Pencarian

Tangled 1

Tangled Karya Emma Chase Bagian 1


Tangled By Emma Chase Sinopsis: "Drew Evans adalah bankir investasi jagoan. Pria tampan dan angkuh yang
menjadi anak emas di perusahaan ayahnya dan juga salah satu playboy
paling terkenal di kota New York. Ia punya teman setia dan keluarga yang
memanjakan. Jadi kenapa Drew menutup diri di apartemennya selama tujuh
hari, sangat tertekan dan depresi"
Drew akan memberitahu kalian kalau ia terserang flu.
Tapi kita semua tahu kalau itu tidak sepenuhnya benar.
Katherine Brooks seorang wanita brilian, cantik dan ambisius. Dia menolak
untuk membiarkan apapun - atau siapapun - menggelincirkan jalannya
menuju sukses. Ketika Kate diterima bekerja di perusahaan investasi
perbankan milik ayah Drew, semua aspek kehidupan mempesona sang
playboy berada dalam kekacauan. kompetisi profesional yang Kate berikan
sungguh mengerikan, ketertarikan Drew padanya sangat mengganggu,
kegagalannya untuk memikat Kate ke tempat tidurnya begitu menjengkelkan.
Lalu, saat Drew berada pada puncak untuk memiliki segala yang ia
inginkan, kepercayaan diri yang berlebihan malah mengancam merusak
segalanya. Akankah ia bisa mengurai perasaan nafsu dan kehangatan,
frustrasi dan kepuasan" Akankah ia akan bangkit untuk menghadapi
tantangan terpenting dalam hidupnya" Dapatkah Drew Evans mendapatkan
cintanya" Tangled bukanlah roman biasa, novel ini dinarasikan secara cerdas dan lucu
tentang gairah tidak senonoh dari seorang pria yang merasa tahu banyak
tentang wanita...meskipun sebenarnya tidak sebanyak seperti yang ia
pikirkan. Saat ia menceritakan kisahnya, Drew belajar satu hal yang tidak
pernah ia dambakan dalam hidupnya, juga satu-satunya hal yang membuat
ia tidak bisa hidup tanpanya."
Drew seorang playboy, kehidupan sempurnanya jungkir balik saat Kate
Brooks muncul kedalam dunianya, sampai akhirnya ia terserang flu...fakta
sebenarnya adalah Drew menolak mengakui kalau ia sudah jatuh cinta
sekaligus patah hati karena Kate.
Sayangnya...Kate sudah berpacaran hampir sebelas tahun dengan
tunangannya, namun terkadang cinta punya jalannya sendiri. Apa yang
membuat Drew jadi sangat tertarik pada Kate" dan bagaimana Drew bisa
menebus semua kebohongan dan perilaku brengseknya untuk membuat Kate
kembali padanya" Riang, cerdas, dan dinarasikan dengan cara yang menyenangkan, gaya
menulis yang ringan dan mengalir membuat kita seakan ada di sana, Drew
akan menjelaskan dan bicara seolah kita bisa melihatnya. So if you like
enemy-turn-to-lover story, you will love Tangled!
Copyright? 2013 by Emma Chase
Bab 1 Apakah kalian melihat orang yang belum mandi dan bercukur di atas
sofa" Cowok yang memakai kaus abu-abu dekil dan celana robek"
Itulah aku, Drew Evans. Aku biasanya tidak seperti ini. Maksudku, itu benar-benar bukanlah
diriku. Dalam keseharian, aku berpakaian rapi, daguku dicukur bersih, dan
rambut hitamku disisir ke belakang dengan cara yang menurut orang
membuatku terlihat berbahaya tapi profesional. Jasku adalah buatan
tangan. Aku memakai sepatu yang harganya lebih mahal dari biaya
sewa rumahmu. Apartemenku" Ya, tempatku berada sekarang. Tirainya ditutup, dan
perabotannya berpendar oleh pantulan warna kebiruan dari televisi.
Meja dan lantainya berserakan botol bir, kotak pizza, dan wadah es
krim yang kosong. Sebenarnya apartemenku tidak seperti sekarang ini. Apartemen yang
biasa aku tinggali adalah bersih, ada seorang gadis yang datang
bersih-bersih dua kali seminggu. Dan semua kenyamanan modern
ada didalamnya, segala mainan cowok dewasa yang dapat kalian
pikirkan: surround sound, speaker satelit, dan plasma layar lebar
yang akan membuat setiap pria berlutut dan memohon lebih banyak
lagi. Dekorasinya modern - banyak nuansa warna hitam dan
stainless steel - dan siapa saja yang memasukinya akan tahu bahwa
seorang pria tinggal di sana.
Jadi, seperti yang kubilang - apa yang kalian lihat sekarang
bukanlah diriku yang sebenarnya. Aku sedang flu.
Influenza. Pernahkah kalian memperhatikan beberapa penyakit terburuk dalam
sejarah memiliki nada yang liris" Kata-kata seperti malaria, diare,
kolera. Apa kalian pikir mereka memberi nama itu dengan sengaja"
Untuk mengatakan dengan cara yang bagus bahwa kalian merasa
seakan keluar dari pantat anjingmu"
Influenza. Suaranya terdengar menarik, jika kalian mengatakannya
dengan tepat. Setidaknya aku cukup yakin terhadap apa yang sedang kuderita.
Itulah kenapa aku telah bersembunyi di apartemenku selama tujuh
hari terakhir. Itu sebabnya aku mematikan teleponku, kenapa aku
hanya meninggalkan sofa untuk memakai kamar mandi atau
membawa masuk makanan yang kupesan dari petugas pengiriman.
Berapa lama sih flu dapat bertahan" Sepuluh hari" Sebulan" Aku
merasakannya seminggu yang lalu. Alarmku berdering jam 05:00
pagi, seperti biasa. Tapi bukannya bangkit dari tempat tidur untuk
pergi ke kantor yang mana aku adalah bintangnya, aku melemparkan
jam itu ke seberang ruangan, hancur untuk selamanya.
Jamnya menjengkelkan pula. Jam bodoh. Bersuara bip-bip-bip.
Aku berguling dan kembali tidur. Ketika aku akhirnya menyeret
tubuhku keluar dari tempat tidur, aku merasa lemah dan mual.
Dadaku terasa nyeri, kepalaku sakit. Nah - flu, kan" Aku tidak dapat
tidur lagi, jadi aku mendekam di sini, di sofa terpercayaku. Terasa
begitu nyaman sehingga aku memutuskan untuk tinggal di sini.
Sepanjang minggu. Menonton film terbaik Will Ferrell's di plasma
TV. Anchorman: The Legend of Ron Burgundy sedang kuputar sekarang.
Aku telah menontonnya tiga kali hari ini, tapi aku belum tertawa.
Tidak sekalipun. Mungkin keempat kalinya akan berhasil"
Sekarang ada gedoran di pintu apartemenku.
Terkutuk petugas penjaga pintu. Untuk apa dia kemari" Dia akan
menyesal ketika mendapat tip Natal tahun ini, aku jamin.
Aku mengabaikan gedoran itu, meskipun muncul lagi.
Dan lagi. "Drew! Drew, kutahu kau ada di dalam sana! Buka pintunya sialan!"
Oh tidak. Ini Si Menyebalkan. Atau dikenal sebagai kakakku, Alexandra.
Ketika aku mengatakan kata menyebalkan maksudku dengan cara
sesayang mungkin, aku bersumpah. Tapi begitulah Alexandra.
Menuntut, berpendirian keras, tak kenal lelah. Aku akan membunuh
si penjaga pintuku. "Jika kau tidak membuka pintu ini, Drew, aku akan menelepon polisi
untuk mendobraknya, Aku bersumpah demi Tuhan!"
Paham kan apa maksudku"
Aku menggenggam bantal yang telah berada di atas pangkuanku
sejak flu terjadi. Aku menekan wajahku ke dalamnya dan menarik
napas dalam-dalam. Baunya seperti vanili dan lavender. Segar dan
bersih dan membuat ketagihan.
"Drew! Kau dengar aku?"
Aku menarik bantal ke atas kepalaku. Bukan karena baunya
seperti...dia...tapi untuk menghalangi suara gedoran yang terus
berlangsung di pintu apartemenku.
"Aku mengambil ponselku! Aku sedang menghubungi!" Suara
Alexandra merengek berisi peringatan, dan kutahu dia tidak main-
main. Aku menghela napas dalam-dalam dan memaksa diri untuk bangkit
dari sofa. Berjalan ke pintu membutuhkan waktu, setiap langkah dari
kakiku yang berat dan sakit merupakan upaya keras.
Flu terkutuk. Aku membuka pintu dan menguatkan diri menghadapi murka Si
Menyebalkan. Dia menggenggam iPhone terbaru ditelinganya
dengan satu tangannya yang terawat sempurna. Rambut pirangnya
ditarik kebelakang menjadi simpul sederhana namun elegan, dan tas
hijau tua tergantung di bahunya, warna yang senada dengan roknya
- segalanya tentang Lexi adalah kesepadanan.
Di belakangnya, tampak pria berwajah menyesal dalam setelan jas
biru yang kusut, adalah sahabat dan rekan kerjaku, Matthew Fisher.
Aku memaafkanmu, Penjaga pintu. Ini Matthew yang harus mati.
"Ya Tuhan!" Alexandra berteriak ngeri. "Apa yang terjadi padamu?"
Sudah kukatakan pada kalian ini bukan aku yang sebenarnya.
Aku tidak menjawabnya. Aku tidak punya energi. Aku hanya
meninggalkan pintu terbuka dan jatuh dengan wajah terlebih dulu di
atas sofaku. Ini lembut dan hangat, tapi kukuh.
Aku mencintaimu, sofa - pernahkah aku bilang begitu" Yah, aku
memberitahumu sekarang. Meskipun mataku terbenam dalam bantal, aku merasakan Alexandra
dan Matthew berjalan perlahan ke dalam apartemen. Aku
membayangkan betapa terkejutnya wajah mereka melihat kondisi
ini. Aku mengintip dari balik bantalku dan melihat bahwa mata
batinku sangatlah tepat. "Drew?" Aku mendengar kakakku bertanya, tapi kali ini ada nada
kekhawatiran yang menyelimuti satu suku kata pendeknya.
Lalu dia marah lagi. "Demi Tuhan, Matthew, kenapa kau tidak
segera meneleponku" Bagaimana kau bisa membiarkan ini terjadi?"
"Aku belum melihatnya, Lex!" Kata Matthew cepat. Lihat - dia juga
takut pada Si Menyebalkan. "Aku datang setiap hari. Dia tidak mau
membukakan pintu." Aku merasakan sofanya turun saat Alexandra duduk di sampingku.
"Drew?" Katanya pelan. Aku merasakan tangannya bergerak lembut
sepanjang belakang rambutku. "Sayang?"
Suaranya begitu khawatir, dia mengingatkanku pada ibuku. Ketika
aku masih anak-anak dan sakit di rumah, Ibu akan datang ke
kamarku dengan membawa cokelat panas dan sup di atas nampan.
Dia akan mencium keningku untuk memeriksa apakah masih panas
karena demam. Ibu selalu membuatku merasa lebih baik. Memori
dan tindakan serupa yang dilakukan Alexandra menyebabkan
mataku yang terpejam menjadi basah.
Apakah aku sedang kacau atau apa sih"
"Aku baik-baik saja, Alexandra." Jawabku, meskipun aku tidak
yakin apakah dia mendengar suaraku. Suaraku hilang terhalang oleh
bantal beraroma manis. "Aku sedang flu."
Aku mendengar kotak pizza dibuka dan suara erangan saat bau keju
dan sosis busuk menguar dari dalam wadahnya. "Bukan diet yang
tepat bagi seseorang yang terkena flu, adikku."
Aku kemudian mendengar suara riuh dari botol bir dan sampah, dan
kutahu Alexandra mulai membereskan kekacauan. Aku bukan satusatunya orang di
keluargaku yang terobsesi dengan kerapian.
"Oh, itu jelas salah!" Alexandra menarik napas dengan tajam, dan,
menilai dari bau yang bergabung dengan aroma pizza busuk, kupikir
dia baru saja membuka kontainer es krim berumur tiga hari yang
tidak sekosong seperti yang kukira.
"Drew." Alexandra menggoyang bahuku dengan lembut. Aku
menyerah dan duduk, menggosok mataku yang kelelahan. "Bicaralah
padaku," Alexandra memohon. "Ada apa" Apa yang terjadi?"
Saat aku melihat ekspresi galau dari kakak perempuanku yang
menyebalkan, aku seakan terlempar ke masa dua puluh dua tahun
yang lalu. Aku berusia enam tahun dan hamsterku, Mr. Wuzzles,
baru saja mati. Dan seperti hari itu, kebenaran yang menyakitkan
mengoyak dari paru-paruku.
"Ini akhirnya terjadi."
"Apa yang terjadi?"
"Apa yang telah kau harapkan padaku selama bertahun-tahun,"
bisikku. "Aku jatuh cinta."
Aku mendongak untuk melihat senyumnya. Itulah yang selalu
Alexandra inginkan terjadi padaku. Dia sudah lama sekali menikah
dengan Steven, telah jatuh cinta dengan Steven jauh lebih lama lagi.
Jadi Alexandra tidak pernah setuju dengan cara hidupku dan tidak
sabar melihatku memiliki hubungan tetap. Untuk menemukan
seseorang yang akan merawatku, seperti cara dia mengurus Steven.
Bagaimana ibu masih mengurus ayah kami.
Tapi aku bilang padanya itu takkan pernah terjadi - itu bukan apa
yang kuinginkan. Kenapa membawa buku ke perpustakaan" Kenapa
membawa pasir ke pantai" Kenapa membeli sapi ketika kalian
memperoleh susu secara gratis"
Apa kalian mulai melihat gambarannya di sini"
Aku melihat Alexandra mulai tersenyum ketika dengan suara kecil
yang bahkan tidak kukenali, aku mengatakan, "Dia akan menikah
dengan orang lain. Dia tidak...dia tidak menginginkanku, Lex."
Simpati menyebar di wajah kakakku, seperti selai di atas roti. Dan
kemudian tekad. Karena Alexandra adalah tukang beres-beres. Dia
bisa membuka saluran air yang tersumbat, menambal dinding yang
berlubang, dan menghilangkan noda dari karpet manapun. Aku
sudah tahu apa yang sedang berputar di kepalanya saat ini: jika
adiknya sedang kacau, dia akan segera meluruskan keadaannya lagi.
Aku berharap dapat semudah itu. Tapi kupikir semua Krazy Glue di
dunia ini tidak akan mampu menyambungkan kepingan hatiku
menjadi utuh lagi. Apakah aku sudah bilang kalau aku juga seorang yang puitis"
"Oke. Kita bisa memperbaiki ini, Drew."
Apa aku tahu kakakku atau apa sih"
"Pergilah mandi air panas yang lama. Aku akan membersihkan
kekacauan ini. Kemudian, kita akan keluar. Kita bertiga."
"Aku tidak bisa keluar." Apa dia tidak dengar" "Aku sedang flu."
Alexandra tersenyum penuh kasih. "Kau perlu makanan panas yang
enak. Kau membutuhkan mandi. Setelah itu kau akan merasa lebih
baik." Mungkin dia benar. Tuhan tahu apa yang telah kulakukan selama
tujuh hari terakhir tidak membuatku merasa lebih baik. Aku
mengangkat bahu dan bangun untuk melakukan apa yang Alexandra
katakan. Seperti bocah empat tahun dengan wooby-nya, aku juga
membawa bantal berhargaku.
