Pencarian

Name Of Rose 4

The Name Of The Rose Karya Umberto Eco Bagian 4


Afrika seharusnya lebih banyak dibaca?"
"Mungkin juga. Agaknya memang begitu. Tetapi kemudian, mengapa Maleakhi harus
marah-marah Bagaimanapun juga, Maleakhi adalah orang yang
memutuskan boleh tidaknya sebuah buku karya penyair Afrika diserahkan untuk
dibaca. Tetapi ada satu yang kuketahui: siapa saja yang membuka-buka katalog
buku itu akan sering menemukan, di antara singkatan-kata yang hanya dipahami
oleh pustakawan itu, ada satu yang bunyinya 'Afrika1, dan aku bahkan sudah
menemukan lagi yang bunyinya 'finis Africae's. Aku pernah minta sebuah buku yang
punya indikasi tersebut, aku tidak ingat buku apa itu, meskipun judulnya telah
membangkitkan rasa ingin tahuku; dan Maleakhi mengatakan kepadaku bahwa bukubuku
dengan indikasi itu sudah lama hilang. Ini yang kuketahui. Dan inilah sebabnya
menurutku kau benar, coba amati Berengar, dan selidiki kapan ia naik ke dalam
perpustakaan. Kau tidak mungkin bisa tahu."
"Kau tidak mungkin bisa tahu," William mengakhiri percakapan itu dan membiarkan
Benno pergi. Kemudian ia mulai jalanjalan bersamaku di dalam kloster dan
mengatakan bahwa, yang paling pertama, sekali lagi Berengar telah menjadi
sasaran kasak-kusuk para saudaranya; kedua, Benno seakan ingin sekali
mengarahkan kami ke perpustakaan. Aku mengajukan pendapat bahwa mungkin Benno
ingin kami menemukan hal-hal yang ia sendiri juga ingin tahu di sana; dan
William berkata mungkin ini masalahnya, tetapi juga mungkin bahwa dengan
mengarahkan kami ke perpustakaan, ia ingin menjauhkan kami dari suatu tempat
lain. Tempat yang mana" tanyaku. Dan
9 Batas-batas Afrika penerj?William berkata tidak tahu, mungkin skriptorium, mungkin dapur, atau tempat
koor, atau asrama rahib, atau klinik. Aku memberanikan diri untuk mengatakan
bahwa justru dia, William, yang telah tertarik pada perpustakaan, dan William
menjawab bahwa ia memang ingin tertarik pada hal-hal yang ia pilih dan bukan
hal-hal yang disarankan oleh orangorang lain. Tetapi perpustakaan itu harus
tetap diselidiki, katanya selanjutnya, dan dalam hal ini, bukan suatu gagasan
yang buruk untuk berusaha memasukinya entah dengan cara bagaimana. Semua keadaan
itu sekarang menguasai rasa ingin tahunya, di dalam batasan kesopanan dan hormat
kepada kebiasaan dan hukum biara tersebut.
Kami meninggalkan kloster. Para pelayan dan novis mulai keluar dari gereja
setelah misa. Dan sementara kami berjalan menyusuri sisi barat gereja itu,
sekilas kami melihat Berengar keluar dari pintu samping dan menyeberang makam
menuju Aedificium. William memanggilnya, ia berhenti, dan kami menyusulnya. Ia
justru tampak lebih putus asa daripada ketika berada di tempat koor, dan
sebagaimana halnya dengan Benno, jelas William memutuskan untuk memanfaatkan
keadaannya yang sedang lemah semangat ini.
"Jadi, agaknya kau orang terakhir yang melihat Adelmo dalam keadaan hidup,"
katanya. Berengar terhuyung-huyung, seolaholah hampir jatuh pingsan.
"Aku?" tanyanya dengan suara lemah. William
seakan tidak sengaja mengajukan pertanyaan ini, mungkin karena Benno sudah
menceritakan bahwa ia melihat Berengar dan Adelmo mengobrol di dalam kloster
setelah vespers. Tetapi ini pasti kena sasaran, dan tampak jelas Berengar sedang
memikirkan Adelmo, memang pertemuan terakhir, karena ia mulai berbicara dengan
suara tersendatsendat. "Kenapa kau bisa bilang begitu" Aku memang melihatnya sebelum pergi tidur,
seperti setiap orang lainnya!"
Lalu William memutuskan mungkin ada gunanya menekannya tanpa ampun. "Tidak, kau
bertemu lagi dengannya, dan kau mengetahui lebih banyak daripada yang mau kau
akui. Tetapi ada dua kematian yang terjadi di sini, dan kau tidak bisa tinggal
diam lagi. Kau tahu benar ada banyak cara untuk memaksa orang mau bicara."
William sudah sering mengatakan kepadaku bahwa, bahkan ketika ia menjadi
inkuisitor, ia selalu menghindari penyiksaan, tetapi Berengar salah paham (atau
William ingin Berengar salah mengerti). Bagaimanapun juga, tindakan itu efektif.
"Ya, ya," kata Berengar, sambil mulai mencucurkan air mata.
"Aku melihat Adelmo malam itu, tetapi aku melihatnya sudah mati."
"Di mana?" tanya William. "Di kaki bukit itu?"
"Tidak, tidak, aku melihatnya di sini, di makam ini. Ia sedang berjalan di
antara nisannisan, sesosok hantu di antara hantuhantu.
Aku bertemu dengannya dan langsung menyadari bahwa yang ada di hadapanku bukan
seseorang yang hidup: wajahnya seperti wajah mayat, matanya sudah menyaksikan
hukuman abadi. Tentu saja, baru pagi harinya aku mendengar tentang kematiannya,
namun bahkan pada saat itu aku menyadari bahwa aku mendapat suatu penampakan dan
bahwa ada suatu roh terkutuk di hadapanku, salah satu lemur .... Ya Tuhan, betapa
ia bicara kepadaku dengan suara seperti dari dalam kubur!"
"Dan apa yang dikatakannya?"
"'Aku terkutuk!' Itulah yang ia katakan kepadaku. 'Seperti kau menyaksikan aku
di sini, kau menyaksikan seseorang pulang dari neraka, dan ke neraka aku harus
kembali.' Begitu katanya kepadaku. Dan aku berteriak kepadanya, 'Adelmo, apa kau
sungguhsungguh pulang dari neraka" Seperti apa siksa neraka itu"' Dan aku
gemetaran, karena aku baru saja meninggalkan ibadat komplina di mana aku
mendengar bacaan tentang kisah-kisah murka Allah yang mengerikan. Dan ia
mengatakan kepadaku, 'Siksa neraka jelas sekali lebih besar daripada yang bisa
diutarakan oleh lidah kita.
Kau tahu,' katanya, 'tudung orang sesat yang telah kukenakan sampai sekarang"
Ini menindasku dan memberatiku seakan aku menggendong menara tertinggi Paris
atau gunung dunia di atas unggungku, dan aku tidak pernah lagi dapat
melepaskannya. Dan siksa ini diberikan kepadaku oleh keadilan Tuhan karena
kesombonganku, karena telah memercayai tubuhku sebagai tempat kenikmatan, dan karena telah mengira
tahu lebih banyak daripada orangorang lain, dan karena telah menikmati gambar
aneh, yang, karena membusur dalam imajinasiku, telah menghasilkan gambar aneh
yang jauh lebih aneh di dalam jiwaku dan sekarang aku harus hidup bersama
gambargambar itu dalam keabadian. Kau lihat lipatan jubah ini" Ini seakan
semuanya bara dan api yang menyala-nyala, dan api itulah yang membakar tubuhku,
dan hukuman ini diberikan kepadaku karena dosa daging yang tidak jujur, yang
kejahatannya kuketahui dan kugarap, dan api ini sekarang menyala-nyala tanpa
henti dan membakar diriku! Ulurkan tanganmu, Guruku yang manis,1 katanya lebih
lanjut kepadaku, 'sehingga pertemuanku denganmu dapat menjadi suatu pelajaran
yang berguna, sebagai balas jasa atas banyak pelajaran yang kauberikan kepadaku.
Tanganmu, Guruku yang manis!' Dan ia menggoyangkan jari dari tangannya yang
membara, dan di atas tanganku terasa setetes kecil peluhnya dan seakanakan itu
menghunjam tanganku. Aku merasakan bekas ini selama berharihari, hanya saja
kusembunyikan dari orangorang lain.
Kemudian ia menghilang di antara nisannisan, dan keesokan harinya aku mendengar
bahwa tubuhnya, yang sudah membuatku begitu ketakutan, sudah mati di kaki
jurang." Berengar terengah-engah sambil tersedu. William bertanya kepadanya, "Dan mengapa
dia menyebutmu guruku yang manis" Kau seusia
dengannya. Mungkin kau pernah mengajarinya sesuatu?"
Berengar menyembunyikan kepalanya dengan menarik tudungnya ke atas wajahnya, dan
jatuh berlutut sambil memeluk kaki William.
"Aku tidak tahu mengapa ia memanggilku seperti itu. Aku tidak pernah
mengajarinya apa pun!" Dan ia terisak-isak. "Aku takut, Bapa. Aku ingin mengaku
dosa kepadamu. Kasihanilah aku, setan tengah menggerogoti isi perutku."
William mendorong Berengar dan mengulurkan satu tangannya untuk menariknya agar
berdiri. "Tidak, Berengar," katanya kepada rahib itu, "jangan minta aku
memberikan pengakuan. Jangan mematri mulutku dengan membuka mulutmu. Apa yang
ingin kuketahui darimu, ceritakan kepadaku dengan cara lain. Dan jika kau tidak
mau menceritakannya kepadaku, aku akan mencarinya dengan caraku sendiri.
Kau boleh saja minta dikasihani, tetapi jangan minta aku diam.
Terlalu banyak yang tidak mau bicara dalam biara ini. Lebih baik katakan
kepadaku, bagaimana kau bisa melihat wajahnya pucat jika waktu itu malam paling
gelap, dan bagaimana ia dapat membakar tanganmu jika malam itu turun hujan, dan
es dan salju, dan apa yang tengah kaulakukan di makam itu. Ayolah" dan William
mengguncang bahu Berengar keraskeras-"paling sedikit ceritakanlah ini."
Seluruh tubuh Berengar gemetaran. "Aku tidak
tahu apa yang sedang kulakukan di makam itu. Aku tidak ingat, aku tidak tahu
bagaimana aku melihat wajahnya, mungkin aku punya lampu, tidak ... ia yang punya
lampu, ia membawa sebuah lampu, mungkin aku melihat wajahnya dalam cahaya nyala
api "Bagaimana ia bisa membawa lampu jika malam itu hujan dan turun salju?"
"Waktu itu setelah ibadat komplina, langsung setelah komplina, ketika itu belum
ada salju, salju baru mulai turun sesudah itu .... Aku ingat bahwa salju pertama
mulai turun ketika aku sedang lari ke arah asrama. Aku lari ke arah asrama
sementara hantu itu pergi ke arah yang berlawanan ... dan setelah itu aku tidak
tahu apa-apa lagi; kumohon, jangan menanyai aku lebih jauh, jika kau tidak mau
memberiku pengakuan."
"Baiklah," kata William, "sekarang pergilah, pergilah ke kapel, pergilah untuk
bicara dengan Allah, karena kau tidak mau bicara dengan manusia, atau carilah
seorang rahib yang mau mendengarkan pengakuanmu, karena sejak itu kau belum
mengaku dosa, kau harus menerima sakramen dengan suci. Pergilah. Kita akan
bertemu lagi." Berengar lari menjauh dan menghilang. Dan William mengusap kedua tangannya
seperti yang sudah kusaksikan pada banyak kesempatan kalau ia sedang senang
hati. "Bagus," katanya. "Sekarang banyak hal menjadi jelas."
"Jelas, Guru?" tanyaku. "Sekarang jelas bahwa
kita juga punya hantu Adelmo?"
"Adso terkasih," kata William, "hantu itu tidak tampak terlalu seperti hantu
bagiku, dan bagaimanapun juga ia mengucapkan satu halaman yang sudah kubaca
dalam suatu buku yang disusun untuk panduan para pengkhotbah. Para rahib itu
mungkin terlalu banyak membaca, dan manakala mereka bersemangat, apa yang mereka
pelajari dari bukubuku menjadi hidup. Aku tidak tahu apakah Adelmo benarbenar
mengatakan hal-hal tersebut atau Berengar sekadar mendengarnya karena ia butuh
mendengar katakata itu. Tetap menjadi kenyataan bahwa kisah ini mempertegas serangkaian dugaanku.
Misalnya saja: Adelmo mati bunuh diri, dan kisah Berengar menceritakan kepada
kita, bahwa sebelum meninggal, Adelmo berjalanjalan dalam cengkeraman
kegelisahan besar, dan dalam penyesalan atas suatu tindakan yang telah ia
lakukan. Ia gelisah dan ketakutan tentang dosanya karena seseorang telah
menakut-nakutinya, dan mungkin telah menceritakan episode dari penampakan neraka
sehingga ia menceritakan kembali kepada Berengar dengan semacam keahlian yang
terhalusinasi. Dan ia melalui makam karena ia akan meninggalkan kapel, di mana
ia telah berterus terang (atau mengaku) kepada seseorang yang telah membuat
hatinya amat sedih dan menyesal. Dan dari makam ia berjalan, seperti yang
diceritakan Berengar, ke arah yang berlawanan dari asrama. Jadi, ke arah
Aedificium, tetapi juga (mungkin saja) ke arah dinding luar di
balik kandang-kandang, dan aku sudah menyimpulkan bahwa dari situ ia pasti
menjatuhkan dirinya ke dalam jurang. Dan ia menjatuhkan dirinya ke bawah sebelum
badai datang, ia meninggal di kaki dinding itu, dan baru kemudian tanah longsor
membawa mayatnya sampai di antara menara utara dan menara timur."
"Tetapi bagaimana dengan tetesan peluh yang panas itu?"
"Itu merupakan bagian dari cerita yang ia dengar dan ulangi, atau apa yang
dibayangkan oleh Berengar, dalam kegelisahan dan penyesalannya. Karena, sebagai
lawan bait dari penyesalan Adelmo, terasa ada penyesalan Berengar; kau dengar
sendiri. Dan jika Adelmo keluar dari kapel, mungkin ia sambil membawa sebuah
lilin, dan tetesan pada tangan temannya itu hanyalah setetes lilin panas. Tetapi
Berengar merasa itu membakar jauh lebih mendalam karena Adelmo jelas memanggil
Berengar gurunya. Jadi, itu suatu pertanda bahwa Adelmo menuduh Berengar telah
mengajarkan sesuatu yang sekarang menyebabkan ia putus asa sampai ingin mati.
Dan Berengar tahu itu, ia menderita karena tahu bahwa ia telah mendorong Adelmo
kepada kematian dengan menyuruh Adelmo melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan. Dan ini tidak sukar untuk dibayangkan, Adsoku yang malang, setelah
apa yang sudah kita dengar tentang asisten pustakawan kita."
"Kukira aku mengerti apa yang telah terjadi di antara kedua orang itu," kataku,
rasanya dipermalukan oleh kebijaksanaanku sendiri, "tetapi tidakkah kita semua
percaya akan Tuhan Yang Maharahim" Adelmo, menurut Anda, mungkin sudah mengaku
dosa; mengapa ia justru berusaha menghukum dosa pertamanya dengan suatu dosa
yang jelas masih lebih besar lagi, atau paling sedikit yang beratnya setara?"
