Pencarian

Negeri Orang Mati 1

Odisei Buku Kedua Bagian 1


ODISEI - BUKU KEDUA NEGERI ORANG MATI Ditulis oleh MARY POPE OSBORNE Digambar oleh TROY HOWELL
Teks Copyright 2004 by Mary Pope Osborne Artwork Copyright 2004 by Troy " "Howell
Diterjemahkan dari The Land of the Dead, karangan Mary Pope Osborne, terbitan
Hyperion, New York: 2004 Hak terjemahan Indonesia pada Serambi Dilarang mereproduksi atau memperbanyak
seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin
tertulis dari penerbit Penerjemah: Santi Paramitta Penyunting: Ferry Halim Pewajah Isi: Siti
PT SERAMBI ILMU SEMESTA Anggota IKAPI Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta
12730 www.serambi.co.id; info@serambi.co.id
Cetakan I: Oktober 2006 M ISBN: 979-1112-01-0
Dicetak oleh Percetakan PT. Ikrar Mandiriabadi, Jakarta Isi diluar tanggung
jawab percetakan Untuk Eric Booth dan Le Clanche du Rand
SATU PULAU RAKSASA PEMAKAN MANUSIA
Selama berhari-hari, Odiseus, raja Pulau Ithaca di Yunani, mendayung bersama
para pejuangnya di atas laut yang tenang. Ketika sedang mendayung, ia merasa
kasihan pada mereka. Ia tahu bahwa mereka tengah berkabung atas kematian rekan-
rekan mereka yang telah dibunuh oleh si raksasa bermata satu, Cyclops. Ia tahu
mereka juga merasa amat bersalah atas perbuatan mereka yang bodoh karena telah
membuat marah Dewa Angin. Sekarang tidak ada angin yang meniup layar kedua belas
kapal Yunani itu. Odiseus merasakan keputus-asaan yang sama seperti yang dirasakan oleh awak
kapalnya. Namun, ia berjuang melawan kesedihannya dengan satu impian-impian
untuk melihat tanah kelahirannya. Sebelum mereka membuat marah Dewa Angin,
orang-orang Yunani telah berlayar mendekati Ithaca. Untuk pertama kalinya selama
sepuluh tahun, Odiseus dapat melihat pantai berbatu di pulaunya-hutannya yang
menghijau dan asap dari perapian. Ia membayangkan istrinya, Penelope, sedang
memasak untuk orangtuanya yang telah lanjut usia dan putra mereka yang masih
muda, Telemakus. Saat ini, sambil memikirkan Ithaca dan keluarganya yang tercinta, Odiseus
mendayung. Selama enam hari enam malam, tanpa ada angin yang bertiup, ia dan
awak kapalnya mendayung tanpa henti.
Pada hari ketujuh, orang-orang Yunani itu sampai di sebuah pulau yang misterius.
Mereka mengarahkan kapal ke sebuah teluk kecil yang dikelilingi tebing
berdinding curam yang berfungsi sebagai pelabuhan alami.
Orang-orang Yunani itu berlayar ke arah pelabuhan melalui sebuah jalur sempit.
Mereka menambatkan kapal mereka bersama-sama di dekat pantai. Meskipun air dalam
keadaan tenang dan damai, Odiseus merasakan firasat yang aneh. Ia memerintahkan
awak kapalnya sendiri untuk tidak menambatkan kapal mereka bersama yang lain,
tetapi berlabuh di dekat mulut teluk kecil tersebut.
Setelah semua awak turun ke pantai, Odiseus memanjat batu karang untuk melihat-
lihat pulau asing itu. Ia melihat asap membumbung tinggi di kejauhan. Siapa yang
tinggal di sini" ia bertanya-tanya.
Ia segera kembali ke awak kapalnya dan memerintahkan tiga orang untuk memanjat
tebing dan menjelajahi pulau itu.
"Cari tahu siapa yang tinggal di sini," katanya.
"Katakan pada mereka bahwa kita tidak bermaksud buruk."
Ketiga pengintai itu segera berangkat. Di pantai yang berbatu, Odiseus dan yang
lain menunggu kedatangan mereka kembali.
Ketiga orang itu belum lama pergi ketika terdengar jerit ketakutan yang memenuhi
angkasa. Dua dari ketiga pengintai itu berlari-lari menuruni sisi gunung. Mereka
seperti orang gila, berteriak-teriak dan melambai-lambaikan tangan.
"Apa yang telah terjadi?" Odiseus berteriak.
Dengan suara bergetar, kedua orang itu menceritakan pengalaman mereka yang
seram. "Kami bertemu dengan seorang gadis di sebuah mata air-ia mengajak kami untuk
pergi bersamanya," kata salah seorang dari mereka. "Ketika kami memasuki
rumahnya, ibunya muncul-raksasa wanita yang mengerikan-"
"Setinggi gunung!" seru salah seorang lainnya. "Ia memanggil suaminya-raksasa
yang lain- seorang pemakan manusia!"
Tangis kedua pria itu pecah. Mereka menceritakan bagaimana raksasa pemakan
manusia itu menangkap teman mereka dan menyantapnya tepat di depan mata mereka.
Kemudian sebuah geraman keras mengguncang pelabuhan itu bagaikan petir.
Odiseus menatap ke atas dan melihat sekumpulan raksasa sedang berdiri di puncak
tebing. Raksasa-raksasa haus darah itu mulai memunguti batu karang besar. Mereka
melemparkannya ke bawah sisi tebing.
"Naik ke kapal!" seru Odiseus pada anak buahnya. "Berlayar sekarang juga!"
Ketika para awak kapal Yunani itu berlari ke kapal, Odiseus berlari ke arah
mulut teluk tempat kapal hitamnya ditambatkan.
Armada kapal Yunani benar-benar mengalami bencana. Para raksasa melemparkan
batu-batu karang ke bawah, ke arah kapal-kapal yang sedang berlabuh. Batu-batu
karang besar itu menghantam kumpulan kapal tersebut dan menghancurleburkan
seluruh awak hingga menemui ajal.
Saat para awak kapal menjerit-jerit kesakitan, raksasa-raksasa pemakan manusia
itu segera berlari menuju pantai dan menombak mereka seperti sedang menangkap
ikan untuk makan malam. Odiseus menatap kejadian itu dengan perasaan marah dan ngeri. Ia sadar bahwa ia
hanya mampu menyelamatkan anak buahnya yang sedang berada di atas kapalnya. Ia
mencabut pedangnya dan memotong tali jangkar.
"Dayung! Dayung sekuat tenaga!" ia berteriak ke arah anak buahnya. "Dayung dan
selamatkan nyawa kalian!"
Bersamaan dengan suara jeritan dan tangis dari para rekan seperjuangan mereka
yang memenuhi angkasa, Odiseus dan awak kapalnya
dengan perasaan kalut mendayung untuk menjauhi teluk para raksasa pemakan
manusia. DUA HADIAH DARI PARA DEWA Odiseus dan anak buahnya mendayung hingga kapal mereka selamat di laut lepas.
