Inferno 5
Inferno Karya Dan Brown Bagian 5
nyeimbangkan tubuh di atas balok di samping Langdon, tampak
kebingungan. Langdon mengayunkan senternya ke depan dan ke
belakang untuk menunjukkan pemandangan ganjil itu kepada
Sienna. Dari tempat mereka berdiri, pemandangan di sepanjang
lo?teng itu mirip seperti meneropong melalui barisan panjang
segi?tiga sama kaki yang memanjang hingga akhirnya lenyap di
kejauhan. Di bawah kaki mereka, loteng itu tidak punya papan
lantai, sehingga balok-balok penyokong horizontalnya terlihat
seluruhnya, menyerupai serang?kaian balok rel kereta api yang
besar. Langdon menunjuk lurus ke bawah terowongan panjang
itu, berbisik. "Ruangan ini persis berada di atas Hall of the Five
Hundred. Jika kita bisa mencapai ujung seberang, aku tahu cara
me?ne?mukan Duke of Athens Stairway."
Sienna memandang skeptis labirin balok dan penyokong
yang menghampar di depan mereka. Satu-satunya cara yang
terpikirkan untuk menyeberang loteng adalah dengan melompat
dari kasau ke kasau, seperti anak kecil yang melompati balokbalok rel kereta api. Kasau-kasaunya lebar"masing-masing
ter?diri atas beberapa balok yang disatukan dengan penjepit besi
le?bar menjadi satu berkas yang kuat"cukup lebar untuk dipijak.
Na?mun, tan?tang?an?nya adalah jarak di antara kasau-kasau itu ter?
lalu jauh un??tuk dilompati dengan aman.
"Mustahil aku bisa melompat dari satu balok ke balok lain,"
bisik Sienna. Langdon juga ragu apakah dia bisa melakukannya, dan jatuh
berarti kematian yang pasti. Dia mengarahkan senter ke bawah,
menembus ruang terbuka di antara kasau-kasau.
Dua setengah meter di bawah mereka, digantung oleh batangbatang besi, tampak bentangan horizontal berdebu"semacam
lan?tai"yang menghampar sejauh mata memandang. Walaupun
tam?pak kokoh, Langdon tahu bahwa lantai itu sebagian besarnya
berupa bentangan kain kanvas yang tertutup debu. Inilah "bagian
isi INFERNO [SC].indd 277
278 D an B rown belakang" langit-langit gantung Hall of the Five Hundred"ben?
tangan luas panel-panel kayu yang membingkai tiga puluh sem?
bilan kanvas Vasari, semuanya dipasang mendatar dalam sema?
cam konfigurasi yang menyerupai selimut kain perca.
Sienna menunjuk bentangan berdebu di bawah mereka.
"Bisakah kita turun ke sana dan berjalan menyeberang?"
Tidak, kecuali jika kau ingin jatuh menembus kanvas Vasari ke
dalam Hall of the Five Hundred.
"Ada cara yang lebih baik," kata Langdon tenang, tidak ingin
membuat Sienna ketakutan. Dia mulai berjalan di sepanjang kasau
menuju rusuk-utama di tengah loteng.
Dalam kunjungan terdahulu, selain mengintip lewat jendelaintip di ruang model-model arsitektural, Langdon juga menjelajahi
loteng dengan berjalan kaki, masuk lewat ambang pintu di ujung
lain loteng. Jika ingatannya tak salah, jalan-setapak papan yang
kuat membentang di sepanjang rusuk-utama loteng, memberi
ak?ses kepada turis-turis menuju dek-intip besar di tengah ruang?
an. Namun, ketika Langdon tiba di tengah kasau, dia menemukan
jalan-setapak kayu yang sama sekali tidak menyerupai apa yang
diingatnya dari turnya. Seberapa banyak Nebbiolo yang kuminum hari itu"
Alih-alih struktur yang kuat dan layak dijalani oleh turis,
Lang?don melihat berbagai macam papan longgar yang diletakkan
melintang melintasi balok-balok untuk menciptakan titian se?ada?
nya"lebih menyerupai jalinan tali daripada jembatan.
Tampaknya, jalan-setapak turis yang kuat dan dimulai dari
ujung yang satunya itu hanya memanjang hingga ke panggungintip tengah. Dari sana, jelas turis-turis mundur kembali. Balok
keseimbangan seadanya yang kini dihadapi oleh Langdon dan
Sienna kemungkinan besar dipasang agar para teknisi bisa meng?
urus ruangan loteng yang ada di bagian ini.
"Tampaknya kita harus berjalan dari papan ke papan," kata
Langdon sambil memandang bimbang papan-papan sempit itu.
isi INFERNO [SC].indd 278
279 Infern o Sienna mengangkat bahu, tampak tenang. "Tidak lebih buruk
daripada Venesia di musim banjir."
Langdon menyadari kebenaran ucapan ini. Pada perjalanan
riset terbarunya ke Venesia, Lapangan Santo Markus berada di
bawah air setinggi tiga puluh sentimeter, dan dia berjalan dari
Hotel Danieli ke basilika melewati papan-papan kayu yang dile?
tak?kan melintang di antara balok-balok cinder dan ember-ember
terbalik. Tentu saja, kekhawatiran bila sepatu kulit basah kena
air, jauh berbeda dengan terjun bebas menembus mahakarya
Re?naisans hingga tewas. Langdon menyingkirkan pikiran itu dan melangkah ke atas
papan sempit dengan kepercayaan-diri palsu, berharap bisa me?
ne?nangkan kekhawatiran apa pun yang mungkin diam-diam
di?sem?bunyikan oleh Sienna. Namun, jantung Langdon tetap
ber?dentam-dentam ketika dia berjalan melintasi papan pertama.
Ketika tiba di tengah, papan itu melengkung menahan bobot
tu?buhnya, berderit mengancam. Langdon maju terus, kini lebih
cepat, dan akhirnya berhasil menyeberang ke kasau kedua yang
lebih stabil. Sambil mengembuskan napas, Langdon berbalik dan me?nyo?
rotkan senternya untuk Sienna, bersiap memberikan kata-kata
penyemangat. Tetapi, perempuan itu sama sekali tidak me?mer?
lukan penyemangat. Begitu senter Langdon menerangi papan,
Sienna berjalan melintasi papan ringkih itu dengan ke?tang?kasan
yang luar biasa. Papan nyaris tidak melengkung di ba?wah tubuh
rampingnya, dan dalam hitungan detik, Sienna sudah bergabung
bersama Langdon di sisi seberang.
Langdon, yang menjadi bersemangat, berbalik dan bersiap
melintasi papan berikutnya. Sienna menunggu hingga Langdon
menyeberang dan bisa berbalik untuk menyorotkan senter untuk?
nya, lalu dia mengikuti, tepat di belakang Langdon. Mereka
maju terus, kini dengan irama teratur"dua sosok yang bergerak
ber?gan?tian dengan diterangi oleh satu senter tunggal. Dari suatu
tempat di bawah mereka, suara walkie-talkie polisi berderakderak menembus langit-langit tipis. Langdon membiarkan dirinya
isi INFERNO [SC].indd 279
280 D an B rown terse?nyum samar. Kami melayang-layang di atas Hall of the Five
Hundred, tidak berbobot dan tidak terlihat.
"Jadi, Robert," bisik Sienna. "Kau bilang Ignazio memberi?ta?
humu lokasi topeng itu?"
"Ya ... tapi dalam semacam kode." Cepat-cepat Langdon
menjelaskan bahwa Ignazio tampaknya tidak ingin mengungkapkan
lokasi topeng itu di mesin penjawab telepon, sehingga memberikan
informasinya dengan cara lebih tersembunyi. "Dia merujuk pada
surga, yang kuasumsikan adalah kiasan untuk bagian terakhir
The Divine Comedy. Kata-kata persisnya adalah "Surga Dua puluh
lima"." Sienna mendongak. "Pasti yang dimaksudkannya adalah
Canto Dua puluh lima."
"Aku setuju," kata Langdon. Secara kasar, canto bisa disamakan
dengan bab, kata itu berasal dari tradisi oral "menyanyikan" puisipuisi epik. The Divine Comedy memiliki total seratus canto, terbagi
dalam tiga bagian. Inferno (Neraka) 1-34 Purgatorio (Penebusan) 1-33
Paradiso (Surga) 1-33 Surga Dua puluh lima, pikir Langdon, berharap ingatan
eidetiknya cukup kuat untuk mengingat seluruh teks. Sayangnya
tidak"kami harus mencari teks itu.
"Ada lagi," lanjut Langdon. "Hal terakhir yang dikatakan
Ignazio kepadaku adalah: "Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi
kau harus cepat.?" Dia terdiam, menoleh memandang Sienna. "Canto
Dua puluh lima mungkin merujuk pada lokasi spesifik di sini, di
Florence. Tampaknya, suatu tempat yang bergerbang."
Sienna mengernyit. "Tapi, kota ini mungkin punya lusinan
gerbang." "Ya, itulah sebabnya kita harus membaca Paradiso Canto Dua
puluh lima." Langdon mengulaskan senyum penuh harap. "Kau
tidak kebetulan hafal seluruh Divine Comedy, bukan?"
isi INFERNO [SC].indd 280
281 Infern o Sienna memandangnya dengan ekspresi konyol. "Empat
belas ribu baris bahasa Italia kuno yang kubaca semasa kecil?"
Dia menggeleng. "Kaulah yang punya ingatan hebat, Profesor.
Aku hanya dokter." Ketika mereka terus maju, entah bagaimana Langdon merasa
sedih karena Sienna, setelah semua yang mereka alami bersamasama, tampaknya masih lebih suka menyembunyikan kebenaran
mengenai kecerdasannya yang luar biasa. Dia hanya dokter" Mau
tak mau Langdon tergelak. Dokter paling rendah hati di dunia, pi?
kir?nya, mengingat kliping-kliping yang dibacanya mengenai
berbagai ke?ahlian istimewa Sienna"yang, sayangnya, walaupun
tidak mengejutkan, tidak termasuk ingatan utuh terhadap salah
satu puisi epik terpanjang dalam sejarah.
Dalam keheningan, mereka terus maju, melintasi beberapa
balok lagi. Akhirnya, Langdon melihat bentuk menggembirakan
dalam kegelapan di depannya. Panggung-intip! Susunan papan
membahayakan yang sedang mereka tempuh itu menuntun lang?
sung ke sebuah struktur yang jauh lebih kokoh, dilengkapi pagar
pembatas. Jika naik ke atas panggung itu, mereka bisa melanjutkan
dengan menyusuri jalan-setapak, hingga akhirnya keluar dari
lo?teng lewat ambang pintu yang, seingat Langdon, sangat dekat
dengan Duke of Athens Stairway.
Ketika mereka mendekati panggung, Langdon menunduk me?
mandang langit-langit kanvas yang menggantung dua setengah
meter di bawah sana. Sejauh ini, semua panel di bawah mereka
tam?pak serupa. Namun, panel selanjutnya berukuran besar"jauh
lebih besar daripada yang lainnya.
Apotheosis of Cosimo I, pikir Langdon.
Panel melingkar besar ini adalah lukisan Vasari yang paling
ber?harga"panel utama di seluruh Hall of the Five Hundred.
Lang??don sering kali menunjukkan slide-slide karya ini kepada para
maha?siswanya, menunjukkan kesamaan-kesamaannya dengan
Apotheosis of Washington di Gedung Capitol AS"sebuah bukti
bahwa Amerika yang masih muda itu mengadopsi jauh lebih
banyak hal dari Italia, alih-alih konsep republik saja.
isi INFERNO [SC].indd 281
282 D an B rown Namun, hari ini Langdon lebih tertarik untuk bergegas me?
le?wati Apotheosis daripada mempelajarinya. Dia mempercepat
langkah, lalu sedikit menoleh untuk berbisik kepada Sienna bahwa
mereka hampir tiba. Ketika dia berbuat begitu, kaki kanannya bergeser dari bagian
tengah papan dan sepatu kulit santai pinjamannya mendarat sete?
ngahnya di luar pinggiran papan. Pergelangan kakinya berputar,
dan Langdon terhuyung-huyung ke depan, setengah tersandung,
setengah berlari, berupaya maju selangkah dengan cepat untuk
memulihkan keseimbangannya.
Namun, terlambat. Lutut Langdon menghantam keras papan, dan kedua tangan?
nya terjulur dengan putus asa ke depan, berupaya meraih kasau
melintang. Senternya jatuh berdebam ke ruang gelap di bawah
me?reka, mendarat di atas kanvas yang menangkapnya seperti
jaring. Kedua kaki Langdon melompat, nyaris gagal meng?antar?
kannya dengan aman ke kasau berikutnya ketika papan tumpuan
itu jatuh, lalu mendarat dengan suara keras dua setengah meter
di bawah sana, di atas panel kayu yang mengelilingi kanvas Apo?
theosis-nya Vasari. Suaranya menggema ke seluruh loteng.
Dengan ngeri, Langdon bangkit berdiri dan menoleh meman?
dang Sienna. Dalam kilau suram senter yang tergeletak di atas kanvas di
bawah sana, Langdon bisa melihat Sienna berdiri di atas kasau
di belakangnya, terjebak, tidak ada jalan untuk menyeberang.
Mata Sienna mengungkapkan apa yang sudah diketahui oleh
Lang?don. Suara papan jatuh itu hampir pasti mengungkapkan
lo?kasi mereka. ______ Mata Vayentha langsung terarah ke langit-langit berhiasan rumit
itu. isi INFERNO [SC].indd 282
283 Infern o "Tikus-tikus di loteng?" Lelaki yang membawa kamera video
tadi bergurau gugup ketika suara itu menggema ke bawah.
Tikus-tikus besar, pikir Vayentha, sambil mendongak meman?
dang lukisan melingkar di tengah langit-langit ruangan. Awan
debu kecil kini berguguran di antara panel-panel, dan Vayentha
berani bersumpah melihat tonjolan kecil di kanvas ... seakan se?
seorang menekan kanvas itu dari sisi sebaliknya.
"Mungkin salah seorang petugas menjatuhkan pistolnya dari
panggung-intip," kata lelaki itu, sambil memandang tonjolan di
dalam lukisan itu. "Menurut Anda, apa yang mereka cari" Semua
aktivitas ini sangat menggelisahkan."
"Panggung-intip?" desak Vayentha. "Orang bisa naik ke atas
sana?" "Pasti." Lelaki itu menunjuk pintu masuk museum. "Persis
di balik pintu itu ada pintu menuju jalan-setapak di dalam loteng.
Anda bisa melihat susunan kasau Vasari. Menakjubkan."
Suara Br?der mendadak menggema kembali melintasi Hall
of the Five Hundred. "Jadi, ke mana gerangan mereka pergi"!"
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-katanya, seperti teriakan marahnya belum lama ber?
selang, terdengar dari balik kisi-kisi yang terletak tinggi di dinding
di sebelah kiri Vayentha. Tampaknya Br?der berada di dalam
ruangan di balik kisi-kisi itu ... satu tingkat di bawah langit-langit
berhiasan-rumit. Mata Vayentha kembali memandang tonjolan di kanvas.
Tikus-tikus di loteng, pikirnya. Berupaya mencari jalan keluar.
Dia mengucapkan terima kasih kepada lelaki dengan kamera
video itu, lalu berjalan cepat menuju pintu masuk museum.
Pintunya tertutup, tapi dengan semua petugas yang berlarian
ma???suk dan keluar, Vayentha menduga pintu itu tidak terkunci.
Dan memang, instingnya benar.[]
isi INFERNO [SC].indd 283
BAB i luar piazza, di tengah keriuhan polisi yang berdatangan,
seorang lelaki paruh baya berdiri di bawah bayangbayang Loggia dei Lanzi, mengamati keramaian dengan
penuh perhatian. Lelaki itu mengenakan kacamata Plume Paris,
dasi paisley, dan anting emas kecil di salah satu telinganya.
Saat melihat keributan itu, tanpa sadar dia menggaruk lehernya
lagi. Ruam telah merebak di leher lelaki itu dalam semalam, yang
tampaknya semakin memburuk, terlihat bintik-bintik bisul kecil
di sepanjang garis rahang, leher, pipi, dan matanya.
Ketika melirik jari tangannya, lelaki itu melihat darah. Dia me?
ngeluarkan saputangan dan mengusap jemarinya, lalu me?nyeka
bisul-bisul yang berdarah di leher dan pipinya.
Setelah membersihkan diri, pandangannya kembali tertuju ke
dua van hitam yang diparkir di luar palazzo. Van terdekat berisi
dua orang di kursi belakang.
Salah satunya seorang tentara bersenjata berseragam hitam.
Yang lainnya seorang perempuan berusia lebih tua, namun
sangat cantik, berambut perak, memakai jimat biru.
Si tentara tampak seperti sedang mempersiapkan suntik hi?
po?dermik. ______ Di dalam van, Dr. Elizabeth Sinskey menatap kosong ke palazzo,
terheran-heran bagaimana krisis ini telah memburuk sedemikian
rupa. "Ma"am," ujar suara berat di sampingnya.
isi INFERNO [SC].indd 284
285 Infern o Dia berpaling setengah sadar ke arah tentara yang mene?
mani???nya. Tentara itu mencengkeram erat lengan atasnya dan
me??me?gang jarum suntik. "Jangan bergerak."
Tikaman tajam jarum menembus dagingnya.
Si tentara menyelesaikan penyuntikan. "Sekarang tidurlah
kembali." Sambil menutup matanya, Dr. Sinskey berani bersumpah
melihat seorang lelaki mengamatinya dari balik kegelapan
bayang-bayang. Lelaki itu mengenakan kacamata mahal dan dasi
keren. Wajahnya merah penuh ruam. Untuk sejenak, dia merasa
mengenalnya, tetapi ketika dia membuka mata untuk melihat
sekali lagi, lelaki itu telah lenyap.[]
isi INFERNO [SC].indd 285
BAB alam kegelapan loteng, Langdon dan Sienna kini ter?pi?
sahkan oleh jurang menganga selebar enam meter. Dua
setengah meter di bawah mereka, papan-papan yang
berjatuhan telah berserakan di atas rangka kayu penopang kanvas
lukisan Apotheosis Vasari. Lampu senter besar, masih menyala,
tergeletak di kanvas, menciptakan lekukan kecil, seperti batu di
atas tram?polin. "Papan di belakangmu," bisik Langdon. "Bisakah kau tarik
agar mencapai kasau ini?"
Sienna melirik papan itu. "Tidak bisa tanpa membuat ujung
satunya jatuh ke kanvas."
Langdon juga mengkhawatirkan itu; yang paling mereka
ta?kutkan sekarang adalah kalau-kalau papan selebar tiga puluh
sen?ti?meter dan sepanjang dua meter itu jatuh menimpa kanvas
Vasari. "Aku punya ide," kata Sienna, bergeser menyamping di se?
pan?jang kasau, bergerak ke dinding samping. Langdon meng?ikuti,
injakannya kian goyah seiring setiap langkah yang mereka ambil
menjauhi sorotan senter. Pada saat mencapai dinding samping,
mereka nyaris sepenuhnya berada dalam kelam.
"Di bawah sana," bisik Sienna, menunjuk ke arah kegelapan
di bawah mereka. "Ujung kerangka lukisan itu pasti ditanamkan
ke dinding. Kurasa cukup kuat untuk menahan tubuhku."
Sebelum Langdon bisa memprotes, Sienna bergerak menuruni
kasau, menggunakan serangkaian balok penopang sebagai tangga.
Dia menurunkan tubuhnya ke tepi langit-langit kayu berpanel.
Kayunya berderik satu kali, tapi tidak runtuh. Ke?mudian, merayap
isi INFERNO [SC].indd 286
287 Infern o sepanjang dinding, Sienna mulai bergerak ke arah Langdon seakan
sedang beringsut di sepanjang birai gedung tinggi. Langit-langit
itu berderik lagi. Seperti berjalan di atas lapisan es tipis, pikir Langdon. Tetap di
pinggir. Ketika Sienna sampai setengah jalan, mendekati kasau tempat
Langdon berdiri dalam kegelapan, seketika Lang?don merasakan
munculnya harapan baru bahwa mereka mungkin benar-benar
bisa keluar dari sini tepat waktu.
Tiba-tiba, di suatu tempat di dalam kegelapan di depan me?
reka, terdengar suara pintu dibanting dan langkah kaki bergerak
cepat sepanjang jalan-setapak. Lalu muncul sorotan lampu senter,
menyapu wilayah itu, setiap detik semakin dekat. Langdon me?
rasa harapannya terbenam. Seseorang datang ke arah mereka"
bergerak sepanjang jalan-setapak utama dan menghalangi rute
pe?larian mereka. "Sienna, terus maju," bisik Langdon, bereaksi berdasarkan
na?luri. "Terus bergerak sepanjang dinding. Ada jalan keluar di
ujung sana. Aku akan lari mengalihkan perhatian."
"Jangan!" bisik Sienna cepat. "Robert, kembali!"
Tapi Langdon sudah bergerak, berbalik menyusuri kasau
menuju rusuk tengah loteng, meninggalkan Sienna da?lam gelap,
merayap pelan-pelan sepanjang dinding samping, dua setengah
meter di bawah Langdon. Ketika Langdon tiba di tengah loteng, siluet tak berwajah
yang sedang memegang senter itu baru saja tiba di panggungintip tinggi. Orang itu berhenti di pagar pembatas rendah dan
me?nyo?rotkan senter ke bawah, ke mata Langdon.
Sinar itu membutakan mata, dan Langdon segera mengangkat
ta?ngannya dalam kepasrahan. Dia tidak pernah merasa serentan
ini"berdiri gamang tinggi di atas Hall of the Five Hundred, di?
bu?takan oleh cahaya terang.
Langdon menunggu tembakan atau perintah menghardik,
namun hanya ada keheningan. Setelah beberapa saat, sinar senter
berayun menjauhi wajahnya dan mulai menyelidik kegelapan
isi INFERNO [SC].indd 287
288 D an B rown di belakangnya, tampaknya mencari-cari sesuatu ... atau orang
lain. Ketika sorotan tidak lagi menyilaukan matanya, Langdon
bisa mengenali siluet orang yang sekarang menghalangi rutenya
me?la?rikan diri. Seorang perempuan, ramping dan berpakaian
serbahitam. Langdon tak ragu sedikit pun bahwa di bawah topi
bisbol itu terdapat kepala dengan rambut duri.
Otot-otot Langdon secara naluriah menjadi kaku saat be?nak?
nya dibanjiri dengan gambaran dr. Marconi tergeletak tewas di
lantai rumah sakit. Dia telah menemukanku. Dia di sini untuk menyelesaikan tu?gas?
nya. Langdon membayangkan seorang penyelam-bebas Yunani
berenang ke dalam terowongan panjang, terlalu jauh dan tak
mung?kin kembali, tetapi menemukan jalan buntu.
Pembunuh itu mengayunkan sorot lampu senternya kembali
ke mata Langdon. "Mr. Langdon," bisiknya. "Di mana temanmu?"
Langdon bergidik. Pembunuh ini datang untuk kami berdua.
Langdon pura-pura melirik ke arah yang menjauh dari Sienna,
ke kegelapan di balik punggungnya tempat mereka datang tadi,
"Dia tidak ada hubungannya dengan ini. Kau menginginkan
aku." Langdon berharap Sienna sekarang sudah cukup jauh menyu?
suri dinding. Jika dia bisa menyelinap melampaui panggung-intip,
perempuan itu bisa diam-diam menyeberang kembali ke jalansetapak papan di tengah, di belakang perempuan berambut duri
ini, dan bergerak ke arah pintu.
Si pembunuh sekali lagi mengangkat senternya dan meneliti
loteng kosong di belakang Langdon. Dengan silau yang sejenak
meninggalkan matanya, Langdon menangkap kilasan sesosok
ben?tuk dalam kegelapan di belakang perempuan itu.
Oh, Tuhan, tidak! Sienna memang berhasil menyusuri kasau ke arah jalansetapak papan di tengah, tetapi sayangnya, dia hanya sembilan
me?teran di belakang penyerang mereka.
isi INFERNO [SC].indd 288
289 Infern o Sienna, tidak! Kau terlalu dekat! Dia akan bisa mendengarmu!
Sorot senter kembali ke mata Langdon lagi.
"Dengarkan baik-baik, Profesor," bisik si pembunuh. "Kalau
kau ingin hidup, aku sarankan kau memercayaiku. Misiku sudah
dihentikan. Aku tidak punya alasan untuk melukaimu. Kau dan
aku dalam tim yang sama sekarang, dan aku mungkin tahu cara
menolongmu." Langdon hampir tidak mendengarnya, pikirannya berfokus
sepe?nuhnya pada Sienna, yang siluetnya terlihat samar di ke?re??
mangan, memanjat perlahan ke jalan-setapak di belakang pang?
gung-intip, benar-benar dekat dengan perempuan bersenjata
itu. Lari! Langdon mengharap. Lekaslah keluar dari sini!
Tetapi Langdon kian cemas saat melihat Sienna bertahan,
berjongkok dalam gelap dan memperhatikan dalam diam.
______ Mata Vayentha menerawang kegelapan di belakang Langdon. Ke
mana menghilangnya perempuan itu" Apakah mereka berpencar"
Vayentha harus mencari cara untuk menjaga agar kedua
orang yang melarikan diri ini tidak jatuh ke tangan Br?der. Itulah
satu-satunya harapanku. "Sienna"!" Vayentha berusaha mengeluarkan bisikan serak.
"Kalau kau bisa mendengarku, simak baik-baik. Kau tentu tak
ingin sampai tertangkap orang-orang di bawah sana. Mereka tidak
akan segan-segan. Aku tahu rute untuk melarikan diri. Aku bisa
membantumu. Percayalah padaku."
"Percaya padamu?" Langdon sangsi, suaranya tiba-tiba cu?
kup keras untuk didengar siapa pun di dekatnya. "Kau seorang
pem?bunuh!" Sienna ada di sekitar sini, Vayentha menyadari. Langdon berbicara
kepada Sienna ... mencoba untuk memperingatkannya.
isi INFERNO [SC].indd 289
290 D an B rown ______ Vayentha mencoba lagi. "Sienna, situasinya rumit, tapi aku
bisa membawamu keluar dari sini. Pertimbangkan pilihanmu.
Kau terjebak. Kau tak punya pilihan."
"Dia punya pilihan," Langdon berseru lantang. "Dan dia cu?
kup cerdas untuk lari sejauh mungkin darimu."
"Semuanya sudah berubah," Vayentha bersikukuh. "Aku tak
punya alasan untuk menyakitimu ataupun Langdon."
"Kau membunuh dr. Marconi! Dan aku menduga kau juga
orang yang menembak kepalaku!"
Vayentha tahu, Robert Langdon tak akan percaya bahwa di?
ri?nya tak pernah berniat untuk membunuhnya.
Waktu untuk bicara sudah habis. Apa pun yang kukatakan tidak
akan bisa meyakinkannya. Tanpa ragu, Vayentha merogoh ke dalam saku jaket kulitnya
dan mengeluarkan pistol berperedam.
Bergeming di dalam bayang-bayang, Sienna tetap merunduk di
jalan-setapak tak lebih dari sembilan meter di belakang perempuan
yang baru saja menghadang Langdon. Bahkan di kegelapan, siluet
perempuan itu bisa dikenalinya dengan jelas. Sienna terperanjat
saat menyadari perempuan itu mengeluarkan senjata yang sama
dengan yang telah digunakannya kepada dr. Marconi.
Dia akan menembak, Sienna merasakan bahasa tubuh pe?rem?
puan itu. Dengan pasti, perempuan itu mengambil dua langkah penuh
ancaman ke arah Langdon, lalu berhenti di pagar rendah yang
mem?batasi panggung-intip di atas Apotheosis Vasari. Pembunuh
itu sekarang cukup dekat dengan Langdon, sedekat yang mungkin
dicapainya. Dia mengangkat pistol dan mengarahkannya lang?
sung ke dada Langdon. "Sakitnya hanya sebentar," ujarnya, "tapi ini satu-satunya
pi?lihanku." Sienna bereaksi naluriah.
isi INFERNO [SC].indd 290
291 Infern o ______ Getaran tak terduga di papan di bawah kaki Vayentha menye?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bab?kan dia berputar sedikit saat menembak. Bahkan meskipun
sen??jatanya memuntahkan peluru, dia tahu arahnya bukan lagi
ke Langdon. Sesuatu mendekatinya dari belakang.
Mendekat dengan cepat. Vayentha membalikkan tubuh, memutar senjatanya 180
de?ra?jat ke arah penyerangnya, dan kilasan rambut pirang ber?
kilau dalam kegelapan saat seseorang menabraknya dengan
ke?ce?patan tinggi. Pistol Vayentha mendesis lagi, tapi orang itu
me?run?duk lebih rendah daripada lintasan moncong pistol untuk
me?nabrakkan tubuh bagian atasnya sekeras-kerasnya.
Kaki Vayentha terangkat dari lantai dan punggungnya ter?
empas keras ke pagar pembatas rendah di panggung-intip. Ketika
tubuh?nya terdorong ke luar pagar, dia merentangkan tangannya,
ber?upaya mencengkeram apa pun yang bisa menahannya, tetapi
sudah terlambat. Dia terlempar ke bawah.
Vayentha jatuh ke dalam kegelapan, mempersiapkan diri un?
tuk merasakan hantaman dengan lantai berdebu yang terhampar
dua setengah meter di bawah panggung. Namun anehnya,
pen?daratannya lebih lembut daripada yang dibayangkannya ...
se?olah-olah dia jatuh menimpa ayunan kain, yang kini melesak
oleh bobot tubuhnya. Kehilangan orientasi, Vayentha berbaring telentang dan me?
natap penyerangnya. Sienna Brooks menatapnya dari atas pagar.
Terpana, Vayentha mencoba membuka mulut untuk bi?cara,
na?mun tiba-tiba, persis di bawahnya, terdengar bunyi ca?bikan
ke?ras. Kain yang menopang tubuhnya sobek.
Vayentha jatuh lagi. Kali ini dia jatuh selama tiga detik yang panjang, selama
wak?tu itu matanya terus melihat ke atas menyaksikan langit-
isi INFERNO [SC].indd 291
292 D an B rown langit yang dilapisi lukisan-lukisan indah. Lukisan yang tepat
di atas?nya"kanvas melingkar besar yang menggambarkan
Cosimo I dike?lilingi oleh malaikat-malaikat kerub di atas awan
surgawi"kini mem?perlihatkan lubang gelap menembus bagian
tengahnya. Lalu, dengan entakan tiba-tiba, dunia di sekeliling Vayentha
lenyap dalam kelam. ______ Di atas, Robert Langdon diam terpaku, tak percaya. Melalui
lukisan Apotheosis yang bolong itu, dia memandang ruang kosong
di bawahnya. Di atas lantai batu Hall of the Five Hundred, perem?
puan berambut duri itu tergeletak tak bergerak, genangan darah
gelap dengan cepat menyebar dari kepalanya. Pistol masih ter?
geng?gam di tangannya. Langdon mengarahkan pandangannya ke Sienna, yang juga
me?na?tap ke bawah, tercekam oleh pemandangan mengerikan
di bawah. Sienna sangat terkejut. "Aku tidak bermaksud untuk
...." "Kau bereaksi berdasarkan naluri," bisik Langdon. "Dia mau
membunuhku." Dari bawah sana, teriakan kaget dan ketakutan terdengar
menembus kanvas sobek. Dengan lembut, Langdon menuntun Sienna menjauh dari
pagar pembatas. "Kita harus terus bergerak."[]
isi INFERNO [SC].indd 292
BAB alam ruang pribadi Duchess Bianca Cappello, Agen
Br?der mendengar bunyi gedebuk mengerikan diikuti
keributan yang kian ramai di Hall of the Five Hundred.
