di lantai dek yang dapat
dibuka ke bawah, dan bergantungan seperti pendulum dengan jarak tiga puluh kaki
di atas laut. "Xavia mungkin sedang berada di laboratorium hidro," kata Tolland sambil
bergerak menyeberangi dek. "Lewat sini."
Rachel dan Corky mengikuti Tolland melintasi dek yang kokoh. Sementara, pilot
Coast Guard tetap berada di helikopternya dengan perintah tegas tidak boleh
menggunakan radionya. "Coba lihat ini," kata Tolland sambil berhenti di pagar pada tepian kapal.
Dengan ragu-ragu Rachel mendekati pagar tepian. Mereka berada sangat tinggi dari
laut. Permukaan air pasti berjarak tiga puluh kaki di bawah mereka, tetapi
Rachel masih dapat merasa-kan suhu panas dari air tersebut.
"Panasnya seperti air mandi yang hangat," kata Tolland menimpali suara gelombang
yang menderu-deru di sekitarnya. Dia kemudian meraih kotak tombol yang berada di
pagar. "Lihat ini." Dia kemudian menyalakan sebuah tombol.
Sebuah lengkungan sinar yang lebar tersebar ke seluruh permukaan air di bagian
belakang kapal, dan menerangi air dari dalam seperti kolam renang berlampu.
Rachel dan Corky terkesiap bersamaan.
Air di sekitar kapal itu dipenuhi belasan bayangan seperti hantu. Berkeliaran
beberapa kaki di bawah permukaan air yang diterangi cahaya itu, sekumpulan hewan
yang licin dalam bayangan hitam, berenang se jajar melawan arus. Kepala mereka
yang berbentuk palu godam itu berayun ke depan belakang seolah mengikuti irama
zaman prasejarah. "Demi Tuhan, Mike," kata Corky gugup. "Aku senang sekali kaumau berbagi yang
seperti ini dengan kami."
Tubuh Rachel menjadi kaku. Dia ingin melangkah mundur, menjauhi pagar, tetapi
kakinya tidak dapat bergerak. Rachel seperti tersihir oleh pemandangan yang
mengerikan itu. "Luar biasa, bukan?" tanya Tolland. Tangannya berada di atas bahu Rachel lagi
sehingga membuatnya merasa aman. "Me-reka akan berenang di air hangat itu selama
beberapa minggu. Mereka memiliki daya penciuman terbaik di laut yang disebut
enhanced telencephalon olfactory lobes.*7 Mereka dapat mencium bau darah dari
jarak satu mil." Corky tampak meragukan Tolland. "Enhanced telence phalon olfactory lobes"'
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Tolland. Dia kemudian mulai mencari-cari di
dalam wadah aluminum yang berada di dekat tempat mereka berdiri. Setelah
beberapa saat, Tolland menarik seekor ikan kecil yang sudah mati. "Sempurna."
Dia kemudian mengambil pisau dari kotak pendingin dan memotong ikan itu menjadi
beberapa potong. Ikan itu mulai meneteskan darah.
"Mike, demi Tuhan," kata Corky. "Itu menjijikkan." Tolland melempar tubuh ikan
itu ke luar dan jatuh tiga puluh kaki di bawah mereka. Begitu ikan itu menyentuh
air, enam atau tujuh hiu melesat secepat anak panah dan bergumul, saling
berputar dengan ganas. Deretan gigi mereka yang keperakan menghujam ganas ke
tubuh ikan yang berdarah itu.
Dalam sekejap, ikan itu menghilang. Dengan sangat terperanjat, Rachel memutar
tubuhnya dan menatap ke arah Tolland yang sedang memegangi ikan lainnya, ikan
sejenis dengan ukuran yang sama.
"Kali ini, tidak ada darah," kata Tolland. Tanpa memotong ikan itu, dia
melemparkannya ke dalam air. Ikan tersebut ter-cebur, tetapi tidak ada yang
terjadi. Hiu-hiu kepala palu itu seperti tidak melihatnya. Umpan itu menghilang
ke dalam arus, dan sama sekali tidak menarik bagi hiu-hiu tersebut.
"Mereka menyerang hanya berdasarkan aroma," kata Tolland sambil mengajak mereka
menjauh dari pagar. "Kenyataannya, kau dapat berenang di sini dengan sangat aman
- asalkan kau tidak memiliki luka terbuka."
Corky menunjuk luka di pipinya yang baru dijahit. Tolland mengerutkan keningnya.
"Baik. Kau tidak boleh berenang."
102 TAKSI YANG ditumpangi Gabrielle tidak dapat bergerak.
Sambil duduk di dalam taksi yang dihadang penghalang jalan di dekat FDR
Memorial, Gabrielle dapat melihat mobilmobil polisi, ambulans, dan regu pemadam
kebakaran di kejauhan, dan merasa sekumpulan kabut seperti dalam mimpi sedang
menyelimuti kota. Berita yang disiarkan dari radio mulai terdengar dan
mengatakan bahwa mobil yang meledak itu mung-kin berisi seorang pejabat tinggi
negara. Gabrielle mengeluarkan ponselnya, lalu memutar nomor Senator. Dia pasti sedang
bertanya-tanya kenapa Gabrielle begitu lama tidak segera kembali.
Salurannya sibuk. Gabrielle melihat argo taksinya dan mengerutkan keningnya. Beberapa mobil
lainnya yang juga terjebak di sini mulai memutar untuk mencari jalan lainnya.
Si pengemudi taksi menoleh ke belakang dan bertanya. "Kau ingin menunggu"
Biayanya akan mahal sekali."
Gabrielle melihat' mobil petugas di depan sana semakin bertambah banyak
sekarang. "Tidak. Ayo kita berputar saja."
Pengemudi itu menggerutu setuju dan mulai berusaha memutar arah mobilnya dengan
susah payah. Ketika taksi mereka melewati tepi trotoar jalan ketika sedang
berusaha dengan keras untuk berputar, Gabrielle berusaha menelepon Sexton lagi.
Masih sibuk. Beberapa menit kemudian, setelah mengambil jalan memutar yang cukup jauh,
akhirnya taksi itu meluncur menuju C Street. Gabrielle dapat melihat Philip A.
Hart Office Building muncul dari kejauhan. Dia ingin langsung menuju ke
apartemen Senator, tetapi dengan kantornya yang sudah berada di depan mata ....
"Menepilah," katanya cepat kepada si pengemudi. "Di sana. Terima kasih." Dia
menunjuk. Taksi itu kemudian berhenti.
Gabrielle membayar ongkos yang tertera pada argo dan menambahkan sepuluh dolar
lagi. "Bisa menunggu sepuluh menit?"
Si pengemudi menatap uangnya, kemudian jam tangannya. "Jangan lama-lama."
Gabrielle bergegas keluar. Aku akan keluar dalam lima menit.
Koridor dari pualam di gedung perkantoran yang sunyi itu terasa hampir seperti
kuburan pada jam ini. Otot-otot Gabrielle menegang ketika dia bergegas melewati
deretan patung-patung yang tampak serius di jalan masuk di lantai tiga. Mata
mereka yang terbuat dari batu tampak mengikutinya seperti penjaga tak bersuara.
Ketika dia tiba di pintu utama kantor Senator Sexton yang terdiri dari lima
ruangan itu, Gabrielle menggunakan kartu kuncinya untuk masuk. Lobi sekretaris
diterangi lampu yang remang-remang. Setelah menyeberangi bagian depan ruang
kantor itu, Gabrielle memasuki gang dan menuju ke ruangan nya. Dia masuk,
menyalakan lampu neon, dan segera menuju lemari arsipnya.
Dia memiliki seluruh dokumen mengenai pendanaan Earth Observing System NASA,
termasuk berbagai informasi tentang PODS. Sexton pasti akan membutuhkan semua
data tentang PODS yang dimilikinya begitu Gabrielle menceritakan tentang Harper.
NASA berbohong tentang PODS.
Ketika Gabrielle mulai mencari-cari di antara dokumennya, ponselnya berdering.
"Senator?" tanyanya.
"Bukan, Gabs. Ini Yolanda." Suara temannya terdengar tidak seperti biasanya.
"Kau masih berada di NASA?"
"Tidak. Di kantorku."
"Kau menemukan sesuatu di NASA?"
Kau tidak tahu seberapa banyak yang kutemukan. Gabrielle tahu dia tidak boleh
mengatakan apa pun kepada Yolanda hingga dia berbicara dengan Sexton. Senator
pasti memiliki ide khusus untuk menangani informasi itu dengan cara terbaik.
"Aku akan menceritakan tentang hal itu setelah aku berbicara dengan Sexton. Aku
sedang menuju ke tempatnya sekarang."
Yolanda tidak segera menyahut. "Gabs, kautahu hal yang tadi kaukatakan tentang
pendanaan kampanye Sexton dan SFF?"
"Aku sudah bilang padamu aku salah dan - "
"Aku baru saja tahu bahwa dua wartawan kami yang sedang meliput industri pesawat
luar angkasa ternyata juga sedang mengerjakan berita yang sama."
Gabrielle terkejut. "Apa itu artinya?"
"Aku tidak tahu. Tetapi mereka wartawan yang handal, dan mereka kelihatan sangat
yakin kalau Sexton menerima imbalan dari Space Frontier Foundation. Aku pikir
aku harus meneleponmu. Aku tahu, sebelumnya aku sudah bilang kalau gagasan itu
tidak masuk akal. Marjorie Tench sebagai sumber tampak me-ragukan, tetapi dua
wartawan kami ini .... Aku tidak tahu. Tetapi mungkin kaumau berbicara dengan
mereka sebelum kau bertemu dengan Senator."
"Jika mereka begitu yakin, mengapa mereka tidak segera menerbitkannya?" suara
Gabrielle terdengar terlalu membela diri dibandingkan dengan yan g
diinginkannya. "Mereka tidak punya bukti pasti. Senatormu itu tampaknya pandai menutupi
jejaknya." Kebanyakan politisi memang begitu. "Di sana tidak ada apaapa, Yolanda. Aku sudah
bilang padamu, Senator memang menerima uang dari SFF, tetapi semuanya di bawah
ketentuan." "Aku tahu, itu adalah hal yang dikatakan Sexton padamu, Gabs, dan aku tidak
ingin menyatakan mana yang betul dan mana yang salah dalam hal ini. Aku hanya
merasa wajib meneleponmu karena aku tadi berkata agar kau tidak memercayai
Marjorie Tench, tetapi sekarang aku tahu ternyata ada orang selain Tench yang
berpikir bahwa Senator mungkin menerima sogokan. Itu saja."
"Siapa saja wartawan ini?" tanya Gabrielle dengan gusar. "Aku tidak boleh
menyebutkan nama mereka, tetapi aku dapat mengatur pertemuan kalian. Mereka
pandai. Mereka mengerti tentang pendanaan kampanye ...." Yolanda raguragu.
"Kautahu, orang-orang ini sebenarnya percaya kalau sesungguhnya Sexton sudah
tidak punya uang - bahkan bangkrut."
Dalam kesunyian kantornya, Gabrielle dapat mendengar suara Tench yang menuduh
dengan kasar. Setelah Katherine meninggal, Senator menghamburkan uang warisannya
untuk investasi yang hanya memberikan kerugian, kesenangan pribadi, dan membeli
barang-barang yang pada awalnya terlihat menguntungkan, tetapi kemudian berubah
menjadi kerugian yang besar. Enam bulan yang lalu, dia jatuh bangkrut.
"Orang-orang kami itu akan senang berbicara denganmu," kata Yolanda.
Aku bertaruh, mereka akan suka, pikir Gabrielle. "Aku akan meneleponmu kembali."
"Kau sepertinya marah."
"Tidak pernah padamu, Yolanda. Tidak akan perhah pada-mu. Terima kasih."
Gabrielle menutup teleponnya.
TERKANTUK-KANTUK di atas sebuah kursi di koridor yang terletak di luar apartemen


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Senator Sexton di West brooke, seorang penjaga terbangun dengan terkejut karena
suara ponselnya. Dia tersentak dan terbangun di atas kursinya, lalu menggosok
mata-nya, dan mengeluarkan ponsel dari saku jasnya.
"Ya?" "Owen, ini Gabrielle."
Penjaga Sexton itu mengenali suara Gabrielle. "Oh, hai." "Aku harus berbicara
dengan Senator. Maukah kau mengetukkan pintunya untukku" Saluran teleponnya
sibuk." "Ini sudah malam sekali."
"Dia tidak tidur. Aku yakin itu." Gabrielle terdengar cemas. "Ini darurat."
"Darurat lagi?"
"Sama dengan yang tadi. Tolong sambungkan saja, Owen. Ada sesuatu yang sangat
ingin aku sampaikan padanya."
Si penjaga mendesah, dan kemudian berdiri. "Baik, baik. Akan aku ketuk
pintunya." Dia menggeliat, dan berjalan ke pintu apartemen Sexton. "Tetapi aku
melakukan ini hanya karena dia senang ketika aku tadi membiarkanmu masuk."
Dengan enggan, dia menaikkan tinjunya untuk mengetuk.
"Apa katamu tadi?" tanya Gabrielle.
Tangan si penjaga berhenti di udara. "Aku bilang Senator senang aku sudah
membiarkan kau masuk tadi. Kau benar. Itu sama sekali tidak masalah."
"Kau dan Senator membicarakan hal itu?" Gabrielle terdengar terkejut.
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak mengira ...." "Sebenarnya, itu agak aneh juga.
Senator membutuhkan beberapa detik untuk mengingat kau pernah datang ke sini.
Kukira mereka semua agak mabuk."
"Kapan kau berbicara dengannya, Owen?"
"Begitu kau pergi. Ada yang salah?"
