Natasha 2
Natasha Karya Viktor Malarek Bagian 2
kartu nama yang berlipat dua tersebut bergambar karikatur laki-laki berotot
berambut jabrik di bawah tulisan Porky's. Di dalamnya terdapat kartun perempuan
bahenol telanjang yang membungkuk, memakai sepatu but selutut berhak tinggi. Di
bawahnya terpampang namanya-"Tarzan Da Boss" - dan di sisi satunya "Welcome to
Planet Sex, Land of Fantasy". Menurut Fainberg, dia dijuluki Tarzan karena dulu
rambutnya berantakan dan dia bertingkah laku seolah-olah baru keluar dari hutan.
Sekarang, untuk urusan perjalanan dan imigrasi, dia dikenal sebagai Alon Bar. Si
mantan pemilik klub tari telanjang mengubah namanya secara hukum ketika terakhir
kali dia berada di Israel.
Ludwig Fainberg benar-benar suka menyombong. Sebagian besar malam dihabiskannya
dengan berkoar-koar mengenai sepak terjang haramnya dan beraneka koneksinya di
dunia hitam, dan membual bahwa riwayat hidupnya bisa jadi film Hollywood yang
spektakuler. Bahkan dia sempat berbicara tentang niatnya menulis memoar. "Pasti
akan jadi nomor satu di daftar buku laris New York Times." Tapi ada satu segi
kehidupannya yang barangkali tak ingin dia ungkap dalam buku apa pun. Fainberg
suka sekali membuat perempuan "berada di tempatnya". Pada satu insiden penuh
kekerasan di Miami, agen-agen FBI dan U.S. Drug Enforcement Agency (DEA) yang
menyamar mengamati dari jauh ketika Fainberg mengejar seorang penari telanjang
keluar Porky's dan membentur-benturkan kepala si penari berkali-kali ke pintu
mobil Mercedesnya sampai mobil itu bersimbah darah. Pada kesempatan lain,
Fainberg memukuli seorang penari di tempat parkir di luar klub dan memaksa si
penari makan kerikil. Dia jelas bukan gentieman, dan tiap perempuan di klubnya
tahu itu. Ajaibnya, dia mengaitkan sifat kejamnya itu dengan latar belakangnya:
"Di Rusia, laki-laki sudah biasa menempeleng perempuan. Itu budaya. Itu bagian
kehidupan sehari-hari."
Fainberg lebih suka memandang dirinya sendiri sebagai pengusaha lihai, dan
apabila ada usaha yang benar-benar dikuasainya, itu adalah usaha perdagangan
tubuh manusia. "Kamu bisa jadi jutawan dalam sekejap,"
katanya, sambil mengedip. Impian Kanadanya adalah membuka klub tari telanjang di
Gatineau, Quebec. Klub itu, yang terletak di seberang jembatan dari ibu kota
Kanada, akan berisi perempuan impor-penari telanjang dan penari pangkuan dari
Rusia dan Ukraina. Ketika saya menemui dia, dia sedang mencari-cari mitra di
Kanada dan berusaha mendapat tambahan modal. Saya tanyai Tarzan apa yang akan ia
berikan. Dia menyebutkan pengetahuannya dan keahlian uniknya dalam mengimpor
hiburan. Setelah satu jam saya mengalihkan pembicaraan ke perkara inti: membeli
perempuan. Dengan ekspresi pebisnis tanpa basa-basi, Fainberg berkata dengan
tegas bahwa itu mudah saja - dia bisa mendatangkan perempuan dari Rusia, Ukraina,
Romania, atau Republik Ceko. "Tidak jadi soal. Harganya $ 10.000, dibayar waktu
ceweknya datang. Gampang.
Tinggal telepon. Aku kenal makelar di Moskwa, St. Petersburg, dan Kyiv.
Aku bisa telepon Moskwa besok dan tunjukkan bagaimana gampangnya. Aku bisa minta
kirim sepuluh sampai dua puluh cewek ke sini dalam seminggu."
Jelas dia sudah berkali-kali melakukannya.
"Cewek-cewek itu tahu kan mereka mau dijadikan apa?" tanya saya.
"Mereka tidak dipaksa, kan?"
"Mereka tahu kenapa mereka dibawa dan mau apa mereka. Mereka tak bakal bikin
masalah," dia coba meyakinkan saya.
Dengan hati-hati saya menyebutkan bahwa ketika menjelajah internet, saya
menemukan dokumen-dokumen FBI dan Departemen Luar Negeri AS
yang menyatakan dia "terlibat trafiking perempuan". Pernyataan itu merebut
perhatiannya. Selagi ia bergeser ke ujung tempat duduknya, mata Fainberg
berkilat karena marah. "Itu sampah. Aku enggak pernah terlibat trafiking
perempuan. Aku enggak butuh cewek dari sana. Agen-agen di Rusia kebanjiran
perempuan yang mau melakukan ini dengan sukarela. Coba kamu lihat kondisi di
Rusia; susah sekali hidup di sana. Mereka ini miskin.
Paling tidak dengan cara begini mereka bisa hidup. Kalau orang butuh makan, mau
apa lagi?" "Kalau mengikuti kata-katamu tadi, mereka ini bukan pelacur betulan," seru saya.
Fainberg diam sejenak, memikirkan kata-kata saya.
Lalu sambil tertawa ia menimpali: "Menurutku pelacur itu cewek yang menjual
dirinya sendiri. Memang seperti itu mereka. Benar, mereka sesungguhnya enggak
mau melakukannya. Mereka itu dipaksa keadaan.
Mereka dipaksa kebutuhan. Mereka perlu hidup. Jadi, Barangkali mereka memang
bukan pelacur." Dia bahkan bersikap seolah-olah dia dewa penolong: "Cewek-cewek itu datang ke
sini dan mengirim uang buat hidup keluarga mereka. Kalau mereka enggak kerja di
sini atau Jerman atau Inggris, keluarga mereka sengsara. Kukasih kesempatan ke
cewek-cewek itu untuk cari duit. Buatku ini cuma urusan bisnis biasa, tapi aku
juga membantu mereka."
"Saya pernah dengar bahwa sebagian besar perempuan itu tak tahumenahu mereka
akan memasuki dunia prostitusi ketika menerima tawaran kerja dari luar negeri,"
tangkis saya. "Malah, saya juga pernah baca bahwa banyak di antara mereka yang
mengira bakal menjadi pelayan atau pembersih hotel."
Fainberg tetap bertahan. Aku susah percaya itu. Aku sering hadir waktu gadis-gadis itu sedang dikontrak.
Selain itu, pernah juga aku menerima sampai dua puluh gadis dan Rusia, Ukraina,
dan Romania yang mau bekerja di AS.
Barangkali sebagian memang tak tahu apa-apa. Tapi apa mereka sebodoh itu sampai-
sampai enggak tahu mereka pergi ke negara lain untuk bekerja sebagai pelayan
atau penari di klub'" Bodoh benar.
Tolol. Perempuan-perempuan itu tahu apa yang akan mereka hadapi.
Kadang-kadang, kalau mereka sadar akan kesalahannya, atau terluka, dengan
seenaknya mereka menyalahkan orang lain atas kebodohannya sendiri. Kupikir mereka mestinya menyalahkan diri sendiri karena
terlibat yang semacam itu.
Dengan enggan Fainberg mengakui bahwa sebagian perempuan tersebut memang
tertipu. "Kupikir 10 persen tidak tahu apa yang bakal dihadapinya. Sembilan
puluh persen tahu benar apa yang akan mereka lakukan. Yang mereka barangkali
tidak tahu persisnya adalah kondisi kerja atau sebanyak apa uang yang didapat."
"Kamu tidak segan-segan mendorong perempuan yang putus asa ke dalam prostitusi?"
"Begini ya, cuma itu yang bisa mereka tawarkan. Kehidupan ini bisnis.
Perdagangan. Kamu mau memberi sesuatu secara cuma-cuma" Menolong sekali dua kali
sih tidak apa-apa. Tapi sepuluh, dua puluh, empat puluh kali"
Kalau sebanyak itu mestinya ada imbalannya dong."
"Seberapa banyak uang sih yang kita bahas ini?" saya tanyakan.
"Berapa biayanya mendatangkan perempuan ke sini, dan seberapa besar
keuntungannya?" "Kalau urusannya lancar, bersih, kamu bisa dapat banyak langganan dan uang. Kamu
bisa beli satu perempuan seharga $ 10.000 dan uangmu akan kembali dalam seminggu
kalau dia muda dan cantik. Sesudahnya tinggal meraup untung."
Saya menanyakan mengenai cara memasukkan perempuan ke Kanada atau Amerika
Serikat. "Gampang, gampang sekali," bualnya. "Kamu tahu kan, sesudah 9/11
susah sekali masuk ke Amerika Serikat" Nih, kukasih lihat sekarang seberapa
gampang masuk ke AS dan keluar lagi, dan tidak bakal ada orang yang tahu kita
pernah keluar-masuk seperti itu." Lalu dia menyiratkan bahwa beberapa mafia
Rusia punya hubungan dengan geng Pribumi Amerika (Indian- penerj.) yang
beroperasi di daerah cagar budaya yang melintasi perbatasan Kanada - AS.
Beberapa hari kemudian, aparat Imigrasi Kanada menggerebek sarang Fainberg di
Ottawa dan menangkapnya. Dia dinyatakan sebagai ancaman terhadap keamanan
nasional dan keselamatan masyarakat, dan dideportasi ke Israel.
BEGITU MUDAHNYA para penjahat seperti Fainberg memasuki perdagangan tubuh
manusia tidak hanya membuat sadar, tapi juga kaget. Ambil contoh kasus trafiking
khas di Chicago yang dimulai pada September 1996.
Alex Mishulovich, seorang agen asuransi pengangguran berumur tiga puluh delapan,
didekati Serguie Tcharouchine, seorang sopir taksi Rusia, dengan usul bisnis
menguntungkan: terbang ke Riga, ibu kota Latvia, guna merekrut perempuan-
perempuan muda yang cantik untuk menjadi penari telanjang bagi klub-klub di
Chicago. Serguie punya mitra rahasia yang bersedia menanggung biayanya.
Mishulovich adalah perantara ideal karena dia baru menjadi warga negara AS dan
juga bisa bepergian dengan bebas ke bekas Uni Soviet. Dia juga orang yang tepat
untuk mengurus gadis-gadis itu sesampainya di Amerika, terutama karena
pribadinya: Mishulovich seorang preman. Upaya membujuknya tak berlangsung lama,
dan sebulan kemudian Alex Mishulovich berangkat ke Riga.
Mishulovich bukan orang bodoh. Dia tahu dia perlu bantuan untuk membujuk;
tampangnya terlalu menyeramkan. Mishulovich bertubuh tegap, mengenakan kacamata
tebal berbingkai plastik hitam, berjenggot, dan botak. Tak lama setelah sampai
di Riga dia mendapatkan mitra - seorang perempuan pirang bermata biru, bertungkai
jenjang, berumur dua puluh satu tahun bernama Rudite Pede. Setelah menjalin
kesepakatan, keduanya mulai memburu perempuan cantik dijalan.
Rudite adalah umpan yang sempurna, memperkenalkan calon korbannya kepada
mitranya si "pengusaha Amerika". Mishulovich, yang mengaku sebagai pemilik
"gentlemen's club" yang canggih dan eksklusif, mengatakan bahwa dia mencari
penari untuk tempat usahanya di Chicago.
Ditegaskannya bahwa pekerjaannya tak melibatkan seks, tak sampai bugil, dan
penonton tak boleh pegang-pegang. Diyakinkannya gadis-gadis yang ragu bahwa
penarinya menari dalam bikini, tak pernah telanjang sebagian atau sepenuhnya,
dan gajinya $60.000 setahun. Di Latvia, di mana pendapatan bulanan rata-rata
adalah $250, tawarannya terlalu menarik untuk ditolak. Langsung saja pasangan
Mishulovich dan Rudite menjerat lima gadis yang penuh harap: semuanya berumur
dua puluhan awal, semuanya pirang, semuanya amat cantik.
Ada sedikit kerepotan dalam memasukkan gadis-gadis itu ke Amerika Serikat.
Mishulovich mengaku dia punya koneksi di kedutaan besar AS di Riga, sehingga dia
bisa memperoleh visa turis dengan mudah. Dia mengajari gadis-gadis itu apa yang
harus dikatakan kepada petugas pengurus visa dan membantu mereka mengisi
formulir visa. Tetapi, selagi tanggal keberangkatan mendekat, salah seorang
gadis jadi tak yakin. Dia merasa ada yang tidak beres dan mencoba membatalkan
keikutsertaan. Mishulovich mengamuk. Sambil berteriak-teriak seperti orang gila,
dia menarik gadis itu dan mengancam akan menyayat "wajah cantiknya" supaya tidak
ada laki-laki yang mau meliriknya lagi. Mishulovich juga memperingatkannya
dengan mengatakan bahwa dirinya punya banyak teman yang merupakan anggota Mafia
Chechen, organisasi kejahatan yang ditakuti, yang akan "dengan senang hati"
membunuh keluarganya. Gadis yang ketakutan itu pun terpaksa ikut naik pesawat ke
AS. Ketika sampai di bandara O'Hare Chicago, gadis-gadis itu dijemput oleh Serguie,
yang langsung menyita dokumen perjalanan dan tiket pulang mereka. Gadis-gadis
itu dibawa ke daerah Mount Prospect, tempat mereka disekap dalam suatu apartemen
satu kamar. Serguie menjadi penjaga mereka. Setibanya di Amerika, Mishulouich
memberi tahu gadis-gadis itu bahwa masing-masing berutang $60.000 kepadanya
untuk biaya tiket pesawat dan pengurusan izin masuk AS. Mereka harus membayar
utang dengan menari telanjang di klub. Ketika salah seorang gadis menolak
mentah-mentah, Mishulouich membenturkan kepala si gadis ke tembok.
Gadis itu gegar otak dan tak bisa meninggalkan tempat tidur selama berhari-hari.
Karena takut memancing kecurigaan, pemilik barunya tak mau membawa si gadis ke
rumah sakit atau memanggil dokter. Gadis lain yang menolak kepalanya dihantam
Rollerblade, hidungnya ditonjok, dan matanya dibuat bengap.
Kehidupan para gadis itu diatur dengan ketat, penuh makian dan pukulan. Mereka
tak bisa meninggalkan apartemen tanpa diikuti Serguie.
Kalau Serguie pergi, ia akan mengunci pintu dan mencabut telepon. Tapi pengawas
utamanya adalah Mishulovich. Dia petantang-petenteng di apartemen itu sambil
membawa-bawa senapan dan pistol. Kalau gadis-gadis itu salah omong atau tak
menyetor cukup banyak uang, Mishulovich membawa mereka ke garasi dan memukuli
mereka. Pada satu kesempatan, ketika gadis-gadis itu sedang menyiapkan makan malam,
Mishulovich menggamit salah seorang, menodongkan pistol ke kepala gadis itu, dan
berseloroh mengenai betapa gampangnya menarik pelatuk. Pada kesempatan lain,
Mishulovich menempelkan pisau ke tenggorokan seorang gadis, sambil mengancam
akan menyayat wajah si gadis. Berkali-kali Mishulovich memperingatkan mereka
bahwa kalau mereka sampai tertangkap dan dideportasi ke tanah air mereka, dia
akan melacak mereka dan menyuruh Mafia Chechen di Riga memerkosa dan membunuh
mereka berikut keluarga mereka. Untuk menegaskan pernyataannya, dari leher
seorang gadis Mishulovich merenggut liontin yang berisi foto ibu si gadis,
sambil berkoar bahwa sekarang akan lebih mudah bagi kawan-kawannya anggota mafia
untuk mengincar si ibu dan membunuhnya kalau diperlukan.
Mishulovich juga bajingan tulen. Berkali-kali dia melecehkan gadis-gadis itu.
Dia menggerayangi mereka, bermasturbasi di hadapan mereka, menonton film porno
di sekitar mereka, dan seenaknya masuk ke kamar mandi ketika mereka mandi dan
menyuruh mereka melakukan seks oral padanya.
Dalam beberapa minggu Mishulovich berhasil mendapatkan SIM
California dan kartu jaminan sosial palsu untuk semua gadis itu. Lalu dia
membawa mereka ke suatu audisi di klub tari telanjang setempat, menyatakan bahwa
mereka adalah penari-penari berpengalaman yang pernah bekeja di Florida dan
Chicago. Tapi manajer klub itu bisa melihat bahwa mereka semua tak bisa menari
eksotis, dan semuanya tak diterima.
Mishulovich marah besar. Disuruhnya Serguie pergi ke penyewaan video terdekat
untuk menyewa film Striptease yang dibintangi Demi Moore dan Showgiris yang
dibintangi Elizabeth Berkley. Gadis-gadis itu dipaksa menonton kedua film
tersebut berulangkali, sambil berlatih teknik-teknik menari di ruang utama
sambil diawasi para penjaga mereka.
Setelah mereka mahir menari, mereka ditawarkan ke klub-klub tari telanjang
setempat - Skybox, Crazy Horse, dan Admiral Theatre ... dan uang pun mengalir
masuk. Tiap malam Mishulovich atau Serguie membawa mereka ke tempat kerja,
menjemput mereka setelah selesai, dan mengumpulkan uang yang mereka dapat. Tiap
gadis mendapat $200 sampai $500 tiap malam. Mishulovich mengambil hampir semua
pendapatan mereka, menyisakan tak lebih daripada $20 per hari. Dia juga
memeriksa tas mereka dan mengancam akan menelanjangi mereka kalau dia curiga
mereka menyembunyikan uang. Lalu dia membagi keuntungan dengan rekannya. Laris
manis. Dengan segera, status Mishulovich di kalangan imigran Yahudi-Rusia Chicago
melambung, dan dia berfoya-foya, bermewah-mewah. Mishulovich berbelanja di toko-
toko kelas atas, mengenakan pakaian karya desainer, makan di restoran mewah, dan
minum minuman keras mahal.
Lalu datanglah pertanda masalah pertama. Pada Januari 1997 Serguie tertangkap
mengutil di suatu toko perhiasan di Mount Prospect. Serguie dijatuhi hukuman,
dan karena tak punya status penghuni tetap di AS dia dideportasi ke Rusia dua
bulan kemudian. Dengan tersingkirnya Serguie, Mishulovich mendapati dirinya
berhadapan dengan mitranya yang selama ini menyembunyikan diri - seorang laki-laki
berumur dua puluhan, bertampang kutu buku, mengenakan kacamata kecil berbingkai
tipis. Dia berambut pendek berwarna gelap dan berwajah bayi. Dahulu namanya Vadim
Gorokhovski; sekarang dia dikenal sebagai Vadim Gorr, dan dia mau melindungi
investasinya. Gorr dan Mishulovich terus mempekerjakan para gadis dan meraup keuntungan - tiap
hari. Tapi pada awal musim panas keduanya takut aparat imigrasi AS mengendus
kegiatan mereka. Dengan berat hati mereka memutuskan untuk melepaskan gadis-
gadis itu. Tiga di antaranya langsung pulang ke Latvia. Dua yang lain tetap di
AS, bersama klien yang kecantol.
Tetapi Gorr dan Mishulovich tahu mereka sudah punya usaha yang menguntungkan dan
tidak mau melepaskannya begitu saja. Jadi, pada Nouember 1997 mereka terbang ke
Minsk dan mencoba merekrut kelompok gadis kedua. Tapi kali ini siasat mereka
menemui rintangan ketika seorang petugas pengurus visa yang cermat di kedutaan
besar Amerika Serikat menduga ada yang tidak beres dan menolak aplikasi visa
gadis-gadis kelompok kedua.
Kembali di Latvia, petugas kedutaan besar Amerika Serikat di Riga yang dulu
meluluskan permohonan visa turis gadis-gadis Latvia yang pertama kali direkrut
Mishulovich bertemu lagi salah seorang gadis tersebut tak lama setelah si gadis
pulang ke rumah. Gadis itu menceritakan apa yang dialaminya. Dengan gusar, si
petugas mengajukan laporan lengkap ke Departemen Luar Negeri AS, dan urusannya
dialihkan ke FBI. Kasus tersebut menjadi tanggung jawab agen istimewa Michael Brown, detektif
bertinggi badan hampir 190 cm dan berbobot 100 kg yang ditugaskan langsung dari
pusat. Sang agen, yang telah bekerja di Skuad Kejahatan Eropa Timur, langsung
melacak Mishulovich dan Gorr.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pelacakannya menunjukkan bahwa keduanya, yang telah menjadi warga negara AS
setelah naturalisasi, beremigrasi dari Rusia pada awal 1980-an bersama orangtua
masing-masing. "Mereka datang pada waktu ada gelombang besar imigran Yahudi Rusia ke Amerika
Serikat," kata Brown. "Keluarga mereka memperoleh status pengungsi, dengan
mengaku bahwa mereka ditindas Soviet karena Yahudi."
Dengan tersedianya bukti, kedua mitra tersebut ditangkap dan didakwa pada
September 199S. Setelah ditahan, Gorr tutup mulut. Lain halnya Mishulovich; dia
tak habis-habisnya berbicara.
"Saya banyak berbicara dengan dia," kenang Brown, "Dia orang yang cerdas, pintar
bicara. Tak diragukan lagi. Dia bukan orang bodoh. Saya biasa berurusan dengan
geng, obat-obatan, serta orang-orang tak terdidik dan awam. Kemampuan berbahasa
Inggris Mishulovich bagus sekali. Tapi kalau melihat fakta, dia orang yang
sangat menjijikkan."
Yang paling meresahkan agen Brown adalah bahwa Mishulovich sama sekali tak
menyesal mengenai perlakuannya terhadap perempuan. "Dia kok malah bertingkah sok
bangsawan. Dia bilang begini: 'Mereka itu sampah.
Kere. Ludahi saja mereka. Jangan percaya kata-kata mereka. Dasar lonte Baltik.'
Kata-kata itu yang dia gunakan untuk menyebut mereka."
Mishulovich adalah bajingan manipulatif tak ketulungan, yang berharap bahwa
dengan bekerja sama hukumannya akan diringankan. Jelas niatnya adalah menimpakan
semua kesalahan kepada Gorr, yang dia sebut sebut sebagai dalang segala
kejahatan tersebut. Sementara itu, Gorr berencana menggambarkan dirinya sebagai
pelaku sampingan yang tak banyak terlibat. Menurut Brown,
Salah satu teori saya adalah bahwa Gorr ini orang yang amat pandai dan
perhitungan, dan dia perlu bemper, jadi kalau usahanya berantakan, orang lain
yang akan ketiban sial. Makanya dia merekrut Serguie, yang lantas mengajak
Mishulovich. Mereka perlu orang untuk pergi ke Riga dan merekrut gadis-gadis.
Harus ada orang yang menandatangani pernyataan sebagai sponsor gadis-gadis itu
di formulir visa. Orang yang menampung gadis-gadis itu di rumahnya.
Yang berinteraksi dengan mereka dan membawa mereka ke klub-klub.
Yang mengawasi mereka kalau-kalau mereka berniat macam-macam.
Orang yang melakukan pekerjaan kotornya.
Orang itu ya Mishulovich, dan satu-satunya alasan Gorr muncul adalah karena
Serguie dideportasi dan Gorr tidak akan dapat uang lagi kalau tidak tampil dan
berurusan langsung dengan Mishulovich.
Kasus FBI terutama didasarkan kepada satu saksi kunci - perempuan Latvia berumur
dua puluh dua yang menceritakan kisahnya kepada petugas kedutaan besar AS di
Riga. Seperti diingat Brown,
Dia sungguh pemberani. Dia punya nyali. Kalau kami tak punya kesaksiannya, kasus
ini tak bakal terangkat. Gadis ini juga sudah mengalami banyak masalah
karenanya. Ada banyak trauma psikologis yang terkait karena dia pernah dipukuli
dan disiksa. Ada beberapa upaya bunuh diri. Saya sendiri perlu waktu lama sampai
bisa membuat dia mengaku bahwa ada serangan seksual yang terjadi dalam masa itu.
Kata Brown, dia telah mewawancarai semua gadis. Dua di antaranya tak mau bekerja
sama. "Ada banyak alasannya - khawatir akan keselamatan keluarga mereka di rumah,
ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum.
Pertimbangkanlah keadaan di sana. Latvia itu bekas negara bagian Uni Soviet, dan
tingkat korupsiya tinggi. Mereka menyamakan FBI dengan KGB
[polisi rahasia Soviet yang amat ditakuti] ."
Setelah sidang selama sepuluh hari pada Desember 1999, dewan juri memutuskan
Gorr bersalah atas empat tuduhan pemalsuan visa untuk memasukkan perempuan-
perempuan Latvia ke AS dengan alasan bohongan.
Sambil menyeka air mata, Gorr yang merasa menang memeluk pengacaranya. Dia
dibebaskan dari tuduhan lebih serius yakni memaksa perempuan melacur. Pada akhir
Desember 2001, Gorr yang berumur dua puluh sembilan dijatuhi hukuman tiga tahun
penjara dan denda kecil $5.000.
Pada 13 Februari 2002 Mishulovich berdiri di hadapan hakim untuk dijatuhi
hukuman. Dia membaca pledoi selama lima belas menit, menyatakan bahwa walaupun
dia terbukti bersalah terlibat "usaha yang amat buruk, menjijikkan, bodoh,"
dalangnya bukanlah dia tetapi Gorr. Si mantan "pengusaha" memohon agar diberi
"kesempatan kedua." Sidang pengadilan tak memenuhi permohonannya. Setelah
mengaku bersalah atas sejumlah tuduhan, termasuk pemaksaan dan persekongkolan
untuk menipu negara Amerika Serikat, Mishulovich dijatuhi hukuman penjara 112
bulan. KASUS CHICAGO adalah contoh mengerikan mengenai betapa gampangnya penjahat kelas
teri terlibat trafiking. Tapi tidak hanya sampah masyarakat semacam Mishulouich
dan Gorr yang menjerumuskan perempuan naif dan polos. Penahanan mengejutkan
seorang dokter London pada 1999
menunjukkan betapa telah tersebar luasnya trafiking.
Pada 1994 Oksana Ryniekska lulus sekolah kedokteran di Ukraina.
Ketika berumur dua puluh enam, Ryniekska menyadari bahwa kehidupannya sebagai
dokter di tanah airnya tak mendatangkan uang atau kehidupan yang diinginkannya
dan dirasakan layak didapatkannya. Dia memilih pergi, pindah ke Inggris. Tapi
segera setelah dia tiba di sana, dia menyadari bahwa Inggris pun sama saja. Uang
tetap susah datang, dan karenanya dia menyusun rencana untuk mendapat uang
dengan cepat dan mudah. Si dokter baru bukannya membuka klinik, tapi malah
membuka bordil di atas suatu binatu di London. Untuk stafnya, Rynieska mengincar
gadis-gadis muda senegaranya, dan dia mengimpor sembilan untuk bekerja di sana.
Ryniekska memberi tahu gadis-gadis itu bahwa dia akan membantu mereka memperoleh
visa untuk belajar bahasa Inggris. Tapi kata-kata bahasa Inggris yang mereka
pelajari hanyalah istilah-istilah seksual yang diperlukan untuk memahami dan
melayani klien yang terus menerus datang.