Dalam perjalanan ke kamar mandi, aku tidak bisa mencegah untuk
berpikir bagaimana semua ini terjadi. Aku punya kehidupan yang
baik sekali. Sebuah kehidupan yang sempurna. Dan kemudian
semuanya berantakan. Oh - kalian ingin tahu bagaimana" Kalian ingin mendengar kisah
menyedihkanku" Oke lah, kalau begitu. Semuanya dimulai beberapa
bulan yang lalu, pada malam Minggu yang normal.
Well, normal menurutku. *** Empat bulan sebelumnya "Persetan, ya. Bagus. Ya, seperti itu."
Lihat pria itu - Yang memakai jas hitam dan sangat tampan" Ya, pria
yang sedang mendapatkan blowjob dari si seksi berambut merah di
kamar mandi" Itulah aku. Aku yang sesungguhnya. MBF: Me Before
Flu. "Ya Tuhan, baby, aku akan keluar."
Mari kita hentikan adegan ini sejenak.
Bagi wanita di luar sana yang sedang membaca ini, izinkan aku


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi kalian suatu saran gratis: Pernahkah ada seorang pria yang
baru saja kalian temui di sebuah klub memanggilmu baby,
sweetheart, angel, atau panggilan sayang sejenisnya" Jangan salah
mengartikan dengan berpikir bahwa dia begitu tertarik padamu, dia
sudah memikirkan nama panggilan.
Itu karena dia tidak bisa atau tidak peduli untuk mengingat nama
kalian yang sebenarnya. Dan tidak ada gadis yang mau dipanggil dengan nama yang salah
ketika dia berlutut memberiku blowjob di toilet pria. Jadi, untuk
amannya, aku memanggilnya baby.
Nama aslinya" Apakah itu penting"
"Sial, baby, aku keluar."
Dia melepaskan mulutnya dengan suara pop dan menangkap
spermaku dengan tangannya seperti pemain football liga utama.
Setelah itu, aku pergi ke wastafel untuk bersih-bersih dan menarik
retsleting keatas. Si rambut merah menatapku sambil tersenyum saat
ia berkumur dengan sebotol mouthwash untuk bepergian dari tasnya.
Menawan. "Bagaimana kalau kita minum?" Ia bertanya, dengan yang kuyakin
adalah suara seksi menurutnya.
Tapi inilah fakta untuk kalian - sekali aku sudah selesai, aku selesai.
Aku bukan tipe orang yang naik rollercoaster yang sama dua kali.
Setelah dirasa cukup, dan kemudian sensasi itu hilang, begitu pula
ketertarikannya. Tapi, ibuku membesarkanku menjadi seorang gentleman. "Tentu,
sayang. kau pergi mencari meja, aku akan membawakan kita sesuatu
dari bar." Bagaimanapun, si rambut merah telah berusaha dengan
baik untuk mengisapku sampai klimaks. Dia pantas mendapatkan
minuman. Setelah meninggalkan kamar mandi, dia pergi mencari meja, dan aku
pergi menuju bar yang oh-begitu-ramai. Bukankah aku sudah bilang
sekarang malam Minggu, kan" Dan tempat ini bernama REM. Tidak,
bukan R.E.M. - rem, seperti REM (Rapid Eyes Movement) saat
tidur, seperti ketika kau bermimpi. Mengerti"
Ini adalah klub terpopuler di New York City. Well, setidaknya malam
itu. Minggu depan akan menjadi klub yang biasa. Tapi lokasi bukan
masalah. Polanya selalu sama. Setiap akhir pekan aku dan temantemanku datang ke
sini bersama-sama namun pergi secara terpisah -
dan tidak pernah sendirian.
Jangan menatapku seperti itu. Aku bukan orang jahat. Aku tidak
berdusta, aku tidak memaksa wanita dengan kata berbunga-bunga
tentang masa depan bersama dan cinta pada pandangan pertama.
Aku orang yang jujur dan terus terang. Aku mencari kesenangan -
untuk satu malam - dan aku memberitahu mereka begitu. Itu lebih
baik dibanding sembilan puluh persen pria lain di sini, percayalah.
Dan sebagian besar gadis-gadis di sini mencari hal yang sama
denganku. Oke, mungkin itu tidak sepenuhnya benar. Tapi aku tidak bisa
mencegah jika mereka melihatku, bercinta denganku, dan tiba-tiba
ingin punya anak dariku. Itu bukan masalahku. Seperti yang
kubilang, aku memberitahu mereka apa adanya, memberi mereka
kesenangan dan kemudian membayari mereka ongkos taksi. Terima
kasih, selamat malam. Jangan telpon aku, karena aku sangat yakin
tidak akan meneleponmu. Akhirnya dapat menerobos kerumunan menuju bar, aku memesan
dua minuman. Aku meluangkan waktu sejenak untuk menonton
tubuh menggeliat dan meliuk yang melebur satu sama lain di lantai
dansa saat musik bergetar.
Dan kemudian aku melihat dia, lima meter dari tempatku berdiri,
menunggu dengan sabar tapi terlihat agak gelisah di antara lengan
yang terangkat, uang melambai, sekawanan orang yang haus alkohol
berusaha untuk mendapatkan perhatian dari si bartender.
Aku sudah bilang bahwa aku puitis, kan" Yang benar adalah, aku
tidak selalu begitu. Tidak sampai saat ini. Dia luar biasa - seperti
malaikat - jelita. Pilih satu kata, kata apapun. Intinya adalah, untuk
sesaat, aku lupa bagaimana caranya bernapas.
Rambutnya panjang, gelap dan berkilau bahkan dalam cahaya redup
dari klub. Dia mengenakan gaun backless warna merah - seksi tapi
berkelas - yang menonjolkan setiap lekuk sempurna dari tubuhnya
yang kencang. Mulutnya penuh dan menggairahkan, dengan bibir
memohon untuk dilumat. Dan matanya. Demi Tuhan. Matanya besar, bulat dan sangat gelap.
Aku membayangkan mata itu menatapku saat ia memasukkan
kejantananku ke mulut kecilnya yang seksi. Organ yang sedang
kubicarakan segera menggeliat karena pikiran itu. Aku harus
mendapatkannya. Aku bergegas menuju kearahnya, memutuskan saat itu juga bahwa
dia adalah wanita beruntung yang akan mendapat kesenangan
menemaniku untuk sisa malam ini. Dan kesenangan apa yang ingin
kuraih. Tiba sesaat sebelum dia membuka mulut untuk memesan minuman,
aku mendahuluinya, "Wanita ini akan memesan..." Aku menatap
kearahnya untuk menduga apa yang akan dia minum. Ini adalah
bakatku. Beberapa orang adalah peminum bir, beberapa orang
peminum scotch dan soda, beberapa orang penggemar anggur yang
tua, yang lain brendi atau sampanye yang manis. Dan aku selalu bisa
tahu siapa meminum apa - selalu. "...Veramonte Merlot, 2003."
Dia menoleh kearahku dengan alis terangkat, dan matanya menilaiku
dari ujung kepala sampai kaki. Memutuskan bahwa aku bukanlah
pecundang, katanya, "Kau hebat."
Aku tersenyum. "Aku lihat reputasiku mendahuluiku. Ya, memang.
Dan kau cantik." Dia tersipu. Sebenarnya pipinya berubah jadi merah muda dan dia
membuang muka. Masih adakah orang yang tersipu hari ini" Ini
sangat menggemaskan. "Jadi, bagaimana jika kita mencari tempat yang lebih nyaman...dan
privat" Jadi kita bisa mengenal lebih baik satu sama lain?"
Tanpa ragu, ia berkata, "Aku di sini dengan teman-temanku. Kami
sedang merayakan sesuatu. Aku biasanya tidak datang ke tempat
seperti ini." "Apa yang kalian rayakan?"
"Aku baru saja mendapatkan gelar MBA-ku dan memulai pekerjaan
baru pada hari Senin."
"Benarkah" Sangat kebetulan. Aku sendiri bekerja dibidang
keuangan. Mungkin kau pernah mendengar tentang perusahaanku"
Evans, Reinhart and Fisher?" Kami adalah bank investasi paling
terkenal di kota ini, jadi kuyakin dia sepatutnya terkesan.
Mari kita berhenti di sini lagi, boleh kan"
Apakah kalian melihat mulut wanita cantik ini terbuka ketika aku
mengatakan padanya di mana aku bekerja" Apakah kalian melihat
matanya yang terbelalak" Seharusnya itu memberiku suatu petunjuk.
Tapi pada saat itu aku tidak memperhatikannya - aku terlalu sibuk
memeriksa payudaranya. Mereka sempurna, omong-omong. Lebih
kecil dari ukuran yang biasanya kusuka, tidak lebih dari setangkup.
Tapi sejauh yang kutahu, setangkup adalah yang kalian butuhkan.
Maksudku adalah, ingat bagaimana ekspresi terkejutnya - itu akan
masuk akal nantinya. Sekarang, kembali ke pembicaraan.
"Kita memiliki begitu banyak kesamaan," kataku. "Kita berdua
dalam bisnis yang sama, kita berdua suka anggur merah yang
bagus...Kupikir kita berutang pada diri kita sendiri untuk melihat
kemana pembicaraan ini menuju malam ini."
Dia tertawa. Itu adalah suara ajaib.
Sekarang aku harus menjelaskan satu hal di sini. Dengan wanita lain,
pada malam yang lain, aku pasti sudah ada di taksi sekarang, dengan
tanganku masuk ke gaunnya dan mulutku membuatnya mengerang.
Tidak diragukan lagi. Bagiku, ini adalah usaha menuju kesana. Dan
anehnya, ini cukup merangsang.
"Omong-omong, aku Drew." Aku mengulurkan tanganku. "Dan
kau?" Dia mengangkat tangannya. "Bertunangan."
Tidak terpengaruh, aku memegang tangannya dan mencium buku
jarinya, sedikit menyentuh dengan lidahku. Kulihat wanita cantik
yang enggan ini mencoba untuk menahan tubuhnya agar tidak
gemetar, dan kutahu, meski kata-katanya bertentangan, aku
memberikan pengaruh padanya.
Yah, aku bukan tipe orang yang benar-benar mendengarkan apa yang
orang katakan. Aku melihat cara mereka mengatakannya. Kalian
dapat belajar banyak tentang seseorang jika kalian mau meluangkan
waktu untuk memperhatikan cara mereka bergerak, bagaimana mata
mereka beralih, tinggi rendahnya suara mereka.
Mata polosnya mungkin mengatakan tidak padaku...tapi tubuhnya"
Tubuhnya berteriak, 'Ya, ya, setubuhi aku di atas meja bar'. Dalam
rentang waktu tiga menit, dia mengatakan padaku alasan dia ada di
sini, apa pekerjaannya, dan mengijinkanku untuk membelai
tangannya. Itu bukanlah sikap seorang wanita yang tidak tertarik -
itu adalah sikap seorang wanita yang 'tidak ingin tertarik'.
Dan aku pasti bisa mengatasinya.
Aku hampir saja mengomentari tentang cincin pertunangannya,
berliannya sangat kecil, bahkan saat diamati dari dekat berliannya
tidak dapat ditemukan. Tapi aku tak ingin menyinggung
perasaannya. Dia bilang dia baru saja lulus. Aku punya teman yang
harus menjalani sekolah bisnis, dan hutang untuk biaya kuliahnya
dapat mencekik leher. Jadi aku berganti dengan taktik yang berbeda - kejujuran. "Lebih
baik lagi. kau tidak biasa pergi ke tempat seperti ini" Aku tidak
berkomitmen. Kita sangat cocok. Kita harus mengeksplorasi
hubungan ini lebih jauh lagi, kan?"
Dia tertawa lagi, dan minuman kami tiba. Dia mengambil miliknya.
"Terima kasih untuk minumannya. Aku harus kembali ke temantemanku sekarang.
Senang bicara denganmu."
Aku memberinya senyum nakal, tak bisa menahan diri. "Baby, jika
kau membiarkanku membawamu pergi dari sini, aku akan
memberikan arti baru pada kata kesenangan."
Dia menggeleng sambil tersenyum, seolah-olah dia menghadapi
seorang anak yang merajuk. Kemudian dia berkata dari balik
bahunya saat ia berjalan pergi, "Selamat malam, Mr. Evans."
Seperti yang kubilang, aku biasanya seorang pria yang jeli. Sherlock
Holmes dan aku, kita bisa berkumpul bersama. Tapi aku begitu
terpesona oleh pantat indahnya, aku melewatkan petunjuk itu pada
awalnya. Apakah kalian memperhatikan" Apakah kalian menangkap detail
kecil yang kulewatkan"
Benar. Dia memanggilku "Mr. Evans " - tapi aku belum pernah
mengatakan padanya nama belakangku. Ingat itu juga.
Untuk saat ini, aku membiarkan wanita misterius berambut hitam itu
pergi. Aku berniat untuk memberinya sedikit kelonggaran, kemudian
memancingnya mendekat - dan menjerat dia sepenuhnya. Aku
berencana untuk mengejar dia sepanjang malam ini, kalau perlu.
Dia sangat seksi. Tapi kemudian si rambut merah - ya gadis yang di toilet pria -
menemukanku. "Di sini kau rupanya! Kupikir aku kehilanganmu."
Dia menempelkan tubuhnya kesisi tubuhku dan mengelus lenganku
dengan cara intim. "Bagaimana kalau kita pergi ke tempatku" Hanya
di sudut jalan." Ah, terima kasih - tapi tidak. Si rambut merah cepat menjadi memori
yang memudar. Pandanganku tertuju pada prospek yang lebih baik
dan menarik. Aku baru akan mengatakan itu padanya ketika si
rambut merah yang lain muncul di sampingnya.
"Ini adalah adikku, Mandy. Aku menceritakan padanya tentangmu.
Dia pikir kita bertiga bisa...kau tahu...bersenang-senang."
Aku mengalihkan tatapanku pada adik si rambut merah - saudara
kembarnya, sebenarnya. Dan seketika itu juga, rencanaku berubah.
Iya, aku tahu...kubilang aku tidak naik roller coaster yang sama dua
kali. Tapi kalau roller coaster kembar"
Aku beritahu kalian, tak ada seorang pria pun yang akan
melewatkan kesempatan itu.
*** Bab 2 Pernahkah aku mengatakan kalau aku mencintai pekerjaanku"
Jika diibaratkan perusahaanku adalah Major League baseball, aku
pemain terbaiknya. Aku seorang partner di salah satu bank investasi
terkemuka di New York City, yang mengkhususkan diri dalam
bidang media dan teknologi. Ya, ya ayahku dan kedua sahabat
dekatnya yang mulai merintis perusahaan ini. Tapi bukan berarti aku
tidak bekerja keras untuk memperoleh posisiku sekarang - karena
aku melakukannya. juga bukan berarti aku tidak makan, bernafas,
dan tidur. Aku berusaha untuk memperoleh reputasiku, karena aku
melakukan. Kalau kalian tanya, apa yang dilakukan seorang bankir investasi"
Well, kalian tahu di film Pretty Women, ketika Richard Gere
memberitahu Julia Roberts bahwa perusahaannya membeli
perusahaan lain, dan menjualnya bagian demi bagian" Akulah orang
yang membantu dia melakukan itu. Aku menegosiasikan transaksi,
menyusun kontrak, mengelola due delegence*, rancangan perjanjian
kredit, dan banyak hal lain yang kuyakin kalian tidak tertarik untuk
mendengarnya. Sekarang mungkin kalian bertanya pada diri sendiri kenapa pria
seperti aku mengutip film cewek seperti Pretty Women"
Jawabannya sederhana: saat tumbuh besar, setiap minggu ibuku
mewajibkan kami mengikuti "malam film keluarga" pada anakanaknya yang masih
kecil. Si Menyebalkan bisa memilih film setiap
minggunya. Dia terobsesi pada segala hal tentang Julia Roberts dan
memaksaku menerimanya, sekitar satu tahun. Aku bisa mengutip
dialog film itu kata demi kata. Meskipun harus kuakui - Richard
Gere lumayan keren. Sekarang kembali ke pekerjaanku.
