Expected One 4
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan Bagian 4
saat menunggu di lorong depan kamar. Mungkin ia harus melepas topi. Selain
berat, posisi topi itu terasa tidak nyaman di kepala, membuatnya terlihat
konyol. Pintu dibuka, dan Maureen yang baru muncul dari kamar. Gaun Ribera itu sangat
pas, seolah dibuat khusus untuknya gaun ketat berenda dengan bahu terbuka yang
seolah hanyut dalam lautan taffeta merah tua. Rambut Maureen yang panjang
berwarna merah disisir sedemikian rupa sehingga
menambah ketebalannya, tergerai di bahunya, membentuk tirai yang mengilap. Namun
ketenangan yang mengejutkan dan lain dari biasanya yang terpancar dari
dirinyalah yang paling terlihat oleh Peter. Seolah gadis ini telah melangkah ke
dalam suatu peran yang sangat pas untuknya.
"Bagaimana menurutmu" Apakah berlebihan?"
"Pasti. Tapi kau terlihat...seperti sebuah visi."
"Pilihan kata yang menarik. Apakah itu hanya leluconmu?"
Peter mengedipkan mata dan mengangguk. Ia senang karena mereka bisa bercanda
kembali dan hubungan mereka tidak rusak akibat perselisihan kemarin malam.
Perjalanan menjelajahi negara Cathar agaknya membangkitkan semangat mereka.
Peter membimbing Maureen berjalan melintasi ruangan-ruangan chateau yang sejuk,
menuju ruang pesta di bagian ujung.
Maureen tertawa mendengar Peter mengeluhkan busananya.
"Kau terlihat sangat terhormat dan memesona," kata Maureen meyakinkan Peter.
"Aku merasa seperti orang tolol," jawab Peter.
Carcassome 24 Juni 2005 Di gereja batu kuno di luar kota benteng Carcassome tengah berlangsung persiapan
untuk suatu acara. Para anggota Persekutuan Keadilan berkumpul dengan khusyuk. Lebih dari dua ribu
lelaki berpakaian formal menghadiri kebaktian. Mereka memakai pita merah tua
yang menunjukan ordo mereka,
ditalikan di leher. Tak terlihat wanita dalam perkumpulan ini. Tak satu wanita pun pernah mencemari
dinding-dinding Persekutuan maupun kapel-kapelnya. Sejumlah plakat berpatri yang
menunjukkan pandangan Santo Paulus terhadap perempuan dipasang di setiap bagian
gedung Persekutuan. Salah satunya adalah ayat dari Korintian Pertama:
Biarkan perempuan-perempuanmu tetap tidak bersuara daiam gereja: karena mereka
dilarang berbicara. Mereka diperintahkan patuh, seperti yang tercantum puia daiam hukum.
Dan sekiranya mereka ingin mempelajari sesuatu, biarkan mereka bertanya pada
suami mereka di rumah. Adalah memalukan jika perempuan berbicara dalam gereja.
Yang kedua bersumber dari Timotius Pertama:
Jangan bebankan perempuan untuk mengajar, jangan pula memberi mereka wewenang
untuk mengajar atau memiliki kekuasaan atas lelaki, tapi biarkan mereka tetap
diam. Namun, meski sabda-sabdanya dikutip oleh Persekutuan, Paulus bukanlah mesias
mereka. Relik pimpinan mereka dipajang di atas bantal beludru yang ditempatkan di atas
altar. Yaitu tengkorak yang bersinar diterangi cahaya lilin. Dan jari telunjuk
tulang belulang ini telah dilepas dari kotak pajang untuk pameran tahunan ini.
Setelah upacara formal dan presentasi oleh Ketua Persekutuan, tiap anggota
diizinkan menyentuh pusaka. Ini adalah privilese yang biasanya hanya dimiliki
anggota dewan Persekutuan setelah mereka bersumpah untuk menegakkan ajaranajaran
keadilan. Tapi acara peringatan tahunan itu adalah ziarah yang diikuti anggota Persekutuan
dari seluruh dunia. Dan malam ini, semua anggota mendapat kehormatan untuk menyentuh relik.
Pemimpin mereka melangkah menuju mimbar untuk memulai pidato pendahuluan. Aksen
Inggris bangsawan John Simon bergema di dinding batu gereja tua itu.
"Saudarasaudaraku, malam ini, tidak jauh dari sini, anakcucu pelacur dan pendeta
jahat berkumpul. Mereka merayakan kenistaan mereka yang turun temurun dengan perbuatan tidak
senonoh. Dengan sengaja, mereka memilih untuk mencemari malam suci ini dengan
mempertontonkan kebinalan
mereka dan memamerkan kekuatan semu mereka pada kita.
"Tapi kita tidak takut. Kita akan membalas dendam
segera, pembalasan dendam yang telah menunggu selama dua ribu tahun untuk
menyaksikan cahaya sempurna kebajikan. Kita telah merobohkan gembala mereka yang
jahat. Dan sekarang, kita akan menyerang keturunan-keturunannya. Kita akan
membinasakan Pimpinan Utama mereka dan
bonekabonekanya. Kita akan mengenyahkan perempuan yang mereka sebut sebagai perempuan gembala dan
kita akan lihat apakah ratu bejat ini akan jatuh ke dalam neraka sebelum ia bisa
menyebarkan dusta-dusta penyihir yang adalah leluhurnya.
"Kita melakukan ini atas nama sang Pertama, Mesias Sejati Pertama. Karena ia
telah berbicara padaku dan upacara ini adalah keinginannya. Kita melakukan ini
atas nama Guru Keadilan dan dengan rahmat Tuhan kita."
Cromwell memulai prosesi, pertama dengan menyentuh tengkorak, kemudian
mengangkat tulang telunjuk, secara berurutan. Ia berbisik kuat ketika
melakukannya. "Neca eos omnes." Bunuh mereka semua.
.. Mereka yang mewartakan Ihu/us kepadaku berkata bahwa ia mengeram peran
perempuan dalamJalanNya. Inilah bukti paling kuat bahwa klaki semacam ini tidak mungkin
mengena/ kebenaran ajaran Easa atau esensi Easa itu sendiri. Sabda-sabda Easa
tentang perempuan telah dikenal oleh umat terpilih, dan aku menjadi buktinya.
Tak seorang pun mampu mengubah hal itu. apalagi menghilangkan aku sepenuhnya
dari sejarah. Lebih jauh aku diberita/ui bahwa Paulus ini menyuarakan makna kematian Easa.
bukan sabda Easa. Ini suatu kesalahpahaman yang patut dha yangkan
lelaki bernama Paulus inicukup lama menjadi tawanan Nero. Aku diberitahu bahwa
ia banyak menulis surat untuk orang kepercayaannya dan menyampaikan ajaranajaran
yang ia klaim berasal dari Easa.
Tapi orangorang yang datang kepadaku mengatakan ball wa tidak sekali pun ia
menyebut fentangJakuiNya. bahwa ajaran-ajarannya berbeda dari jalan kami.
Aku berduka untuk siapa pun yangterkika dan terbunuh oleh Nero yang Jaliat itu.
Namun aku merasa takut. Aku takut e aki bernama Paulus ini akan dipandang
sebagai martir besar di JalanNya. danbahna banyak orang akan meyakini
ajaranajaran paki sebagai sabda Easa.
Padahal itu keliru. INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KriAB PARA MURID
Sepuluh Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005
Maureen dan Peter mengikuti alunan melodi lagu abad pertengahan saat berjalan
menelusuri ruang-ruang. Mendekati pintu masuk ruang dansa, untuk pertama kalinya
mereka menyaksikan acara mewah nan indah yang diselenggarakan Sinclair.
Maureen merasa seolah berada di masa yang lain. Loronglorong ruangan dansa itu
dihiasi tirai-tirai beludru. Bebungaan dan lilin-lilin pun turut memperindah
ruangan-ruangan itu hingga ribuan kali lipat. Para pelayan yang mengenakan wig
dan kostum bergerak dengan efisien dan tanpa menimbulkan bunyi ketika
menyediakan makanan dan minuman, serta diamdiam merapikan kembali segala yang
ditinggalkan oleh tamu pesta yang agak liar.
Namun sesungguhnya tamu-tamu itu sendirilah yang menjadi permata dalam kotak
perhiasan nan mewah ini. Kostum mereka sungguh menawan dan luar biasa, mewakili
berbagai era dalam sejarah Prancis dan Occitan. Ada pula yang mencerminkan
tradisi misteri tertentu. Undangan untuk menghadiri acara Sinclair menjadi
dambaan para elit esoteris di seluruh dunia. Mereka yang mendapat undangan
bersuka ria hingga mereka mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari.
Dalam acara itu ada kontes kostum yang paling orisinil, sekaligus tamu yang
paling menawan dan paling Jenaka. Sinclair bertindak sebagai hakim dan juri
satusatunya, dan hadiah yang diberikan merupakan sebuah keberuntungan kecil.
Yang lebih penting, pemenang dipastikan mendapat tempat terpenting dalam daftar
tamu acara tahun depan. Musik, canda tawa, dan dentingan gelas-gelas kristal mendadak berhenti begitu
Maureen dan Peter memasuki ruangan.
Seorang lelaki dengan busana mencolok dan memegang trompet memainkan musik
kebesaran saat Roland, yang mengenakan jubah Cathar yang sederhana, melangkah ke
depan untuk mengumumkan kedatangan mereka. Maureen terkejut melihat Roland
mengenakan busana pesta alih-alih busana pegawai. Tapi ia tidak punya banyak
waktu untuk memusingkan hal itu. Maureen melangkah masuk.
"Adalah kehormatan bagi saya untuk mengumumkan nama kedua tamu kehormatan kami,
Mademoiselle Maureen de Paschal dan Abbe Peter Healy."
Kerumunan tamu membeku seperti patung lilin, menatap kedua pendatang baru ini.
Dengan sigap Roland memberi isyarat agar band melanjutkan musik untuk menutupi
situasi canggung. Ia mengulurkan tangan pada Maureen kemudian membimbingnya memasuki ruang dansa.
Para tamu masih menatap mereka, tapi tidak semencolok tadi. Tamu-tamu yang
menguasai tata krama menutupi keterkejutan mereka dengan berpura-pura tak acuh.
"Jangan pedulikan mereka, Nona. Kau wajah baru, dan misteri baru bagi mereka.
Tapi sekarang," ujar Roland menekankan, "mereka akan segera menerimamu. Mereka
tak punya banyak pilihan."
Maureen tidak sempat memikirkan makna ucapan Roland sementara lelaki ini
menuntunnya ke lantai dansa. Tinggallah Peter yang menonton dengan minat yang
membungkah. f "Reenie!" Aksen Amerika Tamara Wisdom sungguh ganjil di tengah-tengah lingkungan
Eropa ini. Ia bergegas menyeberangi lantai dansa, tempat Maureen dan Roland baru
saja selesai berdansa. Tammy terlihat sangat eksotis dalam kostum gipsi.
Rambutnya yang luar biasa dicat hitam mengilat seperti sayap elang, menjuntai
hingga ke pinggangnya. Gelang emas melingkari kedua tangannya. Roland mengedipkan mata
pada Tamara agak menggoda menurut Maureen sebelum membungkuk kepada Maureen
untuk undur diri. Maureen memeluk Tammy. Ia merasa senang karena ada satu wajah lagi yang ia kenal
di lingkungan yang semakin asing ini. "Kau terlihat mengagumkan! Kau berdandan
sebagai siapa?" Tammy memutar tubuhnya dengan anggun, rambut hitamnya melambai di belakangnya.
"Sarah si perempuan Mesir, dikenal juga sebagai Ratu Gipsi. Ia adalah pelayan
pribadi Maria Magdalena."
Tammy mengangkat rok taffeta merah yang dikenakan Maureen dengan satu jari. "Aku
tidak perlu bertanya siapa kau. Apakah Berry yang memberikan busana ini padamu?" "Berry?"
Tammy tertawa. "Temanteman Sinclair memanggilnya dengan nama itu."
"Aku tidak tahu kalian begitu dekat." Maureen berharap rasa kecewanya tidak
tertangkap dari suaranya.
Tammy tidak sempat menjawab. Percakapan mereka terpotong oleh kemunculan seorang
perempuan muda, beberapa tahun lebih tua dibandingkan seorang remaja, yang
mengenakan jubah Cathar yang sederhana. Gadis itu membawa sekuntum bunga lili
calla dan menyerahkannya pada Maureen.
"Marie de Negre," ujarnya, lalu membungkuk dalam-dalam dan pergi.
Maureen memandang Tammy, meminta penjelasan. "Apa maksudnya?"
"Kau. Kau menjadi bahan pembicaraan malam ini. Hanya ada satu peraturan dalam
pesta tahunan ini. Yaitu, tidak ada yang boleh berdandan sebagai Dia. Namun kau muncul, sebagai
Maria Magdalena. Sinclair sedang mengumumkanmu ke seluruh dunia. Pesta ini untuk menyambut
kemunculanmu." "Bagus sekali. Alangkah baiknya jika aku diberitahu sebelumnya. Apa panggilan
gadis itu kepadaku?"
"Marie de Negre. Maria Hitam. Itulah istilah lokal untuk Maria Magdalena,
Madonna Hitam. Dalam setiap generasi, seorang perempuan dari garis darahnnya
mendapat nama itu sebagai julukan resmi yang disandang hingga mati. Selamat, kau
mendapat kehormatan besar. Seolah ia memanggilmu,
'Yang Mulia'." Maureen tidak bisa berlama-lama merenungkan kekacauan yang mengelilinginya.
Ruangan itu penuh dengan hal-hal yang berpotensi membuyarkan konsentrasi: musik
yang terlalu ramai dan terlalu banyak tamu yang menarik dan eksentrik. Sinclair
entah berada di mana. Maureen telah bertanya pada Roland saat mereka berdansa,
tapi raksasa Languedoc ini hanya mengangkat bahu, dan seperti biasa menjawab
samar dan penuh teka-teki.
Maureen memandang ke sekeliling ruangan saat Tammy bicara.
"Mencari pengawalmu?" tanya Tammy. Maureen melotot, tapi kemudian mengangguk,
membiarkan Tammy berpikir bahwa kepeduliannya hanya kepada keberadaan Peter.
Tammy memberi isyarat bahwa Peter sedang berjalan menuju mereka. Lelaki itu muncul dari belakang
Maureen. "Jaga sopan santun," gertak Maureen pada temannya.
Tammy mengabaikan teguran itu. Ia telah melangkah maju untuk menyambut Peter.
"Selamat datang di Babilonia, Bapa." Peter tertawa. "Terima kasih. Kupikir."
"Kau datang pada waktunya. Aku baru saja akan mengajak Yang Mulia ini melihat
pertunjukan sinting. Mau ikut?"
Peter mengangguk, dan tersenyum pasrah pada Maureen, menuruti saja ke mana Tammy
membawa mereka dengan langkah cepat melintasi ruang dansa.
f Tammy memimpin Maureen dan Peter melewati pesta. Ia berbisik, seolah mengajak
bersekongkol, pada beberapa kelompok tamu yang mereka lewati. Jika memungkinkan,
Tammy memperkenalkan mereka ketika melihat teman atau kenalannya di tengah
kerumunan. Maureen sangat sadar bahwa ia menjadi bahan inspeksi para tamu.
Trio ini melewati sekelompok kecil lelaki dan perempuan yang tampaknya tidak
diperhatikan. Tammy menyikut Maureen.
"Mereka sekte seks. Mereka percaya bahwa Maria Magdalena adalah pendeta tinggi
dalam serangkaian ritual seks aneh yang berkembang sejak zaman Mesir kuno." Maureen
dan Peter samasama merasa jijik. "Jangan bunuh si pembawa berita. Aku hanya menjuluki mereka sebagaimana yang
kulihat. Tapi tunggu, jangan jawab dulu. Lihat ke sebelah sana..."
Suatu kelompok paling aneh sejauh ini, berdandan ala makhluk asing lengkap
dengan antena, berdiri di bagian belakang ruangan.
"Rennesle-Chateau adalah gerbang bintang. Wilayah ini memiliki akses langsung ke
galaksi lain." Tawa Maureen meledak, sementara Peter menggeleng gelengkan kepala tak percaya.
"Kau tidak bercanda soal pertunjukan sinting itu, ya."
"Kau pikir aku mengada-ada?"
Percakapan mereka terhenti untuk mengamati sekelompok orang yang dengan antusias
mendengarkan seorang pria kecil bertubuh bulat dengan jenggot seperti kambing.
Sepertinya lelaki itu mengumandangkan puisi sementara para pemirsanya berusaha menyerap setiap
ucapannya. "Siapa itu?" bisik Maureen.
"Nostradungu," sindir Tammy.
Maureen berusaha menahan tawa sementara Tammy melanjutkan.
"Mengaku sebagai reinkarnasi tokoh itu. Bicaranya selalu dalam puisi kuatren.
Luar biasa membosankan. Ingatkan aku nanti untuk menjelaskan mengapa aku
membenci segala yang menyangkut Nostradamus." Tammy menggigil dramatis. "Dasar dukun palsu. Ucapannya
hanya pepesan kosong." Tammy terus membawa mereka berjalan menelusuri ruangan itu. "Syukurlah, tidak
semuanya sinting di sini. Sebagian sangat mengagumkan. Aku melihat dua di
antaranya. Ayo." Mereka menghampiri sekelompok pria berkostum bangsawan abad 17 dan 18. Seorang
lelaki Inggris tersenyum lebar begitu mereka mendekat.
"Tammy Wisdom! Senang berjumpa denganmu lagi, Sayang. Kau tampak mengagumkan."
Tammy mendaratkan dua ciuman pipi ala Eropa pada lelaki itu. "Mana apelmu?"
Lelaki itu tertawa. "Kutinggalkan di Inggris. Kenalkan kami ke temantemanmu."
Tammy memperkenalkan Maureen dan Peter. Ia menyebut lelaki Inggris itu dengan
nama Sir Isaac saja. Lelaki itu menjelaskan mengapa ia memilih kostum itu.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ternyata Sir Isaac memberikan sesuatu yang jauh lebih tinggi ketimbang apel,"
katanya. "Hukum gravitasi hanyalah produk samping dari karyanya yang lebih
besar. Konon, ia adalah seorang alkemis yang paling berbakat sepanjang sejarah."
Di akhir pidato tentang Sir Isaac, mereka dihampiri seorang pemuda Amerika.
Posturnya tinggi dan ia terlihat tidak nyaman dengan kostum Thomas Jefferson dan
wig berubannya. "Tammy, Sayang!"
Ia mendekap erat Tammy, laiknya pelukan orang
Amerika, diikuti dengan belaian dramatis dan ciuman di bibir. Tammy tertawa
kemudian menjelaskan pada Maureen.
"Ini Derek Wainwright. Dialah orang yang pertama memandu aku mengelilingi
Prancis saat aku memulai riset yang gila ini. Bahasa Prancisnya sempurna
sehingga aku berkali-kali terselamatkan."
Derek membungkuk di hadapan Maureen. Aksennya Cape Cod murni, dengan vokal khas
Massachusetts. "Tomas Jefferson siap melayani Anda, Ma'am." Lalu ia mengangguk
pada Peter, "Bapa." "Jadi apa hubungan Thomas Jefferson dengan...semua
ini?" "Negara kita didirikan oleh Freemason. Semua presiden Amerika, mulai dari George
Washington hingga George W. Bush berasal dari garis darah itu karena satu atau
lain hal." Maureen terkejut mendengar hal ini. "Benarkah?"
Tammy yang menjawab. "Benar. Derek bisa membuktikannya di atas kertas. Terlalu
banyak waktu luang selama di asrama sekolah."
Isaac maju untuk menepuk bahu Derek. Dengan bangga ia mengumumkan, "Paulus
adalah pengkhianat pertama doktrindoktrin Vesus. Bukankah begitu, Tammy?"
Peter menatap tajam Isaac. "Maaf?"
"Pernyataan tadi kutipan dari ucapan Jefferson yang kontroversial," jelas lelaki
Inggris itu. Sekarang giliran Maureen yang terkejut. "Jefferson mengatakan begitu?"
Derek mengangguk, tapi pikirannya seolah berada di tempat lain. Matanya
memandang ke sekeliling, memerhatikan pesta, saat Tammy bicara. "Hei, mana
Draco" Kupikir Maureen akan senang berkenalan dengannya."
Mereka tertawa terbahak-bahak. Isaac menjawab. "Aku menghina dia, lalu ia kabur
untuk mencari anggota Naga Merah lain. Aku yakin mereka sedang berkumpul di
suatu pojokan dengan kamera matamata rahasia, berusaha merekam setiap orang.
Malam ini mereka mengenakan busana berwarna mencolok, kau pasti bisa menemukan
mereka." Maureen sangat penasaran. "Siapa mereka?"
"Ksatria Naga Merah," jawab Derek dengan nada dramatis yang dibuat-buat.
"Menakutkan," kata Tammy menambahkan sembari mengerutkan hidungnya tanda jijik.
"Mereka mengenakan kostum seperti seragam Ku Klux Klan, hanya dari bahan satin merah
menyala. Mereka bilang, aku bisa mengetahui rahasia kelompok mereka jika aku
menyumbangkan darah haid untuk keperluan eksperimen alkemis. Tentu saja aku
tolak." "Siapa yang mau?" jawab Maureen ketus sebelum tawanya meledak. "Di mana mereka"
Aku harus mengetahui seperti apa mereka." Maureen melihat ke sekeliling ruangan
tapi tidak menemukan seorang pun yang sesuai dengan yang digambarkan Tammy.
"Aku melihat mereka di luar," jawab Newton membantu.
"Tapi aku tidak tahu apakah sebaiknya Maureen melihat mereka sekarang. Mungkin
ia belum siap." Tammy menjelaskan. "Perkumpulan yang sangat rahasia. Mereka mengaku keturunan
seseorang yang sangat terhormat dan terkenal. Pemimpin mereka adalah seorang
lelaki yang dipanggil Draco Ormus."
"Sepertinya nama itu tidak asing?" tanya Maureen.
"Dia seorang penulis. Di Inggris, kami bernaung di bawah penerbit yang sama.
Itulah sebabnya aku mengenalnya.
Barangkali kau pernah membaca salah satu bukunya saat kau melakukan penelitian
tentang Magdalena. Ironisnya, meski menjunjung tinggi prinsip wanita dan menganggap
penting penghambaan pada dewi, wanita dilarang menjadi anggota kelompok mereka."
"Inggris sekali," kata Derek, menyikut Sir Isaac yang kelihatannya tersinggung.
"Jangan bawa-bawa aku dong, Cowboy. Tidak semua orang Inggris seperti itu."
"Isaac adalah contoh pria yang baik," Tammy menjelaskan.
"Tentu saja, banyak jenius bonafide di Inggris. Sebagian di antara mereka adalah
teman baikku. Tapi berdasarkan pengalamanku, banyak kalangan eksklusif Inggris
yang sombong. Mereka merasa rahasia dunia ada di tangan mereka, sementara kita
khususnya orang Amerika adalah orangorang goblok dari era zaman baru yang
melakukan riset serampangan. Mereka pikir, karena mereka bisa menuliskan
geometri sakral Languedoc sepanjang tiga ratus halaman dan dua ratus halaman
lagi tentang pohon keturunan yang kebanyakan fiktif, mereka tahu segalanya. Tapi
seandainya mereka mau meletakkan kompas mereka sebentar saja dan memberi
kesempatan untuk bisa merasakan sesuatu, maka mereka akan tahu bahwa di sini
terdapat harta karun yang jauh lebih besar dibandingkan yang bisa ditulis di
atas kertas." Tammy mengangguk pada sekelompok orang dengan kostum era Elizabeth yang sedang
berjalan melintasi ruangan. "Yang seperti mereka sekarang banyak. Aku menjuluki mereka Kelompok
Ketinggalan Zaman. Hampir sepanjang hidup, yang mereka kerjakan hanya
menganalisis geometri peta survei. Kau ingin tahu makna 'Et in Arcadia Ego'"
Tanya saja pada mereka. Mereka akan memberikan penjelasan dalam dua belas bahasa
kemudian menerjemahkan semuanya ke dalam persamaan matematis."
Tammy menunjuk seorang perempuan menarik tapi terkesan arogan, mengenakan kostum
indah gaya Tudor. Bandul emas melambangkan huruf "M" dihiasi mutiara barok
tergantung di rantai yang melingkari lehernya. Kelompok ketinggalan zaman yang
mengelilinginya tampak bangga.
"Perempuan di tengah itu mengaku keturunan Mary, Ratu Skotlandia."
Seolah tahu dirinya sedang dibicarakan, wanita itu menatap ke arah mereka.
Tatapannya jatuh ke Maureen, melihatnya dari atas ke bawah dengan rasa benci,
sebelum kembali berkonsentrasi pada para fansnya.
"Perempuan sombong,"maki Tammy. "Ia menjadi pusat perhatian kelompoknya yang
tidak terlalu bergengsi. Mereka ingin mengembalikan kejayaan dinasti Stuart di
Inggris. Tentu saja, dengan dia sebagai sang ratu."
Maureen merasa terpesona. Betapa banyak sistem kepercayaan yang terwakili dalam
ruangan ini. Belum lagi orangorang dengan kepribadian ekstrem.
Peter bersandar dan melontarkan banyolan. "Freud akan bangkit dari kuburnya di
tempat ini." Maureen tertawa, tapi kemudian perhatiannya kembali ke kelompok Inggris di
seberangnya. "Bagaimana pendapat Sinclair terhadap dia" Sinclair berasal dari
Skotlandia, dan bukankah ia berkerabat dengan keluarga Stuart?" tanyanya. Ia
semakin ingin mengenal Sinclair juga Mary, Ratu Skotlandia itu, yang sangat
cantik. "Oh, ia tahu perempuan itu cuma akan membuatnya repot saja. Jangan meremehkan
Berry. Dia memang obsesif, tapi tidak bodoh."
"Lihat itu," Derek memotong percakapan mereka seperti seorang bocah yang
perhatiannya terbatas. "Itu Hans, dan bandnya yang terkendal. Kabarnya Sinclair nyaris mencoret mereka
dari daftar tamu tahun ini."
"Kenapa?" Maureen semakin tertarik dengan Langue doc dan subkulturnya yang aneh
dan lain daripada yang lain.
"Mereka adalah pemburu harta karun dalam arti sebenar benarnya,"
Sir Isaac yang menjawab. "Menurut kabar burung, mereka adalah kelompok yang
baru-baru ini menggunakan dinamit untuk meledakkan pegunungan Sinclair."
Maureen memandang ke kelompok orang Jerman berbadan besar dan berisik. Kostum
yang mereka kenakan tidak membantu memperbaiki citra mereka semuanya berpakaian
seperti orang barbar. "Mereka berdandan sebagai siapa?"
"Visigoth," jawab Isaac. "Wilayah Prancis itu adalah teritori mereka di abad
tujuh dan delapan. Orang Jerman percaya bahwa harta karun raja Visigoth
terpendam di wilayah itu."
Tammy melanjutkan. "Sama seperti ketika bangsa Eropa menemukan makam
Tutankhamen. Emas, permata, artefak-artefak yang tak ternilai harganya. Laiknya harta karun yang
lain." Sekelompok tamu berlarian, langsung melewati mereka, sehingga Peter dan Tammy
terdorong. Lima pria berjubah mengejar seorang perempuan berpakaian Timur Tengah
yang mencolok, lengkap dengan cadar. Perempuan itu membawa patung kepala manusia
di atas baki. Lelaki-lelaki itu memanggilnya, seolah ingin berbicara dengan
kepala yang sudah terpenggal itu. "Bicaralah kepada kami, Baphomet, bicaralah!"
Tammy mengangkat bahu dan berkomentar singkat setelah mereka lewat. "Dasar
Pembaptis." "Bukan Pembaptis yang sesungguhnya, tentu," celetuk Derek.
"Ya. Bukan yang sesungguhnya."
Peter tertarik dengan sudut pandang religius ini. "Apa maksudmu, bukan yang
sesungguhnya?" Tammy menoleh kepadanya. "Aku yakin kautahu sekarang ini hari apa menurut
kalender Kristen, Bapa?"
Peter mengangguk. "Hari perayaan Santo Yohanes Pembaptis."
"Pengikut sejati Yohanes Pembaptis tidak akan menghadiri pesta semacam ini di
hari perayaannya," lanjut Derek. "Itu adalah perbuatan dosa."
Tammy memungkaskan penjelasannya. "Mereka adalah kelompok yang sangat
konservatif. Setidaknya di lingkungan Eropa." Tammy mengangguk ke arah perempuan yang membawa
kepala tadi. "Mereka mempertontonkan parodi.
Parodi yang brutal, kalau boleh aku tambahkan. Bukannya tindakan itu tidak
diperbolehkan." Peserta pesta dalam ruangan dansa itu mengamati berbagai
perilaku di sekitar mereka dengan tingkat ketertarikan yang berbeda-beda.
Sebagian tertawa keras; sebagian menggelenggelengkan kepala; sebagian terlihat
muak. Derek menyela pembicaraan. Tampaknya dia tidak tahan berlama-lama pada satu
topik. "Aku ingin minum. Ada yang ingin kuambilkan sesuatu dari bar?"
f Peter memanfaatkan kepergian Derek untuk sejenak meninggalkan tempat itu.
Kostumnya mulai menyusahkan, dan ia merasa sangat tidak nyaman, bukan hanya
karena faktor busana saja. Ia memberitahu Maureen bahwa ia ingin ke toilet.
Namun sebenarnya, ia mengambil jalan langsung menuju selasar.
Lagi pula ia berada di Prancis pasti ada seseorang di luar sana yang mau
memberinya rokok. f Seorang pria Prancis, terlihat sangat berwibawa meski hanya mengenakan jubah
Cathar, mendekati Maureen dan Tammy. Ia mengangguk pada Tammy dan membungkuk di
hadapan Maureen. "Bienvenue, Marie de Negre."
Merasa tidak enak mendapat perhatian seperti ini, Maureen tertawa. "Maaf, bahasa
Prancisku payah." Lelaki Prancis itu lalu berbicara dalam bahasa Inggris yang sempurna, meski
aksen Prancisnya masih kentara. "Aku berkata, 'Warna itu cocok sekali
denganmu.'" Terdengar suatu teriakan memanggil Tammy dari sesuatu tempat. Maureen menoleh,
mengira itu suara Derek, kemudian beralih ke Tammy, wajahnya berseri-seri.
"Aha! Kelihatannya Derek menemukan calon investor untukku di bar. Permisi
sebentar, ya?" Tammy langsung pergi, meninggalkan Maureen bersama lelaki Prancis yang misterius
itu. Ia mencium tangan kanan Maureen, ragu-ragu sejenak untuk melihat pola di
cincinnya, kemudian mengenalkan diri secara formal.
