Forgotten Eve 1
Forgotten Eve Karya Phoebe Bagian 1
Forgotten Eve Phoebe E-book ini dilindungi oleh :
Undang-undang Informasi dan Transaksi elektronik (UU ITE) No.07 Thn 2008
Setiap tindakan pelanggaran sesuai dengan UU ITE Akan di tindak
Sesuai dengan hukum yang berlaku
Pengantar dari Penulis Dear reader... Perlu di akui cerita ini asalnya juga dari fan fiction. Karena
sebagai penggemar Korea, Jepang dan sekitarnya, Ide-ide cerita
tidak akan bisa timbul sama sekali dalam otak saya ini jika tidak
membayangkan Artis idola sebagai pemeran beberapa karakter
tokoh. tapi sengaja banget gak ngebuat nama artisnya langsung
biar pada punya daya khayal masing2. Soalnya saya sedang
mendukung program pemerintah untuk meningkatkan budaya
khayal sejak dini...khehe...khe...kkhe...!!! Ini adalah cerita
pertama saya yang sifatnya agak 'nakal' sedikit. Gara-gara saya
adalah seorang pencinta komik dan juga suka baca Shoujo. Tapi
saya harap 'nakal' yang dimaksud tidak akan keterlaluanketerlaluan banget
sehingga membuat cerita ini jadi agak terkesan
porno aksi. Saya sendiri waktu mengarang-ngarang membayangkan
tokoh-tokohnya berganti-ganti. Tokoh Kay yang paling sering
ketuker. Awalnya sempat ngebayangin Kay adalah Jang Geun
seok, lalu berubah jadi Kim Jae Wook gara-gara Kay punya darah
Jepang campur Paris. Tapi pada Akhirnya keputusan di tetapkan
pada No Min Woo yang punya wajah agak Europe + Jepang. Jadi
No Min Woo disini digambarkan sebagai desainer yang dulunya
mantan model dan agak play boy..(heheh) jadi jangan heran kalau
belakangan, semakin di baca, sikap Kay ini terus berganti-ganti
secara berkesinambungan. Trus tokoh Ivea, sempat kepikiran Jesica SNSD. Tapi gak
memenuhi syarat sebagai Ivea sih dia. Jadi Ivea tiba2 'malih rupo'
menjadi Kim Tae Hee dalam khayalan saya. Soalnya Atitude Kim
Tae Hee Kayaknya cocok banget sama Ivea yang casual, dan bisa
berubah 180 derajat pangkat tiga setelah make over. Trus Ivea ini
kan kadang-kadang manis, kadang-kadang pendiem, kadangkadang juga centil dan
agresif. Pokoknya sikapnya kadangkadang banget deh. Ivea juga digambarkan
sebagai cewek yang ga begitu cantik tapi gak bosen di pandang. Kim Tae Hee cocok
untuk mendapatkan peran ini.
Untuk tokoh Nathan, saya gak bingung-bingung amat.
Soalnya Nathan ini digambarkan sebagai cowok yang cool. Tapi
juga sosok yang tastefull dan cara mencintainya unik, khe -
khe - khe ...jadi entah mengapa Saya membayangkan
Kashiwabara Takashi sebagai Nathan disini. Abis belum nemu
artis korea yang cocok ! Tokoh Tara saya buat sebagai seorang wanita yang selalu
jadi tempat curhat sana sini, sikap 'panikan' dan suka mikir yang
enggak-enggaknya sih terinspirasi dari diri sendiri. Jadi pemilik
caf? juga khayalan saya sendiri. Pokoknya waktu nulis saya
menempatkan posisi saya pada diri Tara. Tapi setelah di baca,
sosok Tara berubah jadi Sung Yu Ri yang cantik dan tegas
dengan mulutnya yang agak pedas. Pokoknya sukkaaa deh sama
sung Yu Ri. (Dengan kata lain penulis menghayalkan dirinya
adalah Sung Yu Ri-red) Yang terakhir adalah Bian. Bayangin susahnya nyari sosok
wanita muda yang merupakan pemilik majalah SmiloQueen yang
selalu cantik meskipun dandananya agak Lebay. Akhirnya Bian
adalah satu-satunya tokoh yang saya buat tanpa mengkhayalkan
dirinya sebagai siapa-siapa. Bianca Karta sudah jadi diri sendiri
dalam cerita ini dan jadi tokoh paling pavorit bagi saya secara
personal. Kenapa" Karena Bian adalah satu-satunya tokoh yang
tidak pernah bersedih dan punya perasaan paling netral di cerita
ini. Bian adalah tokoh yang paling menikmati hidupnya.dalam
berbagai keadaan. Jadi, melalui cerita kali ini saya harap bisa mendapat respon
yang manis pada teman-teman semua. Bila ada kesan, pesan,
kritik dan saran, silahkan hubungi penulis di e-mail;
HatanoKenji@rocketmail.com atau Twitter @Phoebeyeppo .
Selamat berkhayal Indonesia^_^.
Salam Penulis Prolog Keramaian merebak menghangatkan satu sisi kota
Tokyo yang sedang di jatuhi Kristal-kristal salju yang
indah. Gedung yang sederhana itu adalah sebuah Hotel
yang disulap menjadi rumah bunga yang di penuhi dengan
Lily berwarna putih seolah-olah membuat buket bunga
yang berada di tanganya menjadi sangat kecil dan tidak
berarti.Tamu-tamu semakin banyak yang berdatangan.
Tidak sedikit di antaranya di kenal sebagai orang-orang
berpengaruh di dunia mode. Semuanya berpenampilan
Khusus untuk hari ini. "Selamat ya, Big Bro!" gumam seorang gadis Jepang
dengan rambut sebahunya kepada seseorang yang berdiri
di altar. Orang itu menyambut ucapan manis dari gadis itu
dengan senyuman mengembang. Ia sedang berdiri menanti
wanita tercantik, Ratu untuk hari ini datang kepadanya
yang akan segera mengucapkan janji setia selamanya dan
akan saling menemani, dan saling mengisi hingga
penghujung usia bersama-sama.
Pesta pernikahan ini bukan miliknya.
Tapi dia juga ikut berbahagia karena orang yang
pernah punya arti penting dalam hidupnya akan
berbahagia. Semoga saja begitu...
1 Valentine's Bridal Fair. Tiga hari belakangan ini sudah benar-benar menjadi
hari yang sangat melelahkan bagi Ivea. Pekerjaan ini sudah
membuatnya tidak kembali ke rumah sama sekali.
Untungnya Chastine bisa mengerti dan selalu datang
membawakanya makanan pada jam-jam istirahat. Tapi di
Bridal Fair kali ini, Ivea dan beberapa teman lainya sama
sekali tidak memiliki waktu istirahat yang pasti. Bahkan
Tara yang merupakan tangan kanan atasan sempat pingsan
pada hari kedua dan tidak bisa datang membantu hari ini.
Sebuah Hotel besar di kota ini dengan semangat
mengadakan Bridal Fair pada hari valentine, dimana dalam
tiga hari ini Aula hotel sudah berisi beragam busana
pengantin dari banyak perancang terkenal. Februari benarbenar sukses menegakkan
imej-nya sebagai bulan penuh
cinta. "Eve, tolong bantu aku!" Suara yang lembut itu
memaksa Ivea menoleh ke arahnya. Seorang laki-laki
dengan pakaian kasualnya tampak sibuk melayani
beberapa orang disebelah Kebaya biru buatanya. Dia selalu
memanggil Ivea dengan panggilan Eve sejak pertama kali
bertemu, dan dalam waktu singkat Ivea lebih di kenal
dengan panggilan itu di bandingkan dengan nama aslinya
yang ada di KTP. Pria itu adalah Bos Ivea. Keith Lavoie Fujisawa. Atau
lebih di kenal sebagai Kay, seorang desainer asal Paris yang
karyanya cukup di kenal di Negara ini sebagai pemilik
Chinamons Gallery dimana Ivea bekerja. Pria yang selalu
berbicara dengan suara lembut dan sangat bersahabat itu
kelihatan sangat kelelahan, karena Kay juga tidak kalah
sibuk dengan karyawanya yang lain. Tara bilang kalau Kay
sudah tinggal di Indonesia selama hampir lima tahun dan
dalam lima tahun ini namanya benar-benar mendapatkan
sambutan yang bagus dalam dunia mode.
"Ya" Apa yang bisa ku bantu?" Tanya Ivea setelah dia
dan Kay berada dalam jarak yang cukup dekat.
"Kau bisa bantu aku angkat ini ke mobil" Hari ini kita
akan pulang lebih cepat."
"Baiklah!" "O, ya! Jangan lupa panggilkan Nathan kesini. Aku
sangat butuh tenaganya!"
Ivea berhenti bergerak. Nathan" Setiap kali nama
Nathan di sebut, Jantungnya tiba-tiba saja berpacu lebih
cepat dari biasanya. Nathan adalah karyawan Kay juga.
Seorang Foto Grafer yang mengurusi foto-foto Prewedding
bila itu di butuhkan. Tapi kenyataanya, hasil jepretan
Nathan memang selalu menarik minat banyak pasangan
sehingga Nathan akan sangat sibuk bila musim pernikahan
tiba. "Kenapa?" Suara Kay mengagetkan Ivea. Laki-laki
Paris dengan wajah dominan Asia itu mengangkat sebelah
alisnya yang tebal dan tajam seperti pedang. "Kau masih
gugup kalau bertemu denganya?"
"Kau menggodaku?"
Kay tersenyum. "Sudah sewajarnya anak seusiamu
menyukai laki-laki, lalu kenapa harus takut?"
Ivea menggeleng. "Aku tidak takut. Nanti aku
panggilkan." Katanya sambil berbalik dan memegang
dadanya berharap bisa menenangkan jantungnya. Dimana
Natahan" Mata Ivea berkeliling aula mencari dimana lakilaki itu berada, Dia
disana. Nathan berbicara dengan
beberapa orang yang tidak Ivea kenal.
"Eve, "Panggil Kay." Kau tidak usah melakukan itu.
Biar aku menelponnya saja!"
*** Ivea termangu di depan gerbang hotel. Ternyata di
luar sedang hujan dan sekarang ia sendirian. Kay sudah
bolak-balik beberapa kali mengangkut barang-barangnya
bersama Nathan ke galeri. Sedangkan dirinya harus
kebingungan untuk pulang dalam keadaan hujan seperti
ini. Malam hari begini seharusnya dia sudah berada di
kamarnya dan berbincang-bincang dengan Chastine seperti
saat-saat sebelum Bridal Fair di mulai. Tapi bagaimana dia
bisa pulang jika hujan kelihatanya sama sekali tidak
memberikan cela untuk sekedar mencari taksi.
"Kau masih disini?"
Ivea tiba-tiba tercekat. Suara yang sangat di kenalnya
bertanya dalam jarak yang sangat dekat denganya. Suara
Nathan. Ivea menoleh ke samping dan melihat Nathan
yang sedang memandangnya sambil merapatkan Jaketnya.
Sedang apa Nathan disini" Bukankah tadi dia sudah
kembali ke galeri bersama Kay"
"Jawab pertanyaanku!" Suara Nathan terdengar lebih
jelas di antara derai hujan yang mengguyur kota ini.
"Ya, Aku harus menunggu hujan reda untuk pulang!"
Jawabnya. "Kau sendiri bukannya sudah pulang bersama
Kay?" Nathan menggeleng. "Kay memintaku mengawasimu
sampai dia kembali lagi dan menjemput kita."
Ivea mengangguk mengerti. Kemudian hanya tertingal
bunyi hujan saja. Baik dirinya maupun Nathan sama sekali
tidak bicara satu sama lain. Nathan membuatnya membeku
dan tidak tau harus berkata apa. Ivea dan Nathan memang
sangat jarang bertegur sapa. Dia hanya akan mendengar
suara Nathan saat laki-laki itu memarahinya karena
mengganggu pekerjaanya. Padahal di Galeri hanya ada dua
orang laki-laki, tapi dia hanya bisa merasakan keberadaan
Nathan dengan lebih jelas karena dimatanya hanya ada
Nathan dan Nathan. Meskipun Ivea dan Kay sering
bersama, Ivea tetap tidak bisa memalingkan kepalanya dari
Nathan. Ivea menggosok-gosokkan kedua telapak
tanganya. Hujan yang sangat lebat di malam hari bisa
membuatnya masuk angin dan diserang flu.
"Kau kedinginan?"
Suara Nathan memecahkan lamunan Ivea dan dirinya
hanya bisa menggeleng lalu menjawab kalau ini sudah
biasa terjadi. Kehujanan memang bukan sekali dua kali
terjadi pada dirinya, untuk hidup di dalam negara dengan
cuaca yang tidak menentu, Ivea harus siap pulang dalam
keadaan basah sewaktu-waktu. Sedia payung sebelum
hujan bukan kebiasaan yang menyenangkan bagi Ivea, dia
sama sekali tidak suka membawa barang-barang yang
memberatkan geraknya. Bekerja pada Kay yang sibuk dan
cukup cerewet membuatnya harus merasa cukup hanya
dengan membawa dompet di saku jaketnya.
"Mau mendengarkan ini?" Nathan menyodorkan
sebuah I-pod berwarna Silver kepada Ivea. I-pod itu sudah
menyala dan salah satu dari sepasang Handsetnya berada
di telinga Nathan. Nathan melepas handset itu dan
memberikanya kepada Ivea. "Ini punya Kay. Aku
sebenarnya tidak suka mendengarkan musik-musik seperti
ini, hanya akan membuatku mengantuk. Tapi Kay bilang
mendengarkanya bisa membuatmu merasa hangat. Kau
coba saja. Mungkin cocok untuk mu!"
"Terima kasih!" Ivea lalu mengambil alih I-pod dan
Handsetnya. Bunyi derai hujan yang keras dan lantang
seketika berganti dengan alunan piano yang mendayu
serasi. Ivea menatap judul track di layar I-pod, Dieu tristesse
- Chopin. Sebuah alunan musik Instrumental yang hangat
dan romantis, sangat manis. Perasaanya semakin melayang
terlebih saat beberapa kali Ivea dan Nathan beradu
pandang. Sebenarnya apa yang ada dalam fikiran Nathan
sekarang" Apakah Nathan juga menyukainya"
Jangan Ge-er dong Eve! Nanti kamu kecewa!. Bisik hati
Ivea. Ia memejamkan matanya dan menggelengkan
kepalanya keras. Selama ini Nathan selalu bersikap baik
padanya. Tapi bukan berarti Nathan juga menyukainya.
Ivea tidak mau kecewa. *** "Bukankah kau bilang, mau jadi desainer sepertiku"
Jadi ku bawakan formulirnya!" Kay menyodorkan secarik
kertas kepada Ivea, sebuah formulir kampus swasta
terkemuka yang baru membuka pendaftaran.
Ivea memang pernah mengatakan tentang ketertarikanya pada dunia yang sudah memberikanya
uang yang cukup untuknya seperti sekarang. Terlebih
setelah beberapa kali Kay mengajarinya mendesain pakaian
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan memuji Ivea sebagai anak yang berbakat. Ivea juga
terkenang dengan alasan kedatanganya kekota ini adalah
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi.
Tapi uang untuk itu sama sekali belum terkumpul.
"Lalu dengan apa aku membayarnya?" Tanya Ivea
sambil memandang Kay yang duduk dengan tenang di sofa
ruang kerjanya. "Aku sudah membayarnya, kau tinggal isi formulir
itu, dan berusahalah untuk lulus, selanjutnya nanti saja kita
fikirkan!" Ivea memandangi formulir itu sekali lagi. Ia sangat
ingin kuliah. Ivea ingin merubah dirinya dari seorang yang
sederhana menjadi seorang gadis berbakat yang di akui
banyak orang selain Kay. Tapi walau bagaimanapun,
berhutang tetap bukanlah sesuatu yang di sukainya. Kay
selalu berbaik hati meskipun mereka berdua sering kali
berdebat, Tapi kebaikan yang kali ini sangat sulit untuk ia
terima. Bagaimana kalau dirinya lulus saringan"
"Eve, coba saja dulu."
Ivea menggigit bibirnya sambil memperhatikan kertas
itu sekali lagi. Apa salahnya dicoba" Bila keberuntungan
itu berpihak kepadanya nanti Ivea bisa memutuskan akan
mengambilnya atau tidak. Tapi seandainya dia lulus, pasti
sangat sayang kalau tidak di manfaatkan. Di zaman
sekarang ini, untuk masuk kuliah sudah semakin sulit,
standar pendidikan semakin tinggi.
"Kalau begitu bagaimana kalau ku beri pekerjaan?"
Tanya Kay. "Pekerjaan?" "Kau cukup membantuku menyelesaikan sepasang
baju pengantin yang deadline akhir minggu ini. Jadi aku
tidak perlu merepotkan Tara yang juga sedang sibuk di
caf?nya dan Kau akan ku beri 20% dari keuntungan.
Bagaimana" Kau tidak perlu takut berhutang padaku!"
*** Sepatu Kets buluk ini sudah menemaninya selama
hampir tiga tahun. Ivea kini berjalan sambil memandangi
langkah-langkahnya yang di bungkus sepatu berwarna
putih itu. Selama sekolah, sepatu itu selalu menemaninya
malakukan segala aktivitas dan begitu juga setelah Ivea
lulus dan bekerja kepada Kay. Membantu mengurusi gaun
pernikahan memang bukan pekerjaan yang selama ini
selalu di bebankan kepadanya. Pekerjaan seperti itu hanya
untuk Tara dan Chastine sebelum akhirnya Chastine
pindah dan bekerja di tempat lain. Dan kali ini Ivea
medapatkan kesempatanya, Setelah ini Ivea tidak harus
menemani pelanggan Fitting dan tidak lagi harus
membuatkan minum. Meskipun nantinya Kay hanya akan
menyuruhnya memasang renda atau manik-manik,
semuanya cukup untuk membuatnya senang dan ia akan
berusaha sebaik mungkin. Sekarang yang harus di
lakukanya adalah mengisi formulir dan mengembalikanya
kepada Kay. Ivea sebenarnya masih ragu, kuliah akan membuatnya
jarang melihat wajah Nathan. Nathan hanya ada pada pagi
hari, hingga siang sebelum jam makan siang tiba. Semakin
meninggi hari Nathan akan menghilang dan baru akan
datang bila dia benar-benar sibuk dan itu belum tentu
terjadi sebulan sekali. Di Galeri, yang paling santai bekerja
adalah Nathan. Lalu bagaimana bila Ivea merindukanya
nanti" Ivea menghembuskan nafasnya keras-keras. Tapi
secara tidak sengaja matanya menangkap Nathan yang
keluar dari dalam mobil di temani seorang wanita dan
kelihatanya mereka sangat dekat. Keduanya berjalan
mendekati Ivea. Tidak, keduanya berjalan mendekati pintu
masuk galeri dimana Ivea berdiri.
"Kau mau pergi?" suara Nathan menyapanya.
Akhirnya Ivea mendengarkan suaranya juga meskipun
tadi malam keduanya sempat ngobrol di depan Hotel
setelah Bridal Fair berakhir. Tapi hati Ivea tidak bisa lega
terlebih saat melihat wanita yang bersama Nathan juga
tersenyum kepadaanya. Suara Ivea tidak mampu keluar, ia
hanya bisa mengangguk untuk menjawab pertanyaan
Nathan barusan. "Kalau begitu aku pergi dulu! Take Care ya!" Kata
wanita itu lembut kepada Nathan.
Ivea hanya bisa mengigit bibirnya untuk membendung
perasaan cemburu saat wanita itu dan Nathan berpelukan
mesra di depanya. Jantungnya hampir melompat keluar
jika saja Ivea tidak memegangi dadanya. Sebisa mungkin
Ivea membalas senyum wanita itu sebelum akhirnya ia
kembali ke pinggir jalan dan pergi menjauh dengan
mobilnya. "Kau mau kemana?" Nathan berbicara lagi padanya.
"Umm...membeli kopi dan Wafle untuk Kay." Jawab
Ivea. "Ngomong-ngomong wanita itu siapa?"
"Dia" Nanti akan ku ceritakan. Mau ku temani?"
"Dia saudara perempuanmu atau sepupu?"
Nathan tertawa kecil, ia kelihatan sangat bahagia.
"Apa kami berdua kelihatanya mirip" Kata orang kalau
mirip itu jodoh. Iya kan?"
"Dia pacarmu?" "Ehm.." Nathan mendehem keras. "Kenapa kau
penasaran sekali terhadapnya" Kau tidak sedang cemburu
kan?" Apa" Ivea terperangah mendengar ucapan Nathan.
Ucapan yang sangat mengena, dan hari ini kedengaranya
Nathan sedikit lebih cerewet daripada biasanya. Apa
karena Nathan sedang bahagia" Ya, kelihatanya Nathan
yang di lihat Ivea hari ini adalah orang yang berbeda.
"Kau cemburu?" Ivea menggeleng kuat. "Tidak, bagaimana mungkin
aku...aku cuma... Maaf kalau terlalu ikut campur dengan
urusanmu!" "Eve!" Nathan menarik lenganya saat Ivea hendak
melarikan diri. Sekarang Ivea hanya bisa terdiam sambil
memandang Nathan yang juga memandangnya. "Aku tau
kau tidak mungkin cemburu. Lagi pula kau tidak boleh
cemburu padaku. Aku tidak mungkin menyukaimu lebih
dari seorang teman!"
Dia tersenyum. Nathan bahkan sudah menolak
sebelum Ivea menyatakan cintanya. Apa yang harus di
lakukanya" Ia sangat ingin menangis dan menjauh. Tapi
bila itu dilakukanya sekarang di hadapan Nathan, ia hanya
akan semakin mempermalukan dirinya.
"Eve! Syukurlah kau belum pergi. Ada telpon dari
Chastine!" Kay tiba-tiba menyapaya.
Ivea menghela nafas. Ia merasa telah di selamatkan.
*** "Benarkah" Kejam sekali, kenapa dia tidak bisa
menghargai perasaanmu sedikit saja. Kenapa langsung to
the point begitu!" Chastine menggerutu. Ia sangat bingung
setiap kali melihat wajah sedih Ivea yang sudah di
anggapnya seperti adiknya sendiri. "Sudalah Eve, menjauh
saja! Aku tiba-tiba saja tidak menyukainya!"
Ivea menyeka air matanya. Mungkin selama ini
dirinya memang sudah sangat mengganggu bagi Nathan
sehingga Nathan bisa berkata seperti tadi. Dirinya dan
wanita itu memang berbeda. Ivea hanya seorang gadis
biasa dengan penampilan standar seperti orang
kebanyakan. Kaos oblong dan celana Jeans sudah menjadi
citra tersendiri baginya. Dan wanita itu" Cantik. Seperti
model. "Kalau begitu kau pulang saja dulu!" Kay yang dari
tadi hanya menyimak tiba-tiba ikut bicara. "Istirahatlah.
Kau jangan khawatir, Kami pasti bisa membantumu
melupakan perasaanmu kepadanya."
"Lalu apa aku harus menghindarinya" Bukanya malah
akan semakin kelihatan?"
"Kau tidak perlu menghindarinya aku yang akan
kalian benar-benar saling menjauh. Makanya kubilang, Kau
kuliah saja. Setidaknya itu bisa membuatmu punya
kesibukan yang jauh dari Nathan"
Ivea dapat merasakan tepukan telapak tangan Kay di
bahunya. Ia merasa beruntung masih punya Kay dan
Chastine untuk menemaninya di saat-saat seperti ini.
Ingatanya tanpa bisa di cegah kembali kepada kejadian di
depan tadi, saat Nathan menarik lenganya dengan
pandangan yang tidak bisa di mengerti.
"Aku tidak mungkin menyukaimu lebih dari seorang
teman!" Kata-kata yang sangat menyakitkan untuk Ivea, katakata terkejam yang pernah Ivea
dengar seumur hidupnya. Ivea memang bukan orang yang bisa dengan mudah
menyembunyikan perasaanya. Kay selalu bilang kalau
wajahnya seperti cermin dari hatinya, dia akan mudah
kelihatan bila sedang menyimpan sesuatu. Wajahnya
dengan mudah memperlihatkan perasaan sedih, kecewa,
senang, terkejut, dan juga perasaan takut.
"Bagaimana Eve" Kau ikut aku?" Tanya Chastine.
Gadis itu berdiri dari sofa tempatnya duduk. Jam
istirahatnya sebentar lagi habis.
"Kau harus kembali ke kantormu kan" Biar Eve
bersamaku saja disini setelah Nathan pulang dia akan ku
antar pulang!" Kata Kay.
Chastine memandang Ivea lekat-lekat kemudian sebisa
mungkin memberikan senyum sebelum akhirnya ia pergi.
Sekarang yang tersisa hanya Ivea yang tertunduk lelah
dengan Kay yang masih memandanginya.
"Bagaimana ini" Bagaimana aku bisa bertemu
denganya?" Ivea berbisik.
"Kau harus belajar menyembunyikan perasaanmu. Hal
yang seperti ini bisa sangat merugikan. Kalau begitu kau
libur saja sampai selesai tes. Aku akan bilang kepada
mereka kalau kau belajar dengan giat untuk masuk
universitas. Bagaimana?"
"Lalu bagaimana dengan gaun yang di deadline akhir
minggu ini?" "Aku bisa mengerjakanya sendiri! Kau hanya perlu
memikirkan bagaimana caranya kau bisa lulus tes dan
kembali menata perasaanmu. Sudah ku bilang kan" Kau
tidak perlu menjauh dari Nathan, aku yang akan
melakukanya!" Ivea menatap Kay semakin dalam. Laki-laki ini benarbenar sudah bersikap sangat
baik dan tanpa cela. Wajahnya
yang terkesan 'cantik' itu selalu bisa menenangkan hati
siapa saja yang ada di dekatnya. Begitu juga dengan hati
Ivea saat ini. Nathan sepertinya memang tidak bisa
menerima Ivea sejak awal, seharusnya Ivea sadar. Kay juga
sudah mengatakan hal itu kepadanya berkali-kali. Tapi
kenapa dirinya masih tidak mau dengar"
"Wanita itu sebenarnya punya hubungan apa
denganya?" "Kau masih mau memikirkan hal seperti itu?" Kay
kemudian mendecakkan lidahnya. Keningnya terlihat
semakin berkerut. "Aliya, namanya Aliya. Nathan dan dia
dulunya memang punya hubungan, tapi belakangan
mereka berteman baik. Tapi perlu kau tau kalau Nathan
masih menyimpan nama Aliya baik-baik di dalam hati,
bukankah sudah ku ingatkan dulu kalau jangan terlalu
berharap?" *** 2 Ruangan ini sepi sejak satu jam yang lalu, beberapa
lampu sudah tidak menyala lagi, tidak ada suara apapun
yang bergemerisik, tidak ada bunyi-bunyian gaduh yang
selalu terjadi di pagi hari. Caf? ini sudah tutup dan hanya
tinggal Nathan dan Tara disini. Sebagai pemilik, Tara
sedang sibuk menghitung untung penjualanya selama
seminggu di hadapan Nathan tanpa suara.
Pikiran Nathan melayang jauh meninggalkan raganya.
Sebenarnya tidak ada sedikitpun terbersit maksud buruk
dalam kata-katanya tadi pagi pada Ivea, tapi wajah terkejut
Ivea sudah membenarkan prasangkanya selama ini bahwa
Ivea sedang menyimpan sebuah perasaan khusus
untuknya. Seandainya tidak ada Aliya, Nathan pasti sudah
menyambut perasaan Ivea dengan tangan terbuka. Tidak
bisa di pungkiri, Nathan juga menyukai Ivea sejak ia sadar
kalau Ivea selalu memperhatikanya. Sejak Ivea selalu
menyapanya setiap kali dia datang, dan sejak Ivea selalu
memandanginya saat ia bekerja.
Aku tidak mungkin menyukaimu lebih dari seorang teman.
Mau tidak mau Nathan memang harus bersikap
seperti itu, dia memang seharusnya menyukai Ivea sebatas
teman dan tidak boleh lebih. Sejak lama hatinya sudah di
genggam oleh Aliya dan ia sama sekali belum bisa
melepaskan diri, Untuk saat ini meskipun dirinya dan
Aliya hanya bersahabat Nathan masih tidak bisa
melepaskan diri begitu saja. Nathan masih mencintai Aliya.
Tapi bagaimana bisa perasaanya sekarang terbagi dua
dalam porsi yang sama besarnya"
"Kita pulang sekarang?" Suara tegas milik Tara
mengembalikan Nathan kedunia nyata. Wanita itu
sekarang sedang memandangnya dengan pandangan heran
sambil menyilangkan kedua tanganya di depan dada. "Kau
kenapa lagi?" Nathan Menggeleng. "Kau memikirkan sesuatu" Tidak ingin cerita?"
"Tidak perlu. Masih bisa di atasi sendiri kok, Mbak!
Sekarang kita pulang saja. Aku mau istirahat cepat-cepat.
Antar aku sampai rumah ya?"
*** "Kenapa masih datang" Kan sudah di bilang tidak
usah datang!" Kay menggerutu begitu melihat wajah Ivea
di depan pintu galerinya. Masih terlalu pagi, bahkan Kay
sendiri sama sekali belum mandi. Ia baru bangun tidur saat
ponselnya berbunyi dan terkejut saat membaca pesan dari
Ivea yang sudah berada di depan galerinya.
Kay benar-benar tidak menyangka kalau Ivea akan
datang ke galeri hari ini. Padahal baru kemarin Kay
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat gadis ini beruraian air mata. Bukankah dia sedang
kecewa pada Nathan" Tapi hari ini Ivea sudah terlihat
seperti biasa seolah-olah tidak ada masalah apa-apa yang
terjadi kemarin. "Aku mau bekerja. Memangnya salah?"
Kay memegangi kepalanya. Tentu saja tidak. Sama
sekali tidak ada yang salah dengan semangat bekerja Ivea
kali ini. Tapi melihat Ivea yang menangis kemarin
mengingatkan Kay pada adiknya. Tidak ada seorang
kakakpun yang suka melihat adiknya menangis kan" Tidak
ada orang lain yang boleh membuat Ivea menangis selain
Kay sendiri. "Sudahlah. Masuk! Tapi aku tidak mau melihat wajah
mendung atau air mata lagi. Ok!"
Ivea mengangguk dan tersenyum. Kali ini apapun
yang terjadi, Kay akan berusaha untuk tidak mau tau.
Dengan rasa ngantuk yang masih menggayutinya Kay
berusaha naik kembali kekamarnya dan bersiap untuk
mandi. Pagi ini Kay sudah menguap beberapa kali karena
semalaman dirinya benar-benar lembur untuk menyelesaikan pekerjaanya. Targetnya, Kay menyelesaikan
pekerjaanya sebelum akhir minggu agar dia punya lebih
banyak waktu isirahat. Ponselnya berdering nyaring di atas
tempat tidur. Dengan malas Kay meraihnya dan menekan
tobol terima, dari ibunya di Tokyo.
"Allo, Mom?" katanya. "Tentu saja aku akan kesana
setelah semuanya beres. Mungkin setelah akhir minggu
ini......tapi aku tidak bisa lama ya"....Baiklah...ya! love you
too!" Kay menutup telponya. Telpon yang mengingatkan
kalau Kay seharusnya mengunjungi ibunya di Tokyo
minggu depan, peringatan kematian ayahnya akan segera
tiba dan Kay tidak ingin membiarkan ibunya pergi ke
makam sendirian. Tapi bagaimana dengan Ivea" Siapa
yang akan menjauhkanya dari Nathan" Bagaimana bila
selama dirinya berada di Tokyo Ivea menangis karena
Nathan" Kay menggeleng. Bagaimana bisa ia berfikir
sepanik itu padahal ia sudah melihat sendiri kalau gadis itu
sudah baik-baik saja. Kay mengambil handuknya dan masuk kekamar
mandi. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuknya
bersiap-siap dan turun kelantai bawah. Setidaknya
beredam di bathub selama itu membuat Kay tidak
merasakan kantuk lagi sama sekali. Tahap demi tahap anak
tangga di tapakinya dengan hati-hati hingga tiba-tiba
langkahnya terhenti saat melihat Ivea terjatuh karena
tersandung sesuatu. Kay berusaha menahan tawanya, Ivea
selalu begitu dan sejauh ini Kay selalu bersikap sama,
menertawainya sepuas mungkin dengan suara keras. Tapi
kali ini Kay tidak jadi tertawa saat melihat Nathan
berusaha menolong Ivea. Setangkas mungkin Kay berusaha
menuruni tangga dalam tempo kilat dan menepis tangan
Nathan yang hendak memapah Ivea untuk berdiri.
"Kau ini kenapa" Kan sudah ku bilang tidak usah
bekerja!" Kay membantu Ivea berdiri sambil meggerutu.
Kepala Ivea memar, pasti karena membentur lantai.
"Aku sepertinya tersandung kabel lampu." Jawab Ivea
sambil menggosok keningnya dengan tangan kiri dan
tangan kananya menunjuk kabel lampu yang seringkali
Nathan gunakan untuk lighting saat pemotretan di dalam
galeri. Kay melihat kearah yang di tunjuk Ivea, tapi
kemudian matanya menatap Nathan yang masih
mematung memandangi mereka tanpa berkata apa-apa.
Anak ini kenapa" Kay membatin. "Ayo keruanganku saja!"
Katanya sambil memapah Ivea masuk keruanganya tanpa
memandang Nathan lagi. *** Nathan mengaduk cangkir kopinya dengan malas.
Melihat Ivea jatuh tadi tubuhnya bergerak secara spontan
menyongsong Ivea, tapi Kay menepis tanganya keras
sebelum Nathan dan Ivea sempat bersentuhan. Kay
berbeda, sikapnya sama sekali tidak biasa. Selama ini Kay
tidak pernah berbuat seperti itu kepadanya. Pandangan
yang Kay berikan untuknya tadi membuat Nathan merasa
kalau Kay sedang menyalahkanya atas luka yang Ivea
dapat. Nantan memejamkan kedua matanya berharap
mendapatkan ketenangan lebih setelah melakukan hal itu.
Tapi kelihatanya sia-sia.
"Kalian kenapa" Hari ini kelihatanya aneh!"
Nathan menoleh kearah suara. Tara sedang berdiri di
depan pintu Pantry yang terbuka dengan bertolak
pinggang. Tara Soedarnadi adalah orang kepercayaan Kay
dan juga pemilik Caf? di sebelah. Tapi sepertinya Tara
lebih sering menghabiskan waktu di galeri di bandingkan
dengan di cafenya sendiri. Begitu juga dengan hari ini. Tara
pasti akan berada di Chinamons seharian karena semalam
dia sudah melakukan evaluasi keuangan cafenya.
"Tidak ada!" Nathan berusaha tersenyum. Ia lalu
duduk di meja makan kecil yang berada di tengah ruangan
sambil menyeruput kopinya beberapa kali. Pagi-pagi begini
dirinya sudah di rasuki perasaan kecewa.
"Kau, kapan akan mengatakan sesuatu" Kenapa selalu
bilang tidak ada sedangkan wajahmu menyiratkan kalau
sedang terjadi sesuatu?" Tanya Tara lagi, Ia masuk ke
pantry dan duduk di hadapan Nathan setelah membuat
capuchino Instan yang mengeluarkan aroma hangat. "Kau
cemburu pada Kay?" "Astaga, Mbak ini sedang bicara apa" Aku cuma
kaget, ternyata kabel lampu bisa membuat orang cidera."
"Benarkah?" "Sebenarnya Kay hari ini juga agak berbeda!"
"Iya, sepertinya lebih protektif pada Ivea. Kita semua
juga tau kalau dia dan Ivea memang dekat. Ivea sudah
seperti adiknya sendiri, kelakuan mereka berdua juga
sudah seperti saudara selama ini. Jadi kau jangan khawatir
dengan yang tadi. Mungkin Kay sedang sensitif karena
Ivea terluka!" "Aku cuma merasa bersalah, Alat-alat kerjaku melukai
orang lain!" "Bukanya cuma memar ringan" Kalau begitu bawakan
dia air hangat untuk mengompres luka memarnya!"
Nathan jadi bersemangat. Benar sekali kata Tara
barusan, ia merasa bersalah karena Ivea terluka, maka
itulah obatnya. *** Dengan semangat Nathan membawa sebaskom air
hangat dan sebuah handuk kecil berwarna putih bersih
untuk Ivea. Pintu ruangan Kay terbuka, Kay memang tidak
pernah menutup pintu kalau bukan untuk membicarakan
hal penting. Apa yang sedang mereka lakukan didalam"
Semangat Nathan tiba-tiba pupus saat melihat Ivea
berbaring di sofa dan Kay meniup luka memarnya dengan
lembut. "Sebentar lagi obatnya kering" Kata Kay. "Kau
seharusnya lebih hati-hati! Bukanya sebentar lagi kau akan
tes masuk universitas" Kalau terluka parah bagaimana"
Kau mau menuda kuliah setahun lagi" Kebanyakan
menunda waktu kuliah tidak baik bagi perempuan!
Seharusnya tahun depan kau sudah jadi sarjana kalau kau
tidak terus-terusan menunda kuliah!"
"Mengomelnya nanti saja! Kepalaku masih pusing!"
Ujar Ivea manja. "Apa kau bilang" Beraninya membantah! Pokoknya
kau terlarang menginjakkan kaki di sini sebelum kau lulus
ujian mengerti" Kau hanya boleh membawa kabar bagus ke
Chinamons!" "Tapi aku bisa libur lebih dari sebulan kalau begitu!"
"Aku cuma tidak mau kau disini selama aku tidak ada!
Aku mau ke Tokyo dalam waktu lama, jadi kau tidak perlu
kesini kalau aku belum pulang! Mengerti?"
