Pencarian

Cinderella Jakarta 2

Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar Bagian 2


denganku. Uh, dengan jujur, Lidya mengatakan bahwa antara aku dan
dirinya nggak ada apa-apa.Jadi, memang nggak ada alasan buat
cemburu! Lalu, gimana caranya agar Anna membenciku"
Apakah aku harus berpura-pura, mengatakan padanya bahwa aku
membencinya" Berbohong pada kata hatiku"!
Aku nggak mampu melakukannya. Kini, ketika semakin jauh
kumelangkah, aku nggak tau gimana jalan keluarnya. Malam semakin
larut, gerimis tak juga reda. Aku masih terus berjalan tanpa tujuan dan
berusaha untuk menenangkan pikiran yang tak kunjung hilang. Berusaha
untuk melupakan Anna sekejap yang tak pernah bisa kulakukan.
Prom Night With Nira BEBERAPA anak kelas tiga yang sebentar lagi berpisah, bakal
menggelar prom night. Rencananya, mereka menyewa baiiroom sebuah
hotel di pusat kota. Acara disusun sedemikian rupa supaya bener-bener
menjadi kenangan indah yang tak terlupakan sepanjang masa. Seorang
DJ Top udah dihubungi, berikut beberapa penyanyi terkenal sebagai
pengisi acara. Pokoknya, top abis, deh! Ajeng, yang jadi ketua panitia, terlihat paling sibuk. Saat ini, dia lagi
mampir ke rumah Dea, ngo-mongin prom night.
"DJ oke, pengisi acara oke, susunan acara rapi, terus Ajeng berhenti
sebentar, "Apa lagi yang kurang?"
"Tema kostumnya, Jeng! Tema kostumnya!" tukas Dea seraya
menjentikkan jemarinya, sebagaimana seseorang menemukan ide
brilian."Maksud elo?"
"Pas prom night nanti, kita-kita mesti pake baju apa?"
"Bener juga. Punya ide, nggak?"
"Ada, sih. Kata majalah yang gue baca, ada
beberapa pilihan baju yang bisa kita pake pas prom night. Sweet
prom, Giam punk prom, Vintage prom, atau Eksentrik prom?"
"Wah, ribet juga, ya" Jelasin, dong satu-satu!" pinta Ajeng.
"Oke, deh, gue jelasin satu-satu, berdasarkan majalah yang gue
baca. Sweet prom itu, model bajunya lebih feminin dan manis, seperti
warna-warna pastel; hijau, biru, atau kuning pastel. Sedangkan Giam punk
prom, mentingin aksesori yang keliatan nge-punk. Vintage prom, nah ini
yang agak ribet! Kayak pemakaian tiie pada roknya dan draperi atau
kerutan-kerutan pada atasannya. Dan gue rasa, saat kita make baju
seperti ini, kita akan terlihat anggun, hehehe ...!" Dea ketawa, lalu narik
napas panjang. "Nah, yang satunya lagi?"
"O, ya. Eksentrik prom,,'Sesuai namanya, tentu kita bakal banyak
menarik perhatian mata. Sebab, baju yang kita pake emang nggak
standar! Keliatan eksentrik, gitu! Nih, contoh-contohnya bisa elo liat di
majalah gue." Kemudian, Dea mengeluarkan majalah dari rak. Keduanya pun sibuk
membolak-balik majalah itu, memilih baju apa yang nantinya bakal
mereka kenakan di acara prom night.
"Gimana kalo kita pake tema sweet prom aja"!" usul Ajeng sambil
menunjuk gambar sebuah gaun di majalah yang dipegangnya.
"Oke banget, tuh!"
"Ya udah, kalo elo setuju, gue juga oke! Terus
... pas acara nanti, semua pada dateng, kan?"
"Beres! Anak-anak udah setuju semua, kecuali Nira, yang mungkin
nggak bisa dateng." "Kenapa?" "Gue nggak bisa ngejelasin detilnya. Kayaknya, elo yang mesti
ngebujuk dia!" Ajeng pun menghela napas, begitu berat. Kalo sampe ada anak kelas
tiga yang nggak ikut acara prom night nanti, kayaknya nggak sreg! Apalagi
Nira, cewek paling jenius dan terkenal kreatif itu!
"Kenapa ya, Nira nggak mau ikutan?" tanya Ajeng akhirnya, setelah
keduanya diam. "Mungkin karena Nira nggak suka pesta, kali?" tebak Dea.
"Iya juga, sih. Nira emang antiparty1. Tapi, masa saat malam
perpisahan nanti dia nggak mau dateng"!"
"Kalo kamu bujuk, mungkin dia bisa ikutan kali?" usul Dea.
"Oke deh, gue coba."
Esok siang, saat bel istirahat, Ajeng nyari-nyari Nira di tempat Nira
biasa mangkal, di perpustakaan sekolah.
"Nira, saya mau ngomong, bisa?" ucap Ajeng, membuka percakapan.
Nira yang lagi asyik ngebet-ngebet sebuah buku cukup tebal,
memberikan perhatian pada Ajeng. "Ada apa?" tanyanya, terdengar begitu
resmi. "Begini, Ra," Ajeng sedikit nervous, harus bagaimana
menjelaskannya. "Ee mungkin kamu udah tau kalo aku ama anak-anak
mau ngadain prom night.Semua anak setuju dan mau ikutan. Aku denger, cuma
kamu yang nggak mau ikut. Bener nggak, sih?" ucap Ajeng akhirnya.
"Ya. Terus, kenapa?" Nira balik tanya.
"Begini, Ra. Penginnya, semua anak kelas tiga bisa ikutan,"ucap
Ajeng, dengan penuh harap. Lalu, Ajeng menatap wajah Nira yang tenang,
seolah nggak memiliki rasa bersalah.
"Aku nggak bisa, Jeng!"
Ajeng menarik napas dalam-dalam, memperlihatkan kekecewaannya.
"Boleh tau nggak, kenapa kamu nggak bisa ikutan?"
"Masalahnya, aku nggak suka sama format acara itu. Dari namanya
aja, prom night1. Aku yakin, kalian cuma tahu namanya aja, prom night.
Coba kalo kalian bikin dengan tema 'acara malam perpisahan kelas tiga1,
misalnya, ada kemungkinan aku bakal dateng!" jawab Nira sedikit
antusias. "Alasan kamu nggak ngena deh, Ra," celetuk Ajeng.
"Oke deh, kita bahas dulu, apa itu prom night. Asal kamu tau,
sebenernya prom night itu acaranya para ortu. Tradisi prom night menurut
buku Prom Night karangan Amy Best, dimulai sejak awal abad ke-20.
Tepatnya kira-kira tahun 192D, di beberapa kota di Amrik, terutama di kotakota industri yang masyarakatnya kebanyakan bekerja sebagai buruhburuh pabrik. Nah, prom ini dibuat oleh masyarakat setempat sebagai
ajang mempertemukan cewek ama cowok yang beranjak dewasa atau
remaja. Bisa dibilang, sebagai momen para ortu memperkenalkan anakanaknya. Kalo mau contoh bentuk awal prom, cek deh, film The Deer
Hunter. Nah, itulah alasan kenapa aku nggak mau ikutan," ucap Nira
dengan gaya seperti seorang guru menerangkan pelajaran sejarah.
"Wah, kamu emang banyak tahu tentang segala hal, Ra. Pantes kalo
kamu dinobatkan jadi murid paling oke di sekolah ini. Tapi, apa yang
kamu kemukakan tadi nggak bisa dijadikan alasan kenapa kamu nggak
bisa ikutan," kata Ajeng, dengan bibir bergetar.
"Udah bisa aku bayangin gimana acara yang kamu buat nanti
berlangsung! Aku juga tau kalo acara kayak gitu emang udah populer dan
dijadiin tradisi oleh muda-mudi di beberapa negara. Satu hal yang perlu
kamu tahu dari diri aku, bahwa aku beda sama kalian! Aku nggak suka
pesta! Dan, aku ... seandainya bisa ikutan prom night ... nggak punya
pasangan seperti kalian!"
Sekarang, Ajeng benar-benar mengerti keadaan sesungguhnya.
"Jadi, nggak ikutnya kamu dalam acara tersebut bukan karena prom
night itu budaya luar negeri, kan?" selidik Ajeng, ketika Nira terlihat mulai
melunak. Nira terdiam. Keadaan menjadi hening. Belum sempat berkata-kata,
bel sekolah berbunyi tiga kali. Semua anak meninggalkan ruang
perpustakaan. Nira menutup buku tebalnya, kemudian meletakkannya di
atas meja. Ajeng membantu Nira, menaruh buku itu
di sebuah rak yang nggak teraih tangan Nira. Setelah itu, Ajeng
memegangi tubuh Nira yang hendak kembali duduk di kursi rodanya. Tapi,
Nira menolak dengan halus.
"Maaf, Jeng! Aku bisa sendiri!" elak Nira, sambil berusaha keras
duduk di kursi rodanya. Pada saat itu, kursi rodanya agak oleng sehingga
keadaan tubuh Nira yang cacat sejak lahir itu limbung. Untung, Ajeng bisa
memegang erat-erat kursi roda itu, hingga Nira bisa tertahan. Setelah itu,
Ajeng mendorong kursi roda keluar perpustakaan. Nira memegangi
tangan Ajeng, mengelus-elusnya sambil bilang, "Terima kasih, Jeng."
Di luar perpustakaan, tampak Dea dan kawan-kawan yang sejak tadi
menunggu, merasa surprise melihat Nira dan Ajeng keluar bareng.
Mereka menduga-duga, barangkali Nira luluh hatinya. Besar kemungkinan
doi mau ikutan acara prom night nanti.
SEMINGGU sebelum hari H,beberapa anak kelas tiga yang jadi
panitia prom night berkumpul, terutama membahas masalah Nira.
Sebab,mengenai format acara dan tetek-bengeknya udah oke semua.
"Mudah-mudahan Nira bisa ikutan!" terang Dea, pada anak-anak
lainnya. "Kepengin gue, Nira mau ngebacain pusi karya-nya!" sodok
Galuh, sambil senyum-senyum.
"Kalo nggak, baca cerpen-cerpennya juga
asyik, tuh!" Cyntia menambahkan.
"Gimana kalo dia nyumbang satu lagu ciptaan-nya?" kali ini, Meutia
yang mengusulkan. "Gue sih, setuju-setuju aja. Masalahnya, dia bener-bener mau dateng,
nggak?" akhirnya Ajeng komentar, membuat anak-anak kembali jadi
keliatan down. Sebenarnya, seandainya Nira nggak ikutan prom night, anak-anak
panitia yakin acara itu meriah. Namun, kehadiran Nira di acara itu
sungguh berarti bagi mereka. Semua anak kelas tiga pun pasti senang
melihat Nira bersama mereka.
Nira adalah anak yang pandai dan serbabisa. Dia seringkah
mengharumkan nama sekolah. Cacat yang dideritanya nggak
menghalangi kreativitasnya. Sehingga, berbagai penghargaan, dari soal
seni budaya maupun ilmu pengetahuan bisa diraihnya. Nira yang nggak
mampu berdiri itu, jago bikin puisi. Nira yang sehari-hari duduk di kursi
roda itu, langganan juara nulis cerpen. Bahkan, dia menjadi salah satu
peserta kompetisi fisika internasional! Itulah sebabnya, sebagian anakanak panitia ngotot menghadirkan Nira pada acara itu.
"APAKAH semua anak mesti berpasangan?" tanya Nira, pada
Ajeng dan anak-anak panitia yang datang ke rumahnya, yang nggak mau
berhenti membujuk Nira. "Nggak harus, Ra. Aku juga sendirian," ucap Ajeng.
"Jangan begitu, Jeng. Aku nggak mau gara-gara aku, Adit yang jadi
korban!" tukas Nira, yang tau banget kalo Ajeng dan Adit udah lama
pacaran. "Kalo perlu, aku juga dateng sendirian!" ucap Dea tiba-tiba, membuat
anak-anak kebingungan. "Bima mau dikemanain, Dea"!" kata Nira, sambil senyum.
"Ya, udah. Nggak usah basa-basi. Aku pasti dateng di acara prom
night nanti. Ada atau nggak ada pasangan. Lagian, aku udah biasa
sendirian, kok," ucap Nira akhirnya, membuat Ajeng dan anak-anak nggak
percaya. Mereka nggak menduga kalo akhirnya Nira luluh juga. Barangkali
karena hampir semua anak memaksa Nira untuk hadir di prom night.
"Kamu mau dateng, Ra?" Ajeng melotot, masih nggak percaya.
"Kamu bisa dateng"!" Dea ikutan terbelalak.
"Ya, aku pasti dateng!" Nira meyakinkan.
"Nira ... makasih, ya"!" semua anak memeluk
Nira. ACARA prom night pun berlangsung meriah. Semua anak kelas tiga
hadir. Termasuk Nira! Anak-anak menyambutnya senang. Apalagi, ternyata
Nira "dikawal" oleh Ahmad, cowok paling ganteng di kelas tiga! Ahmad always berdiri di belakang kursi roda Nira. Semua
anak nggak nyangka, termasuk Ajeng dan Dea.
"Ahmad ...!" mata Dea terbelalak.
"Bener kata gue, segala hal bisa terjadi tanpa kita duga!" kata Ajeng,
sok berfilosofis. "Gue pikir, Ahmad bakal ngajak siapa, gitu," kata Dea lagi.
"Udahlah, emangnya kamu ngiri, ya" Bima mau dikemanain"!" tukas
Ajeng, bikin Dea me-rengut.