"Aku Jean-Claude de la Motte. Berenger memberitahu aku bahwa kita berkerabat,
kau dan aku. Nama nenekku juga Paschal."
"Benarkah?" Maureen senang karena ia memiliki kerabat di sini.
"Ya. Masih ada beberapa keluarga Paschal di Langue
doc. Kautahu sejarah keluarga kita, bukan?" "Tidak terlalu. Sebenarnya aku malu
mengatakan ini, tapi jika aku tahu sesuatu, itu kudapatkan dari Lord Sinclair
selama beberapa hari terakhir. Aku senang kalau bisa mengetahui kisah keluargaku
lebih banyak." Para penari dengan busana Versailles abad 18 berputar-putar melewati mereka
sementara Jean-Claude berkisah.
"Nama Paschal tergolong yang tertua di Prancis. Nama itu dipakai oleh salah satu
keluarga besar Cathar, keturunan langsung Yesus dan Maria Magdalena. Keluarga
ini umumnya disingkirkan saat Perang Salib membantai orangorang kita.
Dalam pertumpahan darah di Montsegur, orangorang yang tersisa dikubur hidup-
hidup dengan tuduhan melakukan bidah.
Tapi sebagian berhasil melarikan diri. Merekalah yang kemudian menjadi penasihat
raja dan ratu Prancis."
Jean-Claude memberi isyarat ke pasangan di lantai dansa yang berbusana seperti
Marie Antoinette dan Louis XIV.
"Marie Antoinette dan Louis?" Maureen terkejut.
"Oui. Mare Antoinette berasal dari Hapsburg dan Louis dari Bourbon keduanya
berasal dari garis darah itu, tapi lewat cabang yang berbeda. Mereka menyatukan
dua cabang garis darah itu karenanya orang sangat takut kepada mereka.
Meletusnya Revolusi sebagian diakibatkan kekhawatiran
bersatunya kedua keluarga itu untuk membentuk dinasti yang paling kuat di
seluruh dunia. Pernahkah kau ke Versailles, Mademoiselle?"
"Ya. Ketika melakukan riset tentang Marie Antoinette."
"Jadi kautahu dusun kecil itu?"
"Tentu saja." Dusun kecil itu adalah bagian yang paling disukai Maureen di
antara dusun-dusun lain yang terdapat di wilayah istana Versailles yang sangat
luas. Ia merasakan luapan simpati kepada sang ratu saat mengelilingi ruang-ruang
di kediaman kerajaan. Semua kegiatan harian Marie Antoinette, mulai dari duduk
di toilet hingga bersiap-siap ke peraduan, disaksikan oleh para pengawalnya.
Anakanaknya dilahirkan dalam kamar tidurnya, di hadapan para bangsawan.
Marie sang Ratu memberontak terhadap tradisi kerajaan Prancis yang mengekang dan
berusaha kabur dari jeruji besi. Ia mendirikan sebuah dusun kecil tersendiri.
Sebuah Disneyland mungil berupa desa yang dikitari kolam yang dihuni bebek-bebek
dan dilengkapi juga dengan perahu dayung. Bangunan penggilingan gandum dan
sebuah gudang tani kecil kerap dijadikan lokasi tempat diselenggarakannya pesta
pastoral bersama beberapa teman terpercaya.
"Jadi kau juga tahu bahwa Marie sangat suka berpakaian seperti sang Perempuan
Gembala" Dalam pertemuan-pertemuan pribadinya, hanya dia yang mengenakan kostum
itu." Maureen menggelengkan kepala saking takjub, ketika kepingan-kepingan informasi
ini diungkapkan. "Marie Antoinette selalu berpakaian seperti sang Perempuan Gembala.
Aku mengetahuinya saat berkunjung ke Versailles. Tapi ketika itu aku belum tahu
tentang semua ini." Maureen memberi isyarat ke pemandangan liar di sekeliling mereka.
"Itulah sebabnya dusun kecil itu dibangun terpisah dari istana dan dijaga sangat
ketat," imbuh Jean-Claude. "Begitulah cara Marie menjalankan tradisi garis darah
itu secara diamdiam. Tapi tentu saja, banyak orang yang tahu, karena tak ada yang bisa dirahasiakan
di lingkungan istana. Terlalu banyak matamata, terlalu banyak kekuatan yang terlibat. Itulah salah
satu faktor yang memicu kematian Marie dan revolusi.
"Keluarga Paschal tentu saja setia pada keluarga kerajaan.
Mereka sering diundang ke pesta-pesta pribadi Marie. Tapi saat Pemerintahan
Teror berkuasa, keluarga ini dipaksa menyingkir dari Prancis."
Maureen bisa merasakan bulu tangannya merinding. Kisah tragis ratu Prancis yang
berasal dari Austria itu selalu membuatnya terpesona dan menjadi faktor kuat
yang memotivasinya menulis buku.
Jean-Claude melanjutkan. "Umumnya, keluarga ini menetap di Amerika, terutama
di Lousiana."
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maureen terkejut mendengar hal ini. "Ayahku berasal dari sana."
"Tentu saja. Siapa pun yang memiliki mata bisa melihat bahwa kau berasal dari
garis darah terhormat itu. Kau mengalami visivisi, bukan?"
Maureen ragu-ragu. Ia enggan menceritakan visivisinya, bahkan kepada orang yang
sangat dekat dengannya. Dan lelaki ini masih asing. Tapi ada suatu perasaan luar
biasa lega jika bersama seseorang seperti dia. Jean-Claude termasuk orang yang
menganggap wajar pengalaman mendapatkan visi.
Maureen menjawab singkat. "Ya."
"Banyak perempuan dari garis darah itu yang mengalami visivisi Magdalena. Kadang
yang laki-laki juga. Misalnya Berenger Sinclair. Ia mengalaminya sejak masih
kecil. Peristiwa ini sangat biasa."
Tapi rasanya benarbenar tidak biasa, pikir Maureen. Tapi ia sangat penasaran
dengan pengungkapan yang baru ia dengar ini. "Sinclair mengalami visi?" Ia pasti
belum menceritakannya pada Maureen.
Tapi Maureen memiliki kesempatan untuk bertanya pada lelaki itu sendiri karena
ia melintasi ruangan, dengan pakaian sempurna sebagai Pangeran Toulouse.
"Jean-Claude. Jadi kau sudah bertemu dengan sepupumu yang sudah lama hilang."
"Oui. Dan ia pantas menyandang nama keluarga."
"Lumayan. Boleh aku mencurinya darimu sebentar?"
"Hanya jika kau mengizinkan aku mengajaknya jalanjalan besok. Aku ingin
menunjukkan beberapa bangunan penting yang berkaitan dengan nama Paschal. Kau
belum pernah ke Montsegur, bukan, Manis?"
"Belum. Roland membawa kami berjalan-jalan hari ini, tapi tidak sampai ke
Montsegur." "Itu wilayah sakral bagi seorang Paschal. Apakah kau keberatan, Berenger?"
"Sama sekali tidak. Tapi Maureenlah yang pantas mengambil keputusan untuk
dirinya sendiri." "Maukah kau mengabulkan permintaanku" Aku akan menunjukkan Montsegur, kemudian
membawamu ke sebuah restoran tradisional. Mereka hanya menyajikan makanan yang
dibuat dengan cara Cathar asli."
Maureen tidak bisa menemukan alasan yang pantas untuk menolak, meski ia ingin
mengatakannya. Tapi paduan pesona Prancis dengan pengetahuan luas tentang sejarah keluarganya
membuatnya tidak sanggup menolak permintaan itu.
"Aku akan senang sekali," jawabnya.
"Jadi, aku akan menemuimu besok, Sepupu. Jam sebelas?" Jean-Claude mencium
tangannya lagi setelah Maureen mengiakan, lalu lelaki itu berpamitan pada
Berenger. "Aku permisi sekarang karena harus menyusun rencana untuk besok pagi."
Maureen dan Sinclair tersenyum mengiringi kepergiannya.
"Kulihat kau telah membuat Jean-Claude terkesan. Sudah kukira. Kau terlihat
sangat anggun dengan busanamu, seperti yang kubayangkan."
"Terima kasih, untuk segalanya," Maureen tahu, pipinya memerah. Ia tidak
terbiasa mendapat perhatian begitu banyak dari lawan jenisnya. Dikembalikannya
arah pembicaraan ke Jean-Claude.
"Tampaknya ia baik."
"Ia cendekiawan yang hebat, pakar sejarah Prancis
dan Occitan. Selama bertahuntahun bekerja di Biblio theque Nationale yang
menyediakan akses ke berbagai materi riset yang paling mengagumkan. Ia sangat
membantu aku dan Roland."
"Roland?" Maureen terkejut karena Sinclair menyebut pelayannya itu secara
berbeda. Sikap seperti ini tidak banyak dijumpai di kalangan aristokrat.
Sinclair mengibaskan tangan. "Roland adalah putra Languedoc yang setia. Ia
memiliki minat besar terhadap sejarah masyarakat sedaerahnya." Sinclair
menggandeng tangan Maureen dan mengajaknya pergi. "Ayo, aku ingin menunjukkan
sesuatu padamu." Ia memimpin Maureen menaiki tangga, menuju kamar duduk yang mungil dilengkapi
teras pribadi. Dari balkon besar itu, mereka bisa melihat ke selasar dan kebun yang sangat luas
di bawah. Kebun-kebun itu, dengan gerbang besi berukir rangkaian -fleurde-lis,
terkunci dan ada beberapa orang penjaga di kedua sisinya.
"Mengapa begitu banyak penjaga?"
"Itulah wilayahku yang paling pribadi, tempat yang sakral.
Aku menamakannya Taman Trinitas dan hanya sedikit orang saja yang kuizinkan
memasukinya dan percayalah padaku, banyak tamu yang hadir malam ini berani
membayar mahal asal dibolehkan melewati gerbang itu."
Sinclair menambahkan. "Pesta kostum adalah tradisi. Suatu pertemuan tahunan bagi
orangorang tertentu yang memiliki minat yang sama." Ia memberi isyarat ke tamu
pesta yang berada di selasar di bawah mereka. "Sebagian aku hormati bahkan aku
junjung tinggi. Sebagian kuanggap teman, sebagian lagi...membuatku senang. Tapi
semuanya kuawasi dengan ketat. Sebagian
bahkan sangat ketat. "Aku rasa, barangkali menurutmu menarik, menyaksikan bagaimana orang berdatangan
dari segala penjuru bumi untuk meneliti misteri-misteri di Languedoc."
Maureen memerhatikan pemandangan lewat balkon, menikmati embusan angin yang
membawa aroma mawar awal musim panas dari kebun yang letaknya tidak jauh dari
situ. Maureen melihat betapa akrabnya Tammy dengan Derek dan Derek terlihat seolah
seia sekata dengan si ratu gipsi yang seksi itu. Maureen melirik ke seseorang
yang disangkanya Peter, tapi pikiran itu langsung ditepis. Lelaki itu merokok
sedangkan Peter tidak mengisap cerutu sejak remaja.
Mendadak ia menoleh ke Sinclair dan bertanya, "Bagaimana kau menemukanku?"
Sinclair mengangkat tangan kanan Maureen dengan lembut.
"Cincin ini." "Cincin?" "Kau memakai cincin ini di foto, di sampul bukumu." Maureen mengagguk, mulai
paham. "Kautahu apa arti pola ini?"
"Ada teori yang bisa menjelaskan. Itulah sebabnya aku mengajakmu ke balkon ini.
Mari." Dengan halus Sinclair meraih tangan Maureen dan mengajaknya untuk kembali
memasuki suatu ruangan. Di dalamnya ada sebuah karya seni yang tersimpan dalam
kotak kaca, digantung di dinding.
Karya itu berukuran kecil, tidak lebih besar dari foto berukuran 8 x 10, tapi
menjadi bagian inti ruangan dan memperoleh tata cahaya sedemikian rupa sehingga
membuatnya menonjol. "Ini ukiran dari abad pertengahan," jelasnya. "Mewakili filsafat. Dan ketujuh
seni liberal." "Seperti fresco karya Botticelli."
"Tepat. Kautahu, sumbernya adalah pandangan klasik bahwa jika kita mengembangkan
ketujuh seni liberal maka kita bisa meraih gelar filsuf. Itulah sebabnya sosok
perempuan di bagian tengah digambarkan sebagai sang dewi, Philosophia. Dan
seniseni liberal berada di kakinya, siap berbakti kepadanya.
Tapi kupikir ada sesuatu yang barangkali paling menarik menurutmu."
Sinclair memulai dari sebelah kiri, menyebut nama seniseni liberal sambil
menunjuknya dengan jari. Ia berhenti pada seni ketujuh yang adalah seni terakhir.
"Ini dia. Kosmologi. Kau lihat sesuatu yang sangat kau kenal?"
Maureen terperangah. "Cincinku!"
Sosok yang mewakili kosmologi itu memegang sebuah cakram dengan pola yang sama
seperti yang terlihat di cincin Maureen. Ia menghitung bintangbintang itu dan
mengangkat tangannya untuk menyamakan.
"Sama persis, hingga ke jarak antara pusat ke lingkaran lingkaran yang
mengelilinginya." Maureen terdiam, berusaha menyerap semuanya, sebelum berbalik
ke Sinclair. "Tapi apa maknanya" Bagaimana semua ini berhubungan dengan Maria Magdalena" Dan
dengan aku?" "Ada dua penjelasan: spiritual dan alkemis. Dalam hal misteri Magdalena, aku
yakin simbol ini lebih sering berfungsi sebagai suatu petunjuk. Suatu pengingat
bahwa kita perlu mencurahkan perhatian pada hubungan penting antara bumi dengan
bintangbintang. Masyarakat
zaman dahulu tahu, tapi kita yang dihidup di era modern ini melupakannya.
Sebagaimana di atas, demikian pula di bawah. Bintangbintang itu mengingatkan
kita setiap malam bahwa kita memiliki kesempatan untuk menciptakan surga di
bumi. Aku yakin, itulah yang ingin diajarkan mereka kepada kita. Itulah karunia
terbesar mereka untuk kita, sebuah pesan cinta." "Mereka?"
"Yesus Kristus dan Maria Magdalena. Leluhur kita." Dan seolah semesta berkenan
menguatkan kalimat i-tu, kilatan cahaya kembang api mendadak terlihat dari salah
satu taman, disaksikan para tamu dengan gembira. Sinclair mengajak Maureen
keluar untuk menyaksikan lompatan hujan
warnawarni di atas puri itu. Ketika ia menggenggam tangannya, Maureen
membiarkan. Entah mengapa, ia merasakan kenyamanan di balik kekuatan lelaki itu.
f Di selasar lantai bawah, Bapa Peter Healy tidak menonton pertunjukan kembang
api. Setidaknya, tidak yang terlihat di langit. Perhatiannya tertuju pada
Berenger Sinclair, yang berdiri di balkon dengan tangan kuat dan penuh melingkar
di pinggang sepupunya yang berambut merah. Berlawanan dengan Maureen, ia jauh
dari perasaan nyaman terhadap Sinclair, terhadap orangorang ini, dan terhadap
rencana-rencana mereka. Ada sepasang mata lain yang menyaksikan tumbuhnya kemesraan antara Sinclair dan
Maureen malam itu. Derek mengawasi mereka dari lantai bawah, dari lokasi di
ujung selasar yang lain dari yang ditempati Peter.
Sementara mengawasi adegan di balkon, Derek sadar bahwa kolega Prancisnya itu
berada tepat di lantai di atasnya. Barangkali ia bisa menguping pembicaraan
antara sang tuan rumah dengan wanita yang berpakaian sebagai Maria Magdalena.
Derek Wainwright menepuk-nepuk tubuhnya secara diam diam.
Berusaha memastikan bahwa kabel berwarna merah darah milik Persekutuan terselip
kuat di balik kostum Thomas Jeffersonnya. Ia akan membutuhkannya malam nanti,
setelah kembali ke Carcassonne. ... Barangkah, akulah satusatunya orang yang membela putri bernama Salome. Tapi
itu adalah kewajibanku. Aku menyesal karena tidak cepatcepat melakukannya,
karena ia tidak layak memperoleh nasib buruk. Ada saat kala kematian/ah yang
mengakhirinya dan perbuatannya. Danakutidakbisa membelanya tanpa mempertaruhkan
para pengikut Easa dan JalanNya yang agimg. Tapi seperti kebanyakan yanglain. ia
dihakimi oleh mereka yang tidak mengenal kebenaran, sekahpun hanya gemanya.
Pertamatama. akan kukatakan: Salome mencintaiku, dan cintanya kepada Easa bahkan
lebih besar lagi. Jika ada kesempatan, di lain tempat atau waktu, atau kondisi
yang berbeda, gadis itu dapat menjadi murid yang taat, pengikut setia JalanNya.
Katena itulah aku menyebutnya dalam Kitab Para Murid Easa. karena peran yang
bisa dijalankannya. Seperti )tidas dan Petrusdanyang lainnya, ada peran yang
sesuai bagi Salome, dan hampir mustahil ia akan gagal menjalankan perann ya itu.
Namanya terukir di batubatu Israel dalam darah Yohanes. dan barangkah
dalamsebagian darah Easa.
Seandainya perbuatannya gegabah dan kekanakkanakan selagi mudaseperti orang muda
vang tidak berpikir masak sebelum bicaramaka jela s ia bersalah. Tapi
mengenangnya sebagaimana iadicaci dan dihina sebagai
seorangpelacuryangmemerintahkan pembunuhan Yohanes sang Pembaptiskupikir adalah
ketidakadilan terbesar yang bisa kuingat.
Di Hari Perhittmgan. mudah-mudahan ia akan mengampuni
aku. Dan mudah-mudahan Yohanes mengampuni kami semua.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID
Sebelas Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005
Maureen pergi ke kamar tidurnya tak lama setelah pertunjukan kembang api. Peter
muncul ketika ia menuruni anak tangga bersama Sinclair dan menawarkan diri untuk
mengantar Maureen ke kamarnya.
Tawaran itu tidak ditampik Maureen yang sudah sangat ingin berada di tempat yang
sepi. Terlalu banyak yang ia alami selama dua puluh empat jam itu, sekarang
kepalanya berdenyut-denyut.
Larut malam, Maureen terjaga karena mendengar suarasuara di lorong masuk. Ia
merasa mengenali suara Tammy yang berbisik-bisik. Suara berat lelaki membalas
dengan berbisik pula. Kemudian terdengar tawa parau. Tawa khas Tammy, sebagaimana sidik jarinya.
Maureen mendengarkan, senang karena temannya menikmati pesta.
Maureen tersenyum dan melanjutkan tidur. Dengan kepala masih mengantuk, ia
merasa bahwa suara laki-laki yang berbisik mesra pada Tammy pastilah bukan logat
Amerika. Carcassonne 25 Juni 2005 Derek Wainwright menggerutu ketika matahari pagi menembus jendela kamar
hotelnya. Ada dua hal yang ingin ia hindari hari ini rasa mabuk dan delapan
pesan di telepon genggamnya.
Derek berdiri pelan-pelan untuk mengimbangi rasa pusing yang hebat. Kemudian ia
mengacak-acak tas kulit Itali khusus untuk bepergian, dan mengeluarkan botol
obat. Dibukanya botol itu dan terlihatlah berbagai macam pil. Setelah
mencaricari, ia menemukan pil yang ia inginkan. Ditelannya sebutir Vicodin yang
disusul dengan tiga tablet Tylenol untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Setelah merasa agak kuat, ia melirik telepon selulernya yang tergeletak di atas
meja kecil di samping ranjang.
Telepon itu ia matikan tengah malam tadi, setelah ia kembali ke hotel. Ia tak
tahan mendengar bunyi deringan yang tak hentihentinya, dan ia yakin bahwa ia
tidak ingin menjawabnya. Nyaris sepanjang hidupnya, Derek melarikan diri dari tanggung jawab, sama
seperti yang ia lakukan terhadap telepon genggamnya. Pemuda ini berasal dari
keluarga yang sangat makmur dan berpengaruh di Pantai Timur. Ia adalah bungsu di
antara putra-putra konglomerat real estate, Eli Wainwright, yang sungguh royal
menyediakan segalanya hingga ia bebas pergi ke manapun ia suka. Derek melenggang
ke Yale, mengikuti jejak ayah dan abang-abangnya. Tak lama kemudian, meski
prestasi akademisnya biasa-biasa saja, ia menduduki jabatan eksekutif di sebuah
firma investasi yang paling bergengsi.
Kurang dari setahun, ia hengkang karena merasa masa kerja di kantor tidak sesuai
dengan gaya hidup pesta poranya. Lagi pula ia tidak perlu kerja. Uang dari
keluarganya cukup untuk menanggung hidupnya, juga hidup anakanak dan cucu-
cucunya kalau pun ia memutuskan untuk menikah.
Eli Wainwright sudah terlalu sabar menghadapi kekurangan putra bungsunya. Derek
tidak cukup berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan seperti saudara-
saudaranya. Namun, ia sangat berminat dengan suatu faktor yang menjadi rahasia
kehidupan dan kesuksesan keluarganya. Ia menjadi anggota Persekutuan Keadilan.
Sesuai tradisi organisasi mereka, Derek dibaptis pertama kali saat bayi dan
kemudian saat usianya lima belas tahun. Agaknya ia memiliki kecocokan alamiah
dengan perkumpulan itu dan ajaran-ajarannya. Ayah Derek memilihnya untuk
mengikuti jejaknya sebagai salah satu anggota utama Persekutuan di Amerika.
Organisasi ini tersebar luas, tidak hanya di Amerika, tetapi juga di sebagian
wilayah Asia dan Timur Tengah. Di antara anggota Persekutuan Keadilan adalah
orangorang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dan politik internasional.
Yang boleh menjadi anggota hanyalah orangorang dari garis keturunan tertentu.
Dan anak laki-laki yang telah dibaptis kelak akan menikah dengan Putri Keadilan,
yaitu anakanak perempuan Persekutuan yang dibesarkan dengan peraturan ketat. Mereka mendapat pelatihan
khusus agar memiliki perilaku yang pantas untuk menjadi seorang istri dan ibu.
Pelajaran yang ditanamkan bersumber dari dokumen kuno yang dikenal dengan The
True Book of the Holy Grail. Kitab ini diwariskan secara
turun temurun selama berabadabad. Acara festival dan pesta dansa besar-besaran
yang di selenggarakan di sejumlah wilayah pesisir Timur hingga ke wilayah Selatan dan
Texas, pada dasarnya adalah "ajang perkenalan" dengan Putri Keadilan.
Dalam kesempatan itu, mereka mengumumkan kesiapan untuk memasuki dunia baru
sebagai istri yang patuh dan layak bagi anggota Persekutuan.
Putra-putra Eli, kecuali si bungsu, telah menikah dengan anggota Putri Keadilan.
Mereka semua hidup sangat sejahtera di lingkungan kelas atas. Kini, si bungsu
dalam keluarga Wainwright, yang berusia tiga puluh tahunan, mendapat tekanan
untuk mengikuti langkah kakak-kakaknya. Namun Derek tidak berminat, meski ia
tidak berani berterus terang pada ayahnya.
Di matanya, Putri Keadilan sangat membosankan dengan segala tradisi menjaga
keperawanannya. Gagasan hanya tidur dengan seorang putri setiap malam membuatnya gemetar
ketakutan. Memang, ia bisa saja berbuat seperti abang-abangnya, juga anggota Persekutuan
yang lain. Menikah dengan wanita yang disetujui dan layak menjadi ibu
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anakanaknya, kemudian mencari pelacur bertubuh seksi agar hidup tetap menarik.
Tapi, buat apa menikah sekarang" Ia masih muda dan memiliki harta berlimpah,
sementara tanggung jawabnya hanya sedikit.
Sepanjang ada perempuan eksotik dan sensual seperti Tamara Wisdom yang bisa
membuatnya senang, buat apa repot-repot mencari wanita membosankan untuk
berketurunan, wanita yang hanya
mengingatkannya pada sang ibu" Jika ayahnya tetap pada keyakinannya bahwa ia
hanya ingin memajukan Persekutuan, Derek bisa
mengelak dari tanggung jawab lainnya, paling tidak beberapa tahun lagi.
Namun, sebagai seorang ayah yang tidak melihat cacat pada diri putranya, Eli
Wainwright tidak sadar bahwa yang membuat Derek tertarik pada Persekutuan
bukanlah falsafahnya. Akan tetapi misteri sebuah perkumpulan terlarang, ritual-
ritualnya, dan kesan elitismenya. Betapa tidak, Persekutuan mewariskan rahasia-
rahasia secara turun temurun selama ratusan tahun dan terbatas pada kalangan
tertentu saja. Dan Derek pun mafhum, kejahatan anggota akan dibersihkan dan
ditutupi oleh jaringan Persekutuan yang memiliki pengaruh luas. Inilah yang
membuatnya tertarik. Derek sangat berminat dengan hal-hal semacam itu. Ia juga
sangat senang mendapat perlakuan istimewa berkat ayahnya yang sangat kaya dan
berpengaruh. Atau setidaknya perlakuan yang dulu ia terima. Karena Guru Keadilan yang lama
telah meninggal, secara misterius, dan digantikan oleh pemimpin baru. Ia lelaki
Inggris yang fanatik dan memimpin Persekutuan dengan tangan besi.
Pemimpin baru ini mengubah segalanya. Ia menyombongkan hubungannya dengan Oliver Cromwell setelah mempelajari kezaliman leluhurnya yang acap kali menjalankan
taktik kejam saat berurusan dengan oposisi. Begitu dinobatkan sebagai Guru
Keadilan, John Simon Cromwell memberi pernyataan dramatis lewat eksekusi yang
kejam. Memang benar, pembunuh mantan Guru Keadilan itu adalah musuh Persekutuan.
Ia juga pemimpin suatu organisasi yang telah ratusan tahun menjadi oposan
Persekutuan. Tapi pesan yang disampaikannya sangat jelas: Aku akan mengenyahkan
siapa pun yang melawanku, dan aku akan melakukannya dengan cara yang kejam.
Lelaki itu dipancung dengan pedang dan jari telunjuk kanannya dipotong. Sebuah
pernyataan dramatis dan gamblang dari sang pemimpin bahwa tak ada yang bisa
menjegal kefanatikannya. Derek berusaha menyingkirkan bayangan itu dari pikirannya yang masih berkabut.
Ia mengangkat telepon genggamnya, menghidupkannya, kemudian menghubungi voice
mail. Sudah waktunya mendengar "musik". Ada misi yang harus diselesaikan dan ia berkomitmen pada misi
itu. Tekadnya sudah bulat: untuk sekali dan selamanya, ia harus menunjukkan
siapa dirinya yang sesungguhnya kepada si Inggris sialan itu. Ia sudah muak
menjadi bahan ejekan lelaki itu dan si Prancis. Mereka memperlakukannya seperti
orang goblok, dan ia tidak mengizinkan siapa pun berbuat seperti itu sebelumnya.
Setelah pesan mulai berbunyi, Derek menguatkan hati untuk mendengarkan aksen
Oxford yang semakin menyebalkan saja di setiap pesan. Belum lagi pesan kedelapan
berakhir, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan.
Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005
Tamara Wisdom menyisir rambut hitamnya yang mengilap sambil memandang ke cermin
berbingkai yang sangat besar.
Cahaya surya pagi yang cerah menyinari kamarnya, yang setiap jengkalnya tidak
kalah mewah dengan kamar Maureen. Bunga lavender dan mawar berwarna kuning muda
berkumpul dalam vas-vas kristal di setiap meja.
Beludru ungu dan brokat tebal menghiasi pinggir ranjangnya, tempat yang jarang
ia tiduri sendirian. Tammy tersenyum, sejenak menikmati kehangatan kenangan tadi malam. Panas tubuh
lelaki itu meninggalkan kesan di kulitnya, lama setelah ia pergi meninggalkannya
menjelang subuh. Dengan gaya hidupnya yang bebas dan senang berpetualang, Tammy
telah banyak merasakan kegairahan.
Namun tidak satu pun yang sedahsyat ini. Akhirnya ia memahami makna ucapan para
alkemis ketika mereka mengungkapkan Karya Besar. Penyatuan sempurna antara
seorang lelaki dan seorang
perempuan penyatuan tubuh, pikiran, dan jiwa.
Senyumnya memudar tatkala ia kembali pada realitas, bahwa ia harus melakukan
sesuatu hari ini. Pada awalnya semua terasa menyenangkan, seperti permainan catur antara dua
benua. Tak butuh waktu lama, ia terbiasa memerhatikan Maureen. Tidak hanya ia,
tapi mereka semua. Bahkan pendeta itu, yang ternyata bukan si tukang ikut campur
seperti yang mereka khawatirkan. Lelaki itu terkesan sebagai tokoh spiritual
dengan gayanya sendiri. Berlawanan dengan perkiraan mereka, ia jauh dari kesan
seorang dogmatis yang kaku.
Lalu ada pertanyaan tentang keterlibatan dirinya sendiri yang terlalu dalam.
Karakter Mata Hari pada awalnya memang menyenangkan. Tapi sekarang, harus ia
jauhi. Ia mesti menyeimbangkannya dengan sangat hatihati untuk memperoleh
informasi yang ia butuhkan. Juga agar ia selamat dalam urusan ini.
Ada beberapa target yang mesti diselesaikan hari ini. Demi dirinya sendiri, demi
Perkumpulannya, dan demi Roland. Jangan lupa skema besarnya, Tammy, katanya
mengingatkan diri sendiri. Kau akan memperoleh segalanya jika kau berhasil, dan kehilangan segalanya jika
kau gagal. Permainan telah berubah. Sekarang menjadi jauh lebih berbahaya dibandingkan yang
mereka duga. Tammy meletakkan sisir lalu menyemprotkan parfum beraroma bunga ke pergelangan
tangan dan lehernya. Ia sedang bersiap-siap untuk peristiwa yang akan terjadi.
Sebelum meninggalkan kamar, ia berhenti di depan sebuah lukisan mengagumkan yang
membuat dinding kamarnya terlihat indah.
Lukisan itu karya seorang simbolis Prancis, Gustave Moreau, menampilkan putri
Salome dengan balutan kain tujuh lapis, membawa baki berisi kepala Yohanes
Pembaptis. "Ini baru gadisku," bisik Tammy pada dirinya sendiri lalu berangkat untuk
menuntaskan rencana terbarunya yang sangat penting.
f Maureen menyantap sarapannya sendirian di ruang makan.
Roland, yang sedang berjalan di lorong dekat ruangan itu, melihatnya lalu
menghampiri. "Bonjour, Mademoiselle Paschal. Kau sendirian?"
"Selamat pagi, Roland. Ya. Peter masih tidur dan aku tidak ingin mengganggunya."
