Pencarian

Meet Sennas 4

Meet The Sennas Karya Orizuka Bagian 4


melayang.Jadi,aku putuskan untuk beristirahat sebentar supaya malamnya bisa belajar.
Dan,aku baru terbangun sekarang.Pukul setengah enam.Pagi.Yang berarti aku sudah melewatkan
16 jam berhargaku begitu saja!
Saat terbangun dengan kenyataan itu,rasanya aku mau mati.Aku sangat tidak siap untuk ujian
Matematika hari ini.Lupakan nilai sepuluh.Oh,tidak.Lupakan kelulusan.
Lupakan Logan. "Oy!" sahut seseorang,membuatku mengangkat kepala dari lantai koridor.Di depan kelasRinda
melambai,sepertinya sudah lama menunggu.Dia sekarang berlari-lari kecil ke arahku.Aku sendiri
hanya bisa menatapnya tanpa tenaga maupun ekspresi.Rinda memekik kaget saat melihat
wajahku. "Ya,ampun,Daza! Muka lo pucet banget! Lo kurang tidur,ya" Makanya,belajarnya jangan
diforsir!" serunya,membuatku semakin ingin menangis.
"Rinda ..." Aku memegang pundaknya dan menatapnya sungguh-sungguh."Lo harus bisa jalan
terus tanpa gue." Setelah mengatakan itu,aku melewatinya dan berjalan gontai ke dalam kelas,meninggalkan
Rinda yang terbengong-bengong.Dia akan lulus,walaupun dengan nilai buruk,tetapi aku tak akan
lulus.Apalagi dapat sepuluh.Siapa saja,tembak aku sekarang ...
Selama aku merutuki nasibku,para pengawas telah memasuki ruangan.Tampang mereka semua
galak,dan sepertinya tak ada kesempatan untuk menoleh kemana pun.Bagi Rinda,tak ada
masalah untuk menerima dari belakang.Sialnya,yang ada di belakangku bukan Iman atau bahkan
orang lain.Di belakangku hanya ada tembok bertuliskan "salam buat Dalas anak kelas sebelas "
IPA dua" dan disebelah kananku juga tembok yang malah lebih menyedihkan karena bertuliskan
"I love SS"-tulisan Rinda.Aku benar-benar tamat sekarang.
Detik-detik yang paling menegangkan dalam hidupku adalah ketika pengawas memberikan soal
dan melarang semua orang untuk membukanya sebelum bel berbunyi.Aku tak yakin apa aku
cukup kuat mental untuk melihat isi soal itu.Harusnya,sebelum masuk tadi aku bunuh diri atau
apa. Terdengar juga.Bel sialan itu.Dengan tangan bergetar hebat,aku membalik soal itu.Kertas-kertas
ini terasa seperti terbuat dari beton bagiku.
Nomor satu.Jika g(x) = x-1 dan f"g(x) = 4x?-x maka harga f(-2) adalah ...
Ya,ampun.Ternyata kekhawatiranku terlalu berlebihan.Soal ini mudah sekali!
Aku segera mencoret-coret kertas buramku untuk menghitung.Dalam hitungan detik,aku sudah
menemukan jawabannya.Lima.Ha!
Berikutnya,yang aku tahu,aku melahap kira-kira dua puluh soal lainnya.Ya,Tuhan,ternyata
Logan telah mengubahku menjadi seorang genius.Aku bahkan tidak menyentuk buku
Matematika semalam! Setelah setengah jam berlalu,akhirnya sampai juga aku pada soal yang paling tidak kusuka dan
menurut Logan adalah soal yang paling potensial untukku berbuat kesalahan.Parabola.
Kutatap lekat-lekat gambar yang ada di nomor yang sedang kukerjakan.Luas yang dibatasi
parabola y = x? dengan parabola y = 4-x adalah ... Astaga! Ternyata yang keluar pun soal
parabola yanng mudah! Ini betul-betul hari yang indah bagiku.
Aku menghitungnya sambil bersiul.Aku bisa menangkap tatapan aneh dari seluruh penjuru kelas
dari sudut mataku,tetapi saat ini aku benar-benar tidak peduli.Aku akan lulus.Oh,tidak.Aku akan
mendapat nilai sepuluh. Aku tidak tahan lagi untuk tidak tertawa.Karena kelakuan anehku itu,pengawas segera
memberiku peringatan,tetapi itu tidak menghentikanku untuk terus nyengir lebar.Waktu sudah
berjalan sekitar 40 menit.Masih banyak waktu tersisa dan soal yang tersisa hanya tinggal
satu.Aku memang genius. Pernyataan yang senilai dengan p ^ (~p V q) adalah ....
Aku cinta matematika! Logan,aku datang!
*** "Stop!" seru Rinda untuk kesekian kalinya.
Untuk kesekian kalinya juga,aku gagal menahan tawa.Aku sudah berusaha berhenti,tetapi
sepertinya ada yang menyemprotkan gas tawa di udara sekitarku.
Rinda menggeleng-geleng pasrah."Daze,gue tahu lo bisa ngerjain semuanya.tetapi please,nisa
emggak,lo berhenti ketawa?"
"Gue udah berusaha," sahutku sambil berusaha menutup mulutku rapat-rapat,tetapi percuma
saja.Koordinasi otak dan otot bibirku sudah benar-benar kacau.
Rinda mendengus kesal sambil membolak-balik buku kimianya.Hari ini adalah hari terakhir
UN,makanya tawaku semakin membahana.Oh,ya,benar sekali,aku tertawa selama beberapa hari
nonstop semenjak ujian Matematika selesai.Tawa kemenangan.
"Oh,ya,lo udah ngomong sama Logan kalo lo bisa ngerjain semuanya?" tanya Rinda.
"Hah" Oh,belom," kataku sambil memijat otot pipiku yang pegal.Rasanya aku mau tertawa lagi
mengingat kesempatanku bersama Logan akan terbuka lebar,tetapi aku berusaha melupakannya
dengan cara mengingat-ingat nama bakteri."Gue enggak berhubungan dngan Logan selama UN."
Rinda mendongakkan kepalanya lalu menatapku heran."Kenapa?"
"Karena Ayah enggak ngebolehin.Katanya,ntar dia malah mengganggu konsentrasi gue." Aku
mulai nyengir lagi,karena nama yang kuingat cuma Logan Damiano."Tapi,enggak apaapa,kok.Gue juga mau kasih kejutan buat dia.Gue kan bakal dapet sepuluh."
Aku tahu Rinda pasti sangat menyesal telah melontarkan pertanyaan seperti itu kepadaku karena
sekarang aku sudah mulai tertawa-tawa lagi.
*** Akhirnya,aku sampai juga di rumah,setelah berhasil melewati kira-kira seratus anak kelas dua
belas yang tiba-tiba jadi kalap setelah ujian berakhir.Aku juga senang sih,tetapi kelakuan mereka
persis seperti serombongan singa Afrika yang sedang mengejar mangsa saat mereka menemukan
Pak Mulyono dan mengangkatnya tinggi-tinggi.Seharusnya dia sekalian dibuang ke kali atau apa
... Ups,seharusnya aku tidak boleh begitu kepada guru yang mata pelajarannya bisa membuat
hubunganku dengan Logan membaik.Meskipun guru tersebut mirip kalkun dan dulu selalu
memarahiku kapan pun dia sempat,akhir-akhir ini dia lumayan.
Sekadar info,saat ini aku basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaku.Sekolahku punya
kebiasaan melempar balon air tepat setelah ujian berakhir (OSIS kelas sebelas yang membuatnya
sementara kami sibuk berkutat dengan lembar jawaban) karena air tidak merusak seragam dam
properti sekolah seperti halnya cat semprot.Yang tersedia bukannya sepuluh-dua puluh balon
air,tetapi beratus-ratus balon air yang cukup membuat sekolah kami seperti habis diterpa badai
loka atau apa. Meskipun budaya semacam ini bagus dan sebagainya,seharusnya ada peraturan sekolah yang
tidak memperbolehkan anak kelas sebelas mengambil bagian dalam acara ini karena Dalaslah
yang membuatku sekarang seperti habis tercebur di danau Sunter.Kalau melihat aku yang terus
bersin-bersin sepanjang perjalan pulang tadi,sepertinya aku bakal terkena pilek.
Satu hal yang membuatku cukup terhibur adalah aku sempat melihat Pak Mulyono diserang oleh
puluhan balon air sekaligus oleh beberapa anak laki-laki kelas dua belas yang meutupi wajah
dengan helm atau ransel,mungkin berjaga-jaga siapa tahu mereka tidak lulus dan kembali diajar
Pak Mulyono.Aku akan memetakan baik-baik kejadian tadi di kepalaku dan mengingatnya kalau
aku sedang bad mood. "Memangnya di luar hujan,ya?" komentar Zenith begitu aku memasuki ruang TV.Dia sedang
bersamtai di sofa,padahal sebentar lagi dia juga akan mengahadapi ujian terakhirnya.Kuharap dia
lulus,karena kalau tidak,dia pasti akan membuat keluargaku malu.Oh,kuralat,mungkin hanya aku
yang malu. "Balon air," jawabku pendek sambil melangkah ke dalam kamar,berharap minggu depan dia
akan pulang dari ujiannya dengan seragam berwarna,walaupun aku tahu itu tak akan terjadi
karena sekolah elite seperti sekolahnya pasti akan menembak mati murid yang berani membawa
Pilox atau bahkan spidol Snowman warna-warni.
Aku segera masuk ke kamar mandi dan mengisi bathtub dengan air hangat.Aku sangat butuh
bersantai sekarang.Saat mau melepas pakaianku,tiba-tiba aku sadar sesuatu: aku sudah selesai
Ujian Nasional.Yang berarti aku sudah bebas.
"HOREEEEE!!" *** Malam ini keluargaku mengadakan pesta untuk merayakan keberhasilanku melewati Ujian
Nasional.Logan juga hadir dan semalaman ini aku sibuk menatapnya yang tampak sangat luar
biasa keren.Rambutnya seperti bertambah panjang sekitar 5 senti sehingga sekarang menyantuh
bahunya,dan poni ikalnya sudah setengah menutupi matanya.Aku pun sadar betapa aku rindu
bertengkar dengannya,mendengar suara baritonnya,dan mendapat lirikan-lirikan mematikannya.Yang tidak kupercaya,aku bahkan merindukan mimik wajahnya saat dia sedang
berpikir bahwa kebodohanku sudah melewati batas.Bukannya aku menyesal telah menjadi
seorang genius matematika,tetapi aku benar-benar merindukan saat-saat itu.
Logan sendiri sepertinya sadar sedang diperhatikan,tetapi tetap tampak santai dan sesekali
tertawa sopan menyambur lelucon garing keluargaku.Tentu saja,dia yak pernah sekali pun
membalas tatapanku. Setelah 1 jam yang terasa seperti 1 menit,pesta berakhir.Semua orang segera bubar ke teritori
masing-masing.Aku sendiri naik ke kamar dan mendapati Logan sudah duduk di sofa runga TV
yang biasa,tempat dulu aku les dengannya.Dia menoleh dan menatapku lekat-lekat.Aku
memutuskan untuk maju ke kamarku.Selain merasa yang barusan itu fatamorgana,Logan juga
tak mungkin sedang menungguku.Mungkin Dennis.
"Cepet ambil buku lo," kata Logan tiba-tiba,membuatku mengerem mendadak dan menatanya
tak percaya. Bercanda.Dia pasti bercanda.
Logan menatapku yang membeku,menarik napasnya seakan sedang pilek (tetapi piek
angkuh),lalu mengalihkan pandangan ke arah TV.Aku sendiri masih berdiri dengan tampang
bloon selama beberapa menit.
"Lo enggak lagi nunggu gue,kan?" tanyaku akhirnya.
"Gue nunggu lo," jawab Logan,kembali membuatku shock.
"Gue ... ap ... enggak." Aku melangkah seperti robot ke dekatnya dengan wajah memerah."Ada
apaan?" "Gue pengin tahu aja tentang ujian lo kemaren," kata Logan tenang,seakan keberadaanku yang
sangat mencintainya tidak mengganggunya.
"Oh,baik," kataku kaku.
Logan mengamatiku sebentar."Kayaknya enggak begitu baik,kalo dilihat dari muka lo."
"Baik kok,tenang aja," kataku mantap.Ujian Matematikaku yang sukses besar kemarin,telah
kembali menguatkan semangatku.
"Oh,baguslah," ucap Logan,seakan menyesal sudah bertanya.
"Memangnya,kenapa" Lo udah yakin gue gagal,ya" Berengsek lo," candaku sambil
mengeluarkan cengira dan duduk di sofa.
"Denger,soal taruhan itu ..." Logan kembali mengalihkan pandangannya dan memilin-milin
gelang hitam di lengannya."Enggak usah terlalu dipikirin."
Kontan,cengiranku lenyap."Apa maksud lo" Lo bilang kalo gue dapet sepuluh lo bakal
pertimbangin,kan?" "Gue memang pernah bilang kayak gitu.Tapi,harusnya lo tahu apa pertimbangan gue nanti kalo
lo memang dapet sepuluh."
Duniaku hancur sudah.Bahkan,satu-satunya kesempatanku untuk bahagia terenggut begitu saja.
"Jadi ..." Aku langsung galau."Waktu lo bilang kayak gitu dulu,itu Cuma biar gue
semangat,gitu?" Logan tampak sedikit salah tingkah."Ya,kayak gitulah.Gue harap lo enggak,ng ... sedih atau
gimana." "Ya.Tentu aja.Gue enggak sedih." Aku berusaha tegar,padahal aku sudah siap menangis."Ini ...
apa karena gue ...?"
"Ini bukan tentang lo.Ini tentang gue," tampik Logan.Aku tahu ini.Aku tahu tentang teori "it"s
not you it"s me" yang sering ku lihat di film-film Barat.
"Lo" Lo kenapa" Bukannya gue udah tahu tentang lo?" balasku tidak terima.
"Lo enggak tahu apa-apa tentang gue." Logan mulai menatapku tajam."Yang lo tahu itu cuma
sebagian kecilnya." Aku mendengus."Oh,jadi masih ada rahasia besar lain dalam diri seorang Logan" Apa" Lo udah
kawin dan udah punya anak dua?"
"Bisa jadi," jawab Logan,membuat darahku seperti beku tiba-tiba.Tidak mungkin,kan ... barusan
aku hanya asal bicara ...
"Lo,enggak mungkin,kan-"
"Kalo guebilang iya,lo mau berhenti ngeharepin gue?"