Tak diragukan lagi, uang pun mengalir masuk, baik dari klien yang datang maupun
yang minta dikunjungi. Dalam delapan bulan saja, sebelum digerebek dalam operasi
rahasia, Rynieska telah meraup lebih daripada $2
10.000. Dalam pengadilannya di London pada September 1999, si dokter yang sudah kapok
memberi tahu hakim bahwa dia merasa "sangat malu atas perbuatannya." Hakim
sangat terkejut dengan kemerosotan Ryniekska, menyebutnya "sama sekali
kelewatan". Penipuan tersebut, kata hakim, diperparah dengan kenyataan bahwa dia
adalah seorang dokter. Meskipun demikian, Ryniekska cuma dijatuhi hukuman tiga
bulan penjara, dengan rekomendasi untuk langsung dideportasi setelah bebas.
BESARNYA KEUNTUNGAN dari trafiking dan prostitusi juga telah menarik geng
bermotor seperti Hell's Angels di Hamburg, Jerman. Pada Januari 1999
geng bermotor Hamburg tersebut mulai terlibat bisnis prostitusi. Segera saja
mereka mengendalikan lebih daripada 200 perempuan Eropa Timur di dua puluh enam
bordil dan "hotel jam-jaman" di Sankt-Pauli, daerah lampu merah kota pelabuhan
itu, serta dua klub tari telanjang populer di Hamburg yakni Pascha dan Eros.
Akan tetapi, sepak terjang mereka justru tak berlangsung lama. Tujuh anggota
geng tersebut ditangkap dalam operasi penggerebekan yang direncanakan dengan
matang pada awal November 2000.
Menurut berkas dakwaan setebal 529 halaman, para pengendara motor tersebut
mengangkut ratusan perempuan Eropa Timur ke Jerman untuk dipekerjakan sebagai
pelacur di bordil dan hotel mesum mereka.
Perempuan-perempuan tersebut masuk Jerman secara ilegal, sering disiksa, dan
dipaksa melayani klien setiap hari dalam seminggu. Usaha mereka tampaknya sangat
sukses. Dalam penggerebekan, polisi menyita uang senilai $350.000, satu mobil
Lamborghini Diablo, tiga mobil Mercedes mewah, lima mobil mewah lain, selusin
sepeda motor Harley Davidson yang dimodifikasi, beberapa senjata api dan satu
granat. Semua itu disita dari distrik kelas atas Elbchaussee di Hamburg dari
orang-orang yang mengaku-ngaku montir mobil, tukang foto, insinyur perangkat
pemanas, tukang listrik, dan salesman. Berdasarkan bukti tersebut, polisi Jerman
memperkirakan bahwa keuntungan yang didapat geng motor itu dari seks mencapai
$17 juta. Para anggota geng bermotor itu didakwa dengan penyelundupan manusia, serangan
yang menyebabkan cidera parah, melacurkan orang, dan pemerasan. Pengadilan
terhadap mereka dimulai pada Agustus 2001 dan diperkirakan berlangsung
setidaknya dua tahun. Lalu, setengah hari setelah dilaksanakan, mulai muncul
desas-desus di ruang sidang bahwa telah terjadi tawar-menawar antara jaksa
penuntut dan tim pengacara Hell's Angels yang dibayar mahal. Dua bulan kemudian
para tertuduh dikumpulkan di pengadilan untuk dijatuhi hukuman, setelah mengaku
bersalah atas sejumlah tuduhan. Walau kadar dakwaannya cukup berat, para anggota
geng bermotor dijatuhi hukuman antara setahun empat bulan sampai empat tahun
delapan bulan - jelas sukses luar biasa bagi tim pengacara mereka.
Hukuman enam belas bulan salah seorang anggota geng bermotor ditangguhkan karena
pengadilan menganggap kemungkinannya "melakukan reintegrasi ke dalam masyarakat"
tinggi. Anggota-anggota geng itu juga diharuskan membayar denda $5,5 juta. Pada
hari yang sama, di luar gedung pengadilan, anggota geng bermotor yang hukumannya
ditangguhkan tersenyum ke arah orang-orang yang menyaksikan sidang, sambil
menyatakan putusannya "luar biasa".
SEPERTI BAGIAN besar tindak kejahatan, trafiking perempuan untuk prostitusi
menjadi bersifat teritorial. Misalnya, semua yang melanggar wilayah kekuasaan
ROC segera dibereskan. Sindikat-sindikat ROC diketahui bisa cepat sekali
membunuh berdasarkan bukti sedikit saja. Kegiatan tersebut juga menghasilkan
peningkatan kekerasan terhadap pesaing potensial maupun perempuan korban
trafiking. Geng-geng Albania terkenal karena kekejamannya dalam meneror dan
menyiksa korban-korban mereka serta membunuh gadis-gadis yang tak mau menurut.
Pada beberapa kasus, geng memberi tato pada "barang milik" mereka seperti koboi
mengecap sapi. Yakuza di Jepang membunuh perempuan yang berusaha kabur. Mafia
Turki dan gangster Serbia mendorong gadis-gadis yang tak mau tunduk dari balkon
bangunan tinggi. Dan apabila geng-geng tersebut benar-benar membunuh, mereka sering melakukannya
untuk menyiarkan pesan - sebagaimana kasus pembunuhan ganda brutal yang terjadi di
kota Vladivostok, Siberia, pada 24
Juni 1994. Kalau Natalie Samosalova berjalan, semua orang Vladivostok akan menoleh. Gadis
anggun berumur sembilan belas tersebut berambut pirang tebal dan bermata biru
terang menawan. Pada musim panas 1993 dia memperoleh apa yang dianggapnya
kesempatan menakjubkan - kesempatan pertamanya bepergian ke luar negeri. Dia
direkrut untuk bekerja sebagai penari di Skylight Disco di resor perjudian
Makao. Segera saja dia bersama seorang perempuan lain mengalami perjalanan
panjang dengan kereta api menembus Cina. Sesampainya di Hong Kong Natahe ditemui
seorang laki-laki bernama Valhiev. Natahe tak bisa tidak memerhatikan bekas luka
besar yang membagi dua muka laki-laki itu.
Ternyata Valhiev adalah gangster Rusia dengan reputasi sebagai
"mucikari paling kesohor di Makao". Sebenarnya, dia adalah satu dari sepuluh
mucikari Rusia yang terdaftar pada pemerintah Makao sebagai pekerja klub malam
lokal, sebagai "pemain piano". Bolehlah diduga bahwa tak satu pun di antara
mereka yang benar-benar bisa melantunkan nada-nada di piano. Valhiev mengawal
para pendatang baru ke suatu apartemen yang berisi perempuan-perempuan Rusia dan
menjelaskan tanpa basa-basi apa yang harus mereka lakukan. Menari di klub malam
bukan pilihan, kecuali kalau dengan klien yang membayar. Hari berikutnya Natahe
dibawa ke suatu kantor pemerintah, dan diberi kartu identitas dan visa pekerja
yang berlaku enam bulan. Malam itu, Natalie bergabung dengan 120 perempuan
Rusia, sebagian besar dan Vladovostok, yang bekerja sebagai perempuan panggilan.
Natalie amat populer di kalangan klien-klien yang mampu mengeluarkan banyak
uang, dan tarifnya mahal - $ 1.000 sampai $3.000
semalam. Geng Rusia yang menguasainya segera menyadari nilainya. Dia adalah aset
berharga, yang mendatangkan $55.000 per bulan. Pada April 1994 Natalie bertemu
Gary Alderdice, pengacara flamboyan dari Selandia Baru yang terkenal karena
membela anggota-anggota Triad Hong Kong.
Alderdice langsung kepincut. Yang terjadi mirip adegan film Pretty Wornan, hanya
saja tokoh utama perempuannya milik mafia.
Setelah berpesta seks selama sebulan (yang mesti dibayar $43.000
oleh Alderdice), si pengacara menyatakan cintanya kepada gadis panggilan yang
menawan itu dan Natalie pun ingin menjadi kekasih Alderdice.
Natalie dengan sombong memberi tahu Valhiev bahwa dia ingin keluar. Manajemen
Skylight bertindak dengan segera menarik dukungan untuk visa Natalie. Visa dan
izin kerjanya serta-merta dicabut, dan hari berikutnya Natalie langsung
diterbangkan pulang. Natalie yang khawatir menelepon kekasihnya dengan panik. Alderdice berjanji akan
membebaskannya. Pada akhir Juni Alderdice terbang ke Vladivostok, katanya sambil
membawa koper berisi uang tunai $150.000
untuk negosiasi pembebasan Natalie dengan mafia. Natalie menemuinya di bandara
dan mereka lantas menuju apartemen Natalie. Mereka naik tangga ke apartemen itu
dan Natalie mendorong pacarnya masuk.
Hari berikutnya, ibu Natalie mampir ke apartemen putrinya. Ketika Natalie tak
menjawab ketukannya, si ibu mengetuk pintu lebih kencang dan keras. Lagi-lagi
tak ada yang terjadi. Si ibu meminta bantuan tetangga dan bersama-sama mereka
mendobrak pintu. Di depan pintu tergeletak mayat seorang laki-laki yang
bersimbah darah. Dia telah ditembak matanya dari jarak dekat. Di ruang keluarga
Natalie terkapar di lantai, tangannya diikat dengan tali di punggungnya. Dia
juga telah ditembak kepalanya.
Sebelumnya, pada pagi yang sama, sekitar pukul setengah empat, si tetangga yang
membantu mendobrak pintu terbangun dari tidurnya karena bunyi-bunyian dari
apartemen Natalie. Si tetangga tak tahu bunyi apa itu, tapi katanya bunyi itu
mengingatkannya kepada bunyi "orang memotong kayu". Saat itu si tetangga
menelepon polisi, tapi kekhawatirannya langsung ditepis. Dia diberi tahu untuk
menelepon lagi "kalau-kalau terjadi sesuatu yang serius".
Penyelidikan yang terjadi sesudahnya dilakukan dengan setengah hati.
Polisi buru-buru menyimpulkannya sebagai "perampokan", dan berharap kasusnya
segera ditutup. Dugaan awal jaksa penuntut adalah bahwa Alderdice berada di
tempat dan waktu yang salah.
Bagaimanapun juga, Vladivostok adalah pangkalan angkatan laut, kota yang dikenal
sebagai "Timur Liar" tempat kejahatan dan korupsi merajalela.
Jaksa menduga ada beberapa preman kelas teri yang melihat si pengacara
berpakaian necis dan keren, mereka menganggap orang itu pasti punya banyak uang,
dan membuntutinya ke bangunan tempat kejadian. Tapi fakta-faktanya tidak
bersambungan. Tidak ada bukti orang masuk dengan paksa.
Natalie jelas-jelas telah dianiaya. Dan pembunuhannya bergaya eksekusi.
Berdasarkan kesimpulan para penyelidik, pasangan tersebut tiba di apartemen tapi
tak berlama-lama di sana. Menurut tetangga seberangnya, mereka pergi tak lama
sesudahnya dan pulang lagi sekitar pukul 11 malam.
Setidaknya ada dua orang lain bersama mereka. Sisanya tetap kurang jelas, tapi
bagi kawan-kawan dan kolega-kolega Alderdice di kampung halamannya, motifnya
jelas. "Saya tahu bagaimana cara kerja para penjahat Rusia," kata teman lama Alderdice,
Mike Prew, yang juga merupakan mantan kepala Interpol di Hong Kong. "Mereka ini
yang paling kejam. Sekalinya terlibat sindikat, perempuan tidak bisa keluar atau
akan dibunuh." Prew tegas-tegas meyakini bahwa Mafia Rusia berada di balik
pembunuhan tersebut, dan pasangan Natalie-Alderdice adalah korban eksekusi geng
secara sengaja dan profesional. Pesannya sederhana: akan seperti ini jadinya
kamu kalau coba-coba pergi. Tak diragukan lagi pesan itu ditangkap dengan jelas
oleh gadis-gadis yang masih bekerja di Makao. Mereka langsung tunduk.
4 satu klik Bisnis jadi tiga kali iebih ramai dengan
adanya internet - Seorang pemiik bordi/pelaku trafiking
kaya di Tel Aviv PEREKRUTRAN BESAR BESARAN perempuan di seantero dunia untuk bisnis tubuh manusia
didorong oleh satu faktor saja - permintaan global akan seks yang diperdagangkan.
Telah banyak yang ditulis mengenai pelacur dan prostitusi, sebagian besar karena
banyak perempuan yang bersedia berbicara. Sementara itu, seabrek laki-laki
hidung belang yang memanfaatkan jasa perempuan-perempuan tersebut tiap malam
malah lolos dari perhatian. Sebagai suatu kelompok, mereka tak banyak
dipelajari; tak mengherankan karena mereka tak banyak bercerita mengenai
perbuatan mereka. Tetapi, walaupun relatif hanya sedikit yang diketahui mengenai
laki-laki hidung belang yang menjadi pelanggan pelacur, orang-orang yang berada
di garis depan - dari mucikari sampai aktivis LSM - bisa menggambarkan cara pandang
mereka. Dari pikiran laki-laki hidung belang, sebagaimana dinyatakan dalam
banyak sekali halaman web yang menawarkan perempuan yang dijual, memperlihatkan
sudut pandang mereka yang merisaukan.
DI DAERAH terminal bis lama Tel Aviv, rangkaian lampu hias Natal berkelap-kelip
dalam bentuk hati atau malaikat kecil yang membawa busur panah.
Tapi kalau daerah itu diperhatikan lebih saksama, yang diiklankan lampu-lampu
itu bukanlah sesuatu yang patut dirayakan atau romantis. Tempat tersebut penuh
bordil mesum, dan bisnis di sana ramai karena selalu ada segerombolan laki-laki
yang berkeliaran di pinggir jalan yang sempit untuk mencari kesempatan
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melampiaskan nafsu. Di balik tirai merah usang yang menggantung di depan pintu,
perempuan-perempuan berambut pirang dan cokelat serta mengenakan kaus pendek
atau baju ketat bergerombol bertiga, berempat, atau berlima di sofa-sofa,
menunggu klien selanjutnya.
Mereka mengisap rokok selagi laki-laki segala umur, ukuran, dan bentuk melihat-
lihat "barang dagangan".
Di suatu bordil bobrok, seorang mucikari duduk santai di balik meja logam kecil
sambil menyeka keringat dari dahinya dengan saputangan murahan. Kepalanya botak
dan jenggotnya mulai tumbuh di wajahnya yang bopeng. Seorang laki-laki gendut
parobaya, yang sedari tadi mondar-mandir di sana, melongok ke dalam. Si mucikari
menoleh ke arah pintu dan memanggil laki-laki gendut itu supaya masuk.
"Ayo masuk! Tuh, sama yang rambutnya cokelat saja," si mucikari memanggil sambil
tersenyum lebar. "Dia suka sama kamu. Enggak bakal kecewa deh. Silakan!
Silakan!" Perempuan yang ditunjuk itu, yang kelihatannya berumur dua puluhan, bangkit dari
sofa beludru hijau pucat yang kotor dan bergegas menuju si laki-laki gendut
sebelum dia berubah pikiran. Dengan senyum yang dipaksakan, si perempuan
menggamit tangan si gendut dan membawanya ke kamar belakang. Lima belas menit
kemudian, si laki-laki gendut mengeloyor keluar dengan tampang bodoh, lututnya
loyo, dan uangnya berkurang lima puluh shekel.
Tengah hari di luar bordil dan lalu-lintas sepi. David, laki-laki bongsor
berambut cepak dengan alis tebal yang bertemu di tengah mukanya, berdiri di luar
tempat usahanya sambil merokok. Dia orang yang pandai bergaul, suka bertemu dan
mengobrol dengan orang asing mengenai politik, ekonomi, dan seks. David
menganggap dirinya sendiri sebagai ahli sosiologi kota dan boleh dibilang dia
adalah pengamat langsung tipe manusia tertentu.
"Segala macam laki-laki datang ke sini," David berseru dengan suara baritonnya.
Yang sudah kawin, yang masih bujangan, tentara, pengusaha, pemuka agama. Pernah
kubaca di koran Tel Aviv kalau tiap bulannya sejuta laki-laki di Israel datang
ke pelacuran. Tak ada yang salah.
Laki-laki perlu pelampiasan dan itu bukan sesuatu yang tak bermoral.
Ini bukan masalah selingkuh. Cuma soal pelampiasan. Banyak bujangan yang datang
karena perlu. Banyak laki-laki yang tak percaya diri. Mereka enggak bisa dapat
cewek. Kamu ganteng. Aku juga ganteng. Kita bisa dapat cewek tanpa perlu bayar.
Banyak laki-laki yang tak bisa seperti kita. Mereka terlalu pemalu atau punya
masalah fisik. Bisa saja mereka gendut, jelek, atau umurnya tidak pas. Mereka
ini enggak bisa asal jalan terus dapat cewek. Banyak juga orang yang datang ke
sini karena semua orang di Israel tahu, perempuan Yahudi enggak mau melakukan
hal-hal tertentu. Orang-orang itu tahu mereka bisa melakukannya di sini. Buat
mereka, pelacuran itu penyelamat.
"Dan kamu ini orang yang menyediakannya'?" "Aku perantaranya," kata David sambil
tersenyum bangga. Begini ya, laki-laki perlu perempuan. Itu sudah kodratnya.
Waktu aku masih kecil di Rusia, bapakku membawaku ke peternakan.
Dia menunjukkan satu padang. Padang itu penuh sapi betina. Lalu bapakku
membawaku ke padang lain, di sana ada satu sapi jantan.
Satu sapi jantan saja untuk semua sapi betina itu. Dia bilang, itu karena satu
sapi jantan perlu lebih daripada satu sapi betina! Sama saja dengan laki-laki.
Ada dalam genetika kita. Kita ya memang seperti itu adanya. Itu tidak membuat
kita jahat atau sama seperti babi. Sudah terbukti bahwa laki-laki perlu lebih
banyak aktivitas seksual daripada perempuan. Jadi harus bagaimana dong'"
David sudah melaju dan tak dapat dihentikan.
Dengan adanya prostitusi, pemerkosaan hilang. Sediakan perempuan-perempuan
semacam itu dan gadis-gadis polos tidak akan diperkosa. Makanya aku percaya
prostitusi dan ingin melihat legalisasi prostitusi di mana-mana. Aku percaya
prostitusi bisa mencegah banyak pemerkosaan. Laki-laki, karena memang diciptakan
seperti ini, dengan segala nafsu seksnya, potensinya, kebutuhannya, perlu
melakukannya. Kita butuh seks.
Sementara David melantur mengenai jasa besar yang dia lakukan bagi saudara-
saudaranya, banyak juga orang Israel yang amat resah dengan apa yang terjadi di
jalan-jalan belakang dan gang-gang di negara mereka. Di suatu apartemen
sederhana di daerah yang nyaman di Tel Aviv, jauh dari daerah lampu merah, Leah
GruenpeterGold dan Nissan Ben-Ami menggeleng-gelengkan kepala karena jijik
dengan dibukanya begitu banyak bordil dan trafiking besar-besaran, menjadi
begitu banyak Natasha muda.
Leah dan Nissan adalah dua direktur Awareness Center-lembaga nonpemerintah yang
mengkhususkan diri pada penelitian atas trafiking perempuan dan prostitusi di
Israel. "Kaum laki-laki Israel jadi terbiasa menganggap bahwa perempuan bisa dibeli,"
Gruenpeter-Gold memulai. "Laki-laki yang sudah ataupun belum menikah tak lagi
bersedia bersusah-payah membangun hubungan. Untuk mereka, lebih gampang membeli
seks kalau mereka ingin."
"Pada Tahun Baru Yahudi, saya datang ke daerah terminal bis lama untuk melihat
apa yang terjadi," BenAmi mengenang. "Ada banyak pemuda mengantre di jalan di
luar tiap bordil. Kalau kamu tengok ruang depan bordil-bordil itu, bisa dilihat
banyak perempuan yang sedih dan kesal, yang mana kalau mereka melihatmu mereka
mendadak ceria dan tersenyum.
Mereka senang melihatmu karena mereka harus senang atau mereka akan tahu
akibatnya." Yang lebih menggusarkan Ben-Ami adalah kaum haredim (Yahudi Ortodoks) yang
meramaikan bordil-bordil Tel Aviv pada Jumat pagi dan siang untuk mencari
hiburan sebelum hari Sabat.
Kalau kamu pergi ke daerah Stock Exchange atau Diamond Exchange, akan kelihatan
begitu banyak prostitusi dan begitu banyak laki-laki yang taat beragama - yang
memerlukan seks tapi perempuan di kalangan mereka tak bisa memberikannya ketika
mereka menginginkan. Mereka juga tak boleh masturbasi karena dilarang membuang-
buang benihnya. Jadi, mereka harus melakukannya dengan perempuan. Mereka juga
tak mau pakai kondom, jadi mereka harus bayar lebih mahal kepada mucikari. Jadi,
untuk memuaskan nafsu mereka, perempuan-perempuan itu dikorbankan.
"Soalnya perempuan-perempuan itu tak dianggap manusia,"
Gruenpeter-Gold berkata dengan marah. "Mereka perempuan asing. Orang-orang
beragama lebih suka perempuan asing karena mereka jadi tak perlu menodai
perempuan Yahudi." "Tapi resminya," kata Ben-Ami, "kaum agama sangat menentang trafiking dan
prostitusi. Jadi, di satu sisi, kaum agama menentang keberadaan bordil-bordil
itu, dan di sisi lain, mereka perlu seks."
"Munafik sekali," tambah Gruenpeter-Gold.
SALAH SATU cara mengetahui langsung cara berpikir pelanggan pelacur adalah
membaca kata-kata mereka di internet. Tempat permulaan yang baik adalah World
Sex Guide, yang beranggotakan hampir 6.000 orang. Ruang diskusinya menunjukkan
betapa parahnya mereka. Banyak yang menyombongkan kehebatan mereka dalam
bercinta tanpa lupa menceritakan rincian pornografisnya, mengaku-ngaku laki-laki
jantan karena perempuan yang mereka sewa menggelinjang dan mengerang keenakan
pada tiap gerakan. Yang lebih meresahkan adalah kepercayaan teguh mereka bahwa
hak mereka atas seks mengalahkan hak perempuan yang mereka pakai. Bagi para
laki-laki tersebut yang penting hanyalah kebutuhan mereka, dan bagaimana mereka
memenuhinya adalah urusan mereka sendiri. Di berbagai pesan mereka tak habis-
habisnya berusaha merasionalkan alasan mereka melakukannya. Mereka menyalahkan
istri-istri mereka karena pernikahannya tak memuaskan secara seksual. Mereka
menyalahkan perempuan karena tak mau melanjutkan setelah kencan makan malam yang
mahal. Dan, kalau para laki-laki tersebut ternyata tak jago di ranjang, siapa
yang mereka salahkan" Mereka juga menganggap semua perempuan mata duitan dan
menyatakan bahwa pelacur tak minta macam-macam.
Tapi argumen yang berbunyi paling keras adalah "kebutuhan" mereka berhubungan
seks. Dalam pikiran sebagian besar laki-laki tersebut, seks adalah tuntutan
biologis yang harus dipenuhi; oleh karena itu, membeli seks itu kegiatan yang
wajar saja. Membeli seks adalah alternatif yang amat logis terhadap hubungan
yang tak memuaskan, atau hidup tanpa pasangan.
Asalkan mereka punya uang, mereka berhak memuaskan nafsu seks mereka - dengan cara
apa saja dan kapan saja. Tapi saya belum pernah dengar bahwa memang ada tuntutan
biologis bagi laki-laki untuk mengalami orgasme dalam jumlah tertentu dalam
sehari, sebulan, atau setahun. Walau boleh jadi memang tidak menyenangkan tak
bisa melampiaskan nafsu seks dalam waktu lama, ketiadaan pasangan yang bersedia
menjadi tempat pelampiasan tidak mengancam kehidupan laki - laki. Meskipun
demikian, pernyataan mengenai "kebutuhan seksual laki - laki" tersebut, bersama-
sama kepercayaan umum bahwa pelacur itu kotor dan nista, membuat laki-laki
hidung belang mudah membela perbuatannya. Buat mereka, prostitusi tak lebih
daripada pertukaran komoditi, dan mereka cuma berperilaku sebagaimana layaknya
konsumen. Intinya, kalau mereka tak membeli jasa tersebut, Laki-laki berikutnya
dalam antrean akan membeli, dan antreannya panjang sekali.
Yang amat merisaukan pada pesan-pesan di web-site itu adalah betapa sedikitnya
perhatian yang diberikan kepada para pelacur yang mereka datangi. Sebagian besar
perempuan tersebut adalah korban, yang dipaksa masuk ke dalam jebakan seks keji
sebelum cukup umur. Anak perempuan berumur sepuluh, sebelas, dua belas sudah
biasa didapati dilacurkan di bordil dan jalan di seantero dunia. Tapi dalam
dunia laki-laki hidung belang, itu hanya berarti bahwa anak-anak itu mungkin
bebas penyakit menular seksual, terutama HIV dan AIDS.
Walau alasan mendatangi pelacur boleh jadi berbeda dari satu laki-laki ke yang
lain, satu hal tetaplah jelas: dunia prostitusi sarat kemunafikan dan standar
ganda. Perempuan-perempuan di sana dipanggil "pelacur", "lonte",
"cewek bispak", "WTS", "perek" - istilah-istilah yang bernada kasar atau
merendahkan. Laki-laki yang memakai mereka disebut dengan istilah lebih
halus-"pelanggan", "klien" - sehingga terdengar lebih baik. Pemilihan katakata itu
bukannya tanpa maksud - karena memudahkan laki-laki dan masyarakat menyamakan para
korban dengan benda atau barang dagangan dan lantas mengesampingkan mereka. Bagi
sebagian besar orang, pelacur hanyalah wajah-wajah tanpa nama, sampah masyarakat
yang tak layak dikasihani atau dimengerti. Di lain pihak, para Laki-laki yang
memakai jasa mereka dimaklumi karena "memang seperti itu seharusnya". Bahkan
terkadang mereka dianggap anggota masyarakat yang terhormat - misalnya, para CEO
yang stres, yang sekali-sekali terlibat aneka macam kegiatan seks.
Dan asalkan mereka pakai kondom, apakah ada yang disakiti"
Sekarang, perburuan mangsa empuk jadi jauh lebih mudah karena para pemburu tahu
di mana harus mengklik. Tanpa diragukan lagi, internet sudah menjadikan pasar
seks global makin panas. Selintas pandang situs-situs seks dewasa sudah
menunjukkan bahwa internet sudah menjadi tempat pelacuran terbesar di dunia.
