Pencarian

Celebrity Wedding 1

Celebrity Wedding Karya Alia Zalea Bagian 1


PROLOG Seperti biasa, hari jumat adalah hari paling sibuk sepanjang minggu karena semua org mencoba
untuk menyelesaikan pekerjaan mereka agar bs mendapatkan weekend off. Ina sedang berusaha
sebisa mungkin menyelesaikan pekerjaannya supaya bs menghadiri acara Ultah ke-18 Gaby
besok malam. Gaby adlh keponakannya yg paling besar, anak kakak Mabel, kakak tertuanya. Dia
sudah terbiasa ketinggalan acara keluarga seperti ini karena bekerja di slh satu kantor akuntan
publik terbesar di Jakarta. Dgn pekerjaan yg seabrek dan jam kerja yg tdk menentu, dia bahkan
bingung bagaimana dia bs bertahan di firm ini selama 6thn belakangan. Padahal firma ini jelas
sudah memperbudaknya dgn tdk memberinya kesempatan untuk bersosialisasi dgn dunia di luar
pekerjaan. Dia mencoba mengingat-ingat kapan terakhir dia menghadiri acara ultah Gaby. Tp stelah
beberapa menit otaknya msh kosong, dia merasa menjadi tante paling parah di seluruh dunia ini.
Tidak, tdk kali ini, ucapnya dlm hati dgn penuh tekad. Dia sudah berjanji kepada keponakannya
untuk menghadiri pestanya dan dia akan memastikan bahwa dia akan menepati janji itu. Karena
seseorang hanya akan merayakan ultah ke-18 mereka sekali seumur hidup dan juga karena Gaby
sudah menerornya selama beberapa hari ini untuk memastikan bahwa dia tdk lupa akan janjinya.
Ina mengerutkan dahi dan kembali menaruh perhatian kepada berkas-berkas yg baru saja
diserahkan oleh salah satu seorang senior associate kepadanya. Jam di laptop sudah
menunjukkan pukul tiga sore dan deretan kata dan angka yg tertera pada dokumen yg kini ada di
hadapannya mulai agak kabur. Sedetik kemudian telepon kantornya berbunyi.
Dia mengangkatnya dan berkata, "Inara," tanpa melepaskan tatapannya pada apa yg sedang dia
baca. "Hey, u can come into conference room two for a second?" Terdengar suara bosnya.
"Sure, be there in a bit," ucap Ina singkat. Meskipun semua partner punya personal assistent, tp
pak Sutomo memang lbh suka untuk berbicara langsung dgnnya, terutama untuk hal-hal yg
dianggapna priority. Ina menutup laptopnya dan membawanya bersamanya. Dia berjalan keluar ruangandan
memberitahu Helen, personal assistant-nya dimana dia akan berada selama satu jam ke depan.
Beberapa associate dan assistant kantornya terlihat berkeliaran di sekitar Conference Room II yg
berdinding kaca ketika dia akan memasuki ruangan itu. Ina cuma mengangkat kedua alisnya
melihat keadaan ini. Pada nggak pernah liat orang meeting apa" Pikirnya dlm hati sambil
membuka pintu kaca itu. " You need me?" Tanya Ina pada pak Sutomo yg duduk di ujung meja bundar berukuran sedang
yg memenuhi ruangan itu. Kantor tempatnya bekerja memiliki delapan ruang pertemuan dgn
ukuran yg berbeda-beda, Confarence Room II adalah g terkecil.
"Nah, ini dia orangnya," kata2 pak Sutomo, lgsg membuat Ina waswas. Tp sbelum dia bs
mencerna lbh lanjut, beliau sdh berkata-kata lagi. "Inara, kenalkan, ini klien baru kita," ucap pak
Sutomo sambil berdiri dan tangannya mempersembahkan seorang laki-laki yg tadinya duduk
membelakangi Ina tp skrg menghadap kepadanya. Dan dia adalah.......... Revelino Darby,
penyanyi laki-laki paling berbakat, paling seksi, dan paling sering digosipkan di Indonesia.
Sadarlah Ina skrg knapa banyak orang berkeliaran di sekitar ruang pertemuan ini.
BAB 1 (The Celebrity) "Ina, tentunya kmu kenal dgn Revelino Darby, musisi paling berbakat and the most eligible
bachelor in town," ucap pak Sutotmo dgn antusias.
Pertanyaan bodoh macam apa itu" Tentu saja Ina, juga seluruh Indonesia, tahu siapa Revel. Mr.
Playboy of the year g baru2 ini digosipkan sdh melamar Luna, pacarnya yg model dan jg
selebriti wanita paling dicintai se-Indonesia itu karena mereka tertangkap basah lg shopping
cincin. "Inara," ucap Ina sambil buru2 meraih tangan yg disodorkan oleh Revel. Genggaman tangan
Revel terasa kuat dan pasti.
Ina bukanlah fans musik Revel, dlm arti dia tdk pernah beli CD-nya, tp dia tdk keberatan
mendengar lagu-lagunya diputar di radio atau menonton video klipna di MTV. Aliran musik
Revel yg merupakan pencampuran antara pop rock dan R&B cukup enak didengar dgn lirik dan
nada yg mudah diingat. Sekarang Revel membiarkan rambutnya dipotong pendek, tp dulu
rambutnya panjang dgn dreadlock ala Lenny Kravitz. Biasanya dia tdk suka laki2 berkulit terlalu
putih, tp dy bahkan tdk pernah memperhatikan bahwa warna kulit Revel nyaris kelihatan seperti
orang albino karena dia dan hampir seluruh wanita di Indonesia yg berumur di antara 18 hingga
60 tahun sdh terlalu terkesima dgn aura Revel. Aura yg skrg dirasakannya sedang menyerangnya
dgn kekuatan penuh tanpa dibatasi oleh layar TV, alhasil dia tdk bs mengalihkan perhatiannyA
dr wajah Revel. "Revel," ucap Revel sambil tersenyum. Melihat senyum itu Ina hrs mengingatkan dirinya untuk
kembali bernapas. Dia sering melihat senyum itu di TV dan dia selalu berpendapat bahwa
senyuman itu menarik, tetapi saat melihatnya langsung dgn mata kepalanya sendiri ternyata kata
"menarik" tdk cukup untuk menggambarkan apa yg ada di hadapannya.
"Ini pak Siahaan, pengacaranya Revel dan pak Danung, managernya Revel," pak Sutomo
memperkenalkan kedua orang yg berdiri mengapit Revel. Ina buru2 melepaskan tangannya dr
genggaman Revel dan menyalami kedua bapak itu sebelum kemudian duduk di kursi sbelah kiri
pak Sutomo dan berhadapan dgn Revel.
"Boleh kita lanjut?" Tanya pak Sutomo pada Revel yg skrg sedang memandangi Ina, yg berusaha
sebisa mungkin menghindari tatapannya dgn mengatur posisi laptopnya.
Revel menahan senyum melihat tingkah laku Ina. Beberapa detik yg lalu Ina kelihatan hampir
melongo menatapnya, dan skrg justru mencoba sedaya-upaya untuk menghindari tatapannya.
Mmmhhh.... Interesting... Revel mengambil inventori penampilan Ina, mulai dr ujung rambut
hingga jari2 tangannya yg kurus, berkuku pendek, dan bebas dr cincin. Ukuran tangan Ina
kemungkinan hanya separo dr ukuran tangannya.
Dengan tinggi 180cm, berat 75kg dan ukran sepatu 44, Revel bs dikategorikan sebagai raksasa
untuk laki2 Indonesia. Meskipun begitu, tubuhnya sgt proposional dan kebanyakan orang tdk
akan tahu bahwa dia setinggi ini smp mereka bertemu dengannya secara langsung.
Sekali lagi Revel tersenyum pada dirinya sendiri ketika menyadari bahwa selama lima menit
belakangan ini perhatiannya sedang terpaku pada tangan Ina yg kecil itu. Sejujurnya Revel tdk
menyangka bahwa "ibu Ina" yg dipuji-puji oleh Oom Bob ternyata adalah seorang wanita sebaya
dirinya g berukuran superkecil, tp kelihatan super-smart dan sedikit cute kalau saja dia mau
mengoleskan sedikit make-up pada wajahnya yg pucat itu.
"Manajemen Revel specially minta kmu sebagai account holder mereka atas saran dr pak Bob,"
jelas pas Sutomo kepada Ina.
Bob Yahya, seorang pembawa acara senior yg kini merangkap sebagai pengusaha dlm berbagai
bidang adalah salah satu klien terlama Ina. Mmmhhh..... Pak Bob tdk pernah bercerita kepadanya
bahwa dia mengenal Revel. Lalu ia sadar bahwa pak Sutomo msh berbicara dan dia
memfokuskan perhatiannya kembali pada meeting ini. "Tapi karena kmu sudah memegang
jumlah klien yg maksimum....."
Maksimum" Ina tertawa dlm hati. Kata2 yg lebih tepat adalah "sudah jauh melebihi batas
maksimum". Dasar pak Sutomo, kalau sudah urusan bullshit paling jagonya. Dia mencoba untuk
menahan senyum yg mulai terasa di sudut bibirnya karena ketika dia melirik, pak Sutomo yg
sedang memandangnya dgn tajam. Ina pun mencoba mangatur ekspresi wajahnya agar kembali
serius. Selama pak Sutomo menjelaskan tentang latar belakang Ina, Revel membisikkan sesuatu
pada pengacaranya. "Maaf, pak Sutomo, tp revel lebih memilih ibu Inara sebagai account holder-nya," potong pak
Siahaan dgn nada yg terlalu tegas, sehingga terdengar agak2 tdk sopan.
Ina sempat ternganga mendengarnya. Tdk pernah ada orang yg berani membantah pendapat pak
Sutomo, atau menggunakan nada bicara sperti itu dgn beliau. Revel memandanginya dgn tatapan
yg tdk bs dibaca. Dia sudah bersiap-siap untuk membela kedudukan pak Sutomo, tp beliau telah
membaca gelagatnya dan mencoba untuk menengahi.
"Ina...... bagaimana menurut kmu" Apa kmu mampu?"
Ina melongo beberapa saat, bingung mencari kat2 untuk menjawabnya. Mampu sih mampu,
cuma masalahnya adalah apakah dia mau. Karena kalau kumlah kliennya ditambah lagi, itu brarti
dia akan semakin tdk memiliki kehidupan di luar kantor. Dia menarik napas dalam2 dan menatap
mata Revel. Revel agak terkejut ketika sadar bahwa Ina sedang menatapnya bulat2. Lain dgn tatapan byk
wanita yg baru pertama kali bertemu dengannya, tatapan Ina tdk terlihat flirty atau malu-malu.
Revel mengerutkan dahi, sedikit bingung dan kesal karena Ina spertinya tdk bereaksi sperti
wanita pada umumnya, dan Ina menginterpretasikan tatapan Revel sebagai suatu ejekan, dan dia
langsung mengemukakan pendapatnya.
"Pak Revel....."
"Revel," ucap Revel memotong kalimat Ina.
"Excuse me?" Tanya Ina otomatis dan menatap Revel bingung.
"Nama saya Revel. Nggak usah pakai 'Pak', saya blm setua itu," jawab Revel sambil membalas
tatapannya. Revel hampir saja tertawa terbahak-bahak melihat permainan emosi pada wajah Ina yg pada
detik itu tahu bahwa dia baru saja dihina oleh dirinya. Tentunya sebagai seorang profesional, Ina
hanya tersenyum dan menggangguk. Revel mengharapkan Ina akan memakinya dan agak sedikit
kecewa ketika dia menyerah begitu saja.
"Revel..." Ina berhenti sesaat untuk merasakan nama itu pada lidahnya. Ternyata enak jg,
kemudian dia melanjutkan, " Sebagai account holder, kami ada batas maksimum jumlah klien yg
bs kami pegang, karena kami ingin memastikan bahwa stiap klien mendapatkan perhatian dan
perlakuan yg sama..."
"Jadi ibu menolak Revel sebagai klien?" Tanya pak Siahaan dgn nada tenang tp membuat Ina
ingin melemparkan laptopna ke muka pengacara itu.
Ina melirik ke arah pak Sutomo dan beliau langsung masuk kembali ke dalam pembicaraan.
"Maksudnya Ina bkn begitu , pak Siahaan, tp saa rasa Revel akan lebih terjamin klo ditangani
oleh Marko atau Hanafi, junior partner kami yg jadwalnya agak lebih terbuka," pak Sutomo
mencoba untuk menenangkan suasana yg mulai agak memanas.
"Pak Sutomo, maaf sbelumnya, tp kedatangan kami hari ini adalah untuk memberitahukan
bahwa pihak manajemen Revel bersedia untuk do business dgn firm ini, dgn syarat bahwa
account holder-nya adalah ibu Inara Hanindita. Kami tadinya sudah bersedia settle dgn akuntan
publik lain, tp atas rekomendasi dr pak Bob, kami memilih firm ini. Tp klo misalna permintaan
ini tdk bs dipenuhi, kami bs cari akuntan publik lain."
Ina betul2 tdk bs berkata-kata lg mendengar pernyataan ini. Diskusi antara pak Sutomo dan pak
Siahaan pun berlanjut, membicarakan nasibnya sebagai account holder Revel, seakan-akan dia
tdk ada di dalam ruangan itu bersama mereka. Dia memperhatikan Revel yg kini terlihat agak
bosan, dan diatdk bs menyalahkannya. Jujur saja, klo dia sendiri stuck di dalam percakapan yg
sama sekali dia tdk mengerti, dia pasti sudah memaparkan wajah yg tdk jauh dr wajah Revel
skrg. Ina benar, Revel bosan dgn meeting ini. Dia tdk mengerti knapa pak Danung bersikeras bahwa
dia harus ikut padahal dia akan merasa lbh produktif klo sekarang mengurung dirinya di
studionya untuk merampungkan aransemen lagu yg baru ditulisnya semalam. Revel melihat Ina
menyandarkan punggungnya ke kursi dan kelihatan agak2 khawatir. Entah apa yg dipikirkannya.
Jarum jam tangan Ina sudah mendekati angka empat. Dia mulai memikirkan semua pekerjaan yg
msh harus dia selesaikan sbelum meninggalkan kantor. Lima belas menit kemudian meeting itu
blm selesai juga. Ketika dia melirik jam tangannya untuk yg ketiga kalina dlm kurun waktu
stengah jam, Revel menegurnya.
"Do you need to be somewhere?" Tanyanya dgn nada tenang tp cukup keras. Pak Sutomo dan
pak Siahaan langsung terdiam dan menatap Ina.
Ina memutar otaknya, mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan itu dan tdk dapat
menemukan kata2 yg tepat. Well... mungkin dia bs menemukan kata2 yg tepat, tp tdk kata2 yg
sopan. Untungnya pak Sutomo menyelamatkannya sbelum dia mulai menyuarakan beberapa kata
yg ada di kepalanya. Dia yakin tdk satu pun dr kata2 itu akan menyelamatkannya dr talak
"You're fired" ala Donald Trump. "Gentleman, saya akan discuss hal ini dgn Ina lebih lanjut.
