Pencarian

Eldest 2

Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 2


"Dan besok ada pemakaman."
Orik sadar sejenak. "Besok, ya. Tapi sebelum itu kita tidak boleh membiarkan pikiran-pikiran yang tidak bahagia mengganggu kita! Ayo!"
Dengan meraih tangan Eragon, kurcaci itu menariknya melintasi Tronjheim ke aula pesta yang luas, tempat banyak kurcaci duduk di meja-meja batu. Orik melompat naik ke salah satunya, menyebabkan piring-piring di atasnya berserakan ke lantai, dan dengan suara menggelegar menyerukan berita tentang Isidar Mithrim. Eragon nyaris tuli akibat sorakan dan teriakan yang terdengar selanjutnya. Setiap kurcaci berkeras mendekati Saphira dan mencium lantai seperti yang dilakukan Orik. Sesudah selesai, mereka meninggalkan makanan masing-masing dan mengisi guci-guci batu dengan bir dan anggur madu.
Eragon bergabung dengan kegembiraan itu dengan perasaan yang mengejutkan dirinya. Tindakan ini membantu meredakan kesedihan yang berkembang dalam hatinya. Tapi ia berusaha menolak pesta pora sepenuhnya, karena ia sadar akan kewajiban-kewajiban yang menunggu mereka keesokan harinya dan ia ingin kepalanya tetap jernih.
Bahkan Saphira turut mencicipi anggur madu, dan ketika mendapati bahwa ia menyukainya, para kurcaci mengeluarkan satu tong penuh baginya. Setelah dengan hati-hati memasukkan rahangnya ke tutup tong yang terbuka, Saphira menghabiskan isinya dalam tiga tegukan panjang, lalu mengangkat kepala ke langit-langit dan bersendawa dengan menyemburkan lidah api raksasa. Eragon membutuhkan waktu beberapa menit untuk meyakinkan para kurcaci bahwa sudah aman untuk mendekati Saphira lagi, tapi begitu ia berhasil meyakinkan mereka, mereka membawakan tong yang lain lagi--tanpa memedulikan protes koki--dan mengawasi dengan terpesona ketika Saphira mengosongkan isi tong itu juga.
Sementara Saphira semakin mabuk, berbagai emosi dan pikirannya menyapu Eragon dengan kekuatan yang semakin lama semakin meningkat. Eragon jadi sulit menggunakan masukan-masukan dari indranya sendiri: pandangannya mulai kabur, gerakan-gerakan yang dilihatnya memudar dan warnawarna terus berubah. Bahkan bau yang diciumnya berganti, menjadi lebih tajam, lebih menusuk.
Para kurcaci mulai bernyanyi bersama. Sekalipun goyah saat berdiri, Saphira turut bersenandung, menekankan setiap bait dengan raungan. Eragon membuka mulut untuk bergabung dan terkejut sewaktu, bukannya kata-kata, yang terdengar justru geram serak suara naga. Ini, pikirnya, sambil menggeleng, sudah keterlaluan... Atau aku hanya mabuk" Ia memutuskan hal itu tidak penting dan terus bernyanyi dengan penuh semangat, tak peduli suara naga atau bukan.
Para kurcaci terus berdatangan ke dalam aula sementara berita tentang Isidar Mithrim menyebar. Ratusan kurcaci dalam waktu singkat berjejalan di meja-meja, berkerumun rapat di sekeliling Eragon dan Saphira. Orik memanggil para musisi yang mengambil posisi di sudut, tempat mereka membuka tutup beludru hijau instrumen mereka. Dalam waktu singkat harpa, kecapi, dan suling perak melantunkan melodi mendampingi keriuhan.
Berjam-jam berlalu sebelum keributan dan kegembiraan itu reda. Sewaktu suasana mulai tenang, Orik sekali lagi naik ke meja. Ia berdiri di sana, dengan kaki mengangkang lebar untuk menjaga keseimbangan, membawa guci, tutup besinya entah ke mana, dan berseru, "Denga
r, dengar! Akhirnya kita merayakan apa yang patut dirayakan. Para Urgal sudah pergi, Shade mati, dan kita menang!" Semua kurcaci memukul-mukul meja menyetujui. Pidato yang singkat dan langsung ke sasaran. Tapi Orik belum selesai. "Untuk Eragon dan Saphira!" raungnya, sambil mengangkat guci. Ini juga disambut dengan riuh.
Eragon berdiri dan membungkuk, yang memicu sorakan lebih lanjut. Di sampingnya, Saphira berdiri pada kaki belakang dan mengayunkan kaki depan melintang di dada, berusaha meniru gerakan Eragon. Ia terhuyung, dan para kurcaci, menyadari bahaya yang mengancam mereka, berhamburan menjauh. Mereka nyaris tidak berhasil. Diiringi desisan keras, Saphira jatuh ke belakang, mendarat di meja.
Sakit menyambar punggung Eragon dan ia jatuh pingsan di dekat ekor Saphira.
PEMAKAMAN Bangun, Knurlhiem! Kau tidak boleh tidur sekarang. Kita dibutuhkan di gerbang-mereka tidak akan memulai tanpa kehadiran kita."
Eragon memaksa matanya terbuka, menyadari sakit di kepala dan tubuhnya. Ia tergeletak di meja batu yang dingin. "Apa"" Ia meringis karena rasa memuakkan di lidahnya.
Orik menarik-narik janggut cokelatnya. "Prosesi Ajihad. Kita harus menghadirinya!"
"Bukan, kau tadi memanggilku apa"" Mereka masih di aula pesta, tapi ruangan itu telah kosong, yang ada hanya dirinya, Orik, dan Saphira, yang terkapar di sampingnya di antara dua meja. Saphira bergerak dan mengangkat kepala, memandang sekitarnya dengan mata merah.
"Kepala Batu! Kupanggil kau Kepala Batu karena sudah hampir satu jam aku berusaha membangunkan dirimu."
Eragon mendorong dirinya duduk tegak dan merosot turun dari meja. Kenangan-kenangan sekilas kejadian semalam berlompatan dalam benaknya. Saphira, bagaimana keadaanmu" tanyanya, sambil terhuyung-huyung mendekati naga itu.
Saphira memutar kepala, menjulurkan dan memasukkan lidah kemerahannya melewati gigi-giginya, seperti kucing sehabis menyantap makanan yang tidak enak. Utuh... kurasa. Sayap kiriku terasa agak aneh; kupikir aku jatuh menimpanya. Dan kepalaku dipenuhi ribuan anak panah panas.
"Apa ada yang terluka sewaktu ia jatuh"" tanya Eragon, prihatin.
Tawa yang tulus terdengar dari dalam dada si kurcaci yang tebal. "Hanya mereka yang jatuh dari kursi karena tertawa terlalu keras. Seekor naga mabuk dan ambruk! Aku yakin kejadian itu akan dinyanyikan hingga berdekade-dekade mendatang. Saphira menggerakkan sayap dan mengalihkan pandangan. "Kami merasa sebaiknya meninggalkan kalian di sini, karena kami tidak bisa memindahkan dirimu, Saphira. Kepala koki sangat gusar--ia khawatir kau akan menghabiskan persediaan terbaiknya lebih dari empat tong."
Dan kau memarahiku karena minum-minuml Kalau aku yang menenggak empat tong, aku pasti sudah mati!
Itulah sebabnya kau bukan naga.
Orik menjejalkan buntalan pakaian ke pelukan Eragon. "Ini, kenakan ini. Ini lebih cocok untuk pemakaman daripada pakaianmu sendiri. Tapi cepatlah, waktu kita tinggal sedikit." Eragon bersusah payah mengenakannya--kemeja putih yang menggembung dengan tali-tali pada mansetnya, rompi merah yang dihiasi tenunan dan bordiran emas, celana panjang gelap, sepatu bot hitam mengilap yang berdetak saat beradu dengan lantai, dan jubah lebar yang diikat di bawah tenggorokannya dengan bros. Sebagai ganti sabuk sarung kulit biasa, Zar'roc disandang dengan sabuk yang berhias.
Eragon menyiramkan air ke wajahnya dan mencoba merapikan rambut. Lalu Orik memaksa dirinya dan Saphira bergegas keluar lorong ke gerbang selatan Tronjheim. "Kita harus mulai dari sana," katanya menjelaskan, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan pada kaki-kakinya yang pendek kekar, "karena di sanalah prosesi dengan jenazah Ajihad berhenti tiga hari yang lalu. Perjalanannya ke makam tidak boleh disela, kalau disela rohnya tidak akan bisa beristirahat."
Budaya yang aneh, komentar Saphira.
Eragon setuju, menyadari langkah-langkah naga itu agak goyah. Di Carvahall, orang-orang biasanya dimakamkan di ladangnya, atau kalau mereka tinggal di desa, di pemakaman kecil. Satu-satunya ritual yang mengiringi prosesi hanyalah bait-bait yang dilantunkan dari balada-balada tertentu
dan Pesta kematian diselenggarakan sesudahnya bagi kerabat dan teman-teman almarhum. Kau bisa menjalani pemakaman hingga selesai" tanyanya sewaktu Saphira kembali terhuyung.
Saphira meringis singkat. Itu dan penunjukan Nasuada, tapi sesudah itu aku perlu tidur. Terkutuklah semua anggur madu!
Kembali ke percakapannya dengan Orik, Eragon bertanya, "Di mana Ajihad akan dimakamkan""
Orik melambat dan melirik Eragon dengan hati-hati. "Hal itu menimbulkan keributan di antara klan-klan. Kalau ada kurcaci yang meninggal, kami yakin ia harus dimasukkan ke batu, kalau tidak ia takkan pernah bergabung dengan leluhurnya.... Itu urusan rumit dan aku tidak bisa berbicara lebih banyak lagi kepada orang luar... tapi kami harus bersusah payah untuk memastikan pemakaman seperti itu. Keluarga atau klan yang membiarkan anggota mereka dimakamkan dalam elemen yang lebih rendah akan dipermalukan.
"Di bawah Farthen Dur ada ruang yang merupakan rumah bagi semua knurlan, semua kurcaci, yang meninggal di sini. Ke sanalah Ajihad akan dibawa. Ia tidak bisa dimakamkan bersama kami, karena ia manusia, tapi ada ceruk yang sudah disiapkan bagi dirinya. Di sana kaum Varden bisa mengunjunginya tanpa mengusik makam-makam suci kami, dan Ajihad akan menerima penghormatan yang layak diterimanya."
"Rajamu sudah berbuat banyak bagi kaum Varden," kata Eragon, mengomentari.
"Ada yang menganggapnya terlalu banyak."
Di depan gerbang tebal--terangkat oleh rantai tersembunyinya untuk menampilkan cahaya siang samar yang menerobos masuk ke Farthen Dur--mereka menemukan barisan yang ditata cermat. Ajihad dibaringkan di depan, dingin dan pucat dalam keranda marmer yang dipanggul enam pria berbaju besi hitam. Di kepalanya terdapat helm bertatahkan batu-batu berharga. Tangannya tertangkup di bawah tulang belikat, menutupi tangkai gading pedangnya yang telanjang, yang menjulur dari bawah perisai yang menutupi dada dan kakinya. Jala dari perak, seperti lingkaran-lingkaran berkas cahaya bulan, membebani tangan dan kakinya dan menjuntai ke keranda.
Nasuada berdiri dekat di belakang jenazah--muram, bermantel bulu, dan tampak kokoh, sekalipun air mata menghiasi wajahnya. Hrothgar berdiri di sampingnya, mengenakan jubah gelap; lalu Arya; Dewan Tetua, semua dengan ekspresi duka yang sesuai; dan akhirnya sederet pelayat yang memanjang sejauh satu mil dari Tronjheim.
Setiap pintu dan ambang pintu melengkung aula setinggi empat lantai yang menuju ruang utama Tjronjheim, setengah mil jauhnya, dibuka lebar dan penuh sesak dengan manusia dan kurcaci. Di sela wajah-wajah yang kelabu, tirai-tirai panjang bergoyang terdorong ratusan desahan dan bisikan sewaktu Saphira dan Eragon muncul.
Jormundur memberi isyarat agar mereka bergabung dengannya. Sambil berusaha tidak mengacaukan formasi, Eragon dan Saphira menerobos barisan ke tempat kosong di samping Jormundur, mendapat pelototan tidak setuju dari Sabrae. Orik berlalu untuk berdiri di belakang Hrothgar.
Bersama-sama mereka menunggu, sekalipun untuk apa, Eragon tidak tahu.
Semua lentera separo ditutup hingga keremangan yang sejuk menyelimuti udara, menimbulkan perasaan tidak nyata akan kejadian ini. Tidak seorang pun tampak bergerak atau bernapas: sejenak Eragon membayangkan mereka semua patung yang membeku selamanya. Asap dupa tunggal membubung dari keranda, meliuk ke langit-langit sambil menebarkan bau pinus dan juniper. Hanya itu satu-satunya gerakan di aula, garis meliuk-liuk yang bergerak dari satu sisi ke sisi lain.
Jauh di dalam Tronjheim, tambur berdentam. Bum. Deru Yang berat itu bergetar ke tulang-tulang mereka, menggetarkan kota pegunungan dan menyebabkan kota itu menggema seperti genta batu raksasa.
Mereka melangkah maju. Bum. Pada nada kedua, tambur lain yang lebih pelan bergabung dengan yang pertama, setiap dentaman menyebar ke seluruh aula. Kekuatan suara itu mendorong mereka dengan kecepatan yang anggun. Dentaman tersebut menyebabkan setiap langkah terasa penting, bertujuan, dan bermartabat, sesuai dengan acara ini. Tidak ada pikiran yang bisa timbul dalam denyutan yang mengelilingi mereka, hanya luapan emosi
yang dengan ahli dibangkitkan tambur-tambur itu, memicu air mata dan suka cita pahit pada saat yang bersamaan.
Bum. Sewaktu terowongan berakhir, para pemanggul Ajihad berhenti sejenak di antara pilar-pilar onyx sebelum memasuki ruang utama. Di sana Eragon melihat sikap para kurcaci semakin khidmat saat melihat Isidar Mithrim.
Bum. Mereka berjalan melintasi pemakaman kristal. Lingkaran berupa kepingan-kepingan kristal yang menjulang membentang di tengah ruang yang luas itu, mengelilingi martil dan segilima-segilima di dalamnya. Banyak kepingan yang lebih besar daripada Saphira. Berkas cahaya safir bintang masih berpendar dalam kepingan-kepingannya, dan di beberapa, kelopak ukiran mawar masih terlihat.
Bum. Para pemanggul terus maju, di sela-sela puluhan tepi setajam pisau cukur. Lalu prosesi itu berbelok dan menuruni tangga lebar ke terowongan-terowongan di bawah. Mereka berbaris melewati banyak gua, melewati gubuk-gubuk batu tempat anak-anak kurcaci mencengkeram ibu mereka dan menatap dengan mata terbelalak.
Bum. Dan dengan dentaman terakhir itu, mereka berhenti di bawah rusuk stalaktit yang memanjang di atas katakombe raksasa yang tepinya dipenuhi ceruk. Di setiap ceruk terdapat peti mati berukir nama dan lambang klan. Ratusan ribu telah dimakamkan di sini. Satu-satunya cahaya berasal dari lentera-lentera merah yang diletakkan berjauhan satu sama lain, tampak pucat dalam keremangan.
