Inferno 3
Inferno Karya Dan Brown Bagian 3
Oil. Eksteriornya membaur tanpa-sekat dengan pemandangan
elegan di sekelilingnya, tidak menawarkan petunjuk mengenai
kegunaan uniknya. "Dr. Sinskey," sapa seorang resepsionis perempuan bertubuh
montok menyambutnya. "Harap lewat sini. Beliau sudah me?
nung?gu Anda." Oke, tapi siapa dia" Elizabeth mengikuti resepsionis itu me?
nyu?suri koridor mewah menuju sebuah pintu tertutup"yang
di?ketuk cepat oleh resepsionis, sebelum dia membukanya dan
mem?persilakan Elizabeth masuk.
Elizabeth masuk, dan pintu tertutup di belakangnya.
isi INFERNO [SC].indd 143
144 D an B rown Ruang konferensi gelap dan kecil itu hanya diterangi oleh
kilau layar video. Di depan layar, sebuah siluet kurus dan sangat
jangkung menghadapnya. Walaupun tidak bisa melihat wajah
lelaki itu, Elizabeth merasakan adanya kekuasaan di sini.
"Dr. Sinskey," sapa suara tajam lelaki itu. "Terima kasih telah
bergabung bersama saya." Aksen kental lelaki itu menyiratkan
tempat asal Elizabeth di Swiss, atau mungkin Jerman.
"Silakan duduk," kata lelaki itu sambil menunjuk kursi di
de?kat bagian depan ruangan.
Tidak ada perkenalan" Elizabeth duduk. Gambar ganjil yang
di?pro?yeksikan di layar video sama sekali tidak menenangkan
sa?rafnya. Apa pula itu"
"Saya menghadiri presentasi Anda pagi ini," kata siluet itu.
"Saya datang dari jauh untuk mendengar Anda bicara. Pertun?
jukan yang mengesankan."
"Terima kasih," jawab Elizabeth.
"Bolehkah saya katakan juga bahwa Anda jauh lebih cantik
daripada yang saya bayangkan ... mengingat usia dan pandangan
picik Anda mengenai kesehatan dunia."
Elizabeth ternganga. Komentar itu merendahkan dalam segala
hal. "Maaf?" desaknya sambil mengintip ke dalam kegelapan.
"Sia?pa Anda" Dan mengapa Anda mengundang saya kemari?"
"Maafkan upaya gagal saya untuk bergurau," jawab bayangbayang kurus itu. "Gambar di layar akan menjelaskan mengapa
Anda berada di sini."
Sinskey mengamati gambar mengerikan itu"lukisan yang
menggambarkan lautan luas manusia, gerombolan-gerombolan
orang sakit, yang kesemuanya saling memanjat tubuh satu sama
lain dalam belitan padat tubuh-tubuh telanjang.
"Seniman besar Dor?," jelas lelaki itu. "Interpretasinya yang
luar biasa muram mengenai visi nerakanya Dante Alighieri. Saya
harap, gambar itu tampak nyaman bagi Anda ... karena ke sanalah
kita menuju." Dia terdiam, berjalan perlahan-lahan menghampiri
Elizabeth. "Dan biarlah saya jelaskan mengapa."
isi INFERNO [SC].indd 144
145 Infern o Lelaki itu terus berjalan menghampiri Elizabeth, dan seakan
semakin jangkung seiring setiap langkah. "Jika saya mengambil
secarik kertas ini dan merobeknya menjadi dua ...." Dia berhenti
di sebuah meja, memungut secarik kertas, dan merobeknya men?
jadi dua. "Lalu, jika saya menumpukkan kedua bagian ini ...."
Dia me?numpukkan kedua bagian kertas itu. "Dan mengulangi
pro?ses?nya ...." Sekali lagi dia merobek kertas itu, lalu menumpuk
semua bagiannya. "Saya menghasilkan setumpuk kertas, yang kini
kete?bal?annya empat kali lipat daripada ketebalan kertas aslinya,
bukan?" Mata lelaki itu seakan membara dalam keremangan
ruangan. Elizabeth tidak menyukai nada merendahkan dan postur
agre?sif lelaki itu. Jadi, dia diam saja.
"Bicara secara hipotetis," lanjut lelaki itu, yang masih berjalan
mendekat, "jika lembaran kertas aslinya hanya memiliki ketebalan
sepersepuluh milimeter, dan saya mengulangi proses ini ... kata?
kan saja lima puluh kali ... Anda tahu akan seberapa tinggi tum?
pukan ini?" Elizabeth berang. "Ya," jawabnya, lebih ketus daripada yang
dimaksudkannya. "Tingginya sepersepuluh milimeter kali dua
pangkat lima puluh. Itu disebut progresi geometris. Boleh saya
bertanya apa yang saya lakukan di sini?"
Lelaki itu menyeringai dan mengangguk terkesan. "Ya, dan
bisakah Anda tebak seperti apa nilai itu yang sesungguhnya" Se?
per?sepuluh milimeter kali dua pangkat lima puluh" Anda tahu
telah menjadi seberapa tinggi tumpukan kertas kita?" Dia hanya
terdiam sejenak. "Tumpukan kertas kita, setelah lima puluh peng?
gandaan saja, kini tingginya hampir mencapai ... mata?hari."
Elizabeth tidak terkejut. Kekuatan menakjubkan pertumbuhan
geometris adalah sesuatu yang dihadapinya setiap saat dalam
pe?kerjaan. Lingkaran-lingkaran kontaminasi ... replikasi sel-sel yang
terinfeksi ... perkiraan korban jiwa. "Saya minta maaf jika tampak
naif," katanya, tanpa berupaya menyembunyikan kejengkelan.
"Tapi saya tidak memahami maksud Anda."
isi INFERNO [SC].indd 145
146 D an B rown "Maksud saya?" Lelaki itu tergelak pelan. "Maksud saya
ada?lah, sejarah pertumbuhan populasi manusia bahkan lebih
dra?matis. Populasi dunia, seperti tumpukan kertas kita, awalnya
sangat sedikit ... tapi potensinya mengkhawatirkan."
Kembali lelaki itu melangkah mendekat. "Pikirkan ini. Po?
pulasi dunia perlu waktu ribuan tahun"mulai dari awal mula
manusia hingga awal 1800-an"untuk mencapai satu miliar orang.
Lalu, secara menakjubkan, hanya perlu sekitar seratus tahun
untuk melipatduakan populasi itu menjadi dua miliar pada 1920an. Setelah itu, hanya perlu lima puluh tahun bagi populasi untuk
berlipat dua lagi menjadi empat miliar pada 1970-an. Seperti yang
bisa Anda bayangkan, sebentar lagi kita mencapai delapan miliar.
Hari ini saja, umat manusia menambahkan seperempat juta orang
ke Planet Bumi. Seperempat juta. Dan ini terjadi setiap hari"tanpa
kecuali. Setiap tahun, kita menambahkan jumlah populasi dunia
yang setara dengan seluruh penduduk Jerman."
Lelaki jangkung itu mendadak berhenti, menjulang di depan
Elizabeth. "Berapa usia Anda?"
Sekali lagi pertanyaan yang merendahkan. Tetapi, sebagai
kepala WHO, Elizabeth terbiasa menangani antagonisme dengan
diplomasi. "Enam puluh satu."
"Tahukah Anda bahwa jika Anda hidup selama sembilan belas
tahun lagi, hingga usia delapan puluh, Anda akan menyaksikan
populasi berlipat tiga dalam masa kehidupan Anda" Satu masa
kehidupan"tiga kali lipat. Pikirkan implikasinya. Seperti yang
Anda ketahui, sekali lagi WHO telah meningkatkan prediksinya,
memperkirakan penduduk bumi akan menjadi sekitar sembilan
miliar sebelum pertengahan abad ini. Spesies hewan akan punah
dengan tingkat percepatan yang drastis. Permintaan terhadap
sumber-daya alami yang semakin menyusut akan meroket. Air
bersih kian sulit ditemukan. Berdasarkan pengukuran biologis
apa pun, spesies kita telah melampaui jumlah yang bisa kita per?
ta?han?kan. Dan, di hadapan bencana ini, WHO"penjaga gerbang
kese?hatan planet ini"justru berinvestasi dalam hal-hal seperti
me?nyem?buhkan diabetes, memenuhi bank darah, dan memerangi
isi INFERNO [SC].indd 146
147 Infern o kanker." Lelaki itu terdiam, menatap langsung Elizabeth. "Jadi,
saya membawa Anda kemari untuk bertanya secara langsung
mengapa gerangan WHO tidak punya nyali untuk menghadapi
masalah ini secara langsung?"
Elizabeth meradang. "Siapa pun Anda, Anda tahu sekali
WHO menanggapi overpopulasi ini dengan sangat serius. Barubaru ini kami menghabiskan jutaan dolar untuk mengirim para
dokter ke Afrika, membagikan kondom gratis dan mendidik
masyarakat mengenai pengendalian kelahiran."
"Ah, ya!" ejek lelaki kurus itu. "Dan pasukan misionaris
Katolik yang bahkan lebih besar lagi membuntuti Anda, me?nga?
ta?kan kepada orang Afrika bahwa mereka semua akan masuk
neraka jika memakai kondom. Kini Afrika punya masalah ling?
kungan baru"tempat-tempat pembuangan sampah yang ber?
limpah dengan kondom tak terpakai."
Elizabeth berjuang menahan lidah. Lelaki itu benar mengenai
hal ini, tetapi penganut Katolik modern mulai melawan campur
tangan Vatikan dalam masalah reproduksi. Melinda Gates, yang
juga penganut Katolik taat, dengan berani telah menempuh risiko
menghadapi kemarahan gerejanya sendiri dengan menjanjikan
$560 juta untuk membantu meningkatkan akses terhadap pe?
ngen?dalian kelahiran di seluruh dunia. Elizabeth Sinskey telah
ber?kali-kali menyatakan secara resmi bahwa Bill dan Melinda
Gates berhak diangkat sebagai orang suci atas semua yang me?re?ka
laku?kan lewat yayasan mereka untuk meningkatkan kese?hatan
dunia. Sayangnya, satu-satunya institusi yang bisa meng?anu?ge?
rah?kan gelar orang kudus, entah bagaimana, gagal melihat sifat
Kristiani dalam upaya Bill dan Melinda Gates itu.
"Dr. Sinskey," lanjut lelaki dalam keremangan itu. "WHO
gagal memahami bahwa hanya ada satu masalah kesehatan
global." Kembali dia menunjuk gambar muram di layar"lautan
ma?nu?sia yang saling membelit dengan menjijikkan. "Dan inilah
dia." Lelaki itu terdiam sejenak. "Saya menyadari bahwa Anda
ada?lah ilmuwan, dan karenanya mungkin bukan pakar seni klasik
atau seni murni, jadi biarlah saya tawarkan gambar lain yang
isi INFERNO [SC].indd 147
148 D an B rown mungkin bisa berbicara kepada Anda dengan bahasa yang lebih
bisa Anda pahami." Sekejap ruangan berubah gelap, lalu layar berganti.
Gambar baru itu sudah sering dilihat oleh Elizabeth ... dan
se?lalu mendatangkan perasaan keniscayaan yang mengerikan.
Jumlah Populasi dalam Miliar
Pertumbuhan Populasi Dunia Sepanjang Sejarah
6000 5000 4000 7000 3000 2000 1000 1000 2050 2-5 juta tahun Keheningan muram memenuhi ruangan.
"Ya," kata lelaki kurus itu pada akhirnya. "Kengerian bisu
ada?lah respons yang tepat untuk grafik ini. Memandangnya bisa
sedikit disamakan dengan menatap lampu depan lokomotif yang
terus mendekat dan kita tak bisa menghindar." Perlahan-lahan
lelaki itu berpaling kepada Elizabeth dan tersenyum kaku me?ren?
dahkan. "Ada pertanyaan, Dr. Sinskey?"
"Hanya satu," balas perempuan itu. "Anda membawa saya
kemari untuk menceramahi saya atau menghina saya?"
"Bukan keduanya." Suara lelaki itu berubah membujuk yang
anehnya terasa lebih mengerikan. "Saya membawa Anda kemari
untuk bekerja bersama Anda. Saya yakin Anda pa?ham bahwa
overpopulasi adalah masalah kesehatan. Tapi saya kha?watir Anda
tidak paham bahwa overpopulasi akan me?me?nga?ruhi jiwa ma?
nusia. Di bawah tekanan overpopulasi, me?reka yang tidak per?nah
isi INFERNO [SC].indd 148
149 Infern o berpikir untuk mencuri, akan menjadi pen?curi untuk memberi
makan keluarga mereka. Mereka yang tidak pernah berpikir untuk
membunuh, akan menjadi pembunuh untuk mempertahankan
anak-anak mereka. Semua dosa besar Dante"keserakahan, ke?
rakusan, pengkhianatan, pembunuhan, dan seterusnya"akan
mulai menyebar ... menguasai umat manusia, diperkuat oleh hi?
lang?nya kenyamanan kita. Kita meng?hadapi pertempuran untuk
jiwa manusia." "Saya ahli biologi. Saya menyelamatkan kehidupan ... bukan
jiwa." "Saya bisa yakinkan Anda bahwa menyelamatkan kehidupan
akan menjadi semakin sulit di tahun-tahun mendatang. Over?
po??pulasi bukan hanya sekadar menimbulkan ketidakpuasan
spiritual. Ada kutipan dari Machiavelli?"
"Ya," sela Elizabeth, yang kemudian mengucapkan kutipan
terkenal itu berdasarkan ingatannya. ?"Ketika semua tempat di
dunia penuh sesak oleh penghuni sehingga mereka tak bisa ber?
ta?han hidup di tempat mereka berada dan juga tidak bisa pindah
ke tem?pat lain ... dunia akan membersihkan dirinya sendiri.?" Dia
men?dongak menatap lelaki itu. "Kami semua di WHO mengenal
kutipan itu." "Bagus, kalau begitu Anda tahu bahwa Machiavelli selan?
jut?nya bicara mengenai wabah sebagai cara alami du?nia untuk
mem??bersihkan dirinya sendiri."
"Ya, dan seperti yang saya sebut dalam perkataan saya, kami
sangat menyadari korelasi langsung antara kepadatan populasi
dan kemungkinan epidemi skala luas, tapi kami selalu merancang
metode deteksi dan pengobatan baru. WHO tetap percaya bahwa
kami bisa mencegah pandemi di masa depan."
"Sayang sekali."
Elizabeth menatap dengan tidak percaya. "Maaf"!"
"Dr. Sinskey," ujar lelaki itu sambil tertawa ganjil, "Anda
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bi??ca?ra mengenai pengendalian epidemi, seakan itu adalah hal
yang baik." isi INFERNO [SC].indd 149
150 D an B rown Elizabeth ternganga memandang lelaki itu, membisu dalam
ketidakpercayaannya. "Itu dia," kata lelaki kurus itu, kedengaran seperti pengacara
yang sedang memaparkan kasusnya. "Di sinilah saya berdiri,
bersama kepala organisasi kesehatan dunia"orang terbaik yang
bisa ditawarkan oleh WHO hanya bisa menawarkan hal seremeh
itu. Pikiran mengerikan jika Anda merenungkannya. Saya telah
menunjukkan gambar kesengsaraan yang akan datang ini." Dia
me-refresh layar, sekali lagi menayangkan gambar tu?buh-tubuh itu.
"Saya telah mengingatkan Anda mengenai ke?kuat?an menakjubkan
dari pertumbuhan populasi yang tak terkendali." Dia menunjuk
tumpukan kecil kertasnya. "Saya telah mencerahkan Anda dengan
fakta bahwa kita sedang berada di am?bang keruntuhan spiritual."
Dia terdiam dan langsung ber?pa?ling kepada Elizabeth. "Dan
respons Anda" Kondom gratis di Afrika." Lelaki itu menyeringai
mengejek. "Ini seperti mengayunkan penepuk lalat pada asteroid
yang akan menabrak bumi. Bom waktu tidak lagi berdetak. Bom
itu sudah meledak dan, tanpa tindakan drastis, matematika eks?
ponensial akan menjadi Tuhan kalian yang baru ... dan "Dia"
ada?lah Tuhan yang pendendam. Dia akan mendatangkan visi
nera?kanya Dante persis di luar Park Avenue ... massa yang ber?
ke?rumun, berkubang dalam tinja me?reka sendiri. Penyortiran
global yang dirancang oleh Alam sendiri."
"Benarkah?" bentak Elizabeth. "Kalau begitu, katakan, dalam
visi Anda mengenai masa depan yang bisa dipertahankan, berapa
populasi ideal dunia" Berapa jumlah yang bisa diharapkan umat
manusia agar bisa memenuhi semua kebutuhan mereka untuk
selamanya ... dan dalam kondisi nyaman?"
Lelaki jangkung itu tersenyum, jelas menghargai pertanyaan
Elizabeth. "Semua ahli biologi lingkungan atau ahli statistik akan
mengatakan kepada Anda bahwa peluang terbaik umat manusia
untuk bertahan hidup dalam jangka panjang akan muncul dengan
populasi global sekitar empat miliar."
"Empat miliar?" balas Elizabeth. "Kini jumlah kita sudah tujuh
miliar, jadi sudah agak terlambat untuk itu."
isi INFERNO [SC].indd 150
151 Infern o Mata hijau lelaki jangkung itu menyorotkan api. "Benar?
kah?"[] isi INFERNO [SC].indd 151
BAB obert Langdon mendarat keras di tanah empuk persis di
balik tembok-penahan di pinggir selatan Boboli Gardens
yang rimbun. Sienna mendarat di sampingnya, berdiri,
membersihkan tubuh, lalu mengamati sekeliling.
Mereka berdiri di lapangan lumut dan pakis, di pinggir
sebuah hutan kecil. Dari sini, Palazzo Pitti terhalang seluruhnya
dari pandangan, dan Langdon memperkirakan mereka berada di
bagian kebun yang terjauh dari istana itu. Setidaknya, sepagi ini
tidak ada pekerja atau turis yang berada di sini.
Langdon memandang jalan-setapak berkerikil yang berkelokkelok anggun menuruni bukit masuk ke hutan di hadapan mereka.
Di tempat jalan-setapak itu menghilang ke pepohonan, sebuah
patung pualam ditempatkan secara sempurna untuk dipandang.
Langdon tidak terkejut. Boboli Gardens diatur oleh talenta yang
luar biasa dari Niccol? Tribolo, Giorgio Vasari, dan Bernardo
Buontalenti"otak dari sekelompok orang dengan bakat estetis
yang telah menciptakan mahakarya di kanvas seluas 45 hektar
ini. "Jika kita menuju timur laut, kita akan tiba di istana itu,"
kata Langdon sambil menunjuk jalan-setapak tadi. "Di sana, kita
bisa berbaur dengan turis-turis dan keluar tanpa terlihat. Kurasa
tempat itu buka pukul sembilan."
Langdon menunduk untuk mengecek waktu, tapi hanya
melihat pergelangan tangan telanjang di tempat arloji Mickey
Mouse-nya dulu berada. Dia bertanya-tanya apakah benda itu
masih ada di rumah sakit bersama pakaiannya yang lain dan
apa?kah dia akan pernah bisa mengambilnya kembali.
isi INFERNO [SC].indd 152
153 Infern o Sienna sama sekali tidak bergerak. "Robert, sebelum kita
me??lang??kah lebih jauh, aku ingin tahu ke mana kita pergi. Apa
yang kau ketahui di sana tadi" Malebolge" Kau bilang, itu tidak
ber??urutan?" Langdon menunjuk area berpepohonan persis di depan me?
reka. "Ayo, bersembunyi terlebih dahulu." Dia menuntun Sienna
menyusuri jalan-setapak yang melengkung memasuki tempat
kosong di antara pepohonan"sebuah "ruang", menurut istilah
arsi?tek?tur lanskap. Di sana ada beberapa bangku kayu-imitasi dan
air mancur kecil. Udara di bawah pepohonan jelas lebih sejuk.
Langdon mengeluarkan proyektor dari saku dan mulai me?
ngo?coknya. "Sienna, siapa pun yang menciptakan gambar di?gital
ini, dia tidak hanya mengimbuhkan huruf-huruf pada para pen?
dosa di Malebolge, tapi juga mengubah urutan dosa." Dia me???lom?
pat ke atas bangku, menjulang di depan Sienna, dan me?ng?arahkan
proyektor ke kakinya. Mappa dell"Inferno Botticelli me?wu?jud samar
pada permukaan bangku datar di samping Sienna.
Langdon menunjuk area bertingkat di bagian bawah corong.
"Kau lihat huruf-huruf di dalam sepuluh parit Malebolge?"
Sienna menemukan semua huruf itu dalam gambar proyeksi
dan membaca dari atas ke bawah. "Catrovacer."
"Benar. Tidak ada artinya."
"Tapi kemudian kau menyadari bahwa kesepuluh parit itu
telah diacak?" "Sesungguhnya lebih sederhana. Seandainya tingkat-tingkat
ini adalah tumpukan yang terdiri atas sepuluh kartu, maka tum?
pukan itu tidak dikocok, tapi dibagi menjadi dua tumpuk. Setelah
dibagi dua, kartu-kartu itu tetap berada dalam urutan yang benar,
tapi dimulai dengan kartu yang keliru." Langdon menunjuk ke
se?puluh parit Malebolge. "Menurut teks Dante, tingkat teratas
se?ha?rusnya berisi para penggoda yang dicambuki oleh iblis. Tapi,
dalam versi ini, para penggoda itu muncul ... jauh di bawah, di
dalam parit ketujuh."
isi INFERNO [SC].indd 153
154 D an B rown Sienna mengamati gambar yang kini memudar di sampingnya,
lalu mengangguk. "Oke, itu bisa kulihat. Kini parit pertama
menjadi parit ketujuh."
Langdon mengantongi proyektor itu dan melompat turun
kembali ke jalan-setapak. Dia meraih ranting kecil dan mulai
menggoreskan huruf-huruf pada sepetak tanah persis di luar
jalan-setapak. "Ini huruf-huruf yang tampak dalam versi neraka
kita yang telah dimodifikasi."
"Catrovacer," kata Sienna membaca.
"Ya. Dan di sinilah tempat "tumpukan" itu dibagi." Kini
Langdon menggambar garis di bawah huruf ketujuh dan me?
nung?gu Sienna mengamati hasil pekerjaannya.
?" isi INFERNO [SC].indd 154
155 Infern o "Oke," kata Sienna cepat. "Catrova. Cer."
"Ya. Dan, untuk mengurutkan kembali kartu-kartu itu, kita
hanya perlu memotong tumpukan itu dan meletakkan belahan
bawahnya ke atas. Kedua belahan itu bertukar tempat."
Sienna memandang huruf-huruf itu. "Cer. Catrova." Dia
meng?angkat bahu, tampak tidak terkesan. "Masih tak ada artinya
...." "Cer catrova," ulang Langdon. Setelah terdiam sejenak, dia
mengucapkan kata-kata itu lagi, menyatukan keduanya. "Cer?
catrova." Akhirnya, dia mengucapkannya dengan diam sejenak
di tengah-tengah. "Cerca ... trova."
Sienna terkesiap, matanya melesat memandang mata Lang?
don. "Ya," kata Langdon sambil tersenyum. "Cerca trova."
Kedua kata Italia itu, cerca dan trova, secara harfiah berarti
"cari" dan "temukan". Ketika digabung menjadi sebuah frasa"
cerca trova"kata-kata itu sinonim dengan ungkapan dalam Kitab
Suci "Carilah, maka akan kau temukan".
"Halusinasimu!" teriak Sienna menahan napas. "Perempuan
bercadar itu! Dia terus-menerus menyuruhmu untuk mencari
dan menemukan!" Dia melompat berdiri. "Robert, kau sadar apa
artinya ini" Ini berarti kata cerca trova itu sudah berada di dalam
alam bawah-sadarmu! Tidakkah kau mengerti" Agaknya kau telah
memecahkan frasa ini sebelum tiba di rumah sakit! Mungkin kau
sudah melihat gambar proyektor ini ... tapi melupakannya!"
Dia benar, pikir Langdon menyadari. Dia begitu terpaku pada
kata sandi itu sendiri, sehingga tidak pernah terpikir olehnya
bahwa dia mungkin sudah menjalani semua ini.
"Robert, tadi kau bilang La Mappa menunjukkan sebuah lokasi
spesifik di kota tua. Tapi aku masih tidak mengerti di mana."
"Cerca trova tidak mengingatkanmu pada sesuatu?"
Sienna mengangkat bahu. Diam-diam Langdon tersenyum. Akhirnya, sesuatu yang tidak
diketahui oleh Sienna. "Ternyata frasa ini menunjuk dengan sangat
spesifik pada sebuah mural terkenal yang tergantung di Palazzo
isi INFERNO [SC].indd 155
156 D an B rown Vecchio"Battaglia di Marciano karya Giorgio Vasari di Hall of the
Five Hundred. Di dekat bagian atas lukisan, nyaris tak terlihat,
Vasari menuliskan cerca trova dengan huruf-huruf kecil. Ada ba?
nyak teori mengapa dia melakukan hal ini, tapi bukti konklusif
tidak pernah ditemukan."
Dengung nyaring pesawat kecil mendadak terdengar di atas
kepala, meluncur masuk entah dari mana dan melayang di atas
kanopi pepohonan persis di atas mereka. Suaranya sangat dekat,
Langdon dan Sienna terpaku ketika pesawat itu melesat lewat.
Ketika pesawat itu pergi, Langdon mengintipnya lewat pepo?
honan. "Helikopter mainan," katanya sambil mengembuskan
na?pas, ketika mengamati helikopter sepanjang satu meter yang
di?ken?dalikan dari jarak-jauh itu berbelok di kejauhan. Ke?de?
ngarannya seperti nyamuk raksasa yang marah.
Namun, Sienna masih tampak khawatir. "Turunlah."
Dan memang, helikopter kecil itu berbelok sepenuhnya dan
kini kembali menuju mereka, melayang di atas puncak pepohonan,
melesat melewati mereka lagi, kali ini ke sebelah kiri mereka, ke
atas lapangan lain. "Itu bukan mainan," bisik Sienna. "Itu pesawat pengintai.
Mungkin membawa kamera video yang mengirimkan gambar
secara langsung ke ... seseorang."
Rahang Langdon menegang ketika mengamati helikopter itu
meluncur pergi ke arah tempatnya muncul tadi"Porta Romana
dan Institut Seni. "Aku tidak tahu apa yang telah kau lakukan," kata Sienna,
"tapi beberapa orang yang berkuasa jelas ingin sekali menemu?
kan?mu." Helikopter itu kembali berbelok dan mulai melayang pelan di
sepanjang tembok perbatasan yang baru saja mereka lompati.
"Agaknya seseorang di Institut Seni melihat kita dan me?
ngatakan sesuatu," kata Sienna sambil berjalan menuju jalansetapak. "Kita harus keluar dari sini. Sekarang."
Ketika pesawat itu mendengung pergi menuju ujung jauh
kebun, Langdon menggunakan kaki untuk menghapus huruf-
isi INFERNO [SC].indd 156
157 Infern o huruf yang ditulisnya di jalan-setapak, lalu bergegas menyusul
Sienna. Benaknya berpusar-pusar memikirkan cerca trova, mural
Giorgio Vasari, dan pernyataan Sienna bahwa agaknya Langdon
telah pernah memecahkan pesan proyektor itu. Carilah, maka akan
kau temukan. Mendadak, persis ketika mereka memasuki lapangan kedua,
pikiran mengejutkan merasuki Langdon. Dia langsung berhenti
di jalan-setapak dengan ekspresi kebingungan.
Sienna juga berhenti. "Robert" Ada apa"!"
"Aku tidak bersalah," kata Langdon.
"Kau bicara apa?"
"Orang-orang yang mengejarku ... kupikir itu karena aku
telah melakukan sesuatu yang mengerikan."
"Ya, di rumah sakit, kau terus-menerus mengulangi "very
sorry"." "Aku tahu. Tapi sebelumnya kupikir aku bicara bahasa Ing?
gris." Sienna memandangnya dengan terkejut. "Kau memang bicara
bahasa Inggris." Mata biru Langdon kini dipenuhi kegembiraan. "Sienna,
ke?tika aku terus-menerus mengucapkan "very sorry", aku tidak
sedang meminta maaf. Aku menggumamkan pesan rahasia da?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lam mural di Palazzo Vecchio!" Masih terngiang rekaman suara
mengigaunya sendiri. Ve ... sorry. Ve ... sorry.
Sienna tampak kebingungan.
"Tidakkah kau mengerti?" Kini Langdon menyeringai. "Aku
tidak sedang mengucapkan "very sorry, very sorry". Aku sedang
menyebut nama seniman itu"Va ... sari, Vasari!"[]
isi INFERNO [SC].indd 157
BAB ayentha menginjak rem kuat-kuat.
Sepeda motornya berbelok, mendecit keras me?ning?
galkan bekas roda panjang di Viale del Poggio Imperiale,
dan akhirnya berhenti mendadak di belakang antrean panjang
mobil yang tak terduga. Viale del Poggio macet total.
Aku tidak punya waktu untuk ini!
Vayentha menjulurkan leher, berupaya melihat apa yang
menyebabkan kemacetan itu. Dia sudah terpaksa memutar jauh
untuk menghindari tim SRS dan semua kekacauan di gedung
apartemen, dan kini dia harus masuk ke kota tua untuk mengo?
songkan kamar hotel yang ditempatinya selama beberapa hari
terakhir misinya. Aku telah diputus"aku harus minggat dari kota ini!
Namun, rangkaian kesialannya seakan berlanjut. Rute yang
dipilihnya untuk memasuki kota tua tampaknya diblokir. Karena
tidak berminat menunggu, Vayentha menjalankan sepeda mo?
tor?nya ke pinggir, lalu mengebut di sepanjang bahu jalan sempit
hingga dia bisa melihat perempatan yang kacau itu. Di depan sana
terdapat bundaran macet, tempat enam jalan-raya utama bertemu.
Inilah Porta Romana"salah satu persimpangan yang terpadat
lalu lintasnya di Florence"gerbang menuju kota tua.
Apa yang terjadi di sini"!
Kini Vayentha melihat bahwa seluruh area itu dipenuhi
polisi"seperti pemblokiran jalan atau pos pemeriksaan. Bebe?
rapa saat kemudian, dia melihat sesuatu di tengah aksi itu yang
membuatnya kebingungan"van hitam yang tidak asing lagi,
isi INFERNO [SC].indd 158
159 Infern o dikelilingi beberapa agen berpakaian-hitam yang sedang me?ne?
riak?kan perintah-perintah kepada pihak berwenang lokal.
Orang-orang itu jelas anggota tim SRS, tapi Vayentha tidak
bisa membayangkan apa yang sedang mereka lakukan di sana.
Kecuali .... Vayentha terpana, nyaris tidak berani membayangkan
ke?mung?kinan itu. Apakah Langdon juga mengecoh Br?der" Itu
tampak mustahil; peluang lolosnya nyaris nol. Namun, sekali
lagi, Langdon tidak bekerja sendirian, dan Vayentha sendiri
sudah mengalami secara langsung betapa cerdiknya perempuan
berambut pirang itu. Di dekat situ, seorang petugas kepolisian muncul, berjalan
dari mobil ke mobil, menunjukkan foto seorang lelaki tampan
be??rambut cokelat tebal. Vayentha langsung mengenali foto itu
se?bagai foto resmi Robert Langdon. Hatinya melambung.
Br?der belum menemukannya ....
Langdon masih buron! Sebagai ahli strategi berpengalaman, Vayentha langsung me?
nilai bagaimana perkembangan ini bisa mengubah situasinya.
Pilihan pertama"kabur sesuai keharusan.
Vayentha telah merusak pekerjaan penting yang ditugaskan
oleh Provos, dan telah diputus karenanya. Jika beruntung, dia
akan menghadapi pemeriksaan resmi dan mungkin kariernya
berakhir. Namun, jika tidak beruntung dan meremehkan keke??
jaman majikannya, dia mungkin akan menghabiskan sisa hi?
dupnya dengan menoleh ke belakang dan bertanya-tanya apakah
Konsorsium sedang mengintainya.