Saya yakin kita bs work something out."
Ina memandangi pak Sutomo bingung, tdk biasanya beliau mengikuti kemauan klien smp
sespesifik ini. "Kalau memang Revel hrs ditangani oleh Inara, then she is the person to do it."
Whoaa! Wait a second. Apa aku tdk akan diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapatku"
Ina mengumpat dlm hati. "Good." Jwb pak Siahaan puas.
"Gimana klo Ina datang ke kantor Revel minggu depan?" Lanjut pak Sutomo.
Huh! Sudah bikin janji, padahal aku tdk tahu dimana kantor Revel, lanjut Ina mengomel dlm
hati. Yg lebih penting lagi, knapa juga mereka menyebutnya sebagai "kantor Revel" seakan2
Revel-lah pemilik kantor itu.
"Lebih cepat lebih baik, Pak. Besok juga boleh," jwb pak Danung, untuk pertama kalinya
mengeluarkan suara. Tanpa bs menahan diri, Ina sudah berbicara. "Sebetulnya klo besok saya nggak bisa."
Keempat laki2 yg ada di ruangan itu langsung melihat ke arahnya, kaget. Mungkin karena
nadanya atau mungkin karena bantahannya, dia tdk tahu. Ina menggigit lidahnya.
"Memangnya kmu ada acara besok?" Tanya Revel, sebisa mungkin terdengar cuek, tetapi
sejujurnya dia memang ingin tahu apa yg akan dikerjakan wanita kecil ini besok. Apa dia ada
rencana dgn pacarnya" Suaminya" Nggak, nggak mungkinsuami, dia tdk mengenakan cincin
kawin. Ketika Revel menyadari bahwa dia sedang memikirkan tentang status single atau
tidaknya wanita g kemungkinan akan menjadi akuntannya, dia langsung berhenti.
"Iya, saya ada acara." Akhirnya Ina bisa berbicara dgn nada penuh kejengkelan yg terpendam.
Dia hrs mengambil kue untuk Gaby dari Harvest, itulah sebabnya dia nggak bs dateng ke kantor
Revel besok. "Can you reschedule?" Ina mendengar suara pak Sutomo bertanya.
"What?" Tanya Ina.
"Acara kmu besok bs di-reschedule?" Ulang pak Sutomo sambil menatapnya tajam. Oh this is
not good! Ina tahu nada itu yg pada dasarnya mengatakan bahwa dia "harus" reschedule bukan
"bisa". "Oh.... ya.... ya.... bisa," ucap Ina terbata-bata.
Revel mencoba untuk menebak apa yg ada di pikiran Ina pada saat itu karena dia kelihatan sperti
orang yg akan dihukum mati. Tebakan Revel cukup mengena karena Ina sedang berpikir bahwa
kak Mabel akan membunuhnya.
Ina mencoba tetap menumpukan perhatiannya pada pak Sutoma dan pak Siahaan karena dr sudut
matanya dia melihat Revel sedang memperhatikannya. Untuk lebih meyakinkan mereka, ina
menambahkan, "pak Sutomo, saya rasa saya msh hrs di-briefing dulu untuk hal ini," lanjutnya
sambila menghadap ke pak Sutomo dan tdk menghiraukan Revel.
Pak Sutomo mengangguk da Revel berkata, "Oke, saya tunggu kmu besok di kantor saya."
Mau tdk mau ina hrs menatap Revel ketika memberikan anggukannya. Revel sudah berbicara
padanya dgn menggunakan kata "kamu" daripada "Ibu Inara". Ina mencoba memutuskan apakah
dia lebih memilih dipanggil "kamu" yg terdengar agak2 kurang formal, bahkan sedikit tdk sopan
atau "Ibu Inara" yg membuatnya terdengar tua, olehnya. Dia blm sempat memutuskan ketika dia
mendengar suara pak Danung.
"Tolong datangnya stelam jam tiga sore, soalnya Revel ada rekaman malam ini, jd kami nungkin
baru bs berfungsi sekitar jam segitu," ucapnya dgn suara lembut. Ina langsung tahu bahwa pak
Danung lbh enank diajak kompromi daripada pak Siahaan.
Revel dan pasukannya kemudian berdiri untuk bersalaman dgn pak Sutomo dan Ina. Ina
langsung menyadari betapa tingginya tubuh Revel. Mungkin ini hanya perasaannya saja, tetapi
tubuh Revel yg besar itu pada dasarnya telah memenuhi sluruh ruang pertemuan sehingga Ina hrs
menahan diri agar tdk mundur selangkah untuk menhindari bayangannya. Dia merasa agak
sedikit terintimidasi oleh Revel. Suatu hal yg sgt jarang terjadi. Sebagai wanita yg sering
menerima komentar, bahkan sindiran karena bertubuh mungil, dia belajar untuk mengintimidasi
orang dgn otaknya smenjak SMP dan selama ini usahanya slalu berhasil karena tdk ada orang yg
bs membuatnya takut dam merasa tdk nyaman, hingga sekarang. Dia mengontrol rasa
terintimidasinya dan membuka pintu untuk keluar ruang pertemuan. Dia dan pak Sutomo
mengiringi Revel dan pasukannya hingga ke lift. Dalam perjalanan, dia menyempatkan diri
untuk memperhatikan Revel dgn lebih jelas. Oh my God, is he wearing a pink shirt" He is
wearing a pink shirt!!! Gimana bs dia merasa terintimidasi oleh laki2 yg mengenakan kemeja
warna pink ke business meeting"
Revel membiarkan kroni2nya jalan duluan dgn pak Sutomo, sementara dia berjalan disamping
Ina. "Kamu ada acara apa besok?" Tanyanya.
"Ngambil kue ultah keponakan saya," jawab Ina. Kemudian dia meutup mulutnya, seakan-akan
terkejut karena sudah membagi informasi itu kepada orang yg baru dia kenal kurang dr stengah
jam, tp kemudian dia menambahkan, "Besok adalah ultah ke delapan belas keponakan saya dan
saya sudah janji untuk bawain kuenya."
Revel baru akan mengatakan permohonan maafnya, tetapi kata2 itu terpotong oleh suara pak
Danung yg sedang berpamitan dgn pak Sutomo. Revel pun bersalaman dgn bos Ina itu dan
menganggukkan kepalanya kepada Ina sbelum memasuki lift.
"Kami tunggu besok sore," ucap pak Siahaan sambil menunjukkan jari telunjuknya kepada Ina
yg mengangguk, dan tertutuplah pintu lift.
BAB 2 (The Half Naked Man)
Tepat pukul dua siang Ina sudah tiba di kantor Revel yg terletak di kawasan Menteng, ditemani
oleh Marko yg bersedia membantu Ina untuk menangani account penyanyi itu. Ina agak2
bengong jg waktu smp disana, karena bangunan itu kelihatan lebih sperti rumah supermewah
empat lantai yg serba putih, daripada kantor. Satpam di depan pintu gerbang mempersilahkan
mobil Ina masuk ke halaman depan dan memintana untuk parkir di satu tempat yg memang
sudah disediakan. Ina dan Marko melangkah mendekati pintu utama dan siap untuk mengangkat door knocker
ketika tiba2 pintu sudah terbuka dan pak Danung menyambut mereka dgn hangat.
"Ibu Inara.... susah cari alamatnya?" Tanya pak Danung sambil menyalami Ina, lalu mengulurkan
tangannya untuk menyalami Marko.
"Nggak koq," balas Ina sbelum kemudian memperkenalkan Marko.
Ina kemudian melangkah masuk ke dlm rumah itu dan langsung disambut oleh hiruk-pikuk
orang2 yg sedang bekerja. Sekurang2nya tiga orang sedang sibuk di depan komputer dan dua
orang sedang menjawab telepon. Ternyata bkn dia saja yg harus bekerja pada hari Sabtu. Meurut
observasinya, pada dasarnya ruangan itu hampir tdk ada sekatsama sekali dan dikelilingi oleh
kaca, sehingga tdk membutuhkan lampu klo siang hari, membuatnya terlihat sangat alami dan
fresh. Semua orang bekerja di atas meja dr kaca dgn bentuk ergonomis, yg dilengkapi dgn flat
panel Apple. Kemudian Ina melihat Jo alias Johan Brawijaya, penabuh drum band Revel, yg kelihatan super
cuek dgn celana kargo dan kaos putih. Johan memang terkenal dgn julukan "drummer paling
ganteng di Indonesia" karena tampangnya memang "bening" bgt. Jo sedang duduk di sofa merah


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yg supertrendi sambil mendiktekan suatu surat dgn suaranya yg berat pada seorang wanita yg
sibuk mengetik di laptop. Jo dgn rambut gimbal dan gaya punk-nya memang kelihatan sgt
berbeda dgn Revel yg serba rapi, tp kemudian Ina ingat Revel dulu juga gayanya sperti Jo dan
dia mengerti knapa mereka bs cocok.
"Jo, kenalin ini Ibu Inara dan Marko, mereka akuntan barunya Revel," ucap pak Danung sambil
melangkah mendekati Jo. Ina bertanya2 knapa juga sih pak Danung tetap memanggilnya dgn "ibu" sedangkan Marko g
jelas2 lbh tua darinya bs dipanggil namanya saja.
"Johan," ucap Jo dgn ramah dan penuh senyum sambil menyodorkan tangan kanannya. Ternyata
selain ganteng, Jo juga ramah sekali.
"Revel mana, Jo?" tanya pak Danung.
"Di atas. Kalian mau ketemu Revel?" Tanya Jo pada Ina dan Marko yg mengangguk atas
pertanyaan ini. "Yuk, saya antar ke atas," ajaknya.
"Ke atas?" Tanya Ina smakin bingung.
"Iya, mau ktemu Revel, kan?" Sambil terus berjalan ke arah tangga disamping pintu masuk.
Ina melirik kepada pak Danung untuk mendapatkan izin darinya, tp beliau sedang sibuk dgn
salah satu stafnya. Marko hanya mengangkat alis kanannya dan mengikuti Jo. Ina pun tdk punya
pilihan selain melakukan hal yg sama.
Ketika tiba di lantai dua, Ina langsung berhadapan dgn suatu area terbuka yg ternyata adalah area
kolam renang berukuran stengah olympic. Dia masih sibuk mencoba untuk tdk melongo karena
kagum dgn arsitektur rumah ini, ketika dia mendengar Jo menggumam, "kemana lg nih anak,
perasaan tadi disini."
Jo berjalan menyusuri sisi kolam renang itu untuk menuju ke tangga kayu lebar yg menuju ke
lantai tiga. Sebisa mungkin Ina mencoba untuk mengikuti langkah Jo yg lebar2 itu.
"Kita ke kamarnya saja," ucap Jo lagi. Dan tanpa menunggu jawaban, dia langsung menaiki dua
anak tangga sekaligus. "Kamar?" Tanya Ina semakin bingung.
Jo memandanginya heran sambil terus menaiki tangga. "Lho, memangnya ibu ina nggak tahu ini
rumahnya Revel?" Tanyanya.
"Panggil saya Ina saja, nggak usah pakai 'Bu'. Saya blm terlalu tua," ucap Ina dan Jo
mengangguk sambil tersenyum. "Ini rumahnya Revel?" Lanjut Ina, kali ini dgn nada agak ragu.
"Iya, ini kantor manajemen, plus studio rekaman, plus tempat tinggal Revel," jawab Jo.
Setibanya di lantai atas, Jo langsung melangkah ke kanan dan membuka pintu kayu besar tanpa
mengetuk terlebih dahulu. Ina menarik napas dalam2 ketika memasuki ruangan itu karena dia tdk
pernah melihat kamar tidur senyaman ini. Lantai tg tertutupi oleh kayu berwarna gelap dan
tempat tidur yg terbuat dr kayu antik dgn headboard bernuansa sama. Ina melihat beberapa
kerajinan tangan dr bambu yg dia yakin pasti berasal dr daerah Dayak. Ruangan itu terlihat
sangat terang, tp tdk ada satu lampu pun yg menyala. Semua penerangan datangnya dr sinar
matahari yg masuk dr satu sisi ruangan g terbuat dr kaca dr lantai hingga atap. Dia merasa sperti
berada di kamar hotel sebuah resor kelas atas bukannya di sebuah rumah pribadi. Dia tersadar
kembali ke realita ketika mendengar Jo berteriak.
"Revvvvvv..... ada yg nyari nih."
Oh, my God! Aku berada di dlm kamar tidur Revel, teriak Ina dlm hati.
"Siapa" Luna?" Jwb satu suara dr arah kanan kamar itu. Ina mengenali suara serak2 basah itu
dimana pun juga. Suara revel.
"Bukan," balas Jo, kemudian melompat ke atas temapat tidur dan telentang sambil
mengembuskan napas panjang. Kemudian, seakan2 baru ingat bahwa ada Ina dan Marko, Jo
mendudukkan dirinya dan memberikan tanda kepada mereka untuk masuk dan menutup pintu.
"Jadi siapa dong?" Terdengar Revel bertanya lagi.
Ina melangkah masuk dgn ragu, dan Marko menutup pintu di belakangnya. Hanya ada satu
alternatif untuk duduk di ruangan itu dan msh terlihat profesional, yaitu di sofa panjang yg
terletak di sbelah kanan. Ina mendudukkan dirinya pada sofa tersebut.
"Lo keluar sini, jd bs lihat sendiri," balas Jo yg kemudian sibuk dgn remote control TV dan
mengganti2 channel. Tdk lama kemudian Ina mendengar suara pintu geser dibuka dan keluarlah Revel dgn hanya
mengenakan sehelai handuk yg mengelilingi bagian bawah tubuhnya dr pinggang hingga lutut.
Sehelai lg dgn ukuran lbh kecil tergantung pada lehernya. Dia membelakangi Ina dan sebuah tato
sepasang sayap burung dgn ukuran yg cukup besar sehingga terlihat sperti sayap malaikat,
terentang pada tulang bahunya. Ina bukanlah tipe wanita yg suka tato karena menurutnya tato
hanya akan merusak kulit yg sudah diciptakan sempurna sebagaimana adanya oleh Tuhan, tp dia
hrs merevisi pendapatnyaini stelah melihat tato di tubuh Revel. Untuk pertama kali dlm hidupnya
dia langsung merasa gerah hanya melihat punggung seorang laki2. Revel sibuk mengeringkan
rambutnya dgn handuk yg tadi tergantung di lehernya dan tdk memperhatikan sekitarnya.
"Jo.... Jo.... lo kayak anak SD deh main tebak2an," ucap Revel sbelum membalikkan tubuhnya.
