Pencarian

Rembulan Tenggelam Di 4

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye Bagian 4


menjadi jahat. Menjadi pembenaran.... Orang-orang miskin membalas
nasib buruknya dengan berjudi! Penjaga oand membalas kegagalannya
naik haji karena pengkhianatan temannya dengan membenarkan
mengambil uang panti. Mereka membalasnya menjadi argumen atas
kelakuan buruk mereka. Padahal, berbagai kejadian menyakitkan itu
sesuatu yang tak tercegahkan...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ray, kalau Tuhan menginginkannya terjadi, maka sebuah kejadian pasti
terjadi, tak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu menggagalkan....
Sebaliknya, kalau Tuhan tidak menginginkannya, maka sebuah kejadian
niscaya tidak akan terjadi, tak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu
melaksanakannya.... "Kejadian buruk itu datang sesuai takdir langit...
Hanya ada satu hal yang bisa mencegahnya.... Satu hal! Sama seperti
siklus sebab-akibat sebelumnya, yaitu: berbagi. Ya, berbagi apa saja
dengan orang lain. Tidak. Sebenarnya berbagi tidak bisa mencegahnya
secara langsung, tetapi dengan berbagi kau akan membuat hatimu damai...
Hanya orang-orang dengan hati damailah yang bisa menerima kejadian
buruk dengan lega. Hanya orang-orang berhati
damailah...Inilah jawaban atas pertanyaan keduamu...."
Orang itu menghela nafas, terdiam, menghentikan penjelasan.
Senyap. Pasien itu masih tersungkur dalam***
Wuussh....Wusshh.... Ray tidak bersemangat melantunkan lagu.
Wuussh....Wuusshh.... ? Bergumam antara terdengar dan tidak: "Ribuan kilo jalan yang kau
tempuh/ ljtwati rintangan untuk aku anakmu/ / Ibuku sayang masih
terus berjalan/ Walau tapak kaki penuh luka,penuh nanah//..."
Beruntung petikan gitarnya, meski kusut tampangnya tetap terdengar
oke. Penumpang gerbong KRL menyimak lamat-lamat. Rambut panjang
Ray tergerai berantakan. Matanya merah, kurang tidur semalam.
Beruntung, bagi sebagian orang yang mengenali lagu itu dan
berprasangka baik, menatap wajah tanpa semangat Ray malah mengira
pengamen yang satu ini dalam benar penjiwaannya. Bukan main. Lihatlah.
Dengan suara berkumur-kumur, lagu itu terdengar jadi amat menyentuh.
Merogoh saku celana. Bersiap memberi-
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Sudut mata Ray menangkap seseorang berseragam polisi. Kereta
merapat ke salah-satu stasiun. Berdesir. Sudah sejak enam bulan
terakhir Ray berdesir setiap melihat petugas. Buru-buru menghentikan
petikan gitar. Bergegas melangkah ke pintu gerbong. Kereta mulai
bergerak, Ray melompat. Yang tadi hendak memberi uang dua puluh
ribuan (karena teringat dengan ibunya di kampung) menatap bingung.
Hei! Ini uangnya nggak mau"
Ray sudah berlari-lari kecil di emperan stasiun.
Enam bulan lalu, pagi-pagi itu, saat orang-orang sibuk saling
mengunjungi, bersilaturahmi di hari kemenangan, Ray menemukan
tubuhnya terbaring di ranjang. Badannya sakit. Panas. Menggigil.
Memperhatikan seluruh ruangan.
Mengenalinya salah-satu dari sebelas kamar di rumah kontrakan Plee.
Plee" Di mana dia" Pelan memori ingatan Ray kembali. Hujan deras.
Kilat. Guntur. Lari di sepanjang lorong lantai 60 yang berkabut. Suara
tembakan. Kakinya perih. Plee melarikan mobil. Pingsan. Tidak ingat apaapa lagi.
Ray berusaha duduk. Nyeri. Tubuhnya terasa sakit. Melihat pahanya,
sudah terbebat perban. Plee" Dimana
dia" Tiga hari berlalu. Ray akhirnya tahu dimana Plee dari berita-berita.
Partner kerjanya tertangkap polisi! Apa yang terjadi pagi-pagi itu" Pasti
Plee menyembunyikannya di kamar ini. Lantas tertangkap. Apa yang akan
menimpa Plee" Hukuman apa" Tubuhnya menciut di atas ranjang.
Ketakutan. Sempurna selama dua minggu dia bersembunyi di rumah besar itu. Hanya
warga sekitar yang tahu kejadian tersebut. Dan mereka enggan
memasuki rumah yang sekarang ber-plang pita kuning dengan tulisan
"Police Line". Siapa tahu masih ada bom" Pemilik rumah malah sedikit
pun tidak tahu apa yang terjadi. Terlanjur senang dengan uang sewa
dibayar di muka dua tahun, kontan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Luka di kakinya berangsur mengering. Fisiknya di atas rata-rata. Cepat
pulih atas luka-luka. Ray sudah bisa naik-turun dengan mudah.
Mengambil makanan beku yang disimpan Plee di dalam kulkas. Itu juga
sudah disiapkan Plee jauh-jauh hari.
Berita-berita tentang Plee semakin jelas. Dan Ray semakin takut
mendengarkannya. Dia melempar remote teve. Sepertinya Plee benarbenar melakukan apa yang dulu dikatakannya: Andaikata salah seorang
dari kita tertangkap, maka tidak ada yang mengkhianati satu sama lain...
'Tutup mu lut, mengakui melakukannya sendirian...
Satu bulan berlalu, tidak tahan dengan semua ingatan tentang Plee,
apalagi berita terakhir yang menyebutkan Plee dituntut hukuman mati
atas pembunuhan dua petugas di lantai 60, Ray memutuskan menjauh.
Menjauh dari ban taran kali. Siang itu, dia mengemasi barangbarangnya. Pindah mengontrak dekat stasiun KRL, jauh ke arah selatan
meninggalkan Ibukota. Plee meninggalkan sedikit uang dalam brankas
yang mereka sepakati. Itu lagi-lagi sudah disiapkan Plee jauh-jauh hari
kalau terjadi sesuatu di antara mereka.
Ray melalui hari-harinya kembali menjadi pengamen. Pengamen dengan
wajah kuyu tak bersemangat Bagaimana tak kuyu" Dia selalu cemas.
Takut setiap melihat orang, orang berseragam polisi. Takut orang-orang
mengenalinya sebagai salah-satu pelaku upaya pencurian terhebat yang
pernah ada. Akan butuh waktu lama bagi Ray menghilangkan kecemasan
tersebut. Dan waktu melesat bagai anak peluru.
Enam tahun berlalu begitu saja. Tidak ada yang ber ubah dari
kehidupannya. Umurnya sekarang dua puluh enam tahun. Dia masih Ray
si pengamen. Masih berpindah pindah dari satu gerbong ke gerbong lain.
Dari satu kereta ke kereta lain. Ray si pengamen yang selalu
mengesankan kalau menyanyikan lagu-lagu sendu.
Tubuhnya bertambah setengah senti. Badannya tetap hitam seperti
dulu. Fisiknya sama gempal seperu dulu. Hanya gurat muka Ray yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
berubah. Tak ada lagi sisa-sisa wajah remaja tanggung di sana. Ray
tumbuh menjadi pemuda yang kenyang atas pahit-getir hidup. Mukanya
memang terlihat kuyu, tapi.gurat wajah Ray tegas-men-cengkeram. Ray
memang terlihat sendu saat melantunkan lagu-lagu itu, tetapi tatapan
matanya tajam. Intonasi suaranya mengendalikan.
Inilah kehidupan Ray enam tahun terakhir. Bangun kesiangan. Mencuci
muka. Pergi ke warung sebelah. Mengganjal perut seadanya. Menyambar
gitar tua di bawah tempat ddur. Pergi ke stasiun. Mengamen sepanjang
hari hingga malam, hingga tidak ada lagi KRL yang melintas di jalur rel.
Makan sore sekaligus malam sembarangan. Pulang. Menguap. Terlalu
lelah walau sekadar duduk sejenak. Langsung loncat ke atas ranjang
butut. Terlelap. Tidak ada lagi rutinitas naik ke atas tower air. Menatap rembulan.
Menatap bintang-gemintang. Merasakan tenteram dan damai. Bukan
karena di sini tidak ada tower air, bukan pula tidak ada tempat yang
tinggi untuk duduk menjuntai. Selama enam tahun itu, kepala Ray
berhenti bertanya tentang jalan hidupnya. Berhenti mengutuk langit
atas semua kejadian yang menimpanya.
Selama enam tahun itu kepala Ray hanya dipenuhi oleh sebuah
pertanyaan kecil: Plee! Plee! Plee! Sejak pindah, Ray mulai membiasakan
diri dengan kejadian itu. Dia mulai
bisa rileks berpapasan dengan petugas. Mulai yakin tidak akan ada yang
mengenalinya. Bagaimana pula orang akan mengenalinya, Plee sempurna
mengakui seluruh kejahatan tersebut. Sendiri. Termasuk saat
menjelaskan bagaimana dia memanjat tali baja gondola tersebut.
Nyaman atau tidak. Cemas atau tidak. Ray mengikuti berita tentang
Plee. Setahun berlalu, Ray tertunduk dalam saat mendengar hakim
menjatuhkan vonis mad bagi Plee.
Satu-dua Ray pernah memaksakan diri datang ke ruang pengadilan.
Tetapi hadnya selalu kalah. Kakinya terlalu gemetar. Dan dia hanya bisa
tersungkur di atas ranjang. Menciut. Andaikata salah seorang dari kita
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tertangkap, maka tidak ada yang mengkhianati satu sama lain.... Tutup
mulut, mengakui melakukannya sendirian....
Dua tahun berlalu, Ray tertunduk semakin dalam. Pengadilan yang lebih
dnggi menjatuhkan vonis yang sama: tiang gantungan. Benar-benar tidak
ada lagi jalan keluar bagi Plee. Tidak ada. Dan Ray hanya bisa duduk
sendiri di pojok emperan stasiun. Mengeluh dalam. Beberapa hari
kemudian dia libur mengamen.
Tiga tahun berlalu, Ray kehilangan kata-kata, kehilangan keluh.
Pengadilan tertinggi menolak banding Plee. Ray menggantung gitarnya
hingga sebulan. Menghabiskan waktu hanya duduk melamun. Senyap.
Sepi. Empat tahun berlalu. Seluruh amunisi Plee habis, ti dak ada peninjauan
kembali. Tidak ada ampunan presiden, Hanya menunggu waktu. Plee
menghitung hari. Yang benar-benar panjang. Karena eksekusi itu baru
terjadi di tahun keenam. Juga hari-hari yang panjang bagi Ray. Di masa-masa menunggu itu, dia
pernah memaksa dirinya datang mengunjungi sel tahanan Plee.
Membujuk hatinya untuk terakhir kali menemui Plee. Bertanya apa
kabarnya" Meminta maaf atas kekeliruan di lantai 60. Memeluk Plee....
Dia sudah melewati gerbang pemeriksaan.
"Kau siapa?" "Teman?" Penjaga depan menyeringai. Penjahat terkenal ini, selain wartawan,
petugas, dan pihak berwenang tidak pernah mendapatkan kunjungan.
Siapa pula yang sekarang hendak menemuinya" Mendengus tidak peduli.
Bukan urusannya, membiarkan Ray masuk.
Ray sudah duduk di kursi besuk itu.
Bergetar memaksa kakinya untuk bertahan.
Tetapi saat Plee keluar dari pintu itu. Ray mendadak lari. Lari menjauh.
Hatinya menciut. Dia tidak akan bisa bertemu dengan Plee. Tidak bisa.
Apa yang akan dikatakannya" Apa yang akan dilakukannya" Bukankah dia
takut sekali dengan ancaman mati itu" Bagaimana kalau Plee tiba-tiba
bilang dialah yang menembak dua petugas malam itu" Bagaimana kalau
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
petugas penjara bisa merangkaikan sebuah penjelasan. Yang lebih
menyesakkan lagi ketika dia menyadari bagaimana dia bisa meninggalkan
Plee begitu saja" Bukankah mereka berjanji tidak akan meninggalkan
yang lain. Andaikata salah seorang dari kita tertangkap, maka tidak
ada yang mengkhianati satu sama lain... Tutup mulut, mengakui
melakukannya sendirian... Ray mendesah resah di kamar petak sempit
sewaannya. Mencari pembenaran kenapa dia menghilang tidak menjenguk
Plee sedikit pun. Mereka juga bersepakat soal itu, bukan"
Tahun keenam. Eksekusi hukuman itu akhirnya terjadi.
Layar televisi ramai menayangkan berita. Koran-koran berebut
memasang wajah Plee. Pencuri hebat yang pernah ada. Pencuri yang
mengakui usaha pencurian dua belas berlian mahal sebelumnya. Bukan
main. Seluruh hasil curian itu malah untuk orang-orang miskin dan tidak
beruntung. "MALING YANG BAIK ESOK DIGANTUNG!" Orang-orang
berdemo membela Plee. Spanduk dipasangkan. Poster-poster
dibentangkan. Yel-yel diteriakkan. Plee menjadi idola baru. Simbol
perlawanan. Tapi tiang gantungan tidak bisa membaca.
Orang-orang mendesah kecewa. Menyumpah-nyum
pah. Sayang, karir, dan reputasi hebat itu terhenti ketika berusaha
mengambil Berlian Seribu Karat. Film-film dokumenter untuk Plee mulai
dibuat. Juga film sungguh-sung guh berdasarkan kejadian lantai 60 itu.
Dan adegan yang paling hebat, yang membuat penonton berseru
tertahan apalagi kalau bukan saat 'Plee' meluncur dari ketinggian lantai
60. Lantas melarikan diri mengendarai Accord '72.
Ray duduk meringkuk di pojokan kamarnya. Kamar sebelah yang
kebetulan punya televisi, memutar kencang kencang berita eksekusi
nanti malam. Pukul 00.00. Eksekusi itu tertutup. Hanya ada dua belas
'karcis'. Enam untuk wartawan dan petugas. Lima untuk keluarga korban.
Satu untuk keluarga terhukum.
Ray mendesis, siapa pula keluarga Plee yang akan datang"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray menghitung kelu detik-demi-derik eksekusi. Ter-tunduk dalamdalam saat tengah malam akhirnya tiba. Apa yang telah dilakukan Plee
untuknya" Apa pula yang telah dilakukannya untuk Plee" Ray mendesah
resah. Besok pagi. Saat cahaya matahari menerpa pucuk-pucuk atap rumah,
menerpa antena-antena televisi, menyentuh menara-menara BTS, Ray
memutuskan pergi dari Ibukota. Sesak. Hatinya sesak.
Ray memutuskan menjauh. Pulang. Pulang ke kota kecilnya. Mencoba
melanjutkan hidup. Gerbong Makan Sejuta Cinta
Whoooong! Whoooong! Jas-Jus-Jas-Jus-Jas..... Kereta diesel tua itu membelah hamparan sawah menguning. Tujuan
terakhir: kota kecil paling timur dekat pantai. Matahari persis di atas
kepala. Tapi di luar teduh. Gumpalan awan pudh memenuhi langit.
Membuat sejuk sejauh mata memandang.