"Ada pesan dari Nona Wisdom. Ia masih menginap di puri ini dan ingin makan malam
bersamamu nanti." "Senang sekali," Maureen penasaran untuk mendengar informasi terbaru dan
perkembangan pesta semalam. "Di mana dia?"
Roland mengangkat bahu. "Ia pergi pagi-pagi sekali ke Carcassone. Mengurusi film
yang sedang ia buat. Ia hanya memintaku menyampaikan pesan. Aku akan pergi
sekarang, Mademoiselle, untuk mencari Monsieur Berenger. Ia akan kecewa jika kau
makan sendirian." f Sinclair membuyarkan lamunan Maureen dengan kedatangannya yang sangat cepat
setelah Roland pergi. "Kau bisa tidur?"
"Bagaimana tidak bisa jika di ranjang seperti itu" Seperti tidur di atas awan."
Semalam Maureen menyadari bahwa ada kasur bulu tebal di balik seprai katun Mesir
yang sangat mahal. "Bagus sekali. Apa rencanamu pagi ini?"
"Tidak ada sampai jam sebelas. Aku akan bertemu dengan Jean-Claude hari ini,
ingat?" "Ya, tentu saja. Ia akan membawamu ke Montsegur. Tempat yang mengagumkan. Aku
menyesal karena bukan aku yang pertama kali menunjukkan tempat itu padamu."
"Maukah kau ikut dengan kami?" Sinclair tertawa. "Sayangku, Jean-Claude akan
menggantung, menenggelamkan, lalu mencincangku menjadi empat bagian jika aku
ikut denganmu. Kau menjadi primadona sekarang, setelah debutmu semalam. Tiap
orang ingin lebih mengenalmu. Kau akan meningkatkan pamor Jean-Claude di wilayah
ini seratus poin jika ia terlihat berjalan denganmu.
"Tapi aku tidak perlu iri. Ada sesuatu yang akan kutunjukkan padamu, begitu kau
selesai sarapan. Sesuatu yang aku yakin tak akan kau lupakan."
f Mereka berdiri di balkon yang sama tempat mereka menonton kembang api semalam.
Tamantaman chateau yang luar biasa, membentang di hadapan mereka.
"Kita lebih mudah memandang dan mengapresiasi taman di siang hari," ujar
Sinclair dengan bangga, sambil menunjukkan bahwa ada tiga bagian yang terpisah-
pisah. "Kau lihat, tamantaman itu membentuk pola fleurde-lis?"
"Semuanya begitu indah." Maureen sama sekali tidak berdusta. Tamantaman itu
menampilkan keindahan bentuk yang sangat sedap dipandang dari atas.
"Tamantaman itu mengungkapkan kisah tentang leluhur kita secara jauh lebih baik
dibandingkan aku sendiri. Adalah kehormatan bagiku untuk menunjukkannya padamu.
Mari." Maureen menerima uluran tangan Sinclair yang kemudian mengajaknya menuruni
tangga, menuju alam terbuka. Maureen melihat rumah itu bersih luar biasa padahal
semalam diserbu ratusan tamu.
Para pelayan pastinya telah bekerja nonstop untuk membersihkan sampah. Tapi tak
ada tanda apa pun selain kerapian yang luar biasa.
Mereka melewati pintu-pintu Prancis yang sangat besar, menuju selasar berdinding
marmer di luar, menuruti jalur berlikuliku yang berakhir di gerbang keemasan
yang berornamen. Sinclair mengeluarkan kunci dari sakunya lalu menyelipkannya ke dalam lubang
kunci. Dilonggarkannya rantai itu lalu ia mendorong gerbang bersepuh warna
keemasan, agar mereka bisa masuk ke wilayah sakralnya.
Sebuah bangunan air mancur dari marmer merah muda berkilau mencurahkan air di
hadapan mereka. Bangunan ini menjadi bagian inti area menuju taman. Matahari menyinari tetes-
tetes air yang jatuh dari bahu patung Maria Magdalena yang berukuran seperti
aslinya. Patung itu terbuat dari marmer berwarna gading. Tangan kirinya memegang
sekuntum mawar. Seekor merpati bertengger di tangan kanannya yang terulur. Dan bagian bawah air
mancur itu menunjukkan pola fleurde-lis yang banyak terdapat di lingkungan
chateau ini. "Kau banyak bertemu orang semalam. Semuanya memiliki teori tentang wilayah ini
dan harta karun yang misterius itu.
Aku yakin, kau mendengar berbagai kisah, dari yang menggugah hingga yang
menggelikan." Maureen tertawa. "Ya, kebanyakan menggelikan."
Sinclair tersenyum padanya. "Mereka semua memiliki teori masingmasing. Dan
semuanya percaya atau lebih tepatnya tahu bahwa Maria Magdalena adalah ratu kami
di Prancis selatan ini. Bahkan, itulah satusatunya hal yang disepakati oleh
semua yang hadir di ruang dansa semalam."
Maureen mendengarkan dengan penuh perhatian. Suara Sinclair mengandung suatu
semangat, suatu harapan. Maureen pun tertular semangat itu.
"Dan mereka semua tahu garis darah itu ada. Garis darah agung yang bermula dari
Maria Magdalena dan anakanaknya.
Tapi sangat sedikit yang tahu keseluruhan faktanya.
Kisah seutuhnya hanya diketahui oleh para pengikut sejati JalanNya.
Jalan yang diajarkan oleh Magdalena, Jalan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus
Kristus sendiri." Maureen menghentikan langkah Sinclair. Dengan agak ragu ia berkata, "Aku tidak
tahu apakah aku pantas mengajukan pertanyaan ini atau tidak, tapi itukah tujuan
Perkumpulan Apel Biru?"
"Perkumpulan Apel Biru sudah ada sejak dulu dan cukup kompleks. Aku akan
bercerita lebih banyak pada waktunya.
Sekarang, cukuplah jika kukatakan bahwa Perkumpulan berdiri untuk membela dan
menjaga kebenaran. "Dan kebenaran itu adalah bahwa Maria Magdalena adalah ibu dari tiga anak."
Maureen tercengang. "Tiga?"
Sinclair mengangguk. "Sangat sedikit orang yang tahu kisah ini dengan lengkap.
Karena detail-detailnya sengaja disamarkan untuk melindungi para keturunannya.
Tiga anak. Trinitas. Dan masingmasing menjadi pokok garis keturunan agung yang
akan mengubah wajah Eropa, dan
puncaknya dunia. Tamantaman ini dibuat untuk menyambut dinasti yang dibentuk
oleh tiap anak. Kakekku yang menciptakan semua ini. Aku memperluasnya dan mengabdikan diri untuk
merawatnya." Ada tiga buah belokan yang merupakan cabang taman utama.
"Ayo, kita akan mulai dengan leluhur kita sendiri." Ia mengajak Maureen, yang
terkesima dengan informasi tadi, melewati gerbang tengah. "Kenapa" Apakah kau
kaget bahwa kita berkerabat" Kerabat jauh, tentu, tapi kita berasal dari garis
darah yang sama pada awalnya." "Aku hanya berusaha menyerap semuanya. Bagimu informasi tadi sudah biasa, tapi
bagiku sangat mengejutkan.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi dunia terhadap hal ini."
Mereka memasuki sebuah taman mawar yang subur.
Beberapa spesies bunga lili ditanam membentuk lingkaran, mengitari patung yang
lain. Kombinasi ini menimbulkan aroma menawan yang dirasakan Maureen semalam.
Seekor merpati putih bercericit sambil terbang di atas mawar-mawar yang indah
dan jalin-menjalin, sementara Sinclair dan Maureen berjalan bersama tanpa
berbicara. Maureen berhenti untuk menghirup dalam-dalam, aroma sekuntum mawar
merah yang sedang mekar-mekarnya.
"Mawar. Simbol semua perempuan dari garis darah itu.
Juga lili. Lili adalah simbol khusus Maria Magdalena. Mawar bisa menjadi simbol
perempuan mana pun yang menjadi keturunannya. Tapi dalam tradisi kami, lili
tidak boleh digunakan untuk menyimbolkan siapa pun kecuali dia."
Sinclair mengajak Maureen menuju patung yang paling dominan. Gambaran seorang
perempuan muda yang ramping, dengan rambut tertiup angin.
Maureen sulit berkata-kata. Pertanyaannya lebih merupakan bisikan. "Inikah
putrinya?" "Izinkan saya memperkenalkan Sarah-Tamar, satu satunya putri Yesus Kristus dan
Maria Magdalena. Ia adalah pendiri dinasti kerajaan Prancis. Dan nenek buyut kita bersama ini
telah pergi sembilan belas abad lalu."
Maureen menatap patung itu sebelum beralih ke
Sinclair. "Semuanya begitu luar biasa. Tapi entah mengapa, aku tidak merasa sulit
menerimanya. Sangat aneh tapi juga...benar.11
"Itu karena jiwamu mengenali kebenaran." Seekor merpati bersiul di antara
tangkai mawar, seolah menyatakan setuju.
"Kau dengar merpati itu" Merpati adalah simbol Sarah Tamar, melambangkan hatinya
yang murni. Burung ini kemudian menjadi simbol keturunan-keturunannya warga Cathar."
"Dan itukah sebabnya orang Cathar disingkirkan, karena Gereja menganggap mereka
melakukan bidah?" "Ya, sebagian. Karena lewat benda dan dokumen tertentu, terbukti bahwa mereka
adalah keturunan Yesus dan Maria.
Namun keberadaan mereka dianggap sebagai ancaman bagi Roma. Semuanya: lelaki,
perempuan, anakanak. Gereja berusaha mengusir mereka agar rahasia tetap terjaga.
Tapi masih ada lagi. Ayo."
Sinclair memimbing Maureen berjalan setengah lingkaran melewati mawar-mawar. Ini
memberi Maureen kesempatan untuk menikmati keindahan taman di bawah matahari
musim panas, di pagi Languedoc yang keemasan. Sinclair meraih tangan Maureen,
dan gadis ini membiarkan. Ia merasa sangat nyaman bersama orang asing yang
eksentrik ini. Maureen mengkuti ketika Sinclair
memimpinnya melewati belokan itu dan mengitari air mancur Maria Magdalena.
"Saatnya bertemu adik laki-laki." Maureen bisa merasakan gairah Sinclair yang
membungkah. Ia bertanya-tanya, bagaimana rasanya menyimpan rahasia
yang amat besar ini. Ia merenungkan sejenak dan berhenti dengan perasaan agak
takut bahwa ia akan mengetahuinya sebentar lagi.
Mereka mengambil belokan di ujung kanan. Masuk ke sebuah taman yang lebih tegas
dan terpangkas rapi. "Kesannya sangat Inggris," komentar Maureen.
"Bagus sekali. Dan sekarang, aku akan menunjukkan apa sebabnya."
Sebuah patung pemuda berambut panjang yang memegang piala misa suci, menjulang
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai titik sentral kolam air mancur besar yang berada di tengah-tengah taman
itu. Air yang jernih bak kristal mengucur dari piala itu.
"Yeshua-Daud. Putra bungsu Yesus dan Maria. Ia tidak pernah mengenal ayahnya
karena masih dalam kandungan Magdalena ketika sang ayah disalib. Ia lahir di
Alexandria, Mesir. Di sanalah sang ibu dan rombongannya mengungsi sebelum mereka berlayar ke
Prancis." Maureen menjadi kelu. Tanpa sadar, ia memegang perutnya.
"Ada apa?" "Dia hamil. Aku melihatnya. Ia hamil di Via Dolorosa dan...pada penyaliban."
Sinclair mulai paham apa yang sesungguhnya terjadi, mendadak langkahnya
terhenti. Sekarang, giliran Maureen yang bertanya.
"Ada apa?" "Apakah kau mengatakan penyaliban" Apakah kau mengalami visi penyaliban?"
Maureen mulai merasa tenggorokannya tercekat dan air mata menggenang di matanya.
Untuk sesaat ia takut berbicara, takut jika ia berbicara maka tangisnya akan tumpah. Sinclair
melihatnya, ia berkata dengan sangat lembut.
"Maureen, Cinta, kau bisa percaya padaku. Katakanlah, kumohon. Apakah kau
mengalami visi Magdalena pada peristiwa penyaliban?"
Air mata itu tidak terbendung lagi. Namun Maureen tidak merasa perlu menahannya.
Biarlah ia ceritakan, kalau pun tidak aman, kepada seseorang yang paham. "Ya,"
bisiknya. "Kejadiannya di Notre-Dame."
Sinclair mengulurkan tangan dan menghapus air mata di wajah Maureen. "Sayangku,
Sayangku Maureen. Apakah kautahu betapa luar biasanya pengalaman itu?"
Maureen menggelengkan kepala. Sinclair melanjutkan percakapan dengan halus.
"Menurut sejarah lokal, ratusan keturunan Magdalena mengalami mimpi dan visi
tentang dia. Termasuk aku sendiri. Tapi visivisi itu berhenti sebelum Jumat Agung.
Sepengetahuanku, tidak seorang pun pernah mengalami visi utuh tentang dia ketika
peristiwa penyaliban, kecuali kau."
"Dan mengapa hal itu begitu penting?"
"Karena nubuat itu."
Maureen menunggu penjelasan, yang ia tahu akan muncul.
"Ada sebuah nubuat yang telah diturunkan sejak lama sekali. Legenda mengatakan
bahwa nubuat itu adalah bagian dari kitab nubuat dan wahyu yang pernah ditulis
di Yunani. Kitab itu dinisbahkan kepada Sarah-Tamar, jadi dengan sendirinya adalah
injilnya. Kita tahu bahwa putri dari
garis darah agung itu, Mathilda dari Tuscany, duchess of Lorraine, memiliki
kitab yang orisinil ketika ia membangun Abbey di Orval pada abad ke-11. "Orval
itu di mana?" "Di perbatasan wilayah yang sekarang dikenal dengan Belgia. Ada beberapa
permukiman religius yang sangat penting di Belgia yang berhubungan dengan kisah
kita. Tapi, di Orvallah nubuat Sarah-Tamar disimpan selama bertahuntahun. Kita
tahu bahwa kitab Sarah-Tamar yang asli kemudian berada di bawah perlindungan
masyarakat Cathar di Languedoc. Sayangnya, kitab itu lenyap dari sejarah. Sangat
sedikit orang yang mengetahui peristiwa yang menimpa kitab itu. Satusatunya
gambaran tentang isi kitab itu berasal dari Nostradamus."
"Nostradamus?" Kepala Maureen terasa berputar. Ia merasa tak akan pernah
berhenti terkejut dengan jalinan cerita ini dan bagaimana tiap bagiannya saling
berhubungan. Sinclair menunjukkan ekspresi maklum. "Ya, ya. Dialah yang mendapat pujian atas
visi dan ramalannya yang menakjubkan. Tapi semua itu sama sekali bukan
ramalannya. Akan tetapi berasal dari nubuat Sarah-Tamar. Kelihatannya Nostradamus memiliki
akses ke versi kitab hasil tulisan tangan yang orisinil ketika ia berkunjung ke
Orval. Kitab itu raib tak lama kemudian, jadi silakan simpulkan sendiri
bagaimana nasibnya."
Maureen tertawa. "Tak heran Tammy terlihat muak ketika menyebut namanya.
Ternyata Nostradamus seorang plagiator."
"Plagiator yang sangat cerdas. Kita harus memberi
pujian karena dialah yang menciptakan puisi kuatren. Hanya itu yang benarbenar
hasil ciptaannya. Selebihnya ia hanya menulis ulang nubuat Sarah-Tamar sedemikian rupa sehingga
tidak kentara dari aslinya, sekaligus menimbulkan dampak besar. Sebenarnya si
Michael tua itu sangat brilian.
Pemahamannya tentang alkemi membuatnya mampu memecahkan sandi dokumen yang
sebenarnya sangat rumit. "Tapi ada sedikit lagi peninggalan Sarah Tamar, selain karya Nostradamus dan
nubuat yang terpatri dalam diri sebagian orang di sini."
"Apa bunyi nubuat itu?"
Sinclair mendongak ke cipratan air dari piala misa suci. Ia menutup mata,
kemudian melafazkan cuplikan dari nubat.
"'Marie de Negre akan memilih Dia Yang Dinantikan ketika waktunya tiba. Ia
dilahirkan dari domba paschal ketika siang dan malam sama panjang, ia adalah
putri kebangkitan. Ia yang mengemban Sangre-El akan dianugerahi kunci untuk
mengungkapkan Hari Hitam Tengkorak. Ia akan menjadi Perempuan Gembala baru untuk
JalanNya." Maureen tak mampu berkata-kata. Sinclair meraih tangannya lagi. "Hari Hitam
Tengkorak. Golgotha, bukit penyaliban, diterjemahkan menjadi 'tempat tengkorak1
dan Hari Hitam adalah hari yang sekarang kita sebut Jumat Agung.
Nubuat itu mengisyaratkan bahwa seorang anak perempuan dari garis darah itu yang
mengalami visi penyaliban, kelak menerima kunci saat waktunya tiba." "Kunci
untuk apa?" Maureen masih belum mengerti. Kepalanya berenang-renang dalam
informasi. "Kunci untuk membuka rahasia Maria Magdalena. Injilnya.
Penjelasan tentang kehidupan dan masanya dari tangan langsung. Kautahu, ia
menyembunyikan injil itu dengan semacam alkemi yang hanya bisa ditemukan saat
kriteria spiritual tertentu terpenuhi."
Dengan isyarat tubuhnya, Sinclair menunjuk ke patung pemuda di kolam air mancur.
Tepatnya ke piala yang ia pegang.
"Itulah yang banyak dicari orang, sejak lama." Maureen berusaha menemukan
jawabannya. Barisan pikiran melintasi kepalanya. Piala itu. Itulah jawabannya.
"Piala yang ia pegang bukankah Holy Grail?"
"Ya. Kata 'grail' berasal dari istilah zaman dahulu, Sangre-El, artinya Darah
Tuhan. Simbol garis darah suci, tentu saja. Tapi yang mereka cari bukan
sembarang anak yang berasal dari keturunan suci.
Para ksatria Grail umumnya berasal dari garis darah itu, dan mereka sangat tahu
makna warisan tersebut. Tidak, yang mereka cari adalah seorang keturunan: seorang putri Grail yang juga
dikenal sebagai Dia Yang Dinantikan. Dia adalah anak perempuan yang memegang
kunci yang mereka semua inginkan."
"Tunggu sebentar. Apakah maksudmu perburuan Holy Grail sebenarnya adalah
pencarian seorang perempuan yang dimaksud dalam nubuatmu?"
"Sebagian, ya. Yeshua-Daud, sang putra bungsu, pergi ke Glastonbury di Inggris
bersama kakek sampingnya, seorang lelaki yang dikenal dalam sejarah sebagai
Yusuf dari Aritmatea. Bersamasama, mereka menemukan permukiman Kristen pertama di Inggris. Dari
sanalah legenda Grail lahir."
Sinclair menunjuk ke patung lain dalam lingkungan taman yang sama, tapi letaknya
agak jauh. Patung itu berupa seorang raja yang sedang memegang pedang yang
sangat besar. "Menurutmu, mengapa Raja Arthur dikenal sebagai RajaYang Dulu dan Yang Akan
Datang" Karena darahnya berasal dari Yeshua-Daud. Dari sanalah lahir orangorang
terhormat Inggris hingga sekarang.
Umumnya mereka berada di Skotlandia."
"Termasuk kau sendiri."
"Ya, dari pihak ibuku. Aku juga mewarisi garis darah Sarah-Tamar dari pihak
bapakku, seperti juga kamu."
Bunyi deringan mengganggu percakapan mereka. Sinclair menyumpah dan mengangkat
telepon genggamnya, berbicara cepat dalam bahasa Prancis, tak lama kemudian menutupnya.
"Dari Roland. Jean-Claude sudah datang untuk mengambilmu dariku."
Maureen tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Dia belum siap menyudahi
obrolan itu. "Tapi aku belum melihat taman ketiga."
Wajah Sinclair terlihat menyuram. Entah apa sebabnya, tapi Maureen merasa yakin.
"Barangkali memang sebaiknya begitu," katanya. "Hari ini sangat indah. Dan itu,"
katanya menunjuk dengan anggukan kepala," adalah kebun putra tertua Magdalena."
Ia menjawab pertanyaan dalam hati Maureen secara samar dan misterius.
Sepertinya, orangorang di sini sangat senang bersikap seperti itu.
"Meski memiliki keindahan tersendiri, taman itu terlalu dipenuhi bayang-bayang
untuk hari secerah ini."
f Saat mengantar Maureen meninggalkan taman, Sinclair berhenti di gerbang besi.
"Pada hari kedatanganmu ke sini, kau bertanya mengapa aku sangat menyukai
fleurde-lis. Inilah sebabnya. Fleurde-lis berarti 'bunga lili'. Seperti yang kau
ketahui, lili adalah simbol Maria Magdalena. 'Bunga lili' melambangkan
keturunannya. Yaitu tiga orang, diwakili tiga kelopak bunga ini."
Ia mendemonstrasikannya dengan menghitung tiga kelopak itu dengan jarinya.
"Kelopak pertama adalah putra tertuanya, Yohanes Yusuf.
Karakternya sangat kompleks. Akan kujelaskan lebih rinci ketika waktunya tepat.
Tapi sekarang cukup aku katakan bahwa keturunannya banyak terdapat di Italia.
Kelopak tengah melambangkan anak perempuannya, Sarah-Tamar. Dan kelopak ketiga
adalah sang putra bungsu, Yeshua-Daud.
"Itulah rahasia fleurde-lis yang tersimpan rapi. Itulah sebabnya bunga ini
dipilih untuk mewakili kalangan terhormat Italia dan Prancis. Itulah sebabnya
bunga ini juga digunakan sebagai simbol kalangan terpadang di Inggris, seperti
yang kau saksikan sendiri. Simbol ini awalnya digunakan oleh keturunan Maria
Magdalena dari ketiga anaknya. Dulu, simbol misterius ini dilindungi dengan
ketat hingga hanya mereka yang mulai menyelami kebenaran ini bisa saling
mengenal saat mereka melakukan perhelatan ke Eropa."
Maureen terpukau dengan penjelasan ini. "Dan sekarang, bunga lili menjadi salah
satu simbol yang cukup umum di dunia. Perhiasan, pakaian, meja-kursi, banyak yang memanfaatkan simbol ini. Tersembunyi
di tempat terbuka. Orangorang tidak tahu bunga ini melambangkan apa."
Languedoc 25 Juni 2005 Maureen duduk di kursi belakang mobil sport Renault milik Jean-Claude. Mereka
sedang menunggu gerbang elektronik chateau terbuka. Dengan sudut matanya,
Maureen melihat seorang lelaki berjalan melewati pagar pembatas dengan
gerakgerik yang aneh. "Ada apa?" tanya Jean-Claude setelah melihat ekspresi wajah Maureen.
"Ada seorang lelaki di pagar sana. Sekarang ia sudah pergi, tapi tadi ada."
Jean-Claude mengangkat bahu, dengan gaya khas Gauli, seolah tidak berminat.
"Barangkali tukang taman" Atau salah seorang penjaga keamanan. Siapa tahu. Staf
Berenger sangat banyak."
"Apakah tempat ini dijaga petugas keamanan sepanjang hari?" Maureen penasaran
dengan chateau itu dan isinya yang luar biasa, termasuk pemiliknya.
"Ah, oui. Mereka jarang terlihat karena tugas merekalah untuk tidak terlihat.
Barangkali yang tadi kaulihat salah seorang di antara mereka."
Tapi Maureen tidak diberi kesempatan untuk memikirkan aspek-aspek pemeliharaan
chateau yang membosankan. Jean-Claude mengalihkan pembicaraan ke legenda
1 Wilayah Eropa, termasuk wilayah yang sekarang dikenal sebagai Prancis, dulu
juga termasuk Italia utara.
keluarga Paschal sebagaimana yang ia ketahui.
"Bahasa Inggrismu sempurna," Maureen berkomentar setelah lelaki itu menceritakan
bagian yang agak rumit. "Terima kasih. Aku belajar di Oxford untuk menyempurnakan bahasa Inggrisku."
Maureen terpesona, menelan setiap kata sementara si sejarawan Prancis yang
percaya diri itu membawanya ke sebuah lembah merah yang dramatis. Tujuan mereka
adalah Montsegur lambang pertahanan terakhir Cathar yang mengagumkan sekaligus tragis.
f Ada lokasi-lokasi di dunia yang memancarkan aura misteri maupun tragedi yang
dahsyat. Hanyut dalam sungai sungai darah dan tertutup lapisan waktu
berabadabad, tempattempat langka ini bisa membayang-bayangi jiwa selama
bertahuntahun, jauh setelah seorang pengunjung kembali ke
kediamannya yang aman. Maureen pernah melihat tempat semacam ini selama perjalanannya, Ketika ia
tinggal di Irlandia, ia mengalami perasaan ini saat berada di kota-kota
bersejarah semisal Drogheda, tempat Oliver Cromwell membantai seluruh penduduk,
juga di desa-desa yang dilanda Kelaparan Besar pada tahun 1840-an. Saat
berkunjung ke Israel, Maureen mendaki gunung di Masada untuk melihat matahari
terbit di Laut Mati. Perasaannya begitu tergugah sehingga tak dapat dilukiskan
dengan katakata dan air mata ketika ia menelusuri pepuingan istana tempat
ratusan orang Yahudi mengorbankan nyawa pada abad ke-I, alih-alih tunduk pada
penjajah Romawi dan perbudakan.
Saat Jean-Claude membelokkan Renaultnya ke lapangan parkir di kaki bukit tempat
Montsegur berada, Maureen dibanjiri perasaan bahwa tempat ini adalah salah satu
tempat luar biasa lainnya.
Bahkan di siang musim panas yang cerah, wilayah itu tampaknya diselubungi kabut
waktu. Maureen memandang gunung di depan mereka saat Jean-Claude membimbingnya
menuju jalur pendakian. "Jalannya mendaki dan panjang, ya" Itulah sebabnya aku memberitahumu untuk
memakai sepatu yang nyaman."
Maureen bersyukur karena ia selalu bepergian dengan sepatu atletik yang kuat.
Berjalan-jalan dan mendaki adalah olahraga kesukaannya. Mereka mulai mendaki
dengan menempuh jalan yang panjang dan melingkar. Maureen baru sadar,
kesibukannya belakangan ini membuatnya tidak sempat
berolahraga. Ia menggerutu karena tubuhnya tidak dalam kondisi fit seperti
biasanya. Tapi Jean-Claude tidak terburu-buru.
Mereka berjalan dengan kecepatan yang menyenangkan sambil mengobrol tentang hal-
hal misterius di Cathar dan bertanyajawab.
"Seberapa banyak praktik mereka yang kita ketahui" Maksudku, secara akurat. Lord
Sinclair mengatakan ada banyak cerita tentang mereka yang hanya spekulasi."
"Benar. Musuh mereka banyak membuat tulisan yang menyudutkan, agar mereka
dianggap sesat dan berlebihan.
Kautahu, dunia tidak keberatan jika kita membantai para pendosa. Tapi jika kita
membunuh sesama orang Kristen yang dianggap lebih dekat dengan Kristus
dibandingkan kita sendiri, maka kita akan mendapat masalah. Jadi, banyak uraian
tentang praktik bangsa Cathar yang dikarang saja oleh para sejarawan ketika itu,
dan sesudahnya. Tapi, apakah kautahu sesuatu yang sudah pasti benar" Dasar
keimanan bangsa Cathar adalah Doa Bapa Kami."
Maureen menghentikan langkah, berusaha meredakan napasnya yang tersengal-sengal,
kemudian mengajukan pertanyaan lagi. "Benarkah" Doa yang sama seperti yang kita
baca sekarang?" Ia mengangguk, "Oui. Sama, tapi diucapkan dalambahasa Occitan, tentu saja. Saat
kau ke Yurusalem, apakah kau mengunjungi Pater Noster Church di Gunung Zaitun?"
"Ya!" Maureen tahu persis lokasinya. Ada sebuah gereja di sebelah timur
Yerusalem yang dibangun di atas gua tempat Yesus pertama kali mengajarkan Doa
Bapa Kami. Suatu bagian biara dengan eksterior sangat menawan, menampilkan
kotakkotak ubin bermotif mosaik bertuliskan doa itu dalam lebih dari enam puluh
bahasa. Maureen memotret kotak berisi doa dalam bahasa Gaelic Irlandia kuno
untuk ditunjukkan kepada Peter.
"Doa itu juga dipajang di Occitan," jelas Jean-Claude.
"Setiap bangun pagi, warga Cathar membacanya. Bukan sekadar hapalan seperti yang
banyak dilakukan sekarang. Tapi sebagai suatu perbuatan meditasi dan doa yang
sesungguhnya. Tiap baris merupakan peraturan suci bagi mereka." Maureen merenung sambil
berjalan, dan Jean-Claude melanjutkan. "Jadi, di sini tempat orangorang hidup
dengan damai dan menyebarkan ajaran yang mereka namakan JalanNya. Suatu pedoman
hidup yang bersumber dari ajaranajaran cinta.
Mereka adalah suatu kebudayaan yang mengakui Doa Bapa Kami sebagai teks yang
paling suci."
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maureen tahu ke mana arah pembicaraan Jean-Claude.
"Jadi, jika kita anggota Gereja dan ingin menyingkirkan orang orang ini, kita
tidak bisa membiarkan mereka dikenal sebagai umat Kristen yang baik."
"Persis. Ritual aneh dan tuduhan lain ditimpakan kepada orangorang Cathar untuk
menjustifikasi pembantaian yang mereka lakukan."
Jean-Claude berhenti karena mereka telah sampai di sebuah monumen yang berdiri
di tengah jalur. Sebuah tiang granit besar dengan salib Languedoc seukuran tangan di puncaknya.
"Ini adalah monumen para martir," jelasnya. "Diletakkan di sini karena di
sinilah tungku pembakaran berdiri."
Maureen menggigil. Perasaan aneh dibayang-bayangi, meski sudah pernah ia rasakan
sebelumnya, menyergapnya. Suatu perasaan bahwa ia sedang berada di tempat
bersejarah yang mengerikan. Ia mendengarkan Jean-Claude yang menceritakan kisah
pertahanan terakhir bangsa Cathar di gunung ini.
Di ujung tahun 1243, bangsa Cathar telah hampir separuh abad mengalami
penderitaan akibat tekanan dari para tentara Paus. Seluruh kota diperangi,
jalanjalan kota seperti Bezier dibanjiri darah orangorang tidak berdosa. Gereja
bertekad membasmi "para pelaku bidah" dengan cara apa pun. Dan raja Prancis
dengan senang hati membantu niat ini dengan menugaskan para pasukannya karena
tiap kemenangan atas satu warga Cathar yang kaya raya akan memperluas teritori
Prancis. Bangsawan Toulous sudah terlalu sering mengalami ancaman hingga mereka
mendirikan negara sendiri yang independen.