Ketika ia menatap ke arah ombak yang berwarna gelap bagaikan anggur, suara jerit
tangis dari para awak kapalnya yang sekarat masih terus terngiang-ngiang di
telinganya. Ia mulai menyadari bahwa kutukan Cyclops telah menjadi kenyataan. Ia
ingat ucapan kejam dari monster seram itu: "Semoga Odiseus tidak akan pernah
bisa pulang dalam keadaan hidup. Semoga ia tersesat serta kehilangan seluruh
kapal dan awaknya! Semoga ia hanya menemui kesedihan dan kesulitan dalam
perjalanannya!" Sekarang, Odiseus kehilangan hampir seluruh kapal dan awaknya. Sebelas kapal
telah dihancurkan oleh para raksasa pemakan manusia. Hampir seluruh awak
kapalnya dibantai; hanya tersisa empat puluh lima orang.
Karena masih merasa terpana oleh perasaan kehilangan, Odiseus dan para awak
kapalnya tak mampu bicara. Mereka berlayar dalam keheningan karena terguncang
oleh ingatan akan perbuatan para raksasa yang telah menombak
rekan mereka yang terluka dan tak berdaya.
Akhirnya, kapal hitam itu mencapai sebuah pulau yang tertutup oleh hutan yang
hijau dan rimbun. Orang-orang Yunani itu turun ke darat dan jatuh pingsan di
atas pantai yang berbatu.
Selama dua hari dua malam, Odiseus dan para awaknya berbaring di tanah yang
keras sambil meratapi nasib buruk yang menimpa rekan-rekan mereka.
Pada hari ketiga, ketika cahaya fajar kemerahan menimpa pulau tersebut, Odiseus
mengumpulkan segenap kekuatan dan berdiri. Ia tidak membangunkan awak kapalnya
karena ia tahu mereka tengah patah semangat.
Mereka pasti dipenuhi perasaan sakit karena sedih sehingga sulit untuk mencari
makanan, pikirnya. Tak lama lagi mereka akan menjadi terlalu lemah untuk
berlayar dan kemudian mati di pulau ini.
Karena ingin menyelamatkan anak buahnya, Odiseus segera memungut pedang dan
tombaknya. Kemudian, ia pergi untuk berburu.
Ia menaiki tebing tinggi yang terjal dan mencari tanda-tanda kehidupan. Di
kejauhan, ia melihat asap membumbung tinggi dari hutan yang menghijau. Asap itu
berputar-putar di atas pohon dan menghilang di angkasa. Apakah akan ada lagi
raksasa dan monster di pantai ini" Odiseus bertanya-tanya dengan perasaan cemas.
Atau apakah para penghuni pulau ini adalah orang-orang yang ramah"
Sebelum mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu, ia harus terlebih dahulu
mencari makanan untuk seluruh awak kapalnya.
Para dewa sepertinya dapat membaca pikiran Odiseus karena tak lama kemudian,
dari balik pepohonan yang rimbun, seekor rusa jantan besar dengan tanduk
menjulang berjalan ke luar.
Odiseus melemparkan tombaknya dan membunuh rusa itu dalam sekejap. Kemudian ia
membuat seutas tali dari ranting pohon cemara dan mengikat kaki rusa jantan itu.
Ia mengangkat rusa itu ke atas bahunya dan membawanya kembali ke perkemahan para
orang Yunani. Ia melihat para awak kapalnya sedang duduk berkerumun membentuk lingkaran.
Kepala mereka tertutup mantel. Karena masih dalam keadaan berduka, mereka
mencucurkan air mata kesedihan atas kematian rekan-rekan mereka. Mereka juga
mengkhawatirkan nasib mereka sendiri.
"Dengar teman-teman," kata Odiseus, "kita tidak akan pergi ke Negeri Orang Mati
pagi ini. Hari ini bukanlah hari kematian kita. Sampai saat itu tiba, kita harus
menjaga diri kita sendiri. Bangunlah. Jagalah diri kalian baik-baik. Mari kita
menyantap pemberian para dewa ini."
Para anak buahnya membuka tutup kepala mereka. Mereka mengagumi rusa jantan
besar yang telah dibunuh Odiseus, dan perlahan-lahan, mereka mulai menyiapkan
santapan. Mereka membersihkan tangan dan wajah di laut. Setelah berhari-hari bersedih dan
menderita, hati mereka mulai merasa sedikit terobati.
TIGA MANTERA SI PENYIHIR WANITA
Sepanjang siang, Odiseus dan awak kapalnya berpesta daging rusa dan minum
anggur. Ketika matahari terbenam dan kegelapan menyelimuti pulau, mereka
berbaring di pantai dan tertidur dengan damai.
Saat fajar tiba, Odiseus membangunkan anak buahnya.
"Teman-teman, aku tidak tahu kita ada di mana," katanya. "Aku hanya tahu bahwa
kita berada di sebuah pulau. Kemarin pagi, pada saat aku pergi berburu, aku
memanjat tebing dan melihat lautan mengelilingi kita. Aku tahu ada orang lain
yang tinggal di sini karena aku telah melihat asap membumbung dari perapian di
tengah hutan-" Sebelum Odiseus sempat meneruskan ucapannya, anak buahnya berteriak. Mereka
takut pada makhluk-makhluk mengerikan seperti Cyclops dan para raksasa pemakan
manusia, yang mungkin sedang mengintai mereka di pantai asing ini.
"Kendalikan rasa takut kalian!" perintah Odiseus. "Kita tidak memiliki pilihan
selain menjelajahi pulau ini. Kita tidak tahu kita sedang berada di mana dan bagaimana
mencari jalan pulang. Kita harus mencari bantuan dari para orang asing."
Para anak buah tidak menghiraukan kata-katanya. Mereka menjadi semakin cemas.
Sebelum mereka benar-benar sepenuhnya diliputi perasaan takut, Odiseus
menceritakan rencananya. "Dengar," katanya, "kita akan membentuk dua kelompok. Aku akan menjadi kapten
salah satu kelompok dan kelompok yang satu lagi akan dipimpin oleh Erilokus yang
pemberani." Odiseus segera membagi anak buahnya. Dua puluh dua orang Yunani berada di bawah
pimpinannya, dan dua puluh dua orang lagi berada di bawah komando pejuang yang
sangat dipercayainya, Erilokus.
"Nah, sekarang Erilokus dan aku akan membuang undi untuk menentukan siapa di
antara kita yang harus menjelajahi pulau ini," kata Odiseus.
Odiseus dan Erilokus melakukan undian dengan memakai helm mereka. Undian jatuh
ke tangan Erilokus. Ia tidak punya pilihan selain harus memimpin anak buahnya
masuk ke dalam hutan lebat.
Dengan perasaan takut dan cemas, dua puluh orang Yunani berbaris di belakang
Erilokus. Karena cemas, beberapa di antaranya bahkan menangis saat bergerak
menuju pepohonan yang rindang. Prajurit-prajurit Yunani yang tinggal juga ikut menangis. Sudah banyak teman-
teman mereka yang terbunuh sehingga mereka takut akan kehilangan lebih banyak
lagi. Jam demi jam berlalu. Odiseus menanti kembalinya Erilokus beserta anak buahnya.
Sambil mengawasi hutan yang berbayang gelap, ia menantikan suara mereka. Ia
khawatir telah melakukan kesalahan dengan memaksa mereka untuk melakukan
pencarian. Namun, ia tidak sanggup menceritakan ketakutannya pada anak buahnya
yang lain. Ketika matahari mulai terbenam, ia akhirnya mendengar suara langkah kaki.