Sejenak kemudian, para pemanggul melangkah ke ruangan kecil yang ditambahkan di samping ruang utama. Di tengah, di panggung, terdapat peti yang terbuka bagi kegelapan yang menunggu. Di bagian atasnya terukir:
Kiranya semua, Knurlan, Manusia, dan Elf
Mengingat Orang Ini. Karena ia Mulia, Kuat, dan Bijaksana.
Guntera Aruna Sesudah para pelayat berkerumun, Ajihad diturunkan ke dalam peti, dan mereka yang mengenalnya secara pribadi diizinkan mendekat. Eragon dan Saphira berada pada urutan kelima dalam barisan, di belakang Arya. Sewaktu mereka menapaki tangga marmer untuk memandang jasadnya, Eragon dicengkeram kedukaan yang luar biasa, kegundahannya diperkuat fakta bahwa ia menganggap pemakaman ini sebagai pemakaman Ajihad sekaligus Murtagh.
Setelah berhenti di samping makam, Eragon menunduk menatap Ajihad. Ajihad tampak jauh lebih tenang dan damai daripada semasa masih hidup, seakan kematian mengakui kebesarannya dan menghormatinya dengan menyingkirkan semua kekhawatiran duniawinya. Eragon baru sebentar mengenal Ajihad, tapi dalam masa itu ia menghormatinya baik sebagai seseorang maupun sebagai apa yang diwakilinya: kemerdekaan dari tirani. Selain itu, Ajihad juga orang pertama yang memberi tempat berlindung bagi Eragon dan Saphira sejak mereka meninggalkan Lembah Palancar.
Dengan perasaan tercekik, Eragon mencoba memikirkan pujian besar yang bisa diberikannya. Pada akhirnya, ia berbisik dengan tenggorokan bagai tercekik, "Kau akan dikenang, Ajihad. Aku bersumpah. Beristirahatlah dengan tenang karena Nasuada akan melanjutkan pekerjaanmu dan Kekaisaran akan diruntuhkan berkat apa yang telah kaucapai." Sadar akan sentuhan Saphira di lengannya, Eragon melangkah turun dari panggung bersamanya dan membiarkan Jormundur menggantikan tempatnya.
Setelah akhirnya semua orang memberikan penghormatan masing-masing, Nasuada membungkuk di atas Ajihad dan menyentuh tangan ayahnya, memegangnya lembut. Setelah mengerang sedih, ia mulai bernyanyi dalam bahasa asing yang melantun, memenuhi gua dengan kedukaannya.
Lalu dua belas kurcaci muncul, meletakkan pelat marmer di atas wajah Ajihad yang menengadah. Dan ia pun tiada.
SUMPAH SETIA Eragon menguap dan menutupi mulutnya sementara orang orang memasuki amfiteater bawah tanah. Arena yang luas itu menggemakan celoteh orang-orang yang membicarakan pemakaman yang baru saja berakhir.
Eragon duduk di barisan paling bawah, sejajar dengan podium. Bersamanya duduk Orik, Arya, Hrothgar, Nasuada, dan Dewan Tetua. Saphira berdiri di barisan anak tangga yang membelah deretan kursi ke atas. Sambil membungkuk, Orik berkata, "Sejak Korgan, setiap raja kami dipilih di sini. Sudah selayaknya kaum Varden juga be
rbuat begitu." Masih harus dilihat dulu, pikir Eragon, apakah peralihan kekuasaan ini berlangsung damai. Ia menggosok sebelah mata, menghapus air mata baru; upacara pemakaman menyebabkan ia terguncang.
Menggelegak di atas sisa-sisa kedukaan, kegelisahan sekarang memuntir perutnya. Ia khawatir soal perannya sendiri dalam peristiwa yang akan berlangsung. Bahkan kalau segalanya berjalan baik, ia dan Saphira tetap akan menimbulkan musuh-musuh potensial. Tangannya turun ke Zar'roc dan mencengkeram gagangnya erat-erat.
Butuh waktu beberapa menit sebelum amfiteater penuh. Lalu Jormundur naik ke podium. "Orang-orang Varden, kita terakhir berdiri di sini lima belas tahun yang lalu, saat kematian Deynor. Penerusnya, Ajihad, bertindak lebih banyak untuk menentang Kekaisaran dan Galbatorix dibandingkan pendahulunya yang mana pun. Ia memenangkan puluhan pertempuran melawan pasukan yang lebih unggul. Ia nyaris membunuh Durza, menggores pedang Shade. Dan yang paling hebat, ia menerima Penunggang Eragon dan Saphira ke dalam Tronjheim. Tapi, pemimpin baru harus dipilih, pemimpin yang akan memenangkan lebih banyak kemegahan bagi kita."
Seseorang di tempat tinggi berteriak, "Shadeslayer!"
Eragon berusaha tidak bereaksi--ia senang melihat Jormundur bahkan tidak berkedip. Pria itu berkata, "Mungkin di tahun-tahun mendatang, tapi ia memiliki kewajiban dan tanggung jawab lain untuk saat ini. Tidak, Dewan Tetua sudah berpikir lama untuk ini: kita membutuhkan seseorang yang memahami kebutuhan dan keinginan kita, seseorang yang tinggal dan menderita bersama-sama kita. Seseorang yang menolak melarikan diri, bahkan sewaktu pertempuran mengancam."
Pada saat itu, Eragon merasakan pemahaman mengaliri para pendengar. Namanya dibisikkan ribuan tenggorokan dan diucapkan Jormundur sendiri, "Nasuada." Sambil membungkuk Jormundur melangkah ke samping.
Selanjutnya giliran Arya. Ia mengamati hadirin yang menunggu, lalu berkat, "Kaum elf menghormati Ajihad malam ini.... Dan atas nama Ratu Islanzadi, kuakui penunjukan Nasuada dan menawarkan dukungan serta persahabatan yang sama seperti yang kami tawarkan pada ayahnya. Kiranya bintang-bintang mengawasinya."
Hrothgar naik ke podium dan berbicara dengan suara serak, "Aku juga mendukung Nasuada, sebagaimana klan-klan yang lain." Ia bergeser.
Lalu tiba giliran Eragon. Saat berdiri di depan kerumunan, semua mata memandang dirinya dan Saphira, ia berkata, "Kami juga mendukung Nasuada."
Saphira menggeram untuk menegaskan.
Sumpah diucapkan, Dewan Tetua berbaris di kedua sisi podium, Jormundur berdiri di kepala barisan. Dengan bangga, Nasuada mendekat dan berlutut di depannya, gaunnya melebar bagai sayap gagak. Dengan mengeraskan suara, Jormundur berkata, "Berdasarkan hak warisan dan penerus, kami memilih Nasuada. Berdasarkan prestasi ayahnya dan restu rekan-rekannya, kami memilih Nasuada. Sekarang kutanyakan pada kalian: Apakah kami telah memilih dengan baik""
Raungannya menggetarkan. "Ya!"
Jormundur mengangguk. "Dengan kekuasaan yang diberikan pada dewan ini, kami mengalihkan kehormatan dan tanggung jawab dari Ajihad kepada satu-satunya keturunannya, Nasuada." pengan lembut ia meletakkan lingkaran perak sejajar alis Nasuada. Setelah meraih tangan Nasuada, ia menariknya bangkit dan mengumumkan, "Kuberikan pemimpin baru kita!"
Selama sepuluh menit, kaum Varden dan para kurcaci bersorak, menyatakan persetujuan yang menggemuruh hingga aula bergetar dengan keributan mereka. Begitu sorakan mereka mereda, Sabrae memberi isyarat pada Eragon, sambil berbisik, "Sekarang waktunya menepati janjimu."
Pada saat itu, seluruh suara berhenti untuk Eragon. Kegugupannya juga menghilang, tersapu arus saat itu. Setelah menguatkan diri dengan tarikan napas, ia dan Saphira mendekati Jormundur dan Nasuada, setiap langkah terasa abadi. Sementara mereka berjalan, ia menatap Sabrae, Elessari, Umerth, dan Falberd--menyadari senyum tipis, kesombongan mereka, dan pada diri Sabrae, kebencian yang nyata. Arya berdiri di belakang anggota Dewan. Ia mengangguk memberi dukungan.
Kita akan mengubah sejarah, kata Saphira.
Kita terjun ke ju rang tanpa tahu seberapa dalam air di bawah.
Ah, tapi perjalanan ke bawahnya kan luar biasa!
Setelah memandang sekilas wajah Nasuada yang damai, Eragon membungkuk dan berlutut. Ia mencabut Zar'roc dari sarung, meletakkan pedang itu rata di kedua telapaknya, lalu mengangkatnya, seakan hendak mengulurkannya pada Jormundur. Sejenak, pedang itu mengambang antara Jormundur dan Nasuada, terombang-ambing di tepi dua takdir yang berbeda. Eragon merasa napasnya tercekat--pilihan yang begitu sederhana untuk menyeimbangkan kehidupan. Dan lebih daripada kehidupan--seekor naga, seorang raja, seorang Kaisar!
Lalu napasnya memburu, sekali lagi memenuhi paru-parunya dengan waktu, dan ia berpaling memandang Nasuada. "Karena penghormatan yang mendalam... dan penghargaan akan kesulitan-kesulitan yang akan kauhadapi... aku, Eragon, Penunggang pertama kaum Varden, Pembantai Shade, dan Argetlam, memberikan pedang dan kesetiaanku padamu, Nasuada."
Kaum Varden dan para kurcaci melotot, terpana. Pada saat yang sama, sikap Dewan Tetua berubah dari penuh kemenangan menjadi kemurkaan tanpa daya. Tatapan mereka membakar dengan kekuatan dan kebencian orang-orang yang dikhianati. Bahkan Elessari membiarkan kemurkaannya menyembur keluar dari sikapnya yang menyenangkan. Hanya Jormundur sesudah terkejut sejenak-tampak menerima pengumuman itu dengan tenang.
Nasuada tersenyum dan meraih Zar'roc, menempelkan ujung pedang ke dahi Eragon, tepat seperti sebelumnya. "Aku tersanjung kau memilih untuk melayaniku, Penunggang Eragon. Kuterima, seperti kau menerima semua tanggung jawab yang mengiringi jabatan itu. Bangkitlah sebagai pembantuku dan terimalah pedangmu."
Eragon mematuhinya, lalu melangkah mundur bersama Saphira. Diiringi teriakan-teriakan menyetujui, para hadirin berdiri, para kurcaci mengentak-entakkan kaki seirama dengan sepatu bot berpaku mereka sementara para manusia pejuang memukul-mukulkan pedang ke perisai.
Nasuada kembali ke podium dan mencengkeram kedua sisi podium itu, memandang semua orang di amfiteater. Ia tersenyum kepada mereka, suka cita murni terpancar di wajahnya. "Kaum Varden!"
Sunyi. "Seperti yang dilakukan ayahku sebelum diriku, kuberikan hidupku kepada kalian dan tujuan kita. Aku tidak akan pernah berhenti bertempur hingga para Urgal berhasil dilenyapkan, Galbatorix tewas, dan Alagaesia sekali lagi merdeka!"
Lebih banyak sorakan dan tepuk tangan.
"Oleh karena itu, kukatakan pada kalian, sekarang waktunya bersiap-siap. Di sini di Farthen Dur--sesudah pertempuran-pertempuran kecil tanpa henti--kita memenangkan pertempuran terbesar kita. Sekarang giliran kita membalas. Galbatorix lemah sesudah kehilangan begitu banyak pasukan, dan kesempatan seperti ini tidak akan pernah datang lagi.
"Oleh karena itu, kukatakan sekali lagi, sekarang waktunya bersiap-siap agar kita bisa kembali meraih kemenangan!"
Sesudah pidato beberapa orang lain--termasuk Falberd yang masih melotot--amfiteater mulai ditinggalkan. Waktu Eragon bangkit hendak berlalu, Orik menyambar lengannya, menghentikannya. Kurcaci itu membelalak. "Eragon, apa kau merencanakan semua ini sebelumnya""
Eragon mempertimbangkan sejenak apakah,bijaksana untuk memberitahu Orik, lalu mengangguk. "Ya."
Orik mengembuskan napas, menggeleng. "Benar-benar pukulan yang berani, tadi itu. Kau memberi Nasuada posisi yang kuat. Tapi tindakan itu berbahaya, kalau reaksi Dewan Tetua ada artinya. Apa Arya menyetujuinya""
"Ia setuju bahwa tindakan itu diperlukan."
Si kurcaci mengamatinya sambil berpikir. "Aku yakin begitu. Kau baru saja mengubah keseimbangan kekuasaan, Eragon. Tidak ada seorang pun yang akan meremehkanmu lagi karena itu.... Berhati-hatilah terhadap batu busuk. Kau mendapat sejumlah musuh yang kuat hari ini." Ia menepuk bagian samping tubuh Eragon dan berlalu.
Saphira mengawasi kepergiannya, lalu berkata, Kita sebaiknya bersiap-siap meninggalkan Farthen Dur. Dewan sangat ingin membalas dendam. Semakin cepat kita menjauhi jangkauan mereka, semakin baik.
WANITA PENYIHIR, ULAR DAN DOKUMEN
Malam itu, sewaktu Eragon kembali ke kamarnya sesudah mandi, ia terkejut mendapati
ada wanita jangkung menunggu dirinya di lorong. Wanita itu berambut hitam, dengan mata yang mengejutkan birunya, dan bibir sinis. Di pergelangan tangannya melingkar gelang emas berbentuk ular mendesis. Eragon berharap wanita tersebut datang bukan untuk meminta saran darinya, seperti yang banyak dilakukan kaum Varden.
"Argetlam." Wanita itu menekuk kaki, membungkuk memberi hormat.
Eragon menundukkan kepala sebagai balasan. "Ada yang bisa kubantu""
"Kuharap begitu. Namaku Trianna, wanita penyihir dari Du Vrangr Gata."
"Sungguh" Wanita penyihir"" tanya Eragon, tergelitik.
"Sekaligus penyihir tempur dan mata-mata, dan jabatan apa pun lainnya yang dipandang perlu oleh kaum Varden. Tidak banyak pengguna sihir di sini, jadi kami masing-masing akhirnya menangani setengah lusin tugas." Ia tersenyum, memamerkan gigi-gigi yang putih rata. "Itu sebabnya aku datang kemari hari ini. Kami akan merasa tersanjung kalau kau mau memimpin kelompok kami. Kau satu-satunya yang bisa menggantikan si Kembar."
Hampir tanpa menyadarinya, Eragon balas tersenyum. Wanita itu begitu ramah dan memesona, ia jadi benci untuk menolaknya. "Sayangnya aku tidak bisa; Saphira dan aku akan meninggalkan Tronjheim tidak lama lagi. Lagi pula, aku harus berkonsultasi terlebih dulu dengan Nasuada." Dan aku tidak ingin terlibat lebih jauh dengan politik... terutama di tempat si Kembar dulu memimpin.
Trianna menggigit bibir. "Aku sedih mendengarnya." Ia maju selangkah. "Mungkin kita bisa melewatkan waktu bersama-sama sebelum kau harus pergi. Aku bisa menunjukkan bagaimana cara memanggil dan mengendalikan roh-roh... Itu akan mendidik bagi kita berdua."
Eragon merasakan wajahnya memanas. "Kuhargai tawaranmu, tapi saat ini aku benar-benar terlalu sibuk."
Kilat kemarahan berkilau di mata Trianna, lalu menghilang begitu cepat hingga Eragon penasaran apakah ia tadi memang melihatnya. Wanita itu mendesah anggun.
"Aku mengerti."