Mendengar pertanyaan itu,aku menyadari sesuatu.Ternyata,selama ini aku mengharapkannya
seperti orang gila.Seperti cewek yang tidak punya rasa malu dan harga diri.Aku sangat
berlebihan mencintainya,walaupun aku tahu benar dia tidak akan bisa kugapai.Dan aku,ternyata
terlalu bebal,begitu bebal sehingga Logan harus menggunakan segala cara untuk melepaskan
dirinya dariku.Aku benar-benar tidak tahu diri.Juga masih terlalu kecil dan sangat hijau dalam
mencintai seseorang. "Lo tahu," kataku sambil bangkit."Lo enggak usak khawatir soal taruhannya.Gue anggak akan
minta apa-apa kok,kalo bener gue dapet sepuluh.Gue juga enggak akan ngeropotin lo lagi.Sory
ya,kalo lo ngerasa gue nyusahin lo." Aku mengambil jeda sejenak,menahan diri untuk tidak
mewek di tempat."Thanks udah ngajarin gue," kataku lagi sambil memaksakan senyum,lalu
bergerak masuk ke kamar. Aku menutup pintu kamar tanpa berusaha mengintip apa yang sedang Logan lakukan,apa dia
menatapku atau tidak ... Aku mengempakan diriku ke tempat tidur,berusaha keras untuk tidak
menangis.Aku sudah cukup banyak menangis.
Namun ternyata,air mataku jatuh juga.Bahkan,lebih banyak daripada yang sudah-sudah.
It"s Time To Move On
Pagi ini,aku bangun dengan mata lebam dan jiwa yang hampa.Terlalu banyak yang terjadi
kemarin,dan jelas sekali jiwaku tidak sanggup menerimanya.Rasanya aku harus pergi ke
pedalaman mana saja untuk mengistirahatkan otakku dan ridak bertemu manusia.Kutub Selatan
terdengar lumayan.Aku bisa curhat dengan penguin kapan pun aku mau.
Dengan lunglai,aku turun dan bertemu manusia pertama yang kuharap tidak pernah
dilahirkan,Zenith.Wajah bengalnya begitu menyebalkan untuk dilihat,sehingga aku memutuskan
untuk tidak mengacuhkannya saat dia melambai kepadaku.Aku duduk di depannya dan meraup
sandwich. "Lo tahu enggak,ge diterima di sekolah lo," laor Zenith tiba-tiba,membuatku terpaksa menelan
sepotong besar sandwich tanpa dikunyah.
Apa" Apa katanya barusan?" Dia masuk sekolahku" Kok bisa dia masuk SMA bahkan sebelum
lulus SMP" Namun kemudian,apa sih yang tidak mungkin di keluarga ini"
Aku sedikit tenang begitu menyadari hal lain.
"Untung gue udah keluar." Aku berkata lega,lalu minum susu untuk melegakan tenggorokan.
"Masa,sih?" sindir Zenith dengan alis naik sebelah."Emangnya lo udah pasti lulus" Janganjangan ntar lo sempet sekelas sama gue,lagi."
Aku membanting gelas susu ke meja-agak terlalu keras sehingga isinya muncrat sedikit ke
pipiku-lalu menatap Zenith murka.Anak ini memang betul-betul tak pantas berada di muka
bumi.Harusnya dia tersedot ke lubang hitam sana dan kena ledakan kosmik.
Atau lain kali aku akan memasukkannya ke kardus dan mengirimnya ke Serengeti saat dia
sedang tidur. "Emangnya gue elo," tukasku."Seenggaknya gue masuk ke sekolah itu dengan usaha gue
sendiri." "Oh,ya?" kata Zenith lagi."Dari mana lo tahu?"
Aku baru akan kembali protes saat sesuatu berkelebat di benakku.Anak kurang ajar itu ada
benarnya.Aku tak pernah betul-betul tahu apa aku masuk sekolah itu karena usahaku sendiri.
Aku memutar kepala ke arah Ayah yang baru mau berangkat kerja,bermaksud untuk memastikan
kebenaran itu.Namun,Ayah segera memalingkah wajah,memandang arlojinya,lalu buru-buru
bangkit ambil berkata dengan wajah polos,"Aduh,Ayah udah telat nih.Dadah."
Aku hanya bisa menatap kepergiannya tak percaya.Keluarga ini memang benar-benar kacau.
*** "Jadi,lo ambil intensif di mana?"
Aku melirik Rinda yang sedang membalik-balik brosur bimbingan belajar.Malam ini,dia
menginap di rumahku dan kami berencana untuk mempertimbangkan bimbingan belajar mana
yang akan kami masuki untuk persiapan SNMPTN.
Aku menyambar sebuah brosur bimbingan belajar."Enggak tahu.Bareng lo aja,deh."
"Hm ... gue pikir juga begitu.Lo kan enggak bisa hidup tanpa gue," kata Rinda,membuatnya
terkena lemparan bantal dariku.?"HOI! Bantal babi lo yang supergede,tuh!"
"Siapa bilang itu kompor!" seruku,lalu tersenyum geli.Pasti sakit rasanya tertimpa di babi karena
mengangkatnya saja membutuhkan setengah dari tenagaku.
Rinda merengut sambil mengusap-usap hidungnya yang tadi terkena moncong babi."Bokap lo
ngusulin lo buat intensif di mana?" tanyanya dengan suara sengau.
"Bokap gue harus setuju dengan keputusan gue.Gue kan bukan anak kecil lagi," jawabku
ketus.Membayangkan Ayah ikut campur dalam urusan ini membutaku benar-benar sakit kepala.
"Tapi,lo kan tetep anggota keluarga mereka." Perkataan Rinda membuatku bertambah
pusing,karena dia benar.Ayah pstinya akan ikut campur.Oh,tidak,KELUARGA-ku pasti akan
ikut campur. "Jangan ngomongin itu,oke" Sekarang,ayo pura-pura kalo kita bakalan masuk intensif yang
sama." Aku melempar brosur Ganesha Operation kepadanya dan meraih brosur Sony Sugema
College. "Oke." Rinda mengangkat bahu dan mulai tertarik dengan brosur yang kulemparkan.
Aku melirik Rinda sekilas,lalu menghela napas.Aku belum menceritakannya perihal Logan yang
tempo hari sudah berhasil membutaku menyerah.Ini kulakukan karena selama ini Rinda
kuanggap sebagai sahabat yang gagal dalam hal apa pun.Sekarang,tidak akan ada bedanya.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka,padahal aku ingat sudah menguncinya.Tuhan,sudah tak ada lagi
privasi di rumah ini.Aku tak akan heran kalau selama ini ternyata seluruh sudut rumah dipasangi
kamera ... Tunggu dulu.Mungkinkah ... berhubung keluargaku tidak normal dan sebagainya ...
Kepala jelek Zenith muncul dari sela pintu."Daze,lo dipanggil Ayah ke ruang sid-keluarga."
Zenith segera meralat kata-katanya begitu melihat Rinda."Hai,Rin."
"Hoi," balas Rinda ringan.
Aku sendiri sudah melesat keluar dari kamar dan berlari sekuat tenaga menuju ruang keluarga
tanpa memedulikan tampang bodoh Zenith dan Rinda.


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah,cepet amet nyampenya," sambut Ayah dengan wajah berseri-seri begitu aku muncul di
depannya.Semua orang sudah menunggu.
"Di.Dalam.Rumah.Ini.Enggak.Ada.Kamera.Kan?" tanyaku dengan napas terengah-engah.
Seluruh keluargaku bengong mendengar pertanyaanku.Aku harus waspada.Salah satu dari
mereka atau bahkan semuanya bisa saja berpura-pura polos.Mereka sudah sangat terlatih untuk
itu. "Enggak ada," jawab Ayah,tampak murni bingung.
"Tapi,ide yang bagus,tuh," kata Kakek,disambut anggukan setuju oleh semua anggota
keluargaku,membuatku berbalik bengong."Kan,lagi musim rumah dipasangin CCTV!"
"Apa enggak sekalian aja kita bikin reality show?" sindirku sinis sambil mengempaskan pantat
di kursi di seberang Ayah.
"Wah,itu juga ide yang bagus!" Nenek setengah menjerit.Aku yang sepenuhnya menjerit.Aku
tahu kalau Nenek sudah punya niat,dia pasti akan melakukannya.Dan reality show bukan hal
yang sulit mengingat harta kekayaan keluargaku yang sepertinya lebih dari cukup untuk membeli
stasiun televisinya sekalian.
"Enggak bisa!" seruku histeris."Aku tadi cuma bercanda!"
Tak pernah aku semenyesal ini mengetakan sesuatu.Hidupku sudah cukup parah dan
menyedihkan dengan memiliki keluarga seperti ini,tidak usah ditambah dengan menyiarkannya
ke seluruh negeri dan ditonton bejuta-juta orang segala.
Aku bisa melihat ekspresi Nenek yang jelas-jelas terlihat kecewa karena gagal menyaingi
keluarga Kardashian.Aku melirik Bunda,yang ternyata tersenyum penuh arti kepadaku.Aku
cukup yakin Bunda juga tak mau masuk televisi.Mungkin karena dia tak mau eyang kakung dan
eyang utiku di desa kejang-kejang melihatnya seperti sekarang.Maksudku,dengan seluruh
paketnya: rambut keriting berwarna semi merah,pakaian-pakainnya yang serba terbuka,belum
lagi caranya menari ... Bunda dapat dengan mudah membuat kedua eyangku anfal.Asal tahu
saja,selama ini Bunda selalu pulang ke desa dan bertemu kedua eyangku dengan busana yang
super-rpi dan tertutup,sambil mengaku dia adalah instruktur tari tradisional.
"ya,udah.Sekarang,Ayah mau ngasih kamu ini." Ayah menyodorkan sehelai kertas kepadaku.
"Apa,nih?" tanyaku heran,tetapi tetap mengambilnya.Mataku melebar saat membaca judul besarbesar pada kertas itu.
Perjanjian Tertulis keluarga Senna terhadap Dazafa Senna
" Poin 1. Dazafa Senna tidak diperbolehkan mengambil keputusan sendiri sebelum dinyatakan
lulus SMA dengan nilai bail.
" Poin 2. Dazafa Senna tidak diperbolehkan keluar dari rumah selain karena urusan sekolah dan
hal-hal lain yang mendesak sebelum dinyatakan lulus SMA dengan nilai baik.
" Poin 3. Pelanggaran terhadap poin 1 dan 2 akan dikenai sanksi yaitu kesepakatan antara kedua
pihak dibatalkan,dan Dazafa Senna tidak akan dapat lagi menentukan keputusannya sendiri.
"Kalian mau aku kabur lagi?" seruku kesal setelah membaca surat itu.Poin tiga itu benar-benar
membuatku jengkel. "Buat jaga-jaga,siapa tahu kamu ngelanggar." Ayah berkata santai,seolah tidak sadar dia sedang
mengancam."Atau enggak lulus SMA ..."
Aku menganga.Bisa-bisanya dia mempunyai dugaan bejat seperti itu terhadap anaknya sendiri"
Oh,apa aku bahkan anaknya?" Mungkin saja aku dipungut saat hangut di banjir besar tujuh belas
tahun lalu! Aku tidak tahu apa memang pernah ada banjir tujuh belas tahun lalu,tetapi paham
maksudku,kan" "Terus,maksudnya "dengan nilai baik" ini apa?" protesku setelah bisa mengendalikan diri.
"Yah,Ayah mau kalo kamu nanti lulus dengan membanggakan," kata Ayah lagi sambil melirik
anggota keluarga yang lain.
Untuk kedua kalinya,aku menatap Ayah dengan mulut menganga.Apa-apaan dia ini" Ingin aku
lulus dengan membanggakan" Aku,uang untuk masuk SD sampai SMA saja dengan menyuap"
Aku,yang hampir selama tiga tahun mempunyai rekor buruk dengan raporku"
Lagi pula batasan "membanggakan" itu apa"
"Ayah,aku bukan Dennis," tekanku untuk sekadar mengklarifikasi."Aku tidak genius.Lulus aja
udah bagus." "Ayah yakin kamu bisa lebih dari itu," kata Ayah,yang entah harus membuatku merasa bangga
atau merasa terhina. Aku mengenyakkan punggung ke sandaran kursi,memandangi surat perjanjian busuk
itu.Oh,tunggu.Ini bukan surat perjanjian busuk.Ini adalah surat jaminan kebebasanku.Meskipun
isinya ambigu dan tidak terlalu menguntungkan bagiku,surat ini tetap berharga dan aku akan
melindunginya denga sepenuh hati.
"Siniin pulpennya," kataku sambil merebut pulpen dari tangan Om Sony.Aku baru berniat
menandatangani surat itu saat menemukan hal yang membuatku melotot.Serius,ya.Keluargaku
bahkan menempelkan materai enam ribu di atasnya.Memangnya aku mau beli tanah"
"Di atas materainya,ya." Kakek mengingatkan dengan nada baik hati.
"Eh,tunggu dulu," kataku sebelum membubuhkan tanda tangan di surat perjanjian itu."Soal
kebebasanku gimana" Mana poin-poin yang membicarakan soal kebebasanku selama SMA?"
"Nanti kalau kamu sudah lulus SMA,kamu boleh ngajuin proposal," jawab Ayah
tenang,sementara keluargaku mengangguk-angguk."Kita akan bicarakan kemudian."
Memang aku tidak pernah menyukai keluuarga ini,tetapi sekarang aku benar-benar menyesal
telah menjadi bagian dari kegilaan ini selama tujuh belas tahun.Maksudku,mana ada seorang
anak perempuan yang menjadi budak di rumahnya sendiri dan harus menandatangani surat
perjanjian yang ditempeli materai untuk menebus kebebasannya?" Ya,ampun,harusnya aku ke
Komnas HAM atau apa untuk perlindungan!
Namun,akhirnya aku menandatangani surat itu juga.Aku tidak punya pilihan lain selain
menunggu bebrapa bulan lagi.Aku hanya makhluk lemah tak berdaya yang dikepung oleh
sekelompok mahadewa. "Udah," kataku tanpa nada setelah membubuhkan tanda tangan tepat di sebelah tanda tangan
Ayah dan Kakek. "Bagus,bagus," komentar mereka dengan wajah puas.Aku curiga mereka telah merencanakan
sesuatu yang busuk.Well,apa sih yang keluargaku lakukan yang tidak busuk" Sekarang,aku harus
lebih meningkatkan kewaspadaanku.
"Suratnya disimpen di Ayah aja." Ayah menarik surta itu dari tanganku,memasukkannya ke
amplop,lalu menyurukkannya ke dalam brankas yang biasa untuk menyimpan surat-surat
berharga.Wah,semahal itukah harga kebebasanku"
Oh,bodohnya aku.Tentu saja semahal itu.
"Yah,udah,kan" Aku ada tugas,nih," kata Dennis,membuat semua orang bangkit mengikutinya.