Erilokus menghambur ke luar dari balik pohon. Ia seorang diri. Matanya melotot
dipenuhi perasaan takut. Odiseus dan yang lain berlari menyambut pria itu untuk mendengar kisahnya.
Namun, Erilokus jatuh terduduk, gemetar, dan mengerang-ngerang. Ia tak sanggup
mengeluarkan sepatah kata pun.
Odiseus mencengkeram bahu Erilokus dan membantunya berdiri. "Di mana yang lain?"
ia berteriak. "Mengapa kau meninggalkan mereka?"
Erilokus tak sanggup menjawab.
Odiseus mengguncangnya sekali lagi. "Katakan!" serunya. "Apakah mereka telah
mati?" "Tidak-tidak mati," kata Erilokus. "Lebih parah! Lebih parah dari kematian-" Ia
jatuh terduduk dan menangis.
"Katakan apa yang terjadi!" perintah Odiseus lagi.
Dengan suara gemetar, Erilokus menceritakan pengalamannya: "Kami berjalan
melalui hutan sampai akhirnya tiba di sebuah lembah. Kami melihat sebuah dinding
batu yang berkilauan. Kemudian, kami melangkah melalui gerbang itu menuju ke
arah sebuah dataran rendah dan segera berhadapan dengan beberapa ekor serigala
serta singa gunung yang memiliki cakar yang panjang nan tajam."
"Kalian diserang oleh binatang liar itu?" Odiseus bertanya.
Erilokus menggeleng. "Mereka tidak menyerang kami," katanya. "Serigala-serigala
itu menjilat kami dan merengek-rengek seperti anjing jinak. Singa gunung itu
dengan lembut menyentuh kami dan mengeong seperti kucing. Aneh sekali dan tidak
seperti layaknya binatang buas. Kami seharusnya segera kembali-"
Erilokus gemetar dan menutupi wajahnya. Odiseus kembali mengguncang bahunya.
"Lanjutkan kisahmu," perintahnya. "Katakan apa yang terjadi selanjutnya."
Erilokus melanjutkan. "Kami merasa takut pada sambutan yang tidak wajar dari
makhluk-makhluk itu," katanya. "Kami bergerak cepat melewati mereka dan masuk ke
halaman sebuah istana. Di sana, kami mendengar sebuah suara mengalun dari
jendela-suara wanita yang sedang menyanyi. Ia memiliki suara termerdu
yang pernah kudengar."
"Siapa dia?" tanya Odiseus.
"Aku tidak tahu," jawab Erilokus. "Saat mengintip melalui jendela, kami melihat
sesosok makhluk bercahaya sedang menenun. Ia terlihat seperti seorang dewi. Ia
memiliki rambut panjang yang bercahaya di bawah sinar matahari. Ketika sedang
bernyanyi, gaunnya yang terbuat dari perhiasan berubah warna. Ia menenun kain
yang terbuat dari benang sutera yang sangat halus. Aku ingin segera memimpin
anak buahku kembali karena teringat pada bahaya yang telah kita hadapi di
sepanjang perjalanan. Namun, tampaknya hanya aku yang merasa cemas. Rekan-rekan
yang lain memanggilnya. Wanita itu membuka pintu dan mengundang mereka masuk.
Aku menahan diri dan bersembunyi ketika yang lain memasuki rumah itu. Aku tak
dapat mencegah mereka-mereka mengikuti wanita itu ke dalam rumah dan ia menutup
pintu. Ketika aku mengintip dari balik jendela, aku melihat ia menawarkan
makanan dan anggur ke rekan-rekan kita. Lalu, ia membelakangi mereka dan
mencampur ramuan yang terdiri dari madu pucat dan anggur. Pada saat ia menuang
ramuan itu ke dalam makanan, aku berteriak untuk memperingatkan mereka. Namun
mereka tidak mendengarku-mereka menenggak ramuan itu dengan suka rela. Dan dalam
sekejap, mereka berubah. Mereka tidak sadar mereka berada di mana atau bagaimana
mereka bisa sampai di sana. Mereka tidak dapat mengingat nama satu sama lain-
bahkan nama mereka sendiri. Ketika mereka berada dalam keadaan seperti itu,
wanita itu menyentuh mereka dengan tongkatnya. Dan tiba-tiba, mereka-"
Erilokus gemetar saat teringat hal itu. Ia menyembunyikan wajahnya dan perasaan
takut merasuki Odiseus. Hal mengerikan apa yang telah dilakukan oleh penyihir
itu terhadap anak buahnya"
Erilokus menatap Odiseus. Ia menahan napas dan kemudian melanjutkan kisahnya
yang seram. "Bulu-bulu babi tumbuh di seluruh wajah dan tubuh mereka," katanya. "Mereka
mulai mendengus-dengus dan mendengkur layaknya babi. Kemudian kepala mereka


Odisei Buku Kedua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berubah menjadi kepala babi."
Orang-orang Yunani yang lain berteriak dan mundur ketakutan.
"Wanita pemikat itu kemudian menggiring babi-babi itu ke kandang," lanjut
Erilokus. "Ia melemparkan biji-biji pohon eik dan biji-biji lain ke tanah. Babi-
babi itu mengunyahnya dengan rakus, seperti babi yang ada di peternakan."
Beberapa saat lamanya, Odiseus menatap Erilokus tanpa suara. Akhirnya ia bicara
dengan suara tenang dan mantap. "Bawa aku ke sana," katanya. "Tunjukkan
jalannya." Erilokus berteriak ketakutan. Ia berlutut di
depan kaki Odiseus dan memohon ampun.
"Jangan, jangan lagi!" ia menjerit. "Tolong jauhkan kami dari pulau terkutuk ini
sekarang juga-sebelum monster perempuan itu menyihir kita semua!"
Odiseus sadar bahwa ia tidak akan dapat meredakan ketakutan Erilokus. Namun, ia
juga tidak dapat membiarkan rekan-rekan seperjuangannya terperangkap di kandang
babi penyihir cantik itu.
"Baiklah kalau begitu. Tinggallah dan beristirahatlah di sini bersama yang
lain," katanya. "Memang sebenarnya akulah pemimpin semua orang Yunani yang ada
di sini. Aku harus menyelamatkan anak buahku. Aku akan pergi sendiri."
EMPAT DEWA PEMBAWA PESAN Odiseus menyandang pedang perunggunya di atas bahu. Yang lain mengawasinya
dengan perasaan takut saat ia meninggalkan perke-mahan dan masuk ke dalam hutan.
Ia masuk ke dalam hutan yang lebat, melewati tempat-tempat yang gelap maupun
yang diterangi sinar matahari, melewati pohon-pohon yang batangnya bertonjolan
dan semak belukar yang rimbun hingga akhirnya mencapai sebuah lembah. Di
kejauhan, dinding batu berkilauan dari istana sang penyihir tampak menjulang
tinggi. Odiseus berhenti. Untuk sejenak, ia berpikir untuk kembali. Namun, ia segera
mengumpulkan segenap keberaniannya dan bergerak maju dengan gagah menuju
gerbang. Tiba-tiba seorang pria muda mendekatinya. Odiseus hendak mencabut pedangnya.