Ia kedengaran begitu kecewa--dan tampak begitu sedih--hingga Eragon merasa bersalah menolaknya. Tidak ada ruginya bercakap-cakap dengan dia sebentar, katanya dalam hati. "Aku ingin tahu; dari mana kau belajar sihir""
Trianna berubah cerah. "Ibuku tabib di Surda. Ia memiliki sedikit kekuatan dan mampu mengajariku cara-cara lama. Tentu saja, kekuatanku jauh di bawah kekuatan Penunggang. Tidak satu pun anggota Du Vrangr Gata mampu mengalahkan Durza seorang diri, seperti yang kaulakukan. Itu tindakan heroik."
Karena malu, Eragon menggosok-gosokkan sepatu botnya ke lantai. "Aku tidak akan selamat kalau bukan karena Arya."
"Kau terlalu rendah hati, Argetlam," tegur wanita itu. "Kaulah yang melontarkan pukulan terakhir. Kau seharusnya bangga akan prestasimu. Itu prestasi yang sejajar dengan Vrael sendiri." Ia mencondongkan tubuh mendekati Eragon. Jantung Eragon berdetak lebih cepat saat mencium wangi parfumnya, yang kental dan musky, dengan bau samar rempah-rempah eksotis. "Kau sudah mendengar lagu yang dikarang tentang dirimu" Kaum Varden menyanyikannya setiap malam di sekeliling api uggun. Kata mereka kau datang untuk mengambil alih takhta dari Galbatorix!"
"Tidak," kata Eragon, cepat dan tajam. Itu isu yang tidak bisa ditolerirnya. "Mereka mungkin begitu, tapi akuu tidak. Apa pun takdirku, aku tidak berniat memerintah."
"Niat yang bijaksana. Bagaimanapun juga, apalah artinya raja selain seseorang yang tertawan berbagai kewajiban" Itu benar-benar imbalan yang buruk bagi Penunggang dan naga bebas yang terakhir. Tidak, bagimu adalah kemampuan untuk pergi dan bertindak sesuka hati, lalu, selanjutnya, membentuk masa depan Alagaesia." Ia diam sejenak. "Masih ada keluargamu di Kekaisaran""
Apa" "Hanya seorang sepupu."
"Kalau begitu, kau belum dijodohkan""
Eragon tidak siap menghadapi pertanyaan itu. Ia belum pernah mendapat pertanyaan tersebut. "Ya, akuu belum dijodohkan."
"Tentunya ada seseorang yang kaukasihi." Wanita itu maju selangkah lagi, dan lengan bajunya yang berpita menyapu lengan Eragon.
"Aku tidak dekat dengan siapa pun di Carvahall," kata Eragon tergagap, "dan sejak saat itu aku selalu bepergian."
Trianna mundur sedikit, lalu
mengangkat pergelangan tangan hingga gelang ularnya setinggi mata. "Kau menyukainya"" tanyanya. Eragon mengerjapkan mata dan mengangguk, sekalipun gelang itu sebenarnya agak menggelisahkan. "Kuberi nama Lorga. Ia keluarga dan pelindungku." Setelah membungkuk ke depan, ia meniup gelangnya, lalu menggumam, "Se orum thornessa havr sharjalvi lifs."
Diiringi gemeresik kering, ular itu bergerak hidup. Eragon memandangi, terpesona, sementara makhluk itu menggeliat-geliat di lengan Trianna yang pucat, lalu mengangkat diri dan menatap Eragon dengan mata rubinya yang berputar-putar, lidah kawatnya melecut keluar-masuk. Matanya seperti mengembang hingga sebesar kepalan tangan Eragon. Eragon merasa seperti terjatuh ke kedalaman mata yang merah itu; ia tidak mampu mengalihkan pandangan walau sekeras apa pun usahanya.
Lalu dengan perintah singkat, ular itu mengejang dan kembali ke posisi semula. Sambil mendesah kelelahan, Trianna menyandar ke dinding. "Tidak banyak orang yang memahami apa yang kami, para pengguna sihir, lakukan. Tapi aku ingin kau tahu bahwa ada orang-orang lain yang seperti dirimu, dan kami akan membantu kalau bisa."
Dengan impulsif Eragon memegang tangan wanita itu. Ia belum pernah tergoda untuk mendekati wanita seperti ini, tapi naluri mendorongnya, menantangnya meraih kesempatan. Rasanya menakutkan sekaligus menggairahkan. "Kalau kau mau, kita bisa pergi makan. Dapur tidak jauh dari sini."
Trianna menangkupkan tangannya yang lain ke tangan Eragon, jemarinya terasa halus dan sejuk, sangat berbeda dengan cengkeraman kasar yang biasa dihadapi Eragon. "Aku suka. Bisa kita--" Trianna terhuyung ke depan saat pintu terdobrak membuka di belakangnya. Wanita penyihir itu berputar, dan berteriak saat mendapati diri berhadapan dengan Saphira.
Saphira tidak bergerak, hanya bibirnya yang perlahan terangkat menampilkan sederetan gigi yang tajam. Lalu ia menggeram. Geraman yang luar biasa--berat dan penuh ejekan sekaligus ancaman--yang menggema di seluruh lorong selama lebih dari semenit. Mendengar geraman itu seperti mendengar raungan yang memekakkan.
Eragon memelototi Saphira terus.
Sesudah geramannya berhenti, Trianna mencengkeram gaunnya dengan dua tangan, memuntir-muntir kainnya. Wajahnya pucat ketakutan. Ia bergegas memberi hormat pada Saphira, lalu, dengan gerakan yang nyaris tidak terkendali, berbalik dan melarikan diri. Bersikap seakan tidak terjadi apa-apa, Saphira mengangkat satu kaki dan menjilati cakarnya. Hampir mustahil membuka pintunya, katanya sambil mendengus.
Eragon tidak mampu menahan diri lebih lama lagi. Kenapa kau berbuat begitu" ia meledak. Kau tidak memiliki alasan untuk turut campur!
Kau membutuhkan bantuanku, lanjut Saphira, tidak terusik.
Kalau aku membutuhkan bantuanmu, aku pasti memanggilmu!
Jangan berteriak padaku, sergah Saphira, membiarkan rahangnya beradu. Eragon bisa merasakan emosi naga itu menggelegak sama hebatnya seperti emosinya sendiri. Aku tidak bisa membiarkan dirimu berkeliaran dengan wanita mesum yang lebih peduli pada Eragon sebagai Penunggang daripada dirimu sebagai seseorang.
Ia bukan wanita mesum, raung Eragon. Ia memukul dinding karena frustrasi. Aku pria dewasa sekarang, Saphira, bukan pertapa. Kau tidak bisa mengharapkan aku mengabaikan... mengabaikan wanita hanya karena siapa diriku. Dan jelas itu bukan keputusanmu. Paling tidak, aku bisa saja menikmati percakapan dengannya, apa saja selain berbagai tragedi yang kita hadapi akhir-akhir ini. Kau berada dalam kepalaku cukup lama untuk tahu bagaimana perasaanku. Kenapa kau tidak bisa membiarkan aku sendirian" Apa ruginya"
Kau tidak mengerti. Saphira menolak membalas tatapannya.
Tidak mengerti! Apa kau akan menghalangiku memiliki istri dan anak-anak" Bagaimana dengan keluarga"
Eragon. Saphira akhirnya menatapnya dengan satu matanya yang besar. Kita terhubung erat.
Jelas! Dan kalau kau menginginkan hubungan, dengan atau tanpa restuku, dan menjadi... terikat... dengan seseorang, perasaanku juga akan terikat. Kau harus tahu itu. Oleh karena itu-dan kuperingatkan kau hanya satu kali ini-berhati-hatilah mengenai siapa y
ang kau pilih, karena itu akan melibatkan kita berdua.
Eragon mempertimbangkan kata-kata Saphira sejenak. Tapi ikatan kita berlaku dua arah. Kalau ada yang kau benci, aku juga akan terpengaruh... Aku memahami keprihatinanmu. Jadi kau bukan sekadar cemburu"
Saphira menjilat cakarnya sekali lagi. Mungkin sedikit.
Eragon-lah yang menggeram kali ini. Ia menerobos melewati Saphira untuk masuk ke kamar, menyambar Zar'roc, lalu melangkah pergi, sambil mengenakan sabuk pedang.
Ia berkeliaran di Tronjheim selama berjam-jam, menghindari kontak dengan siapa pun. Apa yang terjadi membuatnya menderita, sekalipun ia tak bisa mengingkari kebenaran kata-kata Saphira. Dari segala sesuatu yang mereka jalani bersama, ini yang paling rumit dan mereka paling tidak sepaham. Malam itu--untuk pertama kali sejak ia tertangkap di Gil'ead--ia tidur terpisah dari Saphira, di salah satu barak kurcaci.
Eragon kembali ke kamarnya keesokan harinya. Dengan persetujuan yang tak terucapkan, ia dan Saphira menghindari diskusi mengenai apa yang telah terjadi; argumentasi lebih jauh tidak ada gunanya kalau kedua belah pihak sama-sama tidak bersedia mengalah. Lagi pula, mereka begitu lega bisa bersatu kembali hingga tidak berani mengambil risiko mempertaruhkan persahabatan mereka lagi.
Mereka tengah makan siang--Saphira mencabik-cabik daging yang masih berlumuran darah--sewaktu Jarsha berlari mendekat. Seperti sebelumnya, bocah itu menatap Saphira dengan mata terbelalak, mengikuti gerakan naga itu yang tengah menggigiti daging dari tulang kaki. "Ya"" tanya Eragon, sambil mengusap dagu dan penasaran apakah Dewan Tetua memanggil mereka. Ia tidak mendapat kabar apa pun dari mereka sejak pemakaman.
Jarsha berpaling dari Saphira cukup lama untuk mengatakan, "Nasuada ingin menemui Anda, Sir. Beliau menunggu di ruang kerja ayahnya."
Sir! Eragon nyaris tertawa. Belum lama ini, ia yang memanggil orang-orang Sir, bukan sebaliknya. Ia melirik Saphira. "Kau sudah selesai, atau sebaiknya kita tunggu sebentar lagi""
Sambil memutar bola mata, Saphira memasukkan daging yang tersisa ke mulut dan memuntahkan tulangnya diiringi derakan keras. Selesai.
"Baiklah," kata Eragon, sambil berdiri, "kau boleh pergi, Jarsha. Kami tahu jalannya."
Mereka membutuhkan hampir setengah jam untuk tiba di ruang kerja karena luasnya kota-pegunungan itu. Sebagaimana semasa kepemimpinan Ajihad, pintunya dijaga, tapi bukannya oleh dua orang, kali ini penjaganya satu pasukan tempurpara pejuang berpengalaman yang sekarang berdiri di depan pintu, mewaspadai isyarat bahaya sekecil apa pun. Mereka jelas bersedia mengorbankan diri untuk melindungi pemimpin baru mereka dari sergapan atau serangan. Sekalipun mereka tidak mungkin tak mengenali Eragon dan Saphira, mereka tetap saja menghalangi jalan sementara Nasuada diberitahu mengenai tamu-tamunya. Baru sesudah itu keduanya diizinkan masuk.
Eragon seketika menyadari adanya perubahan: vas bunga di ruang kerja, Bunga-bunga ungu kecilnya tidak mencolok, tapi memenuhi udara dengan keharuman hangat yang--bagi Eragon--mengingatkannya pada buah raspberri segar yang baru dipetik di musim panas dan ladang-ladang yang baru dituai dan berubah kecokelatan ditimpa cahaya matahari. Ia menarik napas, menghargai keahlian Nasuada menempatkan diri tanpa menghapus kenangan akan Ajihad.
Nasuada duduk di belakang meja lebar, masih mengenakan gaun hitam duka cita. Setelah Eragon duduk, Saphira di sampingnya.
Nasuada berkata, "Eragon." Pernyataan sederhana, tidak ramah maupun bermusuhan. Ia berbalik sejenak, lalu memusatkan perhatian pada Eragon, tatapannya keras dan tajam. "Aku menghabiskan beberapa hari terakhir ini untuk mempelajari masalah-masalah kaum Varden. Bukan kegiatan yang menggembirakan. Kami miskin, terlalu banyak, dan kekurangan pasokan, dan ada beberapa anggota baru dari Kekaisaran. Aku berniat mengubahnya.
"Para kurcaci tidak mampu mendukung kami lebih lama lagi, karena tahun ini hasil bumi sangat sedikit dan mereka sendiri mengalami kerugian. Mempertimbangkan hal ini, kuputuskan untuk memindahkan kaum Varden ke Surda. Ini usulan yang sulit, tapi a
ku yakin diperlukan agar kita tetap aman. Begitu tiba di Surda, kita akhirnya bisa cukup dekat untuk menyerang Kekaisaran secara langsung."
Bahkan Saphira bergerak karena terkejut. Betapa berat usaha yang diperlukan untuk melakukan itu! kata Eragon. Bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk memindahkan barang-barang milik semua orang ke Surda, belum lagi semua orangnya. Dan mereka mungkin diserang di tengah perjalanan. "Kukira Raja Orrin tidak menentang Galbatorix secara terang-terangan," katanya memprotes.
Nasuada tersenyum muram. "Posisinya berubah sejak kita mengalahkan kaum Urgal. Ia akan menampung dan memberi kita makan serta bertempur di pihak kita. Banyak anggota kaum Varden yang sudah berada di Surda, terutama wanita dan anak-anak yang tidak mampu dan takkan bertempur. Mereka juga akan mendukung kita, kalau tidak aku akan memecat mereka."
"Bagaimana caramu," tanya Eragon, "berkomunikasi dengan Raja Orrin secepat itu""
"Para kurcaci menggunakan sistem cermin dan lentera untuk mengirim pesan melalui terowongan-terowongan mereka. Mereka bisa mengirim kabar dari sini ke tepi barat Pegunungan Beor dalam waktu kurang dari satu hari. Lalu kurir-kurir mengirim pesannya ke Aberon, ibukota Surda. Sekalipun cepat, Metode ini masih terlalu lambat karena Galbatorix bisa mengejutkan kita dengan pasukan Urgal dan memberi kita peringatan kurang dari satu hari. Aku berniat mengatur cara yang jauh lebih efektif antara Du Vrangr Gata dan para penyihir Hrothgar sebelum kita berangkat."
Setelah membuka laci meja, Nasuada mengeluarkan segulung dokumen tebal. "Kaum Varden akan meninggalkan Farthen Dur dalam waktu sebulan. Hrothgar sudah setuju untuk menyediakan jalan yang aman melalui terowongan. Lebih jauh lagi, ia sudah mengirim pasukan ke Orthiad untuk menyingkirkan sisa-sisa Urgal dan menutup terowongan agar tidak ada yang bisa menginvasi para kurcaci melalui rute itu lagi. Karena ini mungkin tidak cukup untuk menjamin keselamatan kaum Varden, aku membutuhkan bantuanmu."
Eragon mengangguk. Ia telah menduga adanya permintaan atau perintah. Hanya itu satu-satunya alasan Nasuada memanggil mereka. "Aku siap menerima perintah."
"Mungkin." Mata Nasuada beralih ke Saphira sejenak. "Pokoknya, ini bukan perintah, dan kuminta kau mempertimbangkannya dengan hati-hati sebelum menjawab. Untuk membantu membangun dukungan bagi kaum Varden, aku ingin menyebar berita ke seluruh Kekaisaran bahwa ada Penunggang barubernama Eragon Shadeslayer--dan naganya, Saphira, yang telah bergabung dengan kita. Tapi aku membutuhkan izin darimu sebelum melakukannya."