Dia bergegas menuju kisi-kisi di dinding dan mengintip me?lalui?
nya. Perlu beberapa detik baginya untuk memproses peman?dang?
an di lantai batu elegan itu.
Administrator museum yang sedang hamil datang untuk
berdiri di sampingnya di kisi-kisi dan seketika menutup mu?lutnya
karena terperanjat melihat pemandangan di bawah"sesosok
tubuh hancur teronggok dikelilingi turis-turis yang panik. Ke?tika
pan?dangan perempuan itu beralih perlahan ke atas ke langitlangit Hall of the Five Hundred, dia mengerang lemah. Br?der
melihat ke atas, mengikuti tatapannya ke panel langit-langit me?
lingkar"sebuah kanvas lukisan dengan bolong besar di bagian
tengahnya. Dia berpaling ke perempuan itu, "Bagaimana cara naik ke
atas sana?" ______ Di ujung lain bangunan, Langdon dan Sienna tersengal-sengal
turun dari loteng dan bergegas ke luar pintu. Dalam beberapa
detik saja, Langdon menemukan sebuah ceruk kecil, tersembunyi
apik di balik tirai merah hati. Dia ingat ceruk itu dari tur jalur-jalur
rahasia yang pernah diikutinya.
Duke of Athens Stairway. isi INFERNO [SC].indd 293
294 D an B rown Bunyi derap kaki berlari dan suara-suara berteriak seperti
da??tang dari segenap penjuru saat ini, dan Langdon tahu waktu
me?reka tak banyak. Dia mendorong tirai ke samping, lalu mereka
me??nye??linap masuk ke sebuah bordes sempit.
Tanpa sepatah kata, mereka mulai menuruni anak tangga
batu. Jalur itu dirancang sebagai serangkaian tangga curam sem?
pit me?nakutkan. Semakin jauh mereka turun, tangga itu seperti
semakin sempit. Persis ketika Langdon merasa seolah-olah din?
ding sedang bergerak untuk meremuknya, syukurlah, tangganya
berakhir. Lantai dasar. Ruang di dasar tangga itu berupa bilik batu kecil, dan mes?ki?
pun pintu keluarnya pantas dibilang salah satu pintu terkecil di
dunia, pemandangan itu terasa melegakan. Tinggi pintu hanya
sekitar satu seperempat meter, terbuat dari kayu keras de?ngan
paku besi dan gerendel dalam yang berat untuk meng?ha?langi
orang masuk. "Aku bisa mendengar suara jalanan di balik pintu," bisik
Sienna, masih tampak gemetar. "Ada apa di balik sana?"
"Via della Ninna," jawab Langdon, membayangkan jalur jalan
kaki yang ramai. "Tapi mungkin ada polisi."
"Mereka tidak akan mengenali kita. Mereka mencari perem?
puan berambut pirang dan pria berambut gelap."
Langdon menatap Sienna heran. "Dan memang seperti itu
penampilan kita ...."
Sienna menggelengkan kepala, sepintas wajahnya murung.
"Aku tak mau kau melihatku seperti ini, Robert, tapi sayangnya
beginilah aku terlihat sekarang." Sontak, Sienna menjangkau ke
atas dan menggenggam sejumput rambut pirangnya. Kemudian
dia menarik ke bawah, dan seluruh rambutnya terlepas dalam
satu sentakan. Langdon tersentak, kaget melihat bahwa Sienna ternyata
me?nge?nakan rambut palsu dan betapa penampilan perempuan
itu kini berubah total. Sienna Brooks plontos sama sekali, kulit
isi INFERNO [SC].indd 294
295 Infern o kepa?lanya gundul dan pucat, seperti pasien kanker yang menjalani
kemo?terapi. Apakah dia sakit"
"Aku tahu," kata Sienna. "Panjang ceritanya. Sekarang, me?
nun?duklah." Dia memegang wig itu tinggi-tinggi, jelas berniat
me?masangkannya ke kepala Langdon.
Serius" Dengan setengah hati, Langdon merunduk, sementara
Sienna memasangkan wig pirang itu ke kepalanya. Nyaris tidak
muat, tapi Sienna mengaturnya sebaik mungkin. Kemudian dia
mundur selangkah dan menimbang hasilnya. Tidak cukup puas,
dia mengulurkan tangan untuk melonggarkan dasi Langdon, lalu
mengangkat lingkaran dasi sampai ke dahi Langdon dan me?ngen?
cangkannya seperti sebuah bandana sekaligus mengikatkan wig
yang tak terlalu pas itu ke kepala Langdon.
Sienna sekarang mulai menggarap dirinya sendiri. Perempuan
itu menggulung kaki celananya ke atas dan mendorong kaus
kakinya sampai ke mata kaki. Ketika kembali tegak, dia terse?
nyum sinis. Sienna Brooks yang manis kini seorang gadis punk-rock
berkepala plontos. Transformasi mantan aktris drama Shakes?peare
itu mencengangkan. "Ingat," katanya, "sembilan puluh persen dari faktor sese?
orang bisa dikenali berasal dari bahasa tubuh, jadi ketika kau
ber?jalan, berjalanlah seperti seorang rocker tua."
Seperti orang tua, aku bisa, pikir Langdon. Seperti rocker, aku
tidak yakin. Sebelum Langdon bisa membantah, Sienna sudah menggeser
gerendel pintu kecil itu dan membukanya. Dia membungkuk
rendah dan keluar ke jalan berbatu andesit yang ramai. Langdon
menyusul, nyaris merangkak saat dia muncul di tengah benderang
siang. Kecuali beberapa tatapan kaget melihat dua orang aneh yang
keluar dari pintu kecil di fondasi Palazzo Vecchio, tak seorang
pun memperhatikan mereka. Dalam beberapa detik, Langdon dan
Sienna bergerak ke timur, lenyap ditelan keramaian orang.
______ isi INFERNO [SC].indd 295
296 D an B rown Lelaki berkacamata Plume Paris menggaruk kulitnya yang ber?
darah sembari menyusup di tengah keramaian, menjaga jarak
aman di belakang Robert Langdon dan Sienna Brooks. Meskipun
me?reka menyamar dengan pintar, dia melihat mereka muncul
dari pintu kecil di Via della Ninna dan langsung menyadari jati
diri mereka. Baru beberapa blok lelaki itu membuntuti, dia sudah keha?bis?
an napas, dadanya sakit sekali, memaksanya mengambil napas
pendek-pendek. Rasanya seperti habis ditinju di ulu hati.
Menggertakkan gigi menahan sakit, dia memaksakan per?
hatiannya kembali ke Langdon dan Sienna sambil terus mengikuti
mereka menyusuri jalanan Kota Florence.[]
isi INFERNO [SC].indd 296
BAB entari pagi telah sepenuhnya muncul di langit, men?cip?
takan ba?yangan panjang pada lembah-lembah sempit
yang mengular di antara bangunan-bangunan tua
Florence. Para pedagang mulai membuka toko mereka, dan udara
penuh aroma espresso pagi dan cornetti yang baru dipanggang.
Meskipun perutnya keroncongan, Langdon terus berjalan.
Aku harus menemukan topeng itu ... dan melihat apa yang tersembunyi
di ba?liknya. Ketika Langdon membawa Sienna ke utara menyusuri Via dei
Leoni yang sempit, dia kesulitan membiasakan diri melihat kepala
Sienna yang botak. Penampilannya yang berubah secara radikal
mengingatkan Langdon betapa dirinya sebenarnya nyaris tidak
tahu apa-apa tentang Sienna. Mereka bergerak ke arah Piazza
del Duomo"lapangan tempat Ignazio Busoni ditemukan tewas
setelah melakukan panggilan teleponnya yang terakhir.
Robert, dengan susah payah dan tersengal-sengal, Ignazio
ber?hasil mengucapkannya. Yang kau cari tersembunyi dengan aman.
Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat. Surga Dua
puluh lima. Semoga berhasil.
Surga Dua puluh lima, Langdon mengulangi di dalam hati, ma?
sih keheranan bahwa Ignazio Busoni masih mengingat teks Dante
dengan cukup baik untuk merujuk sebuah canto spesifik di luar
ke?pala. Tentunya ada sesuatu tentang canto itu yang terkenang
oleh Busoni. Apa pun itu, Langdon akan segera mengetahuinya,
segera setelah dia mendapatkan salinan teks tersebut, yang bisa
dengan mudah didapat di sejumlah lokasi di depan sana.
isi INFERNO [SC].indd 297
298 D an B rown Rambut palsu sebahunya mulai terasa gatal sekarang, dan
mes?kipun merasa agak aneh di dalam penyamarannya, harus
diakui dandanan dadakan kreasi Sienna memang sebuah trik yang
efektif. Tak seorang pun yang mencurigai mereka, bahkan juga
polisi yang baru saja bergegas melewati mereka dalam perjalanan
menuju Palazzo Vecchio. Sienna sudah beberapa menit membisu, dan Langdon melirik
untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Sienna tam?pak
tenggelam dalam pikirannya, barangkali mencoba untuk me?
nerima fakta bahwa dirinya baru saja membunuh seorang pe?rem?
puan yang mengejar mereka.
"Apa yang kau pikirkan?" Langdon mencoba mengusik, ber?
harap menjauhkan pikiran Sienna dari gambaran tentang pe?rem?
puan berambut duri tergeletak mati di lantai palazzo.
Sienna perlahan tersadar dari permenungannya. "Aku sedang
memikirkan Zobrist," ujarnya pelan. "Mencoba mengingat hal
lain yang kuketahui tentang dia."
"Dan?" Sienna mengangkat bahu. "Sebagian besar yang kuketahui
ber?asal dari esai kontroversial yang ditulisnya beberapa tahun
lalu. Esai yang benar-benar melekat di ingatanku. Di kalangan
ko?mu?nitas medis, sebentar saja tulisan itu sudah menyebar bak
virus." Dia berkedip. "Maaf, pilihan kata yang buruk."
Langdon tertawa muram. "Teruskan."
"Esai itu pada dasarnya menyatakan bahwa umat manusia
sedang di ambang kepunahan, dan kecuali terjadi peristiwa katas?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tropik yang secara tajam mengurangi pertumbuhan populasi
dunia, spesies kita tidak akan bertahan seratus tahun lagi."
Langdon menoleh dan memandangnya. "Satu abad saja?"
"Memang tesis yang cukup muram. Kerangka waktu yang
diramalkan secara substansial jauh lebih singkat daripada per?
kiraan sebelumnya, tetapi itu didukung oleh beberapa data
ilmiah yang sangat kuat. Banyak yang memusuhinya gara-gara
per?nya?taannya bahwa seluruh dokter harus berhenti menjalankan
isi INFERNO [SC].indd 298
299 Infern o praktik kedokteran, karena memperpanjang rentang usia manusia
hanya akan memperburuk masalah populasi."
Langdon sekarang mengerti mengapa artikel itu menyebar
cepat di kalangan komunitas medis.
"Tidak mengherankan," lanjut Sienna, "Zobrist mendapat
serangan dari semua pihak"politisi, pemuka agama, WHO"se?
mua mengejeknya sebagai orang gila yang terobsesi dengan
kiamat yang hanya ingin membuat panik. Mereka terutama geram
dengan per?nya?taannya bahwa anak muda masa kini, jika mereka
memilih untuk bereproduksi, akan menghasilkan keturunan yang
me?nyak?sikan akhir dari ras manusia. Zobrist mengilustrasikan
pen?dapatnya dengan "Jam Kiamat", yang menunjukkan bahwa jika
seluruh rentang kehidupan manusia di bumi dipadatkan ke dalam
satu jam saja, kita sekarang berada di detik-detik terakhir."
"Sebenarnya, aku pernah melihat jam itu di Internet," kata
Langdon. "Ya, itu buatan Zobrist dan lumayan bikin gempar. Tapi,
serangan terbesar menentang Zobrist datang ketika dia menyata?
kan bahwa temuan-temuannya dalam rekayasa genetika akan jauh
lebih bermanfaat bagi umat manusia jika digunakan bukan untuk
menyembuhkan penyakit, melainkan untuk menciptakan-nya."
"Apa"!" "Ya, dia bilang, teknologi ciptaannya harus digunakan untuk
membatasi pertumbuhan penduduk dengan menciptakan je?nis
penyakit hibrida yang takkan mampu disembuhkan oleh ke?dok?
teran modern kita." Langdon merasa kengerian muncul dalam pikirannya saat
membayangkan "virus hasil rancangan" hibrida aneh yang, sekali
dilepaskan, tak bisa dihentikan.
"Dalam beberapa tahun saja," kata Sienna, "Zobrist berubah
dari orang paling dikagumi di dunia kedokteran menjadi orang
paling dikucilkan. Paling dibenci." Dia berhenti, iba tergambar di
wajahnya. "Tak heran jika dia putus asa, lalu bunuh diri. Lebih
me??nye?dihkan lagi karena tesisnya barangkali benar."
Langdon nyaris terantuk. "Maaf"kau pikir dia benar?"
isi INFERNO [SC].indd 299
300 D an B rown Sienna menjawab dengan mengangkat bahunya pelan.
"Robert, bicara dari sudut pandang ilmiah murni"logika belaka,
tanpa hati"aku bisa bilang tanpa ragu bahwa tanpa semacam per?
ubahan drastis, akhir spesies kita sedang menjelang. Dan datang
dengan cepat. Bukan api, sulfur, bencana, atau perang nuklir ...
melainkan kehancuran total akibat jumlah manusia di planet.
Hitungan matematikanya tak terbantah."
Langdon terdiam. "Aku cukup banyak mempelajari biologi," kata Sienna, "dan
normal bagi suatu spesies untuk menjadi punah hanya gara-gara
jumlahnya terlalu banyak dalam habitatnya. Bayangkan se?buah
koloni alga yang hidup di permukaan danau kecil di hutan,
menikmati keseimbangan sempurna nutrisi di danau itu. Jika
tidak dikendalikan, tumbuhan itu akan bereproduksi begitu
liar sehingga dalam waktu singkat akan menutupi seluruh per?
mu??kaan danau, menghalangi sinar matahari, dengan demikian
meng??hambat pertumbuhan nutrisi di danau. Setelah mengisap
semua yang mungkin dari lingkungannya, alga itu akan cepat
mati dan lenyap tanpa jejak." Dia mendengus. "Nasib serupa bisa
menanti umat manusia. Jauh lebih cepat dan segera daripada yang
dibayangkan siapa pun."
Langdon merasa sangat gelisah. "Tapi ... itu tampak mus?ta?
hil." "Tidak mustahil, Robert, hanya tak terpikirkan. Pikiran manusia
memiliki mekanisme pertahanan ego primitif yang menafikan
semua realitas yang menimbulkan terlalu banyak ketegangan
un?tuk ditangani otak. Mekanisme itu bernama penyangkalan."
"Aku pernah dengar tentang penyangkalan," Langdon me?
nang?gapi dengan cepat, "tapi kukira itu tidak ada."
Sienna memutar bola matanya. "Bagus, tapi percayalah, itu sa?
ngat nyata. Penyangkalan adalah bagian penting dari mekanisme
penyesuaian diri manusia. Tanpanya, kita akan terjaga setiap pagi
dengan perasaan tegang tentang berbagai kemungkinan cara kita
akan mati. Alih-alih, pikiran kita memblokir ketakutan eksistensial
kita dengan berfokus pada stres yang bisa kita tangani"seperti
isi INFERNO [SC].indd 300
301 Infern o tiba di kantor tepat waktu atau membayar pajak. Jika kita memiliki
ketakutan yang lebih luas dan eksistensial, kita membuangnya
dengan segera, berfokus kembali pada tugas-tugas sederhana
dan hal remeh-temeh sehari-hari."
Langdon teringat penelitian atas kebiasaan pencarian di
Internet yang dilakukan sejumlah mahasiswa universitas ternama
Amerika baru-baru ini. Penelitian itu mengungkapkan bahwa,
bahkan pengguna intelek Internet menunjukkan kecenderungan
penyangkalan yang naluriah. Menurut kajian itu, mayoritas maha?
siswa universitas setelah mengeklik sebuah artikel yang membuat
stres, misal menge?nai mencairnya es kutub atau kepunahan
spe??sies, akan buru-buru keluar dari laman itu demi mencari hal
re?meh untuk menghapus ketakutan dari pikiran mereka; pilihan
fa?vo?rit antara lain berita olahraga, video kucing lucu, dan gosip
selebriti. "Dalam mitologi kuno," imbuh Langdon, "seorang pahlawan
yang berada dalam penyangkalan merupakan manifestasi puncak
keangkuhan dan kesombongan. Tak seorang pun yang lebih
angkuh daripada orang yang percaya bahwa dirinya kebal dari
marabahaya dunia. Dante jelas-jelas sependapat, mencela ke?som?
bongan sebagai yang ter?buruk di antara tujuh dosa besar ... dan
meng?hukum orang som?bong di lapisan neraka paling bawah."
Sienna terdiam sejenak dan kemudian meneruskan. "Arti?kel
Zobrist menuduh banyak pemimpin dunia melakukan pe?nyang?
kalan ekstrem ... menyembunyikan kepala mereka di pasir. Dia
paling kritis terhadap WHO."
"Pasti kritikannya tidak diterima dengan baik."
"Mereka bereaksi dengan menyamakannya dengan seorang
fanatik agama di sudut jalan, mengusung poster bertulisan
"Kiamat Sudah Dekat"."
"Banyak yang seperti itu di Harvard Square."
"Ya, dan kita semua mengabaikan mereka karena tak seorang
pun bisa membayangkan bahwa itu akan terjadi. Tapi percayalah,
hanya karena pikiran manusia tidak bisa membayangkan sesuatu
terjadi ... bukan berarti itu tidak akan terjadi."
isi INFERNO [SC].indd 301
302 D an B rown "Kau kedengaran seperti penggemar berat Zobrist."
"Aku penggemar berat kebenaran," sanggah Sienna cepat,
"meskipun kebenaran itu luar biasa sulit untuk diterima."
Langdon terdiam, lagi-lagi merasa terkucil dan jauh dari
Sienna, mencoba memahami kombinasi mencengangkan antara
ke?gairahan dan ketidakpedulian dalam diri perempuan itu.
Sienna melirik ke arah Langdon, parasnya melembut. "Begini
ya, Robert, aku tidak mengatakan Zobrist benar bahwa wabah
yang membunuh setengah populasi dunia adalah jawaban bagi
ledakan penduduk. Aku juga tidak bilang bahwa kita harus
berhenti meng?obati orang sakit. Yang aku bilang hanyalah bahwa
jalan yang saat ini kita tempuh adalah formula sederhana menuju
ke?han?curan. Pertumbuhan populasi dunia bisa dikatakan sebagai
sebuah laju eksponensial yang terjadi dalam sebuah sistem ruang
dan sumber daya terbatas. Akhir dari semua itu akan tiba dengan
cepat dan mendadak. Proses berakhirnya umat manusia tak akan
seperti mobil kehabisan bensin secara perlahan ... tapi lebih mirip
seperti ngebut ke arah jurang."
Langdon menghela napas, mencoba memproses segala se?
suatu yang baru didengarnya.
"Ngomong-ngomong," lanjut Sienna, menunjuk ke sebelah
kanan mereka, "aku cukup yakin, dari tempat itulah Zobrist me?
loncat." Langdon memandang ke atas dan melihat bahwa mereka baru
saja melewati fasad batu Museum Bargello yang menakutkan di
sisi kanan mereka. Di belakangnya, puncak runcing menara Badia
menjulang. Dia menatap ke puncak menara itu, bertanya-tanya
mengapa Zobrist meloncat dan berharap bahwa itu bukan karena
lelaki itu telah melakukan sesuatu yang buruk dan tidak ingin
menghadapi akibatnya. "Para pengkritik Zobrist," kata Sienna, "gemar mengemukakan
betapa aneh Zobrist menyarankan penyortiran populasi karena
sebagian besar teknologi genetika yang pernah dia kembangkan
justru memperpanjang harapan hidup secara dramatis."
"Yang kian merumitkan masalah populasi."
isi INFERNO [SC].indd 302
303 Infern o "Tepat sekali. Zobrist pernah secara terbuka mengatakan bah?
wa dia berharap bisa memasukkan kembali jin ke dalam botol dan
menghapus sebagian kontribusinya bagi upaya memperpanjang
umur ma?nu?sia. Kurasa, itu cukup masuk akal secara ideologis.
Semakin lama kita hidup, semakin banyak sumber daya yang
digunakan untuk mendukung para lansia dan orang sakit."
Langdon mengangguk, "Aku pernah membaca bahwa di AS,
se?ki?tar enam puluh persen biaya perawatan kesehatan habis untuk
me?nyo?kong pasien selama enam bulan terakhir hidup mereka."
"Benar, dan sementara otak kita berkata, "Ini sinting," hati kita
bilang, "Pertahankan hidup nenek kita selama mungkin.?"
Langdon mengangguk, "Itu adalah konflik antara Apollo
dan Dionysus"sebuah dilema yang sangat terkenal dalam dunia
mitologi. Pertarungan abadi antara otak dan hati, yang sering kali
meng?inginkan hal yang berlawanan."
Referensi mitologis itu, setahu Langdon, kini digunakan da?
lam pertemuan-pertemuan AA (Alcoholics Anonymous) untuk
mendeskripsikan pe?can?du alkohol yang memandangi segelas
alkohol. Otak tahu bah?wa minuman itu membahayakan diri, tetapi
hati mendamba ke?nya?manan yang akan didapat. Pesannya jelas:
Jangan merasa sen?dirian"bahkan, para dewa pun bingung.
"Siapa butuh agathusia?" bisik Sienna tiba-tiba.
"Apa?" Sienna menoleh ke atas. "Aku akhirnya teringat judul esai
Zobrist: "Who Needs Agathusia?"?"Siapa Butuh Agathusia?""
Langdon tak pernah mendengar kata agathusia, tapi dia me?
nebak pastilah kata itu berasal dari akar kata Yunani agathos dan
thusia. "Agathusia ... artinya "pengorbanan baik?""
"Nyaris. Arti yang sebenarnya adalah "pengorbanan diri un??
tuk kebaikan bersama"." Sienna terdiam sejenak. "Dikenal juga
se??ba??gai bunuh diri demi kebaikan."
Langdon pernah mendengar istilah ini sebelumnya"pertama
kali dalam berita tentang seorang bapak yang bangkrut, yang
bu?nuh diri agar keluarganya mendapat uang asuransi, dan kali
kedua ketika seorang pembunuh berantai keji mengakhiri hi?
isi INFERNO [SC].indd 303
304 D an B rown dupnya karena dia tidak bisa mengontrol dorongan untuk mem?
bunuh. Tapi, contoh paling getir yang bisa diingat Langdon adalah
dalam novel Logan"s Run4 yang terbit pada 1967, yang meng?gam?
barkan sebuah masyarakat masa depan di mana setiap orang
dengan senang hati setuju untuk bunuh diri pada usia dua puluh
satu"dengan demikian, menik?mati sepenuhnya masa muda
mereka seraya tidak membiarkan jumlah populasi atau usia
tua mereka membebani sumber daya planet yang terbatas. Jika
Langdon mengingatnya dengan benar, versi film Logan"s Run telah
me???naik??kan "usia terakhir" dari dua puluh satu menjadi tiga pu?
luh, tentu saja untuk membuat film itu lebih dapat diterima bagi
ke??lom??pok demografis penting film laris, yakni usia delapan belas
hing?ga dua puluh lima. "Jadi, esai Zobrist ...," kata Langdon. "Aku tak terlalu mema?
hami judulnya. "Who Needs Agathusia?" Apakah dia memak?sud?
kan??nya secara sarkastis" Jadi maksudnya: siapa butuh bunuh diri
demi kebaikan ... kita semua butuh?"
"Sesungguhnya tidak, judul itu sebuah permainan kata."
Langdon menepuk kening, tak paham.
"Who"siapa perlu bunuh diri"maksudnya, W-H-O, World
Health Organization. Dalam esainya, Zobrist berkampanye me?
nen?tang Direktur WHO"Dr. Elizabeth Sinskey"yang sudah
lama bercokol di jabatannya dan, menurut Zobrist, tidak serius
me?na?ngani pengendalian populasi. Artikelnya mengatakan bahwa
WHO akan lebih baik jika Direktur Sinskey bunuh diri saja."
"Orang yang penuh semangat."
"Risiko jadi seorang genius, kukira. Sering kali, otak yang is?ti?
mewa adalah otak yang mampu berfokus secara lebih tajam da?ri?
pada yang lain, diimbangi oleh kurangnya kedewasaan emo?si."
Langdon membayangkan artikel yang pernah dibacanya
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang Sienna muda, anak istimewa dengan IQ 208 dan fungsi in?
te?lektual di atas rata-rata. Langdon bertanya-tanya apakah ke??ti?ka
4. Karya William F. Nolan dan George Clayton Johnson."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 304
305 Infern o bicara tentang Zobrist, perempuan itu juga sedang bicara ten?tang
dirinya sendiri; Langdon juga bertanya-tanya berapa lama Sienna
akan bertahan menutupi rahasia dirinya.
Di depan, Langdon menemukan penanda yang sejak tadi
di???cari-carinya. Setelah menyeberangi Via dei Leoni, Langdon
meng???arahkan Sienna ke persimpangan jalan yang sangat sem?
pit"lebih seperti gang. Plang di atasnya terbaca VIA DANTE
ALIGHIERI. "Kedengarannya kau tahu banyak tentang otak manusia,"
ujar Langdon. "Apakah itu spesialisasi yang kau ambil di fakultas
kedokteran?" "Bukan, tapi ketika kecil, aku banyak membaca. Aku jadi
ter?ta??rik pada sains otak karena aku punya beberapa ... masalah
me?dis." Langdon menatapnya penasaran, berharap Sienna akan me?
neruskan. "Otakku ...," kata Sienna pelan. "Tumbuh secara berbeda dari
kebanyakan anak, dan itu menyebabkan beberapa ... masalah. Aku
menghabiskan banyak waktu mencoba memahami apa yang salah
dengan diriku, dan dalam proses tersebut, aku belajar banyak ten?
tang neurosains." Sienna menangkap sorot mata Langdon. "Dan
ya, kebotakan ini terkait dengan kondisi medisku."
Langdon mengalihkan pandang, jengah karena sudah ber?
tanya. "Tak perlu khawatir," kata Sienna. "Aku sudah terbiasa."
Saat memasuki gang yang lebih temaram daripada jalan
raya, Langdon menimbang-nimbang semua yang baru saja dike?
tahui?nya tentang Zobrist dan pendapat filosofisnya yang me?nge?
jutkan. Sebuah pertanyaan berkali-kali mengusiknya. "Para ten?tara
itu," Langdon membuka pembicaraan. "Yang mencoba mem??
bunuh kita. Siapa mereka" Rasanya tak masuk akal. Kalau Zobrist
sudah memunculkan potensi wabah di luar sana, tidakkah semua
orang akan berada di pihak yang sama, berusaha mencegah pe??
nye???barannya?" isi INFERNO [SC].indd 305
306 D an B rown "Belum tentu. Zobrist mungkin terkucil dalam komunitas
medis, tetapi mungkin saja dia memiliki pasukan pendukung
setia ideologinya"orang-orang yang sepakat bahwa seleksi ada?
lah kejahatan yang diperlukan untuk menyelamatkan planet ini.
Para tentara itu sangat mungkin berusaha untuk memastikan visi
Zobrist terealisasi."
Tentara pribadi Zobrist" Langdon mempertimbangkan ke?
mung?kinan itu. Diakuinya, sejarah penuh dengan orang-orang
fanatik dan sekte sesat yang membunuh diri mereka karena segala
macam paham edan"keyakinan bahwa pemimpin mereka adalah
sang Mesias, keyakinan bahwa sebuah pesawat ruang angkasa
sedang menanti mereka di balik bulan, keyakinan bahwa kiamat
sudah dekat. Spekulasi tentang kendali populasi setidaknya ber?
lan?daskan sains, tetapi masih ada yang terasa aneh mengenai
para tentara ini. "Aku tak percaya sekelompok tentara terlatih bersedia secara
sadar membunuh massa tak berdosa ... sambil mencemaskan diri
mereka sendiri pun akan sakit dan mati."
Sienna memandangnya bingung. "Robert, kau pikir, apa yang
dilakukan para tentara ketika mereka pergi berperang" Mereka
mem?bunuh orang-orang tak berdosa dan mempertaruhkan nyawa
mereka sendiri. Apa pun mungkin ketika orang yakin pada satu
tujuan." "Satu tujuan" Menyebarkan wabah?"
Sienna menoleh ke arah Langdon, mata cokelatnya menyelidik.
"Ro?bert, tujuannya bukanlah menyebarkan wabah ... melainkan
menye?la?matkan dunia." Dia diam sejenak. "Salah satu kutipan
dalam esai Bertrand Zobrist yang banyak dibicarakan orang
adalah se?buah pertanyaan hipotetis yang sangat jelas. Aku ingin
kau men??ja?wabnya."
"Apa pertanyaannya?"
"Zobrist bertanya begini: Jika kau bisa menekan sebuah tom?
bol yang akan membunuh secara acak setengah populasi dunia,
akankah kau melakukannya?"
"Tentu saja tidak."
isi INFERNO [SC].indd 306
307 Infern o "Baiklah. Tapi bagaimana jika kau diberi tahu bahwa jika kau
tidak menekan tombol itu sekarang juga, seluruh umat manusia
akan punah dalam seratus tahun ke depan?" Sienna terdiam seje?
nak, lalu menambahkan. "Maukah kau menekannya kalau begitu"
Bahkan jika itu berarti kau barangkali akan membunuh teman,
keluarga, dan mungkin dirimu sendiri?"
"Sienna, aku tidak mungkin bisa ...."
"Itu pertanyaan hipotetis," kata Sienna. "Maukah kau mem?
bunuh setengah populasi hari ini demi menyelamatkan spesies
kita dari kepunahan?"
Langdon merasa sangat terusik oleh tema menyeramkan
yang tengah mereka diskusikan. Dia merasa sedikit lega ketika
akhir?nya melihat panji-panji merah yang dikenalnya tergantung
di sisi bangunan batu tak jauh di depan.
"Lihat," katanya. "Kita sudah sampai."
Sienna menggeleng. "Seperti kubilang. Penyangkalan."[]
isi INFERNO [SC].indd 307
BAB asa di Dante terletak di Via Santa Margherita, mudah di?
ke?nali dari panji besar yang tergantung di fasad batunya:
MUSEO CASA DI DANTE. Sienna bertanya dengan tak yakin, "Kita mau pergi ke rumah
Dante?" "Tidak persis begitu," sahut Langdon. "Dante tinggal di be?
lokan dekat sini. Bangunan ini lebih seperti ... museum Dante."
Lang??don yang penasaran, pernah satu kali, ingin tahu koleksi
seni yang dipamerkan di dalam. Ternyata museum itu berisi
replika karya-karya masyhur terkait Dante dari seluruh dunia.
Namun, tetap menarik melihat semua replika tersebut terkumpul
di bawah satu atap. Sienna seketika tampak bersemangat. "Dan kau menduga
me?reka punya salinan kuno The Divine Comedy?"
Langdon tertawa. "Tidak, tapi aku tahu mereka punya toko
cendera mata yang menjual poster besar dengan seluruh teks
Divine Comedy Dante dengan ukuran huruf mikroskopis."
