Pencarian

Lolipop Love Lies Promise 2

Lolipop Love Lies Promise Past Karya Titi Setiyoningsih Bagian 2


Orangtuanya pasti kecewa, sedih, marah, dan entahlah. Ia juga tahu sekolah akan
mengeluarkannya. Mengapa dulu ia tak berpikir sejauh itu" Oh!
*** Satriyo dan vigo tiba dirumah sakit. Dengan panik dan tergopoh-gopoh satriya menerobos masuk
kekamar yasmin untuk menemui kekasihnya.
Mendengar pintu kamar terbuka dan melihat satriya bergegas mendekati ranjang. Aninda
langsung berbalik dan menampar satriya, meluapkan segala sakit hatinya.
"kenapa satriya?" teriak aninda histeris pada satriya sambil menarik kerah baju cowok itu.
"aku, aku?" satriya tak kuasa menjawabnya.
"udahlah nin. Aku juga ikut bersalah." Ujar yasmin lirih masih terisak.
"kamu mesti tanggung jawab sat! kalian kan baru jadian kemarin!" aninda masih histeris.
"ceritanya nanti saja nin" jawab satriya gemetar.
Dengan langkah besar aninda meninggalkan kamar. Perasaan terluka benar-benar membuatnya
kacau. Melihat aninda keluar, yovi yang menunggu di depan kamar langsung memeluknya erat. Spontan
aninda menangis dipelukan yovi, mengisi kesalahannya karena merasa tak bisa menjaga
sahabatnya. Menangisi kebenciannya pada satriya, dan menangisi kekecewaannya pada yasmin.
Ia menangis sejadinya, meluapkan emosi yang tak terbendung lagi.
Di kursi koridor tak jauh dari kamar yasmin, seorang cowok bangkit berdiri. Diam-diam vigo
meninggalkan rumah sakit.
*** "kami sudah saling mengenal sejak liburan kelulusan yasmin nin. Kami jadian udah lama tanpa
sepengetahuan kamu" jelas satriya.
Aninda mendelik. "maafin atas semua kesalahanku nin" satriya mengucapkannya dengan tulus.
Kini koridor sepi karena ricko, yovi, dan restiana sedang menemani yasmin dikamar.
Aninda mendengus kesal. "penyesalan mu telat sat!"
"aku ngelakuin ini sama yasmin karena aku cinta dia nin"
Aninda tertawa getir. "cinta" Kamu bilang ini cinta sat?"
Satriya tak menjawab. Aninda menatap tajam ke arah satriya. "ini yang namanya cintamu, sat"! dengan ngancurin masa
depan yasmin dan masa depanmu sendiri" Iya sat" nggak sat. asal kamu tahu ya, ini bukan cinta.
Itu cuma nafsu sesatmu. Pinter banget kamu manfaatin kepolosan yasmin."
Satriya tertunduk lesu. Rasa sesal di hatinya tak terhitung lagi.
"aku bener-bener nggak nyangka sat. jujur aku kecewa. Banget! Aku nggak tahu mesti gimana
sekarang. Masa depan yasmin ancur. Kamu bisa ngembaliin itu semua" Nggak kan" Kamu juga
pasti nyesel kan?" aninda benar-benar kacau-balau.
Satriya menatap aninda tajam. "aku bakal tanggung jawab nin. Aku bakal nikahin dia. Aku
nyesel nin, aku nyesel. Tapi aku janji bakal ngebahagiain yasmin."
"kupegang kata-katamu!" ancam aninda keras.
Pembicaraan panas mereka berakhir saat kedua orangtua yasmin datang dengan wajah cemas.
Aninda dengan segera mengajak teman-temannya pulang. "pulang dulu ya yas. Cepat pulih"
pamit aninda lembut. Tak ada obrolan yang mengiringi langkah mereka sewaktu meninggalkan rumah sakit.
Kemana vigo" Tanya aninda dalam hati.
Bab 5 Love is the flower you"ve got to let grow.
(John Lenmon) *** Aninda benar-benar tak bisa terlelap malam itu, hatinya masih gelisah. Rasa kecewa terus
menyelimutinya, tak mau pergi barang sekejap. Apalagi ia juga terus bertanya-tanya, kemana
vigo tadi.kenapa perasaan gelisah karena merasa ditinggal vigo datang padanya" Bersamaan
perasaan rindunya pada umar tiba-tiba merasuki angannya.
"disana hati-hati ya" kata aninda kecil, itu hari terakhir umar masuk sekolah.
"pasti anindaku sayang. Jagain rasa saying aku ya" Kamu nggak boleh macem-macem sama
cowok lain. Aku cuma pergi sebentar. Pokoknya kamu tungguin aku dibawah pohon itu" umar
menunjuk pohon yang berada disamping lapangan kecil.
Aninda mengangguk pelan. "aku nggak mau sama cowok lain selain kamu. Janji!"
Mereka mengaitkan jari kelingking mungil mereka. Setelahnya umar pergi tanpa jejak.
*** Satu minggu kemudian"
Yasmin dan satriya melangsungkan ijab Kabul segera setelah yasmin keluar dari rumah sakit.
Aninda dan restiana diundang menghadiri acaranya.
Seperti sudah diduga, pasangan pengantin dadakan itu memang di dropout dari sekolah.
Sekarang aninda duduk dibangku kelasnya seorang diri. Tak ada lagi yasmin yang selalu
menemaninya, tak ada lagi teman yang bersedia membantunya menerjemahkan kata-kata bu
purwanti. Ada rasa berbeda.
Bahkan kini vigo perlahan menjauhinya, bikin aninda gelisah karena merindukan perdebatan
mereka, yang kalau diingat-ingat bisa membuatnya tertawa.
Hati itu yovi dan vigo mengikuti lomba cerdas cermat di luar kota. Kepergian mereka membuat
aninda jenuh berada disekolah. Bingung mau ngapain, ia memutuskan mengisi waktu
istirahatnya dengan keperpustakaan untuk baca breaking dawn yang sudah hampir selesai. Hari
itu restiana menemani ricko latihan karate. Keduanya mulai terlihat akrab.
Aninda menganggap ricko sebagai adiknya sendiri sejak SD. Mulanya ia hanya merasa iba pada
ricko yang setiap hari ditindas umar cs. Lama-kelamaan aninda merasa wajib melindunginya
karena umar cs semakin semena-mena. Dan sejak itu lah mereka seperti kakak-adik yang tak
terpisahkan. *** Benarkah perasaan ricko pada aninda seperti kakak-adik" Ricko memaknai perlindungan yang
diberikan aninda selayaknya cewek menyukai cowok. Rasa itu tumbuh dan terpupuk subur
dalam hati ricko, hingga saat ini. Sayangnya aninda tak tahu hal itu, ia malah mengira ricko
menyukai restiana. *** Aninda menyusuri koridor meninggalkan perpustakaan. Kebanyakkan siswa di SMA-nya bukan
jenis makhluk yang gemar baca. Jadi bisa dipastikan koridor tersebut benar-benar sepi.
Aninda menengok kebelakang, ia merasa diikuti. Bulu kuduknya meremang. Segera saja ia
berlari superkilat, tak mau jadi mangsa hantu disiang bolong.
Dengan napas memburu aninda menuju toilet yang kebetulan terletak disamping aula tempat
ricko berlatih karate. Ketakutan membuat kandung kemihnya ingin mengeluarkan air yang
ditampung. Dengan perasaan lega ia keluar dari toilet. Marsya cs sudah menunggunya diluar
toilet. "hai kak!" sapa aninda polos.
Merli langsung mendorong aninda kuat-kuat. Aninda luar biasa kaget hingga begitu mudah
terjatuh kelantai. Jantungnya berdegup kencang, rasa takut menjalari aninda.
"hei cewek kampung! Nggak usah caper sama kakak kelas deh!"
Aninda gelagapan, tak mengerti maksud mereka.
"jangan terlalu kasar mer" bisik marsya waswas.
"marsya! Kamu harus inget sya. Dia ngerebut yovi dari kamu!" syifa berseru dalam emosi tinggi.
Merli mendengus kesal. "cewek kecentilan!"
Pikiran aninda langsung melompong. Ia sungguh tak paham situasi yang sedang dihadapinya.
Keringat dingin meleleh dari dahinya. Itu pertama kalinya ia dilabrak kakak kelas. Aninda
ketakutan. Ia tak seperti biasanya yang berani melawan. Nasib malang yasmin masih membuat
aninda down. "nin, aku cuman minta kamu jauhin yovi" kata marsya lalu mengajak kedua temannya
meninggalkan aninda yang masih tersungkur dilantai.
Aninda masih belum bergerak. Kaget. Akhirnya ia tahu makna tatapan dingin marsya selama ini
bisa berpapasan dengannya. Ia paham kenapa marsya selalu buang muka bila tak sengaja melihat
ia bersama yovi. Apakah marsya sudah menghubungi yovi hingga cowok itu sekarang menjauhi
aninda" *** Ricko yang sedang berlatih karate sempat kaget mendengar suara "gedebum" dari toilet. Ia
terdiam sesaat, kemudian memutuskan untuk mengeceknya. Restiana membuntutinya.
Butuh sekian menit untuk melintasi ruang latihan karate yang luas. Ricko berkerenyit saat dari
kejauhan terlihat kakaknya berjalan bersama kedua temannya. Pasti mereka dari toilet karena tak
ada ruang lain di dekat situ. Apa barusan mereka tidak mendengar suara keras" pikir cowok itu
bingung. Terdorong rasa ingin tahu, ia melanjutkan langkahnya memasuki toilet cewek.
"anin!" teriak ricko kaget begitu mendapati aninda tersungkur dilantai. Ia segera membantu
aninda berdiri. Restiana juga terkejut. "ya ampun! Nin kamu kenapa?"
Aninda menggeleng pucat, tatapan matanya kosong.
Ricko dan restiana memapah aninda ke UKS. Disana ada petugas yang selalu siap mengurus
murid-murid yang tiba-tiba sakit atau butuh bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
"kamu istirahat disini dulu ya nin. Kami harus kembali ke kelas." Ricko menyentuh lembut
tangan aninda yang kini terbaring diranjang UKS. Ia memandangi cewek itu dengan perasaan
iba. Lalu ia mengajak restiana kembali ke kelas.