Kini ada pilihan kedua. Selesaikan misimu. Tetap bertugas sangatlah berlawanan dengan protokol pe?
mutusannya. Namun, dengan Langdon yang masih buron, kini
Vayentha punya kesempatan untuk melanjutkan perintah awal??
nya. Jika Br?der gagal menangkap Langdon, pikirnya dengan denyut
nadi semakin cepat. Dan jika aku berhasil ....
isi INFERNO [SC].indd 159
160 D an B rown Vayentha tahu, kemungkinannya kecil. Namun, jika Langdon
benar-benar berhasil mengecoh Br?der, dan jika Vayentha masih
bisa ikut campur dan menyelesaikan pekerjaan itu, berarti dia
seorang diri berhasil menyelamatkan Konsorsium, dan Provos
tidak akan punya pilihan kecuali bersikap lunak.
Aku tidak akan kehilangan pekerjaan, pikirnya. Mungkin bahkan
akan dipromosikan. Dalam sekejap, Vayentha menyadari bahwa seluruh masa
de?pannya kini berkisar pada satu tindakan penting. Aku harus
me?ne?mukan Langdon ... mendahului Br?der.
Itu tidak akan mudah. Br?der punya tenaga manusia yang
siap sedia dan tak terhingga banyaknya, juga sejumlah besar
teknologi pengintaian yang maju. Vayentha bekerja sendirian.
Na?mun, dia punya sepotong informasi yang tidak dimiliki oleh
Br?der, Provos, dan polisi.
Aku tahu sekali ke mana Langdon akan pergi.
Vayentha memutar tuas gas BMW-nya, memutarnya 180
derajat, lalu melesat kembali ke arah kedatangannya tadi. Ponte
alle Grazie, pikirnya sambil membayangkan jembatan ke utara itu.
Ada lebih dari satu rute untuk memasuki kota tua.[]
isi INFERNO [SC].indd 160
BAB ukan permintaan maaf, pikir Langdon. Nama seorang seni?
man. "Vasari," ujar Sienna tergagap, sambil mundur se?lang?
kah di jalan-setapak. "Seniman yang menyembunyikan kata-kata
cerca trova dalam muralnya."
Mau tak mau Langdon tersenyum. Vasari. Vasari. Selain men?
jelaskan permasalahan ganjil yang dihadapinya, pengungkapan
ini juga berarti Langdon tidak perlu lagi bertanya-tanya mengenai
hal mengerikan apa yang mungkin telah dilakukannya ... sehingga
dia berulang-ulang mengatakan very sorry.
"Robert, jelas kau pernah melihat gambar Botticelli di pro?
yektor ini sebelum cedera, dan kau tahu gambar itu punya kode
yang menunjuk pada mural Vasari. Itulah sebabnya kau ter?jaga
dan terus mengulang nama Vasari!"
Langdon berupaya memperhitungkan apa arti semua ini.
Giorgio Vasari"seniman, arsitek, dan penulis abad keenam
belas"adalah lelaki yang sering disebut Langdon sebagai "seja?
rah?wan seni yang pertama di dunia". Walaupun menciptakan
ra?tusan lukisan dan merancang lusinan gedung, warisan Vasari
yang paling kekal adalah buku pentingnya, Lives of the Most
Excellent Painters, Sculptors, and Architects, kumpulan biografi
seniman-seniman Italia yang hingga hari ini tetap menjadi bacaan
wajib para mahasiswa sejarah seni.
Kata-kata cerca trova telah menempatkan kembali Vasari da?
lam perhatian publik sekitar tiga puluh tahun silam, ketika "pesan
rahasia"-nya ditemukan berada tinggi di dalam muralnya yang
membentang di Hall of the Five Hundred-nya Palazzo Vecchio.
isi INFERNO [SC].indd 161
162 D an B rown Huruf-huruf mungil itu muncul pada sehelai bendera perang
hijau, nyaris tak terlihat di antara kekacauan adegan perang.
Wa?lau?pun masih belum tercapai kesepakatan mengenai alasan
Vasari mengimbuhkan pesan ganjil ini pada muralnya, teori yang
paling terkenal menyatakan bahwa pesan itu adalah petunjuk bagi
generasi yang akan datang mengenai adanya lukisan-dinding
Leonardo da Vinci yang tersembunyi dalam celah selebar tiga
sentimeter di belakang tembok itu.
Sienna mendongak, memandang gugup ke atas pepohonan.
"Masih ada satu hal yang tidak kupahami. Jika kau tidak me?nga?
takan "very sorry, very sorry"... mengapa orang-orang berupaya
membunuhmu?" Langdon juga memikirkan hal yang sama.
Dengung pesawat pengintai kembali terdengar semakin keras
dan Langdon tahu, sudah tiba saatnya untuk memutuskan. Dia
tidak mengerti bagaimana Battaglia di Marciano karya Vasari bisa
berhubungan dengan Inferno-nya Dante, atau dengan luka tembak
yang didapatnya semalam, tetapi akhirnya dia melihat jalur yang
nyata di hadapannya. Cerca trova. Cari dan temukan. Sekali lagi Langdon melihat perempuan berambut perak itu
memanggilnya dari seberang sungai. Waktu hampir habis! Jawab?an,
pikir Langdon, pasti berada di Palazzo Vecchio.
Kini dia teringat pada pepatah para penyelam-bebas Yunani
kuno yang memburu lobster di dalam gua-gua koral Kepulauan
Aegea. Ketika berenang memasuki terowongan gelap, ada titik tertentu
ketika kau tidak lagi punya cukup napas untuk berenang pulang. Satusatunya pilihanmu adalah terus berenang memasuki wilayah tak dikenal
... dan berdoa memohon jalan keluar.
Langdon bertanya-tanya apakah mereka sudah mencapai
titik itu. Dia memandang labirin jalan-setapak kebun di depan me?
reka. Jika dia dan Sienna bisa mencapai Pitti Palace dan keluar
dari kebun, kota tua bisa dicapai dengan sedikit berjalan kaki
isi INFERNO [SC].indd 162
163 Infern o menyeberangi jembatan pejalan-kaki yang paling terkenal di
dunia"Ponte Vecchio. Jembatan itu selalu ramai dan akan mem?
beri mereka perlindungan yang baik. Dari sana, Palazzo Vecchio
hanya beberapa blok jauhnya.
Pesawat pengintai mendengung semakin dekat, dan sejenak
Langdon merasa dirinya dikuasai oleh kelelahan. Kesadaran
bahwa dia tidak mengatakan "very sorry" membuatnya merasa
bimbang untuk kabur dari polisi.
"Pada akhirnya mereka akan menangkapku, Sienna," kata
Langdon. "Mungkin lebih baik jika aku berhenti berlari."
Sienna menatapnya cemas. "Robert, setiap kali kau berhenti,
seseorang mulai menembakimu! Kau perlu tahu dirimu terlibat
dalam apa. Kau perlu melihat mural Vasari dan berharap lu?kisan
itu akan mengguncang ingatanmu. Mungkin itu akan mem?ban?
tumu mengetahui dari mana asal proyektor itu dan mengapa kau
membawanya." Langdon membayangkan perempuan berambut duri yang
membunuh dr. Marconi dengan keji ... tentara-tentara yang me?
nembaki mereka ... polisi militer Italia yang berkumpul di Porta
Romana ... dan kini pesawat pengintai yang membuntuti mereka
di sepanjang Boboli Gardens. Dia terdiam, menggosok-gosok mata
lelahnya sambil mempertimbangkan semua pilihan.
"Robert?" Suara Sienna meninggi. "Ada satu hal lain ... se?sua?
tu yang tampaknya tidak penting, tapi kini tampaknya mung?kin
pen?ting." Langdon mendongak, bereaksi terhadap keseriusan dalam
nada suara Sienna. "Aku ingin menceritakannya kepadamu di apartemen," kata
pe?rempuan itu, "tapi ...."
"Apa?" Sienna mengerutkan bibir, tampak tidak nyaman. "Ketika
tiba di rumah sakit, kau mengigau dan berupaya untuk berko?
mu?ni?kasi." "Ya," kata Langdon, "menggumamkan "Vasari, Vasari"."
isi INFERNO [SC].indd 163
164 D an B rown "Ya, tapi sebelum itu ... sebelum kami mengeluarkan alat
perekam, dalam momen-momen pertama setelah kau tiba, kau
mengucapkan satu hal lain yang kuingat. Kau hanya menga?ta?
kannya satu kali, tapi aku yakin aku mengerti."
"Apa yang kukatakan?"
Sienna mendongak ke arah pesawat itu, lalu kembali me?
mandang Langdon. "Kau mengatakan, "Aku memegang kunci untuk
menemukannya ... jika aku gagal, semuanya mati.?"
Langdon hanya bisa ternganga.
Sienna melanjutkan. "Kupikir, kau mengacu pada benda di
dalam saku jaketmu itu, tapi kini aku tidak begitu yakin."
Jika aku gagal, semuanya mati" Kata-kata itu sangat me?me??
ngaruhi Langdon. Gambaran-gambaran kematian yang me?nge?
rikan muncul di hadapannya ... inferno Dante, simbol biohazard,
dokter wabah. Dan, sekali lagi, wajah perempuan cantik berambut
perak yang memohon kepadanya dari seberang sungai semerah
darah. Cari dan temukan! Waktu hampir habis!
Suara Sienna menyadarkan Langdon kembali. "Apa pun yang
ditunjukkan oleh proyektor ini pada akhirnya ... atau apa pun
yang sedang berupaya kau temukan, itu pasti sesuatu yang sangat
berbahaya. Fakta bahwa orang-orang berupaya membunuh kita
...." Suara perempuan itu sedikit parau, dan dia terdiam seje?nak
sebelum melanjutkan. "Pikirkanlah. Mereka baru saja me?nem?
bakmu di siang hari bolong ... menembak-ku"orang yang tak
tahu apa-apa. Tampaknya, tak seorang pun ingin bernegosiasi.
Pemerintahmu sendiri mengkhianatimu ... kau menelepon mereka
untuk meminta bantuan, dan mereka mengirim seseorang untuk
membunuhmu."
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Langdon menatap tanah dengan pandangan hampa. Tidaklah
penting apakah Konsulat AS memberitahukan lokasi Langdon
kepada pembunuh itu, atau apakah konsulat sendiri yang me?
ngirim pembunuh itu. Hasilnya sama. Pemerintahku sendiri tidak
berada di pihakku. Langdon menatap mata cokelat Sienna dan melihat keberanian
di sana. Aku melibatkannya dalam apa" "Seandainya saja aku tahu
isi INFERNO [SC].indd 164
165 Infern o apa yang sedang kita cari. Itu akan membantu menjadikan se?
mua?nya ini masuk akal."
Sienna mengangguk. "Apa pun itu, kurasa kita perlu mene?
mukannya. Setidaknya itu akan memberi kita keunggul?an."
Logikanya sulit untuk dibantah. Namun, Langdon masih
merasakan adanya sesuatu yang mengkhawatirkan. Jika aku
gagal, semuanya mati. Sepanjang pagi, dia telah menjumpai simbol
biohazard, wabah, dan Inferno Dante yang mengerikan. Langdon
memang tidak punya bukti jelas mengenai apa yang sedang
dicarinya, tapi sungguh naif jika dia tidak mempertimbangkan
kemungkinan bahwa situasi ini melibatkan penyakit berbahaya
atau ancaman biologis skala-luas. Namun, jika ini benar, mengapa
pemerintahnya sendiri berupaya menghabisinya"
Apakah mereka mengira, entah bagaimana, aku terlibat dalam
potensi serangan teror"
Ini sama sekali tidak masuk akal. Ada sesuatu yang lain yang
sedang berlangsung di sini.
Kembali Langdon memikirkan perempuan berambut perak
itu. "Juga ada perempuan dalam halusinasiku. Kurasa, aku harus
mencarinya." "Kalau begitu, percayailah firasatmu," kata Sienna. "Dalam
kondisimu, kompas terbaik yang kau miliki adalah pikiran bawahsadarmu. Itu psikologi dasar"jika instingmu mengatakan untuk
memercayai perempuan itu, kurasa kau harus melakukan persis
seperti yang terus-menerus dikatakannya kepadamu."
"Cari dan temukan," kata mereka serempak.
Langdon mengembuskan napas, mengetahui bahwa jalannya
sudah jelas. Yang harus kulakukan hanyalah terus merenangi terowongan ini.
Dengan tekad yang semakin menguat, dia berbalik dan
mulai mengamati sekelilingnya, berupaya mengetahui di mana
posisinya. Yang mana jalan untuk keluar dari kebun"
Mereka berdiri di bawah pepohonan di pinggir plaza terbuka,
tempat beberapa jalan-setapak bersilangan. Di kejauhan, di
se?belah kiri mereka, Langdon melihat laguna berbentuk elips
isi INFERNO [SC].indd 165
166 D an B rown de?ngan pulau kecil yang dihiasi pepohonan lemon dan patung.
Isolotto, pikirnya, mengenali patung terkenal Perseus di atas kuda
sete?ngah-tenggelam sedang mengarungi air.
"Pitti Palace ada di sebelah sana," kata Langdon sambil me??
nun?juk ke arah timur, jauh dari Isolotto, ke arah jalan-raya utama
kebun"Viottolone, yang membentang ke timur dan barat di se?
pan?jang lapangan. Viottolone selebar jalanan dua-jalur dan di?de?
reti barisan pohon cypress ramping berusia empat ratus tahun.
"Tidak ada tempat persembunyian," ujar Sienna sambil me?
mandang jalanan terbuka itu dan menunjuk pesawat pengintai
yang berputar-putar. "Kau benar," kata Langdon sambil menyeringai. "Itulah se?
babnya kita memilih terowongan di sampingnya."
Kembali dia menunjuk, kali ini ke arah pagar-tanaman rim?
bun yang bersebelahan dengan ujung jalan Viottolone. Dinding
tanaman hijau rimbun itu punya lubang melengkung kecil.
Di balik lubang, jalan-setapak ramping membentang sampai
jauh"terowongan yang memanjang paralel dengan Viottolone.
Ke?dua sisi jalan-setapak itu ditutupi deretan pohon pruned holm oak
yang telah ditata melengkung di atas jalan-setapak sejak 1600-an.
Ranting dan dahan pepohonan itu saling menjalin di atas kepala
dan membentuk kanopi dedaunan. Nama jalan-setapak itu, La
Cerchiata"secara harfiah berarti "melingkar?"berasal dari
kanopi pepohonan melengkungnya yang menyerupai pengikattong atau cerchi.
Sienna bergegas menuju lubang itu dan mengintip terowongan
teduhnya. Dia langsung berpaling kembali kepada Langdon dan
tersenyum. "Ini lebih baik."
Tanpa menyia-nyiakan waktu, dia menyelinap ke dalam lu?
bang itu dan bergegas berjalan menyusuri jalan setapaknya.
Langdon selalu menganggap La Cerchiata sebagai salah satu
tempat paling damai di Florence. Namun, hari ini, ketika me?nyak?
sikan Sienna menghilang ke dalam gang gelapnya, dia kembali
teringat pada penyelam-bebas Yunani yang berenang memasuki
terowongan koral dan berdoa memohon jalan keluar.
isi INFERNO [SC].indd 166
167 Infern o Cepat-cepat Langdon mengucapkan doa singkatnya sendiri
dan bergegas menyusul Sienna.
______ Satu kilometer di belakang mereka, di luar Institut Seni, Agen
Br?der berjalan melewati keriuhan polisi dan mahasiswa, pan?
dangan dinginnya membelah kerumunan orang di depannya. Dia
berjalan menuju pos komando darurat yang didirikan oleh agen
spesialis pengintaian di atas kap van hitamnya.
"Dari pesawat pengintai," kata spesialis itu sambil menyerah?
kan layar komputer-tablet kepada Br?der. "Diambil beberapa
menit yang lalu." Br?der meneliti gambar-gambar video itu, lalu berhenti pada
pembesaran gambar kabur dua wajah"lelaki berambut gelap
dan perempuan berambut ekor kuda pirang"keduanya me?ring?
kuk dalam bayang-bayang dan mengintip ke langit lewat kanopi
pepohonan. Robert Langdon. Sienna Brooks. Tidak diragukan lagi. Br?der beralih pada peta Boboli Gardens yang terbentang
di atas kap mobil. Mereka membuat pilihan yang buruk, pikirnya
sam?bil mengamati tata-letak kebun. Walaupun luas dan rumit,
dengan banyak tempat persembunyian, kebun itu tampaknya juga
dikelilingi tembok tinggi di semua sisinya. Boboli Gardens sangat
mirip dengan area pengepungan alami yang pernah dilihat oleh
Br?der selama menjadi tentara.
Mereka tidak akan pernah bisa keluar.
"Petugas berwenang lokal sedang menutup semua jalan ke?
luar," kata agen itu. "Dan melakukan penyisiran."
"Terus laporkan," kata Br?der.
Perlahan-lahan dia mendongak ke jendela polikarbonat tebal
van. Di baliknya, dia bisa melihat perempuan berambut perak itu
duduk di kursi belakang. isi INFERNO [SC].indd 167
168 D an B rown Obat yang mereka berikan kepada perempuan itu jelas telah
menumpulkan semua indranya"melebihi apa yang dibayangkan
oleh Br?der. Namun, dari pandangan ketakutan di matanya,
Br?der tahu bahwa perempuan itu masih sangat memahami apa
yang persisnya sedang terjadi.
Dia tidak tampak senang, pikir Br?der. Tapi, mengapa pula dia
harus senang"[] isi INFERNO [SC].indd 168
BAB enara air memancar sejauh enam meter ke udara.
Langdon menyaksikan air itu jatuh kembali de?
ngan lembut ke tanah, dan menyadari bahwa mereka
su?dah semakin dekat. Mereka telah mencapai ujung terowongan
rimbun La Cerchiata dan melesat melintasi halaman terbuka
menuju segerombolan pohon cork. Kini mereka memandang air
mancur yang paling terkenal di Boboli"patung perunggu karya
Stoldo Lorenzi berupa Neptunus yang sedang mencengkeram
tri?sulanya. Air mancur ini, yang dikenal oleh penduduk lokal se?
cara serampangan dengan nama "Air Mancur Garpu", dianggap
sebagai titik pusat kebun.
Sienna berhenti di pinggir pepohonan dan mengintip ke atas.
"Aku tidak melihat pesawat pengintai."
Langdon juga tidak mendengar pesawat itu lagi, tapi air man?
curnya memang cukup berisik.
"Agaknya perlu mengisi-ulang bahan bakar," kata Sienna.
"Ini peluang kita. Lewat mana?"
Langdon menuntunnya ke kiri, dan mereka mulai menuruni
lereng curam. Ketika mereka keluar dari pepohonan, Pitti Palace
muncul dalam pandangan. "Rumah mungil yang menyenangkan," bisik Sienna.
"Kerendahan hati khas keluarga Medici," jawab Langdon
masam. Walaupun masih hampir setengah kilometer jauhnya, fasad
batu Pitti Palace mendominasi pemandangan, membentang ke kiri
dan kanan mereka. Eksterior batu kasar menonjolnya mem?beri
gedung itu kesan kekuasaan, yang semakin dikuatkan dengan
isi INFERNO [SC].indd 169
170 D an B rown banyaknya jendela yang dilengkapi daun-jendela dan lubang
dengan lengkungan di bagian atas dindingnya. Secara tradisional,
istana-resmi selalu dibangun di atas tanah tinggi sehingga siapa
pun yang berada di kebun harus mendongak ke atas bukit untuk
me?man?danginya. Namun, Pitti Palace ditempatkan di lembah
rendah di dekat Sungai Arno, yang berarti orang-orang di Boboli
Gardens harus menunduk ke bawah bukit untuk memandang
istana itu. Ini malah memberikan efek yang lebih dramatis. Seorang
arsitek menyatakan bahwa istana itu seakan dibangun sendiri
oleh alam ... seakan batu-batu besar dari tanah longsor bergulingguling menuruni lereng curam panjang dan mendarat membentuk
tumpukan elegan seperti barikade di dasarnya. Walaupun posisi
di tanah rendah lebih sulit untuk dipertahankan, struktur batu
padat Pitti Palace begitu mengesankan sehingga Napoleon
pernah meng?gunakannya sebagai markas ketika dia berada di
Florence. "Lihat," kata Sienna sambil menunjuk pintu istana yang
terdekat. "Berita baik."
Langdon melihatnya juga. Di pagi yang ganjil ini, pemandangan
paling menyenangkan bukanlah istana itu sendiri, melainkan para
turis yang mengalir keluar dari istana menuju kebun-kebun yang
lebih rendah. Istana itu dibuka untuk umum, dan ini artinya
Lang?don dan Sienna tidak akan mengalami kesulitan untuk me?
nyelinap masuk dan berjalan melintasinya. Setelah berada di luar
istana, Langdon tahu bahwa mereka akan melihat Sungai Arno
di sebelah kanan, dan di balik istana terdapat menara-menara
kota tua. Dia dan Sienna terus bergerak, setengah berlari menuruni
le?reng curam itu. Ketika turun, mereka melewati Boboli Amphi?
theater"tempat pertunjukan opera pertama dalam sejarah"yang
mem?bentang seperti sepatu-kuda di lereng bukit. Setelah itu,
mereka melewati obelisk Ramses II dan karya "seni" malang yang
diposisikan di dasarnya. Buku-buku panduan menyebut karya itu
sebagai "baskom batu kolosal dari Baths of Caracalla di Roma",
isi INFERNO [SC].indd 170
171 Infern o tapi Langdon selalu melihatnya sebagaimana benda itu yang
sesungguhnya"bak mandi terbesar di dunia. Mereka benar-benar
harus meletakkan benda itu di tempat lain.
Akhirnya, mereka mencapai bagian belakang istana dan
mengurangi kecepatan hingga berjalan santai, berbaur dengan
turis-turis pertama pada hari itu. Mereka bergerak melawan arus,
menuruni terowongan sempit, memasuki cortile"pekarangandalam"tempat para pengunjung duduk-duduk menikmati
kopi espresso pagi di kafe istana. Aroma kopi yang baru digiling
me??me?nuhi udara, dan Langdon dilanda keinginan mendadak
un?tuk duduk dan menikmati sarapan yang beradab. Tidak hari
ini, pikirnya, ketika mereka terus berjalan, memasuki lorong batu
lebar menuju pintu-pintu utama istana.
Ketika mendekati ambang pintu, Langdon dan Sienna ber?
tabrakan dengan kerumunan besar berupa turis-turis yang seakan
berkumpul di beranda-bertiang untuk mengamati se?suatu di
luar. Langdon mengintip melalui kerumunan orang itu ke area
di depan istana. Pintu masuk megah Pitti Palace tetap menjemukan dan ti?dak
menarik seperti yang diingat oleh Langdon. Alih-alih halaman dan
lanskap yang terawat rapi, pekarangan depan be?rupa hamparan
luas trotoar yang membentang di seluruh lereng bukit, memanjang
ke bawah ke Via dei Guicciardini, seperti lereng ski besar yang
beraspal. Di kaki bukit, Langdon melihat alasan terbentuknya keru?
mun?an penonton itu. Di Piazza dei Pitti di bawah sana, setengah lusin mobil polisi
meng?alir masuk dari segala arah. Sekelompok kecil petugas ke?
po?lisian berjalan mendaki bukit, mengeluarkan senjata dan me?
nyebar untuk mengamankan bagian depan istana.[]
isi INFERNO [SC].indd 171
BAB
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
etika polisi memasuki Pitti Palace, Sienna dan Langdon
sudah bergerak, berbalik kembali ke bagian dalam istana,
menjauhi polisi yang berdatangan. Mereka bergegas
melintasi cortile"halaman dalam istana"dan melewati kafe. Di
sana, desas-desus sudah menyebar, turis-turis menjulurkan le?her
berupaya mencari tahu sumber keributan.
Sienna takjub karena pihak berwenang bisa menemukan
mereka secepat itu. Agaknya pesawat tadi menghilang karena sudah
melihat kami. Dia dan Langdon mencapai terowongan sempit yang tadi
mereka lewati dari kebun. Tanpa ragu, mereka masuk kembali
ke dalam lorong itu dan menaiki tangga. Ujung tangga ber?
belok ke kiri di sepanjang tembok benteng tinggi. Ketika me?reka
melesat menaiki tangga, tembok benteng istana menjadi se?ma?kin
rendah, hingga akhirnya hamparan luas Boboli Gardens terlihat
di baliknya. Langdon langsung meraih lengan Sienna dan menariknya
mundur, merunduk tak terlihat di balik tembok. Sienna juga su?
dah melihatnya. Tiga ratus meter dari mereka, di lereng atas amfiteater, se?ge?
rombolan polisi turun, meneliti pepohonan, menanyai turis-turis,
ber?koor?dinasi satu sama lain dengan radio-genggam.
Kami terjebak! Ketika pertama kali bertemu dengan Robert Langdon,
Sienna tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan itu akan
membawa mereka pada situasi seperti ini. Ini melebihi dugaanku.
Ketika me?ning?galkan rumah sakit bersama Langdon, dia mengira
isi INFERNO [SC].indd 172
173 Infern o mereka kabur dari seorang perempuan berpistol yang berambut
duri. Kini mereka kabur dari seluruh tim militer dan pihak
berwenang Italia. Disadarinya bahwa peluang mereka untuk lolos
nyaris mendekati nol. "Adakah jalan keluar lain?" desak Sienna terengah-engah.
"Kurasa tidak," jawab Langdon. "Kebun ini berupa kotatembok, persis seperti ...." Mendadak dia terdiam, berpaling me?
man?dang ke timur. "Persis seperti ... Vatikan." Secercah harapan
merebak di wajahnya. Sienna sama sekali tidak tahu apa hubungan Vatikan de?
ngan kesulitan mereka saat ini, tapi mendadak Langdon mulai
meng?angguk-angguk sambil memandang ke timur, ke sepanjang
bagian belakang istana. "Kemungkinannya kecil," katanya, kini sambil menggandeng
Sienna. "Tapi mungkin ada cara lain untuk keluar dari sini."
Setelah berbelok di pojok tembok benteng, dua sosok men?
da?dak muncul di depan mereka, nyaris menabrak Sienna dan
Langdon. Kedua sosok itu mengenakan pakaian hitam, dan
se?saat, Sienna mengira mereka adalah dua tentara yang tadi di?
ha?dapinya di gedung apartemen. Namun, ketika mereka lewat,
dia menyadari bahwa mereka hanyalah turis"Italia, tebaknya,
ber?dasarkan pakaian kulit hitam yang gaya itu.
Sienna mendapat ide, meraih salah satu lengan turis itu,
dan tersenyum kepadanya sehangat mungkin. "Pu? dirci dov"? la
Galleria del costume?" tanyanya dalam bahasa Italia cepat, meminta
petunjuk ke galeri kostum terkenal di istana itu. "Io e mio fratello
siamo in ritardo per una visita privata." Saya dan kakak laki-laki saya
terlambat untuk mengikuti tur privat.
"Certo!" Salah seorang turis tersenyum, bersemangat mem?
bantu. "Proseguite dritto per il sentiero!"Lurus saja ke sana!" Dia
ber?balik dan menunjuk ke barat, di sepanjang tembok benteng,
men?jauh dari tempat yang ingin dituju Langdon.
"Molte grazie!"Terima kasih banyak!" ujar Sienna sambil kem?
bali tersenyum ketika kedua lelaki itu melangkah pergi.
isi INFERNO [SC].indd 173
174 D an B rown Langdon mengangguk terkesan, tampaknya memahami motif
Sienna. Jika polisi mulai menanyai turis-turis, mereka mungkin
mendengar bahwa Langdon dan Sienna sedang menuju galeri
kos?tum yang, menurut peta di dinding di depan mereka, berada
di ujung barat istana yang jauh ... sejauh mungkin dari arah yang
kini sedang mereka tuju. "Kita harus mencapai jalan-setapak di sana," kata Langdon
sambil menunjuk ke seberang plaza terbuka, ke arah jalan-seta?pak
yang memanjang menuruni bukit lain, menjauhi istana. Jalansetapak berkerikil itu terlindung oleh pagar-tanaman rim?bun
di lereng bukit seberang, memberikan banyak tempat per?sem?
bunyian dari pihak berwenang yang kini menuruni bukit, hanya
seratus meter jauhnya. Sienna memperhitungkan bahwa peluang mereka menye?be?
rangi area terbuka ke jalan-setapak yang terlindung itu sangatlah
tipis. Turis-turis berkumpul di sana, mengamati polisi dengan
penasaran. Dengung samar pesawat pengintai kini kembali
terdengar, mendekat dari kejauhan.
"Sekarang atau tidak sama sekali," kata Langdon sambil
meraih tangan Sienna dan menarik perempuan itu bersamanya
memasuki plaza terbuka. Di sana, mereka mulai berjalan berkelokkelok melewati kerumunan turis. Sienna me?lawan desakan untuk
berlari, dan Langdon menahannya kuat-kuat, berjalan cepat tapi
tenang melewati keriuhan.
Ketika akhirnya mereka tiba di ujung menuju jalan-setapak,
Sienna menoleh ke belakang untuk melihat apakah mereka ter?
de?teksi. Para petugas kepolisian tampak menghadap ke arah
lain, mata mereka mengarah ke langit, ke arah suara kedatangan
pe?sawat pengintai. Sienna menghadap ke depan dan bergegas menyusuri jalansetapak bersama Langdon.
Kini, di depan mereka, garis-langit kota tua Florence menonjol
di atas pepohonan, jelas terlihat di depan sana. Sienna melihat
ku?bah genting merah Duomo dan warna hijau, merah, dan putih
menara-lonceng Giotto. Sekejap dia juga bisa melihat menara
isi INFERNO [SC].indd 174
175 Infern o Palazzo Vecchio yang dilengkapi celah pemanah"tujuan yang
seakan mustahil bagi mereka. Namun, ketika mereka menuruni
jalan-setapak, tembok-tembok perbatasan kota menjulang tinggi
di pandangan, kembali mengepung mereka.
Ketika mencapai kaki bukit, Sienna kehabisan napas dan
bertanya-tanya apakah Langdon tahu ke mana mereka pergi.
Jalan-setapak itu memanjang langsung ke dalam kebun labirin,
tapi dengan yakin Langdon berbelok ke kiri memasuki terasber?kerikil lebar yang dikitarinya, dengan tetap berada di balik
pagar-tanaman, di bayang-bayang pepohonan. Teras itu sepi, lebih
me?nyerupai lapangan parkir karyawan daripada area turis.
"Kita mau ke mana"!" tanya Sienna pada akhirnya, sambil
terengah-engah. "Hampir sampai."
Hampir sampai di mana" Seluruh teras itu dikelilingi tembok
setinggi setidaknya tiga tingkat. Satu-satunya jalan keluar yang
dilihat Sienna hanyalah gerbang kendaraan di sebelah kiri, yang
ditutupi jeruji besi-tempa tebal yang seakan berasal dari zaman
istana asli. Di balik gerbang, Sienna melihat polisi berkumpul di
Piazza dei Pitti. Langdon, yang tetap berjalan rapat menyusuri pagar tanaman
perbatasan, terus maju, langsung menuju tembok di depan me?
reka. Sienna meneliti permukaan halus tembok untuk mencari
am?bang pintu, tapi dia hanya melihat sebuah ceruk berisi patung
terjelek yang pernah dilihatnya.
Astaga, keluarga Medici bisa membeli karya seni apa pun di dunia,
tapi mereka memilih ini"
Patung di hadapan mereka menggambarkan seorang kerdil
gemuk telanjang menunggangi kura-kura raksasa. Testis orang
kerdil itu tergencet cangkang kura-kura, dan mulut kura-kura itu
meneteskan air, seakan sedang sakit.