Sienna menatapnya heran. "Aku tahu. Tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sa?tu-satunya masalah adalah mataku mulai rabun, jadi kau yang
harus membacakan tulisan-tulisan halus itu."
"? chiusa," seorang lelaki tua berteriak ketika melihat Langdon
dan Sienna mendekati pintu. "? il giorno di riposo."
Tutup karena hari Sabat" Langdon sontak kehilangan orientasi
lagi. Dia melihat ke Sienna, "Bukankah hari ini ... Senin?"
Perempuan itu mengangguk. "Warga Kota Florence lebih
me?nyu?kai Sabat di hari Senin."
isi INFERNO [SC].indd 308
309 Infern o ______ Langdon mengerang, tiba-tiba teringat kalender mingguan
kota itu yang tak biasa. Karena dolar turis mengalir deras terutama
pada akhir pekan, banyak pedagang Kota Florence memilih untuk
memindahkan "hari istirahat" Kristen dari Minggu ke Senin untuk
mencegah Sabat memotong terlalu banyak laba mereka.
Sayangnya, Langdon menyadari, ini mungkin juga mengha?
puskan peluangnya yang lain: toko buku Paperback Exchange"
favorit Langdon di Florence"yang pastinya memiliki banyak
stok buku The Divine Comedy.
"Ada ide lain?" tanya Sienna.
Langdon lama terdiam, dan akhirnya mengangguk. "Di seki?
tar sini ada klub tempat berkumpulnya para penggemar Dante.
Aku yakin, pasti ada di antara mereka yang memiliki bukunya
yang bisa kita pinjam."
"Mungkin tempat itu pun tutup," Sienna memperingatkan.
"Hampir semua tempat di kota ini memindahkan Sabat ke
Senin." "Tempat itu tidak akan pernah tutup," sahut Langdon dengan
tersenyum. "Karena itu gereja."
Sekitar empat puluh lima meter di belakang Sienna dan Lang?don,
bersembunyi di tengah keramaian, lelaki berkulit penuh bisul
dan telinga dengan anting emas itu bersandar di dinding, me?
man?faatkan kesempatan untuk menata napasnya. Per?napasannya
masih belum membaik, dan ruam di wajahnya nyaris mustahil
diabaikan, terutama pada kulit peka persis di bawah matanya.
Dia melepas kacamata Plume Paris-nya dan dengan perlahan
meng?usapkan lengan baju ke kelopak mata, berhati-hati agar tak
me?mecahkan bisul dan mem?per?parah ruamnya. Ketika kembali
memasang kacamata, dia bisa melihat mangsanya bergerak. Lelaki
itu memaksa diri untuk membuntuti, terus di belakang mereka,
sambil terus berusaha me?nata napas.
isi INFERNO [SC].indd 309
310 D an B rown ______ Beberapa blok di belakang Langdon dan Sienna, di Hall of the
Five Hundred, Agen Br?der berdiri di samping jasad perempuan
berambut duri yang sangat dikenalnya. Dia berlutut dan meng?
ambil pistol milik perempuan itu, berhati-hati mencopot klip pelu?
runya sebelum menyerahkannya ke salah seorang anak buah.
Administrator museum, Marta Alvarez, berdiri menepi ke
salah satu sisi. Dia baru saja menyampaikan kepada Br?der se?buah
kisah singkat namun mencengangkan tentang apa yang terjadi
pada Robert Langdon sejak kemarin malam, ter?masuk sepotong
informasi yang masih berusaha dipahami Br?der.
Langdon mengklaim mengidap amnesia.
Br?der mengeluarkan ponsel dan memencet nomor. Telepon
di seberang berdering tiga kali sebelum bosnya menjawab, terde?
ngar jauh dan tak stabil.
"Ya, Agen Br?der" Silakan."
Br?der bicara perlahan untuk memastikan setiap katanya
di?me?ngerti. "Kami masih mencoba menemukan Langdon dan
gadis itu, tapi ada perkembangan lain." Br?der berhenti sejenak.
"Dan jika itu benar ... akan mengubah segalanya."
______ Sang Provos berjalan mondar-mandir di kantornya, melawan
godaan untuk menuang segelas Scotch lagi, memaksa diri untuk
menghadapi krisis yang kian memuncak.
Tak pernah di dalam kariernya dia mengkhianati seorang
klien atau gagal memenuhi kesepakatan, dan dia tak berniat un?tuk
memulainya sekarang. Tetapi, pada saat yang sa?ma, dia curiga
bah?wa dirinya mungkin terbelit dalam se?buah skenario yang tu?
juannya telah berbelok dari apa yang dibayangkannya.
Setahun lalu, ahli genetika tersohor Bertrand Zobrist menda?
tangi The Mendacium dan memohon dicarikan tempat yang aman
untuk bekerja. Saat itu, Provos membayangkan Zobrist berencana
isi INFERNO [SC].indd 310
311 Infern o mengembangkan sebuah prosedur medis rahasia yang patennya
akan meningkatkan kekayaannya. Bukan pertama kalinya jasa
Konsorsium disewa ilmuwan dan insinyur paranoid yang ingin
mengisolasi diri untuk mencegah pencurian ide-ide mereka.
Dengan mengingat hal itu, Provos menerima klien tersebut
dan tidak terkejut ketika mendengar bahwa orang-orang di WHO
mulai mencari-cari Zobrist. Dia pun tidak ragu sama sekali ketika
Direktur WHO sendiri"Dr. Elizabeth Sinskey"tampaknya men?
jadi?kan penangkapan kliennya sebagai misi pribadi.
Konsorsium senantiasa menghadapi musuh-musuh tangguh.
Sebagaimana disepakati, Konsorsium memenuhi perjanjian
mereka dengan Zobrist, tanpa tanya, mengganjal upaya Sinskey
untuk menemukannya sepanjang masa berlaku kontrak.
Nyaris sepanjang masa itu.
Kurang dari sepekan sebelum kontrak habis, Sinskey ber?ha?
sil menemukan persembunyian Zobrist di Florence dan ber?ge?
rak, mengancam dan mengejarnya hingga lelaki itu bunuh diri.
Pertama kali dalam kariernya, Provos gagal memberikan per??lin??
dungan yang dijanjikan, dan itu menghantuinya ... beserta situasi
aneh seputar kematian Zobrist.
Dia lebih memilih bunuh diri ... daripada ditangkap"
Apa gerangan yang disembunyikan Zobrist"
Setelah kematian Zobrist, Sinskey menyita satu barang dari
kotak penyimpanan Zobrist, dan sekarang Konsorsium bertarung
sengit dengan Sinskey di Florence"perburuan harta karun de?
ngan taruhan tinggi untuk menemukan ....
Untuk menemukan apa"
Provos melirik secara naluriah ke rak buku dan buku tebal
yang diberikan kepadanya dua minggu lalu oleh Zobrist yang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketakutan dan gugup. The Divine Comedy. Provos mengambil buku itu dan membawanya ke meja.
Di?jatuhkannya buku itu dengan keras di atas meja. Dengan jarijari goyah, dia membuka sampul dan membaca lagi coretan di
halaman pertama: isi INFERNO [SC].indd 311
312 D an B rown Sobatku terkasih, terima kasih karena telah membantuku
menemukan jalan itu. Dunia juga berterima kasih kepadamu.
Pertama-tama, pikir Provos, kau dan aku tak pernah berteman.
Provos membaca coretan itu tiga kali lagi, kemudian menoleh
ke kalender, tempat kliennya mencoretkan lingkaran merah
terang, menandai tanggal besok.
Dunia juga berterima kasih kepadamu"
Dia berbalik dan menatap cakrawala untuk waktu lama.
Dalam keheningan, Provos berpikir tentang video yang diki?
rim sang klien, suara fasilitator Knowlton terngiang di kepalanya.
Saya rasa Anda mungkin ingin melihatnya sebelum diunggah ... isinya
sangat meresahkan. Percakapan telepon itu masih membingungkan sang Provos.
Knowlton adalah salah seorang fasilitator terbaiknya, dan menyam?
paikan permohonan seperti itu sama sekali bukan kebiasaannya.
Knowlton tahu risiko melanggar protokol Konsorsium untuk
ti?dak ikut campur urusan klien.
Setelah meletakkan kembali The Divine Comedy di rak buku,
Provos berjalan mengambil botol Scotch dan menuang setengah
gelas untuk dirinya sendiri.
Dia harus membuat keputusan yang sangat sulit.[]
isi INFERNO [SC].indd 312
BAB ikenal sebagai Gereja Dante, rumah suci Chiesa di Santa
Margherita dei Cerchi lebih berupa kapel daripada gereja.
Rumah ibadah satu ruang itu merupakan desti?nasi po?
puler penggemar setia Dante yang menghormatinya se?bagai tanah
suci tempat terjadinya dua momen penting dalam kehi?dup?an
sang penyair agung. Menurut cerita, di gereja inilah, pada usia sembilan tahun,
Dante pertama kali melihat Beatrice Portinari, wanita yang dicin?
tainya pada pandangan pertama dan didambakannya seumur hi?
dup. Namun, Dante patah hati dan sangat kecewa ketika Beatrice
menikahi lelaki lain dan gadis itu mati muda pada usia dua puluh
empat tahun. Di gereja ini pula, beberapa tahun kemudian, Dante menikahi
Gemma Donati. Sebuah pilihan yang buruk, menurut kisah penulis
dan penyair besar Boccaccio. Meski memiliki anak, pasangan itu
tidak sering memperlihatkan rasa kasih sayang terhadap satu
sama lain, dan setelah pengasingan Dante, mereka tampaknya
tak ingin saling bertemu lagi.
Cinta di dalam hidup Dante untuk selamanya tetaplah Beatrice
Portinari yang telah tiada. Dante nyaris tidak mengenalnya, na?
mun kenangan mengenai Beatrice begitu berkuasa di dalam diri
penyair itu sehingga bayang-bayang perempuan itu menjadi
sumber ilham karya-karya besarnya.
Kumpulan puisi Dante yang terkenal, La Vita Nuova, melimpah
dengan syair puja-puja bagi "Beatrice yang diberkati". Yang lebih
gila lagi, The Divine Comedy menampilkan Beatrice sebagai pe??nye?
lamat yang membimbing Dante melintasi taman firdaus. Da?lam
isi INFERNO [SC].indd 313
314 D an B rown kedua karya tersebut, Dante merindukan sang wanita yang tak
ter?jang?kau olehnya. Kini, Gereja Dante menjadi kuil bagi mereka yang patah
hati, yang menderita akibat cinta tak berbalas. Makam Beatrice
sendiri berada di dalam gereja itu, dan kuburan sederhananya
men?jadi tujuan ziarah para penggemar Dante dan para kekasih
yang sakit hati. Pagi ini ketika Langdon dan Sienna menembus kota tua
Florence menuju gereja itu, jalanan terus menyempit sampai men?
jadi tak lebih dari sebuah gang pejalan kaki yang ramai. Sesekali
sebuah mobil penduduk setempat muncul, merambati lika-liku
lorong itu dan memaksa para pejalan kaki menempel ke dinding
bangunan. "Gerejanya tak jauh lagi," kata Langdon kepada Sienna, ber?
harap salah seorang pelancong di dalam bisa membantu mereka.
Dia tahu, peluang mereka menemukan seseorang yang mau tulus
membantu, meningkat setelah mereka berdua kembali ke pe?nam?
pilan normal. Sienna memakai kembali wignya, dan Lang?don
memakai kembali jaketnya. Kembali menjadi seorang profesor
universitas dan gadis muda yang rapi.
Langdon lega kembali merasa seperti dirinya sendiri.
Ketika mereka melangkah memasuki jalan yang kian me?
nyem?pit"Via del Presto"Langdon mengamati pintu-pintu yang
beraneka ragam. Pintu masuk Gereja Dante sulit untuk dibedakan
dan ditemukan karena bangunannya sendiri sangat kecil, tidak
berhias, dan terselip di antara dua bangunan lain. Orang bisa
saja berjalan melewatinya tanpa memperhatikan sama sekali.
Aneh??nya, justru lebih mudah untuk menemukan gereja ini tidak
de?ngan menggunakan mata ... tetapi dengan telinga.
Salah satu kekhasan La Chiesa di Santa Margherita dei Cerchi
adalah gereja itu sering mengadakan konser, dan ketika tidak
ada jadwal konser, gereja menyuarakan rekaman konser-konser
tersebut sehingga para pengunjung tetap dapat menikmati musik
sepanjang waktu. isi INFERNO [SC].indd 314
315 Infern o Seperti diduga, ketika mereka menyusuri jalan, Langdon
mu?lai mendengar alunan lembut rekaman musik, yang lamake?la?maan makin keras, hingga dia dan Sienna berdiri di depan
pintu masuk yang tidak kentara. Satu-satunya petunjuk bahwa ini
memang lokasi yang benar adalah sebuah tanda kecil"antitesis
dari panji merah terang di Museo Casa di Dante"yang dengan
rendah hati mengumumkan bahwa ini memang gereja Dante dan
Beatrice. Ketika Langdon dan Sienna melangkah masuk ke dalam gereja
yang redup, udara terasa lebih sejuk dan musik terdengar makin
keras. Interiornya kosong dan simpel ... lebih kecil daripada yang
diingat Langdon. Hanya ada beberapa turis, berkerumun, menulis
catatan, duduk-duduk tenang di bangku jemaat menikmati musik,
atau mengamati koleksi barang seni yang memikat.
Selain lukisan di altar yang bertemakan Perawan Maria kar?ya
Neri di Bicci, hampir seluruh karya seni orisinal di kapel ini di?gan?
tikan oleh lukisan baru yang menampilkan kedua tokoh itu"
Dante dan Beatrice"alasan sebagian besar pengunjung men??da?
tangi kapel kecil ini. Kebanyakan lukisan menggambarkan Dante
me??na??tap penuh damba pada pertemuan pertamanya dengan
Beatrice, momen ketika sang penyair, berdasarkan pengakuannya
sen?diri, jatuh cinta pada pandangan pertama. Lukisan-lukisan
itu beragam kualitasnya, dan seba?gian besar, menurut penilaian
Langdon, tampak berselera rendah dan tidak pantas. Dalam
salah satu gambar tiruan itu, topi merah Dante yang dilengkapi
pe?nutup telinga tampak seperti sesuatu yang dicuri dari Santa
Claus. Namun, tema yang berulang-ulang muncul mengenai ta?
tap?an men?damba sang penyair pada sumber ilhamnya, Beatrice,
tak me?nyi?sakan keraguan bahwa ini adalah gereja bagi nestapa
cinta"tak tergenapi, tak berbalas, tak tergapai.
Naluriah, Langdon berpaling ke kiri dan melihat makam
se?derhana Beatrice Portinari. Inilah alasan utama orang me?ngun?
jungi gereja ini, meskipun bukan persis untuk melihat makam, me?
lain?kan untuk melihat objek terkenal yang terletak di sisi?nya.
Sebuah keranjang anyaman.
isi INFERNO [SC].indd 315
316 D an B rown Pagi ini, seperti biasa, keranjang anyaman sederhana itu
ter?letak di samping makam Beatrice. Dan pagi ini, seperti biasa,
ke?ranjang itu berlimpah lipatan kertas"masing-masing surat
tulisan tangan dari seorang pengunjung, ditujukan kepada
Beatrice sendiri. Beatrice Portinari telah menjadi semacam orang suci pe?lin?
dung para kekasih yang tak bisa bersatu, dan menurut tradisi
kuno, doa-doa tulisan tangan kepada Beatrice dapat disimpan di
keranjang itu dengan harapan dia akan ikut campur tangan atas
nama sang penulis"mungkin mengilhami seseorang untuk lebih
mencintai mereka, atau membantu mereka menemukan cinta
sejati, atau memberi mereka kekuatan untuk melupakan kekasih
yang telah pergi. Bertahun-tahun silam, ketika sedang tenggelam dalam pe?
ne?litian sebuah buku tentang sejarah seni, Langdon pernah
mam?pir di gereja ini untuk meninggalkan surat di dalam keran?
jang tersebut. Bukan untuk memohon sumber ilham Dante agar
mem?beri?nya cinta sejati, melainkan agar mencurahkan kepada
diri?nya sebagian inspirasi yang telah memungkinkan Dante untuk
me?nu??lis?kan karya-karyanya.
Bernyanyilah di dalam diriku, Muse5, dan ungkapkan cerita itu
me?lalui diriku .... Baris pembuka di dalam Odyssey karya Homer itu tampak
seperti doa yang pantas, dan Langdon diam-diam percaya pesan?
nya telah benar-benar menyalakan inspirasi surgawi Beatrice,
karena setelah kembali ke rumah, dia berhasil menulis buku itu
dengan luar biasa lancar.
"Scusate!"Permisi!" suara Sienna menggelegar tiba-tiba. "Po?
tete ascoltarmi tutti?"Anda semua bisa dengar?"
Langdon berputar dan melihat Sienna berbicara lantang ke?
pada para turis yang semuanya kini melihat ke arahnya, tampak
sedikit kaget. 5. Muse: Dewi-dewi inspirasi seni, sastra, dan ilmu dari mitologi Yunani."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 316
317 Infern o Sienna tersenyum manis dan bertanya dalam bahasa Italia
apakah ada yang memiliki salinan Divine Comedy Dante. Setelah
beberapa tatapan bingung dan gelengan kepala, dia mencoba
bertanya dalam bahasa Inggris, tak berhasil juga.
Seorang perempuan tua yang sedang menyapu altar mendesis
keras kepada Sienna, dan mengangkat jari ke bibir menyuruh
diam. Sienna berpaling ke Langdon dan mengerutkan kening, se?
olah-olah berkata, "Jadi gimana?"
Cara Sienna melakukan panggilan yang ditujukan ke semua
orang sama sekali tidak terlintas di benak Langdon, tetapi sebe?
narnya Langdon mengharapkan responsnya seharusnya lebih
baik. Dalam kunjungannya terdahulu, Langdon melihat tidak
sedikit turis sedang membaca The Divine Comedy di ruangan suci,
menikmati tercebur total di dalam pengalaman Dante.
Tidak begitu lagi sekarang.
Langdon mengarahkan pandangan ke pasangan lansia yang
duduk di dekat depan gereja. Kepala botak lelaki tua itu tertunduk
ke depan, dagu di dada; jelas dia sedang menyempatkan tidur
siang. Wanita di sampingnya sangat terjaga, dengan sepasang
kabel earphone putih menggantung di bawah rambut kelabunya.
Sejumput harapan, pikir Langdon, melangkah menyusuri gang
hingga sejajar dengan pasangan tersebut. Seperti yang telah di?
duga Langdon, kabel earphone wanita itu mengular sampai ke
iPhone di pangkuannya. Merasa bahwa dia sedang diperhatikan,
wanita itu mendongak dan menarik earphone dari telinganya.
Langdon tidak tahu dengan bahasa apa wanita itu bicara, tetapi
penyebaran global iPhone, iPad, dan iPod telah menghasilkan
kosakata yang secara universal dimengerti sebagaimana lambang
toilet pria/wanita yang tersebar di seluruh dunia.
"iPhone?" tanya Langdon, mengagumi perangkat milik
wanita itu. Wajah wanita itu seketika cerah, mengangguk bangga. "Main?
an yang sangat cerdas," bisiknya dalam aksen British. "Pu?tra?saya
menghadiahkannya untuk saya. Saya sedang mendengar e-mail
isi INFERNO [SC].indd 317
318 D an B rown saya. Bisakah Anda bayangkan"mendengarkan e-mail saya" Benda
kecil yang berharga ini membacakannya untuk saya. Untuk mata
tua saya, itu bantuan yang luar biasa."
"Saya juga punya," ujar Langdon tersenyum sembari duduk
di sampingnya, hati-hati agar tak sampai membangunkan sua?
mi?nya yang tertidur. "Tapi, entah bagaimana, punya saya hilang
tadi ma?lam." "Oh, sayang sekali! Apakah Anda sudah mencoba fitur "Find
My iPhone?" Putra saya bilang ...."
"Bodohnya saya. Saya tak pernah mengaktifkan fitur itu."
Langdon menatapnya malu dan ragu-ragu mencoba, "Jika tidak
terlalu mengganggu, apakah Anda tidak keberatan me?min?jam?
kannya sebentar kepada saya" Saya perlu melihat sesuatu di In?
ter?net. Itu bantuan yang sangat berarti bagi saya."
"Tentu saja!" Wanita itu melepas earphone dan menyerahkan
perang?katnya ke tangan Langdon. "Sama sekali tidak masalah!
Kasihan sekali Anda."
Langdon mengucapkan terima kasih dan mengambil ponsel
itu. Sementara si ibu terus berceloteh di sampingnya tentang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
betapa dia akan sangat menyesal jika sampai kehilangan iPhone
miliknya, Langdon membuka laman pencarian Google dan me?
nekan tombol mikrofon. Ketika telepon itu mengeluarkan bunyi
bip satu kali, Langdon mengucapkan hal yang dicarinya.
"Dante, Divine Comedy, Paradise, Canto Dua puluh Lima."
Wanita itu tampak takjub, sepertinya belum pernah tahu ten?
tang fitur ini. Ketika hasil pencarian mulai muncul di layar kecil,
Langdon sejenak melirik ke Sienna di belakang, yang sedang
mem??buka-buka leaflet di dekat keranjang surat Beatrice.
Tidak jauh dari tempat Sienna berdiri, seorang lelaki berdasi
sedang berlutut dalam keremangan, berdoa dengan khusyuk,
kepalanya tertunduk rendah. Langdon tidak bisa melihat wajah?
nya, tetapi dia merasakan kesedihan mendalam melihat lelaki
kesepian itu, yang barangkali telah kehilangan kekasih dan datang
ke sini untuk menenangkan diri.
isi INFERNO [SC].indd 318
319 Infern o Langdon kembali berfokus ke iPhone, dan dalam beberapa
detik sudah bisa membuka tautan ke naskah digital The Divine
Comedy"bisa diakses secara cuma-cuma karena sudah menjadi
milik publik. Ketika laman membuka persis pada Canto 25, dia
harus mengakui bahwa dirinya terpesona dengan teknologi.
Aku harus berhenti menjadi maniak fanatik buku bersampul kulit,
dia mengingatkan diri sendiri. E-book memang punya momennya
sendiri. Ketika wanita tua di sampingnya terus memperhatikan, mulai
memperlihatkan sedikit kecemasan dan mengatakan sesuatu
tentang mahalnya tarif data untuk berselancar Internet di luar
ne?geri, Langdon menyadari peluangnya yang singkat dan dia
ber?fokus penuh pada laman web di depannya.
Teksnya kecil, tetapi pencahayaan redup di kapel membuat
layar iPhone yang berpendar bisa lebih terbaca. Langdon lega dia
mengeklik tautan terjemahan Mandelbaum"terjemahan Dante
yang modern dan populer oleh mendiang profesor Amerika Allen
Mandelbaum. Karena terjemahannya yang hebat itu, Mandelbaum
telah menerima penghargaan tertinggi Italia, Presidential Cross of
the Order of the Star dari Solidaritas Italia. Meski memang kurang
puitis dibanding versi Longfellow, terjemahan Mandelbaum
cenderung lebih mudah dimengerti.
Hari ini aku lebih memilih yang jelas daripada yang puitis, pikir
Langdon, berharap bisa segera menemukan teks yang merujuk
pada lokasi spesifik di Florence"lokasi tempat Ignazio me?nyem?
bunyikan topeng kematian Dante.
Layar kecil iPhone hanya cukup untuk enam baris teks, dan
saat Langdon mulai membaca, dia teringat kutipan itu. Dalam
pembuka Canto 25, Dante merujuk pada The Divine Comedy itu
sendiri, derita fisik yang diakibatkan ak?tivitas penulisan maha?
karya itu pada dirinya, dan harapan yang me?nya?kitkan bahwa ba?
rangkali puisinya yang melangit dapat me?nang??gulangi brutalitas
pembuangan yang membuatnya terdam?par jauh dari Florence-nya
yang cantik. isi INFERNO [SC].indd 319
320 D an B rown CANTO XXV Jika itu harus terjadi ... jika puisi kudus ini"
karya yang begitu dicinta oleh langit dan bumi ini
yang membuatku menderita selama tahun-tahun panjang
ini" akan pernah mampu menanggulangi kekejaman
yang menghalangiku dari dekapan kasih
tempat kubersemayam, seekor domba melawan serigala yang memeranginya ....
Sementara kutipan itu merupakan pengingat bahwa Florence
yang indah merupakan rumah yang dirindu Dante saat menuliskan
The Divine Comedy, Langdon melihat tidak ada rujukan ke lokasi
spesifik di dalam kota itu.
"Apa Anda tahu tentang tarif data?" wanita itu menginterupsi,
tiba-tiba tampak cemas saat melirik ke iPhone-nya. "Saya baru
ingat, anak saya bilang agar saya hati-hati berselancar Internet
saat berada di luar negeri."
Langdon meyakinkannya bahwa dia hanya sebentar dan
menawarkan untuk mengganti biayanya, namun demikian,
Langdon merasa wanita itu tidak akan membiarkannya membaca
seluruh ratusan baris Canto 25.
Dia cepat-cepat menggulung layar ke bawah untuk membaca
enam baris berikutnya. Saat itu dengan suara berbeda, penampilan berbeda,
ku "kan kembali sebagai penyair dan mengenakan mahkota
daun di tempat baptisanku; sebab di sanalah pertama kali kutemukan jalan menuju
iman yang membuat jiwa-jiwa menyambut Tuhan, lalu,
karena iman itu, Peter menghiasi alisku.
Langdon samar-samar ingat bait itu"perujukan tak langsung
pada kesepakatan politik yang ditawarkan kepada Dante oleh
isi INFERNO [SC].indd 320
321 Infern o musuh-musuhnya. Menurut sejarah, "serigala" yang mengusir
Dante dari Florence mengatakan Dante boleh kembali ke kota
itu hanya jika dia setuju untuk dipermalukan di depan publik"
yakni berdiri di hadapan seluruh jemaat, sendirian di tempat
baptisannya, hanya mengenakan cawat sebagai pengakuan atas
ke?sa?lahannya. Dalam bait yang barusan dibaca Langdon, Dante, setelah
me??nolak kesepakatan itu, menyatakan bahwa jika dia kembali ke
tem?pat baptisannya, dia tak akan mengenakan cawat, melainkan
mahkota daun seorang penyair.
Langdon menggulung layar lebih ke bawah lagi, tetapi wanita
pemilik iPhone tiba-tiba memprotes, menjulurkan tangan untuk
mengambil ponselnya, seperti menyesal sudah meminjamkan.
Langdon nyaris tak mendengarnya. Sesaat sebelum jarinya
kem?bali menyentuh layar, matanya kembali pada satu baris teks
... melihatnya untuk kedua kali.
ku "kan kembali sebagai penyair dan mengenakan mahkota
daun di tempat baptisanku; Langdon menatap kalimat itu. Dalam ketergesaannya untuk
mencari penyebutan lokasi spesifik di Kota Florence, dia nyaris
melewatkan prospek yang jelas di dalam bait-bait pembuka Canto
25 sendiri. di tempat baptisanku; Florence memiliki beberapa tempat baptisan paling terkenal di
dunia, yang selama lebih dari tujuh ratus tahun telah digunakan
untuk menyucikan dan membaptis warga muda Flo?rence"di
antara mereka, Dante Alighieri.
Langdon segera membayangkan bentuk bangunan yang
me??muat tempat baptisan itu. Sebuah bangunan oktagonal spek?
takuler yang dalam banyak hal jauh lebih surgawi daripada
isi INFERNO [SC].indd 321
322 D an B rown Duo?mo sendiri. Dia kini bertanya-tanya barangkali dia sudah
mem?baca semua yang perlu dibacanya.
Mungkinkah bangunan ini yang dimaksud Ignazio"
Sorot cahaya keemasan seakan menyinari pikiran Langdon
saat sebuah gambaran muncul"serangkaian pintu perung?gu"
bersinar dan berkilau dalam cahaya mentari pagi.
Aku tahu apa yang ingin disampaikan Ignazio kepadaku!
Semua keraguan yang menggantung menguap seketika saat
dia menyadari bahwa Ignazio Busoni adalah salah seorang di
Flo?rence yang bisa membuka pintu itu.
Robert, gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Langdon menyerahkan iPhone kembali ke wanita tua itu,
mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
Dia bergegas mendekati Sienna dan berbisik penuh semangat.
"Aku tahu gerbang apa yang dimaksud Ignazio! Gerbang Fir?
daus!" Sienna tampak ragu. "Gerbang firdaus" Bukankah itu ... di
sur?ga?" "Sebenarnya," ujar Langdon, tersenyum tipis dan berjalan
me?nu?ju pintu, "jika kau tahu ke mana harus melihat, Florence
me?mang surga."[] isi INFERNO [SC].indd 322
BAB ku akan kembali sebagai penyair ... di tempat baptisanku.
Kata-kata Dante berulang-ulang bergema di benak
Langdon ke?tika dia memimpin Sienna ke utara menyu?
suri jalanan sempit yang dikenal sebagai Via dello Studio. Tujuan
mereka ter?letak di de?pan, dan seiring langkah demi langkah
Langdon merasa lebih percaya diri bahwa mereka berada di
jalan yang benar dan telah mening?gal?kan pengejar mereka jauh
di belakang. Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Ketika mereka mendekati ujung jalan sempit yang bangunan
kanan kirinya bagai tebing tinggi, Langdon sudah bisa mendengar
gemuruh lirih dari aktivitas di depan sana. Tiba-tiba, tebing di
ke?dua sisi mem??buka, memuntahkan mereka di hamparan luas.
Piazza del Duomo. Lapangan luas dengan jaringan bangunan yang kompleks ini
merupakan pusat spiritual kuno Florence. Kini lebih merupakan
tempat berkumpulnya turis, piazza ini sudah ramai dengan busbus wisata dan rombongan pengunjung yang berkerumun di
se??ke???liling katedral Florence yang terkenal.
Setiba di sisi selatan piazza, Langdon dan Sienna menghadap
sisi katedral dengan eksterior porselen hijau, pink, dan putih.
Katedral berukuran megah dihiasi karya artistik masif itu meren?
tang ke dua arah yang tampak bagai tak berhingga, panjangnya
nyaris sama dengan Monumen Washington diletakkan menda?
tar. Meski meninggalkan hiasan batu monokromatik tradisional
dan menggantinya dengan campuran warna-warna flamboyan
isi INFERNO [SC].indd 323
324 D an B rown yang tak biasa, struktur bangunan itu bernuansa Gotik"klasik,
ko?koh, tahan lama. Dalam kunjungan pertamanya ke Florence,
te?rus terang Langdon merasa arsitekturnya nyaris norak. Namun,
pada perjalanan berikutnya, dia tertarik untuk mempelajari
struk??tur katedral selama berjam-jam, entah kenapa terpikat pada
efek-efek estetisnya, dan akhirnya menghargai keindahannya
yang spektakuler. Il Duomo"atau, secara lebih formal, Katedral Santa Maria del
Fiore"selain memberikan nama julukan untuk Ignazio Busoni,
sejak dulu bukan hanya menjadi jantung spiritual Florence, me?
lain?kan juga berabad-abad drama dan intrik. Sejarah bangunan
itu merentang dari debat-debat panjang dan brutal soal mural The
Last Judgment Vasari yang banyak dibenci di sisi dalam kubah ...
hingga persaingan keras untuk memilih arsitek yang akan me?
nye?lesaikan kubah itu sendiri.
