Pencarian

Celebrity Wedding 2

Celebrity Wedding Karya Alia Zalea Bagian 2


memilih menunggu hingga Revel berjalan ke arahnya.
"Aku mau minta maaf karena sudah berdebat dan mama dibawah tadi," Revel memulai.
Ibu Davina mengangkat tangannya dan menepuk2 pipi anaknya. "Bukan salah kamu."
Kerutan di kening mama membuat revel khawatir. " Gula darah mama nggak lagi turun, kan?"
Ibu Davina tersenyum dan menggeleng. "Mama lagi mikirin solusi masalah kmu dgn Luna."
"Mam, you know I love you, tp aku nggak akan menggelar konferensi pers. Titik." Revel
melepaskan diri dari belaian mamanya.
"Oke, mama hormati pendirian kmu, maka dari itu mama coba pikirkan jalan keluar lain."
"Jalan keluar sperti apa?" Tanya revel curiga.
"Kmu mesti nikah, secepatnya."
Revel mengedipkan matanya beberapa kali ketika mendengar kata2 itu sbelum kemudian mulai
tertawa terbahak2. "Knapa kmu ketawa" Mama serius." Ibu Davina terdengar jengkel.
Revel mrncoba mengontrol tawanya dan menatap wajah serius mama dan meledak tertawa lagi.
"Mama sadar kan aku sekarang lg nggak punya pacar?"
"Kmu ngga perlu punya pacar untuk cari istri. Banyak orang yg nikah tanpa pernah ketemu dgn
calon istrinya terlebih dahulu."
"Ya klo zaman Siti Nurbaya mungkin," bantah Revel. "Ini abad ke-21, Mam."
"Sama saja." Hanya untuk menghibur mamanya, Revel mencoba mendengar sarannya. "Okay, fine. Klo
memang mama mau aku nikah scepatnya, itu brarti aku harus cari perempuan yg mau nikah sama
aku, secepatnya. Dimana kira2 mama pikir aku bisa cari perempuan ini?"
"Ada satu perempuan dibawah yg seumuran sama kmu dan mama rasa cocok untuk kmu," balas
ibu Davina serius. Revel mengerutkan dahinya dan berkata, "Just in case mama lpa, Sita sudah menikah dan udah
punya 2anak." "Mama bukan ngomongin Sita, mama ngomongin Inara."
"HAH"!" Teriak Revel.
"Dia msih single, pintar, mandiri, dan bisa dipercaya."
"Mam, dia akuntan aku."
"Even better. Orang nggak akan ada yg curiga klo kmu tiba2 nikah sama dia karena kalian
memang sudah kenal satu sama lain."
Melihat keraguan pada mata anaknya, ibu Davina menambahkan, "Kalo kmu masih mau tur
18kota kmu dan launching single kmu bisa dilakukan tahun ini, mama rasa inilah satu2nya solusi
supaya kmu nggak kehilangan fans kmu."
"Apa mama sudah pertimbangkan bahwa aku akan sama2 kehilangan fans baik klo aku tetap
diam mengenai kehamilan Luna maupun klo aku menikah?"
"Percaya sama mama, kmu akan lebih bisa mempertahankan fans kmu klo kmu menikah."
"Ina nggak akan mau menikahi aku," ucap Revel tegas.
"Rev, mama nggak buta. Mama tahu reputasi kmu dgn para wanita. Klo kmu menggunakan
'keahlian' kmu ini, mama yakin Ina nggak akan bisa menolak."
Meskipun itu adalah fakta, tp asumsi mamanya ini membuatnya sedikit tersinggung.
"Om Danung nggak akan pernah setuju dgn rencana ini." Revel mencoba mengganti taktik.
"Coba kmu panggil om Danung kesini supaya kita bisa bicarakan hal ini sama-sama. Stelah dia
dengar penjelasannya, mama yakin dia akan setuju seratus persen."
Revel terdiam sejenak, rupanya mama benar2 serius. Dia tahu bahwa mama adalah seorang
business woman yg cermat,yg bisa melihat pro dan kontra dari satu penyelesaian dgn seobjektif
mungkin. Semua itu bisa dibuktikan dari betapa suksesnya perusahaan yg mereka miliki
bersama. Tetapi menikah" Dengan Ina" Itu ide paling edan yg pernah diutarakan oleh mama. Or
is it" Meskipun beberapa menit yg lalu dia mencoba meyakinkan mama bahwa kariernya akan
baik2 saja dgn gosip mengenai Luna, tp jauh di dalam lubuk hatinya, dia tahu bahwa itu tdk
benar. Mungkin inilah solusi yg paling baik untuk dirinya.
"Aku akan cari om Danung," ucap Revel.
*** Proses audit berjalan dgn cukup lancar. Sandra dan Eli sudah melakukan tugas mereka dgn baik
sehingga tdk ada satu pun masalah yg ditemukan Ina. Sita mampu menjawab semua pertanyaan
yg diajukannya dan menunjukkan dokumen yg ia perlukan sehingga mereka tdk perlu
memanggil Revel ataupun ibu Davina. Meskipun begitu, ada banyak dokumen yg harus dilihat,
account yg harus di double check, sehingga tanpa disadari Ina, sinar matahari yg masuk melalui
jendela sudah berganti warna dari putih-kuning menjadi jingga, yg brarti hari sudah lebih sore
daripada yg dia perkirakan. Matanya terasa agak sedikit pedas, dan Ina permisi ke kamar
keciluntuk membasuhnya dgn air dingin.
Untuk mencapai kamar kecil Ina harus melewati ruang tengah dimana para pegawai MRAM
bekerja. Jam kalung yg melingkari lehernya menunjukkan pukul 17.30. Dalam perjalanan
kembali ke ruang pertemuan Ina berpapasan dgn pak Danung yg tersenyum ketika melihatnya.
"Ibu Ina masih disini" Tanyanya, yg meskipun terdengar lelah tetapi tetap ramah.
"Iya nih pak Danung. Tp sbentar lagi kami selesai kok," jawab Ina.
"Tadi waktu sampai di-harass sama wartawan diluar nggak?"
"Ohh... Nggak juga."
Dengan senyuman penuh pengertian, pak Danung berkata, "jangan kapok kesini ya, bu Ina."
"Sampai sekarang belum kapok. Mungkin nanti," canda Ina. Pak Danung tertawa terkekeh2.
"Saya sudah dengar tentang launching singlr Revel yg ditunda. Apa semuanya baik2 saja?"
Lanjut Ina. "Nggak sebaik g saya mau," balas pak Danung.
"Ada yg bisa saya bantu?"
Pak Danung terkekeh lagi mendengar pertanyaan ini sbelum tanpa menjawab pertanyaan itu. Ina
mengerutkan keningnya. Apa ada yg lucu dgn pertanyaannya"
*** "Ibu Inara mau makan malam apa?" Tanya Sita ketika Ina kembali ke ruang pertemuan.
"Oh, nggak usah repot2 Sit, kami sudah hampir selesai kok," balas Ina dan kembali mengambil
posisinya di belakang meja. Sita kelihatan ragu sesaat, tp kemudian dia mengangguk dan
menghilang dari ruangan itu. Ina pun sibuk kembali pekerjaannya.
"Saya mau pesan Pizza Hut, kmu lebih suka Super Supreme, Meat Lovers, atau Hawaiian
Chicken?" Suara itu mengajutkan Ina stengah mati. Dia langsung berdiri dari kursinya ketika
melihat sumber suara itu.
Revel sudah menukar kemeja putih dan jinsnya dgn kaus dan celana kargo selutut warna abu2.
Melihat penampilannya yg fresh membuat Ina sadar akan penampilan dirinya yg ketika di cek
pada cermin di kamar mandi beberapa menit yg lalu kelihatan lelah, pucat, dan kusut. Blus
lengan panjangnya sudah dilipat hingga ke siku, dia sudah melepaskan sepatu hak yg
dikenakannya agar bisa bergerak lebih leluasa. Sementara itu parfum yg dia semprotkan pada
blusnya tadi pagi sudah hilang wanginya. Entah apa yg terpikir oleh revel ketika melihatnya
sperti ini. "Kmu lebih suka pizza yg mana?" Tanya Revel lagi karena blm menerima jawaban darinya.
Sperti sbelumnya dgn Sita, Ina pun menolak penawaran Revel. Tapi pria itu bersikeras. "Toh klo
kmu pulang nanti mesti makan malam juga kan" Knapa nggak makan malam disini saja
sekalian?" Ina sbetulnya masih ingin menolak, tp kemudian dia melihat bahwa Sandra dan Eli
menampangkan wajah penuh harap, akhirnya Ina mengembuskan napas penuh kekalahan dan
berkata, "Meat Lovers aja," yg disambut oleh anggukan terlalu bersemangat dari Eli dan Sandra.
Revel mengangguk dan meminta Sita memesan makanan tersebut sbelum kemudian melangkah
masuk ke ruang pertemuan dgn kedua tangan dimasukkan ke kantong celananya.
"Sita nggak manggil saya seharian, so I guess everything is fine?" Tanyanya.
"Yep, everything is fine," balas Ina.
Revel hanya manggut2 menanggapi balasan itu. Ina menunggu hingga Revel bicara lagi, tetapi
kesunyian menyambutnya. Ina berpikir Revel kemudian akan meninggalkan ruangan, ketika dia
mendengar cowok itu berkata, "Boleh saya bicara dgn kmu sendiri?"
"Sure," ucap Ina agak ragu.
Melihat anggukan darinya, Eli dan Sandra pun keluar dari ruangan. Ina jadi agak waswas waktu
Revel menutup pintu ruangan. Ketika menatap Ina kembali, wajah Revel kelihatan sperti dia
sudah menelan seekor kodok. Ina hanya menatapnya dgn kebingungan yg tdk bisa
disembunyikan. Selama beberapa menit mereka hanya menatap satu sama lain tanpa mengatakan
apa2. Sejujurnya Revel kelihatan agak nerveous, yg membuat Ina curiga akan apa yg ingin dia
katakan padanya. "Kepala kmu sudah dicek ke dokter?" Tanya Revel.
Ina terdiam sesaat ketika mendengar pertanyaan ini, dia tdk tahu apa yg dia harapkan keluar dari
mulut Revel, tp yg jelas bukan ini.
"Sudah," ucap ina berbohong. Sejujunya dia hanya minum panadol ketika sampai di rumah hari
itu dan pergi tidur. Dan karena tdk mengalami sakit kepala lagi stelah itu, dia bahkan sudah lupa
dgn insiden itu. Revel menganggukkan kepalanya berkali2 sperti boneka yg lehernya terbuat dari per. Kemudian,
"Ireally don't know how to say this, so I'm just gonna say it," ucapnya.
Ina hanya mengangguk, menunggu dgn kecurigaan yg semakin menjadi.
"Saya mau kmu menikahi saya," ucap Revel dgn cepat sehingga kata2nya sulit ditangkap.
Perlu beberapa detik bagi Ina untuk memahami pertanyaan itu, dan ketika sadar akan apa g baru
saja dikatakan revel padanya, mulutnya perlahan2 mulai melongo sbelum dia berteriak,
"WHAAATTTTT?" BAB 8 (The Not At All Romantic Proposal)
Revel tahu bahwa Ina tdk akan setuju begitu saja pada lamarannya ini, oleh karena itu dia sudah
mempersiapkan berbagai macam senjata untuk menyakinkannya.
"Saya tahu klo ini kedengaran agak gila, tp coba kmu dengar saya dulu." Revel melangkah
mendekati Ina yg mencoba mundur dan lututnya menabrak kursi yg ada di belakang,
membuatnya jatuh terduduk.
Melihat reaksi Ina, Revel menghentikan langkahnya. Dia tahu bahwa Ina tdk akan langsung
mengatakan "Iya" atas lamarannya, tetapi dia tdk menyangka bahwa Ina akan kelihatan takut
akan lamarannya. Entah kenapa, tetapi hal ini agak2 menyakiti egonya. Selama beberapa detik
dia mencoba menenangkan diri dan stelah yakin bahwa dia bisa mengontrol rasa jengkel yg
mulai terasa pada hatinya, Revel kemudian menatap Ina.
"Kmu nggak harus nikah sama saya betulan, ini cuma pura2 saja," ucapnya mencoba terdengar
meyakinkan. Ina menatap wajah Revel yg sedang mencoba meyakinkannya. "Hah?" Adalah satu2nya kata yg
keluar dari mulutnya. Otaknya betul2 tdk bisa memproses ini semua. Semakin Revel mencoba
menjelaskan, semakin bingung dia dibuatnya.
"Cuma untuk meredakan gosip saya dgn Luna. Paling lama setahun, sampai single saya launch
dan tur 18kota saya selesai," lanjut Revel.
Ina hanya bisa menatapnya dgn mata terbelalak. Ini bukansaja kedengaran agak gila, sperti yg
Revel katakan, tetapi ini memang ide gila.
"I know that this is a lot ask, but I'm desperate. You're ny last resort." Spertinya Revel tdk lagi
memedulikan reaksi Ina sbelumnya karena kini dia sedang melangkah mendekatinya.
Ina masih terdiam seribu bahasa. Ini adalah lamaran paling aneh yg pernah dia dengar. Dia
bukanlah orang yg romantis, dia tdk mengharapkan laki2 yg melamarnya menerbangkannya ke
Paris dgn jet pribadi pada Hari Valentine, kemudian dibawah Menara Eiffel dan taburan bintang
berlutut di hadapannya sambil mempersembahkan sebuah cincin berlian empat karat. Tidak, Ina
bukanlah tipe wanita sperti itu, tetapi dia tetap seorang wanita, yg mengharapkan setidak2nya
laki2 yg melamarnya akan mengatakan bahwa dia mencintainya. Itu sebabnya dia ingin menikah
dengannya, bukan karena dia terdesak dan tdk ada pilihan lain.
Ina menelan ludah sbelum bertanya,"knapa saya?"
"Karena kmu aman buat saa, jawab Revel yg kini sedang menarik sebuah kursi dan
mendudukkan dirinya di hadapan Ina.
"Aman?" Tanya Ina bingung.
"Kmu bukan seorang selebriti, kmu pintar, punya pekerjaan yg bagus, dan bukan dari dunia
entertainment, jadi wartawan nggak akan bisa mencecar kmu. Kmu juga kelihatannya perempuan
baik2. Yg nggak suka buat onar. Kmu masih single dan nggak punya pacar, jadi nggak ada orang
yg akan keberatan dgn usul saya. Kmu plain meskipun klo dikasih make-up mungkin wajah kmu
bisa kelihatan lebih menarik. Dan thanks for today, wartawan sudah lihat kmu masuk ke rumah
saya, jadi mereka nggak akan curiga dgn berita pernikahan kita. Mama saya juga pikir klo kmu
adalah kandidat yg tepat untuk mempertahankan image saya sebagai orang yg bisa dipercaya
masyarakat." Hah"! Ternyata ibu Davina sama gilanya dgn anaknya, atau bahkan lebih gila lagi.
