Beauty Honey 3
Beauty Honey Karya Phoebe Bagian 3
sedang kau sentuh" Air panas bisa ikut masuk kesana!"
"Kalau begitu biarkan aku menyentuhnya dengan sesuatu yang lain.
Aku sudah sangat mengharapkannya!"
"Disini" Didalam Bathub" Kenapa tidak kita selesaikan dulu ritual
mandi ini dan pindah ke tempat tidur. Aku akan lebih nyaman disana!"
"Sudah tidak ada waktu lagi, Honey. Sebentar lagi waktunya makan
malam! Kau siap kan?"
Matsuri tidak menjawab apa-apa dan Kay menganggap kalau ia
setuju. Dengan sedikit usaha Kay perlu mengangkat tubuh istrinya
sehingga bagian tubuhnya yang mengeras bisa masuk dengan sukses
kedalam diri Matsuri yang panas. Matsuri mengeluh saat merasa bagian
paling sensitif dari dirinya sudah sangat penuh. Ia merasakan kalau kali
ini ada rasa yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, Kay belum
bergerak sama sekali meskipun Matsuri menunggunya lama. Ia
menoleh memandang Kay yang berada di belakangnya dengan nafas
yang mulai memburu. "Kau tidak akan melakukan apa-apa" Hanya seperti ini saja" Kalau
begitu akhiri saja!"
Kay mendengus. "Apa dirimu tidak mengerti juga" Aku ingin kau
yang bergerak, Janganlah bersikap pasif seperti yang biasa kau lakukan
selama ini." Kay meremas payudaranya semakin kuat dan Matsuri
mengeluh lagi. "Aku menginginkanmu, Matsuri!"
"Tapi kau menyakitiku." Matsuri menepuk tangan Kay yang sudah
bersikap tega sehingga Kay mengendurkan cengkramannya. "kau bisa
merusak tubuhku kalau begini. Setelah tubuhku rusak kau akan mencari
wanita lain padahal semuanya adalah salahmu!"
"Oke, sekarang bukan saatnya berdebat. Lakukanlah, karena aku
sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi."
Kedua tangan Matsuri menggenggam pinggiran bathub kuat-kuat,
Ia mulai menggerakkan tubuhnya dengan teratur dan berhenti sesekali
saat pinggulnya terasa sakit. Tapi Kay membantunya dengan
menggenggam pinggangnya dan mengatur ritme permainan dengan
sangat baik. Sedikit membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya, tapi
mereka berhasil menyelesaikan semuanya dengan sebuah lenguhan
panjang yang membuat Matsuri benar-benar letih, ia nyaris saja berdiri
jika Kay tidak segera menarik pinggangnya dan memaksa Matsuri
berbaring di atas tubuhnya tanpa melepaskan bagian tubuh yang
menyatu selama lebih dari setengah jam. Kedua tangan Kay kini
bersilang di depan dadanya, Matsuri bisa merasakan kalau Kay sedang
berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Kau kelihatannya sangat lelah sekali." Matsuri mengerutu.
"Seharusnya aku yang lelah!"
"Kau tidak bergerak sendiri nyonya, Aku membantumu dan kau
tau betapa berat tubuhmu" Tenaga yang ku keluarkan mungkin lebih
besar dari angkat beban di fitness center!"
Matsuri mencubit tangan Kay yang ada di depan dadanya sehingga
Kay menarik kedua tangannya dan mengeluh kesakitan. Beberapa detik
kemudian Matsuri harus terperangah, sebuah rantai perak yang panjang
melingkupi lehernya dengan sebuah kunci sebagai bandulnya. Di kunci
itu terdapat empat buah angka yang Matsuri tidak bisa mengerti artinya,
1707. Bukan hari ulang tahunnya, bukan juga Kay, dan bukan tanggal
pernikahan mereka. Matsuri menyentuh kunci itu dan memperhatikannya lekat-lekat.
"Ini apa?" "Ini kunci apartemen kita di Tokyo! Aku sudah menyiapkannya
sejak berbulan-bulan yang lalu." jawab Kay. "Seharusnya aku
memberikan ini kepadamu di hari terakhir kita di Paris, tapi aku sudah
tidak sanggup lagi menyimpannya berlama-lama. Kau lihat angkanya"
Ingat tidak, kau menerima lamaranku setelah perdebatan hebat kita,
saat itu tanggal 17 juli"
Matsuri berusaha memutar tubuhnya untuk melihat wajah Kay,
tapi Kay segera mempermudahnya dengan meletakkan dagunya di
bahu istrinya. Ia juga memandangi kunci itu, mereka memandanginya
bersama-sama. "Kau yakin dengan semua ini" Kalau kau meninggalkanku
apartemen ini akan jadi milikku!"
"Memangnya kenapa" Ambil saja semuanya. Ini tidak akan
sebanding dengan semua yang kau lakukan untukku, nyonya! Kau pasti
sangat menderita menghadapi orang sepertiku!"
"Tidak juga, kau cukup bisa membuatku merasa nyaman!"
"Cuma itu" Lalu kau tidak mencintaiku" Bagaimana caranya agar
aku bisa membuatmu mencintaiku" Karena sepertinya aku sudah mulai
mengharapkanmu untuk itu, Sepertinya aku mencinta..."
"Selesaikan dulu semua urusanmu dengan Eve." Matsuri
memotong ucapan Kay dengan tegas. "Jangan pernah mengatakan hal
itu sebelum semua urusanmu selesai karena aku tidak suka kecewa
untuk yang kedua kalinya. Aku tidak mungkin mencintai orang lain
yang hatinya bukan milikku!"
"Ya, itu bedanya aku denganmu, Kau mencintai orang yang kau
fikir sudah memberikan hatinya untukmu seperti Arata meskipun
ternyata kau tertipu, sedangkan aku selalu mencintai orang yang
hatinya bukan milikku!"
Suara Kay yang terdengar kecewa membuat Matsuri spontan
mengangkat tangannya dan menyentuh kepala Kay. Hal itu bisa
membuat Kay mengembalikan senyumnya.
"Neechan, bagaimana kalau sekali lagi!" Kay mulai membujuk
dengan manja. "Apa?" Suara Matsuri tiba-tiba meninggi. Ia menarik tubuhnya
menjauhi Kay sebisanya. "Kau sedang membeliku" Memberikanku
sebuah apartemen untuk bercinta denganku sepuasnya" Sudah cukup,
ini akan sangat menyiksaku! Satu lagi. Jangan pernah menggunakan
kata Neechan untuk merayuku. Mulai saat ini senjatamu itu tidak akan
mempan lagi!" Kay tertawa terbahak-bahak untuk kali ini, "Neechan, Kau tidak
akan ku lepaskan." Bab. 33 Kay membuka mata dengan perasaan sangat tenang karena ia
bangun tepat pada waktunya, beberapa menit sebelum makan malam.
Ia menoleh kepada Matsuri yang masih tertidur nyenyak disebelahnya
dengan wajah yang damai, Kalung rantai berbandul kunci yang Kay
berikan saat di kamar mandi tadi masih melingkari lehernya dan Kunci
yang bertuliskan angka 1707 itu seolah-olah juga sedang berbaring
disebelahnya. Kay terkenang dengan kata-katanya tadi, kata cinta itu
keluar begitu saja seolah-olah bukan kata yang penting. Kay
mengucapkannya tanpa perasaan apa-apa dan ia melakukan itu untuk
menarik hati Matsuri. Ternyata kata-kata itu sama sekali tidak bisa
untuk merayu wanita yang ini, semua kata-kata Kay seolah-olah tidak
memiliki efek yang signifikan terhadapnya. Mau tidak mau kata-kata
respon dari Matsuri terus terkenang di benaknya.
Selesaikan dulu urusanmu dengan Eve. Bagaimana caranya"
Cukupkah hanya bicara saja sedangkan jauh di dalam hatinya Kay
sangat ingin bersama dengan Ivea meskipun hanya sebentar. Mengingat
Ivea, membuat Kay di kacaukan oleh berbagai macam rasa. Kesal,
marah, benci, tapi juga sayang, cinta, kasihan. Bagaimana caranya Kay
bisa menghadapi Ivea dengan baik dengan perasaan berlawanan yang
terus menerus berperang didalam dirinya.
Kay terbangun dari lamunannya karena mendengar suara pintu
kamarnya di ketuk tiga kali. Sebuah suara membuatnya merasa di jalari
kegugupan yang sangat luar biasa, suara yang sangat ingin di
dengarnya sekaligus suara yang selalu ingin di singkirkan dari
hidupnya untuk selama-lamanya. Suara Ivea.
"Maaf, Matsuri Neechan. Makan malam sudah siap!"
Kay tidak menjawab. Ivea memilih Matsuri sebagai lawan
bicaranya dan Kay lumayan bersyukur karena itu berarti ia tidak harus
menjawab apa-apa. Tapi mendengar ketukan pintu sekali lagi diiringi
dengan suara Ivea yang terus memanggil-manggil membuat Kay merasa
tidak tahan. Harus menjawab bagaimana"
"Ada apa?" Matsuri terbangun dan bertanya dengan suara yang
sangat pelan. Kay bisa merasa sedikit lega.
"Matsuri Neechan!"
Mendengar suara Ivea Matsuri menatap Kay sejenak. Ia menghela
nafas lalu menjawab. "Ya, Eve?"
"Makan malam sudah siap!"
"Baiklah, kami segera kesana, terimakasih!"
Suara langkah kaki samar-samar menjauh dari kamar itu
menandakan kalau Ivea sedang berjalan ke tempat lain. Gadis itu
sepertinya kembali keruang makan dan itu cukup bisa memberikan
ketenangan kembali kepada Kay, ia menghembuskan nafasnya perlahan.
"Dia sudah dari tadi disana?" Matsuri kembali bersuara.
"Tidak begitu lama!"
"Dan kau tidak menjawab" Mau sampai kapan begini?"
"Aku harus bagaimana terhadapnya?"
"Mulailah dengan bertanya apa saja. Jangan membuat dirimu
menjadi bodoh seperti ini setiap kali menghadapi dia!" Matsuri bangkit
dari tempat tidur dan menarik selimut yang membungkus tubuhnya
menjauh dari Kay. Kay sudah berpakaian lengkap sedangkan dia tidak,
Matsuri belum memakai apa-apa semenjak keluar dari kamar mandi
karena Kay tidak mengizinkannya. "Sekarang pergilah duluan kesana.
Aku akan segera menyusul."
"Kenapa tidak bersama-sama saja?"
Matsuri memutar matanya kesal. "Kau ingin melihat aku
mengganti pakaian" Setiap kali aku mencoba melakukan itu kau selalu
memaksa untuk mengulangi kejadian di Bathub tadi. Jadi jangan cobacoba untuk
melakukannya sekali lagi. Sekarang pergilah!"
Kay memandangi Matsuri dengan tatapan kesal, tapi hanya sedikit.
Ia tidak pernah kesal kepada Matsuri dalam kadar yang banyak.
Meskipun bukan cinta, ia sudah sangat menginginkan Matsuri,
menyayangi wanita itu benar-benar seperti ia menyayangi seorang
pasangan hidup yang kompeten dan berbakat untuk mendampinginya
selamanya. Bukan hanya sekedar perasaan nyaman seperti di awalnya,
bukan hanya untuk melupakan kesedihan bersama-sama. Apapun yang
terjadi hari ini benar-benar karena Kay menginginkannya. Kay
melangkah lesu menuju ruang makan dan mendengar bunyi pintu di
kunci saat ia baru saja keluar dari pintu yang sama. Berjalan menuju
tempat itu membuatnya merasa semakin gugup, ada sesuatu disana,
sesuatu yang menurut firasatnya akan membawa pengaruh besar dalam
hidupnya. Sebuah bayangan duduk dengan khusyu' di salah satu kursi ruang
makan itu. Ivea seorang diri menanti sambil menatap makan malamnya
dan belum menyentuhnya sama sekali. Jika tidak teringat kalau pintu
kamar sedang di kunci oleh istrinya, mungkin Kay sudah berlari
kembali kesana dan berlindung di balik tubuh Matsuri, berlindung dari
Ivea dan perasaannya. Sebelum benar-benar mendekat Kay berusaha
untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya dan memenuhi paruparunya lalu
meniupkannya lewat mulut dengan sangat pelan dan
tanpa suara. Setelah lebih siap, ia melangkah mendekati meja makan
dan duduk di hadapan Ivea, entah mengapa ia memilih kursi itu. Ivea
memandangnya dengan tatapan tak menyangka dan berusaha untuk
terlihat tidak kikuk. Kay menelan ludah, ia harus bicara, menanyakan
apa saja asalkan mereka tidak terlihat sangat kaku karena mereka hanya
berdua disini dan Matsuri belum menyusul. Sedangkan Bian entah
wanita itu ada dimana. Tunggu dulu! Bian dimana"
"Bian ada dimana?" Akhirnya Kay mampu bersuara juga.
Ivea mengerjapkan mata seolah-olah tersadar dari lamunannya.
"Dia" Mom sudah pulang ke paris sore tadi. Ada urusan penting
katanya!" "Dan dia meninggalkanmu sendiri?"
Gadis itu mengangguk. Kay mulai emosi karena ini sama sekali di
luar dugaannya. Bagaimana mungkin Bian membiarkan putrinya
sendirian sedangkan di tempat yang sama ada pengantin baru yang
sibuk brcinta setiap saat. Apa dia tidak memikirkan perasaan Ivea" Ini
sama saja dengan membiarkan Ivea semakin terluka karena Kay tau
semua interaksi Kay dan Istrinya selalu melukai Ivea. Kay bahkan bisa
mengingat dengan jelas airmata Ivea saat melihat Tangan Kay
menggandeng Matsuri di atas catwalk waktu itu dan mengumumkan
kepada semua orang kalau Matsuri adalah istrinya. "Seharusnya Kau
ikut dengan dia!" "Bagaimana dengan kau dan Matsuri Neechan, Kami tidak mau
mengganggu. Ku dengar tadi..um, ku dengar..." Ivea ragu, ia
menundukkan wajahnya dalam-dalam dan berusaha mengumpulkan
tenaga untuk berbicara. Dadanya mulai terasa sesak dan selanjutnya
kata-kata yang terucap berisi getaran yang tertahan, ia hampir menangis.
"Ku dengar kalian bercinta! Maaf, bukan maksudku..."
"Sudahlah!" Desis Kay. "Kau sudah tau kalau rencana kami bukan
untuk mengikuti kalian kan" Kami sedang berbulan madu disini jadi
hal-hal seperti itu pasti terjadi. Lalu kenapa kau tidak memutuskan
untuk ikut Bian pulang saja" Kau bisa tinggalkan pesan di depan pintu
dan aku pasti akan mengembalikan kunci Villa ini kepada kalian!"
"Aku yang menginginkannya!" Suara Ivea bergetar semakin
dahsyat. Ada sebuah isakan di antara kata-katanya dan ia masih
berusaha menyembunyikannya. "Mom sudah mengajakku pulang, tapi
aku yang ingin tinggal!"
"Kau menangis?" Kay melunak, ia berharap kalau Ivea tidak
sedang mengeluarkan airmata seperti dugaannya. Sekarang Kay mulai
di lingkupi perasaan bersalah. "Coba angkat kepalamu, dan katakan
kenapa kau melakukannya" Semua ini akan menyakitimu, Kau bukan
orang yang bodoh untuk melakukan hal-hal yang bisa menyakitimu
lebih dalam!" Bab. 34 Ivea mengangkat wajahnya. Perasaan Kay benar kalau gadis itu
sudah menangis, wajahnya di basahi air mata dengan bengkak ringan di
bawah matanya. Sebelum ini dia juga sudah menangis dan tangisan kali
ini memperjelas semua yang sudah di sembunyikannya. Ia berusaha
membuka mulutnya tapi ragu. Ivea lalu berusaha lebih keras untuk
mengatakan apa yang ingin di katakannya meskipun semuanya malah
akan membuatnya binasa. "Aku minta maaf, Aku sudah tidak bisa
menahannya. Aku masih belum bisa melenyapkan perasaanku,Kay!
Aku mencintaimu dan merasakan sakit setiap kali kau bersamanya. Aku
ingin memeluk lenganmu seperti yang di lakukannya. Ingin memasak
sarapan untukmu, ingin kau sentuh, kau peluk, kau..."
"Jadi seperti itu" Kau sedang merasa cemburu?"
"Lebih dari sekedar cemburu. Aku iri, sangat iri, ada perasaan
marah setiap kali aku berfikir kau dan dia sedang melakukan sesuatu.
Kita tidak pernah seperti itu, aku tidak pernah bisa memeluk lenganmu,
kita tidak pernah bersentuhan lama!"
Kay mulai di rasuki perasaan iba. Ia pernah merasakan semua ini
dan tau bagaimana rasanya. Perasaan sakit Ivea pelan-pelan juga mulai
menyakitinya. "Kita hanya akan terus saling menyakiti kalau terus
bersama. Mari kita selesaikan semuanya, besok aku akan pergi dari
tempat ini dan ku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi!"
"Tidak, Jangan lakukan itu. Mom, bilang..."
"Kau tidak sekuat Bian, jadi berhentilah memakai namanya untuk
kau jadikan alasan atas semua tindakanmu. Kau tidak harus seperti dia
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena walau bagaimanapun kau tidak akan pernah bisa menyamai
Bian!" "Karena itulah aku tidak akan menyelesaikan masalah ini dengan
caranya. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan caraku!"
Dahi Kay berkerut caranya"
"Tinggalah disini bersamaku, untuk satu minggu saja! Beri aku
kesempatan untuk mencintaimu, untuk menunjukkan kalau aku bisa
melebihi istrimu. Setelah itu kau boleh memilih hidup bersamaku atau
bersamanya!" "Mana mungkin aku bisa begitu, dia..."
Kata-kata Kay terhenti. Ia menatap wajah Matsuri yang berada di
belakang Ivea. Wanita itu menyentuh dan membelai kepala Ivea dengan
lembut meskipun matanya tidak berpaling sedikitpun dari Kay. Ivea
menengadahkan kepala dan memandangnya, tangisannya semakin
menjadi-jadi karena ia mungkin baru saja tersadar dengan
perbuatannya. Ivea sudah merasa kalau dirinya buruk karena sudah
mencintai dua laki-laki sekaligus dan semakin buruk karena melakukan
semua ini. Ia sudah berusaha merampas seorang suami dari istrinya.
"Berhentilah menangis, Eve!" Matsuri masih membelai kepalanya
dan memilih duduk di sebelah Ivea. Sesekali pandangannya terpaku
kepada Kay yang menatapnya dengan pandangan penuh harap. Kay
ingin Matsuri mempertahankannya tapi di sisi lain Kay juga ingin
menghabiskan seminggu, meskipun hanya seminggu bersama Ivea.
"Neechan, aku tidak tau kenapa aku bisa seperti ini!" Ivea berdesis.
Tangan Matsuri berpindah dari kepala menuju bahu Ivea lalu
menepuknya beberapa kali. "Kau hebat, Eve. Seandainya aku bisa
sepertimu." Arata, laki-laki itu yang sedang Matsuri Maksudkan dalam
hal ini. Seandainya ia bisa memohon kepada Arata seperti Ivea
memohon kepad Kay. Tapi Matsuri tidak mungkin melakukannya dan
ia juga sudah lama berhenti mengharapkannya. "Karena itu seharusnya
kau mendapatkan keadilan yang sedang kau perjuangkan!"
Ivea berhenti menangis. Ia memandang Matsuri dengan tatapan
yang luar biasa. Wanita seperti apa dia" Merelakan suaminya untuk
bersama orang lain selama seminggu, bagaimana Bila Kay memutuskan
untuk pergi bersama Ivea dan meninggalkannya untuk selamanya.
"Apa yang sedang Kau katakan?" Tanya Kay shock.
"Kau harus memberikannya kesempatan. Aku sudah bilang, kan"
Kau harus menyelesaikan masalahmu!"
"Bagaimana kalau aku meninggalkanmu karena ini?"
"Aku sudah punya sebuah apartemen untuk menebusnya!"
"Aku serius!" Kay membanting serbet yang tadi di genggamnya
dan beranjak pergi. Tapi ia merasakan tangan-tangan yang melingkupi
langannya, tangan yang sangat Akrab, milik Matsuri
"Sudahlah Kay, Pertengkaran kita nanti saja di lanjutkan di kamar.
Sekarang makanlah dulu!" Matsuri lalu memandang Ivea sekali lagi.
"Kau yang menyiapkan semua ini kan?"
Ivea mengangguk. Ia melakukan semuanya sendiri, memasak
semuanya seorang diri dan berharap semua makanannya adalah
makanan terenak yang pernah di hidangkannya untuk Kay. Tapi
sekarang Kay ingin pergi meninggalkannya"
"Makanlah, dia menyiapkan ini untukmu! Aku akan menunggumu
di kamar!" Bab. 35 Kay menghembuskan nafasnya dengan perasaan masygul. Matsuri
sudah siap pergi dengan pakaian yang sama yang di kenakannya saat
tiba disini. Semalam, Kay berharap ada pertengkaran di antara mereka
tapi semuanya hanya tinggal harapan belaka. Setelah selesai makan
malam, begitu Kay kembali kekamar Matsuri sudah tidur dengan lelap
seolah-olah dia sama sekali tidak menganggap semua perkataan Ivea
sebagai masalah. Sejak pagi Ivea juga tidak banyak berkata apa-apa, ia
menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan sudah siap berangkat pagipagi sekali.
Untungnya Kay memang tidak tidur semalaman dan ia bisa
menangkap kalau Matsuri ingin kabur darinya. Matsuri hanya tertawa
saat Kay menanyakan hal itu.
"Kau tidak boleh pergi jauh. Tunggu aku di Candance!" Kay hanya
bisa mengatakan itu. Matsuri mengangguk, ia melepaskan kalungnya dan memberikan
kunci itu kepada Kay. "Aku tau ini bukan kunci asli. Jadi ku kembalikan
kepadamu dan beritau aku dimana apartemen yang kau beli"
Paswordnya juga jangan lupa!"
"Kau sepertinya benar-benar berniat untuk mengambil alih
apartemen itu?" "Lalu apa lagi yang harus ku lakukan" Aku tidak mungkin pulang
kerumah orang tuaku karena baru satu bulan menikah suamiku sudah
pergi bersama perempuan lain, Ayahku tidak menyukaimu sejak awal,
di bisa membunuhku karena ini!"
"Kau tau resikonya kan" Kau tau bagaimana perasaanku padanya
dan mungkin saja aku bisa meninggalkanmu karena Ivea! Lalu kenapa
kau melakukan semua ini?"
Matsuri meghela nafas. "Entahlah, Kay! Mungkin aku sedang
menempatkan diriku sebagai Ivea, aku ingin di beri kesempatan dan
dapat keadilan untuk mencintai orang yang aku cintai dengan seluruh
meskipun cuma sebentar!"
"Tentu saja, Kau mengatakan itu kepada Ivea semalam."
"Kau punya ingatan yang baik!" Matsuri mengambil tas jinjingnya
yang berisi beberapa pakaian dan menepuk pipi Kay beberapa kali.
"Aku pergi dulu. Aku akan menunggumu sampai Bis terakhir datang
bila kau berubah fikiran. Jika tidak, aku akan kembali ke Tokyo!"
"Kau tidak punya tiket!"
"Aku punya paspor dan Visa! Bukan hal yang sulit untuk
mendapatkan tiket. Aku masih punya tabungan! Sampai jumpa, itu
salam bila kau berubah fikiran. Bila tidak, selamat tinggal!"
Kay menarik lengan Matsuri sehingga tubuh Matsuri terjatuh
dalam pelukannya lalu membiarkan wanita itu meninggalkannya
dengan lambaian yang sangat biasa. Bis terakhir jam delapan malam
dan ia sudah mengetahuinya sejak dulu, Kay akan berbicara dengan
Ivea hari ini dan melihat apakah ia bisa berubah fikiran hari ini juga.
Matsuri bersikap lebih kejam di bandingkan Ivea, ia memberikan waktu
lebih sedikit seolah-olah wanita itu tidak mengharapkan Kay kembali
kepadanya. Hanya hari ini, Kay menghela nafas dan memandangi
wanita yang selama ini memberikan kasih sayang yang tidak bisa di
mengerti, wanita yang tidak mencintainya tapi setia mengabdi, wanita
yang kelihatannya sedang mengundurkan diri dengan cara mencuri
kesempatan karena kejadian semalam.