Filippo Brunelleschi akhirnya memenangi kontrak yang
meng?untungkan itu dan menyelesaikan pembangunan kubah"
yang terbesar pada masanya. Hingga kini, patung Brunelleschi
sendiri dapat dilihat duduk di luar Palazzo dei Canonici, menatap
puas pada adikaryanya. Pagi ini, saat Langdon mengarahkan pandangan ke kubah ber?
ubin merah termasyhur yang menjadi puncak prestasi arsitektural
pada zamannya, dia teringat saat dengan bodohnya memutuskan
untuk menaiki kubah hanya untuk menemukan bahwa tangganya
yang sempit dan disesaki turis tak kalah bikin stres dibanding
ruang sempit mana pun yang pernah dia temukan. Walau begitu,
Langdon bersyukur atas cobaan yang dihadapinya saat menaiki
"Kubah Brunelleschi", karena hal itu telah mendorongnya untuk
membaca buku Ross King yang berjudul sama.
"Robert?" ujar Sienna. "Ayo?"
Langdon mengalihkan pandangan dari kubah, baru menya?
dari bahwa dia telah menghentikan langkahnya demi mengagumi
arsitektur itu. "Maaf."
Mereka terus melangkah, mengitari pinggiran lapangan.
Kated?ral di sisi kanan mereka sekarang, dan Langdon memper?
isi INFERNO [SC].indd 324
325 Infern o hati?kan turis yang mengalir dari pintu keluar, mencoret situs itu
dalam daftar wajib-kunjung mereka.
Di depan, menjulang sosok campanile"menara lonceng"ba?
ngunan kedua dari tiga bangunan di dalam kompleks katedral.
Lazimnya dikenal sebagai menara lonceng Giotto, campanile itu
menyatakan dengan tegas bahwa ia adalah bagian dari katedral
di sampingnya. Bagian depannya sama-sama dihiasi dengan
marmer pink, hijau, dan putih, dengan puncak segi empat
menjulang ke langit setinggi 90 meter. Langdon selalu takjub
bahwa bangunan langsing ini bisa tetap berdiri se?lama berabadabad, melalui beberapa gempa bumi dan cuaca buruk, terutama
karena mengetahui betapa berat bagian atasnya, dengan puncak
menara yang menopang lonceng-lonceng seberat lebih dari
sembilan ribu kilogram. Sienna melangkah cepat di samping Langdon, matanya cemas
memandang langit di balik menara lonceng, mencoba mencari
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pesawat pengintai, tapi tak terlihat di mana pun. Pengunjung
cukup ramai meskipun hari masih pagi, dan Langdon justru ingin
tetap berada di tengah-tengah mereka.
Ketika semakin mendekati menara lonceng, mereka melewati
sebaris seniman karikatur berdiri di depan penyangga kanvas
mereka, membuat sketsa gambar kartun para turis"seorang anak
remaja meluncur dengan skateboard, anak perempuan bergigi kuda
mengulurkan tongkat lacrosse, sepasang kekasih berciuman di atas
punggung unicorn. Menurut Langdon, sangat luar biasa ka?rena
kegiatan ini dilakukan di atas jalan sakral yang sama de?ngan tem?
pat Michelangelo menegakkan kanvasnya sewaktu muda.
Melangkah cepat melewati kaki menara lonceng Giotto,
Langdon dan Sienna belok kanan, menyeberangi lapangan terbuka
di depan katedral. Di sini, kerumunan manusia paling padat, para
turis dari seluruh dunia membidikkan kamera ponsel dan kamera
video ke arah fasad utama katedral yang berwarna-warni.
Langdon tidak melihat ke atas sama sekali, pandangannya
su?dah tertuju ke bangunan berukuran jauh lebih kecil yang mulai
isi INFERNO [SC].indd 325
326 D an B rown terlihat. Tepat di seberang pintu masuk katedral, berdiri bangunan
ketiga dan terakhir dalam kompleks katedral.
Itulah pula bangunan favorit Langdon di dalam kompleks
itu. The Baptistry of San Giovanni.
Berhiaskan batu fasad polikromatik dan pilar bergaris-garis
seperti katedral Il Duomo, gedung itu berbeda dengan bangunanbangunan sekitar yang lebih besar lantaran bentuknya yang
khas"oktagon sempurna. Seperti kue lapis, kata sebagian orang,
ba?ngunan bersegi delapan itu terdiri atas tiga tingkatan berbeda
yang naik sampai ke atap putih berpuncak rendah.
Langdon tahu, bentuk oktagonal tidak ada hubungannya
de?ngan estetika, tapi sangat terkait dengan simbolisme. Dalam
Kris?tianitas, angka delapan merepresentasikan kelahiran dan
pen?cip?taan kembali. Oktagon merupakan pengingat visual akan
enam hari penciptaan langit dan bumi oleh Tuhan, satu hari Sabat,
dan hari kedelapan, hari "kelahiran kembali" atau "penciptaan
kembali" orang Kristen melalui pembaptisan. Oktagon telah men?
jadi bentuk lazim rumah pembaptisan di seluruh dunia.
Meskipun Langdon menganggap rumah pembaptisan itu
sebagai salah satu bangunan paling menarik di Florence, dia selalu
merasa pilihan lokasinya sedikit tidak adil. Rumah pembaptisan
seperti ini, di hampir setiap tempat lain di seluruh dunia, akan
menjadi pusat perhatian. Namun di sini, dalam bayang-bayang
dua sau?dara kolosalnya, rumah ibadah itu seakan anak tersisih
dalam ke?luarga. Hingga kau melangkah ke dalam, Langdon mengingatkan diri?
nya, membayangkan karya mosaik yang mencengangkan di
inte?rior?nya. Begitu spektakuler sehingga pada zaman dulu, para
pengagumnya meng?klaim langit-langit rumah pembaptisan itu
menyerupai surga sesungguhnya. Jika kau tahu ke mana harus me?
lihat, ujar Lang?don tadi kepada Sienna, Florence adalah surga.
Selama berabad-abad, tempat suci bersegi delapan ini telah
men?jadi tempat pembaptisan sejumlah tokoh terkenal"di antara?
nya Dante. isi INFERNO [SC].indd 326
327 Infern o Aku akan kembali sebagai penyair ... di tempat baptisanku.
Karena pengucilannya, Dante tidak pernah diizinkan kembali
ke tempat suci ini"tempat pembaptisannya. Tetapi kini, Langdon
berharap topeng kematian Dante, melalui serangkaian peristiwa
ganjil yang terjadi malam kemarin, menemukan jalan pulang
menggantikan posisi sang penyair.
Rumah pembaptisan, pikir Langdon. Di sinilah mestinya tempat
Ignazio menyembunyikan topeng itu sebelum dia mati. Langdon
teringat pesan Ignazio yang terdengar putus asa melalui telepon,
dan un?tuk sejenak yang mencekam, Langdon membayangkan
lelaki ge?muk itu menggenggam dadanya, terhuyung sepanjang
piazza me?nuju lorong, dan melakukan panggilan telepon ter?akhir?
nya setelah menyembunyikan topeng Dante di dalam gedung
ber?segi delapan ini. Gerbang-gerbang terbuka untukmu.
Mata Langdon tetap tertuju pada rumah pembaptisan itu saat
dia dan Sienna berkelit melewati kerumunan manusia. Sienna
kini bergerak dengan kelincahan penuh semangat sehingga
Lang?don nyaris harus berlari kecil untuk menyusulnya. Bahkan
dari kejauhan, terlihat pintu utama rumah pembaptisan yang
ber?ukuran besar berkilau ditimpa sinar matahari.
Berlapis ukiran perunggu dengan tinggi lebih dari empat
setengah meter, butuh waktu lebih dari dua puluh tahun bagi
Lorenzo Ghiberti untuk menyelesaikan sepasang pintu utama
tersebut. Pintu-pintu itu dihiasi dengan sepuluh panel halus
figur-figur biblikal berkualitas tinggi sehingga Giorgio Vasari
men?julukinya "sempurna dalam setiap aspek dan ... adikarya
ter??indah yang pernah diciptakan".
Namun, testimoni Michelangelo-lah yang memunculkan
julukan karya itu yang bertahan hingga kini. Michelangelo me?
nyatakan bahwa pintu-pintu itu sedemikian indah sehingga layak
digunakan ... sebagai Gerbang Surga.[]
isi INFERNO [SC].indd 327
BAB lkitab dalam perunggu, pikir Langdon, mengagumi kedua
pintu indah di hadapan mereka.
Gerbang Surga Ghiberti yang berkilau itu terdiri atas
sepu?luh panel persegi empat, masing-masing menggambarkan
adegan penting dari Kitab Perjanjian Lama. Mulai dari Taman
Firdaus hingga Musa dan kuil Raja Salomo, kisah terpahat
Ghiberti mem?bentang di atas dua kolom vertikal yang masingmasing terdiri atas lima panel.
Selama berabad-abad, rangkaian menakjubkan adeganadegan individual itu telah memantik semacam kontes popularitas
di antara para seniman dan sejarahwan seni. Semua orang, mulai
dari Botticelli hingga para pengkritik modern, memperdebatkan
pilihan mereka mengenai "panel terbaik". Berdasarkan konsensus
umum, pemenangnya selama berabad-abad adalah kisah Yakub
dan Esau"panel tengah di kolom sebelah kiri"yang konon
di?pilih karena jumlah metode artistik mengesankan yang digu?
nakan dalam pembuatannya. Namun, Langdon curiga, alasan
ke?me?nangan panel itu yang sebenarnya adalah karena Ghiberti
me?milih untuk menuliskan namanya di sana.
Beberapa tahun sebelumnya, dengan bangga Ignazio Busoni
menunjukkan pintu-pintu ini kepada Langdon, lalu dengan malumalu mengakui bahwa setelah terpajan banjir, vandalisme, dan
polusi udara selama setengah milenium, diam-diam kedua pintu
bersepuh emas itu ditukar dengan replika yang persis sama, dan
kini pintu-pintu aslinya disimpan di Museo dell"Opera del Duomo
untuk direstorasi. Dengan sopan, Langdon menahan diri untuk
tidak mengatakan kepada Busoni bahwa dia tahu sekali kalau
isi INFERNO [SC].indd 328
329 Infern o mereka sedang mengagumi barang palsu, dan sesungguhnya
replika itu adalah pintu Ghiberti "palsu" kedua yang dijumpainya.
Replika pertama dijumpai oleh Langdon secara tidak sengaja
ketika dia sedang meriset labirin-labirin Katedral Grace di San
Francisco dan mendapati bahwa replika Gerbang Surga Ghiberti
telah berfungsi sebagai pintu depan katedral itu semenjak per?te?
ngahan abad kedua puluh. Ketika Langdon berdiri di hadapan mahakarya Ghiberti itu,
matanya beralih pada plakat informasi singkat yang terpasang
di dekat situ. Di sana tertulis frasa sederhana bahasa Italia yang
me?narik perhatiannya, membuatnya terkejut.
La peste nera?"Kematian Hitam". Astaga, pikir Langdon, frasa
itu selalu ada ke mana pun aku menoleh! Menurut plakatnya, kedua
pintu itu dibuat sebagai persembahan "nazar" kepada Tuhan"
ungkapan terima kasih karena, entah bagaimana, Florence berhasil
lolos dari wabah itu. Langdon memaksakan matanya untuk menatap Gerbang Sur?ga
kembali, sementara kata-kata Ignazio kembali menggema da?lam
benaknya. Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Walaupun Ignazio sudah berjanji, Gerbang Surga itu jelas ter?
tutup seperti biasa, kecuali saat hari libur keagamaan yang langka.
Biasanya, turis-turis memasuki rumah pembaptisan itu dari sisi
lain, lewat pintu utara. Sienna berjingkat-jingkat di samping Langdon, berupaya
melihat di antara kerumunan orang. "Tidak ada pegangan pintu,"
katanya. "Tidak ada lubang kunci. Tidak ada sesuatu pun."
Benar, pikir Langdon. Ghiberti tak mau merusak mahakaryanya
dengan sesuatu yang begitu remeh seperti tombol pintu. "Pintupintu itu mengayun ke dalam. Dikunci dari dalam."
Sienna berpikir sejenak, mengerutkan bibir. "Jadi, dari luar
sini ... tak seorang pun tahu apakah pintunya terkunci atau ti?
dak." Langdon mengangguk. "Kuharap, itulah tepatnya yang dipi?
kirkan oleh Ignazio."
isi INFERNO [SC].indd 329
330 D an B rown Dia berjalan beberapa langkah ke kanan dan memandang
sisi utara gedung hingga ke pintu yang hiasannya jauh lebih
se?dikit"pintu masuk turis. Di sana, seorang pemandu wisata
yang tampak jemu sedang merokok dan menolak turis-turis
yang bertanya dengan menunjuk papan-tanda di pintu masuk:
APERTURA 1300-1700. Baru dibuka beberapa jam lagi, pikir Langdon senang. Dan belum
ada seorang pun di dalam. Secara naluriah, dia menengok arloji,
dan sekali lagi teringat bahwa arloji Mickey Mouse-nya sudah
hi?lang. Ketika dia kembali kepada Sienna, sekelompok turis berada
bersama perempuan itu. Mereka sibuk memotret dari balik pagar
besi sederhana beberapa puluh sentimeter di depan Gerbang Surga
untuk mencegah turis-turis agar tidak terlalu dekat dengan ma?
ha?karya Ghiberti. Gerbang pelindung ini terbuat dari besi-tempa hitam, dengan
hias?an paku-paku yang dicelup cat emas dan dibentuk bagai sinar
matahari, mirip pagar rumah sederhana yang sering kali me?lin?
dungi rumah-rumah di pinggiran kota. Sayangnya, plakat yang
men?jelaskan Gerbang Surga Ghiberti dipasang di pagar yang sa?ngat
biasa ini, bukannya di gerbang perunggu yang spektakuler itu.
Langdon pernah mendengar bahwa penempatan plakat ini
terkadang menimbulkan kebingungan di antara para turis. Dan
memang, tepat saat itu seorang perempuan gemuk dengan setelan
baju olahraga Juicy Couture menyibak kerumunan orang, me?man?
dang plakat itu, mengernyit memandang gerbang besi-tempa, dan
mendengus, "Gerbang Surga" Wah, kelihatannya seperti pagar
an?jingku di rumah!" Lalu dia melenggang pergi sebelum sese?
orang bisa menjelaskan. Sienna meraih gerbang pelindung itu, lalu dengan santai
meng?intip melalui jeruji untuk melihat mekanisme kunci di ba?
lik?nya. "Lihat," bisiknya, sambil menoleh memandang Langdon de?
ngan mata membelalak. "Gembok di baliknya tidak terkunci."
isi INFERNO [SC].indd 330
331 Infern o Langdon melongok lewat jeruji dan melihat bahwa Sienna
benar. Gembok itu diposisikan seakan terkunci, tapi jika diper?hati?
kan dengan lebih saksama, Langdon bisa melihat bahwa gembok
itu jelas tidak terkunci.
Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Langdon mendongak memandang Gerbang Surga di balik
pa?gar. Jika Ignazio benar-benar membiarkan kedua pintu utama
rumah pembaptisan itu tidak terkunci, pintu-pintu itu pasti bisa
dibuka. Namun, tantangannya adalah masuk ke dalam tanpa
me?narik perhatian orang, termasuk, tidak dira?gu?kan lagi, polisi
dan para penjaga Duomo. "Lihat!" mendadak terdengar teriakan seorang perempuan.
"Dia hendak melompat!" Suaranya dipenuhi kengerian. "Di atas
sana, di menara lonceng!"
Kini Langdon berbalik dari pintu-pintu itu, dan melihat bahwa
perempuan yang berteriak tadi adalah ... Sienna. Perempuan itu
berdiri lima meter jauhnya, menunjuk menara-lonceng Giotto dan
berteriak, "Di atas sana! Dia hendak melompat!"
"Seseorang melompat"!"
"Di mana"!"
"Aku tidak melihatnya!"
"Di sana, sebelah kiri"!"
Hanya perlu beberapa detik bagi semua orang di seluruh alunalun untuk merasakan kepanikan itu dan mengikuti, mendongak
menatap puncak menara-lonceng. Bagaikan api-liar yang melahap
ladang jerami kering, gelombang ketakutan melanda seluruh
piazza hingga semua orang menjulurkan leher, mendongak, dan
menunjuk. Viral marketing, pikir Langdon, yang langsung menyadari
bah?wa dia hanya punya waktu beberapa detik untuk bertindak.
Dia lang?sung meraih pagar besi-tempa itu dan mengayunkannya
hingga terbuka, persis ketika Sienna kembali ke sampingnya dan
me?nye?linap bersamanya ke dalam ruang kecil di balik pagar. Se?
telah menutup gerbang di belakang mereka, Langdon dan Sienna
berbalik menghadap dua pintu perunggu setinggi empat setengah
isi INFERNO [SC].indd 331
332 D an B rown
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meter. Langdon, sembari berharap dirinya memahami Ignazio
de?ngan benar, membenturkan bahunya ke satu sisi pintu ganda
besar itu dan menjejakkan kakinya keras-keras.
Tak terjadi sesuatu pun. Lalu, dengan kelambatan yang me?
nyik?sa, bagian pintu yang berat itu mulai bergerak. Pintu-pintu?nya
terbuka! Gerbang Surga mengayun terbuka kira-kira tiga puluh
sentimeter dan, tanpa menyia-nyiakan waktu, Sienna berputar me?
nyam?ping dan menyelinap masuk. Langdon mengikuti, beringsut
menyamping melewati celah sempit itu ke dalam keremangan
rumah pembaptisan. Bersama-sama mereka berbalik dan mendorong pintu ke
arah sebaliknya, dengan cepat menutup portal besar itu dengan
bunyi berdebuk keras. Kebisingan dan kekacauan di luar langsung
menguap, menyisakan keheningan.
Sienna menunjuk balok kayu panjang di lantai di dekat kaki
mereka, yang berfungsi sebagai palang pintu, tapi jelas telah dike?
luarkan dari besi-siku di kedua sisi pintu. "Agaknya Ignazio telah
menyingkirkannya untukmu," katanya.
Bersama-sama mereka mengangkat balok itu dan menjatuh?
kan?nya kembali ke dalam kedua besi sikunya, secara efektif
me?malang Gerbang Surga ... dan mengunci diri mereka sendiri
dengan aman di dalam. Beberapa lama Langdon dan Sienna berdiri dalam keheningan,
bersandar di pintu dan mengatur napas. Diban?dingkan dengan
kebisingan piazza di luar, interior ru?mah pem?bap?tisan itu terasa
sama damainya bagaikan surga itu sendiri.
______ Di luar Baptistry of San Giovanni, lelaki berkacamata Plume Paris
dan dasi paisley bergerak melewati kerumunan orang, meng?
abaikan tatapan tak nyaman dari mereka yang memperhatikan
ruam berdarahnya. Dia baru saja mencapai pintu-pintu perunggu, tempat Robert
Langdon dan rekan berambut pirangnya tadi menghilang dengan
isi INFERNO [SC].indd 332
333 Infern o cerdik. Dia bisa mendengar bunyi berdebuk keras pintu yang
dipalang dari dalam. Tidak ada jalan masuk di sini.
Perlahan suasana di piazza kembali normal. Turis-turis yang
menatap ke atas penuh harap kini kehilangan minat. Tidak ada yang
melompat. Semua orang melanjutkan kegiatan mereka.
Lelaki itu kembali merasa gatal, ruamnya semakin memburuk.
Kini ujung jemari tangannya bengkak dan pecah-pecah. Dia
me?nye?lipkan kedua tangannya ke dalam saku agar tidak meng?
ga?ruk. Dadanya terus berdenyut-denyut nyeri ketika dia mulai
me?ngi?tari rumah pembaptisan persegi delapan itu untuk mencari
pintu masuk lain. Dia baru saja berbelok ketika merasakan tusukan rasa nyeri
di jakunnya dan menyadari bahwa dirinya telah kembali meng?
garuk-garuk.[] isi INFERNO [SC].indd 333
BAB enurut legenda, secara fisik mustahil untuk tidak men?
dongak setelah memasuki Baptistry of San Gio?vanni.
Walaupun sudah sering memasuki ruangan ini, Lang?
don tetap merasakan tarikan mistis dan membiarkan pan?dang?
annya merayap ke atas menuju langit-langit.
Tinggi, di atas kepala, permukaan bagian dalam kubah per?
segi-delapan rumah pembaptisan itu membentang lebih dari dua
puluh lima meter dari satu sisi ke sisi lain. Permukaan itu mengilat
dan bercahaya, seakan terbuat dari batu bara yang menyala.
Permukaan emas kuning-kecokelatan mengilatnya memantulkan
cahaya kuning-kecokelatan lebih dari sejuta ubin smalti"susunan
mosaik tanpa nat yang dipotong secara manual dari glasir silika
serupa kaca"diatur membentuk enam cincin konsentris tempat
adegan-adegan dari Alkitab digambarkan.
Untuk menambah drama pada bagian atas ruangan mengilat
itu, cahaya alami menembus ruang gelap lewat sebuah jendela
bulat"sangat menyerupai jendela-bulat Pantheon Roma"di?
bantu serangkaian jendela kecil tinggi yang menjorok ke dalam
dan mengarahkan sorot-sorot cahaya begitu terfokus dan rapat
sehingga nyaris menyerupai balok-balok struktural yang dipasang
dengan sudut berubah-ubah.
Ketika Langdon berjalan semakin jauh memasuki ruangan
bersama Sienna, dia mengamati mosaik langit-langit yang mele?
genda itu"representasi tingkatan surga dan neraka, sangat me?
nye?rupai penggambaran dalam The Divine Comedy.
Dante Alighieri melihat langit-langit ini semasa kecil, pikir Lang?
don. Inspirasi dari atas.
isi INFERNO [SC].indd 334
335 Infern o Langdon mengamati hiasan-utama mosaik. Yesus Kristus
setinggi delapan meter persis di atas altar utama, duduk meng?
ha?kimi mereka yang diselamatkan dan yang dihukum.
Di tangan kanan Yesus, orang-orang saleh menerima ganjaran
kehidupan abadi. Namun, di tangan kiri-Nya, orang-orang berdosa dirajam,
di?pang?gang pada tonggak, dan dilahap oleh segala macam makh?
luk. Mosaik iblis raksasa yang digambarkan sebagai hewan buas
pemakan-manusia, tampak mengawasi penyiksaan itu. Langdon
selalu meringis ketika melihat sosok iblis ini. Lebih dari tujuh ratus
tahun silam, sosok mengerikan ini menunduk menatap Dante
Alighieri muda, menakut-nakutinya dan memberi Dante inspirasi
akan apa yang tersembunyi dalam lingkaran terbawah neraka.
Mosaik mengerikan itu menggambarkan iblis bertanduk
yang sedang melahap manusia dengan kepala terlebih dahulu.
Se?pasang kaki korban menggantung dari mulut iblis, mirip kaki
para pendosa yang menggapai-gapai, setengah terkubur dalam
Malebolge Dante. Lo "mperador del doloroso regno, pikir Langdon, mengingat teks
Dante. Kaisar dari kerajaan keputusasaan.
Ular besar yang menggeliat-geliat tampak meluncur dari
ke??dua telinga iblis. Kedua ular besar itu juga sedang melahap
pen??dosa, memberi kesan seakan si iblis berkepala tiga, persis
se?perti yang digambarkan Dante dalam canto terakhir Inferno.
Lang?don meng??gali ingatannya dan mengingat fragmen-fragmen
peng??gam??baran Dante. Di kepalanya, dia punya tiga wajah ... ketiga dagunya memancurkan
buih berdarah ... ketiga mulutnya digunakan sebagai penggiling ...
menghancurkan tiga pendosa sekaligus.
Langdon tahu, kejahatan iblis yang tiga kali lipat itu penuh
dengan arti sim?bolis: menempatkannya dalam keseimbangan
yang sempurna dengan tiga kemuliaan Trinitas Suci.
Saat Langdon mendongak menatap pemandangan mengerikan
itu, dia berupaya membayangkan efeknya terhadap Dante muda,
isi INFERNO [SC].indd 335
336 D an B rown yang menghadiri kebaktian di gereja ini selama bertahun-tahun
dan melihat iblis menunduk menatapnya setiap kali dia berdoa.
Namun, pagi ini Langdon punya perasaan tak nyaman bahwa
iblis itu sedang menatap tepat ke arah-nya.
Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ke balkon lantai
dua yang merupakan galeri-berdiri"area khusus yang diizinkan
bagi perempuan yang ingin menyaksikan pembaptisan"lalu pan?
dangannya turun ke makam-gantung Anti-Paus Yohanes XXIII.
Jena?zahnya terbaring tinggi di dinding dalam peristirahatannya,
seperti penghuni gua atau subjek dalam tipuan-melayang pesu?
lap. Akhirnya, pandangan Langdon mencapai lantai ubin ber?
hias?an rumit, yang dipercaya oleh banyak orang mengandung
referensi astronomi Abad Pertengahan. Langdon membiarkan
ma?tanya bergerak melintasi pola lantai hitam putih yang rumit
hingga ke bagian tengah ruangan.
Itu dia, pikir Langdon. Sadar dirinya tengah menatap tem?pat
Dante Alighieri dibaptis pada pertengahan terakhir abad ketiga
belas. ?"Aku akan kembali sebagai penyair ... di tempat bap?tis?
anku,?" kata Langdon. Suaranya menggema. "Ini dia."
Sienna tampak bingung ketika memandang bagian tengah
lan?tai yang ditunjuk oleh Langdon. "Tapi ... tidak ada apa-apa
di sana." "Tidak lagi," jawab Langdon.
Yang tersisa hanyalah ubin besar persegi delapan berwarna
cokelat kemerahan. Area persegi delapan yang luar biasa seder?ha?
nanya ini jelas mengganggu pola lantai yang rancangannya lebih
rumit, dan lebih menyerupai lubang tambalan besar. Tetapi itu
memang lubang tambalan besar.
Cepat-cepat Langdon menjelaskan bahwa tempat baptisan asli
di tempat itu benar-benar berupa kolam persegi-delapan besar
yang terletak tepat di tengah ruangan. Apabila tempat baptisan
mo?dern biasanya berupa baskom yang diletakkan tinggi, tempat
baptisan kuno lebih menyerupai arti harfiah kata pancuran, kolam
atau font"yaitu "mata air" atau "air mancur?"dalam hal ini
isi INFERNO [SC].indd 336
337 Infern o berupa kolam air yang dalam, agar para peserta pembaptisan
bisa dibenamkan lebih dalam. Langdon bertanya-tanya seperti
apa bilik batu ini kedengarannya, di saat anak-anak berteriak
ke?ta??kutan ketika dibenamkan ke dalam kolam besar berisi air
se?dingin es yang dulu ada di tengah ruangan itu.
"Pembaptisan di sini terasa dingin dan menakutkan," jelas
Langdon, "Ritus pendewasaan yang sejati. Bahkan berbahaya.
Konon Dante pernah melompat ke dalam tempat baptisan di sini
untuk menyelamatkan seorang anak yang tenggelam. Tetapi,
tempat baptisan asli itu ditutup pada suatu saat di abad keenam
belas." Mata Sienna kini mulai melesat ke sekeliling gedung, kekha?
watirannya jelas tampak. "Tapi jika tempat baptisan Dante sudah
tidak ada ... di mana Ignazio menyembunyikan topeng itu"!"
Langdon memahami kekhawatiran perempuan itu. Banyak
sekali kemungkinan tempat persembunyian di dalam bilik besar
ini"di balik pilar, patung, makam, di dalam ceruk, di altar, bah?
kan di lantai atas. Namun, Langdon merasa sangat percaya diri ketika berbalik
dan menghadap pintu yang baru saja mereka masuki tadi. "Kita
harus mulai dari sana," katanya sambil menunjuk area di depan
dinding, persis di sebelah kanan Gerbang Surga.
Di atas lantai tinggi, di balik gerbang berhias, ter?dapat se?
ma?cam peti besar persegi enam dari pualam berukir, me?nye?
ru?pai altar kecil atau meja pelayanan. Eksterior peti pualam
itu berukiran begitu rumit sehingga menyerupai kameo dari
cang?kang kerang mutiara. Di atasnya terdapat permukaan kayu
mengilat berdiameter sekitar satu meter.
Sienna tampak ragu ketika mengikuti Langdon ke sana.
Ketika mereka menuruni tangga dan berjalan memasuki gerbang
pelindung itu, Sienna melihat dengan lebih saksama, dan menghela
napas terkejut ketika menyadari apa yang sedang dilihatnya.
Langdon tersenyum. Tepat sekali. Ini bukan altar atau meja.
Per?mu?kaan kayu mengilat itu sesungguhnya adalah sebuah tu?
tup"untuk menutupi struktur berongga.
isi INFERNO [SC].indd 337
338 D an B rown "Bak baptis?" tanya Sienna.
Langdon mengangguk. "Seandainya Dante dibaptis hari ini,
maka inilah bak yang digunakan." Tanpa menyia-nyiakan waktu,
Langdon menghela napas panjang, meletakkan telapak tangan
pada penutup kayu, merasakan gelenyar pengharapan ke?tika
bersiap membuka tutup itu.
Langdon mencengkeram pinggiran penutup erat-erat dan
mengangkatnya ke satu sisi, dengan hati-hati menggeser tutup
kayu itu dan meletakkannya di lantai di samping bak bap?tis. Lalu
dia mengintip ruang kosong gelap selebar enam puluh sen?ti?meter
di baliknya. Pemandangan mengerikan yang menyambutnya membuat
Langdon menelan ludah dengan susah payah.
Dari kegelapan, wajah kematian Dante Alighieri membalas
tatapannya.[] isi INFERNO [SC].indd 338
BAB arilah, maka akan kau temukan.
Langdon berdiri di pinggir bak baptis dan me?nun?duk
menatap topeng kematian kuning pucat itu, yang wajah
keriputnya menatap kosong ke atas. Hidung mem?beng?kok dan
dagu mencuat itu tidak diragukan lagi.
Dante Alighieri. Wajah tak bernyawa itu sudah cukup menyeramkan, tapi
se?suatu me?ngenai posisinya di dalam bak membuatnya seakan
nya?ris supernatural. Sejenak Langdon tidak yakin akan apa yang
se??dang dilihatnya. Apakah topeng itu ... melayang"
Langdon berjongkok rendah, mengamati dengan lebih sak?
sa?ma pemandangan di hadapannya. Bak itu dalamnya be?berapa
puluh sentimeter"lebih menyerupai sumur vertikal daripada bak
dangkal"dinding curamnya memanjang ke bawah, ke tempat
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penyimpanan persegi enam yang dipenuhi air. Anehnya, topeng
itu seakan melayang di tengah bak ... persis di atas permukaan
air, seakan karena sihir.