"res, jangan lupa memberitahukan guru soal aninda yang perlu berisitirahat sebentar" ricko
mengingatkan restiana saat mereka harus berpisah menuju kelas masing-masing.
Restiana mengangguk. *** Dikelas ricko sulit berkonsentrasi. Rasa gusarnya pada marsya timbul lagi. Dia berencana
menegur dan mengingatkan marsya soal kelakuannya yang sudah kelewat batas. Tak seorang
pun boleh menyakiti orang yang dicintainya. Dulu aninda yang selalu melindunginya, sekarang
gilirannya. *** "apa" Si nenek sihir habis ngelabrak kamu?" yasmin berteriak dikamarnya, matanya berkilat
menatap aninda. "ya dan aku baru tahu ternyata ricko adik marsya" jawab aninda lemas.
"astaga anin! Kemana aja kamu" Ya Tuhan, kuper banget sih kamu. Amit-amit jabang bayi"
yasmin mengelus perutnya pelan.
Aninda tertawa terpingkal-pingkal.
"aku juga baru tahu suamiku ternyata teman curhat vigo"
Aninda melongo. "tahu dari mana?"
"kemarin waktu vigo kesini nin. Mukanya frustasi banget."
"kenapa dia yas?" aninda berubah gelisah.
"ceile" mulai perhatian nih" ledek yasmin.
"iiiih" apaan! Maksudku kan kalau dia susah aku senang yas"
"cie cie" muka kamu merah tuh nin"
Aninda tersenyum kecut pada yasmin.
Yasmin menjawil pipi aninda." aku belum sempet tanya sama satriya, coba ntar malem ya"
"nggak penting kok yas. Lagian buat apa. Cowok sengak kayak dia kok digubris" aninda
memasang wajah cemberut. *** Pada saat yang sama, di tempat berbeda"
Ricko menghampiri marsya dikamar dengan amarah meluap-luap. "aku nggak mau kakak
nyakitin dia!" "aku nggak nyakitin dia rick. Aku ngingetin aja"
"nggak boleh ada yang nyakitin dia. Inget itu kak!" seru ricko sambil berbalik kearah pintu.
"buat apasih rick, ngarepin cewek yang bahkan nggak bersimpati padamu?" marsya berteriak
keras ketika ricko berada diambang pintu.
Ricko berhenti sejenak tanpa menoleh. "harusnya pertanyaan itu juga buat kakak"
*** Restiana memandang langit-langit kamar. Masih terekam jelas pembicaraan antara dirinya dan
ricko duluar UKS. Aninda masih terbaring diranjang UKS. Memang sebaiknya dia istirahat dulu untuk
menghilangkan rasa kagetnya.
"res, aku mau ngomong sebentar sama kamu" kata ricko lirih.
Restiana langsung berdebar, hatinya berharap ricko akan mengatakan cinta padanya.
Ricko menarik napas perlahan. "res, aku pengen kamu tahu sesuatu. Aku.. kuharap" kamu bisa
mengerti dan tidak marah padaku"
Restiana terdiam. Kini ia tahu ricko ingin mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan harapan
terbesarnya. "sebenarnya, aku" aku suka aninda res" kata ricko terbata-bata.
Mata restiana berkaca-kaca. Ia berusaha keras membendung air matanya.
"maaf res, aku nggak bermaksud menyakitimu"
Restiana mencoba mengeluarkan suaranya yang bergetar.
"nggak papa kok rick. Aku malah nggak enak, berarti selama ini aku ganggu kamu"
"nggak res, bukan gitu maksudku. Aku hanya" nggak mau ngasih harapan kosong ke kamu"
"iya rick, aku tahu" restiana masih bisa menahan luapan air matanya.
"makasih ya res" ricko memeluknya ringan. Lega.
Pelukan yang justru menambah beban dihati restiana.
Bantal restiana kini basah karena air mata. Ia bingung harus mengambil langkah apa. Penjelasan
ricko tadi membuat dia tak mungkin lagi memaksa cowok itu untuk mencintainya. Ia berharap
bisa membuat ricko semakin terbuka padanya. Ya, restiana baru saja memutuskan dirinya akan
menjadi tempat curahan hati ricko tentang cinta murninya pada aninda. restiana tahu itu akan
membuatnya semakin sakit, tapi ia tak ingin jauh dari ricko. hatinya memang perih, tapi cintanya
pada ricko membuat dia tak sanggup tersisih dari kehidupan cowok itu.
"aku bisa karena aku sanggup" gumam restiana lirih.
*** Akhirnya masa satu bulan terlewati.
Aninda duduk dibawah pohon dekat lapangan SD-nya. Itu tanggal perpisahannya dengan umar.
Sudah lima tahun ia melakukan hal serupa menunggu dalam harap. Harapan yang hanya
membuahkan kehampaan.air matanya bergulir pelan. Ia takut umar telah melupakannya. Tapi
ketakutan terbesarnya adalah kalau umar telah meninggalkan raganya tanpa sepengetahuan
aninda. hingga kini penantiannya belum juga sirna. Dilubuk hati aninda yang paling dalam masih
ada setitik kekuatan dan keyakinan bahwa umar memang merindukannya. Sama seperti dirinya
yang selalu merindukan umar, terlebih pada malam-malam yang sunyi.
Rintik-rintik hujan mulai turun. Ah, musim hujan memang telah tiba. Untunglah kerindangan
pohon yang menaungi aninda masih mampu menahan titik-titik air itu membuatnya tetap kering.
Ia menatap langit dengan pasrah. Sebentar lagi sore semakin pekat. Kenapa tadi nggak keingetan
bawa payung" Payah banget sih, pikirnya kesal.
Suara dentingan sendok dan piring mendekati aninda. penjual bakso keliling. Aninda tersenyum
sopan pada si penjual bakso yang memang tetangganya.
"dik anin dari mana?" Tanya penjual bakso itu heran melihat tetangganya ada ditaman hujanhujan.
"habis main pak, nggak bawa payung. Jadi berteduh dulu" jawab aninda berbohong.
"oh, kalau begitu temenin bapak mangkal aja" canda penjual bakso itu.
Aninda hanya meringis malu. Tetangganya itu memang selalu mangkal dibawah pohon itu. Duh,
mencium aroma kuah bakso yang mengepul harum membuat perut aninda merintih minta asupan
gizi. Padahal uang serupiah pun ia tak membawa.
Ada motor berhenti didepan penjual bakso. Aninda mengernyit melihat motor vigo.
Pengendaranya memang vigo. Cowok itu berjalan mendekati aninda sambil melepas helm.
"pak, bakso satu ya. Biasa, nggak pake sambel" kata vigo tanpa menegur aninda.
"ngapain kamu kesini?" Tanya aninda ketus.
"dia memang langganan saya dik" ujar si tukang bakso.
Vigo menatap aninda dengan penuh kemenangan. "jelas"!"
Aninda memutarkan bola matanya, males berdebat dengan cowok macam vigo.
"kamu udah makan belum?" Tanya vigo tiba-tiba.
Belum sempat aninda menjawab, perutnya sudah duluan mengeluarkan suara.
Vigo tersenyum puas. "pantes aja nggak bisa gede. Baksonya satu lagi, pak"
Aninda mengeluarkan senyum konyolnya.
"makan yang teratur. Kalau sakit kamu juga yang repot. Sekolah jadi terganggu" vigo mulai
menceramahi aninda. "iya! Tahu kok" ujar aninda ketus. Batinnya jengkel karena vigo selalu mengomentari segala hal
yang ia lakukan. "lagi ngapain kamu disini?" Tanya vigo setengah heran. Mereka mulai menyantap bakso.
Aninda bersendawa kecil, merasakan kepuasan dengan rezeki yang tiba-tiba mendatanginya.
"lagi pengen kesini aja. Main."
"apa habis naruh sesajen dibawah pohon?" sindir vigo.
Alis aninda terangkat. "ih" nggak banget deh. Omong-omong, makasih buat baksonya ya"
"anggap aja itu sedekah"
Tukang bakso tertawa kecil mendengar perkataan vigo. Aninda jadi sebal. "terserah kamulah"
"cewek payah! Buruan habisin"
Aninda menggerutu dalam hati, kapan vigo bisa bersikap sedikit halus padanya" Seperti yovi"
halus. "udah sore banget nih. Kalau udah, pulang yuk" ajak vigo.
Aninda mengangguk sambil berdiri. Keduanya berjalan menuju motor vigo.
Aninda terpeleset ketika menaiki motor vigo. Untung vigo sigap memegangi tangan aninda.
"bego banget sih. Nggak pernah bisa ati-ati!"
Tuh" vigo kasar kan"
*** Aninda berkunjung kerumah yasmin pada hari minggu, sekadar ingin tahu keadaan yasmin dan
bakal juniornya. "nah, gitu dong. Sering main kesini." Sambut yasmin senang.
"yah, mumpung lagi ada waktu nih" jawab aninda sambil nyengir.
"gimana di sekolah nin" Kangen nih, pengen sekolah lagi"
"nggak asyik nggak ada kamu"
"hmm" aku nyesel nin, kalau tahu gini jadinya. Nggak bisa sekolah lagi, nggak bisa main
kesana kemari. Huff?"
Aninda bingung mau menjawab apa. "udahlah yas, nggak usah kayak gitu. Ambil hikmahnya


Lolipop Love Lies Promise Past Karya Titi Setiyoningsih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aja. Oke?" Yasmin menarik sudut bibirnya. "nggak nyangka kamu bisa ngomong gitu"
"dasar! Eh, satriya mana yas?"
"tadi keluar sama vigo, paling juga main basket" yasmin tampak kesal.
Aninda berdecak pelan. "wah wah, vigo memang pembawa dampak buruk."
"nggak juga kok nin, justru dia yang bikin satriya jadi lebih sabar sekarang" bela yasmin.
Aninda melempar bantal kearah yasmin. "ih! Kok kamu jadi ngebelain vigo gitu sih?"
"emang gitu, anin. Vigo nggak sejahat yang kamu kira lho!" lagi-lagi yasmin membela vigo.
"tapi dia selalu kasar padaku yas"
Yasmin tak berkomentar melihat kejengkelan aninda. temannya yang satu ini selalu bisa
menghiburnya. Bila anaknya cewek, ia sudah berniat menamainya aninda. baginya, aninda
sahabat sejati yang sudah seperti saudara kandung. Dia mau menerimanya dalam keadaan suka
maupun duka, bahkan saat kondisinya seperti ini. Penyesalan memang selalu membayanginya
karena telah melakukan sesuatu yang belum pada waktunya.
