Padang Bayang Kelabu 5
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon Bagian 5
Pelaut itu pergi. Rizzoli kembali menghadapi Demiris. "Kau merencanakan untuk berlayar tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada partner-mu?"
Demiris dengan cepat berkata, "Tidak. Tentu saja tidak. Aku hanya" aku hanya datang untuk mengecek beberapa hal di kapal ini. Kapal ini akan berlayar besok pagi." Jari-jarinya nam-pak gemetar.
Rizzoli mendekat kepadanya. Ketika ia berbicara, suaranya lembut. "Costa baby, kau membuat kekeliruan besar. Tak ada gunanya mencoba lari, sebab kau tak punya tempat untuk bersembunyi. Kau dan aku ada perjanjian, ingat" Kau tahu apa yang terjadi pada orang-orang yang ingkar janji" Mereka mati sakit" sangat sakit."
Demiris menelan ludah. "Aku" aku ingin bi-cara denganmu sendiri."
Rizzoli menoleh kepada orang-orangnya. "Tunggu di luar."
Setelah mereka pergi, Rizzoli duduk dengan nyaman di sebuah kursi santai. "Aku sangat kecewa denganmu, Costa."
338 "Aku tak bisa menjalani ini," kata Demiris. "Aku akan memberimu uang"lebih banyak daripada yang pernah kauimpikan."
"Sebagai imbalan untuk apa?"
"Untuk turun dari kapal ini dan membiarkan aku sendiri." Ada nada keputusasaan dalam suara Demiris. "Jangan lakukan ini padaku. Pemerintah akan menyita seluruh armadaku. Aku akan hancur. Tolonglah. Aku akan memberikan apa saja yang kauminta."
Tony Rizzoli tersenyum. "Aku sudah punya semua yang kuinginkan. Berapa banyak tanker yang kaumiliki" Dua puluh" Tiga puluh" Kita akan membuat tanker-tanker itu sibuk, kau dan aku. Yang perlu kaulakukan hanyalah menambah satu atau dua pelabuhan persinggahan."
"Kau" kau benar-benar tidak tahu apa yang sedang kaulakukan terhadapku."
"Aku kira itu seharusnya sudah kaupikirkan sebelum kau melakukan permainan kecilmu yang berbahaya itu." Tony Rizzoli bangkit berdiri. "Kau akan bicara dengan kaptenmu. Katakan padanya kita akan menambah satu persinggahan, lepas pantai Florida."
Demiris ragu-ragu. "Baiklah. Kalau besok pagi kau balik ke sini lagi?"
Rizzoli tertawa. "Aku tidak akan ke mana-mana. Permainan sudah selesai. Kau merencanakan untuk lari diam-diam tengah malam nanti. Bagus. Aku akan ikut lari bersamamu. Kita akan bawa satu muatan heroin, Costa, dan se"
339 bagai pemanis transaksi ini, kita juga akan membawa salah satu harta karun milik Museum Negara. Dan kau akan menyelundupkannya ke Amerika buatku. Itulah hukumanmu karena berniat mengkhianati aku."
Sinar mata Demiris memancarkan kepanikan. "Aku"apa tidak ada sesuatu," ia memohon, "sesuatu yang bisa kulakukan untuk?"" Rizzoli menepuk pundak Demiris. "Bergembiralah. Aku berjanji kau akan senang menjadi partner-ku."
Rizzoli menghampiri pintu dan membukanya. Baiklah, mari kita muatkan barangnya ke atas kapal," katanya.
"Kau ingin barang itu ditaruh di mana?"
Ada ratusan kemungkinan tempat persembu-nyian di kapal mana saja, tapi Rizzoli tidak merasa perlu untuk bersulit-sulit kali ini. Armada kapal Constantin Demiris jauh dari kecurigaan.
"Masukkan ke dalam karung kentang," katanya. "Tandai karungnya dan taruh di belakang dapur kapal. Berikan vas itu kepada Mr Demiris. Ia sendirilah yang akan menjaga vas itu." Rizzoli menoleh kepada Demiris, sinar matanya penuh dengan ejekan. "Bagaimana, kau ada masalah dengan ini?"
Demiris mencoba untuk berbicara tapi kata-katanya serasa tersangkut.
"Baiklah, anak-anak," kata Rizzoli. "Kita bergerak sekarang."
Rizzoli duduk kembali di kursi santai itu.
340 "Kabin yang bagus. Kau boleh tetap memakainya, Costa. Anak buahku dan aku akan mencari kamar lain."
"Terima kasih," kata Demiris memelas. "Terima kasih."
Saat tengah malam, tanker raksasa itu meninggalkan dermaga dengan dipandu oleh dua kapal penghela. Heroin itu telah disembunyikan di atas kapal, dan vasnya telah diantarkan ke kabin Constantin Demiris.
Tony Rizzoli menarik salah satu anak buahnya ke samping. "Kau cepat pergi ke ruang radio dan hancurkan pesawat wireless itu. Aku tak mau Demiris mengirimkan berita."
"Baik, Tony." Constantin Demiris sudah habis-habisan, tapi Rizzoli tak mau mengambil risiko apa pun.
Rizzoli terus cemas sebelum kapal itu berlayar, akan kemungkinan adanya sesuatu yang tidak beres, karena yang sedang terjadi ini benar-benar melebihi mimpinya yang paling indah. Constantin Demiris, salah satu orang yang paling kaya dan paling berkuasa di dunia, sekarang menjadi partner-nya. Partner, bah, pikir Rizzoli. Aku berkuasa atas bandit ini. Seluruh armadanya adalah milikku. Aku bisa memuat berapa pun barang sebanyak yang bisa disetor oleh anak-anak. Biar orang-orang lain setengah mampus ingin tahu bagaimana. bisa menyelundupkan itu ke Amerika. Aku
341 telah berhasil. Lalu masih ada semua harta karun museum. Itu benar-benar tambang emas baru. Tapi, hanya aku yang memiliki seluruhnya. Tak akan ada yang meributkan itu karena tak ada yang tahu.
Tony Rizzoli jatuh tertidur bermimpi tentang armada kapal-kapal emas dan istana-istana dan gadis-gadis pelayan yang seronok.
Setelah Rizzoli bangun keesokan harinya, ia dan anak buahnya menuju ke ruang makan untuk makan pagi. Sejumlah awak kapal sudah berada di sana. Seorang pramugara menghampiri meja makan. "Selamat pagi."
"Di mana Mr Demiris?" tanya Rizzoli. "Ia tidak makan pagi?"
"Ia berada di kabinnya, Mr Rizzoli. Ia memerintahkan kami untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Anda dan teman-teman Anda."
"Dia baik sekali," Rizzoli tersenyum. "Saya minta orange juice, bacon, dan telur. Bagaimana dengan kalian, anak-anak?"
"Kedengarannya enak."
Setelah mereka memesan, Rizzoli berkata, "Aku mau kalian jangan macam-macam. Jangan perlihatkan perangaimu. Bersikaplah baik dan sopan. Ingat, kita adalah tamu Mr Demiris."
Demiris tidak keluar untuk makan siang hari itu. Ia juga tidak muncul saat makan malam.
342 Rizzoli naik ke atas untuk berbicara dengannya.
Demiris berada di kabinnya, melihat ke luar dari jendela kapal. Ia kelihatan pucat dan lelah.
Rizzoli berkata, "Kau harus makan supaya badanmu tetap sehat, partner. Aku tak ingin kau nanti jadi sakit. Banyak yang harus kita lakukan. Kusuruh pramugara mengantarkan makan malam ke sini."
Demiris menarik napas panjang. "Aku tak bisa"baiklah. Harap keluar."
Rizzoli menyeringai. "Baik. Setelah makan, tidurlah. Kau kelihatan sangat tidak sehat."
Keesokan harinya, Rizzoli menemui sang kap-ten.
"Saya Tony Rizzoli," katanya. "Saya tamu Mr Demiris."
"Ah, ya. Mr Demiris mengatakan bahwa Anda akan datang menemui saya. Ia menyebutkan bahwa mungkin akan ada perubahan rute?"
"Betul. Saya akan memberitahu Anda. Kapan kita akan tiba di lepas pantai Florida?"
"Sekitar tiga minggu, Mr Rizzoli."
"Bagus. Sampai di sini dulu."
Rizzoli pergi dari situ dan berjalan keliling kapal"kapalm/a. Seluruh armada itu adalah miliknya sekarang. Dunia ini miliknya. Rizzoli dipenuhi dengan luapan sukacita yang belum pernah dirasakannya sebelum ini.
343 Pelayaran itu berjalan iancar, dan dari waktu ke waktu, Rizzoli mampir ke kabin Constantin Demiris.
"Mestinya kausuruh bawa sejumlah cewek ke atas kapal," kata Rizzoli. "Tapi aku kira kalian orang Yunani tidak membutuhkan cewek, ya?"
Demiris menolak memenuhi pancingan ini.
Hari-hari berlalu dengan pelan, tapi setiap jam membawa Rizzoli lebih dekat kepada mimpi-mimpinya. Ia seakan demam karena tak sabar lagi. Seminggu lewat, lalu seminggu lagi, dan kini mereka telah dekat dengan benua Amerika Utara.
Sabtu petang Rizzoli berdiri di geladak kapal memandang ke laut lepas di mana nampak ha-lilintar memecah langit.
Perwira pertama datang menemuinya. "Barangkali cuaca akan buruk, Mr Rizzoli. Saya harap Anda tahan guncangan di laut."
Rizzoli mengangkat bahu. "Saya tidak kuatir."
Laut mulai bertingkah. Kapal mulai diliput ombak dan mendaki ke atas menyongsong gelombang.
Rizzoli mulai merasa mabuk. Jadi rupanya aku tidak tahan guncangan, pikirnya. Tapi kenapa harus dirisaukan" Dia memiliki dunia. Ia kembali ke kabinnya lebih awal dan pergi tidur.
Ia bermimpi. Kali ini, tak ada kapal-kapal emas atau gadis-gadis cantik yang telanjang. Mimpi-mimpi yang menakutkan. Perang sedang
344 berlangsung, dan ia mendengar dentuman me-riam. Sebuah ledakan membuatnya terbangun.
Rizzoli duduk tegak di tempat tidurnya, benar-benar terjaga. Kabin benar-benar berguncang. Kapal itu sedang dilanda badai hebat. Ia mendengar langkah-langkah kaki berlari-lari melalui koridor. Apa yang sedang terjadi"
Tony Rizzoli bergegas turun dari tempat tidur dan menuju ke koridor. Lantai kapal tiba-tiba miring dan ia hampir saja kehilangan keseimbangannya.
"Apa yang terjadi?" ia berseru kepada salah seorang yang lari melewatinya.
"Ada ledakan. Kapal terbakar. Kita tenggelam. Anda sebaiknya naik ke atas geladak."
"Tenggelam?"" Rizzoli tidak percaya ini. Semuanya telah berjalan begitu lancar. Tapi tidak apa-apa, pikir Rizzoli. Aku, sanggup kehilangan satu kiriman ini. Masih ada banyak lagi. Aku harus menyelamatkan Demiris. la adalah kunci semuanya. Kami akan mengirim berita minta bantuan. Lalu dia ingat bahwa ia "telah menyuruh pesawat wireless itu dihancurkan.
Sambil berupaya menjaga keseimbangannya, Tony Rizzoli dengan susah payah menghampiri tangga dan menaikinya menuju ke geladak kapal. Dengan tak terduga, dilihatnya badai sudah mereda. Laut nampak tenang. Bulan purnama telah bertengger di langit. Terdengar sebuah ledakan keras lagi, dan lagi, dan kapal menjadi bertambah miring. Buritan sudah masuk ke da-345
lam air, dan tenggelam dengan cepat. Para pelaut mencoba menurunkan perahu-perahu penolong, tapi sudah terlambat. Air di sekitar kapal itu penuh dengan gelimang minyak yang terbakar. Di manakah Constantin Demiris"
Kemudian Rizzoli mendengar sesuatu. Bunyi menderu-deru, nadanya melengking tinggi jauh di atas bunyi ledakan itu. Ia menengadah. Ada sebuah helikopter melayang sepuluh kaki di atas kapal itu.
Kami selamat, pikir Rizzoli dengan gembira. Ia melambai sekuat tenaga ke arah helikopter itu.
Sebuah wajah muncul dari jendela. Setelah beberapa waktu barulah Rizzoli sadar bahwa itu adalah Constantin Demiris. Ia sedang tersenyum, dan di tangannya yang teracung terlihat amphora yang tak ternilai harganya itu.
Rizzoli membelalak, benaknya mencoba mengolah apa yang sedang terjadi. Bagaimana Constantin Demiris bisa memperoleh helikopter di tengah malam buta untuk?"
Lalu Rizzoli sadar, dan tubuhnya menjadi le-mas. Constantin Demiris tidak pernah bermaksud berbisnis dengan dia. Bangsat itu telah merencanakan semuanya sejak awal. Telepon yang memberitahukan bahwa Demiris melarikan diri "telepon itu bukan dari Spyros Lambrou"itu dari Demiris! Ia telah memasang jebakan supaya Rizzoli datang ke kapal, dan ia telah masuk ke dalam jebakan itu.
Tanker itu mulai tenggelam lebih dalam, le"
346 bih cepat, dan Rizzoli merasakan dinginnya air samudera membasahi kakinya, lalu lututnya. Bangsat itu akan membiarkan mereka semua mati di sini, di tengah samudera yang mahaluas, di mana tak akan ada bekas yang bisa ditelusurj.
Rizzoli melihat ke atas ke arah helikopter itu, dan berteriak seperti orang gila, "Kembali, apa pun yang kauminta akan kuberikan!" Tapi suaranya terbang bersama angin lalu.
Yang terakhir yang dilihat Rizzoli sebelum kapal itu menghunjam masuk ke laut dan matanya perih tergenang air laut adalah helikopter itu, yang menderu menuju ke bulan.
347 Bab 17 St Moritz Catherine sangat terguncang jiwanya. Ia duduk di sofa di kamar hotelnya, mendengarkan Let-nan Hans Bergman, kepala patroli ski, yang mengabarkan kepadanya bahwa Kirk Reynolds telah tewas. Suara Bergman mengalir ke dalam persepsi Catherine bagaikan gelombang, tapi ia tidak menyimak kata-katanya. Ia terlalu terguncang oleh kengerian akibat apa yang baru terjadi. Semua orang yang ada di sekitarku mati, pikirnya dengan putus asa. Larry mati, dan kini Kirk. Dan masih ada yang lain-lain juga: Noelle, Napoleon Chotas, Frederick Stavros. Ini seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
Samar-samar, menembus kabut keputusasaan-nya, ia mendengar suara Hans Bergman, "Mrs Reynolds" Mrs Reynolds?"
Ia mengangkat tangannya. "Saya bukan Mrs Reynolds," katanya dengan letih. "Saya Catherine Alexander. Kirk dan saya hanya" hanya teman."
"Begitu." Catherine menarik napas panjang. "Bagaima"
348 na" bagaimana terjadinya" Kirk seorang pemain ski yang baik."
"Saya tahu. Ia sering main ski di sini." Ia menggelengkan kepala. "Terus terang, Miss Alexander, saya bingung mengenai apa yang telah terjadi. Kami menemukan tubuhnya di La-galp, lereng yang ditutup karena ada salju longsor minggu yang lalu. Papan tanda pasti sudah jatuh tertiup angin. Saya amat menyesal."
Menyesal. Betapa lemah kata itu, betapa bodoh.
"Bagaimana Anda ingin kami mengatur cara penguburannya, Miss Alexander?"
Jadi kematian saja masih belum cukup. Belum, karena masih ada hal-hal yang harus di-urus. Peti mati dan tanah pekuburan, dan karangan bunga, dan sanak keluarga yang harus diberitahu. Catherine serasa ingin berteriak.
"Miss Alexander?"
Catherine mendongak. "Saya akan memberitahu keluarga Kirk dulu." "Terima kasih."
Perjalanan kembali ke London adalah perjalanan dukacita. Ia telah datang ke pegunungan ini bersama Kirk, penuh dengan harapan yang menggebu, mengira bahwa ini, mungkin, adalah permulaan baru, pintu menuju kehidupan baru.
Kirk begitu lembut dan sangat sabar. Seharusnya aku mau bercinta dengannya malam itu, pikir Catherine. Tapi akhirnya, apa itu akan ada artinya" Hal apa yang punya arti buatku" Aku berada dalam
349 kutukan. Aku menghancurkan siapa saja yang mendekati aku.
Setelah tiba di London, ia terlalu tertekan untuk bisa kembali bekerja. Ia tinggal di flatnya, menolak untuk bertemu dengan siapa saja, atau berbicara dengan siapa saja. Anna, pengurus rumah itu, menyediakan makanan untuknya dan membawanya ke kamar Catherine, tapi nampan-nampan itu kembali, tanpa disentuh.
"Anda harus makan sesuatu, Miss Alexander."
Tapi gagasan akan makanan malahan membuat Catherine sakit.
Hari berikutnya Catherine merasa semakin tertekan. Ia merasa seakan dadanya tersekat se-batang besi. Ia merasa sulit bernapas.
Aku tak bisa terus begini, pikir Catherine. Aku harus melakukan sesuatu.
Ia merundingkan hal ini dengan Evelyn Kaye.
"Aku terus menyalahkan diriku untuk apa yang telah terjadi."
"Itu tidak masuk akal, Catherine."
"Aku tahu, tapi tetap saja aku tak bisa meng-hilangkannya. Aku merasa bertanggung jawab. Aku perlu seseorang untuk diajak berbicara. Barangkali jika kutemui seorang psikiater?"
"Aku tahu seorang psikiater yang sungguh baik," kata Evelyn. "Dia ini bertemu dengan Wim dari waktu ke waktu. Namanya Alan Hamilton. Aku punya teman yang hampir saja
350 bunuh diri dan pada saat Dr. Hamilton selesai menanganinya, ia sungguh sangat berubah. Kau mau bertemu dengan dia?"
Bagaimana kalau dia nanti bilang bahwa aku ini gila" Bagaimana kalau aku memang gila" "Baiklah," kata Catherine setengah hati. .
"Aku akan mencoba membuat appointment bu-atmu. Ia cukup sibuk."
?"Terima kasih, Evelyn. Aku menghargai itu."
Catherine pergi ke kantor Wim. la pasti ingin tahu tentang Kirk, pikirnya.
"Wim"kau masih ingat Kirk Reynolds" Ia meninggal beberapa hari yang lalu karena kecelakaan ski."
"Yeah" Westminster-oh-empat-tujuh-satu."
Catherine mengedip-ngedipkan matanya. "Apa?" Dan uba-tiba ia sadar bahwa Wim sedang mengucapkan nqmor telepon Kirk. Apa cuma sebegitu arti manusia bagi Wim" Sede-retan angka-angka" Apa ia tidak mempunyai perasaan terhadap orang-orang" Apa benar ia tidak mampu mencintai atau membenci atau merasakan gejolak hati"
Barangkali keadaannya lebih baik daripada aku, pikir Catherine. Sedikitnya ia aman dari kesakitan yang bisa menimpa kita semua yang lain.
Evelyn mengatur appointment untuk Catherine dengan Dr. Hamilton, yaitu hari Jumat berikutnya. Evelyn berpikir akan menelepon Constantin Demiris untuk memberitahukan apa yang
351 sudah dilakukannya itu, tapi ia memutuskan bahwa itu terlalu tidak penting untuk dilaporkan.
Kantor Alan Hamilton terletak di Wimpole Street. Catherine pergi ke sana untuk appointment-nya yang pertama, tegang dan marah. Te-gang karena ia kuatir akan apa yang akan dikatakan dokter itu tentang dirinya, dan marah kepada dirinya sendiri mengapa harus minta tolong pada orang asing untuk membantu memecahkan persoalan yang seharusnya bisa di-atasinya sendiri.
Resepsionis yang duduk di belakang loket berkaca itu berkata, "Dr. Hamilton siap menerima Anda, Miss Alexander."
Tapi apakah aku siap untuk menghadapi dia" Catherine bertanya-tanya. Tiba-tiba ia merasa pa-nik. Sedang apa sebenarnya aku di sini" Aku tak akan menyerahkan diriku ke tangan dokter gadung-an yang mungkin mengira dirinya Tuhan.
Catherine berkata, "Saya"saya tidak jadi. Saya tidak begitu perlu menemui dokter. Saya rela membayar biaya appointment-rvya."
"Oh" Tolong tunggu sebentar."
"Tapi?" Resepsionis itu sudah lenyap ke dalam kantor sang dokter.
Beberapa saat kemudian, pintu kantor itu terbuka, dan Alan Hamilton muncul. Ia berumur awal empat puluhan, jangkung dan pirang de"
352 ngan mata yang cerah, dan perangai yang menyenangkan.
Ia memandang Catherine dan tersenyum. "Anda sudah membuat saya merasa berhasil," katanya.
Catherine mengerutkan dahi. "Apa?""
"Tadinya saya tidak sadar, bahwa saya seorang dokter yang amat baik. Anda baru saja masuk ke ruang reception saya, tapi Anda sudah merasa sembuh. Ini benar-benar prestasi."
Catherine berkata dengan nada membela diri, "Maafkan saya. Saya telah membuat kekeliruan. Saya tidak memerlukan bantuan apa-apa."
"Saya senang sekali mendengar itu," kata Alan Hamilton. "Kalau saja semua pasien saya juga merasa begitu" Karena Anda tokh sudah ada di sini, Miss Alexander, bagaimana kalau masuk sebentar" Kita akan minum kopi."
"Terima kasih, tidak. Saya tidak?"
"Saya berjanji Anda bisa minum sambil berdiri saja."
Catherine ragu-ragu. "Baiklah, sebentar saja."
Ia mengikuti dokter itu masuk ke kantornya. Kantornya amat sederhana, diatur dengan selera yang halus, didekorasi lebih seperti sebuah ruang duduk daripada sebuah kantor. Ada sejumlah gambar yang enak dipandang, tergantung di dinding, dan di atas meja kopi ada foto seorang wanita cantik dengan anak laki-laki yang masih kecil. Baiklah, jadi ia punya kantor yang bagus dan keluarga yang manis. Itu menunjukkan apa"
353 "Silakan duduk," kata Dr. Hamilton. "Kopi akan siap sebentar lagi."
"Sungguh jangan sampai saya membuang waktu Anda, Dokter. Saya ini?"
"Jangan dipikirkan." Dokter itu duduk di sebuah kursi santai, mengamati dirinya. "Anda baru saja mengalami banyak guncangan," katanya menunjukkan simpati.
"Apa yang Anda ketahui tentang itu?" Catherine menukas. Nada suaranya kedengaran lebih marah daripada yang dimaksudkannya.
"Saya berbicara dengan Evelyn. Ia menceritakan tentang kejadian di "St Moritz. Saya turut menyesal."
Kata terkutuk itu lagi. "Benarkah begitu" Kalau Anda memang dokter yang hebat, barangkali bisa Anda hidupkan Kirk kembali." Semua penderitaan yang sudah menumpuk dalam dirinya tumpah, meledak tak terkendalikan, dan Catherine merasa ngeri menyadari dirinya sedang menangis histeris. "Biarkan saya sendiri," ia berteriak. "Biarkan saya sendiri."
Alan Hamilton duduk di situ mengamatinya, tak berkata apa-apa.
Setelah isak tangis Catherine akhirnya me-reda, ia berkata dengan letih, "Maafkan saya. Benar-benar saya minta maaf. Saya permisi dulu." Ia bangkit berdiri, dan akan melangkah menuju ke pintu.
"Miss Alexander, saya tidak tahu apakah saya dapat menolong Anda, tapi saya ingin mencoba.
354 Saya hanya bisa berjanji bahwa apa pun yang saya lakukan tak akan menyakiti Anda."
Catherine berdiri di pintu, ragu-ragu. Ia menoleh memandang dokter itu, matanya basah oleh air mata. "Saya tidak tahu mengapa saya begini," ia berbisik. "Saya merasa begitu tanpa pegangan."
Alan Hamilton bangkit, dan berjalan menghampiri dia. "Jadi bagaimana kalau kita mencoba untuk menemukan diri Anda" Kita akan melakukannya bersama-sama. Duduklah. Saya akan mengecek apa kopi sudah dibuat."
Ia pergi selama lima menit, dan Catherine duduk di situ, heran mengapa ia mau menuruti dokter itu untuk tinggal. Ia memang punya kemampuan untuk menenangkan. Ada sesuatu dalam perangainya yang bisa membuat orang jadi yakin.
Barangkali ia bisa menolongku, pikir Catherine.
Alan Hamilton kembali ke kamar itu dengan membawa dua cangkir kopi. "Itu ada cream dan gula, kalau Anda mau."
"Tidak, terima kasih."
Ia lalu duduk berhadapan dengan Catherine. "Saya dengar teman Anda meninggal dalam kecelakaan ketika main ski."
Begitu sangat menyakitkan untuk membicarakan ini. "Ya. Ia memakai lereng yang sebenarnya sudah ditutup. Angin merubuhkan papan tanda penutupan itu."
355 "Apakah ini yang pertama Anda mengalami kematian orang yang dekat dengan Anda?"
Bagaimana harus dijawabnya pertanyaan itu" Oh, tidak. Suami saya bersama kekasih gelapnya telah dihukum mati karena mencoba membunuh saya. Semua orang yang dekat dengan saya mati. Itu akan membuatnya terkejut. Ia sedang duduk di situ, menunggu jawaban, si brengsek sok tahu itu. Well, ia tak akan membiarkan dokter itu merasa puas dengan dirinya sendiri. Hidupnya bukanlah urusan dokter itu. Aku benci padanya.
Alan Hamilton melihat kemarahan di wajahnya. Dengan sengaja ia mengubah pokok pembicaraan. "Bagaimana kabarnya Wim?" ia bertanya.
Pertanyaan itu benar-benar membuat Catherine terperangah. "Wim" Ia"ia baik-baik saja. Evelyn mengatakan bahwa ia pasien Anda."
"Ya." "Bisa Anda jelaskan bagaimana dia"mengapa dia"seperti itu?"
"Wim datang kepada saya karena ia terus-terusan kehilangan pekerjaan. Ia benar-benar je-nis orang yang amat langka"seorang misanthrope (orang yang tidak senang orang) sejati. Saya tidak tahu sebab-sebabnya, tapi pada dasarnya, ia benci orang. Ia tak mampu berinteraksi dengan orang lain."
Catherine jadi ingat kata-kata Evelyn, la tidak punya emosi. Ia tak akan pernah bisa dekat dengan siapa pun.
356 "Tapi Wim sangat cemerlang di bidang matematika," Alan Hamilton melanjutkan. "Pekerjaannya yang sekarang memungkinkan baginya untuk menerapkan kemahirannya itu."
Catherine mengangguk. "Saya belum pernah mengenal orang seperti dia."
Alan Hamilton mencondongkan badannya ke depan di kursinya. "Miss Alexander," katanya, "apa yang sedang Anda alami memang sangat menyakitkan, tapi saya kira saya akan bisa membuatnya lebih mudah bagi Anda. Saya ingin mencoba."
"Saya" saya tidak tahu," kata Catherine. "Semuanya kelihatan tanpa harapan."
"Selama Anda merasa begitu," Alan Hamilton tersenyum, "tak ada jalan lainnya kecuali ke atas, bukan?" Senyumnya mempengaruhi orang untuk tersenyum juga. " "Bagaimana kalau kita buat satu appointment lagi" Jika di akhir pertemuan kita nanti, Anda masih tetap membenci saya, anggap saja kita gagal."
"Saya tidak membenci Anda," Catherine berkata dengan nada minta maaf. "Well, sedikit barangkali."
Alan Hamilton menghampiri meja tulisnya dan mengamati kalendernya. Jadwal kerjanya benar-benar penuh.
"Bagaimana kalau Senin depan?" ia bertanya. "Jam satu?" Jam satu sebenarnya jam makan siangnya, tapi ia mau merelakan itu. Catherine Alexander seorang wanita yang menanggung
357 beban yang amat berat, dan dokter itu berniat untuk melakukan apa saja sebatas kemampuannya untuk membantunya.
Lama Catherine memandang dia. "Baiklah."
"Bagus. Sampai bertemu nanti." Ia memberikan sebuah kartu kepada Catherine. "Sementara itu, kalau Anda memerlukan saya, ini no-mor telepon kantor dan nomor telepon rumah saya. Saya gampang bangun kalau sedang tidur, jadi jangan sungkan untuk membangunkan saya."