Perlu sejenak bagi Langdon untuk menyadari apa yang me?
nim?bulkan ilusi itu. Bak baptis segi enam itu ternyata me?miliki
po?ros tengah vertikal yang menjulang ke atas hingga separuh
bak. Bagian puncaknya pipih seperti piring logam kecil persis di
atas air. Agaknya piring itu adalah kepala air mancur dekoratif
dan mungkin tempat untuk meletakkan pantat bayi yang sedang
di??baptis, tapi saat ini benda itu berfungsi sebagai alas tempat to?
peng Dante berada, sehingga tak tersentuh air.
isi INFERNO [SC].indd 339
340 D an B rown Langdon dan Sienna terdiam dalam hening, berdampingan
sambil menunduk menatap wajah keriput Dante Alighieri, yang
Api Di Bukit Menoreh 6 Bangkok Love Story Karya Gola Gong Kisah Si Naga Langit 7
nyeimbangkan tubuh di atas balok di samping Langdon, tampak
kebingungan. Langdon mengayunkan senternya ke depan dan ke
belakang untuk menunjukkan pemandangan ganjil itu kepada
Sienna. Dari tempat mereka berdiri, pemandangan di sepanjang
lo?teng itu mirip seperti meneropong melalui barisan panjang
segi?tiga sama kaki yang memanjang hingga akhirnya lenyap di
kejauhan. Di bawah kaki mereka, loteng itu tidak punya papan
lantai, sehingga balok-balok penyokong horizontalnya terlihat
seluruhnya, menyerupai serang?kaian balok rel kereta api yang
besar. Langdon menunjuk lurus ke bawah terowongan panjang
itu, berbisik. "Ruangan ini persis berada di atas Hall of the Five
Hundred. Jika kita bisa mencapai ujung seberang, aku tahu cara
me?ne?mukan Duke of Athens Stairway."
Sienna memandang skeptis labirin balok dan penyokong
yang menghampar di depan mereka. Satu-satunya cara yang
terpikirkan untuk menyeberang loteng adalah dengan melompat
dari kasau ke kasau, seperti anak kecil yang melompati balokbalok rel kereta api. Kasau-kasaunya lebar"masing-masing
ter?diri atas beberapa balok yang disatukan dengan penjepit besi
le?bar menjadi satu berkas yang kuat"cukup lebar untuk dipijak.
Na?mun, tan?tang?an?nya adalah jarak di antara kasau-kasau itu ter?
lalu jauh un??tuk dilompati dengan aman.
"Mustahil aku bisa melompat dari satu balok ke balok lain,"
bisik Sienna. Langdon juga ragu apakah dia bisa melakukannya, dan jatuh
berarti kematian yang pasti. Dia mengarahkan senter ke bawah,
menembus ruang terbuka di antara kasau-kasau.
Dua setengah meter di bawah mereka, digantung oleh batangbatang besi, tampak bentangan horizontal berdebu"semacam
lan?tai"yang menghampar sejauh mata memandang. Walaupun
tam?pak kokoh, Langdon tahu bahwa lantai itu sebagian besarnya
berupa bentangan kain kanvas yang tertutup debu. Inilah "bagian
isi INFERNO [SC].indd 277
278 D an B rown belakang" langit-langit gantung Hall of the Five Hundred"ben?
tangan luas panel-panel kayu yang membingkai tiga puluh sem?
bilan kanvas Vasari, semuanya dipasang mendatar dalam sema?
cam konfigurasi yang menyerupai selimut kain perca.
Sienna menunjuk bentangan berdebu di bawah mereka.
"Bisakah kita turun ke sana dan berjalan menyeberang?"
Tidak, kecuali jika kau ingin jatuh menembus kanvas Vasari ke
dalam Hall of the Five Hundred.
"Ada cara yang lebih baik," kata Langdon tenang, tidak ingin
membuat Sienna ketakutan. Dia mulai berjalan di sepanjang kasau
menuju rusuk-utama di tengah loteng.
Dalam kunjungan terdahulu, selain mengintip lewat jendelaintip di ruang model-model arsitektural, Langdon juga menjelajahi
loteng dengan berjalan kaki, masuk lewat ambang pintu di ujung
lain loteng. Jika ingatannya tak salah, jalan-setapak papan yang
kuat membentang di sepanjang rusuk-utama loteng, memberi
ak?ses kepada turis-turis menuju dek-intip besar di tengah ruang?
an. Namun, ketika Langdon tiba di tengah kasau, dia menemukan
jalan-setapak kayu yang sama sekali tidak menyerupai apa yang
diingatnya dari turnya. Seberapa banyak Nebbiolo yang kuminum hari itu"
Alih-alih struktur yang kuat dan layak dijalani oleh turis,
Lang?don melihat berbagai macam papan longgar yang diletakkan
melintang melintasi balok-balok untuk menciptakan titian se?ada?
nya"lebih menyerupai jalinan tali daripada jembatan.
Tampaknya, jalan-setapak turis yang kuat dan dimulai dari
ujung yang satunya itu hanya memanjang hingga ke panggungintip tengah. Dari sana, jelas turis-turis mundur kembali. Balok
keseimbangan seadanya yang kini dihadapi oleh Langdon dan
Sienna kemungkinan besar dipasang agar para teknisi bisa meng?
urus ruangan loteng yang ada di bagian ini.
"Tampaknya kita harus berjalan dari papan ke papan," kata
Langdon sambil memandang bimbang papan-papan sempit itu.
isi INFERNO [SC].indd 278
279 Infern o Sienna mengangkat bahu, tampak tenang. "Tidak lebih buruk
daripada Venesia di musim banjir."
Langdon menyadari kebenaran ucapan ini. Pada perjalanan
riset terbarunya ke Venesia, Lapangan Santo Markus berada di
bawah air setinggi tiga puluh sentimeter, dan dia berjalan dari
Hotel Danieli ke basilika melewati papan-papan kayu yang dile?
tak?kan melintang di antara balok-balok cinder dan ember-ember
terbalik. Tentu saja, kekhawatiran bila sepatu kulit basah kena
air, jauh berbeda dengan terjun bebas menembus mahakarya
Re?naisans hingga tewas. Langdon menyingkirkan pikiran itu dan melangkah ke atas
papan sempit dengan kepercayaan-diri palsu, berharap bisa me?
ne?nangkan kekhawatiran apa pun yang mungkin diam-diam
di?sem?bunyikan oleh Sienna. Namun, jantung Langdon tetap
ber?dentam-dentam ketika dia berjalan melintasi papan pertama.
Ketika tiba di tengah, papan itu melengkung menahan bobot
tu?buhnya, berderit mengancam. Langdon maju terus, kini lebih
cepat, dan akhirnya berhasil menyeberang ke kasau kedua yang
lebih stabil. Sambil mengembuskan napas, Langdon berbalik dan me?nyo?
rotkan senternya untuk Sienna, bersiap memberikan kata-kata
penyemangat. Tetapi, perempuan itu sama sekali tidak me?mer?
lukan penyemangat. Begitu senter Langdon menerangi papan,
Sienna berjalan melintasi papan ringkih itu dengan ke?tang?kasan
yang luar biasa. Papan nyaris tidak melengkung di ba?wah tubuh
rampingnya, dan dalam hitungan detik, Sienna sudah bergabung
bersama Langdon di sisi seberang.
Langdon, yang menjadi bersemangat, berbalik dan bersiap
melintasi papan berikutnya. Sienna menunggu hingga Langdon
menyeberang dan bisa berbalik untuk menyorotkan senter untuk?
nya, lalu dia mengikuti, tepat di belakang Langdon. Mereka
maju terus, kini dengan irama teratur"dua sosok yang bergerak
ber?gan?tian dengan diterangi oleh satu senter tunggal. Dari suatu
tempat di bawah mereka, suara walkie-talkie polisi berderakderak menembus langit-langit tipis. Langdon membiarkan dirinya
isi INFERNO [SC].indd 279
280 D an B rown terse?nyum samar. Kami melayang-layang di atas Hall of the Five
Hundred, tidak berbobot dan tidak terlihat.
"Jadi, Robert," bisik Sienna. "Kau bilang Ignazio memberi?ta?
humu lokasi topeng itu?"
"Ya ... tapi dalam semacam kode." Cepat-cepat Langdon
menjelaskan bahwa Ignazio tampaknya tidak ingin mengungkapkan
lokasi topeng itu di mesin penjawab telepon, sehingga memberikan
informasinya dengan cara lebih tersembunyi. "Dia merujuk pada
surga, yang kuasumsikan adalah kiasan untuk bagian terakhir
The Divine Comedy. Kata-kata persisnya adalah "Surga Dua puluh
lima"." Sienna mendongak. "Pasti yang dimaksudkannya adalah
Canto Dua puluh lima."
"Aku setuju," kata Langdon. Secara kasar, canto bisa disamakan
dengan bab, kata itu berasal dari tradisi oral "menyanyikan" puisipuisi epik. The Divine Comedy memiliki total seratus canto, terbagi
dalam tiga bagian. Inferno (Neraka) 1-34 Purgatorio (Penebusan) 1-33
Paradiso (Surga) 1-33 Surga Dua puluh lima, pikir Langdon, berharap ingatan
eidetiknya cukup kuat untuk mengingat seluruh teks. Sayangnya
tidak"kami harus mencari teks itu.
"Ada lagi," lanjut Langdon. "Hal terakhir yang dikatakan
Ignazio kepadaku adalah: "Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi
kau harus cepat.?" Dia terdiam, menoleh memandang Sienna. "Canto
Dua puluh lima mungkin merujuk pada lokasi spesifik di sini, di
Florence. Tampaknya, suatu tempat yang bergerbang."
Sienna mengernyit. "Tapi, kota ini mungkin punya lusinan
gerbang." "Ya, itulah sebabnya kita harus membaca Paradiso Canto Dua
puluh lima." Langdon mengulaskan senyum penuh harap. "Kau
tidak kebetulan hafal seluruh Divine Comedy, bukan?"
isi INFERNO [SC].indd 280
281 Infern o Sienna memandangnya dengan ekspresi konyol. "Empat
belas ribu baris bahasa Italia kuno yang kubaca semasa kecil?"
Dia menggeleng. "Kaulah yang punya ingatan hebat, Profesor.
Aku hanya dokter." Ketika mereka terus maju, entah bagaimana Langdon merasa
sedih karena Sienna, setelah semua yang mereka alami bersamasama, tampaknya masih lebih suka menyembunyikan kebenaran
mengenai kecerdasannya yang luar biasa. Dia hanya dokter" Mau
tak mau Langdon tergelak. Dokter paling rendah hati di dunia, pi?
kir?nya, mengingat kliping-kliping yang dibacanya mengenai
berbagai ke?ahlian istimewa Sienna"yang, sayangnya, walaupun
tidak mengejutkan, tidak termasuk ingatan utuh terhadap salah
satu puisi epik terpanjang dalam sejarah.
Dalam keheningan, mereka terus maju, melintasi beberapa
balok lagi. Akhirnya, Langdon melihat bentuk menggembirakan
dalam kegelapan di depannya. Panggung-intip! Susunan papan
membahayakan yang sedang mereka tempuh itu menuntun lang?
sung ke sebuah struktur yang jauh lebih kokoh, dilengkapi pagar
pembatas. Jika naik ke atas panggung itu, mereka bisa melanjutkan
dengan menyusuri jalan-setapak, hingga akhirnya keluar dari
lo?teng lewat ambang pintu yang, seingat Langdon, sangat dekat
dengan Duke of Athens Stairway.
Ketika mereka mendekati panggung, Langdon menunduk me?
mandang langit-langit kanvas yang menggantung dua setengah
meter di bawah sana. Sejauh ini, semua panel di bawah mereka
tam?pak serupa. Namun, panel selanjutnya berukuran besar"jauh
lebih besar daripada yang lainnya.
Apotheosis of Cosimo I, pikir Langdon.
Panel melingkar besar ini adalah lukisan Vasari yang paling
ber?harga"panel utama di seluruh Hall of the Five Hundred.
Lang??don sering kali menunjukkan slide-slide karya ini kepada para
maha?siswanya, menunjukkan kesamaan-kesamaannya dengan
Apotheosis of Washington di Gedung Capitol AS"sebuah bukti
bahwa Amerika yang masih muda itu mengadopsi jauh lebih
banyak hal dari Italia, alih-alih konsep republik saja.
isi INFERNO [SC].indd 281
282 D an B rown Namun, hari ini Langdon lebih tertarik untuk bergegas me?
le?wati Apotheosis daripada mempelajarinya. Dia mempercepat
langkah, lalu sedikit menoleh untuk berbisik kepada Sienna bahwa
mereka hampir tiba. Ketika dia berbuat begitu, kaki kanannya bergeser dari bagian
tengah papan dan sepatu kulit santai pinjamannya mendarat sete?
ngahnya di luar pinggiran papan. Pergelangan kakinya berputar,
dan Langdon terhuyung-huyung ke depan, setengah tersandung,
setengah berlari, berupaya maju selangkah dengan cepat untuk
memulihkan keseimbangannya.
Namun, terlambat. Lutut Langdon menghantam keras papan, dan kedua tangan?
nya terjulur dengan putus asa ke depan, berupaya meraih kasau
melintang. Senternya jatuh berdebam ke ruang gelap di bawah
me?reka, mendarat di atas kanvas yang menangkapnya seperti
jaring. Kedua kaki Langdon melompat, nyaris gagal meng?antar?
kannya dengan aman ke kasau berikutnya ketika papan tumpuan
itu jatuh, lalu mendarat dengan suara keras dua setengah meter
di bawah sana, di atas panel kayu yang mengelilingi kanvas Apo?
theosis-nya Vasari. Suaranya menggema ke seluruh loteng.
Dengan ngeri, Langdon bangkit berdiri dan menoleh meman?
dang Sienna. Dalam kilau suram senter yang tergeletak di atas kanvas di
bawah sana, Langdon bisa melihat Sienna berdiri di atas kasau
di belakangnya, terjebak, tidak ada jalan untuk menyeberang.
Mata Sienna mengungkapkan apa yang sudah diketahui oleh
Lang?don. Suara papan jatuh itu hampir pasti mengungkapkan
lo?kasi mereka. ______ Mata Vayentha langsung terarah ke langit-langit berhiasan rumit
itu. isi INFERNO [SC].indd 282
283 Infern o "Tikus-tikus di loteng?" Lelaki yang membawa kamera video
tadi bergurau gugup ketika suara itu menggema ke bawah.
Tikus-tikus besar, pikir Vayentha, sambil mendongak meman?
dang lukisan melingkar di tengah langit-langit ruangan. Awan
debu kecil kini berguguran di antara panel-panel, dan Vayentha
berani bersumpah melihat tonjolan kecil di kanvas ... seakan se?
seorang menekan kanvas itu dari sisi sebaliknya.
"Mungkin salah seorang petugas menjatuhkan pistolnya dari
panggung-intip," kata lelaki itu, sambil memandang tonjolan di
dalam lukisan itu. "Menurut Anda, apa yang mereka cari" Semua
aktivitas ini sangat menggelisahkan."
"Panggung-intip?" desak Vayentha. "Orang bisa naik ke atas
sana?" "Pasti." Lelaki itu menunjuk pintu masuk museum. "Persis
di balik pintu itu ada pintu menuju jalan-setapak di dalam loteng.
Anda bisa melihat susunan kasau Vasari. Menakjubkan."
Suara Br?der mendadak menggema kembali melintasi Hall
of the Five Hundred. "Jadi, ke mana gerangan mereka pergi"!"
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-katanya, seperti teriakan marahnya belum lama ber?
selang, terdengar dari balik kisi-kisi yang terletak tinggi di dinding
di sebelah kiri Vayentha. Tampaknya Br?der berada di dalam
ruangan di balik kisi-kisi itu ... satu tingkat di bawah langit-langit
berhiasan-rumit. Mata Vayentha kembali memandang tonjolan di kanvas.
Tikus-tikus di loteng, pikirnya. Berupaya mencari jalan keluar.
Dia mengucapkan terima kasih kepada lelaki dengan kamera
video itu, lalu berjalan cepat menuju pintu masuk museum.
Pintunya tertutup, tapi dengan semua petugas yang berlarian
ma???suk dan keluar, Vayentha menduga pintu itu tidak terkunci.
Dan memang, instingnya benar.[]
isi INFERNO [SC].indd 283
BAB i luar piazza, di tengah keriuhan polisi yang berdatangan,
seorang lelaki paruh baya berdiri di bawah bayangbayang Loggia dei Lanzi, mengamati keramaian dengan
penuh perhatian. Lelaki itu mengenakan kacamata Plume Paris,
dasi paisley, dan anting emas kecil di salah satu telinganya.
Saat melihat keributan itu, tanpa sadar dia menggaruk lehernya
lagi. Ruam telah merebak di leher lelaki itu dalam semalam, yang
tampaknya semakin memburuk, terlihat bintik-bintik bisul kecil
di sepanjang garis rahang, leher, pipi, dan matanya.
Ketika melirik jari tangannya, lelaki itu melihat darah. Dia me?
ngeluarkan saputangan dan mengusap jemarinya, lalu me?nyeka
bisul-bisul yang berdarah di leher dan pipinya.
Setelah membersihkan diri, pandangannya kembali tertuju ke
dua van hitam yang diparkir di luar palazzo. Van terdekat berisi
dua orang di kursi belakang.
Salah satunya seorang tentara bersenjata berseragam hitam.
Yang lainnya seorang perempuan berusia lebih tua, namun
sangat cantik, berambut perak, memakai jimat biru.
Si tentara tampak seperti sedang mempersiapkan suntik hi?
po?dermik. ______ Di dalam van, Dr. Elizabeth Sinskey menatap kosong ke palazzo,
terheran-heran bagaimana krisis ini telah memburuk sedemikian
rupa. "Ma"am," ujar suara berat di sampingnya.
isi INFERNO [SC].indd 284
285 Infern o Dia berpaling setengah sadar ke arah tentara yang mene?
mani???nya. Tentara itu mencengkeram erat lengan atasnya dan
me??me?gang jarum suntik. "Jangan bergerak."
Tikaman tajam jarum menembus dagingnya.
Si tentara menyelesaikan penyuntikan. "Sekarang tidurlah
kembali." Sambil menutup matanya, Dr. Sinskey berani bersumpah
melihat seorang lelaki mengamatinya dari balik kegelapan
bayang-bayang. Lelaki itu mengenakan kacamata mahal dan dasi
keren. Wajahnya merah penuh ruam. Untuk sejenak, dia merasa
mengenalnya, tetapi ketika dia membuka mata untuk melihat
sekali lagi, lelaki itu telah lenyap.[]
isi INFERNO [SC].indd 285
BAB alam kegelapan loteng, Langdon dan Sienna kini ter?pi?
sahkan oleh jurang menganga selebar enam meter. Dua
setengah meter di bawah mereka, papan-papan yang
berjatuhan telah berserakan di atas rangka kayu penopang kanvas
lukisan Apotheosis Vasari. Lampu senter besar, masih menyala,
tergeletak di kanvas, menciptakan lekukan kecil, seperti batu di
atas tram?polin. "Papan di belakangmu," bisik Langdon. "Bisakah kau tarik
agar mencapai kasau ini?"
Sienna melirik papan itu. "Tidak bisa tanpa membuat ujung
satunya jatuh ke kanvas."
Langdon juga mengkhawatirkan itu; yang paling mereka
ta?kutkan sekarang adalah kalau-kalau papan selebar tiga puluh
sen?ti?meter dan sepanjang dua meter itu jatuh menimpa kanvas
Vasari. "Aku punya ide," kata Sienna, bergeser menyamping di se?
pan?jang kasau, bergerak ke dinding samping. Langdon meng?ikuti,
injakannya kian goyah seiring setiap langkah yang mereka ambil
menjauhi sorotan senter. Pada saat mencapai dinding samping,
mereka nyaris sepenuhnya berada dalam kelam.
"Di bawah sana," bisik Sienna, menunjuk ke arah kegelapan
di bawah mereka. "Ujung kerangka lukisan itu pasti ditanamkan
ke dinding. Kurasa cukup kuat untuk menahan tubuhku."
Sebelum Langdon bisa memprotes, Sienna bergerak menuruni
kasau, menggunakan serangkaian balok penopang sebagai tangga.
Dia menurunkan tubuhnya ke tepi langit-langit kayu berpanel.
Kayunya berderik satu kali, tapi tidak runtuh. Ke?mudian, merayap
isi INFERNO [SC].indd 286
287 Infern o sepanjang dinding, Sienna mulai bergerak ke arah Langdon seakan
sedang beringsut di sepanjang birai gedung tinggi. Langit-langit
itu berderik lagi. Seperti berjalan di atas lapisan es tipis, pikir Langdon. Tetap di
pinggir. Ketika Sienna sampai setengah jalan, mendekati kasau tempat
Langdon berdiri dalam kegelapan, seketika Lang?don merasakan
munculnya harapan baru bahwa mereka mungkin benar-benar
bisa keluar dari sini tepat waktu.
Tiba-tiba, di suatu tempat di dalam kegelapan di depan me?
reka, terdengar suara pintu dibanting dan langkah kaki bergerak
cepat sepanjang jalan-setapak. Lalu muncul sorotan lampu senter,
menyapu wilayah itu, setiap detik semakin dekat. Langdon me?
rasa harapannya terbenam. Seseorang datang ke arah mereka"
bergerak sepanjang jalan-setapak utama dan menghalangi rute
pe?larian mereka. "Sienna, terus maju," bisik Langdon, bereaksi berdasarkan
na?luri. "Terus bergerak sepanjang dinding. Ada jalan keluar di
ujung sana. Aku akan lari mengalihkan perhatian."
"Jangan!" bisik Sienna cepat. "Robert, kembali!"
Tapi Langdon sudah bergerak, berbalik menyusuri kasau
menuju rusuk tengah loteng, meninggalkan Sienna da?lam gelap,
merayap pelan-pelan sepanjang dinding samping, dua setengah
meter di bawah Langdon. Ketika Langdon tiba di tengah loteng, siluet tak berwajah
yang sedang memegang senter itu baru saja tiba di panggungintip tinggi. Orang itu berhenti di pagar pembatas rendah dan
me?nyo?rotkan senter ke bawah, ke mata Langdon.
Sinar itu membutakan mata, dan Langdon segera mengangkat
ta?ngannya dalam kepasrahan. Dia tidak pernah merasa serentan
ini"berdiri gamang tinggi di atas Hall of the Five Hundred, di?
bu?takan oleh cahaya terang.
Langdon menunggu tembakan atau perintah menghardik,
namun hanya ada keheningan. Setelah beberapa saat, sinar senter
berayun menjauhi wajahnya dan mulai menyelidik kegelapan
isi INFERNO [SC].indd 287
288 D an B rown di belakangnya, tampaknya mencari-cari sesuatu ... atau orang
lain. Ketika sorotan tidak lagi menyilaukan matanya, Langdon
bisa mengenali siluet orang yang sekarang menghalangi rutenya
me?la?rikan diri. Seorang perempuan, ramping dan berpakaian
serbahitam. Langdon tak ragu sedikit pun bahwa di bawah topi
bisbol itu terdapat kepala dengan rambut duri.
Otot-otot Langdon secara naluriah menjadi kaku saat be?nak?
nya dibanjiri dengan gambaran dr. Marconi tergeletak tewas di
lantai rumah sakit. Dia telah menemukanku. Dia di sini untuk menyelesaikan tu?gas?
nya. Langdon membayangkan seorang penyelam-bebas Yunani
berenang ke dalam terowongan panjang, terlalu jauh dan tak
mung?kin kembali, tetapi menemukan jalan buntu.
Pembunuh itu mengayunkan sorot lampu senternya kembali
ke mata Langdon. "Mr. Langdon," bisiknya. "Di mana temanmu?"
Langdon bergidik. Pembunuh ini datang untuk kami berdua.
Langdon pura-pura melirik ke arah yang menjauh dari Sienna,
ke kegelapan di balik punggungnya tempat mereka datang tadi,
"Dia tidak ada hubungannya dengan ini. Kau menginginkan
aku." Langdon berharap Sienna sekarang sudah cukup jauh menyu?
suri dinding. Jika dia bisa menyelinap melampaui panggung-intip,
perempuan itu bisa diam-diam menyeberang kembali ke jalansetapak papan di tengah, di belakang perempuan berambut duri
ini, dan bergerak ke arah pintu.
Si pembunuh sekali lagi mengangkat senternya dan meneliti
loteng kosong di belakang Langdon. Dengan silau yang sejenak
meninggalkan matanya, Langdon menangkap kilasan sesosok
ben?tuk dalam kegelapan di belakang perempuan itu.
Oh, Tuhan, tidak! Sienna memang berhasil menyusuri kasau ke arah jalansetapak papan di tengah, tetapi sayangnya, dia hanya sembilan
me?teran di belakang penyerang mereka.
isi INFERNO [SC].indd 288
289 Infern o Sienna, tidak! Kau terlalu dekat! Dia akan bisa mendengarmu!
Sorot senter kembali ke mata Langdon lagi.
"Dengarkan baik-baik, Profesor," bisik si pembunuh. "Kalau
kau ingin hidup, aku sarankan kau memercayaiku. Misiku sudah
dihentikan. Aku tidak punya alasan untuk melukaimu. Kau dan
aku dalam tim yang sama sekarang, dan aku mungkin tahu cara
menolongmu." Langdon hampir tidak mendengarnya, pikirannya berfokus
sepe?nuhnya pada Sienna, yang siluetnya terlihat samar di ke?re??
mangan, memanjat perlahan ke jalan-setapak di belakang pang?
gung-intip, benar-benar dekat dengan perempuan bersenjata
itu. Lari! Langdon mengharap. Lekaslah keluar dari sini!
Tetapi Langdon kian cemas saat melihat Sienna bertahan,
berjongkok dalam gelap dan memperhatikan dalam diam.
______ Mata Vayentha menerawang kegelapan di belakang Langdon. Ke
mana menghilangnya perempuan itu" Apakah mereka berpencar"
Vayentha harus mencari cara untuk menjaga agar kedua
orang yang melarikan diri ini tidak jatuh ke tangan Br?der. Itulah
satu-satunya harapanku. "Sienna"!" Vayentha berusaha mengeluarkan bisikan serak.
"Kalau kau bisa mendengarku, simak baik-baik. Kau tentu tak
ingin sampai tertangkap orang-orang di bawah sana. Mereka tidak
akan segan-segan. Aku tahu rute untuk melarikan diri. Aku bisa
membantumu. Percayalah padaku."
"Percaya padamu?" Langdon sangsi, suaranya tiba-tiba cu?
kup keras untuk didengar siapa pun di dekatnya. "Kau seorang
pem?bunuh!" Sienna ada di sekitar sini, Vayentha menyadari. Langdon berbicara
kepada Sienna ... mencoba untuk memperingatkannya.
isi INFERNO [SC].indd 289
290 D an B rown ______ Vayentha mencoba lagi. "Sienna, situasinya rumit, tapi aku
bisa membawamu keluar dari sini. Pertimbangkan pilihanmu.
Kau terjebak. Kau tak punya pilihan."
"Dia punya pilihan," Langdon berseru lantang. "Dan dia cu?
kup cerdas untuk lari sejauh mungkin darimu."
"Semuanya sudah berubah," Vayentha bersikukuh. "Aku tak
punya alasan untuk menyakitimu ataupun Langdon."
"Kau membunuh dr. Marconi! Dan aku menduga kau juga
orang yang menembak kepalaku!"
Vayentha tahu, Robert Langdon tak akan percaya bahwa di?
ri?nya tak pernah berniat untuk membunuhnya.
Waktu untuk bicara sudah habis. Apa pun yang kukatakan tidak
akan bisa meyakinkannya. Tanpa ragu, Vayentha merogoh ke dalam saku jaket kulitnya
dan mengeluarkan pistol berperedam.
Bergeming di dalam bayang-bayang, Sienna tetap merunduk di
jalan-setapak tak lebih dari sembilan meter di belakang perempuan
yang baru saja menghadang Langdon. Bahkan di kegelapan, siluet
perempuan itu bisa dikenalinya dengan jelas. Sienna terperanjat
saat menyadari perempuan itu mengeluarkan senjata yang sama
dengan yang telah digunakannya kepada dr. Marconi.
Dia akan menembak, Sienna merasakan bahasa tubuh pe?rem?
puan itu. Dengan pasti, perempuan itu mengambil dua langkah penuh
ancaman ke arah Langdon, lalu berhenti di pagar rendah yang
mem?batasi panggung-intip di atas Apotheosis Vasari. Pembunuh
itu sekarang cukup dekat dengan Langdon, sedekat yang mungkin
dicapainya. Dia mengangkat pistol dan mengarahkannya lang?
sung ke dada Langdon. "Sakitnya hanya sebentar," ujarnya, "tapi ini satu-satunya
pi?lihanku." Sienna bereaksi naluriah.
isi INFERNO [SC].indd 290
291 Infern o ______ Getaran tak terduga di papan di bawah kaki Vayentha menye?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bab?kan dia berputar sedikit saat menembak. Bahkan meskipun
sen??jatanya memuntahkan peluru, dia tahu arahnya bukan lagi
ke Langdon. Sesuatu mendekatinya dari belakang.
Mendekat dengan cepat. Vayentha membalikkan tubuh, memutar senjatanya 180
de?ra?jat ke arah penyerangnya, dan kilasan rambut pirang ber?
kilau dalam kegelapan saat seseorang menabraknya dengan
ke?ce?patan tinggi. Pistol Vayentha mendesis lagi, tapi orang itu
me?run?duk lebih rendah daripada lintasan moncong pistol untuk
me?nabrakkan tubuh bagian atasnya sekeras-kerasnya.
Kaki Vayentha terangkat dari lantai dan punggungnya ter?
empas keras ke pagar pembatas rendah di panggung-intip. Ketika
tubuh?nya terdorong ke luar pagar, dia merentangkan tangannya,
ber?upaya mencengkeram apa pun yang bisa menahannya, tetapi
sudah terlambat. Dia terlempar ke bawah.
Vayentha jatuh ke dalam kegelapan, mempersiapkan diri un?
tuk merasakan hantaman dengan lantai berdebu yang terhampar
dua setengah meter di bawah panggung. Namun anehnya,
pen?daratannya lebih lembut daripada yang dibayangkannya ...
se?olah-olah dia jatuh menimpa ayunan kain, yang kini melesak
oleh bobot tubuhnya. Kehilangan orientasi, Vayentha berbaring telentang dan me?
natap penyerangnya. Sienna Brooks menatapnya dari atas pagar.
Terpana, Vayentha mencoba membuka mulut untuk bi?cara,
na?mun tiba-tiba, persis di bawahnya, terdengar bunyi ca?bikan
ke?ras. Kain yang menopang tubuhnya sobek.
Vayentha jatuh lagi. Kali ini dia jatuh selama tiga detik yang panjang, selama
wak?tu itu matanya terus melihat ke atas menyaksikan langit-
isi INFERNO [SC].indd 291
292 D an B rown langit yang dilapisi lukisan-lukisan indah. Lukisan yang tepat
di atas?nya"kanvas melingkar besar yang menggambarkan
Cosimo I dike?lilingi oleh malaikat-malaikat kerub di atas awan
surgawi"kini mem?perlihatkan lubang gelap menembus bagian
tengahnya. Lalu, dengan entakan tiba-tiba, dunia di sekeliling Vayentha
lenyap dalam kelam. ______ Di atas, Robert Langdon diam terpaku, tak percaya. Melalui
lukisan Apotheosis yang bolong itu, dia memandang ruang kosong
di bawahnya. Di atas lantai batu Hall of the Five Hundred, perem?
puan berambut duri itu tergeletak tak bergerak, genangan darah
gelap dengan cepat menyebar dari kepalanya. Pistol masih ter?
geng?gam di tangannya. Langdon mengarahkan pandangannya ke Sienna, yang juga
me?na?tap ke bawah, tercekam oleh pemandangan mengerikan
di bawah. Sienna sangat terkejut. "Aku tidak bermaksud untuk
...." "Kau bereaksi berdasarkan naluri," bisik Langdon. "Dia mau
membunuhku." Dari bawah sana, teriakan kaget dan ketakutan terdengar
menembus kanvas sobek. Dengan lembut, Langdon menuntun Sienna menjauh dari
pagar pembatas. "Kita harus terus bergerak."[]
isi INFERNO [SC].indd 292
BAB alam ruang pribadi Duchess Bianca Cappello, Agen
Br?der mendengar bunyi gedebuk mengerikan diikuti
keributan yang kian ramai di Hall of the Five Hundred.