Bagian terbaik tentang pekerjaanku adalah perasaan mabuk yang
kurasakan ketika menutup kesepakatan, kesepakatan yang sangat
bagus. Ini seperti mendapat blackjack di kasino Vegas. Seperti
dipilih oleh Jenna Jameson untuk bermain di film porno berikutnya.
Tidak ada - dan maksudku tidak ada - yang lebih baik dari itu.
Aku yang mencari pelanggan untuk klienku, merekomendasikan
langkah apa yang seharusnya mereka lakukan. Aku tahu perusahaan
mana yang sangat ingin dibeli dan perusahaan mana yang perlu
pengambil alihan secara paksa. Akulah orang yang memiliki
informasi dari dalam tentang mogul media yang siap melompat dari
jembatan Brooklyn karena dia terlalu banyak menghabiskan
keuntungan perusahaan pada pelacur tingkat tinggi.
Kompetisi untuk mendapat klien sangat sengit. Kalian harus menarik
perhatian mereka, membuat mereka menginginkanmu, membuat
mereka percaya tidak ada orang lain yang dapat melakukan untuk
mereka seperti yang bisa kalian lakukan. Ini agak mirip seperti
melakukan hubungan seks. Tapi bukannya mendapatkan seorang
wanita yang menarik pada penghujung hari, aku mendapatkan cek
yang sangat besar, aku menghasilkan uang untuk diriku sendiri dan
juga untuk klienku - banyak sekali.
Anak-anak dari para mitra ayahku juga bekerja di sini, Matthew
Fisher dan Steven Reinhart. Ya Steven - suami Si Menyebalkan,
seperti para ayah kami, kami bertiga tumbuh besar bersama, masuk
ke sekolah yang sama, dan sekarang bekerja di perusahaan yang


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama. Para orangtua menyerahkan pekerjaan yang sesungguhnya
kepada kami. Mereka memeriksa dari waktu ke waktu, untuk
merasakan bahwa mereka masih menjalankan sesuatu, dan kemudian
pergi menuju Country club untuk bermain golf di sore hari.
Steven dan Matthew juga bagus pada pekerjaannya - jangan salah
paham. Tapi akulah bintangnya. Akulah jagoannya. Aku orangnya
yang klien minta dan perusahaan yang tenggelam dalam ketakutan.
Mereka tahu itu dan begitu juga aku.
Senin pagi aku ada di kantorku jam sembilan, sama seperti biasa.
Sekretarisku - wanita cantik berambut pirang berpayudara besar -
sudah ada di sana, siap dengan jadwalku untuk hari ini, pesanku dari
akhir pekan, dan secangkir kopi terbaik di tri-state area*.
Tidak, aku belum pernah menidurinya.
Bukan berarti aku tidak senang melakukannya. Percayalah, jika dia
tidak bekerja untukku, aku akan memukul (merayu) dia lebih keras
daripada Mohammad Ali. Tapi aku punya aturan - standar, kalau menurut istilah kalian. Salah
satunya adalah tidak main-main di sekitar kantor. Aku tidak
berhubungan asmara dengan rekan kerja, aku tidak bercinta dimana
aku bekerja. Belum lagi masalah pelecehan seksual akan muncul; ini
bukan bisnis yang bagus. Tidak profesional.
Jadi, Erin adalah satu-satunya wanita selain kerabat sedarah yang
memiliki interaksi secara platonis denganku, dia juga satu-satunya
anggota dari lawan jenis yang pernah aku anggap sebagai teman.
Kami memilki hubungan kerja yang baik. Erin
sungguh...mengagumkan. Itu alasan lain aku tidak akan menidurinya bahkan jika Erin
berbaring telentang di atas meja memohonku untuk melakukannya.
Percaya atau tidak, seorang sekretaris yang bagus - yang sangat
bagus - sulit ditemukan. Aku pernah punya beberapa sekretaris yang
sangat bodoh. Aku pernah punya sekretaris yang berpikir mereka
bisa sukses hanya dengan telentang, jika kalian tahu apa maksudku.
Mereka adalah gadis-gadis yang ingin aku temui di sebuah bar pada
malam Minggu - bukan tipe gadis yang aku inginkan untuk
menjawab teleponku di senin pagi.
Jadi sekarang kalian punya sedikit wawasan, kan" Mari kita kembali
ke kisah perjalananku menuju neraka.
"Aku memindahkan jadwal makan siang dengan Mecha jam satu ke
pertemuan jam empat," Erin mengatakan padaku saat dia memberiku
setumpuk pesan. Sial. Mecha Communications adalah konglomerat media yang bernilai
miliaran dolar. Aku telah mengerjakan akuisisi mereka pada jaringan
kabel berbahasa-Spanyol selama berbulan-bulan, dan CEO-nya,
Radolpho Scucini, selalu lebih gampang menerima saat perut
kenyang. "Kenapa?" Dia memberiku sebuah berkas. "Hari ini - makan siang di ruang
konferensi. Ayahmu memperkenalkan rekan kerja baru. Kau tahu
bagaimana ayahmu tentang urusan ini."
Kalian pernah menonton film A christmas Carol" Tentu saja pernah
- ada beberapa versi pada beberapa saluran, di suatu tempat sehari
sebelum Natal. Well, kalian tahu saat Ghost of Christmas Past
membawa Scrooge kembali ke masa lalu ketika ia masih muda dan
bahagia" Dan dia punya bos, Fezziwig, si gendut yang
menyelenggarakan pesta besar" Ya, orang itu. Itulah ayahku.
Ayahku mencintai perusahaan ini dan menganggap semua karyawan
sebagai keluarga besarnya. Dia selalu mencari alasan untuk
mengadakan acara pesta kantor, acara pesta ulang tahun, baby
shower, makan siang Thanksgiving, prasmanan President's Day,
makan malam Columbus Day...perlu aku lanjutkan"
Sebuah keajaiban jika pekerjaan yang sebenarnya dapat
terselesaikan. Dan Natal" Lupakan tentang itu. Pesta Natal ayahku legendaris.
Semua orang pulang dengan mabuk. Beberapa orang tidak pulang
sama sekali. Tahun lalu kami menangkap sepuluh karyawan dari
bank saingan yang berusaha menyelinap masuk, hanya karena pesta
di malam hari yang fantastis. Dan itu semua dilakukan untuk
memperoleh atmosfer - suasana - yang diinginkan ayahku pada
perusahaan ini. Ayahku mencintai karyawannya, dan mereka balas mencintainya.
Pengabdian, kesetiaan - kami mendapatkannya secara melimpah. Itu
bagian yang membuat kami menjadi yang terbaik. Karena karyawan
yang bekerja di sini hampir dipastikan akan menjual anak sulung
mereka pada ayahku. Namun, ada hari - seperti sekarang ini, ketika aku butuh melayani
klien - yang membuat perayaan ayahku bisa menjadi sangat
menjengkelkan. Tapi begitulah keadaannya.
Jadwal Senin pagiku penuh, jadi aku pergi menuju mejaku dan mulai
bekerja. Kemudian, sebelum aku bisa berkedip, sudah pukul satu,
dan aku menuju ke ruang konferensi. Aku melihat kepala berambut
merah terang yang melekat pada tubuh pendek dan kekar. Itu pasti
Jack O'shay. Jack mulai bekerja di perusahaan ini enam tahun yang
lalu, tahun yang sama denganku. Dia pria yang baik dan sering
menjadi kawan berakhir pekan. Di sampingnya adalah Matthew,
asyik mengobrol sambil mengusap rambut coklat terangnya dengan
tangannya yang besar. Aku mengambil makanan dari prasmanan dan bergabung dengan
mereka saat Matthew menceritakan malam Minggunya. "Kemudian
gadis itu mengeluarkan borgol dan cambuk. Sebuah cambuk! Kukira
aku akan kehilangan akal saat itu juga, aku bersumpah demi Tuhan.
Maksudku...dia masuk ke suatu biara...sebenarnya belajar untuk
menjadi biarawati, bro!"
"Aku sudah bilang, orang pendiam selalu suka yang aneh-aneh,"
tambah Jack dengan tertawa.
Matthew mengalihkan mata coklatnya pada Steven dan berkata,
"Serius, bung. Kau harus keluar dengan kami, sekali saja, aku
mohon." Aku menyeringai mendengar kalimat itu karena kutahu persis apa
yang akan terjadi. "Maaf, pernahkah kau bertemu dengan istriku?" Steven bertanya,
alisnya berkerut dengan kebingungan.
"Jangan menyebalkan," Jack menyikutnya. "Katakan pada istrimu
kau akan main kartu atau sesuatu yang lain, bersenang-senanglah
sedikit." Steven melepas kaca matanya dan menyeka lensa dengan serbet saat
ia tampaknya mempertimbangkan ide itu.
"Benarrrr. Dan ketika istriku tahu - dan Alexandra pasti akan tahu,
aku jamin - dia akan menghidangkan bolaku di atas piring perak.
Dengan saus colek mentega bawang putih di sampingnya dan anggur
Chianti yang enak." Steven mengeluarkan suara menyeruput ala Hannibal Lecter, yang
membuatku tertawa terbahak-bahak.
"Disamping itu," Ia merenungkan dengan senang, memasang
kembali kacamatanya dan meregangkan tangan di atas kepalanya.
"Di rumah aku punya filet mignon*, kawan. Aku tidak tertarik pada
sloppy Joes*." "Dasar penakut," Matthew terbatuk, sementara Jack menggeleng
kearah kakak iparku dan berkata, "Bahkan filet yang enak akan
membosankan kalau kau memakannya setiap hari."
"Tidak," Steven membela diri dengan penuh arti. "Jika kau
memasaknya dengan cara yang berbeda setiap kalinya. Istriku tahu
bagaimana membuat makananku tetap menarik."
Aku mengangkat tanganku dan memohon, "Tolong. Harap berhenti
di situ." Ada beberapa visualisasi yang tidak ingin ada dalam
kepalaku. Sekalipun. "Bagaimana denganmu, Drew" Aku melihatmu pergi dengan gadis
kembar itu. Apa rambut mereka asli berwarna merah?" Jack bertanya
padaku. Aku merasakan senyum puas meregang atas bibirku. "Oh ya
rambutnya asli." Kemudian aku mulai mendeskripsikan malam
Minggu liarku secara jelas dan mendetil.
Oke mari kita berhenti sekarang karena aku bisa melihat pandangan
menghakimi di wajah kalian. Aku juga bisa mendengar
ketidaksetujuan bernada tinggi dari kalian: 'Dasar brengsek. Dia
berhubungan seks dengan seorang gadis - well, dalam hal ini dua
gadis - dan sekarang dia menceritakan semua itu ke temantemannya. Itu sangat tidak
hormat.' Pertama-tama, jika seorang cewek ingin aku menghormatinya, dia
perlu bersikap seperti seseorang yang layak dihormati. Kedua, aku
tidak berusaha bersikap brengsek; aku hanya menjadi pria umumnya.
Dan semua pria berbicara dengan teman-teman mereka tentang seks.
Mari kuulangi, kalau saja kalian melewatkannya:
SEMUA PRIA BICARA PADA TEMAN-TEMANNYA TENTANG
SEKS. Jika seorang pria memberitahumu dia tidak melakukannya"
tinggalkan dia, karena dia telah membohongimu.
Dan satu lagi - aku juga pernah mendengar kakak perempuanku
mengobrol soal itu bersama sejumlah temannya. Beberapa cerita
yang keluar dari mulut mereka bisa saja membuat Larry Flynt
tersipu. Jadi jangan bersikap seolah wanita tidak membicarakan
tentang seks seperti halnya kami kaum pria...karena kutahu pasti
mereka melakukannya. Setelah menguraikan poin-poin terperinci akhir pekanku,
pembicaraan di meja berganti ke football dan efektivitas dari
serangan Manning. Di kejauhan aku mendengar suara ayahku saat ia
berdiri di depan ruangan, menjelaskan secara rinci prestasi besar dari
rekan kerja kami yang baru, yang filenya tidak repot-repot aku buka
pagi ini. Wharton School di University of Pennsylvania, pertama di
kelasnya, magang pada Kredit Suisse...bla...bla....bla.
Obrolan memudar saat pikiranku beralih ke bagian dari malam
Mingguku yang tidak kuceritakan ke teman-temanku: interaksi
dengan salah satu dewi berambut coklat, tepatnya. Aku masih bisa
melihat dengan begitu jelas mata bulat gelapnya di kepalaku. Bibir
lezatnya, rambut bercahaya yang tidak mungkin selembut seperti
kelihatannya. Ini bukan pertama kalinya bayangan wanita itu muncul di kepalaku,
tanpa diminta, selama satu setengah hari terakhir. Sebenarnya,
seperti setiap jam sebuah gambaran dari beberapa bagian dirinya
datang padaku, dan mendapati diriku membayangkan apa yang
terjadi padanya. Atau, lebih tepatnya, apa yang bisa terjadi jika aku
tetap tinggal dan pergi mengikutinya.
Ini aneh. Aku bukan tipe pria yang akan mengenang orang asing
yang kutemui selama petualangan akhir pekanku. Biasanya, mereka
memudar dari pikiran saat aku pergi dari ranjang mereka. Tapi ada
sesuatu tentang dirinya. Mungkin karena dia menolakku. Mungkin
karena aku tidak tahu siapa namanya. Atau mungkin pantat indahnya
yang kencang membuatku ingin memegangnya dan takkan pernah
membiarkannya pergi. Saat bayangan yang ada dalam pikiranku mulai terfokus pada sosok
itu, geliatan akrab mulai terjadi di organ bawahku, kalau kau tahu
maksudku. Secara mental aku memperingatkan diriku sendiri. Aku
tidak pernah lagi mengalami ereksi spontan sejak berumur dua belas
tahun. Sebenarnya apa yang terjadi"
Sepertinya aku harus menelepon cewek seksi yang menyelipkan
nomer teleponnya padaku di coffehouse pagi ini. Biasanya aku
menunda aktivitas semacam itu untuk kegiatan akhir pekan, tapi
rupanya kejantananku ingin membuat perkecualian.
Pada saat ini, aku telah sampai depan ruangan, dalam antrian untuk
berjabat tangan seperti lazimnya menyambut semua karyawan baru.
Saat aku mendekati ujung depan barisan, ayahku melihat dan datang
menyambut dengan tepukan sayang di punggungku.
"Senang kau sudah datang, Drew. Gadis baru ini punya potensi yang
sesungguhnya. Aku ingin kau secara pribadi membantu dan
melindunginya, membantu dia memperoleh pengalaman untuk
pertama kalinya. Kalau kau melakukan itu, nak, aku jamin dia akan
menjadi sukses dan membuat kita semua bangga."
"Tentu, ayah. Tidak masalah."
Bagus. Seperti aku tidak punya pekerjaan sendiri untuk diurus.
Sekarang aku harus menuntun seorang pemula saat dia berjalan di
kegelapan dunia yang menakutkan dari korporat Amerika. Sungguh
sempurna. Terima kasih, ayah. Akhirnya giliranku tiba. Dia memunggungiku saat aku melangkah.
Aku menatap rambut lembut gelapnya yang diikat menjadi sanggul
rendah, kecil, sosok tubuh mungilnya. Mataku menatap pada
punggungnya, saat ia berbicara dengan orang di depannya.