Terlalu berbahaya, kata Saphira, keberatan.
Berita mengenai kehadiran kita di sini tetap saja akan mencapai Kekaisaran, kata Eragon. Kaum Varden ingin membanggakan kemenangan mereka dan kematian Durza. Karena itu akan tetap terjadi dengan atau tanpa persetujuan kita, kita harus mau membantu.
Saphira mendengus lembut. Aku khawatir mengenai Galbatorix. Hingga sekarang kita belum mengumumkan secara terbuka ke mana kita bersimpati.
Tindakan-tindakan kita sudah cukup jelas.
Ya, tapi bahkan sewaktu Durza melawanmu di Tronjheim, ia tidak berusaha membunuhmu. Kalau kita mengutarakan penentangan kita terhadap Kekaisaran secara terang-terangan, Galbatorix tidak akan bersikap selunak itu lagi. Siapa yang tahu kekuatan atau rencana apa yang sudah disiapkan sementara ia berusaha menguasai kita" Selama kita tetap bersikap mendua, ia tidak akan tahu harus bertindak bagaimana.
Waktu untuk sikap mendua telah berlalu, kata Eragon. Kita pernah bertempur melawan Urgal, membunuh Durza, dan aku sudah bersumpah setia kepada pemimpin kaum Varden. Tidak ada lagi sikap mendua. Tidak, dengan seizinmu, aku akan menyetujui usulannya.
Saphira terdiam cukup lama, lalu menunduk. Terserah padamu.
Eragon menyentuh sisi tubuh Saphira sebelum kembali memerhatikan Nasuada dan berkata, "Lakukan apa yang menurutmu sesuai. Kalau begini cara terbaik yang bisa kami lakukan untuk membantu kaum Varden, silakan."
"Terima kasih. Aku tahu permintaanku terlalu banyak. Sekarang, seperti yang kita diskusikan sebelum pemakaman, kuharap ka
u pergi ke Ellesmera dan menyelesaikan latihanmu."
"Bersama Arya""
"Tentu saja. Para elf menolak mengadakan kontak baik dengan manusia maupun kurcaci sejak ia tertangkap. Arya satu-satunya yang bisa meyakinkan mereka untuk keluar dari tempat persembunyian."
"Apa ia tidak bisa menggunakan sihir untuk memberitahu mereka tentang penyelamatan dirinya""
"Sialnya tidak bisa. Sewaktu para elf mengundurkan diri ke Du Weldenvarden sesudah kejatuhan para Penunggang, mereka menempatkan pelindung di sekeliling hutan yang menghalangi pikiran, benda, atau makhluk apa pun memasukinya melalui cara-cara yang misterius, sekalipun tidak menghalangi mereka keluar dari sana, kalau aku tidak salah memahami penjelasan Arya. Dengan begitu, Arya secara fisik harus datang ke Du Weldenvarden supaya Ratu Islanzadi tahu bahwa dirinya masih hidup, bahwa kau dan Saphira ada, dan mengenai puluhan kejadian yang menimpa kaum Varden selama beberapa bulan terakhir." Nasuada mengulurkan gulungan dokumennya. Dokumen itu disegel dengan stempel lambang dari lilin. "Ini pesan untuk Ratu Islanzadi, memberitahukan situasi kaum Varden dan rencanaku sendiri. Jagalah dengan nyawamu; dokumen ini akan menimbulkan kerusakan besar di tangan yang salah. Kuharap sesudah semua yang terjadi, Islanzadi akan cukup baik pada kita untuk membuka kembali hubungan diplomatik. Bantuannya bisa menimbulkan perbedaan antara kemenangan dan kekalahan. Arya tahu ini dan setuju untuk mengajukan kasus kita, tapi aku ingin kau juga menyadari situasinya, agar bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang mungkin timbul."
Eragon menjejalkan gulungan itu ke kemejanya. "Kapan kami berangkat""
"Besok pagi... kecuali kau sudah memiliki rencana sendiri""
"Tidak ada." "Bagus." Nasuada menangkupkan tangan. "Kau harus tahu, ada satu orang lagi yang akan pergi bersamamu." Eragon memandangnya kebingungan. "Raja Hrothgar berkeras bahwa demi keadilan harus ada perwakilan kurcaci yang hadir selama latihanmu, karena hal itu juga memengaruhi ras mereka. Jadi ia menugaskan Orik pergi bersamamu."
Reaksi pertama Eragon adalah jengkel. Saphira bisa menerbangkan Arya dan dirinya ke Du Weldenvarden, dengan begitu mereka bisa menghemat berminggu-minggu waktu perjalanan. Tapi tiga penumpang terlalu banyak untuk bisa duduk di bahu Saphira. Kehadiran Orik akan memaksa mereka melewati jalan darat.
Tapi sesudah memikirkannya lebih jauh, Eragon mengakui kebijaksanaan permintaan Hrothgar. Penting bagi Eragon dan Saphira untuk mempertahankan kesejajaran dalam berurusan dengan berbagai ras yang berbeda. Ia tersenyum. "Ah, well, dengan begitu akan memperlambat kami, tapi kurasa kita harus menyenangkan hati Hrothgar. Sejujurnya, aku senang Orik ikut. Menyeberangi Alagaesia hanya bersama Arya prospeknya kurang bagus. Ia...."
Nasuada juga tersenyum. "la berbeda."
"Aye." Eragon kembali serius. "Kau benar-benar berniat menyerang Kekaisaran" Kau sendiri yang mengatakan kaum
Varden lemah. Rasanya bukan tindakan yang bijaksana. Kalau kita menunggu--"
"Kalau kita menunggu," tukas Nasuada tegas, "Galbatorix hanya akan lebih kuat lagi. Ini pertama kalinya sejak Morzan tewas kita memiliki sedikit kesempatan untuk menyerangnya pada saat ia tidak siap. Ia tidak memiliki alasan untuk curiga bahwa kita mampu mengalahkan kaum Urgal--yang berhasil kita lakukan berkat dirimu--jadi ia tidak akan menyiapkan Kekaisaran untuk menghadapi invasi."
Invasi! seru Saphira. Bagaimana rencana Nasuada untuk membunuh Galbatorix sementara raja itu terbang keluar untuk memusnahkan pasukan mereka dengan sihir"
Nasuada menggeleng sebagai jawaban sewaktu Eragon mengulangi keberatan Saphira. "Dari apa yang kita ketahui tentang dirinya, ia tidak akan bertempur hingga Uru'baen sendiri terancam. Bagi Galbatorix tidak penting kalau kita menghancurkan separo Kekaisaran, selama kita mendatanginya, bukan sebaliknya. Lagi pula kenapa ia harus bersusah payah" Kalau kita berhasil mendekatinya, pasukan kita sudah babak belur dan berkurang banyak, dengan begitu ia lebih mudah menghancurkan kita."
"Kau masih belum menjawab Saphira," Eragon memprotes.
"Itu karena aku belum bisa menjawabnya. Ini merupakan kampanye yang panjang. Pada akhirnya kau mungkin cukup kuat untuk mengalahkan Galbatorix, atau kaum elf mungkin bergabung dengan kita... dan para perapal mantra mereka yang terkuat di Alagaesia. Apa pun yang terjadi, kita tak bisa menunda. Sekarang waktunya untuk bertaruh dan berani melakukan apa yang tidak diduga siapa pun mampu kita lakukan. Kaum Varden sudah terlalu lama hidup dalam persembunyian--kita harus menantang Galbatorix atau menyerah dan, mati."
Pilihan yang diajukan Nasuada meresahkan Eragon. Begitu banyak risiko dan bahaya tak dikenal yang terlibat, hingga rasanya nyaris konyol untuk mempertimbangkan langkah seperti itu. Tapi, bukan tempatnya untuk mengambil keputusan, dan Eragon menerima hal itu. Ia juga tidak akan mendebatnya lebih jauh. Kita harus memercayai penilaiannya sekarang.
Tapi bagaimana dengan dirimu, Nasuada" Apa kau akan aman selama kami pergi" Aku harus memikirkan sumpahku. Tanggung jawabku-lah untuk memastikan kau tidak akan dimakamkan dalam waktu dekat."
Rahang Nasuada menegang saat ia memberi isyarat ke pintu dan para pejuang di baliknya. "Kau tidak perlu takut, aku dilindungi dengan baik." Ia menunduk. "Akan kuakui... salah satu alasan pergi ke Surda adalah karena Orrin sudah lama mengenalku dan akan menawarkan perlindungan. Aku tidak bisa bertahan di sini sementara kau dan Arya pergi dan Dewan Tetua masih berkuasa. Mereka tidak akan menerimaku sebagai pemimpin mereka hingga aku bisa membuktikan secara mutlak bahwa kaum Varden berada di bawah kendaliku, bukan di bawah kendali mereka."
Lalu ia tampak seperti mengerahkan kekuatan hatinya, menegakkan bahu dan mengangkat dagu hingga terkesan jauh dan tertutup. "Pergilah sekarang, Eragon. Siapkan kudamu, kumpulkan pasokan, dan bersiaplah di gerbang utara saat subuh nanti."
Eragon membungkuk rendah, menghormati kembalinya sikap resmi Nasuada, lalu pergi bersama Saphira.
Sesudah makan malam, Eragon dan Saphira terbang bersama-sama. Mereka melayang tinggi di atas Tronjheim, tempat batang-batang es bergantungan dari sisi-sisi Farthen Dur, membentuk pita putih raksasa di sekeliling mereka. Sekalipun malam masih berjam-jam lagi, cuaca sudah nyaris gelap di dalam Pegunungan.
Eragon menyentakkan kepala ke belakang, menikmati udara di Wajahnya. Ia merindukan angin-angin yang berembus di rerumputan dan menggerakkan awan hingga segalanya menjadi kusut dan segar. Angin yang membawa hujan dan badai serta melecut pepohonan hingga membungkuk. Untuk itu, aku juga merindukan pepohonan, pikirnya. Farthen Dur tempat yang luar biasa, tapi tanpa tanaman dan hewan, seperti makam Ajihad.
Saphira setuju. Tampaknya para kurcaci memandang batu permata adalah pengganti bunga. Ia membisu sementara cahaya terus memudar. Sewaktu cuaca terlalu gelap bagi Eragon untuk bisa melihat dengan nyaman, Saphira berkata, Sudah larut. Sebaiknya kita kembali.
Baiklah. Ia melayang turun dalam gerakan berbentuk spiral raksasa yang malas, semakin mendekati Tronjheim--yang berpendar seperti suluh isyarat di tengah Farthen Dur. Mereka masih jauh dari kota-pegunungan sewaktu Saphira berpaling, sambil berkata, Lihat.
Eragon mengikuti arah pandangannya, tapi ia hanya bisa melihat dataran kelabu kosong di bawah mereka. Apa"
Bukannya menjawab, Saphira memiringkan kepala dan melayang ke sebelah kiri, menukik ke salah satu dari empat jalan yang membentang dari Tronjheim ke sepanjang arah mata angin utama. Sewaktu mereka mendarat, Eragon melihat bercak putih di bukit kecil di dekatnya. Bercak itu bergoyang-goyang aneh dalam senja, seperti lilin yang melayang, lalu berubah menjadi Angela, yang mengenakan tunik wol pucat.
Penyihir itu membawa keranjang anyaman hampir empat kaki lebarnya dan penuh berbagai jenis jamur liar, sebagian besar di antaranya tidak dikenali Eragon. Sewaktu wanita tersebut mendekat, Eragon menunjuk jamur-jamur itu dan berkata, "Kau mengumpulkan jamur toadstool""
"Halo," kata Angela sambil tertawa, meletakkan bawaannya. "Oh tidak, toadstool istilah yang terlalu umum. Lagi pula, seharusnya ini disebut frogstool, bukan toad
stool." Ia menghamparkannya dengan tangan. "Ini jamur belerang, dan ini inkcap, dan ini navelcap, dan perisai kurcaci, russet tough-shank, cincin darah, dan itu penipu yang ketahuan. Hebat, bukan!" Ia menunjuk setiap jenis jamur bergantian, berakhir pada jamur dengan bercak merah muda, lavender, dan kuning pada bagian atasnya.
"Dan yang itu"" tanya Eragon, menunjuk jamur dengan tangkai biru kilat, tepi oranye, dan bagian atas hitam mengilap.
Angela memandang jamur itu dengan tatapan sayang. "Fricai Andlat, seperti kata para kurcaci. Tangkainya menimbulkan kematian seketika, sementara pucuknya bisa menangkal hampir semua jenis racun. Dari itulah Tunivor's Nectar dibuat. Fricai Andlat hanya tumbuh dalam gua-gua di Du Weldenvarden dan Farthen Dur, dan akan mati di luar sini kalau para kurcaci mernindahkan kotoran mereka ke tempat lain."
Eragon berpaling ke bukit dan menyadari apa sebenarnya bukit itu, tumpukan kotoran.
"Halo, Saphira," kata Angela, sambil mengulurkan tangan melewati Eragon untuk menepuk hidung Saphira. Saphira mengerjapkan mata dan tampak senang, ekornya tersentak-sentak. Pada saat yang sama, Solembum melangkah mendekat, mulutnya menjepit tikus yang terkulai. Tanpa menggerakkan misai sedikit pun, kucing jadi-jadian itu duduk di tanah dan mulai menyantap mangsanya, terang-terangan mengabaikan mereka bertiga.
"Nah," kata Angela, sambil menyibakkan seberkas rambut keritingnya, "kalian akan pergi ke Ellesmera"" Eragon mengangguk. Ia tidak mau repot-repot menanyakan dari mana Angela tahu; Angela tampaknya selalu tahu apa yang terjadi. Sewaktu ia tetap membisu, Angela merengut. "Well, jangan bersikap semuram itu. Kau kan tidak akan dieksekusi!"
"Aku tahu." "Kalau begitu, tersenyumlah, karena itu bukan eksekusimu, kau seharusnya gembira! Kau seloyo tikus Solembum. Loyo. Kata yang sangat payah, bukan""
Ucapannya memicu senyum Eragon, dan Saphira menggeram geli jauh di dalam tenggorokannya. "Aku tidak yakin perjalanan itu seindah anggapanmu, tapi ya, aku mengerti maksudmu."
"Aku senang kau mengerti. Mengerti itu bagus." Dengan alis berkerut, Angela mengorekkan kuku jarinya ke bawah sebuah jamur dan membaliknya, memeriksa sporanya sambil berkata, "Untung sekali kita bertemu malam ini, karena kau akan pergi dan aku... aku akan menemani kaum Varden ke Surda. Seperti yang kukatakan padamu sebelumnya, aku senang berada di tempat peristiwa seru terjadi, dan itulah tempatnya."
Eragon tersenyum lebih lebar lagi. "Well, kalau begitu, berarti kami akan menjalani perjalanan yang aman, karena kalau tidak, kau pasti akan bersama kami."
Arigela mengangkat bahu, lalu berkata serius. "Berhati-hatilah di Du Weldenvarden. Hanya karena para elf tidak menunjukkan emosi tak berarti mereka tidak bisa marah atau emosional seperti kita makhluk fana lainnya. Tapi yang menjadikan mereka begitu mematikan adalah cara mereka menutupinya, terkadang hingga bertahun-tahun."