"Yang jelas kmu bukan tipe saya, jadi nggak akan ada kemungkinan saya jatuh cinta beneran
sama kmu. Itu sebabnya kmu aman buat saya," Revel mengakhiri argumentasinya.
Revel merasa sperti laki2 paling tdk punya perasaan stelah mengatakan hal ini. Perempuan mana
yg mau menikahi seorang laki2 yg sudah menghinanya blak2an sperti ini" Belum lagi karena itu
tdk spenuhnya benar. Ina memang plain, tetapi Revel sudah tdk bisa menafikan lagi bahwa dia
tertarik dgn Ina. Ada sesuatu dari diri wanita ini yg membuatnya pensaran. Jarang sekali ada
wanita yg bisa membuatnya bertanya2 tentang apa yg akan dilakukannya slanjutnya.
Kebanyakan wanita menyangka bahwa mereka misterius, tp Revel bisa melihat diri mereka
sbenarnya hanya dalam hitungan detik, tp Ina.... dia membuat Revel ingin mengenalnya lebih
jauh. Intinya, dia mengatakn apa yg baru dia katakan karena melihat bahwa Ina kelihatan
semakin takut akan lamrannya dan dia sudah kehabisan cara untuk meyakinkannya.
Ina tdk tahu apakah dia harus lebih tersinggung karena Revel berasumsi bahwa dia tdk punya
pacar atau bahwa dia plain dan bukan tipenya" Akhirnya Ina memutuskan untuk berlaku dewasa
dan menyatakan fakta yg lebih penting daripada apa yg sudah dikatakan Revel.
"Kmu sadar kan klo saya ini akuntan kmu dan saya bisa kehilangan pekerjaan saya klo saya
menerima lamaran kmu?"
"Yep, saya sudah mempertimbangkan itu semua," jawab Revel. Dalam hati Revel tertawa ketika
mendengar balasan dari Ina. Perempuan satu ini memang tdk bisa ditebak.
"Jadi kmu nggak peduli saya jadi jobless klo saya terima lamaran kamu?"
Memang dalam dunia konsultasi tdk ada peraturan tertulis yg menyatakan bahwa seorang
konsultan tdk bisa menikahi kliennya, tetapi hampir semua konsultan di seluruh dunia
memegang kode etik ini, termasuk Ina. Lumrahnya, seorang auditor tdk seharusnya bekerja di
firm yg mewakilkan suami/istrinya, supaya objektivitas dalam menjalankan tugas sebagai
konsultan tetap terjaga. "I hate to lose you as a consultant, karena kmu kerjanya memang bagus, tp saya lebih terdesak
untuk cari istri." Ina terdiam, mencoba mencerna kata2 Revel. Diamnya Ina disalahartikan sebagai persetujuan
oleh Revel. "Jadi kmu setuju dgn lamaran saya, kan?"
"Saya tdk menyetujui apa pun juga sbelum kmu menjawab pertanyaan saya. "Ina menyandarkan
punggungnya pada sandaran kursi, menyilang kakinya, dan melipat kedua tangannya di depan
dada. Kini Ina sudah tdk bingung lagi, dia sadar betul akan apa yg diminta Revel darinya dan dia
sama sekali tdk terhibur dgn lelucon ini.
Revel mengernyitkan dahinya. "Look, saya mengerti klo kmu upset dgn proposal saya ini..."
"Upset" Saya nggak upset," potong Ina dgn nada tersinggung. Memangnya Revel pikir dia siapa"
Apa dia pikir karena dia adalah laki2 paling seksi se-Indonesia maka dia berhak mengatakan
semua hal yg dia baru katakan padanya tanpa membuatnya tersinggung" Tentu saja Ina
tersinggung. Revel sedang berusaha menahan senyum melihat reaksi Ina. Untuk pertama kalinya dia bisa
melihat Ina kehilangan sopan santunnya. Wajah dan lehernya memerah karena marah dan Revel
tahu bahwa pasti ada yg salah dgn dirinya karena yg dia ingin lakukan pada saat itu adalah
mencium gadis itu, semua bagian tubuhnya yg kini berwarna merah.
Ina melihat wajah Revel yg spertinya sedang menertawakannya, dan dia menahan diri agar tdk
menggerutu. "Saya bisa mencari kantor konsultan lain klo kmu memang bersikeras tetap bekerja stelah
menikah dgn saya, meskipun saya nggak lihat alasan yg tepat knapa kmu mau melakukan ini.
Saya sudah rencana membayar kmu stiap bulan selama kmu menikah dgn saya. Selain itu, saya
akan memberi kamu apa saja yg kmu minta," jelas Revel.
"Okay, let me get this straight. Kmu akan membayar saya karena menikah dgn kmu?" Ucap Ina
perlahan-lahan. "Plus apa saja yg kmu mau. You just name it and it's your," jelas Revel.
"Well, that sounds like prostituting to me," balas Ina.
"No, no, no.. Ini sama sekali bukan pelacuran. Kmu nggak perlu have sex dgn saya sama sekali
untuk semua keuntungan yg kmu akan dapat dari hubungan kmu dgn saya."
"Apa kita akan tidur satu kamar?" Tanya Ina.
"Nggak satu kamar, tp kita harus tinggal satu atap."
"Yang brarti di rumah kmu ini?"
"Iya, itu akan lebih gampang buat saya."
"Waktu kmu merencanakan ini semua, apa kmu bahkan pertimbangkan bahwa saya suka dgn
pekerjaan saya yg sekarang?"
"Oh, come on, gimana bisa kmu menyukai pekerjaan yg maksa kmu kerja pada akhir minggu, yg
membuat kmu terlambat ke acara ultah keponakan kmu, dan yg bikin kmu jadi masih single
sampai sekarang?" Revel meraih tangan Ina sbelum dia bisa bereaksi dan menggenggamnya erat. Dan dgn tatapan
dalam yg bahkan bisa mencairkan gunung es di Kutub Utara dia berkata, "Look, klo kmu bisa
bantu saya untuk yg satu ini, saya akan utang budi sama kmu seumur hidup saya. So please,
tolong saya." Sesebal2nya Ina pada cowok ini, dia tdk bisa mengabaikan tatapan penuh keputusasaannya itu.
"Kmu yakin nggak ada orang lain yg bisa kmu nikahi" Gimana dgn teman2 selebriti kmu" Pasti
banyak dari mereka yg mau nikah kontrak sama kmu." Ina masih berusaha mencari solusi lain
untuk menyelesaikan dilema yg dihadapi Revel ini agar tdk melibatkan dirinya.
"Saya nggak mau nikah sama orang dari dunia entertainment, nanti akan mengundang lebih
banyak gosip. Lagi pula, urusan perceraiannya bisa messy nantinya."
"Gimana dgn teman2 nonselebriti kmu?"
"Nggak ada yg masih mau bicara dgn saya. Saya sudah membuat banyak perempuan pissed-off."
"Knapa mesti nikah, knapa nggak dating saja?"
"Klo cuma dating, bakalan kelihatan bohongnya. Tp klo nikah kan ada suratnya dan pestanya yg
akan diliput sama media, jd keliatan lebih meyakinkan buat masyarakat. Mereka perlu percaya
klo saya ini laki2 baik2 dan dgn saya menikahi kmu, itu semua bisa tercapai. I mean, klo saya
memang seburuk sperti yg sudah digambarkan media, wanita baik2 sperti kmu nggak mungkin
akan mau menikahi saya, kan?"


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejenak Ina mempertimbangkan jawaban revel ini. "Klo saya bantu kmu soal ini, apa untungnya
buat saya?" "Sperti yg sudah saya bilang, kmu akan dapat uang dari saa dan..."
"Kmu nggak bisa beli saya dgn uang kmu," potong Ina garang. Ina menarik tangannya dr
genggaman revel dan kembali pada posisi sbelumnya dgn melipat kedua tangannya di depan
dada. Revel menghembuskan napasnya putus asa. "Saya sebetulnya mau bilang... sbelum kmu
memotong saya, bahwa you'll have me as your husband."
Tunggu sebentar, apa dia baru saja mengatakan apa yg dia baru katakan" This arrogant son of a
bitch dan ina menarik napas panjang sbelum dia memulai omelannya.
"Saya ini akuntan dgn sertifikasi taraf internasional, lulusan Amerika dari universitas berkaliber
tinggi dgn suma cum laude, saya adalah junior partner termuda di perusahaan akuntan publik
ternama di Jakarta, dan gaji saya mencapai delapan digit stiap bulannya. Dan meskipun bukan
material Miss Universe, tp saya cukup menarik. Intinya, saya bisa mendapatkan laki2 mana saja
untuk jadi suami saya, apa yg membuat kmu berpikir bahwa saya mau kmu sebagai suami kmu?"
Ina melihat Revel akan memotong, tp dia lanjut dgn omelannya. "Kmu memang artis yg cukup
digemari sama kaum wanita apalagi mereka yg masih di bawah umur," Ina sengaja menghina
Revel dan melihatnya meringis ketika mendengar ini, tp dia tdk peduli.
"Tapi saya, sebagai wanita dewasa, nggak pernah tertarik dgn laki2 yg saya akin bahkan nggak
bisa membedakan antara debit dan kredit. Belum lagi dgn reputasi kelakuan kasar kmu terhadap
wartawan, salah2 kmu ternyata suka memukul wanita juga. Intinya, jadi laki2 jangan kege-eran
dan mikir klo dia adalah anugerah terindah yg pernah terlahir di bumi ini, dan bahwa semua
wanita mau kmu. Karena saya nggak tertarik sama sekali sama kmu."
Ina akhirnya kehabisan argumentasi dan dia berhenti menarik napas. Selama beberapa menit
revel hanya menatapnya dgn mulut ternganga, matanya yg hitam itu menyiratkan keterkejutan
dan sesuatu yg terlihat sperti... rasa hormat" Nggak mungkin. Bagaimana laki2 ini bisa hormat
kepadanya stelah dia pada dasarnya sudah menginjak2 egonya.
Revel sbetulnya ingin tertawa terbahak2 karena Ina meragukan emampuan otaknya. Dia memang
kuliah jurusan musik, tp sesuatu yg kebanyakan orang tdk tahu adalah bahwa dia lulus dgn
2ijazah, yaitu music composition dgn IPK 3.4 dan Finance dgn IPK 3.8. Advisor-nya di Carnegie
Melon sempat geleng2 kepala kepala ketika mendengar petisinya untuk mengambil dua jurusan
yg tdk ada sangkut pautnya satu sama lain, tetapi beliau akhirnya setuju dan membiarkan Revel
melakukannya. Intinya, Revel tahu persis bedanya antara debit dan kredit dan segala hal lainnya
yg berhubungan dgn manajemen keuangan.
"Oke, saya terima argumentasi kmu, saya cuma mau membetulkan satu hal saja. Saya yakinkan
ke kmu bahwa segala tindakan kasar saya hanya tertuju kepada orang yg kurang ajar terhadap
saya dan orang2 terdekat saya. Saya tdk akan pernah memukul wanita betapapun
menyebalkannya mereka."
Ina tahu bahwa Revel mengatakan yg sebenernya. Dia tdk kelihatan sperti tipe laki2 yg akan
menyakiti seseorang yg jelas2 lebih lemah daripada dirinya.
"Apakah anak yg dikandung Luna itu anak kmu?" Tanya Ina untuk memastikan apa yg dia
dengar beberapa jam yg lalu.
Ada senyum simpul pada sudut bibir Revel sbelum dia berkata, "Bukan. itu bukan anak saya. Itu
anaknya Dhani, vokalis band The Rocket. Saya bukan tipe laki2 yg akan menelantarkan anak
sendiri. Klo anaknya Luna adalah anak saya, saya sudah pasti menikahi Luna dr kemarin2.
Sayangnya tdk semua laki2 memiliki pendapat yg sama."
Dan sekali lagi Ina harus percaya akan kata2 Revel karena dia betul2 terlihat tulus ketika
mengatakannya. "Boleh saya tanya satu hal ke kmu?" Tanya Revel stelah beberapa lama.
Melihat Ina mengangguk, Revel melanjutkan, "Apa kmu berniat menikah?"
"Of course." "Kapan trakhir kali kmu punya pacar?"
"Apa hubungannya sejarah dating saya dgn ini semua?"
"Jawab saja pertanyaan saya."
"Saya putus dgn pacar saya hampir 2tahun yg lalu."
"Knapa kmu putus dgn pacar kmu?"
"Keluarga saya nggak setuju."
"Knapa mereka nggak setuju?"
"Mereka bilang dia..." Ina berhenti ketika menyadari bahwa dia hampir saja menceritakan sejarah
hidupnya kepada orang asing.
"You know what, this is none of your business," ucap Ina dan berdiri. Revel menarik
pergelangan tangannya dan memaksanya kembali duduk.
"Tell me," ucap Revel pendek sambil melepaskan tangan Ina.
Ina menggeleng. "Kmu lebih baik cek apa pizzanya sudah sampai." Ina mencoba mengganti
topik pembicaraan. "Dia gay, ya?" Tekan Revel.
"Ganang bukan gay," balas ina mencoba membela mantan pacarnya yg dianggap kurang "lakilaki" oleh Mana, entah apa maksudnya.
"Pengangguran?"
"Nggaklah." "But ugly?" "Nggak! Oke"! Ganang, sperti juga pacar2 saya sebelumnya, nggak gay, dia nggak
pengangguran, dia sama sekali nggak jelek. Masalahnya adalah pada keluarga saya. Menurut
mama, saya bisa dapat laki2 yg lebih baik," teriak Ina akhirnya.
Dengan berteriak sperti ini Ina menyadari betapa frustasinya dia pada keluarganya, terutama
mamanya yg slalu mencoba mangatur hidupnya. Dari dulu, sampai sekarang, mama slalu
mencoba mengatur semuanya, mulai dari ekstrakurikuler hingga jurusan yg harus dia ambil, dari
universitas yg harus dia pilih, hingga perusahaan tempatnya bekerja, dan sterusnya. Ina tdk akan
membiarkan satu orang lagi mengatur hidupnya.
"This conversation is over," ucap Ina sbelum berdiri dgn cepat dan bergegas menuju pintu.
Revel mencoba meraih tangannya, tp kali ini Ina lebih cepat. Sbelum Revel bisa bereaksi Ina
sudah mencapai pintu. Ketika dia memutar gagang pintu revel berkata, "Definisikan laki2 yg
lebih baik." Kata2 itu membuat Ina tertegun.