"Tapi..." "Jangan Membantah lagi." Kay menepuk ringan luka
memar di kening Ivea. Tapi kelihatanya itu cukup untuk
membuat Ivea menjerit kesakitan. Ia tertawa senang
melihat ekspresi Ivea yang kelihatanya sangat menderita,
Kay yang biasa sudah kembali. "Makanya, berhentilah
berdebat denganku! Kau akan menderita kalau kau terus
membantah!" Nathan menghela nafas lega. Mungkin benar kata
Tara, hari ini Kay hanya merasa sensitif karena Ivea
terluka. Bagaimana mungkin Nathan bisa merasa
cemburu" Tunggu dulu, benarkah tadi aku cemburu" Tanya
Nathan pada dirinya sendiri. Sekarang dirinya masih ragu
akan masuk atau tidak. Kelihatanya Kay sudah mengobati
luka Ivea dan tidak membutuhkan apa yang di bawanya
kali ini. "Ngomong-ngomong sekarang di Tokyo sedang
musim dingin kan" Pasti sedang turun salju. Aku ingin
melihat salju di Tokyo!" Suara Ivea terdengar lagi.
"Di Tokyo tidak turun salju!"
"Bagaimana mungkin! Kau berbohong!"
"Aku sudah sering ke Tokyo dan tidak pernah melihat
salju!" Jawab Kay lagi.
Mereka kembali berdebat, dan sepertinya Nathan
tidak perlu mengganggu. Kay sudah menggantikan
tempatnya dengan baik untuk mengobati Ivea yang luka.
*** Ivea fikir dirinya akan bertemu dengan orang-orang
baru selama ada di kampus baru. Ternyata, meskipun Ivea
bertemu teman yang baru para pengajarnya bukanlah
orang yang baru. Beberapa orang pengajar seringkali di
lihat Ivea bersama dengan Kay di berbagai acara, satu di
antaranya adalah sahabat dekat Kay yang sering datang ke
Galeri, Bianca Karta pemilik majalah SmiloQueen yang
terkenal itu. Dan Kay ternyata juga mengajar disini dalam
mata kuliah khusus. Ini adalah kali kesekian Ivea bertemu dengan Kay di
kelas, dan Ivea terpaksa membiasakan dirinya memanggil
Kay dengan sebutan Miseur. Semua temanya memanggil
Kay dengan sebutan itu dan akan menjadi tidak sopan bila
Ivea memanggil Kay dengan nama saja seperti yang biasa
di lakukanya. "Ivea, begitu pelajaran selesai temui saya di kantor!"
Kata Kay. Ia melihat jam di tanganya beberapa lama tapi
kemudian segera melangkah keluar kelas meninggalkan
mereka semua. Kay, meskipun penampilanya selama di kelas berbeda
dengan penampilan yang biasa Ivea lihat, ia sama sekali
tidak mengubah sikap bersahabatnya. Nyaris semua anak
di kelas menyukainya dan tidak ada satupun yang
berkomentar buruk. Tapi Kay tidak menjadi idola seperti
Madame Bianca Karta atau Bian. Wanita itu selalu mengajar
dengan penuh keceriaan yang membuat mata kuliahnya
selalu di tunggu-tunggu sepanjang minggu. Terkadang
bermacam-macam kata dalam bahasa Prancis yang sering
di ucapkanya bisa membuat kelas riuh di penuhi gelak
tawa. Selain itu, meskipun Bian adalah seorang pemarah, ia
tidak pernah membawa amarahnya keluar kelas. Dia akan
mudah tertawa dan melupakan kalau di kelas dia sudah
mencaci maki mahasiswa dalam bahasa asing.
"Ada apa" Kenapa kau bisa di panggil oleh Miseur?"
Voni tiba-tiba saja duduk di sebelah Ivea yang sedang
termenung. Gadis itu adalah teman sekelas Ivea yang
dikenal ramah di kelas. Gadis berperawakan tinggi dan agak gemuk itu selalu
tertarik membicarakan Kay setiap kali. Kay dengan mata
kelabunya memang cukup menarik perhatian temantemanya yang kebanyakan adalah
perempuan. Tapi kebanyakan dari mereka juga tidak berani mendekati Kay
karena prasangka-prasangka aneh yang mereka ciptakan
sendiri. "Mungkin mengenai tugas." Jawab Ivea dengan malas.
"Menurutmu Miseur tampan atau tidak?"
Ivea memandang Voni dengan kening yang berkerut.
Selama ini dia tidak pernah memperhatikan apakah Kay
tampan atau tidak. Tapi Kay yang memiliki hidung
mancung dan bola mata kelabu itu memang terlihat spesial,
terlebih wajah Kay yang agak Oriental menambah kesan
unik pada dirinya. "Umm...entahlah. Mungkin iya!"
"Banyak anak-anak yang bilang kalau Miseur kurang
gaya. Dia gay tidak ya" Kebanyakan desainer kan...!"
"Sembarangan!" Seru Ivea memotong kalimat Voni
sesegera mungkin. Tidak semua desainer pria adalah gay.
Lagi pula kalau memang gay kenapa" Tapi apa Kay
memang seorang gay" Ivea tidak pernah bertanya-tanya
tentang percintaan Kay sebelumnya.
"Oh ya, aku hampir lupa. Ada seseorang yang
mencarimu dan menitipkan ini!" Voni memberikan secarik
kertas kepada Ivea. Ia kemudian kembali sibuk dengan
ocehanya tentang Kay dan dugaan-dugaan teman-temanya
mengenai segala macam kisah percintaan Kay.
Ivea sudah tidak bisa mendengarkan apa-apa lagi.
Fikiranya sudah terfokus kepada secarik kertas yang di
lipat empat itu dan membukanya pelan-pelan. Sebuah
memo untuk Ivea dari Nathan.
Eve, kau pulang jam berapa"Kalau jam
pelajaranmu sudah selesai bisa kita bertemu" Aku
mau membicarakan sesuatu. Aku tunggu di
parkiran fakultasmu ya"
Nathan Tiba-tiba saja Ivea membeku. Nathan ingin
membicarakan sesuatu. Membicarakan apa" Tentang
Nathan yang tidak pernah bisa menyukainya lebih dari
seorang teman" Tapi bukankah hal itu sudah menjadi cerita
lama" Ivea bahkan sudah tidak pernah datang lagi ke galeri
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada siang hari karena takut bertemu dengan laki-laki itu.
Tapi kali ini Nathan menunggunya untuk membicarakan
sesuatu. Kenapa tiba-tiba jantung Ivea berdetak keras"
Sudah lama Ivea tidak merasa begini. Apa yang harus di
lakukanya" *** Nathan duduk tenang di atas sepeda motor matic-nya .
Ia sudah bolos kerja hari ini, sejak pagi tadi. Entah apa yang
mendorongnya untuk menemui Ivea di kampusnya dan
masih bertahan dalam posisi yang sama hingga sekarang.
Nathan sudah berperang dengan hatinya semalaman
menolak kata-kata rindu masuk ke sekujur tubuhnya. Tapi
keputusanya tetap sama, Nathan sama sekali tidak bisa
menyangkal kalau dirinya sangat merindukan Ivea. Hari
ini sudah memasuki bulan ketiga dan dia tidak memiliki
kesempatan sama sekali untuk bertemu dengan Ivea.
Semenjak Ivea kuliah, mereka sama sekali tidak pernah
bertemu, dan drastis galeri menjadi sangat sepi.
"Kau sudah lama disini?"
Nathan mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk tak
bersemangat. Wajah Ivea yang sudah sangat lama tidak di
temui kini bisa di tatapnya kembali, dan gadis itu
tersenyum. Senyum yang berhasil menjadikan sengatan
matahari yang terik menjadi sejuk bagai hembusan angin
sore. Masih Ivea yang sama, dia sama sekali tidak berubah.
Nathan spontan berdiri dari duduknya dan menghembuskan nafas pelan-pelan untuk menghilangkan
kegugupanya. Ivea masih menanti jawabanya.
"Tidak juga!" "Mau membicarakan apa?"
"Umm..." Nathan memikirkan kata-kata yang tepat.
Itu yang belum di persiapkanya. Haruskah dia mengatakan
bahwa dirinya sedang merindukan Ivea". "Aku mau minta
maaf!" Kedua alis Ivea bertaut. "Atas apa?"
"Atas luka memarmu itu. Kau ingat kan?"
"Oh, karena kabel itu" Sudah sangat lama sekali. Aku
bahkan tidak ingat kalau kau tidak mengungkitnya hari
ini!" Ivea tersenyum lagi. Kelihatanya dia merasa sangat
senang hari ini. "Kenapa kau harus minta maaf?"
"Aku cuma merasa sedikit bersalah. Kau terluka
karena peralatanku! Kita juga tidak pernah bertemu lagi
semenjak itu. Aku fikir kau marah padaku!"
"Mana mungkin aku bisa marah karena hal sepele
seperti itu!" "Bukan cuma yang itu."
"Ya" Apa lagi?"
"Tentang ucapanku waktu itu, kalau aku tidak
mungkin bisa menyukaimu lebih dari seorang teman.
Aku...umm...aku..." Nathan menggigit bibirnya. Tidak
ada hal lain yang bisa di lakukanya selain hal itu karena
ponsel Ivea berbunyi nyaring.
Ivea mengangkat ponselnya setelah sebelumnya
permisi menjauh. Pasti Kay yang menelpon, Karena
perdebatan yang seperti itu hanya akan di lakukan Ivea
dengan Kay saja. Ivea bukanlah orang yang banyak bicara
dan dia hanya bisa buka mulut jika sedang bersama Kay.
"Nanti kita lanjutkan ya" Aku harus menemui Miseur
Keith dulu. Aku lupa kalau tadi dia menyuruhku
menemuinya di ruanganya. See ya!" Dan Nathan harus
melihat Ivea pergi. Sebenarnya Nathan sangat igin mengajak Ivea pergi
makan siang dan kembali ke galeri bersama-sama. Tapi
sepertinya Nathan harus menyimpan perasaan kecewanya
dalam-dalam untuknya sendiri. Ivea sedang menjauh
menuju Kay. *** 3 "Cukup mudah kan tugas kalian" Saya harap
rancangan itu bisa saya terima akhir minggu ini. Setelah
rancangan ini, kalian tidak perlu ujian semester lagi karena
nilai semester kalian di ambil dari sini. Jadi berusahalah!"
Ivea mengulangi kata-kata Kay tadi pagi dikelas saat
dia dan Tara makan siang bersama. Bagi Ivea awalnya
semua ini bukan beban, sangat menyenangkan bisa praktek
tanpa teori. Tapi saat mengetahui kalau nilai semester juga
di ambil dari sini Ivea tiba-tiba merasa cemas karena pada
dasarnya Ivea berkuliah disana karena bergantung pada
beasiswa. Untuk selalu bertahan dengan beasiswa Ivea juga
harus selalu menjaga kestabilan nilainya. Lalu bagaimana
bila nilainya jatuh" Merancang busana pengantin
kelihatanya sulit, karena dimana-mana wedding dress selalu
berkonsep sama. Itulah yang membuatnya tidak yakin
akan mendapatkan nilai tinggi. Sampai saat ini saja
beberapa teman sekelasnya ada yang membuat desain
dengan konsep dan gaya yang mirip sehingga tak jarang
pertengkaran terjadi karena itu.
"Aku bahkan belum terfikir sama sekali." Kata Ivea
sambil menggeser duduknya keposisi yang lebih nyaman
untuknya. "Sebenarnya sudah ada rencana, tapi belum ku
gambar sama sekali."
"Kau kesulitan ya" Kenapa tidak kau tanyakan saja
kepada Kay?" "Mana aku berani, Mbak! Dia bisa marah. Ini kan mata
kuliahnya, dia tidak akan memberi saran apa-apa."
"Jangan minta saran dong! Gambar rancanganmu dan
tanyakan pendapatnya! Dia tidak akan pelit kalau
mengenai pendapat. Makanya banyak orang yang suka
curhat sama dia!" "Bener mbak?" "Pasti! Sekarang keluarkan alat tulismu itu dan
gambar dulu disini. Nanti akan ku beri sedikit saran
sebelum kau menanyakan pendapatnya."
Ivea berusaha merogoh tasnya dan mengeluarkan
sebuah binder dan pensil. Kertas-kertas yang berada di
dalam Binder berwarna biru muda itu berbeda dengan
kertas yang lain, Binder itu khusus berisi kertas-kertas
desain dan itu adalah hadiah dari Kay saat Ivea bisa lulus
dengan baik dan bisa mengajukkan beasiswa. Menurut Kay
itu hanya ungkapan terima kasih kecil karena dia tidak
perlu mengeluarkan uang untuk membiayai Ivea meskipun
itu dalam bentuk pinjaman. Saat mengatakan itu Kay
terdengar seperti orang yang sangat pelit.
Goresan demi goresan di lakukan Ivea dengan sangat
hati-hati, ia bahkan tidak meggunakan penghapus sama
sekali dan membuat gambar dari sisi belakang juga. Tara
cukup terkagum-kagum melihat detail yang Ivea buat. Ivea
bahkan mampu menggambar sulaman bunga-bunga
dengan gambar yang manis.
"Bagaimana?" "Wah cepat sekali! Pantas Kay sangat menyukaimu.
Dia menyukai anak-anak yang cerdas. Aku ingat kalau
dulu Chastine juga sama sepertimu. Tapi Eve, mengapa
kau buat gaun yang pendek?"
"Pakaian yanag paling aku sukai adalah sepatu, jadi
aku ingin saat menikah nanti menggunakan sepatu yang
indah dan bisa memperlihatkanya dari berbagai sisi.
Makanya ku buat seperti ini!"
"Kalau begitu langsung bawa pada Kay sana!. Hari ini
dia tidak makan siang. Mungkin ada di ruanganya!"
"Ok. Permisi Mbak!"
Ivea kemudian meninggalkan Tara dengan langkah
senang. Tapi diam-diam ke khawatiran menyusup di
hatinya. Gaun seperti ini tidak akan laku di jual karena
kebanyakan orang menyukai gaun yang kelihatan mewah
menyapu lantai. Kay tidak akan menyukai gaun yang tidak
menghasilkan uang. Benar atau tidak Kay orang yang
seperti itu, setidaknya dia selalu mengesankan kalau
dirinya adalah seorang desainer mata duitan. Pintu ruang
kerja Kay terbuka lebar. Laki-laki itu sedang berkonsentrasi
pada sembuah buku tebal yang ia baca dengan pandangan
serius di balik kaca mata tebalnya. Kaca mata yang selalu di
gunakanya di kampus. Sepertinya Kay merasakan
kedatangan Ivea sehingga ia menoleh kepada Ivea yang
hendak mengetuk pintu. "Ada apa?" "Aku mau bertanya sesuatu." Ivea kemudian
mendekat dan meletakkan gambarnya diatas meja.
"pendapatmu tentang desainku ini bagaimana?"
Kay melirik sekilas ke desain yan Ivea buat, lalu
kembali membaca bukunya. Kay kelihatanya sangat tidak
tertarik. "Bagaimana?" Tanya Ivea penasaran.
"Aku tidak bisa mengomentari apa-apa karena tugas
itu aku yang memberikan."
Ivea mendengus kecewa. Sudah ku duga bisik Ivea pada
dirinya sendiri. "Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu."
Katanya lemah. Mungkin memang sebaiknya Ivea tidak
bertanya apa-apa. Ia melangkah malas menuju keluar
ruangan tapi tiba-tiba Kay menghadangnya dan segera
menutup pintu. Kay memandangnya dengan pandangan
yang berbeda lalu memeluk Ivea dengan sangat tidak
terduga. Tiba-tiba Ivea merasakan sesuatu yang berbeda
tentang Kay bagi dirinya. Nafasnya agak sesak. Ivea tidak
boleh begini, dia tidak boleh begini.
"Kay, Kenapa?" "Aku sedang bad mood."Katanya pelan. "Kau tidak
akan menolak kan untuk menemaniku sebentar saja?"
"Tentu saja tidak, kau selalu menemaniku saat aku
butuh!" Jawab Ivea. Dia berusaha untuk bersuara dengan
lebih ceria meskipun hatinya masih shock. Kay tidak pernah
seperti ini sebelumnya meskipun perasaanya sedang tidak
baik. Ini pertama kalinya.
*** 4 Ivea memegangi kepalanya sambil memandangi kertas
desain. Kelihatanya anak itu merasa sangat bingung.
Secangkir teh hangat yang berada di mejanya mungkin
sudah dingin karena tidak di sentuh. Jam Makan siang
sebenarnya sudah lewat sekitar se jam yang lalu. Tapi Ivea
masih belum beranjak dari sana, dari kursinya yang berada
tepat di sebelah kaca anti pecah di caf? milik Tara yang
membuat wajahnya terlihat terang karena cahaya matahari
yang bersinar terik di luar. Ivea kelihatanya tidak
merasakan panasnya karena dia betah berada disitu selama
berjam-jam. Kelakuan Ivea yang seperti itu sukses membuat
Nathan tersenyum-senyum memandanginya. Melihat Ivea
hari ini, meskipun dari jauh masih cukup untuk
membuatnya bahagia. Ivea yang menggambar desain
dengan konsentrasi penuh, kemudian menggigit bibir lalu
meremas kertasnya, sudah menjadi perhatian Nathan
selama ia datang ke caf? itu untuk makan siang. Tampang
geram Ivea sesekali membuat Nathan menahan gelak
tawanya karena takut di sangka orang gila oleh Tara yang
sejak tadi berada di hadapanya dan diam-diam
memperhatikanya. "Kelihatnya kau sangat tertarik dengan Eve!"
Suara Tara membuat Nathan memalingkan pandanganya dari Ivea secepat mungkin.
"Apa" Um...tidak. Cuma tidak sengaja melihatnya!"
Jawab Nathan sekenanya. "Tidak sengaja sampai satu jam lebih" Kau bahkan
tidak memperdulikan aku yang dari tadi duduk
bersamamu. Kau membiarkan aku bicara sendiri seperti
orang gila!" Tara lalu mendekatkan wajahnya ke wajah
Nathan yang ada di hadapanya. "Kau menyukai Ivea ya"
Mengaku saja! Aku sudah curiga!"
Nathan tidak menjawab, ia berusaha menyembunyikan rona di wajahnya dengan meminum Jus
apelnya sebanyak yang dia bisa.
"Aish..." desis Tara geram. "Bukankah aku sudah
lama mengatakan padamu kalau anak itu juga tertarik
padamu. Sekarang tunggu apa lagi. Kalau kau lambat
hatinya bisa di rebut orang lain. Kay misalnya, Kita tidak
bisa memungkiri Kalau Kay sangat menarik, tidak sedikit
model yang tergila-gila kepadanya."
Rona di wajah Nathan tiba-tiba saja memudar. Ia
tertunduk kecewa pada dirinya sendiri. Melihat itu Tara
jadi merasa salah bicara.
"Tidak, tidak! Kau jangan ambil pusing dengan katakataku barusan. Mana mungkin
Kay bisa melakukan hal seperti itu. Orang yang disayanginya sebagai saudara akan
selalu di sayanginya dengan cara itu selamanya! Aku yakin
Ivea diperuntukkan untukmu!"
"Aku yang tidak yakin, Mbak!" Nathan bergumam
berat. "Semenjak aku mengatakan hal bodoh itu dia benarbenar bersikap biasa.
Tidak menunjukkan rasa tertariknya
sama sekali, bahkan tidak menyapa kalau aku tidak
memulai." "Hal bodoh seperti apa" Kau tidak pernah bercerita
apa-apa!" "Aku tidak bisa menyukainya lebih dari sekedar
teman. Aku mengatakan itu saat aku menyadari perasaan
sukanya padaku!" "He?" Tara terkejut kemudian memukul keningnya
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan telapak tangan. "Harusnya kau lebih sabar untuk
bersikap seperti itu. Hati orang bisa berubah, hatimu juga.
Jangan membatasi dirimu pada sesuatu, sekarang kau
menyesal kan" Pasti begitu! Kenapa kau bisa
melakukanya?" "Aku rasa aku juga menyukainya. Tapi suka saja tidak
cukup. Ada orang yang aku cintai, Mbak. Kau juga tau
siapa orangnya. Sampai saat ini aku belum bisa melepaskan
diri darinya, bagaimana bisa aku menyambut Ivea?"
"Kau ini bodoh atau apa" Aliya yang melepasmu lebih
dulu. Tapi sampai sekarang kau masih seperti kacung yang
selalu mengikutinya kemana-mana. Kalau aku jadi Ivea aku
tidak mau melihatmu lagi seumur hidupku!"
Nathan terperangah mendengar ucapan Tara barusan.
"Menurut Mbak, Ivea berfikir begitu?"
"Ivea" Tentu saja tidak. Dia masih mau tersenyum
padamu,kan" setidaknya itu menunjukkan kalau masih ada
kemungkinan untuknya menerimamu kembali." Tara
memanjang-manjangkan tubuhnya untuk menepuk bahu
Nathan. "Sudahlah. Sekarang lepaskan Aliya dan datang
kepada Ivea. Bawa Sandwich ini. Kulihat dia tidak
memesan apa-apa kecuali teh sejak tadi!"
Nathan memandangi beberapa potong sandwich
dalam sebuah piring keramik berwarna kuning terang yang
di sodorkan Tara kepadanya. Semula Nathan masih ragu,
tapi setelah melihat wajah Tara yang penuh dengan
dukungan, Ia memutuskan untuk membawa sandwich itu
kepada Ivea yang berada di dekat jendela. Ivea masih
belum menyadari kedatanganya hingga dia memutuskan
untuk menyapa lebih dulu dengan kata Hallo, dan
mendapatkan sebuah senyum sebagai hadiahnya. Nathan
semakin bersemangat dan duduk di hadapan Ivea sambil
meletakkan sandwich itu di hadapanya.
"Untukmu!" Katanya dengan susah payah.
Ivea memandangnya. "Aku di traktir?"
Nathan mengangguk dalam. "Makan saja. Kau sudah
melewatkan jam makan siang"
"tapi aku sedang tidak berselera! Aku harus
menyelesaikan deskripsi tugas ku"
"Aku kira kau sedang menggambar desain!"
"Desainya sudah jadi kemarin. Tapi aku masih
bingung harus menggunakan bahan apa. Aku berusaha
membuatnya jadi sederhana, ringan dan manis." Ivea
kemudian mengeluarkan kertas desainya dari binder yang
berada di atas meja. Gaun manis dengan motif bunga-
bunga berwarna merah jambu di sekitar dada tampak
sangat sederhana seperti kata Ivea. Motif itu bertahan
sampai ke lengan yang di buat minim, Sisanya, seperti
wedding dress pada umumnya, menggunakan warna putih
yang bermekaran hingga bawah lutut dengan layer yang
tidak begitu panjang dari sebuah pita besar yang menempel
pada perbatasan motif merah jambu yang berakhir
beberapa senti di bawah dada. Gaun yang manis dan
sopan. "Aku mau menggunakan shifon agar terlihat ringan
meskipun berlapis-lapis. Tapi bagaiman dengan bordirnya"
Aku khawatir Shifon tidak mampu menanggung bordir
seberat ini!" Lanjutnya.
"Kenapa tidak gunakan brokat saja?"
Leher Ivea yang tadinya lemas tiba-tiba tegak dan
bersemangat. "Brokat?"
"Tidak ada salahnya kalau brokat di tempel pada
atasannya" Brokat pada zaman sekarang ini tidak hanya di
gunakan untuk kebaya. Banyak brokat yang putih polos
tapi bunga-bunganya berwarna di jual di pasaran. Brokat
bisa membuat kerja lebih cepat dan ekonomis. Aku rasa
hasilnya tidak akan mengecewakan!" Suara Nathan
terdengar sangat Optimis. Ini pertama kalinya dia dan Ivea
berbicara panjang lebar, Nathan merasa senang bisa
berguna bagi Ivea. "Boleh juga!" Kata Ivea dengan wajah penuh
senyuman bahagia seolah-olah Nathan sudah membantunya membuang satu beban yang memberatkan
pundaknya. *** Deadline pengumpulan tugas sudah tiba. Ivea dengan
langkah perlahan membawa tugasnya yang sudah di jilid
rapi kepada Kay di depan kelas. Entah mengapa dirinya
merasa sangat was-was dengan hasilnya. Terlebih melihat
pandangan Kay pada rancanganya yang kelihatan tidak
yakin. Kay menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
memandang Ivea sesekali sehingga Ivea menjadi satusatunya mahasiswa yang berdiri
lama di depan kelas. Setelah Kay menutup kembali lembaran tugas Ivea dan
menumpuknya bersama dengan tugas-tugas yang lain, Ivea
kembali ke tempat duduknya dengan langkah gontai dan
membenamkan wajahnya kedalam pelukan kedua
lenganya yang saling bertumpuk di atas meja.
Untuk beberapa Jam berikutnya dunia seperti kosong.
Ivea benar-benar gelisah sehingga ia keluar masuk kamar
mandi galeri lebih sering. Itu terjadi karena Ivea meminum
banyak air putih di pantry untuk menghilangkan
kegugupanya. Ia sangat berharap pada desain buatanya.
Semula ia sangat yakin dengan desain minimalis karyanya.
Tapi sepertinya Kay tidak terlalu suka. Harusnya Ivea tau
bagaimana selera Kay setelah melihat gaun rancangan lakilaki itu yang di pajang
memenuhi galeri. Gaun rancangan
Kay selalu tampak mewah dan sangat wah! Kay suka
menggunakan sutra dan satin dan menggunakan sulaman
sebagai pengganti brokat pada kebaya dan sejenisnya.
Apalagi menggunakan Shiffon sebagai rok dan layernya.
Ivea melakukan itu lagi, Ia meminum banyak air putih
dan menempelkan wajahnya pada meja makan yang
berada di tengah dapur. Dia selalu menginginkan yang
terbaik, lalu bagaimana jika karyanya kali ini sama sekali
tidak menjadi yang terbaik" Harapanya untuk
mendapatkan beasiswa pada semester depan bisa pupus
karena nilai semester yang kalah telak pada mata kuliah
yang satu ini. "Apa kau akan seperti ini terus" Kau membuat orangorang se-galeri jadi pusing!"
Tara menyilangkan kedua lengan di depan dadanya sambil berdiri di sisi Ivea,
dimana wajah Ivea menghadap sekarang. "Tenang saja.
Kalau hoki kau juga akan dapat nilai baik!"
"Masalahnya aku bukan orang yang di penuhi dengan
aura hoki, Mbak!" gumam Ivea lemah. Ia menjadi kelihatan
sangat tidak bertenaga. "Light Up, dong! Shine like you always do!"
Ivea menggeleng. Kali ini dia tidak akan bisa. Malam
ini Kay akan memberikan penilaian seperti apa pada karyanya" Kay bahkan mungkin
masih berada di kampus untuk
menilai kertas-kertas yang menumpuk tadi. Sampai saat ini
Kay belum kembali ke galeri, hari ini mungkin Ivea tida
akan melihat wajahnya sampai besok pagi.
"Kau mau aku beri obat penenang?" Bisik Tara sambil
mendekatkan wajahnya pada wajah Ivea. Pandangan
nakalnya tampak mencurigakan.
Belum lagi Ivea memberi pesetujuan, Tara sudah
memanggil Nathan sehingga Ivea sedikit gelagapan. Suara
tapak kaki Nathan yang semakin mendekat dapat di
dengar ivea dengan jelas. Pria itu sekarang sudah berdiri di
depan pintu pantry bersama Tara, Tara kelihatan
membisikkan sesuatu ketelinga Nathan, sesuatu yang
mungkin tentang Ivea, pasti tentang Ivea karena keduanya
berbisik-bisik sambil memandanginya. Tara kemudian
meninggalkan mereka dan dalam beberapa detik kemudian
wanita itu sudah terdengar berbicara dengan pelanggan
sambil tertawa keras. Sedangkan Nathan, sekarang sudah
berada di hadapanya dan tersenyum lembut.
"Kalian membicarakan apa" Membicarakan aku?"
Tanya Ivea. Nathan menggeleng sambil menggeser kursinya untuk
merapat ke sisi Ivea. "Membicarakan aku!" Jawabnya.
"Kau" Ada apa?"
"Karena aku sedang gugup sekarang!"
Ivea jadi semakin heran, Nathan sedang membicarakan apa! "Kau kenapa?" Tanya Nathan. "Kenapa Mbak Tara
sampai memintaku menemanimu" Kau ingin aku temani?"
Ivea menggeleng kuat-kuat. "Tidak, dia yang
mengambil inisiatif itu sendiri." Ivea kemudian diam
karena menyadari Nathan sedang memandanginya. Ia
tertunduk. Mungkin tidak ada salahnya bila Ivea
menceritakan kegelisahanya pada Nathan dengan harapan
bisa sedikit mengurangi beban. "Soal desain kemarin, tadi
siang aku sudah mengumpulkanya. Aku cuma gelisah
karena ekspresi Kay saat melihatnya kurang baik. Aku
khawatir mendapatkan nilai yang tidak bagus. Seharusnya
aku tau bagaimana selera Kay. Tapi desainku benar-benar
berlawanan dengan seleranya! Bagaimana ini!" Ivea
kemudian menutup wajahnya.
Beberapa detik berikutnya rasa hangat dari tangan
Nathan menjalari tanganya. Nathan telah menggenggam
kedua tangan Ivea erat-erat dan memandanginya dengan
pandangan tak biasa. "Apa yang kau butuhkan?"
"En..tah-lah!" Jawab Ivea gugup, Ia berdehem kecil. "
Seandainya aku bisa melupakan masalah ini untuk sejenak
saja, sampai besok pagi."
"kalau begitu akan ku kabulkan!"
Dan tubuhnya berada dalam pelukan Nathan seketika.
Ivea terkejut dengan sikap Nathan kali ini. Nathan sudah
bersikap seperti orang lain, tapi pelukan Nathan entah
mengapa mengingatkanya kepada Kay. Ia tidak bisa
melupakanya, Cara Nathan ini gagal, mengingat Kay
berarti mengingat tugasnya dan pandangan tidak puas Kay
di kelas tadi. Ivea berusaha mendorong tubuh Nathan tapi
Nathan menolak untuk melepaskanya.
"Aku rasa cara ini tidak akan berhasil. Hatiku tidak
cukup kuat untuk melupakan masalah yang sangat
mengganggu itu!" "Lalu bagaimana caranya agar kau bisa melupakanya?" rangkulan Nathan semakin kuat, suara
Nathan barusan terdengar sangat dekat dengan telinga
Ivea. "Kau pernah membaca Vampire Knight?"
"Mmm" Tidak!"
"Perlu hati yang kuat untuk melupakan masalah yang
mendominasi sebagian besar fikiran kita, dan kau tau Yuki
dalam komik itu berpendapat apa" Mungkin harus menjadi
vampire dulu baru kau bisa memiliki hati yang kuat."
"lalu apa hubunganya?"
"Apa kau mau menjadi Vampir?" Suara Nathan tibatiba terdengar mengerikan, Ia
meniru kata-kata Kaname Kuran dengan sukses. "Kau jangan becanda!"
"Aku serius. Bila di dunia ini memang ada vampire,
apa kau juga mau menjadi vampire?"
Ivea terdiam sesaat. Kelihatanya cara Nathan kali ini
berhasil, kekhawatiran Ivea sedikit memudar beralih
kepada fikiranya tentang vampir. Vampir bisa hidup abadi
kan" Menjalani masa hidup yang lama dengan beban
meminum darah untuk bertahan hidup memang
memerlukan hati yang kuat. Terlebih usia yang panjang
membuat vampire mungkin menghadapi masalah lebih
banyak dan lebih kompleks.
"Jika aku adalah vampir, apakah kau akan merelakan
darahmu untuk ku minum?"
"Jika itu memang bisa membuat aku jadi lebih kuat
kenapa tidak!" Jawab Ivea jenaka. Ia tertawa kecil dengan
pembicaraan mengenai vampir ini, tapi tawanya segera
memudar begitu merasakan nyeri yang mematikan
syarafnya. Ivea tidak mampu bergerak lagi, Nathan benarbenar sudah menggigit
lehernya. *** Nathan memandangi dirinya di cermin. Ia tertawa
melihat wajahnya sendiri sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya sesekali. Tindakan bodoh seperti apa yang
sudah di lakukanya tadi sore" Ia tidak menyangka kalau
dirinya bisa bertindak sejauh itu. Tara tadi memang
membisikkan padanya untuk lebih berani, tapi tentu yang
di maksud Tara dengan berani bukan menggigit ivea
seperti tadi. Masih terngiang di telinga Nathan pekikan
kecil Ivea yang sangat dekat dengan telinganya. Sakit. Pasti
begitu, meskipun Ivea tidak terluka tapi tubuhnya menjadi
lemah seketika. Seandainya tidak ada Tara, Nathan
mungkin tidak akan berhenti sebelum leher ivea benarbenar sobek dan mengeluarkan
darah. Ponsel Nathan berbunyi. Ia merogoh saku celananya
dan mengeluarkan ponsel itu dari sana, membuka Flapnya
dan mendekatkanya ke telinga. Telpon dari Aliya, Nathan
sebenarnya tidak ingin menerima telpon dari wanita itu,
tapi entah mengapa tubuhnya bergerak melawan perintah
otaknya. "Hallo,"Jawab Nathan dengan tidak bersemangat.
"Nat, Kau sibuk tidak malam ini" Bisa temani aku ke
acara ulang tahun teman?"
"Maaf,Aku sedang capek!"
"Kalau besok bagaimana" Motormu di tinggal saja,
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besok aku jemput di galeri. Kau mau kan menemaniku
belaja?" Nathan memijat pelipisnya. Yang ada di fikiranya
sekarang cuma Ivea, yang ingin di lakukanya hanya
berbaring di tempat tidur semalaman dan dan mengenang
kejadian tadi. Untuk pertama kalinya ia menganggap Aliya
sebagai pengganggu. "Aku tidak bisa, besok ada
pemotretan pree wedding di Anyer. Maaf!" Dan Nathan
segera menutup ponselnya sebelum Aliya berkata lebih
banyak lagi. Ia sudah berusaha lepas dari Aliya dan datang kepada
Ivea. Meskipun perasaanya pada aliya belum lenyap
seratus persen, tapi Nathan sangat menyadari bahwa
perasaanya kepada Ivea semakin membesar. Saat ini Ivea
mendominasi fikiranya. Bagaimana keadaanya sekarang" Fikir Nathan. Ia
berusaha mengetik pesan unuk Ivea sekedar untuk
menanyakan keadaanya. Tapi Nathan baru sadar kalau
dirinya tidak pernah menyimpan nomor ponsel Ivea. Ia
menghela nafas berat. Jam dinding menunjukkan waktu
tengah malam, Nathan jadi gelisah begitu ingat kalau besok
dia tidak akan bertemu Ivea seharian untuk mengucapkan
kata maaf yang tadi tidak sempat di ucapkan karena Tara
sudah histeris melihat kelakuanya. Ia membaringkan
tubuhnya di ranjang, Ivea mungkin sudah tidur, tapi
Nathan sama sekali tidak bisa tidur.
5 Kelihatanya upaya Nathan memang sukses. Ivea sama
sekali tidak mengingat-ingat lagi tentang tugasnya yang
mengkhawatirkan itu. Bahkan mungkin dirinya tidak ingat
kalau dirinya pernah mendapat tugas yang menjadikanya
gelisah selama seminggu penuh. Yang Ivea ingat hanya
rasa nyeri yang masih terngiang-ngiang meskipun
sebenarnya ia tidak begitu merasa sakit lagi seperti
kemarin. Bercanda Nathan agak kelewatan, Ivea menggosokgosok lehernya dan masih merasa
nyilu saat kulit jemarinya menyentuh bekas gigitan itu. Seluruh lengan
sebelah kanan juga merasakan hal yang sama. Ivea bahkan
harus mengaduh saat Voni menepuk bahunya tadi pagi.
Tapi meskipun begitu, pembicaraan tentang Vampire juga
cukup menarik. Ivea jadi ingin tau bagaimana cerita komik
yang di sebut-sebut Nathan itu.
"Ivea..." Suara Voni berbisik mengejutkan Ivea,
sebenarnya bukan hanya suara Voni, tapi genggaman erat
pada lenganya yang membuat rasa nyeri itu bangkit lagi.
Ivea segera menarik lenganya dan memandangi Voni.
"Ada apa?" "Madame Bian memanggilmu!"
Pandangan Ivea segera beralih kedepan kelas, dimana
Bian dan Kay ada disana dan memandangi Ivea dengan
heran. Butuh waktu lama bagi Ivea untuk menyadari apa
yang sedang di lakukan oleh mereka berdua dikelas ini.
Tapi kemudian kesadaran Ivea pulih seratus persen dan dia
sudah bisa mengingat Kalau Kay sedang mengumumkan
hasil tugasnya dan Bianlah yang mengambil alih penilaian
terhadap rancangan Ivea dan teman-teman lainya.
"Ya, Madame!" Ivea menjulurkan tanganya keatas
sebisa mungkin sambil menahan rasa sakit.
"Kau melamun?" Tanya Bian. "Sedang tidak sehat?"
"Tidak, saya cuma kurang tidur karena memikirkan
hasil rancangan saya."
"Voila! Kau tidak sia-sia mengorbankan waktu
tidurmu. Berdasarkan penilaianku, Rancanganmu yang
menempati posisi tertinggi. Cantik, ringan, sopan, dan
yang paling penting ekonomis."
"Ya?" Ivea terkejut. "Maksudku, benarkah?"
"Tentu saja. Ku harap dalam waktu dua minggu kau
bisa menyelesaikan gaunmu itu karena selain jaminan nilai
semester, kau juga memenangkan satu halaman dari
majalahku." Bian tersenyum seolah-olah dia ikut
berbahagia. "Dan selama pembuatan gaun itu, kau akan
mendapat bimbingan penuh dari Miseur kalian ini.
Selamat!" Ivea sangat senang, Ia ingin melompat-lompat untuk
mengekspresikan perasaanya, tapi tidak jadi mengingat
tubuhnya tidak begitu fit. Walhasil, seharian ini hanya di
habiskanya dengan senyum sumringah hingga akhirnya ia
pulang kuliah dan kembali bekerja di galeri. Hari ini
Meskipun di galeri sangat sibuk, Ivea menjalaninya dengan
suka cita, membantu Tara adalah pekerjaan yang paling
menyenangkan untuk di lakukan hari ini.