Berdasarkan insting tatapanku tertuju pada pantatnya dan...tunggu.
Tunggu, tunggu sebentar. Aku pernah melihat pantat ini sebelumnya.
Tidak mungkin. Dia berbalik. Tidak. Senyum di wajahnya melebar saat matanya terhubung denganku.
Mata cemerlang tak berujung yang telah kuimpikan dan sekarang
baru kuingat. Dia mengangkat alis sebagai tanda mengenali dan
mengulurkan tangannya. "Mr. Evans."
Aku merasa mulutku membuka dan menutup, tapi tidak ada katakata yang keluar.
Kaget melihat dia lagi - di sini dari semua tempat
- sesaat keterkejutan itu pasti telah membekukan bagian otakku
yang mengontrol kemampuan bicara. Ketika syaraf sinapsis mulai
berfungsi lagi, aku mendengar ayahku berkata, "...Brooks. Katherine
Brooks. Dia akan jadi orang sukses, nak. Dan dengan bantuanmu dia
akan membawa kita bersamanya."
Katherine Brooks. Gadis di bar. Gadis yang aku biarkan pergi. Gadis yang mulutnya
masih sangat kuinginkan untuk berada di sekitar kejantananku.
Dan dia bekerja disini. Di kantorku, di mana aku telah bersumpah
untuk tidak pernah...sekalipun...berhubungan seks dengan rekan
kerja. tangan hangat lembutnya dengan sempurna meluncur di
tanganku, dua pikiran secara bersama masuk ke dalam kepalaku.
Yang pertama: Tuhan telah membenciku. Yang kedua: aku telah
menjadi cowok yang sangat, sangat nakal hampir sepanjang hidupku
dan ini adalah balasannya. Dan kalian tahu kutipan yang sering
orang katakan tentang pembalasan, kan"
Benar. Dia salah satu wanita yang sulit dihadapi.
*** *due diligence: proses investigasi atau survei yang dilakukan
oleh suatu pihak ke pihak lainnya sebelum proses
penandatanganan kontrak/berlakunya kerjasama diantara
semua pihak. *tri-state area: negara bagian New York, New Jersey, dan
Connecticut. *filet mignon: nama sejenis steak.
*sloppy joes: sandwich yang terdiri dari daging giling,
bawang, saus tomat atau kecap dan bumbu lainnya.
Bab 3 Aku yang menentukan nasibku sendiri. Kehendak. Kendali. Aku
menentukan kemana jalan hidupku. Aku memutuskan kegagalan dan
kesuksesanku. Persetan dengan nasib. Takdir bisa enyah selamanya.


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jika aku sangat menginginkan sesuatu, aku bisa mendapatkannya.
Jika aku fokus, berkorban, tidak ada yang tidak bisa kulakukan.
Kalau kalian tanya, apa maksud dari sikapku" Kenapa aku terdengar
seperti pembicara utama pada konvensi swadaya" Sebenarnya apa
yang coba kukatakan"
Singkatnya: aku mengendalikan kejantananku. Kejantananku tidak
dapat mengendalikanku. Itulah yang telah kukatakan pada diri
sendiri selama satu setengah jam terakhir.
Lihat aku di sana, di mejaku. Bergumam tak jelas seperti penderita
skizofrenia kehabisan obat"
Aku sedang mengingatkan diri sendiri pada prinsip hidupku,
keyakinan suci yang membuat aku bisa sampai sejauh ini dalam
hidup. Prinsip yang telah membuatku sukses tak terbantahkan di
ranjang dan di kantor. Prinsip yang tidak pernah mengecewakanku
sebelumnya. Prinsip yang setengah mati ingin kubuang ke keluar
jendela. Semua karena wanita yang berkantor diseberang lorong.
Katherine Setiap-Orang-Memanggilku-Kate Brooks.
Bicara tentang masalah terkutuk ini.
Caraku melihatnya, aku masih bisa meraih yang lebih tinggi. Secara
teknis aku tidak bertemu Kate di tempat kerja; aku bertemu
dengannya di sebuah bar, itu berarti dia bisa melupakan label "rekan
kerja" dan mempertahankan status "kencan yang tak terduga"
seperti yang awalnya ditunjukkan padanya.
Apa" Aku seorang pengusaha; itu tugasku untuk menemukan celah.
Jadi, dalam teori setidaknya, aku bisa bercinta dengannya dan tidak
merusak hukum alam pribadiku sendiri. Masalah dengan strategi itu,
tentu saja adalah apa yang terjadi sesudahnya.
Lirikan kerinduan, mata penuh harapan, upaya yang menyedihkan
untuk membuatku cemburu. Pertemuan secara "kebetulan",
pertanyaan tentang rencanaku, terlihat santai berjalan melewati pintu
kantorku. Yang semuanya pasti akan meningkat menjadi perilaku
semi-penguntit yang meresahkan.
Beberapa wanita dapat mengatasi kencan satu malam. Yang lain
tidak bisa. Dan aku pasti berada di ujung yang salah dari orangorang yang tidak
bisa. Ini tidak menyenangkan. Jadi, kalian paham, tidak peduli betapa parahnya aku ingin, tidak
peduli betapa keras nafsu mencoba menguasaiku. Itu bukan sesuatu
yang ingin kubawa ke tempat bisnis. Tempat suciku-rumah keduaku.
Itu tidak akan terjadi. Titik.
Itu saja. Diskusi selesai.
Kasus ditutup. Kate Brooks secara resmi dicoret dari daftar potensialku. Dia
terlarang. Tak tersentuh. Sama sekali takkan pernah. Tepat disebelah
daftar mantan pacar teman-temanku, putri bos, dan sahabat baik
kakakku. Well, kategori terakhir sedikit masuk wilayah abu-abu. Ketika aku
berumur delapan belas tahun, sahabat Alexandra, Cheryl Phillips,
menghabiskan musim panas di rumah kami. Tuhan memberkatinya
- gadis itu memiliki mulut seperti alat penghisap debu. Untungnya
bagiku. Si Menyebalkan tidak pernah tahu bahwa sahabatnya datang
ke kamarku pada jam dua malam. Kalau sampai dia tahu, akan ada
konsekuensi yang mengerikan - aku sedang membicarakan tentang
siksa neraka - jika dia punya.
Omong-omong, sampai di mana aku"
Oh benar. Aku menjelaskan bahwa aku telah mengambil keputusan
yang tegas bahwa Kate Brooks adalah gadis yang, sayangnya tidak
akan pernah aku tiduri. Dan aku baik-baik saja dengan itu. Sungguh.
Dan aku hampir saja percaya pada diriku sendiri.
Sampai dia muncul di pintuku.
Ya Tuhan. Kate memakai kacamata. Dengan jenis bingkai yang gelap. Versi
perempuan dari Clark Kent. Kacamata itu akan terlihat culun dan
tidak menarik untuk kebanyakan wanita. Tapi tidak untuk Kate. Pada
batang hidung kecilnya, ditambah bulu mata yang indah, dengan
rambut yang di sanggul sedikit longgar, secara keseluruhan sangatlah
seksi. Saat ia mulai bicara, pikiranku tiba-tiba penuh dengan segala macam
fantasi guru-seksi yang pernah kualami. Mereka bermain dalam
pikiranku tepat di sebelah pustakawati yang seakan terkekang secara
seksual, tapi sebenarnya nymphomania yang memakai pakaian kulit
dan borgol. Sementara semua ini terjadi di kepalaku, ia masih bicara.
Apa sebenarnya yang dia katakan"
Aku memejamkan mata agar tidak menatap bibir berkilauannya.
Sehingga aku benar-benar dapat memproses kalimat yang keluar dari
mulutnya: "...ayah bilang kau bisa membantuku dengan itu." Dia berhenti dan
menatapku penuh harap. "Maafkan aku, perhatianku terpecah. Kau ingin duduk dan bicara
sekali lagi?" Tanyaku, suaraku tak pernah mengkhianati gairah yang
ada dalam diriku. Sekali lagi, untuk para wanita di luar sana - ini fakta untuk kalian:
Pria memikirkan hubungan seks pada otak mereka nyaris 24 jam
sehari, 7 hari seminggu. Angka yang pasti adalah setiap 5,2 detik
atau kurang lebih sekitar itu.
Intinya adalah, ketika kalian bertanya, "Apa yang kau inginkan
untuk makan malam?" kami berpikir tentang bercinta denganmu di
meja dapur. Ketika kalian memberitahu kami tentang film cengeng
yang kalian tonton dengan pacar pekan lalu, kami berpikir tentang
film porno yang dilihat di tv kabel tadi malam. Ketika kalian
menunjukkan kepada kami tentang sepatu desainer yang dibeli di
obral, kami berpikir betapa menyenangkannya kalau kaki itu berada
di bahu kami. Kupikir kalian ingin tahu. Jangan salahkan orang yang
menyampaikannya. Sebenarnya ini adalah suatu kutukan.
Secara pribadi, aku menyalahkan Adam. Ada seorang pria yang
berada dalam posisi sangat baik dalam hidupnya. Berjalan-jalan
dengan telanjang, seorang cewek cantik yang memenuhi segala
hasratnya. Aku hanya berharap apel itu benar-benar lezat, karena
Adam sungguh mengacaukannya untuk kami. Sekarang kami harus
berusaha untuk mendapatkannya. Atau dalam kasusku, berusaha
mati-matian untuk tidak menginginkannya.
Kate duduk di kursi di seberang mejaku, dan melipat kakinya.
Jangan melihat kakinya, jangan melihat kakinya.
Terlambat. Kakinya kencang, cokelat, dan halus yang terlihat seperti sutra. Aku
menjilat bibir dan memaksa mataku menatap wajahnya.
"Jadi," Kate mulai lagi, "Aku telah menyusun portofolio pada
sebuah perusahaan pemrograman, Genesis. Pernahkah kau
mendengar tentang perusahaan itu?"
"Samar-samar." Aku menjawab, menatap kertas-kertas di mejaku
untuk membendung aliran gambar tidak senonoh yang suaranya
memanggil dari pikiran menyimpangku.
Aku seorang yang sangat sangat nakal. kalian pikir Kate akan
menghukumku jika aku mengatakan padanya betapa nakalnya aku"
Aku tahu. Aku tahu. Aku hanya tidak bisa menahan diri.
"Mereka membukukan laba sebelum pajak sebesar tiga juta dollar
pada kuartal terakhir." Katanya.
"Benarkah?" "Ya. Aku tahu itu bukan sesuatu yang sangat mengejutkan, tapi itu
menunjukkan mereka memiliki pijakan yang solid. Mereka masih
kecil, tapi itu adalah bagian dari apa yang menjadikannya bagus.
Para programernya muda dan lapar. Rumornya, mereka mempunyai
ide-ide yang akan membuat Nintendo Wii terlihat lebih mirip Atari.
Dan mereka punya otak untuk mewujudkannya. Apa yang tidak
mereka miliki adalah modal."
Dia berdiri dan bersandar di atas mejaku untuk memberikan sebuah
berkas. Aku diserang oleh aroma manis seperti bunga. Lezat,
memikat - bukan seperti parfum yang nenek-nenek pakai yang
praktis membuat kalian tersedak ketika berpapasan dengannya di
kantor pos. Aku memiliki keinginan untuk menenggelamkan wajahku ke
rambutnya dan menarik nafas dalam-dalam.
Tapi aku menolak dan membuka berkas sebagai gantinya.
"Aku telah menunjukkan apa yang aku punya Mr. Evans...eh
ayahmu, dia mengatakan padaku untuk menjelaskan ini padamu, dia
pikir salah satu dari klienmu - "
"Alphacom." aku mengangguk.
"Benar, dia pikir Alphacom akan tertarik."
Aku melihat pekerjaan yang dia lakukan sejauh ini. Ini bagus. Rinci
dan informatif tapi terfokus. Perlahan-lahan, otakku - yang ada
diatas bahuku - mulai berpindah fokus. Jika ada satu topik yang
memiliki harapan untuk mengeluarkanku dari pikiran tentang seks,
itu adalah pekerjaan. Sesuatu yang bagus. Aku pasti bisa mencium
potensi di sini. Ini tidak beraroma selezat Kate Brooks, tapi mendekati.
"Ini bagus Kate, sangat bagus, aku pasti bisa menjual ini untuk
Seanson. Dia adalah CEO Alphacom."
Matanya sedikit menyipit. "Tapi, kau akan memasukkan aku ke
dalam tim, kan?" Aku menyeringai. "Tentu saja, apa aku terlihat seperti tipe orang
yang butuh mencuri proposal orang lain?"
Dia memutar matanya dan tersenyum. Kali ini, aku tidak bisa
berpaling. "Tidak, tentu saja bukan Mr. Evans. Aku tidak bermaksud
mengartikan...Itu hanya...kau tahu...hari pertama."
Aku memberi isyarat baginya untuk duduk kembali, dan dia
menurut. "Well, aku akan mengatakan dari yang terlihat ini, kau
menjalani hari pertama yang bagus. Dan, tolong, panggil saja Drew."
Dia mengangguk. Aku bersandar di kursiku menilainya. Mataku
memeriksa seluruh tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki dengan
cara yang sama sekali tidak profesional. Aku tahu itu. Tapi
kelihatannya aku tidak peduli.
"Jadi...merayakan pekerjaan baru, ya?" Aku bertanya mengacu pada
komentarnya di REM hari Sabtu.
Dia menggigit bibir, dan celanaku mengetat saat milikku menggeliat
dan mengeras - lagi. Kalau ini terus berlangsung aku akan
mengalami blue balls* ketika aku sampai di rumah.
"Ya. pekerjaan baru." Dia mengangkat bahu kemudian mengatakan,
"Aku menduga siapa kau, ketika kau menyebutkan siapa namamu
dan nama perusahaanmu."
"Kau pernah dengar tentang aku?" Aku bertanya, benar-benar
penasaran. "Tentu. Kupikir hanya ada sedikit orang di bidang ini yang belum
membaca tentang si anak emas dari Evans, Reinhart and Fisher di
Busines Weekly...atau NY Times Page Six untuk urusan itu."
Kata-kata terakhirnya mengacu pada kolom gosip di halaman yang
aku sering muncul. "Jika satu-satunya alasan kau mengabaikanku karena aku bekerja di
sini," kataku "Aku akan menyerahkan surat pengunduran diri di meja
ayahku dalam satu jam." Dia tertawa dan kemudian, dengan sedikit
tersipu mewarnai pipinya, kate menjawab, "Tidak, itu bukan satusatunya alasan."
Dia mengangkat tangannya untuk mengingatkanku
tentang cincin pertunangan yang hampir tidak terlihat. "Tapi,
bukankah kau senang sekarang bahwa aku menolakmu" Maksudku,
akan jadi lumayan canggung jika sesuatu terjadi diantara kita,
bukankah begitu?" Wajahku benar-benar serius saat aku mengatakan padanya, "Pasti
akan sepadan." Dia mengangkat alisnya dengan ragu. "Meskipun aku bekerja di
bawahmu sekarang?" Sekarang, ayolah - dia menjurus tepat ke arah sana, dan dia tahu itu.
Bekerja di bawahku" Bagaimana mungkin aku mengabaikan katakata itu"
Namun aku hanya mengangkat alis, dan Kate menggelengkan kepala
dan tertawa lagi. Dengan senyum liar aku bertanya padanya "Aku tidak membuatmu
tidak nyaman, kan?" "Tidak. Sama sekali tidak. Tapi apakah kau memperlakukan semua
karyawanmu dengan cara ini" Karena aku harus memberitahumu,
kau membiarkan dirimu terbuka lebar untuk suatu gugatan."
Aku tidak bisa mencegah senyum dari bibirku. Dia mengejutkan.