"Aku tahu," kata Langdon tanpa menghentikan langkah. "Itu
Braccio di Bartolo"pelawak kerdil istana yang terkenal. Jika kau
ber?tanya kepadaku, seharusnya mereka meletakkan patung itu
di belakang sana, dalam bak mandi raksasa tadi."
isi INFERNO [SC].indd 175
176 D an B rown Langdon berbelok tajam ke kanan, menuruni serangkaian
anak tangga yang baru sekarang terlihat oleh Sienna.
Jalan keluar"! Cercah harapan itu hanya berusia pendek.
Ketika mengikuti Langdon berbelok dan menuruni tangga,
Sienna menyadari bahwa mereka sedang melesat memasuki
jalan-buntu"temboknya dua kali lebih tinggi daripada tembok
lainnya. Selain itu, kini Sienna merasa perjalanan panjang mereka akan
berakhir di mulut gua menganga ... gua yang dalam di tembok
be?lakang. Mustahil dia membawa kami kemari!
Di atas pintu masuk menganga gua itu, stalaktit-stalaktit yang
menyerupai pedang tampak menjulang mengancam. Di lubang di
baliknya, permukaan batu tampak mengalir, meliuk, dan menetes
dari dinding seakan meleleh ... berubah menjadi bentuk-bentuk
yang mengejutkan Sienna, berupa manusia setengah-terkubur
yang menonjol dari dinding seakan dilahap oleh batu. Seluruh
pemandangan itu mengingatkan Sienna pada Mappa dell"Inferno
Botticelli. Langdon, entah kenapa, tampak tidak terpengaruh dan terus
berlari, langsung menuju pintu masuk gua. Dia tadi berkomentar
mengenai Vatikan, tapi Sienna yakin sekali tidak ada gua me?
ngerikan di balik tembok-tembok Takhta Suci.
Ketika mereka semakin mendekat, mata Sienna memandang
dinding yang membentang di atas pintu masuk"kumpulan me?
ngerikan stalaktit dan ekstrusi batu seakan menyelubungi dua
perempuan yang sedang bersandar, mengapit perisai berhias
enam bola atau palle, lambang keluarga Medici yang terkenal.
Mendadak Langdon berbelok ke kiri, menjauhi pintu masuk
dan menuju sesuatu yang sebelumnya tidak dilihat oleh Sienna"
pintu kelabu kecil di sebelah kiri gua. Pintu itu, yang terbuat dari
kayu lapuk, seakan tidak penting, seperti lemari penyimpanan
atau gudang peralatan. Langdon bergegas menuju pintu itu, jelas berharap dia bisa
mem?bukanya, tapi pintu itu tidak punya pegangan"hanya ada
isi INFERNO [SC].indd 176
177 Infern o lubang kunci dari kuningan"dan tampaknya hanya bisa dibuka
dari dalam. "Sialan!" Mata Langdon kini menyorotkan kekhawatiran,
harapannya lenyap seluruhnya. "Tadinya aku berharap?"
Mendadak dengung pesawat pengintai yang menusuk te?
linga terdengar menggema keras dari tembok-tembok tinggi di
sekeliling mereka. Sienna menoleh, melihat pesawat itu naik ke
atas istana dan melesat ke arah mereka.
Langdon jelas melihatnya juga, karena dia meraih tangan
Sienna dan berlari menuju gua. Mereka merunduk tak terlihat
te?pat pada waktunya di bawah stalaktit-stalaktit gua yang men?
juntai. Akhir yang pas, pikir Sienna. Melesat melewati gerbang neraka.[]
isi INFERNO [SC].indd 177
BAB etengah kilometer di timur, Vayentha memarkir sepeda
motornya. Dia menyeberang memasuki kota tua lewat Ponte
alle Grazie, lalu memutar ke Ponte Vecchio"jembatan pe?
jalan-kaki terkenal yang menghubungkan Pitti Palace dengan kota
tua. Setelah mengunci helm di sepeda motor, dia berjalan ke atas
jembatan dan berbaur dengan turis-turis di awal pagi.
Angin sepoi-sepoi Maret yang sejuk bertiup terus-mene?rus
di atas sungai, mengacak-acak rambut duri Vayentha, meng?
ingatkannya bahwa Langdon tahu seperti apa penampilannya. Dia
berhenti di gerai salah seorang penjaja yang banyak terdapat di atas
jembatan dan membeli topi bisbol AMO FIRENZE, memakainya
dan menariknya ke bawah untuk menutupi wajah.
Dia merapikan baju setelan kulit agar tonjolan pistol tak
terlihat dan mengambil posisi di dekat bagian tengah jembatan,
bersandar santai di pilar menghadap Pitti Palace. Dari situ, dia
bisa mengamati semua pejalan kaki yang menyeberangi Sungai
Arno menuju jantung Florence.
Langdon berjalan kaki, katanya kepada diri sendiri. Jika dia
menemukan jalan melewati Porta Romana, jembatan ini adalah rute
paling logis baginya menuju kota tua.
Di sebelah barat, searah dengan Pitti Palace, Vayentha bisa
men?dengar bunyi sirene dan bertanya-tanya apakah ini berita baik
atau buruk. Apakah mereka masih mencari Langdon" Atau, apakah
mereka sudah menangkapnya" Ketika dia memasang telinga untuk
mencari petunjuk mengenai apa yang sedang terjadi, mendadak
terdengar suara baru"dengung nyaring sesuatu yang berada di
atas kepala. Secara insting, mata Vayentha beralih ke langit, dan
isi INFERNO [SC].indd 178
179 Infern o dia langsung melihatnya"helikopter kecil yang dikendalikan dari
jauh, naik dengan cepat di atas istana dan menukik di atas puncak
pepohonan ke arah pojok timur laut Boboli Gardens.
Pesawat pengintai, pikir Vayentha disertai munculnya harapan.
Jika pesawat itu berada di udara, berarti Br?der belum menemukan
Langdon. Pesawat itu mendekat dengan cepat, tampaknya sedang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengamati pojok timur laut kebun, area yang terdekat dengan
Pon?te Vecchio dan posisi Vayentha, dan ini menambah semangat?
nya. Jika Langdon mengecoh Br?der, dia pasti akan bergerak ke arah
sini. Namun, mendadak pesawat itu menukik keluar dari pan?dang?
an ke balik tembok-batu tinggi. Vayentha bisa mendengar pesawat
itu melayang-layang di suatu tempat di bawah deretan pepohonan
... tampaknya telah menemukan sesuatu yang menarik.[]
isi INFERNO [SC].indd 179
BAB arilah, maka akan kau temukan, pikir Langdon, yang
meringkuk di dalam gua suram bersama Sienna. Kami
men?cari jalan keluar ... dan menemukan jalan buntu.
Air mancur di tengah gua menawarkan tempat persembunyian
yang baik. Namun, ketika Langdon mengintip ke luar dari balik?
nya, dia merasa bahwa mereka sudah terlambat.
Pesawat pengintai baru saja menukik turun ke dalam pojokbuntu yang dikelilingi oleh tembok itu, berhenti mendadak di
luar gua, dan kini melayang-layang diam 3 meter dari tanah,
meng?hadap gua, men?dengung garang seperti serangga marah ...
me?nanti mangsa?nya. Langdon mundur dan membisikkan berita muram itu kepada
Sienna. "Kurasa, pesawat itu tahu kita berada di sini."
Dengung nyaring pesawat nyaris memekakkan telinga di
dalam gua, suaranya memantul keras dari dinding-dinding batu.
Langdon nyaris tak percaya bahwa mereka sedang disandera
oleh sebuah helikopter mekanis mini. Namun, dia tahu, tidak
ada gunanya berupaya kabur dari benda itu. Jadi, apa yang harus
kami lakukan sekarang" Hanya menunggu" Rencana awalnya untuk
meng?akses apa yang ada di balik pintu kelabu kecil itu masuk
akal, tapi dia tidak menyadari kalau pintu itu hanya bisa dibuka
dari dalam. Ketika mata Langdon menyesuaikan diri dengan bagian dalam
gua yang gelap, dia mengamati keadaan sekeliling, bertanya-tanya
apakah ada pintu keluar lain. Dia tidak melihat sesuatu pun
yang menjanjikan. Bagian dalam gua itu dihiasi pahatan-pahatan
hewan dan manusia, semuanya sedang dilahap dalam berbagai
isi INFERNO [SC].indd 180
181 Infern o tahap oleh dinding yang dibentuk bagai batu cair yang mengalir.
Dengan putus asa, Langdon mendongak memandang langit-langit
stalaktit yang menggantung mengancam di atas kepala.
Tempat yang baik untuk mati.
Buontalenti Grotto"dinamakan sesuai dengan arsiteknya,
Bernardo Buontalenti"jelas ruangan berpenampilan paling aneh
di seluruh Florence. Gua tiga-bilik itu, yang dimaksudkan sebagai
semacam rumah-bermain bagi para pengunjung muda Pitti Palace,
dihiasi perpaduan antara khayalan alami dan Gotik dramatis,
tersusun dari sesuatu yang menyerupai beton menetes dan batuapung mengalir yang seakan sedang melahap atau memuntahkan
patung-patung berupa sosok manusia dan hewan. Pada masa
keluarga Medici, gua itu diberi aksen air yang mengaliri dinding
bagian dalam, berfungsi ganda menyejukkan ruangan selama
mu?sim panas Tuscany yang garang dan untuk menciptakan efek
gua asli. Langdon dan Sienna bersembunyi di dalam bilik pertama dan
terbesar, di balik air mancur tengah yang suram. Mereka dikelilingi
patung warna-warni berbentuk gembala, petani, pemusik, he?wan,
dan bahkan tiruan empat tahanan karya Michelangelo, kese?mua?
nya seakan sedang berjuang membebaskan diri dari batu yang
tampak cair dan menyelubungi mereka. Tinggi di atas, cahaya
pagi menembus masuk lewat lubang bulat di langit-langit, yang
pernah berisikan bola kaca raksasa berisi air, tempat ikan karper
merah-terang berenang diterangi cahaya matahari.
Langdon bertanya-tanya bagaimana reaksi para pengunjung
Renaisans di sini seandainya melihat helikopter yang nyata"
mimpi fan?tastis Leonardo da Vinci, seniman kebanggaan Italia"
melayang-layang di luar gua.
Pada saat itulah, dengung melengking pesawat berhenti.
Sua?ranya bukan menghilang secara perlahan-lahan, melainkan
lang?sung berhenti ... begitu saja.
Kebingungan, Langdon mengintip dari balik air mancur dan
melihat pesawat itu sudah mendarat. Kini benda itu bertengger
diam di atas plaza berkerikil, tampak jauh lebih tidak mengancam,
isi INFERNO [SC].indd 181
182 D an B rown terutama karena lensa video yang seperti alat penyengat di bagian
depannya tidak menghadap mereka, tetapi miring ke satu sisi, ke
arah pintu kelabu kecil tadi.
Perasaan lega Langdon berlalu dalam sekejap. Seratus meter
di belakang pesawat, di dekat patung orang kerdil dan kura-kura,
tiga tentara bersenjata berat melangkah mantap menuruni tangga,
berjalan langsung menuju gua.
Tentara-tentara berseragam yang sudah tidak asing lagi,
serbahitam dengan medali hijau di bahu. Pemimpin mereka yang
berotot, pandangan matanya dingin dan kosong, mengingatkan
Langdon pada topeng wabah.
Akulah kematian. Langdon tidak melihat van mereka atau perempuan berambut
perak di mana pun. Akulah kehidupan. Ketika tentara-tentara itu mendekat, salah seorang dari me?
reka berhenti di dasar tangga dan berbalik, menghadap ke bela?
kang, tampaknya mencegah orang lain untuk turun ke area ini.
Kedua tentara lainnya terus berjalan menuju gua.
Langdon dan Sienna kembali bergerak"walaupun mungkin
hanya menunda sesuatu yang tak terhindarkan"merangkak
mundur memasuki bilik kedua, yang lebih kecil, lebih dalam, dan
lebih gelap. Bilik itu juga didominasi sebuah karya seni di bagian
tengahnya"patung dua kekasih yang saling bertautan. Langdon
dan Sienna bersembunyi di baliknya.
Terselubung bayang-bayang, Langdon mengintip dan me?
nyak?sikan pengejar mereka mendekat. Ketika kedua tentara itu
mencapai pesawat pengintai, salah seorang berhenti dan ber?
jong?kok untuk meraih benda itu, memungutnya, dan meneliti
kame?ranya. Apakah pesawat itu melihat kami" pikir Langdon bertanya-tanya.
Dalam hati dia cemas, karena sudah bisa menduga jawabannya.
Tentara ketiga dan terakhir, lelaki berotot dengan mata dingin
itu, masih bergerak dengan memusatkan mata dinginnya ke arah
tempat Langdon bersembunyi. Lelaki itu mendekat hingga hampir
isi INFERNO [SC].indd 182
183 Infern o berada di mulut gua. Dia hendak masuk. Langdon bersiap mundur
ke balik patung dan mengatakan kepada Sienna bahwa semuanya
sudah berakhir, tapi saat itulah dia menyaksikan sesuatu yang
tak terduga. Alih-alih memasuki gua, tentara itu malah berbelok ke kiri
dan menghilang. Pergi ke mana dia"! Dia tidak tahu kami di sini"
Beberapa saat kemudian, Langdon mendengar suara ge?dor?
an"suara kepalan tangan menggedor kayu.
Pintu kelabu kecil itu, pikir Langdon. Agaknya dia tahu ke mana
pintu itu menuju. ______ Penjaga keamanan Pitti Palace, Ernesto Russo, selalu ingin ber?
main dalam tim sepak bola Eropa. Namun, di usia dua puluh
sem??bilan dan kelebihan bobot, akhirnya dia mulai menerima
ke?nyataan bahwa mimpinya semasa kecil itu tak akan pernah
terwujud. Selama tiga tahun terakhir, Ernesto bekerja sebagai
penjaga di Pitti Palace, selalu berada di kantor seukuran lemari
yang sama, selalu dengan pekerjaan menjemukan yang sama.
Ernesto tidak asing dengan turis-turis penasaran yang me?
ngetuk pintu kelabu kecil di luar kantor tempatnya berada, dan
biasanya dia hanya mengabaikan mereka sampai ketukan itu
berhenti. Namun, hari ini gedorannya kuat dan terus-menerus.
Dengan jengkel, dia memusatkan perhatian kembali pada
televisinya, yang sedang menayangkan tayangan ulang per?
tandingan sepak bola dengan suara keras"Fiorentina versus
Ju?ven?tus. Ketukan itu malah terdengar semakin keras. Akhirnya,
sambil menyumpahi turis yang kurang kerjaan, Ernesto berjalan
me?ning?galkan kantornya, menyusuri koridor sempit menuju
suara itu. Ketika sudah setengah perjalanan, dia berhenti di depan
jeruji besi tebal yang tetap terkunci di seberang lorong, kecuali
pada jam-jam tertentu. isi INFERNO [SC].indd 183
184 D an B rown Dia memasukkan angka kombinasi pada gembok dan mem?
buka jeruji, menariknya ke satu sisi. Setelah melangkah lewat,
dia mengikuti protokol dan menggembok kembali gerbang di
be?la?kangnya. Lalu dia berjalan menuju pintu kayu kelabu.
"? chiuso!"Pintunya tertutup!" teriaknya dari balik pintu, ber?
harap orang di luar akan mendengar. "Non si pu? entrare!"Anda
tak diperbolehkan masuk!"
Gedoran itu berlanjut. Ernesto menggertakkan gigi. Pasti orang New York, tebaknya.
Semaunya sendiri. Satu-satunya alasan mengapa tim sepak bola
Red Bulls mereka meraih kesuksesan di panggung dunia adalah
karena mereka mencuri salah satu pelatih terbaik Eropa.
Gedoran berlanjut. Dengan enggan, Ernesto memutar kunci
dan mendorong pintu hingga terbuka beberapa inci. "? chiuso!"
Gedoran itu akhirnya berhenti, dan Ernesto mendapati diri?
nya berhadapan dengan seorang tentara yang matanya begitu
dingin sehingga Ernesto tak sadar melangkah mundur. Lelaki itu
meng?angkat tanda-pengenal resmi bertuliskan singkatan yang
tidak dikenali oleh Ernesto.
"Cosa succede"!" tanya Ernesto dengan khawatir. Ada apa"!
Di belakang tentara itu, tentara kedua berjongkok, mengotakatik sesuatu yang tampaknya adalah helikopter mainan. Lebih
jauh lagi, seorang tentara lain berdiri menjaga di tangga. Ernesto
men?dengar sirene polisi di dekat situ.
"Kau bicara bahasa Inggris?" Aksen tentara itu jelas bukan
New York. Suatu tempat di Eropa"
Ernesto mengangguk. "Ya, sedikit."
"Adakah orang yang masuk lewat pintu ini pagi ini?"
"Tidak, Signore. Nessuno"Tak seorang pun."
"Bagus sekali. Kunci terus. Tidak ada orang masuk atau ke?
luar. Mengerti?" Ernesto mengangkat bahu. Itu memang sudah tugasnya. "S?,
saya mengerti. Non deve entrare, n? uscire nessuno"Tak ada yang
keluar maupun masuk."
"Apakah pintu ini jalan masuk satu-satunya?"
isi INFERNO [SC].indd 184
185 Infern o Ernesto merenungkan pertanyaan itu. Secara teknis, pintu
ini dianggap sebagai pintu keluar, dan itulah sebabnya tidak ada
pegangan pintu di bagian luarnya, tapi dia memahami apa yang
ditanyakan oleh lelaki itu. "Ya, l"accesso"aksesnya"hanya lewat
pintu ini. Tidak ada jalan lain." Pintu masuk asli di dalam istana
sudah bertahun-tahun ditutup.
"Dan adakah pintu keluar tersembunyi lainnya dari Boboli
Gardens" Selain gerbang-gerbang biasa?"
"Tidak, Signore. Tembok besar di mana-mana. Hanya ini pintu
keluar rahasianya." Tentara itu mengangguk. "Terima kasih atas pertolonganmu."
Dia mengisyaratkan Ernesto agar menutup dan mengunci pintu
itu. Dengan kebingungan, Ernesto mematuhinya. Lalu dia berjalan
kembali menyusuri koridor, membuka jeruji besi, berjalan mele?
watinya, menggemboknya kembali di belakang, dan kembali ke
pertandingan sepak bolanya.[]
isi INFERNO [SC].indd 185
BAB angdon dan Sienna meraih kesempatan emas itu.
Ketika tentara itu sedang menggedor-gedor pintu, me?
reka merangkak lebih jauh ke dalam gua dan meringkuk di
dalam bilik terakhir. Ruangan mungil itu dihiasi mosaik-mosaik
dan patung-patung satir yang kasar buatannya. Di tengahnya,
berdirilah patung Bathing Venus seukuran manusia yang seakan
sedang menoleh ke belakang dengan gugup. Terasa cocok dengan
situasi yang mereka hadapi sekarang.
Langdon dan Sienna berlindung di sisi jauh alas sempit
pa?tung, dan kini mereka menunggu, menatap stalagmit bulat
tung?gal yang menempel di dinding terdalam gua di belakang
mereka. "Semua pintu keluar sudah dijaga!" teriak seorang tentara
dari suatu tempat di luar. Dia bicara bahasa Inggris dengan sedikit
aksen yang tidak bisa dikenali oleh Langdon. "Naikkan kembali
pesawat. Aku akan mengecek gua di sini."
Langdon bisa merasakan tubuh Sienna menegang di samping?
nya. Beberapa detik kemudian, terdengar derap sepatu bot berat
me?masuki gua. Langkah kaki itu maju dengan cepat melewati
bilik pertama, terdengar semakin keras lagi ketika memasuki bilik
kedua, berjalan langsung menuju mereka.
Langdon dan Sienna meringkuk semakin berdekatan.
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hei!" teriak suara lain di kejauhan. "Kami menemukan me?
reka!" Langkah kaki itu langsung berhenti.
isi INFERNO [SC].indd 186
187 Infern o Kini Langdon bisa mendengar seseorang berlari kencang di
sepanjang jalan-setapak berkerikil menuju gua. "Ada informasi!"
kata suara terengah-engah itu. "Kami baru saja bicara dengan dua
turis. Beberapa menit yang lalu, seorang lelaki dan perempuan
menanyakan arah ke galeri kostum istana ... yang berada di ujung
barat palazzo." Langdon melirik Sienna, yang tampak tersenyum samar.
Tentara itu mengatur napas, melanjutkan. "Pintu-pintu keluar
barat adalah yang pertama ditutup ... dan kami yakin sekali me?
reka terperangkap di dalam kebun."
"Laksanakan misimu," jawab tentara yang berdiri lebih dekat
di pintu gua. "Dan hubungi aku begitu kau berhasil."
Terdengar serangkaian langkah kaki berjalan pergi di atas
keri?kil, suara pesawat yang naik kembali, lalu, syukurlah ... ke?
heningan total. Langdon hendak memutar tubuh ke samping untuk meng?
intip dari balik alas patung ketika Sienna meraih lengannya,
meng?hentikannya. Perempuan itu meletakkan telunjuk di bibir
dan meng?angguk pada bayang-bayang samar manusia di dinding
bela?kang. Tentara bermata dingin itu masih berdiri diam di mulut
gua. Apa yang ditunggunya"!
"Ini Br?der," katanya mendadak. "Kami memojokkan mereka.
Saya akan mengonfirmasikannya kepada Anda segera."
Lelaki itu menelepon, dan suaranya sangat dekat, seakan dia
berdiri persis di samping Langdon dan Sienna. Dinding gua itu
ber?tindak seperti mikrofon parabolik, mengumpulkan semua
suara dan memusatkannya ke belakang.
"Ada lagi," kata Br?der. "Saya baru saja menerima kabar
ter??baru dari forensik. Apartemen perempuan itu tampaknya se?
wa?an. Tidak berperabot. Jelas jangka pendek. Kami menemukan
tabung-bionya, tapi proyektornya tidak ada. Saya ulangi, pro?yek?
tornya tidak ada. Kami berasumsi benda itu masih dibawa oleh
Langdon." isi INFERNO [SC].indd 187
188 D an B rown Langdon merinding mendengar tentara itu menyebut nama?
nya. Langkah kaki terdengar semakin keras, dan Langdon me?nya?
dari bahwa lelaki itu sedang berjalan memasuki gua. Langkahnya
tidak semantap beberapa saat sebelumnya, dan kini kedengaran
seakan dia hanya berjalan-jalan, menjelajahi gua sambil bicara
lewat telepon. "Benar," kata lelaki itu. "Forensik juga mengonfirmasi satu
panggilan tele?pon keluar tepat sebelum kami menyerbu apar?
temen." Konsulat AS, pikir Langdon, mengingat percakapan tele?pon?
nya dan kedatangan cepat pembunuh berambut duri. Perempuan
itu seakan menghilang, digantikan oleh seluruh tim tentara ter?
latih. Kami tidak bisa lari dari mereka untuk selamanya.
Suara sepatu bot tentara di lantai batu itu kini hanya berjarak
sekitar enam meter dan semakin mendekat. Lelaki itu telah
memasuki bilik kedua, dan jika melanjutkan hingga bagian paling
belakang, jelas dia akan melihat Langdon dan Sienna berjongkok
di belakang dasar sempit patung Venus.
"Sienna Brooks," kata lelaki itu mendadak, kata-katanya
terdengar jelas. Sienna terkejut di samping Langdon, matanya mengarah ke
atas, jelas mengira tentara itu menunduk memandangnya. Na?
mun, tidak ada seorang pun di sana.
"Kini mereka sedang menyelidiki laptopnya," lanjut suara itu,
yang kini berjarak sekitar tiga meter jauhnya. "Saya belum punya
laporan, tapi jelas itu perangkat yang sama dengan yang kami
lacak ketika Langdon mengakses akun e-mail Harvard-nya."
Ketika mendengar berita ini, Sienna berpaling kepada Lang?
don dengan terbelalak terkejut ... merasa terkhianati.
Langdon juga terpana. Itukah cara mereka melacak kami"! Itu
bahkan tidak terpikirkan olehnya pada saat itu. Aku hanya me?
mer?lukan informasi! Sebelum Langdon bisa mengungkapkan per?
mintaan maaf, Sienna sudah berpaling, ekspresinya kosong.
isi INFERNO [SC].indd 188
189 Infern o "Itu benar," kata tentara itu, yang tiba di pintu masuk bilik
ketiga, hanya satu meter jauhnya dari Langdon dan Sienna. Dua
langkah lagi, pasti dia akan melihat mereka.
"Tepat sekali," kata tentara itu sambil maju selangkah lebih
dekat. Mendadak dia berhenti. "Tunggu sebentar."
Langdon terpaku, bersiap ditemukan.
"Tunggu, saya kehilangan sinyal," kata tentara itu, lalu dia
mundur beberapa langkah ke bilik kedua. "Koneksinya buruk.
Teruskan ...." Dia mendengarkan sejenak, lalu menjawab, "Ya,
saya setuju, tapi setidaknya kita tahu dengan siapa kita berha?
dapan." Seiring perkataan itu, langkah kakinya semakin tidak terde?
ngar di luar gua, bergerak melintasi permukaan berkerikil, lalu
menghilang seluruhnya. Bahu Langdon mengendur, dan dia berpaling kepada Sienna,
yang matanya membara oleh campuran antara ketakutan dan
kemarahan. "Kau menggunakan laptopku"!" desaknya. "Untuk mengecek
e-mail?" "Maaf ... kupikir kau akan maklum. Aku perlu mencari
tahu?" "Itulah cara mereka menemukan kita! Dan kini mereka me?
ngetahui namaku!" "Aku minta maaf, Sienna. Aku tidak menyadari ...," Langdon
didera perasaan bersalah.
Sienna berpaling, menatap kosong stalagmit bulat di din?
ding belakang. Tak seorang pun dari mereka berkata-kata sela?ma
hampir semenit. Langdon bertanya-tanya apakah Sienna meng?
ingat benda-benda pribadi yang menumpuk di mejanya"buklet
drama dari A Midsummer Night"s Dream dan kliping-kliping berita
mengenai kehidupannya sebagai genius kecil. Apakah dia curiga
aku melihat semua itu" Tapi Sienna tidak bertanya, dan Lang?don
sudah cukup bermasalah dengannya sehingga tidak ingin me?
nye?but soal itu. isi INFERNO [SC].indd 189
190 D an B rown "Mereka tahu siapa aku," ulang Sienna, suaranya begitu lirih
sehingga Langdon nyaris tidak mendengarnya. Selama sepuluh
detik berikutnya, perempuan itu menghela napas pelan beberapa
kali, seakan berupaya meresapi kenyataan baru ini. Ketika dia
berbuat begitu, Langdon merasa bahwa tekad perempuan itu
perlahan-lahan menguat. Mendadak Sienna bangkit berdiri. "Kita harus pergi," katanya.
"Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk mengetahui bahwa
kita tidak ada di galeri kostum."
Langdon berdiri bersamanya. "Ya, tapi pergi ... ke mana?"
"Kota Vatikan?"
"Maaf?" "Akhirnya aku mengerti apa yang kau maksudkan sebe?
lumnya ... apa persamaan Kota Vatikan dengan Boboli Gardens."
Dia me?nunjuk ke arah pintu kelabu kecil itu. "Itu pintu masuknya,
bukan?" Langdon mengangguk enggan. "Sesungguhnya, itu pintu
keluarnya, tapi kurasa patut dicoba. Sayangnya, kita tidak bisa
le?wat." Langdon sudah mendengar cukup banyak dari perca?
kap?an antara penjaga dan tentara tadi, untuk tahu kalau pintu
itu bukan pilihan. "Tapi, jika kita bisa lewat," kata Sienna, sedikit nada nakal
kem?bali terdengar dalam suaranya, "kau tahu apa artinya itu?"
Senyum samar kini melintasi bibirnya. "Itu berarti bahwa dua
kali dalam hari ini kau dan aku ditolong oleh seniman Renaisans
yang sama." Mau tak mau Langdon terkekeh, karena mendapat pikiran
yang sama beberapa menit sebelumnya. "Vasari. Vasari."
Kini Sienna menyeringai lebih lebar, dan Langdon merasa
pe?rempuan itu telah memaafkannya, setidaknya untuk saat itu.
"Kurasa, ini pertanda dari atas," kata Sienna, kedengaran setengah
serius. "Kita harus pergi lewat pintu itu."
"Oke ... dan kita akan berjalan saja melewati penjaga?"
Sienna menggertakkan buku jemari tangannya dan berjalan
ke?luar dari gua. "Tidak, aku akan bicara dengannya." Dia menoleh
isi INFERNO [SC].indd 190
191 Infern o memandang Langdon, matanya sudah berkilat-kilat kembali.
"Percayalah, Profesor, aku bisa cukup meyakinkan jika perlu."
______ Gedoran di pintu kelabu kecil itu kembali terdengar.
Kuat dan terus-menerus. Penjaga keamanan Ernesto Russo menggerutu frustrasi. Ten?
tara aneh bermata dingin itu tampaknya kembali, tapi pilihan
waktunya buruk sekali. Pertandingan sepak bola di televisi me?
masuki perpanjangan waktu, Fiorentina kekurangan satu orang
dan nasibnya di ujung tanduk.
Gedoran itu berlanjut. Ernesto tidak tolol. Dia tahu, ada masalah di luar sana pagi
ini"semua sirene dan tentara itu"tapi dia tidak pernah melibat?
kan diri dalam masalah yang tidak berkaitan dengannya secara
langsung. Pazzo ? colui che bada ai fatti altrui"Orang yang ikut-ikutan orang
lain adalah orang gila. Namun, sekali lagi, tentara itu jelas orang penting, dan meng?
abaikannya mungkin tidak bijak. Pekerjaan di Italia sulit didapat
belakangan ini, bahkan pekerjaan yang menjemukan. Setelah
melirik pertandingan untuk terakhir kalinya, Ernesto berjalan
menuju gedoran di pintu. Dia masih tidak bisa percaya kalau dirinya dibayar untuk
duduk di kantor mungilnya sepanjang hari dan menonton televisi.
Mungkin dua kali sehari, sebuah tur VIP akan tiba di luar ruangan,
setelah berjalan jauh dari Galeri Uffizi. Ernesto akan menyapa
me?reka, membuka jeruji besi, dan mengizinkan kelompok itu
untuk lewat melalui pintu kelabu kecil, sehingga tur mereka akan
ber?akhir di Boboli Gardens.
Kini, ketika gedoran itu semakin kuat, Ernesto membuka jeruji
besi, berjalan melewatinya, lalu menutup dan menggemboknya
kembali. isi INFERNO [SC].indd 191
192 D an B rown "S??" teriaknya mengatasi suara gedoran, sambil bergegas
me?nuju pintu kelabu itu.
Tidak ada jawaban. Gedoran itu berlanjut.
Insomma!"Nggak sabaran! Akhirnya dia memutar kunci dan
menarik pintu hingga terbuka, berharap melihat pandangan di?
ngin yang sama seperti beberapa saat yang lalu.
Namun, wajah di pintu itu jauh lebih menarik.
"Ciao," sapa seorang perempuan cantik berambut pirang sam??
bil tersenyum manis. Dia mengeluarkan secarik kertas terlipat,
dan secara naluriah Ernesto menjulurkan tangan untuk me?ne?
rimanya. Begitu dia meraih kertas dan menyadari bahwa itu
hanya sekadar sampah dari tanah, perempuan itu menangkap
pergelangan tangannya dengan sepasang tangan ramping dan
menusukkan jempol ke area bertulang persis di bawah telapak
tangan Ernesto. Ernesto merasa seakan sebilah pisau baru saja memenggal
pergelangan tangannya. Rasa sakit seakan ditusuk itu diikuti
oleh semacam rasa tersengat yang membuat tangannya mati rasa.