Aku baru akan melangkah keluar ketika teringat sesuatu."Yah?" tanyaku dan Ayah langsung
menengok."Aku harus ikut intensif."
Ayah tersenyum lebar."Kamu engga ikut intensif.Tapi,kamu enggak usah khawatir soal itu."
Pastinya.Pati dia sudah mengurus semuanya sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin aku
tidak keluar rumah.Dengan demikian,kehidupan sosialku hancur berkeping-keping seperti
Nagasaki-Hiroshima sampai aku masuk kuliah nanti.Itu pun kalau aku lulus SMA.
Aku segera menggeleng-gelengkan kepala,mencoba untuk tidak ikut gila seperti keluargaku,dan
naik ke kamar.Zenith ternyata masih di kamarku,asyik mengobrol dengan Rinda,dan akan terus
melakukannya kalau aku tidak mengusirnya.
"Yah ...," keluh Rinda begitu aku memberi tahunya kalau aku tidak akan ikut intensif."Bokap lo
gimana,sih" Kan,lo butuh bimbingan belajar juga!"
"Tahu,tuh." Aku mengangkat bahu,lalu memandang kosong brosur-brosur bimbingan belajar
yang breserakan di ranjangku.
"Atau mungkin,nokap lo enggak mau lo ikut SNMPTN" Maksud gue,lo pasti masuk swasta atau
disekolahin ke luar negeri! Bokap lo kan kaya!" Rinda tiba-tiba jadi bersemangat.
Aku menatap Rinda seolah dia berhasil memenangkan Golden Globe atau apa.Itu mungkin saja
terjadi.Bahwa Ayah tidak ingin aku ikut SNMPTN,bukan Rinda menang Golden Globe,tentunya.
"Bisa jadi," gumamku,dalam hati berbunga-bunga.Namun,detik berikutnya,jantungku seperti
melorot sampai ke kaki saat mengingat sesuatu.
"Wah,enak banget,lo,bisa disekolahin ke luar negeri!" seru Rinda girang.
Aku menyurukkan kepalaku ke antara bantal,lalu menekannya ke telingaku.Kata "luar negeri"
mendadak tidak terdengar menarik lagi bagiku.Di luar negeri tidak ada Logan.
Aku segera terduduk ketika menyebut nama itu.Kepalaku langsung sakit.Aku pernah berjanji
kepada diriku sendiri untuk tidak menyebut namanya lagi,walaupun hanya di dalam hati.
Rinda menatapku kaget."kenapa lo?"
Aku tidak menjawabnya.Dadaku tina-tiba sesak,dan sekujur tubuhku mengeluarkan keringat
dingin.Aku baru menyadari bahwa tidak ada kemungkinan untuk aku melupakan Logan.
Tidak sedikit pun. *** "Daze." Aku mengangkat kepalaku dari buku Biologi dan mendapati Ayah sedang berjalan menuju
gazebo.Ini adalah hari libur pertamaku semenjak Ujian Nasional,dan ya,aku membaca buku
Biologi.Sebenarnya,aku tak tahu lagi harus melakukan apa.Aku tak bisa bersenang-senang tanpa
membayangkan wajah Logan.Jadi,belajar adalah satu-satunya caraku untuk menghabiskan
waktu. Aku terdengar menyedihkan,aku tahu.
"Kenapa,Yah?" tanyaku sambil bangkit.
"Sebentar lagi kamu intensif," kata Ayah santai seolah baru berkata kalau sebentar lagi kami
makan siang."Ayo,ikut Ayah."
Aku hampir memluk Ayah,tetapi kutahan.Aku ikut intensif! Aku akan keluar dari rumah yang
menyesakkan ini setidaknya bebrapa jam dalam sehari!
Sambil bersiul ringan,aku mengikuti Ayah yang ternyata naik menuju ruang TV.Ruang yang
dulu kupakai untuk les privat bersama Logan.Ruang yang penuh kenangan.Ruang yang kulewati
setiap hari tanpa kulirik,karena aku takut mengingat semua kenangan itu.
Ayah berhenti di anak tangga teratas,lalu tersenyum jail kepadaku.Akumenatapnya heran,tetapi
detik berikutnya aku paham.Jangan bilang ...
Aku hampir saja menangis saat Ayah minggir beberapa langkah untuk membiarkanku melihat
dengan jelas ke arah ruang Tv.Logan tampak duduk di sofa yang biasa didudukinya,dengan gaya
yang sama,dan dengan baju persis seperti yang dipakainya saat pertama kali bertemu
denganku.Aku ingat kaus hijau itu,jeans itu,bahkan sepatu putih itu.Aku ingat semuanya tentang
dia. Logan menoleh dan pandangannya langsung bertemu denganku.Aku mencoba bernapas dengan
normal,tetapi tiba-tiba udara di sekitarku menguap sehingga dadaku terasa sesak.Jadi,aku hanya
bisa memandangi sosok itu nanar.
"Daze,kok bengong" Kamu bakal intensif sama Logan lagi." Ayah memberi tahu dengan wajah
gembira.Aku menatapnya hampa,memohon kepadanya untuk menyuruh Logan keluar dari
rumah ini melalui pandangan mataku.
Namun,sebanyak apa pun darah Ayah yang mengalir dalam darahku,sekuat apa pun aku
berusaha mengiriminya telepati,Ayah tak menangkap sinyal-sinyal apa pun itu.Dengan senyum
lebar,Ayah mengacak rambutku dan pergi meninggalkan kami begitu saja.Mungkin aku memang
anak hanyut yang tak sengaja menyangkut di pagar depan rumah ini.
Dengan sudah payah,aku melangka ke arah Logan tanpa menatapnya,lalu duduk di
depannya,masih tanpa meatapnya.Aku yakin ar mataku pasti akan langsung mengucur bila aku
nekat menatap dua bola mata cokelat gelap itu.
Selama beberapa menit,tak satu pun dari kami berbicara.Pikiranku berkecamuk.Mengapa dia
harus muncul lagi saat aku sedang berusaha melupakan dirinya" Oh,tidak,aku terlalu naif.Aku
tidak akan bisa melupakannya,walaupun kami tak akan pernah bertemu lagi.Sudah sekitar dua
minggu aku mencoba untuk melupakannya,tetapi kenyataannya aku tidak bisa.Tidak akan pernah
bisa,walaupun Logan menyuruhku untuk bunuh diri saja karena aku terlalu bodoh untuk hidup.
"Seminggu tujuh kali selama 3 jam," kata Logan tiba-tiba.
Aku mendongakkan kepala,tidak yakin apa Logan baru saja mulai bicara atau dia sudah bicara
dari tadi,tetapi aku tidak mendengarnya.
"Hah?" "Jadwal intensif lo." Kata Logan lagi tanpa berusaha menatapku.
"Oh." Aku mengangguk paham.Jadwal ini benar-benar akan menguras juwa dan ragaku.Ini
berarti selama seminggu aku akan menjalani 21 jam pertemuan yang menyakitkan,dan sepertinya
cwok di depanku ini berpikiran sama."Gue bisa minta bokap gue nyariin orang lain kalo lo
enggak mua." Logan mendongak dan menatapku.Giliran aku yang menunduk."Gue enggak bilag gue enggak
mau," katanya. Aku memaksakan tawa hingga terdengan seperti nenek lampir."Lo butuh biaya,ya?"
tanyaku.Aku tak tahu iblis mana yang membuatku berkata seperti itu.
Logan melempar tatapan pembunuh,lalu menghela napas."Dasar bego," gumamnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu sih gue tahu.Kalo gue pinter,lo enggak perlu ada di sini," tandasku,membuat bola matanya
kembali mengerling ke arahku.
Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya Logan membuka mulutnya lagi.Sementara itu,aku
memalingkan wajah ke layar TV dan mengawasi pantulan Logan dari sana.
"Emang,lo udah ngelupain gue?" tanya Logan,membutaku seperti tersambar petir.Apa maksud
pertanyaannya itu" "Ya,gitu deh,kira-kra," jawabku,meluncur begitu saja.
Sesaat Logan kembali terdiam sambil menatapku,dan seperti biasa,aku tak mengerti apa arti
tatapannya.Dia lalu menghela napas.
"Bagus deh,kalo gitu," kata Logan sambil mengeluarkan buku-buku dari tasnya,lalu menolak
untuk melakukan kontak mata lagi denganku sepanjang sisa hari itu.
Ini benar-benar fantasi yang gila,tetapi entah mengapa Logan terlihat kecewa atas jawabanku
tadi.Ya,Tuhan,sadarkanlah aku,ini Logan yang kubicarakan.Di fantasi tergila pun,aku tak akan
bisa membuatnya mencintaiku.
*** Kehadiran Logan sangat membuatku terguncang.Kemarin,setelah Logan memberiku buku-buku
untuk dibaca,dia langsung pulang dan mengatakan bahwa dia akan memulai lesnya hari
ini.Sebenarnya,apa sih yang dia harapkan dariku,bisa membaca buku-bukunya setelah semua
yang dilakukannya kepadaku?"
Kenyataannya,buku-buku itu malah kupeluk sepanjang malam dengan air mata mengalir
deras.Kurasa aku sudah hilang akal.Aku tidak menyangka jatuh cinta akan terasa menyakitkan
seperti ini. Saat Logan datang,aku sudah beriap-siap dengan mengoleskan concealer ke sekeliling
mataku.Aku harus menunjukkan kepadanya bahwa aku sudah tak mencintainya lagi.Karena itu
yang diinginkan Logan,walaupun aku setengah mati tidak menginginkannya.
Tak lama kemudian,aku keluar dari kamar dan melangkah dengan segenap rasa sakit di hati ke
ruang TV.Rasanya seperti puteri duyung di Little Mermaid versi H.C Andersen,yang baru saja
diberi kaki sebagai ganti ekor,tetapi melihat pangerannya menikah dengan orang lain.Tanpa
mengetahui semua ini,Logan segera memberiku buku berisi soal-soal.Tanpa banyak bertanya,aku
segera mengerjakannya. Apakah aku akan berakhir menyedihkan,jauh buih di lautan seperti puteri duyung"
"Gue lihat,lo udah enggak ada masalah," komentar Logan setelah memeriksa hasil jawabanku.
Aku takmenjawab.Aku hanya berusaha menatap layar TV yang memantulkan bayangan
Logan.Aku melakukannya sepanjang pagi ini.
"Tapi,bukan berarti lo jadi males ngerjain latihan soal-soal," lanjut Logan,tetapi tetap tak
kutanggapi.Sepertinya itu membuatnya kesal."heh,lo denger gue enggak,sih!"
"Denger,"gumanku dengan nada kesal dibuat-buat."Enggak usah teriak-teriak,gue enggak
budek." Logan menatapku sesaat,lalu menghela napas."Lo pengin nonton TV,ya?" tanyanya sebal."Bisa
enggak sih serius dikit?"
"Lo jangan cari-cari kesalahan gue,deh.Udah mending gue kerjain semua soal yang lo kasih,"
sahutku pura-pura tak peduli.
Logan menyandarkan punggungnya ke sofa,lalu menatapku dalam diam.Aku sendiri setengah
mati menahan keinginan untuk membalas tatapan itu.Aku malah melirik jam dinding untuk
menghindarinya. Logan menanggapi kelakuan itu dengan dingin."Kalo lo pengin pergi,perhi aja."
"Oh,jangan pikir alasan gue enggak pergi gara-gara lo," sahutku panas."Enggak ada lo juga gue
enggak boleh kemana-mana."
Logan mengernyitkan dahinya."Kenapa?"
"Taya bokap gue atau keluarga gue yang lain," jawabku sambil membereskan bukku dan
beranjak ke kamar. "Mau kemana lo?" tanya Logan cepat.
"Udah selesai,kan" Ada apa lagi emangnya?" Aku balas bertanya.
"Enggak ada," jawab Logan setelah beberapapa saat,lalu bergegas membetulkan tali sepatunya
yang sepertinya tidak kenapa-napa.
Malamnya,aku kembali tidak bisa tidur.Berpura-pura di depan Logan adalah hal yang paling sulit
yang pernah kulakukan. Kenapa sih hidupku semalang ini"Aku belum tentu lulus SMA,bellum tentu berkuliah,belum
tentu mendapatkan kebebasan,mengapa masih harus diajar oleh Logan lagi?"
Aku tidak bisa megatakan aku tidak senang bertemu dengan Logan lagi-aku bahagia bisa
melihatnya setiap hari-tetapi itu tidak akan mengubah apa pun.Sesering apa pun kami
bertemu,aku akan tetap bertepuk seblah tangan dan dia tetap tidak akan menyambutku.
Aku harus mengambil keputusan.Aku tak bisa terus begini.Aku tidak akan jadi buih di
lautan.Satu-satunya hal yang cukup masuk akal untuk kudapatkan adalah kebebasanku satu bulan
lagi,dan aku tidak bisa membiarkan seorang Logan sekaligus menggagalkannya.Aku akan
bertahan selama satu bulan ini.Setelah itu,aku akan bebas memilih tempat intensif sebulan
menjelang SNMPTN.Pada akhirnya,aku akan bisa melupakan Logan.
Maksudku,aku akan bisa berniat untuk berusaha melupakan Logan.
*** "Kayaknya matematika lo udah beres," kata Logan paginya."Tapi,fisika lo masih ancur."
Aku diam saja dan memilih tertarik pada buku persiapan SNMPTN.Logan menoleh ke arahku
karena tak kunjung mendapatkan respon.
"Gue heran,kenapa sih lo dulu milih IPA" Padahal kapasitas otak lo enggak cukup.Kenapa juga
sekolah lo ngebolehin lo?" celanya kejam.
"Gue juga heran," timpalku tanpa melihatnya.
Dari ekspresinya yang kulihat di pantulan layar TV,aku tahu Logan menyadari perubahanku.Aku
sudah bukan lagi cewek lemah yang segera berteriak atau menangis saat diejeknya.Sekarang aku
berusaha tidak acuk terhadap segala perkataannya,demi kebebasanku yang sebulan lagi akan
kudapati. Logan mengangguk-angguk kecil sambil membasahi bibirnya,lalu memberiku sebuah buku
berisi kumpulan soal lainnya.Akumenerima dan mengerjakannya tanpa suara.


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kataku tadi menjadi penutup dialog antara kami hari ini.
*** Setelah berppikir semalaman,aku memutuskan untuk menemui Ayah dan memintanya memecat
Logan dan mencari guru privat lain.Ayah hanya menatapku lama saat akumengutarakan
keinginanku.Jangan bilang dia bisa membaca pikiranku ... Aku tak mau dia tahu bahwa aku
sangat mencinti Logan sehingga aku tak bisa berlama-lama ada di dekatnya tanpa menangis ...