Tajam. Cepat. Aku harus berpikir sebelum aku berbicara dengannya.
Aku suka itu. Aku menyukainya. "Tidak. Aku tidak memperlakukan semua karyawanku dengan cara
ini. Belum pernah. Hanya satu, yang terus aku pikirkan sejak malam
Minggu." Ok, mungkin aku tidak memikirkan dia ketika threesome dengan si
kembar. Tapi setidaknya sebagian benar.
"Kau tidak bisa diperbaiki," katanya dengan cara yang
memberitahuku kalau dia berpikir aku manis.
Aku memiliki banyak hal, sayang. Manis bukanlah salah satunya.
"Aku melihat sesuatu yang kuinginkan, dan aku mengejarnya. Aku
terbiasa mendapatkan apa yang kuinginkan."
Kalian tidak akan pernah mendengar sebuah pernyataan yang lebih
benar tentangku daripada itu. Tapi mari kita berhenti untuk
sementara waktu di sini, OK" Jadi aku bisa memberi kalian
gambaran lengkapnya. Kalian tahu, ibuku, Anne, selalu menginginkan keluarga besar -
lima, mungkin enam orang anak. Tapi Alexandra enam tahun lebih
tua dariku. Enam tahun mungkin terlihat tidak terlalu jauh untuk
kalian, tapi untuk ibuku itu adalah seumur hidup. Ceritanya, setelah
melahirkan Alexandra, ibuku tidak bisa hamil lagi - tapi itu bukan
karena kurang berusaha. "Infertilitas sekunder," mereka
menyebutnya. Ketika kakakku berumur empat tahun, ibuku hampir
menyerah pada harapan untuk mempunyai banyak anak.
Dan kemudian coba tebak" Aku lahir.
Kejutan. Aku adalah bayi ajaib ibuku. Malaikat berharga yang berasal dari
Tuhan. Harapan yang terkabul. Jawab atas doa-doanya. Dan dia
bukan satu-satunya yang berpikir begitu. Ayahku sangat senang,
bersyukur memilki anak yang lain - anak laki-laki. Dan Alexandra -
tahun-tahun sebelum menjadi si menyebalkan - senang sekali
akhirnya mempunyai seorang adik laki-laki.
Aku adalah apa yang keluargaku inginkan dan tunggu selama lima
tahun. Aku adalah pangeran kecil. Aku tidak mungkin berbuat salah.
Segala yang kuinginkan pasti terkabul. Aku adalah yang paling
tampan, yang paling cemerlang. Tidak ada seorang pun yang lebih
ramah, tidak ada yang lebih manis daripada aku. Aku dicintai
melebihi kata-kata - dimanja dan juga dilayani.
Jadi, kalau kalian menganggap aku sombong" Egois" Manja" Kau
mungkin benar. Tapi jangan marah padaku, ini bukan salahku. Aku
adalah produk dari bagaimana aku di besarkan.
Sekarang karena pembicaraanku sudah keluar jalur - mari kembali
ke kantorku. Bagian berikut ini adalah penting.
"Dan kupikir kau seharusnya tahu, aku menginginkanmu, Kate."
Lihat bagaimana pipinya bersemu merah, sedikit keterkejutan di
wajahnya" Lihat bagimana wajahnya berubah menjadi serius, dan


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tatapannya bertemu dengan mataku kemudian memandang ke bawah
lantai" Aku mempengaruhinya. Kate juga menginginkanku. Tapi dia
melawannya. Tapi itu ada di sana. Aku bisa mendapatkannya. Aku
bisa membawanya tepat kearah yang sangat dia inginkan.
Pengetahuan ini membuatku menahan erangan saat organ bawahku
bereaksi sekuat tenaga. Aku ingin berjalan menghampiri Kate dan
menciumnya sampai dia tidak bisa berdiri. Aku ingin menyelipkan
lidahku di antara bibir ranumnya sampai lututnya lunglai. Aku ingin
mengangkatnya. Melingkarkan kakinya dipinggangku.
Menyandarkan tubuhnya di dinding dan...
"Hai, Drew. Ada kemacetan lalu lintas di jalan fifty third. Jika kau
ingin mengadakan pertemuan jam empat, kau harus segera pergi."
Terima kasih Erin, cara yang bagus untuk merusak suasana,
sekretaris yang mengagumkan - pemilihan waktu yang mengerikan.
Kate bangkit dari kursinya, bahunya kaku, punggungnya lurus. Dia
mendekat ke arah pintu dan menolak untuk menatapku. "Jadi, terima
kasih untuk waktumu Mr. Evans. Kau...ah...beritahu aku kapan kau
menginginkanku." Aku mengangkat alisku penuh arti oleh kata-katanya. Aku suka dia
tersipu - dan akulah orang yang melakukan ini padanya.
Masih menghindari kontak mata, dia menyeringai kecil. "Tentang
Alphacom dan Genesis. Beritahu aku apa yang harus
kulakukan...apa yang kau ingin aku lakukan...apa...oh, kau tahu apa
yang kumaksud." Sebelum dia keluar dari pintu, suaraku menghentikannya. "Kate?"
Dia menoleh kearahku, matanya penuh tanya.
Aku menunjuk ke diriku sendiri. "Panggil saja Drew."
Dia tersenyum, memulihkan dirinya sendiri. Kepercayaan diri
alaminya kembali ke dalam matanya.
Kemudian matanya bertemu dengan tatapanku. "Benar, Aku akan
bertemu denganmu nanti, Drew,"
Setelah dia keluar dari pintu, aku bilang pada diriku sendiri, "Oh, ya.
Ya, pasti." Saat aku memeriksa tasku sebelum pergi ke pertemuan, aku
menyadari ketertarikan ini - tidak, itu bukan kata yang cukup kuat -
kebutuhan yang kumiliki pada Kate Brooks tidak akan hilang. Aku
bisa berusaha dan melawannya, tapi aku hanya seorang pria, demi
Tuhan. Dibiarkan tak terselesaikan, hasratku untuk Kate bisa
mengubah kantorku, tempat yang aku cintai, menjadi sebuah ruang
penyiksaan dari frustasi seksual.
Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Jadi, aku punya tiga pilihan: aku bisa keluar dari pekerjaanku. Aku
bisa membuat Kate keluar dari pekerjaannya. Atau aku bisa
membujuknya untuk berbagi satu malam yang sangat menyenangkan
denganku. Kedua belah pihak melampiaskan hasrat masing-masing
- Persetan dengan konsekuensinya.
Tebakan mana yang akan kupilih"
*** *Blue balls: istilah yang digunakan untuk rasa nyeri atau
ketidaknyamanan di testis yang terjadi ketika seorang pria
terangsang secara seksual tanpa ejakulasi.
Bab 4 Ternyata aku tidak terkena blue balls sama sekali. Aku menemui
gadis yang kukenal di coffeehouse malam itu. Dia adalah seorang
instruktur yoga. Puas. Apa" Ayolah, jangan seperti itu. Aku menginginkan Kate, tidak di
ragukan lagi. Tapi jangan berharap aku bersikap seperti biarawan
sampai hal itu terjadi. Yang tidak di pahami wanita adalah bahwa
seorang pria bisa menginginkan seorang wanita tapi masih meniduri
wanita yang lain. Bahkan, seorang pria bisa mencintai seorang
wanita dan masih bisa meniduri sepuluh wanita lainnya. Begitulah
kenyataannya. Seks adalah sebuah pelepasan. Fisik semata. Itu saja. Setidaknya
bagi pria seperti itu. Oke, Oke - tenang dulu - jangan mulai melempar sepatu atau benda
apapun kearahku. Setidaknya pria seperti aku, lebih baik, kan"
Mungkin kalian akan memahami sudut pandangku jika aku
menjelaskannya seperti ini: kalian menyikat gigi, kan" Well,
misalkan pasta gigi favorit kalian adalah Aquafresh. Tapi di toko
habis. Yang tersedia hanya Colgate. Apa yang akan kalian lakukan"
Kalian akan menggunakan Colgate, kan"
Kalian mungkin ingin menyikat gigi dengan Aquafresh, namun pada
akhirnya kalian menggunakan apa yang kalian punya untuk
membuat gigi tetap bersih seputih mutiara. Paham cara berpikirku"
Bagus. Sekarang, kembali ke kisah duka dan penderitaanku.
*** Aku tidak pernah merayu seorang wanita sebelumnya.
Kutahu ini mengejutkan. Biar kujelaskan. Aku tidak pernah merayu seorang wanita
sebelumnya, tidak dalam arti yang umum. Biasanya, aku hanya
melihat, mengedipkan mata, tersenyum. Sebuah sapaan yang ramah,
satu atau dua gelas minuman. Setelah itu satu-satunya pertukaran
verbal yang terlibat hanyalah satu kata pendek seperti lebih keras,
lagi, lebih rendah...kalian pasti mengerti maksudnya.
Jadi, segala hal tentang percakapan dengan seorang wanita untuk
mengajaknya ke ranjang merupakan konsep yang cukup baru bagiku,
kuakui. Tapi aku tidak khawatir. Kenapa tidak, jika kalian tanya"
Karena aku bermain catur.
Catur adalah permainan strategi, perencanaan, berpikir dua langkah
ke depan untuk langkah berikutnya. Mengarahkan lawanmu tepat di
mana kalian menginginkannya.
Selama dua minggu setelah pertemuan hari pertama, berhubungan
dengan Kate, bagiku persis seperti bermain catur. Beberapa kata
sugestif, belaian biasa tapi menggoda. Aku tidak akan membuat
kalian bosan dengan setiap detil percakapan. Aku hanya akan
mengatakan semua berjalan dengan baik, segalanya berjalan sesuai
rencana. Kurasa semuanya akan memakan waktu satu minggu - maksimal
dua minggu - sampai aku dapat mengklaim harta diantara paha
kenyalnya. Aku sudah tahu bagaimana nanti hasilnya. Pada
kenyataannya aku telah menghabiskan waktu berjam-jam,
membayangkannya, berkhayal tentang itu.
Ingin mendengarnya" Ini terjadi di kantorku. Suatu malam ketika kami berdua bekerja
lembur - satu-satunya orang yang masih di kantor. Dia pasti lelah,
kaku. Aku akan menawarkan memijit lehernya. Dan dia akan
mengizinkanku. Kemudian aku akan menunduk dan menciumnya,
mulai dari bahunya, naik sampai lehernya, merasakan kulitnya
dengan lidahku. Akhirnya, bibir kami akan bertemu. Dan itu akan
menjadi panas - membara. Dan dia akan melupakan semua alasan
tentang kenapa kami tidak seharusnya: tempatnya bekerja kita
bersama, tunangan bodohnya. Satu-satunya hal yang akan dia
pikirkan adalah aku dan apa yang akan dilakukan oleh kedua tangan
ahliku padanya. Aku punya sebuah sofa di kantorku, sofanya dari bahan suede -
bukan kulit. Apakah suede bisa bernoda" Semoga tidak. Karena di
sanalah kami akan berakhir - pada sofa terbengkelai yang
menyedihkan itu. Sekarang biarkan aku menanyakan ini pada kalian: apakah kalian
pernah melihat iklan yang mengatakan bagaimana kehidupan bisa
berubah dalam sekejap"
Ya, ya aku menuju ke suatu tempat - bersabarlah denganku.
Kalian tahu apa yang sedang kubicarakan, bukan" Di mana keluarga
bahagia mengemudi di Main Street pada hari yang cerah dan
kemudian...BAM. Tabrakan dengan semi trailer. Dan sang ayah
terbang keluar jendela karena dia tidak mengaitkan sabuk
pengamannya. Cerita itu dirancang untuk menakut-nakuti kita. Dan memang begitu.
Tapi kenyataannya tetap penuh kebenaran. Tujuan kita, prioritas kita
dapat berubah seketika - biasanya ketika kita tidak menduganya.
Jadi, setelah dua minggu menyusun strategi dan berkhayal, aku
yakin Kate Brooks akan menjadi kencan satu malamku berikutnya.
Aku tak ingat pernah menginginkan seseorang sebanyak aku
menginginkan dia. Aku pasti belum pernah menunggu seorang
wanita selama aku menunggu Kate. Tapi yang penting, bagiku,
keputusan akhir - kesimpulan yang pasti - bukan jika melainkan
kapan. Dan kemudian, pada Senin sore, ayahku memanggilku ke kantornya.
"Duduklah, nak. Ada beberapa urusan yang ingin kubahas."
Ayahku sering memanggilku di sini untuk membicarakan hal-hal
yang dia belum siap untuk bagikan dengan seluruh staf. "Aku baru
saja selesai bicara lewat telepon dengan Saul Anderson. Dia mencari
diversifikasi. Dia akan datang ke kota ini bulan depan untuk
berkeliling mencari ide."
Saul Anderson adalah taipan media. Kaya raya - jenis pria yang
membuat Rupert Murdoch terlihat seperti seorang buruh kasar.
Punya serbet" Karena kurasa aku meneteskan air liur.
"Bulan depan" Oke, aku bisa mengerjakannya. Tidak ada masalah."
Aku merasakan kegembiraan memompa di pembuluh darahku. Pasti
beginilah yang hiu rasakan setelah seseorang membuang seember
daging cincang ke dalam air. Keriuhan.
"Drew..." ayahku menyela, tapi pikiranku terlalu sibuk berputar
dengan ide-ide untuk bisa mendengarnya.
"Ada petunjuk apa yang dia cari" Maksudku kemungkinannya tidak
terbatas." "Nak..." Ayahku mencoba lagi.
Kalian bisa menduganya, bukan"
Namun aku terus mengoceh, "Stasiun tv kabel adalah mesin
penghasil uang. Media sosial ada di toilet sekarang, jadi kita bisa
mengambil beberapa penawaran yang nyata. Produksi film selalu
menjadi taruhan yang aman, dan itu akan mengurangi biaya
tambahan ketika mereka memutar ulang pada jaringannya sendiri."
"Drew. Aku ingin memberikan klien itu pada Kate Brooks."
Tunggu sebentar! Mau mengulanginya untukku"
"Apa?" "Dia bagus, Drew. Aku bilang padamu, dia sangat bagus."
"Dia di sini baru dua minggu!"
Anjing adalah binatang teritorial. Kalian tahu itu, kan" Itulah
sebabnya kenapa di taman mereka tampaknya tidak pernah
kehabisan pasokan urin, mereka bersikeras berhenti setiap empat
detik untuk mendistribusikannya di area sekitar. Itu karena mereka
percaya itu adalah taman mereka. Dan mereka ingin anjing-anjing
lain mengetahuinya, supaya tahu bahwa mereka yang pertama ada di
sana. Ini adalah cara non verbal yang artinya sama dengan, "Pergi
dari sini - cari tamanmu sendiri."
Begitu juga laki-laki. Bukan berarti aku akan kencing di sekitar mejaku atau apapun, tapi
perusahaan ini adalah milikku. Aku sudah membina klien-klien ini
sejak perusahaan mereka masih kecil. Aku memandang perusahaan
itu seperti ayah yang bangga, saat mereka tumbuh menjadi
konglomerat yang kokoh. Aku menjamu mereka dengan minuman
dan makanan mewah, aku telah menghabiskan jam demi jam,
bertahun-tahun tanpa tidur nyenyak. Tugasku adalah bukan hanya
apa yang aku lakukan - itulah siapa aku. Dan aku akan sangat tidak
rela jika Kate Brooks berjalan ke sini dan mengambilnya dariku.
Tidak peduli seberapa bagus pantatnya.