Perempuan itu melangkah mendekati, dan tekanan di tangan
Ernesto meningkat secara eksponensial. Siklus nyeri dan mati rasa
yang menyakitkan terulang sekali lagi. Ernesto mundur dengan
sempoyongan, berupaya menarik lengannya, tapi kakinya tibatiba mati rasa dan terasa goyah. Dia merosot hingga berlutut.
Hal selanjutnya terjadi dalam sekejap.
Seorang lelaki jangkung bersetelan gelap muncul di ambang
pintu terbuka, menyelinap masuk, dan cepat-cepat menutup pintu
kelabu itu. Ernesto meraih radio, tapi tangan lembut di belakang
lehernya meremas satu kali, dan otot-ototnya kejang, membuatnya
tersengal-sengal. Perempuan itu mengambil radionya persis
ketika lelaki jangkung itu mendekat dan tampak khawatir oleh
tindakan perempuan itu kepada Ernesto.
"Dim mak," jelas perempuan berambut pirang itu santai. "Tek?
nik totok Cina. Ada alasan mengapa teknik itu bertahan selama
tiga milenium." Lelaki jangkung itu menyaksikan dengan takjub.
isi INFERNO [SC].indd 192
193 Infern o "Non vogliamo farti del male," bisik perempuan itu kepada
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ernesto, sambil melepaskan tekanan di lehernya. Kami tidak ingin
mencederaimu. Begitu tekanan itu mengendur, Ernesto berupaya memutar
tubuh untuk membebaskan diri, tapi tekanan itu dengan cepat
kembali, dan otot-ototnya kembali kejang. Dia menghela napas
kesakitan, nyaris tidak mampu bernapas.
"Dobbiamo passare," kata perempuan itu. Kami harus lewat. Dia
menunjuk jeruji besi, yang untungnya telah digembok Ernesto di
belakangnya. "Dov"? la chiave?"Mana kuncinya?"
"Non ce l"ho," jawab Ernesto. Aku tidak punya kuncinya.
Lelaki jangkung itu maju melewati mereka menuju jeruji
dan meneliti mekanismenya. "Ini gembok kombinasi," teriaknya
kepada perempuan itu. Aksennya Amerika.
Perempuan itu berlutut di samping Ernesto, mata cokelatnya
seperti es. "Qual ? la combinazione?"Berapa kombinasinya?" de?sak??
nya. "Non posso!" jawab Ernesto. "Aku tidak diizinkan?"
Sesuatu terjadi di puncak tulang belakangnya, dan Ernesto
merasa seluruh tubuhnya melunglai. Sejenak kemudian, dia
pingsan. ______ Ketika tersadar, Ernesto merasa dirinya melayang setengah sadar
selama beberapa menit. Dia mengingat adanya semacam diskusi
... tusukan-tusukan rasa nyeri lagi ... diseret, mungkin" Semuanya
kabur. Ketika kekaburan itu menghilang, dia melihat pemandangan
ganjil"sepatunya tergeletak di lantai di dekatnya dengan tali
terlepas. Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya nyaris tidak
mam?pu bergerak. Dia terbaring miring dengan tangan dan kaki
terikat di belakang tubuhnya, tampaknya dengan tali sepatu.
Ernesto berupaya berteriak, tapi tidak ada suara yang terdengar.
Kaus kaki menyumbat mulutnya. Namun, saat mengerikan yang
isi INFERNO [SC].indd 193
194 D an B rown sesungguhnya muncul sejenak kemudian, ketika dia mendongak
dan melihat perangkat televisinya menayangkan pertandingan
sepak bola. Aku berada di dalam kantorku ... DI BALIK jeruji"!
Di kejauhan, Ernesto bisa mendengar suara langkah kaki
berlari menjauh di sepanjang koridor ... lalu perlahan-lahan
meng?hilang dalam kesunyian. Non ? possibile! Entah ba?gaimana,
perempuan berambut pirang itu telah membujuk Ernesto untuk
melakukan satu hal yang tidak pernah boleh dila?kukannya"
mengungkapkan angka kombinasi untuk gembok pintu masuk
menuju Koridor Vasari yang terkenal.[]
isi INFERNO [SC].indd 194
BAB r. Elizabeth Sinskey merasakan gelombang rasa mual
dan pening itu kini datang semakin cepat. Dia merosot
di kursi belakang van yang diparkir di depan Pitti Palace.
Tentara yang duduk di sampingnya mengamatinya dengan
kekhawatiran yang semakin besar.
Beberapa saat sebelumnya, radio tentara itu membahana"
sesuatu mengenai galeri kostum"membangunkan Elizabeth dari
kegelapan benaknya, tempatnya memimpikan monster bermata
hijau. Tadi dia seakan kembali ke ruang gelap di Council on Foreign
Relations di New York, mendengarkan ocehan gila orang asing
misterius yang mengundangnya ke sana. Lelaki yang tampak
samar-samar itu mondar-mandir di depan ruangan"siluet kurus
dilatari gambar mengerikan yang diproyeksikan, berupa keru?
mun?an manusia telanjang sekarat yang terinspirasi oleh Inferno
karya Dante. "Seseorang harus berjuang melawan," simpul sosok itu,
"atau ini-lah masa depan kita." Dia menunjuk ke slide gambar
mengerikan di belakangnya, "Matematika menjaminnya. Umat
manusia kini berada di tepi jurang api penyucian berupa sikap
menunda-nunda, kebimbangan, dan keserakahan pribadi ... tapi
neraka menunggu, persis di bawah kaki kita. Menunggu untuk
melahap kita semua."
Elizabeth masih terguncang oleh gagasan mengerikan yang
baru saja dipaparkan oleh lelaki itu. Dia tidak tahan lagi dan me?
lompat berdiri. "Yang Anda sarankan adalah?"
"Pilihan kita satu-satunya yang tersisa," sela lelaki itu.
isi INFERNO [SC].indd 195
196 D an B rown "Sesungguhnya," jawab Elizabeth, "saya hendak mengatakan
"kejahatan"!"
Lelaki itu mengangkat bahu. "Jalan menuju surga melewati
neraka. Itu yang diajarkan oleh Dante kepada kita."
"Anda gila!" "Gila?" ulang lelaki itu, kedengaran terluka. "Saya" Saya
rasa tidak. Kegilaan adalah WHO yang menatap ke dalam neraka
dan mengingkari keberadaannya. Kegilaan adalah burung unta
yang membenamkan kepala di pasir ketika sekawanan hiena
mengepungnya." Sebelum Elizabeth bisa membela organisasinya, lelaki itu su?
dah mengubah gambar di layar.
"Dan, bicara mengenai hiena," katanya sambil menunjuk
gam?bar yang baru. "Inilah kawanan hiena yang saat ini sedang
me?ngitari umat manusia ... dan mereka mengepung dengan ce?
pat." Elizabeth terkejut ketika melihat gambar yang tidak asing
lagi itu di hadapannya. Itu grafik yang dipublikasikan oleh WHO
tahun lalu, melukiskan masalah-masalah lingkungan utama yang
di?anggap WHO memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan
global. Daftarnya antara lain termasuk:
Kebutuhan air bersih, suhu permukaan global, penipisan
ozon, konsumsi sumber-daya lautan, kepunahan spesies, kon?
sen?trasi CO?2, penggundulan hutan, dan kenaikan permukaan
laut global. Kesemua indikator negatif tersebut meningkat di sepanjang
abad terakhir. Namun, kini semuanya mengalami percepatan
de??ngan tingkat yang mengerikan.
isi INFERNO [SC].indd 196
197 Infern o Suhu permukaan rata-rata belahan utara
Populasi Konsentrasi CO2 GDP Hilangnya hutan hujan tropis dan daerah berhutan
Kepunahan spesies Kendaraan bermotor Penggunaan air Konsumsi kertas Eksploitasi perikanan Penipisan ozon Investasi asing 1900 1850 1800 1750 1950 2000 Elizabeth selalu mengalami reaksi yang sama ketika melihat
grafik ini"perasaan tidak berdaya. Dia seorang ilmuwan yang
memercayai kegunaan statistik, dan grafik ini melukiskan gambar
mengerikan bukan masa depan yang jauh ... melainkan masa de?
pan yang sangat dekat. Sering kali dalam hidupnya, Elizabeth Sinskey dihantui oleh
ketidakmampuannya mengandung. Namun, ketika melihat grafik
ini, dia nyaris merasa lega karena tidak pernah mendatangkan
se?orang anak ke dunia. Inikah masa depan yang akan kuberikan kepada anakku"
"Selama lima puluh tahun terakhir," kata lelaki jangkung itu,
"dosa kita terhadap Alam telah berkembang secara eksponensial."
Dia terdiam. "Saya mengkhawatirkan jiwa umat manusia. Ketika
WHO memublikasikan grafik ini, politisi, pialang kekuasaan, dan
ahli lingkungan di seluruh dunia menyelenggarakan pertemuan
darurat, semuanya berupaya menilai mana di antara masalah-ma?
salah ini yang paling parah dan benar-benar kita harap bisa di?pe?
cahkan. Hasilnya" Diam-diam, mereka mencengkeram ke?pala dan
menangis putus asa. Tetapi, di depan publik, mereka meyakinkan
isi INFERNO [SC].indd 197
198 D an B rown kita semua bahwa mereka sedang mengupayakan pemecahan,
tapi butuh waktu karena masalahnya kompleks."
"Semua masalah ini memang kompleks!"
"Omong kosong!" bentak lelaki itu. "Anda tahu sekali kalau
gra?fik ini menggambarkan hubungan yang paling sederhana"fung?
si berdasarkan satu variabel tunggal! Menanjaknya setiap garis
dalam grafik ini berbanding lurus dengan satu nilai"dan semua
orang takut untuk mendiskusikan nilai ini. Populasi global!"
"Sesungguhnya, saya rasa itu sedikit lebih?"
"Sedikit lebih rumit" Sesungguhnya tidak! Tidak ada yang
lebih sederhana lagi. Jika Anda menginginkan terse?dianya lebih
banyak air bersih per kapita, Anda memerlukan lebih sedikit
orang di dunia. Jika Anda ingin menurunkan emisi ken?da?raan
bermotor, Anda memerlukan lebih sedikit pengemudi. Jika Anda
menginginkan lautan untuk memulihkan pasokan ikan, Anda
memerlukan lebih sedikit orang yang menyantap ikan!"
Lelaki itu menunduk memelototi Elizabeth, nada suaranya
menjadi semakin memaksa. "Buka mata Anda! Kita berada di
am?bang akhir dari umat manusia, tapi para pemimpin dunia kita
duduk di ruang rapat dan memerintahkan studi mengenai tenaga
surya, daur-ulang, dan mobil hibrid" Bagaimana mungkin Anda"
seorang ilmuwan berpendidikan tinggi"tidak memahaminya"
Pe?ni?pisan ozon, kurangnya air, dan polusi bukanlah penyakit, me?
lainkan gejala-gejala-nya. Penyakit-nya adalah overpopulasi. Dan,
kecuali jika kita mau menangani populasi dunia secara lang?sung,
upaya kita tidak ?lain hanyalah menempelkan plester Band-Aid
pada tumor ganas yang ber?kem?bang cepat."
"Anda menganggap umat manusia sebagai kanker?" desak
Elizabeth. "Kanker hanyalah sel sehat yang mulai mereplikasi secara tak
terkendali. Saya sadar bahwa Anda menganggap gagasan saya
tidak menyenangkan, tapi saya bisa meyakinkan Anda bahwa
alternatifnya, ketika muncul, akan jauh lebih tidak menyenangkan.
Jika kita tidak mengambil tindakan tegas, maka?"
isi INFERNO [SC].indd 198
199 Infern o "Tegas"!" ujar Elizabeth tergagap. "Tegas bukanlah kata yang
Anda cari. Cobalah kata gila!"
"Dr. Sinskey," kata lelaki itu. Suaranya lebih tenang, tetapi
lebih terasa mengerikan. "Saya mengundang Anda kemari karena
saya berharap Anda"suara bijak di WHO"mungkin ber?sedia
bekerja sama dengan saya dan mengkaji solusi yang me?mung?
kinkan." Elizabeth menatap dengan tidak percaya. "Anda mengira
WHO akan bermitra dengan Anda ... mengkaji gagasan semacam
ini?" "Sesungguhnya ya," jawab lelaki itu. "Organisasi Anda ber?
ang?gotakan para dokter, dan ketika mendapat pasien dengan
gangren, mereka tidak ragu memotong kaki pasien untuk me?nye?
lamatkan nyawanya. Terkadang satu-satunya tindakan adalah
me?milih yang lebih baik di antara dua keburukan."
"Ini sangat berbeda."
"Tidak. Ini identik. Satu-satunya perbedaan hanyalah skala?
nya." Sudah cukup yang didengar oleh Elizabeth. Dia langsung
berdiri. "Saya harus mengejar pesawat."
Lelaki jangkung itu mengambil satu langkah mengancam ke
arahnya, menghalangi jalan keluar. "Peringatan: Dengan atau
tanpa kerja sama Anda, saya bisa dengan mudah mengeksplorasi
sen?diri gagasan ini."
"Peringatan," balas Elizabeth. "Saya menganggap ini sebagai
ancaman teroris dan akan memperlakukannya seperti itu." Dia
mengeluarkan ponsel. Lelaki itu tertawa. "Anda hendak melaporkan saya karena
bicara secara hipotetis" Sayangnya, Anda harus menunggu jika
hendak menelepon. Ruangan ini kedap secara elektronik. Ponsel
Anda tidak akan mendapat sinyal."
Aku tidak perlu sinyal, dasar gila. Elizabeth mengangkat telepon
dan, sebelum lelaki itu menyadari apa yang terjadi, dia memotret
wajah lelaki itu. Lampu-kilat memantul di mata hijau itu, dan
sejenak Elizabeth merasa lelaki itu tampak tidak asing lagi.
isi INFERNO [SC].indd 199
200 D an B rown "Siapa pun Anda," katanya, "Anda melakukan hal yang ke?liru
dengan mengundang saya kemari. Begitu tiba di bandara, saya
akan tahu siapa Anda, dan Anda akan ada dalam daftar peng?
awasan di WHO, CDC, dan ECDC sebagai bioteroris po?tensial.
Kami akan meminta orang-orang untuk mengawasi Anda siang
dan malam. Jika Anda berupaya membeli material, kami akan
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu. Jika Anda membangun lab, kami akan tahu. Anda tidak
akan bisa bersembunyi di mana pun."
Lelaki itu berdiri dalam keheningan menegangkan untuk
wak?tu yang lama, seakan hendak merebut ponsel Elizabeth.
Akhir?nya, dia mengendur dan melangkah minggir sambil me?
nye?ringai mengerikan. "Kalau begitu, tampaknya permainan kita
telah dimulai."[] isi INFERNO [SC].indd 200
BAB l Corridoio Vasariano"Koridor Vasari"dirancang oleh
Giorgio Vasari pada 1564 atas perintah pemimpin keluarga
Medici, Grand Duke Cosimo I, untuk menyediakan pelintasan
yang aman dari kediamannya di Pitti Palace ke kantor-kantor
administrasinya di seberang Sungai Arno di Palazzo Vecchio.
Serupa dengan Passetto Kota Vatikan yang terkenal itu,
Ko??ridor Vasari adalah lorong rahasia yang khas. Jalan itu me?
man??jang hampir satu kilometer penuh dari pojok timur Boboli
Gar?dens ke jantung istana tua itu sendiri, menyeberangi Ponte
Vecchio dan berkelok-kelok melewati Galeri Uffizi yang terletak
di antaranya. Saat ini Koridor Vasari masih berfungsi sebagai tempat per?
lindungan yang aman, walaupun bukan untuk para aristokrat
keluarga Medici, melainkan untuk karya seni. Dengan bentangan
ruang berdinding yang aman dan seakan tidak ada habisnya,
koridor itu menjadi rumah bagi lukisan langka yang tak terhitung
ba?nyak?nya"limpahan dari Galeri Uffizi yang terkenal di seluruh
dunia dan yang dilintasi oleh koridor itu.
Langdon pernah melewati lorong itu beberapa tahun lalu
sebagai bagian dari tur privat. Siang itu dia berhenti sejenak
un??tuk mengagumi deretan lukisan yang menakjubkan di kori?
dor"termasuk koleksi lukisan potret-diri terbanyak di dunia.
Dia juga berhenti beberapa kali untuk mengintip ke luar dari
be?berapa jendela berjeruji di koridor, yang memungkinkan pe?
lan?cong mengukur kemajuan perjalanan mereka di sepanjang
gang tinggi. isi INFERNO [SC].indd 201
202 D an B rown Namun, pagi ini Langdon dan Sienna berlari melewati koridor
itu, ingin menciptakan jarak sejauh mungkin antara diri mereka
dan para pengejar di ujung yang lain. Langdon bertanya-tanya
berapa lama waktu yang mereka miliki sebelum penjaga terikat
itu ditemukan. Menatap terowongan yang memanjang, Langdon
merasa setiap langkah membawa mereka semakin dekat dengan
apa yang sedang mereka cari.
Cerca trova ... mata kematian ... dan jawaban mengenai siapa yang
mengejarku. Kini dengung samar pesawat pengintai berada jauh di bela?
kang mereka. Semakin jauh mereka memasuki terowongan, se?
ma?kin Langdon teringat betapa ambisius pencapaian arsitektur
lorong ini. Koridor Vasari, yang hampir keseluruhan panjangnya
terletak tinggi di atas kota, menyerupai ular gemuk yang berkelokkelok melewati gedung-gedung. Dimulai dari Pitti Palace, me?
nyeberangi Sungai Arno, hingga memasuki jantung Florence
tua. Lorong sempit berlabur-putih itu seakan memanjang tiada
akhir, terkadang berbelok sebentar ke kiri atau kanan untuk
meng?hindari rintangan, tapi selalu memanjang ke timur ... me?
nye?berangi Sungai Arno. Mendadak terdengar suara-suara yang menggema di depan
mereka, dan Sienna langsung berhenti bergerak. Langdon juga
berhenti, dan langsung meletakkan tangan di bahu perempuan
itu untuk menenangkannya, sambil menunjuk jendela berjeruji
di dekat situ. Turis-turis di bawah sana.
Langdon dan Sienna bergerak ke jendela itu dan mengintip
ke luar, melihat bahwa saat itu mereka sedang berada di atas
Ponte Vecchio"jembatan batu Abad Pertengahan yang berfungsi
sebagai jalan-setapak pejalan-kaki menuju kota tua. Di bawah
mereka, turis-turis pertama pagi itu sedang menikmati pasar yang
sudah digelar di atas jembatan semenjak 1400-an. Hari ini sebagian
besar penjajanya terdiri atas tukang emas dan per?hiasan, tapi dulu
tidak selalu begitu. Aslinya, Jembatan Ponte Vecchio merupakan
tempat bagi pasar daging besar dan terbuka di Florence, tapi para
isi INFERNO [SC].indd 202
203 Infern o penjual daging diusir pada 1593 setelah bau anyir daging busuk
melayang masuk ke Koridor Vasari dan mengganggu hidung
peka Grand Duke. Seingat Langdon, salah satu kejahatan yang paling terkenal
di Florence pernah dilakukan di jembatan itu. Pada 1216, seorang
bangsawan muda bernama Buondelmonte menolak perkawinan
yang diatur oleh keluarganya demi cinta sejatinya, dan keputusan
itu membuatnya dibunuh dengan brutal di atas Jembatan Ponte
Vecchio. Kematiannya disebut sebagai "pembunuhan paling berdarah
di Florence", karena memicu perselisihan antara dua faksi po?
litik yang berkuasa"faksi Guelph dan faksi Ghibelline"yang
ke??mudian mengobarkan perang sengit selama berabad-abad.
Per??mu?suhan politik selanjutnya mengakibatkan pe?ngu?cilan
Dante dari Florence. Dante mengabadikan peristiwa itu dengan
getir dalam Divine Comedy: O Buondelmonte, menuruti nasihat orang
lain, kau kabur dari janji pernikahanmu, dan mendatangkan kejahatan
seperti itu! Hingga hari ini, tiga plakat terpisah"yang masing-masing
mengutip baris berbeda dari Canto 16 Paradiso Dante"bisa dite?
mukan di dekat tempat pembunuhan itu. Salah satunya terletak
di mulut Ponte Vecchio dan menyatakan dengan mengancam:
TAPI, FLORENCE, DALAM KEDAMAIAN AKHIRNYA,
DITAKDIRKAN UNTUK MENAWARKAN
KEPADA PENJAGA BATU TERMUTILASI
DI ATAS JEMBATANNYA ... SEORANG KORBAN.
Kini Langdon mendongak dan memandang air keruh yang
dilintasi oleh jembatan itu. Di sebelah timur, menara tunggal
Palazzo Vecchio memanggil.
Walaupun dia dan Sienna baru setengah jalan menyeberangi
Sungai Arno, dia yakin sekali mereka sudah lama melewati titik
tanpa ada kemungkinan kembali.
isi INFERNO [SC].indd 203
204 D an B rown ______ Sembilan meter di bawah, di atas batu-batu bulat Ponte Vecchio,
Vayentha meneliti kerumunan orang yang mendekat dan tidak
pernah membayangkan bahwa, baru beberapa saat yang lalu, satusatunya penebus kesalahannya lewat persis di atas kepalanya.[]
isi INFERNO [SC].indd 204
BAB auh di dalam lambung kapal The Mendacium yang sedang mem?
buang sauh, fasilitator Knowlton duduk sendirian di dalam
biliknya dan berupaya dengan sia-sia untuk memusatkan
per?hatian pada pekerjaannya. Dengan penuh kengerian, dia telah
menyaksikan kembali video itu dan, selama satu jam terakhir,
telah menganalisis monolog sembilan menit yang berada di antara
kegeniusan dan kegilaan itu.
Knowlton memutar ulang video itu dari awal, memutarnya
dengan cepat untuk mencari petunjuk apa pun yang mungkin
terlewatkan olehnya. Dia melewati plakat di bawah air ... melewati
kantong berisi cairan cokelat kekuningan keruh yang melayanglayang ... dan berhenti ketika bayang-ba?yang berhidung paruh
itu muncul"siluet tak berbentuk yang tercipta pada dinding gua
yang meneteskan air ... diterangi oleh cahaya merah lembut.
Knowlton mendengarkan suara teredam itu, berupaya me?
mahami bahasa rumitnya. Kira-kira di tengah pidato, bayangba?yang di dinding itu mendadak menjulang lebih tinggi dan
sua?ranya semakin bersemangat.
Nerakanya Dante bukanlah fiksi ... itu ramalan!
Kesengsaraan yang luar biasa. Penderitaan yang menyiksa.
Inilah gambaran hari esok.
Umat manusia, jika tidak terkendali, berfungsi seperti wabah,
seperti kanker ... jumlah kita meningkat pada setiap generasi
hingga kenyamanan duniawi yang pernah menyehatkan hidup
dan persaudaraan kita menyusut sampai habis ... mengungkapkan
isi INFERNO [SC].indd 205
206 D an B rown monster-monster di dalam diri kita ... yang bertempur hingga mati
untuk memberi makan keturunan kita.
Inilah neraka sembilan-lingkaran Dante.
Inilah apa yang menanti. Ketika masa depan datang menggilas, dipicu oleh
perhitungan matematis Malthus yang tak tergoyahkan, kita
berdiri goyah di atas lingkaran pertama neraka ... bersiap terjun
lebih cepat daripada yang pernah kita bayangkan.
Knowlton menghentikan video itu. Perhitungan Matematis
Malthus" Pencarian Internet menuntunnya pada informasi me?
ngenai ahli matematika dan demografi Inggris abad kesembilan
belas terkemuka bernama Thomas Robert Malthus, yang dikenal
meramalkan keruntuhan global akibat overpopulasi.
Biografi Malthus membuat Knowlton cemas karena menyer?
takan kutipan mengerikan dari bukunya, An Essay on the Principle
of Population: Kekuatan populasi sangat mengungguli kekuatan bumi untuk
menghasilkan penghidupan bagi manusia, sehingga kematian
prematur harus, dalam bentuk tertentu atau lain?nya, mengunjungi
umat manusia. Sifat jahat umat manusia bersifat aktif dan bisa
berfungsi sebagai depopulasi. Sifat-sifat jahat itu bisa memicu
perang yang me??nye??babkan pemusnahan besar; dan sering kali
bisa me??nye??lesaikan sendiri pekerjaan mengerikan itu. Namun,
seandainya kejahatan gagal melancarkan perang pe??musnahan,
musim penyakit, epidemi, pes, dan wabah maju membentuk ba?
risan yang luar biasa, menyapu ribuan dan puluhan ribu manusia.
Seandainya kesuksesan masih belum bisa diraih sepenuhnya,
kelaparan besar yang tak terhindarkan akan membuntuti dari
be?lakang, dan dengan satu pukulan kuat akan menyeimbangkan
populasi dengan jumlah makanan yang ada di dunia.
Dengan jantung berdentam-dentam, Knowlton memandang
kembali bayang-bayang sosok berhidung paruh dalam video
yang dia pause. isi INFERNO [SC].indd 206
207 Infern o Umat manusia, jika tidak terkendali, berfungsi seperti kanker.
Tidak terkendali. Knowlton tidak menyukai kesan kata-kata
itu. Dengan bimbang, kembali dia menjalankan video.
Suara teredam itu berlanjut.
Tidak melakukan sesuatu apa pun berarti menyambut neraka
Dante ... berjejalan dan kelaparan, bergelimang Dosa.
Maka, dengan sangat berani, aku bertindak.
Beberapa orang akan menciut ketakutan, tapi semua
keselamatan ada harganya.
Suatu hari nanti, dunia akan memahami keindahan
pengorbananku. Karena akulah Keselamatanmu.
Akulah sang Arwah. Akulah gerbang menuju zaman Pascamanusia.[]
isi INFERNO [SC].indd 207
BAB alazzo Vecchio mirip pion catur raksasa. Dengan fasad
per?segi empat kokoh dan tembok benteng dari susunan
batu-batu persegi bertonjolan, gedung besar mirip benteng
itu diposisikan secara tepat menjaga pojok tenggara Piazza della
Signoria. Menara tunggal gedung yang unik itu menjulang dari bagian
tengah, dari dalam benteng persegi. Profilnya terlihat mencolok
berlatar cakrawala dan menjadi simbol Florence yang tiada ban?
ding?annya. Dibangun sebagai pusat kekuasaan peme?rintah Italia, ge?
dung itu menampilkan serangkaian patung mas?kulin yang
meng?intimidasi bagi para pengunjung yang datang. Neptune
kekar karya Ammannati berdiri telanjang di atas empat kuda
laut, simbol dominasi Florence di lautan. Replika David-nya
Michelangelo"patung lelaki telanjang yang paling dikagumi di
seluruh dunia"berdiri dalam segala kejayaannya di pintu masuk
palazzo. David ditemani oleh Hercules dan Cacus"dua lagi patung
lelaki telanjang raksasa"yang, bersama-sama dengan sekelom?pok
satir Neptune, menampilkan lebih selusin tubuh lelaki telanjang
yang menyambut para pengunjung palazzo.
Biasanya, kunjungan Langdon ke Palazzo Vecchio dimulai
dari Piazza della Signoria yang, walaupun memamerkan banyak
phallus, selalu menjadi salah satu plaza favorit Langdon di Eropa.
Per?jalanan ke piazza itu tidaklah lengkap tanpa menyeruput kopi
espresso di Caff? Rivoire, lalu mengunjungi singa-singa keluarga
Medici di Loggia dei Lanzi"galeri patung di udara-terbuka di
piazza. isi INFERNO [SC].indd 208
209 Infern o
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, hari ini Langdon dan rekannya berencana memasuki
Palazzo Vecchio lewat Koridor Vasari, persis seperti yang dila?ku?
kan oleh para duke keluarga Medici pada masa mereka"melewati
Galeri Uffizi yang terkenal dan menelusuri koridor yang berkelokkelok di atas jembatan dan jalanan, melewati gedung-gedung,
langsung menuju jantung istana tua itu. Sejauh ini mereka belum
mendengar suara langkah kaki di belakang mereka, tapi Langdon
masih merasa khawatir, ingin secepatnya keluar dari koridor
itu. Akhirnya sampai, pikir Langdon menyadari, sambil me?man?
dang pintu kayu tebal di hadapan mereka. Pintu masuk menuju
istana tua. Pintu itu, walaupun memiliki mekanisme kunci yang kuat,
dilengkapi dengan batang-pendorong horizontal yang me?
mung?kinkannya untuk menjadi pintu keluar darurat, sekaligus
mencegah siapa pun di sisi lain pintu untuk memasuki Koridor
Vasari tanpa kartu-kunci.
Langdon menempelkan telinganya di pintu dan mende?
ngarkan. Ketika tidak mendengar sesuatu pun di sisi sebaliknya,
dia me?le?takkan kedua tangan pada batang horizontal itu dan
men?dorongnya perlahan-lahan.
Kuncinya berbunyi klik, membuka.
Ketika portal kayu itu berderit terbuka beberapa inci, Lang?don
mengintip di baliknya. Ceruk kecil. Kosong. Sepi.
Sambil sedikit menghela napas lega, Langdon melangkah
ma?suk dan mengisyaratkan Sienna agar mengikuti.
Kami berada di dalam istana.
Langdon berdiri dalam ceruk sepi di suatu tempat dalam
Pa?lazzo Vecchio, menunggu sejenak dan berupaya mengetahui
posisi. Di depan, sebuah lorong memanjang tegak lurus dengan
ceruk itu. Di sebelah kiri, di kejauhan, terdengar suara-suara
yang menggema di sepanjang koridor, tenang dan riang. Palazzo
Vecchio, sama seperti Gedung Capitol Amerika Serikat, adalah
objek wisata sekaligus kantor pemerintah. Pada jam seperti ini,
ke?mung?kinan besar suara-suara yang mereka dengar berasal dari
isi INFERNO [SC].indd 209
210 D an B rown para pegawai negeri yang berjalan keluar masuk, bersiap-siap
bekerja pada hari itu. Langdon dan Sienna beringsut menuju lorong dan mengintip
dari pojoknya. Dan memang, di ujung lorong terdapat atrium,
tempat kira-kira selusin pegawai pemerintah berdiri menyeruput
espresso dan mengobrol dengan kolega sebelum bekerja.
"Mural Vasari," bisik Sienna, "kau bilang berada di Hall of
the Five Hundred?" Langdon mengangguk dan menunjuk ke seberang atrium
ramai itu ke arah beranda-bertiang yang terbuka ke dalam lorong
batu. "Sayangnya, kita harus melewati atrium itu."
"Kau yakin?" Langdon mengangguk. "Kita tidak akan pernah bisa lewat
tanpa terlihat." "Mereka pegawai pemerintah. Mereka tidak tertarik dengan
kita. Berjalan sajalah seakan tempatmu memang di sini."
Sienna mengulurkan tangan ke atas, dengan lembut merapikan
jaket setelan Brioni Langdon dan membetulkan kerahnya. "Kau
tam?pak sangat rapi, Robert." Dia tersenyum manis dan mem?be?
tul?kan sweternya sendiri, lalu melangkah.
Langdon bergegas menyusul, mereka berdua berjalan dengan
mantap ke arah atrium. Ketika mereka masuk, Sienna mulai
meng?ajak Langdon bicara dalam bahasa Italia cepat"sesuatu me?
ngenai subsidi pertanian"menggerak-gerakkan tangan dengan
bersemangat sambil bicara. Mereka tetap berada di dekat dinding
luar, mempertahankan jarak dari semua orang lainnya. Yang me?
nakjubkan Langdon, tak satu pun pegawai melirik mereka untuk
kedua kalinya. Ketika sudah melewati atrium, cepat-cepat mereka berjalan
menuju lorong. Langdon teringat pada buklet drama Shakespeare
itu. Puck yang Nakal. "Kau aktris hebat," bisiknya.
"Terpaksa," kata Sienna menerawang.
Sekali lagi Langdon merasakan perempuan muda itu menyem?