Semua anak, terutama cewek, nggak pernah nyangka kalo Ahmad
datang bareng Nira. Ahmad, salah satu cowok paling keren di sekolah,
rupanya sengaja datang menemani Nira atas inisiatif sendiri. Ternyata,
udah lama Ahmad membanggakan sosok Nira.
Di tengah acara, Ajeng meletakkan mahkota kecil yang anggun dan
indah di kepala Nira. Nira di-Mnobatkan sebagai prommiss, alias yang
menjadi ratu di acara prom night kali ini! Semua anak bertepuk tangan
meriah buat Nira. Acara ini pasti sungguh berkesan di hati Nira. Akhirnya, Nira
menyadari kalo selama ini anak-anak kelas tiga sangat tulus
menyayanginya. Yang jelas, pada akhirnya menjadi begitu berat berpisah
dengan mereka yang selama tiga tahun ini bersamanya di sekolah.
Ehm...! EHM ...!" Aku berdehem untuk mencari perhatiannya. Celaka dua
belas, dia masih tetep aja cuek. Aku berdehem aja dia cuek, apalagi diemdieman" Bisa makin diem aja ...! Bener-bener cool banget tuh cowok!
"Ehm ...!" Sekali lagi aku berdehem. Bukan untuk apa-apa, cuma sekadar cari
perhatian. Paling, nggak di-liriklah. Tapi, dia tetep aja cuek dan sok serius
dengan bacaannya. Aku jadi semakin sebal dengan diriku Apakah aku
nggak menarik di mata dia"
Sungguh, aku nggak tau gimana cara mencari perhatiannya,menarik
simpati agar dia mau bertegur sapa denganku.Paling nggak,dia ngasih
respons di-kit.Biar aku nggak merasa dicuekin.Disepelein.Emang enak
dianggurin,dicuekin! Meskipun anggur itu enak, dianggurin tuh jadi kayak
sapi ompong! Beda banget dibanding diapelin! Hah,diapelin" Boro-boro
diapelin, kasih perhatian dikit aja nggak!
"Ehm ...!" Bujuk buneng! Aku bener-bener jadi mati rasa! Padahal, dehemku
udah digedein dikit volumenya.
Dia masih tetep aja cuek bebek. Aku jadi sebel sekaligus
penasaran.Padahal, di ruang perpustakaan ini cuma ada aku dan dia. Aku
duduk di tengah, sekitar tiga langkah dari posisi-nya yang duduk di sudut.
Daripada capek hati, mending aku tinggalin dia aja. Uh,
tenggorokanku jadi sakit. Lebih baiknya aku ke kantin aja, deh! Pengin
minum cola. Siapa tau bisa bilang, "Hey! Hey! How are you"!"
NGGAK biasanya, kantin sepi sekali. Aku cuma liat satu cowok yang
duduk di bangku panjang sambil ngangkat sebelah kakinya. Posisi ini
mirip orang lagi ngopi di warung pinggir jalan. Tapi, cowok itu nggak lagi
ngopi. Dia duduk santai menikmati jus al-pukat yang tinggal sete-ngahnya.
Aku nggak terlalu kenal dengan cowok ini. Mungkin anak kelas satu.
Terlalu sulit bagiku menghafal cowok-cowok yang ada di sekolah ini.
Selain karena aku belum terlalu lama berada di sekolah baru ini, mungkin
juga karena aku cewek yang nggak punya rasa pede tinggi.
Barangkali mama benar. Aku ini orangnya minder.
Oke, deh. Aku akan membuang jauh-jauh rasa minderku ini. Kalo di
perpustakaan tadi, aku gagal menarik perhatian cowok yang menurutku
lumayan keren. Sekarang, aku akan mencoba mencari perhatian cowok keren lainnya yang lagi duduk santai di kursi kantin ini!
Uh, begitu banyak cowok keren di sekolah ini. Masa nggak ada satu
pun yang bisa nyangkut" Hi hihi nyangkut kayak jemuran aja!
Rasanya nggak mungkin kalo langsung kutanyakan namanya. Hm,
nggak etis banget deh, kalo cewek nanya duluan. Ntar dikira sok akrab.
Sok kenal. Atau, bisa jadi aku dibilang cewek kegatelan! Sori, yah! Aku
harus berusaha mem-buat dia bertanya padaku lebih dulu! Gimana
caranya" "Ehm ...!" Aku berdehem, mudah-mudahan dia melirik-ku. Kalo dia melirikku,
aku akan langsung tersenyum padanya! Tapi ... setelah aku berdehem
tadi, kok dia nggak menatap wajahku. Dia cuma menoleh ke samping kiri
dan kanan, lalu wajahnya melongok ke kolong meja, seolah mencari-cari
sesuatu! Brengsek! Woooi ... aku di sini!!!
Lebih baik, aku pesan minum dulu, sambil nunggu dia sadar kalo di
kantin ada aku.

Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bu, cola satu!" lancar benar suaraku. Sengaja kukeraskan, biar tuh
cowok sadar ada cewek di kantin ini!
"Yang dingin apa biasa, Non?"
"Yang dingin! Berapa"!"
"Seribu tujuh ratus, Non!"
"Eits ..!" Aku mengeluarkan jurus-jurus silat, mendengar Bu Kantin
menyebut seribu tujuh ratus! Aku tau harga sebenarnya seribu tiga ratus.
Paling nggak, diluruskan jadi seribu lima ratus!
"Hehehe ..., seribu lima ratus aja deh, Non!"
"Seribu tujuh ratus juga nggak pa-pa, Bu. Saya cuma becanda."
Aku melirik lagi, berharap si cowok memerhatikan keramahanku pada
Bu Kantin. Tetapi, rasanya dia tetap pada posisinya. Duduk dengan
sebelah kakinya terangkat, dengan tatapan wajah lurus ke luar kantin.
Huah! Dia nggak peduli dengan keberadaanku!
Setelah membayar, aku duduk selang dua meja dari si sok cuek.
Diam-diam, aku terus meliriknya, mencoba memasuki alam pikirannya.
Apakah yang sedang dilamunkan cowok ini" Apakah ia tengah merasa
gundah karena habis diputusin" Atau mungkin tengah memikirkan
bagaimana mendekati seorang cewek pujaan hatinya" Entahlah. Aku
nggak tau. "Ehm ...!" Aku berdehem untuk yang kedua kalinya, kembali berharap agar si
cowok melirikku. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Kulihat dia
meremas-remas rambutnya. Menundukkan kepala, lalu membenamkannya di atas meja.
Aku nggak tau gimana caranya,agar dia kembali duduk seperti
semula. Kalo dengan posisi menunduk begitu, dia nggak akan sempat
melirik ke arahku. Menemukan seorang cewek yang duduk sendirian dan
ingin sekali disapa. Setelah cukup lama memerhatikan dan si cowok nggak juga
mengangkat kepalanya, aku menyeruput minumanku.
Srooottt .... Ah, mak'nyes rasanya! Cowok itu mengangkat kepalanya. Duduk
dengan posisi seperti semula, namun nggak lagi mengangkat sebelah
kakinya. Aku nggak tau,apakah konsentrasinya terganggu karena
mendengar suara tadi, atau ia memang sengaja melakukan itu atas
keinginannya sendiri. Kupikir, inilah kesempatan emas bagiku. Barangkali cowok ini udah
mulai merasakan keberadaanku di dekatnya. Selangkah lagi, dia akan
benar-benar dapat kutaklukkan. Aku berharap dia marah. Tak apalah dia
marah. Nggak sedikit film bertema cinta yang kutonton, yang memulai
hubungan kasih dengan kemarahan. Seperti ungkapan "benci" yang bisa
diartikan sebagai "Benar-benar cinta ...."
"Ehm ..!" Tak sengaja,dehemku keluar begitu saja.Kulirik cowok itu menghela
napas panjang, lalu pergi begitu saja meninggalkanku kantin!
Meninggalkan seorang cewek yang tengah berusaha mati-matian menarik
perhatiannya! Apakah aku harus tersinggung" Apakah aku harus marah" Marah
sama siapa" Apakah aku harus marah pada diri sendiri" Rasanya,
percuma aku marah-marah sendiri. Lebih baik kutinggalkan kantin ini.
Mungkin lebih baik kalo aku melihat anak-anak yang tengah menyaksikan
pertandingan bola basket antar kelas. Apakah aku harus nonton bola
basket"! Aku nggak suka basket! Aku ke kelas aja!
Setibanya di kelas, aku duduk di kursi. Aku duduk sendiri karena
mungkin semua anak berada di
lapangan basket! Beberapa menit kemudian, seorang cowok masuk
kelas dengan tubuh ber-simbah keringat.
Dia Markum, cowok jagoan basket di kelasku. Bodinya kekar.
Jangkung. Tampang oke. Bisa dibilang, cowok paling guanteng di sekolah
baruku ini! Tiba-tiba aku mengkhayal, seandainya saja Markum yang katanya
cowok baik itu mau menjadi teman dekatku. Ah, kok, mengkhayal"! Aku
nggak mau jadi cewek pengkhayal! Aku harus sebisa mungkin berusaha
mendapatkan perhatianya. Tapi, kok mulutku berat sekali,ya" Benar kata
mama, mungkin aku harus mengambil kursus kepribadian! Biar nggak
minder begini. Menanyakan teman satu sekolah aja nggak berani.
"Ehm ...!" Tiba-tiba, aku mendengar suara dehem. Jelas ini bukan suaraku! Aku
mendengar dengan jelas bunyi itu dari mulut seseorang yang berada di
kelas ini. Tak ada seorangpun yang ada di ruangan ini, kecuali aku dan si
ganteng Markum! Apakah aku nggak salah dengar" Apakah telingaku
sedang nggak normal"
Aku melirik Markum, tapi dia duduk cuek sambil melap keringatnya.
Eh, siapa sih, yang tadi berdehem"Jangan-jangan, emang cuma
perasaanku aja"! "Ehm!" Suara dehem lagi! Kali ini aku yakin, pasti Markum yang berdehem.
"Ehm ...!" Kubalas dehem itu. "Ehm!" "Ehm ...!" Hihihi aku dan Markum main dehemdeheman! Kulihat wajahnya tersenyum ke arahku! Hm,bener-bener
manis! Sekarang,aku percaya sama omongan Sania, temen sebangkuku,
kalo Markum emang cowok paling manis di dunia!
"Ehm! Emmm ...! Ehm!!!"Markum berdehem lagi.
"Ke-ke-ke ... ke ... na ... ke-na-pa, Kum ...?" akhirnya, keluar juga
keberanianku. "Eh, ini Lin,tenggorokan aku gatel banget!Ehm!" Ooo aku kira, dia
berdehem untuk cari perhatianku" Ternyata ....
"Kamu kok, gitu sih, Lin" Orang lagi sakit tenggorokan malah
diledek"!11 "So-so-so ... ri ... a-a-aku ... tadi ... ng ... ng ... nggak sengaja!"
"Hehehe nggak pa-pa, Lin. Aku nggak marah! Ngomong-ngomong,
kamu betah sekolah di sini"!"
"Be-be-betah ju-ga, sih. Ta-ta-tapi ... a-a-aku belum bi-bisa ngingilangin gu-gu-gugupku ini."
"Nggak pa-pa, Lin! Nanti juga kamu nggak gugup lagi, asal kamu mau
berusaha menyem-buhkan kegugupanmu ini. Sori ya, kalo selama
seminggu berada di sekolah ini temen-temen pada ngeledekin kamu."
"Ng ... ng ... nggak pa-pa, Kum. A-a-aku u-udah biasa, kok."
"Oh ya, ntar siang kamu ada acara nggak"! Aku
mau ke toko sport, mau nggak nganter aku"!"
"HAH!" Nga-nga-nga-nganter ... kamu"!"
"Iya, Lin! Mau, kan"!?"Mau!"
"Ya udah, sampe ntar siang, ya"! Sekarang, aku mau ke lapangan
lagi. Kamu kok, nggak nonton aku main basket, sih" Takut diledek tementemen lagi, ya?"
"Ng ... ng ... nggak kok, Kum."
"Yuk, bareng aku! Nih, kamu bawa handukku. Kalo sama aku, nggak
bakalan ada anak yang berani ngeganggu kamu! Yuk!"
Akhirnya, aku menuruti ajakan Markum ke lapangan basket. Aku
hampir shock berjalan bersisi-an dengan Markum. Benar kata
Sania,Markum bukan cuma ganteng, tapi baik hati! Rasanya, dadaku
bergemuruh berjalan di sampingnya. Apalagi saat satu-dua pasang mata
cewek memandang kaget ke arahku dan Markum! Barangkali mereka
berpikir, aku yang selama berada di sekolah ini diacuhkan anak-anak, kok,
bisa-bisanya jalan bareng cowok paling keren di sekolah ini! Apalagi pake
acara bawa-bawa handuknya segala!
Ehm! Aku jadi ge-er, deh!
My First Date GILE bener! Damar ngajak gue nge-ctete! Gimana, dong"!"
"Sabar, Cha. Sabaaar ...! Pejamkan mata elo, tarik napas dalemdalem, terus lepas-kan perlahan-lahan."
Icha melakukan apa yang diminta Nana. Ia pejamkan
matanya,menarik napas dalam-dalam, lalu melepaskannya perlahan.
"Gimana, Cha" Lebih enak, kan?" Icha memejamkan kedua bola
matanya sekali lagi, lalu diam cukup lama, menunggu apakah perubahan
itu datang. "Gimana perasaan elo sekarang, Cha" Udah lebih baik"!" ulang
Nana. "Boro-boro, Na! Gue tetep aja deg-degan!"