Namun, ia segera menyadari bahwa pria itu bukanlah manusia biasa. Pria tersebut
seolah-olah bercahaya. Ia bersinar sedemikian terangnya sehingga Odiseus harus
memalingkan wajah. "Keberanianmu patut dikagumi, Odiseus," kata si pria asing. "Tapi tahukah kau
siapa musuh- mu" Pernahkah kau mendengar nama Circe si pemikat, putri sang matahari dan
lautan?" Odiseus menghela napas putus asa. Ia memang pernah mendengar nama Circe si
pemikat. Ia tahu bahwa sebagai manusia biasa, ia tak akan sanggup melarikan diri
dari manteranya. Begitu memasuki istana Circe, ia pasti akan terkena mantera
seperti rekan-rekannya yang lain.
"Jangan putus asa, Odiseus," kata si orang asing. "Aku datang untuk membantumu
mengalahkan Circe dan membebaskan anak buahmu. Apakah kau tidak percaya pada
Hermes?" Odiseus menatapnya. Apakah ini benar-benar Hermes, Dewa Pembawa Pesan dari
Gunung Olimpus, putra Zeus, dan pelindung para pahlawan serta pengembara"
"Aku membawa jimat untuk melindungimu dari mantera sang penyihir," kata Hermes.
"Apa itu?" bisik Odiseus.
"Ramuan khusus dari tumbuhan-tumbuhan yang tidak mungkin dicabut oleh manusia
biasa," kata Hermes. "Hanya para dewalah yang dapat mencabutnya dari tanah."
Hermes mengambil sesuatu dari tasnya dan mengeluarkan tanaman yang memiliki akar
berwarna hitam dengan bunga seputih susu.
"Para dewa menyebut bunga ini moly," katanya. "Makanlah moly ini. Bunga ini akan
melindungimu dari segala makanan atau minuman yang diberikan oleh Circe. Saat ia
menepukmu dengan tongkatnya, cabut pedangmu dan
paksa ia bersumpah untuk tidak melukaimu."
Hermes memberikan tanaman berakar hitam itu kepada Odiseus. Kemudian, tanpa
mengucap sepatah kata pun, sang dewa yang bercahaya itu berbalik dan menghilang
kembali ke dalam hutan yang rimbun.
Ia menatap Hermes dengan perasaan heran. Hingga saat ini, ia telah membuat para
dewa marah-Dewi Perang Athena, Dewa Penguasa Lautan Poseidon, dan Dewa Angin
Aeolus. Apakah dewa-dewa itu kembali menyukainya"
Ia memandang moly ajaib yang ada di tangannya. Ia mengangkat bunga itu ke
bibirnya dan mulai memakannya. Kemudian, dengan keberanian dan kekuatan baru, ia
mendekati dinding yang berkilau dari istana si penyihir.
LIMA ISTANA SI PENYIHIR Odiseus membuka gerbang istana Circe. Serigala-serigala dan singa-singa besar
berkumpul di halaman. Binatang-binatang itu mendekatinya dengan penuh semangat,
mencium-cium serta membuat suara yang lembut dan bersahabat. Ia menatap mereka
dengan perasaan takut dan kasihan. Ia tahu mereka adalah orang-orang yang
terperangkap dalam tubuh binatang buas.
Ia bergerak cepat melalui halaman. Di pintu istana, ia memanggil nama Circe.
Tak lama kemudian, si penyihir muncul. Rambut panjangnya berkilauan bagaikan
emas. Gaunnya yang dihiasi perhiasan tampak gemerlapan dan berkilau indah.
Ia bicara dengan suara yang lembut dan hangat. "Silakan masuk," katanya pada
Odiseus sambil membentangkan pintu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Odi-seus melangkah masuk ke dalam istana
yang bermandikan cahaya matahari. Circe mempersilakannya duduk dan beristirahat.
"Aku akan mengambil minuman untuk menye-
garkanmu. Kau pasti telah menempuh perjalanan yang panjang," katanya.
Ia meninggalkan ruangan sejenak. Kemudian ia kembali dengan membawa secangkir
minuman dan memberikannya pada Odiseus.
"Ini," katanya, "minumlah."
Bibir Odiseus menyentuh cangkir itu. Ketika ia mulai menghirup minuman tersebut,
Circe menepuknya dengan tongkat.
"Orang bodoh!" katanya. "Pergilah ke kandang babi bersama yang lainnya!"
Namun, ramuan tanaman ajaib milik Hermes melindungi Odiseus dari mantera jahat
Circe. Ia tidak berubah menjadi babi seperti yang diharapkan si penyihir.
Sebaliknya, ia segera menghunus pedang perunggunya ke arah tenggorokan Circe.
Circe berteriak kaget. "Mengapa sihirku tidak mempan padamu?" jerit penyihir
itu. "Siapa kau" Siapa namamu?"
"Namaku Odiseus," jawabnya.
"Odiseus!" ulangnya. "Suatu kali, Hermes pernah mengatakan padaku bahwa seorang
pejuang yang gagah berani bernama Odiseus akan mengunjungi istanaku. Bila kau
memang orang itu, singkirkan pedangmu! Kita harus saling percaya dan berteman."
Odiseus melotot ke arahnya. "Bagaimana kau bisa bicara soal kepercayaan kalau
sihirmu yang jahat telah mengubah anak buahku menjadi binatang" Kau harus
bersumpah bahwa kau tidak akan mencelakaiku."
Circe menunduk. Ia berbisik dan mengatakan bahwa ia tidak akan mencelakainya.
Setelah Odiseus menurunkan pedangnya, penyihir itu memanggil para pelayan
wanitanya. Para peri hutan dan sungai yang cantik menyelinap masuk dari kegelapan istana.
Mereka menyalakan api di bawah ketel besar yang penuh berisi air.
Odiseus mandi dengan menggunakan air yang lembut dan berkhasiat itu. Kemudian ia
diberi pakaian berupa jubah yang melambai. Peri-peri itu menuntunnya menuju
ruang utama di mana sebuah pesta telah disiapkan untuknya.
Circe mempersilakan Odiseus duduk di dekat mejanya. Ia mengisi cangkir-cangkir
emas dengan anggur. Namun, Odiseus tidak makan ataupun minum. Ia hanya duduk diam sambil menatap
Circe. "Odiseus, mengapa kau tidak mau makan atau minum anggurku?" ia bertanya. "Kau
tidak perlu takut padaku sekarang karena aku telah bersumpah untuk tidak
melukaimu." Odiseus menatapnya. "Pemimpin macam apa yang dapat menikmati makanan dan anggur
bila para anak buahnya tidak bebas?" ia balik bertanya. "Bila kau ingin
membuatku gembira dalam perjamuan ini, kau harus mencabut mantera yang
kautimpakan pada anak buahku."
Circe menatap Odiseus cukup lama. Kemu-
dian, ia menarik napas panjang dan bangkit dari mejanya. Sambil membawa
tongkatnya, ia melangkah ke luar istana menuju halaman.
Odiseus mengikuti dan mengawasinya ketika wanita itu membuka pintu kandang babi.
Dua puluh dua babi gemuk berwarna merah muda berbaris maju sambil menguik dan
mendengus. Si penyihir menggosokkan ramuan ke setiap kepala babi itu. Kemudian, ia
menyentuh mereka dengan tongkatnya.