"Terima kasih," kata Catherine. "Saya akan datang hari Senin."
Dr. Alan Hamilton menyaksikan dia keluar dari pintu dan berpikir, Ia begitu rapuh, dan begitu cantik. Aku harus berhati-hati. Ia lalu memandang foto di atas meja tulisnya. Aku tak tahu bagaimana pendapat Angela"
Telepon berdering di tengah malam.
Constantin Demiris mendengarkan dan ketika ia berbicara suaranya penuh dengan rasa heran. "Thele tenggelam" Saya tidak percaya."
"Benar, Mr Demiris. Penjaga pantai menemukan beberapa serpihan dari badan kapal itu."
"Adakah yang selamat?"
"Tidak, sir. Saya kuatir " tidak ada. Semua awak hilang."
"Benar-benar menyedihkan. Ada yang tahu bagaimana terjadinya?"
358 "Saya kuatir kita tak akan pernah tahu/sir. Semua bukti sudah tenggelam ke dasar laut."
"Lautan itu," Demiris bergumam, "lautan yang kejam."
"Apakah akan kita perkarakan dengan mengajukan klaim asuransi?"
"Sulit rasanya memikirkan hal-hal begitu sementara orang-orang yang gagah berani itu telah mengorbankan nyawa mereka"tapi, baiklah, lanjutkan dan ajukan klaim itu."
Ia bermaksud menyimpan vas itu sebagai koleksi pribadinya.
Kini saatnya untuk menghukum iparnya.
359 Bab 18 Spyros lambrou merasa seperti akan gila karena rasa tidak sabar, menunggu berita penahanan Constantin Demiris. Ia terus menyalakan radio di kantornya, dan membaca selintas semua sura t kabar. Seharusnya aku sudah menerima berita sekarang, pikir Lambrou. Polisi seharusnya sudah menahan Demiris saat ini.
Segera setelah Tony Rizzoli memberitahu Spyros bahwa Demiris setuju untuk mengangkut barangnya, Lambrou memberitahu pihak Pabean Amerika Serikat"tanpa menyebutkan nama, tentu saja.
Mereka seharusnya sudah menangkapnya saat ini. Mengapa surat-surat kabar belum juga memuat beritanya"
Interkom berbunyi, "Mr Demiris ada di line dua untuk Anda."
"Seseorang menelepon mewakili Mr Demiris?"
"Bukan, Mr Lambrou. Mr Demiris sendiri yang menelepon." Kata-kata itu membuat sekujur tubuhnya terasa dingin.
Itu tidak mungkin! 360 Dengan gugup, Lambrou mengangkat telepon. "Costa?"
"Spyros." Suara Demiris kedengaran ceria. "Bagaimana semuanya?"
"Baik, baik. Kau berada di mana?"
"Di Athena. Bagaimana kalau kita makan si-ang hari ini" Kau punya waktu?"
Sebenarnya Lambrou ada janji penting untuk makan siang. "Ya. Aku bisa."
"Bagus. Kita ketemu di club. Jam dua."
Lambrou meletakkan gagang telepon, tangannya gemetaran. Ya Tuhan, apanya yang salah" Well, ia akan tahu apa yang terjadi sebentar lagi.
Constantin Demiris membiarkan Spyros menunggu selama tiga puluh menit, dan ketika akhirnya ia tiba ia berkata dengan kasar, "Maaf aku terlambat." "Tidak apa-apa."
Spyros mengamati Demiris baik-baik, mencari tanda-tanda yang menunjukkan peristiwa yang baru dialaminya. Tak ada apa-apa.
"Aku lapar," kata Demiris dengan riang. "Kau bagaimana" Coba kita lihat hari ini menunya apa." Ia mengamati menu. "Ah. Stridia. Kau mau mulai dengan kerang dulu, Spyros?"
"Tidak. Aku tidak usah." Ia telah kehilangan selera makannya. Demiris menunjukkan sikap terlalu gembira, dan ini memberikan kepada Lambrou firasat yang sangat tidak enak.
361 Setelah mereka memesan makanan, Demiris berkata, "Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Spyros."
Spyros menatapnya dengan waspada. "Untuk apa?"
"Untuk apa" Untuk kebaikanmu mengirimkan seorang pelanggan yang baik"Mr Rizzoli."
Lambrou membasahi bibirnya. "Kau"kau sudah bertemu dengannya?"
"Oh, ya. Ia meyakinkan aku bahwa kami akan bisa melakukan banyak bisnis di masa depan." Demiris menarik napas. "Meskipun aku kuatir Mr Rizzoli sudah tidak punya masa depan apa-apa."
Spyros bertambah tegang. "Maksudmu apa?"
Nada suara Constantin Demiris berubah jadi keras. "Maksudku, Tony Rizzoli sudah mati."
"Bagaimana itu?" Apa yang telah terjadi?"
"Ia mengalami kecelakaan, Spyros." Demiris memandang tajam mata iparnya itu. "Seperti yang dialami oleh siapa pun yang mencoba untuk mengkhianati aku."
"Aku tidak" aku tidak mengerti. Kau?"
"Benar begitu" Kau mencoba menghancurkan aku. Kau telah gagal. Sayang, akan jauh lebih baik bagimu jika kau berhasil."
"Aku"aku tidak tahu kau bicara apa."
"Benar, Spyros?" Constantin Demiris tersenyum. "Kau akan segera tahu. Tapi yang pertama, aku akan menghancurkan adikmu."
Masakan kerang itu datang.
362 "Ah," kata Demiris, "kelihatannya lezat. Selamat makan."
Setelah itu, Constantin memikirkan pertemuan itu dengan perasaan yang teramat puas. Spyros Lambrou benar-benar sudah jatuh mentalnya. Demiris tahu betapa Lambrou menyayangi adiknya dan Demiris bermaksud menghukum mereka berdua.
Tapi ada sesuatu yang harus diselesaikannya terlebih dahulu. Catherine Alexander. Catherine telah menelepon dia setelah kematian Kirk, hampir-hampir histeris.
"Benar-benar"sungguh menyedihkan."
"Aku ikut bersedih, Catherine. Aku tahu betapa kau sangat menyukai Kirk. Ini kehilangan besar bagi kita berdua."
Aku harus mengubah rencanaku, pikir Demiris. Tak ada waktu lagi untuk .Rafina sekarang. Sayang sekali. Catherine adalah satu-satunya mata rantai yang menghubungkan dia dengan kejadian yang menimpa Noelle Page dan Larry Douglas. Adalah suatu kekeliruan membiarkan ia masih hidup sampai selama ini. Selama ia masih hi-dup, seseorang akan bisa membuktikan apa yang telah dilakukan Demiris dulu. Tapi dengan kematiannya, ia akan aman sepenuhnya.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia mengambil telepon di mejanya dan memutar sebuah nomor. Ketika sebuah suara menjawab, Demiris berkata, "Aku akan berada di
363 Kowloon hari Senin. Tunggu aku di sana." Ia menutupnya tanpa menunggu jawaban.
Kedua pria itu bertemu di sebuah bangunan terbengkalai milik Demiris yang terletak di kota bertembok itu.
"Harus tampak seperti suatu kecelakaan. Bisa kauatur begitu?"
Itu suatu penghinaan. Terasa amarah menye-sak di dadanya. Itu pertanyaan yang cuma pan-tas ditujukan pada seorang amatir jalanan. Ia tergoda untuk menjawab dengan sebuah sin-diran: Oh, tentu, pasti bisa kuatur itu. Anda lebih suka kecelakaan di dalam rumah" Aku bisa atur supaya dia jatuh di tangga dengan leher patah. Penari di Marseilles. Atau bisa juga ia mabuk dan terbenam di bak mandinya. Sang pewaris di Gstaad. Boleh juga ia dibuat kena overdoses heroin. Tiga orang telah dibunuhnya dengan cara ini. Atau, dia dibuat tertidur di tempat tidur dengan r;" Tapi semua itu tidak dikatakannya sebab se-sungguhnya ia takut kepada laki-laki yang duduk didepannya itu. Ia sudah mendengar banyak cerita yang mengerikan tentang laki-laki ini, dan ia mempunyai alasan untuk mempercayai semua itu.
364 Jadi yang dikatakannya hanyalah, "Ya, Tuan, saya bisa mengatur suatu kecelakaan. Tak ada yang akan pernah tahu." Pada waktu ia mengatakan itu, sebuah gagasan terbersit di benaknya: Dia tahu bahwa saya akan tahu. Ia menunggu. Ia bisa mendengar bunyi-bunyi dari jalanan di luar jendela, dan suara-suara parau melengking multidialek yang keluar dari mulut para penghuni kota bertembok itu.
Demiris sedang mengamati dirinya dengan matanya yang dingin bagai granit hitam. Akhirnya ia berkata, "Baiklah. Caranya terserah kau saja."
"Ya, Tuan. Apa sasarannya berada di Kowloon sini?"
"London. Namanya Catherine. Catherine Alexander. Dia bekerja di kantor cabangku di London."
"Akan sangat membantu kalau saya bisa mengenal dia terlebih dahulu. Sebuah jalan tembus ke dalam."
Demiris berpikir sebentar. "Aku akan mengirim delegasi para eksekutif ke London minggu depan. Akan kuatur supaya kau bisa berada di kelompok itu." Ia mencondongkan tubuhnya dan berkata pelan, "Satu hal lagi."
"Ya, Tuan?" "Aku tak mau ada orang yang bisa mengenali jenazahnya."
365 Bab 19 Constantin demiris sedang menelepon. "Selamat pagi, Catherine. Bagaimana perasaanmu hari ini?"
"Baik, terima kasih, Costa."
"Kau sudah merasa lebih enak sekarang?"
"Ya." Bagus. Aku senang sekali mendengarnya. Aku mengirim delegasi para eksekutif perusahaan kita ke London untuk mempelajari sistem operasi kita di sana. Aku akan amat senang jika kau mau menyambut mereka dan mengurus mereka."
"Aku senang melakukan itu. Kapan mereka akan tiba?" "Besok pagi."
"Akan kulakukan sebisaku." "Aku tahu kau bisa diandalkan. Terima kasih, Catherine."
"Terima kasih kembali." Selamat tinggal, Catherine. Hubungan terputus.
366 Jadi, sudah teres! Constantin Demiris duduk menyandar di kursinya, berpikir. Dengan kematiah Catherine Alexander, tak akan ada lagi jejak-jejak yang tersisa. Sekarang ia bisa memberikan perhatian sepenuhnya kepada istrinya dan ka-kak laki-lakinya.
"Kita akan kedatangan tamu nanti malam. Sejumlah eksekutif dari kantor. Aku ingin kau bertindak sebagai nyonya rumah."
Sudah lama ia tidak bertindak sebagai nyonya rumah untuk suaminya. Melina merasa sangat gembira dan bergairah. Barangkali ini akan bisa memperbaiki keadaan.
Resepsi malam itu ternyata tidak memperbaiki apa-apa. Tiga pria datang, makan malam dan pergi. Makan malam itu sama sekali tidak meninggalkan kesan.
Melina diperkenalkan secara asal saja kepada para tamu dan duduk saja di situ sementara suaminya memikat perhatian mereka. Ia sudah hampir lupa betapa Costa bisa sangat memikat. Ia menceritakan kepada tamu-tamunya cerita-cerita yang menyenangkan dan memberikan pu-jian-pujian yang sangat menyanjung mereka, dan mereka menyukai semua itu. Seorang besar hadir di tengah-tengah mereka, dan mereka menunjukkan bahwa mereka sadar akan hal ini. Melina tak pernah punya kesempatan untuk berbicara. Setiap kali ia mencoba memulai mengatakan sesuatu, Costa memotong bicaranya,
367 sehingga akhirnya ia duduk saja di situ dengan diam.
Mengapa ia menginginkan aku berada di sini" Melina heran.
Di penghujung malam itu, saat para tamu akan pulang, Demiris berkata, "Kalian akan terbang ke London besok pagi-pagi. Saya yakin, kalian akan mengurus semua yang perlu."
Dan pergilah mereka. Delegasi itu tiba di London pada keesokan harinya. Ada tiga orang, semuanya berbeda kebang-saan.
Si orang Amerika, Jerry Haley, jangkung ber-otot, dengan wajah cerah dan ramah dan mata abu-abu. Ia memiliki tangan-tangan yang terbesar yang pernah dilihat Catherine. Catherine sangat terkesan dengan tangan-tangan itu. Tangan-tangan itu seakan punya jiwa sendiri, selalu bergerak, memilin dan memutar, seakan selalu ingin melakukan sesuatu.
Si Orang Prancis, Yves Renard, merupakan kontrasnya. Ia pendek dan dempak. Wajahnya cekung, dan sinar matanya dingin dan menyelidik yang seakan memandang menembus Catherine. Ia tampak menarik diri dan tertutup. Waspada adalah kata yang terlintas di benak Catherine. Tapi waspada akan apa" Catherine bertanya-tanya dalam hati.
Anggota ketiga dari delegasi itu adalah Dino Mattusi. Ia orang Italia, ramah dan menyenang"
368 kan, setiap pori-porinya memancarkan daya pi-kat.
"Mr Demiris amat menghargai Anda," kata Mattusi.
"Itu benar-benar membuat saya senang."
"Ia mengatakan bahwa Andalah yang akan mengurus kami di London. Lihat, saya membawa sedikit hadiah untuk Anda." Ia lalu memberikan kepada Catherine sebuah bungkusan yang berlabel Hermes di atasnya. Di dalamnya terdapat sebuah syal sutera yang cantik.
"Terima kasih," kata Catherine. "Anda sungguh penuh perhatian." Catherine melihat kepada yang lain. "Mari saya antarkan ke kantor-kantor kalian."
Di belakang mereka terdengar suara benturan keras. Semuanya menoleh. Seorang pemuda berdiri di situ, menatap dengan gundah ke bungkusan yang baru saja dijatuhkannya. Ia mengangkat tiga buah koper. Umurnya sekitar lima belas tahun tapi nampak kecil bagi anak seumur itu. Rambutnya coklat keriting dan matanya hijau cerah, dan ia nampak rapuh.
"Demi Tuhan," bentak Renard. "Hati-hatilah dengan barang-barang itu!"
"Maafkan saya," kata pemuda itu dengan gu-gup. "Maaf. Di mana harus saya letakkan koper-koper ini?"
Renard berkata dengan tidak sabar, "Taruh di mana saja. Kami akan mengaturnya nanti." Catherine*melihat ke pemuda itu dengan pan"
369 dang bertanya-tanya. Evelyn menjelaskan, "Ia keluar dari pekerjaannya sebagai office boy di Athena. Kita perlu satu lagi office boy di sini."
"Siapa namamu?" tanya Catherine.
"Atanas Stavich, ma"am." Ia hampir menangis.
"Baik, Atanas. Ada kamar di belakang di mana kau bisa menaruh koper-koper itu. Aku nanti yang akan menyuruh orang untuk membe-nahinya."
Pemuda itu berkata dengan penuh rasa terima kasih, "Terima kasih, ma"am."
Catherine menghadapi para tamu itu lagi. "Mr Demiris mengatakan bahwa Anda ingin mempelajari sis tern operasi kami di sini. Saya akan membantu sebisanya. Kalau ada apa saja yang Anda perlukan, saya akan mencoba me-nyediakannya bagi Anda. Nan, sekarang harap Bapak-bapak ikut saya, saya akan memperkenalkan Anda dengan Wim dan anggota-anggota staf lainnya." Sementara berjalan melalui koridor, Catherine berhenti untuk memperkenalkan mereka. Mereka tiba di kantor Wim.
"Wim, inilah delegasi yang dikirim Mr Demiris. Ini Yves Renard, Dino Mattusi, dan Jerry Haley. Mereka baru saja datang dari Yunani."
Wim memelototi mereka. "Yunani hanya mempunyai populasi sebesar tujuh juta enam ratus tiga puluh ribu." Orang-orang itu saling berpandangan, terheran-heran.
Catherine tersenyum sendiri. Reaksi mereka terhadap Wim sama seperti reaksinya ketika
370 bertemu dengan lelaki itu untuk pertama kalinya.
"Saya telah menyiapkan kantor-kantor Anda," Catherine mengatakan kepada para tamu itu. "Harap Anda mengikuti saya."
Ketika mereka sudah di koridor, Jerry Haley bertanya, "Itu tadi apa" Ada yang bilang ke-dudukannya penting di sini."
"Memang benar," Catherine meyakinkan dia. "Wim mengawasi sistem keuangan dari berbagai divisi perusahaan ini."
"Saya tak akan membiarkan dia mengawasi kucing saya," Haley menukas.
"Kalau Anda sudah lebih mengenalnya?"
"Saya tidak ingin lebih mengenalnya," orang Prancis itu menggumam.
"Saya telah mengatur hotel-hotel Anda," Catherine berkata kepada kelompok itu. "Saya tahu masing-masing Anda ingin tinggal di hotel yang berbeda."
"Benar," Mattusi menanggapi.
Catherine sudah hampir berkomentar, tapi lalu tak jadi.
Bukan urusannya mengapa mereka memutuskan untuk tinggal di hotel yang berbeda.
Ia mengawasi Catherine dan berpikir, Ia ternyata lebih cantik daripada yang kuperkirakan. Jadinya akan lebih menarik. Dan ia rupanya pernah menderita. Itu bisa kubaca dari matanya. Aku akan mengajarkan kepadanya bagaimana rasa sakit itu bisa
371 sangat indah. Kami akan menikmatinya bersama. Dan setelah aku selesai dengan dia, aku akan mengirimnya ke tempat di mana tak ada kesakitan lagi. Ia akan pergi ke surga atau ke neraka. Aku pasti akan menikmati ini. Aku akan menikmatinya dengan amat sangat.
Catherine mengantarkan para tamu itu ke kantor masing-masing, dan setelah mereka selesai ditempatkan, ia kembali menuju ke mejanya sendiri. Dari koridor ia mendengar orang Prancis itu berteriak kepada Atanas.
"Tasnya keliru, goblok. Punyaku yang coklat. Coklat! Kau mengerti bahasa Inggris?"
"Ya, sir. Minta maaf, sir." Suaranya mengandung kepanikan.
Aku harus melakukan sesuatu mengenai hal ini, pikir Catherine.
Evelyn Kaye berkata, "Kalau kau perlu bantuan yang menyangkut kelompok ini, panggil aku."
"Terima kasih sekali, Evelyn. Akan kuberitahu kalau aku perlu."
Beberapa menit kemudian, Atanas Stavich berjalan melewati kantor Catherine. Ia memanggil, "Tolong masuk ke sini sebentar."
Pemuda itu memandangnya dengan takut. "Ya, ma"am." Ia masuk dengan ekspresi seakan ia akan dicambuk.
"Tolong tutup pintunya, ya?"
"Ya, ma"am."
372 "Ambillah kursi, Atanas. Betul namamu Atanas, kan?" "Ya, ma"am."
Catherine berusaha membuatnya tidak takut, tapi tidak berhasil. "Tak ada yang perlu ditakut-kan."
"Tidak, ma"am."
Catherine duduk di situ mengamati dia, merasa heran hal-hal buruk apa saja yang sudah terjadi pada dirinya sehingga ia ketakutan begitu. Ia memutuskan ia harus mencoba untuk tahu lebih banyak tentang masa lalu anak ini.
"Atanas, jika ada orang di sini yang menyulit-kanmu, atau jahat terhadapmu, aku mau kau datang kepadaku. Kau mengerti?"
Ia menelan ludah. "Ya, ma"am."
Tapi Catherine tidak yakin kalau ia akan cukup berani untuk datang kepadanya. Seseorang, entah di mana, telah melumpuhkan jiwa anak ini.
"Kita akan bicara lagi nanti," kata Catherine.
Riwayat hidup para anggota delegasi menunjukkan bahwa mereka telah bekerja di berbagai divisi dari kerajaan bisnis Constantin Demiris yang mahaluas, jadi mereka semuanya telah mempunyai pengalaman di dalam organisasi itu. Yang paling membuat Catherine heran adalah orang Italia yang ramah itu, Dino Mattusi. Ia membanjiri Catherine dengan pertanyaan-per-tanyaan yang seharusnya dia tahu jawabnya,
373 dan ia tampaknya tidak terlalu tertarik untuk
belajar tentang system operasi di cabang London ini. Ia tampaknya lebih tertarik pada kehidupan pribadi Catherine daripada perusahaan.
"Anda punya suami?" tanya Mattusi
"Tidak." "Tapi Anda pernah menikah?" "Ya."
"Bercerai?" Catherine ingin mengakhiri pembicaraan ini. "Saya seorang janda."
Mattusi menyeringai kepadanya. "Saya yakin Anda pasti punya teman. Anda tahu maksud
saya?" "Saya tahu maksud Anda," kata Catherine dengan ketus. Dan itu bukan urusanmu. "Anda sudah menikah?"
"Si, si. Saya punya istri dan empat bambini yang cantik-cantik. Mereka begitu kangen kepada saya kalau saya tidak di rumah."
"Anda sering bepergian, Mr Mattusi?"
Ia tampak tersinggung. "Dino, Dino. Mr Mattusi itu ayah saya. Ya, saya sering sekali bepergian." Ia tersenyum kepada Catherine dan me-melankan suaranya. "Tapi terkadang bepergian bisa membawa kesenangan-kesenangan tambahan Anda tahu maksud saya?"
Catherine membalas senyumnya itu. "Tidak."
Pada jam 12.15 siang itu, Catherine meninggalkan kantor untuk memenuhi appointment-nya
374 dengan Dr. Hamilton. Ia merasa heran sendiri, ternyata ia mendapati dirinya menanti-nantikan pertemuan itu. Ia ingat betapa terguncangnya dia terakhir ia bertemu dengan dokter itu. Kali ini, ia memasuki kantornya dengan penuh harapan. Sang resepsionis sedang keluar makan siang dan pintu masuk ke kantor dokter itu nampak terbuka. Alan Hamilton sedang menunggunya.
"Mari masuk," ia menyapanya.
Catherine masuk ke dalam kantor itu dan dipersilakan duduk.
"Well. Minggu lalu menyenangkan?"
Apakah minggu lalu menyenangkan" Tidak juga. Ia tidak bisa melupakan kematian Kirk Reynolds. "Lumayan. Saya"saya mencoba untuk menyibukkan diri."
"Itu memang sangat menolong. Sudah berapa lama Anda bekerja pada.Constantin Demiris?"
"Empat bulan" "Anda menyukai pekerjaan Anda?"
"Itu membuat pikiran saya bisa lepas" lepas dari masalah. Saya sangat berutang budi kepada Mr Demiris. Tak bisa saya ceritakan berapa banyak yang telah dilakukannya untuk saya." Catherine tersenyum sedih. "Tapi rupanya saya harus, ya?"
Alan Hamilton menggelengkan kepala. "Anda hanya perlu menceritakan apa yang ingin Anda ceritakan saja."
Diam sejenak. Catherine lalu berkata, "Suami
375 saya dulu bekerja pada Mr Demiris. Ia seorang pilot. Saya" saya mengalami kecelakaan ketika naik perahu dan kehilangan daya ingat saya. Ketika saya sudah pulih, Mr Demiris menawarkan pekerjaan ini."
Aku tidak menyinggung kesakitan dan ketakut-anku. Apakah aku malu menceritakan bahwa suamiku mencoba membunuhku" Apakah ini karena aku takut nanti ia menganggap bahwa aku tak berharga"
"Memang tidak gampang bagi siapa saja untuk membicarakan masa lalu."
Catherine memandang dia, terdiam.
"Anda bilang tadi Anda kehilangan daya ingat Anda."
"Ya." "Anda mengalami kecelakaan waktu naik perahu."
"Ya." Bibir Catherine terasa kaku, seakan ia telah menetapkan niat untuk menceritakan sese-dikit mungkin. Ia sedang bergulat dalam konflik diri yang hebat. Ia ingin menceritakan semuanya dan memperoleh pertolongan. Ia ingin tidak menceritakan apa-apa, dan dibiarkan sendiri.
Alan Hamilton mengamatinya dengan tepekur. "Anda bercerai?"
Ya. Karena sebuah regu tembak. "Ia" Suami saya sudah meninggal."
"Miss Alexander?" Dokter itu ragu-ragu. "Kau keberatan kalau kupanggil Catherine saja?"
"Tidak." 376 "Aku Alan. Catherine, apa sebenarnya yang kautakutkan?"
Ia jadi kaku. "Apa yang membuatmu mengira aku takut?"
"Kau tidak takut?"
"Tidak." Kali ini ia terdiam lama.
Ia takut menuangkannya dalam kata-kata, takut mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. "Orang-orang di sekitarku" rupanya semua meninggal."
Kalau dokter itu terkejut, ia tidak menunjuk-kannya. "Dan kau mengira bahwa kaulah penyebab kematian mereka?"
"Ya. Tidak. Aku tidak tahu. Aku" bingung."
"Kita semua sering menyalahkan diri kita untuk hal-hal yang menimpa orang lain. Jika sepasang suami-istri bercerai, anak-anaknya merasa merekalah penyebabnya. Jika seseorang menyumpahi orang lain lalu orang itu mati, ia mengira ialah penyebabnya. Keyakinan seperti itu sama sekali tidak aneh. Kau?"
"Tapi ada yang lebih dari itu."
"Oh, ya?" Ia memandang Catherine, siap untuk mendengarkan.
Kata-kata itu meluncur deras. "Suamiku terbunuh, dengan" kekasih gelapnya. Kedua pengacara yang membela mereka juga mati. Dan sekarang?" Suaranya hampir menjadi tangis. "Kirk."
"Dan kau mengira kau bertanggung jawab
377 atas semua kematian itu. Itu benar-benar suatu beban yang sangat berat untuk dipikul, bukan?"
"Aku" aku ini rupanya membawa semacam kutukan. Aku takut untuk membina hubungan dengan pria lain. Kukira aku tak akan kuat menanggungnya kalau nanti ada?"
"Catherine, kau tahu kau bertanggung jawab atas hidup siapa" Hidupmu sendiri. Bukan hi-dup orang lain. Tidak mungkin kau bisa mengendalikan hidup atau matinya orang lain. Kau tidak bersalah. Kau tak ada sangkut-paut-nya dengan kematian-kematian itu. Kau harus mengerti ini."
Kau tidak bersalah. Kau tak ada sangkut-pautnya dengan kematian-kematian itu. Dan Catherine duduk di situ memikirkan kata-kata itu. Ia sangat ingin mempercayainya. Orang-orang itu mati karena perbuatannya sendiri, bukan karena perbuatan Catherine. Akan halnya Kirk, itu suatu kecelakaan yang sungguh naas. Bukankah begitu"
Alan Hamilton diam-diam mengamatinya. Catherine mendongak dan berpikir, Ia orang baik. Sebuah gagasan lain serta merta terlintas di benaknya. Kalau saja aku bertemu dengan dia lebih awal. Dengan rasa bersalah, Catherine melihat sekilas ke foto berpigura istri dan anak Alan di atas meja.
"Terima kasih," kata Catherine. "Aku" aku akan berusaha mempercayai itu. Aku harus membiasakan diri dengan gagasan itu."
378 Alan Hamilton tersenyum. "Kita akan bersama-sama membiasakan diri dengan itu. Kau akan kembali?"
"Apa?" "Ini kan uji coba, ingat" Kaubilang kau akan memutuskan apakah kau ingin terus dengan ini."
Catherine tak ragu lagi. "Ya, aku akan kembali, Alan."
Setelah ia pergi, Alan Hamilton duduk di situ berpikir tentang dia.
Ia telah menangani banyak pasien yang menarik selama b
ertahun-tahun ia praktek, dan beberapa di antara mereka menunjukkan keter-tarikan seksual kepadanya. Tapi ia seorang psikiater yang terlalu baik untuk membiarkan dirinya tergoda. Hubungan pribadi dengan seorang pasien adalah salah satu pantangan uta-ma dari profesinya. Itu akan sama saja dengan pengkhianatan.
Dr. Alan Hamilton berasal dari keluarga dokter. Ayahnya adalah seorang dokter bedah yang menikah dengan juru rawatnya dan kakek Alan adalah seorang kardiolog yang terkenal. Sejak ia masih kanak-kanak, Alan tahu bahwa ia ingin menjadi dokter. Seorang dokter bedah seperti ayahnya. Ia masuk sekolah kedokteran di King"s College, dan setelah lulus dari sana ia melanjutkan belajar ilmu bedah.