Ruangan menjadi hening. Hanya suara pembaca berita di TV yg terdengar samar2. Ina hrs
menelan ludahketika melihat perut penyanyi itu yg meskipun tdk six-packs tp cukup rata dan
bahu serta dadanya g cukup berotot. Positif. Ini adalah laki2 paling seksi satu Indonesia. Nggak
paling ganteng, atau cute, tp SEKSI.
"Ngapain kmu disini?" Teriak revel cukup keras. Klo saja dia bkn seorang wanita dewasa, Ina
pasti sudah loncat dt tempat duduknya. Tp sebagai wanita dewasa dia hanya pelan2 berdiri dr
kursinya. "I was invited," jawabnya menyatakan fakta dgn suara sedatar mungkin, meskipun dlm hati
jantungnya sudah berdebar2.
" Ke kamar tidur saya?" Dan meskipun Ina tahu bahwa pertanyaan ini sifatnya hanya retorik, tp
dia tetap mengangguk. Jelas2 dia harusnya menolak waktu diundang masuk ke kamar ini. Ini kamar tidur Revel,
ruangan yg sanat pribadi baginya.
"Sama siapa?" Suara revel membuatnya kembali fokus pada keadaan sekarang.
"Gue yg ajak mereka masuk, kan mereka mau ketemu elo," jwb Jo santai.
"Mereka?" Revel baru sadar bahwa ada Marko yg berdiri disbelah Ina.
"Kami tunggu di luar," ucap Ina. Lalu melangkah keluar dr ruangan itu tanpa menunggu
jawaban. Marko agak ragu, tp kemudian mengikutinya.
Revel menatap dua orang itu keluar dr kamarnya sbelum mengalihkan perhatiannya pada Jo yg
sedang nyengir. "Lo ngelakuin ini karena sengaja mau ngisengin gue, ya?" Omel Revel.
"Yep!" Balas Jo cuek. "Nggak ada korban lain hari ini," lanjutnya.
'Ngisengin guenya nggak bs nunggu smp gue pakai baju, apa?" Revel berjalan menuju lemari
pakaiannya. "Mana gue tahu klo lo bakalan nggak pakai baju?"
"Jo, gue lg ada di kamar tidur gue. Apa yg lo pikir orang kerjakan klo di kamar tidur mereka?"
Revel mencoba memutuskan kaus mana yg akan dia kenakan hari ini.
Jo terdian sejenak, membuat Revel menoleh untuk mengetahui apa yg sedang dikerjakannya.
Sambil menghitung dgn jari2nya Jo berkata, "Tidur, nonton TV, makan, kerja, olahraga, baca
buku, ngelamun, ML if they get lucky.... apa lg ya...."
"Mandi dan pakai baju," potong Revel.
"Salah dong. Mana ada orang mandi di kamar tidur, yg ada juga mereka mandi di kamar mandi.
Klo soal pakai baju, orang biasanya ngebawa baju mereka masuk ke kamar mandi, jd begitu
keluar sudah pakai pakaian."
Revel kelihatan siap membunuh Jo dgn tatapannya. "Fine," geram Revel. "Tapi tolongin gue deh,
kapan2 jgn ngebawa orang tdk dikenal masuk ke kamar tidur gue lagi, oke?" Revel kembali
membelakangi Jo. "Siapa bilang mereka orang nggak dikenal" Lo sudah kenalInara, dia kan akuntan lo."
Otot tubuh Revel jd sedikit kaku ketika mendengar Jo menyebut nama Inara seakan2 mereka
adalah tmn baik. Dia saja blm menyebut nama itu. Untuk mengontrol kejengkelan yg mulai
terasa, Revel menarik sehelai kaus putih polos dr laci dan buru2 mengenakannya. Kemudian dia
menarik sehelai celana jins dr dlm lemari. Karena tdk berencana untuk keluar rumah, Revel
memutuskan untuk mengenakan kacamata minusnya daripada lensa kontak, lalu dia melangkah
keluar dr kamarnya. Setibanya di luar dan menutup pintu kamar Revel, Ina langsung merasa mual, tp Marko spertinya
tdk merasakan hal yg sama.
"Oh, my God. Did you see his abs?" Tanya Marko dgn mata berbinar2.
Oh, Marko, bless his heart. Tentu saja dia tdk akan melupakan tubuh Revel yg tampil dlm
keadaan stengah telanjang beberapa menit yg lalu itu. Ina tersenyum sbelum mengangguk.
"Gue nggak nyangka klo dia segitu fitnya loh," ucap Marko lg dgn berapi-api. "I, in love,"
sambungnya sambil memegangi dadanya.
Ina langsung tertawa terkekeh2 melihat gaya Marko, dan terpaksa menutup mulutnya beberapa
detik kemudian ketika sadar bahwa dia sedang berada di depan kamar cowok itu, yg meskipun
tertutup oleh pintu jari, tp kemungkinan besar tdk kedap suara.
"Nah, sekarang kita tahu kan knapa dia dibilang the sexiest man alive?" Tanya Marko stelah Ina
bs mengontrol tawanya. Ina menggeleng. Marko kemudian mendekatina dan berbisik, "Gue nggak yakin ya, tp I swear he was quite hard."
"Hard to get, maksud lo?" Tanya Ina bingung.
Marko memandanginya dgn muka bingung. "Ya ampunnnnnnnnn.... susah deh klo ngomong
sama perawan," teriak Marko cukup keras.
Ina langsung menutup mulut Marko dgn tangan kanannya sambil mendesis, "Sssttt, jgn kenceng2
dong." Marko sedang berusaha untuk melepaskan mulutnya dr tangan Ina.
"Apa hubungannya dgn gue perawan atau nggak?" Tanya Ina msh berbisik sambil menarik
tangannya dr wajah Marko.
"Hard, Inara, hard..... as in arouse" Get it?"
"Hah" Maksud lo erection?" Teriak Ina kaget.
Sekarang giliran Marko yg menutup mulut Ina dgn tangannya dan mengatakan "Sssttt". Stelah
Marko akin bahwa Ina mengerti maksudnya, dia mengangkat tangannya dr mulut Ina.
"Lo kok lihat2nya sih?" Bisik Ina.
Marko tertawa terkekeh2. "Ya klo lo ngeliat cowok superseksi cuma pakai handuk. You can't
help but look," jwbnya simple.
Tiba2 terdengar suara yg sangat dekat dgn telinga Ina. "Look for what?"
Ina langsung berbalik dan berhadapan langsung dgn Revel. Lebih tepatnya dgn dada Revel. Dia
harus mengangkat kepalanya untuk menatap mata Revel. Mmmhhh...... ada sesuatu yg aneh dgn
wajah Revel. Stelah beberapa detik dia baru sadar bahwa ada kacamata minus dgn frame hitam
tebal yg bertengger di hidungnya. Dan kacamata itu bahkan membuat Revel jd lebih seksi lagi.
Jo muncul di belakang Revel sambil tersenyum iseng. "Tuh, Rev.... gue udh bilang jgn pernah
pakai handuk warna putih," ucap Jo, lalu langsung bergegas menuruni tangga sambil tertawa
menggelegar. Revel betul2 ingin membunuh Jo pada saat itu. Klo saja Jo bkn drummer terbaik yg dia punya,
Revel pasti sudah menjalankan ancamannya ini dr dulu2. Revel melihat Ina mundur beberapa
langkah dan berdiri di belakang Marko, seakan2 minta perlindungan. Padahal, klo Revel
memang mau membunuhnya, tdk ada yg bisa menolongnya, apalagi Marko. Dengan badannya
yg superkurus kayak tiang listrik, yg ada disentil saja dia sudah melayang ke Siberia. Revel
merasa sedikit terhibur dgn bayangan ini, tp kata2 Marko selanjutnya menbuatnya jengkel lagi.
"Pak Revel, dimana mau meeting-nya?"
"Revel," geramnya.
Marko hanya menatapnya bingung.
"Nama saya Revel. Bukan pak Revel," jawabnya ketus. Lalu melangkah menuruni tangga.
Marko memenadang Ina sambil mengangkat alis, bingung, juga tersinggung. Ina hanya
menggeleng2 sambil menarik napas panjang. It's gonna be a looooooooooong day.
BAB 3 (The Thoughtful Gift)
Untuk dua jam berikutnya ina, Marko, Revel, pak Danung, dan pak Siahaan sibuk membahas
mengenai keadaan keuangan Revel. Ina mendapati bahwa Revel ternyata orangnya superboros.
Video shoot merangkap liburan ke Inggris, Amerika, dan Australia; bolak balik terbang ke
Singapore dan Hongkong untuk sound mixing; atau membooking cottage untuk beberapa malam
di resort paling mahal di Bali atau Lembang klo dia lg bosan dgn suasana Jakarta. Blm lagi daftar
belanjaannya yg bervariasi dr Metro dan Sogo hingga Gucci dan Ferragamo. Entah apa yg dia
beli beberapa bulan yg lalu di Marc Jacobs sampai mencapai 40juta dlm satu tagihan. Kemudian
ada maintenance untuk tiga mobilnya yg semuanya buatan Eropa.
Tapi, smua pengeluaran ini spertinya tdk memengaruhi flow uang Revel sama sekali. Harus
diakui Ina bahwa untuk seseorang berumur 32tahun, keadaan keuangan Revel jauh di atas rata2.
Mungkin itu disebabkan oleh hasil penjualan dua albumnya yg masih laris meskipun album
pertamanya keluar hampir sepuluh tahun yg lalu dan yg kedua lima tahun yg lalu. Album
ketiganya sudah dijadwalkan untuk keluar akhir tahun depan dan Ina yakin bahwa itu pun akan
meledak juga sperti dua album sebelumnya. Hal ini menghasilkan pemasukan yg stabil untuk
Revel. Selain itu, pemasukan Revel bkn hanya dr penjualan album, tp juga dr konser,
endorsement deal dr beberapa produk g sudah diwakilkan oleh Revel, juga bunga investasi dr
bisnis non-entertainment yg cukup sukses.
Satu hal yg membuatnya agak terkejut adalah bahwa tiga tahun yg lalu Revel dgn dua orang
partnernya (yaitu, Ibarhim Sumantri atau lbh dikenal sebagai Baim S., seorang penyanyi dan
pengarang lagu yg cukup top di tahun '80-an yg memiliki 40persen saham perusahaan, dan
seseorang bernama Davina Paramitha Darby, yg memiliki 30persen) mendirikan sebuah
perusahaan rekaman yg kemudian merangkap sebagai perusahaan manajemen artis. Smenjak tiga
tahun yg lalu pula manajemen Revel berada di bawah naungan bendera perusahaan ini.
"Maaf, pak Siahaan, siapakah Davina Paramitha Darby?" Tanya Marko, membuat Ina ingin
menciumnya karena menanyakan pertanyaan yg sudah melayang2 di dlm pikirannya.
"Itu mama saya," jwb Revel enteng.
Ina ingat wajah wanita stengah baya dgn sasakan tinggi dan wajah ambisius yg cukup sering
terpampang di TV karena sering kelihatan mendampingi Revel. Kemudian... mamanya Revel"
Itu brarti bahwa pada dasarnya mayoritas saham perusahaan ini dimiliki oleh Revel. Itu semua
menjelaskan knapa kantor perusahaan itu beralamatkan di rumah Revel semenjak didirikan tiga
tahun yg lalu. Termasuk semua orang yg slalu mengatakan "kantornya Revel", karena
perusahaan ini pada dasarnya memang milik Revel.
Pada akhir pertemuan, Ina lebih memahami tugasnya yg bkn hanya akan meng-handle Revel
sebagai klien perseorangan, tetapi juga keuangan Megix records & Artist Management,
perusahaannya ini. Stelah berjanji untuk melakukan observasi pada hari Senin, Ina dan Marko
pun berpamitan karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja dia sudah minta
kak Kania, untuk mengambil kue ulang tahun Gaby, karena sperti dugaannya, dia akan terlambat
datang ke acara ultah keponakannya itu.
Sbelum pergi Ina memutuskan pergi ke WC dulu. Tanpa di sangka2 Revel bersedia
mengantarnya meskipun dia bersikeras bahwa dia bisa menemukan lokasinya sendiri. Dia
berjalan menuju WC pertama yg dia lihat, tetapi Revel menarik lengannya dan menggiringnya ke
lantai atas. "WC yg itu out of service, jd kmu pakai yg di lantai atas saja," ucap Revel singkat.
Kini Ina sudah lebih terbiasa mendengar Revel menggunakan kata "kamu" dan "saya" klo sedang
berbicara dengannya, karena selama dua jam belakangan ini begitulah cara mereka berbicara dgn
satu sama lain. Ina mengangguk dan mengikuti Revel yg sudah melepaskan lengannya.
Revel sedang memikirkan suatu cara untuk berbicara dgn Ina sendiri stelah meeting selesai untuk
memberikan kartu ultah untuk keponakannya, tp dia tdk tahu bagaimana caranya tanpa kelihatan
janggal di hadapan orang lain. Ketika dia mendengar kata2 Ina yg minta izin untuk pergi ke WC,
dia langsung mengambil kesempatan ini tanpa berpikir lagi.
"Pesta ultah keponakan kmu mulai jambrapa?" Tanya Revel membuka pembicaraan.
Dari ekspresinya, Revel membaca bahwa Ina tdk menyangka bahwa dia msh ingat tentang itu.
Ina terdiam beberapa saat sbelum menjawab, "jam enam."
Revel melirik jam tangan yg melingkari pergelangan tangan kirinya. "Sekarang sudah jam lima
lewat. Kmu bakalan terlambat," ucapnya.
Ina hanya mengangguk pasrah.
"Kamu hrs ngambil kue dulu lagi?"
"Kuenya udh diambil sama kakak saya," jwb Ina.
"Oh.... well, that's good."
Sekali lagi Ina mengangguk menanggapi komentar Revel. Selama beberapa detik mereka tidak
berbicara, hanya ada suara sepatu hak Ina yg menaiki tangga. Klik... klik.... klik.... Sandal Revel
tdk mengeluarkan suara sama sekali.
"Siapa nama keponakan kmu?" Pertanyaan yg agak tiba2 ini membuat Ina sdikit terkejut.
"Errrr..... Gaby," jawabnya
Revel mengangguk, dan Ina pun ikut mengangguk. Tidak lama kemudian mereka sudah tiba di
depan kolam renang dan Revel menunjuk kepada salah satu pintu. Ina bergegas memasuki pintu
itu. Ketika Ina menghilang dr pandangan, Revel langsung berlari menuju kamar tidurnya di
lantai paling atas untuk mengambil kartu ultah yg dia sudah siapkan. Dengan terburu2 dia
menuliskan ucapan selamat pada kartu ultah itu. Sepulangnya dr bertemu Ina kemarin, Revel
meminta asistennya untuk membeli kartu ultah ini. Dia berharap Ina dan Gaby akan bs
menghargainya. Ina kelihatan terkejut ketika melihat Revel menunggunya di luar WC sepuluh menit kemudian, tp
perlahan2 dia berjalan kearahnya. Dari kejauhan Revel memperhatikan Ina dr ujung rambut
hingga ujung kaki. Meskipun wanita ini berukuran kecil, tetapi tubuhnya tetap menunjukkan
kewanitaannya. Pinggangnya ramping dan pinggulnya melebar. Dan entah apa dia sadar akan hal
itu, tetapi blus sutra warna hijau yg dikenakannya membuatnya kelihatan fresh dan menarik. But
damn, this women needs to learn how to put on some make-up, kulitnya yg terlalu putih
membuatnya terlihat sperti vampire.