Simaklah! Petani dengan topi pandan berbaris rapi empat jalur. Musim
panen dba. Arit bergerak dalam irama ketukan empat per empat, lincah
menyabit batang-batang menguning. Beberapa lelaki bertelanjang dada
mengangkat ikatan-ikatan. Yang lain sibuk memasukkannya ke dalam
mesin perontok. Seekor kerbau bertanduk dengan dua anaknya asyik berkubang di sungai
kecil pembatas sawah. Mengabaikan
suara berisik burung-burung pipit yang terbang riuh-rendah, pesta
musim panen. Bangau putih hinggap di petakan sawah kosong.
Bergerombol di sana-sini, musim kawin bagi mereka, sibuk saling
menggoda pasangan. Berlenggak-lenggok menunjukkan betapa gagah
paruh sang jantan, betapa jenjang leher si bedna.
Ray mengangkat wajahnya yang satu jam terakhir tertempel di jendela
gerbong. Hidung dan dahinya membekas di kaca. Hembusan nafasnya
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menyisakan embun. Perutnya dba-dba berbunyi. Lapar. Memeriksa
kantong celana, masih ada beberapa lembar uang ribuan. Berdiri.
Melangkah pelan menuju gerbong makan. Bukan musim liburan, bukan
pula masa-masa mudik lebaran, gerbong kereta hanya terisi separuhnya.
Tidak perlu bersusah payah menerobos lorong kereta yang biasanya
dipenuhi penumpang dengan dket tanpa kursi.
Ray berhenti sejenak. Menggerak-gerakkan ujung tumit. Kakinya sedikit
kesemutan, terlalu lama dengan posisi duduknya. Bagaimana tak" Hampir
sepuluh tahun dia tidak menemukan suasana pedesaan, pemandangan di
luar terlihat mengesankan. Membuatnya bergeming berpuluh-puluh
menit memandangnya.

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepuluh tahun Ray tinggal di Ibukota. Sepuluh tahun yang ketika
menjalaninya terasa panjang dan melelahkan, apalagi masa-masa setelah
tiga tahun menyenangkan di Rumah Singgah itu. Tapi ajaib, saat
mengenangnya kembali, semua terasa berlalu amat cepat. Bukankah
seperti baru kemarin tubuhnya yang penuh luka tusukan pisau belati
terbaring di rumah sakit" Tertatih belajar berjalan mengelilingi loronglorong lantai. Bukankah seperti baru kemarin dia ditanya nama ayah,
nama ibu, di meja pendaftaran sekolah informal" Mengamen.
Perkelahian di bus, di gang dekat pojok pasar. Wajah dan kelakuan
serba tanggungnya. Wussh! Sekarang dia sudah berubah. Umurnya 26,
tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan kekar.
Kereta meliuk menikung, Ray berpegangan. Menyeringai. ]auh lebih
bergoyang dibandingkan tali baja gondola... Ah, sudahlah. Bukankah dia
ingin melupakan semuanya. Melupakan eksekusi mati Plee tadi malam.
Melupakan masa-masa enam tahun yang membuat sesak. Dia akan
menjemput kehidupan baru di kota lamanya. Kota tempat dia dilahirkan.
Kota tempat dia menghabiskan enam belas tahun dipanti.... Itu bahkan
jauh-jauh hari sudah berhasil dilupakan, yang penting baginya hari ini
dia pulang.... Kembali! Ray menggeser pintu gerbong makan. Melangkah masuk. Aroma makanan
tercium. Perutnya yang kosong semakin bernyanyi. Tadi pagi Ray tak
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
sempat sarapan. Memutuskan naik kereta paling pagi. Lebih cepat, lebih
baik. Ray mendekati petugas gerbong makan, menyebutkan pesanan,
setelah melirik daftar harganya. Lantas melangkah mencari meja
kosong. Ada satu di pojok gerbong. Satu" Tidak juga. Banyak, tapi Ray
memutuskan untuk duduk di pojok. Lebih tenang, lebih leluasa menyimak
pemandangan di luar. Dia ingin menikmati makan siangnya sendirianRay duduk. Menyapu seisi gerbong. Ada satu keluarga
di meja tengah, asyik bercengkerama sambil membuka bekal. Pasangan
yang duduk di sudut gerbong lainnya. I )an beberapa orang di meja-meja
lainnya yang sama seperu dia, duduk sendirian. Ray meraih sumpit.
Memain-mainkannya. Kembali menatap persawahan di balik jendela.
Hamparan padi menguning. Mungkin menyenangkan menjadi petani" Ray
nyengir, dia sedikit pun tidak mengerti bagaimana menjadi petani yang
baik. Burung bangau anggun berterbangan. Putih-putih. Bergerombol
membentangkan sayap. Ray menelan ludah. Indah. Kereta terus
membelah areal persawahan nan luas.
"Pesanannya, Mbak!" pelayan gerbong mengantarkan nampan ke
penumpang yang duduk di depan Ray.
Ray menoleh, kelepakan bangau terputus'- Bukankah dia datang lebih
dulu. Memesan lebih awal. Bukankah gadis yang duduk di meja
sebelahnya, persis membelakanginya, baru saja duduk di situ" Itu
seharusnya pesanan miliknya, kan"
Ray bangkit, hendak bertanya,Juru masak di dapur meneriaki pelayan yang salah antar. "Yang di pojok
gerbong! Bukan yang itu, Dodol!" Pelayan yang diteriaki mengecek kertas
di tangannya, salah-tingkah. "Maaf, keliru!" Berbasa-basi hendak
menarik lagi nampan dari hadapan gadis tersebut. Menunjuk-nunjuk Ray
yang duduk di belakangnya. "Pesanan Mas yang di pojok!" Mencoba
menjelaskan. Gadis itu menoleh. Menatap Ray.
Ray yang beranjak berdiri hendak protes membeku. Seketika!
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
*** Whoooong! Whoooong! Jas-Jus-Jas-Jus-Jas.....
"Hei, ada apa Ray" Mengapa wajahmu bersemu merah sekali?" Orang
dengan wajah menyenangkan tersenyum riang, menggoda. Memainkan
sumpit di tangan. Pasien berumur enam puluh tahun yang duduk di hadapannya refleks
menolehkan wajah ke sembarang arah. Ketahuan. Wajahnya ketahuan
memerah. Demi segalanya! "Mendadak pasien itu sungguh menyeringaimalu. Pasien itu sungguh...
"Hei, tempat apakah ini Ray" Mengapa kau mendadak tersipu" Di sini
tidak ada siapa-siapa, bukan?" Orang itu semakin riang menggoda.
Tertawa. Melupakan, bukankah sepanjang urusan perjalanan mengenang
masa lalu ini yang lebih banyak bertanya seharusnya bukan dia....
Pasien itu tersenyum 'buruk'. Wajahnya kebas. Salah-tingkah.
Mengusap rambut berubannya. Keliru. Memperbaiki kerah piyama rumah
sakit. Urung. Semuanya serba-salah. Tersipu. Tetap berusaha menoleh
keluar, menyaksikan hamparan persawahan yang menguning. Mukanya
semakin memerah, seperti kepiting rebus...
Baru beberapa menit lalu tubuhnya lagi-lagi terlempar ke dalam
kumparan cahaya itu. Sinar terang warna-warni menyilaukan. Melesat
dalam putaran gasing. Saat semuanya terasa nyaman lagi. Saat matanya
terbuka. Dia sudah duduk di atas kursi kayu- Di gerbong makan kereta
diesel tua.... Tempat iniMenyadari dimana dia berada sekarang, muka pasien itu sontak
memerah. Tempat ini, dia amat mengenalnya. oh-Ibu! Bagaimana mungkin
dia tidak mengenalinya. Tempat ini.... Pasien itu tersenyum sendiri.
Tersipu sendiri. Mengusap rambutnya lagi (lima kali dalam lima belas
dedk terakhir). Di gerbong makan inilah dia pertama kali mengenal gadis itu.
Cinta pertamanya. Cinta yang membuat sekujur tubuhnya merinding.
Cinta pertama sekaligus terakhir...
Pasien itu masih salah-tingkah beberapa kejap kemudian. Tidak sengaja
menolehkan kepala ke orang dengan wajah menyenangkan di depannya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Orang itu tertawa lebar sambil mengelus dagu. Memasang wajah seperti
kalian yang senang menyimak teman sendiri sedang 'amat berbahagia',
setengah-menggoda, setengah-ingin tahu. Pasien itu buru-buru
menolehkan lagi kepalanya ke luar jendela.
Semakin tersipu. Ikut tertawa lebar.
"Apakah dia candk, Ray?"
Pasien itu mengusap-usap tengkuk. Menoleh lagi ke orang di depannya.
Apakah dia cantik" Tersenyum tanggung. Mengangguk"Bisakah kau menceritakan kecantikannya, Ray?"
Muka pasien itu merah padam. Menyeringai. Ergh.... Menceritakan
kecantikannya" Bagaimana" Matanya hitam. Gigi-giginya lucu bak gigi
kelinci. Rambutnya panjang, hitam legam. Lesung pipit. Aduh, Ray
semaput mengukir wajah gadis itu di langit-langit gerbong. Bagaimana
mengatakannya" Dulu pun dia sulit menjawab pertanyaan serupa.
Padahal yang bertanya gadis itu sendiri, bertanya sambil menatapnya
lemahRay setelah mengusap rambutnya berkali-kali, pelan mengangkat kedua
tangannya. Mengacungkan sepuluh jarinya malu-malu.
"Wuih! Sepuluh jari" Nilainya sepuluh" Kalau begitu gadis itu benarbenar candk, Ray!" orang di hadapannya pura-pura kaget, menepuk dahi
seperu terperanjat, tertawa.
Ray ikut tertawa. Lupa kalau seharusnya dia masih sibuk bertanya siapa
sesungguhnya orang di hadapannya. Apa maksud orang ini mengajaknya
kembali mengenang kejadian-kejadian itu....
Basa-basi! Pertanyaan orang ini tentang seberapa cantik gadis-nya basabasi. Apalah gunanya orang ini bertanya" Simaklah, persis di seberang
meja mereka, gadis itu jelas terlihat sedang menoleh ke arah pemuda
yang duduk di belakanginya. Pelayan yang hendak mengambil nampan.
Pemuda berumur 26 tahun yang membeku. Mereka ada dalam satu
gerbong. Satu waktu. Meski yang satu tak bisa melihat yang lain.
Visualisasi masa laluyang sungguh nyala....
Senyata pasien itu yang sekarang ikut menolehkan wajahnya ke arah
gadis tersebut. Mulutnya membuka, ikut
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menirukan gerak bibir pemuda berusia 26 tahun yang duduk di pojok
gerbong... Dia ingat sekali kalimat pertamanya dulu... ***
"Ergh, tidak apa-apa, untuk ia saja, aku belakangan-" Entah bagaimana
rupa wajahnya. Merah padam" Kaku" Salah-tingkah" Oh-ibu, kondisinya
mungkin lebih 'menyedihkan' dibandingkan seseorang yang habis melihat
hantuHatinya mendadak tertikam oleh sesuatu...
Gadis itu membalik lagi badannya. Pelayan itu urung membawa nampan.
Tidak ada ucapan terima-kasih dari gadis itu. Ya, tidak ada sepatah kata
pun. Yang ada malah tatapan datar, kosong. Tapi peduli amat" Ray
sedang melupakan banyak hal. Kepalanya tiba-tiba dipenuhi satu
perasaan yang tidak pernah dimengerti sebelumnya. Tidak pernah
dikenalinya... Satu perasaan, tetapi memenuhi kepala.
Gadis itu mulai sibuk dengan makanan di hadapannya. Ray sibuk dengan
kebat-kebit di hatinya. Lihatlah, pertama bersitatap tadi, memandang
wajahnya yang.... Duhai apalah hendak dikata" Ray kehabisan kalimat
meski sepotong untuk menjelaskan deskripsi wajah gadis itu. Ia
mengenakan selendang hitam kecil, tersampir tak rapi di kepala. Rambut
hitam-panjangnya tergerai. Mengenakan baju hitam-hitam. Hitam"
Duka-cita" Ray tidak sempat berpikir....
Pelayan gerbong makan yang terlalu sering membuat kesalahan selama
sebulan terakhir mengantarkan pesanan
Ray beberapa menit kemudian. Tapi Ray sudah kehilangan selera makan
sejak tadi... Gadis itu tetap di sana meski piringnya sudah kosong. Gadis itu
merapikan remah-remah dan sumpit. Mengambil tissu. Memutar kursinya
pelan. Menoleh ke luar. Keluar
jendela. Menatap hamparan sawah lamat-lamat...Dan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray semakin 'terjerembab'. Dia bisa melihat separuh wajahnya
sekarang. Seperti melihat separuh wajah rembulan yang biasa
dilakukannya.... Gadis itu menatap sendu pemandangan di luar.
Sendu" Inilah sebenarnya yang Ray tidak pernah sadari. Inilah juga
yang menjelaskan mengapa kilatan perasaan itu tak tertahankan
menyambar hadnya, benar-benar sepera terhujamkan begitu saja. Gadis
itu dalam banyak hal sama persis dengannya. Tadi beranjak ke gerbong
makan, ia juga mencari meja kosong di pojok. Ingin sendirian menyimak
pemandangan di luar. Sudah terisi. Memutuskan duduk di meja persis
depan Ray. Gadis itu matanya redup. Mukanya lelah. Kecantikannya
seperti tertutupi oleh gurat kesedihan dari perjalanan hidup yang
panjang. Misterius. Entahlah- Yang pasti, muka gadis itu dalam banyak
hal bagai duplikat wajah Ray sendiri.
Ray menelan ludah. Sibuk mencuri-curi pandang separuh wajah
'rembulan' itu. Mematut-matut. Mendesah resahKereta diesel tua terus menderu. Pemandangan hamparan sawah
menguning nan luas sejenak terpotong pemukiman penduduk.
Gadis itu mendadak menoleh ke arah Ray.
Ray gelagapan. Aduh, ketahuan. Mana ekspresi mukanya lagi ngaco.
Nyengir amat buruk. Ray mengangkat tangan. Dengan bodohnya
melambai kecil. "Hai-"
Gadis itu menoleh lagi ke jendela. Tanpa ekspresi apapun. Apalagi
membalas lambaian kaku dan bego Ray. Gadis itu seperu habis melihat
patung batu. Atau menatap sesuatu yang tidak penting.
Ray menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Lazimnya seseorang yang
barusan diabaikan seperti dirinya akan menghela nafas kecewa.
Beringsut mundur sebelum malu semakin memerahkan daun telinga. Tapi
Ray malah bersorak dalam hati, mengambil kesimpulan sebaliknya yang
menyenangkan: Dia menoleh. Dia baru saja menoleh ke arahku. .. Oh-Ibu,
apa maksudnya" Ah! Ray benar-benar harus belajar banyak urusan ini. ***
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tiga bulan berlalu bagai bola kasti yang dipukul. ParabolSepuluh tahun meninggalkan kota kecil dekat pantai itu membuat Ray
banyak lupa. Dia lupa sudut-sudut kota lamanya. Berubah! Seperti
dirinya, kota kami berubah banyak. Kota ini tak lagi sekecil dulu, sudah
tumbuh beranak-pinak ke utara, selatan, barat, dan timur. Pebukitan
dilangkahi. Lautan diurug. Rawa-rawa ditimbun. Apalagi tanah datar.
Kota kecil ini tumbuh berkali-kali lipat.
Menjadi poros ekonomi baru timur pulau. Pemilik
modal berlomba-lomba membenamkan uang. Pabrik-pabrik dibangun.