Ia punya bakat alam untuk itu, suatu kete"
379 rampilan yang tak bisa diajarkan. Kemudian, pada tanggal 1 September 1939, tentara Kekai-saran Ketiga Jerman"The Third Reich"berbaris melintasi batas negara Polandia, dan dua hari kemudian Inggris dan Prancis menyatakan pe-rang. Perang Dunia Kedua mulai berkobar.
Alan Hamilton mendaftar wajib militer sebagai dokter bedah.
Pada tanggal 22 Juni 1940, setelah Axis me-naklukkan Polandia, Norwegia, dan Negara-Ne-gara Bawah, Prancis jatuh, dan akibat perang menimpa Kepulauan Inggris Raya.
Mula-mula, seratus pesawat sehari menjatuhkan bom-bom ke kota-kota besar di Inggris. Segera jumlah itu menjadi dua ratus, dan kemudian seribu. Maka terjadilah pembantaian yang sukar dilukiskan. Yang terluka dan yang mati berserakan di mana-mana. Kota-kota terbakar. Tapi Hitler telah salah perhitungan terhadap orang Inggris. Serangan-serangan itu malahan menguatkan tekad mereka. Mereka siap mati demi kebebasan mereka.
Tak ada waktu untuk istirahat baik siang maupun malam, dan Alan Hamilton mendapati dirinya bekerja terus tanpa tidur menangani yang terluka, yang terkadang bisa berlangsung sampai enam puluh jam. Ketika rumah sakit darurat di mana ia bekerja juga dibom, ia memindahkan pasien-pasiennya ke sebuah gudang. Ia menyelamatkan nyawa-nyawa yang tak ter-380
hitung jumlahnya, bekerja dalam kondisi yang paling berbahaya.
Dalam bulan Oktober, saat pengeboman mencapai puncaknya, sirene serangan udara men-dengung, dan orang berlari menuju ke tempat perlindungan bawah tanah. Alan sedang melakukan pembedahan, dan ia tidak mau meninggalkan pasiennya. Bom-bom itu makin mendekat. Dokter yang bekerja bersama Alan berkata, "Gila, ayo menyingkir dari sini."
"Sebentar lagi saja." Ia sedang membedah da-da pasiennya dan mengeluarkan pecahan-pecah-an granat yang penuh darah.
"Alan!" Tapi ia tak dapat pergi dari situ. Ia sedang berkonsentrasi pada apa yang sedang dilakukannya, tidak menyadari bunyi bom yang berjatuhan di sekitarnya. Ia tak pernah mendengar bunyi bom yang jatuh ke atas bangunan itu.
Ia kena dan mengalami koma selama enam hari, dan ketika ia terjaga, ia mendapati bahwa di samping luka-lukanya yang lain, tulang-tulang tangan kanannya remuk. Tulang-tulang itu sudah disusun kembali dan nampak normal, tapi ia tak akan pernah bisa melakukan operasi lagi.
Hampir setahun lamanya ia bergumul mengatasi trauma kehancuran masa depannya itu. Ia berada di bawah penanganan seorang psikiater, seorang dokter yang lugas yang mengatakan,
381 "Sudah waktunya sekarang kauhentikan rasa kasihan pada diri sendiri itu dan melangkah melanjutkan hidupmu."
"Melakukan apa?" Alan bertanya dengan penuh kepahitan.
"Apa yang pernah kaulakukan"cuma sedikit berbeda."
"Saya tidak mengerti."
"Kau adalah seorang penyembuh, Alan. Kau menyembuhkan tubuh-tubuh manusia. Well, kau tidak bisa melakukannya lagi. Tapi sama pen-tingnya menyembuhkan jiwa manusia. Kau bisa menjadi psikiater yang baik. Kau cerdas dan punya rasa iba terhadap sesama. Coba pikirkan itu."
Ternyata itu merupakan keputusan yang paling bermanfaat dalam hidupnya yang pernah dibuatnya. Ia sangat menyenangi pekerjaannya yang sekarang. Dari satu segi, rasanya ia malahan lebih puas jika bisa membawa pasien-pasien yang putus asa kembali ke hidup normal, daripada jika hanya mengurus kesejahte-raan jasmaninya saja. Dengan cepat reputasinya menanjak, dan sudah tiga tahun ini ia terpaksa menolak pasien-pasien baru. Ia dulu setuju menerima Catherine hanya supaya ia bisa mereko-mendasikan dokter lain kepadanya. Tapi sesuatu dalam diri gadis ini telah menyentuh perasaannya. Aku harus menolongnya.
Ketika Catherine kembali ke kantornya setelah
382 menemui Alan Hamilton, ia pergi menjumpai Wim.
"Aku bertemu dengan Dr. Hamilton hari ini," kata Catherine.
"Yeah" Dalam hal penyesuaian sosial psikia-tri, jenjang angka kematian pasangan hidup adalah 100 perceraian 73 suami-istri hidup ter-pisah 65 hukuman penjara 63 kematian keluarga dekat 63 sakit atau luka 53 perkawinan 50 di-pecat dari pekerjaan 47?"
Catherine berdiri di situ mendengarkan. Seperti apa rasanya, ia bertanya-tanya, menjabarkan semua hal secara matematik saja" Tak pernah kenal dengan orang lain sebagai manusia utuh, tak pernah mempunyai teman sejati. Rasanya seakan aku telah menemukan seorang teman baru, pikir Catherine.
Aku ingin tahu berapa lama ia sudah menikah.
383 Bab 20 Athena Kau mencoba menghancurkan aku. Kau telah gagal. Sayang, sebenarnya akan lebih baik jika kau berhasil. Tapi yang pertama aku akan menghancurkan adik-mu.
Kata-kata Constantin Demiris ini masih terngiang di telinga Lambrou. Ia tak ragu bahwa Demiris akan mencoba melaksanakan ancamannya. Demi Tuhan apa yang salah dengan Rizzoli" Semuanya telah direncanakan dengan begitu cermat. Tapi tak ada waktu lagi untuk mem-perkirakan apa yang telah terjadi. Yang penting sekarang adalah memperingatkan adiknya.
Sekretaris Lambrou memasuki kantor. "Appointment Anda yang jam sepuluh sudah menunggu. Apakah saya antar?""
"Jangan. Batalkan semua appointment saya. Saya tidak akan kembali ke kantor pagi ini."
Ia mengangkat telepon dan lima menit kemudian ia sudah dalam perjalanan untuk menjumpai Melina.
Melina sedang menunggunya di taman vila.
384 "Spyros. Kau kedengarannya amat cemas di telepon! Ada masalah apa?"
"Kita harus bicara." Ia membawa adiknya ke bangku panjang di beranda yang dipenuhi tanaman merambat. Ia duduk di situ memandangi adiknya dan berpikir, la sungguh seorang wanita yang cantik. la selalu membawa kebahagiaan kepada siapa pun yang berada dekat dengannya. Tidak seharusnya ia ditimpa kemalangan seperti ini.
"Kau tak akan bilang ada masalah apa?"
Lambrou menarik napas dalam-dalam. "Ini akan sangat menyakitkan, darling."
"Kau mulai membuatku kuatir."
"Aku serius. Hidupmu dalam bahaya."
"Apa" Dalam bahaya oleh siapa?"
Ia mengatur kata-katanya dengan hati-hati. "Kurasa Costa akan mencoba membunuhmu."
Melina menatap dia, mulutnya ternganga. "Kau bercanda."
"Tidak, aku bersungguh-sungguh, Melina."
"Darling, Costa memang banyak ulahnya, tapi ia bukan seorang pembunuh. Ia tak akan bisa?"
"Kau keliru. Ia sudah pernah membunuh."
Wajah Melina menjadi pucat. "Kau ini bicara apa?"
"Oh, ia tidak melakukannya dengan tangannya sendiri. Ia menyewa orang untuk melakukannya buat dia, tapi?"
"Aku tidak percaya."
"Kau ingat Catherine Douglas?"
"Wanita yang dibunuh?"
385 "Ia tidak dibunuh. Ia masih hidup."
Melina menggelengkan kepala. "Ia"tak mungkin ia masih hidup. Maksudku"orang-orang yang membunuhnya telah dihukum mati."
Lambrou menggenggam tangan adiknya itu. "Melina, Larry Douglas dan Noelle Page tidak membunuh Catherine. Sepanjang peradilan itu berlangsung, Demiris menyembunyikan dia."
Melina duduk di situ tertegun, membisu, ingat akan wanita yang pernah dilihatnya sekilas di rumah dulu.
Siapa wanita yang kulihat di ruang depan tadi"
Ia teman seorang relasi bisnisku. Ia akan bekerja padaku di London.
Aku melihatnya sepintas tadi. Ia mengingatkan aku pada seseorang. Ia mengingatkan aku pada istri pilot yang dulu bekerja padamu. Tapi, tentu saja itu tidak mungkin. Mereka kan telah membunuhnya.
Ya, mereka telah membunuh dia.
Akhirnya ia bisa berbicara lagi. "Aku melihatnya di rumah, Spyros. Costa berdusta padaku tentang dia."
"Ia sudah gila. Aku ingin kau segera berkemas dan keluar dari tempat ini."
Ia melihat kepada Spyros dan berkata pelan, "Tidak, ini rumahku."
"Melina, aku tak akan sanggup menanggungnya jika sesuatu terjadi atas dirimu."
Suara Melina terdengar tegar bagai baja. "Jangan kuatir. Tak ada yang akan terjadi atas
386 diriku. Costa tidak bodoh. Ia tahu kalau ia melakukan sesuatu yang menyakiti diriku ia akan membayar mahal untuk itu."
"Ia memang suamimu, tapi kau tidak kenal dia. Aku benar-benar kuatir akan dirimu."
"Aku bisa menghadapi dia, Spyros."
Ia memandang Melina dan ia tahu bahwa tak mungkin lagi ia bisa membujuknya untuk mengubah pendiriannya itu. "Kalau kau tak mau pergi, tolong satu hal ini saja. Berjanjilah kau tak akan pernah berada sendiri dengan dia."
Ia menepuk pipi kakaknya. "Aku berjanji."
Melina tidak punya niat untuk memegang janjinya itu.
Ketika Constantin Demiris tiba di rumah petang itu, Melina sedang menunggunya. Ia mengangguk pada Melina dan berjalan melewatinya menuju ke kamar tidurnya. Melina mengikutinya.
"Kurasa sudah waktunya kita harus berbicara," kata Melina.
Demiris melihat arlojinya. "Aku cuma punya waktu beberapa menit. Aku ada janji."
"Oh, ya" Kau merencanakan untuk membunuh orang lain lagi malam ini?"
Ia menoleh ke arah Melina. "Apa sih yang kauocehkan?"
"Spyros datang menjumpai aku pagi tadi."
"Aku perlu memperingatkan kakakmu itu untuk tidak masuk ke rumahku."
"Ini rumahku juga," kata Melina menantang.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
387 "Kami tadi ngobrol tentang sesuatu yang menarik."
"Oh, ya" Tentang apa?"
"Tentang kau dan Catherine Douglas dan
Noelle Page." Sekarang Demiris benar-benar mendengarkan dia. "Itu kisah kuno."
"Benar begitu" Spyros bilang kau mengirim dua orang yang tidak bersalah ke ajalnya, Costa."
"Spyros itu goblok."
"Aku pernah melihat gadis itu di sini, di rumah ini."
"Tak ada yang akan percaya padamu. Kau tak akan pernah melihatnya lagi. Aku telah mengirim orang untuk menyingkirkan dia."
Dan Melina tiba-tiba ingat ketiga pria yang dulu datang untuk makan malam. Kalian akan terbang ke London besok vagi-vagi. Saya yakin kalian akan mengurus semua yang perlu.
Ia beranjak lebih dekat ke Melina dan berkata dengan pelan, "Kau tahu, aku benar-benar jadi muak dengan kau dan kakakmu itu." Ia memegang lengan Melina dan menekannya dengan keras. "Spyros telah mencoba menghancurkan aku. Mestinya dia membunuhku saja." Ia menekan lebih keras lagi. "Kalian berdua akan menyesal mengapa itu tidak dilakukannya dulu."
"Hentikan itu, kau menyakiti aku."
"Istriku sayang, kau belum tahu apa artinya sakit. Tapi kau akan tahu nanti." Ia melepaskan
388 lengan Melina. "Aku akan mengurus perceraian. Aku ingin seorang wanita sejati. Tapi tidak berarti kau akan bebas dari aku. Oh, tidak. Aku punya rencana bagus untuk kau dan kakakmu tersayang itu. Well, kita sudah berbicara sekarang. Aku permisi dulu, aku akan masuk ke kamar dan berganti pakaian. Tidak sopan membiarkan seorang lady menunggu."
Ia berbalik dan berjalan menuju kamar gan-tinya. Melina berdiri di situ, jantungnya berdebar keras. Spyros benar. Ia memang sudah gila.
Ia merasa sama sekali tidak berdaya tapi ia tidak takut akan hidupnya sendiri. Aku mesti hidup untuk apa" pikir Melina dengan penuh kepahitan. Suaminya telah melucutinya dari semua yang berharga dan telah menyeretnya ke bawah ke tingkat yang sama dengan dia. Ia ingat akan semua kejadian di mana Demiris telah menghinanya, mencaci makinya di depan umum. Ia tahu bahwa ia sekarang jadi obyek rasa kasihan di antara teman-temannya. Tidak, ia tidak lagi peduli akan dirinya sendiri. Aku siap untuk mati, pikirnya, tapi aku tak bisa mem-biarkannya menyakiti Spyros. Tapi, apa yang bisa dilakukannya untuk menghentikan Demiris" Spyros berkuasa, tapi suaminya lebih berkuasa. Melina tahu dengan pasti bahwa jika dibiarkan, suaminya akan melaksanakan ancamannya. Dan itu sangat mengerikan. Bagaimanapun juga aku harus mencegahnya. Tapi bagaimana" Bagaimana?"
389 Bab 21 Delegasi eksekutif dari Athena membuat Catherine terus sibuk. Ia mengatur pertemuan-perte-muan bagi mereka dengan para eksekutif lainnya di perusahaan itu dan mengajak mereka mengamati sistem operasi cabang London. Mereka kagum akan kerja Catherine yang efisien. Ia tahu semua seluk-beluk perusahaan, dan mereka terkesan.
Hari-hari Catherine menjadi penuh, dan peng-alihan ini melepaskan pikirannya dari masalah-masalahnya sendiri. Ia mulai mengenal setiap tamu dengan sedikit lebih baik.
Jerry Haley adalah kambing hitam di keluarganya. Ayahnya seorang pengusaha minyak yang kaya raya, dan kakeknya seorang hakim yang terhormat. Pada saat Jerry Haley berumur dua puluh satu, ia telah mendekam tiga tahun di penjara anak-anak karena pencurian mobil, masuk rumah orang secara paksa, dan perko-saan. Akhirnya keluarganya mengirimnya ke Eropa supaya hilang dari pandangan mereka.
390 "Tapi di sana aku memperbaiki diri," kata Haley kepada Catherine dengan bangga. "Membuka lembaran yang sama sekali baru."
Yves Renard adalah seorang laki-laki yang tidak bahagia. Ia menceritakan kepada Catherine bahwa orangtuanya telah membuangnya dan ia lalu dibesarkan oleh famili jauhnya yang benar-benar memperlakukannya dengan kejam. "Mereka memiliki tanah pertanian di dekat Vichy, dan mereka menyuruh saya bekerja seperti anjing dari matahari terbit sampai terbenam. Saya melarikan diri dari situ saat saya berumur lima belas tahun dan pergi ke Paris untuk bekerja."
Laki-laki Italia yang periang itu, Dino Mattusi, dilahirkan di Sicilia, dari keluarga kelas mene-ngah. "Ketika aku berumur enam belas tahun, aku membuat skandal besar, lari dengan wanita yang sudah menikah yang sepuluh tahun lebih tua dariku. Ah, dia benar-benar bellissima."
"Apa yang terjadi?" tanya Catherine.
Ia menarik napas. "Mereka membawaku pulang, lalu mengirimku ke Roma untuk menghindar dari kemurkaan suami wanita itu."
Catherine tersenyum. "Begitu. Kapan Anda bekerja di perusahaan Mr Demiris?"
Ia mencoba menghindar, "Kemudian. Sebelumnya aku bekerja macam-macam. Maksudku "serabutan. Apa saja untuk bisa bertahan hidup."
391 "Lalu Anda bertemu dengan istri Anda?" Ia memandang tajam mata Catherine dan berkata, "Istriku tidak ada di sini."
Ia memandang Catherine, berbicara dengan dia, mendengarkan suaranya, mencium bau parfumnya. Ia ingin tahu semuanya tentang Catherine. Ia suka cara Catherine menggerakkan tubuhnya dan ia ingin tahu seperti apakah tubuh di balik pakaiannya itu. Ia akan segera tahu. Sangat segera. Ia sudah tidak sabar lagi.
Jerry Haley memasuki kantor Catherine. "Anda suka teater, Catherine?" "Oh, ya. Saya?"
"Ada acara musik baru yang akan dipertunjukkan. Finian"s Rainbow. Saya ingin menonton-nya malam ini."
"Saya bisa memesankan tiket buat Anda."
"Tidak begitu enak nonton sendirian, ya" Anda ada waktu?"
Catherine ragu-ragu. "Ya." Ia mendapati dirinya menatap tangan-tangan Haley yang sangat besar dan gelisah itu.
"Bagus! Jemput saya di hotel jam tujuh." Itu suatu perintah. Ia berbalik dan meninggalkan kantor itu.
Aneh sekali, pikir Catherine. Ia nampaknya begitu ramah dan terbuka, tapi"
Aku memperbaiki diri. Ia tak dapat menying"
392 kirkan bayangan tangan-tangan besar itu dari pikirannya.
Jerry Haley sudah menunggu di lobi Savoy Hotel ketika Catherine tiba, dan mereka lalu menuju ke teater dengan limousine milik perusahaan.
"London kota yang hebat," kata Jerry Haley. "Saya selalu senang kembali ke sini. Anda sudah lama di sini?"
"Beberapa bulan."
"Anda berasal dari Amerika?"
"Ya. Chicago." "Wah, itu kota yang hebat juga. Saya pernah mengalami saat-saat yang menyenangkan di sana."
Memperkosa wanita-wanita"
Mereka tiba di teater dan bergabung dengan publik. Pertunjukannya amat bagus dan para pemainnya benar-benar mengesankan, tapi Catherine tidak bisa berkonsentrasi. Jerry Haley terus-menerus mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di pegangan kursi, pada pangkuannya, pada lututnya. Ia tidak bisa menahan tangannya yang besar itu untuk diam.
Ketika pertunjukan usai, Haley menoleh kepada Catherine dan berkata, "Ini sungguh malam yang indah. Bagaimana kalau kita tak usah naik mobil dan berjalan-jalan di Hyde Park?"
393 "Saya harus berada di kantor pagi-pagi," kata Catherine. "Barangkali lain kali saja."
Haley mengamati dia, senyum misterius tersungging di wajahnya. "Tentu," katanya. "Masih banyak waktu."
Yves Renard tertarik pada museum. "Tentu saja," orang Prancis itu berkata kepada Catherine, "Paris kami punya museum yang terbesar di dunia. Anda pernah ke Louvre?"
"Belum," kata Catherine. "Saya belum pernah ke Paris."
"Sayang sekali. Anda harus pergi satu saat nanti." Tapi, pada saat mengatakan hal itu, ia berkata kepada dirinya sendiri, Aku tahu ia tidak akan pergi. "Saya ingin melihat-lihat museum di London. Barangkali hari Sabtu ini kita bisa mengunjungi beberapa."
Catherine tadinya merencanakan untuk bekerja di hari Sabtu menyelesaikan beberapa urusan kantor yang terbengkalai. Tapi Constantin Demiris telah minta dia untuk melayani para tamu dengan sebaik-baiknya.
"Baiklah," katanya. "Hari Sabtu saya bisa."
Catherine tidak ingin menghabiskan sehari penuh dengan orang Prancis itu. Ia begitu pahit. Ia bersikap seakan ia masih saja diperlakukan dengan kejam.
Hari itu dimulai secara cukup menyenangkan. Pertama mereka pergi ke British Museum di
394 mana mereka menyusuri galeri-galeri yang penuh dengan harta karun yang megah dari masa lalu. Mereka melihat salinan Magna Carta, dek-ret yang ditandatangani oleh Elizabeth I, dan pakta-pakta dari perang-perang yang berlangsung berabad-abad silam.
Sesuatu dalam diri Yves Renard mengganggu pikiran Catherine, dan baru setelah mereka berada di museum selama hampir satu jam ia sadar itu apa.
Mereka sedang mengamati sebuah peti yang memuat sebuah dokumen yang ditulis oleh Admiral Nelson.
"Saya kira ini salah satu koleksi yang paling menarik disini," kata Catherine. "Ini ditulis per-sis sebelum Admiral Nelson terjun ke dalam peperangan. Ia tidak yakin apakah ia punya wewenang?" Dan ia tiba-tiba menyadari bahwa Yves Renard tidak menyimak. Kesadaran ini memenuhi seluruh persepsinya: ia hampir-ham-pir tak ada perhatian sama sekali pada semua benda yang dipamerkan di museum itu. Ia tidak tertarik. Jadi mengapa dia bilang dia ingin melihat-lihat museum" Catherine bertanya-tanya.
Mereka selanjutnya pergi ke Victoria & Albert Museum dan kejadian yang serupa terulang lagi. Kali ini, Catherine mengamati dia dengan saksama. Yves Renard berjalan dari ruang ke ruang berbasa-basi tentang apa yang sedang
395 mereka lihat, tapi pikirannya jelas berada di tempat lain.
Setelah yang ini selesai, Catherine berkata, "Anda ingin melihat Westminster Abbey?"
Yves Renard mengangguk. "Ya, tentu."
Mereka mengelilingi biara yang hebat itu, berhenti untuk mengamati batu-batu nisan orang-orang terkenal dalam sejarah yang dimakamkan di situ, para penyair dan negarawan dan raja-raja.
"Lihat," kata Catherine, "di sinilah Browning dimakamkan." Renard memandang ke bawah. "Ah, Browning." Lalu dia melanjutkan langkahnya.
Catherine berdiri di situ melihatnya dari belakang. Apa yang sedang dicarinya" Mengapa dia menyia-nyiakan hari ini"
Dalam perjalanan pulang ke hotel, Yves Renard berkata, "Terima kasih, Miss Alexander. Saya sungguh senang tadi."
la bohong, pikir Catherine. Tapi mengapa"
"Ada tempat yang kata orang sangat menarik. Stonehenge. Saya kira itu terletak di Salisbury Plain."
"Ya," kata Catherine.
"Bagaimana kalau kita ke sana, hari Sabtu depan barangkali?"
Catherine tidak yakin apakah ia nanti akan mendapati Stonehenge lebih menarik daripada museum-museum tadi."
396 "Baiklah," kata Catherine.
Dino Mattu9i ahli dalam soal makanan. Ia memasuki kantor Catherine membawa sebuah bu-ku pedoman. "Aku punya daftar restoran paling terkenal di London. Tertarik?" "Well, saya?"
"Bagus! Malam ini aku akan membawamu makan malam di Connaught."
Catherine berkata, "Malam ini saya harus?"
"Tak ada alasan. Aku akan menjemputmu jam delapan."
Catherine ragu-ragu. "Baiklah."
Wajah Mattusi menjadi cerah. "Bene!" Ia mencondongkan badannya ke depan. "Tidak enak melakukan apa-apa sendirian, bukan?" Maksudnya sudah jelas. Tapi ia begitu gamblang, pikir Catherine, ia sebenarnya tidak jahat.
Hidangan di Connaught itu sungguh lezat. Mereka memesan ikan salmon asap Skotlandia, da-ging panggang, dan puding Yorkshire.
Saat menikmati salad, Dino Mattusi berkata, "Kau sungguh mempesona, Catherine. Aku suka wanita Amerika."
"Oh. Apakah istri Anda orang Amerika?" Catherine bertanya dengan polos.
Mattusi mengangkat bahu. "Bukan, ia orang Italia. Tapi ia penuh pengertian."
"Anda pasti senang kalau begitu," kata Catherine.
397 Ia tersenyum. "Benar, sangat senang."
Baru setelah sampai kepada saat dessert Dino Mattusi berkata, "Kau suka daerah pedesaan" Aku punya teman yang punya mobil. Kupikir kita bisa pergi bermobil ke sana pada hari Minggu."
Catherine sudah akan menyatakan penolakan-nya, lalu ia tiba-tiba teringat pada Wim. Wim nampaknya sangat kesepian. Barangkali dia akan senang pergi bermobil sama-sama ke daerah pedesaan. "Kedengarannya menyenangkan," kata Catherine.
"Aku jamin pasti akan menyenangkan."
"Bagaimana kalau saya ajak Wim?"
Ia menggelengkan kepala. "Mobilnya kecil. Pokoknya beres, akan kuatur segera."
Tamu-tamu dari Athena itu banyak maunya dan Catherine mendapati bahwa ia hampir tak punya waktu lagi untuk dirinya sendiri. Haley, Renard, dan Mattusi beberapa kali bertemu dengan Wim Vandeen, dan Catherine geli melihat betapa sikap mereka sekarang berubah.
"Ia melakukan semua ini tanpa kalkulator?" Haley terkagum-kagum.
"Benar." "Belum pernah kulihat yang seperti itu."
Catherine terkesan dengan Atanas Stavich. Anak muda itu adalah pekerja paling keras yang pernah dijumpainya. Ia sudah berada di kantor
398 ketika Catherine tiba di waktu-pagi, dan ia masih di sana setelah semua orang pulang. Ia selalu tersenyum dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Ia mengingatkan Catherine pada seekor anak anjing yang gemetaran. Entah di mana di masa lalunya, seseorang telah memperlakukannya dengan sangat buruk. Catherine berniat untuk membicarakan Atanas dengan Alan Hamilton. Pasti ada suatu cara untuk membangun rasa percaya dirinya, pikir Catherine. Aku yakin Alan akan bisa menolong dia.
"Kau tahu anak itu jatuh cinta kepadamu, kan?" kata Evelyn pada suatu hari.
"Kau ini bicara apa?"
"Atanas. Apa tidak kaulihat pandang matanya yang kagum terhadapmu" Ia mengikuti setiap langkahmu seperti seekor domba yang sesat."
Catherine tertawa. "Kau ini mengada-ada saja."
Tanpa direncanakan sebelumnya, Catherine mengajak Atanas makan siang. "Di"di restoran?"
Catherine tersenyum. "Ya, tentu saja."
Wajahnya memerah. "Saya"saya tidak tahu, Miss Alexander." Ia melihat ke bawah ke pakaiannya yang kurang pantas. "Anda akan malu nanti kalau orang-orang melihat Anda bersama saya."
"Saya tidak menilai orang dari pakaiannya," Catherine berkata dengan tegas. "Saya akan memesan tempat."
399 Ia membawa A tanas makan siang di Lyons Corner House. Ia duduk di hadapan Catherine, tercengang menyaksikan situasi di sekelilingnya. "Saya"saya belum pernah ke tempat seperti ini. Sungguh indah."
Catherine merasa terharu. "Aku mau kau memesan apa saja yang kauinginkan."
Ia mengamati menu dan menggelengkan ke-pala. "Semuanya terlalu mahal."
Catherine tersenyum. "Jangan pikirkan itu. Kau dan aku bekerja pada orang yang amat kaya. Aku yakin ia pasti ingin kita makan siang yang enak." Ia tidak mengatakan kepada pe-muda itu bahwa ialah yang membayar semua ini.
Atanas lalu memesan koktil udang dan salad, dan ayam panggang dengan kentang goreng, dan ia mengakhiri makan siangnya dengan cake coklat dan es krim.
Catherine menyaksikan dia makan dengan heran. Perawakannya begitu kecil. "Kautaruh di mana semuanya itu?"
Atanas berkata dengan malu, "Saya tak pernah bisa gemuk."
"Kau suka London, Atanas?"
Ia mengangguk. "Sejauh yang sudah saya li-hat, saya sangat menyukainya."