Sepi sejenak. "Tidak ... tidak. Tidak apa-apa. Begini, sekarang setelah kupikir-
pikir lagi, sebaiknya kita tidak usah mengganggu Senator sesegera ini. Aku akan
terus mencoba saluran telepon rumahnya, dan kalau aku tidak berhasil, aku akan
meneleponmu kembali, lalu kau boleh mengetuk pin tunya."
Si penjaga hanya memutar bola matanya. "Apa pun yang kau inginkan, Ms. Ashe."
"Terima kasih, Owen. Maaf telah merepotkanmu."
"Tidak apa-apa." Dia menutup teleponnya, dan menjatuhkan dirinya ke atas kursi
untuk tidur lagi. Sendirian di kantornya, Gabrielle berdiri terpaku selama beberapa detik sebelum
menutup teleponnya. Sexton tahu aku tadi berada di dalam apartemennya ... dan
dia tidak mengatakannya padaku"
Keanehan yang terjadi pada malam ini menjadi semakin kelam. Gabrielle ingat
telepon sang senator tadi ketika dia berada di kantor ABC. Gabrielle terkejut
dengan pengakuan sang senator yang muncul tanpa harus dipancing-pancing terlebih
dahulu. Dia mengaku telah bertemu dengan perusahaanperusahaan ruang angkasa dan
menerima uang dari mereka. Kejujurannya itu telah membuat Gabrielle
memercayainya lagi. Bahkan Gabrielle merasa malu. Sekarang, pengakuan Senator
tadi tampak tidak begitu mulia lagi.
Uang yang diberikan tidak terlalu banyak, kata Sexton tadi.
Betul-betul sah. Tiba-tiba, seluruh keragu-raguan yang pernah dirasakan Ga-brielle terhadap sang
senator kembali lagi dalam sekejap.
Di luar, supir taksi membunyikan klaksonnya.
103 ANJUNGAN KAPAL Goya terbuat dari kubus Plexiglas dan terletak dua tingkat di
atas dek utama. Dari situ Rachel mendapatkan pemandangan laut yang gelap seluas
360 derajat, sebuah pemandangan yang mengerikan yang hanya dia pikirkan sesaat
saja. Dia segera menyingkirkan pemandangan itu dan mengembalikan perhatiannya
pada masalah yang ada. Setelah menyuruh Tolland dan Corky menemui Xavia, Rachel bersiap untuk
menghubungi Pickering. Dia sudah berjanji, dia akan menelepon sang direktur
begitu mereka tiba, dan dia sangat ingin tahu apa hasil dari pertemuan Direktur
NRO dengan Marjorie Tench.
Sistem komunikasi digital SHINCOM 2100 yang digunakan kapal Goya, merupakan
sistem komunikasi yang sudah cukup dikenalnya. Dia tahu jika dia menghubungi
direkturnya secara singkat, komunikasinya akan tetap aman, dan tidak sempat
terlacak. Setelah memutar nomor pribadi Pickering, dia menunggu sambil memegangi gagang
telepon SHINCO M 2100 di telinganya. Dia berharap Pickering akan menjawabnya
pada dering pertama. Tetapi saluran itu terus saja berdering.
Dering keenam. Tujuh. Delapan ....
Rachel menatap lautan di sekelilingnya yang gelap gulita. Ketidakmampuannya
untuk menghubungi direkturnya tidak mampu mengalahkan kecemasannya karena berada
di atas lautan. Dering kesembilan. Kesepuluh. Ayo Angkat!
Rachel berjalan hilir-mudik. Ada apa" Pickering selalu membawa teleponnya ke
mana pun, dan dia sudah dengan jelas meminta Rachel agar meneleponnya.
Setelah dering kelima belas, Rachel menutup telepon.
Dengan ketakutan yang semakin besar, dia mengangkat gagang telepon SHINCOM tadi
dan menelepon lagi. Empat deringan. Lima deringan.
Di mana dia" Akhirnya, hubungan itu tersambungkan. Rachel merasa sangat lega, tetapi hanya
sebentar. Tidak ada seorang pun di dalam saluran itu. Yang ada hanya kesunyian.
"Halo," dia menyapa. "Pak Direktur?" Terdengar tiga kali klik dengan cepat.
"Halo?" sapa Rachel lagi.
Terdengar bunyi denging yang keras secara tiba-tiba di telinga Rachel. Dia
menjauhkan alat komunikasi itu dari kepalanya karena kesakitan. Bunyi itu tiba-
tiba berhenti. Sekarang dia dapat mendengar serangkaian nada osilasi yang
berdenyut dengan jarak setengah detik. Rasa bingung di kepala Rachel segera
hilang dan berganti dengan kesadaran. Dan ketakutan.
"Kurang ajar!" Sambil memutar tubuhnya ke arah ruang kontrol, Rachel membanting gagang telepon
itu ke tempatnya. Untuk beberapa saat dia berdiri ketakutan sambil bertanya-
tanya apakah dia memutuskan hubungan tepat pada waktunya.
DI BAGIAN tengah kapal, dua dek di bawahnya, terletak laboratorium hidro kapal
Goya yang merupakan ruang kerja yang luas. Ruangan ini terbagi-bagi oleh meja-
meja dan pembatas di tengah ruangan yang berupa peralatan elektronik, seperti
peralatan gelombang sonar, penganalisa arus laut, tempat cuci, kain pemadam api,
tempat pendingin yang luas untuk menyim-pan sampel, komputer, dan setumpuk peti
untuk menyimpan data penelitian dan persediaan peralatan elektronik lainnya agar
semuanya dapat bekerja dengan baik.
Ketika Tolland dan Corky masuk, Xavia, awak kapal sekaligus ahli geologi di
kapal ini, sedang bersandar sambil menonton televisi. Dia bahkan tidak
memalingkan wajahnya. "Kalian kehabisan uang untuk membeli bir?" serunya. Tampaknya dia mengira yang
datang itu adalah awak kapal lainnya yang tiba-tiba kembali.
"Xavia," kata Tolland. "Ini Mike."
Ahli geologi itu langsung memutar tubuhnya sambil menelan roti sandwich yang
sedang dimakannya. "Mike?" dia terdengar gugup. Xavia jelas tampak heran ketika
melihat Tolland tiba-tiba berada di sini. Dia berdiri, lalu mengecilkan suara
televisi, dan berjalan mendekat sambil masih mengunyah makanannya. "Kukira
kalian adalah awak kapal yang pulang dari minum-minum di bar. Apa yang
kaulakukan di sini?" Xavia adalah seorang perempuan bertubuh besar dan berkulit
gelap dengan suara tajam, dan memiliki pembawaan yang tidak begitu ramah. Dia
menunjuk ke arah televisi yang terus menayangkan siaran ulang film dokumenter
Tolland tentang meteorit yang baru ditemukan itu. "Tidak mau lamalama berada di
atas lapisan es itu, ya?"
Ada sesuatu yang terjadi, kata Tolland dalam hati. "Xavia, aku yakin kau pasti
sudah kenal dengan Corky Marlinson."
Xavia mengangguk. "Sebuah kehormatan bertemu denganmu, Pak," sapanya sok formal.
Corky sedang memerhatikan sandwich di tangan Xavia. "Itu sepertinya enak."
Xavia menatapnya dengan pandangan aneh.
"Aku menerima pesanmu," kata Tolland pada Xavia. "Kau bilang aku membuat
kesalahan dalam presentasiku" Aku ingin membicarakan hal itu denganmu."
Ahli geologi itu menatap Tolland dan tertawa dengan keras. "Karena hal itu kau
kembali" Oh, Mike, demi Tuhan, sudah aku katakan, itu bukan apa-apa. Aku hanya
ingin menggodamu saja. NASA jelas memberimu data lama. Ini tidak penting.
Sesungguhnya, mungkin hanya ada tiga atau empat ahli geologi kelautan saja yang
akan mengetahui kekeliruan itu!"
Tolland menahan napasnya. "Kekeliruan itu, apakah ada hubungannya dengan
chondrules?" Wajah Xavia menjadi pucat karena terkejut. "Ya, ampun. Salah satu dari ahli
geologi itu sudah meneleponmu?"
Tolland menjadi lesu. Chondrules itu. Dia menatap Corky dan kembali ke ahli
geologi kelautan itu lagi. "Xavia, aku harus mengetahui semua yang dapat kau
katakan kepadaku mengenai chondrules ini. Kesalahan apa yang kubuat?"
Xavia menatapnya dengan serius. Sepertinya sekarang dia merasa Tolland sangat
bersungguh -sungguh. "Mike, itu betul betul bukan apa-apa. Aku pernah membaca
artikel kecil di majalah beberapa waktu yang lalu. Tetapi aku tidak mengerti
kenapa kau begitu khawatir mengenai hal seperti itu?"
Tolland mendesah. "Xavia, ini mungkin terdengar aneh, tapi semakin sedikit yang
kau ketahui malam ini, akan semakin baik. Yang kuminta padamu hanyalah katakan
apa yang kau ketahui tentang chondrules itu, kemudian kami akan memintamu untuk
meneliti sebuah sampel batu untuk kami."
Xavia tampak bingung dan agak gelisah karena tidak mengerti. "Baiklah, akan aku
ambilkan artikel itu di kantorku." Dia lalu meletakkan sandwich-nya. di atas
meja dan beranjak ke pintu.
Corky berseru di belakangnya. "Boleh kuhabiskan ini?" Xavia berhenti dan menatap
tamunya dengan ragu-ragu.
"Kaum au menghabiskan sandwich-ku?"
"Yah, aku hanya berpikir kalau kau - "
"Ambil sandwich-mu sendiri" sahutnya sambil terus berlalu.
Tolland tertawa sambil menunjuk ke seberang laboratorium ke arah sebuah kotak
pendingin tempat penyimpanan sampel. "Rak paling bawah, Corky. Di antara kantong
sambuca dan cumi-cumi."
Di luar, di atas dek, Rachel menuruni tangga yang curam dari anjungan dan
berjalan ke arah landasan helikopter. Si pilot Coast Guard sedang tertidur,
tetapi segera bangun dan duduk ketika Rachel mengetuk kaca kokpit.
"Selesai?" tanyanya. "Cepat sekali."
Rachel menggelengkan kepalanya dengan tatapan tegang. "Kau dapat menyalakan
radar daratan dan udara?"
"Tentu, dalam radius sepuluh mil." "Tolong nyalakan."
Dengan pandangan bingung, si pilot menyalakan beberapa tombol dan layar radar
pun menyala. Lengan jarum radar berputar lambat.
"Ada sesuatu?" tanya Rachel.
Si pilot membiarkan jarum itu melakukan putaran penuh beberapa kali. Dia lalu
menyesuaikan beberapa pengendali dan menatapnya. Bersih. "Hanya beberapa kapal
kecil yang berlayar jauh di perbatasan, tetapi mereka menjauh dari kita. Kita
aman. Bermil-mil di kelilingi laut lepas dari segala arah."
Rachel Sexton mengembuskan napas dengan keras, walau dia tidak benar-benar
merasa lega. "Tolong aku, kalau kau melihat apa pun mendekat - kapal, pesawat
udara, apa saja - bisa beri tahu aku segera?"
"Tentu. Semuanya baik-baik saja?"
"Ya. Aku hanya ingin tahu kalau-kalau kita kedatangan tamu."
Si pilot mengangkat bahunya. "Aku akan mengawasi radar, Bu. Jika ada yang
berkedip, kau akan menjadi orang pertama yang mengetahuinya."
Insting Rachel seperti tergelitik ketika dia berjalan menuju ke lab hidro.
Ketika dia masuk, dia melihat Corky dan Tolland sedang berdiri berdua saja di
depan sebuah layar komputer dan mengunyah sandwich.
Corky berseru pada Rachel dengan mulut penuh ketika melihatnya masuk. "Kau mau
makan apa" Sandwich ayam beraroma ikan, sandwich bologna beraroma ikan, atau
sandwich salad telur beraroma ikan?"
Rachel tidak menghiraukan pertanyaan itu. "Mike, seberapa cepat kita dapat
mengambil informasi yang kita butuhkan dan segera pergi dari kapal ini?"
104 TOLLAND BERJALAN hilir-mudik di lab hidro bersama Rachel dan Corky sambil
menunggu Xavia kembali. Kabar tentang chondrules itu sama mencemaskannya dengan
kabar baru yang dibawa Rachel ketika dia berusaha menghubungi Pickering tadi.
Direktur tidak menjawab teleponnya.
Seseorang berusaha untuk mengetahui lokasi kapal Goya.
"Tenang," kata Tolland. "Kita aman. Pilot Coast Guard itu sedang mengamati
radar. Dia pasti akan memeringatkan kita jika ada yang mendekat ke arah Goya."
Rachel mengangguk setuju, walau dia masih tampak cemas.
"Mike, apa ini?" tanya Corky sambil menunjuk ke sebuah layar komputer Sparc yang
sedang menayangkan sebuah gam bar aneh yang terlihat tidak menyenangkan. Gambar
itu berdenyut dan bergolak seperti hidup.
"Acoustic Doppler Current Profiler," sahut Tolland. "Itu gambar arus air dan
temperatur lautan di bawah kapal ini."
Rachel memandangnya dengan serius. " Di atas itukah kita membuang jangkar?"
Tolland harus mengakui, gambar itu tampak mengerikan. Di permukaan, air tampak
bergolak dengan warna hijau kebiruan, tetapi semakin ke bawah, warnanya
perlahan-lahan berubah menjadi merah-jingga yang menakutkan sebagai tanda bahwa
suhu air meningkat. Di dekat dasar, lebih dari satu mil ke bawah, melayang tak
jauh di atas dasar lautan, pusaran topan berwarna merah sedang mengamuk.
"Itu megaplume," kata Tolland.