"It's a simple question, Ina" Ina terpekik ketika mendengar kata2 itu tepat di belakang telinga
kanannya. Dia bisa merasakan suhu tubuh Revel yg kini berada sangat dekat dgn punggungnya. Oh! Bisa
nggak sih laki2 satu ini meninggalkannya sendiri" Ina menarik gagang pintu, mencoba keluar, tp
Revel mendorong pintu itu hingga terbanting tertutup sbelum menyandarkan telapak tangannya
tepat di sbelah wajah Ina. Tingkah laku Revel yg sengaja mencoba mengintimidasinya dgn
ukuran tubuhnya membuat Ina melangkah mundur dan punggungnya bertabrakan dgn dada
Revel. Dalam proses memutar tubuhnya, keseimbangannya goyah. Revel mencoba menjaga
keseimbangan Ina dgn memeluk pinggangnya dan menyandarkan punggung Ina lebih rapat pada
dadanya, dan pikiran Ina langsung blank. Ina hanya bisa merasakan detak jantungnya sendiri yg
melonjak2 tdk keruan. "Apa kmu akan menjawab pertanyaan saya?" Bisikan Revel mengaktifkan otak Ina kembali.
Spertinya Revel memang berniat memaksanya untuk menyetujui rencananya, dan dia ingat akan
rasa jengkelnya. Ina memutar tubuhnya menatap Revel. Entah apa yg Revel lihat pada tatapan
mata itu, tetapi dia langsung melepaskan pinggang Ina.
"Yg kayak kmu. Saya nggak tahu knapa, tp mama saya cinta mati sama kmu. Bahkan dgn
reputasi kmu yg semakin menurun sekarang, dia tetap ngebelain kmu," ucap Ina. "Dia bilang
kmu punya potensi untuk jadi suami ya baik," tambahnya.
Oke,itu semua tdk benar, dia bahkan tdk pernah membahas tentang Revel dgn mamanya, tp toh
Revel tdk tahu tentang itu. Ina menunggu detik dimana Revel akan lari tunggang-langgang dgn
jawaban itu. Tdk ada laki2, yg jelas2 takut stengah mati dgn komitmen, klo dilihat dari jumlah
wanita yg gigit jari karena gagal menjadi Mrs. Revelino Darrby, mau menikahi perempuan dgn
mama yg mengharapkan hal yg paling ditakutinya itu. Dan spertinya rencana itu berhasil karena
untuk beberapa detik Revel hanya bisa menatapnya sperti dia alien, sbelum kemudian
mengambil beberapa langkah mundur dgn sedikit sempoyongan. Hah! Biar dia tahu rasa, ucap
Ina dalam hati dgn penuh kemenangan.
Tapi rasa kemenangan itu langsung punah ketika revel mulai mengatur ekspresi wajahnya dan
sambil tersenyum simpul dia berkata, "All the more season bagi kmu untuk menikah dgn saya.
Mama kmu jelas2 sudah setuju dgn saya."
WHATTTTTTTTTT"! Laki-laki gila.
"Tapi... Tapi..." Ina mencoba mencari alasan untuk menolak Revel tp tdk satu ide pun muncul.
Ina sadar bahwa dia baru saja menggali kuburnya sendiri. SHIIITTTT!
"Apa kmu mau keluarga kmu terus mengatur hidup kmu?"
"Ya nggaklah, tapi.."
"Saya jd curiga, jangan2 alasan knapa kmu masih single sampai sekarang adalah karena ada yg
salah dgn kmu." Whait a second, apa laki2 kurang waras ini sedang menghinanya" Ina tdk pernah membiarkan
siapapun menghinanya, dan jelas2 dia tdk akan membiarkan seorang selebriti yg sok populer,
arrogant as hell, dan tdk tahu sopan santun ini melakukannya. Tapi... Bagaimana klo pernikahan
ini ternyata adalah solusi yg dia sudah tunggu2 selama ini agar bisa menunjukkan kepada
keluarganya bahwa dia tdk memerlukan keluarganya untuk mengambil keputusan, bahwa dia
bisa mengambil keputusan sendiri" Dan Revel memang menggambarkan segala sesuatunya
tentang laki2 sempurna. Pekerjaan mapan,check; punya rumah sendiri, check; penampilan
lumayan menarik, check; uang seabrek, triple check. Yg paling penting adalah bahwa Revel
jelas2 memiliki cukup kepercayaan diri untuk tdk ngacir begitu menerima tatapan sangar dari
keluarga Ina. "Oke," ucap Ina akhirnya dgn penuh tantangan.
"Oke apa?" Revel terdengar terkejut ketika menanyakan ini.
"Oke saya akan menikahi kmu, tp kmu harus janji bahwa keluarga saya tdk akan pernah tahu
tentang ini. Setahu mereka kmu menikahi saya karena kmu memang sudah cinta mati dgn saya.
Selain itu, saya juga mau pre-up. Itu syarat saya, apa kmu setuju?"
"Setuju," balas revel dgn pasti.
BAB 9 (The Family Of The Reluctant Bride)
Seminggu kemudian Revel dan Ina menandatangani pre-nup mereka. Dalam pre-nup tersebut,
mereka menyetujui beberapa hal, sperti:
1. Mereka harus MENIKAH DALAM WAKTU 3BULAN dan harus tetap menikah hingga
setahun dari tanggal perjanjian ditandatangani.
2. Harus TINGGAL SATU ATAP SELAMA MENIKAH, dan karena apartemen Ina jelas2 lebih
kecil daripada rumah Revel, Ina harus mengalah dan pindah ke rumah Revel.
3. Mereka setuju PISAH KAMAR TIDUR.
4. TIDAK TERLIBAT AKTIVITAS SEKSUAL dgn satu sama lain atau orang lain.
5. (Stelah debat panjang lebar dgn Revel yg tdk mengerti knapa Ina masih mau bekerja pada
tempat yg jelas2 tdk menghargainya, dan Ina yg bingung knapa Revel peduli dgn
kesejahteraannya, akhirnya...) REVEL. SETUJU MENCARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK
LAIN STELAH MEREKA MENIKAH (karena Ina tetap menolak berhenti kerja dari firm Pak
Sutomo). 6. Selama menikah, Revel harus MEMENUHI SEMUA PERMINTAAN FINANSIAL yg
diajukan Ina tanpa ada bantahan darinya.
7. Mereka setuju TIDAK MEMBEBERKAN RAHASA INI kepada siapapun (termasuk kepada
keluarga Ina), pun stelah masa perjanjian ini berakhir.
8. Ina setuju menjalankan tugasnya sebagai istri di muka umum dgm MENDAMPINGI REVEL
pada beberapa acara publik yg harus dia hadiri. Dan Revel setuju menjadi suami yg baik dan
mendampingi Ina pada acara keluarga.
9. MENJALANI KEHIDUPAN YG TERPISAH DI LUAR PERJANJIAN INI. Masing2 tdk
boleh mengatur kehidupan yg lainnya di luar dari yg sudah disetujui.
10. Sebagai kompromi, daripada Revel membayar Ina stiap bulan atas jasanya, REVEL AKAN
MENTRASFER 500JUTA KE ACCOUNT BANK INA pada akhir perjanjian mereka klo Ina
masih tetap berstatus sebagai istri Revel hingga saat itu.
Hanya segelintir orang yg tahu tentang penandatanganan perjanjian ini, mereka adalah Revel dan
Ina sendiri, pak Danung, ibu Davina, Jo (sebagai saksi dari pihak Revel), Tita (dari pihak Ina),
pak Siahaan (sebagai pengacara dari pihak Revel) dan Meinita ( dari pihak Ina).
Pertama kali Tita, teman baiknya sewaktu kuliah di Amerika, menerima telpon dari Ina yg
memintanya untuk datang ke apartemennya karena ada urusan yg sangat penting untuk dibahas
beberapa hari yg lalu, Tita khawatir bahwa dia akan menerima berita yg sangat parah sehingga
wajahnya pucat ketika sampai di apartemen teman baiknya itu.
"Lo sakit kanker, ya?" Teriak Tita begitu Ina membuka pintu.
Ina hanya bisa menatap temannya sambil bengong. "Hah?"
Tita langsung memasuki apartemen tanpa permisi lagi. "Apa yg dokter bilang" Lo harus pergi ke
kak Mabel dan minta second opinion, lo pasti bisa sembuh. Kankernya belum parah, kan" Sudah
stadium brapa?" Ina menutup pintu dan menatap Tita sambil mencoba menahan senyumnya. "Gue nggak sakit
kanker, Ta," ucapnya.
"Hah"! Betulan" Jangan main2 lo. Gue udah nyetir ngebut kesini, hampir saja kena tilang polisi,
belum lagi..." "Gue mau lo jadi saksi tanda tangan pre-nup gue dgn Revel," potong Ina.
Tita menatap Ina dgn bingung selama beberapa detik sbelum berkata, " Pre-nup" Sperti prenuptial agreement gitu?"
Ina mengannguk. "Dan Revel yg lo maksdu itu Revel Darby?"
Sekali lagi Ina mengangguk dan Tita hanya bisa melongo beberapa saat. Ina lalu menuntun Tita
ke sofa dan menceritakan tentang penawaran Revel, knapa Revel memilih dirinya, knapa dia
bahkan mempertimbangkan penawaran ini dgn serius, tentang perasaannya terhadap keluarganya
yg tdk pernah menghormati keputusannya, dan keinginan untuk menunjukkan bahwa dia bisa
mengambil keputusan sendiri. Tita awalnya kelihatan terkejut karena Ina tdk pernah bercerita
kepadanya tentang Revel sbelum ini, tp dia hanya mendengarkan dgn seksama tanpa interupsi.
"So here we are," Ina mengakhiri ceritanya. "Gimana, Ta?"
Tita terdiam selama beberapa saat. "Menurut gue ini rencana gila, In," ucapnya sambil menatap
ina sedalam2nya, mencoba mengerti situasinya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Dia tdk tahu siapa lagi yg bisa dia mintakan tolong klo Tita
menolak menjadi saksi. Saksi perjanjian ini tdk boleh memiliki hubungan darah dgnnya, dan Ina
tdk mengenal banyak orang yg bisa dia percaya penuh.
"Kapan kita harus tanda tangan?" Tanya Tita.
"Secepatnya," balas Ina.
Tita masih kelihatan ragu beberapa menit, keningnya berkerut dan mulutnya tertutup rapat, tetapi
kemudian satu per satu otot2 pada wajahnya berkurang ketegangannya dan Ina tahu bahwa Tita
mengerti. "Oke. Gue bantu lo. Sudah waktunya keluarga lo berhenti mengatur hidup lo," ucap
Tita pasti. Ina langsung loncat memeluk temannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Oke, oke, stop dulu. Gue mau tanya sesuatu ke elo." Tita mencoba melepaskan diri dari bear
hug yg diberikan oleh Ina padanya.
Ina langsung melepaskannya dan duduk kembali di sofa.
"Apa lo yakin dgn keputusan lo ini" Lo tahu kan reputasi Revel itu sperti apa?"
"Bukannya lo suka sama revel?" Balas Ina dgn nada sedikit meledek mengingat bahwa Tita slalu
memuji bakat musik Revel.
"Gue suka sama dia sebagai musisi, bukan sebagai calon suami lo."
"Why?" "Revel itu.. an overrated spoiled man-boy yg ngerasa bahwa dia punya hak untuk
memperlakukan perempuan like shit." Ina sudah siap membela revel, tp kemudian stelah di
pikir2 lagi kata2 Tita itu mengena sekali. Akhirnya Ina hanya diam saja dan Tita melanjutkan,
"Gue cuma nggak mau lo sakit hati nantinya gara2 Revel hanya karena lo mau nunjukkin ke
keluarga bahwa lo bisa ngambil keputusan sendiri."
"Gue nggak akan membiarkan Revel menyakiti gue. I promise," ucap Ina cepat.
"Are u sure about this?" Tanya Tita masih ragu.
"I'm sure." Tita sekali lagi terdiam selama beberapa menit, sbelum akhirnya berkata dgn nada pasrah, "Oke."
Dan seminggu stelah pre-nup ditandatangani, ina membawa revel menemui keluarganya. Ina
melirik cincin pertunangan dari Revel, yg dihiasi berlian 4karat berwarna pink, yg sekarang
melingkari jari manis tangan kirinya. Ina menarik napas dalam2 dan mengembuskannya
perlahan-lahan. Hari ini dia akan menghadapi "Judgment Day" dgn membawa Revel menghadiri
acara ultah papanya yg ke-75 Sabtu siang ini. Hari ini dia akan menunjukkan kepada
keluarganya bahwa dia tdk akan lagi tunduk dgn segala peraturan dan perintah mereka. Dia akan
menikahi Revel, tdk peduli bahwa keluarganya akan setuju atau tdk. Toh dia adalah wanita
dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri.
"Kmu siap?" Tanya Ina dgn agak gugup kepada Revel yg sedang mencoba memarkir paralel
mobilnya diantara dua Kijang.
"Iya, saya siap," jawab Revel pendek.
Ina melihat jejeran mobil yg diparkir di depan rumah orang tuanya. Dua sisi jalan sudah penuh
dgn mobil parkir. Acara ulang tahun ini memang tdk besar, hanya untuk keluarga, kerabat dekat,
dan teman2 orangtuanya saja. Tetapi seharusnya dia sudah tahu bahwa papa dan mama memiliki
banyak teman. "Pokoknya kita cuma perlu ada disini selama 1jam saja. Stelah mengumumkan pertunangan kita,
kita bisa pulang." Ina mencoba tdk terdengar panik dan gagal sepenuhnya.
"Oke," balas Revel pendek.
"Keluarga saya besar dan berisik, jd kmu jgn jauh2 dari saya karena saya nggak bisa nolong kmu
klo kmu sampai dikeroyok sama mereka."
"Knapa mereka akan mengeroyok saya?"
"Karena ini adalah kali pertama saya bawa laki2 untuk ketemu mereka stelah 2tahun dan karena
kmu adalah Revelino Darby."
Ketika Revel mematikan mesin mobil, Ina segera membuka pintu stelah meraih kado yg Revel...
(koreksi) dia dan Revel beli untuk papa.
"Saya yakin banyak dari mereka kemungkinan nggak ngenalin saya," ucap Revel cuek ketika dia
sudah berdiri di samping Ina, menunggu hingga jalanan agak sedikit lengang dari mobil yg
berlalu-lalang. "Bercanda kmu," balas Ina.
Revel hanya mengangkat bahunya dan tdk membalas kata2 Ina. Ketika tdk ada lagi mobil yg
melintas, tanpa disangka2, Revel langsung meraih kado yg digenggam oleh Ina dan
menggandengnya memasuki rumah orangtuanya.