"Kau bekerja sebagai office boy di Athena?"
Ia mengangguk. "Pada Mr Demiris." Ada na-da kepahitan dalam suaranya.
"Kau tidak senangkah?"
400 "Maafkan saya"saya tidak pantas mengatakan ini, tapi saya kira Mr Demiris bukan orang yang baik. Saya" saya tidak suka kepadanya." Anak muda itu melihat ke sekelilingnya dengan cepat, takut jika ada orang yang mendengar ini. "Ia"sudahlah."
Catherine berpikir sebaiknya tidak usah dia didesak lagi. "Apa yang menyebabkan kau mau pergi ke London, Atanas?"
Atanas mengucapkan sesuatu begitu pelannya sehingga Catherine tak bisa mendengarnya.
"Saya kurang dengar."
"Saya ingin menjadi dokter."
Catherine melihat kepadanya, ingin tahu. "Dokter?"
"Ya, ma"am. Saya tahu kedengarannya tidak masuk akal." Ia ragu-ragu sejenak, lalu melanjutkan. "Keluarga saya berasal dari Macedonia dan seumur hidup saya mendengar cerita-cerita tentang orang-orang Turki yang datang ke desa kami dan membunuhi dan menyiksa orang-orang kami. Tak ada dokter yang menolong yang luka-luka. Kini, desa itu sudah tidak ada dan keluarga saya sudah musnah. Tapi masih banyak orang yang luka-luka di dunia ini. Saya ingin menolong mereka." Ia menurunkan pandang matanya, malu. "Anda pasti mengira saya ini gila."
"Tidak," kata Catherine pelan. "Saya kira itu sangat bagus. Jadi kau datang ke London untuk belajar ilmu kedokteran?"
401 "Ya, ma"am. Saya akan bekerja siang hari dan bersekolah malam hari. Saya pasti akan menjadi dokter nanti."
Ada semacam keyakinan dalam nada suaranya. Catherine mengangguk. "Aku percaya kau akan bisa. Kau dan aku akan berbicara lagi tentang ini. Aku punya teman yang mungkin bisa membantumu. Dan aku tahu satu restoran yang bagus di mana kita bisa makan siang minggu depan."
Di tengah malam, sebuah bom meledak di vila Spyros Lambrou. Ledakannya menghancurkan bagian depan rumah dan menewaskan dua orang pelayan. Kamar tidur Spyros Lambrou hancur dan satu-satunya sebab mengapa ia lolos adalah pada saat terakhir ia dan istrinya mengubah rencana dan memutuskan untuk menghadiri jamuan makan yang diadakan oleh wali kota Athena.
Keesokan paginya, ada surat dikirim ke kantornya yang berbunyi, "Matilah para kapitalis". Yang menandatangani: Partai Revolusioner Yu-nani.
"Mengapa mereka lakukan hal seperti ini pada dirimu?" Melina yang amat ketakutan bertanya.
"Bukan mereka," Spyros berkata dengan lu-gas. "Itu perbuatan Costa."
"Kau"kau tak punya bukti untuk itu."
402 "Aku tak perlu bukti. Apa kau belum juga sadar siapa orang yang kaunikahi itu?"
"Aku"aku tidak tahu lagi harus berpikir bagaimana."
"Melina, selama orang itu masih hid up, kita berdua akan selalu berada dalam bahaya. Ia tak akan pernah berhenti."
"Tidakkah kau akan lapor ke polisi?"
"Kau sudah bilang sendiri tadi. Aku tak punya bukti. Mereka akan menertawakan aku." Ia menggenggam tangan Melina. "Aku mau kau . keluar dari tempat ini. Sungguh. Pergilah sejauh mungkin."
Melina berdiri di situ lama sekali. Ketika ia akhirnya berbicara, seakan ia sudah mencapai suatu keputusan yang amat penting. "Baiklah, Spyros. Akan aku lakukan yang harus kulakukan."
Spyros memeluk Melina. "Bagus. Dan jangan kuatir. Kita akan menemukan suatu cara untuk menghentikan dia."
Melina duduk di kamar tidurnya sendirian sepanjang sore yang terasa panjang itu, pikirannya mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Jadi, suaminya sungguh-sungguh dengan ancamannya untuk memusnahkan dia dan kakaknya. Ia tak boleh membiarkan Demiris mencapai keinginannya itu. Dan jika hidup mereka berada dalam bahaya, maka hidup Catherine Douglas juga. Ia akan bekerja padaku di London. Aku akan
403 memperingatkan dia, pikir Melina. Tapi aku harus berbuat lebih dari itu. Aku harus menghancurkan Costa. Aku harus mencegah dia mencelakai orang lain. Tapi bagaimana" Kemudian, jawabannya datang kepadanya. Tentu sajal pikirnya. Ini jalan satu-satunya. Mengapa aku dulu tidak berpikir begin"
404 Bab 22 ARSIP PRIBADI CATATAN PEMBICARAAN DENGAN CATHERINE DOUGLAS
C: Maaf aku terlambat, Alan. Ada rapat mendadak di kantor tadi. A: Tidak apa-apa. Delegasi dari Athena itu
masih berada di London" C: Ya. Mereka"mereka bermaksud untuk
kembali akhir minggu depan. A: Kau kelihatannya lega. Apa mereka menyulitkan"
C: Bukan menyulitkan begitu, aku hanya me-rasa sedikit" sedikit aneh mengenai mereka.
A: Aneh" C: Sulit menjelaskannya. Aku tahu kedengarannya konyol, tapi" ada yang ganjil mengenai mereka semua.
A: Mereka telah melakukan sesuatu untuk?"
C: Tidak. Mereka hanya membuatku merasa tidak nyaman. Tadi malam, aku mimpi bu-ruk lagi.
A: Mimpi tentang seseorang yang mencoba menenggelamkanmu itu"
405 C: Ya. Padahal sudah agak lama aku tidak
mimpi begitu. Dan kali ini mimpinya lain. A: Lain bagaimana"
C: Terasa lebih" nyata. Dan bagian akhirnya
tidak sama dengan yang sudah-sudah. A: Kau memperoleh lanjutan dari usaha pe"
nenggelaman itu" C: Ya. Mereka mencoba menenggelamkan aku,
lalu tiba-tiba aku berada di tempat yang
aman. A: Biara itukah"
C: Aku tidak yakin. Barangkali iya. Rasanya seperti sebuah taman. Dan seorang pria datang menemuiku. Kukira aku pernah bermimpi mirip seperti itu, tapi kali ini aku bisa melihat wajahnya.
A: Kau mengenalinya"
C: Ya. Pria itu adalah Constantin Demiris.
A: Jadi, dalam mimpimu"
C: Alan, itu bukan sekadar mimpi. Itu ingatan yang nyata. Aku tiba-tiba ingat bahwa Constantin Demiris-lah yang memberikan peniti emas yang ada padaku sekarang ini.
A: Kau percaya bahwa alam bawah sadarmu membuka sesuatu yang benar-benar pernah terjadi" Kau yakin itu bukan"
C: Aku yakin itu. Constantin Demiris memberikan kepadaku peniti itu di biara.
A: Kau dulu bilang kau diselamatkan oleh beberapa biarawati yang lalu membawamu ke biara"
406 C: Benar. A: Catherine, apa ada orang lain yang tahu bahwa kau berada di biara"
C: Tidak. Aku kira tidak.
A: Kaiau begitu bagaimana Constantin Demiris bisa tahu kau berada di sana"
C: Aku"aku tidak tahu. Aku cuma tahu itu memang terjadi. Aku terbangun dengan ketakutan. Rasanya seolah-olah mimpi itu adalah semacam peringatan. Aku merasa sesuatu yang mengerikan akan terjadi.
A: Mimpi buruk memang bisa punya pengaruh seperti itu terhadap kita. Mimpi buruk adalah salah satu musuh manusia yang paling tua. Kata "nightmare?"mimpi buruk "itu berasal dari bahasa Inggris Pertengahan "niht" artinya "night" dan "mare" artinya "setan/jin". Takhayul kuno ini mengatakan bahwa ia lebih suka muncul setelah jam empat pagi.
C: Menurut kau mimpi tak bisa punya arti nyata"
A: Kadang-kadang memang bisa. Coleridge menulis, "Mimpi itu bukan bayangan, tapi merupakan wujud hidupku dan bencana yang terjadi dalam hidupku."
C: Barangkali aku menilai semua ini terlalu serius. Selain mimpi-mimpiku yang konyol itu, aku tidak apa-apa. Oh. Ada seseorang yang ingin kubicarakan denganmu, Alan.
A: Ya" 407 C : Namanya Atanas Stavich. Ia seorang anak muda yang datang ke London untuk belajar ilmu kedokteran. Hidupnya sangat menderita. Kupikir barangkali pada suatu hari kau bisa menjumpainya dan memberinya sedikit nasihat.
A : Aku akan senang sekali. Kenapa kau mengerutkan dahi"
C : Aku baru saja ingat akan sesuatu.
A : Ya" C : Kedengarannya gila. A : Alam bawah sadar kita tidak membedakan antara yang gila dan yang waras.
C : Dalam mimpiku itu, saat Mr Demiris memberikan kepadaku peniti emas itu"
A : Ya" C : Aku mendengar suara berkata, "la akan membunuhmu."
Harus, tampak, seperti suatu kecelakaan. Aku tak mau ada orang yang bisa mengenali jenazahnya. Ada banyak jalan untuk membunuhnya. Ia harus mulai membuat persiapan-persiapan. Ia berbaring di tempat tidurnya memikirkan persiapan-persiapan itu dan mendapati bahwa ia se-dang mengalami ereksi. Kematian merupakan orgasme yang paling total. Akhirnya, ia tahu bagaimana ia harus melakukannya. Ternyata sederhana saja. Tak akan ada jenazah yang perlu dikenali. Constantin Demiris akan senang.
408 Bab 23 Rumah pantai milik Constantin Demiris terletak tiga mil di sebelah utara Piraeus di atas tanah pantai seluas satu acre. Demiris tiba pada jam 19.00. Ia memarkir mobilnya di jalan masuk, membuka pintu mobil, dan berjalan menuju ke rumah pantai itu.
Kenka sampai ke rumah itu, pintu dibuka oleh seseorang yang tak dikenalinya.
"Selamat malam, Mr Demiris."
Di dalam rumah nampak oleh Demiris sejumlah polisi.
"Apa yang terjadi di sini?" Demiris bertanya.
"Saya Letnan Polisi Theophilos. Saya?"
Demiris mendorongnya ke samping dan berjalan menuju ke ruang duduk. Ruang itu berantakan. Jelas nampak bahwa pertarungan hebat baru saja terjadi. Kursi dan meja terbalik. Salah satu gaun Melina terhampar di lantai, terkoyak-koyak. Demiris memungutnya dan mengamatinya.
"Di mana istri saya" Saya seharusnya bertemu dengan dia di sini."
409 Letnan polisi itu berkata, "Ia tak ada di sini. Kami sudah memeriksa seluruh rumah dan mencarinya di seluruh pantai. Kelihatannya rumah ini baru saja dimasuki pencuri."
"Well, di mana Melina" Apakah dia yang menelepon kalian" Apa dia ada di sini tadi?"
"Ya, kami kira ia tadi di sini, sir." Ia mengacungkan sebuah arloji wanita. Kristal penutupnya telah remuk dan jarumnya berhenti pada posisi jam tiga. "Ini arloji istri Anda?"
"Kelihatannya begitu."
"Di belakangnya digravir "buat Melina dengan cinta, Costa"."
"Kalau begitu benar. Itu hadiah ulang tahun."
Detektif Theophilos menunjuk ke noda-noda di atas permadani. "Itu noda-noda darah." Ia memungut sebilah pisau yang tercampak di lan-tai, berhati-hati untuk tidak menyentuh pegangannya. Mata pisau itu berlumuran darah. Pernah melihat pisau ini sebelumnya, sir?"
Demiris memandang sekilas. "Tidak. Menurut kalian apa ia sudah meninggal?"
Itu sangat mungkin, sir. Kami menemukan noda-noda darah di pasir yang menuju ke laut-an."
"Oh, Tuhan," kata Demiris.
"Kita masih beruntung, ada sidik-sidik jari yang jelas pada pisau itu."
Demiris menjatuhkan dirinya di kursi. "Kalau begitu tangkap siapa pun yang telah melakukannya."
410 "Bisa, kalau sidik jari itu ada dalam arsip kami. Sidik jari ada di mana^mana di seluruh rumah ini. Kami harus menyeleksinya. Kalau Anda tidak keberatan memberikan sidik jari Anda, Mr Demiris, kami bisa langsung menyi-sihkannya."
Demiris ragu-ragu. "Ya, tentu."
"Sersan yang di sana itu bisa menanganinya."
Demiris menghampiri seorang polisi berseragam yang membawa bantalan stempel untuk mengambil sidik jari. "Mohon tempelkan jari-jari Anda di sini, sir" Sebentar kemudian, itu sudah beres. "Anda mengerti ini hanya formalitas saja."
"Saya mengerti."
Letnan Theophilos memberikan kepada Demiris sebuah kartu nama kecil. "Apa Anda kira-kira tahu sesuatu tentang.ini, Mr Demiris?"
Demiris melihat kartu itu. Tercantum, "Katelanos Detective Agency"Private Investigations". Ia mengembalikan kartu itu. "Tidak. Apa ada yang penting di situ?"
"Saya tidak tahu. Kami sedang menyelidiki-nya."
"Tentunya, saya mau kalian melakukan apa saja yang kalian bisa untuk menemukan siapa, yang bertanggung jawab. Dan beritahu saya kalau ada kabar tentang istri saya."
Letnan Theophilos memandangnya dan mengangguk.
"Jangan kuatir, sir. Kami akan melakukan itu."
411 Melina. Gadis yang istimewa itu, menawan, cerdas, dan menyenangkan. Begitu indah pada mulanya. Lalu ia membunuh putra mereka, dan untuk itu tak akan pernah ada ampun" hanya akan ada kematian buat dia.
Telepon berdering "pada tengah hari keesokan harinya. Constantin Demiris sedang mengadakan rapat ketika sekretarisnya menghubunginya lewat interkom. "Maafkan saya, Mr Demiris?"
"Saya sudah bilang bahwa saya tidak mau diganggu."
"Ya, sir, tapi ada seorang bernama Inspektur Lavanos di telepon. Ia bilang masalahnya sangat mendesak. Anda mau saya bilang kepadanya untuk?""
"Tidak. Saya akan menjawabnya." Demiris menghadapi mereka yang sedang duduk mengitari meja konferensi itu. "Saya permisi sebentar, Bapak-bapak." Ia mengangkat gagang telepon. "Demiris."
Sebuah suara berkata, "Ini Inspektur Lavanos, Mr Demiris, di Central Station. Kami punya informasi yang mungkin Anda akan tertarik untuk mendengarnya. Apa sekiranya Anda bisa meluangkan waktu untuk datang ke markas be-sar kepolisian?"
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anda mendapat berita mengenai istri saya?"
"Saya lebih suka untuk tidak membicarakannya melalui telepon kalau Anda tidak keberatan."
412 Demiris ragu-ragu tapi hanya sejenak. "Saya akan langsung ke sana." Ia meletakkan gagang telepon dan menghadapi yang lain-lainnya yang hadir di situ. "Ada urusan mendadak yang tiba-tiba muncul. Bagaimana kalau Anda semua per-gi ke ruang makan dan membicarakan usulan saya" Saya akan kembali tepat pada waktunya untuk menemani Anda makan siang."
Terdengar suara gumam mereka menyatakan setuju. Lima menit kemudian, Demiris sudah dalam perjalanan menuju ke markas besar kepolisian.
Sejumlah orang telah menunggunya di kantor Komisaris Polisi. Demiris mengenali polisi-polisi yang "telah dijumpainya di rumah pantainya. ?"dan ini Jaksa Penuntut Khusus Delma."
Delma seorang pria gempal dan pendek, dengan alis tebal, wajah bundar dan pandang ma-ta yang sinis.
"Apa yang terjadi?" Demiris mendesak. "Anda memperoleh berita mengenai istri saya?"
Inspektur Kepala berkata, "Terus terang saja, Mr Demiris, kami menemukan hal-hal yang membuat kami bingung. Kami berharap barangkali Anda bisa menolong kami."
"Saya kuatir sedikit sekali yang bisa saya bantu. Seluruh kejadian ini begitu mengejutkan?"
"Anda ada janji untuk menemui istri Anda di rumah pantai itu sekitar jam tiga kemarin sore?"
413 "Apa" Bukan. Mrs Demiris menelepon dan minta saya menjumpainya di sana jam tujuh."
Jaksa Penuntut Delma berkata dengan tenang, "Nah, itulah salah satu hal yang membingungkan kami. Seorang pembantu di rumah Anda mengatakan bahwa Anda menelepon istri Anda sekitar jam dua dan minta dia pergi ke rumah pantai itu sendirian dan menunggu Anda."
Demiris mengerutkan dahi. "Ia keliru. Istri saya menelepon saya dan minta saya menjumpainya di sana jam tujuh tadi malam."
"Oh, begitu. Jadi pembantu Anda keliru."
"Jelas." "Anda tahu alasannya apa kira-kira, sehingga istri Anda minta Anda datang ke rumah pantai itu?"
"Saya kira ia ingin mencoba berbicara dengan saya supaya saya tidak menceraikan dia."
"Anda telah memberitahu istri Anda bahwa Anda akan menceraikan dia?"
"Ya." . "Pembantu itu mengatakan bahwa ia kebetulan mendengar pembicaraan telepon di mana Mrs Demiris memberitahu Anda bahwa ia akan menceraikan Anda."
"Saya tidak peduli dengan apa yang dikatakan pembantu itu. Anda harus percaya kepada saya."
"Mr Demiris, Anda menyimpan celana renang di rumah pantai itu?" Inspektur Kepala berkata. "Di rumah pantai" Tidak. Saya sudah tidak
414 pernah berenang di laut lagi sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya selalu berenang di kolam renang rumah saya di kota."
Inspektur Kepala membuka laci meja tulisnya dan mengambil sebuah celana renang yang ada dalam kantong plastik. Ia mengeluarkannya dan mengacungkannya kepada Demiris untuk dilihat. "Apa ini celana renang Anda, Mr Demiris?"
"Ada kemungkinan begitu, saya kira."
"Ada singkatan nama Anda di sini."
"Ya. Saya kira saya mengenalinya sekarang. Itu memang punya saya."
"Kami menemukan ini di bagian bawah lema-ri pakaian, di rumah pantai itu."
"Jadi" Barangkali itu sudah lama ditinggalkan di sana. Mengapa?""
"Saat itu celana ini masih basah oleh air laut. Analis lab menunjukkan bahwa airnya sama dengan air yang berada di depan rumah pantai Anda. Noda-noda merah ini adalah darah."
Ruangan mulai terasa sangat panas.
"Kalau begitu orang lain telah memakainya," Demiris berkata dengan tegas.
Jaksa Penuntut Khusus berkata, "Untuk apa orang melakukan itu" Itu salah satu hal yang mengganggu pikiran kami, Mr Demiris."
Inspektur Kepala membuka sebuah amplop kecil di atas mejanya dan mengeluarkan sebuah kancing emas. "Salah satu anak buah saya menemukan ini di bawah permadani di rumah pantai itu. Anda mengenali ini?"
415 "Tidak." "Ini berasal dari salah satu jas Anda. Kami lancang mengirim seorang detektif ke rumah Anda pagi ini untuk memeriksa lemari pakaian Anda. Satu kancing memang hilang dari salah satu jas Anda. Benangnya persis sama. Dan jas itu baru saja kembali dari binatu seminggu yang lalu."
"Saya tidak?" "Mr Demiris, Anda tadi bilang Anda memberitahu istri bahwa Anda menginginkan perceraian dan bahwa ia ingin membujuk Anda untuk tidak melakukan itu?"
"Betul." Inspektur itu mengacungkan kartu nama yang sudah pernah ditunjukkan kepada Demiris di rumah pantai sehari sebelumnya. "Salah satu anak buah kami mengunjungi Katelanos Detective Agency hari ini."
"Kemarin saya sudah bilang"saya tidak pernah tahu ten tang mereka."
"Istri Anda menyewa mereka untuk melindunginya."
Berita ini mengejutkan. "Melina" Melindunginya dari apa?"
"Dari Anda. Menurut pemilik agency itu, istri Anda mengancam untuk menceraikan Anda, dan Anda mengatakan kepadanya bahwa jika ia lanjutkan maksudnya itu Anda akan membunuh dia. Ia lalu bertanya kepada istri Anda mengapa tidak pergi saja ke polisi untuk minta perlin-416
dungan, dan ia mengatakan ingin merahasiakart masalah ini. Ia tidak menginginkan adanya publishes."
Demiris bangkit berdiri. "Saya tidak akan tinggal di sini dan mendengarkan semua omong kosong ini. Tidak ada?"
Inspektur itu meraih ke dalam sebuah laci dan mengeluarkan pisau yang bernoda darah yang ditemukan di rumah pantai itu.
"Anda mengatakan kepada petugas waktu di rumah pantai itu bahwa Anda belum pernah melihat ini sebelumnya?"
"Benar." "Sidik-sidik jari Anda ada di pisau ini."
Demiris membelalak mengamati pisau itu. "Sidik-sidik jari saya" Ada yang salah. Itu tidak mungkin!"
Benaknya berpacu. Ia dengan cepat meng-urutkan bukti-bukti yang memberatkannya itu: pembantu yang mengatakan bahwa ia menelepon istrinya jam dua dan mengatakan kepadanya untuk datang ke rumah pantai sendirian" Celana renangnya yang bernoda darah" Sebuah kancing yang lepas dari jasnya" Sebilah pisau dengan sidik jarinya"
Tidakkah bisa kalian lihat, goblok" Ini fit-nah," ia berteriak. "Seseorang telah membawa celana renang itu ke rumah pantai, menodainya dengan darah dan pisau itu juga, mencopot kancing jas saya dan?"
Jaksa Penuntut Khusus itu memotong bica"
417 ranya. "Mr Demiris, bisakah Anda menjelaskan bagaimana sidik jari Anda bisa terdapat pada pisau itu?"
"Saya"saya tidak tahu" Tunggu. Ya. Saya ingat sekarang. Melina minta saya membukakan sebuah bungkusan buat dia. Pasti itu pisau yang diberikannya kepada saya waktu itu. Itu-lah sebabnya sidik jari saya ada di situ."
"Begitu. Apa isi bungkusan itu?"
"Saya" saya tidak tahu."
"Anda tidak tahu apa isi bungkusan itu?"
"Tidak. Saya hanya memotong tali pengikat-nya. Ia tidak membukanya di depan saya."
"Bisakah Anda jelaskan tentang noda darah yang di karpet itu, atau yang di pasir yang menuju ke laut atau?""
"Semuanya sudah jelas," Demiris menyerang balik. "Melina hanya perlu melukai dirinya sedikit lalu berjalan ke luar menuju ke laut su-paya Anda mengira bahwa saya telah membunuh dia. Ia mencoba membalas dendam ka-rena saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan menceraikan dia. Saat ini, ia pasti bersembunyi di suatu tempat, tertawa, karena ia mengira Anda akan menangkap saya. Melina ma-sih hidup seperti saya."
Jaksa Penuntut Khusus itu berkata dengan muram, "Kalau saja itu benar, sir" Kami mengangkat jenazahnya dari laut pagi tadi. Ia telah ditikam dan ditenggelamkan. Saya menahan
Anda, Mr Demiris, karena pembunuhan terhadap istri Anda."
419 418 Bab 24 Pada mulanya, Melina benar-benar tidak tahu bagaimana akan bisa melaksanakan niatnya. Ia hanya tahu bahwa suaminya bermaksud menghancurkan kakaknya dan ia tak bisa membiarkan itu terjadi. Bagaimanapun juga, Costa harus dicegah. Hidupnya tak penting lagi. Hari-hari-nya selalu penuh dengan penderitaan dan penghinaan. Ia ingat bagaimana Spyros telah mencoba memperingatkan dia untuk tidak melaksanakan pernikahan itu. Kau tidak boleh menikah dengan Demiris. Ia itu monster. Ia akan menghancurkan dirimu. Ternyata dia sungguh benar. Dan ia sedang dirundung cinta saat itu sehingga tidak percaya itu. Sekarang suaminya harus dihancurkan. Tapi bagaimana" Berpikirlah dengan cara Costa. Dan itulah yang dilakukannya. Keesokan paginya, Melina telah mempunyai rencana rinci. Setelah itu, berikutnya mudah sekali.
Constantin Demiris sedang bekerja di ruang kerjanya ketika Melina masuk. Ia membawa sebuah bungkusan yang diikat rapat dengan tali. Ia memegang sebilah pisau jagal yang besar.
420 "Costa, tolong bukakan ini untukku. Aku tidak bisa membukanya."
Ia mendongak memandangnya dan berkata dengan tidak sabar, "Tentu saja kau tidak bisa. Memegang pisau saja di bilahnya begitu." Ia menyambar pisau itu dari tangan Melina dan mulai memotong tali itu. "Apa ini tidak bisa dilakukan oleh salah satu pembantu?"
Melina tidak menjawab. Demiris menyelesaikan memotong tali itu. "Nih!" Ia meletakkan pisau itu dan Melina memungutnya dengan hati-hati, memegang bilahnya lagi.
Ia memandang Costa dan berkata, "Costa, kita tak bisa terus begini. Aku masih mencintaimu. Kau pasti juga masih merasakan sesuatu terhadap aku. Kauingat saat-saat indah yang kita alami bersama dulu" Kauingat malam bu-lan madu kita ketika?"
"Demi Tuhan," Demiris menukas. "Tidakkah kau mengerti" Semua sudah berakhir. Tak ada apa-apa lagi di antara kita. Keluar dari sini, kau membuat aku muak."
Melina berdiri di situ menatap dia. Akhirnya, ia berkata pelan, "Baiklah. Lakukan sesukamu." Ia berbalik dan meninggalkan ruangan dengan membawa pisau itu.
"Bungkusanmu ketinggalan," Demiris berseru.
Ia sudah pergi. Melina masuk ke ruang ganti suaminya dan
421 membuka pintu lemari pakaian. Ada seratus setelan tergantung di sana dengan tempat khusus untuk jas-jas sportif. Ia meraih salah satu jas itu dan menarik lepas salah satu kancing emasnya. Ia menaruh kancing itu dalam sakunya.
Selanjutnya ia membuka sebuah laci dan mengambil sebuah celana renang suaminya yang diberi inisial. Aku sudah hampir siap, pikir Melina.
Katelanos Detective Agency terletak di Sofok-leous Street di sebuah gedung tua dari bata merah yang sudah memudar, di sudut jalan. Melina diantar masuk ke dalam kantor pemilik agency itu, Mr Katelanos, seorang pria botak berperawakan kecil, dengan kumis tipis.
"Selamat pagi, Mrs Demiris. Dan apa yang bisa saya bantu?"
"Saya perlu perlindungan."
"Perlindungan macam apa?"
"Dari suami saya."
Katelanos mengerutkan dahi. Ia mencium adanya kesulitan. Ia sama sekali tidak suka ka-sus seperti ini. Adalah sangat tidak bijaksana untuk melakukan sesuatu yang akan menyinggung orang yang amat berkuasa seperti Constantin Demiris.
"Anda sudah memikirkan untuk pergi ke polisi?" ia bertanya.
"Saya tidak bisa. Saya tidak ingin publisitas. Saya ingin merahasiakan ini. Saya mengatakan
422 kepada suami saya bahwa saya akan menceraikan dia, dan ia lalu mengancam akan membunuh saya kalau saya melanjutkan niat saya itu. Itulah sebabnya saya datang kepada Anda."
"Begitu. Tepatnya apa yang Anda ingin saya lakukan?"
"Saya mau Anda menugaskan beberapa orang untuk melindungi saya."
Katelanos duduk di situ mengamati dia. Dia seorang wanita cantik, pikirnya. Jelas dia menderita gangguan jiwa. Rasanya tak mungkin suaminya bermaksud mencelakainya. Ini barangkali cuma pertengkaran kecil yang akan reda dalam beberapa hari. Tapi sementara itu, ia akan bisa me-ngeruk uang cukup banyak dari dia. Mengingat imbalannya ini, Katelanos memutuskan bahwa risiko ini patut ditempuh.