"Kau kenapa" Senyum-senyum sepanjang hari. Jangan
bilang kalau kau terkena gangguan kejiwaan karena virus
yang di tularkan Nathan kemarin!" Bisik Tara nakal.
Jam didinding menunjukkan kalau hari sudah semakin
gelap. Tapi galeri baru saja sepi setelah seharian ini di
penuhi dengan hiruk pikuk yang benar-benar membuat
semua orang sibuk, baik Kay, Tara dan juga Ivea. Sebentar
lagi jam makan malam tiba, beberapa lampu Galeri sudah
dimatikan dan mereka akan segera pulang.
"Aku cuma bahagia, rancanganku mendapat
sambutan baik." "O...aku kira..." Kata-kata Tara menggantung.
"bagaimana rasanya sekarang" Sudah lebih baik" Aku
bingung karena kemarin sore kau seperti orang yang tidak
berdaya." Ivea tersenyum mengingat kejadian kemarin.
Untungnya Kay sedang tidak ada di tempat. Kalau saat itu
Kay ada, semuanya pasti lebih heboh. "Aku baik-baik saja!"
"Tapi seharian ini kau memakai jaket, mencurigakan
sekali. Apakah berbekas?"
"Sedikit!" Angin malam tiba-tiba berhembus begitu Tara dan
Ivea keluar dari galeri dan menunggu Kay turun untuk
mengunci pintu. Tapi seseorang segera menghampirinya.
Wanita berambut panjang dengan make Up tebal yang
membuatnya tampak ekstra cantik menyapa mereka
dengan ramah. Bianca Karta. Penampilanya diluar maupun
di sekolah selalu tampak sama. Tapi di sekolah Bian tidak
pernah memakai gaun sependek yang di kenakanya
sekarang. "Kalian sudah mau pulang" Mana Kay?"
"Sebentar lagi dia turun!" Jawab Tara. "Kau masuk
saja, aku mau mengantar Ivea pulang!"
"Oh, tunggu sebentar. Tara, Kau pulang sendirian
tidak apa-apa kan" Aku dan Eve punya urusan penting
yang harus di bicarakan!"
"Bagaimana Eve" Tidak apa-apa?" Tara bertanya
kepada Ivea. Dan setelah melihat Ivea menggeleng kecil
dengan di sertai senyumnya, Tara memutuskan untuk
pulang sendirian. "Aku permisi dulu!" Katanya sebelum
akhirnya Tara benar-benar pergi dengan mobilnya.
Tidak perlu menunggu lama, Kay turun dan
menghampiri mereka. Ia terlihat santai dengan Jeans, Tshirt hitam dan Jas abu-
abunya. Rambut panjangnya yang
berwarna kemerahan di ikat rapi seperti yang selalu Kay
lakukan di Kampus. "Kau bercanda" Kita mau ke karaoke. Kenapa kau
berpenampilan seperti akan pergi mengajar?" Tanya Bian
sengit begitu melihat Kay mengunci pintu galerinya.
"Karaoke" Kau bilang kita cuma pergi makan bersama
staf perencanaanmu!"
"Memangnya di Karaoke tidak bisa makan?"
Kay mendesis kesal. "Dan kau mau mengajak Eve
ketempat seperti itu?"
"Memangnya kenapa" Eve bukan anak usia belasan
tahun lagi kan" Lagi pula ini bukan mauku. Mereka yang
mengatur tempatnya dan kita hanya tinggal menghadirinya saja. Kenapa harus repot?"
*** Ivea berkali-kali melihat Jam monolog yang menjadi
screen saver ponselnya. Sekarang sudah jam sepuluh
malam. Seharusnya dia sudah tidur nyenyak di rumah
bersama Chastine. Ivea sangat gelisah meskipun Bian dan
teman-teman lainya adalah orang-orang yang menyenangkan, meskipun Chastine juga ada disini, Ivea
tetap merasa rishi. Dia adalah orang luar yang bergabung
dalam acara yang di adakan oleh para staff SmiloQueen
karena satu rancanganya akan memenuhi salah satu
halaman majalah yang di gawangi Bian untuk edisi bulan
depan. Kay sendiri juga sudah menguap beberapa kali. Ia
memandangi Ivea dan menggerakkan mulutnya seperti
sedang mengatakan sesuatu. Meskipun tanpa suara Ivea
bisa menangkap bahwa Kay mengajaknya pulang. Ivea
mengangguk senang. Akhirnya ada juga orang yang
sefikiran denganya untuk segera pergi menghindari pesta
aneh di tempat konyol seperti ini. Selang beberapa saat,
Kay dan Bian terlihat berdebat di tengah deru musik yang
kencang, tapi kemudian Kay dan Bian saling berpelukan
dan Bian juga melakukan hal yang sama pada Ivea.
"Hati-hati di jalan ya?" Kata Bian sebelum akhirnya ia
melepaskan pelukannya pada Ivea dan membiarkan Ivea di
bawa pergi oleh Kay. Sepanjang koridor gedung karaoke ini sangat asing
bagi Ivea. Dari beberapa pintu bahkan terdengar bunyibunyian aneh yang membuat
Ivea merinding. Beberapa orang laki-laki yang berjalan berselisihan dengan mereka
terus memandangi Ivea tanpa henti. Salah satu dari mereka
mencoba mendekat dan memaksa Ivea untuk mengobrol
denganya meskipun Ivea tidak bersedia. Sejak saat itu
tangan Kay menggenggam tangan Ivea erat, mengesankan
bahwa Ivea adalah miliknya, bersamanya dan tidak boleh
di ganggu tanpa seizinya. Setidaknya Ivea masih merasa
beruntung karena Kay juga ikut hari ini.
"Kau dan Nathan bagaimana" Belakangan ini aku
sangat sibuk sehingga tidak bisa memperhatikan kalian
lagi" Kay membuka suaranya.
"Kami baik-baik saja. Belakangan semuanya semakin
membaik!" "Mmm!" Gumam Kay mengerti. "Kalau begitu aku
tidak perlu sok protektif lagi kan?"
"Untuk apa menanyakan hal seperti itu" Bukanya
semenjak pulang dari Jepang kau dan aku nyaris tidak
pernah saling bicara!"
"Begitu ya?" Kay kelihatanya sedang tidak
bersemangat bicara. Mungkin pembicaraanya kali ini
sedikit di paksakan agar dia dan Ivea tidak kelihatan
canggung. Kenyataanya memang begitu. Semenjak pulang dari
Jepang, Kay tidak pernah berdebat dengan Ivea seperti
dulu mereka hanya berbicara di kampus dan pembicaraan
itu benar-benar murni tentang pelajaran. Belakangan Ivea
selalu pulang bersama Tara, Kay mungkin tidak tau kalau
Ivea sudah pindah rumah. Mereka hanya pernah berbicara
sekali di galeri, saat Kay memeluk Ivea beberapa waktu
lalu. "Tunggu, Kau lihat disana?" Kay tiba-tiba berbalik dan
membawa Ivea kehadapanya. Ia sedang menghindari
seseorang. Tapi yang mana" Jauh di belakang Kay terdapat
lebih dari tiga orang yang berjalan dengan arah yang sama.
"Lihat yang berseragam!"
Ivea melongok sambil sedikit menjinjit melewati bahu
Kay yang lebih tinggi darinya. Ia bisa melihat laki-laki yang
di maksudkan Kay. Tubuh tinggi dengan garis wajah tegas,
sambil berjalan ia mengenakan jaket kulit berwarna hitam
yang dari tadi di pegangnya. "Siapa?"
"Petugas itu, dia pernah menangkapku karena
mengira aku adalah salah satu Hostes di sebuah club Gay!"
Ivea memandang Kay heran. "Klub Gay" Kapan" Kau
Gay" Benarkah?"
"Kecilkan suaramu!" Kay menggeram. "Tentu saja
tidak. Aku kesana karena harus menemui seseorang!"
"benarkah?" Kali ini suara Ivea kedengaran nakal
seperti suara Sinchan. "Kau jangan menggodaku! Sekarang bukan waktunya!
Kau harus menolongku!" Bisik Kay. Ia merapatkan tubuh
Ivea kedinding sehingga Ivea bisa merasaakan terpaan
nafas Kay di wajahnya, jarak mereka sangat dekat. "Untuk
sebentar saja, Jadilah pacarku!"
Jadilah pacarku. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di
telinga Ivea berkali-kali. Lagi-lagi ia merasakan debaran
yang sama untuk kedua kalinya. Melihat wajah Kay
dengan jelas hampir saja membuat kaki-kaki Ivea lunglai,
ia benar-benar kehilangan Tenaga untuk berdiri. Kay
memegangi kedua lengan Ivea untuk mempertahankan
posisinya saat ini, tapi jeritan kecil Ivea benar-benar
membuatnya terkejut. "Kau kenapa" Apa yang salah?"
Ivea menggosok lehernya lagi. Rasa nyilu yang luar
biasa menusuk di sekujur lengan kananya, rasa nyilu yang
berasal dari sesuatu yang kini tengah di belainya dengan
telapak tangan. Kay menarik tangan Ivea penasaran dan
menyibak sedikit kerah jaket yang di kenakan Ivea seharian
ini. Kedua matanya membesar melihat bekas gigitan yang
membiru dan menimbulkan bengkak ringan.
"Astaga, siapa yang melakukanya?" Desis Kay.
"Aku waktu itu...sedikit gelisah...jadi..Umm..jadi
Nathan..." Ivea tidak tau harus berkata apa. Otaknya sama
sekali tidak bisa berfikir jernih sekarang.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nathan" Jadi ini yang kau bilang membaik"
Ya...sepertinya hubungan kalian memang sudah sangat
membaik. Kalian berdua sudah melakukan hal seperti
apa?" *** Pintu ruangan kerja Kay di tutup. Sepertinya Kay
sama sekali tidak ingin di ganggu, dia bahkan tidak
mengajar hari ini. Entah mengapa Ivea merasa semua ini
terjadi karena salahnya. Tadi malam Kay kelihatanya
benar-benar marah karena Ivea tidak menjawab satupun
pertanyaanya. Kay juga tidak mau mengantar Ivea dan
membiarkanya pulang sendirian.
Sudah berbagai cara di lakukan Ivea untuk membujuk
Tara agar bersedia mengunjungi Kay di ruangaanya.
Karena walau bagaimanapun Tara adalah orang yang
paling dekat dengan Kay. "Bagaimana bila terjadi apa-apa
di dalam?" Katanya pada saat itu. Tapi Tara selalu
menggeleng dan menolak. "kalau dia menutup pintu berarti sedang tidak ingin di
ganggu!" Jawab Tara. "Sebenarnya ada masalah apa"
Kenapa sepertinya kau merasa bersalah begini" Kalian
bertengkar?" Ivea angkat bahu. Dia sendiri juga tidak tau apakah
masalah Kay hari ini berkaitan denganya. Tapi Ivea tetap
merasa bersalah. "Kau bawakan saja coklat panas untuknya, karena di
luar sedang hujan. Kalau dia membuka pintu untuk mu,
silahkan masuk. Kalau tidak, lebih baik menyerah saja."
Coklat panas, benarkah bisa menarik perhatian Kay"
Ivea memandangi derai hujan di luar dari jendela kaca.
Tiba-tiba ia merasakan udara di sekelilingnya berubah
menjadi dingin, dengan cepat Ivea berjalan kedapur dan
kembali dengan membawa coklat panas untuk Kay. Semula
Ivea ragu untuk menganggu, tapi pada akhirnya Ivea
memberanikan diri mengetuk pintu ruang kerja Kay yang
tertutup rapat. Tidak perlu menunggu lama, pintu itu
terbuka dan sebelah mata Kay mengintip di baliknya, ia
melihat coklat panas yang di bawa Ivea kemudian
membuka pintu lebar-lebar dan kembali berbaring di sofa.
Ivea tersenyum senang. Coklat panas memang jitu. Ia
mengikuti Kay kedalam dan meletakkan coklat panas di
atas meja yang berantakan kemudian duduk di lantai, tepat
di sebelah sofa dimana Kay berbaring dan menghadap
kearahnya. "Kau sedang marah ya?" Tanya Ivea. "Kay, kau marah
padaku?" Kedua bola mata kelabu milik Kay memandangi Ivea
lekat-lekat. Sejurus kemudian kepalanya menggeleng
pelan. "lalu kenapa seharian disini" Apa dari tadi kau
berbaring seperti ini?". Ivea kemudian meyentuh kening
Kay dan berusaha membandingkan dengan suhu
tubuhnya. "Atau kau sedang sakit?"
Kay menepis tanganya lalu mendorong kepala Ivea
dengan telunjuknya. "Jangan kurang ajar kepada orang tua.
Berani-beraninya kau menyentuh kepalaku."
"Aku kan cuma khawatir!"
"Aku tidak apa-apa. cuma sedang tidak bersemangat."
Kay kemudian menunjuk keatas meja kerjanya dimana
terdapat sebuah tas kertas besar berwarna merah muda.
"disana ada bahan-bahan yang kau butuhkan untuk
wedding dressmu. Bian mengantarkanya tadi pagi.
Pokoknya malam ini kau sudah harus memulai
pekerjaanmu! Aku ingin gaunmu selesai dalam tiga hari
agar segala kesalahanya nanti bisa cepat di perbaiki."
Ivea berdiri dari duduknya menuju tas kertas
berwarna merah muda dan memeriksa isinya. Sifon dan
brokat masing-masing di bungkus rapi dalam sebuah
plastik bening. Ternyata bahan-bahan untuk rancanganya
disiapkan oleh Bian, semula Ivea kira ia harus
mengusahakanya sendiri. Perhatian Ivea kemudian beralih
kepada dompet berwarna hijau tua milik Kay yang terbuka
di atas meja. Sebuah foto disana menarik perhatianya.
Difoto itu, Kay memeluk dua orang wanita, yang pertama
adalah wanita yang sangat dewasa berambut kemerahan
sama seperti Kay dan yang satu lagi gadis bertubuh mungil
dengan rambut hitam lurus, juga wajahnya yang agak
bulat, manis sekali. Ivea membawa dompet itu mendekati
Kay yang masih betah berbaring di sofa.
"Dia siapa" " Ivea menunjuk wanita berparas Khas
eropa yang ada di dalam foto.
"Ibuku!" Jawab Kay singkat.
"Kalau gadis Jepang ini siapa" Pacarmu?"
Sekali lagi Kay mendorong kepala Ivea dengan
telunjuknya. "Kenapa kau tertarik sekali dengan masalah
percintaanku" Dia adikku!"
"Ogh?" Ivea kelihatan terkejut. Ia memandangi foto itu
sekali lagi. Sama sekali tidak mirip. Kay memang memiliki
sedikit ciri yang biasa di miliki orang-orang Jepang di
wajahnya, Tapi gadis ini sangat tidak mirip denganya.
"Kenapa?" "Tidak mirip!" "Aku dan dia satu ayah! Sebelum menikah dengan
ibuku ayahku menikah dengan ibunya dan punya satu
anak laki-laki, kemudian mereka bertengkar dan ibunya
melarikan diri. Selama itu, Ayah menikah dengan ibuku,
sampai akhirnya wanita itu ditemukan kembali dalam
keadaan sakit keras. Dia kembali tinggal bersama kami dan
setahun kemudian melahirkan Sachi, anak itu. Lalu harihari ibunya di penuhi bau
obat di rumah sakit. Wanita itu
meninggal saat Sachi berusia delapan tahun."
"Berarti kau masih punya kakak laki-laki?"
"Iya, tentu saja. Tsuyoshi. Dia di adopsi keluarga
Hidaka saat masih berusia dua atau tiga tahun, jadi saat
ibunya di temukan dia benar-benar tidak bersama ibunya.
Tapi selama ibunya di rumah sakit dia sering datang. Lama
sekali kami tidak bertemu dan baru di pertemukan
beberapa saat sebelum dia membawa Sachi kerumahnya
untuk beberapa hari. Tsuyoshi di keluarga Hidaka berganti
nama menjadi Yoshi."
"Wah, kalau begitu keluargamu pasti ramai sekali."
Kay tersenyum. "Setidaknya bila salah satu anaknya
menghilang, ibuku tidak akan kesepian."
"Maaf, mengganggu!"
Kay dan Ivea spontan menoleh kearah pintu yang
terbuka. Nathan ada disana sedang memandang mereka
berdua. Sebuah senyum menghiasi wajahnya yang
kelihatan lebih bersinar daripada biasanya.
"Ada apa?" Tanya Kay.
"Aku mau pamit pulang!" Jawabnya. "Eve, kau mau
pulang bersamaku?" Ivea menggeleng pelan. "Lain kali ya" Aku masih
banyak pekerjaan." "Tentang rancangan itu kan" Aku sudah dengar dari
Tara, selamat ya?" "Terima kasih!"
"Aku punya sesuatu untukmu!" Kata Nathan, sejurus
kemudian ia mendekati Kay dan Ivea lalu menberikan
sesuatu kepada gadis itu. Sebuah komik Vampire Knight
Volume pertama. Ada nama Nathan di lembar
pertama."Kalau begitu aku pulang dulu. Kay, aku pulang
dulu!". Nathan menganggukkan kepalanya sopan lalu
berbalik pergi. Ivea tiba-tiba saja tertunduk dan menghembuskan
nafas pelan-pelan. Butuh hati yang kuat untuk
menyembunyikan rasa malu-malunya. Tapi tadi ia
melakukanya, Apakah Ivea sudah berubah jadi vampire
sehingga cukup kuat untuk menghadapi Nathan" Ivea
tersenyum tipis sambil memandang komik yang di berikan
Nathan untuknya. "Ehm..." Kay berdehem dengan sengaja. "Kau dan dia
sama saja! Mengapa semuanya jadi begini" Kalian
belakangan ini semakin dekat ya" Kalau begitu percuma
saja aku sok protektif selama ini. Atau mungkin dia
menyadari kalau dia membutuhkanmu karena aku" Kau
harus berterima kasih padaku!"
"Ya, Miseur! Terimakasih, thank you, Arigato,
Kamsahamnida, Merci"
Kay tertawa. "Kalian berdua sudah resmi pacaran?"
Ivea menggeleng. "Kenapa" Anak itu apakah sedang malu-malu" Kalau
begitu kau saja yang menyatakan cinta duluan. Tidak usah
buang-buang waktu lebih banyak. Tidak ada salahnya
bersikap Agresif, Aku suka dengan perempuan yang berani
mengusahakan cintanya!"
"Aku tidak yakin akan melakukan itu"
"Kenapa?" "Karena sepertinya aku menyukai orang lain!"
Kay terperangah. Ivea dapat melihat ekspresi Kay
yang sangat terkejut dengan ucapanya tentang keberadaan
orang baru dihatinya. "Apa" Siapa" Mahasiswa di kampus" Lalu kau mau
apa?" Ivea angkat bahu. "Sepertinya aku akan memilih
Nathan pada akhirnya. Selama semuanya baik-baik saja
dan tidak ada masalah sebaiknya aku memilih Nathan. Iya
kan?" "Apakah orang baru itu juga menyukaimu?"
"Entahlah!" "Mengapa tidak kau cari tau saja dulu. Setelah itu baru
memilih. Jangan sampai salah pilih. Sebab Nathan masih di
ikuti Aliya meskipun kelihatanya sekarang lebih sering
bersamamu. Kalau laki-laki yang baru tidak punya orang
lain dan juga menyukaimu apa salahnya!" Ujar Kay
menasihati. *** Seharusnya hari-hari bersama Nathan bisa berangsung
dengan manis, Tapi Ivea tidak merasa sepenuhnya
demikian. Kadang-kadang tawa, senyum dan sapaan lemah
lembutnya sama sekali palsu. Ivea menantikan Kay, Sapaan
dari Kay bisa membuatnya bersemangat. Jika Kay
memintanya untuk mengerjakan sesuatu, Ivea akan
langsung mengerjakanya tanpa menunda-nunda lagi. Ia
akan membatalkan semua janjinya dengan Nathan dengan
berbagai alasan. Tapi meskipun begitu, bila di suruh
memilih, Ivea akan memilih Nathan untuk bersamanya
dibandingkan dengan Kay. Karena perasaan Nathan
kepadanya sudah jelas sedangkan Kay tidak. Karena
Nathan menganggapnya sebagai wanita sedangkan Kay
belum tentu. Sesuai dengan target, gaun rancangan Ivea dapat di
selesaikan dalam tiga hari dan hanya butuh seharian untuk
memperbaiki semua kesalahanya. Setelah itu, Ivea dan Kay
kembali jarang berbicara. Kay bahkan lebih suka meminta
Nathan untuk membantu semua pekerjaan Ivea sehingga
waktu-waktu Ivea hanya diisi dengan Nathan. Seperti kali
ini. Ivea dan Nathan makan siang bersama di caf? milik
Tara dan di pojok sana, Kay dan Tara juga makan siang
bersama. Ivea hanya bisa mencuri-curi pandang sesekali
kearah Kay dan berusaha lebih banyak memperhatikan
Nathan. Tapi beberapa saat kemudian Ivea menjadi sangat
bahagia bisa semeja dengan Kay karena Bian tiba-tiba
datang dan mengajak semuanya bergabung bersama dalam
satu meja. "Besok modelku akan datang. Kalian siapkan saja
tempatnya aku ingin fotonya nanti di latar belakangi gaungaun rancangan Kay yang
di kenakan oleh manekin berwarna hitam. Soal fotografer, aku bisa bergantung
padamu kan Nathan?" Bian berbicara dengan serius.
Senyum cerah menghiasi wajahnya setelah melihat Nathan
mengangguk lugu. "Aku percaya karyamu yang terbaik"
"Terima kasih." Jawab Nathan.
"Eve, Kau juga bersiap-siap. Dengan rancangan ini,
bisa saja namamu menanjak dalam sekejab. Kau tau kan
majalahku seringkali menerbitkan selebriti baru!" Bian
agak menyombongkan diri kemudian menertawakan
kesombonganya beberapa saat. "Besok bisa saja galeri jadi
ramai karena model yang ku pakai adalah artis terkenal.
Aku sebenarnya ingin mencari pasangan yang artis juga.
Tapi akhirnya aku putuskan untuk meminta kepada Kay
menjadi pasangan model itu besok!"
"Aku?" Kay tampak terkejut. "Aku tidak bersedia!"
Bian menempelkan kedua telapak tanganya dan
menjunjungnya tinggi di atas kepala. Ia bertindak seperti
sedang menyembah Kay yang ada di hadapanya. "Tolong
aku! Kau sangat fotogenic. Kau dulu juga seorang model
kan?" "Tapi aku sudah sangat lama tidak di foto!"
"Karena itu coba lagi. Kehadiranmu sebagai model
majalah ini mengesankan kalau kau mengakui rancangan
Ivea. Ayolah ku mohon!"
"Tapi tidak semudah itu!"
"Kay, Ku mohon. Eve. Ayo bantu aku untuk
membujuknya. Ini debut pertama rancanganmu." Bian
mulai memprovokasi Ivea. Ivea memandang Kay yang juga
memandangnya. Tapi dia tidak melakukan apa-apa. Ia tau
Kay akan bersedia, Kay tidak pernah menolak untuk
membantu Bian meskipun harus bertengkar dulu
sebelumnya. 6 Pukul 15.45 sore. Seharusnya pemotretan sudah di
mulai beberapa jam yang lalu, tapi model yang akan di foto
bersama Kay sama sekali belum datang. Bian sudah
mondar-mandir dengan handphonenya sejak tadi dan
ponsel itu juga berdering setiap kali. Kelihatanya Bian
adalah orang yang sangat sibuk dan di butuhkan banyak
orang. Ia membatalkan banyak janji karena keterlambatan
hari ini. Tiga orang staf Bian juga melakukan hal yang
sama. Terkadang mereka mengeluh kepada Bian dan
Wanita itu masih meminta mereka untuk bersabar.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada apa sebenarnya?" Tanya Nathan kepada Ivea
sambil berbisik. Mereka berdua mendapat pemandangan
langka sekarang, beberapa orang di dalam ruangan yang
sama tengah kebingungan karena satu orang.
Ivea angkat bahu. "Artisnya tidak bisa di hubungi.
Bian sudah berusaha menelpon manajernya, dia bilang,
mereka menggunakan mobil yang berbeda. Si menejer
sedang terjebak macet sekarang. Mungkin artisnya juga!"
"Sekarang Jam pulang Kerja. Wajar saja kalau macet.
Seharusnya mereka tau kalau keadaan kota kita seperti ini
adanya. Kenapa tidak datang lebih cepat" Mereka harusnya
sudah disini pada jam makan siang kan?" Nathan
menimang-nimang kameranya lalu memandang wajah
Ivea. "Berat?" Tanya Ivea
"Apa?" "Kamera. Sejak tadi siang kau terus memegangnya!"
"Kenapa" Aku bahkan bisa memegangnya lebih lama
kalau harus ambil foto di luar galeri." Nathan kemudian
memotret Ivea sekali dalam tempo yang sangat tak bisa di
prediksi. Ivea benar-benar terkejut saat lampu Blitz
menyilaukan matanya. Ia kemudian harus menahanya
beberapa kali lagi. "Apa yang kau lakukan?"
"Aku sedang memotret sekarang!" Jawabnya.
Gadis itu mendesis pelan. Ivea dan Nathan lalu saling
tersenyum. Tapi suara keras Kay mengagetkan keduanya.
Kay tidak pernah bicara keras selama ini.
"Kapan akan di mulai?" Tanya Kay. Ia terlihat kesal
kepada Bian yang baru saja menjauh dari pintu masuk
galeri. "Galeriku harus ditutup dan Tara harus melayani
Fitting di rumah pelanggan karena ini."
"Bisa tunggu sebentar lagi?" Suara Bian terdengar
memelas. Ia sedang memohon. Bian tau kalau Kay sudah
kesal karena Kay memang tidak suka menunggu. Kay tidak
pernah memberi toleransi kepada keterlambatan.
"Kenapa harus dia" Mereka tidak professional,
seharusnya mereka sudah datang dari tadi dan mereka
masih menggunakan macet sebagai alasan" Nonsense!"
Bian tidak menjawab apa-apa. Ia hanya memasang
wajah bingung yang sangat super sehingga membuat Kay
semakin kesal. "Sebaiknya kau cari penggantinya! Aku tidak akan
mengizinkan orang-orang itu menginjak galeriku!"
"Tapi Kay, mana boleh begitu! Semua orang punya
kesempatan kan" Mungkin sedang terjadi sesuatu makanya
bisa seperti ini!" "Bi, Ini sudah hapir malam, Kau kira semuanya bisa
selesai dengan cepat" Artismu itu juga harus Fitting!
Berkali-kali dia tidak pernah datang untuk Fitting
meskipun sudah kami telpon sehingga aku harus membuat
gaun itu sesuai dengan ukuran perancangnya. Seharusnya
dia sadar kalau wedding dress tidak sama dengan gaun
yang lain. Bagaimana aku tau dia punya chemistry atau
tidak dengan gaun rancangan Ivea kalau dia selalu
menganggap remeh urusan ini?". Kay mendengus keras
lalu berjalan dengan cepat kedalam ruang kerjanya.
Bian Mengigit bibirnya. Kay membuatnya semakin
tenggelam dalam kebingungan. Kepalanya berusaha
berfikir dengan cepat. Dirinya kemudian mendekati
Chastine, asistenya untuk berdiskusi beberapa saat. Sejurus
kemudian Bian terlihat memegangi kepalanya seolah-olah
kepala itu adalah gunung api yang siap meletus kapan saja
dan Bian sedang berusaha menahan letusanya. Bian hampir
kehabisan kendali, padahal dirinya sedang tidak ingin
marah dan mencaci maki karena banyak jadwal yang
tertunda dan di sebabkan oleh masalah ini. Ivea dan
Nathan saling pandang. Keributan tadi sempat membuat
mereka beralih perhatian.
"Kelihatanya Kay sangat marah." Sekarang giliran
Ivea yang berbisik kepada Nathan.
"Tentu saja. Dia sama sekali tidak suka dengan orang
yang meremehkan sesuatu. Artis itu sudah meremehkan
kinerjanya dengan tidak datang untuk Fitting. Kay dulu
juga seorang model, hal seperti ini mungkin sudah di luat
batas toleransinya jika ia menepatkan diri sebagai model.
Eve, kau sendiri lihat kan" Kay sudah menahan diri sejak
hampir dua jam, itu berarti dia berusaha untuk memahami
selama itu dan ini adalah pertama kalinya Kay menoleransi
keterlambatan selama lebih dari lima belas menit!"
"Lalu bagaimana" Apa yang akan terjadi?"
"Sepertinya wanita itu tidak akan datang untuk di
foto. Tapi seharusnya debut gaunmu ini tidak boleh batal."
Nathan mendesah. "Bagi Kay, gaun pernikahan itu punya
nyawa, ia harus di gunakan oleh orang yang cocok. Karena
itu ada orang yang terlihat cantik saat pesta pernikahanya
meskipun pernikahanya sangat sederhana. Tapi ada juga
yang terlihat tidak meskipun pernikahanya mewah dan
melibatkan banyak orang terkenal."
Ivea mengerti sekarang. Kay memang selalu
mengerjakan proyek wedding dress-nya lebih maksimal dari
pada harus merancang pakaian yang biasa. Tidak jarang,
saat Fitting Kay merubah keadaan gaun hampir enam
puluh persen. Kay memang di kenal sebagai perancang
yang keras kepala, tapi pelanggan tidak pernah protes
karena semua yang Kay lakukan dapat memuaskan hati
mereka. Ivea sangat ingin seperti Kay, Ivea sangat
mengidolakanya. "Kau punya ide?" Bianca Karta mengejutkan mereka.
Ia tiba-tiba saja menyela pembicaraan Nathan dan Ivea
dengan wajah yang berada dalam posisi sangat dekat
dengan wajah Nathan. "Kau fotografernya. Kau punya
pengganti" Sepertinya kau sangat faham dengan selera
Kay." Nathan agak gelagapan di perlakukan begitu. Tentu
saja ia sangat memahami Kay, Nathan bekerja kepad Kay
semenjak galeri itu dibuka pada tahun pertama Kay tiba di
Indonesia. Ia menggeser duduknya sehingga rapat dengan
Ivea dan menghindari pandangan mata Bian. "Pengganti"
Tentu saja mereka tidak akan mau di hubungi semendadak
ini, kecuali bila pemotretanya di tunda. Atau..."
"Atau?" Nathan memandang Ivea sesaat. "Jadikan Ivea sebagai
pengganti!" "Apa?" Ivea terpekik kecil
"Kenapa?" Tanya Bian setelah memandang Ivea
sekilas. "Berikan alasan yang tepat!"
"Kay selalu mencocokkan gaun sesuai dengan
karakter pemakainya, karena itu dia selalu membutuhkan
waktu perbaikan dan Fitting yang cukup lama. Kalau Kay
menggunakan tubuh Eve untuk Fitting, berarti dia sudah
membuat gaun itu cocok untuk dipakai oleh Ivea!"
Bian mengangguk-angguk. "Karena itu setiap gaunya
bernyawa!" desisnya. Pantas saja Kay selalu memilih siapa
model yang akan mengenakan gaunnya bila fashion show.
"Chastine, kau tolong aku. Bawa Eve keruangan Kay
sekarang. Laki-laki itu pasti tau sebaiknya dia didadani
seperti apa!" "Tapi aku tidak fotogenic!"
"Semua orang jadi fotogenic kalau berfoto untuk
facebook!" "Tapi aku tidak punya facebook!" Ivea masih berusaha
membela diri. Tapi apapun yang dilakukanya percuma. Ia
sudah diseret oleh beberapa orang pegawai Bian dan
dikurung dalam ruangan Kay untuk beberapa lama.
*** "Coba gunakan yang baby pink!" Kay memberi saran
kepada Ebi, penata rias bawaan Bian dengan suara lembut.
Wanita itu kemudian mengganti kuasnya dan segera
meraih Blush On dengan Brand mahal itu kemudian
menyapukanya di wajah Ivea dengan hati-hati. Setelah itu
dirinya tidak perlu di perintahkan lagi untuk
menyesuaikan warna lipstick dengan semua tata rias yang
sudah di lakukanya atas campur tangan Kay. Tidak lama
kemudian Ebi meminta izin untuk keluar dari ruangan dan
meninggalkan kotak Make Up berwarna hitam dan silver
besar miliknya di atas meja.
"Kenapa kau menutup pintu?" Tanya Ivea begitu
melihat Kay menutup pintu ruang kerjanya rapat-rapat.
"Karena kau harus mengganti pakaianmu!" jawabnya.
Kay kemudian mendekat dan memperhatikan wajah Ivea
lekat-lekat. Jari tengah sebelah kananya menyapu bedak
yang kelihatanya bertumpuk di sekitar alis Ivea yang
sebelah kanan. Ivea dapat merasakan desiran darahnya bila berada
dekat dengan Kay seperti ini, matanya tidak sanggup
memandang Kay berlama-lama sehingga ia membuang
pandanganya kearah lain. Kay membuka kancing
kemejanya perlahan dan spontan Ivea menahan tangan Kay
untuk melanjutkan aksinya.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Kay memandang wajah Ivea yang kelihatanya agak
ketakutan. "Apa lagi" Membantumu mengganti pakaian
tentunya!" "Aku bisa menggantinya sendiri di Fitting room"
"Kau gila" Kalau kau menggantinya sendiri Make Up
di wajahmu itu bisa berantakan. Apa kau lupa betapa
cerobohnya dirimu" Aku tidak pernah membiarkan
siapapun mengenakan gaun di galeri ini tanpa bantuan,
karena Tara sedang tidak ada, jadi aku akan melakuknya
sendiri." "Tapi, Kay..." "Apa" Kau tidak sedang berfikir yang macam-macam
kan" Ini sudah jadi pekerjaanku, Aku sudah biasa
melakukan hal seperti ini!" Kay kemudian mendorong
kepala Ivea dengan telunjuknya, Hal yang paling paforit
untuk di lakukanya kepada gadis itu. "Kau memakai
pakaian dalam kan?" "Tentu saja!" "Kalau begitu apa yang kau takutkan?"
"Tetap saja aku tidak bisa!"
Kay memutar bola matanya kesal. Ia kemudian meraih
sisa satin yang berada di atas sofa ruang kerjanya dan
memberikanya kepada Ivea. Ivea meraih satin berwarna
putih itu dengan ekspresi tidak mengerti. "Kalau begitu
kau buka bajumu sendiri, lalu pakai kain itu seperti kau
menggunakan handuk saat mandi. Kalau sudah selesai
bilang padaku!" Kata Kay memberi instruksi lalu
membalikkan tubuhnya menghadap ke pintu.
Ivea menjalankan semua petunjuk Kay, ia membuka
bajunya terlebih dahulu dengan hati-hati. Ivea tidak ingin
dimarahi Kay nanti kalau make Up-nya rusak sebagai hasil
dari perilaku keras kepalanya barusan.
"Kalau begini kau jangan pernah berfikir untuk jadi
model, tubuhmu akan dengan mudah dilihat oleh orang
lain." Kata Kay. Spontan Ivea menyentuh dadanya. Ia benar-benar
terkejut mendengar suara Kay yang tiba-tiba. Ivea tau Kay
sudah sering melakukan itu, membantu model
menggunakan pakaian yang serba repot seperti gaun
pengantin tentu saja sudah jadi makanan Kay sehari-hari.
Tapi berdekatan dengan Kay saja ia sudah merasa malu,
Apalagi jika Kay sampai membuka pakaianya seperti yang
akan dilakukanya tadi, Ivea ragu kalau ia bisa melanjutkan
semuanya kalau itu benar-benar terjadi.
"Kay, aku sudah..." Suara Ivea menggantung. Ia akan
melanjutkan ucapanya itu dengan kata-kata seperti apa"
Semua kata tetap saja membuatnya ragu untuk
mengucapkanya. Kay berbalik dan mengambil gaun rancangan Ivea dari
dalam lemari di ruang kerjanya. Ivea yakin, perasaan itu
sepertinya hanya dirasakanya sendiri. Kay tidak
menampilkan ekspresi apa-apa selain ekspresi profesionalnya dalam mengerjakan apapun yang sudah
menjadi pekerjaanya. *** "Kay, aku sudah..." Kay menelan ludah. Ivea
menggantung ucapanya dan sekarang sudah saatnya Kay
menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Bodoh, wajah seperti apa yang di tampilkanya" Fikir Kay.
Ekspresi Ivea mengesankan kalau Kay akan segerak
memakanya bulat-bulat. Tentu saja tidak. Apapun yang
Ivea fikirkan Kay tetap tidak akan melakukan apa-apa.
Meskipun Ivea juga perempuan, Meskipun Kay adalah
laki-laki normal yang biasa, pekerjaan tetap pekerjaan dan
ia tidak akan pernah melakukan hal bodoh apapun yang
akan merusak citranya selama ini.
Kay menggenggam sifon pada gaun buatanya -bersama Ivea tentunya -- dengan
lembut. Pemilihan shifon untuk gaun pernikahan adalah ide nekat yang cukup
brilian. Saat pertama kali membaca deskripsi tugas milik
Ivea, Kay sudah merasa tidak percaya kalau gadis itu
memilih bahan yang lain dari biasanya, rancanganya juga
bagus dan memiliki kesan ganda. Gaun rancangan Ivea
bisa dikenakan orang dengan karakter apa saja tanpa harus
merombaknya secara signifikan.
"Aku baru tau kalau kau dulu juga model!" Suara Ivea
memecahkan suasana sunyi diantara mereka seketika.
Kay masih melanjutkan pekerjaanya, "Memangnya
kenapa" Aku kurang tampan?"
"Astaga! Kenapa kau harus merusak suasana dengan
berkata hal seperti itu" Aku tau, kebanyakan model
memang berakhir sebagai perancang busana. Tapi itu
jarang terjadi pada model pria kan" Apalagi konsentrasi
yang kau pilih adalah busana pernikahan!"