"Karena ada orang yang mengucapkan katakata amat menyedihkan kepadanya. Seperti
sudah kukatakan, suatu halaman yang belum lama diucapkan oleh seorang
pengkhotbah sudah tentu mendorong seseorang untuk mengulangi katakata yang
menakutkan itu dan dengan itu Adelmo menakuti Berengar. Selama beberapa tahun
terakhir ini, dulunya belum pernah, untuk merangsang kegairahan, teror dan
kealiman jemaat, dan ketaatan kepada hukum suci dan hukum manusia, para
pengkhotbah telah menggunakan katakata yang keras, ancaman mengerikan. Dulunya
belum pernah, seperti pada zaman kita, di tengah perarakan orangorang yang
mendera diri untuk mendapat pengampunan, terdengar lauda suci yang diilhami oleh
kesedihan Kristus dan Perawan Maria. Dulu belum pernah ada kebutuhan mendesak
semacam yang ada pada zaman sekarang untuk memperkuat iman orang biasa melalui
penggambaran siksa neraka."
"Mungkin itu adalah kebutuhan untuk memperoleh pengampunan," kataku.
"Adso, aku belum pernah mendengar begitu banyak keinginan untuk memperoleh
pengampunan, dalam suatu periode ketika, sekarang ini, pengkhotbah maupun uskup maupun
saudara-saudaraku dari ordo Spiritual tidak ada yang mampu lagi mengilhami
penyesalan yang sesungguhnya ...."
"Tetapi pada zaman ketiga, Paus Sesuci Malaikat itu, pertemuan Perugia itu
kataku kebingungan. "Nostalgia. Abad besar pengampunan dosa sudah lewat, dan untuk alasan ini bahkan
cabang ordo pada umumnya bisa bicara tentang pengampunan dosa. Waktu itu,
seratus, dua ratus tahun yang lalu, terjadi angin pembaruan yang hebat. Ada
suatu masa ketika mereka yang bicara tentang itu dibakar, entah santo entah
orang bidah. Sekarang semua bicara tentang itu. Dalam suatu artian tertentu, bahkan Paus
mendiskusikannya. Jangan memercayai pembaruan dari ras manusia manakala kuria
dan pengadilan bicara tentang itu semua."
"Tetapi Fra Dolcino," aku menukas, ingin sekali tahu lebih banyak tentang nama
yang kudengar sudah beberapa kali diucapkan sehari sebelumnya.
"Ia meninggal, meninggal secara mengerikan, juga hidup secara mengerikan, karena
ia juga datang terlalu terlambat. Dan, omongomong, apa yang kauketahui tentang
dia?" "Aku sama sekali tidak tahu. Itulah sebabnya aku menanyakannya ...."
"Aku lebih suka tidak pernah bicara tentang dia. Seharusnya akan menangani
beberapa orang yang disebut Para Rasul, dan aku telah mengamati
mereka dengan cermat. Suatu kisah menyedihkan. Ini akan membuatmu sedih.
Bagaimanapun juga, kemampuanku menilai membuatku sedih, dan membuatmu akan amat
lebih sedih lagi. Ini kisah tentang seseorang yang melakukan hal-hal gila karena
mempraktikkan apa yang telah dikhotbahkan oleh banyak santo. Pada titik tertentu
aku tidak bisa lagi memahami itu salah siapa, aku seakan ... seakan dibuat pening
oleh suatu suasana pertalian keluarga yang mengembus di atas kedua kubu yang
bertentangan itu, kubu para santo yang berkhotbah tentang pengampunan dosa, dan
kubu para pendosa yang mempraktikkan khotbah itu, sering dengan mengorbankan
yang lainlainnya .... Tetapi aku akan bicara tentang sesuatu yang lain. Atau
mungkin tidak. Kiranya lebih tepat begini: ketika kisah sejarah penyesalan sudah
lewat, bagi yang menyesali dosanya, kebutuhan untuk diampuni dosanya menjadi
suatu kebutuhan untuk mati. Dan mereka yang membunuh rasa sesal yang hebat itu,
membayar kembali kematian dengan kematian, untuk mengalahkan penyesalan yang
sebenarnya, yang menyebabkan kematian. Artinya, menggantikan penyesalan jiwa
dengan penyesalan khayalan. Mereka terpanggil kepada bayangan supraalami dari
penderitaan dan darah, dengan menyebut semua bayangan itu 'cermin' pengampunan
dosa yang nyata. Suatu cermin yang menghidupkan siksa neraka bagi khayalan orang
biasa dan kadangkadang khayalan orang terpelajar. Karena itu konon tak seorang
pun mau berdosa. Mereka berharap
menjauhkan jiwa dari dosa melalui ketakutan, dan percaya bahwa ketakutan akan
menggantikan pemberontakan."
"Tetapi apa mereka lalu tidak benarbenar berdosa?" tanyaku dengan penuh
semangat. "Tergantung pada apa yang kaumaksud dengan berbuat dosa, Adso," kata guruku.
"Aku tidak suka bersikap tidak adil kepada penduduk negeri ini, karena aku sudah
beberapa tahun tinggal di sini, tetapi bahwasanya orang Italia pantang berbuat
dosa karena takut kepada suatu berhala, meskipun berhala itu mereka sebut santo,
menurutku suatu kebajikan khas yang langka. Mereka lebih takut kepada Santo
Sebastian atau Santo Antonius daripada kepada Kristus. Jika kau berharap menjaga
agar suatu tempat tetap bersih, dengan mencegah siapa saja kencing di situ, yang
dengan seenaknya dilakukan orang Italia sebagaimana halnya anjing, kau beri saja


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lukisan Santo Antonius membawa sebatang kayu, dan ini akan mengusir orang yang
mau kencing. Jadi, orang Italia, berkat para pengkhotbah mereka, tidak mau
kembali kepada takhayul kuno; dan mereka tidak lagi percaya kepada kebangkitan
daging, tetapi justru amat takut kepada kemalangan dan luka jasmaniah, dan
karenanya mereka lebih takut kepada Santo Antonius daripada kepada Kristus."
"Tetapi Berengar bukan orang Italia," aku menunjukkan.
"Tidak masalah. Yang kubicarakan adalah suasana yang telah disebarkan oleh
gereja dan ordo-ordo yang suka berkhotbah itu di seluruh semenanjung ini, dan
dari situ menyebar ke manamana. Dan bahkan mencapai suatu biara mulia dari para
rahib terpelajar, seperti di sini."
"Tetapi, seandainya mereka tidak berbuat dosa," desakku, karena aku sudah mau
dipuaskan hanya oleh jawaban ini.
"Andaikan biara ini suatu speculum mundiiD, tentu kau sudah memperoleh
jawabannya." "Tetapi ya kan?" tanyaku.
"Agar ada suatu cermin dunia di sana, dunia perlu mempunyai suatu bentuk,"
William, yang sudah seperti seorang filsuf yang terlalu hebat bagi pikiran
remajaku itu, menyudahi pembicaraan. []
10 Tempat suci penerj?Tersiat
Dalam cerita ini para tamu menyaksikan percekcokan di kalangan orangorang
brutal, Aymaro dari Alessandria membuat beberapa sindiran, dan Adso merenungkan
tentang kesucian dan tentang tahi Iblis. Selanjutnya William dan Adso kembali ke
skriptorium, William melihat sesuatu yang menarik, untuk ketiga kalinya
berbincang tentang haramnya tawa, tetapi akhirnya jadi binggung sendiri.
i"ebelum naik ke skriptorium, kami mampir ke y&f dapur untuk menyegarkan diri
karena kami -belum makan apa-apa sejak bangun tidur. Aku minum semangkuk susu
hangat dan langsung merasa segar. Perapian besar di sebelah selatan sudah
menyala-nyala sementara roti untuk hari itu sedang dipanggang di dalam oven. Dua
orang gembala sedang menurunkan seekor kambing yang baru saja disembelih. Di
antara para tukang masak aku melihat Salvatore, yang tersenyum kepadaku dengan
mulut serigalanya. Dan aku memergokinya mengambil sepotong ayam sisa tadi malam
di atas meja dan dengan diamdiam memberikannya kepada gembala itu, yang lalu
menyembunyikan makanan tersebut dalam jubah bulu kambingnya sambil menyeringai
senang. Tetapi kepala tukang masak melihatnya dan memarahi Salvatore.
"Pengurus gudang, pengurus gudang," katanya, "kau harus menjaga barangbarang
biara ini, bukan menghambur-hamburkannya."
"Mereka itu filii Dei,"n kata Salvatore. "Yesus sudah
mengatakan bahwa apa yang kaulakukan terhadap orang miskin ini, kau melakukan
bagiNya." "Fraticello busuk, kentut Minorit!" teriak tukang masak itu kepada Salvatore.
"Kau sudah tidak hidup di antara rahib rahibmu yang penuh-kutu lagi! Abbas sudah
bermurah hati untuk memerhatikan makanan anak-anak Allah!"
Wajah Salvatore menjadi murung dan ia memutar tubuhnya, dengan amat marah, "Aku
bukan Minorit! Aku seorang rahib Santi Benedicti! Merdre a toy. Bogomil de
merdre!"iz "Sebut saja Bogomil si pelacur yang malam itu kau desak, dengan kokang bidahmu,
babi kau!" teriak tukang masak itu.
Salvatore mendorong para gembala itu keluar dan, sementara lewat di dekat kami,
memandang kami dengan cemas. "Bruder," katanya kepada William, "kau membela ordo
yang bukan ordoku; katakan kepadanya bahwa anak-anak Francesco bukan bidah!"
Kemudian ia berbisik di telinga William, "Dia pembohong, puan!" dan meludah ke
tanah. Tukang masak itu mendekati kami dan dengan kasar mendorong Salvatore keluar,
sambil mengunci pintu di belakangnya. "Bruder," katanya kepada William dengan
hormat, "aku tidak memburukkan ordomu atau orangorang paling suci yang menjadi
anggotanya. Aku bicara tentang Minorit palsu dan
11 Anak-anak Allah penerj.?12 Bogomil bangsat! penerj
?Benediktin palsu yang bukan manusia dan bukan unggas."
"Aku tahu dari mana asalnya," kata William menghibur. "Tetapi sekarang ia
seorang rahib seperti kau sendiri dan kau harus menghormatinya sebagai rahib."
"Tetapi ia selalu ikut campur dalam hal yang bukan urusannya hanya karena ia
dilindungi oleh Kepala Gudang dan merasa dirinya Kepala Gudang. Ia menganggap
biara ini seakan miliknya sendiri, siang dan malam."
"Malam bagaimana?" tanya William. Tukang masak itu membuat gerakan seakan mau
mengatakan bahwa ia tidak bersedia bicara tentang hal-hal yang tidak baik.
William tidak menanyainya lebih lanjut dan mereguk susunya sampai habis.
Rasa ingin tahuku makin lama jadi makin besar. Pertemuan dengan Ubertino, kasak-
kusuk tentang Salvatore dan Kepala Gudangnya; selama beberapa hari itu aku telah
mendengar kata Fraticelli dan Minorit bidah makin lama makin sering
disebutsebut, guruku yang enggan menceritakan tentang Fra Dolcino .... Serangkaian
bayangbayang mulai muncul lagi dalam benakku. Misalnya saja, di tengah
perjalanan, paling sedikit dua kali kami bertemu dengan perarakan orangorang
yang mendera diri. Kali pertama penduduk setempat memandang mereka seakan mereka
santo; kali kedua terdengar bisikbisik bahwa mereka bidah. Dan toh mereka orang
yang sama. Mereka berjalan dalam barisan berdua-dua, menyusuri jalanjalan di
kota, hanya bagian bawah tubuh mereka yang tertutup, karena mereka sudah melakukannya tanpa
malu. Masingmasing membawa seutas cambuk kulit dan melecut bahunya sendiri
sampai berdarah; dan mereka mengeluarkan banyak sekali air mata seakan
menyaksikan Sengsara Sang Penebus dengan mata kepala sendiri; sambil dengan
sedih melantunkan permohonan belas kasihan Allah dan perantaraan Bunda Allah.
Tidak hanya pada siang hari, tetapi juga pada malam hari, dengan lilin menyala,
dalam musim dingin yang keras, mereka berjalan berduyun-duyun dari gereja ke
gereja, sambil menelungkup dengan rendah hati di depan altar-altar, didahului
para imam yang membawa lilin dan bendera, dan mereka tidak hanya lelaki dan
perempuan awam, tetapi juga kaum ningrat dan saudagar .... Dan sesudah itu mereka
harus memperlihatkan tindakan penyesalan luar biasa; yang telah mencuri
mengembalikan barang curiannya, yang lainlainnya mengakui kejahatannya .... Tetapi
William hanya menonton dengan sikap dingin dan mengatakan kepadaku bahwa ini
bukan penyesalan dosa yang nyata. Lalu ia bicara banyak seperti yang
dikatakannya beberapa saat yang lalu, pagi tadi: zaman besar pengampunan dosa
sudah tidak ada lagi, dan itu semua adalah caracara pengkhotbah masa kini untuk
mengatur ketaatan orang banyak, secara tepat sehingga mereka tidak akan mau
menyerah kepada suatu hasrat untuk diampuni dosanya yang bagaimanapun juga
sungguhsungguh bersifat bidah dan membuat semua
orang takut. Tetapi aku tidak bisa memahami bedanya, andaikan memang ada.
Bagiku, perbedaan itu tampaknya tidak terletak pada tindakan dari seseorang atau
yang lainnya, tetapi dalam sikap gereja ketika mengadili tindakan ini atau itu.
Aku teringat diskusi dengan Ubertino. Tidak diragukan lagi bahwa William secara
tidak langsung menuduh, telah berusaha mengatakan kepada Ubertino, bahwa iman
Ubertino yang mistik (ortodoks) hampir tidak ada bedanya dari iman orang bidah
yang menyimpang. Ubertino sudah menyanggah, karena ia bisa melihat perbedaan itu
dengan jelas. Aku sendiri mendapat kesan bahwa Ubertino berbeda karena dia yang
bisa melihat perbedaan tersebut.
William sudah mengundurkan diri sebagai inkuisitor karena tidak bisa melihat
perbedaan itu lagi. Karena itulah ia tidak bisa menceritakan kepadaku tentang
Fra Dolcino yang misterius itu.
Tetapi kemudian, sudah jelas (kataku dalam hati), William sudah tidak mendapat
bantuan dari Allah, yang tidak hanya mengajarkan caranya melihat perbedaan itu,
tetapi juga mengisi pilihannya dengan kemampuan membedakan ini. Ubertino dan
Clare dari Montefalco (yang dulu, bagaimanapun juga, dikelilingi para pendosa)
tetap suci, tepatnya karena mereka tahu caranya membedakan. Ini dan hanya ini
yang suci. Tetapi mengapa William tidak tahu caranya membedakan" Ia begitu pintar, dan
sejauh berkaitan dengan fakta-fakta alam, ia dapat
menangkap perbedaan paling tipis atau hubungan persaudaraan paling tipis di
antara hal-hal .... Aku terhanyut dalam pikiran-pikiran tersebut, dan William sudah hampir
menghabiskan susunya, ketika kami mendengar seseorang menyapa kami. Ternyata
Aymaro dari Alessandria, yang pernah kami jumpai di skriptorium, dan yang
ekspresi wajahnya sudah membuatku kagum, suatu seringai abadi, seakan ia tidak
mungkin lagi merekonsiliasi dirinya sendiri dengan kebodohan semua manusia dan
tetap tidak memberi makna penting kepada tragedi kosmis ini. "Nah, Bruder
William, apakah kau sudah kerasan dalam sarang orang gila ini?"
"Bagiku kelihatannya ini tempat orangorang mulia yang saleh dan berpengetahuan,"
kata William dengan hatihati.