Bab. 36 Matsuri berjalan dengan tenang menyusuri daerah yang di liputi
salju tipis. Candance Motel masih beberapa blok lagi, tapi ia tidak akan
kesana. Sekarang juga, saat sebuah Bis mendatanginya Matsuri akan
segera pergi. Ia meletakkan tas jinjingnya di pinggir jalan lalu
mendudukinya, berharap bis pertama yang di lihatnya hari ini segera
datang dan segera membawanya pergi. Udara dingin membuatnya
menghembuskan asap tipis dari mulutnya. Sesampainya di Paris ia
ingin mandi air hangat dan beristirahat dengan baik. Seorang laki-laki
setengah baya berdiri di dekatnya. Badannya yang gemuk dan
rambutnya yang mulai memutih di tutupi mantel tebal dan topi yang
terbuat dari woll berwarna biru. Wajahnya yang merah memberikan
sebuah senyum kepada Matsuri. Matsuri membungkuk, menunjukkan
rasa hormat. "Are you Japanese or chinese?" laki-laki itu menyapa dalam bahasa
Inggris. Siapapun yang melihat Matsuri akan sadar kalau dia adalah
seorang wanita Asia dengan rambut berwarna gelap yang lurus dan
kulit putih. Matsuri tersenyum senang, ia fikir orang-orang yang akan di
temuinya hanya akan menggunakan bahasa Prancis. "Japanese, Sir!"
"Kalian dari Asia memiliki wajah yang hampir sama, jadi aku
bingung apakah kau orang Jepang, Cina atau Korea. Kau sedang apa
disini?" "Liburan," "Lalu mana suamimu?"
"Ya" " Matsuri terkesiap heran."Bagaimana anda tau?"
"Kau mengenakan cincin kawin. Kau sudah bersuami tapi pergi
liburan tanpa dia. Kau sedang bersama teman-temanmu" Orang-orang
dari Negara kami sangat tidak menyukai tindakan seperti ini, tapi di
Prancis sepertinya itu bukan masalah."
"Kau bukan orang Prancis?"
"Namaku, Makki, di ambil dari kata Mekah, aku lahir di wilayah
Mekkah dan di Negara kami sangat tidak menyukai bila ada seorang
wanita yang sudah bersuami pergi tanpa mahramnya. Itu tanda ke tidak
setiaan, seorang istri seharusnya terus bersama suaminya apapun
keadaannya, sedang bahagia, sedang sedih, Kaya, miskin, senang, susah,
atau marah. Itu resiko pernikahan kan?" laki-laki itu lalu tertawa. "Tapi
budaya yang begini sudah di anggap kuno untuk zaman sekarang!"
Resiko pernikahan" Matsuri mendesah. Seharusnya ia tetap berada
di sisi Kay. Bukankah selama ini dia selalu berusaha menjadi istri yang
baik dengan membuang egonya jauh-jauh. Lalu kenapa saat ini Matsuri
lebih memilih egonya dan meninggalkan Kay disana" Kay memintanya
untuk menunggu sampai Bis terakhir datang lalu mengapa ia ingin
pergi begitu saja" "Kalian tinggal dimana?" laki-laki bernama Makki itu bertanya lagi.
"Kami tinggal di Tokyo, tentu saja. Tapi selama di Paris kami
menyewa sebuah flat dan di desa ini aku dan suamiku tinggal di Villa
seorang teman." "Jadi suamimu ada disini juga?"
"Iya, dia memintaku menunggunya!" Jawab Matsuri yakin. "Tuan,
kau tau bis terakhir datang jam berapa?"
"Jam lima sore!"
Sebuah Bis berwarna merah darah datang dan berhenti di hadapan
mereka. Makki menawarkan kepada Matsuri untuk masuk tapi Matsuri
menolak, sekali lagi ia mengatakan kepada Makki kalau suaminya
meminta Matsuri untuk menunggunya. Matsuri memutuskan untuk
menunggu Kay sampai Bis terakhir meskipun masih lama, meskipun ia
harus merasa bosan karena ini masih pagi dan ia pasti kedinginan di
tengah salju musim dingin kali ini. Ia seorang istri dan seharusnya
menepati janji. Matsuri akan menunggu Kay, ia memutuskan untuk
menunggu suaminya kembali kepadanya.
Makki memberikan Syal dan Topi woll yang di kenakannya kepada
Matsuri, ia mengatakan kalau firasatnya bilang Matsuri akan menunggu
lama. Mungkin Kay akan datang pada Bis terakhir, mungkin tidak akan
pernah datang. Tapi Matsuri masih belum bergeming dan berharap Kay
tidak membiarkannya kedinginan hari ini. Sebuah lambaian tangan
Makki membuatnya tenang, laki-laki itu bahkan mengucapkan doa
dalam bahasa arab sebelum pergi lalu meletakkan telapak tangannya di
atas kepala Matsuri yang sudah memakai topi pemberiannya. Matsuri
merasa ia mendapatkan kekuatan lain untuk menunggu sampai Kay
datang padanya. Bab. 37 Ivea sudah putus asa, Walau bagaimanapun seharusnya ia sudah
tau kalau Kay mungkin tidak mau berbicara dengannya. Jika bukan
karena Matsuri, Kay juga tidak akan tinggal disini bersamanya. Kay juga
tidak mau makan dan terus-terusan mengurung diri di kamar. Sudah
hampir seharian Ivea berdiri di depan pintu kamar yang terkunci dan
Kay belum juga keluar hingga sekarang. Putus asa, tidak ada satupun
yang bisa menggantikan perasaan itu.
"Kay, Kau masih tidak ingin bicara denganku" Aku bisa menyerah
kalau begini!" Ivea mengeluh, bagaimana ia bisa menunjukkan cintanya
bila Kay bahkan tidak mau menemuinya.
Pintu kamar terbuka tiba-tiba membuat Ivea hampir saja bersorak.
Tapi wajah Kay sama sekali tidak seperti yang di harapkannya. Laki-laki
itu memandangnya datar. "Kalau begitu menyerah saja!"
"Apa?" "Menyerahlah. Aku tidak bisa melanjutkan ini dan aku akan pergi.
Istriku menunggu di Candance!"
"Kau ingin meninggalkanku disini sendirian" Ini pertama kalinya
aku kemari dan aku sama sekali tidak taun jalan pulang! Sekarang juga
sudah gelap. Kenapa kau bersikap seperti ini" Kau tidak mencintaiku?"
Ivea mendengus. Seharusnya ia tau itu karena sampai detik ini Kay
tidak pernah mengatakan kalau ia mencintai Ivea secara langsung.
"Tentu saja!" Jawab Kay.
Ivea memperbesar bola matanya tak percaya. Tentu saja" Itu berarti
Kay juga mencintainya. Lalu kenapa Kay masih berfikir untuk
meninggalkannya dan pergi kepada Matsuri"
"Aku mencintaimu, Sangat!" Kay melanjutkan ucapannya. "Bahkan
sampai detik ini aku masih merasakannya."
"Lalu kenapa kau memilih kembali kepadanya" Aku ada disini"
"Karena dia yang menemaniku selama ini. Satu tahun aku
menunggumu dan kau membiarkanku selama itu" Apakah kau tidak
pernah berfikir kalau aku mungkin saja sudah bersama wanita lain, aku
bisa saja tidak menunggumu. Sekarang jawab pertanyaanku, kapan kau
mulai merasakan perasaan itu" Saat kau mendengar kabar kalau aku
akan menikah?" "Sudah lama! Kau sendiri tau bagaimana semuanya terjadi. Sejak
awal aku sudah menyadari kalau aku mencintaimu, Kau ingin
menyalahkanku" Aku baru mengingatnya setelah bertemu denganmu
di Jepang waktu itu! Tapi jauh sebelum aku mengingatnya aku sudah
merasakannya meskipun bimbang. Kau tau betapa beratnya aku
berusaha untuk menerima pernikahanmu dengan dia" Tapi aku tidak
bisa, sampai detik ini aku tidak bisa!"
"Lalu katakan padaku, setelah seminggu bersamaku, apa yang akan
kau lakukan?" "Bila kau memilihku, tentu aku akan ikut kemanapun kau pergi.
Tapi jika tidak, aku akan kembali ke kehidupanku yang semula." Ivea
masih terus berusaha. Melihat tatapan Kay yang tidak bisa d mengerti
membuatnya benar-benar hampir menyerah. Tapi Kemudian Ivea
merasakan tubuhnya sudah di tarik kedalam kamar dan berbaring di
atas tempat tidur. Kay sudah berada di atasnya dengan kedua tangan
yang hampir menyentuh Ivea. Refleks gadis itu berteriak jangan tapi
Kay terus memaksa untuk menggerayanginya. Entah apa yang di
rasakannya sekarang, takut mungkin adalah rasa yang paling dominan
untuk saat ini. Kay akan menyentuhnya" Tapi mengapa Ivea tidak bisa
menerimanya" Ia berusaha untuk terus menghindar dan menepis
tangan Kay yang terus berusaha dan kelihatannya hal itu berhasil. Kay
berhenti bergerak. Seperti baru saja tersadar Kay menjauhi Ivea yang berada di atas
ranjangnya. "Kau tidak suka" Bukankah kau ingin ku sentuh?"
Ivea menundukkan wajahnya dalam-dalam setelah memperbaiki
posisinya. Ia duduk di pinggir ranjang sambil memegangi ujung
sweaternya dengan tangan gemetar. "Memang, tapi aku tidak siap
dengan ini." "Seharusnya kau siap karena itu bisa saja terjadi selama seminggu
penuh." Kay memandang Ivea yang masih diam. "Kenapa kau
menolakku" Kau tidak bisa melakukannya?"
"Aku shock, kau tidak pernah melakukan ini kepadaku. Ku fikir
kau sedang memikirkan istrimu saat melakukan itu tadi, karena
semuanya terlalu tiba-tiba!" Ivea berusaha menghela nafas meskipun
berat. "Maafkan aku, Aku tidak bisa melakukannya."
"Bagaimana perasaanmu" Takut" Kau mencintaiku kan?"
Ivea tidak menjawab. Untuk apa Kay bertanya kalau ia sudah
mengetahuinya "Aku pergi, Istriku menungguku di candance!"
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tunggu!" Suara yang intens keluar begitu saja secara spontan dari
mulut Ivea. Walau bagaimanapun ia tidak ingin Kay pergi. "Apa hal itu
sangat penting bagimu?"
"Tentu saja..." Kay mengambil tasnya yang berada di atas tempat
tidur. "tidak! Walau bagaimanapun aku tidak akan bisa melakukan hal
seperti itu kepadamu. Dulu tidak, sekarang juga begitu. Tapi aku
kecewa kau menolak padahal kau bilang kalau kau mencintaiku. Kau
tau, wanita yang sedang menungguku di sana, dia melayaniku tanpa
protes, melakukannya dengan patuh setiap kali aku menginginkannya
meskipun dia tau aku sedang memikirkan orang lain. Selama ini dia
selalu menempatkan dirinya di posisimu, sekarang apakah kau sudah
bisa merasakan bagaimana perasaannya" Berpisah denganku tentu saja
bisa membuatnya bebas dari semua beban yang aku limpahkan
kepadanya. Tapi aku tidak akan melepaskannya begitu saja."
Ivea hanya terpaku memandani Kay, ia mati rasa. Tiba-tiba saja
Ivea ragu kalau semua perasaannya nyata. "Tapi, berikanlah aku waktu
seminggu itu agar aku bisa mengetahui bagaimana perasaanku
sebenarnya." "Semua sudah pasti, Seandainya kau memang mencintaiku kau
sudah mencariku sejak lama. Terlepas dari kau ingat atau tidak
seharusnya kau tetap menyusulku ke Tokyo."
"Aku tidak tau harus mencari kemana, mbak Tara tidak mau
memberi tau keberadaanmu!"
"Lalu, apakah Tara pada akhirnya memberi tau keberadaanku
setelah kau tau kalau aku akan menikah?"
Ivea menggeleng. Tara tetap konsisten untuk tidak memberitahukan apa-apa kepadanya. Saat itu Ivea berusaha sendiri
untuk menemukan Kay, mencari tau nama acara yang pernah Kay
datangi di Tokyo, mencari tau melalui Event Organizer tentang siapa
saja desainer yang ikut, bertanya kepada semua orang yang dia bisa,
Ivea benar-benar sudah menghabiskan banyak waktu di Jepang sebelum
akhirnya ia menemukan Kay bersama Matsuri berjalan bersama pada
hari itu. "Kau bisa menemukanku kan" Lalu kenapa kau tidak mencobanya
lebih awal" Jika kabar itu tidak sampai ketelingamu, Kau tidak akan
datang. Seperti yang ku bilang, perasaanmu kepadaku semu, sama
seperti yang sekarang sedang Kau perjuangkan. Kau hanya merasa
takut kehilangan karena aku akan bersama orang lain, karena pecintamu
berkurang satu. Untuk memberi waktu satu minggu bukan hal yang
mudah, entah apa yang akan terjadi selama seminggu dan kau masih
berfikir untuk menjalani kehidupanmu seperti semula jika aku menolak"
Bagaimana dengan Nathan" Dia percaya dan dia menunggu. Aku tidak
ingin kita menyakiti siapa-siapa!"
"Tapi aku juga sakit, Kay!"
"Sebentar, hanya sebentar sampai kau kembali kepada Nathan, ada
orang yang rela melakukan apapun untuk kebahagiaanmu disana. Aku
juga memiliki Matsuri. Sekarang aku akan menyusulnya karena dia
tidak memberiku banyak waktu. Kemasi barang-barangmu dan kita
pulang bersama. Aku hanya punya waktu satu Jam!"
Bab. 38 Candance Motel sangat ramai, Kay menghela nafas berat dan
melangkah ke dalamnya. Masih setengah jam lagi menjelang jam
delapan malam dan Bila Matsuri benar-benar menunggunya seharusnya
ia masih ada disini. Mata Kay mengangkap seseorang yang sedang
menyapanya dalam bahasa Prancis dan betanya apa yang bisa dia
lakukan untuk Kay, dia memperkenalkan diri sebagai pemilik Motel.
Seorang wanita gemuk dengan wajah ramah.
"Tidak ada kamar Kosong tuan, Tapi dua blok dari sini ad
penginapan lain. Aku bisa menyuruh anakku untuk kesana dan
memesan kamar untukmu!" Katanya setelah perkenalan yang
berlangsung begitu cepat.
"Tidak, bukan itu Madame. Saya ingin menanyakan seorang wanita
yang check in disini tadi pagi. Saya suaminya dan dia mengatakan akan
menunggu saya disini!"
Kening wanita itu berkerut tajam. "Seorang wanita" Hari ini tidak
ada seorangpun yang check in ataupun check out dari Motel ini!"
"Benarkah" Mungkin dia hanya mampir untuk numpang
beristirahat." "Kalau yang beristirahat memang ada beberapa orang. Bagaimana
ciri-ciri istrimu itu?"
"Dia sangat menonjol, Madame. Seorang wanita Jepang, usianya
akhir dua puluhan. Rambutnya lurus, berkulit putih. Dia juga memakai
kacamata berbingkai tipis dan bening."
"Sayang sekali, seingatku tidak ada wanita asia yang datang kemari
hari ini, bahkan untuk seminggu belakangan ini. Atau dia sedang
menunggumu di tempat lain?"
"Dia mengatakan akan menantiku sampai bis terakhir datang hari
ini!" Kay menghela nafas berat. "Mungkin dia menunggu di pinggir
jalan, tempat bis biasa berhenti. Aku kesana saja! Maaf mengganggu
Madame!" Kay menghela nafas lalu melangkah lemah. Ia keluar dari
motel dan menemui Ivea yang menunggunya.
"Bagaimana?" Tanya Ivea.
"Dia tidak ada. Mungkin menunggu di tempat bis biasa berhenti.
Kita kesana saja!" Ivea mengangguk. Ada sedikit perasaan bersalah terbersit di
hatinya. Seperti yang Kay bilang, Matsuri mungkin sangat menantikan
saat-saat terbebas dari Kay. Tapi Kay kelihatannya sangat kecewa dan
kehilangan. "Bagaimana kalau dia sebenarnya tidak menunggu?"
Kay diam sejenak, mungkin Matsuri memang tidak menunggunya
seperti yang dia harapkan. Matsuri mungkin sudah ada di paris dan
tidur dengan tenang di flat yang mereka sewa. Tidak masalah, Kay akan
kembali kesana dan menemuinya.
"Monsieur!" Seorang pemuda berusia belasan tahun memanggilnya
lalu berlari kehadapannya. "Anda yang bernama Keith Lavoile?"
Kay mengangguk. "Ya, darimana kau tau namaku?"
"Seorang wanita menitipkan ini," Pemuda itu lalu memberikan
sebuah kunci kepada Kay. Kunci dengan bandul berbentuk sesisir pisang yang terbuat dari
plastik itu adalah kunci flat yang mereka sewa selama mereka tinggal di
Paris. Pasti dari Matsuri, karena hanya Matsuri yang selalu memegang
kuncinya. "Tadi kata pemilik Motel tidak ada wanita Jepang yang
kemari, darimana kau mendapatkannya?"
"Aku bertemu dengan dia di pinggir jalan. Saat itu dia bertanya aku
tinggal dimana dan sempat mengobrol beberapa waktu. Setelah ku
bilang kalau aku tinggal di Motel ini, dia menitipkan kunci ini sebelum
berangkat ke Paris dengan bis terakhir. Dia bilang Tuan Keit Lavoile
akan datang kemari mencarinya. Aku tadi melihatmu bertanya kepada
ibuku, jadi ku pikir kaulah orangnya karena ciri-cirimu sangat mirip
dengan yang di katakannya." Pemuda itu menghela nafas sebentar. "Dia
juga berpesan kau tidak perlu mencarinya di rumah karena dia
langsung ke Tokyo!" Langsung pulang ke Tokyo" Jadi Matsuri menitipkan kunci kepada
anak ini" Sangat ceroboh sekali. Bagaimana bila Kay tidak datang"
Bagaimana kalau ia menyuruh Ivea yang masuk tadi" Atau bagaimana
kalau pemuda itu tidak melihat Kay tadi. Sangat beresiko sekali. Atau
Matsuri memang sengaja ingin membuat Kay sibuk" Bila Kay beruntung,
ia akan mendapatkan kuncinya. Tapi bila tidak, ia harus kembali ke
Paris dan mendapati tidak ada orang di rumah dan pintu flat sama
sekali tidak bisa di buka. Hal itu bisa membuat Kay semakin sibuk dan
semakin membuang-buang banyak waktu di Paris. Sepertinya Matsuri
benar-benar ingin menjauh, ia sudah pergi nak bis terakhir. Tunggu
dulu, bis terakhir" "Tadi kau bilang bis terakhir?" tanya Kay. "Bukankah seharusnya
bis terakhir datang jam delapan malam?"
"Tidak tuan, sudah setahun belakangan bis hanya datang sampai
jam lima sore. Ada masalah angkutan dan juga perizinan. Jadi tidak ada
bis malam lagi semenjak tahun lalu!" Pemuda itu memandangi Kay
seolah-olah menunggu perkataan Kay selanjutnya. Tapi Kay tidak
bertanya lagi, laki-laki itu memandangi jalanan dengan tatapan kosong.
Maka pemuda itu segera minta izin kembali masuk ke Motel milik
ibunya. Ivea melangkah perlahan dan mendekati Kay dalam jarak yang
sangat rapat ia berharap Kay memandangnya untuk menerima
ucapannya, "Aku menyesal, Kay! Kau di tinggalkan olehnya!"
Kay terbangun dari lamunannya dan berusaha tersenyum. "Dia
Cuma pulang lebih dulu ke Tokyo. Aku tau dia ada dimana, mungkin di
Fukoka, atau di rumah temannya di Osaka. Mungkin juga di rumah
ibuku. Dia tidak akan pergi jauh!"
"Kau tidak marah" Dia sudah meninggalkanmu. Kenapa kau tidak
melepaskannya padahal dia dengan sengaja menjauh darimu!"
"Dia menepati janjinya, Eve! Dia menunggu sampai bis terakhir
dan dalam cuaca dingin seperti ini, tidak bisa ku banyangkan kalau dia
sejak pagi berada di pinggir jalan itu dan berharap aku datang. Aku jadi
merasa bersalah!" "Apakah kau mencintainya?"
Kay menghela nafas. Mencintainya" Kay sudah lama menyadari
kalau ia sangat membutuhkan Matsuri. Dia belum mencintai wanita itu,
hatinya masih milik Ivea, tapi jika ia mengatakan Itu Ivea akan terus
berharap padanya. Kay mengangguk ia bisa melihat Ivea memberikan
senyum kecut dan menundukkan wajahnya. "Aku mencintanya mulai
detik ini, saat aku tau kalau dia menepati janjinya, menungguku
seharian di tempat terbuka dalam cuaca dingin. Dia selalu bisa
memaklumiku dan dia adalah orang pertama yang membuatku merasa
nyaman untuk selalu berada di dekatnya setiap waktu! Tapi sepertinya
aku mengecewakannya. Mengembalikan kunci flat dan berpesan akan
segera pulang Ke Tokyo menandakan kalau aku sudah melakukan
kesalahan besar." "Lalu apa yang akan kau lakukan" Bisakah kita kembali ke Villa
dan kembali menjalani rencana semula" Hanya satu minggu saja
hiduplah bersamaku!"
Bab. 39 Matsuri memandangi atap kamar itu dengan pandangan kosong.
Hari ini ketika ia bangun tidur, Kay tidak ada di sampingnya seperti
biasa. Tidak bisa di pungkiri kalau Matsuri sangat merasa kehilangan
sejak pertama kali ia terbangun dan mengalami hal yang sama. nyaris
satu minggu kehidupannya berjalan tanpa Kay. Ada perasaan yang
tidak bisa di mengerti yang di rasakannya, mungkin perasaan rindu.
Matsuri tidak menyangkal kalau dirinya sedang merindukan suaminya
yang selalu merepotkan itu. Kay kemana" Mungkin dia sudah memilih
Ivea dan memutuskan meninggalkannya. Tapi dengan bodohnya
Matsuri masih menunggu disini, berharap Kay mencari dan datang
kemari. Sejak kapan aku berharap seperti ini" Matsuri membatin. Sejak ia
menunggu Kay datang dan ternyata laki-laki itu tidak menemuinya juga
sampai bis terakhir tiba. Tidak ada hal lain yang bisa Matsuri lakukan
selain pulang ke Tokyo, entah mengapa malam itu ia merasa sakit hati
karena ketidak datangan Kay, tidak mau melihat Kay lagi dan
memutuskan untuk pergi selamanya. Sepulang dari Paris ia harus
mengalami hal menyedihkan, dirawat di rumah sakit karena cuaca
dingin menyebabkan gangguan paru-paru meskipun tidak parah, tapi ia
benar-benar harus mengurusinya sendiri. Matsuri menyesali sikap
kekanak-kanakannya dan sekarang dengan setia ia masih menunggu. Ia
tidak bisa kemana-mana, tidak mungkin pulang ke rumah orang tuanya
maupun orang tua Kay, Matsuri tidak pernah ingin orang lain terlibat
dalam masalah rumah tangganya. Tapi sampai kapan ia bisa bertahan"
Dengan bodohnya Matsuri terus memasak dua buah omlet setiap pagi,
lalu membuat secangkir kopi. Sampai saat ini ia terus melakukan itu
berharap di suatu pagi Kay menemukannya dan datang kepadanya.
Seandainya Kay bisa lebih cermat dan berfikir kemana Matsuri
pergi, laki-laki itu pasti menemukannya sekarang. Matsuri menghela
nafas berat, mungkin Kay tidak akan mencarinya seperti yang di
harapkan. Ia memandangi foto prewedding yang menjadi screen saver
di ponselnya lekat-lekat, Kay bahkan tidak menelponnya. Ia tersenyum
getir dan berfikir untuk berhenti berharap. Hari ini Matsuri akan
mencoba keluar rumah, jalan-jalan mungkin bisa menyegarkan otaknya.
Matsuri mencoba untuk lebih bersemangat, ia masuk kekamar
mandi untuk beberapa lama lalu mengganti pakaiannya dengan baik.
Sebuah jeans stretch skinny-fit dengan efek washing abu-abu menjadi
pilihannya untuk di pasangkan dengan sweater berwarna merah danhil
dengan lengan ?. Matsuri menyanggul rambutnya di atas kepalanya
lalu memakai kacamatanya. Untuk melengkapi gayanya, Matsuri
memakai sandal hak tinggi berwarna merah darah dan jam tangan.