Gedung-gedung dnggi didirikan. Pusat pusat bisnis tumbuh bak jamur di
musim penghujan. Pelabuhan kota berubah mencengangkan. Pasar-pasar
Induk yang dulu terlihat becek dan bau menjelma menjadi pusat
perbelanjaan yang rapi dan wangi. Rumah-rumah kumuh disulap menjadi
real-estate, pemukiman-pemukiman elite, meski penghuninya belum
tentu 'elite'. Hanya sepotong terminal itu yang bergeming. Maksudnya tetap berada
di posisinya, sedangkan bentuk dan bangunannya benar-benar tak
dikenali Ray lagi. Tidak CO cok dengan selembar foto yang ada di
kepalanya dulu. Jalan-jalan kota membesar. Dibelah dua oleh trotoar
partisi. Taman-taman kota menghijau. Kota ini sepertinya dibangun
dengan baik sepuluh tahun terakhirPanti asuhan" Hanya itu yang Ray tidak tahu. Apakah masih ada. Atau
jangan-jangan sudah sepuluh tingkat. Ray malas pergi ke sana walau
sekadar menyempatkan lewat. Buat apa"
Pertumbuhan yang pesat itu dengan segera membu tuhkan banyak
tenaga kerja. Konstruksi gedung-gedung baru membutuhkan tenaga
muda yang kenyal dan berotot. Buruh-buruh bangunan yang bagai mesin,
bekerja siang-malam mengejar tenggat waktu. Ke sanalah Ray tiga bulan
terakhir berlabuh. Mengamen" Dia hanya bisa memetik gitar. Gitar"
Gitar tuanya sudah dijual, ongkos kereta pulang. Tidak ada syarat
keahlian menjadi pekerja bangunan. Ray tidak tahu cara mengaduk
semen yang benar, tapi dia belajar dengan cepat. Ray tidak mengerti
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
bagaimana menyusun bata yang baik, tapi dia pemerhati yang cakap.
Semuanya dipelajari otodidak.
Tiga bulan berlalu. Apa yang tidak dimiliki Ray untuk menjadi pekerja
bangunan yang baik" Dia pekerja yang rajin. Kalimat-kalimat Bang Ape
dulu membekas di benaknya. Semua anak Rumah Singgah itu dulu juga
pekerja yang baik. Dan Ray cerdas. Lebih dari cukup untuk membuat
insinyur konstruksi gedung terpesona. Ray dengan mudah
menerjemahkan hitung-hitungan geometri rumit dalam pekerjaan
konstruksi. Bentuk-bentuk desain arsitektur yang membutuhkan nalar
matematik. Termasuk penge-lahuan dasar tcknis-rekayasa sipil. Dia
berbakatTiga bulan berlalu. Ray mendapatkan promosi pertamanya, mandor
junior! Membawahi 24 buruh kasar lainnya. Dan Ray menjadi pemimpin
yang baik, disukai pekerja-pekerja. Dia tipikal pemimpin yang tidak
banyak bicara, tidak banyak menyuruh, ringan tangan membantu, meski
keras, disiplin, dan terkesan misterius.
Ray pelan tapi pasti mulai menikmati rutinitas barunya. Semua ini
menyenangkan. Lebih dari yang dia harapkan saat memutuskan kembali.
Dia tinggal di konstruksi gedung yang mereka bangun. Membuat kamarkamar petak di lantai dua. Setiap kamarnya dihuni beberapa pekerja.
Tidur di atas-atas bilah papan seperti ranjang barak pasukan. Dialasi
tikar pandan. Nyaman. Setidaknya tidak pengap. Udara malam
menyergap lantai gedung yang belum berdinding.
Ray mulai melupakan kenangan buruk bersama Plee. Masa-masa enam
tahun yang mengungkungnya itu. Sudah tertinggal jauh.... Satu-dua
pekerjanya sempat berbincang tentang legenda pencuri hebat yang
dieksekusi mau tiga bulan silam, "Orang begitu harusnya malah dibela,
Jo!' Eh, malah digantung-" "Setuju, daripada penjahat begituan yang
diurus mending penjahat yang makai dasi!." Temannya balas
berkomentar. "Kau nonton beritanya" Aku sudah nonton VCD-nya. Wuih,
dia meluncur dari lantai 60 seperti terbang!" Ray hanya diam,
memperbaiki posisi helm-nya yang sudah rapi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ilham. Natan. Rumah Singgah. Semuanya sudah terdnggal jauh. Dia
menjejak kehidupan baru yang menjanjikan. Dulu urung melanjutkan
sekolah" Ray tidak terlalu menyesal. Di sini, pekerjannya rata-rata juga
tidak berpendidikan, tapi mereka bisa mengerti saat dijelaskan banyak
hal tentang konstruksi yang rumit-rumit. Hanya perlu menggunakan


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahasa mereka, dan itulah gunanya Ray.
Tiga bulan terakhir, kebiasaan lama itu kembali setelah enam tahun
terpendam dalam-dalam. memandang rembulan.
Dia punya tempat yang hebat. Tidak kalah dibandingkan atap genting
Rumah Singgah. Tower air. Apalagi halaman panti. Mungkin pamuncak
gedung pencakar langit Ibukota yang bisa menandinginya. Tidak juga, di
sini dia tak perlu bersusah-payah menaiki tali baja gondola. Lantai
tertinggi konstruksi gedung yang sedang dibanguni Itulah tempat hebat
Ray. Hanya mencapai hitungan 18, tetapi dia leluasa menggunakan
seluruh hamparan lantai tersebut menjadi tempat duduk menjuntai.
Menjuntai di tubir gedung. Persis seperu duduk di atas meja. Sudah biasa. Meski
tingginya puluhan meter, Ray asyik menggerak-gerakkan kaki.
Kesenangan itu kembali! Amat menenteramkan memandang rembulan
dari ketinggian ini. Mengusir penat setelah seharian kerja.
Mendamaikan hati. Apalagi pertanyaan-pertanyaan lama itu sudah jauhjauh pergi. Ray lelah bertanya tentang apa hidup ini adil. Lelah bertanya
kenapa dia harus menghabiskan enam belas tahun percuma di panti
menyebalkan itu. Ray sekarang sibuk membayangkan janji-janji masadepannya. Kehidupannya sudah berubah.
Besok-lusa mungkin berkesempatan menjadi kepala mandor.
Malam itu untuk kesekian kalinya Ray menaiki anak-anak tangga. Gedung
itu jauh dari selesai. Baru konstruksi pondasi dan tiang-tiang seluruh
lantai. Masih banyak pekerjaan tersisa. Dilihat dari kejauhan, bentuk
bangunan sudah seperti gedung yang utuh, namun belum berdinding.
Cara mencapai lantai 18 melalui anak-anak tangga, yang nanti jadi jalur
tangga darurat gedung. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray duduk di palang besi yang menjulur dua meter dari tubir. Pukul
22.30. Rembulan sempurna bulat di angkasa. Langit bersih tak tersaput
awan. Bintang-gemintang membentuk ribuan formasi indah. Sungguh
mempesona. Hatinya bagai diletakkan dalam kolam sejuk.
Damai. Menyenangkan. "Wuih, Mas Rae lagi santai?" Suara itu memecah senyap.
Ray menoleh. Jo (nama panjangnya tidak sekeren panggilannya), salah
satu pekerjanya mendekat. Anak ini beda enam tahun dengannya.
Mengingatkan dirinya sendiri saat awal-awal mengamen dulu. Jo mirip si
kembar Oude dan Ouda. Banyak bicara. Banyak tertawa. Dan kabar
baiknya Jo juga banyak bekerja.
"Gabung?" Ray menawarkan tempat duduk di sebelahnya.
"Nggak mau, Mas Rae!" Jo menggeleng jerih.
Siapa pula buruh di lokasi konstruksi gedung yang senekad mandornya.
Duduk santai di palang besi yang menjulur dari lantai 18. Kalau
menjuntai di tubir gedung seperu biasa sih oke.
Ray tertawa. Membiarkan Jo mengambil posisi duduk satu meter di
belakangnya. Jo sering menemaninya. Kalau Jo lagi bosan bermain kartu
dengan buruh-buruh lain. Atau Jo malas tidur lebih awal. Tidak banyak
hiburan di lokasi konstruksi. Paling hanya bersenandung, bernyanyi. Atau
bermain gitar. Sejauh ini, belum ada buruh bangunan yang tahu kalau
mandor mereka jago sekali main gitar...
"Kamu mau coba, Jo?" Ray menoleh, mengangkat tangannya.
"Apa?" Jo menatap, menyelidik benda yang digenggam Ray.
"Teropong. Tadi dibawa insinyur bangunan...." "Wah, asyik. Mau, mau
Mas Ray!" Jo nyengir. "Ambil sini-"
"Wuih, kalo gitu nggak jadi!"Jo menyeringai, kecewa.
Ray tertawa. Bergurau. Dia merangkak mendekat. Menyerahkan
teropong besar. Sekalian duduk di sebelah Jo, menjuntai di tubir
gedung. Jo mulai mengacung-acungkan teropong. Berdecak kagum. Sibuk
menyapu seluruh pemandangan kota. Kota yang bercahaya. Ribuan lampu.
Beberapa konstruksi bangunan lainnya terlihat di kejauhan, "Wuih, aku
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
bisa lihat buruh lain di sana, Mas Ray!" Ray mengangguk. Menyimak
pelabuhan, "Kapalnya terlihat jelas, Mas Ray. Layar-layar! Mercu-suar!"
Ray tertawa. Berlebihan. Itu bukan mercu suar, paling kilat lampu kapal
kargo. Mana ada mercu suar radius puluhan kilometer dari kota.
Dan"Wuih! Mas Ray.... Ada gadis cantik...."
Ray menoleh. Tertawa lagi. Jo sedang mengarahkan teropongnya ke
jalanan depan konstruksi gedung. Ratusan meter. Perumahan penduduk.
Di sana ada rumah sakit kota-tempat dia dulu di rawat.
"Sumpah. Cantik banget, Mas Ray!" Jo semakin antusias.
Ray mengangkat bahu. Gadis candk" Dia pernah melihat sekali. Dulu.
Tidak dulu-dulu amat sih. Tiga bulan lalu. Di gerbong makan kereta yang
membawanya pulang. Apa yang dia lakukan waktu itu" Berdegup kencang
bagai melihat hantu. Jo" Jo malah tertawa sumringah melihat gadis
yang dibilangnya cantik. Membujuknya untuk ikut melihat ke bawah.
Mana ada di antara kalian melihat 'gadis cantik' seperti lagak Jo.
Berseru-seru macam nonton pertandingan bola.
"Lihat Mas Ray! Cantik banget-" Jo menyerahkan teropong. Muka Jo
sedikit kecewa karena Ray sama sekali tidak berminat mendengar
celotehnya. Memaksa. Ray mengalah. Menerima teropong itu.
Hari itu, menjelang senja kereta baru tiba.
Apa yang dilakukannya sepanjang sisa perjalanan" Setelah gadis itu
tidak peduli menolehkan kepalanya ke luar jendela gerbong. Setelah
gadis itu tidak menoleh-noleh lagi kepadanya. Setelah Ray menggarukgaruk rambutnya yang tidak gatal. Setelah itu dia mendadak jadi malu.
Aduh, malunya. Ray tidak berani lagi mencuri-curi pandang. Takut
ketahuan. Dia pura-pura ikut menatap hamparan sawah menguning.
Burung-burung bangau -entahlah, apa yang dilakukan burung-burung
itu.... Dan setelah tak kuasa menahan kebas di hati, Ray melangkah
lemah kembali ke gerbong penumpang.
Duduk tak nyaman di kursinya. Mengusap rambut....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mendadak menyesali diri.... Kenapa pula dia harui buru-buru kembali ke
gerbong ini" Gadis itu kan masih ada di sana" Apakah dia sebaiknya
kembali ke gerbong makan" Pura-pura makan lagi" Bagaimana kalau
dianggap patung batu lagi" Aduh, kenapa dia jadi plintat-plintut begini"
Sayang, gadis itu tak ada lagi di sana saat Ray akhirnya memberanikan
diri mendekat. Bagaimana tidak" Dia melakukannya setelah kereta tiba.
Tidak menemukan gadis itu di emperan stasiun. Tidak menemukannya di
gerbang. Di jalanan depan. Ia berpikir mungkin gadis itu masih duduk di gerbong
makan. Senja itu, urusan gadis itu benar-benar membuatnya terlibat
bodoh. Ray tersenyum kecil. Mulai mengarahkan teropong ke bawah. Ke jalanan
perumahan penduduk yang terang oleh cahaya. Arah yang ditunjuktunjuk Jo. Memandang lalanan di bawah mereka juga indahmenyenangkan. Seluruh kota sedang berhias. Enam bulan lagi pawai ke500 usianya. Semua jalan dipasangi lampu hias beraneka bentuk.
Memesona"Ketemu, Mas Ray?"
"Mana" Hanya ada nenek-nenek-" Ray bergurau.
"Aduh, yang lagi jalan di depan rumah sakit. Yang pakai baju merah, Mas
Ray!" Ray menyeringai. Malam begini, dengan jarak ratusan meter, sekalipun
dengan teropong super, kalian tidak akan tahu warna baju yang dipakai
orang lain. Semuanya pasd terlihat kemerah-merahan. Tapi Ray
menuruti kalimat Jo, mengarahkan teropong ke jalanan depan rumah
sakit. Pukul 23.00, jalanan lengang. Hanya deru mobil sekali-dua
melintas. Lampu-lampu hias berbentuk pohon memenuhi pembatas jalan.
Ray menyapukan teropong dari ujung-ke-ujung.
"Ketemu, Mas Rae?"
Tidak ada siapa-siapa di jalanan depan rumah sakit. Mana"Mendadak gerakan tangan Ray terhenti.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ketemu, kan" Gimana" Cantik banget, kan?"
Ray kehilangan kata-kata.... Teropong ini tidak super, dia tidak tahu
warna baju gadis yang dilihatnya.... Tapi dia mengenalinya.... Entah
bagaimana caranya! *** Maka sejak malam itu, ada rembulan atau tak, langit gelap atau tak, Ray
rutin duduk di palang besi terjulur lantai 18. Membawa teropong besar
di tangan. Menyapu bersih sudut-sudut jalanan depan rumah sakit. Teng!
Pukul 18.00 saat matahari tenggelam, baru berakhir hingga tengah
malam menjelang. Maka Ray mulai mendulang kecewa. Tidak ada! Gadis. itu tak ada di
jalanan depan rumah sakit. Ah, mungkin di jalan lain" Ray semangat
mengarahkan teropong ke arah lain. Ampun, tanpa disadarinya dia
kembali bertingkah bodoh. Memaksakan diri menyapu radius lima ratus
meter dari seluruh sisi-sisi konstruksi gedung. Hatinya terjebak sebuah
perasaan. Apa hendak dikata, rembulan di langit terpaksa cemburu
berhari-hari.... "Wuih, Mas Rae penasaran dengan gadis itu, ya" Kata nya hanya neneknenek. Nggak ketemu-temu, ya" Lah, kenapa nggak Mas Ray cari siangsiang. Kan, boleh jadi dia lewatnya siang. Hanya kebetulan malam itu
lewat!" Jo menggoda, di malam kesekian.
Ray melambaikan tangan. Menggeleng. Enak saja bilang penasaran
dengan gadis itu. Tidak-lah! Jo tertawa melihat gelengan Ray, memasang
wajah sedikit pun tidak percaya. Ray melotot marah, salah-tingkah,
mencoba 'membantah'. Tapi dia mencatat baik-baik kalimat Jo. Kenapa tidak"
Itu ide yang baik. Jauh lebih baik dibandingkan kesia-siaan bermalammalam. Besok, Ray memutuskan 'iseng' berjalan di depan rumah sakit.