"Aduh, Cha! Gimana, sih"! Elo nggak konsen,
sih!" "Bodo, ah! Gue bingung neh!"
"Tapi, Cha Nana berhenti sebentar, lalu garuk-garuk kepala, "Cha ...
kita udah sama-sama tau kalo si Damar itu udah punya gebetan."
"Dia bilang udah diputusin, Na."
"Elo percaya?" "Percaya, dong! Dia udah sumpah-sumpah di depan gue!"
"Iya sih, tapi namanya cowok, bisa aja dia ngibul."
"Udah, deh! Kok, elo malah mikir gitu"! Bukannya bantuin gue gimana
cara ngadepin dia." "Oke. Sekarang gini aja, elo pulang, terus langsung tidur. Nanti pas
bangun, elo bakal baikan, deh!"
"Nah, gitu dong, kasih saran. Ya udah, gue pulang duluan. Gue turutin
saran elo, kebetulan gue ngantuk berat neh!"
"Tapi, tidurnya jangan sampai keterusan ya, Non"!"
"Iya, lah! Dia kan, bakal jemput gue jam setengah lima!"
"Ya. Tidur siang satu jam udah cukup!"
"Gue balik duluan, ya?"
"Daaagh ...!" Icha nggak seperti biasa, pulang lebih dulu. Nana
melepas kepergian Icha dengan perasaan berat. Bukan apa-apa, Sabtu
ini pertama kalinya bagi Icha janjian dengan seorang cowok. Nana
khawatir Icha diperlakukan macam-macam, seperti dirinya dulu. Sebab,
Nana sendiri pernah dibohongin sama Damar. Hanya, Nana
merahasiakanya pada Icha.
SETIBANYA di rumah, Icha langsung tidur
siang. Papa dan mamanya yang memang libur kerja pada hari Sabtu,
bingung melihat tingkah putrinya.
"Itu si Icha, kok tumben-tumbennya bisa tidur siang" Biasanya, jam
segini dia belum pulang," selidik mama.
"Jangan-jangan, dia sakit kali?"
"Ya udah, kita tanya, yuk!" Papa dan mama masuk kamar Icha. Icha
yang sebenarnya nggak bisa tidur, pura-pura memejamkan mata. Ya, Icha
emang nggak biasa tidur siang. Icha masih aja mikirin Damar yang akan
menjemputnya nanti sore. "Kayaknya tidurnya nyenyak banget, Ma," ujar
papa. Icha tentu saja mendengar ucapan papanya itu. Sebenarnya, Icha
kepengin ketawa. "Kita harus hati-hati, Ma. Tau sendiri si Icha, kalo sakit suka nggak
mau bilang. Takut sama dokter. Iya, kan"!"
"Iya, sih. Mama jadi inget waktu dia kena tifus. Jangan-jangan
Papa dan mama saling tatap. Icha melirik sebentar ke arah papa dan
mama, lalu segera memejamkan mata ketika papa dan mamanya yang
mulai panik itu, hendak menatapnya lagi.
Terdengar papa menghela napas berat. "Cha
Cha mama memanggil-mangil Icha sambil menggoyang-goyang tubuh Icha.
Icha malah pura-pura menguap, seperti seseorang yang sedang
nyenyak tidur. Papa memegang kening Icha.
"Wah ... panas, Ma!" teriak papa.
Jelas aja kening Icha panas. Mungkin karena Icha lagi mikirin apa
yang mesti dipersiapkan buat kencan pertamanya nanti malam. Saking
kerasnya berpikir, hingga keningnya jadi serasa panas.
"Gimana kalo kita panggil dokter ...?"usul mama.
Tiba-tiba, Icha bangkit dari tidurnya.
"Pa ... Ma ... ngapain sih, di sini?" tanya Icha, dengan raut wajah sebal.
"Kamu sakit, Cha" Papa panggilin dokter, ya?"
"Ih, Icha nggak kenapa-kenapa, kok!"
"Kok, kamu tidur" Biasanya nggak."
"Icha ngantuk, neh."
"Ya udah ... kamu tidur lagi, deh." Papa menyerah.Setelah itu,papa
dan mama meninggalkan kamar Icha.
"Biarin aja deh Pa, mungkin Icha kecapekan," ujar mama, setelah di
luar kamar Icha. "Tapi, mungkin aja dia sakit, Ma."
BEBERAPA jam kemudian, Icha bangkit dari kasur dan berteriak
sejadi-jadinya. "HAH" JAM ENAM! PAPA ... MAMA ...!!!"
Papa dan mama yang berada di ruang tengah segera bergegas ke
kamar Icha. Papa dan mama memandang Icha yang kelihatan marah.
"Kamu kenapa, Cha?"
"Mau dipanggilin dokter?"
Icha mengatur napasnya yang naik turun. "Ma, tadi ada yang dateng,
nggak?" Mama menatap wajah papa.Papa mengernyitkan dahinya.
"Tadi ada yang dateng nggak, Ma?" ulang Icha. Mama
mengangguk."Temen kamu, Damar," sela
papa. 'Nanyain Icha, nggak?"
'Ya, terus Papa dan mama bilang, kamu lagi
sakit Terus?" Terus dia pulang" HAHM PAPA ... MAMA ... KOK,JADI GINI,SEEEH
"Lho ... kenapa, Cha"!" Icha bangun dan segera meraih horn telepon.
Dia bergegas menghubungi Damar.
"Halo, bisa bicara dengan Damar?" "Halo, Damarnya sedang keluar
rumah." "Ke mana?"
"Nggak tau, tuh. Ini malam Minggu. Apel kali. Hehehe
Icha sebel banget denger suara di ujung telepon itu. Itu pasti
pembokat Damar. Setelah itu, Icha langsung menutup telepon dengan
kesal. Papa dan mama tampak bingung melihat tingkah Icha.
"Cha, Papa sama Mama mau ke mal, kamu mau ikut?"
Icha kelihatan bingung. "Kalo kamu mau ikut, sana mandi!" Icha nggak menyahut kata-kata
papa dan mamanya. Icha hanya memperlihatkan tampang sebal.
DARIPADA di rumah sendirian, Icha ikut papa dan mama ke mal. Icha
terlihat uring-uringan karena apel pertamanya berantakan. Papa dan
mama masih belum mengerti. Namun, mereka belum mau menanyakan
kenapa Icha cemberut. Papa dan mama menduga, pasti gara-gara teman
cowok yang datang tadi sore ke rumahnya.
Setibanya di mal, secara nggak sengaja, mama menunjuk seorang
cowok yang lagi jalan bareng seorang cewek dari kejauhan. Mama
mengenali tampang cowok itu. Jelas aja, cowok itu Damar!
"Ssst ... itu, Cha. Cowok yang tadi ke rumah," bisik mama, sambil
menepuk-nepuk pundak Icha.
Icha langsung lemas melihat Damar bersama dengan seorang
cewek. Bener juga kata Nana, nih cowok nggak bisa dipercaya, ucap Icha
dalam hati. Bersamaan dengan itu, Damar melihat ke arah Icha dan papamamanya. Damar terlihat gugup. Sebelum Damar melangkah ke arah
Icha dan papa mamanya, Icha langsung menarik lengan papa dan
mamanya untuk pergi menjauh.
Damar kehilangan jejak. Damar pun kembali menemui cewek yang
tadi bareng dirinya, yang tak lain adalah adik kandungnya.
Ketika Damar menghubungi HP Icha, Icha langsung menjawab


Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan nada kasar, "Mar! Asal elo tau, this's my first date with someone1.
Dan, elo mengacaukan semuanya! Elo nggak usah ngubungin gue lagi,
deh! Ke laut aja! Or go to heii!"
"Tapi Cha ... Cha ... Cha Komunikasi terputus.
Amnesia ANDRE kena amnesia!" ujar Rene, setengah berteriak, saat Belia
berada di kantin sekolah. "Pantes, terakhir kali ketemu dia selalu
batuk-batuk." "Plis, Belia! Amnesia ... bukannya asma!" "Oh
"Amnesia itu hilang ingatan sementara, nggak ada hubungannya
sama batuk-batuk." Belia menghela napas berat, lalu sorot matanya menatap jauh keluar
kantin dengan pandangan kosong. Rene enggak bisa berbuat apa-apa
dan melihat air mata sahabatnya mulai mengaliri pipi.
"Belia, jangan terlalu sedih! Sekarang, Andre lagi ditangani seorang
dokter ahli!" "Gimana nggak sedih, Ren"! Gue belum sebulan jadian, tapi Andre
udah kena Amnes ....?"Amnesia." "Iya. Gimana, dong?"
"Yang jelas, kita harus cepet-cepet jenguk dia.Tapi kalo bisa, anakanak jangan dikasih tau dulu! Soalnya, berita ini cuma kita yang tau."
"Jadi, anak-anak belum tau?"
"Belum." Sore itu juga,Rene dan Belia menjenguk Andre
ke rumahnya. Ting-tong! Rene menekan bel pagar rumah Andre. Beberapa saat kemudian,
seorang lelaki setengah baya membuka pintu pagar. Dia adalah Pak Sion,
tukang kebun Andre. "Ada perlu apa, Non?" tanya Pak Sion.
"Kami mau ketemu Andre, Pak."
"Oh, kebetulan Andre lagi di teras belakang. Mari masuk
Rene dan Belia mengikuti langkah Pak Sion memasuki halaman
rumah Andre yang cukup luas, di bagian tengahnya terdapat kolam
berukuran sedang, ada air mancur di sisi kanannya.Pak Sion berjalan
agak tergesa. Rene dan Belia mengikuti di belakang. Mereka memasuki
jalan berkerikil, untuk sampai teras belakang. Sepanjang perjalanan,
mereka melintasi pepohonan yang didominasi bunga-Mbunga anggrek.
Setibanya di teras belakang, Pak Sion yang berjalan lebih dulu
tampak bicara pelan sama Andre, tapi Andre seperti acuh saja. Setelah itu,
Pak Sion menemui Rene dan Belia yang berada di belakangnya.
"Silakan, Non," ujar Pak Sion.
"Terima kasih, Pak," jawab Rene dan Belia serempak.
Pak Sion kembali berjalan ke halaman depan, sedangkan Rene dan
Belia berjalan mendekati Andre. Andre tampak angkuh dan seperti nggak
kenal sama yang datang. Padahal yang datang adalah
Belia, cewek yang beberapa minggu lalu "ditembaknya".
"Ndre ... Andre Rene menegur Andre, sambil menggoyang-goyangkan
telapak tangannya di depan wajah Andre. Andre tetap acuh.
Pandangannya kosong ke depan, ke arah kolam renang.
"Andre ...." Akhirnya,Bella mengeluarkan suara. Belia memegang
pundak Andre, lalu memutarnya, menghadapkan wajah Andre tepat ke
wajahnya. "Ndre, aku Belia. Kamu nggak lupa, kan?" Andre mundur ke belakang
dan tampak seperti orang linglung. Andre menatap Belia dari ujung
rambut sampai ujung sepatu. Andre seperti asing dengan Bella. Belia jadi
kalut. "Ndre, kamu kenal aku, nggak?" tanya Rene, sambil memperlihatkan
wajahnya tepat di depan wajah Andre.
"Aku Rene!" "Rene?" Andre tersenyum.
"Tau nggak, dia siapa?" Rene menunjuk wajah Belia.
"Dia Belia! Cewek kamu!"
Andre tersenyum ke arah Bella. Belia pun tersenyum menyambutnya.
Belia menghela napas lega. Rupanya, Andre mulai menyadari
kekeliruannya. Mungkin, Andre udah mulai mengenalinya. Bukan apa-apa,
menurut cerita Rene tadi, amnesia yang diderita Andre belum terlalu
parah. Andre masih mengenali beberapa anggota keluarganya, meskipun
nggak semuanya. Masih menurut Rene, Andre mengalami amnesia
karena kecelakaan sepeda motor. Andre me-nubruk sebuah sedan
yang sedang berada di tempat parkir.
Meskipun nggak mengalami luka-luka serius, Andre mengalami
amnesia karena kepalanya membentur body sedan itu. Menurut Rene,
kecelakaan itu terjadi waktu Andre melamun. Andre melamun karena
kemarin sempat marahan sama Belia.
"Masa sih, gara-gara gue, Andre jadi gitu?" ucap Belia, saat menuju
rumah Andre tadi. "Makanya, elo harus minta maaf. Sebelum penyakitnya tambah
parah!" "Maksud elo?" "Menurut keterangan salah satu keluarganya, penyakit Andre bisa aja
tambah gawat, kalo enggak ditangani serius. Andre harus didatangi dokter
ahli, dan harus banyak istirahat."
Belia mengangguk-angguk. Akhirnya, Belia jadi ngerasa bersalah.
Itulah sebabnya, Belia antusias banget waktu Rene ngajak ke rumah
Andre. Bella mau minta maaf.
"Ndre aku Belia. Kamu masih inget aku, kan?" Belia kembali
mencoba menyadarkan Andre. Andre tersenyum sambil mengangguk
pelan. "Kapan dateng dari Bandung?" tanya Andre kemudian.
Hal itu membuat Belia nyaris melonjak ke belakang. Bela luar biasa
kagetnya. "Kok, dari Bandung, sih?" Bela kebingungan. Rene yang
memerhatikan keduanya, segera menarik tangan Belia, menyingkir ke
salah satu sudut beranda. Keduanya menjauh dari Andre.