Tiap hari, ratusan situs memikat laki-laki dari seluruh dunia ke dalam bordil-
bordil maya tempat perempuan dibeli dan dijual - terkadang bahkan dilelang - seperti
hewan ternak. Situs-situsnya menarik, mencolok, dan gamblang, memberi tahu calon
pembeli apa yang akan mereka dapat untuk uang yang mereka berikan. Barang
dagangannya ditata dengan menarik, dilengkapi foto-foto gadis pirang berkaki
jenjang dan gadis berambut merah bermata indah. Ada sesuatu untuk semua orang -
perawan, pengantin, wisata seks, jasa pendamping online, siaran langsung
pertunjukan seks interaktif. Sebut saja, pasti ada. Yang diperlukan hanyalah
satu klik mouse. Banyak laki-laki berkali-kali mengklik mouse-nya di satu situs pada awal Maret
2002. Agen Pendamping Eksotis Ukraina di Odessa meniru eBay dan menyelenggarakan
lelang. Tapi bukan sembarang lelang. Yang dilelang adalah seorang gadis perawan
berumur sembilan belas. Penawarannya mencakup paket lengkap: visa, tiket
pesawat, dan dua puluh empat jam bersama si perawan. Penawaran dibuka pada $
1.500, dan pada akhir bulan pemenangnya pun ditentukan. Pada 28 Maret terpampang
pengumuman: "Selamat kepada Mr. D dari Prancis! $3.000 untuk perawan Ukraina, Diana."
Faktor yang tak diketahui adalah apakah Diana ini korban trafiking dan pemaksaan
atau memang sukarela. Bagaimanapun juga, kok ada perawan berumur sembilan belas
tahun yang rela menyerahkan kehormatannya kepada orang yang sama sekali tak
dikenal" Kalau menilik pembicaraan yang ramai di berbagai situs web dewasa,
tampaknya tak ada yang sedikit pun peduli pada situasi si gadis. Para buaya
cabul di ruang obrol (chat room) cuma menebak-nebak seperti apa tampang si gadis
dan apakah dia layak dihargai sebegitu.
Walau perdagangan tubuh manusia internasional sudah ramai selama berpuluh-puluh
tahun, internet adalah korek api yang membakar pasar seks.
Setelah menemukan potensi internet, segera saja para raja pornografi, mucikari,
dan pelaku trafiking hadir on-line mempromosikan produk dan jasa mereka. Bahkan
banyak pengamat yang percaya bahwa internet ikut bertanggung jawab atas
peningkatan trafiking perempuan di seluruh dunia.
SAMBIL BERDIRI di luar suatu bordil di sebuah jalan belakang yang penuh sampah
dekat terminal bis lama Tel Aviv, Lev menyalakan rokok. Tengah hari dan bisnis
sedang sepi. Saya mendekat dan memulai pembicaraan.
"Boleh saya lihat-lihat?" saya bertanya. "Silakan. Buat kamu harga spesial,
deh," katanya sambil menyibak tirai merah pudar yang menggelantung di pintu.
Ada empat perempuan muda duduk di sofa. Semuanya tampak suntuk dan tak
bersemangat. Perempuan-perempuan itu mengenakan berbagai macam baju minim. Tak
satu pun yang berumur lebih daripada dua puluh dua.
"Dari mana asalnya mereka ini?" saya tanyakan.
"Rusia." "Semuanya dari Rusia?"
"Rusia, Ukraina, Moldova ... apa sih bedanya?"
"Siapa namanya?" saya bertanya sambil menunjuk seorang gadis langsung dengan
rambut dan mata berwarna gelap yang kelihatan berumur sekitar delapan belas.
"Natasha. Dia favoritku. Dia enggak bakal bikin kamu kecewa."
"Saya pikir-pikir dulu deh," saya bilang.
"Santai saja. Santai saja," Lev membalas sambil nyengir.
Saya mengintip mejanya dan melihat ada komputer. Di sebelahnya ada
scanner/pemindai dan pnnter warna ink-jet.
"Sudah pakai teknologi canggih, ya," ujar saya.
"Pentium 3. Cepat sekali. Aku punya website sendiri," Lev menyombong. "Sini,
biar kutunjukkan." Lev membuka program penjelajah internet Netscape, mengklik Favorites di menu dan
menuju daftar pribadinya. Dalam beberapa menit website-nya muncul, menampilkan
foto-foto gadis-gadisnya - semuanya berbaring telanjang di atas karpet kulit macan
yang norak. Tak satu pun yang tersenyum atau tampak mengundang. Ketika
menyaksikan wajah mereka, saya tahu mereka malu.
"Banyak yang mampir ke situ?"
"Tiap hari banyak. Lusinan. Bisnis jadi tiga kali lebih ramai dengan adanya
internet. Orang bisa lihat apa yang kutawarkan. Mereka tahu seperti apa cewek
yang mereka dapat dan bisa apa saja dia. Aku dapat pengunjung dari Amerika,
Kanada, Inggris, Eropa, dan ada yang dari Jepang juga.
Semuanya menemukanku di internet. Jadi, bagaimana?"
"Bagaimana apa?"
"Sudah selesai pikir-pikirnya?"
"Ya. Saya tak berminat."
Selagi saya berbalik dan pergi, saya bisa mendengar Lev menggumamkan sesuatu,
yang saya kira adalah beberapa umpatan dalam bahasa Ibrani. Sambil berjalan
menuju hotel, saya bertanya-tanya apa yang dirasakan gadis-gadis itu ketika
mengetahui para buaya online yang berada di seberang lautan memelototi foto-foto
mereka. Saya juga memikirkan komentar Lev: internet telah membuat bisnisnya tiga kali
lebih ramai, dan orang sampai sengaja jauh-jauh datang untuk menyewa gadis-
gadisnya. BANYAK WEBSITE memberikan tips kepada laki-laki haus seks mengenai di mana
tempat terbaik menghabiskan uang untuk seks, dan jelas salah satu forum online
paling terkenal adalah World Sex Guide. Misinya sederhana saja: "Mencari cewek
untuk ditiduri. Kalau kamu tak suka, aku tak peduli."
Tamu dan kontributor di situs tersebut menganggap serius pertanyaan-pertanyaan
mengenai jual-beli seks. Ruang diskusinya berisi ribuan laporan langsung dari
tiap negara di dunia. "Kalau Anda ingin tahu tempat-tempat asyik di kota Anda
atau tujuan perjalanan Anda, di sini ada jawabannya,"
situs itu mengumumkan. "Pengetahuan itu kekuatan, dan tahu-menahu keadaan lokal
sebelum datang akan memudahkan Anda sambil membuat Anda terhindar dari jebakan.
Manfaatkanlah hasil pengamatan rekan-rekan sesama petualang, dan jangan lupa
ceritakan pengalaman Anda sendiri."
World Sex Guide adalah sumber informasi mengenai tiap topik terkait prostitusi
yang ada di dunia. Di sana ada kesaksian dan pelanggan yang puas, peringatan
dari mereka yang kecewa, dan tips tentang cara mendapat pelacur terbaik di lebih
daripada seratus negara di dunia. Tiap hari, sepasukan laki-laki, yang haus
seks, bergerombol di situs tersebut dan situs-situs lain yang serupa dalam
petualangan demi mencicipi tubuh.
Satu pengguna online, yang memakai nama Travel Sexman, meminta saran mengenai di
mana sebaiknya dia menghabiskan uangnya: "Kota mana yang menawarkan seks yang
paling layak per euro - Frankfurt, Praha, atau Amsterdam?" Tak sampai satu jam
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian, dia mendapat jawaban.
"Amsterdam punya distrik lampu merah terbaik dengan cewek dalam jendela, tapi
cuma buat turis. Praha bagus, tapi tidak semurah yang dikira."
Kesimpulannya: "Secara keseluruhan, Frankfurt paling baik."
Pesan-pesannya bahkan sampai memberi tahu rute perjalanan: "Kalau kamu pergi ke
Frankfurt dan menyewa mobil dan pergi ke Atlantis di Altenstadt atau Oase di
Burgholzhausen, kamu bisa menemukan 40 sampai 60 cewek bugil di suasana yang
bersih dan menyenangkan," tulis si penganjur Frankfurt.
Percakapan biasa dimulai dengan pertanyaan tentang satu kota, misalnya yang satu
ini dari seorang Amerika yang bepergian ke Finlandia
[aslinya salah - Andya]: "Aku mau ke Helsinki untuk urusan bisnis akhir bulan ini.
Ada apa saja di sana?" Jawabannya: "Kalau mau coba 'Russia Lite'
Helsinki tempat yang bagus. Harganya lebih mahal daripada di negara-negara eks
Uni Soviet tapi kalau dari pengalaman saya, dengan $150 sudah bisa dapat cewek
cantik untuk semalam."
Seorang Kanada meminta saran harus pergi ke mana sewaktu mampir di Turki: "Halo,
aku musim panas nanti mau mampir sehari-dua hari di Istanbul sebelum terus ke
Ukraina. Ada saran enggak di mana bisa gituan"
Eropa Timur kalau bisa. Makasih!"
Beberapa saat kemudian, dia juga mendapat jawaban.
"Istanbul tuh surga cewek Ukraina. Dan tidak cuma itu. Cewek Romania, Rusia,
Bulgaria, Moldova juga ada," seorang tamu yang jelas sudah pernah terpuaskan
menulis. "Kalau pergi ke Seranda di Istanbul, di sana ada banyak cewek eks USSR
yang bisa langsung dibawa ke hotel sebelahnya. Tidak mahal, lagi."
Industri seks telah menjadi pendorong utama di balik banyak kemajuan teknologi
komputer semenjak lahirnya internet, di antaranya jasa privasi, sistem
pembayaran yang aman, dan pengelolaan lumbung data online. Mucikari dan penyedia
pornografi telah menyediakan dukungan dan uang bagi para jago teknologi komputer
untuk menciptakan cara-cara lebih cepat untuk mengirimkan produk-produk mesum
kepada pelanggan yang makin lama makin banyak.
Sebelum ada internet, seorang pengusaha yang bepergian ke Turki kiranya bakal
susah-payah mencari resensi tentang pendamping dan pelacur di Istanbul dalam
berbagai majalah seks bawah-tanah, apalagi mendapat informasi mengenai lokasinya
berikut tips tentang bordil mana saja yang menyediakan jasa terbaik dan paling
aman. Sekarang, dengan adanya situs-
situs seperti World Sex Guide, persinggahan di kota besar tersebut bisa berubah
menjadi pesta seks yang amat memuaskan tapi tetap efektif biaya.
Ruang diskusi tersebut juga penuh sesumbar sok jantan. Tinman dari Wisconsin,
misalnya, tak menunggu lama untuk menceritakan wisata seksnya ke Republik Ceko
kepada saudara-saudaranya sesama penggemar seks cyber:
Praha itu kota yang hebat tapi rada aneh. Kalau siang, dia salah satu kota
tertua sekaligus tercantik di Eropa. Tapi kalau malam, Praha berubah jadi kota
yang gila seks. Ada banyak sekali klub tari telanjang yang enggak cuma
menawarkan pertunjukan, untuk bayaran yang tak seberapa banyak.
Aku datang ke satu klub, bayarnya cuma $10 untuk masuk dan sesudahnya $35 untuk
bir yang lumayan. Di sana bisa nonton cewek-cewek cakep menari telanjang. Selain
penari telanjang, ada juga banyak pelacur yang duduk-duduk di sekehing meja atau
di sofa, menunggu langganan. Kalau ada kontak mata dengan mereka, biasanya sih
mereka lantas menghampiri dan mengajak ngobrol sambil pegang-pegang.
Ada satu cewek itu yang mendatangiku dan menggandengku ke sofa; begitu duduk,
dia langsung menciumku. Cakep banget dan bodinya oke.
Sehabis ciuman beberapa menit dia bawa aku ke gang di belakang; di sana bisa
sewa kamar, sejam $50 Di dalam kamar dia suruh aku duduk di ranjang, terus dia
menari telanjang buatku, terus dia lepas juga pakaianku.
Lalu Tinman bercerita banyak mengenai bagaimana dia memuaskan si pelacur dengan
kejantanannya, tak lupa dengan segala rincian pornografisnya. Tinman
menyimpulkan bahwa pengalamannya itu adalah yang terhebat sejauh ini buat dia,
dan saat itu dia tak menggunakan kondom.
Satu kontributor yang rajin untuk World Sex Guide adalah Cossem,
"anggota senior" ruang diskusi yang mengaku pecinta perempuan dan penikmat seks.
Topik kesukaan Cossem: pelacur di Tanah Suci. Cossem menunjukkan bahwa 93 persen
pelacur di Israel adalah orang Rusia, tapi dia tidak membeda-bedakan antara
orang Rusia, Ukraina, Moldova, atau Romania. Cossem juga tidak pernah menyatakan
bahwa banyak di antara perempuan-perempuan itu yang merupakan korban trafiking.
Bagaimanapun juga, buat apa merusak fantasi dengan realitas yang keji"
Dalam suatu pesan pada Januari 2003, Cossem membandingkan perempuan setempat
(Israel) dengan perempuan Rusia:
Profesional lokal ada, tapi semuanya pro kawakan yang benci laki-laki dan
menjauhkan diri dari perempuan impor Rusia. Tapi percayalah padaku, beberapa
perempuan Rusia sangat hebat dan banyak di antara mereka yang menikmati
pekerjaannya, mendapat kenikmatan dan pekerjaan, dan para pelangganlah yang
diuntungkan karenanya. Kalau kamu masih muda, tampan, dan mudah bergaul dengan
perempuan, silakan saja coba menarik perhatian perempuan cantik Israel agar
mendapat kesempatan hubungan seks yang boleh dibilang paling asyik, dengan
gratis. Tapi kalau kamu sudah tua dan berperut buncit, percuma mencoba yang
seperti itu. Silakan pakai ratusan atau bahkan ribuan perempuan eks Blok Timur
yang dengan bayaran amat murah bisa membuat tiap laki-laki bahagia selama sejam
dua jam. Yang membuat Cossem tenar adalah karyanya berupa Laporan Seks Tel Aviv, resensi
"klub-klub kesehatan (tempat pelacuran) atau Machonim (bahasa Ibrani) terbaik".
Di dalamnya, Cossem menyebut Banana Club dan Club 101, yang tarif normalnya 230
NIS (New Israeh Shekel) untuk setengah jam. Dia mencantumkan kurs: $1 bernilai
4,35 NIS. "Jadi, 230 NIS
kira-kira senilai $47" Cossem juga merekomendasikan agen pendamping
"untuk tawaran yang lebih baik" dan bahkan mencantumkan nama-nama
"cewek-cewek cakep" favoritnya. Dalam salah satu laporannya, dia menulis
mengenai "acara luar biasa" dengan seseorang yang disebutnya "bernilai 10
di segala aspek. Namanya Alina dan dia impor dan Rusia. Dia jangkung, berambut
panjang dan pirang asli, bodi sempurna, mata dan wajah cantik, payudara menarik
yang tegak dan kencang, juga asli, ditambah sifat amat peramah.
Mainnya hebat sekali." Cossem merinci setengah jam penuh kenikmatan sebelum
mereka "sama-sama ambruk di ranjang, mandi keringat walaupun ada AC di kamar,"
dan menambahkan bahwa dia 100
persen yakin erangan dan rintihan kenikmatan Ahna "semuanya sungguhan". Cossem
menggambarkan Alina "sangat istimewa". Saking istimewanya, Cossem sampai
mencantumkan nomor telepon agennya dan alamat halaman web yang menampilkan Alina
telanjang. "Kalau ada anggota tempat ini yang sedang ada di sini, kamu mesti
coba dia atau menyesal. Aku cuma berharap Alina tidak kebanyakan bekerja dan
jadi rusak, karena dia ini intan yang amat langka dan mesti diperlakukan dengan
hati-hati dan penuh rasa hormat."
Hampir semenjak awal mula internet, wisata seks ke sejumlah negara di seantero
dunia telah menjadi sajian rutin situs-situs web dewasa. Para operatornya
menghiasi paket tawaran mereka dengan janji-janji surga seks.
Biasanya, situs-situs wisata tersebut tidak langsung menawarkan seks tapi
iklannya menyiratkan apa yang akan dilakukan pendamping. Mereka menyatakan
perempuan-perempuan pendampingnya "berpikiran terbuka"
dan menyediakan "servis lengkap" atau "pengalaman seperti dengan pacar sendiri".
Janji-janji tersebut diselingi katalog berisi gambar-gambar perempuan berpakaian
minim. Rincian fisik mereka ditonjolkan, bersama-sama daftar aksi seks yang bisa
diharapkan serta rincian biaya tur, tiket pesawat, pemesanan hotel, dan syarat
visa. Tujuan-tujuan wisata seks paling populer sekarang adalah negara-negara yang
menyediakan perempuan dari bekas Uni Souiet. Internet penuh situs-situs yang
mempromosikan klub seks, bordil, panti pijat, dan agen pendamping di Frankfurt,
London, Amsterdam, New York, dan Toronto.
Situs-situs tersebut juga menawarkan wisata "romantis" atau "perkenalan"
ke St. Petersburg, Moskwa, Minsk, Kyiv, dan Odessa. Salah satu agen wisata seks
terkenal di Odessa menyatakan, "Kami peduli kebutuhan semua klien kami dan ingin
persinggahan Anda di sini bisa dinikmati. Kami juga peduli kesehatan gadis-gadis
kami. Tiap gadis dites kesehatan lengkap tiap minggu." Agen tersebut mengaku
mensyaratkan gadis-gadisnya melalui banyak "ujian dan kontes erotis" untuk
menjadikan mereka "layak" bagi para laki-laki yang akan mereka layani. Paket tur
termasuk penjemputan di bandara, pemesanan kamar di hotel "populer", sopir,
keamanan, wisata melihat-lihat, reservasi restoran, kunjungan ke pemandian
Rusia, "dan hiburan apa pun yang Anda inginkan". Menurut situs itu, "Tujuan
utama agen ini adalah memerhatikan kenyamanan dan kebutuhan Anda. Anda tak akan
bosan dengan gadis-gadis kami."
Wisata seks marak karena berbagai macam alasan. Pertama, wisata seks memberi
rasa kebebasan kepada laki - laki. Dengan bepergian ke negeri asing demi seks,
mereka merasa merdeka melakukan hal-hal yang biasanya mereka tak berani lakukan,
baik karena norma-norma masyarakat, ikatan keluarga, maupun alasan yang lebih
gamblang yaitu ancaman sanksi hukum. Daya tarik utama bagi banyak laki-laki yang
menggunakan jasa wisata seks adalah kemungkinan meniduri gadis muda, apalagi
kalau remaja berumur belasan yang cantik. Mereka tahu bahwa kalau mereka mencoba
melakukannya di negeri asal mereka, mereka bisa dipenjara. Di rumah,
"tidak boleh" selalu berarti tidak boleh. Tapi ketika laki-laki hidung belang
ikut tur, mereka tahu gadis-gadis yang akan mereka temui sangat menginginkannya
dan sudah terlatih untuk memberi kenikmatan. Malah, perusahaan penyelenggara tur
sering menjamin bahwa klien mereka tak akan menyesal. Agen Odessa, misalnya,
sampai bersusah-payah menyatakan gadis-gadisnya layak: "Perempuan Slavia selalu
terkenal karena kepatuhannya dan kerelaannya memenuhi keinginan apa pun. Saat
yang Anda lewatkan ditemani gadis kami akan selalu terkenang dalam benak Anda
dan Anda akan sering mengingatnya dengan puas dan nikmat."
Bagi para laki-laki yang ingin lebih daripada kencan semalam saja, internet juga
telah memunculkan generasi baru pengantin pesanan. Agen-agen dan situs-situs web
memasarkan perempuan dan bekas Uni Soviet dan negara-negara berkembang sebagai
calon pasangan idaman laki-laki Barat.
Situs-situs tersebut sarat dengan biodata dan foto-foto perempuan cantik
tersenyum. Dalam skenario, biasanya klien-klien laki-laki memulai di antara
selusin perempuan untuk "diwawancarai". Setelah memulai, para agen langsung
menyiapkan tur satu atau dua minggu ke negeri asal si perempuan. Berdasarkan
harga dan deskripsi tur, sepertinya pernikahan justru sama sekali bukan tujuan
sebagian besar laki-laki tersebut. Biasanya, paket yang ditawarkan tak lebih
daripada wisata seks. Dan, pengantin pesanan e-mail bukan sekadar tren terbaru:
bisnis tersebut tumbuh hingga beromzet jutaan dolar.
Internet kini adalah sarana pemasaran pilihan "agen-agen pernikahan"
di seantero dunia, karena menawarkan cara lebih cepat dan manjur untuk mengurus
inventaris dan menjangkau klien potensial.
Satu situs menyanjung sifat-sifat pengantin rumpun Slavia, menyatakan bahwa
perempuan Rusia "jauh lebih penyabar" dan toleran ketimbang perempuan Barat.
Menurut situs tersebut, "Mereka lebih peduli dan bisa diandalkan. Mereka adalah
mitra, bukan pesaing." Lalu dikatakan bahwa perempuan Rusia, "harga dirinya tak
tinggi", dan bahwa "sementara perempuan Barat menganggap dirinya dewi dan bisa
menghadapi apa pun sendirian, perempuan Rusia tidak akan sampai hati
meninggalkan suami yang buruk karena takut tidak akan mendapat gantinya. Selama
bertahun-tahun negara dan kaum laki-laki telah menindas mereka, dan mereka tak
menganggap tinggi dirinya sendiri." Tawaran itu diakhiri dengan pernyataan bahwa
perempuan Rusia "terawat, bergaya, dan cerdas" dan bahwa "mereka jarang
kegemukan - barangkali karena stres terus-menerus dan mahalnya makanan."
Perempuan Rusia amat populer, sebagaimana juga gadis-gadis dari negara-negara
tetangganya seperti Ukraina. Russian International Marriage Agency, misalnya,
menyatakan memiliki "gadis-gadis terbaik" dari bekas Uni Soviet. Situs agen
tersebut dibuka dengan memberi gambaran kesenangan romantis dan kekeluargaan:
"Tuan-tuan, apakah Anda mengimpikan sentuhan penuh kasih" Tubuh yang cantik di
ranjang Anda" Tawa ceria seorang anak?" Komentar terakhir itu lebih meresahkan.
Dalam dunia trafiking seks, kalimat tersebut adalah sandi - sinyal bagi para
pedofil bahwa tawarannya mencakup gadis di bawah umur. Jika si "tuan" menjawab
pertanyaan itu dengan ya, maka dia diberi tahu "Anda sudah menemukan tempat yang
tepat!" dan "Impian Anda bisa jadi kenyataan dalam beberapa menit." Semuanya
terkesan lumayan romantis hingga pembaca sampai ke bagian yang ada gambar-gambar
telanjangnya: "Gadis-gadis kami tak akan menyembunyikan apa pun," agen itu
mengumumkan. "Anda akan melihat mereka sepenuhnya-telanjang. Sebagian besar
punya set foto. Anda akan lihat semua yang ingin Anda lihat. Anda tak akan
kecewa. Kami jamin Anda tak menyesal."
Situs-situs tersebut hanya kedok untuk perdagangan perempuan.
Petunjuk pertamanya adalah foto-foto erotis. Tentu saja laki-laki yang betul-
betul mencari istri tidak bakal memilih dan katalog foto bugil yang dipasang di
web! Lagi pula, agen-agen itu tak hanya menyiarkan undangan seks; mereka membuka
kesempatan membeli dan menjual perempuan, bukan sebagai calon istri tapi budak.
Agen-agen tersebut tak melakukan pemeriksaan apa pun, dan tidak juga menyeleksi
laki-laki yang ingin bergabung. Satu-satunya syarat adalah uang: kalau klien
membayar biaya keanggotaan, dia bisa masuk. Itu bukan berarti sebagian situs
tersebut bukan sungguhan. Beberapa memang sungguhan. Banyak perempuan yang
memang mendapat lamaran pernikahan dan beberapa memperoleh suami yang
memperlakukannya dengan baik. Tapi ada juga banyak kisah tragis perempuan-
perempuan yang ditipu laki-laki yang melamar mereka, yang menjerumuskan mereka
ke dalam trafiking dan pelacuran atau menjadikan mereka budak di negeri asing
yang jauh. Bagi para laki-laki yang ingin kenikmatan tanpa risiko perjalanan atau penyakit,
internet menawarkan kompromi ideal: siaran langsung pertunjukan seks interaktif,
atau pertunjukan intip plus. Berkat teknologi komunikasi langsung dan konferensi
video terbaru - makin banyak teknologi yang dikembangkan perusahaan-perusahaan
komputer dengan cepat untuk industri pornografi - seorang laki-laki mata keranjang
di Miami bisa masuk ke suatu bordil di Minsk, memesan seorang perempuan, duduk,
menelanjanginya, dan memberitahunya harus bergerak seperti apa dan harus
mengerang sekeras apa. Semuanya dilakukan di balik perlindungan komputernya, di
benua lain! Si mata keranjang menonton si perempuan, tapi tetap tak terlihat.
Terpisah ribuan kilometer namun terhubung lewat internet, mereka melakukan
permainan "ikuti perintah" yang cabul.
Bruce Taylor dari U.S. National Law Center for Children and Families menganggap
pertunjukan seks interaktif sebagai perpanjangan masalah trafiking.
Diperhatikannya bahwa walaupun penegak hukum sudah lama tahu bahwa ada perempuan
yang dipaksa melakukan pelacuran, "sekarang ada cara baru. Pertunjukannya bisa
dijual ke seantero dunia lewat internet."
Menurut Taylor, "Orang bisa jadi demikian pilih-piih, sampai-sampai mereka
sekarang bisa melihat tipe perempuan tertentu melakukan aksi tertentu."
Dia menegaskan bahwa masalahnya, seiring waktu, kegemaran tersebut akan
meningkatkan permintaan akan budak seks.
JIKA MENELUSURI pesan-pesan di World Sex Guide, Anda akan mendapati bahwa
sebagian besar laki-laki yang berbagi kisah-kisah panas petualangan cinta yang
mereka beli tak sedikit pun tertarik dengan martabat dan hak-hak perempuan-
perempuan tersebut. Ajukan saja komentar mengenai apakah perempuan-perempuan
yang mereka pakai itu mungkin dipaksa melakukannya dan para pengumbar nafsu itu
pun akan betul-betul marah.
Perhatikan debat yang dipicu Arab Man Observing ketika dia menunjukkan bahwa
banyak perempuan yang dianggap pelacur asing di Uni Emirat Arab sebenarnya tak
lebih daripada budak. Tulisnya:
Saya adalah seorang pemuda Arab dan saya sudah beberapa kali pergi ke Abu Dhabi
dan Dubai. Terakhir kali, saya di sana selama beberapa minggu. Saya tahu rasanya
memakai cewek panggilan karena saya sudah mencobanya sendiri. Awalnya sih asyik
dan nikmat. Barangkali seksnya termasuk yang paling sip. Tapi belakangan, kalau
mendengar riwayat cewek-cewek itu, kok jadinya malah sedih. Banyak di antara
cewek-cewek itu yang berasal dari Rusia, Ukraina, dan Chechnya dan didatangkan
lewat trafiking ke Emirat. Pertamanya mereka tak tahu kalau mau dijadikan
pelacur. Mereka diiming-imingi pekerjaan yang wajar seperti kasir atau pelayan
kafe. Arab Man Observing melanjutkan dengan menjabarkan bagaimana banyak perempuan
tersebut terjebak dan apa yang terjadi pada mereka setibanya di UEA. "Cewek-
cewek ini tak kenal siapa-siapa di sana, tak punya uang untuk membeli tiket
pesawat untuk pulang, tak percaya kedutaan besar negara mereka bisa membantu
mereka, dan takut melapor ke polisi karena mucikari mereka menakut-nakuti mereka
sehingga mereka percaya polisi akan menangkap mereka dan menjebloskan mereka ke
dalam penjara." Yang lebih parah, katanya, keluarga mereka biasanya menganggap
mereka bekerja di luar negeri di perusahaan baik-baik dan bisa menabung.