Ina hanya mengangguk ketika berdiri dihadapan Revel, kemudian mereka berjalan bersisian lagi,
mengelilingi kolam renang untuk menuju tangga.
Dengan suara pelan Revel berkata, "Ini untuk Gaby," sambil menyodorkan sebuah amplop
berwarna ungu dgn ukuran 11x16 cm.
Ina menghentikan langkahnya dan menatap amplop itu. Beberapa detik kemudian ketika dia msh
juga menatap amplop itu tanpa reaksi, Revel menambahkan, "Ini kartu selamat ulang tahun dr
saya." Ina msh tdk bisa berkata2, tp dia mengambil kartu itu dr genggaman tangan Revel. "Saya nggak
tahu mesti ngasih kado apa. Mudah2an ini cukup," lanjut Revel.
Cover kartu ini terlihat simple dan hanya dihiasi oleh dua kata "HAPPY BIRTHDAY"
"Boleh saya baca?" Tanya Ina.
Dengan anggukan dr Revel, perlahan2 dia pun membuka amplop itu dan mengeluarkan kartu di
dalamnya. Dekorasi kartu berwarna putih kebiru2an itu simple saja, hanya ada kue ultah raksasa


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertuliskan "Happy 18th Birthday" dan pita berwarna-warni bertaburan mengelilingi kue itu. Dia
tersenyum lalu membuka kartu itu dan tulisan tangan yg cukup rapi menyambutnya.
" Dear Gaby, Hope u have a great 18th birthday. Jangan salahin tante kmu karena telat datang. Itu gara-gara
saya. Revelino Darby" Di atas namanya Revel membubuhkan tanda tangannya. Ina bs membayangkan reaksi Gaby
begitu dia melihat kado ini. Sebagai salah satu fans berat Revel, Gaby slalu berkata bahwa dia
berharap bs bertemu revel suatu hari agar bs minta tanda tangannya. Dan sekarang impiannya
sudah tercapai. Ina sbetulnya berencana untuk memberitahu Gaby tentang klien barunya ini,
mungkin minggu depan stelah semua hingar bingar pesta ultahnya selesai, tp kini spertinya dia
tdk lagi bs menyembunyikan berita ini.
"Thank you," ucapnya sambil mengembalikan kartu itu ke dalam amplopnya dan
memasukkannya ke dalam tas. Dia masih tdk percaya bahwa Revel tlah berbuat ini untuk Gaby.
"Saya nggak yakin sama ejaan nama keponakan kmu. Ejaan saya benar nggak?" Revel terdengar
sedikit khawatir. "Oh..... bener kok," jawab Ina.
Revel menatapnya selama beberapa detik sbelum kemudian mengangguk. Mereka lalu berjalan
menuruni tangga. Ina menemukan pak Danung dan Marko sedang menunggu mereka di dekat
tangga. Tanpa disangka-sangka, pak danung dan Revel mengantarnya dan Marko sampai ke
mobil. Marko sedang memandangi Ina dgn tatapan ingin tahi, tp Ina tdk menghiraukannya dan
berjalan menuju sisi pengemudi.
"Well, that went well," ucap Marko ketika mereka sudah berada cukup jauh dr rumah Revel.
"Yes," balas Ina. "Lo mau gue drop dimana?"
Seperti tdk mendengarnya Marko melanjutkan, "He is sooooooooo sexy....."
"Marko, he's officially our client now," ucap Ina mencoba terdengar tegas tp gagal.
"So?" Tantang Marko.
"So klo lo mau keep dia sebagai klien, mulai sekarang elo nggak boleh nelanjangi dia pakai mata
lo." Marko kelihatan bersalah untuk beberapa detik, tp kemudian dia berkata, " Jangan bilang ke gue
lo nggak suka sama dia."
"Gue bukannya nggak suka, tp gue hormat sama dia karena dia adalah klien kita," tandas Ina,
sengaja menyalahartikan kata2 Marko.
"Girl, I wasn't born yesterday, I know that you know that that's not what I meant," balas Marko
dgn aksen koboinya. "Gue nggak ada rasa apa2 terhadap dia slain semua yg berhubungan dgn bisnis, titik," sangkal
Ina cepat sehingga membuat kebohongannya terlihat sangat nyata.
Marko terdiam selama beberapa saat sbelum berkata, " Yakin?"
"Seratus persen," balas Ina.
Marko kemudian berdiam diri lg selama beberapa detik, memuaskan diri memandangi wajah Ina,
sperti sedang mencoba membaca ekspresi wajah itu. Di luar kontrol Ina, wajahnya mulai
memerah. Satu-satunya penyelamat baginya adalah sinar matahari yg sudah siap terbenam,
sehingga membuat wajah merahnya kelihatan normal karena terkena sinar matahari sore.
Marko mendengus. "Well, I think he likes you," ucapnya.
"Who?" Tanya Ina sambil mencoba untuk mengingat apakah dia harus belok kanan atau kiri.
"Revel-lah, pakai nanya lagi," balas Marko gemas.
Mendengar itu Ina langsung menoleh ke Marko. "Of course he likes me. Gue ini akuntan yg
kompeten." Marko menggeram. "Maksud gue dia suka sama elo sebagai seorang wanita."
"Sure he does karena menurut gue dia suka sama elo," potong Marko.
"Dia nggak suka sama gue."
"Suka." "Nggak." "Dude, what are we, five years old?" Desis Ina akhirna mengakhiri argumentasi itu.
"Of course not," balas Marko dgn nada tersinggung.
Ina pikir Marko akan berhenti di situ saja, tp kemudian dia menambahkan, "We are four,"
sbelum kemudian tertawa terbahak-bahak dgn leluconnya sendiri. Ina mengeluarkan suara antara
geraman kesal dan dengusan menahan tawa. Akhirnya Ina bs menahan tawanya dan menatap
Marko tajam. "Girl, dia specifically minta elo. Bukan gue atau Hanafi, tp elo," ucap Marko mencoba untuk
membela diri. "Karena rekomendasi dr pak Bob yg smakin mendukung argumentasi gue bahwa dia suka gue
karena gue adalah akuntan yg kompeten," jelas Ina mencoba untuk membuat Marko mengerti
duduk situasinya. "Dan lo tahu sendiri klo pak Bob yg minta ditransfer ke account holder lain
karena dia nggak suka cara kerja Hanafi," lanjutnya.
"Yep. Soalnya Hanafi is a cold son of a bitch." Ina mencoba untuk menahan tawanya ketika
mendengar Marko karena itulah kata2 yg diucapkan oleh pak Bob sebagai alasannya untuk
memecat Hanafi. Dan Ina tdk bs menafikannya karena sejujurnya Hanafi adalah orang paling
kaku yg pernah Ina kenal.
"Tapi knapa dia nggak milih gue" Padahal pak Bob suka sama gue. Semua orang suka gue. I"m
the Gay Marko," lanjut Marko, dan Ina langsung tertawa terbahak-bahak mendengar kata2 itu
karena sebetulnya nama panggilan itu dulu berbunyi "I'm the Great Marko" karena Marko bs
meyakinkan siapa saja untuk jd kliennya, tp kemudian suatu hari salah satu kliennya, seorang
aktris senior yg menghabiskan waktunya keluar-masuk klinik kecantikan untuk membotox
wajahnya, berkata pada pak Sutomo bahwa salah satu alasan knapa dia menyukai Marko adalah
karena Marko itu gay, yg dlm bahasa Inggris slain brarti dia homoseksual, juga berarti ceria. Dan
semenjak itu semua orang memanggil Marko sebagai The Gay Marko. Sampai saat ini, mereka
tdk pernah tahu gay yg manakah yg dimaksud oleh klien Marko itu.
"Yeah, lo definitely jauh lebih mendingan daripada Hanafi," ucap Ina sambil tertawa.
Mereka masih berdebat panjang lebar dlm perjalananmenuju Slipi dimana Ina menurunkan
Marko di rumahnya sbelum menuju ke pesta ultah Gaby di Karawaci.
BAB 4 (The Dirty Business)
Hari senin ina tdk melihat batang hidung Revel sama sekali ketika dia datang kembali ke
kantornya dgn marko untuk melakukan observasi. Selain Marko, Ina juga membawa dua orang
senior associate, Sandra dan Eli, yg ditugaskan untuk membantunya. Sebagai JP tentu saja
jadwal Ina sibuk dan tdk bisa slalu stand-by untuk menjawab semua pertanyaan yg diajukan oleh
klien. Itu sebabnya knapa Ina membutuhkan associate yg akan menjaga hubungan baik dgn klien
dan akan melaporkan masalah2 yg merekatdk bisa atasi, kepadanya.
Kedatangan Ina dan timnya hanya disambut oleh pak Danung dan beberapa staf kantor Revel yg
dia temui pada hari Sabtu. Ina bahkan tdk melihat pak Siahaan atau Jo dimana-mana. Pak
Danung meninggalkan Ina dan timnya untuk bekerja stelah memperkenalkan mereka kepada
Sita, akuntan yg selama ini bertanggung jawab mengurus pembukuan MRAM. Mereka baru bs
dikenalkan sekarang karena Sita baru saja kembali dr cutinya. Selama beberapa jam mereka
berlima duduk di sebuah meja besar yg sudah disiapkan di salah satu ruangan di lantai dasar dan
menganalisis semua informasi keuangan Revel dan juga MRAM.
Melalui Sita, ina kini jd lebih tahu tentang MRAM. Selain mewakili Revel, perusahaan ini juga
mewakili banyak artis lainnya. Beberapa di antaranya adalah sebuah band rock yg dulunya
adalah bandnya Jo sbelum dia kemudian direkrut untuk jd drummer-nya Revel, sebuah band dgn
aliran pop yg personilnya cewek semua, seorang selebriti yg baru saja memulai kariernya sebagai
penyanyi stelah bosan dgn dunia sinetron, beberapa penyanyi baru jebolan Indonesian Idol, dan
banyak lagi. Sepertinya masa depan MRAM kan semakin baik klo dilihat dr pemasukan yg
didapatnya dr para penyanyi yg diwakilinya. Untuk semua artis yg mereka wakilkan, MRAM
akan menarik fee sebanyak 30persen dr pendapatan kotor mereka, yg menurut Ina cukup masuk
akal klo dilihat dr berbagai macam tanggung jawab yg dijalankan oleh MRAM untuk artis
tersebut. Ina tahu bahwa kebanyakan perusahaan serupa akan menarik fee hingga 40persen untuk
pekerjaan yg sama. Sepertinya para artis yg diwakili oleh MRAM are in good hands.
Lain dgn dua partnernya, Revel cukup aktif di dalam pengurusan MRAM. Dengan bantuan pak
Danung dan timnya mereka selalu mencoba untuk mengidentifikasi bakat2 baru yg ada di
pasaran sbelum kemudian memoles mereka untuk menjadi penyanyi terkenal. Menurut Sita
bisnis ini benar2 kompetitif dan mahal karena perusahaan harus banyak mengeluarka uang untuk
calon artis tersebut, mulai dari rekaman album, les vokal, sampai ke salon untuk mempercantik
diri mereka, tanpa ada sebarang jaminan bahwa mereka akan bisa mengembalikan modal yg
telah dikeluarkan. Pada dasarnya bisnis ini dijalankan berdasarkan rasa percaya dan keyakinan
yg dimiliki oleh Manajemen kepada artis yg mereka wakili dan komitmen serta kerja keras dr
artis itu sendiri. Klo semuanya berjalan lancar, maka artis itu akan terkenal dan menjual CD
sebanyak-banyaknya, tp klo salah perhitungan, bs jadi artis kabur dr kontrak yg sudah mereka
tanda tangani atau album yg mereka keluarkan tdk laku. Intinya, segala sesuatunya harus
dipertimbangkan dgn sempurna agar tdk menyebabkan kerugian pada perusahaan.
Selama melakukan observasi, entah knapa, tp ketidakberadaan Revel membuat Ina merasakan
sesuatuyg klo dia selidiki dgn lebih teliti akan terasa sperti kekecewaan, maka dia memutuskan
untuk tdk menghiraukan perasaan itu. Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi
karena Revel telah memberikan karti itu untuk Gaby, itu saja, ucap Ina pada dirinya sendiri. Tapi
dia tahu bahwa dia sudah membohongi dirinya sendiri, karena setiap kali mendengar ada langkah
yg mendekati ruangan tempatnya bekerja dia langsung menegakkan tubuh, menajamkan telinga,
dan melirik ke arah pintu masuk. Menunggu..... bukan, bukan menunggu, tp mengharapkan
bahwa langkah tersebut adalah milik Revel. Tetapi stelah beberapa kesalahan, akhirnya Ina
berhenti berharap bahwa dia akan bs melihat Revel hari ini.
Kira2 apa jadwal Revel hari ini" pikir Ina. Ketika dia sampai tadi pagi pukul sembilan, dia
menyempatkan diri untuk melirik deretan mobil yg ada di dalam garasi dan halaman depan
rumah Revel. Terima kasih atas informasi daftar harta yg dia lihat hari Sabtu, dia tahu bahwa
Range Rover penyanyi itu tdk ada pada deretan tersebut. Jadi bs disimpulkan bahwa Revel
kemungkinan sedang tdk ada di rumah. Marko yg melihat kegelisahannya berkali-kali
menanyakan apakah Ina baik2 saja karena dia merasa bahwa Ina agak kurang fokus, dan setiap
kali Ina menjawab bahwa dia baik2 saja. Setelah dua jam dan msh juga tdk mendapatkan
jawaban yg jujur atas pertanyaannya, akhirnya Marko membiarkan Ina sendiri dgn pikirannya
dan mereka bekerja dlm diam.
Pukul dua belas siang ketika mereka sedang makan siang Ina mendengar suara batu kerikil yg
dilinsmobil. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu depan dibuka. Ina mendengar suara
langkah berat yg hanya akan dimiliki oleh seorang laki2, semakin mendekat dan di luar
kontrolnya jantungnya langsung berdetak lebih cepat. Makanan yg ada di dalam mulutnya
langsung hilang rasanya. Oh my God, he is getting closer! Oke ina, santai.... jangan panik.
Tapi semua ketakutan dan antisipasi menghilang begitu Ina mendengar suara Sita, "Halo, Jo.
Tumben jam segini sudah nongol. Sudah makan?"