Istana Karang Langit 1 Miss Cupid Karya Mia Arsjad Llano Estacado 2
Oil. Eksteriornya membaur tanpa-sekat dengan pemandangan
elegan di sekelilingnya, tidak menawarkan petunjuk mengenai
kegunaan uniknya. "Dr. Sinskey," sapa seorang resepsionis perempuan bertubuh
montok menyambutnya. "Harap lewat sini. Beliau sudah me?
nung?gu Anda." Oke, tapi siapa dia" Elizabeth mengikuti resepsionis itu me?
nyu?suri koridor mewah menuju sebuah pintu tertutup"yang
di?ketuk cepat oleh resepsionis, sebelum dia membukanya dan
mem?persilakan Elizabeth masuk.
Elizabeth masuk, dan pintu tertutup di belakangnya.
isi INFERNO [SC].indd 143
144 D an B rown Ruang konferensi gelap dan kecil itu hanya diterangi oleh
kilau layar video. Di depan layar, sebuah siluet kurus dan sangat
jangkung menghadapnya. Walaupun tidak bisa melihat wajah
lelaki itu, Elizabeth merasakan adanya kekuasaan di sini.
"Dr. Sinskey," sapa suara tajam lelaki itu. "Terima kasih telah
bergabung bersama saya." Aksen kental lelaki itu menyiratkan
tempat asal Elizabeth di Swiss, atau mungkin Jerman.
"Silakan duduk," kata lelaki itu sambil menunjuk kursi di
de?kat bagian depan ruangan.
Tidak ada perkenalan" Elizabeth duduk. Gambar ganjil yang
di?pro?yeksikan di layar video sama sekali tidak menenangkan
sa?rafnya. Apa pula itu"
"Saya menghadiri presentasi Anda pagi ini," kata siluet itu.
"Saya datang dari jauh untuk mendengar Anda bicara. Pertun?
jukan yang mengesankan."
"Terima kasih," jawab Elizabeth.
"Bolehkah saya katakan juga bahwa Anda jauh lebih cantik
daripada yang saya bayangkan ... mengingat usia dan pandangan
picik Anda mengenai kesehatan dunia."
Elizabeth ternganga. Komentar itu merendahkan dalam segala
hal. "Maaf?" desaknya sambil mengintip ke dalam kegelapan.
"Sia?pa Anda" Dan mengapa Anda mengundang saya kemari?"
"Maafkan upaya gagal saya untuk bergurau," jawab bayangbayang kurus itu. "Gambar di layar akan menjelaskan mengapa
Anda berada di sini."
Sinskey mengamati gambar mengerikan itu"lukisan yang
menggambarkan lautan luas manusia, gerombolan-gerombolan
orang sakit, yang kesemuanya saling memanjat tubuh satu sama
lain dalam belitan padat tubuh-tubuh telanjang.
"Seniman besar Dor?," jelas lelaki itu. "Interpretasinya yang
luar biasa muram mengenai visi nerakanya Dante Alighieri. Saya
harap, gambar itu tampak nyaman bagi Anda ... karena ke sanalah
kita menuju." Dia terdiam, berjalan perlahan-lahan menghampiri
Elizabeth. "Dan biarlah saya jelaskan mengapa."
isi INFERNO [SC].indd 144
145 Infern o Lelaki itu terus berjalan menghampiri Elizabeth, dan seakan
semakin jangkung seiring setiap langkah. "Jika saya mengambil
secarik kertas ini dan merobeknya menjadi dua ...." Dia berhenti
di sebuah meja, memungut secarik kertas, dan merobeknya men?
jadi dua. "Lalu, jika saya menumpukkan kedua bagian ini ...."
Dia me?numpukkan kedua bagian kertas itu. "Dan mengulangi
pro?ses?nya ...." Sekali lagi dia merobek kertas itu, lalu menumpuk
semua bagiannya. "Saya menghasilkan setumpuk kertas, yang kini
kete?bal?annya empat kali lipat daripada ketebalan kertas aslinya,
bukan?" Mata lelaki itu seakan membara dalam keremangan
ruangan. Elizabeth tidak menyukai nada merendahkan dan postur
agre?sif lelaki itu. Jadi, dia diam saja.
"Bicara secara hipotetis," lanjut lelaki itu, yang masih berjalan
mendekat, "jika lembaran kertas aslinya hanya memiliki ketebalan
sepersepuluh milimeter, dan saya mengulangi proses ini ... kata?
kan saja lima puluh kali ... Anda tahu akan seberapa tinggi tum?
pukan ini?" Elizabeth berang. "Ya," jawabnya, lebih ketus daripada yang
dimaksudkannya. "Tingginya sepersepuluh milimeter kali dua
pangkat lima puluh. Itu disebut progresi geometris. Boleh saya
bertanya apa yang saya lakukan di sini?"
Lelaki itu menyeringai dan mengangguk terkesan. "Ya, dan
bisakah Anda tebak seperti apa nilai itu yang sesungguhnya" Se?
per?sepuluh milimeter kali dua pangkat lima puluh" Anda tahu
telah menjadi seberapa tinggi tumpukan kertas kita?" Dia hanya
terdiam sejenak. "Tumpukan kertas kita, setelah lima puluh peng?
gandaan saja, kini tingginya hampir mencapai ... mata?hari."
Elizabeth tidak terkejut. Kekuatan menakjubkan pertumbuhan
geometris adalah sesuatu yang dihadapinya setiap saat dalam
pe?kerjaan. Lingkaran-lingkaran kontaminasi ... replikasi sel-sel yang
terinfeksi ... perkiraan korban jiwa. "Saya minta maaf jika tampak
naif," katanya, tanpa berupaya menyembunyikan kejengkelan.
"Tapi saya tidak memahami maksud Anda."
isi INFERNO [SC].indd 145
146 D an B rown "Maksud saya?" Lelaki itu tergelak pelan. "Maksud saya
ada?lah, sejarah pertumbuhan populasi manusia bahkan lebih
dra?matis. Populasi dunia, seperti tumpukan kertas kita, awalnya
sangat sedikit ... tapi potensinya mengkhawatirkan."
Kembali lelaki itu melangkah mendekat. "Pikirkan ini. Po?
pulasi dunia perlu waktu ribuan tahun"mulai dari awal mula
manusia hingga awal 1800-an"untuk mencapai satu miliar orang.
Lalu, secara menakjubkan, hanya perlu sekitar seratus tahun
untuk melipatduakan populasi itu menjadi dua miliar pada 1920an. Setelah itu, hanya perlu lima puluh tahun bagi populasi untuk
berlipat dua lagi menjadi empat miliar pada 1970-an. Seperti yang
bisa Anda bayangkan, sebentar lagi kita mencapai delapan miliar.
Hari ini saja, umat manusia menambahkan seperempat juta orang
ke Planet Bumi. Seperempat juta. Dan ini terjadi setiap hari"tanpa
kecuali. Setiap tahun, kita menambahkan jumlah populasi dunia
yang setara dengan seluruh penduduk Jerman."
Lelaki jangkung itu mendadak berhenti, menjulang di depan
Elizabeth. "Berapa usia Anda?"
Sekali lagi pertanyaan yang merendahkan. Tetapi, sebagai
kepala WHO, Elizabeth terbiasa menangani antagonisme dengan
diplomasi. "Enam puluh satu."
"Tahukah Anda bahwa jika Anda hidup selama sembilan belas
tahun lagi, hingga usia delapan puluh, Anda akan menyaksikan
populasi berlipat tiga dalam masa kehidupan Anda" Satu masa
kehidupan"tiga kali lipat. Pikirkan implikasinya. Seperti yang
Anda ketahui, sekali lagi WHO telah meningkatkan prediksinya,
memperkirakan penduduk bumi akan menjadi sekitar sembilan
miliar sebelum pertengahan abad ini. Spesies hewan akan punah
dengan tingkat percepatan yang drastis. Permintaan terhadap
sumber-daya alami yang semakin menyusut akan meroket. Air
bersih kian sulit ditemukan. Berdasarkan pengukuran biologis
apa pun, spesies kita telah melampaui jumlah yang bisa kita per?
ta?han?kan. Dan, di hadapan bencana ini, WHO"penjaga gerbang
kese?hatan planet ini"justru berinvestasi dalam hal-hal seperti
me?nyem?buhkan diabetes, memenuhi bank darah, dan memerangi
isi INFERNO [SC].indd 146
147 Infern o kanker." Lelaki itu terdiam, menatap langsung Elizabeth. "Jadi,
saya membawa Anda kemari untuk bertanya secara langsung
mengapa gerangan WHO tidak punya nyali untuk menghadapi
masalah ini secara langsung?"
Elizabeth meradang. "Siapa pun Anda, Anda tahu sekali
WHO menanggapi overpopulasi ini dengan sangat serius. Barubaru ini kami menghabiskan jutaan dolar untuk mengirim para
dokter ke Afrika, membagikan kondom gratis dan mendidik
masyarakat mengenai pengendalian kelahiran."
"Ah, ya!" ejek lelaki kurus itu. "Dan pasukan misionaris
Katolik yang bahkan lebih besar lagi membuntuti Anda, me?nga?
ta?kan kepada orang Afrika bahwa mereka semua akan masuk
neraka jika memakai kondom. Kini Afrika punya masalah ling?
kungan baru"tempat-tempat pembuangan sampah yang ber?
limpah dengan kondom tak terpakai."
Elizabeth berjuang menahan lidah. Lelaki itu benar mengenai
hal ini, tetapi penganut Katolik modern mulai melawan campur
tangan Vatikan dalam masalah reproduksi. Melinda Gates, yang
juga penganut Katolik taat, dengan berani telah menempuh risiko
menghadapi kemarahan gerejanya sendiri dengan menjanjikan
$560 juta untuk membantu meningkatkan akses terhadap pe?
ngen?dalian kelahiran di seluruh dunia. Elizabeth Sinskey telah
ber?kali-kali menyatakan secara resmi bahwa Bill dan Melinda
Gates berhak diangkat sebagai orang suci atas semua yang me?re?ka
laku?kan lewat yayasan mereka untuk meningkatkan kese?hatan
dunia. Sayangnya, satu-satunya institusi yang bisa meng?anu?ge?
rah?kan gelar orang kudus, entah bagaimana, gagal melihat sifat
Kristiani dalam upaya Bill dan Melinda Gates itu.
"Dr. Sinskey," lanjut lelaki dalam keremangan itu. "WHO
gagal memahami bahwa hanya ada satu masalah kesehatan
global." Kembali dia menunjuk gambar muram di layar"lautan
ma?nu?sia yang saling membelit dengan menjijikkan. "Dan inilah
dia." Lelaki itu terdiam sejenak. "Saya menyadari bahwa Anda
ada?lah ilmuwan, dan karenanya mungkin bukan pakar seni klasik
atau seni murni, jadi biarlah saya tawarkan gambar lain yang
isi INFERNO [SC].indd 147
148 D an B rown mungkin bisa berbicara kepada Anda dengan bahasa yang lebih
bisa Anda pahami." Sekejap ruangan berubah gelap, lalu layar berganti.
Gambar baru itu sudah sering dilihat oleh Elizabeth ... dan
se?lalu mendatangkan perasaan keniscayaan yang mengerikan.
Jumlah Populasi dalam Miliar
Pertumbuhan Populasi Dunia Sepanjang Sejarah
6000 5000 4000 7000 3000 2000 1000 1000 2050 2-5 juta tahun Keheningan muram memenuhi ruangan.
"Ya," kata lelaki kurus itu pada akhirnya. "Kengerian bisu
ada?lah respons yang tepat untuk grafik ini. Memandangnya bisa
sedikit disamakan dengan menatap lampu depan lokomotif yang
terus mendekat dan kita tak bisa menghindar." Perlahan-lahan
lelaki itu berpaling kepada Elizabeth dan tersenyum kaku me?ren?
dahkan. "Ada pertanyaan, Dr. Sinskey?"
"Hanya satu," balas perempuan itu. "Anda membawa saya
kemari untuk menceramahi saya atau menghina saya?"
"Bukan keduanya." Suara lelaki itu berubah membujuk yang
anehnya terasa lebih mengerikan. "Saya membawa Anda kemari
untuk bekerja bersama Anda. Saya yakin Anda pa?ham bahwa
overpopulasi adalah masalah kesehatan. Tapi saya kha?watir Anda
tidak paham bahwa overpopulasi akan me?me?nga?ruhi jiwa ma?
nusia. Di bawah tekanan overpopulasi, me?reka yang tidak per?nah
isi INFERNO [SC].indd 148
149 Infern o berpikir untuk mencuri, akan menjadi pen?curi untuk memberi
makan keluarga mereka. Mereka yang tidak pernah berpikir untuk
membunuh, akan menjadi pembunuh untuk mempertahankan
anak-anak mereka. Semua dosa besar Dante"keserakahan, ke?
rakusan, pengkhianatan, pembunuhan, dan seterusnya"akan
mulai menyebar ... menguasai umat manusia, diperkuat oleh hi?
lang?nya kenyamanan kita. Kita meng?hadapi pertempuran untuk
jiwa manusia." "Saya ahli biologi. Saya menyelamatkan kehidupan ... bukan
jiwa." "Saya bisa yakinkan Anda bahwa menyelamatkan kehidupan
akan menjadi semakin sulit di tahun-tahun mendatang. Over?
po??pulasi bukan hanya sekadar menimbulkan ketidakpuasan
spiritual. Ada kutipan dari Machiavelli?"
"Ya," sela Elizabeth, yang kemudian mengucapkan kutipan
terkenal itu berdasarkan ingatannya. ?"Ketika semua tempat di
dunia penuh sesak oleh penghuni sehingga mereka tak bisa ber?
ta?han hidup di tempat mereka berada dan juga tidak bisa pindah
ke tem?pat lain ... dunia akan membersihkan dirinya sendiri.?" Dia
men?dongak menatap lelaki itu. "Kami semua di WHO mengenal
kutipan itu." "Bagus, kalau begitu Anda tahu bahwa Machiavelli selan?
jut?nya bicara mengenai wabah sebagai cara alami du?nia untuk
mem??bersihkan dirinya sendiri."
"Ya, dan seperti yang saya sebut dalam perkataan saya, kami
sangat menyadari korelasi langsung antara kepadatan populasi
dan kemungkinan epidemi skala luas, tapi kami selalu merancang
metode deteksi dan pengobatan baru. WHO tetap percaya bahwa
kami bisa mencegah pandemi di masa depan."
"Sayang sekali."
Elizabeth menatap dengan tidak percaya. "Maaf"!"
"Dr. Sinskey," ujar lelaki itu sambil tertawa ganjil, "Anda
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bi??ca?ra mengenai pengendalian epidemi, seakan itu adalah hal
yang baik." isi INFERNO [SC].indd 149
150 D an B rown Elizabeth ternganga memandang lelaki itu, membisu dalam
ketidakpercayaannya. "Itu dia," kata lelaki kurus itu, kedengaran seperti pengacara
yang sedang memaparkan kasusnya. "Di sinilah saya berdiri,
bersama kepala organisasi kesehatan dunia"orang terbaik yang
bisa ditawarkan oleh WHO hanya bisa menawarkan hal seremeh
itu. Pikiran mengerikan jika Anda merenungkannya. Saya telah
menunjukkan gambar kesengsaraan yang akan datang ini." Dia
me-refresh layar, sekali lagi menayangkan gambar tu?buh-tubuh itu.
"Saya telah mengingatkan Anda mengenai ke?kuat?an menakjubkan
dari pertumbuhan populasi yang tak terkendali." Dia menunjuk
tumpukan kecil kertasnya. "Saya telah mencerahkan Anda dengan
fakta bahwa kita sedang berada di am?bang keruntuhan spiritual."
Dia terdiam dan langsung ber?pa?ling kepada Elizabeth. "Dan
respons Anda" Kondom gratis di Afrika." Lelaki itu menyeringai
mengejek. "Ini seperti mengayunkan penepuk lalat pada asteroid
yang akan menabrak bumi. Bom waktu tidak lagi berdetak. Bom
itu sudah meledak dan, tanpa tindakan drastis, matematika eks?
ponensial akan menjadi Tuhan kalian yang baru ... dan "Dia"
ada?lah Tuhan yang pendendam. Dia akan mendatangkan visi
nera?kanya Dante persis di luar Park Avenue ... massa yang ber?
ke?rumun, berkubang dalam tinja me?reka sendiri. Penyortiran
global yang dirancang oleh Alam sendiri."
"Benarkah?" bentak Elizabeth. "Kalau begitu, katakan, dalam
visi Anda mengenai masa depan yang bisa dipertahankan, berapa
populasi ideal dunia" Berapa jumlah yang bisa diharapkan umat
manusia agar bisa memenuhi semua kebutuhan mereka untuk
selamanya ... dan dalam kondisi nyaman?"
Lelaki jangkung itu tersenyum, jelas menghargai pertanyaan
Elizabeth. "Semua ahli biologi lingkungan atau ahli statistik akan
mengatakan kepada Anda bahwa peluang terbaik umat manusia
untuk bertahan hidup dalam jangka panjang akan muncul dengan
populasi global sekitar empat miliar."
"Empat miliar?" balas Elizabeth. "Kini jumlah kita sudah tujuh
miliar, jadi sudah agak terlambat untuk itu."
isi INFERNO [SC].indd 150
151 Infern o Mata hijau lelaki jangkung itu menyorotkan api. "Benar?
kah?"[] isi INFERNO [SC].indd 151
BAB obert Langdon mendarat keras di tanah empuk persis di
balik tembok-penahan di pinggir selatan Boboli Gardens
yang rimbun. Sienna mendarat di sampingnya, berdiri,
membersihkan tubuh, lalu mengamati sekeliling.
Mereka berdiri di lapangan lumut dan pakis, di pinggir
sebuah hutan kecil. Dari sini, Palazzo Pitti terhalang seluruhnya
dari pandangan, dan Langdon memperkirakan mereka berada di
bagian kebun yang terjauh dari istana itu. Setidaknya, sepagi ini
tidak ada pekerja atau turis yang berada di sini.
Langdon memandang jalan-setapak berkerikil yang berkelokkelok anggun menuruni bukit masuk ke hutan di hadapan mereka.
Di tempat jalan-setapak itu menghilang ke pepohonan, sebuah
patung pualam ditempatkan secara sempurna untuk dipandang.
Langdon tidak terkejut. Boboli Gardens diatur oleh talenta yang
luar biasa dari Niccol? Tribolo, Giorgio Vasari, dan Bernardo
Buontalenti"otak dari sekelompok orang dengan bakat estetis
yang telah menciptakan mahakarya di kanvas seluas 45 hektar
ini. "Jika kita menuju timur laut, kita akan tiba di istana itu,"
kata Langdon sambil menunjuk jalan-setapak tadi. "Di sana, kita
bisa berbaur dengan turis-turis dan keluar tanpa terlihat. Kurasa
tempat itu buka pukul sembilan."
Langdon menunduk untuk mengecek waktu, tapi hanya
melihat pergelangan tangan telanjang di tempat arloji Mickey
Mouse-nya dulu berada. Dia bertanya-tanya apakah benda itu
masih ada di rumah sakit bersama pakaiannya yang lain dan
apa?kah dia akan pernah bisa mengambilnya kembali.
isi INFERNO [SC].indd 152
153 Infern o Sienna sama sekali tidak bergerak. "Robert, sebelum kita
me??lang??kah lebih jauh, aku ingin tahu ke mana kita pergi. Apa
yang kau ketahui di sana tadi" Malebolge" Kau bilang, itu tidak
ber??urutan?" Langdon menunjuk area berpepohonan persis di depan me?
reka. "Ayo, bersembunyi terlebih dahulu." Dia menuntun Sienna
menyusuri jalan-setapak yang melengkung memasuki tempat
kosong di antara pepohonan"sebuah "ruang", menurut istilah
arsi?tek?tur lanskap. Di sana ada beberapa bangku kayu-imitasi dan
air mancur kecil. Udara di bawah pepohonan jelas lebih sejuk.
Langdon mengeluarkan proyektor dari saku dan mulai me?
ngo?coknya. "Sienna, siapa pun yang menciptakan gambar di?gital
ini, dia tidak hanya mengimbuhkan huruf-huruf pada para pen?
dosa di Malebolge, tapi juga mengubah urutan dosa." Dia me???lom?
pat ke atas bangku, menjulang di depan Sienna, dan me?ng?arahkan
proyektor ke kakinya. Mappa dell"Inferno Botticelli me?wu?jud samar
pada permukaan bangku datar di samping Sienna.
Langdon menunjuk area bertingkat di bagian bawah corong.
"Kau lihat huruf-huruf di dalam sepuluh parit Malebolge?"
Sienna menemukan semua huruf itu dalam gambar proyeksi
dan membaca dari atas ke bawah. "Catrovacer."
"Benar. Tidak ada artinya."
"Tapi kemudian kau menyadari bahwa kesepuluh parit itu
telah diacak?" "Sesungguhnya lebih sederhana. Seandainya tingkat-tingkat
ini adalah tumpukan yang terdiri atas sepuluh kartu, maka tum?
pukan itu tidak dikocok, tapi dibagi menjadi dua tumpuk. Setelah
dibagi dua, kartu-kartu itu tetap berada dalam urutan yang benar,
tapi dimulai dengan kartu yang keliru." Langdon menunjuk ke
se?puluh parit Malebolge. "Menurut teks Dante, tingkat teratas
se?ha?rusnya berisi para penggoda yang dicambuki oleh iblis. Tapi,
dalam versi ini, para penggoda itu muncul ... jauh di bawah, di
dalam parit ketujuh."
isi INFERNO [SC].indd 153
154 D an B rown Sienna mengamati gambar yang kini memudar di sampingnya,
lalu mengangguk. "Oke, itu bisa kulihat. Kini parit pertama
menjadi parit ketujuh."
Langdon mengantongi proyektor itu dan melompat turun
kembali ke jalan-setapak. Dia meraih ranting kecil dan mulai
menggoreskan huruf-huruf pada sepetak tanah persis di luar
jalan-setapak. "Ini huruf-huruf yang tampak dalam versi neraka
kita yang telah dimodifikasi."
"Catrovacer," kata Sienna membaca.
"Ya. Dan di sinilah tempat "tumpukan" itu dibagi." Kini
Langdon menggambar garis di bawah huruf ketujuh dan me?
nung?gu Sienna mengamati hasil pekerjaannya.
?" isi INFERNO [SC].indd 154
155 Infern o "Oke," kata Sienna cepat. "Catrova. Cer."
"Ya. Dan, untuk mengurutkan kembali kartu-kartu itu, kita
hanya perlu memotong tumpukan itu dan meletakkan belahan
bawahnya ke atas. Kedua belahan itu bertukar tempat."
Sienna memandang huruf-huruf itu. "Cer. Catrova." Dia
meng?angkat bahu, tampak tidak terkesan. "Masih tak ada artinya
...." "Cer catrova," ulang Langdon. Setelah terdiam sejenak, dia
mengucapkan kata-kata itu lagi, menyatukan keduanya. "Cer?
catrova." Akhirnya, dia mengucapkannya dengan diam sejenak
di tengah-tengah. "Cerca ... trova."
Sienna terkesiap, matanya melesat memandang mata Lang?
don. "Ya," kata Langdon sambil tersenyum. "Cerca trova."
Kedua kata Italia itu, cerca dan trova, secara harfiah berarti
"cari" dan "temukan". Ketika digabung menjadi sebuah frasa"
cerca trova"kata-kata itu sinonim dengan ungkapan dalam Kitab
Suci "Carilah, maka akan kau temukan".
"Halusinasimu!" teriak Sienna menahan napas. "Perempuan
bercadar itu! Dia terus-menerus menyuruhmu untuk mencari
dan menemukan!" Dia melompat berdiri. "Robert, kau sadar apa
artinya ini" Ini berarti kata cerca trova itu sudah berada di dalam
alam bawah-sadarmu! Tidakkah kau mengerti" Agaknya kau telah
memecahkan frasa ini sebelum tiba di rumah sakit! Mungkin kau
sudah melihat gambar proyektor ini ... tapi melupakannya!"
Dia benar, pikir Langdon menyadari. Dia begitu terpaku pada
kata sandi itu sendiri, sehingga tidak pernah terpikir olehnya
bahwa dia mungkin sudah menjalani semua ini.
"Robert, tadi kau bilang La Mappa menunjukkan sebuah lokasi
spesifik di kota tua. Tapi aku masih tidak mengerti di mana."
"Cerca trova tidak mengingatkanmu pada sesuatu?"
Sienna mengangkat bahu. Diam-diam Langdon tersenyum. Akhirnya, sesuatu yang tidak
diketahui oleh Sienna. "Ternyata frasa ini menunjuk dengan sangat
spesifik pada sebuah mural terkenal yang tergantung di Palazzo
isi INFERNO [SC].indd 155
156 D an B rown Vecchio"Battaglia di Marciano karya Giorgio Vasari di Hall of the
Five Hundred. Di dekat bagian atas lukisan, nyaris tak terlihat,
Vasari menuliskan cerca trova dengan huruf-huruf kecil. Ada ba?
nyak teori mengapa dia melakukan hal ini, tapi bukti konklusif
tidak pernah ditemukan."
Dengung nyaring pesawat kecil mendadak terdengar di atas
kepala, meluncur masuk entah dari mana dan melayang di atas
kanopi pepohonan persis di atas mereka. Suaranya sangat dekat,
Langdon dan Sienna terpaku ketika pesawat itu melesat lewat.
Ketika pesawat itu pergi, Langdon mengintipnya lewat pepo?
honan. "Helikopter mainan," katanya sambil mengembuskan
na?pas, ketika mengamati helikopter sepanjang satu meter yang
di?ken?dalikan dari jarak-jauh itu berbelok di kejauhan. Ke?de?
ngarannya seperti nyamuk raksasa yang marah.
Namun, Sienna masih tampak khawatir. "Turunlah."
Dan memang, helikopter kecil itu berbelok sepenuhnya dan
kini kembali menuju mereka, melayang di atas puncak pepohonan,
melesat melewati mereka lagi, kali ini ke sebelah kiri mereka, ke
atas lapangan lain. "Itu bukan mainan," bisik Sienna. "Itu pesawat pengintai.
Mungkin membawa kamera video yang mengirimkan gambar
secara langsung ke ... seseorang."
Rahang Langdon menegang ketika mengamati helikopter itu
meluncur pergi ke arah tempatnya muncul tadi"Porta Romana
dan Institut Seni. "Aku tidak tahu apa yang telah kau lakukan," kata Sienna,
"tapi beberapa orang yang berkuasa jelas ingin sekali menemu?
kan?mu." Helikopter itu kembali berbelok dan mulai melayang pelan di
sepanjang tembok perbatasan yang baru saja mereka lompati.
"Agaknya seseorang di Institut Seni melihat kita dan me?
ngatakan sesuatu," kata Sienna sambil berjalan menuju jalansetapak. "Kita harus keluar dari sini. Sekarang."
Ketika pesawat itu mendengung pergi menuju ujung jauh
kebun, Langdon menggunakan kaki untuk menghapus huruf-
isi INFERNO [SC].indd 156
157 Infern o huruf yang ditulisnya di jalan-setapak, lalu bergegas menyusul
Sienna. Benaknya berpusar-pusar memikirkan cerca trova, mural
Giorgio Vasari, dan pernyataan Sienna bahwa agaknya Langdon
telah pernah memecahkan pesan proyektor itu. Carilah, maka akan
kau temukan. Mendadak, persis ketika mereka memasuki lapangan kedua,
pikiran mengejutkan merasuki Langdon. Dia langsung berhenti
di jalan-setapak dengan ekspresi kebingungan.
Sienna juga berhenti. "Robert" Ada apa"!"
"Aku tidak bersalah," kata Langdon.
"Kau bicara apa?"
"Orang-orang yang mengejarku ... kupikir itu karena aku
telah melakukan sesuatu yang mengerikan."
"Ya, di rumah sakit, kau terus-menerus mengulangi "very
sorry"." "Aku tahu. Tapi sebelumnya kupikir aku bicara bahasa Ing?
gris." Sienna memandangnya dengan terkejut. "Kau memang bicara
bahasa Inggris." Mata biru Langdon kini dipenuhi kegembiraan. "Sienna,
ke?tika aku terus-menerus mengucapkan "very sorry", aku tidak
sedang meminta maaf. Aku menggumamkan pesan rahasia da?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lam mural di Palazzo Vecchio!" Masih terngiang rekaman suara
mengigaunya sendiri. Ve ... sorry. Ve ... sorry.
Sienna tampak kebingungan.
"Tidakkah kau mengerti?" Kini Langdon menyeringai. "Aku
tidak sedang mengucapkan "very sorry, very sorry". Aku sedang
menyebut nama seniman itu"Va ... sari, Vasari!"[]
isi INFERNO [SC].indd 157
BAB ayentha menginjak rem kuat-kuat.
Sepeda motornya berbelok, mendecit keras me?ning?
galkan bekas roda panjang di Viale del Poggio Imperiale,
dan akhirnya berhenti mendadak di belakang antrean panjang
mobil yang tak terduga. Viale del Poggio macet total.
Aku tidak punya waktu untuk ini!
Vayentha menjulurkan leher, berupaya melihat apa yang
menyebabkan kemacetan itu. Dia sudah terpaksa memutar jauh
untuk menghindari tim SRS dan semua kekacauan di gedung
apartemen, dan kini dia harus masuk ke kota tua untuk mengo?
songkan kamar hotel yang ditempatinya selama beberapa hari
terakhir misinya. Aku telah diputus"aku harus minggat dari kota ini!
Namun, rangkaian kesialannya seakan berlanjut. Rute yang
dipilihnya untuk memasuki kota tua tampaknya diblokir. Karena
tidak berminat menunggu, Vayentha menjalankan sepeda mo?
tor?nya ke pinggir, lalu mengebut di sepanjang bahu jalan sempit
hingga dia bisa melihat perempatan yang kacau itu. Di depan sana
terdapat bundaran macet, tempat enam jalan-raya utama bertemu.
Inilah Porta Romana"salah satu persimpangan yang terpadat
lalu lintasnya di Florence"gerbang menuju kota tua.
Apa yang terjadi di sini"!
Kini Vayentha melihat bahwa seluruh area itu dipenuhi
polisi"seperti pemblokiran jalan atau pos pemeriksaan. Bebe?
rapa saat kemudian, dia melihat sesuatu di tengah aksi itu yang
membuatnya kebingungan"van hitam yang tidak asing lagi,
isi INFERNO [SC].indd 158
159 Infern o dikelilingi beberapa agen berpakaian-hitam yang sedang me?ne?
riak?kan perintah-perintah kepada pihak berwenang lokal.
Orang-orang itu jelas anggota tim SRS, tapi Vayentha tidak
bisa membayangkan apa yang sedang mereka lakukan di sana.
Kecuali .... Vayentha terpana, nyaris tidak berani membayangkan
ke?mung?kinan itu. Apakah Langdon juga mengecoh Br?der" Itu
tampak mustahil; peluang lolosnya nyaris nol. Namun, sekali
lagi, Langdon tidak bekerja sendirian, dan Vayentha sendiri
sudah mengalami secara langsung betapa cerdiknya perempuan
berambut pirang itu. Di dekat situ, seorang petugas kepolisian muncul, berjalan
dari mobil ke mobil, menunjukkan foto seorang lelaki tampan
be??rambut cokelat tebal. Vayentha langsung mengenali foto itu
se?bagai foto resmi Robert Langdon. Hatinya melambung.
Br?der belum menemukannya ....
Langdon masih buron! Sebagai ahli strategi berpengalaman, Vayentha langsung me?
nilai bagaimana perkembangan ini bisa mengubah situasinya.
Pilihan pertama"kabur sesuai keharusan.
Vayentha telah merusak pekerjaan penting yang ditugaskan
oleh Provos, dan telah diputus karenanya. Jika beruntung, dia
akan menghadapi pemeriksaan resmi dan mungkin kariernya
berakhir. Namun, jika tidak beruntung dan meremehkan keke??
jaman majikannya, dia mungkin akan menghabiskan sisa hi?
dupnya dengan menoleh ke belakang dan bertanya-tanya apakah
Konsorsium sedang mengintainya.