"Memangnya kenapa" Dia nyakitin kamu?" tanya Ayah.
Sial.Ayah memang bisa membaca pikiran orang.Lain kali aku harus lebih berhati-hati.
"Enggak.Aku ... bosen aja sama dia," dustaku sambil menyilangkan jari di belakang punggung.
Ayah menaikkan alis."Bosen" Kok,bisa" Dia kan gnteng?"
Benar.Selain ganteng,Logan pintar,berkarisma,charming,dan semuanya itu.Namun,aku
mencintainya,yang mana merupakan sebuah kesalahan besar.Dan dia tidak mencintaiku,yang
mana bukan kesalahannya,tetapi merupakan hal yang bisa mebunuhku.
"Bukan masalah itu.Aku cuma ... please,Yah ... Just do that for me," pintaku.
Ayah menatapku cemas,lalu memijat-mijat dahinya."Ayah butuh alasan," kata Ayah lagi.
"Please,Yah ...Ayah enggak perlu tahu alasannya.Aku bisa kok,tanpa guru privat juga," kataku
sungguh-sungguh. "Daze,setahu Ayah,Logan itu anak yang baik.Tapi,kalo berani-beraninya dia ganggu kamu,Ayah
pasti-" "Bukan itu," potongku cepat.Memikirkan Logan melakukan hal-hal yang aneh terhadapku
membuatku mual,karena kemungkinannya jauh di bawah nol."Aku cuma sebel aja sama
dia.Bisakan Ayah ganti dia?"
Ayah mendesah."Ayah butuh alasan,Daze."
Aku mulai putus asa.Usahaku untuk membuat Logan pergi dariku terancam gagal.Aku masih
harus bertemu dengannya,masih haurs berpura-pura di depannya,masih harus dengan sekuat
tenaga menyembunyikan rasa cintaku kepadanya,masih harus bersikap tak acuh
kepadanya.Bagaimana bisa aku melewatkan sebulan dengan melakukan semua itu"
"Sebulan aja,Yah," rayuku lagi."Biari aku sendiri sebualan aja,sampe aku lulus SMA.Abis
itu,aku bakal lanjutin lagi les privat sama dia."
Ayah menghela napas lagi."Ya udah,kalo kamu maksa.Sebulan kemudian,kamu harus mau les
privat lagi sama Logan.Deal?"
"Deal," sambarku cepat.Aku tak menyangka Ayah akan mengabulkan permintaanku."Thanks
ya,Yah." "Daze," seru Ayah sebelum aku menutup pintu."Ayah enggak tahu apa yang terjadi antara kamu
sama Logan,tapi Ayah harap kamu bisa nyelesain masalah itu.Kalo ternyata Logan udah berbuat
yang enggak-enggak,Ayah bakal kejar dia sampe ke ujung dunia."
"Ha," gumamku,lalu menutup pintu.
Memangnya seorang Logan mau berbuat apa terhadapku"
*** Pagi ini,aku siap untuk mengatakan semuanya kepada Logan.Dari gerak-geriknya yang
normal,sepertinya Ayah belum mengatakan apa pun kepadanya.
Aku menarik napas panjang-panjang,lalu mengembuskannya dengan mantap.Ini adalah
keputusanku.Alu tak akan menyesalinya.Aku harus mengucapkan selamat tinggal kepada Logan
untuk selama-lamanya.Aku tak akan meneruskan les intensif dengannya karena setelah aku
lulus,aku bisa menentukan sendiri nasibku.
Yang jelas,aku tidak akan bertemu Logan lagi,karena itu terlalu menyakitkan.Bertemu
dengannya seperti menaburkan garam pada luka yang masih basah.Tak akan pernah bisa
sembuh. "Lumayan,cuma salah tiga," komentar Logan setelah menilai soal Fisikaku.
"Lo," sahutku dengan nada mantap."Ini hari terakhir lo ngajar gue."
Logan berhenti memperhatikan lembar jawaban dan menatapku seolah aku baru melepaskan
lelucon garing."Apa?"
"Lo denger gue,kan" Hari ini hari terakhir lo ngajar gue.Gue enggak mau lo ajar lagi.Gue bisa
kok,jalan sendiri.Gue pasti bisa masuk universitas dengan kemampuan gue sendiri.Jadi,lo enggak
bisa ngeremehin gue lagi," kataku dengan segenap keberanian yang tersisa.
Logan menatapku lama tanpa berkedip.Aku sebisa mungkin membalasnya,walaupun dengan air
menggenangi mataku. "Bagus,kalo itu keinginan lo," kata Logan akhirnya."Lo punya keyakinan,itu juga
bagus.Tapi,apa bisa lo jalan tanpa gue?"
"Hah," dengusku."Emang lo siapa" Gue emang jadi lebih pinter berkat lo,dan gue bertetima
kasih,tapi itu enggak membuat lo jadi satu-satunya tumpuan buat gue.Gue yang sekarang bisa
jalan sendiri tanpa lo."
Logan masih menatapku tajam,seolah mencari kebenaran dari kata-kataku melalui mataku.Kalau
dia bisa melakukan itu,habislah aku.
"Ini keputusan lo atau bokap lo?" tanya Logan lagi.
"Ini murni keputusan gue," jawabku tegas.
"Apa ada hubungannya sama gue nolak lo?"" tanya Logan membuat jantungku nyaris berhenti
berdetak. "Terus terang aja,iya," jawabku lagi."Tapi,gue harus berterima kasih juga sama lo.Berkat
penolakan lo,gue bisa jadi dewasa dan bisa ambil keputusan sendiri.Gue harus berhenti
bergantung sama lo.Lo tuh,kayak candu.Candu itu lama-lama bisa ngerusak."
Logan hanya diam menanggapi kata-kataku.Air mataku sekarang sudah menetes.
"Lo belum dewasa." Logan tertawa mengejek,lalu detik berikutnya wajahnya berubah
marah."Jangan sok dewasa."
"Lo jangan ngerasa luar biasa,ya.Emang bener gue suka sama lo.Emang bener gue minta lo
berhenti ngajar gue karena lo nolak gue.Tapi,jangan gede rasa! Jangan bertingkah kayak lo
cowok paling hebat sedunia karena udah nolak gue! Yang sebenarnya lo tuh berengsek!" sahutku
tanpa bisa kukendali.Sekarang,seluruh tubuhku bergetar.
Logan mentapku dengan pandangan kosong."Gue enggak pernah ngerasa gitu.Gue cuma ..."
Aku menunggu kata-kata selanjutnya dari Logan,tetapi tak bisa kupercaya dia malah menunduk
dengan kedua tangan terkepal di dahinya.Ya,ampun,sekarang dia pura-pira terhina atau
apalah.Kurasa aku salah besar telah mencintai seorang aktor.
"Gue rasa gue udah salah," kata Logan tanpa kumengerti artinya."Lo bener.Selama ini gue udah
gede rasa.Mungkin ini salah gue.Mungkin selama ini gue terlalu kasar sama lo,tapi lo harus
percaya kalo gue enggak pernah berniat mainin lo."
"Maksud lo apan,sih?" tanyaku setengah menjerit."Kenapa sih lo seneng banget bikin gue
bigung" Sekarang apa" Lo mau bertingkah lembut lagi" Supaya gue jatuh cinta lagi sama lo"
Terus ntar lo tolak gue lagi" Mau lo apa sih,Lo?"
Entah apa yang kulihat ini nyata,tetapi wajah Logan saat ini terlihat sangat menderita.Tak ada
kerutan di dahinya maupun senyum mengejek di bibirnya.Mata dan bibirnya turun,sehingga
kalau aku tak mengenalnya,aku pasti akan menyangka dia cowok simpati.
"Sori,Daza.Sori kalo selama ini gue nyakitin lo.Tapi,gue enggak pernah bermaksud begitu,"
katanya membuatku menganga."Keputusan yang lo ambil ini udah bener.Gue enggak seperti
yang lo yakini .Seharusnya ... seharusnya gue nolak permintaan bokap lo buat ngajar lo lagi.Gue
enggak nyangka kalo nantinya lo tambah menderita."
Sekarang,aku sudah terduduk sambil menangis dengan seluruh kekuatanku.Aku tak sanggup lagi
mendengar kata-katanya.Barusan dia menyebut namaku,hal yang belum pernah dilakukannya
sekali pun sejak pertama kami bertemu.
Logan bangkit sambil memandangiku yang terisak."Gue seneng,yang buat keputusan ini bukan
gue," katanya lgi,membuat isakanku menghebat."Sori kalo gue udah menyangsikan lo.Gue yakin
lo bisa survive tanpa gue.Lo cuma harus berusaha lebih keras."
Aku tetap tidak menjawab.Untuk bernapas saja rasanya sangat sulit.
"Gue pulang ya." Logan pun melangkah pergi,lalu berbalik sebelum menuruni tangga."I"m
sorry.I really am." Aku tidak bisa mencegahnya.Aku hanya bisa menatap punggungnya menghilang ke dalam anak
tangga. Aku masih belum berhenti menangis.
*** "Yang itu jangan ditempel ke siitu,Daze."
Suara Tante Amy menyadarkanku.Ternyata aku salah menempelkan perekat pada diapers
Ruben.Diasper itu sekarang terlihat aneh karena terpasang miring.Ruben tampak tertawa-tawa
sambil menunjukku.Hebat.Aku ditertawakan sepupuku yang usianya masih bisa dihitung jari.
"Ah,sori." Aku langsung mundur teratur sementara Tante Amy segera menggantikanku.Akhirakhir ini dia semakin mahir mengganti diapers Ruben.Benar-benar bukan Tante Amy yang
kukenal. Aku menatp Tante Amy yang sekarang sedang menggendong Ruben sambil menyanyikan lagu
Starships-nya Nicky Minaj.Kurasa,dia positif sakit juwa.Dan Ruben dipastikan akan tumbuh
menjadi seorang playboy. Sudah seminggu ini aku berhenti les privat dengan Logan.Praktis,aku jadi pengangguran dan tak
tahu lagi harus melakukan apa,karena belajar pun membuatku ingat kepada Logan.Aku pernah
dengan bodohnya mengeluhkan hal ini kepada Zenith,dan dia mulai menyarankanku untuk
mengecat pagar rumah,membetulkan AC,atau apalah.
Jujur saja,aku masih belum bisa melupakan satu kata pun yang diucapkan Logan saat itu.Logan
sudah membuat hidupku yang menyedihkan jadi tambah suram.Sekarang,aku terpuruk karena
keputusan yang telah aku buat.Setiap sel tubuhku merindukannya dan memanggil-manggil
namanya. Meskipun demikian,aku tidak menyesal.Aku senang akhirnya telah selangkah lebih
maju.Setidaknya,ada yang berubah dari kehidupanku yang suram ini.Setidaknya,aku bbukan lagi
cewek malang yang mengemis-ngemis cinta.
Namun,untuk itu,aku harus membayar mahal.Sekarang,aku tak tahu lagi kabar Logan.Nanda
bilang,akhir-akhir ini Logan jarang terlihat di kampus.Kalaupun datang,Logan pasti terlihat
kelelahan.Aku bertanya-tanya,apa mungkin ibunya sakit lagi.Kalau demikian,aku telah berdosa
karena Logan sekarang tidak punya uang untuk membantu biaya rumah sakit.
Aku benar-benar sedang berada dalam dilema.Namun,sudah terlambat untuk memperbaiki
semuanya.Tanpaku,Logan pasti bisa mengurus hidupnya sendiri.Sekarang yang bisa aku lakukan
adalah bersabar sampai hari itu tiba.
Hari kebebasanku. My Happy Ending P.S : Oke ini adalah bab terakhir dari Meet The Sennas,makasih yah semuanya yang udah mau
baca plus nungguin postingan ini,maaf kalo ngaret ngepost nya.
Thanks for all. Aku belum pernah merasa setegang ini.Well,aku tegang setengah mati sih saat menghadapi ujian
Matematika,tetapi kali ini rasanya sangat berbeda.Rasanya berkali-kali lipat lebih
parah.Penentuan nasibku yang sebenarnya terletak di sisni.
Sudah tiga hari ini,aku dan Rinda mengunjungi sekolah tiap pagi,hanya untuk mendapatkan
kabar-kabar terbaru soal kelulusan kami.Beberapa hari lagi,sekolah akan mengadakan pesta
perpisahan,sekaligus pengumuman kelulusan bagi murid-murid kelas dua belas.Bagiku ini sama
sekali tidak adil,berhubung ada gosip yang beredar bahwa ada tiga orang yang tidak lulus.Aneh
sekali kalau sekolah memutuskan mengadakan pesta dulu baru pengumuman.Rasanya,sangat
menyedihkan kalau kami hanya bisa duduk dengan tegang dan canggung selama pesta
berlangsung karena sibuk berdoa,berharap kami bukan satu dari tiga orang
tersebut.Seharusnya,sekolah mengadakan pesta setelah pengumuman sehingga murid yang tidak
lulus tidak perlu datang ke pesta dan mempermalikan diri sendiri.
Jadi,aku tidak terlalu gembira ketika anak OSIS kelas sebelas nenberiku undangan
pesta.Kupikir,Rinda mengalami mental breakdown karena dia malah menjerit saat anak kelas
sebelas itu menyerahkan undangan kepadanya.
"Aih,Daza! Prom!" sahutnya dengan frekuensi suara melebihi pesawat jet.
Aku mengernyit."Kenapa lo malah seneng?"
"Karena ini,yah,PROM!" pekiknya,seolah aku satu-satunya anak SMA tang tidak tahu arti kata
prom. "Ya,terus kenapa lo seneng sama prom ini" Maksud gue,kita belum tentu lulus,tapi udah dansadansa ..."
Rinda terkesiap mendengar kata-kataku.Detik berikutnya,kami tersenyum-senyum sendiri
membayangkan betapa kakunya kami saat prom nanti.Kalaupun memaksakan diri untuk
berdansa,gerakannya pasti akan lebih mirip Well-e daripada Dirty Dancing.
"Ah,udahlah,lagian gue enggak ada date," kata Rinda,lalu menyeruput jus jeruknya.
"Sama,dong," timpalku,membuat Rinda langsung mendongak.
"Lo ngomong apaan,sih" Si Logan" Bukannya lo udah 99% dapet sepuluh?" tanya Rinda betubitubi.
Aku baru sadar kalau Rinda belum mengetahiu apa pun selama sebulan terakhir ini.Tidak tentang
Logan,tidak pula tentang perjanjian keluargaku.Rinda masih mengira bahwa perjanjian antara
aku dan Logan yang dulu-tentang pertimbangan Logan jika aku bisa mendapat nilai sepuluh pada
ujian Matematikaku-masih berlaku.