Corky menggerutu. "Kelihatannya seperti tornado di bawah air.
"Prinsipnya sama. Lautan biasanya lebih dingin dan lebih padat di dekat
dasarnya, tetapi yang terjadi di sini sebaliknya. Air di kedalaman dipanaskan
dan menjadi lebih ringan, sehingga dia naik ke permukaan. Sementara itu
permukaan air lebih berat, sehingga mengalir ke bawah dalam pusaran yang besar
untuk mengisi kekosongan itu. Kau mengalami arus seperti pada saluran pembuangan
di lautan. Ini adalah pusaran air yang besar sekali."
"Lalu benjolan besar di dasar laut itu apa?" tanya Corky sambil menunjuk ke
bagian dataran yang luas di dasar laut di mana sebuah gundukan berbentuk kubah,
menonjol seperti gelembung. Sementara pusaran itu tepat berputar di atasnya.
"Tonjolan itu disebut kubah magma," jelas Tolland. "Di situlah magma mendesak ke
atas dari dasar lautan."
Corky mengangguk. "Seperti jerawat besar." "Bisa dikatakan begitu."
"Dan jika meletus?"
Tolland mengerutkan keningnya, dan mengingat kejadian megaplume yang hebat pada
1986 di Juan de Fuca Ridge. Saat itu magma seberat ribuan ton dengan suhu 1.200
derajat Celsius meledak di dasar lautan secara bersamaan, sehingga memperbesar
intensitas megaplume seketika itu juga. Arus di permukaan laut menguat ketika
pusaran air tersebut meluas dengan cepat ke atas. Apa yang terjadi berikutnya
adalah sesuatu yang Tolland tidak ingin ceritakan kepada Rachel dan Corky malam
ini. "Kubah-kubah magma di Samudra Atlantik tidak meletus," kata Tolland. "Air dingin
yang berputar di atas gundukan itu tetap dingin sehingga mengeraskan kulit bumi,
dan menjaga magma tetap aman berada di bawah lapisan tebal dari bebatuan.
Akhirnya lava di bawah itu menjadi dingin, dan pusaran itu berhenti. Megaplume
biasanya tidak berbahaya."
Corky menunjuk ke sebuah majalah kumal yang terletak di dekat komputer. "Jadi
maksudmu majalah Scientific Ame rican cuma membual?"
Tolland melihat sampul majalah itu, dan mengernyit. Seperti-nya seseorang telah
mengambilnya dari arsip majalah ilmiah lama di kapal ini: Scientific American,
Februari 1999. Sampulnya menunjukkan seorang artis sedang mengendalikan sebuah
super-tanker yang sedang berputar tak terkendali dalam pusaran besar di lautan.
Judulnya artikel itu: MEGAPLUME - RAKSASA PEMBUNUH DARI KEDALAMAN LAUTAN"
Tolland menertawakannya. "Sama sekali tidak relevan. Artikel ini membicarakan
ten tang megaplume yang terjadi di area gempa bumi. Itu adalah hipotesis populer
tentang Segitiga Bermuda beberapa tahun yang lalu sehingga menjelaskan bagaimana
kapal-kapal itu bisa raib. Secara teknis, jika ada semacam bencana geologis di
dasar lautan, yang tidak bisa terdengar dari atas sini, kubah itu dapat meletus,
dan pusaran air itu bisa menjadi cukup besar untuk ... yah, kalian tahulah ...."
"Tidak, kami tidak tahu," sahut Corky.
Tolland menggerakkan bahunya. "Naik ke permukaan." "Hebat sekali. Kami senang
kauajak ke sini." Xavia masuk sambil membawa beberapa lembar kertas. "Sedang mengagumi megaplume?"
"Oh, ya," kata Corky bernada sarkastis. "Mike baru saja mengatakan kepada kami
bagaimana jika gundukan kecil itu meletus, dan kita semua akan terbawa pusaran
arus di sebuah pembuangan air yang sangat besar."


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pembuangan air?" tanya Xavia dengan tawa dingin. "Lebih tepat jika dikatakan
tersedot masuk ke dalam toilet terbesar di dunia."
DI LUAR, di atas dek Goya, pilot helikopter Coast Guard dengan waspada mengawasi
layar radar EMS. Sebagai seorang pilot penyelamat, dia sering melihat sin ar
ketakutan di mata banyak orang. Rachel Sexton jelas ketakutan ketika dia
memintanya agar berjaga-jaga kalau-kalau mereka menerima tamu di Goya.
Tamu semacam apa yang diduganya akan datang" Dia bertanya-tanya.
Dari yang dapat dilihat si pilot, laut dan udara sejauh sepuluh mil dari segala
arah tidak menunjukkan apa pun yang aneh. Terlihat sebuah kapal nelayan berjarak
delapan mil. Tak lama kemudian sebuah pesawat terbang biasa melintasi tepian
medan radar mereka, tetapi menghilang lagi ke arah tujuan yang tidak diketahui.
Si pilot mendesah. Sekarang dia menatap lautan yang bergolak di sekitar kapal
itu. Sensasinya menakutkan - seolah mereka sedang berlayar, bukannya membuang
jangkar. Dia kembali menatap layar radar dan mengamati. Dengan waspada.
105 DI ATAS Goya, Tolland sekarang sudah memperkenalkan Rachel pada Xavia. Ahli
geologi yang sedang bertugas di kapal itu tampak semakin bingung dengan
rombongan aneh yang sekarang berdiri di hadapannya dalam lab hidro. Selain itu,
keinginan Rachel untuk segera melaksanakan pengujian dan kemudian pergi dari
kapal ini secepat mungkin semakin membuat Xavia menjadi tidak tenang.
Jangan terburu-buru, Xavia, Tolland menenangkannya.
Kami harus mengetahui segalanya.
Sekarang Xavia berbicara, suaranya terdengar kaku. "Dalam film dokumentermu,
Mike, kau bilang gelembung -gelembung metalik yang ada di dalam batu ini hanya
dapat terjadi di ruang angkasa."
Tolland mulai merasakan getar ketakutan. Chondrules hanya terbentuk di ruang
angkasa. Itu yang dikatakan NASA padaku.
"Tetapi menurut catatan ini," kata Xavia sambil memegangi lembaran-lembaran
kertas di tangannya, "hal itu tidak sepenuh -nya benar."
Corky melotot. "Tentu saja itu benar!"
Xavia menggerutu pada Corky dan melambaikan catatannya. "Tahun lalu, seorang
ahli geologi muda bernama Lee Pollock dari Drew University, menggunakan sebuah
robot maritim jenis baru untuk mengambil sampel kulit bumi di dasar lautan
Pasifik. Di daerah Mariana Trench, dia menarik sebongkah batu lepas yang
ternyata mengandung ciri-ciri geologis yang belum pernah dilihatnya. Ciri-ciri
itu sangat serupa dengan penampilan chondrules ini. Dia menyebutnya 'plagioclase
stress inclusions - gelembung-gelembung metal kecil yang tampaknya terkumpul
kembali selama lautan dalam mengalami tekanan. Dr. Pollock kagum karena
menemukan gelembung-gelembung metalik di dalam batu lautan sehingga kemudian dia
menyusun sebuah teori unik untuk menjelaskan keberadaan mereka."
Corky menggerutu. "Kukira dia memang harus begitu." Xavia mengabaikannya. "Dr.
Pollock mengatakan batu itu terbentuk di lingkungan laut yang sangat dalam di
mana tekanan yang ekstrem mengubah ben tuk fisik batu tersebut, dan memungkinkan
metal-metal yang berlainan melebur menjadi satu."
Tolland mempertimbangkannya. Marina Trench letaknya tujuh mil di dasar laut,
salah satu daerah yang betul-betul belum tersentuh di planet ini. Hanya sedikit
mesin robot yang mampu menjelajah sedalam itu, dan kebanyakan mesin tersebut
rusak sebelum mereka tiba di dasar. Tekanan air di palung laut sangat besar - 18
ribu pon per inci persegi, diban dingkan dengan 24 pon di permukaan lautan. Para
ahli kelautan masih memiliki pengetahuan yang sedikit tentang berbagai kekuatan
geologis di dasar lautan. "Jadi, Pollock berpikir Marina Trench dapat mem
-bentuk bebatuan dengan ciriciri seperti chondrules?"
"Ini sebuah teori yang sangat tak jelas," sahut Xavia. "Bahkan, teori itu tidak
pernah benar-benar dipublikasikan. Kebetulan saja aku menemukan catatan pribadi
Pollock di internet bulan lalu ketika sedang meneliti interaksi cairan batu
untuk pertunjukan megaplume kita yang akan datang. Kalau tidak begitu, aku tidak
akan pernah mendengar tentang hal itu."
"Teori itu tidak pernah dipublikasikan karena itu menggelikan," sahut Corky.
"Kau membutuhkan panas untuk membentuk chondrules. Tidak mungkin tekanan air
dapat memben tuk susun-an kristal dari sebuah batu."
"Tekanan," Xavia balas menyerang, "merupakan satusatunya penyumbang terbesar
dari perubahan geologis di bumi ini. Memangnya kau tidak pernah mendengar
sesuatu disebut batu metamorfosisi Geologi 101?"
Corky menggerutu. Tolland mengakui, Xavia benar. Walau panas dapat berperan dalam beberapa
perubahan st ruktur geologi bumi, tetapi perubahan struktur pada bebatuan juga
dapat terbentuk oleh tekanan yang ekstrem. Hebatnya, batu-batu yang tertanam di
kulit bumi berada di bawah tekanan yang begitu besar sehingga mereka lebih
bersifat seperti cairan gula yang kental daripada seperti batu keras, menjadi
elastis, dan mengalami perubahan kimiawi ketika hal itu terjadi. Walau demikian,
teori Dr. Pollock ini masih tampak seperti gambaran kasar.
"Xavia," kata Tolland. "Aku belum pernah mendengar tekanan air sendiri dapat
mengubah sebuah batu secara kimiawi. Kau kan seorang ahli geologi, bagaimana
pendapatmu?" "Menurutku," sahut Xavia sambil membalik-balik catatannya, "sepertinya tekanan
air bukanlah satu-satunya faktor." Akhirnya Xavia menemukan sebuah bagian yang
dicarinya, lalu mem-bacakan catatan Pollock kata per kata. '"Lapisan permukaan
bumi di Marina Trench, yang sudah berada di bawah tekanan hidrostatis yang luar
biasa, dapat menerima tekanan lebih besar lagi dari kekuatan tektonik pada zona
subduction di area tersebut.'"
Tentu saja, kata Tolland dalam hati. Marina Trench, selain berada dalam tekanan
di bawah air sedalam tujuh mil, merupakan sebuah zona subduction - area terjadinya
tekanan di mana lempeng Samudra Pasifik dan Samudra Hindia bergerak mendekati
satu sama lain dan kemudian bertabrakan. Gabungan tekanan di Marina Trench dapat
menjadi besar sekali, dan karena area tersebut begitu jauh dan berbahaya untuk
dipelajari, maka jika di sana ada chondrules, kemungkinan untuk mengetahuinya
sangatlah tipis. Xavia terus membaca. '"Gabungan hidrostatis dan tekanan tektonik ini dapat
berpotensi menekan kulit bumi menjadi sebuah keadaan yang elastis atau setengah
cair, sehingga memungkinkan elemen yang lebih ringan melebur menjadi struktur
seperti chondrules yang sebelumnya diduga hanya dapat terjadi di ruang angkasa."
Corky memutar bola matanya. "Tidak mungkin."
Tolland menatap Corky. "Apakah ada penjelasan lain untuk chondrules pada batu
yang ditemukan Dr. Pollock?"
"Mudah saja," kata Corky. "Pollock telah menemukan meteorit yang sesungguhnya.
Pollock mungkin tidak menduga batu tersebut adalah sebongkah meteorit karena
kulit fiisinya sudah terkikis karena sudah lama terendam di dalam air, sehingga
tampak seperti batu biasa." Corky berpaling pada Xavia. "Aku mengira Pollock
tidak cukup pandai untuk mengukur kandungan nikelnya, bukan?"
"Sebenarnya, perkiraanmu itu salah," sahut Xavia balas me-nyerang sambil
membalik-balik catatannya lagi. "Pollock menulis: 'Aku terkejut ketika menemukan
kandungan nikel dalam sampel ini berada di dalam nilai kisaran tengah yang tidak
terlalu sama dengan yang biasanya ditemukan dalam batu-batu dari luar angkasa.'"
Tolland dan Rachel saling berpandangan dengan heran. Xavia terus membaca.
'"Walau jumlah kandungan nikel dalam batu ini tidak berada di dalam rentang
kisaran tengah yang biasanya diterima untuk ukuran batu meteorit asli, tetapi,
anehnya kandungan nikel dalam batu ini mendekati kisaran tengah tersebut."
Rachel tampak bingung. "Seberapa dekat" Apakah ada kemungkinan batu itu
sebenarnya adalah meteorit yang disalahtafsirkan sebagai batu laut?"
Xavia menggelengkan kepalanya. "Aku bukan ahli petrologi kimia, tetapi yang
kutahu, ada banyak perbedaan kimiawi antara batu yang ditemukan Pollock dengan
meteorit yang sesungguh-nya.
"Apa perbedaan itu?" desak Tolland.
Xavia mengalihkan perhatiannya pada sebuah gambar di dalam catatannya. "Menurut
yang ada di sini, salah satu perbedaan berada dalam struktur kimiawi chondrules
itu sendiri. Tampaknya perbedaan itu ada pada rasio titanium/zirkonium. Rasio
titanium/zirkonium di dalam chondrules pada sampel lautan memperlihatkan
zirkonium yang sangat sedikit." Xavia kemudian menatap tamu-tamunya. "Hanya dua
parts per million." "Dua ppm?" tanya Corky dengan cepat. "Chondrules di meteorit memiliki jumlah
ribuan kali dari itu!"