Matsuri memandangi dirinya di cermin, ia merasa nyaman dengan
pakaian seperti ini" Padahal dulu Matsuri sama sekali tidak pernah
memakai pakaian dengan warna menonjol seperti sekarang. Dulu
semua pakaian Matsuri memiliki model yang monoton karena sebagai
seorang guru seharusnya ia menjadi contoh buat semua siswanya. Tapi
semenjak bertemu Kay, ia merasakan banyak perubahan terhadap
dirinya, pakaian Matsuri yang masih berada di tangan Kay mungkin
sudah memenuhi dua lemari.
Bab. 40 Ayo, hari ini kau harus bisa bangkit kembali! Uangmu sudah habis, kalau
tidak bersemangat terus bagaimana kau bisa kerja nyona" Matsuri berbisik
kepada bayangannya di cermin lalu terpaku sesaat. Ia bahkan
memanggil bayangannya di cermin dengan sebutan nyonya" Sepertinya
selama ini Matsuri benar-benar sudah menghayati perannya sebagai
istri dengan sepenuh hati. Tapi hari ini dia harus bisa membangkitkan
suasana hatinya yang lesu kembali dan setelah semuanya membaik, ia
harus mencari kerja. Uang di tabungannya benar-benar menipis, harga
tiket dari paris ke Tokyo benar-benar menghabiskan lebih dari setengah
tabungannya yang tersisa. Matsuri melangkah keluar flat 1707 itu dan
berjalan dengan santai kearah mana saja yang tdak di ketahuinya.
Matsuri hanya mengikuti kata hati dan menyerahkan kepada kakinya
hendak melangkah kemana. Langit kelihatannya mendung, padahal ia sedang ingin melihat
langit cerah hari ini. Matsuri sebenarnya menjadi kehilangan semangat.
Tapi kakinya belum mau berhenti hingga rintik-rintik hujan mulai turun
dan perlahan-lahan butiran-demi butiran jatuh dengan sangat deras. Ia
memandang kesekeliling mencari tempat berteduh, beberapa orang
bertumpuk di depan restoran Italia membuat Matsuri tergerak untuk
melangkahkan kaki disana. Hujan yang deras ini, entah sampai kapan
akan berhenti. Bunyi butiran-butiran air yang menghantam ubin dan
aspal semakin memperburuk suasana hatinya. Seharusnya ia melakukan
ini lebih cepat, mengapa disaat ia ingin memperbaiki suasana hatinya
semesta seakan-akan tidak mendukung"
"Matsuri?" Sebuah suara memanggilnya. Seorang wanita
berseragam lengkap dengan rok ketat dan kemeja biru berlengan
pendek menyapanya. "Anda nona Matsuri Tokeino, kan?"
Matsuri mengangguk bingung. Ia tidak mengenal wanita itu, sama
sekali tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu mengapa wanita itu
menyapanya. "Anda mengenal saya?"
"Tidak, saya hanya di minta untuk memanggil anda kedalam,
seorang tamu melihat anda saat dia masuk dan berharap anda
memenuhi undanganya."
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diam-diam Matsuri berharap, Kay yang mengundangnya. Hanya
Kay yang suka makan makanan Eropa, lalu siapa lagi. "Siapa yang
mengundang, maksudnya apa dia memberi tau namanya?"
"Tuan Arata Kujou. Dia salah satu pelanggan tetap kami disini.
Silahkan nona!" Matsuri melangkah masuk kedalam restoran itu dan meningalkan
beberapa orang teman yang berteduh bersama dengannya. Langkah
demi langkah di jalaninya dengan perasaan yang tak menentu, apa yang
harus di katakannya" Adakah kesempatan arata kembali kepadanya"
Apakah ia harus memohon seperti ivea" Bagaimana bila tidak berhasil"
Tapi kenyataannya Ivea berhasil, ia bisa menahan Kay selama seminggu
lebih dan menjadikan laki-laki itu sebagai miliknya. Apakah Matsuri
harus mencobanya kepada Arata"
"Disana, Nona. Silahkan!"
Arata ada disana, duduk di pinggir jendela dan menatap hujan
deras di luar sana. Masih sama seperti yang dulu, tampan dan sangat
berwibawa. Rambutnya yang lurus dan hitam membuat kulit putihnya
semakin bercahaya. Matsuri membungkuk dan berterimakasih kepada
wanita yang mengantarkannya lalu berjalan medekati Arata dan duduk
dihadapannya. Arata memandanginya dengan kikuk dan Matsuri
mencoba untuk bersikap lebih tenang, ia menyapa lebih dulu seolaholah ialah yang
mengundang Arata untuk datang.
"Apa kabarmu!" "Baik." Jawab Arata."Kau mau makan apa" Aku yang traktir
sebagai permintaan maafku!"
Matsuri menggeleng sambil tersenyum. "Tidak usah, aku sedang
tidak berselera!" "Ada apa" Kau kelihatan berbeda sekali. Aku nyaris tidak percaya
saat melihatmu tadi."
"Aku berubah" Seperti apa aku di pandanganmu yang sekarang?"
"Kau sangat menawan."
"Bila di bandingkan dengan istrimu?"
Arata terdiam tidak tau harus menjawab seperti apa. Mana yang
lebih cantik, istrinya atau Matsuri, drinya sama sekali tidak bisa
menjawab. "Arata-san. Kalau aku memohon kepadamu untuk berikan
kesempatan seminggu saja agar aku bisa mencintaimu bagaimana"
Apakah kau mau meluangkan waktu denganku selama seminggu"
Memberikan aku kesempatan untuk menunjukkan cintaku yang
sebenarnya apakah kau bersedia?"
"Apa?" Arata terpaku sesaat. "Kau sedang mengatakan apa?"
"Katakan padaku, jika aku mau melakukan apa saja bersamamu
selama seminggu apa yang akan kau lakukan?"
"Matsuri, kau yang paling tau bagaimana perasaanku. Tidak bisa
ku pungkiri kalau aku juga menginginkan bisa memilikimu seutuhnya
walaupun hanya sementara. Jadi seminggu adalah anugrah yang tidak
terkira untukku" "Lalu jika aku memintamu memilih antara aku dan istrimu, siapa
yang kau pilih?" "Bagaimanapun aku akan tetap kembali kepada istriku. Meskipun
aku tergila-gila padamu aku tetap akan kembali kepadanya. Kau serius
menanyakan hal ini?"
Matsuri menggeleng lalu tertawa. "Aku punya masalah pelik yang
mirip dengan hal itu, ku fikir jawaban daimu bisa memberi
pencerahan..." "Tentang suamimu?"
Matsuri mengangkat wajahnya dan menantang mata Arata yang
memandangnya. "Aku sudah dengar kabar kalau kau menikah, dengan penampilan
seperti ini bisa kupastikan dia adalah orang yang paling beruntung
karena memilikimu. Kau cantik, cerdas, bijaksana, sabar, kau memiliki
segala kriteria untuk menjadi istri terbaik. Seandainya aku belum
menikah aku akan mengejarmu meskipun harus bertaruh nyawa!
Sekarang katakan padaku, apa dia melakukan hal yang menyakitimu?"
Matsuri menggeleng dengan wajah ceria yang di buat-buat. "Dia
baik-baik saja!" Tentu saja Kay baik-baik saja. Satu-satunya orang yang
sedang dalam keadaan tidak baik adalah Matsuri dan ia memutuskan
untuk berhenti terlihat tidak baik-baik saja di depan orang lain.
Bab. 41 "Kau akan mengirimkan uangnya , Kan?" Matsuri sudah tidak
memiliki sepeserpun uang lagi. Untuk hari ini mungkin ia akan
menahan lapar sampai Natsuki mau mengirimkan uang kepadanya.
Untungnya Natsuki berinisiatif untuk menelponnya hari ini, jika tidak
Matsuri tidak tau harus mengemis kemana. Sampai detik ini tidak ada
satu pekerjaanpun yang cocok. Ia sudah memandangi koran beberapa
kali dan mendatangi banyak tempat yang membutuhkan lowongan.
Tapi ujung-ujungnya tetap saja sulit untuk menerimanya hanya dengan
sertifikat pendidik. Sekarang sudah saatnya Matsuri menurunkan
standarnya. "Tunggu dulu, Neechan! Kau belum jawab pertanyaanku, kenapa
minta uang kepadaku sekarang?" Natsuki sejak tadi menanyakan Hal
yang sama dan Matsuri masih belum tau harus memberi jawaban
seperti apa. "Aku tidak meminta, suatu saat nanti pasti ku kembalikan. Jadi
kau mau pinjamkan atau tidak?"
"Lalu kemana suamimu sampai-sampai dia membiarkan istrinya
mengemis seperti ini. Jangan katakan kalau dia menyuruhmu
melakukan ini. Dari pada minta padaku lebih efektif meminta kepada
ibunya!" "Sudah ku bilang, dia tidak tau sama sekali tentang hal ini. Kau
tidak mau meminjamkannya" Kalau tidak mau, ya sudah!" Matsuri lalu
menutup telpon dari Natsuki dengan kesal. Bocah itu terlalu banyak
tanya dan semua pertanyaannya membuat Matsuri tidak mampu
mencari jawabannya. Jika ia masih punya uang, tidak mungkin seperti
ini jadinya. Matsuri hanya punya beberapa lembar uang saja untuk
ongkosnya pergi mencari kerja. Jika terus merasa kelaparan ia bisa
mengganjal perutnya dengan air keran. Bukankah ini apartemen mahal"
Bahkan air keran disini bisa di minum.
Matsuri sudah menyangka kalau hal ini akan terjadi pada
hidupnya. Setelah mengundurkan diri sebagai guru ia akan mengalami
hal seperti ini. Seharusnya sekarang lebih baik karena meskipun tidak
punya uang Matsuri sama sekali tidak menumpang di rumah temannya
di Osaka seperti dulu. Ia punya tempat tinggal sendiri, sebuah
apartemen nomor 1707 yang lokasi dan paswordnya ia tebak sendiri.
Bukan hal yang sulit menemukan tempat ini, hanya satu apartemen
mewah yang memiliki lebih dari sepuluh lantai dan meletakkan angka
yang menunjukkan lantai di urutan terakhir setelah nomor Apartemen
sendiri, 17 di lantai 07. Jika Kay menggunakan tanggal dia melamar
untuk memilih apartemen, maka password yang di pakai pasti tidak
jauh-jauh dari itu. Hari pernikahan, atau tanggal pendaftaran
pernikahan. Matsuri nyaris saja gila mencari password yang tepat dan
ternyata Kay menjadikan 172205 sebagai password. 17 tanggal kelahiran
Matsuri, 22 Tanggal lahir Kay dan 06 adalah bulan kelahiran mereka
yang kebetulan sama. Entah apa yang mengilhami Matsuri untuk
menerka angka seperti itu pada akhirnya.
Ponselnya berdering lagi. Natsuki kembali menelpon dan
membuat Matsuri berdecak kesal. Untuk apa menelpon" Sudah berubah
fikiran" Ia menekan tuts terima dengan lemah.
"Neechan, sudah ku transfer." Kata Natsuki sebelum Matsuri
membuka mulut untuk sekedar mengatakan halo. "Kau tau di London
sekarang jam berapa" Sudah hampir pagi. Untung ada Mobile banking
jadi aku tidak perlu repot membobol pintu ATM untukmu."
Senyum Matsuri mengembang. "Benarkah" Terimakasih, sayang!"
"Ya, tentu saja kau harus berterima kasih. Kau boleh tidak
menceritakan masalahmu kali ini. Tapi suatu saat nanti aku akan
memaksamu mengatakannya. Mengerti?"
"Iya!" "Kalau begitu aku mau istirahat dulu. See Ya!" Dan suara Natsuki
benar-benar menghilang. Matsuri menghela nafas lega. Hari ini ia bisa makan. Secepatnya ia
akan pergi ke ATM terdekat untuk memeriksa sejumlah uang yang di
kirim oleh Natsuki. Meskipun sudah sore, harusnya uang itu selambatlambatnya
sampai satu Jam setelah pengiriman karena tabungan
Matsuri juga menggunakan Bank Internasonal seperti Natsuki. Matsuri
berusaha secepat mungkin untuk mengganti pakaiannya kemudian
pergi meninggalkan apartemen. Tapi malang, hujan turun lagi dengan
derasnya. Matsuri kembali termenung memandangi setiap butiran hujan
yang jatuh dengan keras. Perut Matsuri berbunyi, ia sudah sangat lapar karena kemarin
pagi adalah hari terakhir dirinya mengisi perut dengan makanan.
Pandangan matanya sudah mulai melayang dan Matsuri sama sekali
tidak mampu menahan rasa laparnya. Mungkin ia sedang menderita
darah rendah sehingga tidak makan selama ini saja benar-benar sudah
menguras tenaganya. Selama ini Matsuri tidak pernah terlambat makan
karena mag akut yang di deritanya. Jika masih ingin terbangun dalam
keadaan segar besok pagi, seharusnya ia mencari makanan sekarang
juga. Matsuri memandangi rintikan hujan sekali lagi. Melawan hujan
untuk kali ini seharusnya bukan masalah, ia tidak akan membiarkan
dirinya kelaparan lebih lama lagi.
Matsuri memberanikan diri menerobos hujan dan melindungi
kepalanya dengan tangan. Ia melangkah dari satu tempat ke tempat lain
untuk berteduh. Meskipun begitu, sedikit demi sedikit tubuhnya benarbenar basah
kuyup dan itu cukup untuk membuatnya flu. Februari
masih musim dingin dan hujan di musim dingin benar-benar bisa
membuatnya menjadi sangat menderita. Sesampainya di ATM terdekat,
Matsuri juga masih harus berdiri dan mengantri. Cukup panjang sampai
gilirannya tiba dan ia tidak tau harus melakukan apa dengan jumlah
yang Natsuki berikan untuknya. Lima juta dolar, sangat banyak untuk
persediaan makan seminggu seperti yang Matsuri minta. Ia sangat
senang karena di tabungannya menyimpan cukup banyak uang, tapi
juga sedih karena selain uang, ia juga harus menyimpan hutang dalam
jumlah yang sama. Bab. 42 Matsuri bahkan belum menganti pakaiannya yang basah kuyup.
Begitu sampai di apartemen ia langsung memasak demi perutnya yang
tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Tapi sekarang, ia harus
memandangi dua porsi omlet dan secangkir kopi yang dia buat. Sesuap
demi sesuap Matsuri memakan omlet dari piring yang ada di
hadapannya sambil memandangi seporsi lagi yang berada di sisi lain
meja. Untuk apa ia melakukan ini lagi" Padahal sejak dua hari yang lalu
ia sudah berhenti. Mungkin Matsuri sudah mulai berharap kembali, Kay
akan datang dan menemukannya disini. Matsuri menghela nafas.
Tidak mungkin, berhentilah berfikir na?f Matsuri Tokeino! Matsuri
membantin dengan nada yang agak membentak. Tapi kelihatannya
fikiran sama sekali tidak bisa mengalahkan sesuatu yang lain; hati.
Keinginan hati untuk mengingat Kay lebih kuat dari apapun sekarang.
Matsuri menyerah, ia meninggalkan sisa makanannya dan masuk ke
kamar. Sebuah handuk putih bersih membungkus tubuhnya beberapa
saat kemudian dan pakaiannya yang basah segera di cuci dengan mesin.
Setelah mencuci pakaiannya Matsuri kembali masuk ke kamar dan
langsung menuju kamar mandi yang berada di dalam ruangan itu juga.
Melangkahkan kaki menyentuh lantai marmer berwarna Tan yang
dingin dan menyalakan Air hangat untuk memenuhi Bathub.
Lagi-lagi ingatan tentang Kay menyerang, di Bathub untuk
pertama kalinya Matsuri menyadari kalau ia sedang bercinta dengan
suaminya, bukan dengan bayangan Arata, Di bathub juga Kay
memberikan kunci dengan nomor apartemen ini, di Bathub Kay nyaris
mengatakan kalau ia mencintai Matsuri. Matsuri merendam dirinya
dengan air hangat, tapi kedua wajahnya di benamkan di antara lutut
dan lengannya yang saling memeluk. Ia benar-benar membiarkan
semuanya mengalir kali ini tanpa menghalang-halanginya lagi. Tapi
hanya boleh kali ini dan setelah ia terbangun besok pagi, Kay sudah
harus menghilang dari ingatannya.
Lama kelamaan Matsuri terisak. Ia menyesali pernikahannya,
menyesali setiap sentuhan Kay yang mendarat di tubuhnya, menyesali
dirinya yang menempatkan diri sebagai orang yang selalu mengerti dan
membiarkan Ivea menjauhkannya dari suaminya. Pelan-pelan rasa benci
juga timbul kepada Kay. Bagaimana bisa dia tidak pulang selama lebih
dari dua minggu. Dia bahkan tidak menelpon Matsuri untuk
mencarinya, Kay mungkin memang tidak pernah berfikir untuk kembali.
Arata yang di bencinya saja berfikir untuk kembali kepada istrinya
apapun yang terjadi, lalu mengapa Kay tidak" Kay lebih buruk dari
Arata Kujou yang selama ini selalu di peranginya.
Bunyi desiran air yang terus mengalir memenuhi Bathub sudah
berhasil membuat tubuh Matsuri terendam dan merasa lebih hangat. Air
luber jatuh memenuhi lantai marmer lalu mengalir menuju
pembuangan. Matsuri menghentikan aliran air di keran dan meraih
handuk untuk kembali membungkus tubuhnya. Ia keluar dari kamar
dan memakai sepasang piama katun lalu memandangi dirinya di cermin.
Matanya memerah, beruntung tidak mengalami bengkak karena ia
menagis tidak lama. Rambutnya masih perlu di keringkan dan handuk
yang di pakainya tadi sudah sangat basah. Matsuri keluar menuju dapur
untuk mengambil handuk baru. Lalu tiba-tiba semua gelap. Ia
memegangi kepalanya dan merasakan sesuatu. Handuk yang di carinya
sudah menyelubungi rambutnya yang basah. Mungkin jatuh dari langit!
Matsuri menarik haduk itu sedikit lebih kebelakang agar matanya bisa
melihat seantero ruangan untuk mencari penyebab mengapa handuk itu
tiba-tiba sudah berada di kepalanya. Tapi Matsuri tidak perlu
melakukan itu karena orang yang di harapkannya sekarang sudah
berada di hadapannya. Keith Lavoile Fujisawa, berdiri di hadapannya
dengan sebuah senyum. "Makan malamnya enak Neechan! Tapi seharusnya itu menu
sarapan pagi." Kay menunjuk meja makan yang sudah berisi piringpiring kosong.
Bahkan makanan yang disisakannya juga sudah lenyap.
"Utuk apa kau kemari" Seharusnya kau bersama Eve!"
"Apa yang kau katakan ini" Aku kemari seharusnya kau senang.
Aku tau kau pasti merindukanku!"
"Benarkah" Aku sudah bilang, Aku bisa hidup tanpamu! Kau
sudah pergi selama dua minggu seharusnya tidak muncul lagi
dihadapanku." "Benarkah?"Kay mengulangi kata-kata Matsuri. "Tapi kenapa kau
menangis di kamar mandi Neechan" Kenapa membuat dua porsi omlet
setiap hari?" Kening Matsuri berkerut. "Apa yang kau katakan" Aku baru
membuat dua porsi hari ini! Itu juga karena aku sangat lapar. Sejak
kemarin aku sama sekali tidak makan apapun. Tapi sekarang kau sudah
melenyapkannya!" "Astaga, untuk apa kau berbohong" Aku ada disini mengawasimu
setiap hari. Aku menemanimu saat kau tidur, aku juga melihat buku
tabunganmu yang sudah menipis itu. Neechan. Aku juga melihatmu
mengganti pakaian dan..."
"Kau tidak memasang kamera di tempat ini kan?"
"Memangnya kenapa" Ini rumahku juga, jadi aku berhak
melakukan apa saja!"
Matsuri melotot untuk menyembunyikan kebingungannya. Sial,
karena ia bersedih karna Kay dan selama ini Kay melihatnya" "Sejak
kapan kau memperhatikanku?"
"Sejak kau membuka pintu 1707. Setiap sendi rumah ini ku
pasangi kamera dan terhubung langsung dengan ponselku. Apartemen
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini punya banyak barang mahal, setiap satu minggu sekali ada orang
yang datang untuk membersihkannya, dan setiap pintu itu terbuka,
ponselku akan berdering. Tapi aku baru melihatmu secara langsung
seminggu belakangan ini, dan Kau tau" Aku sangat merindukanmu
Neechan. Benar-benar merindukanmu!"
Matsuri terbelalak "Pergi sana!" katanya histeris sambil berjalan
menuju meja makan lalu melempar piring kosong bekas omet yang ada
disana kearah Kay. Nyaris saja mengenai laki-laki itu jika saja Kay tidak
gesit mengelak. "kau kenapa" Kenapa marah-marah?"
"Pergi!" "Ini rumahku juga, Neechan!"
Matsuri mengambil ancang-ancang untuk melempar piring kedua
dan memasang ekspresi wajah yang bertambah galak. "Siapa yang kau
panggil Neechan" Aku bukan Neechanmu lagi! Satu lagi, ini rumahku,
Aku sudah bilang akan mengambilnya jika kau meninggalkanku!"
Dan satu lagi piring kaca melayang bagaikan boomerang. Tapi kali
ini Kay tidak mengelak, ia membiarkan sebuah piring menghantam
kepalanya keras diiringi bunyi pecahan kaca. Selang beberapa detik
bunyi teriakan menggema dari mulut Matsuri, ia pingsan saat melihat
darah mengalir dengan mudahnya dari sela-sela rambut coklat Kay.
Bab. 43 Sisa bau alkohol merebak membuat Matsuri menyentuh kepalanya
sekali lagi. Entah berapa lama ia tidak sadarkan diri, yang jelas sekarang
ia merasakan pusing yang bukan kepalang. Saat membuka mata
semuanya mengabur dan membuatnya ingin memejamkan mata lagi
dan berbaring lebih lama. Tiba-tiba ia teringat Kay, Bagaimana
dengannya" Apa Kay benar-benar kembali" Atau dirinya hanya
bermimpi setelah tertidur semalaman" Matsuri berusaha sebisa
mungkin bangkit dari sofa tempatnya berbaring dan melihat Kay
sedang menyumbat lukanya dengan sebuah Handuk putih yang merah
di nodai darah. Matsuri terkesiap, ternyata bukan mimpi.
"Kau sudah bangun?" Desis Kay. "Aku yang terluka, bagaimana
bisa kau yang pingsan" Kau membiarkanku melakukan semua ini
sendirian!" Matsuri menggigit bibirnya. Dia bukan seseorang yang selemah
itu sehingga bisa pingsan dengan melihat darah. Tadi, tiba-tiba saja
kepalanya pusing dan mendadak kedua lututnya lemas. Stress berat dan
kelaparan sudah berhasil membuatnya hilang kesadaran. Matsuri
menyentuh perutnya yang mengeluarkan bunyi kecil.
"Kau benar-benar lapar?" Kay memandangnya serius.
"Aku sudah bilang, kan" Aku sudah tidak makan selama dua hari.
Jadi wajar saja kalau mudah emosi!"
"Aku tidak menyangka pada akhirnya tetap akan di lempar piring
oleh istriku! Ku fikir pernikahan kita tidak akan pernah begitu."
"Kau membiarkanku menunggu seharian, Kau fikir aku
bagaimana" Begitu sampai di Tokyo aku harus dirawat selama dua hari
di rumah sakit dan harus mengurusi semuanya sendiri. Bagaimana bisa
kau masih menganggapku sebagai istrimu" Suami macam apa kau yang
sampai hati membiarkan istrinya kelaparan!"
"Aku mencarimu kemana-mana. Kau tau betapa sulitnya" Aku
baru tau kalau kau disini beberapa hari belakangan ini. Tidak ada
kamera sama sekali di rumah ini. Aku berbohong hanya untuk
menggodamu." Kay memandangi Matsuri semakin serius. Matsuri
terlihat agak kurus, ia baru menyadarinya belakangan ini. "Aku datang
hari itu, Hanya saja sudah terlambat. Kau sudah pergi!"
Matsuri mendekat, ia membantu Kay memasang Kain kasa yang
sudah di basahi antibiotik di lukanya. Melihat Matsuri dalam jarak yang
dekat dengan wajah tirusnya Kay semakin merasa bersalah. Dia tidak
pernah meduga kalau Matsuri akan semenderita ini saat berpisah
dengannya. Tapi bukankah Matsuri yang pergi" Kay tidak pernah
menyukai rencana seminggu bersama Ivea itu.
"Apa kau mulai jatuh cinta padaku?" Kata-kata apa itu" Kay
Bahkan tidak menyadari apa yang sudah di ucapkannya.