Revel tdk tahu apa yg akan dia hadapi ketika mereka memasuki rumah orangtua Ina. Dia berpikir
akan mendengar suara anak2 kecil berteriak2 dan percakapan banyak orang pada saat g
bersamaan. Tetapi ketika mereka melangkah ke dalam ruangan yg kelihatan sperti ruang tamu


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berukuran superbesar, beberapa mata langsung mengarah kepada mereka dan perlahan2
percakapan mereda, hingga sunyi senyap. Di dalam genggamannya, Ina meremas tangannya dan
ketika Revel melirik, dia melihat bahwa Ina kelihatan sedikit panik. Seberapapun Revel tdk
menyukai mamanya, dia tdk pernah kelihatan sperti seseorang yg siap disembelih ketika akan
bertemu dgn keluarganya. Apa yg telah dilakukan oleh keluarga Ina padanya sehingga
membuatnya sebegini tdk nyaman dgn dirinya sendiri" Dan tiba2 Revel merasa bahwa dia harus
berusaha sebisa mungkin melindungi Ina, apa pun yg terjadi.
"Daripada kita berdiri disini sperti tamu nggak diundang, gimana klo kmu ngenalin saya ke
orangtua kmu," bisik Revel.
Kemudian dia mendengar suara berat menyebut nama Ina dan perhatian semua orang beralih
kepada seorang laki2 dgn rambut yg sudah putih semua berjalan ke arah mereka dgn bantuan
sebuah tongkat. "Papa," ucap Ina dan labgsung bergegas menuju orang tua itu.
Tanpa ragu2 Revel langsung mengikutinya.
"Selamat ulang tahun, Pap." Ina memeluk dan mencium pipi papanya sbelum kemudian
memperkenalkan Revel. "Pap, ini Revel... pacarku." Suara Ina terdengae sperti tikus terjepit ketika mengatakannya.
Revel mendengar beberapa orang menarik napas terkejut ketika mendengar pernyataan ini, dan
memecahkan keheningan dgn mulai berbicara pada saat yg bersamaan. Diantara
keramaian,Revel menyadari bahwa papanya Ina sedang menatapnya, tetapi beliau tdk berkata
apa2. "Selamat ulang tahun, Oom." Revel menyodorkan tangannya dgn pasti kepada papanya Ina yg
menyalaminya dgn agak ragu. Kemudian, "Ini kado dari kami berdua. Ina bilang oom fansnya
Presiden John F. Kennedy. Ini biografinya," lanjutnya sambil mempersembahkan kado itu.
Calon bapak mertuanya ini langsung mengistirahatkan tongkat yg di genggamannya pada
pahanya dan meraih kado itu. "Saya memang fans beratnya Kennedy," ucapnya dgn suara g
terdengar serak sperti seseorang yg terlalu banyak merokok. Kemudian beliau meraih kacamata
baca dari saku kemejanya. Setelah memasang kacamata, beliau menarik pita merah yg mengikat
buku hard cover itu dan membuka2 halamannya yg penuh dgn foto2 Presiden Kennedy.
Revel mengalihkan perhatianna kepada Ina yg sedang tersenyum padanya dan Revel
menyalahkan hal ini kepada refleks, dia langsung menarik Ina dalam pelukannya.
"Terima kasih, ya." Kata2 papa Ina menarik perhatian Revel dari wajah Ina.
"Ina, kmu kenalin pacar kmu ini ke mama, dia ada di halaman belakang," ucapnya sbelum
kemudian perlahan2 berjalan menuju sekumpulan orang tua yg kemungkinan besar adalah
teman2nya. Mereka baru saja akan beranjak mencari mam Ina ketika orang yg dicari muncul dgn langkah yg
sedikit tergesa2, rupanya seseorang telah memberitahunya tentang kedatangan Revel.
"Eeeehhhh... ada tamu selebriti rupanya," ucapnya dgn keras sambil berjalan menuju Revel.
Telingan Revel mungkin salah, tp dia bersumpah bahwa dia mendengar Ina menggeram, "Oh,
dear God, kill me now."
**** Mereka memang berencana hanya akan berada di acara ini selama 1jam saja, tetapi ternyata 1jam
berlanjut ke 2jam, kemudian 3jam, dan tanpa disadari Revel dan Ina, tamu2 sudah mulai
berpamitan dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Selama 1jam pertama Revel dibawa
keliling ole Ina untuk diperkenalkan kepada anggota keluarganya. Tentu saja Ina mulai dgn
mengenalkannya kepada keluarga dekatnya. Kemudian Revel dikenalkan kepada bukde, pakde,
om , tante, dan sepupu2 Ina sbelum dia bisa ingat nama mereka, dia sudah digeret oleh Gaby,
keponakan Ina yg ternyata fans beratnya, yg dgn bangganya memperkenalkannya kepada
sepupu2nya. Pada akhir jam pertama revel bisa menyimpulkan bahwa Ina tdk mengada-ada ketika berkata
bahwa keluarganya besar dan berisik. Mama Ina adalah nomor dua dari tujuh bersaudara.
Ditambah dgn anak2 mereka yg merupakan para sepupu Ina dan anak2 dari para sepupu ini,
rumah itu sudah sperti Woostock ramainya. Bagi seseorang yg merupakan anak tunggal dan
kedua orang tuanya yg berasal dr dua kaka-beradik saja, jumlah anggota keluarga Ina membuat
Revel agak2 terkesima. Jam kedua dilalui Revel untuk melayani mereka yg ingin minta tanda tangan, foto bareng,
bahkan mencium dan memeluknya, tp kebanyakan dari mereka hanya menatapnya ingin tahu
dari kejauhan. Belum ada yg mengeroyoknya, tp itu mungkin karena Ina sudah membisikkan
ultimatum kepada keluarganya agar tdk melakukannya. Semakin lama dia dikelilingi oleh
keluarga besar yg menerimanya dgn tangan terbuka ini, semakin dia lupa bahwa kehadirannya
disini adalah hanya pura2 saja.
BAB 10 (The Somewhat Peaceful Ride Home)
Jam ketiga dilalui Revel untuk menjawab berbagai macam pertanyaan mengenai hubungannya
dgn Ina. Salah satu tante Ina bertanya, "Sudah brapa lama kenal Ina?"
"Sekitar 6bulan,tante."
"Ketemu dimana?" Tanya budenya Ina.
Revel dan Ina setuju untuk menjelaskannya sedekat mungkin dgn kenyataan supaya terdengar
meyakinkan juga untuk mencegah supaya mereka tdk mengganti cerita tersebut di lain waktu
karena lupa akan apa yg mereka sudah katakan sebelumnya.
Dan pada jam inilah Revel mulai betul2mengenal Ina dgn memperhatikan interaksinya dgn
keluarganya. Ina jelas2 kelihatan sedikit tdk nyaman diantara keluarganya, terutama mama dan
kakak tertuanya yg slalu protes dgn segala sesuatu yg dilakukan Ina. Mulai dari pakaian yg
digunakan Ina, sampai makanan yg ada di atas piring Ina. Revel teringat akan reaksi Ina ketika
dia memojokkannya dan memaksanya agar setuju dgn lamarannya, rasa sakit hati dan
kekecewaan terpendam yg tersirat pada amatanya sbelum Ina kemudian mencoba melarikan diri
dari percakapan itu. Rupanya inilah yg harus dihadapi ina stiap harinya. Itu menjelaskan
bagaimana dia masih single sampai sekarang.
Satu hal yg disadari Revel selama 2minggu belakangan adalah bahwa Ina adalah seorang
perempuan yg selain pintar, mandiri, cute as hell, dan memiliki sense of humor dia juga memiliki
kecenderungan mengeluarkan komentar yg agak2 sarkatis. Beberapa kali Revel mendapati
dirinya menahan senyum mendengar komentar2 Ina. Kombinasi ini membuat Ina menjadi
pasangan yg ideal untuk laki2 manapun.
"Akhirnya kmu bisa juga cari laki2 yg bagus, In," komentar kak Mabel kepada adiknya menarik
perhatian Revel. Meskipun inatertawa mendengar komentar itu tetapi tubuhnya yg sedang berdiri di samping
Revel langsung menegang. Kak Mabel yg tdk menyadari bahwa kata2nya sudah menyakitkan hati masih terus nyerocos, "
Selama ini Ina slalu bawa pulang laki2 yg tdk kami setujui. Kami senang dia akhirnya bisa
memilih laki2 yg benar." Kak Mabel memberikan senyuman kepada revel ketika
mengatakannya, memastikan dia mengerti bahwa dialah orang yg dimaksud.
Pada detik itu Revel menyadari bahwa keluarga Ina bukannya ingin mengatur hidup Ina, tetapi
mereka sangat protektif terhadapnya. Mereka mungkin masih menganggap Ina anak kecil yg tdk
dapat mengambil keputusan sendiri, tdk peduli bahwa dia sudah berusia 32tahun. Dia harus
menghentikan pendapat tentang Ina ini. Ina adalah wanita dewasa yg mampu mengambil
keputusannya sendiri dan tahu apa yg baik dan tdk untuknya.
"Sebagai wanita dewasa saya yakin Ina mampu memilih laki2 yg paling cocok untuknya sendiri
tanpa dorongan atau paksaan dari siapa pun. Itu sebabnya dia mengatakan 'iya' waktu saya minta
dia untuk menikahi saya beberapa hari yg lalu, bahkan sebelum saya dikenalkan ke
keluarganya." Revel tdk sempat memikirkan kata2 itu sbelum kalimat itu meloncat keluar dari
mulutnya. Dia mendengar Ina mendengus sperti sedang menahan tawa. Mereka seharusnya tdk menyebut2
soal itu hingga mereka berbicara dgn papa Ina terlebih dahulu, tp semuanya worth it ketika Revel
melihat wajah kak Mabel dgn mulutnya yg menganga. Untuk lebih meyakinkan kak Mabel,
Revel mengangkat tangan Ina yg jarinya dilingkari oleh cincin darinya. Dengan bantuan sinar
matahari siang yg masuk dari jendela, gemerlap berlian Kalimantan itu betul2 bisa membutakan
mata klo dilihat terlalu lama. Dan Revel bertanya2 bagaimana wanita itu masih tetap bisa berdiri
padahal wajahnya sudah memucat dan matanya terbelalak shock.
Revel memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yg paling tepat untuk mengumumkan
pertunangan mereka. Dia meraih gelas kosong dan mendentingkan dgn sendok the. Dentingan
nyaring itu menghentikan semua percakapan pada ruangan itu.
"Revel, what are u doing?" Desis Ina.
"Wait and see," balasnya sambil tersenyum ketika melihat orangtua Ina memasuki ruangan.
Setelah yakin bahwa dia mendapatkan perhatian semua orang, Revel meraih tngan Ina dan
memulai pidatonya. "Selamat siang semuanya. Saya tahu bahwa ini baru pertama kali keluarga besar Ina ketemu saya
sebagai pacarnya Ina. Pakde, Bude, om, dan tante mungkin mikir klo saya sedikit kurang ajar
karena sdah jadi tamu nggak diundang dan sekarang pakai ngasih pidato tanpa seizin yg punya
rumah segala." Revel mendengar gelak tawa dari beberapa tamu dan dia melajutkan, "Saya belum lama kenal
dgn Ina, tp semenjak pertama kali saya ketemu dia, saya tahu klo dia adalah wanita yg tepat
untuk saya. Saya coba beberapa kali mengajaknya keluar dan slalu menerima penolakan dari Ina,
tp saya pantang menyerah sampai akhirnya dia mau makan malam dgn saya."
Ina berusaha tdk terbatuk2 mendengar kebohongan dari mulut Revel ini. Dia melihat
kesekelilingnya, khawatir seseorang akan mengenali kebohongan ini, tetapi dia melihat bahwa
semua orang sedang menatap Revel ingin tahu.
"Setelah kami mengahbiskan lebih banyak waktu bersama2, saya semakin sadar bahwa Ina
adalah wanita yg saya mau sebagai pendamping hidup saya. 2hari yg lalu saya melamar Ina dan
dia setuju menjadi istri saya."
Keheningan menyelimuti ruangan itu. Tdk ada yg bisa berkata2. Revel memberikan senyuman
kepada Ina yg sedang menatap wajahnya tdk percaya, tp dia bertekad melakukan ini. Dia
kemudian menggiring Ina menuju orangtuanya. Ketika mereka sudah cukup dekat, Revel
menatap orangtua Ina dan dgn setulus mungkin dia berkata, "Om, tante, saya minta izin
diperbolehkan menikahi Ina"
Orangtua Ina terdiam selama beberapa detik sbelum kemudian mama Ina berkata,
"Akhirnyaaaa..." sambil memeluk Ina dan Revel
Dalam perjalanan pulang Ina bersyukur bahwa tdk ada satu orang pun pada pesta ulang tahun itu
yg menyinggung nama Luna di hadapan Revel. Meskipun Ina yakin bahwa banyak orang pasti
bertanya2 tentang itu. Mereka tdk berani menyuarakannya. Keluarganya spertinya betul2
menerima Revel dgn tangan terbuka, mereka bahkan tdk kelihatan khawatir bahwa nama Revel
masih belum bersih dari skandalnya dgn Luna dan bayinya. Meskipun dia sudah menyangka
bahwa keluarganya tdk akan keberatan menerima Revel sebagai menantu atau adik ipar, tetapi
dia tetap terkesima keltika melihatnya dgn mata kepala sendiri. Dia harus berterima kasih kepada
Revel yg ternyata memiliki bakat akting tersembunyi, sehingga bisa meyakinkan semua orang
bahwa dia sudah head over heels in love dengannya. Selain itu, Ina juga merasa berterima kasih
kepada Revel tdk kelihatan risih dikelilingi oleh keluarganya.
Revel hanya mengedipkan matanya padanya ketika Gaby dgn semangatnya menggeretnya untuk
dipamerkan kepada sepupu2nya. Revel menyempatkan diri ngobrol dgn papa dan kelihatan
tertarik ketika papa menggambarkan cara terbaik memelihara ikan arwana. Revel membantu
mama membagikan kue ulang tahun kepada para tamu. Revel bermain Lego dgn sekumpulan
anak2 kecil. Tp satuhal yg membuat Ina merasa harus berterima kasih padanya adalah karena dia
mendukungnya di hadapan keluarganya.
"Gaby katanya dekat sekali sama kmu." Kata2 Revel menembus ruang pemikirannya dan Ina
mengangguk sambil tersenyum.
"Siapa nama kakak kedua kmu?"
"Kak Sofia." "Apa dia sama tukang ngaturnya sperti kak Mabel?"
Ina terkikik dan berkata, "You caught that huh?"
"Kak Mabel sama mama kmu kayaknya harus bikin klub deh."
"Klub?" "Iya, Klub 'ayo kita atur hidup Ina karena jelas2 dia nggak bisa bikin keputusan sendiri'."
"Oh, klub itu." Ina tertawa terkekeh2.