"Ibuku juga seorang desainer!" Kay menjawab singkat.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lalu kenapa kau memilih untuk konsentrasi di
bidang ini" Meskipun kau juga merancang pakaian yang
lainya, tapi pelangganmu kebanyakan adalah orang-orang
yang mungkin datang kemari hanya sekali seumur
hidupnya!" Kay berhenti bergerak sesaat, dia kelihatanya sedang
memikirkan jawaban untuk pertanyaan ivea. Dan setelah
menemukanya, Kay menjawab pertanyaanya sambil
melanjutkan pekerjaanya. "Entahlah, mungkin karena saat
tercantik seorang wanita adalah sewaktu dia tampil dengan
busana pernikahanya. Dan aku suka wanita cantik!" Kay
tersenyum nakal. Geez! Ivea berdesis. "Aku serius. Kenapa kau
menjawabnya sambil bercanda?"
"Aku juga serius!" Jawab Kay sengit. "Wanita yang
akan menikah itu, memancarkan aura kebahagiaan yang
spesial, seperti apapun mereka, semuanya akan terlihat
cantik dan sangat bersemangat untuk jadi lebih dan lebih
cantik pada harinya. Aku suka membantu mereka untuk
terlihat cantik." Kay sudah selesai, Ia memperhatikan Ivea dengan
jarak yang cukup jauh sambil menyilangkan kedua tangan
di depan dadanya. Ada yang kurang, tentu saja sepatu. Kay
kemudian mengambil high heels di dalam kotak sepatu di
atas meja kerjanya, sepatu berwarna silver itu adalah milik
Bian dan Kay cukup puas saat memakaikan sepatu itu,
ukuranya sangat pas dengan Ivea.
"Kau sudah merasa jadi Cinderella?" Tanya Kay
sambil mendongak keatas untuk melihat wajah ivea yang
memerah. Tapi tetap saja Kay masih merasa kurang. Ia
kemudian mengambil beberapa perhiasan yang sudah
disediakan. Pilihanya jatuh pada kalung silver dengan
bandul laba-laba di hiasi pemata yang tidak terlalu
mencolok dan meminta Ivea memakainya.
Selain kalung, Kay juga meraih beberapa buah gelang
dan cincin yang senada. Kali ini ia memakaikanya sendiri,
dan saat Kay mengenakan cincin di jari Ivea, Ivea merasa
kalau dirinya sedang diliputi kebahagiaan sekarang. Kay
menghela nafas lega lalu memperhatikan Ivea sekali lagi.
"Eve, kau benar-benar seperti seorang wanita yang
akan segera menikah. Kau punya aura yang sama dengan
wanita yang akan menjalani kehidupan baru mereka. Kau
sedang merasakan apa" Kelihatanya seperti orang yang
sedang jatuh cinta!" Komentar yang manis. Ivea benarbenar membuat Kay kagum hari
ini sangat cantik dalam kesederhanaan yang di tampilkanya. "Apa karena Nathan
sedang menunggu di luar?"
*** "Try to relax, Eve!" Teriak Bian keras-keras.
Walau bagaimanapun Ivea tetap bukanlah seorang
model yang bisa langsung memberikan pose artistik. Butuh
penyesuaian yang cukup memakan waktu. Tapi Bian masih
bisa bersabar karena ia tengah bersenang hati melihat Ivea
yang tampil dengan sangat manis. Nathan memang benar
kalau Kay selalu menjadikan sebuah gaun sederhana yang
di rancang Ivea menjadi bernyawa.
"Kau tidak pernah berfoto" Anggap saja seperti
sedang foto di studio!" Kay berbicara sambil memijat-mijat
sendiri bahunya. Sekarang dia sudah cukup lelah meskipun
tidak terlalu banyak bekerja hari ini. "Aku kebelakang
dulu. Bajuku sudah berkeringat, sepertinya harus segera
diganti!" Katanya kemudian setelah menyeka keringat
yuang keluar dari sela-sela rambutnya. Ia perlu minum,
semoga segelas air putih bisa mendinginkan kepalanya
yang sudah panas karena stress. Kaki-kakinya terdengar
melangkah tegas meninggalkan Ivea berdiri sendirian di
depan kamera. Ivea terpaku saat semua orang istirahat, merasa
dirinya sedikit payah dan tidak berguna. Semua orang bisa
saja kesal dan marah padanya meskipun mereka tidak
memperlihatkanya secara terang-terangan. Melihat wajah
Kay tadi, Ivea tau Kay bisa saja berteriak kesal seandainya
dia adalah orang yang tidak punya kendali emosi seperti
Bian. Tapi selama ini Kay selalu menyembunyikan
emosinya dengan sukses kecuali tadi, saat Kay memarahi
Bian karena model yang tidak datang sama sekali hingga
sekarang. Rasa dingin menyengat lengan Ivea sehingga ia
bergindik melihat sesuatu yang menempel di sana. Kaleng
softdrink yang berembun di sodorkan oleh Nathan
untuknya membuat perasaanya lebih sejuk, Pria itu
tersenyum dan Ivea membalasnya.
"Terimakasih!" Ujar Ivea setelah mengambilnya dari
Nathan. Ivea kemudian membukanya dan mulai minum
sebanyak-banyaknya. Dia sangat haus.
"Your pleasure!" Nathan kemudian duduk di lantai
begitu saja. Ivea semula bingung melihat Nathan selonjoran
dengan cueknya. Seandainya dia tidak sedang
menggunakan gaun, mungkin Ivea akan melakukan hal
yang sama. Ivea lebih memilih Jongkok di samping Nathan
sambil terus meminum Softdrinknya sesekali.
"Maaf ya." Nathan memandang Ivea dengan rona yang berbeda.
"Atas apa?" "Atas merepotkan kalian semua. Terutama dirimu,
Seharusnya kau sudah pulang sekarang. Tapi jam segini
masih harus bekerja karena aku!"
Tawa kecil menghiasi wajah Nathan. "Aku sering
menghadapi kejadian yang seperti ini, Pre wedding
kebanyakan dilakukan oleh orang biasa yang bukan model.
Yang harus kau lakukan hanya berusaha untuk lebih rileks.
Umm...sebenarnya berat untuk mengatakan ini, tapi
anggaplah foto kali ini adalah foto pre wedding mu dengan
Kay!" Mendengar ucapan Nathan, Ivea hanya bisa tutup
mulut, Nathan dan Kay menarik perhatianya dengan sama
banyaknya. Bagaima mungkin ia bisa menumbuhkan
anggapan seperti itu bila di tempat yang sama, Nathan
melihat mereka melalui lensa kamera. Ivea mendesah, ia
memijati tumit kakinya yang sudah kelelahan, rasanya
nyeri sekali. "Kalau lelah duduk saja dulu!" Kata Nathan,
sepertinya Nathan memperhatikan Ivea saat gadis itu
memijati tumit kakinya. "Aku memakai Gaun berwarna putih, bagaimana
kalau kotor?" "Kalau begitu duduk disini!" Kay menepuk lututnya
dengan tangan kanan. "Bagaimana bisa aku duduk disana" Kau bisa
kesakitan, Aku ini berat"
"Tidak akan terjadi apa-apa, aku biasa melakukanya
dengan keponakanku di rumah! Ayolah, waktu istirahat
sangat sempit jangan sampai kau pingsan sebelum aku
mendapatkan foto yang bagus!"
Ivea berfikir lama, tapi akhirnya ia memilih untuk
mengikuti saran Nathan dan beralih untuk duduk di atas
lututnya. Tiba-tiba tangan Nathan menarik lengan Ivea
sebelum gadis itu sempat duduk dan sekarang Ivea benarbenar ada di pangkuanya,
sangat dekat. Wajah Ivea terlihat lebih jelas, begitu juga ekspresi malu-malunya yang
berhasil membuat jantung Nathan berdetak semakin
kencang. "Nat, semua orang melihat kita!" Kata Ivea pelan.
Wajahnya menunduk. Beberapa orang pegawai Bian yang
masih ada di ruangan itu berbisik-bisik sambil melihat
kearah mereka berdua. "Tidak usah di perdulikan!Tetaplah begini, sebentar
saja!" "Belakangan ini kau kenapa" Sikapmu sangat berani
dan membuat aku malu, maksudku...ini tidak memalukan.
Kau hanya membuatku malu untuk melihat wajahmu"
"Ya" Aku juga. Tapi ini satu-satunya cara agar kau
terus mengingat aku. Kita sangat jarang bertemu
belakangan ini. Kau lebih sering bersama Kay. Seandainya
bukan Kay aku pasti sudah cemburu." Kalimat terakhir di
ucapkan Nathan dengan berbisik. Wajahnya juga tertuduk,
tentu saja ia juga merasakan hal yang sama dengan yang
Ivea rasakan sekarang. "Nat, boleh aku bersandar padamu?" suara Ivea
terdengar sangat pelan. Tapi cukup untuk membuat
Nathan terperangah heran. Ivea merebahkan kepalanya di
bahu Nathan sebelum laki-laki itu mengatakan ya. Ivea
sedang memikirkan kebimbangan hatinya, memikirkan
Kay dan Nathan di saat yang sama membuat hatinya
seperti di serang bencana. Ivea ingin tenang dalam pelukan
Nathan untuk sebentar saja dan melupakan semua masalah
yang mengganggu fikiranya dan sepertinya berhasil. Ivea
cukup merasa damai meskipun ia mendengar detak
jantung Nathan yang sama kerasnya dengan yang Ivea
punya. Tapi detakan demi detakan membuatnya seperti di
hopnotis, beberapa saat kemudian Ivea merangkul Nathan
erat-erat. "Seandainya kau bisa bersikap seperti itu padaku kita
bisa menyelesaikan pemotretan ini dengan cepat!"
Suara Kay membuat Ivea membuka mata dan
menegakkan kepalanya. Laki laki itu sekarang sudah
berjongkok di sebelah Nathan dan memandangi mereka
berdua dengan wajah yang lebih segar. Kay sudah
mengenakan pakaian serba hitam dengan jas putih
sekarang. Rambutnya yang tadi di ikat rapi kali ini di
biarkanya terurai alami. "Lihat! Wajah kalian merah!" Kay kemudian tertawa
senang dan baru berhenti setelah dirinya puas.
Menertawakan Ivea dan Nathan kelihatanya bisa
mengurangi tekanan yang sudah di dapatnya selama
seharian. "Tidak lucu!" Kata Ivea sinis.
"Kau marah karena aku mengganggu" Baiklah, aku
minta maaf, tapi kalian lanjutkan nanti saja kita harus
memulainya lagi agar cepat selesai karena aku aku ingin
segera tidur!" Ivea melepaskan rangkulanya dari Nathan dan berdiri
di bantu oleh Kay. Kepada siapa dia akan berakhir"
Benarkah ia melepaskan Nathan dan menyambut tangan
Kay seperti ini pada akhirnya nanti" Semuanya di mulai
kembali. Nathan disana, berada jauh darinya dan kembali
memegang kamera. Sedangkan Ivea berada disini sangat
dekat dengan Kay yang belakangan membuatnya diliputi
rasa bingung yang berkepanjangan. Sesaat kemudian
Lampu Blitz menyambar lagi. Kay merangkul pinggang
Ivea dan membawanya dekat dengan tubuhnya.
"Eve, coba lihat mataku!" Bisik Kay. "Cobalah untuk
memaksakan perasaanmu padaku kali ini saja. Aku sudah
sangat lelah!" "Aku juga sedang berusaha."
"Kau tau" Melihatmu dan Nathan tadi aku jadi merasa
tidak penting. Kau bisa setenang itu denganya sedangkan
selalu tegang bersamaku! Aku cemburu!"
Cemburu" Ivea membatin. Benarkah Kay cemburu" Ia
memandang wajah Kay dalam-dalam dan Kay tersenyum
untuknya. Perlahan-lahan bayangan Nathan memudar dari
ingatan Ivea berganti dengan Kay. Hanya Kay.
"Eve, untuk saat ini, Jadilah calon Istriku!"
*** Ivea mengaduk-aduk siomay-nya dengan tidak
bersemangat. Bayangan tentang senyum Kay kali itu sangat
menghantuinya. Sebenarnya bagaimana perasaan Kay
padanya" Rasa cemburu yang Kay katakana waktu itu rasa
cemburu yang bagaimana"
"Kurasa, dia mengatakan hal itu hanya untuk membuatmu
memperhatikanya. Buktinya, setelah itu, Nathan mendapatkan
banyak foto bagus kan?" Kata Chastine tadi malam saat Ivea
menceritakan semuanya. "Bagaimana bisa kau akhirnya
memikirkan Kay sedangkan sekarang kau sedang sangat dekat
dengan Nathan. Eve, jangan bermain api. Semua perhatian Kay
selama ini tidak perlu kau masukkan kedalam hati. Aku sudah
mengenalnya lama dan dia termasuk orang yang suka
mempermainkan hati perempuan. Hanya saja semenjak dia
mempermainkan hati sepupu Bian, Kay tidak pernah terlihat
memiliki kedekatan Spesial dengan wanita manapun selain Tara.
Kelihatanya dia Jera karena kejadian itu sempat membuat
hubungan persahabatanya dan Bian menjadi sengit. Dia tidak
menyukai gadis sepertimu sayang, Kay hanya menyukai
perempuan yang Agresif. Kay memang suka menggoda siapa
saja, sekarang tinggal dirimu yang menentukan dirimu harus
bagaimana dan berbuat seperti apa!"
Ivea meminum Jusnya sedikit, lalu kembali ke
lamunanya. Chastine benar. Sepertinya Ivea memang tidak
perlu berharap. Ia sudah punya Nathan sekarang dan
perhatian Nathan kepadanya sangat penuh, bahkan
berlimpah. Ponsel Ivea berdering. Pesan dari Kay
mengganggu keputusan yang baru di buatnya.
Cepatlah keruanganku. Aku ingin memperlihatkan sesuatu.
(Sender: Kay 08984455xxx)
Kesana atau tidak" Ivea masih menimbang-nimbang.
Hatinya menginginkan Ivea segera kesana untuk menemui
Kay. Tapi fikiranya berontak. Seandainya ada Nathan
disini, Ivea yakin kalau dirinya akan lebih memilih untuk
bersama Nathan. Mempercayakan hati kepada yang sudah
jelas dan meninggalkan ketidak jelasan. Kali ini tidak apaapa. Ivea harap ia
bisa menemui Kay untuk yang terakhir
kalinya dengan perasaan seperti ini. Dengan langkah
gontai, Ivea berjalan meninggalkan Siomaynya di atas meja
kantin dan menemui Kay di ruang kerjanya. Beberapa
teman yang tidak begitu dikenalnya menyapa Ivea di
sepanjang jalan dan Ivea hanya bisa membalas dengan
senyuman. Selama ini Ivea bukanlah orang yang menonjol,
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia lebih suka duduk di kelas sampai mata kuliah dimulai.
Tapi karena hari ini Voni tidak datang, Ivea memilih
menghabiskan waktu di kantin. Merasakan udara kampus
dengan serius, ini adalah pertama kali untuknya.
"Maaf, Miseur! Ada apa?" Ivea bertanya dengan sopan
kepada Kay yang sibuk dengan laptopnya.
Perhatian Kay beralih kepadanya. Kay membuka kaca
matanya dan memandang Ivea sebentar lalu mengeluarkan
sesuatu dari laci meja kerjanya. SmiloQueen. "Coba lihat
ini. Bian memberikanya padaku pagi ini!"
Ivea mendekati Kay dan membuka majalah yang ada
di atas meja. Ia bisa menebak, apa yang ingin Kay
perlihatkan. Hari ini SmiloQueen yang memuat
rancanganya terbit dan sudah di bagi-bagikan ke beberapa
kelas di fakultasnya. Masing-masing kelas mendapatkan
satu. Mungkin karena itu beberapa anak yang tidak di
kenal tadi menyapanya. Ivea kelihatan kewalahan karena ia
tidak juga menemukanya sehingga Kay akhirnya turun
tangan dan membantunya menemukan halaman yang
ingin Ivea temukan. Foto mereka mengisi satu halaman
penuh dan terlihat sangat bagus. Nathan memang
fotografer yang hebat. "Bagaimana" disini aku tampan tidak?" Kay mulai
bercanda seperti biasa. Ivea hanya tersenyum. "Lihat, Akhirnya kau bisa juga berfoto dengan wajah
semanis ini. Aku kira waktu itu kita harus melakukanya
sampai pagi!" "Ya, terima kasih!"
Kedua alis Kay bertaut. "Terima kasih kenapa?"
"Aku bisa begini karena kemarin kau menggodaku.
Lelucon tentang permintaanmu untuk menjadikanku calon
Istri waktu itu benar-benar membuatku terkejut!"
"Lelucon?" Wajah Kay agak serius. Tapi sesaat
berikutnya ia tersenyum dan berkata demgan nada yang
biasa. "Aku tidak bercanda. Ini Kan foto prewedding kita.
Nanti akan ku tempel dalam ukuran besar di galeri.
Bagaimana?" "Sudahlah. Kau tidak perlu bercanda seperti ini. Kau
sangat keterlaluan, Kata-kata cemburumu itu sudah
membuatku hampir percaya dan..."
"dan apa?" Tanya Kay setelah mendengar kata-kata
yang menggantung keluar dari mulut Ivea. "Dan kau
sudah jatuh cinta padaku?"
Kaki-kaki Ivea terasa melemah. Kenapa Kay selalu
menggodanya dengan cara seperti ini" Setelah bersikap
aneh, Kay akan segera membahas mengenai Ivea dan
Nathan seolah-olah semua yang di ucapkanya sama sekali
bukan apa-apa. Perasaanmu kepadaku sebenarnya seperti apa"
Fikir Ivea. "Miseur" Suara beberapa mahasiswi mengganggu
mereka. Para gadis iti masuk secara bergerombol
mengelilingi meja Kay membuat Ivea tersingkir ketepi
ruangan. Tidak ada satupun yang menyadari keberadaanya
dan tidak ada satupun yang memperdulikanya. Ivea
membiarkan Majalah itu tetap berada di meja dan hanya
memandangi Kay yang sibuk meladeni penggemarnya.
"Kami sudah lihat di majalah. Miseur. Kau keren
sekali" kata salah seorang dari mereka.
"Coba saja waktu mengajar kau berpenampilan seperti
ini." "kalau begitu aku jamin kalian semua akan
mendapatkan nilai semester yang rendah" Suara Kay
terdengar sayup-sayup di antara keriuhan yang terjadi
dalam ruanganya. ?"Karena kalian tidak akan
memperhatikan pelajaran. Cuma memperhatikanku!"
"Ah, Miseur. Bisa saja!"
"Wanita di foto itu siapa" Rasanya pernah lihat!"
"dia" Calon istriku!" Kay tersenyum. Ivea bisa melihat
kalau Kay sedang memandangnya. Tapi segera kembali
memandangi mahasiswinya satu persatu. "Tidak, aku
bercanda. Apa kalian tidak tau kalau dia mahasiswi yang
mendapatkan nilai tertinggi dalam mata kuliahku!"
"Beruntung sekali dia!"
"kalau kalian ingin seperti dia, dapatkan nilai yang
tinggi juga!" "Apa kalian sedang berpacaran?"
"Kau memberikanya nilai tinggi karena dia pacarmu?"
"Kalian ini bicara apa" Dia sudah berpacaran dengan
fotografer yang mengambil foto ini. Nilai tinggi karena
usaha. Makanya berusahalah!"
Ivea menghela nafas dan berbalik pergi. Sikapnya
semakin goyah, ia menjadi semakin bimbang.
*** "Apa-apaan dia" Dia sudah mulai bertindak nakal
terhadapmu?" Seru Chastine di atas ranjangnya. Ia
memandang Ivea yang sedang mengeringkan rambut
dengan handuk diiringi dengan ekspresi terkejutnya.
"Astaga, dia kenapa" Apa dia benar-benar menyukaimu?"
Ivea angkat bahu. "Lalu bagaimana dengan Nathan?"
"Nathan juga belum memastikan hubungan kami
sampai sekarang. Jangan-jangan Nathan juga sedang
mengerjaiku!" Chastine memandang Ivea iba, jari-jari lentiknya
membelai wajah Ivea dengan lembut. "Aku tidak tau apa
yang terjadi. Menurutku ikuti saja alurnya, biarkan
mengalir apa adanya. Tapi aku tekankan satu hal. Jangan
pernah Kau bertindak duluan kepada Kay! Dia akan sangat
mengharapkan itu. Selama aku mengenalnya, Kay selalu
dikejar-kejar dan wanita selalu bertindak lebih dulu
terhadapnya. Tentu saja dia akan senang kalau para wanita
berbuat seperti itu, jadi bila akhirnya terjadi apa-apa dia
tidak perlu bertanggung jawab!"
"Benarkah" jadi dia tidak pernah menyatakan
perasaanya kepada perempuan manapun?"
"Dia yang selalu menerima banyak pernyataan cinta
dengan berbagai cara. Bisa jadi Kay memang menyukaimu.
Apapun bisa terjadi kan" Kalian terlalu sering berinteraksi
dan terlalu sering bersama-sama!"
*** Nathan menggenggam tangan Ivea di iringi hembusan
angin sepoi-sepoi yang membelai. Keduanya sedang
bersandar di motor matic milik Nathan yang di parkir di
bawah pohon rindang di taman kampus. Belakangan ini
Nathan selalu datang dan menemui Ivea di tempat yang
sama dan jam yang sama. Ivea mendadak jadi sangat
terkenal dan semua anak dari fakultasnya menyapanya.
Kay juga mendadak menjadi idola, hampir setiap hari ia
dikejar-kejar oleh para gadis itu dan harus menemani
mereka ngobrol seharian. Ivea sebenarnya sangat cemburu.
Ia dan Kay bahkan tidak pernah bicara lagi semenjak itu
dan yang dirasakanya hanya tinggal kerinduan demi
kerinduan yang datangnya sangat tidak di inginkan. Tapi
kedatangan Nathan yang rutin jadi sangat menghiburnya.
Setidaknya bersama Nathan, Ivea jarang mengingat Kay
dengan menggunakan perasaan.
"Lalu bagaimana Kabar Kay kali ini?" Tanya Nathan.
"Entahlah. Aku jarang berbicara denganya. Bahkan di
kelas juga. Di galeri apa lagi."
"Belakangan ini dia sangat jarang ada di galeri."
"Dia meladeni para fansnya sampe sore!"
Nathan tertawa ringan. "kau sendiri" Tidak dikejarkejar oleh para fans pria?"
"Bagaimana mungkin aku bisa" Kay sudah
menyebarkan kepada para Fansnya kalau aku berpacaran
dengan fotografer yang mengambil gambar di majalah
waktu itu. Jadi hampir sefakultas menyangka kalau berita
itu benar!" Nathan mendehem. "Jadi menurutmu berita itu tidak
benar" Eve, Aku benar-benar menyukaimu!"
Ivea terdiam, akhirnya Nathan mengatakanya juga.
Meskipun Ivea tidak menyukai Nathan sebanyak dulu, tapi
ia cukup senang dengan kata-kata Nathan barusan.
"Maaf, aku membuatmu sangat lama menunggu!"
lanjut Nathan. Ivea tersenyum begitu saja. "Tidak apa-apa! Kau
hampir saja terlambat karena ku kira aku akan segera
menikah dengan Kay!"
Nathan spontan tertawa. Ivea juga berusaha untuk
tertawa meskipun sebenarnya kata-kata yang di ucapkanya
tadi serius. Menikah dengan Kay" Ivea menggelengkan
kepalanya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu
barusan" "Apa" Nat, Kau dan perempuan ini?" Suara Aliya
terdengar lantang di belakang mereka. Ivea menoleh
kepada wanita itu, wanita yang selalu bersama Nathan
dulu. Wanita yang sering mengantar Nathan setiap pagi ke
Galeri. Wanita yang membuat Nathan mengatakan bahwa
dia tidak bisa menyukai Ivea lebih dari seorang teman.
"Kau serius" Kau bahkan masih makan bersamaku tadi
malam dan sekarang kau mengatakan kalau kau suka pada
wanita lain?" "Makan malam?" Tanya Ivea. Matanya memandang
Nathan meminta kejelasan.
"Eve kau salah faham!"
"Nat, Kau bilang kau tidak akan pernah melepaskanku
sebelum aku yang melepaskanmu. Sekarang kau ingin
menjalani dua hubungan sekaligus?" Aliya menyela.
Nathan terlihat sangat marah. Dia menggenggam
tangan Ivea kuat-kuat lalu berbicara dengan Aliya dengan
suara Intens. "Bisakah kau menghentikan ucapanmu itu"
selama ini kau bisa saja pergi dengan laki-laki manapun
dan aku tidak berhak untuk marah karena kita tidak punya
hubungan apa-apa. Sekarang apa hak mu untuk bicara
seperti itu" Aku menyukai Ivea dan kau tidak punya hak
apa-apa untuk melarangku!"
"Jadi sekarang kau ingin balas dendam?"
"Balas dendam?" Ivea memegangi kepalanya,
mengapa ia menangkap sesuatu yang negatif dari
perdebatan ini" Mengapa pertengkaran Nathan dan Aliya
mengesankan kalau Nathan sedang menjadikanya alat
untuk balas dendam" "Apa kau benar-benar hanya
menyukaiku?" Tanya Ivea kepada Nathan. Ia memandang
Nathan penuh Tanya. "Eve!" Nathan memanggil Ivea seolah-olah sedang
meminta Ivea untuk memikirkan kembali perkataanya.
Untuk apa Ivea bertanya" Bukankah semua perilakunya
selama ini sudah jelas, Nathan memperhatikanya dan
menyukainya dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa sangat mudah bagi mu untuk mengatakan
kau sedang suka pada siapa, kau tidak bisa mencintai
siapa, dan kau tidak mungkin mencintai siapa. Kenapa kau
sangat suka mempermainkan hati perempuan dengan katakata seperti itu?"
"Aku?" Nathan mulai terpancing karena Ivea
menghempas tangannya yang tadi menggenggam tangan
Ivea. "Aku mempermainkan siapa" Jadi selama ini kau
menganggap aku sedang main-main denganmu" Atau
sebenarnya kau yang sedang mempermainkanku?"
"Kenapa semuanya jadi berbalik kepadaku?" Suara
Ivea mulai bergetar. "Ya, tentu saja kau menganggap aku tidak penting.
Karena selama ini kau lebih percaya kepada Kay dari pada
aku, kau lebih memilih bersamanya daripada bersamaku!
Aku bodoh sudah percaya dengan kata-kata orang lain
kalau kalian berdua sudah seperti saudara. Kau fikir
bagaimana perasaanku melihat kalian terus bersama,
tertawa bersama sedangkan denganku kau tidak pernah
seperti itu. Kau fikir bagaimana perasaanku melihat kalian
berdua berpelukan berkali-kali melalui lensa kamera..."
"Sekarang kau ingin menyalahkanku?" Potong Ivea.
"Baiklah kalau kau berfikir begitu Aku akan mengabulkan
permintaanmu. Aku menyukai Kay! dan kau, jangan
pernah lagi mendekatiku selamanya!" Ivea memandang
Nathan dan Aliya bergantian, lalu segera melangkahkan
kakinya secepat mungkin. Ivea tidak kembali kekelas, Ia benar-benar pergi
menjauh dari tempat itu. Mengapa ia bisa mengatakan halhal seperti itu" Kenapa
dia tidak percaya kepada Nathan"
Seharusnya Ivea bisa lebih bersabar, Ivea menyentuh
pipinya. Tidak ada airmata yang keluar. Apa yang terjadi
pada hatinya" *** 7 Semestinya ada beberapa anak yang mengerjakan
tugas kelompok bersama Ivea hari ini, tapi seperti biasa
Ivea hanya melakukanya sendirian karena teman-temanya
yang lain bolos tanpa alasan. Ivea sebenarnya ingin segera
pulang dan kembali bekerja di Chinamons, tapi rasanya ia
sedang enggan bertemu dengan Nathan hari ini, Ivea hanya
ingin beristirahat sebentar. Di galeri Ia tidak akan
menemukan ketenangan sama sekali jika harus berhadapan
dengan wajah kesal Nathan yang selalu membuatnya
tertekan. Ia duduk di bangkunya sambil memutar Dieu tristesse,
instrumental klasik dan romantic milik Chopin yang paling
di sukainya. Irama lembutnya membuat Ivea mulai
memejamkan mata dan menikmatinya dengan seluruh,
hingga tiba-tiba tas yang berada di pangkuanya terjatuh.
Ivea membuka matanya dan melihat seseorang mengambil
tasnya yang berada di lantai dan mengembalikanya
kepangkuan Ivea. Kay tampak terengah-engah kelelahan,
dia mengikat rambut panjangnya yang terurai lalu
menggerakkan bibirnya seolah sedang membicarakan
sesuatu. Ivea mencabut sebelah handset dari telinganya
dan memandang Kay heran. "Miseur?" Katanya.
"Maaf aku mengganggu. Aku cuma mau menghindar
dari mereka sebentar. Aku sangat butuh ketenangan,
sepertinya belakangan ini aku benar-benar kehilangan yang
satu itu!" Keluhnya pelan. Suaranya lembut seperti biasa.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Butir-butir keringat terlihat di dahi Kay saat dia menyeka
rambutnya yang berwarna coklat jatuh perlahan. Dia
benar-benar terlihat lelah, semenjak fotonya muncul
dimajalah tiba-tiba saja para mahasiswi sejurusan bahkan
sekampus mengidolakanya. Pada hari-hari sebelum ini,
Kay melayani mereka dengan sopan, tapi mugkin ia sudah
lelah di ganggu setiap hari sehingga membuatnya memilih
untuk melarikan diri. "Kelihatanya tadi masuk kekelas yang disana"
"Coba kita lihat kesana dulu"
"kalau ternyata tidak ada bagaimana?"
"Aku lihat kok!"
Suara-suara dari kejauhan sayup-sayup terdengar,
meskipun sebelah telinga Ivea masih menggunakan
handset, ia masih bisa mendengar perdebatan beberapa
siswi disana. Ivea tiba-tiba saja merasa tidak rela kalau Kay
di temukan dan harus melayani pertanyaan anak-anak itu
atau menemani mereka ngobrol sampai merasa bosan.
Bukankah selama ini Ivea selalu merasa cemburu dengan
itu" Kay dan dirinya jadi terasa begitu jauh semenjak Kay
menjadi idola. Meskipun ia dan Kay bertemu lebih sering,
meskipun dirinya mengenal Kay lebih dulu ia tetap tidak
bisa merelakanya. Ivea spontan menarik Kay untuk
bersembunyi di bawah meja dan sekarang, ia sedang
berhadapan dengan Kay dalam jarak yang sangat dekat,
jemarinya menggenggam pakaian Kay kuat. Sepasang mata
Kay memandang Ivea heran dan Ivea sendiri juga begitu, ia
tidak menyangka kalau dirinya berani melakukan hal ini.
"Maaf, Miseur, tadi kau bilang tidak ingin di ganggu,
jadi aku cuma...um...cuma berusaha membantu!" Ivea
berbisik, dirinya merasa sangat gugup karena suasana yang
aneh sedang meliputinya sekarang. Tiba-tiba saja udara
menjadi panas membuat Ivea menghembuskan nafasnya
perlahan. Kay masih menatap wajah Ivea heran, tapi kemudian
dia membisikkan kata terimakasih di telinga Ivea membuat
jantung Ivea seakan berhenti berdetak.
"Kan sudah ku duga, tidak ada!"
"Kemana Miseur pergi?"
"Sudahlah, kita pulang saja. Aku punya janji!"
Suara-suara itu lagi, semula terdengar sangat dekat.
Tapi kemudian Ivea tau bahwa mereka sudah menjauh
seiring dengan menghilangnya suara langkah kaki mereka,
suasana sudah benar-benar sunyi sekarang. Meskipun
begitu Ivea dan Kay masih dalam posisi ini dan tidak ada
satupun dari keduanya yang ingin bergerak. Ivea semakin
gugup, dirinya sangat menyukai Kay semenjak malam itu
dan sekarang orang yang sangat di sukainya sedang berada
di hadapanya. Bagaimana dengan perasaan Kay padanya"
Apakah Kay benar-benar tidak merasakan apa-apa" Atau
Kay sebenarnya juga seperti dirinya saat ini, kerepotan
mengatur debaran jantungnya" Ivea sangat gugup karena
Kay sendiri sama sekali tidak berinisiatif untuk bergerak.
Bagaimana caranya agar Kay tau bahwa Ivea
menyukainya" Ivea teringat pada cerita Chastine tempo hari, Kay
selalu mendapatkan pernyataan cinta, lalu apakah untuk
bisa lebih sering bersamanya Ivea harus bertindak Agresif".
Entah kenapa Ivea tiba-tiba saja terpengaruh, dan nekat
mendekatkan wajahnya kepada wajah Kay yang membuat
bibir mereka bersentuhan. Tapi Kay segera menjauhkan
wajahnya dari wajah Ivea dan membuat gadis itu
tertunduk malu. Ia benar-benar melakukanya tanpa sadar.
Mengapa Ivea menjadi sangat berani seperti ini"
"Anu, maaf! Aku....tiba-tiba saja,...Maafkan aku!"
Ivea masih berbisik meskipun ia tau sekarang sudah tidak
ada siapa-siapa selain mereka berdua. Ia benar-benar
menyesali keberanianya yang tiba-tiba saja datang tanpa di
duga. Bagaimana bila Kay tidak suka dengan perbuatanya
ini" Mata Ivea berkaca-kaca menahan kekecewaan kepada
diri sendiri, wajahnya mungkin sudah sangat merah
sekarang. Ivea memegang pipinya yang panas dan
memejamkan matanya, ia harap Kay segera menghilang
ketika Ivea membuka mata.
Tapi tiba-tiba saja dalam waktu singkat Ivea sudah
menyadari bahwa bibirnya dan bibir Kay saling
berpangutan lembut. Tubuhnya sekarang benar-benar
berada dalam dekapan Kay dan sangat rapat, sama seperti
rangkulan yang dirasakanya saat sesi pemotretan gaun
pengantin pada hari itu. Kay!. Hanya itu kata yang bergema di hati Ivea saat
ini. Tubuhnya bergetar hebat.
*** Kaki-kaki Ivea melemah, sebelah tanganya mencoba
mempertahankan dirinya dalam posisi berdiri dengan
bertumpu ke dinding. Ia gugup saat melangkahkan kaki
memasuki Chinamons dan akan bertemu dengan Kay
setelah kejadian tadi. Diam-diam Ivea berharap Kay tidak
melihatnya, atau Kay sedang pergi entah kemana dan tidak
kembali ke butiknya pada hari ini.
Bermacam rasa sudah mengaduk-aduk batin Ivea.
Malu, Bahagia, heran, semuanya bercampur. Apakah Kay
juga menyukainya" Jika tidak mengapa Kay melakukan hal
seperti itu tadi. Ia masih mengingat pandangan Kay
padanya setelah kejadian itu, juga senyumanya dan
semuanya. Bahkan bayangan punggung Kay ketika lakilaki itu meninggalkanya.
Chinamons benar-benar sepi, Ivea melihat jam
tanganya dan segera maklum karena ini jam istirahat
sebelum Galeri di buka kembali sejam kemudian. Pintu
ruang kerja Kay ada disana. Ivea melangkah perlahan
karena ingin tau apakah Kay ada disana" Atau bila Kay
ada, apa yang sedang dilakukanya" Apakah Kay juga
merasa gugup seperti yang dirasakanya saat ini"
"Kamu serius?" Ivea mendengar suara seseorang
didalam ruangan Kay. Suara Bian yang merupakan sahabat
dekat Kay. "Aku menciumnya karena simpati" Suara Kay juga
terdengar. Mencium karena simpati" Siapa yang mereka
bicarakan" Ivea" Dada Ivea tiba-tiba saja sesak. "Lalu aku
harus bagaimana" Dia sudah terlalu menunjukkan
perasaanya padaku, melihat wajahnya yang seperti itu, dia
pasti sangat malu saat itu" Kay menyambung ucapanya.
"Kay. Bukankah kau malah semakin memberikan
harapan kepadanya?" "Aku tau, aku juga menyesali semua perbuatan
nakalku padanya. Tapi aku juga kasihan bila harus
menolaknya terang-terangan pada saat itu. Mungkin
setelah ini aku akan memintanya melupakan kejadian itu"
"Sebenarnya siapa wanita itu, kapan kejadianya?"
"Tadi siang, soal siapa dia kau tidak perlu tau!
Sekarang ayo kita makan."
"Tunggu, aku beres-beres dulu!"
Dan Ivea merasa tidak ada lagi yang perlu di dengar.
Sesak didadanya berubah menjadi nyeri yang sangat
mengiris. Ivea menyembunyikan diri di ruang ganti dan
berusaha menarik nafas dalam-dalam agar udara bisa
masuk keparu-parunya setelah bunyi mobil Kay menjauh.
Tapi menarik nafas seperti itu malah membuat dadanya
semakin sesak. Ivea menangis dan terus begitu untuk
beberapa lama. Ia baru berhenti begitu mendengar
beberapa orang masuk kedalam galeri. Seorang
diantaranya membuka pintu ruang ganti yang memang
tidak terkunci dan menemukan Ivea disana. Tara tiba-tiba
saja memeluknya seolah-olah dia mengetahui masalahnya
dan ingin mengatakan pada Ivea, tidak apa-apa. Tidak
usah di fikirkan. "Kau kenapa" Kau punya masalah di Kampus?" Tara
membelai punggungnya. Ivea mengangkat wajahnya dan menggeleng pelan,
sebisa mungkin ia memaksakan seulas senyum untuk
menenangkan hati Tara yang mungkin sekarang sedang
mengkhawatirkanya. "Aku mau kekamar mandi". Katanya
dengan suara parau. Ivea beridiri dan melangkahkan kaki
menuju kamar madi. Ia termenung Disana untuk beberapa
waktu. Ivea bisa melihat matanya yang agak memerah. Ia
membasuh mukanya dengan air dari keran westafel dan
memakai bedak, sebisa mungkin ia menyembunyikan
matanya yang bengkak. "Eve, kau sedang apa di dalam?" Suara Tara terdengar
lagi. "Kau di minta menemui Kay di ruanganya!"