Seandainya kutukan Gereja ampuh untuk menundukkan mereka, maka raja memiliki
solusi yang ia harap akan menghapus sebagian dosa masa lalunya.
Pemimpin masyarakat Cathar selebihnya melakukan pertahanan terakhir di benteng
Monsegur pada Maret 1244.
Seperti kaum Yahudi di Masada lebih dari seribu tahun sebelumnya, mereka berdoa
bersamasama sebagai suatu komunitas, memohon diselamatkan dari para penindas,
dan bersumpah tidak akan menanggalkan keimanan mereka.
Memang, ada spekulasi bahwa bangsa Cathar memperoleh kekuatan dari warisan para
martir Masada selama penjajahan terakhir. Dan seperti tentara Romawi yang adalah
leluhur mereka sendiri, pasukan Paus berusaha membuat mereka kelaparan dengan
menutup akses ke air dan makanan. Tindakan ini jelas menimbulkan persoalan di
Montsegur, seperti yang terjadi di Masada. Kedua tempat itu berlokasi di puncak
bukit sehingga nyaris mustahil aman dari segala penjuru. Pemberontak kedua
kebudayaan itu mencari jalan untuk mengacaukan dan menundukkan para penindas.
Setelah blokade berlangsung beberapa bulan, pasukan Paus merasa yakin
pembangkangan mesti diakhiri. Mereka memberi ultimatum pada pemimpin Cathar.
Jika mereka mengaku dan menyesali perbuatan bidah dalam ketundukan kepada
Inkuisisi, mereka akan dibebaskan. Tapi jika tidak, mereka semua akan dibakar di
atas tungku karena menghina Gereja Romawi Suci. Mereka diberi waktu dua minggu
untuk mengambil keputusan.
Di hari terakhir, para pemimpin pasukan Paus menyalakan tungku pembakaran mayat
dan meminta jawaban. Dan jawaban yang mereka peroleh tak akan
pernah dilupakan di Languedoc. Dua ratus warga Cathar muncul dari persembunyian
di Monsegur, mengenakan jubah sederhana dan saling berpegangan tangan. Dalam
kesatuan sempurna, mereka menyanyikan Doa Bapa Kami dalam bahasa Occitan sambil
berjalan menuju tungku pembakaran
massal. Mereka meninggal sebagaimana mereka hidup: dalam keharmonisan sempurna
dengan iman kepada Tuhan.
Banyak legenda yang mengisahkan hari-hari terakhir bangsa Cathar. Masing-
masingnya lebih dramatis dari yang berikutnya.
Namun yang paling diingat adalah yang dibuat para duta Prancis yang dikirim
untuk berbicara dengan masyarakat Cathar atas nama pasukan raja. Para duta,
pasukaan sewaan yang berhati batu, diundang untuk tinggal di antara tembok-
tembok Montsegur dan menyaksikan ajaranajaran orang Cathar dengan mata kepala
sendiri. Laporan pandangan mata mereka begitu luar biasa, begitu mencengangkan,
hingga tentara Prancis akhirnya masuk dalam keimanan Jalan Murni ini. Tahu bahwa
kematian sudah menunggu, mereka melakukan sakramen terakhir bangsa Cathar
sebagai suatu penghiburan, kemudian menceburkan diri ke dalam perapian bersama
saudarasaudara baru mereka.
Maureen menghapus air mata dari wajahnya ketika ia menatap puncak gunung
kemudian kembali pada salib itu.
"Menurutmu apa yang terjadi" Apa yang telah disaksikan orangorang Prancis hingga
mereka bersumpah mati bersama warga Cathar" Adakah yang tahu?"
"Tidak." Jean-Claude menggelengkan kepala. "Yang ada hanya spekulasi. Sebagian
mengatakan bahwa Roh Kudus menampakkan diri dalam ritual orang Cathar dan
menunjukkan bahwa kerajaan surga menanti mereka. Pihak lain mengatakan bukan
itu, melainkan harta karun bangsa Cathar yang mereka miliki."
Legenda Montsegur terus tergelar di hadapan Maureen saat mereka menuntaskan
pendakian melewati jalur yang sulit. Sehari sebelum hari pertahanan terakhir
bangsa Cathar, empat anggota kelompok mereka berhasil memanjat tembok kastil
yang paling rawan, kemudian melarikan diri. Diyakini, mereka mendapat bantuan
dari intelijen duta Prancis yang mengikuti keyakinan orang Cathar dan meninggal
bersama orangorang itu keesokannya.
"Mereka membawa harta pusaka Cathar yang legendaris.
Tapi harta apa yang mereka bawa, tidak diketahui dengan pasti.
Diduga, harta itu tidak terlalu berat karena orangorang yang melarikan diri itu
adalah perempuan muda dan diperkirakan bertubuh mungil. Selain itu, mereka
tentulah lemah setelah berbulan-bulan dalam keadaan darurat tanpa pasokan air
dan makanan. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka membawa Holy Grail, atau
mahkota duri, atau bahkan harta yang paling berharga sedunia, Kitab Cinta."
"Bukankah itu injil yang ditulis oleh Yesus sendiri?" Jean-Claude mengangguk.
"Semua legenda peristiwa ini dipastikan lenyap dari sejarah di sekitar masa
itu." Semangat sejarawan dan jurnalis Maureen bangkit.
"Adakah buku yang bisa kau rekomendasikan" Dokumen yang bisa aku jadikan bahan
riset dan memberi informasi lebih dalam tentang peristiwa ini selama aku berada
di Prancis?" Lelaki Prancis itu tertawa kecil dan mengangkat bahu.
"Madamoiselle Paschal, orangorang di Languedoc ini ahli sejarah semua. Mereka
menjaga rahasia dan legenda tanpa menuliskannya di atas kertas. Aku tahu, ini
sulit dipahami. Tapi lihatlah sekelilingmu, Manis. Siapa yang memerlukan buku
jika semua ini bercerita?"
Sekarang mereka sudah sampai di puncak bukit.
Reruntuhan benteng yang dulunya megah, terbentang di hadapan mereka. Melihat
tembok-tembok batu yang seolah memancarkan sejarah lingkungan sekelilingnya,
Maureen paham maksud ucapan Jean Claude. Namun Maureen terombangambing antara
kesan yang ia tangkap dengan kebutuhan jurnalisnya untuk mengotentikkan seluruh
penemuan itu. "Pendapat itu cukup aneh bagi seseorang yang menyebut dirinya sejarawan,"
komentarnya. Sekarang Jean-Claude tertawa keras. Suaranya menggema ke lembah hijau di bawah
sana. "Aku menganggap diriku sendiri seorang sejarawan, tapi bukan sejarawan
akademik. Ada perbedaannya, terutama di tempat seperti ini. Pendekatan akademik
tidak bisa diaplikasikan di sembarang tempat, Mademoiselle Paschal."
Ekspresi Maureen jelas menunjukkan bahwa ia belum mengerti. Jean-Claude
menguraikan. "Kautahu, untuk memperoleh gelar paling bergengsi di dunia akademik, kita hanya
perlu membaca semua buku yang tepat kemudian menulis makalah yang baik. Saat
mengikuti tur kuliah di Boston, aku bertemu seorang perempuan Amerika yang
menyandang gelar doktor sejarah Prancis, khususnya bidah abad pertengahan.
Sekarang, ia dianggap sebagai salah seorang pakar terhebat untuk topik tersebut
dan telah menulis satu-dua
buku daras untuk perguruan tinggi. Dan kautahu apa yang lucu" Ia tak pernah ke
Prancis, tidak sekali pun. Ke Paris tidak, apalagi ke Languedoc. Parahnya, ia
tidak merasa perlu. Dalam format akademik sejati, ia yakin bahwa yang ia
butuhkan terdapat dalam buku atau dokumen yang tersedia dalam database
universitas. Pemahaman Catharisisme wanita itu nyaris sama realistisnya dengan membaca komik,
malah dua kali lebih lucu.
Tapi ia dikenal luas sebagai orang yang mumpuni dibandingkan siapa pun di sini
lantaran gelar dan inisial yang mengikuti namanya."
Maureen terus menyimak sementara mereka melangkah melewati bebatuan dan
melompati puing besar. Ucapan Jean-Claude menyentil telinga Maureen. Ia selalu menganggap
dirinya seorang akademik, namun pengalamannya sebagai seorang wartawan juga
mendorongnya untuk melihat
kisahkisah langsung dari lingkungan aslinya. Tak bisa ia bayangkan, bagaimana
menulis Maria Magdalena tanpa berkunjung ke Tanah Suci. Ia pun berkeras pergi ke
Versailles dan penjara Conciergerie yang revolusioner ketika melakukan riset
tentang Marie Antoinette.
Sekarang, meski baru beberapa hari berada di lingkungan sejarah hidup Languedoc,
ia menyadari kebudayaan ini mensyaratkan pemahaman lewat pengalaman langsung.
Jean-Claude belum selesai. "Kuberi contoh. Kau bisa menbaca satu dari lima puluh
lima versi tulisan sejarawan tentang tragedi di Montsegur. Tapi lihatlah
sekelilingmu. Jika kau tidak pernah mendaki gunung ini, atau menyaksikan tempat
pembakaran massal, atau mengamati
betapa tembok-tembok ini tidak tertembuskan, bagaimana kau bisa paham" Ayo, aku
ingin menunjukkan sesuatu."
Maureen mengikuti lelaki Prancis itu ke ujung jurang, tempat tembok-tembok
benteng yang dulunya tak tertembuskan itu hancur berantakan. Ia menunjuk ke
suatu titik yang telah terhempas melewati lereng yang curam, ribuan kaki di
bawah sisi gunung. Angin hangat berembus, meniup rambutnya sementara Maureen
berusaha menempatkan diri dalam posisi seorang gadis muda Cathar di abad 13.
"Dari titik inilah keempat orang itu kabur," jelasnya.
"Bayangkanlah sekarang, saat kau berada di sini. Di tengah malam yang pekat,
membawa benda pusaka yang sangat berharga yang diikatkan ke tubuhmu, dalam
kondisi lemah setelah berbulan-bulan tertekan dan kelaparan. Kau masih muda dan
ketakutan dan tahu bahwa seandainya kau selamat, semua orang yang kau cintai
akan dibakar hidup-hidup. Dengan pikiran-pikiran itu di dalam kepala, kau
menuruni tembok, menuju ke cuaca dingin membeku dan kehampaan tengah malam, dan
ada kemungkinan kuat kau akan menempuh ajal."
Maureen menghela napas panjang. Sungguh pengalaman yang menguji nyali, berdiri
di sini, di tempat legenda itu hidup dan sangat nyata di sekelilingnya.
Jean-Claude memotong lamunan Maureen. "Sekarang, bayangkan jika kau hanya
membaca kisah itu di perpustakaan New Haven. Bukankah pengalamannya akan
berbeda"1 Maureen mengangguk setuju sebagai jawaban, "Tentu saja."
"Oh, aku hampir lupa. Perempuan termuda yang kabur malam itu" Kemungkinan ia
adalah leluhurmu. Orang yang kemudian memakai nama Paschal. Bahkan mereka menujulukinya La Paschalina hingga
ia meninggal." Maureen tak bisa berkata-kata mendengar satu lagi informasi fenomenal tentang
leluhurnya. "Seberapa banyak yang kau ketahui tentang dia?"
"Sedikit. Ia meninggal di biara Montserrat di perbatasan Spanyol dalam usia
lanjut. Sebagian catatan kehidupannya masih berada di sana. Kita tahu bahwa ia
menikah dengan seorang pengungsi Cathar lain di Spanyol dan memiliki sejumlah
anak. Tertulis bahwa ia membawa harta tak ternilai ke biara, tapi apa harta itu, tak
pernah diungkapkan secara terbuka."
Maureen mengulurkan tangan dan memetik sekuntum bunga liar yang tumbuh di
retakan runtuhan tembok. Ia berjalan ke pinggir jurang tempat gadis Cathar yang
kemudian menggunakan nama La Paschalina itu menuruni gunung dengan begitu berani
untuk memenuhi harapan terakhir kaumnya.
Sambil melemparkan bunga ungu kecil ke dasar jurang, Maureen mengucapkan doa
kecil bagi perempuan itu yang mungkin atau tidak adalah leluhurnya. Hal itu nyaris tidak
penting. Mendengar kisah orangorang yang baik hati dan menyaksikan keindahan
tanah ini sendiri saja sudah membuat hidupnya tak akan sama seperti sebelumnya.
"Terima kasih," kata Maureen kepada Jean-Claude dengan suara pelan. Lelaki itu
kemudian meninggalkannya sendirian, untuk merenungkan betapa masa lalu dan masa depannya
jalin-menjalin dengan tempat yang paling kuno dan paling misterius ini.
f Maureen dan Jean-Claude makan siang di sebuah desa kecil yang terletak di lembah
Montsegur. Seperti yang ia janjikan, restoran itu menyajikan makanan ala Cathar. Menunya
sederhana, umumnya terdiri dari ikan dan sayuran segar.
"Ada pendapat keliru yang mengatakan bahwa masyarakat Cathar menerapkan pola
makan vegetarian yang ketat. Padahal mereka makan ikan," kata Jean-Claude.
"Mereka terlalu tekstual menyangkut aspek-aspek tertentu dalam kehidupan Yesus.
Karena Yesus memberi makan banyak orang dengan roti dan ikan, maka mereka yakin
bahwa mereka pun harus menyertakan ikan dalam menu makanan mereka."
Maureen merasa makanan itu menyehatkan dan sangat menikmatinya. Sinclair benar:
Jean-Claude sejarawan yang hebat. Maureen telah mengajukan segudang pertanyaan
saat mereka berjalan menuruni gunung, dan Jean-Claude menjawab semuanya dengan
sabar dan mendalam. Saat mereka duduk
makan, Maureen dengan senang hati menjawab pertanyaanpertanyaan lelaki itu.
Yang pertama yang ingin diketahui Jean-Claude adalah mimpi dan visi yang dialami
Maureen. Sebelumnya, topik ini membuatnya sangat tidak nyaman. Namun beberapa hari
terakhir di Languedoc, ia bersikap terbuka. Di sini, visivisi seperti yang ia
alami bukanlah sesuatu yang aneh, hanya sekadar bagian kehidupan. Karena itulah
Maureen merasa lega berbicara bersama orangorang yang menerima isu semacam ini.
"Apakah kau mengalami visi ketika masih kecil?" Jean-Claude ingin tahu.
Maureen menjawab dengan gelengan kepala. "Apakah kau yakin?"
"Jika ya, aku sama sekali tidak ingat. Aku baru mengalaminya saat berkunjung ke
Yerusalem. Mengapa?" "Hanya ingin tahu. Teruskanlah." Maureen menjelaskan pengalamannya secara
panjang lebar. Jean-Claude mendengarkan dengan penuh perhatian sambil mengajukan pertanyaan di
sela-sela cerita Maureen. Minatnya terkonsentrasi pada bagian visi penyaliban di
Notre-Dame. Maureen menyadari hal ini. "Lord Sinclair juga berpendapat visi itu sangat
penting." "Ya, tentu." Jean-Claude mengangguk. "Apakah ia bercerita tentang nubuat itu?"
"Ya. Sungguh menakjubkan. Tapi aku agak gelisah karena ia sepertinya menganggap
bahwa akulah Dia Yang Dinantikan dalam nubuat. Rasanya penampilanku tidak
sesuai." Lelaki Prancis itu tertawa. "Tidak, tidak. Hal-hal semacam ini tidak bisa
dipaksakan. Bisa benar bisa tidak, dan jika benar, itu akan segera terbukti.
Berapa lama kau akan tinggal di Languedoc?"
"Rencananya empat hari. Setelah itu kami akan pergi ke Paris beberapa malam.
Tapi aku tidak yakin sekarang. Masih banyak yang perlu dilihat dan dipelajari di
sini. Aku banyak mendapat informasi."
Entah mengapa, Jean-Claude terlihat termenung saat mendengar ucapan Maureen
tadi. "Apakah ada kejadian aneh semalam, setelah pesta" Sesuatu di luar
kebiasaan" Mimpi yang lain dari yang lain?"
Maureen menggelengkan kepala. "Tidak, tidak ada. Aku merasa lelah lalu tertidur
pulas. Kenapa?" Jean-Claude mengangkat bahu kemudian meminta
bon. Saat ia berbicara, nyaris seperti ditujukan pada dirinya sendiri.
"Kalau begitu kemungkinannya bisa dipersempit."
"Kemungkinan apa yang dipersempit?"
"Oh, kalau kau tidak akan lama di sini, kami mesti memikirkan apa yang bisa kami
lakukan untuk menentukan apakah kau keturunan La Paschalina atau bukan.
Singkatnya, apakah kau adalah Dia Yang Dinantikan, yang akan memimpin kami
menuju harta karun yang sangat rahasia, atau bukan."
Ia mengedipkan mata menggoda pada Mauren, setelah itu menggeser kursi untuk
mempersilakan gadis itu berdiri, dan mereka bersiap meninggalkan wilayah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Montsegur yang sakral. "Sebaiknya aku mengantarmu kembali ke chateau sebelum Berenger memenggal
kepalaku." ... Bagaimanakah memulai tulisan tentang suatu masa yang mengubali dunia"
Sudah lama aku nrminggu untuk menuliskan ma karena aku senantiasa dihantui
ketakutan seandainya hari itu tiba dan aku mesti memulai dari awal lagi. Selama
bertahuntahun aku menyaksikannya dalam tidurku. berkali-kaJi. Namun mimpi itu
enggan pergi sebelum membuatku tersiksa. Mei^embalikan semua itu dengan sengaja,
tak pernah menjadi pilihanku. Karena meski aku telah memaafkan semua yang lelah
menyebabkan penderitaan Easa. namun memaafkan tidak membuat kita nt lupakan.
Barangkalimemangsudah seharusnya, karena hanya akulah yang tertinggal dan dapat
nvnceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa kegelapan.
Ada orangorang yang berkata Easa yang merencanakannya, sedari a wal. Ini tidak
tenar. Kejadian itulah yang direncanakan untuk Easa sedangkan ia menjalaninya
dengan kekuatan dan kepatuhan kepada Tuhan, la minum dari cargkiryang disodorkan
kepadanya dengan suatu keberanian dan keanggunan yang belum pernah disaksikan
sebeliannya atau sejak itu. selam o/eh ibundanya. Hanyalah IbuNya. Maria Agung,
yang mendengar panggilan Tuhan detigansamajemihnya. Dan hanya Ibunya yang
menjawab 'lan itu dengan keberanian yang sama. Kita semua mesti terendah
hati'meneladanikeagimgan mereka.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KECELAPAN
Dua Belas Carcassonne, 25 Juni 2005
Tamara Wisdom dan Derek Wainwright tak tampak beda dengan pasangan-pasangan
turis Amerika lain yang berada di luar tembok yang mengelilingi kota benteng
Carcassonne. Saat Tammy menemui Derek di lobi hotelnya, Derek menciumnya dengan
penuh hasrat. Sambil tersipu-sipu, Tammy mendorong Derek dengan lembut.
"Masih banyak waktu untuk itu nanti, Derek."
"Janji?" "Tentu saja." Tammy mengusap-usap punggung Derek untuk menegaskan janjinya.
"Tapi kau tentu tahu betapa gila kerjanya aku ini. Setelah urusan itu tak lagi
mengganggu pikiranku, kita bisa memiliki waktu seharian untuk ... bermain."
"Baiklah, ayo kita pergi. Bagusnya aku saja yang mengemudi."
Derek menggenggam tangan Tammy dan membimbingnya menuju tempat parkir dan mobil
sewaannya. Ia melewati batas jalan kemudian memutar ke tembok kota lalu berbelok
ke jalan yang membawa mereka semakin jauh ke dalam perbukitan.
"Kau yakin aman?" tanya Tammy. Derek mengangguk. "Mereka telah berangkat ke
Paris pagi ini. Semuanya, kecuali ..." "Kecuali apa?" Derek terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi
tidak jadi. "Bukan apa-apa. Masih ada satu orang yang tinggal di Languedoc ini. Tapi ia
sibuk hari ini, tidak mungkin berpapasan dengan kita."
"Kau mau menjelaskan?"
Derek tertawa. "Tidak sekarang. Mengambil peluang ini sekarang saja sudah
terlalu berisiko bagiku. Apakah kautahu hukuman apa yang aku dapatkan jika tertangkap?"
Tammy menggelengkan kepala. "Tidak, apa" Masa percobaan rahasia kedua?"
Derek melirik sekilas kepadanya. "Meluculah sesukamu, tapi mereka ini tidak
mainmain." Diangkatnya telunjuk tangannya ke arah tenggorokan sambil melakukan gerakan
memotong. "Kau pasti bercanda."
"Aku serius. Ganjaran membocorkan rahasia Persekutuan ke selain anggota adalah
hukuman mati." "Apakah kasus itu pernah terjadi" Atau mungkin sekadar takhayul yang direkayasa
agar rahasia organisasi tetap terjaga dan anggotanya bisa dikendalikan?"
"Ada seorang Guru Keadilan baru sebutan untuk pemimpin kami dan orang ini
ekstrem." Tammy berpikir serius beberapa saat. Beberapa tahun silam, dalam keadaan mabuk
Derek mengungkapkan padanya bahwa ia adalah anggota Persekutuan rahasia tersebut. Tapi
kemudian ia tutup mulut dan menolak
berbicara lebih jauh. Tammy berusaha membujuknya agar mau berbicara saat di
pesta. Akhirnya, perpaduan antara alkohol dan hasrat pada Tammy yang telah lama
dipendam membuatnya membocorkan lokasi markas besar mereka yang terletak sedikit
di luar Carcassonne. Atau setidaknya itulah yang ia pikir telah meluncur dari bibir Derek yang sedang
meracau. Hari ini, Derek bahkan telah menawarkannya untuk melihat tempat keramat
itu. Tapi jika Derek tidak berbohong tentang konsekuensi petualangan tersebut,
itu bukan sesuatu yang diinginkan Tammy.
"Dengar Derek, jika tindakan ini sangat berbahaya, aku tak ingin mendorongmu
melakukannya. Sungguh. Aku dapat menggunakanmu sebagai narasumber anonim jika aku memutuskan
untuk mengulas Persekutuan rahasia itu dalam proyekku. Lebih baik kita kembali saja ke
Carcassonne dan makan siang. Kau aman mengungkapkan segalanya kepadaku di kafe
pada siang bolong." Nah. Ia telah memberinya jalan untuk mengelak. Namun keputusan Derek membuat
Tammy terkejut. "Oh , tidak. Aku ingin menunjukkannya padamu. Bahkan sekarang aku merasa tidak
sabar untuk memperlihatkannya padamu."
Tammy merasa gelisah mendengar nada bicaranya yang antusias. "Kenapa?"
"Kaulihat saja nanti."
f Derek memarkir mobil di belakang pagar tanaman, beberapa ratus meter dari
gerbang masuk ke lokasi rahasia itu.
Dengan hatihati mereka melangkah menyusuri jalan, berbelok ke jalan setapak
sempit yang tak beraspal. Setelah beberapa ratus meter, tampaklah sebuah gereja
kecil berdinding batu tempat para anggota Persekutuan mengadakan upacara
keagamaan semalam. "Itu gerejanya. Kita ke sana jika kau mau."
Tammy mengangguk, bertekad mengikuti dan melihat ke mana Derek membawanya. Tammy
sudah mengenal Derek beberapa tahun belakangan, tapi selama ini mereka hanya berteman
biasa. Kini Tammy sadar bahwa sebenarnya ia belum cukup mengenal Derek untuk
dapat memastikan niat lelaki itu yang sesungguhnya. Sebelumnya ia mengira hasrat
Derek padanya hanya hasrat lelaki biasa. Kalau itu, ia bisa menanganinya. Namun
mendadak Derek bertekad bulat. Tammy belum pernah melihatnya seperti ini
sebelumnya. Dan ini membuatnya takut. Untunglah Sinclair maupun Roland tahu ke
mana ia pergi. Derek membimbingnya menuju sebuah bungalo di belakang gereja, mengeluarkan kunci
dari kantongnya, lalu membuka pintu. Eksterior yang tak mengesankan mengelabui Tammy.
Bagian dalam Gedung Persekutuan itu ternyata begitu besar dan penuh ornamen.
Dihiasi kain mahal dan bingkai bersepuh emas, tiap kaki persegi bagian
dindingnya ditutupi dengan karya seni.
Semuanya adalah duplikat lukisan Leonardo da Vinci. Pada dinding di hadapannya,
bagian yang pertama kali terlihat saat memasuki ruangan, berjejer duplikat dua
versi Santo Yohanes Pembaptis karya Leonardo.
"Ya, Tuhan," bisik Tammy. "Jadi memang benar. Leonardo seorang Yohanit. Seorang
pelaku bidah." Derek tertawa. "Berdasarkan standar yang mana" Dalam keyakinan Persekututan,
'umat Kristen' yang mengikuti Kristus adalah pelaku bidah yang sesungguhnya.
Kami menyebutnya 'Si Perampas', dan 'Si Pendeta Jahat'." Derek membuat gerakan
360 derajat ke arah berbagai karya seni dan berbicara dengan berwibawa. Tammy
belum pernah melihatnya seperti ini.
"Leonardo da Vinci adalah seorang Guru Keadilan pada masanya, seorang pemimpin
Persekutuan kami. Ia percaya bahwa Yohanes Pembaptis adalah mesias yang
sesungguhnya dan Yesus telah merebut posisinya lewat manipulasi kaum perempuan."
"Manipulasi kaum perempuan?"
Derek mengangguk. "Itu adalah fondasi tradisi kami.
Salome dan Maria Magdalena berkomplot untuk membunuh mesias kami agar nabi palsu
mereka bisa duduk di singgasana.
Persekutuan menjuluki keduanya pelacur. Begitulah selalu dan selamanya."
Tammy menatap Derek tidak percaya. "Apakah kau percaya pada semua itu" Bajingan,
Derek, seberapa jauh kau meyakini filosofi macam itu" Dan tega-teganya kau
menyembunyikan rahasia ini dariku?"
Derek hanya mengangkat bahu. "Rahasia memang urusan kami. Sedangkan tentang
filosofi, aku dibesarkan untuk memercayai hal itu dan mempelajari berbagai teks
rahasia selama bertahuntahun.
Kautahu, semuanya sangat meyakinkan."
"Apanya?" "Berbagai materi yang kami miliki. Kami menyebutnya The True Book of the Holy
Grail. Materi ini telah diwariskan sejak masa Romawi dari para pengikut sejati
Sang Pembaptis. Di situ diungkapkan kejadiankejadian seputar wafatnya Yohanes
dengan rinci. Kau akan melihat bahwa materi itu memang mengagumkan." "Bisakah
aku melihatnya?" "Aku akan memberimu satu salinannya. Aku memiliki satu di kamar hotelku." Ada
lebih dari sekadar sindiran halus dalam ucapan terakhirnya.
Tammy menanamkan kesan dalam hati dan berusaha tidak terlihat takut. Ia sudah
bisa menduga apa yang diharapkan Derek sebagai imbalan dokumen berharga
tersebut. Tammy bergerak menjauh, berjalan pelan untuk melihat berbagai lukisan
dalam ruangan itu. "Apakah kau melihat kesamaan dalam semua lukisan ini?" tanya Derek.
"Selain bahwa semuanya karya Leonardo?" Tammy menggelengkan kepalanya. Ia tak
dapat melihat selain dari hubungan yang sudah jelas itu. "Tidak. Awalnya aku
pikir semuanya gambar Yohanes Pembaptis, tapi ternyata tidak.
Lukisan itu tampak seperti rincian peristiwa Perjamuan Malam Terakhir, tapi itu
tidak masuk akal mengingat ucapanmu barusan. Mengapa lukisan itu disimpan di
sini jika Persekutuan membenci Yesus karena menganggapnya seorang perampas dan
menyalahkan Maria Magdalena atas kematian Yohanes?"
"Begini," kata Derek, mengangkat tangan kanannya ke depan wajah dengan posisi
khusus. Telunjuknya mengarah ke langit dan ibu jarinya menekuk ke atas, sementara ketiga
jarinya yang lain ditekuk ke bawah. Tammy menatapnya dan menyadari bahwa salah
seorang sahabat Yesus dalam lukisan fresco Leonardo yang terkenal juga membuat
gerakan serupa tindakan itu
seolah memberi ancaman ke wajah Yesus.
"Apa artinya?" tanya Tammy. "Aku telah melihat posisi tangan semacam itu
sebelumnya, pada lukisan Yohanes Pembaptis di Louvre." Tammy menunjuk duplikat
lukisan itu yang digantung di dinding. "Yang itu. Aku beranggapan ia menunjuk ke
surga, ke arah langit."
Derek berdecak, pura-pura kecewa. "Ayolah Tammy. Kau seharusnya tahu bahwa
Leonardo tak pernah segamblang itu.
Kami menyebutnya isyarat 'Ingat Yohanes', dan maknanya banyak. Pertama, jika kau
perhatikan dari dekat, jari-jari itu membentuk huruf J, singkatan dari John
(Yohanes). Telunjuk tangan kanan yang mengarah ke atas juga melambangkan angka
satu. Jadi isyarat itu bermakna 'Yohanes adalah mesias pertama'.
Oh, ada satu hal lagi yang lebih penting, sebuah relik."
"Kau memiliki relik Yohanes?"
Seringai Derek melebar. "Seandainya saja relik itu ada di sini sehingga aku bisa
memperlihatkannya padamu. Tapi Guru Keadilan tak pernah membiarkannya berada di
luar pengawasannya. Kami memiliki tulang jari telunjuk kanan Yohanes, jari yang menunjukkan isyarat
khusus tadi. Isyarat itu telah menjadi kode rahasia kami di tengah-tengah
masyarakat selama ribuan tahun. Dengan cara itu, para ksatria maupun bangsawan
di abad pertengahan bisa saling mengenal tanpa diketahui orang lain.
Cara itu masih kami gunakan hingga kini.
Jari Yohanes kami gunakan dalam upacara pengukuhan. Demikian pula tengkorak
kepalanya." Tammy langsung tertarik. "Kalian memiliki tengkorak Yohanes?"
Derek tertawa. "Ya. Guru Keadilan menjemurnya setiap hari. Tengkorak itu adalah
pusat seluruh ritual Persekutuan."
"Bagaimana kautahu bahwa tengkorak itu benarbenar tengkorak Yohanes" Aku pikir
kepalanya berada di Amiens, di sebuah katedral di sana."