"Ya," kata ayahku. "dan apa kau melihatnya beberapa hal yang dia
hasilnya selama dua minggu ini" Dia adalah yang pertama datang
dan terakhir meninggalkan kantor - setiap hari. Dia segar dan
berpikir di luar kebiasaan. Dia mengembangkan beberapa investasi
yang paling inovatif yang pernah aku lihat. Naluriku mengatakan
untuk memberinya kesempatan dan melihat apa yang akan dia
lakukan." Apa gejala awal untuk penyakit pikun, tepatnya"
"Dia akan meraba-raba - itulah yang akan dia lakukan!" Teriakku.
Tapi aku tahu dari pengalaman bahwa bersikap dramatis tidak
berpengaruh apapun dengan ayahku, jadi aku memijit hidungku
berusaha untuk menenangkan diri.
"Baiklah, Dad, aku mengerti apa yang kau katakan. Tapi Saul
Anderson bukanlah klien yang kau berikan kepada seseorang hanya
untuk mengetahui apakah dia bisa melaksanakan tugasnya. Dia
adalah klien yang kau berikan kepada orang terbaik dan tercerdas.
Seseorang yang kau tahu bisa membawa sampai ke zona akhir. Dan
itu adalah aku." Bukankah begitu" Aku bertanya-tanya saat ekspresi ketidakpastian
menyelimuti wajahnya. Saat ayahku terus terdiam, perutku menggeliat dengan cemas. Ini
bukan karena aku memiliki Daddy complex1 atau semacamnya, tapi
bohong kalau kubilang aku tidak menikmati kebanggaan ayahku
dalam kinerjaku di kantor. Aku adalah tangan kanannya. Aku adalah
orang yang dapat mengatasi masalahnya. Saat jam menunjukkan
pukul dua kurang lima menit, aku sangat yakin aku satu-satunya
orang yang akan mendapat kepercayaan dari John Evans.
Atau setidaknya aku dulunya begitu.
Aku terbiasa mendapatkan kepercayaan penuhnya. Fakta bahwa
kepercayaan ayahku sepertinya goyah adalah...Well,...sungguh
menyakitkan. "Begini saja." Dia mendesah. "Kita punya waktu satu bulan.
Datanglah dengan sebuah presentasi. Kate juga melakukan hal yang
sama. Siapapun yang bisa membuatku terkesan akan segera bekerja
pada Anderson." Seharusnya aku benar-benar merasa tersinggung. Apa yang ayahku
minta sama saja mengatakan kepada seorang pemenang Oscar
bahwa dia harus mengikuti audisi untuk menjadi pemain figuran.
Tapi aku tidak membantah. Aku terlalu sibuk merencanakan langkah
selanjutnya. Jadi, kalian mengerti apa yang kukatakan tentang kehidupan"
Dengan demikian, Kate Brooks telah berubah dari seorang wanita
yang tidak sabar ingin kuajak dansa secara mesum menjadi
seseorang yang tidak sabar ingin aku remukkan di bawah sepatuku.
Lawanku. Sainganku. Musuhku.
Itu bukan salah Kate. Kutahu. Sekarang tanyakan padaku apakah aku
peduli. Tidak - tidak sedikitpun.
*** Dalam mode siap tempur, aku kembali ke markas - yang juga
dikenal sebagai kantorku. Aku memberi Erin beberapa perintah dan
bekerja disisa sore hariku. Sekitar pukul enam sore, aku meminta
Erin memanggil Kate datang ke kantorku.
Selalu memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah. Bermain di
kandang sendiri. Ingat itu.
Dia datang dan duduk, ekspresinya tak terbaca.
"Ada apa, Drew?"
Rambutnya terurai. Membingkai wajahnya dalam tirai panjang yang
mengkilap. Untuk sesaat, aku membayangkan bagaimana rasanya
jika rambut itu menggelitik dadaku. Menyebar di pahaku.
Aku menggelengkan kepala. Fokus, Evans, fokus.


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia mengenakan setelan burgundy gelap dengan sepatu yang cocok.
Kate suka memakai sepatu hak tinggi. Kurasa karena dia mungil,
tambahan tinggi yang diberikan oleh sepatunya membuat Kate
merasa lebih percaya diri di kantor.
Pria menyukai wanita yang memakai sepatu hak tinggi. Kami
mengasosiasikan mereka dengan segala jenis posisi seksual yang
fantastis. Jika kalian ingin seorang pria memperhatikanmu, kalian
tidak akan salah kalau memakai sepatu stiletto mengkilap setinggi
empat inchi, aku bersumpah.
Saat mataku berkeliaran di tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki,
satu masalah, sebut saja begitu, muncul. Meskipun pikiranku
mengakui kalau Kate Brooks sekarang sainganku, ternyata
kejantananku belum mendapat memo.
Dan kejantananku, dilihat dari reaksinya, masih ingin membuat
pertemanan. Jadi, aku membayangkan Miss Gurgel, guru IPA kelas limaku, dalam
pikiranku. Dia adalah jagoan dari kaum wanita. Seorang pensiunan
pegulat wanita - bukan yang memakai bikini. Dia punya tahi lalat di
pipi kanannya yang begitu besar, kami yakin itu adalah kepala
saudara kembarnya yang tidak dipisahkan dalam kandungan. Itu
menjijikkan tapi anehnya menghipnotis pada saat yang sama - kalian
tidak bisa mencegah untuk menatapnya. Tahi lalatnya bergoyanggoyang ketika dia
bicara. Seperti mangkuk penuh dengan jelly.
Aku sedikit bergidik, namun triknya berhasil. Semua masalah di
bawah sana teratasi. "Saul Anderson akan datang ke kota ini bulan depan," Kataku
akhirnya. Kate mengangkat alis. "Saul Anderson" benarkah?"
"Benar." Kataku padanya dengan serius. Tidak ada lagi kesenangan
untuknya. "Ayahku ingin kau menyusun contoh presentasi. Sebuah praktek,
seolah kau benar-benar akan mendapatkan klien. Dia pikir itu akan
menjadi latihan yang bagus untukmu."
Aku tahu. Aku tahu...Kalian pasti berpikir aku seorang bajingan.
Aku bahkan tidak memberikan kesempatan yang adil untuknya.
Well, lupakanlah. Ini adalah bisnis. Dan dalam bisnis - seperti
halnya perang - segalanya adil.
Aku mengira dia akan bersemangat, aku mengira dia akan berterima
kasih. Reaksinya bukan salah satu dari keduanya.
Kate menekan bibirnya menjadi satu garis ketat, dan ekspresinya
berubah menjadi serius. "Praktek, hah?"
"Benar sekali. Ini bukan urusan besar, kau jangan terlalu khawatir.
Berikan saja suatu proposal untuknya. Secara hipotesis."
Dia melipat tangannya di depan dada dan memiringkan kepalanya
kesamping. "Sungguh menarik, Drew. Mengingat ayahmu baru saja
mengatakan padaku ia belum memutuskan siapa yang mendapatkan
Anderson, klien itu akan jatuh ke kamu atau aku, tergantung siapa
yang dapat menyusun strategi yang lebih mengesankan. Cara dia
menjelaskan, kedengarannya seperti urusan yang sangat besar."
Oh...Uh Ketika aku berusia dua belas tahun, Matthew dan aku mengambil
majalah Hustler dari sebuah toserba. Ayah memergokiku di kamar
membaca majalah itu sebelum aku punya kesempatan
menyembunyikannya di bawah kasur. Ekspresi wajahku saat ini
mirip sekali dengan kejadian waktu itu.
Tertangkap basah. "Kita bermain sedikit kotor, ya?" Dia bertanya, matanya menyipit
dengan curiga. Aku mengangkat bahu. "Jangan terburu-buru, sweetheart. Anderson
akan jadi milikku. Ayahku hanya melemparkan tulang padamu."
"Tulang?" "Ya, bibirnya praktis melekat pada pantatnya sejak kau mulai kerja.
Aku heran kalau dia masih bisa berdiri tegak. Dia berpikir ini akan
membuatmu lepas dari gangguanmu untuk sementara waktu."
Selalu menyerang terlebih dulu - ingat itu. Tim mana yang mencetak
skor lebih dulu" Mereka hampir dipastikan menjadi tim pemenang.
Cari tahu kalau kalian tidak percaya padaku.
Ya, aku mencoba mengguncang kepercayaan dirinya, aku berusaha
membuat dia keluar dari persaingan.
Tuntut aku. Aku menceritakan pada kalian tentang sejarahku. Aku beritahu
kalian bagaimana aku tumbuh dewasa. Aku tak pernah berbagi
mainanku. Aku tak berencana untuk berbagi para klienku.
Tanyakan pada setiap anak yang berumur empat tahun - Berbagi itu
menyebalkan. Ketika dia berkata, nadanya sangat mematikan, setajam golok.
"Kalau kita akan bekerja sama, Drew, kurasa kita harus meluruskan
beberapa hal. Aku bukanlah sweetheart-mu. Namaku Kate -
Katherine. Camkan itu. Dan aku bukan orang yang suka menjilat.
Aku tidak harus melakukannya. Pekerjaanku bicara dengan
sendirinya. Kecerdasanku, tekadku - itu yang membuat ayahmu
memperhatikanku. Dan jelas dia mengira kau agak kurang dalam
bidang itu karena dia mempertimbangkanku untuk Anderson."
Oh. Tentu saja dia menyerang dengan sengit untuk memastikan
kemenangan, benar, kan"
"Dan aku tahu wanita mungkin akan saling berebut untuk mendapat
perhatian dan senyum menawanmu," ia melanjutkan, "tapi, itu tidak
akan terjadi padaku. Aku tidak berencana untuk menjadi salah satu
dari para penggemarmu atau takik pada tiang ranjangmu, jadi kau
bisa memberikan rayuanmu, senyummu dan omong kosongmu untuk
orang lain." Dia berdiri dan tangannya bertumpu di tepi mejaku, membungkuk.
Hei, kalian tahu kalau aku duduk sedikit tegak, aku bisa melihat
tepat di bawah blusnya, aku suka titik itu pada wanita. Lembah
diantara - Hentikan! Secara mental, aku menampar diri sendiri, dan Kate melanjutkan.
"Kau terbiasa menjadi nomor satu di sini, terbiasa menjadi anak
kesayangan ayahmu. Well, ada pemain baru di kota ini. Hadapilah.
Aku telah bekerja keras untuk mendapatkan pekerjaan ini, dan aku
berencana untuk membangun reputasiku sendiri, kau tidak suka
berbagi ketenaran" Sayang sekali. Kau bisa juga berbagi ruang
untukku, atau aku akan menginjakmu kalau kau menghalangi
jalanku. Apapun yang terjadi, aku jamin aku akan ada di sana."
Dia berbalik untuk pergi tapi kemudian dia menoleh kearahku,
bibirnya melengkung membentuk senyum manis sekali. "Oh, dan
aku akan bilang semoga beruntung dengan Anderson, tapi aku tidak
mau repot-repot. Semua keberuntungan di Irlandia tidak akan
membantumu. Saul Anderson adalah milikku...sweetheart."
Dan dengan begitu, dia berbalik dan berjalan keluar dari kantorku,
melewati Matthew dan Jack, yang berdiri di depan pintu dengan
mulut ternganga. "Well...Sialan," Kata Matthew.
"Ok. Apakah ada orang yang terangsang sekarang?" Jack bertanya,
"Serius, aku mengalami ereksi sekarang karena - " dia menunjuk
Kate yang baru saja berlalu. "tadi sangat panas."
Itu memang panas. Kate Brooks adalah seorang wanita cantik. Tapi
ketika dia marah. Dia spektakuler.
Steven berjalan masuk dengan membawa secangkir kopi di
tangannya. Melihat ekspresi di wajah kami, dia bertanya, "Apa" Apa
aku lewatkan sesuatu?"
Matthew dengan senang hati mengatakan padanya, "Drew
kehilangan sentuhannya. Dia baru saja diomeli habis-habisan. Oleh
seorang cewek." Steven mengangguk muram dan berkata, "Selamat datang di
duniaku, Bro." Aku mengabaikan three stooges*. Perhatianku masih terfokus pada
tantangan yang baru saja Kate berikan. Testosteron terpompa melalui
tubuhku meminta kemenangan. Tidak saja menang, tapi menang
telak - tidak ada yang lebih memuaskan kecuali menang KO tanpa
perlawanan. *** *three stooges: nama grup komedian.
Bab 5 Dan dimulailah - Olimpiade investasi perbankan. Sebenarnya aku
ingin mengatakan ini adalah kontes dewasa antara dua rekan
profesional dan sangat cerdas. Aku ingin mengatakan ini penuh
persahabatan. Aku ingin menga...tapi aku tidak ingin. Karena aku pasti bohong.
Ingat komentar ayahku" Komentar bahwa Kate menjadi orang yang
pertama datang ke kantor dan orang terakhir yang pergi" Komentar
itu menempel dalam pikiranku sepanjang malam.
Mendapatkan kontrak dari Anderson bukan hanya tentang
melakukan presentasi terbaik, menemukan ide-ide terbaik. Itulah
yang dipikirkan Kate - tapi aku lebih tahu. Toh, pria itu adalah
ayahku; kita memiliki DNA yang sama. Ini juga tentang
penghargaan. Siapa yang lebih berdedikasi. Siapa yang akan
mendapatkannya. Dan aku bertekad untuk menunjukkan pada
ayahku bahwa aku adalah "orangnya".
Jadi, hari berikutnya aku datang satu jam lebih awal. Selanjutnya
saat Kate tiba, aku tidak mendongak dari mejaku, tapi aku
merasakannya saat ia berjalan melewati pintuku.
Lihat ekspresi wajahnya" Langkahnya sedikit terhenti saat ia
melihatku" Cemberutnya muncul ketika menyadari bahwa dia adalah
orang kedua yang masuk" Lihat tatapan keras di matanya"
Jelas, aku bukan satu-satunya orang yang melakukannya dengan
sangat serius. Pada hari Rabu, aku datang pada waktu yang sama dan melihat Kate
sedang mengetik di mejanya. Dia mendongak ketika melihatku. Dia
tersenyum riang. Dan melambai.
Ku. Rasa. Tidak. Hari berikutnya, aku datang setengah jam lebih awal...dan
seterusnya. Apa kalian bisa melihat polanya di sini" Saat Jumat
berikutnya datang, aku mendapati diriku berjalan ke depan gedung
jam setengah lima pagi. Setengah-lima-pagi! Sekarang masih gelap. Dan saat aku sampai ke pintu gedung, tebak
siapa yang kulihat di depanku, datang pada waktu yang sama"
Kate. Dapatkah kalian mendengar desisan dalam suaraku" Kuharap kalian
bisa. Kami berdiri di sana saling beradu pandang, mencengkeram
kafein berisi cappuccino double-mocha ekstra besar di tangan kami.
Sedikit mengingatkan kalian tentang salah satu film koboi lama,
bukan" Kalian tahu yang kumaksudkan - di mana dua orang berjalan
menyusuri jalanan kosong di siang bolong untuk saling baku
tembak. Jika kalian mendengarkan dengan cermat, mungkin kalian
bisa mendengar panggilan kesepian burung pemakan bangkai
sebagai latarnya. Secara bersamaan, Kate dan aku menjatuhkan minuman kami dan
lari bergegas ke arah pintu. Di lobi, dia menekan tombol lift dengan
mati-matian sementara aku menuju tangga. Betapa jeniusnya diriku,
kupikir aku bisa melangkah tiga undakan sekaligus. Tinggiku hampir
182 cm - kakiku panjang. Satu-satunya masalah, tentu saja bahwa
kantorku ada di lantai empat puluh.
Idiot. Ketika aku akhirnya mencapai lantai tempat kerja kami, terengahengah dan
berkeringat, aku melihat Kate sedang santai bersandar di
pintu kantornya, mantel sudah ditanggalkan, segelas air di tangan.