"Dulunya memang. Ketika para Abbas bertindak sebagai Abbas dan para pustakawan
bertindak sebagai pustakawan. Sekarang kau sudah menyaksikan, di atas sana" dan
ia mengangguk ke arah lantai atas "orang Jerman setengah-mati dengan mata
seorang buta, dengan tekun mendengarkan ocehan orang Spanyol buta itu dengan
mata seorang mati; ini akan terlihat seakan Antikristus akan tiba kapan saja.
Mereka mencoret-coret perkamen mereka, tetapi sedikit buku baru yang datang ....
Kami tinggal di atas sini, dan mereka hidup seperti di kota di bawah sana. Biara
kami dulu pernah menguasai dunia. Sekarang kau sudah menyaksikan situasinya:
Kaisar memanfaatkan kami, dengan mengirimkan teman-temannya kemari untuk
menjumpai musuh-musuhnya. (Aku tahu sesuatu tentang misimu, para rahib omong dan
omong, dan tidak melakukan apa-apa lagi.); tetapi jika ingin mengendalikan
masalah-masalah negeri ini, kenapa Kaisar tetap tinggal di kota. Kami sibuk
mengumpulkan gandum dan beternak unggas, dan di bawah sana mereka menukar sutra
yang panjang dengan sepotong linen, dan sepotong linen ditukar dengan berkarung-
karung rempah-rempah, dan semua itu untuk mendapat uang banyak. Kami menjaga
harta kami, tetapi di bawah sana mereka menumpuk harta. Dan juga bukubuku. Lebih
indah pula dari pada bukubuku kami."
"Yang jelas, banyak hal baru tengah terjadi di dunia. Tetapi mengapa kau mengira
Abbas itu yang harus disalahkan?"
"Karena ia telah menyerahkan perpustakaan itu kepada orangorang asing dan
merahasiakan biara ini bagaikan suatu benteng yang dibangun untuk mempertahankan
perpustakaan tersebut. Suatu biara Benediktin di dalam wilayah Italia ini
seharusnya merupakan suatu tempat di mana orang Italia sendiri memutuskan
masalah Italia. Apa yang dilakukan orang Italia sekarang, kalau mereka justru
sudah tidak punya paus lagi" Mereka melakukan perdagangan dan membangun pabrik,
dan mereka lebih kaya daripada Raja Prancis. Jadi, karena itu, marilah kita
melakukan hal yang sama; karena kita tahu caranya menulis buku yang cantik, kita
harus menulis buku untuk universitas-universitas dan hanya memprihatinkan apa
yang tengah terjadi di dalam lembah itu maksudku bukan Kaisar, dengan segala hormat kepada misimu,
Bruder William, tetapi bagaimana kabarnya orang Bologna atau Florence. Dari sini
kami dapat mengontrol rute pelancong dan saudagar dari Italia ke Provence dan
sebaliknya. Kami dapat membuka perpustakaan itu untuk menerima teks-teks dalam
bahasa lokal, dan mereka yang tidak bisa berbahasa Latin lagi juga akan datang
ke sini. Tetapi sebaliknya, kami justru dikuasai oleh sekelompok orang asing
yang akan terus mengelola perpustakaan itu seakan pada masa imam Cluny, Odo,
yang baik itu masih jadi Abbas ...."
"Tetapi abbasmu orang Italia," kata William.
"Abbas di sini sama sekali tidak berguna," kata Aymaro, tetap menyeringai. "Di
tempat yang seharusnya ada kepala, dipakai oleh sekotak buku. Digerogoti cacing.
Untuk membuat Paus jengkel, ia membiarkan biara ini dikuasai oleh orang
Fraticelli ... maksudku yang bidah, Bruder, mereka yang telah meninggalkan ordomu
yang paling suci ... dan untuk menyenangkan Kaisar ia mengundang rahibrahib dari
semua biara dari Utara, seakan negeri kami tidak punya penyalin yang baik dan
orangorang yang tahu bahasa Yunani dan Arab, dan seakan tidak ada putra-putra
saudagar, kaya dan murah hati di Florence atau Pisa, yang dengan senang hati mau
masuk ordo itu, andaikan ordo itu menawarkan kemungkinan meningkatkan martabat
dan kekuasaan ayah mereka. Tetapi di sini, kegemaran akan masalah sekular baru
dikenal ketika orangorang
Jerman diizinkan untuk .... Ya, Allah yang baik, pukullah lidahku, karena aku
sudah mulai mengatakan hal-hal yang tidak pantas!"
"Apa di biara ini terjadi hal-hal yang tidak pantas?" tanya William seenaknya
sambil menuang sedikit susu lagi.
"Seorang rahib juga manusia," Aymaro membuat pernyataan. Kemudian ia
menambahkan, "Tetapi di sini mereka kurang manusiawi dibandingkan di tempat-
tempat lain. Astaga, bilang apa aku tadi: lupakan bahwa aku tidak mengatakan
ini." "Amat menarik," kata William. "Dan apakah itu pendapatmu pribadi, atau banyak
yang berpikir seperti dirimu?"
"Banyak, banyak. Banyak yang sekarang meratapi Adelmo yang malang, tetapi
andaikan ada lagi yang jatuh ke dalam jurang itu, seseorang yang berjalanjalan
lebih jauh dari yang seharusnya di sekitar perpustakaan itu, tentunya mereka
tidak akan sedih." "Apa maksudmu?"
"Aku sudah bicara terlalu banyak. Di sini kami bicara terlalu banyak. Kau pasti
sudah memerhatikan hal itu. Di sini, di satu pihak, tak seorang pun menghormati
sikap diam lagi. Di lain pihak, sikap diam amat dihargai. Di sini, daripada
bicara terus atau tinggal diam, seharusnya kami berbuat sesuatu. Pada zaman
keemasan ordo kami, jika seorang Abbas tidak punya perangai seorang Abbas,
sebuah piala indah berisi anggur beracun akan memberi jalan untuk seorang
pengganti. Aku sudah mengatakan semua ini kepadamu, Bruder William, jelas bukan untuk menggosip
tentang Abbas itu atau saudarasaudara lain. Tuhan menyelamatkan aku, karena
untungnya aku tidak punya kebiasaan buruk menggosip.
Tetapi aku akan sedih jika Abbas minta kau untuk menyelidiki aku atau beberapa
lainnya seperti Pacificus dari Trivoli atau Petrus dari Sant1 Albano. Kami tidak
bisa berkata apa-apa tentang masalah perpustakaan. Tetapi kami akan bersedia
mengemukakan sedikit. Jadi, bukalah sarang ular ini, kau yang telah membakar
begitu banyak orang bidah."
"Aku belum pernah membakar siapa pun," jawab William pedas.
"Ini cuma bergurau," Aymaro mengakui sambil tersenyum lebar.
"Selamat berburu, Bruder William, tapi berhati-hatilah pada malam hari."
"Mengapa tidak pada siang hari?"
"Karena di siang hari tubuh kita dipelihara dengan obat obat manjur di sini,
tetapi di malam hari pikiran kita menjadi sakit oleh obat-obat yang buruk.
Jangan percaya bahwa Adelmo didorong ke dalam jurang oleh tangan seseorang atau
bahwa tangan seseorang memasukkan Venantius ke dalam darah. Di sini ada orang
yang tidak ingin para rahib memutuskan sendiri mau pergi ke mana, apa yang mau
dilakukan, dan apa yang mau dibaca. Dan memanfaatkan kekuatan neraka, atau
kekuatan tukang sihir, sahabat-sahabat neraka, untuk mengacaukan pikiran orang
yang ingin tahu ...."
"Maksudmu rahib herbalis itu?"
"Severinus dari Sankt Wendel itu orang baik. Tentu saja ia juga orang Jerman,
seperti Maleakhi yang Jerman ...." Dan setelah sekali lagi menunjukkan bahwa ia
tidak suka menggosip, Aymaro berangkat kerja.
"Apa sih yang ingin ia katakan kepada kita?" tanyaku.
"Segalanya dan tidak sama sekali. Biara adalah suatu tempat di mana para rahib
saling bertikai di antara mereka sendiri untuk memperoleh kekuasaan dalam
komunitas. Juga di Melk, tetapi sebagai seorang novis kau belum mampu
menyadarinya. Tetapi di negerimu, memperoleh kekuasaan di suatu biara berarti
mendapatkan kedudukan yang membuat kau berurusan langsung dengan Kaisar.
Sebaliknya di negeri ini, situasinya berbeda; Kaisar itu jauh sekali, bahkan
jika ia berusaha untuk pergi ke Roma. Di sini tidak ada pengadilan, bahkan tidak
ada pengadilan paus. Kau tentunya sudah melihat bahwa di sini ada kotakota."
"Tentu saja, dan aku terkesan oleh kotakota itu. Kota di Italia berbeda dari
kota di negeriku .... Ini bukan hanya tempat untuk tinggal, tapi juga untuk
mengambil keputusan, orang selalu berkumpul di alun-alun, dewan kota lebih
dihargai daripada Kaisar dan Paus. Kotakota itu bagaikan ... begitu banyak
kerajaan ...." "Dan raja-rajanya adalah para saudagar. Dan senjata mereka adalah uang. Uang, di
Italia, punya fungsi yang berbeda daripada di negerimu, atau di negeriku. Uang beredar di
manamana, tetapi banyak dari kehidupan di tempat-tempat lain masih didominasi
dan diatur oleh tukar-menukar barang, ayam, atau gantang gandum, atau sabit
besar, atau gerobak, dan uang hanya dipakai untuk mendapatkan barangbarang
tersebut. Dalam kota Italia, sebaliknya, kau pasti sudah memerhatikan bahwa
barangbarang itu dipakai untuk mendapatkan uang. Dan bahkan imam, uskup, bahkan
ordo-ordo religius harus memperhitungkan uang. Ini sebabnya, dengan sendirinya,
pemberontakan melawan kekuasaan mengambil bentuk suatu panggilan kepada
kemiskinan. Yang memberontak terhadap kekuasaan adalah mereka yang sama sekali
tidak mau berhubungan dengan uang, dan karenanya setiap panggilan kepada
kemiskinan mendorong ketegangan dan argumentasi hebat. Maka seluruh kota, dari
uskup sampai dewan kota, menganggap orang yang terlalu banyak berkhotbah tentang
kemiskinan adalah musuh pribadi. Para inkuisitor mencium bau busuk Iblis kalau


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada seseorang telah bereaksi terhadap bau tahi Iblis. Dan sekarang kau juga bisa
mengerti apa yang tengah dipikirkan Aymaro. Suatu biara Benediktin, pada masa
kejayaan ordo itu, merupakan suatu tempat dari mana para gembala menguasai
kawanan domba yang setia.
Aymaro ingin kembali kepada tradisi itu. Sayangnya, kehidupan kawanan itu sudah
berubah, dan biara itu hanya dapat kembali kepada tradisi
(kepada kemuliaannya, kepada kekuasaannya yang semula) jika mau menerima cara
hidup baru kawanan domba itu, mau mengubah dirinya sendiri. Sekarang ini, karena
kawanan domba di sini didominasi, tidak dengan senjata atau kehebatan ritual,
tetapi dengan kendali uang, Aymaro ingin seluruh struktur biara ini, dan
perpustakaan itu sendiri, menjadi suatu bengkel kerja, suatu pabrik untuk
menghasilkan uang." "Dan apa hubungannya ini dengan kejahatan-kejahatan, atau kejahatan itu?"
"Aku belum tahu. Tetapi sekarang aku mau ke lantai atas. Ayolah."
Para rahib sudah bekerja. Kesunyian menguasai skriptorium, tetapi itu bukan
karena semua bekerja dengan tekun dan damai di hati. Berengar, yang telah
mendahului kami beberapa saat sebelumnya, menyambut kami dengan malu. Para rahib
lainnya mendongak dari pekerjaan mereka. Mereka tahu bahwa kami ke sana untuk
menemukan sesuatu tentang Venantius, dan pandangan mereka sendiri mengarahkan
perhatian kami kepada satu meja tulis yang kosong, di bawah sebuah jendela yang
membuka ke sebelah dalam, oktagon pusat itu.
Meskipun pagi itu amat dingin, temperatur di dalam skriptorium agak nyaman.
Bukannya kebetulan bahwa skriptorium itu berada di atas dapur, dari mana muncul
panas yang cukup, terutama karena cerobong asap kedua tungku di bawahnya itu
melewati sebelah dalam pilar-pilar yang menyangga dua tangga melingkar di menara
barat dan menara selatan. Akan halnya menara utara, di seberang ruangan luas
itu, tidak ada tangganya, tetapi ada sebuah perapian besar yang menyala dan
menyebarkan kehangatan yang nyaman. Lebih-lebih lagi, lantai itu ditutupi dengan
jerami, yang meredam bunyi langkah kaki kami. Dengan lain kata, sudut yang
paling kurang hangat adalah menara timur, dan aku memang memerhatikan bahwa,
meskipun ada beberapa tempat yang dibiarkan kosong, mengingat jumlah rahib yang
bekerja, semua rahib cenderung menghindari meja-meja yang berlokasi di bagian
itu. Ketika aku kelak menyadari bahwa tangga melingkar dari menara timur itu
satusatunya yang, tidak hanya turun ke ruang makan, tetapi juga naik ke
perpustakaan, aku bertanya dalam hati apakah pengaturan panas di ruangan itu
dikalkulasi dengan cermat, sehingga para rahib tidak punya keberanian untuk
memeriksa tempat itu dan pustakawan bisa lebih mudah mengawasi pintu masuk ke
perpustakaan. Meja Venantius yang malang itu membelakangi perapian besar tersebut, dan mungkin
itu meja yang paling diinginkan. Waktu itu aku baru melewatkan sedikit sekali
dari hidupku di sebuah skriptorium, tetapi kelak aku banyak bekerja di
skriptorium, dan jadi tahu betapa beratnya pekerjaan sarjana, penulis,
rubrikator di mejanya selama musim dingin, dengan jarijemari kaku memegang pena
(bahkan dalam suhu normal, setelah menulis selama enam jam, para rahib itu
mengalami penderitaan mengerikan karena jarijari mereka menjadi amat
tegang dan ibu jari mereka sakit seperti baru saja diinjak-injak). Maka dapat
dimaklumi mengapa dalam garis tepi suatu naskah kita sering menemukan ungkapan
yang ditinggalkan oleh penulisnya sebagai pernyataan akan penderitaannya (dan
ketidaksabarannya) seperti, "Syukurlah sebentar lagi gelap akan tiba," atau "Oh,
andaikan aku punya segelas anggur," atau juga "Hari ini dingin, cahaya redup,
perkamen ini berbulu, ada yang tidak beres." Pepatah kuno mengatakan, tiga jari
memegang pena, tetapi seluruh tubuh bekerja. Dan terasa sakit.
Tetapi aku akan menceritakan tentang meja tulis Venantius.
Meja itu agak kecil, ditata di seputar dinding yang berbentuk oktagonal itu
seperti meja lainnya, karena tempat itu memang diperuntukkan sarjana. Meja yang
lebih besar untuk para pelukis dan penyalin ditata sepanjang dinding di bawah
jendela. Venantius juga bekerja dengan sebuah penyangga buku, karena ia mungkin
mempelajari naskah yang dipinjamkan kepada biara itu untuk disalin. Di bawah
meja ada serangkaian rak pendek penuh dengan perkamen lepas, dan karena semua
dalam bahasa Latin, aku menyimpulkan itu semua adalah terjemahannya yang paling
baru. Perkamen itu ditulis dengan tergesagesa dan belum berupa halaman buku,
karena masih harus diserahkan kepada seorang penyalin dan seorang pelukis.