"Apa kmu nggak pernah merasa keberatan dgn perlakuan mereka yg menganggap kmu ini anak
kecil?" Ina mengangkat bahunya sambil masih tertawa
, "Keberatan sih keberatan. Cuma saya klo
maksud mereka sebenarnya baik." Ina mencoba memberikan alasan atas perlakuan keluarganya,
tp Revel tahu bahwa kata2nya sudah menembus lapisan hati Ina yg paling dalam.
"Well, pokoknya menurut saya keluarga kmu seharusnya lebih bisa menghargai keputusan2
kmu." Ina hanya tersenyum simpul, menghargai dukungan Revel, sbelum berkata, "Sori ya klo kita jadi
kelamaan disana. Saya tahu kmu ada rekaman malam ini dan perlu istirahat," ucap Ina dgn lebih
serius. "Don't worry about it, I had fun."
"Yeah right." "Serius!" "Jadi kmu nggak keberatan klo Ezra memonopoli kmu untuk bantu dia bikin benteng dari Lego?"
"I'm fine with Lego, tp waktu adiknya Ezra... siapa namanya...?"
"Zara," jawab Ina.
Ezra, 10tahun dan Zara, 6tahun, adalah anak2 kak Kania, yg stelah hari ini menjadi fans berat
"Oom Revel". "Iya, Zara. Nah waktu dia ngajak saya main boneka Bratz, itu saya nggak bisa. Boneka gives me
the creeps," jelas Revel.
"Karena kmu laki2 macho yg nggak mau main sama boneka?" Canda Ina.
Revel kelihatan tersipu-sipu dgn kata2 Ina yg menyebutnya "macho" dan berusaha menutupi
wajahnya yg memerah dgn berkata, "Bukan itu, tp saya lagi ngebayangin saja klo tiba2 boneka
itu hidup malam2." "Jangan bilang ke saya kmu takut sama boneka deh."
"Setengah mati. Kmu nggak pernah nonton Chucky, ya?"
Ina menggeleng. Dia pernah mendengar bahwa film yg keluar tahun '80-an itu cukup
menyeramkan, tp karena dia selalu berpendapat bahwa semua film horor itu tolol maka dia tdk
pernah membuang waktunya untuk menonton film genre tersebut.
"Saya nggak bisa tidur dua malam stelah nonton film itu." Ina melihat Revel menggigil dan itu
membuatnya tertawa. "Wow, siapa yg sangka klo ternyata Revelino Darby is such a wimp," komentar Ina.
Revel kelihatan sangat terhina yg membuat tawa Ina semakin keras.
"Yah, sekarang kmu sudah tahu kelemahan saya. Giliran kmu."
"Giliran saya?"
"Iya. Sebut satu hal yg paling kmu takuti?"
Ina berpikir sejenak. "Ular. Saya takut stengah mati sama ular, nggak peduli bahwa ular itu
masih bayi dan ukurannya cuma sekelingking saya," ucap Ina akhirnya.
Revel terdiam lama sehingga Ina berpikir bahwa dia tdk mendengarnya.
"Apa kmu nggak akan mengejek saya karena saya takut sama ular?" Pancing Ina.
"Nope. Saya tahu banyak orang yg takut sama ular," jawab Revel diplomatis.
Kata2 Revel g tdk disangka2 itu membuat Ina kebingungan mencari balasan, akhirnya dia
berkata, "Oh.. Well that't nice."
Revel hanya tersenyum dan mereka terdiam karena Revel sibuk memanuver mobilnya di lalu
lintas malam minggu yg mulai padat. Ina memuaskan dirinya untuk sembunyi2 memperhatikan
tangan Revel yg menggenggam setir. Tangan itu berukuran besar dan kokoh, kuku2nya dipotong
pendek dan bersih "Ezra nggak memonopoli saya," ucap Revel tiba2.
"Ehm?" Ina menarik matanya dari tangan Revel ke wajahnya.
"Kmu tadi bilang klo Ezra memonopoli saya di rumah orangtua kmu. Dia nggak memonopoli
saa. Kebetulan saya memang fans berat Lego. Saya pernah membangun seluruh kota New York
dgn Lego waktu saya umur sepuluh tahun." Revel terdengar bangga dgn pencapaiannya ini.
"Reallyy"! That must be really cool," ucap Ina kagum. Dia mencoba membayangkan Revel
sebagai anak kecil yg duduk di lantai dan sibuk dgn Legonya, dan itu membuatnya tersenyum.
"It was cool." Revel membalas senyum Ina. "Saya simpan model itu di kamar saya sampai saya
pergi ke Amerika, pas saya pulang sudah nggak ada. Mama saya ngasih model itu ke panti
asuhan beberapa hari sbelum saya pulang. Dia pikir karena saya sudah dewasa, saya nggak akan
mau punya model itu di kamar saya."
Revel kelihatan sedih ketika mengatakan ini. Selama beberapa saat Ina tdk bisa berkata2.
Akhirnya dia hanya bisa mengatakan, "I'm sorry," yg dia tahu sama sekali tdk membantu atau
bahkan menggambarkan perasaannya yg sebetulnya ingin memeluk Revel pada saat itu juga dan
menepuk2 punggungnya sambil mengatakan bahwa semuanya akan baik2 saja.
"It's alright. Saya menemukan hobi lain stelah itu untuk membuat kesal mama," balas Revel
jenaka. "Apa tuh?" Tanya Ina curiga.
"Women. Lots and lots of them."
Dan Ina tertawa terbahak2 bersama2 Revel. Tdk heran karier Revel bisa sesukses sekarang
karena dia ternyata cukup menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ina mengakui merasa nyaman
berada bersamanya. Keheningan menyelimuti interior mobil, masing2 tenggelam dalam pikiran
mereka sendiri. Hanya ada musik jazz yg menemani mereka, tp mereka berdua spertinya
menikmati kesunyian itu. "Omong-omong, how did I do?" Tanya Revel memecahkan kesunyian. Dia sudah ingin
menanyakan pendapat Ina tentang performanya smenjak mereka meninggalkan rumah orangtua
Ina. Entah knapa, tp dia menginginkan semacam persetujuan atau mungkin pujian dari Ina.
"How did you do what?"
"Apa saya berhasil meyakinkan mereka sebagai tunangan kmu?"
"Definitely," jawab Ina sambil nyengir. "Setelah ini, apa rencana kmu selanjutnya?" Tanya Ina
dgn nada lebih serius. Revel g mengenali nada serius Ina, menjawab, "Saya akan minta mama supaya ngatur acara
lamaran secepatnya. Gimana klo 2minggu lagi?"
"Saya mesti cek jadwal saya dulu dgn P.A. saya, tp klo nggak salah saya harus pergi ke Medan.
Nanti kmu saya kabari hari Senin."
"Sekalian juga kmu pikirin tanggal pernikahan kita. Kemarin saya cek jadwal saya dan saya ada
waktu kosong selama 2minggu akhir bulan Mei. Cukupkah itu buat kmu untuk merencanakan
pesta pernikahan kita?"
"Mei?" Teriak Ina terkejut. "Itu terlalu cepat, saya nggak akan siap."
Revel yg menyangka bahwa Ina membicarakan tentang jadwalna dan mengira dia tdk akan


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sempat merancang pernikahan ini sendiri berkata, "Kmu minta saja bantuan sama wedding
planner yg bejibun jumlahnya di Jakarta. Saya yakin mereka semua nggak akan menolak
kesempatan ini. Uang nggak akan jd masalah."
"Rev, saya ini akuntan kmu, saya tahu penghasilan kmu dalam setahun, jd kmu nggak usah
sombong dan mamerin kekeayaan kmu saya saya," balas Ina ketus.
Revel hanya bisa ternganga. Apa ada yg salah dgn omongannya" Dia hanya bermaksud
menolong, bukannya sombong apalagi pamer.
"Yg saya maksud adalah bahwa saya mungkin belum siap, secara mental, untuk menikah secepat
itu. Lagian juga, apa kmu nggak takut orang pada ngegosip klo kita menikah terlalu cepat?"
Sambung Ina. Revel mengangkat bahunya, "Apa pun yg saya kerjakan orang slalu ngegosipin saya, it doesn't
matter to me." "But it matters to me. Saya baru ngenalin kmu ke keluarga saya hari ini dan klo kita menikah
terlalu cepat orang akan nyangka klo saya sudah hamil," teriak Ina.
"Oh please, kmu cuma bisa hamil klo kita ini having sex, which we are not karena saya nggak
akan menyentuh kmu sama sekali."
Ina tersentak seakan-akan Revel baru saja menamparnya.
"I'm sorry. Maksud saya bukan begitu..." Revel mencoba meminta maaf ketika melihat ekspresi
pada wajah Ina, tetapi kata2nya sudah dipotong oleh Ina.
"Jadi apa maksud kmu?" Balas Ina.
Revel mencoba mengeluarkan kata2, tetapi dia tdk bisa mendapatkan kata2 yg tepat. Akhirnya
dia hanya terdiam. Dan untuk pertama kali semenjak mereka meninggalkan Grogol, keheningan
yg ada terasa tdk mengenakkan. Revel merasa ingin memandang dirinya sendiri karena sudah
menyinggung hati Ina. "Juni," ucap Ina tiba2 memecahkan keheningan.
"Hah?" Tanya Revel bingung.
"Saya akan nikah sama kmu bulan Juni. Kosongkan jadwal kmu awal bulan. Dan karena kmu
bilang uang nggak akan jd masalah, saya akan minta bantuan wedding planner paling mahal di
Jakarta untuk melakukan ini supaya bisa siapin buku cek kmu klo saya minta."
Revel terlalu bahagia karena mendengar suara Ina sehingga dia merelakan ejekan Ina terlepas
begitu saja. "Oke," ucapnya, padahal dia sendiri tdk tahu jadwalnya untuk bulan Juni. Klo tdk
salah dia harus manggung pada acara ulangtahun salah satu TV swasta. Dia akan pastikan bahwa
jadwalnya kosong pada saat itu.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di apartemen Ina dan dia tdk mengundang Revel
untuk naik bersamanya. BAB 11 (The First Conflict)
Bukannya menuju Menteng dan masuk ke studio untuk rekaman, Revel justru memilih
mengunjungi mamanya di Tebet. Stelah alamat rumah Menteng dijadikan kantor MRAM, mama
memilih tinggal di rumah yg ia warisi dari orangtuanya. Revel tahu betul jadwal mamanya
sehingga dia merasa tdk perlu menelepon untuk memberitahu kedatangannya. Dia tdk tahu apa
yg baru saja terjadi diantara dirinya dan Ina. Satu detik mereka having a good time ngobrolin
tentang keluarga dan phobia mereka dan detik selanjutnya dai salah ngomong dan langsung
mendapat sikap dingin dari Ina.
Seperti yg dia duga, mama sedang minum the di teras belakang ketika Revel sampai. Beliau
bahkan tdk kelihatan terkejut ketika melihat anaknya.
"Gimana acara ultah papa Ina" Apa kalian sudah ngedrop bomnya ke mereka?" Tanya ibu
Davina sambil meletakkan cangkir tehnya.
Revel mencium pipi mamanya sbelum duduk di kursi rotan yg tersedia. "Acara ultahnya lancar.
Aku sudah mengumumkan kepada keluarganya klo aku mau menikahi Ina, sekarang tinggal
mama telpon orangtuanya untuk ngomongin masalah tanggal lamaran. Ina bilang awal April dia
free sehingga acara lamaran bisa dilaksanakan dan dia mau pernikahannya bulan Juni."
Ibu Davina memerhatikan anaknya dgn lebih seksama. Dia tahu betul kepribadian Revel yg sgt
tertutup dan pendiam sehingga terkesan moody kepada kebanyakan orang, tp beliau sudah
belajar untuk membedakan antara moody karena dia sedang kesal atau karena dia sedang banyak
pikiran. Namun wajah Revel hari ini tdk kelihatan kesal ataupun pusing, melainkan bingung.
Revel tdk pernah bingung, dia adalah jenis orang yg slalu tahu apa yg harus dia lakukan dalam
situasi apapun. Ibu Davina bertanya2 apakah atau lebih tepatnya siapakah yg membuat anaknya
jadi begini" "Klo misalnya semuanya lancar, knapa kmu kelihatan marah begini?" Tanya ibu Davina.
"Aku nggak marah," balas Revel terlalu cepat dan terlalu tajam, membuat ibu Davina tersenyum.
Revel mendengus sbelum berkata, "Mam, apa menurut mama aku ini orangnya sombong dan
suka pamer?" "Humph..." Ibu Davina sedikit terkejut mendengar pertanyaan ini, sehingga dia harus berpikir
sejenak. "Mungkin nggak sombong atau pamer specifically, tp kmu tipe orang yg karena sudah
terbiasa hidup dgn segala sesuatu yg nomor satu, kmu jadi kelihatan kurang menghargai benda2
yg orang pikir sebagai barang mewah karena itu sudah jadi bagian kehidupan harian kmu. Tapi
nggak ada salahnya dgn itu."
Revel terdiam. Perlahan2 dia mencoba mencerna kata2 mamanya. Sebagai anak tunggal seorang
pengusaha sukses, dia memang sudah dibesarkan dgn segala kemewahan, sehingga sebagai
manusia dewasa, segala kemewahan yg dia miliki dianggapnya sebagai suatu hak daripada suatu
keistimewaan. Wow, Ina benar, dia memang sombong. Knapa tdk pernah ada orang yg
mengatakan hal ini kepadanya sebelumnya" Semenjak perceraian orangtuanya, dia slalu
berusaha sebisa mungkin membebaskan diri dari cetakan anak2 dgn latar belakangnya, yaitu
anak2 orang kaya yg sombong dan berpikiran dangkal. Dia lebih memilih sekolah negeri
daripada swasta, bergaya punk daripada preppy, berkarier di dunia musik dan membangun
kariernya di dunia itu, terpisah dari bisnis papa. Dia bahkan menolak mengambil alih manajemen
perusahaan papa ketika beliau meninggal, dan memilih menjadi pemegang saham pasif dan
menyerahkan tanggung jawab manajemen kepada Board of Directors yg sudah ada. Siapa yg
sangka bahwa dia tetap menjadi orang yg dia coba hindari. Papa yg sudah meninggal hampir
10tahun akan bangun dari kubur dan muncul di hadapannya sambil geleng2 kepala klo dia
sampai tahu laki2 sperti apa Revel kini.
Ketika orangtuanya bercerai, dia masih di bawah umur dan hakim memutuskan hak asuh anak
jatuh kepada mama karena papa terlalu sibuk dgn pekerjaan dan jarang ada di rumah.