Seperti ada air es yg diguyurkan di atas kepalanya Ina langsung mengembuskan napas lega.
Bukan Revel, ucapnya dlm hati.
"Sudah tadi di rumah," jawab Jo lalu melambaikan tangannya pada ina dan Marko. "Revel
kemana, Sit" Gue lihat Range Rover-nya nggak ada," lanjutnya sambil membuka pintu lemari es
dan menyisiri isinya sbelum kemudian menutupnya kembali tanpa mengambil apa2.
"Katanya pak Danung dia pergi ngantar tante Davina ke dokter."
Akhirnyaaaaa! Dapat juga ina informasi keberadaan Revel.
"Memangnya seberapa sering sih tante Davina perlu check-up diabetesnya?" Tanya Jo lagi.
"Perasaan Revel baru ngantar dia ke dokter dua minggu yg lalu," sambungnya.
"Ini ke dokter mata, bukan diabetes," teriak Sita dr dapur.
"Memangnya mata tante Davina kambuh?"
"Nggak, cuma pergi check-up doang."
Jo menutup mulutnya sambil manggut2.
"Pergi jam brapa dia tadi?". Tanya Jo.
"Gue nggak tahu juga, tp tadi pagi pas gue datang jam delapan, dia sudah nggak ada."
"Jangan-jangan dia nggak tidur lagi tadi. Soalnya kita baru kelar bangsa jam limaan."
"Bisa jadi. Lo tahu sendiri klo dia biasanya blm betul-betul bangun sampai sekitar tengah hari.
Mudah2an dia cukup sadar untuk bawa mobil." Sita terdengar agak khawatir.
Hubungan Sita dgn Jo dan Revel kelihatan cukup rapat dr cara mereka berbicara dgn satu sama
lain yg sudah sperti teman.
"Kira-kira jam brapa dia balik?" Tanya Jo.
"Paling bentar lg juga sampai," jwb Sita dan menenggak habis air putihnya hingga gelas itu
kosong. "Mmmhhhh. Ya sudah, klo nanti dia pulang dan nyariin gue,gue ada diatas ya,l ucap Jo, lalu dia
berdiri dr kursinya dan sekali lagi melambaikan tangannya kepada Ina sbelum menghilang.
Setelah makan siang Ina dan timnya pun kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Ina tdk melihat
Jo lagi atau Revel sampai dia pamit pulang pukul empat sore. Ketika keluar rumah, Ina melihat
bahwa Range Rover Revel sudah terpakir di garasi yg menandakan bahwa dia sudah pulang. Ina
berpura-pura tdk peduli bahwa Revel bahkan tdk menyempatkan diri untuk say hello kepadanya,
tp sejujurnya dia merasa agak sedikit kesal pada kliennya itu.
Revel mengenali Honda City warna emas yg diparkir dihalaman rumahnya ketika dia pulang dr
dokter, namun bukannya menuju ke ruangan tempat Ina sedang bekerja, dia langsung menuju
studionya. Revel tdk bisa menjelaskan tingkah lakunya yg jelas2 mencoba menghindari Ina.
Revel tdk pernah menghindari perempuan manapun, women loves him and he loves them, it's
that simple. Revel tdk pernah tertarik pada perempuan diatas umur 30tahun karena mereka
terlalu bossy, suka sok menggurui, dan buntutnya mencoba mengatur hidupnya, dan Ina jelas2
masuk ke dalam kategori ini. Itu sebabnya Luna, pacarnya, memiliki karakteristik yg betul2
bertolak belakang dgn Ina, tp knapa selama dua hari ini yg ada di kepalanya adalah Ina,
bukannya Luna" Revel menyalahkan blus hijau yg dikenakan oleh Ina trakhir kali dia
melihatnya. Pasti itu menyebabkan keresahannya ini.
Revel duduk di atas bangku piano di dalam studionya dan mulai menekan beberapa tuts mencoba
untuk mencari nada yg sesuain dgn mood-nya. Revel sudah menulis satu bait lagu ketika Jo
menemukannya sejam kemudian.
"Jam brapa lo balik tadi?" Tanya Jo dgn suara sedikit mengantuk.
"Jam tiga," balas Revel tanpa menatap Jo.
"Tante Davina gimana kabarnya?"
"Baik-baik saja."
Jo melihat bahwa Revel hari ini lebih moody daripada biasanya.
"Tuh lagu melankolis amat Rev, buat Luna?" Ucap Jo sambil melangkah menuju set drumnya.
Revel hanya mendengus, kemudian ketika melihat bahwa kaus yg dikenakan Jo kelihatan agak
kusut sperti baru saja bangun tidur dia berkata, " Jangan bilang ke gue lo tidur di tempat gue lagi
deh." "Ya iyalah gue tidur di tempat tidur lo," balas Jo cuek sambil memutar-mutar stick drumnya.
"Lo knapa sih seneng banget tidur di kamar gue padahal gue sudah kasih kamar tidur tamu buat
elo klo misalnya lo mau istirahat."
"Kamar tidur tamu baunya kayak menyan."
Revel berhenti memainkan piano dan berkata, " Itu bukan menyan, tp potpourri, yg nyokap beli
di Marks & Spencer."
"Baunya sama saja. Kadang2 klo tidur disitu gue waswas tiba2 kuntilanak muncul." Untuk
meyakinkan Revel, Jo mengimitasikan suara kuntilanak.
Revel tertawa melihat kelakuan Jo yg pada saat itu sama sekali tdk terlihat seperti drummer
paling ganteng satu Indonesia.
"Itu bau lavender, harusnya bs membuat elo relaks sperti lagi di spa," Revel mencoba
menjelaskan. "Bodo amat deh, pokoknya itu kamar baunya kayak kuburan."
Revel menutup diskusi itu dgn mulai menekan tuts pianonya lagi.
"Lo tadi sempat ketemu Ina nggak?" Tanya Jo.
Revel langsung menekan tuts yg salah ketika mendengar nam Ina disebut-sebut.
"Nggak," jawabnya pendek. "Memangnya knapa lo tanya2 ?" Lanjutnya ketika Jo tdk
mengatakan apa2 lagi tentang Ina.
"Nggak kenapa-napa. Omong2 dia cute juga ya klo dilihat-lihat."
Revel langsung menatap drummer-nya, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Dia tdk tahu
knapa orang tdk pernah menggosipkan Jo yg tidak2 klo sudah menyangkut masalah perempuan.
Media selalu menggambarkan Jo seakan-akan dia seorang malaikat, padahal klo dihitung-hitung
Jo lebih banyak menghancurkan hati kaum wanita daripada dirinya. Betul-betul tdk adil.
"Jo, dia off-limits." Suara Revel terdengar lebih tajam daripada yg dia inginkan ketika
mengatakan ini. Jo yg menyadari bahwa dirinya sedang diperingati oleh Revel berhenti memutar-mutar stick
drumnya. "What?" Tanyanya langsung.
"Pokoknya off-limits," ucap Revel sekali lagi.
Jo hanya memutar bola matanya melihat reaksi Revel. "Okay fine. Lo nih berkelakuan kesannya
kita tinggal di hutan aja. Nggak perlu teritorial begitu deh."
"Gue nggak teritorial."
Of course you're not," balas Jo dgn nada sinis. "Klo lo suka sama Ina, lo tinggal bilang ke gue
dan gue nggak akan mendekati dia. So, lo suka sama Ina?"
"Dude, dia itu akuntan gue."
"So what?" "Dan gue udah punya pacar."
Jo mendengus. "Yeah right. Kayak elo ini tipe laki2 yg setia aja. Sekali lagi gue tanya, apa lo
suka sama Ina?" Revel menggigit lidahnya dan berkata, "No."
"Oke, klo begitu dia fair game sama gue."
Dan Revel harus menarik napas agar tdk loncat dari kursi piano saat itu juga untuk mencekik Jo.
Sebulan berlalu dan Ina masih tdk berkesempatan untuk bertemu muka lagi dgn Revel karena
stelah hari itu tdk ada masalah pembukuan besar yg memerlukan kedatangannya ke kantor Revel
lagi. Ina membiarkan Sandra dan Eli melakukan kunjungan mereka tanpanya, sebagaimana
bisnis ini pada umumnya berjalan. Dalam hati Ina bersyukur bahwa dia tdk perlu lagi bertemu
dgn Revel karena itu berarti bahwa timnya telah melakukan pekerjaan mereka dgn baik. Klo ada
masalah tentunya Sita sudah mengeluh kepadanya. Mesipun begitu, Ina tdk bisa menghentikan
dirinya untuk mulai memperhatikan gerak-gerik Revel setiap kali dia muncul di TV.
Beberapa hari yg lalu Revel sekali lagi terkena masalah dgb wartawan yg terlalu bersemangat
untuk mengambil fotonya sehingga tdk sengaja mendoronh ibu Davina yg sedang berjalan di
sampingnya. Dan tanpa mengeluarkan kata2, Revel langsung melindungi mamanya dgn
tubuhnya dan dgn tangan kanan dia mendorong wartawan tadi sehingga jatuh terduduk di aspal.
Kejadian itu terekam oleh beberapa wartawan infotaimen dgn sempurna dan diputar berkali-kali
di TV. Ketika menonton video itu Ina melihat bahwa ujung bibir Revel jd kaku sebelum dia
mendorong wartawan itu dgn kekuatan penuh, kemudian meninggalkan tempat kejadian tanpa


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menoleh lagi. Reaksi yg sama juga ia dapati ketika Revel diwawancara oleh mantan pelawak yg alih profesi
menjadi pembawa acara mengenai proses penulisan musiknya. Wawancara itu berjalan cukup
lancar sampai ketika revel ditanya apakah dia berniat untuk lebih serius dgn Luna. Revel
menjawab pertanyaan itu secara diplomatis dgn berkata, "Untuk saat sekarang kami masih sama2
belajar tentang satu sama lain. Kita lihat saja nanti gimana."
Tentunya sang pembawa acara tdk puas dgn jawaban itu dan mencoba mencecar Revel. Pemuda
itu msh menjawab pertanyaan2 yg diajukan padanya dgn cukup sopan, tp kelihatan sangat tdk
comfrotable. Dan kelihatannya si pewawancara sama sekali tdk melihat efek dr pertanyaan2nya
ini kepada Revel. Untung saja pembawa acara itu kemudian menyerah stelah selama sepuluh
menit menanyakan hal yg sama tanpa mendapat jawaban. Ina yakin Revel sudah siapa untuk
menonjok wajah pembawa acara itu.
BAB 5 (The Scariest Mother Alive)
Memasuki bulan ketiga ketika Ina baru saja pulang dr Manado, Helen memberitahu bahwa Sita
memintanya untuk datang pada kunjungan selanjutnya karena ibu Davina mau bertemu
dengannya. Mengingat penampilan mama Revel yg meskipun kelihatan seumur dgn mamanya
sendiri, tetapi mampu menggoreng seseorang hanya dgn tatapannya, Ina tdk bisa tidur selama
dua hari sbelum kunjungan.
Setibanya di kantor Revel hari Rabu siang, Ina dan timnya langsung disambut oleh Sita yg stelah
mempersilahkan mereka duduk di ruang pertemuan, menghilang sebentar untuk memanggil ibu
Davina. Selama menunggu, Ina mendengar ada suara dua orang yg sedang beragumentasi dgn
suara rendah. Ternayata Sita telah membiarkan pintu ruang pertemuan agak sedikit terbuka dan
sepertinya dua orang yg sedang berbicara itu tdk menyadari bahwa ada orang lain yg bisa
mendengar percakapan mereka.
"Memangnya knapa sih aku nggak boleh menginap disini sekali-sekali?" Ina mendengar suara
seorang perempuan. "Kamu kan tahu perasaan aku tentang perempuan menginap di rumah aku," jawab suara seorang
laki2 g Ina tahu adalah Revel.
"Tapi aku bukan sembarang perempuan. Aku ini pacar kamu."
"Bisa nggak sih kita bicarakan masalah ini nanti" Aku ada meeting."
"Rev, kmu mau kemana" Aku blm selesai bicara." Itulah suara trakhir yg Ina dengar sbelum dia
melihat tubuh Revel terpampang di depan pintu. Dan sperti sadar bahwa ada orang yg sedang
memperhatikannya, dia menoleh dan langkahnya terhenti tiba2. Matanya melebar sedikit ketika
melihat Ina. Ina tahu bahwa bkn salahnya untuk berada di dalam ruang pertemuan pada saat itu, tetapi dia
tetap merasa sedikit bersalah karena telah tertangkap basah nguping pembicaraan yg jelas2
bersifat pribadi. "Rev, kmu knapa sih sama aku?" Suara rengekan perempuan itu menarik Ina kembali ke realita.
Ina menarik tatapannya dr Revel dan beralih kepada..... Luna yg berdiri disamping Revel. Ina
harus menarik napas. Sejujurnya, Luna memang cantik stiap kali muncul di TV, tp itu tdk
sebanding dgn aslinya. Wajahnya putih bersih, bahkan terlihat sperti ada sinar yg terpancar
darinya. Tubuhnya tinggi semampai tp berisi, tdk terlalu kurus sebagaimana model pada
umumnya. Ketika menyadari bahwa perhatian Revel sedang terfokus pada Ina, Luna pun
mengalihkan perhatiannya pada orang yg sama. Luna menatap In dari ujung rambut hingga ujung
kaki, seluruh 150cm tingginya, sbelum. Kemudian menatap matanya. Seakan-akan dia menilai
bahwa Ina bukanlah orang penting, perhatiannya lalu kembali pada Revel. Oke, sepertinya
kepribadian Luna yg sebenarnya tdk sebaik yg dia tampilkan kepada media selama ini, ucap Ina
dlm hati, sedikit jengkel.
Diam2 Revel memperhatikan interaksi Ina dan Luna dan dia merasa malu atas perlakuan Luna
terhadap akuntannya ini. Revel tahu bahwa meskipun Luna slalu kelihatan baik dan bersahabat
klo sedang di depan publik, tp sbenarnya Luna memiliki kecenderungan untuk berkelakuan
bitchy kepada kebanyakan perempuan, dan dia akan ekstra-bitchy klo merasa tersaingi oleh
perempuan tersebut. Dan apa yg baru dia lakukan kepada Ina masuk ke dalam kategori kedua.
Revel menatap Ina yg hari itu mengenakan blus warna biru tua. Sperti trakhir kali mereka
bertemu, Ina kelihatan rapi dan bertingkahlaku profesional. Tidak ada sehelai rambut pun yg tdk
pada tempatnya. Tiba2 Revel diserang keinginan untuk membuatnya berantakan. Apa dia masih
akan kelihatan sebegini rapi dan profesionalnya klo misalnya aku menciumnya sampai dia
kehabisan napas" Revel menghentikan dirinya ketika pada dasarnya dia sudah berpikir yg tidak2
tentang akuntannya yg tingginya bahkan tdk mencapai bahunya, kurus, dan berdada rata, di
depan pacarnya yg seharusnya adalah wanita paling seksi se-Indonesia. What the hell is wrong
with him" Ina yg sadar bahwa Revel sedang memperhatikannya dgn tampang aneh langsung berkata, "
Selamat siang," sambil menganggukkan kepalanya. Melihat Revel tetap tdk bereaksi akhirnya
Ina bergegas mendekatinya dan mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman dengannya.