Pedang Ular Mas 17 Detektif Stop - Pengkhianatan Di Lembah Neraka Sejengkal Tanah Sepercik Darah 1
Pelaut itu pergi. Rizzoli kembali menghadapi Demiris. "Kau merencanakan untuk berlayar tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada partner-mu?"
Demiris dengan cepat berkata, "Tidak. Tentu saja tidak. Aku hanya" aku hanya datang untuk mengecek beberapa hal di kapal ini. Kapal ini akan berlayar besok pagi." Jari-jarinya nam-pak gemetar.
Rizzoli mendekat kepadanya. Ketika ia berbicara, suaranya lembut. "Costa baby, kau membuat kekeliruan besar. Tak ada gunanya mencoba lari, sebab kau tak punya tempat untuk bersembunyi. Kau dan aku ada perjanjian, ingat" Kau tahu apa yang terjadi pada orang-orang yang ingkar janji" Mereka mati sakit" sangat sakit."
Demiris menelan ludah. "Aku" aku ingin bi-cara denganmu sendiri."
Rizzoli menoleh kepada orang-orangnya. "Tunggu di luar."
Setelah mereka pergi, Rizzoli duduk dengan nyaman di sebuah kursi santai. "Aku sangat kecewa denganmu, Costa."
338 "Aku tak bisa menjalani ini," kata Demiris. "Aku akan memberimu uang"lebih banyak daripada yang pernah kauimpikan."
"Sebagai imbalan untuk apa?"
"Untuk turun dari kapal ini dan membiarkan aku sendiri." Ada nada keputusasaan dalam suara Demiris. "Jangan lakukan ini padaku. Pemerintah akan menyita seluruh armadaku. Aku akan hancur. Tolonglah. Aku akan memberikan apa saja yang kauminta."
Tony Rizzoli tersenyum. "Aku sudah punya semua yang kuinginkan. Berapa banyak tanker yang kaumiliki" Dua puluh" Tiga puluh" Kita akan membuat tanker-tanker itu sibuk, kau dan aku. Yang perlu kaulakukan hanyalah menambah satu atau dua pelabuhan persinggahan."
"Kau" kau benar-benar tidak tahu apa yang sedang kaulakukan terhadapku."
"Aku kira itu seharusnya sudah kaupikirkan sebelum kau melakukan permainan kecilmu yang berbahaya itu." Tony Rizzoli bangkit berdiri. "Kau akan bicara dengan kaptenmu. Katakan padanya kita akan menambah satu persinggahan, lepas pantai Florida."
Demiris ragu-ragu. "Baiklah. Kalau besok pagi kau balik ke sini lagi?"
Rizzoli tertawa. "Aku tidak akan ke mana-mana. Permainan sudah selesai. Kau merencanakan untuk lari diam-diam tengah malam nanti. Bagus. Aku akan ikut lari bersamamu. Kita akan bawa satu muatan heroin, Costa, dan se"
339 bagai pemanis transaksi ini, kita juga akan membawa salah satu harta karun milik Museum Negara. Dan kau akan menyelundupkannya ke Amerika buatku. Itulah hukumanmu karena berniat mengkhianati aku."
Sinar mata Demiris memancarkan kepanikan. "Aku"apa tidak ada sesuatu," ia memohon, "sesuatu yang bisa kulakukan untuk?"" Rizzoli menepuk pundak Demiris. "Bergembiralah. Aku berjanji kau akan senang menjadi partner-ku."
Rizzoli menghampiri pintu dan membukanya. Baiklah, mari kita muatkan barangnya ke atas kapal," katanya.
"Kau ingin barang itu ditaruh di mana?"
Ada ratusan kemungkinan tempat persembu-nyian di kapal mana saja, tapi Rizzoli tidak merasa perlu untuk bersulit-sulit kali ini. Armada kapal Constantin Demiris jauh dari kecurigaan.
"Masukkan ke dalam karung kentang," katanya. "Tandai karungnya dan taruh di belakang dapur kapal. Berikan vas itu kepada Mr Demiris. Ia sendirilah yang akan menjaga vas itu." Rizzoli menoleh kepada Demiris, sinar matanya penuh dengan ejekan. "Bagaimana, kau ada masalah dengan ini?"
Demiris mencoba untuk berbicara tapi kata-katanya serasa tersangkut.
"Baiklah, anak-anak," kata Rizzoli. "Kita bergerak sekarang."
Rizzoli duduk kembali di kursi santai itu.
340 "Kabin yang bagus. Kau boleh tetap memakainya, Costa. Anak buahku dan aku akan mencari kamar lain."
"Terima kasih," kata Demiris memelas. "Terima kasih."
Saat tengah malam, tanker raksasa itu meninggalkan dermaga dengan dipandu oleh dua kapal penghela. Heroin itu telah disembunyikan di atas kapal, dan vasnya telah diantarkan ke kabin Constantin Demiris.
Tony Rizzoli menarik salah satu anak buahnya ke samping. "Kau cepat pergi ke ruang radio dan hancurkan pesawat wireless itu. Aku tak mau Demiris mengirimkan berita."
"Baik, Tony." Constantin Demiris sudah habis-habisan, tapi Rizzoli tak mau mengambil risiko apa pun.
Rizzoli terus cemas sebelum kapal itu berlayar, akan kemungkinan adanya sesuatu yang tidak beres, karena yang sedang terjadi ini benar-benar melebihi mimpinya yang paling indah. Constantin Demiris, salah satu orang yang paling kaya dan paling berkuasa di dunia, sekarang menjadi partner-nya. Partner, bah, pikir Rizzoli. Aku berkuasa atas bandit ini. Seluruh armadanya adalah milikku. Aku bisa memuat berapa pun barang sebanyak yang bisa disetor oleh anak-anak. Biar orang-orang lain setengah mampus ingin tahu bagaimana. bisa menyelundupkan itu ke Amerika. Aku
341 telah berhasil. Lalu masih ada semua harta karun museum. Itu benar-benar tambang emas baru. Tapi, hanya aku yang memiliki seluruhnya. Tak akan ada yang meributkan itu karena tak ada yang tahu.
Tony Rizzoli jatuh tertidur bermimpi tentang armada kapal-kapal emas dan istana-istana dan gadis-gadis pelayan yang seronok.
Setelah Rizzoli bangun keesokan harinya, ia dan anak buahnya menuju ke ruang makan untuk makan pagi. Sejumlah awak kapal sudah berada di sana. Seorang pramugara menghampiri meja makan. "Selamat pagi."
"Di mana Mr Demiris?" tanya Rizzoli. "Ia tidak makan pagi?"
"Ia berada di kabinnya, Mr Rizzoli. Ia memerintahkan kami untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Anda dan teman-teman Anda."
"Dia baik sekali," Rizzoli tersenyum. "Saya minta orange juice, bacon, dan telur. Bagaimana dengan kalian, anak-anak?"
"Kedengarannya enak."
Setelah mereka memesan, Rizzoli berkata, "Aku mau kalian jangan macam-macam. Jangan perlihatkan perangaimu. Bersikaplah baik dan sopan. Ingat, kita adalah tamu Mr Demiris."
Demiris tidak keluar untuk makan siang hari itu. Ia juga tidak muncul saat makan malam.
342 Rizzoli naik ke atas untuk berbicara dengannya.
Demiris berada di kabinnya, melihat ke luar dari jendela kapal. Ia kelihatan pucat dan lelah.
Rizzoli berkata, "Kau harus makan supaya badanmu tetap sehat, partner. Aku tak ingin kau nanti jadi sakit. Banyak yang harus kita lakukan. Kusuruh pramugara mengantarkan makan malam ke sini."
Demiris menarik napas panjang. "Aku tak bisa"baiklah. Harap keluar."
Rizzoli menyeringai. "Baik. Setelah makan, tidurlah. Kau kelihatan sangat tidak sehat."
Keesokan harinya, Rizzoli menemui sang kap-ten.
"Saya Tony Rizzoli," katanya. "Saya tamu Mr Demiris."
"Ah, ya. Mr Demiris mengatakan bahwa Anda akan datang menemui saya. Ia menyebutkan bahwa mungkin akan ada perubahan rute?"
"Betul. Saya akan memberitahu Anda. Kapan kita akan tiba di lepas pantai Florida?"
"Sekitar tiga minggu, Mr Rizzoli."
"Bagus. Sampai di sini dulu."
Rizzoli pergi dari situ dan berjalan keliling kapal"kapalm/a. Seluruh armada itu adalah miliknya sekarang. Dunia ini miliknya. Rizzoli dipenuhi dengan luapan sukacita yang belum pernah dirasakannya sebelum ini.
343 Pelayaran itu berjalan iancar, dan dari waktu ke waktu, Rizzoli mampir ke kabin Constantin Demiris.
"Mestinya kausuruh bawa sejumlah cewek ke atas kapal," kata Rizzoli. "Tapi aku kira kalian orang Yunani tidak membutuhkan cewek, ya?"
Demiris menolak memenuhi pancingan ini.
Hari-hari berlalu dengan pelan, tapi setiap jam membawa Rizzoli lebih dekat kepada mimpi-mimpinya. Ia seakan demam karena tak sabar lagi. Seminggu lewat, lalu seminggu lagi, dan kini mereka telah dekat dengan benua Amerika Utara.
Sabtu petang Rizzoli berdiri di geladak kapal memandang ke laut lepas di mana nampak ha-lilintar memecah langit.
Perwira pertama datang menemuinya. "Barangkali cuaca akan buruk, Mr Rizzoli. Saya harap Anda tahan guncangan di laut."
Rizzoli mengangkat bahu. "Saya tidak kuatir."
Laut mulai bertingkah. Kapal mulai diliput ombak dan mendaki ke atas menyongsong gelombang.
Rizzoli mulai merasa mabuk. Jadi rupanya aku tidak tahan guncangan, pikirnya. Tapi kenapa harus dirisaukan" Dia memiliki dunia. Ia kembali ke kabinnya lebih awal dan pergi tidur.
Ia bermimpi. Kali ini, tak ada kapal-kapal emas atau gadis-gadis cantik yang telanjang. Mimpi-mimpi yang menakutkan. Perang sedang
344 berlangsung, dan ia mendengar dentuman me-riam. Sebuah ledakan membuatnya terbangun.
Rizzoli duduk tegak di tempat tidurnya, benar-benar terjaga. Kabin benar-benar berguncang. Kapal itu sedang dilanda badai hebat. Ia mendengar langkah-langkah kaki berlari-lari melalui koridor. Apa yang sedang terjadi"
Tony Rizzoli bergegas turun dari tempat tidur dan menuju ke koridor. Lantai kapal tiba-tiba miring dan ia hampir saja kehilangan keseimbangannya.
"Apa yang terjadi?" ia berseru kepada salah seorang yang lari melewatinya.
"Ada ledakan. Kapal terbakar. Kita tenggelam. Anda sebaiknya naik ke atas geladak."
"Tenggelam?"" Rizzoli tidak percaya ini. Semuanya telah berjalan begitu lancar. Tapi tidak apa-apa, pikir Rizzoli. Aku, sanggup kehilangan satu kiriman ini. Masih ada banyak lagi. Aku harus menyelamatkan Demiris. la adalah kunci semuanya. Kami akan mengirim berita minta bantuan. Lalu dia ingat bahwa ia "telah menyuruh pesawat wireless itu dihancurkan.
Sambil berupaya menjaga keseimbangannya, Tony Rizzoli dengan susah payah menghampiri tangga dan menaikinya menuju ke geladak kapal. Dengan tak terduga, dilihatnya badai sudah mereda. Laut nampak tenang. Bulan purnama telah bertengger di langit. Terdengar sebuah ledakan keras lagi, dan lagi, dan kapal menjadi bertambah miring. Buritan sudah masuk ke da-345
lam air, dan tenggelam dengan cepat. Para pelaut mencoba menurunkan perahu-perahu penolong, tapi sudah terlambat. Air di sekitar kapal itu penuh dengan gelimang minyak yang terbakar. Di manakah Constantin Demiris"
Kemudian Rizzoli mendengar sesuatu. Bunyi menderu-deru, nadanya melengking tinggi jauh di atas bunyi ledakan itu. Ia menengadah. Ada sebuah helikopter melayang sepuluh kaki di atas kapal itu.
Kami selamat, pikir Rizzoli dengan gembira. Ia melambai sekuat tenaga ke arah helikopter itu.
Sebuah wajah muncul dari jendela. Setelah beberapa waktu barulah Rizzoli sadar bahwa itu adalah Constantin Demiris. Ia sedang tersenyum, dan di tangannya yang teracung terlihat amphora yang tak ternilai harganya itu.
Rizzoli membelalak, benaknya mencoba mengolah apa yang sedang terjadi. Bagaimana Constantin Demiris bisa memperoleh helikopter di tengah malam buta untuk?"
Lalu Rizzoli sadar, dan tubuhnya menjadi le-mas. Constantin Demiris tidak pernah bermaksud berbisnis dengan dia. Bangsat itu telah merencanakan semuanya sejak awal. Telepon yang memberitahukan bahwa Demiris melarikan diri "telepon itu bukan dari Spyros Lambrou"itu dari Demiris! Ia telah memasang jebakan supaya Rizzoli datang ke kapal, dan ia telah masuk ke dalam jebakan itu.
Tanker itu mulai tenggelam lebih dalam, le"
346 bih cepat, dan Rizzoli merasakan dinginnya air samudera membasahi kakinya, lalu lututnya. Bangsat itu akan membiarkan mereka semua mati di sini, di tengah samudera yang mahaluas, di mana tak akan ada bekas yang bisa ditelusurj.
Rizzoli melihat ke atas ke arah helikopter itu, dan berteriak seperti orang gila, "Kembali, apa pun yang kauminta akan kuberikan!" Tapi suaranya terbang bersama angin lalu.
Yang terakhir yang dilihat Rizzoli sebelum kapal itu menghunjam masuk ke laut dan matanya perih tergenang air laut adalah helikopter itu, yang menderu menuju ke bulan.
347 Bab 17 St Moritz Catherine sangat terguncang jiwanya. Ia duduk di sofa di kamar hotelnya, mendengarkan Let-nan Hans Bergman, kepala patroli ski, yang mengabarkan kepadanya bahwa Kirk Reynolds telah tewas. Suara Bergman mengalir ke dalam persepsi Catherine bagaikan gelombang, tapi ia tidak menyimak kata-katanya. Ia terlalu terguncang oleh kengerian akibat apa yang baru terjadi. Semua orang yang ada di sekitarku mati, pikirnya dengan putus asa. Larry mati, dan kini Kirk. Dan masih ada yang lain-lain juga: Noelle, Napoleon Chotas, Frederick Stavros. Ini seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
Samar-samar, menembus kabut keputusasaan-nya, ia mendengar suara Hans Bergman, "Mrs Reynolds" Mrs Reynolds?"
Ia mengangkat tangannya. "Saya bukan Mrs Reynolds," katanya dengan letih. "Saya Catherine Alexander. Kirk dan saya hanya" hanya teman."
"Begitu." Catherine menarik napas panjang. "Bagaima"
348 na" bagaimana terjadinya" Kirk seorang pemain ski yang baik."
"Saya tahu. Ia sering main ski di sini." Ia menggelengkan kepala. "Terus terang, Miss Alexander, saya bingung mengenai apa yang telah terjadi. Kami menemukan tubuhnya di La-galp, lereng yang ditutup karena ada salju longsor minggu yang lalu. Papan tanda pasti sudah jatuh tertiup angin. Saya amat menyesal."
Menyesal. Betapa lemah kata itu, betapa bodoh.
"Bagaimana Anda ingin kami mengatur cara penguburannya, Miss Alexander?"
Jadi kematian saja masih belum cukup. Belum, karena masih ada hal-hal yang harus di-urus. Peti mati dan tanah pekuburan, dan karangan bunga, dan sanak keluarga yang harus diberitahu. Catherine serasa ingin berteriak.
"Miss Alexander?"
Catherine mendongak. "Saya akan memberitahu keluarga Kirk dulu." "Terima kasih."
Perjalanan kembali ke London adalah perjalanan dukacita. Ia telah datang ke pegunungan ini bersama Kirk, penuh dengan harapan yang menggebu, mengira bahwa ini, mungkin, adalah permulaan baru, pintu menuju kehidupan baru.
Kirk begitu lembut dan sangat sabar. Seharusnya aku mau bercinta dengannya malam itu, pikir Catherine. Tapi akhirnya, apa itu akan ada artinya" Hal apa yang punya arti buatku" Aku berada dalam
349 kutukan. Aku menghancurkan siapa saja yang mendekati aku.
Setelah tiba di London, ia terlalu tertekan untuk bisa kembali bekerja. Ia tinggal di flatnya, menolak untuk bertemu dengan siapa saja, atau berbicara dengan siapa saja. Anna, pengurus rumah itu, menyediakan makanan untuknya dan membawanya ke kamar Catherine, tapi nampan-nampan itu kembali, tanpa disentuh.
"Anda harus makan sesuatu, Miss Alexander."
Tapi gagasan akan makanan malahan membuat Catherine sakit.
Hari berikutnya Catherine merasa semakin tertekan. Ia merasa seakan dadanya tersekat se-batang besi. Ia merasa sulit bernapas.
Aku tak bisa terus begini, pikir Catherine. Aku harus melakukan sesuatu.
Ia merundingkan hal ini dengan Evelyn Kaye.
"Aku terus menyalahkan diriku untuk apa yang telah terjadi."
"Itu tidak masuk akal, Catherine."
"Aku tahu, tapi tetap saja aku tak bisa meng-hilangkannya. Aku merasa bertanggung jawab. Aku perlu seseorang untuk diajak berbicara. Barangkali jika kutemui seorang psikiater?"
"Aku tahu seorang psikiater yang sungguh baik," kata Evelyn. "Dia ini bertemu dengan Wim dari waktu ke waktu. Namanya Alan Hamilton. Aku punya teman yang hampir saja
350 bunuh diri dan pada saat Dr. Hamilton selesai menanganinya, ia sungguh sangat berubah. Kau mau bertemu dengan dia?"
Bagaimana kalau dia nanti bilang bahwa aku ini gila" Bagaimana kalau aku memang gila" "Baiklah," kata Catherine setengah hati. .
"Aku akan mencoba membuat appointment bu-atmu. Ia cukup sibuk."
?"Terima kasih, Evelyn. Aku menghargai itu."
Catherine pergi ke kantor Wim. la pasti ingin tahu tentang Kirk, pikirnya.
"Wim"kau masih ingat Kirk Reynolds" Ia meninggal beberapa hari yang lalu karena kecelakaan ski."
"Yeah" Westminster-oh-empat-tujuh-satu."
Catherine mengedip-ngedipkan matanya. "Apa?" Dan uba-tiba ia sadar bahwa Wim sedang mengucapkan nqmor telepon Kirk. Apa cuma sebegitu arti manusia bagi Wim" Sede-retan angka-angka" Apa ia tidak mempunyai perasaan terhadap orang-orang" Apa benar ia tidak mampu mencintai atau membenci atau merasakan gejolak hati"
Barangkali keadaannya lebih baik daripada aku, pikir Catherine. Sedikitnya ia aman dari kesakitan yang bisa menimpa kita semua yang lain.
Evelyn mengatur appointment untuk Catherine dengan Dr. Hamilton, yaitu hari Jumat berikutnya. Evelyn berpikir akan menelepon Constantin Demiris untuk memberitahukan apa yang
351 sudah dilakukannya itu, tapi ia memutuskan bahwa itu terlalu tidak penting untuk dilaporkan.
Kantor Alan Hamilton terletak di Wimpole Street. Catherine pergi ke sana untuk appointment-nya yang pertama, tegang dan marah. Te-gang karena ia kuatir akan apa yang akan dikatakan dokter itu tentang dirinya, dan marah kepada dirinya sendiri mengapa harus minta tolong pada orang asing untuk membantu memecahkan persoalan yang seharusnya bisa di-atasinya sendiri.
Resepsionis yang duduk di belakang loket berkaca itu berkata, "Dr. Hamilton siap menerima Anda, Miss Alexander."
Tapi apakah aku siap untuk menghadapi dia" Catherine bertanya-tanya. Tiba-tiba ia merasa pa-nik. Sedang apa sebenarnya aku di sini" Aku tak akan menyerahkan diriku ke tangan dokter gadung-an yang mungkin mengira dirinya Tuhan.
Catherine berkata, "Saya"saya tidak jadi. Saya tidak begitu perlu menemui dokter. Saya rela membayar biaya appointment-rvya."
"Oh" Tolong tunggu sebentar."
"Tapi?" Resepsionis itu sudah lenyap ke dalam kantor sang dokter.
Beberapa saat kemudian, pintu kantor itu terbuka, dan Alan Hamilton muncul. Ia berumur awal empat puluhan, jangkung dan pirang de"
352 ngan mata yang cerah, dan perangai yang menyenangkan.
Ia memandang Catherine dan tersenyum. "Anda sudah membuat saya merasa berhasil," katanya.
Catherine mengerutkan dahi. "Apa?""
"Tadinya saya tidak sadar, bahwa saya seorang dokter yang amat baik. Anda baru saja masuk ke ruang reception saya, tapi Anda sudah merasa sembuh. Ini benar-benar prestasi."
Catherine berkata dengan nada membela diri, "Maafkan saya. Saya telah membuat kekeliruan. Saya tidak memerlukan bantuan apa-apa."
"Saya senang sekali mendengar itu," kata Alan Hamilton. "Kalau saja semua pasien saya juga merasa begitu" Karena Anda tokh sudah ada di sini, Miss Alexander, bagaimana kalau masuk sebentar" Kita akan minum kopi."
"Terima kasih, tidak. Saya tidak?"
"Saya berjanji Anda bisa minum sambil berdiri saja."
Catherine ragu-ragu. "Baiklah, sebentar saja."
Ia mengikuti dokter itu masuk ke kantornya. Kantornya amat sederhana, diatur dengan selera yang halus, didekorasi lebih seperti sebuah ruang duduk daripada sebuah kantor. Ada sejumlah gambar yang enak dipandang, tergantung di dinding, dan di atas meja kopi ada foto seorang wanita cantik dengan anak laki-laki yang masih kecil. Baiklah, jadi ia punya kantor yang bagus dan keluarga yang manis. Itu menunjukkan apa"
353 "Silakan duduk," kata Dr. Hamilton. "Kopi akan siap sebentar lagi."
"Sungguh jangan sampai saya membuang waktu Anda, Dokter. Saya ini?"
"Jangan dipikirkan." Dokter itu duduk di sebuah kursi santai, mengamati dirinya. "Anda baru saja mengalami banyak guncangan," katanya menunjukkan simpati.
"Apa yang Anda ketahui tentang itu?" Catherine menukas. Nada suaranya kedengaran lebih marah daripada yang dimaksudkannya.
"Saya berbicara dengan Evelyn. Ia menceritakan tentang kejadian di "St Moritz. Saya turut menyesal."
Kata terkutuk itu lagi. "Benarkah begitu" Kalau Anda memang dokter yang hebat, barangkali bisa Anda hidupkan Kirk kembali." Semua penderitaan yang sudah menumpuk dalam dirinya tumpah, meledak tak terkendalikan, dan Catherine merasa ngeri menyadari dirinya sedang menangis histeris. "Biarkan saya sendiri," ia berteriak. "Biarkan saya sendiri."
Alan Hamilton duduk di situ mengamatinya, tak berkata apa-apa.
Setelah isak tangis Catherine akhirnya me-reda, ia berkata dengan letih, "Maafkan saya. Benar-benar saya minta maaf. Saya permisi dulu." Ia bangkit berdiri, dan akan melangkah menuju ke pintu.
"Miss Alexander, saya tidak tahu apakah saya dapat menolong Anda, tapi saya ingin mencoba.
354 Saya hanya bisa berjanji bahwa apa pun yang saya lakukan tak akan menyakiti Anda."
Catherine berdiri di pintu, ragu-ragu. Ia menoleh memandang dokter itu, matanya basah oleh air mata. "Saya tidak tahu mengapa saya begini," ia berbisik. "Saya merasa begitu tanpa pegangan."
Alan Hamilton bangkit, dan berjalan menghampiri dia. "Jadi bagaimana kalau kita mencoba untuk menemukan diri Anda" Kita akan melakukannya bersama-sama. Duduklah. Saya akan mengecek apa kopi sudah dibuat."
Ia pergi selama lima menit, dan Catherine duduk di situ, heran mengapa ia mau menuruti dokter itu untuk tinggal. Ia memang punya kemampuan untuk menenangkan. Ada sesuatu dalam perangainya yang bisa membuat orang jadi yakin.
Barangkali ia bisa menolongku, pikir Catherine.
Alan Hamilton kembali ke kamar itu dengan membawa dua cangkir kopi. "Itu ada cream dan gula, kalau Anda mau."
"Tidak, terima kasih."
Ia lalu duduk berhadapan dengan Catherine. "Saya dengar teman Anda meninggal dalam kecelakaan ketika main ski."
Begitu sangat menyakitkan untuk membicarakan ini. "Ya. Ia memakai lereng yang sebenarnya sudah ditutup. Angin merubuhkan papan tanda penutupan itu."
355 "Apakah ini yang pertama Anda mengalami kematian orang yang dekat dengan Anda?"
Bagaimana harus dijawabnya pertanyaan itu" Oh, tidak. Suami saya bersama kekasih gelapnya telah dihukum mati karena mencoba membunuh saya. Semua orang yang dekat dengan saya mati. Itu akan membuatnya terkejut. Ia sedang duduk di situ, menunggu jawaban, si brengsek sok tahu itu. Well, ia tak akan membiarkan dokter itu merasa puas dengan dirinya sendiri. Hidupnya bukanlah urusan dokter itu. Aku benci padanya.
Alan Hamilton melihat kemarahan di wajahnya. Dengan sengaja ia mengubah pokok pembicaraan. "Bagaimana kabarnya Wim?" ia bertanya.
Pertanyaan itu benar-benar membuat Catherine terperangah. "Wim" Ia"ia baik-baik saja. Evelyn mengatakan bahwa ia pasien Anda."
"Ya." "Bisa Anda jelaskan bagaimana dia"mengapa dia"seperti itu?"
"Wim datang kepada saya karena ia terus-terusan kehilangan pekerjaan. Ia benar-benar je-nis orang yang amat langka"seorang misanthrope (orang yang tidak senang orang) sejati. Saya tidak tahu sebab-sebabnya, tapi pada dasarnya, ia benci orang. Ia tak mampu berinteraksi dengan orang lain."
Catherine jadi ingat kata-kata Evelyn, la tidak punya emosi. Ia tak akan pernah bisa dekat dengan siapa pun.
356 "Tapi Wim sangat cemerlang di bidang matematika," Alan Hamilton melanjutkan. "Pekerjaannya yang sekarang memungkinkan baginya untuk menerapkan kemahirannya itu."
Catherine mengangguk. "Saya belum pernah mengenal orang seperti dia."
Alan Hamilton mencondongkan badannya ke depan di kursinya. "Miss Alexander," katanya, "apa yang sedang Anda alami memang sangat menyakitkan, tapi saya kira saya akan bisa membuatnya lebih mudah bagi Anda. Saya ingin mencoba."
"Saya" saya tidak tahu," kata Catherine. "Semuanya kelihatan tanpa harapan."
"Selama Anda merasa begitu," Alan Hamilton tersenyum, "tak ada jalan lainnya kecuali ke atas, bukan?" Senyumnya mempengaruhi orang untuk tersenyum juga. " "Bagaimana kalau kita buat satu appointment lagi" Jika di akhir pertemuan kita nanti, Anda masih tetap membenci saya, anggap saja kita gagal."
"Saya tidak membenci Anda," Catherine berkata dengan nada minta maaf. "Well, sedikit barangkali."
Alan Hamilton menghampiri meja tulisnya dan mengamati kalendernya. Jadwal kerjanya benar-benar penuh.
"Bagaimana kalau Senin depan?" ia bertanya. "Jam satu?" Jam satu sebenarnya jam makan siangnya, tapi ia mau merelakan itu. Catherine Alexander seorang wanita yang menanggung
357 beban yang amat berat, dan dokter itu berniat untuk melakukan apa saja sebatas kemampuannya untuk membantunya.
Lama Catherine memandang dia. "Baiklah."