"Kau pernah ke sana""
"Dulu." Sesudah diam sejenak, Eragon bertanya, "Apa pendapatmu mengenai rencana Nasuada""
"Mmm... ia akan hancur! Kau akan hancur! Mereka semua akan hancur!" Angela tergelak, tertawa sampai terbungkukbungkuk, lalu mendadak menegakkan tubuh. "Perhatikan aku tidak memerinci kehancuran macam apa, jadi apa pun yang terjadi, aku sudah memperkirakannya. Aku benar-benar bijaksana." Ia kembali mengangkat keranjangnya, menumpukannya di pinggul. "Kurasa aku tidak akan bertemu lagi denganmu untuk sementara waktu, jadi selamat jalan, semoga beruntung, hindari kubis panggang, jangan menyantap earwax, dan pandanglah kehidupan dengan positif!" Sambil mengedipkan sebelah mata dengan riang, ia berlalu, meninggalkan Eragon yang mengerjap-ngerjap dan tertegun.
Sesudah diam sejenak, Solembum memungut makan malamnya dan mengikutinya, dengan penuh keanggunan, seperti biasa.
HADIAH DARI HROTHGAR Subuh masih setengah jam lagi sewaktu Eragon dan Saphira tiba di gerbang utara Tronjheim. Gerbang itu diangkat hanya secukupnya agar Saphira bisa lewat, jadi mereka bergegas melewatinya, lalu menunggu di ruang sebaliknya, tempat tiang-tiang kwarsa merah menjulang ke ata
s dan ukiran makhluk-makhluk buas menyeringai di sela pilar-pilar merah darahnya. Di balik itu, di tepi Tronjheim, duduk dua singa bersayap dari emas setinggi tiga puluh kaki. Pasangan-pasangan yang identik menjaga setiap gerbang kota-pegunungan. Tidak terlihat seorang pun.
Eragon mencengkeram kekang Snowfire. Kuda jantan itu telah disikat dan dipelanai, kantong pelananya menggembung berisi barang-barang. Ia mengentak-entakkan kaki dengan tidak sabar; Eragon sudah lebih dari seminggu tidak menungganginya.
Tidak lama kemudian Orik terhuyung-huyung mendekat, memanggul kantong besar dan ada buntalan dalam pelukannya. "Tidak ada kuda"" tanya Eragon, agak terkejut. Apa kami akan berjalan kaki hingga Du Weldenvarden"
Orik mendengus. "Kita akan mampir di Tarnag, di sebelah utara dari sini. Dari sana kita naik rakit menyusuri Az Ragni ke liedarth, pos luar untuk perdagangan dengan kaum elf. Kita tidak akan membutuhkan tunggangan sebelum Hedarth, Jadi akan kugunakan kakiku sendiri hingga saat itu."
Ia meletakkan buntalannya diiringi bunyi berdentang, lalu membukanya, menampakkan baju besi Eragon. Perisainya dicat ulang-hingga pohon eknya tampak jelas di tengah-dan semua kerusakan telah disingkirkan. Di baliknya terdapat baju jai, baja yang panjang, digosok dan diminyaki hingga bajanya berkilau cemerlang. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan bekas Durza melukai punggung Eragon. Kerudung ketat, sarung tangan, penguat, pelindung kaki, dan helmnya juga telah diperbaiki.
"Tukang-tukang terbaik kami yang menangani ini," kata Orik, "juga baju besimu, Saphira. Tapi, karena kita tidak bisa membawa baju besi naga bersama kita, baju besi itu diberikan pada kaum Varden, yang akan menjaganya hingga kita kembali."
Tolong sampaikan terima kasihku, kata Saphira.
Eragon mematuhinya, lalu mengenakan penguat dan pelindung kaki, menyimpan barang-barang lainnya dalam tas. Yang terakhir, ia meraih helm, tapi Orik menahannya. Kurcaci itu memutar-mutar helm Eragon di kedua tangannya, lalu berkata, "Jangan terlalu cepat mengenakan ini, Eragon. Kau harus memilih terlebih dulu."
"Memilih apa""
Sambil mengangkat helm itu, Orik membuka bagian pelindung matanya yang, sekarang Eragon bisa melihatnya, telah diubah: pada bajanya diukirkan martil dan bintang-bintang klan Hrothgar dan Orik, Ingeitum. Orik mengerutkan kening, tampak gembira sekaligus gelisah, dan berbicara dengan nada resmi, "Rajaku, Hrothgar, ingin aku memberikan helm ini sebagai simbol persahabatan darinya bagimu. Dan bersama itu Hrothgar menawarkan untuk mengadopsi dirimu sebagai bagian dari Durgrimst Ingeitum, sebagai anggota keluarganya sendiri."
Eragon menatap helm itu, terpesona karena Hrothgar bersedia berbuat begitu. Apa ini berarti aku harus tunduk pada perintahnya"... Kalau aku terus mengumpulkan kesetiaan dan persekutuan dengan kecepatan seperti ini, aku akan lumpuh dalam waktu singkat--tidak mampu melakukan apa pun tanpa melanggar sumpah!
Kau tidak harus mengenakannya, kata Saphira.
Dan mengambil risiko menghina Hrothgar" Sekali lagi, kita terjebak.
Tapi ini mungkin merupakan hadiah, pertanda otho yang lain, bukan perangkap. Kuduga ia berterima kasih karena tawaranku memperbaiki Isidar Mithrim.
Hal itu tidak terlintas dalam pikiran Eragon, karena ia terlalu sibuk memperkirakan keuntungan macam apa yang bisa didapat raja kurcaci itu dari mereka. Benar. Tapi kupikir ini juga usaha untuk memperbaiki ketidakseimbangan kekuasaan yang timbul sewaktu aku bersumpah setia pada Nasuctda. Para kurcaci mungkin tidak senang dengan kejadian itu. Ia kembali memandang Orik, yang menunggu gelisah. "Seberapa sering ini terjadi""
"Untuk manusia" Tidak pernah. Hrothgar berdebat dengan keluarga Ingeitum selama sehari semalam sebelum mereka setuju menerima dirimu. Kalau kau bersedia menyandang lambang kami, kau memiliki hak penuh sebagai anggota klan. Kau boleh menghadiri pertemuan dewan kami dan berhak ikut bicara untuk setiap masalah. Dan," ia menjadi sangat serius, "kalau mau, kau berhak dimakamkan bersama para anggota kami yang sudah meninggal."


Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk pertama kalinya, Eragon menyadari pe
ntingnya tindakan Hrothgar. Para kurcaci tidak bisa menawarkan kehormatan yang lebih tinggi lagi. Dengan sigap, ia meraih helm itu dari Orik dan mengenakannya. "Aku merasa tersanjung bisa bergabung dengan Durgrimst Ingeitum."
Orik mengangguk setuju dan berkata, "Kalau begitu ambillah Knurlnien, Hati Batu, ini, dan pegang dengan kedua tanganmu--ya, seperti itu. Kau harus menguatkan diri sekarang dan melukai dirimu untuk membasahi batu itu dengan darah. Beberapa tetes sudah cukup... Untuk menuntaskannya, ulangi kata-kataku: Os il dom qiranu carn dur thargen, zeitmen, oen grimst vor formv edaris rak skilfz. Narho ia belgond.... " Perkataannya panjang dan menjadi lebih panjang lagi karena Orik berhenti untuk menerjemahkan setiap beberapa kalimat. Sesudahnya, Eragon menyembuhkan pergelangan tangannya dengan mantra singkat.
Tak peduli apa pun pendapat klan lain mengenai masalah kata Orik, "kau telah menunjukkan sikap berintegritas dan terhormat. Mereka tidak bisa mengabaikan hal itu." Ia tersenyum, "Kita sekarang satu klan, eh" Kau saudara angkatku!
Dalam situasi yang lebih normal, Hrothgar sendiri yang akan memberikan helm itu padamu dan kami akan menyelenggarakan upacara yang panjang untuk memperingati penerimaan dirimu ke dalam Durgrimst Ingeitum, tapi kejadian-kejadian berlangsung terlalu cepat bagi kita untuk melakukan itu. Namun jangan khawatir! Adopsimu akan dirayakan dengan ritual yang tepat sesudah kau dan Saphira kembali ke Farthen Dur kelak. Kau akan berpesta pora, menari, dan menandatangani banyak dokumen untuk meresmikan posisi barumu."
"Aku menunggu hari itu," kata Eragon. Ia masih sibuk menelaah berbagai kemungkinan akibat bergabung dengan Durgrimst Ingeitum.
Sambil duduk menyandar ke pilar, Orik menanggalkan ransel dan mencabut kapak, yang diputar-putarnya di telapak tangan. Sesudah beberapa menit, ia mencondongkan tubuh ke depan, memelototi Tronjheim. "Barzul knurlar! Di mana mereka" Kata Arya ia akan berada tepat di sini. Hah! Konsep elf mengenai waktu adalah terlambat dan bahkan lebih terlambat lagi."
"Kau sering berurusan dengan mereka"" tanya Eragon, sambil berjongkok. Saphira mengawasi dengan penuh minat.
Kurcaci itu tiba-tiba tertawa. "Eta. Hanya Arya, dan itu pun jarang karena ia begitu sering bepergian. Selama tujuh dekade, hanya satu hal yang kupelajari mengenai dirinya: Kau tidak bisa mendorong elf untuk tergesa-gesa. Mencobanya sama seperti memukuli pahat-mungkin patah, tapi tidak akan pernah bengkok."
"Apa kurcaci tidak begitu""
"Ah, tapi batu akan bergeser, kalau diberi cukup waktu." Orik mendesah dan menggeleng. "Di antara semua ras, elf yang paling sulit berubah, itu salah satu alasan kenapa aku enggan pergi."
"Tapi kita akan bertemu Ratu Islanzadi serta melihat Ellesmera dan siapa tahu apa lagi" Kapan terakhir kali ada kurcaci yang diundang ke Du Weldenvarden""
Orik mengerutkan kening memandangnya. "Pemandangan tidak berarti apa-apa. Tugas mendesak tetap ada di Tronjheim dan kota-kota kami yang lain, tapi aku harus menyeberangi Alagaesia untuk berbasa-basi dan duduk serta bertambah gemdut sementara kau menjalani latihan. Ini bisa memakan waktu bertahun-tahun!"
Bertahun-tahun!... Tapi, kalau itu yang diperlukan untuk mengalahkan Shade dan Ra'zac, aku akan melakukannya.
Saphira menyentuh benaknya: Aku ragu Nasuada akan membiarkan kita tinggal di Ellesmera lebih dari beberapa bulan. Dari apa yang dikatakannya pada kita, kita akan dibutuhkan tidak lama lagi.
"Akhirnya!" kata Orik, sambil beranjak bangkit.
Tampak berjalan mendekat Nasuada--sandalnya berkilau di bawah gaunnya, seperti tikus-tikus yang berhamburan dari lubang--Jormundur, dan Arya, yang menyandang ransel seperti ransel Orik. Arya mengenakan pakaian kulit hitam yang sama seperti waktu Eragon pertama kali melihatnya, juga pedangnya.
Pada saat itu, terlintas dalam benak Eragon bahwa Arya dan Nasuada mungkin tak setuju dirinya bergabung dengan Ingeitum. Perasaan bersalah dan gundah melanda dirinya sewaktu ia menyadari bahwa ia sebetulnya wajib berkonsultasi dengan Nasuada dulu. Dan Arya! Ia meringis, teringat betapa marahny
a elf itu sesudah pertemuan pertamanya dengan Dewan Tetua.
Karena itu, sewaktu Nasuada berhenti di depannya, Eragon mengalihkan pandangan, malu. Tapi Nasuada hanya berkata, "Kau menerima." Suaranya lembut, tertahan.
Eragon mengangguk, masih tetap menunduk.
"Aku bertanya-tanya apakah kau mau menerimanya. Sekarang sekali lagi, ketiga ras menjadi satu dalam dirimu. Para kurcaci bisa mengklaim persekutuanmu sebagai anggota Durgrimst Ingeitum, para elf akan melatih dan membentuk dirimu--dan pengaruh mereka mungkin yang paling kuat, karena kau dan Saphira terikat sihir mereka--dan kau bersumpah setia padaku, manusia.... Mungkin yang terbaik memang kami berbagi kesetiaanmu begini." Ia membalas keterkejutan Eragon dengan senyum yang aneh, lalu memberikan sekantong kecil koin kepada Eragon dan menjauh.
Jormundur mengulurkan tangan, yang dijabat Eragon dengan agak tertegun. "Semoga perjalananmu aman, Eragon. Jaga dirimu baik-baik."
Ayo," kata Arya, sambil melewati mereka menuju kegelapan Farthen Dur. "Sudah waktunya berangkat. Aiedail sudah terbenam, dan perjalanan kita masih jauh."
"Aye," Orik menyetujui. Ia mengambil lentera merah dari samping ranselnya.
Nasuada memandang mereka sekali lagi. "Baiklah. Eragon dan Saphira, kalian mendapat restu kaum Varden, juga restuku, Semoga kalian selamat di perjalanan. Ingat, kalian menyandang harapan kami, jadi bersikaplah terhormat."
"Kami akan berusaha sebaik-baiknya," Eragon berjanji.
Dengan mencengkeram kekang Snowfire erat-erat, Eragon mengejar Arya, yang telah beberapa yard jauhnya. Orik mengikuti, lalu Saphira. Sewaktu Saphira melewati Nasuada, Eragon melihat naga itu berhenti sejenak dan menjilat pipi Nasuada sekilas. Lalu naga itu memperpanjang langkah, mengejar dirinya.
Sementara mereka melanjutkan perjalanan ke utara menyusuri jalan, gerbang di belakang mereka semakin lama semakin kecil hingga menjadi setitik cahaya--dengan dua siluet di tempat Nasuada dan Jormundur tetap tinggal untuk mengawasi.
Sewaktu akhirnya tiba di dasar Farthen Dur, mereka menemukan sepasang pintu raksasa--tiga puluh kaki tingginya--telah terbuka dan menunggu. Tiga kurcaci penjaga membungkuk dan menjauhi pintu. Di balik pintu-pintu itu terdapat terowongan dengan proporsi yang sesuai, diapit tiang-tiang dan lentera-lentera sejauh lima puluh kaki pertama. Sesudah itu terowongan tersebut sama kosong dan sunyinya seperti mausoleum.
Terowongan itu tampak persis seperti pintu masuk barat Farthen Dur, tapi Eragon tahu terowongan tersebut berbeda. Bukannya menembus kaki gunung setebal satu mil, terowongan ini membentang melewati pegunungan demi pegunungan, terus hingga ke kota kurcaci Tarnag.
"Ini jalan kita," kata Orik, sambil mengangkat lentera.
Ia dan Arya menyeberang, tapi Eragon berhenti, tiba-tiba tidak yakin. Sekalipun tidak takut kegelapan, ia tak senang karena akan dikelilingi kegelapan abadi hingga mereka tiba di Tarnag. Dan begitu memasuki terowongan yang gersang itu, ia kembali menerjunkan diri ke hal-hal yang tidak diketahui, meninggalkan beberapa hal yang dikenalnya di antara kaum Varden dan menggantinya dengan takdir yang tidak pasti.
Ada apa" tanya Saphira.
Tidak apa-apa. Eragon menghela napas, lalu melangkah maju, membiarkan pegunungan menelan dirinya dalam kedalamannya.
MARTIL DAN TANG Tiga hari setelah kedatangan Ra'zac, Roran mondar-mandir tidak keruan di tepi perkemahannya di Spine. Ia tidak mendapat kabar apa pun sejak kunjungan Albriech, dan tak mungkin mendapatkan informasi dengan mengamati Carvahall. Ia memelototi tenda-tenda di kejauhan tempat para prajurit tidur, lalu kembali mondar-mandir.