"Bagaimana dengan Ivea?"
Kay mendesah. Matsuri tidak mau menjawab pertanyaannya.
"Kalau saja tidak ingat dengan kata-katamu, malam itu juga aku akan
menyusulmu meskipun harus jalan kaki. Tapi aku sudah
menyelesaikannya, Aku tinggal disana beberapa hari saja, tidak sampai
menghabiskan waktu seminggu."
"Lalu kalian sudah melakukan apa saja?"
"Mana bisa aku melakukan sesuatu kepadanya. Aku tidak pernah
bisa melakukan apapun kepada Ivea karena menyentuhnya seperti
menyentuh ibunya dan itu mengingatkan aku pada kenangan buruk!
Aku akan mengatakan sebuah rahasia yang hanya aku dan Bian yang
tau, Aku pernah dekat dengan Bian lebih dari seorang sahabat. Saat itu
hubungan kami benar-benar seperti sepasang kekasih dan Villa itu
adalah tempat yang paling sering kami datangi berdua. Tapi setelah aku
benar-benar jatuh cinta, dia menolak untuk menyebut hubungan kami
sebagai sebuah hubungan percintaan."
"Astaga, ternyata..."
"Kau tidak perlu berekspresi seperti itu!" potong Kay dengan
sebuah penekanan khusus. "itu sudah lama sekali, saat itu adalah tahuntahu awal
kami kuliah. Cerita itu sudah basi."
"benarkah" Lalu dengan Eve?"
"Yang pasti aku susah menyelesaikan semua urusanku dengannya.
Jadi sekarang aku boleh bilang kalau aku mencintaimu, Neechan?"
Matsuri terpaku, pandangan mereka juga saling beradu beberapa
waktu. Tapi saat lengan Kay melingkar di pinggangnya Matsuri
menolak dan bangkit lalu melangkah menuju dapur. "Aku mau masak
lagi. Untuk hari ini biarkan aku makan sepuasnya. Oke!"
"Neechan! Mengapa tidak ada satupun dari pertanyaanku yang
kau jawab" Apa pura-pura tidak tau bisa membuatmu puas?"
"Memang tidak ada yang perlu di jawab. Kenapa masih suka
berbasa-basi dengan menanyakan hal-hal yang sudah kau ketahui
jawabanya" Satu lagi. Sampai kapan kau akan terus memanggilku
Neechan?" Kali ini Kay tertawa, ia mendekati Matsuri yang berjalan menuju
dapur lalu berusaha memeluknya lagi. Hasilnya masih sama, Matsuri
menolak dengan menepis tangannya pelan. Dengan penuh konsentrasi
ia mengambil bahan-bahan yang tersisa untuk membuat omlet lagi dan
lagi-lagi membuat dua porsi seperti biasa. Setelah matang, dua piring
Omlet di bawa ke meja makan dan di berikan kepada Kay yang duduk
disana dengan perasaan tak menentu.
"Makanlah!" Kay terperangah. "Kau tidak sedang berfikir untuk melemparkan
piring ini lagi kepadaku setelah makanan buatanmu habis, Kan?"
"Kau sepertinya juga makan sedikit. Selama bersamaku Kaith
Lavoile Fujisawa tidak pernah sekurus ini. Jika bukan karena
memikirkan asupan gizimu, aku akan membuat ramen saja tadi. Jadi
makanlah. Aku sudah kenyang, kok! Ini sengaja kumasak untukmu!"
Kay menarik lengan Matsuri sehingga wanita itu duduk di
pangkuannya. Matanya terus memandangi Matsuri dengan perasaan
kagum yang luar biasa. "Aku hanya bisa makan banyak kalau istriku
yang masak. Selama dua minggu berpisah aku sangat kelaparan! Tapi
aku tidak ingin makan ini. Honey, aku ingin memakanmu!" Kay
berusaha mencium Matsuri dengan mendekatkan wajahnya tapi naas
Matsuri memukul lukanya keras-keras hingga Kay berteriak kesakitan.
"Hentikan! Aku sedang tidak ingin melakukan itu sekarang!"
Bab. 44 Matsuri tampak sibuk menggandeng kedua putri kembarnya
menuju ke Chinamons Gallery di pusat kota Tokyo. Kedua anak itu
sangat manis, tapi walau bagaimanapun Matsuri tetap saja kewalahan
karena harus membawa makan siang untuk Kay dengan perut yang
mulai membesar sambil terus menggandeng si kembar. Sorena dan
Lenera berontak melepaskan diri dari gandengan ibunya lalu berlarian
lebih dulu menuju pintu galeri yang terbuat dari kaca dan masuk kesana
tanpa perduli dengan teriakan ibunya.
Kedua anak itu benar-benar sudah membuat ibunya stress
seharian ini. Pagi-pagi ketika bangun tidur Sorena dan Lenera sudah
menangis karena ayahnya berangkat kerja tanpa membangunkan
mereka, lalu sampai siang hari mereka hanya mengatakan "ingin bertemu
ayah" tanpa perduli dengan ibunya yang kerepotan membersihkan
rumah. Sorena dan Lenera juga akan menangis sekencang-kecangnya
setiap kali Matsuri menyuruhnya diam dan pada akhirnya ia
memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan rumahnya dan membawa
kedua anak kembar itu kepada ayahnya.
Matsuri membuka pintu galeri dengan nafas terengah-engah dan
langsung masuk ke ruangan pribadi Kay. Ia bisa menghembuskan nafas
lega saat melihat kedua anaknya sudah berada dalam pelukan ayahnya.
Ada orang lain disana, Ivea Karta yang menyambutnya dengan
senyuman da sebuah pelukan sambil bertanya tentang kabarnya.
Matsuri membalas pelukannya sesaat lalu meletakkan kotak-kotak
makan siang di atas meja dan segera duduk sambil bersandar di sofa.
Matsuri masih berusaha mengatur nafasnya dengan tangan memegangi
perutnya yang agaknya membuat Matsuri kesulitan bernafas.
"Kau sangat lelah kelihatannya, Neechan?" Ivea duduk di
sebelahnya setelah memberikan sebotol air mineral dari dalam tasnya.
"Mungkin karena kau sedang hamil, jadi mudah lelah."
Matsuri meraih minum yang di tawarkan lalu meneguknya sekali
saja. "Seandainya tidak sedang hamil aku juga tetap akan begini. Kau
tau bagaimana sulitnya punya kedua anak ini?" Ia meletakkan botol air
mineral di atas meja. "Kapan kau sampai?"
"Tadi malam. Jadi aku berkunjung kesini sebentar setelah ini aku
harus segera kembali kehotel karena suamiku bisa mengamuk kalau aku
ingkar janji. Aku harus makan siang dengannya!"
"Semenjak menikah Nathan sepertinya sangat pemarah!" Kay
mulai ikut campur. "Ayah juga seperti itu. Tidak sadar juga?" kata Matsuri. Ia mulai
beraksi memisah-misahkan kota makan siang yang tadi di bawanya di
atas meja. Jam makan siang sudah tiba dan Matsuri tidak mau anakanaknya
terlambat makan. "Semua laki-laki tidak akan sebaik pada
awal-awal menikah setelah mereka punya anak! Jadi, Eve. Fikir-fikirlah
dulu untuk punya banyak anak sepertiku. Nikmati dulu pernikahan
kalian selagi masih muda."
Ivea tertawa lalu mengemasi barang-barangnya. Ia memandangi
keluarga bahagia itu dan merasa ada yang kurang. Anak sulung Kay
tidak ada. "O, Ya. Linea mana" Makan siang keluarga seperti ini kenapa
dia tidak datang?" "Ibunya memaksa Linea untuk masuk Asrama." Jawab Kay. "Dan
anak itu berangkat ke Osaka dengan senang hati. Seharusnya dia
membiarkan Linea sekolah di Tokyo agar dia punya teman untuk bantubantu
membereskan rumah!" "Kenapa kau tidak sewa pembantu saja Neechan" Aku juga sangat
sibuk dan menyerahkan semua pekerjaan rumah ke pambantu. Atau
seorang Nany untuk Sorena dan Lenera juga bisa."
"Dia tidak mau!" Kay menyerobot setelah Matsuri nyaris saja
menjawab. Wanita tu kembali menutup mulutnya dan konsentrasi pada
pekerjaannya. "Kenapa" Semuanya bisa lebih praktis kalau begitu. Punya satu
anak kecil saja rumah akan selalu berantakan. Apalagi dua orang, lebih-
lebih kau sedang hamil sekarang dan sebaiknya berusaha untuk tidak
kelelahan!" Matsuri menghela nafas sejenak untuk memikirkan jawabannya.
"Aku ini ibu rumah tangga, meskipun lelah kebahagiaanku ada disana.
Kau makan saja dulu disini,biar aku yang menelpon suamimu!"
Ivea menggeleng lalu berdiri dari duduknya. "Aku baru menikah,
mana mungkin ku biarkan suamiku makan sendirian. Aku pergi dulu.
Sampai jumpa!" Kay berdiri dan mengantarkan Ivea keluar galeri sambil
menggendong kedua putrinya di kiri kanan. Semenjak kedua putri
manjanya ini semakin aktif, Kay tidak perlu lagi olahraga di Gym
karena Sorena dan Lenera Lavoile Fujisawa cukup banyak
menghabiskan energi ayahnya untuk bermain-main dengan mereka.
Setelah Ivea pergi, Kay kembali kedalam ruangannya dan memandangi
Matsuri dengan sebuah senyum. Ia berharap wanita itu memandangnya.
Kening Matsuri berkerut melihat suaminya yang kembali tanpa Sorena
dan Lenera dan memandanginya dengan tatapan aneh.
"Mana si kembar?" tanyanya.
"Di bawa Eve. Nanti sore di antar ke apartemen." Jawab Kay lalu
mendekat kepada Matsuri dan merangkulnya. "Duduklah di pangkuan
Ayah, Bu!" "kandungan Ibu sudah hampir enam bulan, pasti sangat berat!"
"Bukan masalah, Cepatlah!"
Matsuri berpindah ke pangkuan Kay, sesekali ia melirik ke pintu
yang terbuka. "Bagaimana kalau ada yang masuk?"
"Semua pegawai sedang makan siang!"
Matsuri tersenyum. Ia kemudian memandangi wajah Kay dengan
serius. "Si kembar seharusnya makan dulu baru pergi dengan Eve! Ibu
sudah menyiapkan makanan mereka!"
"Mereka di iming-imingi es krim! Jadi mana bisa menolak.
Sudahlah, bukan masalah! Mereka sudah sering pergi dengan Eve.
Sekarang saatnya kita berdua. Sudah lama sekali kita tidak berbulan
madu, ayah sangat merindukan Ibu tersayang!"
"Astaga. Ayah masih bisa bergairah dengan perut yang besar
seperti ini?" Kay mengangguk mesra. "Tentu saja. Ibu malah semakin seksi
dengan perut besar itu! Kita lakukan saja sekarang, mumpung Galeri
kosong." Matsuri tertawa terbahak-bahak lalu berusaha menenangkan diri
dan memegangi perutnya. "Baiklah, tapi hanya sekali karena ibu harus
makan siang. Anakmu di dalam pasti sangat kelaparan. Aku juga harus
segera pergi karena ada janji dengan Kent soal pekerjaannya yang baru
itu!" "Janji dengan Kent di undur sampai sore saja, Ini usaha untuk
memperlancar persalinan. Mudah-mudahan bisa kembar lagi ya" Kali
ini laki-laki!" "Mana mungkin. ibu rasa perempuan lagi. Bian bilang dulu Ayah
seorang Playboy, jadi terima saja kalau semua anak Ayah perempuan.
Karma itu berlaku, sayang! Jadi berhentilah berfikir untuk terus
menambah anak karena Ayah akan kesulitan menjaga semua anak
perempuan kita!" Whisper Seharusnya Kay sudah berada di pesawat menuju ke Indonesia, tapi hari
ini harus di undur karena mendapat telpon dari sekolah Sachi kalau anak itu
kolaps lagi. Sachi bukan orang yang lemah, pingsan bukan kegiatan rutin
meskipun ia selalu membawa obat kemana-mana. Pasti sudah terjadi sesuatu
sehingga adik bungsunya itu sampai tidak sadarkan diri, tadi gurunya bilang
kalau Sachi di temukan dalam keadaan pingsan di kelas. Malam-malam begini"
Apa saja yang di lakukan oleh gurunya sehingga seorang siswa lepas dari
pengawasan" Siapa namanya" Matsuri Tokeino. Kay menghela nafas berat
sambil terus berusaha meelpon Yoshiki yang entah sudah sampai mana.
"Moshi-moshi?" Suara itu, akhirnya Yoshi mengangkat telponnya juga.
"Aku sebentar lagi sampai, sekarang masih di taksi. Kau sudah sampai dimana?"
"Aku baru masuk ke lingkungan Asrama."
"Sachi mungkin di Klinik sekolah, Yang menelponmu tadi siapa?"
"Seorang guru, perempuan, namanya Matsuri Tokeino. Katanya
pengawas asrama. Lalu apa saja kerjanya sehingga Sachi bisa di temukan dalam
keadaan pingsan malam-malam begini?"
"Nanti kalau sudah bertemu dengan gurunya baru marah-marah.
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Percuma kalau marah kepadaku karena aku juga tidak tau masalahnya. Eh, Ya.
Aku sudah sampai, telponnya ku tutup dulu!"
Kay segera menyelipkan ponsel itu kembali ke sakunya dan terus
menyelusuri koridor untuk menemukan Sachi Fujisawa. Baru pindah ke
Indonesia membuat Kay harus menjalani banyak penyesuaian yang rumit,
semua itu sudah menjadi fikirannya selama setahun belakangan dan kejadian
ini menambah beban fikirannya lagi. Langkah demi langkah terus melaju
menuju klinik sekolah, satu-satunya ruangan yang jendelanya menyala di luar
gedung asrama. Ruangan itu ada di ujung koridor, Kay bisa melihat dua orang
anak laki-laki berada di depan klinik sana. Salah satu di antaranya pernah Kay
lihat, tapi dia tidak ingat dimana. Begitu sampai di depan mereka Kay segera
menyapa kedua pemuda itu dengan ekspresi cemas.
"Sachi dimana?"
"Ada di dalam!" Salah satu di antara kedua pemuda itu menjawab. Kay
bisa mengingat pemuda ini, Teman Sachi yang sering datang ke apartemen saat
libur sekolah. Namanya Natsuki. "Dia sedang tidur, tapi Sensei menunggu
Nichan di dalam!" Kay menepuk lengan Natsuki dan menunduk kepada temannya yang
seorang lagi sambil mengucapkan terimakasih lalu bergegas masuk kedalam
klinik. Sebuah tirai berwarna biru langit tersampir rapat dan Kay menduga
kalau Sachi mungkin ada disana. Ia memandangi seantero ruangan mencari
seseorang yang bernama Matsuri Tokeino, tapi tidak ada siapapun di sana. Kay
menyibak tirai yang berada di hadapannya dan akhirnya ia melihat Sachi
Fujisawa tertidur dengan nyenyak. Seorang perempuan berkacamata dengan
piama dan sweater berwarnya kuningnya duduk bersandar di sebuah kursi, dia
juga tertidur. Matsuri Tokeino. Hidungnya memerah menandakan kalau
dirinya sedang terjangkit flu, wajahnya yang agak pucat juga semakin
menambah keyakinan Kay kalau Matsuri Tokeino sedang tidak sehat.
Tangan Kay terjulur, berusaha untuk membangunkan wanita itu dengan
kinestetik. Tapi ia mengurungkan niatnya karena mengganggu orang yang
sedang sakit adalah sesuatu yang tidak di sukainya. Apalagi flu adalah penyakit
menular dan dia sama sekali tidak suka jika harus tertular flu dari wanita itu.
Matsuri Tokeino bergerak saat kaki Kay menyenyentuh kakinya secara
tidak sengaja. Wanita itu membuka matanya dan memandangi Kay lama.
Setelah kesadarannya benar-benar pulih, ia bangkit dari kursinya dan
membungkukkan tubuhnya hormat kepada Kay sambil mengucapkan salam.
Kata-katanya sangat teratur dan tegas.
"Anda wali Sachi yang saya telpon tadi?"
Kay mengangguk. Ia melupakan rencananya untuk marah-marah.
"Bagaimana keadaan Sachi?"
"Hanya demam biasa. Tapi bukan hanya demamnya yang jadi masalah.
Natsuki dan Ken menemukan Sachi di sekolah dalam keadaan basah. Mereka
bilang, sachi menelpon mereka dan mengatakan kalau dia lupa jalan kembali ke
asrama. Sepertinya Alzheimernya semakin parah."
Kay tidak bisa mengatakan apa-apa. Selama ini dirinya tidak begitu
mengikuti perkembangan Sachi lagi, semenjak tinggal di Indonesia Kay hanya
berfikir tentang kerja dan kerja sehingga dirinya sama sekali tidak tau sudah
seberapa parah penyakit Sachi yang satu itu.
"Di bawa pulang saja bisa?" tiba-tiba Yoshiki menyela.
Kay bahkan tidak menyadari kapan Yoshi datang dan berdiri di dekatnya.
Ia begitu terpesona pada hal-hal yang sama sekali tidak di ketahui. Pandangan
Kay sekali lagi menoleh kepada Matsuri, wanita itu terus berbicara dengan
Yoshi sambil tersenyum beberapa kali. Kelihatannya dia dan Yoshi sudah
sangat saling mengenal sehingga kenyamanan seperti itu bisa di lihat dengan
jelas. Berbeda dengan perilaku dan kata-kata resmi yang di ucapkannya saat
berbicara dengan Kay. "Kalau begitu tunggu disini dulu, akan saya urus izinnya!" Suara
Matsuri Tokeino yang tegas terdengar lagi.
Dengan gerakan yang tangkas Matsuri memanggil Natsuki dan Kay
dapat mendengar kalau wanita itu memarahi Natsuki karena memanggilnya
Neechan di sekolah. Kay mengerjapkan mata beberapa kali. Ia baru mengingat
kalau Matsuri dan Natsuki memiliki nama keluarga yang sama; Tokeino. Tapi
Matsuri tidak se-charming Natsuki. Natsuki adalah pemuda yang penuh gaya
dan mengecat rambutnya dengan warna-warna cerah yang selalu berganti
setiap tahun ajaran baru. Belum lagi Hadphone yang melingkari lehernya
menandakan kalau anak itu sangat Update soal mode meskipun terkurung di
dalam asrama. Tubuh tegap hasil olahraga ketat juga menambah nilai menarik
pada diri Natsuki yang membuatnya terlihat semakin tampan. Sedangkan
Matsuri yang berdiri kokoh dengan tegasnya berpenampilan sangat biasa,
dengan kacamata dan rambut lurus yang di jepit alakadarnya, ia bertindak
penuh wibawa. Tubuhnya sangat padat cendrung gemuk, mungkin kegiatan di
asrama membuatnya tidak suka berolah raga. Meskipun wajahnya dan Natsuki
sangat mirip, Matsuri cendrung menggambarkan kalau dirinya adalah seorang
kutu buku. "Ehmm!" Yoshi berdehem keras.
Kay langsung menoleh dan memandangi Yoshi yang juga
memandanginya curiga. "Ada apa?"
"Kau sedang melihat apa?"
"Tidak ada, Aku tidak melihat apa-apa!"
Yoshi mengangguk-angguk kecil, tapi Kay tau kalau dia tidak percaya.
Yoshi melirik kearah pintu dan Kay juga melakukan hal yang sama. Matsuri
sudah tidak ada disana entah sejak kapan.
"Makanya aku heran, disana tidak ada apa-apa tapi kenapa terus melihat
kesana?" Lanjut Yoshi. Pandangannya mendesak Kay untuk menyerah dan itu
selalu jadi senjatanya. "Kau tidak sedang jatuh cinta..."
"Tidak!" potong Kay tegas. "Aku cuma memperhatikannya karena dia
sedikit, yah berbeda!"
Yoshi tersenyum. "Tentu saja dia berbeda. Dia hidup di lingkungan
seperti apa dan dirimu seperti apa" Dilingkungannya sangat banyak
perempuan baik-baik seperti dia sedangkan di lingkunganmu sangat sulit
menemukan orang yang seperti Matsuri. Alangkah baiknya kalau suatu saat
kau menikah dengan wanita seperti dia."
"Dia terlalu dewasa untukku! Mungkin usianya sebaya denganmu,
mana mungkin menikah denganku."
"Dia seumuran denganmu, Kay! Sarjana Pendidikan di Todai dan
mendapat nilai cumlaude. Begitu masuk ke sekolah ini langsung di daulat
sebagai guru berprestasi. Tegas, tapi terpavorit karena sebelumnya di sekolah
ini guru muda sama sekali tidak ada. Lagi pula aku tidak mengatakan kalau kau
menikah dengan dia, tapi menikah dengan yang seperti dia. Coba perhatikan
kata seperti yang ku ucapkan tadi, ya!"
Kay menelan ludah. Entah mengapa ia merasa kalau Yoshi sudah berhasil
mengorek perasaannya yang Kay sendiri tidak ketahui. Kata-katanya selalu bisa
mendesak dengan baik dan dia sangat cocok menjadi seorang pengacara. Kay
memandangi Jam tangannya, Lebih baik ia menunggu di mobil yang di
sewanya untuk menghindari terror dari Yoshiki lebih lanjut.
"Aku keluar saja. Nanti Sachi bawa ke mobilku. Aku bawa mobil sewaan!"
Yoshi mengangguk masih dengan senyumnya yang seolah-olah
mengetahui kalau dirinya sedang menghindar. Kay keluar dari klinik dengan
langkah cepat menyusuri koridor yang tidak begitu gelap. Keadaan seperti ini
membuat sekolah yang sepi menjadi kelihatan sangat menyeramkan karena
pendaran cahaya yang terlihat seperti lilin mendekatinya dengan langkah yang
sama cepatnya. Tanpa sadar Kay menabrak sesuatu, sebuah suara mengaduh
kecil mengganggu konsentrasinya dan Kay segera memperhatikan lilin yang
terguling. Beruntung benda itu masih menyala. Kay berusah meraih lilin itu
dan mengembalikannya ke dalam tabung plastik berbentuk mangkok yang
sudah berisi lelehan lilin lalu menerangi seseorang. Matsuri Tokeino masih
terpaku di lantai sambil meraba-raba mencari kacamatanya. Kay melihat
wajahnya yang di terangi cahaya lilin aromatherapi yang beraroma mawar.
Suasana mengerikan berubah seketika dan sangat drastis. Kay terkesima saat
wajahnya dan Matsuri Tokeino begitu dekat. Ia terlena selama dua tarikan
nafas lalu kembali terbangun dan mengambil kacamata Matsuri yang berada di
dekat tembok. Matsuri mengambilnya dan berterima kasih.
"Apa kau benar-benar tidak bisa melihat tanpa itu Sensei?" tanya Kay
setelah keduanya berdiri.
"Tidak juga. Hanya saja dengan kacamata lebih jelas. Tapi mataku tidak
begitu parah. Anda mau kemana" Sudah mau pulang?"
"Saya menunggu di mobil saja! Yoshi masih di klinik!"
"Kalau begitu saya ke klinik dulu, permisi!" Matsuri tersenyum.
Tanpa sadar Kay menarik lengannya, Spontan dan tiba-tiba. Kay sama
sekali tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Saat melihat tatapan heran
Matsuri, ia melepaskan tangannya dan berusha mencari penjelasan yag tepat
atas perilakuny.a "Sensei, kau lebih cantik tanpa kacamata!" Kay menggigit
lidahnya kuat. Kenapa yang keluar dari mulutnya selalu kata-kata penuh
godaan seperti itu" "Kalau anda mengatakan itu maka saya pikir saya akan selalu
mengenakannya!" wanita itu menjawab dengan pandangan tidak suka lalu
berbalik dan melangkah semakin menjauh.
Kay berusaha mengumpulkan indranya kembali lalu berhenti
memandangi Matsuri lagi. Melihat wanita itu membuatnya merasa seolah-olah
wanita itu adalah orang yang sangat di kenalnya. Mungkin wanita itu akan
sering di temuinya di masa depan, kita selalu merasa akrab dengan orang-orang
yang ada di masa depan kita pada saat bertemu mereka untuk yang pertama kali,
Kan" Entahlah, yang pasti Kay harus segera pulang dan minum obat, berada
dalam jarak yang dekat dengan Matsuri Tokeino bisa saja membuatnya
terserang flu besok pagi.