"Apakah kautahu berapa banyak tempat yang diklaim menyimpan benda-benda
Ular Kobra Dari Utara 2 Bende Mataram Karya Herman Pratikto Kemelut Di Cakrabuana 6
saat menunggu di lorong depan kamar. Mungkin ia harus melepas topi. Selain
berat, posisi topi itu terasa tidak nyaman di kepala, membuatnya terlihat
konyol. Pintu dibuka, dan Maureen yang baru muncul dari kamar. Gaun Ribera itu sangat
pas, seolah dibuat khusus untuknya gaun ketat berenda dengan bahu terbuka yang
seolah hanyut dalam lautan taffeta merah tua. Rambut Maureen yang panjang
berwarna merah disisir sedemikian rupa sehingga
menambah ketebalannya, tergerai di bahunya, membentuk tirai yang mengilap. Namun
ketenangan yang mengejutkan dan lain dari biasanya yang terpancar dari
dirinyalah yang paling terlihat oleh Peter. Seolah gadis ini telah melangkah ke
dalam suatu peran yang sangat pas untuknya.
"Bagaimana menurutmu" Apakah berlebihan?"
"Pasti. Tapi kau terlihat...seperti sebuah visi."
"Pilihan kata yang menarik. Apakah itu hanya leluconmu?"
Peter mengedipkan mata dan mengangguk. Ia senang karena mereka bisa bercanda
kembali dan hubungan mereka tidak rusak akibat perselisihan kemarin malam.
Perjalanan menjelajahi negara Cathar agaknya membangkitkan semangat mereka.
Peter membimbing Maureen berjalan melintasi ruangan-ruangan chateau yang sejuk,
menuju ruang pesta di bagian ujung.
Maureen tertawa mendengar Peter mengeluhkan busananya.
"Kau terlihat sangat terhormat dan memesona," kata Maureen meyakinkan Peter.
"Aku merasa seperti orang tolol," jawab Peter.
Carcassome 24 Juni 2005 Di gereja batu kuno di luar kota benteng Carcassome tengah berlangsung persiapan
untuk suatu acara. Para anggota Persekutuan Keadilan berkumpul dengan khusyuk. Lebih dari dua ribu
lelaki berpakaian formal menghadiri kebaktian. Mereka memakai pita merah tua
yang menunjukan ordo mereka,
ditalikan di leher. Tak terlihat wanita dalam perkumpulan ini. Tak satu wanita pun pernah mencemari
dinding-dinding Persekutuan maupun kapel-kapelnya. Sejumlah plakat berpatri yang
menunjukkan pandangan Santo Paulus terhadap perempuan dipasang di setiap bagian
gedung Persekutuan. Salah satunya adalah ayat dari Korintian Pertama:
Biarkan perempuan-perempuanmu tetap tidak bersuara daiam gereja: karena mereka
dilarang berbicara. Mereka diperintahkan patuh, seperti yang tercantum puia daiam hukum.
Dan sekiranya mereka ingin mempelajari sesuatu, biarkan mereka bertanya pada
suami mereka di rumah. Adalah memalukan jika perempuan berbicara dalam gereja.
Yang kedua bersumber dari Timotius Pertama:
Jangan bebankan perempuan untuk mengajar, jangan pula memberi mereka wewenang
untuk mengajar atau memiliki kekuasaan atas lelaki, tapi biarkan mereka tetap
diam. Namun, meski sabda-sabdanya dikutip oleh Persekutuan, Paulus bukanlah mesias
mereka. Relik pimpinan mereka dipajang di atas bantal beludru yang ditempatkan di atas
altar. Yaitu tengkorak yang bersinar diterangi cahaya lilin. Dan jari telunjuk
tulang belulang ini telah dilepas dari kotak pajang untuk pameran tahunan ini.
Setelah upacara formal dan presentasi oleh Ketua Persekutuan, tiap anggota
diizinkan menyentuh pusaka. Ini adalah privilese yang biasanya hanya dimiliki
anggota dewan Persekutuan setelah mereka bersumpah untuk menegakkan ajaranajaran
keadilan. Tapi acara peringatan tahunan itu adalah ziarah yang diikuti anggota Persekutuan
dari seluruh dunia. Dan malam ini, semua anggota mendapat kehormatan untuk menyentuh relik.
Pemimpin mereka melangkah menuju mimbar untuk memulai pidato pendahuluan. Aksen
Inggris bangsawan John Simon bergema di dinding batu gereja tua itu.
"Saudarasaudaraku, malam ini, tidak jauh dari sini, anakcucu pelacur dan pendeta
jahat berkumpul. Mereka merayakan kenistaan mereka yang turun temurun dengan perbuatan tidak
senonoh. Dengan sengaja, mereka memilih untuk mencemari malam suci ini dengan
mempertontonkan kebinalan
mereka dan memamerkan kekuatan semu mereka pada kita.
"Tapi kita tidak takut. Kita akan membalas dendam
segera, pembalasan dendam yang telah menunggu selama dua ribu tahun untuk
menyaksikan cahaya sempurna kebajikan. Kita telah merobohkan gembala mereka yang
jahat. Dan sekarang, kita akan menyerang keturunan-keturunannya. Kita akan
membinasakan Pimpinan Utama mereka dan
bonekabonekanya. Kita akan mengenyahkan perempuan yang mereka sebut sebagai perempuan gembala dan
kita akan lihat apakah ratu bejat ini akan jatuh ke dalam neraka sebelum ia bisa
menyebarkan dusta-dusta penyihir yang adalah leluhurnya.
"Kita melakukan ini atas nama sang Pertama, Mesias Sejati Pertama. Karena ia
telah berbicara padaku dan upacara ini adalah keinginannya. Kita melakukan ini
atas nama Guru Keadilan dan dengan rahmat Tuhan kita."
Cromwell memulai prosesi, pertama dengan menyentuh tengkorak, kemudian
mengangkat tulang telunjuk, secara berurutan. Ia berbisik kuat ketika
melakukannya. "Neca eos omnes." Bunuh mereka semua.
.. Mereka yang mewartakan Ihu/us kepadaku berkata bahwa ia mengeram peran
perempuan dalamJalanNya. Inilah bukti paling kuat bahwa klaki semacam ini tidak mungkin
mengena/ kebenaran ajaran Easa atau esensi Easa itu sendiri. Sabda-sabda Easa
tentang perempuan telah dikenal oleh umat terpilih, dan aku menjadi buktinya.
Tak seorang pun mampu mengubah hal itu. apalagi menghilangkan aku sepenuhnya
dari sejarah. Lebih jauh aku diberita/ui bahwa Paulus ini menyuarakan makna kematian Easa.
bukan sabda Easa. Ini suatu kesalahpahaman yang patut dha yangkan
lelaki bernama Paulus inicukup lama menjadi tawanan Nero. Aku diberitahu bahwa
ia banyak menulis surat untuk orang kepercayaannya dan menyampaikan ajaranajaran
yang ia klaim berasal dari Easa.
Tapi orangorang yang datang kepadaku mengatakan ball wa tidak sekali pun ia
menyebut fentangJakuiNya. bahwa ajaran-ajarannya berbeda dari jalan kami.
Aku berduka untuk siapa pun yangterkika dan terbunuh oleh Nero yang Jaliat itu.
Namun aku merasa takut. Aku takut e aki bernama Paulus ini akan dipandang
sebagai martir besar di JalanNya. danbahna banyak orang akan meyakini
ajaranajaran paki sebagai sabda Easa.
Padahal itu keliru. INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KriAB PARA MURID
Sepuluh Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005
Maureen dan Peter mengikuti alunan melodi lagu abad pertengahan saat berjalan
menelusuri ruang-ruang. Mendekati pintu masuk ruang dansa, untuk pertama kalinya
mereka menyaksikan acara mewah nan indah yang diselenggarakan Sinclair.
Maureen merasa seolah berada di masa yang lain. Loronglorong ruangan dansa itu
dihiasi tirai-tirai beludru. Bebungaan dan lilin-lilin pun turut memperindah
ruangan-ruangan itu hingga ribuan kali lipat. Para pelayan yang mengenakan wig
dan kostum bergerak dengan efisien dan tanpa menimbulkan bunyi ketika
menyediakan makanan dan minuman, serta diamdiam merapikan kembali segala yang
ditinggalkan oleh tamu pesta yang agak liar.
Namun sesungguhnya tamu-tamu itu sendirilah yang menjadi permata dalam kotak
perhiasan nan mewah ini. Kostum mereka sungguh menawan dan luar biasa, mewakili
berbagai era dalam sejarah Prancis dan Occitan. Ada pula yang mencerminkan
tradisi misteri tertentu. Undangan untuk menghadiri acara Sinclair menjadi
dambaan para elit esoteris di seluruh dunia. Mereka yang mendapat undangan
bersuka ria hingga mereka mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari.
Dalam acara itu ada kontes kostum yang paling orisinil, sekaligus tamu yang
paling menawan dan paling Jenaka. Sinclair bertindak sebagai hakim dan juri
satusatunya, dan hadiah yang diberikan merupakan sebuah keberuntungan kecil.
Yang lebih penting, pemenang dipastikan mendapat tempat terpenting dalam daftar
tamu acara tahun depan. Musik, canda tawa, dan dentingan gelas-gelas kristal mendadak berhenti begitu
Maureen dan Peter memasuki ruangan.
Seorang lelaki dengan busana mencolok dan memegang trompet memainkan musik
kebesaran saat Roland, yang mengenakan jubah Cathar yang sederhana, melangkah ke
depan untuk mengumumkan kedatangan mereka. Maureen terkejut melihat Roland
mengenakan busana pesta alih-alih busana pegawai. Tapi ia tidak punya banyak
waktu untuk memusingkan hal itu. Maureen melangkah masuk.
"Adalah kehormatan bagi saya untuk mengumumkan nama kedua tamu kehormatan kami,
Mademoiselle Maureen de Paschal dan Abbe Peter Healy."
Kerumunan tamu membeku seperti patung lilin, menatap kedua pendatang baru ini.
Dengan sigap Roland memberi isyarat agar band melanjutkan musik untuk menutupi
situasi canggung. Ia mengulurkan tangan pada Maureen kemudian membimbingnya memasuki ruang dansa.
Para tamu masih menatap mereka, tapi tidak semencolok tadi. Tamu-tamu yang
menguasai tata krama menutupi keterkejutan mereka dengan berpura-pura tak acuh.
"Jangan pedulikan mereka, Nona. Kau wajah baru, dan misteri baru bagi mereka.
Tapi sekarang," ujar Roland menekankan, "mereka akan segera menerimamu. Mereka
tak punya banyak pilihan."
Maureen tidak sempat memikirkan makna ucapan Roland sementara lelaki ini
menuntunnya ke lantai dansa. Tinggallah Peter yang menonton dengan minat yang
membungkah. f "Reenie!" Aksen Amerika Tamara Wisdom sungguh ganjil di tengah-tengah lingkungan
Eropa ini. Ia bergegas menyeberangi lantai dansa, tempat Maureen dan Roland baru
saja selesai berdansa. Tammy terlihat sangat eksotis dalam kostum gipsi.
Rambutnya yang luar biasa dicat hitam mengilat seperti sayap elang, menjuntai
hingga ke pinggangnya. Gelang emas melingkari kedua tangannya. Roland mengedipkan mata
pada Tamara agak menggoda menurut Maureen sebelum membungkuk kepada Maureen
untuk undur diri. Maureen memeluk Tammy. Ia merasa senang karena ada satu wajah lagi yang ia kenal
di lingkungan yang semakin asing ini. "Kau terlihat mengagumkan! Kau berdandan
sebagai siapa?" Tammy memutar tubuhnya dengan anggun, rambut hitamnya melambai di belakangnya.
"Sarah si perempuan Mesir, dikenal juga sebagai Ratu Gipsi. Ia adalah pelayan
pribadi Maria Magdalena."
Tammy mengangkat rok taffeta merah yang dikenakan Maureen dengan satu jari. "Aku
tidak perlu bertanya siapa kau. Apakah Berry yang memberikan busana ini padamu?" "Berry?"
Tammy tertawa. "Temanteman Sinclair memanggilnya dengan nama itu."
"Aku tidak tahu kalian begitu dekat." Maureen berharap rasa kecewanya tidak
tertangkap dari suaranya.
Tammy tidak sempat menjawab. Percakapan mereka terpotong oleh kemunculan seorang
perempuan muda, beberapa tahun lebih tua dibandingkan seorang remaja, yang
mengenakan jubah Cathar yang sederhana. Gadis itu membawa sekuntum bunga lili
calla dan menyerahkannya pada Maureen.
"Marie de Negre," ujarnya, lalu membungkuk dalam-dalam dan pergi.
Maureen memandang Tammy, meminta penjelasan. "Apa maksudnya?"
"Kau. Kau menjadi bahan pembicaraan malam ini. Hanya ada satu peraturan dalam
pesta tahunan ini. Yaitu, tidak ada yang boleh berdandan sebagai Dia. Namun kau muncul, sebagai
Maria Magdalena. Sinclair sedang mengumumkanmu ke seluruh dunia. Pesta ini untuk menyambut
kemunculanmu." "Bagus sekali. Alangkah baiknya jika aku diberitahu sebelumnya. Apa panggilan
gadis itu kepadaku?"
"Marie de Negre. Maria Hitam. Itulah istilah lokal untuk Maria Magdalena,
Madonna Hitam. Dalam setiap generasi, seorang perempuan dari garis darahnnya
mendapat nama itu sebagai julukan resmi yang disandang hingga mati. Selamat, kau
mendapat kehormatan besar. Seolah ia memanggilmu,
'Yang Mulia'." Maureen tidak bisa berlama-lama merenungkan kekacauan yang mengelilinginya.
Ruangan itu penuh dengan hal-hal yang berpotensi membuyarkan konsentrasi: musik
yang terlalu ramai dan terlalu banyak tamu yang menarik dan eksentrik. Sinclair
entah berada di mana. Maureen telah bertanya pada Roland saat mereka berdansa,
tapi raksasa Languedoc ini hanya mengangkat bahu, dan seperti biasa menjawab
samar dan penuh teka-teki.
Maureen memandang ke sekeliling ruangan saat Tammy bicara.
"Mencari pengawalmu?" tanya Tammy. Maureen melotot, tapi kemudian mengangguk,
membiarkan Tammy berpikir bahwa kepeduliannya hanya kepada keberadaan Peter.
Tammy memberi isyarat bahwa Peter sedang berjalan menuju mereka. Lelaki itu muncul dari belakang
Maureen. "Jaga sopan santun," gertak Maureen pada temannya.
Tammy mengabaikan teguran itu. Ia telah melangkah maju untuk menyambut Peter.
"Selamat datang di Babilonia, Bapa." Peter tertawa. "Terima kasih. Kupikir."
"Kau datang pada waktunya. Aku baru saja akan mengajak Yang Mulia ini melihat
pertunjukan sinting. Mau ikut?"
Peter mengangguk, dan tersenyum pasrah pada Maureen, menuruti saja ke mana Tammy
membawa mereka dengan langkah cepat melintasi ruang dansa.
f Tammy memimpin Maureen dan Peter melewati pesta. Ia berbisik, seolah mengajak
bersekongkol, pada beberapa kelompok tamu yang mereka lewati. Jika memungkinkan,
Tammy memperkenalkan mereka ketika melihat teman atau kenalannya di tengah
kerumunan. Maureen sangat sadar bahwa ia menjadi bahan inspeksi para tamu.
Trio ini melewati sekelompok kecil lelaki dan perempuan yang tampaknya tidak
diperhatikan. Tammy menyikut Maureen.
"Mereka sekte seks. Mereka percaya bahwa Maria Magdalena adalah pendeta tinggi
dalam serangkaian ritual seks aneh yang berkembang sejak zaman Mesir kuno." Maureen
dan Peter samasama merasa jijik. "Jangan bunuh si pembawa berita. Aku hanya menjuluki mereka sebagaimana yang
kulihat. Tapi tunggu, jangan jawab dulu. Lihat ke sebelah sana..."
Suatu kelompok paling aneh sejauh ini, berdandan ala makhluk asing lengkap
dengan antena, berdiri di bagian belakang ruangan.
"Rennesle-Chateau adalah gerbang bintang. Wilayah ini memiliki akses langsung ke
galaksi lain." Tawa Maureen meledak, sementara Peter menggeleng gelengkan kepala tak percaya.
"Kau tidak bercanda soal pertunjukan sinting itu, ya."
"Kau pikir aku mengada-ada?"
Percakapan mereka terhenti untuk mengamati sekelompok orang yang dengan antusias
mendengarkan seorang pria kecil bertubuh bulat dengan jenggot seperti kambing.
Sepertinya lelaki itu mengumandangkan puisi sementara para pemirsanya berusaha menyerap setiap
ucapannya. "Siapa itu?" bisik Maureen.
"Nostradungu," sindir Tammy.
Maureen berusaha menahan tawa sementara Tammy melanjutkan.
"Mengaku sebagai reinkarnasi tokoh itu. Bicaranya selalu dalam puisi kuatren.
Luar biasa membosankan. Ingatkan aku nanti untuk menjelaskan mengapa aku
membenci segala yang menyangkut Nostradamus." Tammy menggigil dramatis. "Dasar dukun palsu. Ucapannya
hanya pepesan kosong." Tammy terus membawa mereka berjalan menelusuri ruangan itu. "Syukurlah, tidak
semuanya sinting di sini. Sebagian sangat mengagumkan. Aku melihat dua di
antaranya. Ayo." Mereka menghampiri sekelompok pria berkostum bangsawan abad 17 dan 18. Seorang
lelaki Inggris tersenyum lebar begitu mereka mendekat.
"Tammy Wisdom! Senang berjumpa denganmu lagi, Sayang. Kau tampak mengagumkan."
Tammy mendaratkan dua ciuman pipi ala Eropa pada lelaki itu. "Mana apelmu?"
Lelaki itu tertawa. "Kutinggalkan di Inggris. Kenalkan kami ke temantemanmu."
Tammy memperkenalkan Maureen dan Peter. Ia menyebut lelaki Inggris itu dengan
nama Sir Isaac saja. Lelaki itu menjelaskan mengapa ia memilih kostum itu.
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ternyata Sir Isaac memberikan sesuatu yang jauh lebih tinggi ketimbang apel,"
katanya. "Hukum gravitasi hanyalah produk samping dari karyanya yang lebih
besar. Konon, ia adalah seorang alkemis yang paling berbakat sepanjang sejarah."
Di akhir pidato tentang Sir Isaac, mereka dihampiri seorang pemuda Amerika.
Posturnya tinggi dan ia terlihat tidak nyaman dengan kostum Thomas Jefferson dan
wig berubannya. "Tammy, Sayang!"
Ia mendekap erat Tammy, laiknya pelukan orang
Amerika, diikuti dengan belaian dramatis dan ciuman di bibir. Tammy tertawa
kemudian menjelaskan pada Maureen.
"Ini Derek Wainwright. Dialah orang yang pertama memandu aku mengelilingi
Prancis saat aku memulai riset yang gila ini. Bahasa Prancisnya sempurna
sehingga aku berkali-kali terselamatkan."
Derek membungkuk di hadapan Maureen. Aksennya Cape Cod murni, dengan vokal khas
Massachusetts. "Tomas Jefferson siap melayani Anda, Ma'am." Lalu ia mengangguk
pada Peter, "Bapa." "Jadi apa hubungan Thomas Jefferson dengan...semua
ini?" "Negara kita didirikan oleh Freemason. Semua presiden Amerika, mulai dari George
Washington hingga George W. Bush berasal dari garis darah itu karena satu atau
lain hal." Maureen terkejut mendengar hal ini. "Benarkah?"
Tammy yang menjawab. "Benar. Derek bisa membuktikannya di atas kertas. Terlalu
banyak waktu luang selama di asrama sekolah."
Isaac maju untuk menepuk bahu Derek. Dengan bangga ia mengumumkan, "Paulus
adalah pengkhianat pertama doktrindoktrin Vesus. Bukankah begitu, Tammy?"
Peter menatap tajam Isaac. "Maaf?"
"Pernyataan tadi kutipan dari ucapan Jefferson yang kontroversial," jelas lelaki
Inggris itu. Sekarang giliran Maureen yang terkejut. "Jefferson mengatakan begitu?"
Derek mengangguk, tapi pikirannya seolah berada di tempat lain. Matanya
memandang ke sekeliling, memerhatikan pesta, saat Tammy bicara. "Hei, mana
Draco" Kupikir Maureen akan senang berkenalan dengannya."
Mereka tertawa terbahak-bahak. Isaac menjawab. "Aku menghina dia, lalu ia kabur
untuk mencari anggota Naga Merah lain. Aku yakin mereka sedang berkumpul di
suatu pojokan dengan kamera matamata rahasia, berusaha merekam setiap orang.
Malam ini mereka mengenakan busana berwarna mencolok, kau pasti bisa menemukan
mereka." Maureen sangat penasaran. "Siapa mereka?"
"Ksatria Naga Merah," jawab Derek dengan nada dramatis yang dibuat-buat.
"Menakutkan," kata Tammy menambahkan sembari mengerutkan hidungnya tanda jijik.
"Mereka mengenakan kostum seperti seragam Ku Klux Klan, hanya dari bahan satin merah
menyala. Mereka bilang, aku bisa mengetahui rahasia kelompok mereka jika aku
menyumbangkan darah haid untuk keperluan eksperimen alkemis. Tentu saja aku
tolak." "Siapa yang mau?" jawab Maureen ketus sebelum tawanya meledak. "Di mana mereka"
Aku harus mengetahui seperti apa mereka." Maureen melihat ke sekeliling ruangan
tapi tidak menemukan seorang pun yang sesuai dengan yang digambarkan Tammy.
"Aku melihat mereka di luar," jawab Newton membantu.
"Tapi aku tidak tahu apakah sebaiknya Maureen melihat mereka sekarang. Mungkin
ia belum siap." Tammy menjelaskan. "Perkumpulan yang sangat rahasia. Mereka mengaku keturunan
seseorang yang sangat terhormat dan terkenal. Pemimpin mereka adalah seorang
lelaki yang dipanggil Draco Ormus."
"Sepertinya nama itu tidak asing?" tanya Maureen.
"Dia seorang penulis. Di Inggris, kami bernaung di bawah penerbit yang sama.
Itulah sebabnya aku mengenalnya.
Barangkali kau pernah membaca salah satu bukunya saat kau melakukan penelitian
tentang Magdalena. Ironisnya, meski menjunjung tinggi prinsip wanita dan menganggap
penting penghambaan pada dewi, wanita dilarang menjadi anggota kelompok mereka."
"Inggris sekali," kata Derek, menyikut Sir Isaac yang kelihatannya tersinggung.
"Jangan bawa-bawa aku dong, Cowboy. Tidak semua orang Inggris seperti itu."
"Isaac adalah contoh pria yang baik," Tammy menjelaskan.
"Tentu saja, banyak jenius bonafide di Inggris. Sebagian di antara mereka adalah
teman baikku. Tapi berdasarkan pengalamanku, banyak kalangan eksklusif Inggris
yang sombong. Mereka merasa rahasia dunia ada di tangan mereka, sementara kita
khususnya orang Amerika adalah orangorang goblok dari era zaman baru yang
melakukan riset serampangan. Mereka pikir, karena mereka bisa menuliskan
geometri sakral Languedoc sepanjang tiga ratus halaman dan dua ratus halaman
lagi tentang pohon keturunan yang kebanyakan fiktif, mereka tahu segalanya. Tapi
seandainya mereka mau meletakkan kompas mereka sebentar saja dan memberi
kesempatan untuk bisa merasakan sesuatu, maka mereka akan tahu bahwa di sini
terdapat harta karun yang jauh lebih besar dibandingkan yang bisa ditulis di
atas kertas." Tammy mengangguk pada sekelompok orang dengan kostum era Elizabeth yang sedang
berjalan melintasi ruangan. "Yang seperti mereka sekarang banyak. Aku menjuluki mereka Kelompok
Ketinggalan Zaman. Hampir sepanjang hidup, yang mereka kerjakan hanya
menganalisis geometri peta survei. Kau ingin tahu makna 'Et in Arcadia Ego'"
Tanya saja pada mereka. Mereka akan memberikan penjelasan dalam dua belas bahasa
kemudian menerjemahkan semuanya ke dalam persamaan matematis."
Tammy menunjuk seorang perempuan menarik tapi terkesan arogan, mengenakan kostum
indah gaya Tudor. Bandul emas melambangkan huruf "M" dihiasi mutiara barok
tergantung di rantai yang melingkari lehernya. Kelompok ketinggalan zaman yang
mengelilinginya tampak bangga.
"Perempuan di tengah itu mengaku keturunan Mary, Ratu Skotlandia."
Seolah tahu dirinya sedang dibicarakan, wanita itu menatap ke arah mereka.
Tatapannya jatuh ke Maureen, melihatnya dari atas ke bawah dengan rasa benci,
sebelum kembali berkonsentrasi pada para fansnya.
"Perempuan sombong,"maki Tammy. "Ia menjadi pusat perhatian kelompoknya yang
tidak terlalu bergengsi. Mereka ingin mengembalikan kejayaan dinasti Stuart di
Inggris. Tentu saja, dengan dia sebagai sang ratu."
Maureen merasa terpesona. Betapa banyak sistem kepercayaan yang terwakili dalam
ruangan ini. Belum lagi orangorang dengan kepribadian ekstrem.
Peter bersandar dan melontarkan banyolan. "Freud akan bangkit dari kuburnya di
tempat ini." Maureen tertawa, tapi kemudian perhatiannya kembali ke kelompok Inggris di
seberangnya. "Bagaimana pendapat Sinclair terhadap dia" Sinclair berasal dari
Skotlandia, dan bukankah ia berkerabat dengan keluarga Stuart?" tanyanya. Ia
semakin ingin mengenal Sinclair juga Mary, Ratu Skotlandia itu, yang sangat
cantik. "Oh, ia tahu perempuan itu cuma akan membuatnya repot saja. Jangan meremehkan
Berry. Dia memang obsesif, tapi tidak bodoh."
"Lihat itu," Derek memotong percakapan mereka seperti seorang bocah yang
perhatiannya terbatas. "Itu Hans, dan bandnya yang terkendal. Kabarnya Sinclair nyaris mencoret mereka
dari daftar tamu tahun ini."
"Kenapa?" Maureen semakin tertarik dengan Langue doc dan subkulturnya yang aneh
dan lain daripada yang lain.
"Mereka adalah pemburu harta karun dalam arti sebenar benarnya,"
Sir Isaac yang menjawab. "Menurut kabar burung, mereka adalah kelompok yang
baru-baru ini menggunakan dinamit untuk meledakkan pegunungan Sinclair."
Maureen memandang ke kelompok orang Jerman berbadan besar dan berisik. Kostum
yang mereka kenakan tidak membantu memperbaiki citra mereka semuanya berpakaian
seperti orang barbar. "Mereka berdandan sebagai siapa?"
"Visigoth," jawab Isaac. "Wilayah Prancis itu adalah teritori mereka di abad
tujuh dan delapan. Orang Jerman percaya bahwa harta karun raja Visigoth
terpendam di wilayah itu."
Tammy melanjutkan. "Sama seperti ketika bangsa Eropa menemukan makam
Tutankhamen. Emas, permata, artefak-artefak yang tak ternilai harganya. Laiknya harta karun yang
lain." Sekelompok tamu berlarian, langsung melewati mereka, sehingga Peter dan Tammy
terdorong. Lima pria berjubah mengejar seorang perempuan berpakaian Timur Tengah
yang mencolok, lengkap dengan cadar. Perempuan itu membawa patung kepala manusia
di atas baki. Lelaki-lelaki itu memanggilnya, seolah ingin berbicara dengan
kepala yang sudah terpenggal itu. "Bicaralah kepada kami, Baphomet, bicaralah!"
Tammy mengangkat bahu dan berkomentar singkat setelah mereka lewat. "Dasar
Pembaptis." "Bukan Pembaptis yang sesungguhnya, tentu," celetuk Derek.
"Ya. Bukan yang sesungguhnya."
Peter tertarik dengan sudut pandang religius ini. "Apa maksudmu, bukan yang
sesungguhnya?" Tammy menoleh kepadanya. "Aku yakin kautahu sekarang ini hari apa menurut
kalender Kristen, Bapa?"
Peter mengangguk. "Hari perayaan Santo Yohanes Pembaptis."
"Pengikut sejati Yohanes Pembaptis tidak akan menghadiri pesta semacam ini di
hari perayaannya," lanjut Derek. "Itu adalah perbuatan dosa."
Tammy memungkaskan penjelasannya. "Mereka adalah kelompok yang sangat
konservatif. Setidaknya di lingkungan Eropa." Tammy mengangguk ke arah perempuan yang membawa
kepala tadi. "Mereka mempertontonkan parodi.
Parodi yang brutal, kalau boleh aku tambahkan. Bukannya tindakan itu tidak
diperbolehkan." Peserta pesta dalam ruangan dansa itu mengamati berbagai
perilaku di sekitar mereka dengan tingkat ketertarikan yang berbeda-beda.
Sebagian tertawa keras; sebagian menggelenggelengkan kepala; sebagian terlihat
muak. Derek menyela pembicaraan. Tampaknya dia tidak tahan berlama-lama pada satu
topik. "Aku ingin minum. Ada yang ingin kuambilkan sesuatu dari bar?"
f Peter memanfaatkan kepergian Derek untuk sejenak meninggalkan tempat itu.
Kostumnya mulai menyusahkan, dan ia merasa sangat tidak nyaman, bukan hanya
karena faktor busana saja. Ia memberitahu Maureen bahwa ia ingin ke toilet.
Namun sebenarnya, ia mengambil jalan langsung menuju selasar.
Lagi pula ia berada di Prancis pasti ada seseorang di luar sana yang mau
memberinya rokok. f Seorang pria Prancis, terlihat sangat berwibawa meski hanya mengenakan jubah
Cathar, mendekati Maureen dan Tammy. Ia mengangguk pada Tammy dan membungkuk di
hadapan Maureen. "Bienvenue, Marie de Negre."
Merasa tidak enak mendapat perhatian seperti ini, Maureen tertawa. "Maaf, bahasa
Prancisku payah." Lelaki Prancis itu lalu berbicara dalam bahasa Inggris yang sempurna, meski
aksen Prancisnya masih kentara. "Aku berkata, 'Warna itu cocok sekali
denganmu.'" Terdengar suatu teriakan memanggil Tammy dari sesuatu tempat. Maureen menoleh,
mengira itu suara Derek, kemudian beralih ke Tammy, wajahnya berseri-seri.
"Aha! Kelihatannya Derek menemukan calon investor untukku di bar. Permisi
sebentar, ya?" Tammy langsung pergi, meninggalkan Maureen bersama lelaki Prancis yang misterius
itu. Ia mencium tangan kanan Maureen, ragu-ragu sejenak untuk melihat pola di
cincinnya, kemudian mengenalkan diri secara formal.