Kini ada pilihan kedua. Selesaikan misimu. Tetap bertugas sangatlah berlawanan dengan protokol pe?
mutusannya. Namun, dengan Langdon yang masih buron, kini
Vayentha punya kesempatan untuk melanjutkan perintah awal??
nya. Jika Br?der gagal menangkap Langdon, pikirnya dengan denyut
nadi semakin cepat. Dan jika aku berhasil ....
isi INFERNO [SC].indd 159
160 D an B rown Vayentha tahu, kemungkinannya kecil. Namun, jika Langdon
benar-benar berhasil mengecoh Br?der, dan jika Vayentha masih
bisa ikut campur dan menyelesaikan pekerjaan itu, berarti dia
seorang diri berhasil menyelamatkan Konsorsium, dan Provos
tidak akan punya pilihan kecuali bersikap lunak.
Aku tidak akan kehilangan pekerjaan, pikirnya. Mungkin bahkan
akan dipromosikan. Dalam sekejap, Vayentha menyadari bahwa seluruh masa
de?pannya kini berkisar pada satu tindakan penting. Aku harus
me?ne?mukan Langdon ... mendahului Br?der.
Itu tidak akan mudah. Br?der punya tenaga manusia yang
siap sedia dan tak terhingga banyaknya, juga sejumlah besar
teknologi pengintaian yang maju. Vayentha bekerja sendirian.
Na?mun, dia punya sepotong informasi yang tidak dimiliki oleh
Br?der, Provos, dan polisi.
Aku tahu sekali ke mana Langdon akan pergi.
Vayentha memutar tuas gas BMW-nya, memutarnya 180
derajat, lalu melesat kembali ke arah kedatangannya tadi. Ponte
alle Grazie, pikirnya sambil membayangkan jembatan ke utara itu.
Ada lebih dari satu rute untuk memasuki kota tua.[]
isi INFERNO [SC].indd 160
BAB ukan permintaan maaf, pikir Langdon. Nama seorang seni?
man. "Vasari," ujar Sienna tergagap, sambil mundur se?lang?
kah di jalan-setapak. "Seniman yang menyembunyikan kata-kata
cerca trova dalam muralnya."
Mau tak mau Langdon tersenyum. Vasari. Vasari. Selain men?
jelaskan permasalahan ganjil yang dihadapinya, pengungkapan
ini juga berarti Langdon tidak perlu lagi bertanya-tanya mengenai
hal mengerikan apa yang mungkin telah dilakukannya ... sehingga
dia berulang-ulang mengatakan very sorry.
"Robert, jelas kau pernah melihat gambar Botticelli di pro?
yektor ini sebelum cedera, dan kau tahu gambar itu punya kode
yang menunjuk pada mural Vasari. Itulah sebabnya kau ter?jaga
dan terus mengulang nama Vasari!"
Langdon berupaya memperhitungkan apa arti semua ini.
Giorgio Vasari"seniman, arsitek, dan penulis abad keenam
belas"adalah lelaki yang sering disebut Langdon sebagai "seja?
rah?wan seni yang pertama di dunia". Walaupun menciptakan
ra?tusan lukisan dan merancang lusinan gedung, warisan Vasari
yang paling kekal adalah buku pentingnya, Lives of the Most
Excellent Painters, Sculptors, and Architects, kumpulan biografi
seniman-seniman Italia yang hingga hari ini tetap menjadi bacaan
wajib para mahasiswa sejarah seni.
Kata-kata cerca trova telah menempatkan kembali Vasari da?
lam perhatian publik sekitar tiga puluh tahun silam, ketika "pesan
rahasia"-nya ditemukan berada tinggi di dalam muralnya yang
membentang di Hall of the Five Hundred-nya Palazzo Vecchio.
isi INFERNO [SC].indd 161
162 D an B rown Huruf-huruf mungil itu muncul pada sehelai bendera perang
hijau, nyaris tak terlihat di antara kekacauan adegan perang.
Wa?lau?pun masih belum tercapai kesepakatan mengenai alasan
Vasari mengimbuhkan pesan ganjil ini pada muralnya, teori yang
paling terkenal menyatakan bahwa pesan itu adalah petunjuk bagi
generasi yang akan datang mengenai adanya lukisan-dinding
Leonardo da Vinci yang tersembunyi dalam celah selebar tiga
sentimeter di belakang tembok itu.
Sienna mendongak, memandang gugup ke atas pepohonan.
"Masih ada satu hal yang tidak kupahami. Jika kau tidak me?nga?
takan "very sorry, very sorry"... mengapa orang-orang berupaya
membunuhmu?" Langdon juga memikirkan hal yang sama.
Dengung pesawat pengintai kembali terdengar semakin keras
dan Langdon tahu, sudah tiba saatnya untuk memutuskan. Dia
tidak mengerti bagaimana Battaglia di Marciano karya Vasari bisa
berhubungan dengan Inferno-nya Dante, atau dengan luka tembak
yang didapatnya semalam, tetapi akhirnya dia melihat jalur yang
nyata di hadapannya. Cerca trova. Cari dan temukan. Sekali lagi Langdon melihat perempuan berambut perak itu
memanggilnya dari seberang sungai. Waktu hampir habis! Jawab?an,
pikir Langdon, pasti berada di Palazzo Vecchio.
Kini dia teringat pada pepatah para penyelam-bebas Yunani
kuno yang memburu lobster di dalam gua-gua koral Kepulauan
Aegea. Ketika berenang memasuki terowongan gelap, ada titik tertentu
ketika kau tidak lagi punya cukup napas untuk berenang pulang. Satusatunya pilihanmu adalah terus berenang memasuki wilayah tak dikenal
... dan berdoa memohon jalan keluar.
Langdon bertanya-tanya apakah mereka sudah mencapai
titik itu. Dia memandang labirin jalan-setapak kebun di depan me?
reka. Jika dia dan Sienna bisa mencapai Pitti Palace dan keluar
dari kebun, kota tua bisa dicapai dengan sedikit berjalan kaki
isi INFERNO [SC].indd 162
163 Infern o menyeberangi jembatan pejalan-kaki yang paling terkenal di
dunia"Ponte Vecchio. Jembatan itu selalu ramai dan akan mem?
beri mereka perlindungan yang baik. Dari sana, Palazzo Vecchio
hanya beberapa blok jauhnya.
Pesawat pengintai mendengung semakin dekat, dan sejenak
Langdon merasa dirinya dikuasai oleh kelelahan. Kesadaran
bahwa dia tidak mengatakan "very sorry" membuatnya merasa
bimbang untuk kabur dari polisi.
"Pada akhirnya mereka akan menangkapku, Sienna," kata
Langdon. "Mungkin lebih baik jika aku berhenti berlari."
Sienna menatapnya cemas. "Robert, setiap kali kau berhenti,
seseorang mulai menembakimu! Kau perlu tahu dirimu terlibat
dalam apa. Kau perlu melihat mural Vasari dan berharap lu?kisan
itu akan mengguncang ingatanmu. Mungkin itu akan mem?ban?
tumu mengetahui dari mana asal proyektor itu dan mengapa kau
membawanya." Langdon membayangkan perempuan berambut duri yang
membunuh dr. Marconi dengan keji ... tentara-tentara yang me?
nembaki mereka ... polisi militer Italia yang berkumpul di Porta
Romana ... dan kini pesawat pengintai yang membuntuti mereka
di sepanjang Boboli Gardens. Dia terdiam, menggosok-gosok mata
lelahnya sambil mempertimbangkan semua pilihan.
"Robert?" Suara Sienna meninggi. "Ada satu hal lain ... se?sua?
tu yang tampaknya tidak penting, tapi kini tampaknya mung?kin
pen?ting." Langdon mendongak, bereaksi terhadap keseriusan dalam
nada suara Sienna. "Aku ingin menceritakannya kepadamu di apartemen," kata
pe?rempuan itu, "tapi ...."
"Apa?" Sienna mengerutkan bibir, tampak tidak nyaman. "Ketika
tiba di rumah sakit, kau mengigau dan berupaya untuk berko?
mu?ni?kasi." "Ya," kata Langdon, "menggumamkan "Vasari, Vasari"."
isi INFERNO [SC].indd 163
164 D an B rown "Ya, tapi sebelum itu ... sebelum kami mengeluarkan alat
perekam, dalam momen-momen pertama setelah kau tiba, kau
mengucapkan satu hal lain yang kuingat. Kau hanya menga?ta?
kannya satu kali, tapi aku yakin aku mengerti."
"Apa yang kukatakan?"
Sienna mendongak ke arah pesawat itu, lalu kembali me?
mandang Langdon. "Kau mengatakan, "Aku memegang kunci untuk
menemukannya ... jika aku gagal, semuanya mati.?"
Langdon hanya bisa ternganga.
Sienna melanjutkan. "Kupikir, kau mengacu pada benda di
dalam saku jaketmu itu, tapi kini aku tidak begitu yakin."
Jika aku gagal, semuanya mati" Kata-kata itu sangat me?me??
ngaruhi Langdon. Gambaran-gambaran kematian yang me?nge?
rikan muncul di hadapannya ... inferno Dante, simbol biohazard,
dokter wabah. Dan, sekali lagi, wajah perempuan cantik berambut
perak yang memohon kepadanya dari seberang sungai semerah
darah. Cari dan temukan! Waktu hampir habis!
Suara Sienna menyadarkan Langdon kembali. "Apa pun yang
ditunjukkan oleh proyektor ini pada akhirnya ... atau apa pun
yang sedang berupaya kau temukan, itu pasti sesuatu yang sangat
berbahaya. Fakta bahwa orang-orang berupaya membunuh kita
...." Suara perempuan itu sedikit parau, dan dia terdiam seje?nak
sebelum melanjutkan. "Pikirkanlah. Mereka baru saja me?nem?
bakmu di siang hari bolong ... menembak-ku"orang yang tak
tahu apa-apa. Tampaknya, tak seorang pun ingin bernegosiasi.
Pemerintahmu sendiri mengkhianatimu ... kau menelepon mereka
untuk meminta bantuan, dan mereka mengirim seseorang untuk
membunuhmu."
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Langdon menatap tanah dengan pandangan hampa. Tidaklah
penting apakah Konsulat AS memberitahukan lokasi Langdon
kepada pembunuh itu, atau apakah konsulat sendiri yang me?
ngirim pembunuh itu. Hasilnya sama. Pemerintahku sendiri tidak
berada di pihakku. Langdon menatap mata cokelat Sienna dan melihat keberanian
di sana. Aku melibatkannya dalam apa" "Seandainya saja aku tahu
isi INFERNO [SC].indd 164
165 Infern o apa yang sedang kita cari. Itu akan membantu menjadikan se?
mua?nya ini masuk akal."
Sienna mengangguk. "Apa pun itu, kurasa kita perlu mene?
mukannya. Setidaknya itu akan memberi kita keunggul?an."
Logikanya sulit untuk dibantah. Namun, Langdon masih
merasakan adanya sesuatu yang mengkhawatirkan. Jika aku
gagal, semuanya mati. Sepanjang pagi, dia telah menjumpai simbol
biohazard, wabah, dan Inferno Dante yang mengerikan. Langdon
memang tidak punya bukti jelas mengenai apa yang sedang
dicarinya, tapi sungguh naif jika dia tidak mempertimbangkan
kemungkinan bahwa situasi ini melibatkan penyakit berbahaya
atau ancaman biologis skala-luas. Namun, jika ini benar, mengapa
pemerintahnya sendiri berupaya menghabisinya"
Apakah mereka mengira, entah bagaimana, aku terlibat dalam
potensi serangan teror"
Ini sama sekali tidak masuk akal. Ada sesuatu yang lain yang
sedang berlangsung di sini.
Kembali Langdon memikirkan perempuan berambut perak
itu. "Juga ada perempuan dalam halusinasiku. Kurasa, aku harus
mencarinya." "Kalau begitu, percayailah firasatmu," kata Sienna. "Dalam
kondisimu, kompas terbaik yang kau miliki adalah pikiran bawahsadarmu. Itu psikologi dasar"jika instingmu mengatakan untuk
memercayai perempuan itu, kurasa kau harus melakukan persis
seperti yang terus-menerus dikatakannya kepadamu."
"Cari dan temukan," kata mereka serempak.
Langdon mengembuskan napas, mengetahui bahwa jalannya
sudah jelas. Yang harus kulakukan hanyalah terus merenangi terowongan ini.
Dengan tekad yang semakin menguat, dia berbalik dan
mulai mengamati sekelilingnya, berupaya mengetahui di mana
posisinya. Yang mana jalan untuk keluar dari kebun"
Mereka berdiri di bawah pepohonan di pinggir plaza terbuka,
tempat beberapa jalan-setapak bersilangan. Di kejauhan, di
se?belah kiri mereka, Langdon melihat laguna berbentuk elips
isi INFERNO [SC].indd 165
166 D an B rown de?ngan pulau kecil yang dihiasi pepohonan lemon dan patung.
Isolotto, pikirnya, mengenali patung terkenal Perseus di atas kuda
sete?ngah-tenggelam sedang mengarungi air.
"Pitti Palace ada di sebelah sana," kata Langdon sambil me??
nun?juk ke arah timur, jauh dari Isolotto, ke arah jalan-raya utama
kebun"Viottolone, yang membentang ke timur dan barat di se?
pan?jang lapangan. Viottolone selebar jalanan dua-jalur dan di?de?
reti barisan pohon cypress ramping berusia empat ratus tahun.
"Tidak ada tempat persembunyian," ujar Sienna sambil me?
mandang jalanan terbuka itu dan menunjuk pesawat pengintai
yang berputar-putar. "Kau benar," kata Langdon sambil menyeringai. "Itulah se?
babnya kita memilih terowongan di sampingnya."
Kembali dia menunjuk, kali ini ke arah pagar-tanaman rim?
bun yang bersebelahan dengan ujung jalan Viottolone. Dinding
tanaman hijau rimbun itu punya lubang melengkung kecil.
Di balik lubang, jalan-setapak ramping membentang sampai
jauh"terowongan yang memanjang paralel dengan Viottolone.
Ke?dua sisi jalan-setapak itu ditutupi deretan pohon pruned holm oak
yang telah ditata melengkung di atas jalan-setapak sejak 1600-an.
Ranting dan dahan pepohonan itu saling menjalin di atas kepala
dan membentuk kanopi dedaunan. Nama jalan-setapak itu, La
Cerchiata"secara harfiah berarti "melingkar?"berasal dari
kanopi pepohonan melengkungnya yang menyerupai pengikattong atau cerchi.
Sienna bergegas menuju lubang itu dan mengintip terowongan
teduhnya. Dia langsung berpaling kembali kepada Langdon dan
tersenyum. "Ini lebih baik."
Tanpa menyia-nyiakan waktu, dia menyelinap ke dalam lu?
bang itu dan bergegas berjalan menyusuri jalan setapaknya.
Langdon selalu menganggap La Cerchiata sebagai salah satu
tempat paling damai di Florence. Namun, hari ini, ketika me?nyak?
sikan Sienna menghilang ke dalam gang gelapnya, dia kembali
teringat pada penyelam-bebas Yunani yang berenang memasuki
terowongan koral dan berdoa memohon jalan keluar.
isi INFERNO [SC].indd 166
167 Infern o Cepat-cepat Langdon mengucapkan doa singkatnya sendiri
dan bergegas menyusul Sienna.
______ Satu kilometer di belakang mereka, di luar Institut Seni, Agen
Br?der berjalan melewati keriuhan polisi dan mahasiswa, pan?
dangan dinginnya membelah kerumunan orang di depannya. Dia
berjalan menuju pos komando darurat yang didirikan oleh agen
spesialis pengintaian di atas kap van hitamnya.
"Dari pesawat pengintai," kata spesialis itu sambil menyerah?
kan layar komputer-tablet kepada Br?der. "Diambil beberapa
menit yang lalu." Br?der meneliti gambar-gambar video itu, lalu berhenti pada
pembesaran gambar kabur dua wajah"lelaki berambut gelap
dan perempuan berambut ekor kuda pirang"keduanya me?ring?
kuk dalam bayang-bayang dan mengintip ke langit lewat kanopi
pepohonan. Robert Langdon. Sienna Brooks. Tidak diragukan lagi. Br?der beralih pada peta Boboli Gardens yang terbentang
di atas kap mobil. Mereka membuat pilihan yang buruk, pikirnya
sam?bil mengamati tata-letak kebun. Walaupun luas dan rumit,
dengan banyak tempat persembunyian, kebun itu tampaknya juga
dikelilingi tembok tinggi di semua sisinya. Boboli Gardens sangat
mirip dengan area pengepungan alami yang pernah dilihat oleh
Br?der selama menjadi tentara.
Mereka tidak akan pernah bisa keluar.
"Petugas berwenang lokal sedang menutup semua jalan ke?
luar," kata agen itu. "Dan melakukan penyisiran."
"Terus laporkan," kata Br?der.
Perlahan-lahan dia mendongak ke jendela polikarbonat tebal
van. Di baliknya, dia bisa melihat perempuan berambut perak itu
duduk di kursi belakang. isi INFERNO [SC].indd 167
168 D an B rown Obat yang mereka berikan kepada perempuan itu jelas telah
menumpulkan semua indranya"melebihi apa yang dibayangkan
oleh Br?der. Namun, dari pandangan ketakutan di matanya,
Br?der tahu bahwa perempuan itu masih sangat memahami apa
yang persisnya sedang terjadi.
Dia tidak tampak senang, pikir Br?der. Tapi, mengapa pula dia
harus senang"[] isi INFERNO [SC].indd 168
BAB enara air memancar sejauh enam meter ke udara.
Langdon menyaksikan air itu jatuh kembali de?
ngan lembut ke tanah, dan menyadari bahwa mereka
su?dah semakin dekat. Mereka telah mencapai ujung terowongan
rimbun La Cerchiata dan melesat melintasi halaman terbuka
menuju segerombolan pohon cork. Kini mereka memandang air
mancur yang paling terkenal di Boboli"patung perunggu karya
Stoldo Lorenzi berupa Neptunus yang sedang mencengkeram
tri?sulanya. Air mancur ini, yang dikenal oleh penduduk lokal se?
cara serampangan dengan nama "Air Mancur Garpu", dianggap
sebagai titik pusat kebun.
Sienna berhenti di pinggir pepohonan dan mengintip ke atas.
"Aku tidak melihat pesawat pengintai."
Langdon juga tidak mendengar pesawat itu lagi, tapi air man?
curnya memang cukup berisik.
"Agaknya perlu mengisi-ulang bahan bakar," kata Sienna.
"Ini peluang kita. Lewat mana?"
Langdon menuntunnya ke kiri, dan mereka mulai menuruni
lereng curam. Ketika mereka keluar dari pepohonan, Pitti Palace
muncul dalam pandangan. "Rumah mungil yang menyenangkan," bisik Sienna.
"Kerendahan hati khas keluarga Medici," jawab Langdon
masam. Walaupun masih hampir setengah kilometer jauhnya, fasad
batu Pitti Palace mendominasi pemandangan, membentang ke kiri
dan kanan mereka. Eksterior batu kasar menonjolnya mem?beri
gedung itu kesan kekuasaan, yang semakin dikuatkan dengan
isi INFERNO [SC].indd 169
170 D an B rown banyaknya jendela yang dilengkapi daun-jendela dan lubang
dengan lengkungan di bagian atas dindingnya. Secara tradisional,
istana-resmi selalu dibangun di atas tanah tinggi sehingga siapa
pun yang berada di kebun harus mendongak ke atas bukit untuk
me?man?danginya. Namun, Pitti Palace ditempatkan di lembah
rendah di dekat Sungai Arno, yang berarti orang-orang di Boboli
Gardens harus menunduk ke bawah bukit untuk memandang
istana itu. Ini malah memberikan efek yang lebih dramatis. Seorang
arsitek menyatakan bahwa istana itu seakan dibangun sendiri
oleh alam ... seakan batu-batu besar dari tanah longsor bergulingguling menuruni lereng curam panjang dan mendarat membentuk
tumpukan elegan seperti barikade di dasarnya. Walaupun posisi
di tanah rendah lebih sulit untuk dipertahankan, struktur batu
padat Pitti Palace begitu mengesankan sehingga Napoleon
pernah meng?gunakannya sebagai markas ketika dia berada di
Florence. "Lihat," kata Sienna sambil menunjuk pintu istana yang
terdekat. "Berita baik."
Langdon melihatnya juga. Di pagi yang ganjil ini, pemandangan
paling menyenangkan bukanlah istana itu sendiri, melainkan para
turis yang mengalir keluar dari istana menuju kebun-kebun yang
lebih rendah. Istana itu dibuka untuk umum, dan ini artinya
Lang?don dan Sienna tidak akan mengalami kesulitan untuk me?
nyelinap masuk dan berjalan melintasinya. Setelah berada di luar
istana, Langdon tahu bahwa mereka akan melihat Sungai Arno
di sebelah kanan, dan di balik istana terdapat menara-menara
kota tua. Dia dan Sienna terus bergerak, setengah berlari menuruni
le?reng curam itu. Ketika turun, mereka melewati Boboli Amphi?
theater"tempat pertunjukan opera pertama dalam sejarah"yang
mem?bentang seperti sepatu-kuda di lereng bukit. Setelah itu,
mereka melewati obelisk Ramses II dan karya "seni" malang yang
diposisikan di dasarnya. Buku-buku panduan menyebut karya itu
sebagai "baskom batu kolosal dari Baths of Caracalla di Roma",
isi INFERNO [SC].indd 170
171 Infern o tapi Langdon selalu melihatnya sebagaimana benda itu yang
sesungguhnya"bak mandi terbesar di dunia. Mereka benar-benar
harus meletakkan benda itu di tempat lain.
Akhirnya, mereka mencapai bagian belakang istana dan
mengurangi kecepatan hingga berjalan santai, berbaur dengan
turis-turis pertama pada hari itu. Mereka bergerak melawan arus,
menuruni terowongan sempit, memasuki cortile"pekarangandalam"tempat para pengunjung duduk-duduk menikmati
kopi espresso pagi di kafe istana. Aroma kopi yang baru digiling
me??me?nuhi udara, dan Langdon dilanda keinginan mendadak
un?tuk duduk dan menikmati sarapan yang beradab. Tidak hari
ini, pikirnya, ketika mereka terus berjalan, memasuki lorong batu
lebar menuju pintu-pintu utama istana.
Ketika mendekati ambang pintu, Langdon dan Sienna ber?
tabrakan dengan kerumunan besar berupa turis-turis yang seakan
berkumpul di beranda-bertiang untuk mengamati se?suatu di
luar. Langdon mengintip melalui kerumunan orang itu ke area
di depan istana. Pintu masuk megah Pitti Palace tetap menjemukan dan ti?dak
menarik seperti yang diingat oleh Langdon. Alih-alih halaman dan
lanskap yang terawat rapi, pekarangan depan be?rupa hamparan
luas trotoar yang membentang di seluruh lereng bukit, memanjang
ke bawah ke Via dei Guicciardini, seperti lereng ski besar yang
beraspal. Di kaki bukit, Langdon melihat alasan terbentuknya keru?
mun?an penonton itu. Di Piazza dei Pitti di bawah sana, setengah lusin mobil polisi
meng?alir masuk dari segala arah. Sekelompok kecil petugas ke?
po?lisian berjalan mendaki bukit, mengeluarkan senjata dan me?
nyebar untuk mengamankan bagian depan istana.[]
isi INFERNO [SC].indd 171
BAB
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
etika polisi memasuki Pitti Palace, Sienna dan Langdon
sudah bergerak, berbalik kembali ke bagian dalam istana,
menjauhi polisi yang berdatangan. Mereka bergegas
melintasi cortile"halaman dalam istana"dan melewati kafe. Di
sana, desas-desus sudah menyebar, turis-turis menjulurkan le?her
berupaya mencari tahu sumber keributan.
Sienna takjub karena pihak berwenang bisa menemukan
mereka secepat itu. Agaknya pesawat tadi menghilang karena sudah
melihat kami. Dia dan Langdon mencapai terowongan sempit yang tadi
mereka lewati dari kebun. Tanpa ragu, mereka masuk kembali
ke dalam lorong itu dan menaiki tangga. Ujung tangga ber?
belok ke kiri di sepanjang tembok benteng tinggi. Ketika me?reka
melesat menaiki tangga, tembok benteng istana menjadi se?ma?kin
rendah, hingga akhirnya hamparan luas Boboli Gardens terlihat
di baliknya. Langdon langsung meraih lengan Sienna dan menariknya
mundur, merunduk tak terlihat di balik tembok. Sienna juga su?
dah melihatnya. Tiga ratus meter dari mereka, di lereng atas amfiteater, se?ge?
rombolan polisi turun, meneliti pepohonan, menanyai turis-turis,
ber?koor?dinasi satu sama lain dengan radio-genggam.
Kami terjebak! Ketika pertama kali bertemu dengan Robert Langdon,
Sienna tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan itu akan
membawa mereka pada situasi seperti ini. Ini melebihi dugaanku.
Ketika me?ning?galkan rumah sakit bersama Langdon, dia mengira
isi INFERNO [SC].indd 172
173 Infern o mereka kabur dari seorang perempuan berpistol yang berambut
duri. Kini mereka kabur dari seluruh tim militer dan pihak
berwenang Italia. Disadarinya bahwa peluang mereka untuk lolos
nyaris mendekati nol. "Adakah jalan keluar lain?" desak Sienna terengah-engah.
"Kurasa tidak," jawab Langdon. "Kebun ini berupa kotatembok, persis seperti ...." Mendadak dia terdiam, berpaling me?
man?dang ke timur. "Persis seperti ... Vatikan." Secercah harapan
merebak di wajahnya. Sienna sama sekali tidak tahu apa hubungan Vatikan de?
ngan kesulitan mereka saat ini, tapi mendadak Langdon mulai
meng?angguk-angguk sambil memandang ke timur, ke sepanjang
bagian belakang istana. "Kemungkinannya kecil," katanya, kini sambil menggandeng
Sienna. "Tapi mungkin ada cara lain untuk keluar dari sini."
Setelah berbelok di pojok tembok benteng, dua sosok men?
da?dak muncul di depan mereka, nyaris menabrak Sienna dan
Langdon. Kedua sosok itu mengenakan pakaian hitam, dan
se?saat, Sienna mengira mereka adalah dua tentara yang tadi di?
ha?dapinya di gedung apartemen. Namun, ketika mereka lewat,
dia menyadari bahwa mereka hanyalah turis"Italia, tebaknya,
ber?dasarkan pakaian kulit hitam yang gaya itu.
Sienna mendapat ide, meraih salah satu lengan turis itu,
dan tersenyum kepadanya sehangat mungkin. "Pu? dirci dov"? la
Galleria del costume?" tanyanya dalam bahasa Italia cepat, meminta
petunjuk ke galeri kostum terkenal di istana itu. "Io e mio fratello
siamo in ritardo per una visita privata." Saya dan kakak laki-laki saya
terlambat untuk mengikuti tur privat.
"Certo!" Salah seorang turis tersenyum, bersemangat mem?
bantu. "Proseguite dritto per il sentiero!"Lurus saja ke sana!" Dia
ber?balik dan menunjuk ke barat, di sepanjang tembok benteng,
men?jauh dari tempat yang ingin dituju Langdon.
"Molte grazie!"Terima kasih banyak!" ujar Sienna sambil kem?
bali tersenyum ketika kedua lelaki itu melangkah pergi.
isi INFERNO [SC].indd 173
174 D an B rown Langdon mengangguk terkesan, tampaknya memahami motif
Sienna. Jika polisi mulai menanyai turis-turis, mereka mungkin
mendengar bahwa Langdon dan Sienna sedang menuju galeri
kos?tum yang, menurut peta di dinding di depan mereka, berada
di ujung barat istana yang jauh ... sejauh mungkin dari arah yang
kini sedang mereka tuju. "Kita harus mencapai jalan-setapak di sana," kata Langdon
sambil menunjuk ke seberang plaza terbuka, ke arah jalan-seta?pak
yang memanjang menuruni bukit lain, menjauhi istana. Jalansetapak berkerikil itu terlindung oleh pagar-tanaman rim?bun
di lereng bukit seberang, memberikan banyak tempat per?sem?
bunyian dari pihak berwenang yang kini menuruni bukit, hanya
seratus meter jauhnya. Sienna memperhitungkan bahwa peluang mereka menye?be?
rangi area terbuka ke jalan-setapak yang terlindung itu sangatlah
tipis. Turis-turis berkumpul di sana, mengamati polisi dengan
penasaran. Dengung samar pesawat pengintai kini kembali
terdengar, mendekat dari kejauhan.
"Sekarang atau tidak sama sekali," kata Langdon sambil
meraih tangan Sienna dan menarik perempuan itu bersamanya
memasuki plaza terbuka. Di sana, mereka mulai berjalan berkelokkelok melewati kerumunan turis. Sienna me?lawan desakan untuk
berlari, dan Langdon menahannya kuat-kuat, berjalan cepat tapi
tenang melewati keriuhan.
Ketika akhirnya mereka tiba di ujung menuju jalan-setapak,
Sienna menoleh ke belakang untuk melihat apakah mereka ter?
de?teksi. Para petugas kepolisian tampak menghadap ke arah
lain, mata mereka mengarah ke langit, ke arah suara kedatangan
pe?sawat pengintai. Sienna menghadap ke depan dan bergegas menyusuri jalansetapak bersama Langdon.
Kini, di depan mereka, garis-langit kota tua Florence menonjol
di atas pepohonan, jelas terlihat di depan sana. Sienna melihat
ku?bah genting merah Duomo dan warna hijau, merah, dan putih
menara-lonceng Giotto. Sekejap dia juga bisa melihat menara
isi INFERNO [SC].indd 174
175 Infern o Palazzo Vecchio yang dilengkapi celah pemanah"tujuan yang
seakan mustahil bagi mereka. Namun, ketika mereka menuruni
jalan-setapak, tembok-tembok perbatasan kota menjulang tinggi
di pandangan, kembali mengepung mereka.
Ketika mencapai kaki bukit, Sienna kehabisan napas dan
bertanya-tanya apakah Langdon tahu ke mana mereka pergi.
Jalan-setapak itu memanjang langsung ke dalam kebun labirin,
tapi dengan yakin Langdon berbelok ke kiri memasuki terasber?kerikil lebar yang dikitarinya, dengan tetap berada di balik
pagar-tanaman, di bayang-bayang pepohonan. Teras itu sepi, lebih
me?nyerupai lapangan parkir karyawan daripada area turis.
"Kita mau ke mana"!" tanya Sienna pada akhirnya, sambil
terengah-engah. "Hampir sampai."
Hampir sampai di mana" Seluruh teras itu dikelilingi tembok
setinggi setidaknya tiga tingkat. Satu-satunya jalan keluar yang
dilihat Sienna hanyalah gerbang kendaraan di sebelah kiri, yang
ditutupi jeruji besi-tempa tebal yang seakan berasal dari zaman
istana asli. Di balik gerbang, Sienna melihat polisi berkumpul di
Piazza dei Pitti. Langdon, yang tetap berjalan rapat menyusuri pagar tanaman
perbatasan, terus maju, langsung menuju tembok di depan me?
reka. Sienna meneliti permukaan halus tembok untuk mencari
am?bang pintu, tapi dia hanya melihat sebuah ceruk berisi patung
terjelek yang pernah dilihatnya.
Astaga, keluarga Medici bisa membeli karya seni apa pun di dunia,
tapi mereka memilih ini"
Patung di hadapan mereka menggambarkan seorang kerdil
gemuk telanjang menunggangi kura-kura raksasa. Testis orang
kerdil itu tergencet cangkang kura-kura, dan mulut kura-kura itu
meneteskan air, seakan sedang sakit.