Mau bilang apa dia kepada keluarganya" Bahwa dia meninggalkan negaranya sebagai
perempuan baik-baik dan pulang sesudah melacurkan diri berbulan-bulan" Bahwa dia
dianiaya secara seksual, fisik, dan mental oleh mucikarinya dan sebagian
konsumennya" Saya tahu itu terjadi karena saya melihat bekas-bekas siksaan di
tubuh mereka. Saya tak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti itu, tapi
saya minta Anda sekalian pikirkan.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu datanglah tanggapan-tanggapan terhadapnya. Satu yang paling sengit berasal
dari Fenster: Hei Arabic Man Observing, jadi maumu apa"
Mau jadi pekerja sosial" Sana kerja buat www.gov saja. Ini tempat buat cowok-
cowok yang mau begituan, bukan tempat mendengar cerita cengeng.
Enak saja kamu melempar kesalahan dan tidak mau bertanggung jawab.
Cewek-cewek itu tahu apa yang mereka lakukan dan mereka memilih melakukannya.
Apa saudarimu bakal melakukannya kalau dia miskin dan kepepet" Enggak. Kenapa"
Karena nilai-nilai kekeluargaan, dia memiih tidak melakukannya, dan yang lain
memilih menjual diri, masing-masing bertanggung jawab dengan pilihannya sendiri,
habis perkara. Keributan serupa juga pecah ketika seorang Laki-laki dengan panggilan Hunter
mengenang perjalanannya ke Republik Ceko: "Aku melancong ke Dubi/ Teblice waktu
Juni. Dua desa itu berdekatan dan paling gampang ke sana dengan menyetir menuju
Dresden dari Praha lewat E-55.
Dubi dekat perbatasan Jerman dan penuh bar dengan cewek-cewek penari, beberapa
benar-benar cantik, tidak banyak yang di atas 25, kisaran harga sekitar 50 DM
untuk setengah jam." Ia lantas bercerita ke sana-kemari.
Laporan Hunter memancing teguran pedas dari Anonymous: "Bangsat-bangsat macam
kalian tahu enggak sih berapa banyak perempuan di sana yang sebenarnya budak
seks yang diculik dari Rusia, Ukraina, Belarus, dll."
Bagaimana kalau kakak atau adik perempuan kalian sendiri yang dipaksa
[melayani] 10 sampai 20 bangsat seperti kalian tiap hari?"
Hunter membalas. "Mau bilang apa lagi, itu usaha kotor, kalau enggak suka
membaca tentangnya ya jangan mampir lagi ke situs ini. Kupikir kamu juga enggak
bisa berbuat apa-apa dengan mengomel kepada kami."
Seorang lain membela Hunter: "Cewek-cewek itu miskin dan aku membantu memberi
makan keluarga mereka."
Pertimbangannya memicu tanggapan sengit dari seorang perempuan yang kebetulan
membaca-baca forum itu: Tolol. Kalau kalian terus berpikir bahwa perempuan-perempuan yang kamu bayar
demi seks bukan korban, kalian salah. Mereka tidak mau membuka baju dan tidur
dengan orang asing yang kemungkinan besar tidak mereka sukai. Mereka merasa
nista, jijik, muak, tapi terpaksa terus melakukannya, karena tidak punya
keahlian lain dan mereka bakal digebuki kalau tidak menyetor uang. Semuanya
sangat butuh bantuan dan pelacuran itu harapan terakhir mereka. Kalau mau
membantu mereka, sumbangkan uang tanpa meminta seks.
Lalu orang yang menggunakan nama Wild Man terjun ke perdebatan.
Di negara-negara itu orang banyak yang mati kelaparan. Aku benci orang-orang
goblok yang hidup enak di rumahnya, tolol dan tak tahu apa-apa, berusaha
terkesan "bermoral". Kamu mau mereka mati" Kamu mau keluarga mereka kelaparan
dan terpaksa membunuh bayi-bayi karena tak punya uang untuk makan atau rumah"
Apa kamu sudah membuka dompet untuk membantu mereka" Jelas kamu belum membantu
mereka. Jadi berhentilah mengomel. Kalau kamu bilang, nih, saya menyumbang $100
juta dolar untuk pengentasan kemiskinan, aku bisa menghormatimu. Tapi kamu cuma
ngomong doang. Tidak berbuat apa-apa tapi banyak omong. Omong besar supaya
merasa lebih tinggi karena tidak sedang berada di negara dunia ketiga. Bagaimana
kalau kamu jadi mereka"
Seperti itulah logika yang sesesat-sesatnya. Kalau para laki-laki tersebut
sungguh-sungguh ingin membantu perempuan yang putus asa, mereka akan membantu
tanpa menuntut pamrih berupa seks. Berkoar-koar mengenai kemurah-hatian adalah
puncaknya kemunafikan. Perbuatan-perbuatan para pengumbar nafsu global tersebut
bertanggung jawab langsung atas membludaknya trafiking perempuan. Nafsu mereka
yang tak dapat terpuaskan telah menyebabkan penculikan, penyekapan paksa, dan
pemerkosaan jutaan perempuan muda. Dan, mereka tidak bisa cuci tangan dengan
menyatakan mereka tak tahumenahu mengenainya. Keengganan mencari tahu apakah
perempuan yang mereka pakai itu dipaksa melacur atau tidak itu sama saja dengan
tentara pembunuh yang mengatakan "Saya cuma menuruti perintah." Dan jika mereka
menjelajah internet mencari kepuasan seksual, kemungkinan nantinya mereka akan
menemukan pesan yang ditulis seseorang yang masih punya hati nurani, seperti
Arab Man Observing. Dan sesudahnya mereka tak akan bisa berdalih lagi.
5 Jiwa jiwa pemberani Mobil-mobil sering melambat dan orang
di dalamnya berteriak, "Dasar pelacur!
Pekerjaan seperti itu tak pantas buatmu !"
Tapi mereka tak pernah berhenti
untuk menanyakan apakah mereka
bisa membantuku. - STEFA, remaja Moldova korban
trafiking di Italia BAGI PEREMPUAN korban trafiking, hanya ada sedikit jalan menuju kebebasan. Kalau
tidak diselamatkan, berarti mereka harus berusaha sendiri untuk kabur. Jalan
pertama perlu keberuntungan - baik berupa pelanggan simpatik yang bersedia
mengambil risiko, maupun razia polisi. Jalan kedua - kabur - menuntut keberanian dan
nyali luar biasa. Pada satu kasus upaya kabur, seorang gadis Ukraina yang
disekap dalam sebuah bordil di Bosnia mendengar deru truk-truk besar dari lantai
dua bangunan tempat ia disekap.
Ketika melongok keluar jendela, dia melihat bendera Rusia dan lambang PBB. Si
gadis Ukraina meloncat dari balkon, hanya mengenakan pakaian dalam, dan berlari
sambil menjerit-jerit menuju konvoi militer tersebut. Satu panser berhenti. Para
tentara penjaga perdamaian yang bersenjata lengkap tak gentar dengan preman
pemilik bar. Mereka langsung memberi pakaian kepada si gadis, membawanya dengan
jip, dan sesudahnya membantu si gadis pulang ke Ukraina.
Akan tetapi, keberuntungan atau penyelamatan bukanlah jalur menuju kebebasan
yang biasa dilalui sebagian besar perempuan korban trafiking.
Tragisnya, bagi mereka kebebasan baru akan tiba sebagai akibat penyakit,
kegilaan, atau kalau dianggap "sudah habis". Pada akhirnya, beberapa menyerah
dan bunuh diri. Ketika opsir polisi Kanada Gordon Moon pada Juni 2000 bekerja untuk PBB sebagai
polisi internasional di provinsi Kosovo yang membangkang terhadap Serbia, dia
tak tahu-menahu akan menghadapi apa. Sang detektif tangguh berumur empat puluh
dari kesatuan Ontario Provincial Police membantu PBB menegakkan hukum dan
keteraturan di kawasan kecil Balkan yang dilanda perang tersebut. Tak lama
setelah tiba di sana, dia sudah mesti menyelidiki kejahatan-kejahatan serius -
pembunuhan, penyerangan dengan kekerasan, serangan granat, pengeboman. Para
penjahat telah memasuki tiap segi kehidupan, dan Moon menyadari bahwa para
penegak hukum menghadapi perjuangan berat dan panjang untuk dapat menguasai
keadaan. Ketika ditugaskan di Pristina, Gordon Moon memerhatikan tren yang meresahkan -
perempuan-perempuan muda, sebagian besar dari Moldova, Romania, dan Ukraina,
bermunculan di kantor polisi sambil mengadu bahwa mereka adalah korban
penculikan yang dipaksa melacur. Moon tak perlu waktu lama untuk menyimpulkan
bahwa kejadian-kejadian semacam itu bukan hanya kebetulan. Tapi yang lebih
merisaukannya adalah umur dan keadaan gadis-gadis itu. Moon memutuskan untuk
menanggulanginya. Saya merasakan semangat sungguhan untuk setidaknya membuat masalah itu
diperhatikan karena selama ini belum. Jadi, saya menghadap atasan dan bilang,
"Kita punya masalah serius di sini tapi masalah itu tidak diperhatikan." Dan dia
bilang, "Well, ia, tapi saya tak punya cukup orang untuk mengurusnya." Tapi
akhirnya saya bisa meyakinkan atasan saya guna memberi saya waktu untuk
setidaknya menyelidiki masalah tersebut di daerah Pristina. Barangkali saya
menghabiskan tiga perempat bagian waktu saya mengumpulkan informasi intelijen
dan menyelidiki bar-bar di kota dan kawasan sekitarnya. Situasinya benar-benar
parah. Pada saat yang sama, pemberitaan buruk menghantam satuan polisi PBB. Media massa
setempat menuduh PBB tak memedulikan ratusan perempuan Slavia yang saban hari
diperkosa di bar-bar dan bordil-bordil di seantero provinsi Kosovo. Sebagai
tanggapan, komandan polisi PBB
memanggil Moon dan memberi lampu hijau untuk menindak dan memberantas. Opsir
Moon langsung membentuk Trafficking and Prostitution Investgation Unit dan
segera bertindak. Dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian, unit kecilnya
mulai mendobrak pintu tempat-tempat penjualan perempuan dan menggerebeknya.
"Menurut perkiraan saya, 95 persen lebih perempuan yang kami selamatkan dari
tempat-tempat semacam itu adalah korban trafiking," Moon bercerita. "Hanya
sedikit sekali yang ada di sana karena kemauannya sendiri."
Bagi Moon, tingkat ketidakmanusiawian yang diderita perempuan-perempuan tersebut
dalam penyekapan tak terperikan. Moon, ayah tiga anak, sudah kenyang menyaksikan
kejahatan saat bekerja di satuan pengawasan foto dan video Ontario Provincial
Police di tanah airnya, tapi yang dia temui di Kosovo bak mimpi buruk adanya.
Satuannya menemukan gadis-gadis remaja dirantai dalam gudang bawah tanah yang
berlumpur. Banyak yang tubuhnya penuh bekas-bekas penyiksaan - bekas sundutan rokok di
lengan, bilur-bilur di bokong, dan memar-memar di sekujur tubuh.
"Kondisi hidup gadis-gadis itu, pada sebagian besar kasus, menyedihkan sekali,"
kata Moon, suaranya meninggi karena geram. "Gadis-gadis itu disekap dalam kamar-
kamar mirip sel penjara. Mereka tak diberi makan dengan benar. Mereka tak bisa
mandi. Urusan higiene mereka tak diperhatikan. Sukar dipercaya bagaimana mereka
bisa bertahan hidup."
Waktu kami menggerebek suatu tempat, kami membuka ruang bawah tanahnya dan
menemukan enam gadis yang disekap dan penjaganya ada di depan. Si penjaga akan
masuk kalau ada gadis yang di-panggil, membawanya ke kamar untuk bekerja, lalu
gadis itu akan digiring lagi ke bawah tanah dan disekap lagi. Tidak ada kamar
mandi, jadi gadis-gadis itu terpaksa buang air di pojok ruang bawah tanah. Si
penjaga akan melempar makanan, misalnya hamburger, lewat bawah pintu pada tengah
hari. Cuma itu yang mereka dapat.
Lalu gadis-gadis itu disuruh melayani klien mulai pukul 4 sore sampai pukul 3
atau 4 pagi, dan mereka harus berhubungan seks dengan orang-orang hingga lima
belas kali semalam. Moon mengingat seorang mahasiswi Ukraina berumur sembilan belas yang dia pernah
selamatkan dan perbudakan. Si mahasiswi tadinya menanggapi iklan koran, lowongan
pekerjaan sebagai pengasuh anak di Italia.
Dia bukanlah gadis yang bodoh. Dia hanya ingin mendapat uang supaya bisa
melanjutkan pendidikan. Tahu-tahu dia dikurung di ruang bawah tanah di Beograd
dan dianiaya serta dipelototi oleh sejumlah orang yang mau membelinya.
Sesudahnya, makin lama makin parah.
Akhirnya dia sampai di Kosovo dan selama berhari-hari dia dipaksa berhubungan
seks dua puluh empat jam tiap hari. Lantas kami kebetulan menggerebek tempat dia
disekap dan karena itu kami dapat menyelamatkan dia.
Awalnya, Moon menganggap dia bisa membuat perubahan. Tapi sesudahnya realitas
yang keji pun tiba. Segera setelah unitnya menyelamatkan gadis-gadis, pengganti
mereka pun langsung didatangkan.
Kami habis menggerebek satu bar. Di sana ada dua belas gadis dan kami selamatkan
mereka semua. Semuanya korban trafiking dan ingin pulang. Lalu dua malam
sesudahnya, orang yang punya bar itu sudah menjalankan usahanya lagi. Dia
tinggal menelepon pemasoknya di Beograd dan memesan pengganti. Segampang itu.
Tinggal telepon. "Saya habis digerebek polisi. Kami perlu gadis-gadis baru."
Yang paling mengejutkan Moon adalah bagaimana dua kelompok, yang beberapa bulan
sebelumnya saling bantai, kini mengesampingkan perseteruan yang telah ada
berabad-abad untuk bekerja sama mencari untung dan perempuan. "Ujung-ujungnya,
orang-orang Serbia dan Albania, yang saling benci dan merupakan musuh bebuyutan
satu sama lain, bisa berkomunikasi serta akur dalam urusan kejahatan
terorganisasi dan trafiking perempuan," kata Moon.
Moon meninggalkan Kosovo pada musim semi 2001, dengan puas karena telah
melakukan pekerjaan perintis yang penting. Tapi dia tahu bahwa masih banyak yang
perlu dilakukan untuk memberantas ramainya perdagangan tubuh manusia di bagian
dunia yang menyedihkan itu. Dalam enam bulan saja, detektif dari kota kecil
Orillia di Ontario yang awalnya tak tahu-menahu itu telah menggerebek lima puluh
bar dan bordil di Kosovo dan bersama-sama satuannya menyelamatkan hampir 300
perempuan muda. Sayangnya, upaya Moon sering terasa ibarat melempar ban penyelamat kecil ke laut
yang penuh perempuan tenggelam. Tapi Moon layak berbangga.
Dia melihat masalah yang semestinya tak diabaikan dan menanggulanginya dengan
pantang menyerah. Dia sudah membuat perbedaan.
WALAU JARANG, sudah pernah terjadi peristiwa-peristiwa di mana permintaan
pertolongan dari negeri-negeri jauh ditanggapi dengan penyelamatan dramatis.
Para pekerja di La Strada - lembaga non pemerintah yang berjuang memerangi
trafiking perempuan di Kyiv, Ukraina - menerima telepon bernada panik dari
seorang ibu yang putrinya, berikut teman-teman putrinya, telah dipaksa melacur
di provinsi Montenegro, Serbia. Dalam kasus itu, cukup banyak informasi yang
diperoleh sehingga dapat dilakukan upaya penyelamatan darurat yang serius.
Irina ShVab, seorang manajer di La Starda, menceritakan bahwa seorang Serbia dan
istrinya yang berasal dari Ukraina, yang tinggal di Montenegro, telah mengundang
kelompok beranggotakan delapan perempuan Ukraina untuk bekerja sebagai pelayan
di restoran merekadi Podgorica. Perempuan-perempuan Ukraina itu, yang umurnya
berkisar antara sembilan belas sampai dua puluh dua, datang ke sana pada Oktober
1999, tapi bukannya menjadi pelayan restoran, tujuh di antaranya dijual ke
seorang pemilik klub malam - bekas pegawai kepolisian setempat yang juga preman
terkenal. Gadis kedelapan dikirim ke kota tetangga, Bidva, dan dipekerjakan di
suatu klub remang-remang bernama Black Mont.
Pada siang hari, si pemilik bar mengurung gadis-gadis Ukraina itu dalam gudang
bawah tanah yang dingin dan lembap. Mereka cuma diberi makan sekali sehari dan
dipaksa melayani pengunjung bar pada malam hari.
Untungnya, salah satu klien mereka kebetulan membawa telepon seluler, dan salah
seorang gadis yang pemberani berhasil menelepon keluarganya yang tinggal di
daerah miskin Donetsk di Ukraina timur. Ibunya yang panik meminta pertolongan La
Strada. La Strada mengontak Ann Jordan di International Human Rights Law Group
di Washington, D.C., sesama LSM.
Jordan lalu menelepon anggota Kongres AS, Christopher H. Smith, yang saat itu
merupakan ketua Komisi Keamanan dan Kerja sama Eropa (Komisi Helsinki). Smith,
seorang pembela hak asasi manusia yang vokal, merupakan kekuatan pendorong
undang-undang antitrafiking pemerintah AS
yang ketat. Sang politikus tak buangbuang waktu. Karena tahu benar bahwa korupsi
merajalela dalam lembaga polisi dan pemerintahan di bagian dunia tersebut, Smith
langsung mengirim faksimile "PENTING" kepada perdana menteri Montenegro, meminta
"bantuan langsung".
Smith memberikan rincian yang dibutuhkan kepada aparat Montenegro, dan dini hari
esoknya, satuan khusus polisi menggerebek bar itu. Tujuh dari delapan gadis
Ukraina diselamatkan; yang kedelapan baru saja dijual ke orang Albania pelaku
trafiking sehari sebelumnya. Polisi juga menyelamatkan seorang perempuan Romania
dan dua gadis Moldova. Mereka semua dibawa ke Beograd dan beberapa hari kemudian dipulangkan.
Parahnya, salah satu gadis Ukraina mengenali beberapa polisi yang menggerebek
sebagai klien-kliennya. Tidak mengherankan apabila dalam situasi-situasi seperti
itu, perempuan korban trafiking enggan mencari perlindungan kepada aparat
setempat atau polisi. Operasi penyelamatan tersebut dianggap sebagai suatu keberhasilan, tetapi nasib
gadis kedelapan yang masih tak diketahui membuat teman-temannya amat risau.
Aparat tak tahu menahu di mana dia disekap. Empat bulan kemudian dia mendadak
pulang. Dia diselundupkan dari Albania ke Italia dengan perahu motor cepat
melintas Laut Adriatik dan dipaksa bekerja sebagai pelacur di jalan raya di luar
Roma. Mucikarinya membebaskan dia karena dia hamil dan tidak lagi bisa
dimanfaatkan. Si gadis yang amat terluka oleh segala kemalangan itu pulang ke
kota asalnya. Dia tak tega melakukan aborsi dan memutuskan melahirkan bayinya.
TEMBOK-TEMBOK TINGGI dan pagar kawat mengeliingi suatu kompleks bangunan di
pamtari Laut Adriatik dekat San Foca di "ujung hak sepatu"
Italia selatan. Tempat tersebut bagaikan benteng. Kamera video mengawasi terus
menerus. Satpam bersenjata mengawasi sekeliingnya dan sepasukan penjaga yang
tangguh menjaga gerbang elektroniknya. Tak seorangpun boleh masuk tanpa izin
orang yang berwenang di sana - Don Cesare Lo Deserto. Pada hari apa saja, Laki-
laki bertubuh besar bak beruang dengan kepala bulat botak dan tangan kasar
layaknya petani bisa dilihat mondar-mandir di tempat tersebut sambil berbicara
serius di telepon seluler.
Berpakaian jas abu-abu pudar dan kemeja hitam, dia berjalan pelan-pelan seperti
penjaga pintu klub malam. Dia memakai kacamata penerbang dan tatapan matanya
yang tajam kadang-kadang sungguh menakutkan.
Pengamanan ketat diperlukan karena Don Cesare sudah berkali-kali diancam akan
dibunuh. Banyak gangster Albania yang ingin melihat dia mati atau setidaknya
tersingkir. Don Cesare telah mengacaukan usaha kriminal para gangster Albania
dengan merampas "barang dagangan" yang mereka anggap bukan haknya, dan pada
beberapa kesempatan mereka telah mencoba mengambil barang milik mereka kembali.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, sang don tidak gentar, dan tidak bermaksud menyerah kepada tuntutan
para gangster Albania. Di setengah lusin bangunan bergaya bungalow di ujung
utara kompleks tersebut, tinggallah sembilan puluh perempuan muda dari Eropa
Timur, sebagian besar dari Moldova, Romania, dan Ukraina, dengan aman.
Semuanya telah diselundupkan ke Italia oleh mucikari-mucikari Albania untuk
dipekerjakan di jalanan. Sampai Don Cesare menemukan dan membawa mereka ke
kompleksnya. Di seantero daerah itu, perempuan-perempuan itu dikenal sebagai
gadis-gadisnya Don Cesare, dan tempat yang mereka anggap rumah bernama Regina
Pacis. Regina Pacis adalah tempat pengungsian. Don Cesare adalah seorang pastor Katolik
Roma, dan misinya dalam hidup adalah menyelamatkan perempuan dan jalan-jalan
mesum di kota-kota Italia. Tugas mulia Don Cesare sudah berkali-kali membuatnya
nyaris kehilangan nyawa. Para gangster Albania tak bisa membiarkan saja seorang
pemuka agama yang mengganggu mata pencaharian mereka. Pada satu kesempatan, awal
Februari 2001, dua preman datang untuk membujuk sang pastor supaya jangan
mencampuri urusan mereka. Don Cesare sedang keluar berjalan-jalan di pantai
seberang kompleksnya ketika dua laki-laki Albania muncul dari hutan di dekat
sana. Ketika mereka datang, mereka berlaku sangat hormat. Mereka tidak mengenakan
topeng dan salah seorang berbicara bahasa Italia dengan fasih. Lalu saya melihat
pistol yang mereka bawa. Mereka dengan tenang memberi tahu saya supaya berjalan
bersama mereka. Kami menuju daerah berpohon yang tidak jauh dan sana. Mereka sangat santai.
Setelah kami mencapai daerah berpohon tersebut, mereka mulai mengancam saya.
Mereka memberi tahu saya bahwa mereka sudah membeli perempuan-perempuan
tersebut, bahwa perempuan-perempuan itu adalah milik mereka, dan mereka menuntut
saya mengembalikan hak milik mereka. Mereka juga memperingatkan saya akan
kemungkinan konsekuensi upaya penyelamatan yang saya lakukan - baik bagi saya
maupun bagi gadis-gadis itu.
Pesan mereka sangat jelas.
Khawatir karena sang pastor sudah pergi terlalu lama, satu regu petugas
Carabinieri dan kompleks mencarinya. Selagi para Carabinieri mendekat, kedua
preman Albania lari tunggang langgang.
Ketika mengingat-ingat kejadian itu berbulan-bulan sesudahnya di kantornya yang
bersahaja dalam kompleks, Don Cesare tak sedikit pun tampak gentar. Dia
menganggap bahwa dirinya sedang melakukan pekerjaan Tuhan, dan perlindungan
siapa lagi yang bisa lebih hebat daripada itu" Tapi, saat ini, kalau Don Cesare
bepergian ke luar kompleks, selalu ada tiga pengawal bersenjata di sekitarnya.
Lima puluh meter saja dari kompleks Don Cesare, ombak laut Adriatik yang biru
menyapu pesisir. Don Cesare menatap ke kejauhan, membayangkan apa yang akan
dibawakan laut pada malam-malam berikutnya. Selepas cakrawala, menyeberangi
Selat Otranto yang sempit, Italia dan Albania hanya terpisah sejauh empat puluh
mil laut. Di seberang sana terletaklah Vlore - pelabuhan pengiriman bagi bisnis
perdagangan budak modern lintas Eropa. Tiap malam, dalam lindungan kegelapan,
dengan panduan mercusuar Tanjung Otranto, para penyelundup Albania meninggalkan
kota Vlore naik scafi - perahu karet bermotor. Mereka melesat menyeberang selat,
sambil berusaha menghindari penjaga pantai Italia.
Pesisir Italia yang panjang dan berkelok-kelok nyaris mustahil dijaga ketat.
Pemerintah Italia malah sudah menyerukan permohonan agar diadakan koordinasi
internasional yang lebih serius untuk memerangi penyelundupan dan apa yang
disebut "salah satu jejaring kejahatan terorganisasi paling berbahaya yang
beroperasi di Laut Tengah".
Selama satu dasawarsa kemarin, para penyelundup Albania terusmenerus bisa
berkelit dari penjaga pantai Italia. Kalau ditempel ketat ketika dikejar, para
scafisti menggunakan manuver-manuver yang tak terduga. Untuk menghindari
penangkapan, mereka mendorong kargo manusia mereka ke laut. Selagi penjaga
pantai sibuk menolong perempuan-perempuan yang diceburkan dari laut yang
bergolak, para penyelundup kabur ke pesisir Albania yang relatif aman. Yang
lebih tragis, banyak sekali perahu yang tenggelam karena badai mendadak, dan
mayat-mayat penumpangnya pun terhanyut sampai kandas di pantai.
Sambil menggeleng-gelengkan kepala karena kesal, sang pastor yang berumur empat
puluh dua merasa sukar memahami mengapa orang-orang itu bisa sebegitu kejam demi
mendapat keuntungan dengan menjual manusia lain. Don Cesare bukanlah orang yang
suka berkhotbah. Salib kecil yang menggantung di bawah kerah putihnya adalah
satu-satunya lambang pekerjaannya. Sang veteran misi ke Brazil, Rwanda, dan
Madagaskar adalah orang yang bersahaja. Dia tak pernah memaksakan agama kepada
perempuan-perempuan yang diselamatkannya.
Pada pertengahan 1990an, ketika pulang ke kampung halamannya, provinsi Puglia,
Don Cesare menyaksikan perahu-perahu penyelundup menurunkan kargo manusianya
saban hari di pesisir Italia - banjir pengungsi dari Yugoslavia dan negeri-negeri
lain yang tercabik-cabik perang. Pada 1995 dia mendirikan Regina Pacis di suatu
kompleks bekas perkemahan musim panas anak-anak dan membuka pintunya bagi mereka
Asmara Dibalik Dendam 2 Pendekar Hina Kelana 9 Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Medali Wasiat 9
kartu nama yang berlipat dua tersebut bergambar karikatur laki-laki berotot
berambut jabrik di bawah tulisan Porky's. Di dalamnya terdapat kartun perempuan
bahenol telanjang yang membungkuk, memakai sepatu but selutut berhak tinggi. Di
bawahnya terpampang namanya-"Tarzan Da Boss" - dan di sisi satunya "Welcome to
Planet Sex, Land of Fantasy". Menurut Fainberg, dia dijuluki Tarzan karena dulu
rambutnya berantakan dan dia bertingkah laku seolah-olah baru keluar dari hutan.