"Bagus. Sampai bertemu nanti." Ia memberikan sebuah kartu kepada Catherine. "Sementara itu, kalau Anda memerlukan saya, ini no-mor telepon kantor dan nomor telepon rumah saya. Saya gampang bangun kalau sedang tidur, jadi jangan sungkan untuk membangunkan saya."
"Terima kasih," kata Catherine. "Saya akan datang hari Senin."
Dr. Alan Hamilton menyaksikan dia keluar dari pintu dan berpikir, Ia begitu rapuh, dan begitu cantik. Aku harus berhati-hati. Ia lalu memandang foto di atas meja tulisnya. Aku tak tahu bagaimana pendapat Angela"
Telepon berdering di tengah malam.
Constantin Demiris mendengarkan dan ketika ia berbicara suaranya penuh dengan rasa heran. "Thele tenggelam" Saya tidak percaya."
"Benar, Mr Demiris. Penjaga pantai menemukan beberapa serpihan dari badan kapal itu."
"Adakah yang selamat?"
"Tidak, sir. Saya kuatir " tidak ada. Semua awak hilang."
"Benar-benar menyedihkan. Ada yang tahu bagaimana terjadinya?"
358 "Saya kuatir kita tak akan pernah tahu/sir. Semua bukti sudah tenggelam ke dasar laut."
"Lautan itu," Demiris bergumam, "lautan yang kejam."
"Apakah akan kita perkarakan dengan mengajukan klaim asuransi?"
"Sulit rasanya memikirkan hal-hal begitu sementara orang-orang yang gagah berani itu telah mengorbankan nyawa mereka"tapi, baiklah, lanjutkan dan ajukan klaim itu."
Ia bermaksud menyimpan vas itu sebagai koleksi pribadinya.
Kini saatnya untuk menghukum iparnya.
359 Bab 18 Spyros lambrou merasa seperti akan gila karena rasa tidak sabar, menunggu berita penahanan Constantin Demiris. Ia terus menyalakan radio di kantornya, dan membaca selintas semua sura t kabar. Seharusnya aku sudah menerima berita sekarang, pikir Lambrou. Polisi seharusnya sudah menahan Demiris saat ini.
Segera setelah Tony Rizzoli memberitahu Spyros bahwa Demiris setuju untuk mengangkut barangnya, Lambrou memberitahu pihak Pabean Amerika Serikat"tanpa menyebutkan nama, tentu saja.
Mereka seharusnya sudah menangkapnya saat ini. Mengapa surat-surat kabar belum juga memuat beritanya"
Interkom berbunyi, "Mr Demiris ada di line dua untuk Anda."
"Seseorang menelepon mewakili Mr Demiris?"
"Bukan, Mr Lambrou. Mr Demiris sendiri yang menelepon." Kata-kata itu membuat sekujur tubuhnya terasa dingin.
Itu tidak mungkin! 360 Dengan gugup, Lambrou mengangkat telepon. "Costa?"
"Spyros." Suara Demiris kedengaran ceria. "Bagaimana semuanya?"
"Baik, baik. Kau berada di mana?"
"Di Athena. Bagaimana kalau kita makan si-ang hari ini" Kau punya waktu?"
Sebenarnya Lambrou ada janji penting untuk makan siang. "Ya. Aku bisa."
"Bagus. Kita ketemu di club. Jam dua."
Lambrou meletakkan gagang telepon, tangannya gemetaran. Ya Tuhan, apanya yang salah" Well, ia akan tahu apa yang terjadi sebentar lagi.
Constantin Demiris membiarkan Spyros menunggu selama tiga puluh menit, dan ketika akhirnya ia tiba ia berkata dengan kasar, "Maaf aku terlambat." "Tidak apa-apa."
Spyros mengamati Demiris baik-baik, mencari tanda-tanda yang menunjukkan peristiwa yang baru dialaminya. Tak ada apa-apa.
"Aku lapar," kata Demiris dengan riang. "Kau bagaimana" Coba kita lihat hari ini menunya apa." Ia mengamati menu. "Ah. Stridia. Kau mau mulai dengan kerang dulu, Spyros?"
"Tidak. Aku tidak usah." Ia telah kehilangan selera makannya. Demiris menunjukkan sikap terlalu gembira, dan ini memberikan kepada Lambrou firasat yang sangat tidak enak.
361 Setelah mereka memesan makanan, Demiris berkata, "Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Spyros."
Spyros menatapnya dengan waspada. "Untuk apa?"
"Untuk apa" Untuk kebaikanmu mengirimkan seorang pelanggan yang baik"Mr Rizzoli."
Lambrou membasahi bibirnya. "Kau"kau sudah bertemu dengannya?"
"Oh, ya. Ia meyakinkan aku bahwa kami akan bisa melakukan banyak bisnis di masa depan." Demiris menarik napas. "Meskipun aku kuatir Mr Rizzoli sudah tidak punya masa depan apa-apa."
Spyros bertambah tegang. "Maksudmu apa?"
Nada suara Constantin Demiris berubah jadi keras. "Maksudku, Tony Rizzoli sudah mati."
"Bagaimana itu?" Apa yang telah terjadi?"
"Ia mengalami kecelakaan, Spyros." Demiris memandang tajam mata iparnya itu. "Seperti yang dialami oleh siapa pun yang mencoba untuk mengkhianati aku."
"Aku tidak" aku tidak mengerti. Kau?"
"Benar begitu" Kau mencoba menghancurkan aku. Kau telah gagal. Sayang, akan jauh lebih baik bagimu jika kau berhasil."
"Aku"aku tidak tahu kau bicara apa."
"Benar, Spyros?" Constantin Demiris tersenyum. "Kau akan segera tahu. Tapi yang pertama, aku akan menghancurkan adikmu."
Masakan kerang itu datang.
362 "Ah," kata Demiris, "kelihatannya lezat. Selamat makan."
Setelah itu, Constantin memikirkan pertemuan itu dengan perasaan yang teramat puas. Spyros Lambrou benar-benar sudah jatuh mentalnya. Demiris tahu betapa Lambrou menyayangi adiknya dan Demiris bermaksud menghukum mereka berdua.
Tapi ada sesuatu yang harus diselesaikannya terlebih dahulu. Catherine Alexander. Catherine telah menelepon dia setelah kematian Kirk, hampir-hampir histeris.
"Benar-benar"sungguh menyedihkan."
"Aku ikut bersedih, Catherine. Aku tahu betapa kau sangat menyukai Kirk. Ini kehilangan besar bagi kita berdua."
Aku harus mengubah rencanaku, pikir Demiris. Tak ada waktu lagi untuk .Rafina sekarang. Sayang sekali. Catherine adalah satu-satunya mata rantai yang menghubungkan dia dengan kejadian yang menimpa Noelle Page dan Larry Douglas. Adalah suatu kekeliruan membiarkan ia masih hidup sampai selama ini. Selama ia masih hi-dup, seseorang akan bisa membuktikan apa yang telah dilakukan Demiris dulu. Tapi dengan kematiannya, ia akan aman sepenuhnya.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia mengambil telepon di mejanya dan memutar sebuah nomor. Ketika sebuah suara menjawab, Demiris berkata, "Aku akan berada di
363 Kowloon hari Senin. Tunggu aku di sana." Ia menutupnya tanpa menunggu jawaban.
Kedua pria itu bertemu di sebuah bangunan terbengkalai milik Demiris yang terletak di kota bertembok itu.
"Harus tampak seperti suatu kecelakaan. Bisa kauatur begitu?"
Itu suatu penghinaan. Terasa amarah menye-sak di dadanya. Itu pertanyaan yang cuma pan-tas ditujukan pada seorang amatir jalanan. Ia tergoda untuk menjawab dengan sebuah sin-diran: Oh, tentu, pasti bisa kuatur itu. Anda lebih suka kecelakaan di dalam rumah" Aku bisa atur supaya dia jatuh di tangga dengan leher patah. Penari di Marseilles. Atau bisa juga ia mabuk dan terbenam di bak mandinya. Sang pewaris di Gstaad. Boleh juga ia dibuat kena overdoses heroin. Tiga orang telah dibunuhnya dengan cara ini. Atau, dia dibuat tertidur di tempat tidur dengan r;"
364 Jadi yang dikatakannya hanyalah, "Ya, Tuan, saya bisa mengatur suatu kecelakaan. Tak ada yang akan pernah tahu." Pada waktu ia mengatakan itu, sebuah gagasan terbersit di benaknya: Dia tahu bahwa saya akan tahu. Ia menunggu. Ia bisa mendengar bunyi-bunyi dari jalanan di luar jendela, dan suara-suara parau melengking multidialek yang keluar dari mulut para penghuni kota bertembok itu.
Demiris sedang mengamati dirinya dengan matanya yang dingin bagai granit hitam. Akhirnya ia berkata, "Baiklah. Caranya terserah kau saja."
"Ya, Tuan. Apa sasarannya berada di Kowloon sini?"
"London. Namanya Catherine. Catherine Alexander. Dia bekerja di kantor cabangku di London."
"Akan sangat membantu kalau saya bisa mengenal dia terlebih dahulu. Sebuah jalan tembus ke dalam."
Demiris berpikir sebentar. "Aku akan mengirim delegasi para eksekutif ke London minggu depan. Akan kuatur supaya kau bisa berada di kelompok itu." Ia mencondongkan tubuhnya dan berkata pelan, "Satu hal lagi."
"Ya, Tuan?" "Aku tak mau ada orang yang bisa mengenali jenazahnya."
365 Bab 19 Constantin demiris sedang menelepon. "Selamat pagi, Catherine. Bagaimana perasaanmu hari ini?"
"Baik, terima kasih, Costa."
"Kau sudah merasa lebih enak sekarang?"
"Ya." Bagus. Aku senang sekali mendengarnya. Aku mengirim delegasi para eksekutif perusahaan kita ke London untuk mempelajari sistem operasi kita di sana. Aku akan amat senang jika kau mau menyambut mereka dan mengurus mereka."
"Aku senang melakukan itu. Kapan mereka akan tiba?" "Besok pagi."
"Akan kulakukan sebisaku." "Aku tahu kau bisa diandalkan. Terima kasih, Catherine."
"Terima kasih kembali." Selamat tinggal, Catherine. Hubungan terputus.
366 Jadi, sudah teres! Constantin Demiris duduk menyandar di kursinya, berpikir. Dengan kematiah Catherine Alexander, tak akan ada lagi jejak-jejak yang tersisa. Sekarang ia bisa memberikan perhatian sepenuhnya kepada istrinya dan ka-kak laki-lakinya.
"Kita akan kedatangan tamu nanti malam. Sejumlah eksekutif dari kantor. Aku ingin kau bertindak sebagai nyonya rumah."
Sudah lama ia tidak bertindak sebagai nyonya rumah untuk suaminya. Melina merasa sangat gembira dan bergairah. Barangkali ini akan bisa memperbaiki keadaan.
Resepsi malam itu ternyata tidak memperbaiki apa-apa. Tiga pria datang, makan malam dan pergi. Makan malam itu sama sekali tidak meninggalkan kesan.
Melina diperkenalkan secara asal saja kepada para tamu dan duduk saja di situ sementara suaminya memikat perhatian mereka. Ia sudah hampir lupa betapa Costa bisa sangat memikat. Ia menceritakan kepada tamu-tamunya cerita-cerita yang menyenangkan dan memberikan pu-jian-pujian yang sangat menyanjung mereka, dan mereka menyukai semua itu. Seorang besar hadir di tengah-tengah mereka, dan mereka menunjukkan bahwa mereka sadar akan hal ini. Melina tak pernah punya kesempatan untuk berbicara. Setiap kali ia mencoba memulai mengatakan sesuatu, Costa memotong bicaranya,
367 sehingga akhirnya ia duduk saja di situ dengan diam.
Mengapa ia menginginkan aku berada di sini" Melina heran.
Di penghujung malam itu, saat para tamu akan pulang, Demiris berkata, "Kalian akan terbang ke London besok pagi-pagi. Saya yakin, kalian akan mengurus semua yang perlu."
Dan pergilah mereka. Delegasi itu tiba di London pada keesokan harinya. Ada tiga orang, semuanya berbeda kebang-saan.
Si orang Amerika, Jerry Haley, jangkung ber-otot, dengan wajah cerah dan ramah dan mata abu-abu. Ia memiliki tangan-tangan yang terbesar yang pernah dilihat Catherine. Catherine sangat terkesan dengan tangan-tangan itu. Tangan-tangan itu seakan punya jiwa sendiri, selalu bergerak, memilin dan memutar, seakan selalu ingin melakukan sesuatu.
Si Orang Prancis, Yves Renard, merupakan kontrasnya. Ia pendek dan dempak. Wajahnya cekung, dan sinar matanya dingin dan menyelidik yang seakan memandang menembus Catherine. Ia tampak menarik diri dan tertutup. Waspada adalah kata yang terlintas di benak Catherine. Tapi waspada akan apa" Catherine bertanya-tanya dalam hati.
Anggota ketiga dari delegasi itu adalah Dino Mattusi. Ia orang Italia, ramah dan menyenang"
368 kan, setiap pori-porinya memancarkan daya pi-kat.
"Mr Demiris amat menghargai Anda," kata Mattusi.
"Itu benar-benar membuat saya senang."
"Ia mengatakan bahwa Andalah yang akan mengurus kami di London. Lihat, saya membawa sedikit hadiah untuk Anda." Ia lalu memberikan kepada Catherine sebuah bungkusan yang berlabel Hermes di atasnya. Di dalamnya terdapat sebuah syal sutera yang cantik.
"Terima kasih," kata Catherine. "Anda sungguh penuh perhatian." Catherine melihat kepada yang lain. "Mari saya antarkan ke kantor-kantor kalian."
Di belakang mereka terdengar suara benturan keras. Semuanya menoleh. Seorang pemuda berdiri di situ, menatap dengan gundah ke bungkusan yang baru saja dijatuhkannya. Ia mengangkat tiga buah koper. Umurnya sekitar lima belas tahun tapi nampak kecil bagi anak seumur itu. Rambutnya coklat keriting dan matanya hijau cerah, dan ia nampak rapuh.
"Demi Tuhan," bentak Renard. "Hati-hatilah dengan barang-barang itu!"
"Maafkan saya," kata pemuda itu dengan gu-gup. "Maaf. Di mana harus saya letakkan koper-koper ini?"
Renard berkata dengan tidak sabar, "Taruh di mana saja. Kami akan mengaturnya nanti." Catherine*melihat ke pemuda itu dengan pan"
369 dang bertanya-tanya. Evelyn menjelaskan, "Ia keluar dari pekerjaannya sebagai office boy di Athena. Kita perlu satu lagi office boy di sini."
"Siapa namamu?" tanya Catherine.
"Atanas Stavich, ma"am." Ia hampir menangis.
"Baik, Atanas. Ada kamar di belakang di mana kau bisa menaruh koper-koper itu. Aku nanti yang akan menyuruh orang untuk membe-nahinya."
Pemuda itu berkata dengan penuh rasa terima kasih, "Terima kasih, ma"am."
Catherine menghadapi para tamu itu lagi. "Mr Demiris mengatakan bahwa Anda ingin mempelajari sis tern operasi kami di sini. Saya akan membantu sebisanya. Kalau ada apa saja yang Anda perlukan, saya akan mencoba me-nyediakannya bagi Anda. Nan, sekarang harap Bapak-bapak ikut saya, saya akan memperkenalkan Anda dengan Wim dan anggota-anggota staf lainnya." Sementara berjalan melalui koridor, Catherine berhenti untuk memperkenalkan mereka. Mereka tiba di kantor Wim.
"Wim, inilah delegasi yang dikirim Mr Demiris. Ini Yves Renard, Dino Mattusi, dan Jerry Haley. Mereka baru saja datang dari Yunani."
Wim memelototi mereka. "Yunani hanya mempunyai populasi sebesar tujuh juta enam ratus tiga puluh ribu." Orang-orang itu saling berpandangan, terheran-heran.
Catherine tersenyum sendiri. Reaksi mereka terhadap Wim sama seperti reaksinya ketika
370 bertemu dengan lelaki itu untuk pertama kalinya.
"Saya telah menyiapkan kantor-kantor Anda," Catherine mengatakan kepada para tamu itu. "Harap Anda mengikuti saya."
Ketika mereka sudah di koridor, Jerry Haley bertanya, "Itu tadi apa" Ada yang bilang ke-dudukannya penting di sini."
"Memang benar," Catherine meyakinkan dia. "Wim mengawasi sistem keuangan dari berbagai divisi perusahaan ini."
"Saya tak akan membiarkan dia mengawasi kucing saya," Haley menukas.
"Kalau Anda sudah lebih mengenalnya?"
"Saya tidak ingin lebih mengenalnya," orang Prancis itu menggumam.
"Saya telah mengatur hotel-hotel Anda," Catherine berkata kepada kelompok itu. "Saya tahu masing-masing Anda ingin tinggal di hotel yang berbeda."
"Benar," Mattusi menanggapi.
Catherine sudah hampir berkomentar, tapi lalu tak jadi.
Bukan urusannya mengapa mereka memutuskan untuk tinggal di hotel yang berbeda.
Ia mengawasi Catherine dan berpikir, Ia ternyata lebih cantik daripada yang kuperkirakan. Jadinya akan lebih menarik. Dan ia rupanya pernah menderita. Itu bisa kubaca dari matanya. Aku akan mengajarkan kepadanya bagaimana rasa sakit itu bisa
371 sangat indah. Kami akan menikmatinya bersama. Dan setelah aku selesai dengan dia, aku akan mengirimnya ke tempat di mana tak ada kesakitan lagi. Ia akan pergi ke surga atau ke neraka. Aku pasti akan menikmati ini. Aku akan menikmatinya dengan amat sangat.
Catherine mengantarkan para tamu itu ke kantor masing-masing, dan setelah mereka selesai ditempatkan, ia kembali menuju ke mejanya sendiri. Dari koridor ia mendengar orang Prancis itu berteriak kepada Atanas.
"Tasnya keliru, goblok. Punyaku yang coklat. Coklat! Kau mengerti bahasa Inggris?"
"Ya, sir. Minta maaf, sir." Suaranya mengandung kepanikan.
Aku harus melakukan sesuatu mengenai hal ini, pikir Catherine.
Evelyn Kaye berkata, "Kalau kau perlu bantuan yang menyangkut kelompok ini, panggil aku."
"Terima kasih sekali, Evelyn. Akan kuberitahu kalau aku perlu."
Beberapa menit kemudian, Atanas Stavich berjalan melewati kantor Catherine. Ia memanggil, "Tolong masuk ke sini sebentar."
Pemuda itu memandangnya dengan takut. "Ya, ma"am." Ia masuk dengan ekspresi seakan ia akan dicambuk.
"Tolong tutup pintunya, ya?"
"Ya, ma"am."
372 "Ambillah kursi, Atanas. Betul namamu Atanas, kan?" "Ya, ma"am."
Catherine berusaha membuatnya tidak takut, tapi tidak berhasil. "Tak ada yang perlu ditakut-kan."
"Tidak, ma"am."
Catherine duduk di situ mengamati dia, merasa heran hal-hal buruk apa saja yang sudah terjadi pada dirinya sehingga ia ketakutan begitu. Ia memutuskan ia harus mencoba untuk tahu lebih banyak tentang masa lalu anak ini.
"Atanas, jika ada orang di sini yang menyulit-kanmu, atau jahat terhadapmu, aku mau kau datang kepadaku. Kau mengerti?"
Ia menelan ludah. "Ya, ma"am."
Tapi Catherine tidak yakin kalau ia akan cukup berani untuk datang kepadanya. Seseorang, entah di mana, telah melumpuhkan jiwa anak ini.
"Kita akan bicara lagi nanti," kata Catherine.
Riwayat hidup para anggota delegasi menunjukkan bahwa mereka telah bekerja di berbagai divisi dari kerajaan bisnis Constantin Demiris yang mahaluas, jadi mereka semuanya telah mempunyai pengalaman di dalam organisasi itu. Yang paling membuat Catherine heran adalah orang Italia yang ramah itu, Dino Mattusi. Ia membanjiri Catherine dengan pertanyaan-per-tanyaan yang seharusnya dia tahu jawabnya,
373 dan ia tampaknya tidak terlalu tertarik untuk
belajar tentang system operasi di cabang London ini. Ia tampaknya lebih tertarik pada kehidupan pribadi Catherine daripada perusahaan.
"Anda punya suami?" tanya Mattusi
"Tidak." "Tapi Anda pernah menikah?" "Ya."
"Bercerai?" Catherine ingin mengakhiri pembicaraan ini. "Saya seorang janda."
Mattusi menyeringai kepadanya. "Saya yakin Anda pasti punya teman. Anda tahu maksud
saya?" "Saya tahu maksud Anda," kata Catherine dengan ketus. Dan itu bukan urusanmu. "Anda sudah menikah?"
"Si, si. Saya punya istri dan empat bambini yang cantik-cantik. Mereka begitu kangen kepada saya kalau saya tidak di rumah."
"Anda sering bepergian, Mr Mattusi?"
Ia tampak tersinggung. "Dino, Dino. Mr Mattusi itu ayah saya. Ya, saya sering sekali bepergian." Ia tersenyum kepada Catherine dan me-melankan suaranya. "Tapi terkadang bepergian bisa membawa kesenangan-kesenangan tambahan Anda tahu maksud saya?"
Catherine membalas senyumnya itu. "Tidak."
Pada jam 12.15 siang itu, Catherine meninggalkan kantor untuk memenuhi appointment-nya
374 dengan Dr. Hamilton. Ia merasa heran sendiri, ternyata ia mendapati dirinya menanti-nantikan pertemuan itu. Ia ingat betapa terguncangnya dia terakhir ia bertemu dengan dokter itu. Kali ini, ia memasuki kantornya dengan penuh harapan. Sang resepsionis sedang keluar makan siang dan pintu masuk ke kantor dokter itu nampak terbuka. Alan Hamilton sedang menunggunya.
"Mari masuk," ia menyapanya.
Catherine masuk ke dalam kantor itu dan dipersilakan duduk.
"Well. Minggu lalu menyenangkan?"
Apakah minggu lalu menyenangkan" Tidak juga. Ia tidak bisa melupakan kematian Kirk Reynolds. "Lumayan. Saya"saya mencoba untuk menyibukkan diri."
"Itu memang sangat menolong. Sudah berapa lama Anda bekerja pada.Constantin Demiris?"
"Empat bulan" "Anda menyukai pekerjaan Anda?"
"Itu membuat pikiran saya bisa lepas" lepas dari masalah. Saya sangat berutang budi kepada Mr Demiris. Tak bisa saya ceritakan berapa banyak yang telah dilakukannya untuk saya." Catherine tersenyum sedih. "Tapi rupanya saya harus, ya?"
Alan Hamilton menggelengkan kepala. "Anda hanya perlu menceritakan apa yang ingin Anda ceritakan saja."
Diam sejenak. Catherine lalu berkata, "Suami
375 saya dulu bekerja pada Mr Demiris. Ia seorang pilot. Saya" saya mengalami kecelakaan ketika naik perahu dan kehilangan daya ingat saya. Ketika saya sudah pulih, Mr Demiris menawarkan pekerjaan ini."
Aku tidak menyinggung kesakitan dan ketakut-anku. Apakah aku malu menceritakan bahwa suamiku mencoba membunuhku" Apakah ini karena aku takut nanti ia menganggap bahwa aku tak berharga"
"Memang tidak gampang bagi siapa saja untuk membicarakan masa lalu."
Catherine memandang dia, terdiam.
"Anda bilang tadi Anda kehilangan daya ingat Anda."
"Ya." "Anda mengalami kecelakaan waktu naik perahu."
"Ya." Bibir Catherine terasa kaku, seakan ia telah menetapkan niat untuk menceritakan sese-dikit mungkin. Ia sedang bergulat dalam konflik diri yang hebat. Ia ingin menceritakan semuanya dan memperoleh pertolongan. Ia ingin tidak menceritakan apa-apa, dan dibiarkan sendiri.
Alan Hamilton mengamatinya dengan tepekur. "Anda bercerai?"
Ya. Karena sebuah regu tembak. "Ia" Suami saya sudah meninggal."
"Miss Alexander?" Dokter itu ragu-ragu. "Kau keberatan kalau kupanggil Catherine saja?"
"Tidak." 376 "Aku Alan. Catherine, apa sebenarnya yang kautakutkan?"
Ia jadi kaku. "Apa yang membuatmu mengira aku takut?"
"Kau tidak takut?"
"Tidak." Kali ini ia terdiam lama.
Ia takut menuangkannya dalam kata-kata, takut mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. "Orang-orang di sekitarku" rupanya semua meninggal."
Kalau dokter itu terkejut, ia tidak menunjuk-kannya. "Dan kau mengira bahwa kaulah penyebab kematian mereka?"
"Ya. Tidak. Aku tidak tahu. Aku" bingung."
"Kita semua sering menyalahkan diri kita untuk hal-hal yang menimpa orang lain. Jika sepasang suami-istri bercerai, anak-anaknya merasa merekalah penyebabnya. Jika seseorang menyumpahi orang lain lalu orang itu mati, ia mengira ialah penyebabnya. Keyakinan seperti itu sama sekali tidak aneh. Kau?"
"Tapi ada yang lebih dari itu."
"Oh, ya?" Ia memandang Catherine, siap untuk mendengarkan.
Kata-kata itu meluncur deras. "Suamiku terbunuh, dengan" kekasih gelapnya. Kedua pengacara yang membela mereka juga mati. Dan sekarang?" Suaranya hampir menjadi tangis. "Kirk."
"Dan kau mengira kau bertanggung jawab
377 atas semua kematian itu. Itu benar-benar suatu beban yang sangat berat untuk dipikul, bukan?"
"Aku" aku ini rupanya membawa semacam kutukan. Aku takut untuk membina hubungan dengan pria lain. Kukira aku tak akan kuat menanggungnya kalau nanti ada?"
"Catherine, kau tahu kau bertanggung jawab atas hidup siapa" Hidupmu sendiri. Bukan hi-dup orang lain. Tidak mungkin kau bisa mengendalikan hidup atau matinya orang lain. Kau tidak bersalah. Kau tak ada sangkut-paut-nya dengan kematian-kematian itu. Kau harus mengerti ini."
Kau tidak bersalah. Kau tak ada sangkut-pautnya dengan kematian-kematian itu. Dan Catherine duduk di situ memikirkan kata-kata itu. Ia sangat ingin mempercayainya. Orang-orang itu mati karena perbuatannya sendiri, bukan karena perbuatan Catherine. Akan halnya Kirk, itu suatu kecelakaan yang sungguh naas. Bukankah begitu"
Alan Hamilton diam-diam mengamatinya. Catherine mendongak dan berpikir, Ia orang baik. Sebuah gagasan lain serta merta terlintas di benaknya. Kalau saja aku bertemu dengan dia lebih awal. Dengan rasa bersalah, Catherine melihat sekilas ke foto berpigura istri dan anak Alan di atas meja.
"Terima kasih," kata Catherine. "Aku" aku akan berusaha mempercayai itu. Aku harus membiasakan diri dengan gagasan itu."
378 Alan Hamilton tersenyum. "Kita akan bersama-sama membiasakan diri dengan itu. Kau akan kembali?"
"Apa?" "Ini kan uji coba, ingat" Kaubilang kau akan memutuskan apakah kau ingin terus dengan ini."
Catherine tak ragu lagi. "Ya, aku akan kembali, Alan."
Setelah ia pergi, Alan Hamilton duduk di situ berpikir tentang dia.
Ia telah menangani banyak pasien yang menarik selama b
ertahun-tahun ia praktek, dan beberapa di antara mereka menunjukkan keter-tarikan seksual kepadanya. Tapi ia seorang psikiater yang terlalu baik untuk membiarkan dirinya tergoda. Hubungan pribadi dengan seorang pasien adalah salah satu pantangan uta-ma dari profesinya. Itu akan sama saja dengan pengkhianatan.
Dr. Alan Hamilton berasal dari keluarga dokter. Ayahnya adalah seorang dokter bedah yang menikah dengan juru rawatnya dan kakek Alan adalah seorang kardiolog yang terkenal. Sejak ia masih kanak-kanak, Alan tahu bahwa ia ingin menjadi dokter. Seorang dokter bedah seperti ayahnya. Ia masuk sekolah kedokteran di King"s College, dan setelah lulus dari sana ia melanjutkan belajar ilmu bedah.