Revel meraih tangan Ina. "Siang, sudah lama nggak ketemu," ucap Revel. Tatapannya
memancarkan binar bersahabat dan dia kemudian tersenyum. Ina berusaha membalas senyuman
itu, tetapi agak sulit di bawah pelototan Luna.
"Kmu kesini mau bertemu sama Mama,kan?" Tanya Revel sambil bergegas melangkah masuk ke
ruang pertemuan. Ina harus melangkah ke samping dgn cepat untuk menghidari Revel, tp agak terlambat karena
lengan Revel secara tdk sengaja sudah menghantam bahunya dgn cukup kuat. Alhasil dia
kehilangan keseimbangan dan akan jatuh terduduk klo tdk ada lengan yg melingkari
pinggangnya. Dalam usaha untuk menjaga keseimbangan dlm posisinya yg sudah stengah
telentang diatas udara kosong itu, otomatis kedua tangannya langsung meraih benda terdekat
sebagai pegangan. Kebetulan benda terdekat adalah lengan Revel bagian atas yg Ina sadari penuh
dgn otot. Pada saat yg bersamaan Ina mendengar suara yg berteriak panik, " Ibu Inaaaaa....," yg dia yakin
datang dr Sandra dan, "Reveeelllllllll....," yg Ina yakin datang dr Luna.
"Are u okay?" Tanya Revel
Ina baru saja akan menjawab bahwa dia tdk apa2 ketika merasakan sepatu haknya g solnya
terbuat dr kulit mulai tergelincir di atas marmer yg licin. Kali ini Revel tdk siap untuk menahan
tubuhnya dan selanjutnya Ina sudah melayang, dan mereka jatuh bersamaan.
"Aaaaak....!!" Teriak Ina cukup keras.
Tiba-tiba dia sudah berbaring di lantai.
"Oh shit, are u okay?" Tanya Revel dgn nada diantara khawatir dan mencoba untuk menahan
tawa. Wajahnya hanya sekitar sejengkal jauhnya dr wajah Ina.
Ina tdk pasti apakah kepalanya membentur lantai, tp yg jelas pandagannya berkunang2 untuk
beberapa detik, membuatnya agak mual dan tdk bisa mendapatkan cukup oksigen untuk
paru2nya. "Saya... nggak... bisa... napas," ucap Ina akhirnya dgn susah payah akibat saluran
pernapasannya tersumbat. Tubuhnya tertindih oleh Revel yg bukannya langsung bangun, malah
kelihatan terhibur dgn keadaannya. Dalam hati Ina menyumpah. Memangnya dia pikir lucu apa
melihat seorang wanita berwajah membiru karena tdk bisa bernapas"
Otak Revel memerintahkan dirinya untuk berdiri, tp tubuhnya menolak untuk menuruti perintah
itu. Samar2 dia mencium aroma yg sama dgn yg dia dapati stiap kali Ina dekat dengannya.
Strawberry. Wanita ini beraroma strawberry.
"REVELINO IVAN DARBY KAMU LAGI NGAPAIN"!"
Tiba-tiba Revel mendengar suara keras mamanya menghancurkan fantasinya.
Ina segera mendorong tubuh Revel dan berusaha untuk berdiri, meskipun dgn sedikit
sempoyongan dan mata yg masih berkunang-kunang. Revel langsung meraih pinggangnya ketika
melihat dia blm stabil. "Easy," ucap revel perlahan.
Ina mengambil beberapa napas pendek, mencoba untuk mengusir rasa mual. Setelah kunang2
mulai sedikit reda, Ina memfokuskan perhatiannya kepada dua orang yg kini berdiri di depan
pintu, dan dia merasa ingin mati. Seakan-akan keadaan barusan belum cukup parah, ibu Davina
memutuskan untuk muncul pada saat itu dan menyaksikannya. Dan lain dgn anaknya, beliau tdk
kelihatan terhibur sama sekali. Ina mengambil satu langkah untuk memberikan sedikit jarak
antara dirinya dan Revel. Karena tdk ada yg memberikan penjelasan kepada ibu Davina tentang
kejadian barusan, tugas itu jatuh ke tangan Ina.
"Maaf, tadi saya terpeleset dan Revel mencoba untuk membantu saya, tp dia malahan ikut jatuh,"
ucapnya stelah bisa berdiri tegak.
Ibu Davina tdk berkata apa2, dia hanya memperhatikan Ina dgn seksama, seakan-akan siap untuk
menyembelihnya hidup2. Sejujurnya, Ina sudah melihat wajah wanita ini beberapa kali di TV
dan dia selalu berpendapat bahwa ibu Davina kelihatan agak menakutkan, tp Ina slalu berpikir
bahwa itu mungkin cuma penampilannya di depan publik, dan bahwa orang aslinya tdk
semenakutkan di TV. Ternyata Ina salah karena pada dasarnya mamanya Revel kelihatan lebih
menakutkan saat bertemu aslinya.
Ina melirik Revel untuk meminta dukungan darinya, tp kliennya itu kelihatan cuek sambil berdiri
dgn memasukkan kedua tangannya ke kantong celananya. Not good!
Untungnya ibu Davina kemudian mengalihkan perhatiannya dr Ina kepada anaknya yg tdk
memberikan penjelasan atau bahkan menunjukkan tampang bersalah sama sekali. Ibu Davina
hanya mengernyitkan dahi sambil menatap anaknya dalam2, seakan-akan ia sedang memutuskan
apakah ia akan percaya dgn apa yg baru dikatakan Ina atau tidak. Beliau kemudian
mengembuskan napas dan tiba2 perhatiannya sudah jatuh pada Ina. "Apa kmu nggak apa-apa?"
Tanyanya dgn nada datar sehingga membuat ina bertanya-tanya apakah ia tulus ingin tahu
keadaannya atau basa-basi.
"Saya nggak apa-apa," ucap Ina sambil mengangguk-angguk. Pada saat itu ina menyadari bagian
belakang kepalanya seakan ditusuk-tusuk jarum. Otomatis tangannya langsung naik untuk
menyentuh belakang kepalanya yg terasa mulai agak benjol, Ina menahan diri agar tdk meringis.
"Coba saya lihat." Tanpa disangka-sangka Revel sudah menggenggam kepalanya dan meraba
occipital lobe-nya. "Aaarrggg... hhh," teriak Ina sambil mencoba untuk menjauhkan kepalanya dr sentuhan Revel tp
tdk berhasil. "Sori. Sakit, ya?" Tanya Revel polos.
"Ya iyalah," geram Ina dan sekali lagi mencoba untuk menarik kepalanya. Kali ini Revel
membiarkan Ina melakukannya.
"Kmu mesti ke dokter untuk dicek, siapa tahu kenapa-napa," lanjut Revel tanpa mghiraukan
pelototan dr Luna ataupun wajah nyureng ibu Davina.
"Cuma benjol sedikit, nanti habis meeting ini saya akan ke dokter," ucap Ina tegas tanpa
menggeram. "Kmu harus ke dokter sekarang," Revel tetap bersikeras.
"Gimana klo saya tempelin ice pack di kepala saya dulu untuk sementara waktu. Saya akan cek
ke dokterstelah meeting ini selesai," balas ina sambil menatap Revel tajam, memintanya untuk
tdk membantahnya lagi. Revel mengernyitkan kening selama beberapa detik ketika melihat tatapan Ina yg siap
membunuhnya klo dia mengeluarkan satu kata lagi yg melibatkan kata "dokter", sbelum
kemudian berkata, "Sit, bisa minta salah satu OB untuk bawain ice pack kesini?"
Sita langsung menghilang dr peredaran. Ina sedang memikirkan cara untuk membuka
pembicaraan dgn ibu Davina yg kini sedang memperhatikan anaknya dgn tatapan penuh tanda
tanya, ketika mendengar suaranya.
"Jadi kmu yg namanya Inara?" Tanyanya dgn nada yg tdk bisa dibilang ramah.
"Selamat siang, ibu Davina. Sbelumnya saya mohon maaf atas insiden ini. Mungkin besok2
sebaiknya saya pakai sepatu yg solnya karet saja supaya tdk terpeleset lagi," ucapnya setenang
mungkin sambil berjalan menuju ibu davina sbelum kemudian mengulurkan tangannya untuk
bersalaman dengannya. Ibu Davina kelihatan agak terkejut dgn tindakan Ina. Great! Melihat reaksinya, hanya akan ada
dua kemungkinan. Yg pertama adalah bahwa ibu Davina sudah tersinggung dgn tingkah lakunya
dan langsung akan memecatnya,atau ibu Davina menghargai keberaniannya dan akan
membiarkannya tetap melakukan tugasnya. Kepala Ina berdenyut, tetapi dia tdk
menghiraukannya. "Saya Inara," lanjut Ina karena tdk tahu apa lagi yg bisa dia katakan.
Tapi tiba2 suatu keajaiban terjadi ketika dia melihat ibi Davina juga mengulurkan tangan untuk
menyalami dirinya. Stelah melepaskan tangan, ibu Davina kemudian melambai, menandakan
bahwa dia mempersilahkan Ina duduk, sementara beliau menempatkan dirinya tepat di hadapan
Ina. Sita melangkah masuk kembali ke dalam ruang pertemuan. Ina buru2 duduk di kursinya dan
segera membuka agendanya. Dengan pulpen di genggaman, dia siap mencatat apa saja yg
dikatakan ibu Davina. Revel memilih berdiri sambil menyandarkan bahunya pada dinding.
"Sita bilang klo ibu mau ketemu sama saya. Apa ada hal spesifik yg bisa saya bantu?" Tanya Ina
sesopan mungkin. "Ya ya... alasan saya minta kedatangan kmu adalah karena saya mau minta tolong supaya
keuangan pribadi saya juga dicek."
"Oh, oke," ucap Ina setenang mungkin. "Apa ibu juga perlu diaudit sperti Revel?"
"Sejujurnya, saya juga nggak tahu apa yg kmu kerjakan untuk Revel. Pokoknya saya mau semua
urusan keuangan saya beres," jawab ibu Davina dgn tegas sambil melirik anaknya yg tatapannya
sedang terpaku pada pintu masuk.
"Nggak masalah, saya akan mengirimkan surat penawaran fee kepada ibu secepatnya," ucap Ina.
Pada saat itu seorang OB yg membawa nampan berisi semangkuk es batu dan sebuah handuk
kecil memasuki ruang pertemuan. Sandra langsung berdiri dr kursinya untuk membantu Ina,
tetapi sbelum dia bisa melakukannya revel sudah mengambil alih tugas itu. Ina sudah siap untuk
protes, tetapi klo dilihat dr cara Revel menyipitkan matanya padanya, menantang Ina untuk
menentangnya, spertinya itu tdk ada gunanya. Akhirnya Ina harus merelakan revel melakukan
apa yg dia mau. "Oke, jgn kaget ya, ini agak dingin," ucap Revel sbelum kemudian menyentuh kening Ina dgn
tangan kirinya dan menempelkan ice pack itu pada kepalanya.
Revel berusaha mengontrol dirinya untuk tdk mengusap kening Ina dgn jari2nya. Kulitnya halus
sekali, sperti kulit bayai. Desisan Ina ketika rasa dingin menyentuh kulit kepalanya menarik
perhatian Revel. "Sori," ucap revel.
Ina menjawab dgn menundukkan kepalanya sedikit. Untung saja rambutnya berpotongan bob
pendek, jd air yg meresap melalui handuk dan mengenai rambutnya tdk akan merusak style-nya.
Dalam situasi lain Ina mungkin sudah menolak perhatian Revel yg memperlakukannya sperti
seorang invalid, tetapi saat ini yg dia inginkan adalah bisa menyandarkan kepalanya diatas bantal
yg empuk dan tidur sampai denyutan kepalanya hilang.
Untung saja ice pack itu sudah mulai mengurangi denyutan di kepalanya. Ina mengangkat
kepalanya menatap ibu Davina dan berkata, "Maaf, jd ngerepotin."
Ibu Davina hanya mengangguk kaku. "Sita, bisa kmu urus ini semua dgn Inara?" Tanyanya
kepada Sita yg cepat2 mengangguk.
Sbelum Ina berkata-kata lagi, ibu Davina sudah berdiri dr kursinya dan Ina hanya sempat melihat
punggungnya saja ketika beliau bergegas meninggalkan ruangan. Mancoba untuk kelihatan tdk
tersinggung dgn perlakuan ini Ina pun segera memerintahkan Sandra untuk mempersiapkan surat
penawaran. "Sori ya, mama memang begitu orangnya. Jangan diambil hati," ucap Revel yg tanpa disadari Ina
masih memegangi kepalanya.
"Iya, nggak apa-apa."
Kemudian Ina menyadari bahwa Luna masih ada bersama mereka dan kini sedang menatapnya
dgn tatapan tdk suka. "Kepala saya sudah baikan," ucap Ina dan buru2 menarik ice pack dr
kepalanya itu dr genggaman revel.
"Yakin?" Tanya Revel dgn nada curiga, tetapi dia melepaskan ice pack itu dr genggamannya.
"Yep, thanks for your help," balas Ina. Dan stelah memberikan senyuman singkat padanya Ina
pun berpura-pura sibuk dgn Sandra dan tdk menghiraukannya lagi.
Selintas ada sebersit kekecewaan atas perlakuan dingin Ina di wajah revel, tetapi dgn satu
kedipan, ekspresi itu menghilang dr wajahnya, berganti menjadi tatapan tdk perduli. Ina jadi
bertanya2 apakah dia hanya berhalusinasi beberapa detik yg lalu.
BAB 6 (The Gossip) Beberapa bulan berlalu dgn cepat dan aman untuk keadaan keuangan Revel, Ibu Davina, juga
MRAM, tetapi tdk untuk kehidupan pribadi Revel. Semuanya bermula dgn putusnya hubungan
Revel dgn Luna pada bulan Desember, dua bulan stelah Ina bertemu dgn ibu Davina. Pada bulan
Januari, tersebar gosip bahwa Luna hamil stelah media mendapat bocoran bahwa eksnya Revel
ini pergi menemui dokter kandungan. Gosip ini mungkin akan berlalu klo saja ini semua
memang hanya itu... sebuah gosip, tp kenyataannya adala
h bahwa Luna sendiri kemudian
mengakui bahwa dia sudah hamil empat bulan. Dan gegerlah satu Indonesia.