Setidak2nya, itulah yg dikatakan oleh kedua orangtuanya sewaktu dia bertanya knapa dia tdk
bisa tinggal dgn papa. Sejujurnya, klo diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya, Revel
akan memilih untuk tinggal dgn papa. Pada saat itu Revel merasa penjelasan mereka agak sedikit
janggal, karena meskipun papa sibuk, tp beliau slalu menyempatkan diri untuk menghabiskan
waktu dgn anak satu2nya itu. Selama setahun setelah perceraian orangtuanya, Revel hanya
diperbolehkan bertemu dgn papa sebulan sekali, dan meskipun mama bilang bahwa itu adalah
keputusan pengadilan, tp Revel menaruh kecurigaan bahwa itu adalah keputusan mama yg
mencoba menjauhkan dirinya dari papa. Dan selama setahun itu dia betul2 membenci mamanya.
Seperti teori psikologi mengenai fase yg dilalui oleh seseorang dalam menghadapi kematian,
Revel melalui beberapa fase saat menghadapi perceraian orangtuanya. Mulai dari menolak
menerima keadaan, mencoba tawar-menawar dgn mama agar diperbolehkan lebih sering bertemu
dgn papa, marah karena mama tetap bersikeras dgn larangannya, hingga akhirnya Revel tdk
peduli dgn kata2 mamanya lagi yg menurutnya tdk akan pernah bisa mengerti dirinya. Betapa dia
merindukan papa, satu2nya orang yg betul2 mengerti dirinya. Papa adalah laki2 yg pendiam dan
lembut, yg membiarkan mama menginjak2nya karena beliau mencintai wanita itu, sampai
akhirnya beliau sadar bahwa cintanya tdk cukup bagi istrinya sehingga mampu menyelamatkan
perkawinan tersebut dan mengatur segala sesuatu di dalam kehidupan papa. Mulai dari pakaian
yg harus dikenakan, sampai keputusan bisnis di perusahaan papa, seakan2 papa tdk mampu
mengambil keputusan sendiri.
Mama slalu mencoba mengekang papa dan Revel mengerti knapa papa menceraikan mama.
Laki2 mana yg akan tahan diperlakukan sperti itu oleh istri mereka" Setahun setelah perceraian,
Revel melihat bahwa papa mencoba sebisa mungkin memperbaiki hubungannya dgn mama.
Revel tahu bahwa papa masih mencintai mama, tdk peduli apa yg mama sudah lakukan
kepadanya. Tapi hingga penyakit kanker akhirnya menghabiskan hidup papa sekembalinya
Revel dari Amerika, mama tetap bersikeras bersikap dingin kepada papa.
Dari perkawinan orangtuanya inilah Revel tahu bahwa dia tdk akan pernah membiarkan dirinya
mencintai seorang wanita sedalam papa mencintai mama, tak akan dia membiarkan seorang
wanita menginjak2 harga dirinya. Tidak, dia tdk akan menjadi sperti itu.
Papa adalah orang yg sederhana, sikapnya pun sederhana. Revel tahu beliau berasal dari keluarga
biasa2 saja, tp dgn otaknya yg encer dan kerja keras, papa mampu membangun bisnis hingga
sukses. Tentu saja Revel juga sangat tahu bahwa papa sangat mengharapkan putranya akan
mengambil alih perusahaan itu ketika dia sudah dewasa. Tetapi ketika Revel lebih memilih
menekuni dunia musik, papa tdk menunjukkan wajah kecewa. Beliau malah memberikan
dukungan penuhnya. Revel memandangi langit yg sudah berubah warna dari merah menjadi abu2 sbelum berdiri dan
berkata, "Aku pulang dulu, mam." Stelah mencium mamanya, dia langsung menghilang.
*** Setelah pertengkaran mereka , Revel tdk bertemu muka lagi dgn Ina selama 2minggu karena Ina
bilang dia sibuk dgn pekerjaannya, tp Revel tahu bahwa Ins mencoba sebisa mungkin
menghindarinya. Meskipun Ina menyempatkan diri untuk mengkonfirmasi tanggal lamaran
dengannya seperti yg dia janjikan. Tp ternyata ketakutannya tdk memiliki dasar karena meskipun
Ina jarang berbicara dengannya, rupanya dia sering berhubungan dgn mama untuk
membicarakan tentang acara lamaran. Dan itu betul2 membuatnya jengkel.
Revel mencoba menghabiskan waktunya di dalam studio dan menulis lagu untuk mengusir
kejengkelannya. Suatu kegiatan yg biasanya bisa memberikannya ketenangan. Tapi stelah 3hari
dia bahkan tdk bisa menyelesaikan satu bait lagu yg sedang ditulisnya, dan kejengkelannya
berubah menjadi kedongkolan. Dalam keadaan penuh kedongkolan yg sudah dipendam selama
3minggu inilah Revel, Mama. Om John, adiknya papa dan istrinya, dan pakde Ray, kakaknya
mama dan istrinya, datang ke rumah orantua Ina untuk acara lamaran. Kedatangan mereka
disambut oleh keluarga dekat Ina saja, yaitu kedua orangtua dan ketiga kakak Ina bersama dgn
suami dan anak2 mereka. Saat itulah untuk pertama kali Revel bertemu dgn kak Sofia yg
bertampang supersangar dan memperhatikan gerak-geriknya seakan2 dia siap menerkamnya
kapan saja. Gggrrr.... untung saja dia tdk ada di acara ultah papa Ina, karena klo saja dia melihat
wanita ini sebelumnya, Revel mungkin akan berpikir 2X sbelum mengumumkan pertunangannya
dgn Ina. Lain dgn kak Sofia, Ina dan anggota keluarganya yg lain menyambut keluarga Revel dgn ramah
dan sepanjang acara itu Ina memperlakukan Revel sebagaimana seseorang memperlakukan
tunangannya. Dan itu membuat Revel ingin mencekiknya. Dia ingin berbicara dgn Ina berdua
saja untuk membicarakan... yah, apapun yg harus mereka bicarakan, tp tentunya tdk bisa karena
terlalu banyak pasang mata yg memperhatikan stiap gerak-gerik mereka.
Akhirnya ketika acara berakhir dan para tetua keluarga sedang membahas tentang tanggal
pernikahan yg paling pas sambil minum kopi, Revel mengikuti Ina yg sedang membawa nampan
penuh piring kotor menuju dapur.
"Kmu knapa sih menghindari saya?"
Ina yg tdk mendengar langkah Revel di belakangnya hampir saja menjatuhkan nampan itu.
Untung saja Revel bisa bereaksi dgn cepat menyelamatkan nampan itu dari tangannya.
"Thanks," ucap Ina dan terus berjalan menuju dapur yg ternyata berada di area yg cukup tertutup
dari ruang tamu. Revel mengikuti Ina ke dalam dapur dan meletakkan nampan itu diatas meja sbelum mengulang
pertanyaannya. "Jawab saya, knapa kmu menghindari saya?"
"Menghindari kmu gimana?" Ina kelihatan bingung.
"Saya ngerti klo kmu masih marah sama saya karena komentar saya beberapa minggu lalu, tp
saya kan sudah minta maaf sama kmu. Di telpon kmu memang bilang klo kmu sudah maafin
saya, tp stelah itu klo telpon, kmu nggak pernah angkat, dan klopun kmu angkat, kmu slalu
terkesan buru2. Kmu nggak pernah datang lagi ke rumah saya stelah kunjungan audit, kmu cuma
kirim tim kmu saja habis itu. Beberapa kali saya minta ketemu, kmu slalu nolak dan bilang kmu
sibuk, tp kmu slalu menyempatkan diri ketemu dgn mama. Saya tahu klo tunangan ini cuma
pura2 saja, tp kita masing2 ada tugas yg harus dipenuhi, saya harap kmu masih belum lupa tugas
kmu." Awalnya Ina menatapnya dgn penuh kebingungan, tetapi ketika dia mendengar separo akhir dari
omelannya, wajahnya berubah menjadi serius sebelum berkata dgn tenang dan jelas, "Saya
memang sudah maafin kmu, Rev. Dan alasan saya knapa slalu terdengar terburu2 klo kmu telpon
dan nggak bisa ketemu kmu adalah karena saya memang lagi sibuk sekali di kantor. Soal
kunjungan ke rumah kmu, selama 6bulan ini saya slalu hanya mengirim tim saya ke rumah kmu,
kecuali klo ada masalah besar atau audit. Dan karena audit sudah selesai dan saya nggak
menerima laporan bahwa kmu ada masalah, ya saya nggak perlu dateng."
"Oh," adalah satu2nya kata yg keluar dari mulut Revel. Dia terlalu terkejut mendengar
penjelasan Ina sehingga tak bisa berkata2. Semua kejengkelan telah luntur dari tubuhnya,
meninggalkan rasa bersalah yg mendalam.
"Tapi kmu benar, saya sudah lalai dalam menjalankan tugas saya. Saya minta P.A. saya bisa
menghabiskan lebih banyak waktu dgn kmu. Kapan kmu akan memperkenalkan saya kepada
publik?" Revel mencoba memulihkan diri dari kekagetannya dan berkata, "Saya harus menghadiri acara
penggalangan dana hari minggu tanggal dua bulan depan. Saya berencana memperkenalkan kmu
pada saat itu." "Oke, saya akan kosongkan jadwal saya," ucap Ina tegas.
"Oke," balas Revel sambil mengangguk.
Mereka kemudian hanya terdiam dan saling pandang selama beberapa detik, tdk ada dari mereka
yg bergerak meninggalkan dapur. Revel bersusah payah menahan diri agar tdk menyapukan
jari2nya pada bibir Ina yg kelihatan ekstramerah dan sperti minta dicium malam ini. Dia baru
saja akan mengangkat tangannya ketika Suti, pembantu rumah Ina memasuki dapur dgn
membawa satu nampan penuh cangkir kotor.
"Mbak Ina, dicari Ibu," ucap Suti yg sedikit tersipu2 ketika melihat bahwa Revel sedang sedang
berada di dapur bersama Ina. Dia spertinya tdk sadar bahwa kemunculannya yg tiba2 sudah
menggagalkan rencana Revel untuk mencium anak majikannya itu.
Ina tersenyum kepada Suti, dan dgn satu anggukan pada Revel, Ina keluar dari dapur
meninggalkan Revel dgn Suti yg sedang memandangi dia seolah dewa. Revel memutuskan
mengikuti jejak Ina dan segera meninggalkan dapur.
*** Seminggu stelah lamaran, desas desus tentang Revel dan "pacar" barunya mulai menyebar, tetapi
tdk ada yg bisa mengidentifikasi wanita tersebut. Hal ini membuat Revel tersenyum. Dia tdk tahu
dan tdk peduli siapa yg memulai desas desus itu, yg dia mau hanyalah agar gosip itu tersebar dan
tersebar cepat. Atas saran pak Danung, Ina dan Revel mencoba mengenal satu sama lain lebih jauh. Dimulai
dgn Revel bertanya kepada Ina apakah dia bisa datang ke apartemennya agar mereka bisa sama2
menuliskan nama orang2 yg mereka akan undang pada pernikahan mereka. Meskipun Ina datang
dari keluarga besar, tp daftar yg dibuatnya berhenti pada angka150, sedangkan daftar yg dibuat
Revel sudah mencapai angka 500. Ketika Ina menanyakan siapa saja yg ingin dia undang ke
pernikahan mereka, Revel dgn cueknya menjawab bahwa mayoritas dari undangan itu akan jatuh
ke kalangan artis, kolega bisnis, dan media. Ketika Ina mengemukakan pendapatnya bahwa
Revel tdk perlu mengundang sebegitu banyak orang untuk sebuah pernikahan yg akan diakhiri
dalam masa kurang dari setahun lagi, Revel langsung kelihatan sangat tersinggung sebelum
kemudian menjawab bahwa pernikahan. Ini adalah atas biayanya dan dia bisa mengundang siapa
saja yg dia mau. Ina yg kesal akan komentar itu membalas dgn mengatakan bahwa dia adalah
laki2 dgn pikiran dangkal yg mengukur semuanya dgn uang.
Selama beberapa hari Revel tdk menghubungi Ina dan Ina g merasa bahwa Revel perlu diberi
pelajaran tentang kelakuannya yg mau menang sendiri, menolak meneleponnya terlebih dahulu.
Akhirnya pada hari keempat, Helen memasuki ruangan bosnya dgn senyum lebar. Dia membawa
serangkaian bunga aster dgn kartu yg bertuliskan "I'm sorry" dan dibawah kata2 itu ada inisial
huruf "R". Pertama2 Ina merasakan kemenangan karena Revel akhirnya menyadari
kesalahannya, kemudian perlahan2 disusul dgn rasa berbunga2. Dia baru saja akan menelpon
Revel untuk mengucapkan terimakasih atas bunganya ketika dia sadar akan satu hal, yaitu bahwa
Revel sedang bertingkah laku sebagai laki2 pengecut yg memilih jalan pintas untuk meminta
maaf. Dgn menggunakan bunga dan kartu, Revel sudah meminta maaf, tanpa kehilangan harga
dirinya. Dasar egois, geram Ina yg kemudian meminta Helen untuk mengembalikan bunga itu
kepada pengirimnya. Tp karena pengirim bunga sudah pergi stelah menyerahkan paketnya, Ina
akhirnya meminta Helen meletakkan bunga itu sejauh mungkin dari kantornya agar dia tdk perlu
melihatnya lagi. Dua hari berlalu dan Ina masih kesal dgn perlakuan Revel ketika orang yg membuatnya kesal itu
menelponnya. Ina berdebat apakah dia mau mengangkatnya atau tdk, tp keingintahuan akan apa
yg akan dikatakan cowok itu padanya menang dan Ina menjawab panggilan itu.
"Ina?" Terdengar suara Revel di ujung saluran telpon.
"Ya, ada apa Rev?" jawab Ina dgn suara setenang mungkin.
"Kmu sudah terima bunga yg saya kirim?"
"Sudah." "Terus?" "Ya nggak terus," tandas Ina.
Stelah mengucapkan 3kata itu Ina berusaha sebisa mungkin menahan tawanya, dia berhasil
melakukannya selama 5detik sebelum dia mulai tertawa terbahak2. Dia tdk tahu knapa dia mulai
tertawa dan tdk bisa berhenti, mungkin karna 2bungkus M&Ms kacang yg baru dihabiskannya,
yg kadar gulanya bisa membuat orang jadi hiper, atau mungkin karena mendengar suara Revel
yg terdengar sperti layaknya laki2 yg tahu bahwa mereka salah dan sedang mencoba meminta
maaf, tetapi tdk tahu apakah permintaan maafnya akan diterima.
Revel kemudian sadar bahwa Ina sedang tertawa juga ikut tertawa. Alhasil, selama 5menit ke
depan mereka tertawa bersama2.
"Saya minta maaf soal kejadian tempo hari," ucap Revel stelah tawa mereka reda. "Boleh saya ke
rumak kmu nanti malam" Kita perlu finalize daftar kmu supaya kita bisa mulai mikirin soal
venue," lanjutnya dgn penuh harap.