Setelah menghela napas dalam-dalam,akhirnya aku mengatakan semuanya,mulai dari soal Logan
sampai soal keluargaku.Rinda hanya bisa melongo selama mendengarkan ceritaku.Aku tahu
pipiku sudah memerah karena menahan tangis,tetapi aku tak akan menangis.Aku tidak akan
menangis lagi.Terlalu sering menangis berarti aku belum dewasa,juga akan membuat mataku
bengkak seperti habis kena pukul.Dan sekilas info,concealer-ku sudah habis.
"Wow.Lo.Keren.Banget," puji Rinda,benar-benar kagum terhadapku.
"Biasa aja." Aku merendah,tidak merasa memerlukan pujian itu.Bisa-bisanya dia menganggapku
keren saat aku ditolak oleh Logan dan menentang seluruh keluargaku.
"Tapi,keren banget.Lo tegar banget tentang si Logan.Harusnya kan lo apain dia,gitu.Tendang
kek.tinju kek." Sudah cukup buruk Logan tidak menyukaiku,menolakku,tidak perlu ditambah dengan dipukul
atau ditendang segala.Bisa-bisa,aku malah dibencinya seumur hidup.
"Bukan salahnya kalo dia begitu." Aku membela Logan.Jadi,Rinda melongo tidak terima.
"Apa lo bilang" Buka salahnya" Tapi,dia enggak bisa memperlakukan lo kayak begitu! Dia
bohong sama lo! Dia mengiming-imingi sesuatu yang enggak nyata sama lo!" pekik
Rinda,seolah sekarang masalahku ini pantas dijadikan makanan publik.
"Ini salah gue.Gue yang terlalu maksa dia.Dia enggak bakal suka sama gue kalo gue terusterusan maksa dia.Padahal,gue sendiri yang bilang cinta enggak bisa dipaksain," kataku
pelan,berusaha membujuk Rinda untuk menggunakan volume yang sama denganku.
"Wow.Lo emang bener-bener udah dewasa," kata Rinda,sekarang sudah kembali memandangku
kagum."So,lo udah total enggak suka lagi sama Logan?"
"Yup," sanggupku,walaupun terdengar lemah dan kurang determinasi.Rinda menganggukanggukan kepalanya,tampak paham."Jadi." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Kita
enggak akan punya date,kan" Kita pergi bareng,ya?"
"Oh." Rinda menegakkan kepala."Gue yang enggak punya date.Tapi,lo punya."
"Lo ngomong paa,sih" Kan,tadi gue udah bilang Logan-"
"Gue enggak bilang Logan," sambar Rinda misterius,lalu memandang kebelakangku sambil
tersenyum-senyyum sendiri.
Aku mengikuti arah pandangannya dan mendapati Dalas sedang berjalan ke arah kami.Rinda
pasi sudah gila kalau menyarankan aku pergi dengannya.
"Oi!" sahut Dalas sambil mengambil tempat di sebelahku.Tepatnya,dia menyerudukku agar aku
bergeser ke samping.Aku terdorong begitu kuat sampai nyaris terjatuh."Ups,sori.Lemes
amat,sih" Enggak lulus,ya?"
Aku dan Rind membeku bersamaan.Kata "lulu" sekarang seolah kata yang tabu untuk
diperbincangkan.Anak kelas dua belas mana pun pasti akan langsung jadi bad mood kalau
mendengarnya. "Jangan ngomong tentang itu,would tou?" sahutku sebal."Itu sensitif banget akhir-akhir ini."
"Eh,sori lagi,deh," Dalas nyengir kuda."Jadi ... prom nanti pergi,kan?"
"Pergi," sambar Rinda sebelum aku sempat menjawabnya."Tapi,Daza enggak punya date."
"Thanks,Rinda," sindirku sambil melemparkan tampang masam kepadanya.Aku benar-benar tak
boleh mengatakan rahasia sekecil apa pun lagi kepadanya.
Rinda malah mengeluarkan senyum licknya."Anytime."
"Masa,sih?" tanya Dalas-yang ternyata tak mengerti bahasa tubuh sesama cewek."Si Logan?"
"THANKS,Rinda," kataku sekali lagi kepada Rinda,yang sekarang sudah mengerut pura-pura
tak tahu.Dia sungguh menyebalkan.Mungkin harusnya dia yang jadi salah satu anggota keluarga
Senna. "Apaan,sih?" tanya Dalas lagi."Emang si Logan enggak bisa?"
"Gue enggak tahu bisa ngajak cowok yang bukan dari sekolah kita," kelitku cepat.
"Oh,bisa,kok.Siapa dulu dong,ketua OSIS-nya."
"Emang elo?" tanyaku heran.Rasanya,aku tak pernah mendengar Dalas sebagai ketua OSIS.
"Bukan.Enggak tahu siapa.Pokoknya,anak kelas sebelas IPA tida.Tapi,karena dia enggak bikin
dress code di prom ini,jadi dia oke buat gue.Rasanya,dulu gue enggak milih dia deh.Hm ... jadi
merasa berdosa." Aku dn Rinda melongomantap Dalas yang terus mencerocos.Dia memang ajaib,dan terbukti
membantu memulihkan kessehatan psikisku.Aku tertawa terbahak-bahak selama
bersamanya,sesaat melupakan semua masalahku.
*** "Oke.Rinda udah pulang.Jadi,kenapa si bego itu enggak pergi sama lo?" cecar Dalas sepulang
sekolah.Aku tak tahu mengapa,tetapi begitu bel berdering,anak itu sudah menunggu di depan
kelasku. "Karena ... dia enggak suka gue?" kataku,berusaha terdengar seceria mungkin.
Dalas berhenti berjalan dan memandangku."Enggak mungkin."
"Kenapa enggak" Gue bukan Beyonce yang disukain semua cowok," tukasku.
"Enggak perlu jadi Beyonce untuk disukain cowok," balas Dalas."Lagian,gue lebih suka Taylor
Swift." "Oke.Jadi,gue bukan Beyonce,bukan juga Taylor.Gue bahkan bukan siapa pun yang
cantik.Jadi,apa perlu alesan kenapa dia enggak suka sama gue?"
"Eh,denger." Dals meraih kedua bahuku,lalu menatpku lekat-lekat."Enggak perlu jadi siapa pun
yang cantik untuk disukain cowok.Buktinya,gue pernah suka sama lo.Ng ... maksud
gue,bukannya gue bukan cowok ataupun bukannya lo enggak cantik ..."
"Enggak apa-apa,kok,beneran," potongku sambil tersenyum menatap wajah imut itu."Lo benerbener udah ngehibur gue.Lo bener-bener cowok baik.Jarang lho,ada cowok kayak lo di dunia
ini." "Oh,jadi ceritanya lo nyesel dulu udah nolak gue?" kata Dalas sambil merangkulku,membuatku
tertawa. Harusnya aku menyewa Dalas untuk tinggal di rumahku supaya setiap kali aku sedih,dia bisa
menghiburku.Namun,mana mungkin.
Maksudku,keluargaku akan membunuhnya terlebih dahulu.
*** "Oke.Sekarang jelasin.APA INI?" jeritku begitu melihat sebuah gaun berwarna hijau muda di
atas tempat tidurku. "Tenang,Daza sayang,ini cuma gaun,kok," kata Tante Amy kalem,lalu melayangkan "cuma
gaun" itu dan mengempaskannya ketubuhku.


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tante,aku bingung,bukannya buta! Gaun itu buat apa?" seruku tak sabar.
"Aduh,kamu ini.Ya,buat prom,lah.Buat apa lagi" Ayo,dicobain."
Sebarnya,gaun tiu adalah gaun terindah yang pernah aku lihat (aku tak kaget lagi saat Tante Amy
mengatakan sesuatu seperti Donna Karan).Aku tahu dia atau Nenek pasti sudah memesannya
langsung ke Amerika sana.Meskipun gaun itu layak untuk dipakai ke karpet merah Academy
Award,gaun itu berwarna hijau.Bukannya biru muda,warna kesukaanku.
Tante Amy jelas kecewa meluhat raut wajahku."Kenapa" Kamu enggak suka" Cakep gini!"
"Cakep sih,tapi ..." Aku menatap gaun itu dan menggigit bibir bawahku."Aku suka biru
laut.Tante tahu,kan?"
"Tahu." Tante Amy berlagak tak perduli,"tapi kamu enggak bakal nyesel deh,pake baju ini.Tante
jamin." "Tante yakin amat,sih?" tanyaku,pasrah saat Tante Amy melpaskan seragam sekolahku dan
memakaikan gaun hijau itu ketubuhku.Anehnya,gaun itu jatuh dengan pas dibadanku.Aku
mengrenyitkan dahi."Kok,bisa pas?"
"Jangan pernah lagi bilang kalo Bundamu enggak pernah merhatiin kamu," kata Tante Amy
sambil tersenyum dan mendorongku ke depan cermin.
"Ya,Tuhan ...," gumamku saat melihat pantulan tubuhku di cermin.
Entah sejak kapan,aku tak tampak lagi seperti kuda nil.Tiba-tiba,akumerasa sangat kurus.Dan ...
baju ini terlihat sangat indah di tubuhku.
Tante Amy berbisik di telingaku,"Cantik,kan?"
Aku mengangguk,tetapi tetap merasa ada yang salah.
"Kok ... aku bisa kurus banget kayak begini,sih?" tanyaku heran.Perasaan,aku tak pernah
melakukan usaha apa pun untuk itu.
Aku mengerling Tante Amy melalui cermin-yang segera salah tingkah.Ya,ampun.Ternyata ada
sesuatu lagi di balik ini.
*** Aku tak percaya.Aku bena-benar tak percaya.Seorang ibu tega memberi racun kepada anaknya
sendiri! Aku bukannya sedang menonton berita atau apa,tetapi ini terjadi kepadaku!
Bunda tenyata sudah lebih dari dua bulan memberikanku susu rendah kalori dan sengaja
menumbuk halus obat diet-yang menurutnya obat dari dokter-yang sangat manjur ke dalam jus
jerukku! Tuhanku,apa ada hal lain yang lebih kejam lagi dari ini" Ibuku sendiri berusaha untuk
membunuhku! "Tapi,Sayang,lihat hasilnya ... kamu cantik kan pakai gaun itu?" Bunda coba membela diri
sambil mebelai pipiku. Tadi,tepat setelah aku mengepas baju,aku turun dan mencari Bunda tanpa melepasnya terlebih
dahulu.Di ruang makan,semua orang memandangku takjub.Kemudian,saat aku bertanya kepada
Bunda apa yang terjadi padaku karena semua ini terasa mencurigakan,dia membeberkan
semuanya.Sekarang,dia malah membelai-belai anak yang hampir dibunuhnya.
"Tapi,Bunda ngasih aku racun!" sahutku histeris."Bunda mau ngebunuh Daza,ya?"
"Bukan racun,kok,Sayang ... cuma obat diet.Kalo Bunda kasih tahu kamu,kamu enggak akan
pernah minum." "Ya,jelas enggak akan! Obat kayak gitu kan cuma nyakitin badan! Udah untung Daza masih
hidup! Sekarang,buang semua obat dan susu itu!" perintahku dan seketika Bi Sumi membuang
semua obat pelangsing dan susu rendah kalori yang dibeli Bunda ke tempat sampah.
Bunda menatapku sedih,tetapi aku tak peduli lagi.Aku memang senang mempunyai tubuh
kurus,tetapi fakta bahwa di dalam darahku mengalir bahan-bahan kimia entah apa terasa sangat
mengerikan. Aku duduk di meja makan dengan kasar,lalu menyingkirkan semua jus jeruk yang disodorkan
kepadaku.Aku menyendok nasi banyak-banyak ke piring dan mengendusnya sebelum
memasukkannya ke dalam mulut.Namun,belakangan aku sadar,kalau memang ada obat diet di
dalam nasi,keluargaku yang lain pasti ikut memakannya.
"Ng ... Daza?" tanya Tante Amy yang baru saja turun.Aku mendeliknya,sebal karena dia sudah
berkomplot dengan Bunda.Oh,aku lupa,semua orang berkomplot dan mengerjaiku seperti
biasa.Selalu aku lawan The Sennas.
"Apa?" sahutku galak.
"Bisa tolong kamu lepasin dulu Donna Karannya" Sayangkan kalau kena kua sayur?"
Bukannya menurutinya,aku melanjutkan makan sambil sengaja mencipratkan kuah sayur asem
ke bajuku sedikit-sedikit.
Aku tak tahan sampai hari itu tiba.Benar-benar tak tahan.
*** Entah apa aku yang salah,atau apa keluargaku yang pura-pura lupa bahwa sehari hanya ada 24
jam,tetapi tepat setelah kami pulang dari mall untuk membeli heels 15 senri,Nenek langsung
menyambar tanganku dan menculikku ke-ke mana lagi-salon tempat dulu rambutku diubah ala
Medusa.Aku tak memberontak karena sebelumnya kami memang sudah membuat perjanjian
tertulis bahwa rambut sambunganku akan dilepas dan warna rambutku akan dicat seperti
sediakala atau aku tak akan pernah mau lagi bicara kepada Nenek.
"Halo,Mbak Daza ..." Dona menyapa begitu aku masuk ke salon itu.Dona ini asisten orang
Jepang yang dulu menyiksaku.Dia agak,yah,sedikit kurang jantan.Oke,oke,dia banci.Namun,setidaknya namanya tidak berakhiran "ce" seperti Mance,Donce,Rince,yang mana
benar-benar so last century.Bosanya sendiri sedang pulang kampung.Aku harap dia tidak
kembali dengan rambut Sadako atau siapa.
"Hai," balasku kaku.Dona segera mendatangiku dan mengecup pipiku sebelum aku bisa
mengelak. "Lho" Mbak Daza kurusan,ya" Cakep deh ... Terus-Ah!"
Baik aku maupun Nenek terlonjak mendengar lengkingannya saat memegang rambutku.
"Apa" Apa" Ada kecoak di rmbut gue?" jeritku histeris.Nenek malah melenggang santai ke sofa
dan mengambil Vogue,seolah sudah tahu masalahnya dan tak menganggapnya lebih penting
daripada koleksi musim panas Prada.
"Bukan itu! Rambut Mbak Daza kusam banget! Kayak enggak pernah dirawat!" seru Dona
sambil melemparkan helaian rambut yang tadi dipegangnya seperti melempar ulat bulu.Tanpa
memedulikan ekspresiku,dia segera menyerahkan aku kepada rekannya untuk dikeramas.
"Gue minta semua rambur menjijikan ini dilepas,dan cat lagi rambut gue kayak yang dulu,"
perintahku setelah selesai dikeramas.