"Aku Jean-Claude de la Motte. Berenger memberitahu aku bahwa kita berkerabat,
kau dan aku. Nama nenekku juga Paschal."
"Benarkah?" Maureen senang karena ia memiliki kerabat di sini.
"Ya. Masih ada beberapa keluarga Paschal di Langue
doc. Kautahu sejarah keluarga kita, bukan?" "Tidak terlalu. Sebenarnya aku malu
mengatakan ini, tapi jika aku tahu sesuatu, itu kudapatkan dari Lord Sinclair
selama beberapa hari terakhir. Aku senang kalau bisa mengetahui kisah keluargaku
lebih banyak." Para penari dengan busana Versailles abad 18 berputar-putar melewati mereka
sementara Jean-Claude berkisah.
"Nama Paschal tergolong yang tertua di Prancis. Nama itu dipakai oleh salah satu
keluarga besar Cathar, keturunan langsung Yesus dan Maria Magdalena. Keluarga
ini umumnya disingkirkan saat Perang Salib membantai orangorang kita.
Dalam pertumpahan darah di Montsegur, orangorang yang tersisa dikubur hidup-
hidup dengan tuduhan melakukan bidah.
Tapi sebagian berhasil melarikan diri. Merekalah yang kemudian menjadi penasihat
raja dan ratu Prancis."
Jean-Claude memberi isyarat ke pasangan di lantai dansa yang berbusana seperti
Marie Antoinette dan Louis XIV.
"Marie Antoinette dan Louis?" Maureen terkejut.
"Oui. Mare Antoinette berasal dari Hapsburg dan Louis dari Bourbon keduanya
berasal dari garis darah itu, tapi lewat cabang yang berbeda. Mereka menyatukan
dua cabang garis darah itu karenanya orang sangat takut kepada mereka.
Meletusnya Revolusi sebagian diakibatkan kekhawatiran
bersatunya kedua keluarga itu untuk membentuk dinasti yang paling kuat di
seluruh dunia. Pernahkah kau ke Versailles, Mademoiselle?"
"Ya. Ketika melakukan riset tentang Marie Antoinette."
"Jadi kautahu dusun kecil itu?"
"Tentu saja." Dusun kecil itu adalah bagian yang paling disukai Maureen di
antara dusun-dusun lain yang terdapat di wilayah istana Versailles yang sangat
luas. Ia merasakan luapan simpati kepada sang ratu saat mengelilingi ruang-ruang
di kediaman kerajaan. Semua kegiatan harian Marie Antoinette, mulai dari duduk
di toilet hingga bersiap-siap ke peraduan, disaksikan oleh para pengawalnya.
Anakanaknya dilahirkan dalam kamar tidurnya, di hadapan para bangsawan.
Marie sang Ratu memberontak terhadap tradisi kerajaan Prancis yang mengekang dan
berusaha kabur dari jeruji besi. Ia mendirikan sebuah dusun kecil tersendiri.
Sebuah Disneyland mungil berupa desa yang dikitari kolam yang dihuni bebek-bebek
dan dilengkapi juga dengan perahu dayung. Bangunan penggilingan gandum dan
sebuah gudang tani kecil kerap dijadikan lokasi tempat diselenggarakannya pesta
pastoral bersama beberapa teman terpercaya.
"Jadi kau juga tahu bahwa Marie sangat suka berpakaian seperti sang Perempuan
Gembala" Dalam pertemuan-pertemuan pribadinya, hanya dia yang mengenakan kostum
itu." Maureen menggelengkan kepala saking takjub, ketika kepingan-kepingan informasi
ini diungkapkan. "Marie Antoinette selalu berpakaian seperti sang Perempuan Gembala.
Aku mengetahuinya saat berkunjung ke Versailles. Tapi ketika itu aku belum tahu
tentang semua ini." Maureen memberi isyarat ke pemandangan liar di sekeliling mereka.
"Itulah sebabnya dusun kecil itu dibangun terpisah dari istana dan dijaga sangat
ketat," imbuh Jean-Claude. "Begitulah cara Marie menjalankan tradisi garis darah
itu secara diamdiam. Tapi tentu saja, banyak orang yang tahu, karena tak ada yang bisa dirahasiakan
di lingkungan istana. Terlalu banyak matamata, terlalu banyak kekuatan yang terlibat. Itulah salah
satu faktor yang memicu kematian Marie dan revolusi.
"Keluarga Paschal tentu saja setia pada keluarga kerajaan.
Mereka sering diundang ke pesta-pesta pribadi Marie. Tapi saat Pemerintahan
Teror berkuasa, keluarga ini dipaksa menyingkir dari Prancis."
Maureen bisa merasakan bulu tangannya merinding. Kisah tragis ratu Prancis yang
berasal dari Austria itu selalu membuatnya terpesona dan menjadi faktor kuat
yang memotivasinya menulis buku.
Jean-Claude melanjutkan. "Umumnya, keluarga ini menetap di Amerika, terutama
di Lousiana."
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maureen terkejut mendengar hal ini. "Ayahku berasal dari sana."
"Tentu saja. Siapa pun yang memiliki mata bisa melihat bahwa kau berasal dari
garis darah terhormat itu. Kau mengalami visivisi, bukan?"
Maureen ragu-ragu. Ia enggan menceritakan visivisinya, bahkan kepada orang yang
sangat dekat dengannya. Dan lelaki ini masih asing. Tapi ada suatu perasaan luar
biasa lega jika bersama seseorang seperti dia. Jean-Claude termasuk orang yang
menganggap wajar pengalaman mendapatkan visi.
Maureen menjawab singkat. "Ya."
"Banyak perempuan dari garis darah itu yang mengalami visivisi Magdalena. Kadang
yang laki-laki juga. Misalnya Berenger Sinclair. Ia mengalaminya sejak masih
kecil. Peristiwa ini sangat biasa."
Tapi rasanya benarbenar tidak biasa, pikir Maureen. Tapi ia sangat penasaran
dengan pengungkapan yang baru ia dengar ini. "Sinclair mengalami visi?" Ia pasti
belum menceritakannya pada Maureen.
Tapi Maureen memiliki kesempatan untuk bertanya pada lelaki itu sendiri karena
ia melintasi ruangan, dengan pakaian sempurna sebagai Pangeran Toulouse.
"Jean-Claude. Jadi kau sudah bertemu dengan sepupumu yang sudah lama hilang."
"Oui. Dan ia pantas menyandang nama keluarga."
"Lumayan. Boleh aku mencurinya darimu sebentar?"
"Hanya jika kau mengizinkan aku mengajaknya jalanjalan besok. Aku ingin
menunjukkan beberapa bangunan penting yang berkaitan dengan nama Paschal. Kau
belum pernah ke Montsegur, bukan, Manis?"
"Belum. Roland membawa kami berjalan-jalan hari ini, tapi tidak sampai ke
Montsegur." "Itu wilayah sakral bagi seorang Paschal. Apakah kau keberatan, Berenger?"
"Sama sekali tidak. Tapi Maureenlah yang pantas mengambil keputusan untuk
dirinya sendiri." "Maukah kau mengabulkan permintaanku" Aku akan menunjukkan Montsegur, kemudian
membawamu ke sebuah restoran tradisional. Mereka hanya menyajikan makanan yang
dibuat dengan cara Cathar asli."
Maureen tidak bisa menemukan alasan yang pantas untuk menolak, meski ia ingin
mengatakannya. Tapi paduan pesona Prancis dengan pengetahuan luas tentang sejarah keluarganya
membuatnya tidak sanggup menolak permintaan itu.
"Aku akan senang sekali," jawabnya.
"Jadi, aku akan menemuimu besok, Sepupu. Jam sebelas?" Jean-Claude mencium
tangannya lagi setelah Maureen mengiakan, lalu lelaki itu berpamitan pada
Berenger. "Aku permisi sekarang karena harus menyusun rencana untuk besok pagi."
Maureen dan Sinclair tersenyum mengiringi kepergiannya.
"Kulihat kau telah membuat Jean-Claude terkesan. Sudah kukira. Kau terlihat
sangat anggun dengan busanamu, seperti yang kubayangkan."
"Terima kasih, untuk segalanya," Maureen tahu, pipinya memerah. Ia tidak
terbiasa mendapat perhatian begitu banyak dari lawan jenisnya. Dikembalikannya
arah pembicaraan ke Jean-Claude.
"Tampaknya ia baik."
"Ia cendekiawan yang hebat, pakar sejarah Prancis
dan Occitan. Selama bertahuntahun bekerja di Biblio theque Nationale yang
menyediakan akses ke berbagai materi riset yang paling mengagumkan. Ia sangat
membantu aku dan Roland."
"Roland?" Maureen terkejut karena Sinclair menyebut pelayannya itu secara
berbeda. Sikap seperti ini tidak banyak dijumpai di kalangan aristokrat.
Sinclair mengibaskan tangan. "Roland adalah putra Languedoc yang setia. Ia
memiliki minat besar terhadap sejarah masyarakat sedaerahnya." Sinclair
menggandeng tangan Maureen dan mengajaknya pergi. "Ayo, aku ingin menunjukkan
sesuatu padamu." Ia memimpin Maureen menaiki tangga, menuju kamar duduk yang mungil dilengkapi
teras pribadi. Dari balkon besar itu, mereka bisa melihat ke selasar dan kebun yang sangat luas
di bawah. Kebun-kebun itu, dengan gerbang besi berukir rangkaian -fleurde-lis,
terkunci dan ada beberapa orang penjaga di kedua sisinya.
"Mengapa begitu banyak penjaga?"
"Itulah wilayahku yang paling pribadi, tempat yang sakral.
Aku menamakannya Taman Trinitas dan hanya sedikit orang saja yang kuizinkan
memasukinya dan percayalah padaku, banyak tamu yang hadir malam ini berani
membayar mahal asal dibolehkan melewati gerbang itu."
Sinclair menambahkan. "Pesta kostum adalah tradisi. Suatu pertemuan tahunan bagi
orangorang tertentu yang memiliki minat yang sama." Ia memberi isyarat ke tamu
pesta yang berada di selasar di bawah mereka. "Sebagian aku hormati bahkan aku
junjung tinggi. Sebagian kuanggap teman, sebagian lagi...membuatku senang. Tapi
semuanya kuawasi dengan ketat. Sebagian
bahkan sangat ketat. "Aku rasa, barangkali menurutmu menarik, menyaksikan bagaimana orang berdatangan
dari segala penjuru bumi untuk meneliti misteri-misteri di Languedoc."
Maureen memerhatikan pemandangan lewat balkon, menikmati embusan angin yang
membawa aroma mawar awal musim panas dari kebun yang letaknya tidak jauh dari
situ. Maureen melihat betapa akrabnya Tammy dengan Derek dan Derek terlihat seolah
seia sekata dengan si ratu gipsi yang seksi itu. Maureen melirik ke seseorang
yang disangkanya Peter, tapi pikiran itu langsung ditepis. Lelaki itu merokok
sedangkan Peter tidak mengisap cerutu sejak remaja.
Mendadak ia menoleh ke Sinclair dan bertanya, "Bagaimana kau menemukanku?"
Sinclair mengangkat tangan kanan Maureen dengan lembut.
"Cincin ini." "Cincin?" "Kau memakai cincin ini di foto, di sampul bukumu." Maureen mengagguk, mulai
paham. "Kautahu apa arti pola ini?"
"Ada teori yang bisa menjelaskan. Itulah sebabnya aku mengajakmu ke balkon ini.
Mari." Dengan halus Sinclair meraih tangan Maureen dan mengajaknya untuk kembali
memasuki suatu ruangan. Di dalamnya ada sebuah karya seni yang tersimpan dalam
kotak kaca, digantung di dinding.
Karya itu berukuran kecil, tidak lebih besar dari foto berukuran 8 x 10, tapi
menjadi bagian inti ruangan dan memperoleh tata cahaya sedemikian rupa sehingga
membuatnya menonjol. "Ini ukiran dari abad pertengahan," jelasnya. "Mewakili filsafat. Dan ketujuh
seni liberal." "Seperti fresco karya Botticelli."
"Tepat. Kautahu, sumbernya adalah pandangan klasik bahwa jika kita mengembangkan
ketujuh seni liberal maka kita bisa meraih gelar filsuf. Itulah sebabnya sosok
perempuan di bagian tengah digambarkan sebagai sang dewi, Philosophia. Dan
seniseni liberal berada di kakinya, siap berbakti kepadanya.
Tapi kupikir ada sesuatu yang barangkali paling menarik menurutmu."
Sinclair memulai dari sebelah kiri, menyebut nama seniseni liberal sambil
menunjuknya dengan jari. Ia berhenti pada seni ketujuh yang adalah seni terakhir.
"Ini dia. Kosmologi. Kau lihat sesuatu yang sangat kau kenal?"
Maureen terperangah. "Cincinku!"
Sosok yang mewakili kosmologi itu memegang sebuah cakram dengan pola yang sama
seperti yang terlihat di cincin Maureen. Ia menghitung bintangbintang itu dan
mengangkat tangannya untuk menyamakan.
"Sama persis, hingga ke jarak antara pusat ke lingkaran lingkaran yang
mengelilinginya." Maureen terdiam, berusaha menyerap semuanya, sebelum berbalik
ke Sinclair. "Tapi apa maknanya" Bagaimana semua ini berhubungan dengan Maria Magdalena" Dan
dengan aku?" "Ada dua penjelasan: spiritual dan alkemis. Dalam hal misteri Magdalena, aku
yakin simbol ini lebih sering berfungsi sebagai suatu petunjuk. Suatu pengingat
bahwa kita perlu mencurahkan perhatian pada hubungan penting antara bumi dengan
bintangbintang. Masyarakat
zaman dahulu tahu, tapi kita yang dihidup di era modern ini melupakannya.
Sebagaimana di atas, demikian pula di bawah. Bintangbintang itu mengingatkan
kita setiap malam bahwa kita memiliki kesempatan untuk menciptakan surga di
bumi. Aku yakin, itulah yang ingin diajarkan mereka kepada kita. Itulah karunia
terbesar mereka untuk kita, sebuah pesan cinta." "Mereka?"
"Yesus Kristus dan Maria Magdalena. Leluhur kita." Dan seolah semesta berkenan
menguatkan kalimat i-tu, kilatan cahaya kembang api mendadak terlihat dari salah
satu taman, disaksikan para tamu dengan gembira. Sinclair mengajak Maureen
keluar untuk menyaksikan lompatan hujan
warnawarni di atas puri itu. Ketika ia menggenggam tangannya, Maureen
membiarkan. Entah mengapa, ia merasakan kenyamanan di balik kekuatan lelaki itu.
f Di selasar lantai bawah, Bapa Peter Healy tidak menonton pertunjukan kembang
api. Setidaknya, tidak yang terlihat di langit. Perhatiannya tertuju pada
Berenger Sinclair, yang berdiri di balkon dengan tangan kuat dan penuh melingkar
di pinggang sepupunya yang berambut merah. Berlawanan dengan Maureen, ia jauh
dari perasaan nyaman terhadap Sinclair, terhadap orangorang ini, dan terhadap
rencana-rencana mereka. Ada sepasang mata lain yang menyaksikan tumbuhnya kemesraan antara Sinclair dan
Maureen malam itu. Derek mengawasi mereka dari lantai bawah, dari lokasi di
ujung selasar yang lain dari yang ditempati Peter.
Sementara mengawasi adegan di balkon, Derek sadar bahwa kolega Prancisnya itu
berada tepat di lantai di atasnya. Barangkali ia bisa menguping pembicaraan
antara sang tuan rumah dengan wanita yang berpakaian sebagai Maria Magdalena.
Derek Wainwright menepuk-nepuk tubuhnya secara diam diam.
Berusaha memastikan bahwa kabel berwarna merah darah milik Persekutuan terselip
kuat di balik kostum Thomas Jeffersonnya. Ia akan membutuhkannya malam nanti,
setelah kembali ke Carcassonne. ... Barangkah, akulah satusatunya orang yang membela putri bernama Salome. Tapi
itu adalah kewajibanku. Aku menyesal karena tidak cepatcepat melakukannya,
karena ia tidak layak memperoleh nasib buruk. Ada saat kala kematian/ah yang
mengakhirinya dan perbuatannya. Danakutidakbisa membelanya tanpa mempertaruhkan
para pengikut Easa dan JalanNya yang agimg. Tapi seperti kebanyakan yanglain. ia
dihakimi oleh mereka yang tidak mengenal kebenaran, sekahpun hanya gemanya.
Pertamatama. akan kukatakan: Salome mencintaiku, dan cintanya kepada Easa bahkan
lebih besar lagi. Jika ada kesempatan, di lain tempat atau waktu, atau kondisi
yang berbeda, gadis itu dapat menjadi murid yang taat, pengikut setia JalanNya.
Katena itulah aku menyebutnya dalam Kitab Para Murid Easa. karena peran yang
bisa dijalankannya. Seperti )tidas dan Petrusdanyang lainnya, ada peran yang
sesuai bagi Salome, dan hampir mustahil ia akan gagal menjalankan perann ya itu.
Namanya terukir di batubatu Israel dalam darah Yohanes. dan barangkah
dalamsebagian darah Easa.
Seandainya perbuatannya gegabah dan kekanakkanakan selagi mudaseperti orang muda
vang tidak berpikir masak sebelum bicaramaka jela s ia bersalah. Tapi
mengenangnya sebagaimana iadicaci dan dihina sebagai
seorangpelacuryangmemerintahkan pembunuhan Yohanes sang Pembaptiskupikir adalah
ketidakadilan terbesar yang bisa kuingat.
Di Hari Perhittmgan. mudah-mudahan ia akan mengampuni
aku. Dan mudah-mudahan Yohanes mengampuni kami semua.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID
Sebelas Chateau des Pommes Bleues 24 Juni 2005
Maureen pergi ke kamar tidurnya tak lama setelah pertunjukan kembang api. Peter
muncul ketika ia menuruni anak tangga bersama Sinclair dan menawarkan diri untuk
mengantar Maureen ke kamarnya.
Tawaran itu tidak ditampik Maureen yang sudah sangat ingin berada di tempat yang
sepi. Terlalu banyak yang ia alami selama dua puluh empat jam itu, sekarang
kepalanya berdenyut-denyut.
Larut malam, Maureen terjaga karena mendengar suarasuara di lorong masuk. Ia
merasa mengenali suara Tammy yang berbisik-bisik. Suara berat lelaki membalas
dengan berbisik pula. Kemudian terdengar tawa parau. Tawa khas Tammy, sebagaimana sidik jarinya.
Maureen mendengarkan, senang karena temannya menikmati pesta.
Maureen tersenyum dan melanjutkan tidur. Dengan kepala masih mengantuk, ia
merasa bahwa suara laki-laki yang berbisik mesra pada Tammy pastilah bukan logat
Amerika. Carcassonne 25 Juni 2005 Derek Wainwright menggerutu ketika matahari pagi menembus jendela kamar
hotelnya. Ada dua hal yang ingin ia hindari hari ini rasa mabuk dan delapan
pesan di telepon genggamnya.
Derek berdiri pelan-pelan untuk mengimbangi rasa pusing yang hebat. Kemudian ia
mengacak-acak tas kulit Itali khusus untuk bepergian, dan mengeluarkan botol
obat. Dibukanya botol itu dan terlihatlah berbagai macam pil. Setelah
mencaricari, ia menemukan pil yang ia inginkan. Ditelannya sebutir Vicodin yang
disusul dengan tiga tablet Tylenol untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Setelah merasa agak kuat, ia melirik telepon selulernya yang tergeletak di atas
meja kecil di samping ranjang.
Telepon itu ia matikan tengah malam tadi, setelah ia kembali ke hotel. Ia tak
tahan mendengar bunyi deringan yang tak hentihentinya, dan ia yakin bahwa ia
tidak ingin menjawabnya. Nyaris sepanjang hidupnya, Derek melarikan diri dari tanggung jawab, sama
seperti yang ia lakukan terhadap telepon genggamnya. Pemuda ini berasal dari
keluarga yang sangat makmur dan berpengaruh di Pantai Timur. Ia adalah bungsu di
antara putra-putra konglomerat real estate, Eli Wainwright, yang sungguh royal
menyediakan segalanya hingga ia bebas pergi ke manapun ia suka. Derek melenggang
ke Yale, mengikuti jejak ayah dan abang-abangnya. Tak lama kemudian, meski
prestasi akademisnya biasa-biasa saja, ia menduduki jabatan eksekutif di sebuah
firma investasi yang paling bergengsi.
Kurang dari setahun, ia hengkang karena merasa masa kerja di kantor tidak sesuai
dengan gaya hidup pesta poranya. Lagi pula ia tidak perlu kerja. Uang dari
keluarganya cukup untuk menanggung hidupnya, juga hidup anakanak dan cucu-
cucunya kalau pun ia memutuskan untuk menikah.
Eli Wainwright sudah terlalu sabar menghadapi kekurangan putra bungsunya. Derek
tidak cukup berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan seperti saudara-
saudaranya. Namun, ia sangat berminat dengan suatu faktor yang menjadi rahasia
kehidupan dan kesuksesan keluarganya. Ia menjadi anggota Persekutuan Keadilan.
Sesuai tradisi organisasi mereka, Derek dibaptis pertama kali saat bayi dan
kemudian saat usianya lima belas tahun. Agaknya ia memiliki kecocokan alamiah
dengan perkumpulan itu dan ajaran-ajarannya. Ayah Derek memilihnya untuk
mengikuti jejaknya sebagai salah satu anggota utama Persekutuan di Amerika.
Organisasi ini tersebar luas, tidak hanya di Amerika, tetapi juga di sebagian
wilayah Asia dan Timur Tengah. Di antara anggota Persekutuan Keadilan adalah
orangorang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dan politik internasional.
Yang boleh menjadi anggota hanyalah orangorang dari garis keturunan tertentu.
Dan anak laki-laki yang telah dibaptis kelak akan menikah dengan Putri Keadilan,
yaitu anakanak perempuan Persekutuan yang dibesarkan dengan peraturan ketat. Mereka mendapat pelatihan
khusus agar memiliki perilaku yang pantas untuk menjadi seorang istri dan ibu.
Pelajaran yang ditanamkan bersumber dari dokumen kuno yang dikenal dengan The
True Book of the Holy Grail. Kitab ini diwariskan secara
turun temurun selama berabadabad. Acara festival dan pesta dansa besar-besaran
yang di selenggarakan di sejumlah wilayah pesisir Timur hingga ke wilayah Selatan dan
Texas, pada dasarnya adalah "ajang perkenalan" dengan Putri Keadilan.
Dalam kesempatan itu, mereka mengumumkan kesiapan untuk memasuki dunia baru
sebagai istri yang patuh dan layak bagi anggota Persekutuan.
Putra-putra Eli, kecuali si bungsu, telah menikah dengan anggota Putri Keadilan.
Mereka semua hidup sangat sejahtera di lingkungan kelas atas. Kini, si bungsu
dalam keluarga Wainwright, yang berusia tiga puluh tahunan, mendapat tekanan
untuk mengikuti langkah kakak-kakaknya. Namun Derek tidak berminat, meski ia
tidak berani berterus terang pada ayahnya.
Di matanya, Putri Keadilan sangat membosankan dengan segala tradisi menjaga
keperawanannya. Gagasan hanya tidur dengan seorang putri setiap malam membuatnya gemetar
ketakutan. Memang, ia bisa saja berbuat seperti abang-abangnya, juga anggota Persekutuan
yang lain. Menikah dengan wanita yang disetujui dan layak menjadi ibu
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anakanaknya, kemudian mencari pelacur bertubuh seksi agar hidup tetap menarik.
Tapi, buat apa menikah sekarang" Ia masih muda dan memiliki harta berlimpah,
sementara tanggung jawabnya hanya sedikit.
Sepanjang ada perempuan eksotik dan sensual seperti Tamara Wisdom yang bisa
membuatnya senang, buat apa repot-repot mencari wanita membosankan untuk
berketurunan, wanita yang hanya
mengingatkannya pada sang ibu" Jika ayahnya tetap pada keyakinannya bahwa ia
hanya ingin memajukan Persekutuan, Derek bisa
mengelak dari tanggung jawab lainnya, paling tidak beberapa tahun lagi.
Namun, sebagai seorang ayah yang tidak melihat cacat pada diri putranya, Eli
Wainwright tidak sadar bahwa yang membuat Derek tertarik pada Persekutuan
bukanlah falsafahnya. Akan tetapi misteri sebuah perkumpulan terlarang, ritual-
ritualnya, dan kesan elitismenya. Betapa tidak, Persekutuan mewariskan rahasia-
rahasia secara turun temurun selama ratusan tahun dan terbatas pada kalangan
tertentu saja. Dan Derek pun mafhum, kejahatan anggota akan dibersihkan dan
ditutupi oleh jaringan Persekutuan yang memiliki pengaruh luas. Inilah yang
membuatnya tertarik. Derek sangat berminat dengan hal-hal semacam itu. Ia juga
sangat senang mendapat perlakuan istimewa berkat ayahnya yang sangat kaya dan
berpengaruh. Atau setidaknya perlakuan yang dulu ia terima. Karena Guru Keadilan yang lama
telah meninggal, secara misterius, dan digantikan oleh pemimpin baru. Ia lelaki
Inggris yang fanatik dan memimpin Persekutuan dengan tangan besi.
Pemimpin baru ini mengubah segalanya. Ia menyombongkan hubungannya dengan Oliver Cromwell setelah mempelajari kezaliman leluhurnya yang acap kali menjalankan
taktik kejam saat berurusan dengan oposisi. Begitu dinobatkan sebagai Guru
Keadilan, John Simon Cromwell memberi pernyataan dramatis lewat eksekusi yang
kejam. Memang benar, pembunuh mantan Guru Keadilan itu adalah musuh Persekutuan.
Ia juga pemimpin suatu organisasi yang telah ratusan tahun menjadi oposan
Persekutuan. Tapi pesan yang disampaikannya sangat jelas: Aku akan mengenyahkan
siapa pun yang melawanku, dan aku akan melakukannya dengan cara yang kejam.
Lelaki itu dipancung dengan pedang dan jari telunjuk kanannya dipotong. Sebuah
pernyataan dramatis dan gamblang dari sang pemimpin bahwa tak ada yang bisa
menjegal kefanatikannya. Derek berusaha menyingkirkan bayangan itu dari pikirannya yang masih berkabut.
Ia mengangkat telepon genggamnya, menghidupkannya, kemudian menghubungi voice
mail. Sudah waktunya mendengar "musik". Ada misi yang harus diselesaikan dan ia berkomitmen pada misi
itu. Tekadnya sudah bulat: untuk sekali dan selamanya, ia harus menunjukkan
siapa dirinya yang sesungguhnya kepada si Inggris sialan itu. Ia sudah muak
menjadi bahan ejekan lelaki itu dan si Prancis. Mereka memperlakukannya seperti
orang goblok, dan ia tidak mengizinkan siapa pun berbuat seperti itu sebelumnya.
Setelah pesan mulai berbunyi, Derek menguatkan hati untuk mendengarkan aksen
Oxford yang semakin menyebalkan saja di setiap pesan. Belum lagi pesan kedelapan
berakhir, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan.
Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005
Tamara Wisdom menyisir rambut hitamnya yang mengilap sambil memandang ke cermin
berbingkai yang sangat besar.
Cahaya surya pagi yang cerah menyinari kamarnya, yang setiap jengkalnya tidak
kalah mewah dengan kamar Maureen. Bunga lavender dan mawar berwarna kuning muda
berkumpul dalam vas-vas kristal di setiap meja.
Beludru ungu dan brokat tebal menghiasi pinggir ranjangnya, tempat yang jarang
ia tiduri sendirian. Tammy tersenyum, sejenak menikmati kehangatan kenangan tadi malam. Panas tubuh
lelaki itu meninggalkan kesan di kulitnya, lama setelah ia pergi meninggalkannya
menjelang subuh. Dengan gaya hidupnya yang bebas dan senang berpetualang, Tammy
telah banyak merasakan kegairahan.
Namun tidak satu pun yang sedahsyat ini. Akhirnya ia memahami makna ucapan para
alkemis ketika mereka mengungkapkan Karya Besar. Penyatuan sempurna antara
seorang lelaki dan seorang
perempuan penyatuan tubuh, pikiran, dan jiwa.
Senyumnya memudar tatkala ia kembali pada realitas, bahwa ia harus melakukan
sesuatu hari ini. Pada awalnya semua terasa menyenangkan, seperti permainan catur antara dua
benua. Tak butuh waktu lama, ia terbiasa memerhatikan Maureen. Tidak hanya ia,
tapi mereka semua. Bahkan pendeta itu, yang ternyata bukan si tukang ikut campur
seperti yang mereka khawatirkan. Lelaki itu terkesan sebagai tokoh spiritual
dengan gayanya sendiri. Berlawanan dengan perkiraan mereka, ia jauh dari kesan
seorang dogmatis yang kaku.
Lalu ada pertanyaan tentang keterlibatan dirinya sendiri yang terlalu dalam.
Karakter Mata Hari pada awalnya memang menyenangkan. Tapi sekarang, harus ia
jauhi. Ia mesti menyeimbangkannya dengan sangat hatihati untuk memperoleh
informasi yang ia butuhkan. Juga agar ia selamat dalam urusan ini.
Ada beberapa target yang mesti diselesaikan hari ini. Demi dirinya sendiri, demi
Perkumpulannya, dan demi Roland. Jangan lupa skema besarnya, Tammy, katanya
mengingatkan diri sendiri. Kau akan memperoleh segalanya jika kau berhasil, dan kehilangan segalanya jika
kau gagal. Permainan telah berubah. Sekarang menjadi jauh lebih berbahaya dibandingkan yang
mereka duga. Tammy meletakkan sisir lalu menyemprotkan parfum beraroma bunga ke pergelangan
tangan dan lehernya. Ia sedang bersiap-siap untuk peristiwa yang akan terjadi.
Sebelum meninggalkan kamar, ia berhenti di depan sebuah lukisan mengagumkan yang
membuat dinding kamarnya terlihat indah.
Lukisan itu karya seorang simbolis Prancis, Gustave Moreau, menampilkan putri
Salome dengan balutan kain tujuh lapis, membawa baki berisi kepala Yohanes
Pembaptis. "Ini baru gadisku," bisik Tammy pada dirinya sendiri lalu berangkat untuk
menuntaskan rencana terbarunya yang sangat penting.
f Maureen menyantap sarapannya sendirian di ruang makan.
Roland, yang sedang berjalan di lorong dekat ruangan itu, melihatnya lalu
menghampiri. "Bonjour, Mademoiselle Paschal. Kau sendirian?"
"Selamat pagi, Roland. Ya. Peter masih tidur dan aku tidak ingin mengganggunya."