Sekarang, untuk urusan perjalanan dan imigrasi, dia dikenal sebagai Alon Bar. Si
mantan pemilik klub tari telanjang mengubah namanya secara hukum ketika terakhir
kali dia berada di Israel.
Ludwig Fainberg benar-benar suka menyombong. Sebagian besar malam dihabiskannya
dengan berkoar-koar mengenai sepak terjang haramnya dan beraneka koneksinya di
dunia hitam, dan membual bahwa riwayat hidupnya bisa jadi film Hollywood yang
spektakuler. Bahkan dia sempat berbicara tentang niatnya menulis memoar. "Pasti
akan jadi nomor satu di daftar buku laris New York Times." Tapi ada satu segi
kehidupannya yang barangkali tak ingin dia ungkap dalam buku apa pun. Fainberg
suka sekali membuat perempuan "berada di tempatnya". Pada satu insiden penuh
kekerasan di Miami, agen-agen FBI dan U.S. Drug Enforcement Agency (DEA) yang
menyamar mengamati dari jauh ketika Fainberg mengejar seorang penari telanjang
keluar Porky's dan membentur-benturkan kepala si penari berkali-kali ke pintu
mobil Mercedesnya sampai mobil itu bersimbah darah. Pada kesempatan lain,
Fainberg memukuli seorang penari di tempat parkir di luar klub dan memaksa si
penari makan kerikil. Dia jelas bukan gentieman, dan tiap perempuan di klubnya
tahu itu. Ajaibnya, dia mengaitkan sifat kejamnya itu dengan latar belakangnya:
"Di Rusia, laki-laki sudah biasa menempeleng perempuan. Itu budaya. Itu bagian
kehidupan sehari-hari."
Fainberg lebih suka memandang dirinya sendiri sebagai pengusaha lihai, dan
apabila ada usaha yang benar-benar dikuasainya, itu adalah usaha perdagangan
tubuh manusia. "Kamu bisa jadi jutawan dalam sekejap,"
katanya, sambil mengedip. Impian Kanadanya adalah membuka klub tari telanjang di
Gatineau, Quebec. Klub itu, yang terletak di seberang jembatan dari ibu kota
Kanada, akan berisi perempuan impor-penari telanjang dan penari pangkuan dari
Rusia dan Ukraina. Ketika saya menemui dia, dia sedang mencari-cari mitra di
Kanada dan berusaha mendapat tambahan modal. Saya tanyai Tarzan apa yang akan ia
berikan. Dia menyebutkan pengetahuannya dan keahlian uniknya dalam mengimpor
hiburan. Setelah satu jam saya mengalihkan pembicaraan ke perkara inti: membeli
perempuan. Dengan ekspresi pebisnis tanpa basa-basi, Fainberg berkata dengan
tegas bahwa itu mudah saja - dia bisa mendatangkan perempuan dari Rusia, Ukraina,
Romania, atau Republik Ceko. "Tidak jadi soal. Harganya $ 10.000, dibayar waktu
ceweknya datang. Gampang.
Tinggal telepon. Aku kenal makelar di Moskwa, St. Petersburg, dan Kyiv.
Aku bisa telepon Moskwa besok dan tunjukkan bagaimana gampangnya. Aku bisa minta
kirim sepuluh sampai dua puluh cewek ke sini dalam seminggu."
Jelas dia sudah berkali-kali melakukannya.
"Cewek-cewek itu tahu kan mereka mau dijadikan apa?" tanya saya.
"Mereka tidak dipaksa, kan?"
"Mereka tahu kenapa mereka dibawa dan mau apa mereka. Mereka tak bakal bikin
masalah," dia coba meyakinkan saya.
Dengan hati-hati saya menyebutkan bahwa ketika menjelajah internet, saya
menemukan dokumen-dokumen FBI dan Departemen Luar Negeri AS
yang menyatakan dia "terlibat trafiking perempuan". Pernyataan itu merebut
perhatiannya. Selagi ia bergeser ke ujung tempat duduknya, mata Fainberg
berkilat karena marah. "Itu sampah. Aku enggak pernah terlibat trafiking
perempuan. Aku enggak butuh cewek dari sana. Agen-agen di Rusia kebanjiran
perempuan yang mau melakukan ini dengan sukarela. Coba kamu lihat kondisi di
Rusia; susah sekali hidup di sana. Mereka ini miskin.
Paling tidak dengan cara begini mereka bisa hidup. Kalau orang butuh makan, mau
apa lagi?" "Kalau mengikuti kata-katamu tadi, mereka ini bukan pelacur betulan," seru saya.
Fainberg diam sejenak, memikirkan kata-kata saya.
Lalu sambil tertawa ia menimpali: "Menurutku pelacur itu cewek yang menjual
dirinya sendiri. Memang seperti itu mereka. Benar, mereka sesungguhnya enggak
mau melakukannya. Mereka itu dipaksa keadaan.
Mereka dipaksa kebutuhan. Mereka perlu hidup. Jadi, Barangkali mereka memang
bukan pelacur." Dia bahkan bersikap seolah-olah dia dewa penolong: "Cewek-cewek itu datang ke
sini dan mengirim uang buat hidup keluarga mereka. Kalau mereka enggak kerja di
sini atau Jerman atau Inggris, keluarga mereka sengsara. Kukasih kesempatan ke
cewek-cewek itu untuk cari duit. Buatku ini cuma urusan bisnis biasa, tapi aku
juga membantu mereka."
"Saya pernah dengar bahwa sebagian besar perempuan itu tak tahumenahu mereka
akan memasuki dunia prostitusi ketika menerima tawaran kerja dari luar negeri,"
tangkis saya. "Malah, saya juga pernah baca bahwa banyak di antara mereka yang
mengira bakal menjadi pelayan atau pembersih hotel."
Fainberg tetap bertahan. Aku susah percaya itu. Aku sering hadir waktu gadis-gadis itu sedang dikontrak.
Selain itu, pernah juga aku menerima sampai dua puluh gadis dan Rusia, Ukraina,
dan Romania yang mau bekerja di AS.
Barangkali sebagian memang tak tahu apa-apa. Tapi apa mereka sebodoh itu sampai-
sampai enggak tahu mereka pergi ke negara lain untuk bekerja sebagai pelayan
atau penari di klub'" Bodoh benar.
Tolol. Perempuan-perempuan itu tahu apa yang akan mereka hadapi.
Kadang-kadang, kalau mereka sadar akan kesalahannya, atau terluka, dengan
seenaknya mereka menyalahkan orang lain atas kebodohannya sendiri. Kupikir mereka mestinya menyalahkan diri sendiri karena
terlibat yang semacam itu.
Dengan enggan Fainberg mengakui bahwa sebagian perempuan tersebut memang
tertipu. "Kupikir 10 persen tidak tahu apa yang bakal dihadapinya. Sembilan
puluh persen tahu benar apa yang akan mereka lakukan. Yang mereka barangkali
tidak tahu persisnya adalah kondisi kerja atau sebanyak apa uang yang didapat."
"Kamu tidak segan-segan mendorong perempuan yang putus asa ke dalam prostitusi?"
"Begini ya, cuma itu yang bisa mereka tawarkan. Kehidupan ini bisnis.
Perdagangan. Kamu mau memberi sesuatu secara cuma-cuma" Menolong sekali dua kali
sih tidak apa-apa. Tapi sepuluh, dua puluh, empat puluh kali"
Kalau sebanyak itu mestinya ada imbalannya dong."
"Seberapa banyak uang sih yang kita bahas ini?" saya tanyakan.
"Berapa biayanya mendatangkan perempuan ke sini, dan seberapa besar
keuntungannya?" "Kalau urusannya lancar, bersih, kamu bisa dapat banyak langganan dan uang. Kamu
bisa beli satu perempuan seharga $ 10.000 dan uangmu akan kembali dalam seminggu
kalau dia muda dan cantik. Sesudahnya tinggal meraup untung."
Saya menanyakan mengenai cara memasukkan perempuan ke Kanada atau Amerika
Serikat. "Gampang, gampang sekali," bualnya. "Kamu tahu kan, sesudah 9/11
susah sekali masuk ke Amerika Serikat" Nih, kukasih lihat sekarang seberapa
gampang masuk ke AS dan keluar lagi, dan tidak bakal ada orang yang tahu kita
pernah keluar-masuk seperti itu." Lalu dia menyiratkan bahwa beberapa mafia
Rusia punya hubungan dengan geng Pribumi Amerika (Indian- penerj.) yang
beroperasi di daerah cagar budaya yang melintasi perbatasan Kanada - AS.
Beberapa hari kemudian, aparat Imigrasi Kanada menggerebek sarang Fainberg di
Ottawa dan menangkapnya. Dia dinyatakan sebagai ancaman terhadap keamanan
nasional dan keselamatan masyarakat, dan dideportasi ke Israel.
BEGITU MUDAHNYA para penjahat seperti Fainberg memasuki perdagangan tubuh
manusia tidak hanya membuat sadar, tapi juga kaget. Ambil contoh kasus trafiking
khas di Chicago yang dimulai pada September 1996.
Alex Mishulovich, seorang agen asuransi pengangguran berumur tiga puluh delapan,
didekati Serguie Tcharouchine, seorang sopir taksi Rusia, dengan usul bisnis
menguntungkan: terbang ke Riga, ibu kota Latvia, guna merekrut perempuan-
perempuan muda yang cantik untuk menjadi penari telanjang bagi klub-klub di
Chicago. Serguie punya mitra rahasia yang bersedia menanggung biayanya.
Mishulovich adalah perantara ideal karena dia baru menjadi warga negara AS dan
juga bisa bepergian dengan bebas ke bekas Uni Soviet. Dia juga orang yang tepat
untuk mengurus gadis-gadis itu sesampainya di Amerika, terutama karena
pribadinya: Mishulovich seorang preman. Upaya membujuknya tak berlangsung lama,
dan sebulan kemudian Alex Mishulovich berangkat ke Riga.
Mishulovich bukan orang bodoh. Dia tahu dia perlu bantuan untuk membujuk;
tampangnya terlalu menyeramkan. Mishulovich bertubuh tegap, mengenakan kacamata
tebal berbingkai plastik hitam, berjenggot, dan botak. Tak lama setelah sampai
di Riga dia mendapatkan mitra - seorang perempuan pirang bermata biru, bertungkai
jenjang, berumur dua puluh satu tahun bernama Rudite Pede. Setelah menjalin
kesepakatan, keduanya mulai memburu perempuan cantik dijalan.
Rudite adalah umpan yang sempurna, memperkenalkan calon korbannya kepada
mitranya si "pengusaha Amerika". Mishulovich, yang mengaku sebagai pemilik
"gentlemen's club" yang canggih dan eksklusif, mengatakan bahwa dia mencari
penari untuk tempat usahanya di Chicago.
Ditegaskannya bahwa pekerjaannya tak melibatkan seks, tak sampai bugil, dan
penonton tak boleh pegang-pegang. Diyakinkannya gadis-gadis yang ragu bahwa
penarinya menari dalam bikini, tak pernah telanjang sebagian atau sepenuhnya,
dan gajinya $60.000 setahun. Di Latvia, di mana pendapatan bulanan rata-rata
adalah $250, tawarannya terlalu menarik untuk ditolak. Langsung saja pasangan
Mishulovich dan Rudite menjerat lima gadis yang penuh harap: semuanya berumur
dua puluhan awal, semuanya pirang, semuanya amat cantik.
Ada sedikit kerepotan dalam memasukkan gadis-gadis itu ke Amerika Serikat.
Mishulovich mengaku dia punya koneksi di kedutaan besar AS di Riga, sehingga dia
bisa memperoleh visa turis dengan mudah. Dia mengajari gadis-gadis itu apa yang
harus dikatakan kepada petugas pengurus visa dan membantu mereka mengisi
formulir visa. Tetapi, selagi tanggal keberangkatan mendekat, salah seorang
gadis jadi tak yakin. Dia merasa ada yang tidak beres dan mencoba membatalkan
keikutsertaan. Mishulovich mengamuk. Sambil berteriak-teriak seperti orang gila,
dia menarik gadis itu dan mengancam akan menyayat "wajah cantiknya" supaya tidak
ada laki-laki yang mau meliriknya lagi. Mishulovich juga memperingatkannya
dengan mengatakan bahwa dirinya punya banyak teman yang merupakan anggota Mafia
Chechen, organisasi kejahatan yang ditakuti, yang akan "dengan senang hati"
membunuh keluarganya. Gadis yang ketakutan itu pun terpaksa ikut naik pesawat ke
AS. Ketika sampai di bandara O'Hare Chicago, gadis-gadis itu dijemput oleh Serguie,
yang langsung menyita dokumen perjalanan dan tiket pulang mereka. Gadis-gadis
itu dibawa ke daerah Mount Prospect, tempat mereka disekap dalam suatu apartemen
satu kamar. Serguie menjadi penjaga mereka. Setibanya di Amerika, Mishulouich
memberi tahu gadis-gadis itu bahwa masing-masing berutang $60.000 kepadanya
untuk biaya tiket pesawat dan pengurusan izin masuk AS. Mereka harus membayar
utang dengan menari telanjang di klub. Ketika salah seorang gadis menolak
mentah-mentah, Mishulouich membenturkan kepala si gadis ke tembok.
Gadis itu gegar otak dan tak bisa meninggalkan tempat tidur selama berhari-hari.
Karena takut memancing kecurigaan, pemilik barunya tak mau membawa si gadis ke
rumah sakit atau memanggil dokter. Gadis lain yang menolak kepalanya dihantam
Rollerblade, hidungnya ditonjok, dan matanya dibuat bengap.
Kehidupan para gadis itu diatur dengan ketat, penuh makian dan pukulan. Mereka
tak bisa meninggalkan apartemen tanpa diikuti Serguie.
Kalau Serguie pergi, ia akan mengunci pintu dan mencabut telepon. Tapi pengawas
utamanya adalah Mishulovich. Dia petantang-petenteng di apartemen itu sambil
membawa-bawa senapan dan pistol. Kalau gadis-gadis itu salah omong atau tak
menyetor cukup banyak uang, Mishulovich membawa mereka ke garasi dan memukuli
mereka. Pada satu kesempatan, ketika gadis-gadis itu sedang menyiapkan makan malam,
Mishulovich menggamit salah seorang, menodongkan pistol ke kepala gadis itu, dan
berseloroh mengenai betapa gampangnya menarik pelatuk. Pada kesempatan lain,
Mishulovich menempelkan pisau ke tenggorokan seorang gadis, sambil mengancam
akan menyayat wajah si gadis. Berkali-kali Mishulovich memperingatkan mereka
bahwa kalau mereka sampai tertangkap dan dideportasi ke tanah air mereka, dia
akan melacak mereka dan menyuruh Mafia Chechen di Riga memerkosa dan membunuh
mereka berikut keluarga mereka. Untuk menegaskan pernyataannya, dari leher
seorang gadis Mishulovich merenggut liontin yang berisi foto ibu si gadis,
sambil berkoar bahwa sekarang akan lebih mudah bagi kawan-kawannya anggota mafia
untuk mengincar si ibu dan membunuhnya kalau diperlukan.
Mishulovich juga bajingan tulen. Berkali-kali dia melecehkan gadis-gadis itu.
Dia menggerayangi mereka, bermasturbasi di hadapan mereka, menonton film porno
di sekitar mereka, dan seenaknya masuk ke kamar mandi ketika mereka mandi dan
menyuruh mereka melakukan seks oral padanya.
Dalam beberapa minggu Mishulovich berhasil mendapatkan SIM
California dan kartu jaminan sosial palsu untuk semua gadis itu. Lalu dia
membawa mereka ke suatu audisi di klub tari telanjang setempat, menyatakan bahwa
mereka adalah penari-penari berpengalaman yang pernah bekeja di Florida dan
Chicago. Tapi manajer klub itu bisa melihat bahwa mereka semua tak bisa menari
eksotis, dan semuanya tak diterima.
Mishulovich marah besar. Disuruhnya Serguie pergi ke penyewaan video terdekat
untuk menyewa film Striptease yang dibintangi Demi Moore dan Showgiris yang
dibintangi Elizabeth Berkley. Gadis-gadis itu dipaksa menonton kedua film
tersebut berulangkali, sambil berlatih teknik-teknik menari di ruang utama
sambil diawasi para penjaga mereka.
Setelah mereka mahir menari, mereka ditawarkan ke klub-klub tari telanjang
setempat - Skybox, Crazy Horse, dan Admiral Theatre ... dan uang pun mengalir
masuk. Tiap malam Mishulovich atau Serguie membawa mereka ke tempat kerja,
menjemput mereka setelah selesai, dan mengumpulkan uang yang mereka dapat. Tiap
gadis mendapat $200 sampai $500 tiap malam. Mishulovich mengambil hampir semua
pendapatan mereka, menyisakan tak lebih daripada $20 per hari. Dia juga
memeriksa tas mereka dan mengancam akan menelanjangi mereka kalau dia curiga
mereka menyembunyikan uang. Lalu dia membagi keuntungan dengan rekannya. Laris
manis. Dengan segera, status Mishulovich di kalangan imigran Yahudi-Rusia Chicago
melambung, dan dia berfoya-foya, bermewah-mewah. Mishulovich berbelanja di toko-
toko kelas atas, mengenakan pakaian karya desainer, makan di restoran mewah, dan
minum minuman keras mahal.
Lalu datanglah pertanda masalah pertama. Pada Januari 1997 Serguie tertangkap
mengutil di suatu toko perhiasan di Mount Prospect. Serguie dijatuhi hukuman,
dan karena tak punya status penghuni tetap di AS dia dideportasi ke Rusia dua
bulan kemudian. Dengan tersingkirnya Serguie, Mishulovich mendapati dirinya
berhadapan dengan mitranya yang selama ini menyembunyikan diri - seorang laki-laki
berumur dua puluhan, bertampang kutu buku, mengenakan kacamata kecil berbingkai
tipis. Dia berambut pendek berwarna gelap dan berwajah bayi. Dahulu namanya Vadim
Gorokhovski; sekarang dia dikenal sebagai Vadim Gorr, dan dia mau melindungi
investasinya. Gorr dan Mishulovich terus mempekerjakan para gadis dan meraup keuntungan - tiap
hari. Tapi pada awal musim panas keduanya takut aparat imigrasi AS mengendus
kegiatan mereka. Dengan berat hati mereka memutuskan untuk melepaskan gadis-
gadis itu. Tiga di antaranya langsung pulang ke Latvia. Dua yang lain tetap di
AS, bersama klien yang kecantol.
Tetapi Gorr dan Mishulovich tahu mereka sudah punya usaha yang menguntungkan dan
tidak mau melepaskannya begitu saja. Jadi, pada Nouember 1997 mereka terbang ke
Minsk dan mencoba merekrut kelompok gadis kedua. Tapi kali ini siasat mereka
menemui rintangan ketika seorang petugas pengurus visa yang cermat di kedutaan
besar Amerika Serikat menduga ada yang tidak beres dan menolak aplikasi visa
gadis-gadis kelompok kedua.
Kembali di Latvia, petugas kedutaan besar Amerika Serikat di Riga yang dulu
meluluskan permohonan visa turis gadis-gadis Latvia yang pertama kali direkrut
Mishulovich bertemu lagi salah seorang gadis tersebut tak lama setelah si gadis
pulang ke rumah. Gadis itu menceritakan apa yang dialaminya. Dengan gusar, si
petugas mengajukan laporan lengkap ke Departemen Luar Negeri AS, dan urusannya
dialihkan ke FBI. Kasus tersebut menjadi tanggung jawab agen istimewa Michael Brown, detektif
bertinggi badan hampir 190 cm dan berbobot 100 kg yang ditugaskan langsung dari
pusat. Sang agen, yang telah bekerja di Skuad Kejahatan Eropa Timur, langsung
melacak Mishulovich dan Gorr.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pelacakannya menunjukkan bahwa keduanya, yang telah menjadi warga negara AS
setelah naturalisasi, beremigrasi dari Rusia pada awal 1980-an bersama orangtua
masing-masing. "Mereka datang pada waktu ada gelombang besar imigran Yahudi Rusia ke Amerika
Serikat," kata Brown. "Keluarga mereka memperoleh status pengungsi, dengan
mengaku bahwa mereka ditindas Soviet karena Yahudi."
Dengan tersedianya bukti, kedua mitra tersebut ditangkap dan didakwa pada
September 199S. Setelah ditahan, Gorr tutup mulut. Lain halnya Mishulovich; dia
tak habis-habisnya berbicara.
"Saya banyak berbicara dengan dia," kenang Brown, "Dia orang yang cerdas, pintar
bicara. Tak diragukan lagi. Dia bukan orang bodoh. Saya biasa berurusan dengan
geng, obat-obatan, serta orang-orang tak terdidik dan awam. Kemampuan berbahasa
Inggris Mishulovich bagus sekali. Tapi kalau melihat fakta, dia orang yang
sangat menjijikkan."
Yang paling meresahkan agen Brown adalah bahwa Mishulovich sama sekali tak
menyesal mengenai perlakuannya terhadap perempuan. "Dia kok malah bertingkah sok
bangsawan. Dia bilang begini: 'Mereka itu sampah.
Kere. Ludahi saja mereka. Jangan percaya kata-kata mereka. Dasar lonte Baltik.'
Kata-kata itu yang dia gunakan untuk menyebut mereka."
Mishulovich adalah bajingan manipulatif tak ketulungan, yang berharap bahwa
dengan bekerja sama hukumannya akan diringankan. Jelas niatnya adalah menimpakan
semua kesalahan kepada Gorr, yang dia sebut sebut sebagai dalang segala
kejahatan tersebut. Sementara itu, Gorr berencana menggambarkan dirinya sebagai
pelaku sampingan yang tak banyak terlibat. Menurut Brown,
Salah satu teori saya adalah bahwa Gorr ini orang yang amat pandai dan
perhitungan, dan dia perlu bemper, jadi kalau usahanya berantakan, orang lain
yang akan ketiban sial. Makanya dia merekrut Serguie, yang lantas mengajak
Mishulovich. Mereka perlu orang untuk pergi ke Riga dan merekrut gadis-gadis.
Harus ada orang yang menandatangani pernyataan sebagai sponsor gadis-gadis itu
di formulir visa. Orang yang menampung gadis-gadis itu di rumahnya.
Yang berinteraksi dengan mereka dan membawa mereka ke klub-klub.
Yang mengawasi mereka kalau-kalau mereka berniat macam-macam.
Orang yang melakukan pekerjaan kotornya.
Orang itu ya Mishulovich, dan satu-satunya alasan Gorr muncul adalah karena
Serguie dideportasi dan Gorr tidak akan dapat uang lagi kalau tidak tampil dan
berurusan langsung dengan Mishulovich.
Kasus FBI terutama didasarkan kepada satu saksi kunci - perempuan Latvia berumur
dua puluh dua yang menceritakan kisahnya kepada petugas kedutaan besar AS di
Riga. Seperti diingat Brown,
Dia sungguh pemberani. Dia punya nyali. Kalau kami tak punya kesaksiannya, kasus
ini tak bakal terangkat. Gadis ini juga sudah mengalami banyak masalah
karenanya. Ada banyak trauma psikologis yang terkait karena dia pernah dipukuli
dan disiksa. Ada beberapa upaya bunuh diri. Saya sendiri perlu waktu lama sampai
bisa membuat dia mengaku bahwa ada serangan seksual yang terjadi dalam masa itu.
Kata Brown, dia telah mewawancarai semua gadis. Dua di antaranya tak mau bekerja
sama. "Ada banyak alasannya - khawatir akan keselamatan keluarga mereka di rumah,
ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum.
Pertimbangkanlah keadaan di sana. Latvia itu bekas negara bagian Uni Soviet, dan
tingkat korupsiya tinggi. Mereka menyamakan FBI dengan KGB
[polisi rahasia Soviet yang amat ditakuti] ."
Setelah sidang selama sepuluh hari pada Desember 1999, dewan juri memutuskan
Gorr bersalah atas empat tuduhan pemalsuan visa untuk memasukkan perempuan-
perempuan Latvia ke AS dengan alasan bohongan.
Sambil menyeka air mata, Gorr yang merasa menang memeluk pengacaranya. Dia
dibebaskan dari tuduhan lebih serius yakni memaksa perempuan melacur. Pada akhir
Desember 2001, Gorr yang berumur dua puluh sembilan dijatuhi hukuman tiga tahun
penjara dan denda kecil $5.000.
Pada 13 Februari 2002 Mishulovich berdiri di hadapan hakim untuk dijatuhi
hukuman. Dia membaca pledoi selama lima belas menit, menyatakan bahwa walaupun
dia terbukti bersalah terlibat "usaha yang amat buruk, menjijikkan, bodoh,"
dalangnya bukanlah dia tetapi Gorr. Si mantan "pengusaha" memohon agar diberi
"kesempatan kedua." Sidang pengadilan tak memenuhi permohonannya. Setelah
mengaku bersalah atas sejumlah tuduhan, termasuk pemaksaan dan persekongkolan
untuk menipu negara Amerika Serikat, Mishulovich dijatuhi hukuman penjara 112
bulan. KASUS CHICAGO adalah contoh mengerikan mengenai betapa gampangnya penjahat kelas
teri terlibat trafiking. Tapi tidak hanya sampah masyarakat semacam Mishulouich
dan Gorr yang menjerumuskan perempuan naif dan polos. Penahanan mengejutkan
seorang dokter London pada 1999
menunjukkan betapa telah tersebar luasnya trafiking.
Pada 1994 Oksana Ryniekska lulus sekolah kedokteran di Ukraina.
Ketika berumur dua puluh enam, Ryniekska menyadari bahwa kehidupannya sebagai
dokter di tanah airnya tak mendatangkan uang atau kehidupan yang diinginkannya
dan dirasakan layak didapatkannya. Dia memilih pergi, pindah ke Inggris. Tapi
segera setelah dia tiba di sana, dia menyadari bahwa Inggris pun sama saja. Uang
tetap susah datang, dan karenanya dia menyusun rencana untuk mendapat uang
dengan cepat dan mudah. Si dokter baru bukannya membuka klinik, tapi malah
membuka bordil di atas suatu binatu di London. Untuk stafnya, Rynieska mengincar
gadis-gadis muda senegaranya, dan dia mengimpor sembilan untuk bekerja di sana.
Ryniekska memberi tahu gadis-gadis itu bahwa dia akan membantu mereka memperoleh
visa untuk belajar bahasa Inggris. Tapi kata-kata bahasa Inggris yang mereka
pelajari hanyalah istilah-istilah seksual yang diperlukan untuk memahami dan
melayani klien yang terus menerus datang.