"Aku tahu," kata Langdon tanpa menghentikan langkah. "Itu
Braccio di Bartolo"pelawak kerdil istana yang terkenal. Jika kau
ber?tanya kepadaku, seharusnya mereka meletakkan patung itu
di belakang sana, dalam bak mandi raksasa tadi."
isi INFERNO [SC].indd 175
176 D an B rown Langdon berbelok tajam ke kanan, menuruni serangkaian
anak tangga yang baru sekarang terlihat oleh Sienna.
Jalan keluar"! Cercah harapan itu hanya berusia pendek.
Ketika mengikuti Langdon berbelok dan menuruni tangga,
Sienna menyadari bahwa mereka sedang melesat memasuki
jalan-buntu"temboknya dua kali lebih tinggi daripada tembok
lainnya. Selain itu, kini Sienna merasa perjalanan panjang mereka akan
berakhir di mulut gua menganga ... gua yang dalam di tembok
be?lakang. Mustahil dia membawa kami kemari!
Di atas pintu masuk menganga gua itu, stalaktit-stalaktit yang
menyerupai pedang tampak menjulang mengancam. Di lubang di
baliknya, permukaan batu tampak mengalir, meliuk, dan menetes
dari dinding seakan meleleh ... berubah menjadi bentuk-bentuk
yang mengejutkan Sienna, berupa manusia setengah-terkubur
yang menonjol dari dinding seakan dilahap oleh batu. Seluruh
pemandangan itu mengingatkan Sienna pada Mappa dell"Inferno
Botticelli. Langdon, entah kenapa, tampak tidak terpengaruh dan terus
berlari, langsung menuju pintu masuk gua. Dia tadi berkomentar
mengenai Vatikan, tapi Sienna yakin sekali tidak ada gua me?
ngerikan di balik tembok-tembok Takhta Suci.
Ketika mereka semakin mendekat, mata Sienna memandang
dinding yang membentang di atas pintu masuk"kumpulan me?
ngerikan stalaktit dan ekstrusi batu seakan menyelubungi dua
perempuan yang sedang bersandar, mengapit perisai berhias
enam bola atau palle, lambang keluarga Medici yang terkenal.
Mendadak Langdon berbelok ke kiri, menjauhi pintu masuk
dan menuju sesuatu yang sebelumnya tidak dilihat oleh Sienna"
pintu kelabu kecil di sebelah kiri gua. Pintu itu, yang terbuat dari
kayu lapuk, seakan tidak penting, seperti lemari penyimpanan
atau gudang peralatan. Langdon bergegas menuju pintu itu, jelas berharap dia bisa
mem?bukanya, tapi pintu itu tidak punya pegangan"hanya ada
isi INFERNO [SC].indd 176
177 Infern o lubang kunci dari kuningan"dan tampaknya hanya bisa dibuka
dari dalam. "Sialan!" Mata Langdon kini menyorotkan kekhawatiran,
harapannya lenyap seluruhnya. "Tadinya aku berharap?"
Mendadak dengung pesawat pengintai yang menusuk te?
linga terdengar menggema keras dari tembok-tembok tinggi di
sekeliling mereka. Sienna menoleh, melihat pesawat itu naik ke
atas istana dan melesat ke arah mereka.
Langdon jelas melihatnya juga, karena dia meraih tangan
Sienna dan berlari menuju gua. Mereka merunduk tak terlihat
te?pat pada waktunya di bawah stalaktit-stalaktit gua yang men?
juntai. Akhir yang pas, pikir Sienna. Melesat melewati gerbang neraka.[]
isi INFERNO [SC].indd 177
BAB etengah kilometer di timur, Vayentha memarkir sepeda
motornya. Dia menyeberang memasuki kota tua lewat Ponte
alle Grazie, lalu memutar ke Ponte Vecchio"jembatan pe?
jalan-kaki terkenal yang menghubungkan Pitti Palace dengan kota
tua. Setelah mengunci helm di sepeda motor, dia berjalan ke atas
jembatan dan berbaur dengan turis-turis di awal pagi.
Angin sepoi-sepoi Maret yang sejuk bertiup terus-mene?rus
di atas sungai, mengacak-acak rambut duri Vayentha, meng?
ingatkannya bahwa Langdon tahu seperti apa penampilannya. Dia
berhenti di gerai salah seorang penjaja yang banyak terdapat di atas
jembatan dan membeli topi bisbol AMO FIRENZE, memakainya
dan menariknya ke bawah untuk menutupi wajah.
Dia merapikan baju setelan kulit agar tonjolan pistol tak
terlihat dan mengambil posisi di dekat bagian tengah jembatan,
bersandar santai di pilar menghadap Pitti Palace. Dari situ, dia
bisa mengamati semua pejalan kaki yang menyeberangi Sungai
Arno menuju jantung Florence.
Langdon berjalan kaki, katanya kepada diri sendiri. Jika dia
menemukan jalan melewati Porta Romana, jembatan ini adalah rute
paling logis baginya menuju kota tua.
Di sebelah barat, searah dengan Pitti Palace, Vayentha bisa
men?dengar bunyi sirene dan bertanya-tanya apakah ini berita baik
atau buruk. Apakah mereka masih mencari Langdon" Atau, apakah
mereka sudah menangkapnya" Ketika dia memasang telinga untuk
mencari petunjuk mengenai apa yang sedang terjadi, mendadak
terdengar suara baru"dengung nyaring sesuatu yang berada di
atas kepala. Secara insting, mata Vayentha beralih ke langit, dan
isi INFERNO [SC].indd 178
179 Infern o dia langsung melihatnya"helikopter kecil yang dikendalikan dari
jauh, naik dengan cepat di atas istana dan menukik di atas puncak
pepohonan ke arah pojok timur laut Boboli Gardens.
Pesawat pengintai, pikir Vayentha disertai munculnya harapan.
Jika pesawat itu berada di udara, berarti Br?der belum menemukan
Langdon. Pesawat itu mendekat dengan cepat, tampaknya sedang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengamati pojok timur laut kebun, area yang terdekat dengan
Pon?te Vecchio dan posisi Vayentha, dan ini menambah semangat?
nya. Jika Langdon mengecoh Br?der, dia pasti akan bergerak ke arah
sini. Namun, mendadak pesawat itu menukik keluar dari pan?dang?
an ke balik tembok-batu tinggi. Vayentha bisa mendengar pesawat
itu melayang-layang di suatu tempat di bawah deretan pepohonan
... tampaknya telah menemukan sesuatu yang menarik.[]
isi INFERNO [SC].indd 179
BAB arilah, maka akan kau temukan, pikir Langdon, yang
meringkuk di dalam gua suram bersama Sienna. Kami
men?cari jalan keluar ... dan menemukan jalan buntu.
Air mancur di tengah gua menawarkan tempat persembunyian
yang baik. Namun, ketika Langdon mengintip ke luar dari balik?
nya, dia merasa bahwa mereka sudah terlambat.
Pesawat pengintai baru saja menukik turun ke dalam pojokbuntu yang dikelilingi oleh tembok itu, berhenti mendadak di
luar gua, dan kini melayang-layang diam 3 meter dari tanah,
meng?hadap gua, men?dengung garang seperti serangga marah ...
me?nanti mangsa?nya. Langdon mundur dan membisikkan berita muram itu kepada
Sienna. "Kurasa, pesawat itu tahu kita berada di sini."
Dengung nyaring pesawat nyaris memekakkan telinga di
dalam gua, suaranya memantul keras dari dinding-dinding batu.
Langdon nyaris tak percaya bahwa mereka sedang disandera
oleh sebuah helikopter mekanis mini. Namun, dia tahu, tidak
ada gunanya berupaya kabur dari benda itu. Jadi, apa yang harus
kami lakukan sekarang" Hanya menunggu" Rencana awalnya untuk
meng?akses apa yang ada di balik pintu kelabu kecil itu masuk
akal, tapi dia tidak menyadari kalau pintu itu hanya bisa dibuka
dari dalam. Ketika mata Langdon menyesuaikan diri dengan bagian dalam
gua yang gelap, dia mengamati keadaan sekeliling, bertanya-tanya
apakah ada pintu keluar lain. Dia tidak melihat sesuatu pun
yang menjanjikan. Bagian dalam gua itu dihiasi pahatan-pahatan
hewan dan manusia, semuanya sedang dilahap dalam berbagai
isi INFERNO [SC].indd 180
181 Infern o tahap oleh dinding yang dibentuk bagai batu cair yang mengalir.
Dengan putus asa, Langdon mendongak memandang langit-langit
stalaktit yang menggantung mengancam di atas kepala.
Tempat yang baik untuk mati.
Buontalenti Grotto"dinamakan sesuai dengan arsiteknya,
Bernardo Buontalenti"jelas ruangan berpenampilan paling aneh
di seluruh Florence. Gua tiga-bilik itu, yang dimaksudkan sebagai
semacam rumah-bermain bagi para pengunjung muda Pitti Palace,
dihiasi perpaduan antara khayalan alami dan Gotik dramatis,
tersusun dari sesuatu yang menyerupai beton menetes dan batuapung mengalir yang seakan sedang melahap atau memuntahkan
patung-patung berupa sosok manusia dan hewan. Pada masa
keluarga Medici, gua itu diberi aksen air yang mengaliri dinding
bagian dalam, berfungsi ganda menyejukkan ruangan selama
mu?sim panas Tuscany yang garang dan untuk menciptakan efek
gua asli. Langdon dan Sienna bersembunyi di dalam bilik pertama dan
terbesar, di balik air mancur tengah yang suram. Mereka dikelilingi
patung warna-warni berbentuk gembala, petani, pemusik, he?wan,
dan bahkan tiruan empat tahanan karya Michelangelo, kese?mua?
nya seakan sedang berjuang membebaskan diri dari batu yang
tampak cair dan menyelubungi mereka. Tinggi di atas, cahaya
pagi menembus masuk lewat lubang bulat di langit-langit, yang
pernah berisikan bola kaca raksasa berisi air, tempat ikan karper
merah-terang berenang diterangi cahaya matahari.
Langdon bertanya-tanya bagaimana reaksi para pengunjung
Renaisans di sini seandainya melihat helikopter yang nyata"
mimpi fan?tastis Leonardo da Vinci, seniman kebanggaan Italia"
melayang-layang di luar gua.
Pada saat itulah, dengung melengking pesawat berhenti.
Sua?ranya bukan menghilang secara perlahan-lahan, melainkan
lang?sung berhenti ... begitu saja.
Kebingungan, Langdon mengintip dari balik air mancur dan
melihat pesawat itu sudah mendarat. Kini benda itu bertengger
diam di atas plaza berkerikil, tampak jauh lebih tidak mengancam,
isi INFERNO [SC].indd 181
182 D an B rown terutama karena lensa video yang seperti alat penyengat di bagian
depannya tidak menghadap mereka, tetapi miring ke satu sisi, ke
arah pintu kelabu kecil tadi.
Perasaan lega Langdon berlalu dalam sekejap. Seratus meter
di belakang pesawat, di dekat patung orang kerdil dan kura-kura,
tiga tentara bersenjata berat melangkah mantap menuruni tangga,
berjalan langsung menuju gua.
Tentara-tentara berseragam yang sudah tidak asing lagi,
serbahitam dengan medali hijau di bahu. Pemimpin mereka yang
berotot, pandangan matanya dingin dan kosong, mengingatkan
Langdon pada topeng wabah.
Akulah kematian. Langdon tidak melihat van mereka atau perempuan berambut
perak di mana pun. Akulah kehidupan. Ketika tentara-tentara itu mendekat, salah seorang dari me?
reka berhenti di dasar tangga dan berbalik, menghadap ke bela?
kang, tampaknya mencegah orang lain untuk turun ke area ini.
Kedua tentara lainnya terus berjalan menuju gua.
Langdon dan Sienna kembali bergerak"walaupun mungkin
hanya menunda sesuatu yang tak terhindarkan"merangkak
mundur memasuki bilik kedua, yang lebih kecil, lebih dalam, dan
lebih gelap. Bilik itu juga didominasi sebuah karya seni di bagian
tengahnya"patung dua kekasih yang saling bertautan. Langdon
dan Sienna bersembunyi di baliknya.
Terselubung bayang-bayang, Langdon mengintip dan me?
nyak?sikan pengejar mereka mendekat. Ketika kedua tentara itu
mencapai pesawat pengintai, salah seorang berhenti dan ber?
jong?kok untuk meraih benda itu, memungutnya, dan meneliti
kame?ranya. Apakah pesawat itu melihat kami" pikir Langdon bertanya-tanya.
Dalam hati dia cemas, karena sudah bisa menduga jawabannya.
Tentara ketiga dan terakhir, lelaki berotot dengan mata dingin
itu, masih bergerak dengan memusatkan mata dinginnya ke arah
tempat Langdon bersembunyi. Lelaki itu mendekat hingga hampir
isi INFERNO [SC].indd 182
183 Infern o berada di mulut gua. Dia hendak masuk. Langdon bersiap mundur
ke balik patung dan mengatakan kepada Sienna bahwa semuanya
sudah berakhir, tapi saat itulah dia menyaksikan sesuatu yang
tak terduga. Alih-alih memasuki gua, tentara itu malah berbelok ke kiri
dan menghilang. Pergi ke mana dia"! Dia tidak tahu kami di sini"
Beberapa saat kemudian, Langdon mendengar suara ge?dor?
an"suara kepalan tangan menggedor kayu.
Pintu kelabu kecil itu, pikir Langdon. Agaknya dia tahu ke mana
pintu itu menuju. ______ Penjaga keamanan Pitti Palace, Ernesto Russo, selalu ingin ber?
main dalam tim sepak bola Eropa. Namun, di usia dua puluh
sem??bilan dan kelebihan bobot, akhirnya dia mulai menerima
ke?nyataan bahwa mimpinya semasa kecil itu tak akan pernah
terwujud. Selama tiga tahun terakhir, Ernesto bekerja sebagai
penjaga di Pitti Palace, selalu berada di kantor seukuran lemari
yang sama, selalu dengan pekerjaan menjemukan yang sama.
Ernesto tidak asing dengan turis-turis penasaran yang me?
ngetuk pintu kelabu kecil di luar kantor tempatnya berada, dan
biasanya dia hanya mengabaikan mereka sampai ketukan itu
berhenti. Namun, hari ini gedorannya kuat dan terus-menerus.
Dengan jengkel, dia memusatkan perhatian kembali pada
televisinya, yang sedang menayangkan tayangan ulang per?
tandingan sepak bola dengan suara keras"Fiorentina versus
Ju?ven?tus. Ketukan itu malah terdengar semakin keras. Akhirnya,
sambil menyumpahi turis yang kurang kerjaan, Ernesto berjalan
me?ning?galkan kantornya, menyusuri koridor sempit menuju
suara itu. Ketika sudah setengah perjalanan, dia berhenti di depan
jeruji besi tebal yang tetap terkunci di seberang lorong, kecuali
pada jam-jam tertentu. isi INFERNO [SC].indd 183
184 D an B rown Dia memasukkan angka kombinasi pada gembok dan mem?
buka jeruji, menariknya ke satu sisi. Setelah melangkah lewat,
dia mengikuti protokol dan menggembok kembali gerbang di
be?la?kangnya. Lalu dia berjalan menuju pintu kayu kelabu.
"? chiuso!"Pintunya tertutup!" teriaknya dari balik pintu, ber?
harap orang di luar akan mendengar. "Non si pu? entrare!"Anda
tak diperbolehkan masuk!"
Gedoran itu berlanjut. Ernesto menggertakkan gigi. Pasti orang New York, tebaknya.
Semaunya sendiri. Satu-satunya alasan mengapa tim sepak bola
Red Bulls mereka meraih kesuksesan di panggung dunia adalah
karena mereka mencuri salah satu pelatih terbaik Eropa.
Gedoran berlanjut. Dengan enggan, Ernesto memutar kunci
dan mendorong pintu hingga terbuka beberapa inci. "? chiuso!"
Gedoran itu akhirnya berhenti, dan Ernesto mendapati diri?
nya berhadapan dengan seorang tentara yang matanya begitu
dingin sehingga Ernesto tak sadar melangkah mundur. Lelaki itu
meng?angkat tanda-pengenal resmi bertuliskan singkatan yang
tidak dikenali oleh Ernesto.
"Cosa succede"!" tanya Ernesto dengan khawatir. Ada apa"!
Di belakang tentara itu, tentara kedua berjongkok, mengotakatik sesuatu yang tampaknya adalah helikopter mainan. Lebih
jauh lagi, seorang tentara lain berdiri menjaga di tangga. Ernesto
men?dengar sirene polisi di dekat situ.
"Kau bicara bahasa Inggris?" Aksen tentara itu jelas bukan
New York. Suatu tempat di Eropa"
Ernesto mengangguk. "Ya, sedikit."
"Adakah orang yang masuk lewat pintu ini pagi ini?"
"Tidak, Signore. Nessuno"Tak seorang pun."
"Bagus sekali. Kunci terus. Tidak ada orang masuk atau ke?
luar. Mengerti?" Ernesto mengangkat bahu. Itu memang sudah tugasnya. "S?,
saya mengerti. Non deve entrare, n? uscire nessuno"Tak ada yang
keluar maupun masuk."
"Apakah pintu ini jalan masuk satu-satunya?"
isi INFERNO [SC].indd 184
185 Infern o Ernesto merenungkan pertanyaan itu. Secara teknis, pintu
ini dianggap sebagai pintu keluar, dan itulah sebabnya tidak ada
pegangan pintu di bagian luarnya, tapi dia memahami apa yang
ditanyakan oleh lelaki itu. "Ya, l"accesso"aksesnya"hanya lewat
pintu ini. Tidak ada jalan lain." Pintu masuk asli di dalam istana
sudah bertahun-tahun ditutup.
"Dan adakah pintu keluar tersembunyi lainnya dari Boboli
Gardens" Selain gerbang-gerbang biasa?"
"Tidak, Signore. Tembok besar di mana-mana. Hanya ini pintu
keluar rahasianya." Tentara itu mengangguk. "Terima kasih atas pertolonganmu."
Dia mengisyaratkan Ernesto agar menutup dan mengunci pintu
itu. Dengan kebingungan, Ernesto mematuhinya. Lalu dia berjalan
kembali menyusuri koridor, membuka jeruji besi, berjalan mele?
watinya, menggemboknya kembali di belakang, dan kembali ke
pertandingan sepak bolanya.[]
isi INFERNO [SC].indd 185
BAB angdon dan Sienna meraih kesempatan emas itu.
Ketika tentara itu sedang menggedor-gedor pintu, me?
reka merangkak lebih jauh ke dalam gua dan meringkuk di
dalam bilik terakhir. Ruangan mungil itu dihiasi mosaik-mosaik
dan patung-patung satir yang kasar buatannya. Di tengahnya,
berdirilah patung Bathing Venus seukuran manusia yang seakan
sedang menoleh ke belakang dengan gugup. Terasa cocok dengan
situasi yang mereka hadapi sekarang.
Langdon dan Sienna berlindung di sisi jauh alas sempit
pa?tung, dan kini mereka menunggu, menatap stalagmit bulat
tung?gal yang menempel di dinding terdalam gua di belakang
mereka. "Semua pintu keluar sudah dijaga!" teriak seorang tentara
dari suatu tempat di luar. Dia bicara bahasa Inggris dengan sedikit
aksen yang tidak bisa dikenali oleh Langdon. "Naikkan kembali
pesawat. Aku akan mengecek gua di sini."
Langdon bisa merasakan tubuh Sienna menegang di samping?
nya. Beberapa detik kemudian, terdengar derap sepatu bot berat
me?masuki gua. Langkah kaki itu maju dengan cepat melewati
bilik pertama, terdengar semakin keras lagi ketika memasuki bilik
kedua, berjalan langsung menuju mereka.
Langdon dan Sienna meringkuk semakin berdekatan.
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hei!" teriak suara lain di kejauhan. "Kami menemukan me?
reka!" Langkah kaki itu langsung berhenti.
isi INFERNO [SC].indd 186
187 Infern o Kini Langdon bisa mendengar seseorang berlari kencang di
sepanjang jalan-setapak berkerikil menuju gua. "Ada informasi!"
kata suara terengah-engah itu. "Kami baru saja bicara dengan dua
turis. Beberapa menit yang lalu, seorang lelaki dan perempuan
menanyakan arah ke galeri kostum istana ... yang berada di ujung
barat palazzo." Langdon melirik Sienna, yang tampak tersenyum samar.
Tentara itu mengatur napas, melanjutkan. "Pintu-pintu keluar
barat adalah yang pertama ditutup ... dan kami yakin sekali me?
reka terperangkap di dalam kebun."
"Laksanakan misimu," jawab tentara yang berdiri lebih dekat
di pintu gua. "Dan hubungi aku begitu kau berhasil."
Terdengar serangkaian langkah kaki berjalan pergi di atas
keri?kil, suara pesawat yang naik kembali, lalu, syukurlah ... ke?
heningan total. Langdon hendak memutar tubuh ke samping untuk meng?
intip dari balik alas patung ketika Sienna meraih lengannya,
meng?hentikannya. Perempuan itu meletakkan telunjuk di bibir
dan meng?angguk pada bayang-bayang samar manusia di dinding
bela?kang. Tentara bermata dingin itu masih berdiri diam di mulut
gua. Apa yang ditunggunya"!
"Ini Br?der," katanya mendadak. "Kami memojokkan mereka.
Saya akan mengonfirmasikannya kepada Anda segera."
Lelaki itu menelepon, dan suaranya sangat dekat, seakan dia
berdiri persis di samping Langdon dan Sienna. Dinding gua itu
ber?tindak seperti mikrofon parabolik, mengumpulkan semua
suara dan memusatkannya ke belakang.
"Ada lagi," kata Br?der. "Saya baru saja menerima kabar
ter??baru dari forensik. Apartemen perempuan itu tampaknya se?
wa?an. Tidak berperabot. Jelas jangka pendek. Kami menemukan
tabung-bionya, tapi proyektornya tidak ada. Saya ulangi, pro?yek?
tornya tidak ada. Kami berasumsi benda itu masih dibawa oleh
Langdon." isi INFERNO [SC].indd 187
188 D an B rown Langdon merinding mendengar tentara itu menyebut nama?
nya. Langkah kaki terdengar semakin keras, dan Langdon me?nya?
dari bahwa lelaki itu sedang berjalan memasuki gua. Langkahnya
tidak semantap beberapa saat sebelumnya, dan kini kedengaran
seakan dia hanya berjalan-jalan, menjelajahi gua sambil bicara
lewat telepon. "Benar," kata lelaki itu. "Forensik juga mengonfirmasi satu
panggilan tele?pon keluar tepat sebelum kami menyerbu apar?
temen." Konsulat AS, pikir Langdon, mengingat percakapan tele?pon?
nya dan kedatangan cepat pembunuh berambut duri. Perempuan
itu seakan menghilang, digantikan oleh seluruh tim tentara ter?
latih. Kami tidak bisa lari dari mereka untuk selamanya.
Suara sepatu bot tentara di lantai batu itu kini hanya berjarak
sekitar enam meter dan semakin mendekat. Lelaki itu telah
memasuki bilik kedua, dan jika melanjutkan hingga bagian paling
belakang, jelas dia akan melihat Langdon dan Sienna berjongkok
di belakang dasar sempit patung Venus.
"Sienna Brooks," kata lelaki itu mendadak, kata-katanya
terdengar jelas. Sienna terkejut di samping Langdon, matanya mengarah ke
atas, jelas mengira tentara itu menunduk memandangnya. Na?
mun, tidak ada seorang pun di sana.
"Kini mereka sedang menyelidiki laptopnya," lanjut suara itu,
yang kini berjarak sekitar tiga meter jauhnya. "Saya belum punya
laporan, tapi jelas itu perangkat yang sama dengan yang kami
lacak ketika Langdon mengakses akun e-mail Harvard-nya."
Ketika mendengar berita ini, Sienna berpaling kepada Lang?
don dengan terbelalak terkejut ... merasa terkhianati.
Langdon juga terpana. Itukah cara mereka melacak kami"! Itu
bahkan tidak terpikirkan olehnya pada saat itu. Aku hanya me?
mer?lukan informasi! Sebelum Langdon bisa mengungkapkan per?
mintaan maaf, Sienna sudah berpaling, ekspresinya kosong.
isi INFERNO [SC].indd 188
189 Infern o "Itu benar," kata tentara itu, yang tiba di pintu masuk bilik
ketiga, hanya satu meter jauhnya dari Langdon dan Sienna. Dua
langkah lagi, pasti dia akan melihat mereka.
"Tepat sekali," kata tentara itu sambil maju selangkah lebih
dekat. Mendadak dia berhenti. "Tunggu sebentar."
Langdon terpaku, bersiap ditemukan.
"Tunggu, saya kehilangan sinyal," kata tentara itu, lalu dia
mundur beberapa langkah ke bilik kedua. "Koneksinya buruk.
Teruskan ...." Dia mendengarkan sejenak, lalu menjawab, "Ya,
saya setuju, tapi setidaknya kita tahu dengan siapa kita berha?
dapan." Seiring perkataan itu, langkah kakinya semakin tidak terde?
ngar di luar gua, bergerak melintasi permukaan berkerikil, lalu
menghilang seluruhnya. Bahu Langdon mengendur, dan dia berpaling kepada Sienna,
yang matanya membara oleh campuran antara ketakutan dan
kemarahan. "Kau menggunakan laptopku"!" desaknya. "Untuk mengecek
e-mail?" "Maaf ... kupikir kau akan maklum. Aku perlu mencari
tahu?" "Itulah cara mereka menemukan kita! Dan kini mereka me?
ngetahui namaku!" "Aku minta maaf, Sienna. Aku tidak menyadari ...," Langdon
didera perasaan bersalah.
Sienna berpaling, menatap kosong stalagmit bulat di din?
ding belakang. Tak seorang pun dari mereka berkata-kata sela?ma
hampir semenit. Langdon bertanya-tanya apakah Sienna meng?
ingat benda-benda pribadi yang menumpuk di mejanya"buklet
drama dari A Midsummer Night"s Dream dan kliping-kliping berita
mengenai kehidupannya sebagai genius kecil. Apakah dia curiga
aku melihat semua itu" Tapi Sienna tidak bertanya, dan Lang?don
sudah cukup bermasalah dengannya sehingga tidak ingin me?
nye?but soal itu. isi INFERNO [SC].indd 189
190 D an B rown "Mereka tahu siapa aku," ulang Sienna, suaranya begitu lirih
sehingga Langdon nyaris tidak mendengarnya. Selama sepuluh
detik berikutnya, perempuan itu menghela napas pelan beberapa
kali, seakan berupaya meresapi kenyataan baru ini. Ketika dia
berbuat begitu, Langdon merasa bahwa tekad perempuan itu
perlahan-lahan menguat. Mendadak Sienna bangkit berdiri. "Kita harus pergi," katanya.
"Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk mengetahui bahwa
kita tidak ada di galeri kostum."
Langdon berdiri bersamanya. "Ya, tapi pergi ... ke mana?"
"Kota Vatikan?"
"Maaf?" "Akhirnya aku mengerti apa yang kau maksudkan sebe?
lumnya ... apa persamaan Kota Vatikan dengan Boboli Gardens."
Dia me?nunjuk ke arah pintu kelabu kecil itu. "Itu pintu masuknya,
bukan?" Langdon mengangguk enggan. "Sesungguhnya, itu pintu
keluarnya, tapi kurasa patut dicoba. Sayangnya, kita tidak bisa
le?wat." Langdon sudah mendengar cukup banyak dari perca?
kap?an antara penjaga dan tentara tadi, untuk tahu kalau pintu
itu bukan pilihan. "Tapi, jika kita bisa lewat," kata Sienna, sedikit nada nakal
kem?bali terdengar dalam suaranya, "kau tahu apa artinya itu?"
Senyum samar kini melintasi bibirnya. "Itu berarti bahwa dua
kali dalam hari ini kau dan aku ditolong oleh seniman Renaisans
yang sama." Mau tak mau Langdon terkekeh, karena mendapat pikiran
yang sama beberapa menit sebelumnya. "Vasari. Vasari."
Kini Sienna menyeringai lebih lebar, dan Langdon merasa
pe?rempuan itu telah memaafkannya, setidaknya untuk saat itu.
"Kurasa, ini pertanda dari atas," kata Sienna, kedengaran setengah
serius. "Kita harus pergi lewat pintu itu."
"Oke ... dan kita akan berjalan saja melewati penjaga?"
Sienna menggertakkan buku jemari tangannya dan berjalan
ke?luar dari gua. "Tidak, aku akan bicara dengannya." Dia menoleh
isi INFERNO [SC].indd 190
191 Infern o memandang Langdon, matanya sudah berkilat-kilat kembali.
"Percayalah, Profesor, aku bisa cukup meyakinkan jika perlu."
______ Gedoran di pintu kelabu kecil itu kembali terdengar.
Kuat dan terus-menerus. Penjaga keamanan Ernesto Russo menggerutu frustrasi. Ten?
tara aneh bermata dingin itu tampaknya kembali, tapi pilihan
waktunya buruk sekali. Pertandingan sepak bola di televisi me?
masuki perpanjangan waktu, Fiorentina kekurangan satu orang
dan nasibnya di ujung tanduk.
Gedoran itu berlanjut. Ernesto tidak tolol. Dia tahu, ada masalah di luar sana pagi
ini"semua sirene dan tentara itu"tapi dia tidak pernah melibat?
kan diri dalam masalah yang tidak berkaitan dengannya secara
langsung. Pazzo ? colui che bada ai fatti altrui"Orang yang ikut-ikutan orang
lain adalah orang gila. Namun, sekali lagi, tentara itu jelas orang penting, dan meng?
abaikannya mungkin tidak bijak. Pekerjaan di Italia sulit didapat
belakangan ini, bahkan pekerjaan yang menjemukan. Setelah
melirik pertandingan untuk terakhir kalinya, Ernesto berjalan
menuju gedoran di pintu. Dia masih tidak bisa percaya kalau dirinya dibayar untuk
duduk di kantor mungilnya sepanjang hari dan menonton televisi.
Mungkin dua kali sehari, sebuah tur VIP akan tiba di luar ruangan,
setelah berjalan jauh dari Galeri Uffizi. Ernesto akan menyapa
me?reka, membuka jeruji besi, dan mengizinkan kelompok itu
untuk lewat melalui pintu kelabu kecil, sehingga tur mereka akan
ber?akhir di Boboli Gardens.
Kini, ketika gedoran itu semakin kuat, Ernesto membuka jeruji
besi, berjalan melewatinya, lalu menutup dan menggemboknya
kembali. isi INFERNO [SC].indd 191
192 D an B rown "S??" teriaknya mengatasi suara gedoran, sambil bergegas
me?nuju pintu kelabu itu.
Tidak ada jawaban. Gedoran itu berlanjut.
Insomma!"Nggak sabaran! Akhirnya dia memutar kunci dan
menarik pintu hingga terbuka, berharap melihat pandangan di?
ngin yang sama seperti beberapa saat yang lalu.
Namun, wajah di pintu itu jauh lebih menarik.
"Ciao," sapa seorang perempuan cantik berambut pirang sam??
bil tersenyum manis. Dia mengeluarkan secarik kertas terlipat,
dan secara naluriah Ernesto menjulurkan tangan untuk me?ne?
rimanya. Begitu dia meraih kertas dan menyadari bahwa itu
hanya sekadar sampah dari tanah, perempuan itu menangkap
pergelangan tangannya dengan sepasang tangan ramping dan
menusukkan jempol ke area bertulang persis di bawah telapak
tangan Ernesto. Ernesto merasa seakan sebilah pisau baru saja memenggal
pergelangan tangannya. Rasa sakit seakan ditusuk itu diikuti
oleh semacam rasa tersengat yang membuat tangannya mati rasa.