Lumrah bagi semua orang untuk menuding Revel sebagai bapak si bayi tersebut karena empat
bulan yg lalu Luna mash berstatus sebagai pacar Revel, tp sewaktu ditemui oleh wartawan ketika
dia sedang shopping di salah satu mal di Jakarta, dgn tenang Revel hanya berlalu tanpa
menanggapi pertanyaan itu. Karena sikapnya itu Revel yg slalu diikuti oleh wartawan, kini
diburu siang malam oleh mereka yg ingin meminta kepastian. Tentunya semua kekacauan ini
akan berakhir tanpa ada "pertumpahan darah" klo saja Luna membuat pernyataan bahwa Revel
bukanlah ayah dr bayi yg sedang dikandungnya. Tapi luna tdk bisa atau tdk mau mengakui itu
karena dgn pengakuan ini maka secara tdk langsung dia, Indonesia's sweetheart yg tdk pernah
membuat satu pun kesalahan di mata publik, akan membuka aibnya bahwa dia sudah
selingkuh.... tidak, klo selingkuh mungkin masih tdk apa2, tp ini... dia sudah tidur dgn laki2 lain
selama dia menjalin hubungan dgn Revel. Jelas2 image good girl-nya akan musnah dalam
sekejap mata klo publik sampai tahu kebenaran dr cerita ini.
Alhasil, tercetuslah dua kubu di Indonesia yg dikompori oleh media. Banyak orang g tetap
mendukung Revel dgn mengatakan bahwa Revel adalah laki2 sejati dgn tdk mengiyakan atau
menyangkal tuduhan ini. Para pro-Revel menjelaskan bahwa Revel pada dasarnya sedang
mencoba melindungi martabat Luna sebagai seorang perempuan. Tapi, mereka yg tdk memihak
kepada Revel melihat skandal ini sebagai kesempatan untuk betul2 menjatuhkan Revel.
Bagi Ina, dr awal semenjak berita ini keluar, dia yakin bahwa Revel tdk bersalah. Dia tdk tahu
bagaimana dia bisa menjelaskan feeling-nya ini, tetapi dia yakin seratus persen. Meskipun
begitu, dia tetap khawatir akan image kliennya. Seakan-akan berita ini belum cukup
menghancurkan karier Revel, beberapa hari stelah itu Ina mendengar berita bahwa jadwal tur
Revel yg akan meliputi 18kota di Indonesia pada bulan mei terancam batal karena kantor
walikota beberapa kota dimana Revel akan menggelar turnya menerima beberapa surat ancaman
yg intinya sama, yaitu bahwa mereka akan memblokir lapangan udara dan jalan raya dgn aksi
demonstrasi agar Revel tdk bisa masuk ke kota mereka. Para walikota merasa khawatir atas
ancaman ini dan tdk mau mengambil resiko. Mereka meminta Revel membatalkan turnya.
Dari awal berita ini meledak, Ina sama sekali tdk berkesempatan bertatap muka atau berbicara
dgn Revel, tp begitu mendengar berita yg satu ini Ina langsung meminta Helen untuk
menghubungkannya dgn Revel. Perlu waktu stengah jam bagi Helen sebelum memberitahunya
bahwa Revel tdk mengangkat HPnya. Akhirnya Ina meminta Helen untuk menyambungkannya


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dgn HP pak Danung. "Selamat siang, pak Danung. Saya baru dengar kabar tentang tur Revel g dibatalkan. Apa
benar?" Tanya Ina penuh simpati.
"Nggak batal koq, cuma mungkin mesti diundur," jelas pak Danung dgn suara tenang.
"Bagaimana Revel mengatasi semua ini" Apa dia baik2 saja" Saya minta maaf karena nggak
menanyakan hal ini sebelumnya." Ketika mengatakan ini Ina langsung merasa bersalah. Dia
merasa lalai dalam mengerjakan tugasnya. Dia seharusnya bisa lebih peka dgn keperluan
klien2nya, pribadi ataupun perusahaan. Lalu dia sadar bahwa memang bukan tugasnya untuk
peduli dgn kehidupan pribadi klien.
"Oh.... dia baik-baik, ibu Inara nggak usah khawatir. Kita cuma perlu sabar menunggu sampai
semua orang bosan dgn berita ini dan semuanya akan kembali normal." Kata-kata pak Danung
menyadarkan Ina kembali. Ina masih agak ragu dgn reaksi pak Danung ini, tetapi akhirnya dia memutuskan bahwa mungkin
dia sudah terlalu mengkhawatirkan sesuatu yg sebetulnya tdk perlu dikhawatirkan.
"Baguslah klo semua baik2 saja. Bisa tolong sampaikan simpati dr kami untuk Revel."
"Ibu Inara knapa nggak kontak Revel langsung saja?"
"Saya sudah coba, tp HPnya nggak diangkat."
Mendengar jawaban itu pak Danung hanya terkekeh. "Dia mungkin lagi di studio."
"I see." "Nggak apa-apa, ibu Inara, nanti pesan ibu saya akan sampaikan ke Revel." Dan dgn begitu
pembicaraan mereka pun berakhir
Setelah mengakhiri pembicaraannya dgn Ina, pak Danung melangkah masuk ke studio dan
menemukan Revel sedang terlibat percakapan seru dgn Jo tentang aransemen lagu. Pak Danung
bersyukur bahwa Revel menemukan seorang sahabat dalam diri Jo, yg karena umurnya beberapa
tahun lebih muda daripada Revel, membuat Revel harus berkelakuan lebih dewasa di
sekelilingnya. Tiga tahun yg lalu sewaktu Revel sedang mencari drummer pengganti karena
drummer band-nya memutuskan untuk berhenti total dr belantikan musik Indonesia, ada
beberapa kandidat yg dipertimbangkan. Kebanyakan dari mereka mau bekerja dgn Revel, tetapi
segan karena Revel dikenal cukup "keras" pada anggota bandnya. Kemudian Jo muncul dan cara
main drumnya sama gantengnya dgn orangnya dan Revel langsung mengiyakan tanpa pikir
panjang lagi. "Rev, ibu Ina tadi telpon menanyakan kabar kmu," ucap pak Danung.
Revel langsung menghentikan pembicaraannya dgn Jo. "Dia tanya kabar aku?" Tanya Revel dgn
agak sedikit terlalu bersemangat, yg membuat Jo terkikik dan menerima tatapan sangar dr Revel.
Pak Danung berpura2 tdk melihat. Ini semua dan melanjutkan, "Dia khawatir tentang tur delapan
belas kota kamu." Mendengar kata2 ini membuat Revel sedikit kesal. Ketika pak Danung mengatakan bahwa Ina
menanyakan kabarnya, dia pikir Ina peduli bahwa dia sedang tertimpa gosip, tp ternyata wanita
satu itu cuma peduli soal turnya. Sesuatu yg berhubungan dgn pekerjaannya, uangnya, bukan
dirinya sendiri. Ugghhh, he should have known, wanita sperti Ina akan lebih peduli apakah
seorang laki2 punya uang dan kehidupan yg mapan daripada bahwa laki2 itu adalah laki2 baik2
yg punya hati dan perasaan. WHAT THE HELL"! Sejak kapan dia jd sensitif sperti ini"
Ini semua gara2 blus warna hijau yg dikenakannya, aroma stroberinya, tangannya yg kecil,
kulitnya yg sehalus bayi, dan ukuran tubuhnya yg kelihatan sperti anak SMP tetapi terasa sperti
tubuh wanita sejati ketika dia menindihnya beberapa waktu yg lalu. Revel bersusah payah
mengontrol dirinya agar tdk mengingat kejadian hari itu dan berkata, "Bilang sama dia, nggak
usah khawatir tentang tur itu, aku masih tetap bisa bayar dia meskipun tur itu batal."
Sambil berkata begitu Revel keluar dari studio, dan klo saja pintu studio tdk ada pernya, Revel
pasti sudah membantingnya.
Pak Danung beradu tatap dgn Jo. "Dia knapa sih" I didn't even mention Luna," ucap pak Danung
bingung. Jo hanya nyengir dan memfokuskan perhatiannya kembali pada selembar kertas penuh coretan
yg ada di hadapannya. Stelah percakapannya dgn pak Danung, ina pikir semuanya baik2 saja sampai suatu sore,
seminggu kemudian. Dia baru saja kembali dr bertemu dgn kliennya di luar kantor ketika
dihadang oleh Marko di pintu masuk begitu dia tiba.
"Lo harus lihat ini," ucapnya pendek.
"Lihat apaan?" Tanya Ina bingung sambil stengah berlari mencoba menyamai langkah Marko yg
terburu-buru. Marko tdk menghiraukan pertanyaan Ina, dia hanya menggiringnya ke ruang rekreasi kantor.
Samar2 Ina bisa mendengar suara TV dgn volume yg cukup keras dan banyak koleganya sedang
berdiri di depan TV plasma, menonton suatu laporan berita. Ketika sudah cukup dekat, Ina
menyadari bahwa mereka sedang menonton suatu konfrensi pers, Ina melihat wajah Luna yg
tersembunyi di belakang kacamata hitam berukuran besar. Dia duduk tegak di depan mic dan
mengatakan, "Saya mengharapkan agar ayah bayi saya ini berhenti menjadi pengecut dan
bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya nggak mengharapkan apa2 dari dia, saya hanya
minta pengakuan supaya anak saya tdk lahir tanpa bapak."
Dan dgn pernyataan ini Luna langsung dihujani pertanyaan oleh para wartawan.
"Mbak Luna, siapa ayah bayinya?"
"Apa Revel ayah bayi ini?"
"Mbak... Mbak Luna, apa mbak ada affair sama orang lain selama berhubungan dgn Revel?"
Tapi Luana dengan lihainya langsung digiring oleh managernya turun dari panggung, dan
meninggalkan orang lain menjawab pertanyaan para wartawan itu dgn, "Untuk saat ini mbak
Luna tdk akan menjawab sembarang pertanyaan. Terima kasih."
Ina hanya bisa menganga ketika menyaksikan ini semua. Ina sudah dibesarkan untuk tdk pernah
menyumpah, tp kali ini dia tdk tahan lagi. THAT SLIMY BITCH! Umpat Ina dalam hati. Apa
maksud Luna menggelar konferensi pers klo hanya untuk mengatakan itu" Ini semua akan
menambah dampak buruk pada Revel. Ina yakin bahwa ada banyak pihak yg akan salah
menginterpretasikan kata2 Luna sebagai suatu konfirmasi bahwa Revel-lah ayah bayi itu dan
bahwa Revel adalah seorang pengecut karena tdk mau mengakuinya. Spertinya pak Danung
sudah salah perhitungan. Berita ini tdk akan reda, tp malah akan semakin parah.
Ina menatap marko yg kini sedang menatapnya balik dgn sedikit khawatir. Kemudian Ina sadar
bahwa bukan Marko saja yg sedang menatapnya dgn ekspresi itu, tetapi para koleganya yg lain
juga. Mereka spertinya mengharapkan suatu konfirmasi tentang kebenaran atau ketidakbenaran
gosip itu darinya. Seakan2 adalah tugasnya sebagai akuntan untuk tahu apa saja yg dilakukan
oleh kliennya. Ina ingin beteriak bahwa dia seorang akuntan, bukan babysitter. Dia hanya
mengurus keuangan Revel dan perusahaannya, bkn kehidupan pribadinya.
Hanafi memberikan tatapan penuh superioritasnya pada Ina dari ujung ruangan. Ina segera
bergegas meninggalkan ruangan rekreasi itu sbelum dia menghantam Hanafi untuk menghapus
senyum penuh keangkuhan itu dr wajahnya. Ina melewati meja Helen tanpa menghiraukan
lambaian tangannya sebagai tanda bahwa ada sesuatu yg harus disampaikan olehnya dan
memasuki ruang kerjanya. Stelah menutup pintu, Ina menghempaskan dirinya ke kursi kerja dgn
penuh kekesalan dan memutar kursi itu agar menghadap ke jendela, membelakangi pintu masuk.
Ina mencoba mengatur napasnya yg agak memburu.
Terdengar suara ketukan, tetapi Ina tdk menghiraukannya. Dia berharap siapa pun orang itu akan
berlalu klo tdk mendengar jawaban darinya. Tetapi yg terdengar malahan pintu ruangan yg
dibuka. Ina sudah siap memaki tamu tak diundang ini ketika terdengar suara Marko.
"Hey, are u okay?" Tanyanya.
Tanpa memutar kursinya Ina menjawab, "No."
"You wanna talk about it?" Langkah Marko terdengar semakin mendekat, sesaat kemudian dia
sudah berdiri di hadapannya.
Ina menarik napas dalam sebelum berkata, "He's going down, isn't he?"
Ketika dia tdk mendengar balasan apa pun dr marko, Ina mendongak. Marko tersenyum garing
sbelum menjawab, "Klo Luna tdk memiliki reputasi good girl-nya dan klien lo itu bukan
Revelino Darby, mungkin semuanya akan blow over stelah beberapa bulan. Tapi sayangnya
klien elo it THE REVELINO DARBY, artis Indonesia yg paling dicintai sama fansnya. Dia bisa
jadi kayak dia sekarang karena mereka dan gue rasa klo dia nggak buru2 mengatasi keadaan ini,
ada kemungkinan besar dia akan kehilangan respect semua orang, bahkan fansnya yg paling
setia. Dan stelah itu..." Marko tdk menyelesaikan kalimatnya.
Marko tdk perlu melakukannya karena Ina sudah bisa menebak akhir cerita tersebut. Revel akan
kehilangan fansnya dan klo fansnya menghilang, maka tdk ada orang yg akan membeli CD-nya,
pergi ke konsernya, perusahaan2 yg dulunya mengontraknya sebagai spokes person produknya
karena Revel dapat menarik fansnya untuk membeli produk tersebut, akan menarik diri, dan
kariernya dalam dunia musikyg sudah dia bangu selama bertahun2 akan musnah untuk selamalamanya. Semua ini cuma gara2 seorang perempuan bernama Luna.
Ina menutup wajahnya dgn kedua belah tangannya dan menggeram. "Oh Goddddddd, STU-PID,"
"Hey, you're not stupid...."
"Bukan gue, tp dia," teriak Ina geram, memotong kata2 Marko.
"Maksud lo Revel?"
"Ya iyalah, siapa lagi coba?" Bentak Ina yg tdk menghasilkan reaksi apa2 dr Marko. "Apa
susahnya sih ngejawab TIDAK stiap kali wartawan nanya apa bayinya Luna itu anaknya dia?"