Tak diragukan lagi, uang pun mengalir masuk, baik dari klien yang datang maupun
yang minta dikunjungi. Dalam delapan bulan saja, sebelum digerebek dalam operasi
rahasia, Rynieska telah meraup lebih daripada $2
10.000. Dalam pengadilannya di London pada September 1999, si dokter yang sudah kapok
memberi tahu hakim bahwa dia merasa "sangat malu atas perbuatannya." Hakim
sangat terkejut dengan kemerosotan Ryniekska, menyebutnya "sama sekali
kelewatan". Penipuan tersebut, kata hakim, diperparah dengan kenyataan bahwa dia
adalah seorang dokter. Meskipun demikian, Ryniekska cuma dijatuhi hukuman tiga
bulan penjara, dengan rekomendasi untuk langsung dideportasi setelah bebas.
BESARNYA KEUNTUNGAN dari trafiking dan prostitusi juga telah menarik geng
bermotor seperti Hell's Angels di Hamburg, Jerman. Pada Januari 1999
geng bermotor Hamburg tersebut mulai terlibat bisnis prostitusi. Segera saja
mereka mengendalikan lebih daripada 200 perempuan Eropa Timur di dua puluh enam
bordil dan "hotel jam-jaman" di Sankt-Pauli, daerah lampu merah kota pelabuhan
itu, serta dua klub tari telanjang populer di Hamburg yakni Pascha dan Eros.
Akan tetapi, sepak terjang mereka justru tak berlangsung lama. Tujuh anggota
geng tersebut ditangkap dalam operasi penggerebekan yang direncanakan dengan
matang pada awal November 2000.
Menurut berkas dakwaan setebal 529 halaman, para pengendara motor tersebut
mengangkut ratusan perempuan Eropa Timur ke Jerman untuk dipekerjakan sebagai
pelacur di bordil dan hotel mesum mereka.
Perempuan-perempuan tersebut masuk Jerman secara ilegal, sering disiksa, dan
dipaksa melayani klien setiap hari dalam seminggu. Usaha mereka tampaknya sangat
sukses. Dalam penggerebekan, polisi menyita uang senilai $350.000, satu mobil
Lamborghini Diablo, tiga mobil Mercedes mewah, lima mobil mewah lain, selusin
sepeda motor Harley Davidson yang dimodifikasi, beberapa senjata api dan satu
granat. Semua itu disita dari distrik kelas atas Elbchaussee di Hamburg dari
orang-orang yang mengaku-ngaku montir mobil, tukang foto, insinyur perangkat
pemanas, tukang listrik, dan salesman. Berdasarkan bukti tersebut, polisi Jerman
memperkirakan bahwa keuntungan yang didapat geng motor itu dari seks mencapai
$17 juta. Para anggota geng bermotor itu didakwa dengan penyelundupan manusia, serangan
yang menyebabkan cidera parah, melacurkan orang, dan pemerasan. Pengadilan
terhadap mereka dimulai pada Agustus 2001 dan diperkirakan berlangsung
setidaknya dua tahun. Lalu, setengah hari setelah dilaksanakan, mulai muncul
desas-desus di ruang sidang bahwa telah terjadi tawar-menawar antara jaksa
penuntut dan tim pengacara Hell's Angels yang dibayar mahal. Dua bulan kemudian
para tertuduh dikumpulkan di pengadilan untuk dijatuhi hukuman, setelah mengaku
bersalah atas sejumlah tuduhan. Walau kadar dakwaannya cukup berat, para anggota
geng bermotor dijatuhi hukuman antara setahun empat bulan sampai empat tahun
delapan bulan - jelas sukses luar biasa bagi tim pengacara mereka.
Hukuman enam belas bulan salah seorang anggota geng bermotor ditangguhkan karena
pengadilan menganggap kemungkinannya "melakukan reintegrasi ke dalam masyarakat"
tinggi. Anggota-anggota geng itu juga diharuskan membayar denda $5,5 juta. Pada
hari yang sama, di luar gedung pengadilan, anggota geng bermotor yang hukumannya
ditangguhkan tersenyum ke arah orang-orang yang menyaksikan sidang, sambil
menyatakan putusannya "luar biasa".
SEPERTI BAGIAN besar tindak kejahatan, trafiking perempuan untuk prostitusi
menjadi bersifat teritorial. Misalnya, semua yang melanggar wilayah kekuasaan
ROC segera dibereskan. Sindikat-sindikat ROC diketahui bisa cepat sekali
membunuh berdasarkan bukti sedikit saja. Kegiatan tersebut juga menghasilkan
peningkatan kekerasan terhadap pesaing potensial maupun perempuan korban
trafiking. Geng-geng Albania terkenal karena kekejamannya dalam meneror dan
menyiksa korban-korban mereka serta membunuh gadis-gadis yang tak mau menurut.
Pada beberapa kasus, geng memberi tato pada "barang milik" mereka seperti koboi
mengecap sapi. Yakuza di Jepang membunuh perempuan yang berusaha kabur. Mafia
Turki dan gangster Serbia mendorong gadis-gadis yang tak mau tunduk dari balkon
bangunan tinggi. Dan apabila geng-geng tersebut benar-benar membunuh, mereka sering melakukannya
untuk menyiarkan pesan - sebagaimana kasus pembunuhan ganda brutal yang terjadi di
kota Vladivostok, Siberia, pada 24
Juni 1994. Kalau Natalie Samosalova berjalan, semua orang Vladivostok akan menoleh. Gadis
anggun berumur sembilan belas tersebut berambut pirang tebal dan bermata biru
terang menawan. Pada musim panas 1993 dia memperoleh apa yang dianggapnya
kesempatan menakjubkan - kesempatan pertamanya bepergian ke luar negeri. Dia
direkrut untuk bekerja sebagai penari di Skylight Disco di resor perjudian
Makao. Segera saja dia bersama seorang perempuan lain mengalami perjalanan
panjang dengan kereta api menembus Cina. Sesampainya di Hong Kong Natahe ditemui
seorang laki-laki bernama Valhiev. Natahe tak bisa tidak memerhatikan bekas luka
besar yang membagi dua muka laki-laki itu.
Ternyata Valhiev adalah gangster Rusia dengan reputasi sebagai
"mucikari paling kesohor di Makao". Sebenarnya, dia adalah satu dari sepuluh
mucikari Rusia yang terdaftar pada pemerintah Makao sebagai pekerja klub malam
lokal, sebagai "pemain piano". Bolehlah diduga bahwa tak satu pun di antara
mereka yang benar-benar bisa melantunkan nada-nada di piano. Valhiev mengawal
para pendatang baru ke suatu apartemen yang berisi perempuan-perempuan Rusia dan
menjelaskan tanpa basa-basi apa yang harus mereka lakukan. Menari di klub malam
bukan pilihan, kecuali kalau dengan klien yang membayar. Hari berikutnya Natahe
dibawa ke suatu kantor pemerintah, dan diberi kartu identitas dan visa pekerja
yang berlaku enam bulan. Malam itu, Natalie bergabung dengan 120 perempuan
Rusia, sebagian besar dan Vladovostok, yang bekerja sebagai perempuan panggilan.
Natalie amat populer di kalangan klien-klien yang mampu mengeluarkan banyak
uang, dan tarifnya mahal - $ 1.000 sampai $3.000
semalam. Geng Rusia yang menguasainya segera menyadari nilainya. Dia adalah aset
berharga, yang mendatangkan $55.000 per bulan. Pada April 1994 Natalie bertemu
Gary Alderdice, pengacara flamboyan dari Selandia Baru yang terkenal karena
membela anggota-anggota Triad Hong Kong.
Alderdice langsung kepincut. Yang terjadi mirip adegan film Pretty Wornan, hanya
saja tokoh utama perempuannya milik mafia.
Setelah berpesta seks selama sebulan (yang mesti dibayar $43.000
oleh Alderdice), si pengacara menyatakan cintanya kepada gadis panggilan yang
menawan itu dan Natalie pun ingin menjadi kekasih Alderdice.
Natalie dengan sombong memberi tahu Valhiev bahwa dia ingin keluar. Manajemen
Skylight bertindak dengan segera menarik dukungan untuk visa Natalie. Visa dan
izin kerjanya serta-merta dicabut, dan hari berikutnya Natalie langsung
diterbangkan pulang. Natalie yang khawatir menelepon kekasihnya dengan panik. Alderdice berjanji akan
membebaskannya. Pada akhir Juni Alderdice terbang ke Vladivostok, katanya sambil
membawa koper berisi uang tunai $150.000
untuk negosiasi pembebasan Natalie dengan mafia. Natalie menemuinya di bandara
dan mereka lantas menuju apartemen Natalie. Mereka naik tangga ke apartemen itu
dan Natalie mendorong pacarnya masuk.
Hari berikutnya, ibu Natalie mampir ke apartemen putrinya. Ketika Natalie tak
menjawab ketukannya, si ibu mengetuk pintu lebih kencang dan keras. Lagi-lagi
tak ada yang terjadi. Si ibu meminta bantuan tetangga dan bersama-sama mereka
mendobrak pintu. Di depan pintu tergeletak mayat seorang laki-laki yang
bersimbah darah. Dia telah ditembak matanya dari jarak dekat. Di ruang keluarga
Natalie terkapar di lantai, tangannya diikat dengan tali di punggungnya. Dia
juga telah ditembak kepalanya.
Sebelumnya, pada pagi yang sama, sekitar pukul setengah empat, si tetangga yang
membantu mendobrak pintu terbangun dari tidurnya karena bunyi-bunyian dari
apartemen Natalie. Si tetangga tak tahu bunyi apa itu, tapi katanya bunyi itu
mengingatkannya kepada bunyi "orang memotong kayu". Saat itu si tetangga
menelepon polisi, tapi kekhawatirannya langsung ditepis. Dia diberi tahu untuk
menelepon lagi "kalau-kalau terjadi sesuatu yang serius".
Penyelidikan yang terjadi sesudahnya dilakukan dengan setengah hati.
Polisi buru-buru menyimpulkannya sebagai "perampokan", dan berharap kasusnya
segera ditutup. Dugaan awal jaksa penuntut adalah bahwa Alderdice berada di
tempat dan waktu yang salah.
Bagaimanapun juga, Vladivostok adalah pangkalan angkatan laut, kota yang dikenal
sebagai "Timur Liar" tempat kejahatan dan korupsi merajalela.
Jaksa menduga ada beberapa preman kelas teri yang melihat si pengacara
berpakaian necis dan keren, mereka menganggap orang itu pasti punya banyak uang,
dan membuntutinya ke bangunan tempat kejadian. Tapi fakta-faktanya tidak
bersambungan. Tidak ada bukti orang masuk dengan paksa.
Natalie jelas-jelas telah dianiaya. Dan pembunuhannya bergaya eksekusi.
Berdasarkan kesimpulan para penyelidik, pasangan tersebut tiba di apartemen tapi
tak berlama-lama di sana. Menurut tetangga seberangnya, mereka pergi tak lama
sesudahnya dan pulang lagi sekitar pukul 11 malam.
Setidaknya ada dua orang lain bersama mereka. Sisanya tetap kurang jelas, tapi
bagi kawan-kawan dan kolega-kolega Alderdice di kampung halamannya, motifnya
jelas. "Saya tahu bagaimana cara kerja para penjahat Rusia," kata teman lama Alderdice,
Mike Prew, yang juga merupakan mantan kepala Interpol di Hong Kong. "Mereka ini
yang paling kejam. Sekalinya terlibat sindikat, perempuan tidak bisa keluar atau
akan dibunuh." Prew tegas-tegas meyakini bahwa Mafia Rusia berada di balik
pembunuhan tersebut, dan pasangan Natalie-Alderdice adalah korban eksekusi geng
secara sengaja dan profesional. Pesannya sederhana: akan seperti ini jadinya
kamu kalau coba-coba pergi. Tak diragukan lagi pesan itu ditangkap dengan jelas
oleh gadis-gadis yang masih bekerja di Makao. Mereka langsung tunduk.
4 satu klik Bisnis jadi tiga kali iebih ramai dengan
adanya internet - Seorang pemiik bordi/pelaku trafiking
kaya di Tel Aviv PEREKRUTRAN BESAR BESARAN perempuan di seantero dunia untuk bisnis tubuh manusia
didorong oleh satu faktor saja - permintaan global akan seks yang diperdagangkan.
Telah banyak yang ditulis mengenai pelacur dan prostitusi, sebagian besar karena
banyak perempuan yang bersedia berbicara. Sementara itu, seabrek laki-laki
hidung belang yang memanfaatkan jasa perempuan-perempuan tersebut tiap malam
malah lolos dari perhatian. Sebagai suatu kelompok, mereka tak banyak
dipelajari; tak mengherankan karena mereka tak banyak bercerita mengenai
perbuatan mereka. Tetapi, walaupun relatif hanya sedikit yang diketahui mengenai
laki-laki hidung belang yang menjadi pelanggan pelacur, orang-orang yang berada
di garis depan - dari mucikari sampai aktivis LSM - bisa menggambarkan cara pandang
mereka. Dari pikiran laki-laki hidung belang, sebagaimana dinyatakan dalam
banyak sekali halaman web yang menawarkan perempuan yang dijual, memperlihatkan
sudut pandang mereka yang merisaukan.
DI DAERAH terminal bis lama Tel Aviv, rangkaian lampu hias Natal berkelap-kelip
dalam bentuk hati atau malaikat kecil yang membawa busur panah.
Tapi kalau daerah itu diperhatikan lebih saksama, yang diiklankan lampu-lampu
itu bukanlah sesuatu yang patut dirayakan atau romantis. Tempat tersebut penuh
bordil mesum, dan bisnis di sana ramai karena selalu ada segerombolan laki-laki
yang berkeliaran di pinggir jalan yang sempit untuk mencari kesempatan
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melampiaskan nafsu. Di balik tirai merah usang yang menggantung di depan pintu,
perempuan-perempuan berambut pirang dan cokelat serta mengenakan kaus pendek
atau baju ketat bergerombol bertiga, berempat, atau berlima di sofa-sofa,
menunggu klien selanjutnya.
Mereka mengisap rokok selagi laki-laki segala umur, ukuran, dan bentuk melihat-
lihat "barang dagangan".
Di suatu bordil bobrok, seorang mucikari duduk santai di balik meja logam kecil
sambil menyeka keringat dari dahinya dengan saputangan murahan. Kepalanya botak
dan jenggotnya mulai tumbuh di wajahnya yang bopeng. Seorang laki-laki gendut
parobaya, yang sedari tadi mondar-mandir di sana, melongok ke dalam. Si mucikari
menoleh ke arah pintu dan memanggil laki-laki gendut itu supaya masuk.
"Ayo masuk! Tuh, sama yang rambutnya cokelat saja," si mucikari memanggil sambil
tersenyum lebar. "Dia suka sama kamu. Enggak bakal kecewa deh. Silakan!
Silakan!" Perempuan yang ditunjuk itu, yang kelihatannya berumur dua puluhan, bangkit dari
sofa beludru hijau pucat yang kotor dan bergegas menuju si laki-laki gendut
sebelum dia berubah pikiran. Dengan senyum yang dipaksakan, si perempuan
menggamit tangan si gendut dan membawanya ke kamar belakang. Lima belas menit
kemudian, si laki-laki gendut mengeloyor keluar dengan tampang bodoh, lututnya
loyo, dan uangnya berkurang lima puluh shekel.
Tengah hari di luar bordil dan lalu-lintas sepi. David, laki-laki bongsor
berambut cepak dengan alis tebal yang bertemu di tengah mukanya, berdiri di luar
tempat usahanya sambil merokok. Dia orang yang pandai bergaul, suka bertemu dan
mengobrol dengan orang asing mengenai politik, ekonomi, dan seks. David
menganggap dirinya sendiri sebagai ahli sosiologi kota dan boleh dibilang dia
adalah pengamat langsung tipe manusia tertentu.
"Segala macam laki-laki datang ke sini," David berseru dengan suara baritonnya.
Yang sudah kawin, yang masih bujangan, tentara, pengusaha, pemuka agama. Pernah
kubaca di koran Tel Aviv kalau tiap bulannya sejuta laki-laki di Israel datang
ke pelacuran. Tak ada yang salah.
Laki-laki perlu pelampiasan dan itu bukan sesuatu yang tak bermoral.
Ini bukan masalah selingkuh. Cuma soal pelampiasan. Banyak bujangan yang datang
karena perlu. Banyak laki-laki yang tak percaya diri. Mereka enggak bisa dapat
cewek. Kamu ganteng. Aku juga ganteng. Kita bisa dapat cewek tanpa perlu bayar.
Banyak laki-laki yang tak bisa seperti kita. Mereka terlalu pemalu atau punya
masalah fisik. Bisa saja mereka gendut, jelek, atau umurnya tidak pas. Mereka
ini enggak bisa asal jalan terus dapat cewek. Banyak juga orang yang datang ke
sini karena semua orang di Israel tahu, perempuan Yahudi enggak mau melakukan
hal-hal tertentu. Orang-orang itu tahu mereka bisa melakukannya di sini. Buat
mereka, pelacuran itu penyelamat.
"Dan kamu ini orang yang menyediakannya'?" "Aku perantaranya," kata David sambil
tersenyum bangga. Begini ya, laki-laki perlu perempuan. Itu sudah kodratnya.
Waktu aku masih kecil di Rusia, bapakku membawaku ke peternakan.
Dia menunjukkan satu padang. Padang itu penuh sapi betina. Lalu bapakku
membawaku ke padang lain, di sana ada satu sapi jantan.
Satu sapi jantan saja untuk semua sapi betina itu. Dia bilang, itu karena satu
sapi jantan perlu lebih daripada satu sapi betina! Sama saja dengan laki-laki.
Ada dalam genetika kita. Kita ya memang seperti itu adanya. Itu tidak membuat
kita jahat atau sama seperti babi. Sudah terbukti bahwa laki-laki perlu lebih
banyak aktivitas seksual daripada perempuan. Jadi harus bagaimana dong'"
David sudah melaju dan tak dapat dihentikan.
Dengan adanya prostitusi, pemerkosaan hilang. Sediakan perempuan-perempuan
semacam itu dan gadis-gadis polos tidak akan diperkosa. Makanya aku percaya
prostitusi dan ingin melihat legalisasi prostitusi di mana-mana. Aku percaya
prostitusi bisa mencegah banyak pemerkosaan. Laki-laki, karena memang diciptakan
seperti ini, dengan segala nafsu seksnya, potensinya, kebutuhannya, perlu
melakukannya. Kita butuh seks.
Sementara David melantur mengenai jasa besar yang dia lakukan bagi saudara-
saudaranya, banyak juga orang Israel yang amat resah dengan apa yang terjadi di
jalan-jalan belakang dan gang-gang di negara mereka. Di suatu apartemen
sederhana di daerah yang nyaman di Tel Aviv, jauh dari daerah lampu merah, Leah
GruenpeterGold dan Nissan Ben-Ami menggeleng-gelengkan kepala karena jijik
dengan dibukanya begitu banyak bordil dan trafiking besar-besaran, menjadi
begitu banyak Natasha muda.
Leah dan Nissan adalah dua direktur Awareness Center-lembaga nonpemerintah yang
mengkhususkan diri pada penelitian atas trafiking perempuan dan prostitusi di
Israel. "Kaum laki-laki Israel jadi terbiasa menganggap bahwa perempuan bisa dibeli,"
Gruenpeter-Gold memulai. "Laki-laki yang sudah ataupun belum menikah tak lagi
bersedia bersusah-payah membangun hubungan. Untuk mereka, lebih gampang membeli
seks kalau mereka ingin."
"Pada Tahun Baru Yahudi, saya datang ke daerah terminal bis lama untuk melihat
apa yang terjadi," BenAmi mengenang. "Ada banyak pemuda mengantre di jalan di
luar tiap bordil. Kalau kamu tengok ruang depan bordil-bordil itu, bisa dilihat
banyak perempuan yang sedih dan kesal, yang mana kalau mereka melihatmu mereka
mendadak ceria dan tersenyum.
Mereka senang melihatmu karena mereka harus senang atau mereka akan tahu
akibatnya." Yang lebih menggusarkan Ben-Ami adalah kaum haredim (Yahudi Ortodoks) yang
meramaikan bordil-bordil Tel Aviv pada Jumat pagi dan siang untuk mencari
hiburan sebelum hari Sabat.
Kalau kamu pergi ke daerah Stock Exchange atau Diamond Exchange, akan kelihatan
begitu banyak prostitusi dan begitu banyak laki-laki yang taat beragama - yang
memerlukan seks tapi perempuan di kalangan mereka tak bisa memberikannya ketika
mereka menginginkan. Mereka juga tak boleh masturbasi karena dilarang membuang-
buang benihnya. Jadi, mereka harus melakukannya dengan perempuan. Mereka juga
tak mau pakai kondom, jadi mereka harus bayar lebih mahal kepada mucikari. Jadi,
untuk memuaskan nafsu mereka, perempuan-perempuan itu dikorbankan.
"Soalnya perempuan-perempuan itu tak dianggap manusia,"
Gruenpeter-Gold berkata dengan marah. "Mereka perempuan asing. Orang-orang
beragama lebih suka perempuan asing karena mereka jadi tak perlu menodai
perempuan Yahudi." "Tapi resminya," kata Ben-Ami, "kaum agama sangat menentang trafiking dan
prostitusi. Jadi, di satu sisi, kaum agama menentang keberadaan bordil-bordil
itu, dan di sisi lain, mereka perlu seks."
"Munafik sekali," tambah Gruenpeter-Gold.
SALAH SATU cara mengetahui langsung cara berpikir pelanggan pelacur adalah
membaca kata-kata mereka di internet. Tempat permulaan yang baik adalah World
Sex Guide, yang beranggotakan hampir 6.000 orang. Ruang diskusinya menunjukkan
betapa parahnya mereka. Banyak yang menyombongkan kehebatan mereka dalam
bercinta tanpa lupa menceritakan rincian pornografisnya, mengaku-ngaku laki-laki
jantan karena perempuan yang mereka sewa menggelinjang dan mengerang keenakan
pada tiap gerakan. Yang lebih meresahkan adalah kepercayaan teguh mereka bahwa
hak mereka atas seks mengalahkan hak perempuan yang mereka pakai. Bagi para
laki-laki tersebut yang penting hanyalah kebutuhan mereka, dan bagaimana mereka
memenuhinya adalah urusan mereka sendiri. Di berbagai pesan mereka tak habis-
habisnya berusaha merasionalkan alasan mereka melakukannya. Mereka menyalahkan
istri-istri mereka karena pernikahannya tak memuaskan secara seksual. Mereka
menyalahkan perempuan karena tak mau melanjutkan setelah kencan makan malam yang
mahal. Dan, kalau para laki-laki tersebut ternyata tak jago di ranjang, siapa
yang mereka salahkan" Mereka juga menganggap semua perempuan mata duitan dan
menyatakan bahwa pelacur tak minta macam-macam.
Tapi argumen yang berbunyi paling keras adalah "kebutuhan" mereka berhubungan
seks. Dalam pikiran sebagian besar laki-laki tersebut, seks adalah tuntutan
biologis yang harus dipenuhi; oleh karena itu, membeli seks itu kegiatan yang
wajar saja. Membeli seks adalah alternatif yang amat logis terhadap hubungan
yang tak memuaskan, atau hidup tanpa pasangan.
Asalkan mereka punya uang, mereka berhak memuaskan nafsu seks mereka - dengan cara
apa saja dan kapan saja. Tapi saya belum pernah dengar bahwa memang ada tuntutan
biologis bagi laki-laki untuk mengalami orgasme dalam jumlah tertentu dalam
sehari, sebulan, atau setahun. Walau boleh jadi memang tidak menyenangkan tak
bisa melampiaskan nafsu seks dalam waktu lama, ketiadaan pasangan yang bersedia
menjadi tempat pelampiasan tidak mengancam kehidupan laki - laki. Meskipun
demikian, pernyataan mengenai "kebutuhan seksual laki - laki" tersebut, bersama-
sama kepercayaan umum bahwa pelacur itu kotor dan nista, membuat laki-laki
hidung belang mudah membela perbuatannya. Buat mereka, prostitusi tak lebih
daripada pertukaran komoditi, dan mereka cuma berperilaku sebagaimana layaknya
konsumen. Intinya, kalau mereka tak membeli jasa tersebut, Laki-laki berikutnya
dalam antrean akan membeli, dan antreannya panjang sekali.
Yang amat merisaukan pada pesan-pesan di web-site itu adalah betapa sedikitnya
perhatian yang diberikan kepada para pelacur yang mereka datangi. Sebagian besar
perempuan tersebut adalah korban, yang dipaksa masuk ke dalam jebakan seks keji
sebelum cukup umur. Anak perempuan berumur sepuluh, sebelas, dua belas sudah
biasa didapati dilacurkan di bordil dan jalan di seantero dunia. Tapi dalam
dunia laki-laki hidung belang, itu hanya berarti bahwa anak-anak itu mungkin
bebas penyakit menular seksual, terutama HIV dan AIDS.
Walau alasan mendatangi pelacur boleh jadi berbeda dari satu laki-laki ke yang
lain, satu hal tetaplah jelas: dunia prostitusi sarat kemunafikan dan standar
ganda. Perempuan-perempuan di sana dipanggil "pelacur", "lonte",
"cewek bispak", "WTS", "perek" - istilah-istilah yang bernada kasar atau
merendahkan. Laki-laki yang memakai mereka disebut dengan istilah lebih
halus-"pelanggan", "klien" - sehingga terdengar lebih baik. Pemilihan katakata itu
bukannya tanpa maksud - karena memudahkan laki-laki dan masyarakat menyamakan para
korban dengan benda atau barang dagangan dan lantas mengesampingkan mereka. Bagi
sebagian besar orang, pelacur hanyalah wajah-wajah tanpa nama, sampah masyarakat
yang tak layak dikasihani atau dimengerti. Di lain pihak, para Laki-laki yang
memakai jasa mereka dimaklumi karena "memang seperti itu seharusnya". Bahkan
terkadang mereka dianggap anggota masyarakat yang terhormat - misalnya, para CEO
yang stres, yang sekali-sekali terlibat aneka macam kegiatan seks.
Dan asalkan mereka pakai kondom, apakah ada yang disakiti"
Sekarang, perburuan mangsa empuk jadi jauh lebih mudah karena para pemburu tahu
di mana harus mengklik. Tanpa diragukan lagi, internet sudah menjadikan pasar
seks global makin panas. Selintas pandang situs-situs seks dewasa sudah
menunjukkan bahwa internet sudah menjadi tempat pelacuran terbesar di dunia.