Istana Kumala Putih 11 Pendekar Bloon 15 Api Di Puncak Sembuang Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 9
sedang kau sentuh" Air panas bisa ikut masuk kesana!"
"Kalau begitu biarkan aku menyentuhnya dengan sesuatu yang lain.
Aku sudah sangat mengharapkannya!"
"Disini" Didalam Bathub" Kenapa tidak kita selesaikan dulu ritual
mandi ini dan pindah ke tempat tidur. Aku akan lebih nyaman disana!"
"Sudah tidak ada waktu lagi, Honey. Sebentar lagi waktunya makan
malam! Kau siap kan?"
Matsuri tidak menjawab apa-apa dan Kay menganggap kalau ia
setuju. Dengan sedikit usaha Kay perlu mengangkat tubuh istrinya
sehingga bagian tubuhnya yang mengeras bisa masuk dengan sukses
kedalam diri Matsuri yang panas. Matsuri mengeluh saat merasa bagian
paling sensitif dari dirinya sudah sangat penuh. Ia merasakan kalau kali
ini ada rasa yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, Kay belum
bergerak sama sekali meskipun Matsuri menunggunya lama. Ia
menoleh memandang Kay yang berada di belakangnya dengan nafas
yang mulai memburu. "Kau tidak akan melakukan apa-apa" Hanya seperti ini saja" Kalau
begitu akhiri saja!"
Kay mendengus. "Apa dirimu tidak mengerti juga" Aku ingin kau
yang bergerak, Janganlah bersikap pasif seperti yang biasa kau lakukan
selama ini." Kay meremas payudaranya semakin kuat dan Matsuri
mengeluh lagi. "Aku menginginkanmu, Matsuri!"
"Tapi kau menyakitiku." Matsuri menepuk tangan Kay yang sudah
bersikap tega sehingga Kay mengendurkan cengkramannya. "kau bisa
merusak tubuhku kalau begini. Setelah tubuhku rusak kau akan mencari
wanita lain padahal semuanya adalah salahmu!"
"Oke, sekarang bukan saatnya berdebat. Lakukanlah, karena aku
sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi."
Kedua tangan Matsuri menggenggam pinggiran bathub kuat-kuat,
Ia mulai menggerakkan tubuhnya dengan teratur dan berhenti sesekali
saat pinggulnya terasa sakit. Tapi Kay membantunya dengan
menggenggam pinggangnya dan mengatur ritme permainan dengan
sangat baik. Sedikit membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya, tapi
mereka berhasil menyelesaikan semuanya dengan sebuah lenguhan
panjang yang membuat Matsuri benar-benar letih, ia nyaris saja berdiri
jika Kay tidak segera menarik pinggangnya dan memaksa Matsuri
berbaring di atas tubuhnya tanpa melepaskan bagian tubuh yang
menyatu selama lebih dari setengah jam. Kedua tangan Kay kini
bersilang di depan dadanya, Matsuri bisa merasakan kalau Kay sedang
berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Kau kelihatannya sangat lelah sekali." Matsuri mengerutu.
"Seharusnya aku yang lelah!"
"Kau tidak bergerak sendiri nyonya, Aku membantumu dan kau
tau betapa berat tubuhmu" Tenaga yang ku keluarkan mungkin lebih
besar dari angkat beban di fitness center!"
Matsuri mencubit tangan Kay yang ada di depan dadanya sehingga
Kay menarik kedua tangannya dan mengeluh kesakitan. Beberapa detik
kemudian Matsuri harus terperangah, sebuah rantai perak yang panjang
melingkupi lehernya dengan sebuah kunci sebagai bandulnya. Di kunci
itu terdapat empat buah angka yang Matsuri tidak bisa mengerti artinya,
1707. Bukan hari ulang tahunnya, bukan juga Kay, dan bukan tanggal
pernikahan mereka. Matsuri menyentuh kunci itu dan memperhatikannya lekat-lekat.
"Ini apa?" "Ini kunci apartemen kita di Tokyo! Aku sudah menyiapkannya
sejak berbulan-bulan yang lalu." jawab Kay. "Seharusnya aku
memberikan ini kepadamu di hari terakhir kita di Paris, tapi aku sudah
tidak sanggup lagi menyimpannya berlama-lama. Kau lihat angkanya"
Ingat tidak, kau menerima lamaranku setelah perdebatan hebat kita,
saat itu tanggal 17 juli"
Matsuri berusaha memutar tubuhnya untuk melihat wajah Kay,
tapi Kay segera mempermudahnya dengan meletakkan dagunya di
bahu istrinya. Ia juga memandangi kunci itu, mereka memandanginya
bersama-sama. "Kau yakin dengan semua ini" Kalau kau meninggalkanku
apartemen ini akan jadi milikku!"
"Memangnya kenapa" Ambil saja semuanya. Ini tidak akan
sebanding dengan semua yang kau lakukan untukku, nyonya! Kau pasti
sangat menderita menghadapi orang sepertiku!"
"Tidak juga, kau cukup bisa membuatku merasa nyaman!"
"Cuma itu" Lalu kau tidak mencintaiku" Bagaimana caranya agar
aku bisa membuatmu mencintaiku" Karena sepertinya aku sudah mulai
mengharapkanmu untuk itu, Sepertinya aku mencinta..."
"Selesaikan dulu semua urusanmu dengan Eve." Matsuri
memotong ucapan Kay dengan tegas. "Jangan pernah mengatakan hal
itu sebelum semua urusanmu selesai karena aku tidak suka kecewa
untuk yang kedua kalinya. Aku tidak mungkin mencintai orang lain
yang hatinya bukan milikku!"
"Ya, itu bedanya aku denganmu, Kau mencintai orang yang kau
fikir sudah memberikan hatinya untukmu seperti Arata meskipun
ternyata kau tertipu, sedangkan aku selalu mencintai orang yang
hatinya bukan milikku!"
Suara Kay yang terdengar kecewa membuat Matsuri spontan
mengangkat tangannya dan menyentuh kepala Kay. Hal itu bisa
membuat Kay mengembalikan senyumnya.
"Neechan, bagaimana kalau sekali lagi!" Kay mulai membujuk
dengan manja. "Apa?" Suara Matsuri tiba-tiba meninggi. Ia menarik tubuhnya
menjauhi Kay sebisanya. "Kau sedang membeliku" Memberikanku
sebuah apartemen untuk bercinta denganku sepuasnya" Sudah cukup,
ini akan sangat menyiksaku! Satu lagi. Jangan pernah menggunakan
kata Neechan untuk merayuku. Mulai saat ini senjatamu itu tidak akan
mempan lagi!" Kay tertawa terbahak-bahak untuk kali ini, "Neechan, Kau tidak
akan ku lepaskan." Bab. 33 Kay membuka mata dengan perasaan sangat tenang karena ia
bangun tepat pada waktunya, beberapa menit sebelum makan malam.
Ia menoleh kepada Matsuri yang masih tertidur nyenyak disebelahnya
dengan wajah yang damai, Kalung rantai berbandul kunci yang Kay
berikan saat di kamar mandi tadi masih melingkari lehernya dan Kunci
yang bertuliskan angka 1707 itu seolah-olah juga sedang berbaring
disebelahnya. Kay terkenang dengan kata-katanya tadi, kata cinta itu
keluar begitu saja seolah-olah bukan kata yang penting. Kay
mengucapkannya tanpa perasaan apa-apa dan ia melakukan itu untuk
menarik hati Matsuri. Ternyata kata-kata itu sama sekali tidak bisa
untuk merayu wanita yang ini, semua kata-kata Kay seolah-olah tidak
memiliki efek yang signifikan terhadapnya. Mau tidak mau kata-kata
respon dari Matsuri terus terkenang di benaknya.
Selesaikan dulu urusanmu dengan Eve. Bagaimana caranya"
Cukupkah hanya bicara saja sedangkan jauh di dalam hatinya Kay
sangat ingin bersama dengan Ivea meskipun hanya sebentar. Mengingat
Ivea, membuat Kay di kacaukan oleh berbagai macam rasa. Kesal,
marah, benci, tapi juga sayang, cinta, kasihan. Bagaimana caranya Kay
bisa menghadapi Ivea dengan baik dengan perasaan berlawanan yang
terus menerus berperang didalam dirinya.
Kay terbangun dari lamunannya karena mendengar suara pintu
kamarnya di ketuk tiga kali. Sebuah suara membuatnya merasa di jalari
kegugupan yang sangat luar biasa, suara yang sangat ingin di
dengarnya sekaligus suara yang selalu ingin di singkirkan dari
hidupnya untuk selama-lamanya. Suara Ivea.
"Maaf, Matsuri Neechan. Makan malam sudah siap!"
Kay tidak menjawab. Ivea memilih Matsuri sebagai lawan
bicaranya dan Kay lumayan bersyukur karena itu berarti ia tidak harus
menjawab apa-apa. Tapi mendengar ketukan pintu sekali lagi diiringi
dengan suara Ivea yang terus memanggil-manggil membuat Kay merasa
tidak tahan. Harus menjawab bagaimana"
"Ada apa?" Matsuri terbangun dan bertanya dengan suara yang
sangat pelan. Kay bisa merasa sedikit lega.
"Matsuri Neechan!"
Mendengar suara Ivea Matsuri menatap Kay sejenak. Ia menghela
nafas lalu menjawab. "Ya, Eve?"
"Makan malam sudah siap!"
"Baiklah, kami segera kesana, terimakasih!"
Suara langkah kaki samar-samar menjauh dari kamar itu
menandakan kalau Ivea sedang berjalan ke tempat lain. Gadis itu
sepertinya kembali keruang makan dan itu cukup bisa memberikan
ketenangan kembali kepada Kay, ia menghembuskan nafasnya perlahan.
"Dia sudah dari tadi disana?" Matsuri kembali bersuara.
"Tidak begitu lama!"
"Dan kau tidak menjawab" Mau sampai kapan begini?"
"Aku harus bagaimana terhadapnya?"
"Mulailah dengan bertanya apa saja. Jangan membuat dirimu
menjadi bodoh seperti ini setiap kali menghadapi dia!" Matsuri bangkit
dari tempat tidur dan menarik selimut yang membungkus tubuhnya
menjauh dari Kay. Kay sudah berpakaian lengkap sedangkan dia tidak,
Matsuri belum memakai apa-apa semenjak keluar dari kamar mandi
karena Kay tidak mengizinkannya. "Sekarang pergilah duluan kesana.
Aku akan segera menyusul."
"Kenapa tidak bersama-sama saja?"
Matsuri memutar matanya kesal. "Kau ingin melihat aku
mengganti pakaian" Setiap kali aku mencoba melakukan itu kau selalu
memaksa untuk mengulangi kejadian di Bathub tadi. Jadi jangan cobacoba untuk
melakukannya sekali lagi. Sekarang pergilah!"
Kay memandangi Matsuri dengan tatapan kesal, tapi hanya sedikit.
Ia tidak pernah kesal kepada Matsuri dalam kadar yang banyak.
Meskipun bukan cinta, ia sudah sangat menginginkan Matsuri,
menyayangi wanita itu benar-benar seperti ia menyayangi seorang
pasangan hidup yang kompeten dan berbakat untuk mendampinginya
selamanya. Bukan hanya sekedar perasaan nyaman seperti di awalnya,
bukan hanya untuk melupakan kesedihan bersama-sama. Apapun yang
terjadi hari ini benar-benar karena Kay menginginkannya. Kay
melangkah lesu menuju ruang makan dan mendengar bunyi pintu di
kunci saat ia baru saja keluar dari pintu yang sama. Berjalan menuju
tempat itu membuatnya merasa semakin gugup, ada sesuatu disana,
sesuatu yang menurut firasatnya akan membawa pengaruh besar dalam
hidupnya. Sebuah bayangan duduk dengan khusyu' di salah satu kursi ruang
makan itu. Ivea seorang diri menanti sambil menatap makan malamnya
dan belum menyentuhnya sama sekali. Jika tidak teringat kalau pintu
kamar sedang di kunci oleh istrinya, mungkin Kay sudah berlari
kembali kesana dan berlindung di balik tubuh Matsuri, berlindung dari
Ivea dan perasaannya. Sebelum benar-benar mendekat Kay berusaha
untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya dan memenuhi paruparunya lalu
meniupkannya lewat mulut dengan sangat pelan dan
tanpa suara. Setelah lebih siap, ia melangkah mendekati meja makan
dan duduk di hadapan Ivea, entah mengapa ia memilih kursi itu. Ivea
memandangnya dengan tatapan tak menyangka dan berusaha untuk
terlihat tidak kikuk. Kay menelan ludah, ia harus bicara, menanyakan
apa saja asalkan mereka tidak terlihat sangat kaku karena mereka hanya
berdua disini dan Matsuri belum menyusul. Sedangkan Bian entah
wanita itu ada dimana. Tunggu dulu! Bian dimana"
"Bian ada dimana?" Akhirnya Kay mampu bersuara juga.
Ivea mengerjapkan mata seolah-olah tersadar dari lamunannya.
"Dia" Mom sudah pulang ke paris sore tadi. Ada urusan penting
katanya!" "Dan dia meninggalkanmu sendiri?"
Gadis itu mengangguk. Kay mulai emosi karena ini sama sekali di
luar dugaannya. Bagaimana mungkin Bian membiarkan putrinya
sendirian sedangkan di tempat yang sama ada pengantin baru yang
sibuk brcinta setiap saat. Apa dia tidak memikirkan perasaan Ivea" Ini
sama saja dengan membiarkan Ivea semakin terluka karena Kay tau
semua interaksi Kay dan Istrinya selalu melukai Ivea. Kay bahkan bisa
mengingat dengan jelas airmata Ivea saat melihat Tangan Kay
menggandeng Matsuri di atas catwalk waktu itu dan mengumumkan
kepada semua orang kalau Matsuri adalah istrinya. "Seharusnya Kau
ikut dengan dia!" "Bagaimana dengan kau dan Matsuri Neechan, Kami tidak mau
mengganggu. Ku dengar tadi..um, ku dengar..." Ivea ragu, ia
menundukkan wajahnya dalam-dalam dan berusaha mengumpulkan
tenaga untuk berbicara. Dadanya mulai terasa sesak dan selanjutnya
kata-kata yang terucap berisi getaran yang tertahan, ia hampir menangis.
"Ku dengar kalian bercinta! Maaf, bukan maksudku..."
"Sudahlah!" Desis Kay. "Kau sudah tau kalau rencana kami bukan
untuk mengikuti kalian kan" Kami sedang berbulan madu disini jadi
hal-hal seperti itu pasti terjadi. Lalu kenapa kau tidak memutuskan
untuk ikut Bian pulang saja" Kau bisa tinggalkan pesan di depan pintu
dan aku pasti akan mengembalikan kunci Villa ini kepada kalian!"
"Aku yang menginginkannya!" Suara Ivea bergetar semakin
dahsyat. Ada sebuah isakan di antara kata-katanya dan ia masih
berusaha menyembunyikannya. "Mom sudah mengajakku pulang, tapi
aku yang ingin tinggal!"
"Kau menangis?" Kay melunak, ia berharap kalau Ivea tidak
sedang mengeluarkan airmata seperti dugaannya. Sekarang Kay mulai
di lingkupi perasaan bersalah. "Coba angkat kepalamu, dan katakan
kenapa kau melakukannya" Semua ini akan menyakitimu, Kau bukan
orang yang bodoh untuk melakukan hal-hal yang bisa menyakitimu
lebih dalam!" Bab. 34 Ivea mengangkat wajahnya. Perasaan Kay benar kalau gadis itu
sudah menangis, wajahnya di basahi air mata dengan bengkak ringan di
bawah matanya. Sebelum ini dia juga sudah menangis dan tangisan kali
ini memperjelas semua yang sudah di sembunyikannya. Ia berusaha
membuka mulutnya tapi ragu. Ivea lalu berusaha lebih keras untuk
mengatakan apa yang ingin di katakannya meskipun semuanya malah
akan membuatnya binasa. "Aku minta maaf, Aku sudah tidak bisa
menahannya. Aku masih belum bisa melenyapkan perasaanku,Kay!
Aku mencintaimu dan merasakan sakit setiap kali kau bersamanya. Aku
ingin memeluk lenganmu seperti yang di lakukannya. Ingin memasak
sarapan untukmu, ingin kau sentuh, kau peluk, kau..."
"Jadi seperti itu" Kau sedang merasa cemburu?"
"Lebih dari sekedar cemburu. Aku iri, sangat iri, ada perasaan
marah setiap kali aku berfikir kau dan dia sedang melakukan sesuatu.
Kita tidak pernah seperti itu, aku tidak pernah bisa memeluk lenganmu,
kita tidak pernah bersentuhan lama!"
Kay mulai di rasuki perasaan iba. Ia pernah merasakan semua ini
dan tau bagaimana rasanya. Perasaan sakit Ivea pelan-pelan juga mulai
menyakitinya. "Kita hanya akan terus saling menyakiti kalau terus
bersama. Mari kita selesaikan semuanya, besok aku akan pergi dari
tempat ini dan ku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi!"
"Tidak, Jangan lakukan itu. Mom, bilang..."
"Kau tidak sekuat Bian, jadi berhentilah memakai namanya untuk
kau jadikan alasan atas semua tindakanmu. Kau tidak harus seperti dia
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena walau bagaimanapun kau tidak akan pernah bisa menyamai
Bian!" "Karena itulah aku tidak akan menyelesaikan masalah ini dengan
caranya. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan caraku!"
Dahi Kay berkerut caranya"
"Tinggalah disini bersamaku, untuk satu minggu saja! Beri aku
kesempatan untuk mencintaimu, untuk menunjukkan kalau aku bisa
melebihi istrimu. Setelah itu kau boleh memilih hidup bersamaku atau
bersamanya!" "Mana mungkin aku bisa begitu, dia..."
Kata-kata Kay terhenti. Ia menatap wajah Matsuri yang berada di
belakang Ivea. Wanita itu menyentuh dan membelai kepala Ivea dengan
lembut meskipun matanya tidak berpaling sedikitpun dari Kay. Ivea
menengadahkan kepala dan memandangnya, tangisannya semakin
menjadi-jadi karena ia mungkin baru saja tersadar dengan
perbuatannya. Ivea sudah merasa kalau dirinya buruk karena sudah
mencintai dua laki-laki sekaligus dan semakin buruk karena melakukan
semua ini. Ia sudah berusaha merampas seorang suami dari istrinya.
"Berhentilah menangis, Eve!" Matsuri masih membelai kepalanya
dan memilih duduk di sebelah Ivea. Sesekali pandangannya terpaku
kepada Kay yang menatapnya dengan pandangan penuh harap. Kay
ingin Matsuri mempertahankannya tapi di sisi lain Kay juga ingin
menghabiskan seminggu, meskipun hanya seminggu bersama Ivea.
"Neechan, aku tidak tau kenapa aku bisa seperti ini!" Ivea berdesis.
Tangan Matsuri berpindah dari kepala menuju bahu Ivea lalu
menepuknya beberapa kali. "Kau hebat, Eve. Seandainya aku bisa
sepertimu." Arata, laki-laki itu yang sedang Matsuri Maksudkan dalam
hal ini. Seandainya ia bisa memohon kepada Arata seperti Ivea
memohon kepad Kay. Tapi Matsuri tidak mungkin melakukannya dan
ia juga sudah lama berhenti mengharapkannya. "Karena itu seharusnya
kau mendapatkan keadilan yang sedang kau perjuangkan!"
Ivea berhenti menangis. Ia memandang Matsuri dengan tatapan
yang luar biasa. Wanita seperti apa dia" Merelakan suaminya untuk
bersama orang lain selama seminggu, bagaimana Bila Kay memutuskan
untuk pergi bersama Ivea dan meninggalkannya untuk selamanya.
"Apa yang sedang Kau katakan?" Tanya Kay shock.
"Kau harus memberikannya kesempatan. Aku sudah bilang, kan"
Kau harus menyelesaikan masalahmu!"
"Bagaimana kalau aku meninggalkanmu karena ini?"
"Aku sudah punya sebuah apartemen untuk menebusnya!"
"Aku serius!" Kay membanting serbet yang tadi di genggamnya
dan beranjak pergi. Tapi ia merasakan tangan-tangan yang melingkupi
langannya, tangan yang sangat Akrab, milik Matsuri
"Sudahlah Kay, Pertengkaran kita nanti saja di lanjutkan di kamar.
Sekarang makanlah dulu!" Matsuri lalu memandang Ivea sekali lagi.
"Kau yang menyiapkan semua ini kan?"
Ivea mengangguk. Ia melakukan semuanya sendiri, memasak
semuanya seorang diri dan berharap semua makanannya adalah
makanan terenak yang pernah di hidangkannya untuk Kay. Tapi
sekarang Kay ingin pergi meninggalkannya"
"Makanlah, dia menyiapkan ini untukmu! Aku akan menunggumu
di kamar!" Bab. 35 Kay menghembuskan nafasnya dengan perasaan masygul. Matsuri
sudah siap pergi dengan pakaian yang sama yang di kenakannya saat
tiba disini. Semalam, Kay berharap ada pertengkaran di antara mereka
tapi semuanya hanya tinggal harapan belaka. Setelah selesai makan
malam, begitu Kay kembali kekamar Matsuri sudah tidur dengan lelap
seolah-olah dia sama sekali tidak menganggap semua perkataan Ivea
sebagai masalah. Sejak pagi Ivea juga tidak banyak berkata apa-apa, ia
menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan sudah siap berangkat pagipagi sekali.
Untungnya Kay memang tidak tidur semalaman dan ia bisa
menangkap kalau Matsuri ingin kabur darinya. Matsuri hanya tertawa
saat Kay menanyakan hal itu.
"Kau tidak boleh pergi jauh. Tunggu aku di Candance!" Kay hanya
bisa mengatakan itu. Matsuri mengangguk, ia melepaskan kalungnya dan memberikan
kunci itu kepada Kay. "Aku tau ini bukan kunci asli. Jadi ku kembalikan
kepadamu dan beritau aku dimana apartemen yang kau beli"
Paswordnya juga jangan lupa!"
"Kau sepertinya benar-benar berniat untuk mengambil alih
apartemen itu?" "Lalu apa lagi yang harus ku lakukan" Aku tidak mungkin pulang
kerumah orang tuaku karena baru satu bulan menikah suamiku sudah
pergi bersama perempuan lain, Ayahku tidak menyukaimu sejak awal,
di bisa membunuhku karena ini!"
"Kau tau resikonya kan" Kau tau bagaimana perasaanku padanya
dan mungkin saja aku bisa meninggalkanmu karena Ivea! Lalu kenapa
kau melakukan semua ini?"
Matsuri meghela nafas. "Entahlah, Kay! Mungkin aku sedang
menempatkan diriku sebagai Ivea, aku ingin di beri kesempatan dan
dapat keadilan untuk mencintai orang yang aku cintai dengan seluruh
meskipun cuma sebentar!"
"Tentu saja, Kau mengatakan itu kepada Ivea semalam."
"Kau punya ingatan yang baik!" Matsuri mengambil tas jinjingnya
yang berisi beberapa pakaian dan menepuk pipi Kay beberapa kali.
"Aku pergi dulu. Aku akan menunggumu sampai Bis terakhir datang
bila kau berubah fikiran. Jika tidak, aku akan kembali ke Tokyo!"
"Kau tidak punya tiket!"
"Aku punya paspor dan Visa! Bukan hal yang sulit untuk
mendapatkan tiket. Aku masih punya tabungan! Sampai jumpa, itu
salam bila kau berubah fikiran. Bila tidak, selamat tinggal!"
Kay menarik lengan Matsuri sehingga tubuh Matsuri terjatuh
dalam pelukannya lalu membiarkan wanita itu meninggalkannya
dengan lambaian yang sangat biasa. Bis terakhir jam delapan malam
dan ia sudah mengetahuinya sejak dulu, Kay akan berbicara dengan
Ivea hari ini dan melihat apakah ia bisa berubah fikiran hari ini juga.
Matsuri bersikap lebih kejam di bandingkan Ivea, ia memberikan waktu
lebih sedikit seolah-olah wanita itu tidak mengharapkan Kay kembali
kepadanya. Hanya hari ini, Kay menghela nafas dan memandangi
wanita yang selama ini memberikan kasih sayang yang tidak bisa di
mengerti, wanita yang tidak mencintainya tapi setia mengabdi, wanita
yang kelihatannya sedang mengundurkan diri dengan cara mencuri
kesempatan karena kejadian semalam.