"Ada pesan dari Nona Wisdom. Ia masih menginap di puri ini dan ingin makan malam
bersamamu nanti." "Senang sekali," Maureen penasaran untuk mendengar informasi terbaru dan
perkembangan pesta semalam. "Di mana dia?"
Roland mengangkat bahu. "Ia pergi pagi-pagi sekali ke Carcassone. Mengurusi film
yang sedang ia buat. Ia hanya memintaku menyampaikan pesan. Aku akan pergi
sekarang, Mademoiselle, untuk mencari Monsieur Berenger. Ia akan kecewa jika kau
makan sendirian." f Sinclair membuyarkan lamunan Maureen dengan kedatangannya yang sangat cepat
setelah Roland pergi. "Kau bisa tidur?"
"Bagaimana tidak bisa jika di ranjang seperti itu" Seperti tidur di atas awan."
Semalam Maureen menyadari bahwa ada kasur bulu tebal di balik seprai katun Mesir
yang sangat mahal. "Bagus sekali. Apa rencanamu pagi ini?"
"Tidak ada sampai jam sebelas. Aku akan bertemu dengan Jean-Claude hari ini,
ingat?" "Ya, tentu saja. Ia akan membawamu ke Montsegur. Tempat yang mengagumkan. Aku
menyesal karena bukan aku yang pertama kali menunjukkan tempat itu padamu."
"Maukah kau ikut dengan kami?" Sinclair tertawa. "Sayangku, Jean-Claude akan
menggantung, menenggelamkan, lalu mencincangku menjadi empat bagian jika aku
ikut denganmu. Kau menjadi primadona sekarang, setelah debutmu semalam. Tiap
orang ingin lebih mengenalmu. Kau akan meningkatkan pamor Jean-Claude di wilayah
ini seratus poin jika ia terlihat berjalan denganmu.
"Tapi aku tidak perlu iri. Ada sesuatu yang akan kutunjukkan padamu, begitu kau
selesai sarapan. Sesuatu yang aku yakin tak akan kau lupakan."
f Mereka berdiri di balkon yang sama tempat mereka menonton kembang api semalam.
Tamantaman chateau yang luar biasa, membentang di hadapan mereka.
"Kita lebih mudah memandang dan mengapresiasi taman di siang hari," ujar
Sinclair dengan bangga, sambil menunjukkan bahwa ada tiga bagian yang terpisah-
pisah. "Kau lihat, tamantaman itu membentuk pola fleurde-lis?"
"Semuanya begitu indah." Maureen sama sekali tidak berdusta. Tamantaman itu
menampilkan keindahan bentuk yang sangat sedap dipandang dari atas.
"Tamantaman itu mengungkapkan kisah tentang leluhur kita secara jauh lebih baik
dibandingkan aku sendiri. Adalah kehormatan bagiku untuk menunjukkannya padamu.
Mari." Maureen menerima uluran tangan Sinclair yang kemudian mengajaknya menuruni
tangga, menuju alam terbuka. Maureen melihat rumah itu bersih luar biasa padahal
semalam diserbu ratusan tamu.
Para pelayan pastinya telah bekerja nonstop untuk membersihkan sampah. Tapi tak
ada tanda apa pun selain kerapian yang luar biasa.
Mereka melewati pintu-pintu Prancis yang sangat besar, menuju selasar berdinding
marmer di luar, menuruti jalur berlikuliku yang berakhir di gerbang keemasan
yang berornamen. Sinclair mengeluarkan kunci dari sakunya lalu menyelipkannya ke dalam lubang
kunci. Dilonggarkannya rantai itu lalu ia mendorong gerbang bersepuh warna
keemasan, agar mereka bisa masuk ke wilayah sakralnya.
Sebuah bangunan air mancur dari marmer merah muda berkilau mencurahkan air di
hadapan mereka. Bangunan ini menjadi bagian inti area menuju taman. Matahari menyinari tetes-
tetes air yang jatuh dari bahu patung Maria Magdalena yang berukuran seperti
aslinya. Patung itu terbuat dari marmer berwarna gading. Tangan kirinya memegang
sekuntum mawar. Seekor merpati bertengger di tangan kanannya yang terulur. Dan bagian bawah air
mancur itu menunjukkan pola fleurde-lis yang banyak terdapat di lingkungan
chateau ini. "Kau banyak bertemu orang semalam. Semuanya memiliki teori tentang wilayah ini
dan harta karun yang misterius itu.
Aku yakin, kau mendengar berbagai kisah, dari yang menggugah hingga yang
menggelikan." Maureen tertawa. "Ya, kebanyakan menggelikan."
Sinclair tersenyum padanya. "Mereka semua memiliki teori masingmasing. Dan
semuanya percaya atau lebih tepatnya tahu bahwa Maria Magdalena adalah ratu kami
di Prancis selatan ini. Bahkan, itulah satusatunya hal yang disepakati oleh
semua yang hadir di ruang dansa semalam."
Maureen mendengarkan dengan penuh perhatian. Suara Sinclair mengandung suatu
semangat, suatu harapan. Maureen pun tertular semangat itu.
"Dan mereka semua tahu garis darah itu ada. Garis darah agung yang bermula dari
Maria Magdalena dan anakanaknya.
Tapi sangat sedikit yang tahu keseluruhan faktanya.
Kisah seutuhnya hanya diketahui oleh para pengikut sejati JalanNya.
Jalan yang diajarkan oleh Magdalena, Jalan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus
Kristus sendiri." Maureen menghentikan langkah Sinclair. Dengan agak ragu ia berkata, "Aku tidak
tahu apakah aku pantas mengajukan pertanyaan ini atau tidak, tapi itukah tujuan
Perkumpulan Apel Biru?"
"Perkumpulan Apel Biru sudah ada sejak dulu dan cukup kompleks. Aku akan
bercerita lebih banyak pada waktunya.
Sekarang, cukuplah jika kukatakan bahwa Perkumpulan berdiri untuk membela dan
menjaga kebenaran. "Dan kebenaran itu adalah bahwa Maria Magdalena adalah ibu dari tiga anak."
Maureen tercengang. "Tiga?"
Sinclair mengangguk. "Sangat sedikit orang yang tahu kisah ini dengan lengkap.
Karena detail-detailnya sengaja disamarkan untuk melindungi para keturunannya.
Tiga anak. Trinitas. Dan masingmasing menjadi pokok garis keturunan agung yang
akan mengubah wajah Eropa, dan
puncaknya dunia. Tamantaman ini dibuat untuk menyambut dinasti yang dibentuk
oleh tiap anak. Kakekku yang menciptakan semua ini. Aku memperluasnya dan mengabdikan diri untuk
merawatnya." Ada tiga buah belokan yang merupakan cabang taman utama.
"Ayo, kita akan mulai dengan leluhur kita sendiri." Ia mengajak Maureen, yang
terkesima dengan informasi tadi, melewati gerbang tengah. "Kenapa" Apakah kau
kaget bahwa kita berkerabat" Kerabat jauh, tentu, tapi kita berasal dari garis
darah yang sama pada awalnya." "Aku hanya berusaha menyerap semuanya. Bagimu informasi tadi sudah biasa, tapi
bagiku sangat mengejutkan.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi dunia terhadap hal ini."
Mereka memasuki sebuah taman mawar yang subur.
Beberapa spesies bunga lili ditanam membentuk lingkaran, mengitari patung yang
lain. Kombinasi ini menimbulkan aroma menawan yang dirasakan Maureen semalam.
Seekor merpati putih bercericit sambil terbang di atas mawar-mawar yang indah
dan jalin-menjalin, sementara Sinclair dan Maureen berjalan bersama tanpa
berbicara. Maureen berhenti untuk menghirup dalam-dalam, aroma sekuntum mawar
merah yang sedang mekar-mekarnya.
"Mawar. Simbol semua perempuan dari garis darah itu.
Juga lili. Lili adalah simbol khusus Maria Magdalena. Mawar bisa menjadi simbol
perempuan mana pun yang menjadi keturunannya. Tapi dalam tradisi kami, lili
tidak boleh digunakan untuk menyimbolkan siapa pun kecuali dia."
Sinclair mengajak Maureen menuju patung yang paling dominan. Gambaran seorang
perempuan muda yang ramping, dengan rambut tertiup angin.
Maureen sulit berkata-kata. Pertanyaannya lebih merupakan bisikan. "Inikah
putrinya?" "Izinkan saya memperkenalkan Sarah-Tamar, satu satunya putri Yesus Kristus dan
Maria Magdalena. Ia adalah pendiri dinasti kerajaan Prancis. Dan nenek buyut kita bersama ini
telah pergi sembilan belas abad lalu."
Maureen menatap patung itu sebelum beralih ke
Sinclair. "Semuanya begitu luar biasa. Tapi entah mengapa, aku tidak merasa sulit
menerimanya. Sangat aneh tapi juga...benar.11
"Itu karena jiwamu mengenali kebenaran." Seekor merpati bersiul di antara
tangkai mawar, seolah menyatakan setuju.
"Kau dengar merpati itu" Merpati adalah simbol Sarah Tamar, melambangkan hatinya
yang murni. Burung ini kemudian menjadi simbol keturunan-keturunannya warga Cathar."
"Dan itukah sebabnya orang Cathar disingkirkan, karena Gereja menganggap mereka
melakukan bidah?" "Ya, sebagian. Karena lewat benda dan dokumen tertentu, terbukti bahwa mereka
adalah keturunan Yesus dan Maria.
Namun keberadaan mereka dianggap sebagai ancaman bagi Roma. Semuanya: lelaki,
perempuan, anakanak. Gereja berusaha mengusir mereka agar rahasia tetap terjaga.
Tapi masih ada lagi. Ayo."
Sinclair memimbing Maureen berjalan setengah lingkaran melewati mawar-mawar. Ini
memberi Maureen kesempatan untuk menikmati keindahan taman di bawah matahari
musim panas, di pagi Languedoc yang keemasan. Sinclair meraih tangan Maureen,
dan gadis ini membiarkan. Ia merasa sangat nyaman bersama orang asing yang
eksentrik ini. Maureen mengkuti ketika Sinclair
memimpinnya melewati belokan itu dan mengitari air mancur Maria Magdalena.
"Saatnya bertemu adik laki-laki." Maureen bisa merasakan gairah Sinclair yang
membungkah. Ia bertanya-tanya, bagaimana rasanya menyimpan rahasia
yang amat besar ini. Ia merenungkan sejenak dan berhenti dengan perasaan agak
takut bahwa ia akan mengetahuinya sebentar lagi.
Mereka mengambil belokan di ujung kanan. Masuk ke sebuah taman yang lebih tegas
dan terpangkas rapi. "Kesannya sangat Inggris," komentar Maureen.
"Bagus sekali. Dan sekarang, aku akan menunjukkan apa sebabnya."
Sebuah patung pemuda berambut panjang yang memegang piala misa suci, menjulang
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebagai titik sentral kolam air mancur besar yang berada di tengah-tengah taman
itu. Air yang jernih bak kristal mengucur dari piala itu.
"Yeshua-Daud. Putra bungsu Yesus dan Maria. Ia tidak pernah mengenal ayahnya
karena masih dalam kandungan Magdalena ketika sang ayah disalib. Ia lahir di
Alexandria, Mesir. Di sanalah sang ibu dan rombongannya mengungsi sebelum mereka berlayar ke
Prancis." Maureen menjadi kelu. Tanpa sadar, ia memegang perutnya.
"Ada apa?" "Dia hamil. Aku melihatnya. Ia hamil di Via Dolorosa dan...pada penyaliban."
Sinclair mulai paham apa yang sesungguhnya terjadi, mendadak langkahnya
terhenti. Sekarang, giliran Maureen yang bertanya.
"Ada apa?" "Apakah kau mengatakan penyaliban" Apakah kau mengalami visi penyaliban?"
Maureen mulai merasa tenggorokannya tercekat dan air mata menggenang di matanya.
Untuk sesaat ia takut berbicara, takut jika ia berbicara maka tangisnya akan tumpah. Sinclair
melihatnya, ia berkata dengan sangat lembut.
"Maureen, Cinta, kau bisa percaya padaku. Katakanlah, kumohon. Apakah kau
mengalami visi Magdalena pada peristiwa penyaliban?"
Air mata itu tidak terbendung lagi. Namun Maureen tidak merasa perlu menahannya.
Biarlah ia ceritakan, kalau pun tidak aman, kepada seseorang yang paham. "Ya,"
bisiknya. "Kejadiannya di Notre-Dame."
Sinclair mengulurkan tangan dan menghapus air mata di wajah Maureen. "Sayangku,
Sayangku Maureen. Apakah kautahu betapa luar biasanya pengalaman itu?"
Maureen menggelengkan kepala. Sinclair melanjutkan percakapan dengan halus.
"Menurut sejarah lokal, ratusan keturunan Magdalena mengalami mimpi dan visi
tentang dia. Termasuk aku sendiri. Tapi visivisi itu berhenti sebelum Jumat Agung.
Sepengetahuanku, tidak seorang pun pernah mengalami visi utuh tentang dia ketika
peristiwa penyaliban, kecuali kau."
"Dan mengapa hal itu begitu penting?"
"Karena nubuat itu."
Maureen menunggu penjelasan, yang ia tahu akan muncul.
"Ada sebuah nubuat yang telah diturunkan sejak lama sekali. Legenda mengatakan
bahwa nubuat itu adalah bagian dari kitab nubuat dan wahyu yang pernah ditulis
di Yunani. Kitab itu dinisbahkan kepada Sarah-Tamar, jadi dengan sendirinya adalah
injilnya. Kita tahu bahwa putri dari
garis darah agung itu, Mathilda dari Tuscany, duchess of Lorraine, memiliki
kitab yang orisinil ketika ia membangun Abbey di Orval pada abad ke-11. "Orval
itu di mana?" "Di perbatasan wilayah yang sekarang dikenal dengan Belgia. Ada beberapa
permukiman religius yang sangat penting di Belgia yang berhubungan dengan kisah
kita. Tapi, di Orvallah nubuat Sarah-Tamar disimpan selama bertahuntahun. Kita
tahu bahwa kitab Sarah-Tamar yang asli kemudian berada di bawah perlindungan
masyarakat Cathar di Languedoc. Sayangnya, kitab itu lenyap dari sejarah. Sangat
sedikit orang yang mengetahui peristiwa yang menimpa kitab itu. Satusatunya
gambaran tentang isi kitab itu berasal dari Nostradamus."
"Nostradamus?" Kepala Maureen terasa berputar. Ia merasa tak akan pernah
berhenti terkejut dengan jalinan cerita ini dan bagaimana tiap bagiannya saling
berhubungan. Sinclair menunjukkan ekspresi maklum. "Ya, ya. Dialah yang mendapat pujian atas
visi dan ramalannya yang menakjubkan. Tapi semua itu sama sekali bukan
ramalannya. Akan tetapi berasal dari nubuat Sarah-Tamar. Kelihatannya Nostradamus memiliki
akses ke versi kitab hasil tulisan tangan yang orisinil ketika ia berkunjung ke
Orval. Kitab itu raib tak lama kemudian, jadi silakan simpulkan sendiri
bagaimana nasibnya."
Maureen tertawa. "Tak heran Tammy terlihat muak ketika menyebut namanya.
Ternyata Nostradamus seorang plagiator."
"Plagiator yang sangat cerdas. Kita harus memberi
pujian karena dialah yang menciptakan puisi kuatren. Hanya itu yang benarbenar
hasil ciptaannya. Selebihnya ia hanya menulis ulang nubuat Sarah-Tamar sedemikian rupa sehingga
tidak kentara dari aslinya, sekaligus menimbulkan dampak besar. Sebenarnya si
Michael tua itu sangat brilian.
Pemahamannya tentang alkemi membuatnya mampu memecahkan sandi dokumen yang
sebenarnya sangat rumit. "Tapi ada sedikit lagi peninggalan Sarah Tamar, selain karya Nostradamus dan
nubuat yang terpatri dalam diri sebagian orang di sini."
"Apa bunyi nubuat itu?"
Sinclair mendongak ke cipratan air dari piala misa suci. Ia menutup mata,
kemudian melafazkan cuplikan dari nubat.
"'Marie de Negre akan memilih Dia Yang Dinantikan ketika waktunya tiba. Ia
dilahirkan dari domba paschal ketika siang dan malam sama panjang, ia adalah
putri kebangkitan. Ia yang mengemban Sangre-El akan dianugerahi kunci untuk
mengungkapkan Hari Hitam Tengkorak. Ia akan menjadi Perempuan Gembala baru untuk
JalanNya." Maureen tak mampu berkata-kata. Sinclair meraih tangannya lagi. "Hari Hitam
Tengkorak. Golgotha, bukit penyaliban, diterjemahkan menjadi 'tempat tengkorak1
dan Hari Hitam adalah hari yang sekarang kita sebut Jumat Agung.
Nubuat itu mengisyaratkan bahwa seorang anak perempuan dari garis darah itu yang
mengalami visi penyaliban, kelak menerima kunci saat waktunya tiba." "Kunci
untuk apa?" Maureen masih belum mengerti. Kepalanya berenang-renang dalam
informasi. "Kunci untuk membuka rahasia Maria Magdalena. Injilnya.
Penjelasan tentang kehidupan dan masanya dari tangan langsung. Kautahu, ia
menyembunyikan injil itu dengan semacam alkemi yang hanya bisa ditemukan saat
kriteria spiritual tertentu terpenuhi."
Dengan isyarat tubuhnya, Sinclair menunjuk ke patung pemuda di kolam air mancur.
Tepatnya ke piala yang ia pegang.
"Itulah yang banyak dicari orang, sejak lama." Maureen berusaha menemukan
jawabannya. Barisan pikiran melintasi kepalanya. Piala itu. Itulah jawabannya.
"Piala yang ia pegang bukankah Holy Grail?"
"Ya. Kata 'grail' berasal dari istilah zaman dahulu, Sangre-El, artinya Darah
Tuhan. Simbol garis darah suci, tentu saja. Tapi yang mereka cari bukan
sembarang anak yang berasal dari keturunan suci.
Para ksatria Grail umumnya berasal dari garis darah itu, dan mereka sangat tahu
makna warisan tersebut. Tidak, yang mereka cari adalah seorang keturunan: seorang putri Grail yang juga
dikenal sebagai Dia Yang Dinantikan. Dia adalah anak perempuan yang memegang
kunci yang mereka semua inginkan."
"Tunggu sebentar. Apakah maksudmu perburuan Holy Grail sebenarnya adalah
pencarian seorang perempuan yang dimaksud dalam nubuatmu?"
"Sebagian, ya. Yeshua-Daud, sang putra bungsu, pergi ke Glastonbury di Inggris
bersama kakek sampingnya, seorang lelaki yang dikenal dalam sejarah sebagai
Yusuf dari Aritmatea. Bersamasama, mereka menemukan permukiman Kristen pertama di Inggris. Dari
sanalah legenda Grail lahir."
Sinclair menunjuk ke patung lain dalam lingkungan taman yang sama, tapi letaknya
agak jauh. Patung itu berupa seorang raja yang sedang memegang pedang yang
sangat besar. "Menurutmu, mengapa Raja Arthur dikenal sebagai RajaYang Dulu dan Yang Akan
Datang" Karena darahnya berasal dari Yeshua-Daud. Dari sanalah lahir orangorang
terhormat Inggris hingga sekarang.
Umumnya mereka berada di Skotlandia."
"Termasuk kau sendiri."
"Ya, dari pihak ibuku. Aku juga mewarisi garis darah Sarah-Tamar dari pihak
bapakku, seperti juga kamu."
Bunyi deringan mengganggu percakapan mereka. Sinclair menyumpah dan mengangkat
telepon genggamnya, berbicara cepat dalam bahasa Prancis, tak lama kemudian menutupnya.
"Dari Roland. Jean-Claude sudah datang untuk mengambilmu dariku."
Maureen tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Dia belum siap menyudahi
obrolan itu. "Tapi aku belum melihat taman ketiga."
Wajah Sinclair terlihat menyuram. Entah apa sebabnya, tapi Maureen merasa yakin.
"Barangkali memang sebaiknya begitu," katanya. "Hari ini sangat indah. Dan itu,"
katanya menunjuk dengan anggukan kepala," adalah kebun putra tertua Magdalena."
Ia menjawab pertanyaan dalam hati Maureen secara samar dan misterius.
Sepertinya, orangorang di sini sangat senang bersikap seperti itu.
"Meski memiliki keindahan tersendiri, taman itu terlalu dipenuhi bayang-bayang
untuk hari secerah ini."
f Saat mengantar Maureen meninggalkan taman, Sinclair berhenti di gerbang besi.
"Pada hari kedatanganmu ke sini, kau bertanya mengapa aku sangat menyukai
fleurde-lis. Inilah sebabnya. Fleurde-lis berarti 'bunga lili'. Seperti yang kau
ketahui, lili adalah simbol Maria Magdalena. 'Bunga lili' melambangkan
keturunannya. Yaitu tiga orang, diwakili tiga kelopak bunga ini."
Ia mendemonstrasikannya dengan menghitung tiga kelopak itu dengan jarinya.
"Kelopak pertama adalah putra tertuanya, Yohanes Yusuf.
Karakternya sangat kompleks. Akan kujelaskan lebih rinci ketika waktunya tepat.
Tapi sekarang cukup aku katakan bahwa keturunannya banyak terdapat di Italia.
Kelopak tengah melambangkan anak perempuannya, Sarah-Tamar. Dan kelopak ketiga
adalah sang putra bungsu, Yeshua-Daud.
"Itulah rahasia fleurde-lis yang tersimpan rapi. Itulah sebabnya bunga ini
dipilih untuk mewakili kalangan terhormat Italia dan Prancis. Itulah sebabnya
bunga ini juga digunakan sebagai simbol kalangan terpadang di Inggris, seperti
yang kau saksikan sendiri. Simbol ini awalnya digunakan oleh keturunan Maria
Magdalena dari ketiga anaknya. Dulu, simbol misterius ini dilindungi dengan
ketat hingga hanya mereka yang mulai menyelami kebenaran ini bisa saling
mengenal saat mereka melakukan perhelatan ke Eropa."
Maureen terpukau dengan penjelasan ini. "Dan sekarang, bunga lili menjadi salah
satu simbol yang cukup umum di dunia. Perhiasan, pakaian, meja-kursi, banyak yang memanfaatkan simbol ini. Tersembunyi
di tempat terbuka. Orangorang tidak tahu bunga ini melambangkan apa."
Languedoc 25 Juni 2005 Maureen duduk di kursi belakang mobil sport Renault milik Jean-Claude. Mereka
sedang menunggu gerbang elektronik chateau terbuka. Dengan sudut matanya,
Maureen melihat seorang lelaki berjalan melewati pagar pembatas dengan
gerakgerik yang aneh. "Ada apa?" tanya Jean-Claude setelah melihat ekspresi wajah Maureen.
"Ada seorang lelaki di pagar sana. Sekarang ia sudah pergi, tapi tadi ada."
Jean-Claude mengangkat bahu, dengan gaya khas Gauli, seolah tidak berminat.
"Barangkali tukang taman" Atau salah seorang penjaga keamanan. Siapa tahu. Staf
Berenger sangat banyak."
"Apakah tempat ini dijaga petugas keamanan sepanjang hari?" Maureen penasaran
dengan chateau itu dan isinya yang luar biasa, termasuk pemiliknya.
"Ah, oui. Mereka jarang terlihat karena tugas merekalah untuk tidak terlihat.
Barangkali yang tadi kaulihat salah seorang di antara mereka."
Tapi Maureen tidak diberi kesempatan untuk memikirkan aspek-aspek pemeliharaan
chateau yang membosankan. Jean-Claude mengalihkan pembicaraan ke legenda
1 Wilayah Eropa, termasuk wilayah yang sekarang dikenal sebagai Prancis, dulu
juga termasuk Italia utara.
keluarga Paschal sebagaimana yang ia ketahui.
"Bahasa Inggrismu sempurna," Maureen berkomentar setelah lelaki itu menceritakan
bagian yang agak rumit. "Terima kasih. Aku belajar di Oxford untuk menyempurnakan bahasa Inggrisku."
Maureen terpesona, menelan setiap kata sementara si sejarawan Prancis yang
percaya diri itu membawanya ke sebuah lembah merah yang dramatis. Tujuan mereka
adalah Montsegur lambang pertahanan terakhir Cathar yang mengagumkan sekaligus tragis.
f Ada lokasi-lokasi di dunia yang memancarkan aura misteri maupun tragedi yang
dahsyat. Hanyut dalam sungai sungai darah dan tertutup lapisan waktu
berabadabad, tempattempat langka ini bisa membayang-bayangi jiwa selama
bertahuntahun, jauh setelah seorang pengunjung kembali ke
kediamannya yang aman. Maureen pernah melihat tempat semacam ini selama perjalanannya, Ketika ia
tinggal di Irlandia, ia mengalami perasaan ini saat berada di kota-kota
bersejarah semisal Drogheda, tempat Oliver Cromwell membantai seluruh penduduk,
juga di desa-desa yang dilanda Kelaparan Besar pada tahun 1840-an. Saat
berkunjung ke Israel, Maureen mendaki gunung di Masada untuk melihat matahari
terbit di Laut Mati. Perasaannya begitu tergugah sehingga tak dapat dilukiskan
dengan katakata dan air mata ketika ia menelusuri pepuingan istana tempat
ratusan orang Yahudi mengorbankan nyawa pada abad ke-I, alih-alih tunduk pada
penjajah Romawi dan perbudakan.
Saat Jean-Claude membelokkan Renaultnya ke lapangan parkir di kaki bukit tempat
Montsegur berada, Maureen dibanjiri perasaan bahwa tempat ini adalah salah satu
tempat luar biasa lainnya.
Bahkan di siang musim panas yang cerah, wilayah itu tampaknya diselubungi kabut
waktu. Maureen memandang gunung di depan mereka saat Jean-Claude membimbingnya
menuju jalur pendakian. "Jalannya mendaki dan panjang, ya" Itulah sebabnya aku memberitahumu untuk
memakai sepatu yang nyaman."
Maureen bersyukur karena ia selalu bepergian dengan sepatu atletik yang kuat.
Berjalan-jalan dan mendaki adalah olahraga kesukaannya. Mereka mulai mendaki
dengan menempuh jalan yang panjang dan melingkar. Maureen baru sadar,
kesibukannya belakangan ini membuatnya tidak sempat
berolahraga. Ia menggerutu karena tubuhnya tidak dalam kondisi fit seperti
biasanya. Tapi Jean-Claude tidak terburu-buru.
Mereka berjalan dengan kecepatan yang menyenangkan sambil mengobrol tentang hal-
hal misterius di Cathar dan bertanyajawab.
"Seberapa banyak praktik mereka yang kita ketahui" Maksudku, secara akurat. Lord
Sinclair mengatakan ada banyak cerita tentang mereka yang hanya spekulasi."
"Benar. Musuh mereka banyak membuat tulisan yang menyudutkan, agar mereka
dianggap sesat dan berlebihan.
Kautahu, dunia tidak keberatan jika kita membantai para pendosa. Tapi jika kita
membunuh sesama orang Kristen yang dianggap lebih dekat dengan Kristus
dibandingkan kita sendiri, maka kita akan mendapat masalah. Jadi, banyak uraian
tentang praktik bangsa Cathar yang dikarang saja oleh para sejarawan ketika itu,
dan sesudahnya. Tapi, apakah kautahu sesuatu yang sudah pasti benar" Dasar
keimanan bangsa Cathar adalah Doa Bapa Kami."
Maureen menghentikan langkah, berusaha meredakan napasnya yang tersengal-sengal,
kemudian mengajukan pertanyaan lagi. "Benarkah" Doa yang sama seperti yang kita
baca sekarang?" Ia mengangguk, "Oui. Sama, tapi diucapkan dalambahasa Occitan, tentu saja. Saat
kau ke Yurusalem, apakah kau mengunjungi Pater Noster Church di Gunung Zaitun?"
"Ya!" Maureen tahu persis lokasinya. Ada sebuah gereja di sebelah timur
Yerusalem yang dibangun di atas gua tempat Yesus pertama kali mengajarkan Doa
Bapa Kami. Suatu bagian biara dengan eksterior sangat menawan, menampilkan
kotakkotak ubin bermotif mosaik bertuliskan doa itu dalam lebih dari enam puluh
bahasa. Maureen memotret kotak berisi doa dalam bahasa Gaelic Irlandia kuno
untuk ditunjukkan kepada Peter.
"Doa itu juga dipajang di Occitan," jelas Jean-Claude.
"Setiap bangun pagi, warga Cathar membacanya. Bukan sekadar hapalan seperti yang
banyak dilakukan sekarang. Tapi sebagai suatu perbuatan meditasi dan doa yang
sesungguhnya. Tiap baris merupakan peraturan suci bagi mereka." Maureen merenung sambil
berjalan, dan Jean-Claude melanjutkan. "Jadi, di sini tempat orangorang hidup
dengan damai dan menyebarkan ajaran yang mereka namakan JalanNya. Suatu pedoman
hidup yang bersumber dari ajaranajaran cinta.
Mereka adalah suatu kebudayaan yang mengakui Doa Bapa Kami sebagai teks yang
paling suci."
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maureen tahu ke mana arah pembicaraan Jean-Claude.
"Jadi, jika kita anggota Gereja dan ingin menyingkirkan orang orang ini, kita
tidak bisa membiarkan mereka dikenal sebagai umat Kristen yang baik."
"Persis. Ritual aneh dan tuduhan lain ditimpakan kepada orangorang Cathar untuk
menjustifikasi pembantaian yang mereka lakukan."
Jean-Claude berhenti karena mereka telah sampai di sebuah monumen yang berdiri
di tengah jalur. Sebuah tiang granit besar dengan salib Languedoc seukuran tangan di puncaknya.
"Ini adalah monumen para martir," jelasnya. "Diletakkan di sini karena di
sinilah tungku pembakaran berdiri."
Maureen menggigil. Perasaan aneh dibayang-bayangi, meski sudah pernah ia rasakan
sebelumnya, menyergapnya. Suatu perasaan bahwa ia sedang berada di tempat
bersejarah yang mengerikan. Ia mendengarkan Jean-Claude yang menceritakan kisah
pertahanan terakhir bangsa Cathar di gunung ini.
Di ujung tahun 1243, bangsa Cathar telah hampir separuh abad mengalami
penderitaan akibat tekanan dari para tentara Paus. Seluruh kota diperangi,
jalanjalan kota seperti Bezier dibanjiri darah orangorang tidak berdosa. Gereja
bertekad membasmi "para pelaku bidah" dengan cara apa pun. Dan raja Prancis
dengan senang hati membantu niat ini dengan menugaskan para pasukannya karena
tiap kemenangan atas satu warga Cathar yang kaya raya akan memperluas teritori
Prancis. Bangsawan Toulous sudah terlalu sering mengalami ancaman hingga mereka
mendirikan negara sendiri yang independen.