Siapa tahu" Maka pagi-pagi, setelah memakai baju terbaiknya, yang apa daya
seragam mandor konstruksi bangunan, Ray melangkah setengahsumringah, setengah-cemas. Buruh yang dikomandaninya sibuk bertanya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray menjawab pendek, ada urusan. Baru keluar dari areal gedung,
sialnya Jo malah berteriak dari lantai dua, "MAS RAE, SELAMAT
BERJUANG! DOAKU BERSAMAMU!" Tak pelak, belum jelas urusan ini
akan seperu apa hasilnya, gosip mandor naksir anak-kampung dekat situ
melesat dari lantai ke lantai.
Awalnya hanya jadi bahan bergurau pekerja lantai dua saat mengaduk
semen. Menjalar ke lantai tiga saat batu-bata dikirimkan, lantai empat
saat karung pasir dipikul, lantai lima saat potongan besi-besi dibawa,
dan lantai-lantai seterusnya. Berantai....
Sementara yang digosipkan berdiri kaku di sudut jalan.
Menunggu cemas di bawah pohon mahoni. Sum-ringah" Bagaimana tidak,
dia memang berharap bertemu, kan" Cemas" Nah itu dia, Ray tidak tahu
apa yang akan dilakukannya saat sudah bertemu" Jangan-jangan macam
di gerbong makan itu. Gadis itu hanya menoleh selintas. Kemudian, puh!
Mukanya langsung tertoleh.
Lima belas menit berlalu. Ray mengusap tengkuknya. Gugup. Mendesis
dalam hati, sebenarnya apa yang sedang
dilakukannya" Kenapa pula dia mencari-cari gadis itu" Kenapa pula dia
berdiri di sini" Bisa jadi malam itu dia salai? lihat.... Aduh! Kalau pun
benar, terus kenapa" Gadis itu bukan siapa-siapanya, bukan"
Ray menelan ludah. Menghela nafas. Benar.... Apa pula yang
dikerjakannya sekarang. Pelan Ray membalik badan. Memutuskan
kembali. Tetapi kakinya mendadak terhentiBagai sebatang besi merah-membara yang dicelupkan ke dalam air
dingin, hati Ray mendesis. Gadis itu justru sedang berjalan dari kelokan
jalan. Ke" Ya ampun! Langsung menuju dirinya.
Ray panik. Jantungnya berdegup kencang. Oh-Ibu, gadis itu mengenakan
kemeja berwarna hijau. Manis. Celana panjang hitam. Rambut
panjangnya terurai. Bergerak lembut seiring langkah. Tak ada wajah
sendu yang dilihatnya di gerbong empat bulan lalu, tapi mukanya tetap
terlihat misterius. Gadis itu terlihat cantik.... Ray tidak sempat berpikir
panjang tentang betapa persis gurat muka mereka, dia sudah terlanjur
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
balik kanan, hatinya memerintahkan seketika. Refleks! Mendadak malu.
Malu sekali. Memalingkan wajah. Pura-pura menyaksikan indahnya
cahaya matahari pagi menerabas daun-daun pohon mahoni. Membentuk
bayang di trotoar jalan....
Gadis itu anggun melewatinya. Ray menelan ludah Apa yang akan
dilakukannya" Tidak tahu. Gadis ini kemana" Tidak tahu. Ray mengusap
rambutnya. Jadi sekarang bagaimana" Tidak tahu.
Entah siapa yang menyuruh, kaki Ray pelan melangkah. Bagai kerbau
dicucuk hidungnya. Ikut. Gadis itu masuk ke halaman rumah sakit. Ray
ikut. Gadis itu membeli seikat balon terbang dari pedagang di halaman
rumah sakit. Ray ikut (tidak membeli), tapi terus ikut kemana saja gadis
itu pergi. Menuju lorong-lorong rumah sakit. Menuju bangsal anak-anak. Ke
sanalah tujuan gadis itu. Gadis itu masuk ke ruangan rawat inap anakanak. Anak-anak di bangsal berteriak riang menyambut, gadis itu
tersenyum amat manisnya.... Seketika gurat wajah misterius itu hilang,
tergantikan wajah berseri-seri. Aduh, demi melihat wajah riang itu, Ray
seketika 'tertikam' di depan pintu bangsal.
Gadis itu membagikan balon-balon terbang.
Anak-anak berseru riang. Ray berharap dia bisa dapat satuHingga gadis itu keluar dari pintu bangsal satu jam kemudian. Melewati
Ray seperti melewati patung batu, terus melangkah keluar hilang di
kelokan lorong, dia tetap tidak dapat balon. Ray malah berdiri membeku
di lorong. Menoleh pun tidak"
Oh-Ibu, gadis itu tidak menoleh sedikit pun kepadanya"
*** "Bagaimana Mas Ray" Sukses?" Jo bertanya sambil tertawa.
Ray melempar Jo dengan kulit pisang. Jo tertawa
lebar, menyibak kulit pisang yang persis menutup kepalanya. Ray
mengkal mendengar pertanyaan itu. Jo memang baru sekali bertanya,
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tapi jika dijumlah dengan buruh-buruh konstruksi lainnya, maka
sepanjang hari ini dia sudah ditanya puluhan kali pertanyaan serupa.
Malam itu, setelah kejadian tadi pagi, mereka duduk berdiam diri di
lantai 18. Ray sibuk menatap lampu-lampu hias rumah sakit. Sambungmenyambung di ujung-ujung atapnya. Melingkar membentuk formasi
tanduk. Indah, Sementara Jo asyik ngupil. Malas melanjutkan menggoda
Ray, daripada dilempar lagi.
"Menurutmu apa yang bisa menarik perhatian?"
"Perhatian apa?"Jo tetap asyik dengan lubang hidung
nya. "Eh, cewek-" Jo tertawa, baru ngeh, "Aku belum pernah pacaran, Mas Ray!"
Ray mengusap rambutnya. PercumaMalam itu berlalu tanpa solusi.
Tetapi esoknya Ray memutuskan untuk kembali. Kembali menunggu di
ujung jalan depan rumah sakit. Meski jantungnya serasa mau lepas,
bertahan untuk tidak memalingkan wajah. Sial. Gadis itu lagi-lagi lewat
begitu saja. Tanpa merasa perlu menoleh walau sesenti. Seperti pertapa
yang takjim menuju pertapaannya, gadis itu berjalan menuju rumah
sakit. Kali ini tidak membeli balon-balon. Langsung melewati loronglorong. Menuju bangsal anak-anak.
Ray bagai bebek 'tersuruk-suruk' ikut.
Anak-anak berseni riang menyambut. Gadis itu tersenyum. Satu anak
yang sudah sembuh dan hari ini diizinkan pulang melompat memeluk dari
atas ranjang. Gadis itu tertawa. Ray lagi-lagi 'tertikam' di depan pintu
bangsal demi melihat tawa itu.
bagaimana menarik perhatiannya" Mendesis pelan.
Dan kalimat itu menjadi mantera. Ray yang terpesona tidak menyadari
tangan kanannya terjulur menyentuh sisa potongan kaca di pintu bangsal
yang pecah dan belum sempat dilepas. Kemarin tersenggol kereta
dorong, memecahkan separuh bagiannya.
Tangan Ray justru mencengkeram ujung-ujungnya yang tajam...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Terluka. Mengaduh. Bagaimana menarik perhatiannya"
Lima menit berlalu. Ray sudah duduk di dalam bangsal. Di kelilingi anakanak, tangannya dibalut oleh gadis itu. Ray kebat-kebit menatap
wajahnya dari dekat. Dia bisa melihat bedak tipis yang tak rata
menutupi pipi sebelah kanan.... Mencium aroma tubuhnya. Nafasnya
sesak. Jantungnya sungsang.


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi gadis itu sepanjang membalut tangannya sedikit pun tidak pernah
membalas tatapannya. Sempurna diam. Sempurna tertuju ke telapak
tangan Ray. Mengikatkan ujung-ujung perban itu. Selesai. Membiarkan
Ray duduk sendirian di salah satu ranjang, kembali bercanda dengan
anak-anak. Lantas satu jam kemudian melangkah keluar bangsal. Pergi.
Tanpa sedikit pun merasa perlu menoleh.
Sama seperti kemarin- ***
"Bagaimana Mas Rae" Sukses?" Jo bertanya sambil tertawa.
Sebagai jawaban Ray melempar potongan bata. Jo menghindar, celaka
kalau sampai kena, tertawa semakin lebar. Ray mangkel sekali.
Tidak. Gadis itu sedikit pun tidak mempedulikannya. Nihil. Sempurna
tertolak" Ray menelan ludah. Menatap telapak tangannya yang terbebat.
Ah-apalah yang diharapkannya dalam urusan ini" Lihatlah dirinya" Siapa
pula dia" Gadis itu terlalu cantik baginya... Ray mengusap rambut.
Rembulan gompal bersinar terang di langit. Tapi awan kelabu menutup
separuh bintang-gemintang. Membuat senyap malam, seperti senyap di
hadnya.... Baiklah. Dia akan melupakannya. Semua perasaan ini seharusnya dari
dulu memang dilupakan saja. Orang-orang
seperd dirinya, tak layak berharap banyak...Ray tepekur
menatap pelabuhan kota dari kejauhan. Perasaan ini hanya merusak
rutinitas. Sudah dua hari dia tidak terlalu semangat bekerja. Hanya
sibuk menggurat wajah gadis itu di langit-langit konstruksi gedung.
Nyengir sendiri. Tersenyum sendiri. Memberikan harapan-harapan
kosong. Perasaan ini merusak kesenangannya....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Maka besok Ray memutuskan melupakan gadis itu.
Besoknya lagi. Besoknya lagi. Dan seterusnya.
Gurauan buruh-buruh konstruksi bangunan lewat beberapa hari mulai
mereda. Satu-dua masih tertawa berkomentar, "Kasihan, mandor
ditolak, euy!" "Jangan diganggu, Jo! orang-orang patah hati tuh biasanya
sensitif Nanti kau dipecat!" Ray hanya menyeringai.
Teropong itu disimpan. Lagipula setiap malam Ray dan pekerja
konstruksi punya kesenangan baru. Seluruh gedung sudah ditutup
jaring-jaring. Mereka mulai mengerjakan bagian dalam. Untuk
mencegah, material jatuh sembarangan, dinding-dinding gedung ditutup.
Sisa jaring itu mereka gunakan untuk melingkari tepi-tepi lantai 18.
Setelah diberi penghalang, hamparan lantai 18 jadi tempat yang nyaman
bermain. Lapangan bola! Menjelang malam selepas bekerja, dengan penerangan lampu seribu watt
di atas gedung konstruksi, buruh-buruh itu bermain bola. Riang. Melepas
penat. Ray yang punya ide, teringat masa-masa itu.
Hari-hari bermain bola berlalu, Ray berusaha melupakan gadis itu. Malah
belakangan tega membenak dalam hati: "Gadis itu sombong amat! Buat
apa pula dia repot-repot mengingatnya... "Sayang, setelah membenak itu
Ray nyengir sendiri. Menggigit ujung-ujung bantal.
Bertingkah anehAh, ini bukan urusan yang mudah dilupakan- Apalagi seminggu kemudian,
pemicu berikutnya muncul Malam itu, Ray pulang dari evaluasi progress bulanan konstruksi gedung
di kantor pusat perusahaan, tengah kota. Pukul 23.30. Pertemuan yang
melelahkan. Ada banyak poin evaluasi, dan Ray mendapatkan paling
banyak pe-er tambahan. Belakangan insinyur bangunan lebih
mempercayai Ray dibandingkan mandor lainnya.
Udara malam menusuk kulit. Angin laut bertiup kencang. Musim
kemarau. Ray merapatkan jaket. Sudah larut. Tidak ada lagi angkutan
umum. Meski maju, sarana transportasi belum sehebat Ibukota. Tengah
malam begini, hanya ada satu pilihan kembali ke lokasi konstruksi. Jalan
kaki. Salah seorang insinyur berbaik hati mengantar hingga separuh
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
perjalanan. Menurunkannya di tengah-tengah pusat hiburan malam.
Insinyur itu beda arah pulang, Ray sungkan diantar, memaksa turun.
Sudah terlalu banyak menerima kebaikan.
Langit berawan. Ray berjalan pelan di tengah gemer lap lampu papannama hiburan. Ini harga sebuah kemajuan. Tempat-tempat hiburan
malam bermunculan. Berlomba menggoda pengunjung sebanyak mungkin.
Ray menyc ringai, tidak mempedulikan. Menguap. Melangkah cepat.
Besok pagi-pagi, ada banyak hal yang harus dikerjakan.
Saat melintasi sudut-sudut yang lebih gelap, Ray n uli hat satu-dua
gadis (entahlah, berapa) sedang disudutkan beberapa pemuda. Tertawatawa. Salah satu gadis itu membentak, menyuruh pergi. "Halah, sok jual
mahal!" Pe muda yang menyudutkannya tertawa. Semakin jahil. gadis
yang tadi membentak sekarang berteriak.
Ray merapatkan jaket. Tidak peduli. Bukan urusannya Dia dulu juga
bekas anak-jalanan. Jadi tahu persis apa masalah kerumunan itu.
Pemuda-pemuda parlente dengan teman-teman ceweknya. Menguap.
Meneruskan Langkah...Tapi langkah Ray seketika terhenti saat sudut
matanya mengenali gadis yang berteriak di remang-remang selasar
pertokoan itu. Tidak mungkin. Ray mendesis...
Kerumunan itu semakin jahil. Gadis itu berteriak, berusaha menerobos
kerumunan. lari. Salah-seorang pemuda itu berhasil menyambar tasnya.
Tertawa-tawa. "KEMBALIKAN!" gadis yang tasnya berhasil diambil
berteriak marah. Kerumunan itu tertawa-tawa lagi, tidak mempedulikan.
"Kembalikan, aku mohon!" Gadis itu berseru parau. Sebagai jawabannya,
kerumunan jahil mencolek tubuhnya.
"K-e-m-b-a-l-i-k-a-n," Ray mendesis tajam.
Pemuda-pemuda parlente itu menoleh.
Sudah lama Ray tidak berkelahi. Terakhir" Mungkin enam tahun silam.
Lama. Tapi bukan berarti dia lupa caranya. Baginya bertahan-hidup,
membela-diri menjadi insting alamiahnya. Menyatu dalam aliran darah
sejak dilahirkan. Maka saat kerumunan itu menatapnya sepele,
menyeringai merendahkan, malah ada yang keterlaluan meludah, Ray
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
terpaksa menggebuki mereka satu-persatu. Empat pemuda parlente itu
benjut-benjut. Sisanya kabur terbirit-birit. Salah seorang wanita teman
pemuda-pemuda itu jahil menggoda, "Hai, seksi!' Ray tak segan meninju
mukanyaRay mengembalikan tas itu ke gadis yang dikenalinya. Gadis itu berdiri
kaku di bawah tiang lampu. Ray tersenyum sumringah. Maksudnya
apalagi kalau bukan: tenang, kau sudah aman, ada aku...Tapi gadis itu
hanya diam. Sama sekali tidak menatapnya. Mengambil tas buru-buru, lantas berlari
meninggalkannya. Ray mengusap dahi. Loh" Sama seperu yang lalu-lalu" Patung batu" Ray
kecut meneruskan langkah. Menghela nafas. Mungkin gadis itu takut
melihatnya berkelahi. Bukankah Ilham dulu jerih" Bang Ape juga
terkesiap" Tetapi apa pula keperluan gadis itu malam-malam di tempat
ini" Ray membuang jauh prasangka buruknya, bukankah dia juga sedang
berada di pusat hiburan malam. Bukan berarti dia seperti pemudapemuda iseng tadi, kan" Merapatkan jaket***
Kejadian barusan benar-benar membuat Ray tidak bisa melupakan gadis
itu sepanjang sisa malam. Musnah sudah usahanya selama seminggu
terakhir. Setiba di lokasi konstruksi, setelah berhari-hari tidak melihat
mukanya dan tadi sempat bersitatap sejenak, langit-langit kamar
bedeng sempurna dipenuhi gurat mukanya. Muka sendu waktu bertemu
di gerbong kereta, muka riang di bangsal anak-anak, muka yang tidak
mempedulikannya, muka misterius....