Dia bergegas menuju kisi-kisi di dinding dan mengintip me?lalui?
nya. Perlu beberapa detik baginya untuk memproses peman?dang?
an di lantai batu elegan itu.
Administrator museum yang sedang hamil datang untuk
berdiri di sampingnya di kisi-kisi dan seketika menutup mu?lutnya
karena terperanjat melihat pemandangan di bawah"sesosok
tubuh hancur teronggok dikelilingi turis-turis yang panik. Ke?tika
pan?dangan perempuan itu beralih perlahan ke atas ke langitlangit Hall of the Five Hundred, dia mengerang lemah. Br?der
melihat ke atas, mengikuti tatapannya ke panel langit-langit me?
lingkar"sebuah kanvas lukisan dengan bolong besar di bagian
tengahnya. Dia berpaling ke perempuan itu, "Bagaimana cara naik ke
atas sana?" ______ Di ujung lain bangunan, Langdon dan Sienna tersengal-sengal
turun dari loteng dan bergegas ke luar pintu. Dalam beberapa
detik saja, Langdon menemukan sebuah ceruk kecil, tersembunyi
apik di balik tirai merah hati. Dia ingat ceruk itu dari tur jalur-jalur
rahasia yang pernah diikutinya.
Duke of Athens Stairway. isi INFERNO [SC].indd 293
294 D an B rown Bunyi derap kaki berlari dan suara-suara berteriak seperti
da??tang dari segenap penjuru saat ini, dan Langdon tahu waktu
me?reka tak banyak. Dia mendorong tirai ke samping, lalu mereka
me??nye??linap masuk ke sebuah bordes sempit.
Tanpa sepatah kata, mereka mulai menuruni anak tangga
batu. Jalur itu dirancang sebagai serangkaian tangga curam sem?
pit me?nakutkan. Semakin jauh mereka turun, tangga itu seperti
semakin sempit. Persis ketika Langdon merasa seolah-olah din?
ding sedang bergerak untuk meremuknya, syukurlah, tangganya
berakhir. Lantai dasar. Ruang di dasar tangga itu berupa bilik batu kecil, dan mes?ki?
pun pintu keluarnya pantas dibilang salah satu pintu terkecil di
dunia, pemandangan itu terasa melegakan. Tinggi pintu hanya
sekitar satu seperempat meter, terbuat dari kayu keras de?ngan
paku besi dan gerendel dalam yang berat untuk meng?ha?langi
orang masuk. "Aku bisa mendengar suara jalanan di balik pintu," bisik
Sienna, masih tampak gemetar. "Ada apa di balik sana?"
"Via della Ninna," jawab Langdon, membayangkan jalur jalan
kaki yang ramai. "Tapi mungkin ada polisi."
"Mereka tidak akan mengenali kita. Mereka mencari perem?
puan berambut pirang dan pria berambut gelap."
Langdon menatap Sienna heran. "Dan memang seperti itu
penampilan kita ...."
Sienna menggelengkan kepala, sepintas wajahnya murung.
"Aku tak mau kau melihatku seperti ini, Robert, tapi sayangnya
beginilah aku terlihat sekarang." Sontak, Sienna menjangkau ke
atas dan menggenggam sejumput rambut pirangnya. Kemudian
dia menarik ke bawah, dan seluruh rambutnya terlepas dalam
satu sentakan. Langdon tersentak, kaget melihat bahwa Sienna ternyata
me?nge?nakan rambut palsu dan betapa penampilan perempuan
itu kini berubah total. Sienna Brooks plontos sama sekali, kulit
isi INFERNO [SC].indd 294
295 Infern o kepa?lanya gundul dan pucat, seperti pasien kanker yang menjalani
kemo?terapi. Apakah dia sakit"
"Aku tahu," kata Sienna. "Panjang ceritanya. Sekarang, me?
nun?duklah." Dia memegang wig itu tinggi-tinggi, jelas berniat
me?masangkannya ke kepala Langdon.
Serius" Dengan setengah hati, Langdon merunduk, sementara
Sienna memasangkan wig pirang itu ke kepalanya. Nyaris tidak
muat, tapi Sienna mengaturnya sebaik mungkin. Kemudian dia
mundur selangkah dan menimbang hasilnya. Tidak cukup puas,
dia mengulurkan tangan untuk melonggarkan dasi Langdon, lalu
mengangkat lingkaran dasi sampai ke dahi Langdon dan me?ngen?
cangkannya seperti sebuah bandana sekaligus mengikatkan wig
yang tak terlalu pas itu ke kepala Langdon.
Sienna sekarang mulai menggarap dirinya sendiri. Perempuan
itu menggulung kaki celananya ke atas dan mendorong kaus
kakinya sampai ke mata kaki. Ketika kembali tegak, dia terse?
nyum sinis. Sienna Brooks yang manis kini seorang gadis punk-rock
berkepala plontos. Transformasi mantan aktris drama Shakes?peare
itu mencengangkan. "Ingat," katanya, "sembilan puluh persen dari faktor sese?
orang bisa dikenali berasal dari bahasa tubuh, jadi ketika kau
ber?jalan, berjalanlah seperti seorang rocker tua."
Seperti orang tua, aku bisa, pikir Langdon. Seperti rocker, aku
tidak yakin. Sebelum Langdon bisa membantah, Sienna sudah menggeser
gerendel pintu kecil itu dan membukanya. Dia membungkuk
rendah dan keluar ke jalan berbatu andesit yang ramai. Langdon
menyusul, nyaris merangkak saat dia muncul di tengah benderang
siang. Kecuali beberapa tatapan kaget melihat dua orang aneh yang
keluar dari pintu kecil di fondasi Palazzo Vecchio, tak seorang
pun memperhatikan mereka. Dalam beberapa detik, Langdon dan
Sienna bergerak ke timur, lenyap ditelan keramaian orang.
______ isi INFERNO [SC].indd 295
296 D an B rown Lelaki berkacamata Plume Paris menggaruk kulitnya yang ber?
darah sembari menyusup di tengah keramaian, menjaga jarak
aman di belakang Robert Langdon dan Sienna Brooks. Meskipun
me?reka menyamar dengan pintar, dia melihat mereka muncul
dari pintu kecil di Via della Ninna dan langsung menyadari jati
diri mereka. Baru beberapa blok lelaki itu membuntuti, dia sudah keha?bis?
an napas, dadanya sakit sekali, memaksanya mengambil napas
pendek-pendek. Rasanya seperti habis ditinju di ulu hati.
Menggertakkan gigi menahan sakit, dia memaksakan per?
hatiannya kembali ke Langdon dan Sienna sambil terus mengikuti
mereka menyusuri jalanan Kota Florence.[]
isi INFERNO [SC].indd 296
BAB entari pagi telah sepenuhnya muncul di langit, men?cip?
takan ba?yangan panjang pada lembah-lembah sempit
yang mengular di antara bangunan-bangunan tua
Florence. Para pedagang mulai membuka toko mereka, dan udara
penuh aroma espresso pagi dan cornetti yang baru dipanggang.
Meskipun perutnya keroncongan, Langdon terus berjalan.
Aku harus menemukan topeng itu ... dan melihat apa yang tersembunyi
di ba?liknya. Ketika Langdon membawa Sienna ke utara menyusuri Via dei
Leoni yang sempit, dia kesulitan membiasakan diri melihat kepala
Sienna yang botak. Penampilannya yang berubah secara radikal
mengingatkan Langdon betapa dirinya sebenarnya nyaris tidak
tahu apa-apa tentang Sienna. Mereka bergerak ke arah Piazza
del Duomo"lapangan tempat Ignazio Busoni ditemukan tewas
setelah melakukan panggilan teleponnya yang terakhir.
Robert, dengan susah payah dan tersengal-sengal, Ignazio
ber?hasil mengucapkannya. Yang kau cari tersembunyi dengan aman.
Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat. Surga Dua
puluh lima. Semoga berhasil.
Surga Dua puluh lima, Langdon mengulangi di dalam hati, ma?
sih keheranan bahwa Ignazio Busoni masih mengingat teks Dante
dengan cukup baik untuk merujuk sebuah canto spesifik di luar
ke?pala. Tentunya ada sesuatu tentang canto itu yang terkenang
oleh Busoni. Apa pun itu, Langdon akan segera mengetahuinya,
segera setelah dia mendapatkan salinan teks tersebut, yang bisa
dengan mudah didapat di sejumlah lokasi di depan sana.
isi INFERNO [SC].indd 297
298 D an B rown Rambut palsu sebahunya mulai terasa gatal sekarang, dan
mes?kipun merasa agak aneh di dalam penyamarannya, harus
diakui dandanan dadakan kreasi Sienna memang sebuah trik yang
efektif. Tak seorang pun yang mencurigai mereka, bahkan juga
polisi yang baru saja bergegas melewati mereka dalam perjalanan
menuju Palazzo Vecchio. Sienna sudah beberapa menit membisu, dan Langdon melirik
untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Sienna tam?pak
tenggelam dalam pikirannya, barangkali mencoba untuk me?
nerima fakta bahwa dirinya baru saja membunuh seorang pe?rem?
puan yang mengejar mereka.
"Apa yang kau pikirkan?" Langdon mencoba mengusik, ber?
harap menjauhkan pikiran Sienna dari gambaran tentang pe?rem?
puan berambut duri tergeletak mati di lantai palazzo.
Sienna perlahan tersadar dari permenungannya. "Aku sedang
memikirkan Zobrist," ujarnya pelan. "Mencoba mengingat hal
lain yang kuketahui tentang dia."
"Dan?" Sienna mengangkat bahu. "Sebagian besar yang kuketahui
ber?asal dari esai kontroversial yang ditulisnya beberapa tahun
lalu. Esai yang benar-benar melekat di ingatanku. Di kalangan
ko?mu?nitas medis, sebentar saja tulisan itu sudah menyebar bak
virus." Dia berkedip. "Maaf, pilihan kata yang buruk."
Langdon tertawa muram. "Teruskan."
"Esai itu pada dasarnya menyatakan bahwa umat manusia
sedang di ambang kepunahan, dan kecuali terjadi peristiwa katas?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tropik yang secara tajam mengurangi pertumbuhan populasi
dunia, spesies kita tidak akan bertahan seratus tahun lagi."
Langdon menoleh dan memandangnya. "Satu abad saja?"
"Memang tesis yang cukup muram. Kerangka waktu yang
diramalkan secara substansial jauh lebih singkat daripada per?
kiraan sebelumnya, tetapi itu didukung oleh beberapa data
ilmiah yang sangat kuat. Banyak yang memusuhinya gara-gara
per?nya?taannya bahwa seluruh dokter harus berhenti menjalankan
isi INFERNO [SC].indd 298
299 Infern o praktik kedokteran, karena memperpanjang rentang usia manusia
hanya akan memperburuk masalah populasi."
Langdon sekarang mengerti mengapa artikel itu menyebar
cepat di kalangan komunitas medis.
"Tidak mengherankan," lanjut Sienna, "Zobrist mendapat
serangan dari semua pihak"politisi, pemuka agama, WHO"se?
mua mengejeknya sebagai orang gila yang terobsesi dengan
kiamat yang hanya ingin membuat panik. Mereka terutama geram
dengan per?nya?taannya bahwa anak muda masa kini, jika mereka
memilih untuk bereproduksi, akan menghasilkan keturunan yang
me?nyak?sikan akhir dari ras manusia. Zobrist mengilustrasikan
pen?dapatnya dengan "Jam Kiamat", yang menunjukkan bahwa jika
seluruh rentang kehidupan manusia di bumi dipadatkan ke dalam
satu jam saja, kita sekarang berada di detik-detik terakhir."
"Sebenarnya, aku pernah melihat jam itu di Internet," kata
Langdon. "Ya, itu buatan Zobrist dan lumayan bikin gempar. Tapi,
serangan terbesar menentang Zobrist datang ketika dia menyata?
kan bahwa temuan-temuannya dalam rekayasa genetika akan jauh
lebih bermanfaat bagi umat manusia jika digunakan bukan untuk
menyembuhkan penyakit, melainkan untuk menciptakan-nya."
"Apa"!" "Ya, dia bilang, teknologi ciptaannya harus digunakan untuk
membatasi pertumbuhan penduduk dengan menciptakan je?nis
penyakit hibrida yang takkan mampu disembuhkan oleh ke?dok?
teran modern kita." Langdon merasa kengerian muncul dalam pikirannya saat
membayangkan "virus hasil rancangan" hibrida aneh yang, sekali
dilepaskan, tak bisa dihentikan.
"Dalam beberapa tahun saja," kata Sienna, "Zobrist berubah
dari orang paling dikagumi di dunia kedokteran menjadi orang
paling dikucilkan. Paling dibenci." Dia berhenti, iba tergambar di
wajahnya. "Tak heran jika dia putus asa, lalu bunuh diri. Lebih
me??nye?dihkan lagi karena tesisnya barangkali benar."
Langdon nyaris terantuk. "Maaf"kau pikir dia benar?"
isi INFERNO [SC].indd 299
300 D an B rown Sienna menjawab dengan mengangkat bahunya pelan.
"Robert, bicara dari sudut pandang ilmiah murni"logika belaka,
tanpa hati"aku bisa bilang tanpa ragu bahwa tanpa semacam per?
ubahan drastis, akhir spesies kita sedang menjelang. Dan datang
dengan cepat. Bukan api, sulfur, bencana, atau perang nuklir ...
melainkan kehancuran total akibat jumlah manusia di planet.
Hitungan matematikanya tak terbantah."
Langdon terdiam. "Aku cukup banyak mempelajari biologi," kata Sienna, "dan
normal bagi suatu spesies untuk menjadi punah hanya gara-gara
jumlahnya terlalu banyak dalam habitatnya. Bayangkan se?buah
koloni alga yang hidup di permukaan danau kecil di hutan,
menikmati keseimbangan sempurna nutrisi di danau itu. Jika
tidak dikendalikan, tumbuhan itu akan bereproduksi begitu
liar sehingga dalam waktu singkat akan menutupi seluruh per?
mu??kaan danau, menghalangi sinar matahari, dengan demikian
meng??hambat pertumbuhan nutrisi di danau. Setelah mengisap
semua yang mungkin dari lingkungannya, alga itu akan cepat
mati dan lenyap tanpa jejak." Dia mendengus. "Nasib serupa bisa
menanti umat manusia. Jauh lebih cepat dan segera daripada yang
dibayangkan siapa pun."
Langdon merasa sangat gelisah. "Tapi ... itu tampak mus?ta?
hil." "Tidak mustahil, Robert, hanya tak terpikirkan. Pikiran manusia
memiliki mekanisme pertahanan ego primitif yang menafikan
semua realitas yang menimbulkan terlalu banyak ketegangan
un?tuk ditangani otak. Mekanisme itu bernama penyangkalan."
"Aku pernah dengar tentang penyangkalan," Langdon me?
nang?gapi dengan cepat, "tapi kukira itu tidak ada."
Sienna memutar bola matanya. "Bagus, tapi percayalah, itu sa?
ngat nyata. Penyangkalan adalah bagian penting dari mekanisme
penyesuaian diri manusia. Tanpanya, kita akan terjaga setiap pagi
dengan perasaan tegang tentang berbagai kemungkinan cara kita
akan mati. Alih-alih, pikiran kita memblokir ketakutan eksistensial
kita dengan berfokus pada stres yang bisa kita tangani"seperti
isi INFERNO [SC].indd 300
301 Infern o tiba di kantor tepat waktu atau membayar pajak. Jika kita memiliki
ketakutan yang lebih luas dan eksistensial, kita membuangnya
dengan segera, berfokus kembali pada tugas-tugas sederhana
dan hal remeh-temeh sehari-hari."
Langdon teringat penelitian atas kebiasaan pencarian di
Internet yang dilakukan sejumlah mahasiswa universitas ternama
Amerika baru-baru ini. Penelitian itu mengungkapkan bahwa,
bahkan pengguna intelek Internet menunjukkan kecenderungan
penyangkalan yang naluriah. Menurut kajian itu, mayoritas maha?
siswa universitas setelah mengeklik sebuah artikel yang membuat
stres, misal menge?nai mencairnya es kutub atau kepunahan
spe??sies, akan buru-buru keluar dari laman itu demi mencari hal
re?meh untuk menghapus ketakutan dari pikiran mereka; pilihan
fa?vo?rit antara lain berita olahraga, video kucing lucu, dan gosip
selebriti. "Dalam mitologi kuno," imbuh Langdon, "seorang pahlawan
yang berada dalam penyangkalan merupakan manifestasi puncak
keangkuhan dan kesombongan. Tak seorang pun yang lebih
angkuh daripada orang yang percaya bahwa dirinya kebal dari
marabahaya dunia. Dante jelas-jelas sependapat, mencela ke?som?
bongan sebagai yang ter?buruk di antara tujuh dosa besar ... dan
meng?hukum orang som?bong di lapisan neraka paling bawah."
Sienna terdiam sejenak dan kemudian meneruskan. "Arti?kel
Zobrist menuduh banyak pemimpin dunia melakukan pe?nyang?
kalan ekstrem ... menyembunyikan kepala mereka di pasir. Dia
paling kritis terhadap WHO."
"Pasti kritikannya tidak diterima dengan baik."
"Mereka bereaksi dengan menyamakannya dengan seorang
fanatik agama di sudut jalan, mengusung poster bertulisan
"Kiamat Sudah Dekat"."
"Banyak yang seperti itu di Harvard Square."
"Ya, dan kita semua mengabaikan mereka karena tak seorang
pun bisa membayangkan bahwa itu akan terjadi. Tapi percayalah,
hanya karena pikiran manusia tidak bisa membayangkan sesuatu
terjadi ... bukan berarti itu tidak akan terjadi."
isi INFERNO [SC].indd 301
302 D an B rown "Kau kedengaran seperti penggemar berat Zobrist."
"Aku penggemar berat kebenaran," sanggah Sienna cepat,
"meskipun kebenaran itu luar biasa sulit untuk diterima."
Langdon terdiam, lagi-lagi merasa terkucil dan jauh dari
Sienna, mencoba memahami kombinasi mencengangkan antara
ke?gairahan dan ketidakpedulian dalam diri perempuan itu.
Sienna melirik ke arah Langdon, parasnya melembut. "Begini
ya, Robert, aku tidak mengatakan Zobrist benar bahwa wabah
yang membunuh setengah populasi dunia adalah jawaban bagi
ledakan penduduk. Aku juga tidak bilang bahwa kita harus
berhenti meng?obati orang sakit. Yang aku bilang hanyalah bahwa
jalan yang saat ini kita tempuh adalah formula sederhana menuju
ke?han?curan. Pertumbuhan populasi dunia bisa dikatakan sebagai
sebuah laju eksponensial yang terjadi dalam sebuah sistem ruang
dan sumber daya terbatas. Akhir dari semua itu akan tiba dengan
cepat dan mendadak. Proses berakhirnya umat manusia tak akan
seperti mobil kehabisan bensin secara perlahan ... tapi lebih mirip
seperti ngebut ke arah jurang."
Langdon menghela napas, mencoba memproses segala se?
suatu yang baru didengarnya.
"Ngomong-ngomong," lanjut Sienna, menunjuk ke sebelah
kanan mereka, "aku cukup yakin, dari tempat itulah Zobrist me?
loncat." Langdon memandang ke atas dan melihat bahwa mereka baru
saja melewati fasad batu Museum Bargello yang menakutkan di
sisi kanan mereka. Di belakangnya, puncak runcing menara Badia
menjulang. Dia menatap ke puncak menara itu, bertanya-tanya
mengapa Zobrist meloncat dan berharap bahwa itu bukan karena
lelaki itu telah melakukan sesuatu yang buruk dan tidak ingin
menghadapi akibatnya. "Para pengkritik Zobrist," kata Sienna, "gemar mengemukakan
betapa aneh Zobrist menyarankan penyortiran populasi karena
sebagian besar teknologi genetika yang pernah dia kembangkan
justru memperpanjang harapan hidup secara dramatis."
"Yang kian merumitkan masalah populasi."
isi INFERNO [SC].indd 302
303 Infern o "Tepat sekali. Zobrist pernah secara terbuka mengatakan bah?
wa dia berharap bisa memasukkan kembali jin ke dalam botol dan
menghapus sebagian kontribusinya bagi upaya memperpanjang
umur ma?nu?sia. Kurasa, itu cukup masuk akal secara ideologis.
Semakin lama kita hidup, semakin banyak sumber daya yang
digunakan untuk mendukung para lansia dan orang sakit."
Langdon mengangguk, "Aku pernah membaca bahwa di AS,
se?ki?tar enam puluh persen biaya perawatan kesehatan habis untuk
me?nyo?kong pasien selama enam bulan terakhir hidup mereka."
"Benar, dan sementara otak kita berkata, "Ini sinting," hati kita
bilang, "Pertahankan hidup nenek kita selama mungkin.?"
Langdon mengangguk, "Itu adalah konflik antara Apollo
dan Dionysus"sebuah dilema yang sangat terkenal dalam dunia
mitologi. Pertarungan abadi antara otak dan hati, yang sering kali
meng?inginkan hal yang berlawanan."
Referensi mitologis itu, setahu Langdon, kini digunakan da?
lam pertemuan-pertemuan AA (Alcoholics Anonymous) untuk
mendeskripsikan pe?can?du alkohol yang memandangi segelas
alkohol. Otak tahu bah?wa minuman itu membahayakan diri, tetapi
hati mendamba ke?nya?manan yang akan didapat. Pesannya jelas:
Jangan merasa sen?dirian"bahkan, para dewa pun bingung.
"Siapa butuh agathusia?" bisik Sienna tiba-tiba.
"Apa?" Sienna menoleh ke atas. "Aku akhirnya teringat judul esai
Zobrist: "Who Needs Agathusia?"?"Siapa Butuh Agathusia?""
Langdon tak pernah mendengar kata agathusia, tapi dia me?
nebak pastilah kata itu berasal dari akar kata Yunani agathos dan
thusia. "Agathusia ... artinya "pengorbanan baik?""
"Nyaris. Arti yang sebenarnya adalah "pengorbanan diri un??
tuk kebaikan bersama"." Sienna terdiam sejenak. "Dikenal juga
se??ba??gai bunuh diri demi kebaikan."
Langdon pernah mendengar istilah ini sebelumnya"pertama
kali dalam berita tentang seorang bapak yang bangkrut, yang
bu?nuh diri agar keluarganya mendapat uang asuransi, dan kali
kedua ketika seorang pembunuh berantai keji mengakhiri hi?
isi INFERNO [SC].indd 303
304 D an B rown dupnya karena dia tidak bisa mengontrol dorongan untuk mem?
bunuh. Tapi, contoh paling getir yang bisa diingat Langdon adalah
dalam novel Logan"s Run4 yang terbit pada 1967, yang meng?gam?
barkan sebuah masyarakat masa depan di mana setiap orang
dengan senang hati setuju untuk bunuh diri pada usia dua puluh
satu"dengan demikian, menik?mati sepenuhnya masa muda
mereka seraya tidak membiarkan jumlah populasi atau usia
tua mereka membebani sumber daya planet yang terbatas. Jika
Langdon mengingatnya dengan benar, versi film Logan"s Run telah
me???naik??kan "usia terakhir" dari dua puluh satu menjadi tiga pu?
luh, tentu saja untuk membuat film itu lebih dapat diterima bagi
ke??lom??pok demografis penting film laris, yakni usia delapan belas
hing?ga dua puluh lima. "Jadi, esai Zobrist ...," kata Langdon. "Aku tak terlalu mema?
hami judulnya. "Who Needs Agathusia?" Apakah dia memak?sud?
kan??nya secara sarkastis" Jadi maksudnya: siapa butuh bunuh diri
demi kebaikan ... kita semua butuh?"
"Sesungguhnya tidak, judul itu sebuah permainan kata."
Langdon menepuk kening, tak paham.
"Who"siapa perlu bunuh diri"maksudnya, W-H-O, World
Health Organization. Dalam esainya, Zobrist berkampanye me?
nen?tang Direktur WHO"Dr. Elizabeth Sinskey"yang sudah
lama bercokol di jabatannya dan, menurut Zobrist, tidak serius
me?na?ngani pengendalian populasi. Artikelnya mengatakan bahwa
WHO akan lebih baik jika Direktur Sinskey bunuh diri saja."
"Orang yang penuh semangat."
"Risiko jadi seorang genius, kukira. Sering kali, otak yang is?ti?
mewa adalah otak yang mampu berfokus secara lebih tajam da?ri?
pada yang lain, diimbangi oleh kurangnya kedewasaan emo?si."
Langdon membayangkan artikel yang pernah dibacanya
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang Sienna muda, anak istimewa dengan IQ 208 dan fungsi in?
te?lektual di atas rata-rata. Langdon bertanya-tanya apakah ke??ti?ka
4. Karya William F. Nolan dan George Clayton Johnson."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 304
305 Infern o bicara tentang Zobrist, perempuan itu juga sedang bicara ten?tang
dirinya sendiri; Langdon juga bertanya-tanya berapa lama Sienna
akan bertahan menutupi rahasia dirinya.
Di depan, Langdon menemukan penanda yang sejak tadi
di???cari-carinya. Setelah menyeberangi Via dei Leoni, Langdon
meng???arahkan Sienna ke persimpangan jalan yang sangat sem?
pit"lebih seperti gang. Plang di atasnya terbaca VIA DANTE
ALIGHIERI. "Kedengarannya kau tahu banyak tentang otak manusia,"
ujar Langdon. "Apakah itu spesialisasi yang kau ambil di fakultas
kedokteran?" "Bukan, tapi ketika kecil, aku banyak membaca. Aku jadi
ter?ta??rik pada sains otak karena aku punya beberapa ... masalah
me?dis." Langdon menatapnya penasaran, berharap Sienna akan me?
neruskan. "Otakku ...," kata Sienna pelan. "Tumbuh secara berbeda dari
kebanyakan anak, dan itu menyebabkan beberapa ... masalah. Aku
menghabiskan banyak waktu mencoba memahami apa yang salah
dengan diriku, dan dalam proses tersebut, aku belajar banyak ten?
tang neurosains." Sienna menangkap sorot mata Langdon. "Dan
ya, kebotakan ini terkait dengan kondisi medisku."
Langdon mengalihkan pandang, jengah karena sudah ber?
tanya. "Tak perlu khawatir," kata Sienna. "Aku sudah terbiasa."
Saat memasuki gang yang lebih temaram daripada jalan
raya, Langdon menimbang-nimbang semua yang baru saja dike?
tahui?nya tentang Zobrist dan pendapat filosofisnya yang me?nge?
jutkan. Sebuah pertanyaan berkali-kali mengusiknya. "Para ten?tara
itu," Langdon membuka pembicaraan. "Yang mencoba mem??
bunuh kita. Siapa mereka" Rasanya tak masuk akal. Kalau Zobrist
sudah memunculkan potensi wabah di luar sana, tidakkah semua
orang akan berada di pihak yang sama, berusaha mencegah pe??
nye???barannya?" isi INFERNO [SC].indd 305
306 D an B rown "Belum tentu. Zobrist mungkin terkucil dalam komunitas
medis, tetapi mungkin saja dia memiliki pasukan pendukung
setia ideologinya"orang-orang yang sepakat bahwa seleksi ada?
lah kejahatan yang diperlukan untuk menyelamatkan planet ini.
Para tentara itu sangat mungkin berusaha untuk memastikan visi
Zobrist terealisasi."
Tentara pribadi Zobrist" Langdon mempertimbangkan ke?
mung?kinan itu. Diakuinya, sejarah penuh dengan orang-orang
fanatik dan sekte sesat yang membunuh diri mereka karena segala
macam paham edan"keyakinan bahwa pemimpin mereka adalah
sang Mesias, keyakinan bahwa sebuah pesawat ruang angkasa
sedang menanti mereka di balik bulan, keyakinan bahwa kiamat
sudah dekat. Spekulasi tentang kendali populasi setidaknya ber?
lan?daskan sains, tetapi masih ada yang terasa aneh mengenai
para tentara ini. "Aku tak percaya sekelompok tentara terlatih bersedia secara
sadar membunuh massa tak berdosa ... sambil mencemaskan diri
mereka sendiri pun akan sakit dan mati."
Sienna memandangnya bingung. "Robert, kau pikir, apa yang
dilakukan para tentara ketika mereka pergi berperang" Mereka
mem?bunuh orang-orang tak berdosa dan mempertaruhkan nyawa
mereka sendiri. Apa pun mungkin ketika orang yakin pada satu
tujuan." "Satu tujuan" Menyebarkan wabah?"
Sienna menoleh ke arah Langdon, mata cokelatnya menyelidik.
"Ro?bert, tujuannya bukanlah menyebarkan wabah ... melainkan
menye?la?matkan dunia." Dia diam sejenak. "Salah satu kutipan
dalam esai Bertrand Zobrist yang banyak dibicarakan orang
adalah se?buah pertanyaan hipotetis yang sangat jelas. Aku ingin
kau men??ja?wabnya."
"Apa pertanyaannya?"
"Zobrist bertanya begini: Jika kau bisa menekan sebuah tom?
bol yang akan membunuh secara acak setengah populasi dunia,
akankah kau melakukannya?"
"Tentu saja tidak."
isi INFERNO [SC].indd 306
307 Infern o "Baiklah. Tapi bagaimana jika kau diberi tahu bahwa jika kau
tidak menekan tombol itu sekarang juga, seluruh umat manusia
akan punah dalam seratus tahun ke depan?" Sienna terdiam seje?
nak, lalu menambahkan. "Maukah kau menekannya kalau begitu"
Bahkan jika itu berarti kau barangkali akan membunuh teman,
keluarga, dan mungkin dirimu sendiri?"
"Sienna, aku tidak mungkin bisa ...."
"Itu pertanyaan hipotetis," kata Sienna. "Maukah kau mem?
bunuh setengah populasi hari ini demi menyelamatkan spesies
kita dari kepunahan?"
Langdon merasa sangat terusik oleh tema menyeramkan
yang tengah mereka diskusikan. Dia merasa sedikit lega ketika
akhir?nya melihat panji-panji merah yang dikenalnya tergantung
di sisi bangunan batu tak jauh di depan.
"Lihat," katanya. "Kita sudah sampai."
Sienna menggeleng. "Seperti kubilang. Penyangkalan."[]
isi INFERNO [SC].indd 307
BAB asa di Dante terletak di Via Santa Margherita, mudah di?
ke?nali dari panji besar yang tergantung di fasad batunya:
MUSEO CASA DI DANTE. Sienna bertanya dengan tak yakin, "Kita mau pergi ke rumah
Dante?" "Tidak persis begitu," sahut Langdon. "Dante tinggal di be?
lokan dekat sini. Bangunan ini lebih seperti ... museum Dante."
Lang??don yang penasaran, pernah satu kali, ingin tahu koleksi
seni yang dipamerkan di dalam. Ternyata museum itu berisi
replika karya-karya masyhur terkait Dante dari seluruh dunia.
Namun, tetap menarik melihat semua replika tersebut terkumpul
di bawah satu atap. Sienna seketika tampak bersemangat. "Dan kau menduga
me?reka punya salinan kuno The Divine Comedy?"
Langdon tertawa. "Tidak, tapi aku tahu mereka punya toko
cendera mata yang menjual poster besar dengan seluruh teks
Divine Comedy Dante dengan ukuran huruf mikroskopis."