Perempuan itu melangkah mendekati, dan tekanan di tangan
Ernesto meningkat secara eksponensial. Siklus nyeri dan mati rasa
yang menyakitkan terulang sekali lagi. Ernesto mundur dengan
sempoyongan, berupaya menarik lengannya, tapi kakinya tibatiba mati rasa dan terasa goyah. Dia merosot hingga berlutut.
Hal selanjutnya terjadi dalam sekejap.
Seorang lelaki jangkung bersetelan gelap muncul di ambang
pintu terbuka, menyelinap masuk, dan cepat-cepat menutup pintu
kelabu itu. Ernesto meraih radio, tapi tangan lembut di belakang
lehernya meremas satu kali, dan otot-ototnya kejang, membuatnya
tersengal-sengal. Perempuan itu mengambil radionya persis
ketika lelaki jangkung itu mendekat dan tampak khawatir oleh
tindakan perempuan itu kepada Ernesto.
"Dim mak," jelas perempuan berambut pirang itu santai. "Tek?
nik totok Cina. Ada alasan mengapa teknik itu bertahan selama
tiga milenium." Lelaki jangkung itu menyaksikan dengan takjub.
isi INFERNO [SC].indd 192
193 Infern o "Non vogliamo farti del male," bisik perempuan itu kepada
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ernesto, sambil melepaskan tekanan di lehernya. Kami tidak ingin
mencederaimu. Begitu tekanan itu mengendur, Ernesto berupaya memutar
tubuh untuk membebaskan diri, tapi tekanan itu dengan cepat
kembali, dan otot-ototnya kembali kejang. Dia menghela napas
kesakitan, nyaris tidak mampu bernapas.
"Dobbiamo passare," kata perempuan itu. Kami harus lewat. Dia
menunjuk jeruji besi, yang untungnya telah digembok Ernesto di
belakangnya. "Dov"? la chiave?"Mana kuncinya?"
"Non ce l"ho," jawab Ernesto. Aku tidak punya kuncinya.
Lelaki jangkung itu maju melewati mereka menuju jeruji
dan meneliti mekanismenya. "Ini gembok kombinasi," teriaknya
kepada perempuan itu. Aksennya Amerika.
Perempuan itu berlutut di samping Ernesto, mata cokelatnya
seperti es. "Qual ? la combinazione?"Berapa kombinasinya?" de?sak??
nya. "Non posso!" jawab Ernesto. "Aku tidak diizinkan?"
Sesuatu terjadi di puncak tulang belakangnya, dan Ernesto
merasa seluruh tubuhnya melunglai. Sejenak kemudian, dia
pingsan. ______ Ketika tersadar, Ernesto merasa dirinya melayang setengah sadar
selama beberapa menit. Dia mengingat adanya semacam diskusi
... tusukan-tusukan rasa nyeri lagi ... diseret, mungkin" Semuanya
kabur. Ketika kekaburan itu menghilang, dia melihat pemandangan
ganjil"sepatunya tergeletak di lantai di dekatnya dengan tali
terlepas. Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya nyaris tidak
mam?pu bergerak. Dia terbaring miring dengan tangan dan kaki
terikat di belakang tubuhnya, tampaknya dengan tali sepatu.
Ernesto berupaya berteriak, tapi tidak ada suara yang terdengar.
Kaus kaki menyumbat mulutnya. Namun, saat mengerikan yang
isi INFERNO [SC].indd 193
194 D an B rown sesungguhnya muncul sejenak kemudian, ketika dia mendongak
dan melihat perangkat televisinya menayangkan pertandingan
sepak bola. Aku berada di dalam kantorku ... DI BALIK jeruji"!
Di kejauhan, Ernesto bisa mendengar suara langkah kaki
berlari menjauh di sepanjang koridor ... lalu perlahan-lahan
meng?hilang dalam kesunyian. Non ? possibile! Entah ba?gaimana,
perempuan berambut pirang itu telah membujuk Ernesto untuk
melakukan satu hal yang tidak pernah boleh dila?kukannya"
mengungkapkan angka kombinasi untuk gembok pintu masuk
menuju Koridor Vasari yang terkenal.[]
isi INFERNO [SC].indd 194
BAB r. Elizabeth Sinskey merasakan gelombang rasa mual
dan pening itu kini datang semakin cepat. Dia merosot
di kursi belakang van yang diparkir di depan Pitti Palace.
Tentara yang duduk di sampingnya mengamatinya dengan
kekhawatiran yang semakin besar.
Beberapa saat sebelumnya, radio tentara itu membahana"
sesuatu mengenai galeri kostum"membangunkan Elizabeth dari
kegelapan benaknya, tempatnya memimpikan monster bermata
hijau. Tadi dia seakan kembali ke ruang gelap di Council on Foreign
Relations di New York, mendengarkan ocehan gila orang asing
misterius yang mengundangnya ke sana. Lelaki yang tampak
samar-samar itu mondar-mandir di depan ruangan"siluet kurus
dilatari gambar mengerikan yang diproyeksikan, berupa keru?
mun?an manusia telanjang sekarat yang terinspirasi oleh Inferno
karya Dante. "Seseorang harus berjuang melawan," simpul sosok itu,
"atau ini-lah masa depan kita." Dia menunjuk ke slide gambar
mengerikan di belakangnya, "Matematika menjaminnya. Umat
manusia kini berada di tepi jurang api penyucian berupa sikap
menunda-nunda, kebimbangan, dan keserakahan pribadi ... tapi
neraka menunggu, persis di bawah kaki kita. Menunggu untuk
melahap kita semua."
Elizabeth masih terguncang oleh gagasan mengerikan yang
baru saja dipaparkan oleh lelaki itu. Dia tidak tahan lagi dan me?
lompat berdiri. "Yang Anda sarankan adalah?"
"Pilihan kita satu-satunya yang tersisa," sela lelaki itu.
isi INFERNO [SC].indd 195
196 D an B rown "Sesungguhnya," jawab Elizabeth, "saya hendak mengatakan
"kejahatan"!"
Lelaki itu mengangkat bahu. "Jalan menuju surga melewati
neraka. Itu yang diajarkan oleh Dante kepada kita."
"Anda gila!" "Gila?" ulang lelaki itu, kedengaran terluka. "Saya" Saya
rasa tidak. Kegilaan adalah WHO yang menatap ke dalam neraka
dan mengingkari keberadaannya. Kegilaan adalah burung unta
yang membenamkan kepala di pasir ketika sekawanan hiena
mengepungnya." Sebelum Elizabeth bisa membela organisasinya, lelaki itu su?
dah mengubah gambar di layar.
"Dan, bicara mengenai hiena," katanya sambil menunjuk
gam?bar yang baru. "Inilah kawanan hiena yang saat ini sedang
me?ngitari umat manusia ... dan mereka mengepung dengan ce?
pat." Elizabeth terkejut ketika melihat gambar yang tidak asing
lagi itu di hadapannya. Itu grafik yang dipublikasikan oleh WHO
tahun lalu, melukiskan masalah-masalah lingkungan utama yang
di?anggap WHO memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan
global. Daftarnya antara lain termasuk:
Kebutuhan air bersih, suhu permukaan global, penipisan
ozon, konsumsi sumber-daya lautan, kepunahan spesies, kon?
sen?trasi CO?2, penggundulan hutan, dan kenaikan permukaan
laut global. Kesemua indikator negatif tersebut meningkat di sepanjang
abad terakhir. Namun, kini semuanya mengalami percepatan
de??ngan tingkat yang mengerikan.
isi INFERNO [SC].indd 196
197 Infern o Suhu permukaan rata-rata belahan utara
Populasi Konsentrasi CO2 GDP Hilangnya hutan hujan tropis dan daerah berhutan
Kepunahan spesies Kendaraan bermotor Penggunaan air Konsumsi kertas Eksploitasi perikanan Penipisan ozon Investasi asing 1900 1850 1800 1750 1950 2000 Elizabeth selalu mengalami reaksi yang sama ketika melihat
grafik ini"perasaan tidak berdaya. Dia seorang ilmuwan yang
memercayai kegunaan statistik, dan grafik ini melukiskan gambar
mengerikan bukan masa depan yang jauh ... melainkan masa de?
pan yang sangat dekat. Sering kali dalam hidupnya, Elizabeth Sinskey dihantui oleh
ketidakmampuannya mengandung. Namun, ketika melihat grafik
ini, dia nyaris merasa lega karena tidak pernah mendatangkan
se?orang anak ke dunia. Inikah masa depan yang akan kuberikan kepada anakku"
"Selama lima puluh tahun terakhir," kata lelaki jangkung itu,
"dosa kita terhadap Alam telah berkembang secara eksponensial."
Dia terdiam. "Saya mengkhawatirkan jiwa umat manusia. Ketika
WHO memublikasikan grafik ini, politisi, pialang kekuasaan, dan
ahli lingkungan di seluruh dunia menyelenggarakan pertemuan
darurat, semuanya berupaya menilai mana di antara masalah-ma?
salah ini yang paling parah dan benar-benar kita harap bisa di?pe?
cahkan. Hasilnya" Diam-diam, mereka mencengkeram ke?pala dan
menangis putus asa. Tetapi, di depan publik, mereka meyakinkan
isi INFERNO [SC].indd 197
198 D an B rown kita semua bahwa mereka sedang mengupayakan pemecahan,
tapi butuh waktu karena masalahnya kompleks."
"Semua masalah ini memang kompleks!"
"Omong kosong!" bentak lelaki itu. "Anda tahu sekali kalau
gra?fik ini menggambarkan hubungan yang paling sederhana"fung?
si berdasarkan satu variabel tunggal! Menanjaknya setiap garis
dalam grafik ini berbanding lurus dengan satu nilai"dan semua
orang takut untuk mendiskusikan nilai ini. Populasi global!"
"Sesungguhnya, saya rasa itu sedikit lebih?"
"Sedikit lebih rumit" Sesungguhnya tidak! Tidak ada yang
lebih sederhana lagi. Jika Anda menginginkan terse?dianya lebih
banyak air bersih per kapita, Anda memerlukan lebih sedikit
orang di dunia. Jika Anda ingin menurunkan emisi ken?da?raan
bermotor, Anda memerlukan lebih sedikit pengemudi. Jika Anda
menginginkan lautan untuk memulihkan pasokan ikan, Anda
memerlukan lebih sedikit orang yang menyantap ikan!"
Lelaki itu menunduk memelototi Elizabeth, nada suaranya
menjadi semakin memaksa. "Buka mata Anda! Kita berada di
am?bang akhir dari umat manusia, tapi para pemimpin dunia kita
duduk di ruang rapat dan memerintahkan studi mengenai tenaga
surya, daur-ulang, dan mobil hibrid" Bagaimana mungkin Anda"
seorang ilmuwan berpendidikan tinggi"tidak memahaminya"
Pe?ni?pisan ozon, kurangnya air, dan polusi bukanlah penyakit, me?
lainkan gejala-gejala-nya. Penyakit-nya adalah overpopulasi. Dan,
kecuali jika kita mau menangani populasi dunia secara lang?sung,
upaya kita tidak ?lain hanyalah menempelkan plester Band-Aid
pada tumor ganas yang ber?kem?bang cepat."
"Anda menganggap umat manusia sebagai kanker?" desak
Elizabeth. "Kanker hanyalah sel sehat yang mulai mereplikasi secara tak
terkendali. Saya sadar bahwa Anda menganggap gagasan saya
tidak menyenangkan, tapi saya bisa meyakinkan Anda bahwa
alternatifnya, ketika muncul, akan jauh lebih tidak menyenangkan.
Jika kita tidak mengambil tindakan tegas, maka?"
isi INFERNO [SC].indd 198
199 Infern o "Tegas"!" ujar Elizabeth tergagap. "Tegas bukanlah kata yang
Anda cari. Cobalah kata gila!"
"Dr. Sinskey," kata lelaki itu. Suaranya lebih tenang, tetapi
lebih terasa mengerikan. "Saya mengundang Anda kemari karena
saya berharap Anda"suara bijak di WHO"mungkin ber?sedia
bekerja sama dengan saya dan mengkaji solusi yang me?mung?
kinkan." Elizabeth menatap dengan tidak percaya. "Anda mengira
WHO akan bermitra dengan Anda ... mengkaji gagasan semacam
ini?" "Sesungguhnya ya," jawab lelaki itu. "Organisasi Anda ber?
ang?gotakan para dokter, dan ketika mendapat pasien dengan
gangren, mereka tidak ragu memotong kaki pasien untuk me?nye?
lamatkan nyawanya. Terkadang satu-satunya tindakan adalah
me?milih yang lebih baik di antara dua keburukan."
"Ini sangat berbeda."
"Tidak. Ini identik. Satu-satunya perbedaan hanyalah skala?
nya." Sudah cukup yang didengar oleh Elizabeth. Dia langsung
berdiri. "Saya harus mengejar pesawat."
Lelaki jangkung itu mengambil satu langkah mengancam ke
arahnya, menghalangi jalan keluar. "Peringatan: Dengan atau
tanpa kerja sama Anda, saya bisa dengan mudah mengeksplorasi
sen?diri gagasan ini."
"Peringatan," balas Elizabeth. "Saya menganggap ini sebagai
ancaman teroris dan akan memperlakukannya seperti itu." Dia
mengeluarkan ponsel. Lelaki itu tertawa. "Anda hendak melaporkan saya karena
bicara secara hipotetis" Sayangnya, Anda harus menunggu jika
hendak menelepon. Ruangan ini kedap secara elektronik. Ponsel
Anda tidak akan mendapat sinyal."
Aku tidak perlu sinyal, dasar gila. Elizabeth mengangkat telepon
dan, sebelum lelaki itu menyadari apa yang terjadi, dia memotret
wajah lelaki itu. Lampu-kilat memantul di mata hijau itu, dan
sejenak Elizabeth merasa lelaki itu tampak tidak asing lagi.
isi INFERNO [SC].indd 199
200 D an B rown "Siapa pun Anda," katanya, "Anda melakukan hal yang ke?liru
dengan mengundang saya kemari. Begitu tiba di bandara, saya
akan tahu siapa Anda, dan Anda akan ada dalam daftar peng?
awasan di WHO, CDC, dan ECDC sebagai bioteroris po?tensial.
Kami akan meminta orang-orang untuk mengawasi Anda siang
dan malam. Jika Anda berupaya membeli material, kami akan
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu. Jika Anda membangun lab, kami akan tahu. Anda tidak
akan bisa bersembunyi di mana pun."
Lelaki itu berdiri dalam keheningan menegangkan untuk
wak?tu yang lama, seakan hendak merebut ponsel Elizabeth.
Akhir?nya, dia mengendur dan melangkah minggir sambil me?
nye?ringai mengerikan. "Kalau begitu, tampaknya permainan kita
telah dimulai."[] isi INFERNO [SC].indd 200
BAB l Corridoio Vasariano"Koridor Vasari"dirancang oleh
Giorgio Vasari pada 1564 atas perintah pemimpin keluarga
Medici, Grand Duke Cosimo I, untuk menyediakan pelintasan
yang aman dari kediamannya di Pitti Palace ke kantor-kantor
administrasinya di seberang Sungai Arno di Palazzo Vecchio.
Serupa dengan Passetto Kota Vatikan yang terkenal itu,
Ko??ridor Vasari adalah lorong rahasia yang khas. Jalan itu me?
man??jang hampir satu kilometer penuh dari pojok timur Boboli
Gar?dens ke jantung istana tua itu sendiri, menyeberangi Ponte
Vecchio dan berkelok-kelok melewati Galeri Uffizi yang terletak
di antaranya. Saat ini Koridor Vasari masih berfungsi sebagai tempat per?
lindungan yang aman, walaupun bukan untuk para aristokrat
keluarga Medici, melainkan untuk karya seni. Dengan bentangan
ruang berdinding yang aman dan seakan tidak ada habisnya,
koridor itu menjadi rumah bagi lukisan langka yang tak terhitung
ba?nyak?nya"limpahan dari Galeri Uffizi yang terkenal di seluruh
dunia dan yang dilintasi oleh koridor itu.
Langdon pernah melewati lorong itu beberapa tahun lalu
sebagai bagian dari tur privat. Siang itu dia berhenti sejenak
un??tuk mengagumi deretan lukisan yang menakjubkan di kori?
dor"termasuk koleksi lukisan potret-diri terbanyak di dunia.
Dia juga berhenti beberapa kali untuk mengintip ke luar dari
be?berapa jendela berjeruji di koridor, yang memungkinkan pe?
lan?cong mengukur kemajuan perjalanan mereka di sepanjang
gang tinggi. isi INFERNO [SC].indd 201
202 D an B rown Namun, pagi ini Langdon dan Sienna berlari melewati koridor
itu, ingin menciptakan jarak sejauh mungkin antara diri mereka
dan para pengejar di ujung yang lain. Langdon bertanya-tanya
berapa lama waktu yang mereka miliki sebelum penjaga terikat
itu ditemukan. Menatap terowongan yang memanjang, Langdon
merasa setiap langkah membawa mereka semakin dekat dengan
apa yang sedang mereka cari.
Cerca trova ... mata kematian ... dan jawaban mengenai siapa yang
mengejarku. Kini dengung samar pesawat pengintai berada jauh di bela?
kang mereka. Semakin jauh mereka memasuki terowongan, se?
ma?kin Langdon teringat betapa ambisius pencapaian arsitektur
lorong ini. Koridor Vasari, yang hampir keseluruhan panjangnya
terletak tinggi di atas kota, menyerupai ular gemuk yang berkelokkelok melewati gedung-gedung. Dimulai dari Pitti Palace, me?
nyeberangi Sungai Arno, hingga memasuki jantung Florence
tua. Lorong sempit berlabur-putih itu seakan memanjang tiada
akhir, terkadang berbelok sebentar ke kiri atau kanan untuk
meng?hindari rintangan, tapi selalu memanjang ke timur ... me?
nye?berangi Sungai Arno. Mendadak terdengar suara-suara yang menggema di depan
mereka, dan Sienna langsung berhenti bergerak. Langdon juga
berhenti, dan langsung meletakkan tangan di bahu perempuan
itu untuk menenangkannya, sambil menunjuk jendela berjeruji
di dekat situ. Turis-turis di bawah sana.
Langdon dan Sienna bergerak ke jendela itu dan mengintip
ke luar, melihat bahwa saat itu mereka sedang berada di atas
Ponte Vecchio"jembatan batu Abad Pertengahan yang berfungsi
sebagai jalan-setapak pejalan-kaki menuju kota tua. Di bawah
mereka, turis-turis pertama pagi itu sedang menikmati pasar yang
sudah digelar di atas jembatan semenjak 1400-an. Hari ini sebagian
besar penjajanya terdiri atas tukang emas dan per?hiasan, tapi dulu
tidak selalu begitu. Aslinya, Jembatan Ponte Vecchio merupakan
tempat bagi pasar daging besar dan terbuka di Florence, tapi para
isi INFERNO [SC].indd 202
203 Infern o penjual daging diusir pada 1593 setelah bau anyir daging busuk
melayang masuk ke Koridor Vasari dan mengganggu hidung
peka Grand Duke. Seingat Langdon, salah satu kejahatan yang paling terkenal
di Florence pernah dilakukan di jembatan itu. Pada 1216, seorang
bangsawan muda bernama Buondelmonte menolak perkawinan
yang diatur oleh keluarganya demi cinta sejatinya, dan keputusan
itu membuatnya dibunuh dengan brutal di atas Jembatan Ponte
Vecchio. Kematiannya disebut sebagai "pembunuhan paling berdarah
di Florence", karena memicu perselisihan antara dua faksi po?
litik yang berkuasa"faksi Guelph dan faksi Ghibelline"yang
ke??mudian mengobarkan perang sengit selama berabad-abad.
Per??mu?suhan politik selanjutnya mengakibatkan pe?ngu?cilan
Dante dari Florence. Dante mengabadikan peristiwa itu dengan
getir dalam Divine Comedy: O Buondelmonte, menuruti nasihat orang
lain, kau kabur dari janji pernikahanmu, dan mendatangkan kejahatan
seperti itu! Hingga hari ini, tiga plakat terpisah"yang masing-masing
mengutip baris berbeda dari Canto 16 Paradiso Dante"bisa dite?
mukan di dekat tempat pembunuhan itu. Salah satunya terletak
di mulut Ponte Vecchio dan menyatakan dengan mengancam:
TAPI, FLORENCE, DALAM KEDAMAIAN AKHIRNYA,
DITAKDIRKAN UNTUK MENAWARKAN
KEPADA PENJAGA BATU TERMUTILASI
DI ATAS JEMBATANNYA ... SEORANG KORBAN.
Kini Langdon mendongak dan memandang air keruh yang
dilintasi oleh jembatan itu. Di sebelah timur, menara tunggal
Palazzo Vecchio memanggil.
Walaupun dia dan Sienna baru setengah jalan menyeberangi
Sungai Arno, dia yakin sekali mereka sudah lama melewati titik
tanpa ada kemungkinan kembali.
isi INFERNO [SC].indd 203
204 D an B rown ______ Sembilan meter di bawah, di atas batu-batu bulat Ponte Vecchio,
Vayentha meneliti kerumunan orang yang mendekat dan tidak
pernah membayangkan bahwa, baru beberapa saat yang lalu, satusatunya penebus kesalahannya lewat persis di atas kepalanya.[]
isi INFERNO [SC].indd 204
BAB auh di dalam lambung kapal The Mendacium yang sedang mem?
buang sauh, fasilitator Knowlton duduk sendirian di dalam
biliknya dan berupaya dengan sia-sia untuk memusatkan
per?hatian pada pekerjaannya. Dengan penuh kengerian, dia telah
menyaksikan kembali video itu dan, selama satu jam terakhir,
telah menganalisis monolog sembilan menit yang berada di antara
kegeniusan dan kegilaan itu.
Knowlton memutar ulang video itu dari awal, memutarnya
dengan cepat untuk mencari petunjuk apa pun yang mungkin
terlewatkan olehnya. Dia melewati plakat di bawah air ... melewati
kantong berisi cairan cokelat kekuningan keruh yang melayanglayang ... dan berhenti ketika bayang-ba?yang berhidung paruh
itu muncul"siluet tak berbentuk yang tercipta pada dinding gua
yang meneteskan air ... diterangi oleh cahaya merah lembut.
Knowlton mendengarkan suara teredam itu, berupaya me?
mahami bahasa rumitnya. Kira-kira di tengah pidato, bayangba?yang di dinding itu mendadak menjulang lebih tinggi dan
sua?ranya semakin bersemangat.
Nerakanya Dante bukanlah fiksi ... itu ramalan!
Kesengsaraan yang luar biasa. Penderitaan yang menyiksa.
Inilah gambaran hari esok.
Umat manusia, jika tidak terkendali, berfungsi seperti wabah,
seperti kanker ... jumlah kita meningkat pada setiap generasi
hingga kenyamanan duniawi yang pernah menyehatkan hidup
dan persaudaraan kita menyusut sampai habis ... mengungkapkan
isi INFERNO [SC].indd 205
206 D an B rown monster-monster di dalam diri kita ... yang bertempur hingga mati
untuk memberi makan keturunan kita.
Inilah neraka sembilan-lingkaran Dante.
Inilah apa yang menanti. Ketika masa depan datang menggilas, dipicu oleh
perhitungan matematis Malthus yang tak tergoyahkan, kita
berdiri goyah di atas lingkaran pertama neraka ... bersiap terjun
lebih cepat daripada yang pernah kita bayangkan.
Knowlton menghentikan video itu. Perhitungan Matematis
Malthus" Pencarian Internet menuntunnya pada informasi me?
ngenai ahli matematika dan demografi Inggris abad kesembilan
belas terkemuka bernama Thomas Robert Malthus, yang dikenal
meramalkan keruntuhan global akibat overpopulasi.
Biografi Malthus membuat Knowlton cemas karena menyer?
takan kutipan mengerikan dari bukunya, An Essay on the Principle
of Population: Kekuatan populasi sangat mengungguli kekuatan bumi untuk
menghasilkan penghidupan bagi manusia, sehingga kematian
prematur harus, dalam bentuk tertentu atau lain?nya, mengunjungi
umat manusia. Sifat jahat umat manusia bersifat aktif dan bisa
berfungsi sebagai depopulasi. Sifat-sifat jahat itu bisa memicu
perang yang me??nye??babkan pemusnahan besar; dan sering kali
bisa me??nye??lesaikan sendiri pekerjaan mengerikan itu. Namun,
seandainya kejahatan gagal melancarkan perang pe??musnahan,
musim penyakit, epidemi, pes, dan wabah maju membentuk ba?
risan yang luar biasa, menyapu ribuan dan puluhan ribu manusia.
Seandainya kesuksesan masih belum bisa diraih sepenuhnya,
kelaparan besar yang tak terhindarkan akan membuntuti dari
be?lakang, dan dengan satu pukulan kuat akan menyeimbangkan
populasi dengan jumlah makanan yang ada di dunia.
Dengan jantung berdentam-dentam, Knowlton memandang
kembali bayang-bayang sosok berhidung paruh dalam video
yang dia pause. isi INFERNO [SC].indd 206
207 Infern o Umat manusia, jika tidak terkendali, berfungsi seperti kanker.
Tidak terkendali. Knowlton tidak menyukai kesan kata-kata
itu. Dengan bimbang, kembali dia menjalankan video.
Suara teredam itu berlanjut.
Tidak melakukan sesuatu apa pun berarti menyambut neraka
Dante ... berjejalan dan kelaparan, bergelimang Dosa.
Maka, dengan sangat berani, aku bertindak.
Beberapa orang akan menciut ketakutan, tapi semua
keselamatan ada harganya.
Suatu hari nanti, dunia akan memahami keindahan
pengorbananku. Karena akulah Keselamatanmu.
Akulah sang Arwah. Akulah gerbang menuju zaman Pascamanusia.[]
isi INFERNO [SC].indd 207
BAB alazzo Vecchio mirip pion catur raksasa. Dengan fasad
per?segi empat kokoh dan tembok benteng dari susunan
batu-batu persegi bertonjolan, gedung besar mirip benteng
itu diposisikan secara tepat menjaga pojok tenggara Piazza della
Signoria. Menara tunggal gedung yang unik itu menjulang dari bagian
tengah, dari dalam benteng persegi. Profilnya terlihat mencolok
berlatar cakrawala dan menjadi simbol Florence yang tiada ban?
ding?annya. Dibangun sebagai pusat kekuasaan peme?rintah Italia, ge?
dung itu menampilkan serangkaian patung mas?kulin yang
meng?intimidasi bagi para pengunjung yang datang. Neptune
kekar karya Ammannati berdiri telanjang di atas empat kuda
laut, simbol dominasi Florence di lautan. Replika David-nya
Michelangelo"patung lelaki telanjang yang paling dikagumi di
seluruh dunia"berdiri dalam segala kejayaannya di pintu masuk
palazzo. David ditemani oleh Hercules dan Cacus"dua lagi patung
lelaki telanjang raksasa"yang, bersama-sama dengan sekelom?pok
satir Neptune, menampilkan lebih selusin tubuh lelaki telanjang
yang menyambut para pengunjung palazzo.
Biasanya, kunjungan Langdon ke Palazzo Vecchio dimulai
dari Piazza della Signoria yang, walaupun memamerkan banyak
phallus, selalu menjadi salah satu plaza favorit Langdon di Eropa.
Per?jalanan ke piazza itu tidaklah lengkap tanpa menyeruput kopi
espresso di Caff? Rivoire, lalu mengunjungi singa-singa keluarga
Medici di Loggia dei Lanzi"galeri patung di udara-terbuka di
piazza. isi INFERNO [SC].indd 208
209 Infern o
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, hari ini Langdon dan rekannya berencana memasuki
Palazzo Vecchio lewat Koridor Vasari, persis seperti yang dila?ku?
kan oleh para duke keluarga Medici pada masa mereka"melewati
Galeri Uffizi yang terkenal dan menelusuri koridor yang berkelokkelok di atas jembatan dan jalanan, melewati gedung-gedung,
langsung menuju jantung istana tua itu. Sejauh ini mereka belum
mendengar suara langkah kaki di belakang mereka, tapi Langdon
masih merasa khawatir, ingin secepatnya keluar dari koridor
itu. Akhirnya sampai, pikir Langdon menyadari, sambil me?man?
dang pintu kayu tebal di hadapan mereka. Pintu masuk menuju
istana tua. Pintu itu, walaupun memiliki mekanisme kunci yang kuat,
dilengkapi dengan batang-pendorong horizontal yang me?
mung?kinkannya untuk menjadi pintu keluar darurat, sekaligus
mencegah siapa pun di sisi lain pintu untuk memasuki Koridor
Vasari tanpa kartu-kunci.
Langdon menempelkan telinganya di pintu dan mende?
ngarkan. Ketika tidak mendengar sesuatu pun di sisi sebaliknya,
dia me?le?takkan kedua tangan pada batang horizontal itu dan
men?dorongnya perlahan-lahan.
Kuncinya berbunyi klik, membuka.
Ketika portal kayu itu berderit terbuka beberapa inci, Lang?don
mengintip di baliknya. Ceruk kecil. Kosong. Sepi.
Sambil sedikit menghela napas lega, Langdon melangkah
ma?suk dan mengisyaratkan Sienna agar mengikuti.
Kami berada di dalam istana.
Langdon berdiri dalam ceruk sepi di suatu tempat dalam
Pa?lazzo Vecchio, menunggu sejenak dan berupaya mengetahui
posisi. Di depan, sebuah lorong memanjang tegak lurus dengan
ceruk itu. Di sebelah kiri, di kejauhan, terdengar suara-suara
yang menggema di sepanjang koridor, tenang dan riang. Palazzo
Vecchio, sama seperti Gedung Capitol Amerika Serikat, adalah
objek wisata sekaligus kantor pemerintah. Pada jam seperti ini,
ke?mung?kinan besar suara-suara yang mereka dengar berasal dari
isi INFERNO [SC].indd 209
210 D an B rown para pegawai negeri yang berjalan keluar masuk, bersiap-siap
bekerja pada hari itu. Langdon dan Sienna beringsut menuju lorong dan mengintip
dari pojoknya. Dan memang, di ujung lorong terdapat atrium,
tempat kira-kira selusin pegawai pemerintah berdiri menyeruput
espresso dan mengobrol dengan kolega sebelum bekerja.
"Mural Vasari," bisik Sienna, "kau bilang berada di Hall of
the Five Hundred?" Langdon mengangguk dan menunjuk ke seberang atrium
ramai itu ke arah beranda-bertiang yang terbuka ke dalam lorong
batu. "Sayangnya, kita harus melewati atrium itu."
"Kau yakin?" Langdon mengangguk. "Kita tidak akan pernah bisa lewat
tanpa terlihat." "Mereka pegawai pemerintah. Mereka tidak tertarik dengan
kita. Berjalan sajalah seakan tempatmu memang di sini."
Sienna mengulurkan tangan ke atas, dengan lembut merapikan
jaket setelan Brioni Langdon dan membetulkan kerahnya. "Kau
tam?pak sangat rapi, Robert." Dia tersenyum manis dan mem?be?
tul?kan sweternya sendiri, lalu melangkah.
Langdon bergegas menyusul, mereka berdua berjalan dengan
mantap ke arah atrium. Ketika mereka masuk, Sienna mulai
meng?ajak Langdon bicara dalam bahasa Italia cepat"sesuatu me?
ngenai subsidi pertanian"menggerak-gerakkan tangan dengan
bersemangat sambil bicara. Mereka tetap berada di dekat dinding
luar, mempertahankan jarak dari semua orang lainnya. Yang me?
nakjubkan Langdon, tak satu pun pegawai melirik mereka untuk
kedua kalinya. Ketika sudah melewati atrium, cepat-cepat mereka berjalan
menuju lorong. Langdon teringat pada buklet drama Shakespeare
itu. Puck yang Nakal. "Kau aktris hebat," bisiknya.
"Terpaksa," kata Sienna menerawang.
Sekali lagi Langdon merasakan perempuan muda itu menyem?
Istana Karang Langit 1 Miss Cupid Karya Mia Arsjad Llano Estacado 2