"Belaaa ... elo harus sabar! Mungkin, Andre belum ingat elo."
"Gue ngerti! Tapi, kok, dia bilang gue dari Bandung?"
"Ya, namanya juga orang kena amnesia!"
"Tapi, masa sih, dia nggak ngenalin gue" Gue kan, pacarnya! Udah
ah, gue coba lagi!" Belia kembali mendatangi Andre, yang tampak acuh atas
kedatangannya. Rene nggak bisa berbuat apa-apa, mengikuti langkah
Belia di belakang. "Andre ... gue emang dari Bandung!" ujar Belia, sambil mencoba
merapikan lengan kaus Andre, dengan maksud memberikan perhatian.
Kening Andre tampak berkerut, namun nggak lama kemudian, Andre
tersenyum. Belia jadi bingung. Kenapa Andre tersenyum"
"Makasih ya, oleh-olehnya ... aku jadi makin sayang sama kamu," ujar
Andre, membuat Belia kembali tersentak kaget.
"Oleh-oleh?"Bella seperti mengulang perkataan Andre. Kayaknya, gue
nggak pernah ngasih oleh-oleh, deh I
Belia lalu geleng-geleng kepala.
"Aku nggak ngerti maksud kamu, Ndre. Ka-yaknya aku nggak
pernah bawa oleh-oleh buat kamu."
"Lho, yang kemarin itu dari siapa" Kayaknya, kamu ngasih aku jaket
warna biru dari Bandung. Itu dari kamu, kan?"
"Oke. Sekarang, aku mau tanya, sebenarnya kamu tau nggak sih, kalo
aku ini siapa?" Belia sewot.
"Kamu ...T' Beberapa saat lamanya, Andre terdiam. Belia menahan napas. Belia
menunggu Andre mengucapkan namanya. Namun mulut Andre masih
tetap saja menganga. "Aku Bella, Ndre!" Belia setengah berteriak, mencoba meyakinkan
Andre. Andre mengerutkan kening lagi.Belia membuang napas dan baru
ingat. Beberapa waktu lalu, Belia memang mengaku pada Andre kalo dia
mau ke Bandung. Belia janji mau beliin Andre Jaket warna biru. Kebetulan,
Belia punya sodara yang punya dis-tro. Belia mau borong baju-baju murah
dan keren, sekalian mau ngasih hadiah buat ultah Andre. Duh, Belia
ternyata lupa. Kenapa Belia bisa lupa" Dan ini kan, kalo Belia nggak salah
inget, hari ultah Andre"! Ya ampyuuun Belia emang pelupa yang akut!
"Ndre, sori gue lupa kalo gue ...."
"Bela ... udah yuk, elo tuh malah bikin si Andre jadi kebingungan!
Percuma ngomong, dia nggak ba-kalan inget elo!" potong Rene. Lalu,
Rene menarik lengan Belia, menjauh dari Andre.
"Nggak bisa, Ren! Gue harus bisa ngeyakinin dia.Tadi, dia udah
nyebut-nyebut Bandung dan jaket biru! Berarti, dia inget gue!"
"Tapi, elo kan, nggak ke Bandung"!"
"Iya ... tapi Nggak lama kemudian, beberapa orang keluar dari pintu. Mereka
adalah papa dan mama Andre. Lantas, di belakangnya dua orang
pembantu datang menyusul. Keduanya membawa loyang kue ulang
tahun berukuran sedang. Lilinnya belum dinyalakan. Bella dan Rene
berdiri agak menjauh. Papa dan mamanya langsung memeluk Andre, lalu mengatakan,
"Selamat Ulang Tahun, Sayang ...!"
Andre menyambutnya dengan anggukan dan tersenyum.
Dari sudut lain, Belia menatap itu semua dengan bingung.Sedangkan
Rene, cuma tersenyum-senyum.
"Sori, Bel. Kali ini, elo gue kerjain," bisik Rene. "Jadi ... Andre nggak
amnesia, kan?" "Gue rasa, dia tetep amnesia. Tapi amnesia khusus
untuk elo." "Kupret lo, Ren!"
"Ini April Mop, Sayang. Udah deh, tuh ... kayaknya Andre nunggu elo."
Belia kembali berjalan ke arah Andre. Setelah beramah tamah
sebentar dengan papa dan mama Andre, Belia memukul-mukul tubuh
Andre dengan manja. Belia nggak terima dirinya dikerjain, di hari ultah
cowoknya sendiri. Angkot D15 PAGI ini adalah pagi yang menyebalkan. Sebab Pak Abdul, sopirku,
nggak bisa mengantarku ke sekolah seperti biasanya, dengan alasan
sakit perut. Papa lagi di luar kota. Mama berangkat siang, karena pagi ini
masih banyak urusan rumah.
Buat nunggu taksi yang dipesan mama, rasanya nggak mungkin,
karena setelah dihubungi, taksi tersebut baru bisa datang dua jam lagi.
Aku ngerti, mungkin seandainya ada, pasti taksi itu cuma beralasan,nggak
mau ngantar penumpang yang jaraknya nggak terlalu jauh.Akhirnya
terpaksa,untuk pertama kalinya terjadi dalam hidupku, aku ke sekolah naik
angkot alias ang-kut-an kota!
Dari jalan depan rumahku, mama nyuruh tukang ojek yang lagi
mangkal mengantarku sampai gerbang perumahan.Aku naik ojek yang
tukang ojeknya bertampang tengil dan genit,tapi aromanya lumayan
harum; bau parfum aneh.Meskipun begitu,dia nggak bisa ngumpetin bau
badannya yang asem campur asin. Hufffh hidungku sangat sensitif sama
bau-bauan. Baik bau harum maupun bau tak sedap.
"Tumben naik ojek?" kata si tukang ojek tengil itu, di tengah
perjalanan. "Ya," kujawab malas-malasan. "Sekolahnya di mana, sih?"
Ya ampun! Males banget pagi-pagi ngobrol sama tukang ojek. Aku
diem ajaKalo ditanggapi, aku takut dia semakin cerewet Apalagi akhirnya
dia tanya begini, "Udah punya pacar belum" Hehehe
Aku tetap nggak jawab. Dan, si tukang ojek terus aja tertawa. Aku
benci sekali dan sangsi, kah dia udah sikat gigi hingga begitu pedenya
ketawa di dekat seorang Bunga Citra Lestari"
"Pasti belum punya pacar ya" Hehehe Si tukang ojek mungkin nggak
tau kalo aku sedang cemberut. Uh, kenapa perjalanan dari jalan depan
rumah belum juga sampai ke gerbang perumahan "
"Ngomong-ngomong, namanya siapa, sih?" Alhamdulillah, udah
nyampe. Aku nggak mau menjawab pertanyaan si tukang ojek ini. Aku
keluarkan uang pecahan dua puluh ribu. Lalu kuberikan padanya, "Nih,
Bang! Jangan banyak ngomong, deh!"
"Deuelaaah cakep-cakep kok, galak amat, sih"! Hehehe .... Duh,
duitnya besar banget!"
What" Dua puluh ribu ... apakah terlalu besar"
"Nggak ada kembaliannya, Neng!"
"Nama saya Bunga! Bukan Neneng!" ralatku, sambil melotot. Si
tukang ojek itu bukannya takut, tapi malah tersenyum.
"Hehehe nggak ada kembaliannya. Saya tukar dulu, ya"!"
"Terserah deh, Bang!" Kutunggu si tukang ojek itu menukarkan uang
dua puluh ribuan. Hampir lima menit aku menunggu, ia belum juga
kembali. Namun, aku bisa melihat kegigihannya mendatangi para
pedagang di sekitar gerbang perumahan, menukarkan uang itu pada
tukang bubur ayam, bubur kacang ijo, susu kedelai, soto ayam, dan pada
teman-temannya sesama tukang ojek. Setelah itu, dia kembali padaku.
"Bunga, nggak ada kembaliannya. Pakai uang receh aja! Emangnya
nggak ada?" "Berapa, sih?" "Tiga ribu lima ratus!" Kucari uang pecahan yang diminta. Dan
kutemukan empat lembar ribuan di dalam tas, lalu kuserahkan pada si
tukang ojek menyebalkan itu.
"Nih, Bang! Makasih, ya!"
Kutinggalkan si tukang ojek. Tetapi, ia memanggilku.
"Bunga! Ini kembaliannya!" Si tukang ojek itu mengejarku sambil
memberikan kembalian uang receh lima ratus rupiah.
Hm jujur juga nih orang. Andai saja dia jadi pejabat, bukan jadi tukang
ojek, pasti negara ini udah maju meninggalkan Malaysia atau Singapura .
Negara kita mendatangkan pekerja perempuan dari negara-negara
tetangga, nggak sebaliknya seperti sekarang ini. Yeah, Aku baca di koran,
banyak pejabat yang nggak jujur. Tapi, seandainya tukang ojek yang jujur
ini jadi pejabat, jangan-jangan genitnya malah menjadi-jadi"
"Kembaliannya buat Abang aja!" kataku, sambil terus bergegas
meninggalkannya. SETELAH lepas dari tukang ojek, kutunggu angkot. Tadi, mama
mengingatkan, jika gagal mendapatkan taksi untuk sampai ke sekolah,
aku harus naik angkot D1S. Daripada telat, aku harus naik angkot.
Kulambaikan sebelah tanganku setiap kulihat tulisan D1S di kaca
bagian atas angkot-angkot yang lewat. Tetapi, tak satu pun berhenti.
Muatannya selalu penuh. Kalo udah begini, Pak Abdul yang kuingat!
Kenapa pagi ini sopir pribadiku harus sakit perut, ya"
Akhirnya, setelah sepuluh menit,ada juga angkot D1S yang berhenti.
Tetapi, ketika separuh tubuhku udah masuk,setelah kulihat ke dalamnya,
tak ada tempat duduk kosong.Seseorang berteriak pada sopir, "Udah
penuh, Bang! Mau ditaruh di mana"!" "Naik di depan, Dik!" sopir itu
berteriak. Apa dia bilang" Dik" Emangnya, aku adiknya
apa" Aku kembali turun dan melongok ke depan, ke arah sopir.Pintu depan
terbuka, dan seorang cowok berseragam sekolah turun. Lalu, cowok itu
mempersilakan aku naik. "Kamu di dalam aja," ujar cowok itu. Sekilas kutatap wajahnya. Ia
tersenyum dan mengangkat bahunya.Tadinya, aku males banget naik
angkot ini. Apa enaknya naik mobil sempit ini bertiga di depan "
Toh, aku tetap naik juga. Dengan alasan, pertama susah menunggu
angkot yang kosong. Kedua, karena cowok supercare di sebelahku keren
banget! Ups! Kalo tau ada cowok keren kayak dia naik angkot, mungkin udah tiap
hari aku naik angkot. Sumpah! Selama ini, aku nggak pernah liat tampang
cowok seperti cowok di sebelahku ini di sekolah. Atau jangan-jangan, dia
emang lain sekolah" Aku berharap cowok di sebelahku ini mau bertanya padaku, seperti


Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tukang ojek genit tadi. Tetapi, cowok ini diam aja. Ia malah membuka
tasnya, lalu mengambil sebuah buku lumayan tebal berwarna cokelat.
Hilang sudah harapanku untuk bisa ngobrol dengannya.
Wow, dia membaca novel The Da Vinci Code.Novel kesukaanku! Ini
mungkin kesempatan aku buat nanya-nanya dia. Tapi, apa enaknya kalo
orang lagi baca diajak ngobrol" Apalagi pagi-pagi gini. Duh, janganjangan di mata cowok ini nantinya aku jadi seperti tukang ojek tadi. Biarin
aja, deh! "Kamu suka Dan Brown juga?"tanyaku akhirnya. Cowok itu
mengangguk, lalu menoleh ke arahku dan tersenyum, "Kamu suka juga?"
"Suka banget! Aku juga udah baca Angels and Demons, Robert
Langdon's First Adventure ...."
"Ummm ... Malaikat dan Iblis, ya" Aku juga udah baca. Dua buku Dan
Brown yang udah diter-jemahin, kan?"
"Kamu beli di toko buku mana?"
"Aku pinjem sama temen. Aku juga udah baca
buku-buku Dan Brown lainnya, Kayak Deception Point dan Digital
Fortress!" sambungku.
Kamu udah tau juga?"
Tau dong, aku udah beli!"
Keren-keren, ya"!"
Iya." Terminal habis! Terminal habis!" tiba-tiba, Pak Sopir berteriak-teriak
pada seluruh penumpang. Oh, rupanya udah sampai di terminal. Nggak
kerasa banget, deh! Cowok itu turun, lalu merogoh saku. Aku membayar dengan uang
pecahan dua puluh ribu. Uang yang tadi nggak ada kembaliannya itu.
Setelah kuberikan, Pak Sopir yang tengah menerima ongkos dari
penumpang lainnya bilang, "Uang pas aja!"
"Berapa, Pak?" "Seribu!" Kucari di tas, siapa tau ada pecahan seribu rupiah. Ternyata, enggak
ada. "Aku aja yang bayar!" Tiba-tiba, cowok itu memberikan uang dua ribu
rupiah pada Pak Sopir angkot. Setelah itu, dia menarik
tasku,meninggalkan angkot itu. Ketika menarik tasku,aku seperti tengah
bersama-sama dengan cowok yang udah lama sekali kukenal.