Malam itu, Ray larut baru tertidur (sambil tersenyum).
Dan saat terbangun esok, yang pertama kali dipikirkannya 101 persen
gadis itu. Lupa sudah poin-poin evaluasi yang harus dikerjakannya
segera.... Nanti-nanti! Entah apa yang mendorongnya, Ray malah
bergegas menuju jalanan depan rumah sakit. Perasaan itu tak
tertahankan. Menelikungnya. Membuatnya tidak bisa berpikir.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Apa perlunya dia menemuinya" Sepotong hatinya menyuruh mundur. Ahsetidaknya dia bisa mengajaknya berbincang, kan" Sepotong hatinya
yang lain membela-maju. Dia bisa bertanya nama" Mengajaknya
berteman" Apa salahnya menjadi teman" Tidak lebih. Tidak kurang.
Kalau dia tetap tidak peduli" Ah-setidaknya dia sudah berusaha. Ray
tersenyum dengan pembelaan separuh hadnya.
Berteman. Ide yang baikTiba di jalanan, matahari sudah tinggi. Gadis itu mungkin sudah lewat
Mungkin sudah di bangsal anak-anak. Ray bergegas melintasi halaman
rumah sakit. Lo-rong-lorongnya. Benar. Gadis itu tengah asyik
bercengkerama dengan anak-anak. Membagikan balon-balon terbang.
Warna-warni. Merah-kuning-hijau-biru-putih-entahlah...Sewarna-warni hati Ray saat melihat wajah cantik
gadis itu tersenyum, bercengkerama riang bersama anak-anak. Ray
berdiri membeku di depan pintu beberapa menit
Dia harus bisa mengajaknya bicara. Apa susahnya"
Kaca pecah di pintu bangsal belum diganti.
Ray tidak sempat berpikir panjang. Ide 'hebat' itu muncul begitu saja
di kepalanya. Kaca" Menggigit bibir. Mencengkeramkan telapak
tangannya yang tidak terbalut perban ke ujung-ujung tajam kacaDia harus bisa mengajaknya bicara. Lima menit berlalu. Ray sudah duduk
di dalam bangsal. Di kelilingi anak-anak, tangannya dibalut gadis itu. Ray
sekali lagi kebat-kebit menatap wajahnya dari dekat. Kali ini bedak di
wajahnya sempurna rata. Lesung pipi-nya terlihat menggemaskan. Gigi-gigi
kelincinya, lucu dan imut. Mencium aroma tubuhnya. Nafas Ray sesak.
Jantungnya sungsang. Apa susahnya mengajak bicara"Kenapa kau sering sekali terluka di pintu yang sama?" Gadis itu justru
membuka pembicaraan beberapa dedk kemudian.
Ray seperti terbang ke langit ke tujuh. Suara itu mer du.... Oh-Ibu,
untuk pertama kalinya dia mendengar gadis itu bicara, meski yang bicara
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tidak sedikit pun menatap wajahnya. Apa tadi yang ia tanyakan" Ray
menggigit bibir, mengangkat bahu"Eh...Eh, aku sering terluka di pintu yang sama ya"
Eh, bagaimana tidak.... Belakangan seringkali aku merasa tempatku di
situ, tetapi hatiku tidak sedang di situ...." Ray menelan ludah. Dari mana
coba dia dapat ide kalimat itu" Ya ampun, terkadang urusan ini membuat
seorang pandir menjadi pujangga besarGadis itu tersenyum tipis. Tidak kentara. Tapi Ray membeku melihatnya.
Dia tersenyum untukku" "Apakah hatimu sekarang tidak sedang di sini?" Gadis itu bertanya
pelan, meneruskan membalut telapak tangan Ray. Tetap tidak
mengangkat wajahnya. "Ergh...Kalau sekarang hatiku sempurna sedang
di sini," Anak-anak kecil yang mengerubungi melempar-lem-parkan balon.
Cemburu. Merasa perhatian kakak-kakak
yang sering mengunjungi mereka terambil oleh Ray. berseru-seru minta
diambilkan balon. "Sebentar sayang, kakak balut luka kakak yang suka ceroboh ini dulu,
ya?" Gadis itu menoleh, tersenyum.
Ray ikut tersenyum ke arah anak-anak (lebih mirip seringaian).
Membujuk lewat tatapan mata, ayolah, berikan waktu beberapa menit,
jangan dulu diganggu. Anak-anak itu membalas menatap galak. Seperu
bisa mengerti maksud 'jahat' di kepala kakak-kakak yang selalu terluka
ini. Ray buru-buru menarik wajahnya.
"Apakah kau perawat?"
"Bukan-" Gadis itu menggeleng. Menggunting ujung perban menjadi dua.
Mengikatkannya. "Dokter?"
"Bukan-" Gadis itu tersenyum. Gigi-giginya yang putih semakin terlihat.
Ray mengkerut. Lihat giginya. Gigi kelinci....
"Aku hanya suka berkunjung. Bukan siapa-siapa! Menyenangkan bersama
anak-anak.... Nah, sudah selesai si cerobohi' Gadis itu merapikan gunting
dan sisa perban. Tetap tidak sekali pun memandang wajah Ray.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray melihat telapak tangannya yang terbalut perban. Sekarang dua
telapak tangannya terbalut perban. Yang satu sebenarnya sudah sembuh
berhari-hari lalu, tapi dia sengaja tidak melepasnya. Dia tidak 'tega'
melepasnya. Bukan main. Diam sejenak.
"Maaf, semalam aku lari.... Tidak sempat berterima-kasih."
"Ergh.... Tidak masalah!"
"Aku benar-benar takut.... Mereka tiba-tiba saja mengganggu. Aku
terpaksa lewat di tempat itu. Pulang terlalu larut. Tidak ada lagi
angkutan umum- Harusnya tadi malam aku bilang terima kasih sudah kau
tolong-" Ray mengangguk. Tersenyum lebih baik. Ternyata benar, gadis ini sama
sepertinya semalam di pusat hiburan itu, hanya lewat.
"Kau sering datang kemari?"
"Setiap hari!" Ray menelan ludah. Setiap hari" Kalau begitu dia juga bisa berkunjung
setiap hari"KAK FITRI! BALONNYA!" Anak-anak mendadak berteriak sebal.
*** "Bagaimana Mas Rae" Sukses" Wuih! Kalau lihat senyum Mas Rae
sekarang, pasti sudah pakai acara bawa-bawa setangkai mawar merah
segala, ya?" Jo bertanya sambil tertawa.
Ray tertawa lebar. Tidak melemparinya dengan kulit pisang. Pertama
karena dia tidak sebel mendengar pertanyaan Jo (dan buruh-buruh
lainnya). Kedua karena mereka tengah menonton pertandingan bola. Dua
bulan terakhir, pekerja bangunan membuat kompetisi antar lantai.
Pemilik gedung senang dengan ide Ray membuat lantai 18 menjadi
lapangan bola sementara. "Membiarkan pekerja bersenang-senang
secara proporsional membuat semangat kerja mereka membaik! Tidak
ada yang bisa mengalahkan produktivitas pekerja yang semangat
kerjanya tinggi." Itu pengiasan Ray dalam evaluasi progress. Pemilik
gedung sepakatJadilah selepas jam kerja, kompetisi itu digelar.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray dan Jo sedang duduk nonton di sudut lantai. Pertandingan berjalan
seru. Babak empat besar. Pekerja-pekerja itu bertanding dua kali lebih
semangat, belakangan pemilik gedung menjanjikan hadiah. Jo tidak
melanjutkan menggoda Ray. Dia sibuk jingkrak-jingkrak. Gol. Tim lantainya memimpin, 2-0. Rae tersenyum, bertepuk-tang-an ikut memberikan
applaus. Sukses"Ray tidak tahu ukuran sukses-tidaknya sebuah hubungan.
Sebulan berlalu. Hubungan mereka berkembang aneh sekali.
Ray sejak hari itu, rajin menemaninya di bangsal anak-anak. Tidak
banyak percakapan antarmereka. Gadis itu hanya menjawab kalau
ditanya. Dan jawabannya lebih banyak mengangguk atau menggeleng.
Gadis itu membiarkan Ray duduk menatap wajahnya, asyik
bercengkerama dengan anak-anak. Dan anak-anak, sayangnya tidak
terlalu suka Ray ada di sana, tidak peduli meski Ray 'membujuk' mereka
dengan hadiah-hadiah. Gadis itu memang bukan perawat, bukan juga dokter, meski hampir
seluruh pekerja rumah sakit mengenali dan membiarkannya berkunjung
menemani anak-anak selama satu jam setiap pagi. Karena tidak banyak
percakapan, Ray hanya bisa menyimpulkan gadis itu tentu amat menyukai
anak-anak. Seminggu berlalu, Ray sekarang rajin menemaninya pulang dari rumah
sakit selepas kunjungan. Gadis itu ting-gal sendiri di rumah besar.
Rumah yang baik, karena Ray mengerti seluk-beluk konstruksi.Jaraknya
berbilang empat rams meter dari rumah sakit. Sepanjang berjalan
bersisian menuju rumahnya, sempurna mereka tidak banyak bicara.
Diam. Gadis itu jarang sekali menatap wajah Ray...
Ray-lah yang sibuk bercerita tentang pekerjaannya, "Ada 149.251 batu
bata, 14.521 sak semen, 48.569 kubik pasir yang digunakan untuk
membangun gedung itu...." Gadis itu hanya mengangguk. Ray
menceritakan ulah-ulah jahil pekerjanya "Mereka iseng banget.... Pernah
ada yang sedang enak-enaknya mandi di bedeng-bedeng, bajunya
disembunyikan.... Kasihan, Jo pernah nggak bisa keluar dari kamar mandi
selama dua jam!" Gadis itu hanya tersenyum tipis. Ray menyampaikan


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mimpi-mimpinya, "Aku bercita-cita ingin membangun gedung tertinggi...
"Gadis itu hanya mengangguk. Mengiyakan.
Sukses" Ray mengusap rambut. Apakah hubungan mereka selama ini
sukses" Entahlah. Jo di sebelah lagi-lagi jingkrak-jingkrak. Gol
tambahan bagi tim lantainya, 3-0.
Hubungan mereka berkembang aneh sekali. Ray tidak tahu apakah gadis
itu menolaknya atau tidak" Gadis itu tidak pernah melarangnya
menemani di bangsal anak-anak. Tidak pernah keberatan ditemani
pulang, yang saat dia pertama kali melakukannya benar-benar membuat
Jo dan buruh lain tertawa bahak dari lantai 18. Mereka melihat dari
kejauhan dengan teropong.
Gadis itu tidak pernah keberatan dengan pendekatan Ray. Tetapi
apakah gadis itu suka dengan perhatiannya, Ray tidak tahu.
Sebulan terakhir, Ray promosi lagi. Dia tidak menjadi kepala mandor
seperti yang diharapkan teman-temannya. Meski insinyur-insinyur itu
amat percaya padanya, karena kepala mandor saudara pemilik gedung,
karir Ray terhenti di level wakil kepala mandor. Dengan posisi barunya,
Ray tidak bisa lagi menemani gadis itu di bangsal anak-anak. Dia harus
memimpin apel pagi dengan buruh-buruh. Memecahkan masalah, usulan
perbaikan, dan sebagainya.
Tapi Ray tidak berkecil hati, dia masih memiliki kebersamaannya dengan
gadis itu. Hanya berubah jadwalnya.
Sebulan lalu saat menceritakan promosinya, gadis itu hanya mengangguk.
"Aku ingin sekali menemanimu setiap pagi bersama anak-anak, tapi tidak
bisa lagi-" Ray menggantung kalimatnya, berharap gadis itu memberikan
ide tentang pertemuan mereka. Gadis itu hanya diam. Ray menelan
ludah. Lima belas menit berlalu senyap. Hanya suara ketukan sepatu di aspal
jalanan. Hingga mereka tiba di rumah besar gadis itu. Ray menggigit
bibir. Benar-benar tidak ada tanggapan. Seperti biasa beranjak pamit
pulang. Melangkah gontai, mendendang kecewa...
Gadis itu mendadak berkata pelan, menghentikan langkah Ray: "Kau bisa
datang ke rumah. Setiap malam Rabu dan malam Sabtu. Pukul 19.00
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
hingga 21.00." Ray bersorak senang (dalam hati). Itulah jadwal
pertemuan baru mereka. Sukses" Hubungan mereka berkembang aneh sekali Sebulan terakhir
Ray selalu memenuhi jadwal itu. Datang sesuai jadwal, pulang sesuai
jadwaL Malam pertama be rangkat dulu, Jo dan buruh lain ramai
berteriak macam melepas panglima pasukan berangkat perang. Ray
tertawa, Memperbaiki pakaian keren yang baru dibeli. Dengan pro mosi
terakhir, Ray mempunyai keleluasaan uang yang tidak pernah dialaminya.
Dia bisa membeli seribu senar gitar seka rang...
Gadis itu menyambutnya di pintu depan. Mengena kan pakaian rumah
sehari-hari. Tapi meski sederhana, di mata Ray gadis itu terlihat bagai
ram-ram dalam dongeog yang pernah diceritakan istri penjaga panti
dulu. Ray menelan ludah. Sungkan sekaligus gugup masuk ke ruang tamu.
Duduk di atas sofa seperti menduduki bara panas. Dia sungguh gugup.
Berbeda dengan di bangsal rumah sakit, tidak ada anak-anak yang akan
diajak bercengkerama gadis ini. Waktu dan tempat sempurna milik
mereka. Apa yang harus dia lakukan" Mengajaknya bercakap" Aduh" Bukankah
mereka tidak pernah berbincang" Bukankah percakapan paling panjang
yang pernah terjadi di antara mereka saat dia terluka untuk kedua
kalinya dulu" Malam itu Ray hanya menemani gadis itu membuat puding
pisang di dapur. Sempurna itu. Tidak lebih. Tidak kurang. Tidak ada
percakapan. Hanya suara blender yang berbunyi. Suara dengking oven
yang bernyanyi. Lantas Ray sebelum beranjak pulang, bersama gadis itu
di mang depan mencicipi puding pisang.
"Enak?" Gadis itu bertanya pendek"Enak banget...." Ray tertawa lebar. Ah, jangankan
puding pusing manis, puding pare busuk saja bakal dibilang
Ray enak.... Hanya itu percakapan mereka. Ray pulang persis ketika jam berdentang
sembilan kali. Tidak ada kata-kata perpisahan. Tidak ada tatapan penuh
makna. Apalagi pelukan. Setiap jadwal kunjungan tersebut, hanya itu
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang dilakukannya. Melihatnya membuat puding pisang. Berdiam diri.