"udah terasa bergerak-gerak belum yas?" aninda mengelus perut yasmin pelan-pelan.
Yasmin tertawa. "belumlah nin, baru juga empat bulan. Itu akibatnya kalau pelajaran biologi
tidur terus" Aninda mengerucutkan bibirnya, tangannya masih mengelus perut yasmin yang mulai
membuncit. "nin, rencananya kalau junior udah lahir, mau ada resepsi buat pernikahanku sama satriya"
"oh ya" Udah mulai direncanain?"
"udah dari kedua pihak keluarga. Biar semua nggak penasaran lagi, jadi pada tahu aku dan
satriya udah nikah. Lagian ada cewek kegatelan yang ngejar-ngejar satriya terus.
Bab 6 This is the problem with getting attached to someone, when they leave you, you just feel lost.
(The Social Network) *** Bulan September tiba. Itu tandanya satu minggu lagi akan diadakan pensi yang menjadi puncak
peringatan ulang tahun ke 40 SMA Harapan Jaya. Mengingat sedang musin hujan, acara kali itu
diadakan di aula SMA yang telah dipermak sedemikian rupa sehingga mirip hall istana.
Persiapannya memang dicicil sedikit demi sedikit, meskipun acaranya masih seminggu lagi.
Maklumlah, anak-anak dekor kan harus sekolah juga.
Apa lagi sekarang ada bazar. Biarpun pengisi stan kebanyakkan dari luar sekolah"stan penerbit
ternama, toko buku, sepeda santai, sepeda motor, perusahaan HP dan jaringan seluler, pemerhati
lingkungan hidup, makanan dan minuman"tetap saja pengurus OSIS dan panitia ulang tahun
kerepotan. Pihak sekolah berharap bazar tersebut mendorong para siswa berpikir lebih kreatif
dalam menyongsong masa depan mereka.
Kebanyakkan para cewek genit menghabiskan waktu di stan kosmetik dan perawatan wajah.
Para cowok berlabel metroseksual juga tak mau kalah dengan para cewek genit itu dengan ikutan
nimbrung disitu. Bagi marsya dan kedua dayang setianya, stan kosmetik dan perawatan wajah
adalah surge. "sya, ini produk terbaru kan?" jerit syifa girang melihat seperangkat alat kosmetik yang sedang
tren di kalangan artis. Mata marsya membulat. "wah, benar syif! Beli yuk! Diskon lima puluh persen lagi!"
"aku juga mau beli!" merli tak mau kalah dengan kedua temannya.
Alhasil mereka bertiga keluar dari stan dengan menenteng tas kertas kecil. Senyum puas mereka
merekah bersamaan. Masing-masing meniatkan diri menjadi yang tercantik diantara yang paling
cantik pada malam pensi nanti.
*** Satu hari sebelum pensi, SMA Harapan Jaya digegerkan dengan wajah trio cheerleader. Semua
syok, termasuk aninda. Saat itu aninda sedang berada di bilik toilet. Ia bermaksud keluar, namun diurungkan niatnya
ketika mendengar marsya cs berada didepan cermin.
"sial, kita ditipu! Wajahku jadi nggak karuan gini!" marsya marah-marah.
"sebenarnya aku udah curiga dari awal. Produk terbaru masa banting harga gitu!" merli tak kalah
berangnya. "kita mesti tuntut perusahaan mereka!" syifa bersuara, terdengar seperti cicitan tikus diloteng
aninda. Mereka bertiga terus menggerutu, memperdebatkan kondisi kulit wajah mereka dan kosmetik
palsu yang mereka beli dibazar. Sudah pasti mereka mengeluh bagaimana mereka bisa tampil
pada acara pensi besok. Toilet disesaki keluhan mereka.
Aninda penasaran dengan masalah yang menimpa seniornya. Ia membuka pintu sedikit,
mengintip diam-diam. Aninda bisa melihat bayangan ketiga cewek itu dicermin.
Ya ampun! Batin aninda berteriak ngeri. Wajar ketiga cheerleader dipenuhi bentol merah mirip
jerawat yang mengerikan. Wajah mereka persis penyihir, pas sekali dengan perangai mereka
yang sebenarnya. Aninda menahan tawa, menunggu sampai marsya cs meninggalkan toilet.
*** "res aku minjem yang ini ya?" aninda menunjuk sebuah novel terbitan terbaru.
"iya ambil aja" kata restiana halus. Kamar restiana tampak seperti perpustakaan saking banyak
buku koleksi. "ini ceritanya bagus nggak sih?" Tanya aninda sambil membalik sekilas novel itu.
"menurutku sih bagus nin. Ceritanya tentang penantian seorang cewek buat cinta pertamanya."
Celoteh restiana lancer. Aninda penasaran karena sipnosisnya tampak seperti kisah cerita cintanya sendiri. Penantian
dirinya pada umar yang masih berlanjut, penantian terlama dalam hidupnya.
*** Malam itu aninda membaca tuntas novel pinjamanrestiana. Air matanya berlinang saat membaca
lembar penutup. Ceritanya berakhir dengan kematian si cowok karena tertabrak mobil saat
berusaha mencari jejak pujaan hatinya. Namun si cewek tak tahu hal itu hingga sepuluh tahun
mendatang. Saat tak sengaja bertemu teman lama mereka, barulah si cewek tahu fakta tersebut.
Penyesalan mendalam membuat si cewek mengakhiri setiap malamnya dengan meratap dan
menangis sedih, hingga akhirnya ia memutuskan tidak menikah sampai ajal menjemputnya.
Aninda merinding saat mendapati jam dinding menunjukkan jam dua malam. Ia melamunkan
kisah dirinya yang mungkin saja setragis cewek dalam novel itu. Bagaimana kalau ternyata umar
sudah tiada" pikirnya kalut. Ia melangkah ke dekat jendela kamar yang masih terbuka lebar,
memandang bulan temaram dengan hati gundah. Memikirkan umar dan umar lagi. Apakah
dirinya memang ditakdirkan untuk menunggu umar" Ia tak tahu. Aninda menghela napas
perlahan. Mengucek matanya yang hampir kehabisan daya pijar.
"bulan, bolehkah aku merindukan seseorang yang mungkin sudah tak mengingatku lagi?"
bisiknya pelan. Bulan diam tak menjawab. Dan tetap berada diatas, memancarkan sinarnya yang temaran.
Aku merindukannya. Tolong pertemukan kami.
*** Saat itu, ditempat berbeda"
Umar berdiri di balkon kamar. Sendirian memandang bulan yang temaram. Wajah pucatnya
menengadah penuh harap. Hanya satu yang ada diotaknya, yang selalu membayangi setiap tidur
malamnya. Seseorang yang telah menerima janjinya, janji yang belum juga ditepatinya.
"bulan, aku merindukannya mala mini" kata umar lirih.
"akhirnya aku berhasil menemukannya."
Bulan diam. Ada banyak orang yang berbicara padanya malam ini.
*** Seperti biasa, saat jam istirahat aninda sudah stand by dikantin ditemani restiana. Kali ini ia
memesan mi ayam untuk mengisi perut.
"ceritanya sedih banget tuh novel res" kata aninda kurang jelas karena ada mi yang sedang
dikunyah dalam mulutnya. "iya, tapi kata-katanya mengena semua kan?" restiana menyedot es kuwut.
Aninda menelan mi terburu-buru. "iya sih, tapi tetep aja bikin sakit hati yang baca"
"nggak lah nin. Tapi ada juga bagian yang bikin bingung. Seperti prinsip si cewek yang tertuang
dalam kalimat "kita boleh menanti, tapi jangan terlalu menanti yang tak pasti?"
"dan tetep aja si cewek menanti" aninda melanjutkan kalimat novel itu.
Restiana tertawa. "nah, itu yang bikin aku bingung nin. Nggak mudeng sama maksud
penulisnya." Pembicaraan mereka berhenti saat vigo datang mendekati aninda.
"ntar malem datang ke pensi bareng aku. Yovi sibuk ngurus acara" kata vigo datar.
"ya udah, aku berangkat sendiri aja kalau gitu." Ujar aninda pelan.
"nggak bisa nin, kamu tetep berangkat bareng aku. Ntar aku jemput jam enam." Vigo langsung
pergi dengan gaya dinginnya.
Aninda merengek pada restiana. "dia mulai lagi res"
"sabar nin, paling itu juga kemauan yovi"
"dasar sengak! Makin benci aku!"
"ssst" nggak boleh gitu nin. Nanti justru kamu jadi suka gimana?"
Aninda menarik salah satu ujung bibirnya. "nggak mungkin!"
*** Benci dan cinta, dua hal yang tampaknya jauh tapi nyatanya dekat. Benci dan cinta, dua hal yang
sepertinya terpisah tapi justru berdampingan. Benci dan cinta hanya terpisah oleh selaput tipis,
setipis serpihan es. Benci dan cinta, dua hal yang kini tak bisa marsya bedakan.
Marsya duduk sendirian di ruang OSIS. Melamunkan sesuatu yang membuatnya gelisah. Rapat
OSIS baru saja berakhir, namun ia memutuskan tetap berada disitu sejenak untuk merenungkan
banyak hal. Terngiang-ngiang di benak marsya percakapan yovi dengan seseorang seusai rapat
tadi. Marsya mendengar jelas yovi memesan seikat bunga mawar untuk malam ini. Seingat
marsya, yovi hanya melakukan itu untuk dirinya. Tapi kini, yovi tak bersamanya lagi, jadi untuk
siapa bunga itu" Itulah yang sejak tadi dipikirkan marsya.
Marsya memang belum sepenuhnya merelakan kepergian yovi. Terlalu sulit melupakan
kenangan indah yang pernah mereka rajut bersama. Semua itu tertanam dihatinya.
Ia sendiri bingung, sebenarnya pada siapa hatinya bermekaran" Yovi atau vigo" Atau duaduanya" Marsya harus lebih banyak belajar memahami kata hatinya. Apalagi hatinya tak seindah
kecantikan wajahnya. *** Malam itu aninda mengenakan kemeja putih dan rok hitam pendek. Ia mengucirkan rambutnya
agak tinggi dan membiarkan poninya jatuh alami di dahinya. Vigo semakin terlihat tampan
dengan kemeja putih yang ia gulung rapi dibagian lengannya. Mereka berjalan berdampingan
bak sepasang kekasih, menuju aula sekolah.