"Ih,Mbak Daza.Masa ngomongnya cat sih emangnya tembok," kata Dona genit,lalu terkikik.
"Sebodo.Pokoknya lakuin,atau salon ini bakalan diboikot," ancamku dan setelah itu Dona
melakukannya semuanya dengan rapi.
*** Sebuat aku narsis atau bagaimaa,pokoknya aku cinta diriku sekarang ini! Aku sangat menyukai
potongan rambutku yang baru,seperti Rihanna di video klip Rehab.Namun,yang paling aku suka
adalah,warna rambutku kembali hitam.Malah,Dona memberinya highlight sehingga bila terkena
sinar matahari,rambutku akan memantulakan sinar kebiruan yang keren banget.Rambut ini
sekaligus menutupi pipiku yang masih tampak sedikit tembam.
Asal tahu saja,Nenek hampir menangis saat aku menyuruh Dona memotong habis
rambutku.Namun,dia tidka bisa melakukan apa pun kalau mau masih bicara denganku.
Seperti yang sudah kuduga,seluruh keluargaku tercengang begitu melihat penampilan
baruku.Selanjutnya,mereka cemas berlebihan.Maksudku,ini kan hanya rambut yang
kupotong,bukan urat nadiku atau apa.
Bukannya mendukung,mereka malah mengatakan sesuatu seperti "Ya,ampun ... enggak apaapa,enggak ya?" dan hal-hal lain yang seperti itu.Memangnya kenapa sih,kalau aku potong
rambut" Seakan hal itu bisa membuat kami jatuh miskin saja.
Aku memutuskan untuk masuk kamar dan menutup telinga rapat-rapat karena Om Sny mulai
berlatih gitar lagi.Meskipun demikian ... suaranya tidak terdengar sumbang.Sungguh.Aku sendiri
tidak percaya,tetapi raungan gitar itu sekarang setidaknya bisa didengar,malah cenderung
bernada. Oh,aku kebanyakan berpikir.Mungkin saja itu teman Om Sony yang menjadi band dalam
albumnya,atau aku yang sudah terlalu pusing dengan kehidupanku.
Hal terakhir yang ingin kupedulikan adalah isi labumnya.
*** Jadi,hari ini adalah hari perpisahan,sekaligus hari penentuan nasibku.Aku sungguh-sungguh
berharap aku tidak jadi bagian dari trio-tidak-lulus-versi-gosip itu.Aku tidak akan sanggup jika
harus mengulang kehidupan SMA setahhun lagi,terutama dengan Zenith sebagai juniorku.
Oh,tidak,ada masalah yang lebih serius di sini.Aku tidak mau mengulang seumur hidupku di
rumah gila ini.Tujuh belas tahun kuanggap lebih dari cukup.
Aku baru membuka mata dan sedang membayangkan tiga tahun masa SMA-ku saat dikejutkan
oleh kehadiran Dona di pintu kamarku.
Dona,Di kamarku.Ada yang lebih buruk dari ini?"
"Argh!" jeritku begitu melihatnya dan belasan dayang-dayangnya masuk berduyun-duyun ke
kamarku.Apa aku masih bermimpi" Apa dosaku,ya,Tuhan,sampai dapat mimpi seburuk ini?"
"Daza,tenang ah,enggak usah sebegitu kagetnya." Bunda tahu-tahu muncul dari kerumunan itu
dan mengedikkan kepalanya ke arahku-apa pun artinya.Aku masih begitu kewalahan saat diseret
ke kamar mandi oleh beberapa dayangnya Dona.
Tahu sendiri kan keadaan baru bangun tidur.Aku tak dapat menolak segala lulur dan krim yang
dioleskan dayangnya Dona pada kulitku.Lagi pula,wanginya sangat enak dan membuatku
rileks,ditambah lagi pijitan-pijitan yang membuat semua rasa pegalku hilang.Untung saja
dayang-dayang Dona ini cewek,karena kalau tidak,aku pati sudah membunuh mereka-setelah
membunnuh Bunda dan Dona dulu,tentunya.
Setelah semua urusan pijat-memijat berakhir,aku disuruh berendam di dalam air rempah.Lima
belas menit yang menyegarkan berakhir dan aku keluar dari kamar mandi dengan jari-jari tangan
yang mulai keriput.Setelah itu,aku dipakaikan body lotion beraroma aprikot.
"Ayo,di make-up," kata Dona saat aku bangkit,bermaksud sarapan.
"Ayo,di make-up?" ulangku dengan nada sarkatis,berhubung aku lapar."Please,Dona,ini masih
jam sebelas! Prom masih 5 jam lagi! Dan gue lapar berat!"
Aku meninggalkan Dona sebelum dia sempat mengoceh lagi.Di ruang makan,hanya ada Tante
Amy. "Halo," sapa Tante Amy yang sedang membaca koran pagi.Aku tak pernah menyangka akan
menggunakan "Tante Amy" dan "koran pagi" di dalam kalimat yang sama.Namun,saat aku
melirik isi koran itu,dia ternyata sedang membaca rubrik traveling.
"Hai," balasku sambil duduk di sampingnya.Aku mengambil roti dan mengolesnya dengan selai
kacang. "lemes amat.Hari ini kan pengumuman kelulusan kamu," katanya sambil melipat koran.Mungkin
destinasi traveling-nya tak lebih menarik daripada calon ondel-ondel sepertiku.
"Justru itu," balasku tak bersemangat."Kalo mikirin itu,pasti aku langsung lemes."
"Ayolah,ceriaan dikit.Hari ini pasti asyik,deh." Tante Amy mengedikkan matanya."Tante
jamin." Aku menatapnya yang sudah bangkit dan bergerak pergi.Apa sih maksudnya" Kenapa dari
kemarin diatampak yakin sekali" Dia sudah tahu kalau aku tidak lulus atau bagaimana"
Aku menggigit rotiku,yang terasa sangat hambar,walaupun aku sudah menghabiskan setengah
botol Nutella. *** "Hoi,Si Zenith ngajak gue ke prom,nih! Lo ya,yang nyuruh?"
Suara Rinda yang mencecar di telepon membuatku mengernyit.Tadinya,aku berniat memintanya
menjemputku,tetapi aku malah dapat kabar mengejutkan begini.Memangnya aku punya waktu
untuk menyuruh Zenith mengajak Rinda"
"Hah" Enggak," sergahku,tetapi kalau dipikir-pikir lagi,mereka cocok juga.Sama-sama
menyebalkan."Tapi,emangnya kenapa" Bukannya lo juga seneng punya date" Sekarang,justru
gue yang enggak punya."
Aku mematut diriku di cermin.Dona tampak sedang serius mengatur rambutku,sehhingga luput
mengomentari kalimatku yang terakhir.
"Iya sih,tapi kan tiba-tiba banget! Terus,bukannya Zenith enggak cakep,tapi dia masih muda
banget! Lo tahu sendiri kan gue suka cowok yang lebih tua ..."
"Rin,lo bukannya mau kawin,kan" Santai aja kenapa?" ttukasku sebal."Oh ya,lo udah siap" Udah
jam setengah tiga,nih.Ntar lo jemput gue,kan?"
"Yup.Gue ke sana jam tiga lima belas.Jangan ngaret,ya."
"Bukannya elo-"
Terlambat.Rinda sudah menutup teleponnya.
"Don,bisa cepetan" Temen gue udah mau nyamper,nih," kataku.
"Oh,tenang.Udah mau selesai kok,tinggal tambah ini," kata Dona sambil menyematkan sebuah
jepit rambut yang berbentuk daun dari manik-manik yang sangat indah ke rambutku."Voila!"
Begitu Dona menyingkir dari pandanganku,aku menatap bayangan tubuhku di cermin.Aku tak
percaya ini aku.Maksudku,dengan tubuh,wajah,gaun,dan rambut ini,ini semua bukan aku.
"Oh,cantik sekali!" sahut Bunda yang menyeruak di antara Dona dan dayang-dayangnya.
Aku sendiri masih memandangi pantulan diriku di cermin.Wajahku tampak sempurna berkat
shading-shading yang dibubuhkan Dona,bibirku yang semula tipis sekarang tampak penuh oleh
sapuan lipstik liquid berwarna peach,mataku tampak semakin indah dipakaikan maskara dan eye
shadow berwarna hijau muda,dan rambutku,aku tak percaya ini rambutku,sekarang aku tampak
benar-benar tampak seperti Rihanna yang siap pergi ke Grammy Awards.Aku bahkan memakai
stiletto dari Gucci.Siapa pun,tolong gelar karpet merah!
Aku merasakan tangan lembut Bunda di bahuku."Ayo turun,Daza."
Di ruang keluarga,semua keluargaku berkumpul,seolah sudah menunggu momen ini.Aku turun
dengan amat hati-hati-aku tak mau terjerembap karena heels-sambil mengutuk dalam
hati.Kenapa mereka harus berkumpul saat aku berdandan habis-habisan seperti ini"
Aku lupa.Mereka selalu berkumpul kalau itu ada hubungannya denganku.
"Wow!" seru Ayah yang pertama kali melihatku.Segera saja pipiku memerah."Daza! Cantik
banget!" Aku tahu dia tidak sedang berbohong.Bahkan Zenith saja ternganga melihatku,walaupun detik
berikutnya dia berhasil mengatupkan mulut.Aku memandang mereka dengan wajah menantang.
Kakek bersiul."Kayak model Cosmopolitan!"
Aku melirik Zenith yang,di luar dugaan,tidak membatah perkataan Kakek.Dia hanya diam dan
mematung dengan ekspresi seperti baru menelan gumpalan hair extention-ku.Ha,kurasa aku
sudah membuktikan kepadanya kalau di dalam sel-sel tubuhku masih ada gen Senna.
"Om Sony ke mana?" tanyaku setelah sadar dia tidak ada di sana.Aku kan juga ingin tahu
pendapatnya soal penampilanku ini.Kalau Zenith saja bisa kutaklukkan,Om Sony bisa-bisa akan
memintaku untuk jadi model video klipnya.Bukannya aku mau,sih.
"Oh,eh,dia ada di studio." Tante Amy tergagap.Aku segera mencium gelagat tak beres dari
kelakuan semua keluargaku yang mendadak sok sibuk.
"Dia enggak akan-"
"AH! Itu kayaknya Rinda udah dateng! Ayo ceper,Daze,Zen!" Bunda memotong kata-kataku
dan mendorongku ke pintu.Perutku tiba-tiba terasa seperti dipenuhi es batu.
"Semuanya,doain aku,ya!" sahutku sebelum keluar dari rumah.Aku benar-benar membutuhkan
doa dari siapa pun sekarang ini,walaupun itu dari keluargaku yang tak bisa disebut religius.
"Wah,Daza! Lo cantik banget!" seru Rinda terkagum-kagum begitu melihatku.
"Yah,udah sekitar seribu orang sih yang ngomong begitu," candaku sambil masuk ke mobilnya.
"Ayo,cabut!" seru Zenith yang ikut melompat masuk."Gue udah enggak sabar,nih."
"Eh,Zen." Rinda melirik Zenith dari spion tengah."Bukannya gue enggak suka lo,tapi gue lebih
suka sama cowok yang lebih tua.Jadi,sori ya,kalo gue ntar ninggalin lo di pesta."
Aku cuma melongo menatap Rinda.Aku tahu,di belakang,ekspresi Zenith pun sama begonya
denganku. "Oh," kata Zenith setelah bisa mengatasi kekagetannya."No problemo."
*** "Wah,rame juga,ya," komentar Zenith begitu kami memasuki sekolah.
"Ya,rame,kalo setiap anak kelas dua belas bawa anak dari sekolah lain," sindirku sambil
menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga.
"Oh,bener juga.Tapi,ada yang enggak bawa sama sekali kan,ya?" Zenith membalasku santai lalu
menggandeng Rinda memasuki sekolah.
Dasar anak terkutuk.Pesta bahkan belum dimulai dan aku sudah mendapatkan pertanda buruk
dengan kehadiran Zenith. Dengan susah payah,aku melangkah masuk ke gedung utama yang sudah disesaki anak-anak
berpakaian rapi.Aku bisa merasakan tatapan dari orang-orang,yang tak jarang berbisik-bisika
membicarakan aku.Aku berusaha tidak mengacuhkan mereka dan melangkah menuju aula yang
sudah berubah menjadi ballroom dengan dekorasi yang sangat indah.Diantara cahaya yang
temaram,bintang-bintang emas tergantung di seluruh langit-langit,berkelipan mengelilingi
sebuah disco ball berukuran jumbo.
Karena rikuh berdiri sendirian,aku memutuskan untuk mengambil sari buah di meja hidangan
dan memperhatikan keadaan dari pojok ruangan.Rinda tampak sudah asyik mengobrol dengan
Zenith.Cih.Siapa tadi yang mengatakan tidak suka cowok yang lebih muda/
Tidak beberapa lama kemudian,acara dimulai.Kami semua berkumpul di depan
panggung.Ruangan tiba-tiba menjadi sangat temaram.Kepala Sekolah sudah berdiri dengan
wajah semringah di atas panggung,menyampaikan beberapa kata sambutan yang langsung
disambut dengan tepuk tangan canggung oleh murid-murid.
"... supaya kalian bisa menikmati pesta ini tanpa beban,kami akan mengumumkan perihal
kelulusan saat ini juga."
Seketika semua tepuka itu berhenti.Aku sampai harus bersandar ke dinding agar tubuhku tidak
oleng. "Baiklah,saya akan mengumumkan siswa yang tidak lulus terlebih dahulu."
Selebihnya,aku tidak mendengar apa pun lagi.Telingaku terasa berdengung keras.Hal berikutnya
yang aku tahu,telingaku seperti pekak karena sorakan heboh dari seluruh penjuru ruangan ini.
"Daza! Daze! Semua lulus,Daze! Semua lulus!" Rinda tiba-tiba sudah ada di hadapanku dan
menghambur ke pelukanku. Antara sadar dan tidak,aku ikut memeluknya dan berjingkrakan bersamanya.Apa tadi aku tidak
salah dengar" Kami semua lulus"
"Rin." Aku menghentikan jingkrakan kami."Tadi apa kata lo" Kita semua lulus?"
"Iya! Enggak ada yang enggak lulus! Semua lulus!" sahut Rinda lagi,maskaranya sudah luntur.
Aku membekap mulutku sendiri,tak percaya.Kami semua lulus!
"HORREE!" jeritku gembira,dan tanpa sadar,aku mulai menciumi pipi siapa pun yang ada dalam


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

radius 5 meter. Aku bebas! Akhirnya,setelah tujuh belas tahun yang merana dan penuh penderitaan,aku bebas!