Sienna menatapnya heran. "Aku tahu. Tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sa?tu-satunya masalah adalah mataku mulai rabun, jadi kau yang
harus membacakan tulisan-tulisan halus itu."
"? chiusa," seorang lelaki tua berteriak ketika melihat Langdon
dan Sienna mendekati pintu. "? il giorno di riposo."
Tutup karena hari Sabat" Langdon sontak kehilangan orientasi
lagi. Dia melihat ke Sienna, "Bukankah hari ini ... Senin?"
Perempuan itu mengangguk. "Warga Kota Florence lebih
me?nyu?kai Sabat di hari Senin."
isi INFERNO [SC].indd 308
309 Infern o ______ Langdon mengerang, tiba-tiba teringat kalender mingguan
kota itu yang tak biasa. Karena dolar turis mengalir deras terutama
pada akhir pekan, banyak pedagang Kota Florence memilih untuk
memindahkan "hari istirahat" Kristen dari Minggu ke Senin untuk
mencegah Sabat memotong terlalu banyak laba mereka.
Sayangnya, Langdon menyadari, ini mungkin juga mengha?
puskan peluangnya yang lain: toko buku Paperback Exchange"
favorit Langdon di Florence"yang pastinya memiliki banyak
stok buku The Divine Comedy.
"Ada ide lain?" tanya Sienna.
Langdon lama terdiam, dan akhirnya mengangguk. "Di seki?
tar sini ada klub tempat berkumpulnya para penggemar Dante.
Aku yakin, pasti ada di antara mereka yang memiliki bukunya
yang bisa kita pinjam."
"Mungkin tempat itu pun tutup," Sienna memperingatkan.
"Hampir semua tempat di kota ini memindahkan Sabat ke
Senin." "Tempat itu tidak akan pernah tutup," sahut Langdon dengan
tersenyum. "Karena itu gereja."
Sekitar empat puluh lima meter di belakang Sienna dan Lang?don,
bersembunyi di tengah keramaian, lelaki berkulit penuh bisul
dan telinga dengan anting emas itu bersandar di dinding, me?
man?faatkan kesempatan untuk menata napasnya. Per?napasannya
masih belum membaik, dan ruam di wajahnya nyaris mustahil
diabaikan, terutama pada kulit peka persis di bawah matanya.
Dia melepas kacamata Plume Paris-nya dan dengan perlahan
meng?usapkan lengan baju ke kelopak mata, berhati-hati agar tak
me?mecahkan bisul dan mem?per?parah ruamnya. Ketika kembali
memasang kacamata, dia bisa melihat mangsanya bergerak. Lelaki
itu memaksa diri untuk membuntuti, terus di belakang mereka,
sambil terus berusaha me?nata napas.
isi INFERNO [SC].indd 309
310 D an B rown ______ Beberapa blok di belakang Langdon dan Sienna, di Hall of the
Five Hundred, Agen Br?der berdiri di samping jasad perempuan
berambut duri yang sangat dikenalnya. Dia berlutut dan meng?
ambil pistol milik perempuan itu, berhati-hati mencopot klip pelu?
runya sebelum menyerahkannya ke salah seorang anak buah.
Administrator museum, Marta Alvarez, berdiri menepi ke
salah satu sisi. Dia baru saja menyampaikan kepada Br?der se?buah
kisah singkat namun mencengangkan tentang apa yang terjadi
pada Robert Langdon sejak kemarin malam, ter?masuk sepotong
informasi yang masih berusaha dipahami Br?der.
Langdon mengklaim mengidap amnesia.
Br?der mengeluarkan ponsel dan memencet nomor. Telepon
di seberang berdering tiga kali sebelum bosnya menjawab, terde?
ngar jauh dan tak stabil.
"Ya, Agen Br?der" Silakan."
Br?der bicara perlahan untuk memastikan setiap katanya
di?me?ngerti. "Kami masih mencoba menemukan Langdon dan
gadis itu, tapi ada perkembangan lain." Br?der berhenti sejenak.
"Dan jika itu benar ... akan mengubah segalanya."
______ Sang Provos berjalan mondar-mandir di kantornya, melawan
godaan untuk menuang segelas Scotch lagi, memaksa diri untuk
menghadapi krisis yang kian memuncak.
Tak pernah di dalam kariernya dia mengkhianati seorang
klien atau gagal memenuhi kesepakatan, dan dia tak berniat un?tuk
memulainya sekarang. Tetapi, pada saat yang sa?ma, dia curiga
bah?wa dirinya mungkin terbelit dalam se?buah skenario yang tu?
juannya telah berbelok dari apa yang dibayangkannya.
Setahun lalu, ahli genetika tersohor Bertrand Zobrist menda?
tangi The Mendacium dan memohon dicarikan tempat yang aman
untuk bekerja. Saat itu, Provos membayangkan Zobrist berencana
isi INFERNO [SC].indd 310
311 Infern o mengembangkan sebuah prosedur medis rahasia yang patennya
akan meningkatkan kekayaannya. Bukan pertama kalinya jasa
Konsorsium disewa ilmuwan dan insinyur paranoid yang ingin
mengisolasi diri untuk mencegah pencurian ide-ide mereka.
Dengan mengingat hal itu, Provos menerima klien tersebut
dan tidak terkejut ketika mendengar bahwa orang-orang di WHO
mulai mencari-cari Zobrist. Dia pun tidak ragu sama sekali ketika
Direktur WHO sendiri"Dr. Elizabeth Sinskey"tampaknya men?
jadi?kan penangkapan kliennya sebagai misi pribadi.
Konsorsium senantiasa menghadapi musuh-musuh tangguh.
Sebagaimana disepakati, Konsorsium memenuhi perjanjian
mereka dengan Zobrist, tanpa tanya, mengganjal upaya Sinskey
untuk menemukannya sepanjang masa berlaku kontrak.
Nyaris sepanjang masa itu.
Kurang dari sepekan sebelum kontrak habis, Sinskey ber?ha?
sil menemukan persembunyian Zobrist di Florence dan ber?ge?
rak, mengancam dan mengejarnya hingga lelaki itu bunuh diri.
Pertama kali dalam kariernya, Provos gagal memberikan per??lin??
dungan yang dijanjikan, dan itu menghantuinya ... beserta situasi
aneh seputar kematian Zobrist.
Dia lebih memilih bunuh diri ... daripada ditangkap"
Apa gerangan yang disembunyikan Zobrist"
Setelah kematian Zobrist, Sinskey menyita satu barang dari
kotak penyimpanan Zobrist, dan sekarang Konsorsium bertarung
sengit dengan Sinskey di Florence"perburuan harta karun de?
ngan taruhan tinggi untuk menemukan ....
Untuk menemukan apa"
Provos melirik secara naluriah ke rak buku dan buku tebal
yang diberikan kepadanya dua minggu lalu oleh Zobrist yang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketakutan dan gugup. The Divine Comedy. Provos mengambil buku itu dan membawanya ke meja.
Di?jatuhkannya buku itu dengan keras di atas meja. Dengan jarijari goyah, dia membuka sampul dan membaca lagi coretan di
halaman pertama: isi INFERNO [SC].indd 311
312 D an B rown Sobatku terkasih, terima kasih karena telah membantuku
menemukan jalan itu. Dunia juga berterima kasih kepadamu.
Pertama-tama, pikir Provos, kau dan aku tak pernah berteman.
Provos membaca coretan itu tiga kali lagi, kemudian menoleh
ke kalender, tempat kliennya mencoretkan lingkaran merah
terang, menandai tanggal besok.
Dunia juga berterima kasih kepadamu"
Dia berbalik dan menatap cakrawala untuk waktu lama.
Dalam keheningan, Provos berpikir tentang video yang diki?
rim sang klien, suara fasilitator Knowlton terngiang di kepalanya.
Saya rasa Anda mungkin ingin melihatnya sebelum diunggah ... isinya
sangat meresahkan. Percakapan telepon itu masih membingungkan sang Provos.
Knowlton adalah salah seorang fasilitator terbaiknya, dan menyam?
paikan permohonan seperti itu sama sekali bukan kebiasaannya.
Knowlton tahu risiko melanggar protokol Konsorsium untuk
ti?dak ikut campur urusan klien.
Setelah meletakkan kembali The Divine Comedy di rak buku,
Provos berjalan mengambil botol Scotch dan menuang setengah
gelas untuk dirinya sendiri.
Dia harus membuat keputusan yang sangat sulit.[]
isi INFERNO [SC].indd 312
BAB ikenal sebagai Gereja Dante, rumah suci Chiesa di Santa
Margherita dei Cerchi lebih berupa kapel daripada gereja.
Rumah ibadah satu ruang itu merupakan desti?nasi po?
puler penggemar setia Dante yang menghormatinya se?bagai tanah
suci tempat terjadinya dua momen penting dalam kehi?dup?an
sang penyair agung. Menurut cerita, di gereja inilah, pada usia sembilan tahun,
Dante pertama kali melihat Beatrice Portinari, wanita yang dicin?
tainya pada pandangan pertama dan didambakannya seumur hi?
dup. Namun, Dante patah hati dan sangat kecewa ketika Beatrice
menikahi lelaki lain dan gadis itu mati muda pada usia dua puluh
empat tahun. Di gereja ini pula, beberapa tahun kemudian, Dante menikahi
Gemma Donati. Sebuah pilihan yang buruk, menurut kisah penulis
dan penyair besar Boccaccio. Meski memiliki anak, pasangan itu
tidak sering memperlihatkan rasa kasih sayang terhadap satu
sama lain, dan setelah pengasingan Dante, mereka tampaknya
tak ingin saling bertemu lagi.
Cinta di dalam hidup Dante untuk selamanya tetaplah Beatrice
Portinari yang telah tiada. Dante nyaris tidak mengenalnya, na?
mun kenangan mengenai Beatrice begitu berkuasa di dalam diri
penyair itu sehingga bayang-bayang perempuan itu menjadi
sumber ilham karya-karya besarnya.
Kumpulan puisi Dante yang terkenal, La Vita Nuova, melimpah
dengan syair puja-puja bagi "Beatrice yang diberkati". Yang lebih
gila lagi, The Divine Comedy menampilkan Beatrice sebagai pe??nye?
lamat yang membimbing Dante melintasi taman firdaus. Da?lam
isi INFERNO [SC].indd 313
314 D an B rown kedua karya tersebut, Dante merindukan sang wanita yang tak
ter?jang?kau olehnya. Kini, Gereja Dante menjadi kuil bagi mereka yang patah
hati, yang menderita akibat cinta tak berbalas. Makam Beatrice
sendiri berada di dalam gereja itu, dan kuburan sederhananya
men?jadi tujuan ziarah para penggemar Dante dan para kekasih
yang sakit hati. Pagi ini ketika Langdon dan Sienna menembus kota tua
Florence menuju gereja itu, jalanan terus menyempit sampai men?
jadi tak lebih dari sebuah gang pejalan kaki yang ramai. Sesekali
sebuah mobil penduduk setempat muncul, merambati lika-liku
lorong itu dan memaksa para pejalan kaki menempel ke dinding
bangunan. "Gerejanya tak jauh lagi," kata Langdon kepada Sienna, ber?
harap salah seorang pelancong di dalam bisa membantu mereka.
Dia tahu, peluang mereka menemukan seseorang yang mau tulus
membantu, meningkat setelah mereka berdua kembali ke pe?nam?
pilan normal. Sienna memakai kembali wignya, dan Lang?don
memakai kembali jaketnya. Kembali menjadi seorang profesor
universitas dan gadis muda yang rapi.
Langdon lega kembali merasa seperti dirinya sendiri.
Ketika mereka melangkah memasuki jalan yang kian me?
nyem?pit"Via del Presto"Langdon mengamati pintu-pintu yang
beraneka ragam. Pintu masuk Gereja Dante sulit untuk dibedakan
dan ditemukan karena bangunannya sendiri sangat kecil, tidak
berhias, dan terselip di antara dua bangunan lain. Orang bisa
saja berjalan melewatinya tanpa memperhatikan sama sekali.
Aneh??nya, justru lebih mudah untuk menemukan gereja ini tidak
de?ngan menggunakan mata ... tetapi dengan telinga.
Salah satu kekhasan La Chiesa di Santa Margherita dei Cerchi
adalah gereja itu sering mengadakan konser, dan ketika tidak
ada jadwal konser, gereja menyuarakan rekaman konser-konser
tersebut sehingga para pengunjung tetap dapat menikmati musik
sepanjang waktu. isi INFERNO [SC].indd 314
315 Infern o Seperti diduga, ketika mereka menyusuri jalan, Langdon
mu?lai mendengar alunan lembut rekaman musik, yang lamake?la?maan makin keras, hingga dia dan Sienna berdiri di depan
pintu masuk yang tidak kentara. Satu-satunya petunjuk bahwa ini
memang lokasi yang benar adalah sebuah tanda kecil"antitesis
dari panji merah terang di Museo Casa di Dante"yang dengan
rendah hati mengumumkan bahwa ini memang gereja Dante dan
Beatrice. Ketika Langdon dan Sienna melangkah masuk ke dalam gereja
yang redup, udara terasa lebih sejuk dan musik terdengar makin
keras. Interiornya kosong dan simpel ... lebih kecil daripada yang
diingat Langdon. Hanya ada beberapa turis, berkerumun, menulis
catatan, duduk-duduk tenang di bangku jemaat menikmati musik,
atau mengamati koleksi barang seni yang memikat.
Selain lukisan di altar yang bertemakan Perawan Maria kar?ya
Neri di Bicci, hampir seluruh karya seni orisinal di kapel ini di?gan?
tikan oleh lukisan baru yang menampilkan kedua tokoh itu"
Dante dan Beatrice"alasan sebagian besar pengunjung men??da?
tangi kapel kecil ini. Kebanyakan lukisan menggambarkan Dante
me??na??tap penuh damba pada pertemuan pertamanya dengan
Beatrice, momen ketika sang penyair, berdasarkan pengakuannya
sen?diri, jatuh cinta pada pandangan pertama. Lukisan-lukisan
itu beragam kualitasnya, dan seba?gian besar, menurut penilaian
Langdon, tampak berselera rendah dan tidak pantas. Dalam
salah satu gambar tiruan itu, topi merah Dante yang dilengkapi
pe?nutup telinga tampak seperti sesuatu yang dicuri dari Santa
Claus. Namun, tema yang berulang-ulang muncul mengenai ta?
tap?an men?damba sang penyair pada sumber ilhamnya, Beatrice,
tak me?nyi?sakan keraguan bahwa ini adalah gereja bagi nestapa
cinta"tak tergenapi, tak berbalas, tak tergapai.
Naluriah, Langdon berpaling ke kiri dan melihat makam
se?derhana Beatrice Portinari. Inilah alasan utama orang me?ngun?
jungi gereja ini, meskipun bukan persis untuk melihat makam, me?
lain?kan untuk melihat objek terkenal yang terletak di sisi?nya.
Sebuah keranjang anyaman.
isi INFERNO [SC].indd 315
316 D an B rown Pagi ini, seperti biasa, keranjang anyaman sederhana itu
ter?letak di samping makam Beatrice. Dan pagi ini, seperti biasa,
ke?ranjang itu berlimpah lipatan kertas"masing-masing surat
tulisan tangan dari seorang pengunjung, ditujukan kepada
Beatrice sendiri. Beatrice Portinari telah menjadi semacam orang suci pe?lin?
dung para kekasih yang tak bisa bersatu, dan menurut tradisi
kuno, doa-doa tulisan tangan kepada Beatrice dapat disimpan di
keranjang itu dengan harapan dia akan ikut campur tangan atas
nama sang penulis"mungkin mengilhami seseorang untuk lebih
mencintai mereka, atau membantu mereka menemukan cinta
sejati, atau memberi mereka kekuatan untuk melupakan kekasih
yang telah pergi. Bertahun-tahun silam, ketika sedang tenggelam dalam pe?
ne?litian sebuah buku tentang sejarah seni, Langdon pernah
mam?pir di gereja ini untuk meninggalkan surat di dalam keran?
jang tersebut. Bukan untuk memohon sumber ilham Dante agar
mem?beri?nya cinta sejati, melainkan agar mencurahkan kepada
diri?nya sebagian inspirasi yang telah memungkinkan Dante untuk
me?nu??lis?kan karya-karyanya.
Bernyanyilah di dalam diriku, Muse5, dan ungkapkan cerita itu
me?lalui diriku .... Baris pembuka di dalam Odyssey karya Homer itu tampak
seperti doa yang pantas, dan Langdon diam-diam percaya pesan?
nya telah benar-benar menyalakan inspirasi surgawi Beatrice,
karena setelah kembali ke rumah, dia berhasil menulis buku itu
dengan luar biasa lancar.
"Scusate!"Permisi!" suara Sienna menggelegar tiba-tiba. "Po?
tete ascoltarmi tutti?"Anda semua bisa dengar?"
Langdon berputar dan melihat Sienna berbicara lantang ke?
pada para turis yang semuanya kini melihat ke arahnya, tampak
sedikit kaget. 5. Muse: Dewi-dewi inspirasi seni, sastra, dan ilmu dari mitologi Yunani."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 316
317 Infern o Sienna tersenyum manis dan bertanya dalam bahasa Italia
apakah ada yang memiliki salinan Divine Comedy Dante. Setelah
beberapa tatapan bingung dan gelengan kepala, dia mencoba
bertanya dalam bahasa Inggris, tak berhasil juga.
Seorang perempuan tua yang sedang menyapu altar mendesis
keras kepada Sienna, dan mengangkat jari ke bibir menyuruh
diam. Sienna berpaling ke Langdon dan mengerutkan kening, se?
olah-olah berkata, "Jadi gimana?"
Cara Sienna melakukan panggilan yang ditujukan ke semua
orang sama sekali tidak terlintas di benak Langdon, tetapi sebe?
narnya Langdon mengharapkan responsnya seharusnya lebih
baik. Dalam kunjungannya terdahulu, Langdon melihat tidak
sedikit turis sedang membaca The Divine Comedy di ruangan suci,
menikmati tercebur total di dalam pengalaman Dante.
Tidak begitu lagi sekarang.
Langdon mengarahkan pandangan ke pasangan lansia yang
duduk di dekat depan gereja. Kepala botak lelaki tua itu tertunduk
ke depan, dagu di dada; jelas dia sedang menyempatkan tidur
siang. Wanita di sampingnya sangat terjaga, dengan sepasang
kabel earphone putih menggantung di bawah rambut kelabunya.
Sejumput harapan, pikir Langdon, melangkah menyusuri gang
hingga sejajar dengan pasangan tersebut. Seperti yang telah di?
duga Langdon, kabel earphone wanita itu mengular sampai ke
iPhone di pangkuannya. Merasa bahwa dia sedang diperhatikan,
wanita itu mendongak dan menarik earphone dari telinganya.
Langdon tidak tahu dengan bahasa apa wanita itu bicara, tetapi
penyebaran global iPhone, iPad, dan iPod telah menghasilkan
kosakata yang secara universal dimengerti sebagaimana lambang
toilet pria/wanita yang tersebar di seluruh dunia.
"iPhone?" tanya Langdon, mengagumi perangkat milik
wanita itu. Wajah wanita itu seketika cerah, mengangguk bangga. "Main?
an yang sangat cerdas," bisiknya dalam aksen British. "Pu?tra?saya
menghadiahkannya untuk saya. Saya sedang mendengar e-mail
isi INFERNO [SC].indd 317
318 D an B rown saya. Bisakah Anda bayangkan"mendengarkan e-mail saya" Benda
kecil yang berharga ini membacakannya untuk saya. Untuk mata
tua saya, itu bantuan yang luar biasa."
"Saya juga punya," ujar Langdon tersenyum sembari duduk
di sampingnya, hati-hati agar tak sampai membangunkan sua?
mi?nya yang tertidur. "Tapi, entah bagaimana, punya saya hilang
tadi ma?lam." "Oh, sayang sekali! Apakah Anda sudah mencoba fitur "Find
My iPhone?" Putra saya bilang ...."
"Bodohnya saya. Saya tak pernah mengaktifkan fitur itu."
Langdon menatapnya malu dan ragu-ragu mencoba, "Jika tidak
terlalu mengganggu, apakah Anda tidak keberatan me?min?jam?
kannya sebentar kepada saya" Saya perlu melihat sesuatu di In?
ter?net. Itu bantuan yang sangat berarti bagi saya."
"Tentu saja!" Wanita itu melepas earphone dan menyerahkan
perang?katnya ke tangan Langdon. "Sama sekali tidak masalah!
Kasihan sekali Anda."
Langdon mengucapkan terima kasih dan mengambil ponsel
itu. Sementara si ibu terus berceloteh di sampingnya tentang
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
betapa dia akan sangat menyesal jika sampai kehilangan iPhone
miliknya, Langdon membuka laman pencarian Google dan me?
nekan tombol mikrofon. Ketika telepon itu mengeluarkan bunyi
bip satu kali, Langdon mengucapkan hal yang dicarinya.
"Dante, Divine Comedy, Paradise, Canto Dua puluh Lima."
Wanita itu tampak takjub, sepertinya belum pernah tahu ten?
tang fitur ini. Ketika hasil pencarian mulai muncul di layar kecil,
Langdon sejenak melirik ke Sienna di belakang, yang sedang
mem??buka-buka leaflet di dekat keranjang surat Beatrice.
Tidak jauh dari tempat Sienna berdiri, seorang lelaki berdasi
sedang berlutut dalam keremangan, berdoa dengan khusyuk,
kepalanya tertunduk rendah. Langdon tidak bisa melihat wajah?
nya, tetapi dia merasakan kesedihan mendalam melihat lelaki
kesepian itu, yang barangkali telah kehilangan kekasih dan datang
ke sini untuk menenangkan diri.
isi INFERNO [SC].indd 318
319 Infern o Langdon kembali berfokus ke iPhone, dan dalam beberapa
detik sudah bisa membuka tautan ke naskah digital The Divine
Comedy"bisa diakses secara cuma-cuma karena sudah menjadi
milik publik. Ketika laman membuka persis pada Canto 25, dia
harus mengakui bahwa dirinya terpesona dengan teknologi.
Aku harus berhenti menjadi maniak fanatik buku bersampul kulit,
dia mengingatkan diri sendiri. E-book memang punya momennya
sendiri. Ketika wanita tua di sampingnya terus memperhatikan, mulai
memperlihatkan sedikit kecemasan dan mengatakan sesuatu
tentang mahalnya tarif data untuk berselancar Internet di luar
ne?geri, Langdon menyadari peluangnya yang singkat dan dia
ber?fokus penuh pada laman web di depannya.
Teksnya kecil, tetapi pencahayaan redup di kapel membuat
layar iPhone yang berpendar bisa lebih terbaca. Langdon lega dia
mengeklik tautan terjemahan Mandelbaum"terjemahan Dante
yang modern dan populer oleh mendiang profesor Amerika Allen
Mandelbaum. Karena terjemahannya yang hebat itu, Mandelbaum
telah menerima penghargaan tertinggi Italia, Presidential Cross of
the Order of the Star dari Solidaritas Italia. Meski memang kurang
puitis dibanding versi Longfellow, terjemahan Mandelbaum
cenderung lebih mudah dimengerti.
Hari ini aku lebih memilih yang jelas daripada yang puitis, pikir
Langdon, berharap bisa segera menemukan teks yang merujuk
pada lokasi spesifik di Florence"lokasi tempat Ignazio me?nyem?
bunyikan topeng kematian Dante.
Layar kecil iPhone hanya cukup untuk enam baris teks, dan
saat Langdon mulai membaca, dia teringat kutipan itu. Dalam
pembuka Canto 25, Dante merujuk pada The Divine Comedy itu
sendiri, derita fisik yang diakibatkan ak?tivitas penulisan maha?
karya itu pada dirinya, dan harapan yang me?nya?kitkan bahwa ba?
rangkali puisinya yang melangit dapat me?nang??gulangi brutalitas
pembuangan yang membuatnya terdam?par jauh dari Florence-nya
yang cantik. isi INFERNO [SC].indd 319
320 D an B rown CANTO XXV Jika itu harus terjadi ... jika puisi kudus ini"
karya yang begitu dicinta oleh langit dan bumi ini
yang membuatku menderita selama tahun-tahun panjang
ini" akan pernah mampu menanggulangi kekejaman
yang menghalangiku dari dekapan kasih
tempat kubersemayam, seekor domba melawan serigala yang memeranginya ....
Sementara kutipan itu merupakan pengingat bahwa Florence
yang indah merupakan rumah yang dirindu Dante saat menuliskan
The Divine Comedy, Langdon melihat tidak ada rujukan ke lokasi
spesifik di dalam kota itu.
"Apa Anda tahu tentang tarif data?" wanita itu menginterupsi,
tiba-tiba tampak cemas saat melirik ke iPhone-nya. "Saya baru
ingat, anak saya bilang agar saya hati-hati berselancar Internet
saat berada di luar negeri."
Langdon meyakinkannya bahwa dia hanya sebentar dan
menawarkan untuk mengganti biayanya, namun demikian,
Langdon merasa wanita itu tidak akan membiarkannya membaca
seluruh ratusan baris Canto 25.
Dia cepat-cepat menggulung layar ke bawah untuk membaca
enam baris berikutnya. Saat itu dengan suara berbeda, penampilan berbeda,
ku "kan kembali sebagai penyair dan mengenakan mahkota
daun di tempat baptisanku; sebab di sanalah pertama kali kutemukan jalan menuju
iman yang membuat jiwa-jiwa menyambut Tuhan, lalu,
karena iman itu, Peter menghiasi alisku.
Langdon samar-samar ingat bait itu"perujukan tak langsung
pada kesepakatan politik yang ditawarkan kepada Dante oleh
isi INFERNO [SC].indd 320
321 Infern o musuh-musuhnya. Menurut sejarah, "serigala" yang mengusir
Dante dari Florence mengatakan Dante boleh kembali ke kota
itu hanya jika dia setuju untuk dipermalukan di depan publik"
yakni berdiri di hadapan seluruh jemaat, sendirian di tempat
baptisannya, hanya mengenakan cawat sebagai pengakuan atas
ke?sa?lahannya. Dalam bait yang barusan dibaca Langdon, Dante, setelah
me??nolak kesepakatan itu, menyatakan bahwa jika dia kembali ke
tem?pat baptisannya, dia tak akan mengenakan cawat, melainkan
mahkota daun seorang penyair.
Langdon menggulung layar lebih ke bawah lagi, tetapi wanita
pemilik iPhone tiba-tiba memprotes, menjulurkan tangan untuk
mengambil ponselnya, seperti menyesal sudah meminjamkan.
Langdon nyaris tak mendengarnya. Sesaat sebelum jarinya
kem?bali menyentuh layar, matanya kembali pada satu baris teks
... melihatnya untuk kedua kali.
ku "kan kembali sebagai penyair dan mengenakan mahkota
daun di tempat baptisanku; Langdon menatap kalimat itu. Dalam ketergesaannya untuk
mencari penyebutan lokasi spesifik di Kota Florence, dia nyaris
melewatkan prospek yang jelas di dalam bait-bait pembuka Canto
25 sendiri. di tempat baptisanku; Florence memiliki beberapa tempat baptisan paling terkenal di
dunia, yang selama lebih dari tujuh ratus tahun telah digunakan
untuk menyucikan dan membaptis warga muda Flo?rence"di
antara mereka, Dante Alighieri.
Langdon segera membayangkan bentuk bangunan yang
me??muat tempat baptisan itu. Sebuah bangunan oktagonal spek?
takuler yang dalam banyak hal jauh lebih surgawi daripada
isi INFERNO [SC].indd 321
322 D an B rown Duo?mo sendiri. Dia kini bertanya-tanya barangkali dia sudah
mem?baca semua yang perlu dibacanya.
Mungkinkah bangunan ini yang dimaksud Ignazio"
Sorot cahaya keemasan seakan menyinari pikiran Langdon
saat sebuah gambaran muncul"serangkaian pintu perung?gu"
bersinar dan berkilau dalam cahaya mentari pagi.
Aku tahu apa yang ingin disampaikan Ignazio kepadaku!
Semua keraguan yang menggantung menguap seketika saat
dia menyadari bahwa Ignazio Busoni adalah salah seorang di
Flo?rence yang bisa membuka pintu itu.
Robert, gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Langdon menyerahkan iPhone kembali ke wanita tua itu,
mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
Dia bergegas mendekati Sienna dan berbisik penuh semangat.
"Aku tahu gerbang apa yang dimaksud Ignazio! Gerbang Fir?
daus!" Sienna tampak ragu. "Gerbang firdaus" Bukankah itu ... di
sur?ga?" "Sebenarnya," ujar Langdon, tersenyum tipis dan berjalan
me?nu?ju pintu, "jika kau tahu ke mana harus melihat, Florence
me?mang surga."[] isi INFERNO [SC].indd 322
BAB ku akan kembali sebagai penyair ... di tempat baptisanku.
Kata-kata Dante berulang-ulang bergema di benak
Langdon ke?tika dia memimpin Sienna ke utara menyu?
suri jalanan sempit yang dikenal sebagai Via dello Studio. Tujuan
mereka ter?letak di de?pan, dan seiring langkah demi langkah
Langdon merasa lebih percaya diri bahwa mereka berada di
jalan yang benar dan telah mening?gal?kan pengejar mereka jauh
di belakang. Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Ketika mereka mendekati ujung jalan sempit yang bangunan
kanan kirinya bagai tebing tinggi, Langdon sudah bisa mendengar
gemuruh lirih dari aktivitas di depan sana. Tiba-tiba, tebing di
ke?dua sisi mem??buka, memuntahkan mereka di hamparan luas.
Piazza del Duomo. Lapangan luas dengan jaringan bangunan yang kompleks ini
merupakan pusat spiritual kuno Florence. Kini lebih merupakan
tempat berkumpulnya turis, piazza ini sudah ramai dengan busbus wisata dan rombongan pengunjung yang berkerumun di
se??ke???liling katedral Florence yang terkenal.
Setiba di sisi selatan piazza, Langdon dan Sienna menghadap
sisi katedral dengan eksterior porselen hijau, pink, dan putih.
Katedral berukuran megah dihiasi karya artistik masif itu meren?
tang ke dua arah yang tampak bagai tak berhingga, panjangnya
nyaris sama dengan Monumen Washington diletakkan menda?
tar. Meski meninggalkan hiasan batu monokromatik tradisional
dan menggantinya dengan campuran warna-warna flamboyan
isi INFERNO [SC].indd 323
324 D an B rown yang tak biasa, struktur bangunan itu bernuansa Gotik"klasik,
ko?koh, tahan lama. Dalam kunjungan pertamanya ke Florence,
te?rus terang Langdon merasa arsitekturnya nyaris norak. Namun,
pada perjalanan berikutnya, dia tertarik untuk mempelajari
struk??tur katedral selama berjam-jam, entah kenapa terpikat pada
efek-efek estetisnya, dan akhirnya menghargai keindahannya
yang spektakuler. Il Duomo"atau, secara lebih formal, Katedral Santa Maria del
Fiore"selain memberikan nama julukan untuk Ignazio Busoni,
sejak dulu bukan hanya menjadi jantung spiritual Florence, me?
lain?kan juga berabad-abad drama dan intrik. Sejarah bangunan
itu merentang dari debat-debat panjang dan brutal soal mural The
Last Judgment Vasari yang banyak dibenci di sisi dalam kubah ...
hingga persaingan keras untuk memilih arsitek yang akan me?
nye?lesaikan kubah itu sendiri.