Karena itu semua perkamen tersebut sulit dibaca. Di antara tumpukan perkamen itu
ada beberapa buku, dalam bahasa Yunani. Sebuah buku berbahasa Yunani lainnya terbuka di atas penyangga
buku, agaknya akhir-akhir ini Venantius telah mempraktikkan keterampilannya
sebagai penerjemah. Waktu itu aku belum bisa bahasa Yunani, tetapi guruku
membaca judulnya dan mengatakan bahwa ini karangan seorang bernama Lucian dan
berkisah tentang seorang manusia yang berubah menjadi seekor keledai. Aku
teringat dongeng binatang yang serupa karangan Apuleius, yang, seperti biasanya,
dilarang keras untuk dibaca oleh para novis.
"Mengapa Venantius menerjemahkan ini?" tanya William kepada Berengar yang
berdiri di samping kami. "Biara ini diminta menerjemahkannya oleh bangsawan Milan, dan untuk itu biara
ini akan mendapatkan suatu hak istimewa atas produksi anggur dari beberapa
ladang yang letaknya di sebelah timur sana." Berengar menunjuk dengan tangannya
ke arah kejauhan. Tetapi segera menambahkan, "Bukannya biara ini disuap untuk melaksanakan tugas
bagi orang biasa. Namun, bangsawan yang telah memberi kami komisi ini telah
bersusah payah mendapatkan manuskrip Yunani berharga ini untuk dipinjamkan
kepada kami dari Doge dari Venesia, yang menerimanya dari Kaisar Byzantium, dan
kalau pekerjaan itu sudah diselesaikan oleh Venantius, tentunya kami punya dua
salinan, satu untuk bangsawan Milan itu dan satu untuk perpustakaan kami."
"Yang oleh karenanya bukan sesuatu yang hina untuk menambah koleksi dongeng
penyembah berhala tentang binatang," kata William.
Saat itu terdengar suatu suara di belakang kami, "Perpustakaan adalah kesaksian
terhadap kebenaran dan terhadap kekeliruan." Itu suara Jorge. Sekali lagi aku
dibuat heran oleh (tetapi aku akan sering dibuat heran selama harihari
selanjutnya) cara orang tua itu muncul secara tibatiba, tak terduga, seakan kami
tidak melihatnya dan dia melihat kami. Aku juga ingin tahu apa sebenarnya yang
dikerjakan orang tua itu dalam skriptorium, tetapi nantinya aku menyadari bahwa
Jorge berada di manamana di semua sudut biara itu. Dan ia sering berada dalam
skriptorium, duduk di atas bangku dekat perapian, dan seolah mengikuti segala
sesuatu yang tengah terjadi dalam ruangan itu. Pernah aku mendengarnya bertanya
dari tempat duduknya, dengan suara keras, "Siapa yang mau naik ke lantai atas?"
dan ia menoleh kepada Maleakhi, yang sedang berjalan ke arah perpustakaan, langkahnya diredam oleh
jerami. Semua rahib itu amat menghormatinya dan sering bercakapcakap dengannya,
membacakan tulisan yang sulit dipahami, minta pertimbangan untuk suatu warna,
atau minta saran tentang caranya menggambarkan seekor binatang atau seorang
santo. Dan ia akan menatap alam kosong dengan matanya yang buta, seakan menatap jelas
halamanhalaman dalam memorinya, dan ia akan
menjawab bahwa nabi palsu mengenakan baju seperti uskup dan katakkatak keluar
dari mulutnya, atau akan menyebutkan batubatu apa yang dipakai untuk menghiasi
dindingdinding Jerusalem yang indah, atau bahwa pada peta, Arimaspi harus
digambarkan di dekat negerinya Prester John, seorang imam dan raja legendaris
pada zaman pertengahan yang diduga telah memerintah kerajaan Kristiani di Timur
Jauh atau Ethiopia sambil memperingatkan agar gambargambar aneh mereka jangan
dibuat terlalu menggoda, karena sudah cukup digambarkan sebagai lambang, dapat
dikenali, tetapi tidak diinginkan, atau menjijikkan sampai titik menimbulkan
tertawa. Pernah aku mendengarnya menasihati seorang sarjana tentang caranya
menginterpretasi rekapitulasi dalam tulisan-tulisan Tyconius menurut pemikiran
Santo Agustinus, sehingga kebidahan aliran Donatis dapat dihindari. Pada
kesempatan lain aku mendengar ia memberikan nasihat tentang bagaimana, dalam
menyusun komentar, caranya membedakan kebidahan dari skismatika. Atau lagi, ia
memberi tahu seorang sarjana yang bingung, buku apa yang harus dicari dalam
katalog perpustakaan, atau buku itu kira-kira terdaftar pada halaman berapa,
sambil meyakinkan sarjana itu bahwa pustakawan pasti akan memberikan buku itu
kepadanya karena itu suatu karya yang diilhami oleh Tuhan. Akhirnya, pada
kesempatan lain aku mendengar Jorge bilang bahwa sebuah buku yang seperti ini
dan seperti itu tidak usah dicari, karena
tidak ada dalam katalog, dan sudah digerogoti tikus lima puluh tahun sebelumnya,
dan sekarang pasti akan hancur bagai bubuk kalau disentuh jari siapa saja.
Dengan kata lain, Jorge adalah memori perpustakaan itu dan roh skriptorium itu.
Berkali-kali ia memperingatkan rahibrahib yang ia dengar tengah saling
bercakapcakap, "Cepatlah, dan serahkan kesaksian kepada kebenaran, karena
saatnya hampir tiba!" Ia mau mengacu kepada kedatangan Antikristus.
"Perpustakaan adalah kesaksian terhadap kebenaran dan terhadap kekeliruan," kata
Jorge. "Tidak diragukan lagi bahwa Apuleius dan Lucian mendapat reputasi sebagai tukang
sihir," kata William. "Tetapi dongeng binatang ini, di balik cadar fiksinya,
juga mengandung moral yang baik, karena mengajarkan bagaimana kita membayar
untuk kesalahan kita, dan lebih jauh lagi, aku yakin cerita tentang manusia yang
berubah menjadi seekor keledai mengacu kepada metamorfosis jiwa yang jatuh ke
dalam dosa." "Itu mungkin saja," kata Jorge.
"Tetapi sekarang aku mengerti mengapa, dalam percakapan yang diceritakan
kepadaku kemarin, Venantius begitu tertarik pada masalah komedi.
Nyatanya, fabel semacam ini juga bisa dianggap sejenis dengan komedi orang zaman
dulu. Komedi dan fabel tidak menceritakan tentang orangorang yang sungguhsungguh
ada, sebagaimana tragedi. Sebaliknya, seperti dikatakan oleh Isodorus, keduanya
adalah fiksi: 'fabulas poetae a
fando nominaverunt, quia non sunt res factae sed tantum loquendo fictae .... 1 "u
MULAmula aku tidak dapat memahami mengapa William sampai pada diskusi ilmiah
ini, dan dengan seseorang yang kelihatannya tidak menyukai masalah itu, tetapi
jawaban Jorge menyatakan kepadaku betapa pandai guruku selama ini.
"Hari itu kami tidak mendiskusikan komedi, tetapi hanya tentang haramnya
tertawa," kata Jorge lirih. Aku ingat betul bahwa ketika Venantius menyinggung
tentang diskusi tersebut, baru kemarin, Jorge telah menyatakan bahwa ia tidak
ingat. "Ah," kata William santai. "Kukira kau telah membicarakan tentang kebohongan
para penyair dan tekateki pintar
"Kami membicarakan tentang tertawa," bentak Jorge. "Komedi ditulis oleh
penyembah berhala untuk membuat penonton tertawa, dan tindakan mereka keliru
Tuhan kita Yesus tidak pernah menceritakan komedi atau fabel, tetapi hanya
perumpamaan jelas yang secara alegoris memberi kita petunjuk tentang bagaimana
memenangkan firdaus, dan memang begitu adanya."
"Aku ingin tahu," kata William, "mengapa kau begitu menentang gagasan bahwa
Yesus mungkin pernah tertawa. Aku yakin tertawa adalah obat
13 'Para penyair menceritakan kisah-kisah dari omongan, sebab semua itu bukan
fakta melainkan hanya direka-reka dengan bicara
yang baik, seperti mandi, untuk menghibur dan mengobati sakit tubuh lainnya,
khususnya kemurungan."
"Mandi itu baik," kata Jorge, "dan Aquinas sendiri menyarankan mandi untuk
menghilangkan kesedihan, yang akan menjadi gairah buruk kalau tidak ditujukan
kepada suatu kejahatan yang dapat dihilangkan melalui keberanian. Mandi
mengembalikan keseimbangan humor. Tertawa membuat tubuh bergetar, membuat raut
muka jadi jelek, membuat manusia serupa dengan kera."
"Kera tidak tertawa; tertawa itu cocok buat manusia, suatu pertanda akal sehat
manusia," kata William.
"Kemampuan bicara juga pertanda akal sehat manusia, dan seseorang dapat
menghujat Allah dengan kemampuan bicara. Segala sesuatu yang cocok bagi manusia
itu tidak harus bagus. Dia yang tertawa tidak memercayai apa yang ia tertawakan,
tetapi juga tidak membencinya. Oleh karena itu, menertawakan kejahatan tidak
berarti menyiapkan diri sendiri untuk memeranginya, dan menertawakan cava-cava
yang baik mengingkari kekuatan yang dipakai oleh kebaikan untuk menyebarkan
dirinya sendiri. Inilah sebabnya Regula mengatakan, "Derajat kesepuluh dari
kerendahan hati tidak akan cepat jadi tertawa, seperti tertuliskan: 'stultus in
risu exaltat vocem suam.'"w
"Quintilian," tukas guruku, "mengatakan bahwa tertawa harus ditekan dalam
panagerik, demi 14 'Dengan tertawa orang bodoh mengangkat suaranya' penerj.?martabat, tetapi dalam banyak kasus harus didorong. Pliny si Younger menulis,
'Kadangkadang aku tertawa, aku membadut, aku bermain, karena aku seorang
manusia.'" "Mereka itu penyembah berhala," jawab Jorge. "Regula melarang hal-hal sepele ini
dengan katakata keras: 'Scurrilitates vero vel verba otiosa et risum moventia
aeterna clausura in omnibus locis damnamus, et ad talia eloquia discipulum
aperire os non permittitur."'i5
"Tetapi setelah sabda Kristus menang di atas bumi, Synesius dari Kirene
mengatakan bahwa ketuhanan bisa mengombinasi komedi dan tragedi secara harmonis,
dan Aelius Spartianus bicara tentang Kaisar Hadrian, orang yang perilakunya
sombong dan suka menetralkan semangat Kristen itu, bahwa Kaisar itu dapat
mencampur saatsaat gembira dengan saatsaat sedih. Dan akhirnya, Ausonius
menyarankan pemakaian secara moderat hal yang serius dan yang menimbulkan
tertawa." "Tetapi Paulinus dari Nola dan Clement dari Alexandria menyuruh kita berhatihati
terhadap ketololan semacam itu, dan Sulpicius Severus mengatakan bahwa tak
seorang pun pernah melihat Santo Martinus amat sangat murka atau amat sangat
gembira." "Tetapi ia ingat akan beberapa jawaban dari santo spiritualiter salsaie itu,"
kata William. 15 'Namun kami menyalahkan yang lucu-lucu atau omong kosong dan katakata yang
membangkitkan tertawa dengan pagar abadi di semua tempat, dan kami tidak
mengizinkan murid membuka mulut ke arah kefasikan' penerj.?16 Santo yang sudah banyak makan garam di bidang rohani penerj.
?"Itu jawaban yang tepat dan bijaksana, tidak lucu. Santo Ephrain membuat tulisan
yang memperingatkan rahib untuk tidak tertawa, dan dalam De habitu et
conversatione monachorum ada peringatan keras untuk menghindari percabulan dan
gurauan seakan keduanya racun ular kecil berbisa."
"Tetapi Hildebertus sudah mengatakan, 'Admit-tenda tibi ioca sunt post seria
quaedam, sed tamen et dignis et ipsa gerenda modis.'i" Dan Johannes dari
Salisbury sudah mengizinkan orang diamdiam merasa gembira. Dan akhirnya, Kitab
Surah Perjanjian Lama, di tempat yang kaukutip dalam bab yang diacu oleh
Regulamu, mengatakan bahwa tertawa itu cocok bagi orang tolol, paling sedikit
mengizinkan orang tertawa dalam hati, dalam suasana hati yang saleh."
"Suasana hati hanya saleh kalau hati merenungkan kebenaran dan bergembira dalam
kebaikan yang dicapai, dan kebenaran serta kebaikan tidak untuk ditertawakan.
Itulah sebabnya Kristus tidak tertawa. Tertawa mendorong keraguan."
"Tetapi kadangkadang meragukan itu benar."
"Aku tidak bisa melihat alasannya. Manakala kau sedang ragu, kau harus minta
nasihat kepada seorang ahli, kepada katakata seorang ayah atau seorang dokter;
maka tidak ada alasan untuk ragu lagi. Bagiku kau seakan mendalami doktrin yang
dapat diperdebatkan, seperti doktrin para logis
17 'Diperbolehkan bagimu sekadar hal-hal yang lucu setelah yang serius, tetapi
itu pun harus dilakukan dengan cara yang pantas' penerj.
?Paris. Tetapi Santo Bernardus tahu benar caranya menghalangi Abelard yang
mengebiri itu, yang ingin menyerahkan semua persoalan kepada penelitian cermat
dari akal budi yang tidak hidup, dingin, yang tidak dipercerah oleh Kitab Suci,
dengan mengucapkan Ini-begini dan Initidak begini. Orang yang menerima ide-ide
berbahaya tentu saja juga dapat mengapresiasi gurauan seorang bodoh yang
menertawakan kebenaran tunggal yang seharusnya diketahui seseorang, yang sudah
dikatakan sekali dan untuk selamanya. Sambil tertawa orang bodoh mengatakan
dalam hati, 'Deus non est.'"is
"Jorge yang mulia, bagiku agaknya tidak adil kalau kau menyebut Abelard sudah
mengebiri, karena kau tahu bahwa ia menimbulkan kondisi
menyedihkan ini melalui kekejaman orangorang lain ii
"Karena dosa-dosanya. Karena imannya yang angkuh kepada akal sehat manusia.
Jadi, ia mengejek iman orang biasa, menguraikan misteri Tuhan (atau paling
sedikit berusaha menguraikan, tolol mereka yang mencobanya), memperlakukan
dengan seenaknya pertanyaan tentang hal-hal paling mulia, mencemooh para penatua
karena menganggap pertanyaan semacam itu seharusnya diredam, dan tidak
dikemukakan." "Aku tidak setuju, Jorge yang mulia. Tuhan menuntut agar kita menerapkan akal
budi kita kepada banyak hal tidak jelas yang tentang itu Kitab Suci memberi kita
kebebasan untuk 18 'Tuhan tidak ada' penerj.?menentukan.
Dan manakala seseorang menyarankan agar kau memercayai suatu dalil, pertama-tama
dalil itu harus diteliti dulu apakah dapat diterima, karena akal budi kita
diciptakan oleh Tuhan, dan apa pun yang memuaskan akal budi kita hanya bisa
memuaskan akal budi suci. Dari situ, dalam hal itu, kita hanya tahu apa yang


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita duga dari proses akal budi kita sendiri melalui analogi dan sering melalui
penyangkalan. Jadi, kau lihat, untuk menganggap rendah wewenang palsu dari suatu
dalil absurd yang melawan akal sehat, kadangkadang tertawa juga bisa menjadi
suatu alat yang cocok. Dan tertawa dipakai untuk mengutuk kejahatan dan membuat
ketololan mereka tampak jelas. Konon, ketika para penyembah berhala memasukkan
Santo Maurus ke dalam air mendidih, ia mengeluh bahwa air mandi itu terlalu
dingin; maka gubernur penyembah berhala itu dengan tolol mencelupkan tangannya
ke dalam air untuk menguji, dan tangannya terbakar. Suatu tindakan bagus dari
martir suci itu untuk menertawakan musuh-musuh orang beriman."