Bersama dgn tawa itu, entah bagaimana, kemarahan Ina pun surut. "Oke asal kmu berhenti
menyinggung2 soal uang kmu lagi," balas Ina.
Revel terdiam beberapa detik, seakan2 dia mempertimbangkan apakah dia mau protes atas
tuduhan ini, tp akhirnya Ina mendengarnya berkata, "Iya, saya janji."
"Oke, saya tunggu kmu nanti malam," balas Ina.
*** Malam itu mereka menyelesaikan daftar tamu dgn damai dan mulai membicarakan tentang
gedung. Stelah diskusi panjang lebar akhirnya diputuskan acara akan diadakan di rumah Revel,


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan dgn begitu, tema garden party pun tercipta.
"Apa lagi yg kita perlu bicarakan?" tanya Revel sambil menyandarkan kepalanya pada bantal
sofa. Dia mendesah panjang sbelum kemudian melepaskan kacamatanya dan menutup matanya.
Percakapan tentang pernikahan mereka ini sudah melelahkan mereka berdua. Ina tahu bahwa
Revel tdk akan membantah klo dia meminta wedding planner untuk membantunya merancang
pernikahan ini, tp Ina adalah control freak, yaitu seseorang yg harus slalu memiliki kontrol dalam
situasi apapun, yg membuatnyatdk mudah percaya pada orang lain. Alhasil, dia tdk berani
menyerahkan perancangan pernikahan sebesar ini ke tangan wedding planner, tdk peduli
seberapa profesionalnya mereka, mereka tetap orang asing yg dia tdk kenal.
Ina melirik jam dinding dan berkata, "Kmu sebaiknya pulang, sekarang sudah jam sembilan
lewat. Kita bicarakan hal lainnya besok saja." Dia kemudian berdiri dan mengangkat cangkir
kotor yg tadinya berisi kopi, ke dapur. Menyadari apa yg sedang dilakukan Ina, Revel langsung
berdiri dan menjulurkan tangannya untuk mengambil cangkir itu dari tangan Ina, tetapi Ina
menolak bantuannya. Sambil berjalan ke dapur Ina mendengar Revel membalas, "Saya biasa kok pulang malam.
Nggak ada yg nyariin juga di rumah."
Ina menggeleng sambil tersenyum, rupanya Revel sudah salah paham dgn kata2nya. Dia berjalan
kembali ke ruang tamu dan sambil bertolak pinggang di depan Revel dia berkata, "Saya yakin
kmu memang biasa pulang malam, tp saya nggak biasa ada laki2 yg bukan keluarga bertamu di
rumah saya selepas jam sembilan malam dan sebelum jam sepuluh pagi."
"Tapi saya ini tunangan kmu, I'm practically family," bantah Revel. Dia kelihatan sangat
tersinggung karena Ina pada dasarnya sudah mengusirnya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Masih ada banyak hal yg harus dipelajari Revel tentang
dirinya, dan dia tentang Revel. Mereka harus lebih mengenal satu sama lain agar tdk ada lagi
kesalahpahaman tentang hal remeh sperti ini.
"Rev, ada suatu hal pribadi yg saya mesti bicarakan sama kmu, dan saya minta kmu nggak
merasa tersinggung stelah mendengar ini. Bisa?" tanya Ina dgn sedikit ragu.
"Oke," ucap Revel sedikit curiga.
Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina berkata, "Saya ada masalah sama uang kmu."
"Uang saya?" "Uang adalah isu yg sedikit sensitif untuk saya," Ina mencoba menjelaskan.
"Oke..." "Saya adalah wanita mandiri yg mampu membiayai segala sesuatunya sendiri." Ina mencoba
mengukur reaksi Revel. Ketika dia melihat bahwa Revel hanya menatapnya tanpa ekspresi, dia
melanjutkan, "Oleh karena itu saya merasa tersinggung setiap kali kmu menyebut2 betapa
banyaknya uang kmu. Saya mau kmu mengerti bahwa saya setuju dgn perjanjian kita, bukan
karena uang kmu, tp karena kita bisa membantu satu sama lain. So, klo kmu pernikahan kita ini
kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat, kmu jangan bikin saya kesal dgn
menyinggung2 masalah uang kmu lagi. Setuju?"
Revel kelihatan mempertimbangkannya dgn saksama sebelum mengangguk. Dia teringat betapa
marahnya Ina stiap kali dia menyebut2 tentang uangnya, kini dia mengerti alasannya.
"Klo kita benar2 mau menolong satu sama lain dgn membuat hubungankita ini kelihatan tulus
dan bisa dipercaya di mata masyarakat..." Revel sengaja mengulang kata2 Ina sebelumnya dan
mendelik jenaka kepada Ina yg sedang mencoba menahan senyum, "saya nggak mau dengar kmu
nyebut2 hubungan kita sebagai kawin kontrak. Mulai sekarang kita adalah Ina dan Revel, dua
orang yg akan menikah bulan Juni nanti. Setuju?"
Ina kelihatan berpikir sejenak sbelum kemudian menjulurkan tangannya menyalami Revel.
Ketika Revel menyambut tangan itu, ina berkata, "Setuju."
Dan dgn jabat tangan itu, Revel merasa sperti ada kekuatan gaib yg mengikat perjanjian itu. Tapi
kata2 Ina selanjutnya menghapuskan rasa gaib itu selamanya.
"Oke, sekarang saya mau kmu keluar dari apartemen saya."
Revel berusaha tdk menggeram ketika bangun dari sofa dan dgn satu anggukan, dia permisi
pulang. BAB 12 (The Ferocious Publik)
Pada awal bulan april, Revel untuk pertama kalinya akan memperkenalkan Ina kepada publik
secara resmi sebagai tunangannya, dan Ina mengalami masalah untuk bernapas selama
perjalanan menuju Hotel Mulia. Akhir2 ini gosip tentang Revel dan Luna agak mereda karena
Luna sudah menarik diri dari sorotan media dgn pulang ke Jerman. Sebagai gantinya gosip Revel
dgn wanita misteriusnya semakin gencar. Para wartawan yg tadinya sudah mulai bosan, mulai
mengikuti Revel lagi. Reaksi Revel yg tetap diam tetapi memberikan senyuman yg kelihatan
sperti seorang laki2 yg sedang jatuh cinta klo ditanya soal itu membuat orang semakin penasaran
pada identitas wanita ini.
"Pokoknya senyum saja sama wartawan. Besok pagi wajah kmu akan terpampang dimana2, jd
jgn kaget." Suara Revel yg tenang seharusnya bisa menenangkan Ina, tetapi kenyataannya tdk
bisa membantu degup jantungnya yg sudah tdk keruan.
Selama seminggu ini Ina mendapati bahwa Revel adalah seorang tunangan yg penuh perhatian,
dgn slalu menyisihkan waktu untuk betul2 mendengarkan dan mempertimbangkan
pendapat2nya. Selain itu, Revel ternyata cukup cerdas dan lucu. Pada satu detik dia bisa
mendiskusikan menu katering secara serius dgn mengeluarkan komentar sperti, "Kita harus
pastikan bahwa semua makanan yg disajikan dimasak dgn EVOO, itu jauh lebih sehat daripada
minyak goreng biasa. Oh yya, orang katering mesti diingatkan supaya nggak menyalakan api
terlalu besar klo masak karena itu akan menyebabkan komponen EVOO pecah dan pada
dasarnya nggak akan ada bedanya sperti masak dgn minyak goreng biasa klo itu sampai terjadi."
Dan pada detik selanjutnya ia mencoba meyakinkan Ina bahwa lagu "Love Game" milik Lady
Gaga adalah lagu yg paling sesuai dijadikan lagu tema pernikahan mereka. Pada dasarnya,
selama seminggu ini, Ina sudah melihat Revel hanya sebagai seorang laki2 biasa yg bisa
membuatnya tertawa daripada Revel, artis solo laki2 paling ngetop di Indonesia. Tapi malam ini,
Ina sadar kembali akan status Revel di hadapan publik dan dia merasa sedikit mual.
Mereka sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara penggalangan dana yg bertujuan
memberikan fasilitas yg lebih baik pada sekolah2 yg berada di daerah terpencil di seluruh
Indonesia. Ina melirik Revel yg mengenakan jas warna hitam dgn dasi kupu2. Revel kelihatan
cukup nyaman mengenakan pakaian resmi itu, sedangkan Ina merasa ingin menarik bagian atas
tube dress berwarna ungu tua yg dikenakannya agar tdk merosot ke bawah. Ina merasa risi dgn
pakaian yg menempel pada tubuhnya itu. Dia tahu bahwa di dunia nyata, orang tdk bisa
mengubah dirinya hanya dgn pakaian, tetapi ini dunia entertainment, pakaian yg mereka
kenakan, make-up, gaya rambut, perhiasan, mobil, bahkan laki2 yg menggandeng tangan mereka
mendefinisikan status sosial mereka. I can't do this. I can't, I CAN'T, teriak Ina dalam hati. Ina
membayangkan wajah kolega2nya, Marko, dan pak Sutomo di kantor besok pagi ketika melihat
wajahnya di tabloid dan acara gosip TV, dan isi perutnya langsung salto beberapa kali. Apa
mereka akan percaya pada sandiwara ini" Mereka semua tahu bahwa dia adalah orang yg paling
beretika yg pernah mereka temui, dia tdk akan pernah tertangkap basah memacari kliennya.
Dan apa yg akan dilakukan orangtuanya klo saja mereka tahu akan kebohongan ini" Mereka
akan menguncinya di dalam ruang bawah tanah dan tdk memperbolehkannya keluar lagi
sehingga berkesempatan mengambil keputusan yg akan menghancurkan hidupnya. Revel
sebaiknya mencari tunangan yg lain saja karena dia tdk bisa melakukan ini. Sebelum dia
kehilangan keberaniannya, Ina langsung berteriak kepada sopir Revel, "Pak, bisa stop mobilnya
di pinggir, saya mau turun."
Revel yg duduk di sebelah kanan terlihat kaget dan langsung meraih lengan kanan Ina. Tangan
kiri Ina sudah menggenggam gagang pintu, siap menariknya begitu mobil itu berhenti. "In,
knapa?" "Rev, saya nggak bisa," ucap Ina cepat sambil menunduk, menolak menatap Revel. Klo saja
dadanya tdk terasa sperti akan meledak, Ina mungkin akan menghargai betapa lapangnya lantai
mobil itu. "Nggak bisa apa" Ke acara ini" Kmu sakit?" Revel terdengar khawatir.
Ina mengangguk. Dan Revel langsung meminta sopirnya agar menepi yg dibalas dgn, "Wah, ini
mobilnya nggak bisa gerak, mas Revel, jalanan macet."
Ina memegangi dadanya untuk mengontrol napasnya. Kalung yg dikenakannya sperti
mencekiknya dan dia berusaha melepaskannya dari lehernya.
"Get this off me. Please get this off," teriak Ina mulai panik ketika dia tdk bisa menemukan kait
kalung tersebut. Revel berhasil melepaskan kalung itu dgn cekatan dan mengantonginya, tetapi Ina spertinya tdk
sadar akan hal itu karena dia masih berteriak panik, "Tolong lepasin. Saya nggak bisa napas."
"Ina, kalungnya sudah dilepas." Revel merasakan kepanikan yg menyelimuti Ina tanpa
menyentuh bagian tubuh Ina sama sekali, Revel berkata, "In, tenang, In. Oke, napas pelan2.
Bilang ke saya ada masalah apa?"
Revel tdk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mendengar erangan Ina. Ina
bahkan tdk mendengar pertanyaan itu, dia sudah tenggelam dgn kegalauan hatinya sendiri.
Bagaimana mungkin dia setuju melakukan ini" Di dalam kegelapan mobil, Revel tdk bisa
melihat bahwa seluruh tubuh Ina sudah gemetaran, tapi dia menyentuhnya untuk
menenangkannya. "Ina, kmu knapa gemetaran kayak begini?" ucapnya dan tanpa ragu2, dia langsung mengangkat
tubuh Ina yg kecil ke dalam pelukannya dan duduk di tempat yg tadi diduduki Ina.
Dia membiarkan kedua kaki Ina menggantung di sbelah kanan. Pertama2 tubuh Ina masih
gemetaran dan tegang, tp lama-kelamaan napasnya kembali teratur di dalam pelukannya. Wajah
Ina terlihat pucat di balik make-up tipis yg dikenakannya. Ada titik2 keringat pada keningnya.
Hilang sudah wanita penuh percaa diri g dia temui stengah jam sebelumnya, yg tinggal adalah
wanita g ketakutan. Dalam hati Revel menyumpah. Dia sudah terlalu sibuk dgn rencana
memperbaiki image-nya, sehingga tdk mempertimbangkan perasaan Ina yg mungkin belum siap
untuk berhadapan dgn publik.
Sambil mencoba untuk menavigasi lalu lintas yg padat, Nata, sopir Revel, memerhatikan
kejadian yg sedang berlangsung dari kaca tengah mobil. Nata adalah salah satu pegawai lama
mama Revel yg sudah mengenal Revel semenjak dia masih SD. Nata sebetulnya adalah sopir
pribadi ibu Davina, tetapi karena malam ini Revel memerlukan sopir, maka dia menawarkan diri
untuk membantu. Nata bersyukur bahwa Revel akhirnya menemukan seorang wanita muda dari
kalangan nonselebriti yg kelihatan baik dan tahu sopan santun untuk dipacarinya. Mbak Ina sama
sekali tdk menyadari dampak yg dimilikinya terhadap Revel yg pada dasarnya sudah bersusah
payah untuk tdk melongo ketika melihatnya malam ini. Nata tdk pernah melihat Revel tdk bisa
berkata2 dihadapan wanita sebelumnya, sehingga reaksi Revel membuatnya terkekeh dan harus
terdiam ketika menerima pelototan dari Revel.
Di dalam pelukan Revel, Ina merasa terlindungi, dan dgn itu akhirnya dia bisa mengontrol reaksi
tubuhnya. Lambat laun mualnya mulai hilang dan pikirannya tenang kembali. Ina menarik napas
dan bisa mencium aroma cologne Revel yg sangat maskulin. Percampuran aroma itu dan usapan
tangan Revel yg naik turun pada punggungnya, menenangkan. Dan tanpa dia sadari, kelopak
matanya sudah tertutup dgn sendirinya. Ina merasakan kehangatan sekilas pada keningnya, sperti
kecupan yg biasa diberikan mama padanya sewaktu dia masih kecil klo dia sedang sakit. Merasa
nyaman dgn dgn posisinya, Ina mendesah panjang.
"Mas, apa masih mau pergi, apa mau pulang saja?" Tanya Nata.
Tanpa Ina sadari pak Nata sudah berhasil menepikan mobil dan kendaraan itu kini dalam posisi
diam meskipun mesin masih dihidupkan.