Acara pensi dimulai dengan sambutan bertele-tele dari petinggi sekolah. Yovi juga mengisi
sambutan karena menjabat ketua OSIS sekaligus ketua pensi. Aninda bangga melihat yovi
memberi sambutan dengan penuh wibawa, beda jauh dengan vigo yang selalu bersikap dingin
pada semua orang yang dijumpainya.
"Anin!" restiana datang bersama ricko.
"cantik banget kamu res!" seru aninda takjub.
Ricko melirik kearah vigo dengan ekspresi datar. Begitupun sebaliknya, vigo tak memperdulikan
kehadiran ricko. Semua yang hadir malam itu sangat menikmati acara pensi. Tawa dan kegembiraan memenuhi
udara. Apalagi pembawa acaranya konyol bukan main. Saat band tamu membawakan lagu ceria,
semua berjoget ria. Ini pertama kali aninda menghadiri acara pensi, dan ia begitu takjub dengan
kegilaan murid-murid sekolahnya.
"harap tenang dulu, teman-teman!" seru agus, si pembawa acara. Siswa kelas sebelas itu
memang doyan melawak. "semua diam. Tarik napas kalian kuat-kuat!"
Semua siswa, termasuk guru benar-benar mengikuti perintah agus.
Agus melanjutkan acara. "inilah reality show kita malam ini! Pernyataan cinta dari seseorang
yang sudah sangat kita kenal!"
Semua langsung antusias, penasaran siapa yang akan menyatakan cinta malam ini.
Suara agus membahana lagi. "saat orang ini tampil ke panggung, yang tepuk tangan wajib bayar
sepuluh ribu kesaya!"
Semua tertawa dan semakin penasaran.
"kalau ternyata orangnya cowok, dan nyatain perasaannya ke aku dengan cara kayak gini pasti
langsung ku terima!" canda restiana. "soalnya pasti cowok itu punya keberanian tinggi nin."
Aninda terkikik pelan. "aku juga res. Gila! Didepan orang banyak gini pula!"
"nggak usah ngomong ngawur gitu nin!" kata vigo kasar sambil menjitak kepala aninda.
Aninda mengelus kepalanya yang kesakitan. "sakit tau!"
Aninda kaget saat semua orang bertepuk tangan sambil menatap ke panggung. Aninda kembali
melihat ke arah panggung dan jantungnya berhenti berdetak. Yovi!
Cowok itu mengenakan kemeja putih dibalik jas hitam yang berpotongan bagus. Seikat mawar
merah ada di genggamannya.
Agus kembali berbicara. "yang tadi tepuk tangan jangan lupa bayar loyalitinya ya. Termasuk
Mrs. Purwanti, I can see you, Mam!" agus tersenyum lebar sambil mengedipkan mata pada Bu
Purwanti yang tertawa lebar.
Semua yang tadi tepuk tangan tertawa, menyadari ketololan mereka.
"oke yov! Panggung ini milikmu sekarang!" kata agus sambil bergegas turun dari panggung.
"Good evening everybody!" kata yovi kikuk sambil memegang mikrofon.
"Good evening!!" jawaban serempak datang dari semua yang berada di depan panggung, kecuali
aninda yang masih melongo.
Yovi tersenyum tenang. "oke, malam ini saya memang mau menyatakan perasaan saya pada
seseorang. Tepatnya seseorang yang sudah lama saya suka, tapi baru malam ini saya
mendapatkan keberanian untuk menyatakan perasaan saya padanya. Saya menyukai semua hal
yang ada dalam dirinya, entah kenapa saya sangat dan sangat menyayanginya."
Semua hening, tak sabar menunggu yovi menyebutkan nama ceweknya.
Yovi masih melanjutkan kata-katanya. "saya akan berjalan turun dari panggung. Yang
mendapatkan mawar ini, dialah orangnya"
Yovi mulai menuruni tangga panggung. Semua yang hadir diam, menahan napas karena
penasaran. Kepada siapa bunga itu akan berlabuh.
Yovi berjalan pelan namun mantap, pandangannya lurus kedepan. Setiap orang menepi untuk
memberinya jalan. Yovi berbelok. Ketika mendekati aninda, gadis itu ikutan menepi,
memberinya jalan. Namun yovi tak melewatinya. Ia berhenti tepat didepan aninda. semua orang
terpaku, termasuk aninda.
Napas aninda memberat, kini semua mata memandangnya lekat. Gugup menerjang hingga
tangannya bergetar. *** "Aku"!" kata aninda tak percaya sewaktu yovi terus menatapnya.
Yovi mengangguk mantap, tatapannya tak lepas dari aninda.
Aninda salah tingkah hingga senyum konyolnya keluar begitu saja tanpa mampu dia tahan.
"Aku suka kamu nin, cinta kamu" yovi mengakui tanpa ragu. Matanya memancarkan ketulusan
yang dalam. Aninda gugup bukan kepalang. "Aku" Aku?"
Semua menantikan aninda bicara. Semua ingin tahu jawaban aninda.
Aninda menoleh ke samping kiri. Vigo seharusnya berada di situ, tapi cowok itu sudah tak ada,
entah kemana. Hati aninda gelisah. Ia menoleh ke arah restiana yang tersenyum lebar.
"Kamu mau jadi cewekku kan nin" Jadi pendampingku?"
Pertanyaan yovi membuat aninda semakin gugup, napasnya memburu. Jantung aninda berdetak
begitu kencang, kapan saja siap meledak saking tegangnya.
Keringat dingin aninda meleleh pelan di balik poninya. Ia memberi syarat pada yovi sambil
mengedipkan kedua matanya.
Yovi tersenyum sabar. "Nggak usah jawab sekarang juga nggak papa nin. Aku cuma minta kamu
terima bunga ini" yovi menyodorkan buket mawar.
Semua kecewa dengan akhir adegan itu. Mereka ingin mendengar jawaban pasti dari aninda.
semua bertepuk riuh saat aninda menerima mawar dengan tangannya yang gemetaran.
"Makasih" ujar aninda lirih, masih dengan senyum konyolnya.
"Wuih.. romantis! Kita menunggu kabar selanjutnya ya yov!" suara agus membuyarkan
konsentrasi semua orang. Yovi masih berdiri disamping aninda, merangkul bahu gadis itu dengan penuh sayang. Ia
mengedip pada agus. "Oke! Kita lanjutkan dengan acara lain. Pasang sabuk pengaman kalian karena band pujaan hati
kita akan segera beraksi!"
Agus membuat semua orang yang berada diaula bersorak ria. Perhatian mereka untuk aninda dan
yovi telah teralihkan. Namun ingatan tentang malam ini takkan pernah mereka lupakan.
"Paling si cewek tengil itu nerima" ketus merli sambil memandang aninda iri.
Syifa mengangguk kuat-kuat. "Paling juga gitu mer. Eh, marsya mana mer?"
"Tadi keluar. Lagi nyepi kayak biasa" gumam merli.
*** Di luar aula" Gerimis turun. Awan hitam menutupi kerlap-kerlip bintang. Marsya memandang vigo dengan
pengharapannya. "Maaf sya, aku nggak bisa membalas cintamu" kata vigo halus.
"Iya nggak papa vig" marsya tersenyum pilu.
"Sebenarnya cintamu itu bukan buatku sya" vigo tersenyum kecil dengan salah satu ujung
bibirnya terangkat. Marsya bingung. "Maksud kamu vig?"
"Kamu sendiri bahkan bingung kan sya" Seharusnya kamu sadar, kamu masih cinta sama yovi.
Kamu nggak bisa ngelupain dia, nggak terima kalau dia deket sama cewek lain. Kamu cuma
sedikit simpati sama aku sya, nggak lebih"
Marsya masih terdiam kaku ketika vigo beranjak pergi menuju parkiran, merobos dinginnya
malam. Akhirnya marsya tahu kekeliruan yang selama ini ia rasakan. Seharusnya ia menyadari
sejak awal. Kenapa aku ini" Marsya menitikan air mata. Perasaan cintanya untuk yovi masih
tersimpan jelas. Tersusun rapi dalam benaknya. Rasa sesal itu muncul kembali.
Semilir angin malam menggoyangkan rambut marsya. Tangannya terlipat didada, menghalau
hawa dingin yang mulai merayapinya. Benang-benang cinta yovi untuknya jelas telah putus.
Sudah ada gadis lain yang menggantikan posisinya dihati yovi. Isaknya bertambah. Ada yang
mencabik-cabik hatinya. Begitu perih.
Sebuah sentuhan hangat singgah dipundak marsya. "Pulang yuk kak"
Ricko. Marsya memandang ricko dengan nanar. Ia berdiri dan memeluk erat adiknya, meluapkan segala
emosi.

Lolipop Love Lies Promise Past Karya Titi Setiyoningsih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ricko mengelus rambut kakaknya dengan lembut, mengusap air matanya, lalu menggandeng
marsya menuju mobil. "Yuk res" ajak ricko pada restiana yang sejak tadi berada dibalik punggung ricko.
Restiana tersenyum hangat pada marsya dan ricko. bertiga mereka berjalan berjajar menuju
tempat parkir. Karena membawa sopir, ricko duduk didepan. Marsya duduk disamping restiana dan langsung
menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada pundak restiana. Dalam hati restiana senang
karena ia semakin dekat dengan ricko dan keluarganya.
*** "Habis ini langsung tidur aja nin, kamu pasti capek." Yovi mengantar aninda sampai didepan
pintu rumah gadis itu. "Beres bos. Kamu juga ya" ujar aninda mantap.
"Inget nin, aku nunggu jawabanmu" yovi mengingatkan aninda.
Aninda mengangguk pelan. Yovi melambai pada aninda. aninda balas melambai hingga mobil yovi tak terlihat dari
pandangannya. Dikamar, aninda menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Ia berbaring telentang, menatap langit-langit
kamar, kemudian tatapannya beralih pada foto yang terpampang disudut kamar. Foto dirinya saat
SD. Rambut dikepang dua, senyum konyolnya tergambar jelas. Disampingnya ada umar dengan
ekspresi datar melirik aninda kecil.