"Tepat," sahut Xavia. "Karena itulah Pollock berpendapat bahwa sampel chondrules
yang ditemukannya itu tidak berasal dari angkasa luar."
Tolland mencondongkan tubuhnya ke arah Corky dan ber-bisik, "Apakah NASA pernah
mengukur rasio titanium/ zirkonium pada batu di Milne?"
"Tentu saja tidak," sembur Corky. "Tidak seorang pun yang akan mengukurnya. Itu
sepert i melihat sebuah mobil dan mengukur kandungan karet dalam bannya untuk
meyakinkan matamu bahwa apa yang sedang kaulihat itu adalah sebuah mobil!"
Tolland mendesah berat, lalu menatap Xavia lagi. "Jika kami memiliki sebuah
sampel batu dengan chondrules di dalamnya, dapatkah kau melakukan pengujian
untuk meyakinkan apakah chondrules yang ada pada sampel kami itu adalah
chondrules angkasa luar atau ... hanya salah satu dari batu yang mengalami
tekanan di kedalaman laut seperti yang ditemukan Pollock?"
Xavia mengangkat bahunya. "Kukira bisa. Keakuratan microprobe elektron di kapal
ini cukup memadai. Ada apa ini sebenar-nya.
Tolland berpaling pada Corky. "Berikan padanya."
Corky dengan enggan mengeluarkan sampel tersebut dari sakunya dan mengulurkannya
pada Xavia. Alis Xavia mengerut ketika dia mengambil cakram batu itu. Dia melihat kulit
fusinya dan kemudian fosil yang menempel pada batu itu. "Tuhanku!" serunya.
Kepalanya tersentak ke atas. "Ini bukan bagian dari ...?"
"Ya," sahut Tolland. "Sayangnya, itu memang bagian dari batu meteorit yang tadi
kau tonton di televisi."
106 SENDIRIAN DI dalam kantornya, Gabrielle Ashe berdiri di depan jendela sambil
bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya setelah ini. Kurang dari satu jam
yang lalu, dia meninggalkan gedung NASA dengan perasaan penuh semangat untuk men
-ceritakan informasi tentang kebohongan Chris Harper kepada sang senator.
Sekarang, dia merasa tidak terlalu yakin.
Menurut Yolanda, dua wartawan independen ABC men duga Sexton menerima suap dari
SFF, sementara itu dia baru tahu bahwa Sexton sebenarnya tahu dia telah
menyelinap masuk ke apartemennya, namun tidak mengatakan apa-apa tentang hal
itu. Ada apa sebenarnya"
Gabrielle mendesah. Taksinya sudah lama pergi, dan kalaupun dia menelepon taksi
lainnya dalam beberapa menit lagi, dia tahu dia harus melakukan sesuatu
sebelumnya. Beranikah aku mencoba melakukan ini"
Gabrielle mengerutkan keningnya karena dia tahu dia tidak punya pilihan lain.
Sekarang dia tidak tahu lagi siapa yang dapat dipercayainya.
Gabrielle melangkah keluar kantornya, lalu berjalan menuju ke lobi sekretaris
kemudian memasuki koridor lebar di seberangnya. Dari kejauhan, dia dapat melihat
pintu besar dari kayu ek milik kantor Sexton yang diapit dua bendera besar -
bendera Amerika di sebelah kanan dan bendera negara bagian Delaware di sebelah
kiri. Pintu kantor itu, seperti umumnya kantor-kantor senat di gedung ini,
diperkuat dengan baja dan diamankan dengan kunci konvensional, tombol kunci
masuk elektronik, dan sistem alarm.
Gabrielle tahu jika dia masuk, walau hanya beberapa menit, semua pertanyaannya
akan terjawab. Sekarang ketika dia bergerak ke arah pintu yang diamankan dengan
ketat itu, Gabrielle tidak pernah membayangkan akan menembusnya. Tetapi dia
memiliki rencana lain. Sepuluh kaki dari kantor Sexton, Gabrielle membelok tajam ke kanan dan memasuki
kamar kecil untuk perempuan. Dia kemudian menyalakan lampu yang memantulkan
sinar menyilaukan di keramik putih yang melapisi ruangan itu. Ketika matanya
sudah mampu menyesuaikan diri, Gabrielle berhenti sejenak untuk melihat pantulan
dirinya pada cermin. Seperti biasanya, bayangan dirinya tampak lebih lembut
daripada yang diharap-kannya. Hampir terlalu lembut. Padahal dia selalu merasa
dirinya lebih kuat dari penampilannya.
Kau yakin kau siap melakukannya"
Gabrielle tahu Sexton sangat menunggu kedatangannya untuk mendengar laporan
lengkap tentang keadaan PODS. Celakanya, Gabrielle sekarang sadar dirinya betul-
betul sedang diperdaya atasannya malam ini. Gabrielle Ashe tidak suka diperalat.
Senator telah merahasiakan sesuatu padanya malam ini. Pertanyaannya adalah,
seberapa banyak. Gabrielle tahu, jawabannya terdapat di dalam kantor Sexton -
tepat di sebelah dinding kamar kecil ini.
"Lima menit," seru Gabrielle keras untuk mengumpulkan kekuatan hatinya.
Sekarang dia bergerak ke ruangan untuk menyimpan persediaan kamar mandi, lalu
mengulurkan tangannya, dan meraba-raba kusen di atas pintu itu. Sebuah kunci
terjatuh ke lantai. Petugas kebersihan di gedung Phillip A. Hart merupakan
pegawai federal dan setiap kali ada pemogokan atau semacamnya, mereka kerap
membiarkan kamar kecil itu tanpa tisu toilet atau tampon selama beberapa minggu.
Para pegawai perempuan di kantor Sexton, karena bosan harus mencari-cari tisu
atau tampon saat sedang memerlukannya, berhasil mengatasi masalah itu sendiri.
Mereka memiliki kunci cadangan untuk membuka ruang penyimpanan yang bisa
digunakan saat keadaan "darurat".
Malam ini juga bisa dibilang darurat, pikirnya.
Dia membuka ruang penyimpanan itu.
Bagian dalamnya sesak, dipenuhi botol-botol cairan pembersih, alat pel, dan rak-
rak yang berisi persediaan tisu. Sebulan yang lalu,ketika Gabrielle sedang
mencari kertas tisu, dia menemukan sesuatu yang tidak biasa. Karena Gabrielle
tidak dapat meraih kertas tisu itu pada rak teratas, dia lalu menggunakan gagang
sapu untuk menyodok sebuah gulungan kertas tisu hingga jatuh. Saat itu, secara
tidak sengaja dia juga menyodok langit-langitnya. Ketika memanjat untuk
memperbaiki tegel langit-langit itu, Gabrielle terkejut karena dapat mendengar
suara Senator Sexton. Dengan sangat jelas. Dari gema yang terdengar, Gabrielle tahu Senator sedang berbicara dengan dirinya
sendiri ketika sedang berada di kamar mandi pribadinya yang terdapat di dalam
kantornya dan sepertinya hanya dipisahkan oleh lemari penyimpanan di kamar mandi
perempuan dan sesuatu yang tidak lebih dari tegel langit -langit dari fiberboard
yang dapat dilepaskan dengan mudah.
Sekarang, dia kembali ke kamar kecil itu untuk mencari sesuatu yang jauh lebih
penting daripada sekadar kertas toilet. Gabrielle melepaskan sepatunya, memanjat
rak, menyodok lapisan langit -langit dari papan fiber itu, dan mengangkat
tubuhnya naik ke atas. Keamanan nasional yang payah, pikirnya sambil bertanya-
tanya berapa banyak hukum negara bagian dan federal yang telah dilanggarnya
malam ini. Gabrielle menurunkan tubuhnya melalui langit-langit di atas kamar mandi pribadi
Sexton, meletakkan kakinya yang berstoking di atas tempat cuci tangan dari
porselen yang terasa begitu dingin, dan kemudian menjatuhkan dirinya ke atas
lantai. Sambil menahan napas, Gabrielle keluar dari kamar mandi dan menuju ke
kantor pribadi Sexton. Permadani oriental di kantor itu terasa begitu lembut dan hangat.
107 TIGA PULUH mil jauhnya dari Goya, sebuah helikopter tempur Kiowa berwarna hitam
menerobos kerimbunan pucukpucuk pohon pinus di utara Delaware. Delta-One
memeriksa koordinat kemudian menguncinya pada sistem navigasi otomatis helikop-
ternya. Walau peralatan transmisi yang digunakan Rachel di atas kapal Goya dan ponsel
Pickering diberi kode sandi untuk melindungi isi komunikasi mereka, tetapi
menyadap isi pembicaraan mereka bukanlah tujuan Delta Force ketika mendeteksi
panggilan telepon Rachel dari lautan. Mendeteksi posisi si penelepon lah yang
menjadi tujuannya. Global Positioning Systems (GPS) dan triangulasi
terkomputerisasi membuat penentuan koordinat transmisi sambungan telepon
tersebut menjadi lebih mudah dideteksi daripada membongkar sandi dalam
percakapan mereka. Delta-One selalu merasa geli ketika berpikir sebagian besar pengguna ponsel
tidak tah u kalau setiap kali mereka menggunakan ponselnya, pos mata-mata
pemerintah, jika memang diperlukan, dapat mendeteksi keberadaan mereka dan
daerah sekitarnya hingga sepuluh kaki di mana pun di planet ini - satu kekurangan
kecil yang tidak diumumkan pabrik ponsel apa pun. Malam ini, setelah Delta Force
mendapatkan akses untuk menerima frekuensi ponsel William Pickering, mereka
dapat dengan mudah melacak koordinat telepon yang masuk.
Sekarang Delta-One terbang langsung ke arah target mereka, dan mendekat hingga
jarak dua puluh mil. "Persenjataan sudah siap?" tanya Delta-One sambil menoleh
ke arah Delta-Two yang sedang mengoperasikan radar dan sistem senjata..
"Ya. Sedang menunggu sampai radius lima mil."
Lima mil, pikir Delta-One. Dia harus menerbangkan burung ini hingga memasuki
cakupan radar milik sasarannya agar sistem persenjataan Kiowa dapat bekerja
dengan lebih efektif. Dia yakin seseorang di atas kapal Goya pasti sedang dengan


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cemas mengamati langit. Dan karena tugas DeltaForce saat ini adalah menghabisi
sasaran tanpa memberi mereka kesempatan untuk meminta tolong lewat radio,
DeltaOne sekarang harus mendekati mangsanya secara tiba-tiba hingga mereka
terkejut dibuatnya. Lima belas mil dari targetnya, dan masih dalam jarak aman dari pantauan radar
mereka, tiba-tiba Delta-One membelokkan Kiowa lima derajat ke barat. Dia
kemudian menaikkan Kiowa hingga ketinggian tiga ribu kaki, ketinggian yang bisa
dicapai sebuah pesawat kecil, dan mengubah kecepatannya menjadi seratus sepuluh
knot. Di atas dek Goya, radar di helikopter Coast Guard mengeluarkan bunyi "bip" satu
kali ketika sebuah kontak baru memasuki perimeter radarnya dalam radius sepuluh
mil. Si pilot menegakkan duduknya, lalu mengamati layar. Kontak itu tampaknya
dari sebuah pesawat kargo kecil yang mengarah ke barat menuju pantai.
Mungkin menuju Newark. Walau jejak pesawat itu kini dapat dibilang akan membawanya masuk sejauh empat
mil dari Goya, jalur pesawat itu sepertinya kebetulan saja. Walau begitu dengan
tetap waspada, pilot Coast Guard tersebut mengamati titik berkedip yang bergerak
lambat dalam kecepatan seratus sepuluh knot dan membentuk garis menyeberangi
sisi kanan layar radarnya. Pada titik terdekatnya, pesawat itu berada di empat
mil di sebelah barat. Seperti yang diduganya, pesawat itu terus bergerak - menjauh
dari Goya. 4,1 mil, 4,2 mil. Pilot itu mengembuskan napasnya, dan menenangkan diri.
Lalu hal yang paling aneh terjadi.
"PERSENJATAAN SEKARANG sudah diaktifkan," seru Delta-Two sambil mengacungkan
jempolnya dari kursi pengendali senjatanya di sisi pesawat tempur Kiowa.
"Senapan pembom-bardir, gangguan suara termodulasi, dan gelombang penutup, semua
telah dinyalakan dan dikunci."
Delta-One menerima petunjuk yang diberikan mitranya, lalu membelok ke kanan
dengan cepat, sehingga pesawat mereka lurus menuju Goya. Manuver ini akan
mengacaukan radar kapal. "Ini jelas lebih bagus daripada tumpukan kertas timah!" seru Delta-Two.
Delta-One setuju. Pengacauan radar ditemukan pada masa Perang Dunia II ketika
seorang pilot Inggris yang cerdik melemparkan tumpukan -tumpukan jerami yang
dibungkus dengan kertas timah ke luar pesawatnya ketika melarikan diri dari
serangan musuhnya. Radar Jerman menemukan begitu banyak benda yang terdeteksi
sehingga mereka tidak tahu yang mana yang harus mereka tembak. Sejak saat itu
teknik tersebut telah dikembangkan dengan pesat.