Saat itu juga, bulu-bulu babi di tubuh mereka rontok dan secara ajaib, mereka
berubah kembali menjadi manusia. Mereka tampak lebih muda, lebih tinggi dan
lebih tampan dari sebelumnya. Mereka memeluk Odiseus dan menangis terharu.
Setelah itu, mereka menanyakan rekan-rekan mereka.
Bahkan Circe pun ikut tersentuh saat melihat air mata tawanannya. "Odiseus,
pergilah ke anak buahmu yang lain. Bawalah mereka ke istanaku," katanya. "Aku
bersumpah akan bersikap baik pada mereka."
Odiseus meninggalkan istana. Ia segera pergi menembus hutan hingga akhirnya
bertemu dengan anak buahnya yang sedang menunggu di pantai.
Saat melihat pemimpin mereka masih hidup, mereka berteriak gembira dan
memeluknya. "Dengan bantuan Hermes, mantera Circe, si penyihir, telah dipatahkan," kata
Odiseus. "Rekan-rekan kalian telah kembali menjadi
manusia. Ikutlah denganku ke istana dan berkumpul bersama mereka."
Beberapa orang langsung mundur ketakutan.
"Aku berani jamin," kata Odiseus dengan lembut. "Circe telah bersumpah untuk
menyambut kalian di istananya."
Akhirnya semua setuju untuk pergi bersama Odiseus. Mereka menarik kapal mereka
ke atas pantai dan menyembunyikan barang-barang mereka di sebuah gua. Kemudian,
mereka mengikuti Odiseus kembali ke hutan yang rimbun dan gelap hingga akhirnya
tiba di istana Circe yang bercahaya.
Circe menyambut mereka di istananya. Ia memerintahkan para pelayan wanitanya
untuk menyiapkan air mandi dan melumuri mereka dengan minyak zaitun. Kemudian,
para peri hutan memberi orang-orang Yunani yang kelelahan itu tunik serta mantel
dari bulu domba dan kemudian mengajak mereka untuk berpesta di ruang utama.
Dalam perjamuan itu, Circe meminta Odiseus untuk tetap tinggal di istananya.
"Kau bukan lagi pria yang sama seperti saat kau meninggalkan Ithaca beberapa
tahun lalu," katanya. "Pertempuran-pertempuran yang kaualami dan kesedihan yang
kaurasakan telah membuatmu lemah dan lelah. Bahkan keluargamu sendiri tidak akan
mengenalimu." Odiseus memang merasa sangat lelah setiap kali mengingat perang melawan prajurit
Troya, perjalanan pulang yang mengerikan-yang penuh dengan monster dan raksasa, dan
kematian para anak buahnya yang mengenaskan.
"Tinggallah bersamaku hingga kau dapat melupakan semua kesedihan dan kenangan
burukmu," kata Circe. "Kalau jiwa dan ragamu sudah kuat kembali, aku akan
membantumu mencari jalan pulang."
Karena terbebani oleh perasaan kehilangan yang berat, Odiseus menuruti keinginan
penyihir cantik itu. Ia berjanji pada Circe untuk tinggal bersamanya sampai ia
dan anak buahnya kembali kuat dan sehat.
ENAM PERJALANAN LAIN Pada hari-hari berikutnya, Odiseus dan anak buahnya menikmati kehangatan dan
kemewahan istana Circe. Mereka beristirahat dan makan daging berkualitas terbaik
serta minum anggur yang manis.
Saat mereka memulihkan kesehatan di pulau memesona itu, waktu berlalu dengan
cepat. Hari berganti menjadi minggu dan minggu menjadi bulan. Setelah setahun
penuh, para anak buah menghadap Odiseus.
"Tidakkah sebaiknya kita segera meninggalkan pulau ini?" salah seorang dari
mereka bertanya. "Apakah kau telah melupakan Ithaca?" tanya yang lain. "Apakah kita tidak akan
pernah melihat tanah kelahiran kita lagi?"
Hati Odiseus tergerak saat mendengar kata-kata anak buahnya. Ia teringat pada
rumahnya- pada Penelope dan Telemakus, dan juga pada ayah serta ibunya.
Keinginan kuat untuk bertemu dengan mereka kembali muncul. Ia segera pergi ke
kamar Circe. "Anak buahku dan aku sendiri telah cukup kuat berkat kebaikan hatimu," katanya.
"Tapi ingatkah kau akan janjimu" Kau bilang kau akan membantu kami pulang ke Ithaca
dengan selamat setelah kami beristirahat dan memulihkan tenaga."
"Aku akan memenuhi janjiku," jawab Circe. "Tetapi kau harus melakukan satu
perjalanan lain terlebih dahulu. Kau harus meminta nasihat dari Tiresias, si
peramal buta dari Thebes. Tiresias dapat melihat masa depan. Hanya ia yang dapat
membantumu menemukan cara untuk pulang."
"Tapi Tiresias dari Thebes sudah mati," kata Odiseus dengan perasaan heran.
"Ya benar, Tiresias sudah mati," jawab Circe, "tetapi ia tetap memiliki
kebijaksanaan seperti saat ia masih hidup."
"Aku tidak mengerti," kata Odiseus. "Bagaimana mungkin orang yang berada di
Negeri Orang Mati dapat memberi nasihat kepada orang yang masih hidup?"
"Kau harus pergi ke Negeri Orang Mati," jawab Circe. "Di sana, kau akan bicara
dengan arwah Tiresias."
Odiseus terdiam. Sungguh mengerikan bagi orang yang masih hidup untuk
mengunjungi dunia gelap gulita yang dikuasai oleh Dewa Hades dan Ratu Persefone.
"Tak ada seorang pun yang pernah menemukan Negeri Orang Mati," katanya dengan
suara parau. "Hanya arwah dan hantu yang tahu bagaimana pergi ke sana. Kapal apa
yang akan membawaku ke sana" Angin apa yang akan meniupku untuk berlayar?"
"Kau tak dapat sampai ke sana dengan kapalmu," kata Circe. "Angin utara akan
membawamu ke tepi laut, ke Oceanus, sungai yang mengitari dunia. Setelah
menyeberangi Oceanus, kau akan memasuki Negeri Orang Mati."
"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanya Odi-seus.
"Kau harus meninggalkan kapalmu dan berjalan kaki melalui kumpulan pohon willow
dan pohon poplar," kata Circe. "Saat tiba di tempat bertemunya dua sungai-Sungai
Erangan dan Sungai Api-galilah sebuah parit. Tuangkan madu, susu, anggur, dan
gandum putih ke dalamnya sebagai persembahan bagi orang-orang yang sudah mati.
Lalu sembelihlah dua ekor domba dan tuangkan darah mereka ke dalam parit itu.
Setelah selesai melakukan semua itu, berjaga-jagalah sampai arwah Tiresias
muncul. Biarkan ia minum dari parit itu. Kemudian, ia akan mengatakan padamu
bagaimana menemukan jalan pulang."
Odiseus mengangguk. Ia tahu ia tak bisa menghindar dari perjalanan yang
mengerikan itu bila ingin melihat tanah kelahiran dan keluarganya kembali. Ia
mencoba untuk mengumpulkan kekuatan-seperti yang selalu ia perintahkan pada anak
buahnya. Ia menatap Circe dan mengangguk.