Filippo Brunelleschi akhirnya memenangi kontrak yang
meng?untungkan itu dan menyelesaikan pembangunan kubah"
yang terbesar pada masanya. Hingga kini, patung Brunelleschi
sendiri dapat dilihat duduk di luar Palazzo dei Canonici, menatap
puas pada adikaryanya. Pagi ini, saat Langdon mengarahkan pandangan ke kubah ber?
ubin merah termasyhur yang menjadi puncak prestasi arsitektural
pada zamannya, dia teringat saat dengan bodohnya memutuskan
untuk menaiki kubah hanya untuk menemukan bahwa tangganya
yang sempit dan disesaki turis tak kalah bikin stres dibanding
ruang sempit mana pun yang pernah dia temukan. Walau begitu,
Langdon bersyukur atas cobaan yang dihadapinya saat menaiki
"Kubah Brunelleschi", karena hal itu telah mendorongnya untuk
membaca buku Ross King yang berjudul sama.
"Robert?" ujar Sienna. "Ayo?"
Langdon mengalihkan pandangan dari kubah, baru menya?
dari bahwa dia telah menghentikan langkahnya demi mengagumi
arsitektur itu. "Maaf."
Mereka terus melangkah, mengitari pinggiran lapangan.
Kated?ral di sisi kanan mereka sekarang, dan Langdon memper?
isi INFERNO [SC].indd 324
325 Infern o hati?kan turis yang mengalir dari pintu keluar, mencoret situs itu
dalam daftar wajib-kunjung mereka.
Di depan, menjulang sosok campanile"menara lonceng"ba?
ngunan kedua dari tiga bangunan di dalam kompleks katedral.
Lazimnya dikenal sebagai menara lonceng Giotto, campanile itu
menyatakan dengan tegas bahwa ia adalah bagian dari katedral
di sampingnya. Bagian depannya sama-sama dihiasi dengan
marmer pink, hijau, dan putih, dengan puncak segi empat
menjulang ke langit setinggi 90 meter. Langdon selalu takjub
bahwa bangunan langsing ini bisa tetap berdiri se?lama berabadabad, melalui beberapa gempa bumi dan cuaca buruk, terutama
karena mengetahui betapa berat bagian atasnya, dengan puncak
menara yang menopang lonceng-lonceng seberat lebih dari
sembilan ribu kilogram. Sienna melangkah cepat di samping Langdon, matanya cemas
memandang langit di balik menara lonceng, mencoba mencari
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pesawat pengintai, tapi tak terlihat di mana pun. Pengunjung
cukup ramai meskipun hari masih pagi, dan Langdon justru ingin
tetap berada di tengah-tengah mereka.
Ketika semakin mendekati menara lonceng, mereka melewati
sebaris seniman karikatur berdiri di depan penyangga kanvas
mereka, membuat sketsa gambar kartun para turis"seorang anak
remaja meluncur dengan skateboard, anak perempuan bergigi kuda
mengulurkan tongkat lacrosse, sepasang kekasih berciuman di atas
punggung unicorn. Menurut Langdon, sangat luar biasa ka?rena
kegiatan ini dilakukan di atas jalan sakral yang sama de?ngan tem?
pat Michelangelo menegakkan kanvasnya sewaktu muda.
Melangkah cepat melewati kaki menara lonceng Giotto,
Langdon dan Sienna belok kanan, menyeberangi lapangan terbuka
di depan katedral. Di sini, kerumunan manusia paling padat, para
turis dari seluruh dunia membidikkan kamera ponsel dan kamera
video ke arah fasad utama katedral yang berwarna-warni.
Langdon tidak melihat ke atas sama sekali, pandangannya
su?dah tertuju ke bangunan berukuran jauh lebih kecil yang mulai
isi INFERNO [SC].indd 325
326 D an B rown terlihat. Tepat di seberang pintu masuk katedral, berdiri bangunan
ketiga dan terakhir dalam kompleks katedral.
Itulah pula bangunan favorit Langdon di dalam kompleks
itu. The Baptistry of San Giovanni.
Berhiaskan batu fasad polikromatik dan pilar bergaris-garis
seperti katedral Il Duomo, gedung itu berbeda dengan bangunanbangunan sekitar yang lebih besar lantaran bentuknya yang
khas"oktagon sempurna. Seperti kue lapis, kata sebagian orang,
ba?ngunan bersegi delapan itu terdiri atas tiga tingkatan berbeda
yang naik sampai ke atap putih berpuncak rendah.
Langdon tahu, bentuk oktagonal tidak ada hubungannya
de?ngan estetika, tapi sangat terkait dengan simbolisme. Dalam
Kris?tianitas, angka delapan merepresentasikan kelahiran dan
pen?cip?taan kembali. Oktagon merupakan pengingat visual akan
enam hari penciptaan langit dan bumi oleh Tuhan, satu hari Sabat,
dan hari kedelapan, hari "kelahiran kembali" atau "penciptaan
kembali" orang Kristen melalui pembaptisan. Oktagon telah men?
jadi bentuk lazim rumah pembaptisan di seluruh dunia.
Meskipun Langdon menganggap rumah pembaptisan itu
sebagai salah satu bangunan paling menarik di Florence, dia selalu
merasa pilihan lokasinya sedikit tidak adil. Rumah pembaptisan
seperti ini, di hampir setiap tempat lain di seluruh dunia, akan
menjadi pusat perhatian. Namun di sini, dalam bayang-bayang
dua sau?dara kolosalnya, rumah ibadah itu seakan anak tersisih
dalam ke?luarga. Hingga kau melangkah ke dalam, Langdon mengingatkan diri?
nya, membayangkan karya mosaik yang mencengangkan di
inte?rior?nya. Begitu spektakuler sehingga pada zaman dulu, para
pengagumnya meng?klaim langit-langit rumah pembaptisan itu
menyerupai surga sesungguhnya. Jika kau tahu ke mana harus me?
lihat, ujar Lang?don tadi kepada Sienna, Florence adalah surga.
Selama berabad-abad, tempat suci bersegi delapan ini telah
men?jadi tempat pembaptisan sejumlah tokoh terkenal"di antara?
nya Dante. isi INFERNO [SC].indd 326
327 Infern o Aku akan kembali sebagai penyair ... di tempat baptisanku.
Karena pengucilannya, Dante tidak pernah diizinkan kembali
ke tempat suci ini"tempat pembaptisannya. Tetapi kini, Langdon
berharap topeng kematian Dante, melalui serangkaian peristiwa
ganjil yang terjadi malam kemarin, menemukan jalan pulang
menggantikan posisi sang penyair.
Rumah pembaptisan, pikir Langdon. Di sinilah mestinya tempat
Ignazio menyembunyikan topeng itu sebelum dia mati. Langdon
teringat pesan Ignazio yang terdengar putus asa melalui telepon,
dan un?tuk sejenak yang mencekam, Langdon membayangkan
lelaki ge?muk itu menggenggam dadanya, terhuyung sepanjang
piazza me?nuju lorong, dan melakukan panggilan telepon ter?akhir?
nya setelah menyembunyikan topeng Dante di dalam gedung
ber?segi delapan ini. Gerbang-gerbang terbuka untukmu.
Mata Langdon tetap tertuju pada rumah pembaptisan itu saat
dia dan Sienna berkelit melewati kerumunan manusia. Sienna
kini bergerak dengan kelincahan penuh semangat sehingga
Lang?don nyaris harus berlari kecil untuk menyusulnya. Bahkan
dari kejauhan, terlihat pintu utama rumah pembaptisan yang
ber?ukuran besar berkilau ditimpa sinar matahari.
Berlapis ukiran perunggu dengan tinggi lebih dari empat
setengah meter, butuh waktu lebih dari dua puluh tahun bagi
Lorenzo Ghiberti untuk menyelesaikan sepasang pintu utama
tersebut. Pintu-pintu itu dihiasi dengan sepuluh panel halus
figur-figur biblikal berkualitas tinggi sehingga Giorgio Vasari
men?julukinya "sempurna dalam setiap aspek dan ... adikarya
ter??indah yang pernah diciptakan".
Namun, testimoni Michelangelo-lah yang memunculkan
julukan karya itu yang bertahan hingga kini. Michelangelo me?
nyatakan bahwa pintu-pintu itu sedemikian indah sehingga layak
digunakan ... sebagai Gerbang Surga.[]
isi INFERNO [SC].indd 327
BAB lkitab dalam perunggu, pikir Langdon, mengagumi kedua
pintu indah di hadapan mereka.
Gerbang Surga Ghiberti yang berkilau itu terdiri atas
sepu?luh panel persegi empat, masing-masing menggambarkan
adegan penting dari Kitab Perjanjian Lama. Mulai dari Taman
Firdaus hingga Musa dan kuil Raja Salomo, kisah terpahat
Ghiberti mem?bentang di atas dua kolom vertikal yang masingmasing terdiri atas lima panel.
Selama berabad-abad, rangkaian menakjubkan adeganadegan individual itu telah memantik semacam kontes popularitas
di antara para seniman dan sejarahwan seni. Semua orang, mulai
dari Botticelli hingga para pengkritik modern, memperdebatkan
pilihan mereka mengenai "panel terbaik". Berdasarkan konsensus
umum, pemenangnya selama berabad-abad adalah kisah Yakub
dan Esau"panel tengah di kolom sebelah kiri"yang konon
di?pilih karena jumlah metode artistik mengesankan yang digu?
nakan dalam pembuatannya. Namun, Langdon curiga, alasan
ke?me?nangan panel itu yang sebenarnya adalah karena Ghiberti
me?milih untuk menuliskan namanya di sana.
Beberapa tahun sebelumnya, dengan bangga Ignazio Busoni
menunjukkan pintu-pintu ini kepada Langdon, lalu dengan malumalu mengakui bahwa setelah terpajan banjir, vandalisme, dan
polusi udara selama setengah milenium, diam-diam kedua pintu
bersepuh emas itu ditukar dengan replika yang persis sama, dan
kini pintu-pintu aslinya disimpan di Museo dell"Opera del Duomo
untuk direstorasi. Dengan sopan, Langdon menahan diri untuk
tidak mengatakan kepada Busoni bahwa dia tahu sekali kalau
isi INFERNO [SC].indd 328
329 Infern o mereka sedang mengagumi barang palsu, dan sesungguhnya
replika itu adalah pintu Ghiberti "palsu" kedua yang dijumpainya.
Replika pertama dijumpai oleh Langdon secara tidak sengaja
ketika dia sedang meriset labirin-labirin Katedral Grace di San
Francisco dan mendapati bahwa replika Gerbang Surga Ghiberti
telah berfungsi sebagai pintu depan katedral itu semenjak per?te?
ngahan abad kedua puluh. Ketika Langdon berdiri di hadapan mahakarya Ghiberti itu,
matanya beralih pada plakat informasi singkat yang terpasang
di dekat situ. Di sana tertulis frasa sederhana bahasa Italia yang
me?narik perhatiannya, membuatnya terkejut.
La peste nera?"Kematian Hitam". Astaga, pikir Langdon, frasa
itu selalu ada ke mana pun aku menoleh! Menurut plakatnya, kedua
pintu itu dibuat sebagai persembahan "nazar" kepada Tuhan"
ungkapan terima kasih karena, entah bagaimana, Florence berhasil
lolos dari wabah itu. Langdon memaksakan matanya untuk menatap Gerbang Sur?ga
kembali, sementara kata-kata Ignazio kembali menggema da?lam
benaknya. Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Walaupun Ignazio sudah berjanji, Gerbang Surga itu jelas ter?
tutup seperti biasa, kecuali saat hari libur keagamaan yang langka.
Biasanya, turis-turis memasuki rumah pembaptisan itu dari sisi
lain, lewat pintu utara. Sienna berjingkat-jingkat di samping Langdon, berupaya
melihat di antara kerumunan orang. "Tidak ada pegangan pintu,"
katanya. "Tidak ada lubang kunci. Tidak ada sesuatu pun."
Benar, pikir Langdon. Ghiberti tak mau merusak mahakaryanya
dengan sesuatu yang begitu remeh seperti tombol pintu. "Pintupintu itu mengayun ke dalam. Dikunci dari dalam."
Sienna berpikir sejenak, mengerutkan bibir. "Jadi, dari luar
sini ... tak seorang pun tahu apakah pintunya terkunci atau ti?
dak." Langdon mengangguk. "Kuharap, itulah tepatnya yang dipi?
kirkan oleh Ignazio."
isi INFERNO [SC].indd 329
330 D an B rown Dia berjalan beberapa langkah ke kanan dan memandang
sisi utara gedung hingga ke pintu yang hiasannya jauh lebih
se?dikit"pintu masuk turis. Di sana, seorang pemandu wisata
yang tampak jemu sedang merokok dan menolak turis-turis
yang bertanya dengan menunjuk papan-tanda di pintu masuk:
APERTURA 1300-1700. Baru dibuka beberapa jam lagi, pikir Langdon senang. Dan belum
ada seorang pun di dalam. Secara naluriah, dia menengok arloji,
dan sekali lagi teringat bahwa arloji Mickey Mouse-nya sudah
hi?lang. Ketika dia kembali kepada Sienna, sekelompok turis berada
bersama perempuan itu. Mereka sibuk memotret dari balik pagar
besi sederhana beberapa puluh sentimeter di depan Gerbang Surga
untuk mencegah turis-turis agar tidak terlalu dekat dengan ma?
ha?karya Ghiberti. Gerbang pelindung ini terbuat dari besi-tempa hitam, dengan
hias?an paku-paku yang dicelup cat emas dan dibentuk bagai sinar
matahari, mirip pagar rumah sederhana yang sering kali me?lin?
dungi rumah-rumah di pinggiran kota. Sayangnya, plakat yang
men?jelaskan Gerbang Surga Ghiberti dipasang di pagar yang sa?ngat
biasa ini, bukannya di gerbang perunggu yang spektakuler itu.
Langdon pernah mendengar bahwa penempatan plakat ini
terkadang menimbulkan kebingungan di antara para turis. Dan
memang, tepat saat itu seorang perempuan gemuk dengan setelan
baju olahraga Juicy Couture menyibak kerumunan orang, me?man?
dang plakat itu, mengernyit memandang gerbang besi-tempa, dan
mendengus, "Gerbang Surga" Wah, kelihatannya seperti pagar
an?jingku di rumah!" Lalu dia melenggang pergi sebelum sese?
orang bisa menjelaskan. Sienna meraih gerbang pelindung itu, lalu dengan santai
meng?intip melalui jeruji untuk melihat mekanisme kunci di ba?
lik?nya. "Lihat," bisiknya, sambil menoleh memandang Langdon de?
ngan mata membelalak. "Gembok di baliknya tidak terkunci."
isi INFERNO [SC].indd 330
331 Infern o Langdon melongok lewat jeruji dan melihat bahwa Sienna
benar. Gembok itu diposisikan seakan terkunci, tapi jika diper?hati?
kan dengan lebih saksama, Langdon bisa melihat bahwa gembok
itu jelas tidak terkunci.
Gerbang-gerbang terbuka untukmu, tapi kau harus cepat.
Langdon mendongak memandang Gerbang Surga di balik
pa?gar. Jika Ignazio benar-benar membiarkan kedua pintu utama
rumah pembaptisan itu tidak terkunci, pintu-pintu itu pasti bisa
dibuka. Namun, tantangannya adalah masuk ke dalam tanpa
me?narik perhatian orang, termasuk, tidak dira?gu?kan lagi, polisi
dan para penjaga Duomo. "Lihat!" mendadak terdengar teriakan seorang perempuan.
"Dia hendak melompat!" Suaranya dipenuhi kengerian. "Di atas
sana, di menara lonceng!"
Kini Langdon berbalik dari pintu-pintu itu, dan melihat bahwa
perempuan yang berteriak tadi adalah ... Sienna. Perempuan itu
berdiri lima meter jauhnya, menunjuk menara-lonceng Giotto dan
berteriak, "Di atas sana! Dia hendak melompat!"
"Seseorang melompat"!"
"Di mana"!"
"Aku tidak melihatnya!"
"Di sana, sebelah kiri"!"
Hanya perlu beberapa detik bagi semua orang di seluruh alunalun untuk merasakan kepanikan itu dan mengikuti, mendongak
menatap puncak menara-lonceng. Bagaikan api-liar yang melahap
ladang jerami kering, gelombang ketakutan melanda seluruh
piazza hingga semua orang menjulurkan leher, mendongak, dan
menunjuk. Viral marketing, pikir Langdon, yang langsung menyadari
bah?wa dia hanya punya waktu beberapa detik untuk bertindak.
Dia lang?sung meraih pagar besi-tempa itu dan mengayunkannya
hingga terbuka, persis ketika Sienna kembali ke sampingnya dan
me?nye?linap bersamanya ke dalam ruang kecil di balik pagar. Se?
telah menutup gerbang di belakang mereka, Langdon dan Sienna
berbalik menghadap dua pintu perunggu setinggi empat setengah
isi INFERNO [SC].indd 331
332 D an B rown
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meter. Langdon, sembari berharap dirinya memahami Ignazio
de?ngan benar, membenturkan bahunya ke satu sisi pintu ganda
besar itu dan menjejakkan kakinya keras-keras.
Tak terjadi sesuatu pun. Lalu, dengan kelambatan yang me?
nyik?sa, bagian pintu yang berat itu mulai bergerak. Pintu-pintu?nya
terbuka! Gerbang Surga mengayun terbuka kira-kira tiga puluh
sentimeter dan, tanpa menyia-nyiakan waktu, Sienna berputar me?
nyam?ping dan menyelinap masuk. Langdon mengikuti, beringsut
menyamping melewati celah sempit itu ke dalam keremangan
rumah pembaptisan. Bersama-sama mereka berbalik dan mendorong pintu ke
arah sebaliknya, dengan cepat menutup portal besar itu dengan
bunyi berdebuk keras. Kebisingan dan kekacauan di luar langsung
menguap, menyisakan keheningan.
Sienna menunjuk balok kayu panjang di lantai di dekat kaki
mereka, yang berfungsi sebagai palang pintu, tapi jelas telah dike?
luarkan dari besi-siku di kedua sisi pintu. "Agaknya Ignazio telah
menyingkirkannya untukmu," katanya.
Bersama-sama mereka mengangkat balok itu dan menjatuh?
kan?nya kembali ke dalam kedua besi sikunya, secara efektif
me?malang Gerbang Surga ... dan mengunci diri mereka sendiri
dengan aman di dalam. Beberapa lama Langdon dan Sienna berdiri dalam keheningan,
bersandar di pintu dan mengatur napas. Diban?dingkan dengan
kebisingan piazza di luar, interior ru?mah pem?bap?tisan itu terasa
sama damainya bagaikan surga itu sendiri.
______ Di luar Baptistry of San Giovanni, lelaki berkacamata Plume Paris
dan dasi paisley bergerak melewati kerumunan orang, meng?
abaikan tatapan tak nyaman dari mereka yang memperhatikan
ruam berdarahnya. Dia baru saja mencapai pintu-pintu perunggu, tempat Robert
Langdon dan rekan berambut pirangnya tadi menghilang dengan
isi INFERNO [SC].indd 332
333 Infern o cerdik. Dia bisa mendengar bunyi berdebuk keras pintu yang
dipalang dari dalam. Tidak ada jalan masuk di sini.
Perlahan suasana di piazza kembali normal. Turis-turis yang
menatap ke atas penuh harap kini kehilangan minat. Tidak ada yang
melompat. Semua orang melanjutkan kegiatan mereka.
Lelaki itu kembali merasa gatal, ruamnya semakin memburuk.
Kini ujung jemari tangannya bengkak dan pecah-pecah. Dia
me?nye?lipkan kedua tangannya ke dalam saku agar tidak meng?
ga?ruk. Dadanya terus berdenyut-denyut nyeri ketika dia mulai
me?ngi?tari rumah pembaptisan persegi delapan itu untuk mencari
pintu masuk lain. Dia baru saja berbelok ketika merasakan tusukan rasa nyeri
di jakunnya dan menyadari bahwa dirinya telah kembali meng?
garuk-garuk.[] isi INFERNO [SC].indd 333
BAB enurut legenda, secara fisik mustahil untuk tidak men?
dongak setelah memasuki Baptistry of San Gio?vanni.
Walaupun sudah sering memasuki ruangan ini, Lang?
don tetap merasakan tarikan mistis dan membiarkan pan?dang?
annya merayap ke atas menuju langit-langit.
Tinggi, di atas kepala, permukaan bagian dalam kubah per?
segi-delapan rumah pembaptisan itu membentang lebih dari dua
puluh lima meter dari satu sisi ke sisi lain. Permukaan itu mengilat
dan bercahaya, seakan terbuat dari batu bara yang menyala.
Permukaan emas kuning-kecokelatan mengilatnya memantulkan
cahaya kuning-kecokelatan lebih dari sejuta ubin smalti"susunan
mosaik tanpa nat yang dipotong secara manual dari glasir silika
serupa kaca"diatur membentuk enam cincin konsentris tempat
adegan-adegan dari Alkitab digambarkan.
Untuk menambah drama pada bagian atas ruangan mengilat
itu, cahaya alami menembus ruang gelap lewat sebuah jendela
bulat"sangat menyerupai jendela-bulat Pantheon Roma"di?
bantu serangkaian jendela kecil tinggi yang menjorok ke dalam
dan mengarahkan sorot-sorot cahaya begitu terfokus dan rapat
sehingga nyaris menyerupai balok-balok struktural yang dipasang
dengan sudut berubah-ubah.
Ketika Langdon berjalan semakin jauh memasuki ruangan
bersama Sienna, dia mengamati mosaik langit-langit yang mele?
genda itu"representasi tingkatan surga dan neraka, sangat me?
nye?rupai penggambaran dalam The Divine Comedy.
Dante Alighieri melihat langit-langit ini semasa kecil, pikir Lang?
don. Inspirasi dari atas.
isi INFERNO [SC].indd 334
335 Infern o Langdon mengamati hiasan-utama mosaik. Yesus Kristus
setinggi delapan meter persis di atas altar utama, duduk meng?
ha?kimi mereka yang diselamatkan dan yang dihukum.
Di tangan kanan Yesus, orang-orang saleh menerima ganjaran
kehidupan abadi. Namun, di tangan kiri-Nya, orang-orang berdosa dirajam,
di?pang?gang pada tonggak, dan dilahap oleh segala macam makh?
luk. Mosaik iblis raksasa yang digambarkan sebagai hewan buas
pemakan-manusia, tampak mengawasi penyiksaan itu. Langdon
selalu meringis ketika melihat sosok iblis ini. Lebih dari tujuh ratus
tahun silam, sosok mengerikan ini menunduk menatap Dante
Alighieri muda, menakut-nakutinya dan memberi Dante inspirasi
akan apa yang tersembunyi dalam lingkaran terbawah neraka.
Mosaik mengerikan itu menggambarkan iblis bertanduk
yang sedang melahap manusia dengan kepala terlebih dahulu.
Se?pasang kaki korban menggantung dari mulut iblis, mirip kaki
para pendosa yang menggapai-gapai, setengah terkubur dalam
Malebolge Dante. Lo "mperador del doloroso regno, pikir Langdon, mengingat teks
Dante. Kaisar dari kerajaan keputusasaan.
Ular besar yang menggeliat-geliat tampak meluncur dari
ke??dua telinga iblis. Kedua ular besar itu juga sedang melahap
pen??dosa, memberi kesan seakan si iblis berkepala tiga, persis
se?perti yang digambarkan Dante dalam canto terakhir Inferno.
Lang?don meng??gali ingatannya dan mengingat fragmen-fragmen
peng??gam??baran Dante. Di kepalanya, dia punya tiga wajah ... ketiga dagunya memancurkan
buih berdarah ... ketiga mulutnya digunakan sebagai penggiling ...
menghancurkan tiga pendosa sekaligus.
Langdon tahu, kejahatan iblis yang tiga kali lipat itu penuh
dengan arti sim?bolis: menempatkannya dalam keseimbangan
yang sempurna dengan tiga kemuliaan Trinitas Suci.
Saat Langdon mendongak menatap pemandangan mengerikan
itu, dia berupaya membayangkan efeknya terhadap Dante muda,
isi INFERNO [SC].indd 335
336 D an B rown yang menghadiri kebaktian di gereja ini selama bertahun-tahun
dan melihat iblis menunduk menatapnya setiap kali dia berdoa.
Namun, pagi ini Langdon punya perasaan tak nyaman bahwa
iblis itu sedang menatap tepat ke arah-nya.
Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ke balkon lantai
dua yang merupakan galeri-berdiri"area khusus yang diizinkan
bagi perempuan yang ingin menyaksikan pembaptisan"lalu pan?
dangannya turun ke makam-gantung Anti-Paus Yohanes XXIII.
Jena?zahnya terbaring tinggi di dinding dalam peristirahatannya,
seperti penghuni gua atau subjek dalam tipuan-melayang pesu?
lap. Akhirnya, pandangan Langdon mencapai lantai ubin ber?
hias?an rumit, yang dipercaya oleh banyak orang mengandung
referensi astronomi Abad Pertengahan. Langdon membiarkan
ma?tanya bergerak melintasi pola lantai hitam putih yang rumit
hingga ke bagian tengah ruangan.
Itu dia, pikir Langdon. Sadar dirinya tengah menatap tem?pat
Dante Alighieri dibaptis pada pertengahan terakhir abad ketiga
belas. ?"Aku akan kembali sebagai penyair ... di tempat bap?tis?
anku,?" kata Langdon. Suaranya menggema. "Ini dia."
Sienna tampak bingung ketika memandang bagian tengah
lan?tai yang ditunjuk oleh Langdon. "Tapi ... tidak ada apa-apa
di sana." "Tidak lagi," jawab Langdon.
Yang tersisa hanyalah ubin besar persegi delapan berwarna
cokelat kemerahan. Area persegi delapan yang luar biasa seder?ha?
nanya ini jelas mengganggu pola lantai yang rancangannya lebih
rumit, dan lebih menyerupai lubang tambalan besar. Tetapi itu
memang lubang tambalan besar.
Cepat-cepat Langdon menjelaskan bahwa tempat baptisan asli
di tempat itu benar-benar berupa kolam persegi-delapan besar
yang terletak tepat di tengah ruangan. Apabila tempat baptisan
mo?dern biasanya berupa baskom yang diletakkan tinggi, tempat
baptisan kuno lebih menyerupai arti harfiah kata pancuran, kolam
atau font"yaitu "mata air" atau "air mancur?"dalam hal ini
isi INFERNO [SC].indd 336
337 Infern o berupa kolam air yang dalam, agar para peserta pembaptisan
bisa dibenamkan lebih dalam. Langdon bertanya-tanya seperti
apa bilik batu ini kedengarannya, di saat anak-anak berteriak
ke?ta??kutan ketika dibenamkan ke dalam kolam besar berisi air
se?dingin es yang dulu ada di tengah ruangan itu.
"Pembaptisan di sini terasa dingin dan menakutkan," jelas
Langdon, "Ritus pendewasaan yang sejati. Bahkan berbahaya.
Konon Dante pernah melompat ke dalam tempat baptisan di sini
untuk menyelamatkan seorang anak yang tenggelam. Tetapi,
tempat baptisan asli itu ditutup pada suatu saat di abad keenam
belas." Mata Sienna kini mulai melesat ke sekeliling gedung, kekha?
watirannya jelas tampak. "Tapi jika tempat baptisan Dante sudah
tidak ada ... di mana Ignazio menyembunyikan topeng itu"!"
Langdon memahami kekhawatiran perempuan itu. Banyak
sekali kemungkinan tempat persembunyian di dalam bilik besar
ini"di balik pilar, patung, makam, di dalam ceruk, di altar, bah?
kan di lantai atas. Namun, Langdon merasa sangat percaya diri ketika berbalik
dan menghadap pintu yang baru saja mereka masuki tadi. "Kita
harus mulai dari sana," katanya sambil menunjuk area di depan
dinding, persis di sebelah kanan Gerbang Surga.
Di atas lantai tinggi, di balik gerbang berhias, ter?dapat se?
ma?cam peti besar persegi enam dari pualam berukir, me?nye?
ru?pai altar kecil atau meja pelayanan. Eksterior peti pualam
itu berukiran begitu rumit sehingga menyerupai kameo dari
cang?kang kerang mutiara. Di atasnya terdapat permukaan kayu
mengilat berdiameter sekitar satu meter.
Sienna tampak ragu ketika mengikuti Langdon ke sana.
Ketika mereka menuruni tangga dan berjalan memasuki gerbang
pelindung itu, Sienna melihat dengan lebih saksama, dan menghela
napas terkejut ketika menyadari apa yang sedang dilihatnya.
Langdon tersenyum. Tepat sekali. Ini bukan altar atau meja.
Per?mu?kaan kayu mengilat itu sesungguhnya adalah sebuah tu?
tup"untuk menutupi struktur berongga.
isi INFERNO [SC].indd 337
338 D an B rown "Bak baptis?" tanya Sienna.
Langdon mengangguk. "Seandainya Dante dibaptis hari ini,
maka inilah bak yang digunakan." Tanpa menyia-nyiakan waktu,
Langdon menghela napas panjang, meletakkan telapak tangan
pada penutup kayu, merasakan gelenyar pengharapan ke?tika
bersiap membuka tutup itu.
Langdon mencengkeram pinggiran penutup erat-erat dan
mengangkatnya ke satu sisi, dengan hati-hati menggeser tutup
kayu itu dan meletakkannya di lantai di samping bak bap?tis. Lalu
dia mengintip ruang kosong gelap selebar enam puluh sen?ti?meter
di baliknya. Pemandangan mengerikan yang menyambutnya membuat
Langdon menelan ludah dengan susah payah.
Dari kegelapan, wajah kematian Dante Alighieri membalas
tatapannya.[] isi INFERNO [SC].indd 338
BAB arilah, maka akan kau temukan.
Langdon berdiri di pinggir bak baptis dan me?nun?duk
menatap topeng kematian kuning pucat itu, yang wajah
keriputnya menatap kosong ke atas. Hidung mem?beng?kok dan
dagu mencuat itu tidak diragukan lagi.
Dante Alighieri. Wajah tak bernyawa itu sudah cukup menyeramkan, tapi
se?suatu me?ngenai posisinya di dalam bak membuatnya seakan
nya?ris supernatural. Sejenak Langdon tidak yakin akan apa yang
se??dang dilihatnya. Apakah topeng itu ... melayang"
Langdon berjongkok rendah, mengamati dengan lebih sak?
sa?ma pemandangan di hadapannya. Bak itu dalamnya be?berapa
puluh sentimeter"lebih menyerupai sumur vertikal daripada bak
dangkal"dinding curamnya memanjang ke bawah, ke tempat
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penyimpanan persegi enam yang dipenuhi air. Anehnya, topeng
itu seakan melayang di tengah bak ... persis di atas permukaan
air, seakan karena sihir.
Perlu sejenak bagi Langdon untuk menyadari apa yang me?
nim?bulkan ilusi itu. Bak baptis segi enam itu ternyata me?miliki
po?ros tengah vertikal yang menjulang ke atas hingga separuh
bak. Bagian puncaknya pipih seperti piring logam kecil persis di
atas air. Agaknya piring itu adalah kepala air mancur dekoratif
dan mungkin tempat untuk meletakkan pantat bayi yang sedang
di??baptis, tapi saat ini benda itu berfungsi sebagai alas tempat to?
peng Dante berada, sehingga tak tersentuh air.
isi INFERNO [SC].indd 339
340 D an B rown Langdon dan Sienna terdiam dalam hening, berdampingan
sambil menunduk menatap wajah keriput Dante Alighieri, yang
Api Di Bukit Menoreh 6 Bangkok Love Story Karya Gola Gong Kisah Si Naga Langit 7