Hatinya gundah gulana. Ia teringat pada prinsip cewek di novel restiana. Kita boleh menanti, tapi
jangan menanti yang tak pasti. Tapi si cewek dalam novel tetap saja menanti tanpa gentar.
Aninda bingung. Katanya si cewek memegang prinsipnya itu" Tapi kenapa justru ia terus
menanti" tanya aninda pada dirinya sendiri.
Pikirannya terus berlari ke sana kemari, mengingat semua kejadian yang pernah ia alami. Dan
semua terasa bagai mimpi saat ia memejamkan kedua bola matanya. Bermimpi lagi tentang masa
SD-nya. *** "Vig" Udah tidur?" tanya yovi mendekati vigo.
"Belum. Ada apa?" vigo membalik posisi tidurnya. Menatap yovi yang kini duduk
disampingnya. "Tadi kamu kemana" Aku sama aninda bingung nyariin kamu." Yovi berbaring di ranjang
sebelah vigo. "Aku pusing yov, jadi mending pulang duluan aja" dusta vigo. Lalu berbalik, kembali
memunggungi yovi. Yovi dan vigo sama-sama diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Vig?" yovi menatap punggung adiknya.
"Hm?" vigo tak mengubah posisi tidur yang memunggungi kakaknya.
"Kayaknya aninda lagi nungguin seseorang, nggak tahu siapa. Tatapannya, lamunannya, bikin
aku tambah yakin bahwa dia lagi menanti sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang."
Vigo tak menjawab, membuat yovi mengira ia sudah terlelap. Padahal saat yovi sudah
memejamkan mata, vigo masih terjaga. Sorot matanya yang tajam mengisyaratkan dirinya
sedang berpikir keras. Bab 7 Being deeply loved by someone gives you strength; loving someone deeply gives you courage.
(Lao Tzu) *** November datang membawa guyuran hujan yang lebat. Marsya mengusap jendela kelasnya yang
berembun, menatap lapangan SMA yang sepi, tak ada lagi murid-murid yang beraktivitas disana.
Pelajaran olahraga dipindahkan ke aula bila cuaca tak mendukung seperti hari itu. Kekecewaan
menyeruak dari benaknya, biasanya ia bisa melihat yovi berolahraga. Hujan tolong berhenti,
pintanya dalam hati. *** "Hampir ujian semester, tapi semua mapel rasanya bablas dari kepala!" keluh aninda sepulang
sekolah. Restiana yang berjalan disampingnya tersenyum geli mendengarnya. "Yah belajar dong nin"
"Iya, belajar sih belajar. Tapi tetep aja yang dipelajari mental semua." Gerutu aninda.
"Belajar sama yovi dong. Dia ikut Lomba Cerdas Cermat kan?"
"Iya res, tapi aku nggak enak. Masih ngegantung dia nggak jelas."
"Ya Tuhan! Kamu masih belum jawab juga nin?"
"Udah res, aku udah nolak. Tapi tetep dia mau nunggu aku"
Restiana mengerutkan dahi. "Berarti dia serius dong nin"
"Nggak tahu lah res"
Dahi restiana kembali berkerut, tampak seperti usus dua belas jari. "Maksudmu?"
"Dia juga mikirin marsya, dia cerita gitu sama aku"
Restiana memilih tak berkomentar. Marsya sudah banyak bercerita pada dirinya, termasuk hal
yang aninda tak tahu. Yang memutuskan hubungan dengan yovi adalah marsya, itupun
keputusan sepihak. Dan menurut pengamatan restiana, sepertinya yovi memang masih memiliki
rasa untuk marsya, walaupun mungkin hanya setitik.
*** Marsya lebih banyak berdiam diri saat rapat OSIS berlangsung. Ia sesekali melirik yovi yang
duduk disampingnya. Merli dan syifa risih melihat sikap sahabatnya itu.
"Sya, jangan ngeliatin dia terus" bisik merli ditelinga marsya.
Marsya tersenyum ke arah merli. "Mumpung masih bisa ngeliat dia mer"
Merli dan syifa memutar bola mata, pasrah dengan sikap sahabatnya yang mulai aneh.
"Yov?" panggil marsya begitu rapat usai.
"Ada apa sya?" tanya yovi tenang.
Marsya sengaja menunggu semua anak keluar, hanya tinggal mereka berdua diruang OSIS.
"Aku pengen kita balik yov. Aku tahu aku egois, tapi aku emang masih saying sama kamu yov"
akhirnya marsya bisa mengeluarkan unek-uneknya selama ini.
"Terlambat sya, aku udah terlanjur kecewa sama kamu" ungkap yovi.
"Aku tahu yov. Aku cuma pengen kamu tahu rasaku buat kamu masih seperti yang dulu. Aku
saying kamu" ujar marsya lirih.
Yovi terdiam. Sesaat kemudian ia meninggalkan marsya sendirian.
Aku nyesel udah nyampakin kamu, gumam marsya dalam hati sambil menatap punggung yovi.
Kristal-kristal kecil berguliran jatuh dari matanya.
If I could wish upon a star
Then I would hold you in my arms
And I know we could love once again
If I could turn the hands of time
The you would love me, still be mine
Baby, I would be right where are you
If I could wish upon a star
(Samantha Mumba " Wish Upon A Star)
*** "Nin, kamu pulang sama vigo ya. Ada seleksi OSIS soalnya" yovi menghampiri aninda yang
masih bersama restiana dikoridor kelas. "Aku udah bilangin vigo, dia masih diruang basket"
Aninda mengiyakan, kemudian bergegas menuju ruang basket. Restiana sudah dijemput sopir.
Hujan masih awet, membuat sebagian murid lebih memilih nongkrong disekolah daripada
menerjang hujan. Sebentar lagi ujian semester ganjil, jadi bisa dipastikan semua anak menjaga
tubuh mereka tetap fit. Ruang basket bersebelahan dengan ruang karate yang berada dipojok. Terdengar gelak tawa dari
ruang basket. Dengan hati-hati aninda mengetuk pintu, suara tawa langsung terhenti.
Seorang cowok jangkung membuka pintu untuk aninda. "Cari siapa?"
"Vigo" jawab aninda dengan mimik yang sengaja dibuat seanggun mungkin. Padahal itu justru
membuatnya terlihat seperti cewek konyol.
Si cowok jangkung mempersilakan aninda masuk setelah mendapat anggukan dari sang kapten,
vigo. Ruangan itu seperti ruang yang lain. Ada kursi empuk yang memanjang pada salah satu sisi,
yang kini diduduki anggota tim. Lemari piala berada dipojok, kotak penyimpanan bola berada
persis disampingnya. Loker berukuran besar berhadapan dengan kursi panjang.
Aninda risi karena ia satu-satunya cewek didalam ruangan itu. Vigo memberi tanda agar aninda
duduk disampingnya, jauh dari jangkauan teman setimnya. Sekarang aninda merasa terlindungi.
"Pulangnya nunggu ujan reda" kata vigo angkuh.
"Iya!" Ujar aninda ketus.
"Nin, milih yovi atau vigo?" Ledek rian.
Semua tertawa. "Nggak milih dua-duanya" jawab aninda sekenanya.
Tawa anak-anak basket makin melebar.
Vigo hanya tersenyum sinis.
Hari itu aninda mendapatkan banyak teman baru, yaitu anak-anak basket. Ternyata mereka tak
seangkuh seperti terlihat di lapangan. Semua bersikap ramah padanya. Apa mungkin karena ia
teman kapten mereka" Kebanyakan anggota tim inti berasal dari kelas sebelas, selebihnya kelas
dua belas yang sebenarnya sudah harus berhenti bermain mengingat ujian nasional semakin
dekat. Akhirnya aninda tahu si jangkung yang membukakan pintu untuknya bernama rian. Yang paling
kecil rifki, paling jago bikin lelucon yang mengocok perut aninda. Dan masih banyak lagi yang
aninda kenal dan langsung lupa namanya saking kecilnya volume otaknya.
"Kamu temen deket yasmin kan nin" Gimana kabar yasmin dan satriya?" Tanya rifki.
"Iya, aku terakhir kesana dua bulan lalu. Tapi masih sms-an terus. Kabarnya baik, juniornya juga
baik katanya" jawab aninda pelan.
"Kapan-kapan kita jenguk mereka yuk!" Usul rifki, yang langsung disetujui semua anggota tim.
Vigo lebih banyak diam ketimbang ikut ngobrol dengan teman-temannya. Ia lebih memilih
mendengarkan lagu lewat MP3. Tak peduli dengan aninda yang sejak tadi meliriknya kesal.
Hujan telah mereda menjadi gerimis kecil. Satu persatu anggota tim meninggalkan ruang basket.
Sampai akhirnya tinggal aninda dan vigo yang tersisa.
"Yuk pulang!" Ajak vigo sambil menepuk pelan bahu aninda.
Aninda langsung bangkit dan melangkah menjejeri vigo. Dia tak berani membuka percakapan.
Suasana hati vigo terlihat sedang tidak baik hari itu.
"Aku males pulang" kata vigo saat perjalanan pulang. "Aku main ke tempatmu dulu ya?"
Tambahnya dengan nada sedikit memaksa.
Aninda tak berani menolaknya. "Ya boleh"
*** Orangtua aninda senang bukan main saat tahu vigo berkunjung kerumah mereka.
"Nak ganteng, tumben mau mampir" ledek ibu aninda super ramah.
Aninda merasa gerah dan memutuskan untuk mandi, meninggalkan vigo bersama kedua
orangtuanya. Diluar hujan lebat turun kembali disertai guruh yang menggelegar. Aninda yang baru saja mandi
masuk kekamarnya. Hatinya mencelus saat mengetahui vigo sudah terkapar pulas dikasurnya.
"Ya ampun!" Seru aninda kaget.
Ibu aninda menghampiri putrinya sambil memberi isyarat dengan jari telunjuk dibibir. "Katanya
dia ngantuk nin. Kamu pindah kekamar ibu aja sana"
Setelah ganti baju, aninda mengomel kesal. "Apa-apa mesti vigo yang dibela! Anak sendiri
nggak pernah dibelain!"
"Jangan gitu nin, dia tamu kita. Ada pepatah yang mengatakan, tamu adalah raja" ayah aninda
memulai khotbahnya. "Iya yah, tapi masa keterlaluan gitu, diizinin tidur dikamar aninda" protes aninda masih
menggunakan nada sopan. "Ya sekali-sekali nggak apa-apa kan" Lagian..." Ayah aninda tak menyelesaikan kalimatnya
karena terdengar seruan ibu aninda.