Sri Maharaja Ke Delapan 2 Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Genta Perebutan Kekuasaan 2
Forgotten Eve Phoebe E-book ini dilindungi oleh :
Undang-undang Informasi dan Transaksi elektronik (UU ITE) No.07 Thn 2008
Setiap tindakan pelanggaran sesuai dengan UU ITE Akan di tindak
Sesuai dengan hukum yang berlaku
Pengantar dari Penulis Dear reader... Perlu di akui cerita ini asalnya juga dari fan fiction. Karena
sebagai penggemar Korea, Jepang dan sekitarnya, Ide-ide cerita
tidak akan bisa timbul sama sekali dalam otak saya ini jika tidak
membayangkan Artis idola sebagai pemeran beberapa karakter
tokoh. tapi sengaja banget gak ngebuat nama artisnya langsung
biar pada punya daya khayal masing2. Soalnya saya sedang
mendukung program pemerintah untuk meningkatkan budaya
khayal sejak dini...khehe...khe...kkhe...!!! Ini adalah cerita
pertama saya yang sifatnya agak 'nakal' sedikit. Gara-gara saya
adalah seorang pencinta komik dan juga suka baca Shoujo. Tapi
saya harap 'nakal' yang dimaksud tidak akan keterlaluanketerlaluan banget
sehingga membuat cerita ini jadi agak terkesan
porno aksi. Saya sendiri waktu mengarang-ngarang membayangkan
tokoh-tokohnya berganti-ganti. Tokoh Kay yang paling sering
ketuker. Awalnya sempat ngebayangin Kay adalah Jang Geun
seok, lalu berubah jadi Kim Jae Wook gara-gara Kay punya darah
Jepang campur Paris. Tapi pada Akhirnya keputusan di tetapkan
pada No Min Woo yang punya wajah agak Europe + Jepang. Jadi
No Min Woo disini digambarkan sebagai desainer yang dulunya
mantan model dan agak play boy..(heheh) jadi jangan heran kalau
belakangan, semakin di baca, sikap Kay ini terus berganti-ganti
secara berkesinambungan. Trus tokoh Ivea, sempat kepikiran Jesica SNSD. Tapi gak
memenuhi syarat sebagai Ivea sih dia. Jadi Ivea tiba2 'malih rupo'
menjadi Kim Tae Hee dalam khayalan saya. Soalnya Atitude Kim
Tae Hee Kayaknya cocok banget sama Ivea yang casual, dan bisa
berubah 180 derajat pangkat tiga setelah make over. Trus Ivea ini
kan kadang-kadang manis, kadang-kadang pendiem, kadangkadang juga centil dan
agresif. Pokoknya sikapnya kadangkadang banget deh. Ivea juga digambarkan
sebagai cewek yang ga begitu cantik tapi gak bosen di pandang. Kim Tae Hee cocok
untuk mendapatkan peran ini.
Untuk tokoh Nathan, saya gak bingung-bingung amat.
Soalnya Nathan ini digambarkan sebagai cowok yang cool. Tapi
juga sosok yang tastefull dan cara mencintainya unik, khe -
khe - khe ...jadi entah mengapa Saya membayangkan
Kashiwabara Takashi sebagai Nathan disini. Abis belum nemu
artis korea yang cocok ! Tokoh Tara saya buat sebagai seorang wanita yang selalu
jadi tempat curhat sana sini, sikap 'panikan' dan suka mikir yang
enggak-enggaknya sih terinspirasi dari diri sendiri. Jadi pemilik
caf? juga khayalan saya sendiri. Pokoknya waktu nulis saya
menempatkan posisi saya pada diri Tara. Tapi setelah di baca,
sosok Tara berubah jadi Sung Yu Ri yang cantik dan tegas
dengan mulutnya yang agak pedas. Pokoknya sukkaaa deh sama
sung Yu Ri. (Dengan kata lain penulis menghayalkan dirinya
adalah Sung Yu Ri-red) Yang terakhir adalah Bian. Bayangin susahnya nyari sosok
wanita muda yang merupakan pemilik majalah SmiloQueen yang
selalu cantik meskipun dandananya agak Lebay. Akhirnya Bian
adalah satu-satunya tokoh yang saya buat tanpa mengkhayalkan
dirinya sebagai siapa-siapa. Bianca Karta sudah jadi diri sendiri
dalam cerita ini dan jadi tokoh paling pavorit bagi saya secara
personal. Kenapa" Karena Bian adalah satu-satunya tokoh yang
tidak pernah bersedih dan punya perasaan paling netral di cerita
ini. Bian adalah tokoh yang paling menikmati hidupnya.dalam
berbagai keadaan. Jadi, melalui cerita kali ini saya harap bisa mendapat respon
yang manis pada teman-teman semua. Bila ada kesan, pesan,
kritik dan saran, silahkan hubungi penulis di e-mail;
HatanoKenji@rocketmail.com atau Twitter @Phoebeyeppo .
Selamat berkhayal Indonesia^_^.
Salam Penulis Prolog Keramaian merebak menghangatkan satu sisi kota
Tokyo yang sedang di jatuhi Kristal-kristal salju yang
indah. Gedung yang sederhana itu adalah sebuah Hotel
yang disulap menjadi rumah bunga yang di penuhi dengan
Lily berwarna putih seolah-olah membuat buket bunga
yang berada di tanganya menjadi sangat kecil dan tidak
berarti.Tamu-tamu semakin banyak yang berdatangan.
Tidak sedikit di antaranya di kenal sebagai orang-orang
berpengaruh di dunia mode. Semuanya berpenampilan
Khusus untuk hari ini. "Selamat ya, Big Bro!" gumam seorang gadis Jepang
dengan rambut sebahunya kepada seseorang yang berdiri
di altar. Orang itu menyambut ucapan manis dari gadis itu
dengan senyuman mengembang. Ia sedang berdiri menanti
wanita tercantik, Ratu untuk hari ini datang kepadanya
yang akan segera mengucapkan janji setia selamanya dan
akan saling menemani, dan saling mengisi hingga
penghujung usia bersama-sama.
Pesta pernikahan ini bukan miliknya.
Tapi dia juga ikut berbahagia karena orang yang
pernah punya arti penting dalam hidupnya akan
berbahagia. Semoga saja begitu...
1 Valentine's Bridal Fair. Tiga hari belakangan ini sudah benar-benar menjadi
hari yang sangat melelahkan bagi Ivea. Pekerjaan ini sudah
membuatnya tidak kembali ke rumah sama sekali.
Untungnya Chastine bisa mengerti dan selalu datang
membawakanya makanan pada jam-jam istirahat. Tapi di
Bridal Fair kali ini, Ivea dan beberapa teman lainya sama
sekali tidak memiliki waktu istirahat yang pasti. Bahkan
Tara yang merupakan tangan kanan atasan sempat pingsan
pada hari kedua dan tidak bisa datang membantu hari ini.
Sebuah Hotel besar di kota ini dengan semangat
mengadakan Bridal Fair pada hari valentine, dimana dalam
tiga hari ini Aula hotel sudah berisi beragam busana
pengantin dari banyak perancang terkenal. Februari benarbenar sukses menegakkan
imej-nya sebagai bulan penuh
cinta. "Eve, tolong bantu aku!" Suara yang lembut itu
memaksa Ivea menoleh ke arahnya. Seorang laki-laki
dengan pakaian kasualnya tampak sibuk melayani
beberapa orang disebelah Kebaya biru buatanya. Dia selalu
memanggil Ivea dengan panggilan Eve sejak pertama kali
bertemu, dan dalam waktu singkat Ivea lebih di kenal
dengan panggilan itu di bandingkan dengan nama aslinya
yang ada di KTP. Pria itu adalah Bos Ivea. Keith Lavoie Fujisawa. Atau
lebih di kenal sebagai Kay, seorang desainer asal Paris yang
karyanya cukup di kenal di Negara ini sebagai pemilik
Chinamons Gallery dimana Ivea bekerja. Pria yang selalu
berbicara dengan suara lembut dan sangat bersahabat itu
kelihatan sangat kelelahan, karena Kay juga tidak kalah
sibuk dengan karyawanya yang lain. Tara bilang kalau Kay
sudah tinggal di Indonesia selama hampir lima tahun dan
dalam lima tahun ini namanya benar-benar mendapatkan
sambutan yang bagus dalam dunia mode.
"Ya" Apa yang bisa ku bantu?" Tanya Ivea setelah dia
dan Kay berada dalam jarak yang cukup dekat.
"Kau bisa bantu aku angkat ini ke mobil" Hari ini kita
akan pulang lebih cepat."
"Baiklah!" "O, ya! Jangan lupa panggilkan Nathan kesini. Aku
sangat butuh tenaganya!"
Ivea berhenti bergerak. Nathan" Setiap kali nama
Nathan di sebut, Jantungnya tiba-tiba saja berpacu lebih
cepat dari biasanya. Nathan adalah karyawan Kay juga.
Seorang Foto Grafer yang mengurusi foto-foto Prewedding
bila itu di butuhkan. Tapi kenyataanya, hasil jepretan
Nathan memang selalu menarik minat banyak pasangan
sehingga Nathan akan sangat sibuk bila musim pernikahan
tiba. "Kenapa?" Suara Kay mengagetkan Ivea. Laki-laki
Paris dengan wajah dominan Asia itu mengangkat sebelah
alisnya yang tebal dan tajam seperti pedang. "Kau masih
gugup kalau bertemu denganya?"
"Kau menggodaku?"
Kay tersenyum. "Sudah sewajarnya anak seusiamu
menyukai laki-laki, lalu kenapa harus takut?"
Ivea menggeleng. "Aku tidak takut. Nanti aku
panggilkan." Katanya sambil berbalik dan memegang
dadanya berharap bisa menenangkan jantungnya. Dimana
Natahan" Mata Ivea berkeliling aula mencari dimana lakilaki itu berada, Dia
disana. Nathan berbicara dengan
beberapa orang yang tidak Ivea kenal.
"Eve, "Panggil Kay." Kau tidak usah melakukan itu.
Biar aku menelponnya saja!"
*** Ivea termangu di depan gerbang hotel. Ternyata di
luar sedang hujan dan sekarang ia sendirian. Kay sudah
bolak-balik beberapa kali mengangkut barang-barangnya
bersama Nathan ke galeri. Sedangkan dirinya harus
kebingungan untuk pulang dalam keadaan hujan seperti
ini. Malam hari begini seharusnya dia sudah berada di
kamarnya dan berbincang-bincang dengan Chastine seperti
saat-saat sebelum Bridal Fair di mulai. Tapi bagaimana dia
bisa pulang jika hujan kelihatanya sama sekali tidak
memberikan cela untuk sekedar mencari taksi.
"Kau masih disini?"
Ivea tiba-tiba tercekat. Suara yang sangat di kenalnya
bertanya dalam jarak yang sangat dekat denganya. Suara
Nathan. Ivea menoleh ke samping dan melihat Nathan
yang sedang memandangnya sambil merapatkan Jaketnya.
Sedang apa Nathan disini" Bukankah tadi dia sudah
kembali ke galeri bersama Kay"
"Jawab pertanyaanku!" Suara Nathan terdengar lebih
jelas di antara derai hujan yang mengguyur kota ini.
"Ya, Aku harus menunggu hujan reda untuk pulang!"
Jawabnya. "Kau sendiri bukannya sudah pulang bersama
Kay?" Nathan menggeleng. "Kay memintaku mengawasimu
sampai dia kembali lagi dan menjemput kita."
Ivea mengangguk mengerti. Kemudian hanya tertingal
bunyi hujan saja. Baik dirinya maupun Nathan sama sekali
tidak bicara satu sama lain. Nathan membuatnya membeku
dan tidak tau harus berkata apa. Ivea dan Nathan memang
sangat jarang bertegur sapa. Dia hanya akan mendengar
suara Nathan saat laki-laki itu memarahinya karena
mengganggu pekerjaanya. Padahal di Galeri hanya ada dua
orang laki-laki, tapi dia hanya bisa merasakan keberadaan
Nathan dengan lebih jelas karena dimatanya hanya ada
Nathan dan Nathan. Meskipun Ivea dan Kay sering
bersama, Ivea tetap tidak bisa memalingkan kepalanya dari
Nathan. Ivea menggosok-gosokkan kedua telapak
tanganya. Hujan yang sangat lebat di malam hari bisa
membuatnya masuk angin dan diserang flu.
"Kau kedinginan?"
Suara Nathan memecahkan lamunan Ivea dan dirinya
hanya bisa menggeleng lalu menjawab kalau ini sudah
biasa terjadi. Kehujanan memang bukan sekali dua kali
terjadi pada dirinya, untuk hidup di dalam negara dengan
cuaca yang tidak menentu, Ivea harus siap pulang dalam
keadaan basah sewaktu-waktu. Sedia payung sebelum
hujan bukan kebiasaan yang menyenangkan bagi Ivea, dia
sama sekali tidak suka membawa barang-barang yang
memberatkan geraknya. Bekerja pada Kay yang sibuk dan
cukup cerewet membuatnya harus merasa cukup hanya
dengan membawa dompet di saku jaketnya.
"Mau mendengarkan ini?" Nathan menyodorkan
sebuah I-pod berwarna Silver kepada Ivea. I-pod itu sudah
menyala dan salah satu dari sepasang Handsetnya berada
di telinga Nathan. Nathan melepas handset itu dan
memberikanya kepada Ivea. "Ini punya Kay. Aku
sebenarnya tidak suka mendengarkan musik-musik seperti
ini, hanya akan membuatku mengantuk. Tapi Kay bilang
mendengarkanya bisa membuatmu merasa hangat. Kau
coba saja. Mungkin cocok untuk mu!"
"Terima kasih!" Ivea lalu mengambil alih I-pod dan
Handsetnya. Bunyi derai hujan yang keras dan lantang
seketika berganti dengan alunan piano yang mendayu
serasi. Ivea menatap judul track di layar I-pod, Dieu tristesse
- Chopin. Sebuah alunan musik Instrumental yang hangat
dan romantis, sangat manis. Perasaanya semakin melayang
terlebih saat beberapa kali Ivea dan Nathan beradu
pandang. Sebenarnya apa yang ada dalam fikiran Nathan
sekarang" Apakah Nathan juga menyukainya"
Jangan Ge-er dong Eve! Nanti kamu kecewa!. Bisik hati
Ivea. Ia memejamkan matanya dan menggelengkan
kepalanya keras. Selama ini Nathan selalu bersikap baik
padanya. Tapi bukan berarti Nathan juga menyukainya.
Ivea tidak mau kecewa. *** "Bukankah kau bilang, mau jadi desainer sepertiku"
Jadi ku bawakan formulirnya!" Kay menyodorkan secarik
kertas kepada Ivea, sebuah formulir kampus swasta
terkemuka yang baru membuka pendaftaran.
Ivea memang pernah mengatakan tentang ketertarikanya pada dunia yang sudah memberikanya
uang yang cukup untuknya seperti sekarang. Terlebih
setelah beberapa kali Kay mengajarinya mendesain pakaian
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan memuji Ivea sebagai anak yang berbakat. Ivea juga
terkenang dengan alasan kedatanganya kekota ini adalah
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi.
Tapi uang untuk itu sama sekali belum terkumpul.
"Lalu dengan apa aku membayarnya?" Tanya Ivea
sambil memandang Kay yang duduk dengan tenang di sofa
ruang kerjanya. "Aku sudah membayarnya, kau tinggal isi formulir
itu, dan berusahalah untuk lulus, selanjutnya nanti saja kita
fikirkan!" Ivea memandangi formulir itu sekali lagi. Ia sangat
ingin kuliah. Ivea ingin merubah dirinya dari seorang yang
sederhana menjadi seorang gadis berbakat yang di akui
banyak orang selain Kay. Tapi walau bagaimanapun,
berhutang tetap bukanlah sesuatu yang di sukainya. Kay
selalu berbaik hati meskipun mereka berdua sering kali
berdebat, Tapi kebaikan yang kali ini sangat sulit untuk ia
terima. Bagaimana kalau dirinya lulus saringan"
"Eve, coba saja dulu."
Ivea menggigit bibirnya sambil memperhatikan kertas
itu sekali lagi. Apa salahnya dicoba" Bila keberuntungan
itu berpihak kepadanya nanti Ivea bisa memutuskan akan
mengambilnya atau tidak. Tapi seandainya dia lulus, pasti
sangat sayang kalau tidak di manfaatkan. Di zaman
sekarang ini, untuk masuk kuliah sudah semakin sulit,
standar pendidikan semakin tinggi.
"Kalau begitu bagaimana kalau ku beri pekerjaan?"
Tanya Kay. "Pekerjaan?" "Kau cukup membantuku menyelesaikan sepasang
baju pengantin yang deadline akhir minggu ini. Jadi aku
tidak perlu merepotkan Tara yang juga sedang sibuk di
caf?nya dan Kau akan ku beri 20% dari keuntungan.
Bagaimana" Kau tidak perlu takut berhutang padaku!"
*** Sepatu Kets buluk ini sudah menemaninya selama
hampir tiga tahun. Ivea kini berjalan sambil memandangi
langkah-langkahnya yang di bungkus sepatu berwarna
putih itu. Selama sekolah, sepatu itu selalu menemaninya
malakukan segala aktivitas dan begitu juga setelah Ivea
lulus dan bekerja kepada Kay. Membantu mengurusi gaun
pernikahan memang bukan pekerjaan yang selama ini
selalu di bebankan kepadanya. Pekerjaan seperti itu hanya
untuk Tara dan Chastine sebelum akhirnya Chastine
pindah dan bekerja di tempat lain. Dan kali ini Ivea
medapatkan kesempatanya, Setelah ini Ivea tidak harus
menemani pelanggan Fitting dan tidak lagi harus
membuatkan minum. Meskipun nantinya Kay hanya akan
menyuruhnya memasang renda atau manik-manik,
semuanya cukup untuk membuatnya senang dan ia akan
berusaha sebaik mungkin. Sekarang yang harus di
lakukanya adalah mengisi formulir dan mengembalikanya
kepada Kay. Ivea sebenarnya masih ragu, kuliah akan membuatnya
jarang melihat wajah Nathan. Nathan hanya ada pada pagi
hari, hingga siang sebelum jam makan siang tiba. Semakin
meninggi hari Nathan akan menghilang dan baru akan
datang bila dia benar-benar sibuk dan itu belum tentu
terjadi sebulan sekali. Di Galeri, yang paling santai bekerja
adalah Nathan. Lalu bagaimana bila Ivea merindukanya
nanti" Ivea menghembuskan nafasnya keras-keras. Tapi
secara tidak sengaja matanya menangkap Nathan yang
keluar dari dalam mobil di temani seorang wanita dan
kelihatanya mereka sangat dekat. Keduanya berjalan
mendekati Ivea. Tidak, keduanya berjalan mendekati pintu
masuk galeri dimana Ivea berdiri.
"Kau mau pergi?" suara Nathan menyapanya.
Akhirnya Ivea mendengarkan suaranya juga meskipun
tadi malam keduanya sempat ngobrol di depan Hotel
setelah Bridal Fair berakhir. Tapi hati Ivea tidak bisa lega
terlebih saat melihat wanita yang bersama Nathan juga
tersenyum kepadaanya. Suara Ivea tidak mampu keluar, ia
hanya bisa mengangguk untuk menjawab pertanyaan
Nathan barusan. "Kalau begitu aku pergi dulu! Take Care ya!" Kata
wanita itu lembut kepada Nathan.
Ivea hanya bisa mengigit bibirnya untuk membendung
perasaan cemburu saat wanita itu dan Nathan berpelukan
mesra di depanya. Jantungnya hampir melompat keluar
jika saja Ivea tidak memegangi dadanya. Sebisa mungkin
Ivea membalas senyum wanita itu sebelum akhirnya ia
kembali ke pinggir jalan dan pergi menjauh dengan
mobilnya. "Kau mau kemana?" Nathan berbicara lagi padanya.
"Umm...membeli kopi dan Wafle untuk Kay." Jawab
Ivea. "Ngomong-ngomong wanita itu siapa?"
"Dia" Nanti akan ku ceritakan. Mau ku temani?"
"Dia saudara perempuanmu atau sepupu?"
Nathan tertawa kecil, ia kelihatan sangat bahagia.
"Apa kami berdua kelihatanya mirip" Kata orang kalau
mirip itu jodoh. Iya kan?"
"Dia pacarmu?" "Ehm.." Nathan mendehem keras. "Kenapa kau
penasaran sekali terhadapnya" Kau tidak sedang cemburu
kan?" Apa" Ivea terperangah mendengar ucapan Nathan.
Ucapan yang sangat mengena, dan hari ini kedengaranya
Nathan sedikit lebih cerewet daripada biasanya. Apa
karena Nathan sedang bahagia" Ya, kelihatanya Nathan
yang di lihat Ivea hari ini adalah orang yang berbeda.
"Kau cemburu?" Ivea menggeleng kuat. "Tidak, bagaimana mungkin
aku...aku cuma... Maaf kalau terlalu ikut campur dengan
urusanmu!" "Eve!" Nathan menarik lenganya saat Ivea hendak
melarikan diri. Sekarang Ivea hanya bisa terdiam sambil
memandang Nathan yang juga memandangnya. "Aku tau
kau tidak mungkin cemburu. Lagi pula kau tidak boleh
cemburu padaku. Aku tidak mungkin menyukaimu lebih
dari seorang teman!"
Dia tersenyum. Nathan bahkan sudah menolak
sebelum Ivea menyatakan cintanya. Apa yang harus di
lakukanya" Ia sangat ingin menangis dan menjauh. Tapi
bila itu dilakukanya sekarang di hadapan Nathan, ia hanya
akan semakin mempermalukan dirinya.
"Eve! Syukurlah kau belum pergi. Ada telpon dari
Chastine!" Kay tiba-tiba menyapaya.
Ivea menghela nafas. Ia merasa telah di selamatkan.
*** "Benarkah" Kejam sekali, kenapa dia tidak bisa
menghargai perasaanmu sedikit saja. Kenapa langsung to
the point begitu!" Chastine menggerutu. Ia sangat bingung
setiap kali melihat wajah sedih Ivea yang sudah di
anggapnya seperti adiknya sendiri. "Sudalah Eve, menjauh
saja! Aku tiba-tiba saja tidak menyukainya!"
Ivea menyeka air matanya. Mungkin selama ini
dirinya memang sudah sangat mengganggu bagi Nathan
sehingga Nathan bisa berkata seperti tadi. Dirinya dan
wanita itu memang berbeda. Ivea hanya seorang gadis
biasa dengan penampilan standar seperti orang
kebanyakan. Kaos oblong dan celana Jeans sudah menjadi
citra tersendiri baginya. Dan wanita itu" Cantik. Seperti
model. "Kalau begitu kau pulang saja dulu!" Kay yang dari
tadi hanya menyimak tiba-tiba ikut bicara. "Istirahatlah.
Kau jangan khawatir, Kami pasti bisa membantumu
melupakan perasaanmu kepadanya."
"Lalu apa aku harus menghindarinya" Bukanya malah
akan semakin kelihatan?"
"Kau tidak perlu menghindarinya aku yang akan
kalian benar-benar saling menjauh. Makanya kubilang, Kau
kuliah saja. Setidaknya itu bisa membuatmu punya
kesibukan yang jauh dari Nathan"
Ivea dapat merasakan tepukan telapak tangan Kay di
bahunya. Ia merasa beruntung masih punya Kay dan
Chastine untuk menemaninya di saat-saat seperti ini.
Ingatanya tanpa bisa di cegah kembali kepada kejadian di
depan tadi, saat Nathan menarik lenganya dengan
pandangan yang tidak bisa di mengerti.
"Aku tidak mungkin menyukaimu lebih dari seorang
teman!" Kata-kata yang sangat menyakitkan untuk Ivea, katakata terkejam yang pernah Ivea
dengar seumur hidupnya. Ivea memang bukan orang yang bisa dengan mudah
menyembunyikan perasaanya. Kay selalu bilang kalau
wajahnya seperti cermin dari hatinya, dia akan mudah
kelihatan bila sedang menyimpan sesuatu. Wajahnya
dengan mudah memperlihatkan perasaan sedih, kecewa,
senang, terkejut, dan juga perasaan takut.
"Bagaimana Eve" Kau ikut aku?" Tanya Chastine.
Gadis itu berdiri dari sofa tempatnya duduk. Jam
istirahatnya sebentar lagi habis.
"Kau harus kembali ke kantormu kan" Biar Eve
bersamaku saja disini setelah Nathan pulang dia akan ku
antar pulang!" Kata Kay.
Chastine memandang Ivea lekat-lekat kemudian sebisa
mungkin memberikan senyum sebelum akhirnya ia pergi.
Sekarang yang tersisa hanya Ivea yang tertunduk lelah
dengan Kay yang masih memandanginya.
"Bagaimana ini" Bagaimana aku bisa bertemu
denganya?" Ivea berbisik.
"Kau harus belajar menyembunyikan perasaanmu. Hal
yang seperti ini bisa sangat merugikan. Kalau begitu kau
libur saja sampai selesai tes. Aku akan bilang kepada
mereka kalau kau belajar dengan giat untuk masuk
universitas. Bagaimana?"
"Lalu bagaimana dengan gaun yang di deadline akhir
minggu ini?" "Aku bisa mengerjakanya sendiri! Kau hanya perlu
memikirkan bagaimana caranya kau bisa lulus tes dan
kembali menata perasaanmu. Sudah ku bilang kan" Kau
tidak perlu menjauh dari Nathan, aku yang akan
melakukanya!" Ivea menatap Kay semakin dalam. Laki-laki ini benarbenar sudah bersikap sangat
baik dan tanpa cela. Wajahnya
yang terkesan 'cantik' itu selalu bisa menenangkan hati
siapa saja yang ada di dekatnya. Begitu juga dengan hati
Ivea saat ini. Nathan sepertinya memang tidak bisa
menerima Ivea sejak awal, seharusnya Ivea sadar. Kay juga
sudah mengatakan hal itu kepadanya berkali-kali. Tapi
kenapa dirinya masih tidak mau dengar"
"Wanita itu sebenarnya punya hubungan apa
denganya?" "Kau masih mau memikirkan hal seperti itu?" Kay
kemudian mendecakkan lidahnya. Keningnya terlihat
semakin berkerut. "Aliya, namanya Aliya. Nathan dan dia
dulunya memang punya hubungan, tapi belakangan
mereka berteman baik. Tapi perlu kau tau kalau Nathan
masih menyimpan nama Aliya baik-baik di dalam hati,
bukankah sudah ku ingatkan dulu kalau jangan terlalu
berharap?" *** 2 Ruangan ini sepi sejak satu jam yang lalu, beberapa
lampu sudah tidak menyala lagi, tidak ada suara apapun
yang bergemerisik, tidak ada bunyi-bunyian gaduh yang
selalu terjadi di pagi hari. Caf? ini sudah tutup dan hanya
tinggal Nathan dan Tara disini. Sebagai pemilik, Tara
sedang sibuk menghitung untung penjualanya selama
seminggu di hadapan Nathan tanpa suara.
Pikiran Nathan melayang jauh meninggalkan raganya.
Sebenarnya tidak ada sedikitpun terbersit maksud buruk
dalam kata-katanya tadi pagi pada Ivea, tapi wajah terkejut
Ivea sudah membenarkan prasangkanya selama ini bahwa
Ivea sedang menyimpan sebuah perasaan khusus
untuknya. Seandainya tidak ada Aliya, Nathan pasti sudah
menyambut perasaan Ivea dengan tangan terbuka. Tidak
bisa di pungkiri, Nathan juga menyukai Ivea sejak ia sadar
kalau Ivea selalu memperhatikanya. Sejak Ivea selalu
menyapanya setiap kali dia datang, dan sejak Ivea selalu
memandanginya saat ia bekerja.
Aku tidak mungkin menyukaimu lebih dari seorang teman.
Mau tidak mau Nathan memang harus bersikap
seperti itu, dia memang seharusnya menyukai Ivea sebatas
teman dan tidak boleh lebih. Sejak lama hatinya sudah di
genggam oleh Aliya dan ia sama sekali belum bisa
melepaskan diri, Untuk saat ini meskipun dirinya dan
Aliya hanya bersahabat Nathan masih tidak bisa
melepaskan diri begitu saja. Nathan masih mencintai Aliya.
Tapi bagaimana bisa perasaanya sekarang terbagi dua
dalam porsi yang sama besarnya"
"Kita pulang sekarang?" Suara tegas milik Tara
mengembalikan Nathan kedunia nyata. Wanita itu
sekarang sedang memandangnya dengan pandangan heran
sambil menyilangkan kedua tanganya di depan dada. "Kau
kenapa lagi?" Nathan Menggeleng. "Kau memikirkan sesuatu" Tidak ingin cerita?"
"Tidak perlu. Masih bisa di atasi sendiri kok, Mbak!
Sekarang kita pulang saja. Aku mau istirahat cepat-cepat.
Antar aku sampai rumah ya?"
*** "Kenapa masih datang" Kan sudah di bilang tidak
usah datang!" Kay menggerutu begitu melihat wajah Ivea
di depan pintu galerinya. Masih terlalu pagi, bahkan Kay
sendiri sama sekali belum mandi. Ia baru bangun tidur saat
ponselnya berbunyi dan terkejut saat membaca pesan dari
Ivea yang sudah berada di depan galerinya.
Kay benar-benar tidak menyangka kalau Ivea akan
datang ke galeri hari ini. Padahal baru kemarin Kay
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat gadis ini beruraian air mata. Bukankah dia sedang
kecewa pada Nathan" Tapi hari ini Ivea sudah terlihat
seperti biasa seolah-olah tidak ada masalah apa-apa yang
terjadi kemarin. "Aku mau bekerja. Memangnya salah?"
Kay memegangi kepalanya. Tentu saja tidak. Sama
sekali tidak ada yang salah dengan semangat bekerja Ivea
kali ini. Tapi melihat Ivea yang menangis kemarin
mengingatkan Kay pada adiknya. Tidak ada seorang
kakakpun yang suka melihat adiknya menangis kan" Tidak
ada orang lain yang boleh membuat Ivea menangis selain
Kay sendiri. "Sudahlah. Masuk! Tapi aku tidak mau melihat wajah
mendung atau air mata lagi. Ok!"
Ivea mengangguk dan tersenyum. Kali ini apapun
yang terjadi, Kay akan berusaha untuk tidak mau tau.
Dengan rasa ngantuk yang masih menggayutinya Kay
berusaha naik kembali kekamarnya dan bersiap untuk
mandi. Pagi ini Kay sudah menguap beberapa kali karena
semalaman dirinya benar-benar lembur untuk menyelesaikan pekerjaanya. Targetnya, Kay menyelesaikan
pekerjaanya sebelum akhir minggu agar dia punya lebih
banyak waktu isirahat. Ponselnya berdering nyaring di atas
tempat tidur. Dengan malas Kay meraihnya dan menekan
tobol terima, dari ibunya di Tokyo.
"Allo, Mom?" katanya. "Tentu saja aku akan kesana
setelah semuanya beres. Mungkin setelah akhir minggu
ini......tapi aku tidak bisa lama ya"....Baiklah...ya! love you
too!" Kay menutup telponya. Telpon yang mengingatkan
kalau Kay seharusnya mengunjungi ibunya di Tokyo
minggu depan, peringatan kematian ayahnya akan segera
tiba dan Kay tidak ingin membiarkan ibunya pergi ke
makam sendirian. Tapi bagaimana dengan Ivea" Siapa
yang akan menjauhkanya dari Nathan" Bagaimana bila
selama dirinya berada di Tokyo Ivea menangis karena
Nathan" Kay menggeleng. Bagaimana bisa ia berfikir
sepanik itu padahal ia sudah melihat sendiri kalau gadis itu
sudah baik-baik saja. Kay mengambil handuknya dan masuk kekamar
mandi. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuknya
bersiap-siap dan turun kelantai bawah. Setidaknya
beredam di bathub selama itu membuat Kay tidak
merasakan kantuk lagi sama sekali. Tahap demi tahap anak
tangga di tapakinya dengan hati-hati hingga tiba-tiba
langkahnya terhenti saat melihat Ivea terjatuh karena
tersandung sesuatu. Kay berusaha menahan tawanya, Ivea
selalu begitu dan sejauh ini Kay selalu bersikap sama,
menertawainya sepuas mungkin dengan suara keras. Tapi
kali ini Kay tidak jadi tertawa saat melihat Nathan
berusaha menolong Ivea. Setangkas mungkin Kay berusaha
menuruni tangga dalam tempo kilat dan menepis tangan
Nathan yang hendak memapah Ivea untuk berdiri.
"Kau ini kenapa" Kan sudah ku bilang tidak usah
bekerja!" Kay membantu Ivea berdiri sambil meggerutu.
Kepala Ivea memar, pasti karena membentur lantai.
"Aku sepertinya tersandung kabel lampu." Jawab Ivea
sambil menggosok keningnya dengan tangan kiri dan
tangan kananya menunjuk kabel lampu yang seringkali
Nathan gunakan untuk lighting saat pemotretan di dalam
galeri. Kay melihat kearah yang di tunjuk Ivea, tapi
kemudian matanya menatap Nathan yang masih
mematung memandangi mereka tanpa berkata apa-apa.
Anak ini kenapa" Kay membatin. "Ayo keruanganku saja!"
Katanya sambil memapah Ivea masuk keruanganya tanpa
memandang Nathan lagi. *** Nathan mengaduk cangkir kopinya dengan malas.
Melihat Ivea jatuh tadi tubuhnya bergerak secara spontan
menyongsong Ivea, tapi Kay menepis tanganya keras
sebelum Nathan dan Ivea sempat bersentuhan. Kay
berbeda, sikapnya sama sekali tidak biasa. Selama ini Kay
tidak pernah berbuat seperti itu kepadanya. Pandangan
yang Kay berikan untuknya tadi membuat Nathan merasa
kalau Kay sedang menyalahkanya atas luka yang Ivea
dapat. Nantan memejamkan kedua matanya berharap
mendapatkan ketenangan lebih setelah melakukan hal itu.
Tapi kelihatanya sia-sia.
"Kalian kenapa" Hari ini kelihatanya aneh!"
Nathan menoleh kearah suara. Tara sedang berdiri di
depan pintu Pantry yang terbuka dengan bertolak
pinggang. Tara Soedarnadi adalah orang kepercayaan Kay
dan juga pemilik Caf? di sebelah. Tapi sepertinya Tara
lebih sering menghabiskan waktu di galeri di bandingkan
dengan di cafenya sendiri. Begitu juga dengan hari ini. Tara
pasti akan berada di Chinamons seharian karena semalam
dia sudah melakukan evaluasi keuangan cafenya.
"Tidak ada!" Nathan berusaha tersenyum. Ia lalu
duduk di meja makan kecil yang berada di tengah ruangan
sambil menyeruput kopinya beberapa kali. Pagi-pagi begini
dirinya sudah di rasuki perasaan kecewa.
"Kau, kapan akan mengatakan sesuatu" Kenapa selalu
bilang tidak ada sedangkan wajahmu menyiratkan kalau
sedang terjadi sesuatu?" Tanya Tara lagi, Ia masuk ke
pantry dan duduk di hadapan Nathan setelah membuat
capuchino Instan yang mengeluarkan aroma hangat. "Kau
cemburu pada Kay?" "Astaga, Mbak ini sedang bicara apa" Aku cuma
kaget, ternyata kabel lampu bisa membuat orang cidera."
"Benarkah?" "Sebenarnya Kay hari ini juga agak berbeda!"
"Iya, sepertinya lebih protektif pada Ivea. Kita semua
juga tau kalau dia dan Ivea memang dekat. Ivea sudah
seperti adiknya sendiri, kelakuan mereka berdua juga
sudah seperti saudara selama ini. Jadi kau jangan khawatir
dengan yang tadi. Mungkin Kay sedang sensitif karena
Ivea terluka!" "Aku cuma merasa bersalah, Alat-alat kerjaku melukai
orang lain!" "Bukanya cuma memar ringan" Kalau begitu bawakan
dia air hangat untuk mengompres luka memarnya!"
Nathan jadi bersemangat. Benar sekali kata Tara
barusan, ia merasa bersalah karena Ivea terluka, maka
itulah obatnya. *** Dengan semangat Nathan membawa sebaskom air
hangat dan sebuah handuk kecil berwarna putih bersih
untuk Ivea. Pintu ruangan Kay terbuka, Kay memang tidak
pernah menutup pintu kalau bukan untuk membicarakan
hal penting. Apa yang sedang mereka lakukan didalam"
Semangat Nathan tiba-tiba pupus saat melihat Ivea
berbaring di sofa dan Kay meniup luka memarnya dengan
lembut. "Sebentar lagi obatnya kering" Kata Kay. "Kau
seharusnya lebih hati-hati! Bukanya sebentar lagi kau akan
tes masuk universitas" Kalau terluka parah bagaimana"
Kau mau menuda kuliah setahun lagi" Kebanyakan
menunda waktu kuliah tidak baik bagi perempuan!
Seharusnya tahun depan kau sudah jadi sarjana kalau kau
tidak terus-terusan menunda kuliah!"
"Mengomelnya nanti saja! Kepalaku masih pusing!"
Ujar Ivea manja. "Apa kau bilang" Beraninya membantah! Pokoknya
kau terlarang menginjakkan kaki di sini sebelum kau lulus
ujian mengerti" Kau hanya boleh membawa kabar bagus ke
Chinamons!" "Tapi aku bisa libur lebih dari sebulan kalau begitu!"
"Aku cuma tidak mau kau disini selama aku tidak ada!
Aku mau ke Tokyo dalam waktu lama, jadi kau tidak perlu
kesini kalau aku belum pulang! Mengerti?"