Tengah hari Roran makan siang sedikit, dengan makanan kering. Sambil mengusap mulut dengan punggung tangan, ia bertanya-tanya, Berapa lama Ra'zac bersedia menunggu" Kalau ini ujian kesabaran, ia membulatkan tekad untuk menang.
Untuk mengisi waktu, ia melatih keahlian memanahnya pada sebatang kayu membusuk, hanya berhenti sewaktu sebatang anak panahnya hancur menghantam batu yang menancap di dalam kayu. Sesudah itu tidak ada lagi yang bisa dilakukannya, kecuali kembali mondar-mandir
di jalur gersang yang membentang dari sebongkah batu besar ke tempat ia tidur.
Ia masih mondar-mandir sewaktu terdengar suara langkah kaki di hutan di bawahnya. Sesudah menyambar busur, Roran bersembunyi dan menunggu. Kelegaan menyapu dirinya sewaktu wajah Baldor muncul. Roran melambai memanggilnya.
Setelah mereka duduk, Roran bertanya, "Kenapa tidak ada yang datang""
"Tidak bisa," kata Baldor, sambil mengusap keringat dari alis. "Para prajurit terlalu ketat mengawasi kami. Ini kesempatan pertama untuk bisa pergi. Aku juga tak bisa tinggal lama." Ia berpaling ke puncak di atas mereka dan menggigil. "Kau lebih berani daripada aku, tinggal di sini. Apa kau diganggu serigala, beruang, kucing gunung"
"Tidak, tidak, aku baik-baik saja. Ada kabar baru dari para prajurit""
"Salah seorang dari mereka membual pada Morn semalam bahwa pasukan mereka dipilih khusus untuk misi ini." Roran mengerutkan kening. "Mereka banyak bicara... Sedikitnya dua atau tiga dari mereka mabuk setiap malam. Beberapa dari mereka mengobrak-abrik ruangan Morn di hari pertama."
"Apa mereka mengganti kerusakannya""
"Tentu saja tidak."
Roran mengganti posisi, menatap desa di bawah. "Aku masih sulit percaya bahwa Kekaisaran mau bersusah payah seperti ini untuk menangkap diriku. Apa yang bisa kuberikan pada mereka" Apa yang mereka kira bisa kuberikan""
Baldor mengikuti tatapannya. "Ra'zac menanyai Katrina hari ini. Ada yang memberitahu mereka bahwa kalian berdua dekat, dan Ra'zac penasaran apakah Katrina tahu ke mana kau pergi."
Roran kembali memusatkan pandangan ke wajah Baldor. "la baik-baik saja""
"Membutuhkan lebih dari dua makhluk itu untuk menakut-nakuti Katrina," kata Baldor. Kata-katanya selanjutnya diucapkan dengan hati-hati dan bernada bertanya. "Mungkin sebaiknya kau mempertimbangkan untuk menyerahkan diri."
"Lebih baik aku gantung diri dan menggantung mereka bersamaku!" Roran bangkit dan mondar-mandir lagi, sambil terus mengetuk-ngetukkan kaki. "Bagaimana kau bisa mengatakan begitu, kau kan tahu bagaimana mereka menyiksa ayahku""
Setelah meraih lengan Roran, Baldor berkata, "Apa yang terjadi kalau kau tetap bersembunyi dan para prajurit tidak menyerah lalu pergi" Mereka akan menganggap kami berbohong untuk membantumu melarikan diri. Kekaisaran tidak memaafkan pengkhianat."
Roran menarik lepas lengannya dari cengkeraman Baldor. Ia berputar, mengetuk-ngetukkan kaki, lalu duduk dengan tibatiba, Kalau aku tidak muncul, Ra'zac akan menimpakan kesalahan pada orang-orang di Sana. Kalau aku harusaha memancing Ra'zac menjauh... Roran bukanlah pemburu yang cukup ahli untuk menghindari tiga puluh orang dan Ra'zac. Eragon bisa melakukannya, tapi aku tidak bisa. Sekalipun begitu, kecuali situasi berubah, mungkin hanya itu satu-satunya pilihan yang tersedia bagi dirinya.
Ia memandang Baldor. "Aku tidak ingin ada yang terluka demi diriku. Untuk saat ini aku akan menunggu, dan kalau Ra'zac menjadi tidak sabar lalu ada yang diancamnya... Well, kalau begitu, akan kupikirkan tindakan lain untuk kulakukan."
"Situasinya buruk sekali," kata Baldor.
"Dan aku berniat selamat."
Baldor pergi tidak lama sesudahnya, meninggalkan Roran sendirian untuk berpikir sambil terus mondar-mandir. Ia bagai menempuh bermil-mil, membuat tanah terkeruk karena lamanya ia mempertimbangkan. Sewaktu senja yang dingin tiba, ia menanggalkan sepatu bot--karena takut merusaknya--dan terus mondar-mandir dengan bertelanjang kaki.
Tepat pada saat bulan sabit terbit dan menerangi malam dengan cahayanya, Roran menyadari adanya keributan di Carvahall. Puluhan lentera terayun-ayun di desa yang gelap, berkelap-kelip saat melayang di balik rumah-rumah. Bintik-bintik kekuningan itu berkerumun di tengah Carvahall, seperti awan kunang-kunang, lalu meluncur tanpa aturan ke tepi desa, di mana mereka disambut jajaran suluh terang perkemahan prajurit.
Selama dua jam, Roran mengawasi kedua belah pihak berhadapan--lentera-lentera yang gelisah berkeliaran tanpa daya di depan suluh-suluh yang kokoh. Akhirnya, kedua kelompok bubar dan kembali ke tenda-tenda dan rumah-rumah.
Sewaktu tidak ada keja dian menarik lain lagi, Roran membuka gulungan karung tidurnya dan menyelinap ke balik selimut.
Sepanjang keesokan harinya, Carvahall dipenuhi kegiatan yang tidak biasa. Orang-orang berjalan di sela rumah-rumah dan bahkan, Roran terkejut sewaktu melihatnya, keluar ke Lembah Palancar, menuju ladang. Pada tengah hari ia melihat dua orang memasuki perkemahan prajurit dan menghilang ke dalam tenda Ra'zac selama hampir satu jam.
Ia begitu tenggelam dalam pengamatannya hingga nyaris tidak bergerak sepanjang hari.
Ia tengah makan malam sewaktu, seperti harapannya, Baldor muncul kembali. "Lapar"" tanya Roran, sambil memberi isyarat.
Baldor menggeleng dan duduk dengan lelah. Kerut-kerut gelap di bawah matanya menyebabkan kulitnya tampak tipis dan memar. "Quimby tewas."
Mangkuk Roran berdentang saat menghantam tanah. Ia memaki, mengelap kuah dingin dari kakinya, lalu bertanya, "Bagaimana bisa""
"Dua prajurit mengganggu Tara semalam." Tara itu istri Morn. "Tara tidak keberatan, tapi kedua prajurit itu berkelahi memperebutkan siapa yang harus dilayani Tara selanjutnya. Quimby ada di sana--memeriksa isi tong yang kata Morn rusak--dan berusaha melerai." Roran mengangguk. Itulah Quimby, selalu turut campur untuk memastikan orang lain bersikap sopan. "Masalahnya, seorang prajurit melempar guci dan mengenai kening Quimby. Ia tewas seketika."
Roran menatap tanah sambil berkacak pinggang, berjuang keras menenangkan napasnya yang terengah-engah. Ia merasa seakan Baldor menghajarnya habis-habisan. Rasanya tidak mungkin... Quimby, tewas" Petani dan pembuat bir parowaktu di Carvahall, sosok tak asing yang berpengaruh di desa. "Apa kedua prajurit itu akan dihukum""
Baldor mengangkat tangan. "Tepat sesudah Quimby tewas, Ra'zac mencuri mayatnya dari kedai dan membawanya ke tenda mereka. Kami mencoba mengambilnya kembali semalam, tapi mereka tidak bersedia berbicara dengan kami."
"Aku melihatnya."
Baldor mendengus, menggosok wajahnya. "Dad dan Loring menemui Ra'zac hari ini dan berhasil meyakinkan mereka Untuk mengembalikan mayatnya. Tapi para prajurit tidak akan mendapat hukuman apa pun." Ia diam sejenak. "Aku baru Mall berangkat sewaktu Quimby diserahkan kembali. Kau tahu apa yang didapat istrinya" Tulang-belulang."
"Tulang-belulang!"
"Semua disantap bersih--kau bisa melihat bekas-bekas gigitannya--dan sebagian besar dipatahkan untuk diambil sum-sumnya."
Kejijikan mencengkeram Roran, juga kengerian hebat atas nasib Quimby. Orang-orang tahu bahwa roh tidak akan pernah beristirahat sebelum mayatnya dimakamkan dengan layak. Muak karena penghinaan itu, ia bertanya, "Apa, siapa, yang menyantapnya kalau begitu""
"Para prajurit sama tertegunnya. Pasti Ra'zac." "Kenapa" Untuk apa""
"Kurasa," kata Baldor, "Ra'zac bukan manusia. Kau tidak pernah melihat mereka dari dekat, tapi napas mereka sangat busuk, dan mereka selalu menutupi wajah dengan syal hitam. Punggung mereka bungkuk dan melengkung, dan mereka berbicara dengan suara berdetak-detak. Bahkan anak buah mereka sendiri tampak takut pada mereka."
"Kalau mereka bukan manusia, lalu makhluk apa mereka itu"" tanya Roran. "Mereka bukan Urgal." "Siapa yang tahu""
Sekarang ketakutan menyertai kejijikan Roran-ketakutan akan hal-hal supernatural. Ia melihat ketakutannya di wajah Baldor sementara pemuda itu meremas-remas tangannya sendiri. Biarpun sudah sering mendengar tentang berbagai tindakan kejam Galbatorix, mereka tetap shock ketika mengetahui ada kejahatan Raja di rumah mereka. Roran tergetar saat ia menyadari dirinya terlibat dengan kekuatan-kekuatan yang sebelumnya hanya dikenalnya melalui lagu dan dongeng. "Harus ada tindakan," gumamnya.
Udara menjadi lebih hangat sepanjang malam, hingga menjelang sore Lembah Palancar berpendar akibat panas yang di War batas normal musim panas. Carvahall tampak damai di bawah langit biru yang botak, tapi Roran bisa merasakan kemarahan pahit yang mencengkeram penduduknya dengan intensitas yang menakutkan. Ketenangan itu seperti seprai yang terentang kencang karena ditiup angin.
Biarpun ada suasana penuh harapan, hari itu ternyata sangat membosankan;
Roran menghabiskan sebagian besar waktunya dengan menyikat kuda Horst. Akhirnya ia membaringkan diri untuk tidur, memandang ke atas pepohonan pinus yang menjulang, ke bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Bintang-bintang itu tampak begitu dekat, rasanya ia seperti dilontarkan ke tengahnya, jatuh ke kehampaan yang paling gelap.
Bulan mulai terbenam sewaktu Roran terjaga, tenggorokannya terasa pedas akibat asap. Ia batuk dan duduk, mengerjapkan mata. Matanya terasa panas dan berair. Asap tebal menyebabkan ia sulit bernapas.
Roran menyambar selimut dan memelanai kuda yang ketakutan, lalu melarikannya lebih tinggi ke pegunungan, dengan harapan bisa menemukan udara segar. Dengan cepat ia melihat asapnya turut naik bersamanya, jadi ia berbalik dan melaju melintang menerobos hutan.
Sesudah beberapa menit bermanuver dalam kegelapan, mereka akhirnya bebas dan berderap ke langkan yang bersih karena disapu angin. Sesudah mengisi paru-parunya dengan tarikan napas panjang, Roran mengamati lembah untuk mencari kebakaran. Seketika ia melihatnya.
Lumbung gandum Carvahall berkobar putih dalam pusaran api, mengubah isinya yang berharga menjadi pancuran bara. Roran gemetar saat mengawasi kehancuran bahan makanan desa. Ia ingin menjerit dan lari menerobos hutan untuk membantu memadamkan kebakaran, tapi ia tidak bisa memaksa dirinya meninggalkan tempat amannya.
Sekarang bunga api mendarat di rumah Delwin. Dalam beberapa detik, atap jeraminya meledak dalam kobaran api.
Roran memaki dan menjambaki rambutnya, air mata mengalir turun di wajahnya. Ini sebabnya kecerobohan dalam menangani api merupakan kejahatan yang diancam dengan hukuman gantung di Carvahall. Apakah ini kecelakaan" Apakah para prajurit yang melakukannya" Apakah Ra'zac menghukum penduduk desa karena melindungiku"... Apakah aku entah bagaimana bertanggung jawab atas kejadian ini"
Lalu rumah Fisk turut terbakar. Roran terpana, hanya bisa berpaling, membenci sikap pengecutnya sendiri.
Saat subuh semua kebakaran berhasil dipadamkan atau padam dengan sendirinya. Hanya keberuntungan dan malam tak berangin yang menyelamatkan sisa Carvahall dari lalapan api.
Roran menunggu sampai ia yakin tentang akhirnya, lalu kembali ke perkemahan dan membaringkan diri untuk beristirahat. Dari pagi hingga malam, ia tidak menyadari dunia sama sekali, hanya melalui lensa mimpi-mimpinya yang resah.
Sewaktu ia tersadar kembali, Roran menunggu kedatangan orang yang diyakininya akan muncul. Kali ini Albriech. Ia tiba saat senja dengan ekspresi muram dan kelelahan. "Ikut aku," katanya.
Tubuh Roran mengejang. "Kenapa"" Apa mereka memutuskan untuk menyerahkan diriku" Kalau ia penyebab kebakaran itu, ia bisa memahami keinginan penduduk desa agar dirinya pergi. Ia mungkin bahkan setuju bahwa tindakan itu memang diperlukan. Tidak masuk akal mengharapkan semua orang di Carvahall bersedia mengorbankan diri baginya. Sekalipun begitu, tidak berarti ia bersedia membiarkan mereka menyerahkan dirinya begitu saja kepada Ra'zac. Sesudah apa yang dilakukan kedua monster itu pada Quimby, Roran akan berjuang hingga titik darah penghabisan supaya tidak menjadi tawanan mereka.
"Karena," kata Albriech, sambil mengertakkan rahang, "para prajuritlah yang memicu kebakaran. Morn sudah melarang mereka datang ke Seven Sheaves, tapi mereka masih mabuk karena bir mereka sendiri. Salah satu dari mereka melempar suluh ke lumbung gandum dalam perjalanan kembali ke kemah."
"Ada yang terluka"" tanya Roran.
"Beberapa terluka bakar. Gertrude bisa mengatasinya. Kami berusaha bernegosiasi dengan Ra'zac. Mereka menolak mental" mentah permintaan kami agar Kekaisaran mengganti kerugian dan mereka yang bersalah dijatuhi hukuman. Mereka bahkani menolak melarang para prajurit keluar dari perkemahan."
"Jadi kenapa aku harus kembali""
Albriech tergelak hampa. "Untuk martil dan tang. Kami membutuhkan bantuanmu untuk... menyingkirkan Ra'zac."
"Kau mau melakukannya untukku""
"Kami tidak mempertaruhkan diri untuk kau semata. Ini sekarang jadi masalah seluruh desa. Setidaknya berbicaralah pada Ayah dan yang lain, dan dengarkan pendap
at mereka... Kurasa kau akan senang bisa keluar dari pegunungan terkutuk ini."