"Hp vigo bunyi nin!" Seru ibu aninda dari dapur. Ia sedang memasak makan malam.
Masih menggerutu, aninda masuk kekamar. Ia merogoh tas vigo yang terletak dimeja belajar,
mencari sesuatu yang menimbulkan bunyi nyaring. Saat aninda berhasil menemukan hp vigo,
bunyi itu berhenti. Ternyata kontak dengan nama "Mother" berusaha menghubungi vigo. Aninda
mengeceknya, ada dua sms yang berasal dari kontak itu.
Pasti ini ibu vigo, batin aninda yakin.
Aninda melirik sekilas kearah vigo yang masih pulas. Awal-awal ia ragu membuka sms tersebut.
Tapi karena takut itu pesan penting, ia nekat membukanya.
From : Mother Nak, kamu dimana" Papa sama mama baru pulang kok dicuekin. Kapan kamu mau maafin
mama" From : Mother Kok nggak diangkat sih" Papa nanyain kamu.
Sms baru masuk. Dari yovi
From : My Brotha Vig! Mampir kemana kamu" Dicariin bonyok tuh.
Aninda memutuskan untuk membalas pesan yovi.
To : My Brotha Ini aninda, vigo lagi tidur dirumahku tuh. Takut bangunin ntar ngamuk!
Tak lama kemudian balasan dari yovi masuk
From : My Brotha Oh ya" Udah, biarin aja. Yang penting jelas lagi dimana. Bilangin, jangan pulang kemaleman.
Kali ini aninda tak membalasnya. Ia meletakkan hp vigo ditempatnya semula. Rasa tertarik
aninda untuk terus memandangi vigo muncul. Pelan-pelan ia mendekati vigo yang masih pulas.
Wajah vigo semakin tampan saat ia tertidur, tak ada keangkuhan yang tersirat. Aninda tersenyum
sambil terus memandangi vigo. Inget nin, dia cowok jahat! Penyangkalan aninda kembali lagi.
*** Vigo terbangun tepat pukul tujuh malam. Ia langsung bergegas kekamar mandi dengan diantar
aninda. "Dasar kebo! Tukang tidur!" Ejek aninda.
Vigo menciprati aninda dengan air yang ada ditangannya.
"Diem cewek bawel!"
Aninda mendengus kesal, memeletkan lidahnya sembunyi-sembunyi dibelakang vigo.
Karena menu spesial buatan ibu aninda sudah tersaji rapi dimeja makan, mau tak mau vigo harus
makan bersama keluarga aninda. Aninda mengernyit saat melihat vigo makan dengan lahap.
Padahal menu spesial keluarganya hanya ikan asin goreng, kangkung oseng, tempe goreng, dan
sambal terasi. Hati kecilnya senang melihat vigo menyuap makanan dengan begitu bersemangat.
Karena sudah malam, sekalipun baru selesai bersantap, vigo langsung pamit.
"Vig, tadi ada sms dari ibumu. Terus dari yovi juga"
Aninda melapor saat vigo hendak meninggalkan rumahnya.
Vigo memandang aninda dengan penuh curiga, kemudian membuka hpnya.
"Kamu baca sms dari ibuku?" Tanya vigo kesal.
Aninda mengangguk ragu-ragu.
"Sembarangan! Kenapa kamu kasih tahu yovi aku dirumahmu?" Nada suara vigo meninggi.
"Aku nggak tahu..."
Belum sempat aninda menjelaskan, vigo sudah pergi meninggalkannya. Tergesa dia
menghidupkan mesin motornya, kemudian hilang dari pandangan aninda.
Aninda sadar dirinya baru saja melakukan kekeliruan besar. Dan itu membuatnya gelisah.
Kegelisahan aninda tak kunjung mereda, terlebih bila mengingat kembali ekspresi vigo saat
meninggalkannya tadi. Belum pernah vigo semarah begitu. Aninda berusaha mencerna kembali
perbuatannya. Apakah salah dirinya memberitahu yovi yang sebenernya, bahwa vigo ada
dirumahnya" Soal membaca sms dari ibunya, kan dia mau menjelaskan bahwa dia melakukannya
karena khawatir ada hal penting, tapi vigo terlanjur meninggalkannya.
Harusnya vigo berterima kasih karena aku ngasih kabar ke keluarganya, gerutu aninda saat
sendirian dikamar. Bisa saja keluarganya panik karena anggota mereka kurang satu, terus lapor
polisi, terus keluargaku dituduh nyulik dia, kan repot! Aninda mulai mengada-ada, sekedar untuk
meredakan kegelisahan hatinya.
Walaupun begitu, hati aninda tak bisa dibohongi. Rasa gelisah masih berkeliaran dihatinya. Ia
kebingungan harus berbuat apa untuk menghilangkan rasa gundah itu.
Dasar cowok nyebelin! Kenapa aku jadi kepikiran dia gini"
*** Pagi yang mendung untuk hati aninda yang tak kalah mendungnya. Saat pelajaran aninda lebih
banyak berdiam diri, tak seperti biasanya. Sampai-sampai Bu Purwanti curiga dengan
kebisuannya. Riska menduga sejak pagi aninda berusaha menahan BAB alias Buang Air Besar.
Teman lain mengatakan ada bisul besar dilidah aninda hingga dia diam seperti itu.
Aninda memutuskan pergi ke perpustakaan sekolah, daripada harus sakit hati mendengar ledekan
teman-temannya yang makin tak karuan. Rupanya restiana juga berada diperpustakaan.
"Kenapa suntuk gitu nin?" Tanya restiana mendekati aninda.
"Lagi males banget rasanya" jawab aninda sekenanya.
"Kamu nggak pandai berbohong" tembak restiana setengah menyindir.
Aninda memutar kedua matanya. "Sebenarnya..."
Restiana mendengarkan curhatan aninda dengan antusias. Sesekali ia mengangguk, sesekali
menggeleng. "Mending minta maaf aja nin" saran restiana setelah aninda menyelesaikan ceritanya.
"Siapa juga yang tahu dia bakal semarah itu karena masalah sepele gitu res?"
"Kita kan nggak tahu, itu masalah sepele apa bukan buat dia. Bisa saja ada alasan lain yang bikin
dia marah" "Bener juga ya res" rupanya logika aninda sudah kembali ketempatnya.
*** Aninda celingukan kesana kemari, menjelajahi seluruh isi sekolah. Hasilnya nihil. Ia tak berhasil
menemukan vigo. Aninda pasrah setelah kakinya pegal saking jauhnya berjalan menyusuri
semua koridor sekolahnya. Ya Tuhan, aku kan belum mencari ke ruang basket! Batin aninda
heran begitu menyadari ada yang terlupa.
Entah dapat semangat dari mana, tergopoh-gopoh aninda berbalik dan melangkah ke ruang
basket yang lumayan jauh.
"Nyari siapa nin?" Ricko mengagetkan aninda.
Aninda memegangi dadanya karena kaget. "Eh, hai rick. Lagi pengen jalan-jalan aja"
"Jalan-jalan kok mondar mandir didepan ruang basket" ricko tertawa geli.
"Eh, iya ya?" Lagi-lagi aninda memperlihatkan ketololannya.
Tiba-tiba ricko mengubah ekspresi wajahnya. "Nin, boleh nggak aku ngomong sesuatu sama


Lolipop Love Lies Promise Past Karya Titi Setiyoningsih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu?" Aninda tertawa. "Muka kamu kok serius begitu!"
"Aku emang serius nin!"
Aninda berhenti tertawa, ricko beneran serius rupanya.
"Udah lama aku pengen ngomong sama kamu nin, tapi rasanya nggak ketemu waktu yang tepat"
ricko menarik napasnya kuat-kuat.
"Jangan bikin aku ketakutan dong rick" aninda sedikit bingung dengan situasi yang dihadapinya
saat itu. "Aku suka kamu nin, sayang kamu" kata-kata itu keluar dari mulut ricko dengan begitu cepat.
Kontan aninda tertawa. "Rick, jangan becanda gitu ah! Nggak lucu tau!"
Ricko menarik tangan aninda, menggenggamnya erat-erat.
"Nggak tahu kenapa pas ketemu kamu tadi aku langsung pengen ngungkapin perasaanku yang
udah lama aku rasain"
Aninda melongo, benar-benar bingung.
"Nin, aku tau ini nggak romantis, nggak tepat waktunya. Tapi mau nggak kamu jadi cewekku?"
Aninda menggeleng pelan. "Kamu pasti lagi ngerjain aku. Iya kan rick?"
"Nin! Tatap mata aku! Aku serius nin! Aku cinta kamu! Cinta kamu dari SD! Aku nunggu kamu
nin!" Ricko berbicara lantang.
Aninda gugup bukan main. Jantungnya berdegup kencang. Entah apa yang ia rasakan sekarang.
Takut, kaget, semua bercampur dalam hatinya.
"Nin, aku nggak mau kamu jadi milik orang lain. Kamu mau kan jadi cewekku" Kamu juga suka
sama aku kan?" Ricko mulai gugup sendiri.
"Nggak rick. Nggak begitu. Aku, aku udah nganggep kamu seperti adikku sendiri" jawab aninda
gelagapan. Ricko terdiam. Sorot matanya semakin tajam. "Kamu masih nunggu umar nin?"
Air mata aninda hampir tumpah mendengar pertanyaan ricko.
"Sia-sia kamu ngarepin dia nin. Kamu sendiri nggak tahu sekarang dia dimana kan" Iya kan"
Aku nggak bakal berhenti ngejar kamu sampai terbukti bahwa umar emang bener-bener masih
ada buatmu" *** Restiana memejam perlahan. Setetes air mata bergulir lembut. Gerimis membuat dinginnya
malam jadi terasa ke tulang. Suasana hatinya ikut dingin, mungkin hampir beku. Kerapuhan
jiwanya makin terlihat karena kelelahan yang mulai menerpa. Jalan cintanya begitu terjal. Juga
seakan buntu. Bab 8 Sometimes you have to be apart from the people you love, but that doesn't make you love them
any less. Sometimes it make you love them more.