"Tapi..." "Jangan Membantah lagi." Kay menepuk ringan luka
memar di kening Ivea. Tapi kelihatanya itu cukup untuk
membuat Ivea menjerit kesakitan. Ia tertawa senang
melihat ekspresi Ivea yang kelihatanya sangat menderita,
Kay yang biasa sudah kembali. "Makanya, berhentilah
berdebat denganku! Kau akan menderita kalau kau terus
membantah!" Nathan menghela nafas lega. Mungkin benar kata
Tara, hari ini Kay hanya merasa sensitif karena Ivea
terluka. Bagaimana mungkin Nathan bisa merasa
cemburu" Tunggu dulu, benarkah tadi aku cemburu" Tanya
Nathan pada dirinya sendiri. Sekarang dirinya masih ragu
akan masuk atau tidak. Kelihatanya Kay sudah mengobati
luka Ivea dan tidak membutuhkan apa yang di bawanya
kali ini. "Ngomong-ngomong sekarang di Tokyo sedang
musim dingin kan" Pasti sedang turun salju. Aku ingin
melihat salju di Tokyo!" Suara Ivea terdengar lagi.
"Di Tokyo tidak turun salju!"
"Bagaimana mungkin! Kau berbohong!"
"Aku sudah sering ke Tokyo dan tidak pernah melihat
salju!" Jawab Kay lagi.
Mereka kembali berdebat, dan sepertinya Nathan
tidak perlu mengganggu. Kay sudah menggantikan
tempatnya dengan baik untuk mengobati Ivea yang luka.
*** Ivea fikir dirinya akan bertemu dengan orang-orang
baru selama ada di kampus baru. Ternyata, meskipun Ivea
bertemu teman yang baru para pengajarnya bukanlah
orang yang baru. Beberapa orang pengajar seringkali di
lihat Ivea bersama dengan Kay di berbagai acara, satu di
antaranya adalah sahabat dekat Kay yang sering datang ke
Galeri, Bianca Karta pemilik majalah SmiloQueen yang
terkenal itu. Dan Kay ternyata juga mengajar disini dalam
mata kuliah khusus. Ini adalah kali kesekian Ivea bertemu dengan Kay di
kelas, dan Ivea terpaksa membiasakan dirinya memanggil
Kay dengan sebutan Miseur. Semua temanya memanggil
Kay dengan sebutan itu dan akan menjadi tidak sopan bila
Ivea memanggil Kay dengan nama saja seperti yang biasa
di lakukanya. "Ivea, begitu pelajaran selesai temui saya di kantor!"
Kata Kay. Ia melihat jam di tanganya beberapa lama tapi
kemudian segera melangkah keluar kelas meninggalkan
mereka semua. Kay, meskipun penampilanya selama di kelas berbeda
dengan penampilan yang biasa Ivea lihat, ia sama sekali
tidak mengubah sikap bersahabatnya. Nyaris semua anak
di kelas menyukainya dan tidak ada satupun yang
berkomentar buruk. Tapi Kay tidak menjadi idola seperti
Madame Bianca Karta atau Bian. Wanita itu selalu mengajar
dengan penuh keceriaan yang membuat mata kuliahnya
selalu di tunggu-tunggu sepanjang minggu. Terkadang
bermacam-macam kata dalam bahasa Prancis yang sering
di ucapkanya bisa membuat kelas riuh di penuhi gelak
tawa. Selain itu, meskipun Bian adalah seorang pemarah, ia
tidak pernah membawa amarahnya keluar kelas. Dia akan
mudah tertawa dan melupakan kalau di kelas dia sudah
mencaci maki mahasiswa dalam bahasa asing.
"Ada apa" Kenapa kau bisa di panggil oleh Miseur?"
Voni tiba-tiba saja duduk di sebelah Ivea yang sedang
termenung. Gadis itu adalah teman sekelas Ivea yang
dikenal ramah di kelas. Gadis berperawakan tinggi dan agak gemuk itu selalu
tertarik membicarakan Kay setiap kali. Kay dengan mata
kelabunya memang cukup menarik perhatian temantemanya yang kebanyakan adalah
perempuan. Tapi kebanyakan dari mereka juga tidak berani mendekati Kay
karena prasangka-prasangka aneh yang mereka ciptakan
sendiri. "Mungkin mengenai tugas." Jawab Ivea dengan malas.
"Menurutmu Miseur tampan atau tidak?"
Ivea memandang Voni dengan kening yang berkerut.
Selama ini dia tidak pernah memperhatikan apakah Kay
tampan atau tidak. Tapi Kay yang memiliki hidung
mancung dan bola mata kelabu itu memang terlihat spesial,
terlebih wajah Kay yang agak Oriental menambah kesan
unik pada dirinya. "Umm...entahlah. Mungkin iya!"
"Banyak anak-anak yang bilang kalau Miseur kurang
gaya. Dia gay tidak ya" Kebanyakan desainer kan...!"
"Sembarangan!" Seru Ivea memotong kalimat Voni
sesegera mungkin. Tidak semua desainer pria adalah gay.
Lagi pula kalau memang gay kenapa" Tapi apa Kay
memang seorang gay" Ivea tidak pernah bertanya-tanya
tentang percintaan Kay sebelumnya.
"Oh ya, aku hampir lupa. Ada seseorang yang
mencarimu dan menitipkan ini!" Voni memberikan secarik
kertas kepada Ivea. Ia kemudian kembali sibuk dengan
ocehanya tentang Kay dan dugaan-dugaan teman-temanya
mengenai segala macam kisah percintaan Kay.
Ivea sudah tidak bisa mendengarkan apa-apa lagi.
Fikiranya sudah terfokus kepada secarik kertas yang di
lipat empat itu dan membukanya pelan-pelan. Sebuah
memo untuk Ivea dari Nathan.
Eve, kau pulang jam berapa"Kalau jam
pelajaranmu sudah selesai bisa kita bertemu" Aku
mau membicarakan sesuatu. Aku tunggu di
parkiran fakultasmu ya"
Nathan Tiba-tiba saja Ivea membeku. Nathan ingin
membicarakan sesuatu. Membicarakan apa" Tentang
Nathan yang tidak pernah bisa menyukainya lebih dari
seorang teman" Tapi bukankah hal itu sudah menjadi cerita
lama" Ivea bahkan sudah tidak pernah datang lagi ke galeri
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada siang hari karena takut bertemu dengan laki-laki itu.
Tapi kali ini Nathan menunggunya untuk membicarakan
sesuatu. Kenapa tiba-tiba jantung Ivea berdetak keras"
Sudah lama Ivea tidak merasa begini. Apa yang harus di
lakukanya" *** Nathan duduk tenang di atas sepeda motor matic-nya .
Ia sudah bolos kerja hari ini, sejak pagi tadi. Entah apa yang
mendorongnya untuk menemui Ivea di kampusnya dan
masih bertahan dalam posisi yang sama hingga sekarang.
Nathan sudah berperang dengan hatinya semalaman
menolak kata-kata rindu masuk ke sekujur tubuhnya. Tapi
keputusanya tetap sama, Nathan sama sekali tidak bisa
menyangkal kalau dirinya sangat merindukan Ivea. Hari
ini sudah memasuki bulan ketiga dan dia tidak memiliki
kesempatan sama sekali untuk bertemu dengan Ivea.
Semenjak Ivea kuliah, mereka sama sekali tidak pernah
bertemu, dan drastis galeri menjadi sangat sepi.
"Kau sudah lama disini?"
Nathan mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk tak
bersemangat. Wajah Ivea yang sudah sangat lama tidak di
temui kini bisa di tatapnya kembali, dan gadis itu
tersenyum. Senyum yang berhasil menjadikan sengatan
matahari yang terik menjadi sejuk bagai hembusan angin
sore. Masih Ivea yang sama, dia sama sekali tidak berubah.
Nathan spontan berdiri dari duduknya dan menghembuskan nafas pelan-pelan untuk menghilangkan
kegugupanya. Ivea masih menanti jawabanya.
"Tidak juga!" "Mau membicarakan apa?"
"Umm..." Nathan memikirkan kata-kata yang tepat.
Itu yang belum di persiapkanya. Haruskah dia mengatakan
bahwa dirinya sedang merindukan Ivea". "Aku mau minta
maaf!" Kedua alis Ivea bertaut. "Atas apa?"
"Atas luka memarmu itu. Kau ingat kan?"
"Oh, karena kabel itu" Sudah sangat lama sekali. Aku
bahkan tidak ingat kalau kau tidak mengungkitnya hari
ini!" Ivea tersenyum lagi. Kelihatanya dia merasa sangat
senang hari ini. "Kenapa kau harus minta maaf?"
"Aku cuma merasa sedikit bersalah. Kau terluka
karena peralatanku! Kita juga tidak pernah bertemu lagi
semenjak itu. Aku fikir kau marah padaku!"
"Mana mungkin aku bisa marah karena hal sepele
seperti itu!" "Bukan cuma yang itu."
"Ya" Apa lagi?"
"Tentang ucapanku waktu itu, kalau aku tidak
mungkin bisa menyukaimu lebih dari seorang teman.
Aku...umm...aku..." Nathan menggigit bibirnya. Tidak
ada hal lain yang bisa di lakukanya selain hal itu karena
ponsel Ivea berbunyi nyaring.
Ivea mengangkat ponselnya setelah sebelumnya
permisi menjauh. Pasti Kay yang menelpon, Karena
perdebatan yang seperti itu hanya akan di lakukan Ivea
dengan Kay saja. Ivea bukanlah orang yang banyak bicara
dan dia hanya bisa buka mulut jika sedang bersama Kay.
"Nanti kita lanjutkan ya" Aku harus menemui Miseur
Keith dulu. Aku lupa kalau tadi dia menyuruhku
menemuinya di ruanganya. See ya!" Dan Nathan harus
melihat Ivea pergi. Sebenarnya Nathan sangat igin mengajak Ivea pergi
makan siang dan kembali ke galeri bersama-sama. Tapi
sepertinya Nathan harus menyimpan perasaan kecewanya
dalam-dalam untuknya sendiri. Ivea sedang menjauh
menuju Kay. *** 3 "Cukup mudah kan tugas kalian" Saya harap
rancangan itu bisa saya terima akhir minggu ini. Setelah
rancangan ini, kalian tidak perlu ujian semester lagi karena
nilai semester kalian di ambil dari sini. Jadi berusahalah!"
Ivea mengulangi kata-kata Kay tadi pagi dikelas saat
dia dan Tara makan siang bersama. Bagi Ivea awalnya
semua ini bukan beban, sangat menyenangkan bisa praktek
tanpa teori. Tapi saat mengetahui kalau nilai semester juga
di ambil dari sini Ivea tiba-tiba merasa cemas karena pada
dasarnya Ivea berkuliah disana karena bergantung pada
beasiswa. Untuk selalu bertahan dengan beasiswa Ivea juga
harus selalu menjaga kestabilan nilainya. Lalu bagaimana
bila nilainya jatuh" Merancang busana pengantin
kelihatanya sulit, karena dimana-mana wedding dress selalu
berkonsep sama. Itulah yang membuatnya tidak yakin
akan mendapatkan nilai tinggi. Sampai saat ini saja
beberapa teman sekelasnya ada yang membuat desain
dengan konsep dan gaya yang mirip sehingga tak jarang
pertengkaran terjadi karena itu.
"Aku bahkan belum terfikir sama sekali." Kata Ivea
sambil menggeser duduknya keposisi yang lebih nyaman
untuknya. "Sebenarnya sudah ada rencana, tapi belum ku
gambar sama sekali."
"Kau kesulitan ya" Kenapa tidak kau tanyakan saja
kepada Kay?" "Mana aku berani, Mbak! Dia bisa marah. Ini kan mata
kuliahnya, dia tidak akan memberi saran apa-apa."
"Jangan minta saran dong! Gambar rancanganmu dan
tanyakan pendapatnya! Dia tidak akan pelit kalau
mengenai pendapat. Makanya banyak orang yang suka
curhat sama dia!" "Bener mbak?" "Pasti! Sekarang keluarkan alat tulismu itu dan
gambar dulu disini. Nanti akan ku beri sedikit saran
sebelum kau menanyakan pendapatnya."
Ivea berusaha merogoh tasnya dan mengeluarkan
sebuah binder dan pensil. Kertas-kertas yang berada di
dalam Binder berwarna biru muda itu berbeda dengan
kertas yang lain, Binder itu khusus berisi kertas-kertas
desain dan itu adalah hadiah dari Kay saat Ivea bisa lulus
dengan baik dan bisa mengajukkan beasiswa. Menurut Kay
itu hanya ungkapan terima kasih kecil karena dia tidak
perlu mengeluarkan uang untuk membiayai Ivea meskipun
itu dalam bentuk pinjaman. Saat mengatakan itu Kay
terdengar seperti orang yang sangat pelit.
Goresan demi goresan di lakukan Ivea dengan sangat
hati-hati, ia bahkan tidak meggunakan penghapus sama
sekali dan membuat gambar dari sisi belakang juga. Tara
cukup terkagum-kagum melihat detail yang Ivea buat. Ivea
bahkan mampu menggambar sulaman bunga-bunga
dengan gambar yang manis.
"Bagaimana?" "Wah cepat sekali! Pantas Kay sangat menyukaimu.
Dia menyukai anak-anak yang cerdas. Aku ingat kalau
dulu Chastine juga sama sepertimu. Tapi Eve, mengapa
kau buat gaun yang pendek?"
"Pakaian yanag paling aku sukai adalah sepatu, jadi
aku ingin saat menikah nanti menggunakan sepatu yang
indah dan bisa memperlihatkanya dari berbagai sisi.
Makanya ku buat seperti ini!"
"Kalau begitu langsung bawa pada Kay sana!. Hari ini
dia tidak makan siang. Mungkin ada di ruanganya!"
"Ok. Permisi Mbak!"
Ivea kemudian meninggalkan Tara dengan langkah
senang. Tapi diam-diam ke khawatiran menyusup di
hatinya. Gaun seperti ini tidak akan laku di jual karena
kebanyakan orang menyukai gaun yang kelihatan mewah
menyapu lantai. Kay tidak akan menyukai gaun yang tidak
menghasilkan uang. Benar atau tidak Kay orang yang
seperti itu, setidaknya dia selalu mengesankan kalau
dirinya adalah seorang desainer mata duitan. Pintu ruang
kerja Kay terbuka lebar. Laki-laki itu sedang berkonsentrasi
pada sembuah buku tebal yang ia baca dengan pandangan
serius di balik kaca mata tebalnya. Kaca mata yang selalu di
gunakanya di kampus. Sepertinya Kay merasakan
kedatangan Ivea sehingga ia menoleh kepada Ivea yang
hendak mengetuk pintu. "Ada apa?" "Aku mau bertanya sesuatu." Ivea kemudian
mendekat dan meletakkan gambarnya diatas meja.
"pendapatmu tentang desainku ini bagaimana?"
Kay melirik sekilas ke desain yan Ivea buat, lalu
kembali membaca bukunya. Kay kelihatanya sangat tidak
tertarik. "Bagaimana?" Tanya Ivea penasaran.
"Aku tidak bisa mengomentari apa-apa karena tugas
itu aku yang memberikan."
Ivea mendengus kecewa. Sudah ku duga bisik Ivea pada
dirinya sendiri. "Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu."
Katanya lemah. Mungkin memang sebaiknya Ivea tidak
bertanya apa-apa. Ia melangkah malas menuju keluar
ruangan tapi tiba-tiba Kay menghadangnya dan segera
menutup pintu. Kay memandangnya dengan pandangan
yang berbeda lalu memeluk Ivea dengan sangat tidak
terduga. Tiba-tiba Ivea merasakan sesuatu yang berbeda
tentang Kay bagi dirinya. Nafasnya agak sesak. Ivea tidak
boleh begini, dia tidak boleh begini.
"Kay, Kenapa?" "Aku sedang bad mood."Katanya pelan. "Kau tidak
akan menolak kan untuk menemaniku sebentar saja?"
"Tentu saja tidak, kau selalu menemaniku saat aku
butuh!" Jawab Ivea. Dia berusaha untuk bersuara dengan
lebih ceria meskipun hatinya masih shock. Kay tidak pernah
seperti ini sebelumnya meskipun perasaanya sedang tidak
baik. Ini pertama kalinya.
*** 4 Ivea memegangi kepalanya sambil memandangi kertas
desain. Kelihatanya anak itu merasa sangat bingung.
Secangkir teh hangat yang berada di mejanya mungkin
sudah dingin karena tidak di sentuh. Jam Makan siang
sebenarnya sudah lewat sekitar se jam yang lalu. Tapi Ivea
masih belum beranjak dari sana, dari kursinya yang berada
tepat di sebelah kaca anti pecah di caf? milik Tara yang
membuat wajahnya terlihat terang karena cahaya matahari
yang bersinar terik di luar. Ivea kelihatanya tidak
merasakan panasnya karena dia betah berada disitu selama
berjam-jam. Kelakuan Ivea yang seperti itu sukses membuat
Nathan tersenyum-senyum memandanginya. Melihat Ivea
hari ini, meskipun dari jauh masih cukup untuk
membuatnya bahagia. Ivea yang menggambar desain
dengan konsentrasi penuh, kemudian menggigit bibir lalu
meremas kertasnya, sudah menjadi perhatian Nathan
selama ia datang ke caf? itu untuk makan siang. Tampang
geram Ivea sesekali membuat Nathan menahan gelak
tawanya karena takut di sangka orang gila oleh Tara yang
sejak tadi berada di hadapanya dan diam-diam
memperhatikanya. "Kelihatnya kau sangat tertarik dengan Eve!"
Suara Tara membuat Nathan memalingkan pandanganya dari Ivea secepat mungkin.
"Apa" Um...tidak. Cuma tidak sengaja melihatnya!"
Jawab Nathan sekenanya. "Tidak sengaja sampai satu jam lebih" Kau bahkan
tidak memperdulikan aku yang dari tadi duduk
bersamamu. Kau membiarkan aku bicara sendiri seperti
orang gila!" Tara lalu mendekatkan wajahnya ke wajah
Nathan yang ada di hadapanya. "Kau menyukai Ivea ya"
Mengaku saja! Aku sudah curiga!"
Nathan tidak menjawab, ia berusaha menyembunyikan rona di wajahnya dengan meminum Jus
apelnya sebanyak yang dia bisa.
"Aish..." desis Tara geram. "Bukankah aku sudah
lama mengatakan padamu kalau anak itu juga tertarik
padamu. Sekarang tunggu apa lagi. Kalau kau lambat
hatinya bisa di rebut orang lain. Kay misalnya, Kita tidak
bisa memungkiri Kalau Kay sangat menarik, tidak sedikit
model yang tergila-gila kepadanya."
Rona di wajah Nathan tiba-tiba saja memudar. Ia
tertunduk kecewa pada dirinya sendiri. Melihat itu Tara
jadi merasa salah bicara.
"Tidak, tidak! Kau jangan ambil pusing dengan katakataku barusan. Mana mungkin
Kay bisa melakukan hal seperti itu. Orang yang disayanginya sebagai saudara akan
selalu di sayanginya dengan cara itu selamanya! Aku yakin
Ivea diperuntukkan untukmu!"
"Aku yang tidak yakin, Mbak!" Nathan bergumam
berat. "Semenjak aku mengatakan hal bodoh itu dia benarbenar bersikap biasa.
Tidak menunjukkan rasa tertariknya
sama sekali, bahkan tidak menyapa kalau aku tidak
memulai." "Hal bodoh seperti apa" Kau tidak pernah bercerita
apa-apa!" "Aku tidak bisa menyukainya lebih dari sekedar
teman. Aku mengatakan itu saat aku menyadari perasaan
sukanya padaku!" "He?" Tara terkejut kemudian memukul keningnya
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan telapak tangan. "Harusnya kau lebih sabar untuk
bersikap seperti itu. Hati orang bisa berubah, hatimu juga.
Jangan membatasi dirimu pada sesuatu, sekarang kau
menyesal kan" Pasti begitu! Kenapa kau bisa
melakukanya?" "Aku rasa aku juga menyukainya. Tapi suka saja tidak
cukup. Ada orang yang aku cintai, Mbak. Kau juga tau
siapa orangnya. Sampai saat ini aku belum bisa melepaskan
diri darinya, bagaimana bisa aku menyambut Ivea?"
"Kau ini bodoh atau apa" Aliya yang melepasmu lebih
dulu. Tapi sampai sekarang kau masih seperti kacung yang
selalu mengikutinya kemana-mana. Kalau aku jadi Ivea aku
tidak mau melihatmu lagi seumur hidupku!"
Nathan terperangah mendengar ucapan Tara barusan.
"Menurut Mbak, Ivea berfikir begitu?"
"Ivea" Tentu saja tidak. Dia masih mau tersenyum
padamu,kan" setidaknya itu menunjukkan kalau masih ada
kemungkinan untuknya menerimamu kembali." Tara
memanjang-manjangkan tubuhnya untuk menepuk bahu
Nathan. "Sudahlah. Sekarang lepaskan Aliya dan datang
kepada Ivea. Bawa Sandwich ini. Kulihat dia tidak
memesan apa-apa kecuali teh sejak tadi!"
Nathan memandangi beberapa potong sandwich
dalam sebuah piring keramik berwarna kuning terang yang
di sodorkan Tara kepadanya. Semula Nathan masih ragu,
tapi setelah melihat wajah Tara yang penuh dengan
dukungan, Ia memutuskan untuk membawa sandwich itu
kepada Ivea yang berada di dekat jendela. Ivea masih
belum menyadari kedatanganya hingga dia memutuskan
untuk menyapa lebih dulu dengan kata Hallo, dan
mendapatkan sebuah senyum sebagai hadiahnya. Nathan
semakin bersemangat dan duduk di hadapan Ivea sambil
meletakkan sandwich itu di hadapanya.
"Untukmu!" Katanya dengan susah payah.
Ivea memandangnya. "Aku di traktir?"
Nathan mengangguk dalam. "Makan saja. Kau sudah
melewatkan jam makan siang"
"tapi aku sedang tidak berselera! Aku harus
menyelesaikan deskripsi tugas ku"
"Aku kira kau sedang menggambar desain!"
"Desainya sudah jadi kemarin. Tapi aku masih
bingung harus menggunakan bahan apa. Aku berusaha
membuatnya jadi sederhana, ringan dan manis." Ivea
kemudian mengeluarkan kertas desainya dari binder yang
berada di atas meja. Gaun manis dengan motif bunga-
bunga berwarna merah jambu di sekitar dada tampak
sangat sederhana seperti kata Ivea. Motif itu bertahan
sampai ke lengan yang di buat minim, Sisanya, seperti
wedding dress pada umumnya, menggunakan warna putih
yang bermekaran hingga bawah lutut dengan layer yang
tidak begitu panjang dari sebuah pita besar yang menempel
pada perbatasan motif merah jambu yang berakhir
beberapa senti di bawah dada. Gaun yang manis dan
sopan. "Aku mau menggunakan shifon agar terlihat ringan
meskipun berlapis-lapis. Tapi bagaiman dengan bordirnya"
Aku khawatir Shifon tidak mampu menanggung bordir
seberat ini!" Lanjutnya.
"Kenapa tidak gunakan brokat saja?"
Leher Ivea yang tadinya lemas tiba-tiba tegak dan
bersemangat. "Brokat?"
"Tidak ada salahnya kalau brokat di tempel pada
atasannya" Brokat pada zaman sekarang ini tidak hanya di
gunakan untuk kebaya. Banyak brokat yang putih polos
tapi bunga-bunganya berwarna di jual di pasaran. Brokat
bisa membuat kerja lebih cepat dan ekonomis. Aku rasa
hasilnya tidak akan mengecewakan!" Suara Nathan
terdengar sangat Optimis. Ini pertama kalinya dia dan Ivea
berbicara panjang lebar, Nathan merasa senang bisa
berguna bagi Ivea. "Boleh juga!" Kata Ivea dengan wajah penuh
senyuman bahagia seolah-olah Nathan sudah membantunya membuang satu beban yang memberatkan
pundaknya. *** Deadline pengumpulan tugas sudah tiba. Ivea dengan
langkah perlahan membawa tugasnya yang sudah di jilid
rapi kepada Kay di depan kelas. Entah mengapa dirinya
merasa sangat was-was dengan hasilnya. Terlebih melihat
pandangan Kay pada rancanganya yang kelihatan tidak
yakin. Kay menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
memandang Ivea sesekali sehingga Ivea menjadi satusatunya mahasiswa yang berdiri
lama di depan kelas. Setelah Kay menutup kembali lembaran tugas Ivea dan
menumpuknya bersama dengan tugas-tugas yang lain, Ivea
kembali ke tempat duduknya dengan langkah gontai dan
membenamkan wajahnya kedalam pelukan kedua
lenganya yang saling bertumpuk di atas meja.
Untuk beberapa Jam berikutnya dunia seperti kosong.
Ivea benar-benar gelisah sehingga ia keluar masuk kamar
mandi galeri lebih sering. Itu terjadi karena Ivea meminum
banyak air putih di pantry untuk menghilangkan
kegugupanya. Ia sangat berharap pada desain buatanya.
Semula ia sangat yakin dengan desain minimalis karyanya.
Tapi sepertinya Kay tidak terlalu suka. Harusnya Ivea tau
bagaimana selera Kay setelah melihat gaun rancangan lakilaki itu yang di pajang
memenuhi galeri. Gaun rancangan
Kay selalu tampak mewah dan sangat wah! Kay suka
menggunakan sutra dan satin dan menggunakan sulaman
sebagai pengganti brokat pada kebaya dan sejenisnya.
Apalagi menggunakan Shiffon sebagai rok dan layernya.
Ivea melakukan itu lagi, Ia meminum banyak air putih
dan menempelkan wajahnya pada meja makan yang
berada di tengah dapur. Dia selalu menginginkan yang
terbaik, lalu bagaimana jika karyanya kali ini sama sekali
tidak menjadi yang terbaik" Harapanya untuk
mendapatkan beasiswa pada semester depan bisa pupus
karena nilai semester yang kalah telak pada mata kuliah
yang satu ini. "Apa kau akan seperti ini terus" Kau membuat orangorang se-galeri jadi pusing!"
Tara menyilangkan kedua lengan di depan dadanya sambil berdiri di sisi Ivea,
dimana wajah Ivea menghadap sekarang. "Tenang saja.
Kalau hoki kau juga akan dapat nilai baik!"
"Masalahnya aku bukan orang yang di penuhi dengan
aura hoki, Mbak!" gumam Ivea lemah. Ia menjadi kelihatan
sangat tidak bertenaga. "Light Up, dong! Shine like you always do!"
Ivea menggeleng. Kali ini dia tidak akan bisa. Malam
ini Kay akan memberikan penilaian seperti apa pada karyanya" Kay bahkan mungkin
masih berada di kampus untuk
menilai kertas-kertas yang menumpuk tadi. Sampai saat ini
Kay belum kembali ke galeri, hari ini mungkin Ivea tida
akan melihat wajahnya sampai besok pagi.
"Kau mau aku beri obat penenang?" Bisik Tara sambil
mendekatkan wajahnya pada wajah Ivea. Pandangan
nakalnya tampak mencurigakan.
Belum lagi Ivea memberi pesetujuan, Tara sudah
memanggil Nathan sehingga Ivea sedikit gelagapan. Suara
tapak kaki Nathan yang semakin mendekat dapat di
dengar ivea dengan jelas. Pria itu sekarang sudah berdiri di
depan pintu pantry bersama Tara, Tara kelihatan
membisikkan sesuatu ketelinga Nathan, sesuatu yang
mungkin tentang Ivea, pasti tentang Ivea karena keduanya
berbisik-bisik sambil memandanginya. Tara kemudian
meninggalkan mereka dan dalam beberapa detik kemudian
wanita itu sudah terdengar berbicara dengan pelanggan
sambil tertawa keras. Sedangkan Nathan, sekarang sudah
berada di hadapanya dan tersenyum lembut.
"Kalian membicarakan apa" Membicarakan aku?"
Tanya Ivea. Nathan menggeleng sambil menggeser kursinya untuk
merapat ke sisi Ivea. "Membicarakan aku!" Jawabnya.
"Kau" Ada apa?"
"Karena aku sedang gugup sekarang!"
Ivea jadi semakin heran, Nathan sedang membicarakan apa! "Kau kenapa?" Tanya Nathan. "Kenapa Mbak Tara
sampai memintaku menemanimu" Kau ingin aku temani?"
Ivea menggeleng kuat-kuat. "Tidak, dia yang
mengambil inisiatif itu sendiri." Ivea kemudian diam
karena menyadari Nathan sedang memandanginya. Ia
tertunduk. Mungkin tidak ada salahnya bila Ivea
menceritakan kegelisahanya pada Nathan dengan harapan
bisa sedikit mengurangi beban. "Soal desain kemarin, tadi
siang aku sudah mengumpulkanya. Aku cuma gelisah
karena ekspresi Kay saat melihatnya kurang baik. Aku
khawatir mendapatkan nilai yang tidak bagus. Seharusnya
aku tau bagaimana selera Kay. Tapi desainku benar-benar
berlawanan dengan seleranya! Bagaimana ini!" Ivea
kemudian menutup wajahnya.
Beberapa detik berikutnya rasa hangat dari tangan
Nathan menjalari tanganya. Nathan telah menggenggam
kedua tangan Ivea erat-erat dan memandanginya dengan
pandangan tak biasa. "Apa yang kau butuhkan?"
"En..tah-lah!" Jawab Ivea gugup, Ia berdehem kecil. "
Seandainya aku bisa melupakan masalah ini untuk sejenak
saja, sampai besok pagi."
"kalau begitu akan ku kabulkan!"
Dan tubuhnya berada dalam pelukan Nathan seketika.
Ivea terkejut dengan sikap Nathan kali ini. Nathan sudah
bersikap seperti orang lain, tapi pelukan Nathan entah
mengapa mengingatkanya kepada Kay. Ia tidak bisa
melupakanya, Cara Nathan ini gagal, mengingat Kay
berarti mengingat tugasnya dan pandangan tidak puas Kay
di kelas tadi. Ivea berusaha mendorong tubuh Nathan tapi
Nathan menolak untuk melepaskanya.
"Aku rasa cara ini tidak akan berhasil. Hatiku tidak
cukup kuat untuk melupakan masalah yang sangat
mengganggu itu!" "Lalu bagaimana caranya agar kau bisa melupakanya?" rangkulan Nathan semakin kuat, suara
Nathan barusan terdengar sangat dekat dengan telinga
Ivea. "Kau pernah membaca Vampire Knight?"
"Mmm" Tidak!"
"Perlu hati yang kuat untuk melupakan masalah yang
mendominasi sebagian besar fikiran kita, dan kau tau Yuki
dalam komik itu berpendapat apa" Mungkin harus menjadi
vampire dulu baru kau bisa memiliki hati yang kuat."
"lalu apa hubunganya?"
"Apa kau mau menjadi Vampir?" Suara Nathan tibatiba terdengar mengerikan, Ia
meniru kata-kata Kaname Kuran dengan sukses. "Kau jangan becanda!"
"Aku serius. Bila di dunia ini memang ada vampire,
apa kau juga mau menjadi vampire?"
Ivea terdiam sesaat. Kelihatanya cara Nathan kali ini
berhasil, kekhawatiran Ivea sedikit memudar beralih
kepada fikiranya tentang vampir. Vampir bisa hidup abadi
kan" Menjalani masa hidup yang lama dengan beban
meminum darah untuk bertahan hidup memang
memerlukan hati yang kuat. Terlebih usia yang panjang
membuat vampire mungkin menghadapi masalah lebih
banyak dan lebih kompleks.
"Jika aku adalah vampir, apakah kau akan merelakan
darahmu untuk ku minum?"
"Jika itu memang bisa membuat aku jadi lebih kuat
kenapa tidak!" Jawab Ivea jenaka. Ia tertawa kecil dengan
pembicaraan mengenai vampir ini, tapi tawanya segera
memudar begitu merasakan nyeri yang mematikan
syarafnya. Ivea tidak mampu bergerak lagi, Nathan benarbenar sudah menggigit
lehernya. *** Nathan memandangi dirinya di cermin. Ia tertawa
melihat wajahnya sendiri sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya sesekali. Tindakan bodoh seperti apa yang
sudah di lakukanya tadi sore" Ia tidak menyangka kalau
dirinya bisa bertindak sejauh itu. Tara tadi memang
membisikkan padanya untuk lebih berani, tapi tentu yang
di maksud Tara dengan berani bukan menggigit ivea
seperti tadi. Masih terngiang di telinga Nathan pekikan
kecil Ivea yang sangat dekat dengan telinganya. Sakit. Pasti
begitu, meskipun Ivea tidak terluka tapi tubuhnya menjadi
lemah seketika. Seandainya tidak ada Tara, Nathan
mungkin tidak akan berhenti sebelum leher ivea benarbenar sobek dan mengeluarkan
darah. Ponsel Nathan berbunyi. Ia merogoh saku celananya
dan mengeluarkan ponsel itu dari sana, membuka Flapnya
dan mendekatkanya ke telinga. Telpon dari Aliya, Nathan
sebenarnya tidak ingin menerima telpon dari wanita itu,
tapi entah mengapa tubuhnya bergerak melawan perintah
otaknya. "Hallo,"Jawab Nathan dengan tidak bersemangat.
"Nat, Kau sibuk tidak malam ini" Bisa temani aku ke
acara ulang tahun teman?"
"Maaf,Aku sedang capek!"
"Kalau besok bagaimana" Motormu di tinggal saja,
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besok aku jemput di galeri. Kau mau kan menemaniku
belaja?" Nathan memijat pelipisnya. Yang ada di fikiranya
sekarang cuma Ivea, yang ingin di lakukanya hanya
berbaring di tempat tidur semalaman dan dan mengenang
kejadian tadi. Untuk pertama kalinya ia menganggap Aliya
sebagai pengganggu. "Aku tidak bisa, besok ada
pemotretan pree wedding di Anyer. Maaf!" Dan Nathan
segera menutup ponselnya sebelum Aliya berkata lebih
banyak lagi. Ia sudah berusaha lepas dari Aliya dan datang kepada
Ivea. Meskipun perasaanya pada aliya belum lenyap
seratus persen, tapi Nathan sangat menyadari bahwa
perasaanya kepada Ivea semakin membesar. Saat ini Ivea
mendominasi fikiranya. Bagaimana keadaanya sekarang" Fikir Nathan. Ia
berusaha mengetik pesan unuk Ivea sekedar untuk
menanyakan keadaanya. Tapi Nathan baru sadar kalau
dirinya tidak pernah menyimpan nomor ponsel Ivea. Ia
menghela nafas berat. Jam dinding menunjukkan waktu
tengah malam, Nathan jadi gelisah begitu ingat kalau besok
dia tidak akan bertemu Ivea seharian untuk mengucapkan
kata maaf yang tadi tidak sempat di ucapkan karena Tara
sudah histeris melihat kelakuanya. Ia membaringkan
tubuhnya di ranjang, Ivea mungkin sudah tidur, tapi
Nathan sama sekali tidak bisa tidur.
5 Kelihatanya upaya Nathan memang sukses. Ivea sama
sekali tidak mengingat-ingat lagi tentang tugasnya yang
mengkhawatirkan itu. Bahkan mungkin dirinya tidak ingat
kalau dirinya pernah mendapat tugas yang menjadikanya
gelisah selama seminggu penuh. Yang Ivea ingat hanya
rasa nyeri yang masih terngiang-ngiang meskipun
sebenarnya ia tidak begitu merasa sakit lagi seperti
kemarin. Bercanda Nathan agak kelewatan, Ivea menggosokgosok lehernya dan masih merasa
nyilu saat kulit jemarinya menyentuh bekas gigitan itu. Seluruh lengan
sebelah kanan juga merasakan hal yang sama. Ivea bahkan
harus mengaduh saat Voni menepuk bahunya tadi pagi.
Tapi meskipun begitu, pembicaraan tentang Vampire juga
cukup menarik. Ivea jadi ingin tau bagaimana cerita komik
yang di sebut-sebut Nathan itu.
"Ivea..." Suara Voni berbisik mengejutkan Ivea,
sebenarnya bukan hanya suara Voni, tapi genggaman erat
pada lenganya yang membuat rasa nyeri itu bangkit lagi.
Ivea segera menarik lenganya dan memandangi Voni.
"Ada apa?" "Madame Bian memanggilmu!"
Pandangan Ivea segera beralih kedepan kelas, dimana
Bian dan Kay ada disana dan memandangi Ivea dengan
heran. Butuh waktu lama bagi Ivea untuk menyadari apa
yang sedang di lakukan oleh mereka berdua dikelas ini.
Tapi kemudian kesadaran Ivea pulih seratus persen dan dia
sudah bisa mengingat Kalau Kay sedang mengumumkan
hasil tugasnya dan Bianlah yang mengambil alih penilaian
terhadap rancangan Ivea dan teman-teman lainya.
"Ya, Madame!" Ivea menjulurkan tanganya keatas
sebisa mungkin sambil menahan rasa sakit.
"Kau melamun?" Tanya Bian. "Sedang tidak sehat?"
"Tidak, saya cuma kurang tidur karena memikirkan
hasil rancangan saya."
"Voila! Kau tidak sia-sia mengorbankan waktu
tidurmu. Berdasarkan penilaianku, Rancanganmu yang
menempati posisi tertinggi. Cantik, ringan, sopan, dan
yang paling penting ekonomis."
"Ya?" Ivea terkejut. "Maksudku, benarkah?"
"Tentu saja. Ku harap dalam waktu dua minggu kau
bisa menyelesaikan gaunmu itu karena selain jaminan nilai
semester, kau juga memenangkan satu halaman dari
majalahku." Bian tersenyum seolah-olah dia ikut
berbahagia. "Dan selama pembuatan gaun itu, kau akan
mendapat bimbingan penuh dari Miseur kalian ini.
Selamat!" Ivea sangat senang, Ia ingin melompat-lompat untuk
mengekspresikan perasaanya, tapi tidak jadi mengingat
tubuhnya tidak begitu fit. Walhasil, seharian ini hanya di
habiskanya dengan senyum sumringah hingga akhirnya ia
pulang kuliah dan kembali bekerja di galeri. Hari ini
Meskipun di galeri sangat sibuk, Ivea menjalaninya dengan
suka cita, membantu Tara adalah pekerjaan yang paling
menyenangkan untuk di lakukan hari ini.