Selama sebulan terakhir....
Hubungan mereka berkembang aneh sekali. Sukses" entahlahPertandingan bola sudah selesai. Tim lantai Jo sukses besar! 4-0!
Aku Mencintaimu Apa Adanya
MALAM berikutnya. Jadwal kunjungan berikutnya.
Gadis itu seperti biasa membukakan pintu setelah Ray dga kali menekan
bel. Mengangguk pelan, memper silakan Ray masuk.
"Aku membawakan sesuatu untukmu!" Ray terse nyum sambil menatap
berbinar-binar. Gadis itu terlihat cantik. Mengenakan baju terusan
bermotif hijau selutut Rambut panjangnya dibiarkan tergerai.
Gadis itu menatap Ray yang bersemu merah sekilas. Ray masih berdiri di
bawah bingkai pintu: Seperti menyembunyikan sesuatu. Melihat tangan
Ray di balik-badan-nya. "Apa-?" Bertanya pendek.
Ray menjulurkan setangkai bunga mawar. Gadis itu hanya menatap datar.
Tidak ada ekspresi sedikit pun. Tidak
ada seruan riang. Apalagi pelukan terima kasih. Menerima bunga itu
dengan diam. Menyibak badannya, mempersilakan Ray masuk. Ray
menggigit bibir. Menyumpahi Jo dalam had. Lihatlah, gara-gara menurud
kalimat Jo waktu pertandingan bola malam lalu dia jadi malu....
Ray duduk di kursi tinggi sudut dapur. Tempat biasanya. Gadis itu
meneruskan pekerjaannya. Puding pisang. Gadis itu bekerja pelan. Asyik
dengan masakannya. Sementara Ray takjim menatap. Diam.
Satu setengah jam berlalu. Gadis itu mengangkat puding pisang yang
telah matang. Meletakkannya di tatakan. Mengirisnya ke dalam dua
porsi piring kecil. Membawanya ke ruang depan.
Ray melangkah mengikuti. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Senyap. Ray menyendok puding pisang di tangannya. Masih sama
lezatnya seperti pertama kali dia mencicipinya dua bulan lalu,
tersenyum. Gadis itu meletakkan piringnya yang kosong. . .
Diam. Menunggu menit-menit jadwal kunjungan berlalu.
Ray menelan ludah. Mengusap rambut panjangnya (yang sebelum
berangkat disisir rapi sepuluh kali). Dia harus mencoba, bisik separuh
hati Ray. Apa salahnya" Sudah lama dia merencanakannya. Kalau ia
menolak " Setidaknya dia sudah pernah mengajaknya. Ray meremas
jemarinya. Gugup. Berdehem. Gadis itu mengangkat mukanya. Bersi-tatap sejenak"Ergh.... Aku tahu.... Eh, aku tahu satu menit tiga puluh detik lagi aku
harus pulang.... Eh, tapi," Ray mencoba tersenyum, seharusnya
percakapan ini tidak sulit, bukan"
"Maukah kau ikut sebentar bersamaku.... Ada tempat yang ingin
kutunjukkan!" Ray menunduk saat mengatakan kalimat itu.
Gadis itu menatap datar. Dahinya sedikit terlipat"Maksudku, malam ini kota sedang berpesta, kau tahu itu.... Malam ini
juga rembulan bersinar terang.... Maukah kau ikut ke tempat yang baik
untuk melihat semuanya. ... Hanya sebentar.... Setengah jam.... Nanti aku
antar pulang!" Ray menggigit bibir.
Dia sudah mengatakannya. Tinggal menunggu jawabannya.
Gadis itu hanya diam. Ray menghela nafas. Jam berdentang sembilan
kali. "Tidak apa-apa kalau kau enggan...." Ray tersenyum, "Baiklah. Sudah
waktunya...Aku harus pulang-"
Ray berdiri pelan. Kecewa. Padahal dia sudah mercu canakannya jauhjauh hari. Entah apa yang dirasakan gadis itu. Tapi Ray bisa merasakan
sesuatu di hatinya. Sesuatu yang semakin hari semakin membuncahkan
harapannya. Mimpi-mimpi yang indah. Baiklah. Mungkin dia harus
menunggu lebih lama lagi'Tidak lama, kan?" Gadis itu mendadak berbicara.
Ray yang sudah berdiri di depan pintu menoleh. Oh
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ibu" "Hanya setengah jam! Janji!" Ray mengangguk kencang-kencang.
"Tunggu sebentar-" Gadis itu melangkah masuk ke dalam.
Ray mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. Ia mau! Gadis itu tidak
menolak. Ray melompat bak pekerjanya yang baru memasukkan gol ke
gawang lawan. Aduh, kakinya tersandung. Jatuh gedebuk di atas karpet.
Gadis itu keluar dari kamarnya persis saat Ray jatuh. Ray nyengir lebar.
Menepuk-nepuk pahanya yang sakit.
Gadis itu sudah mengenakan syal putih di leher.
Terlihat semakin cantik. Ray seketika lupa rasa sakitnya...
Mereka melangkah bersisian keluar dari halaman rumah. Melewati
jalanan yang terang-benderang. Lampu-lampu hias memadati penjuru
kota. Malam ini puncak peringatan hari jadi kota yang ke-500. Malam ini
juga rembulan bersinar elok di angkasa. Bintang-gemintang tumpah
memesona. Inilah rencana Ray! Mengajak gadis itu haik ke lantai 18 konstruksi
gedung. Gadis itu menurut. Diam sepanjang perjalanan. Mereka tiba di
lokasi konstruksi gedung lima menit kemudian. Ray membimbing gadis itu
menaiki anak tangga. Ragu-ragu saat melakukannya pertama kali. Tidak
semua lantai diberi penerangan. Makanya terlihat remang. Gadis itu
sempat tersandung kecil di lantai dua. Ray setelah menelan ludah,
gemetar menawarkan tangannya menjadi pegangan. Gadis itu menurut.
Menggenggam lengan Ray. Hati Ray sungsang berlipat-lipat. Merasakan jemari-jema rinya yang
halus dan lembut.... Oh-Ibu!
Inilah rencana Ray.... Saat gadis itu tiba di lantai 18, bukan hamparan
lantai yang biasa buruh-buruh gunakan sebagai lapangan bola yang
ditemukan. Tapi ratusan lilin, lilin-lilin yang diletakkan di lantai. Lilin-lilin
yang diletakkan di batang bambu. Digantungkan di tiang gawang. Meme
sona. Gadis itu tertegun...
Ray menelan ludah, tersenyum, "Indah, bukan!"
Gadis itu mengangguk lemah.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray membimbing tangannya menuju tubir gedung Di situ dia meletakkan
dua buah kursi kayu. Menyilahkan gadis itu duduk.
"Sebentar.... Tunggu...!" Ray mengambil jam gantung di saku celananya.
Sempurna. Rencana yang sempurna. Mereka tiba tepat waktu. Sepuluh
detik lagi persis pukul 21.15.
"Sepuluh, sembilan, delapan," Ray yang masih berdiri menghitung
mundur. Tersenyum menatap gadis yang du duk di sebelahnya. Gadis itu
menatap Ray tidak mengerti
"Empat, tiga, dua, satu, YA!"
SYYUUIIIT! B-U-M! SYYUUIIIIT! B-U-M! B-U-M!
Pesta kembang api perayaan hari jadi ke-500 kota dimulai. Persis di
hadapan mereka. Di atas pelabuhan kota, Lima kembang api raksasa
serentak melesat ke angkasa, Berdebum. Membentuk tarian cahaya
yang indah-mempesona. Membuat terang-benderang.
Pertunjukan yang hebat. Layar-layar perahu nelayan terlihat dari
kejauhan. Tiang-dang kapal kargo raksasa terlihat berkilatan. Selusin
kembang api melesat lagi. Berputar-putar. Berpilin. Sebelum meledak
menjadi ratusan bola api kecil-kecil di angkasa, yang kemudian meledak
lagi. Rembulan bundar dan bintang-gemintang menjadi latar pertunjukan.
Sempurna! Ray duduk di kursi sebelah gadis itu. Gadis itu tersenyum amat
manisnya. Tidak, ia tidak menatap Ray. Ia sibuk menatap pemandangan
mempesona di hadapan mereka. Tapi bagi Ray itu sudah cukup, ini
pertama kalinya gadis itu tersenyum begitu riang saat bersamanya.
Wajah misterius itu hanya menatapnya datar selama ini, kosong, kecuali
bersama anak-anak di bangsal rumah sakit.
"Indah bukan?" Ray berkata pelan.
Gadis itu menoleh. Tersenyum. Mengangguk.
Ray menggigit bibir. Tak kuasa bersitatap dengan wajahnya.
Pertunjukan kembang api terus berlangsung. Ray terdiam, berkutat
dengan kalimat-kalimat berikut yang ingin dikatakannya. Tatapan gadis
itu baru saja membunuh semua kalimat yang direncanakannya.... Gadis
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
itu kembali menolehkan kepala menyaksikan pemandangan hebat di
kejauhan. Baiklah! Ray menelan ludah. Lupakan soal kalimat-kalimat itu. Sudah
musnah. Tak ada yang bisa diingatnya. Padahal dia sudah berusaha
menghafalnya selama berhari-hari. Menuliskannya di kertas. Baiklah! Dia
akan membiarkan hadnya yang menuntun....
Ray berdehem. Gadis itu menoleh lagi.
"Kau tahu.... Eh..." Ray tersenyum, mengusap rambutnya.
Gadis itu menunggu. "Kau tahu, aku senang sekali sedap bertemu denga-mu...." Ray menggigit
bibir, "Kunjungan malam seperti barusan amat menyenangkan bagiku....
Sedap kali pulang dan tempatmu, perasaanku jauh lebih senang
dibandingkan saat berangkatnya...."
Ray kehilangan kata-kata. Terdiam. Wajahnya kebas. Matanya membeku
bersitatap dengannya. Aduh. Dia kan
belum mengatakan kalimat pamungkasnya...Baiklah.
Biarlah ekspresi mukanya yang entah seperti apa mengatakan semua
perasaan itu.... Suara dentuman kembang api di kejauhan terdengarLama sekali gadis itu menatap wajah Ray. Waktu seolah-olah terhenti.
Kemudian pelan kembali menolehkan wajahnya ke depan. Tanpa bilang
apapun. Tanpa ekspresi apapun. Datar. Memandang kembali pertunjukan
kembang api yang semakin spektakuler.
Ray tertunduk dalam.... Setidaknya dia sudah mengatakannya.
Pukul 21.45, gadis itu beranjak pulang. Pesta kembang api usai.
Menyisakan kemeriahan di pelabuhan. Pesta di pelabuhan terus
berlanjut hingga menjelang pagi. Sayang, pesta di atas lantai 18 itu
sudah usai sejak lima belas menit yang lalu. Ray berusaha senormal
mungkin membimbing gadis itu menuruni anak tangga.
Harinya mendendang resah. Apakah dia menolakku" Apakah dia
menerimaku" Ray melangkah gontai keluar dari halaman rumah gadis itu.
Pulang ke lokasi konstruksi.
Malam ini dia akan ddur dengan had sendu....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Sementara tanpa sepengetahuan Ray, gadis itu mengintip dari sela-sela
tirai jendela melepas kepergiannya....
Saat tubuh Ray hilang di kelokan, gadis itu riang menyambar setangkai
bunga mawar di atas meja, hadiah Ray tadi sore. Malam itu ia tidur
dengan setangkai bunga di pelukannya***
Celaka! Esok paginya hubungan mereka benar-benar berkembang aneh
sekali. Syal gadis itu semalam tertinggal di atas kursi kayu lantai 18.
Entah apa yang sedang dipikirkan Ray dan gadis itu, tapi syal itu benarbenar tertinggal. Ditemukan Ray pagi-pagi saat membereskan gumpalan
lilin-lilin. Dia akan mengembalikannya nanti malam, gumam Ray riang. Sepanjang
hari dia sibuk menyiapkan rencana topping (peletakkan atap gedung)
enam bulan lagi. Bertemu dengan rombongan insinyur. Membentangkan
denah-denah. Detail persiapan teknis. Sejauh ini semuanya oke. Ray
memastikan pekerjaan buruhnya lebih cepat seminggu dari jadwal yang
diberikan. Sore itu, juga dilangsungkan final kompetisi bola antar lantai.
Pertandingan yang seru. Lantai 18 ramai oleh teriakan. Mengundang
perhatian orang yang berlalu-lalang di jalanan. Pemilik gedung


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyempatkan datang. Memberikan kata sambutan. Memberikan hadiah.
Tim lantai Jo menang adu-penalti. Kegembiraan melingkupi seluruh areal
konstruksi. Menang-kalah, mereka semua bergem bira. Malam ini ada
pesta kambing guling di halaman gedung.
"Pak Mandor mau kemana?" Salah seorang pekerja menegur Ray yang
bersiap-siap dengan pakaian rapi. Mematut di depan cermin.
"Pergi sebentar-" Ray menjawab pendek.
"Wah, nggak ikut acara anak-anak malam ini...."
Ray menggeleng. Tersenyum penuh maksud.
"Siapa pula yang mau pesta dengan kalian kalau ada gadis cantik yang
menunggu.... Ya, nggak Mas Rae!"Jo berseru sambil tertawa.
Ray ikut tertawa. Dia hanya ingin mengantarkan syal itu. Tidak lebih.
Tidak kurang. Ini bukan jadwal kun jungannya. Melambaikan tangan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Melangkah keluar lokasi kontraksi. Bersenandung. Melewati jalan-jalan
terang kota. Celaka! Ray justru sedang menyambut kenyataan menyakitkan itu. Dalam
sekejap hubungan mereka berputar haluan 180 derajat. Benar-benar
menyesakkan. Ray menekan bel depan ramah besar itu. Tiga kali!
Tak ada yang membuka. Apakah gadis itu tidak ada" Membenak.
Menekannya untuk yang ke empat kali. Tetap tidak terdengar suara
mendekat dari ruang depan. Ray bergumam. Kecewa. Dia sudah hendak
melangkah pulang saat akhirnya terdengar langkah kaki pelan mendekat.
Ray nyengir, buru-buru memperbaiki penampilan.
Mesti keren, bukan" Pintu terbuka. TercekatRay menelan ludah. Gadis itu berdiri di bingkai pintu. Hanya mengenakan
daster tipis seadanya. Rambutnya berantakan. Wajahnya kusut entah
habis atau sedang melakukan apa.
Gadis itu lebih tercekat lagi. Sama sekali tidak menduga Ray yang
berdiri di depan pintu rumahnya.
"Kau-Kenapa kau datang malam ini?"
Ray menelan ludah, mengulurkan tangannya yang menggenggam syal
putih. Hati Ray mendadak tidak enak. Ada sesuatu yang berdengking di
kepalanya demi melihat penampilan gadis itu.
Gadis itu gemetar menerima syal. Amat gemetar.
Buru-buru hendak menutup pintu.
"Siapa sayang?" Terdengar suara berat dari dalam.
Mendadak waktu terasa berjalan lambatSeorang lelaki setengah baya, hanya mengenakan celana pendek keluar
dari kamar. Mendekat ke arah pintu depan. Ray tidak sempat
memperhatikan bagaimana ekspresi muka gadis itu di hadapannya.
Kepala Ray sibuk menebak-nebak. Buncah oleh berbagai pertanyaan.