Sistem pengacau radar yang terpasang di helikopter Kiowa adalah salah satu
senjata tempur militer elektronik yang paling mematikan. Dengan memancarkan
gangguan ke atmosfer di atas koordinat target tertentu, Kiowa dapat menghapus
fungsi mata, telinga, dan suara target mereka. Beberapa saat yang lalu, semua
layar radar di atas kapal Goya langsung mati. Pada saat awak kapal menyadari
mereka harus meminta bantuan, mereka tidak akan dapat mengirimkan berita apa
pun. Di atas kapal, semua perangkat komunikasi yang digunakan adalah gelombang
radio atau gelombang mikro - bukan saluran telepon permanen. Jika Kiowa berada
cukup dekat dengan kapal tersebut, maka semua sistem komunikasi Goya akan
berhenti berfungsi, dan alat pembawa sinyal mereka akan terdistorsi oleh awan
tak terlihat berupa gangguan termal yang dipancarkan alat yang berada di depan
Kiowa seperti lampu sorot yang, menyilaukan.
Isolasi sempurna, pikir Delta-One. Mereka tidak punya pertahanan lagi.
Target mereka sungguh beruntung dan cerdas karena berhasil selamat dari Milne
Ice Shelf, tetapi hal itu tidak akan terulang lagi. Ketika Rachel Sexton dan
Michael Tolland memilih untuk meninggalkan pantai, mereka tidak tahu kalau itu
adalah sebuah pilihan yang sangat buruk dan ini akan menjadi keputusan buruk
mereka yang terakhir. Di dalam Gedung Putih, Zach Herney merasa pusing ketika dia duduk di atas tempat
tidurnya sambil memegang gagang telepon. "Sekarang" Ekstrom ingin berbicara
dengan ku sekarang"' Herney menyipitkan matanya ketika melihat jam di samping
tempat tidurnya, pukul 3:17 pagi.
"Ya, Pak Presiden," sahut sang petugas komun ikasi. "Menurutnya ini darurat."
108 KETIKA CORKY dan Xavia berdiri berdekatan di atas microprobe elektron untuk
mengukur kandungan zirkonium di dalam chondrules, Rachel mengikuti Tolland
menyeberangi laboratorium menuju ke ruangan sebelah. Di sini Tolland menyalakan
sebuah komputer lainnya. Tampaknya ahli kelautan itu ingin memeriksa satu hal
lain lagi. Ketika komputer itu mulai menyala, Tolland berpaling ke arah Rachel. Mulutnya
terbuka seolah dia ingin mengatakan sesuatu. Tetapi dia berhenti.
"Ada apa?" tanya Rachel. Dia merasa heran betapa dirinya begitu terpikat dengan
lelaki ini, walau di tengahtengah segala kekacauan yang terjadi di sekitar
mereka. Rachel berharap dia dapat menghentikan semuanya dan dapat bersama
Tolland - beberapa menit saja.
"Aku harus minta maaf," kata Tolland dengan tatapan menyesal.
"Untuk apa?" "Di atas dek tadi" Hiu-hiu kepala palu" Aku terlalu bersemangat. Kadang-kadang
aku lupa betapa laut bisa menjadi sesuatu yang sangat menakutkan bagi banyak
orang." Ketika berhadap-hadapan dengannya, Rachel merasa seperti gadis remaja yang
sedang berdiri di depan pintu bersama pacar barunya. "Terima kasih. Tidak apa-
apa. Sungguh." Dalam hati Rachel merasa Tolland ingin menciumnya.
Setelah beberapa saat, Tolland memalingkan wajahnya dengan malu. "Aku tahu,
kauingin segera berada di daratan. Kita harus bekerja."
"Untuk sekarang," kata Rachel sambil tersenyum lembut.
"Untuk sekarang," sahut Tolland mengulangi sambil duduk di depan komputernya.
Rachel mengembuskan napas, berdiri di belakang Michael Tolland, dan menikmati
kesendirian mereka di laboratorium kecil itu. Dia melihat Tolland menyusuri
serangkaian dokumen. "Apa yang kita lakukan?"
"Memeriksa database tentang caplak laut besar. Aku ingin melihat apakah kita
dapat menemukan fosil laut prasejarah yang serupa dengan apa yang kita lihat
pada meteorit NASA." Lalu Tolland menampilkan halaman pencarian dengan tulisan
berhuruf besar di atasnya: PROJECT DIVERSITAS.
Sambil menyusuri menu halaman tersebut, Tolland menjelaskan, "Diversitas ini
adalah sebuah indeks biodata kelautan yang selalu diperbarui. Ketika seorang
ahli biologi kelautan menemukan jenis fosil atau hewan baru, dia dapat
mengumumkannya dan membagi penemuannya itu dengan mengirimkan data dan foto-foto
ke bank data pusat. Karena ada begitu banyak data baru yang ditemukan setiap
minggunya, hanya inilah satu-satunya cara untuk terus memperbarui penelitian."
Rachel melihat Tolland menyusuri menu. "Jadi sekarang kau sedang mengakses situs
internet?" "Tidak. Akses internet sering mengganggu ketika kita berada laut. Kami menyimpan
semua data ini di kapal di dalam sebuah kumpulan drive optik di ruangan lain.
Setiap kali kami berlabuh, kami menghubungkan komputer kami dengan Project
Diversitas dan memperbarui bank data kami dengan informasi tentang penemuan
-penemuan terbaru. Dengan cara itu, kami dapat mengakses data dari laut tanpa
harus terkoneksi ke internet, dan data ini tidak pernah ketinggalan lebih dari
satu atau dua bulan dari data terkini." Tolland kemudian tertawa ketika dia
mulai mengetik kata kunci ke dalam komputernya. "Kau mung -kin pernah mendengar
tentang program kontroversial untuk saling berbagi file musik bernama Napster?"
Rachel mengangguk. "Diversitas dianggap sebagai versi Napster untuk ahli biologi kelautan. Kami
menyebutnya LOBSTER atau singkatan dari Lonely Oceanic Biologist Sharing Totally
Eccentric Research. Anggap saja ini adalah program di mana para ahli biologi
kelautan yang sedang tidak punya kerjaan berbagi hasil penelitiannya yang aneh-
aneh." Rachel tertawa. Walau dalam keadaan setegang ini, Michael Tolland mampu
mengeluarkan gurauan yang mengurangi ketakutan yang dirasakannya. Rachel mulai
sadar dalam kehidupan-nya akhir-akhir ini, dia sangat sedikit tertawa.
"Database kami sangat besar," kata Tolland sambil menyelesaikan kata kuncinya
yang panjang. "Lebih dari sepuluh tera-bytes yang terdiri dari penjelasan dan
foto-foto. Di sini ada informasi yang belum pernah - dan tidak akan pernah
dilihat orang lain. Spesies hewan di lautan terlalu banyak." Tolland kemudian
menekan tombol "search". "Baiklah. Ayo kita lihat apa ada orang yang pernah
melihat fosil kelautan yang serupa dengan serangga kecil dari ruang angkasa
ini." Setelah beberapa detik, layar komputer menampilkan empat daftar fosil hewan.
Tolland mengklik pada setiap daftar satu per satu, dan memeriksa foto-fotonya.
Tidak satu pun yang kelihatan mirip walau sedikit saja dengan fosil meteorit
dari Milne. Tolland mengerutkan keningnya. "Ayo coba yang lainnya." Dia menghapus kata
"fosil" dari kotak pencarian dan kemudian menekan tombol "search" lagi. "Kita
akan mencari semua spesies yang masih hidup. Mungkin kita dapat menemukan hewan
hidup yang memiliki karakter fisiologis yang sama dengan fosil dari Milne."
Layar berubah. Sekali lagi Tolland mengerutkan dahinya. Komputer itu sekarang mengeluarkan
ratusan daftar. Dia bersandar sejenak, dan mengusap-usap dagunya yang mulai
kasar karena jenggotnya mulai tumbuh. "Baiklah. Ini terlalu banyak. Ayo kita
mem-persempit pencarian kita."
Rachel mengamati apa yang dilakukan Tolland ketika dia mengakses sebuah menu
drop-down yang disebut "habitat." Daftar pilihannya sepertinya masih cukup
banyak: kolam pasang, payapaya, laguna, karang, lembah laut, pelepasan sulfur.
Tolland menyusuri daftar itu ke bawah dan memilih sebuah pilihan yang berjudul:
TEPIAN PERUSAK / PALUNG-PALUNG LAUT.
Pandai, kata Rachel dalam hati. Tolland membatasi pencariannya hanya pada jenis
makhluk yang hidup di lingkungan di mana ciri-ciri seperti chondrule itu
diperkirakan terbentuk. Terbuka halaman baru. Kali ini Tolland tersenyum. "Bagus. Hanya ada t iga
entri." Rachel menyipitkan matanya dan melihat nama pertama dari daftar itu, Limulus
poly ... apalah itu. , Tolland membuka data pertama yang muncul. Sebuah foto
tampil di hadapan mereka. Makhluk itu tampak seperti seekor kepiting shoeborse
yang besar sekali dan tidak memiliki ekor.
"Bukan," kata Tolland, lalu kembali ke halaman sebelumnya.
Rachel menatap data kedua dalam daftar tersebut. Shrimpus Uglius From Hellus.
Rachel bingung. "Itu nama sebenarnya?"
Tolland tertawa. "Bukan. Itu jenis baru yang belum digolongkan. Orang yang
menemukannya punya selera humor yang cukup tinggi rupanya. Dia mengusulkan nama
Shrimpus Uglius sebagai klasifikasi taksonomi yang resmi." Tolland membuka foto
makhluk itu, dan muncullah binatang seperti udang yang sangat buruk rupa dengan
kumis dan antena merah muda yang memendarkan cahaya.
"Pemberian nama yang tepat," kata Tolland. "Tetapi bukan caplak ruang angkasa
kita." Dia kembali ke halaman indeks. "Penawaran terakhir adalah ...." Dia
mengklik data ketiga, lalu halaman itu muncul.
"Bathynomous giganteus ...." Tolland membaca dengan keras ketika teks berisi
penjelasan mengenai makhluk itu muncul di layar komputernya. Tak lama kemudian,
fotonya muncul. Ini adalah foto close -up dengan warna yang terang.
Rachel terlonjak. "My God" Makhluk yang balas menatapnya itu membuat Rachel
merinding. Tolland menarik napas sebelum berbicara, "Ya, ampun. Makhluk ini tampak tidak
asing lagi." Rachel mengangguk, dan tidak mampu berbicara lagi. Bathynomous giganteus.
Makhluk itu serupa dengan caplak raksasa yang dapat berenang. Dia juga teriihat
sangat mirip jenis fosil yang menempel pada batu yang ditemukan NASA.
"Ada beberapa perbedaan kecil," kata Tolland sambil meng-gerakkan kursor ke
bawah hingga menemukan beberapa diagram dan sketsa. "Tetapi sangat mirip.
Terutama kalau kita memper-timbangkan hewan itu telah berevolusi selama 190
tahun." Memang mirip, pikir Rachel. Terlalu mirip.
Tolland membaca keterangan pada layar: "'Diperkirakan sebagai salah satu spesies
tertua di lautan, jenis langka yang baru-baru ini digolongkan dalam spesies
Bathynomous gigan teus adalah mahluk isopoda pemakan bangkai yang hidup di
perairan dalam dan mirip kumbang kayu berukuran besar. Dengan pan jang lebih
dari dua kaki, spesies ini memiliki kerangka luar yang terbagi menjadi bagian
kepala, dada, dan perut. Hewan ini memiliki tubuh, sepasang antena, dan mata
majemuk seperti mata serangga di daratan. Hewan yang tinggal di dasar lautan ini
tidak memiliki predator yang memangsanya dan hidup di laut yang tandus yang
sebelumnya diduga tidak bisa dihuni makhluk hidup." Tolland mendongak. "Itu
menjelaskan kenapa tidak ada fosil lainnya pada sampel batu tersebut!"
Rachel menatap foto makhluk di dalam layar itu, dan merasa senang tetapi juga
tidak merasa yakin dirinya benarbenar memahami apa arti semua ini.
"Bayangkan," kata Tolland dengan bersemangat, "190 tahun yang lalu, nenek moyang
makhluk Bathynomous ini terkubur di dalam lautan bersama lumpur. Ketika lumpur
itu berubah men-jadi batu, serangga ini menjadi fosil di dalam batu itu.
Selanjut-nya, dasar lautan, yang terus-menerus bergerak dengan lambat seperti
ban berjalan menuju ke arah palung-palung laut, membawa-serta fosil-fosil
tersebut ke zona bertekanan tinggi di mana batu tersebut kemudian membentuk
cbondrulesl" Sekarang Tolland berbicara dengan cepat. "Dan kalau bagian batu
dengan lapisan kulit berfosil dan cbondrules itu pecah dan sampai ke tepian
palung yang tinggi, yang mungkin saja terjadi, posisinya menjadi sempurna untuk
ditemukan manusia!" "Tetapi kalau NASA ...," seru Rachel terbata-bata. "maksudku, kalau ini semua
kebohongan, NASA pasti tahu, cepat atau lambat seseorang akan mengetahui kalau
fosil itu mirip makhluk laut, bukan" Maksudku, kita baru saja menemukannya!"
Tolland mulai mencetak foto Batbynomous itu dengan meng-gunakan printer laser.
"Aku tidak tahu. Tetapi jika ada orang yang menunjukkan kesamaan antara fosil
ini dengan caplak laut yang masih hidup di masa kini, fisiologi mereka tidak
sama persis. Ini justru akan memperkuat argumen NASA."
Rachel tiba-tiba mengerti. "Panspermia." Kehidupan di bumi berasal dari
kehidupan di angkasa luar.
"Tepat. Kemiripan antara organisme luar angkasa dan organisme bumi akan
menghasilkan argumentasi ilmiah yang sempurna. Caplak laut ini sebenarnya justru
memperkuat argumentasi NASA."
"Kecuali kalau keaslian meteorit tersebut dipertanyakan."