Jorge mencibir. "Bahkan dalam episode yang diceritakan oleh para pengkhotbah,
ada banyak dongeng nenek-nenek. Seorang santo yang dibenamkan ke dalam air
mendidih menderita bagi Kristus dan menahan kesakitannya, ia tidak melakukan
muslihat kekanak kanakan terhadap para penyembah berhala."
"Nah, nah?" kata William. "Bagimu cerita itu itu
seakan menentang akal budi dan kau menuduhnya sebagai lucu! Sementara
mengendalikan bibirmu, dengan pintar kau menertawakan sesuatu, juga tidak
menginginkan aku menganggapnya serius. Kau menertawakan tawa, tetapi kau
tertawa." Jorge membuat gerakan jengkel sekali. "Dengan bergurau tentang tertawa, kau
mendorongku ke dalam perdebatan sia-sia. Tetapi kau tahu bahwa Kristus tidak
tertawa." "Aku tidak yakin tentang itu. Ketika Kristus mengundang kaum Farisi untuk
melemparkan batu pertama, sewaktu ia bertanya gambar siapa yang tertera pada
keping uang yang akan dipakai membayar pajak, sewaktu ia bermain dengan katakata
dan berkata: 'Tu es petrus,'19 dan petrus berarti batu karang, aku yakin Kristus
sedang bergurau untuk mengutuk para pendosa, untuk memberi semangat kepada
rasul-rasulnya. Kepada Kaiffas, Kristus juga bicara dengan Jenaka, 'Kau sendiri
yang mengatakannya.' Dan kau tahu benar bahwa pada momen paling panas dalam
pertikaian antara ordo Cluny dan ordo Cistersia, yang pertama menuduh, untuk
meledek, yang kedua, karena tidak mengenakan pantalon di bawah jubah mereka. Dan
dalam Speculum stultorum, konon keledai Brunellus membayangkan apa yang bakal
terjadi pada malam hari jika angin mengangkat selimut para rahib dan mereka
melihat pudenda mereka sendiri
Para rahib yang berkerumun di sekeliling tertawa, dan Jorge menjadi marah
sekali. "Kau mau membujuk saudara-saudaraku ini ikut pesta orang tolol. Aku tahu bahwa rahib
Fransiskan punya kebiasaan membujuk orang banyak untuk cari muka dengan omong
kosong seperti ini, tetapi tentang trik semacam itu, aku akan mengatakan
kepadamu yang dikatakan dalam suatu puisi yang kudengar dari salah seorang
pengkhotbahmu: Turn podex carmen extulit horridulum."zD
Teguran itu agak terlalu keras. Sedari tadi William bersikap kurang sopan,
tetapi sekarang Jorge menuduhnya kentut melalui mulut. Aku ingin tahu apakah
jawaban keras ini bukan isyarat bahwa rahib tua itu mengusir kami dari
skriptorium. Tetapi aku melihat William, yang tadinya begitu berapi-api,
sekarang jadi lembek. "Aku mohon maaf, Jorge yang mulia," katanya. "Mulutku telah mengkhianati
pikiranku. Aku tidak ingin menunjukkan sikap kurang hormat kepadamu. Mungkin
yang kaukatakan betul, dan aku salah."
Jorge, dihadapkan pada tindakan yang jelas merendahkan diri itu, sekadar
menggumamkan suatu gerutu yang boleh jadi mengungkapkan kepuasan atau memaafkan,
lalu kembali ke tempat duduknya.
Sementara itu, para rahib lainnya, yang lama-kelamaan berkerumun selama
perdebatan tadi, kembali ke tempat kerja mereka. Sekali lagi William berlutut di
depan meja tulis Venantius dan mulai mencaricari di antara tumpukan perkamen
itu. Dengan jawabannya yang rendah hati itu, William tidak diusik lagi selama
beberapa detik. Dan apa 20 Ketika itu dubur mengeluarkan nyanyian yang kasar penerj?yang ia lihat selama beberapa detik itu mengilhami penyidikannya selama malam
nanti. Tetapi itu memang hanya beberapa detik. Ben-no langsung mendekatinya, pura-pura
penanya ketinggalan di atas meja sewaktu ia tadi mendekat untuk mendengarkan
percakapan William dengan Jorge; dan ia berbisik kepada William bahwa ia harus
segera berbicara dengan William, sambil menetapkan untuk bertemu di belakang
klinik. Ia menyuruh William pergi lebih dulu, dan ia akan bergabung sebentar
lagi. William tertegun sejenak, kemudian memanggil Maleakhi, yang, dari meja
pustakawannya di dekat katalog, telah mengikuti apa yang terjadi di situ.
William mohon kepada Maleakhi, sesuai dengan perintah yang diterima dari Abbas
(dan dengan tegas ia memberi tekanan kepada hak istimewa ini) untuk menyuruh
seseorang menjaga meja Venantius, karena William menganggap meja itu penting
bagi penyidikannya sehingga tak ada yang mendekati meja itu sepanjang hari,
sampai ia sendiri kembali ke situ. Ia mengatakan hal ini dengan suara keras, dan
dengan begitu tidak hanya meminta Maleakhi mengawasi para rahib, tetapi juga
minta para rahib sendiri mengawasi Maleakhi. Pustakawan itu hanya bisa
mengiyakan, dan William keluar bersamaku.
Ketika kami tengah menyeberangi kebun dan mendekati tempat pemandian di samping
klinik, William mengatakan, "Agaknya banyak yang takut kalau aku menemukan
sesuatu yang ada di atas atau di bawah meja tulis Venantius." "Bagaimana bisa?"
"Aku dapat kesan bahwa mereka yang takut itu justru tidak tahu."
"Jadi, Benno sebenarnya tidak mau bicara dengan kita, dan ia hanya mendorong
kita menjauh dari skriptorium?"
"Sebentar lagi kita akan tahu," kata William. Nyatanya, tidak lama kemudian
Benno datang menemui kami. []
Sexta Dalam cerita ini, Benno menceritakan suatu kisah aneh yang dari itu dapat
dipelajari hal-hal yang tidak mendorong moral kehidupan biara tersebut.
-pa yang diceritakan Benno kepada kami t_/jp amat membingungkan. Memang
kelihatannya ia mengajak kami ke sini hanya untuk menjauhkan kami dari
skriptorium, tetapi agaknya, karena tidak mampu menemukan suatu dalil yang masuk
akal, ia juga menceritakan sepotong demi sepotong dari suatu kebenaran yang
dimensinya lebih luas daripada yang ia ketahui.
Ia mengakui bahwa pagi tadi ia merasa enggan, tetapi sekarang, setelah
memikirkannya masak-masak, ia merasa William harus mengetahui seluruh kebenaran
itu. Selama percakapan yang terkenal tentang tertawa itu, Berengar sudah mengacu
kepada "finis Africae".
Apa itu" Perpustakaan tersebut penuh rahasia, dan terutama penuh buku yang belum
pernah diberikan para rahib untuk dibaca. Tadi Benno tersentak oleh katakata
William tentang penelitian cermat dari akal budi. Ia menganggap bahwa
seorang rahib-sarjana punya hak untuk mengetahui segala sesuatu isi
perpustakaan, ia mengecam pedas Dewan Soissons, yang telah mengutuk Abelard, dan
sementara ia bicara, kami menyadari bahwa rahib ini masih muda, dan sudah dengan
susah payah berusaha menerima batasan-batasan disiplin biara itu yang
menghalangi rasa ingin tahu intelektualnya. Aku sudah selalu berusaha untuk
tidak memercayai rasa ingin tahu seperti itu, tetapi tahu betul bahwa sikap ini
tidak menyenangkan guruku, dan aku melihat William menaruh simpati kepada Benno
dan mau memercayainya. Singkat kata, Benno memberi tahu bahwa ia tidak tahu
rahasia apa yang telah didiskusikan oleh Adelmo, Venantius, dan Berengar, tetapi
ia tidak akan menyesal jika sebagai akibat kisah menyedihkan ini, cara kerja
perpustakaan itu akan mendapat sedikit lebih banyak cahaya. Ia berharap bahwa
guruku, betapapun mungkin bisa menguraikan kekusutan penyidikan itu, tentunya
punya alasan untuk mendesak agar Abbas mau melonggarkan disiplin intelektual
yang menindas para rahib. Beberapa rahib dari tempat-tempat yang jauh, seperti
dirinya sendiri, tambahnya, telah datang dengan tujuan tegas untuk memperkaya
pikiran dengan kehebatan yang tersembunyi dalam rahim luas perpustakaan itu.
Aku yakin Benno jujur dalam mengharapkan penyidikan apa yang ia katakan itu.
Bagaimanapun juga, seperti sudah diduga oleh William, sejalan dengan itu mungkin
Benno ingin mendapatkan bagi
dirinya sendiri kesempatan untuk paling dulu mengobrakabrik meja tulis
Venantius, untuk memuaskan rasa ingin tahunya, dan dalam upaya menjauhkan kami
dari meja tulis itu, ia bersedia menukarnya dengan informasi. Dan inilah yang
terjadi. Berengar begitu dikuasai, seperti yang sekarang diketahui banyak dari para rahib
itu, oleh hasrat gila terhadap Adelmo, hasrat yang sama seperti yang menyebabkan
murka suci Tuhan menghukum Sodom dan Gomorah. Jadi, Benno bicara blak-blakan,
mungkin tanpa memerhatikan usiaku yang masih muda. Tetapi siapa saja yang telah
melewatkan masa remajanya dalam suatu biara, bahkan jika ia menjaga kemurnian
dirinya, sering mendengar percakapan tentang hasrat semacam itu, dan berkali-
kali ia harus melindungi dirinya sendiri dari sindiran mereka yang diperbudak
oleh hasrat itu. Meskipun aku seorang novis kecil, bukankah aku sudah menerima
dari seorang rahib tua, di Melk, gulungan perkamen dengan puisi-puisi yang
bicara bahwa lelaki biasa lazim menyayangi seorang perempuan" Sumpah rahib
menjaga agar kami menjauhi kolam asusila, yaitu tubuh perempuan, tetapi sumpah
itu sering membawa kami dekat dengan kesalahan-kesalahan lain. Dapatkah aku pada
akhirnya menyembunyikan kenyataan dalam diriku sendiri bahwa bahkan sekarang
ini, usia tuaku masih tergoda oleh iblis di siang bolong manakala mataku, di
kapel, tanpa sengaja menatap wajah seorang novis yang tak berjanggut, murni dan segar seperti wajah
seorang gadis" Hal ini kukatakan bukannya untuk melemparkan keraguan pada pilihan yang sudah
kubuat untuk setia kepada kehidupan membiara, tetapi untuk membenarkan kesalahan
banyak orang yang merasa bahwa beban suci ini ternyata berat. Mungkin untuk
membenarkan kejahatan Berengar yang mengerikan. Tetapi menurut Benno, rahib ini
nyata-nyata menuruti perbuatan buruknya dalam suatu gaya yang lebih tercela
lagi, dengan menggunakan senjata pemerasan untuk memperoleh dari orang lain, apa
yang oleh kebajikan dan kesopanan tentunya disarankan untuk tidak diberikan.
Jadi, selama beberapa waktu para rahib telah mulai dengan sarkastis mengamati
pandangan kasih-sayang yang dilontarkan Berengar kepada Adelmo, yang, agaknya,
begitu tampan. Sedangkan Adelmo, yang hanya menekuni pekerjaannya, karena
agaknya ia memperoleh kenikmatan satusatunya dari situ, hanya memberi sedikit
perhatian kepada hasrat Berengar. Tetapi mungkin siapa tahu"
Adelmo tidak sadar bahwa jiwanya, secara diamdiam, cenderung menginginkan
perbuatan tercela yang sama. Nyatanya, kata Benno, ia telah ikut mendengarkan
suatu percakapan antara Adelmo dan Berengar ketika Berengar, sambil mengacu
kepada rahasia yang ditanyakan oleh Adelmo, mengusulkan suatu barter
menjijikkan, yang bisa dibayangkan oleh bahkan pembaca yang tidak terpelajar.
Dan dari bibir Adelmo, agaknya Benno mendengar kata kata mengiyakan, diucapkan
seakan dengan kelegaan. Benno berspekulasi bahwa hati Adelmo seakan tidak
menginginkan apa-apa, dan sudah cukup baginya untuk menemukan suatu alasan
selain hasrat jasmaniah dengan tujuan menyetujui. Suatu tanda, Benno menyanggah,
bahwa rahasia Berengar pasti berkaitan dengan misteri pengetahuan, sehingga
Adelmo sampai pada ilusi untuk menyerah kepada dosa daging untuk memuaskan
hasrat inteleknya. Dan Benno menambahkan sambil tersenyum, betapa ia sendiri
harus banyak kali menyuruh dirinya sendiri untuk tidak tergoda oleh hasrat
intelek yang begitu kuat sehingga untuk memuaskannya ia seharusnya menyetujui
hasrat jasmaniah rahib lainnya, meski bertentangan dengan kecenderungannya
sendiri. "Apa tidak ada saatsaat," tanyanya kepada William, "ketika kau juga akan
melakukan hal-hal memalukan untuk mendapatkan sebuah buku yang sudah kaucari
selama bertahuntahun?"
"Sylvester II yang bijaksana dan paling saleh, berabad abad yang lalu, memberi
hadiah sebuah bola dunia amat mahal untuk ditukar dengan sebuah naskah kuno,
kalau tidak salah dari Statius atau Lucan," kata William. Ia lalu menambahkan,
dengan bijaksana, "Tetapi itu sebuah bola dunia, bukan kebajikannya."
Benno mengakui bahwa antusiasmenya telah membuatnya terhanyut, dan ia
melanjutkan ceritanya. Malam sebelum kematian Adelmo, terdorong oleh rasa ingin tahu, Benno mengikuti
pasangan Berengar dan Adelmo, dan ia melihat mereka, setelah komplina, berjalan
bersama ke asrama. Ia menunggu lama sekali, sambil tetap membuka pintu biliknya,
yang tidak jauh dari bilik mereka, dan ketika kesunyian telah melingkupi
tidurnya para rahib, dengan jelas ia melihat Adelmo menyelinap ke dalam bilik
Berengar. Benno tetap terjaga, tidak bisa tidur, sampai ia mendengar pintu bilik
Berengar terbuka lagi dan Adelmo buruburu keluar, sementara temannya berusaha
mencegahnya. Berengar mengikuti Adelmo turun ke lantai bawah. Dengan hatihati,
Benno mengikuti di belakang mereka, dan pada mulut gang di lantai bawah ia
melihat Berengar, gemetaran, meringkuk di suatu sudut, sambil menatap bilik
Jorge. Benno menduga Adelmo telah berlutut di kaki saudara mulia itu untuk mengaku
dosa. Dan Berengar gemetaran, karena tahu rahasianya hampir terungkap, meskipun
di bawah meterai sakramen.
Kemudian Adelmo keluar, wajahnya pucat, mendorong Berengar yang berusaha bicara
kepadanya, dan bergegas keluar dari asrama, berjalan mengitari dinding gereja
yang menonjol dan memasuki kapel dari pintu utara (yang tetap terbuka pada malam
hari). Mungkin ia ingin berdoa. Berengar mengikuti Adelmo tetapi tidak masuk ke dalam
gereja; ia mondar-mandir di antara nisannisan di makam,
sambil menggoyangkan kedua tangannya.