"Pulang saja, pak. Antar mbak Ina dulu balik ke apartemennya," jawab Revel tegas.
"No," ucap Ina lemah sambil menggeleng.
"In, wajah kmu pucat dan kmu bilang kmu sakit, kita lebih baik pulang saja."
"Nggak, saya sudah baikan," kali ini suara Ina terdengar lebih jelas. Dia berusaha turun dari
pangkuan Revel. "Saya sudah janji untuk menemani kmu ke acara ini, saya harus menepati janji
saya," bantahnya. "Kmu nggak usah..."
"Kmu sudah menepati janji kmu. Sekarang giliran saya," potong Ina.
Revel mengerutkan keningnya ragu. Ina yakin bahwa dia sedang memperhitungkan konsekuensi
yg mereka akan hadapi klo misalnya dia memutuskan untuk menunda perkenalan Ina kepada
publik, dan Ina mencoba membantunya membuat keputusan.
"Just give me a minute untuk menenangkan diri," pinta Ina dan mulai mengambil napas dalam2
dan mengeluarkannya perlahan2. Keheningan menyelimuti interior mobil selama beberapa
menit. Revel dan pak Nata dgn sabar menunggu hingga Ina bisa lebih tenang. Revel
menyodorkan saputangannya dan menunjuk kening Ina, tp Ina menggeleng dan mengambil
selembar tisu dari dalam clutch-nya.
"Saya nggak mau ngotorin saputangan kmu dgn make-up saya, but thank you," jelas Ina ketika
melihat kebingungan pada wajah Revel. Perlahan2 dia menyentuhkan tisu itu ke keningnya,
berhati2 agar tdk merusak make-up-nya.
Revel memerhatikan bahasa tubuh Ina yg lambat laun mulai lebih rileks. Kerutan pada
keningnya sudah hilang dan dia tahu detik dimana Ina siap sbelum dia berkata, "Kmu mau
kalung kmu?" Ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya.
Ina menyentuh dadanya, seakan2 baru sadar bahwa dia tdk lagi mengenakan kalungnya. Dia baru
akan meraih kalung itu ketika Revel sudah memegang dua ujung kalunh itu dan tanpa berkata2
menyuruh Ina menunduk agar dia bisa mengalungkannya pada lehernya.
Revel menahan napas selama melakukan ini, karena dia tahu bahwa klo dia menghirup udara, dia
akan mencium aroma stroberi, dan itulah hal terakhir yg dia perlukan malam ini. Sebelumnya,
ketika Ina sedang duduk diatas pangkuannya, dia berusaha sebisa mungkin mengontrol reaksi
tubuhnya. Dia berharap bahwa Ina tdk merasakan detak jantungnya yg smakin cepat stiap
detiknya, terutama ketika Ina menoleh dan menguburkan wajah pada lehernya. Dia hampir saja
berkelakuan sperti pasukan Troya ketika menyerang Sparta, yaitu mengambil apa saja yg dia
mau dgn paksa, tanpa memedulikan perasaan orang2 g diserang. Untunf saja Revel mengangkat
kepalanya dan tatapannya bertemu dgn tatapan pak Nata di kaca tengah. Tatapan pak Nata
mengingatkannya untuk menjaga sopan santunnya sebagai laki2. Akhirnya dia harus puas dgn
hanya mencium kening Ina.
Setelah berhasil memesang kait kalung itu Revel buru2 menjauhkan kepalanya dari Ina dan
membiarkan Ina melakukan beberapa perubahan pada letak kalung itu.
Dengan satu embusan napas, Ina berkata, "Oke, saya siap."
Dan mobil itu pun bergerak lagi menuju destinasinya.
Revel meminta pak Nata untuk ngedrop mereka di lobi, bukannya di pintu belakang, hari ini dia
memerlukan sorotan media untuk menyukseskan rencananya. Dengan anggukan dari Ina, Revel
membuka pintu mobil dan turun. Kerlipan blitz kamera dan teriakan wartawan yg menanyakan
berbagai macam pertanyaan langsung menyerangnya, tp Revel tdk menyadari ini semua karena
ketika dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ina turun dari mobil, dia tdk melihat Ina. Yg
dia lihat adalah orang lain yg mengenakan gaun potongan tube panjang berwarna ungu, gaun yg
dikenakan Ina. Dia kini mengerti knapa ungu sperti ini sering disebut sebagai royal purple,
karena Ina kelihatan sperti seorang ratu, yg menjadikan Revel sebagai rajanya dan dia merasa
bangga bisa memegang posisi itu.
Ketika Ina turun dari mobil, dia mengulurkan tangan kirinya dan secara otomatis memamerkan
cincin berlian yg melingkari jari manisnya. Sesuatu yg Revel yakin dilakukan oleh Ina dgn
sengaja agar orang bisa melihat betapa besarnya berlian itu. Dengan begitu perhatian wartawan
terpaku sekejab kepada tangan Ina. Stelah wartawan puas memotret cincin itu, perhatian mereka
beralih kepada Ina yg kini sudah berdiri tegak di samping Revel. Tangan kanannya di dalam
genggaman tangan Revel. Kalung emas yg panjangnya mencapai belahan dada mengundang
perhatian orang kepada kulit bahu dan dadanya g putih bersih dan halus. Senyum yg terukir pada
wajah Ina kelihatan ramah, tetapi tdk mengundang pikiran yg tdk2. Senyuman seorang
profesional. Dia bahkan tdk kelihatan terkejut dgn semua perhatian g sekarang tertuju padanya,
seakan2 dia sudah sering menghadiri acara sperti ini.
Revel dan Ina saling tatap selama beberapa detik, kemudian Ina tersenyum dan Revel bisa
mendengar apa yg ada di pikiran Ina, "Here we go". Revel membalas senyum itu dan
mengangguk. Kemudian dgn sangat berat hati dia mengalihkan perhatiannya dari wajah Ina
kepada para wartawan yg sedang mencoba menarik perhatiannya.
"Apa kabar, mas Revel" Sudah lama nggak kelihatan," ucap salah satu wartawan tabloid
membuka arus pertanyaan. "Memang lagi lebih sering di studio untuk rekaman. Klo nggak penting sekali saya nggak akan
keluar," jawab Revel ramah.
"Tapi malam ini sempat keluar, ya?" ledek wartawan lain.
"Iya dong, kan untuk amal," balas Revel serius, membuat wartawan yg tadinya meledeknya
kelihatan malu. "Kita dikenalin dong sama temannya mas Revel," sambung seorang wartawan perempuan yg
Revel tahu bekerja pada sebuah acara gosip.
"Ini Inara," jawab Revel tenang.
Beberapa wartawan masih melemparkan beberapa pertanyaan lagi, yg dijawab oleh Revel dgn
sabar dan penuh humor. Ina mendapati bahwa semakin lama Revel berdiri dan menjawab
pertanyaan mereka, semakin terkesima wajah para wartawan. Spertinya kejadian ini adalah
sesuatu yg langka bagi mereka. Mereka bahkan tdk menghiraukan tamu2 penting lainnya, sperti
walikota DKI Jakarta, seorang jutawan yg baru saja meninggalkan istrinya dan mengawini
seorang penyanyi, seorang bintang sinetron yg menjadi istri kedua seorang politikus dan kini
sedang hamil, beberapa artis yg mengenali Revel karena Ina melihat mereka melambaikan
tangan padanya dan menatap Ina dgn tatapan ingin tahu, dan banyak orang penting lainnya, yg
datang stelah mereka. Akhirnya para wartawan sudah bosan berbasa-basi dan mengajukan pertanyaan yg sudah ada di
pikiran semua orang. "Mas Revel, mbak Inara pacar barunya mas, ya?"
Tubuh Ina menegang, menunggu jawaban Revel. Dia harus siap dgn apapun yg dilakukan atau
dikatakan oleh wartawan stelah pengumuman ini.
"Bukan, Inara bukan pacar saya," jawab Revel.
Sperti paduan suara, Ina mendengar kata, " Ooohhh..." dan dia harus menahan diri agar tdk
cekikikan. Revel memang suka ngisengin wartawan.
"Inara adalah tunangan saya," sambung Revel dgn suara datar yg disambut dgn kesunyian dan
tatapan tdk percaya dari para wartawan.
Kemudian ketika semua orang menyadari apa yg baru dikatakan Revel, mereka melemparkan
pertanyaan bertubi2. "Sudah brapa lama pacaran?"
"Knapa Inara nggak pernah kelihatan sebelumnya?"
"Kapan tunangannya?"
"Siapakah Inara?"
"Ketemu dimana?"
"Apakah Inara wanita yg sering digosipkan sebagai 'pacar' Revel akhir2 ini?"
Setelah beberapa menit, Ina mulai merasa perti sedang melalui sesi tanya jawab yg dia lalui
sebulan yg lalu dgn keluarganya. Dia sedang memerhatikan wajah para wartawan yg kini


Celebrity Wedding Karya Alia Zalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelihatan dapat dipertukarkan satu sama lain, ketika dia mendengar seseorang bertanya, " Apa
sudah ada rencana menikah?"
Ina agak terkejut ketika menyadari bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, bukan kepada
Revel. Para wartawan yg melihat interaksi ini langsung terdiam dan menunggu jawaban Ina. Dia
ragu sesaat, tp ketika Revel mengeratkan genggemannya, dia berkata, " Klo tdk ada halangan,
kami berencana menikah bulan Juni tahun ini."
Begitu Ina menyelesaikan kalimatnya Revel langsung menggeretnya masuk ke dalam gedung,
meninggalkan ledakan pertanyaan lain dari kumpulan wartawan. Banyak dari mereka yg tahu
bahwa adalah percuma meneriakkan pertanyaan mereka lagi, karenanya mereka langsung sibuk
dgn HP, menelpon produser mereka atau mengirimkan SMS kepada editor mereka.
*** Ina mendesah panjang ketika dia duduk kembali di dalam mobil Revel 3jam kemudian. Stelah
apa yg dia baru lalui, interior mobil yg terbuat dari kulit berwarna abu2 itu memberikan
ketenangan yg dia butuhkan. Dia slalu tahu bahwa Revel banyak fansnya, tapi dia tdk
menyangka bahwa fans Revel termasuk istri walikota Jakarta dan stengah dari tamu yg datang ke
acara amal malam ini. Entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa dia adalah tunangan Revel
secepat itu, karena mereka baru saja meninggalkan para wartawan dan memasuki ballroom
ketika orang mulai menyalami mereka dan mengatakan, "Congratulation". Mereka semua mau
mengenal wanita g berhasil menggeret Revel ke pelaminan. Ina kewalahan mencoba menjawab
pertanyaan mereka yg datang bertubi2.
"You okay?" Ina mendengar suara Revel.
"Yeah, cuma sedikit capek," balas Ina sambil menolehkan kepalanya, menatap wajah Revel. Dia
sudah melepaskan dasi kupu2nya. "Kmu gimana bisa melakukan ini stiap hari sih?" tanyanya.
Ina betul2 tdk tahu bagaimana Revel bisa melakukannya. Semua kamera yg slalu tertuju
padanya, memerhatikan semua gerak geriknya" Ina tdk akan pernah merasa comfortable dgn
kehidupan sperti itu, salah2 dia bisa jadi paranoid untuk keluar rumah. Takut bahwa orang akan
mengambil fotonya ketika dia sedang membuang sampah sembarangan atau lebih parah lagi,
mencium ketiaknya untuk memastikan bahwa deodorannya masih wangi.
"Well, saya nggak harus melakukan ini stiap hari untungnya," balas Revel sambil tersenyum.
Melihat wajah Ina yg jelas2 tdk yakin dgn omongannya, Revel menambahkan, "Saya sudah
bekerja di dunia entertainment selama lebih dari 10tahun, jd saya sudah terbiasa. Kmu nanti juga
terbiasa." Ina yakin bahwa dia tdk akan mengatakan apa2 kepada Revel. Dia kini betul2 menghormati para
artis yg slalu bisa keliatan bersahabat dan penuh senyum klo ditemui oleh media, karena ternyata
pekerjaan itu tdk mudah. Wajahnya sekarang sudah kram karena harus memasang senyuman yg
terasa sangat tdk natural sepanjang malam.
"You were great tonight," puji Revel.
Ina melirik kepada Revel dan berkata ragu, "You think so?"
Revel mengangguk pasti. "Makasih ya sudah nemenin saya malam ini."
"Oh, no problem. Sori ya klo saya freak-out sbelumnya. Won't happen again. I'm promise."
Revel mengangguk. "What was that all about anyway?" tanyanya.
"Awalnya cuma khawatir tentang acara ini, tp kemudian saya mikirin hal2 lain juga dan akhirnya
jd panik." "Hal-hal lain sperti apa yg bikin kmu panik?" Revel memundurkan letak kursinya dan menarik
sebuah lever untuk menaikkan foot rest. Dia meletakkan kedua tangannya pada arm rest sbelum
kemudian memutar bagian atas tubuhnya dan menatap Ina.
Ina terkejut oleh perubahab bentuk kursi berkata, "Wow," dgn kagum.
Revel menatap Ina dgn bingung, dan semakin bingung ketika dia melihat Ina sedang meraba2
seluruh bagian kursi yg di dudukinya. "Kmu ngapain?" tanyanya.
"Saya mau buat kursi saya jadi kayak kmu. Gimana caranya ya?"
"Ada semacam lever di sbelah kanan kmu yg bisa kmu tarik. Ketemu?"
Revel melihat wajah Ina yg sedang berkonsentrasi mencari lever itu. "Ah, ketemu."
Dab satu detik kemudian di depan matanya, Revel melihat Ina melakukan hal yg sama yg baru
saja dia lakukan pada kursinya sambil memapakan wajah penuh ketakjuban. "This is like the
most comfortable car seat I have ever say on," ucapnya stelah beberapa menit menaikkan dan
menurunkan foot rest. Mendengar komentar ini Revel tertawa. Ina keliatan sperti anak kecil yg baru saja diberikan
mainan baru. Wajahnya yg biasanya serius kini penuh senyum takjub, dan meskipun dia tdk bisa
melihatnya, tp dia tahu bahwa mata Ina pasti sedang berbinar2. Kebanyakan wanita slalu
mencoba agar keliatan sophisticated sehingga mereka jarang mau menunjukkan kekaguman
mereka akan sesuatu, tp Ina, dia tdk malu memperlihatkan ketidaktahuannya. Tidak ada
kepura2an dalam proses membuat laki2 sperti Revel kagum padanya.
"Siapapun yg menciptakan mobil ini adalah seorang jenius," kata Ina sambil nyengir.
Revel mendengus ketika mendengar komentar ini, mencoba menahan tawa. Tak lama kemudian
mereka sudah sampai di lobi gedung apartemen Ina. Merelakan Ina keluar dari mobilnya adalah
Pendekar Naga Mas 1 Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang Bocah Tanpa Pusar 3
^