Seandainya kutukan Gereja ampuh untuk menundukkan mereka, maka raja memiliki
solusi yang ia harap akan menghapus sebagian dosa masa lalunya.
Pemimpin masyarakat Cathar selebihnya melakukan pertahanan terakhir di benteng
Monsegur pada Maret 1244.
Seperti kaum Yahudi di Masada lebih dari seribu tahun sebelumnya, mereka berdoa
bersamasama sebagai suatu komunitas, memohon diselamatkan dari para penindas,
dan bersumpah tidak akan menanggalkan keimanan mereka.
Memang, ada spekulasi bahwa bangsa Cathar memperoleh kekuatan dari warisan para
martir Masada selama penjajahan terakhir. Dan seperti tentara Romawi yang adalah
leluhur mereka sendiri, pasukan Paus berusaha membuat mereka kelaparan dengan
menutup akses ke air dan makanan. Tindakan ini jelas menimbulkan persoalan di
Montsegur, seperti yang terjadi di Masada. Kedua tempat itu berlokasi di puncak
bukit sehingga nyaris mustahil aman dari segala penjuru. Pemberontak kedua
kebudayaan itu mencari jalan untuk mengacaukan dan menundukkan para penindas.
Setelah blokade berlangsung beberapa bulan, pasukan Paus merasa yakin
pembangkangan mesti diakhiri. Mereka memberi ultimatum pada pemimpin Cathar.
Jika mereka mengaku dan menyesali perbuatan bidah dalam ketundukan kepada
Inkuisisi, mereka akan dibebaskan. Tapi jika tidak, mereka semua akan dibakar di
atas tungku karena menghina Gereja Romawi Suci. Mereka diberi waktu dua minggu
untuk mengambil keputusan.
Di hari terakhir, para pemimpin pasukan Paus menyalakan tungku pembakaran mayat
dan meminta jawaban. Dan jawaban yang mereka peroleh tak akan
pernah dilupakan di Languedoc. Dua ratus warga Cathar muncul dari persembunyian
di Monsegur, mengenakan jubah sederhana dan saling berpegangan tangan. Dalam
kesatuan sempurna, mereka menyanyikan Doa Bapa Kami dalam bahasa Occitan sambil
berjalan menuju tungku pembakaran
massal. Mereka meninggal sebagaimana mereka hidup: dalam keharmonisan sempurna
dengan iman kepada Tuhan.
Banyak legenda yang mengisahkan hari-hari terakhir bangsa Cathar. Masing-
masingnya lebih dramatis dari yang berikutnya.
Namun yang paling diingat adalah yang dibuat para duta Prancis yang dikirim
untuk berbicara dengan masyarakat Cathar atas nama pasukan raja. Para duta,
pasukaan sewaan yang berhati batu, diundang untuk tinggal di antara tembok-
tembok Montsegur dan menyaksikan ajaranajaran orang Cathar dengan mata kepala
sendiri. Laporan pandangan mata mereka begitu luar biasa, begitu mencengangkan,
hingga tentara Prancis akhirnya masuk dalam keimanan Jalan Murni ini. Tahu bahwa
kematian sudah menunggu, mereka melakukan sakramen terakhir bangsa Cathar
sebagai suatu penghiburan, kemudian menceburkan diri ke dalam perapian bersama
saudarasaudara baru mereka.
Maureen menghapus air mata dari wajahnya ketika ia menatap puncak gunung
kemudian kembali pada salib itu.
"Menurutmu apa yang terjadi" Apa yang telah disaksikan orangorang Prancis hingga
mereka bersumpah mati bersama warga Cathar" Adakah yang tahu?"
"Tidak." Jean-Claude menggelengkan kepala. "Yang ada hanya spekulasi. Sebagian
mengatakan bahwa Roh Kudus menampakkan diri dalam ritual orang Cathar dan
menunjukkan bahwa kerajaan surga menanti mereka. Pihak lain mengatakan bukan
itu, melainkan harta karun bangsa Cathar yang mereka miliki."
Legenda Montsegur terus tergelar di hadapan Maureen saat mereka menuntaskan
pendakian melewati jalur yang sulit. Sehari sebelum hari pertahanan terakhir
bangsa Cathar, empat anggota kelompok mereka berhasil memanjat tembok kastil
yang paling rawan, kemudian melarikan diri. Diyakini, mereka mendapat bantuan
dari intelijen duta Prancis yang mengikuti keyakinan orang Cathar dan meninggal
bersama orangorang itu keesokannya.
"Mereka membawa harta pusaka Cathar yang legendaris.
Tapi harta apa yang mereka bawa, tidak diketahui dengan pasti.
Diduga, harta itu tidak terlalu berat karena orangorang yang melarikan diri itu
adalah perempuan muda dan diperkirakan bertubuh mungil. Selain itu, mereka
tentulah lemah setelah berbulan-bulan dalam keadaan darurat tanpa pasokan air
dan makanan. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka membawa Holy Grail, atau
mahkota duri, atau bahkan harta yang paling berharga sedunia, Kitab Cinta."
"Bukankah itu injil yang ditulis oleh Yesus sendiri?" Jean-Claude mengangguk.
"Semua legenda peristiwa ini dipastikan lenyap dari sejarah di sekitar masa
itu." Semangat sejarawan dan jurnalis Maureen bangkit.
"Adakah buku yang bisa kau rekomendasikan" Dokumen yang bisa aku jadikan bahan
riset dan memberi informasi lebih dalam tentang peristiwa ini selama aku berada
di Prancis?" Lelaki Prancis itu tertawa kecil dan mengangkat bahu.
"Madamoiselle Paschal, orangorang di Languedoc ini ahli sejarah semua. Mereka
menjaga rahasia dan legenda tanpa menuliskannya di atas kertas. Aku tahu, ini
sulit dipahami. Tapi lihatlah sekelilingmu, Manis. Siapa yang memerlukan buku
jika semua ini bercerita?"
Sekarang mereka sudah sampai di puncak bukit.
Reruntuhan benteng yang dulunya megah, terbentang di hadapan mereka. Melihat
tembok-tembok batu yang seolah memancarkan sejarah lingkungan sekelilingnya,
Maureen paham maksud ucapan Jean Claude. Namun Maureen terombangambing antara
kesan yang ia tangkap dengan kebutuhan jurnalisnya untuk mengotentikkan seluruh
penemuan itu. "Pendapat itu cukup aneh bagi seseorang yang menyebut dirinya sejarawan,"
komentarnya. Sekarang Jean-Claude tertawa keras. Suaranya menggema ke lembah hijau di bawah
sana. "Aku menganggap diriku sendiri seorang sejarawan, tapi bukan sejarawan
akademik. Ada perbedaannya, terutama di tempat seperti ini. Pendekatan akademik
tidak bisa diaplikasikan di sembarang tempat, Mademoiselle Paschal."
Ekspresi Maureen jelas menunjukkan bahwa ia belum mengerti. Jean-Claude
menguraikan. "Kautahu, untuk memperoleh gelar paling bergengsi di dunia akademik, kita hanya
perlu membaca semua buku yang tepat kemudian menulis makalah yang baik. Saat
mengikuti tur kuliah di Boston, aku bertemu seorang perempuan Amerika yang
menyandang gelar doktor sejarah Prancis, khususnya bidah abad pertengahan.
Sekarang, ia dianggap sebagai salah seorang pakar terhebat untuk topik tersebut
dan telah menulis satu-dua
buku daras untuk perguruan tinggi. Dan kautahu apa yang lucu" Ia tak pernah ke
Prancis, tidak sekali pun. Ke Paris tidak, apalagi ke Languedoc. Parahnya, ia
tidak merasa perlu. Dalam format akademik sejati, ia yakin bahwa yang ia
butuhkan terdapat dalam buku atau dokumen yang tersedia dalam database
universitas. Pemahaman Catharisisme wanita itu nyaris sama realistisnya dengan membaca komik,
malah dua kali lebih lucu.
Tapi ia dikenal luas sebagai orang yang mumpuni dibandingkan siapa pun di sini
lantaran gelar dan inisial yang mengikuti namanya."
Maureen terus menyimak sementara mereka melangkah melewati bebatuan dan
melompati puing besar. Ucapan Jean-Claude menyentil telinga Maureen. Ia selalu menganggap
dirinya seorang akademik, namun pengalamannya sebagai seorang wartawan juga
mendorongnya untuk melihat
kisahkisah langsung dari lingkungan aslinya. Tak bisa ia bayangkan, bagaimana
menulis Maria Magdalena tanpa berkunjung ke Tanah Suci. Ia pun berkeras pergi ke
Versailles dan penjara Conciergerie yang revolusioner ketika melakukan riset
tentang Marie Antoinette.
Sekarang, meski baru beberapa hari berada di lingkungan sejarah hidup Languedoc,
ia menyadari kebudayaan ini mensyaratkan pemahaman lewat pengalaman langsung.
Jean-Claude belum selesai. "Kuberi contoh. Kau bisa menbaca satu dari lima puluh
lima versi tulisan sejarawan tentang tragedi di Montsegur. Tapi lihatlah
sekelilingmu. Jika kau tidak pernah mendaki gunung ini, atau menyaksikan tempat
pembakaran massal, atau mengamati
betapa tembok-tembok ini tidak tertembuskan, bagaimana kau bisa paham" Ayo, aku
ingin menunjukkan sesuatu."
Maureen mengikuti lelaki Prancis itu ke ujung jurang, tempat tembok-tembok
benteng yang dulunya tak tertembuskan itu hancur berantakan. Ia menunjuk ke
suatu titik yang telah terhempas melewati lereng yang curam, ribuan kaki di
bawah sisi gunung. Angin hangat berembus, meniup rambutnya sementara Maureen
berusaha menempatkan diri dalam posisi seorang gadis muda Cathar di abad 13.
"Dari titik inilah keempat orang itu kabur," jelasnya.
"Bayangkanlah sekarang, saat kau berada di sini. Di tengah malam yang pekat,
membawa benda pusaka yang sangat berharga yang diikatkan ke tubuhmu, dalam
kondisi lemah setelah berbulan-bulan tertekan dan kelaparan. Kau masih muda dan
ketakutan dan tahu bahwa seandainya kau selamat, semua orang yang kau cintai
akan dibakar hidup-hidup. Dengan pikiran-pikiran itu di dalam kepala, kau
menuruni tembok, menuju ke cuaca dingin membeku dan kehampaan tengah malam, dan
ada kemungkinan kuat kau akan menempuh ajal."
Maureen menghela napas panjang. Sungguh pengalaman yang menguji nyali, berdiri
di sini, di tempat legenda itu hidup dan sangat nyata di sekelilingnya.
Jean-Claude memotong lamunan Maureen. "Sekarang, bayangkan jika kau hanya
membaca kisah itu di perpustakaan New Haven. Bukankah pengalamannya akan
berbeda"1 Maureen mengangguk setuju sebagai jawaban, "Tentu saja."
"Oh, aku hampir lupa. Perempuan termuda yang kabur malam itu" Kemungkinan ia
adalah leluhurmu. Orang yang kemudian memakai nama Paschal. Bahkan mereka menujulukinya La Paschalina hingga
ia meninggal." Maureen tak bisa berkata-kata mendengar satu lagi informasi fenomenal tentang
leluhurnya. "Seberapa banyak yang kau ketahui tentang dia?"
"Sedikit. Ia meninggal di biara Montserrat di perbatasan Spanyol dalam usia
lanjut. Sebagian catatan kehidupannya masih berada di sana. Kita tahu bahwa ia
menikah dengan seorang pengungsi Cathar lain di Spanyol dan memiliki sejumlah
anak. Tertulis bahwa ia membawa harta tak ternilai ke biara, tapi apa harta itu, tak
pernah diungkapkan secara terbuka."
Maureen mengulurkan tangan dan memetik sekuntum bunga liar yang tumbuh di
retakan runtuhan tembok. Ia berjalan ke pinggir jurang tempat gadis Cathar yang
kemudian menggunakan nama La Paschalina itu menuruni gunung dengan begitu berani
untuk memenuhi harapan terakhir kaumnya.
Sambil melemparkan bunga ungu kecil ke dasar jurang, Maureen mengucapkan doa
kecil bagi perempuan itu yang mungkin atau tidak adalah leluhurnya. Hal itu nyaris tidak
penting. Mendengar kisah orangorang yang baik hati dan menyaksikan keindahan
tanah ini sendiri saja sudah membuat hidupnya tak akan sama seperti sebelumnya.
"Terima kasih," kata Maureen kepada Jean-Claude dengan suara pelan. Lelaki itu
kemudian meninggalkannya sendirian, untuk merenungkan betapa masa lalu dan masa depannya
jalin-menjalin dengan tempat yang paling kuno dan paling misterius ini.
f Maureen dan Jean-Claude makan siang di sebuah desa kecil yang terletak di lembah
Montsegur. Seperti yang ia janjikan, restoran itu menyajikan makanan ala Cathar. Menunya
sederhana, umumnya terdiri dari ikan dan sayuran segar.
"Ada pendapat keliru yang mengatakan bahwa masyarakat Cathar menerapkan pola
makan vegetarian yang ketat. Padahal mereka makan ikan," kata Jean-Claude.
"Mereka terlalu tekstual menyangkut aspek-aspek tertentu dalam kehidupan Yesus.
Karena Yesus memberi makan banyak orang dengan roti dan ikan, maka mereka yakin
bahwa mereka pun harus menyertakan ikan dalam menu makanan mereka."
Maureen merasa makanan itu menyehatkan dan sangat menikmatinya. Sinclair benar:
Jean-Claude sejarawan yang hebat. Maureen telah mengajukan segudang pertanyaan
saat mereka berjalan menuruni gunung, dan Jean-Claude menjawab semuanya dengan
sabar dan mendalam. Saat mereka duduk
makan, Maureen dengan senang hati menjawab pertanyaanpertanyaan lelaki itu.
Yang pertama yang ingin diketahui Jean-Claude adalah mimpi dan visi yang dialami
Maureen. Sebelumnya, topik ini membuatnya sangat tidak nyaman. Namun beberapa hari
terakhir di Languedoc, ia bersikap terbuka. Di sini, visivisi seperti yang ia
alami bukanlah sesuatu yang aneh, hanya sekadar bagian kehidupan. Karena itulah
Maureen merasa lega berbicara bersama orangorang yang menerima isu semacam ini.
"Apakah kau mengalami visi ketika masih kecil?" Jean-Claude ingin tahu.
Maureen menjawab dengan gelengan kepala. "Apakah kau yakin?"
"Jika ya, aku sama sekali tidak ingat. Aku baru mengalaminya saat berkunjung ke
Yerusalem. Mengapa?" "Hanya ingin tahu. Teruskanlah." Maureen menjelaskan pengalamannya secara
panjang lebar. Jean-Claude mendengarkan dengan penuh perhatian sambil mengajukan pertanyaan di
sela-sela cerita Maureen. Minatnya terkonsentrasi pada bagian visi penyaliban di
Notre-Dame. Maureen menyadari hal ini. "Lord Sinclair juga berpendapat visi itu sangat
penting." "Ya, tentu." Jean-Claude mengangguk. "Apakah ia bercerita tentang nubuat itu?"
"Ya. Sungguh menakjubkan. Tapi aku agak gelisah karena ia sepertinya menganggap
bahwa akulah Dia Yang Dinantikan dalam nubuat. Rasanya penampilanku tidak
sesuai." Lelaki Prancis itu tertawa. "Tidak, tidak. Hal-hal semacam ini tidak bisa
dipaksakan. Bisa benar bisa tidak, dan jika benar, itu akan segera terbukti.
Berapa lama kau akan tinggal di Languedoc?"
"Rencananya empat hari. Setelah itu kami akan pergi ke Paris beberapa malam.
Tapi aku tidak yakin sekarang. Masih banyak yang perlu dilihat dan dipelajari di
sini. Aku banyak mendapat informasi."
Entah mengapa, Jean-Claude terlihat termenung saat mendengar ucapan Maureen
tadi. "Apakah ada kejadian aneh semalam, setelah pesta" Sesuatu di luar
kebiasaan" Mimpi yang lain dari yang lain?"
Maureen menggelengkan kepala. "Tidak, tidak ada. Aku merasa lelah lalu tertidur
pulas. Kenapa?" Jean-Claude mengangkat bahu kemudian meminta
bon. Saat ia berbicara, nyaris seperti ditujukan pada dirinya sendiri.
"Kalau begitu kemungkinannya bisa dipersempit."
"Kemungkinan apa yang dipersempit?"
"Oh, kalau kau tidak akan lama di sini, kami mesti memikirkan apa yang bisa kami
lakukan untuk menentukan apakah kau keturunan La Paschalina atau bukan.
Singkatnya, apakah kau adalah Dia Yang Dinantikan, yang akan memimpin kami
menuju harta karun yang sangat rahasia, atau bukan."
Ia mengedipkan mata menggoda pada Mauren, setelah itu menggeser kursi untuk
mempersilakan gadis itu berdiri, dan mereka bersiap meninggalkan wilayah
The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Montsegur yang sakral. "Sebaiknya aku mengantarmu kembali ke chateau sebelum Berenger memenggal
kepalaku." ... Bagaimanakah memulai tulisan tentang suatu masa yang mengubali dunia"
Sudah lama aku nrminggu untuk menuliskan ma karena aku senantiasa dihantui
ketakutan seandainya hari itu tiba dan aku mesti memulai dari awal lagi. Selama
bertahuntahun aku menyaksikannya dalam tidurku. berkali-kaJi. Namun mimpi itu
enggan pergi sebelum membuatku tersiksa. Mei^embalikan semua itu dengan sengaja,
tak pernah menjadi pilihanku. Karena meski aku telah memaafkan semua yang lelah
menyebabkan penderitaan Easa. namun memaafkan tidak membuat kita nt lupakan.
Barangkalimemangsudah seharusnya, karena hanya akulah yang tertinggal dan dapat
nvnceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa kegelapan.
Ada orangorang yang berkata Easa yang merencanakannya, sedari a wal. Ini tidak
tenar. Kejadian itulah yang direncanakan untuk Easa sedangkan ia menjalaninya
dengan kekuatan dan kepatuhan kepada Tuhan, la minum dari cargkiryang disodorkan
kepadanya dengan suatu keberanian dan keanggunan yang belum pernah disaksikan
sebeliannya atau sejak itu. selam o/eh ibundanya. Hanyalah IbuNya. Maria Agung,
yang mendengar panggilan Tuhan detigansamajemihnya. Dan hanya Ibunya yang
menjawab 'lan itu dengan keberanian yang sama. Kita semua mesti terendah
hati'meneladanikeagimgan mereka.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KECELAPAN
Dua Belas Carcassonne, 25 Juni 2005
Tamara Wisdom dan Derek Wainwright tak tampak beda dengan pasangan-pasangan
turis Amerika lain yang berada di luar tembok yang mengelilingi kota benteng
Carcassonne. Saat Tammy menemui Derek di lobi hotelnya, Derek menciumnya dengan
penuh hasrat. Sambil tersipu-sipu, Tammy mendorong Derek dengan lembut.
"Masih banyak waktu untuk itu nanti, Derek."
"Janji?" "Tentu saja." Tammy mengusap-usap punggung Derek untuk menegaskan janjinya.
"Tapi kau tentu tahu betapa gila kerjanya aku ini. Setelah urusan itu tak lagi
mengganggu pikiranku, kita bisa memiliki waktu seharian untuk ... bermain."
"Baiklah, ayo kita pergi. Bagusnya aku saja yang mengemudi."
Derek menggenggam tangan Tammy dan membimbingnya menuju tempat parkir dan mobil
sewaannya. Ia melewati batas jalan kemudian memutar ke tembok kota lalu berbelok
ke jalan yang membawa mereka semakin jauh ke dalam perbukitan.
"Kau yakin aman?" tanya Tammy. Derek mengangguk. "Mereka telah berangkat ke
Paris pagi ini. Semuanya, kecuali ..." "Kecuali apa?" Derek terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi
tidak jadi. "Bukan apa-apa. Masih ada satu orang yang tinggal di Languedoc ini. Tapi ia
sibuk hari ini, tidak mungkin berpapasan dengan kita."
"Kau mau menjelaskan?"
Derek tertawa. "Tidak sekarang. Mengambil peluang ini sekarang saja sudah
terlalu berisiko bagiku. Apakah kautahu hukuman apa yang aku dapatkan jika tertangkap?"
Tammy menggelengkan kepala. "Tidak, apa" Masa percobaan rahasia kedua?"
Derek melirik sekilas kepadanya. "Meluculah sesukamu, tapi mereka ini tidak
mainmain." Diangkatnya telunjuk tangannya ke arah tenggorokan sambil melakukan gerakan
memotong. "Kau pasti bercanda."
"Aku serius. Ganjaran membocorkan rahasia Persekutuan ke selain anggota adalah
hukuman mati." "Apakah kasus itu pernah terjadi" Atau mungkin sekadar takhayul yang direkayasa
agar rahasia organisasi tetap terjaga dan anggotanya bisa dikendalikan?"
"Ada seorang Guru Keadilan baru sebutan untuk pemimpin kami dan orang ini
ekstrem." Tammy berpikir serius beberapa saat. Beberapa tahun silam, dalam keadaan mabuk
Derek mengungkapkan padanya bahwa ia adalah anggota Persekutuan rahasia tersebut. Tapi
kemudian ia tutup mulut dan menolak
berbicara lebih jauh. Tammy berusaha membujuknya agar mau berbicara saat di
pesta. Akhirnya, perpaduan antara alkohol dan hasrat pada Tammy yang telah lama
dipendam membuatnya membocorkan lokasi markas besar mereka yang terletak sedikit
di luar Carcassonne. Atau setidaknya itulah yang ia pikir telah meluncur dari bibir Derek yang sedang
meracau. Hari ini, Derek bahkan telah menawarkannya untuk melihat tempat keramat
itu. Tapi jika Derek tidak berbohong tentang konsekuensi petualangan tersebut,
itu bukan sesuatu yang diinginkan Tammy.
"Dengar Derek, jika tindakan ini sangat berbahaya, aku tak ingin mendorongmu
melakukannya. Sungguh. Aku dapat menggunakanmu sebagai narasumber anonim jika aku memutuskan
untuk mengulas Persekutuan rahasia itu dalam proyekku. Lebih baik kita kembali saja ke
Carcassonne dan makan siang. Kau aman mengungkapkan segalanya kepadaku di kafe
pada siang bolong." Nah. Ia telah memberinya jalan untuk mengelak. Namun keputusan Derek membuat
Tammy terkejut. "Oh , tidak. Aku ingin menunjukkannya padamu. Bahkan sekarang aku merasa tidak
sabar untuk memperlihatkannya padamu."
Tammy merasa gelisah mendengar nada bicaranya yang antusias. "Kenapa?"
"Kaulihat saja nanti."
f Derek memarkir mobil di belakang pagar tanaman, beberapa ratus meter dari
gerbang masuk ke lokasi rahasia itu.
Dengan hatihati mereka melangkah menyusuri jalan, berbelok ke jalan setapak
sempit yang tak beraspal. Setelah beberapa ratus meter, tampaklah sebuah gereja
kecil berdinding batu tempat para anggota Persekutuan mengadakan upacara
keagamaan semalam. "Itu gerejanya. Kita ke sana jika kau mau."
Tammy mengangguk, bertekad mengikuti dan melihat ke mana Derek membawanya. Tammy
sudah mengenal Derek beberapa tahun belakangan, tapi selama ini mereka hanya berteman
biasa. Kini Tammy sadar bahwa sebenarnya ia belum cukup mengenal Derek untuk
dapat memastikan niat lelaki itu yang sesungguhnya. Sebelumnya ia mengira hasrat
Derek padanya hanya hasrat lelaki biasa. Kalau itu, ia bisa menanganinya. Namun
mendadak Derek bertekad bulat. Tammy belum pernah melihatnya seperti ini
sebelumnya. Dan ini membuatnya takut. Untunglah Sinclair maupun Roland tahu ke
mana ia pergi. Derek membimbingnya menuju sebuah bungalo di belakang gereja, mengeluarkan kunci
dari kantongnya, lalu membuka pintu. Eksterior yang tak mengesankan mengelabui Tammy.
Bagian dalam Gedung Persekutuan itu ternyata begitu besar dan penuh ornamen.
Dihiasi kain mahal dan bingkai bersepuh emas, tiap kaki persegi bagian
dindingnya ditutupi dengan karya seni.
Semuanya adalah duplikat lukisan Leonardo da Vinci. Pada dinding di hadapannya,
bagian yang pertama kali terlihat saat memasuki ruangan, berjejer duplikat dua
versi Santo Yohanes Pembaptis karya Leonardo.
"Ya, Tuhan," bisik Tammy. "Jadi memang benar. Leonardo seorang Yohanit. Seorang
pelaku bidah." Derek tertawa. "Berdasarkan standar yang mana" Dalam keyakinan Persekututan,
'umat Kristen' yang mengikuti Kristus adalah pelaku bidah yang sesungguhnya.
Kami menyebutnya 'Si Perampas', dan 'Si Pendeta Jahat'." Derek membuat gerakan
360 derajat ke arah berbagai karya seni dan berbicara dengan berwibawa. Tammy
belum pernah melihatnya seperti ini.
"Leonardo da Vinci adalah seorang Guru Keadilan pada masanya, seorang pemimpin
Persekutuan kami. Ia percaya bahwa Yohanes Pembaptis adalah mesias yang
sesungguhnya dan Yesus telah merebut posisinya lewat manipulasi kaum perempuan."
"Manipulasi kaum perempuan?"
Derek mengangguk. "Itu adalah fondasi tradisi kami.
Salome dan Maria Magdalena berkomplot untuk membunuh mesias kami agar nabi palsu
mereka bisa duduk di singgasana.
Persekutuan menjuluki keduanya pelacur. Begitulah selalu dan selamanya."
Tammy menatap Derek tidak percaya. "Apakah kau percaya pada semua itu" Bajingan,
Derek, seberapa jauh kau meyakini filosofi macam itu" Dan tega-teganya kau
menyembunyikan rahasia ini dariku?"
Derek hanya mengangkat bahu. "Rahasia memang urusan kami. Sedangkan tentang
filosofi, aku dibesarkan untuk memercayai hal itu dan mempelajari berbagai teks
rahasia selama bertahuntahun.
Kautahu, semuanya sangat meyakinkan."
"Apanya?" "Berbagai materi yang kami miliki. Kami menyebutnya The True Book of the Holy
Grail. Materi ini telah diwariskan sejak masa Romawi dari para pengikut sejati
Sang Pembaptis. Di situ diungkapkan kejadiankejadian seputar wafatnya Yohanes
dengan rinci. Kau akan melihat bahwa materi itu memang mengagumkan." "Bisakah
aku melihatnya?" "Aku akan memberimu satu salinannya. Aku memiliki satu di kamar hotelku." Ada
lebih dari sekadar sindiran halus dalam ucapan terakhirnya.
Tammy menanamkan kesan dalam hati dan berusaha tidak terlihat takut. Ia sudah
bisa menduga apa yang diharapkan Derek sebagai imbalan dokumen berharga
tersebut. Tammy bergerak menjauh, berjalan pelan untuk melihat berbagai lukisan
dalam ruangan itu. "Apakah kau melihat kesamaan dalam semua lukisan ini?" tanya Derek.
"Selain bahwa semuanya karya Leonardo?" Tammy menggelengkan kepalanya. Ia tak
dapat melihat selain dari hubungan yang sudah jelas itu. "Tidak. Awalnya aku
pikir semuanya gambar Yohanes Pembaptis, tapi ternyata tidak.
Lukisan itu tampak seperti rincian peristiwa Perjamuan Malam Terakhir, tapi itu
tidak masuk akal mengingat ucapanmu barusan. Mengapa lukisan itu disimpan di
sini jika Persekutuan membenci Yesus karena menganggapnya seorang perampas dan
menyalahkan Maria Magdalena atas kematian Yohanes?"
"Begini," kata Derek, mengangkat tangan kanannya ke depan wajah dengan posisi
khusus. Telunjuknya mengarah ke langit dan ibu jarinya menekuk ke atas, sementara ketiga
jarinya yang lain ditekuk ke bawah. Tammy menatapnya dan menyadari bahwa salah
seorang sahabat Yesus dalam lukisan fresco Leonardo yang terkenal juga membuat
gerakan serupa tindakan itu
seolah memberi ancaman ke wajah Yesus.
"Apa artinya?" tanya Tammy. "Aku telah melihat posisi tangan semacam itu
sebelumnya, pada lukisan Yohanes Pembaptis di Louvre." Tammy menunjuk duplikat
lukisan itu yang digantung di dinding. "Yang itu. Aku beranggapan ia menunjuk ke
surga, ke arah langit."
Derek berdecak, pura-pura kecewa. "Ayolah Tammy. Kau seharusnya tahu bahwa
Leonardo tak pernah segamblang itu.
Kami menyebutnya isyarat 'Ingat Yohanes', dan maknanya banyak. Pertama, jika kau
perhatikan dari dekat, jari-jari itu membentuk huruf J, singkatan dari John
(Yohanes). Telunjuk tangan kanan yang mengarah ke atas juga melambangkan angka
satu. Jadi isyarat itu bermakna 'Yohanes adalah mesias pertama'.
Oh, ada satu hal lagi yang lebih penting, sebuah relik."
"Kau memiliki relik Yohanes?"
Seringai Derek melebar. "Seandainya saja relik itu ada di sini sehingga aku bisa
memperlihatkannya padamu. Tapi Guru Keadilan tak pernah membiarkannya berada di
luar pengawasannya. Kami memiliki tulang jari telunjuk kanan Yohanes, jari yang menunjukkan isyarat
khusus tadi. Isyarat itu telah menjadi kode rahasia kami di tengah-tengah
masyarakat selama ribuan tahun. Dengan cara itu, para ksatria maupun bangsawan
di abad pertengahan bisa saling mengenal tanpa diketahui orang lain.
Cara itu masih kami gunakan hingga kini.
Jari Yohanes kami gunakan dalam upacara pengukuhan. Demikian pula tengkorak
kepalanya." Tammy langsung tertarik. "Kalian memiliki tengkorak Yohanes?"
Derek tertawa. "Ya. Guru Keadilan menjemurnya setiap hari. Tengkorak itu adalah
pusat seluruh ritual Persekutuan."
"Bagaimana kautahu bahwa tengkorak itu benarbenar tengkorak Yohanes" Aku pikir
kepalanya berada di Amiens, di sebuah katedral di sana."
"Apakah kautahu berapa banyak tempat yang diklaim menyimpan benda-benda
Ular Kobra Dari Utara 2 Bende Mataram Karya Herman Pratikto Kemelut Di Cakrabuana 6