Tolland mengangguk. "Begitu meteorit itu menjadi pertanyaan maka segalanya
runtuh. Caplak laut kita ini berubah dari kawan NASA menjadi pengganjal NASA."
Rachel berdiri terpaku ketika foto Bathynomous itu keluar dari mesin printer.
Dia berusaha berkata pada dirinya ini adalah kesalahan NASA yang jujur, tetapi
dia tahu, itu tidak benar. Orang yang membuat kesalahan tanpa sengaja tidak akan
ber-usaha untuk membunuh orang lain.
Tiba-tiba suara Corky yang sengau menggema di seluruh ruangan lab, "Tidak
mungkin!" Tolland dan Rachel menoleh ke arah suara itu.
"Hitung rasio sialan itu lagi! Ini tidak masuk akal!"
Xavia mendatangi Tolland dan Rachel sambil membawa hasil cetakan di tangannya.
Wajahnya menjadi suram. "Mike, aku tidak tahu bagaimana mengatakan hal ini ...,"
katanya dengan suara serak. "Rasio titanium/zirkonium yang kita lihat di sini?"
Dia lalu berdehem. "Jelas sekali NASA membuat kesalahan besar. Meteorit itu
adalah batu laut." Tolland dan Rachel saling menatap tanpa berkata apa-apa. Mereka sudah tahu.
Dengan cepat, kecurigaan dan keraguan mereka meningkat seperti ombak yang
membuncah dan men capai titik tertingginya.
Tolland mengangguk. Terlihat kesedihan di dalam matanya. "Ya. Terima kasih,
Xavia." "Tetap aku tidak mengerti," kata Xavia. "Kulit fusi itu ... tempatnya di es - "
"Akan kami jelaskan dalam perjalanan ke darat," kata Tolland. "Kita harus
pergi." Dengan cepat Rachel mengumpulkan seluruh kertas dan bukti yang sekarang mereka
miliki. Bukti itu, walau mengejut kan, sangatlah meyakinkan: hasil cetakan GPR
yang memperlihatkan terowongan penyisipan di Milne Ice Shelf; foto serangga laut
yang masih hidup dan serupa dengan fosil NASA; artikel Dr. Pollock tentang
chondrules; dan data dari microprobe yang memperlihatkan kandungan titanium yang
sangat sedikit di dalam sampel meteorit yang dibawa Corky.
Kesimpulannya tidak dapat terbantahkan lagi. Penipuan.
Tolland melihat tumpukan kertas di tangan Rachel dan mendesah sedih. "Wah, aku
harus katakan, Pickering akan memiliki bukti yang cukup kuat."
Rachel mengangguk sambil masih bertanya-tanya kenapa Pickering tidak menjawab
teleponnya. Tolland kemudian mengangkat gagang telepon terdekat, dan mengacungkannya ke arah
Rachel. "Kau ingin mencobanya lagi dari sini?"
"Tidak, ayo kita segera berangkat. Aku akan berusaha meng-hubunginya lagi dari


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

helikopter." Rachel memutuskan kalau dia tidak dapat menghubungi Pickering, dia
harus meminta pilot Coast Guard itu langsung terbang ke NRO yang letaknya kurang lebih hanya 180 mil dari
sini. Tolland bergerak untuk meletakkan gagang telepon ke tem-patnya, tetapi dia
berhenti. Dengan tatapan bingung, dia men-dekatkan gagang telepon ke telingan ya
dan langsung mengerut-kan keningnya. "Aneh. Tidak ada nada sambung."
"Apa maksudmu?" tanya Rachel. Sekarang dia merasa waspada.
"Aneh," kata Tolland. "Saluran langsung COMSAT tidak pernah mati - "
"Mr. Tolland?" Pilot Coast Guard datang menyerbu masuk ke laboratorium dengan
wajah pucat. "Ada apa?" tanya Rachel. "Ada yang datang?"
"Itu masalahnya," sahut si pilot. "Aku tidak tahu. Tetapi semua radar dan alat
komunikasi di dalam helikopter baru saja mati."
Rachel langsung memasukkan semua kertas yang berisi fakta itu ke dalam
kemejanya. "Masuk ke helikopter. Kita berangkat. SEKARANG!"
109 JANTUNG GABRIELLE berdebar dengan keras ketika dia melintasi kantor Senator
Sexton yang remang-remang. Ruangan itu luas dan elegan dengan dinding berlapis
kayu, lukisan-lukisan cat minyak, permadani Persia, kursi berlapis kulit, dan
meja tulis besar dari kayu mahogani. Ruangan itu hanya diterangi cahaya yang
menakutkan yang berasal dari layar komputer Sexton.
Gabrielle bergerak ke arah meja tulis itu.
Senator Sexton menggunakan teknologi digital ke dalam kantornya seperti
seseorang yang tergila-gila teknologi dengan menyingkirkan lemari arsipnya
dengan komputer PC sehingga pencarian file dapat dilakukan dengan mudah dan
mampu menampung berbagai informasi yang dibutuhkannya, seperti catatan rapat
digital, artikel-artikel surat kabar yang sudah dipindai, berbagai macam pidato,
dan catatan mengenai berbagai diskusi. Komputer Sexton adalah sesuatu yang
sangat pribadi, dan dia mengunci kantornya sepanjang waktu untuk melindungi
komputer tersebut. Dia bahkan menolak untuk terhubung dengan internet karena
takut data keramat nya itu disusupi hacker.
Setahun yang lalu Gabrielle tidak akan percaya ada poiitisi yang cukup bodoh dan
mau menyimpan salinan dokumen-dokumen yang akan memberatkan dirinya sendiri,
tetapi Washington telah mengajarinya banyak hal. Informasi adalah kekuasaan.
Gabrielle merasa heran ketika mengetahui praktik yang umum dilakukan para
poiitisi yang menerima kontribusi kampanye yang meragukan adalah dengan
menyimpan bukti sesungguhnya dari donasi-donasi tersebut, seperti surat-surat,
catatan bank, kuitansi, dan catatan-catatan lainnya, di brankas yang diletakkan
di tempat tersembunyi. Taktik melawan pemerasan ini, yang disebut dengan istilah
yang diperhalus di Washington sebagai "Siamese insurance,"
akan melindungi seorang kandidat dari para donor yang merasa kemurahan hatinya
dapat membuat mereka melancarkan tekanan politis kepada si kandidat. Jika
seorang donatur. menjadi terlalu menuntut, si kandidat dapat menyikapinya dengan
mengeluarkan bukti donasi tidak sah mereka dan mengingatkan pendonor itu bahwa
mereka berdua telah melanggar hukum. Bukti tersebut memastikan si kandidat dan
si donor terikat satu sama lain, seperti pasangan kembar Siam.
Gabrielle menyelinap di belakang meja Senator dan duduk. Dia menarik napas
panjang sambil menatap komputer itu. Jika Senator menerima suap dari SFF, maka
semua bukti itu pasti ada di dalam komputer ini.
Screensaver di komputer Sexton adalah serangkaian gambar Gedung Putih beserta
halamannya yang muncul terusmenerus di layar dan dibuat oleh salah seorang staf
setianya yang memiliki visi besar dan pemikiran positif. Di sekeliling gambar
itu, me-lintas pita berjalan dengan tulisan: President of the United States
Sedgewick Sexton ... President of the United States Sedgewick Sexton ...
President of the .... Gabrielle menggerakkan mouse, dan setelah itu muncullah kotak dialog keamanan di
layar. MASUKKAN KATA KUNCI: Dia sudah dapat menduganya. Itu bukan masalah. Minggu lalu, Gabrielle masuk ke
kantor Senator tepat ketika sang senator sedang duduk dan ingin menggunakan
komputernya kembali. Dia melihat Sexton mengetik tiga kali dengan cepat pada
tombol keyboard untuk memasukkan kata kunci.
"Itu kata kuncinya?" Gabrielle bertanya dari ambang pintu ketika dia berjalan
masuk. Sexton mendongak. "Apa?"
"Padahal selama ini aku mengira kau sangat peduli dengan keamanan," Gabrielle
menggerutu sambil bergurau. "Kata kunci-mu hanya terdiri atas tiga huruf"
Kupikir, orang orang TI di mana saja menyuruh kita untuk menggunakan setidaknya
enam huruf." "Orang TI di kantor ini masih ingusan. Coba saja mengingat enam huruf secara
acak ketika mereka sudah berusia empat puluh tahun lebih. Lagi pula, pintu-pintu
itu sudah dipasangi alarm. Tidak seorang pun dapat masuk ke sini."
Gabrielle berjalan mendekatinya sambil tersenyum. "Bagaimana jika seseorang
menyelinap ketika kau sedang di kamar mandi?"
"Dan mencoba semua kombinasi kata kunciku?" Sexton tertawa untuk meragukan
kekhawatiran Gabrielle. "Aku memang lama di kamar mandi, tetapi tidak selama
itu." "Taruhan traktir makan malam di Davide, aku dapat menerka kata kuncimu dalam
sepuluh detik." Sexton tampak tergoda dan senang. "Kau tidak mampu membayar makan malam di
Davide, Gabrielle." "Jadi, kau mengaku takut?" Sexton menerima tantangan Gabrielle dan tampak merasa
kasihan padanya. "Sepuluh detik?"
Sexton lalu log off dari komputernya dan memberi isyarat pada Gabrielle untuk
duduk dan mencoba. "Kautahu, aku hanya memesan saltimbocca di Davide. Dan itu
tidak murah." Gabrielle mengangkat bahunya ketika dia duduk. "Itu kan uangmu."
MASUKKAN KATA KUNCI: "Sepuluh detik," Sexton mengingatkan.
Gabrielle tidak dapat menahan tawanya. Dia hanya membutuhkan dua detik. Bahkan
dari ambang pintu pun, dia dapat melihat Sexton memasukkan kata kunci yang hanya
terdiri atas tiga huruf dengan sangat cepat, hanya dengan menggunakan jari
telunjuknya. Jelas, semuanya huruf yang sama. Sung guh tidak bijak. Dia juga
dapat melihat tangan Sexton terletak agak jauh ke sebelah kiri keyboard,
sehingga mengurangi jum lah huruf yang harus diterkanya menjadi hanya sembilan
huruf. Dan untuk memilih hurufnya mudah saja karena Sexton selalu menyukai tiga
huruf yang membentuk namanya. Senator Sedgewick Sexton.
Jangan pernah meremehkan ego seorang politisi. Gabrielle mengetik SSS, dan
Screensaver itu terbuka. Mulut Sexton ternganga lebar.
Itu terjadi minggu lalu. Sekarang, ketika Gabrielle menghadapi komputer itu
lagi, dia yakin Sexton tidak akan sempat untuk memikirkan kata kunci yang lain.
Untuk apa Sexton melakukan itu" Dia betul-betul memercayaiku.
Gabrielle mengetik SSS. KATA KUNCI GAGAL - AKSES DITOLAK Gabrielle terbelalak karena terkejut.
Tampaknya Gabrielle terlalu melebih-lebihkan tingkat kepercayaan Senator kepada
dirinya. 110 SERANGAN ITU terjadi secara tiba-tiba. Terbang rendah dari sisi barat daya di
atas kapal Goya, sebuah helikopter tempur muncul seperti seekor tawon raksasa.
Rachel tahu dengan pasti pesawat apa itu dan kenapa dia ada di sini.
Dari balik kegelapan, terdengar suara letupan-letupan keras yang keluar dari
hidung helikopter itu ketika dia menyemburkan peluru-peluru yang langsung
menghantam dek fiberglas Goya, dan meninggalkan bekas garis di bagian buritan
kapal. Rachel agak terlambat untuk merunduk untuk mencari perlindungan, dan
merasakan sambaran peluru menggores lengannya. Dia terjerembab dengan keras di
atas dek. Rachel kemudian menggulingkan tubuhnya, dan berjuang untuk dapat
berlindung di balik kubah tembus pandang milik kapal selam kecil Triton.
Suara mesin yang menggelegar seperti meledak di atas kepala ketika helikopter
itu melayang di atas kapal. Kebisingan itu mereda dengan bunyi desing yang
menakutkan ketika helikopter itu meninggi di atas lautan untuk kemudian membelok
tajam dan kembali menyambar untuk kedua kalinya.
Sambil berbaring gemetar di atas dek, Rachel memegangi lengannya lalu menoleh ke
belakang, ke arah Tolland dan Corky. Tampaknya mereka menjatuhkan diri di
belakang ruangan penyimpanan. Sekarang kedua lelaki itu terhuyunghuyung berdiri,
dan mata mereka menatap langit dengan ketakutan. Rachel berlutut. Tiba-tiba dia
merasakan dunia menjadi bergerak dengan sangat lambat.
Sambil berjongkok di belakang lengkungan Triton, Rachel melihat dengan ketakutan
ke arah satu-satunya penyelamat mereka - helikopter Coast Guard. Xavia sudah
bergerak menaiki kabin helikopter sambil melambai dengan ketakutan pada semua
kawan-kawannya agar mengikutinya. Rachel dapat melihat si pilot telah duduk di
kokpit dan sedang sibuk menyalakan tombol-tombol dan tuas-tuas di pesawatnya
dengan gugup. Baling-baiingnya mulai berputar ... walau sangat lambat.
Terlalu lambat. Cepatlah!
Sekarang Rachel berdiri, bersiap untuk berlari sambil bertanya-tanya apakah dia
dapat melintasi dek sebelum helikopter penyerang itu menyambar lagi. Di
belakangnya, dia mendengar Corky dan Tolland berlari ke arahnya dan helikopter
yang sedang menanti mereka. Ya! Cepatlah!
Kemudian Rachel melihatnya.
Seratus yard jaraknya, tepat di atas langit, segaris sinar tipis berwarna merah
melintasi langit dan muncul dari kegelapan. Sinar itu mencari-cari di atas dek
Goya. Kemudian, sinar itu menemukan apa yang dicarinya. Sinar itu berhenti di
sisi heli-kopter Coast Guard.