Ia punya bakat alam untuk itu, suatu kete"
379 rampilan yang tak bisa diajarkan. Kemudian, pada tanggal 1 September 1939, tentara Kekai-saran Ketiga Jerman"The Third Reich"berbaris melintasi batas negara Polandia, dan dua hari kemudian Inggris dan Prancis menyatakan pe-rang. Perang Dunia Kedua mulai berkobar.
Alan Hamilton mendaftar wajib militer sebagai dokter bedah.
Pada tanggal 22 Juni 1940, setelah Axis me-naklukkan Polandia, Norwegia, dan Negara-Ne-gara Bawah, Prancis jatuh, dan akibat perang menimpa Kepulauan Inggris Raya.
Mula-mula, seratus pesawat sehari menjatuhkan bom-bom ke kota-kota besar di Inggris. Segera jumlah itu menjadi dua ratus, dan kemudian seribu. Maka terjadilah pembantaian yang sukar dilukiskan. Yang terluka dan yang mati berserakan di mana-mana. Kota-kota terbakar. Tapi Hitler telah salah perhitungan terhadap orang Inggris. Serangan-serangan itu malahan menguatkan tekad mereka. Mereka siap mati demi kebebasan mereka.
Tak ada waktu untuk istirahat baik siang maupun malam, dan Alan Hamilton mendapati dirinya bekerja terus tanpa tidur menangani yang terluka, yang terkadang bisa berlangsung sampai enam puluh jam. Ketika rumah sakit darurat di mana ia bekerja juga dibom, ia memindahkan pasien-pasiennya ke sebuah gudang. Ia menyelamatkan nyawa-nyawa yang tak ter-380
hitung jumlahnya, bekerja dalam kondisi yang paling berbahaya.
Dalam bulan Oktober, saat pengeboman mencapai puncaknya, sirene serangan udara men-dengung, dan orang berlari menuju ke tempat perlindungan bawah tanah. Alan sedang melakukan pembedahan, dan ia tidak mau meninggalkan pasiennya. Bom-bom itu makin mendekat. Dokter yang bekerja bersama Alan berkata, "Gila, ayo menyingkir dari sini."
"Sebentar lagi saja." Ia sedang membedah da-da pasiennya dan mengeluarkan pecahan-pecah-an granat yang penuh darah.
"Alan!" Tapi ia tak dapat pergi dari situ. Ia sedang berkonsentrasi pada apa yang sedang dilakukannya, tidak menyadari bunyi bom yang berjatuhan di sekitarnya. Ia tak pernah mendengar bunyi bom yang jatuh ke atas bangunan itu.
Ia kena dan mengalami koma selama enam hari, dan ketika ia terjaga, ia mendapati bahwa di samping luka-lukanya yang lain, tulang-tulang tangan kanannya remuk. Tulang-tulang itu sudah disusun kembali dan nampak normal, tapi ia tak akan pernah bisa melakukan operasi lagi.
Hampir setahun lamanya ia bergumul mengatasi trauma kehancuran masa depannya itu. Ia berada di bawah penanganan seorang psikiater, seorang dokter yang lugas yang mengatakan,
381 "Sudah waktunya sekarang kauhentikan rasa kasihan pada diri sendiri itu dan melangkah melanjutkan hidupmu."
"Melakukan apa?" Alan bertanya dengan penuh kepahitan.
"Apa yang pernah kaulakukan"cuma sedikit berbeda."
"Saya tidak mengerti."
"Kau adalah seorang penyembuh, Alan. Kau menyembuhkan tubuh-tubuh manusia. Well, kau tidak bisa melakukannya lagi. Tapi sama pen-tingnya menyembuhkan jiwa manusia. Kau bisa menjadi psikiater yang baik. Kau cerdas dan punya rasa iba terhadap sesama. Coba pikirkan itu."
Ternyata itu merupakan keputusan yang paling bermanfaat dalam hidupnya yang pernah dibuatnya. Ia sangat menyenangi pekerjaannya yang sekarang. Dari satu segi, rasanya ia malahan lebih puas jika bisa membawa pasien-pasien yang putus asa kembali ke hidup normal, daripada jika hanya mengurus kesejahte-raan jasmaninya saja. Dengan cepat reputasinya menanjak, dan sudah tiga tahun ini ia terpaksa menolak pasien-pasien baru. Ia dulu setuju menerima Catherine hanya supaya ia bisa mereko-mendasikan dokter lain kepadanya. Tapi sesuatu dalam diri gadis ini telah menyentuh perasaannya. Aku harus menolongnya.
Ketika Catherine kembali ke kantornya setelah
382 menemui Alan Hamilton, ia pergi menjumpai Wim.
"Aku bertemu dengan Dr. Hamilton hari ini," kata Catherine.
"Yeah" Dalam hal penyesuaian sosial psikia-tri, jenjang angka kematian pasangan hidup adalah 100 perceraian 73 suami-istri hidup ter-pisah 65 hukuman penjara 63 kematian keluarga dekat 63 sakit atau luka 53 perkawinan 50 di-pecat dari pekerjaan 47?"
Catherine berdiri di situ mendengarkan. Seperti apa rasanya, ia bertanya-tanya, menjabarkan semua hal secara matematik saja" Tak pernah kenal dengan orang lain sebagai manusia utuh, tak pernah mempunyai teman sejati. Rasanya seakan aku telah menemukan seorang teman baru, pikir Catherine.
Aku ingin tahu berapa lama ia sudah menikah.
383 Bab 20 Athena Kau mencoba menghancurkan aku. Kau telah gagal. Sayang, sebenarnya akan lebih baik jika kau berhasil. Tapi yang pertama aku akan menghancurkan adik-mu.
Kata-kata Constantin Demiris ini masih terngiang di telinga Lambrou. Ia tak ragu bahwa Demiris akan mencoba melaksanakan ancamannya. Demi Tuhan apa yang salah dengan Rizzoli" Semuanya telah direncanakan dengan begitu cermat. Tapi tak ada waktu lagi untuk mem-perkirakan apa yang telah terjadi. Yang penting sekarang adalah memperingatkan adiknya.
Sekretaris Lambrou memasuki kantor. "Appointment Anda yang jam sepuluh sudah menunggu. Apakah saya antar?""
"Jangan. Batalkan semua appointment saya. Saya tidak akan kembali ke kantor pagi ini."
Ia mengangkat telepon dan lima menit kemudian ia sudah dalam perjalanan untuk menjumpai Melina.
Melina sedang menunggunya di taman vila.
384 "Spyros. Kau kedengarannya amat cemas di telepon! Ada masalah apa?"
"Kita harus bicara." Ia membawa adiknya ke bangku panjang di beranda yang dipenuhi tanaman merambat. Ia duduk di situ memandangi adiknya dan berpikir, la sungguh seorang wanita yang cantik. la selalu membawa kebahagiaan kepada siapa pun yang berada dekat dengannya. Tidak seharusnya ia ditimpa kemalangan seperti ini.
"Kau tak akan bilang ada masalah apa?"
Lambrou menarik napas dalam-dalam. "Ini akan sangat menyakitkan, darling."
"Kau mulai membuatku kuatir."
"Aku serius. Hidupmu dalam bahaya."
"Apa" Dalam bahaya oleh siapa?"
Ia mengatur kata-katanya dengan hati-hati. "Kurasa Costa akan mencoba membunuhmu."
Melina menatap dia, mulutnya ternganga. "Kau bercanda."
"Tidak, aku bersungguh-sungguh, Melina."
"Darling, Costa memang banyak ulahnya, tapi ia bukan seorang pembunuh. Ia tak akan bisa?"
"Kau keliru. Ia sudah pernah membunuh."
Wajah Melina menjadi pucat. "Kau ini bicara apa?"
"Oh, ia tidak melakukannya dengan tangannya sendiri. Ia menyewa orang untuk melakukannya buat dia, tapi?"
"Aku tidak percaya."
"Kau ingat Catherine Douglas?"
"Wanita yang dibunuh?"
385 "Ia tidak dibunuh. Ia masih hidup."
Melina menggelengkan kepala. "Ia"tak mungkin ia masih hidup. Maksudku"orang-orang yang membunuhnya telah dihukum mati."
Lambrou menggenggam tangan adiknya itu. "Melina, Larry Douglas dan Noelle Page tidak membunuh Catherine. Sepanjang peradilan itu berlangsung, Demiris menyembunyikan dia."
Melina duduk di situ tertegun, membisu, ingat akan wanita yang pernah dilihatnya sekilas di rumah dulu.
Siapa wanita yang kulihat di ruang depan tadi"
Ia teman seorang relasi bisnisku. Ia akan bekerja padaku di London.
Aku melihatnya sepintas tadi. Ia mengingatkan aku pada seseorang. Ia mengingatkan aku pada istri pilot yang dulu bekerja padamu. Tapi, tentu saja itu tidak mungkin. Mereka kan telah membunuhnya.
Ya, mereka telah membunuh dia.
Akhirnya ia bisa berbicara lagi. "Aku melihatnya di rumah, Spyros. Costa berdusta padaku tentang dia."
"Ia sudah gila. Aku ingin kau segera berkemas dan keluar dari tempat ini."
Ia melihat kepada Spyros dan berkata pelan, "Tidak, ini rumahku."
"Melina, aku tak akan sanggup menanggungnya jika sesuatu terjadi atas dirimu."
Suara Melina terdengar tegar bagai baja. "Jangan kuatir. Tak ada yang akan terjadi atas
386 diriku. Costa tidak bodoh. Ia tahu kalau ia melakukan sesuatu yang menyakiti diriku ia akan membayar mahal untuk itu."
"Ia memang suamimu, tapi kau tidak kenal dia. Aku benar-benar kuatir akan dirimu."
"Aku bisa menghadapi dia, Spyros."
Ia memandang Melina dan ia tahu bahwa tak mungkin lagi ia bisa membujuknya untuk mengubah pendiriannya itu. "Kalau kau tak mau pergi, tolong satu hal ini saja. Berjanjilah kau tak akan pernah berada sendiri dengan dia."
Ia menepuk pipi kakaknya. "Aku berjanji."
Melina tidak punya niat untuk memegang janjinya itu.
Ketika Constantin Demiris tiba di rumah petang itu, Melina sedang menunggunya. Ia mengangguk pada Melina dan berjalan melewatinya menuju ke kamar tidurnya. Melina mengikutinya.
"Kurasa sudah waktunya kita harus berbicara," kata Melina.
Demiris melihat arlojinya. "Aku cuma punya waktu beberapa menit. Aku ada janji."
"Oh, ya" Kau merencanakan untuk membunuh orang lain lagi malam ini?"
Ia menoleh ke arah Melina. "Apa sih yang kauocehkan?"
"Spyros datang menjumpai aku pagi tadi."
"Aku perlu memperingatkan kakakmu itu untuk tidak masuk ke rumahku."
"Ini rumahku juga," kata Melina menantang.
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
387 "Kami tadi ngobrol tentang sesuatu yang menarik."
"Oh, ya" Tentang apa?"
"Tentang kau dan Catherine Douglas dan
Noelle Page." Sekarang Demiris benar-benar mendengarkan dia. "Itu kisah kuno."
"Benar begitu" Spyros bilang kau mengirim dua orang yang tidak bersalah ke ajalnya, Costa."
"Spyros itu goblok."
"Aku pernah melihat gadis itu di sini, di rumah ini."
"Tak ada yang akan percaya padamu. Kau tak akan pernah melihatnya lagi. Aku telah mengirim orang untuk menyingkirkan dia."
Dan Melina tiba-tiba ingat ketiga pria yang dulu datang untuk makan malam. Kalian akan terbang ke London besok vagi-vagi. Saya yakin kalian akan mengurus semua yang perlu.
Ia beranjak lebih dekat ke Melina dan berkata dengan pelan, "Kau tahu, aku benar-benar jadi muak dengan kau dan kakakmu itu." Ia memegang lengan Melina dan menekannya dengan keras. "Spyros telah mencoba menghancurkan aku. Mestinya dia membunuhku saja." Ia menekan lebih keras lagi. "Kalian berdua akan menyesal mengapa itu tidak dilakukannya dulu."
"Hentikan itu, kau menyakiti aku."
"Istriku sayang, kau belum tahu apa artinya sakit. Tapi kau akan tahu nanti." Ia melepaskan
388 lengan Melina. "Aku akan mengurus perceraian. Aku ingin seorang wanita sejati. Tapi tidak berarti kau akan bebas dari aku. Oh, tidak. Aku punya rencana bagus untuk kau dan kakakmu tersayang itu. Well, kita sudah berbicara sekarang. Aku permisi dulu, aku akan masuk ke kamar dan berganti pakaian. Tidak sopan membiarkan seorang lady menunggu."
Ia berbalik dan berjalan menuju kamar gan-tinya. Melina berdiri di situ, jantungnya berdebar keras. Spyros benar. Ia memang sudah gila.
Ia merasa sama sekali tidak berdaya tapi ia tidak takut akan hidupnya sendiri. Aku mesti hidup untuk apa" pikir Melina dengan penuh kepahitan. Suaminya telah melucutinya dari semua yang berharga dan telah menyeretnya ke bawah ke tingkat yang sama dengan dia. Ia ingat akan semua kejadian di mana Demiris telah menghinanya, mencaci makinya di depan umum. Ia tahu bahwa ia sekarang jadi obyek rasa kasihan di antara teman-temannya. Tidak, ia tidak lagi peduli akan dirinya sendiri. Aku siap untuk mati, pikirnya, tapi aku tak bisa mem-biarkannya menyakiti Spyros. Tapi, apa yang bisa dilakukannya untuk menghentikan Demiris" Spyros berkuasa, tapi suaminya lebih berkuasa. Melina tahu dengan pasti bahwa jika dibiarkan, suaminya akan melaksanakan ancamannya. Dan itu sangat mengerikan. Bagaimanapun juga aku harus mencegahnya. Tapi bagaimana" Bagaimana?"
389 Bab 21 Delegasi eksekutif dari Athena membuat Catherine terus sibuk. Ia mengatur pertemuan-perte-muan bagi mereka dengan para eksekutif lainnya di perusahaan itu dan mengajak mereka mengamati sistem operasi cabang London. Mereka kagum akan kerja Catherine yang efisien. Ia tahu semua seluk-beluk perusahaan, dan mereka terkesan.
Hari-hari Catherine menjadi penuh, dan peng-alihan ini melepaskan pikirannya dari masalah-masalahnya sendiri. Ia mulai mengenal setiap tamu dengan sedikit lebih baik.
Jerry Haley adalah kambing hitam di keluarganya. Ayahnya seorang pengusaha minyak yang kaya raya, dan kakeknya seorang hakim yang terhormat. Pada saat Jerry Haley berumur dua puluh satu, ia telah mendekam tiga tahun di penjara anak-anak karena pencurian mobil, masuk rumah orang secara paksa, dan perko-saan. Akhirnya keluarganya mengirimnya ke Eropa supaya hilang dari pandangan mereka.
390 "Tapi di sana aku memperbaiki diri," kata Haley kepada Catherine dengan bangga. "Membuka lembaran yang sama sekali baru."
Yves Renard adalah seorang laki-laki yang tidak bahagia. Ia menceritakan kepada Catherine bahwa orangtuanya telah membuangnya dan ia lalu dibesarkan oleh famili jauhnya yang benar-benar memperlakukannya dengan kejam. "Mereka memiliki tanah pertanian di dekat Vichy, dan mereka menyuruh saya bekerja seperti anjing dari matahari terbit sampai terbenam. Saya melarikan diri dari situ saat saya berumur lima belas tahun dan pergi ke Paris untuk bekerja."
Laki-laki Italia yang periang itu, Dino Mattusi, dilahirkan di Sicilia, dari keluarga kelas mene-ngah. "Ketika aku berumur enam belas tahun, aku membuat skandal besar, lari dengan wanita yang sudah menikah yang sepuluh tahun lebih tua dariku. Ah, dia benar-benar bellissima."
"Apa yang terjadi?" tanya Catherine.
Ia menarik napas. "Mereka membawaku pulang, lalu mengirimku ke Roma untuk menghindar dari kemurkaan suami wanita itu."
Catherine tersenyum. "Begitu. Kapan Anda bekerja di perusahaan Mr Demiris?"
Ia mencoba menghindar, "Kemudian. Sebelumnya aku bekerja macam-macam. Maksudku "serabutan. Apa saja untuk bisa bertahan hidup."
391 "Lalu Anda bertemu dengan istri Anda?" Ia memandang tajam mata Catherine dan berkata, "Istriku tidak ada di sini."
Ia memandang Catherine, berbicara dengan dia, mendengarkan suaranya, mencium bau parfumnya. Ia ingin tahu semuanya tentang Catherine. Ia suka cara Catherine menggerakkan tubuhnya dan ia ingin tahu seperti apakah tubuh di balik pakaiannya itu. Ia akan segera tahu. Sangat segera. Ia sudah tidak sabar lagi.
Jerry Haley memasuki kantor Catherine. "Anda suka teater, Catherine?" "Oh, ya. Saya?"
"Ada acara musik baru yang akan dipertunjukkan. Finian"s Rainbow. Saya ingin menonton-nya malam ini."
"Saya bisa memesankan tiket buat Anda."
"Tidak begitu enak nonton sendirian, ya" Anda ada waktu?"
Catherine ragu-ragu. "Ya." Ia mendapati dirinya menatap tangan-tangan Haley yang sangat besar dan gelisah itu.
"Bagus! Jemput saya di hotel jam tujuh." Itu suatu perintah. Ia berbalik dan meninggalkan kantor itu.
Aneh sekali, pikir Catherine. Ia nampaknya begitu ramah dan terbuka, tapi"
Aku memperbaiki diri. Ia tak dapat menying"
392 kirkan bayangan tangan-tangan besar itu dari pikirannya.
Jerry Haley sudah menunggu di lobi Savoy Hotel ketika Catherine tiba, dan mereka lalu menuju ke teater dengan limousine milik perusahaan.
"London kota yang hebat," kata Jerry Haley. "Saya selalu senang kembali ke sini. Anda sudah lama di sini?"
"Beberapa bulan."
"Anda berasal dari Amerika?"
"Ya. Chicago." "Wah, itu kota yang hebat juga. Saya pernah mengalami saat-saat yang menyenangkan di sana."
Memperkosa wanita-wanita"
Mereka tiba di teater dan bergabung dengan publik. Pertunjukannya amat bagus dan para pemainnya benar-benar mengesankan, tapi Catherine tidak bisa berkonsentrasi. Jerry Haley terus-menerus mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di pegangan kursi, pada pangkuannya, pada lututnya. Ia tidak bisa menahan tangannya yang besar itu untuk diam.
Ketika pertunjukan usai, Haley menoleh kepada Catherine dan berkata, "Ini sungguh malam yang indah. Bagaimana kalau kita tak usah naik mobil dan berjalan-jalan di Hyde Park?"
393 "Saya harus berada di kantor pagi-pagi," kata Catherine. "Barangkali lain kali saja."
Haley mengamati dia, senyum misterius tersungging di wajahnya. "Tentu," katanya. "Masih banyak waktu."
Yves Renard tertarik pada museum. "Tentu saja," orang Prancis itu berkata kepada Catherine, "Paris kami punya museum yang terbesar di dunia. Anda pernah ke Louvre?"
"Belum," kata Catherine. "Saya belum pernah ke Paris."
"Sayang sekali. Anda harus pergi satu saat nanti." Tapi, pada saat mengatakan hal itu, ia berkata kepada dirinya sendiri, Aku tahu ia tidak akan pergi. "Saya ingin melihat-lihat museum di London. Barangkali hari Sabtu ini kita bisa mengunjungi beberapa."
Catherine tadinya merencanakan untuk bekerja di hari Sabtu menyelesaikan beberapa urusan kantor yang terbengkalai. Tapi Constantin Demiris telah minta dia untuk melayani para tamu dengan sebaik-baiknya.
"Baiklah," katanya. "Hari Sabtu saya bisa."
Catherine tidak ingin menghabiskan sehari penuh dengan orang Prancis itu. Ia begitu pahit. Ia bersikap seakan ia masih saja diperlakukan dengan kejam.
Hari itu dimulai secara cukup menyenangkan. Pertama mereka pergi ke British Museum di
394 mana mereka menyusuri galeri-galeri yang penuh dengan harta karun yang megah dari masa lalu. Mereka melihat salinan Magna Carta, dek-ret yang ditandatangani oleh Elizabeth I, dan pakta-pakta dari perang-perang yang berlangsung berabad-abad silam.
Sesuatu dalam diri Yves Renard mengganggu pikiran Catherine, dan baru setelah mereka berada di museum selama hampir satu jam ia sadar itu apa.
Mereka sedang mengamati sebuah peti yang memuat sebuah dokumen yang ditulis oleh Admiral Nelson.
"Saya kira ini salah satu koleksi yang paling menarik disini," kata Catherine. "Ini ditulis per-sis sebelum Admiral Nelson terjun ke dalam peperangan. Ia tidak yakin apakah ia punya wewenang?" Dan ia tiba-tiba menyadari bahwa Yves Renard tidak menyimak. Kesadaran ini memenuhi seluruh persepsinya: ia hampir-ham-pir tak ada perhatian sama sekali pada semua benda yang dipamerkan di museum itu. Ia tidak tertarik. Jadi mengapa dia bilang dia ingin melihat-lihat museum" Catherine bertanya-tanya.
Mereka selanjutnya pergi ke Victoria & Albert Museum dan kejadian yang serupa terulang lagi. Kali ini, Catherine mengamati dia dengan saksama. Yves Renard berjalan dari ruang ke ruang berbasa-basi tentang apa yang sedang
395 mereka lihat, tapi pikirannya jelas berada di tempat lain.
Setelah yang ini selesai, Catherine berkata, "Anda ingin melihat Westminster Abbey?"
Yves Renard mengangguk. "Ya, tentu."
Mereka mengelilingi biara yang hebat itu, berhenti untuk mengamati batu-batu nisan orang-orang terkenal dalam sejarah yang dimakamkan di situ, para penyair dan negarawan dan raja-raja.
"Lihat," kata Catherine, "di sinilah Browning dimakamkan." Renard memandang ke bawah. "Ah, Browning." Lalu dia melanjutkan langkahnya.
Catherine berdiri di situ melihatnya dari belakang. Apa yang sedang dicarinya" Mengapa dia menyia-nyiakan hari ini"
Dalam perjalanan pulang ke hotel, Yves Renard berkata, "Terima kasih, Miss Alexander. Saya sungguh senang tadi."
la bohong, pikir Catherine. Tapi mengapa"
"Ada tempat yang kata orang sangat menarik. Stonehenge. Saya kira itu terletak di Salisbury Plain."
"Ya," kata Catherine.
"Bagaimana kalau kita ke sana, hari Sabtu depan barangkali?"
Catherine tidak yakin apakah ia nanti akan mendapati Stonehenge lebih menarik daripada museum-museum tadi."
396 "Baiklah," kata Catherine.
Dino Mattu9i ahli dalam soal makanan. Ia memasuki kantor Catherine membawa sebuah bu-ku pedoman. "Aku punya daftar restoran paling terkenal di London. Tertarik?" "Well, saya?"
"Bagus! Malam ini aku akan membawamu makan malam di Connaught."
Catherine berkata, "Malam ini saya harus?"
"Tak ada alasan. Aku akan menjemputmu jam delapan."
Catherine ragu-ragu. "Baiklah."
Wajah Mattusi menjadi cerah. "Bene!" Ia mencondongkan badannya ke depan. "Tidak enak melakukan apa-apa sendirian, bukan?" Maksudnya sudah jelas. Tapi ia begitu gamblang, pikir Catherine, ia sebenarnya tidak jahat.
Hidangan di Connaught itu sungguh lezat. Mereka memesan ikan salmon asap Skotlandia, da-ging panggang, dan puding Yorkshire.
Saat menikmati salad, Dino Mattusi berkata, "Kau sungguh mempesona, Catherine. Aku suka wanita Amerika."
"Oh. Apakah istri Anda orang Amerika?" Catherine bertanya dengan polos.
Mattusi mengangkat bahu. "Bukan, ia orang Italia. Tapi ia penuh pengertian."
"Anda pasti senang kalau begitu," kata Catherine.
397 Ia tersenyum. "Benar, sangat senang."
Baru setelah sampai kepada saat dessert Dino Mattusi berkata, "Kau suka daerah pedesaan" Aku punya teman yang punya mobil. Kupikir kita bisa pergi bermobil ke sana pada hari Minggu."
Catherine sudah akan menyatakan penolakan-nya, lalu ia tiba-tiba teringat pada Wim. Wim nampaknya sangat kesepian. Barangkali dia akan senang pergi bermobil sama-sama ke daerah pedesaan. "Kedengarannya menyenangkan," kata Catherine.
"Aku jamin pasti akan menyenangkan."
"Bagaimana kalau saya ajak Wim?"
Ia menggelengkan kepala. "Mobilnya kecil. Pokoknya beres, akan kuatur segera."
Tamu-tamu dari Athena itu banyak maunya dan Catherine mendapati bahwa ia hampir tak punya waktu lagi untuk dirinya sendiri. Haley, Renard, dan Mattusi beberapa kali bertemu dengan Wim Vandeen, dan Catherine geli melihat betapa sikap mereka sekarang berubah.
"Ia melakukan semua ini tanpa kalkulator?" Haley terkagum-kagum.
"Benar." "Belum pernah kulihat yang seperti itu."
Catherine terkesan dengan Atanas Stavich. Anak muda itu adalah pekerja paling keras yang pernah dijumpainya. Ia sudah berada di kantor
398 ketika Catherine tiba di waktu-pagi, dan ia masih di sana setelah semua orang pulang. Ia selalu tersenyum dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Ia mengingatkan Catherine pada seekor anak anjing yang gemetaran. Entah di mana di masa lalunya, seseorang telah memperlakukannya dengan sangat buruk. Catherine berniat untuk membicarakan Atanas dengan Alan Hamilton. Pasti ada suatu cara untuk membangun rasa percaya dirinya, pikir Catherine. Aku yakin Alan akan bisa menolong dia.
"Kau tahu anak itu jatuh cinta kepadamu, kan?" kata Evelyn pada suatu hari.
"Kau ini bicara apa?"
"Atanas. Apa tidak kaulihat pandang matanya yang kagum terhadapmu" Ia mengikuti setiap langkahmu seperti seekor domba yang sesat."
Catherine tertawa. "Kau ini mengada-ada saja."
Tanpa direncanakan sebelumnya, Catherine mengajak Atanas makan siang. "Di"di restoran?"
Catherine tersenyum. "Ya, tentu saja."
Wajahnya memerah. "Saya"saya tidak tahu, Miss Alexander." Ia melihat ke bawah ke pakaiannya yang kurang pantas. "Anda akan malu nanti kalau orang-orang melihat Anda bersama saya."
"Saya tidak menilai orang dari pakaiannya," Catherine berkata dengan tegas. "Saya akan memesan tempat."
399 Ia membawa A tanas makan siang di Lyons Corner House. Ia duduk di hadapan Catherine, tercengang menyaksikan situasi di sekelilingnya. "Saya"saya belum pernah ke tempat seperti ini. Sungguh indah."
Catherine merasa terharu. "Aku mau kau memesan apa saja yang kauinginkan."
Ia mengamati menu dan menggelengkan ke-pala. "Semuanya terlalu mahal."
Catherine tersenyum. "Jangan pikirkan itu. Kau dan aku bekerja pada orang yang amat kaya. Aku yakin ia pasti ingin kita makan siang yang enak." Ia tidak mengatakan kepada pe-muda itu bahwa ialah yang membayar semua ini.
Atanas lalu memesan koktil udang dan salad, dan ayam panggang dengan kentang goreng, dan ia mengakhiri makan siangnya dengan cake coklat dan es krim.
Catherine menyaksikan dia makan dengan heran. Perawakannya begitu kecil. "Kautaruh di mana semuanya itu?"
Atanas berkata dengan malu, "Saya tak pernah bisa gemuk."
"Kau suka London, Atanas?"
Ia mengangguk. "Sejauh yang sudah saya li-hat, saya sangat menyukainya."
"Kau bekerja sebagai office boy di Athena?"
Ia mengangguk. "Pada Mr Demiris." Ada na-da kepahitan dalam suaranya.
"Kau tidak senangkah?"