Lanjutnya. Kalimat kedua Ina membuat Marko mundur beberapa langkah. "Tunggu sbentar, jd Revel
memang bukan ayah bayinya Luna?" Dia tdk bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Ina menyandarkan punggungnya smakin dalam pada sandaran kursi dan mendengus dgn cukup
keras. "Gue yakin klo dia bukan ayah bayinya Luna, tp gue nggak ada bukti," teriaknya sekali
lagi. "Oke. Lo harus berhenti teriak2 kayak orang gila begini dan mulai dr awal. Apa sih masalahnya
yg bikin lo upset begini?" Lanjut Marko dgn lembut stelah yakin bahwa Ina tdk akan ngomel
lagi. Ina menarik napas dalam2 sbelum berkata, "gue tahu klo kita sudah dilatih untuk hanya
mengurus bisnis klien tanpa memedulikan kehidupan pribadi mereka." Marko hanya
mengangguk dan menunGu. "Selama ini gue nggak pernah ada masalah untuk berpegang teguh
sama etika kerja itu. Sperti yg lo tahu, banyak klien kita yg cukup sering kena gosip." Sekali lagi
Marko mengangguk. "Gue nggak peduli siapa yg gonta ganti pacar, yg cerai sama istrinya, yg
rebutan anak..." Kalimat slanjutnya sudah ada di ujung lidahnya, tetapi tdk tahu knapa, Ina tdk
bisa mengatakannya. Akhirnya dia hanya terdiam dan menguburkan wajahnya diantara kedua
telapak tangan. Marko menarik jari2 tangan Ina dr wajahnya dan berkata dgn lembut dan penuh pengertian tp
tegas. "Ina, lo tahu kan kode etik kita sebagai akuntan" Kita dilatih untuk berpikir pakai otak,
bukan pakai hati. Revel adalah klien lo dan itu adalah batasan that u cannot cross. Kasih
dukungan kepada bisnis Revel karena bukan tugas kita untuk terlibat dalam kehidupan
pribadinya." Ina mengangguk dan berkata, "Right," dgn nada pasti.
Revel mematikan TV dan berusaha sebisa mungkin tdk melempar remote yg ada di tangannya ke
dinding. Dia tahu bahwa Luna tdk bermaksud menimbulkan masalah untuknya dgn konfrensi
persnya barusan, dia masih muda. Dan klo mengambil keputusan terkadang suka terbawa emosi.
Yg membuatnya kesal adalah karena manajer Luna memperbolehkannya membuat pernyataan
sperti itu di depan publik. Revel berjalan ke arah tempat tidur dan meletakkan remote ke atas
night stand sbelum dia mendudukkan dirinya di tempat tidur sambil mendesah panjang.
Spertinya rumahnya akan ditongkrongi wartawan untuk beberapa minggu ke depan, yg brarti
bahwa dia tdk bisa keluar rumah dgn leluasa. Fine! Dia bisa hidup sperti itu, mungkin dgn begitu
dia bisa lebih berkonsentrasi untuk merampungkan single-nya. Berapa lama kira2 hingga orang
bosan dgn berita ini"
Dia teringat akan telepon Ina yg menanyakan tentang kemungkinan pembatalan tur 18kotanya.
Tur berskala besar ini adalah usul om Danung beberapa waktu yg lalu untuk memenuhi
permintaan fans yg sudah cukup lama tdk melihat Revel manggung. Dia memang sudah menarik
diri dr publik selama dua tahun belakangan ini, mencoba mendirikan perusahaannya sendiri
sambil menulis album ketiganya pada waktu luang. Sebagai businessman yg penuh perhitungan,
dia memutuskan bahwa tur ini bisa digunakan untuk memuaskan hati fansnya, juga untuk
memberikan lebih banyak exposure kepada band terbaru yg baru saja masuk di bawah naungan
MRAM. Mudah2an bulan depan semuanya akan reda, jd jadwal tur masih tetap bisa dijalankan.
Hatinya terasa berat. Bukan karena uang yg bisa hilang karena dia tdk jadi mengadakan tur, tp
karena rasa tanggung jawab untuk menghibur semua fans yg sudah setia smenjak dia memulai
karier musiknya dan juga exposure kepada artis baru MRAM yg sepatutnya menjadi band
pembuka konsernya. Dia tdk peduli klo orang berbicara jelek tentangnya atau memaki-maki kelakuannya, selama
mereka tdk membawa nama2 artis yg diwakilinya. Satu hal yg dia ketahui tentang semua
artisnya adalah bahwa mereka orang baik yg penuh bakat, yg terjun ke dunia musik karena rasa
cinta terhadap dunia ini, bukan karena agenda lain. Dan mereka sudah memercayakan
kesuksesan karier mereka kepada MRAM, atau lebih tepatnya kepada Revelino Darby, sebagai
ujung tombak MRAM. Maka dia tdk boleh terkena masalah yg akan menghancurkan
kepercayaan itu. Kini dia tahu bahwa namanya, nama MRAM, dan semua artis dibawah bendera
MRAM tdk bisa dipisahkan. Apa yg dia lakukan mau tdk mau dihubungkan dgn MRAM dan
artis2nya, oleh karena itu dia harus lebih bisa menjaga image-nya.
BAB 7 (The Evil Plan) Ketiba bulan Februari tiba, Ina memutuskan untuk melakukan kunjungan ke kantor Revel untuk
melakukan audit sbelum laporan pajak dilakukan, bersama Sandra dan Eli. Untung saja musim
pajak sudah tiba, sehingga Ina tdk memiliki banyak waktu untuk memikirkan tentang Revel dan
gosipnya. Dari kejauhan Ina bisa melihat bahwa ada sedikit keramaian di depan gerbang rumah
Revel. "Memangnya pak Revel ada acara apa hari ini kok banyak benar orang di depan rumahnya?"
Tanya Ina kepada Sandra. "Oh, mereka wartawan, Bu," jelas Sandra
"Tapi hari ini kayaknya ekstrabanyak dr biasanya," lanjut Eli yg duduk di bangku belakang.
"Apa nggak bisa dapat berita lain apa" Berita tentang Revel dan Luna kan sudah sebulan yg
lalu," omel Ina. "Lho.... Ibu nggak lihat berita tentang pak Revel di infotaiment kemarin?" Mata Sandra
terbelalak. "Hah"! Berita apa lagi?"
"Single barunya pak Revel yg harusnya launching bulan depan diundur launch-nya," jelas Eli.
"WHATTTT"! Kalian koq nggak bilang sama saya?"
"Kami pikir Ibu pasti sudah tahu lebih dulu dari kami," jelas Sandra sambil melirik Eli yg kini
mengenakan wajah takut kena omel lagi.
Ina tdk bisa memberikan balasan karena sedang berusaha menavigasi mobilnya sebaik mungkin
agar tidak menabrak pasukan wartawan saat memasuki pekarangan ruah Revel. Ina menurunkan
jendela untuk mengidentifikasikan dirinya kepada satpam, yg langsung membuka gerbang. Ina
buru2 menutup jendela itu lagi. Selama beberapa detik menunggu sampai gerbang itu terbuka
secara otomatis Ina bisa merasakan betapa terganggu dirinya dgn segala perhatian yg
dilimpahkan padanya dari para wartawan. Ina kini sedikit mengerti bagaimana Revel bisa naik
darah akibat kelakuan mereka.
Akhirnya pintu gerbang terbuka cukup lebar untuk mobilnya menerobos masuk dan Ina langsung
tancap gas. Kedatangan Ina dan tim disambut oleh Sita yg kelihatan sudah siap menangis. Sita yg
biasanya cukup chatty kali ini tdk mengeluarkan sepatah kata pun ketika mempersilahkan
mereka masuk. Meskipun Ina khawatir dgn kelakuan Sita, tetapi dia tdk mengatakan apa2. Sita
menggiring Ina dan tim ke ruang pertemuan dan samar2 Ina mendengar suara dua orang yg
sedang berargumentasi hebat.
"Kmu seharusnya mau dengar saran om Danung bulan lalu untuk menggelar konferensi pers dan
menyangkal tuduhan Luna ini , Rev. Sekarang semuanya sudah sperti ini dan kmu masih nggak
mau dengar saran om Danung juga. Kmu tahu kan klo gosip ini bisa menghancurkan karier
kmu?" Ina langsung mengenali suara itu sebagai suara Ibu Davina.
"Mama nggak usah dramatis kayak gitu deh. Karierku nggak akan hancur cuma gara2 ini,
percaya sama aku. Single-ku masih tetap bisa launch, cuma perlu tunggu sampai ingar bingar ini
reda." Dan itu adalah suara Revel yg terdengar tenang.
"Dan kira2 kapan itu bisa terjadi, hah" Setiap hari kmu ada di berita di hampir semua channel
TV dan semakin hari image kmu semakin buruk. Kmu lihat sendiri, pengunjung website kmu
semakin hari semakin berkurang."
"Wartawan kan juga perlu makan, Mam, biarin ajalah mereka mau ngomong apa juga tentang
aku. Yg jelas aku tahu klo aku nggak bikin Luna hamil. Aku bahkan nggak pernah nyentuh dia,
dan fans2 setiaku tahu itu. Klo soal website bukan indikasi apakah seorang artis akan sukses atau
nggak," lanjut Revel.
Ina, Sandra, Eli, dan Sita sudah semakin mendekati pintu ruang pertemuan yg terbuka. Ina pun
berhenti melangkah, tdk pasti apakah dia punya hak untuk mendengar pembicaraan diantara
Revel dan ibu Davina. Menyadari bahwa langkah Ina sudah berhenti, Sita menoleh.
"Apa nggak lebih baik meeting-nya ditunda saja sampai besok?" Bisik Ina, tp sebelum Sita
menjawab, mereja sudah mendengar suara ibu Davina lagi.
"Mama nggak ngerti sama kmu. Mama sudah bilang dari awal klo mama nggak suka sama Luna.
Dia terlalu muda untuk kmu dan emosinya masih nggak stabil, tp kmu nggak mau dengar."
"Ini bukan spenuhnya salah Luna, Mam, tp salah aku juga. Klo saja aku lebih kasih perhatian ke
Luna, lebih sensitif dgn segala kebutuhannya, dia nggak akan balik lari ke Dhani."
Wait a minute. Dhani" As in Dhani vokalis band The Rocket, mantan pacar Luna sbelum dia
pacaran dgn Revel" No wayyyy... Ina menatap Sita yg sekarang kelihatan sangat stres. Sandra
dan Eli sedang bersusah payah mengontrol raut wajah mereka agar tdk terlihat melongo.
"Aggghhh, kmu ini, sudah begini keadaannya masih juga mau belain mereka berdua," omel ibu
Davina. "Mam, what do you want me to do" Bilang ke semua orang klo anak itu anaknya Dhani, bukan
anakknu" Dhani itu teman aku, Mam! Aku nggak bisa ngelakuin ini ke dia dan ngancurin karier
dia." "Ka.... kariernya dia?" Ibu Davina terbata-bata. "Gimana dgn karier kmu?" Teriaknya.
"Mam, please understand, it's not my story to tell, okay."
"Klo saja papa kmu masih hidup, dia pasti..."
"Papa pasti akan mendukung keputusan aku," potong Revel.
Ina tersentak kaget ketika mendengar ini. Rupanya papa Revel sudah nggak ada.
"Aggghhhh.... Kmu ini memang keras kepala." Kemudian terdengar langkah kaki yg terburuburu.
"Mam," Revel mencoba membujuk mamanya.
Sebelum Ina mengerti apa yg sedang terjadi, wajah ibu Davina sudah muncul di depan pintu.
Beliau kelihatan terkejut melihatnya dan untuk seperempat detik terbesit rasa malu karena telah
tertangkap basah bertengkar dgn anaknya di depan orang lain, tp kemudian raut wajah itu
berubah. "Kmu sudah berapa lama berdiri disini?" Tanyanya menuduh.
Sebelum Ina dapat berkata-kata, Revel sudah berdiri di samping mamanya. Dia pun kelihatan


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkejut ketika melihat Ina dan lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa ada dua orang lain yg
sedang berdiri di belakang Ina.
"Ibu Inara dan timnya kesini untuk melakukan audit," jelas Sita menyelamatkan Ina.
"Selamat siang, ibu Davina... Revel," ucap Ina sesopan mungkin sambil mengangguk kepada
keduanya. Revel menyipitkan matanya. Hari ini dia tdk mengenakan kacamata sehingga gerakan
matanya terlihat dgn jelas oleh Ina.
Revel agak terkejut ketika melihat Ina. Pertama-tama karena dia tdk tahu bahwa Ina akan datang
hari ini, kedua karena penampilan Ina yg meskipun masih rapi dan profesional sperti biasa, tp
wajahnya kelihatan lelah dgn bayang2 hitam dibawah matanya. Kulitnya juga kelihatan lebih
pucat daripada trakhir dia melihatnya. Tiba2 Revel merasa ingin menelepon bos Ina saat itu juga,
memintanya agar memberikan Ina cuti agar dia bisa istirahat. Revel tahu bagaimana wajah
seseorang klo sudah tdk tidur selama berhari2, they will look like shit, dan wajah Ina looks like
SHIT. "Siang." Suara mamanya menarik perhatian Revel dari wajah Ina.
"Sita, tolong kmu urus semua ini, saya ada di... di..." Ibu Davina terbata2 mencoba mencari kata2
yg tepat. Revel tahu bahwa mamanya sedang kesal dan agak sedikit malu karena itu beliau tdk
bisa berbicara dgn betul.
"Yah, pokoknya saa ada diataslah klo kmu perlu apa2," akhirnya ucap ibu Davina.
Dan sperti trakhir kali Ina bertemu dengannya, beliau sudah berlalu sbelum dia bisa berkata
apa2. "Silakan, ibi Inara." Suara Sita yg mempersilakan Ina masuk ke ruang pertemuan
menyadarkannya. Ina masuk ke dalam ruang pertemuan, melewati Revel dgn satu anggukan. "Apa saya perlu ada
disini selama proses audit?" Tanya Revel.
Ina menghentikan langkahnya dan menoleh. "Oh, nggak, nggak harus," jawab Ina pendek.
"Oh, oke klo gitu. Sita, gue ada diatas ya klo lo perlu apa2." Revel pun menghilang dari
peredaran meninggalkan Ina menatap punggungnya yg dilapisi kemeja putih dgn garis2 hitam
tipis. *** Revel melangkahkan kakinya secepat mungkin menuju lantai atas tanpa berlari. Dia harus minta
maaf kepada mama karena sudah membuatnya malu di depan orang lain, sesuatu yg menurut
beliau bisa dikategorikan sebagai 7dosa besar. Revel bukanlah tipe laki2 anak mama yg takut
dgn ibunya, tetapi dia sudah dibesarkan untuk menghormati orangtua. Dan kecuali dia minta
maaf, di mata mama dia tdk akan berbeda dgn si Malin Kundang.
Dia menemukan mama sedang berjalan mengelilingi kolam renang. Sesuatu yg slalu beliau
lakukan klo sedang berpikir.
"Mam," panggil Revel.
Ibu Davina menoleh mendengar suara anaknya, tetapi beliau tdk beranjak dan mendekat, lebih
Kidung Senja Di Mataram 4 Shugyosa Samurai Pengembara 10 Mestika Burung Hong Kemala 7
^