Bab. 36 Matsuri berjalan dengan tenang menyusuri daerah yang di liputi
salju tipis. Candance Motel masih beberapa blok lagi, tapi ia tidak akan
kesana. Sekarang juga, saat sebuah Bis mendatanginya Matsuri akan
segera pergi. Ia meletakkan tas jinjingnya di pinggir jalan lalu
mendudukinya, berharap bis pertama yang di lihatnya hari ini segera
datang dan segera membawanya pergi. Udara dingin membuatnya
menghembuskan asap tipis dari mulutnya. Sesampainya di Paris ia
ingin mandi air hangat dan beristirahat dengan baik. Seorang laki-laki
setengah baya berdiri di dekatnya. Badannya yang gemuk dan
rambutnya yang mulai memutih di tutupi mantel tebal dan topi yang
terbuat dari woll berwarna biru. Wajahnya yang merah memberikan
sebuah senyum kepada Matsuri. Matsuri membungkuk, menunjukkan
rasa hormat. "Are you Japanese or chinese?" laki-laki itu menyapa dalam bahasa
Inggris. Siapapun yang melihat Matsuri akan sadar kalau dia adalah
seorang wanita Asia dengan rambut berwarna gelap yang lurus dan
kulit putih. Matsuri tersenyum senang, ia fikir orang-orang yang akan di
temuinya hanya akan menggunakan bahasa Prancis. "Japanese, Sir!"
"Kalian dari Asia memiliki wajah yang hampir sama, jadi aku
bingung apakah kau orang Jepang, Cina atau Korea. Kau sedang apa
disini?" "Liburan," "Lalu mana suamimu?"
"Ya" " Matsuri terkesiap heran."Bagaimana anda tau?"
"Kau mengenakan cincin kawin. Kau sudah bersuami tapi pergi
liburan tanpa dia. Kau sedang bersama teman-temanmu" Orang-orang
dari Negara kami sangat tidak menyukai tindakan seperti ini, tapi di
Prancis sepertinya itu bukan masalah."
"Kau bukan orang Prancis?"
"Namaku, Makki, di ambil dari kata Mekah, aku lahir di wilayah
Mekkah dan di Negara kami sangat tidak menyukai bila ada seorang
wanita yang sudah bersuami pergi tanpa mahramnya. Itu tanda ke tidak
setiaan, seorang istri seharusnya terus bersama suaminya apapun
keadaannya, sedang bahagia, sedang sedih, Kaya, miskin, senang, susah,
atau marah. Itu resiko pernikahan kan?" laki-laki itu lalu tertawa. "Tapi
budaya yang begini sudah di anggap kuno untuk zaman sekarang!"
Resiko pernikahan" Matsuri mendesah. Seharusnya ia tetap berada
di sisi Kay. Bukankah selama ini dia selalu berusaha menjadi istri yang
baik dengan membuang egonya jauh-jauh. Lalu kenapa saat ini Matsuri
lebih memilih egonya dan meninggalkan Kay disana" Kay memintanya
untuk menunggu sampai Bis terakhir datang lalu mengapa ia ingin
pergi begitu saja" "Kalian tinggal dimana?" laki-laki bernama Makki itu bertanya lagi.
"Kami tinggal di Tokyo, tentu saja. Tapi selama di Paris kami
menyewa sebuah flat dan di desa ini aku dan suamiku tinggal di Villa
seorang teman." "Jadi suamimu ada disini juga?"
"Iya, dia memintaku menunggunya!" Jawab Matsuri yakin. "Tuan,
kau tau bis terakhir datang jam berapa?"
"Jam lima sore!"
Sebuah Bis berwarna merah darah datang dan berhenti di hadapan
mereka. Makki menawarkan kepada Matsuri untuk masuk tapi Matsuri
menolak, sekali lagi ia mengatakan kepada Makki kalau suaminya
meminta Matsuri untuk menunggunya. Matsuri memutuskan untuk
menunggu Kay sampai Bis terakhir meskipun masih lama, meskipun ia
harus merasa bosan karena ini masih pagi dan ia pasti kedinginan di
tengah salju musim dingin kali ini. Ia seorang istri dan seharusnya
menepati janji. Matsuri akan menunggu Kay, ia memutuskan untuk
menunggu suaminya kembali kepadanya.
Makki memberikan Syal dan Topi woll yang di kenakannya kepada
Matsuri, ia mengatakan kalau firasatnya bilang Matsuri akan menunggu
lama. Mungkin Kay akan datang pada Bis terakhir, mungkin tidak akan
pernah datang. Tapi Matsuri masih belum bergeming dan berharap Kay
tidak membiarkannya kedinginan hari ini. Sebuah lambaian tangan
Makki membuatnya tenang, laki-laki itu bahkan mengucapkan doa
dalam bahasa arab sebelum pergi lalu meletakkan telapak tangannya di
atas kepala Matsuri yang sudah memakai topi pemberiannya. Matsuri
merasa ia mendapatkan kekuatan lain untuk menunggu sampai Kay
datang padanya. Bab. 37 Ivea sudah putus asa, Walau bagaimanapun seharusnya ia sudah
tau kalau Kay mungkin tidak mau berbicara dengannya. Jika bukan
karena Matsuri, Kay juga tidak akan tinggal disini bersamanya. Kay juga
tidak mau makan dan terus-terusan mengurung diri di kamar. Sudah
hampir seharian Ivea berdiri di depan pintu kamar yang terkunci dan
Kay belum juga keluar hingga sekarang. Putus asa, tidak ada satupun
yang bisa menggantikan perasaan itu.
"Kay, Kau masih tidak ingin bicara denganku" Aku bisa menyerah
kalau begini!" Ivea mengeluh, bagaimana ia bisa menunjukkan cintanya
bila Kay bahkan tidak mau menemuinya.
Pintu kamar terbuka tiba-tiba membuat Ivea hampir saja bersorak.
Tapi wajah Kay sama sekali tidak seperti yang di harapkannya. Laki-laki
itu memandangnya datar. "Kalau begitu menyerah saja!"
"Apa?" "Menyerahlah. Aku tidak bisa melanjutkan ini dan aku akan pergi.
Istriku menunggu di Candance!"
"Kau ingin meninggalkanku disini sendirian" Ini pertama kalinya
aku kemari dan aku sama sekali tidak taun jalan pulang! Sekarang juga
sudah gelap. Kenapa kau bersikap seperti ini" Kau tidak mencintaiku?"
Ivea mendengus. Seharusnya ia tau itu karena sampai detik ini Kay
tidak pernah mengatakan kalau ia mencintai Ivea secara langsung.
"Tentu saja!" Jawab Kay.
Ivea memperbesar bola matanya tak percaya. Tentu saja" Itu berarti
Kay juga mencintainya. Lalu kenapa Kay masih berfikir untuk
meninggalkannya dan pergi kepada Matsuri"
"Aku mencintaimu, Sangat!" Kay melanjutkan ucapannya. "Bahkan
sampai detik ini aku masih merasakannya."
"Lalu kenapa kau memilih kembali kepadanya" Aku ada disini"
"Karena dia yang menemaniku selama ini. Satu tahun aku
menunggumu dan kau membiarkanku selama itu" Apakah kau tidak
pernah berfikir kalau aku mungkin saja sudah bersama wanita lain, aku
bisa saja tidak menunggumu. Sekarang jawab pertanyaanku, kapan kau
mulai merasakan perasaan itu" Saat kau mendengar kabar kalau aku
akan menikah?" "Sudah lama! Kau sendiri tau bagaimana semuanya terjadi. Sejak
awal aku sudah menyadari kalau aku mencintaimu, Kau ingin
menyalahkanku" Aku baru mengingatnya setelah bertemu denganmu
di Jepang waktu itu! Tapi jauh sebelum aku mengingatnya aku sudah
merasakannya meskipun bimbang. Kau tau betapa beratnya aku
berusaha untuk menerima pernikahanmu dengan dia" Tapi aku tidak
bisa, sampai detik ini aku tidak bisa!"
"Lalu katakan padaku, setelah seminggu bersamaku, apa yang akan
kau lakukan?" "Bila kau memilihku, tentu aku akan ikut kemanapun kau pergi.
Tapi jika tidak, aku akan kembali ke kehidupanku yang semula." Ivea
masih terus berusaha. Melihat tatapan Kay yang tidak bisa d mengerti
membuatnya benar-benar hampir menyerah. Tapi Kemudian Ivea
merasakan tubuhnya sudah di tarik kedalam kamar dan berbaring di
atas tempat tidur. Kay sudah berada di atasnya dengan kedua tangan
yang hampir menyentuh Ivea. Refleks gadis itu berteriak jangan tapi
Kay terus memaksa untuk menggerayanginya. Entah apa yang di
rasakannya sekarang, takut mungkin adalah rasa yang paling dominan
untuk saat ini. Kay akan menyentuhnya" Tapi mengapa Ivea tidak bisa
menerimanya" Ia berusaha untuk terus menghindar dan menepis
tangan Kay yang terus berusaha dan kelihatannya hal itu berhasil. Kay
berhenti bergerak. Seperti baru saja tersadar Kay menjauhi Ivea yang berada di atas
ranjangnya. "Kau tidak suka" Bukankah kau ingin ku sentuh?"
Ivea menundukkan wajahnya dalam-dalam setelah memperbaiki
posisinya. Ia duduk di pinggir ranjang sambil memegangi ujung
sweaternya dengan tangan gemetar. "Memang, tapi aku tidak siap
dengan ini." "Seharusnya kau siap karena itu bisa saja terjadi selama seminggu
penuh." Kay memandang Ivea yang masih diam. "Kenapa kau
menolakku" Kau tidak bisa melakukannya?"
"Aku shock, kau tidak pernah melakukan ini kepadaku. Ku fikir
kau sedang memikirkan istrimu saat melakukan itu tadi, karena
semuanya terlalu tiba-tiba!" Ivea berusaha menghela nafas meskipun
berat. "Maafkan aku, Aku tidak bisa melakukannya."
"Bagaimana perasaanmu" Takut" Kau mencintaiku kan?"
Ivea tidak menjawab. Untuk apa Kay bertanya kalau ia sudah
mengetahuinya "Aku pergi, Istriku menungguku di candance!"
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tunggu!" Suara yang intens keluar begitu saja secara spontan dari
mulut Ivea. Walau bagaimanapun ia tidak ingin Kay pergi. "Apa hal itu
sangat penting bagimu?"
"Tentu saja..." Kay mengambil tasnya yang berada di atas tempat
tidur. "tidak! Walau bagaimanapun aku tidak akan bisa melakukan hal
seperti itu kepadamu. Dulu tidak, sekarang juga begitu. Tapi aku
kecewa kau menolak padahal kau bilang kalau kau mencintaiku. Kau
tau, wanita yang sedang menungguku di sana, dia melayaniku tanpa
protes, melakukannya dengan patuh setiap kali aku menginginkannya
meskipun dia tau aku sedang memikirkan orang lain. Selama ini dia
selalu menempatkan dirinya di posisimu, sekarang apakah kau sudah
bisa merasakan bagaimana perasaannya" Berpisah denganku tentu saja
bisa membuatnya bebas dari semua beban yang aku limpahkan
kepadanya. Tapi aku tidak akan melepaskannya begitu saja."
Ivea hanya terpaku memandani Kay, ia mati rasa. Tiba-tiba saja
Ivea ragu kalau semua perasaannya nyata. "Tapi, berikanlah aku waktu
seminggu itu agar aku bisa mengetahui bagaimana perasaanku
sebenarnya." "Semua sudah pasti, Seandainya kau memang mencintaiku kau
sudah mencariku sejak lama. Terlepas dari kau ingat atau tidak
seharusnya kau tetap menyusulku ke Tokyo."
"Aku tidak tau harus mencari kemana, mbak Tara tidak mau
memberi tau keberadaanmu!"
"Lalu, apakah Tara pada akhirnya memberi tau keberadaanku
setelah kau tau kalau aku akan menikah?"
Ivea menggeleng. Tara tetap konsisten untuk tidak memberitahukan apa-apa kepadanya. Saat itu Ivea berusaha sendiri
untuk menemukan Kay, mencari tau nama acara yang pernah Kay
datangi di Tokyo, mencari tau melalui Event Organizer tentang siapa
saja desainer yang ikut, bertanya kepada semua orang yang dia bisa,
Ivea benar-benar sudah menghabiskan banyak waktu di Jepang sebelum
akhirnya ia menemukan Kay bersama Matsuri berjalan bersama pada
hari itu. "Kau bisa menemukanku kan" Lalu kenapa kau tidak mencobanya
lebih awal" Jika kabar itu tidak sampai ketelingamu, Kau tidak akan
datang. Seperti yang ku bilang, perasaanmu kepadaku semu, sama
seperti yang sekarang sedang Kau perjuangkan. Kau hanya merasa
takut kehilangan karena aku akan bersama orang lain, karena pecintamu
berkurang satu. Untuk memberi waktu satu minggu bukan hal yang
mudah, entah apa yang akan terjadi selama seminggu dan kau masih
berfikir untuk menjalani kehidupanmu seperti semula jika aku menolak"
Bagaimana dengan Nathan" Dia percaya dan dia menunggu. Aku tidak
ingin kita menyakiti siapa-siapa!"
"Tapi aku juga sakit, Kay!"
"Sebentar, hanya sebentar sampai kau kembali kepada Nathan, ada
orang yang rela melakukan apapun untuk kebahagiaanmu disana. Aku
juga memiliki Matsuri. Sekarang aku akan menyusulnya karena dia
tidak memberiku banyak waktu. Kemasi barang-barangmu dan kita
pulang bersama. Aku hanya punya waktu satu Jam!"
Bab. 38 Candance Motel sangat ramai, Kay menghela nafas berat dan
melangkah ke dalamnya. Masih setengah jam lagi menjelang jam
delapan malam dan Bila Matsuri benar-benar menunggunya seharusnya
ia masih ada disini. Mata Kay mengangkap seseorang yang sedang
menyapanya dalam bahasa Prancis dan betanya apa yang bisa dia
lakukan untuk Kay, dia memperkenalkan diri sebagai pemilik Motel.
Seorang wanita gemuk dengan wajah ramah.
"Tidak ada kamar Kosong tuan, Tapi dua blok dari sini ad
penginapan lain. Aku bisa menyuruh anakku untuk kesana dan
memesan kamar untukmu!" Katanya setelah perkenalan yang
berlangsung begitu cepat.
"Tidak, bukan itu Madame. Saya ingin menanyakan seorang wanita
yang check in disini tadi pagi. Saya suaminya dan dia mengatakan akan
menunggu saya disini!"
Kening wanita itu berkerut tajam. "Seorang wanita" Hari ini tidak
ada seorangpun yang check in ataupun check out dari Motel ini!"
"Benarkah" Mungkin dia hanya mampir untuk numpang
beristirahat." "Kalau yang beristirahat memang ada beberapa orang. Bagaimana
ciri-ciri istrimu itu?"
"Dia sangat menonjol, Madame. Seorang wanita Jepang, usianya
akhir dua puluhan. Rambutnya lurus, berkulit putih. Dia juga memakai
kacamata berbingkai tipis dan bening."
"Sayang sekali, seingatku tidak ada wanita asia yang datang kemari
hari ini, bahkan untuk seminggu belakangan ini. Atau dia sedang
menunggumu di tempat lain?"
"Dia mengatakan akan menantiku sampai bis terakhir datang hari
ini!" Kay menghela nafas berat. "Mungkin dia menunggu di pinggir
jalan, tempat bis biasa berhenti. Aku kesana saja! Maaf mengganggu
Madame!" Kay menghela nafas lalu melangkah lemah. Ia keluar dari
motel dan menemui Ivea yang menunggunya.
"Bagaimana?" Tanya Ivea.
"Dia tidak ada. Mungkin menunggu di tempat bis biasa berhenti.
Kita kesana saja!" Ivea mengangguk. Ada sedikit perasaan bersalah terbersit di
hatinya. Seperti yang Kay bilang, Matsuri mungkin sangat menantikan
saat-saat terbebas dari Kay. Tapi Kay kelihatannya sangat kecewa dan
kehilangan. "Bagaimana kalau dia sebenarnya tidak menunggu?"
Kay diam sejenak, mungkin Matsuri memang tidak menunggunya
seperti yang dia harapkan. Matsuri mungkin sudah ada di paris dan
tidur dengan tenang di flat yang mereka sewa. Tidak masalah, Kay akan
kembali kesana dan menemuinya.
"Monsieur!" Seorang pemuda berusia belasan tahun memanggilnya
lalu berlari kehadapannya. "Anda yang bernama Keith Lavoile?"
Kay mengangguk. "Ya, darimana kau tau namaku?"
"Seorang wanita menitipkan ini," Pemuda itu lalu memberikan
sebuah kunci kepada Kay. Kunci dengan bandul berbentuk sesisir pisang yang terbuat dari
plastik itu adalah kunci flat yang mereka sewa selama mereka tinggal di
Paris. Pasti dari Matsuri, karena hanya Matsuri yang selalu memegang
kuncinya. "Tadi kata pemilik Motel tidak ada wanita Jepang yang
kemari, darimana kau mendapatkannya?"
"Aku bertemu dengan dia di pinggir jalan. Saat itu dia bertanya aku
tinggal dimana dan sempat mengobrol beberapa waktu. Setelah ku
bilang kalau aku tinggal di Motel ini, dia menitipkan kunci ini sebelum
berangkat ke Paris dengan bis terakhir. Dia bilang Tuan Keit Lavoile
akan datang kemari mencarinya. Aku tadi melihatmu bertanya kepada
ibuku, jadi ku pikir kaulah orangnya karena ciri-cirimu sangat mirip
dengan yang di katakannya." Pemuda itu menghela nafas sebentar. "Dia
juga berpesan kau tidak perlu mencarinya di rumah karena dia
langsung ke Tokyo!" Langsung pulang ke Tokyo" Jadi Matsuri menitipkan kunci kepada
anak ini" Sangat ceroboh sekali. Bagaimana bila Kay tidak datang"
Bagaimana kalau ia menyuruh Ivea yang masuk tadi" Atau bagaimana
kalau pemuda itu tidak melihat Kay tadi. Sangat beresiko sekali. Atau
Matsuri memang sengaja ingin membuat Kay sibuk" Bila Kay beruntung,
ia akan mendapatkan kuncinya. Tapi bila tidak, ia harus kembali ke
Paris dan mendapati tidak ada orang di rumah dan pintu flat sama
sekali tidak bisa di buka. Hal itu bisa membuat Kay semakin sibuk dan
semakin membuang-buang banyak waktu di Paris. Sepertinya Matsuri
benar-benar ingin menjauh, ia sudah pergi nak bis terakhir. Tunggu
dulu, bis terakhir" "Tadi kau bilang bis terakhir?" tanya Kay. "Bukankah seharusnya
bis terakhir datang jam delapan malam?"
"Tidak tuan, sudah setahun belakangan bis hanya datang sampai
jam lima sore. Ada masalah angkutan dan juga perizinan. Jadi tidak ada
bis malam lagi semenjak tahun lalu!" Pemuda itu memandangi Kay
seolah-olah menunggu perkataan Kay selanjutnya. Tapi Kay tidak
bertanya lagi, laki-laki itu memandangi jalanan dengan tatapan kosong.
Maka pemuda itu segera minta izin kembali masuk ke Motel milik
ibunya. Ivea melangkah perlahan dan mendekati Kay dalam jarak yang
sangat rapat ia berharap Kay memandangnya untuk menerima
ucapannya, "Aku menyesal, Kay! Kau di tinggalkan olehnya!"
Kay terbangun dari lamunannya dan berusaha tersenyum. "Dia
Cuma pulang lebih dulu ke Tokyo. Aku tau dia ada dimana, mungkin di
Fukoka, atau di rumah temannya di Osaka. Mungkin juga di rumah
ibuku. Dia tidak akan pergi jauh!"
"Kau tidak marah" Dia sudah meninggalkanmu. Kenapa kau tidak
melepaskannya padahal dia dengan sengaja menjauh darimu!"
"Dia menepati janjinya, Eve! Dia menunggu sampai bis terakhir
dan dalam cuaca dingin seperti ini, tidak bisa ku banyangkan kalau dia
sejak pagi berada di pinggir jalan itu dan berharap aku datang. Aku jadi
merasa bersalah!" "Apakah kau mencintainya?"
Kay menghela nafas. Mencintainya" Kay sudah lama menyadari
kalau ia sangat membutuhkan Matsuri. Dia belum mencintai wanita itu,
hatinya masih milik Ivea, tapi jika ia mengatakan Itu Ivea akan terus
berharap padanya. Kay mengangguk ia bisa melihat Ivea memberikan
senyum kecut dan menundukkan wajahnya. "Aku mencintanya mulai
detik ini, saat aku tau kalau dia menepati janjinya, menungguku
seharian di tempat terbuka dalam cuaca dingin. Dia selalu bisa
memaklumiku dan dia adalah orang pertama yang membuatku merasa
nyaman untuk selalu berada di dekatnya setiap waktu! Tapi sepertinya
aku mengecewakannya. Mengembalikan kunci flat dan berpesan akan
segera pulang Ke Tokyo menandakan kalau aku sudah melakukan
kesalahan besar." "Lalu apa yang akan kau lakukan" Bisakah kita kembali ke Villa
dan kembali menjalani rencana semula" Hanya satu minggu saja
hiduplah bersamaku!"
Bab. 39 Matsuri memandangi atap kamar itu dengan pandangan kosong.
Hari ini ketika ia bangun tidur, Kay tidak ada di sampingnya seperti
biasa. Tidak bisa di pungkiri kalau Matsuri sangat merasa kehilangan
sejak pertama kali ia terbangun dan mengalami hal yang sama. nyaris
satu minggu kehidupannya berjalan tanpa Kay. Ada perasaan yang
tidak bisa di mengerti yang di rasakannya, mungkin perasaan rindu.
Matsuri tidak menyangkal kalau dirinya sedang merindukan suaminya
yang selalu merepotkan itu. Kay kemana" Mungkin dia sudah memilih
Ivea dan memutuskan meninggalkannya. Tapi dengan bodohnya
Matsuri masih menunggu disini, berharap Kay mencari dan datang
kemari. Sejak kapan aku berharap seperti ini" Matsuri membatin. Sejak ia
menunggu Kay datang dan ternyata laki-laki itu tidak menemuinya juga
sampai bis terakhir tiba. Tidak ada hal lain yang bisa Matsuri lakukan
selain pulang ke Tokyo, entah mengapa malam itu ia merasa sakit hati
karena ketidak datangan Kay, tidak mau melihat Kay lagi dan
memutuskan untuk pergi selamanya. Sepulang dari Paris ia harus
mengalami hal menyedihkan, dirawat di rumah sakit karena cuaca
dingin menyebabkan gangguan paru-paru meskipun tidak parah, tapi ia
benar-benar harus mengurusinya sendiri. Matsuri menyesali sikap
kekanak-kanakannya dan sekarang dengan setia ia masih menunggu. Ia
tidak bisa kemana-mana, tidak mungkin pulang ke rumah orang tuanya
maupun orang tua Kay, Matsuri tidak pernah ingin orang lain terlibat
dalam masalah rumah tangganya. Tapi sampai kapan ia bisa bertahan"
Dengan bodohnya Matsuri terus memasak dua buah omlet setiap pagi,
lalu membuat secangkir kopi. Sampai saat ini ia terus melakukan itu
berharap di suatu pagi Kay menemukannya dan datang kepadanya.
Seandainya Kay bisa lebih cermat dan berfikir kemana Matsuri
pergi, laki-laki itu pasti menemukannya sekarang. Matsuri menghela
nafas berat, mungkin Kay tidak akan mencarinya seperti yang di
harapkan. Ia memandangi foto prewedding yang menjadi screen saver
di ponselnya lekat-lekat, Kay bahkan tidak menelponnya. Ia tersenyum
getir dan berfikir untuk berhenti berharap. Hari ini Matsuri akan
mencoba keluar rumah, jalan-jalan mungkin bisa menyegarkan otaknya.
Matsuri mencoba untuk lebih bersemangat, ia masuk kekamar
mandi untuk beberapa lama lalu mengganti pakaiannya dengan baik.
Sebuah jeans stretch skinny-fit dengan efek washing abu-abu menjadi
pilihannya untuk di pasangkan dengan sweater berwarna merah danhil
dengan lengan ?. Matsuri menyanggul rambutnya di atas kepalanya
lalu memakai kacamatanya. Untuk melengkapi gayanya, Matsuri
memakai sandal hak tinggi berwarna merah darah dan jam tangan.