"Selain baca, kamu suka apa?" tanya cowok itu, setelah melepaskan
lenganku. "Aku suka ... nonton, denger musik, sesekali jalan ke toko buku. Kalo
kamu?" "Kok, hobi kita bisa sama, ya?" Cowok itu tersenyum. Aku cuma bisa
menghela napas. Baru kali ini kutemukan cowok hobinya sama!
"Oke, deh! Kayaknya, kita mesti pisah di sini. Aku masih harus naik
sekali lagi," ujar cowok itu sambil melambaikan tangan.
"Oke! Sampai ketemu!"
"Daaagh ...!" "Daaagh ...!" Aku dan cowok itu berpisah. Dia naik bus kota, dan aku cukup
berjalan kaki menuju gerbang sekolah. Ringan sekali kakiku melangkah.
Kalo udah begini, aku nggak lagi sebal kalo ingat Pak Abdul. Aku justru
harus berterima kasih kepadanya. Kalo aja pagi ini ia nggak sakit perut,
aku belum tentu bisa ketemu sama cowok di Angkot D1S itu!
Apakah aku akan bertemu lagi dengan cowok itu" Ya ampun, kenapa
tadi aku lupa tanya nomor teleponnya" Selain itu, siapa nama cowok tadi"
Kucari-cari bus kota yang tadi ia tumpangi. Sayangnya, bus itu udah
jauh meninggalkan terminal. Damn!
- ;fr naik ojek seperti kemarin, dan menunggu angkot yang sama. Nggak
peduli sama tukang ojeknya yang genit abis. Nggak peduli meskipun
angkot D1S selalu penuh penum-pang.
Sayangnya, aku nggak ketemu sama cowok yang kemarin itu. Nggak
ada cara lain untuk bisa ketemu sama cowok itu, aku harus naik angkot
D1S setiap pagi. Terkadang, pulang sekolah pun aku nggak mau
dijemput. Pak Abdul kusuruh menunggu di gerbang perumahan,biar aku
terhindar dari si tukang ojek itu.
SUDAH sebulan lebih aku naik angkot D1S, tetapi nggak pernah
ketemu sama cowok yang pernah satu angkot denganku. Bukan aja aku
punya utang seribu rupiah padanya.Namun,aku masih ingin banyak
ngobrol tentang banyak hal dengannya. Pasti asyik banget punya temen
cowok yang punya hobi sama.
Papa dan mama menghargai pilihanku naik angkot ke sekolah,
meskipun sebenarnya mereka agak-agak khawatir. Tapi, mereka nggak
bisa berbuat banyak, apalagi udah tiga minggu ini Pak Abdul nggak
pernah masuk karena sakit.
Sore ini, papa dan mama mengajakku menengok Pak Abdul ke
rumahnya. Meskipun malas, aku mau ikut.Pak Abdul sudah kuanggap
bagian dari keluargaku. Dia orang yang baik, rajin, dan penyabar.
Setibanya di rumah Pak Abdul yang sangat sederhana, kami
disambut dengan ramah oleh beliau. Pak Abdul masih tampak lemah.
Papa dan mama pernah bilang, Pak Abdul yang udah nggak punya istri ini nggak
pernah mau berobat ke rumah sakit. "Sekarang sudah agak lumayan,
Tuan. Saya mulai enak makan. Mungkin dua hari lagi saya sudah bisa
masuk kerja." "Nggak apa-apa, Pak. Barangkali Pak Abdul memang perlu istirahat.
Lagi pula, Bunga mulai suka naik angkot, kok."
Pak Abdul tersenyum mendengar pengakuan
papa. "Ya ampun, saya lupa menyediakan minuman. Sebentar, ya" Sam!
Sam! Tolong bawa minumannya! Dari tadi baca terus, sih!" Pak Abdul
berteriak-teriak memanggil seseorang. Tak lama, seorang cowok
membawa minuman dengan sebuah nampan.
"Iya, Pak. Ini minumannya ujar cowok itu, sambil melirik ke arahku.
Cukup lama kami bertatapan.
"Kamu Aku menunjuk-nunjuk ke arahnya, sambil mencoba
mengembalikan ingatannya. Siapa tahu, dia lupa sama aku. Aku adalah ...
cewek yang pernah satu angkot dengannya!
"Kamu ... Sophie Neveu ... from The Da Vinci Code, kan?" ujar cowok
itu, sambil meletakkan minuman.
"Benar, Robert Langdon ...do you remember about Angels and
Demons?" aku ikut menyebutkan tokoh cerita dari salah satu bacaan
favorit kami lainnya. "Kalian sudah saling kenal, ya?" terka mama, melihat keakraban
kami. Aku cuma tersenyum malu-malu. Sore ini, aku bahagia sekali.
Akhirnya, aku bisa bertemu kembali dengan cowok ini. Aha, yang pasti
namanya bukan Robert Langdon, melainkan Sam!
Rahasia Cowok DI antara teman-temannya, Lulu terkenal paling tau soal cowok. Dari A
sampai Z. Ia tahu cara menghadapi persoalan bila dijauhin cowok, cara
meredakan kemarahan cowok kalo marah, cara mengambil simpati
cowok, sampai hal lainnya tentang makhluk berjenis cowok itu.
Karena itu, nggak sedikit teman-teman yang berkonsultasi padanya
kalo punya masalah sama cowok. Seperti Nanda, yang ngeluh dicuekin
cowoknya. Nanda nggak tahu kenapa cowok yang sangat disayanginya itu
akhir-akhir ini cuek. "Dia nggak kayak dulu lagi, waktu pertama kali kenal gue!" seru
Nanda pada Lulu, waktu mengeluh soal cowoknya.
"Mungkin,elo pernah menyinggung perasaannya"!" ujar Lulu, teramat
tenang."Menyinggung perasaannya" Apa mungkin cowok gue orangnya
perasa" Bukankah cowok nggak sesensitif cewek?"
"Jangan salah, Nda!" potong Lulu. "Bukan cuma cewek yang punya
sifat perasa. Cowok juga punya.Emang sih, cowok biasanya suka blakblakan kalo tersinggung. Tapi, ada juga yang cuma menyimpannya di
hati." "Terus, apa saran elo supaya gue nggak dicuekin?"
"Elo mesti ngomong baik-baik ke dia! Elo jangan diem aja, apalagi
ngebalas nyuekin dia!"
"Iya, gue pernah berpikir mau nyuekin dia!"
"Jangan, Nda! Kalo elo ngikutin cuek, bisa bahaya. Nanti akan timbul
kesan kalo hubungan elo sama dia tuh, udah nggak ada kecocokan!
Menurut gue, elo mesti tanya baik-baik. Tanya kenapa dia nyuekin elo!"
"Oke deh, gue coba! Thanks ya, Lu!" Tiga hari kemudian, Nanda balik
lagi ke Lulu dan kembali ngomongin cowoknya. Nanda nyeritain kalo
cowoknya udah berhenti nyuekin dia.
"Elo bener juga, Lu! Akhirnya, cowok gue ngaku kenapa dia cuek
sama gue. Ternyata,doi tersinggung sama omongan gue. Waktu itu, gue
nge-banding-bandingin dia sama mantan gue. Gue pikir, dia baik-baik aja.
Eh, ternyata nyuekin gue!"
"Bener kan, apa kata gue"!Coba kalo elo bales nyuekin dia, sampe
sekarang elo pasti masih main cuek-cuekan! Untung elo masih tahap
dicuekin! Coba kalo dia marah beneran"!"
SETELAH Nanda berhasil kembali rukun dengan cowoknya, giliran
Allisa yang punya masalah sama cowoknya. Allisa ribut sama cowoknya
karena cowoknya jalan dengan cewek lain. Karena itu, Allisa
selalu menjauh dari cowoknya, nggak pernah mau ngangkat
teleponnya, apalagi didatengin.
"Jangan buruk sangka dulu, Sa! Elo mesti nyelidikin kenapa semua
ini bisa terjadi. Selain itu, elo harus tahu juga siapa cewek yang jalan
bareng dengannya." "Waktu itu, mereka mesra banget, Lu! Gue benci banget ngeliatnya!"
"Selama ini, elo pernah nanya ke cowok elo nggak, siapa cewek itu"!"
"Nggak pernah! Seandainya dia ngomong, pasti dia ngibul!"
"Lho" Elo mesti beri dia kesempatan, dong! Suruh dia memberikan
alasan kenapa dia jalan sama cewek lain. Siapa tau ...."
Lulu berhenti sebentar, karena ada telepon masuk. Lulu mengangkat
HP-nya. Ternyata dari Intan. Intan nelepon Lulu dengan suara terisak. Intan
mengaku menyesal karena mengatakan putus dengan cowoknya!
"Terusin dong, Lu!"
"Tadi sampe mana"!"
"Gue mesti nanya alasan cowok gue ... siapa tau maksudnya apa,
nih"!" "Oh, itu. Ya, siapa tau cewek yang jalan bareng cowok elo itu bukan
siapa-siapa.Maksudnya, jangan mikir macam-macam dulu! Kadang,
cowok suka iseng. Cowok kan, emang sifatnya mata keranjang, walaupun
nggak semua cowok gitu. Nah, yang jenis mata keranjang ini, sebenernya
dia juga punya cewek yang bener-bener jadi dambaan hatinya. Kalo seandainya cowok elo jenis ini, elo nggak perlu khawatir.
Siapa tau cewek yang jalan bareng dia tuh, cuma temen jalan aja, atau
jangan-jangan ... sodaranya"!"
"Tapi, cowok gue bukan mata keranjang, Lu! Dan, dia nggak punya
sodara cewek!" "Kok, elo bisa tau kalo dia bukan mata keranjang"! Emangnya, dia
pernah ngomong ke elo kalo dia bukan mata keranjang"!"
"Senggaknya menurut gue, Lu!"
"Buktinya, dia jalan sama cewek lain"! Apa itu bukan mata
keranjang"!" "Iya, juga, ya?"
"Sori, Al, tadi itu cuman becanda! Gue yakin, cowok elo bukan tipe
kayak gitu. Elo juga harus yakin, kalo cowok elo tuh cowok baik-baik.
Sebelum bisa membuktikan bahwa dia mata keranjang, jangan percaya
dulu!" "Aduh, bikin bingung aja, Lu! Gimana dong, jalan keluarnya?"
"Oke, oke. Sekarang gini aja, deh. Elo selidiki dulu baik-baik,tanya
pelan-pelan ke doi, soal cewek yang jalan bareng dengannya. Selama ini,
elo nggak pernah mau denger penjelasan dia. Nah, kasih dia
kesempatan! Biarin dia ngeluarin alasan-alasannya jalan bareng cewek
lain. Ada kemungkinan dia juga butuh perhatian ekstra dari elo!"
"Oke deh, Lu. Gue coba."
Seminggu kemudian, Allisa balik lagi ke Lulu. Allisa datang dengan
wajah berbinar-binar. Bukan main senangnya Allisa, karena akhirnya
kembali akur dengan cowoknya! "Elo emang temen yang paling hebat, Lu! Ternyata setelah gue mau
denger penjelasannya, gue jadi tau kalo ternyata cewek yang jalan bareng
dengannya itu anak omnya! Sial, hampir aja gue ke-jebak! Kalo nggak
minta penjelasan dari elo, mungkin udah gue putusin tuh cowok! Oke deh,
Lu! Trims ya, udah bantu gue."
"Sama-sama, Al. Gue juga seneng banget bisa nolong elo, apalagi
soal cowok. Menurut gue, meskipun cowok makhluk misterius, kita mesti
bisa tau rahasia-rahasia yang ada di dalamnya.Makanya,gue seneng
banget mecahin perkara kayak gini. Bukan cuma elo yang punya masalah
sama cowok. Minggu lalu, Nanda hampir putus sama cowoknya. Dan dua
minggu sebelumnya,Riana.Anita juga pernah nanya-nanya soal cowok ke
gue! Padahal, si Anita kan, udah lebih dari lima kali pacaran!"
"Elo emang hebat, Lu! Gue beruntung punya sobat kayak elo!"
SETELAH masalah Allisa selesai, giliran Intan yang harus mengalami
masalah dengan cowoknya. Seperti yang ia katakan di HP, Intan telah
mengucapkan kata-kata yang sangat sakral dalam dunia pacaran. Ia
langsung mengatakan "putus" sama cowoknya. Padahal, dia masih cinta
berat. "Gue bener-bener nyesel! Nyesel abis, Lu!"
"Penyesalan nggak ada gunanya, Intan."
"Abis, gimana dong, Lu?"
"Emang, kenapa bisa bilang putus?"
"Dia nggak dateng dua malam Minggu ber-turut-turut!"
"Cuma gitu masalahnya" Ya, ampun!"
"Iya, Lu! Gimana, dong"! Gue baru tau sekarang, nyokapnya sakit
udah dua minggu! Dia nggak bisa dateng malam Minggu karena harus
nungguin nyokapnya di rumah sakit!"
"Kok, elo nggak pernah tau kalo nyokapnya sakit udah dua minggu"!"
"Dia nggak pernah cerita. Aduh, gimana doong"! Gue nyesel banget
mutusin dia gitu aja! Padahal, gue masih suka banget sama dia! Gimana
dong, Lu?" "Elo mesti tahu, In. Cowok itu nggak sama kayak cewek. Gue pikir, elo
bisa menarik kata-kata yang pernah elo ucapin itu. Emang sih, jadi seperti
menjilat ludah yang elo buang ke tanah! Menurut gue, kalo emang tuh
cowok masih sayang sama elo, dia pasti mau nerima elo kembali jadi
ceweknya!" "Dia pasti tersinggung, Lu! Dia pasti udah muak sama gue!"