Rachel hanya membutuhkan sedetik saja untuk memahami pemandangan itu. Dalam
keadaan yang mengerikan itu, Rachel merasa seluruh kejadian di atas dek Goya
menjadi kabur dan membentuk potongan-potongan dan bunyi-bunyian. Tolland dan
Corky berlari ke arahnya, Xavia bergerak dengan panik di dalam helikopter,
cahaya laser berwarna merah terang menembus langit malam.
Terlambat. Rachel berputar ke belakang menuju Tolland dan Corky yang sedang berlari dengan
kecepatan penuh ke arah helikopter. Rachel menyerbu ke arah kedua lelaki itu
dengan lengan teren-tang untuk menghalangi mereka. Tubrukan yang terjadi terasa
seperti hantaman kereta api ketika mereka bertiga bergulingan dengan kaki dan
tangan saling bertumpukan di atas dek.
Di kejauhan, muncul sinar putih terang. Rachel menatap dengan pandangan ridak
percaya dan ketakutan ketika api menyem-bur sejajar dengan garis lurus yang
dibentuk oleh sinar laser yang terarah secara langsung ke helikopter mereka.
Ketika rudal Hellfire menghantam tubuh helikopter Coast Guard, helikopter itu
langsung meledak berkeping-keping seperti mainan. Bunyi bergetar dan ledakan
gelombang panas meng-gelegar melintasi dek ketika pecahan tubuh pesawat itu
meng-hujam ke bawah. Kerangka helikopter yang terbakar itu ter-dorong ke
belakang bersama ekornya yang hancur, terhuyung-huyung sesaat, dan kemudian
jatuh dari bagian belakang kapal lalu tercebur masuk ke dalam laut beserta uap
panas yang mendesis-desis.
Rachel menutup matanya, dan tidak sanggup bernapas. Dia dapat mendengar bunyi
gelegak dan desisan dari rerun tuhan yang terbakar itu seiring pesawat itu
tenggelam ke lautan, ditarik arus deras, dan menjauh dari Goya. Dalam kekacauan
itu, suara Michael Tolland terdengar berteriak kepadanya. Rachel merasa tangan
kuat Tolland berusaha menariknya untuk berdiri. Tetapi dia tidak dapat bergerak.
Pilot Coast Guard dan Xavia telah tewas. Kita berikutnya.
111 CUACA DI Milne Ice Shelf sudah tenang kembali, dan habisphere sudah sunyi
seperti tadi. Walau demikian, Administrator NASA Lawrence Ekstrom bahkan tidak
berusaha untuk tidur. Dia telah berjam-jam menghabiskan waktu sendirian,
berjalan jalan di dalam kubah itu sambil menatap lubang penarikan, dan
mengusapkan tangannya pada lekukan meteorit dengan kulitnya yang sudah hangus.
Akhirnya, dia memutuskan sesuatu.
Sekarang dia duduk di depan videophone di dalam ruang PSC di habisphere dan
menatap mata letih Presiden Amerika Serikat. Zach Herney hanya mengenakan jubah
mandinya dan sama sekali tidak terlihat senang. Ekstrom tahu, lelaki itu akan
bertambah tidak senang ketika sudah mendengar apa yang akan disampaikannya.
Ketika Ekstrom selesai berbicara, wajah Herney menjadi cemas, seolah dia
berpikir dia pasti masih mengantuk sehingga tidak dapat memahami dengan jelas
apa yang disampaikan Ekstrom tadi.
"Tunggu dulu," kata Herney. "Sambungan ini pasti tidak baik. Apakah kau baru
saja mengatakan bahwa NASA menerima koordinat meteorit itu dari sebuah transmisi
gelombang radio darurat, lalu berpura-pura bahwa PODS-lah yang menemukan
meteorit itu?" Ekstrom tidak menjawab. Sendirian di dalam kegelapan, dia merasa sangat ingin
terbangun dari mimpi buruk ini.
Keheningan itu jelas tidak membuat Presiden senang. "Demi Tuhan, Larry, katakan
padaku itu tidak benar!"
Mulut Ekstrom menjadi kering. "Meteorit itu ditemukan, Pak Presiden. Itulah yang
penting di sini." "Aku bilang, katakan itu tidak benarr Kesunyian terasa menggemuruh di telinga
Ekstrom. Aku harus mengatakan padanya, katanya pada dirinya sendiri. Hal ini
akan memburuk sebelum menjadi lebih baik. "Pak Presiden, kegagalan PODS telah
membuat kau kalah dalam jajak pendapat. Ketika kami mendengar transmisi radio
yang menyebutkan adanya sebongkah besar meteorit terpendam di dalam es, kami
melihat adanya kesempatan untuk memberikan perlawanan yang sepadan."
Suara Herney terdengar terpaku. "Dengan memalsukan pe-nemuan PODS?"
"PODS akan diperbaiki dan akan segera berrungsi lagi, tetapi tidak cukup cepat
untuk men ghadapi pemilu. Hasil jajak pendapatmu menurun, dan Sexton terus-
terusan menyerang NASA, jadi ...."
"Apa kau gila" Kau berbohong padaku, Larry!" "Kesempatan itu berada tepat di
depan kita, Pak. Aku memutuskan untuk mengambilnya. Kami menerima transmisi
radio dari orang Kanada yang menemukan meteorit tersebut. Tetapi dia tewas dalam
badai, sehingga tidak orang lain yang mengetahui bahwa meteorit itu ada di sana.
PODS sedang mengam ati area tersebut. NASA memerlukan kemenangan. Dan kami
memiliki koordinat meteorit yang dapat kita gunakan."
"Mengapa kaukatakan itu sekarang?" "Aku pikir kau harus tahu."
"Kau tahu apa yang akan dilakukan Sexton dengan informasi ini jika dia mengetah
uinya?" Ekstrom lebih suka tidak memikirkan hal itu.
"Dia akan mengatakan kepada dunia bahwa NASA dan Gedung Putih berbohong kepada
rakyat Amerika! Dan kau tahu, dia benar!"
"Kau tidak berbohong, Pak. Dan aku akan mengundurkan diri jika - "
"Larry, kau tidak mengerti. Aku sudah berusaha menjalankan pemerintahan ini
dengan kebenaran dan kehormatan! Keparat kau! Malam ini bersih. Bermartabat.
Tetapi sekarang aku tahu ternyata aku sudah berbohong pada dunia?"
"Hanya kebohongan kecil, Pak."
"Tidak ada yang disebut kebohongan kecil, Larry," suara Presiden terdengar
marah. Ekstrom merasa ruangan kecil itu seperti menjadi semakin menyempit di
sekitarnya. Masih ada banyak hal lain yang harus disampaikannya kepada Presiden,
tetapi Ekstrom tahu, dia dapat menunggu hingga besok pagi. "Maaf aku sudah
membangun kanmu, Pak. Aku hanya berpikir kau harus mengetahuinya."
DI SEBERANG kota, Sedgewick Sexton menenggak cognac-nya sekali lagi dan berjalan
hilir mudik di dalam apartemennya dengan perasaan cemas yang semakin meningkat.
Di mana kau Gabrielle"
112 GABRIELLE ASHE duduk di kegelapan di belakang meja Senator Sexton sambil
menyumpahi komputer itu. KATA KUNCI GAGAL - AKSES DITOLAK Dia sudah mencoba beberapa kemungkinan kata kunci
lainnya, tetapi tidak ada yang berhasil. Setelah mencari-cari laci tak terkunci
atau petunjuk yang kebetulan terlihat di sekitar kantor, Gabrielle akhirnya
menyerah. Dia hampir meninggalkan ruangan, ketika dia melihat sesuatu yang aneh,
dan bercahaya di atas kalender meja Sexton. Seseorang telah menggarisbawahi
tanggal pemilu dengan pena gliter berwarna merah, putih, dan biru sehingga
terlihat berkilauan. Tentu bukan Senator. Gabrielle menarik kalender itu lebih
dekat. Di dekat tanggal pemilu itu, terlihat tulisan indah dengan gliter yang
bertuliskan: POTUS! Sekretaris Sexton yang antusias tampaknya ingin menambah sikap positif Sexton
untuk menghadapi hari pemilu dengan menuliskan tulisan ini. POTUS adalah
singkatan dari President of The United States dan merupakan kode Secret Service
untuk menyebut Presiden Amerika Serikat. Ketika hari pemilu tiba dan jika semua
berjalan dengan baik, Sexton akan menjadi POTUS yang baru.
Gabrielle bersiap pergi dan mengembalikan kalender itu di atas meja lalu
berdiri. Tetapi tiba-tiba dia berhenti sambil kem-bali melihat ke layar komputer
itu. MASUKKAN KATA KUNCI: Gabrielle melihat lagi ke arah kalender meja tersebut.


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

POTUS Tiba-tiba dia merasa ada harapan. Sesuatu tentang POTUS telah menyadarkan
Gabrielle bahwa kata itu sempurna untuk dijadikan kata kunci untuk komputer
Sexton. Sederhana, positif, dan menunjuk pada diri sendiri.
Gabrielle segera mengetik huruf -huruf tersebut. POTUS Lalu sambil menahan
napasnya, dia menekan tombol "return." Komputer itu mengeluarkan bunyi bip.
KATA KUNCI GAGAL - AKSES DITOLAK Gabrielle menjadi lesu dan menyerah. Dia kemudian
beranjak menuju pintu kamar mandi untuk keluar melalui jalan yang sama ketika
dia masuk tadi. Ketika dia sedang berjalan menyeberangi ruangan, ponselnya
berdering. Karena dia sudah sangat tegang, bunyi itu membuatnya terkejut.
Gabrielle meng-hentikan langkahnya, lalu mengeluarkan ponselnya, dan melirik ke
arah jam besar Jourdain yang mahal milik Sexton untuk melihat pukul berapa saat
itu. Hampir pukul 4:00 pagi. Pada jam seperti ini, dia tahu, orang yang masih
repotrepot menele-ponnya hanya satu orang: Sexton. Senator pasti sedang
bertanya-tanya di mana Gabrielle sekarang. Haruskah aku menjawab -nya atau
membiarkannya berdering" Jika dia menjawab, Gabrielle harus berbohong. Tetapi
jika tidak, Sexton akan menjadi curiga.
Akhirnya dia menjawabnya. "Halo?"
"Gabrielle?" suara Sexton terdengar tidak sabar. "Kenapa lama sekali?"
"Di FDR Memorial," kata Gabrielle. "Taksi terjebak macet, dan sekarang kami - "
"Kau tidak seperti sedang berada di dalam taksi." "Memang tidak," katanya.
Darahnya mengalir deras. "Aku memang tidak di dalam taksi lagi. Aku memutuskan
untuk singgah di kantorku dan mengambil beberapa dokumen NASA yang mungkin ada
hubungannya dengan PODS. Tetapi aku kesulitan untuk menemukannya."
"Cepatlah. Aku ingin menjadwalkan sebuah konferensi pers pagi ini, dan kita
harus membicarakan berbagai hal yang penting."
"Aku segera datang," sahut Gabrielle.
Ada jeda pada saluran telepon itu. "Kau sedang berada di kantormu?" tiba-tiba
Sexton terdengar bingung.
"Ya. Sepuluh menit lagi dan aku akan tiba di sana." Ada jeda lagi. "Baiklah,
sampai jumpa." Gabrielle menutup ponselnya, dan terlalu sibuk untuk mendengarkan suara detik
yang sangat khas yang berasal dari jam besar Jourdain milik Sexton yang terletak
beberapa kaki darinya. 113 MICHAEL TOLLAND tidak tahu Rachel terluka sampai dia melihat darah di lengan
Rachel ketika menariknya untuk bersembunyi di belakang Triton. Dari wajah Rachel
yang ketakutan, Tolland tahu, Rachel tidak merasakan sakit itu. Setelah
mengamankan Rachel, Tolland memutar tubuhnya untuk mencari Corky. Ahli
astrofisika itu terhuyung-huyung melin tasi dek untuk bergabung bersama mereka.
Matanya meman carkan sorot ke-takutan.
Kita harus mencari tempat berlindung, pikir Tolland, walau dia masih belum
mengerti betul tentang kejadian menakutkan yang baru saja terjadi. Secara
naluriah, matanya melihat ruangan atas di deknya. Tangga yang menuju ke anjungan
se muanya terbuka, sedangkan anjungan itu sendiri terbuat dari kotak kaca - mereka
bisa terlihat dengan mudah dari atas seperti sebuah titik sasaran. Karena ke
atas artinya bunuh diri, maka hanya ada satu tempat lagi.
Untuk sesaat, Tolland menatap penuh harap ke arah kapal selam Tritonnya sambil
bertanya-tanya mungkinkah dia dapat membawa semua orang menyelam, sehingga jauh
dari peluru yang menghujani mereka ini.
Tidak mungkin. Triton hanya mampu memuat satu orang, dan mesin pengerek akan
membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menurunkan kapal selam itu dari pintu di
lantai dek hingga ke lautan sedalam tiga puluh kaki di bawahnya. Lagi pula,
tanpa pengisian baterai dan kompresor yang semestinya, Triton akan mati ketika
tiba di bawah air. "Mereka datang lagi!" seru Corky. Suaranya bergetar karena takut ketika dia
menunjuk ke langit. Tolland bahkan tidak berani mendongak. Dia langsung menunjuk ke dinding partisi
di dekat mereka di mana terdapat sebuah tangga menurun dari aluminum yang menuju
bagian bawah dek. Corky tampaknya tidak memerlukan dorongan lagi. Sambil tetap
menunduk, Corky berlari-lari ke arah area terbuka, dan menghilang menuruni
tangga tersebut. Tolland merengkuh pinggang Rachel, dan mengikuti Corky. Mereka
berdua menghilang ke dek bawah tepat begitu helikopter itu kembali sambil
menyemburkan peluru dari atas.Tolland membantu Rachel menuruni tangga itu ke
arah landasan di bawah nya.