Khawatir oleh sebuah duga di had.
Senyap. Ray gemetar memaksa kakinya tetap berdiri.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Gadis itu sudah tersuruk lari masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Ray
dan lelaki setengah baya itu saling bertatapan.
"Sepertinya aku tidak salah jadwal, kan?" Lelaki setengah baya itu
tertawa melihat Ray. "Atau kau yang salah jadwal!"
Mencoba mengerti apa yang sedang terjadi...
*** Hujan turun deras. Amat deras. Badai malah.
Kota yang tidak tersentuh berkah langit selama dua bulan digantang
hujan tak terperikan. Petir menyambar menyilaukan mata. Geledek
menggelegar menciutkan nyali. Angin menderu-deru kencang. Membuat
satu-dua pohon nyiur di pantai bertumbangan.
Tidak ada yang mau berada di luar dalam cuaca seburuk ini. Orang-orang
memilih meringkuk di sofa, tempat ddur dan kamar-kamar yang hangat
bersama keluarga masing-masing. Tapi Ray tidak. Ray membutuhkan
semua cuaca buruk ini. Dia bahkan berpikir akan berterima-kasih sekali
kalau petir mau menyambarnya....
Ray tersungkur di palang besi yang terjulur dua meter dari tubir lantai
18. Ray mengeluh dalam. Ray meratapi kenyataan yang harus
diterimanya.... Dia tidak butuh penjelasan. Tidak! Apa yang dilihatnya
semalam menjelaskan semuanya. Menjelaskan kejadian di pusat hiburan
malam itu. Tapi bagaimana mungkin gadis itu" Bukankah dia terlihat
baik" Terlihat seperu wanita baik-baik" Bukankah dia setiap pagi malah
berkunjung ke bangsal anak-anak di rumah sakit. Tidak mungkin. Ray
tergugu semakin dalam... Tadi siang, gadis itu datang menemuinya. Membuat terhenti pekerjaan
konstruksi satu gedung. Pekerjanya sibuk menggoda Ray. Gadis itu
menangis. Hendak membuka mulut menjelaskan sesuatu. Tetapi Ray
sudah berlari menjauh. Meninggalkan gadis itu beurai air-mata. Apalagi
yang harus didengarnya" Semuanya sudah sejelas ayam putih terbang
tinggi di bawah terik matahari.
Jo sore tadi, yang tidak mengerti muasal masalah membujuknya agar
turun. Ray malah membentaknya. Muka menggentarkan itu membuat Jo
membeku. Jo ketakutan beranjak turun saat tetes air hujan pertama
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
jatuh menghujam atap gedung. Dan Ray sudah dari tadi malam menangis.
Matanya memang tidak basah. Tetapi tangisan tak terdengar itu amat
memilukan. Petir menyambar terang sekali lagi.
Ray masih tersungkur. Kuyup. Badannya sekuyup hatinya.
Bukankah dia amat mencintai gadis itu" Bukankah kebersamaan mereka
selama ini menyenangkan baginya. Memberikan kebahagiaan yang tidak
pernah dirasakannya. Seaneh apapun pola hubungan mereka, Ray
merasakan indahnya perasaan mencintai seorang gadis. Untuk pertama
kalinya...Menatap wajahnya yang memasak puding
pisang. Wajah bercengkerama dengan anak-anak di bangsal rumah sakit.
Wajah misterius itu, TERNYATA wajah yang menyimpan dusta! Dusta
menjijikkan. Ray menggigit bibir. Berdarah"
Dia tidak peduli. Petir menyambar membuat terang kota sekali lagi. Seseorang sambil
terisak berdiri di belakang Ray. Sejak lima belas menit lalu.
Gadis itu hendak memanggil. Tetapi mulutnya kelu. Kakinya tidak bisa
melangkah lebih dekat. Semua ini menyakitkan. Semua kenyataan ini
amat menyakitkan. Petir menyambar. Ray menoleh. Entah apa yang membuatnya menoleh.
Melihat gadis itu berdiri di belakangnya.
Buat apa ia datang" Untuk menambah luka itu"
Gadis itu tertunduk. Hujan deras semakin buncah.
Gadis itu akhirnya memutuskan melangkah. Gemetar kakinya mencoba
berjalan di atas palang baja. Tidak mungkin. Badan itu terlalu ringkih.
Terlalu gemetar, Ray buru-buru berdiri. Menyambar tubuh gadis itu
sebelum nekad mendekatinya. Mereka terjatuh di tubir lantai 18. Ray
menarik gadis itu. Duduk terjengkang.
Petir menyambar. Ray berdiri. PERGI! Buat apa gadis ini datang kesini" Dia hendak pergi
meninggalkannya seperti yang dilakukannya tadi siang.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Gadis itu berdiri. Menarik lemah lengannya. "TUNGGU!" Berteriak
parau-sisa menangis sepanjang hari.
Langkah Ray terhenti. Angin membuat salah satu gawang bola terpental.
"Inilah kehidupanku- Buruk! Buruk sekali..."
gadis itu serak berseru, menggigit bibir. Tertunduk dalam.
"Tetapi aku tidak pernah menjanjikan apapun kepadamu.... Aku tidak
mengiyakan semua harapan-harapan itu- Aku tidak pernah mengatakan
apapun.... TIDAK PERNAH.... Karena aku menyadari, kalau kau tahu siapa
aku sesungguhnya, kau akan membenciku.... Amat mem-benciku...." Gadis
itu mengusap matanya yang basah. Basah oleh air hujan, basah oleh air
matanya. Ray masih diam. Membelakangi gadis itu.
"Aku wanita simpanan.... Ya, wanita simpanan yang menjijikkan,
memuaskan nafsu bejat lelaki...." Gadis itu terisak.
"Aku tidak pernah punya janji kehidupan yang baik.... Tidak pernah. Jadi
bagaimana mungkin aku berharap ada seorang lelaki yang benar-benar
mencintaiku apa adanya.... Aku sejak awal ingin mengusirmu jauh-jauh...
berharap kau tidak pernah datang. Berharap kau menyerah setelah
berbagai perlakuanku. Tetapi kau tidak pernah menyerah. Kau tidak
pernah.... Ya Tuhan, kenapa kita harus bertemu di gerbong itu.... Kenapa
kita harus bertemu lagi di rumah sakit itu.... Kenapa"- " Gadis itu
terduduk. Ray menelan ludah. Membalik badannya"Kau tahu.... Aku sejak kecil sudah hina.... Kotor. Busuk. Aku sama sekali
tidak layak berharap seseorang akan mencintaiku.... Semua lelaki sedap
melihatku selalu berharap bisa memuaskan nafsu mereka.... Sejak
kecil.... Aku lahir yatim-piatu, dibesarkan di panti asuhan yang
buruk...Saat umurku sembilan tahun, beruntung ada keluarga yang
mengambilku...Beruntung?" Gadis itu tertawa
di tengah tangisnya. Tawa yang memilukan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"BERUNTUNG" Ya Tuhan, apakah takdir itu keberuntungan bagiku"
Seseorang yang kupanggil ayah di keluarga itu. Seseorang yang terlihat
perhatian, amat manis memperlakukanku seperti anaknya sendiri,
membelikan boneka-boneka, malam itu.... Malam itu dia memper-kosaku!
Umurku baru sepuluh tahun. S-e-p-u-l-u-h...." Gadis itu tergugu"Berbulan-bulan aku ketakutan. Lelaki bejat itu meng
ancamku dengan pisau dapur...Bersumpah akan mengiri-.
leherku kalau bercerita ke orang lain.... Enam bulan lamanya aku jadi
budak nafsunya.... Enam bulan. Malam-malam terhinakan.... Malam-malam
ternistakan.... Hingga istrinya menangkap basah kelakuannya!"
Ray menelan ludah. Menatap lemah gadis di hada-pannya yang sekarang
tersungkur. Apa maksud semua pen jelasan ini" Apa maksudnya" Ray
menggigit bibir. Tangan-nya hendak merengkuh. Urung. Apa pula yang
sedang dipikirkannya" Merasa kasihan" Ray mengusap wajahnya, tetes
air hujan menghujam deras.
"Aku kembali ke panti asuhan itu.... Kembali dengan membawa aib. Sedap
hari penjaga panti mengungkit-ungkit kenyataan itu.... Menuduhku yang
malah menggoda dermawan penyumbang panti itu. Umurku baru sepuluh,
bagaimana mungkin aku melakukannya"
"Tak tahan dengan perlakuan penjaga panti aku memutuskan pergi.
Umurku dua belas.... Tidak ada yang bisa kulakukan" Aku menjadi anakjalanan.... Dan semuanya semakin buruk. Tidak ada yang melindungiku.
Anak-jalanan lain yang lebih besar seperti mendapatkan mangsa
empuk.... Umurku tiga belas saat mereka memperkosaku beramai-ramai.
Meninggalkan tubuh telanjangku, lebam, kotor, di bawah jembatan
kota.... Ternistakan...." Gadis itu terisak. Menutup mukanya dengan
kedua belah telapak tangan.
Kepala Ray buncah"Saat siuman, aku sudah berada di rumah sakit.... Seorang ibu setengah
baya berbaik hati membayar seluruh biaya rumah sakit. Ibu-ibu yang
terlihat baik.... Ibu-ibu yang aku pikir akan menjanjikan kehidupan yang
lebih baik, karena setiap kali aku bilang aku berhutang budi padanya ia
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menjawab aku bisa membalasnya setelah pulih nanti, ia akan memberikan
pekerjaan dengan uang banyak, agar aku bisa mengembalikan biaya
rumah sakit.... Ibu-ibu itu benar...." Gadis itu tertawa getir di tengah
tangisnya. "Ia memberikan aku pekerjaan.... Dengan uang yang banyak.... Menjadi
pelacur...." Gadis itu mendadak tergugu mengatakan kata terakhirnya.
Badannya gemetar menahan tangisan yang mengeras.
"Ya.... Menjadi p-e-l-a-c-u-r."
Ray duduk. Tidak tahan lagi mendengarnya. Memutuskan merengkuh
bahu gadis itu. Semua ini menyedihkan.
Semua ini amat menyedihkan"Aku tidak pernah menjanjikan apapun kepadamu.... Aku tidak
mengiyakan semua harapan-harapan itu- Aku tidak pernah mengatakan
apapun.... Karena kau akan membenciku kalau kau tahu siapa aku
sesungguhnya.... Amat membenciku.... Aku bahkan lelah membujuk hariku
agar melupakan janji-janji yang kau berikan.... Melupakan mimpi-mimpi
indah yang mulai hadir dalam tidurku....
"Umurku lima belas, dan aku benar-benar menjadi wanita kotor.... Lepas
dari pelukan lelaki yang satu, pindah ke pelukan lelaki yang lain. Menjadi
pemuas nafsu terkutuk mereka.... Aku tidak punya pilihan.... Maka aku
memutuskan untuk sepenuh hari melakukannya...Kau dengar
itu, aku sepenuh hati melakukannya.... Berharap mendapatkan uang
secepat mungkin untuk menebus biaya rumah sakit itu, mendapatkan
uang sebanyak mungkin sehingga bisa meninggalkan kehidupan
menjijikkan itu.... "Tetapi itu tidak pernah menjadi kenyataan.... Lepas empat tahun
menjadi anak-asuh ibu-ibu itu, aku justru menapak karir yang lebih
hebat.... Lebih mentereng dibandingkan pelacur jalanan.... Menjadi
wanita simpanan peja-bat, pengusaha, siapa saja sepanjang mereka bisa
membayar tarifku.... Rumah besar itu.... Semua harta yang kumiliku....
Semuanya menjijikkan... Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Aku terperangkap dalam kehidupan itu. Aku membenci jalan hidupkuYa Tuhan, aku tidak pernah meminta dilahirkan yatim-piatu. Aku tidak
pernah meminta dibesarkan di panti asuhan buruk itu. Aku tidak pernah
meminta diperkosa.... AKU TIDAK PERNAH MEMINTA!"
Ray mendekap gadis itu. Berusaha menenangkannya.
Gadis itu tergugu di bahu Ray. Diam. Lama.
"Hingga setahun silam, saat aku mendapatkan penjelasan tentang masa
lalu menyakitkan itu.... Aku memutuskan untuk berubah. Aku rajin
mendatangi bangsal anak-anak. Dengan bercengkerama bersama mereka,
aku berharap bisa membujuk hatiku untuk melupakan semua
hal...Tapi aku tidak akan pernah bisa melepaskan diri
dari pekerjaanku. Wanita simpanan... Semua ini mengungkungku. Aku
tidak pernah berhasil berubah.... Dan kau datang...Kita bertemu di
gerbong makan, di rumah sakit..." Gadis itu sesak mengatur nafas.
Membuang ingus. "Kau menemuiku di bangsal Rumah Sakit.... Kau
menatapku...Tatapan yang tidak pernah kudapatkan dari
seorang lelaki. Tatapan yang menghargai, tatapan yang...
Dan aku terjebak oleh perasaan itu...Mulai merangkai
harapan. Mulai mendendang mimpi.... Lelah sekali membujuk hatiku untuk
melupakan janji-janji itu. Amat lelah. Apalagi memaksakan untuk tidak
menoleh. Tidak mem-pedulikan kau.... Tetapi kau tidak pernah menyerah!
Kau malah datang sesuai jadwal yang kuberikan.... Ya, aku tidak
menginginkan kau datang di hari lain, saat lelaki itu menemuiku....
Gadis itu tergugu lagi. Ray mengusap rambutnya lembut"Kau selalu datang dengan wajah riang. Menatapku dengan janji-janji
perasaan itu, mengajakku bicara sambil menghabiskan puding pisang....
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.... Aku tidak tahu. Kau bahkan
mengajakku ke atas gedung ini. Memperlakukanku seperti pu-teri- Kau-"
Gadis itu terisak. Badannya bergetar dalam dekapan Ray.
Hujan deras terus membuncah kota. Petir menyambar terang. Guntur
berdentum meningkahi semua keributan. Gawang lapangan bola yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
satunya lagi terpental oleh terpaan angin. Tersangkut di pembatas
jaring-jaring. "Aku tidak pernah berharap ada lelaki yang mencintaiku apa adanya....
Tidak pernah...Tidak pernah..,."
Ray menggigit bibir. Hadnya meleleh mendengar se-mua penjelasan ini.
Hatinya mencair. Lihatlah, kehidupan gadis ini buruk sekali. Masa lalunya


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teramat buruk. Seburuk masa lalunya"Apakah kau mencintaiku?" Ray berbisik di telinga gadis ituGadis itu bergetar mendengarnya, mengangkat wajahnya, "Kau tidak
layak mendapatkan cinta gadis kotor, menjijikkan sepertiku- "
Ray menelan ludah. Mendekap gadis itu semakin erat.
"Tidak! Akulah yang tidak pantas mendapatkan cintamu...."
Dari ketinggian pesawat terbang. Ray yang mendekap gadis itu di atas
lantai 18, di tengah-tengah ribuan cahaya lampu kota, di tengah-tengah
hujan deras, petir, guntur terlihat bagai titik kecil.
Titik kecil yang merengkuh janji kehidupan berikutnya.
*** Enam bulan berlalu. Antusiasme dan kesenangan!
Lokasi konstruksi gedung dipenuhi janur kuning. Berderet-deret.
Berbaris-baris. Halaman depan gedung dipadati kursi-kursi. Tenda
besar terpasang. Hiasan lampion menggelantung di tiang-tiang bambu.