"Belum tentu, Intan! Coba deh, saran gue ini. Pertama,telepon dia
baik-baik.Tanya kabarnya,atau sekadar basa-basi. Lakukan seperti nggak
pernah terjadi apa-apa. Kedua, kalo elo nggak berani ngomong, elo bisa
minta bantuan temen deketnya. Kasih dia hadiah. Nantinya, tuh cowok
akan berpikir, bahwa elo masih suka sama dia. Ketiga, ini yang paling
hebat. Datengin dia langsung! Minta maaf
padanya! Pasti beres. Dan, kalo dia masih sayang sama elo, elo
nggak bakalan kesulitan!"
"Oke deh, In! Gue coba!"
"Nah, gitu, dong!" Sehari kemudian, Intan udah kelihatan happy.
Berkat saran Lulu, Intan mengaku kembali menjalin hubungan sama
cowok tersayangnya. Sebagai ucapan terima kasih, Intan ngajak Lulu
makan di fast-food. Nggak ketinggalan, Nanda dan Allisa diajak.
"Elo emang hebat, LuiGue bangga punya sobat kayak elo!"
"Iya, Lu! Elo emang jagonya soal cowok!" tambah Nanda.
"Kalo nggak ada elo, kita-kita bisa ngejomblo lagi!" tukas Allisa,
membuat yang lainnya tertawa.
"Ah, jangan berlebihan! Gue kan, cuma nyumbang saran. Kalo
ternyata itu ampuh, mungkin cuma kebetulan aja."
"Jangan ngerendah gitu, Lu! Gue yakin dan percaya, semua rahasia


Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang cowok ada ditang-an elo! Iya, nggak?"
"Akuuur ...!" "Ngomong-ngomong, sekarang cowok elo siapa, Lu"!" tiba-tiba,
Nanda mengalihkan pembicaraan.
"Pasti yang ketemu di mal dua tahun lalu, kan?"terka Intan.
"Kalo nggak, cowok yang pernah elo kirimin surat itu"!" tebak Allisa.
Ditanya gitu, Lulu diem aja. Sekejap kemudian, ketiga sahabatnya
udah menemukan titik-titik bening di kedua pipi Lulu. Lulu menangis.
"Inilah yang jadi masalah gue selama ini ... gue belum pernah punya
cowok!" Ketiga sahabat Lulu melongo.
Tentang Rumah Hantu RARA mematikan televisi, lalu beringsut ketem-pat tidur, merebahkan
tubuhnya di sana, dan pengin segera tidur. Namun, bola matanya sulit
terpejam. Acara misteri di teve tadi menjadi lekat di kepalanya; kuburan,
pocong, hantu perempuan yang ketawa cekikikan.Ih, syerem! Sampai
beberapa saat lamanya, Rara nggak mampu memejamkan mata
meskipun ia memaksakan diri buat segera tidur. Mata Rara terasa
kering.Rara masih mikirin gimana kalo tiba-tiba ada hantu seperti di teve
tadi masuk kolong tempat tidurnya!
Akhirnya, Rara ke luar kamar, menuju kamar papi maminya. Ia hendak
mengetuk pintu, tapi ragu karena nggak mau mengganggu mereka.
Kenapa nggak ke kamar Mbok Yum aja" Rara ke kamar Mbok Yum,
pembokat yang sejak kecil merawatnya. Ia bangunkan Mbok Yum, lantas
mengajaknya ke kamar Rara. Malam itu, apa boleh buat, Rara tidur
ditemani Mbok Yum. Ketika sudah berada di kamarnya, Mbok Yum melanjutkan tidurnya.
Mbok Yum tampak nyenyak dan damai! Rara sendiri masih nggak mampu
memejamkan mata! Rara tetap nggak bisa tidur. Padahal, papanya pernah bilang, "Ra,
hantu hanya mendatangi seseorang yang kosong jiwanya. Hantu hanya
bisa dilihat oleh orang yang percaya bahwa sosok hantu memang benarbenar ada!"
Huaaah, sekarang ini jiwa Rara kosong" Apakah Rara percaya sama
hantu" Uh, ampun, deh! Tiba-tiba, tawa seorang presenter acara misteri di
salah satu televisi swasta itu meledak-ledak di kepalanya.
"Huahahaha .... Hukaaa-hukaaa
Bersamaan dengan itu, Rara ingat ucapan guru agama di
sekolahnya, bahwa hantu itu nggak bisa dilihat dengan mata
biasa.Akhirnya, Rara sadar kalo ia nggak bisa melihatnya. Kenapa mesti
takut" Rara membangunkan Mbok Yum, memintanya kembali ke kamar
Mbok Yum lagi. Dengan langkah malas, Mbok Yum berjalan tertatih-tatih
ke kamarnya. Kini, Rara kembali sendirian di kamarnya. Dan, munkin
Mbok Yum udah kembali nyenyak di kamarnya.
Rara senyum-senyum sendiri, ngerasa puas bisa ngalahin rasa
takutnya. Rara kembali berusaha memejamkan matanya. Tapi, sayang,
masih belum juga bisa. Bersamaan dengan itu, jam dinding di ruang
tengah berdentang dua belas kali. Suaranya sama persis dengan jam di
acara misteri tadi. Teng! Teng! Teng! Uh, Rara ingat lagi acara misteri tentang rumah kosong itu!
Rumah kosong, biasanya suka ditempati
makhluk-makhluk halus, hantu-hantu penasaran. Rumah kosong"
Uh, ia ingat. Di depan rumahnya yang besar dan asri ini, tepat di depan
jendela kamar Rara, ada rumah kosong. Rumah kosong di seberang
jalan itu sudah ada sejak Rara belum pindah. Rara nggak tahu siapa
penghuni rumah kosong itu. Sebelum ini, Rara nggak pernah peduli sama
cerita-cerita seram tentang rumah kosong itu. Habis, Rara emang nggak
percaya sama hal-hal gituan.
Meskipun ada yang bilang bahwa dulunya ada yang gantung diri di
rumah itu, Rara nggak peduli. Ada yang cerita kalo di sekitar rumah itu
suka ada cewek cantik "jadi-jadian" yang hobi menggoda pejalan kaki,bisa
menghilang atau berubah jadi nenek-nenek jelek kayak Mak Lampir. Rara
juga nggak peduli. Dan, ada pula hal-hal yang juga nggak pernah Rara
pedulikan tentang rumah sebelahnya itu, yakni adanya suara seseorang
merintih tengah malam! Tiba-tiba, semua yang nggak pernah Rara pedulikan itu, malam ini
muncul secara seketika di kepalanya. Rara kembali teringat adegan di
teve tadi, seorang perempuan cantik tertawa-tawa di depan rumah
kosong, tetapi setelah didekati oleh seorang pejalan kaki atau pengendara sepeda motor, perempuan itu menghilang!
Rara bangkit dari tidurnya, merapatkan tubuhnya ke
dinding.Mendadak napasnya ngos-ngosan turun naik, seperti seseorang
yang berlari berjarak ribuan meter! Sekujur tubuhnya bermandi keringat.
Ketika tubuhnya telah rapat ke dinding, yang jaraknya beberapa senti dari
jendela kamarnya, Rara menyibak gorden jendela itu. Tampaklah rumah kosong itu yang
tampak gelap. Pepohonan yang tumbuh nggak keurus di halaman rumah
itu, meliuk-liuk tertiup angin.Rara terus menatap pintujendela-jendela, dan
keseluruhan rumah kosong itu. Sepertinya, ada seorang cewek bergaun
putih-putih melambai-lambaikan tangan ke arahnya! Sepertinya ....
JLEGER! Suara petir bergemuruh setelah dua kali kilatan yang menyambarnyambar di atas atap rumah kosong itu.Rara menjerit kaget.Bersamaan
dengan itu, hujan turun. JLEGER! Petir bergemuruh lagi, diiringi hujan. Rara kembali menatap rumah
kosong itu dari balik jendela kamarnya. Nggak ada siapa-siapa di sana!
Tetapi, bulu kuduknya merinding. Rara kembali teringat adegan di
acara misteri, hantu perempuan tertawa cekikikan di tengah gemuruhnya
hujan. Tawa cekikikan hantu itu sungguh menakutkan Rara. Kini, suara itu
seperti terdengar dari rumah kosong!
Rara segera menghambur ke luar kamar, mengetuk pintu kamar
Mbok Yum! m SORE ini, sepulang sekolah, Rara
mendapati sekumpulan orang di
depan halaman rumahnya. Orang-orang itu ternyata lagi melihat rumah
kosong itu. Entah apa yang terjadi di sana, hingga begitu
banyaknya orang berkumpul sampai ke halaman rumah Rara.
"Ada apa, Pak?" Rara bertanya sama satpam kompleks. Satpam ini
udah nggak asing lagi bagi Rara karena beliau udah bekerja sejak
kompleks perumahan elite ini baru dibangun.
"Itu lho, Non! Katanya, dini hari tadi ada tukang bakso lewat di depan
rumah kosong ini. Lalu,ia berhenti tepat di depan rumah ini karena ada
yang memesan bakso," jelas satpam itu.
"Siapa yang memesan bakso" Bukankah itu rumah kosong?" potong
Rara. "Saya juga nggak tau, Non. Tau-tau, mangkuknya udah tergeletak di
depan rumah kosong ini! Tukang bakso itu tiba-tiba menghilang!"
"Terus, gimana?" Rara tambah penasaran.
"Sabar dulu, dong! Tarik napas dulu. Emang, Non nggak tau apa, kalo
semalam ada tukang bakso keliling?"
"Saya kan, udah tidur!" Rara pura-pura bego. "Oh
"Terus, gimana?" tanya Rara.
"Terus, sampai di mana tadi?"
"Tukang bakso itu tiba-tiba menghilangiHuuuh gimana, sih"!" Rara
jadi jengkel. "Oh, ya. Setelah itu, beberapa satpam menemukan dua mangkuk
yang habis dipakai di depan halaman rumah kosong itu. Mungkin, tukang
bakso itu menghilang di dalam rumah kosong itu!"
"Tapi, siapa yang menjamin kalo tukang bakso itu masih berada di
dalam rumah kosong itu"!"
desak Rara semakin penasaran.
"Waduh, Bapak juga kata orang!" satpam itu kebingungan.
"Terus, orang-orang ini ngapain?"
"Mereka penasaran apakah tukang bakso itu ada di dalam rumah
kosong atau nggak." "Sudah lapor polisi?"
"Polisi datang tadi siang, tapi cuma meriksa." "Mereka bilang apa?"
"Susah! Hal-hal gaib itu kan, nggak ada dalam undang-undang?"
"Ih, Bapak ngomong apa, sih"!" Rara pura-pura
pilon. "Baca koran, dong! Emangnya, hantu bisa dijerat hukum?"
"Hah"! Kayaknya, makin nggak jelas aja, nih!" Rara tambah bingung.
"Kesimpulannya, polisi malah mengusir orang-orang yang
berkerumun di rumah kosong ini karena nggak ada bukti kejahatan yang
bisa dilacak! Cuma, mereka masih penasaran. Di antara mereka, ada
paranormal segala, lho!"
"Ya udah, deh! Rara jadi bingung, nih."
Setelah itu,Rara memasuki halaman rumahnya, dan bergegas masuk
ke rumah. Rara masih nggak ngerti, kenapa tadi malam ia nggak melihat
sebuah gerobak bakso di depan rumah kosong itu! Lagi pula, Rara nggak
percaya sedikit pun, atas apa yang baru diceritakan oleh satpam itu.
Namun, orang-orang yang berkerumun itu, kenapa mereka berada di
sekitar rumah kosong itu" Jangan-jangan, mereka
percaya kalo tukang bakso keliling yang disebut-sebut satpam itu
masih berada di dalam rumah kosong itu.
Hiiiyyy ... Rara bergidik setengah mati. Ketika berada di dalam rumah,
Rara langsung disambut Mbok Yum.
"Aduh, gawat! Gawat!" teriak Mbok Yum, dengan suara bergetar.
"Gawat kenapa?" Rara pura-pura nggak ngerti. Padahal Rara tau,
pasti Mbok Yum mau ngomong tentang rumah kosong itu!
"Itu lho, rumah kosong itu!"
"Iya, kenapa?" "Non liat, kan, orang-orang yang pada
ngumpul?" "Iya, iya, Rara tau!"
"Mereka lagi nunggu tukang bakso itu keluar!"
"Tukang bakso"!" Rara semakin berlagak pilon.
"Iya. Setelah mengantar pesanan ke rumah kosong itu, katanya
tukang bakso itu nggak pernah kembali!"
Uh, pasti Mbok Yum termakan omongan satpam itu. Tapi
apa bener, ya" "Non! Non! Kok, malah bengong?"
"Eh, iya, Mbok! Terus, Mbok?"
"Terus Non, katanya malam ini papi sama mami nggak pulang. Ada
rapat penting di hotel. Kata mami, tadi nelepon ke HP Non Rara, tapi
nggak nyam-bung-nyambung!"
"Ya udah. Papi mami kan, emang udah biasa ada rapat mendadak
kayak gini?" "Mbok Yum tau. Tapi "Kenapa?"
"Biasanya kan, kalo papi sama mami Non Rara nggak pulang, Non
Rara bisa ditemani sama Mbok." "Lha, iya lah!"
"Iya bagaimanaTI/l/ong malam ini Mbok Yum mau menginap di rumah
saudara Mbok Yum." "Mbok Yum juga mau pergi?"