Dia menawarkannya padaku, diiringi dengan senyum
mempesonanya. Itu membuatku ingin mencium dan mencekiknya pada saat yang
sama. Aku tidak pernah suka sadomasokisme1. Tapi aku mulai
melihat manfaatnya. "Di sini kau rupanya. Sepertinya kau bisa menggunakan ini, Drew."
Dia memberiku gelasnya dan pergi dengan langkah yang dibuatbuat. "Semoga harimu
menyenangkan." Benar. Tentu, aku akan melakukannya.
Karena sejauh ini sudah mulai bagus.
*** Kuyakin aku pernah menyebutkan ini sebelumnya, tapi aku akan
mengulanginya lagi agar kita bisa lebih jelas. Bagiku, bekerja
mengalahkan seks. Setiap saat. Selalu.
Kecuali untuk malam Minggu. Sabtu adalah malam pergi ke klub.
malamnya cowok. Malam berkencan-dengan-gadis-cantik-danbercinta-habis-habisan.
Kendati ketekunan baruku di tempat kerja
saat aku bersaing dengan Kate untuk mendapatkan kontrak
Anderson, malam Mingguku tak pernah berubah. Malam Minggu
adalah sakral. Apa" Apa kalian ingin aku menjadi gila" Hanya bekerja dan tidak
bermain akan membuat Drew menjadi cowok yang gampang marah.
Jadi, malam Minggu aku bertemu seorang janda berambut cokelat di
sebuah bar bernama Rendezvous. Aku mendapati diriku tertarik pada
wanita berambut cokelat untuk beberapa minggu terakhir.
Kalian tak perlu menjadi Sigmund Freud untuk mengetahuinya.
Lagi pula, itu adalah malam yang hebat. Seorang janda memiliki
banyak kemarahan yang tertahan - banyak frustrasi yang terpendam
- yang tak pernah gagal untuk ditafsirkan ke dalam percintaan yang
lama, keras dan nikmat. Ini persis dengan apa yang kucari dan satusatunya yang
kubutuhkan. Tapi, untuk alasan tertentu, hari berikutnya aku masih tegang.
Gelisah. Ini seperti aku telah memesan bir pada pelayan, dan dia
membawakanku soda. Seperti aku makan sandwich ketika apa yang
kuinginkan adalah steak basah yang lezat. Aku kenyang. Tapi jauh
dari puas. Pada saat itu, aku tak tahu kenapa aku merasa seperti itu. Tapi
kuyakin kalian tahu, kan"
*** Untuk melakukan pekerjaanku dengan baik, aku perlu buku -
banyak buku. Buku hukum, kitab undang-undang, dan peraturan
yang terkait dalam pekerjaan yang kulakukan adalah rinci dan sering
berubah. Untungnya bagiku, perusahaanku memiliki koleksi paling lengkap
dari bahan referensi yang bersangkutan di kota ini. Well, kecuali
mungkin perpustakaan kota. Tapi apa kalian sudah melihat tempat
itu" Perpustakaan kota seperti sebuah kastil. Dibutuhkan waktu yang
lama untuk mencari tahu di mana sesuatu seharusnya berada, dan
ketika kalian mengetahuinya, kemungkinan besar sedang keluar.
Perpustakaan pribadi perusahaanku jauh lebih nyaman.
Jadi, Selasa sore, aku berada di mejaku sedang mengerjakan salah
satu referensi tersebut ketika aku mendapat kehormatan atas
hadirnya seseorang. Ya - Kate Brooks yang cantik. Dia terlihat sangat lezat hari ini.
Suaranya ragu-ragu. "Hei, Drew" Aku sedang mencari Technical
Analysis of the Financial Markets, dan itu tidak ada di perpustakaan.
Apa kau kebetulan meminjamnya?" Dia menggigit bibir dengan cara
yang menggemaskan setiap kali dia gugup.
Buku yang di maksud sebenarnya tergeletak tepat di mejaku. Dan
aku hampir selesai membacanya. Aku bisa menjadi orang yang lebih


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik - lebih berjiwa besar - dan memberikan buku itu padanya.
Tapi kalian pasti berpikir bahwa aku tidak akan melakukannya, kan"
Apa kalian tidak belajar apa pun dari percakapan kita terdahulu"
"Ya, memang aku meminjamnya," kataku padanya.
Kate tersenyum. "Oh, bagus. Kapan menurutmu kau akan
menyelesaikannya?" Aku menatap ke langit-langit, seolah sedang berpikir keras. "Tidak
yakin. Empat...mungkin lima...minggu."
"Minggu?" Dia bertanya, menatap ke arahku.
Dapatkah kalian lihat bahwa Kate kesal"
Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Jika aku pada akhirnya
menginginkan - setelah seluruh urusan dengan Anderson selesai -
berhubungan seks dengan Kate, kenapa aku tidak mencoba bersikap
sedikit lebih baik padanya" Dan kalian benar. Itu tidak masuk akal.
Tapi urusan dengan Anderson belum selesai. Dan seperti yang telah
kukatakan sebelumnya - kawanku, ini adalah perang. Aku sedang
membicarakan tentang siap siaga perang, lepas sarung tangan,
perang yang menyatakan aku-akan-merobohkanmu-meski-kauseorang-wanita.
Kalian takkan memberikan peluru kepada penembak jitu yang
membidikkan senjatanya ke dahimu, kan"
Ditambah, Kate sangat cantik ketika dia marah dan tak akan
kulewatkan kesempatan untuk melihat dia marah lagi, hanya untuk
kesenanganku sendiri. Aku mengamatinya dari atas sampai ke bawah
penuh apresiasi ketika aku bicara, sebelum memberinya senyum
khas kekanak-kanakanku yang hampir semua wanita tidak akan
berdaya menghadapinya. Kate, tentu saja, bukan salah satu dari wanita-wanita itu. Sungguh
menakjubkan. "Well, kukira jika kau memintanya dengan baik...dan memijit
bahuku saat kau mengatakannya...Aku mungkin akan terbujuk untuk
memberikannya padamu sekarang."
Kenyataannya adalah, aku tak akan pernah menuntut apapun yang
menyerupai dengan kenikmatan seksual sebagai imbalan untuk
sesuatu yang terkait dengan pekerjaan. Aku dapat berarti banyak hal.
Yang pasti aku bukanlah seorang bajingan oportunis yang
mengambil keuntungan dari orang lain.
Tapi komentar terakhirku pasti dapat ditafsirkan sebagai pelecehan
seksual. Dan bagaimana jika Kate mengatakan kepada ayahku apa
yang kuucapkan padanya" Demi Tuhan, ia akan memecatku lebih
cepat daripada kalian pengucapan kalimat, "Berada dalam kondisi
buruk tanpa ada harapan untuk mendapat pertolongan." Lalu
kemungkinan besar ia akan mengomeliku habis-habisan sebagai
tambahan. Saat ini aku berada dalam situasi yang sangat serius. Namun,
meskipun ada kemungkinan, aku yakin 99,9 persen bahwa Kate
tidak akan melaporkannya. Dia terlalu mirip denganku. Dia ingin
menang. Dia ingin mengalahkanku. Dan dia ingin melakukan
semuanya sendirian. Dia bertolak pinggang dan membuka mulutnya untuk mengumpatku
- paling mungkin akan mengatakan ke lubang tubuh bagian mana
aku bisa memasukkan buku itu, kurasa. Aku bersandar sambil
tersenyum geli, penuh semangat mengantisipasi ledakan...yang tidak
pernah datang. Dia memiringkan kepalanya ke samping, menutup mulutnya, dan
berkata, "Kau tahu" Sudahlah."
Dan dengan itu, dia berjalan keluar pintu.
Huh. Sedikit antiklimaks, kan" Kupikir juga begitu.
Tunggu saja. *** Beberapa jam kemudian, aku pergi ke perpustakaan mencari buku
referensi yang sangat besar berjudul Commercial and Investment
Banking and the International Credit and Capital Markets. Semua
novel Harry Potter akan masuk ke dalam satu bab buku ini. Aku
mengamati susunan untuk mencari dimana buku itu seharusnya
berada - tapi tidak ada. Orang lain pasti sedang meminjamnya.
Aku mengalihkan perhatianku ke buku yang jauh lebih kecil, tapi
sama pentingnya, volume yang berjudul Investment Management
Regulation, Seventh Edition. Hanya untuk mendapati bahwa judul
itu juga hilang. Apa-apaan ini" Aku tak percaya pada kebetulan. Aku naik lift kembali ke lantai
empat puluh dan dengan sengaja berjalan melewati pintu kantor Kate
yang terbuka. Aku tidak seketika melihat Kate.
Itu karena tumpuk buku di sekeliling mejanya, tersusun rapi seperti
pencakar langit yang tinggi, adalah buku-buku. Sekitar tiga lusin.
Untuk sesaat, aku membeku, mulutku terbuka dan mata terbelalak
karena syok. Kemudian, dengan konyol, aku bertanya-tanya
bagaimana bisa dia membawa semuanya ke sini. Paling banter Kate
beratnya seratus sepuluh pon. Pasti ada beberapa ratus pon buku di
ruangan ini. Kemudian rambut hitam mengkilapnya muncul dari bawah. Dan,
sekali lagi, dia tersenyum. Seperti kucing yang mulutnya penuh
dengan burung. Aku benci kucing. Mereka terlihat agak jahat, kan" Seperti mereka
hanya menunggumu untuk terlelap sehingga mereka dapat
menutupimu dengan bulu atau kencing di telingamu.
"Hai, Drew. Apa kau membutuhkan sesuatu?" Tanyanya dengan
keramahan yang palsu. Jari-jarinya mengetuk dengan ritmis pada dua hardcover raksasa.
"Kau tahu...bantuan" Saran" Arah menuju ke perpustakaan umum?"
Aku menahan jawabanku. Dan mengerutkan kening padanya.
"Tidak. Aku baik-baik saja."
"Oh. Oke, bagus. Bye-bye." Dan dengan itu, dia menghilang kembali
di balik segunung literatur.
Brooks - dua. Evans - nol. *** Setelah kejadian itu, keadaan jadi semakin parah.
Aku malu untuk mengatakan bahwa baik Kate dan aku tenggelam ke
posisi terendah dalam sabotase profesional. Meskipun tidak sampai
benar-benar mengembara ke wilayah ilegal. Tapi itu sangat dekat.
Suatu hari aku datang ke kantor mendapati semua kabel hilang dari
komputerku. Ia tidak memberikan kerusakan jangka panjang, tapi
aku harus menunggu satu setengah jam sampai petugas IT muncul
dan menyambungkannya kembali.
Keesokan harinya, Kate datang ke kantornya mendapati bahwa
"seseorang" telah menukar semua label pada disk dan file. Tidak ada
yang terhapus, asal kalian tahu. Tapi dia harus melihat satu demi satu
jika dia ingin menemukan dokumen yang dia butuhkan.
Beberapa hari setelah itu pada rapat staf, aku secara "tidak sengaja"
menumpahkan segelas air pada beberapa informasi yang telah Kate
susun untuk ayahku. Pekerjaan yang mungkin membutuhkan waktu
lima jam atau lebih untuk menyusunnya menjadi satu.
"Ups. Maaf," kataku, membiarkan seringai di wajahku menjelaskan
padanya betapa tidak menyesalnya aku.
"Tidak apa-apa, Mr. Evans," dia meyakinkan ayahku saat ia
menyeka kekacauan. "Saya memiliki salinan lain di kantor."
Betapa siap siaganya dia, bukankah begitu"
Kemudian - sekitar pertengahan rapat - kalian tahu apa yang dia
lakukan" Dia menendangku! di tulang keringku, di bawah meja.
"Hmph," aku mengerang, dan tangan mengepal secara refleks.
"Kau baik-baik saja, Drew?" Tanya ayahku.
Aku hanya bisa mengangguk dan memekik, "Ada sesuatu di
tenggorokanku." Aku batuk dengan dramatis.
Lihat, aku juga tak akan menangis melapor pada ayahku. Tapi demi
Tuhan ini terasa sakit. Apa kalian pernah ditendang di tulang kering
dengan hak sepatu runcing sepanjang empat inci" Bagi seorang pria,
hanya ada satu daerah yang lebih menyakitkan untuk ditendang.
Dan itu adalah tempat yang tidak berani aku sebut namanya.
Setelah denyutan rasa sakit di kakiku sedikit berkurang, aku
menyembunyikan tanganku di balik beberapa kertas dokumen
sementara ayahku bicara. Lalu aku mengacungkan jari tengahku
kearah Kate. Tidak dewasa, kutahu, tapi rupanya kami berdua
sekarang sudah bertingkah layaknya anak TK, jadi kuduga itu tidak
apa-apa. Kate mencibir kearahku. Lalu dia berucap tanpa suara, jangan
mimpi. Well - sekarang dia membuatku tak bisa menjawab, ya kan"
*** Kami berada dalam tahap akhir perlombaan. Sebulan pertarungan
hidup mati telah berlalu, dan besok adalah tenggat waktu yang
diberikan ayahku. Sekarang sekitar jam sebelas malam, dan Kate dan
aku adalah satu-satunya orang yang tersisa di dalam gedung ini.
Aku sudah punya fantasi ini beratus kali. Meskipun, harus
kukatakan, itu tidak termasuk tentang kami berada di kantor masingmasing, saling
melotot dari seberang lorong - disertai sesekali
gerakan tangan yang tidak senonoh.
Aku melirik dan melihat dia sedang meninjau grafik miliknya. Apa
yang dia pikirkan" Apakah ini Jaman Batu" Masihkah ada orang
yang memakai papan poster jaman sekarang" Anderson pasti jadi
milikku. Aku baru saja memberikan sentuhan akhir pada presentasi
PowerPoint yang mengesankan milikku ketika Matthew berjalan
masuk kedalam kantorku. Dia akan pergi ke bar. Tak peduli bahwa
ini adalah malam Kamis, begitulah Matthew. Beberapa minggu yang
lalu, aku juga begitu. Dia menatapku dengan lama, tidak mengatakan apapun. Lalu ia
duduk di tepi mejaku dan berkata, "Sobat, sudahlah lakukan saja."
"Apa yang sedang kau bicarakan?" Tanyaku, jari-jariku tak pernah
berhenti di atas keyboard.
"Apa kau mengamati dirimu sendiri belakangan ini" kau hanya perlu
berjalan kesana dan menyelesaikannya."
Dan sekarang dia membuatku jengkel. "Matthew, apa yang
sebenarnya ingin kau katakan?"
Tapi semua dia datang kembali dengan adalah, "Apa kau pernah
menonton film War of the Roses" Apa kau ingin berakhir seperti
itu?" "Aku punya pekerjaan yang harus dilakukan. Aku tak punya waktu
untuk ini sekarang."
Dia mengangkat tangannya ke atas sebagai tanda putus asa. "Baik.
Aku sudah mencoba. Ketika kita mendapati kalian berdua di lobi di
bawah lampu gantung yang jatuh, aku akan memberitahu ibumu
bahwa aku sudah berusaha."
Aku berhenti mengetik. "Apa sebenarnya maksudmu?"
"Maksudku, kau dan Kate. Sudah jelas kau punya perasaan tertentu
terhadapnya." Aku melirik kantornya ketika Matthew menyebutkan namanya. Kate
tidak mendongak. "Ya, aku punya 'perasaan tertentu' untuknya. Rasa
benci yang hebat padanya. Kita tidak bisa mentolerir satu sama lain.
Dia gadis yang sulit ditangani. Aku tak akan menidurinya dengan
dildo yang panjangnya sepuluh kaki."