Aku bebas! Aku tak percaya ini,tetapi aku berhasil melepaskan diri dari rezim kejam bernama
Senna! "Sekarang,Bapak akan umumkan pemegang nilai ujian terbesar." Kepala Sekolah lalu
menyebutkan sembilan nama yang sama sekali bukan aku.Namun,tidak apa-apa.Aku lulus,dan
aku bebas,itu yang terpenting."Dan pemegang ujian terbesar pertama adalah ... Muhammad
Iman!" Sorakan riuh memebahana seketika,terutama dari teman-teman sekelasku.Aku ikut bertepuk
tangan keras-keras sampai tanganku terasa kebas.Iman naik ke panggung dan menerima
semacam penghargaan.Dia memakai jeans yang aku yakin dibeli dengan memakai voucher dari
Rinda. "Baiklah,setelah ini,Bapak akan umumkan pemegang nilai sepuluh pada mata pelajaran
tertentu.Mulai dari Matematika.Ada dua orang yang mendapatkan nilai sepuluh pada mata
pelajaran ini.Mereka adalah,kembali saya panggilkan Muhammad Iman ... dan Anisa Febriyani!"
Kepalaku seperti disiram air dingin.Bukannya aku" Bukankah aku yang seharusnya
mendapatkan sepuluh" Bukankah soal-soal kemarin sangan mudah dan aku bisa mengerjakan
semuanya" Kenapa ..."
"Daze,yang penting lo lulus." Rinda berusaha menghiburku."Lagi pula,taruhan lo sama Logan
kan udah enggak berlaku."
"Oh,bener juga," kataku,berusaha berbesar hati.Aku menoleh dan berusaha tersenyum kepada
Rinda yang tampak khawatir."Gue enggak apa-apa,kok."
Rinda balas nyengir lebar."Gitu,dong.Nah,sekarang,ayo kita pesta!"
Sepertinya,tadi aku bengong sangat lama karena baru sekarang aku menyadari lampu sudah
kembali temaram dan lagu-lgu Lady Gaga sudah diputar.Aku mengikuti Rinda ke tengah lautan
manusia dalam keadaan setengah sadar.
"Daza." Seseorang memanggilku dari arah belakang.Rasa-rasanya aku mengenal suara ini.Namun,tak
mungkin,kan ... "Pak Mulyono?"" seruku,shock berat mendapatinya berdiri tepat di belakangku dalam seteln
jas.Dia tersenyum kepadaku-yang membuatnya tampak kurang mirip kalkun.Mau tidak mau aku
balas tersenyum,walaupun aku yakin yang keluar adalah seringai.
"Bapak cuma mau bilang,kalau yang kamu lakukan di UN kemarin sangat bagus,walaupun kamu
seharusnya bisa mendapat sepuluh," ucap Pak Mulyono tulus."Kamu tahu" Kamu kemarin cuma
salah satu." Mataku langsung melebar."Yang bener,Pak?" sahutku tak percaya."Bapak tahu darimana?"
"Bapak kan wali kelas kamu.Tentu aja,Bapak sudah tahu.Nilai dan ijazah kamu sudah di Bapak,"
katanya,lalu kembali tersenyum."Kamu bener-bener hebat.Bapak doakan kamu masuk ke
perguruan tinggi negeri yang kamu inginkan."
Aku terdiam sejenak,tak menyangka
dirinya."Makasih,Pak," kataku akhirnya.
akan mendengar ucapan tulus itu dari Pak Mulyono tersenyum,lalu segera minta diri.Aku menatapnya bergerak menjauh.
"Pak!" panggilku lagi,membuatnya berbalik."Saya bener-bener berterima kasih.Maaf kalo
selama ini ... saya nyusahin."
Pak Mulyono tersenyum,mengangguk,lalu menghilang di antara anak-anak yang sedang heboh
berdansa.Aku menatap punggungnya yang ternyata tampak payah.Padahal,dia selalu berlagak
seperti yang paling punya kuasa di kelas.Kurasa,aku hanya kurang mengenalnya,sehingga salah
menilainya.Atau mungkin saat itu,aku masih kekanakan.Entahlah.Yang jelas,dia tidak seburuk
yang aku sangka dan aku menyesal sudah sering mengatainya.
"Daze?" Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku.Dalas.Terlihat benar-benar tampan dalam
setelan jas hitam yang aps di badannya.Dua kancing atas kemeja putihnya dibiarkan terbuka.
"Wow.Ternyata bener elo," kata Dalas sambil menatapku daru ujung rambut sampai ujung
kaki."Gue pikir tadi Rihanna."
Aku nyengir,lalu mendorong dadanya."Lo juga keren.Gue pikir tadi Ryan Gosling,"
candaku.Dalas ikut nyengir."Kenapa lo bisa di sini?"
"Gue kan panitia." Dalas menunjuk pita biru yang tersemat di jasnya."OSIS perwakilan dari
basket," tambahnya begitu melihat ekspresiku yang tidak percaya.Dalas kembali
mengamatiku."Daze,lo bener-bener berubah,ya" Kenapa potong rambut" Patah hati,ya?"
"Ya gitu,deh," jawabku seadanya.Aku sungguh-sungguh tak ingin mengingat Logan saat ini.
Tahu-tahu,lagu I"m Yours menggema di ruangan itu.Aku dan Dalas kontan bertatapan.Detik
berikutnya,kami sama-sama tertawa.
Dalas berdeham dan menatapku serius."Aneh,ya?"
"Ya." Aku mengalihkan pandanganku."Aneh."
"Jadi" Mau dansa?" ajak Dalas sambil mengeluarkan cengiran jail.
Aku menatap tangan Dalas yang terulur selama beberapa saat,lalu menyambutnya."Boleh."
Kami berdansa sekitar 3 menit,sampai lahu itu habis.Saat kami sedang memutuskan untuk lanjut
berdansa dengan lagu baru atau tidak,sesosok orang yang kurindukan muncul di pintu masuk
aula. Refleks,aku melepas pegangan Dalas.Dalas menatapku heran,lalu memutar tubuhnya untuk
mengikuti arah pandanganku.Dia sama terkejutnya denganku.
Ya,Tuhan.Kenapa Logan harus datang di saat-saat seperti ini/ Kenapa dia harus muncul di saat
aku sedang berusaha keras untuk melupakannya"
Aku menghampiri Logan dengan langkah terseok.Sepatuku terasa 1 kilo beratnya.Aku mencoba
mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan,tetapi yang keluar dari mulutku adalah,"Ngapain
lo di sini?" Logan memperhatikan gaunku sebelum dia akhirnya mendongak dan berkata,"Enggak boleh?"
"Ya,jelas enggak,kecuali kalo lo datang sama anak kelas dua belas sekolah gue," kataku lagi.Aku
benar-benar tak tahu harus berkata apa setelah sekian lama tidak bertemu dengannya.Kupikir,aku
tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
"Gimana kalo gue bilang gue datang sama keluarga besar salah satu anak kelas dua belas sekolah
ini?" tanya Logan membuatku bingung.Detik berikutnya,muncullah segerombolan manusia yang
sudah sangat kukenal dari belakangnya.
Yup.Keluargaku.Keluarga besarku,kecuali Om Sony dan syukurlah.Kakek,Nenek,Ayah,Bunda,Dennis,dan
Nanda melambai dengan kepadaku,seolah ini adalah pesta ulang tahunku dan wajar saja mereka ada di sini.
Rubensantainya "Ap-" "Denger,gue cuma mau ngasih selamat karena lo lulus," kata Logan lagi,mengalihkan
perhatianku dari Keluarga Norak.
Aku eran betapa sangat kebetulan,lagu Wish You Were Here menggema saat aku bersama
Logan.Semoga saja Logan mendengarnya dan menyadari bahwa lirik lagu ini sesuai dengan
situasi kami.Aku masih sangat merindukan sosok manusia serigala ini,walaupun dia selalu kejam
dan sebagainya.Sekarang,dia ada di sini,tepat di hadapanku.
"Thanks,tapi gue enggak dapet sepuluh." Aku mencoba tersenyum."Gue salah satu.Pak Mulyono
baru aja ngasih tahu."
"Salah satu juga udah bagus,kok," puji Logan,membuatku tercengan."Lagian,dari dulu gue udah
yakin lo enggak bakal dapet sepuluh."
Aku mendengus."Apa lo harus selalu ngomong yang nyakitin gue?"
"Sori.Bercanda," kata Logan dengan nada datar,tetapi tetap membuatku takjub.Siapa saja bisa
bercanda.Namun,Logan" Si manusia serigala ini"
Kami terdiam selama beberapa saat sampai lag Wish You Were Here habis dan digantikan
dengan lagu It Will Rain dari Bruno Mars.Siapa pun DJ ini,aku mencintainya.Aku meresapi lirik
lagu itu sambil mengamati wajah Logan yang tampak lebih kurus dari sebelumnya.
Tiba-tiba saja,aku ingin menangis.Entahlah.Sosok ini benar-benar membuatku lemah.Kami
sudah lama tidak bertemu,tetapi barusan kami mengobrol seolah tak ada yang terjadi.Seolah dia
masih membiarkan aku mencintainya seperti dulu.
"Jadi," kataku setelah bisa mengumpulkan segenap keberanianku,tetapi aku tidak bisa
melanjutkannya.Semua kata-kata yang ingin kukatakan tersekat di tenggerokan saat seluruh
kenanganku bersama Logan terputar dalam benakku seperti sebuah film.Aku sampai sakit kepala
dibuatnya.Kalau menurut Bruno Mars morfin bisa membantu,dia benar-benar salah.Bukannya
aku pernah mencobanya,sih.
"Jadi," kata Logan sambil menatap lantai."Kayaknya gue harus mengakui kalo lo bisa.Lo hebat."
Aku manatpnya tak ercaya.Air mataku langsung jatuh.
"Kenapa?" tanyaku,walaupun mulai terisak."Kenapa sih lo harus tiba-tiba muncul lagi dan
ngomong yang baik-baik sama gue" Kenapa,hah" Harusnya lo pergi dan enggak usah temuin gue
lagi! Harusnya,lo pergi jauh-jauh!"
Aku mendorong tubuhnya dan memukulinya.Aku benci cowok ini.Bisa-bisanya dia datang dan
kembali mengacaukan perasaanku yang mulai tertata.Tega-teganya!
Logan tak melawan.Aku bisa tahu kalau dia sengaja membiarkanku memukulnya.Harusnya,kulakukan hal ini dari dulu.Harusnya,aku memukul Logan sampai babak
belur di saat pertama dia mengejekku.Laki-laki berengsek ini kerjanya hnya mempermainkan
perasaanku.Yang lebih buruk lagi,Ayah menggajinya untuk itu.
"Kenapa,Lo" Kenapa?" tanyaku lagi.Aku sudah berhenti memukulinya karena separuh tenagaku
habis untuk menahan tangis.
"Daza,ada bebrapa hal yang enggak bisa gue kasih tahu.Itu sepenuhnya hak bokap lo.Gue
enggak punya hak untuk ngasih tahu apa pun sama lo." Logan menjelaskan dengan nada tenang.
"Boka gue" Apa hubungan bokap gue sama ini semua" Apa?"" jeritku.
Logan terdiam sesaat,lalu mengangkat bahunya."Well,hampir semuanya," katanya,membuatku
naik darah."Gue harus pergi," sambungnya sambil bergerak mundur.
Aku tidak menatap kepergian Logan karena sekarang aku menoleh dan melempar pandangan
benci ke ara keluargaku yang sedari tadi hanya menonton kami dari jarak 3 meter.Aku benarbenar muak dengan mereka semua.
"Ayah!" sahutku sambil berjalan dengan langkah besar-besar ke arahnya.Tante Amy
memandangku cemas. "Aduh,Daza,jalannya jangan kayak kuda gitu,dong! Donna Karan,tuh!" serunya,tetapi aku tak
mengacuhkannya dan menghambur ke arah Ayah.
"Ayah! Sebenernya selama ini Ayah nyuruh Logan ngapain,sih?"
Ayah menatapku bingung,tetapi lalu nyengir ceria.Aku heran,apa sih yang bisa membuatnya
tetap ceria di saat-saat seperti ini" Dia pikir kehidupanku lucu"
"Oh," katanya santai."Ayah cuma nyuruh dia supaya galak selama ngajar kamu,biar kamu bisa
konsentrasi.Biar kamu enggak ngelihatin dia terus,gitu ... Kan tahu sendiri,kamu tuh,enggak bisa
lihat cowok ganteng dikit ... ntar yang ada kamu malah enggak belajar.Kan susah."
Aku bisa merasakan mulutku ternganga lebar.Jadi,selama ini Logan"Oh,ya,terus,dia baik banget,lho,Daze,masa dia
Nenek,membuat mulutku terbuka semakin parah.
enggak mau dibayar ...," tambah "Mana anaknya cakep,lagi ...," timpal Bunda disambut kikikan setuju Nenek dan Tante Amy.
"KENAPA KALIAN ENGGAK PERNAH KASIH TAHU AKU?"" seruku,memutus segala
keributan yang terjadi.Keluargaku langsung terdiam,lalu saling pandang.
"Karena kamu enggak pernah nanya?" jawab Ayah polos.
"ARRGGH! Seruku,lalu berlali sekuat tenaga untuk mengejar Logan.Aku bahkan harus melepas
stiletto-ku dan menjinjingnya.Keluargaku yang gila itu sudah membuat hubunganku dengan
Logan memburuk.Semua kesalahpahaman ini ternyata breasal dari mereka.Harusnya aku tahu.
"LOGAN!" seruku begitu melihat sosok tegap itu,yang sedang berjalan menuju pagar sekolah.
Logan menoleh,lalu bngong melihatku tanpa alas kaki.Aku menghampirinya,sedapat mungkin
menahan diri untuk tidak menghambur ke pelukannya.Dia mungkin galak karena di suruh
Ayah,tetapi itu tidak berarti dia juga menyukaiku.
"Kenap-" "Jadi lo galak karena disuruh bokap gue?" Aku segera memotong kata-kata Logan.
Logamenatapku sebentar,lalu mengaihkan pandangannya.Pose seperti itu seharusnya diabadikan
karena Logan tampak sangat keren dengan kedua tangan di saku jeans-nya dan kepala tertutup
hoodie jaket. "Enggak juga.Gue seperti yang lo lihat,kok," sanggah Logan."Cuma,memang gue agak
keterlaluan di beberapa tempat."