Matsuri memandangi dirinya di cermin, ia merasa nyaman dengan
pakaian seperti ini" Padahal dulu Matsuri sama sekali tidak pernah
memakai pakaian dengan warna menonjol seperti sekarang. Dulu
semua pakaian Matsuri memiliki model yang monoton karena sebagai
seorang guru seharusnya ia menjadi contoh buat semua siswanya. Tapi
semenjak bertemu Kay, ia merasakan banyak perubahan terhadap
dirinya, pakaian Matsuri yang masih berada di tangan Kay mungkin
sudah memenuhi dua lemari.
Bab. 40 Ayo, hari ini kau harus bisa bangkit kembali! Uangmu sudah habis, kalau
tidak bersemangat terus bagaimana kau bisa kerja nyona" Matsuri berbisik
kepada bayangannya di cermin lalu terpaku sesaat. Ia bahkan
memanggil bayangannya di cermin dengan sebutan nyonya" Sepertinya
selama ini Matsuri benar-benar sudah menghayati perannya sebagai
istri dengan sepenuh hati. Tapi hari ini dia harus bisa membangkitkan
suasana hatinya yang lesu kembali dan setelah semuanya membaik, ia
harus mencari kerja. Uang di tabungannya benar-benar menipis, harga
tiket dari paris ke Tokyo benar-benar menghabiskan lebih dari setengah
tabungannya yang tersisa. Matsuri melangkah keluar flat 1707 itu dan
berjalan dengan santai kearah mana saja yang tdak di ketahuinya.
Matsuri hanya mengikuti kata hati dan menyerahkan kepada kakinya
hendak melangkah kemana. Langit kelihatannya mendung, padahal ia sedang ingin melihat
langit cerah hari ini. Matsuri sebenarnya menjadi kehilangan semangat.
Tapi kakinya belum mau berhenti hingga rintik-rintik hujan mulai turun
dan perlahan-lahan butiran-demi butiran jatuh dengan sangat deras. Ia
memandang kesekeliling mencari tempat berteduh, beberapa orang
bertumpuk di depan restoran Italia membuat Matsuri tergerak untuk
melangkahkan kaki disana. Hujan yang deras ini, entah sampai kapan
akan berhenti. Bunyi butiran-butiran air yang menghantam ubin dan
aspal semakin memperburuk suasana hatinya. Seharusnya ia melakukan
ini lebih cepat, mengapa disaat ia ingin memperbaiki suasana hatinya
semesta seakan-akan tidak mendukung"
"Matsuri?" Sebuah suara memanggilnya. Seorang wanita
berseragam lengkap dengan rok ketat dan kemeja biru berlengan
pendek menyapanya. "Anda nona Matsuri Tokeino, kan?"
Matsuri mengangguk bingung. Ia tidak mengenal wanita itu, sama
sekali tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu mengapa wanita itu
menyapanya. "Anda mengenal saya?"
"Tidak, saya hanya di minta untuk memanggil anda kedalam,
seorang tamu melihat anda saat dia masuk dan berharap anda
memenuhi undanganya."
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diam-diam Matsuri berharap, Kay yang mengundangnya. Hanya
Kay yang suka makan makanan Eropa, lalu siapa lagi. "Siapa yang
mengundang, maksudnya apa dia memberi tau namanya?"
"Tuan Arata Kujou. Dia salah satu pelanggan tetap kami disini.
Silahkan nona!" Matsuri melangkah masuk kedalam restoran itu dan meningalkan
beberapa orang teman yang berteduh bersama dengannya. Langkah
demi langkah di jalaninya dengan perasaan yang tak menentu, apa yang
harus di katakannya" Adakah kesempatan arata kembali kepadanya"
Apakah ia harus memohon seperti ivea" Bagaimana bila tidak berhasil"
Tapi kenyataannya Ivea berhasil, ia bisa menahan Kay selama seminggu
lebih dan menjadikan laki-laki itu sebagai miliknya. Apakah Matsuri
harus mencobanya kepada Arata"
"Disana, Nona. Silahkan!"
Arata ada disana, duduk di pinggir jendela dan menatap hujan
deras di luar sana. Masih sama seperti yang dulu, tampan dan sangat
berwibawa. Rambutnya yang lurus dan hitam membuat kulit putihnya
semakin bercahaya. Matsuri membungkuk dan berterimakasih kepada
wanita yang mengantarkannya lalu berjalan medekati Arata dan duduk
dihadapannya. Arata memandanginya dengan kikuk dan Matsuri
mencoba untuk bersikap lebih tenang, ia menyapa lebih dulu seolaholah ialah yang
mengundang Arata untuk datang.
"Apa kabarmu!" "Baik." Jawab Arata."Kau mau makan apa" Aku yang traktir
sebagai permintaan maafku!"
Matsuri menggeleng sambil tersenyum. "Tidak usah, aku sedang
tidak berselera!" "Ada apa" Kau kelihatan berbeda sekali. Aku nyaris tidak percaya
saat melihatmu tadi."
"Aku berubah" Seperti apa aku di pandanganmu yang sekarang?"
"Kau sangat menawan."
"Bila di bandingkan dengan istrimu?"
Arata terdiam tidak tau harus menjawab seperti apa. Mana yang
lebih cantik, istrinya atau Matsuri, drinya sama sekali tidak bisa
menjawab. "Arata-san. Kalau aku memohon kepadamu untuk berikan
kesempatan seminggu saja agar aku bisa mencintaimu bagaimana"
Apakah kau mau meluangkan waktu denganku selama seminggu"
Memberikan aku kesempatan untuk menunjukkan cintaku yang
sebenarnya apakah kau bersedia?"
"Apa?" Arata terpaku sesaat. "Kau sedang mengatakan apa?"
"Katakan padaku, jika aku mau melakukan apa saja bersamamu
selama seminggu apa yang akan kau lakukan?"
"Matsuri, kau yang paling tau bagaimana perasaanku. Tidak bisa
ku pungkiri kalau aku juga menginginkan bisa memilikimu seutuhnya
walaupun hanya sementara. Jadi seminggu adalah anugrah yang tidak
terkira untukku" "Lalu jika aku memintamu memilih antara aku dan istrimu, siapa
yang kau pilih?" "Bagaimanapun aku akan tetap kembali kepada istriku. Meskipun
aku tergila-gila padamu aku tetap akan kembali kepadanya. Kau serius
menanyakan hal ini?"
Matsuri menggeleng lalu tertawa. "Aku punya masalah pelik yang
mirip dengan hal itu, ku fikir jawaban daimu bisa memberi
pencerahan..." "Tentang suamimu?"
Matsuri mengangkat wajahnya dan menantang mata Arata yang
memandangnya. "Aku sudah dengar kabar kalau kau menikah, dengan penampilan
seperti ini bisa kupastikan dia adalah orang yang paling beruntung
karena memilikimu. Kau cantik, cerdas, bijaksana, sabar, kau memiliki
segala kriteria untuk menjadi istri terbaik. Seandainya aku belum
menikah aku akan mengejarmu meskipun harus bertaruh nyawa!
Sekarang katakan padaku, apa dia melakukan hal yang menyakitimu?"
Matsuri menggeleng dengan wajah ceria yang di buat-buat. "Dia
baik-baik saja!" Tentu saja Kay baik-baik saja. Satu-satunya orang yang
sedang dalam keadaan tidak baik adalah Matsuri dan ia memutuskan
untuk berhenti terlihat tidak baik-baik saja di depan orang lain.
Bab. 41 "Kau akan mengirimkan uangnya , Kan?" Matsuri sudah tidak
memiliki sepeserpun uang lagi. Untuk hari ini mungkin ia akan
menahan lapar sampai Natsuki mau mengirimkan uang kepadanya.
Untungnya Natsuki berinisiatif untuk menelponnya hari ini, jika tidak
Matsuri tidak tau harus mengemis kemana. Sampai detik ini tidak ada
satu pekerjaanpun yang cocok. Ia sudah memandangi koran beberapa
kali dan mendatangi banyak tempat yang membutuhkan lowongan.
Tapi ujung-ujungnya tetap saja sulit untuk menerimanya hanya dengan
sertifikat pendidik. Sekarang sudah saatnya Matsuri menurunkan
standarnya. "Tunggu dulu, Neechan! Kau belum jawab pertanyaanku, kenapa
minta uang kepadaku sekarang?" Natsuki sejak tadi menanyakan Hal
yang sama dan Matsuri masih belum tau harus memberi jawaban
seperti apa. "Aku tidak meminta, suatu saat nanti pasti ku kembalikan. Jadi
kau mau pinjamkan atau tidak?"
"Lalu kemana suamimu sampai-sampai dia membiarkan istrinya
mengemis seperti ini. Jangan katakan kalau dia menyuruhmu
melakukan ini. Dari pada minta padaku lebih efektif meminta kepada
ibunya!" "Sudah ku bilang, dia tidak tau sama sekali tentang hal ini. Kau
tidak mau meminjamkannya" Kalau tidak mau, ya sudah!" Matsuri lalu
menutup telpon dari Natsuki dengan kesal. Bocah itu terlalu banyak
tanya dan semua pertanyaannya membuat Matsuri tidak mampu
mencari jawabannya. Jika ia masih punya uang, tidak mungkin seperti
ini jadinya. Matsuri hanya punya beberapa lembar uang saja untuk
ongkosnya pergi mencari kerja. Jika terus merasa kelaparan ia bisa
mengganjal perutnya dengan air keran. Bukankah ini apartemen mahal"
Bahkan air keran disini bisa di minum.
Matsuri sudah menyangka kalau hal ini akan terjadi pada
hidupnya. Setelah mengundurkan diri sebagai guru ia akan mengalami
hal seperti ini. Seharusnya sekarang lebih baik karena meskipun tidak
punya uang Matsuri sama sekali tidak menumpang di rumah temannya
di Osaka seperti dulu. Ia punya tempat tinggal sendiri, sebuah
apartemen nomor 1707 yang lokasi dan paswordnya ia tebak sendiri.
Bukan hal yang sulit menemukan tempat ini, hanya satu apartemen
mewah yang memiliki lebih dari sepuluh lantai dan meletakkan angka
yang menunjukkan lantai di urutan terakhir setelah nomor Apartemen
sendiri, 17 di lantai 07. Jika Kay menggunakan tanggal dia melamar
untuk memilih apartemen, maka password yang di pakai pasti tidak
jauh-jauh dari itu. Hari pernikahan, atau tanggal pendaftaran
pernikahan. Matsuri nyaris saja gila mencari password yang tepat dan
ternyata Kay menjadikan 172205 sebagai password. 17 tanggal kelahiran
Matsuri, 22 Tanggal lahir Kay dan 06 adalah bulan kelahiran mereka
yang kebetulan sama. Entah apa yang mengilhami Matsuri untuk
menerka angka seperti itu pada akhirnya.
Ponselnya berdering lagi. Natsuki kembali menelpon dan
membuat Matsuri berdecak kesal. Untuk apa menelpon" Sudah berubah
fikiran" Ia menekan tuts terima dengan lemah.
"Neechan, sudah ku transfer." Kata Natsuki sebelum Matsuri
membuka mulut untuk sekedar mengatakan halo. "Kau tau di London
sekarang jam berapa" Sudah hampir pagi. Untung ada Mobile banking
jadi aku tidak perlu repot membobol pintu ATM untukmu."
Senyum Matsuri mengembang. "Benarkah" Terimakasih, sayang!"
"Ya, tentu saja kau harus berterima kasih. Kau boleh tidak
menceritakan masalahmu kali ini. Tapi suatu saat nanti aku akan
memaksamu mengatakannya. Mengerti?"
"Iya!" "Kalau begitu aku mau istirahat dulu. See Ya!" Dan suara Natsuki
benar-benar menghilang. Matsuri menghela nafas lega. Hari ini ia bisa makan. Secepatnya ia
akan pergi ke ATM terdekat untuk memeriksa sejumlah uang yang di
kirim oleh Natsuki. Meskipun sudah sore, harusnya uang itu selambatlambatnya
sampai satu Jam setelah pengiriman karena tabungan
Matsuri juga menggunakan Bank Internasonal seperti Natsuki. Matsuri
berusaha secepat mungkin untuk mengganti pakaiannya kemudian
pergi meninggalkan apartemen. Tapi malang, hujan turun lagi dengan
derasnya. Matsuri kembali termenung memandangi setiap butiran hujan
yang jatuh dengan keras. Perut Matsuri berbunyi, ia sudah sangat lapar karena kemarin
pagi adalah hari terakhir dirinya mengisi perut dengan makanan.
Pandangan matanya sudah mulai melayang dan Matsuri sama sekali
tidak mampu menahan rasa laparnya. Mungkin ia sedang menderita
darah rendah sehingga tidak makan selama ini saja benar-benar sudah
menguras tenaganya. Selama ini Matsuri tidak pernah terlambat makan
karena mag akut yang di deritanya. Jika masih ingin terbangun dalam
keadaan segar besok pagi, seharusnya ia mencari makanan sekarang
juga. Matsuri memandangi rintikan hujan sekali lagi. Melawan hujan
untuk kali ini seharusnya bukan masalah, ia tidak akan membiarkan
dirinya kelaparan lebih lama lagi.
Matsuri memberanikan diri menerobos hujan dan melindungi
kepalanya dengan tangan. Ia melangkah dari satu tempat ke tempat lain
untuk berteduh. Meskipun begitu, sedikit demi sedikit tubuhnya benarbenar basah
kuyup dan itu cukup untuk membuatnya flu. Februari
masih musim dingin dan hujan di musim dingin benar-benar bisa
membuatnya menjadi sangat menderita. Sesampainya di ATM terdekat,
Matsuri juga masih harus berdiri dan mengantri. Cukup panjang sampai
gilirannya tiba dan ia tidak tau harus melakukan apa dengan jumlah
yang Natsuki berikan untuknya. Lima juta dolar, sangat banyak untuk
persediaan makan seminggu seperti yang Matsuri minta. Ia sangat
senang karena di tabungannya menyimpan cukup banyak uang, tapi
juga sedih karena selain uang, ia juga harus menyimpan hutang dalam
jumlah yang sama. Bab. 42 Matsuri bahkan belum menganti pakaiannya yang basah kuyup.
Begitu sampai di apartemen ia langsung memasak demi perutnya yang
tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Tapi sekarang, ia harus
memandangi dua porsi omlet dan secangkir kopi yang dia buat. Sesuap
demi sesuap Matsuri memakan omlet dari piring yang ada di
hadapannya sambil memandangi seporsi lagi yang berada di sisi lain
meja. Untuk apa ia melakukan ini lagi" Padahal sejak dua hari yang lalu
ia sudah berhenti. Mungkin Matsuri sudah mulai berharap kembali, Kay
akan datang dan menemukannya disini. Matsuri menghela nafas.
Tidak mungkin, berhentilah berfikir na?f Matsuri Tokeino! Matsuri
membantin dengan nada yang agak membentak. Tapi kelihatannya
fikiran sama sekali tidak bisa mengalahkan sesuatu yang lain; hati.
Keinginan hati untuk mengingat Kay lebih kuat dari apapun sekarang.
Matsuri menyerah, ia meninggalkan sisa makanannya dan masuk ke
kamar. Sebuah handuk putih bersih membungkus tubuhnya beberapa
saat kemudian dan pakaiannya yang basah segera di cuci dengan mesin.
Setelah mencuci pakaiannya Matsuri kembali masuk ke kamar dan
langsung menuju kamar mandi yang berada di dalam ruangan itu juga.
Melangkahkan kaki menyentuh lantai marmer berwarna Tan yang
dingin dan menyalakan Air hangat untuk memenuhi Bathub.
Lagi-lagi ingatan tentang Kay menyerang, di Bathub untuk
pertama kalinya Matsuri menyadari kalau ia sedang bercinta dengan
suaminya, bukan dengan bayangan Arata, Di bathub juga Kay
memberikan kunci dengan nomor apartemen ini, di Bathub Kay nyaris
mengatakan kalau ia mencintai Matsuri. Matsuri merendam dirinya
dengan air hangat, tapi kedua wajahnya di benamkan di antara lutut
dan lengannya yang saling memeluk. Ia benar-benar membiarkan
semuanya mengalir kali ini tanpa menghalang-halanginya lagi. Tapi
hanya boleh kali ini dan setelah ia terbangun besok pagi, Kay sudah
harus menghilang dari ingatannya.
Lama kelamaan Matsuri terisak. Ia menyesali pernikahannya,
menyesali setiap sentuhan Kay yang mendarat di tubuhnya, menyesali
dirinya yang menempatkan diri sebagai orang yang selalu mengerti dan
membiarkan Ivea menjauhkannya dari suaminya. Pelan-pelan rasa benci
juga timbul kepada Kay. Bagaimana bisa dia tidak pulang selama lebih
dari dua minggu. Dia bahkan tidak menelpon Matsuri untuk
mencarinya, Kay mungkin memang tidak pernah berfikir untuk kembali.
Arata yang di bencinya saja berfikir untuk kembali kepada istrinya
apapun yang terjadi, lalu mengapa Kay tidak" Kay lebih buruk dari
Arata Kujou yang selama ini selalu di peranginya.
Bunyi desiran air yang terus mengalir memenuhi Bathub sudah
berhasil membuat tubuh Matsuri terendam dan merasa lebih hangat. Air
luber jatuh memenuhi lantai marmer lalu mengalir menuju
pembuangan. Matsuri menghentikan aliran air di keran dan meraih
handuk untuk kembali membungkus tubuhnya. Ia keluar dari kamar
dan memakai sepasang piama katun lalu memandangi dirinya di cermin.
Matanya memerah, beruntung tidak mengalami bengkak karena ia
menagis tidak lama. Rambutnya masih perlu di keringkan dan handuk
yang di pakainya tadi sudah sangat basah. Matsuri keluar menuju dapur
untuk mengambil handuk baru. Lalu tiba-tiba semua gelap. Ia
memegangi kepalanya dan merasakan sesuatu. Handuk yang di carinya
sudah menyelubungi rambutnya yang basah. Mungkin jatuh dari langit!
Matsuri menarik haduk itu sedikit lebih kebelakang agar matanya bisa
melihat seantero ruangan untuk mencari penyebab mengapa handuk itu
tiba-tiba sudah berada di kepalanya. Tapi Matsuri tidak perlu
melakukan itu karena orang yang di harapkannya sekarang sudah
berada di hadapannya. Keith Lavoile Fujisawa, berdiri di hadapannya
dengan sebuah senyum. "Makan malamnya enak Neechan! Tapi seharusnya itu menu
sarapan pagi." Kay menunjuk meja makan yang sudah berisi piringpiring kosong.
Bahkan makanan yang disisakannya juga sudah lenyap.
"Utuk apa kau kemari" Seharusnya kau bersama Eve!"
"Apa yang kau katakan ini" Aku kemari seharusnya kau senang.
Aku tau kau pasti merindukanku!"
"Benarkah" Aku sudah bilang, Aku bisa hidup tanpamu! Kau
sudah pergi selama dua minggu seharusnya tidak muncul lagi
dihadapanku." "Benarkah?"Kay mengulangi kata-kata Matsuri. "Tapi kenapa kau
menangis di kamar mandi Neechan" Kenapa membuat dua porsi omlet
setiap hari?" Kening Matsuri berkerut. "Apa yang kau katakan" Aku baru
membuat dua porsi hari ini! Itu juga karena aku sangat lapar. Sejak
kemarin aku sama sekali tidak makan apapun. Tapi sekarang kau sudah
melenyapkannya!" "Astaga, untuk apa kau berbohong" Aku ada disini mengawasimu
setiap hari. Aku menemanimu saat kau tidur, aku juga melihat buku
tabunganmu yang sudah menipis itu. Neechan. Aku juga melihatmu
mengganti pakaian dan..."
"Kau tidak memasang kamera di tempat ini kan?"
"Memangnya kenapa" Ini rumahku juga, jadi aku berhak
melakukan apa saja!"
Matsuri melotot untuk menyembunyikan kebingungannya. Sial,
karena ia bersedih karna Kay dan selama ini Kay melihatnya" "Sejak
kapan kau memperhatikanku?"
"Sejak kau membuka pintu 1707. Setiap sendi rumah ini ku
pasangi kamera dan terhubung langsung dengan ponselku. Apartemen
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini punya banyak barang mahal, setiap satu minggu sekali ada orang
yang datang untuk membersihkannya, dan setiap pintu itu terbuka,
ponselku akan berdering. Tapi aku baru melihatmu secara langsung
seminggu belakangan ini, dan Kau tau" Aku sangat merindukanmu
Neechan. Benar-benar merindukanmu!"
Matsuri terbelalak "Pergi sana!" katanya histeris sambil berjalan
menuju meja makan lalu melempar piring kosong bekas omet yang ada
disana kearah Kay. Nyaris saja mengenai laki-laki itu jika saja Kay tidak
gesit mengelak. "kau kenapa" Kenapa marah-marah?"
"Pergi!" "Ini rumahku juga, Neechan!"
Matsuri mengambil ancang-ancang untuk melempar piring kedua
dan memasang ekspresi wajah yang bertambah galak. "Siapa yang kau
panggil Neechan" Aku bukan Neechanmu lagi! Satu lagi, ini rumahku,
Aku sudah bilang akan mengambilnya jika kau meninggalkanku!"
Dan satu lagi piring kaca melayang bagaikan boomerang. Tapi kali
ini Kay tidak mengelak, ia membiarkan sebuah piring menghantam
kepalanya keras diiringi bunyi pecahan kaca. Selang beberapa detik
bunyi teriakan menggema dari mulut Matsuri, ia pingsan saat melihat
darah mengalir dengan mudahnya dari sela-sela rambut coklat Kay.
Bab. 43 Sisa bau alkohol merebak membuat Matsuri menyentuh kepalanya
sekali lagi. Entah berapa lama ia tidak sadarkan diri, yang jelas sekarang
ia merasakan pusing yang bukan kepalang. Saat membuka mata
semuanya mengabur dan membuatnya ingin memejamkan mata lagi
dan berbaring lebih lama. Tiba-tiba ia teringat Kay, Bagaimana
dengannya" Apa Kay benar-benar kembali" Atau dirinya hanya
bermimpi setelah tertidur semalaman" Matsuri berusaha sebisa
mungkin bangkit dari sofa tempatnya berbaring dan melihat Kay
sedang menyumbat lukanya dengan sebuah Handuk putih yang merah
di nodai darah. Matsuri terkesiap, ternyata bukan mimpi.
"Kau sudah bangun?" Desis Kay. "Aku yang terluka, bagaimana
bisa kau yang pingsan" Kau membiarkanku melakukan semua ini
sendirian!" Matsuri menggigit bibirnya. Dia bukan seseorang yang selemah
itu sehingga bisa pingsan dengan melihat darah. Tadi, tiba-tiba saja
kepalanya pusing dan mendadak kedua lututnya lemas. Stress berat dan
kelaparan sudah berhasil membuatnya hilang kesadaran. Matsuri
menyentuh perutnya yang mengeluarkan bunyi kecil.
"Kau benar-benar lapar?" Kay memandangnya serius.
"Aku sudah bilang, kan" Aku sudah tidak makan selama dua hari.
Jadi wajar saja kalau mudah emosi!"
"Aku tidak menyangka pada akhirnya tetap akan di lempar piring
oleh istriku! Ku fikir pernikahan kita tidak akan pernah begitu."
"Kau membiarkanku menunggu seharian, Kau fikir aku
bagaimana" Begitu sampai di Tokyo aku harus dirawat selama dua hari
di rumah sakit dan harus mengurusi semuanya sendiri. Bagaimana bisa
kau masih menganggapku sebagai istrimu" Suami macam apa kau yang
sampai hati membiarkan istrinya kelaparan!"
"Aku mencarimu kemana-mana. Kau tau betapa sulitnya" Aku
baru tau kalau kau disini beberapa hari belakangan ini. Tidak ada
kamera sama sekali di rumah ini. Aku berbohong hanya untuk
menggodamu." Kay memandangi Matsuri semakin serius. Matsuri
terlihat agak kurus, ia baru menyadarinya belakangan ini. "Aku datang
hari itu, Hanya saja sudah terlambat. Kau sudah pergi!"
Matsuri mendekat, ia membantu Kay memasang Kain kasa yang
sudah di basahi antibiotik di lukanya. Melihat Matsuri dalam jarak yang
dekat dengan wajah tirusnya Kay semakin merasa bersalah. Dia tidak
pernah meduga kalau Matsuri akan semenderita ini saat berpisah
dengannya. Tapi bukankah Matsuri yang pergi" Kay tidak pernah
menyukai rencana seminggu bersama Ivea itu.
"Apa kau mulai jatuh cinta padaku?" Kata-kata apa itu" Kay
Bahkan tidak menyadari apa yang sudah di ucapkannya.