(The Last Song) *** Tiga hari aninda berpikir keras---sebenarnya ini bukan sifat aslinya. Ia memikirkan benangbenang cintanya yang kian berserabut. Kalau ia tetap pada pendiriannya---menanti sesuatu yang
tak pasti---akan semakin banyak orang yang terluka. Ia harus berbuat sesuatu keputusan tegas
yang akan menyelesaikan semua masalah ini.
Hingga hari sabtu aninda masih tetap membisu. Wajahnya sayu, lemah, lesu, lunglai. Orang yang
melihatnya akan mengira aninda TKW indonesia yang baru disiksa majikan. Keceriaan yang
selama ini melekat pada dirinya pergi entah kemana.
Bisik-bisik teman sekelasnya makin tak masuk akal. Mereka meledek ia terkena pelet dukun
yang tidak suka dengan kecerewetannya. Ada juga yang berpendapat aninda mengidap virus
aneh sehingga murung setiap hari.
Bu purwanti menduga muridnya yang satu ini sedang terkena sindrom ujian listening bahasa
inggris yang akan diadakan minggu depan.
"Ada anak baru disekolah kita nin" lapor restiana saat mereka selesai berganti baju olahraga.
Sebenarnya aninda tidak tertarik. "Pindah kapan?"
"Ternyata udah dari senin lalu. Saking kupernya, kita sampai nggak denger beritanya"
Aninda tersenyum kecil, tak menanggapinya lagi. Ia sibuk melipat baju olahraganya agar muat
ditas. Saat aninda membuka tas punggung, secarik amplop merah jatuh kelantai. Aninda melirik
restiana, takut dia lihat. Ternyata restiana juga sibuk dengan baju olahraganya. Cepat-cepat
aninda menyembunyikan amplop itu di saku rok.
Seperti biasa, saat istirahat aninda pergi ke tempat pertapaannya, perpustakaan. Kebetulan
restiana belum selesai menyalin PR trigonometri dikelas, jadi aninda punya kesempatan
membuka dan membaca isi amplop itu diperpustakaan.
Aku tunggu dibawah pohon sore ini
Umar Tangan aninda bergetar hebat setelah mengetahui isi surat itu. Badannya panas-dingin, gemuruh
dihatinya datang. Umar telah kembali! Umar sedang menantinya! Aninda sebetulnya heran, siapa
yang memasukkan amplop itu kedalam tasnya, dan darimana umar tahu alamat sekolahnya. Tapi
aninda juga senang, berarti penantiannya selama ini tak sia-sia. Berarti masalah terbesar dalam
hidupnya akan selesai hari ini. Takdir mulai berjalan sempurna, batin aninda senang.
Rasa gelisahnya mulai muncul saat memikirkan pertemuan nanti. Hati aninda meraba.
Bagaimana kalau umar telah berubah, bagaimana kalau ternyata dia sudah menikah, atau malah
umar menemuinya untuk sekadar mengucapkan salam perpisahan"
Aninda menggeleng kuat-kuat. Umar pasti menepati janji!
"Nin, surat dari siapa?" Suara ricko. Rupanya sedari tadi dia mengamati aninda dari belakang.
Cepat-cepat aninda menyembunyikan surat itu dari ricko.
"Umar udah kembali rick. Kamu jangan ngarepin aku lagi"
Wajah ricko terlihat datar. "Belum tentu dia kembali kepelukanmu nin"
Aninda melongo. Terdiam tak bisa menjawab.
"Dia nggak bakal kembali untukmu nin!"
*** Aninda tak sabar bertemu umar, cowok yang telah lama dinantinya. Keceriaan kembali
menyinari wajahnya, senyum manis selalu ia tunjukkan pada setiap teman yang berpapasan
dengannya. Ia merasa menggenggam dunia, atau mungkin seperti terbang ke angkasa" Aninda
ingin menunjukkan pada ricko bahwa umar masih ada untuknya.
"Nin, coba lihat cowok yang lagi berdiri didepan kelas X-9"
Restiana membuyarkan lamunan indah aninda. Dengan enggan aninda menoleh ke arah yang
ditunjuk restiana. "Dia anak baru itu nin. Katanya sih namanya umar. Cakep ya!"
Jantung aninda mau copot mendengar nama umar disebut. Aninda menoleh kembali ke arah
cowok itu. Pandangan aninda dan umar bertemu. Jantung aninda langsung berdegup lebih
kencang. Ah, masa dia umar yang selama ini dinantinya" Kalau bukan, bagaimana bisa ada amplop merah
ditasnya" Sudah pasti dialah umar! Umarnya. Umarnya telah kembali!
Agar restiana tidak curiga, aninda menahan emosi dan berusaha bersikap biasa. Sekali lagi ia
melihat ke arah cowok itu. Nanti juga bakal ketemuan, hati aninda terkikik senang.
*** Hati ricko gundah. Umar akan menemui aninda nanti sore. Ia benar-benar tak mau hal itu terjadi.
Ia tak mau kehilangan aninda untuk kedua kalinya dan untuk alasan yang sama. Hatinya
bertanya, kenapa umar baru menemui aninda sekarang" Kenapa tidak sejak dulu saja" Dendam
yang membakarnya kini berkobar lagi. Dendam yang selama ini ia sembunyikan dari umar.
*** Sore itu gerimis turun menemani langkah aninda menuju pohon perjanjian. Ayunan kakinya
seperti mengikuti alunan musik ceria yang mewarnai hatinya. Ibunya sempat heran melihat
putrinya tersenyum-senyum sendiri dikamar, didapur, diteras, bahkan mungkin dikamar mandi.
Bagaimana aninda tidak semringah" Ia akan bertemu orang yang paling ia rindukan.
Aninda duduk dibawah pohon sambil sesekali merapikan penampilannya. Ia tak sabar menunggu
kemunculan umar. Seharusnya umar sudah menunggunya. Mungkin dia mau kasih kejutan, pikir
aninda menenangkan diri. *** Hati aninda menjadi gelisah. Sudah satu jam ia beridiri, duduk, berjalan mondar-mandir,
melamun, menengok kiri-kanan disekitar pohon. Tak ada yang datang. Aninda menggigiti
kukunya, mencoba meredakan rasa tak sabarnya.
Seharusnya umar sudah datang, seharusnya umar sudah ada didepan aninda. Rasa penasaran
berubah menjadi kekecewaan. Penantiannya tak terjawab. Umar lupa, atau... mungkin umar tak
ingin bertemu dirinya lagi" Air mata aninda merebak.
Hari menjelang petang. Cahaya matahari hampir tak bersisa. Aninda merogoh tas kecil yang
dibawanya, mengambil hp bututnya. Dengan tangan gemetaran aninda menghubungi orang yang
sangat ia butuhkan sekarang. Ia kakan kembali pada keputusan awal.
Sambil menunggu orang yang dihubunginya tadi, aninda berjalan kedepan gerbang SDnya.
Mungkin ini menjadi kali terakhirnya melihat gerbang SDnya karena ditempat itu SD kini
dibangun gedung pencakar langit. Menurut gambar dipapan besar yang terpancang didekat pagar
seng, dilokasi itu akan didirikan hotel berbintang. Bekas SDnya pindah ke perumahan didekat
situ. Hati aninda benar-benar remuk, semua berakhir sia-sia. Tak ada lagi kenangan yang tersisa
untuknya. Memang sudah waktunya ia melepaskan masa lalu yang hanya menorehkan luka.
"Nin?" Rupanya yovi telah sampai. Ia cemas melihat aninda yang dibanjiri air mata.
Aninda tak kuasa menahan kepedihannya. Dengan segera ia memeluk yovi, tanpa mampu
mengucapkan sepatah kata pun. Hanya isak tangis yang terdengar.
Dengan lembut yovi mengelus rambut aninda. Ia pikir aninda sedih karena SD tempatnya dulu
bersekolah berganti menjadi hotel berbintang.
"Udah ya nin, nggak boleh nangis gini. Cup..cup.." Yovi berusaha menenangkan tangis aninda
yang makin menjadi-jadi. Aninda menangis dipelukan yovi selama beberapa menit. Dengan sendu ia menengadah,
menatap yovi yang juga menatapnya.
"Yov?" Kata aninda. Tangisnya mereda.
"Apa nin?" "Aku mau jadi pacarmu. Aku terima cintamu" kata aninda parau.
Yovi menatap tajam mata aninda, mencari kesungguhan didalamnya. Gelora dijiwanya menari
senang. Yovi tersenyum lepas pada aninda, lalu memeluknya erat.
"Makasih nin. Mulai sekarang kamu milikku" yovi mengecup kening aninda. Memeluk lebih erat
lagi kekasih barunya. Kesyahduan mereka terganggu bunyi yang berasal dari hp yovi. Cowok itu merogoh saku
celananya untuk mengambil hp.
"Halo?" Sapa yovi kalem.
Dia terdiam, menyimak sesuatu. Orang yang meneleponnya berbicara panjang.
Ekspresi yovi berubah panik. Aninda yang melihatnya ikut cemas.
"Apa" Dimana sekarang?" Tanya yovi pada orang di seberang sana dengan nada tergesa-gesa.
Kemudian sambungan putus.
Yovi menatap aninda panik. "Vigo dirumah sakit sekarang"
*** Satriya ada disamping vigo saat aninda dan yovi tiba dirumah sakit. Vigo terbaring lemah,
tubuhnya lebam penuh bekas luka pukulan. Tergesa-gesa yovi mendekati adiknya dan
menatapnya iba. Aninda yang masih terkejut menatap satriya, seakan menerima penjelasan.
"Kata warga ditempat kejadian, dia dikeroyok anak-anak nggak jelas" jelas satriya datar.
Aninda mendekati vigo. Perasaan aneh kembali muncul dalam benaknya. Ia mengelus punggung
yovi, mencoba membuat tenang hati pacarnya. Padahal hatinya sendiri terasa makin perih
melihat keadaan vigo yang sungguh mengenaskan. Hari itu benar-benar menjadi hari yang harus
aninda lupakan. "Vigo emang doyan berkelahi, jelas dia punya banyak musuh" kata yovi lirih.
"Dia dikeroyok yov" jelas satriyo pendek. Merasa tak nyaman, dia langsung meninggalkan
kamar vigo. Yovi menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Ini salahku, nggak bisa jaga dia"
Aninda menarik tangan yovi, lalu menggenggamnya erat. Ia tak kuasa melihat kekasihnya
bersedih. "Ini musibah yov, kamu nggak boleh ngomong gitu" aninda memeluk yovi.