Lalu, tanpa berkata apa-apa, Odiseus me-
ngenakan jubahnya yang indah dan membangunkan setiap anak buahnya.
"Bangunlah," kata Odiseus. "Kita harus meninggalkan tempat ini sekarang."
Anak buahnya merasa lega setelah tahu mereka akan segera berlayar pulang. Saat
mereka berkumpul di luar istana, Odiseus menceritakan tujuan mereka yang
sebenarnya. "Kita akan segera berlayar kembali ke Ithaca," katanya. "Namun, kita harus
melakukan sebuah perjalanan lain terlebih dahulu. Kita harus pergi ke Negeri
Orang Mati. Di sana, aku harus bicara dengan arwah si peramal yang bijaksana,
Tiresias. Orang-orang Yunani itu berteriak untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka.
Namun, Odiseus memberi tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain.
"Hanya Tiresias yang dapat memberi tahu kita cara menemukan jalan pulang,"
katanya. "Aku mohon, ikutlah denganku. Temani aku dalam perjalanan menuju Negeri
Orang Mati." Mereka menunduk dengan perasaan sedih dan mengikuti sang pemimpin menaiki kapal.
Mereka kemudian menaikkan layar dan mendayung ke laut lepas.
Ketika kapal hitam itu berlayar di atas ombak, Odiseus merasakan hembusan angin
hangat yang lembut. Ia tahu bahwa Circe berada di sekitarnya.
Penyihir itu telah mengirim angin yang lembut
sepanjang hari. Ia mengembangkan layar-layar kapal hitam itu dengan angin dan
membuatnya melaju cepat di atas ombak.
TUJUH NEGERI ORANG MATI Setelah matahari terbenam dan kegelapan menjelang, Odiseus beserta anak buahnya
tiba di tepi laut. Mereka berlayar di antara kabut abu-abu dan masuk ke perairan
Oceanus, sungai yang mengitari dunia. Mereka berlayar melintasi Oceanus dan
akhirnya tiba di Negeri Orang Mati.
Para awak menambatkan kapal di tepi sungai yang gelap tertutup kabut. Saat


Odisei Buku Kedua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang ke dalam kabut, mereka dihinggapi rasa takut. Mereka merasa ngeri
untuk menginjakkan kaki ke dunia yang mencekam itu. Odiseus sendiri juga gemetar
saat mengingat apa yang akan dijumpainya di sana. Namun dengan keyakinan yang
teguh, ia turun ke pantai dan memerintahkan anak buahnya untuk mengikutinya
sambil membawa dua ekor domba dari pulau milik Circe.
Odiseus dan anak buahnya menempuh perjalanan dengan berjalan kaki melalui
kumpulan pohon willow dan pohon poplar. Mereka berhenti saat tiba di tempat
bertemunya dua sungai, Sungai Api dan Sungai Erangan.
Di sana, di tempat yang tak pernah tersentuh
sinar matahari, Odiseus menggali sebuah parit yang dalam. Ia menuang campuran
madu, susu, anggur, dan gandum putih. Ia berdoa untuk arwah orang mati.
Kemudian, ia memerintahkan anak buahnya untuk menyembelih dua ekor domba sebagai
persembahan untuk para dewa.
Segera setelah Odiseus menuang darah kurban ke dalam parit, para hantu muncul
dari antara kabut-arwah pria dan wanita tua, arwah para pejuang yang masih
mengenakan pakaian zirah, arwah para wanita muda yang berduka karena kehilangan
kekasih dan akhirnya mati karena patah hati.
Ribuan hantu mulai bergerak ke arah para orang Yunani itu. Karena tertarik oleh
bau darah, mereka mengeluarkan suara ratapan aneh.
Anak buah Odiseus gemetar ketakutan. Odiseus sendiri menjadi pucat karena takut.
Namun, ia mencabut pedangnya untuk menghalau para hantu hingga arwah Tiresias,
si peramal buta, muncul. Sambil menjaga parit dengan gagah berani, tatapan mata Odiseus beralih ke salah
satu arwah yang melayang di antara kabut. Dengan perasaan kaget dan takut, ia
mengenali seseorang yang sangat ia sayangi.
Secara perlahan, arwah ibunya melayang ke arahnya.
DELAPAN BAGAIKAN BAYANGAN DAN IMPIAN
Odiseus menangis. Ia sudah tidak bertemu dengan ibunya selama lebih dari sepuluh
tahun, sejak ia pergi dari Ithaca. Ia tahu bahwa hal yang paling ia takuti telah
terwujud-saat ia berada jauh dari rumah, ibunya yang tercinta telah tiada.
Ia memanggil nama sang ibu. Namun, arwah itu tidak menyahut-roh tersebut bahkan
seperti tidak mengenalinya. Ia tampak sangat ingin mencicipi darah domba yang
ada di parit. Meskipun diliputi kesedihan yang mendalam, Odiseus tetap memegang pedangnya dan
tidak membiarkan arwah ibunya mendekat. Ia tetap menjaga parit dan menunggu
datangnya arwah Tiresias.
Akhirnya, sesosok bayangan tipis mengambang ke luar dari kabut. Sambil
menggenggam sebuah tongkat keemasan, arwah orang tua itu bergerak di antara
gulungan kabut menuju darah domba. Odiseus menurunkan pedangnya dan mengizinkan
arwah Tiresias untuk minum dari parit itu.
Setelah hantu itu kenyang minum darah
domba, ia berdiri dan berpaling ke Odiseus. Dengan suara yang jelas dan dingin
ia berkata: "Odiseus, kau datang untuk menanyakan jalan pulang. Para dewa telah
mempersulit perjalanan pulangmu. Mereka tidak akan mengizinkanmu lepas dari
kemarahan Poseidon karena kau telah membuat mata putranya, Cyclops, menjadi
buta." Odiseus merasa putus asa. Kutukan Cyclops terasa semakin berat.
"Jangan putus asa," kata si hantu. "Kau masih bisa kembali ke Ithaca. Namun, kau
harus mematuhi peringatanku. Dalam perjalanan pulang, kau akan melewati pulau
milik Dewa Matahari. Di pulau itu terdapat banyak domba dan sapi. Jangan biarkan
anak buahmu menyentuh satu pun dari binatang-binatang itu. Siapa pun yang
mencoba menyembelih makhluk-makhluk itu akan mendapat musibah."
Odiseus mengangguk. "Katakan pada anak buahmu untuk tidak mengganggu ternak itu dan hanya memikirkan
perjalanan pulang," kata hantu itu. "Bila mereka tidak mematuhi perintah ini,
mereka akan mati dan kapalmu akan hancur. Kau sendiri mungkin akan selamat.
Namun kalau memang demikian adanya, kau akan menjadi hancur. Kau akan menemui
masalah besar di rumah."
Odiseus sangat bersyukur atas peringatan orang tua yang bijak itu. Ia bertekad
untuk mengawasi anak buahnya agar tidak mendekati
sapi dan domba milik Dewa Matahari.
"Bertahun-tahun dari sekarang, maut akan selalu membuntutimu dari lautan," kata
arwah si peramal itu. "Kau akan melepas ajal saat kau berusia lanjut, setelah
kau menemukan kedamaian dalam hatimu."