Ketika mereka tiba di sana, Tolland me-rasa tubuh Rachel tiba-tiba menjadi kaku.
Tolland memutar tubuh -nya, takut kalau-kalau Rachel telah terkena pantulan
peluru. Ketika dia melihat wajah Rachel, Tolland tahu itu karena sesuatu yang
lain. Tolland mengikuti tatapan Rachel yang penuh ketakutan itu dan dia segera
mengerti. RACHEL BERDIRI tidak bergerak. Kakinya menolak untuk digerakkan. Dia menatap ke
bawah ke arah dunia aneh di bawah-nya.
Karena rancangan SWATH yang dimilikinya, Goya tidak memiliki lambung kapal,
tetapi hanya penopang-penopang kayu seperti catamaran raksasa. Mereka baru saja
menuruni dek dan sampai di jalan sempit berlubang-lubang yang tergan tung
melintang di atas sebuah lubang besar sedalam tiga puluh kaki yang langsung
mengarah ke lautan yang bergolak. Suara gelegak ombak memekakkan telinga dan
menggema di bagian bawah dek ini. Rasa takut Rachel bertambah karena lampu sorot
bawah air dari kapal ini masih menyala sehingga memberikan sinar terang
kehijauan yang menyorot ke kedalaman laut yang berada tepat di bawahnya. Rachel
menatap ke bawah menuju enam atau tujuh bayangan seperti hantu yang berenang-
renang me-lawan arus di tempat itu. Tubuh -tubuh seperti karet itu sedang
meregangkan otot -otot mereka ke belakang dan ke depan.
Suara Tolland terdengar di telinganya. "Rachel, kau tidak apa-apa. Arahkan
matamu lurus ke depan. Aku tepat di belakangmu." Tangan Tolland menjangkau dari
belakang, dan dengan lembut berusaha melepaskan tangan Rachel yang menggenggam
pegangan tangga dengan erat. Saat itulah Rachel melihat ada darah menetes dari
lengannya dan jatuh melewati lubang-lubang di jalan sempit yang diinjaknya.
Matanya mengikuti tetesan darahnya yang jatuh ke arah laut. Walau dia tidak
pernah melihat tetesan darahnya itu menyentuh air laut, tetapi dia tahu darahnya
sudah menetes ke sana karena dia melihat hiu-hiu kepala palu itu berputar secara
bersamaan, saling mendorong dengan ekor kuat mereka, dan bertubrukan dalam
putaran gigi-gigi dan sirip-sirip yang tak terkendali.
Enhanced telencephalon alfactory lobes ....
Mereka sanggup mencium bau darah dari jarak satu mil.
"Mata lurus ke depan," kata Tolland mengulangi. Suaranya kuat dan meyakinkan.
"Aku tepat di belakangmu."
Sekarang Rachel merasa kedua tangan Tolland berada di pinggulnya, dan memberi
dorongan pada dirinya untuk maju. Dengan mengabaikan pemandangan di bawahnya,
Rachel mulai berjalan di atas jalan berlubang-lubang itu. Di atas, dia dapat
mendengar suara mesin helikopter lagi. Corky sudah jauh di depan mereka,
terhuyung -huyung seperti orang mabuk yang panik di atas jalan berlubang-lubang
it u. Tolland berseru padanya. "Lurus ke tiang balok penopang yang jauh itu, Corky! Di
bawah tangga!" Sekarang Rachel dapat melihat ke mana arah mereka pergi. Jauh di depan sana,
terlihat serangkaian tangga meling kar yang menurun menuju permukaan air. Di
atas permukaan air tersebut terdapat semacam dek sempit yang memperpanjang
ukuran kapal Goya. Beberapa dok kecil tambahan terjulur dari dek, seperti tempat
penambatan kapal di bawah kapal besar ini. Sebuah tanda besar bertuliskan:
AREA MENYELAM Perenang Mungkin Muncul ke Permukaan tanpa Peringatan - Jalankan
Kapal dengan Hati-hati - Rachel hanya dapat berharap bahwa Mike tidak akan menyu-ruh mereka berenang.
Tetapi keraguan Rachel semakin jelas ketika Tolland berhenti di depan lemari
tempat penyimpanan barang-barang di pinggiran jalan sempit yang mereka lalui.
Mike membuka pintu-pintunya yang memperlihatkan pakaian menyelam, masker dan
tabung oksigen, sirip kaki dari karet, jaket pengaman, dan tombak. Sebelum
Rachel sempat memprotesnya, Tolland merogoh ke dalam lemari dan meraih sebuah
pistol suar. "Ayo!"
Mereka bergerak lagi. Di depan, Corky sudah sampai di tangga melingkar tersebut dan sedang
menuruninya. "Aku melihatnya!" dia berteriak. Suaranya hampir terdengar gembira,
dan menim pali suara air yang menggelora.
Melihat apa" Rachel bertanya-tanya ketika Corky berlari di sepanjang jalan tadi.
Yang dapat dilihat Rachel hanyalah laut berisi hiu-hiu yang berenang sangat
dekat dan terlihat begitu berbahaya. Tolland memberi dorongan pada Rachel untuk
maju ke depan, dan tiba-tiba Rachel dapat melihat apa yang membuat Corky begitu
gembira. Di ujung dek di bawah sana, terlihat sebuah perahu motor yang sedang
ditambatkan. Corky berlari ke sana.
Rachel memandangnya dengan tatapan terpaku. Melarikan diri dari sebuah
helikopter hanya dengan naik perahu motor"
"Perahu itu memiliki radio," kata Tolland. "Dan jika kita dapat pergi cukup jauh
dari kekuatan pengacak frekuensi helikopter itu ...."
Rachel tidak mendengar kata-kata lain yang diucapkan Tolland. Dia baru saja
melihat sesuatu yang membuatnya ketakutan. "Terlambat," serunya serak sambil
menunjuk ke atas dengan jarinya yang gemetar. Kita habis ....
KETIKA TOLLAND berpaling, seketika itu juga dia tahu, semuanya selesai sudah.
Di ujung belakang kapal, seperti seekor naga yang mun cul di mulut gua,
helikopter hitam itu terbang rendah dan sekarang berhadapan dengan mereka.
Sekilas, Tolland berpikir helikopter itu akan terbang langsung ke arah mereka
dengan melewati bagian tengah Goya. Tetapi helikopter itu memutar pada satu
sudut, dan mulai membidik.
Tolland mengikuti arah laras senjata itu. Jangan!
Corky yang sedang berjongkok di sisi perahu motor dan melepaskan tambatannya,
melihat ke atas tepat ketika senjata mesin di bawah helikopter itu mengeluarkan
tembakan seperti halilintar. Corky meloncat seolah terkena tembakan. Dengan
panik dia berjuang melewati bibir perahu dan merunduk ke dalam perahu tersebut,
lalu merapatkan dirinya sambil mencari perlindungan. Tembakan itu berhenti.
Tolland dapat melihat Corky merangkak lebih ke dalam perahu motor itu. Bagian
bawah kakinya berdarah. Sam bil berjongkok di bawah dasbor,Corky meraih dan
meraba-raba untuk mencari pengen dali hingga jemarinya menemukan kunci kapal.
Mesin Mercury dengan daya 250 tenaga kuda langsung menderu menyala.
Sesaat kemudian, sebuah sinar laser berwarna merah muncul dari hidung helikopter
yang sedang melayang di hadapan mereka itu, dan membidik perahu motor di
bawahnya dengan sebuah rudal.
Tolland bereaksi dengan nalurinya, dan membidikkan satu-satunya senjata yang ada
di tangannya. Pistol suar itu mendesis ketika Tolland menarik pelatuknya, lalu secercah sinar
menyilaukan melesat dan meninggalkan berkas cahaya horisontal dari dek bawah
kapal dan langsung menuju ke helikopter itu. Walau begitu, Tolland merasa telah
terlambat bertindak. Ketika pistor suarnya meluncur ke arah kaca depan
helikopter, alat peluncur roket di bawah helikopter itu juga mengeluarkan
sinarnya sendiri. Pada saat yang bersamaan rudal itu melesat, pesawat itu
terhentak, membelok tajam, dan terbang meninggi untuk menghindari tembakan dari
pistol suar Tolland. "Awas!" teriak Tolland sambil menarik Rachel ke bawah dan mengajaknya bertiarap
di lantai. Rudal itu mendarat tanpa mengenai Corky, tetapi melewati tubuh Goya dan
menghantam bagian bawah penopang, tiga puluh kaki di bawah Rachel dan Tolland.
Bunyi yang ditimbulkan sangat keras. Air dan api mele dak di bawah mereka.
Pecahan metal berterbangan ke udara dan jatuh berhamburan di atas jalanan sempit
di bawah mereka. Akibat dari ledakan itu membuat Goya bergoyang, dan berusaha
menemukan keseimbangan baru. Sekarang posisi kapal itu men-jadi agak miring.
Ketika asap memudar, Tolland dapat melihat salah satu dari empat balok penopang
utama Goya telah rusak parah. Ombak yang kuat menghempas ponton hingga hampir am
bruk. Tangga melingkar yang menuju ke dek bawah tam -pak terayun-ayun seperti
hanya digantung dengan benang.
"Ayo!" teriak Tolland, dan menyuruh Rachel agar berjalan ke arahnya. Kita harus
ke bawah! Tetapi mereka terlambat . Sambil mengeluarkan bunyi berderak, tangga itu jatuh
dari penopangnya, dan jatuh ke laut.
MELAYANG DI atas kapal Goya, Delta-One bergulat untuk mengendalikan helikopter
Kiowa yang terbang oleng hingga dapat menguasainya lagi. Karena tadi Delta-One
dibutakan sesaat oleh sinar pistol suar yang menyilaukan, dia secara refleks
meng-hentakkan pesawatnya ke atas, sehingga rudal Hellfire luput mengenai
sasarannya. Sambil menyumpahnyumpah, sekarang dia melayang di atas haluan kapal
Goya dan bersiap kembali ke bawah dan menyelesaikan tugasnya.
Habisi semua penumpang. Perintah Pengendali sudah jelas. "Sialan! Lihat!" Delta-
Two berteriak dari bangku belakang sambil menunjuk ke luar jendela. "Perahu
motor!" Delta-One berputar dan melihat sebuah perahu motor Crestliner yang bolong-bolong
karena tembakan peluru, mele sat keluar dari kapal Goya dan bergerak memasuki
kegelapan. Dia harus membuat keputusan.
114 TANGAN CORKY yang berlumuran darah mencengkeram ke-mudi perahu motor Crestliner
Phantom 2100 erat -erat ketika perahu itu melesat melintasi laut. Corky
menggeser seluruh tongkat kendali perahu ke depan, dan berusaha untuk
mengeluarkan kecepatan semaksimum mungkin. Tiba-tiba dia merasakan sakit yang
luar biasa. Dia melihat ke bawah dan baru menyadari kaki kanannya mengeluarkan
darah. Dia langsung merasa pusing.
Sambil terus berusaha untuk tetap berdiri di belakang kemudi, Corky berpaling
dan melihat Goya, dan berharap helikopter itu menderu mengejarnya. Karena
Tolland dan Rachel terjebak di jalanan sempit di bagian bawah dek, Corky tidak
mampu menjangkau mereka tadi. Maka dia terpaksa mengambil keputusan kilat.
Pisahkan perhatian dan taklukkan.
Corky tahu kalau dia dapat memancing helikopter itu untuk menjauh dari Goya,
mungkin Tolland dan Rachel dapat meminta bantuan lewat radio. Celakanya, ketika
dia menoleh ke belakang ke arah kapal yang terang benderang itu, Corky masih
melihat helikopter itu melayang -layang di atas Goya, seolah masih bingung untuk
memutuskan. Ayo, keparat! Kejar aku! Tetapi helikopter itu tidak mengikutinya. Bahkan kini heli-kopter itu membelok
ke buritan Goya, menyejajarkan diri, dan mendarat di atas dek. Jangan! Corky
menyaksikan dengan ketakutan. Sekarang dia sadar dia telah meninggalkan Tolland
dan Rachel untuk dibunuh.
Karena tahu sekarang semuanya tergantung padanya untuk mencari pertolongan lewat
radio, Corky meraba-raba pada dasbor dan menemukan radio itu. Dia menyalakannya.
Tidak ada yang terjadi. Tidak ada sinyal. Tidak ada suara. Dia lalu memutar
volume suara hingga maksimal. Tidak ada suara. Ayo! Kemudian Corky melepaskan
kemudinya, lalu berjongkok untuk melihat. Kakinya terasa sangat sakit ketika dia
berjongkok. Matanya terpusat pada radio di perahu itu. Dasbornya ternyata telah
hancur karena peluru, dan alat pemutar radionya berhamburan ke mana-mana. Kabel-
kabel bergelantungan di depannya. Corky seperti tidak dapat memercayai
penglihatannya. Sial sekali.... Dengan lutut yang terasa semakin melemah, Corky kembali berdiri sambil bertanya-
tanya bagaimana semuanya menjadi berantakan seperti ini. Ketika dia menoleh
kembali ke Goya, dia mendapatkan jawabannya. Dua tentara bersenjata turun ke dek
dari atas helikopter. Kemudian helikopter itu terbang lagi, mem-belok ke arah
Pendekar Pedang Sakti 22 Goosebumps - Dingdong Matilah Kau Pertempuran Di Kutub Utara 3
^