Tiap hari, ratusan situs memikat laki-laki dari seluruh dunia ke dalam bordil-
bordil maya tempat perempuan dibeli dan dijual - terkadang bahkan dilelang - seperti
hewan ternak. Situs-situsnya menarik, mencolok, dan gamblang, memberi tahu calon
pembeli apa yang akan mereka dapat untuk uang yang mereka berikan. Barang
dagangannya ditata dengan menarik, dilengkapi foto-foto gadis pirang berkaki
jenjang dan gadis berambut merah bermata indah. Ada sesuatu untuk semua orang -
perawan, pengantin, wisata seks, jasa pendamping online, siaran langsung
pertunjukan seks interaktif. Sebut saja, pasti ada. Yang diperlukan hanyalah
satu klik mouse. Banyak laki-laki berkali-kali mengklik mouse-nya di satu situs pada awal Maret
2002. Agen Pendamping Eksotis Ukraina di Odessa meniru eBay dan menyelenggarakan
lelang. Tapi bukan sembarang lelang. Yang dilelang adalah seorang gadis perawan
berumur sembilan belas. Penawarannya mencakup paket lengkap: visa, tiket
pesawat, dan dua puluh empat jam bersama si perawan. Penawaran dibuka pada $
1.500, dan pada akhir bulan pemenangnya pun ditentukan. Pada 28 Maret terpampang
pengumuman: "Selamat kepada Mr. D dari Prancis! $3.000 untuk perawan Ukraina, Diana."
Faktor yang tak diketahui adalah apakah Diana ini korban trafiking dan pemaksaan
atau memang sukarela. Bagaimanapun juga, kok ada perawan berumur sembilan belas
tahun yang rela menyerahkan kehormatannya kepada orang yang sama sekali tak
dikenal" Kalau menilik pembicaraan yang ramai di berbagai situs web dewasa,
tampaknya tak ada yang sedikit pun peduli pada situasi si gadis. Para buaya
cabul di ruang obrol (chat room) cuma menebak-nebak seperti apa tampang si gadis
dan apakah dia layak dihargai sebegitu.
Walau perdagangan tubuh manusia internasional sudah ramai selama berpuluh-puluh
tahun, internet adalah korek api yang membakar pasar seks.
Setelah menemukan potensi internet, segera saja para raja pornografi, mucikari,
dan pelaku trafiking hadir on-line mempromosikan produk dan jasa mereka. Bahkan
banyak pengamat yang percaya bahwa internet ikut bertanggung jawab atas
peningkatan trafiking perempuan di seluruh dunia.
SAMBIL BERDIRI di luar suatu bordil di sebuah jalan belakang yang penuh sampah
dekat terminal bis lama Tel Aviv, Lev menyalakan rokok. Tengah hari dan bisnis
sedang sepi. Saya mendekat dan memulai pembicaraan.
"Boleh saya lihat-lihat?" saya bertanya. "Silakan. Buat kamu harga spesial,
deh," katanya sambil menyibak tirai merah pudar yang menggelantung di pintu.
Ada empat perempuan muda duduk di sofa. Semuanya tampak suntuk dan tak
bersemangat. Perempuan-perempuan itu mengenakan berbagai macam baju minim. Tak
satu pun yang berumur lebih daripada dua puluh dua.
"Dari mana asalnya mereka ini?" saya tanyakan.
"Rusia." "Semuanya dari Rusia?"
"Rusia, Ukraina, Moldova ... apa sih bedanya?"
"Siapa namanya?" saya bertanya sambil menunjuk seorang gadis langsung dengan
rambut dan mata berwarna gelap yang kelihatan berumur sekitar delapan belas.
"Natasha. Dia favoritku. Dia enggak bakal bikin kamu kecewa."
"Saya pikir-pikir dulu deh," saya bilang.
"Santai saja. Santai saja," Lev membalas sambil nyengir.
Saya mengintip mejanya dan melihat ada komputer. Di sebelahnya ada
scanner/pemindai dan pnnter warna ink-jet.
"Sudah pakai teknologi canggih, ya," ujar saya.
"Pentium 3. Cepat sekali. Aku punya website sendiri," Lev menyombong. "Sini,
biar kutunjukkan." Lev membuka program penjelajah internet Netscape, mengklik Favorites di menu dan
menuju daftar pribadinya. Dalam beberapa menit website-nya muncul, menampilkan
foto-foto gadis-gadisnya - semuanya berbaring telanjang di atas karpet kulit macan
yang norak. Tak satu pun yang tersenyum atau tampak mengundang. Ketika
menyaksikan wajah mereka, saya tahu mereka malu.
"Banyak yang mampir ke situ?"
"Tiap hari banyak. Lusinan. Bisnis jadi tiga kali lebih ramai dengan adanya
internet. Orang bisa lihat apa yang kutawarkan. Mereka tahu seperti apa cewek
yang mereka dapat dan bisa apa saja dia. Aku dapat pengunjung dari Amerika,
Kanada, Inggris, Eropa, dan ada yang dari Jepang juga.
Semuanya menemukanku di internet. Jadi, bagaimana?"
"Bagaimana apa?"
"Sudah selesai pikir-pikirnya?"
"Ya. Saya tak berminat."
Selagi saya berbalik dan pergi, saya bisa mendengar Lev menggumamkan sesuatu,
yang saya kira adalah beberapa umpatan dalam bahasa Ibrani. Sambil berjalan
menuju hotel, saya bertanya-tanya apa yang dirasakan gadis-gadis itu ketika
mengetahui para buaya online yang berada di seberang lautan memelototi foto-foto
mereka. Saya juga memikirkan komentar Lev: internet telah membuat bisnisnya tiga kali
lebih ramai, dan orang sampai sengaja jauh-jauh datang untuk menyewa gadis-
gadisnya. BANYAK WEBSITE memberikan tips kepada laki-laki haus seks mengenai di mana
tempat terbaik menghabiskan uang untuk seks, dan jelas salah satu forum online
paling terkenal adalah World Sex Guide. Misinya sederhana saja: "Mencari cewek
untuk ditiduri. Kalau kamu tak suka, aku tak peduli."
Tamu dan kontributor di situs tersebut menganggap serius pertanyaan-pertanyaan
mengenai jual-beli seks. Ruang diskusinya berisi ribuan laporan langsung dari
tiap negara di dunia. "Kalau Anda ingin tahu tempat-tempat asyik di kota Anda
atau tujuan perjalanan Anda, di sini ada jawabannya,"
situs itu mengumumkan. "Pengetahuan itu kekuatan, dan tahu-menahu keadaan lokal
sebelum datang akan memudahkan Anda sambil membuat Anda terhindar dari jebakan.
Manfaatkanlah hasil pengamatan rekan-rekan sesama petualang, dan jangan lupa
ceritakan pengalaman Anda sendiri."
World Sex Guide adalah sumber informasi mengenai tiap topik terkait prostitusi
yang ada di dunia. Di sana ada kesaksian dan pelanggan yang puas, peringatan
dari mereka yang kecewa, dan tips tentang cara mendapat pelacur terbaik di lebih
daripada seratus negara di dunia. Tiap hari, sepasukan laki-laki, yang haus
seks, bergerombol di situs tersebut dan situs-situs lain yang serupa dalam
petualangan demi mencicipi tubuh.
Satu pengguna online, yang memakai nama Travel Sexman, meminta saran mengenai di
mana sebaiknya dia menghabiskan uangnya: "Kota mana yang menawarkan seks yang
paling layak per euro - Frankfurt, Praha, atau Amsterdam?" Tak sampai satu jam
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian, dia mendapat jawaban.
"Amsterdam punya distrik lampu merah terbaik dengan cewek dalam jendela, tapi
cuma buat turis. Praha bagus, tapi tidak semurah yang dikira."
Kesimpulannya: "Secara keseluruhan, Frankfurt paling baik."
Pesan-pesannya bahkan sampai memberi tahu rute perjalanan: "Kalau kamu pergi ke
Frankfurt dan menyewa mobil dan pergi ke Atlantis di Altenstadt atau Oase di
Burgholzhausen, kamu bisa menemukan 40 sampai 60 cewek bugil di suasana yang
bersih dan menyenangkan," tulis si penganjur Frankfurt.
Percakapan biasa dimulai dengan pertanyaan tentang satu kota, misalnya yang satu
ini dari seorang Amerika yang bepergian ke Finlandia
[aslinya salah - Andya]: "Aku mau ke Helsinki untuk urusan bisnis akhir bulan ini.
Ada apa saja di sana?" Jawabannya: "Kalau mau coba 'Russia Lite'
Helsinki tempat yang bagus. Harganya lebih mahal daripada di negara-negara eks
Uni Soviet tapi kalau dari pengalaman saya, dengan $150 sudah bisa dapat cewek
cantik untuk semalam."
Seorang Kanada meminta saran harus pergi ke mana sewaktu mampir di Turki: "Halo,
aku musim panas nanti mau mampir sehari-dua hari di Istanbul sebelum terus ke
Ukraina. Ada saran enggak di mana bisa gituan"
Eropa Timur kalau bisa. Makasih!"
Beberapa saat kemudian, dia juga mendapat jawaban.
"Istanbul tuh surga cewek Ukraina. Dan tidak cuma itu. Cewek Romania, Rusia,
Bulgaria, Moldova juga ada," seorang tamu yang jelas sudah pernah terpuaskan
menulis. "Kalau pergi ke Seranda di Istanbul, di sana ada banyak cewek eks USSR
yang bisa langsung dibawa ke hotel sebelahnya. Tidak mahal, lagi."
Industri seks telah menjadi pendorong utama di balik banyak kemajuan teknologi
komputer semenjak lahirnya internet, di antaranya jasa privasi, sistem
pembayaran yang aman, dan pengelolaan lumbung data online. Mucikari dan penyedia
pornografi telah menyediakan dukungan dan uang bagi para jago teknologi komputer
untuk menciptakan cara-cara lebih cepat untuk mengirimkan produk-produk mesum
kepada pelanggan yang makin lama makin banyak.
Sebelum ada internet, seorang pengusaha yang bepergian ke Turki kiranya bakal
susah-payah mencari resensi tentang pendamping dan pelacur di Istanbul dalam
berbagai majalah seks bawah-tanah, apalagi mendapat informasi mengenai lokasinya
berikut tips tentang bordil mana saja yang menyediakan jasa terbaik dan paling
aman. Sekarang, dengan adanya situs-
situs seperti World Sex Guide, persinggahan di kota besar tersebut bisa berubah
menjadi pesta seks yang amat memuaskan tapi tetap efektif biaya.
Ruang diskusi tersebut juga penuh sesumbar sok jantan. Tinman dari Wisconsin,
misalnya, tak menunggu lama untuk menceritakan wisata seksnya ke Republik Ceko
kepada saudara-saudaranya sesama penggemar seks cyber:
Praha itu kota yang hebat tapi rada aneh. Kalau siang, dia salah satu kota
tertua sekaligus tercantik di Eropa. Tapi kalau malam, Praha berubah jadi kota
yang gila seks. Ada banyak sekali klub tari telanjang yang enggak cuma
menawarkan pertunjukan, untuk bayaran yang tak seberapa banyak.
Aku datang ke satu klub, bayarnya cuma $10 untuk masuk dan sesudahnya $35 untuk
bir yang lumayan. Di sana bisa nonton cewek-cewek cakep menari telanjang. Selain
penari telanjang, ada juga banyak pelacur yang duduk-duduk di sekehing meja atau
di sofa, menunggu langganan. Kalau ada kontak mata dengan mereka, biasanya sih
mereka lantas menghampiri dan mengajak ngobrol sambil pegang-pegang.
Ada satu cewek itu yang mendatangiku dan menggandengku ke sofa; begitu duduk,
dia langsung menciumku. Cakep banget dan bodinya oke.
Sehabis ciuman beberapa menit dia bawa aku ke gang di belakang; di sana bisa
sewa kamar, sejam $50 Di dalam kamar dia suruh aku duduk di ranjang, terus dia
menari telanjang buatku, terus dia lepas juga pakaianku.
Lalu Tinman bercerita banyak mengenai bagaimana dia memuaskan si pelacur dengan
kejantanannya, tak lupa dengan segala rincian pornografisnya. Tinman
menyimpulkan bahwa pengalamannya itu adalah yang terhebat sejauh ini buat dia,
dan saat itu dia tak menggunakan kondom.
Satu kontributor yang rajin untuk World Sex Guide adalah Cossem,
"anggota senior" ruang diskusi yang mengaku pecinta perempuan dan penikmat seks.
Topik kesukaan Cossem: pelacur di Tanah Suci. Cossem menunjukkan bahwa 93 persen
pelacur di Israel adalah orang Rusia, tapi dia tidak membeda-bedakan antara
orang Rusia, Ukraina, Moldova, atau Romania. Cossem juga tidak pernah menyatakan
bahwa banyak di antara perempuan-perempuan itu yang merupakan korban trafiking.
Bagaimanapun juga, buat apa merusak fantasi dengan realitas yang keji"
Dalam suatu pesan pada Januari 2003, Cossem membandingkan perempuan setempat
(Israel) dengan perempuan Rusia:
Profesional lokal ada, tapi semuanya pro kawakan yang benci laki-laki dan
menjauhkan diri dari perempuan impor Rusia. Tapi percayalah padaku, beberapa
perempuan Rusia sangat hebat dan banyak di antara mereka yang menikmati
pekerjaannya, mendapat kenikmatan dan pekerjaan, dan para pelangganlah yang
diuntungkan karenanya. Kalau kamu masih muda, tampan, dan mudah bergaul dengan
perempuan, silakan saja coba menarik perhatian perempuan cantik Israel agar
mendapat kesempatan hubungan seks yang boleh dibilang paling asyik, dengan
gratis. Tapi kalau kamu sudah tua dan berperut buncit, percuma mencoba yang
seperti itu. Silakan pakai ratusan atau bahkan ribuan perempuan eks Blok Timur
yang dengan bayaran amat murah bisa membuat tiap laki-laki bahagia selama sejam
dua jam. Yang membuat Cossem tenar adalah karyanya berupa Laporan Seks Tel Aviv, resensi
"klub-klub kesehatan (tempat pelacuran) atau Machonim (bahasa Ibrani) terbaik".
Di dalamnya, Cossem menyebut Banana Club dan Club 101, yang tarif normalnya 230
NIS (New Israeh Shekel) untuk setengah jam. Dia mencantumkan kurs: $1 bernilai
4,35 NIS. "Jadi, 230 NIS
kira-kira senilai $47" Cossem juga merekomendasikan agen pendamping
"untuk tawaran yang lebih baik" dan bahkan mencantumkan nama-nama
"cewek-cewek cakep" favoritnya. Dalam salah satu laporannya, dia menulis
mengenai "acara luar biasa" dengan seseorang yang disebutnya "bernilai 10
di segala aspek. Namanya Alina dan dia impor dan Rusia. Dia jangkung, berambut
panjang dan pirang asli, bodi sempurna, mata dan wajah cantik, payudara menarik
yang tegak dan kencang, juga asli, ditambah sifat amat peramah.
Mainnya hebat sekali." Cossem merinci setengah jam penuh kenikmatan sebelum
mereka "sama-sama ambruk di ranjang, mandi keringat walaupun ada AC di kamar,"
dan menambahkan bahwa dia 100
persen yakin erangan dan rintihan kenikmatan Ahna "semuanya sungguhan". Cossem
menggambarkan Alina "sangat istimewa". Saking istimewanya, Cossem sampai
mencantumkan nomor telepon agennya dan alamat halaman web yang menampilkan Alina
telanjang. "Kalau ada anggota tempat ini yang sedang ada di sini, kamu mesti
coba dia atau menyesal. Aku cuma berharap Alina tidak kebanyakan bekerja dan
jadi rusak, karena dia ini intan yang amat langka dan mesti diperlakukan dengan
hati-hati dan penuh rasa hormat."
Hampir semenjak awal mula internet, wisata seks ke sejumlah negara di seantero
dunia telah menjadi sajian rutin situs-situs web dewasa. Para operatornya
menghiasi paket tawaran mereka dengan janji-janji surga seks.
Biasanya, situs-situs wisata tersebut tidak langsung menawarkan seks tapi
iklannya menyiratkan apa yang akan dilakukan pendamping. Mereka menyatakan
perempuan-perempuan pendampingnya "berpikiran terbuka"
dan menyediakan "servis lengkap" atau "pengalaman seperti dengan pacar sendiri".
Janji-janji tersebut diselingi katalog berisi gambar-gambar perempuan berpakaian
minim. Rincian fisik mereka ditonjolkan, bersama-sama daftar aksi seks yang bisa
diharapkan serta rincian biaya tur, tiket pesawat, pemesanan hotel, dan syarat
visa. Tujuan-tujuan wisata seks paling populer sekarang adalah negara-negara yang
menyediakan perempuan dari bekas Uni Souiet. Internet penuh situs-situs yang
mempromosikan klub seks, bordil, panti pijat, dan agen pendamping di Frankfurt,
London, Amsterdam, New York, dan Toronto.
Situs-situs tersebut juga menawarkan wisata "romantis" atau "perkenalan"
ke St. Petersburg, Moskwa, Minsk, Kyiv, dan Odessa. Salah satu agen wisata seks
terkenal di Odessa menyatakan, "Kami peduli kebutuhan semua klien kami dan ingin
persinggahan Anda di sini bisa dinikmati. Kami juga peduli kesehatan gadis-gadis
kami. Tiap gadis dites kesehatan lengkap tiap minggu." Agen tersebut mengaku
mensyaratkan gadis-gadisnya melalui banyak "ujian dan kontes erotis" untuk
menjadikan mereka "layak" bagi para laki-laki yang akan mereka layani. Paket tur
termasuk penjemputan di bandara, pemesanan kamar di hotel "populer", sopir,
keamanan, wisata melihat-lihat, reservasi restoran, kunjungan ke pemandian
Rusia, "dan hiburan apa pun yang Anda inginkan". Menurut situs itu, "Tujuan
utama agen ini adalah memerhatikan kenyamanan dan kebutuhan Anda. Anda tak akan
bosan dengan gadis-gadis kami."
Wisata seks marak karena berbagai macam alasan. Pertama, wisata seks memberi
rasa kebebasan kepada laki - laki. Dengan bepergian ke negeri asing demi seks,
mereka merasa merdeka melakukan hal-hal yang biasanya mereka tak berani lakukan,
baik karena norma-norma masyarakat, ikatan keluarga, maupun alasan yang lebih
gamblang yaitu ancaman sanksi hukum. Daya tarik utama bagi banyak laki-laki yang
menggunakan jasa wisata seks adalah kemungkinan meniduri gadis muda, apalagi
kalau remaja berumur belasan yang cantik. Mereka tahu bahwa kalau mereka mencoba
melakukannya di negeri asal mereka, mereka bisa dipenjara. Di rumah,
"tidak boleh" selalu berarti tidak boleh. Tapi ketika laki-laki hidung belang
ikut tur, mereka tahu gadis-gadis yang akan mereka temui sangat menginginkannya
dan sudah terlatih untuk memberi kenikmatan. Malah, perusahaan penyelenggara tur
sering menjamin bahwa klien mereka tak akan menyesal. Agen Odessa, misalnya,
sampai bersusah-payah menyatakan gadis-gadisnya layak: "Perempuan Slavia selalu
terkenal karena kepatuhannya dan kerelaannya memenuhi keinginan apa pun. Saat
yang Anda lewatkan ditemani gadis kami akan selalu terkenang dalam benak Anda
dan Anda akan sering mengingatnya dengan puas dan nikmat."
Bagi para laki-laki yang ingin lebih daripada kencan semalam saja, internet juga
telah memunculkan generasi baru pengantin pesanan. Agen-agen dan situs-situs web
memasarkan perempuan dan bekas Uni Soviet dan negara-negara berkembang sebagai
calon pasangan idaman laki-laki Barat.
Situs-situs tersebut sarat dengan biodata dan foto-foto perempuan cantik
tersenyum. Dalam skenario, biasanya klien-klien laki-laki memulai di antara
selusin perempuan untuk "diwawancarai". Setelah memulai, para agen langsung
menyiapkan tur satu atau dua minggu ke negeri asal si perempuan. Berdasarkan
harga dan deskripsi tur, sepertinya pernikahan justru sama sekali bukan tujuan
sebagian besar laki-laki tersebut. Biasanya, paket yang ditawarkan tak lebih
daripada wisata seks. Dan, pengantin pesanan e-mail bukan sekadar tren terbaru:
bisnis tersebut tumbuh hingga beromzet jutaan dolar.
Internet kini adalah sarana pemasaran pilihan "agen-agen pernikahan"
di seantero dunia, karena menawarkan cara lebih cepat dan manjur untuk mengurus
inventaris dan menjangkau klien potensial.
Satu situs menyanjung sifat-sifat pengantin rumpun Slavia, menyatakan bahwa
perempuan Rusia "jauh lebih penyabar" dan toleran ketimbang perempuan Barat.
Menurut situs tersebut, "Mereka lebih peduli dan bisa diandalkan. Mereka adalah
mitra, bukan pesaing." Lalu dikatakan bahwa perempuan Rusia, "harga dirinya tak
tinggi", dan bahwa "sementara perempuan Barat menganggap dirinya dewi dan bisa
menghadapi apa pun sendirian, perempuan Rusia tidak akan sampai hati
meninggalkan suami yang buruk karena takut tidak akan mendapat gantinya. Selama
bertahun-tahun negara dan kaum laki-laki telah menindas mereka, dan mereka tak
menganggap tinggi dirinya sendiri." Tawaran itu diakhiri dengan pernyataan bahwa
perempuan Rusia "terawat, bergaya, dan cerdas" dan bahwa "mereka jarang
kegemukan - barangkali karena stres terus-menerus dan mahalnya makanan."
Perempuan Rusia amat populer, sebagaimana juga gadis-gadis dari negara-negara
tetangganya seperti Ukraina. Russian International Marriage Agency, misalnya,
menyatakan memiliki "gadis-gadis terbaik" dari bekas Uni Soviet. Situs agen
tersebut dibuka dengan memberi gambaran kesenangan romantis dan kekeluargaan:
"Tuan-tuan, apakah Anda mengimpikan sentuhan penuh kasih" Tubuh yang cantik di
ranjang Anda" Tawa ceria seorang anak?" Komentar terakhir itu lebih meresahkan.
Dalam dunia trafiking seks, kalimat tersebut adalah sandi - sinyal bagi para
pedofil bahwa tawarannya mencakup gadis di bawah umur. Jika si "tuan" menjawab
pertanyaan itu dengan ya, maka dia diberi tahu "Anda sudah menemukan tempat yang
tepat!" dan "Impian Anda bisa jadi kenyataan dalam beberapa menit." Semuanya
terkesan lumayan romantis hingga pembaca sampai ke bagian yang ada gambar-gambar
telanjangnya: "Gadis-gadis kami tak akan menyembunyikan apa pun," agen itu
mengumumkan. "Anda akan melihat mereka sepenuhnya-telanjang. Sebagian besar
punya set foto. Anda akan lihat semua yang ingin Anda lihat. Anda tak akan
kecewa. Kami jamin Anda tak menyesal."
Situs-situs tersebut hanya kedok untuk perdagangan perempuan.
Petunjuk pertamanya adalah foto-foto erotis. Tentu saja laki-laki yang betul-
betul mencari istri tidak bakal memilih dan katalog foto bugil yang dipasang di
web! Lagi pula, agen-agen itu tak hanya menyiarkan undangan seks; mereka membuka
kesempatan membeli dan menjual perempuan, bukan sebagai calon istri tapi budak.
Agen-agen tersebut tak melakukan pemeriksaan apa pun, dan tidak juga menyeleksi
laki-laki yang ingin bergabung. Satu-satunya syarat adalah uang: kalau klien
membayar biaya keanggotaan, dia bisa masuk. Itu bukan berarti sebagian situs
tersebut bukan sungguhan. Beberapa memang sungguhan. Banyak perempuan yang
memang mendapat lamaran pernikahan dan beberapa memperoleh suami yang
memperlakukannya dengan baik. Tapi ada juga banyak kisah tragis perempuan-
perempuan yang ditipu laki-laki yang melamar mereka, yang menjerumuskan mereka
ke dalam trafiking dan pelacuran atau menjadikan mereka budak di negeri asing
yang jauh. Bagi para laki-laki yang ingin kenikmatan tanpa risiko perjalanan atau penyakit,
internet menawarkan kompromi ideal: siaran langsung pertunjukan seks interaktif,
atau pertunjukan intip plus. Berkat teknologi komunikasi langsung dan konferensi
video terbaru - makin banyak teknologi yang dikembangkan perusahaan-perusahaan
komputer dengan cepat untuk industri pornografi - seorang laki-laki mata keranjang
di Miami bisa masuk ke suatu bordil di Minsk, memesan seorang perempuan, duduk,
menelanjanginya, dan memberitahunya harus bergerak seperti apa dan harus
mengerang sekeras apa. Semuanya dilakukan di balik perlindungan komputernya, di
benua lain! Si mata keranjang menonton si perempuan, tapi tetap tak terlihat.
Terpisah ribuan kilometer namun terhubung lewat internet, mereka melakukan
permainan "ikuti perintah" yang cabul.
Bruce Taylor dari U.S. National Law Center for Children and Families menganggap
pertunjukan seks interaktif sebagai perpanjangan masalah trafiking.
Diperhatikannya bahwa walaupun penegak hukum sudah lama tahu bahwa ada perempuan
yang dipaksa melakukan pelacuran, "sekarang ada cara baru. Pertunjukannya bisa
dijual ke seantero dunia lewat internet."
Menurut Taylor, "Orang bisa jadi demikian pilih-piih, sampai-sampai mereka
sekarang bisa melihat tipe perempuan tertentu melakukan aksi tertentu."
Dia menegaskan bahwa masalahnya, seiring waktu, kegemaran tersebut akan
meningkatkan permintaan akan budak seks.
JIKA MENELUSURI pesan-pesan di World Sex Guide, Anda akan mendapati bahwa
sebagian besar laki-laki yang berbagi kisah-kisah panas petualangan cinta yang
mereka beli tak sedikit pun tertarik dengan martabat dan hak-hak perempuan-
perempuan tersebut. Ajukan saja komentar mengenai apakah perempuan-perempuan
yang mereka pakai itu mungkin dipaksa melakukannya dan para pengumbar nafsu itu
pun akan betul-betul marah.
Perhatikan debat yang dipicu Arab Man Observing ketika dia menunjukkan bahwa
banyak perempuan yang dianggap pelacur asing di Uni Emirat Arab sebenarnya tak
lebih daripada budak. Tulisnya:
Saya adalah seorang pemuda Arab dan saya sudah beberapa kali pergi ke Abu Dhabi
dan Dubai. Terakhir kali, saya di sana selama beberapa minggu. Saya tahu rasanya
memakai cewek panggilan karena saya sudah mencobanya sendiri. Awalnya sih asyik
dan nikmat. Barangkali seksnya termasuk yang paling sip. Tapi belakangan, kalau
mendengar riwayat cewek-cewek itu, kok jadinya malah sedih. Banyak di antara
cewek-cewek itu yang berasal dari Rusia, Ukraina, dan Chechnya dan didatangkan
lewat trafiking ke Emirat. Pertamanya mereka tak tahu kalau mau dijadikan
pelacur. Mereka diiming-imingi pekerjaan yang wajar seperti kasir atau pelayan
kafe. Arab Man Observing melanjutkan dengan menjabarkan bagaimana banyak perempuan
tersebut terjebak dan apa yang terjadi pada mereka setibanya di UEA. "Cewek-
cewek ini tak kenal siapa-siapa di sana, tak punya uang untuk membeli tiket
pesawat untuk pulang, tak percaya kedutaan besar negara mereka bisa membantu
mereka, dan takut melapor ke polisi karena mucikari mereka menakut-nakuti mereka
sehingga mereka percaya polisi akan menangkap mereka dan menjebloskan mereka ke
dalam penjara." Yang lebih parah, katanya, keluarga mereka biasanya menganggap
mereka bekerja di luar negeri di perusahaan baik-baik dan bisa menabung.