"Bagaimana dengan Ivea?"
Kay mendesah. Matsuri tidak mau menjawab pertanyaannya.
"Kalau saja tidak ingat dengan kata-katamu, malam itu juga aku akan
menyusulmu meskipun harus jalan kaki. Tapi aku sudah
menyelesaikannya, Aku tinggal disana beberapa hari saja, tidak sampai
menghabiskan waktu seminggu."
"Lalu kalian sudah melakukan apa saja?"
"Mana bisa aku melakukan sesuatu kepadanya. Aku tidak pernah
bisa melakukan apapun kepada Ivea karena menyentuhnya seperti
menyentuh ibunya dan itu mengingatkan aku pada kenangan buruk!
Aku akan mengatakan sebuah rahasia yang hanya aku dan Bian yang
tau, Aku pernah dekat dengan Bian lebih dari seorang sahabat. Saat itu
hubungan kami benar-benar seperti sepasang kekasih dan Villa itu
adalah tempat yang paling sering kami datangi berdua. Tapi setelah aku
benar-benar jatuh cinta, dia menolak untuk menyebut hubungan kami
sebagai sebuah hubungan percintaan."
"Astaga, ternyata..."
"Kau tidak perlu berekspresi seperti itu!" potong Kay dengan
sebuah penekanan khusus. "itu sudah lama sekali, saat itu adalah tahuntahu awal
kami kuliah. Cerita itu sudah basi."
"benarkah" Lalu dengan Eve?"
"Yang pasti aku susah menyelesaikan semua urusanku dengannya.
Jadi sekarang aku boleh bilang kalau aku mencintaimu, Neechan?"
Matsuri terpaku, pandangan mereka juga saling beradu beberapa
waktu. Tapi saat lengan Kay melingkar di pinggangnya Matsuri
menolak dan bangkit lalu melangkah menuju dapur. "Aku mau masak
lagi. Untuk hari ini biarkan aku makan sepuasnya. Oke!"
"Neechan! Mengapa tidak ada satupun dari pertanyaanku yang
kau jawab" Apa pura-pura tidak tau bisa membuatmu puas?"
"Memang tidak ada yang perlu di jawab. Kenapa masih suka
berbasa-basi dengan menanyakan hal-hal yang sudah kau ketahui
jawabanya" Satu lagi. Sampai kapan kau akan terus memanggilku
Neechan?" Kali ini Kay tertawa, ia mendekati Matsuri yang berjalan menuju
dapur lalu berusaha memeluknya lagi. Hasilnya masih sama, Matsuri
menolak dengan menepis tangannya pelan. Dengan penuh konsentrasi
ia mengambil bahan-bahan yang tersisa untuk membuat omlet lagi dan
lagi-lagi membuat dua porsi seperti biasa. Setelah matang, dua piring
Omlet di bawa ke meja makan dan di berikan kepada Kay yang duduk
disana dengan perasaan tak menentu.
"Makanlah!" Kay terperangah. "Kau tidak sedang berfikir untuk melemparkan
piring ini lagi kepadaku setelah makanan buatanmu habis, Kan?"
"Kau sepertinya juga makan sedikit. Selama bersamaku Kaith
Lavoile Fujisawa tidak pernah sekurus ini. Jika bukan karena
memikirkan asupan gizimu, aku akan membuat ramen saja tadi. Jadi
makanlah. Aku sudah kenyang, kok! Ini sengaja kumasak untukmu!"
Kay menarik lengan Matsuri sehingga wanita itu duduk di
pangkuannya. Matanya terus memandangi Matsuri dengan perasaan
kagum yang luar biasa. "Aku hanya bisa makan banyak kalau istriku
yang masak. Selama dua minggu berpisah aku sangat kelaparan! Tapi
aku tidak ingin makan ini. Honey, aku ingin memakanmu!" Kay
berusaha mencium Matsuri dengan mendekatkan wajahnya tapi naas
Matsuri memukul lukanya keras-keras hingga Kay berteriak kesakitan.
"Hentikan! Aku sedang tidak ingin melakukan itu sekarang!"
Bab. 44 Matsuri tampak sibuk menggandeng kedua putri kembarnya
menuju ke Chinamons Gallery di pusat kota Tokyo. Kedua anak itu
sangat manis, tapi walau bagaimanapun Matsuri tetap saja kewalahan
karena harus membawa makan siang untuk Kay dengan perut yang
mulai membesar sambil terus menggandeng si kembar. Sorena dan
Lenera berontak melepaskan diri dari gandengan ibunya lalu berlarian
lebih dulu menuju pintu galeri yang terbuat dari kaca dan masuk kesana
tanpa perduli dengan teriakan ibunya.
Kedua anak itu benar-benar sudah membuat ibunya stress
seharian ini. Pagi-pagi ketika bangun tidur Sorena dan Lenera sudah
menangis karena ayahnya berangkat kerja tanpa membangunkan
mereka, lalu sampai siang hari mereka hanya mengatakan "ingin bertemu
ayah" tanpa perduli dengan ibunya yang kerepotan membersihkan
rumah. Sorena dan Lenera juga akan menangis sekencang-kecangnya
setiap kali Matsuri menyuruhnya diam dan pada akhirnya ia
memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan rumahnya dan membawa
kedua anak kembar itu kepada ayahnya.
Matsuri membuka pintu galeri dengan nafas terengah-engah dan
langsung masuk ke ruangan pribadi Kay. Ia bisa menghembuskan nafas
lega saat melihat kedua anaknya sudah berada dalam pelukan ayahnya.
Ada orang lain disana, Ivea Karta yang menyambutnya dengan
senyuman da sebuah pelukan sambil bertanya tentang kabarnya.
Matsuri membalas pelukannya sesaat lalu meletakkan kotak-kotak
makan siang di atas meja dan segera duduk sambil bersandar di sofa.
Matsuri masih berusaha mengatur nafasnya dengan tangan memegangi
perutnya yang agaknya membuat Matsuri kesulitan bernafas.
"Kau sangat lelah kelihatannya, Neechan?" Ivea duduk di
sebelahnya setelah memberikan sebotol air mineral dari dalam tasnya.
"Mungkin karena kau sedang hamil, jadi mudah lelah."
Matsuri meraih minum yang di tawarkan lalu meneguknya sekali
saja. "Seandainya tidak sedang hamil aku juga tetap akan begini. Kau
tau bagaimana sulitnya punya kedua anak ini?" Ia meletakkan botol air
mineral di atas meja. "Kapan kau sampai?"
"Tadi malam. Jadi aku berkunjung kesini sebentar setelah ini aku
harus segera kembali kehotel karena suamiku bisa mengamuk kalau aku
ingkar janji. Aku harus makan siang dengannya!"
"Semenjak menikah Nathan sepertinya sangat pemarah!" Kay
mulai ikut campur. "Ayah juga seperti itu. Tidak sadar juga?" kata Matsuri. Ia mulai
beraksi memisah-misahkan kota makan siang yang tadi di bawanya di
atas meja. Jam makan siang sudah tiba dan Matsuri tidak mau anakanaknya
terlambat makan. "Semua laki-laki tidak akan sebaik pada
awal-awal menikah setelah mereka punya anak! Jadi, Eve. Fikir-fikirlah
dulu untuk punya banyak anak sepertiku. Nikmati dulu pernikahan
kalian selagi masih muda."
Ivea tertawa lalu mengemasi barang-barangnya. Ia memandangi
keluarga bahagia itu dan merasa ada yang kurang. Anak sulung Kay
tidak ada. "O, Ya. Linea mana" Makan siang keluarga seperti ini kenapa
dia tidak datang?" "Ibunya memaksa Linea untuk masuk Asrama." Jawab Kay. "Dan
anak itu berangkat ke Osaka dengan senang hati. Seharusnya dia
membiarkan Linea sekolah di Tokyo agar dia punya teman untuk bantubantu
membereskan rumah!" "Kenapa kau tidak sewa pembantu saja Neechan" Aku juga sangat
sibuk dan menyerahkan semua pekerjaan rumah ke pambantu. Atau
seorang Nany untuk Sorena dan Lenera juga bisa."
"Dia tidak mau!" Kay menyerobot setelah Matsuri nyaris saja
menjawab. Wanita tu kembali menutup mulutnya dan konsentrasi pada
pekerjaannya. "Kenapa" Semuanya bisa lebih praktis kalau begitu. Punya satu
anak kecil saja rumah akan selalu berantakan. Apalagi dua orang, lebih-
lebih kau sedang hamil sekarang dan sebaiknya berusaha untuk tidak
kelelahan!" Matsuri menghela nafas sejenak untuk memikirkan jawabannya.
"Aku ini ibu rumah tangga, meskipun lelah kebahagiaanku ada disana.
Kau makan saja dulu disini,biar aku yang menelpon suamimu!"
Ivea menggeleng lalu berdiri dari duduknya. "Aku baru menikah,
mana mungkin ku biarkan suamiku makan sendirian. Aku pergi dulu.
Sampai jumpa!" Kay berdiri dan mengantarkan Ivea keluar galeri sambil
menggendong kedua putrinya di kiri kanan. Semenjak kedua putri
manjanya ini semakin aktif, Kay tidak perlu lagi olahraga di Gym
karena Sorena dan Lenera Lavoile Fujisawa cukup banyak
menghabiskan energi ayahnya untuk bermain-main dengan mereka.
Setelah Ivea pergi, Kay kembali kedalam ruangannya dan memandangi
Matsuri dengan sebuah senyum. Ia berharap wanita itu memandangnya.
Kening Matsuri berkerut melihat suaminya yang kembali tanpa Sorena
dan Lenera dan memandanginya dengan tatapan aneh.
"Mana si kembar?" tanyanya.
"Di bawa Eve. Nanti sore di antar ke apartemen." Jawab Kay lalu
mendekat kepada Matsuri dan merangkulnya. "Duduklah di pangkuan
Ayah, Bu!" "kandungan Ibu sudah hampir enam bulan, pasti sangat berat!"
"Bukan masalah, Cepatlah!"
Matsuri berpindah ke pangkuan Kay, sesekali ia melirik ke pintu
yang terbuka. "Bagaimana kalau ada yang masuk?"
"Semua pegawai sedang makan siang!"
Matsuri tersenyum. Ia kemudian memandangi wajah Kay dengan
serius. "Si kembar seharusnya makan dulu baru pergi dengan Eve! Ibu
sudah menyiapkan makanan mereka!"
"Mereka di iming-imingi es krim! Jadi mana bisa menolak.
Sudahlah, bukan masalah! Mereka sudah sering pergi dengan Eve.
Sekarang saatnya kita berdua. Sudah lama sekali kita tidak berbulan
madu, ayah sangat merindukan Ibu tersayang!"
"Astaga. Ayah masih bisa bergairah dengan perut yang besar
seperti ini?" Kay mengangguk mesra. "Tentu saja. Ibu malah semakin seksi
dengan perut besar itu! Kita lakukan saja sekarang, mumpung Galeri
kosong." Matsuri tertawa terbahak-bahak lalu berusaha menenangkan diri
dan memegangi perutnya. "Baiklah, tapi hanya sekali karena ibu harus
makan siang. Anakmu di dalam pasti sangat kelaparan. Aku juga harus
segera pergi karena ada janji dengan Kent soal pekerjaannya yang baru
itu!" "Janji dengan Kent di undur sampai sore saja, Ini usaha untuk
memperlancar persalinan. Mudah-mudahan bisa kembar lagi ya" Kali
ini laki-laki!" "Mana mungkin. ibu rasa perempuan lagi. Bian bilang dulu Ayah
seorang Playboy, jadi terima saja kalau semua anak Ayah perempuan.
Karma itu berlaku, sayang! Jadi berhentilah berfikir untuk terus
menambah anak karena Ayah akan kesulitan menjaga semua anak
perempuan kita!" Whisper Seharusnya Kay sudah berada di pesawat menuju ke Indonesia, tapi hari
ini harus di undur karena mendapat telpon dari sekolah Sachi kalau anak itu
kolaps lagi. Sachi bukan orang yang lemah, pingsan bukan kegiatan rutin
meskipun ia selalu membawa obat kemana-mana. Pasti sudah terjadi sesuatu
sehingga adik bungsunya itu sampai tidak sadarkan diri, tadi gurunya bilang
kalau Sachi di temukan dalam keadaan pingsan di kelas. Malam-malam begini"
Apa saja yang di lakukan oleh gurunya sehingga seorang siswa lepas dari
pengawasan" Siapa namanya" Matsuri Tokeino. Kay menghela nafas berat
sambil terus berusaha meelpon Yoshiki yang entah sudah sampai mana.
"Moshi-moshi?" Suara itu, akhirnya Yoshi mengangkat telponnya juga.
"Aku sebentar lagi sampai, sekarang masih di taksi. Kau sudah sampai dimana?"
"Aku baru masuk ke lingkungan Asrama."
"Sachi mungkin di Klinik sekolah, Yang menelponmu tadi siapa?"
"Seorang guru, perempuan, namanya Matsuri Tokeino. Katanya
pengawas asrama. Lalu apa saja kerjanya sehingga Sachi bisa di temukan dalam
keadaan pingsan malam-malam begini?"
"Nanti kalau sudah bertemu dengan gurunya baru marah-marah.
Beauty Honey Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Percuma kalau marah kepadaku karena aku juga tidak tau masalahnya. Eh, Ya.
Aku sudah sampai, telponnya ku tutup dulu!"
Kay segera menyelipkan ponsel itu kembali ke sakunya dan terus
menyelusuri koridor untuk menemukan Sachi Fujisawa. Baru pindah ke
Indonesia membuat Kay harus menjalani banyak penyesuaian yang rumit,
semua itu sudah menjadi fikirannya selama setahun belakangan dan kejadian
ini menambah beban fikirannya lagi. Langkah demi langkah terus melaju
menuju klinik sekolah, satu-satunya ruangan yang jendelanya menyala di luar
gedung asrama. Ruangan itu ada di ujung koridor, Kay bisa melihat dua orang
anak laki-laki berada di depan klinik sana. Salah satu di antaranya pernah Kay
lihat, tapi dia tidak ingat dimana. Begitu sampai di depan mereka Kay segera
menyapa kedua pemuda itu dengan ekspresi cemas.
"Sachi dimana?"
"Ada di dalam!" Salah satu di antara kedua pemuda itu menjawab. Kay
bisa mengingat pemuda ini, Teman Sachi yang sering datang ke apartemen saat
libur sekolah. Namanya Natsuki. "Dia sedang tidur, tapi Sensei menunggu
Nichan di dalam!" Kay menepuk lengan Natsuki dan menunduk kepada temannya yang
seorang lagi sambil mengucapkan terimakasih lalu bergegas masuk kedalam
klinik. Sebuah tirai berwarna biru langit tersampir rapat dan Kay menduga
kalau Sachi mungkin ada disana. Ia memandangi seantero ruangan mencari
seseorang yang bernama Matsuri Tokeino, tapi tidak ada siapapun di sana. Kay
menyibak tirai yang berada di hadapannya dan akhirnya ia melihat Sachi
Fujisawa tertidur dengan nyenyak. Seorang perempuan berkacamata dengan
piama dan sweater berwarnya kuningnya duduk bersandar di sebuah kursi, dia
juga tertidur. Matsuri Tokeino. Hidungnya memerah menandakan kalau
dirinya sedang terjangkit flu, wajahnya yang agak pucat juga semakin
menambah keyakinan Kay kalau Matsuri Tokeino sedang tidak sehat.
Tangan Kay terjulur, berusaha untuk membangunkan wanita itu dengan
kinestetik. Tapi ia mengurungkan niatnya karena mengganggu orang yang
sedang sakit adalah sesuatu yang tidak di sukainya. Apalagi flu adalah penyakit
menular dan dia sama sekali tidak suka jika harus tertular flu dari wanita itu.
Matsuri Tokeino bergerak saat kaki Kay menyenyentuh kakinya secara
tidak sengaja. Wanita itu membuka matanya dan memandangi Kay lama.
Setelah kesadarannya benar-benar pulih, ia bangkit dari kursinya dan
membungkukkan tubuhnya hormat kepada Kay sambil mengucapkan salam.
Kata-katanya sangat teratur dan tegas.
"Anda wali Sachi yang saya telpon tadi?"
Kay mengangguk. Ia melupakan rencananya untuk marah-marah.
"Bagaimana keadaan Sachi?"
"Hanya demam biasa. Tapi bukan hanya demamnya yang jadi masalah.
Natsuki dan Ken menemukan Sachi di sekolah dalam keadaan basah. Mereka
bilang, sachi menelpon mereka dan mengatakan kalau dia lupa jalan kembali ke
asrama. Sepertinya Alzheimernya semakin parah."
Kay tidak bisa mengatakan apa-apa. Selama ini dirinya tidak begitu
mengikuti perkembangan Sachi lagi, semenjak tinggal di Indonesia Kay hanya
berfikir tentang kerja dan kerja sehingga dirinya sama sekali tidak tau sudah
seberapa parah penyakit Sachi yang satu itu.
"Di bawa pulang saja bisa?" tiba-tiba Yoshiki menyela.
Kay bahkan tidak menyadari kapan Yoshi datang dan berdiri di dekatnya.
Ia begitu terpesona pada hal-hal yang sama sekali tidak di ketahui. Pandangan
Kay sekali lagi menoleh kepada Matsuri, wanita itu terus berbicara dengan
Yoshi sambil tersenyum beberapa kali. Kelihatannya dia dan Yoshi sudah
sangat saling mengenal sehingga kenyamanan seperti itu bisa di lihat dengan
jelas. Berbeda dengan perilaku dan kata-kata resmi yang di ucapkannya saat
berbicara dengan Kay. "Kalau begitu tunggu disini dulu, akan saya urus izinnya!" Suara
Matsuri Tokeino yang tegas terdengar lagi.
Dengan gerakan yang tangkas Matsuri memanggil Natsuki dan Kay
dapat mendengar kalau wanita itu memarahi Natsuki karena memanggilnya
Neechan di sekolah. Kay mengerjapkan mata beberapa kali. Ia baru mengingat
kalau Matsuri dan Natsuki memiliki nama keluarga yang sama; Tokeino. Tapi
Matsuri tidak se-charming Natsuki. Natsuki adalah pemuda yang penuh gaya
dan mengecat rambutnya dengan warna-warna cerah yang selalu berganti
setiap tahun ajaran baru. Belum lagi Hadphone yang melingkari lehernya
menandakan kalau anak itu sangat Update soal mode meskipun terkurung di
dalam asrama. Tubuh tegap hasil olahraga ketat juga menambah nilai menarik
pada diri Natsuki yang membuatnya terlihat semakin tampan. Sedangkan
Matsuri yang berdiri kokoh dengan tegasnya berpenampilan sangat biasa,
dengan kacamata dan rambut lurus yang di jepit alakadarnya, ia bertindak
penuh wibawa. Tubuhnya sangat padat cendrung gemuk, mungkin kegiatan di
asrama membuatnya tidak suka berolah raga. Meskipun wajahnya dan Natsuki
sangat mirip, Matsuri cendrung menggambarkan kalau dirinya adalah seorang
kutu buku. "Ehmm!" Yoshi berdehem keras.
Kay langsung menoleh dan memandangi Yoshi yang juga
memandanginya curiga. "Ada apa?"
"Kau sedang melihat apa?"
"Tidak ada, Aku tidak melihat apa-apa!"
Yoshi mengangguk-angguk kecil, tapi Kay tau kalau dia tidak percaya.
Yoshi melirik kearah pintu dan Kay juga melakukan hal yang sama. Matsuri
sudah tidak ada disana entah sejak kapan.
"Makanya aku heran, disana tidak ada apa-apa tapi kenapa terus melihat
kesana?" Lanjut Yoshi. Pandangannya mendesak Kay untuk menyerah dan itu
selalu jadi senjatanya. "Kau tidak sedang jatuh cinta..."
"Tidak!" potong Kay tegas. "Aku cuma memperhatikannya karena dia
sedikit, yah berbeda!"
Yoshi tersenyum. "Tentu saja dia berbeda. Dia hidup di lingkungan
seperti apa dan dirimu seperti apa" Dilingkungannya sangat banyak
perempuan baik-baik seperti dia sedangkan di lingkunganmu sangat sulit
menemukan orang yang seperti Matsuri. Alangkah baiknya kalau suatu saat
kau menikah dengan wanita seperti dia."
"Dia terlalu dewasa untukku! Mungkin usianya sebaya denganmu,
mana mungkin menikah denganku."
"Dia seumuran denganmu, Kay! Sarjana Pendidikan di Todai dan
mendapat nilai cumlaude. Begitu masuk ke sekolah ini langsung di daulat
sebagai guru berprestasi. Tegas, tapi terpavorit karena sebelumnya di sekolah
ini guru muda sama sekali tidak ada. Lagi pula aku tidak mengatakan kalau kau
menikah dengan dia, tapi menikah dengan yang seperti dia. Coba perhatikan
kata seperti yang ku ucapkan tadi, ya!"
Kay menelan ludah. Entah mengapa ia merasa kalau Yoshi sudah berhasil
mengorek perasaannya yang Kay sendiri tidak ketahui. Kata-katanya selalu bisa
mendesak dengan baik dan dia sangat cocok menjadi seorang pengacara. Kay
memandangi Jam tangannya, Lebih baik ia menunggu di mobil yang di
sewanya untuk menghindari terror dari Yoshiki lebih lanjut.
"Aku keluar saja. Nanti Sachi bawa ke mobilku. Aku bawa mobil sewaan!"
Yoshi mengangguk masih dengan senyumnya yang seolah-olah
mengetahui kalau dirinya sedang menghindar. Kay keluar dari klinik dengan
langkah cepat menyusuri koridor yang tidak begitu gelap. Keadaan seperti ini
membuat sekolah yang sepi menjadi kelihatan sangat menyeramkan karena
pendaran cahaya yang terlihat seperti lilin mendekatinya dengan langkah yang
sama cepatnya. Tanpa sadar Kay menabrak sesuatu, sebuah suara mengaduh
kecil mengganggu konsentrasinya dan Kay segera memperhatikan lilin yang
terguling. Beruntung benda itu masih menyala. Kay berusah meraih lilin itu
dan mengembalikannya ke dalam tabung plastik berbentuk mangkok yang
sudah berisi lelehan lilin lalu menerangi seseorang. Matsuri Tokeino masih
terpaku di lantai sambil meraba-raba mencari kacamatanya. Kay melihat
wajahnya yang di terangi cahaya lilin aromatherapi yang beraroma mawar.
Suasana mengerikan berubah seketika dan sangat drastis. Kay terkesima saat
wajahnya dan Matsuri Tokeino begitu dekat. Ia terlena selama dua tarikan
nafas lalu kembali terbangun dan mengambil kacamata Matsuri yang berada di
dekat tembok. Matsuri mengambilnya dan berterima kasih.
"Apa kau benar-benar tidak bisa melihat tanpa itu Sensei?" tanya Kay
setelah keduanya berdiri.
"Tidak juga. Hanya saja dengan kacamata lebih jelas. Tapi mataku tidak
begitu parah. Anda mau kemana" Sudah mau pulang?"
"Saya menunggu di mobil saja! Yoshi masih di klinik!"
"Kalau begitu saya ke klinik dulu, permisi!" Matsuri tersenyum.
Tanpa sadar Kay menarik lengannya, Spontan dan tiba-tiba. Kay sama
sekali tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Saat melihat tatapan heran
Matsuri, ia melepaskan tangannya dan berusha mencari penjelasan yag tepat
atas perilakuny.a "Sensei, kau lebih cantik tanpa kacamata!" Kay menggigit
lidahnya kuat. Kenapa yang keluar dari mulutnya selalu kata-kata penuh
godaan seperti itu" "Kalau anda mengatakan itu maka saya pikir saya akan selalu
mengenakannya!" wanita itu menjawab dengan pandangan tidak suka lalu
berbalik dan melangkah semakin menjauh.
Kay berusaha mengumpulkan indranya kembali lalu berhenti
memandangi Matsuri lagi. Melihat wanita itu membuatnya merasa seolah-olah
wanita itu adalah orang yang sangat di kenalnya. Mungkin wanita itu akan
sering di temuinya di masa depan, kita selalu merasa akrab dengan orang-orang
yang ada di masa depan kita pada saat bertemu mereka untuk yang pertama kali,
Kan" Entahlah, yang pasti Kay harus segera pulang dan minum obat, berada
dalam jarak yang dekat dengan Matsuri Tokeino bisa saja membuatnya
terserang flu besok pagi.
Istana Kumala Putih 11 Pendekar Bloon 15 Api Di Puncak Sembuang Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 9