Benno baru membayangkan mau berbuat apa ketika menyadari bahwa ada orang keempat
muncul di sekitar tempat itu. Orang itu, juga, telah membuntuti pasangan
tersebut dan sudah jelas belum memergoki kehadiran Benno, yang memepetkan
tubuhnya pada batang pohon oak yang tumbuh di tepi makam. Orang keempat itu
adalah Venantius. Melihat Venantius, Berengar merangkak di antara nisannisan, karena Venantius
juga masuk ke kapel. Pada saat itu, karena takut ketahuan, Benno kembali ke
asrama. Keesokan harinya mayat Adelmo ditemukan di kaki jurang. Dan lebih dari
itu, Benno tidak tahu. Jam makan hampir tiba, Benno meninggalkan kami, dan guruku tidak bertanya lebih
jauh kepadanya. Kami tinggal sebentar di balik klinik, kemudian berjalanjalan
sebentar di kebun, sambil merenungkan pengakuan orang yang satu tadi.
"Frangula," kata William tibatiba sambil membungkuk untuk mengamati sebatang
tanaman yang, pada musim dingin, ia mengenali semak yang tidak berdaun itu.
"Kulit kayunya bisa dibuat cairan suntikan yang bagus, untuk perdarahan. Dan itu
arctium lappa; kataplasma yang baik dari akarnya yang segar menyembuhkan eksim
kulit." "Anda lebih pintar daripada Severinus," kataku kepadanya, "tetapi sekarang aku
ingin tahu pendapat Anda tentang apa yang sudah kita
dengar." "Adso terkasih, kau harus belajar berpikir dengan kepalamu sendiri. Mungkin
Benno bercerita jujur kepada kita. Ceritanya cocok dengan apa yang diceritakan
Berengar pagi ini, dengan segala halusinasinya. Berengar dan Adelmo bersama-sama
melakukan sesuatu yang amat jahat; kita sudah menduga itu. Dan Berengar harus
mengungkapkan kepada Adelmo agar rahasia itu tetap, astaga, dirahasiakan.
Adelmo, setelah melakukan kejahatan melawan kesopanan dan hukum alam, hanya
berpikir untuk mengaku dosa pada seseorang yang dapat memberinya abolusi,
pengampunan, dan ia bergegas menghadap Jorge. Jorge, seperti kita tahu dari
pengalaman, karakternya amat keras dan sudah tentu ia menegur dengan keras
sampai Adelmo merasa tertekan. Mungkin ia tidak mau memberi absolusi, mungkin ia
memberi Adelmo denda yang mustahil dilakukan; kita tidak tahu, dan Jorge juga
tidak akan memberi tahu kita. Yang tetap menjadi kenyataan adalah bahwa Adelmo
bergegas masuk gereja dan menelungkup di depan altar, tetapi rasa berdosanya
tidak hilang. Pada saat ini, ia didekati oleh Venantius.
Kita tidak tahu apa yang mereka katakan satu sama lain. Mungkin Adelmo
menceritakan kepada Venantius rahasia yang diteri manya dari Berengar sebagai
suatu hadiah (atau pembayaran), yang sudah bukan masalah lagi baginya, karena
sekarang ia punya suatu rahasia yang jauh lebih membara dan mengerikan. Apa yang
terjadi dengan Venantius" Mungkin, karena dikuasai oleh keingintahuan yang sama kuatnya dengan
yang hari itu juga mencekam teman kita Benno, Venantius puas dengan apa yang
sudah didengarnya, lalu meninggalkan Adelmo untuk menyesali dirinya sendiri.
Adelmo sadar bahwa dirinya disingkirkan, bertekad untuk bunuh diri, masuk ke
makam dengan putus asa, dan di sana bertemu dengan Berengar. Ia mengucapkan
katakata mengerikan kepada Berengar, melemparkan tanggung jawabnya kepada
Berengar dengan menyebut Berengar gurunya dalam kekejian. Sebenarnya aku yakin
bahwa cerita Berengar, dikurangi semua halusinasinya, persis. Adelmo mengulangi
katakata penuh putus asa yang didengarnya dari Jorge kepada Berengar. Dan
sekarang, Berengar, dicekam ketakutan, lari ke salah satu arah, dan Adelmo
mengambil arah lain, untuk bunuh diri. Kemudian kisah itu berlanjut, dan yang
akan hampir kita saksikan. Semua yakin bahwa Adelmo dibunuh, jadi Venantius
mendapat kesan bahwa rahasia perpustakaan itu lebih penting daripada yang sudah
ia duga, dan ia melanjutkan penyelidikan itu sendiri. Sampai seseorang
menghentikan tindakannya, entah sebelum atau sesudah ia menemukan apa yang ia


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

inginkan." "Siapa yang membunuhnya" Berengar?"
"Mungkin. Atau Maleakhi, yang harus menjaga Aedificium itu.
Atau orang lain. Berengar adalah tersangka karena ia ketakutan, dan waktu itu ia
tahu bahwa Venantius memegang rahasianya.
Maleakhi adalah tersangka: sebagai penjaga agar perpustakaan itu tidak diusik,
ia menemukan seseorang telah mengusiknya, dan ia membunuh. Jorge tahu segala
sesuatu tentang setiap orang, memegang rahasia Adelmo, tidak ingin aku menemukan
apa yang mungkin telah ditemukan oleh Venantius .... Banyak fakta bisa mengarah
kepadanya. Tetapi coba katakan kepadaku bagaimana seorang buta dapat membunuh
orang lain yang kondisinya amat kuat"
Dan bagaimana seorang yang sudah tua dapat, bahkan jika tubuhnya kuat,
menggendong mayat ke belanga" Namun akhirnya, mengapa pembunuhnya tidak mungkin
Benno sendiri" Mungkin saja ia bohong kepada kita, terdorong oleh alasan yang
tidak bisa diakui. Dan mengapa membatasi kecurigaan kita hanya kepada mereka
yang ikut ambil bagian dalam diskusi tentang tertawa itu" Bisa jadi kejahatan
itu punya motif lain, yang tidak ada hubungannya dengan perpustakaan.
Bagaimanapun juga, kita membutuhkan dua hal: caranya masuk perpustakaan itu pada
malam hari, dan sebuah lampu.
Kau cari lampu itu. Tinggal agak lama di dapur pada jam makan malam, ambil satu
...." "Mencuri?" "Pinjam, demi lebih memuliakan Allah." "Kalau begitu, beres."
"Bagus. Akan halnya cara memasuki Aedificium itu, kita sudah melihat tempat
Maleakhi muncul tadi malam. Hari ini aku akan mengunjungi gereja, dan
khususnya kapel itu. Satu jam lagi kita akan makan. Setelah itu, kita rapat
dengan Abbas. Kau akan ikut, karena aku sudah minta izin membawa sekretaris
untuk mencatat apa yang kami bicarakan." []
Nona Dalam cerita ini Abbas menyatakan bahwa ia bangga akan kekayaan biaranya dan
takut kepada orang bidah, dan ujung-ujungnya Adso ingin tahu apakah ia telah melakukan kesalahan
dalam memilih jalan hidupnya di dunia
f~L>y~p menemukan Abbas itu di dalam gereja, <_y/(_ di altar utama. Ia tengah ?mengawasi peker jaan beberapa novis yang mengambil sejumlah sibori suci, piala,
patena, dan monstran, dan sebuah salib yang belum kulihat selama ibadat pagi
dari suatu tempat rahasia. Aku tidak tahan untuk tidak berseru takjub melihat
bendabenda suci yang begitu indah. Waktu itu tengah hari dan cahaya menyilaukan
masuk lewat jendelajendela kapel, dan bahkan lebih banyak cahaya masuk melalui
jendelajendela teras, sehingga menciptakan air terjun putih yang bersimpang-siur
ke pelbagai tempat gereja itu sementara menyelimuti altar itu sendiri, bagaikan
arus mistik sesuatu yang suci.
Jambangan, piala itu, masingmasing jelas dari bahan mahal: di antara kuningnya
warna emas, putih metahnya gading, dan kebeningan kristal, aku melihat permata
berkilauan dengan segala warna dan dimensi yang sudah kukenal: topas, mirah,
safir, zamrud, krisolit, onyx, delima merah Jingga, jasper, dan akik.
Berbarengan dengan itu aku menyadari betapa, pagi itu, setelah mulamula
terhanyut oleh doa dan kemudian dicekam kengerian, banyak hal yang lepas dari
perhatianku: bagian depan altar dan tiga panel penyangga lainnya ternyata semua
terbuat dari emas murni, dan akhirnya seluruh altar itu seakan terbuat dari emas, dari arah mana
pun aku memandangnya. Abbas itu tersenyum melihat aku terpukau. "Kekayaan yang kaulihat ini," katanya,
sambil menyambut guruku dan aku, "dan lainlainnya yang kelak akan kaulihat,
sudah berabadabad merupakan pusaka kesalehan dan pengabdian, saksi dari kekuatan
dan kesalehan biara ini. Para pangeran dan raja-raja di bumi, kardinal dan uskup
telah mengunjukkan kurban kepada altar ini dan menghiasnya dengan barangbarang
yang ditetapkan ketika mereka ditahbiskan, emas dan batubatu berharga yang
merupakan simbol kehebatan mereka, dibawa ke sini untuk dilebur demi lebih
memuliakan Allah. Meskipun hari ini biara ini dibuat sedih oleh kejadian
menyedihkan lainnya, kita tidak boleh lupa, ingat akan kelemahan kita berarti
ingat akan kekuatan dan kekuasaan dari Yang Mahakuasa. Perayaan Kelahiran Suci
sudah dekat, dan kelahiran itu perlu dirayakan dengan semua kemegahan dan
kehebatan yang sepadan dan pantas. Segala sesuatunya harus tampak betulbetul
megah," tambahnya sambil menatap tajam ke
arah William, dan sesudah itu aku paham mengapa ia bersikeras untuk dengan
begitu bangga membenarkan tindakannya, "karena kami percaya bahwa itu berguna
dan tidak pantas disembunyikan, dan justru harus menyatakan kemurahan Tuhan."
"Tentu saja," kata William dengan sopan, "jika Yang Tersuci merasa bahwa Allah
harus begitu dimuliakan, biaramu sudah pantas dipuji sebagai paling hebat."
"Dan memang harus begitu," kata Abbas itu. "Jika ada kebiasaan menggunakan
banyak guci dan piala yang terbuat dari emas dan suasa, atas kehendak Tuhan atau
perintah para nabi, untuk mengumpulkan darah kambing atau anak lembu atau kijang
di Kuil Salomo, maka ada alasan lebih besar mengapa jambangan emas dan batubatu
berharga, dan bendabenda paling mahal yang diciptakan, harus dipakai dengan
ketakziman dan pengabdian penuh terusmenerus untuk menerima darah Kristus! Jika
dalam suatu penciptaan kedua, hakikat kita harus sama seperti hakikat para
Cerubim dan Serafin, maka misa yang bisa diadakan untuk kurban luar biasa itu
akan tetap kurang berarti ...."
"Amin," kataku.
"Banyak yang protes bahwa pikiran yang sungguh sungguh terilhami, hati yang
murni, kemauan yang dibimbing oleh iman, sudah cukup untuk mengadakan misa suci
ini. Kami adalah yang pertama menyatakan secara terangterangan dan dengan mantap
bahwa semua ini amat penting, tetapi kami yakin bahwa penghormatan juga harus
diberikan melalui ornamen sisi luar sibori suci itu, karena memang layak dan
sepantasnya kalau kita melayani Penyelamat kita dalam semua hal, secara total.
Karena Dia tidak menolak memberikan karunianya kepada kita, secara total dan
tanpa pamrih." "Ini selalu merupakan pendapat orangorang agung dalam ordomu," William
mengiyakan, "dan aku ingat hal-hal indah yang tertulis pada hiasan gereja-gereja
oleh Abbas Suger yang begitu agung dan mulia."
"Betul," kata Abbas itu. "Kau lihat salib suci ini" Ini belum sempurna ...." Ia
memegangnya seakan dengan cinta tak terbatas, menatapnya, wajahnya berseri oleh
kegembiraan. "Beberapa mutiara belum terpasang di sini, karena aku belum
menemukan yang ukurannya pas. Santo Andreas pernah mengatakan bahwa salib
Golgota dihiasi dengan kaki-kaki Kristus bagaikan dihiasi mutiara. Dan mutiara
harus menghiasi patung sederhana yang luar biasa ajaib ini. Namun, di sini, di
atas kepala sang penyelamat ini, menurutku cocok kalau dipasangi berlian paling
indah yang pernah kaulihat." Tangannya yang saleh, jari jemarinya yang putih dan
panjang, membelai bagianbagian paling berharga dari salib suci itu, atau lebih
tepatnya, gading suci itu, karena lengan salib tersebut terbuat dari bahan
anggun ini. "Kalau aku menikmati semua keindahan dalam rumah Tuhan ini, ketika pesona dari
batu-batuan berwarnawarni itu telah melepaskan aku dari
masalah sehari-hari dan mengajak aku merenungkan suatu meditasi khusus,
sementara apa yang bersifat materi berubah menjadi yang bersifat bukan materi,
tentang keanekaragaman kebajikan suci, rasanya aku menemukan diriku sendiri,
boleh dikata, seakan berada dalam suatu wilayah alam semesta yang aneh, tidak
lagi sepenuhnya terkurung dalam lumpur dunia atau sepenuhnya bebas dalam
kemurnian surga. Dan rasanya, demi keagungan Tuhan, aku seakan terangkat dari
dunia bawah ini ke dunia lebih tinggi itu secara mistik ...."
Sementara bicara, Abbas itu menoleh ke jalan-tengah gereja.
Sekilas cahaya dari atas, berkat kemurahan hati cahaya siang, menerangi raut
wajahnya dan kedua tangannya yang merentang bagai salib, setiap kali terangkat
kalau ia makin bersemangat. "Setiap makhluk," katanya, "yang tampak atau tidak
tampak, adalah suatu cahaya, dibuat ada oleh bapa cahaya. Gading ini, onyx ini,
tetapi juga batu yang mengelilingi kita, adalah suatu cahaya, karena menurutku
semua itu bagus dan indah, bahwa keberadaan dari semua itu sesuai dengan aturan
proporsi mereka sendiri, bahwa jenis dan spesies dari semua itu berbeda dari
semua jenis dan spesies lainnya, bahwa semua itu ditentukan oleh jumlah mereka
sendiri, bahwa semua itu menurut urutan mereka sendiri yang betul, bahwa semua
mencari tempat khas yang sesuai dengan berat mereka sendiri. Dan bagiku, semakin
bendabenda itu terungkap, semakin aku menatapnya menurut nilai
alaminya yang khusus, dan lebih diterangi dalam kuasa suci penciptaan. Karena
jika aku harus berusaha keras menangkap sublimitas perkara itu, yang tak bisa
dimasuki dalam kepenuhannya, melalui sublimnya efek itu, aku akan mendapat
penjelasan yang jauh lebih baik tentang sebab-akibat suci oleh suatu efek
seindah emas dan berlian, jika bahkan tahi hewan atau seekor semut bisa bicara
kepadaku tentang itu! Dan kemudian, manakala aku memandang batubatu tersebut
sebagai benda yang sedemikian agung, jiwaku menangis, terharu karena gembira,
dan bukan karena kesiasiaan duniawi atau cinta harta, tetapi karena cinta paling
murni akan perkara yang paling utama, yang luar biasa itu."