Mau bilang apa dia kepada keluarganya" Bahwa dia meninggalkan negaranya sebagai
perempuan baik-baik dan pulang sesudah melacurkan diri berbulan-bulan" Bahwa dia
dianiaya secara seksual, fisik, dan mental oleh mucikarinya dan sebagian
konsumennya" Saya tahu itu terjadi karena saya melihat bekas-bekas siksaan di
tubuh mereka. Saya tak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti itu, tapi
saya minta Anda sekalian pikirkan.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu datanglah tanggapan-tanggapan terhadapnya. Satu yang paling sengit berasal
dari Fenster: Hei Arabic Man Observing, jadi maumu apa"
Mau jadi pekerja sosial" Sana kerja buat www.gov saja. Ini tempat buat cowok-
cowok yang mau begituan, bukan tempat mendengar cerita cengeng.
Enak saja kamu melempar kesalahan dan tidak mau bertanggung jawab.
Cewek-cewek itu tahu apa yang mereka lakukan dan mereka memilih melakukannya.
Apa saudarimu bakal melakukannya kalau dia miskin dan kepepet" Enggak. Kenapa"
Karena nilai-nilai kekeluargaan, dia memiih tidak melakukannya, dan yang lain
memilih menjual diri, masing-masing bertanggung jawab dengan pilihannya sendiri,
habis perkara. Keributan serupa juga pecah ketika seorang Laki-laki dengan panggilan Hunter
mengenang perjalanannya ke Republik Ceko: "Aku melancong ke Dubi/ Teblice waktu
Juni. Dua desa itu berdekatan dan paling gampang ke sana dengan menyetir menuju
Dresden dari Praha lewat E-55.
Dubi dekat perbatasan Jerman dan penuh bar dengan cewek-cewek penari, beberapa
benar-benar cantik, tidak banyak yang di atas 25, kisaran harga sekitar 50 DM
untuk setengah jam." Ia lantas bercerita ke sana-kemari.
Laporan Hunter memancing teguran pedas dari Anonymous: "Bangsat-bangsat macam
kalian tahu enggak sih berapa banyak perempuan di sana yang sebenarnya budak
seks yang diculik dari Rusia, Ukraina, Belarus, dll."
Bagaimana kalau kakak atau adik perempuan kalian sendiri yang dipaksa
[melayani] 10 sampai 20 bangsat seperti kalian tiap hari?"
Hunter membalas. "Mau bilang apa lagi, itu usaha kotor, kalau enggak suka
membaca tentangnya ya jangan mampir lagi ke situs ini. Kupikir kamu juga enggak
bisa berbuat apa-apa dengan mengomel kepada kami."
Seorang lain membela Hunter: "Cewek-cewek itu miskin dan aku membantu memberi
makan keluarga mereka."
Pertimbangannya memicu tanggapan sengit dari seorang perempuan yang kebetulan
membaca-baca forum itu: Tolol. Kalau kalian terus berpikir bahwa perempuan-perempuan yang kamu bayar
demi seks bukan korban, kalian salah. Mereka tidak mau membuka baju dan tidur
dengan orang asing yang kemungkinan besar tidak mereka sukai. Mereka merasa
nista, jijik, muak, tapi terpaksa terus melakukannya, karena tidak punya
keahlian lain dan mereka bakal digebuki kalau tidak menyetor uang. Semuanya
sangat butuh bantuan dan pelacuran itu harapan terakhir mereka. Kalau mau
membantu mereka, sumbangkan uang tanpa meminta seks.
Lalu orang yang menggunakan nama Wild Man terjun ke perdebatan.
Di negara-negara itu orang banyak yang mati kelaparan. Aku benci orang-orang
goblok yang hidup enak di rumahnya, tolol dan tak tahu apa-apa, berusaha
terkesan "bermoral". Kamu mau mereka mati" Kamu mau keluarga mereka kelaparan
dan terpaksa membunuh bayi-bayi karena tak punya uang untuk makan atau rumah"
Apa kamu sudah membuka dompet untuk membantu mereka" Jelas kamu belum membantu
mereka. Jadi berhentilah mengomel. Kalau kamu bilang, nih, saya menyumbang $100
juta dolar untuk pengentasan kemiskinan, aku bisa menghormatimu. Tapi kamu cuma
ngomong doang. Tidak berbuat apa-apa tapi banyak omong. Omong besar supaya
merasa lebih tinggi karena tidak sedang berada di negara dunia ketiga. Bagaimana
kalau kamu jadi mereka"
Seperti itulah logika yang sesesat-sesatnya. Kalau para laki-laki tersebut
sungguh-sungguh ingin membantu perempuan yang putus asa, mereka akan membantu
tanpa menuntut pamrih berupa seks. Berkoar-koar mengenai kemurah-hatian adalah
puncaknya kemunafikan. Perbuatan-perbuatan para pengumbar nafsu global tersebut
bertanggung jawab langsung atas membludaknya trafiking perempuan. Nafsu mereka
yang tak dapat terpuaskan telah menyebabkan penculikan, penyekapan paksa, dan
pemerkosaan jutaan perempuan muda. Dan, mereka tidak bisa cuci tangan dengan
menyatakan mereka tak tahumenahu mengenainya. Keengganan mencari tahu apakah
perempuan yang mereka pakai itu dipaksa melacur atau tidak itu sama saja dengan
tentara pembunuh yang mengatakan "Saya cuma menuruti perintah." Dan jika mereka
menjelajah internet mencari kepuasan seksual, kemungkinan nantinya mereka akan
menemukan pesan yang ditulis seseorang yang masih punya hati nurani, seperti
Arab Man Observing. Dan sesudahnya mereka tak akan bisa berdalih lagi.
5 Jiwa jiwa pemberani Mobil-mobil sering melambat dan orang
di dalamnya berteriak, "Dasar pelacur!
Pekerjaan seperti itu tak pantas buatmu !"
Tapi mereka tak pernah berhenti
untuk menanyakan apakah mereka
bisa membantuku. - STEFA, remaja Moldova korban
trafiking di Italia BAGI PEREMPUAN korban trafiking, hanya ada sedikit jalan menuju kebebasan. Kalau
tidak diselamatkan, berarti mereka harus berusaha sendiri untuk kabur. Jalan
pertama perlu keberuntungan - baik berupa pelanggan simpatik yang bersedia
mengambil risiko, maupun razia polisi. Jalan kedua - kabur - menuntut keberanian dan
nyali luar biasa. Pada satu kasus upaya kabur, seorang gadis Ukraina yang
disekap dalam sebuah bordil di Bosnia mendengar deru truk-truk besar dari lantai
dua bangunan tempat ia disekap.
Ketika melongok keluar jendela, dia melihat bendera Rusia dan lambang PBB. Si
gadis Ukraina meloncat dari balkon, hanya mengenakan pakaian dalam, dan berlari
sambil menjerit-jerit menuju konvoi militer tersebut. Satu panser berhenti. Para
tentara penjaga perdamaian yang bersenjata lengkap tak gentar dengan preman
pemilik bar. Mereka langsung memberi pakaian kepada si gadis, membawanya dengan
jip, dan sesudahnya membantu si gadis pulang ke Ukraina.
Akan tetapi, keberuntungan atau penyelamatan bukanlah jalur menuju kebebasan
yang biasa dilalui sebagian besar perempuan korban trafiking.
Tragisnya, bagi mereka kebebasan baru akan tiba sebagai akibat penyakit,
kegilaan, atau kalau dianggap "sudah habis". Pada akhirnya, beberapa menyerah
dan bunuh diri. Ketika opsir polisi Kanada Gordon Moon pada Juni 2000 bekerja untuk PBB sebagai
polisi internasional di provinsi Kosovo yang membangkang terhadap Serbia, dia
tak tahu-menahu akan menghadapi apa. Sang detektif tangguh berumur empat puluh
dari kesatuan Ontario Provincial Police membantu PBB menegakkan hukum dan
keteraturan di kawasan kecil Balkan yang dilanda perang tersebut. Tak lama
setelah tiba di sana, dia sudah mesti menyelidiki kejahatan-kejahatan serius -
pembunuhan, penyerangan dengan kekerasan, serangan granat, pengeboman. Para
penjahat telah memasuki tiap segi kehidupan, dan Moon menyadari bahwa para
penegak hukum menghadapi perjuangan berat dan panjang untuk dapat menguasai
keadaan. Ketika ditugaskan di Pristina, Gordon Moon memerhatikan tren yang meresahkan -
perempuan-perempuan muda, sebagian besar dari Moldova, Romania, dan Ukraina,
bermunculan di kantor polisi sambil mengadu bahwa mereka adalah korban
penculikan yang dipaksa melacur. Moon tak perlu waktu lama untuk menyimpulkan
bahwa kejadian-kejadian semacam itu bukan hanya kebetulan. Tapi yang lebih
merisaukannya adalah umur dan keadaan gadis-gadis itu. Moon memutuskan untuk
menanggulanginya. Saya merasakan semangat sungguhan untuk setidaknya membuat masalah itu
diperhatikan karena selama ini belum. Jadi, saya menghadap atasan dan bilang,
"Kita punya masalah serius di sini tapi masalah itu tidak diperhatikan." Dan dia
bilang, "Well, ia, tapi saya tak punya cukup orang untuk mengurusnya." Tapi
akhirnya saya bisa meyakinkan atasan saya guna memberi saya waktu untuk
setidaknya menyelidiki masalah tersebut di daerah Pristina. Barangkali saya
menghabiskan tiga perempat bagian waktu saya mengumpulkan informasi intelijen
dan menyelidiki bar-bar di kota dan kawasan sekitarnya. Situasinya benar-benar
parah. Pada saat yang sama, pemberitaan buruk menghantam satuan polisi PBB. Media massa
setempat menuduh PBB tak memedulikan ratusan perempuan Slavia yang saban hari
diperkosa di bar-bar dan bordil-bordil di seantero provinsi Kosovo. Sebagai
tanggapan, komandan polisi PBB
memanggil Moon dan memberi lampu hijau untuk menindak dan memberantas. Opsir
Moon langsung membentuk Trafficking and Prostitution Investgation Unit dan
segera bertindak. Dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian, unit kecilnya
mulai mendobrak pintu tempat-tempat penjualan perempuan dan menggerebeknya.
"Menurut perkiraan saya, 95 persen lebih perempuan yang kami selamatkan dari
tempat-tempat semacam itu adalah korban trafiking," Moon bercerita. "Hanya
sedikit sekali yang ada di sana karena kemauannya sendiri."
Bagi Moon, tingkat ketidakmanusiawian yang diderita perempuan-perempuan tersebut
dalam penyekapan tak terperikan. Moon, ayah tiga anak, sudah kenyang menyaksikan
kejahatan saat bekerja di satuan pengawasan foto dan video Ontario Provincial
Police di tanah airnya, tapi yang dia temui di Kosovo bak mimpi buruk adanya.
Satuannya menemukan gadis-gadis remaja dirantai dalam gudang bawah tanah yang
berlumpur. Banyak yang tubuhnya penuh bekas-bekas penyiksaan - bekas sundutan rokok di
lengan, bilur-bilur di bokong, dan memar-memar di sekujur tubuh.
"Kondisi hidup gadis-gadis itu, pada sebagian besar kasus, menyedihkan sekali,"
kata Moon, suaranya meninggi karena geram. "Gadis-gadis itu disekap dalam kamar-
kamar mirip sel penjara. Mereka tak diberi makan dengan benar. Mereka tak bisa
mandi. Urusan higiene mereka tak diperhatikan. Sukar dipercaya bagaimana mereka
bisa bertahan hidup."
Waktu kami menggerebek suatu tempat, kami membuka ruang bawah tanahnya dan
menemukan enam gadis yang disekap dan penjaganya ada di depan. Si penjaga akan
masuk kalau ada gadis yang di-panggil, membawanya ke kamar untuk bekerja, lalu
gadis itu akan digiring lagi ke bawah tanah dan disekap lagi. Tidak ada kamar
mandi, jadi gadis-gadis itu terpaksa buang air di pojok ruang bawah tanah. Si
penjaga akan melempar makanan, misalnya hamburger, lewat bawah pintu pada tengah
hari. Cuma itu yang mereka dapat.
Lalu gadis-gadis itu disuruh melayani klien mulai pukul 4 sore sampai pukul 3
atau 4 pagi, dan mereka harus berhubungan seks dengan orang-orang hingga lima
belas kali semalam. Moon mengingat seorang mahasiswi Ukraina berumur sembilan belas yang dia pernah
selamatkan dan perbudakan. Si mahasiswi tadinya menanggapi iklan koran, lowongan
pekerjaan sebagai pengasuh anak di Italia.
Dia bukanlah gadis yang bodoh. Dia hanya ingin mendapat uang supaya bisa
melanjutkan pendidikan. Tahu-tahu dia dikurung di ruang bawah tanah di Beograd
dan dianiaya serta dipelototi oleh sejumlah orang yang mau membelinya.
Sesudahnya, makin lama makin parah.
Akhirnya dia sampai di Kosovo dan selama berhari-hari dia dipaksa berhubungan
seks dua puluh empat jam tiap hari. Lantas kami kebetulan menggerebek tempat dia
disekap dan karena itu kami dapat menyelamatkan dia.
Awalnya, Moon menganggap dia bisa membuat perubahan. Tapi sesudahnya realitas
yang keji pun tiba. Segera setelah unitnya menyelamatkan gadis-gadis, pengganti
mereka pun langsung didatangkan.
Kami habis menggerebek satu bar. Di sana ada dua belas gadis dan kami selamatkan
mereka semua. Semuanya korban trafiking dan ingin pulang. Lalu dua malam
sesudahnya, orang yang punya bar itu sudah menjalankan usahanya lagi. Dia
tinggal menelepon pemasoknya di Beograd dan memesan pengganti. Segampang itu.
Tinggal telepon. "Saya habis digerebek polisi. Kami perlu gadis-gadis baru."
Yang paling mengejutkan Moon adalah bagaimana dua kelompok, yang beberapa bulan
sebelumnya saling bantai, kini mengesampingkan perseteruan yang telah ada
berabad-abad untuk bekerja sama mencari untung dan perempuan. "Ujung-ujungnya,
orang-orang Serbia dan Albania, yang saling benci dan merupakan musuh bebuyutan
satu sama lain, bisa berkomunikasi serta akur dalam urusan kejahatan
terorganisasi dan trafiking perempuan," kata Moon.
Moon meninggalkan Kosovo pada musim semi 2001, dengan puas karena telah
melakukan pekerjaan perintis yang penting. Tapi dia tahu bahwa masih banyak yang
perlu dilakukan untuk memberantas ramainya perdagangan tubuh manusia di bagian
dunia yang menyedihkan itu. Dalam enam bulan saja, detektif dari kota kecil
Orillia di Ontario yang awalnya tak tahu-menahu itu telah menggerebek lima puluh
bar dan bordil di Kosovo dan bersama-sama satuannya menyelamatkan hampir 300
perempuan muda. Sayangnya, upaya Moon sering terasa ibarat melempar ban penyelamat kecil ke laut
yang penuh perempuan tenggelam. Tapi Moon layak berbangga.
Dia melihat masalah yang semestinya tak diabaikan dan menanggulanginya dengan
pantang menyerah. Dia sudah membuat perbedaan.
WALAU JARANG, sudah pernah terjadi peristiwa-peristiwa di mana permintaan
pertolongan dari negeri-negeri jauh ditanggapi dengan penyelamatan dramatis.
Para pekerja di La Strada - lembaga non pemerintah yang berjuang memerangi
trafiking perempuan di Kyiv, Ukraina - menerima telepon bernada panik dari
seorang ibu yang putrinya, berikut teman-teman putrinya, telah dipaksa melacur
di provinsi Montenegro, Serbia. Dalam kasus itu, cukup banyak informasi yang
diperoleh sehingga dapat dilakukan upaya penyelamatan darurat yang serius.
Irina ShVab, seorang manajer di La Starda, menceritakan bahwa seorang Serbia dan
istrinya yang berasal dari Ukraina, yang tinggal di Montenegro, telah mengundang
kelompok beranggotakan delapan perempuan Ukraina untuk bekerja sebagai pelayan
di restoran merekadi Podgorica. Perempuan-perempuan Ukraina itu, yang umurnya
berkisar antara sembilan belas sampai dua puluh dua, datang ke sana pada Oktober
1999, tapi bukannya menjadi pelayan restoran, tujuh di antaranya dijual ke
seorang pemilik klub malam - bekas pegawai kepolisian setempat yang juga preman
terkenal. Gadis kedelapan dikirim ke kota tetangga, Bidva, dan dipekerjakan di
suatu klub remang-remang bernama Black Mont.
Pada siang hari, si pemilik bar mengurung gadis-gadis Ukraina itu dalam gudang
bawah tanah yang dingin dan lembap. Mereka cuma diberi makan sekali sehari dan
dipaksa melayani pengunjung bar pada malam hari.
Untungnya, salah satu klien mereka kebetulan membawa telepon seluler, dan salah
seorang gadis yang pemberani berhasil menelepon keluarganya yang tinggal di
daerah miskin Donetsk di Ukraina timur. Ibunya yang panik meminta pertolongan La
Strada. La Strada mengontak Ann Jordan di International Human Rights Law Group
di Washington, D.C., sesama LSM.
Jordan lalu menelepon anggota Kongres AS, Christopher H. Smith, yang saat itu
merupakan ketua Komisi Keamanan dan Kerja sama Eropa (Komisi Helsinki). Smith,
seorang pembela hak asasi manusia yang vokal, merupakan kekuatan pendorong
undang-undang antitrafiking pemerintah AS
yang ketat. Sang politikus tak buangbuang waktu. Karena tahu benar bahwa korupsi
merajalela dalam lembaga polisi dan pemerintahan di bagian dunia tersebut, Smith
langsung mengirim faksimile "PENTING" kepada perdana menteri Montenegro, meminta
"bantuan langsung".
Smith memberikan rincian yang dibutuhkan kepada aparat Montenegro, dan dini hari
esoknya, satuan khusus polisi menggerebek bar itu. Tujuh dari delapan gadis
Ukraina diselamatkan; yang kedelapan baru saja dijual ke orang Albania pelaku
trafiking sehari sebelumnya. Polisi juga menyelamatkan seorang perempuan Romania
dan dua gadis Moldova. Mereka semua dibawa ke Beograd dan beberapa hari kemudian dipulangkan.
Parahnya, salah satu gadis Ukraina mengenali beberapa polisi yang menggerebek
sebagai klien-kliennya. Tidak mengherankan apabila dalam situasi-situasi seperti
itu, perempuan korban trafiking enggan mencari perlindungan kepada aparat
setempat atau polisi. Operasi penyelamatan tersebut dianggap sebagai suatu keberhasilan, tetapi nasib
gadis kedelapan yang masih tak diketahui membuat teman-temannya amat risau.
Aparat tak tahu menahu di mana dia disekap. Empat bulan kemudian dia mendadak
pulang. Dia diselundupkan dari Albania ke Italia dengan perahu motor cepat
melintas Laut Adriatik dan dipaksa bekerja sebagai pelacur di jalan raya di luar
Roma. Mucikarinya membebaskan dia karena dia hamil dan tidak lagi bisa
dimanfaatkan. Si gadis yang amat terluka oleh segala kemalangan itu pulang ke
kota asalnya. Dia tak tega melakukan aborsi dan memutuskan melahirkan bayinya.
TEMBOK-TEMBOK TINGGI dan pagar kawat mengeliingi suatu kompleks bangunan di
pamtari Laut Adriatik dekat San Foca di "ujung hak sepatu"
Italia selatan. Tempat tersebut bagaikan benteng. Kamera video mengawasi terus
menerus. Satpam bersenjata mengawasi sekeliingnya dan sepasukan penjaga yang
tangguh menjaga gerbang elektroniknya. Tak seorangpun boleh masuk tanpa izin
orang yang berwenang di sana - Don Cesare Lo Deserto. Pada hari apa saja, Laki-
laki bertubuh besar bak beruang dengan kepala bulat botak dan tangan kasar
layaknya petani bisa dilihat mondar-mandir di tempat tersebut sambil berbicara
serius di telepon seluler.
Berpakaian jas abu-abu pudar dan kemeja hitam, dia berjalan pelan-pelan seperti
penjaga pintu klub malam. Dia memakai kacamata penerbang dan tatapan matanya
yang tajam kadang-kadang sungguh menakutkan.
Pengamanan ketat diperlukan karena Don Cesare sudah berkali-kali diancam akan
dibunuh. Banyak gangster Albania yang ingin melihat dia mati atau setidaknya
tersingkir. Don Cesare telah mengacaukan usaha kriminal para gangster Albania
dengan merampas "barang dagangan" yang mereka anggap bukan haknya, dan pada
beberapa kesempatan mereka telah mencoba mengambil barang milik mereka kembali.
Natasha Karya Viktor Malarek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, sang don tidak gentar, dan tidak bermaksud menyerah kepada tuntutan
para gangster Albania. Di setengah lusin bangunan bergaya bungalow di ujung
utara kompleks tersebut, tinggallah sembilan puluh perempuan muda dari Eropa
Timur, sebagian besar dari Moldova, Romania, dan Ukraina, dengan aman.
Semuanya telah diselundupkan ke Italia oleh mucikari-mucikari Albania untuk
dipekerjakan di jalanan. Sampai Don Cesare menemukan dan membawa mereka ke
kompleksnya. Di seantero daerah itu, perempuan-perempuan itu dikenal sebagai
gadis-gadisnya Don Cesare, dan tempat yang mereka anggap rumah bernama Regina
Pacis. Regina Pacis adalah tempat pengungsian. Don Cesare adalah seorang pastor Katolik
Roma, dan misinya dalam hidup adalah menyelamatkan perempuan dan jalan-jalan
mesum di kota-kota Italia. Tugas mulia Don Cesare sudah berkali-kali membuatnya
nyaris kehilangan nyawa. Para gangster Albania tak bisa membiarkan saja seorang
pemuka agama yang mengganggu mata pencaharian mereka. Pada satu kesempatan, awal
Februari 2001, dua preman datang untuk membujuk sang pastor supaya jangan
mencampuri urusan mereka. Don Cesare sedang keluar berjalan-jalan di pantai
seberang kompleksnya ketika dua laki-laki Albania muncul dari hutan di dekat
sana. Ketika mereka datang, mereka berlaku sangat hormat. Mereka tidak mengenakan
topeng dan salah seorang berbicara bahasa Italia dengan fasih. Lalu saya melihat
pistol yang mereka bawa. Mereka dengan tenang memberi tahu saya supaya berjalan
bersama mereka. Kami menuju daerah berpohon yang tidak jauh dan sana. Mereka sangat santai.
Setelah kami mencapai daerah berpohon tersebut, mereka mulai mengancam saya.
Mereka memberi tahu saya bahwa mereka sudah membeli perempuan-perempuan
tersebut, bahwa perempuan-perempuan itu adalah milik mereka, dan mereka menuntut
saya mengembalikan hak milik mereka. Mereka juga memperingatkan saya akan
kemungkinan konsekuensi upaya penyelamatan yang saya lakukan - baik bagi saya
maupun bagi gadis-gadis itu.
Pesan mereka sangat jelas.
Khawatir karena sang pastor sudah pergi terlalu lama, satu regu petugas
Carabinieri dan kompleks mencarinya. Selagi para Carabinieri mendekat, kedua
preman Albania lari tunggang langgang.
Ketika mengingat-ingat kejadian itu berbulan-bulan sesudahnya di kantornya yang
bersahaja dalam kompleks, Don Cesare tak sedikit pun tampak gentar. Dia
menganggap bahwa dirinya sedang melakukan pekerjaan Tuhan, dan perlindungan
siapa lagi yang bisa lebih hebat daripada itu" Tapi, saat ini, kalau Don Cesare
bepergian ke luar kompleks, selalu ada tiga pengawal bersenjata di sekitarnya.
Lima puluh meter saja dari kompleks Don Cesare, ombak laut Adriatik yang biru
menyapu pesisir. Don Cesare menatap ke kejauhan, membayangkan apa yang akan
dibawakan laut pada malam-malam berikutnya. Selepas cakrawala, menyeberangi
Selat Otranto yang sempit, Italia dan Albania hanya terpisah sejauh empat puluh
mil laut. Di seberang sana terletaklah Vlore - pelabuhan pengiriman bagi bisnis
perdagangan budak modern lintas Eropa. Tiap malam, dalam lindungan kegelapan,
dengan panduan mercusuar Tanjung Otranto, para penyelundup Albania meninggalkan
kota Vlore naik scafi - perahu karet bermotor. Mereka melesat menyeberang selat,
sambil berusaha menghindari penjaga pantai Italia.
Pesisir Italia yang panjang dan berkelok-kelok nyaris mustahil dijaga ketat.
Pemerintah Italia malah sudah menyerukan permohonan agar diadakan koordinasi
internasional yang lebih serius untuk memerangi penyelundupan dan apa yang
disebut "salah satu jejaring kejahatan terorganisasi paling berbahaya yang
beroperasi di Laut Tengah".
Selama satu dasawarsa kemarin, para penyelundup Albania terusmenerus bisa
berkelit dari penjaga pantai Italia. Kalau ditempel ketat ketika dikejar, para
scafisti menggunakan manuver-manuver yang tak terduga. Untuk menghindari
penangkapan, mereka mendorong kargo manusia mereka ke laut. Selagi penjaga
pantai sibuk menolong perempuan-perempuan yang diceburkan dari laut yang
bergolak, para penyelundup kabur ke pesisir Albania yang relatif aman. Yang
lebih tragis, banyak sekali perahu yang tenggelam karena badai mendadak, dan
mayat-mayat penumpangnya pun terhanyut sampai kandas di pantai.
Sambil menggeleng-gelengkan kepala karena kesal, sang pastor yang berumur empat
puluh dua merasa sukar memahami mengapa orang-orang itu bisa sebegitu kejam demi
mendapat keuntungan dengan menjual manusia lain. Don Cesare bukanlah orang yang
suka berkhotbah. Salib kecil yang menggantung di bawah kerah putihnya adalah
satu-satunya lambang pekerjaannya. Sang veteran misi ke Brazil, Rwanda, dan
Madagaskar adalah orang yang bersahaja. Dia tak pernah memaksakan agama kepada
perempuan-perempuan yang diselamatkannya.
Pada pertengahan 1990an, ketika pulang ke kampung halamannya, provinsi Puglia,
Don Cesare menyaksikan perahu-perahu penyelundup menurunkan kargo manusianya
saban hari di pesisir Italia - banjir pengungsi dari Yugoslavia dan negeri-negeri
lain yang tercabik-cabik perang. Pada 1995 dia mendirikan Regina Pacis di suatu
kompleks bekas perkemahan musim panas anak-anak dan membuka pintunya bagi mereka
Asmara Dibalik Dendam 2 Pendekar Hina Kelana 9 Satria Terkutuk Berkaki Tunggal Medali Wasiat 9