"Kau kenapa" Senyum-senyum sepanjang hari. Jangan
bilang kalau kau terkena gangguan kejiwaan karena virus
yang di tularkan Nathan kemarin!" Bisik Tara nakal.
Jam didinding menunjukkan kalau hari sudah semakin
gelap. Tapi galeri baru saja sepi setelah seharian ini di
penuhi dengan hiruk pikuk yang benar-benar membuat
semua orang sibuk, baik Kay, Tara dan juga Ivea. Sebentar
lagi jam makan malam tiba, beberapa lampu Galeri sudah
dimatikan dan mereka akan segera pulang.
"Aku cuma bahagia, rancanganku mendapat
sambutan baik." "O...aku kira..." Kata-kata Tara menggantung.
"bagaimana rasanya sekarang" Sudah lebih baik" Aku
bingung karena kemarin sore kau seperti orang yang tidak
berdaya." Ivea tersenyum mengingat kejadian kemarin.
Untungnya Kay sedang tidak ada di tempat. Kalau saat itu
Kay ada, semuanya pasti lebih heboh. "Aku baik-baik saja!"
"Tapi seharian ini kau memakai jaket, mencurigakan
sekali. Apakah berbekas?"
"Sedikit!" Angin malam tiba-tiba berhembus begitu Tara dan
Ivea keluar dari galeri dan menunggu Kay turun untuk
mengunci pintu. Tapi seseorang segera menghampirinya.
Wanita berambut panjang dengan make Up tebal yang
membuatnya tampak ekstra cantik menyapa mereka
dengan ramah. Bianca Karta. Penampilanya diluar maupun
di sekolah selalu tampak sama. Tapi di sekolah Bian tidak
pernah memakai gaun sependek yang di kenakanya
sekarang. "Kalian sudah mau pulang" Mana Kay?"
"Sebentar lagi dia turun!" Jawab Tara. "Kau masuk
saja, aku mau mengantar Ivea pulang!"
"Oh, tunggu sebentar. Tara, Kau pulang sendirian
tidak apa-apa kan" Aku dan Eve punya urusan penting
yang harus di bicarakan!"
"Bagaimana Eve" Tidak apa-apa?" Tara bertanya
kepada Ivea. Dan setelah melihat Ivea menggeleng kecil
dengan di sertai senyumnya, Tara memutuskan untuk
pulang sendirian. "Aku permisi dulu!" Katanya sebelum
akhirnya Tara benar-benar pergi dengan mobilnya.
Tidak perlu menunggu lama, Kay turun dan
menghampiri mereka. Ia terlihat santai dengan Jeans, Tshirt hitam dan Jas abu-
abunya. Rambut panjangnya yang
berwarna kemerahan di ikat rapi seperti yang selalu Kay
lakukan di Kampus. "Kau bercanda" Kita mau ke karaoke. Kenapa kau
berpenampilan seperti akan pergi mengajar?" Tanya Bian
sengit begitu melihat Kay mengunci pintu galerinya.
"Karaoke" Kau bilang kita cuma pergi makan bersama
staf perencanaanmu!"
"Memangnya di Karaoke tidak bisa makan?"
Kay mendesis kesal. "Dan kau mau mengajak Eve
ketempat seperti itu?"
"Memangnya kenapa" Eve bukan anak usia belasan
tahun lagi kan" Lagi pula ini bukan mauku. Mereka yang
mengatur tempatnya dan kita hanya tinggal menghadirinya saja. Kenapa harus repot?"
*** Ivea berkali-kali melihat Jam monolog yang menjadi
screen saver ponselnya. Sekarang sudah jam sepuluh
malam. Seharusnya dia sudah tidur nyenyak di rumah
bersama Chastine. Ivea sangat gelisah meskipun Bian dan
teman-teman lainya adalah orang-orang yang menyenangkan, meskipun Chastine juga ada disini, Ivea
tetap merasa rishi. Dia adalah orang luar yang bergabung
dalam acara yang di adakan oleh para staff SmiloQueen
karena satu rancanganya akan memenuhi salah satu
halaman majalah yang di gawangi Bian untuk edisi bulan
depan. Kay sendiri juga sudah menguap beberapa kali. Ia
memandangi Ivea dan menggerakkan mulutnya seperti
sedang mengatakan sesuatu. Meskipun tanpa suara Ivea
bisa menangkap bahwa Kay mengajaknya pulang. Ivea
mengangguk senang. Akhirnya ada juga orang yang
sefikiran denganya untuk segera pergi menghindari pesta
aneh di tempat konyol seperti ini. Selang beberapa saat,
Kay dan Bian terlihat berdebat di tengah deru musik yang
kencang, tapi kemudian Kay dan Bian saling berpelukan
dan Bian juga melakukan hal yang sama pada Ivea.
"Hati-hati di jalan ya?" Kata Bian sebelum akhirnya ia
melepaskan pelukannya pada Ivea dan membiarkan Ivea di
bawa pergi oleh Kay. Sepanjang koridor gedung karaoke ini sangat asing
bagi Ivea. Dari beberapa pintu bahkan terdengar bunyibunyian aneh yang membuat
Ivea merinding. Beberapa orang laki-laki yang berjalan berselisihan dengan mereka
terus memandangi Ivea tanpa henti. Salah satu dari mereka
mencoba mendekat dan memaksa Ivea untuk mengobrol
denganya meskipun Ivea tidak bersedia. Sejak saat itu
tangan Kay menggenggam tangan Ivea erat, mengesankan
bahwa Ivea adalah miliknya, bersamanya dan tidak boleh
di ganggu tanpa seizinya. Setidaknya Ivea masih merasa
beruntung karena Kay juga ikut hari ini.
"Kau dan Nathan bagaimana" Belakangan ini aku
sangat sibuk sehingga tidak bisa memperhatikan kalian
lagi" Kay membuka suaranya.
"Kami baik-baik saja. Belakangan semuanya semakin
membaik!" "Mmm!" Gumam Kay mengerti. "Kalau begitu aku
tidak perlu sok protektif lagi kan?"
"Untuk apa menanyakan hal seperti itu" Bukanya
semenjak pulang dari Jepang kau dan aku nyaris tidak
pernah saling bicara!"
"Begitu ya?" Kay kelihatanya sedang tidak
bersemangat bicara. Mungkin pembicaraanya kali ini
sedikit di paksakan agar dia dan Ivea tidak kelihatan
canggung. Kenyataanya memang begitu. Semenjak pulang dari
Jepang, Kay tidak pernah berdebat dengan Ivea seperti
dulu mereka hanya berbicara di kampus dan pembicaraan
itu benar-benar murni tentang pelajaran. Belakangan Ivea
selalu pulang bersama Tara, Kay mungkin tidak tau kalau
Ivea sudah pindah rumah. Mereka hanya pernah berbicara
sekali di galeri, saat Kay memeluk Ivea beberapa waktu
lalu. "Tunggu, Kau lihat disana?" Kay tiba-tiba berbalik dan
membawa Ivea kehadapanya. Ia sedang menghindari
seseorang. Tapi yang mana" Jauh di belakang Kay terdapat
lebih dari tiga orang yang berjalan dengan arah yang sama.
"Lihat yang berseragam!"
Ivea melongok sambil sedikit menjinjit melewati bahu
Kay yang lebih tinggi darinya. Ia bisa melihat laki-laki yang
di maksudkan Kay. Tubuh tinggi dengan garis wajah tegas,
sambil berjalan ia mengenakan jaket kulit berwarna hitam
yang dari tadi di pegangnya. "Siapa?"
"Petugas itu, dia pernah menangkapku karena
mengira aku adalah salah satu Hostes di sebuah club Gay!"
Ivea memandang Kay heran. "Klub Gay" Kapan" Kau
Gay" Benarkah?"
"Kecilkan suaramu!" Kay menggeram. "Tentu saja
tidak. Aku kesana karena harus menemui seseorang!"
"benarkah?" Kali ini suara Ivea kedengaran nakal
seperti suara Sinchan. "Kau jangan menggodaku! Sekarang bukan waktunya!
Kau harus menolongku!" Bisik Kay. Ia merapatkan tubuh
Ivea kedinding sehingga Ivea bisa merasaakan terpaan
nafas Kay di wajahnya, jarak mereka sangat dekat. "Untuk
sebentar saja, Jadilah pacarku!"
Jadilah pacarku. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di
telinga Ivea berkali-kali. Lagi-lagi ia merasakan debaran
yang sama untuk kedua kalinya. Melihat wajah Kay
dengan jelas hampir saja membuat kaki-kaki Ivea lunglai,
ia benar-benar kehilangan Tenaga untuk berdiri. Kay
memegangi kedua lengan Ivea untuk mempertahankan
posisinya saat ini, tapi jeritan kecil Ivea benar-benar
membuatnya terkejut. "Kau kenapa" Apa yang salah?"
Ivea menggosok lehernya lagi. Rasa nyilu yang luar
biasa menusuk di sekujur lengan kananya, rasa nyilu yang
berasal dari sesuatu yang kini tengah di belainya dengan
telapak tangan. Kay menarik tangan Ivea penasaran dan
menyibak sedikit kerah jaket yang di kenakan Ivea seharian
ini. Kedua matanya membesar melihat bekas gigitan yang
membiru dan menimbulkan bengkak ringan.
"Astaga, siapa yang melakukanya?" Desis Kay.
"Aku waktu itu...sedikit gelisah...jadi..Umm..jadi
Nathan..." Ivea tidak tau harus berkata apa. Otaknya sama
sekali tidak bisa berfikir jernih sekarang.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nathan" Jadi ini yang kau bilang membaik"
Ya...sepertinya hubungan kalian memang sudah sangat
membaik. Kalian berdua sudah melakukan hal seperti
apa?" *** Pintu ruangan kerja Kay di tutup. Sepertinya Kay
sama sekali tidak ingin di ganggu, dia bahkan tidak
mengajar hari ini. Entah mengapa Ivea merasa semua ini
terjadi karena salahnya. Tadi malam Kay kelihatanya
benar-benar marah karena Ivea tidak menjawab satupun
pertanyaanya. Kay juga tidak mau mengantar Ivea dan
membiarkanya pulang sendirian.
Sudah berbagai cara di lakukan Ivea untuk membujuk
Tara agar bersedia mengunjungi Kay di ruangaanya.
Karena walau bagaimanapun Tara adalah orang yang
paling dekat dengan Kay. "Bagaimana bila terjadi apa-apa
di dalam?" Katanya pada saat itu. Tapi Tara selalu
menggeleng dan menolak. "kalau dia menutup pintu berarti sedang tidak ingin di
ganggu!" Jawab Tara. "Sebenarnya ada masalah apa"
Kenapa sepertinya kau merasa bersalah begini" Kalian
bertengkar?" Ivea angkat bahu. Dia sendiri juga tidak tau apakah
masalah Kay hari ini berkaitan denganya. Tapi Ivea tetap
merasa bersalah. "Kau bawakan saja coklat panas untuknya, karena di
luar sedang hujan. Kalau dia membuka pintu untuk mu,
silahkan masuk. Kalau tidak, lebih baik menyerah saja."
Coklat panas, benarkah bisa menarik perhatian Kay"
Ivea memandangi derai hujan di luar dari jendela kaca.
Tiba-tiba ia merasakan udara di sekelilingnya berubah
menjadi dingin, dengan cepat Ivea berjalan kedapur dan
kembali dengan membawa coklat panas untuk Kay. Semula
Ivea ragu untuk menganggu, tapi pada akhirnya Ivea
memberanikan diri mengetuk pintu ruang kerja Kay yang
tertutup rapat. Tidak perlu menunggu lama, pintu itu
terbuka dan sebelah mata Kay mengintip di baliknya, ia
melihat coklat panas yang di bawa Ivea kemudian
membuka pintu lebar-lebar dan kembali berbaring di sofa.
Ivea tersenyum senang. Coklat panas memang jitu. Ia
mengikuti Kay kedalam dan meletakkan coklat panas di
atas meja yang berantakan kemudian duduk di lantai, tepat
di sebelah sofa dimana Kay berbaring dan menghadap
kearahnya. "Kau sedang marah ya?" Tanya Ivea. "Kay, kau marah
padaku?" Kedua bola mata kelabu milik Kay memandangi Ivea
lekat-lekat. Sejurus kemudian kepalanya menggeleng
pelan. "lalu kenapa seharian disini" Apa dari tadi kau
berbaring seperti ini?". Ivea kemudian meyentuh kening
Kay dan berusaha membandingkan dengan suhu
tubuhnya. "Atau kau sedang sakit?"
Kay menepis tanganya lalu mendorong kepala Ivea
dengan telunjuknya. "Jangan kurang ajar kepada orang tua.
Berani-beraninya kau menyentuh kepalaku."
"Aku kan cuma khawatir!"
"Aku tidak apa-apa. cuma sedang tidak bersemangat."
Kay kemudian menunjuk keatas meja kerjanya dimana
terdapat sebuah tas kertas besar berwarna merah muda.
"disana ada bahan-bahan yang kau butuhkan untuk
wedding dressmu. Bian mengantarkanya tadi pagi.
Pokoknya malam ini kau sudah harus memulai
pekerjaanmu! Aku ingin gaunmu selesai dalam tiga hari
agar segala kesalahanya nanti bisa cepat di perbaiki."
Ivea berdiri dari duduknya menuju tas kertas
berwarna merah muda dan memeriksa isinya. Sifon dan
brokat masing-masing di bungkus rapi dalam sebuah
plastik bening. Ternyata bahan-bahan untuk rancanganya
disiapkan oleh Bian, semula Ivea kira ia harus
mengusahakanya sendiri. Perhatian Ivea kemudian beralih
kepada dompet berwarna hijau tua milik Kay yang terbuka
di atas meja. Sebuah foto disana menarik perhatianya.
Difoto itu, Kay memeluk dua orang wanita, yang pertama
adalah wanita yang sangat dewasa berambut kemerahan
sama seperti Kay dan yang satu lagi gadis bertubuh mungil
dengan rambut hitam lurus, juga wajahnya yang agak
bulat, manis sekali. Ivea membawa dompet itu mendekati
Kay yang masih betah berbaring di sofa.
"Dia siapa" " Ivea menunjuk wanita berparas Khas
eropa yang ada di dalam foto.
"Ibuku!" Jawab Kay singkat.
"Kalau gadis Jepang ini siapa" Pacarmu?"
Sekali lagi Kay mendorong kepala Ivea dengan
telunjuknya. "Kenapa kau tertarik sekali dengan masalah
percintaanku" Dia adikku!"
"Ogh?" Ivea kelihatan terkejut. Ia memandangi foto itu
sekali lagi. Sama sekali tidak mirip. Kay memang memiliki
sedikit ciri yang biasa di miliki orang-orang Jepang di
wajahnya, Tapi gadis ini sangat tidak mirip denganya.
"Kenapa?" "Tidak mirip!" "Aku dan dia satu ayah! Sebelum menikah dengan
ibuku ayahku menikah dengan ibunya dan punya satu
anak laki-laki, kemudian mereka bertengkar dan ibunya
melarikan diri. Selama itu, Ayah menikah dengan ibuku,
sampai akhirnya wanita itu ditemukan kembali dalam
keadaan sakit keras. Dia kembali tinggal bersama kami dan
setahun kemudian melahirkan Sachi, anak itu. Lalu harihari ibunya di penuhi bau
obat di rumah sakit. Wanita itu
meninggal saat Sachi berusia delapan tahun."
"Berarti kau masih punya kakak laki-laki?"
"Iya, tentu saja. Tsuyoshi. Dia di adopsi keluarga
Hidaka saat masih berusia dua atau tiga tahun, jadi saat
ibunya di temukan dia benar-benar tidak bersama ibunya.
Tapi selama ibunya di rumah sakit dia sering datang. Lama
sekali kami tidak bertemu dan baru di pertemukan
beberapa saat sebelum dia membawa Sachi kerumahnya
untuk beberapa hari. Tsuyoshi di keluarga Hidaka berganti
nama menjadi Yoshi."
"Wah, kalau begitu keluargamu pasti ramai sekali."
Kay tersenyum. "Setidaknya bila salah satu anaknya
menghilang, ibuku tidak akan kesepian."
"Maaf, mengganggu!"
Kay dan Ivea spontan menoleh kearah pintu yang
terbuka. Nathan ada disana sedang memandang mereka
berdua. Sebuah senyum menghiasi wajahnya yang
kelihatan lebih bersinar daripada biasanya.
"Ada apa?" Tanya Kay.
"Aku mau pamit pulang!" Jawabnya. "Eve, kau mau
pulang bersamaku?" Ivea menggeleng pelan. "Lain kali ya" Aku masih
banyak pekerjaan." "Tentang rancangan itu kan" Aku sudah dengar dari
Tara, selamat ya?" "Terima kasih!"
"Aku punya sesuatu untukmu!" Kata Nathan, sejurus
kemudian ia mendekati Kay dan Ivea lalu menberikan
sesuatu kepada gadis itu. Sebuah komik Vampire Knight
Volume pertama. Ada nama Nathan di lembar
pertama."Kalau begitu aku pulang dulu. Kay, aku pulang
dulu!". Nathan menganggukkan kepalanya sopan lalu
berbalik pergi. Ivea tiba-tiba saja tertunduk dan menghembuskan
nafas pelan-pelan. Butuh hati yang kuat untuk
menyembunyikan rasa malu-malunya. Tapi tadi ia
melakukanya, Apakah Ivea sudah berubah jadi vampire
sehingga cukup kuat untuk menghadapi Nathan" Ivea
tersenyum tipis sambil memandang komik yang di berikan
Nathan untuknya. "Ehm..." Kay berdehem dengan sengaja. "Kau dan dia
sama saja! Mengapa semuanya jadi begini" Kalian
belakangan ini semakin dekat ya" Kalau begitu percuma
saja aku sok protektif selama ini. Atau mungkin dia
menyadari kalau dia membutuhkanmu karena aku" Kau
harus berterima kasih padaku!"
"Ya, Miseur! Terimakasih, thank you, Arigato,
Kamsahamnida, Merci"
Kay tertawa. "Kalian berdua sudah resmi pacaran?"
Ivea menggeleng. "Kenapa" Anak itu apakah sedang malu-malu" Kalau
begitu kau saja yang menyatakan cinta duluan. Tidak usah
buang-buang waktu lebih banyak. Tidak ada salahnya
bersikap Agresif, Aku suka dengan perempuan yang berani
mengusahakan cintanya!"
"Aku tidak yakin akan melakukan itu"
"Kenapa?" "Karena sepertinya aku menyukai orang lain!"
Kay terperangah. Ivea dapat melihat ekspresi Kay
yang sangat terkejut dengan ucapanya tentang keberadaan
orang baru dihatinya. "Apa" Siapa" Mahasiswa di kampus" Lalu kau mau
apa?" Ivea angkat bahu. "Sepertinya aku akan memilih
Nathan pada akhirnya. Selama semuanya baik-baik saja
dan tidak ada masalah sebaiknya aku memilih Nathan. Iya
kan?" "Apakah orang baru itu juga menyukaimu?"
"Entahlah!" "Mengapa tidak kau cari tau saja dulu. Setelah itu baru
memilih. Jangan sampai salah pilih. Sebab Nathan masih di
ikuti Aliya meskipun kelihatanya sekarang lebih sering
bersamamu. Kalau laki-laki yang baru tidak punya orang
lain dan juga menyukaimu apa salahnya!" Ujar Kay
menasihati. *** Seharusnya hari-hari bersama Nathan bisa berangsung
dengan manis, Tapi Ivea tidak merasa sepenuhnya
demikian. Kadang-kadang tawa, senyum dan sapaan lemah
lembutnya sama sekali palsu. Ivea menantikan Kay, Sapaan
dari Kay bisa membuatnya bersemangat. Jika Kay
memintanya untuk mengerjakan sesuatu, Ivea akan
langsung mengerjakanya tanpa menunda-nunda lagi. Ia
akan membatalkan semua janjinya dengan Nathan dengan
berbagai alasan. Tapi meskipun begitu, bila di suruh
memilih, Ivea akan memilih Nathan untuk bersamanya
dibandingkan dengan Kay. Karena perasaan Nathan
kepadanya sudah jelas sedangkan Kay tidak. Karena
Nathan menganggapnya sebagai wanita sedangkan Kay
belum tentu. Sesuai dengan target, gaun rancangan Ivea dapat di
selesaikan dalam tiga hari dan hanya butuh seharian untuk
memperbaiki semua kesalahanya. Setelah itu, Ivea dan Kay
kembali jarang berbicara. Kay bahkan lebih suka meminta
Nathan untuk membantu semua pekerjaan Ivea sehingga
waktu-waktu Ivea hanya diisi dengan Nathan. Seperti kali
ini. Ivea dan Nathan makan siang bersama di caf? milik
Tara dan di pojok sana, Kay dan Tara juga makan siang
bersama. Ivea hanya bisa mencuri-curi pandang sesekali
kearah Kay dan berusaha lebih banyak memperhatikan
Nathan. Tapi beberapa saat kemudian Ivea menjadi sangat
bahagia bisa semeja dengan Kay karena Bian tiba-tiba
datang dan mengajak semuanya bergabung bersama dalam
satu meja. "Besok modelku akan datang. Kalian siapkan saja
tempatnya aku ingin fotonya nanti di latar belakangi gaungaun rancangan Kay yang
di kenakan oleh manekin berwarna hitam. Soal fotografer, aku bisa bergantung
padamu kan Nathan?" Bian berbicara dengan serius.
Senyum cerah menghiasi wajahnya setelah melihat Nathan
mengangguk lugu. "Aku percaya karyamu yang terbaik"
"Terima kasih." Jawab Nathan.
"Eve, Kau juga bersiap-siap. Dengan rancangan ini,
bisa saja namamu menanjak dalam sekejab. Kau tau kan
majalahku seringkali menerbitkan selebriti baru!" Bian
agak menyombongkan diri kemudian menertawakan
kesombonganya beberapa saat. "Besok bisa saja galeri jadi
ramai karena model yang ku pakai adalah artis terkenal.
Aku sebenarnya ingin mencari pasangan yang artis juga.
Tapi akhirnya aku putuskan untuk meminta kepada Kay
menjadi pasangan model itu besok!"
"Aku?" Kay tampak terkejut. "Aku tidak bersedia!"
Bian menempelkan kedua telapak tanganya dan
menjunjungnya tinggi di atas kepala. Ia bertindak seperti
sedang menyembah Kay yang ada di hadapanya. "Tolong
aku! Kau sangat fotogenic. Kau dulu juga seorang model
kan?" "Tapi aku sudah sangat lama tidak di foto!"
"Karena itu coba lagi. Kehadiranmu sebagai model
majalah ini mengesankan kalau kau mengakui rancangan
Ivea. Ayolah ku mohon!"
"Tapi tidak semudah itu!"
"Kay, Ku mohon. Eve. Ayo bantu aku untuk
membujuknya. Ini debut pertama rancanganmu." Bian
mulai memprovokasi Ivea. Ivea memandang Kay yang juga
memandangnya. Tapi dia tidak melakukan apa-apa. Ia tau
Kay akan bersedia, Kay tidak pernah menolak untuk
membantu Bian meskipun harus bertengkar dulu
sebelumnya. 6 Pukul 15.45 sore. Seharusnya pemotretan sudah di
mulai beberapa jam yang lalu, tapi model yang akan di foto
bersama Kay sama sekali belum datang. Bian sudah
mondar-mandir dengan handphonenya sejak tadi dan
ponsel itu juga berdering setiap kali. Kelihatanya Bian
adalah orang yang sangat sibuk dan di butuhkan banyak
orang. Ia membatalkan banyak janji karena keterlambatan
hari ini. Tiga orang staf Bian juga melakukan hal yang
sama. Terkadang mereka mengeluh kepada Bian dan
Wanita itu masih meminta mereka untuk bersabar.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada apa sebenarnya?" Tanya Nathan kepada Ivea
sambil berbisik. Mereka berdua mendapat pemandangan
langka sekarang, beberapa orang di dalam ruangan yang
sama tengah kebingungan karena satu orang.
Ivea angkat bahu. "Artisnya tidak bisa di hubungi.
Bian sudah berusaha menelpon manajernya, dia bilang,
mereka menggunakan mobil yang berbeda. Si menejer
sedang terjebak macet sekarang. Mungkin artisnya juga!"
"Sekarang Jam pulang Kerja. Wajar saja kalau macet.
Seharusnya mereka tau kalau keadaan kota kita seperti ini
adanya. Kenapa tidak datang lebih cepat" Mereka harusnya
sudah disini pada jam makan siang kan?" Nathan
menimang-nimang kameranya lalu memandang wajah
Ivea. "Berat?" Tanya Ivea
"Apa?" "Kamera. Sejak tadi siang kau terus memegangnya!"
"Kenapa" Aku bahkan bisa memegangnya lebih lama
kalau harus ambil foto di luar galeri." Nathan kemudian
memotret Ivea sekali dalam tempo yang sangat tak bisa di
prediksi. Ivea benar-benar terkejut saat lampu Blitz
menyilaukan matanya. Ia kemudian harus menahanya
beberapa kali lagi. "Apa yang kau lakukan?"
"Aku sedang memotret sekarang!" Jawabnya.
Gadis itu mendesis pelan. Ivea dan Nathan lalu saling
tersenyum. Tapi suara keras Kay mengagetkan keduanya.
Kay tidak pernah bicara keras selama ini.
"Kapan akan di mulai?" Tanya Kay. Ia terlihat kesal
kepada Bian yang baru saja menjauh dari pintu masuk
galeri. "Galeriku harus ditutup dan Tara harus melayani
Fitting di rumah pelanggan karena ini."
"Bisa tunggu sebentar lagi?" Suara Bian terdengar
memelas. Ia sedang memohon. Bian tau kalau Kay sudah
kesal karena Kay memang tidak suka menunggu. Kay tidak
pernah memberi toleransi kepada keterlambatan.
"Kenapa harus dia" Mereka tidak professional,
seharusnya mereka sudah datang dari tadi dan mereka
masih menggunakan macet sebagai alasan" Nonsense!"
Bian tidak menjawab apa-apa. Ia hanya memasang
wajah bingung yang sangat super sehingga membuat Kay
semakin kesal. "Sebaiknya kau cari penggantinya! Aku tidak akan
mengizinkan orang-orang itu menginjak galeriku!"
"Tapi Kay, mana boleh begitu! Semua orang punya
kesempatan kan" Mungkin sedang terjadi sesuatu makanya
bisa seperti ini!" "Bi, Ini sudah hapir malam, Kau kira semuanya bisa
selesai dengan cepat" Artismu itu juga harus Fitting!
Berkali-kali dia tidak pernah datang untuk Fitting
meskipun sudah kami telpon sehingga aku harus membuat
gaun itu sesuai dengan ukuran perancangnya. Seharusnya
dia sadar kalau wedding dress tidak sama dengan gaun
yang lain. Bagaimana aku tau dia punya chemistry atau
tidak dengan gaun rancangan Ivea kalau dia selalu
menganggap remeh urusan ini?". Kay mendengus keras
lalu berjalan dengan cepat kedalam ruang kerjanya.
Bian Mengigit bibirnya. Kay membuatnya semakin
tenggelam dalam kebingungan. Kepalanya berusaha
berfikir dengan cepat. Dirinya kemudian mendekati
Chastine, asistenya untuk berdiskusi beberapa saat. Sejurus
kemudian Bian terlihat memegangi kepalanya seolah-olah
kepala itu adalah gunung api yang siap meletus kapan saja
dan Bian sedang berusaha menahan letusanya. Bian hampir
kehabisan kendali, padahal dirinya sedang tidak ingin
marah dan mencaci maki karena banyak jadwal yang
tertunda dan di sebabkan oleh masalah ini. Ivea dan
Nathan saling pandang. Keributan tadi sempat membuat
mereka beralih perhatian.
"Kelihatanya Kay sangat marah." Sekarang giliran
Ivea yang berbisik kepada Nathan.
"Tentu saja. Dia sama sekali tidak suka dengan orang
yang meremehkan sesuatu. Artis itu sudah meremehkan
kinerjanya dengan tidak datang untuk Fitting. Kay dulu
juga seorang model, hal seperti ini mungkin sudah di luat
batas toleransinya jika ia menepatkan diri sebagai model.
Eve, kau sendiri lihat kan" Kay sudah menahan diri sejak
hampir dua jam, itu berarti dia berusaha untuk memahami
selama itu dan ini adalah pertama kalinya Kay menoleransi
keterlambatan selama lebih dari lima belas menit!"
"Lalu bagaimana" Apa yang akan terjadi?"
"Sepertinya wanita itu tidak akan datang untuk di
foto. Tapi seharusnya debut gaunmu ini tidak boleh batal."
Nathan mendesah. "Bagi Kay, gaun pernikahan itu punya
nyawa, ia harus di gunakan oleh orang yang cocok. Karena
itu ada orang yang terlihat cantik saat pesta pernikahanya
meskipun pernikahanya sangat sederhana. Tapi ada juga
yang terlihat tidak meskipun pernikahanya mewah dan
melibatkan banyak orang terkenal."
Ivea mengerti sekarang. Kay memang selalu
mengerjakan proyek wedding dress-nya lebih maksimal dari
pada harus merancang pakaian yang biasa. Tidak jarang,
saat Fitting Kay merubah keadaan gaun hampir enam
puluh persen. Kay memang di kenal sebagai perancang
yang keras kepala, tapi pelanggan tidak pernah protes
karena semua yang Kay lakukan dapat memuaskan hati
mereka. Ivea sangat ingin seperti Kay, Ivea sangat
mengidolakanya. "Kau punya ide?" Bianca Karta mengejutkan mereka.
Ia tiba-tiba saja menyela pembicaraan Nathan dan Ivea
dengan wajah yang berada dalam posisi sangat dekat
dengan wajah Nathan. "Kau fotografernya. Kau punya
pengganti" Sepertinya kau sangat faham dengan selera
Kay." Nathan agak gelagapan di perlakukan begitu. Tentu
saja ia sangat memahami Kay, Nathan bekerja kepad Kay
semenjak galeri itu dibuka pada tahun pertama Kay tiba di
Indonesia. Ia menggeser duduknya sehingga rapat dengan
Ivea dan menghindari pandangan mata Bian. "Pengganti"
Tentu saja mereka tidak akan mau di hubungi semendadak
ini, kecuali bila pemotretanya di tunda. Atau..."
"Atau?" Nathan memandang Ivea sesaat. "Jadikan Ivea sebagai
pengganti!" "Apa?" Ivea terpekik kecil
"Kenapa?" Tanya Bian setelah memandang Ivea
sekilas. "Berikan alasan yang tepat!"
"Kay selalu mencocokkan gaun sesuai dengan
karakter pemakainya, karena itu dia selalu membutuhkan
waktu perbaikan dan Fitting yang cukup lama. Kalau Kay
menggunakan tubuh Eve untuk Fitting, berarti dia sudah
membuat gaun itu cocok untuk dipakai oleh Ivea!"
Bian mengangguk-angguk. "Karena itu setiap gaunya
bernyawa!" desisnya. Pantas saja Kay selalu memilih siapa
model yang akan mengenakan gaunnya bila fashion show.
"Chastine, kau tolong aku. Bawa Eve keruangan Kay
sekarang. Laki-laki itu pasti tau sebaiknya dia didadani
seperti apa!" "Tapi aku tidak fotogenic!"
"Semua orang jadi fotogenic kalau berfoto untuk
facebook!" "Tapi aku tidak punya facebook!" Ivea masih berusaha
membela diri. Tapi apapun yang dilakukanya percuma. Ia
sudah diseret oleh beberapa orang pegawai Bian dan
dikurung dalam ruangan Kay untuk beberapa lama.
*** "Coba gunakan yang baby pink!" Kay memberi saran
kepada Ebi, penata rias bawaan Bian dengan suara lembut.
Wanita itu kemudian mengganti kuasnya dan segera
meraih Blush On dengan Brand mahal itu kemudian
menyapukanya di wajah Ivea dengan hati-hati. Setelah itu
dirinya tidak perlu di perintahkan lagi untuk
menyesuaikan warna lipstick dengan semua tata rias yang
sudah di lakukanya atas campur tangan Kay. Tidak lama
kemudian Ebi meminta izin untuk keluar dari ruangan dan
meninggalkan kotak Make Up berwarna hitam dan silver
besar miliknya di atas meja.
"Kenapa kau menutup pintu?" Tanya Ivea begitu
melihat Kay menutup pintu ruang kerjanya rapat-rapat.
"Karena kau harus mengganti pakaianmu!" jawabnya.
Kay kemudian mendekat dan memperhatikan wajah Ivea
lekat-lekat. Jari tengah sebelah kananya menyapu bedak
yang kelihatanya bertumpuk di sekitar alis Ivea yang
sebelah kanan. Ivea dapat merasakan desiran darahnya bila berada
dekat dengan Kay seperti ini, matanya tidak sanggup
memandang Kay berlama-lama sehingga ia membuang
pandanganya kearah lain. Kay membuka kancing
kemejanya perlahan dan spontan Ivea menahan tangan Kay
untuk melanjutkan aksinya.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Kay memandang wajah Ivea yang kelihatanya agak
ketakutan. "Apa lagi" Membantumu mengganti pakaian
tentunya!" "Aku bisa menggantinya sendiri di Fitting room"
"Kau gila" Kalau kau menggantinya sendiri Make Up
di wajahmu itu bisa berantakan. Apa kau lupa betapa
cerobohnya dirimu" Aku tidak pernah membiarkan
siapapun mengenakan gaun di galeri ini tanpa bantuan,
karena Tara sedang tidak ada, jadi aku akan melakuknya
sendiri." "Tapi, Kay..." "Apa" Kau tidak sedang berfikir yang macam-macam
kan" Ini sudah jadi pekerjaanku, Aku sudah biasa
melakukan hal seperti ini!" Kay kemudian mendorong
kepala Ivea dengan telunjuknya, Hal yang paling paforit
untuk di lakukanya kepada gadis itu. "Kau memakai
pakaian dalam kan?" "Tentu saja!" "Kalau begitu apa yang kau takutkan?"
"Tetap saja aku tidak bisa!"
Kay memutar bola matanya kesal. Ia kemudian meraih
sisa satin yang berada di atas sofa ruang kerjanya dan
memberikanya kepada Ivea. Ivea meraih satin berwarna
putih itu dengan ekspresi tidak mengerti. "Kalau begitu
kau buka bajumu sendiri, lalu pakai kain itu seperti kau
menggunakan handuk saat mandi. Kalau sudah selesai
bilang padaku!" Kata Kay memberi instruksi lalu
membalikkan tubuhnya menghadap ke pintu.
Ivea menjalankan semua petunjuk Kay, ia membuka
bajunya terlebih dahulu dengan hati-hati. Ivea tidak ingin
dimarahi Kay nanti kalau make Up-nya rusak sebagai hasil
dari perilaku keras kepalanya barusan.
"Kalau begini kau jangan pernah berfikir untuk jadi
model, tubuhmu akan dengan mudah dilihat oleh orang
lain." Kata Kay. Spontan Ivea menyentuh dadanya. Ia benar-benar
terkejut mendengar suara Kay yang tiba-tiba. Ivea tau Kay
sudah sering melakukan itu, membantu model
menggunakan pakaian yang serba repot seperti gaun
pengantin tentu saja sudah jadi makanan Kay sehari-hari.
Tapi berdekatan dengan Kay saja ia sudah merasa malu,
Apalagi jika Kay sampai membuka pakaianya seperti yang
akan dilakukanya tadi, Ivea ragu kalau ia bisa melanjutkan
semuanya kalau itu benar-benar terjadi.
"Kay, aku sudah..." Suara Ivea menggantung. Ia akan
melanjutkan ucapanya itu dengan kata-kata seperti apa"
Semua kata tetap saja membuatnya ragu untuk
mengucapkanya. Kay berbalik dan mengambil gaun rancangan Ivea dari
dalam lemari di ruang kerjanya. Ivea yakin, perasaan itu
sepertinya hanya dirasakanya sendiri. Kay tidak
menampilkan ekspresi apa-apa selain ekspresi profesionalnya dalam mengerjakan apapun yang sudah
menjadi pekerjaanya. *** "Kay, aku sudah..." Kay menelan ludah. Ivea
menggantung ucapanya dan sekarang sudah saatnya Kay
menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Bodoh, wajah seperti apa yang di tampilkanya" Fikir Kay.
Ekspresi Ivea mengesankan kalau Kay akan segerak
memakanya bulat-bulat. Tentu saja tidak. Apapun yang
Ivea fikirkan Kay tetap tidak akan melakukan apa-apa.
Meskipun Ivea juga perempuan, Meskipun Kay adalah
laki-laki normal yang biasa, pekerjaan tetap pekerjaan dan
ia tidak akan pernah melakukan hal bodoh apapun yang
akan merusak citranya selama ini.
Kay menggenggam sifon pada gaun buatanya -bersama Ivea tentunya -- dengan
lembut. Pemilihan shifon untuk gaun pernikahan adalah ide nekat yang cukup
brilian. Saat pertama kali membaca deskripsi tugas milik
Ivea, Kay sudah merasa tidak percaya kalau gadis itu
memilih bahan yang lain dari biasanya, rancanganya juga
bagus dan memiliki kesan ganda. Gaun rancangan Ivea
bisa dikenakan orang dengan karakter apa saja tanpa harus
merombaknya secara signifikan.
"Aku baru tau kalau kau dulu juga model!" Suara Ivea
memecahkan suasana sunyi diantara mereka seketika.
Kay masih melanjutkan pekerjaanya, "Memangnya
kenapa" Aku kurang tampan?"
"Astaga! Kenapa kau harus merusak suasana dengan
berkata hal seperti itu" Aku tau, kebanyakan model
memang berakhir sebagai perancang busana. Tapi itu
jarang terjadi pada model pria kan" Apalagi konsentrasi
yang kau pilih adalah busana pernikahan!"