Oke, itu tidak benar. Aku ingin menidurinya. Meskipun aku tidak
akan menyukainya. Ya - kalian benar. Itu juga tidak tepat.
Matthew duduk di kursi di seberang mejaku. Aku bisa merasakan dia
menatapku lagi. Lalu ia mendesah. Dan mengatakan, seakan itu
seharusnya menjadi suatu pengungkapan yang menakjubkan, "Sally
Jansen." Aku menatap kosong kearahnya.
Siapa" "Sally Jansen," katanya lagi, lalu menjelaskan, "Kelas tiga."
Gambaran seorang gadis kecil yang berkuncir dengan rambut
berwarna coklat muda dan kacamata tebal melintas dalam benakku.
Aku mengangguk. "Bagaimana dengan dia?"
"Dia adalah gadis pertama yang pernah kucintai."
Tunggu. Apa" "Bukankah kau dulu biasa memanggilnya Sally si Bau?"
"Ya." Dia mengangguk dengan serius. "Ya, aku memanggilnya
begitu. Dan aku mencintainya."
Masih bingung. "Bukankah kau membuat seluruh anak kelas tiga memanggilnya
Sally si Bau?" Dia mengangguk lagi dan, berusaha terdengar bijak mengatakan,
"Cinta membuatmu melakukan beberapa hal yang konyol."
Kurasa begitu, karena... "Bukankah dia harus pulang lebih awal dua kali seminggu untuk
pergi ke terapis karena kau terlalu banyak mengejek dia?"
Dia merenungkan ini sejenak. "Ya, itu benar. Kau tahu, ada garis
tipis antara cinta dan benci, Drew."
"Dan bukankah Sally Jansen pindah sekolah akhir tahun itu karena
- " "Dengar, intinya, bahwa aku menyukai gadis itu. Mencintainya.
Kupikir dia mengagumkan. Tapi aku tidak bisa mengatasi perasaan
itu. Aku tak tahu bagaimana mengekspresikan perasaanku dengan
cara yang tepat." Matthew tidak biasanya bersentuhan dengan sisi femininnya.
"Jadi kau sebaliknya malah mengganggunya, kan?" Aku bertanya.
"Sayangnya, ya."
"Dan ini ada hubungannya antara Kate dan aku karena...?"
Dia berhenti berdetak dan kemudian memberiku...tatapan itu. Sedikit
gelengan kepala, meringis kekecewaan dan sedih. Tatapan yang ia
berikan padaku lebih buruk dari rasa bersalah seorang ibu, aku
bersumpah. Dia berdiri, menepuk lenganku, dan berkata, "Kau orang yang
cerdas, Andrew. kau akan memahaminya." Dan bersamaan dengan
itu, dia pergi. Yeah, yeah, kutahu apa yang Matthew ingin sampaikan. Aku
mengerti, oke. Dan aku bilang - terus terang - dia gila.
Aku tidak memperdebatkan soal Kate karena aku menyukainya. Aku
melakukan itu karena keberadaannya mengacaukan jalur lintasan
karirku. Dia adalah gangguan. Seekor lalat dalam supku. Bisul di
pantatku. Sama sakitnya dengan sengatan induk lebah di pipi kiriku
saat perkemahan musim panas ketika aku berumur sebelas tahun.
Tentu, dia pasti menyenangkan di ranjang. Aku akan naik Kate
Brooks ekspres kapan saja. Tapi itu tidak akan pernah lebih dari
sekedar seks yang nikmat. Itu saja, kawan.
Apa" Kenapa kalian menatapku seperti itu" Kalian tidak percaya
padaku" Kalau begitu kalian sama gilanya dengan Matthew.
*** Bab 6 Tekanan adalah suatu hal yang aneh. Ini membuat beberapa orang
mendadak berubah. Seperti mahasiswa MIT1 yang memutuskan
untuk menembak separuh jumlah mahasiswa dengan senapan jarak
jauh karena dia mendapat nilai B+ di ujian akhir. Ini membuat
beberapa orang tersedak. Dua kata: Jorge Posada. Cukup bicara.


Tangled Karya Emma Chase di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tekanan membuat beberapa orang jatuh. Ambruk. Membeku.
Aku bukan salah satu jenis orang-orang itu. Aku berkembang karena
tekanan. Ini mendorongku, mengarahkanku menjadi sukses. Ini
adalah elemenku. Seperti ikan di dalam air.
Keesokan harinya aku berangkat kerja sangat pagi. Mengenakan
pakaian mahal dan bergaya dengan ekspresi percaya diri.
Sekarang waktunya. Kate dan aku tiba di pintu kantor ayahku tepat jam sembilan pagi.
Aku tak bisa mencegah untuk mengamati seluruh tubuhnya. Dia
terlihat cantik. Percaya diri. Bersemangat. Rupanya dia bereaksi
terhadap stres sama halnya dengan diriku.
Ayahku menerangkan bahwa Saul Anderson menelepon mengatakan
bahwa ia akan datang ke kota ini lebih awal dari jadwal yang
ditetapkan. Sepertinya besok malam.
Banyak pengusaha melakukan hal ini. Memajukan rapat pada saatsaat terakhir. Ini
adalah sebuah tes. Untuk melihat apakah kalian
siap. Untuk melihat apakah kalian dapat mengatasi hal-hal yang tak
terduga. Untungnya bagiku - Aku siap dan aku bisa.
Dan kemudian kami mulai. Aku bersikeras bahwa wanita yang mulai
lebih dulu. Aku mengamati presentasi Kate seperti anak kecil mengamati hadiah
di bawah pohon natal pada malam menjelang Natal. Tentu saja Kate
tidak mengetahuinya. Wajahku merupakan definisi yang sangat jelas
dari ekspresi bosan dan acuh tak acuh. Meskipun di dalam, aku tak
sabar untuk melihat apa yang dia punya.
Dan aku tidak kecewa. Jangan bilang pada siapa pun aku
mengatakan ini - aku akan menyangkalnya mati-matian - tapi Kate
Brooks sungguh luar biasa. Nyaris sebaik diriku.
Nyaris. Dia terarah, jelas, dan sangat persuasif. Rencana investasi yang dia
paparkan unik dan imajinatif. Dan ditujukan untuk menghasilkan
banyak uang. Satu-satunya Kelemahan hanyalah bahwa dia orang
baru. Dia tidak memiliki koneksi yang membuat proposal itu bisa
terlaksana. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, faktor kunci
dari bisnis ini - faktor yang besar - adalah memiliki posisi yang
lebih menguntungkan. Info tersembunyi dan rahasia kotor yang
orang luar tidak bisa dapatkan. Jadi meskipun ide Kate itu kuat,
idenya sama sekali tidak layak. Tidak mudah dijalankan.
Kemudian giliranku. Proposalku sebaliknya sangat solid. Perusahaan dan investasi yang
kuuraikan sudah terkenal dan aman. Memang, proyeksi
keuntunganku tidak setinggi milik Kate, tapi proposalku pasti. Dapat
diandalkan. Aman. Setelah aku selesai, aku duduk di samping Kate di sofa. Lihat kami
di sana" Tangan Kate terlipat rapi di pangkuan, punggungnya lurus,
dengan senyum pasti dan puas di bibirnya. Aku bersandar di sofa,
sikapku santai, senyum percaya diriku adalah cerminan dari
senyumnya. Adakah dari kalian di luar sana yang berpikir aku seorang manusia
rendah" Perhatikan dengan seksama. Kalian akan suka bagian ini.
Ayahku berdehem, dan aku dapat membaca kilauan semangat di
matanya. Dia menggosok kedua tangannya dan tersenyum. "Kutahu
naluriku benar pada yang satu ini. Aku tak bisa jelaskan pada kalian
bagaimana terkesannya aku atas apa yang telah kalian paparkan. Dan
kurasa sudah jelas siapa yang harus melangkah maju bersama
Anderson." Secara bersamaan, Kate dan aku saling menyeringai, ekspresi
sombong penuh kemenangan terpancar di wajah kami.
Tunggu saja... "Kalian berdua."
Ironinya sungguh menyakitkan, benar kan"
Mata kami berpaling tertuju pada ayahku, dan seringai dari wajah
kami lenyap lebih cepat dari karakter kartun Runner Road. Kami
bicara secara bersamaan dengan nada terkejut.
"Apa?" "Maaf?" "Dengan bakat artistikmu untuk berinvestasi, Kate, dan pengetahuan
milikmu, Drew, kalian berdua akan menjadi pasangan yang
sempurna. Sebuah tim tak terkalahkan. Kalian berdua bisa
menggarap klien ini bersama. Ketika Anderson menandatangani
kontrak dengan kita, Kalian dapat berbagi beban kerja dan bonus,
setengah-setengah." Berbagi klien" Berbagi klien" Apakah ayahku sudah kehilangan akalnya" Bolehkah aku meminta
dia untuk berbagi hasil kerja kerasnya" Apa dia akan mengijinkan
orang lain menyetir cherry Mustang convertible 1962 miliknya"
Maukah dia membuka pintu kamarnya dan membiarkan orang lain
bercinta dengan istrinya"
Oke, ini kelewatan. Aku tarik kembali kata-kataku, mengingat
istrinya adalah ibuku. Lupakan aku pernah menyebut ibuku dan
bercinta pada kalimat yang sama. Ini jelas...salah. Dilihat dari sudut
pandang manapun. Tapi demi Tuhan, katakan padaku bahwa kalian mengerti maksudku.
Ayahku akhirnya pasti telah melihat wajah kalian, karena ia
kemudian bertanya, "Itu tidak jadi masalah, kan?"
Aku membuka mulut untuk mengatakan pada pada ayahku apa
masalah utamanya. Tapi Kate mendahuluiku.
"Tidak, Mr. Evans, tentu saja tidak. Bukan masalah sama sekali."
"Bagus sekali!" Dia mengatupkan kedua tangannya dan berdiri.
"Aku ada permainan golf satu jam lagi, jadi aku akan meninggalkan
kalian berdua untuk mengurus ini. Kalian punya waktu sampai besok
malam untuk mengkoordinasikan proposalnya. Anderson akan tiba
di hotel La Fontana jam tujuh."
Dan kemudian ia menatap tepat di wajahku. "Kutahu kau tidak akan
mengecewakanku, Andrew."
Sial. Aku tak peduli jika kalian berumur enam puluh tahun, ketika
orangtuamu memanggil menggunakan nama lengkapmu, itu sudah
menghisap semua argumen darimu.
"Tidak, sir. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Dan bersamaan dengan itu, dia keluar pintu. Meninggalkan Kate dan
aku duduk di sofa, ekspresi kami bengong, seperti korban selamat
dari ledakan nuklir. "'Tidak, Mr. Evans, tentu saja tidak,'" ejekku. "Bisakah kau lebih
menjilat lagi?" Kate mendesis. "Diam, Andrew." Lalu dia mendesah. "Apa yang
harus kita lakukan sekarang?"
"Well, kau bisa melakukan tindakan mulia dan mengundurkan diri."
Ya - seperti itu akan terjadi saja.
"Jangan mimpi."
Aku menyeringai. "Sebenarnya mimpiku melibatkanmu untuk
membungkuk di atas sesuatu...bukan menunduk."
Dia mengeluarkan suara jijik. "Bisakah kau lebih brengsek lagi?"
"Aku bercanda. Kenapa kau terus-terusan serius" Kau harus belajar
bagaimana caranya bercanda."
"Aku bisa diajak bercanda," katanya padaku, terdengar sangat
terhina. "Yeah" Kapan?"
"Ketika itu tidak disampaikan oleh cowok brengsek kekanakkanakan yang berpikir
dia adalah karunia Tuhan bagi wanita."
"Aku tidak kekanak-kanakan."
Sebaliknya jika karunia Tuhan" Prestasiku bicara dengan sendirinya.
"Oh, persetan kau."
Kuharap. "Bantahan yang bagus, Kate. Sangat dewasa."
"Kau brengsek."
"Kau seperti...Alexandra."
Dia berhenti sejenak dan menatapku dengan pandangan kosong.
"Apa artinya itu?"
Ingatlah. Ini akan datang lagi pada kalian.
Aku mengusap tangan ke wajahku. "Oke, dengar, ini tidak akan
membawa kemajuan apapun pada kita. Kita kacau. Kita berdua
masih menginginkan Anderson, dan satu-satunya cara agar kita
mendapatkan dia adalah jika entah bagaimana caranya kita bisa
mengorganisir diri. Kita punya...tiga puluh jam untuk
mengerjakannya. Kau ikut atau tidak?"
Bibirnya menyatu dengan tekad yang pasti.
"Kau benar. Aku ikut."
"Temui aku di kantorku dalam waktu dua puluh menit, dan kita akan
mulai bekerja." Aku mengira dia akan mendebatku. Aku mengira dia akan bertanya
kenapa kami harus bertemu di kantorku - kenapa kami tidak bekerja
di kantornya - bertanya seperti ibu rumah tangga yang cerewet. Tapi
dia tidak melakukannya. Kate hanya berkata, "Oke." Dan meninggalkan ruangan sambil
mengumpulkan sisa barang-barangnya.
Aku terkejut. Mungkin ini tidak akan seburuk yang kukira.
*** "Ini ide paling bodoh yang pernah kudengar!"
Tidak, ternyata keadaannya jauh lebih parah lagi.
"Aku sudah meneliti Anderson. Dia tipe orang kolot. Dia tidak akan
mau menjadi buta menatap laptopmu sepanjang malam. Dia pasti
ingin sesuatu yang nyata, berwujud. Sesuatu yang bisa dibawa
pulang. Itulah apa yang akan kuberikan padanya!"
"Ini adalah pertemuan bisnis bernilai miliaran dolar, bukan pameran
sains kelas lima. Aku tidak pergi ke sana membawa papan poster!"
Sekarang sudah lewat tengah malam. Kami sudah berada di kantorku
selama kurang lebih dua belas jam. Kecuali untuk beberapa detail
yang sangat rinci, setiap aspek presentasi kami telah tersusun,
dinegosiasikan, terkompromikan.
Aku merasa seperti baru saja bertukar sebuah perjanjian damai.
Sekarang, Kate telah mengurai rambutnya dan melepas sepatunya.
Dasiku sudah kutanggalkan, dua kancing atas bajuku terbuka.
Penampilan kami bisa membuat keadaan terasa bersahabat - intim -
seperti belajar bersama semalam suntuk di bangku kuliah.
Kalau saja kami tidak berusaha untuk menggorok leher satu sama
lain, tentu saja. "Aku tak peduli kalau kau setuju atau tidak. Aku benar tentang hal
ini. Aku akan membawa papan poster."
Aku menyerah. Aku terlalu lelah untuk bertengkar tentang urusan
kertas. "Baik. Hanya kecilkan ukurannya."
Kami memesan makanan beberapa jam yang lalu dan bekerja sambil
makan malam. Aku memesan pasta dengan ayam, sementara Kate
lebih suka sandwich isi daging kalkun dengan tambahan kentang
goreng. Meskipun aku sangat benci mengakuinya, aku terkesan.
Jelas, dia bukan menganut aturan praktis yang menyatakan "Aku
hanya bisa makan salad di depan lawan jenis" yang banyak wanita
ucapkan. Siapa yang memberi gagasan ini pada kaum wanita"
Seperti seorang pria akan mengatakan kepada temannya, "Bro, dia
gadis yang sangat jelek, tapi begitu aku melihat dia mengunyah
selada itu, aku memutuskan kalau aku harus menidurinya."
Tidak ada pria ingin bercinta dengan cewek kerempeng - cewek
Cinta Orang Orang Gagah 1 Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Pusaka Negeri Tayli 4
^