Odiseus mengangguk. "Bila itu memang kehendak para dewa, maka biarlah hal
tersebut terjadi," katanya. Ketika Tiresias hendak pergi, Odiseus memanggilnya.
"Tolong tunggu sebentar. Sebelum kau pergi-"
Hantu itu berbalik. "Tahukah kau mengapa arwah ibuku tidak bicara padaku ketika aku memanggil
namanya?" tanya Odiseus.
"Arwah ibumu akan dapat bicara bila kau mengizinkannya mencicipi darah domba
dalam parit itu," jawab arwah Tiresias. "Sebelum itu terjadi, ia tidak akan
punya cukup tenaga untuk bicara."
Kemudian, arwah si peramal bijak itu berbalik pergi dan Odiseus mengawasinya
menghilang ke dalam kabut.
Odiseus kemudian mengizinkan arwah ibunya maju dan mencicipi darah domba di
dalam parit. Setelah minum, arwah ibu Odiseus tampak mulai memiliki kekuatan. Saat kembali
menatap putranya, ia berteriak terkejut.
"Anakku tercinta!" katanya. "Kau bukan hantu! Mengapa kau ada di sini?"
Dengan lembut Odiseus menjelaskan alasan
kunjungannya ke Negeri Orang Mati. Kemudian, ia menanyakan banyak hal pada
ibunya. "Bagaimana kabar Penelope dan Telemakus" Apakah Penelope telah membuang
semua kenangan tentang diriku dan menikah dengan orang lain" Bagaimana ayah"
Apakah ia masih hidup?"
Hantu itu memandang dengan sedih ke arah putranya.
"Keluargamu telah porak-poranda karena sedih. Istrimu masih menunggumu. Namun,
ia melewatkan siang dan malam dengan menangis. Putramu kuat dan pemberani.
Meskipun masih muda, ia menjaga rumah, ladang, dan ternakmu. Ia juga meratapi
kepergianmu, seperti halnya ayahmu. Ayahmu tinggal di desa dan tidak mau
mendekati kota. Di musim dingin, ia hanya memakai kain compang-camping dan tidur
di lantai. Di musim panas, ia tidur di kebun anggur. Ia menangisimu setiap
saat." Odiseus menjadi sedih setelah mendengar kabar tentang keluarganya. "Dan kau,
Ibu?" ia bertanya. "Apa yang telah terjadi padamu?"
"Kepergianmu terlalu membebani hatiku," katanya. "Ketika aku bertambah yakin kau
tidak akan pernah kembali, aku menjadi terlalu sedih untuk hidup."
Odiseus merengkuh sang ibu. Tiga kali ia mencoba. Namun, ibunya selalu lewat
begitu saja, seperti udara.
"Ibu!" jeritnya. "Mengapa kau tidak ada di sana
setiap kali aku mencoba memelukmu?"
"Anakku. Aku adalah arwah," jawabnya dengan lembut. "Tinggalkan Negeri Orang
Mati sekarang juga. Carilah cahaya matahari selagi kau masih hidup."
Odiseus sangat sedih saat arwah ibunya menghilang dari pandangan bagaikan
bayangan atau mimpi. SEMBILAN ARWAH PARA PEJUANG Ketika arwah ibu Odiseus menghilang, semakin banyak arwah yang mendekati parit
untuk meminum darah yang ada di sana.
Odiseus mencabut pedangnya dan memerintahkan para arwah itu mendekat satu demi
satu. Yang pertama muncul adalah arwah istri dan ibunda para pahlawan Yunani yang
telah gugur di medan perang; berikutnya, arwah para raja yang agung dan pejuang.
Salah satu di antaranya adalah Raja Agung Agamemnon yang memimpin prajurit
Yunani dalam Perang Troya.
"Tuanku, raja kami semua!" seru Odiseus. "Anda berada di sini!"
Setelah meminum darah domba, Agamemnon segera mengenali Odiseus. Ia mencoba
memeluk Odiseus. Namun dalam wujud arwah, ia tidak memiliki kekuatan.
Odiseus menangis dengan iba. Hingga saat ini, ia tak tahu bahwa Agamemnon telah
mati. Sekarang mereka duduk dan bercakap-cakap- manusia hidup dan arwah sang
raja agung. "Apa yang membuat Anda terdampar di tempat
ini?" tanya Odiseus. "Apakah Anda tenggelam akibat badai laut yang dahsyat"
Apakah musuh menyerang Anda dalam sebuah pertempuran sengit?"
Agamemnon bercerita pada Odiseus bahwa ia telah dibunuh oleh ratunya sendiri.
"Tapi kau tidak akan menemui nasib yang sama denganku, Odiseus," kata hantu
Agamemnon untuk menenangkannya. "Penelope, istrimu, sangat setia padamu. Ia
adalah wanita yang patut dikagumi. Ketika kau meninggalkannya, ia masih seorang
gadis kecil yang lugu. Pada saat kau kembali nanti, ia dan putramu akan menunggu
untuk memelukmu dan bekerja bersamamu di ladang."
Pada saat Odiseus dan arwah Agamemnon duduk sambil menangis dan berbincang-
bincang, arwah para pejuang-yang telah bertempur dengan gagah berani dalam
Perang Troya-mulai berdatangan dan duduk bersama mereka. Salah satu di antaranya
adalah Achilles yang perkasa, pejuang yang paling berani dari semua orang
Yunani. "Odiseus, tindakanmu ini sungguh berani," kata Achilles. "Mengapa kau datang ke
mari?" Odiseus bercerita pada Achilles dan arwah lainnya tentang perjalanannya dan
bagaimana ia telah bertemu dengan arwah Tiresias. Ia memuji Achilles dan
menyebutnya sebagai pangeran di antara para orang mati.
"Ah, mungkin begitu," kata Achilles, "tapi aku
lebih suka menjadi pelayan seorang miskin di dunia orang hidup daripada menjadi
raja di Negeri Orang Mati."
Satu demi satu, arwah para pejuang itu menceritakan kisahnya pada Odiseus. Dan
Odiseus memberi tahu kabar tentang orang-orang yang masih hidup kepada setiap
hantu itu. Kemudian, Odiseus melihat Tantalus, seorang raja congkak yang telah membuat
marah para dewa. Mereka memberinya rasa lapar dan haus abadi sebagai hukuman.
Tantalus dipaksa berdiri di dalam air yang tingginya mencapai dagu. Di atas
kepalanya, terjulur dahan-dahan pohon berbuah lebat, seperti pir, apel, dan buah
ara. Setiap kali Tantalus menunduk untuk minum, seketika itu juga airnya mengering.
Ketika ia mencoba meraih buah-buahan, angin meniup dahan sehingga menjauh ke
atas. Kemudian, Odiseus melihat Sisifus, raja nan kejam yang dikutuk para dewa untuk
menggelindingkan sebuah batu besar ke atas puncak bukit. Setiap kali Sisifus
mencapai puncak bukit, batu tersebut kembali terguling ke bawah, dan ia harus
memulai dari awal lagi. Kemudian, Odiseus juga melihat Herkules yang perkasa. Pejuang itu menatap ke
kejauhan sambil membawa busur dengan anak panah yang terpasang pada tali
busurnya. Berulang kali, ia tampak bersiap-siap untuk memanah.