Roran lama mempertimbangkan tawaran Albriech sebelum memutuskan untuk menemaninya. Ini atau melarikan diri, dan aku selalu bisa melarikan diri nanti. Ia mengambil kuda, mengikat tasnya ke pelana, lalu mengikuti Albriech ke dasar lembah.
Perjalanan mereka melambat saat mendekati Carvahall, menggunakan pepohonan dan sesemakan sebagai perlindungan. Sesudah menyelinap ke balik tong penampung air hujan, Albriech memeriksa jalanan untuk memastikan jalanan kosong, lalu memberi isyarat pada Roran. Bersama-sama mereka merayap dari keremangan menuju keteduhan, terus mewaspadai kehadiran para pelayan Kekaisaran. Di bengkel Horst, Albriech membuka salah satu pintu ganda cukup lebar sehingga Roran dan kudanya bisa masuk diam-diam.
Di dalam, bengkel diterangi sebatang lilin, yang menyebarkan cahaya bergoyang-goyang ke wajah-wajah yang mengelilinginya dalam kegelapan di sekitamya. Horst ada di sana--janggutnya Yang lebat mencuat seperti rak ke cahaya--diapit wajah-wajah keras Delwin, Gedric, lalu Loring. Lainnya orang-orang yang lebih muda: Baldor, ketiga putra Loring, Parr, dan putra Quimby, Nolfavrell, yang baru berusia tiga belas tahun.
Mereka semua berpaling memandangnya sewaktu Roran memasuki kumpulan itu. Horst berkata, "Ah, kau berhasil. Kau lolos dari kesialan di Spine""
"Aku mujur." "Kalau begitu kita bisa melanjutkan."
Dengan apa, tepatnya"" Roran mengikat kuda ke landasan sambil berbicara.
Loring menjawab, wajah kaku pembuat sepatu itu merupakan sekumpulan kerut dan ceruk. "Kami sudah berusaha tawar menawar dengan Ra'zac ini... dengan penjarah ini." Ia diam tubuhnya yang kurus tergoncang karena desisan tidak menyenangkan yang melengking jauh dalam dadanya. "Mereka menolak logika. Mereka sudah membahayakan kita semua tanpa menunjukkan tanda-tanda penyesalan atau kesedihan." Ia memperdengarkan suara dari tenggorokannya, lalu berbicara dengan suara tertekan, "Mereka... harus... pergi. Makhluk-makhluk seperti itu--"
"Tidak," kata Roran. "Bukan makhluk. Penghujat."
Yang lainnya merengut dan mengangguk-angguk setuju. Delwin melanjutkan pembicaraan: "Intinya adalah, keselamatan semua orang dipertaruhkan. Kalau kebakaran itu menyebar lebih luas lagi, lusinan orang akan tewas dan mereka yang berhasil lolos akan kehilangan segala miliknya. Sebagai hasilnya, kami setuju untuk mengusir Ra'zac dari Carvahall. Kau mau bergabung dengan kami""
Roran ragu-ragu. "Bagaimana kalau mereka kembali atau mengirim pasukan tambahan" Kita tidak bisa mengalahkan seluruh Kekaisaran."
"Tidak," kata Horst, muram dan khidmat, "tapi kita juga tidak bisa berdiam diri dan membiarkan para prajurit membunuh kita atau menghancurkan harta kita. Ada batasnya bagi seseorang untuk menanggung pelecehan sebelum ia harus membalas."
Loring tertawa, menyentakkan kepala ke belakang hingga api menerangi tunggul gigi-giginya. "Pertama-tama kita membentengi diri," bisiknya penuh semangat, "lalu kita bertempur. Kita buat mereka menyesal karena pernah memandang Carvahall! Ha ha!"
PEMBALASAN Sesudah Roran menyetujui rencana mereka, Horst mulai membagikan sekop, garpu jerami, alu-apa pun yang bisa digunakan untuk menghajar para prajurit serta Ra'zac dan mengusir mereka.
Roran menimbang-nimbang sebatang garpu, lalu mengesampingkannya. Sekalipun ia tidak pernah peduli pada kisah-kisah yang diceritakan Brom, salah satunya, "Lagu Gerand", menggetarkan dirinya setiap kali ia mendengarnya. Kisah itu menceritakan Gerand, pejuang terhebat di masanya, yang menggantung pedang demi istri dan tanah pertanian. Tapi ia tidak mendapatkan kedamaian karena tuan tanah yang iri memicu perselisihan berdarah terhadap keluarga Gerand, yang memaksa Gerand membunuh sekali lagi. Tapi ia tidak bertempur dengan pedangnya, ia menggunakan martil.
Setelah melangkah ke dinding, Roran mengambil martil berukuran sedang dengan tangkai panjang dan mata bulat di satu sisinya. Ia melempar-lemparkannya dari satu tangan ke tangan yang lain, lalu mendekati Horst dan bertanya, "Ini boleh kuambil""
Horst menatap alat itu dan
Roran. "Gunakan dengan bijaksana." Lalu ia berkata pada anggota kelompok lainnya. "Dengar. Kita ingin menakut-nakuti, bukan membunuh. Patahkan beberapa tulang kalau kalian mau, tapi jangan sampai terhanyut.
Dan apa pun yang kalian lakukan, jangan bertahan dan bertempur. Tidak peduli seberapa besar keberanian yang kalian rasakan, lngatlah bahwa mereka prajurit terlatih."
Sesudah semua orang dilengkapi, mereka meninggalkan bengkel dan berjalan mengitari Carvahall ke tepi perkemahan Ra'zac. Para prajurit telah tidur, kecuali empat penjaga yang berpatroli di batas tenda-tenda kelabu. Kedua kuda Ra'zac diikat di dekat api unggun yang membara.
Horst memerintah dengan suara pelan, mengirim Albriech dan Delwin untuk menyergap para penjaga, dan Parr serta Roran untuk menyergap kedua penjaga lainnya.
Roran menahan napas saat mengintai prajurit yang tidak menyadari kehadiran mereka. Jantungnya mulai berdebar-debar sementara energi mengaliri tangan dan kakinya. Ia bersembunyi di balik sudut rumah, gemetar, dan menunggu isyarat dari Horst. Tunggu.
Tunggu. Sambil meraung, Horst menghambur keluar dari tempat persembunyian, memimpin serangan ke tenda-tenda. Roran melesat maju dan mengayunkan martil, menghantam bahu penjaga diiringi derak menakutkan.
Pria itu melolong dan menjatuhkan tombak berkapaknya. Ia terhuyung saat Roran menghantam rusuk dan punggungnya. Roran mengangkat martilnya lagi dan pria tersebut mundur, sambil berteriak-teriak minta tolong.
Roran berlari mengejarnya, sambil memekik tidak keruan. Ia menerjang sisi tenda wol, menginjak-injak apa pun di dalamnya, lalu menghantam puncak helm yang dilihatnya muncul dari tenda lain. Logam itu berdentang seperti genta. Roran nyaris tidak menyadari saat Loring lewat-pria tua itu tergelak dan bersorak dalam udara malam sambil menusuki para prajurit menggunakan garpu jerami. Di mana-mana timbul kekacauan saat orang-orang bergelut.
Sewaktu berbalik, Roran melihat seorang prajurit berusaha memasang panah pada busurnya. Ia bergegas maju dan menghantam punggung busur dengan martil baja, mematahkan kayu itu menjadi dua. Prajuritnya melarikan diri.
Para Ra'zac berlari keluar dari tenda sambil menjerit menakutkan, dengan pedang di tangan. Sebelum mereka sempat menyerang, Baldor melepaskan ikatan kuda-kuda dan mengusir keduanya berderap menuju dua sosok mirip hantu sawah itu. Ra'zac berpisah, lalu bersatu kembali, hanya untuk tersingkir saat semangat para prajurit bangkit. Mereka pun kabur.
Lalu segalanya berakhir. Roran terengah-engah dalam kebisuan, tangannya terasa kram di tangkai martil. Sesaat kemudian, ia mengitari tumpukan tenda dan selimut ke arah Horst. Tukang besi itu tersenyum di balik janggutnya. "Ini perkelahian terbaik yang pernah kualami selama bertahun-tahun."
Di belakang mereka, Carvahall berubah hidup saat orang-orang berusaha mencari sumber keributan. Roran mengawasi saat lampu-lampu menyala di balik jendela tertutup, lalu berpaling saat mendengar isakan pelan.
Bocah itu, Nolfavrell, berlutut di samping mayat seorang prajurit, menikam dadanya berkali-kali sementara air mata mengalir turun ke dagunya. Gedric dan Albriech bergegas mendekat dan menarik Nolfavrell menjauhi mayat itu.
"Ia seharusnya tidak ikut," kata Roran.
Horst mengangkat bahu. "Itu haknya."
Sama saja, membunuh salah satu anak buah Ra'zac hanya akan mempersulit kita menyingkirkan para penghujat itu. "Sebaiknya kita blokir jalan dan sela-sela rumah agar mereka tidak bisa menyerang kita secara tiba-tiba." Setelah mengamati orang-orang memeriksa luka mereka, Roran melihat Delwin mendapat sayatan panjang di lengannya, yang diperban sendiri oleh petani itu dengan menggunakan secarik kain dari kemejanya yang robek.
Dengan berteriak beberapa kali, Horst mengorganisir kelompok mereka. Ia memerintahkan Albriech dan Baldor mengambil kereta Quimby dari bengkel dan memerintahkan putra-putra Loring serta Parr untuk menjelajahi Carvahall, mencari barang-barang yang bisa digunakan untuk mengamankan desa.
Bahkan sementara ia berbicara, orang-orang berkerumun di tepi padang, menatap apa yang tersisa dari pe
rkemahan Ra'zac dan mayat si prajurit. "Apa yang terjadi"" seru Fisk.
Lorirtg bergegas maju dan menatap tukang kayu itu lurus.
Apa yang terjadi" Kuberitahu apa yang terjadi. Kami berhasil mengusir sampah-sampah itu... menyerang sewaktu mereka tidak siap dan mengusir mereka seperti anjing!"
"Aku senang." Suara yang kuat itu berasal dari Birgit, wanita berambut merah yang memeluk Nolfavrell di dadanya, mengabaikan darah yang mengotori wajah bocah itu. "Mereka layak mati seperti pengecut karena kematian suamiku."
Penduduk desa menggumamkan persetujuan, tapi lalu Thane berbicara, "Apa kau sudah sinting, Horst" Bahkan kalau kau berhasil mengusir Ra'zac dan prajurit mereka, Galbatorix akan mengirim lebih banyak orang lagi. Kekaisaran tidak akan pernah menyerah sebelum mereka mendapatkan Roran."
"Sebaiknya kita serahkan saja," kata Sloan.
Horst mengangkat kedua tangannya. "Aku setuju; tidak seorang pun lebih berharga daripada seluruh Carvahall. Tapi kalau kita menyerahkan Roran, apa kalian benar-benar berpendapat Galbatorix akan membiarkan kita lolos sesudah perlawanan ini" Di matanya, kita tidak lebih baik daripada kaum Varden."
"Kalau begitu kenapa kau menyerang"" Thane menukas. "Siapa yang memberimu kewenangan untuk mengambil keputusan ini" Kau menghancurkan kita semua!"
Kali ini Birgit yang menjawab. "Apa kau akan membiarkan mereka membunuh istrimu"" Ia menekankan tangannya ke kedua sisi wajah putranya, lalu menunjukkan telapaknya yang berlumuran darah pada Thane, seolah memberikan tuduhan. "Kau akan membiarkan mereka membakar kita"... Di mana kejantananmu, pemecah tanah liat""
Thane menunduk, tidak mampu menghadapi ekspresi Birgit.
"Mereka membakar pertanianku," kata Roran, "menyantap Quimby, dan nyaris menghancurkan Carvahall. Kejahatan seperti itu tidak bisa dibiarkan tanpa dihukum. Apa kita ini kelinci-kelinci penakut yang gemetaran dan pasrah menerima nasib" Tidak! Kita berhak membela diri." Ia diam saat Albriech dan Baldor berlari di jalan, menyeret kereta. "Kita bisa berdebat nanti. Sekarang kita harus bersiap-siap. Siapa yang bersedia membantu kami""
Sekitar empat puluh pria mengajukan diri. Bersama-sama mereka melakukan tugas yang sulit untuk menjadikan Carvahall tidak tertembus. Roran bekerja tanpa henti, memaku bilah-bilah pagar di sela rumah-rumah, menumpuk tong-tong penuh batu menjadi dinding darurat, dan menyeret balok-balok ke jalan utama, yang mereka blokir dengan dua kereta yang dibalik.
Sementara Roran bergegas dari satu tugas ke tugas yang lain, Katrina menghadangnya di lorong. Gadis itu memeluknya, lalu berkata, "Aku senang kau kembali, dan kau selamat."
Roran menciumnya sekilas. "Katrina... aku harus berbicara denganmu begitu kami selesai." Katrina tersenyum tidak pasti, tapi ada seberkas harapan dalam senyumannya. "Kau benar; bodoh sekali kalau aku menunda. Setiap saat yang kita lewati bersama merupakan saat berharga, dan aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang kita miliki padahal nasib bisa memisahkan kita sewaktu-waktu."
Roran tengah menyiramkan air ke atap jerami rumah Kiseltagar tidak terbakar sewaktu Parr berteriak, "Ra'zac!"
Roran menjatuhkan ember, lalu berlari ke kereta, tempat ia meninggalkan martil. Sewaktu menyambar senjata itu, ia melihat satu Ra'zac duduk di kuda jauh di jalan, hampir di luar jangkauan panah. Makhluk itu diterangi suluh di tangan kirinya, sementara tangan kanannya terulur ke belakang, seakan ada yang hendak dilemparkannya.
Roran tertawa. "Apa ia akan melempari kita dengan batu" Ia terlalu jauh untuk mengenai--" Kata-katanya terputus saat Ra'zac mengayunkan lengan dan tabung kaca melayang melintasi jarak di antara mereka serta pecah menghantam kereta di kanan Roran. Sesaat kemudian, bola api melontarkan kereta ke udara sementara udara panas mengempaskan Roran ke dinding.
Dengan tertegun, ia jatuh bertumpu pada tangan dan lutut, terengah-engah menghirup udara. Di antara raungan di telinganya ia mendengar derap langkah kuda. Ia memaksa diri bangkit dan menghadap ke asal suara, hanya untuk melompat ke samping sementara Ra'zac berderap memasuki Carvahall mela
lui celah kereta yang berkobar.
Para Ra'zac menghentikan tunggangan mereka, pedang menyambar saat mereka mengayunkannya ke orang-orang yang berhamburan di sekeliling mereka. Roran melihat tiga orang tewas, lalu Horst dan Loring tiba di dekat Ra'zac dan memaksa mereka mundur dengan garpu jerami. Sebelum penduduk desa sempat berkumpul, para prajurit menghambur masuk melalui lubang di barikade, membunuh secara membabi-buta dalam kegelapan.
Roran tahu mereka harus dihentikan, kalau tidak Carvahall akan ditaklukkan. Ia menerkam seorang prajurit, mengejutkannya, dan menghantam wajahnya dengan martil. Prajurit itu terpuruk tanpa suara. Sementara rekan-rekannya menghambur ke arahnya, Roran mencabut perisai dari tangan si prajurit yang terkulai. Ia nyaris tidak sempat menggunakannya untuk menangkis pukulan pertama.