Setelah agak tenang, yovi berkata lirih pada aninda. "Kita pulang sekarang saja"
Pelan-pelan aninda mengelus kening vigo, memandangnya lekat.
"Vig, aku pulang dulu ya. Kamu mesti cepat sembuh" pamit aninda lirih.
Setelah sekali lagi memandang wajah kembarannya, yovi keluar. Ia langsung menemui satriya
yang berdiri dikoridor. "Sat, jagain vigo dulu. Aku nganter aninda pulang"
Satriya mengangguk. "Tolong cari tahu siapa dalangnya" bisik yovi amat pelan.
*** Satu minggu telah berlalu...
Kabar aninda berpacaran dengan yovi menyebar luas disekolah. Kini semua orang tahu mereka
resmi menjadi sepasang kekasih. Aninda sampai gerah karena hampir semua orang
membicarakan dirinya. Kebanyakan diri mereka cenderung membicarakan sisi negatifnya.
Seperti, betapa beruntungnya gadis tolol itu mendapatkan pangeran sekolah, sampai-sampai ada
rumor aninda memakai pelet untuk menggaet yovi.
"Omongan mereka nggak usah digubris nin" kata yovi lembut ketika sedang duduk berdua
dikursi yang berada dikoridor usai jam sekolah.
Aninda memutar kedua bola matanya kesal. "Iya. Tapi kadang keterlaluan"
"Jangan terlalu dipusingin dong. Minggu depan ulangan umum semester dan kamu mesti belajar
serius" "Aduh, belum siap buat ulangan umum nih!" Aninda menggaruk rambutnya.
"Yuk belajar!" Yovi menarik lembut tangan aninda.
*** Rupanya yovi mengajak aninda belajar dirumahnya. Aninda masih saja terkagum-kagum dengan
kemegahan rumah pacarnya. Sudah lama ia tak berkunjung, jadi maklum kalau ia masih saja
melongo memandangi tatanan rumah mewah itu.
Aninda duduk lesehan dikarpet ruang keluarga, menunggu yovi ganti baju. Ia melepas tas
punggungnya, lalu mengeluarkan lembar latihan tes semester yang baru saja dibagikan guru.
Aninda membaca beberapa soal yang sama sekali tak ia pahami. Beberapa kali dahinya berkerut
dan bibirnya mengerucut. "Baca apaan nin?" Suara wanita yang tak dikenal aninda membuyarkan konsentrasi gadis itu. Ia
menoleh, mencari sumber suara yang ternyata berasal dari dapur. Wanita itu membawa minuman
dinampan. Sesaat aninda bingung. Biasanya mbok tiyem yang membawakan minuman. Kok sekarang
waninta cantik ini" "Kok bengong" Mari, minum dulu. Haus kan pulang sekolah" wanita itu tersenyum lebar sambil
duduk disofa empuk. "Wah, tumben mama membuatkan minuman" vigo muncul dari kamar. Wajahnya sudah pulih
kembali. Oh, ini mama si kembar! Batin aninda. Buru-buru dengan senyum konyolnya dia memberi
salam, "selamat siang, tante"
Wanita cantik itu terkekeh melihat kekikukan aninda. "Siang nin"
Aninda bersalaman dengan Tante Lira, ibu kekasihnya. Kali ini ia tersenyum manis.
"Mau kemana vig?" Tanya mama heran karena vigo mengenakan jaket.
"Apa peduli mama?" Jawab vigo ketus sambil berjalan keluar tanpa pamit.
Tante Lira menggeleng pelan, ada sedikit raut prihatin diwajahnya. "Dia selalu seperti itu"
Menghadapi situasi yang tak terduga itu, aninda bingung harus berkata apa. "Mungkin dia lagi
ada masalah tante" Tante Lira tersenyum. "Nggak nin. Vigo bersikap seperti itu juga salah tante"
"Udahlah ma, vigo emang gitu kok" yovi muncul dari kamarnya. Ia mengambil minuman dimeja,
lalu memilih duduk disamping aninda. Tangannya meraih salah satu lembar soal.
"Ya sudah, tante tinggal dulu ya nin. Kalian belajar yang rajin" tante lira beranjak kedalam.
Aninda tersenyum mengiyakan, ia masih sedikit kikuk. Tante lira cantiknya bukan main, pantas
saja anaknya ganteng semua. Apalagi kata teman-teman aninda, si ayah keturunan bule. Lengkap
sudah bibit keren keluar tersebut.
*** Ulangan umum semester tiba...
Sepanjang koridor SMA Harapan Jaya dipenuhi kumpulan wajah-wajah tegang. Siswa dan
siswinya sibuk dengan buku catatan mereka. Tes pertama adalah matematika.
Aninda menggaruk-garuk kepalanya, otaknya hampir meledak melihat rumus-rumus
trigonometri dari catatan. Restiana yang duduk disebelahnya masih serius menghafal.
"Bro, jangan lupa kirimin jawaban ya!" Teriak cowok gendut yang berjalan didepan aninda.
Cowok gendut itu rupanya berteriak pada yovi yang berpapasan dengannya. Ia menepuk pundak
yovi dengan ekspresi girang.
Yovi tersenyum kalem sambil mengacungkan jempol. Ia mendekati aninda, kemudian
berjongkok didepannya. Teman-teman aninda yang melihatnya cengegesan penuh iri.
"Gimana" Udah siap?" Tanya yovi menatap mata aninda yang menyiratkan kegugupan.
"Sebenarnya belum" jawab aninda pelan sambil menggaruk kepalanya lagi.
Yovi tersenyum geli. "Yang penting kamu udah belajar. Ntar jangan gugup"
Aninda mengangguk cepat. Kegugupannya makin terlihat jelas.
Bel masuk berbunyi keras. Bunyinya yang menandakan ulangan umum segera dimulai terdengar
menakutkan bagi aninda. "Good luck baby!" Sehabis berkata begitu, yovi berjalan cepat menuju kelasnya.
Aninda manggut-manggut, seolah tak mengerti ucapan kekasinya.
"Artinya, 'semoga beruntung, sayang'" restiana mencibir aninda.
Aninda melongo. *** Selama ulangan umum aninda sering bergerak gelisah karena soal matematika yang dihadapinya
susahnya minta ampun, membuat otaknya seperti pita kaset rusak. Doa kekasihnya tidak manjur
sama sekali. Pengawas ruangan, Bu purwanti sejak tadi melotot penuh curiga ke arahnya.
Dari empat puluh soal, hanya dua puluh yang berhasil dikerjakan aninda. Kepalanya
menengadah, berharap bantuan Tuhan. Lima menit telah berlalu, tapi tetap saja aninda tak
mampu memecahkan soal lagi. Aninda memutar kepalanya, memandang restiana penuh harap.
"Res!" Bisik aninda lirih berusaha memanggil restiana.
Restiana yang berada dua bangku di belakangnya tak mendengar. Ia masih sibuk dengan soal
yang didepannya. "Res!" Aninda sedikit meninggikan nada suaranya.


Lolipop Love Lies Promise Past Karya Titi Setiyoningsih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Restiana tampak semakin bersemangat membuat coretan dikertasnya.
Beberapa kali aninda berusaha menarik perhatian restiana, seperti menjatuhkan penggaris besi
yang menimbulkan suara nyaring, tapi restiana tetap bergeming. Justru dehaman Bu purwanti
yang ia dapat. Dengan hati dongkol aninda berdiri dari kursi. "Restiana, daritadi aku manggil kamu mau tanya
jawaban!" Teriak aninda seperti orang kesurupan.
Teman-teman sekelas melongo tak percaya sambil menatap aninda dengan rasa geli. Restiana
memberi kode kepada aninda untuk duduk kembali.
Terlambat sudah. "Aninda!" Bu purwanti berteriak memanggil namanya.
*** Sepulang sekolah aninda berjalan gontai menuju kantor guru sesuai permintaan Bu purwanti saat
ulangan umum tadi. Suasana kantor guru sepi, para guru berada di ruang panitia ulangan umum.
Mata aninda jelalatan mencari sosok Bu purwanti duduk disitu, berhadapan dengan seorang
siswa yang berdiri memunggungi aninda. Kemeja cowok jangkung itu lecek dan keluar dari
celana, sama kacau dengan rambutnya.
Pasti cowok badung, batin aninda sambil berjalan pelan mendekati meja Bu purwanti. Aninda
melirik cowok itu. Vigo! "Nah, akhirnya kalian berkumpul. Yang satu tukang telat, yang satu lagi ketahuan nyontek" cibir
Bu purwanti. Aninda melirik vigo yang sedang menatap langit-langit, tampak tak peduli.
"Seharusnya ibu melaporkan kalian ke BP, tapi tidak tega" ujar Bu purwanti.
Sepi sesaat. "Begini saja. Sebagai hukuman, kalian berdua bersihkan toilet di samping masjid sekolah selama
tiga hari" begitu keputusan Bu purwanti.
Aninda menghela napas panjang. Lega. Ekspresi vigo tak berubah sedikitpun. Datar. Atau...
masa bodoh" *** Yovi memutuskan ke ruang basket setelah tahu adik dan pacarnya dihukum Bu purwanti. Tim
basket sekolah sudah berkumpul didalam. Satriya juga ada bersama mereka.
"Kita udah tahu pelakunya yov" kata satriya dingin begitu yovi berada didalam.
Yovi menatap satriya dengan pandangan hampa.
"Kita harus kasih mereka pelajaran!" Sambung rian berapi-api.
Yang lain berteriak lantang menyetujui usul rian.
"Kita harus tahu dulu alasan mereka" kata yovi datar.
Hati satriya mencelos. Ada sesuatu yang yovi tak boleh tahu.
*** Aninda bergidik memandang keganasan toilet sekolah. Bau busuk yang menyengat mengganggu
hidung. Keramik yang aslinya putih kini tampak menjijikan dengan noda-noda cokelat
permanen. Aninda menjepit hidung dengan kedua jari. Tangan satunya menenteng ember berisi
campuran air sabun. "Sini embernya! Malah ngelamun!" Bentak vigo kasar. Dia membawa peralatan pel.
Aninda menyipiykan matanya kesal. Dengan enggan ia mendekati vigo. Lalu meletakkan ember
Buku Catatan Josephine 1 Goosebumps - 25 Serangan Mutan Bertopeng Rahasia Hiolo Kumala 18
^