"Ini benarbenar teologi paling indah," kata William, dengan rendah hati, dan
kukira William tengah menggunakan gaya bahasa busuk yang oleh penganut retorika
disebut ironi, yang biasanya selalu didahului oleh ucapan, yang mewakili
pertanda dan pembenaran sesuatu yang belum pernah dilakukan William. Karena
itulah sang Abbas, yang makin cenderung memakai gaya bahasa, menerima katakata
William secara harfiah, sementara masih tenggelam dalam kekuasaan lamunan
mistiknya, menambahkan, "Ini jalan paling langsung bagi kita untuk berhubungan
dengan Yang Mahakuasa: masalah teosofanik."
William terbatuk-batuk dengan sopan. "Eeee ... hmmm katanya. Ini yang ia lakukan
manakala mau mengganti topik pembicaraan. Ia berhasil
melakukannya dengan anggun karena sudah terbiasa dan aku yakin ini ciri khas
orangorang dari negerinya untuk memulai setiap ucapan dengan erangan panjang
sebagai pengantar, seakanakan mau mengutarakan suatu gagasan yang sulit sehingga
secara mental dia harus berusaha keras. Sementara itu, aku sekarang yakin,
semakin panjang erangan yang keluar sebelum menyatakan sesuatu, ia semakin yakin
akan kuatnya saran yang akan ia ungkapkan.
"Eh ... oh William melanjutkan. "Kita harus bicara tentang pertemuan dan
perdebatan tentang kemiskinan."
"Kemiskinan kata Abbas itu, masih terbuai oleh pikirannya sendiri, seakan sulit
sekali turun dari kawasan indah alam semesta tempat ia dipindahkan oleh permata
permatanya. "Ah, ya, pertemuan
Dan mereka memulai suatu diskusi yang hangat tentang hal-hal yang sebagian sudah
kuketahui dan sebagian dapat kutangkap sewaktu mendengarkan percakapan mereka.
Seperti sudah kukatakan pada pembukaan kronik yang urut ini, ini berkaitan
dengan dua macam pertikaian: di satu pihak, Kaisar melawan Paus, dan, di lain
pihak, Paus melawan rahib Fransiskan, yang dalam rapat umum Perugia, meskipun
baru setelah bertahuntahun, telah mendukung teori-teori Spiritual tentang
kemiskinan Kristus. Diskusi ini juga berkait dengan keruwetan yang timbul ketika
kaum Fransiskan memihak Kaisar, sehingga pertikaian segitiga yang sekarang ini
ada telah berubah menjadi pertentangan dan
persekutuan segiempat, berkat campur tangan, bagiku masih amat membingungkan,
para Abbas Benediktin. Aku tidak pernah menangkap jelas alasan mengapa Abbas Benediktin telah memberi
suaka dan perlindungan kepada rahib Fran siskan Spiritual, beberapa waktu
sebelum ordo mereka sendiri sampai taraf tertentu mau menyatakan pendapat
mereka. Karena jika rahib Spiritual berkhotbah tentang penolakan terhadap semua
benda duniawi, maka Abbas-Abbas dari ordoku aku sendiri juga hadir pada hari
ketika hal itu ditegaskan dengan jelas mengikuti suatu jalan yang tidak kurang
saleh, meskipun persis sebaliknya. Tetapi aku percaya bahwa Abbas-Abbas itu
merasa bahwa kekuasaan Paus yang berlebihan berarti kekuasaan berlebihan bagi
para uskup dan kotakota, sedangkan ordoku telah berhasil mempertahankan
kekuasaannya tetap utuh selama berabadabad, tepatnya dengan menentang biarawan
sekular dan saudagar kota, dengan cara menempatkan dirinya sendiri sebagai
penengah langsung antara surga dan bumi, dan sebagai penasihat para penguasa.
Aku sudah berulang kali mendengar moto yang menyatakan bahwa umat Tuhan terbagi
atas gembala (imam), anjing (kesatria), dan domba (penduduk). Tetapi kelak aku
baru tahu bahwa kalimat ini punya beberapa arti. Sudah sering dikatakan bahwa
rahib Benediktin dibagi, bukan menjadi tiga, tetapi dua. Satu meliputi
administrasi hal-hal duniawi, dan lainnya administrasi hal-hal
surgawi. Sejauh berkaitan dengan hal-hal duniawi, secara sahih mereka dibagi
atas imam, bangsawan biasa, dan penduduk, tetapi tiga urutan ini didominasi oleh
keberadaan ordo gerejawi, hubungan langsung antara rakyat Tuhan dan surga. Rahib
tidak ada hubungannya dengan gembala sekular itu, imam dan uskup, bodoh dan
korup, sekarang takluk kepada kepentingan kota, di mana dombanya bukan lagi
petani baik dan setia tetapi, justru, saudagar dan artisan. Ordo Benediktin
tidak menyesal bahwa penguasaan atas orang biasa harus dipercayakan kepada imam
sekular, asalkan rahib yang menetapkan peraturan pasti dari pemerintah ini.
Rahiblah yang punya hubungan langsung dengan sumber dari semua kekuasaan
duniawi, kekaisaran, sama seperti hubungan mereka dengan sumber dari semua
kekuasaan surgawi. Ini sebabnya, aku yakin, banyak Abbas Benediktin, dengan
tujuan mengembalikan kewibawaan kaisar atas pemerintah kota (uskup yang
bersekutu dengan saudagar), sepakat untuk melindungi rahib Fransiskan Spiritual.
Mereka tidak menyetujui gagasannya, tetapi keberadaan rahib Fransiskan Spiritual
itu berguna bagi mereka, karena menawarkan silogisme yang baik kepada kekaisaran
untuk melawan kekuasaan Paus yang berlebihan.
Kemudian aku menyimpulkan bahwa inilah sebabnya mengapa sekarang Abo mulai
bersedia berkolaborasi dengan William, utusan Kaisar itu, dan bertindak sebagai
penengah antara ordo Fransiskan dan takhta suci. Nyatanya, bahkan di tengah
hebatnya pertikaian yang begitu membahayakan kesatuan gereja, Michael dari
Cesena, setelah beberapa kali dipanggil Paus Yohanes ke Avignon, akhirnya mau
menerima undangan tersebut karena tidak ingin ordonya dengan sendirinya berada
dalam konflik tak henti-hentinya dengan Paus.
Sebagai jenderal Fransiskan, ia ingin melihat posisi mereka menang sekaligus
memperoleh persetujuan Paus, sedikitnya karena ia menduga bahwa tanpa
persetujuan Paus ia tidak akan mampu bertahan lama sebagai ketua ordo itu.
Namun, banyak yang telah meyakinkan Michael bahwa Paus menunggunya di Prancis
untuk menjeratnya, menuduhnya bidah, dan mengajukannya ke pengadilan. Oleh
karena itu, mereka menasihati agar kedatangan Michael di Avignon didahului
dengan perundingan. Marsillius punya suatu gagasan yang lebih bagus: mengusulkan
agar Michael diantar oleh seorang pejabat kerajaan yang akan menyajikan sudut
pandangan para pendukung Kaisar kepada Paus.
Maksudnya bukan semata untuk meyakinkan para Cahor tua, tetapi untuk memperkuat
posisi Michael, yang, sebagai anggota duta kaisar, tidak lalu menjadi mangsa
empuk balas dendam Paus. Bagaimanapun juga, gagasan ini, karena punya banyak sekali kelemahan maka tidak
bisa langsung dilaksanakan. Untuk itu diajukan gagasan tentang suatu pertemuan
pendahuluan antara duta Kaisar dan beberapa utusan Paus, untuk menjabarkan
posisi masingmasing dan menyusun kesepakatan
untuk suatu tindak lanjut, di mana keselamatan tamu Italia itu akan terjamin.
William dari Baskerville telah ditunjuk untuk menyelenggarakan pertemuan pertama
itu. Kelak ia akan menyajikan pandangan para teolog kekaisaran itu di Avignon,
jika ia menganggap perjalanan itu dimungkinkan tidak berbahaya. Ini sama sekali
bukan urusan enteng, karena diduga bahwa Paus, yang menginginkan Michael datang
sendiri dengan tujuan bisa dibujuk agar mau lebih taat, akan mengirim suatu misi
ke Italia yang dibekali instruksi untuk sedapat mungkin mengusahakan agar
rencana perjalanan duta kekaisaran ke pengadilannya itu gagal. Sampai sekarang
William telah bertindak dengan bagus sekali. Setelah banyak berkonsultasi dengan
berbagai Abbas Benediktin (karena itu kami mampir-mampir sepanjang perjalanan
kami), William telah memilih biara tempat kami berada sekarang, persisnya karena
Abbas di sini terkenal patuh kepada kaisar dan karena keterampilan diplomatiknya
hebat, tetap disukai oleh pengadilan takhta suci. Jadi, biara ini merupakan
kawasan netral di mana dua kelompok itu dapat bertemu.
Tetapi Paus tidak berhenti berupaya. Ia tahu bahwa, begitu berada di wilayah
Abbas itu, dutanya akan tunduk kepada yurisdiksi Abbas tersebut; dan karena
dutanya termasuk beberapa imam sekular, ia tidak mau menerima kontrol ini,
dengan menyatakan kekhawatirannya kalaukalau duta kaisar mungkin punya rencana
jahat. Karenanya Paus membuat persyaratan bahwa keselamatan dutanya
dipercayakan kepada sepasukan pemanah Raja Prancis, di bawah pimpinan seseorang
yang dipercaya oleh Paus.
Samarsamar aku sudah mendengar ketika William mendiskusikan ini dengan seorang
duta Paus di Bobbio: tentang masalah menetapkan formula untuk menyusun tugas-
tugas dari pasukan pemanah itu atau, tepatnya, menetapkan apa yang dimaksud
dengan menjamin keselamatan utusan Paus. Akhirnya, formula yang diusulkan oleh
orang Avignon diterima, karena agaknya masuk akal: pasukan bersenjata dan opsir
mereka akan punya yurisdiksi "atas semua orang yang entah dengan cara bagaimana
berupaya membunuh anggota delegasi kepausan atau dengan cara kekerasan mencoba
memengaruhi perilaku atau penilaian mereka". Waktu itu pakta tersebut seakan
hanya diilhami oleh kesibukan formal belaka. Sekarang, dengan adanya hal-hal
yang belum lama terjadi di biara itu, Abbas itu menjadi gelisah, dan ia


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengungkapkan keraguannya kepada William. Jika delegasi itu tiba, sementara otak
di balik kedua kejahatan itu masih belum diketahui (dan esok harinya Abbas itu
menjadi semakin cemas lagi, karena kejahatan itu mungkin akan bertambah menjadi
tiga), sudah tentu mereka harus mengakui bahwa di antara dindingdinding itu, ada
seseorang yang mampu memengaruhi penilaian dan perilaku dari delegasi kepausan
dengan tindak kekerasan. Upaya mengungkapkan kejahatan yang terjadi itu tidak boleh gagal, karena jika
terjadi pembunuhan lagi, delegasi kepausan akan mencurigai adanya rencana jahat terhadap
mereka. Dan karenanya hanya ada dua solusi. William sudah harus menemukan
pembunuhnya sebelum delegasi itu tiba (dan di sini Abbas itu menatap William
seakan diamdiam menuduh kenapa William belum juga menyelesaikan masalah itu),
atau delegasi Paus tersebut harus diberi tahu secara jujur dan diupayakan agar
mau berkolaborasi, untuk menempatkan biara itu di bawah pengawasan ketat selama
diskusi berlangsung. Abbas tidak menyukai solusi kedua, karena ini berarti
melepaskan sebagian kekuasaannya dan menyerahkan rahibrahibnya di bawah
pengawasan pasukan Prancis.
Tetapi ia tidak mau ambil risiko. William dan Abbas itu keduanya kesal bahwa
akan terjadi perubahan rencana; namun mereka tidak punya banyak pilihan. Oleh
karena itu, mereka mengusulkan untuk mengambil keputusan terakhir keesokan
harinya. Sementara itu mereka hanya dapat pasrah kepada belas kasihan Tuhan dan
kebijaksanaan William. "Aku akan melakukan segala sesuatu yang mungkin kukerjakan, Yang Tersuci," kata
William. "Tetapi di lain pihak, aku tidak bisa melihat bagaimana masalah ini
benarbenar akan mengompromi pertemuan tersebut. Bahkan delegasi kepausan akan
memahami perbedaan antara tindakan seorang gila dan tindakan seorang beriman,
atau mungkin hanya suatu jiwa yang sesat, dan masalah menyedihkan yang akan
didiskusikan dalam pertemuan orangorang jujur itu."
"Kau pikir begitu?" tanya Abbas itu sambil menatap William dengan tajam. "Ingat:
orangorang Avignon tahu bahwa mereka akan bertemu dengan kaum Minorit, dan
karenanya orangorang yang amat berbahaya, hampir seperti Fraticelli dan
lainlainnya dan mungkin justru lebih gila daripada orang Fraticelli, orangorang
bidah yang berlumur kejahatan" di sini Abbas itu melirihkan suaranya
"dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sini, meskipun
mengerikan, tetapi pucat bagai embun di siang hari."
"Ini bukan hal yang sama!" seru William melengking. "Anda tidak dapat menyamakan
kaum Minorit dari rapat umum Perugia itu dengan beberapa kelompok orang bidah
yang telah salah memahami pesan Injil, sehingga mengubah perjuangan melawan
orang kaya menjadi serangkaian pembunuhan pribadi atau kehausan darah yang tolol
...." "Baru beberapa tahun yang lalu, tidak sampai bermil-mil dari sini, salah satu
kelompok itu, seperti istilahmu, melakukan pembakaran dan merusak wilayah
perkebunan Uskup Bercelli dan gununggunung di luar Novara," kata Abbas itu
ketus. "Kau berbicara tentang Fra Dolcino dan para Rasul ...."
"Rasul palsu," Abbas itu membetulkan. Dan sekali lagi aku mendengar Fra Dolcino
dan Rasul Palsu disebutsebut, dan sekali lagi dalam suatu nada sangat
berhatihati, dan dengan sekilas kengerian.
"Rasul Palsu," William segera mengiyakan. "Tetapi tidak punya hubungan dengan
kaum Minorit ...." "... dengan siapa mereka sama-sama amat menghormati Joachim dari Calabria," Abbas
itu bersikeras, "dan tanya saja kepada saudaramu Ubertino."
"Yang Tersuci jangan lupa bahwa sekarang ia seorang bruder dari ordo Anda
sendiri," kata William, sambil tersenyum dan membungkukkan badan, seakan untuk
memuji kebaikan ordo Abbas itu yang telah bersedia menerima seseorang yang
begitu terkenal. "Aku tahu, aku tahu." Abbas itu tersenyum. "Dan kau tahu bahwa dengan kasih
sayang seorang bapa, ordo kami menyambut baik kaum Spiritual ketika mereka
membuat Paus murka. Aku tidak hanya bicara tentang Ubertino, tetapi juga tentang
banyak lainnya, saudarasaudara yang lebih bersahaja, yang tidak banyak dikenal,
dan mungkin kita harus mengetahui lebih banyak tentang mereka.
Kami tidak sengaja menerima kedatangan pelarian berjubah Minorit itu. Setelah
itu aku baru tahu bahwa berbagai perubahan dalam hidup mereka telah membuat
mereka, suatu ketika, amat dekat dengan pengikut Dolcino ...."
"Juga di sini?" tanya William.