400 "Maafkan saya"saya tidak pantas mengatakan ini, tapi saya kira Mr Demiris bukan orang yang baik. Saya" saya tidak suka kepadanya." Anak muda itu melihat ke sekelilingnya dengan cepat, takut jika ada orang yang mendengar ini. "Ia"sudahlah."
Catherine berpikir sebaiknya tidak usah dia didesak lagi. "Apa yang menyebabkan kau mau pergi ke London, Atanas?"
Atanas mengucapkan sesuatu begitu pelannya sehingga Catherine tak bisa mendengarnya.
"Saya kurang dengar."
"Saya ingin menjadi dokter."
Catherine melihat kepadanya, ingin tahu. "Dokter?"
"Ya, ma"am. Saya tahu kedengarannya tidak masuk akal." Ia ragu-ragu sejenak, lalu melanjutkan. "Keluarga saya berasal dari Macedonia dan seumur hidup saya mendengar cerita-cerita tentang orang-orang Turki yang datang ke desa kami dan membunuhi dan menyiksa orang-orang kami. Tak ada dokter yang menolong yang luka-luka. Kini, desa itu sudah tidak ada dan keluarga saya sudah musnah. Tapi masih banyak orang yang luka-luka di dunia ini. Saya ingin menolong mereka." Ia menurunkan pandang matanya, malu. "Anda pasti mengira saya ini gila."
"Tidak," kata Catherine pelan. "Saya kira itu sangat bagus. Jadi kau datang ke London untuk belajar ilmu kedokteran?"
401 "Ya, ma"am. Saya akan bekerja siang hari dan bersekolah malam hari. Saya pasti akan menjadi dokter nanti."
Ada semacam keyakinan dalam nada suaranya. Catherine mengangguk. "Aku percaya kau akan bisa. Kau dan aku akan berbicara lagi tentang ini. Aku punya teman yang mungkin bisa membantumu. Dan aku tahu satu restoran yang bagus di mana kita bisa makan siang minggu depan."
Di tengah malam, sebuah bom meledak di vila Spyros Lambrou. Ledakannya menghancurkan bagian depan rumah dan menewaskan dua orang pelayan. Kamar tidur Spyros Lambrou hancur dan satu-satunya sebab mengapa ia lolos adalah pada saat terakhir ia dan istrinya mengubah rencana dan memutuskan untuk menghadiri jamuan makan yang diadakan oleh wali kota Athena.
Keesokan paginya, ada surat dikirim ke kantornya yang berbunyi, "Matilah para kapitalis". Yang menandatangani: Partai Revolusioner Yu-nani.
"Mengapa mereka lakukan hal seperti ini pada dirimu?" Melina yang amat ketakutan bertanya.
"Bukan mereka," Spyros berkata dengan lu-gas. "Itu perbuatan Costa."
"Kau"kau tak punya bukti untuk itu."
402 "Aku tak perlu bukti. Apa kau belum juga sadar siapa orang yang kaunikahi itu?"
"Aku"aku tidak tahu lagi harus berpikir bagaimana."
"Melina, selama orang itu masih hid up, kita berdua akan selalu berada dalam bahaya. Ia tak akan pernah berhenti."
"Tidakkah kau akan lapor ke polisi?"
"Kau sudah bilang sendiri tadi. Aku tak punya bukti. Mereka akan menertawakan aku." Ia menggenggam tangan Melina. "Aku mau kau . keluar dari tempat ini. Sungguh. Pergilah sejauh mungkin."
Melina berdiri di situ lama sekali. Ketika ia akhirnya berbicara, seakan ia sudah mencapai suatu keputusan yang amat penting. "Baiklah, Spyros. Akan aku lakukan yang harus kulakukan."
Spyros memeluk Melina. "Bagus. Dan jangan kuatir. Kita akan menemukan suatu cara untuk menghentikan dia."
Melina duduk di kamar tidurnya sendirian sepanjang sore yang terasa panjang itu, pikirannya mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Jadi, suaminya sungguh-sungguh dengan ancamannya untuk memusnahkan dia dan kakaknya. Ia tak boleh membiarkan Demiris mencapai keinginannya itu. Dan jika hidup mereka berada dalam bahaya, maka hidup Catherine Douglas juga. Ia akan bekerja padaku di London. Aku akan
403 memperingatkan dia, pikir Melina. Tapi aku harus berbuat lebih dari itu. Aku harus menghancurkan Costa. Aku harus mencegah dia mencelakai orang lain. Tapi bagaimana" Kemudian, jawabannya datang kepadanya. Tentu sajal pikirnya. Ini jalan satu-satunya. Mengapa aku dulu tidak berpikir begin"
404 Bab 22 ARSIP PRIBADI CATATAN PEMBICARAAN DENGAN CATHERINE DOUGLAS
C: Maaf aku terlambat, Alan. Ada rapat mendadak di kantor tadi. A: Tidak apa-apa. Delegasi dari Athena itu
masih berada di London" C: Ya. Mereka"mereka bermaksud untuk
kembali akhir minggu depan. A: Kau kelihatannya lega. Apa mereka menyulitkan"
C: Bukan menyulitkan begitu, aku hanya me-rasa sedikit" sedikit aneh mengenai mereka.
A: Aneh" C: Sulit menjelaskannya. Aku tahu kedengarannya konyol, tapi" ada yang ganjil mengenai mereka semua.
A: Mereka telah melakukan sesuatu untuk?"
C: Tidak. Mereka hanya membuatku merasa tidak nyaman. Tadi malam, aku mimpi bu-ruk lagi.
A: Mimpi tentang seseorang yang mencoba menenggelamkanmu itu"
405 C: Ya. Padahal sudah agak lama aku tidak
mimpi begitu. Dan kali ini mimpinya lain. A: Lain bagaimana"
C: Terasa lebih" nyata. Dan bagian akhirnya
tidak sama dengan yang sudah-sudah. A: Kau memperoleh lanjutan dari usaha pe"
nenggelaman itu" C: Ya. Mereka mencoba menenggelamkan aku,
lalu tiba-tiba aku berada di tempat yang
aman. A: Biara itukah"
C: Aku tidak yakin. Barangkali iya. Rasanya seperti sebuah taman. Dan seorang pria datang menemuiku. Kukira aku pernah bermimpi mirip seperti itu, tapi kali ini aku bisa melihat wajahnya.
A: Kau mengenalinya"
C: Ya. Pria itu adalah Constantin Demiris.
A: Jadi, dalam mimpimu"
C: Alan, itu bukan sekadar mimpi. Itu ingatan yang nyata. Aku tiba-tiba ingat bahwa Constantin Demiris-lah yang memberikan peniti emas yang ada padaku sekarang ini.
A: Kau percaya bahwa alam bawah sadarmu membuka sesuatu yang benar-benar pernah terjadi" Kau yakin itu bukan"
C: Aku yakin itu. Constantin Demiris memberikan kepadaku peniti itu di biara.
A: Kau dulu bilang kau diselamatkan oleh beberapa biarawati yang lalu membawamu ke biara"
406 C: Benar. A: Catherine, apa ada orang lain yang tahu bahwa kau berada di biara"
C: Tidak. Aku kira tidak.
A: Kaiau begitu bagaimana Constantin Demiris bisa tahu kau berada di sana"
C: Aku"aku tidak tahu. Aku cuma tahu itu memang terjadi. Aku terbangun dengan ketakutan. Rasanya seolah-olah mimpi itu adalah semacam peringatan. Aku merasa sesuatu yang mengerikan akan terjadi.
A: Mimpi buruk memang bisa punya pengaruh seperti itu terhadap kita. Mimpi buruk adalah salah satu musuh manusia yang paling tua. Kata "nightmare?"mimpi buruk "itu berasal dari bahasa Inggris Pertengahan "niht" artinya "night" dan "mare" artinya "setan/jin". Takhayul kuno ini mengatakan bahwa ia lebih suka muncul setelah jam empat pagi.
C: Menurut kau mimpi tak bisa punya arti nyata"
A: Kadang-kadang memang bisa. Coleridge menulis, "Mimpi itu bukan bayangan, tapi merupakan wujud hidupku dan bencana yang terjadi dalam hidupku."
C: Barangkali aku menilai semua ini terlalu serius. Selain mimpi-mimpiku yang konyol itu, aku tidak apa-apa. Oh. Ada seseorang yang ingin kubicarakan denganmu, Alan.
A: Ya" 407 C : Namanya Atanas Stavich. Ia seorang anak muda yang datang ke London untuk belajar ilmu kedokteran. Hidupnya sangat menderita. Kupikir barangkali pada suatu hari kau bisa menjumpainya dan memberinya sedikit nasihat.
A : Aku akan senang sekali. Kenapa kau mengerutkan dahi"
C : Aku baru saja ingat akan sesuatu.
A : Ya" C : Kedengarannya gila. A : Alam bawah sadar kita tidak membedakan antara yang gila dan yang waras.
C : Dalam mimpiku itu, saat Mr Demiris memberikan kepadaku peniti emas itu"
A : Ya" C : Aku mendengar suara berkata, "la akan membunuhmu."
Harus, tampak, seperti suatu kecelakaan. Aku tak mau ada orang yang bisa mengenali jenazahnya. Ada banyak jalan untuk membunuhnya. Ia harus mulai membuat persiapan-persiapan. Ia berbaring di tempat tidurnya memikirkan persiapan-persiapan itu dan mendapati bahwa ia se-dang mengalami ereksi. Kematian merupakan orgasme yang paling total. Akhirnya, ia tahu bagaimana ia harus melakukannya. Ternyata sederhana saja. Tak akan ada jenazah yang perlu dikenali. Constantin Demiris akan senang.
408 Bab 23 Rumah pantai milik Constantin Demiris terletak tiga mil di sebelah utara Piraeus di atas tanah pantai seluas satu acre. Demiris tiba pada jam 19.00. Ia memarkir mobilnya di jalan masuk, membuka pintu mobil, dan berjalan menuju ke rumah pantai itu.
Kenka sampai ke rumah itu, pintu dibuka oleh seseorang yang tak dikenalinya.
"Selamat malam, Mr Demiris."
Di dalam rumah nampak oleh Demiris sejumlah polisi.
"Apa yang terjadi di sini?" Demiris bertanya.
"Saya Letnan Polisi Theophilos. Saya?"
Demiris mendorongnya ke samping dan berjalan menuju ke ruang duduk. Ruang itu berantakan. Jelas nampak bahwa pertarungan hebat baru saja terjadi. Kursi dan meja terbalik. Salah satu gaun Melina terhampar di lantai, terkoyak-koyak. Demiris memungutnya dan mengamatinya.
"Di mana istri saya" Saya seharusnya bertemu dengan dia di sini."
409 Letnan polisi itu berkata, "Ia tak ada di sini. Kami sudah memeriksa seluruh rumah dan mencarinya di seluruh pantai. Kelihatannya rumah ini baru saja dimasuki pencuri."
"Well, di mana Melina" Apakah dia yang menelepon kalian" Apa dia ada di sini tadi?"
"Ya, kami kira ia tadi di sini, sir." Ia mengacungkan sebuah arloji wanita. Kristal penutupnya telah remuk dan jarumnya berhenti pada posisi jam tiga. "Ini arloji istri Anda?"
"Kelihatannya begitu."
"Di belakangnya digravir "buat Melina dengan cinta, Costa"."
"Kalau begitu benar. Itu hadiah ulang tahun."
Detektif Theophilos menunjuk ke noda-noda di atas permadani. "Itu noda-noda darah." Ia memungut sebilah pisau yang tercampak di lan-tai, berhati-hati untuk tidak menyentuh pegangannya. Mata pisau itu berlumuran darah. Pernah melihat pisau ini sebelumnya, sir?"
Demiris memandang sekilas. "Tidak. Menurut kalian apa ia sudah meninggal?"
Itu sangat mungkin, sir. Kami menemukan noda-noda darah di pasir yang menuju ke laut-an."
"Oh, Tuhan," kata Demiris.
"Kita masih beruntung, ada sidik-sidik jari yang jelas pada pisau itu."
Demiris menjatuhkan dirinya di kursi. "Kalau begitu tangkap siapa pun yang telah melakukannya."
410 "Bisa, kalau sidik jari itu ada dalam arsip kami. Sidik jari ada di mana^mana di seluruh rumah ini. Kami harus menyeleksinya. Kalau Anda tidak keberatan memberikan sidik jari Anda, Mr Demiris, kami bisa langsung menyi-sihkannya."
Demiris ragu-ragu. "Ya, tentu."
"Sersan yang di sana itu bisa menanganinya."
Demiris menghampiri seorang polisi berseragam yang membawa bantalan stempel untuk mengambil sidik jari. "Mohon tempelkan jari-jari Anda di sini, sir" Sebentar kemudian, itu sudah beres. "Anda mengerti ini hanya formalitas saja."
"Saya mengerti."
Letnan Theophilos memberikan kepada Demiris sebuah kartu nama kecil. "Apa Anda kira-kira tahu sesuatu tentang.ini, Mr Demiris?"
Demiris melihat kartu itu. Tercantum, "Katelanos Detective Agency"Private Investigations". Ia mengembalikan kartu itu. "Tidak. Apa ada yang penting di situ?"
"Saya tidak tahu. Kami sedang menyelidiki-nya."
"Tentunya, saya mau kalian melakukan apa saja yang kalian bisa untuk menemukan siapa, yang bertanggung jawab. Dan beritahu saya kalau ada kabar tentang istri saya."
Letnan Theophilos memandangnya dan mengangguk.
"Jangan kuatir, sir. Kami akan melakukan itu."
411 Melina. Gadis yang istimewa itu, menawan, cerdas, dan menyenangkan. Begitu indah pada mulanya. Lalu ia membunuh putra mereka, dan untuk itu tak akan pernah ada ampun" hanya akan ada kematian buat dia.
Telepon berdering "pada tengah hari keesokan harinya. Constantin Demiris sedang mengadakan rapat ketika sekretarisnya menghubunginya lewat interkom. "Maafkan saya, Mr Demiris?"
"Saya sudah bilang bahwa saya tidak mau diganggu."
"Ya, sir, tapi ada seorang bernama Inspektur Lavanos di telepon. Ia bilang masalahnya sangat mendesak. Anda mau saya bilang kepadanya untuk?""
"Tidak. Saya akan menjawabnya." Demiris menghadapi mereka yang sedang duduk mengitari meja konferensi itu. "Saya permisi sebentar, Bapak-bapak." Ia mengangkat gagang telepon. "Demiris."
Sebuah suara berkata, "Ini Inspektur Lavanos, Mr Demiris, di Central Station. Kami punya informasi yang mungkin Anda akan tertarik untuk mendengarnya. Apa sekiranya Anda bisa meluangkan waktu untuk datang ke markas be-sar kepolisian?"
Padang Bayang Kelabu Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anda mendapat berita mengenai istri saya?"
"Saya lebih suka untuk tidak membicarakannya melalui telepon kalau Anda tidak keberatan."
412 Demiris ragu-ragu tapi hanya sejenak. "Saya akan langsung ke sana." Ia meletakkan gagang telepon dan menghadapi yang lain-lainnya yang hadir di situ. "Ada urusan mendadak yang tiba-tiba muncul. Bagaimana kalau Anda semua per-gi ke ruang makan dan membicarakan usulan saya" Saya akan kembali tepat pada waktunya untuk menemani Anda makan siang."
Terdengar suara gumam mereka menyatakan setuju. Lima menit kemudian, Demiris sudah dalam perjalanan menuju ke markas besar kepolisian.
Sejumlah orang telah menunggunya di kantor Komisaris Polisi. Demiris mengenali polisi-polisi yang "telah dijumpainya di rumah pantainya. ?"dan ini Jaksa Penuntut Khusus Delma."
Delma seorang pria gempal dan pendek, dengan alis tebal, wajah bundar dan pandang ma-ta yang sinis.
"Apa yang terjadi?" Demiris mendesak. "Anda memperoleh berita mengenai istri saya?"
Inspektur Kepala berkata, "Terus terang saja, Mr Demiris, kami menemukan hal-hal yang membuat kami bingung. Kami berharap barangkali Anda bisa menolong kami."
"Saya kuatir sedikit sekali yang bisa saya bantu. Seluruh kejadian ini begitu mengejutkan?"
"Anda ada janji untuk menemui istri Anda di rumah pantai itu sekitar jam tiga kemarin sore?"
413 "Apa" Bukan. Mrs Demiris menelepon dan minta saya menjumpainya di sana jam tujuh."
Jaksa Penuntut Delma berkata dengan tenang, "Nah, itulah salah satu hal yang membingungkan kami. Seorang pembantu di rumah Anda mengatakan bahwa Anda menelepon istri Anda sekitar jam dua dan minta dia pergi ke rumah pantai itu sendirian dan menunggu Anda."
Demiris mengerutkan dahi. "Ia keliru. Istri saya menelepon saya dan minta saya menjumpainya di sana jam tujuh tadi malam."
"Oh, begitu. Jadi pembantu Anda keliru."
"Jelas." "Anda tahu alasannya apa kira-kira, sehingga istri Anda minta Anda datang ke rumah pantai itu?"
"Saya kira ia ingin mencoba berbicara dengan saya supaya saya tidak menceraikan dia."
"Anda telah memberitahu istri Anda bahwa Anda akan menceraikan dia?"
"Ya." . "Pembantu itu mengatakan bahwa ia kebetulan mendengar pembicaraan telepon di mana Mrs Demiris memberitahu Anda bahwa ia akan menceraikan Anda."
"Saya tidak peduli dengan apa yang dikatakan pembantu itu. Anda harus percaya kepada saya."
"Mr Demiris, Anda menyimpan celana renang di rumah pantai itu?" Inspektur Kepala berkata. "Di rumah pantai" Tidak. Saya sudah tidak
414 pernah berenang di laut lagi sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya selalu berenang di kolam renang rumah saya di kota."
Inspektur Kepala membuka laci meja tulisnya dan mengambil sebuah celana renang yang ada dalam kantong plastik. Ia mengeluarkannya dan mengacungkannya kepada Demiris untuk dilihat. "Apa ini celana renang Anda, Mr Demiris?"
"Ada kemungkinan begitu, saya kira."
"Ada singkatan nama Anda di sini."
"Ya. Saya kira saya mengenalinya sekarang. Itu memang punya saya."
"Kami menemukan ini di bagian bawah lema-ri pakaian, di rumah pantai itu."
"Jadi" Barangkali itu sudah lama ditinggalkan di sana. Mengapa?""
"Saat itu celana ini masih basah oleh air laut. Analis lab menunjukkan bahwa airnya sama dengan air yang berada di depan rumah pantai Anda. Noda-noda merah ini adalah darah."
Ruangan mulai terasa sangat panas.
"Kalau begitu orang lain telah memakainya," Demiris berkata dengan tegas.
Jaksa Penuntut Khusus berkata, "Untuk apa orang melakukan itu" Itu salah satu hal yang mengganggu pikiran kami, Mr Demiris."
Inspektur Kepala membuka sebuah amplop kecil di atas mejanya dan mengeluarkan sebuah kancing emas. "Salah satu anak buah saya menemukan ini di bawah permadani di rumah pantai itu. Anda mengenali ini?"
415 "Tidak." "Ini berasal dari salah satu jas Anda. Kami lancang mengirim seorang detektif ke rumah Anda pagi ini untuk memeriksa lemari pakaian Anda. Satu kancing memang hilang dari salah satu jas Anda. Benangnya persis sama. Dan jas itu baru saja kembali dari binatu seminggu yang lalu."
"Saya tidak?" "Mr Demiris, Anda tadi bilang Anda memberitahu istri bahwa Anda menginginkan perceraian dan bahwa ia ingin membujuk Anda untuk tidak melakukan itu?"
"Betul." Inspektur itu mengacungkan kartu nama yang sudah pernah ditunjukkan kepada Demiris di rumah pantai sehari sebelumnya. "Salah satu anak buah kami mengunjungi Katelanos Detective Agency hari ini."
"Kemarin saya sudah bilang"saya tidak pernah tahu ten tang mereka."
"Istri Anda menyewa mereka untuk melindunginya."
Berita ini mengejutkan. "Melina" Melindunginya dari apa?"
"Dari Anda. Menurut pemilik agency itu, istri Anda mengancam untuk menceraikan Anda, dan Anda mengatakan kepadanya bahwa jika ia lanjutkan maksudnya itu Anda akan membunuh dia. Ia lalu bertanya kepada istri Anda mengapa tidak pergi saja ke polisi untuk minta perlin-416
dungan, dan ia mengatakan ingin merahasiakart masalah ini. Ia tidak menginginkan adanya publishes."
Demiris bangkit berdiri. "Saya tidak akan tinggal di sini dan mendengarkan semua omong kosong ini. Tidak ada?"
Inspektur itu meraih ke dalam sebuah laci dan mengeluarkan pisau yang bernoda darah yang ditemukan di rumah pantai itu.
"Anda mengatakan kepada petugas waktu di rumah pantai itu bahwa Anda belum pernah melihat ini sebelumnya?"
"Benar." "Sidik-sidik jari Anda ada di pisau ini."
Demiris membelalak mengamati pisau itu. "Sidik-sidik jari saya" Ada yang salah. Itu tidak mungkin!"
Benaknya berpacu. Ia dengan cepat meng-urutkan bukti-bukti yang memberatkannya itu: pembantu yang mengatakan bahwa ia menelepon istrinya jam dua dan mengatakan kepadanya untuk datang ke rumah pantai sendirian" Celana renangnya yang bernoda darah" Sebuah kancing yang lepas dari jasnya" Sebilah pisau dengan sidik jarinya"
Tidakkah bisa kalian lihat, goblok" Ini fit-nah," ia berteriak. "Seseorang telah membawa celana renang itu ke rumah pantai, menodainya dengan darah dan pisau itu juga, mencopot kancing jas saya dan?"
Jaksa Penuntut Khusus itu memotong bica"
417 ranya. "Mr Demiris, bisakah Anda menjelaskan bagaimana sidik jari Anda bisa terdapat pada pisau itu?"
"Saya"saya tidak tahu" Tunggu. Ya. Saya ingat sekarang. Melina minta saya membukakan sebuah bungkusan buat dia. Pasti itu pisau yang diberikannya kepada saya waktu itu. Itu-lah sebabnya sidik jari saya ada di situ."
"Begitu. Apa isi bungkusan itu?"
"Saya" saya tidak tahu."
"Anda tidak tahu apa isi bungkusan itu?"
"Tidak. Saya hanya memotong tali pengikat-nya. Ia tidak membukanya di depan saya."
"Bisakah Anda jelaskan tentang noda darah yang di karpet itu, atau yang di pasir yang menuju ke laut atau?""
"Semuanya sudah jelas," Demiris menyerang balik. "Melina hanya perlu melukai dirinya sedikit lalu berjalan ke luar menuju ke laut su-paya Anda mengira bahwa saya telah membunuh dia. Ia mencoba membalas dendam ka-rena saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan menceraikan dia. Saat ini, ia pasti bersembunyi di suatu tempat, tertawa, karena ia mengira Anda akan menangkap saya. Melina ma-sih hidup seperti saya."
Jaksa Penuntut Khusus itu berkata dengan muram, "Kalau saja itu benar, sir" Kami mengangkat jenazahnya dari laut pagi tadi. Ia telah ditikam dan ditenggelamkan. Saya menahan
Anda, Mr Demiris, karena pembunuhan terhadap istri Anda."
419 418 Bab 24 Pada mulanya, Melina benar-benar tidak tahu bagaimana akan bisa melaksanakan niatnya. Ia hanya tahu bahwa suaminya bermaksud menghancurkan kakaknya dan ia tak bisa membiarkan itu terjadi. Bagaimanapun juga, Costa harus dicegah. Hidupnya tak penting lagi. Hari-hari-nya selalu penuh dengan penderitaan dan penghinaan. Ia ingat bagaimana Spyros telah mencoba memperingatkan dia untuk tidak melaksanakan pernikahan itu. Kau tidak boleh menikah dengan Demiris. Ia itu monster. Ia akan menghancurkan dirimu. Ternyata dia sungguh benar. Dan ia sedang dirundung cinta saat itu sehingga tidak percaya itu. Sekarang suaminya harus dihancurkan. Tapi bagaimana" Berpikirlah dengan cara Costa. Dan itulah yang dilakukannya. Keesokan paginya, Melina telah mempunyai rencana rinci. Setelah itu, berikutnya mudah sekali.
Constantin Demiris sedang bekerja di ruang kerjanya ketika Melina masuk. Ia membawa sebuah bungkusan yang diikat rapat dengan tali. Ia memegang sebilah pisau jagal yang besar.
420 "Costa, tolong bukakan ini untukku. Aku tidak bisa membukanya."
Ia mendongak memandangnya dan berkata dengan tidak sabar, "Tentu saja kau tidak bisa. Memegang pisau saja di bilahnya begitu." Ia menyambar pisau itu dari tangan Melina dan mulai memotong tali itu. "Apa ini tidak bisa dilakukan oleh salah satu pembantu?"
Melina tidak menjawab. Demiris menyelesaikan memotong tali itu. "Nih!" Ia meletakkan pisau itu dan Melina memungutnya dengan hati-hati, memegang bilahnya lagi.
Ia memandang Costa dan berkata, "Costa, kita tak bisa terus begini. Aku masih mencintaimu. Kau pasti juga masih merasakan sesuatu terhadap aku. Kauingat saat-saat indah yang kita alami bersama dulu" Kauingat malam bu-lan madu kita ketika?"
"Demi Tuhan," Demiris menukas. "Tidakkah kau mengerti" Semua sudah berakhir. Tak ada apa-apa lagi di antara kita. Keluar dari sini, kau membuat aku muak."
Melina berdiri di situ menatap dia. Akhirnya, ia berkata pelan, "Baiklah. Lakukan sesukamu." Ia berbalik dan meninggalkan ruangan dengan membawa pisau itu.
"Bungkusanmu ketinggalan," Demiris berseru.
Ia sudah pergi. Melina masuk ke ruang ganti suaminya dan
421 membuka pintu lemari pakaian. Ada seratus setelan tergantung di sana dengan tempat khusus untuk jas-jas sportif. Ia meraih salah satu jas itu dan menarik lepas salah satu kancing emasnya. Ia menaruh kancing itu dalam sakunya.
Selanjutnya ia membuka sebuah laci dan mengambil sebuah celana renang suaminya yang diberi inisial. Aku sudah hampir siap, pikir Melina.
Katelanos Detective Agency terletak di Sofok-leous Street di sebuah gedung tua dari bata merah yang sudah memudar, di sudut jalan. Melina diantar masuk ke dalam kantor pemilik agency itu, Mr Katelanos, seorang pria botak berperawakan kecil, dengan kumis tipis.
"Selamat pagi, Mrs Demiris. Dan apa yang bisa saya bantu?"
"Saya perlu perlindungan."
"Perlindungan macam apa?"
"Dari suami saya."
Katelanos mengerutkan dahi. Ia mencium adanya kesulitan. Ia sama sekali tidak suka ka-sus seperti ini. Adalah sangat tidak bijaksana untuk melakukan sesuatu yang akan menyinggung orang yang amat berkuasa seperti Constantin Demiris.
"Anda sudah memikirkan untuk pergi ke polisi?" ia bertanya.
"Saya tidak bisa. Saya tidak ingin publisitas. Saya ingin merahasiakan ini. Saya mengatakan
422 kepada suami saya bahwa saya akan menceraikan dia, dan ia lalu mengancam akan membunuh saya kalau saya melanjutkan niat saya itu. Itulah sebabnya saya datang kepada Anda."
"Begitu. Tepatnya apa yang Anda ingin saya lakukan?"
"Saya mau Anda menugaskan beberapa orang untuk melindungi saya."
Katelanos duduk di situ mengamati dia. Dia seorang wanita cantik, pikirnya. Jelas dia menderita gangguan jiwa. Rasanya tak mungkin suaminya bermaksud mencelakainya. Ini barangkali cuma pertengkaran kecil yang akan reda dalam beberapa hari. Tapi sementara itu, ia akan bisa me-ngeruk uang cukup banyak dari dia. Mengingat imbalannya ini, Katelanos memutuskan bahwa risiko ini patut ditempuh.
Pedang Ular Mas 17 Detektif Stop - Pengkhianatan Di Lembah Neraka Sejengkal Tanah Sepercik Darah 1