Meriah. Hanya peresmian gedung 18 bulan kemudian yang mengalahkan
kemeriahan itu. Hari ini, Ray menikah. Menikahi gadis itu.
Menu istimewa pesta pernikahan mereka: Puding Pisang.
Pekerja konstruksi gedung ramai bersorak macam menonton
pertandingan bola. Berseru-seru. Gaya. Bersulang macam di pesta-pesta
itu saja. Ray banyak tersenyum. Menggamit lengan istrinya. Bersemu
merah. Gadis itu mengenakan gaun pengantin berwarna putih.
Memesona. Seperti bangau di persawahan. Rambutnya disanggul.
Disematkan setangkai bunga anggrek putih. Ketika Ray duduk bersisian
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
dengannya di pelaminan, dia merasa dirinya sungguh lelaki paling bahagia
di dunia. Aduh, istrinya cantik sekaliUmurnya 27, Ray bersiap membuka lembaran baru
hidupnya. Berkeluarga. Dia memenuhi semua syarat untuk membina
keluarga yang baik. Ray mencintai istrinya, teramat malah. Istrinya juga
amat mencintainya. Pekerjaannya di konstruksi bangunan mencukupi.
Dan dia pembelajar yang baik. Maksudnya, Ray bisa belajar dengan baik
bagaimana membuat keluarga mereka menjadi keluarga yang
menyenangkan. Istrinya mendekap mesra... Bagi istrinya, pernikahan itu lebih dari
lembaran hidup baru. Pernikahan itu menjadi proses perbaikan. Janjijanji masa depan yang lebih baik. Untuk pertama kali ia mendapatkan
penghargaan yang utuh dari lelaki. Penghargaan yang selalu
dirindukannya selama ini.
Mereka sepakat menjual rumah besar itu. Pindah. Dengan uang tabungan
Ray setahun terakhir, mereka mengontrak rumah kecil di dekat pantai.
Tempat baru yang menyenangkan. Sedap pagi Ray dan istrinya bisa
berdiri di teras rumah, berpelukan, menatap matahari terbit yang
indah. Membisikkan kalimat-kalimat mesra. Melupakan masa lalu yang
menyakitkan. Melupakan masa-masa gelap. Termasuk masa-masa gelap Ray sendiri.
Hanya ada dua orang yang mengetahui persis kejadian di lantai 60 itu.
Satu orang sudah meninggal di tiang gantungan. Satu orang sedang
tersenyum lembut memeluknya saat pertama kali mendengar cerita itu,
beberapa malam setelah mereka menghuni rumah baru tepi pantai.
Mereka berdua duduk bersisian di atas kursi rotan
panjang. Menatap lautan yang 'bernyanyi.' Ombak berdebur pelan
memecah pantai. Angin malam berdup pelan. Lampu-lampu dari perahu
nelayan terlihat bagai kunang-kunang.
"Seharusnya aku menemui Plee untuk terakhir kalinya-" Ray mengusap
wajahnya. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Tidak, sayang...Masa lalu itu sudah berlalu. Tidak
ada penyesalan.... Bukankah kau mengatakan kalimat itu kepadaku
berbulan-bulan lalu," Istrinya menatap hangat wajah Ray.
TersenyumMereka bersitatap lama. Ray ikut tersenyum. Benar. Semuanya sudah
tertinggal jauh di belakang. Memeluk mesra istrinya.
"Toh, kejadian itu semakin membuktikan kalau kau memang si ceroboh,
bukan!" Istrinya tertawa, menggoda.
"Apa kau bilang?" Ray menyeringai, melotot.
"Si ceroboh! Hatiku terkadang berada di tempat lain.... Aku di sini tapi
pikirkanku di tempat lain...." Istri-nya tertawa semakin lebar.
Ray berusaha mencubit lengan istrinya, "Dasar gigi kelinci!"
Istrinya berusaha melepaskan diri. Berlari. Tertawa-tawa.
Hubungan mereka tidak pernah lagi berkembang aneh. Sejak enam
bulan, sejak kejadian di lantai 18 konstruksi gedung itu, mereka bisa
berbincang layaknya sepasang potongan hati. Saling bergurau.
Bercengkerama. Apalagi setelah tinggal se-atap berdua. Kebersamaan
itu sungguh menyenangkan. Ray memanggil istrinya: si gigi kelinci.
Sedangkan istrinya memanggil Ray: si ceroboh.
Mereka keluarga muda yang bahagia. Bertetangga dengan baik. Anakanak di sekitar rumah menyukai keluarga baru itu. Juga orang-tua-nya.
Bagaimana tidak, istri Ray mengisi waktu luangnya dengan membuat kuekue. Pandai sekali menyiapkan berbagai bentuk kue-kue yang lucu dan
lezat. Dan ia ringan tangan membagikan kue-kue tersebut ke tetangga.
Enam bulan berlalu, Ray memasang plang bertuliskan: Puding Pisang Gigi
Kelinci, di depan rumah mereka. Bisnis kue-kue itu dimulai, "Kau bisa
mengajak tetangga lain, yang!"
Ray tidak lagi harus berangkat pagi-pagi ke lokasi konstruksi. Tidak
juga pulang malam-malam, kecuali ada keperluan penting. Enam bulan
berlalu dari pernikahan itu, Ray mendapatkan promosi pentingnya.
Pemilik gedung itu sendiri yang mengambil keputusan. Dalam evaluasi
progress terakhir, Ray memaparkan tentang hirarki hubungan buruhmandor yang modern. Dia tidak pernah mengecap bangku kuliahan,
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tetapi Ray mengerti betul manajemen yang baik untuk pekerja
bangunan. Mengusulkan sistem baru. Ide itu hebat. Dan pemilik gedung
mengangkatnya menjadi Yield Manager-istilah kepala mandor yang baru.
Ray sekarang setara dengan insinyur-insinyur itu. Sore itu, Ray sengaja
pulang lebih cepat selepas pengumumam promosinya. Dia menyempatkan
membeli setangkai mawar merah di tepi jalan. Bersenandung riang
sepanjang perjalanan. Tidak sabar bertemu dengan istrinya.
Ray masuk rumah mengendap-endap. Hendak memberikan kejutan.
Istrinya sibuk masak di dapur. Memakai celemek. Muka cemong. Ray
memeluknya dari belakang. Tiba-tiba. Istrinya terperanjat. Hampir
memukul Ray dengan sendok besar.
Tertawa"Aku punya sesuatu untukmu, yang!" Ray berbisik, memeluk.
Istrinya tersenyum, menoleh. Muka kotornya menatap mesra.
"Eh, kau cantik sekali sore ini-" Ray menyeringai menatapnya. Urusan
setangkai mawar merah itu terpotong sejenak.
Istrinya tertawa. Lesung pipitnya semakin terlihat.
Ray mematahkan tangkai bunga mawar. Lantas menyelipkannya di
sanggul rambut istrinya. "Aku promosi hari ini, Yang! Manajer!
Mengepalai seluruh pekerjaan di lokasi konstruksi- Kita akan
mendapatkan rumah besar.... Mobil.... Kau akan kubelikan berlian, pakaian
yang indah...." Istrinya tersenyum datar. Tidak terlalu antusias. "Kau tidak senang
mendengarnya?" Istrinya menggeleng. "Ada apa" Kau sakit."
"Aku baik-baik saja, ceroboh. Aku senang mendengarnya.... Amat
senang.... Tetapi aku tidak membutuhkan itu,yang. Rumah besar, mobil,
berlian, pakaian yang indah.... Bagiku kau ihklas dengan semua yang
kulakukan untukmu...Ridha atas perlakuanku padamu.... Itu sudah
cukup!" Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray tertawa, dia menggerakkan bibir, mengikuti kalimat-kalimat
terakhir istrinya. Istrinya manyun kalimatnya diikuti, mencubit perut
Ray. Ray mengaduh. TertawaInilah kebiasaan istrinya sejak mereka menikah. Kalimat itu. Istrinya
suka sekali mengatakan kalimat itu dalam situasi tertentu. Ihklas
dengan semua bla-bla-bla. Persis seperti Bang Ape dulu yang suka bicara
tentang masa depan. Di antara mereka berdua, istrinya memang sungguh
lebih banyak berubah. "Terima kasih bunganya-" Memeluk.
Ray mencium kening istrinya.
"Ergh, aku tidak habis pikir...."
"Apa?" Istrinya menoleh.
"Bagaimana mungkin muka cemong, memakai celemek, gigi jelek macam
kelinci, bisa terlihat candk dengan bunga ini..."
Lengan Ray dicubit lagi. Berdua tertawa.
Matahari senja terbenam di ufuk barat. Langit merah. Debur ombak
membuai rasa. Angin menderu memainkan ujung-ujung rambut. Senja
itu, senja kesekian dalam kehidupan mereka yang menyenangkan. Ray
tidak pernah belajar tentang berkeluarga yang baik. Tapi Ray tahu
persis bagaimana meletakkan posisi pasangan hidupnya dalam hubungan
mereka. Hanya penjaga panti yang bodohlah yang dulu menyia-nyiakan
istrinya yang amat baik. Dan waktu melesat tanpa terasa. Seperti desing peluru....
Delapan belas bulan sejak pernikahan mereka. Peresmian gedung 18
lantai. Gedung tertinggi di kota kami. Ray memakai baju yang belum
pernah dipakainya. Istrinya belepotan membantu memasangkan dasi,
lupa-lupa ingat. Bentuk dasi itu malah tambah aneh. Tertawa. Mereka
berdua berangkat (tanpa dasi). Istrinya ikut diundang. Gedung itu
meriah. Penuh cahaya lampu. Pemilik gedung sum-ringah. Semua sesuai
jadwal. Semua sesuai anggaran. Dan Ray menjadi salah-satu kuncinya.
Petinggi kota datang. Memadati kursi-kursi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Sirene peresmian berbunyi.
"Sudah berapa bulan, Mas Rae?" Jo yang duduk mencangkung
menyaksikan peresmian dari belakang tenda undangan bertanya.
Ray tidak terlalu suka berada di antara undangan ke-ren-keren itu. Dia
menyingkir, memutuskan duduk bersama pekerja. Jo memberikan dua
kursi plastik untuk dia dan istrinya.
"Kenapa kamu nggak tanya langsung sama yang hamil?" Ray tertawa,
menoleh istrinya, berdua tertawa mengolok Jo.
Jo mengusap dahi, ikut tertawa. Urusan wanita, Jo hanya pandai
memberi saran-saran seperti ke Ray dulu.
Jo amat sungkan bicara dengan wanita. Lebih parah dibandingkan
siapapun. Belakangan jadi bahan becandaan pekerja. Jo naksir gadis
dekat lokasi konstruksi, tapi ya itu, tidak ada kemajuan selama enam
bulan. "Mas Rae akan pindah tugas setelah proyek ini, ya" Mungkin ini
pertemuan terakhir bersama anak-anak," Jo menyeringai, sedih.
"Anak-anak sudah dapat proyek baru?"
"Rata-rata sudah.... Tapi mungkin tidak akan mendapatkan mandor yang
menyenangkan kayak Mas Rae."
"Memangnya enak dimandori si ceroboh?" Istri Ray nyeletuk.
Ray tertawa. Jo dan pekerja lain yang duduk mencangkung di sekitar
mereka ikut tertawa. Tetapi mengangguk"Kita akan tetap menjadi saudara di mana pun berada, Jo... Tidak ada
yang pergi dari hati... Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan...
Kalian akan tetap menjadi saudara... "Ray tersenyum mengatakan
kalimat itu. Itu kalimat Bang Ape. Ray asal comot. Tapi yang justru
tidak pernah Ray sadari selama ini, dia dua kali lebih mencengkeram,
lebih bertenaga dibandingkan Bang Ape saat mengatakannya.
Jo dan teman-temannya menunduk. Menelan ludah. Satu-dua menyeka
ujung mata. Sementara selubung gedung pelan meluncur turun. Gedung
itu terlihat indah di malam hari. Berkilauan. Undangan ramai bertepuktangan. Ray menatap ke depan-
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Istrinya memeluk Ray lebih erat. Kalimat itu indah sekali, lebih indah
dibandingkan gedung di depan mereka. Istrinya memandang wajah Ray
yang ditimpa kilau cahaya lampu. Lihatlah! Ia amat beruntung
mendapatkannya. Beruntung atas guratan takdir ini.
Semua masa lalu itu tertebus sudah.
Pelan meletakkan kepalanya di bahu Ray. TersenyumAnak-anak Surga
PUKUL 23.00, larut malam. Ray mengusap wajahnya, meletakkan kembali
jam gantung ke dalam saku celana. Menekan pedal gas lebih kencang.
Malam ini, lagi-lagi dia pulang terlambat. Amat terlambatTiga bulan sejak peresmian gedung, Ray dipindahkan ke proyek yang
lebih besar, lebih menantang, dan tentu saja lebih sulit. Pembangunan
Bandara Internasional Kota, 35 kilometer dari kota tepi pantai. Posisi
baru Ray: Field Deputy Manager. Mengepalai belasan mandor yang
mengerjakan bagian masing-masing. Pemilik gedung sebelumnya, menjadi
salah-satu anggota konsorsium pembang unan. Melibatkan kontraktor
dari dga negara. Dana besar. Tim besar. Dan Ray dengan reputasinya
mendapat posisi besar. Jalanan lengang. Langit malam tertutup awan. Ada banyak pekerjaan di
lokasi konstruksi bandara, Bertumpuk. Membuatnya sering pulang larut.
Sebenarnya belum ada sedikit pun pekerjaan fisik, tapi segala tetekbengek persiapan itu memusingkan. Ray dilibatkan dalam banyak
pertemuan. Dia cerdas, berbakat besar dalam rekayasa sipil, tetapi
hampir sebagian besar pertemuan itu menggunakan bahasa asing,
sesuatu yang belum pernah dikuasainya.
Ray menggerak-gerakkan lehernya yang pegal. Ini minggu kedua dia
berturut-turut setiap hari pulang larut. Istrinya yang hamil tujuh bulan
pasti sedang menunggu di ruang depan. Duduk terkantuk-kantuk.
Rajutan di tangannya pasti berceceran di atas meja. Ah, Ray
menyeringai tipis, tak seharusnya dia sering pulang malam seperu ini.
Membiarkan istrinya sendiri. Tapi apa mau dikata"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Lima belas menit berlalu, mobil itu merapat ke rumah tepi pantai
mereka. Pelan masuk ke halaman tanpa pagar. Meluncur perlahan ke
dalam garasi. Ray beranjak turun, melangkah pelan menuju pintu.
Mengeluarkan kunci. Mencoba tidak gaduh. Malam ini dia tidak ingin
membangunkan istrinya. Tetapi selalu sia-sia, istrinya seperti malam-malam lalu membuka pintu
persis saat Ray mendekat. Menguap. Pipinya, aduh, di pipi istrinya ada
kepulauan. Bekas tertidur menunggunya. Tersenyum, istrinya selalu
tersenyum hangat menyambut"Malam, istriku yang cantik," Ray tertawa.
"Mhu-al-lam" Istrinya menguap lebar.
"Maaf.... Tadi lagi-lagi ada kelinci raksasa.... Wuih,
giginya besar-besar, menghadang di jalanan. Aku terpaksa berhenti
lama untuk mengusirnya! Aku bilang, 'Pergi jauh-jauh, kalau tidak, nanti
kuadukan dengan ratunya kelinci'...." Ray menyeringai.
Manusia Penyebar Kutuk 1 Dewa Arak 53 Penjarah Perawan Suling Naga 6
^