Saat mencari arwah pahlawan lain di antara kabut, Odiseus melihat ribuan arwah
bergerak perlahan-lahan ke arahnya. Mula-mula, suara mereka terdengar lembut. Namun,
semakin lama semakin keras. Arwah-arwah itu berkumpul di sekitar Odiseus sambil
berteriak meminta bantuan.
Odiseus menjadi panik. Dengan perasaan ngeri, ia berpaling dan berlari. Anak
buahnya juga ikut berlari-melewati kumpulan pohon milik Persefone-menuju kapal.
Odiseus naik ke kapal dan memerintahkan anak buahnya untuk segera berlayar.
Para awak mendayung dengan cepat untuk menyeberangi Sungai Oceanus. Mereka terus
mendayung hingga mereka merasakan tiupan angin yang mengembangkan layar kapal.
Saat sinar fajar berwarna kemerahan menyinari air laut yang berwarna anggur
gelap, Odiseus akhirnya bisa bernapas lega. Pikirannya berkelana ke tahun-tahun
yang telah dilewati-nya-mimpi buruk yang diakibatkan oleh raksasa pemakan
manusia, istirahat yang lama di istana milik Circe, dan kunjungannya ke alam
berhantu yang dikuasai Hades dan Persefone.
Odiseus meratapi kematian ibunya dan merasa semakin cemas untuk segera dapat
bertemu dengan ayahnya sebelum orang tua itu juga meninggal. Selain itu, ia
sangat rindu untuk segera dapat berkumpul kembali dengan istri dan anaknya-
sebelum ada yang mencelakai mereka.
Perasaan Odiseus dipenuhi rasa sakit tak
tertahankan. Namun, ia bersyukur karena masih berada di dunia orang hidup dan
tidak terperangkap selama-lamanya di Negeri Orang Mati.
TENTANG HOMER DAN ODISEI Pada zaman dahulu kala, orang Yunani Kuno percaya bahwa dunia dikuasai oleh para
dewa dan dewi yang sakti. Oleh orang Yunani, cerita tentang para dewa dan dewi
itu disebut mitos. Mungkin pada awalnya, mitos diceritakan untuk menjelaskan
berbagai kejadian alam - seperti cuaca, gunung berapi, dan susunan bintang-
bintang di langit. Mitos-mitos itu juga diceritakan ulang sebagai hiburan.
Mitos Yunani pertama kali ditulis oleh seorang penyair buta bernama Homer. Homer
hidup kurang lebih tiga ribu tahun yang lalu. Banyak orang percaya bahwa Homer
adalah pengarang dua puisi kepahlawanan terkenal, Illiad dan Odisei. Illiad
menceritakan tentang Perang Troya. Odisei menceritakan tentang kisah perjalanan
panjang dari Odiseus, raja Ithaca. Cerita tersebut banyak berhubungan dengan
petualangan Odiseus ketika ia berada dalam perjalanan pulang dari Perang Troya.
Dalam menceritakan kisahnya, Homer sepertinya mengabungkan khayalannya sendiri
dengan mitos-mitos Yunani yang secara lisan
telah diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagian kecil sejarah juga terdapat
dalam kisah Homer karena terdapat bukti-bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa
kisah Perang Troya ditulis berdasarkan perang yang pernah terjadi lima ratus
tahun sebelum Homer lahir.
Selama berabad-abad, kisah Odisei dari Homer telah memengaruhi ke-susasteraan
Barat. PARA DEWA DAN DEWI YUNANI KUNO
Dewa yang paling sakti di antara seluruh dewa dan dewi Yunani adalah Zeus, Sang
Dewa Petir. Dari puncak Gunung Olimpus yang berkabut, Zeus berkuasa atas semua
dewa dan manusia. Para dewa dan dewi lainnya adalah sanak keluarga Zeus.
Saudaranya, Poseidon adalah penguasa lautan, dan saudaranya yang lain, Hades
adalah penguasa alam baka. Anak-anak Zeus - antara lain - adalah Dewa Apolo,
Mars, Hermes, serta Dewi Afrodite, Athena, dan Artemis.
Para dewa dan dewi dari Gunung Olimpus tidak melulu tinggal di puncak gunung.
Mereka juga turun ke bumi untuk melibatkan diri dalam kehidupan sehari-hari umat
manusia - seperti Odiseus.
BEBERAPA DEWA DAN DEWI UTAMA
-Zeus Dewa Petir, raja seluruh dewa
-Poseidon Dewa Laut dan Sungai, saudara laki-laki Zeus
-Hades Dewa Alam Baka, saudara laki-laki Zeus
-Hera istri Zeus, ratu para dewa dan dewi
-Hestia Dewi Perapian, saudara perempuan Zeus
-Athena Dewi Kebijaksanaan, Dewi Perang, Seni dan Kerajinan Tangan; anak
perempuan Zeus -Demeter Dewi Pangan dan Panen, ibu dari Persefone
-Afrodite Dewi Asmara dan Kecantikan, anak perempuan Zeus
-Artemis Dewi Para Pemburu, anak perempuan Zeus
-Ares Dewa Perang, anak laki-laki Zeus
-Apolo Dewa Matahari, Dewa Musik danPuisi
-Hermes Dewa Pembawa Berita, anak laki-laki Zeus - ahli membuat tipuan
-Hefaestus Dewa Pembuat Senjata, anak laki-laki Hera
-Persefone istri Hades, ratu alam baka - anak perempuan Zeus
-Dionisus Dewa Anggur dan Kegilaan
CATATAN TENTANG ASAL-MUASAL CERITA
Kisah Odisei asli ditulis dalam bahasa Yunani Kuno. Sampai saat ini, cerita
Homer ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa hingga mencapai ribuan
kopi. Penulis telah mempelajari sejumlah terjemahan dalam bahasa Inggris,
termasuk yang ditulis oleh Alexander Pope, Samuel Butler, Andrew Lang, W.H.D.
Rouse, Edith Hamilton, Robert Fitzgerald, Allen Mandelbaum, dan Robert Fagels.
Odisei karangan Homer terdiri dari 24 buku. Jilid pertama dari seri ini diambil
dari buku kesembilan dan kesepuluh.
Cerita mengenai keikutsertaan Odiseus untuk berperang melawan Troya bersumber
dari seorang penulis yang hidup pada abad kedua setelah Masehi. Nama penulis itu
adalah Hyginus. Catatan tentang kuda Troya bersumber dari cerita karangan Virgil
yang berjudul Aeneid. Catatan dari Apolodorus tentang jatuhnya Troya menyebutkan
bahwa nama Athena terpahat di atas kuda kayu tersebut.
SANG PENGARANG Mary Pope Osborne adalah pengarang buku serial paling laris yang berjudul Magic
Tree House - Rumah Pohon Ajaib. Ia juga menulis sejumlah novel sejarah dan
menceritakan kembali mitos-mitos serta cerita rakyat yang sudah sangat dikenal,
termasuk di antaranya Kate and Beanstalk - Kate dan Pohon Kacang dan New York's
Bravest - Yang Terberani dari New York. Ia tinggal bersama suaminya di New York


Odisei Buku Kedua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Connecticut. Edit by : zheraf.net http://www.zheraf.net Para Ksatria Penjaga Majapahit 23 Pendekar Naga Putih 113 Makhluk Haus Darah Monster Didanau Strawberry 1
^