"Iya, saudara Mbok Yum sakit. Mbok Yum sudah minta izin sama papimami Non."
"Mereka ngasih izin?"
"Kata mereka, sih ... terserah Non Rara."
Rara jadi bimbang. Apakah ia ngizinin atau nggak. Rasanya, ia terlalu
kejam kalo nggak ngizinin Mbok Yum nginep di rumah sodaranya yang
sakit itu. Tapi, kalo Rara izinin, siapa yang nanti malam menemaninya di
rumah"! "Ya sudahlah. Mbok Yum boleh menginap!"
"Bener, Non?" Mbok Yum nggak percaya.
"Bener!" "Non Rara nggak takut sendirian di rumah?" "Takut" Takut apa?"
"Hehehe ... kali aja
m MALAM ini, papi, mami, dan Mbok Yum nggak ada di rumah. Rara
mengunci seluruh pintu dan jendela rumahnya rapat-rapat.Sebelum
memeriksa jendela kamarnya sendiri, ia menyibak gordennya, dan
tampak rumah kosong itu! Rumah kosong di seberang jalan itu begitu gelap dan sepi. Rupanya,
orang-orang yang berkumpul sejak siang sampai sore tadi sudah
meninggalkannya.Apalagi,sore ini gerimis tumpah menyiram tanah.
Setelah semua beres, Rara merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya
sempat melirik televisi.Hm ia ragu menghidupkannya. Belakangan ini,
Rara rajin nonton acara berbau gaib dan misteri. Apakah malam Jumat ini
ia pun menon-tonnya lagi"
Tiba-tiba, Rara teringat adegan demi adegan yang berbau pocong,
kuburan, dan hantu penasaran. Bulu kuduknya mendadak berdiri. Rara
menggeser letak telepon di sebelah tempat tidurnya, berharap bisa
langsung menghubungi nomor seseorang kalo ia membutuhkannya!
Kriiing ...f f f Rara melonjak kaget karena tiba-tiba telepon itu berdering. Ia ingin
mengangkatnya, tapi ragu. Jangan-jangan, telepon itu dari .... Dalam
sebuah adegan sinetron misteri, hantu bisa menelepon seseorang yang
tengah sendirian! Rara makin ngeri aja! Pada saat bersamaan, iseng-iseng Rara
menyibak gorden jendela kamarnya. Rara mengamati sosok berbaju putih
melambai-lambaikan tangannya. Rara langsung menutup gordennya.Tapi
... tiba-tiba,Rara merasa kenal dengan orang yang melambai-lambaikan
tangan itu. Perempuan itu seperti ... mamanya!
Rara kembali menyingkap gorden jendela
kamarnya. Mendongakkan kepala, mendapati mama, papa, dan
satpam yang berteriak-teriak. Tampak mamanya menghidupkan HP.Dan
terdengarlah dering telepon di kamarnya.
"Halo ...!" Rara mengangkatnya, karena merasa telah mengenali
orang yang meneleponnya. "Halo, Ra! Kok, nggak diangkat-angkat" Ini Mama sama papai Kamu
ini gimana, sih" Semua pintu kamu kunci dari dalam! Mama sama papa
nggak bisa masuk!" Rara langsung menutup telepon, setengah berlari keluar kamar
membuka pintu rumah. Mimpi Selebritis SUDAH dua hari ini, Siska nggak masuk sekolah. Semua teman di
kelas nggak heran. Siska nggak masuk karena izin buat keperluan
casting. Ia bilang, memenuhi tawaran seorang produser untuk
membintangi sebuah sinetron! Seisi kelas jadi seneng abis. Karena
sebentar lagi, sohib mereka bakal ada yang jadi bintang sinetron! Jadi
selebritis! "Duh, Siska! Coba, gue punya tampang manis kayak dia. Gue juga
kepengin main sinetron!" ucap Dara, pada Rini dan Sasa. Temen-temen
lainnya ikutan nguping. "Emangnya, jadi pemain sinetron harus yang manis-manis, apa?"
celetuk Kiki, yang katanya selalu sirik sama manusia bertampang
manis.Habis, te-men-temennya bilang, doi ini bertampang misterius,
semacam Tante Suzana yang demen banget berperan jadi Sundel Bolong
itu! Hihihi padahal aslinya Tante Suzana itu manis, lho! Kalo Kiki, emang
sehari-harinya keliatan misterius!
"Nggak juga sih, Ki. Kalo semua bintang sinetron bertampang manis,
ntar siapa dong, yang berperan jadi pembokat?" sodok Jejen yang
belakangan ini diam-diam suka merhatiin Kiki.
"Kalo cuma jadi pembokat, gue sih, ogah jadi bintang sinetron! Malumaluin aja!" sambar Dara sambil pasang muka sinis.
"Emangnya, siapa yang sudi ngajak elo jadi bintang sinetron, Ra"!"
Rini kesal. "Iya, Ra. Lagian, biar peran pembokat, yang penting bintang sinetron!
Elo pasti nggak tau sinetron Inem Pelayan Seksi, ya" Coba kalo elo


Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tonton, bakalan kaget ngeliat Inem yang pembokat itu tampangnya cute
banget!" Sasa ikutan komentar.
"Nggak seberuntung Siska. Sampe peran pembantu pun, gue nggak
mungkin!" ucap Dara, lunak tapi kenes.
"Maaf ya, Ra! Gue nggak bermaksud nyakitin elo.Dan, Siska emang
udah sepantasnya meraih apa yang ia cita-citakan sejak lama, jadi
bintang sinetron. Nggak percuma kalo selama ini, Siska suka kelilingkeliling mal atau ikutan lomba foto model," Rini ikutan melunak.
"Mmm ... Siska ikutan lomba foto model sih,gue udah tau, Rin.
Bahkan, dia pernah masuk nominasi cover gir/. Tapi ... keliling-keliling mal
itu apa maksudnya?" tanya Dara akhirnya.
"Ooo elo belum tau ya, Ra" Siska itu sering ke mal karena berharap
ada produser yang mengajaknya main sinetron! Kan, emang enggak
sedikit artis sinetron yang ditemuin dari mal?" kata Rini.
"Elo bener, Rin. Gue juga pernah baca di tabloid hiburan,artis sinetron
yang awalnya diajak main sinetron gara-gara ditemuin di mal!" Sasa
menambahkan. "Wah ... coba gue sering-sering nongkrong di mal"!" Jejen, cowok
yang seneng berpenampilan dekil itu, ikutan ngomong lagi.
"Waduh, kalo elo sampe sering nongkrong di mal, bisa gawat, Jen!
Kasian sama satpamnya! Mereka bakal sibuk merhatiin elo!" cerocos
Sasa. "Eh ... emangnya, tampang gue kayak maling, apa?" Jejen kesal.
"Beda-beda tipis, lah!" sahut Kiki, sambil ketawa ngakak.Semua anak
ikutan ngetawain Jejen. "Ya, udah! Liat aja nanti!"ancam Jejen. "Paling nggak, kalo Siska udah
ngetop,gue bakalan selalu mendampingi dia jalan-jalan ke mal. Jadi ...
body guard-r\ya\" lanjutnya bersemangat, sampe-sampe mulutnya
berbusa. "Eh, ngaca! Ngaca! Siska nggak bakalan mau sama elo! Jijay, tau"!"
sambar Rini, sengit. "Tunggu tanggal mainnya!"teriak Jejen, nggak kalah sengit. Setelah
itu, Jejen keluar kelas sambil menutupi kedua telinganya, karena semua
anak mendamparatnya. "Huuu ...! Jejen dekil!"
"Jejen kumal!" "Jejen kumuh!" "Psssttt ... udah, udah ... kasian Jejen! Kalo rapi, sebenernya Jejen itu
lumayan, tau!" Kiki menengahi teman-temannya.
"Ketauan, ya"! Kalo naksir, sana kejar!" teriak anak-anak.
"Gue, naksir si Jejen" Sori, ya! Enggak level! Soalnya, gue pun bentar
lagi jadi bintang sinetron!"
"Hah" Elo, Ki" Jadi bintang sinetron" Mimpi kali, yeee ...!"
"Tunggu aja! Mulai siang ini, pas bubar sekolah,gue langsung
nongkrong di mal!!!11 "Mau ngapain"!" tanya anak-anak, heran.
"Masa nawarin parfum" Ya cari produser sinetron, lah!" sahut Kiki,
sambil ngacir keluar kelas, nyusul Jejen.
HARI ini,Siska masuk sekolah dan keliatan lelah setelah dua hari
berturut-turut nggak masuk lantaran ikutan casting sinetron itu.
"Emang, capek ya, Sis"!" selidik Dara.
"Gila, Ra! Yang casting antre!"
"Terus, elo lulus nggak?"
"Tinggal nunggu kabar. Paling,satu-dua hari ini." "Gue doain, Sis.
Mudah-mudahan, elo lulus tes!" "Makasih, Ra."
"Tapijangan lupa sama kita-kita ya,Sis!" harap
Rini. "Maksud, elo?" "Gue khawatir aja. Ntar, kalo elo udah ngetop, elo lupa sama kita-kita."
"Don t worry, friends! Gue bukan 'kacang lupa sama kulitnya'."
"He-eh,Sis! Gue ngerti maksud elo!"serobot Jejen, yang tau-tau udah
masuk ke kerumunan anak-anak cewek.
"Sok tau! Kacang lupa sama kulitnya itu apa, hayo"!" sembur Kiki.
"Gini, Ki. Siska itu kan, nantinya bintang sinetron. Nah, pas doi makan
kacang, doi enggak lupa mesti ngupas kulitnya dulu! Masa, mentangmentang bintang sinetron, makan kacang sampai sama kulit-kulitnya"!"
"Huuu ...!" semua anak yang mendengar ocehan Jejen, serentak
mencubiti tubuhnya. "Ampuuun ...! Ampuuun ...!"Jejen teriak-teriak.
"Ngakunya mau jadi body guard"1. Baru dikeroyok lima cewek aja
udah kalang-kabut!" umpat Dara.
m PAGI ini, Siska nggak masuk sekolah. Menurut kabar, doi udah mulai
syuting sinetron hari ini!
"Elo tau dari siapa, Ra?" selidik Sasa.
"Semalam, Siska nelepon gue. Katanya, dia lulus casting1. Wuih,
heboh banget, ya"!" ucap Dara berapi-api, tapi mulutnya enggak sampe
ngeluarin asap, sih. "Ya, Tuhan! Siska lulus casting"! Woooy ... semuanya! Denger, ya!
SISKAMAIN SINETRON!" teriak Sasa sambil berlari ke sana-kemari, kayak
orang kebakaran jenggot. Untung, Sasa nggak punya jenggot.
"Aduh, duh, duh ... hik, hik, hik akhirnya, sohib gue jadi bintang
sinetron!" Jejen malah terharu,
"Hah" Gila! Hebat! Agnes Monica bakal punya saingan beraaat .,,!"
teriak Kiki, sambil melompat-lompat, persis nenek-nenek kebakaran bulu
ketek! Hihihi kalah tuh hutan di Kalimantan.
"Judul sinetronnya apa, sih?"
"Lawan mainnya siapa" Roger" Revaldo" Syah-rul" Atau ...
Irwansyah" Ck, ck,ck!"
"Nggak tau,deh. Kita tunggu aja kabar selanjutnya."
HAMPIR seminggu, Siska nggak masuk sekolah. Semuanya menanti
kehadirannya. Mereka pada enggak sabar menunggu.
"Emangnya, berapa hari sih, syutingnya?"tanya Sasa.
"Bisa jadi sebulan," jawab Dara asal.
"Walah ...! Sebulan" Apa nggak lebih baik sekalian berhenti sekolah
aja?" "Hus! Udah nggak aneh bintang sinetron tuh kayak gitu! Tapi,
biasanya orang macam Siska da-pet dispensasi dari sekolah. Artis kan,
emang gitu" Nanti mendatangkan guru privat ke lokasi syuting! Mmm ...
pokoknya, jadi bintang sinetron itu oke banget!" Jejen sok tau.
"Gue enggak percaya sama omongan elo, Jen! Mulut elo aja bau
jengkol!!" "Emangnya, kenapa kalo mulut gue bau jengkol"! Asal elo pada tau,
bagi gue, rasa jengkol tuh,
surga dunia!" "Bau jengkol aja bangga! Biar bau jengkolnya ilang, sono, makan
pete!" hardik Kiki. "Bodyguard kok, suka makan jengkol" Kasian atuh, para
penggemar!" "Udah, udah ...! Kenapa jadi ngebahas jengkol, sen?"
"Iya, neh! Sono, Jen, bersihin mulut elo! Perasaan, di kantin kita
nggak ada menu jengkol?" "Jejen pesen di warteg seberang sekolah, bo!"
"Pantes." "Terus, masalah Siska, gimana, dong?" "Ya mau gimana" Kita
tunggu aja kabar selanjutnya."
"Udah dihubungi lewat HP?"
"Enggak aktif. Sibuk ngelayanin wartawan,
kali?" "Uh, bintang sinetron!"
SISKA kembali masuk. Kontan, semua anak pada mengerumuninya.
Malah, ada yang pura-pura minta tanda tangan segala.
Gimana syutingnya, Sis?"
Lawan mainnya siapa aja?"
Judul sinetronnya apa, sih?"
Tayangnya kapan?" Di stasiun apa?" Gimana rasanya main sinteron?"