"Ibuku juga seorang desainer!" Kay menjawab singkat.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lalu kenapa kau memilih untuk konsentrasi di
bidang ini" Meskipun kau juga merancang pakaian yang
lainya, tapi pelangganmu kebanyakan adalah orang-orang
yang mungkin datang kemari hanya sekali seumur
hidupnya!" Kay berhenti bergerak sesaat, dia kelihatanya sedang
memikirkan jawaban untuk pertanyaan ivea. Dan setelah
menemukanya, Kay menjawab pertanyaanya sambil
melanjutkan pekerjaanya. "Entahlah, mungkin karena saat
tercantik seorang wanita adalah sewaktu dia tampil dengan
busana pernikahanya. Dan aku suka wanita cantik!" Kay
tersenyum nakal. Geez! Ivea berdesis. "Aku serius. Kenapa kau
menjawabnya sambil bercanda?"
"Aku juga serius!" Jawab Kay sengit. "Wanita yang
akan menikah itu, memancarkan aura kebahagiaan yang
spesial, seperti apapun mereka, semuanya akan terlihat
cantik dan sangat bersemangat untuk jadi lebih dan lebih
cantik pada harinya. Aku suka membantu mereka untuk
terlihat cantik." Kay sudah selesai, Ia memperhatikan Ivea dengan
jarak yang cukup jauh sambil menyilangkan kedua tangan
di depan dadanya. Ada yang kurang, tentu saja sepatu. Kay
kemudian mengambil high heels di dalam kotak sepatu di
atas meja kerjanya, sepatu berwarna silver itu adalah milik
Bian dan Kay cukup puas saat memakaikan sepatu itu,
ukuranya sangat pas dengan Ivea.
"Kau sudah merasa jadi Cinderella?" Tanya Kay
sambil mendongak keatas untuk melihat wajah ivea yang
memerah. Tapi tetap saja Kay masih merasa kurang. Ia
kemudian mengambil beberapa perhiasan yang sudah
disediakan. Pilihanya jatuh pada kalung silver dengan
bandul laba-laba di hiasi pemata yang tidak terlalu
mencolok dan meminta Ivea memakainya.
Selain kalung, Kay juga meraih beberapa buah gelang
dan cincin yang senada. Kali ini ia memakaikanya sendiri,
dan saat Kay mengenakan cincin di jari Ivea, Ivea merasa
kalau dirinya sedang diliputi kebahagiaan sekarang. Kay
menghela nafas lega lalu memperhatikan Ivea sekali lagi.
"Eve, kau benar-benar seperti seorang wanita yang
akan segera menikah. Kau punya aura yang sama dengan
wanita yang akan menjalani kehidupan baru mereka. Kau
sedang merasakan apa" Kelihatanya seperti orang yang
sedang jatuh cinta!" Komentar yang manis. Ivea benarbenar membuat Kay kagum hari
ini sangat cantik dalam kesederhanaan yang di tampilkanya. "Apa karena Nathan
sedang menunggu di luar?"
*** "Try to relax, Eve!" Teriak Bian keras-keras.
Walau bagaimanapun Ivea tetap bukanlah seorang
model yang bisa langsung memberikan pose artistik. Butuh
penyesuaian yang cukup memakan waktu. Tapi Bian masih
bisa bersabar karena ia tengah bersenang hati melihat Ivea
yang tampil dengan sangat manis. Nathan memang benar
kalau Kay selalu menjadikan sebuah gaun sederhana yang
di rancang Ivea menjadi bernyawa.
"Kau tidak pernah berfoto" Anggap saja seperti
sedang foto di studio!" Kay berbicara sambil memijat-mijat
sendiri bahunya. Sekarang dia sudah cukup lelah meskipun
tidak terlalu banyak bekerja hari ini. "Aku kebelakang
dulu. Bajuku sudah berkeringat, sepertinya harus segera
diganti!" Katanya kemudian setelah menyeka keringat
yuang keluar dari sela-sela rambutnya. Ia perlu minum,
semoga segelas air putih bisa mendinginkan kepalanya
yang sudah panas karena stress. Kaki-kakinya terdengar
melangkah tegas meninggalkan Ivea berdiri sendirian di
depan kamera. Ivea terpaku saat semua orang istirahat, merasa
dirinya sedikit payah dan tidak berguna. Semua orang bisa
saja kesal dan marah padanya meskipun mereka tidak
memperlihatkanya secara terang-terangan. Melihat wajah
Kay tadi, Ivea tau Kay bisa saja berteriak kesal seandainya
dia adalah orang yang tidak punya kendali emosi seperti
Bian. Tapi selama ini Kay selalu menyembunyikan
emosinya dengan sukses kecuali tadi, saat Kay memarahi
Bian karena model yang tidak datang sama sekali hingga
sekarang. Rasa dingin menyengat lengan Ivea sehingga ia
bergindik melihat sesuatu yang menempel di sana. Kaleng
softdrink yang berembun di sodorkan oleh Nathan
untuknya membuat perasaanya lebih sejuk, Pria itu
tersenyum dan Ivea membalasnya.
"Terimakasih!" Ujar Ivea setelah mengambilnya dari
Nathan. Ivea kemudian membukanya dan mulai minum
sebanyak-banyaknya. Dia sangat haus.
"Your pleasure!" Nathan kemudian duduk di lantai
begitu saja. Ivea semula bingung melihat Nathan selonjoran
dengan cueknya. Seandainya dia tidak sedang
menggunakan gaun, mungkin Ivea akan melakukan hal
yang sama. Ivea lebih memilih Jongkok di samping Nathan
sambil terus meminum Softdrinknya sesekali.
"Maaf ya." Nathan memandang Ivea dengan rona yang berbeda.
"Atas apa?" "Atas merepotkan kalian semua. Terutama dirimu,
Seharusnya kau sudah pulang sekarang. Tapi jam segini
masih harus bekerja karena aku!"
Tawa kecil menghiasi wajah Nathan. "Aku sering
menghadapi kejadian yang seperti ini, Pre wedding
kebanyakan dilakukan oleh orang biasa yang bukan model.
Yang harus kau lakukan hanya berusaha untuk lebih rileks.
Umm...sebenarnya berat untuk mengatakan ini, tapi
anggaplah foto kali ini adalah foto pre wedding mu dengan
Kay!" Mendengar ucapan Nathan, Ivea hanya bisa tutup
mulut, Nathan dan Kay menarik perhatianya dengan sama
banyaknya. Bagaima mungkin ia bisa menumbuhkan
anggapan seperti itu bila di tempat yang sama, Nathan
melihat mereka melalui lensa kamera. Ivea mendesah, ia
memijati tumit kakinya yang sudah kelelahan, rasanya
nyeri sekali. "Kalau lelah duduk saja dulu!" Kata Nathan,
sepertinya Nathan memperhatikan Ivea saat gadis itu
memijati tumit kakinya. "Aku memakai Gaun berwarna putih, bagaimana
kalau kotor?" "Kalau begitu duduk disini!" Kay menepuk lututnya
dengan tangan kanan. "Bagaimana bisa aku duduk disana" Kau bisa
kesakitan, Aku ini berat"
"Tidak akan terjadi apa-apa, aku biasa melakukanya
dengan keponakanku di rumah! Ayolah, waktu istirahat
sangat sempit jangan sampai kau pingsan sebelum aku
mendapatkan foto yang bagus!"
Ivea berfikir lama, tapi akhirnya ia memilih untuk
mengikuti saran Nathan dan beralih untuk duduk di atas
lututnya. Tiba-tiba tangan Nathan menarik lengan Ivea
sebelum gadis itu sempat duduk dan sekarang Ivea benarbenar ada di pangkuanya,
sangat dekat. Wajah Ivea terlihat lebih jelas, begitu juga ekspresi malu-malunya yang
berhasil membuat jantung Nathan berdetak semakin
kencang. "Nat, semua orang melihat kita!" Kata Ivea pelan.
Wajahnya menunduk. Beberapa orang pegawai Bian yang
masih ada di ruangan itu berbisik-bisik sambil melihat
kearah mereka berdua. "Tidak usah di perdulikan!Tetaplah begini, sebentar
saja!" "Belakangan ini kau kenapa" Sikapmu sangat berani
dan membuat aku malu, maksudku...ini tidak memalukan.
Kau hanya membuatku malu untuk melihat wajahmu"
"Ya" Aku juga. Tapi ini satu-satunya cara agar kau
terus mengingat aku. Kita sangat jarang bertemu
belakangan ini. Kau lebih sering bersama Kay. Seandainya
bukan Kay aku pasti sudah cemburu." Kalimat terakhir di
ucapkan Nathan dengan berbisik. Wajahnya juga tertuduk,
tentu saja ia juga merasakan hal yang sama dengan yang
Ivea rasakan sekarang. "Nat, boleh aku bersandar padamu?" suara Ivea
terdengar sangat pelan. Tapi cukup untuk membuat
Nathan terperangah heran. Ivea merebahkan kepalanya di
bahu Nathan sebelum laki-laki itu mengatakan ya. Ivea
sedang memikirkan kebimbangan hatinya, memikirkan
Kay dan Nathan di saat yang sama membuat hatinya
seperti di serang bencana. Ivea ingin tenang dalam pelukan
Nathan untuk sebentar saja dan melupakan semua masalah
yang mengganggu fikiranya dan sepertinya berhasil. Ivea
cukup merasa damai meskipun ia mendengar detak
jantung Nathan yang sama kerasnya dengan yang Ivea
punya. Tapi detakan demi detakan membuatnya seperti di
hopnotis, beberapa saat kemudian Ivea merangkul Nathan
erat-erat. "Seandainya kau bisa bersikap seperti itu padaku kita
bisa menyelesaikan pemotretan ini dengan cepat!"
Suara Kay membuat Ivea membuka mata dan
menegakkan kepalanya. Laki laki itu sekarang sudah
berjongkok di sebelah Nathan dan memandangi mereka
berdua dengan wajah yang lebih segar. Kay sudah
mengenakan pakaian serba hitam dengan jas putih
sekarang. Rambutnya yang tadi di ikat rapi kali ini di
biarkanya terurai alami. "Lihat! Wajah kalian merah!" Kay kemudian tertawa
senang dan baru berhenti setelah dirinya puas.
Menertawakan Ivea dan Nathan kelihatanya bisa
mengurangi tekanan yang sudah di dapatnya selama
seharian. "Tidak lucu!" Kata Ivea sinis.
"Kau marah karena aku mengganggu" Baiklah, aku
minta maaf, tapi kalian lanjutkan nanti saja kita harus
memulainya lagi agar cepat selesai karena aku aku ingin
segera tidur!" Ivea melepaskan rangkulanya dari Nathan dan berdiri
di bantu oleh Kay. Kepada siapa dia akan berakhir"
Benarkah ia melepaskan Nathan dan menyambut tangan
Kay seperti ini pada akhirnya nanti" Semuanya di mulai
kembali. Nathan disana, berada jauh darinya dan kembali
memegang kamera. Sedangkan Ivea berada disini sangat
dekat dengan Kay yang belakangan membuatnya diliputi
rasa bingung yang berkepanjangan. Sesaat kemudian
Lampu Blitz menyambar lagi. Kay merangkul pinggang
Ivea dan membawanya dekat dengan tubuhnya.
"Eve, coba lihat mataku!" Bisik Kay. "Cobalah untuk
memaksakan perasaanmu padaku kali ini saja. Aku sudah
sangat lelah!" "Aku juga sedang berusaha."
"Kau tau" Melihatmu dan Nathan tadi aku jadi merasa
tidak penting. Kau bisa setenang itu denganya sedangkan
selalu tegang bersamaku! Aku cemburu!"
Cemburu" Ivea membatin. Benarkah Kay cemburu" Ia
memandang wajah Kay dalam-dalam dan Kay tersenyum
untuknya. Perlahan-lahan bayangan Nathan memudar dari
ingatan Ivea berganti dengan Kay. Hanya Kay.
"Eve, untuk saat ini, Jadilah calon Istriku!"
*** Ivea mengaduk-aduk siomay-nya dengan tidak
bersemangat. Bayangan tentang senyum Kay kali itu sangat
menghantuinya. Sebenarnya bagaimana perasaan Kay
padanya" Rasa cemburu yang Kay katakana waktu itu rasa
cemburu yang bagaimana"
"Kurasa, dia mengatakan hal itu hanya untuk membuatmu
memperhatikanya. Buktinya, setelah itu, Nathan mendapatkan
banyak foto bagus kan?" Kata Chastine tadi malam saat Ivea
menceritakan semuanya. "Bagaimana bisa kau akhirnya
memikirkan Kay sedangkan sekarang kau sedang sangat dekat
dengan Nathan. Eve, jangan bermain api. Semua perhatian Kay
selama ini tidak perlu kau masukkan kedalam hati. Aku sudah
mengenalnya lama dan dia termasuk orang yang suka
mempermainkan hati perempuan. Hanya saja semenjak dia
mempermainkan hati sepupu Bian, Kay tidak pernah terlihat
memiliki kedekatan Spesial dengan wanita manapun selain Tara.
Kelihatanya dia Jera karena kejadian itu sempat membuat
hubungan persahabatanya dan Bian menjadi sengit. Dia tidak
menyukai gadis sepertimu sayang, Kay hanya menyukai
perempuan yang Agresif. Kay memang suka menggoda siapa
saja, sekarang tinggal dirimu yang menentukan dirimu harus
bagaimana dan berbuat seperti apa!"
Ivea meminum Jusnya sedikit, lalu kembali ke
lamunanya. Chastine benar. Sepertinya Ivea memang tidak
perlu berharap. Ia sudah punya Nathan sekarang dan
perhatian Nathan kepadanya sangat penuh, bahkan
berlimpah. Ponsel Ivea berdering. Pesan dari Kay
mengganggu keputusan yang baru di buatnya.
Cepatlah keruanganku. Aku ingin memperlihatkan sesuatu.
(Sender: Kay 08984455xxx)
Kesana atau tidak" Ivea masih menimbang-nimbang.
Hatinya menginginkan Ivea segera kesana untuk menemui
Kay. Tapi fikiranya berontak. Seandainya ada Nathan
disini, Ivea yakin kalau dirinya akan lebih memilih untuk
bersama Nathan. Mempercayakan hati kepada yang sudah
jelas dan meninggalkan ketidak jelasan. Kali ini tidak apaapa. Ivea harap ia
bisa menemui Kay untuk yang terakhir
kalinya dengan perasaan seperti ini. Dengan langkah
gontai, Ivea berjalan meninggalkan Siomaynya di atas meja
kantin dan menemui Kay di ruang kerjanya. Beberapa
teman yang tidak begitu dikenalnya menyapa Ivea di
sepanjang jalan dan Ivea hanya bisa membalas dengan
senyuman. Selama ini Ivea bukanlah orang yang menonjol,
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia lebih suka duduk di kelas sampai mata kuliah dimulai.
Tapi karena hari ini Voni tidak datang, Ivea memilih
menghabiskan waktu di kantin. Merasakan udara kampus
dengan serius, ini adalah pertama kali untuknya.
"Maaf, Miseur! Ada apa?" Ivea bertanya dengan sopan
kepada Kay yang sibuk dengan laptopnya.
Perhatian Kay beralih kepadanya. Kay membuka kaca
matanya dan memandang Ivea sebentar lalu mengeluarkan
sesuatu dari laci meja kerjanya. SmiloQueen. "Coba lihat
ini. Bian memberikanya padaku pagi ini!"
Ivea mendekati Kay dan membuka majalah yang ada
di atas meja. Ia bisa menebak, apa yang ingin Kay
perlihatkan. Hari ini SmiloQueen yang memuat
rancanganya terbit dan sudah di bagi-bagikan ke beberapa
kelas di fakultasnya. Masing-masing kelas mendapatkan
satu. Mungkin karena itu beberapa anak yang tidak di
kenal tadi menyapanya. Ivea kelihatan kewalahan karena ia
tidak juga menemukanya sehingga Kay akhirnya turun
tangan dan membantunya menemukan halaman yang
ingin Ivea temukan. Foto mereka mengisi satu halaman
penuh dan terlihat sangat bagus. Nathan memang
fotografer yang hebat. "Bagaimana" disini aku tampan tidak?" Kay mulai
bercanda seperti biasa. Ivea hanya tersenyum. "Lihat, Akhirnya kau bisa juga berfoto dengan wajah
semanis ini. Aku kira waktu itu kita harus melakukanya
sampai pagi!" "Ya, terima kasih!"
Kedua alis Kay bertaut. "Terima kasih kenapa?"
"Aku bisa begini karena kemarin kau menggodaku.
Lelucon tentang permintaanmu untuk menjadikanku calon
Istri waktu itu benar-benar membuatku terkejut!"
"Lelucon?" Wajah Kay agak serius. Tapi sesaat
berikutnya ia tersenyum dan berkata demgan nada yang
biasa. "Aku tidak bercanda. Ini Kan foto prewedding kita.
Nanti akan ku tempel dalam ukuran besar di galeri.
Bagaimana?" "Sudahlah. Kau tidak perlu bercanda seperti ini. Kau
sangat keterlaluan, Kata-kata cemburumu itu sudah
membuatku hampir percaya dan..."
"dan apa?" Tanya Kay setelah mendengar kata-kata
yang menggantung keluar dari mulut Ivea. "Dan kau
sudah jatuh cinta padaku?"
Kaki-kaki Ivea terasa melemah. Kenapa Kay selalu
menggodanya dengan cara seperti ini" Setelah bersikap
aneh, Kay akan segera membahas mengenai Ivea dan
Nathan seolah-olah semua yang di ucapkanya sama sekali
bukan apa-apa. Perasaanmu kepadaku sebenarnya seperti apa"
Fikir Ivea. "Miseur" Suara beberapa mahasiswi mengganggu
mereka. Para gadis iti masuk secara bergerombol
mengelilingi meja Kay membuat Ivea tersingkir ketepi
ruangan. Tidak ada satupun yang menyadari keberadaanya
dan tidak ada satupun yang memperdulikanya. Ivea
membiarkan Majalah itu tetap berada di meja dan hanya
memandangi Kay yang sibuk meladeni penggemarnya.
"Kami sudah lihat di majalah. Miseur. Kau keren
sekali" kata salah seorang dari mereka.
"Coba saja waktu mengajar kau berpenampilan seperti
ini." "kalau begitu aku jamin kalian semua akan
mendapatkan nilai semester yang rendah" Suara Kay
terdengar sayup-sayup di antara keriuhan yang terjadi
dalam ruanganya. ?"Karena kalian tidak akan
memperhatikan pelajaran. Cuma memperhatikanku!"
"Ah, Miseur. Bisa saja!"
"Wanita di foto itu siapa" Rasanya pernah lihat!"
"dia" Calon istriku!" Kay tersenyum. Ivea bisa melihat
kalau Kay sedang memandangnya. Tapi segera kembali
memandangi mahasiswinya satu persatu. "Tidak, aku
bercanda. Apa kalian tidak tau kalau dia mahasiswi yang
mendapatkan nilai tertinggi dalam mata kuliahku!"
"Beruntung sekali dia!"
"kalau kalian ingin seperti dia, dapatkan nilai yang
tinggi juga!" "Apa kalian sedang berpacaran?"
"Kau memberikanya nilai tinggi karena dia pacarmu?"
"Kalian ini bicara apa" Dia sudah berpacaran dengan
fotografer yang mengambil foto ini. Nilai tinggi karena
usaha. Makanya berusahalah!"
Ivea menghela nafas dan berbalik pergi. Sikapnya
semakin goyah, ia menjadi semakin bimbang.
*** "Apa-apaan dia" Dia sudah mulai bertindak nakal
terhadapmu?" Seru Chastine di atas ranjangnya. Ia
memandang Ivea yang sedang mengeringkan rambut
dengan handuk diiringi dengan ekspresi terkejutnya.
"Astaga, dia kenapa" Apa dia benar-benar menyukaimu?"
Ivea angkat bahu. "Lalu bagaimana dengan Nathan?"
"Nathan juga belum memastikan hubungan kami
sampai sekarang. Jangan-jangan Nathan juga sedang
mengerjaiku!" Chastine memandang Ivea iba, jari-jari lentiknya
membelai wajah Ivea dengan lembut. "Aku tidak tau apa
yang terjadi. Menurutku ikuti saja alurnya, biarkan
mengalir apa adanya. Tapi aku tekankan satu hal. Jangan
pernah Kau bertindak duluan kepada Kay! Dia akan sangat
mengharapkan itu. Selama aku mengenalnya, Kay selalu
dikejar-kejar dan wanita selalu bertindak lebih dulu
terhadapnya. Tentu saja dia akan senang kalau para wanita
berbuat seperti itu, jadi bila akhirnya terjadi apa-apa dia
tidak perlu bertanggung jawab!"
"Benarkah" jadi dia tidak pernah menyatakan
perasaanya kepada perempuan manapun?"
"Dia yang selalu menerima banyak pernyataan cinta
dengan berbagai cara. Bisa jadi Kay memang menyukaimu.
Apapun bisa terjadi kan" Kalian terlalu sering berinteraksi
dan terlalu sering bersama-sama!"
*** Nathan menggenggam tangan Ivea di iringi hembusan
angin sepoi-sepoi yang membelai. Keduanya sedang
bersandar di motor matic milik Nathan yang di parkir di
bawah pohon rindang di taman kampus. Belakangan ini
Nathan selalu datang dan menemui Ivea di tempat yang
sama dan jam yang sama. Ivea mendadak jadi sangat
terkenal dan semua anak dari fakultasnya menyapanya.
Kay juga mendadak menjadi idola, hampir setiap hari ia
dikejar-kejar oleh para gadis itu dan harus menemani
mereka ngobrol seharian. Ivea sebenarnya sangat cemburu.
Ia dan Kay bahkan tidak pernah bicara lagi semenjak itu
dan yang dirasakanya hanya tinggal kerinduan demi
kerinduan yang datangnya sangat tidak di inginkan. Tapi
kedatangan Nathan yang rutin jadi sangat menghiburnya.
Setidaknya bersama Nathan, Ivea jarang mengingat Kay
dengan menggunakan perasaan.
"Lalu bagaimana Kabar Kay kali ini?" Tanya Nathan.
"Entahlah. Aku jarang berbicara denganya. Bahkan di
kelas juga. Di galeri apa lagi."
"Belakangan ini dia sangat jarang ada di galeri."
"Dia meladeni para fansnya sampe sore!"
Nathan tertawa ringan. "kau sendiri" Tidak dikejarkejar oleh para fans pria?"
"Bagaimana mungkin aku bisa" Kay sudah
menyebarkan kepada para Fansnya kalau aku berpacaran
dengan fotografer yang mengambil gambar di majalah
waktu itu. Jadi hampir sefakultas menyangka kalau berita
itu benar!" Nathan mendehem. "Jadi menurutmu berita itu tidak
benar" Eve, Aku benar-benar menyukaimu!"
Ivea terdiam, akhirnya Nathan mengatakanya juga.
Meskipun Ivea tidak menyukai Nathan sebanyak dulu, tapi
ia cukup senang dengan kata-kata Nathan barusan.
"Maaf, aku membuatmu sangat lama menunggu!"
lanjut Nathan. Ivea tersenyum begitu saja. "Tidak apa-apa! Kau
hampir saja terlambat karena ku kira aku akan segera
menikah dengan Kay!"
Nathan spontan tertawa. Ivea juga berusaha untuk
tertawa meskipun sebenarnya kata-kata yang di ucapkanya
tadi serius. Menikah dengan Kay" Ivea menggelengkan
kepalanya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu
barusan" "Apa" Nat, Kau dan perempuan ini?" Suara Aliya
terdengar lantang di belakang mereka. Ivea menoleh
kepada wanita itu, wanita yang selalu bersama Nathan
dulu. Wanita yang sering mengantar Nathan setiap pagi ke
Galeri. Wanita yang membuat Nathan mengatakan bahwa
dia tidak bisa menyukai Ivea lebih dari seorang teman.
"Kau serius" Kau bahkan masih makan bersamaku tadi
malam dan sekarang kau mengatakan kalau kau suka pada
wanita lain?" "Makan malam?" Tanya Ivea. Matanya memandang
Nathan meminta kejelasan.
"Eve kau salah faham!"
"Nat, Kau bilang kau tidak akan pernah melepaskanku
sebelum aku yang melepaskanmu. Sekarang kau ingin
menjalani dua hubungan sekaligus?" Aliya menyela.
Nathan terlihat sangat marah. Dia menggenggam
tangan Ivea kuat-kuat lalu berbicara dengan Aliya dengan
suara Intens. "Bisakah kau menghentikan ucapanmu itu"
selama ini kau bisa saja pergi dengan laki-laki manapun
dan aku tidak berhak untuk marah karena kita tidak punya
hubungan apa-apa. Sekarang apa hak mu untuk bicara
seperti itu" Aku menyukai Ivea dan kau tidak punya hak
apa-apa untuk melarangku!"
"Jadi sekarang kau ingin balas dendam?"
"Balas dendam?" Ivea memegangi kepalanya,
mengapa ia menangkap sesuatu yang negatif dari
perdebatan ini" Mengapa pertengkaran Nathan dan Aliya
mengesankan kalau Nathan sedang menjadikanya alat
untuk balas dendam" "Apa kau benar-benar hanya
menyukaiku?" Tanya Ivea kepada Nathan. Ia memandang
Nathan penuh Tanya. "Eve!" Nathan memanggil Ivea seolah-olah sedang
meminta Ivea untuk memikirkan kembali perkataanya.
Untuk apa Ivea bertanya" Bukankah semua perilakunya
selama ini sudah jelas, Nathan memperhatikanya dan
menyukainya dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa sangat mudah bagi mu untuk mengatakan
kau sedang suka pada siapa, kau tidak bisa mencintai
siapa, dan kau tidak mungkin mencintai siapa. Kenapa kau
sangat suka mempermainkan hati perempuan dengan katakata seperti itu?"
"Aku?" Nathan mulai terpancing karena Ivea
menghempas tangannya yang tadi menggenggam tangan
Ivea. "Aku mempermainkan siapa" Jadi selama ini kau
menganggap aku sedang main-main denganmu" Atau
sebenarnya kau yang sedang mempermainkanku?"
"Kenapa semuanya jadi berbalik kepadaku?" Suara
Ivea mulai bergetar. "Ya, tentu saja kau menganggap aku tidak penting.
Karena selama ini kau lebih percaya kepada Kay dari pada
aku, kau lebih memilih bersamanya daripada bersamaku!
Aku bodoh sudah percaya dengan kata-kata orang lain
kalau kalian berdua sudah seperti saudara. Kau fikir
bagaimana perasaanku melihat kalian terus bersama,
tertawa bersama sedangkan denganku kau tidak pernah
seperti itu. Kau fikir bagaimana perasaanku melihat kalian
berdua berpelukan berkali-kali melalui lensa kamera..."
"Sekarang kau ingin menyalahkanku?" Potong Ivea.
"Baiklah kalau kau berfikir begitu Aku akan mengabulkan
permintaanmu. Aku menyukai Kay! dan kau, jangan
pernah lagi mendekatiku selamanya!" Ivea memandang
Nathan dan Aliya bergantian, lalu segera melangkahkan
kakinya secepat mungkin. Ivea tidak kembali kekelas, Ia benar-benar pergi
menjauh dari tempat itu. Mengapa ia bisa mengatakan halhal seperti itu" Kenapa
dia tidak percaya kepada Nathan"
Seharusnya Ivea bisa lebih bersabar, Ivea menyentuh
pipinya. Tidak ada airmata yang keluar. Apa yang terjadi
pada hatinya" *** 7 Semestinya ada beberapa anak yang mengerjakan
tugas kelompok bersama Ivea hari ini, tapi seperti biasa
Ivea hanya melakukanya sendirian karena teman-temanya
yang lain bolos tanpa alasan. Ivea sebenarnya ingin segera
pulang dan kembali bekerja di Chinamons, tapi rasanya ia
sedang enggan bertemu dengan Nathan hari ini, Ivea hanya
ingin beristirahat sebentar. Di galeri Ia tidak akan
menemukan ketenangan sama sekali jika harus berhadapan
dengan wajah kesal Nathan yang selalu membuatnya
tertekan. Ia duduk di bangkunya sambil memutar Dieu tristesse,
instrumental klasik dan romantic milik Chopin yang paling
di sukainya. Irama lembutnya membuat Ivea mulai
memejamkan mata dan menikmatinya dengan seluruh,
hingga tiba-tiba tas yang berada di pangkuanya terjatuh.
Ivea membuka matanya dan melihat seseorang mengambil
tasnya yang berada di lantai dan mengembalikanya
kepangkuan Ivea. Kay tampak terengah-engah kelelahan,
dia mengikat rambut panjangnya yang terurai lalu
menggerakkan bibirnya seolah sedang membicarakan
sesuatu. Ivea mencabut sebelah handset dari telinganya
dan memandang Kay heran. "Miseur?" Katanya.
"Maaf aku mengganggu. Aku cuma mau menghindar
dari mereka sebentar. Aku sangat butuh ketenangan,
sepertinya belakangan ini aku benar-benar kehilangan yang
satu itu!" Keluhnya pelan. Suaranya lembut seperti biasa.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Butir-butir keringat terlihat di dahi Kay saat dia menyeka
rambutnya yang berwarna coklat jatuh perlahan. Dia
benar-benar terlihat lelah, semenjak fotonya muncul
dimajalah tiba-tiba saja para mahasiswi sejurusan bahkan
sekampus mengidolakanya. Pada hari-hari sebelum ini,
Kay melayani mereka dengan sopan, tapi mugkin ia sudah
lelah di ganggu setiap hari sehingga membuatnya memilih
untuk melarikan diri. "Kelihatanya tadi masuk kekelas yang disana"
"Coba kita lihat kesana dulu"
"kalau ternyata tidak ada bagaimana?"
"Aku lihat kok!"
Suara-suara dari kejauhan sayup-sayup terdengar,
meskipun sebelah telinga Ivea masih menggunakan
handset, ia masih bisa mendengar perdebatan beberapa
siswi disana. Ivea tiba-tiba saja merasa tidak rela kalau Kay
di temukan dan harus melayani pertanyaan anak-anak itu
atau menemani mereka ngobrol sampai merasa bosan.
Bukankah selama ini Ivea selalu merasa cemburu dengan
itu" Kay dan dirinya jadi terasa begitu jauh semenjak Kay
menjadi idola. Meskipun ia dan Kay bertemu lebih sering,
meskipun dirinya mengenal Kay lebih dulu ia tetap tidak
bisa merelakanya. Ivea spontan menarik Kay untuk
bersembunyi di bawah meja dan sekarang, ia sedang
berhadapan dengan Kay dalam jarak yang sangat dekat,
jemarinya menggenggam pakaian Kay kuat. Sepasang mata
Kay memandang Ivea heran dan Ivea sendiri juga begitu, ia
tidak menyangka kalau dirinya berani melakukan hal ini.
"Maaf, Miseur, tadi kau bilang tidak ingin di ganggu,
jadi aku cuma...um...cuma berusaha membantu!" Ivea
berbisik, dirinya merasa sangat gugup karena suasana yang
aneh sedang meliputinya sekarang. Tiba-tiba saja udara
menjadi panas membuat Ivea menghembuskan nafasnya
perlahan. Kay masih menatap wajah Ivea heran, tapi kemudian
dia membisikkan kata terimakasih di telinga Ivea membuat
jantung Ivea seakan berhenti berdetak.
"Kan sudah ku duga, tidak ada!"
"Kemana Miseur pergi?"
"Sudahlah, kita pulang saja. Aku punya janji!"
Suara-suara itu lagi, semula terdengar sangat dekat.
Tapi kemudian Ivea tau bahwa mereka sudah menjauh
seiring dengan menghilangnya suara langkah kaki mereka,
suasana sudah benar-benar sunyi sekarang. Meskipun
begitu Ivea dan Kay masih dalam posisi ini dan tidak ada
satupun dari keduanya yang ingin bergerak. Ivea semakin
gugup, dirinya sangat menyukai Kay semenjak malam itu
dan sekarang orang yang sangat di sukainya sedang berada
di hadapanya. Bagaimana dengan perasaan Kay padanya"
Apakah Kay benar-benar tidak merasakan apa-apa" Atau
Kay sebenarnya juga seperti dirinya saat ini, kerepotan
mengatur debaran jantungnya" Ivea sangat gugup karena
Kay sendiri sama sekali tidak berinisiatif untuk bergerak.
Bagaimana caranya agar Kay tau bahwa Ivea
menyukainya" Ivea teringat pada cerita Chastine tempo hari, Kay
selalu mendapatkan pernyataan cinta, lalu apakah untuk
bisa lebih sering bersamanya Ivea harus bertindak Agresif".
Entah kenapa Ivea tiba-tiba saja terpengaruh, dan nekat
mendekatkan wajahnya kepada wajah Kay yang membuat
bibir mereka bersentuhan. Tapi Kay segera menjauhkan
wajahnya dari wajah Ivea dan membuat gadis itu
tertunduk malu. Ia benar-benar melakukanya tanpa sadar.
Mengapa Ivea menjadi sangat berani seperti ini"
"Anu, maaf! Aku....tiba-tiba saja,...Maafkan aku!"
Ivea masih berbisik meskipun ia tau sekarang sudah tidak
ada siapa-siapa selain mereka berdua. Ia benar-benar
menyesali keberanianya yang tiba-tiba saja datang tanpa di
duga. Bagaimana bila Kay tidak suka dengan perbuatanya
ini" Mata Ivea berkaca-kaca menahan kekecewaan kepada
diri sendiri, wajahnya mungkin sudah sangat merah
sekarang. Ivea memegang pipinya yang panas dan
memejamkan matanya, ia harap Kay segera menghilang
ketika Ivea membuka mata.
Tapi tiba-tiba saja dalam waktu singkat Ivea sudah
menyadari bahwa bibirnya dan bibir Kay saling
berpangutan lembut. Tubuhnya sekarang benar-benar
berada dalam dekapan Kay dan sangat rapat, sama seperti
rangkulan yang dirasakanya saat sesi pemotretan gaun
pengantin pada hari itu. Kay!. Hanya itu kata yang bergema di hati Ivea saat
ini. Tubuhnya bergetar hebat.
*** Kaki-kaki Ivea melemah, sebelah tanganya mencoba
mempertahankan dirinya dalam posisi berdiri dengan
bertumpu ke dinding. Ia gugup saat melangkahkan kaki
memasuki Chinamons dan akan bertemu dengan Kay
setelah kejadian tadi. Diam-diam Ivea berharap Kay tidak
melihatnya, atau Kay sedang pergi entah kemana dan tidak
kembali ke butiknya pada hari ini.
Bermacam rasa sudah mengaduk-aduk batin Ivea.
Malu, Bahagia, heran, semuanya bercampur. Apakah Kay
juga menyukainya" Jika tidak mengapa Kay melakukan hal
seperti itu tadi. Ia masih mengingat pandangan Kay
padanya setelah kejadian itu, juga senyumanya dan
semuanya. Bahkan bayangan punggung Kay ketika lakilaki itu meninggalkanya.
Chinamons benar-benar sepi, Ivea melihat jam
tanganya dan segera maklum karena ini jam istirahat
sebelum Galeri di buka kembali sejam kemudian. Pintu
ruang kerja Kay ada disana. Ivea melangkah perlahan
karena ingin tau apakah Kay ada disana" Atau bila Kay
ada, apa yang sedang dilakukanya" Apakah Kay juga
merasa gugup seperti yang dirasakanya saat ini"
"Kamu serius?" Ivea mendengar suara seseorang
didalam ruangan Kay. Suara Bian yang merupakan sahabat
dekat Kay. "Aku menciumnya karena simpati" Suara Kay juga
terdengar. Mencium karena simpati" Siapa yang mereka
bicarakan" Ivea" Dada Ivea tiba-tiba saja sesak. "Lalu aku
harus bagaimana" Dia sudah terlalu menunjukkan
perasaanya padaku, melihat wajahnya yang seperti itu, dia
pasti sangat malu saat itu" Kay menyambung ucapanya.
"Kay. Bukankah kau malah semakin memberikan
harapan kepadanya?" "Aku tau, aku juga menyesali semua perbuatan
nakalku padanya. Tapi aku juga kasihan bila harus
menolaknya terang-terangan pada saat itu. Mungkin
setelah ini aku akan memintanya melupakan kejadian itu"
"Sebenarnya siapa wanita itu, kapan kejadianya?"
"Tadi siang, soal siapa dia kau tidak perlu tau!
Sekarang ayo kita makan."
"Tunggu, aku beres-beres dulu!"
Dan Ivea merasa tidak ada lagi yang perlu di dengar.
Sesak didadanya berubah menjadi nyeri yang sangat
mengiris. Ivea menyembunyikan diri di ruang ganti dan
berusaha menarik nafas dalam-dalam agar udara bisa
masuk keparu-parunya setelah bunyi mobil Kay menjauh.
Tapi menarik nafas seperti itu malah membuat dadanya
semakin sesak. Ivea menangis dan terus begitu untuk
beberapa lama. Ia baru berhenti begitu mendengar
beberapa orang masuk kedalam galeri. Seorang
diantaranya membuka pintu ruang ganti yang memang
tidak terkunci dan menemukan Ivea disana. Tara tiba-tiba
saja memeluknya seolah-olah dia mengetahui masalahnya
dan ingin mengatakan pada Ivea, tidak apa-apa. Tidak
usah di fikirkan. "Kau kenapa" Kau punya masalah di Kampus?" Tara
membelai punggungnya. Ivea mengangkat wajahnya dan menggeleng pelan,
sebisa mungkin ia memaksakan seulas senyum untuk
menenangkan hati Tara yang mungkin sekarang sedang
mengkhawatirkanya. "Aku mau kekamar mandi". Katanya
dengan suara parau. Ivea beridiri dan melangkahkan kaki
menuju kamar madi. Ia termenung Disana untuk beberapa
waktu. Ivea bisa melihat matanya yang agak memerah. Ia
membasuh mukanya dengan air dari keran westafel dan
memakai bedak, sebisa mungkin ia menyembunyikan
matanya yang bengkak. "Eve, kau sedang apa di dalam?" Suara Tara terdengar
lagi. "Kau di minta menemui Kay di ruanganya!"
Sri Maharaja Ke Delapan 2 Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Genta Perebutan Kekuasaan 2