"Juga di sini. Aku mau mengungkapkan kepadamu sesuatu yang, terus terang saja,
hanya sedikit kuketahui, sehingga aku tidak punya cukup alasan untuk melontarkan
tuduhan. Namun, lantaran kau mau menyelidiki kehidupan di biara ini, sebaiknya
kau juga harus mengetahuinya. Aku akan menceritakan kepadamu, lebih jauh, bahwa
berdasarkan hal-hal yang sudah kudengar atau kusangka, aku menduga ingat, hanya
menduga bahwa ada suatu momen amat gelap dalam kehidupan Kepala Gudang kita,
yang terus terang saja datang ke sini dua tahun yang lalu, bersama pengungsian
kaum Minorit." "Kepala Gudang" Remigio dari Varagine itu seorang Dolcinian"
Kelihatannya ia makhluk paling lembut, dan, tampaknya, amat tidak tertarik
kepada Biarawati Dina sehingga aku pernah melihat kata William.
"Aku tidak bisa mengatakan hal-hal buruk tentang dia, dan aku memanfaatkan
pelayanannya yang baik, untuk itu seluruh komunitas juga berterima kasih
kepadanya. Aku ingin kau bisa mengerti betapa mudahnya menemukan hubungan antara
seorang rahib kami dan Fraticello."
"Sekali lagi kemurahan hatimu salah tempat, jika aku boleh berkata begitu,"
tukas William. "Kita tadi membicarakan kaum Dolcinian, bukan Fraticelli. Dan
banyak yang bisa dikatakan tentang kaum Dolcinian tanpa ada seorang pun yang
benarbenar tahu siapa yang sedang dibicarakan, karena jenisnya banyak. Toh,
mereka tidak bisa dianggap beriman. Paling banter mereka bisa dipersalahkan
karena tanpa merenungkan dalam-dalam, telah mempraktikkan khotbah rahib
Spiritual, yang disampaikan dengan semangat lebih besar, didorong oleh kasih
sejati kepada Tuhan, dan di sini aku
sepakat bahwa garis batas antara satu kelompok dan lainnya itu amat tipis ...."
"Tetapi Fraticelli itu bidah!" tukas Abbas itu dengan tajam.
"Mereka tidak hanya membatasi diri untuk mempertahankan kemiskinan Kristus dan
para rasul, suatu doktrin yang meskipun aku tidak bisa membujuk diriku sendiri
untuk ikut ambil bagian secara berguna dapat dipakai untuk menentang keangkuhan
Avignon. Namun, Fraticelli mengambil suatu silogisme praktis dari doktrin tersebut:
mereka merasa berhak melakukan revolusi, perampokan, dan perbuatan tercela."
"Tetapi Fraticelli yang mana?"
"Semua, pada umumnya. Kau tahu bahwa mereka berlumur kejahatan yang tidak bisa
disebutkan, mereka tidak mengakui ikatan perkawinan, mereka menyangkal neraka,
melakukan sodomi, mereka memeluk kebidahan Bogomil dari ordo Bulgaria dan ordo
Drygonthie "Kumohon," kata William, "jangan mencampur aduk hal-hal yang terpisah-pisah! Kau
bicara seakan kaum Fraticelli, Patarin, Waldesian, Kataris, dan juga semua kaum
Bogomil dari Bulgaria dan orang bidah dari Dragovitsa, semua sama!"
"Memang," bentak Abbas itu, "mereka sama karena memang bidah, dan mereka sama
karena membahayakan aturan dunia beradab itu sendiri, demikian pula aturan
kaisar yang menurutku kaujunjung tinggi. Seratus tahun lalu atau lebih,
pengikut Arnold dari Brescia membakar rumah para bangsawan dan para kardinal,
dan inilah hasil dari kebidahan Lombard dari kaum Patarin."
"Dengan bersikeras agar sakramen tidak boleh diterimakan oleh imam yang tidak
saleh ...." "Dan mereka salah, tetapi itu hanya kesalahan doktrin mereka.
Mereka tidak pernah mengusulkan untuk mengubah hukum Allah ...."
"Tetapi rahib Patarin berkhotbah tentang Arnold dari Brescia, di Roma, lebih
dari dua ratus tahun yang lalu, mendorong orang banyak menjadi marah dan
membakar rumah-rumah para bangsawan dan kardinal."
"Arnold berusaha menarik dewan kota ikut gerakan reformasinya.
Mereka tidak mau dan ia memperoleh dukungan di kalangan penduduk miskin dan
terbuang. Ia tidak bertanggung jawab atas kekerasan dan kemarahan yang merupakan
tanggapan kepada imbauannya agar korupsi di kota itu dikurangi."
"Kota itu selalu korup."
"Kota itu adalah tempat yang sekarang didiami umat Allah, yang kamu, aku, adalah
gembalanya. Juga tempat skandal yang di dalamnya para prelat kaya berkhotbah
tentang kebajikan kepada penduduk miskin dan lapar. Kekacauan Patarin lahir dari
situasi ini. Kaum Kataris lain lagi masalahnya. Ini suatu kebidahan Dunia Timur,
di luar doktrin gereja. Aku tidak tahu apakah mereka benarbenar terlibat atau
sudah melakukan kejahatan yang
dituduhkan kepada mereka. Aku tahu bahwa mereka menolak ikatan pernikahan,
mereka menyangkal neraka. Aku membayangkan bahwa mereka dituduh melakukan banyak
tindakan yang belum mereka lakukan hanya karena ide-ide (jelas tidak dapat
dikatakan) yang telah mereka junjung tinggi."
"Dan kau ingin mengatakan bahwa kelompok Kataris belum bergabung dengan kelompok
Patarin, dan bahwa keduanya bukan sekadar dua dari sekian wajah yang tak
terhitung banyaknya, dari fenomena jahat yang sama?"
"Menurutku, banyak dari orang bidah ini, lepas dari dokrin yang mereka pakai,
memperoleh sukses di kalangan orang biasa karena menyarankan suatu kemungkinan
kehidupan yang lain kepada orang biasa seperti itu. Menurutku, orang biasa
sering sekali tidak tahu banyak tentang doktrin. Aku berani mengatakan bahwa
orang biasa yang banyak itu sering bingung, itu khotbah orang Kataris atau
khotbah orang Patarin, dan khotbah keduanya digabung khotbah orang Spiritual.
Kehidupan orang biasa, Abo, tidak diterangi oleh pengetahuan dan semangat
kepekaan membedakan yang membuat kita bijaksana. Kehidupan mereka dihantui oleh
penyakit dan kemiskinan, kelu lidah karena tidak tahu apa-apa. Banyak yang
bergabung dengan suatu kelompok bidah, sering hanya sebagai cara lain untuk
meneriakkan keputusasaan mereka. Kau boleh bakar rumah seorang kardinal karena
kau ingin menyempurnakan kehidupan biarawan itu, tetapi juga karena kau percaya
bahwa neraka yang ia khotbahkan itu tidak ada. Ini selalu terjadi karena di atas bumi tidak ada
neraka, di mana tinggal kawanan yang kita bukan gembalanya. Tetapi Anda tahu
betul bahwa, kalau mereka tidak bisa membedakan antara gereja Bulgaria dan
pengikut imam Liprando, maka pejabat kerajaan dan pendukung mereka juga sering
tidak bisa membedakan antara rahib Spiritual dan orang bidah. Bukannya tidak
sering pula terjadi, para pejabat kekaisaran, untuk melawan musuh mereka,
mendorong kecenderungan Kataris di kalangan penduduk.
Menurut pendapatku tindakan mereka itu keliru. Tetapi sekarang aku tahu bahwa
para pejabat yang sama itu, untuk membebaskan diri dari musuh-musuh yang gelisah
dan berbahaya dan terlalu 'sederhana' ini, sering mengaitkan satu kelompok
dengan kebidahan kelompok lainnya, dan melemparkan mereka semua ke atas onggokan
kayu bakar. Aku sudah melihat, aku bersumpah kepadamu, Abo, aku telah melihat
dengan mata kepalaku sendiri ada orang yang hidupnya saleh, pengikut setia
kemiskinan dan kesahajaan, namun karena dianggap musuh uskup, diserahkan oleh
uskup ke tangan pasukan sekular, entah itu pasukan kerajaan atau pasukan
kotakota bebas, dengan tuduhan orang itu melakukan penyimpangan seksual, sodomi,
praktik-praktik yang tak pantas disebutkan yang mungkin dilakukan oleh
orangorang lain, tetapi bukan oleh mereka. Orang miskin dianggap daging
sembelihan, untuk dimanfaatkan mana
kala mereka berguna untuk menimbulkan masalah bagi kekuatan lawan, dan untuk
dikorbankan manakala tidak terpakai lagi."
"Oleh karena itu," kata sang Abbas, jelas dengan hati yang kejam, "apa Fra
Dolcino dan orangorang gilanya, dan Gherardo Segarelli dan para pembunuhnya yang
kejam, Kataris keji atau Fraticelli yang saleh, Bogomil yang sodomit atau
Patarin itu, kaum pembaru" Coba katakan kepadaku, William, kau yang tahu begitu
banyak tentang orang bidah sampai seakan kau salah seorang dari mereka, di mana
letak kebenarannya?"
"Tidak ada di manamana, seringnya," kata William, dengan sedih.
"Nah" Kau sendiri tidak bisa lagi membedakan antara kelompok yang bidah dan
lainnya. Setidak-tidaknya aku punya pedoman. Aku tahu bahwa orang bidah adalah
yang membahayakan ordo penjaga umat Tuhan. Dan aku membela kekaisaran karena ini
menjamin ordo ini bagiku. Aku memerangi Paus karena ia menyerahkan kekuasaan
spiritual kepada uskup di kotakota, yang bersekutu dengan saudagar dan pemilik
pabrik dan tidak akan berhasil mempertahankan ordo ini. Kami sudah
mempertahankannya selama berabadabad. Dan akan halnya orang bidah, aku juga
punya pedoman, dan ini diringkas dalam jawaban yang diberikan oleh Arnald
Amalaricus, Uskup CTteaux, kepada mereka yang menanyakan harus diapakan warga
kota Beziers itu: Bunuh mereka semua, Tuhan akan mengenali umat-Nya sendiri."
William menundukkan pandangannya dan berdiam diri sejenak. Lalu ia berkata,
"Kota Beziers ditaklukkan dan pasukan kita tidak punya martabat untuk menghargai
jenis kelamin atau usia, dan hampir dua puluh ribu penduduk dibunuh dengan
pedang. Setelah dibantai habis-habisan, kota itu dirampok dan dibakar."
"Perang suci tetap suatu perang."
"Untuk alasan ini mungkin seharusnya tidak usah ada perang suci. Tetapi aku mau
berkata apa" Aku datang ke sini untuk membela hak-hak Louis, yang juga
menyebabkan Italia berperang.
Aku pun, ternyata menemukan diriku sendiri terperangkap dalam kancah permainan
persekutuan aneh. Persekutuan aneh antara orang Spiritual dan kekaisaran, dan
persekutuan aneh Kaisar dengan Marsilius, yang mengupayakan penyerahan
kedaulatan kepada rakyat.
Dan persekutuan aneh antara kita berdua, dengan ide-ide dan tradisi kita yang
begitu berbeda. Tetapi kita punya tugas sama: mengupayakan keberhasilan
pertemuan itu dan menemukan seorang pembunuh. Marilah kita berusaha
melaksanakannya dalam damai."
Abbas itu membuka kedua lengannya. "Beri aku ciuman damai, Bruder William.
Dengan seseorang sarjana seperti kau, aku bisa berdebat tanpa ada habisnya
tentang masalah teologi dan moral yang rumit. Bagaimanapun juga, kita tidak
boleh sekadar menikmati perbantahan, seperti yang dilakukan guru-guru dari
Paris. Kau benar: kita punya tugas
penting, dan kita harus bersepakat melaksanakannya. Tetapi aku telah
membicarakan hal-hal ini karena aku yakin di situ ada suatu hubungan. Kau paham"
Suatu kemungkinan hubungan atau, tepatnya, suatu hubungan yang dapat dibuat oleh
hal-hal lain antara kejahatan yang telah terjadi di sini dan tesis dari
saudarasaudaramu. Inilah sebabnya aku telah memperingatkan kau, dan inilah
sebabnya kita harus mewaspadai setiap kecurigaan atau tuduhan tak langsung dari
pihak orang Avignon."
"Apa aku tidak boleh menduga Yang Tersuci telah menyarankan suatu garis untuk
penyelidikanku" Apa kau percaya bahwa sumber kejadian akhir-akhir ini dapat
ditemukan dalam suatu kisah jelas yang dapat ditelusur kembali kepada kebidahan
masa lalu salah seorang rahibmu?"
Abbas itu terdiam untuk beberapa saat, sambil memandang William tetapi tidak
menunjukkan ekspresi wajah yang jelas. Kemudian ia berkata, "Dalam persoalan
yang menyedihkan ini kau adalah inkuisitor.
Adalah tugasmu untuk mencurigai, bahkan mengambil risiko kecurigaan yang tidak
adil. Di sini aku hanyalah seorang bapa biasa. Dan dapat kutambahkan, andaikan
aku tahu bahwa masa lalu salah seorang rahibku memberi kemungkinan kepada
kecurigaan yang cukup beralasan, aku sendiri akan bersedia mencabut pohon yang
tidak sehat itu. Apa yang kuketahui, kau sudah tahu. Apa yang tidak kuketahui,
tentunya akan secara memadai diper -
jelas oleh kebijaksanaanmu." Ia mengangguk kepada kami dan meninggalkan gereja.
"CERITANYA mulai tambah rumit, Adso terkasih," kata William, sambil
mengerenyitkan kening. "Kita memburu sebuah naskah, tetapi justru tertarik pada
omongan beberapa rahib yang terlalu aneh dan aksi para rahib lainnya, yang
nafsunya terlalu besar. Sekarang, makin lama makin gawat, muncul suatu jejak
yang benarbenar berbeda. Kepala Gudang itu, waktu itu .... Dan bersama Kepala
Gudang itu, ikut juga binatang ganjil Salvatore ke sini ....
Tetapi sekarang kita harus meninggalkan tempat ini dan beristirahat, karena kita
punya rencana untuk tetap melek sepanjang malam."
"Jadi, Guru masih ingin memasuki perpustakaan malam ini" Guru tidak akan
meninggalkan jejak pertama itu, kan?"
"Sama sekali tidak. Hai, siapa bilang kedua jejak itu terpisah" Dan akhirnya,
masalah Kepala Gudang ini mungkin saja sekadar kecurigaan Abbas itu."
William mulai berjalan ke penginapan. Waktu sampai ke teras, ia berhenti dan
berbicara, seakan mau melanjutkan katakatanya sebelumnya.
"Bagaimanapun juga, Abbas itu minta agar aku menyelidiki kematian Adelmo ketika
ia mengira bahwa ada sesuatu yang tidak sehat tengah terjadi di kalangan rahib
muda. Tetapi sekarang kematian Venantius justru membangkitkan kecurigaan lain,
mungkin Abbas itu telah mengendus bahwa kunci misteri itu terletak di dalam
perpustakaan, dan ia tidak menginginkan penyelidikan apa pun di sana.
Jadi, ia menawarkan saran tentang Kepala Gudang itu, untuk memindahkan
perhatianku dari Aedificium ...."


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi mengapa ia tidak ingin-"
"Tidak usah terlalu banyak bertanya. Sejak
awal Abbas itu sudah memberi tahu agar aku tidak
menyentuh perpustakaan itu. Ia tentunya punya
alasan sendiri yang bagus. Mungkin saja ia terlibat
dalam semacam masalah yang ia duga tidak ada
Pendekar Elang Salju 3 Pendekar Pulau Neraka 48 Perempuan Bertopeng Emas Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 33
^