Bertumpuk-tumpuk pertanyaan menyerang Siska. Sayang, Siska
nggak mau menjawab.Ia cuma bilang, "Tunggu aja beritanya di tabloid,
satu atau dua minggu lagi. Soalnya, sang produser ngelarang para
pemain ngasih bocoran sama siapa pun! Masih rahasia!"
"Jeee elo, Sis! Kita-kita kan, bukan wartawan. Kenapa mesti rahasiarahasiaan, sih"!" Kiki yang paling penasaran, protes keras.
"Iya, Sis. Please deh, ah Semua anak
merengek-rengek. Siska nggak peduli sama rengekan teman-temannya. Lagi puia,
Siska pikir, pasti teman-temanku nggak bakaian puas seandainya aku
menjawab. Namun,karena serangan teman-temannya yang bertubi-tubi, terutama
Kiki yang cerewet, akhirnya Siska menjawab satu pertanyaan yang
membuat teman-temannya puas.
"Gue main di FTV ucap Siska, yang langsung membuat temantemannya paham.
Semua pada tau, FTV itu Film Televisi alias telesinema, sinetron yang
sekali tayang langsung tamat.
"Judulnya?" sodok Kiki.
"Misteri Rumah Hantu." Ups! Siska keceplosan, ngasih tau judulnya!
"FTV Misteri, ya?" tebak Dara.
"Udah, ah! Kok, jadi terus-terusan tanya, sih" Nanti aja, tunggu
tanggal mainnya!" Siska jadi berang.
"Pertanyaan terakhir," ucap Kiki, persis reporter yang mau menyudahi
wawancara. "Tayangnya kapan?" lanjut Kiki.
Karena ngerasa bosan dikerumuni anak-anak, akhirnya Siska nyerah.
"Hari Jumat depan, jam delapan malam!"jawab Siska, dan nggak lupa
menyebut stasiun teve yang bakal menayangkannya.
Merasa puas akan jawaban itu, anak-anak akhirnya menyingkir dari
Siska. Siska menghela napas, merasa lega dijauhin sohib-sohibnya.
Kasihan Siska, baru mengalami sekali syuting, udah merasakan seperti
bintang sinetron top yang diserbu penggemarnya!
SABTU pagi, kelas Siska gaduh. Semua anak pada diskusi soal film
televisi yang mereka tonton semalam.
"Perasaan, gue nggak liat tampang Siska, deh!"ucap Kiki dengan
nada kecewa. "Itu tuuh ... yang jadi cewek di pos ronda, yang menggoda penduduk
yang melintas,"kata Dara.
"Yang mana, ya" Habis,muka tuh cewek pucat gitu, sih. Udah gitu,
gue agak-agak ngeri nonton tuh sinetron!"
"Yeee ... nggak nyimak, sih!!!" timpal Jejen.
"Wah ... gue juga nggak fokus ke salah satu stasiun teve tuh. Ng ...
jadi, waktu syuting Siska
yang seminggu itu, cuma nongol lima menit itu doang"!" sungut Rini,
tak kalah kecewa. Semua anak mengangkat bahu.
"Pssttt ... Siska udah dateng bisik Rini
kemudian. Semua anak kompakan diam.
"Gimana, bagus nggak, akting gue?" tanya Siska, begitu tiba di depan
sohib-sohibnya. Kontan, semua anak terbengong-bengong. "Emangnya, elo yang jadi
siapa sih, Sis" Eee sori, gue nggak begitu merhatiin tuh sinetron," tanya
Sasa polos. "Ya ampun, elo, Sa! Gue kan, yang jadi kuntilanak jadi-jadian itu!"
jawab Siska, datar, lalu menghambur ke mejanya.
Sohib-sohibnya pada kebingungan,tapi akhirnya tersadar, sebagian
dari mereka yang menonton sinetron itu pasti paham. Tokoh kuntilanak
jadi-jadian yang diperankan Siska bertampang jelek, seperti Mak Lampir,
yang sepanjang sinetron itu sering ke-tawa menyeramkan. Kecuali pas
adegan di pos ronda,yang memakai wajah manis Siska sesungguhnya,
tentu dengan make-up dibuat agak seram.
"Ya ampun, Siska ... yang jadi kuntilanak itu elo, ya" Yang ketawanya
serem banget?" Siska mengangguk senang. "Wah, selamat deeeh ...!"
Satu persatu, sohib Siska memberi ucapan selamat pada Siska, yang
mereka anggap berakting bagus. Saking bagusnya, mereka sampe nggak
tahu kalo Siska sebenarnya pemeran utama sinetron itu!
Cheerleader SEMUA anak cewek ngomongin penampilan dahsyat anak-anak
cheerleader, yang jadi penggembira pada pertandingan basket
antarkelas. "Ya ampun, mereka keren abis, deh!" "Piramid yang mereka
bikin lain dari yang lain!" "Gerakan mereka yahud banget!" "Aku pengin
banget deh, ikut latihan sama mereka."
"Tapi, nggak semua anak bisa ikut cheer's, lho! Banyak
persyaratannya." Memang, nggak semua anak bisa jadi anggota cheerleader. Padahal,
banyak banget anak cewek yang jadi anggotanya.Salah satu cewek yang
ngebet banget jadi anggota cheerleader adalah Bianca Sisilia Rombey,
siswi kelas satu K. Udah lama banget Bianca mimpi pengin jadi anggota
cheer's, tapi itu enggak mungkin banget.
Masalahnya, temen-temennya bilang Bianca nggak punya senyum
manis kayak anak-anak cheer's itu.Bianca enggak mungkin bisa
menghafal gerakan-gerakan yang biasa diperlihatkan anak-anak cheer's .
Dan, kalo Bianca ngotot gabung sama anak-anak cheer's, dipastikan
bakal memperburuk penampilan
anggota cheer's lain, sebab dianggap akan merusak pemandangan!
"Ya ampun, Bi, elo nggak pantes banget masuk tim cheer's1."
"Cocoknya topeng monyet kali! Hahaha
"Jadi Sarimin-nya, dong! Hehehe
Bianca sebenarnya nggak peduli pendapat sinis teman-temannya itu.
Masalah senyum, itu gampang dipelajari. Soal gerakan-gerakan, bisa
dihafal setiap hari. Penampilan juga bisa dibuat stylist, kok. But, the main
problem is ... Bianca emang nggak bisa menutupi diri, kalo ia punya bodi
balon gas! Kayaknya, nggak banget deh, kalo tubuhnya yang gempal
melompat-lompat mengikuti gerakan-gerakan anak-anak cheer's lainnya.
Persoalan sebenarnya adalah, kalo Bianca ngotot ikutan cheer's,
apakah dia bisa menurunkan berat badannya lima belas kilo aja"! Oh,
kayaknya berat banget! Sementara itu, diet cuma bikin sengsara. Kalo
ngomong soal diet, Bianca langsung pusing tujuh keliling pangkat tiga
belas. Life is hell! Taruhlah Bianca bisa menurunkan bobotnya, tapi apa bisa ia
meninggikan tubuhnya dua puluh lima senti lagi, hingga keseluruhannya
minimal jadi 160 senti"
Dan kini Jelaslah ... bagi Bianca Sisilia Rombey, jadi anggota cheer's
cuma mimpi belaka! "Gue bilang juga apa"! Elo tuh, cocoknya main basket!" ujar Lola,
satu-satunya anak cewek yang mau jadi temen deket Bianca.
"Masa sih, main basket" Menghina banget, deh!"
"Abis, apa lagi" Anak-anak cheer's kan, manis-manis, langsinglangsing, seksi-seksi .... Nah elo ...?"
"Oke, gue terima. Nah, elo malah bilang gue pantesnya main basket!
Gila aja. Tapi ... oke juga sih, saran elo. Kayaknya, gue bisa main basket.
Cuma ... kira-kira, posisi gue apa?"
"Taelaaa elo tuh main basket bukan jadi pemainnya, tapi jadi
bolanya!" Bianca nggak marah meskipun Lola sebenarnya keterlaluan. Lagian,
buat apa marah" Nanti, bisa-bisa dia nggak punya teman.
AKHIRNYA, Bianca nggak mau pusing dan menyadari sepenuhnya,
kalo dirinya nggak mungkin jadi anggota cheer's. Pada akhirnya, Bianca
cuma bisa mengkhayal, seandainya dia bisa jadi salah satu anak cheer's.
Bianca merasa beruntung memiliki kegemaran menulis cerita.
Keinginannya yang nggak bisa terwujud itu, ia tuliskan di dalam sebuah
cerita. Dalam cerita yang ia buat, ia menjadi tokoh yang bisa menjadi
anggota cheer's. Dalam sebuah karangan, segalanya menjadi mungkin,
termasuk Bianca yang punya bodi nggak mendukung, toh ia tetap bisa
menjadi anggota cheerleader dalam cerita yang ia karang!
Meskipun memiliki tubuh supergendut dan


Cinderella Jakarta Karya Zaenal Radar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendek, akhirnya Bianca bisa jadi anggota cheer's sekolahnya. Anakanak cheer's mau nerima keadaan Bianca.
Seminggu sekali, Bianca ikut latihan bareng anak-anak lainnya.
Namun, ia sendiri berlatih setiap hari di rumah. Angkat barbel, push up, sit
up, lompat, lari, renang, semua ia lakukan agar tubuhnya bisa lentur dan
kuat. Tak lupa pula menghafalkan semua gerakan cheer's-nya.
Hebatnya, ternyata Bianca mampu menandingi teman-temannya
sesama cheer's. Bianca bahkan bisa menjadi maskot cheer's karena
gerakannya yang gesit dan lincah. Setiap kali cheerleader yang
beranggotakan Bianca, selalu mendapat sambutan yang sangat meriah
dari orang-orang. Pada akhirnya,karena kehebatannya itu,Bianca jadi cheerleader inti
sekolah. Di setiap pertandingan, Bianca selalu tampil bareng tim cheer'snya. Bahkan, para penonton selalu menanti-nantikan kehadiran Bianca
dalam setiap penampilannya. Bianca mampu tampil seperti anak-anak
cewek lain yang bertubuh langsing.
Hanya, semua itu cuma dalam cerita yang dibuat Bianca! Karena yang
terjadi sesungguhnya, Bianca tetaplah Bianca, si gendut pendek yang
nggak akan mampu bisa jadi anggota cheer's, kecuali menuliskannya
dalam sebuah cerita. TULISAN Bianca tentang anggota tim cheer's sekolah yang gendut
pendek itu,dibaca oleh temen-temen sekelas. Ketika selesai
membacanya, salah satu teman Bianca terenyuh, namun lega ketika baca
ending-nya.Naskah Bianca yang sudah dijilid rapi itu, diberikan pada
anak-anak di kelas lain. Bahkan jadi rebutan!
Seorang guru bahasa Indonesia ikut membaca tulisan Bianca. Beliau
meminta disketnya dan mengatakan akan memberikan disket berikut
naskah yang sudah d\-print out itu pada penerbit.
"Kamu akan menjadi penulis terkenal, Bianca!" ujar guru bahasa
Indonesia pada Bianca. BUKU itu diterbitkan! Bianca nggak nyadar kalo cewek seperti dirinya bisa menjadi
'sesuatu1. Meskipun nggak bisa jadi anggota cheerleader, dia bisa bisa
jadi seorang penulis! Apalagi, ketika dihubungi, penerbit mengatakan kalo
novel itu udah dua kali cetak ulang dalam waktu seminggu sejak
diterbitkan! Aha, Bianca kini menjadi sangat berarti hidupnya. Ketika promosi
novelnya di salah satu sekolah, seorang cowok keren meminta tanda
tangannya.Dia mengaku sangat menyukai novel itu. Si cowok itu juga
meminta nomor HP Bianca. Pada akhirnya, cowok itu jadi temen curhat Bianca. Mereka seringkah
saling SMS-an. Dan pada suatu malam Minggu, si cowok ngajak Bianca jalan-jalan. Tapi,
Bianca menolaknya, karena dia mengaku sedang sibuk menulis cerita
lainnya. Zaenal Radar T., kelahiran Tangerang,7 Desember 1973 Bu-kunya
yang telah terbit: Jerawatan (Cinta, 2005), Bunda, Aku Jatuh Cinta (MU: 3
Books, 2DD5), The Last Lajang-er (Lajang Terakhir), ditulis bareng Dono
Indarto (Gagas Media, 2DDS), Kantin Love Story (LPPH, 2DD4), Airmata
Laki-laki (FBA, 2DD4), Ketemu Camer (DARI Mizan, 2DD4), Harga
Kematian (DARI Mizan, 2DD3), dan beberapa buah buku anak-anak serta
sejumlah antologi bersama penulis lain. Cerpen-cerpennya dimuat dalam
sejumlah media, di antaranya majalah CEWEK, Kawanku, ANEKA Yessl,
FANTASI Teen, Mahardika, KEREN Beken, GAUL, CINTA, dan lain-lain.
Saat ini, ia menjadi kontributor sejumlah media serta menulis cerita dan
skenario sebuah rumah produksi di Jakarta.Setelah semua lapangan
sepak bola di daerahnya tergusur dan diganti dengan perumahan dan
mal, hobi main sepak bolanya menjadi bersepeda keliling kampung. Dan
tentu saja, bila senja datang, Zaenal selalu menyempatkan diri untuk
minum teh sambil membaca atau menonton film.
Buat kamu-kamu yang penasaran dengan karya-karyanya, bisa
kirim e-mail ke zaenal_ radar_t@y ahoo. com. Pedang Sakti Tongkat Mustika 5 Joko Sableng 28 Lembah Patah Hati Kencan Di Lorong Maut 1
^