Sambil mundur mendekati Ra'zac, Roran menangkis tusukan pedang, lalu mengayunkan martilnya ke atas, ke dagu prajurit itu, menjatuhkannya ke tanah. "Ke sini!" teriak Roran. "Pertahankan rumah kalian!" Ia melangkah ke samping untuk menghindari pukulan sementara lima prajurit berusaha mengepungnya. "Ke sini!"
Baldor yang menjawab panggilannya, lalu Albriech. Beberapa detik kemudian, putra-putra Loring menggabungkan diri dengannya, diikuti puluhan orang lainnya. Dari jalan-jalan samping, para wanita dan anak-anak melempari para prajurit dengan batu. "Jangan berpencar," perintah Roran, sambil mempertahankan posisi. "Kita lebih banyak."
Para prajurit berhenti saat barisan penduduk desa di depan mereka semakin tebal. Dengan lebih dari seratus orang di belakangnya, Roran perlahan-lahan maju.
"Serang, orang-orang bodohhh!" jerit Ra'zac, sambil menghindari garpu jerami Loring.
Sebatang anak panah mendesing ke arah Roran. Ia menangkisnya dengan perisai dan tertawa. Ra'zac sekarang sejajar dengan para prajurit, mendesis-desis frustrasi. Mereka memelototi penduduk desa dari balik kerudung hitamnya. Tiba-tiba Roran merasa dirinya melemah dan tidak mampu bergerak; bahkan untuk berpikir pun sulit. Kelelahan seperti merantal lengan dan kakinya hingga tidak bisa bergerak.
Lalu dari kejauhan di dalam Carvahall, Roran mendengar teriakan keras Birgit. Sedetik kemudian, sebutir batu melayang melewati kepalanya dan mengarah ke Ra'zac terdepan, yang tersentak dengan kecepatan supernatural untuk mengindari rudal itu. Pengalih perhatian tersebut, sekalipun lemah, membebaskan benak Roran dari pengaruh yang membius. Apa tadi sihir" pikirnya penasaran.
Ia menjatuhkan perisai, mencengkeram martil dengan dua tangan, dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala-seperti yang dilakukan Horst sewaktu memipihkan logam. Roran berjinjit, seluruh tubuhnya melengkung ke belakang, lalu mengayunkan kedua lengannya turun sambil mendengus. Martilnya melayang berputar-putar di udara dan terpental di perisai Ra'zac, meninggalkan bekas yang dalam.
Kedua serangan itu cukup untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan Ra'zac yang aneh. Mereka berdecak-decak cepat pada satu sama lain sementara penduduk desa meraung dan berderap maju, lalu Ra'zac menyentakkan kekang kuda mereka, berputar.
"Mundur," geram mereka, berderap melewati para prajurit. Para prajurit berpakaian merah itu mundur dari Carvahall sambil merengut, menikam siapa pun yang terlalu dekat. Baru sesudah cukup jauh dari kereta yang terbakar mereka berani berbalik.
Roran mendesah dan mengambil kembali martilnya, merasakan memar-memar di sisi tubuh dan punggungnya yang tadi menghantam dinding. Ia menunduk sewaktu melihat ledakan tadi ternyata menewaskan Parr. Sembilan orang lainnya juga tewas. Para istri dan ibu membelah malam dengan lolongan duka.
Bagaimana ini bisa terjadi di sini"
"Semuanya, kemari!" seru Baldor.
Roran mengerjapkan mata dan terhuyung kembali ke tengah jalan, tempat Baldor berdiri. Satu Ra'zac duduk seperti kumbang di kuda hanya dua puluh yard jauhnya. Makhluk itu menudingkan satu jari kepada Roran dan berkata, "Kau... baumu ssseperti sssepupumu. Kami tidak pernah melupakan bau."
Apa maumu"" teriak Roran. "Kenapa kalian datang kemari""
Ra'zac tertawa mengerikan, berdecak-decak
mirip serangga "Kami menginginkan... informasssi." Makhluk itu melirik ke balik bahunya, tempat rekan-rekannya menghilang, lalu berseru, "Ssserahkan Roran dan kalian akan dijual sssebagai budak. Lindungi dia, maka kami akan menyantap kalian sssemua, Kami akan mendapat jawaban kalian pada kedatangan kami berikutnya. Passstikan kalian menjawab dengan benar."
AZ SWELDIN RAK ANHUIN Cahaya menerobos memasuki terowongan saat pintu-pintu diseret membuka. Eragon mengernyit, matanya sakit karena tidak terbiasa dengan cahaya siang sesudah begitu lama berada di bawah tanah. Di sampingnya, Saphira mendesis dan menjulurkan leher agar bisa lebih jelas melihat sekeliling mereka.
Mereka membutuhkan waktu dua hari untuk menyusuri jalur bawah tanah dari Farthen Dur, sekalipun bagi Eragon terasa lebih lama, karena senja yang menyelimuti mereka tanpa akhir dan kesunyian yang menekan rombongan mereka. Secara keseluruhan, ia ingat hanya beberapa patah kata yang terucap sepanjang perjalanan mereka.
Tadinya Eragon berharap bisa tahu lebih banyak mengenai Arya selama mereka menempuh perjalanan bersama, tapi satu-satunya informasi yang didapatnya hanyalah karena mengamati. Selama ini ia tidak pernah makan bersama Arya dan terkejut melihat Arya membawa makanannya sendiri serta tidak menyantap daging. Sewaktu ia menanyakan alasannya, Arya berkata, "Kau juga tidak akan pernah menyantap daging hewan lagi sesudah dilatih, atau kalaupun kaulakukan, jarang sekali."
"Kenapa aku tidak akan makan daging lagi"" dengus Eragon.
"Aku tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata, tapi kau akan mengerti begitu kita tiba di Ellesmera."
Sekarang semuanya terlupakan saat ia bergegas ke mulut terowongan, sangat ingin melihat tujuan mereka. Ia berdiri di tonjolan granit, lebih dari seratus kaki di atas danau keunguan, cemerlang ditimpa cahaya matahari timur. Seperti Kosthamerna, airnya membentang dari pegunungan ke pegunungan, memenuhi lembah hingga ujungnya. Dari seberang danau, Az Ragni mengalir ke utara, meliuk-liuk di sela puncak-puncak hingga-jauh di sana-sungai itu mengalir deras ke dataran timur.
Di sebelah kanannya, pegunungan kosong, hanya ada sejumlah jalan setapak, tapi di sebelah kirinya... di sebelah kirinya terdapat kota kurcaci Tarnag. Di sini kurcaci-kurcaci mengubah Beor yang tampak tidak tergoyahkan menjadi serangkaian teras. Teras-teras bawah terutama merupakan ladang lengkungan-lengkungan lahan gelap yang menunggu ditanami--dihiasi beberapa bangunan persegi pendek, yang menurut tebakan terbaiknya seluruhnya dibuat dari batu. Di atas tingkat yang kosong itu berdiri deretan demi deretan bangunan yang sambung-menyambung hingga membentuk kubah emas dan putih raksasa. Rasanya seolah seluruh kota tidak lebih daripada sebarisan anak tangga yang menuju kubah itu. Cungkupnya berkilau seperti batu bulan yang dipernis, butiran seputih susu yang melayang di puncak piramid pelat kelabu.
Orik mengantisipasi pertanyaan Eragon, dengan berkata, "Itulah Celbedeil, kuil kurcaci teragung dan rumah Durgrimst Quan--klan Quan--yang bertindak sebagai pelayan dan kurir dewa-dewa."
Apakah mereka memerintah Tarnag" tanya Saphira. Eragon mengulangi pertanyaan itu.
"Nay," kata Arya, sambil melangkah melewati mereka. "Sekalipun kaum Quan kuat, mereka hanya sedikit, meskipun mereka punya kekuasaan atas kehidupan setelah kematian & dan emas. Ragni Hefthyn--Penjaga Sungai--yang mengendalikan Tarnag. Kita akan tinggal bersama ketua klan mereka, Undin, selama berada di sini."
Saat mereka mengikuti elf itu menuruni tonjolan batu dan melintasi hutan lebat yang menyelimuti pegunungan, Orik berbisik pada Eragon, "Jangan pedulikan dirinya. Ia berselisih dengan Quan selama bertahun-tahun. Setiap kali ia mengunjungi Tarnag dan berbicara dengan pendeta di sana, mereka akan bertengkar begitu hebat hingga Kull pun ketakutan."
Arya"" Orik mengangguk muram. "Aku tahu sedikit mengenai hal itu tapi kudengar ia sangat tidak menyetujui sebagian besar kegiatan Quan. Tampaknya elf tidak percaya dengan 'bergumam minta tolong ke udara'."
Eragon menatap punggung Arya sementara mereka turun,
penasaran apakah kata-kata Orik benar, dan kalau benar, apa yang dipercayai Arya sendiri. Ia menghela napas dalam, menyingkirkan masalah itu dari pikiran. Rasanya luar biasa bisa kembali berada di udara terbuka, di tempat ia bisa mencium bau lumut dan pakis-pakisan serta pepohonan di hutan, di tempat matahari terasa hangat di wajahnya dan lebah serta serangga-serangga lain beterbangan, menyenangkan hati.
Jalan setapak membawa mereka turun ke tepi danau sebelum naik kembali ke Tarnag dan gerbangnya yang terbuka. "Bagaimana cara kalian menyembunyikan Tarnag dari Galbatorix"" tanya Eragon. "Kalau Farthen Dar, aku mengerti, tapi ini... Aku tidak pernah melihat yang seperti ini."
Orik tertawa pelan. "Menyembunyikannya" Itu mustahil. Tidak, sesudah kejatuhan para Penunggang, kami terpaksa meninggalkan semua kota kami yang di permukaan tanah dan mengundurkan diri ke dalam terowongan-terowongan untuk melarikan diri dari Galbatorix dan para Terkutuk. Mereka sering terbang melintasi Beor, membunuh siapa pun yang mereka temui."
"Kupikir kurcaci selalu tinggal di bawah tanah."
Alis mata Orik yang lebat bertemu dalam kerutan. "Kenapa harus begitu" Kami mungkin menyukai batu, tapi kami juga menyukai udara terbuka seperti elf dan manusia. Tapi baru satu setengah dekade terakhir, sejak Morzan tewas, kami berani kembali ke Tarnag dan tempat tinggal kuno kami lainnya. Galbatorix mungkin memiliki kekuatan yang tidak wajar, tapi ia sekalipun tidak bakal mampu menyerang satu kota seorang diri. Tentu saja, ia dan naganya bisa menimbulkan kesulitan
tanpa akhir bagi kami kalau mau, tapi akhir-akhir ini mereka jarang sekali meninggalkan Uru baen, bahkan untuk perjalanan singkat. Galbatorix juga tidak bisa membawa pasukan kemari tanpa mengalahkan Buragh dan Farthen Dur terlebih dulu."
Yang nyaris berhasil dilakukannya, Saphira mengomentari.
Sewaktu melewati puncak gundukan kecil, Eragon tersentak kaget sewaktu seekor hewan kecil menerobos keluar dari sesemakan ke jalan setapak. Makhluk kurus itu tampak seperti kambing gunung dari Spine, tapi sepertiga lebih besar dan memiliki tanduk raksasa yang melengkung di samping pipinya menyebabkan tanduk Urgal jadi tampak hanya sebesar sarang burung layang-layang. Yang lebih aneh lagi adalah pelana yang terikat di punggung kambing itu, dan kurcaci yang duduk dengan mantap di sana, mengarahkan busur yang separo tertarik ke udara.
"Hert durgrimst" Fild rastn"" teriak kurcaci asing itu.
"Orik Thrifkz menthiv oen Hrethcarach Eragon rak Durgrimst Ingeitum," jawab Orik. "Wharn, az vanyali-carharug Arya. Ne oc Undinz grimstbelardn." Kambing itu menatap Saphira dengan waspada. Eragon menyadari betapa cemerlang dan cerdas mata kambing itu, sekalipun wajahnya agak konyol dengan janggut seputih salju dan ekspresi muram. Ia jadi teringat Hrothgar, dan nyaris tertawa, menyadari betapa kerdilnya hewan ini.
"Azt jok jordn rast," terdengar jawabannya.
Tanpa perintah yang jelas dari si kurcaci, kambing itu melompat maju, menempuh jarak yang luar biasa jauhnya hingga sejenak ia tampak seperti terbang. Lalu penunggang dan tunggangannya menghilang di sela pepohonan.
"Apa itu"" tanya Eragon, terpesona.
Orik melanjutkan langkah. "Feldunost, salah satu dari lima hewan unik di pegunungan ini. Nama setiap hewan disandang satu klan. Tapi Durgrimst Feldunost mungkin klan yang paling berani dan paling dihormati."
"Kenapa begitu""
"Kami tergantung pada Feldunost untuk mendapatkan susu, wol, dan daging. Tanpa dukungan mereka, kami tidak bisa hidup di Beor. Sewaktu Galbatorix dan para Penunggang pengkhianatnya menteror kami, Durgrimst Feldunost yang men" pertaruhkan diri-hingga sekarang-untuk menjaga kawanan dan padang-padang. Karena itu, kami semua berutang budl pada mereka."
"Apa semua kurcaci menunggang Feldunost"" Ia agak sulit men$ucapkan kata yang tidak biasa itu.
"Hanya di pegunungan. Feldunost liat dan mantap, tapi mereka lebih cocok di tebing-tebing daripada di dataran terbuka "
Saphira menyodok Eragon dengan hidungnya, menyebabkan Snowfire menjauh. Nah, itu baru perburuan yang bagus, lebih bagus daripada yang
pernah kualami di Spine arau sesudahnya! Kalau aku memiliki waktu di Tarnag
Tidak, kata Eragon. Kita tidak boleh menyinggung perasaan kaum kurcaci.
Saphira mendengus, jengkel. Aku bisa meminta izin terlebih dulu.
Sekarang jalan setapak yang melindungi mereka begitu lama di bawah dahan-dahan besar dan gelap memasuki lapangan luas yang mengelilingi Tarnag. Kelompok-kelompok pengamat mulai berkumpul di ladang-ladang sewaktu tujuh Feldunost dengan kekang berhias berderap keluar dari kota. Para penunggang mereka menyandang tombak berujung panji yang melecut-lecut seperti cambuk di udara. Setelah menghentikan tunggangan anehnya, kurcaci terdepan berkata, "Kalian semua diterima di kota Tarnag ini. Berdasarkan otho dari Undin dan Gannel, aku, Thorv, putra Brokk, menawarkan perlindungan aula-aula kami dengan damai." Aksennya menggemuruh dan serak, tidak mirip aksen Orik.
"Dan berdasarkan otho Hrothgar, kami dari Ingeitum menerima keramahtamahanmu," jawab Orik.
"Sebagaimana aku, berdasarkan stead Islanzadi," tambah Arya.
Dengan ekspresi puas, Thorv memberi isyarat pada rekanrekan penunggangnya, yang menjejak Feldunost masing-masing membentuk formasi mengelilingi mereka berempat. Dengan megah para kurcaci itu menjalankan tunggangan masing-masing, membimbing mereka ke Tarnag dan melewati gerbang kota.
Dinding luarnya setebal empat puluh kaki dan membentuk terowongan remang-remang ke salah satu dari sekian banyak lahan pertanian yang mengelilingi Tarnag. Lima lapis kemudian--masing-masing dilindungi gerbang yang kokoh--membawa mereka melewati ladang-ladang dan memasuki kota.
Kisah Tiga Kerajaan 27 Prabarini Karya Putu Praba Darana Nyi Bodong 3
^