"Agak keterlaluan di beberapa tempat",katanya" Dia sangat keterlaluan kalau semua itu hanya
akting. "Terus,kenapa lo enggak mau dibayar?" desakku,menahan ikiran kalau Logan tidak mau dibayar
karena dia mencintaikku. Logan mentapku lama,membuatku semakin yakin kalau dia benar-benar"Sebenernyaada
sesuatu yang enggak lo tahu," katanya,wajahnya berubah murung."Sebenernya,keluarga lo yang nolong nyokap gue waktu dia kecelakaan.Makanya,gue
utang budi sama mereka.Guebersedia ngelakuin apa pun yang mereka minta."
Dia bukan mencintaiku.Dia berutang budi pada keluargaku.Apa sih yang sudah kupikirkan?"
Aku seperti orang bdoh saja.
"Oh," gumamku,tak tahu harus berkomentar apa.Kedatangan Logan selama ini murni karena
keluargaku.Tak ada lagi yang bisa kuharapkan.
"Lagia," lanjut Logan,sekali lagi membutaku berharap keajaiban untuk terjadi."Gue ikhlas
kok,nolongin lo.Demi mencerdaskan kehidupan bangsa."
Aku tidak tahu apa harus tertawa atau malah menangis.Pada saat seperti ini,Loganmasih saja
mengejekku. "Sori.Bercanda," kata Logan setelah beberapa menit tidak mendapatkan tanggapan apa pun
dariku. Dengan tingkat kesadaran rendah,aku hanya bisa mengangguk-angguk lemah.Kurasa,aku harus
benar-benar mengucapkan selamat tinggal kepada Logan dan selamat datang kepada kehidupan
baruku yang tanpa Logan. "Jadi," kataku setelah menarik napas panjang."Lo udah bayar utang budi lo sama keluarga
gue.Hei,gue lulus," lanjutku sambil memaksakan senyum.
"Lo udah bener-bener dewasa sekarang," kata Logan,berhasil membuatku kembali merasa
rapuh.Apa sih maunya cowok ini"
"Lo,sekarang gue udah bebas nentuin pilihan gue sendiri," kataku ragu.Aku tidak tahu apa yang
terjadi pada otakku,tetapi aku akan mencoba peruntunganku sekali lagi.Kalau dia bilang
tidak,aku berjanji tak akan berurusan lagi dengannya,seumur hidupku."Gue mau lo ... ngajarin
gue lagi sebulan ke depan."
Logan tampak terkejut mendengar permintaanku barusan,tetapi aku tak perduli.Mungkin Logan
telah salah menganggapku dewasa,atau menganggapku cewek yang tidak punya harga diri,atau
apalah.Namun,aku tak bisa membohongi diriku sendiri,bahwa aku mencintainya dan akan
dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk melupakannya.
"Gue ... enggak bisa," jawab Logan.Anehnya,jawaban ini tidak mengagetkanku.
"Oh," kataku cepat."Enggak apa-apa,kok."
"Ada masalah yang muncul selama sebulan ini,dan ini bener-bener di luar kemampuan
gue.Tapi,gue bakal ngeberesin masalh itu secepat mungkin." Logan menatapku lekat,sementara
kau menunduk sambil menggigit bibir untuk menahan tangis."Kalau masalah gue udah
selesai,gue janji bakal ngebersin masalah kita."
Mungkin pendengaranku yang kurang baik,atau aku sudah pingsan dan bermimpi,tetapi barusan
Logan seperti mengatakan sesuatu yang ... Entahlah,di luar akal sehat.Kita,katanya"
Aku mengangkat pandanganku,dan menemukan Logan dengan raut wajah yang sangat
hangat,berbeda dengan yang selama ini ditunjukkannya kepadaku.Aku menatapnya
lama.Tepatnya,kami bertatapan lama.Aku mencoba untuk mengartikan kata-katanya juga
tatapannya,tetapi aku tak mau menduga-duga lagi.
"Until the time.don;t give up on me.Okay?" Logan mengatakannya sambil terus menatapku
dalam-dalam. Sekarang,aku mendapatkan jawabannya.Jawaban yang selama ini ingin kudengar.Meskipun
tidak sejelas yang kuinginkan,tetapi sekarang aku yakin Logan juga mengharapkan aku.Masalah
apa pun yang sedang dihadapinya,yang jelas dia tidak membenciku.Kenyataannya,dia mungkin
mencintaiku juga. Aku sudah akan menangis,tetapi Logan menepuk kepalaku pelan.Tepukan ringan yang membuat
sekujur tubuhku bergetar.Aku menyentuh bagian kepalaku yang tadi ditepuknya.
"Udah,masuk sana.Ini kan pesta kebebasan lo," katanya sambil kembali menyelipkan tangannya
ke saku jeans. Aku mengangguk sambil tersenyum.Logan tidak bisa dikatakan sedang tersenyum,tetapi


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ekspresinya tidak sedingin dulu.Kalau boleh aku bilang,dia tampak bahagia di
dalam.Entahlah.Lagi pula,aku sedang sangat kewalahan oelh luapan perasaan bahagia di dadaku
sendiri. Tanpa melepaskan pandanganku darinya,aku bergerak mundur meninggalkan Logan.Sebelum
kembali masuk ke sekolah,aku berbalik dan mendapati Logan masih memandangku.Aku
melambai,yang dibalasnya dengan anggukan pelan.
Seperti orang gila,aku berlari bertelanjang kaki,menandak-nandak sambil melempar senyum
kepada siapa pun yang kutemui di sepanjang jalan menuju aula.
Seorang Logan baru saja mengatakn bahwa dia mencintaiku! Well,tidak begitu juga sih,tetapi
lalu kenapa" Yang jelas Logan mengharapkan aku tidak menyerah soal dirinya!
"HOREE! Jeritku sambil melompat tinggi-tinggi-masih tanpa stiletto-ku-mengagetkan orangorang yang lewat.
Aku memasuki aula dengan hati berbunga-bunga,lalu mendapati keluargaku sedang berkumpul
di pojok ruangan.Aku tidak pernah merasa sebahagia ini mempunyai keluarga seperti
mereka.Aku tahu,merekalah yang bertanggung jawab atas segala kesengsaraan yang kualami
selama belasan tahun,tetapi semua itu telah ditebus dengan menolong seorang wanita malang dan
mengenalkan anak dari wanita itu kepadaku.Aku benar-benar mencintai mereka.
Aku menghambur ke arah mereka,lalu memeluk mereka semua dengan kedua tanganku.
"Wah,ada apa,nih?" seru Kakek terkejut.
"Pasti si Logan,deh ...," goda Bunda membuat cengiranku tambah lebar.
"Selamat! Ayo bersulang!" Ayah mengangkat gelas sari buahnya,diikuti oleh seluruh anggota
keluargaku. "Berhasil juga rencana kita!" seru Tante Amy yang segera disikut oleh semua pihak.Aku
langsung siaga. "Rencana?" tanyaku curiga."Rencana apa?"
"Rencana kamu sama Logan." Nenek berbaik hati menjelaskan karena merasa sudah tertangkap
basah. "Semuanya berjalan sesuai rencana kita.Kamu lulus SMA dan kamu jadian sama Logan."
"Bener kan kita punya rencana yang lebih baik buat kamu," timpal Tante Amy sambil menepuk
bahuku.Aku menggigit bibir bawahku,bingung bagaimana caranya untuk memberi tahu mereka.
"Kami ... belum jadian," gumamku akhirnya,membuat semua keluargaku menatapku
bingung."Katanya,dia masih punya masalah."
"Oh,itu." Dennis tahu-tahu membuka mulut."Nyokapnya Logan merengek minta pulang ke
kampung halamannya,Daze.Kita tahu dia kurang dana,walaupun dia enggak bilang apa-apa."
"Tenang," timpal Ayahku."Soal itu sudah Ayah pikirkan.Kamu enggak usah khawatir."
Aku menekap mulutku sendiri,menahan haru.Mendadak,aku merasa punya keluarga
lagi.Sekarang,aku benar-benar bersyukur punya kakak,walaupun seperti Dennis,karena berkat
dialah aku bisa kenal dengan Logan.
"Thanks,Den," kataku tulus,membuat Dennis menggaruk belakang kepalanya.Di
sampingnya,Nanda menepuk punggungnya pelan sambil melempar cengiran ke arahku.
Aku sedang membalas cengiran Nanda saat terdengar suara berdenging.
"Sekarang,mari kita sambut artis pendatang baru yang sangat berbakat,yang sebentar lagi bisa
kita tonton video klipnya,Sony Senna!"
Aku hampir pingsan saat mendengar kata-kata yang bergaung dari speaker itu.Aku segera
membalik badan,lalu terkesiap saat melihat Om Sony sudah berdiri di atas panggung dengan
gitarnya.Dandanan emo-nya hilang,digantikan oleh rambut model poni lempar penuh gaya dan
wajah bersinar.Antingnya dilepas,dia pun mengenaka setelan jas yang rapi.
"Ehem," dehamnya dan tiba-tiba cewek-cewek berteriak-teriak histeris seakan dia John Mayer
atau siapa."Lagu ini khusus untuk keponakanku yang paling cantik,Dazafa Senna,beserta seluruh
keluarga besar Senna."
Semua orang bertepuk tangan riuh.Aku hanya bisa melongo menatap Om Sony yang sedang
menyibak poninya,berharap dia tidak mempermalukan aku atau setidaknya dirinya sendiri.
Namun tidak,dia tidak mempermalukan siapa pun.Bahkan,kenyataannya,baru sekali ini aku
merasa bangga kepadanya.Permainan gitarnya keren,suaranya pun sama sekali tidak
sumbang.Ayah bilang,sudah beberapa bulan terakhir Om Sony les gitar dan menyanyi secara
intensif. Aku tersenyum memandang sosok Om Sony yang kupikir,yah,cukup keren,lalu merasakan
kaluargaku merangsek ke depan dan menarikku untuk bertepuk tangan bersama.Tanpa menahan
diri lagi,aku larut dalam musik Om Sony.Aku bisa merasakan seluaruh keluargaku juga
menikmati momen ini.Momen indah Keluarga Senna yang tidak akan kulupakan.
Di barisan terdepan,aku bisa melihat Rinda juga sudah kehilangan kontrol atas dirinya sendiri
dengan berjingkrak-jingkrak seperti penggemar fanatik.Aku juga melihat Dalas yang berdiki di
dekat meja hidangan,mengangkat gelas sodanya sambil tersenyum lebar ke arahku,yang kubalas
lebih lebar. "Apa kata Logan?" jerit Bunda tiba-tiba di antaa keriuhan yang terjadi.
"Hah?" tanyaku tak mengerti.
"Soal gaun hijau kamu ini! Bunda kan sengaja beliin warna hijau biar Logan suka! Dia kan
penggemar warna hijau!" jerit Bunda sambil mengentak-entakkan kepalanya.Dan
tangannya.Juga pinggulnya.Singkatnya,dia bergoyang dengan heboh seperti sedang ada di club
atau apa,padahal tempo lagunya sedang-sedang saja.
"Oh!" Aku balas menjerit."Thanks,Bun! I love you all!" sahutku lalu menciumi semua anggota
keluargaku satu per satu.Tidak termasuk Dennis dan Zenith tentunya,karena Dennis akan
langsung gatal-gatal dan Zenith akan membantingku ke atas panggung kalau kau nekat
melakukannya. Kalau dulu aku salah menilai keluargaku,sekarang tidak lagi.Aku ternyata punya keluarga yang
paling keren sejagat raya! Yah,walaupun yang mereka lakukan kadang-kadang sangat tidak
terduga dan membuatku sangat emosi,tetapi pada akhirnya mereka benar-benar menjamin
kebahagiaanku.Seperti kehidupan SMA-ku dan Logan,misalnya ...
Saat Om Sony menyanyikan lagu ballad,aku berdansa dengan Ayah yang jago ballroom
dance.Aku bersumpah melihat Kakek dan Nenek sedang bergerak-gerak seperti robot di samping
Bunda yang bergoyang patah-patah,sementara Tante Amy,Zenith,Dennis,dan Nanda tampak
sedang menari hujan.Eyang kakung dan eyang utiku benar-benar tak boleh tahu soal hal ini.
Melihat tingkah pola keuargaku ini,mau tak mau aku tersenyum.Selama ini,aku selalu
mengeluh,tetapi aku harusnya bersyukur masih punya keluarga yang benar-benar peduli dan
sayang kepadaku. Sekarang,aku hanya berharap mereka akan terus menyenangkan seperti ini.Namun,yah ... aku tak
boleh berharap terlalu banyak.
Tahu kan keluargaku. *** P.S Aku Daza.Masih anak kedua dari tiga bersaudara (sayang sekali).
Keluargaku masih sama tak normalnya dengan yang dulu,mungkin sedikit lebih menyebalkan
karena mereka secara reguler mengingatkan kalau berkat merekalah,aku bertemu dengan cowok
yang memberiku buku catatan ini.
Yup,Logan Damiano,mutan serigala yang sudah membuatku tergila-gila,menghadiahiku sebuah
buku catatn imut untuk menggantikan diary memalukanku yang dulu itu.
Mulai sekarang,aku akan mencurahkan isi hatiku di sini sambil menunggunya kembali.
Oh ya,aku juga bakal melampirkan isi suratnya,yang ngomong-ngomong selalu kubaca setiap
mau tidur. Surat yang bisa membuatku tersipu dan berbunga-bunga,juga bersyukur karena telah dilahirkan
di keluarga Senna. Tunggu. Kalimat tadi pasti bisa membuat keluargaku melambung.Aku harus memastikan mereka tidak
membaca buku ini. Namun,di mana aku harus menyimpannya?" Tidak ada privasi di rumah ini!
Sepertinya aku harus membawa buku ini ke mana-mana,termasuk saat ke kamar kecil.
Entah sampai kapan aku akan hidup seperti ini.
Terima kasih,lho,keluarga Senna.
*** Hei. Selamat karena udah diterima di UI.
Gue enggak nyangka lo bakal sejauh ini,tetapi sekali lagi,gue harus mengakui kalo lo hebat.
Mungkin ini bukan hadiah yang terbaik,tetapi ini bisa menggantikan diary lo yang norak itu.
Gue harap lo bakal isi buku ini dengan hal yang baik-baik tentang gue.
Yah,walaupun gue enggak yakin ada.
Anyway. Nyokap udah sehat setelah pulang ke Granada,kampung halamannya.
Dokter di sini hebat juga,sedikit demi sedikit nyokap mulai ingat gue.
Jadi,gue bakal balik seminggu lagi.
Tolong bilang keluarga lo,gue enggak mengharapkan disambut dengan karpet merah dan/ atau
confetti. Sampai ketemu di kampus. LD. -END- Sumber: https://www.facebook.com/pages/Kumpulan-cerbungcerpen-dan-novelremaja/398889196838615"fref=photo
Kisah Membunuh Naga 6 Pendekar Pulau Neraka 13 Istana Iblis Walet Emas Perak 8
^